ornamen

,

seekor kambing berbulu

cokelat, gemuk dan sehat

mendengus senang saat 

merasakan jemari lembut hangat

mengusap-usap puting susunya.

Dengan pijatan-pijatan lunak

dan teratur, dari puting susu

kambing itu memancur deras

cairan putih segar ke dalam

panci tanah di bawahnya. Lalu

mendadak, gerakan

menyenangkan itu berhenti.

Padahal susu yang diperah

keluar baru sedikit. 

Sejenak sang kambing diam

menunggu. lalu  tubuh

binatang itu menegang. Matanya

menangkap bayang-bayang

hitam jatuh di permukaan tanah.

Merambat pelan menaungi

rerumputan, kebun sayurmayur.

juga sebuah gubuk mungil

beratap ijuk. lalu

kandang-kandang kecil di

sebelahnya. Sengatan panas

matahari yang mendadak lenyap

dirasakan pula oleh beberapa

ekor ayam yang berkeliaran di

sekitar gubuk.  

Ayam-ayam betina berkotek riuh

rendah. Yang jantan berlarian

kian kemari. Anak-anak ayam

mencicit ribut sambil berebutan

menyelinap di balik sayap-sayap

induknya, bersembunyi

ketakutan. Seekor kucing hitam

yang tadinya rebahan di tanah

berpasir, mengeong nyaring lalu

meloncat ke pintu gubuk dan

menghilang di dalam. Kambing

betina tadi sesaat  mencium

bahaya. Si cokelat mengembik

keras, memanggil anak-anaknya.

Beriringan mereka lari masuk,

bukan ke kandang, melainkan ke

dalam hutan. Meninggalkan

wanita lesbian  yang tadi memerah

susunya. wanita lesbian  itu

menengadah. menatap langit

biru jernih. Namun sesaat

lalu  ia tertegun, manakala

melihat sekelompok awan hitam

pekat keluar dari balik puncak

gunung lalu bergantung diam

tepat di atas ubun-ubunnya.

"Pertanda buruk!" la bergumam,

cemas. lalu  ia

membungkuk. namun  panci

tanah itu sudah  pecah

berantakan. lsinya tumpah.

membasahi dan membuat

rerumputan berubah putih. Ini

tentunya perbuatan induk

kambing yang ketakutan itu,

pikirnya. Ia harus mencari tanah

liat lagi. Membuat panci baru.

juga periuk. sebab  periuk

satu-satunya yang ia miliki

sudah retak pula. Tadi malam ia

terpeleset, hingga periuk berisi

nasi yang baru masak tersenggol

jatuh dari atas tungku. Jadi

pertanda buruk itu sudah

muncul semenjak malam

harinya. wanita lesbian  itu

membenahi rambutnya yang

terurai panjang.

menyanggulkannya di bagian

tengah atas 

kepala. Lehernya kini tampak

semakin jenjang. Kegelisahan

muncul pada sepasang matanya

yang bening bundar. Setetes

peluh jatuh dari ujung

hidungnya yang mancung. Jatuh

di permukaan bibir merah segar.

Bibir ranum itu tergetar, lalu

mengatup rapat. Si wanita lesbian 

tahu sesuatu akan terjadi.

Namun secara naluriah ia

menyadari, apa pun yang kelak

terjadi toh ia tidak akan mampu

menghindar. Batinnya

membisikkan, ada kekuatan gaib

yang diam-diam mendekat dan

berusaha mengepungnya dari

segala penjuru. Sambil tegak

mematung. wanita lesbian  itu

merapal mantra dalam hati.

Menjerit tanpa suara,

memanggil nama leluhurnya. 

Tak lama lalu  terdengar

suara langkah kaki berlari

serabutan. la menoleh ke arah

menghilangnya si cokelat

ditambah  anak-anaknya tadi.

Semak belukar tiba-tiba terkuak

di antara pepohonan yang

tumbuh rapat. Seorang laki-laki

berusia sekitar 30-an

tergopoh-gopoh mendatanginya.

Begitu melihat si wanita lesbian ,

lelaki itu langsung berteriak

memperingatkan. "Lari, nyi girah !

Cepat, tinggalkan tempat ini!

Mereka?" 

Teriakan lelaki itu terputus

tiba-tiba. Rupanya kakinya

terkait akar pohon yang

menyembul di tanah. la jatuh

terjerembap. Tanpa mengaduh

apalagi memperlihatkan rasa

sakit ia bergegas bangkit dan

mendekati si wanita lesbian  dengan

wajah gempar. 

"Ayo. nyi girah ! Tunggu apa lagi"

Cepatlah lari..." ujar

nya. terengah-engah. Melihat si

wanita lesbian  masih bergeming di

tempatnya, ia menjerit. "Kau

dengar aku, nyi girah ?" Pundak

si wanita lesbian  diguncangnya

keraskeras. "Kubilang lari!

Mereka akan membunuhmu!" 

nyi girah  memandangi wajah

laki-laki di depannya. Kumis

maupun cambang lelaki itu

tampak kotor. Wajahnya penuh

goresan. begitu pula lengannya.

Masygul, ia bergumam, "Kau

terluka. chucky ." 

"Hanya tergores duri dan... ya

ampun, nyi girah ! Kau gila kalau tak

mau mendengar kata-kataku.

Larilah!" 

"Ke mana?" 

"Tuhanku! Masih juga kau

bertanya. Larilah ke mana saja.

Sejauh mungkin dari tempat ini.

Mereka akan tiba sebentar lagi.

Hanya sebab  aku lebih tahu

tempatmu ini yang membuat aku

berhasil memotong jalan

mereka. Kalau kau tahu siapa

yang ikut di antara mereka.?" 

"Siapa, chucky ?" tanya

nyi girah . Tenang dan dingin. 

"nyoto !" chucky  setengah

menjerit saat  menyebutkan

nama itu. "Ia membawa senjata

ajaibnya yang terkenal itu. Besi

panjang yang dapat

menyemburkan api!" 

nyi girah  menghela napas

panjang. "Besi panjang itu

dibuat oleh orang-orang kafir.

Apinya juga bukan api alami.

Aku tidak takut

menghadapinya." 

"Mereka akan membakarmu,

nyi girah ..." Suara lelaki itu

melemah. Sudut-sudut matanya

mulai basah. 

nyi girah  terkesiap. "Siapa

bilang?" 

"Orang sekampung ribut tadi

malam. Beberapa orang

berembuk di balai desa. Baru

tadi pagi aku tahu, saat  aku

ikut memperbaiki rumah si

Aming. Katanya ada orang yang

akan ditangkap lalu dibakar

hidup-hidup. sai baba  tidak

menyebut nama, ia hanya

berkata, ,hukum yang pantas

untuk seorang penyihir.' dan aku

tahu siapa yang mereka

maksud." 

"Aku bukan tukang sihir!" 

"Astaga, nyi girah . Jangan

berbantah lagi. Mereka..." 

"Sssshhhh!" 

chucky  mengatupkan mulut. Ia

melihat cuping telinga nyi girah 

bergerak-gerak. namun  baru

agak lama sesudah nya ia

mendengar suara sayup-sayup,

suara orang sahut bersahut.

chucky  berputar, wajah

semakin pucat. Dengan telapak

tangan, ia melindungi matanya

dari silau dan sengatan

matahari. Ia menatap ke lereng

bukit, mencari-cari dengan mata

agak dipicingkan. jauh di bawah

sana. ia dapat melihat beberapa

sosok tubuh menyeberangi anak

sungai pada bagian yang

dangkal. Sosok-sosok lain

tampak menyelinap keluar dari

balik pepohonan. Hanya

beberapa ratus meter jaraknya

dari tempat chucky  dan

nyi girah  berdiri. Di antara

rombongan yang semakin

mendekat itu, kelihatan

seseorang mengangkat sebelah

tangan tinggi-tinggi. Tangan itu

memegang sebuah 

benda yang tampak

samar-samar, namun dapat

diketahui chucky  apa kiranya. 

"Besi panjang nyoto !" chucky 

bergumam kecut. 

Gumam nyi girah  justru

berbeda. Seraya tengadah ke

langit ia mengeluh, "Awan hitam

itu sudah menghilang!" 

"Matilah kita. nyi girah ." chucky 

hampir menangis. 

"Tidak, chucky ." 

"Aku barusan melihat besi

berapi si nyoto ." 

"Senjata orang kafir itu tak akan

melukaiku, chucky . namun  kau.

Dan bayiku?" Suara nyi girah 

berubah getir. Ia memegang

tangan chucky . menatap lurus

ke matanya. Mata chucky 

semakin basah. "Aku akan

menunggu mereka. Kau

masuklah ke gubuk. Selimuti

bayiku baik-baik. lalu 

bawa dia pergi sejauh mungkin."

chucky  menoleh lagi ke bawah.

Semakin banyak orang terlihat.

la berpaling menatap dinding

bukit di sebelah lain. Lalu

geleng kepala. "Di bawah sana,

mcreka siap mencincang aku

dan bayimu. Ke atas bukit, tetap

akan mereka lihat. Kalaupun

aku mampu, di sebelah sana

hanya ada jurang terjal

menganga. Tak ada jalan lari

sekarang, nyi girah ." 

"namun  banyak tempat untuk

bersembunyi. chucky !" 

"Percuma. Mereka toh akan

menemukan kami juga." 

"Ada yang tahu kau datang ke

tempatku ini?" 

"Aku yakin tidak." 

"Mereka tahu aku punya bayi?" 

"Entah." 

"Juga tidak, kuharap." nyi girah 

mendesah getir. "lagi pula,

mereka toh cuma mencari aku.

Dengar, chucky . Mereka

semakin dekat. Aku tahu, kau

tidak akan tega membiarkan aku

sendirian. Kau mungkin dapat

menolongku melawan mereka

semua. Aku sangat berterima

kasih. namun  terima kasihku

akan tiada terhingga, chucky ,

apabila kau tolong aku

menyelamatkan nyawa anakku." 

chucky  hendak membantah, namun 

nyi girah  tidak memberi

kesempatan dan langsung

menyeretnya ke dalam gubuk.

Dalam kemarahan bercampur

rasa takut. chucky  menginjak

seekor anak ayam yang lari

serabutan begitu mereka lewat.

Ia juga menendang kucing hitam

yang keluar dari gubuk dan

mengibasngibaskan ekor ke kaki

chucky . nyi girah  tidak lagi

mengacuhkan anak ayamnya

yang mati remuk, juga tidak

mendengar kucing

kesayangannya yang mengeong

kesakitan. Ia langsung menuju

dipan kayu beralas tikar dan

jerami. menyelimuti dengan

hati-hati sesosok bayi mungil

yang tertidur lelap sejak tadi.

Bayi wanita lesbian  itu diam saja

saat  selimutnya dia tambah

dua lapis lagi sampai-sampai

hampir menutupi wajahnya yang

lembut kemerah-merahan. Pun

saat  pipinya dicium

bertubi-tubi oleh ibunya yang

bercuCuran air mata, lalu 

berpindah tangan ke 

pelukan chucky . tidurnya tak

terusik. "Selain tak berdosa, bayi

ini benar-benar tahu diri."

chucky  membatin terharu. 

"chucky ?" 

"Ya, nyi girah ?" 

"Umur bayiku belum seminggu.

Kalau terjadi apaapa denganku,

dapatkah kau merawatnya?" 

"Aku..." 

"Kau dapat, chucky . sebab 

aku percaya kau akan

mencintainya, sebagaimana kau

mencintai diriku." 

"nyi girah ..." 

"Mendekatlah." 

chucky  mendekat. nyi girah 

mengangkat bibirnya. Ia

memegang pipi si lelaki dengan

kedua telapak tangan,

menariknya sedikit ke bawah.

saat  bibir mereka bertemu,

chucky  lemas setengah mati.

Hampir saja bayi dalam pelukan

tangannya terlepas kalau tak

keburu ditahan oleh tangan

nyi girah  yang segera

menjauhkan bibirnya dari mulut

si lelaki. 

Beberapa saat chucky  tegak

termangu. Wajahnya yang tadi

pucat pasi, kini berubah merah

padam. Suaranya gemetar saat 

berbisik, "Semoga ciuman yang

pertama tadi, bukan yang

terakhir." 

"Berdoalah, chucky ." nyi girah 

balas berbisik. 

"nyi girah ..." 

"Mata batinku melihat nyoto 

menudingkan besi apinya ke

gubukku, chucky ." 

Kembali wajah si lelaki

memucat. Lalu tanpa ber

kata apa-apa lagi, ia berpaling

dan bergegas melangkah keluar

gubuk. Sesaat ia berhenti

mengedarkan pandang. Tak

seorang pun manusia di

sekitarnya. namun  ia dapat

mendengar suara seseorang

berseru dari bawah, "Ini pasti

jalan menuju gubuk di atas

sana!" 

chucky  sesaat  minggat,

dengan sekujur tubuh gemetar. 

WAJAH-WAJAH letih

bermunculan dari balik

pepohonan. Empat orang yang

pertama tiba, tidak segera

mendekati gubuk yang pintunya

seakan disengaja terbuka.

Mereka menunggu sampai

semua anggota rombongan

lengkap hadir. Baru sesudah nya

mereka beringsut mengitari

gubuk dalam formasi pagar

betis. Semakin dekat ke gubuk,

wajah-wajah itu sebagian

beringas. Namun tak urung satu

dua di antara mereka

memperlihatkan kegentaran hati.

Laki-laki yang bersenjatakan

bedil panjang berbisik perlahan

pada orang di sebelahnya, "Kau

yakin ia ada di dalam?" 

Hidung orang di sebelahnya,

seorang lelaki tua kurus dengan

punggung agak bongkok namun 

berkaki kekar dan kokoh,

mengendus-endus sebentar.

lantas 

menjawab pasti, dari jauh pun

aku sudah mencium bau

wanita lesbian  itu, nyoto !" 

"Panggillah dia keluar, syam kamaruzaman ." 

"Pintunya terbuka. Agaknya

mengundang kita untuk

masuk..." 

"Siapa tahu itu jebakan!" 

"Takut?" Si tua bongkok

bernama syam kamaruzaman  menyeringai.

Mengejek. "Percuma kau punya

besi berapi." 

Yang disindir menanggapi

tantangan itu dengan gerutuan.

Ia memandang orang di

sekeliling gubuk seolah-olah

meminta dukungan. Semua balas

memandang, tatapan mereka

seolah menuduh: kaulah

pemimpinnya, bukan" 

Menyaksikan sinar mata

orang-orang di sekelilingnya,

nyoto  tidak saja merasa

ditantang. Ia terpojok. Sambil

mengumpat dalam hati, nyoto 

memeriksa senjata di tangannya.

Sesudah  yakin senjata siap

tembak, barulah ia

memberanikan diri maju ke

depan. Senjatanya dikokang.

Tiga langkah menjelang pintu, ia

tertegun sejenak. Bimbang.

Bagaimana kalau yang ia

hadapi benar-benar kekuatan

sihir" Mampukah peluru

menghadangnya.> 

Lamat-lamat telinganya

menangkap suara halus dari

belakang. Bisikan yang

disampaikan lewat kekuatan

telepati. "Jangan ragu. Aku siap

melindungimu." 

nyoto  menelan ludah. Ia

meneruskan langkah sambil

memanjatkan doa agar Tuhan

menjauhkannya dari ancaman

setan laknat terkutuk. Dengan

dagu 

terangkat ia masuk melalui pintu

yang terbuka. Dan untuk yang

kedua kalinya. setiba di dalam

gubuk ia tertegun lagi. Semula

ia berharap akan melihat

bendabenda aneh yang biasa

dimiliki kaum penyihir. Rempah

beraneka ragam, kemenyan yang

menguarkan aroma magis,

tulang-belulang atau mungkin

tengkorak-tengkorak manusia.

namun  apa yang ia lihat di

dalam gubuk sangat

mengecewakan hatinya. Selain

peralatan masak memasak, ia

hanya melihat kursi rotan,

lemari kecil, dan sebuah dipan.

Di pinggir dipan kayu itu.

nyi girah  duduk tenang dengan

kaki menjuntai. 

nyoto  membasahi

kerongkongannya yang kering

dengan menelan ludah lagi dan

lagi. Keberaniannya mendadak

sirna saat menangkap tatapan

bening wanita lesbian  itu. serta

sikap yang begitu tenang dan

damai. Sesaat, nyoto 

kehilangan kata-kata. la

mengalihkan pandang pada

seekor kucing hitam yang

melingkar di pangkuan

nyi girah . Sepasang mata kucing

itu berkilauan menatap

kehadiran orang asing di dalam

gubuk. Binatang itu

memperlihatkan gigi taringnya,

sambil mendengus tak senang.

Apakah kucing itu makhluk

jadi-jadian" 

Akhirnya, tuan rumah yang

memulai. 

"Kudengar, kalian mencari aku."

nyi girah  berujar ramah. 

"Kok tahu?" rungut nyoto ,

curiga. namun  lalu  dalam

hari ia menambahkan sendiri.

"Tentu saja 

tahu. kau kan tukang sihir!"

Sayang, penampilan wanita lesbian 

di hadapannya jauh dari sosok

tukang sihir dalam dongeng

yang dibacakan untuk memaksa

seorang anak bandel bergegas

naik ke tempat tidur di malam

hari. Sejak menghilang

beberapa bulan yang lalu dari

desa di lembah sana,

penampilan nyi girah  justru

semakin memesona. Wajahnya

tampak begitu segar, sehat, dan

senyumnya meruntuhkan hati

setiap lelaki yang memandang. 

"Ada perlu apa?" tanya

nyi girah  polos. 

"Kau harus ikut kami ke desa,"

jawab nyoto , enggan. 

"Untuk?" 

"Diadili." 

Senyum di bibir nyi girah  tetap

mengembang. Suaranya pun

tetap ramah. "Apa

kesalahanku?" 

nyoto  tiba-tiba merasa

jengkel. Bukan dia yang

menguasai wanita lesbian  itu.

melainkan sebaliknya. Harga

dirinya terhina. Ia sudah 

membiarkan hatinya larut oleh

penampilan wanita lesbian  itu, dan

lupa bahwa ia harus bertindak

tegas. Sesudah  susah payah

mengumpulkan semangat dan

kekuatan batin, nyoto 

menjawab. "Kita bicarakan itu

nanti saja. setiba di desa. Kau

harus menjawab banyak

pertanyaan. Salah satu saja

jawabanmu keliru, maka

nasibmu sudah ditentukan!" 

"Oleh siapa?" 

"Jangan mengajakku bersilat

lidah. Mereka yang di 

luar sana sudah tak sabar

menunggu. Ikutlah secara

baik-baik. Kalau tidak?" 

"Kudengar," potong nyi girah ,

"besi yang dapat menyemburkan

api itu kan rebut dari kompeni." 

"Apa pedulimu, nyi girah ?" 

"Tentunya sudah banyak nyawa

yang melayang di tanganmu,"

sahut nyi girah  acuh tak acuh.

"Aku akan ikut kalian, nyoto .

Bukan sebab  takut pada senjata

ajaibmu. Aku rela pergi dengan

kalian, sebab  aku yakin tidak

bersalah atas apa yang selama

ini kalian tuduhkan kepadaku." 

nyoto  menghela napas lega.

Beban berat yang sejak tadi

menekan pundaknya hilang

begitu saja. Ia membiarkan

wanita lesbian  itu berjalan

mendahuluinya. Kucing

hitamnya menguntit dari

belakang. namun  dengan

bujukan lembut si wanita lesbian ,

kucing itu mengeong lemah lalu

meloncat naik ke dipan,

melingkar tenang namun

matanya tetap mengawasi

punggung nyoto  yang

menggiring majikannya. Di luar

gubuk, nyi girah  langsung

berhadapan dengan belasan

pasang mata yang memandang

ke arahnya dengan berbagai

reaksi. Marah, benci, bercampur

segan dan takut. 

Sebelum nyi girah  menyadari

apa yang terjadi, tahutahu

seseorang sudah  meringkus

kedua lengannya yang ditarik ke

belakang punggung. Dengan

gerakan cepat. 

syam kamaruzaman  sudah mengikat

pergelangan tangan nyi girah 

dengan seutas tali tambang yang

tersimpul kuat. Puas dengan

pekerjaannya, syam kamaruzaman  meloncat

mundur. Terbungkuk-bungkuk.

Seakan takut kalau-kalau

wanita lesbian  itu membalikkan

tubuh lalu menerkam dan

merengkah dirinya. Sambil

mundur ia terus membiarkan

gulungan tali di tangannya jatuh

terulur. Ujungnya ia genggam

erat-erat. 

"Jangan coba coba melepaskan

tali itu, penyihir!" ancamnya,

sambil menggeram puas. "Tali

itu dilumuri minyak bermantra.

Setiap gerakan tak dikehendaki

kau lakukan, belitan tali di

lenganmu akan mengeluarkan

panas yang membakar kulit

maupun daging, bahkan

tulang-tulang lenganmu!" 

Wajah nyi girah  memucat.

Matanya bersinar marah.

Namun sekejap cuma. Sikapnya

kembali tenang. Pasrah. Dan

saat itulah. manusia di

sekitarnya mulai hiruk pikuk.

Semua mendadak punya

keberanian untuk mencerca. 

"Bunuh saja dia sekarang!" 

"Biarkan golokku memotong

lidahnya yang berbisa!" 

"Telanjangi dia!" 

"Seret dia ke jurang!" 

"Gantung!" 

"Cincang!" 

Sambil berteriak-teriak histeris,

mereka juga menjambaki rambut

si wanita lesbian . menarik-narik

bajunya 

sampai robek, bahkan

bertubi-tubi meludahi mukanya.

Tindakan membabibuta itu baru

berhenti sesudah  nyoto 

membentak nyaring. "Diam!

Diam! Hentikan mulut besar

kalian!" nyoto  menahan

kemarahannya sejenak,

lalu  merendahkan

suaranya. "Ayo. Semua kembali

ke desa. Jangan lagi membuat

keributan yang tidak perlu." 

saat  rombongan yang

beringas itu menuruni bukit

dengan tangkapan mereka

berjalan paling depan. nyoto 

justru tampak tak bersemangat.

Wajahnya berubah muram.

Beberapa kali pula terdengar ia

menghela napas panjang. 

syam kamaruzaman  yang berjalan di

dekatnya, bergumam heran.

"Kau gelisah." 

nyoto  manggut-manggut. 

"Ada sesuatu yang salah?" 

"wanita lesbian  itu." 

"Ada apa dengan dia?" 

"Entahlah. Yang jelas, ia tidak

seperti yang kita bayangkan

sebelumnya. Kita semua tahu. ia

punya kekuatan gaib, kekuatan

hitam. Tadi di atas sana, ia bisa

saja mencederai kita. Sekali saja

ia mengucapkan sumpah

serapah. orang-orang bodoh itu

mungkin sudah pada mati

berdiri. Atau berubah wujud jadi

makhluk menjijikkan. Herannya,

ia tampak begitu pasrah.

Memang sempat kutangkap

kemarahan di matanya. namun 

sesudah nya. ia diam saja dihina

scdemikian rupa." 

"Hm, mungkin ia sadar,

beberapa di antara kita setara

ilmunya dengan dia. Belum lagi

besi berapi di tanganmu. ia tidak

bodoh." 

"Kau benar. Ia tidak bodoh. Kau

tahu?" 

"Apa?" 

"Aku curiga ada sesuatu yang ia

sembunyikan di balik sikapnya

yang aneh itu..." 

Ternyata bukan hanya nyoto 

yang merasa heran akan sikap

nyi girah . chucky  yang lebih

tahu mengenai wanita lesbian  itu,

tidak saja heran namun  juga

marah melihat nyi girah  diam

saja sewaktu dipermalukan.

dihina dan diludahi. Di tempat

persembunyiannya, chucky 

menggeram, menyumpah dan

mengutuk. Hasilnya, air

matanya semakin membanjir

melelehi pipi. Bayi dalam

pelukannya menggeliat, lalu

merengek. chucky 

menciuminya. membujuk dan

membisikkan kata-kata

menyedihkan. "Aku tahu. Nak.

Aku tahu. Kau, seperti juga aku.

tidak akan pernah melupakan

penderitaan dan hinaan yang

diterima ibumu!" 

chucky  lalu  menyelinap

keluar dari persembunyian.

Yakin bahwa semua orang sudah

pergi. la berlari ke padang

terbuka, berdiri di bibir tebing

di depan gubuk, memandang ke

bawah. Rombongan itu sudah

tak kelihatan lagi. Demikian

pula nyi girah . Batin chucky 

membisikkan, bahwa sesuatu

yang mengerikan akan terjadi

atas diri wanita lesbian  itu. ia

tiba-tiba merasa kehilangan.

tanpa ia mampu mencegahnya. 

Putus asa, chucky  masuk ke

dalam gubuk. Ia rebahkan bayi

nyi girah  di atas dipan beralas

jerami. Bayi itu menggeliat lagi.

chucky  akan menggumamkan

bujukan kasih sayang, manakala

ia dengar sesuatu bergerak di

belakangnya. la berpaling.

Sayang, terlambat. Sebelum

melihat apa atau siapa yang

menimbulkan suara

mencurigakan itu, tengkuknya

sudah dihantam pukulan keras.

chucky  melorot, jatuh. Dua tiga

detik sebelum kesadarannya

menghilang, ia masih sempat

melihat ke arah dipan. Bayi itu

lenyap, bersama dengan

lenyapnya sosok tubuh orang

yang menghantam tengkuknya.

Detik berikutnya chucky  tak

ingat apa-apa lagi. 

ROMBONGAN yang turun

gunung menggiring tangkapan

mereka tidak seberapa

jumlahnya. nyoto  masih punya

wibawa mencegah mereka

berlaku lebih kejam pada

nyi girah . Akan namun 

menghadapi orang sekampung

yang sedang marah, nyoto 

segera kehilangan pengaruh.

Rupanya salah seorang anggota

rombongan lebih dahulu  pulang

memberitahu penduduk bahwa

mereka berhasil meringkus si

penyihir. Maka begitu

rombongan memasuki mulut

desa, orang sekampung sudah

siap menyambut. 

Mulanya mereka semua

terkesima melihat penampilan

nyi girah . wanita lesbian  itu tak

ubahnya makhluk mengerikan

atau hantu menyeramkan yang

baru keluar dari balik

kegelapan. Pakaian nyi girah 

compangcamping. Rambut kotor

acak-acakan. Wajah maupun

tubuhnya dipenuhi debu campur

lumpur. Ia sudah  

dipaksa jatuh bangun sepanjang

perjalanan. Terbanting sebab 

terantuk batu atau cabang

pohon. Tunggang langgang di

jalanan curam. Tiap kali

terjerembap di semak belukar

atau sawah, ia terpaksa diseret

agar rombongan itu tiba di desa

sebelum matahari tenggelam di

ufuk barat. 

Sepanjang perjalanan, hampir

semua anggota rombongan

bersenang-senang melihat

tawanan mereka tersiksa.

Kecuali nyoto  dan syam kamaruzaman .

Mereka berdua tetap berkepala

dingin, memperhatikan dengan

penuh kewaspadaan. Beberapa

kali mereka menggelenggeleng

takjub, sekaligus ciut nyalinya.

Tampaknya hanya kedua orang

ini yang menyadari bahwa

nyi girah  tak pernah mengeluh

menghadapi semua siksaan.

Wajahnya memang

menggambarkan kesakitan,

namun bibir tetap terkatup

rapat. Matanya tetap bersinar

tajam, menandakan keteguhan

hati. Anehnya lagi, sedikit pun

tubuhnya tidak mengalami

memar atau tergores luka. 

Keanehan itu semakin tampak

nyata setiba mereka di desa.

Penduduk yang mulanya terdiam

membisu, pelan-pelan

menyingkir memberi jalan

seolah takut tersentuh atau

terpandang mata si penyihir.

Mereka cuma berani

berbisik-bisik. Sampai seseorang

bergumam, "Makhluk terkutuk

itulah yang membuat cucuku tak

punya ayah dan ibu?" 

Gumaman itu dengan segera

memperlihatkan pengaruh.

Orang-orang mulai berbicara

lebih keras, 

lalu  mulai berteriak-teriak

marah. disusul jerit dan tangis.

Massa sesaat  berubah histeris.

Dari sana sini terdengar jeritan

atau seruan membabi buta. 

"Kembalikan anak

wanita lesbian ku!" 

"Kau apakan anakku lelakiku

yang paling bungsu itu?" 

"Menantuku dijadikan tumbal!" 

"Tak ada lagi waktu untuk

mengadilinya. Bakar dia

sekarang!" 

"Benar! Lupakan saja rencana

untuk menanyai dia! Dia tak

akan mengaku!" 

"Tombak jantungnya!" 

"Tebas lehernya!" 

"Lempari kepalanya biar

pecah!" 

"Bunuh! Bunuh! Bunuh!" 

nyoto  membentak-bentak,

berteriak teriak

memperingatkan. lalu 

sesudah  melihat amukan

penduduk, syam kamaruzaman  ikut pula

berseru mencegah perbuatan

penduduk yang sia-sia itu.

Betapa tidak! lontaran tombak

ke lambung nyi girah , mental

begitu saja. Mata golok yang

menghantam leher, tangan,

maupun kakinya, seolah

mendadak tumpul. Potongan

kayu atau lemparan batu-batu ke

kepalanya, memperdengarkan

bunyi berderak. Kepala nyi girah 

tetap utuh. wajahnya pun tetap

mulus. 

Melihat keanehan itu, sebagian

penduduk menjadi gentar.

Ketakutan. namun  sebagian lagi

membakar se

mangat mereka. "Lihat! Dia

memang tukang sihir jahanam!

Hanya api yang dapat

memusnahkannya!" 

"Api! Benar, api!" 

"Bakar dia! Bakar dia! Bakar!" 

"Ikat dia ke pohon!" 

Orang-orang kembali mendekat

dan menggerayangi apa saja

yang dapat mereka jamah di

tubuh nyi girah . berusaha

menarik, membetotnya kian

kemari. nyi girah  bergeming.

Mulutnya tetap mengatup rapat.

Tidak sekali pun ia mengeluh,

apalagi marah. Hanya matanya

saja yang memancarkan sinar

berkilau, sinar aneh yang

membuat syam kamaruzaman  serta nyoto 

gemetar. Dalam hati. syam kamaruzaman 

merapal semua ajian miliknya,

baik itu ajian putih maupun

ajian hitam. Ia berusaha

melindungi diri dari pengaruh

kekuatan setan. 

Dengan jantung berdebar,

nyoto  mengekang senjatanya.

nyoto  tidak berharap si

wanita lesbian  sihir akan balas

mengamuk. namun  kalau itu

terjadi dan ia ikut diserang,

maka hanya senjata besi di

tangannya yang dapat

menolong. Itu pun tetap

membuatnya ragu-ragu. Ia sudah 

menyaksikan berapa banyak

batu, potongan kayu, mata

golok, ujung tombak. mata

lembing yang coba dihantamkan

ke tubuh nyi girah . Hasilnya"

Semua mental. llmu yang

dimiliki wanita lesbian  itu

benar-benar bukan

sembarangan! 

Di saat nyoto  bimbang itulah,

ia terpekik kaget. Besi panjang

di tangannya tahu-tahu sudah

direnggut seseorang. la

berteriak marah dan bermaksud

me

rampas kembali senjatanya.

namun  besi panjang itu dengan

cepat sudah  mengarah ke atas,

lalu picu ditarik. Sesaat

lalu  terdengar bunyi

letusan yang menggelegar, tak

ubahnya bunyi petir di tengah

kesunyian malam. Mendengar

bunyi mengagetkan itu, sebagian

penduduk buyar berantakan.

Sebagian lagi membalikkan

tubuh, memandang gusar pada

si pengacau. namun  sesaat ,

wajah-wajah mereka berubah

pucat, lalu  pasrah.

Teriakan-teriakan mereka pun

pelan-pelan merendah,

lalu  hilang ditelan

kesunyian yang mendadak

menyelimuti desa, dari ujung ke

ujung. 

nyoto  sendiri terpaksa

menelan ludah. la berdesah

kaku. '.Ah Pak bobo  kiranya." 

Laki-laki setengah baya

berwajah keras dengan sinar

mata berwibawa yang disebut

Pak bobo , menurunkan besi

panjang yang larasnya masih

mengepulkan asap. Senjata itu

diserahkannya kembali pada si

pemilik, sambil bergumam

dingin, "lsi lagi!" 

nyoto  menerima senjata

miliknya dengan senang hati. la

tarik keluar kantong mesiu dari

tali pinggangnya yang lebar.

Bersiap-siap mematuhi perintah.

Sementara itu, Pak bobo 

berjalan beberapa langkah ke

depan. Orang-orang menyeruak

memberi jalan, sampai akhirnya

lelaki setengah baya bertubuh

kekar itu menghentikan langkah.

Di depannya, tegak diam

nyi girah  yang penampilannya di

mata penduduk tamPak semakin

menyeramkan. namun  di mata

Pak 

bobo . justru tampak sangat

menyedihkan. Mereka saling

bertukar pandang sejenak.

Semua yang menyaksikan,

menunggu dengan diam campur

khawatir. 

Keadaan sunyi senyap itu

mendadak dipecahkan suara

bergumam Pak bobo . "Hari

sudah gelap." 

Itu saja! 

Penduduk tercengang, namun

tak seorang pun berani

membuka mulut. Hanya nyoto 

yang mengerti. la mengangguk,

yang segera diikuti syam kamaruzaman . 

Masih tetap mengawasi lurus ke

mata si wanita lesbian , Pak bobo 

berkata lagi, "Besok saja.

Menjelang tengah hari." 

Usai berkata demikian, Pak

bobo  membalikkan tubuh. Ia

tidak segera berlalu, sebab 

untuk pertama kalinya nyi girah 

membuka mulut. Suaranya

tenang, dingin, menusuk sampai

ke sumsum. 

"Aku ingin bicara." 

Tanpa berpaling, Pak bobo 

menyahut, "Bukan di sini

tempatnya." 

Lalu ia pun pergi. Dipandangi si

wanita lesbian  sihir dengan mata

berapi-api, dipandangi

penduduk dengan mata segan

setengah kebingungan. 

Kebingungan mereka itu baru

buyar sesudah  syam kamaruzaman  berseru

lantang. "Kalian dengar apa

perintah Pak bobo " Hari sudah

mulai gelap. Kalau kalian semua

ingin memusnahkan wanita lesbian 

ini ditambah  ilmu sihirnya yang

terkutuk, esok sianglah

waktunya. llmu 

sihirnya baru musnah apabila

terbakar oleh api dari bumi dan

api dari matahari!" Ia

memandang berkeliling untuk

meyakinkan bahwa semua orang

dapat mencerna kata-katanya.

Lalu ia melanjutkan, "Sekarang,

bantu aku menyeret tukang sihir

ini dan menguncinya di kandang

kuda!" 

Merasa yakin akan keampuhan

mantra-mantra yang sudah 

dirapalkannya semenjak tadi.

syam kamaruzaman  mendekati nyi girah . Ia

tidak menjamah tubuh

wanita lesbian  yang tampak

semrawut dan memelas itu. Ia

sambar ujung tali yang terjulai

di tanah, menariknya. dan

lalu  menggiring nyi girah 

dengan tangannya yang masih

terikat ujung tali yang lain.

Sejumlah tenaga sukarelawan

lalu  membantunya, bahkan

ada yang berani mendorong

wanita lesbian  sihir itu disertai

suara membentak kasar, "Ayo,

jalan! Atau kau kuperkosa!" 

Mereka lalu menggiring

nyi girah  ke kandang kuda

dimaksud, tak ubahnya

menggiring kerbau ke tempat

jagal. nyoto  tetap diam di

tempatnya. Memperhatikan

dengan kelopak mata tidak

berkedip. Pelan-pelan, ia

bergumam seorang diri. "Ia

menyembunyikan sesuatu.

Pasti!" 

Malam pun, semakin menggelap

jua. 

LEPAS waktu Isya, Pak bobo 

berjalan seorang diri menuju

kandang kuda tempat nyi girah 

disekap penduduk. Ada sekitar

tujuh atau delapan orang lelaki

berjaga-jaga di sekitar kandang,

dipimpin oleh syam kamaruzaman . 

Melihat siapa yang datang,

syam kamaruzaman  bergegas menyongsong

sambil meludahkan sisa

kunyahan tembakau dari

mulutnya. Tanpa ditanya.

sesudah  mengangguk hormat

syam kamaruzaman  langsung berujar, "Tak

ada yang perlu dikhawatirkan,

Pak. Penyihir itu juga tak akan

mampu meloloskan diri dari

kurungan yang sudah  kubuat." 

Pak bobo  mengawasi tanah di

depan kakinya. Di antara

serakan jerami. debu dan tahi

kuda, ia lihat cairan hitam pekat

berkilat-kilat dalam jilatan

lampu obor. Cairan itu

ditumpahkan mengelilingi

kandang 

kuda, tanpa terlewat walau

seujung jarum. Baunya apak

menusuk hidung. sehingga Pak

bobo  menyempitkan

lubang-lubang pernapasannya. 

syam kamaruzaman  menyeringai. Katanya,

"Maklum, Pak. Terbuat dari

ramuan minyak damar,

dicampur kencing kuda, darah

ular, dan... ah, maaf, sedikit

tahiku sendiri." 

"Hem!" Pak bobo  mendengus,

lalu menatap atap kandang.

Atap itu penuh ditaburi

rempah-rempah dengan bau

sangit alang kepalang. Di antara

taburan aneka ragam rempah itu

terlihat bangkai seekor ular

hitam. Melingkar tepat di atas

pintu masuk kandang. "Perlukah

semua itu?" dengus Pak bobo .

tanpa menyembunyikan

perasaan jijik yang membuat

perutnya mual. 

"Agar tak satu pun yang dapat

keluar masuk. Pak bobo ." 

"Siapa yang masuk" Siapa yang

keluar?" 

"Roh jahat!" 

"namun  aku mau masuk ke

dalam. Dan aku tak berhasrat

tidur di kandang kuda!" 

Sindiran itu membuat kuping

syam kamaruzaman  memerah. Katanya,

malu-malu, "Ah. Apalah arti

ilmuku, dibanding ilmu yang Pak

bobo  miliki!" 

"sebab  itu, jangan kau campuri

urusanku. Setuju?" 

syam kamaruzaman  membungkuk

dalam-dalam. "Dengan senang

hati. Pak bobo ." 

Penguasa desa itu memandang

orang-orang yang mengitari

mereka. "Kalian juga!" katanya. 

Mereka semua mengangguk,

lalu  pergi diikuti syam kamaruzaman .

Sesudah  agak jauh, mereka

berhenti. Lalu duduk

bergerombol, sambil semua

mata mengawasi ke arah

kandang kuda. Bisikan mereka

campur aduk. Dan baru berhenti

sesudah  syam kamaruzaman  mendengus kesal.

"Diam semua! Terkutuklah

kalian yang berpikiran bahwa

Pak bobo  berjiwa bejat. Jangan

menyamakan diri beliau dengan

jiwa kotor kalian. Sekarang,

tutup mulut! Biarkan aku

bersemadi. Siapa tahu Pak

bobo  sewaktu-waktu

membutuhkan pertolongan kita!"

Tak jauh dari mereka. Pak

bobo  mendekapkan kedua

lengan di depan dada. Matanya

dipejamkan, mulut komat-kamit.

Sesudah  beberapa helaan napas,

ia melangkahi benteng gaib

ciptaan syam kamaruzaman  dengan mata

terpejam. Ia baru membuka

mata sesudah  melewati pintu

kandang. Gelap di dalam. Tak

ada suara kuda mendengus atau

menyepak-nyepak. Kuda-kuda di

dalam kandang itu sudah 

disingkirkan begitu ada kabar

nyi girah  sudah  diringkus

rombongan pencari di lereng

gunung. 

namun  ada desah napas lain. 

Lembut, teratur. 

"Aku hampir tak percaya kau

bersedia datang." Terdengar

suara rendah dalam kegelapan

kandang. 

"Aku sudah berjanji," sahut Pak

bobo . 

"Mau duduk di dekatku?"

Terdengar ajakan ramah. 

"Terima kasih. Aku di sini saja." 

"Aku tidak lagi menggairahkan,

ya?" 

"Bukan itu sebabnya." Pak

bobo  merendahkan suaranya,

mendekati bisikan. Ia

memperingatkan, "syam kamaruzaman  bisa

mendengar percakapan kita." 

"Aku tahu. Dan aku tahu pula, ia

sedang menguping. la pikir ia

hebat, ya" Benteng yang ia buat

di sekeliling kandang,

diam-diam kumanfaatkan untuk

membentengi diriku sendiri. Tak

satu pun yang terjadi atau kita

percakapkan di dalam sini dapat

disedot hawa gaib dari luar!" 

"Aku datang sebagai kepala

desa. nyi girah !" desah si lelaki,

memperingatkan. 

"Dan aku memang tidak

mengharapkan kehadiranmu

sebagai seorang jantan yang

perkasa, resi duyung !" balas si

wanita lesbian , tak kalah sengit. 

Pak bobo  tersinggung oleh

sindiran si wanita lesbian  tahanan

mereka. namun  ia dapat

menguasai emosinya. Katanya,

"Kau bilang, kau ingin

membicarakan sesuatu." 

"Ya." nyi girah  menggeliat

dalam kegelapan. 

"Katakanlah. Cepat!" 

"Mengapa buru-buru?" tanya

nyi girah  lembut, lalu tertawa

ringan. "dahulu , kau begitu

sabar," lanjutnya. 

"Yang lalu sudah berlalu, nyi girah !"

"Ah. Aku lupa." 

"Apa yang akan kau

bicarakan?" 

"Pengakuan. resi duyung !

Pengakuan dari engkau sen

diri. Tidak padaku. namun  pada

semua orang di luar sana.

Bahwa aku tidak bersalah!" 

"Kau berlebihan," ujar Pak

bobo  tenang. 

"Aku tidak bersalah!" nyi girah 

setengah memekik. "Kau tahu,

dia yang bersalah!" 

"Dia?" 

"Jangan berlagak tidak paham

siapa orang yang kumaksud, Pak

bobo !" 

"Kau salah tafsir," sahut kepala

desa itu. "Dia memang bersalah.

namun  tidak seluruhnya. Ia tidak

akan berkelakuan semengerikan

itu kalau kau tidak membuat

dirinya berubah wujud sama

mengerikannya!" 

"la memaksaku!" 

"namun  kau tidak perlu berlaku

sekejam itu padanya, nyi girah ." 

"Tidak perlu" Lupakah kau, apa

akibatnya kalau keinginannya

yang begitu menjijikkan

kuterima begitu saja" janinku

akan dikotorinya! Dengar"

Janinku akan dikotorinya. Dan

kau tahu, janin itu bukan hanya

milikku seorang!" 

"Sudahlah. Masa silam sudah 

lama kulupakan." 

"Hebat!" 

"Apa boleh buat. nyi girah .

Bukan aku yang menghendaki.

Kalau waktu itu kau patuhi

permintaanku..." 

"Aku ingin punya keturunan dari

seseorang yang... waktu itu,

kucintai. Dan kukira juga

mencintaiku. Hanya itu yang

kudambakan dalam hidupku

yang 

penuh siksaan dan nestapa. Kau

dengar, Pak bobo ." suara

nyi girah  menusuk dalam. "Aku

sudah lama mendambakan

seorang anak. Dan kini, aku

sudah  memilikinya. sebab  itu,

katakanlah pada mereka siapa

yang sesungguhnya bersalah.

Agar mereka membiarkan aku

pergi dengan bebas!" 

"Mereka tidak akan membiarkan

kau pergi." 

"Mereka harus!" nyi girah 

menggeram. "Aku sudah berbuat

baik pada mereka semua.

Kutelan semua siksaan dan

hinaan, sebab  aku tahu mereka

semua tidak bersalah. Mereka

hanya tidak tahu yang

sebenarnya. Mereka tidak sadar

apa yang sudah  mereka pikirkan

tentang aku, tidak sadar akan

apa yang mereka lakukan

terhadapku. Aku hanya perlu

bertahan. Tidak perlu

membalaskan sakit hati.

Kuampuni mereka! Sebagai

imbalannya, mereka harus

merelakan aku pergi!" 

"Mereka dipenuhi dendam

kesumat, nyi girah . Mereka

sudah tak tahan menghadapi

bencana-bencana mengerikan

yang terus menerus harus

mereka alami..." 

"Bukan aku penyebabnya, Pak

bobo !" 

"Mereka tidak tahu itu." 

"Mereka harus tahu!" 

"Maaf, nyi girah . Sia-sia kau

berharap, bahwa aku akan

memberitahu mereka siapa

sebenarnya penyebab dan

sumber dari bencana itu!" Ia

diam sejenak, menunggu reaksi.

sebab  tak ada sahutan atau

reaksi 

apa-apa. Pak bobo 

menambahkan. "Atau kau yang

akan mengatakannya pada

mereka?" 

Hening. 

Menyentak. Dan menyakitkan

hati. 

Pak bobo  menghela napas

panjang. Dengan sabar ia

menjelaskan apa yang

sebenarnya tidak perlu ia

jelaskan, sebab  sadar siapa

orang yang ia hadapi. "Kau

tidak akan mengatakannya.

sebab  kau tahu. kalau rahasia

itu kau ungkapkan, maka akan

kukatakan pula pada mereka

bahwa kau sudah melahirkan

seorang bayi. Itulah sebabnya

kau diam saja saat 

diperlakukan semena-mena,

bukan" Kau harus tabah, harus

kuat. harus sanggup menahan

semua azab. demi keselamatan

anakmu. Sekali kau lemah. maka

mereka akan tahu kau punya

keturunan. Akibatnya, kita

berdua sama-sama tahu kalau

ilmu sihir harus dimusnahkan

sampai ke akar-akarnya. Itu

berarti, keturunan si tukang sihir

harus pula ikut dimusnahkan..." 

"Tidak!" Suara nyi girah 

berubah gemetar. "Mereka tidak

boleh melakukan itu. Mereka

tidak boleh membakar anakku.

Kau... kau tidak akan

membiarkan mereka

melakukannya! Kau tak akan

tega mereka membakar bayiku,

sebab  bayi itu toh masih?" 

Pak bobo  menukas, "Jadi.

keadaan tak mungkin lagi

diperbaiki. Bukankah demikian

nyi girah ?" tandasnya. 

nyi girah  muncul dari kegelapan.

Dengan lengan masih terikat di

belakang punggung. ia merayap

men

 dekati lelaki yang tegak di

ambang pintu kandang. Dalam

jangkauan nyala obor dari luar,

samar-samar tampak nyi girah 

seperti seorang pengemis hina

yang rela menjilati telapak kaki

seseorang demi sebutir nasi

untuk mengobati laparnya. "Pak

bobo ... kumohon..." 

Si lelaki meloncat mundur.

Berseru dengan suara bergetar,

"Jangan berlaku sehina itu

terhadapku, nyi girah !" 

"Pak bobo ..." 

"Aku harus pergi sekarang.

Keinginanmu sudah  kudengar.

Sayang. aku tak mungkin

memenuhinya. nyi girah . Benar,

hidupmu kini hancur

berantakan. namun  kau sudah 

lebih dahulu  membuat kehidupanku

dan keluargaku runtuh tak

berarti. Maafkan aku, nyi girah .

Bukan aku menyimpan dendam.

Sungguh, jauh dari itu. Kita

harus menyadari. bahwa apa

yang kini kita alami adalah

sebagai akibat dari kebodohan

yang pernah kita perbuat.

Dan..." 

Suara gaduh orang bertengkar

di luar membuat ucapan Pak

bobo  menggantung. tak sempat

memungkasinya. 

Tanpa memedulikan isak tangis

nyi girah . Pak bobo  bergegas

meninggalkan kandang. Ia tidak

lupa melindungi diri dari

pengaruh gaib benteng

pertahanan yang dibuat syam kamaruzaman .

Bergegas ia mendatangi sumber

kegaduhan. Terlihat syam kamaruzaman  dan

teman-temannya bertengkar

dengan seorang laki-laki yang

ke

mudian dikenali Pak bobo 

sebagai satu-satunya tukang

kayu di desa mereka. 

"Ada apa, syam kamaruzaman ?" tanya Pak

bobo . 

"Ini, Pak. chucky . Ia memaksa

bertemu dengan wanita lesbian  sihir

itu." 

"Astaga!" Pak bobo 

tercengang. "Perlu apa kau

menemui wanita lesbian  itu?" 

"Sudah kubilang pada mereka

ini." kata chucky ,

terengah-engah. Ia nampak

sangat keletihan. wajahnya

kelihatan sakit. "Aku ini

bujangan tua. Sebelum aku

benar-benar lapuk, aku ingin

ketemu jodoh. Sudah berapa

orang gadis atau janda yang

kukencani. namun  tak seorang

pun yang benar-benar cocok di

hati." 

"Lantas?" 

"Bukankah tukang sihir itu

dahulu nya seorang pertapa  masyhur

yang ilmunya mandraguna"

dahulu , ia seringkali menolong

orang sakit atau orang-orang

yang menemui kesulitan

macam-macam. Jadi, sebelum ia

kita bakar esok siang. sebelum

ia kita bunuh sampai mati.

sebelum ilmunya benar-benar

musnah. biarkanlah aku

meminta pertolongannya.

Barangkali saja, wanita lesbian 

sihir itu masih memiliki 

sisa-sisa kebaikan yang..." 

"Ia wanita lesbian  jahat. Ia

terkutuk! Kau akan

disumpahinya menjadi seekor

anjing buduk!" bentak syam kamaruzaman . 

"Biarkan dia. syam kamaruzaman ." tukas Pak

bobo . menengahi. 

"Kalau terjadi apa-apa.

bukankah aku, bahkan kau juga

dapat mengatasinya?" 

Sesudah  menimbang-nimbang

sejenak, dan bangga ilmunya

"dianggap" juga oleh Pak

bobo , syam kamaruzaman  terpaksa

menyetujui. Ia lalu 

berjalan ke arah kandang kuda.

diikuti Pak bobo  dan yang

lain-lain. Tiba di depan

kandang, syam kamaruzaman  memandang

orangorang yang

mengelilinginya dengan seringai

malumalu. la tanggalkan tali

pengikat celananya,

menurunkannya pelan-pelan. Di

balik celana itu. ia tidak

memakai apa-apa lagi. Seorang

temannya menggerutu,

menertawakan. syam kamaruzaman  memaki.

lantas, dengan seenaknya ia pun

kencing, sembari memercikkan

air seninya ke cairan hitam di

depan pintu kandang. lalu 

meludah. 

"Nah. Kau boleh masuk

sekarang, bung," katanya,

bersungut pada chucky .

"Barangkali, supaya kau cepat

ketemu jodoh. wanita lesbian  itu

akan mengajukan syarat. Siapa

tahu, ia mengajakmu tidur. Dan

kalau kau mulai ditelanjanginya,

chucky , maka ingatlah..." 

"Cabul!" dengus Pak bobo 

pendek. 

syam kamaruzaman  menalikan kembali

celananya dengan wajah tak

senang. lantas membentak ke

arah chucky . "Masuk, kubilang.

Dan berdoa saja, waktu keluar

nanti perabotmu masih utuh!" 

Diiringi gelak tertahan

orang-orang di belakangnya,

chucky  menyelinap masuk ke

dalam kandang. syam kamaruzaman  ditambah 

teman sekelompoknya ribut

menduga-duga 

syarat apa yang diminta si

tukang sihir sebagai imbalan

keinginan chucky . Ucapan

mereka sangat jorok. namun  Pak

bobo  tak peduli kini. Ia tetap

berdiri agak jauh dari mereka.

Menatap lurus ke arah kandang,

sikapnya tenang dan

wajar-wajar saja. Tak seorang

pun yang tahu, ia tengah

memusatkan pikiran dengan

gendang telinga

berdenyut-denyut. Berharap,

akan mendengar sesuatu. 

Namun sampai chucky  keluar

dari kandang dan syam kamaruzaman 

menyempurnakan tutup

bentengnya yang sempat

terbuka. Pak bobo  tak berhasil

menguping pembicaraan

chucky  dan nyi girah . Dengan

kecewa, ia mengawasi si pemuda

yang melenggang dengan

senyum dikulum, tanpa

menjawab serangan pertanyaan

dari syam kamaruzaman  dan

teman-temannya. Mereka semua

mendongkol setengah mati,

menatap chucky  menyelinap

hilang dalam kegelapan malam. 

Pak bobo  sendiri lalu 

pulang ke rumahnya, dengan

benak dipenuhi berbagai

pertanyaan. 

Sesudah  cukup jauh berjalan dan

yakin tidak seorang pun

mengikutinya, chucky  lantas

jatuh bersimpuh di tanah.

Sambil menjambaki rambutnya

dan memukul-mukul tanah

sekuat-kuatnya, ia meratap.

"nyi girah  malang, kekasihku

sayang! Masih juga kau

memaafkan kealpaanku!

Mestinya kau hukum aku, kau

sumpahi. Kau jadikan cacing

hina pun, aku rela. Dengan apa

lagi aku harus menebus

kesalahanku?" 

Ia terus memukul-mukul tanah

dengan air mata bercucuran. 

"chucky , cepatlah!" Telinganya

menangkap bisikan samar.

chucky  kaget, memutar

kepalanya mencari sumber

suara. Tak ada siapa-siapa.

Matanya tidak menangkap apa

pun kecuali kegelapan malam

sepekat tinta. "Tunggu apa lagi,

chucky " Mereka akan

membakarku, kau dengar" Kau

ingin mereka melakukan itu

padaku" Kau tega, sayangku?" 

"nyi girah !" bisik chucky ,

terperanjat. 

Ia lalu  menyeka air

matanya dan bergegas bangkit

menembus kegelapan menuju

rumah yang hanya ditempatinya

sendirian. Sesudah  memastikan

pintu terkunci rapat, chucky 

mulai mengumpulkan bilah

papan terbaik. halus tanpa

cacat, keras dan kokoh. Semua

perlengkapan bertukang ia

kumpulkan di dekatnya. Sesudah 

menarik napas berulang-ulang

untuk menenangkan pikiran,

hati, maupun debar jantungnya,

ia tepekur. Dan berbisik pelan,

"Aku siap, nyi girah ." 

Di dalam kandang kuda,

nyi girah  meratap dengan pipi

dibasahi cucuran air mata. "lbu

dan Nenek! Ampunilah aku yang

tidak tahu malu ini. Aku

terpaksa mengusik ketenteraman

kalian di alam sana. Terpaksa

melanggar sumpah. Aku tak

ingin, namun  mereka memaksaku.

Mereka sudah  merampas anakku!

Merampas turunan kalian,

darah daging kalian, penerus

nama kalian. Oleh sebab  itu,

kumohon dengan segenap jiwa

dan raga. Bangkitlah, dan

menyatulah dengan sukmaku!" 

Rumah chucky  mulai riuh

dengan irama palu beradu

dengan pahat kayu. Sambil

bekerja, Ia terus memikirkan

nyi girah , membayangkan

wanita lesbian  itu dari ujung

rambut sampai ke ujung kaki.

Meresapi sosok nyi girah  dari

baju luar sampai ke hati nurani. 

chucky  beruntung, dengan

keluguan dan sedikit tipu daya ia

berhasil menemui nyi girah  yang

tengah 

ditawan syam kamaruzaman  dan

kawan-kawan. Di hadapan

wanita lesbian  itu, ia meratap

memohon ampun atas

kelalaiannya. Mendengar

bayinya hilang dicuri orang,

nyi girah  terdiam beberapa saat.

Selanjutnya, embusan napasnya

adalah erangan kepedihan.

Melolong pilu, merana  ketidakberdayaan. Tubuhnya

bergetar hebat, menahan liukan

dari rasa tersiksa. Hawa panas

memancar dari sekujur

tubuhnya. Sorot mata yang

semula teduh dan penuh

pengertian, berubah semerah

saga, berapi-api, menyalakan

kemarahan penuh dendam dan

sakit hati. 

Tidak tahan dengan pancaran

hawa panas yang seakan mampu

melepuhkan kulit tubuhnya,

chucky  memekik dan

menggelepar kesakitan. lba

melihat chucky , nyi girah  sadar

ia harus bisa menahan diri.

Tarikan napasnya yang

terengah-engah perlahan

berubah tenang. Sesudah  semedi

dalam beberapa hitungan,

nyi girah  berbicara pelan dan

hati-hati pada chucky . la

menyuruh chucky  melakukan

sesuatu untuknya. Sesuatu, yang

tidak saja akan memberinya

kesempatan membalaskan

dendam dan sakit hati, juga

membuatnya akan tetap berada

di dekat chucky , sampai akhir

hayat mereka berdua tiba. 

Menjelang pagi, bilah papan itu

sudah  memiliki  bentuk.

Menyerupai daun pintu, namun

dalam ukuran kecil. Bukan pintu

rumah, melainkan pintu sebuah

lemari. Bukan pula pintu lemari

biasa. Ukiran yang halus

menghiasi bidang

permukaannya. Di bawah 

sinar lampu damar yang

temaram. menyembul ukiran

sesosok wanita lesbian . 

Matahari beranjak naik.

Sementara penduduk

berbondong-bondong

menyaksikan nyi girah  digiring

dan diikat pada sebuah balok

kayu lalu dipancangkan di

tengah alun-alun, si tukang kayu

terus memoles dan

menghaluskan ukirannya. Sosok

wanita lesbian  dalam ukiran pintu

lemari semakin mendekati wujud

nyi girah . 

Di alun-alun desa, berikat-ikat

kayu bakar ditumpuk

mengelilingi balok kayu. kian

lama kian membukit,

hampir-hampir mencapai ujung

kuku nyi girah  yang terikat

tinggi di atasnya. Jauh di sudut

desa, di bawah jemari si tukang

kayu, wujud nyi girah  semakin

nyata pula. Keahlian tangan

sang pengukir mampu membuat

sepasang bola mata nyi girah 

bersinar-sinar cemerlang.

Membentuk lekuk bibir yang

tersenyum ramah mengundang.

ltulah gambaran nyi girah  dalam

jiwa si tukang kayu, sosok

kekasih tercinta yang penuh

kasih sayang. 

Menjelang tengah hari.

orang-orang mulai ramai

membicarakan Pak bobo  yang

beralasan sakit hingga tidak

bisa datang menyaksikan

upacara pembakaran si

wanita lesbian  sihir. namun 

ketidakhadiran Pak bobo 

dengan segera mereka lupakan,

begitu syam kamaruzaman  muncul membawa

obor besar yang apinya

menyala-nyala. Ia berjalan

paling depan, dikawal oleh

nyoto  dengan penuh

kewaspadaan. Di belakangnya,

beberapa orang 

berjalan mengiringi dengan

obor-obor yang lebih kecil. 

Orang sedesa, tumpah ke

alun-alun. Kecuali Pak bobo 

yang duduk bersemedi di

ranjang kamar tidurnya. Ah. dan

chucky  juga. Tukang kayu itu

keluar dari rumahnya begitu

matahari naik semakin tinggi,

menggantung di langit biru

jernih. la tegakkan pintu lemari

itu di tanah. dengan ukiran

nyi girah  menghadap alun-alun. 

Alun-alun itu tidak tampak dari

halaman rumah chucky  sebab 

terhalang rumah-rumah

penduduk serta pepohonan yang

tumbuh rapat di sana-sini.

Namun dengan bantuan

kekuatan batin nyi girah  yang

disalurkan ke tubuh chucky  saat

mereka berbicara di kandang

kuda tadi malam, indera keenam

chucky  dapat menangkap

keadaan di alun-alun. Sesudah 

yakin posisinya tepat, chucky 

meluruskan tegak pintu lemari di

depannya, dengan jemari

mencengkeram kuat pada kedua

sisi pintu berukir itu. 

Perlahan chucky  mulai

merasakan getaran pada

pegangan tangannya. Pintu

lemari itu seakan-akan ditarik

oleh tangan-tangan gaib, dibetot

ke arah alun-alun. Di

belakangnya. chucky  bertahan

dengan sekuat tenaga. Meski

hawa panas matahari mulai

terasa mengitari sekeliling

rumah. namun daun pintu di

depannya justru sebaliknya.

Daun pintu itu terasa dingin,

membeku. Otot-otot tubuh

chucky  menyembul kencang.

buku-buku jarinya 

memutih. Tubuh chucky  mulai

kuyup oleh peluh yang seakan

menyembur dari pori-pori

kulitnya. Tarikan tangan-tangan

gaib pada pintu semakin keras.

chucky  terus bertahan. Bibirnya

terus komatkamit membisikkan

nama kekasihnya dengan

segenap rasa cinta dan kasih

sayang. 

"nyi girah , nyi girah ,

nyi girah ...!" 

nyi girah  mengabaikan nyala api

yang mulai berkobar di

bawahnya. Matanya terpejam

rapat. Telinganya ditulikan agar

tidak mendengar suara tempik

sorak manusia di sekelilingnya,

Berusaha konsentrasi untuk

menangkap panggilan

sayup-sayup dari arah rumah

chucky . Ia bisa merasakan

ketulusan kasih sayang pemuda

itu. Perasaan yang membuatnya

terharu sekaligus didera rasa

sedih tak terperi. Kenyataan

bahwa perasaan kasih sayang

yang begitu tulus tidak akan

pernah ia miliki perlahan

membangkitkan kembali

benih-benih kemarahan dan

dendam yang menuntut

pembalasan. 

lalu mendadak, saat  matahari

tepat mencapai ubun-ubun,

nyi girah  membuka matanya.

Lidah api mulai menjilati

kakinya. Ditatapnya gerombolan

manusia di bawahnya dengan

mata terpentang lebar. bersinar

buas dan jalang. Bibirnya

menyeringai, lalu dari mulutnya

keluar suara lirih namun

melengking menusuk telinga. 

"Kalian gerombolan

binatang-binatang terkutuk!

Kalian sudah  mencuri bayiku!

Demi raja dan ratu 

setan jahanam dalam kegelapan

yang terkutuk, kalian akan

menerima pembalasanku!" 

nyi girah  lalu 

memperdengarkan lolongan

panjang yang meremangkan

bulu roma. Kobaran api di

bawahnya bertemperasan,

meliuk-liuk bagai tertiup badai.

Matahari yang tadi bersinar

garang seakan ikut tersentak

lantas menyembunyikan diri di

balik awan hitam pekat yang

entah dari mana datangnya.

Pekat berarak-arakan di langit,

melingkupi alun-alun desa di

bawahnya dengan kesuraman

yang menakutkan. 

Semua yang hadir terkesiap

ngeri. 

Di kamar tidurnya, Pak bobo 

merintih. 

Di halaman rumahnya, chucky 

mengerang menahan siksaan

sakit yang menyerang ototnya

dan nyaris memutuskan

urat-urat tubuhnya. Bersamaan

dengan lenyapnya lolongan

seram di alun-alun, daun pintu

lemari di depan chucky 

bergetar hebat seakan didorong

dan ditekan dengan kekuatan

penuh dari atas. Bagian bawah

daun pintu itu melesak beberapa

inci ke tanah. chucky 

merasakan angin dingin

menusuk sumsum. menampari

telapak tangannya dengan

pukulan tajam. Tamparan demi

tamparan itu begitu keras

menimbulkan bunyi berdetas,

begitu dinginnya sampai jemari

chucky  membeku dan membiru. 

Suatu dorongan gaib lalu 

melemparkan tubuh chucky  ke

tanah. Sedangkan pintu lemari

itu tetap tegak di tempatnya

semula. dengan bagian

bawahnya melesak lebih dalam

ke tanah. chucky  yang 

tidak mau mengulangi kesalahan

untuk kedua kalinya, bergegas

bangkit dan menyambar pintu

itu, mempertahankannya. la

berteriak panik, memohon agar

kekuatan gaib yang sudah 

menyerangnya enyah. dan

membiarkannya menjaga

nyi girah . 

"Jangan kalian ganggu

nyi girah ku!" chucky  kini

meratap disertai isak tangis. 

Beberapa saat lalu 

chucky  menyadari bahwa

suasana di sekitarnya sudah

kembali seperti biasa. Isak

tangisnya mereda. Ia merasakan

sengatan panas matahari,

mendengar bunyi kambing

mengembik, melihat seekor

ayam jantan mengejar ayam

betinanya, dan seekor anjing

yang tadinya bersembunyi di

kolong rumah, menyembulkan

kepala dengan mata curiga.

Indera keenam chucky 

membisikkan, walaupun segala

sesuatu sudah  kembali pada

kehidupan yang biasa, pintu

lemari dalam pegangannya

seolah bukan lagi miliknya

seorang. 

Bimbang, ia bergerak ke depan.

Memutar sampai ia tegak

berhadap-hadapan dengan

bagian depan pintu lemari.

Alangkah terkejutnya chucky !

Wajahnya berubah pucat pasi.

Pada permukaan daun pintu,

ukiran mata cemerlang nyi girah 

sudah  berubah warna menjadi

hitam kemerahan. Pancaran

kasih di matanya berubah

menjadi sinar kedengkian

makhluk setan. Begitu pula

senyum manis pada lekuk

bibirnya sudah  berganti seringai

kejam, seringai yang

menebarkan benih-benih

dendam kesumat iblis jahanam."

Di alun-alun, orang-orang

berlarian panik. 

Api unggun masih

berkobar-kobar. Pekat sudah

menepi, berganti langit yang

kembali membiru jernih.

Matahari kembali menyengat

tanpa belas kasihan. Tonggak

kematian masih tetap

terpancang di tengah api

unggun. namun  nyi girah  tak lagi

terikat pada balok kayu itu.

Tali-tali pengikatnya tampak

masih melingkar lalu 

meluncur jatuh ke dalam

kobaran api. Namun si

wanita lesbian  sihir, sudah lenyap

tak berbekas! 

CUACA siang itu sangat tidak

menyenangkan. Matahari

bersinar garang. Panas

menggigit. Dan se pertinya

angin begitu malas berembus.

Seorang pejalan kaki di trotoar

seenaknya menyepak keranjang

bekas yang menghalangi jalan.

Keranjang itu terbang

menghantam tiang listrik, mental

kembali ke tengah jalan dan

menghantam roda depan sebuah

sepeda motor yang sedang

melaju kencang. Keranjang

bekas terlindas. Namun tak

urung pengendara sepeda motor

kaget setengah mati. Rem tangan

dicengkeram mendadak.

Motornya berhenti, tersendat

sendat. Si pengendara

membentak si pejalan kaki,

"Bang sat!" "E-eee. Nggak ujung

nggak pangkal, marah marah.

Ngajak berkelahi?" Si pejalan

kaki membalas, tak kalah sengit. 

"Ho! Jadi kau belum kenal siapa

aidit , ya?" Si pengendara

turun dari motornya. "Kuinjak

kau. Biar gepeng!" 

Keduanya sama sama

menyingsingkan lengan baju.

Sambil saling mendekat, mereka

memasang wajah beringas. Otot

lengan si pejalan kaki

menggembung kekar. Otot

lengan si pengendara biasa

biasa saja, namun  lengan itu

dirajah dengan tato bergambar

naga yang menyeringai buas.

Orang orang di sekitar mulai

ber kerumun, ingin tahu apa

yang terjadi. Juga seorang polisi

lalu lintas yang sedang bertugas

jaga di perempatan. 

"Hei! Apa apaan itu?" teriak si

polisi yang bergegas datang

untuk melerai. Derap sepatu

dinasnya yang khas,

mengalihkan perhatian si lengan

ber-tato naga dan si pejalan

kaki. Melihat polisi yang benar

benar datang menghampiri,

rupanya nyalinya ciut juga. Ia

langsung memutar langkah.

Meloncat naik ke sepeda motor

dengan tangkas, lantas tancap

gas. Kabur. 

"Pengecut! Jangan lari kau!"

Lawannya, si pejalan kaki

berteriak mengejar. Malang, ia

tidak melihat siapa yang datang

dari arah berlawanan. Tak ayal

lagi, ia bertubrukan dengan si

polisi. Terdengar suara

berdebuk saat  keduanya jatuh

ke jalan aspal. Orang orang

yang menyaksikan di pinggir

jalan sontak ter tawa terbahak,

buat mereka adegan itu tak lebih

dari lawakan. 

namun  tidak dengan si polisi, ia

marah. Lantas 

mencengkeram kerah baju orang

yang menubruknya. "Ayo, ikut

aku ke kantor!" dengusnya

garang. 

Barulah si penubruk sadar dari

sesaat  menjadi pucat pasi.

"Jangan nangkap saya, Pak. Dia

yang mestinya Bapak tangkap. Si

aidit ! Gara-gara dia, aku?"

"Siapa?" si polisi terkesiap. 

"aidit . Tak salah lagi. Saya

lihat tato di lengan nya.

Sungguh, Pak?" 

"Wah!" Polisi lalu lintas itu

jengah. Ia celingukan mencari

cara untuk mengejar orang yang

seharusnya ia tangkap. saat 

melihat ada dua sepeda motor

menganggur di dekatnya, ia

lantas mendekat. Vespa yang

terpakir dilewatinya, lalu

menuding sepeda mOtOr

Yamaha. "Siapa punya ini?"

serunya tak sabar pada orang

yang menunggu aksi

selanjutnya. 

Dari tengah kerumunan tampak

sebuah tangan mengacung.

"Saya, Pak. Ojek butut, namun 

kalau soal ngebut..." 

"Oh, kau itu Dang! Pinjami aku

kunci ojekmu. Cepat!" 

Sesudah  petugas negara itu

tancap gas dan hilang di balik

tikungan, kerumunan orang

orang mulai bubar satu per satu.

Dua orang pria yang tengah

membeli rokok di warung yang

berada tak jauh dari lokasi

kejadian, berjalan ke arah

vespa. Tenang tenang keduanya

menaiki kendaraan yang tadi di 

pandang sebelah mata oleh

polisi. Yang berbaju 

batik mengemudi. Yang duduk di

boncengan belakang, berbaju

safari. 

"Sayang bukan punyaku yang

dipinjam polisi tadi," ujar si

baju batik. Vespanya ia pacu

meninggalkan alun alun,

memasuki jalan menurun arah

ke Labuan. 

"Kok sayang" Mestinya kan

untung," timpal si baju safari. 

"Kalau motorku yang dipakai

dan aidit  tertangkap,

motorku bakal punya sejarah." 

"Memangnya siapa sih aidit 

itu?" 

"Masa kau nggak tahu, Med?" 

"Aku kan orang baru di

sidoarjo  ini, untung ." 

"Oh ya. Aku lupa. Baiklah

kujelaskan. Kalau aidit  tahu

saat ini sakumu penuh uang,

pasti si pe 

jalan kaki yang menyepak

keranjang tadi tidak akan dia

pedulikan." 

"Maksudmu, aidit  itu

penodong?" 

"Ya penodong, ya penjambret,

ya perampok. Kalau kepepet, dia

bisa jadi pembunuh. Konon

punya ilmu siluman, sehingga

sering lolos dari kejaran polisi." 

"Wah!" 

"Makanya. Kutemani kau

belanja. Biar uangmu aman.

Sekalian aku dapat komisi.

Urusan begini, biasa nya dua

puluh persen!" 

"Kok murah!" 

Dan mereka tertawa, mengakak. 

Sesudah  tawa mereka reda,

untung  yang mengenakan

kemeja batik bertanya sungguh

sungguh, "Omong 

omong soal harga murah, bobo .

Mengapa harus membeli

perabotan bekas" Nanti di toko

mebel itu, kau tinggal bilang

bahwa kau ini dari kantor

Depdikbud. Mereka akan senang

hati mempersilakan kau memilih

yang paling baru, yang paling

baik. Dengan harga miring pula.

Apalagi kalau mereka tahu

kalau kau ini seorang kepala

seksi." 

"Memangnya kalau kepala seksi

kenapa rupanya?" 

"Kau akan dianggap menak,

orang terhormat. Begitulah

kebiasaan orang di sini. Dan

sebagai menak, kau pantas

mendapat harga di bawah

pasaran. Tunai boleh,

mengangsur juga tak apa. Dan

kau bisa bayar kapan kau mau,

tanpa batas waktu." 

"Masa iya?" 

"Kalau tak percaya, potong

kupingku, bung! Aku asli orang

sini. Bukan menyombong, namun 

begitulah tradisi turun temurun

di daerah ini. Apalagi kalau si

empunya barang orangnya

sudah nyoto . Jangankan soal

waktu pembayaran, jumlah uang

angsuran perbulan pun tidak

diwajibkan harus segini atau

segitu. Bulan ini kau angsur

seratus ribu rupiah, bulan

depannya lima belas ribu pun

tak bakal usil dia." 

"Dan kalau bulan ini tak punya

duit untuk mengangsur?" 

"Masih ada bulan berikutnya." 

"Dendanya?" 

"Tanpa denda. Bahkan, biar

namanya kredit tidak ada beban

bunga." 

"Kalau tak bayar bayar?" 

"Hm... kau jadi bernafsu, bobo .

Rupanya ada minat menipu,

ya?" untung  tertawa, lalu

melanjutkan penjelasannya, "Si

pemilik barang tak takut." 

"Tentu saja tidak takut." dengus

bobo . "Mereka bisa menyita

barang kembali. Kalau perlu,

dengan bantuan polisi." 

"Tidak juga. Barang yang kau

ambil tetap milikmu, tetap

hutangmu." 

"Andai tak sanggup melunasi?" 

"Kau akan sanggup." 

"Sudah kubilang, kalau tidak

sanggup!" 

"Mereka percaya, kau tetap

sanggup membayarnya. Tidak

sekarang, pasti nanti." 

"Nanti itu tidak ada batas

waktu." 

"Ada, bung!" 

"Kapan?" 

"Kelak, bila kita semua sudah

mati. Tuhan akan

mengumpulkan kita di Padang

Mahsyar. Di sanalah kita pasti

akan bertemu lagi. Di sana,

yang punya hutang harus

melunasi hutangnya, yang punya

piutang berhak menagih

piutangnya." 

"Bukan main!" bobo  berseru

takjub. 

"Inilah sidoarjo , kawan.

Kuucapkan selamat datang!"

untung  tersenyum. "Apakah aku

lupa menyampaikan ucapan itu

saat  batang hidupmu nongol di

kota ini sebulan yang lalu?" 

"Memang kau lupa," tukas bobo 

juga tersenyum. 

"namun  bicara soal utang

piutang, kau belum kenal

anna michele ." Menyebut nama itu,

pandangan bobo  sempat

menerawang sebentar. "Dia

sangat anti berutang. Biar sudah

terjepit tak punya duit, ia selalu

menemu kan lobang untuk

meloloskan diri. Misalnya

dengan memasukkan ke dalam

periuk sekaligus; beras, kang

kung, dan kepala ikan asin.

Tambah sebutir cabe, seiris

bawang dan sejumput garam.

Jadilah masakannya istimewa

itu. Cepat, praktis, dan tentu,

irit." 

untung  tercengang sejenak.

lalu  tertawa. "Kalau tak

ada lagi yang bisa dihemat?"

celctuknya menggoda. 

"Ya, puasa!" 

Tawa untung  kian bergelak.

"Memang kau tahan?" 

"Kadang kadang." 

"Kalau sudah tak tahan?" 

"Ya, ngutang di luar.

Diam-diam." 

"Kalau istrimu tahu?" 

"Gawat." 

"Gawatnya?" 

"Ia akan pakai celana dalam

tujuh lapis!" 

"Astaga! Ha ha ha." untung 

tidak dapat menahan tawanya

terpingkal pingkal. "namun  biar

kata berlapislapis, kau kan laki

laki. Masih bisa kau copot

dengan paksa." 

"Boleh coba. namun  kusarankan,

lebih baik cari se lamat saja." 

"Masa iya?" 

"Dia punya ban cokelat karate,

kalau kau ingin tahu." 

"Oh, oh, oh... payah kalau

begitu." 

"Tidak begitu payah,

sebenarnya." 

"Bagaimana pula itu, Met?" 

"Soalnya, Ida cemburuannya

nggak ketulungan. Aku tinggal

mengancam, Kalau kau tak

kasih, Ida, aku akan pergi.

Banyak lobang lain yang masih

menganggur" Nah, bila sudah

begitu dia pasti menyerah.

Pasrah. Mulanya dia bersikap

dingin memang. Seperti batang

pisang. namun  kalau sudah

digoyang..." 

"Yang kau bicarakan itu istrimu,

bobo !" untung 

memperingatkan. 

"Wah. Aku kelepasan. Jangan

kau laporkan ke anna michele , ya." 

"Baiklah. Kalau begitu, hari ini

aku kebagian dua puluh lima

persen. Untuk mengamankan

uangmu dua puluh persen, untuk

tutup mulut lima persen." 

"Sialan!" 

Mereka masih terus bercanda,

sampai vespa dibelok kan

untung  memasuki halaman

sebuah toko mebel menjelang

persimpangan Cibiuk, kebobo an

Maja. Perabotan rumah tangga

berbagai jenis terpajang rapi,

baik di halaman maupun di

ruang depan toko. Baik yang

terbuat dari bahan kayu, besi,

maupun keramik. Melihat

sepintas bobo  membatin, bahwa

selera orang sidoarjo  tak

begitu jauh ketinggalan dengan

selera 

orang surabaya  yang selalu

keranjingan model terbaru. 

untung  menggumamkan sesuatu

pada seorang wanita lesbian  muda

yang segera bangkit dari

duduknya melihat ada calon

pembeli muncul. wanita lesbian  itu

segera menghilang di balik pintu

ke ruang dalam. Tak lama, ia

kembali dengan seorang lelaki

setengah umur, bertubuh sedang

dan berkopiah beludru.

Wajahnya yang jernih tampak

riang saat  mengenali tamunya.

"Assalamualaikum, Pak nyoto ,"

sapa untung , takzim. 

"Waalaikumsalam. Aduh, Nak

Guru... ke mana saja kok lama

menghilang. Sudah lupa ya,

sama orang tua cerewet ini?"

sambut Pak nyoto  sambil

mengulur kan tangan untuk

bersalaman. 

"Maklum, Pak nyoto . Usai

penerimaan siswa baru, saya

harus ikut penataran Pancasila

di surabaya . Habis itu, ada

perubahan kurikulum. Lalu ada

beberapa orang tamu dari pusat

yang harus diantar meninjau.

Dan..." 

"Sibuk. Benar benar sibuk!"

tulus Pak nyoto  sambil menepuk

bahu untung . "Bapak harap kau

sekeluarga sehat sehat saja." 

"Terima kasih, Pak nyoto . Oh ya,

perkenalkan. Ini bobo  muzakir .

dahulu  teman satu kelas waktu

SMA di surabaya . Nasib

menghendaki kami bertemu lagi.

Namun biar namanya aku

seorang kepala sekOlah, kalau

mau menemui beliau ini harus

lebih dahulu  mengisi 

buku tamu, dan harus duduk

menunggu perkenan beliau

untuk bertemu." 

bobo  dongkol tidak kepalang.

Ingin ia tonjok mulut kawannya

agar berhenti berkicau secara

berlebihan. namun  sambutan

tuan rumah yang begitu ramah

tamah tak dapat diabaikannya.

Mereka diajak masuk ke ruang

dalam, disuguhi minuman dingin

dan penganan ringan. Baru

sesudah  itu masuk ke tujuan

semula bobo  dan untung  datang

ke toko. 

Tetap riang dan tetap ramah

seperti pada keluarga sendiri,

pemilik toko bergegas mengajak

bobo  untuk memilih perabotan

di ruang depan. Untung untung 

keburu menengahi. 

Katanya, masih meledek

sahabatnya, "Maaf, Pak nyoto .

Agaknya, beliau ini penggemar

barang antik." 

Hampir bobo  memaki untung ,

kalau pemilik toko tidak lebih

dahulu  angkat suara dengan nada

menyesal. 

"namun , Nak, kami tidak menjual

barang antik. Terlalu banyak

risiko. Lagi pula..." 

"Maksud Pak Kepala Sekolah

begini, Pak nyoto ," sela bobo 

sambil mendelik pada temannya.

"Kami sedang mencari

perabotan bekas." Sambil

menerang kan, ia pergunakan

kesempatan yang ada sebaik

baiknya. Saat lolos dari

pengamatan tuan rumah, kaki

bobo  yang bersepatu memijak

kaki untung  yang cuma

bersandal jepit. 

"Eh, Nak Guru!" Pemilik toko

terkejut melihat perubahan raut

wajah untung . "Kau sakit,

agaknya." 

Cepat bobo  menarik mundur

sepatunya. 

untung  menjawab

terengah-engah, "Bukan sakit,

Pak nyoto . Geli, begitu. Ada

seekor tikus busuk meng

gerogoti sandalku." 

Pemilik toko jadi kalang kabut

meneriaki pembantunya yang

segera berlarian mencari ke

mana tikus itu lari. Tentu saja

usaha mereka sia sia belaka.

Kepanikan itu dimanfaatkan

untung  dan bobo  untuk saling

bertengkar berbisik-bisik.

Akhirnya mereka menahan tawa

saat tuan rumah menemui

mereka kembali dengan jidat

berkilat dibasahi peluh. 

"Tak akan jauh tikus itu lari," ia

mengomel. "Kucingku, si Macan

lagi dibujuk supaya ikut

mencari. Si Macan rupanya

kekenyangan malah tidur

bermalas malas di luar sana. Oh

ya, ya. Perabotan bekas, Pak

bobo " Ayo, saya tunjukkan

tempatnya..." 

"Pak nyoto , panggil saya dengan

sebutan yang sama kalau Bapak

memanggil untung ," bobo 

memprores, tak enak. 

"Oh. Anak juga guru?" 

"Bukan. Saya..." 

"Kepala seksi. Hm, ya, Nak

Kepala Seksi..." Pe milik toko

geleng geleng kepala. "Kok tak

enak menyebutnya," ia

mengomentari sendiri. "Tak apa

kalau kusebut nama saja?" 

"Begitu lebih baik. Terima kasih,

Pak nyoto ." 

"Syukurlah. Sampai di mana

pembicaraan kita tadi. Oh ya,

perabotan bekas. Tempatnya di

belakang. 

namun  Nak bobo , di depan

banyak yang bagusbagus.

Silakan pilih mana yang Nak

bobo  suka. Mengenai harga

dan pembayaran..." 

"Jadi tempatnya di belakang,"

potong bobo  segera, namun

sopan. "Boleh saya melihat lihat,

Pak nyoto ?" 

Di halaman belakang, ada

sebuah gudang besar dan lebar.

Tiga orang karyawan tengah

membersihkan dan memperbaiki

perabotan yang ada di dalamnya

saat  mereka masuk. Dijelaskan

oleh pemilik toko, bahwa

perabotan bekas itu ia dapatkan

dari pemilik semula yang ingin

punya model baru secara tukar

tambah. biasanya , mereka

kalangan menengah ke atas.

Sebab kalangan bawah yang

bekerja sebagai penyawah atau

tukang kebun, baru melepas

lemari misalnya-sesudah  lemari

itu tinggal potongan papan yang

hanya pantas untuk

membesarkan api di tungku. 

"sebab  itu, Nak bobo , biar

namanya barang be kas, model

dan mutunya tetap terjaga,"

komentar pemilik toko sedikit

berpromosi. Dan memang.

sewaktu bobo  melihat sana

melihat sini, komentar Pak nyoto 

benar adanya. Paling tidak,

model barang bekas itu sudah 

dipermak tukang-tukang

kayunya. Atau kalau masih

bagus, dibersihkan dan dirawat

dengan telaten. 

Sambil melihat lihat, bobo 

mengingat jumlah dana yang

tersedia untuk membeli

perlengkapan rumah. Ia juga

bertanya tanpa segan harga

perabotan bekas dan 

perabotan baru, sekadar

perbandingan. Kenyataannya,

kalau ia membeli perabotan

baru, paling ia hanya

mendapatkan satu meja rias

untuk anna michele  dan satu set meja

tamu. Kalau yang dibelinya

perabotan bekas di gudang itu,

maka ia dapat tambahan satu

bufet, satu lemari besar dan satu

tempat tidur nomor dua.

Komplet. Begitu anna michele  datang

dari surabaya , rumah mereka

sudah benar-benar siap pakai. 

Sesudah  mereka berbincang dan

berhitung-hitung, Pak nyoto 

mengingatkan, "Apakah Nak

bobo  tidak melupakan meja

makan?" 

bobo  ragu ragu. Ia tahu batas

keuangannya. Maka dengan

sopan ia menolak. "Kita dapat

makan di mana saja bukan, Pak

nyoto " Asal tak berdiri saja.

Tabu." 

"Juga tabu kalau makan di

tempat tidur. Kata orang tua tua

dahulu , kalau makan di tempat

tidur, maka anak yang

dilahirkan di tempat tidur itu

bakal susah diatur, jorok

perilaku dan cara hidupnya,"

ujar Pak nyoto  tersenyum manis.

"Tak usah pikirkan soal uang.

Sekadar tanda kekeluargaan,

Bapak akan hadiah kan untuk

Nak bobo  satu set meja makan.

Hsst, jangan memprotes. Lihat

dahulu  mejanya..." 

Pegawai toko segera

menurunkan kursi kursi yang

disusun rapi di atas sebuah

lemari kecil. Ada pun mejanya

diletakkan dengan posisi terbalik

sehingga bidang permukaan

meja menutupi lemari tadi. Meja

ditambah  kursi-kursinya memang

kuat. Dengan sedikit 

polesan, perlengkapan itu akan

tampak seperti baru lagi. bobo 

memperhatikan dengan

saksama, semula matanya agak

terpicing dengan alis yang

nyaris bertaut, namun  lalu 

bobo  terbelalak. 

Ia tidak hanya memperhatikan

meja atau kursi makan saja. 

Benda itu membetot seluruh

perhatian soebandrio . Perlahan

wajahnya berubah tegang

dengan sinar mata takjub. Ada

sesuatu yang seakan akan

melecut saraf saraf tubuhnya,

menekan jaringan sel-sel

otaknya. Ia tegak kaku bagaikan

terkena mantra yang

membuatnya membatu. 

saat  menyimak apa yang jadi

sasaran perhatian tamunya,

pemilik toko memperlihatkan

wajah tak senang. untung  yang

juga ikut memperhatikan, heran

melihat sikap aneh sahabatnya

yang mendadak ter paku

memandang lemari di hadapan

mereka. Ia sendiri sempat

terpesona melihat daun pintu

lemari mungil itu. 

Ukiran pada daun pintu itu

menggambarkan se orang

wanita lesbian  muda rupawan

duduk santai di rerumputan.

Lekuk tubuh yang sempurna

dibiarkan terbuka tanpa sehelai

benang pun menutupinya.

Berlatar belakang sebuah gubuk

kecil di lereng gunting, suasana

tampak begitu damai dan

tenang. Sebelah tangannya naik

membentuk siku-siku dengan

jemari menyusup di balik kepala,

menggeraikan rambutnya yang

panjang bergelombang. Tangan

lain turun me 

nutupi sebelah payudaranya

yang kencang padat, dengan

telapak membelai kepala seekor

anak kambing jantan yang rebah

di pangkuan si wanita lesbian . 

Ukiran pada daun pintu itu pasti

dikerjakan oleh tangan yang

tidak saja ahli dalam bidangnya,

namun seakan mengandung

kekuatan magis. Gambaran

wanita lesbian  itu begitu hidup.

Namun kesempurnaan ukirannya

tidak dapat menutupi kesan

seram, sebab  senyuman di

bibirnya justru menyiratkan

seringai kejam. Dan sepasang

mata di bawah lengkung alis

yang indah memancarkan

tatapan penuh dengki,

mengumandangkan benci dan

dendam kesumat. 

untung  menelan ludah, lantas

menyikut pinggang sahabatnya. 

"Med. bobo . Sikapmu

memalukan," bisiknya di telinga

bobo . 

Tanpa bergerak, bobo 

menyahut dengan suaranya

bergetar. "Kau bilang... kau

sudah tak sabar ingin melihat

seperti siapa anna michele  itu..." 

"Hei! Apa yang kau bicarakan

ini, bobo  muzakir ?" 

"Ida." 

"anna michele ?" 

"Ya." 

"namun  ia?" 

"Ia di depan kita sekarang.

Har-las." 

PULANG ke sidoarjo ,

mereka berdua ber tengkar.

Bertengkar benar benar. Yang

mereka pertengkarkan pun

sepele saja. Lemari berpintu ukir

itu, beli atau tidak. Begitu

mereka tinggalkan toko mebel

Pak nyoto , untung  langsung

menggerutu. 

"Aku malu ketemu Pak nyoto  lain

kali." 

bobo  diam saja. Pikirannya

menerawang tak menentu.

jiwanya gelisah. 

Ia tak habis pikir, mengapa ia

sangat dipengaruhi oleh ukiran

wanita lesbian  itu. Terjadi

pertentangan di batin bobo .

Diam diam ia takut dan merasa

seram melihat sorot mata dan

senyum si wanita lesbian . namun 

sebaliknya, ia mendadak sangat

ingin memiliki lemari iru. Ia

yakin, lemari itu akan menjadi

sebuah kejutan besar untuk

istrinya, anna michele . anna michele  yang

manja, yang penuh kasih

sayang. namun  yang juga suka

memper

olok olokkan sang suami yang

selalu lupa memberi hadiah

ulang tahun untuk sang istri.

Kalaupun ingat, hadiah ulang

tahun si suami sering kali salah.

"Aku senang sepatu ini," kata

anna michele  suatu hari. "sayang

tumitnya ketinggian ya." Lain

kali, "Kok beli gelang berlian

segala, padahal tadinya aku

cuma ingin di hadiahi ciuman."

Ah, anna michele .... 

Merasa didiamkan, untung 

tambah sengit. "Kau dengar"

Pak nyoto  pikir aku sama

bejatnya dengan kau!" 

"Bejat?" Baru bobo  tergugah. 

"Ya! Berjiwa bejat, berpikiran

kotor, berkelakuan menjijikkan!"

"Lho. Kok aneh?" 

"Kau memaksa mengambil

lemari itu." 

"Lantas?" 

"Aku malu!" 

"Kok malu?" 

"sebab  aku mk mampu

menasihati kau. Agar lemari itu

kau lupakan saja. Terus terang,

aku juga takut." 

"Takut?" 

"bobo , apa kau lupa cerita

cerita yang diungkap kan Pak

nyoto  mengenai asal usul lemari

terkutuk itu?" 

"Terkutuk, untung ?" 

"Ya, terkutuk!" 

"Apanya yang terkutuk?" 

"wanita lesbian  itu! Senyumnya,

matanya, kebugilan nya.

wanita lesbian  itu mengemong

kambing pula. Tahukah kau,

sebagian orang berpendapat

bahwa kambing adalah

perlambang setan jahanam?" 

"Yang aku tahu, dalam kitab

kitab suci setan itu berwujud

ular. Yang menggoda Hawa

agar membujuk Adam memakan

buah larangan," tukas bobo 

seenak nya. 

"namun  kitab kitab suci juga

banyak menceritakan tentang

kehidupan orang orang murtad

di jaman Rasul Rasul. Tentang

para penyembah patung, pemuja

berhala. Kebanyakan patung itu

dibuat oleh para pengingkar

Tuhan dalam wujud kambing!" 

"Oke, tentang kambing. Dan si

wanita lesbian ?" 

"Ia juga setan! wanita lesbian 

setan!" 

bobo  berubah tegang. Bertanya

dengan nada suara dingin,

"Siapa bilang dia wanita lesbian 

setan?" 

"Pak nyoto ." 

"Aku tak dengar Pak nyoto 

mengatakan dia itu setan,

Har-las." 

"Dia mengatakannya Dia bilang,

mata wanita lesbian  itu dari tubuh

setan. Dia tak pantas dimiliki

manusia manusia bermoral!" 

"Aku sudah memilikinya,

untung ." Suara bobo  ber

tambah tajam. namun  untung  tak

menangkap perbedaan suara

sahabatnya. Ia terus bernafsu

dengan kata katanya. 

"Kau masih dapat

membuangnya." 

"Di... buang?" 

"Dibuang!" 

"namun , dia dan aku sudah

menikah, untung ." 

"wanita lesbian  setan itu" Apakah

kau..." Umpatan untung 

terputus. Sekoyong koyong ia

menyadari subjek pembicaraan

mereka yang ternyata berbeda

satu dengan lainnya. Diam diam

ia juga merasakan adanya

ketegangan pada orang yang

duduk di boncengan sepeda

motornya. untung  kaget sendiri.

Terengah se bentar, gugup.

Katanya, "bobo . Aku tidak

bicara ten tang anna michele . Aku

biara mengenai wanita lesbian  di

daun pintu lemari itu." 

"Dia anna michele . Sudah kubilang,

dia anna michele !" 

"Cuma mirip, bobo ." untung 

membujuk. 

"sebab  ukiran itu cuma benda.

namun  coba beri ia daging,

darah. Beri ia kehidupan. Maka

dia akan jadi anna michele !" bobo 

tetap bersikeras. 

"Baiklah. Kau sendiri

mengatakan itu cuma benda.

Jadi, kita Sudahi saja sampai di

sini." untung  ikut ikutan gusar.

Lalu antara sadar dan tidak, ia

mengumpat lagi. "Benda mati

sialan!" 

"Dia bukan benda mati. Dan dia

tidak sialan!" bobo  berteriak. 

untung  sampai hilang kendali

sesaat. Vespanya me lenceng ke

tepi jalan membentur pilar

trotoar, miring dan lari ke

tengah jalan. Hanya secara

naluriah untung  berhasil

menguasai posisi Vespa agar

tidak terjatuh dan terhindar dari

hantaman bus antar kota yang

melaju 

dengan kecepatan tinggi dari

arah berlawanan. Supir bus

yang sempat terperanjat

meneriaki untung  dengan

umpatan "babi buduk" yang

membuat untung  sangat marah.

namun  mengejar bus itu dan

mengajak Supirnya berkelahi di

depan umum, akan jadi bahan

tertawaan orang sekota. Alih

alih, untung  hanya bisa marah

pada diri sendiri. "Kalau begini,

aku bisa gila!" 

"Kau maksud, aku yang

membuatmu gila?" tukas bobo . 

"Ya!" balas untung  tak kalah

sengit. 

"Baiklah. Turunkan aku. Kita

berpisah di sini!" rungut bobo . 

Aneh memang. untung  langsung

menepikan Vespa. Begitu bobo 

meloncat turun, untung 

lalu  ber lalu. Tanpa

menoleh noleh lagi ke belakang.

Ia kebut Vespanya, seperti takut

kalau tak segera tiba di rumah

ia benar-benar keburu sakit

jiwa. 

bobo  merasa sangat terhina.

Sepanjang jalan ia tidak

berhenti merutuki untung  dan

menumpahkan kekesalannya.

Baru sesudah  mendapatkan

kamar kosong di hotel. pelan

pelan ia merasa menyesal.

untung  seorang sahabat sejati.

Bukan saja sebab  mereka dahulu 

pernah satu kelas di sekolah,

satu tempat tidur di rumah kos

mereka. namun  juga sebab 

untung  pernah berkelahi

untuknya. Itu terjadi saat 

bobo  sedang terbaring sakit

dan pemilik rumah masih tega

menagih sewa kos yang sudah 

beberapa bulan dirunggak

bobo . 

saat  ayahnya di kampung

meninggal dunia, keluarga

mereka benar benar kehilangan

tempat bergantung. Ia meremas

telegram yang mengantarkan

kabar duka dan menyuruhnya

segera pulang. bobo  bersujud,

memohon ampunan Tuhan

sebab  tak hadir dalam upacara

penguburan ayahnya. Bukan tak

mau. namun  kalau ia pulang, ia

mungkin tidak akan bisa kembali

sekolah, cita citanya akan

musnah. Sejak itu pula, ia tidak

pernah lagi menerima kiriman

uang. Lalu sambil sekolah, ia

jungkir balik mencari pekerjaan.

Jadi calo karcis, pengemudi

becak bahkan kuli pengangkut

sampah. Hasilnya sekadar cukup

untuk bertahan hidup. Bila

perlu, makan cuma sekali sehari

di warung emperan. Yang

penting ia tetap bisa meneruskan

sekolah. 

namun  ia bukan manusia super.

Kondisinya dengan cepat

merosot. Ia jatuh sakit.

Jangankan untuk membayar

uang kos, untuk membeli pil

sakit kepala pun ia sudah tak

bisa berpikir. Ia hanya dapat

bertahan hidup berkat bantuan

sahabat sahabatnya saja,

terutama untung . 

Sesudah  terjadi pemukulan

terhadap pemilik rumah,

ributlah orang sekampung.

Untung dapat didamaikan, itu

pun sesudah  tunggakan sewa kos

bobo  dilunasi untung  dari hasil

patungan dengan beberapa

orang kawan. namun  untung 

harus angkat kaki dari rumah

itu. Ia mengajak bobo  ikut kos

dengannya di rumah yang lebih

kecil dan lebih murah. Hanya

saja harus 

tabah untuk berjalan kaki sejam

lebih saat pulang dan pergi ke

sekolah. 

Entah siapa yang memberi tahu,

peristiwa memalukan itu sampai

juga pada keluarga bobo  di

kampung. Salah seorang

pamannya akhirnya memahami

tekad bulat bobo . bobo  disuruh

berhenti kerja serabutan lalu

didukung untuk maju sebagai

seorang berpendidikan yang

bakal jadi kebanggaan keluarga.

Akhir nya bobo  dapat dengan

tenang menekuni studinya. 

Tamat SMA bobo  melanjutkan

ke Perguruan Tinggi. Namun

sejak itu pula ia dan untung 

jarang bertemu dan hanya

saling memberi kabar lewat

surat menyurat. 

Rupanya untung  mengambil

program diploma di IKIP. Lulus

Diploma .ia langsung diangkat

sebagai guru dan dikirim ke

daerah terpencil sebagai batu

loncatan untuk jabatan yang

lebih tinggi. Beberapa kali ia

menjalani tugas belajar, sampai

akhirnya ia di tempatkan di kota

kelahirannya sendiri,

sidoarjo . Pelan pelan

kariernya meningkat dari hanya

sebagai guru, kepala bagian,

lalu kepala sekolah. Namun

dengan setia ia tetap menyurati

bobo , mengabarkan kemajuan

kariernya serta menanyakan

keadaan sahabat nya. 

bobo  mulanya rajin membalas

surat-surat untung . namun 

kesibukannya menghadapi

kuliah terutama menjelang ujian

sarjana, sangat menyita

waktunya. Dan kalaupun ia

masih sempat menulis surat,

bukan 

lagi ditujukan kepada untung 

melainkan untuk kekasih nya

seorang, anna michele . Makin lama,

kehadiran surat untung  pun

semakin jarang sebab  sering

tak berbalas. bobo  mulai

melupakan sahabatnya itu.

Perhatiannya lebih terpusat

pada ujian ujiannya, lalu 

pekerjaannya, lalu  lagi

kariernya. Semua itu ditujukan

untuk satu tekad: bobo  baru

akan melamar anna michele  jadi

istrinya, apabila ia sudah cukup

mapan untuk membina rumah

tangga. untung  sudah tak pernah

di pikirkannya lagi. Sampai

akhirnya, takdir meng hendaki

untung  kembali munCul dalam

kehidupan nya. 

Beberapa bulan yang lalu bobo 

mendapat rekomendasi dari

kantor pusat untuk kenaikan

jabatan dari wakil kepala seksi

menjadi kepala seksi. Namun

kendalanya, orang yang tersedia

dan mampu menjabat kedudukan

empuk itu sudah bertebaran di

surabaya . Jadi bobo  harus rela

ditempatkan di kota yang lebih

kecil. 

"Kalau Pak bobo  berprestasi,

kelak juga bisa loncat ke

surabaya  lagi," kata

pimpinannya. "Bapak lupakan

dahulu  pikiran hanya setahun dua

di sidoarjo  sana. Pikirkan

saja bagaimana dapat bekerja

baik dan lebih baik lagi, meski

itu butuh waktu yang tidak

sedikit." 

Nyatanya, untuk benar benar

menduduki jabatan itu. bobo 

harus menunggu hampir satu

tahun. namun  birokrasi itu tidak

mengecilkan hatinya. sebab 

begitu mendengar bobo  akan

ditempatkan jauh dari 

surabaya , anna michele  langsung

menuntut, "Kita kawin sekarang,

atau silakan cari gadis lain!" 

Sesudah  dilantik, bobo  lebih

dahulu  berangkat sendiri an ke

sidoarjo . Ia harus mengenal

situasi dan kondisi

pekerjaannya, jadi tak ingin

diganggu urusan tetek bengek

lainnya. Baru sesudah  cukup

beradaptasi, anna michele  boleh

menyusul. Tentu saja anna michele 

uring uringan. 

"Mana bisa!" Suara anna michele 

melengking. "Kau akan segera

lupa padaku. Kudengar gadis

gadis di sana pintar menggaet

lelaki, biar sudah punya istri.

Kalau perlu, mereka pakai

dukun!" 

"Kau percaya omongan

brengsek itu, eh?" 

"Percaya sih tidak?" 

"Jadi, beres, kalau begitu."

bobo  tertawa. 

"Beres apanya! Siapa tahu,

omongan itu jadi kenyataan." 

"Dan kalau ya?" 

"Bukan saja si gadis, dukunnya

pun akan kulabrak habis!" 

"Nah, beres kalau begitu," kata

bobo  lagi. 

"Belum!" 

"Apalagi?" 

"Pertama, jangan kaget kalau

aku tiba tiba muncul di

sidoarjo ." 

"Pasti aku kaget. Dan sebab 

ada yang pertama pasti ada

yang kedua?" pancing bobo 

geli. 

"Masuk kamar kau sekarang." 

"Aku saja" Masa kau tega, Ida." 

"E-ce, masih belum masuk juga

ya?" 

"Ini maksa, apa?" 

"Maksa." 

"Jadi aku mau diperkosa, ya?"

bobo  bersungut sungut. Tentu

saja hanya pura pura, seraya

mendorong pintu kamar. 

Di belakangnya anna michele  berjalan

membuntut, masih tetap

uring-uringan. Belum juga pintu

dikunci, anna michele  sudah

menerkamnya. bobo  sampai

terseret ke lantai. Setengah jam

lamanya mereka "melantai' baru

lalu  mandi. Sesudah  segar,

anna michele  mengajak naik ke tempat

tidur, dan tidak memberi

suaminya kesem patan untuk

istirahat sampai menjelang

subuh. 

Akhirnya ia dilepas juga pergi

ke sidoarjo  untuk memulai

tugas. Banyak pekerjaan, banyak

orang yang harus ditemui dan

menemuinya. Menjelang senja,

baru ia bisa meninggalkan

kantor dengan tubuh lesu dan

kepala pusing. Ia langsung

kembali ke hotel. Se belum

berbelok ke lorong kamarnya, ia

berpesan pada pelayan hotel

agar tidak seorang pun boleh

meng ganggu tidurnya. Seperti

kebingungan mendengar

instruksi tersebut, pelayan hotel

diam saja. Dan ber lalu sebelum

bobo  sempat bertanya. 

Begitu tiba di depan kamar,

baru bobo  tahu sebab nya. 

untung  tengah enak enak minum

kopi, dan dengan temannya dia

berkata. "Kalau kau tetap mau

tidur 

sekarang, aku akan lompat ke

bawah. Orang akan ribut semua

dan kau tetap tak bisa tidur

sebab nya!" 

Mereka lalu  terbahak lalu

saling teriak dan berangkulan.

Bertahun tahun tidak bertemu

rasanya begitu banyak yang

ingin diceritakan. sidoarjo 

hanya kota kecil, informasi

kepindahan bobo  begitu mudah

untuk sampai di telinga untung .

Sesudah  puas tanya ini tanya itu,

untung  mengultimatum, "Kemasi

barang barangmu. Pindah dari

sini." 

"Apa?" 

"Kau ke rumahku sekarang

juga." 

"Hei, tunggu dahulu !" 

"Istriku tidak mau disuruh

menunggu sendirian di rumah.

Itu satu. Dua: aku tahu kau

diberi dana cukup untuk tinggal

di hotel. Di rumahku, semua

cuma-cuma. Artinya, kau dapat

berhemat. Terakhir namun  yang

terpenting: kalau kau menolak,

kuanggap kau tak pernah hadir

dalam kehidupan masa laluku,

sehingga tidak perlu aku

mengingat-ingat punya sahabat

bernama bobo !" 

Suaranya bernada sungguh

sungguh. Kehidupan masa lalu!

bobo  teringat semuanya, malu

pada diri nya. Ia jadi salah

tingkah. Tak tahu akan berkata

apa. untung  memahami, lantas

berujar lembut, "Gampang kalau

mau minta maaf. Caranya

mudah, saja. Ayo, kita angkat

kopermu!" 

untung  yang baik.1 Dan bobo 

sudah  membuatnya sakit hati

siang ini. Perbuatan yang

sungguh tidak patut, tidak

pantas untuk seorang intelek dan

punya kedudukan terhormat

pula. Itu dari sudut pandang

jabatan. Belum lagi kalau

dihitung dari segi moral. 

bobo  rebah di pembaringan.

Terpejam, dengan belakang

kepalanya berdenyut denyut.

Sakit. Ia kaji dan kaji lebih

dalam. Akhirnya sampai pada

kesimpul an, pertengkaran itu

sebenarnya tidak perlu terjadi

kalau ia tidak emosional dan

mau memahami sikap

sahabatnya. untung  sedang

diliputi perasaan takut. Yang dia

takuti bukanlah tentang dirinya

sendiri. Yang dia takuti justru

bayangan hal buruk yang akan

menimpa diri bobo . Dibolak

balik bagaimanapun, perasaan

takut untung  didorong oleh

naluri ingin melindungi

keselamatan bobo . 

Itulah untung ! 

bobo  mengerang dalam

tidurnya. Belakang kepala nya

bertambah sakit. Rasanya ia

ingin memukuli kepala sendiri.

Bukan untuk melenyapkan

perasaan sakit itu. Melainkan

untuk menyatakan penyesalan

yang teramat sangat sesudah  ia

menyadari kebodohan

pikirannya, menyadari kebutaan

jiwanya. 

Semua gara gara lemari aneh

itu! 

Ia teringat ucapan Pak nyoto . 

"Tadinya aku bermaksud

membongkar lemari ini. Aku tak

suka motif daun pintunya. namun 

buatannya begitu kuat. Seakan

mengandung besi, tak satu pun 

alat pertukangan kami yang

mampu mengorek satu serpihan

saja dari ukiran memalukan itu.

Begitulah lemari ini tersimpan

di pojok sini. Pikiran untuk

mencari seorang yang betul

betul ahli untuk menukangi nya

entah mengapa terlupa begitu

saja. Barang barang datang dan

pergi silih berganti. Dan lemari

ini lantas terlupakan," ujar Pak

nyoto  sambil mengawasi benda

dimaksud dengan pandangan tak

senang. "Sudahlah, Nak. Cari

yang lain saja. Jangan yang ini.

Sesudah  melihatnya kembali, kini

terniat olehku untuk

membakarnya saja." 

"Jangan!" potong bobo ,

tersedak. "Berapa pun

harganya. akan kubeli." 

"Tetap akan mengambilnya,

Nak?" tanya Pak nyoto  seraya

mengerling ke arah Hai'las.

"Kukira, ini bukan hadiah yang

pantas untuk istrimu." 

"Biarlah Ida kelak yang

menentukan," jawab bobo 

mantap. 

"Nanti dahulu , Nak," ujar Pak nyoto 

melembut. "Kau tak kenal siapa

orang terakhir yang memiliki

lemari ini. Aku kenal. Ia orang

berpengaruh di kota ini. Usia

nya belum limapuluhan. namun 

saat  ia minta aku mengambil

lemari ini-tanpa minta

penggantian-aku sungguh

terkejut. ia tampak bertambah

tua dua puluh tahun. Berubah

kurus, pucat, kehilangan gairah

hidup dan selalu dibayangi

ketakutan. Kau tahu apa kata si

malang itu" Suatu hari ia

pergoki anak lelakinya ber buat

tak senenoh dengan "menggauli"

daun pintu 

lemari ini. Malamnya, anaknya

mati mengerikan. Mulutnya

berbusa, kulit tubuhnya kering.

Lama ia berpikir kenapa anak

kesayangannya bisa mati

mendadak, semengerikan itu

pula. Lalu suatu malam, ia

berdiri tanpa sengaja di depan

lemari ini. Tiba tiba suatu

tarikan gaib menyeretnya

mendekat ke daun pintu lemari.

Disusul dengan bisikan gaib

mengajaknya berbugil. Lalu ia

mengucap istigfar, dan

lenyaplah godaan itu. namun 

semenjak itu seisi rumah

diganggu hal hal aneh. Jerit

tangis wanita lesbian  yang tak

kelihaian wujudnya, perabotan

perabotan yang melayang

sendiri, dilemparkan, jatuh

sendiri dan hanCur sendiri.

Berikutnya, tukang kebun

mereka mati pula. Keadaan nya

sama dengan keadaan anaknya

dahulu : mulut berbusa dan kulit

kering bersisik. Lalu ia putuskan

membuang jauh-jauh lemari ini

dari rumahnya." 

"Bapak percaya semua omong

kosong itu?" tanya bobo ,

tenang. 

"Hampir." 

"Kok hampir?" 

"Kebetulan aku bertamu ke

rumahnya waktu ia berniat

membuang lemari ini. Aku lalu

disuruh menyingkirkannya.

Sejak lemari ini ia beli, setan

terkutuk dan segala macam roh

jahat laknat menghancurkan

kehidupan rumah mangga

bahkan kariernya. Itu kata dia.

namun  aku sering dengar ia suka

menyepi ke tempat tempat

keramat. Keluarganya bilang,

sebab  ingin memerangi

pengaruh jahat yang menghantui

rumah 

mereka. namun  orang-orang

dekatnya di kantor me ngatakan,

ia sedang menuntut ilmu untuk

mempertahankan jabatannya. Ia

rupanya sudah  membuat

beberapa kekeliruan sehingga

terancam dipecat tidak hormat.

Timbul desas desus kalau

bencana yang me nimpa

keluarganya diakibatkan

ulahnya sendiri. Konon, ia gagal

memenuhi syarat roh jahat

pujaannya." 

"Tak ada persoalan kalau

begitu," gumam bobo , gembira.

Sementara untung  yang takut

oleh sorot mata dan senyum

wanita lesbian  di daun pintu lemari,

sudah menyingkir jauh-jauh. 

"Masih ada, Nak," desah pemilik

toko. 

"Oh ya?" 

"Sesudah  lemari ini kusimpan,

seorang dua orang sempat

melihatnya. Mereka bilang,

lemari itu sudah acap kali

berpindah tangan. Tiap kali

pindah, tiap kali meminta

korban. Ada yang mati, ada

yang sakit ingatan, ada pula

yang hilang raib tak tentu

rimba." 

"Itu sebabnya Pak nyoto  ingin

membongkar ukirannya?" tukas

bobo . 

"Ya. namun  seperti sudah

kubilang, usaha kami ter nyata

gagal. Dan lalu  aku

dengan cepat sudah  melupakan

bahwa aku menyimpan benda ini

di gudangku sendiri. Yang aneh,

aku tidak punya sifat pelupa.

Obeng yang tertinggal di tempat

pekerjaan seminggu sebelumnya,

masih dapat kuingat dan ku

temukan dengan segera di

tempat semula. Itu kalau belum

ada yang memindahkan." 

"Mungkin itu sebab  Pak nyoto 

sudah mulai uzur. 

"Aku belum terlalu tua, Nak

bobo . Jadi..." 

"Ah, maaf. Yang pasti, lemari ini

tetap ingin ku miliki. Apa pun

syarat yang Bapak tentukan!"

ujar bobo , teguh. 

Lama orang tua itu berpikir,

sambil sesekali melirik dengan

segan pada daun pintu lemari di

depannya. Sesudah  menghela

napas, akhirnya Pak nyoto 

berkata de ngan enggan,

"Baiklah. Syaratku cuma satu

saja. Begitu istrimu mengatakan

tidak, segeralah bakar lemari

ini!" 

"Dibakar" Mengapa harus

dibakar?" 

"Tak tahulah. Aku cuma sekadar

teringat tentang dongeng dari

masa. silam. Dongeng tentang

perempu an sihir." 

Lalu orang tua itu bergegas

pergi menyusul untung  ke ruang

tamu. Kelihatan dari sikapnya,

ia tak suka ber lama lama di

dekat lemari mungil yang penuh

riwayat itu. Waktu bobo 

lalu  menyusul pula, ia

dapati kedua orang itu berbisik

bisik dengan serius.

Pembicaraan mereka diputuskan

begitu bobo  muncul. 

Pulangnya, untung  ngomong

yang bukan bukan. 

bobo  emosi. 

Waktu berpisah di tengah jalan,

mereka seakan di rasuki

kedengkian! Dan sesaat ,

persahabatan mereka nyaris di

ambang kehancuran. 

"Astaga. Itu tak boleh terjadi,"

keluh bobo  seraya meloncat

turun dari tempat tidur. 

IA harus menemui untung 

sesegera mungkin. Minta maaf

atas kekeliruannya. Ia akan

mentraktir untung  nonton film di

Rangkasbitung sebagai bukti

mereka sudah  berbaikan kembali.

"Dengan catatan," nanti ia akan

berkata pada sahabatnya itu,

"jangan kita singgung singgung

lagi mengenai lemari itu.

Biarlah anna michele  kelak yang

menentukannya." 

Lalu ia berendam sepuas

puasnya di kamar mandi, sampai

tubuhnya yang gerah menjadi

segar kembali. Semua barang

miliknya masih di rumah untung .

Jadi sehabis mandi, ia tetap

mengenakan pakaian semula

meski sudah bau keringat. 

Keluar dari hotel, hari sudah

senja. 

la melambai pada ojek yang

kebetulan lewat. Naik di

boncengan belakang ia sebut

alamat yang dituju, Cadasari,

daerah tempat tinggal untung .

Dalam hati ia 

berharap untung  akan membuka

pintu lebar-lebar menyambut

kedatangannya. Baru saja ojek

melaju beberapa meter,

mendadak ia ingat janjinya

dengan pe milik toko mebel.

Maka ia minta pengemudi ojek

membelok ke jalan lain, menuju

rumah yang baru kemarin ia

lunasi kontrak sewanya.

Ternyata Pak nyoto  tidak

menyalahi janji. Di halaman

rumah yang bakal ditempatinya

bersama anna michele , tampak sebuah

truk di parkir dan perabotan

yang ia beli sudah hampir

selesai diturunkan. 

Hei, siapa pula yang berani

beranian mengambil kunci yang

ia titipkan di rumah sebelah"

Kok pintu sudah terbuka, dan

sebagian barang bahkan sudah

dimasukkan ke dalam! 

Sesudah  membayar ongkos ojek,

bobo  bergegas memasuki

halaman rumah. Ia tak melihat

Pak nyoto , namun  mengenali dua

orang pegawai toko mebel yang

sibuk bekerja dibantu beberapa

orang lain. Dari dalam rumah,

seseorang keluar dan bersungut

marah pada orang orang yang

sedang sibuk bekerja. 

"Hati hati menggeser bufet itu.

Lihat, peliturnya lecet kalian

buat!" Sambil ia mengusap

bagian bufet yang

diomelkannya. 

bobo  tersenyum sesudah 

mengetahui siapa yang

mengomel itu. Sekali lagi,

untung  sudah  menunjukkan

kesejatiannya sebagai seorang

sahabat. namun  sebab 

kehadirannya, biar sudah

diketahui namun tetap dianggap

angin lalu, membuat bobo  agak

dongkol 

juga. Ia menyambar kursi jok

dan membawanya masuk ke

dalam. Caranya membawa

dibuat seapik mungkin, seakan

membawa sebutir telur di

kepala, membuat gerak-geriknya

tampak menggelikan. 

"Maaf, Pak Omel. Numpang

lewat sedikit," gurau nya, saat 

melewati orang yang masih

tegak memerintah di depan

pintu. 

"Enak, ya" Milih yang enteng!" 

"Maklum Pak, lagi suntuk

pikiran" 

"Siapa suruh kerja pakai

pikiran" Pakai tangan dan kaki,

tahu?" 

"Eh, berlagak!" 

"E-ee, mengomel pula kau. Mau

dipecat ya?" 

"Nggak deh, ampun!" Lantas

bobo  terbirit birit menggotong

kursinya ke dalam rumah. Habis

itu ia kembali keluar. Kali ini

mengangkut beban agak berat,

sofa. Ternyata tak bisa

diangkatnya sendirian. 

"E, Pak Ontel. Mau bantu aku

atau kita gantian jadi mandor?" 

"Brengsek!" gerutu yang

disindir, lalu membantu bobo 

mengangkat sofa besar itu ke

dalam rumah. Tiba di dalam,

sofa mereka letakkan. Lantas

duduk bareng di atasnya. 

"Punya acara nggak malam

ini?" tanya bobo , tanpa

menoleh pada teman bicaranya. 

"Anu-aku penuh." Yang ditanya

menjawab tanpa menoleh. 

"Kosongkan sedikit," tawar

bobo . 

"Gantinya?" 

"Nonton Film. Ke Rangkas." 

"Plus istri dan empat anak

anakku?" 

"Boleh. Asal bayar masing

masing!" 

"Bangkrut, ya?" 

"Hampir." 

"Kasihan!" 

"Terima kasih. Ayolah,

untung ..." 

"jadi kita nonton berdua saja?" 

"He-eh." 

"Terima kasih. Sayang, aku

banyak kerjaan hari ini." 

Dan Har-las benar-benar sibuk

sepanjang senja hingga malam.

Menata letak, memindahkan

perabotan yang ini ke sana dan

yang itu digeser ke sini, begitu

seterusnya, sampai ia merasa

puas. Tak terasa jam sudah

menunjukkan pukul sembilan

malam. jadi memang mereka tak

punya waktu pergi nonton film

ke Rangkasbitung. Dan itu

memang tak perlu. Mereka toh

sudah berbaikan kembali. 

"Sekarang kita ke rumahku,"

kata untung  lalu . "Ibunya

anak-anak tadi beli paha

kambing. Katanya mau disate.

Dan kalau kau tak mau ikut,

maka aku yang bakal disate!" 

Sambil mengunci pintu, bobo 

bertanya kecut, "Jadi sudah kau

ceritakan padanya bahwa kita

Sempat berperang?" 

"Aku kelepasan. Habis, jengkel."

rasti istrimu marah padaku,

untung ." 

"Justru aku yang habis dimaki." 

"Kasihan." 

"Jangan mengasihani aku, bung.

Nanti malam aku masih bisa

mengeloni istriku. Kau?" 

"Nebeng, kalau boleh." 

"Jadah!" 

"Bagaimana asal mula kau bisa

diterima jadi suami nya?" 

"Pertanyaanmu terbalik, bung." 

"Tidak. Ia cantik. Kau jelek..." 

"jadah!" 

"Dan bagaimana si jadah itu

akhirnya berhasil memetik

bunga desa?" 

"Kami piknik berdua. Mulanya

kami tak serius." untung 

memulai ceritanya. "Maklum,

aku cuma seorang guru. Sedang

ayahnya, selain keturunan

menak, juga kaya raya. Kau

tahu" Tidak hanya memiliki

kebun cengkeh berhektar hektar,

ayahnya juga punya dua kapal

penangkap ikan di Labuan!" 

"Aku tak tanya kekayaan

mereka. Yang kutanya,

bagaimana kau

menundukkannya?" 

"Dengan bantuan hujan." 

"Hujan?" 

"He-eh. Hujan. Waktu itu kami

terjebak di kaki bukit. Jauh dari

kampung yang dihuni manusia.

Kebetulan ada dangau. Kami

masuk. Dan hujan kian

menderas. Rupanya ia sangat

penakut. Mendengar 

bunyi petir dan guntur

menggelegar, ia terus lengket di

tubuhku. Tak mau lepas." 

"Ah, kau yang tak mau lepas,"

tembak bobo . 

"Itu ada benarnya juga." untung 

tertawa malu. 

"Dan kalian terus lengket?" 

"Ya." 

"Waktu cuaca cerah kembali, air

masih terus me ngalir. Bukan air

hujan. Melainkan air matanya,

begitu" Betul kan, dugaanku?" 

"Salah. Ia tak menangis. Ia

hanya menuntut supaya aku

segera melamarnya pada

orangtuanya. Sesudah  kuiyakan,

baru ia menangis." 

"Bapaknya menerima

lamaranmu?" 

"Tidak. Aku malah hampir

ditembak. Untung tak jadi." 

"Mengapa tak jadi?" 

"sebab  anak gadisnya keburu

berdiri di antara kami. Anak

gadisnya bilang, 'Tembaklah aku

sekalian. Itu berarti kau

menembak cucumu sendiri" Dan

sang ayah jatuh pingsan

mendengarnya." 

"Kok bisa begitu?" 

"Habis" Aku takut menghadapi

ayahnya. Takut ditolak. namun 

sesudah  dia hamil empat bulan,

apa boleh buat. Kudatangi

ayahnya. Bertekad, lamaranku

diterima atau aku mati. Tak ada

pilihan lain." 

"namun  selama aku di rumahmu,

kulihat hubunganmu dengan

mertuamu sangat akrab." 

"Jelek jelek begini, aku menantu

kesayangan, lho. 

Menantu yang paling tahu

bagaimana menghormati

mertua." 

"Ala, berlagak pula!" 

"Serius. Buktinya, biar punya

kunci, tak pernah kubuka

rahasia mertuaku laki laki."

untung  bimbang se jenak. "Wah,

aku telanjur ngomong. namun 

untuk kau, tak apalah. Asal janji,

simpan untuk dirimu sendiri.

Bahkan istriku sendiri tak

pernah tahu. Bagaimana?" 

"Iya deh." 

"Ucapkan janjimu." 

"Baik. Rahasia akan kusimpan

baik baik. Kalau janji ini

kulanggar, maka aku akan...

potong bebek angsa masak di

kuali." 

"Boleh juga itu." 

Mereka tertawa terbahak bahak.

lalu  untung  menceritakan

bahwa suatu saat  ia

memperoleh bukti bahwa

mertuanya yang di rumah selalu

berlagak suci, ternyata punya

istri simpanan. Seorang

wanita lesbian  bekas pelacur.

Sesudah  di nikahi, wanita lesbian  itu

malah memeras mertua untung 

habis habisan. Uang dan

perhiasan hasil memeras,

lalu  dipakai untuk membeli

cinta lelaki lain yang seusia dan

lebih pantas untuknya. sebab 

takut anaknya cacat, mertua

untung  menggugurkan

kandungan istri mudanya.

Pelacur itu tak peduli. la butuh 

uang, bukan anak. Lagi pula ia

sudah punya seorang anak dari

bekas Suaminya terdahulu.

sebelum ia menjadi pelacur. 

Anak yang cuma sebiji mata

wayang itu, wanita lesbian . Meski

lahir dari rahim seorang

wanita lesbian  yang melacurkan

dirinya, sang ibu gigih

mengarahkan agar putri

tersayangnya menjadi orang

terhormat di lalu  hari,

tidak seperti dirinya. Untuk

menutupi jejak aib, si anak

dititipkan pada seorang famili

yang mau mengangkat anak.

namun  bagaimanapun

menyembunyikannya, yang

busuk itu berbau juga. Akhirnya

ada orang yang tahu. Orang itu

masih keluarga dekat untung .

Suatu hari orang itu datang

menemui untung , marah marah. 

"Percuma punya keluarga

kepala sekolah. Toh, anak ku

tetap tak diterima di SMP di

mana kau punya kuasa!" Meski

untung  sudah menjelaskan

bahwa nilai anak tersebut

terlalu payah untuk ditolong,

terlebih lagi lulus SD pun berkat

uang sogok, orang itu tetap tak

mau terima. untung  memang

senang membantu orang, selama

orang itu pantas dibantu.

"namun  meng apa si anu kalian

terima, padahal dia dari rayon

lain?" teriaknya seraya

menyebut nama seorang murid

baru di SMP tempat untung 

menjadi kepala sekolah. untung 

ingat nama itu, sebab  ia

menempati ranking pertama di

SD dan juga saat testing masuk

SMP. Hanya saja, Panitia

Penerimaan Siswa Baru

membantunya untuk pindah

rayon. 

"namun  ia tak pantas dibantu. Ia

anak pelacur!" maki famili

untung  sewot. 

untung  tentu saja terkejut. Ia tak

menyangka calon 

murid dengan nilai tertinggi itu,

anak seorang pelacur. Namun

saat  ada ancaman akan

membeberkan rahasia anak itu,

naluri ingin melindungi muncul

dalam diri untung . 

"Begini saja," bujuk untung 

dengan suara rendah, "anak

Paman akan kuusahakan bisa

masuk di SMP Negeri di Menes.

namun  kasihanilah anak orang

lain, yang punya masa depan

cemerlang hanya tak ber untung

punya orangtua terhormat

seperti Paman. Tidak perlulah

Paman beberkan aib orang lain.

Cukup kita kita saja yang tahu." 

Sesudah  mendengar janji untung ,

barulah familinya terbujuk. Dan

baru pada tahun kedua, untung 

menemukan bukti yang

menguatkan, bahwa anak

wanita lesbian  yang jadi bintang

pelajar di kelasnya, tak lain

adalah putri kesayangan si

pelacur yang ternyata istri muda

mertuanya. 

Sesudah  menimbang nimbang,

untung  mendatangi pelacur itu

untuk membujuknya. "Aku tahu,

sebagian uang hasil memeras

mertuaku, kau pergunakan untuk

masa depan putrimu. Namun,

bagaimana kalau kita ambil

jalan tengah saja. Lepaskan

mertuaku dari cengkeramanmu,

maka nama baik putrimu tetap

ku jaga serta kujamin

kelangsungan pendidikannya." 

Ternyata dalam kondisi apa pun,

kasih seorang ibu pada anaknya

adalah harga mati. Dengan

mudah untung  memenangkan

perundingan. Mertua untung 

lolos dari ancaman kehancuran

akibat rongrongan si 

pelacur. Meski pertolongan sang

menantu harus dibayar mahal

oleh si mertua, yaitu

menanggung biaya pendidikan

bintang pelajar itu selama

mertua untung  mampu. bobo 

termangu mangu, takjub

mendengar cerita untung 

tentang mertuanya. lalu  ia

ingat untuk mengutarakan

sesuatu yang mengganjal di

tengah cerita untung . "Andai si

pelacur itu menolak tawaranmu,

apakah nama anak itu

sungguh-sungguh akan kau

cemarkan?" "Demi Tuhan,

tidak! Aku cuma untung untung

an." "Andaikata ia tetap

menolak?" "Yah. Daripada

mengorbankan anak malang itu,

lebih baik aku mengorbankan

mertuaku. Pendirianku ini

sebelumnya juga kuntarakan

pada mertuaku. Ku kira ia akan

marah seperti biasa. Nyatanya,

ia menangis. Ia malah

bersumpah tak akan mengulangi

kesalahan yang memalukan itu.

Mertuaku semakin mengenal

diriku, semakin menyayangi aku.

Bahkan melebihi sayangnya

pada anak anaknya sendiri."

bobo  terdiam membatin,

"untung  bukan sahabatku

seorang. Ia sahabat sejati semua

orang." Sambil menutupi rasa

haru di hatinya, ia menepuk

bahu untung . "Baiklah. Kalau

begitu, tancap gas ke rumahmu

sekarang. Aku benar benar

lapar" 

Sesudah  puas menyantap makan

malam buatan istri untung ,

menjelang tengah malam bobo 

pamit. "Bu 

kan aku tak senang menginap di

rumah ini. Aku merasa ada di

tengah keluargaku sendiri.

Hanya saja, aku khawatir kalau

anna michele  mendadak muncul dan

aku tak siap menerimanya." Lalu

ia tambahkan dengan gurau,

"Lagi pula, siapa tahu ada

maling membawa truk ke

rumahku." 

Dengan Vespa nya untung 

kembali mengantar bobo 

sampai di depan rumah yang

baru ditempati sahabatnya itu.

Saat bobo  menawarkan untuk

mampir, untung  juga punya

gurau untuk buru-buru pulang

kembali. "Maaf, bobo , isrriku

baru habis masa haidnya!" 

Gurauan itu meninggalkan

kesan mendalam di hati bobo .

Kini ia benar benar merasa

sendirian. Sepi. 

Ia tiba tiba sangat merindukan

anna michele . 

Akibatnya, meski letih seharian

matanya tak dapat terpejam.

Beberapa kali ia mondar-mandir

di kamar, menghabiskan

berbatang batang rokok.

Sayang, tadi siang ia hanya

memikirkan yang besar besar.

Lupa hal hal kecil namun 

ternyata sangat penting:

kompor, minyak tanah, panci,

termos dan gelas. 

"Enakan ngelayap ke pasar.

Mungkin masih ada warung kopi

yang buka," pikirnya, sambil

beranjak meninggalkan kamar. 

Begitu pintu dibuka,

pandangannya langsung terpaut

pada lemari mungil berukir yang

ditempatkan untung  di seberang

ruangan. Darah bobo  tcrsirap.

wanita lesbian  di daun pintu lemari

benar benar menatap

nya! Di bawah siraman lampu

neon, sinar matanya jelas

mengundang, senyumnya

mengajak bobo  mendekat.

Tarikan gaib wanita lesbian  itu

begitu kuatnya, sehingga

langkah bobo  bagai tersentak,

lalu mengambang di permukaan

lantai. 

Gemetar jemarinya meraba

ukiran wajah si wanita lesbian ,

mengusap matanya, bibirnya,

turun ke leher, lalu menyusuri

lekuk dada si wanita lesbian .

Gairah kelelakian

melonjak-lonjak garang dalam

tubuh bobo . Namun tak urung

menimbulkan perang batin.

Antara keinginan untuk

menyetubuhi wanita lesbian 

itu-entah bagaimana

caranya-dan kesadaran bahwa

yang di hadapannya hanya

benda mati belaka. Wajah

wanita lesbian  itu memang begitu

mirip dengan anna michele . Dan

ingatannya pada anna michele 

membuatnya malu sendiri.

Sangat malu. Malu sebab 

digelitik hasrat menyetubuhi

benda mati. Padahal kehadiran

anna michele  di sisinya tinggal

menunggu hari, bahkan mungkin

hanya dalam hitungan jam. Tak

lama lagi ia akan memiliki

anna michele . anna michele  yang benar

benar hidup, dengan embusan

napas dan tubuh yang hangat,

anna michele  yang penuh rindu dan

cinta. 

bobo  mengerjapkan matanya

sambil melafalkan istigfar.

Seperti tebasan pedang, ucapan

lirih itu membebaskannya dari

tarikan tangan tak kasatmata.

Dan sesaat , wanita lesbian  jalang

di daun pintu lemari hilang

pengaruhnya. Kesadaran bobo 

perlahan semakin jernih. Ia

mengawasi lemari mungil di

depan

nya. Baru sekarang ia bisa

leluasa menatap lemari itu

berlama-lama tanpa gangguan

orang lain. Bila diamati dengan

teliti, tampaknya bagian sisi lain

lemari itu sudah  mengalami

beberapa perbaikan, kecuali

daun pintu yang masih tampak

kokoh. 

"Mungkin ini pernah jadi lemari

pakaian. namun  lalu  orang

merombaknya jadi lemari buku,

lemari penyimpanan

benda-benda berharga, dan

segala macam." Terngiang

kembali di telinga bobo  ucapan

pemilik toko mebel tadi siang. 

"Hm, sebaiknya dimanfaatkan

untuk keperluan apa ya lemari

ini," pikir bobo  sambil memutar

anak kunci dan pelan pelan

membuka pintu lemari. 

Bagian dalamnya ternyata serba

guna. Ruang kosong di

bawahnya cukup untuk

menggantung pakaian.

Bagian-bagian sebelah atas...

oh! bagian atas itu tidak kosong.

Ada beberapa benda hias dari

keramik. juga sepucuk surat

dalam amplop. saat  membuka

nya dengan heran, bobo  hanya

membawa sebaris kalimat

pendek. "Sekadar tanda mata

untuk istrimu. Tertanda, nyoto 

Bajuri bin Jamil." 

Bukan main pemilik toko mebel

itu! Meski sempat bersitegang,

namun  perhatiannya mampu

membuat bobo  diliputi rasa

haru. 

bobo  baru saja bermaksud

menutup dan mengunci kembali

pintu lemari saat  keanehan itu

terjadi. Benda benda keramik di

bagian atas mendadak le nyap.

bobo  sampai menggoyangkan

kepala untuk 

meyakinkan kalau

pandangannya tak salah. Bidang

bidang sebelah dalam lemari itu

juga sirna. Sebagai gantinya,

udara dingin berembus dari

dalam lemari, menerpa

wajahnya serta membawa aroma

yang asing. Cahaya lampu yang

jatuh di atas tubuhnya menimbul

kan bayangan memanjang, jauh

ke dalam lemari lalu lenyap

ditelan kabut tipis. 

Kabut! Astaga. Dari mana kabut

itu datangnya" Dan mengapa

ruangan di dalam lemari begitu

gelap, begitu suram" bobo 

seakan berada di depan goa

dengan lorong panjang. Udara

dingin dan kabut terus berembus

keluar, menyelimuti bobo  yang

diam ter pana. Lalu samar

samar terdengar bunyi

gemerincing. Seperti bunyi

benda besi saling beradu. Entah

besi apa, namun  dari bunyinya

jelas seperti diseret seret. bobo 

menajamkan telinga, semakin

lama bunyi itu semakin nyaring,

semakin nyata. 

Dari balik kabut, perlahan

mucul sesosok bayangan. bobo 

ingin meloncat, mundur

menjauh. namun  kedua kakinya

bagai dipaku ke lantai. Kelopak

matanya tak bisa dipaksa

terpejam untuk melenyapkan

bayangan mengerikan di

hadapannya. Matanya nyalang,

membelalak. 

Lalu ia melihatnya! 

Seorang laki-laki renta dengan

rambut dan jenggot seputih

kapas muncul dari lorong gelap

di balik kabut. Wajahnya bengis,

menggambarkan teror. Tangan

maupun kaki telanjangnya

dibelenggu dengan 

rantai besi yang begitu panjang,

sehingga rantai besi itu terjurai

di tanah, melingkar lingkar.

Dengan langkah berat menyeret

rantai yang membelenggu, si tua

renta itu menyeringai seram,

matanya membeliak menatap

bobo . Suaranya berdesis

mengancam, "Enyah kau,

manusia hina! Enyah kau...

jangan kau ganggu kekasihku!

Pergi. Pergi! Jauhi kekasihku.

Pergilah kau ke neraka

jahanam!" 

Bibir keriput si tua renta terus

mendesiskan sumpah serapah,

langkahnya semakin mendekat.

sebab  bobo  bergeming, tidak

juga mematuhi perintahnya, ia

menggeram, "Hem. Jadi kau

lebih suka kujadikan budakku !

Ayo, mendekatiah kemari,

mendekatlah." Kedua lengannya

terangkat makin tinggi ke depan.

Belenggu rantai besi itu pun ikut

terangkat, membentuk setengah

lingkaran, siap untuk

dikalungkan ke leher bobo . 

"Tid-tidak... ja... jangan..."

bobo  terengahengah. 

Namun rantai besi semakin

terangkat. Kini hampir

mencapai bagian atas kepala

bobo  yang menggigil ketakutan.

namun  mendadak, gerakannya

terhenti. 

Lelaki renta yang berantai itu

menggeram dengan kalimat tak

menentu, mengumbar sumpah

serapah tanpa alamat. Pelan

pelan ia menurunkan tangan,

bibirnya terus mendesis. 

"Pergi, pergi, pergi!" 

Manusia ajaib itu terus saja

mundur ke balik kabut, lenyap

ditelan kegelapan lorong pekat

jauh di dalam lemari. Seiring

menjauhnya si tua renta, kabut

yang menyelimutinya pun pelan

pelan semakin menipis. Semua

kembali seperti semula. 

Saat itulah bobo  mendengar

suara orang memanggil manggil

namanya disertai gedoran keras

di pintu. Bukan pintu lemari,

melainkan pintu depan

rumahnya sendiri. Sesaat ,

bobo  melompat mundur lalu

berlari ke pintu depan. Pintu

direnggutnya terbuka, nyaris

membuat untung  tersuruk ke

dalam. 

"Sialan! Begitu caramu

menerima tamu. ya?" umpat

untung  dongkol. Ia terus

menyelinap masuk. Lalu

terheran heran melihat bobo 

gemetar dengan napas

terengah-engah, seolah habis

berlari ratusan kilometer. "Apa

yang terjadi, Med?" selidik

untung . 

bobo  susah payah menarik

napas panjang. Megap megap.

Ia lalu  berpaling, melirik

lewat pintu penghubung ke

ruang tengah. Pintu lemari tadi

masih menganga terbuka. Tidak

ada lorong goa. Tidak ada

kabut. Tidak ada lelaki tua yang

mengerikan. Yang ada hanya

benda benda hias dari keramik,

ruang kosong di lemari bagian

bawah, serta amplop dengan

secarik kertas surat yang

terjatuh ke lantai. 

"Ada orang mengganggumu,

bobo ?" tanya untung . Nada

suaranya terdengar khawatir. 

bobo  lagi lagi menarik napas

panjang. Masih gemetar, ia

menyahut terbata bata, "Kau...

menggedor 

pintu terlalu keras, mengagetkan

saja. Padahal aku sudah tertidur

dengan mimpi yang aneh, mimpi

buruk... dan..." Ismet tidak

melanjutkan ucapannya. la

mengembuskan napas lega. Ah,

benar. Semua itu hanya mimpi

buruk belaka. Mungkin sebab 

sempat berniat menduakan

anna michele . pikiran jahat itu

lalu  melahirkan ilusi-ilusi

mengerikan. 

untung  menghambur ke ruang

dalam, menerobos ke dapur. la

mengedarkan pandangan ke

seluruh penjuru rumah, namun 

tidak menemukan sesuatu yang

mencurigakan. untung  kembali

menemui bobo . 

"Tampaknya kau aman,"

katanya, menggerutu bercampur

lega. 

soebandrio  mencoba tersenyum. "Aku

hanya dikejutkan oleh polahmu.

Menggedor rumah orang tengah

malam buta, begini. Ada perlu

apa kau, he?" 

"Yah...," untung  menggaruk

belakang kepalanya yang tidak

gatal, "kupikir-pikir, tak pantas

juga aku membiarkanmu tidur

sendirian. Jadi di tengah jalan,

Vespa kuputar kembali. Kau

punya kopi?" 

"Ada. Di pasar," tandas bobo . 

"Kalau begitu, ayolah kita ke

sana." timpal untung  tak acuh.

"Aku sendiri entah mengapa tak

berhasrat tidur malam ini." 

Sebelum mereka pergi, soebandrio 

menyempatkan diri merapatkan

pintu lemari yang menganga.

wanita lesbian  dalam ukiran itu

menyeringai.... 

SENYUM di bibir anna michele 

melebar waktu mendengar ibu

mertuanya nyeletuk, "Ini

namanya janda ketemu janda!" 

"Kenapa Ibu berkata begitu?"

tanya anna michele  sambil mengawasi

dua orang kuli yang

memindahkan kardus berisi

pesawat televisi ke dalam mobil

di halaman rumah. 

"Habis?" keluh ibu mertuanya,

"aku sendiri sih jelas janda.

Kau. Semua kau yang mengurus.

Mengurus surat pindah,

berbenah barang-barang,

pamitan pada tetangga. Sedang

suamimu" Hem, bobo  pasti lagi

enak-enaknya tidur. Meringkuk

di bawah selimut. Masih untung

kalau di bawah selimut itu bobo 

cuma sendirian..." 

"Eh. Ibu agaknya mencurigai

Bang bobo , ya?" 

"Apa kau tidak?" 

"Aku tanya lbu. lbu yang punya

anak, bukan?" 

"namun  yang punya suami, kan

kau Ida?" 

"Belum setengah tahun aku jadi

istrinya, Bu. namun  kami

pacaran sudah lebih dari tiga

tahun. Jadi aku sudah kenal dia

luar-dalam. Dan aku percaya, di

hati Bang soebandrio  cuma ada aku

seorang. Entah. kalau

perkiraanku ternyata keliru." 

"Syukur kalau kau

berpandangan begitu, lda.

Soalnya, aku mengkhawatirkan

engkau. Aku sayang padamu.

Dan tak ingin kau disia-siakan

anakku. Itu saja. Yah. namanya

saja aku yang melahirkan dan

menyusui soebandrio . namun  terus

terang saja, aku tak begitu

mengenal pribadinya. Tamat

SMP ia sudah meninggalkan

kami di Padangbolak. Dia nekat

merantau ke surabaya .

meneruskan sekolah sampai ke

bangku perguruan tinggi. Ia

hanya pulang dua kali ke

Padangbolak. Setamat SMA dan

sesudah  wisuda Perguruan

Tinggi. Sesudah itu, kami cuma

dua kali bertemu. Waktu kalian

menikah lalu sekarang, waktu

kalian akan pindah. Dan... eh,

mau apa mereka itu. Ida?" 

Dua pasang suami-istri memberi

salam dan masuk ke dalam

rumah sesudah  dipersilakan.

Rupanya ketua RT dan tetangga

sebelah yang bersikeras ingin

ikut mengantarkan anna michele  ke

sidoarjo . "Aku bawa mobil

sendiri. Jadi kau dan ibu

mertuamu bisa ikut mobil kami,

lda. Tak pantas kalau kau naik

mobil barang yang sudah penuh

sesak itu," ujar ketua RT. 

Sementara suami-istri yang

lainnya mengatakan 

akan numpang di mobil barang

saja. "Lumayan, buat jaga-jaga

kalau terjadi apa-apa di tengah

jalan. Maklum, cukup jauh ke

sidoarjo . Mana

berangkatnya pagi buta begini

pula," kata si tetangga, tidak

mau menerima alasan anna michele 

yang tidak ingin merepotkan

orang. 

Akhirnya anna michele  tidak dapat

menolak. Mobil barang yang

dikirimkan bekas kepala kantor

suaminya untuk dipakai memang

tidak begitu besar. Maklum yang

diangkut pun tidak begitu

banyak, hanya perabotan dapur,

peti berisi pecah belah, empat

koper pakaian, dua lemari lipat

dari plastik dan seperangkat

barang-barang elektronik.

Perabotan besar-besar di rumah

kontrakan mereka sebelumnya

disewa dari pemilik rumah.

Untuk keperluan itu, bobo 

katanya akan membeli sendiri di

sidoarjo  sebab  sudah kapok

menyewa rumah sekalian

dengan perabotnya. 

Nyatanya, biar semula

diperkirakan sedikit saja, mobil

barang itu jadi penuh sesak

juga. Mana ibu mertuanya yang

sudah tua itu belum habis

letihnya menempuh perjalanan

darat melalui lintas Sumatra

dari Padangbolak ke surabaya .

Jadi tawaran para tetangganya

yang baik hati itu tentu saja

sangat menolong. Diam-diam

anna michele  menyesal sendiri saat 

beberapa hari yang lalu

menolak bantuan suaminya.

"Kau bereskanlah urusanmu di

sidoarjo . Yang di sini biar

aku sendiri yang

menyelesaikan." 

Betapa gampangnya kata-kata

itu terucap! 

Sebelum berangkat, mereka

salat subuh bersama. usai salat,

anna michele  sekali lagi memeriksa

kalau-kalau ada yang

terlupakan. termasuk persediaan

untuk bekal makan di jalan.

Sebelum menyerahkan kunci

pada pemilik rumah. anna michele 

sempat termenung mengawasi

kamar tidur. Di kamar tidur itu,

meski dengan ranjang serta

kasur sewaan dari pemilik

rumah, ia menikmati malam

pengantin yang tak akan

terlupakan wanita lesbian  mana pun

juga. Ia masih ingat, tetesan

darah perawannya membasahi

seprai dan meninggalkan noda

di kasur. Seprainya disimpan

anna michele  sebagai kenangan.

Sayang, kasur di atas ranjang

itu lupa ia memintanya pada

pemilik rumah, kalau perlu

membeli. 

Sambil menarik napas panjang,

anna michele  membalikkan tubuh. 

Lalu angin dingin menampar

wajahnya. 

Disertai bisikan tajam. "Jangan

pergi!" 

"Apa?" anna michele  tersentak,

memandang berkeliling. Tidak

ada siapa-siapa, ia hanya

seorang diri di dalam rumah itu.

Di luar memang terdengar

suara-suara orang yang ribut

mau berangkat. Namun tak

mungkin bisikan salah seorang

dari mereka sampai ke

telinganya. Begitu dekat pula.

Begitu jelas terdengar

ucapannya. "jangan pergi!" 

Siapa yang sudah  membisikinya"

Mengapa ia dilarang pergi" 

Kembali ia mengawasi

sekelilingnya. 

Sepi. 

"Astaga. Aku sudah  melamun

kiranya!" anna michele 

menggeleng-gelengkan

kepalanya. la menyimpulkan

sendiri lalu berjalan ke luar

rumah. 

Meski waktu menunjukkan belum

pukul lima pagi. jalan yang

mereka tempuh sudah mulai

ramai, terutama menjelang

perbatasan kota. Peristiwa aneh

yang sekejap tadi segera

terlupakan oleh anna michele . Apalagi

bersama lbu RT yang senang

ngobrol. Ada saja topik

pembicaraannya. 

"Apa kau sudah punya video,

anna michele ?" 

"Belum, Bu," jawab anna michele 

tersenyum. 

"Belum" Kalau begitu, belilah

satu. Kalian akan

membutuhkannya nanti. Habis,

di sidoarjo  tidak ada

bioskop. Usaha semacam itu

ditentang keras warga

masyarakat setempat. Di bagian

mana kalian mengontrak

rumah?" tanyanya lagi. namun 

belum juga anna michele  menjawab,

Ibu RT kembali mencerocos.

"Kalau di pusat kota, lumayan

ada air ledeng. Kalau di

pinggiran, wah... terpaksa harus

mandi dan mencuci di pancuran.

Enak sih enak, airnya konon

mengandung belerang pula.

bagus buat kulit. namun  kalau

tengah malam mau buang air

besar, payah!" 

Dan banyak lagi hal lain yang

diceritakan oleh ibu RT yang tak

henti-hentinya berceloteh,

sehingga suaminya menyindir,

"Radio mobilku rusak. Untung

ada gantinya!" 

Menjelang pukul delapan pagi,

mereka berhenti di Puncak.

Betapa menyenangkan

menikmati sarapan pagi,

menyeruput kopi panas sambil

menatap pemandangan

bukit-bukit dengan hamparan

teh menghijau yang sebagian

masih berselimut kabut. Meski

matahari sudah muncul, namun

udara Puncak tetap terasa

dingin menusuk. Oleh sebab  itu

mereka cuma istirahat sebentar.

sekadar mengisi perut kosong.

Kembali anna michele  orang terakhir

yang masuk mobil sebab  tak

tega membiarkan bekas makan

mereka berserakan begitu saja. 

Pada saat ia beranjak ke mobil.

udara dingin sekali lagi

menampar wajahnya. Lebih

dingin dari udara Puncak yang

sebelumnya ia rasakan. Aneh,

padahal mentari pagi saat itu

menjilati wajahnya, hangat dan

menyenangkan. Namun udara

dingin itu lebih kuat menampar.

Seolah ada tangan-tangan gaib

melayang dari balik kabut. 

Bisikan yang sama kembali

terdengar. 

Hanya kalimatnya lain.

"Pulanglah! Pulanglah!

Pulanglah. . .!" 

Tak ada orang lain di dekatnya.

Yang lain sudah  masuk ke mobil

masing-masing. Di jalan

tanjakan, tiga sepeda motor

menderu dengan bunyi knalpot

memekakkan telinga waktu

menyalip truk tangki yang

merayap dengan suara mesin

terbatuk-batuk. namun  di antara

kebisingan itu jelas ia

mendengar suara 

berbisik, menyuruhnya pulang.

Sebuah perintah pendek, yang

diulangi sampai tiga kali! 

anna michele  bukan seorang penakut. 

Namun toh, bulu kuduknya

meremang juga. Sejenak ia tegak

mematung. Bingung. Gelisah.

Lalu ia dengar suara ibu

mertuanya memanggil. 

"Hei. lda. Tunggu apa lagi?" 

Dari Bogor mereka mengambil

jalan pintas lewat Leuwiliang

dan istirahat lagi sejenak

menjelang Jasinga. Jalannya

lebih sepi dan lancar ketimbang

mereka harus lewat Jakarta.

Panorama pun seakan tak

pernah habis. Bukit-bukit tandus

menyelingi hutanhutan pinus,

perkebunan yang teratur di kiri

kanan jalan. lembah dan sungai

yang airnya mengalir jernih di

antara batu-batu raksasa.

kehidupan penduduk yang

damai, anak-anak sekolah yang

berlarian di tepi jalan. udara

yang terasa semakin hangat,

serta matahari yang bersinar

semakin cemerlang. 

namun  semua itu kurang menarik

minat anna michele . 

la tenggelam dalam

kegelisahannya. Kurang enak

badan, begitu jawabnya kalau

ada yang bertanya mengapa

anna michele  tiba-tiba tampak murung

dan pendiam. Untuk

menghindari lebih banyak

pertanyaan maupun perhatian,

ia memutuskan tidur sepanjang

sisa perjalanan ke sidoarjo .

Beberapa kali ia terlelap. namun 

beberapa kali pula ia

dibangunkan oleh

bisikan-bisikan aneh yang sama.

Jangan pergi! Jangan...

Pulanglah! Pulanglah... Pasti

ada sesuatu yang 

terjadi dalam dirinya, begitu

pikir anna michele . Barangkali ia

memang benar-benar sakit,

lantas dihinggapi ilusi yang

bukan-bukan. Di sidoarjo 

nanti, ia akan konsultasi ke

dokter. Ya, siapa tahu, ia

memang benar sedang sakit. 

Dengan keputusan itu, ia coba

lagi untuk tidur. 

Sia-sia belaka. 

Bagaimana kalau dokter

ternyata mengatakan ia sehat"

Bahwa ia segar bugar, tidak

menderita apa pun yang perlu

dicemaskan. Haruskah ia

ceritakan ilusi yang sangat

menganggu itu. Dan kalau

dokter bertanya apakah ia

sedang mengalami tekanan

batin. bagaimana ia harus

menjelaskan" Ia tidak menderita

tekanan batin. Ia sangat

berbahagia dengan keadaannya

sekarang. Punya suami yang

baik, yang dicintainya dan

mencintainya, kehidupan

ekonomi mereka meski masih

merangkak namun 

mudah-mudahan belum pernah

kekurangan. Sesekali memang

cekcok, namun  hanya mengenai

soal-soal sepele dan segera

dapat mereka atasi. Apa lagi" 

Oh ya! Ia pernah merengek pada

suaminya, "Awas. kalau di

sidoarjo  sana kau main

wanita lesbian !" 

Lalu ibu mertuanya sempat

bilang, "Masih untung kalau di

bawah selimut, soebandrio  cuma

sendirian..." 

anna michele  yakin, hati dan jiwanya

tidak berubah. 

Ataukah soebandrio  yang berubah" 

Tidak. Baru beberapa hari soebandrio 

di sidoarjo . 

Walaupun anna michele  sudah sering

mendengar cerita-cerita orang

tentang kepandaian wanita

Banten-gadis atau

janda-memikat perhatian

laki-laki, anna michele  tak percaya. Ia

tak yakin, kalau dalam tempo

begitu singkat seorang gadis

sudah  jatuh hati pada bobo .

Apalagi janda. Seorang janda

lebih banyak pertimbangan

kalau hendak bersuami kembali.

Kecuali janda kesepian yang tak

punya harga diri! 

Dan, janda model begitu pernah

hadir dalam kehidupan anna michele . 

Yang diganggu adalah ayahnya. 

Waktu itu anna michele  baru

menginjak usia enam belas.

ibunya meninggal dunia tiga

bulan sebelum anna michele 

merayakan ulang tahunnya. Lalu

seorang wanita lain muncul di

rumah mereka. Namanya

Miranti, usianya lima tahun

lebih tua dari anna michele  atau

hampir setengah dari usia ayah

anna michele . namun  meski sudah

memasuki usia ke-40, ayah

anna michele  masih fit, kuat dan sehat.

Jejak ketampanannya di masa

muda masih terlihat. sebab  itu

tak heran kalau Miranti lantas

tertarik pada ayah anna michele , dan

kebetulan pula Miranti

sekretaris di kantor ayah anna michele .

Konon Miranti dicerai suaminya

sebab  ketahuan menyeleweng.

Kabar itulah yang membuat

ayah anna michele  tidak begitu tertarik

untuk melayani sang janda muda

yang binal itu. namun  Miranti

tak kalah taktik. 

la mendekati anna michele , sering

mengajaknya jalan-jalan dan

membelikannya sesuatu. Sering

pula ia muncul di rumah mereka

untuk mengerjakan apa saja

sekadar menarik hati anna michele  dan

ayahnya. namun  lama kelamaan

anna michele  kurang senang. sebab 

Miranti suka bercerita tentang

mantan suaminya,

pacar-pacarnya dan apa saja

yang mereka lakukan. Semua

ceritanya penuh kesombongan.

Tentang bagaimana ia

dikejarkejar lelaki, main-main

sebentar dengan mereka,

lalu  ditendang satu

persatu. Sifat sombong itulah

yang tidak disukai anna michele ,

sehingga anna michele  mengultimatum

ayahnya, "Kalau Papa menikah

dengan dia. aku akan minggat

dari rumah ini!" 

Ayahnya menjawab.

"Memperistri dia" Uh. mana aku

mau memperistri wanita lesbian 

yang pernah kupergoki di kamar

mandi kantor sedang

ditelanjangi bawahanku

sendiri?" 

Nyatanya, memasuki bulan

kelima sesudah  Miranti muncul

dalam kehidupan mereka. Ayah

anna michele  mendadak berubah. Ia

begitu keranjingan pada

Miranti, sampai-sampai pernah

berkelahi dengan seseorang

yang ia lihat pergi ke kelab

malam bersama Miranti.

lalu  sang ayah pun mulai

sering bertengkar dengan

anaknya. Kalau anna michele 

menentang, ayahnya naik pitam. 

"Kalau kau mau minggat,

minggatlah. Pendeknya. aku

akan tetap kawin dengan si

Ranti!" 

anna michele  pasti sudah nekat

meninggalkan ayahnya. 

kalau tak keburu dicegah bobo 

yang saat  itu masih jadi

pacarnya. Kata bobo ,

"Perubahan sikap ayahmu yang

drastis itu, pasti ada

sebab-sebabnya!" Lalu

diam-diam mereka menyelidiki

Miranti hingga mengetahui

kabar kalau Miranti suka pergi

berdukun. Tak butuh waktu

lama. bobo  berhasil

memperoleh nama dan alamat

dukun dimaksud. Saat

mendatangi desa tempat si

dukun tinggal, beberapa warga

mengungkapkan kegalauan

mereka tentang keberadaan si

dukun. "Kami sebenarnya sudah

lama ingin mengusir dukun itu.

namun  tak ada yang berani." 

bobo  berani. 

"Allah ditambah  kita," katanya

tegas. 

bobo  berhasil membujuk warga

setempat yang tidak mau daerah

mereka dicemari oleh kelakuan

sang dukun, yang konon sudah

banyak mengambil korban

wanita lesbian  di desa mereka.

Waktu yang dipilih adalah saat

Miranti terlihat memasuki

rumah tempat praktik dukun.

Sesudah  menunggu beberapa

menit, bobo  ditambah  warga yang

geram lantas menyerbu masuk.

Di kamar tidur yang pepak

dengan peralatan aneh-aneh.

sesajian, serta bau asap

kemenyan yang menusuk hidung.

mereka temukan Miranti tengah

bertindihan dengan tubuh

kerempeng sang dukun yang

telanjang bulat. Tak pelak lagi,

dukun mesum itu dikeroyok

hingga babak belur sebelum

lalu  diserahkan ke polisi.

Miranti sendiri bukan main

malunya, namun  ia berdalih. "Aku

sungguh tidak sadar. Entah

mengapa 

mau saja disetubuhinya!" Dan

sesudah  mengenal soebandrio , tak

pernah lagi Miranti muncul di

rumah keluarga anna michele . Ia juga

minta berhenti dari kantor

dengan alasan akan pulang ke

kampungnya di Indramayu. 

Ayah anna michele  sendiri, sempat

seperti orang linglung beberapa

waktu. dan baru kembali pulih

sesudah  dibawa berobat ke

seorang ajengan di Sukabumi.

Tahun berikutnya ayah anna michele 

kawin juga. Masih dengan

seorang janda namun  sebaya

dengannya, punya anak empat,

taat beribadah, serta masih ada

pertalian famili. anna michele  tentu

saja tak keberatan. Toh. ia

sendiri sudah punya tambatan

hati, sudah pula siap untuk

menikah. Bagaimanapun,

ayahnya perlu seorang

pendamping. Lucu kalau diingat.

begitu naik pelaminan maka

sang duda langsung punya

empat anak, lima dengan

anna michele . 

anna michele  terbangun dari tidurnya

sesudah  bahunya

diguncang-guncang. 

He, penidur. Kita sudah  sampai!"

lbu RT berkicau riang gembira.

Rupanya mereka sudah  memasuki

kota sidoarjo  yang

suasananya sesaat membuat

anna michele  agak bimbang.

Menjawab pertanyaan Pak RT,

anna michele  lalu  menyebut

alamat rumah yang sudah 

diberitahukan oleh soebandrio  lewat

telepon. Letaknya masih di pusat

kota. tak pula begitu jauh dari

pasar. Hingga 

mereka tiba di sebuah rumah

mungil, halamannya resik

menyenangkan, dan yang

terpenting bobo  tengah

menunggu di dalam.... 

Tidak. bobo  tidak

menunggunya! 

Yang membuka pintu untuk

anna michele  serta para pengiringnya

justru seorang wanita lesbian 

berusia 30-an, berwajah

rupawan dengan bentuk tubuh

yang masih menggiurkan. Belum

lagi tatap matanya yang tajam

saat  menatap rombongan di

hadapannya. 

Jantung anna michele  berdenyut keras.

"Oh. Jadi, Andalah bakal teman

saya berbelanja ke pasar."

wanita lesbian  itu tertawa renyah

seraya mengulurkan tangan, lalu

ia tidak saja menyalami anna michele .

namun  juga memeluk dan

menghadiahi kecupan hangat di

pipi. "Selamat datang, Ida. Tak

apa aku langsung menyebut

nama, ya?" 

Melihat tamu-tamunya yang

kebingungan. wanita lesbian  yang

ramah itu memperkenalkan diri.

"Aku Euis Yuningsih. Panggil

saja Euis. Aku istrinya untung ." 

"untung " untung  siapa?" kejar

anna michele , masih belum puas. 

"Teman lama suamimu. Apa

suamimu tak pernah cerita"

namun  itu nanti sajalah. Aku

disuruh suamiku menunggu di

sini, siapa tahu kalian tiba-tiba

datang. Suamimu tadi pulang

sebentar. namun  pergi lagi ke

kantor. Dekat kok dari sini.

Cuma lima menit naik ojek.

Sebentar, kupanggilkan

anakku..." Tidak lama, 

seorang anak laki-laki tanggung

muncul menjawab panggilan

Euis. "Adang! Kau cepat pergi

ke kantor Om bobo . Katakan

padanya kalau yang ditunggu

sudah datang!" 

Anak itu lantas pergi berlari-lari

ke pangkalan ojek di simpang

jalan. 

"Ayo. silakan masuk." Euis

tersenyum mempersilakan.

Sesudah  tamu-tamunya masuk

beriringan, tinggal ia berdua di

luar pintu bersama anna michele  yang

tengah memandangi tanaman

bunga di pekarangan. Euis

menyentuh lengan anna michele .

"Mestinya kau yang

mempersilakan. bukan begitu.

ida?" 

anna michele  tertawa. "Yah, tak apa.

Sesekali disilakan orang lain

masuk ke rumah kita sendiri.

Jadi kakak ini istrinya Bang

untung  ya" Apakah..." 

"Nantilah kita ngobrol di dalam.

Kau masuklah. Biar aku

menemui orang-orang yang

akan menurunkan

barang-barang kalian dari

mobil." Tanpa menanti komentar

ia mendatangi supir dan kernet

mobil barang yang sibuk bekerja

dibantu oleh dua tamu lelaki

yang ikut dari surabaya . 

anna michele  mendengar mereka

ngobrol dengan suara riang

diselingi tawa gembira. Entah

lelucon apa yang dilontarkan

Euis Yuningsih. Memandangi

wanita lesbian  itu. anna michele  merasa

seperti sedang memandangi

seorang sahabat. mungkin

malah seorang saudara. 

Ia lalu  memutar tubuh, tak

sabar ingin melihat ke dalam

rumah. 

Tap ! mendadak sebuah

tamparan mendarat di pipi

kanan anna michele . Disusul dengan

suara hardikan. 

"Anak bodoh! Kau sudah

kuperingatkan!" 

anna michele  tersentak. Suara itu!

Suara yang memperingatkannya

bahkan saat masih di surabaya ,

hanya saja kali ini tanpa

embusan udara dingin. 

Tak ada seorang pun di

dekatnya. la meraba pipinya

yang masih terasa pedas, bekas

ditampar. Tamparan itu nyata.

Hardikan itu pun masih

mengiang nyata, "Kau sudah

kuperingatkan!" 

anna michele  tegak mematung.

Wajahnya pucat, tak berdarah. 

TAMU terakhir yang pulang

malam itu adalah untung  ditambah 

istrinya. Para pengantar dari

surabaya  lebih dahulu  pamit sore

harinya. 

"Anak-anak di rumah tak biasa

kami tinggalkan berlama-lama,"

kata Pak RT. 

Sedang yang seorang lagi

memberi alasan, "Malu ah,

kalau bolos kantor dua hari

berturut-turut." 

Dengan dalih itu mereka

menolak halus ajakan lsmecl

untuk bermalam saja, juga

tawaran untung  mengajak

jalan-jalan ke pantai Carita di

Labuan atau melihat-lihat

masjid terkenal yang dibangun

para Sunan di Demak. 

Meskipun malam belum larut

benar, ibu bobo  sudah

mendengkur di kamar tidur.

Hari itu memang hari yang

teramat melelahkan. Sesudah 

menempuh perjalanan jauh,

mereka masih harus berbenah.

Ke

mudian tamu-tamu datang silih

berganti. Tetangga kiri-kanan

rumah juga rekan-rekan sejawat

bobo  dari kantor. Sampai

beberapa kerabat untung  juga

ikut memperkenalkan diri,

mengucapkan selamat datang

dan semoga betah. Dengan tulus

juga mereka menawarkan

bantuan bila anna michele  butuh

sesuatu. Semuanya begitu

ramah. akrab dan

menyenangkan. Sehingga anna michele 

merasa datang ke tengah

keluarga sendiri, seolah-olah ia

ada di kota kelahirannya sendiri.

"Bagaimana sekarang?" gumam

soebandrio  sesudah  ia tinggal berdua

dengan istrinya. "Masih

menyesal sebab  aku dibuang ke

kota kecil yang tak ada

apaapanya ini?" 

"Tidak lagi, Bang," jawab

anna michele  jujur. 

"Punya rencana?" 

"Ada. Kukira akan kembali

menekuni keahlianku di bidang

jahit-menjahit. Temanmu untung 

seorang kepala sekolah, bukan"

lstrinya bilang. setidaknya aku

bisa mendapatkan order

pembuatan pakaian seragam

murid maupun karyawan. namun 

lebih dahulu  aku harus membeli

mesin jahit dan mesin obras.

Yang bekas saja. Asal masih

baik. lalu  membuat

beberapa pakaian contoh. Model

terbaru, namun  dengan harga

terjangkau peminat kelas

menengah ke bawah. Sekadar

promosi, tentu..." urai anna michele 

dengan antusias. 

soebandrio  tersenyum. "Tampaknya

kau sudah berkomplot dengan

Euis," katanya. 

"Ternyata ia teman yang

menyenangkan, Bang." 

"Ternyata?" 

"He-eh. Tadinya, ia hampir

kulabrak." 

"Sebabnya?" 

"Di jalan, aku melamun yang

bukan-bukan tentang kau. Lalu

saat  kami tiba" tahu apa yang

terjadi" Bukan kau yang

membuka pintu. namun  seorang

wanita lesbian  muda, cantik pula.

Sesaat kupikir, dia pasti seorang

janda yang kau ajak menginap

namun  bangun kesiangan!" 

"Ha ha ha. Kau mencurigai aku,

ya?" 

"Abang tak menyimpan janda

sebelum aku datang, kan?"

selidik anna michele  sambil memasang

wajah mcrengut. 

"Pertanyaan macam apa itu,

Ida?" bobo  mendengus, sambil

terus tertawa. 

"Soalnya, Bang. Semenjak dari

surabaya , aku mengalami

hal-hal yang... ah. bukan

apa-apa. Aku cuma

mengkhawatirkanmu, Bang. Itu

sebab  ibumu ngomong yang

bukan-bukan." 

"Ibu ngomong apa, Ida?" 

"Katanya, jangan-jangan di

bawah selimutmu kau

menyimpan wanita lesbian  lain,"

cibir anna michele . 

"Astaga! Ibu bilang begitu?" 

"Itu cuma guyon, Bang bobo ,"

ujar anna michele  menahan tawa.

"Lagi pula, yang mengatakan itu

ibumu, bukan ibuku. Itikad

baiknya bisa dipercaya. Kecuali,

kalau memang anaknya yang

tidak bisa dipercaya." 

"Kau tidak percaya padaku,

Ida?" 

"Percaya, Bang bobo ." 

"Mau membuktikannya?" 

"Boleh. Kapan?" 

"Sekarang." 

"Di sini?" 

"Di kamar dong!" 

Sambil tertawa cekikikan mereka

menyelinap masuk ke kamar

tidur. Lalu menuntaskan

kerinduan sesudah  beberapa

waktu sempat berjauhan.

Kemesraan mereka berlangsung

sekitar setengah jam, hingga

akhirnya letih dan kantuk

mendera. Yang lebih dahulu 

terlelap adalah bobo , matanya

terpejam dengan bibir mengulas

senyum puas penuh

kebahagiaan.... 

Sedang anna michele , meski lelah tetap

tak bisa memicingkan matanya. 

Peristiwa-peristiwa aneh hari itu

masih terus mengganggu

pikirannya. Ia ingin

menceritakannya pada

seseorang, khususnya bobo .

namun  ia takut jadi bahan

tertawaan. Syukur kalau cuma

disebut penakut. Bagaimana

kalau ia lalu dituduh sakit jiwa"

Orang yang terkena gangguan

saraf" Ataukah memang saraf

anna michele  mengalami gangguan di

luar sadar" namun  mengapa" Ia

merasa cukup sehat. Ia merasa

waras. namun  mengapa ia

mendengar bisikan-bisikan

tajam itu. lalu tamparan keras di

pipinya. Apa apa dengan semua

itu" Orang-orang terlalu sibuk

hari ini, sehingga tidak

memperhatikan keadaannya.

Terpaksa ia me

nelan sendiri kenyataan aneh

yang diam-diam terasa mulai

terasa mengerikan itu. 

Bahkan di depan rumahnya

sendiri. Tak ada orang. Tak ada

tanda-tanda. Tahu-tahu saja

pipinya ditampar. 

Malam ini pun, anna michele  seperti

masih merasakan betapa keras

dan pedasnya bekas tamparan

itu. namun  sesudah  memeriksa di

depan kau riasnya. tidak terlihat

balur-balur di pipi kanan yang

mestinya timbul akibat tamparan

yang begitu keras. Hanya sebab 

naluri saja, ia tidak sampai

menjerit kesakitan. Lalu apa

maksud bisikan-bisikan aneh

itu" Pertama: Jangan pergi.

Kedua: Pulanglah! Terakhir:

Anak bodoh. Kau sudah

kuperingatkan! 

anna michele  mencoba menganalisa

ketiga bisikan itu. 

Tiba-tiba ia bergidik ngeri

menyadari kaitan ketiga bisikan

itu. Bahwa ia dilarang pergi ke

sidoarjo . Bahwa di tengah

jalan, ia disuruh pulang ke

surabaya . atau ke mana saja.

asal bukan terus ke sidoarjo ,

Ketiga, ia wanita lesbian  bodoh

sebab  tidak mau dinasihati dan

tetap meneruskan niatnya. namun ,

mengapa pula ia harus patuh" Ia

pergi untuk mendampingi suami.

Itu haknya! 

Lalu siapa yang melarangnya" 

Dan, mengapa" 

Apakah semua itu benar-benar

cuma ilusi" Atau

sungguh-sungguh suatu

penanda" Apakah pertanda

bahwa sesuatu akan teriadi di

rumah ini" Sesuatu 

akan terjadi atas dirinya. Atas

suaminya. Sesuatu yang ia tidak

tahu apa. Namun terasa begitu

menggelitik, menggugah,

menyiksa. 

anna michele  menggigil di bawah

selimut. Takut. 

Rumah yang tadi terasa hangat,

entah mengapa mendadak

teramat sepi. Dingin dan

diselubungi suasana misterius.

la seakan melihat kabut

melayang di langit-langit kamar.

Mula-mula berwarna putih. Lalu

berubah merah seperti darah.

Kabut itu kian tebal, kian

menurun dengan cepat, kian

membentuk... dan tiba-tiba ia

melihat wujud seorang

wanita lesbian  yang semakin dekat

ke mata anna michele . semakin nyata. 

Dengan napas terengah. gigil

anna michele  mendadak beku. 

Terperangah. sebab  yang ia

lihat adalah wujud dirinya

sendiri. Seolah bercermin. Dan

kini, wujud di hadapannya

mendekat, lalu 

membungkuk dan

memperhatikannya. Semakin

dekat, anna michele  semakin yakin.

Benar. Wajah itu adalah

wajahnya sendiri! Tidak salah

lagi. Yang berbeda hanya sorot

mata serta tarikan bibir. Sorot

mata wanita lesbian  yang muncul

dari balik kabut begitu kejam,

penuh dendam. Senyumnya sinis

mengandung kedengkian.

Mungkinkah itu hanya

gambaran sisi lain pribadinya" 

Desisan suara dari sosok di

hadapannya menyentak

kesadaran anna michele . "Siapa kau?" 

anna michele  membuka mulut.

Gemetar. Menyahut

tergagap-gagap. "Kau sendiri"

Si... siapa kau?" 

"Aku yang bertanya!" 

"Ja... jangan dekati aku." 

Wajah itu menyeringai.

Bisikannya lebih seram lagi. 

"Aku akan tetap mendekatimu.

Bahkan aku akan menelanmu.

Kecuali kau jawab. Siapa

engkau?" 

anna michele  memejamkan matanya,

tak berani menatap sosok di

hadapannya. 

"Audzubillah... Ya Allah. Aku..."

Bibir anna michele  komat-kamit. 

Dan sesaat , wajah itu

menjauh. Gumpalan kabut yang

melingkupi sosok itu menyebar.

Semakin menipis, hingga lenyap

tak berbekas. lalu  terasa

sesuatu yang hangat merayapi

pinggangnya, melingkari perut.

Tubuh anna michele  mengejang, kaku.

namun  tak berani melihat apa

yang terus merayap hingga ke

dadanya lantas memeluknya.

anna michele  meronta-ronta. lngin

berteriak, namun  lidahnya kelu.

la hanya bisa meronta. meronta.

dan terus meronta. Makin lama

makin kuat, makin dahsyat.

anna michele  hampir berhasil

menepisnya agar menjauh. namun 

sebab  tekanan benda berat dan

hangat itu ternyata cukup kuat,

anna michele  berusaha menggigitnya. 

Tiba-tida terdengar pekikan

tertahan, "Aduh, sakit!" 

bobo  bangkit, menarik

lengannya menjauh. 

"Kau apakan tanganku, he?" la

memprotes sambil

mengucek-ngucek mata. Sesaat

lalu , barulah ia 

lihat wajah istrinya yang pucat

di bawah jilatan lampu pojok

yang samar-samar. Dada anna michele 

naik turun, terengah-engah.

Bola matanya bergerak-gerak

ketakutan. Bibirnya terus

kemak-kemik namun tak

terdengar berkata apa. 

"Ada apa, Ida?" bobo 

menggugah tubuh istrinya.

"Apakah kau sakit?" Tangannya

menyeka kening anna michele  yang

berpeluh, lalu merangkul tubuh

istrinya. 

Kali ini anna michele  tidak mengelak.

la balas merangkul. lalu

menangis tersedu-sedu.

"Syukurlah, syukurlah..." Ia

mengucap beberapa kali. 

"Kau bermimpi. ya?" tanya

bobo . 

anna michele  mengangguk di dadanya.

"Kubuatkan minuman. ya?" 

anna michele  mengangguk lagi. namun 

saat  bobo  mau beranjak dari

tempat tidur, secepat kilat

anna michele  kembali menghambur ke

pelukan suaminya. "Jangan

tinggalkan aku!" Ia berbisik

ketakutan. 

"Lho?" 

"Tidurlah lagi. Dekap aku!" 

"anna michele  sayangku. Kau

membuatku bingung. Apa yang

terjadi?" 

"Aku cuma mimpi. Cuma

mimpi..." 

"lantas. Mimpi apa kau, sampai

lenganku kau kunyah?" 

"Kukunyah?" anna michele  terkejut. 

bobo  tersenvum. "Rasanya sih

begitu." 

"Sakit, Bang" Berdarah?" tanya

anna michele , merasa bersalah. 

"Uh, bukan main sakitnya.

Darah mengucur banyak

sekali!" 

"Mana. Coba kulihat." anna michele 

mengambil lengan suaminya

yang terkena gigitan. Memang

ada bekas hunjaman gigi. namun 

tidak mengucurkan darah, walau

setetes. anna michele  menjatuhkan

tangan bobo . Dongkol setengah

mati. "Brengsek!" 

bobo  tertawa lembut. "Tadi aku

terpekik sebab  kaget. Habis,

lagi enak-enak tidur. namun 

kalau dalam keadaan biasa,

yakinlah, gigitanmu itu pasti

enak. Kau geram, ya?" 

"Geram apa?" 

"Ingin..." 

"Ingin apa?" 

"Ingin sekali lagi." 

"Sekali lagi apa" Kok

berbelit-belit, sih." 

"Kau yang berbelit, Ida. Bilang

saja deh terangtetangan. Bahwa

kau ingin ku'gitu'kan sekali

lagi." Sambil berkata begitu,

bobo  mencubit pinggang

istrinya. 

"Ih. Genit!" anna michele  pura-pura

cemberut menanggapi godaan

suaminya. namun  ia biarkan juga

tangan bobo  bermain-main,

menyusuri lekuk tubuhnya. Dan

perlahan mimpi buruk

mengerikan itu menguap dari

pikiran anna michele . Bersama

suaminya tidak ada lagi hal

yang perlu ditakuti. Semua

berubah menjadi indah. 

penuh debaran yang

mengasyikkan. Kali ini mereka

bercinta lebih lama. Lebih

lembut. Lebih syahdu. anna michele 

benar-benar sangat menghayati

semua sentuhan bobo . Seolah

permainan cinta itu baru

pertama kali ia alami, dan tidak

akan pernah terulang lagi. 

saat  mereka selesai. terdengar

bunyi beduk disusul suara azan

sayup-sayup sampai. 

"Wah. Sudah subuh kiranya,"

ujar anna michele  seraya meloncat

turun dari tempat tidur. "Aku ke

dapur dahulu . Masak air untuk

mandi." 

Saat hendak menuju dapur,

anna michele  tertegun. 

Untuk pertama kali sejak tiba di

rumah mereka yang baru.

anna michele  melihat lemari mungil di

ruang tengah itu. Sesaat ia

ternganga. jantungnya berdegup

lebih cepat. Ukiran di daun

pintu lemari menggambarkan

wanita lesbian  yang duduk dengan

seekor kambing di pangkuannya.

menarik perhatian anna michele .

Meski gemetar, anna michele  tetap

melangkah mendekat lalu ia

menjulurkan kepalanya

memperhatikan lemari itu

dengan seksama. 

Ia hampir saja terpekik. 

Wajah wanita lesbian  di daun pintu

lemari itu adalah waiah yang ia

lihat dalam mimpinya! 

Dikantornya. hari itu suasana

hati soebandrio  muzakir  sedang bagus.

Berkas-berkas laporan yang

disodorkan bawahannya ia

periksa tanpa banyak tanya

ini-itu. Tamu-tamu ia layani

dengan senyum yang selalu

mengembang di wajahnya.

Surat-surat ia tanda tangani

dengan lancar. 

Saat hendak keluar untuk pulang

sebentar makan siang di rumah,

ia lewat ruang utama dan

mendengar bisik-bisik para

pegawai di belakang

punggungnya. 

"Untunglah bos kita yang baru

tidak galak seperti bos yang

lama." Seseorang bergumam. 

"Ah. Biasa," sambut yang lain.

"Hari ini begitu. Besok. siapa

tahu?" 

"Aku percaya padanya. Malah

aku berani taruhan..." 

Sambil memacu mobil dinasnya

menuju rumah. 

bobo  nyeletuk sendiri, "Silakan

kalian menduga apa saja.

Silakan kalian bertaruh. Dan

camkan, yang keluar sebagai

pemenang adalah yang

berprestasi!" serunya penuh

semangat. Ia

menggeleng-geleng, mengingat

obrolan pegawainya. Sesaat

lalu . bobo  mendengus

senang. "Coba kalau kalian tahu

apa yang kupikirkan. Ya, betapa

mudahnya menyenangkan

seorang istri! Hanya dengan

tipuan kecil." 

Tadi pagi selagi sarapan, anna michele 

mengomentari perabotan rumah

mereka. 

"Baru kali ini kulihat lemari itu,

Bang. Sebuah lemari yang

bagus!" 

"Lemari yang mana?" sahut

bobo , pura-pura. 

"Yang berada di ruang tengah.

Pcmbuatnya tentulah seorang

yang sangat ahli." 

"Oh. betul itu." Cepat bobo 

menjawab, sambil

mengangguk-angguk. Bangga

mendengar pujian istrinya.

Sungguh, akan pingsan si untung 

mendengarnya nanti! 

"Sebuah surprise." anna michele 

mengerling. 

"Tepat!" 

"Ukiran pintunya pasti sengaja

dipesan..." 

bobo  menelan makanannya.

Tertegun sesaat. Lantas melihat

ada kesempatan, ia jawab

sekenanya saja. 

"Memang." 

"Kau yang memesannya, Bang

bobo ?" 

"Ya. Ya, aku." bobo 

menyeringai sambil mengunyah

tempe goreng dengan rakusnya.

Kunyahan itu tidak ia 

nikmati. Yang ia nikmati,

tipuannya yang menakjubkan! 

"Kok pengukirnya tahu benar

raut wajahku, ya?" tanya Ida

tiba-tiba. "Padahal. bertemu pun

kami bclum." 

"Oh, itu. Itu... hm. aku memberi

dia gambaran tentang dirimu."

Tak urung bobo  gelagapan

menjawab pertanyaan anna michele .

"Eh, maksudku, kuperlihatkan

salah satu potret dirimu pada

pengukir yang hebat itu!" 

"Berapa lama ia

mengerjakannya, Bang bobo ?" 

"Hm" Tiga hari. Ya. Tiga hari." 

"Bukan main! Ia tentunya

seorang pengukir jempolan."

puji anna michele  penuh kekaguman. 

"Jempolan namun  kampungan!

Berselera rendah," cela ibu

mertua anna michele , tak senang. 

"Kok Ibu bilang begitu?" rungut

bobo , cemas. 

"Aku juga sudah melihat lemari

itu, Nak. Pengukirnya memang

ahli. namun  menurutku, ia

menggambarkan istrimu

mengikuti imajinasi berlebihan."

"Berlebihan bagaimana. Bu?" 

"Ia merusak citra istrimu." 

"Merusak bagaimana?" tanya

bobo , heran. 

"Kelembutan yang dimiliki

istrimu, sama sekali tak terlihat

dalam ukiran kayu itu. Yang

kulihat, justru kekejaman. Kalau

mau terang-terangan-namun 

jangan tersinggung, ya. Ia

menggambarkan istrimu sebagai

seorang wanita yang kejam.

Wanita jahat. Seperti 

wanita menakutkan dalam

dongeng tentang dunia sihir!" 

Hampir jatuh gelas berisi teh

yang akan diminum bobo .

Apakah untung  sudah  bercerita

sesuatu pada ibunya mengenai

asal usul lemari itu" Hm" terlalu

benar si untung . Awas nanti

kalau nanti mereka bertemu! 

"namun  aku senang, Bu," ujar

anna michele , menenteramkan hati

bobo  yang resah. "Aku senang

dengan gambaran lain tentang

diriku. sebab  kupikir,

gambaran seperti itu mungkin

saja tampil pada seseorang.

Dengan adanya ukiran diriku

itu, mengingatkan aku agar

selalu berusaha menekan emosi

kalau tak ingin membuat lawan

bicaraku ketakutan." 

"Bukan saja menakutkan." comel

ibu bobo . tak puas. "Di pintu

lemari itu, dibuatnya kau

seolah-olah wanita lesbian  binal!" 

"Masa iya?" anna michele  tersenyum.

"Tambah nasinya, Bu?" 

"Aku sudah kenyang." Ibu bobo 

meneguk tehnya. lalu menarik

napas sebentar. "Anak kambing

itu," lanjutnya, "apa-apaan si

pengukir menghadiahi

haribaanmu seekor kambing"

Berwarna hitam pula. Di zaman

dahulu , zaman nabi-nabi, binatang

macam itu perlambang setan." 

bobo  terbatuk. 

anna michele  coba menengahi. "Kalau

Ibu kurang suka..." 

"Bukan tak suka. Ida." sanggah

ibu menua anna michele . 

"Cuma yah, kok rasanya

kampungan dan... eh, kau

sendiri menyukai ukiran di pintu

lemari itu, bukan?" 

anna michele  mangut-mangut. 

"Hadiah dari suami tentulah

harus diterima sang istri dengan

sukacita. Bu. Apalagi aku tahu,

Bang bobo  bermaksud

menyenangkan hatiku.

Kuanggap lemari itu sebagai

hadiah dan pernyataan cinta

kasih darinya. Bukankah begitu.

Bang?" 

bobo  menggerakkan kedua

lengan dengan telapak tangan

terbuka, tanda menyerah. Tak

lupa menambahkan dengan

malu-malu, "Kau lebih tahu,

sayangku." 

Melihat anak dan menantunya

saling berpandangan bahagia,

ibunya bobo  tidak dapat

berkata apa-apa lagi. 

"Kalau kau menyukainya, Ida,

aku pun suka jugalah," katanya

sambil mengangkat bahu. Lalu

sambil mendongak pada bobo ,

ia melanjutkan. "Dan, tolonglah

bobo , perlihatkan juga potretku

pada pembuat lemari itu. namun 

aku punya permintaan khusus." 

"Apa. Bu?" tanya bobo  sambil

berpikir siapa pembuat lemari

antik itu.Masih hidupkah

orangnya. atau tinggal tulang

belulang di bawah gundukan

kuburan tua, di suatu tempat

entah di mana" 

"Kalau ia mengukir aku." kata

ibunya tenang. "tolong di

ribaanku jangan diletakkan

seekor kambing. Aku minta yang

lain saja." 

"Apa. Bu?" 

"Seekor gajah!" Dan mereka

tertawa berderai-derai. 

Tiba di rumah. bobo  disambut

pertanyaan dari ibunya.

"Apakah istrimu menemui kau ke

kantor?" 

"Tidak. Bu. Mengapa?" 

"Aku tak melihatnya dari tadi,"

sahut ibunya seraya

menghidangkan makan siang

untuk bobo . "Mungkin juga ia

pergi belanja ke pasar. namun 

kok lama benar, ya?" 

"Jam berapa ia pergi?" 

"Tak bisa kupastikan. Sesudah 

mencuci pakaian. lalu menyapu

rumah. Eh. tahu-tahu tak

kudengar lagi suaranya. Waktu

aku selesai menyetrika. aku tidak

melihat dia lagi. Heran. Kok dia

meninggalkan rumah tanpa

bilang-bilang. Apa dia biasa

begitu?" 

"Tidak, Bu." 

"Kau tahu ke mana ia kira-kira

pergi?" 

"Entahlah. Ida baru pertama

kali ke kota ini. Barangkali, ia

pergi ke rumah untung .

Kudengar ia ada rencana usaha

bersama dengan Euis. Ibu tahu

apa rencana mereka?" 

"Tidak." 

"Ida bermaksud buka konveksi." 

"Bersyukurlah kau, anakku.

Punya istri yang tidak hanya

berpangku tangan.

mengandalkan gaji suami." 

"Gajiku sebenarnya lebih dari

cukup, Bu. namun  yah" mana

bisa kularang. Lagi pula.

timbang ia me

lamun, kesepian. Mana di kota

yang masih asing baginya. Jauh

dari sanak famili pula. Entah,

kalau lbu memutuskan untuk

tinggal selamanya dengan

kami." 

"Aduh, Nak. Adik-adikmu di

kampung masih perlu diurus.

Belum lagi sawah peninggalan

ayahmu. Memang ada yang

mengerjakan dengan hasil bagi

dua, namun  kalau tak diawasi.

kau tahu sendiri. Diserang hama

tikuslah, werenglah, rebutan

airlah. Pendeknya, segala

macam alasan mereka agar kita

kebagian sendikit dan yang

mengerjakan untung besar lalu

diam-diam membeli sawah

sendiri." 

"Biarkan saja, Bu. Kau tinggal

saja dengan kami di sini. Si

Mariam toh sudah kawin. Si

Londuk juga sudah bekerja. Soal

si bungsu, Maraiman, biar

sekolah di sidoarjo  ini saja." 

"Kalau ia mau." 

"Ibu yang tak mau!" 

"Bukan aku tak betah dengan

kalian, Nak. namun  aku ini sudah

tua. Kalau kelak meninggal, aku

ingin dikubur di tanah tempat

aku dilahirkan. lagi pula,

kakekmu sudah pikun. Tak ada

yang sabar mengurusnya. Kalau

tak ada aku, bagaimana

nasibnya?" 

Satu jam sudah bobo  di rumah. 

namun  anna michele  belum pulang

juga. 

"Jangan-jangan Ida tersesat,

Nak," ujar ibu bobo , khawatir. 

bobo  tertawa. "Dia bukan anak

kecil lagi, Bu. Kota ini pun

lebarnya cuma setelapak tangan.

Tak 

usah khawatir. Pasti ia di rumah

untung . Euis memang teman

ngobrol yang membuat orang

lupa waktu." 

namun  toh, saat  masuk kantor

kembali, pikiran bobo  mulai

tidak tenang. Apa-apaan

anna michele " Pergi tanpa pamit.

Tidak ingat waktu. Kalau cuma

mereka berdua sih tak apa.

namun  ini. kan ada Ibu."

Sungguh memalukan! namun  ya.

barangkali anna michele  tak perlu

terlalu disalahkan. Mungkin ia

dan Euis sedang pergi

melihat-lihat mesin jahit yang

akan dibeli. Barang demikian

memang susah dicari di

sidoarjo  ini. Mereka

mungkin mencarinya ke Serang,

siapa tahu juga malah ke

Jakarta. Sayangnya, kok nggak

bilangbilang! 

Dan. di depan mata para

pegawai yang tadi berbisik-bisik

memuji dirinya, bobo  muzakir 

tampak sudah berubah. 

Mendadak tampak angker! 

bobo  baru panik sesudah 

waktu menunjukkan pukul

delapan malam dan anna michele 

belum kelihatan batang

hidungnya. Paniknya bertambah

mendengar ibunya terus-terusan

menangis sambil  ketakutan. 

"Jangan-jangan istrimu

mengalami kecelakaan. Atau...

diculik orang!" 

Kecelakaan. mungkin. 

namun  tidak kalau diculik.

Orang yang berani

melakukannya bakal babak belur

lebih dahulu , sebab  anna michele  jago

karate. soebandrio  menyabarkan

ibunya, lalu  keluar rumah.

la malu bertanya pada tetangga

sekitar rumah. Bisa-bisa jadi

bahan gunjingan. Ia juga malu

bertanya pada untung , sebab  ia

yakin tentulah untung  dan

istrinya tidak akan sampai hati

menahan anna michele  berlama-lama

di rumah mereka. anna michele  tidak 

mungkin pergi ke rumah untung ,

pikirnya. namun  bagaimanapun

ia harus ke rumah sahabatnya

itu. Di kota ini, hanya untung 

seorang yang dapat ia mintai

tolong. 

Euis kaget sesudah  diberitahu

anna michele  menghilang. "Tidak.

Sejak kemarin malam itu, aku

belum bertemu dia lagi." 

untung  tak kalah kagetnya.

"Yang benar saja! Berani

istrimu berkeliaran seorang diri

di tempat yang masih asing

baginya?" 

Mereka lalu  nekat ke

rumah sakit terdekat, mencari

informasi mana tahu ada korban

peristiwa kecelakaan lalu lintas.

Nihil. Lalu ke kantor polisi. tetap

tak ada jejak anna michele . Mau tidak

mau bobo  meminta bantuan

polisi untuk ikut mencari

istrinya, namun  agar

dirahasiakan benar pada orang

lain. Sangat memalukan, kepala

seksi sebuah instansi pemerintah

dilaporkan sudah  kehilangan

istrinya. 

untung  lalu  mengajak

bobo  pulang. 

"Ibumu perlu didampingi. Kalau

perlu, beri ia obat tidur,"

katanya menyarankan agar ibu

bobo  bisa lebih tenang. Sambil

menyetir mobil ke rumah

sahabatnya. untung  berpikir

keras. lalu  ia menepuk

keningnya, menyesali otaknya

yang terlambat memberikan

informasi. "Oh ya, soebandrio !

Kemarin Euis sempat

ceritacerita dengan istrimu. lda

bilang, memang ia baru pertama

kali ke daerah ini. namun 

sebenarnya ia-tepatnya

leluhurnya, bukan orang asing

di sini." 

"Maksudmu?" 

"lda bilang, kakeknya berasal

dari Malimping. Dikuburkan di

Malimping. Apa ia tak pernah

cerita padamu?" 

"Oh. Itu sih pernah. namun  aku

tak tahu di mana Malimping

itu." 

"Malimping kita singgahi kalau

pergi menuju Labuan. Memang

hanya kota kecamatan. namun 

luasnya bukan main.

Wilayahnya sampai ke pinggir

kabupaten Bogor. Sekarang,

coba kita andaikan ia pergi

menziarahi kuburan kakeknya

atau menemui seorang sanak di

sana. Di desa mana kiranya?" 

"Mana aku tahu?" keluh soebandrio 

sambil angkat bahu. Putus asa.

"Tentang kakeknya yang di

Malimping, sudah lama rasanya

ia ceritakan padaku. Itu pun,

cuma sambil lalu." 

"Payah kalau begitu. namun ,

nanti dahulu . Seluasluasnya

daerah sekitar sini. kita masih

mungkin mencari alamat

seseorang, asal kita tahu siapa

orang yang kita cari." 

"Siapa?" gumam bobo . bodoh. 

"Kakeknya itu." 

"lda sendiri tak pernah tahu

siapa nama kakeknya!" 

"Ya. ampun!" untung  ikut putus

asa. 

Tiba di rumah, anna michele  belum

pulang juga. bobo  kewalahan

mendengar ratap tangis ibunya.

untung  sendiri tidak banyak

menolong. untung  lalu 

pamit. 

berjanji akan minta bantuan

beberapa orang kenalan dan

kerabatnya untuk ikut mencari

anna michele . 

"Kau di rumah saja. temani

ibumu. Biar aku yang

berkeliling," ujar untung 

membesarkan hati bobo . 

"Aku ikut, untung ." 

"Jangan. Kau terlalu letih. juga

shock. Malah akan menambah

pekerjaan kami nanti." 

"namun  anna michele ..." tukas bobo 

dengan nada waswas. 

"Berdoalah bahwa ia akan

baik-baik saja. Bayangkan

misalnya ia iseng naik bus ke

Rangkas, namun  salah naik yang

ke Jakarta. Doakan, istrimu

sudah tiba di rumah sebelum

matahari terbit esok pagi!" 

lalu  untung  pergi. 

Tinggal bobo  termangu-mangu.

Gelisah setengah mati. Ibunya

terus-menerus mengeluh soal

bencana. soal culik-menculik

dan segala macam. Sampai

bobo  jengkel dan berteriak

membentak ibunya, "Diamlah,

Bu! Ibu membuatku makin sakit

kepala saja!" 

Ibunya terkejut, lantas mundur

teratur. Masuk ke kamar tidur.

menangis menyesali nasib. Di

usia setua ini, masih juga tega

anaknya membentak sekasar itu.

Ia hanya tidak tahu harus

melakukan apa untuk membantu

menemukan menantunya. 

bobo  menyeka dahi, menyesali

sikapnya barusan. Ia lalu

melangkah Iungai ke kamar

ibunya. wanita lesbian  tua itu

meringkuk, pucat dan bersimbah

air mata. 

"Maafkan aku, Bu," bisik bobo 

tersendat. 

"Aku mengerti, Nak." 

"Ida..." 

"Ya. Ya. Aku pun kehilangan

dia." 

"Kalian berdua tidak bertengkar

sebelumnya, Bu?" tanya bobo 

hati-hati. Takut kembali

menyinggung perasaan ibunya. 

"Demi Tuhan. tidak, anakku.

Lebih baik aku mati berdiri,

ketimbang harus menyakiti hati

menantuku itu." 

Diam sejenak, bobo  bertanya

lagi. "Apa sebenarnya yang

terjadi pagi tadi. Bu?" 

"Bukankah sudah kuceritakan?" 

"Coba Ibu ulangi lagi," bujuk

bobo  lembut. "Bagian demi

bagian. Jangan lupakan hal-hal

yang terkecil sekali pun.

Misalnya, ibu mendegar ada

sendok jatuh." 

"Bukan sendok." sanggah

ibunya. 

"Apa, Bu" Bukan sendok?" 

"Keramik. Salah satu keramik di

lemari itu. Aku sedang buang air

saat  kudengar suara benda

seperti gelas jatuh. namun  keluar

dari kamar mandi, aku mencium

bau gosong. Rupanya aku lupa

mencabut kabel setrikaan dari

stop kontak. Aku malunya bukan

main. sebab  yang hangus

justru celana istrimu. Dan... eh,

apakah kau mendengar ceritaku,

Nak?" 

bobo  mengangguk-angguk.

dengan jantung berdegup

kencang. Sekujur tubuhnya

mendadak terasa 

dingin. "Ibu yakin, yang jatuh itu

keramik dari lemari" Lemari

yang mana?" 

"Yang mana lagi" Itu, yang

ukirannya kampungan!" dengus

ibunya. Masih dengan nada

kesal. 

"Lupakan dahulu  soal

kampungan!" bobo  tersedak.

"Siapa yang menjatuhkannya?" 

"Pasti istrimu." 

"Bagaimana Ibu tahu?" 

"Tentu saja aku tahu! sebab 

sebelumnya sempat kudengar

istrimu berkata akan

memindahkan keramik itu ke

bufet hias di ruang depan.

Katanya, lemari kecil itu lebih

pantas diisi buku-buku koleksi

kalian, juga barang-barang

pecah belah yang tidak patut

dipajang. Aku sendiri ikut

membantu mengangkatkan

sebagian barang dimaksud.

namun  Ida menyarankan agar

aku tak usah repot-repot, lalu

kupikir lebih baik aku

menyetrika saja. Dan ia pun

kutinggalkan..." 

"Sesudah nya, Bu" Sesudah nya?"

desak bobo  hampir menjerit. 

"Jangan terlalu keras suaramu,

Nak. Telingaku pekak kau bikin.

Hm. sesudah nya... ya, aku ingin

buang air. Waktu masih di

kamar mandi itulah aku

mendengar suara benda jatuh,

pecah, dan..." 

"Ibu memeriksanya?" 

"Aku memeriksanya. namun 

sesudah  lebih dahulu 

menyembunyikan celana istrimu

yang hangus itu. Aku lantas

pura-pura menyetrika yang lain

satu dua lembar sambil cemas

kalau kelalaianku dipergoki

istrimu. 

namun  sesudah  lama tak

kudengar suara, aku jadi heran.

Kuintip ke ruang depan, dan..." 

"Dan?" 

"Aku tak melihat anna michele . Yang

kulihat, tumpukan buku-buku di

lantai. Juga seperangkat piring.

gelas, dan..." 

bobo  menelan ludah.

Kerongkongannya kering

kerontang. Serak, ia bertanya,

"Apa yang lbu lihat di lemari?" 

"Yang kulihat" Tentu saja

keramik-keramik itu. Kecuali

yang satu, pecahannya

berserakan di lantai. Pintu

lemari dalam keadaan terbuka.

anna michele  kukira belum sempat

memasukkan apa pun ke

dalamnya. Entah apa yang

membuatnya membatalkan niat,

lantas lalu  meninggalkan

rumah diam-diam." 

soebandrio  bangkit dengan lutut

goyah. 

"Aku tahu ke mana ia pergi,"

bisiknya parau. 

"Kau tahu, Nak?" Ibunya

terheran-heran. 

"Ya. Aku tahu. Ibu tidur saja.

Aku akan menjemput

menantumu. Tak akan lama." 

lalu  ia meninggalkan

kamar ibunya. 

soebandrio  berjalan tersuruk-suruk ke

ruang tengah. Dengan dada

berdebur-debur. jantung

mengembang mengempis begitu

kuat, begitu menyakitkan, begitu

menyesakkan. Tersengal-sengal

nyaris tidak sanggup lagi

menarik napas, sampai juga ia

di depan lemari antik yang

sekonyong-konyong membuatnya

ketakutan setengah mati. Sesaat

saat  memandangi daun 

pintu lemari, pengaruh gaib

yang aneh langsung

menyergapnya. Serupa

dorongan untuk melampiaskan

hasrat kelelakiannya. 

Matanya dipejamkan agar tak

melihat gambaran wanita lesbian 

misterius yang terukir pada kayu

pintu lamari. Lalu dengan

tangan gemetar, ia meraba

pegangan pintu, lalu

menyentakkannya sampai

terbuka lebar. Matanya pun ikut

terpentang lebar. Dalam jilatan

lampu ruangan, ia mendapati

bagian dalam lemari sudah  diisi

dengan buku-buku yang tertata

rapi serta perabotan pecah

belah. Mungkin ibunya yang

sudah  menyusun dengan rapi. 

"namun ...," mulutnya ternganga

tak mengerti. "apakah aku

salah?" 

Tidak. 

Dugaan bobo  tidak salah

sedikitpun. 

Perlahan, bentuk sebelah dalam

lemari ditambah  segenap isinya

mengabur. Sebagai gantinya.

muncul bayangan kegelapan.

Bayangan hitam pekat, seolah

tanpa batas. Dari balik

kegelapan itu, hidung bobo 

mencium bau yang asing. Bukan

bau apak ruang tertutup, bukan

pula bau kayu atau bingkai

papan lemari. Entah bau apa. 

Tanpa sadar, bobo  mengangkat

tangannya. 

Digapaikan ke depan.

Tangannya ternyata menembus

kegelapan. Kulit tangannya

merasakan udara dingin yang

menusuk. 

"Tua bangka terkutuk.

Kembalikan istriku!" bobo  

menggeram, marah. Lalu

melangkahkan kakinya ke depan.

Selangkah. Dua langkah. Tiga

langkah. Makin jauh ia

melangkah, makin berubah

kegelapan itu. Rasanya ia

melihat seman cahaya. Kecil dan

samarsamar. Ia juga mulai

mencium bau udara alam

terbuka. 

"Ida?" Mulutnya memanggil

dengan lidah yang kelu. "Ida" Di

mana engkau, sayangku?" 

Suara bobo 

memanggil-manggil nama

anna michele  terdengar oleh

wanita lesbian  tua yang terbaring

letih di kamar tidurnya. Meski

diliputi rasa heran, ia diam

mendengarkan. namun  suara

anaknya kian menjauh,

sayup-sayup, lalu hilang.

wanita lesbian  itu turun dari tempat

tidur lalu tertatih-tatih keluar

dari kamar. 

"bobo ?" Kini ia yang

memanggil-manggil. "bobo "

Apakah kau masih di dalam

rumah?" 

wanita lesbian  itu beringsut ke arah

lemari di ruang tengah. 

Ia melihat pintu lemari ukiran

itu dalam keadaan terbuka.

Buku-buku koleksi anak dan

menantunya serta barang pecah

belah tersusun di bagian dalam

lemari. Ia sudah  merapikannya

tadi pagi, sesudah  anna michele 

meninggalkannya begitu saja. 

Pintu lemari yang terbuka ia

tutupkan dengan empasan keras.

Kasar sekali. lalu dikuncinya

sekalian. 

ke mana itu anak: soebandrio  ! soebandrio !

la memanggil-manggil lagi,

sambil matanya mencari-cari. Ia

tidak melihat anaknya. Ia kini

sendirian. Di rumah yang

teramat asing bagi nya. 

LORONG hitam itu berakhir di

tempat yang sesaat  membuat

soebandrio  muzakir  terperanjat. 

"Bermimpikah aku?" gumamnya

kelu, seraya mencubit paha

keras-keras. Pahanya terasa

sakit. Ia tak bermimpi. namun 

bagaimana mungkin. Ia tahu

betul. beberapa saat sebelumnya

ia masih berada di rumah.

Membuka pintu lemari di ruang

tengah lalu masuk, mencari-cari

istrinya. Kini tahu-tahu ia sudah

muncul di tempat yang sangat

asing. 

Cahaya samar-samar yang tadi

ia lihat, kini terpampang nyata.

Ternyata cahaya itu adalah bias

sinar matahari yang menembus

celah rimbunan pohonpohon

yang menjulang di sekitarnya.

Sinar matahari" Padahal belum

jauh ia berjalan, serta yakin

bahwa saat membuka pintu

lemari, waktu menunjukkan

tengah malam. Lebih

menakjubkan lagi, beberapa

detik 

sebelumnya ia berada di rumah,

tahu-tahu kini sudah terjebak di

tengah rimba belantara! 

Panik melanda diri soebandrio . 

la melangkah mundur, terus

mundur. lalu  memutar

tubuhnya, berlari ke arah

semula ia datang. namun  ia tidak

melihat pintu tempat ia masuk.

la hanya melihat kegelapan

hutan di sekelilingnya dengan

bias-bias mentari di sana sini. Ia

tidak melihat dinding tembok

rumah. Yang ia lihat adalah

dinding hutan berupa

tumbuh-tumbuhan raksasa yang

tumbuh rapat, pepohonan yang

luar biasa besar dan dahsyat,

luar biasa tinggi seakan ingin

mencakar langit di atasnya. 

"Mana pintu itu! Mana pintu itu!

Mana...!" soebandrio  berteriak-teriak

histeris. Sambil berteriak ia

berlari ke sana sini.

Tersaruk-saruk. Kakinya yang

telanjang menginjak duri dan

ranting-ranting patah,

membentur akar-akar yang

menyembul dari dalam tanah.

soebandrio  jatuh tunggang-langgang,

namun  segera bangkit lagi seraya

menjerit-jerit. "Tidak! Aku tak

mau di sini! Aku harus pulang!

Aku harus menemukan pintu

lemari itu! Aku?" 

Terdengar suara menggeram di

dekatnya. 

soebandrio  tertegun. Diam. 

Suara menggeram itu kian dekat.

Endusan napas yang berat

disusul suara menggeram lagi.

Lalu sepi sejenak.

Sekonyong-konyong, benda

hitam besar melonCat dari balik

semak belukar. Terbang ke

arahnya. 

Satu dua detik bobo  hanya

terpana. Awalnya ia hanya

melihat dua bintik hijau

kemerahan di bagian depan

benda hitam tersebut. Detik

lalu  baru ia melihat

taring-taring putih. Berkilau

tajam. bobo  kini sadar,

makhluk apa yang

menerjangnya. 

bobo  mencoba mengelak. 

namun  ia terlambat beberapa

detik. 

Dengan pekikan yang menyayat

hati, bobo  terempas dengan

benda hitam besar dan berat itu

berada di atas tubuhnya.

Terdengar suara menggeram,

suara mengaum. Kedua tangan

bobo  meronta-ronta,

mendorong-dorong tak

terkendali saat telapak

tangannya menyentuh benda

kenyal, hangat, dan berbulu.

Sekuat tenaga ia mendorong

tubuh makhluk itu. Ia jauhkan

wajahnya dari pancaran mata

hijau kemerahan itu, juga dari

terkaman taring-taring yang

mengancam buas. 

bobo  bertarung seperti orang

gila, mempertahankan nyawanya

yang diancam maut. Kakinya

menendang-nendang lalu

dijejakkan sekuat-kuatnya ke

tanah. lutut dilipat, lalu 

tubuhnya menggeliat untuk

membebaskan diri dari impitan

makhluk angkara murka itu.

namun  cakaran demi cakaran

kuku mulai merobek bajunya,

kulit dada serta perutnya. Ia

mulai merasakan pedih dan

hangat darah yang merembes

dari balik bajunya. Tenaganya

semakin berkurang.

Perlawanannya pun semakin

mengendur. semakin lemah. 

Tangannya meluncur terkulai. 

Lehernya kini terbuka tanpa

perlindungan, siap direngkah

maut. Mata bobo  terpejam.

Pasrah. 

namun  maut itu tak pernah

datang. 

Justru menjauh. 

bobo  merasakan endusan napas

hangat menerpa lehernya.

Tubuh hitam besar yang

mengimpitnya, terangkat pelan.

Endusan napas makin menjauh,

begitu pula suara dengus

menggeram. makin merendah.

Secara naluriah bobo  membuka

kelopak matanya. Takut-takut. Ia

sadar sudah makhluk apa yang

dihadapinya. Dan ia juga tahu,

makhluk itu akan menghentikan

serangannya kalau ia diam tak

bergerak, pura-pura mati. 

bobo  menaikkan lehernya.

Sedikit saja. Dan hatihati. 

Barangkali ia masih punya

kesempatan untuk lolos dari

bahaya. Paling tidak, untuk

melakukan perjuangan terakhir

sebelum benar-benar

menyerahkan nyawanya yang

cuma selembar ke

tangan-tangan malaikat maut.

Yang ia lihat justru keanehan.

Raja hutan berbulu hitam

berkilauan itu bergerak mundur

menjauhinya. Lebih aneh lagi.

raja hutan yang luar biasa

besarnya itu bergerak dengan

keempat kaki merayap di atas

tanah. Sepasang matanya yang

tadinya galak, meredup tak

berdaya. Seringai mulut yang

tadinya buas, juga mengendur.

Kepalanya yang mengerikan,

merunduk dalam penyerahan

yang patuh. Terdengar suara

menggumam. Pelan. Lirih. 

lalu makhluk penguasa hutan itu

bangkit di atas keempat kakinya

yang kekar kukuh, bergerak

memutar, lantas dengan suatu

lompatan yang tangkas makhluk

itu menghilang di balik

pepohonan. Tak lama lalu 

terdengar suara aumannya,

sayupsayup sampai. Auman

lirih, seakan mengadukan nasib

malangnya pada matahari. 

bobo  berusaha bangkit. 

Dengan susah payah akhirnya ia

mampu juga untuk duduk. Meski

dengan sekujur tubuhnya terasa

remuk, persendian terasa mau

rontok dan kaki hampir lumpuh.

Di belakangnya. terdengar lagi

suara menggumam pelan. Suara

yang asing dengan logat yang

juga asing bagi telinganya.

Gemetar. soebandrio  berpaling.

lalu  beringsut

menggerakkan tubuh agar bisa

menghadap ke arah dewa

penyelamat itu. 

Tadinya ia menyangka akan

melihat seorang pemburu

dengan senapan berlaras dua di

tangan. Paling tidak. ia

berharap akan melihat seorang

tua bangka dengan rantai

belenggu terjuntai-juntai dari

pergelangan tangan serta

kakinya, si tua bangka yang ia

cari-cari. namun  orang yang

berdiri di depannya, bukan

orang yang ia bayangkan.

Orang itu tidak berseniata.

Tidak Dula memakai belenggu

besi. Orang itu 

tegak dengan kukuh,

membelakangi matahari.

Menimbulkan bias-bias gaib di

sekeliling kepala dan tubuhnya.

Tangannya bersedekap di dada.

Seluruh tubuhnya sampai ke

batas leher, berwarna putih. 

Dengan cemas bobo  menatap

lebih ke bawah. 

Balutan warna putih itu ternyata

kain penutup tubuh. Bagian

bawah kain itu berakhir pada

betis, hingga soebandrio  bisa melihat

sepasang kaki telanjang, kurus

namun  tegak dan kokoh. Dan

yang jelas. telapak kaki

telanjang itu tidak mengambang

di atas permukaan tanah.

Telapak kaki itu menjejak nyata

di rerumputan. soebandrio  menarik

napas lega, si pemilik kaki

bukanlah makhluk halus. 

sebab  orang itu berdiri

membelakangi matahari, bobo 

tidak dapat melihat wajahnya.

Hanya samarsamar ia

menangkap sinar mata yang

tajam menusuk. Lalu gerak bibir

mengucapkan kalimat tertentu

yang tidak dimengerti oleh

soebandrio . Sadar kalau lawan

bicaranya tidak memahami

bahasanya, orang itu

menggantinya dengan bahasa

yang mungkin dapat dimengerti

soebandrio . Bahasa Sunda dengan

logat serta tekanan kata khas

orang Banten. 

"Kau bisa berdiri, anak muda?" 

Suara seorang lelaki tua yang

ramah dan berwibawa. 

soebandrio  membuka mulut, tergagap.

"Kukira... a-aku bisa." 

"Bangkitlah." 

bobo  mencoba bangkit. namun 

ia segera terjatuh lagi. Sesosok

tangan kurus dengan kulit hitam

menyembul dari balik putihnya

kain. bobo  merasakan jemari

hangat serta kokoh

mencengkeram lengannya dan

membantunya berdiri. 

"Kau terluka." ujar orang tua

berjubah putih itu. 

"Ya," bobo  mengerang.

Tiba-tiba merasa sakit luar

biasa sesudah  diingatkan

mengenai luka-lukanya. 

"Kau berbaringlah kembali." 

"namun . . . " 

"Berbaringlah. Agar

perdarahanmu berhenti." 

Orang itu lalu  berpaling

ke arah lain, mengedarkan

pandangan mencari-cari

sesuatu. Lalu beranjak memetik

beberapa helai dedaunan

menyerupai daun nenas.

Kembali ke tempat bobo 

terbaring, dedaunan itu

dipatah-patahkan. Bagian luar

tampaknya keras. namun  bagian

dalam daun teramat lunak.

Cairan getah putih kekuningan

segera mengalir dengan deras.

lantas dioleskan ke leher bobo . 

"Mujur, pembuluh darahmu

tidak putus," gumamnya lega. 

Jemari yang kurus hitam itu

lalu  dengan terampil

merobek-robek baju serta celana

bobo  yang memang sudah tidak

karuan wujudnya. Kembali

cairan dingin dari getah

dedaunan itu dioleskan ke perut,

dada. serta paha bobo  yang

terluka oleh cakaran kuku-kuku

runcing si raja hutan. 

"Getah ini untuk menawar

racun," kata orang 

berjubah putih itu. "Mujur

luka-Iukamu tidak begitu parah.

Kulit tubuhmu yang terbuka

dapat kurapatkan kembali." 

Sesudah  luka-luka bobo  diolesi

sampai rata dan tidak ada yang

terlewat, orang tua itu

menunggu sebentar. lalu .

sesudah  telapak tangan serta

jemarinya diusapkan sedemikian

rupa, terlihatlah keajaiban.

Luka-luka menganga di tubuh

bobo  mulai merapat dengan

sendirinya. Tinggal gurat

samar-samar serupa cakar ayam

yang semrawut. 

Si tua berjubah melangkah

mundur. 

"Gerakkan tubuhmu sedikit.

Agar bagian-bagian yang

terluka. terkena sinar matahari,"

perintahnya. 

bobo  menurut dengan segenap

kepercayaan diri. Keajaiban

berikutnya pun terjadi.

Gurat-gurat merah tadi

perlahan-lahan sirna. Kulit

tubuhnya pulih seperti

sediakala. Seakan tidak pernah

mengalami luka. 

"Sekarang... duduklah. Perlahan

saja." 

Saking takjub dan senang

hatinya. bobo  bangkit. Duduk

serempak. Sesaat , ia melolong

kesakitan lantas terhempas.

Tubuhnya menggeliat

menahankan azab.

Bagian-bagian yang tadinya

terluka, seolah dibakar dengan

sundutan puntung rokok

menyala. 

"Aku sudah bilang.

Perlahan-lahan saja," bisik

orang tua di dekatnya dengan

nada mencela. "Diam dahulu 

sebentar. Ambil napas. Yang

tenang. Biar aliran darahmu

bekerja dengan baik. Bagus...

Tarik lagi na

pasmu... lebih panjang. Nah,

sekarang cobalah sekali lagi.

Ingat, duduklah

perlahan-lahan!" 

Siksaan perih itu masih terasa

saat  soebandrio  mencoba bangkit.

namun  tidak sesakit tadi.

Akhirnya bobo  berhasil duduk

dengan napas terengah-engah. 

"Tenangkanlah dirimu. Ambil

napas yang dalam. Teruslah

begitu selama beberapa saat?" 

Lima menit lamanya bobo 

duduk bersimpuh, mengatur

pernapasannya seperti yang

diperintahkan. Lima menit pula

sang penolong berjubah putih

menungguinya dengan sabar.

Menit berikutnya ia disuruh

berdiri. Orang tua itu

membantunya dengan hati-hati. 

"Sekarang, cobalah berjalan." 

bobo  mematuhi. 

"Masih terasa sakit?" 

"Ya." 

"Tadi aku hanya menyembuhkan

bagian luar. Luka dalam di

tubuhmu akan disembuhkan oleh

getah yang kini pasti sudah 

menyatu dengan daging serta

darahmu. lalu  kau harus

meminum obat. Nanti akan

kuberikan. Bisa mengikuti aku

sekarang?" 

Mereka berdua lalu 

berjalan menerobos hutan.

Perjalanan itu teramat lambat

sebab  mereka beberapa kali

harus berhenti. Menunggu

sampai siksaan perih yang

mendera tubuh bobo  mereda

kembali. Orang tua yang

ternyata memiliki wajah yang

sama ramah dengan tutur

katanya, menunggu dan mem

perhatikan dengan sabar seraya

memberi beberapa petunjuk

untuk mengurangi rasa sakit. 

Di tengah perjalanan, bobo 

hampir menjerit dan lari

ketakutan, manakala dari

cabang rendah sebatang pohon,

menjulur ular dengan sisik

berbintik-bintik. Dari kepala

yang lancip terlihat lidah

bercabang keluar masuk di

ujung moncongnya. Orang tua

yang berjalan di depan bobo 

berhenti sejenak. Ditatapnya

ular besar yang sebagian

tubuhnya melingkar di cabang

pohon rendah itu. Mata ular

yang galak itu bersinar tajam,

sambil berdesis-desis, lalu

meliuk dengan gerakan liar. Dan

detik berikutnya, bagian tubuh

yang tadinya terjuntai ke bawah.

kini sudah kembali melingkar

lalu merayap naik ke cabang

yang lebih tinggi. 

"Dia tak akan mengganggu

lagi," ujar si orang tua seraya

mengajak bobo  meneruskan

perjalanan. 

Sambil mengawasi jalan setapak

di depan mereka, bobo 

bergumam heran, "Apakah tadi

Bapak berbicara dengan ular

itu?" 

"Benar." 

"namun  tak kudengar sepatah

kata pun Bapak ucapkan." 

"Kami berbicara melalui hati

nurani." 

"Oh. lalu apa yang Bapak

katakan?" 

"Bahwa kau tamuku." 

"Oh." 

"namun  hanya sebatas senja." 

"Apa?" 

"Kau dalam perlindunganku

sampai batas senja. Begitu

malam terjatuh, maka kau harus

melindungi dirimu sendiri." 

"Maksud Bapak?"" bobo 

tercekat. 

"Sebelum malam tiba. kau harus

sudah pergi." jawab si orang tua

dengan suara tenang. "sebab 

itu. marilah kita bergegas." 

Mereka mempercepat langkah.

Perasaan cemas dan takut

mendorong semangat bobo  dan

mengabaikan sakit di dalam

tubuhnya. Sesudah  agak lama

mereka saling berdiam diri.

bobo  tak dapat menahan hati. 

"Bapak siapa?" bobo  bertanya

pelan. 

"Pu-un." 

"Siapa?" 

"Pu-un. Kepala suku." 

"Maksud Bapak, kepala

kampung?" 

"Kepala suku." 

Mereka memasuki tempat

terbuka. Tempat yang lebih

banyak tersiram matahari. 

bobo  tercengang melihat begitu

jarangnya rumah atau tepatnya

gubuk di tempat terbuka itu.

Lebih tercengang lagi sesudah 

menyadari. tidak satu pun gubuk

itu dibangun di permukaan

tanah. Semua dibangun di atas

pohon-pohon besar. Terbuat

dari potonganpotongan kayu,

bilah-bilah bambu dan beratap

dedaunan enau kering serta ijuk.

Sekeliling gubuk berpagar,

seolah tergantung di

awang-awang. Sepintas 

saja bobo  memahami kegunaan

pagar yang sangat rapat itu.

sebab  di depan salah satu

gubuk di atas kepalanya bobo 

melihat sesosok tubuh kecil,

merangkak-rangkak tak

terawasi. Pastilah bayi itu belum

berusia setengah tahun.

Sekelompok anak-anak yang

lebih besar bermain-main di

gubuk lain atau berlariIarian di

antara rerumputan. Ada pula

yang memanjati akar-akar

pepohonan yang

bergelantungan. 

Semua kegiatan di tempat

terbuka itu mendadak terhenti. 

Perhatian semua penghuni

tertuju pada bobo . namun 

dengan satu gerakan tangan

sang kepala suku, kegiatan

mereka diteruskan lagi.

Kehadiran bobo  sepertinya

tidak lagi menarik minat mereka.

bobo  lalu  diajak naik ke

gubuk yang paling besar dan

paling bagus. Orang tua itu

tetap sabar membantu bobo .

Tampak sekali tamunya tidak

terbiasa naik melalui

tangga-tangga bambu yang

posisinya tegak lurus, mana

terayun-ayun liar pula kala

dinaiki. Bukan itu saja. ujung

bawah tangga itu bergantung

hampir satu meter di atas

permukaan tanah. 

Beberapa sosok tubuh

berpakaian hitam-hitam yang

sesaat sebelumnya beraktivitas

di teras gubuk di atas pohon,

menghilang dengan cepat

sesudah  bobo  menjejakkan kaki

di lantai gubuk. Ia dipersilakan

masuk ke ruang dalam yang

ternyata cukup luas. Tak ada

perabotan untuk menyimpan

barang-barang. Segala sesuatu

ditumpuk di lantai kayu. ada

yang 

diselipkan ke dinding bambu

atau dijemur pada seutas

tambang memanjang yang

terbuat dari pintalan ijuk.

Sia-sia mata soebandrio  mencari

barang pecah belah apalagi

barang elektronik, semisal radio

berkekuatan baterai. Diam-diam

soebandrio  lantas menyadari bahwa

ia sudah  memasuki dunia primitif.

suatu peradaban yang

benar-benar sangat primitif. 

soebandrio  tidak sedikit pun

mendengar sang kepala suku

memerintahkan sesuatu. namun 

beberapa orang wanita lesbian 

sudah  sibuk keluar masuk. Dalam

sekejap mata, di depan tempat

soebandrio  duduk bersila sudah 

terhidang nasi serta lauk

pauknya. Nasi putih itu

memancarkan aroma harum

semerbak yang menggoda

selera. Masih mengepulkan uap,

agaknya baru dikeluarkan dari

periuk. Lauknya terdiri dari

daging yang ternyata sangat

lunak. Mungkin daging

menjangan atau kelinci.

lalu  ikan bakar, petai

rebus, sambal dengan

bermacam-macam lalap. Dari

kendi tanah dituangkan air

dingin sejuk ke cangkir yang

terbuat dari tempurung kelapa. 

Kepala suku mempersilakan

tamunya makan, menasihatkan

agar tidak usah malu-malu,

lalu  menunggui dengan

sabar. soebandrio  yang kehabisan

tenaga dihadang maut, makan

dengan lahap. Begitu rakusnya,

sampai soebandrio  malu sendiri saat

sang tuan rumah menatapnya

dengan senyum penuh

pengertian. 

Usai makan, kepadanya

disodorkan tempurung 

berisi cairan hangat berwarna

kenijauan yang beraroma aneh. 

"Apa ini?" tanya soebandrio ,

ragu-ragu. 

"Teh." 

"Hanya teh?" soebandrio  masih ragu.

"Dengan ramuan obat. tentu." 

Teh hangat itu kesat di lidah,

namun  enak di langitlangit mulut,

hangat di kerongkongan. dan

menyergap lebih hangat lagi

saat  memasuki lambung soebandrio .

Tanpa malu-malu ia minta

secangkir lagi yang dengan

senang hati dikabulkan tuan

rumah. 

"Bagus," ujar kepala suku.

gembira. "Paling lambat, dalam

dua hari luka dalammu akan

sembuh." 

namun  matahari sudah  merosot

semakin rendah di balik jendela

gubuk. 

Sikap orang tua itu mendadak

berubah dingin dan kaku. Dari

sela-sela bibir tuanya terlontar

gumam tajam tanpa kompromi. 

"Sudah waktunva engkau pergi.

anak muda!" 

LENYAP sudah keramahan tuan

rumah. Sesaat . lenyap pula

kenikmatan hidangan yang sudah 

mendekam di perutnya. bobo 

muzakir  menatap tuan rumah,

orang tua yang menolongnya

dari hadangan maut. "Ke mana

aku harus pergi?" gumamnya

getir, 

mengharap belas kasihan. 

"Aku tak tahu. Dan tak perlu

tahu." tandas orang tua itu

dengan tegas. 

bobo  jengah. Campur bingung.

"Bapak dapat memberi saran?" 

"Pergilah ke arah semula

engkau datang, anak muda!" 

"Arah mana itu?" 

"Sejalan dengan tenggelamnya

matahari." 

"Jauhkah itu?" 

"Tergantung secepat apa kau

mampu menerobos hutan

belantara yang harus kau jauhi."

bobo  pucat pasi. Terbayang

liukan ular dengan lidahnya

yang bercabang mengerikan.

Terngiang auman macan

kumbang dengan

taring-taringnya yang

mengancam buas. Itu baru satu

ekor, dari masingmasing jenis.

Berapa jenis lagi

binatang-binatang buas yang

harus ia hadapi" Berapa ratus

ekor pula makhluk-makhluk

yang siap berebut memangsa

dirinya" 

"Aku... a-ku tak berani pergi,"

rintihnya. "Entah, kalau besok

pagi." bobo  mencoba menawar.

"Kau harus pergi, anak muda.

Sekarang juga." 

"Tak bolehkah aku memohon

untuk diberi tempat bernaung

barang satu malam saja?" 

"Tidak pernah, anak muda.

Tidak pernah kami perkenankan

pada orang luar atau pendatang

dari luar suku kami. Sudahlah.

Jangan banyak cakap lagi.

Waktumu semakin sempit." 

"Aku... aku tak tahu jalan

pulang." 

"Tak usah khawatir. Seseorang

akan mendampingimu. Ia juga

pendatang. Dan ia akan

menyertaimu pergi. Sesudah  kau

ada di tangannya. tergantung

dia ke mana akan membawamu.

Maafkan kami, anak muda.

Kami ingin membantu. namun 

kau pun tahu, bantuan setiap

manusia pada manusia lainnya

ada batasnya, ada batas

kemampuannya. Kunasihatkan,

sesudah  kau berhasil keluar dari

hutan ini-itu sangat kuharapkan 

sekali, buanglah pikiran untuk

kembali kemari. Dan tolong,

jangan ceritakan pada

siapa-siapa tentang kami. Jadi,

begitu kau keluar dari

lingkungan kami, lupakanlah

semua yang terjadi hari ini." 

"Aku... belum mengucapkan

terima kasih." 

Orang tua itu bangkit dari

duduknya. 

"Kau sudah mengucapkannya.

Silakan..." katanya sambil

mengulurkan tangan terbuka

dan diarahkan ke pintu. Cara

mengusir yang halus dan sopan. 

Entah kapan dan pada siapa

sang kepala suku memberi

perintah. Yang jelas, begitu

bobo  kembali menjejakkan kaki

di permukaan tanah, seseorang

sudah  menunggunya. Tangan

orang itu tampak menjinjing

sebuah bungkusan besar.

Nasibnya sama dengan bobo .

harus segera angkat kaki dan

tidak diperbolehkan menginap.

Yang mengejutkan bobo , orang

yang akan menemaninya itu

ternyata wanita lesbian  berusia

sekitar 30-an. Berkulit cokelat

sawo matang namun  bersih dan

halus. Parasnya tidak begitu

cantik. namun manis. Semula. si

wanita lesbian  ternganga takjub

melihat siapa orang yang harus

didampinginya meninggalkan

hutan terpencil itu. Baru sesudah 

melihat wajah bobo  yang kaku,

wanita lesbian  itu mencoba

tersenyum. Senyum ramah dan

bersahabat. Senyuman yang

langsung menarik hati. 

"Siap untuk berangkat, anak

muda?" tanya pcrempuan itu

lembut. 

bobo  memandangi wajah

pendampingnya sejenak. 

lalu  ia tengadah,

mengawasi gubuk di atasnya.

Tak tampak kehadiran sang

kepala suku maupun

keluarganya. Dari gubuk-gubuk

lain di sekitarnya juga tidak ada

wajah-wajah yang menyembul

dari balik pintu atau dari balik

jendela, sebagaimana kebiasaan

tuan rumah melepas kepulangan

tamunya. 

"Ke mana mereka semua?" bisik

soebandrio , heran. 

"Di dalam rumah. Mengurus diri

masing-masing. Kita pun

demikian, harus mengurus diri

sendiri. Dan waktu kita tak

sampai dua jam." 

Mereka mulai melangkah. 

bobo  mengiringi wanita lesbian  itu

berjalan masuk ke dalam hutan,

menempuh jalan setapak yang

kelihatannya sudah sering

dilalui manusia. Meski di

sepanjang jalan tumbuh semak

belukar serta pepohonan yang

rapat, namun agaknya si perintis

jalan selalu berusaha mencari

tempat yang lebih terbuka dan

masih dapat dijangkau sinar

matahari. Namun semakin jauh

memasuki hutan, suasana

semakin temaram. 

"Kau bawa senjata, kan?" tanya

bobo  penuh harap. 

"Senjata?" 

"Ya. Pisau. Atau parang." 

"Buat apa?" 

"Siapa tahu, kita harus

menghadapi serangan binatang

buas." 

"Memang akan." 

"Apa!" soebandrio  memekik. Matanya

langsung liar mengawasi setiap

pohon, mengawasi semak

belukar. 

wanita lesbian  itu tertawa lunak. 

"Kita akan berhadapan dengan

makhluk-makhluk pemangsa

manusia, apabila masih di hutan

ini sesudah  matahari terbenam.

ltulah perjanjiannya." 

"Perjanjian?" 

"Ya. Maka, marilah kita

bergegas." 

"Perjanjian antara siapa?" 

"Antara manusia dengan sesama

penghuni hutan." 

"namun ... toh. aku tadi sempat

diterkam macan!" 

"Sudah kudengar itu dari mulut

utusan kepala suku. Dan aku

percaya, ia sudah  menyembuhkan

lukalukamu. Apa kau sudah

merasa baikan, sekarang?" 

"Lumayan. Pertanyaanku tadi

belum kau jawab." tagih soebandrio . 

"Perihal kau diterkam binatang

buas di siang bolong?" 

"Ya." 

"Binatang itu tahu kau orang

asing." 

"Ah..." 

"Apakah kau perhatikan, kepala

suku serta keluarganya berubah

kaku dan tak mau tahu sebelum

kalian berpisah" Dan kau lihat"

Warga lainnya juga menghilang.

sama sekali tak peduli." 

"Ya. Aku heran." 

"Tak usah heran." 

"Mengapa mereka berlaku

seperti itu?" 

"Kebiasaan turun-temurun.

Bantu orang lain yang

memerlukanmu. namun  lepaskan

mereka pergi sesudah  bantuanmu

tidak lagi diperlukan..." ujar si

wanita lesbian , seolah tengah

menghafal isi sebuah buku.

"lalu . lupakan orang itu.

Terlebih kalau ia orang asing.

Kalau kau terus mengingatnya

dan suatu saat  kau dengar

orang yang kau bantu itu

meninggal atau hilang sebab 

kau lepaskan, rohmu akan selalu

tersiksa. ltulah hukumannya!" 

bobo  berusaha mencerna

hukum yang aneh itu. 

"Mereka harusnya membantu

kita," tukas bobo  tak puas.

"Paling tidak. untuk mengantar

sampai kita benar-benar selamat

keluar dari hutan ini." 

"Kita akan selamat. Sekali lagi.

kalau kita keluar hutan sebelum

matahari terbenam. Tepatnya,

sebelum malam jatuh." 

"Kau percaya kita pasti

selamat?" 

"Aku percaya. Bahkan yakin

seyakin-yakinnya. sebab  semua

penghuni hutan sudah 

dikabari-dengan cara

masing-masing yang kalian

orang asing tak akan mengerti,

bahwa sampai matahari

terbenam. kita masih tetap

dianggap sebagai tamu

penghuni hutan dari jenis

manusia. Jenis yang paling

mulia. Paling dihormati. Tak

boleh dibantah!" 

"Luar biasa!" bobo  menggeleng

takjub. "namun , bagaimana kau

sampai begitu yakin?" 

"sebab  aku pernah tinggal di

tempat yang barusan kita

tinggalkan." wanita lesbian  itu

berjalan lebih hati

hati sebab  jalan setapak mulai

menurun dan curam. Dari

sela-sela pepohonan tampak

sungai mengalir jauh di bawah

bukit. Juga sawah-sawah yang

menghampar luas, kebun

palawija, lalu

kelompok-kelompok pepohonan

yang di sela-selanya terlihat

samar sebuah perkampungan. 

"Sesudah  lewat sungai itu, tak

ada yang perlu kita khawatirkan

lagi," lanjut si wanita lesbian ,

seraya mempercepat

langkahnya. 

soebandrio  membantu si wanita lesbian 

waktu menuruni jalan yang

semakin curam dan licin oleh

hawa hutan yang lembab.

"Boleh kubawakan

bungkusanmu?" ujarnya malu.

ia baru menyadari kalau

sepanjang perjalanan hanya

lenggang kangkung tanpa

beban. 

"Dengan senang hati." sambut si

wanita lesbian . 

Bungkusan itu berpindah

tangan. Ternyata ringan, meski

bungkusannya tampak

menggembung. 

"Apa sih isinya?" tanya bobo ,

ingin tahu. 

"Tembakau juga kopi. Buatan

mereka lebih enak ketimbang

buatan penduduk kampung

kami." 

"Dapat beli. ya?" 

"Benar. namun  jual beli tidak

pakai uang. Kami tukar dengan

barang. Aku membawakan

mereka garam. ikan asin. atau

gula merah. Gula merah banyak

di kampungku, namun  garam dan

ikan asin harus beli dari Wan

Ahmad." 

"Wah Ahmad" Siapa dia?" 

"Pedagang keliling dari kota. Ia

keturunan Arab. 

Sambil berdagang, ia juga

mengajarkan agama pada

penduduk kampung yang

disinggahinya. Ia menjual

barang dagangannya dengan

harga yang cukup murah.

Nantinya tembakau serta kopi

dalam bungkusan di tanganmu

akan kujual dengan harga yang

sebanding padanya. namun  Wan

Ahmad baik hati. Ia selalu

membeli barang jualanku

dengan harga lebih tinggi dari

orang lain. sebab  mutu

daganganku juga lebih tinggi

serta laku keras di kota." 

"Apakah" hei! Diam di

tempatmu!" bobo  mencekal

lengan si wanita lesbian  dan maju

lebih dahulu  ke depan. Seekor babi

hutan yang sangat besar. dengan

moncong bertaring mengerikan

tahu-tahu keluar dari balik

pohon dan tegak menghadang

mereka. Kaki depannya

mengais-ngais tanah dengan

ganas, moncongnya mendengus

keras. Belum lagi matanya yang

kecil, namun  bersinar merah

menakutkan.... 

bobo  merasakan sekujur

tubuhnya tegang. 

Yakin, makhluk menyeramkan

itu bukan tandingannya, bobo 

sempat berpeluh dingin. 

namun  sesudah  mengawasi dua

sosok manusia yang ada di

depannya selama beberapa

helaan napas, babi hutan itu

segera menyelinap lagi ke dalam

rimbunan semak. Lalu tak

terdengar lagi suara kakinya

berlari menerobos semak.

Makhluk itu bergeming, diam di

tempatnya mengawasi dari balik

belukar. 

"Ayo," si wanita lesbian  menyeret

tangan bobo . "kita berlari

sekarang!" 

"Celeng itu pasti mengejar." 

"Tidak akan. Percayalah." 

Lalu mereka berlari. Jatuh

bangun hingga wajah dan

pakaian mereka tidak keruan.

Akhirnya mereka tiba di pinggir

sungai yang airnya mengalir

tenang, pertanda mereka

berhadapan dengan lubuk yang

dalam. Untuk menyeberang,

terdapat titian bambu yang

cuma terdiri dari dua batang

bersambungsambung.

Tampaknya terikat cukup kuat.

Tiang-tiang penyangga yang

kokoh tertanam di kedua sisi

sungai. Untuk menahan

guncangan, di sisi titian

terbentang tambang besar yang

diikatkan ke batang-batang

pohon raksasa di tepi sungai.

Berjarak tetap sekitar dua meter.

bagian tengah tambang

disambungkan ke tambang lain

yang lebih pendek. Ujung

tambang inilah yang lalu 

diikatkan ke titian. 

Titian gantung itu membuat

nyali bobo  menjadi ciut. 

namun  matahari sudah terbenam

di balik gunung. Hutan

belantara sudah  mereka

tinggalkan. Namun di tempat

terbuka tak jauh di belakang

mereka. bobo  masih bisa

melihat celeng besar menunggu

kesempatan menyerang. Bukan

itu saja. kera dan monyet yang

bergelantungan mulai turun ke

dahan yang lebih rendah. Suara

mereka riuh dan terdengar

mengancam. 

"Maju!" bobo  berseru, di luar

sadar. 

wanita lesbian  itu meniti dengan

tangkas dan hanya 

sekejap ia sudah  tiba di seberang.

saat  tiba giliran bobo .

kakinya melangkah ragu-ragu

namun lalu  terlalu

terburu-buru. Titian gantung itu

bergoncang, terayun-ayun keras

mengombang-ambingkan tubuh

bobo . Dengan perasaan ngeri

bobo  diam sejenak. menunggu

ayunan titian lebih tenang.

Lantas dengan lebih hati-hati ia

maju selangkah demi selangkah.

namun  sebab  takut, ia sesekali

masih berpaling juga ke

belakang. Siapa tahu celeng

atau kerakera buas itu

membuntutinya. Akibatnya,

bobo  lengah. 

Sebelah kakinya menginjak

tempat kosong. 

bobo  terpekik. lalu jatuh

tergelincir. Tercebur ke sungai.

Rasa sakit di tubuhnya kembali

menyerang dengan hebat

manakala ia berusaha berenang

dengan sekuat tenaga. Tepi

sungai di seberang semakin

dekat. namun  bobo  tetap

kepayahan menggapainya.

seakan ada kekuatan gaib dari

dalam lubuk yang menarik

kakinya, membetot begitu

misterius. bobo  gelagapan,

tangannya menggapai-gapai

udara kosong. namun  tubuhnya

tertarik ke dalam dan tenggelam

lagi. Tangannya terus

berkecipak menggapai-gapai di

permukaan air. 

Saat bobo  merasa tubuhnya

terseret semakin dalam.

seseorang mencengkeram

pergelangan tangannya lalu

menariknya ke atas. Terdengar

suara berkecipak. dan air

tersibak di kiri kanan tubuhnya.

Ia terus terseret namun  bukan ke

hilir, melainkan ke tepian.

Barulah ia sadar kalau si

wanita lesbian  sudah  terjun ke lubuk 

untuk menolongnya. Dengan

keahlian berenang yang

menakjubkan, wanita lesbian  itu

berhasil menyeret bobo  dan

menarik tubuh bobo  naik ke

seberang sungai. 

Sesudah  itu mereka jatuh

terkapar di pinggir sungai. 

bobo  sama sekali tidak sadar.

kalau ia masih merangkul

pinggang wanita lesbian  itu. Si

wanita lesbian  yang masih

kelelahan, membiarkan pula.

Wajah mereka rapat satu sama

lain, wajah yang sama-sama

basah kuyup. Rambut si

wanita lesbian  tergerai kian kemari,

menutupi sebagian wajah dan

lehernya. Pakaian yang basah

tak mampu lagi menyamarkan

lekuk dadanya yang naik turun

dengan cepat. 

"Kita... sudah... selamat." desah

si wanita lesbian  dengan napas

terengah namun menyiratkan

kelegaan. Ia coba bangkit.

Tanpa menyadari gerakan itu

membuat lengan bobo  yang

memeluk pinggangnya

berpindah posisi. Beberapa saat,

telapak tangan bobo  terasa

menyentuh benda lunak, kenyal

lagi hangat. Wajah si

wanita lesbian  bersemu merah

tatkala ia sadari tangan bobo 

merayapi dadanya. 

"Bangunlah..." wanita lesbian  itu

berbisik. gemetar. 

bobo  membuka kelopak

matanya. 

Lalu menyadari tangannya

berada di tempat yang tidak

semestinya. Terkejut dan malu,

bobo  menarik mundur tanganya

dan berusaha duduk dengan

susah payah. Untuk

menyembunyikan perasaan

malunya, ia menatap ke

seberang sungai.

Memperhatikan makhluk

maknluK buas di tepian sana

yang menyelinap satu persatu

kembali ke tengah kegelapan

hutan. Di sebelahnya, sorot

mata si wanita lesbian  menyiratkan

kekecewaan. Kecewa, sebab 

tangan yang hangat dan kekar

itu sudah  menjauhi dadanya. 

Tatapan si wanita lesbian  bukannya

tidak menggugah indera keenam

bobo . Pelan-pelan bobo 

berpaling. Tatapan mereka

bertemu, mengalirkan semacam

pengaruh magnet yang menarik

wajah bobo  mendekat ke wajah

si wanita lesbian . Bibir wanita lesbian 

itu sedikit terbuka, menanti

dengan gemetar. Bibir bobo 

hampir menyentuh bibir yang

bergetar hangat itu. Namun

pada detik-detik terakhir bobo 

kembali menguasai

kesadarannya. Bibirnya beralih

mengecup pipi si wanita lesbian . 

"Terima kasih," bisiknya lembut.

"Kau sudah  menyelamatkan

aku...." 

DENGAN apa harus kuganti

milikmu yang hilang itu?" 

Pertanyaan itu diajukan bobo 

sesudah  mereka duduk dekat

tungku dapur rumah si

wanita lesbian  untuk

menghangatkan badan.

wanita lesbian  itu sudah  bersalin

pakaian. Ia kini mengenakan

kebaya model sederhana dan

ringkas. Kain yang agaknya

terbuat dari bahan yang keras

sebab  mudah keriput. 

Si wanita lesbian  menambahkan

sebatang kayu kering ke tungku

yang nyalanya hampir padam.

Bau ketela rebus dari dalam

periuk tanah di atas tungku

membuat perut terasa lapar. 

"Lupakan saja." katanya seraya

memandangi percikan api dalam

tungku. 

"Aku tak sengaja

menjatuhkannya saat  aku

tercebur ke sungai." desah

bobo  penuh sesal. "Kalau 

saja bungkusan itu masih ada di

tempatnya jatuh. aku bersedia

menyelaminya besok pagi." 

Si wanita lesbian  tersenyum.

"Tembakau apa namanya dan

kopi apa namanya kalau

diangkat dari dalam lumpur?" Ia

menjawab riang. 

Mau tak mau. bobo  tergelak.

"Tembakau istimewa. Kopi

istimewa," sahutnya. "namun 

tidak seorang pun sudi

menikmatinya, kecuali orang itu

tidak waras otaknya!" 

wanita lesbian  itu ikut tertawa.

"Kau teman yang

menyenangkan," pujinya dengan

tulus, namun pandangannya

tidak berpaling dari tungku.

"Boleh aku tahu siapa

namamu?" 

"Astaga" Rupanya kita lupa

berkenalan. Aku bobo . bobo 

muzakir . Kau?" 

"Selasih. Panggil saja, Asih." 

Mereka tidak berjabat tangan.

Cuma saling bertukar pandang. 

wanita lesbian  itu menatap bobo 

dengan seksama. Dan sesaat

lalu . ia terkikik sendiri

sambil mcnunjuk bobo . 

"Kau tampak tambun dengan

pakaian itu." 

bobo  memperhatikan pakaian

yang melekat di tubuhnya. Baju

hitam dengan bahan yang keras,

berlengan tiga perempat. Celana

sebatas betis yang juga hitam

keras. 

"Mantan suamimu orang gemuk

dan besar, ya?" 

"Tepat ! Mirip kerbau. namun  ia

suami yang baik," 

berkata si wanita lesbian , seraya

mengangkat periuk dari tungku.

Ketela rebus yang sudah masak

ia pindahkan ke sebuah piring

beling berhias gambar kembang.

Dari sebuah panci kecil, ia

menyendok cairan kental gula

merah yang sudah dicampur

parutan kelapa. Cairan itu

lalu  dituangkan ke

tumpukan ketela di atas piring.

Uap yang mengepul semakin

menerbitkan liur. 

Ketela berkuah gula dan kelapa

itu mereka santap dengan

nikmat. Diselingi dengan

tegukan kopi panas. Mereka

makan diam-diam, dengan

pikiran masingmasing sama

berkecamuk. 

bobo  menyesap kopinya.

sebelum kembali membuka

obrolan. 

"Kapan suamimu meninggal?" 

"Hampir empat tahun yang

lalu." 

"Sakit?" 

"Hilang," bisik si wanita lesbian 

lirih. Wajahnya mendadak

muram. 

"Maaf..." bobo  menyesali

pertanyaannya. 

"Tak apa." wanita lesbian  bernama

Selasih itu memaksakan senyum.

"Toh, sudah lama terjadi. Lagi

pula, lumayanlah untuk

menambah pengetahuanmu

tentang perkampungan tempat

kita pertama kali bertemu. Di

sana pula lah suamiku hilang tak

tentu rimbanya." 

"Tak pernah pulang " Tak

pernah kau dengar kabar

beritanya?" 

"Tidak." 

"Pernah dicari?" 

"Percuma." 

"Percuma bagaimana?" 

"la terlambat meninggalkan

hutan. Rupanya ia berselisih

paham dengan salah seorang

sepupunya di kampung terasing

itu. Perselisihan mereka sudah

didamaikan Puun, kepala suku

yang menolongmu. Lalu suamiku

pamit. Sayang, tak ada yang

mengetahui bahwa ia sudah

lama menderita sesak napas.

Selain padaku, penyakit itu ia

rahasiakan pada orang lain. 

sebab  orang di sini percaya,

penyakit sesak napas adalah

penyakit akibat kualat.

melanggar pantangan

karuhun-nenek moyang, atau

menghina roh orang tua.

Begitulah yang terjadi.

Kudengar ia pulang dari tempat

saudara sepupunya saat  hari

sudah  mulai gelap. Seseorang

sempat melihatnya limbung

sewaktu akan memasuki jalan

setapak di hutan. namun  batas

perjanjian sudah  menjelang.

Tidak seorang pun yang berani

menolongnya. lalu suamiku... tak

pernah lagi dilihat orang..." 

"Tradisi mengerikan," gumam

soebandrio  dengan bulu kuduk

merinding. "Padahal suamimu

punya saudara di sana." 

"Juga orang tua," timpal Asih

dengan suara sendu. "Suamiku

lahir di perkampungan itu.

Begitu pula aku." 

bobo  meletakkan gelas kopinya.

"Gak. 

"Pernah dicari?" 

"Percuma." 

"Percuma bagaimana?" 

"la terlambat meninggalkan

hutan. Rupanya ia berselisih

paham dengan salah seorang

sepupunya di kampung terasing

itu. Perselisihan mereka sudah

didamaikan Puun, kepala suku

yang menolongmu. lalu suamiku

pamit. Sayang, tak ada yang

mengetahui bahwa ia sudah

lama menderita sesak napas.

Selain padaku, penyakit itu ia

rahasiakan pada orang lain.

sebab  orang di sini percaya,

penyakit sesak napas adalah

penyakit akibat kualat.

melanggar pantangan

karuhun-nenek moyang. atau

menghina roh orang tua.

Begitulah yang terjadi.

Kudengar ia pulang dari tempat

saudara sepupunya saat  hari

sudah  mulai gelap. Seseorang

sempat melihatnya limbung

sewaktu akan memasuki jalan

setapak di hutan. namun  batas

perjanjian sudah  menjelang.

Tidak seorang pun yang berani

menolongnya. Lalu suamiku...

tak pernah lagi dilihat orang..." 

"Tradisi mengerikan." gumam

bobo  dengan bulu kuduk

merinding. "Padahal suamimu

punya saudara di sana." 

"Juga orang tua," timpal Asih

dengan suara sendu. "Suamiku

lahir di perkampungan itu.

Begitu pula aku." 

bobo  meletakkan gelas kopinya.

"namun  tadi, kepala suku-bahkan

kau sendiri mengatakan kau

juga pendatang," tukas bobo 

tak percaya. 

"Orang luar, tepatnya. Tidak

lagi termasuk lingkungan

mereka." 

"Bagaimana pula itu?" 

"Di sana, setiap wanita lesbian 

boleh terus melahirkan anak.

Boleh menyusui anak-anaknya,

merawat mereka sampai tumbuh

besar hingga mencarikan

mereka jodoh. namun  sebelum

mendudukkan anak-anak mereka

di pelaminan, setiap wanita lesbian 

di sana harus memperhatikan

dua hal. Pertama, apakah

anaknya memang sudah ingin

buru-buru kawin. Atau kedua,

apakah anaknya lebih suka

membujang sampai tua atau

sampai ia punya kesempatan?" 

"Kesempatan" Terhadap apa?" 

"Jumlah penghuni. Suku yang

menghuni hutan terasing itu

hanya boleh berjumlah tak lebih

dari empat puluh kepala

keluarga. Kepala keluarga yang

keempat puluh satu dan

seterusnya harus rela

menyingkir, keluar dari

lingkungan suku maupun

keluarganya yang masih jadi

anggota suku. Apabila satu atau

lebih dari jumlah empat puluh

kepala keluarga itu meninggal,

barulah seorang bujang atau

perawan tua mempergunakan

kesempatan untuk menikah. ltu

terjadi disebabkan mereka tak

ingin dibuang dari lingkungan

kehidupan yang sangat mereka

cintai." 

"Dan kau, apa tidak lagi

mencintai suku tempat 

kau dilahirkan?" soebandrio  nyeletuk

tanpa berpikir, saking tertarik

mendengar kisah Selasih. 

"Aku tetap mencintai tempat aku

lahir. Aku juga tetap mencintai

keluargaku. namun  aku lebih

mencintai Kosim. suamiku. Kami

lalu menikah. Dan sebab  kami

termasuk hitungan keempat

puluh tujuh bersama enam

pasangan lain yang kebetulan

menikah pada minggu yang

sama, maka kami pun keluar.

Begitu pula enam suami-istri

yang lain itu." Selasih lalu 

membereskan bekas makan

mereka, sesudah  bobo  menolak

menambah isi perutnya. "Toh, di

luar sini. kami hidup cukup

bahagia. Kami juga masih boleh

mengunjungi tempat asal, kapan

saja kami mau. yang penting

ingat waktu," lanjutnya. 

"Kalian tak punya anak?" tanya

soebandrio  lagi. teringat suasana sepi

mencekik sesudah  ia dibawa

Selasih masuk ke rumahnya.

Sebuah rumah panggung,

berlantai papan dan berdinding

bambu. Beberapa bagian

dinding sudah agak reot. namun 

rumah panggung ini jauh lebih

menyamankan hati timbang

mendekam di atas pepohonan

tinggi, di gubuk angkasa yang

salah satunya sudah  beruntung

dimasuki soebandrio . 

"Anak" Rupanya dalam hal itu

kami kurang beruntung," ujar si

wanita lesbian . "Suamiku mandul.

Namun kenyataan pahit itu

membuat kami lebih intim satu

sama lain. Mau kopi lagi?" 

"Bolehlah. Terima kasih." bobo 

mengangsurkan 

gelasnya. "Sebenarnya sungguh

nikmat kalau ngopi sambil

merokok." 

"Tentu saja. Kalau kau mau,

akan kubuatkan untukmu. Aku

masih punya persediaan

tembakau. Suka tembakau yang

dilinting dengan daun kawung"

Atau lebih suka mengisap pipa"

Aku masih punya pipa

peninggalan Kang Kosim." 

"Yang dilinting saja!" jawab

soebandrio  ringkas, sambil membatin.

"Cukuplah bajunya yang

kupakai. Kalau tawaran pipanya

kuterima, nanti miliknya yang

lain ditawarkan pula!" Lalu

diam-diam ia memperhatikan si

wanita lesbian  melinting tembakau

untuknya, dan menyadari bahwa

janda itu tidaklah terlalu jelek.

Lekuk tubuhnya pun masih

mampu menarik hati lelaki. 

"Mengapa kau tidak kawin

lagi?" Ia bertanya sambil lalu. 

"Tidak mudah." 

"Sebabnya?" 

"Di kampung ini, janda dengan

gadis perbandingannya tujuh

banding satu. Tujuh untuk

jumlah janda dan satu gadis.

Dan kau lihat sendiri bukan?"

wanita lesbian  itu menggerakkan

tangan menunjuk keadaan

rumahnya yang sederhana.

"Mungkin aku akan cepat laku,

kalau saja keuanganku lebih

baik. Sayangnya, aku ini cuma

seorang miskin. Hanya seorang

tukang tenun sederhana." 

"Tukang tenung?" soebandrio 

terperanjat. 

"Tenun. Tanpa huruf 'ge'!"

Selasih tersenyum. "Apakah aku

bertampang seorang penenung

atau penyihir?" 

Pertanyaan itu mendadak

mengingatkan soebandrio  pada

sesuatu. namun  apa" Rasanya

waktu belum lama berlalu, namun 

ia sudah  melupakan banyak hal.

Bahkan ia sampai lupa, dari

mana ia datang! 

Keasyikan mereka tiba-tiba

diganggu oleh suara orang

memberi salam. Selasih

meninggalkan dapur lalu pergi

membuka pintu depan.

Terdengar ia mengobrol dengan

seseorang. saat  muncul lagi,

ia sudah  ditemani seorang pria

berusia lanjut, tidak berpakaian

hitam-hitam sebagaimana

kebanyakan warga lainnya yang

sempat ditemui bobo  sebelum ia

sampai di rumah Selasih. Lelaki

yang satu ini mengenakan

kemeja biasa, celana biasa, juga

punya arloji. Sebuah arloji

rantai yang sempat dilihat soebandrio 

sebab  orang itu mengeluarkan

sebentar untuk melihat waktu.

Masih pula terdengar rungutnya

yang jelas dibuat sesopan

mungkin. 

"Mestinya aku sudah berangkat

setengah jam yang lalu. Aku

harus bertemu Residen besok

pagi-pagi benar, untuk..." lalu

pria berusia lanjut serta perlente

itu melihat bobo  berdiri. "Jadi

dia inilah tamu yang kau

laporkan tadi?" 

"Benar, Pak." 

"Aku bobo  desa ini." Pria

berwajah kaku dan bersikap

kaku itu mengulurkan tangan.

Ternyata ia masih 

memegang kesopanan juga.

"Siapa namamu, anak muda?" 

"bobo . Pak," bobo  menyambut

uluran tangan itu. "bobo 

muzakir ." Ia terkesiap merasakan

betapa kokoh cengkeraman

tangan si lelaki. Dan betapa

tajam bagai sembilu sorot mata

tuanya. 

"Dari mana kau datang?" 

"Itulah yang membingungkan

saya, Pak bobo ." bobo 

menyahut heran. Heran pada

dirinya sendiri. "Saya kira saya

sudah  tersesat, dan..." 

"Asih sudah menceritakannya

tadi. tak lama sesudah  kalian tiba

di rumah ini. Kau beruntung.

anak muda. Beruntung dapat

keluar hidup-hidup dari hutan

terasing itu. Jadi kau bermaksud

menginap?" 

"Bila diperkenankan, Pak

bobo ." 

"Baiklah. Mestinya kau

kucarikan sebuah rumah lain

untuk tempat pemondokan

sementara. namun  aku terlalu

sibuk, tak sempat

mencarikannya." Pak bobo 

berpaling pada Selasih. "Kau

dapat menjaga diri bukan, Asih"

Atau perlukah kupanggilkan

seseorang untuk menemanimu?" 

"Aku sudah terbiasa hidup

menyendiri, Pak bobo ," jawab

Selasih. sambil berusaha

menghindari tatap mata bobo .

"Biarlah tamuku menginap di

rumahku barang semalam.

Besok pagi, aku sendiri yang

akan membantu mencari

keluarga lain yang mau

menerima dia. Kecuali, ia

bermaksud meneruskan

perjalanannva. 

"Baiklah kalau begitu, Asih. Dan

kau, anak muda. Desa kami ini

dihuni oleh orang baik-baik.

Kau tentu sependapat dengan

kami, bukan?" 

Itu suatu peringatan halus. 

bobo  mengangguk. Kaku. 

"Nah. Selamat berpisah kalau

begitu. Aku harus pergi

sekarang. Kudengar. Residen

cuma sebentar saja muncul di

sidoarjo  sebelum

meneruskan perjalanannya ke

Bogor." 

sidoarjo ! Nama kota itu

pelan-pelan berdenyut di otak

bobo . sidoarjo . Bogor.

Lebih ke sana lagi, surabaya .

Dari sanalah ia datang. Ke

sidoarjo  ia pergi. bobo 

menyadari sesuatu Ialu bergegas

menyusul ke pintu depan. namun 

bobo  perlente itu sudah lenyap

ditelan kegelapan malam. 

"Sia-sia kalau kau bermaksud

menyusulnya," bisik Selasih di

dekatnya. "Pak bobo  dapat

berjalan melebihi kecepatan

orang-orang biasa. llmunya

tinggi. Dan ia termasuk salah

seorang bobo  yang disegani

kompeni." 

bobo  tersedak. "Disegani

siapa?" 

"Kompeni." Selasih menatap

terheran-heran. "Apa kau tak

pernah mendengar tentang

kompeni?" 

"Maksudmu, Belanda," bisik

bobo , parau. 

"Benar. Belanda, dengan

serdadu-serdadunya yang sudah 

merenggut banyak anak negeri

tercinta ini!" Suara Selasih

terdengar berapi-api.

Bersemangat tinggi. Dengan

nada kebencian dalam suaranya.

Selasih 

meneruskan. "Baru seminggu

lalu mereka menyerbu Desa

Taraju. Desa itu setengah hari

perjalanan dari sini. Serdadu

kompeni membumihanguskan

Taraju, membunuhi

penduduknya dan menawan

sejumlah pejuang kita. Termasuk

Pak nyoto . Demi Pak

nyoto -lah Pak bobo  ingin

bertemu Residen.... Eh. ada apa

dengan kau. bobo ?" 

bobo  surut dari pintu. 

Jatuh terduduk di kursi paling

dekat yang mampu digapainya.

Wajahnya memucat seputih

kapas. 

"Kompeni..." Menyerbu...?"

Mulutnya menggagap.

"Mustahil! Perang sudah lama

berakhir!" 

"Siapa bilang" Justru perang

kian menjadi-jadi, bobo .

Ataukah kau tak pernah ikut

bertempur ke medan laga?" 

"Ikut bertempur?" Sesak napas

bobo  mengucapkannya. "Kau

pikir, di zaman apa kita hidup

sekarang ini?" 

"Aku tak mengerti maksudmu..." 

"Perang sudah lama berakhir.

Asih. Kita sudah lama merdeka.

Kita sekarang justru menuju

negara... ah, kau barangkali tak

pernah tahu. Haruskah kau

kuberitahu, tahun berapa

sekarang?" 

"Menurutmu tahun berapa?" 

"1984." 

Dahi Selasih mengernyit. Ia

bergumam bingung. "Itu masih

sekitar setengah abad lagi..." 

"Setengah abad?" 

"Benar. Sekarang baru

menginjak tahun 1929 Masehi.

Atau kalau menurut perhitungan

Wan Ahmad, sekarang baru

tahun 1349 Hijriah." 

"itu tidak mungkin, Asih!" 

"Astaga. Ada apa denganmu.

bobo " Apakah terkaman macan

kumbang itu sudah 

mempengaruhi jalan pikiranmu"

Ataukah kepala suku sudah 

menyuruh kau meminum obat

yang salah" Siapa kau

sebenarnya" Dari mana kau

sebenarnya" Apa maksudmu

datang ke daerah ini?" 

Selasih bertanya, bukan lagi

sekadar bertanya. 

Selasih bertanya, disertai

gambaran khawatir di matanya.

la mendekati bobo , berlutut di

depan kursi yang diduduki lelaki

itu. Wajah Selasih menengadah.

Tangannya menggapai dan

mengusap wajah bobo  yang

pucat, dingin bagaikan es. 

"Apa yang kau cari, bobo ?" 

Bisikan lirih Selasih membuat

soebandrio  terperangah. 

la mengingat-ingat. 

Lalu mengeluh sakit, "Aku

mencari anna michele . Istriku. Ia

menghilang dari rumah." 

Selasih menarik mundur

tangannya dari wajah soebandrio .

Mata wanita lesbian  itu berubah

sayu. "Mengapa istrimu

menghilang?" tanyanya,

setengah berharap setengah tak

suka. 

"Aku tak tahu. Ia menghilang

begitu saja. Lewat pintu lemari!"

Selasih membelalak. Lelaki ini

menderita gangguan 

jiwa, pikirnya. tentulah sebab 

lelaki ini sudah  Keburu memasuki

hutan terlarang tadi siang.

Bagaimana mungkin orang

asing ini berpikir bahwa ia

hidup di masa mendatang" Lalu

ia bilang. istrinya menghilang.

Lewat pintu lemari pula. Astaga!

"KAU tentunya letih. Perlu

istirahat. Pergilah tidur

sekarang. Kamar untukmu sudah 

kusiapkan. Yang itu..." 

Selasih berkata demikian seraya

menunjuk ke sebuah pintu. 

soebandrio  mengangguk, namun

kelihatannya masih bingung.

Lalu beranjak ke kamar yang

ditunjuk, berjalan dengan

langkah-langkah lesu dan

kepalanya merunduk dalam.

Sebelum menghilang di balik

pintu, ia sempat berpaling.

Mengawasi tuan rumah sejenak

dengan sorot mata mengandung

curiga. 

Selasih melempar senyum untuk

membesarkan hati tamunya. 

Ia sebenarnya ingin memeluk

soebandrio . 

Ingin mengantarkannya sampai

ke tempat tidur, lalu

menyelimutinya. Lelaki itu

tampaknya sedang 

kehilangan pegangan. Seperti

seorang anak manja dan

periang, yang tiba-tiba

diberitahu bahwa ibunya sudah

mati. bobo  membutuhkan

seseorang untuk

mendampinginya. 

Hati Selasih diliputi perasaan

bahagia yang aneh, dan berjanji

pada diri sendiri untuk siap

mendampingi bobo  setiap saat

lelaki itu membutuhkan dirinya.

Terbayang sekilas waktu mereka

berdua rebah keletihan di tepi

sungai. Wajah mereka begitu

rapat satu sama lain. Malah

Selasih masih dapat merasakan

kehangatan napas bobo  di

pipinya. 

Bayangan sekilas yang

menggoda hati itu sesaat 

membuat pipi Selasih bersemu.

Ia berpaling menyembunyikan

perasaan. Sesudah nya. ia

mendengar bunyi daun pintu

ditutupkan perlahan-lahan. Di

relung sanubarinya yang paling

dalam, Selasih berharap ia akan

mendengar langkah-langkah

kaki mendekat, lalu sepasang

lengan yang kuat memeluknya

dari belakang, disertai bisikan

lembut pada telinganya. 

"Asih. Tanpa kau, aku tak bisa

tidur...!" 

Selasih berpaling lagi.

Menantap pintu yang sudah 

tertutup rapat. Lelaki itu sudah 

menghilang di kamarnya.

Mengucapkan selamat tidur pun

tidak. Selasih menghela napas

panjang. Sambil membereskan

tatanan rambutnya. ia kembali

ke dapur. 

"Tolol!" hati kecilnya merutuk.

"Bukankah bobo  bilang dia

sudah punya istri?" 

la bereskan perabotan bekas

mereka makan di 

dekat tungku perapian.

Baju-baju kotor dimasukkan ke

sebuah bakul untuk dicuci besok

pagi. 

Dalam jilatan sisa nyala api di

tungku, sesaat ia tertegun. 

Diamatinya baju dan celana

soebandrio  yang kotor dan

robek-robek. Pakaian lelaki itu

masih lembap basah. namun 

Selasih dapat merasakan, baju

dan celana soebandrio  terbuat dari

bahan yang halus dan licin.

Celana itu tidak pakai kancing.

Melainkan pakai kaitan pada

pinggang depan. Warnanya

kuning tua, seperti perunggu.

Namun begitu tipis dan kuat

sehingga sesaat Selasih berpikir

kaitan itu terbuat dari bahan

besi. 

Aneh sekali, pikirnya. 

Lebih aneh lagi. belahan depan

celana itu sampai selangkangan.

Belahan itu juga tidak pakai

kancing. Tampaknya

mempergunakan semacam

bahan yang sama keras namun 

lebih halus lagi. Ada kaitan

putih persegi, kecil sekali.

Sesudah  beberapa kali

merapatkan belahan celana itu

dengan sia-sia, Selasih ganti

mempermainkan kait putih itu.

Hampir setengah jam lamanya

baru ia dapat memahami

penggunaannya. 

Kait putih itu tinggal kau tarik

ke atas, maka belahan celana

akan menutup. Tarik ke bawah,

maka yang terjadi sebaliknya. 

Selasih sangat tercengang

dengan penemuannya yang

menakjubkan itu. 

Ia yakin, Pak bobo  yang begitu

kaya dan terhormat tidak pernah

punya kancing tarik semacam

itu. 

Bahkan tidak juga para serdadu

kompeni yang sudah sering

muncul ke kampung mereka

untuk mencari orang-orang yang

mereka sebut "ekstremis" sambil

merampas barang-barang

berharga milik penduduk.

terkadang juga memerkosa

wanita-wanita muda. 

Selasih salah seorang yang

pernah mengalami kebejatan

serdadu-serdadu penjajah itu.

Jadi ia ingat betul bagaimana

bentuk kancing celana mereka.

Konon peradaban mereka sudah

sangat maju, namun  kancing tarik

semacam punya bobo  ini, tak

pernah dipakai serdadu-serdadu

bule itu. 

Selasih tak lagi begitu heran lagi

saat  lalu  ia juga

memperhatikan kemeja bobo .

Kemeja itu boleh dibilang sudah

hancur, hampir tak mungkin lagi

diperbaiki. Kemeja berkerah,

namun  kerahnya lebih kecil dan

lebih halus dari kerah baju Pak

bobo  atau serdadu-serdadu

kompeni itu.

Kancing-kancingnya berwarna

bening, dibuat sedemikian

halusnya. Entah dari bahan apa.

Yang jelas bukan dari bahan

tanduk sebagaimana kancing

yang selalu dipakai Pak bobo . 

Nyala api di tungku semakin

redup. 

Selasih tidak memedulikannya. 

la tengah dibingungkan oleh

pikiran mengenai pemilik

pakaian yang

mencengangkannya itu. Selasih

berpikir, tentulah bobo  sangat

kaya. Jauh lebih kaya dari Pak

bobo  sendiri. Ia juga jelas

bukan orang daerah sekitar sini.

Selain mengingat logatnya yang 

Keras dan asing juga melihat

penampilan serta pakaiannya

yang ganjil itu. 

bobo  mungkin anak bangsawan

terkemuka, entah di mana.

Mungkin juga anak seorang

raja. bobo  tentunya pernah

dikirim orang tuanya ke negeri

orang-orang bule itu. Ke negeri

yang peradabannya sangat

maju, negeri impian, negeri

yang sering kali didongengkan

serdadu-serdadu kompeni itu

dengan bangga. 

Hem. Pantaslah bobo 

mengatakan perang sudah  lama

berakhir. Di negeri yang pernah

didatanginya mungkin benar

perang sudah  berakhir. Di sana

ia terkena pengaruh orang.

sehingga saat  kembali lagi ke

negeri sendiri. bobo 

menganggap apa yang diperbuat

kompeni adalah sesuatu hal

yang wajar. Sebagaimana acap

kali diucapkan serdadu-serdadu

itu kepada penduduk di sini. 

"Kami datang bukan untuk

memusuhi kalian. namun  untuk

menjaga keselamatan harta dan

nyawa kalian." 

Ucapan yang tentu saja

bertentangan dengan kenyataan

yang terjadi. Apakah bobo 

belum pernah mengangkat

senjata melawan kompeni"

Ataukah, ia salah seorang dari

mereka" 

Astaga! 

Jangan-jangan. bobo  seorang

mata-mata! 

keras dan asing juga melihat

penampilan serta pakaiannya

yang ganjil itu. 

bobo  mungkin anak bangsawan

terkemuka, entah di mana.

Mungkin juga anak seorang

raja. bobo  tentunya pernah

dikirim orang tuanya ke negeri

orang-orang bule itu. Ke negeri

yang peradabannya sangat

maju. negeri impian, negeri

yang sering kali didongengkan

serdadu-serdadu kompeni itu

dengan bangga. 

Hem. Pantaslah bobo 

mengatakan perang sudah  lama

berakhir. Di negeri yang pernah

didatanginya mungkin benar

perang sudah  berakhir. Di sana

ia terkena pengaruh orang,

sehingga saat  kembali lagi ke

negeri sendiri. bobo 

menganggap apa yang diperbuat

kompeni adalah sesuatu hal

yang wajar. Sebagaimana acap

kali diucapkan serdadu-serdadu

itu kepada penduduk di sini. 

"Kami datang bukan untuk

memusuhi kalian. namun  untuk

menjaga keselamatan harta dan

nyawa kalian." 

Ucapan yang tentu saja

bertentangan dengan kenyataan

yang terjadi. Apakah bobo 

belum pernah mengangkat

senjata melawan kompeni"

Ataukah. ia salzdr seorang dari

mereka" 

Astaga! 

Jangan-jangan, bobo  seorang

mata-mata! 

Di kamar tidurnya, soebandrio 

berbaring gelisah. 

Kamar yang ditempatinya tanpa

langit-langit. Berdinding tipis

pula. Hawa dingin menerobos

dari mana-mana, termasuk dari

celah-celah lantai papan. Dipan

kayu yang ditidurinya hanya

dilapisi sehelai tikar pandan.

Bantalnya sangat tak nyaman di

kepala. sebab  isi bantal bukan

kapas melainkan jerami.

Selimutnya keras dan kasar

namun  cukup hangat. 

Namun hawa dingin pegunungan

menusuk tiap jengkal tubuhnya,

hingga mata bobo  sukar sekali

terpejam. Padahal. betapa

inginnya ia tidur barang

sejenak. Walau cuma satu dua

menit. Dan ia berharap, saat

terbangun nanti ia kembali

berada di kamar tidurnya

sendiri, Ia akan melihat anna michele 

menguap di sebelahnya. sambil

mencemooh, "Kau mengigau

yang anehaneh. Mimpi apa kau

tadi malam?" Atau, barangkali

mendapati anna michele  merungut

cemburu. "Asih itu pacarmu ya,

sampai kau sebut-sebut dalam

mimpimu!" 

Benarkah ia hanya bermimpi"

Ah, semoga semua ini hanya

bermimpi. 

Lalu mengapa segalanya begitu

jelas dan nyata" Ia masih

mampu mengingat semua

detailnya. la membuka pintu

lemari. Terperangkap di lorong

gelap. Tahu-tahu ia sudah ada

di tengah hutan belantara.

Seekor macan kumbang

menerkamnya, mencabikcabik

pakaian dan tubuhnya. Muncul

sesosok tubuh aneh berpakaian

putih-putih, yang semula ia

sangka seorang malaikat. Lalu

rumah-rumah di atas pohon, 

Di kamar tidurnya, bobo 

berbaring gelisah. 

Kamar yang ditempatinya tanpa

langit-langit. Berdinding tipis

pula. Hawa dingin menerobos

dari mana-mana, termasuk dari

celah-celah lantai papan. Dipan

kayu yang ditidurinya hanya

dilapisi sehelai tikar pandan.

Bantalnya sangat tak nyaman di

kepala, sebab  isi bantal bukan

kapas melainkan jerami.

Selimutnya keras dan kasar

namun  cukup hangat. 

Namun hawa dingin pegunungan

menusuk tiap jengkal tubuhnya,

hingga mata bobo  sukar sekali

terpejam. Padahal. betapa

inginnya ia tidur barang

sejenak. Walau cuma satu dua

menit. Dan ia berharap, saat

terbangun nanti ia kembali

berada di kamar tidurnya

sendiri. la akan melihat anna michele 

menguap di sebelahnya. sambil

mencemooh. "Kau mengigau

yang anehaneh. Mimpi apa kau

tadi malam?" Atau. barangkali

mendapati anna michele  merungut

cemburu. "Asih itu pacarmu ya,

sampai kau sebut-sebut dalam

mimpimu!" 

Benarkah ia hanya bermimpi"

Ah. semoga semua ini hanya

bermimpi. 

Lalu mengapa segalanya begitu

jelas dan nyata" ia masih

mampu mengingat semua

detailnya. Ia membuka pintu

lemari. Terperangkap di lorong

gelap. Tahu-tahu ia sudah ada

di tengah hutan belantara.

Seekor macan kumbang

menerkamnya. mencabikcabik

pakaian dan tubuhnya. Muncul

sesosok tubuh aneh berpakaian

putih-putih, yang semula ia

sangka seorang malaikat. Lalu

rumah-rumah di atas pohon. 

penghuni-penghuninya yang

menatap curiga sebelum

menghilang.... Ular, babi hutan,

puluhan ekor monyet, dan"

Selasih! 

Pertemuan mereka hanya

kebetulan belaka. namun  Selasih

sudah  bercerita sangat banyak.

Tentang penghuni-penghuni

hutan terasing itu. Tentang

orangorang yang hilang raib di

sana. termasuk suaminya. Lalu

mereka meniti jembatan bambu.

bobo  terpeleset, hampir mati

terbenam kalau tak keburu

ditolong Selasih. Alangkah

memalukan, ia ditolong seorang

wanita lesbian  lemah bertubuh

kecil, wanita lesbian  yang justru

memerlukan lindungan seorang

laki-laki. Selasih tidak begitu

cantik. namun  pesona senyumnya

tidak bisa diabaikan. Apalagi

saat  tubuh mereka begitu rapat

di tepi sungai, dan ah... saat

soebandrio  menyentuh payudara

wanita lesbian  itu tanpa sengaja. 

bobo  mengeluh. Belum

apa-apa, ia sudah hampir

mengkhianati anna michele ! 

Betapa jelas dan nyata semua

gambaran itu, bahkan juga

perasaan yang ditimbulkannya.

Belum lagi mengenai Pak bobo ,

ceritanya tentang residen

Belanda, arloji rantainya yang

kuno. dan corak pakaiannya

yang sama kunonya. Hingga

penuturan Selasih tentang

perang dan kompeni. 

Tidak. Tidak mungkin semua itu

hanya mimpi belaka. 

Mimpi tidak akan pernah

senyata yang ia rasakan. namun 

bagaimana mungkin" Rasanya

sungguh tidak 

masuk akal. Bahwa, bobo 

muzakir  sudah  memasuki apa

yang hanya pernah ia baca

dalam buku atau ia lihat dalam

film yaitu lorong waktu! Benar.

Lorong gelap di balik pintu

lemari adalah sebuah lorong

waktu. Waktu ke masa silam! 

Sekarang tahun 1929, itu yang

dikatakan Selasih. Dan Pak

nyoto , siapa pun dia. tengah

ditawan serdadu kompeni. 

"Gila!" umpat bobo , seraya

mencengkeram kepalanya. la

memiijit ubun-ubunnya, lalu

menekan pelipisnya. Kepalanya

bedenyut teramat sakit

menyadari kenyataan bahwa ia

tetap berada di kamar asing

tanpa langit-langit, berdinding

tepas dan berlantai papan. 

Frustrasi sebab  menyangka ia

tengah berada dalam suatu

kegilaan yang aneh, bobo 

bangkit dari dipan dan berjalan

ke jendela. Daun jendela ia buka

lebarlebar. Berharap akan

melihat jalan raya, melihat

banban mobil menderu di aspal

dan berharap sebuah gerobak

dorong lewat menjajakan mi

bakso! 

Sia-sia ia berharap. Selain hawa

dingin yang kian menusuk, yang

ia temui hanyalah kegelapan di

bawah sinar rembulan yang

suram. Sesudah  beberapa saat,

pandangannya mulai

beradaptasi dengan kegelapan. 

bobo  terkesiap. Tegak kaku di

belakang jendela. 

Sesosok tubuh semampai tampak

berdiri dalam kegelapan. Angin

kencang menghembus

rambutnya, tergerai kian kemari.

Kegelapan malam tak mampu

menyembunyiakan lehernya

yang jenjang dan pundak

nya yang putih kekuningan. Dari

pakaian yang hanya sebatas

dada, sosok tubuh itu jelas sosok

seorang wanita lesbian . la berdiri

membelakangi jendela tempat

bobo  memperhatikan

diam-diam. Rupanya perhatian

si wanita lesbian  tengah dipusatkan

ke sebuah rumah di depannya.

Suara rengekan bayi. terdengar

samar-samar dari rumah

tersebut. 

Sesaat lalu , rengekan itu

berhenti mendadak. Seakan

dipaksa. Mungkin ibu atau

ayahnya yang terganggu

tidurnya, menutup mulut bayi

itu, atau mungkin si bayi tengah

disusui ibunya. Kegelapan

semakin hening. Sosok

wanita lesbian  tadi pelan-pelan

melangkah maju. Gerakannya

lamban dan tenang, tampak

seperti setengah melayang di

permukaan tanah. Dan

herannya, hanya dalam

beberapa helaan napas

wanita lesbian  itu sudah  sampai di

bagian samping rumah tadi.

Lenyap di balik bayang-bayang

pepohonan. 

lsmcd masih bingung siapa

wanita lesbian  itu dan mengapa ia

keluar malam-malam sendirian.

Apa pula tujuannya mengintai

rumah di depan sana. Sebelum

kebingungan bobo  terjawab, si

wanita lesbian  sudah tampak

kembali. Dia meninggalkan

rumah itu dengan membopong

sesuatu. wanita lesbian  itu terus

melangkah dengan penuh

percaya diri, tenang dan

lamban. saat  akan membelok

di pertigaan jalan tak jauh dari

jendela tempat bobo  mengintip,

sinar rembulan yang tak

terhalang apa pun membuat

wajah wanita lesbian  itu terlihat

ielas. 

bobo  ternganga. 

Rupanya wanita lesbian  itu merasa

tengah diamatamati. Hanya

butuh sepersekian detik untuk

menemukan orang yang tengah

memperhatikan gerak-geriknya.

wanita lesbian  itu tegak diam,

menatap ke arah bobo  dengan

pandangan tajam. Raut

wajahnya semakin jelas. Itulah

yang membuat bobo  ternganga.

Walaupun wanita lesbian  itu

mengenakan pakaian orang

gunung, namun  wajahnya adalah

seraut wajah yang sangat

dikenal bobo . 

?" Ida," bisik bobo , tersentak. 

Saking tak percaya dengan

pandangan matanya. bobo 

mengerjap-ngerjap. namun  saat 

ia menyalangkan matanya

kembali, wanita lesbian  itu sudah 

lenyap. Jangankan tubuhnya.

Bayangannya pun, tak kelihatan

lagi. bobo  terkesiap. Ia yakin

siapa yang sudah  dilihatnya.

Keyakinan itu membuat

jantungnya berdebar kencang.

Lalu tanpa pikir panjang lagi ia

melompat dari jendela, berlari

ke arah wanita lesbian  tadi

menghilang. 

Saat itulah, terdengar pekik

menyayat disusul ratap tangis

dari rumah tadi. Keributan itu

demikian mendadak, sehingga

bobo  terpekik sendiri. Kaget.

Secara naluriah ia

menghentikan langkah mengejar

wanita lesbian  yang ia perkirakan

adalah anna michele . lalu berbalik

memutar langkah dan

mendatangi rumah di depan 

sana. Pintu rumah itu terpentang

lebar. Sesosok tubuh laki-laki

menghambur ke luar disertai

jeritan pilu. 

"Bayiku! Tolong... bayiku

diculiknya! Tolong...!" 

namun  aneh. tetangga sekitar tidak

ada yang segera ke luar. Orang

itu lalu  melihat soebandrio  dan

bergegas menghampirinya. 

"A-apakah kau... melihat ke

mana bayiku dibawa olehnya?"

Napas lelaki itu

tersengal-sengal. 

"Oleh siapa?" tanya bobo 

dengan napas sesak. 

"wanita lesbian  sihir itu! Ya

Allah..." 

Melihat bobo  yang tampaknya

tidak tau apa-apa. si ayah yang

malang meninggalkan soebandrio ,

berlarilarian kian kemari

mencari dan

memanggil-manggil nama

anaknya yang masih bayi.

Barulah lalu , satu dua

pintu rumah tetangga terbuka.

Itu pun, penghuninya tidak

segera keluar. Si ayah

berlari-lari mendatangi salah

satu rumah, menangis minta

tolong pada orang yang

membuka pintu. Satu per satu

para tetangga bermunculan.

turun dengan bimbang dari

rumah masing-masing. Lalu

bersama-sama mereka menarik

lelaki itu kembali ke dalam

rumahnya sendiri. Lelaki itu

meronta-ronta. melolong dalam

jeritan menyedihkan.

Berteriak-teriak memaki para

tetangganya yang sudah 

membiarkan bayinya dilarikan

oleh apa yang ia sebut-sebut

wanita lesbian  sihir. 

sebab  perhatian mereka semua

lebih tercurah pada laki-laki

malang itu. maka kehadiran

bobo  tidak mereka pedulikan.

bobo  yang semula bermaksud

ingin 

masuk ke rumah di depan sana

untuk menanyakan apa yang

terjadi, hanya bisa diam di

tempatnya. Tegak mematung. Di

rumah depan, terdengar suara

jerit tangis dan suara orang

berdebat. Sementara pintu demi

pintu rumah di sekitar yang

tadinya dibuka. oleh penghuni

yang masih tinggal diam-diam

ditutup kembali. 

Aneh, pikirnya. Tak seorang pun

dari mereka yang berusaha

mengejar si penculik. Malah,

tetanggatetangga sekitar

kelihatan begitu takut keluar

rumah. Begitu cepat menutup

pintu masing-masing. Seakan,

kejadian semacam itu buat

mereka sesuatu yang sudah

lumrah. namun mendatangkan

rasa takut sehingga semua

orang terpaksa mengurung diri.

Persetan dengan kemalangan

tetangganya! 

bobo  kembali teringat pada

penculik bayi tadi. wanita lesbian 

sihir atau apa pun dia, buat

bobo  hanya berarti satu hal: ia

sudah  menemukan anna michele ,

istrinya. Dengan pikiran itu

bobo  membalikkan tubuh.

Bermaksud mengejar ke arah

mana ia perkirakan anna michele nya

menghilang. 

Pada saat itulah terdengar

suara menegur dengan pelan. 

"Mau ke mana?" 

bobo  terperanjat. Mundur

dengan kaget manakala tampak

olehnya sesosok bayangan

muncul dari naungan pepohonan

yang gelap. Ternyata seorang

lelaki. Ia bertelanjang kaki dan

bertelanjang dada. Tubuhnya 

hampir sama tinggi, hampir

sama besar dengan bobo 

sendiri. Usianya pun mungkin

tidak berbeda jauh dengan

soebandrio . Hanya kulitnya lebih

gelap, otot-orotnya menonjol

kuat, pundaknya lebar dan

kokoh serta dada bidang

membusung. 

"Aku chucky ." Lelaki itu

memperkenalkan diri tanpa

mengulurkan tangan. Sikapnya

pun tampak sangat kaku. "Anda

siapa" Aku belum pernah

melihatmu sebelum ini." 

Sesudah  kekagetannya hilang,

bobo  balas memperkenalkan

diri. Tak lupa menyebutkan di

rumah siapa ia tinggal. 

"Oh. Janda penenun itu. Apakah

kau calon suaminya?" tanya

chucky  tanpa basa-basi. 

"Bukan." 

"Oh. Kapan kau tiba di kampung

ini, dan..." 

"Bung sengaja menahan aku,

bukan" Agar penculik itu dapat

lari dengan aman!" bobo 

menukas dengan perasaan kesal.

chucky  tersenyum, kaku.

"Tanpa kutahan pun, kau tak

akan pernah dapat mengejar

dia," tandasnya. "Mengapa

tidak?" 

"Tak seorang pun yang bisa. Ia

muncul atau menghilang tanpa

seorang pun tahu dari mana ia

muncul dan ke mana ia

lalu  menghilang. Kau sudah 

mendengarnya tadi, bukan"

wanita lesbian  itu seorang

penyihir." 

"Dia anna michele !" senggak bobo ,

tak sabar. 

"anna michele " Nama itu tak ada di

kampung ini. Dan..." 

"Menyingkirlah. Biarkan aku

pergi mengejarnya!" 

Suara bobo  yang tegas dan

tidak ingin ditentang. membuat

lelaki yang mengaku bernama

chucky  menyingkir memberi

jalan. bobo  segera berlalu. Ia

berjalan tak tentu arah. berlari

ke salah satu cabang pertigaan,

lalu kembali. Berlari kian

kemari. Namun hanya kegelapan

yang menakutkan dan

kehampaan yang menyakitkan

saja yang ia peroleh. 

saat  kembali ke tempat

semula, chucky  sudah 

menghilang. 

Dari rumah depan, suasana

hiruk pikuk itu sudah  reda. meski

jerit tangis wanita lesbian  masih

terdengar begitu menyayat hati.

bobo  berdiri bingung dan

gelisah. Ia semakin yakin bahwa

anna michele  juga sudah  membuka

pintu lemari antik di rumah

mereka, dan mungkin terseret

oleh lorong waktu ke tempat

yang sama. Yang membuatnya

tak habis pikir, mengapa anna michele 

tadi lenyap begitu saja meski ia

sudah  melihat kehadiran

suaminya" Dan yang lebih

mengerikan, mengapa anna michele 

harus menculik bayi orang lain" 

"bobo ?" 

Ia menoleh dan melihat Selasih

berdiri di pintu rumahnya. 

"Masuklah, bobo . Lekas,

sebelum kau terkena kutuk!" 

"Terkena kutuk?" tanya bobo 

sesudah  pintu ter

tutup di belakangnya. la heran

melihat wajah Selasm yang

pucat dengan ketakutan yang

membayang di matanya. "Kutuk

apa, Asih?" 

"Panjang ceritanya," jawab

Selasih gemetar. "Lebih baik

tidur saja sekarang. Jangan lagi

nekat meninggalkan rumah

tengah malam buta begini." 

"namun  bayi itu, Asih..." 

"Bayi yang malang," Selasih

mengeluh. "Kita cuma bisa

berdoa, semoga arwahnya

diterima di sisi Tuhan." 

"Hei. Nanti dahulu !" bobo 

tercengang. "Sesudah 

orang-orang di luar sana tak

satu pun yang mau berusaha

mengejar si wanita lesbian  sihir itu

untuk merebut bayi yang

diculiknya, kini kau malah

beranggapan bayi itu sudah  mati!

Apa-apaan semua ini. Asih?"

pekik bobo  tak mengerti. 

"Tidurlah, bobo ." bujuk

Selasih. 

"Tidak!" 

Selasih menghela napas

panjang. Lalu

mengembuskannya dengan

resah. 

"Kalau begitu. duduklah. Akan

kuceritakan semuanya

padamu...." 

TANGIS bayi menyentakkan

anna michele  dari tidurnya yang resah.

la meluncur turun dari dipan.

Berjalan bimbang ke pintu

gubuk. Selama beberapa saat ia

diam mendengarkan. Sesaat

terasa kesepian mencekam di

luar sana, namun  lalu  tangis

bayi itu terdengar lagi.

Takut-takut, anna michele  membuka

pintu. Bunyi keriut engsel pintu

itu membuat anna michele  terkejut

sendiri. 

Sinar rembulan menerangi

halaman gubuk yang disemaki

belukar. Rumpun-rumpun

ilalang bergerakgerak dalam

irama tertentu, dan anna michele 

segera menyadari gerakan itu

disebabkan oleh makhluk

makhluk mengerikan yang

muncul dari semua penjuru.

anna michele  mengarah ke jalan

setapak menuju pancuran tempat

mandi, dengan cepat ia

menyambar obor menyala dari

dinding di dekat pintu, lalu ia

memberanikan diri menyerbu ke

luar. 

Seraya menggerakkan obor kian

kemari. ia berlarilari ke jalan

setapak dan menjerit-jerit

mengusir. "Enyah! Pergi kalian

semua! Jangan ganggu bayi

itu!" 

Kibaran nyala obor dan

jeritan-jeritan panik anna michele 

segera memperlihatkan reaksi. 

Semak belukar di sekelilingnya

bergerakfgerak semakin liar.

Disertai suara mencicit yang

semakin riuh rendah. puluhan

bahkan mungkin ratusan ekor

makhluk berbulu cokelat

maupun hitam lari

bertemperasan. anna michele  bahkan

sempat menendang salah satu di

antaranya, yang kebetulan

berlari ke arah anna michele  datang.

Dengan satu sepakan keras,

makhluk itu terangkat dari

tanah, terbang di udara

lalu  jatuh dengan suara

berdebuk di kedalaman tebing

yang menggelap hitam. Sesaat

sebelum melayang ke bawah

tebing, nyala obor sempat

menangkap bentuk makhluk

berkaki empat dengan moncong

lancip bertaring. Sepasang mata

merah menyorot marah namun

sesudah  terbanting, tampaknya

makhluk itu tidak mampu lagi

merangkak naik ke atas untuk

melampiaskan kemarahannya. 

Di tempat yang sedikit terbuka.

anna michele  menemukan bayi itu.

Terbungkus dalam selimut, ia

lihat sesosok tubuh mungil

berkulit putih kemerah-merahan

menggeliatkan tangan maupun

kakinya. Belasan ekor makhluk

hitam merayap di sekelilingnya.

Bahkan dua tiga ekor di

antaranya sudah mulai

mencacah selimut pembungkus

bayi. 

"Tikus-tikus terkutuk. jangan

sentuh dia!" teriak anna michele 

histeris, sembari obor di tangan

ia sorangsorongkan ke arah

kerumunan makhluk itu. Kakinya

ikut pula menendang-nendang.

Terdengar bunyi debak-debuk.

kaki-kaki kecil bertemperasan

tak menentu disertai cicitan

nyaring melengking. 

lalu . sepi menyentak. 

Tinggal rengekan lemah sang

bayi, serta napas anna michele  yang

memburu. la mengawasi

sekelilingnya. Dari kegelapan di

balik semak belukar, anna michele 

dapat menangkap

berpuluh-puluh titik cahaya kecil

merah ganti mengawasinya.

Mengawasi dengan penuh

dendam. namun juga bercampur

rasa takut seperti halnya

dirasakan oleh anna michele  sendiri. 

Maka, sebelum

makhluk-makhluk mengerikan

itu berubah pikiran lantas nekat

menyerbu dirinya. anna michele 

membungkuk. Bayi yang

terbungkus selimut itu

direngkuhnya dengan sebelah

tangan, lantas cepatcepat masuk

kembali ke dalam gubuk. Pintu

dihempaskan dengan keras, lalu

dipasangnya palang. Khawatir

pintu itu ada yang mendobrak

dari luar. 

Sejenak ia mengatur napas. 

Obor disimpan ke tempat

semula. Lalu berjalan ke arah

dipan. anna michele  merebahkan si

bayi di atas tumpukan jerami

yang oleh penghuni sebelum dia

sengaja ditumpuk sebagai

pengganti kasur. 

"Kau aman di sini," gumam

anna michele  tersengal-sengal. Ia

tersenyum. menikmati suatu

kehangatan yang aneh 

dengan kehadiran sang bayi.

"Kita dapat berteman, bukan?"

lalu untuk pertama kali

semenjak ia menghuni gubuk

kecil di lereng gunung itu,

anna michele  dapat tertawa. 

"Ah... kiranya kau wanita lesbian 

seperti aku. Siapa namamu.

Neng" Oh ya. Tak apa kau

kupanggil Neneng saja, ya?"

anna michele  mengusap-usap rambut

bayi yang tebal dan halus itu.

Pipinya yang montok dieluselus

dan sang bayi rupanya merasa

senang. Terdengar rengekannya

yang riang, sementara matanya

yang bening memancarkan sinar

bersahabat. "Anak cantik. lbu

mana yang sudah  begitu tega

membuangmu?" 

Dibilang begitu, sang bayi

merengek lagi. 

"Hussy, diamlah, Nak. Kau ingin

menyusu ya" Sebentar.

kuhangatkan..." 

Bayi itu ia selimuti baik-baik.

Sambil membopong sang bayi. ia

berjalan ke tungku perapian di

salah satu pojok gubuk. Periuk

tanah di dekat tungku

dibukanya. Masih ada sisa susu

kambing, namun  sudah  mengental

beku sebab  hawa dingin. Periuk

itu diletakkannya di atas tungku.

Bara api dikebutnya dengan

sepotong kayu bakar. ditiup

sampai apinya menyala. Kayu

bakar ditambahkannya dua

potong ke dalam tungku. 

Sesaat  suasana di dalam

gubuk berubah menjadi hangat. 

Bayi itu menggeliat. Tangannya

yang kecil secara naluriah

menggapai payudara anna michele 

yang setengah terbuka. anna michele 

tertawa kecil. 

"Sabar-lah," bujuknya. "Aku

belum bisa menetcki 

mu... 

Susu kambing dalam periuk

mulai mencair, lalu mendidih.

Periuk diangkat anna michele  dari atas

tungku. Dengan sendok kayu,

isinya dipindahkan sedikit ke

sebuah mangkuk dari tempurung

kelapa. Didiamkannya sejenak.

Sesudah  hangat-hangat kuku lalu

disendokkan sedikit demi sedikit

ke mulut bayi wanita lesbian  yang

mereguknya dengan lahap. 

Selagi memberi minum bayi di

pangkuannya, mulut anna michele 

terus saja berceloteh. Ia tidak

lagi bertanya-tanya tentang

siapa ibu yang sudah  begitu tega

dan begitu bersusah payah

mendaki gunung untuk

membuang anaknya di tempat

yang begini jauh terpencil. Jadi

ia hanya bercerita dirinya

sendiri. Tentang sebuah kisah

yang menyerupai dongeng.

Hanya tidak seindah

dongengnya Andersen yang dahulu 

kerap kali dibacanya waktu

masih duduk di Sekolah Dasar. 

Apa yang diceritakan anna michele 

dengan sikap setengah melamun

adalah sebuah dongeng yang

tidak saja mengharukan namun 

juga mengerikan. 

"Kau ingin tahu dari mana aku

datang, bukan?" bisiknya pada

sang bayi. Suara anna michele 

bergetar saat  pertanyaan itu ia

jawab sendiri. 

"Aku datang dari sebuah

lemari."!" 

anna michele  tak sedikit pun curiga

saat  ia membuka pintu lemari. 

ia juga tidak merasakan sesuatu

hal yang aneh. Kecuali desahan

kagum akan ukiran wanita lesbian 

yang menyerupai dirinya itu.

Puas memandangi duplikat

dirinya, anna michele  tenang-tenang

saja membuka pintu lemari.

Keramik-keramik yang bagus itu

lebih pantas dipajang di balik

lemari kaca di ruang tamu. Di

lemari yang ini, lebih cocok

untuk menyimpan buku atau

benda benda lain yang tidak

begitu mereka butuhkan kecuali

diperlukan. 

Tangannya baru saja

menjangkau sebuah poci antik

saat  peristiwa itu terjadi. 

Mendadak, keramik-keramik

lainnya menghilang secara

ajaib. Bilah-bilah papan dan

kayu lemari lenyap. berganti

lorong yang pekat seakan tak

berujung. Yang tinggal hanyalah

poci di tangannya saja. Di

hadapannya, anna michele 

menyaksikan munculnya

gumpalan kabut yang lalu 

menyergap tubuhnya dengan

sebuah tarikan yang aneh. 

Poci keramik di tangannya,

jatuh ke lantai. Pecah berderai. 

anna michele  ingin menjerit. Namun

lidah kelu. Bahkan sekujur

anggota tubuhnya, lemas tak

berdaya. Kabut itu terus saja

menyeretnya, seakan ada

tangan-tangan gaib yang

menarik tubuhnya untuk

melangkah masuk semakin jauh

ke dalam lemari. Beberapa saat

sebelumnya. kehangatan sinar

matahari yang menerobos dari 

jendela masih sempat

dinikmatinya, kini tahu-tahu saja

sudah  berubah dingin menusuk

dalam kegelapan yang

menghitam. Dan lalu  ia

melihat sinar rembulan di pucuk

pepohonan. Astaga, pepohonan

tinggi menjulang di sekitarnya.

anna michele  melangkah ke tempat

terbuka. Kaki telanjangnya tidak

lagi menjejak di lantai licin.

Melainkan di permukaan tanah

berbatu dan ditumbuhi semak

belukar. 

Bagaimana mungkin" 

anna michele  mengerjapkan matanya.

Berbisik pada dirinya sendiri,

"Hei, anak tolol. Bangun!" 

Telinga anna michele  menangkap

suara. Begitu lirih. Hanya sayup

sampai terdengar. "Eh,

apa-apaan si Ida?" Disusul

suara bunyi menghempas. 

Seperti pintu ditutupkan. Pintu

lemari itu! 

anna michele  membuka matanya

lebar-lebar. 

Berharap. ia melihat wajah ibu

mertuanya yang mencemooh

sebab  sudah  memecahkan poci

antik yang mungkin tak ternilai

harganya. namun  apa yang

dilihatnya masih tetap sama.

Suasana remang-remang dalam

siraman cahaya rembulan,

pepohonan yang menjulang.

langit kelam. lereng terjal

mendaki jauh di depannya. lalu

jurang yang menganga hanya

beberapa langkah dari

tempatnya berdiri. anna michele 

tersentak. Melangkah mundur

secara naluriah, menjauhi bibir

tebing yang curam menganga

itu. Ia membalikkan tubuh

disertai perasaan takut yang

luar biasa. 

Ada suara-suara aneh

tertangkap oleh telinganya. 

Bunyi mencicit lemah.

Mula-mula hanya satu dua

suara, lalu  bertambah

banyak. Bunyi mencicit itu

makin kuat. makin ramai. Lalu

terdengar suara gemerisik yang

ribut. Semak belukar di

sekelilingnya bergerak-gerak

liar. Terdengar pula

langkah-langkah kaki kecil.

merayap di tanah. menyeruak

semak maupun belukar. Suara

maupun gerakan itu seakan

datang dari segenap penjuru,

menjurus langsung ke arah

anna michele  yang tegak kaku. 

lalu ia melihatnya. 

Berpasang-pasang sorot mata

merah dan jahat mengawasi

dirinya. Sorot mata itu

kecil-kecil, namun  berkilat-kilat

tajam. Mengintai dari balik

semak belukar. di atas

rerumputan. di atas batu.

Jumlahnya puluhan. mungkin

ratusan... semua mengawasi

anna michele , dengan kesunyian yang

tiba-tiba sangat menyesakkan. 

anna michele  tak berani bergerak. 

Dia mematung. 

anna michele  mencoba mengendalikan

kepanikannya. ia masih teringat

pesan guru karatenya dahulu . 

"Menghadapi musuh yang

tiba-tiba mengepung.

bersikaplah tenang. Setenang

orang yang berbaring diam.

sampai ular berbisa yang

merayap di perutnya menyangka

orang itu benda mati sehingga

ular itu lalu  berlalu tanpa

mematuknya. lalu ..." 

lalu , apa" 

Pikiran anna michele  mendadak buntu.

la bukan meng

hadapi manusia biasa. Ia

menghadapi musuh yang jauh

lebih berbahaya dari sekadar

manusia. Matanya semakin

terbiasa dengan kegelapan,

samar cahaya rembulan

membuat anna michele  dapat

mengetahui seperti apa

musuhnya. Makhluk-makhluk itu

berbulu cokelat dan hitam.

Bulu-bulu halus berkilauan.

Kaki-kakinya menekuk. berkuku

runcing. Kepalanya melancip ke

depan, memperlihatkan

moncong bersungut serta gigi

taring tajam mengancam. 

"Tikus!" anna michele  membatin ngeri.

Benar. Makhluk-makhluk

pengepung itu ternyata ratusan

ekor tikus. Bukan sembarang

tikus! Jangankan sebanyak itu.

satu ekor saja sudah cukup

untuk mengusir kucing.

Bagaimana tidak. Tikus yang

dihadapi bertubuh jauh lebih

besar dari kucing itu sendiri.

Dari bentuk kepala, ekor. serta

caranya mendekam,

makhluk-makhluk itu jelas-jelas

tikus, bukan musang atau pun

binatang lainnya. anna michele 

mungkin masih punya

keberanian apabila yang

dihadapinya seekor harimau.

namun  tikus.... 

"Oh"!" anna michele  mengeluh gentar.

Lututnya goyah. lalu 

menekuk. dan tubuhnya pun

melorot jatuh ke tanah. Suara

berdebuk saat  anna michele 

bersimpuh jatuh, terdengar

begitu kerasnya.

Makhluk-makhluk buas di

sekelilingnya sesaat 

memperdengarkan bunyi

mencicit kembali, riuh rendah

dan menggema di sepanjang

lereng gunung bahkan sampai

jauh ke lembah hitam mencekam

di bawah 

sana. Lalu beratus-ratus kaki

kecil merayap perlahanlahan.

Moncong-moncong mengerikan

menganga, siap menerkam

dengan sorot-sorot mata yang

haus darah. 

Seekor di antaranya, yang

paling besar dan paling

menakutkan, sudah  mencapai

lutut anna michele  yang gemetar hebat.

Makhluk itu mendengus-dengus

buas. Taringnya yang tajam

mengerikan sudah siap

merobek-robek kulit dan daging

manusia yang sudah tak berdaya

itu. namun  suara mencicit yang

lebih keras dan nyaring

membuat tikus di depan lutut

anna michele  urung menancapkan

taringnya. Suara yang muncul

terakhir, seakan mengatasi

suara riuh rendah di sekitar

anna michele . 

Ratusan ekor tikus di sekitar

tubuh anna michele . serempak

memutar tubuh. Lari

bertemperasan, serabutan.

Makhluk-makhluk itu lenyap

dalam sekejap. Menghilang di

balik pepohonan, di celah-celah

batu maupun ceruk dinding

gunung. Sebagian jatuh

tunggang langgang ke lembah.

Hiruk-pikuk bunyinya. Semua

berlangsung dalam tempo yang

begitu singkat. anna michele  bahkan

belum sempat menarik napas.

tatkala kesunyian yang lengang

mencekam kembali menghantui

kegelapan di sekitar anna michele .

Dan ia lalu  melihat apa

penyebab makhluk-makhluk

mengerikan itu minggat

ketakutan. 

Di atas seonggok batu besar,

tegak sesosok tubuh tinggi kekar.

la bercelana sontok hitam

sebatas betis. Dadanya bidang

dengan otot-otot pundak

menyembul kokoh. Seluruh

penampilan tubuhnya, sampai

sebatas leher, adalah sosok

tubuh manusia perkasa. namun 

yang membuat anna michele  memekik

tertahan adalah penampilan

orang itu dari batas leher ke

atas. 

Orang itu tegak persis

menghadap rembulan. sehingga

tampak jelas sepasang

telinganya yang kecil lancip.

rambut lurus rata berkilauan di

atas kepala yang juga lancip.

Matanya memang berbentuk

normal seperti sepasang mata

manusia biasa. Akan namun 

justru keadaan itu membuat

penampilan wajahnya semakin

buruk mengerikan. 

sebab . mata manusia tidaklah

serasi untuk wajah seekor tikus! 

Terlindung dalam

bayang-bayang pepohonan,

anna michele  menggeliat resah. 

Ia berusaha bangkit. Namun

segera jatuh terduduk kembali,

sebab  persendian tubuhnya

seakan lumpuh total. Bagai

dilanda teror yang tak mungkin

dilawan, anna michele  hanya bisa

diam memperhatikan bagaimana

lelaki tinggi kekar berkepala

tikus itu turun dengan

langkah-langkah tegap ke

tempat terbuka. lalu 

berhenti diam di depan anna michele . 

Dengus napas berat setengah

mencicit keluar dari

lubang-lubang hidungnya yang

sempit. Wajah itu menyeringai.

Sungut-sungutnya yang hitam

berkibarkibar ditiup angin

malam, sementara taring-taring 

besar namun runcing menyeruak

dari sela-sela moncongnya. la

mengawasi sejenak. lalu 

membungkuk. Telapak

tangannya yang lebar

menggapai ke depan, berusaha

menjamah wajah anna michele  yang

sudah lebih dahulu  merunduk

manakala makhluk itu mendekat.

Merasakan endusan napas

panas dan melihat tangan yang

menggapai ke arahnya, anna michele 

tersentak kaget. 

Teror yang melanda dirinya

sudah  mencapai puncak. 

Anak anjing sekali pun, kalau

sudah kepepet masih mampu

menggigit. 

Maka, anna michele  mengumpulkan

sisa-sisa keberaniannya untuk

menepiskan tangan itu.

Tepisannya ternyata sangat

lemah. Tangan itu hanya

tergeser sedikit, lalu  malah

semakin berani menerjang ke

depan lalu mencengkeram

pundak anna michele . Makhluk itu

dengan tangkas mengangkat

anna michele  berdiri. anna michele 

meronta-ronta, menendang,

mencakar dan melakukan apa

saja untuk membebaskan diri.

Panik dan takut sudah  membuat

anna michele  melupakan cara

membela diri yang benar seperti

yang pernah ia pelajari. 

Akibatnya, perlawanan anna michele 

menjadi kacau tak berarti.

Tangan kokoh itu terus

membetot anna michele , berusaha

memeluk dan menciumnya.

Dengus napas keras dan panas

berapi-api menyapu wajah

anna michele . Ia terus saja mencakar

sambil berteriak-teriak tak

menentu. Setiap teriakan yang

keluar menahan kekuatan

nya. Sekali ia berhasil

menendangkan lutut ke perut

makhluk itu. Yang kena tendang,

meliuk keras, namun tidak mau

melepaskan pelukannya. 

Makhluk itu terjaiar ke

belakang, jatuh ke tanah seraya

menyeret tubuh mangsanya.

Mereka jatuh terjerembab di

tempat terbuka yang lebih

terang oleh sinar rembulan.

Merasa mulai tidak bisa

mengendalikan anna michele . makhluk

itu menghantamkan satu pukulan

keras. anna michele  merasakan

sesuatu menerpa sisi kepalanya

begitu kuat dan menyakitkan,

Dalam sekejap. anna michele  hilang

keseimbangan. la terguling di

tanah, lalu tergeletak

menelentang dengan kepala

berdenging menyakitkan.

Kesadarannya lambat laun

semakin menurun. anna michele  mulai

didera rasa putus asa. 

Dalam keputus-asuhnya timbul

niatan untuk tetap sadar. Paling

tidak selama beberapa detik

yang singkat, namun cukup

untuk membawa tubuhnya

merayap ke batu terdekat.

Daripada harus kembali ke

pelukan makhluk itu. anna michele 

merasa lebih baik mengakhiri

semuanya. Kepalanya akan ia

benturkan keraskeras. Sampai

retak, dan ia mati.... 

Sayang untuk merayap pun

anna michele  tak mampu lagi. 

Ia hanya mampu telentang diam.

Matanya nanar memperhatikan

sosok tubuh menakutkan itu

mendekat, lalu membungkuk.

Dekat dengan wajah anna michele .

namun  anehnya, bukan untuk

menciumi wanita lesbian  yang

sudah tak berdaya itu.

Melainkan hanya menatap

wajahnya lekat-lekat. 

Hanya memperhatikan! 

Lalu sekoyong-koyong, sosok

tubuh perkasa itu tampak

bergetar hebat. Terdengar

cicitan keras dari mulutnya. Saat

berikutnya, makhluk itu mundur

menjauh, lantas menjatuhkan

diri di atas rerumputan. 

Makhluk itu menekankan

kepalanya ke rerumputan

dengan tangan mendekap tanah.

Tubuhnya meliuk, bersimpuh.

Suara mencicitnya terdengar

kacau. Seperti cicitan tikus yang

terpojok di celah sempit yang

masih dapat dijangkau kuku

seekor kucing yang siap

menerkamnya. Dengan sisa-sisa

kesadarannya. anna michele  masih

sempat menyaksikan bagaimana

makhluk perkasa berkepala dan

berwajah tikus itu tengah

bersimpuh di tanah dengan

posisi menyembah memohon

ampun kepadanya. 

anna michele  membelalak heran. 

Sekejap cuma. sebab  kelopak

matanya keburu mengatup tanpa

bisa ia kendalikan. Kesadaran

anna michele , sudah menghilang. 

"Kau tahu apa yang lalu 

terjadi?" desah anna michele , lirih. 

Bayi di pangkuannya diam.

Rupanya sudah lama tertidur. 

anna michele  menghela napas,

lalu  bangkit dan berjalan

ke dipan. la sambar sehelai kain

rombeng keras 

dan kasar dari gantungan di

dinding.dilempar ditumpukan

jerami. lalu bayi yang sudah

lelap itu ia baringkan dengan

hati-hati. Diselimuti baik-baik. 

Bayi yang montok dan cantik,

pikirnya. 

lbu mana yang sudah  tega

membuangnya" Apakah

peristiwa-peristiwa memalukan

yang sering terjadi di kota-kota

besar itu sudah  merembet pula ke

pegunungan yang jauh

terpencil" Tentang

wanita lesbian -wanita lesbian  muda

yang hamil di luar nikah. lantas

sebab  malu pergi menyingkir

jauh-jauh, melahirkan anaknya

diam-diam, membawanya ke

suatu tempat tanpa diketahui

orang. lalu membunuhnya" 

Akan namun , bayi ini tidak

dibunuh. 

Bayi ini dibuang begitu saja.

Lalu mengapa untuk membuang.

harus menempuh jarak yang

begitu jauh" Mengapa harus

bersusah payah mendaki

gunung. bahkan harus

menyeberangi sungai dan

menerobos rimba belantara"

Tadi siang, anna michele  sempat

beberapa kali memperhatikan ke

arah lembah. Nun di lembah

sana. ia melihat rumah-rumah

penduduk yang tampak begitu

kecil, menyerupai kotak korek

api saking jauhnya. 

wanita lesbian  mana yang nekat

meninggalkan kampung itu

untuk pergi mendaki gunung,

hanya untuk membuang

bayinya" 

anna michele  tersentak saat  ia

sampai pada sebuah pemikiran

baru. 

Seseorang, entah siapa, sudah 

masuk pula lewat pintu lemari.

Bayinya dibuang. lalu 

orang itu keluar kembali. Lewat

pintu yang sama. Ia tentunya

sudah  mengetahui rahasia lemari

antik itu. Entah dengan cara

apa. ia dapat masuk ke dalam

rumah tanpa sepengetahuan

soebandrio  atau ibu mertuanya.

Dengan leluasa pula ia

membuka dan menutupkan pintu

lemari sesudah  melaksanakan

niat jahatnya. Dan bayi itu,

mungkin bukan anak haram.

Bayi itu mungkin memang

terlahir dari sebuah pernikahan

yang sah. la dibuang, tidak

untuk dibuang begitu saja.

namun  untuk dijadikan tumbal.

Persembahan kepada setan

laknat terkutuk! 

namun . ah.... 

Siapa pula orangnya yang sudah 

mampu membuat lemari yang

mengandung kekuatan gaib

sedemikian rupa." Itu hanyalah

sebuah lemari biasa. Lemari

dengan pintu ukir antik yang

dapat dibuat dan dipesan oleh

siapa saia. Jangka waktu

pembuatannya pun, cuma tiga

hari. Atas pesanan bobo ,

suaminya. Pesanan bobo ,

astaga! Mengapa pula bobo 

tiba-tiba berpikir untuk

memesan sebuah lemari yang

dapat melemparkan istrinya ke

sebuah dunia yang begitu jauh.

Sebuah dunia terasing" bobo 

tidak akan melakukan itu.

sebab  ia tahu, betapa bobo 

sangat mencintai dirinya.

Kalaupun sesudah  di

sidoarjo , cinta bobo 

padanya mengalami perubahan,

maka bobo  tidak akan berani

melakukan perbuatan

mengerikan itu di depan mata

ibunya sendiri. 

Tidak. Bukan bobo  yang

melakukannya. 

Lalu siapa" 

Kehilangan selera untuk tidur

kembali, anna michele  turun dari

dipan. Bayi itu menggeliat.

Merengek lembut. namun  dengan

tepukan-tepukan halus

diselimutnya, bayi itu terlelap

lagi. Bayi malang, pikirnya. 

"Aku tak percaya, kau

dilemparkan orangtuamu untuk

dirajah oleh setan," ia

bergumam. "Aku bukan setan.

Orang itu pun... aku yakin,

bukan!" 

anna michele  beranjak lalu duduk

menghadap tungku perapian.

Baranya masih menyala. Hangat

dan menyenangkan. Di sebelah

tumpukan kayu bakar, ada

setumpuk singkong mentah.

anna michele  mengambil se

potong lalu disorongkannya ke

tengah bara. Ia juga

menambahkan sepotong kayu

bakar agar api tetap menyala.

Kayu maupun singkong itu, si

muka tikuslah yang

menyediakannya. Ya. Si muka

tikus. Itulah julukan yang paling

pas. Muka tikus, namun tetap

sebagai manusia. Ia bukan

setan, meski penampilannya

mirip dengan penampilan setan

yang mengerikan. 

Begitu seram sosok tubuhnya

saat  pertama kali ia muncul di

atas onggokan batu. Bahkan

ratusan ekor tikus-tikus buas

yang mengerikan itu pun sampai

minggat ketakutan. Sungguh

aneh, begitu anna michele  sudah tidak

berdaya untuk melawan, orang

itu malah mendadak berubah

sikap. Bersimpuh dengan sikap

lebih ketakutan dari perasaan

takut yang dialami anna michele 

sendiri. Ia menyembah anna michele ,

seakan mcmohon ampun atas

kelancangan dirinya yang sudah 

memperlakukan anna michele  dengan

kasar, bahkan hampir

menodainya. Apa yang membuat

makhluk itu bersikap demikian"

anna michele  tak dapat memahaminya.

Ia hanya tahu, bahwa begitu

siuman, ia sudah terbaring di

atas dipan kayu dalam gubuk

kecil terpencil ini. Si muka tikus

ia lihat duduk bersila tak jauh

dari pintu gubuk. Ia duduk

membelakangi obor sehingga

wajahnya tidak terlihat jelas.

Walaupun nyala api di tungku

masih mampu menerangi,

wajahnya tetap saja kelihatan

sangat samar. sebab  lelaki itu

sudah  memakai kerudung hitam

yang tepi bagian atas depan 

ditarik serendah mungkin.

Membuat wajahnya tak lebih

dari sebuah kegelapan yang

kabur. 

Orang itu gemetar saat  anna michele 

menggeliat bangun. 

la cepat bersimpuh mencium

lantai tanah. Menangkupkan

kedua telapak tangan pada

kepalanya yang ditutupi

kerudung. Memperdengatkan

suara mencicit yang ribut. namun 

lemah seakan tak berdaya.

Seolaholah anna michele  adalah sang

Ratu Penguasa yang turun dari

tahta untuk menghukum

langsung si pendurhaka. 

Terheran-heran campur takut.

anna michele  beringsut ke pojok dipan.

Duduk meringkuk dengan

sekujur tubuh gemetar. 

"Mau apa kau?" la bergumam

cemas. 

Makhluk itu setengah

mengangkat kepalanya.

Menunjuk-nunjuk ke anna michele .

lalu  menunjuk-nunjuk ke

wajahnya. Gerakan itu ia

lakukan berulang-ulang. Seakan

ingin menyampaikan sesuatu

mengenai wajahnya punya

sangkut paut dengan anna michele .

Tentu saja anna michele  tercengang. 

"Aku tak tahu apa maksudmu.

Pergilah... tinggalkan aku

sendirian." Suara anna michele 

setengah memerintah. setengah

memohon. 

Si muka tikus beringsut mundur

ke pintu. Tiba di sana. ia berdiri.

Berpaling sejenak ke arah dipan

namun tidak secara

terang-terangan. Sesudah 

membuka pintu ia lalu 

keluar dengan patuh. Lewat

pintu yang terbuka. anna michele 

menangkap kegelapan yang

pekat 

di luar sana. Angin malam

menerobos masuk. anna michele 

menggigil. la memberanikan diri

turun dari dipan. Berlari-lari

kecil ke arah pintu. Lalu pintu

itu ditutup kannya buru-buru.

Saat melihat sebuah palang kayu

tergeletak, disambarnya palang

itu dan dipasangnya dengan

bernafsu. 

Sendirian di dalam gubuk,

anna michele  mulai memperhitungkan

kesempatannya. 

Kalau terjadi sesuatu di luar

kehendaknya, ia akan melawan.

Kini ia sudah sadar sepenuhnya

dan tahu akan kemampuannya

membela diri dengan tangan

kosong. lalu , masih ada

sebatang obor menyala. juga

potongan kayu bakar menyala di

tungku perapian. Sesudah 

matanya bergerak liar,

mencari-cari alat lain yang bisa

digunakan untuk berjaga-jaga.

ia akhirnya menemukan sebilah

pisau terselip di dinding. Pisau

itu ia sembunyikan di bawah

bantal. Juga ada sebuah kapak

besi di dekat pintu. Kapak itu

dipindahkan ke dinding dekat

dipan. Cukup dekat untuk

dijangkau sewaktu-waktu. 

Meringkuk kembali di dipan.

anna michele  mengatur napas supaya

ia dapat lebih tenang. Kalaulah

semua ini cuma mimpi buruk

belaka, semoga apa yang terjadi

dalam mimpinya tidak berlanjut

sejauh yang ia cemaskan.

Seumur hidupnya, anna michele  tidak

pernah membayangkan akan

tega membunuh seseorang.

Kecuali, kalau orang itu berniat

jahat dan nekat menganiaya

atau memerkosa dirinya. 

Teringat sampai di situ, anna michele 

dengan gugup memperhatikan

letak pakaiannya. Pakaiannya

sangat kotor. Namun masih

utuh. Dan setiap lembar tetap

melekat di tempat semula. la

gerak-gerakkan pahanya. Juga

tidak terasa adanya kelainan.

Benar. ia teramat letih. Namun

tahu kalau hal itu adalah

keletihan yang wajar. Letih

sebab  syok. Letih sebab 

pertarungan melawan orang itu

sebelum ia jatuh pingsan. Bukan

letih sebab  diam-diam sudah 

diperkosa saat pingsan. 

Si muka tikus agaknya

memperlakukan anna michele  dengan

baik. Tumpukan jerami di

permukaan dipan jelas sudah 

disiapkan oleh si muka tikus

sebelum anna michele  direbahkannya

di situ. sebab  di lantai masih

terlihat serpihan sisa jerami

yang berceceran sampai ke

pintu. Dan apa pun maksud

orang itu, jelas ia tidak berniat

mengurung anna michele . sebab 

kalau ia bermaksud demikian,

pintu justru harusnya dikunci

dari luar. Ia juga tak akan

membiarkan pisau serta kapak

tertinggal begitu saja. 

anna michele  mengawasi setiap sudut

gubuk. 

Hanya ada satu ruangan saja.

Merangkap segala keperluan

untuk tinggal. Ada gantungan

baju. Perlengkapan memasak,

perlengkapan makan, sebuah

meja kecil dengan sebuah kursi

yang terbuat dari rotan. Lalu

sebuah rak kayu untuk tempat

pakaian. Di dalamnya beberapa

helai pakaian tersusun rapi.

Semua berwarna hitam. dan

tanpa perlu menyentuhnva

kelihatan jelas hanya terbuat

dari bahan kasar. 

Modelnya pun serba kuno. susah

membedakan apakah pakaian itu

untuk lelaki atau wanita lesbian ,

kecuali satu dua helai kain

sarung yang diberi renda. Puas

mengamati seisi gubuk yang

ditinggalinya. anna michele  masih

tetap bimbang. Keperluan untuk

hidup ala kadarnya, cukup

tersedia. 

Yang mengherankan, mengapa

ia harus hidup di gubuk yang

menakutkan ini" Dengan ratusan

atau mungkin ribuan tikus-tikus

besar mengerikan mengintai di

luar sana. Makhluk-makhluk

kejam dan ganas, yang

seakan-akan berada di bawah

perintah si manusia bermuka

tikus. Melawan seorang itu saja

mungkin anna michele  masih mampu.

namun  untuk melawan pasukan

tikus yang bisa menyerbu dari

segala penjuru. apakah gubuk

kayu berdinding tepas ini

sanggup menahannya" Pisau

serta kapak itu pun akan sia-sia

akhirnya. Juga api. Dan sampai

kapan ia di sini."

Alangkah tenteram hatinya,

andai kata ada soebandrio  di

dekatnya. 

Apa yang tengah dikerjakan

bobo  sekarang ini" Tidur

nyenyak" Atau kalang kabut

menjelajahi setiap sudut kota

untuk mencarinya" Dan ibu

mertuanya. sungguh kasihan.

Dia seorang wanita lesbian  yang

baik. Meski teramat jarang

bertemu, anna michele  dapat

merasakan kasih sayang dan

cintanya. secinta pada anak

kandungnya sendiri. Tentulah

ibu mertuanya

terpingsan-pingsan mengetahui

menantunya sudah  hilang tak

tentu rimba. Ya. siapa pula yang

tahu kalau ia 

ada di sini" Lebih menakjubkan

lagi, siapa pula yang percaya

kalau hanya dalam tempo

sekejap, ia sudah  pergi ke suatu

tempat yang begitu jauh" Hanya

dengan membuka pintu sebuah

lemari, anna michele  sudah  tiba di

lereng sebuah gunung.

dikelilingi hutan belantara! 

Lemari. wahai.... Pasti itu hanya

mimpi buruk! 

Namun saat  akhirnya ia

tertidur juga menjelang subuh

dan bangun kesiangan esok

harinya. anna michele  menyadari ia

tidak sedang bermimpi. la

menghadapi kenyataan. ia

berjalan tertegun-tegun menuju

pintu. Dari celah di bawahnya.

lidah matahari tampak menjilati

lantai di sebelah dalam pintu.

Sinar matahari yang hangat

juga menerobos lewat

celah-celah sempit di antara

bilah-bilah dinding tepas. Tidak

ada bayangan mencurigakan di

luar. anna michele  menggenggam erat

pisau bergagang besi di tangan

yang ia tekuk di balik

punggungnya. Dengan satu

tangan, palang diturunkan lalu

pintu dibuka dengan hati-hati.

Bunyi keriutnya yang keras

mengejutkan anna michele , sehingga ia

sempat menahan napas dengan

wajah pucat. 

Tak seekor tikus pun ada di luar.

Juga lelaki berkerudung itu. 

ia hanya melihat semak belukar

berpanggang matahari. Dan di

dekat pintu, menyandar ke

dinding ada sebuah gerigik

bambu penuh berisi air. Juga

setumpuk kayu bakar yang

masih baru, setumpuk singkong

yang tanahnya masih gembur

basah, beberapa macam 

buah-buahan hutan yang masih

segar sebab  jelas baru dipetik,

dan periuk tanah berisi cairan

putih kental. saat  anna michele 

mengangkat periuk itu dan

mencium-cium, ia segera

membaui susu perah. Baunya

yang khas jelas menunjukkan

bahwa isi periuk tanah itu

adalah susu kambing. 

Heran sebab  yakin si muka

tikus yang menyediakan semua

itu, anna michele  kini lebih

memantapkan diri. Ia tidak lagi

menyembunyikan pisau di

belakang punggung. la

memperlihatkan

terang-terangan, seraya

melangkah lebih jauh ke luar

gubuk. Hari sudah  beranjak

siang. Dan kecuali bunyi lutung

yang bergaung bersahut-sahutan

dari kejauhan, ia tidak

mendengar bunyi apa pun lagi.

Suasana di sekitar gubuk

lengang mencekam. Angin

pegunungan yang segar

menyapu wajah anna michele  yang

pelan-pelan memerah lagi oleh

jilatan matahari. la berputar,

melihat dinding bukit batu yang

menjulang di belakang gubuk.

Dan sesudah  menerobos semak

belukar ia melihat lembah

menganga curam di bawahnya. 

Nun jauh di bawah sana. sejauh

mata dapat memandang, tampak

kotak-kotak kecil sebesar korek

api bergerombol di antara

pepohonan. Pandangan anna michele 

tidak mampu melihat adanya

aktivitas kehidupan di sana.

namun  ia tahu betul dari

bentuknya bahwa apa yang

tampak seperti kotak-kotak korek

api itu adalah rumah-rumah

penduduk sebuah

perkampungan. Berapa jauh

letak kampung itu dari sini"

Berapa lama 

waktu yang diperlukan untuk

tiba di sana" Dan, jalan mana

yang harus ditempuh" Ke mana

pun anna michele  mencari, ia tidak

menemukan adanya petunjuk

jalan kecuali jalan setapak yang

kelihatan jarang dilewati dan

berakhir di tengah hutan yang

remang-remang menyeramkan. 

Tanpa berpikir dua kali. anna michele 

segera melangkah ke arah jalan

setapak itu. Mula-mula

langkahnya pelan dan hati-hati.

namun  semakin jauh ia

meninggalkan gubuk. semakin ia

takut diketahui lalu dikejar oleh

lelaki asing bermuka

menyeramkan itu. Maka tak ayal

lagi, anna michele  segera ambil

langkah seribu. Berlari lebih

cepat. cepat. makin cepat. ia

melupakan kakinya yang

telanjang. Dan dengan segera ia

merasakan telapak kakinya

pedih. lecet dan terluka. Lengan

maupun betisnya juga tergores

di sana sini. Sementara

pakaiannya robek-robek

menyedihkan, sesudah  beberapa

kali tersangkut saat terpaksa

menerobos semak belukar,

terantuk ke akar pohon yang

membelintang di depan

jalannya, jatuh terjerembap,

bangkit lagi dengan susah payah

untuk meneruskan perjalanan

dengan berpedoman pada

bayang-bayang yang

ditimbulkan sinar matahari. 

Bagaimanapun, ia lebih suka

hidup bersama manusia normal

lainnya. Tak peduli di mana dan

dengan siapa. Tinggal di sebuah

kampung tak dikenal jauh lebih

baik daripada harus hidup

berdua di tempat terasing

bersama makhluk manusia

berwaiah tikus. 

Perbandingan yang kontras itu

kembali membangkitkan

semangatnya tiap kali terjatuh

atau lari kehilangan arah. 

Suara binatang-binatang hutan

membuatnya takut. Puluhan ekor

monyet serta lutung yang

bergelantungan dan

berloncat-loncatan dari satu

pohon ke pohon lain dengan

suara jerit yang riuh rendah,

membuatnya ngeri. Seekor ular

berkulit hijau dengan

bintik-bintik kuning yang

menyelinap cepat ke semak

belukar di dekatnya,

membuatnya ciut. namun 

bayangan si muka tikus lebih

menakutkan. lebih ngeri, lebih

menciutkan hati. 

Dan ia terus menerobos hutan,

yang semakin ke dalam semakin

gelap. 

Entah sudah  berapa jam berlalu.

Tiba-tiba saja anna michele  terjebak

rimbunan belukar dan jatuh

jumpalitan ke lereng terjal di

balik semak belukar yang gelap

itu. Kepalanya membentur

benda keras. Sakit alang

kepalang. Pisaunya terlempar

entah ke mana. Ia berusaha

menggapai-gapaikan tangannya

mencari pegangan. namun

sia-sia. Hingga akhirnya

punggungnya menghantam

sebatang pohon besar yang

tumbang dan sudah berlumut.

anna michele  terempas dengan

tulang-belulang di sekujur

tubuhnya bagaikan remuk dan

lolos satu per satu. Kepalanya

bertambah sakit, berdenging

dengan pandangan matanya

kian nanar. 

anna michele  hanya sanggup terbaring

menelentang 

Perbandingan yang kontras itu

kembali membangkitkan

semangatnya tiap kali terjatuh

atau lari kehilangan arah. 

Suara binatang-binatang hutan

membuatnya takut. Puluhan ekor

monyet serta lutung yang

bergelantungan dan

berloncat-loncatan dari satu

pohon ke pohon lain dengan

suara jerit yang riuh rendah.

membuatnya ngeri. Seekor ular

berkulit hijau dengan

bintik-bintik kuning yang

menyelinap cepat ke semak

belukar di dekatnya,

membuatnya ciut. namun 

bayangan si muka tikus lebih

menakutkan, lebih ngeri, lebih

menciutkan hati. 

Dan ia terus menerobos hutan,

yang semakin ke dalam semakin

gelap. 

Entah sudah  berapa jam berlalu.

Tiba-tiba saja anna michele  terjebak

timbunan belukar dan jatuh

jumpalitan ke lereng terjal di

balik semak belukar yang gelap

itu. Kepalanya membentur

benda keras. Sakit alang

kepalang. Pisaunya terlempar

entah ke mana. Ia berusaha

menggapai-gapaikan tangannya

mencari pegangan, namun

sia-sia. Hingga akhirnya

punggungnya menghantam

sebatang pohon besar yang

tumbang dan sudah berlumut.

anna michele  terempas dengan

tulang-belulang di sekujur

tubuhnya bagaikan remuk dan

lolos satu per satu. Kepalanya

bertambah sakit, berdenging

dengan pandangan matanya

kian nanar. 

anna michele  hanya sanggup terbaring

menelentang cle

ngan air mata bercucuran.

sembari mengumpulkan sisa-sisa

tenaganya. Entah sudah berapa

lama, ia tidak tahu. anna michele  baru

akan membuka kelopak matanya

manakala telinganya menangkap

suara langkah kaki mendatangi

lalu berhenti di dekatnya.

Bayangan sosok tubuh itu sangat

samar, seakan jumlahnya tiga,

empat atau lima. namun  sesudah 

pandangan anna michele  semakin

terfokus dan hanya melihat satu

bayangan, dengan cepat anna michele 

mengenali kerudung hitam yang

dikenakan si pendatang. 

"Oh..." anna michele  mengeluh, getir. 

Tak ada yang mampu ia

lakukan, kecuali membiarkan

tubuhnya diangkat dari tanah,

lalu  dibopong oleh

lengan-lengan yang kokoh.

Dibawa naik mendaki ke atas

bukit. Matanya dipejamkan

dengan kepasrahan yang

teramat menyesakkan hati.

Entah ia lalu  pingsan atau

tertidur, anna michele  tidak mau tahu. 

Saat terjaga. anna michele  mendapati

dirinya sudah  terbaring lagi di

atas dipan beralas jerami itu. 

Kepalanya dibebat dengan

sehelai kain rombeng. Sakit.

berdenyut-denyut. Kulit di

sekujur tubuhnya sangat

menyedihkan. Luka dan memar

membiru di sana sini. namun  ada

yang aneh. Sebagian besar

lukanya dibaluri oleh cairan

berwarna hitam pekat, kental

seperti lumpur. Baunya sangat

memualkan. Sebagian sudah

mengering, namun  di beberapa

bagian yang lain masih basah. 

saat  menggerakkan tubuhnya,

dengan takjub anna michele 

menyadari, apa pun yang

dioleskan si muka tikus ke

luka-lukanya, jelas ramuan itu

memberi pengaruh dingin. sejuk

dan mengurangi rasa pedih

pada luka-lukanya. Sendi-sendi

tubuhnya memang masih terasa

sakit, namun  ia sudah mampu

untuk duduk. Pelan-pelan

anna michele  mengangkat tubuhnya.

melangkah tertatih-tatih untuk

memastikan bahwa tidak ada

tulangnya yang patah. 

Denyutan di kepalanya sudah

mulai reda. 

anna michele  duduk kembali di dipan.

Baru saat itulah ia lihat dua

potong kain hitam terlipat di

ujung dipan. Pasti si muka tikus

yang menyediakannya selagi ia

tertidur. anna michele 

menggeleng-gelengkan kepala.

bingung. Sungguh sulit untuk

memahami sikap si muka tikus.

anna michele  sudah  mencoba minggat,

dan gagal. namun  orang itu

masih berbaik hati

menolongnya, tidak melakukan

hal-hal mengerikan. bahkan

tidak juga berusaha menyentuh

tubuhnya kecuali pada

bagian-bagian yang terluka.

anna michele  malu dan memerah

mukanya sewaktu menyadari

bahwa pakaiannya yang robek

di sana sini membuatnya hampir

telanjang. 

Gugup, ia tanggalkan

pakaiannya yang sudah tidak

keruan itu. Lalu mengenakan

pakaian lain yang sudah

tersedia. Begitu selesai, ia

jengah sendiri. Kemben sebatas

dada itu pas benar dengan

ukuran tubuhnya. Agaknya,

sudah sangat lama tidak dipakai

oleh yang empunya. Sia-sia saja

ia mengibas kemben itu, sisa

sisa debu kepalang menempel

kuat di serat kain. Terpikir oleh

anna michele , apakah pemilik kemben

itu dahulu nya, istri si muka tikus"

Lalu ke mana wanita lesbian  itu"

Minggat atau meninggal..." 

Ah. pasti minggat! Putus anna michele 

dalam hati. Kalau meninggal,

tentu di luar tadi ia bisa

menemukan kuburannya. 

Lelaki itu ditinggalkan, sebab 

muka tikusnya! 

Memikirkan hal itu, timbul rasa

iba dalam hati anna michele . Ia mulai

memikirkan lelaki itu dari sisi

yang lain. Seorang laki-laki

malang, yang entah terkena

kutuk atau mungkin memang

terlahir cacat. la terpaksa hidup

menyendiri, jauh dari penduduk

lainnya. Entah apa yang

membuat lelaki itu pasrah pada

keadaan dirinya yang

menyedihkan. Tidak putus asa.

lantas bunuh diri. Entah

bagaimana ia bisa tetap

bertahan hidup. Dan yang pasti,

ia memiliki  keahlian untuk

mengobati luka. anna michele  sudah

membuktikannya. Dokter di kota

mungkin masih mengharuskan

anna michele  berbaring di tempat tidur

untuk beberapa hari lamanya.

namun  di sini, meski cedera

berat namun  ia tetap mampu

berdiri. mampu berjalan. Hanya

kepalanya yang terasa sering

berdenyut-denyut. Obat

tradisional yang diramu lelaki

itu walaupun baunya memualkan

namun ternyata sangat banyak

menolong. 

anna michele  beringsut ke tungku.

Hendak menghangatkan

tubuhnya. 

Kembali ia mendapati kebaikan

si muka tikus. Semua persediaan

yang tadi pagi ia lihat ada di

dekat pintu, kini sudah

dipindahkan ke dalam gubuk, tak

jauh dari tungku. Dengan rakus

anna michele  mengunyah jambu serta

mentimun, sempat berpikir untuk

membuat bumbu rujak. namun 

detik lalu  ia tertawa kecil

mencemooh kebodohannya

sendiri. 

Puas mengunyah jambu, anna michele 

menyorongkan singkong ke bara

api sambil sesekali meniup-niup

membesarkan apinya. Tak lama,

dari dalam periuk tanah di atas

tungku menguar aroma gurih

bercampur sedikit bau sangit

menyenangkan. Bau susu

kambing segar yang sudah

mendidih. Busanya membuih ke

luar saat  bara api semakin

membesar. Cepat anna michele 

menurunkan periuk itu dari

tungku. anna michele  merasa tubuhnya

semakin pulih sesudah  menyesap

susu kambing yang hangat,

sambil mengunyah singkong

bakar yang ia keluarkan dari

dalam bara. 

Sekali, ia sempatkan mengintip

dari celah pintu. Ia melihat

bayangan lelaki itu berdiri di

kejauhan. Bergeming,

memandang ke lembah. anna michele 

juga menangkap gerakan

makhluk-makhluk berbulu hitam

atau cokelat di antara semak

belukar, merayap kian kemari.

Namun sesaat  lari menghilang

saat  anna michele  membuka pintu. Si

muka tikus tergugah oleh bunyi

kaki-kaki kecil yang ribut

menyeruak belukar, disertai

suara mencicit yang terdengar

hanya sekejap. la menoleh,

melihat anna michele  di ambang pintu.

Dari balik 

kerudungnya tampak kegelapan

yang menghitam. Lebih hitam

dari kegelapan malam. anna michele 

cepat-cepat menutup pintu.

namun  sebelum benar-benar

tertutup, ia lihat lelaki itu

menghilang ke arah lain.

Mungkin untuk mencari tempat

untuk tidur, tanpa mengganggu

anna michele . 

Sesudah  pintu terpalang dengan

baik, anna michele  naik ke dipan. 

la rebah dengan pikiran

berkecamuk tak menentu.

Kantuknya pun segera muncul.

Rasanya ia belum benar-benar

tertidur saat  ia mendengar

jerit tangis bayi di luar gubuk. 

Bayi yang kini terlelap

ditumpukan jerami. 

Dan tiba-tiba anna michele  berpikir.

bahwa bayi itu bukan dibuang

oleh seseorang. Bayi itu justru

sudah  diambil. Tepatnya dicuri.

Si muka tikus yang mencurinya

dari kampung di lembah sana. 

Entah apa maksudnya. 

Di desa, Selasih mengakhiri

ceritanya dengan suara kecut. 

"Itulah yang terjadi. Ia lenyap

begitu saja. Tanpa bekas. Yang

tinggal cuma tonggak kayu dan

tali-tali pengikat si wanita lesbian 

yang segera pula musnah

dilahap api." 

bobo  muzakir  menggigil. Bukan

sebab  udara dingin yang

menerobos lewat celah-celah

dinding. Melainkan sebab  akhir

kisah mendebarkan tentang si

wanita lesbian  sihir bernama

nyi girah  yang raib pada saat

dihukum bakar oleh penduduk

desa. 

"Pasti ada yang melarikannya,"

ia bergumam. 

"Siapa pula yang mampu

menerobos amukan api yang

tengah berkobar-kohar dengan

dahsyatnya itu?" bantah Selasih.

seraya menggelengkan kepala.

"Kalaupun orang sakti macam

itu memang ada. namun  tak 

seorang pun dari kami

melihatnya. Entah, kalau yang

melakukannya roh-roh jahat

yang berusaha melindungi

nyi girah . Roh-roh yang tak

dapat dilihat dengan mata

biasa." 

"Anu...." bobo  menebak

bimbang, "wanita lesbian  itu

mungkin sudah  jatuh ke dalam

kobaran api tanpa kalian

ketahui." 

"Kau rupanya sukar

diyakinkan." Selasih tersenyum

setengah mencibir. "Sesudah 

kegelapan agak reda,

orang-orang ramai membongkar

sisa-sisa pembakaran. Tak

sepotong tulang pun ditemukan.

Orang-orang mulai berpencar

mencarinya. namun  ke mana pun

dicari, wanita lesbian  itu tetap tidak

diketahui jejaknya." 

"namun  aku tadi melihat dia!"

sanggah bobo . "Kalau tidak

dicegah seseorang, mungkin aku

dapat mengikuti jejaknya." 

"Siapa yang menahanmu?"

tanya Selasih, tertarik. 

"Hm. Kalau tak salah, ia

menyebut namanya chucky . Ya,

chucky ." 

"Oh. Tukang kayu itu. Apa

katanya?" 

"Ia bilang, tak ada seorang pun

yang bisa mengikuti jejak si

wanita lesbian  itu. namun  andai aku

tidak terganggu oleh jeritan ibu

yang kehilangan bayi itu. dan

tidak dicegah oleh chucky , tentu

aku..." 

"Nanti dahulu ." Selasih menyela

tidak sabar. "Kau bilang tadi,

kau melihat nyi girah ?" 

"Yang kulihat itu. anna michele .

Istriku." Suara bobo  ter

tekan dan kebingungan. "namun 

untuk apa istriku menculik bayi

orang" Dan mengapa ia bisa

menghilang begitu cepatnya"

Mengapa pula ia seperti tidak

mengenali aku?" 

"sebab  ia bukan istrimu.

bobo . Dia nyi girah . Si

wanita lesbian  sihir. Apakah kau

tidak merasakannya?" 

"Merasakan apa?" 

"Kehilangan daya ingat.

Kehilangan tenaga.

Menggerakkan kelopak mata

pun tak mampu. Kau seakan

lumpuh. Seakan tidur lelap,

meski kau sadar saat itu kau

bangun. Itulah yang dialami

setiap orang di kampung yang

pernah melihat nyi girah ." 

"Tidak. Aku merasa biasa-biasa

saja. Aku terkejut memang.

namun  cuma itu saja." 

"Aneh," bisik Selasih gelisah. Ia

mengawasi bobo  dengan mata

curiga. "Mengapa pengaruh

sihir wanita lesbian  itu tidak

mempan padamu?" 

bobo  angkat bahu. "Mana aku

tahu?" 

"Jangan-jangan. . . " 

"Jangan-jangan apa?" desak

bobo  melihat Selasih terdiam

tiba-tiba. Wajah wanita lesbian  itu

berubah pucat. matanya

memandang gundah. 

"Kau... tidak berdusta?" 

"Tentang?" 

"Asal usulmu. Bahwa kau bukan

berasal dari masa kini.

Tepatnya, kau berasal dari masa

datang. Tahun berapa tadi kau

bilang?" 

"1984." 

"Apakah pada tahun itu tidak

ada lagi peperangan?" 

"Ada sih ada. namun  tidak di

negeri ini." Lalu bobo 

menceritakan terjadinya

peperangan yang terjadi di

Timur Tengah, Kamboja.

Afganistan dan beberapa negara

lain. 

Selasih tercengang. 

bobo  juga tak kalah bingung.

Begitu butanya wanita lesbian 

ini-mungkin seluruh penduduk

desa ini juga, mengenai

peristiwa-peristiwa yang terjadi

di luar lingkungan mereka.

Sungguh aneh bahwa Selasih

ternyata tidak pernah

mendengar tentang surat kabar,

televisi. pesawat ruang angkasa,

bahkan juga tidak pernah

mendengar apa itu mobil,

sepeda motor, radio atau

benda-benda lainnya yang

umum dimiliki masyarakat kota.

Setidaknya mengetahui

bentuknya, bagaimanapun

miskin hidupnya atau jauh

terpencil tinggalnya. 

Reaksi Selasih yang melongo

tidak dibuat-buat. tak urung juga

membuat bobo  bergidik seram.

Ia memutuskan untuk

menghentikan cerita-cerita

mengenai apa yang ia ketahui

atau ia alami di kota. Kalau

diteruskan. bisa jadi Selasih

menganggap ia sudah gila atau

sebaliknya ia yang menganggap

Selasih yang gila. Dan di sisi

lain, bobo  merasa dadanya

seperti terimpit sebongkah batu

besar saat harus meyakinkan

dirinya, bahwa yang ia lihat di

luar rumah beberapa saat yang

lalu bukanlah anna michele .

Melainkan nyi girah . 

wanita lesbian  yang oleh penduduk

desa ini disebut sebagai si

wanita lesbian  sihir. Lebih-lebih

lagi untuk membayangkan,

bahwa ia benar-benar sudah 

terlempar ke tahun 1929! 

Suaranya serak. saat  ia

mengalihkan percakapan. 

"Kau ceritakan tadi. nyi girah 

menyumpahi kalian. Apakah

sumpahnya benar-benar

terjadi?" 

Tampaknya masih terpesona

oleh dongeng-dongeng ajaib

yang barusan dikisahkan bobo .

agak lama baru Selasih

menjawab dengan suara lirih. 

"Ya. la membuktikan

kutukannya!" 

Wajah Selasih kembali murung

serta dibayangi ketakutan saat 

ia meneruskan kisah tentang apa

yang terjadi sesudah  nyi girah 

lenyap dari tiang pembakaran". 

Kegemparan akibat lenyapnya

nyi girah  masih menghantui

penduduk. manakala mata

pencaharian pokok mereka

tiba-tiba terancam musnah. 

Hama tikus menyerang padi,

palawija, bahkan tanaman lada

maupun cengkeh. Tikus-tikus

yang bukan main banyaknya

serta lebih besar dari tikus

biasa, nekat pula menyerbu

rumah-rumah penduduk. Apa

saja digerogoti. saat  bahaya

kelaparan mulai mengancam,

menyusul pula teror yang lebih

kejam. Makhluk-makhluk

bermata semerah saga itu

dengan 

buas memakan bayi-bayi yang

tengah tertidur lelap, bahkan

juga bayi yang tengah disusui

ibunya. Yang aneh, tiap kali

tikus-tikus itu datang menyerbu,

kucing maupun anjing penjaga

rumah lari menghilang. Dan

kalau ada di antara penduduk

yang sempat menyambar golok.

maka sabetan golok mereka

senantiasa gagal menghantam

tikus penyerbu. Kalaupun

terkena mata golok, tikus-tikus

itu tidak terluka sama sekali.

Acap kali terjadi, golok malah

salah sasaran, menghantam

pemiliknya sendiri, atau anggota

keluarganya. 

Penduduk desa mulai meyakini

bahwa kejadian itu bukan hama

tikus biasa. Mereka

menyimpulkan,

makhluk-makhluk terkutuk itu

digerakkan oleh pengaruh sihir. 

namun  kesimpulan itu terlambat

datangnya. Bencana sudah

menjadi-jadi. Sudah banyak

penduduk yang menjadi korban.

Mati kelaparan atau sebab 

terjangkit penyakit pes.

Beberapa orang wanita lesbian 

histeris lalu  bunuh diri

sesudah  bayi yang disusuinya

tinggal tulang-belulang

mengerikan. Kaum lelaki

mendadak jadi pemarah, gemar

berkelahi dan tidak sedikit yang

lalu  saling bunuh. 

Dukun satu-satunya di kampung

itu, Eyang syam kamaruzaman , kewalahan

mengatasi bencana yang

menimpa. Dibantu oleh bobo 

yang juga memiliki kesaktian,

beberapa orang berhasil

diselamatkan nyawanya.

Sayangnya, yang mati ternyata

lebih banyak. 

Upaya Eyang syam kamaruzaman  dan Pak

bobo  melawan serbuan

makhluk-makhluk mengerikan

itu, akhirnya menemui hasil

juga. sesudah  menemukan jejak

tikustikus ganas itu. 

Beberapa kali terjadi, kalau ada

kuburan baru digali akan

terlihat ada lubang misterius di

dalam tanah. sebab  curiga,

Pak bobo  memerintahkan

supaya lubang-lubang itu

ditelusuri. Ternyata di bawah

tanah pekuburan didapati

lorong-lorong panjang yang

simpang siur, mengarah dari

kuburan yang satu ke kuburan

yang lain. Kuburan-kuburan

lama terpaksa dibongkar. Dan,

semua terperangah. Bukan

mayat atau tulang-belulang

manusia yang mereka dapati di

dalam liang lahat, melainkan

tikus besar yang selama ini

mereka cari. Makhluk-makhluk

itu tampaknya tertidur pulas di

tiap liang lahat. Tidak terusik

oleh ayunan pacul, sengatan

matahari, atau suara-suara

pekik kaget di sekeliling mereka.

"Jasad leluhur-leluhur kita sudah 

dikotori oleh roh roh jahat!"

Eyang syam kamaruzaman  menggeram penuh

kemarahan. Eyang syam kamaruzaman 

meyakini bahwa semua ini

adalah perbuatan nyi girah . ia

lalu  bertukar pikiran

dengan Pak bobo . Lalu

diputuskan untuk mengumpulkan

sebanyak mungkin tahi kucing

yang akan diaduk dengan garam

dapur. 

Pada hari yang ditentukan,

Eyang syam kamaruzaman  memantrai ramuan

yang berbau busuk itu untuk

lalu  ditaburkan ke sosok

tikus-tikus yang mendekam di

liang 

lahat. Makhluk-makhluk itu

menggelepar, mencicit seram,

lalu  wujudnya sirna

perlahan-lahan. Dan tak berapa

lama lalu , di liang lahat

itu terlihat apa yang semestinya

ditemukan: tulang-belulang

manusia, atau mayat-mayat

yang baru beberapa hari

sebelumnya dikuburkan. Meski

lega. namun  penduduk tak mampu

menahan kengerian mereka

sembari menggumamkan nama

nyi girah . 

namun , membongkar setiap

kuburan yang sudah ada di

pekuburan tersebut selama

puluhan bahkan ratusan tahun.

bukanlah pekerjaan mudah.

Hari-hari berikutnya, liang lahat

yang digali kembali tampak

kosong melompong. Ditunggui

sepanjang malam sampai pagi,

liang lahat tetap kosong.

Menurut Eyang syam kamaruzaman , nyi girah 

sudah  mengetahui apa yang

mereka kerjakan. dan nyi girah 

sudah  mencegah budak-budaknya

yang terkutuk kembali memasuki

liang lahat mereka. 

Tidak ada yang tahu di mana

roh-roh yang sengsara itu

berkeliaran menyembunyikan

diri. namun  desaS desus

lalu  tersebar mengatakan.

makhlukmakhluk itu menyingkir

ke lereng gunung. tempat si

wanita lesbian  sihir dahulu  pernah

mengucilkan diri. Kabar itu

tidak pernah berhasil dibuktikan

sebab  orangorang pun takut

mendekati lereng gunung

dimaksud. Apalagi sesudah 

muncul kabar lain yang

mengatakan bahwa di lereng

gunung itu sering terlihat

sesosok manusia berkerudung

untuk menutupi wajahnya yang 

menyerupai tikus. Kabar burung

itu menyebutkan bahwa makhluk

bertubuh manusia berkepala

tikus itu adalah jelmaan putra

tunggal Pak bobo  yang

dikabarkan hanyut terseret air

sungai yang banjir. namun

mayatnya tidak pernah

ditemukan. 

Pak bobo  sendiri tidak

menanggapi kabar burung yang

memalukan itu. Cukup sekali ia

bertitah. 

"Tak seorang pun

kuperkenankan menggunjingkan

almarhum putra kesayanganku!"

Dan penduduk terpaksa tutup

mulut. Tidak berani lagi

mempercakapkannya. Demi

menghormati Pak bobo  pula,

tidak ada yang berusaha

membuktikan kebenaran kabar

burung mengenai almarhum

putranya. Kalau ada yang

berbisik-bisik untuk mencoba

mencari tahu atau iseng-iseng

menguji nyali untuk

membuktikannya. maka teman

atau kerabatnya akan langsung

menasihati. 

"Daripada menghadapi makhluk

mengerikan itu, lebih baik kau

korbankan nyawamu untuk

membantu kami memerangi

penjajah!" 

"Perang melawan penjajah!"

dengus Selasih. Kini dengan

wajah merah, bersemangat.

"ltulah yang lalu  mengisi

hati setiap penduduk desa ini,

terutama kaum lelaki. Entah

kapan peperangan ini akan

berakhir. namun  paling tidak,

kaum muda kita sudah  

berhasil menciptakan sesuatu

yang sangat penting artinya,

menjelang akhir tahun yang

lalu..." 

soebandrio  kembali bergidik. la

mendesah lirih. 

"Maksudmu, Sumpah Pemuda.

Yang dideklarasikan pada

tanggal 28 Oktober 1928?" 

"Ah. Jadi kau juga

mengetahuinya!" seru Selasih.

Punggungnya langsung tegak

sebab  begitu senang dan

bersemangat. "Apakah kau juga

hadir waktu Kongres Pemuda itu

berlangsung?" 

"Hadir?" Hampir saja bobo 

tertawa bergelak. "Jangankan

aku. Ayahku pun waktu itu

belum lahir!" 

Sesaat sesudah  selesai

mengucapkan hal itu, soebandrio 

mendadak lunglai. Perasaannya

jungkir balik. dari semula ingin

tertawa menjadi ingin mati saja.

Sekujur tubuhnya terasa dingin.

kesadaran kembali berkecamuk

dalam pikirannya, bahwa saat

ini, ia sedang terlempar jauh

dari kehidupan normalnya ke

suatu desa sunyi terpencil di

tahun 1929. Dan itu semua

bukan omong kosong, bukan

sekadar mimpi buruk belaka." 

soebandrio  mencengkeram kepalanya.

"Kau berkeringat, soebandrio ." bisik

Selasih seraya menyeka

butir-butir peluh yang meleleh

dari kening soebandrio . "Tubuhmu

dingin sekali." 

"Aku takut, Asih." Suara bobo 

bergetar. "Semua ini terlalu

mustahil!" 

"Sebaiknya kau tidur lagi,"

Selasih menyarankan. saat 

dilihatnya bobo  bangkit dengan

susah payah. Selasih membantu

lelaki itu masuk ke kamar, mem

baringkan tubuhnya di dipan,

lantas menghamparkan selimut.

"Kalau kau bangun besok pagi,

kau akan lebih segar." 

"Dan, semoga aku sudah di

rumahku kembali," bisik soebandrio 

lirih. namun penuh

pengharapan. "Juga anna michele ."

pungkasnya. 

"Ya. Ya. Juga anna michele ," gumam

Selasih, murung. 

"la bukan penculik bayi!" 

"Memang bukan, soebandrio . Yang

kau lihat itu bukan istrimu.

namun  nyi girah ." 

"Yang kulihat itu Ida!" 

"Sudah berapa kali kukatakan." 

"Ida. la anna michele !" 

"Kau sakit. Tenanglah?" 

"Tolonglah aku. Ida. lda. lda..." 

"bobo ?" 

"Peluk aku, Sayang. Dekap aku

erat'erat!" soebandrio  mulai

menggigil dan meracau.

"Mengapa kau diam saja,

anna michele " Peluk dan ciumlah aku.

Temani aku tidur, anna michele 

sayangku. . ." 

Selasih menghela napas,

bingung sesaat. 

namun  saat  tangannya ditarik

oleh soebandrio , ia lalu 

menurut. Rebah di sebelah lelaki

itu. Tubuhnya juga gemetar.

Hanya saja, tubuh soebandrio  terasa

dingin bagaikan es, sedang

tubuh Selasih sebaliknya. Panas,

bagai dibakar api. bobo 

merasakan kehangatan tubuh

wanita lesbian  di sebelahnya, lantas

memeluk kuat-kuat sambil terus

meracau tak menentu. Naluri 

Selasih mendorongnya untuk

balas memeluk lelaki itu. Bahkan

memberikan reaksi hangat

manakala mulut soebandrio 

mencari-cari bibirnya. 

Puas menciumi Selasih,

akhirnya soebandrio  mulai tenang

hingga lalu  tertidur. bobo 

tidak tahu, bagaimana resah

gelisahnya Selasih. wanita lesbian 

itu bimbang. Apakah ia senang

soebandrio  akhirnya tertidur. Atau ia

ingin. soebandrio  tetap bangun. tetap

memeluk dan menciuminya. Dan

sesudah  itu... 

Selasih menggigil. "Alangkah

memalukan," pikirnya, "jikalau

soebandrio  tahu apa yang

kupikirkan." 

Hati-hati, Selasih meluncur

turun dari dipan. 

la keluar dari kamar soebandrio .

Menutup pintu perlahan-lahan,

khawatir membangunkan lelaki

itu. 

Sadar bahwa ia sendiri sudah

kehilangan kantuk dan tidak

mungkin akan bisa memejamkan

mata. Selasih lalu  berjalan

ke ruangan lain. Dalam ruangan

itu terdapat seperangkat

peralatan untuk menenun

benang. Sebuah peralatan

tradisional yang terbuat dari

kayu. la duduk di hadapan alat

tenunnya, siap untuk bekerja.

namun  bunyi detak-detuk alat

tenunnya terdengar lebih

nyaring di tengah keheningan

malam menjelang pagi. 

Selasih memutuskan berhenti,

lalu bangkit dari duduknya.

Pergi ke belakang rumah, ia

nyalakan sebuah tungku besar.

Di atas tungku sudah terjerang

sebuah ketel besi yang lebih

besar lagi. Sesudah  air di dalam

ketel itu mendidih, ke dalamnya

dijejalkan se

tumpuk daun pandan duri yang

sudah  ia petik dari hutan dua

hari sebelumnya. Ia menggodok

pandan duri itu sampai bias

matahari pagi mulai menjilati

halaman belakang rumahnya.

Tetangga di rumah sekitar pun

mulai bangun satu per satu.

Kehidupan kampung yang

tadinya sunyi mencekam, mulai

berdenyut hidup. 

Beberapa orang tetangga pergi

mendatangi rumah yang malam

harinya tertimpa musibah. lsak

tangis kembali terdengar.

Selasih ingin turut mengucapkan

belasungkawa. namun  ia pikir,

kehadirannya akan menambah

sedih wanita lesbian  yang sudah 

kehilangan bayinya itu. Sudah

acap kali Selasih mendengar

komentar yang sangat ironis,

"Kau beruntung, Asih. Tak

pernah punya bayi." Padahal

bagaimanapun, sebagai seorang

wanita lesbian  ia sangat

mendambakan memiliki seorang

buah hati. 

Ah. andaikata tadi bobo  tidak

segera tertidur, mungkin apa

yang diharapkannya bisa

terwujud. 

"Astaga. Pikiran busuk itu lagi!"

keluh Selasih, bergidik. 

Lalu ia pergi ke dapur untuk

mempersiapkan makan bagi. 

anna michele  menggeliat. Resah. 

Puluhan sosok bayang-bayang

aneh berkeliaran di dalam

gubuk. Mengelilingi dipan

tempatnya tidur. Mereka

berbisik-bisik satu sama lain.

Kian lama, suara bisikan mereka

kian riuh rendah. Lalu sosok

bayangan itu bergerak semakin

cepat. Berlari memutari dipan.

anna michele  berusaha bangkit namun

sekujur tubuhnya terasa lumpuh.

Ketakutan ia melihat puluhan

bayang-bayang itu saling

mengejar. lalu  menyatu

satu sama lain. Perpaduan

bayang-bayang tadi kini

berubah jadi sesosok tubuh

samar-samar. Sosok itu

bertubuh tinggi besar, hitam

sekelam malam. anna michele  tidak

dapat melihat raut wajah

makhluk itu dengan jelas,

kecuali sorot matanya yang

semerah saga memancarkan

percikan-percikan api. Terang.

menyilaukan. Makhluk 

itu mendekati dipan, menatap

anna michele  dengan sorot matanya

yang membara. 

anna michele  berusaha mengelak

saat  sepasang lengan makhluk

itu terjulur ke depan. langsung

ke arah lehernya. Astaga.

otot-otot lehernya kejang bukan

main. Kaku membatu, tidak mau

digerakkan. Dengan perasaan

ngeri anna michele  hanya dapat

menatap bagaimana

lengan-lengan makhluk itu terus

memanjang, mulut seperti karet.

Semakin dekat ke lehernya

wujud lengan itu semakin nyata.

Sepasang lengan yang terus

mulur ditumbuhi bulu-bulu

hitam dan kasar. Jemarinya ikut

pula mulur. kian lama kian

runcing. Tampak kukukuku

tajam di ujung jemari yang

pelan-pelan menyentuh

lehernya, menggurat-gurat

mengerikan. 

Pada saat kritis itulah anna michele 

akhirnya dapat mengeluarkan

suaranya. 

la menjerit tertahan. 

Sesaat , sosok bayangan

makhluk hitam itu lenyap.

anna michele  mengerahkan segenap

kemampuannya untuk bangkit.

Napasnya megap-megap. Peluh

dingin membanjiri sekujur

tubuhnya. Lambat laun,

kelumpuhan pada setiap

persendiannya mulai hilang.

Otot-ototnya mengendur sedikit

demi sedikit. Tangan dan

kakinya mulai dapat digerakkan,

meski masih sangat lemah.

Matanya dikerjap-kerjapkan lalu

dengan suatu keluhan berat ia

berusahan bangun. 

Kegelapan yang mengerikan itu

ikut sirna sesaat . anna michele 

membuka matanya lebar-lebar.

Menatap ber

keliling. dan melihat seberkas

sinar terang menerobos dari

celah dinding kayu. demikian

pula dari lubanglubang kecil di

atap gubuk. Ia segera mengenali

suasana di sekelilingnya dan

menyadari matahari pagi sudah 

terbit. 

"Ya ampun!" bisiknya.

terengah-engah. "Rupanya aku

bermimpi buruk tadi." 

Untuk meyakinkan bahwa apa

yang tadi dilihatnya hanyalah

mimpi buruk belaka. anna michele 

mencubit pahanya keras-keras.

Terasa sakit. Dengan perasaan

lega ia menggeliat lagi beberapa

kali. baru sesudah  itu bergerak

bangkit. Duduk terenyak dengan

kaki berjuntai ke lantai tanah,

anna michele  berusaha mengatur

napasnya yang masih memburu.

Dalam beberapa helaan napas,

jantung anna michele  kini berdenyut

lebih tenang. 

la putuskan untuk turun dari

dipan. Pergi ke pintu. lalu keluar

untuk menghirup udara pagi

yang hangat dan segar. Baru

juga anna michele  menggerakkan kaki

untuk berdiri. ia sudah menegun.

Telinganya menangkap suara

berisik di belakang

punggungnya. 

"Ah, hampir saja kulupakan bayi

malang itu," pikirnya. Lalu ia

membalikkan tubuh,

mengamat-amati bayi yang ia

yakin tentunya juga sudah

bangun dan ingin dipangku.

Tangan anna michele  sudah terjulur

untuk mengangkat bayi itu

manakala pandangan matanya

menangkap sesuatu yang

mengerikan. Lidah matahari

yang menerobos masuk lewat

lubang kecil di atap gubuk

menjilati tubuh bayi itu. namun 

apa yang di

saksikan oleh anna michele  bukanlah

bayi yang malam sebelumnya ia

nina bobokan. 

Dari batas pinggang sampai

kaki, tubuh kecil itu masih tetap

tubuh seorang bayi manusia. 

Namun dari batas pinggang ke

atas, tubuh bayi itu sudah

ditumbuhi bulu-bulu cokelat

yang tiap saat terus bertambah

tebal. Tangan-tangan bayi itu

sudah  berubah semakin kecil dan

pendek. Ujung-ujung jarinya

yang runcing meliuk tajam

seperti kuku-kuku seekor tikus.

Wajah bayi itu pun entah sejak

kapan sudah  berubah jadi wajah

tikus. Matanya merah,

memandang lurus ke mata

anna michele  yang tertegun ngeri. 

anna michele  tiba-tiba menyadari

bahwa apa yang tadi dia

perkirakan mimpi buruk adalah

sebuah kenyataan yang lebih

buruk lagi. Kuku-kuku bayi yang

sudah  berubah jadi tikus itulah

yang tadi menggerayangi

lehernya dan membuatnya

terbangun. 

"Ti... tidak." Tidak mungkin!"

anna michele  tergagap. berusaha

membantah kenyataan di depan

matanya. "Ini cuma pengaruh

mimpiku barusan," keluhnya. 

Lalu ia kerjapkan mata

berulang-ulang, ia cubit

pahanya lebih keras sampai ia

kesakitan sendiri. Dan saat 

matanya ia buka kembali, ia

nyalangkan lebar lebar, anna michele 

pun terkesima dengan bulu

kuduk merinding seram. Bayi

setengah tikus itu

menggeliatgeliat. dari tidur

menelentang berusaha ke posisi

menelungkup. Sesudah  berhasil.

bayi itu lalu  merayap

keluar dari bawah selimutnya.

Lidah mata

hari pun menerpa bagian tubuh

yang tadinya terlindung oleh

selimut. Dan bagian tubuh yang

diterpa matahari dengan cepat

ditumbuhi bulu-bulu cokelat

yang semula samar-samar

namun dari detik ke detik

semakin jelas. semakin tebal. 

Bayi itu terus merayap menjauhi

selimutnya sampai kaki-kakinya

pun terkena jilatan matahari.

Dan kakikaki mungil mulus

kemerahan itu pelan-pelan

berubah wujud jadi kaki-kaki

pendek kecil berkuku runcing.

lalu dengan keempat

kaki-kakinya yang menekuk di

bawah tubuhnya yang bulat

berbulu, tikus sebesar bayi

manusia itu merayap di atas

dipan, mencium-cium dengan

moncongnya seolah mencurigai

segala sesuatu di dalam gubuk

itu. 

Suatu saat, kepala tikus itu

terangkat. 

Menatap sosok tubuh manusia

yang berdiri terpaku di samping

dipan. Sepasang mata makhluk

itu menyala merah. Moncongnya

terbuka, memperlihatkan

gigi-gigi taringnya serta

bulu-bulu sungutnya yang tegak

kaku, mengancam. Sebelum

anna michele  sempat memikirkan

sesuatu, terdengar sura mencicit

nyaring dari moncong terbuka

itu. Lalu sang makhluk lalu 

mencengkeramkan kaki-kakinya

ke permukaan dipan.

Kuku-kukunya menggaruk-garuk

sebentar. lalu  berhenti

dengan suatu sentakan

mengejutkan. 

Jantung anna michele  serasa berhenti

berdegup. Matanya terbelalak

mengawasi makhluk berbulu itu.

Persendian tubuhnya kembali

melemah. lumpuh. Teror yang

me

landa dirinya sudah tidak

tertahankan lagi. Pelan pelan,

tubuh anna michele  limbung. Melorot

jatuh. Pada waktu yang

bersamaan sang makhluk

melompat dari dipan dengan

suatu lonjakan cepat yang

sangat tibatiba. Kaki-kaki depan

makhluk itu mengembangkan

kuku-kukunya yang runcing, siap

mencengkeram apa pun yang

tersentuh. 

anna michele  dapat merasakan

bagaimana makhluk itu

melayang lewat di samping

lehernya. la selamat, hanya

sebab  pada saat bersamaan

tubuhnya meliuk jatuh. anna michele 

terjerembap di lantai tanah

dengan sisi kepala lebih dahulu 

membentur dipan. Kepalanya

berdenyut menyakitkan saat 

terempas pula dengan keras di

tanah. Ia mencoba mati-matian

untuk tetap sadar. Namun

pandangan matanya kian nanar.

kian mengabur. Selama

beberapa saat ia melihat sosok

makhluk yang tadi gagal

mencaplok lehernya, kini sudah

merangkak bangkit di lantai dan

dengan cepat membalikkan

tubuh menghadap lurus ke arah

tubuh anna michele  yang tergeletak

semakin lemah. Kaki-kaki

berkuku iru menekuk lagi.

mengambil ancang-ancang. 

Tanamun , sesuatu yang besar serta

berat mendobrak pintu gubuk

dari luar. 

Bayangan sosok tubuh si muka

tikus muncul dengan seram di

ambang pintu yang menganga.

anna michele  berjuang keras

mempertahankan kesadaran

pikiran serta pancaindranya. 

namun  ia gagal.... 

bobo  tersentak bangun dari

tidurnya saat  hari menjelang

siang. 

Suara ribut-ribut di kejauhan

melonjakkannya dari dipan.

Rasanya ia mendengar bunyi

letusan yang semula ia kira

bunyi ban sepeda motor meletus.

namun  saat  membuka jendela

kamarnya, ia tidak melihat

sepeda motor atau orang yang

turun dari sepeda motor. Ia

hanya melihat Selasih yang

tegak dengan tubuh kaku

memandang ke arah mulut desa

yang tidak dapat terlihat dari

tempat bobo  berdiri. 

soebandrio  terkesiap sesudah 

menyadari ia bukan membuka

jendela rumah kontrakannya di

sidoarjo . Tidak pula melihat

anna michele  tengah sibuk menjemur

cucian pakaian. Yang ia lihat

adalah suasana desa yang serba

asing. dan Selasih yang tegak

dengan beberapa helai

dedaunan aneh masih

tergenggam di salah satu 

tangannya. Dedaunan itu

panjang-panjang, berwarna

cokelat kehitaman seperti layu.

Lebih banyak lagi dedaunan

yang sama dilihatnya terjemur

di permukaan tanah yang

bermandi cahaya matahari pagi.

Masih takjub dengan suasana

sekelilingnya, bobo  menyapa

gelisah. 

"Selamat pagi. Asih!" 

Selasih membalikkan tubuh.

Wajahnya tampak tegang.

Senyumannya dipaksakan saat 

melihat bobo . 

"Oh. Kau sudah bangun

kiranya." 

"Apa yang di tanganmu itu,

Asih?" 

"Pandan duri. namun  yang

sudah masak digodok." 

"Untuk apa?" 

"Bahan benang." 

bobo  bingung mencerna

keterangan Selasih. Lebih

bingung lagi saat  melihat

orang-orang tergesa-gesa

meninggalkan rumah

masing-masing dan berjalan ke

suatu arah yang sama. Mereka

itu tampak ribut berbicara satu

sama lain dengan suara-suara

tegang dan ketakutan. 

"Apa yang teriadi?" tanya bobo 

heran. 

"Semua penduduk harus hadir di

alun-alun desa." jawab Selasih

seraya meletakkan sisa pandan

duri di tangannya ke tanah.

"Kau juga harus ikut." 

"Aku" Mengapa?" 

"sebab  setiap rumah akan

digeledah. Yang bersembunyi di

dalam akan dipukuli." 

"Astaga. Oleh siapa?" 

Selasih tak perlu menjawab.

sebab  dari kejauhan muncul

tiga sosok tubuh berpakaian

aneh. Mereka bertubuh tinggi

besar, berkulit bule, kecuali

seorang yang berkulit agak

kehitaman dan tampaknya

peranakan lndonesia Timur.

Kesemuanya. termasuk si kulit

cokelat kehitaman. memakai

pakaian seragam yang sama.

Baju dan celana kasar  dengan

bagian paha yang lebar. Ujung

celana menyempit di bawah,

terbungkus dalam sepatu lars

hijau bertali. Di kepala mereka

bertengger topi pet hijau dengan

lambang yang belum pernah

dilihat oleh bobo . 

namun  ia segera dapat

mengenali pentungan karet yang

dipegang si serdadu berkulit

cokelat kehitaman, mengenali

pedang yang tergantung pada

selempang karet di bagian

pinggang dari serdadu-serdadu

lain yang berkulit bule. Salah

seorang di antaranya

mengacungkan sebuah senjata

ke atas,  Kembali terdengar

sebuah letusan menggelegar

yang membuat bobo  tersentak

kaget. 

"Hai. kamu orang. Mengapa

belum pergi ke alunalun, ha?"

hardik si serdadu berkulit

cokelat kehitaman tadi dengan

bahasa Indonesia campur

bahasa Sunda pasaran yang

kasar dan patah-patah.

Logatnya seperti logat orang

Maluku. pikir bobo  yang masih

berdiri kebingungan. saat 

laras senjata di tangan salah

seorang serdadu itu ditunjukkan

ke jendela tempat bobo  masih

terpaku diam, Selasih segera

menarik tangan bobo . 

"Turun cepat sebelum kau

dipukuli mereka!" bisiknya

ketakutan. 

Tanpa pikir panjang lagi, soebandrio 

meloncat turun dan berlari-lari

kecil mengikuti Selasih ke arah

penduduk lainnya sudah  lebih

dahulu  pergi bergerombol. Waktu

melewati serdadu-serdadu itu.

salah seorang yang berkulit bule

menyambar lengan Selasih.

Wajah si wanita lesbian 

diamat-amati dengan seringai

mengandung berahi. Terdengar

ucapan-ucapan dalam bahasa

Belanda yang sayang sekali

tidak dimengerti oleh soebandrio 

kecuali satu patah kata yang ia

kira-kira mungkin artinya

"bagus" atau "cantik". Selasih

diam saja saat  wajahnya

diusap. lalu  tangan si

serdadu bule merayap ke leher,

terus ke bundaran payudara di

balik kembennya. 

soebandrio  yang tadinya masih

kebingungan, sesaat  naik

amarahnya. la melontarkan

makian. Baru saja soebandrio  akan

merenggut tangan kurang ajar

itu dari dada Selasih, entakan

kasar menghantam tengkuknya.

Ternyata ia sudah  dipukul

dengan pentungan sehingga

tubuhnya limbung. saat 

hampir jatuh. ia lihat sebuah

sepatu melayang ke arahnya.

Bagian bawah sepatu itu jelas

berpaku-paku. 

Secara refleks. soebandrio 

menghindar sementara Selasih

memekik. 

soebandrio  selamat dari terjangan

paku-paku sepatu itu. 

namun  pukulan pentungan lain

mendarat pula di lambungnva. 

bobo  sesaat  terjungkir ke

tanah. 

Kepalanya pening. la menggeliat

berusaha bangun, sementara

Selasih segera berjongkok untuk

membantunya.

Umpatan-umpatan kasar dalam

bahasa Belanda terdengar di

telinganya. Popor senjata

tampak melayang di udara, siap

dihunjamkan ke kepala soebandrio .

namun  Selasih keburu

menghalangi dengan tubuhnya

sambil memohon. 

"Jangan. Jangan kalian sakiti

dia...." 

Salah seorang serdadu itu

tertawa menyeringai seraya

menarik Selasih berdiri. namun 

serdadu-serdadu lainnya segera

mengerubungi soebandrio  betapapun

Selasih menjerit-jerit memohon

sambil menangis. Pada saat

itulah terjadi suatu peristiwa

yang sesaat  menyadarkan

soebandrio  akan situasi sesungguhnya

yang tengah ia hadapi. Salah

seorang. serdadu itu berteriak.

menuding 

ke satu arah. Serdadu yang

memegang senjata api, lantas

membalikkan tubuh dan dengan

kecepatan luar biasa sudah 

mengarahkan senjatanya,

menarik picu dengan suara

berdetak. 

Tanpa membidik lagi, ia

melepaskan satu tembakan. 

soebandrio  mendengar suara

seseorang menjerit di kejauhan.

saat  ia berpaling dengan

susah payah, pandangan

matanya yang nanar menangkap

sesosok tubuh lelaki

bertelanjang dada, terlempar

dari gundukan tanah di tempat

ketinggian, lalu jatuh ke bawah

dengan suara berdebum keras.

Dari dadanya tampak

menyembur darah segar yang

lalu  menggenangi

rerumputan hijau tempatnya

tersungkur. 

Serdadu-serdadu itu segera

memburu ke arah orang yang

tertembak tadi. Yang tinggal

hanya serdadu yang masih

memegangi tangan Selasih

dengan kuat. la tampaknya tidak

peduli dengan nasib penduduk

yang terkena tembakan senjata

itu. Tidak mau tahu saat 

teman-temannya menyepaki

tubuh yang sudah sekarat dan

mengakhiri kekejaman mereka

dengan sebuah tembakan lagi.

Langsung ke kepala orang yang

malang itu. 

bobo  memejamkan matanya.

ngeri. 

la berbaring diam. Tidak punya

keinginan untuk bangun, apalagi

bergerak. Peristiwa

menyeramkan yang berlangsung

hanya dalam tempo beberapa

detik itu sudah 

menghancurluluhkan hati dan

semangatnya. 

Lamat-lamat ia dengar suara

langkah bersepatu menjauhinya

disertai suara kaki terseret-seret

dan isak tangis Selasih. saat 

ia buka kelopak matanya yang

terasa perih, ia masih sempat

melihat bayangan serdadu itu

menyeret Selasih masuk ke

dalam rumah. 

"Ayo, bangun dan ikut aku!" ia

dengar suara bisikan tajam di

dekatnya. 

Tanpa nafsu, bobo 

menggerakkan tubuhnya.

Seseorang membantunya berdiri

lalu menyeret tangannya

menjauhi rumah Selasih. bobo 

tahu ia dibawa pergi ke arah

alun-alun desa, dan juga tahu

bahwa orang yang menyeretnya

adalah chucky , pemuda

misterius yang tadi malam

mencegahnya mengejar si

penculik bayi. 

"Aku kebetulan lewat, melihat

kau dipukuli mereka," kata

chucky  dengan napas

tersengal-sengal. "Perbuatanmu

tadi sungguh sangat

membahayakan dirimu, kawan!" 

"Selasih... mereka apakan dia?" 

"Ah. Masa kau tak tahu" la

wanita lesbian . Masih muda. Cantik

pula. Dan serdadu yang

menyeretnya tadi, jarang punya

kesempatan mencumbu

wanita lesbian . jadi.?" 

"namun . Selasih. Ia..." 

"Alah. wanita lesbian  itu cuma

janda. Jangan kau ributkan!" 

bobo  ingin marah. namun 

mereka sudah tiba di alunalun

desa, ikut berbaris dalam

kelompok-kelompok 

penduduk lainnya. Tua muda,

laki wanita lesbian , semua

berkumpul dengan penjagaan

yang ketat. dengan lebih banyak

lagi serdadu. Rasanya bobo 

seperti tengah menyaksikan film

perang yang divisualisasikan

dengan amat sempurna. Sebuah

film tiga dimensi. dan ia sebagai

penonton ikut berperan di

dalamnya. Kepalanya masih

pening. Perutnya pun mual

bukan main. 

Lamar-lamat ia dengar bunyi

orang membentakbentak.

Penduduk dibariskan sejajar,

bersaf saf. Agaknya, inspeksi

tengah dilakukan sebab 

serdadu serdadu itu lalu 

meneliti setiap wajah terutama

kaum lelaki dan yang masih

muda. Beberapa nama dipanggil

supaya tampil ke depan. Yang

pura-pura tidak tahu lalu 

diseret dan dipukuli. Dalam rasa

sakit bercampur takjub oleh apa

yang ia hadapi, soebandrio  lalu 

menyadari bahwa chucky  sudah 

menghilang dari sebelahnya. 

Ke mana pun matanya mencari,

pemuda itu tidak dilihatnya lagi.

lalu , sesudah  komandan

para serdadu bule iru berpidato

panjang lebar tentang tujuan

mereka mengamankan negeri

dan menghukum siapa pun yang

mencoba merusak apa yang

mereka namakan ketenteraman

masyarakat dan dicap sebagai

pengkhianat ratu, penduduk

lalu  dibubarkan. Tinggal

beberapa orang lelaki yang

tetap disuruh berjemur

terpanggang matahari. Seorang

serdadu muncul dari bayangan

pepohonan di sebelah utara

alun-alun, 

mereka mendekati komandannya

lalu membisikkan sesuatu seraya

tangannya menuding-nuding.

Yang terkena tuding dari

barisan tawanan, lengannya

masingmasing langsung diikat di

belakang punggung. Yang

lainnya disuruh bubar di bawah

todongan senjata. ada pula yang

sambil ditendang. 

Para serdadu berkumpul sesudah 

terdengar aba-aba lalu 

berlalu meninggalkan desa

membawa sekitar lima atau

enam orang pemuda sebagai

tawanan mereka. soebandrio 

diam-diam mengawasi dari jauh.

Ia tidak kenal siapa-siapa

penduduk yang ditawan itu.

Yang memenuhi pikirannya

adalah pakaian-pakaian

seragam para serdadu, juga

lambang di topi pet mereka.

soebandrio  sempat memperhatikan

waktu berbaris tadi. Sebuah

lambang dari perunggu berukir

singa atau macan. Sesudah 

serdadu-serdadu itu lenyap di

dalam hutan, soebandrio  semakin

memahami ia berhadapan

dengan kenyataan yang

sesungguhnya, bahwa saat itu

perang masih berlangsung, dan

beberapa orang penduduk desa

baru saja dibawa pergi oleh

polisi militer Belanda. 

"Kudengar ada beberapa orang

yang pergi menyebar ke dalam

hutan." bisik seseorang di dekat

soebandrio . la menoleh dan bingung

saat  melihat chucky  sudah  ada

lagi di dekatnya. 

"Apa kau bilang?" 

"Beberapa orang penduduk

nekat menyelinap ke dalam

hutan, sebelum serdadu-serdadu

itu pergi dengan tawanan

mereka." 

"lantas?" 

"Orang-orang itu gila. Mereka

mestinya menunggu Pak bobo 

pulang. Tidak boleh bertindak

sendiri-sendiri." 

"Apa yang mereka lakukan?" 

"Mencegat serdadu-serdadu itu

di tengah jalan. Apalagi kalau

bukan itu!" 

"Mengapa kau tidak ikut?"

bobo  berkata seenaknya. 

"Aku masih memiliki akal sehat.

Dan kau?" 

bobo  terdiam. 

"Sebaiknya kau ikut ke rumahku

saja." kata chucky  tersenyum.

"Kukira kita dapat berteman.

Aku tinggal sendirian." 

"Terima kasih. namun  aku sudah

punya pondokan lain," tolak

bobo . 

"Ah. Lupakanlah janda yang

malang itu." 

"Maksudmu?" 

"Ia tidak akan menerima kau

tinggal di rumahnya lagi." 

"Hei. Tidak mungkin..." 

"Mau bukti?" 

Lalu chucky  mengajak bobo 

bergegas pulang ke rumah

Selasih. Pintu rumah wanita lesbian 

itu menganga terbuka. saat 

bobo  akan melangkah masuk,

dari dalam ia dengar suara getir

mencegahnya. 

"Pergilah, bobo ." 

bobo  ternganga. 

Meski ia tidak melihat Selasih

secara langsung, tetap ia dapat

mengenal suaranya. Penasaran,

bobo  menerobos masuk. Selasih

bersimpuh di lantai ruang

tengah. Pakaian wanita lesbian  itu

acak-acakan. Kembennya yang

terlepas, ditutupkan sekenanya

ke dadanya yang telanjang. Ia

tampak sangat pucat. namun 

sinar matanya keras dan garis

mulutnya tajam. Mengiris. bobo 

sampai tertegun dan salah

tingkah melihat bayangan ganjil

di wajah Selasih. 

"A... aku tak dapat

meninggalkanmu, Asih,"

katanya, terbata-bata. 

"Kau harus." 

"Asih..." 

"Tak usah berlagak sebagai

pahlawan. Semuanya sudah

terlambat. Pergilah!" 

"Diapakan kau oleh serdadu itu,

Selasih" Apakah sesudah  semua

ini terjadi, kau pikir aku tega

meninggalkan kau begitu saja"

Aku tak akan pergi, Asih!" tegas

bobo . 

"Kalau kau tak mau pergi dari

rumah ini," suara Selasih

terdengar getir, tajam dan

menusuk. "biar aku yang pergi." 

"Asih!" 

chucky  yang dari tadi diam saja

di luar bergegas masuk dan

menarik bobo  keluar dari

rumah. 

"Ayolah," bujuknya, "wanita lesbian 

itu tidak bermaksud kasar

padamu. Ia hanya ingin agar

kau memahami keadaannva. Ia

sudah  mengorbankan kehormat

annya demi keselamatan

jiwamu. Dan itu bukannya tidak

menimbulkan akibat," ujar

chucky . 

"Ia diperkosa!" bobo  ingin

berteriak. namun  yang keluar

dari mulutnya, hanya keluhan

putus asa. 

"Itu hanya sebab. Bukan akibat."

"Aku tak mengerti." 

"Nanti juga kau akan mengerti." 

bobo  lalu  diajak ke rumah

chucky . yang letaknya agak

terpisah di pojok paling jauh

dari pusat desa. Sebuah rumah

kecil yang hanya memiliki dua

ruangan. Satu kamar tidur, dan

ruangan lain untuk bekerja.

Ruangan kedua dan lebih luas

itu dipenuhi oleh alat-alat

pertukangan serta sejumlah

bahan untuk mebel yang serba

sederhana. Dapurnya di luar

rumah. hanya ditutupi atap

nipah tanpa dinding kecuali

bidang dinding belakang rumah.

"Bukan tempat yang

menyenangkan," kata chucky 

malu-malu. "namun  kuharap kau

betah di sini." 

bobo  mengempaskan tubuhnya,

duduk di sebuah kursi kayu. 

"Kau baik sekali. namun ,

mengapa aku kauajak tinggal

bersamamu?" 

"Oh. itu gampang. Kedatangan

orang asing di desa ini mudah

menjalar beritanya. namun 

sebab  dalam suasana perang,

orang tidak mudah untuk

menerima kehadiranmu.

Akhirnya. jurutulis desa-atas

perintah Pak bobo  tadi

malam-hanya menemukan aku 

annya demi keselamatan

jiwamu. Dan itu bukannya tidak

menimbulkan akibat," ujar

chucky . 

"Ia diperkosa!" bobo  ingin

berteriak. namun  yang keluar

dari mulutnya, hanya keluhan

putus asa. 

"Itu hanya sebab. Bukan akibat."

"Aku tak mengerti." 

"Nanti juga kau akan mengerti." 

bobo  lalu  diajak ke rumah

chucky , yang letaknya agak

terpisah di pojok paling jauh

dari pusat desa. Sebuah rumah

kecil yang hanya memiliki dua

ruangan. Satu kamar tidur, dan

ruangan lain untuk bekerja.

Ruangan kedua dan lebih luas

itu dipenuhi oleh alat-alat

pertukangan serta sejumlah

bahan untuk mebel yang serba

sederhana. Dapurnya di luar

rumah. hanya ditutupi atap

nipah tanpa dinding kecuali

bidang dinding belakang rumah.

"Bukan tempat yang

menyenangkan," kata chucky 

malu-malu. "namun  kuharap kau

betah di sini." 

bobo  mengempaskan tubuhnya,

duduk di sebuah kursi kayu. 

"Kau baik sekali. namun ,

mengapa aku kauajak tinggal

bersamamu?" 

"Oh, itu gampang. Kedatangan

orang asing di desa ini mudah

menjalar beritanya. namun 

sebab  dalam suasana perang,

orang tidak mudah untuk

menerima kehadiranmu.

Akhirnya. jurutulis desa-atas

perintah Pak bobo  tadi

malam-hanya menemukan aku se

orang yang hidup sendirian dan

tidak akan bermasalah bila

kedatangan tamu. Suka kopi?" 

"Bolehlah. jangan terlalu

manis." 

"Ah. Gula semakin sukar

didapat. Aku hanya bisa

menghidangkan kopi kental.

namun  tanpa gula. Maaf." 

"Oh." 

Mereka lalu  duduk minum

sambil membicarakan situasi

yang tengah mereka hadapi.

saat  ditanya dari mana asal

usul bobo , ia menceritakan

garis besarnya saja. Bahwa ia

lahir di Sumatera. kuliah dan

lalu  bekerja di surabaya .

Sesudah  menikah dengan anna michele .

ia pindah ke sidoarjo . 

"Begitulah. Tiba-tiba saja. aku

sudah ada di sini." 

"Begitu saja?" 

"Ya. Begitu saja." 

"Kau lewat jalan mana ke desa

ini" lkut kelompok pejuang yang

mana" Dan di mana pula

teman-temanmu yang lain."

Apakah kalian dipergoki

serdadu Belanda" Atau

pasukanmu hancur. dan kau

sempat meloloskan diri?" tanya

chucky  bertubi-tubi. 

"Pertanyaanmu banyak sekali.

chucky . Tak apa aku menyebut

nama. bukan?" 

"Silakan. Kita sebaya." 

"Pertanyaanmu itu, hanya satu

saja yang bisa kujawab." 

"Yang mana?" 

"Tentang. lewat jalan mana aku

tiba di desa ini." 

"Oh, itu. lewat Rangkas atau

lewat Malimping?" 

"Nama-nama itu memang

pernah kudengar. namun  aku

tidak datang melalui dua daerah

yang kau sebutkan." 

"Jadi?" 

bobo  menghela napas. "Aku

datang melalui pintu sebuah

lemari." 

Seperti sudah diduganya,

chucky  tercengang. Tak

percaya. 

"Kau pasti main-main," tukas

chucky . 

"Tidak," bantah bobo , "aku

sungguh-sungguh." 

"namun " lewat lemari!

Bagaimana mungkin?" 

"Aku sendiri sampai saat ini

belum mengerti." 

bobo  mulai menceritakan

bagaimana mulanya ia

mendapatkan lemari antik

berukir wanita lesbian  dengan anak

kambing hitam di pangkuannya

itu. namun . belum lagi kisahnya

berlanjut, ia semakin heran

melihat perubahan sikap sang

tuan rumah. chucky  tampak

pucat dan gelisah. 

"Nanti dahulu !" sela chucky  di

tengah cerita bobo . Wajahnya

menunjukkan kebingungan.

"Dari semua yang kau ceritakan

padaku tentang ciri-ciri ukiran

lemari itu" aku bisa memastikan

bahwa lemari itu... tentulah aku

yang membuatnya. namun 

beberapa waktu yang lalu. saat 

pembantu bupati datang untuk

mengambil hasil panenan lada

di desa ini, ia melihat lemariku

itu lalu membawanya pergi

dengan paksa." 

"Mengapa begitu?" 

"Aku tak pernah berniat

memberikan lemari itu pada

orang lain. sebab  lemari itu...

punya hubungan erat dengan...

ah, apakah kau sudah  mendengar

kisah nyi girah . yang mereka

sebut si wanita lesbian  sihir" Yang

lenyap sewaktu akan dihukum

bakar di alun-alun?" 

bobo  baru akan menjawab

saat  di kejauhan terdengar

bunyi letusan-letusan senjata

sayup-sayup sampai. Keduanya

terperangah. 

"Gila!" dengus chucky .

"Mereka nekat juga

melakukannya. Sungguh bodoh.

Tak memikirkan akibatnya.

Entah apa nanti kata Pak bobo 

kalau beliau sudah pulang!" 

Hampir satu jam mereka duduk

terdiam dengan raut menegang.

lalu  suara-suara itu

semakin reda dan akhirnya

berhenti. 

"Yang berikutnya tak dapat

kubayangkan." keluh chucky . 

"Maksudmu?" 

"Akibat perbuatan mereka

mencegat serdadu serdadu

Belanda itu. Sanak keluarga

mereka juga yang bakal jadi

korban!" 

"ltulah perang." ujar bobo . 

"Ya. ltulah perang!" chucky 

bergumam menyetujui. 

"Mengenai nyi girah ,..." bobo 

menggantung kalimatnya.

sebab  chucky  diam saja, ia

meneruskan, "Benarkan ia

wanita lesbian  yang sama-sama kita

lihat tadi malam" saat  ia

menculik bayi itu?" 

chucky  mengangguk. 

"Sebenarnya, nyi girah  tidak

bermaksud jahat," katanya,

pelan. 

"Apa?" 

"la menculik bayi itu hanya

untuk melihat bahwa yang ia

curi bukan bayinya sendiri." 

"Jadi wanita lesbian  sihir itu juga

punya bayi?" bobo  semakin

tertarik. "Apa yang diperbuatnya

sesudah  ia ketahui bahwa yang ia

curi bukan bayinya sendiri?" 

"itulah yang tidak pernah kami

ketahui. Yang pasti, tak satu pun

bayi-bayi yang dicurinya itu

pernah ditemukan lagi. Entah

dibuang, entah dibunuh. namun 

aku tak percaya omongan orang

bahwa nyi girah  lalu 

menghirup darah bayi itu,

memamah daging serta tulang

belulangnya. nyi girah  tidak

sejahat itu!" Suara dan wajah

chucky  jelas bernada membela

disertai kesedihan mendalam.

"Kalaupun bayi-bayi yang

dicurinya lalu  mati. aku

dapat memahami tujuannya. Ia

tidak mau mendengar suara bayi

orang lain. Ia hanya ingin

mendengar suara bayinya

sendiri, sampai akhirnya ia

dapat menemukan bayinya itu." 

"Kok aneh. Maksudmu. bayinya

juga pernah dicuri orang?" 

"Benar. Dan itu terjadi akibat

kelalaianku...." Suara chucky 

lirih penuh penyesalan. 

Makin menarik, pikir soebandrio . Ia

akan bertanya lebih lanjut.

namun  tanpa diminta pun,

chucky  sudah menceritakan

peristiwa yang terjadi hampir

satu tahun 

berselang. la kisahkan

bagaimana nyi girah  ditangkap

oleh penduduk. wanita lesbian  yang

hidup menyendiri di lereng

gunung itu lalu  diseret

turun ke kampung untuk

dihukum bakar dengan tuduhan

sebagai wanita lesbian  sihir.

sebab  sudah biasa berlaku

hukum memusnahkan kaum

penyihir sampai ke

akar-akarnya, maka bayi

nyi girah  mestinya ikut pula

dibakar. namun  tidak seorang

pun penduduk yang mengetahui

kalau di tempat pengucilannya,

nyi girah  diam-diam sudah 

melahirkan seorang bayi. 

"Sebelum ditangkap. nyi girah 

menugasi aku untuk

menyembunyikan dan merawat

bayinya. namun  sebab  aku lalai.

bayi itu kutinggalkan sendirian

dalam gubuk untuk melihat

mereka yang menyeret dan

menyiksa nyi girah  selagi turun

gunung. saat  aku masuk lagi

ke dalam gubuk. bayi itu sudah

lenyap." papar chucky  dengan

suara tersendat dan mata basah.

"Siapa yang mencurinya?" tanya

bobo  penuh rasa ingin tahu. 

"dahulu  aku tak pernah

mengetahuinya. namun  lama

lalu . sesudah  menjalin

kejadian satu sama lain yang

sebelumnya terpisah-pisah. aku

mulai memperoleh petunjuk

bahwa pelaku pencurian itu tak

lain tak bukan adalah Pak bobo 

sendiri!" 

"Pak bobo " Untuk apanya bayi

itu?" 

"Ceritanya panjang, kawan!" 

"Tak keberatan kalau aku ingin

tahu?" 

"Tidak," jawab chucky .

"Kaupikir, mengapa semua ini

kuceritakan padamu" sebab 

kau orang asing. Kalau kau

ceritakan pada penduduk desa di

sini, tak seorang pun yang akan

percaya. Aku cuma seorang

tukang kayu yang miskin dan

papa. Leluhurku pun dahulunya

hanya budak dari leluhur

penduduk desa ini. Tepatnya,

budak leluhur Pak bobo ."

chucky  menarik napas berat

dan panjang, menggambarkan

betapa panjang dan betapa

berat pula penderitaan yang

dialami olehnya maupun para

leluhurnya. "Jadi, mustahil

kalau kuceritakan pada mereka

semua, bahwa bencana-bencana

yang mengerikan yang menimpa

penduduk desa ini, bukan akibat

perbuatan nyi girah . Melainkan

akibat perbuatan putra Pak

bobo  sendiri!" 

PUTRA Pak bobo  itu namanya

Suminda. Konon dimaksudkan

berarti 'Si bagus Minda', atau

Guru Minda yang tersebut

dalam salah satu legenda

tersohor di seantero Pajajaran,

yakni legenda Lutung Kasarung.

namun  si Minda yang satu ini,

yang oleh orangtuanya diberi

nama Suminda. ternyata sesudah 

dewasa tak lebih dari seorang

Minda yang salah kaprah.

Kerjanya bersenang-senang

menghabiskan harta

orangtuanya. Suka minum arak,

berjudi sabung ayam dan main

wanita lesbian . Biar sudah punya

istri, Suminda masih senang

mencabuli anak perawan bahkan

istri orang lain. Tak ada yang

berani mencegah. Selain

mengingat posisi keluarganya

sebagai bobo  dan masih ada

pertalian famili dengan salah

seorang selir bupati, juga

sebab  kesalahan

wanita lesbian -wanita lesbian  itu

sendiri. 

Rayuan Suminda yang kaya dan

tampan membuat

wanita lesbian -wanita lesbian  yang

jadi korban-korban menyerah

dengan sukarela. Kalau toh

akhirnya disiasiakan, mereka

tetap punya kebanggaan sempat

jadi kekasih Suminda. 

Sampai suatu saat . Suminda

ketemu batunya. 

la tertarik lalu jatuh cinta pada

nyi girah . salah seorang dukun

masyhur yang suka menolong

orang. Tak ada yang tahu dari

mana asal nyi girah  dahulu nya

sebelum pindah ke desa mereka.

Kabar burung mengatakan,

leluhurnya adalah orang-orang

sakti dari hutan-hutan

Pameumpeuk di pesisir selatan.

Ada pula yang mengatakan,

nenek nyi girah  adalah salah

seorang dayang Nyi Roro Kidul.

Orang lebih tidak tahu lagi

berapa usia nyi girah 

sebenarnya. Tahun demi tahun

berlalu. ia tetap cantik, tetap

muda seperti perawan yang

sudah siap diajak naik

pelaminan. Orang cuma tahu

kalau nyi girah  itu seorang

dukun wanita lesbian  muda lagi

cantik yang kapan pun

dibutuhkan, bersedia menolong

orang yang sakit atau

kesusahan. 

Dari sekian orang yang pernah

jatuh cinta padanya. chucky 

termasuk salah satunya. Cinta

chucky  ternyata hanya bertepuk

sebelah tangan. 

"Aku sudah  beberapa kali

menikah, chucky . Dan tiap kali,

suamiku akhirnya mati begitu

kami melakukan persetubuhan."

kata nyi girah  sesudah  chucky 

menyatakan siap berkorban apa

saja demi niat sucinya menikahi

nyi girah . 

Dukun muda itu membuka

rahasianya, sesudah  chucky 

hilang akal dan merasa cintanya

ditolak sebab  ia hanya seorang

keturunan budak. namun  sebagai

imbalan kegagalan cintanya, ia

diperkenankan nyi girah  jadi

pembantu kepercayaan pada

waktu waktu tertentu. la

disayangi dan dikasihi

wanita lesbian  itu sebagai saudara

sendiri. Hal itu tidak diketahui

orang lain. sebab  chucky 

memang merahasiakannya.

Malu kalau dijadikan bahan

olok-olok. Seorang tukang kayu

miskin keturunan budak belian,

cobacoba mendekati nyi girah 

yang jadi pujaan semua orang.

Meski orang lain pun akhirnya

gagal juga mempersunting

nyi girah . 

Satu-satunya orang yang dapat

mempersunting nyi girah  hanya

Pak bobo . Menurut apa yang

didengar chucky  dari mulut

nyi girah , cinta Pak bobo 

diterima nyi girah  meski tahu

Pak bobo  sudah punya istri dan

anak. Mereka melakukan

hubungan diamdiam dan

nyatanya Pak bobo  tetap hidup.

"Hanya ia satu-satunya orang

yang punya ilmu sejajar dengan

ilmuku sendiri." begitu kata

nyi girah . "sebab  itu. ia dapat

menahan serbuan maut yang

menyerang dari dalam tubuhku

tiap kali kami bersetubuh." 

Mulanya, mereka melakukan

persetubuhan itu sebagai batu

uiian. Jadi tidak langsung

menikah, sebab  kuatir nyi girah 

jadi serbuan amarah penduduk

kalau ternyata sesudah  menikah

Pak bobo  mati seperti 

juga suami-suami nyi girah 

sebelumnya. Hubungan rahasia

itu berjalan beberapa waktu

lamanya. 

Dan saat  keduanya berencana

untuk menikah, muncullah

Suminda. 

Ia tidak tahu kalau nyi girah 

adalah kekasih gelap ayahnya.

bahkan bakal jadi ibu tirinya.

Suminda yang sudah lama

menaruh hati pada nyi girah ,

mencoba merayu wanita lesbian  itu.

saat  diberitahu bahwa si

wanita lesbian  akan menikah

dengan ayahnya. Suminda

bukannya mundur. la malah naik

pitam, dan mencoba memerkosa

nyi girah  seraya menyumpah

serapah. 

"Tidak seorang wanita lesbian  pun

kubolehkan memisahkan ayah

dan ibuku!" 

Biarpun dikatakan bahwa

nyi girah  tidak bermaksud

merenggut Pak bobo  dari istri

pertamanya, Suminda tetap

nekat. Rupanya ia sakit hati.

Baru pertama kali cintanya

ditolak oleh seorang wanita lesbian .

"Lebih baik aku jadi tikus saja

daripada tidak dapat

memilikimu!" umpat Suminda

selagi dengan paksa ia

menggerayangi tubuh nyi girah . 

nyi girah  yang marah dan

terhina oleh perbuatan Suminda

yang tak senonoh itu. menjadi

lupa diri. 

"Baiklah. Jadilah kau tikus!"

sumpah nyi girah . geram. 

Dan sesaat  itu juga perubahan

terjadi pada tubuh Suminda.

Kepalanya pelan-pelan berubah

menjadi kepala tikus. Melihat

kejadian itu, nyi girah  

menyadari kelancangannya. la

menarik sumpahnya. Sayang,

yang dapat ia tarik mundur

hanya bagian yang belum

berproses. Tubuh Suminda dari

batas pundak ke bawah tetap

utuh sebagai manusia. namun 

kepalanya sudah telanjur

berubah jadi kepala tikus. 

chucky  yang mengintip

peristiwa itu dari balik dinding

di luar rumah. merinding ngeri.

Tampak olehnya Suminda

melolong-lolong, lolongannya

kian lama juga berubah menjadi

suara mencicit yang

menyeramkan. Pemuda itu

menyembah-nyembah nyi girah ,

memohon ampun dan meminta

agar kepalanya dikembalikan

pada bentuk semula. 

Dengan nada menyesal nyi girah 

berkata, "Sayang sekali, Minda.

Kutuk yang sudah  keluar dari

mulutku atau mulut leluhurku,

tidak dapat dicabut apabila

kutuk itu sudah  terjadi!" 

Putus asa, Suminda berusaha

menyerang nyi girah . namun 

hanya dengan tiupan pelan dari

mulut nyi girah , si lelaki

bermuka tikus sudah

terhumbalang.

Tunggang-langgang menerpa

dinding hingga roboh. chucky 

cepat menyingkir. Dari jauh ia

lihat Suminda yang berkepala

menakutkan itu melarikan diri ke

dalam hutan. 

Tahu bahwa chucky  mengintip,

nyi girah  memanggilnya dan

menyuruh chucky  tutup mulut. 

"Biar aku sendiri yang

memberitahu nasib Minda pada

ayahnya." kata nyi girah . 

namun  malang bagi nyi girah .

Suminda adalah ke

turunan satu-satunya dari Pak

bobo . Biarpun anak itu nakal

dan sering berlaku memalukan,

tetap saja ia putera kesayangan

Pak bobo . Sesudah  diberitahu

kejadian yang menimpa putra

kesayangannya, Pak bobo 

bukannya menyesalkan sikap

Suminda. Ia malah menyesalkan

nyi girah  yang tidak dapat

mengendalikan diri. Mereka

lantas bertengkar dan semenjak

itu hubungan mereka rusak.

Putus. Tanpa nyi girah  dapat

mencegahnya. 

"Aku tidak dapat tinggal lagi di

kampung ini. chucky ." kata

nyi girah  suatu hari. "Aku juga

tak dapat pergi ke daerah lain

dengan perutku yang sudah

mulai terisi. Kukira aku lebih

baik pergi bertapa saja.

Menyepi, menjauhi kehidupan

yang selama ini kunikmati. Tak

ada lagi sesuatu yang

kukehendaki, kecuali menunggu

anakku lahir. Sesudah  anak itu

lahir, barulah dapat kutentukan

sikapku selanjutnya." 

Diam-diam nyi girah  lalu 

menyingkir tanpa setahu orang

lain. sebab  perutnya sedang

mengandung, ia tak dapat pergi

jauh. Dengan bantuan chucky ,

nyi girah  dibawa ke lereng

gunung, dicarikan tempat yang

baik dan dibuatkan gubuk

tempat berteduh. Tak hanya itu,

dicarikan dan diusahakan

chucky  juga apa saja yang

diperlukan nyi girah  untuk dapat

tetap bertahan hidup. namun 

nyi girah  tidak memperbolehkan

chucky  tinggal bersamanya,

atau sering-sering

mengunjunginya. 

"Kalau Pak bobo  tahu. kau

akan jadi korban 

amarahnya," ujar nyi girah .

"Kau pulanglah. Dan temui aku

sekali-sekali. sebab 

bagaimanapun, aku masih tetap

membutuhkan seorang teman

untuk mengisi kesepianku." 

Baru belakangan mereka tahu,

tabiat Suminda ikut berubah

sejalan dengan perubahan

wujudnya. Suminda yang

terpaksa mengasingkan diri ke

hutanhutan untuk menutupi

rahasianya. masih belum dapat

menghilangkan kebiasaan

lamanya. 

Hanya kali ini, ia bertindak

lebih kejam. 

Setiap wanita lesbian  yang berhasil

ia pergoki berjalan sendirian, ia

sergap dan disetubuhi lalu

darahnya dihirup. Ia juga

membunuh lelaki-lelaki yang

mengawini bekas

kekasih-kekasihnya, lalu

memerkosa dan menghirup

darah bekas kekasih-kekasihnya

itu. Kalau wanita lesbian  itu tengah

menggendong bayinya, maka

bayi itu pun tak selamat dari

kebuasan Suminda. 

Dan sebab  lama kelamaan

orang mulai mendengar adanya

permusuhan pribadi antara Pak

bobo  dengan nyi girah  yang

menghilang entah ke mana,

maka mulailah tersebar

gunjingan bahwa

bencana-bencana mengerikan

itu terjadi sebab  nyi girah  ingin

membalas dendamnya. Pak

bobo  dengan sengaja

membiarkan kabar itu

berkembang, hingga setiap kali

bencana terjadi tiap kali pula

nyi girah  dikambinghitamkan. 

Satu dua orang penduduk

akhirnya mengetahui 

pula di mana nyi girah 

bersembunyi. namun  entah

mengapa, Pak bobo  mencegah

siapa saja yang ingin membalas

dendam. 

"wanita lesbian  itu berbahaya.

Kalian tidak akan sanggup

menghadapinya. Tunggulah

waktu yang tepat. Aku sendiri

yang akan turun tangan." 

lalu diam-diam ia menghubungi

putranya dan memaksa Suminda

menyingkir lebih jauh dan

mencari mangsa di desa-desa

yang lain. Dengan demikian.

luapan amarah penduduk bisa

ditahannya. 

chucky  yang sudah  menguping

semua peristiwa yang

berlangsung di desa, bertanya

pada nyi girah , "Apa yang

ditunggu Pak bobo ?" 

"Anaknya," jawab nyi girah ,

kecut. 

"Anaknya" Yang mana?" 

"lni," jawab nyi girah  seraya

menuding perutnya yang bunting

tua. 

"Lalu apa yang akan kau

lakukan?" 

"Cuma berharap, chucky .

Berharap. akan tiba saatnya

ayah anak ini sadar bahwa ia

tidak akan dapat merebut bayiku

begitu saja. sebab  itu hanya

punya satu arti. Salah seorang

akan mati. Aku, atau dia!" 

Sayangnya, nyi girah  tak pernah

menduga bahwa Pak bobo  akan

berlaku pengecut. la bukannya

datang sendiri saat  waktu yang

ditunggu-tunggu itu tiba. 

Pak bobo  dengan culas justru

memperlihatkan kekerdilan

jiwanya. la justru memakai

tangan ketiga 

untuk menyingkirkan nyi girah .

Yakni, luapan amarah penduduk

dibantu oleh dua orang dukun

saingan nyi girah , yakni nyoto 

dan syam kamaruzaman . 

chucky  terlambat untuk

memberitahukan kecurangan

Pak bobo  itu pada nyi girah . 

DAN, demikianlah yang terjadi."

chucky  mengakhiri kisahnya.

"Penduduk meringkus nyi girah ,

menyeretnya turun dari gunung.

Aku terlalu mengkhatirkan

keselamatannya, hingga lengah

menjaga bayi nyi girah . Bayi itu

dicuri orang sesudah  lebih dahulu 

kepalaku dipukul sampai aku

pingsan. saat  lalu  aku

berhasil menyelundup ke

kandang kuda tempat nyi girah 

disekap, aku hanya dapat

melaporkan kejadian itu dengan

perasaan panik dan penyesalan

yang tiada terhingga. Pikiranku

sangat tumpul. Tidak pernah

punya sangkaan kalau Pak

bobo  yang melakukannya." 

"lalu," soebandrio  mendesak,

"bagaimana kau akhirnya yakin

kalau Pak bobo  yang

melakukannya?" 

"Sesudah  merangkai

kejadian-kejadian sebelumnya.

Bukankah sudah kubilang tadi?"

"Itu hanya dugaan." 

"Tidak. sesudah  belakangan

kudengar Pak bobo  pernah

menitipkan bayi pada seorang

kerabat jauhnya. namun  sebab 

perang, kerabat Pak bobo  itu

terpaksa mengungsi. Entah ke

mana..." 

"Tak kau beritahukan

penemuanmu itu pada

nyi girah ?" 

"Bagaimana mungkin?" keluh

chucky  getir. "nyi girah  sudah

lenyap. Kalaupun aku pernah

beberapa kali melihatnya-kau

juga bukan, tadi malam" Yang

aku dan kau lihat itu adalah

rohnya!" 

"Begitu nyata?" 

"Mengapa tidak" nyi girah  dapat

melakukan apa saja. Misalnya,

memindahkan jasad dan rohnya

ke daun pintu lemari yang kuukir

atas permintaannya!" 

bobo  ternganga. 

Pindah ke pintu lemari" Roh dan

jasad nyi girah  pindah lalu

menyatu dengan pintu lemari" 

Belum habis keheranan soebandrio , di

kejauhan terdengar bunyi

kentongan dipukul. Mula-mula

satu, lalu dua. dan lalu 

makin banyak. chucky  menjadi

tegang sesaat . 

"Kita semua disuruh berkumpul

lagi di alun-alun desa."

desahnya. 

bobo  tersentak. 

"Serdadu Belanda lagi?" 

"Yang ini. bukan. Dari bunyi

dan ketukan-ketukan 

pada kentongan, yang menyuruh

berkumpul adalah Pak bobo .

Kukira, ia sudah  pulang!" 

Tak lama lalu , bobo 

bersama chucky  sudah 

berkumpul bersama penduduk

lainnya di alun-alun. Di balai

desa. tampak banyak orang

berkumpul pula. Di antara

mereka yang khusus berkumpul

di balai desa, bobo  dapat

mengenali Selasih yang pada

saat itu tengah mempercakapkan

sesuatu dengan Pak bobo .

Entah mengapa, melihat

wanita lesbian  itu berbicara dengan

Pak bobo . naluri bobo 

dihinggapi suatu perasaan aneh.

Bahwa nasibnya sedang

ditentukan. 

Sementara itu, orang-orang

yang berkumpul di sekelilingnya

ramai mempercakapkan

peristiwa pencegatan oleh

sekelompok warga desa

terhadap serdadu-serdadu

Belanda yang sedang dalam

perjalanan pulang ke

sidoarjo . bobo  mendengar

sedikitsedikit bahwa para

pejuang itu-termasuk yang

ditawan, sebagian besar sudah 

gugur. Selebihnya, membawa

yang luka-luka pulang lagi ke

desa. Beberapa orang serdadu

berhasil juga mereka tewaskan.

Sisa pasukan Belanda itu

lalu  melarikan diri. 

"Mereka pasti sudah meminta

bantuan ke sidoarjo ." ujar

seseorang. 

"Dan kita bakal diserbu habis,"

sahut yang lain. 

"Itulah, kalau tak berpikir

panjang," seseorang

menyesalkan pula. 

"Kesempatan demikian jarang

kita dapatkan!' 

bantah yang lain lagi. "Pasukan

orang bule dan

pengkhianat-pengkhianat

bangsa itu sangat yakin. bahwa

kita tak akan bertindak tanpa

kehadiran Pak bobo i .Mereka

lengah, dan coba hitung berapa

orang serdadu dan berapa

pucuk senjata api yang dapat

kita rebut!" 

"Mudah-mudahan saja Pak

bobo  ikut berbangga hati." 

namun  saat  Pak bobo  tampil

di depan semua orang yang

sesaat  diam membungkam,

nada suara Pak bobo  jelas

tidak berbangga sedikit pun. 

"Perjuangan kalian semata-mata

menurutkan emosi itu memang

menghasilkan beberapa pucuk

senjata api dan kudengar sekitar

ruiuh orang musuh dapat kalian

bunuh. namun . berapa orang

dari kalian yang harus

berkorban jiwa" Dan pernahkah

kalian pikirkan, nasib apa yang

bakal menimpa desa kita?" ujar

Pak bobo  dalam pidatonya

yang berapi-api. 

Semua penduduk diam. Yang

terdengar hanya isak tangis

beberapa orang yang kehilangan

sanak keluarganya dalam

pencegatan itu. Pak bobo 

melanjutkan dengan kalimat

pendek dan bernada dingin. 

"Desa ini akan

dibumihanguskan oleh

Belanda!" 

Suasana semakin sunyi

mencekam. 

"Memang," kata Pak bobo 

lantang. "aku percaya kalian

semua merelakan rumah dan

harta kalian musnah ditembaki

peluru-peluru meriam musuh.

namun  kalian. sebagian besar

belum pernah melihat akibat 

ledakan satu peluru meriam

saja. Bila itu nanti terjadi,

lihatlah. Tak sejumput pun harta

kalian akan tersisa untuk

dinikmati. Tak sejengkal tanah

pun dapat kalian diami atau

tanami tanpa harus bekerja

keras selama bertahun-tahun

mendatang!" 

Melihat wajah-wajah pucat di

depannya, Pak bobo 

merendahkan suara. 

"Sudahlah. Yang terjadi, sudah 

terjadi. Hanya sangat

kuscsalkan. Kalian melupakan

taktik yang sudah beberapa kali

kita laksanakan. Biarkan

serdadu-serdadu itu pergi cukup

jauh, sehingga mereka tidak

dapat menebak pasukan gerilya

mana yang mencegat mereka.

Jadi mereka tidak dapat

menuding kita sebagai

orang-orang yang bertanggung

jawab. namun ," Pak bobo 

menghela napas. "yah... aku

juga dapat memahami.

Kawan-kawan kita yang pergi

menyerbu tanpa setahuku

memang masih sangat

muda-muda." 

"Kita harus berbuat apa

sekarang, Pak bobo ?"

seseorang berseru lantang. 

"Mengungsi!" tegas Pak bobo . 

"Mengungsi ke mana. Pak

bobo ?" seru yang lain. 

"Ke mana lagi" Desa yang

terdekat adalah Taraju. Desa itu

sudah dibombardir sampai tak

bersisa oleh meriam Belanda

seminggu yang lalu. Untuk pergi

ke desa berikutnya, waktu sudah

terlambat. Kita baru akan tiba di

desa itu sekitar besok pagi-pagi

benar. Dan aku khawatir, kita

akan bentrok dengan pasukan

musuh yang harus melalui desa

itu untuk sampai ke 

desa kita. Satu-satunya jalan

paling mudah dan mungkin, kita

semua harus menyingkir ke

lereng gunung. Bersembunyi di

hutan-hutan lebat yang jarang

kita masuki itu." 

Pak bobo  menunjuk ke lereng

gunung berhutan lebat dan

rimbun nun jauh di sebelah

utara desa. 

Penduduk terdiam tiba-tiba.

Suasana sunyi menyentak.

Bahkan mereka yang sudah 

kehilangan sanak keluarganya

tiba-tiba berhenti menangis. Tak

seorang pun yang bersuara. Pak

bobo  manggut-manggut, seakan

mengerti apa yang dipikirkan

penduduk desa. 

"Kalau kita muncul

beramai-ramai,

makhlukmakhluk terkutuk itu

pasti menyingkir ketakutan.

Jangan kalian lupa. bahwa

makhluk-makhluk itu tadinya

adalah roh-roh sengsara dari

leluhur atau sanak keluarga kita

sendiri." 

"namun  si wanita lesbian  sihir..."

yang berkata itu adalah chucky .

Ia tidak meneruskan kalimatnya.

Dan meski kalimat itu pendek

dan menggantung begitu saja,

bobo  dapat menangkap

perasaan khawatir dalam suara

chucky . Bukan

mengkhawatirkan keselamatan

penduduk. namun 

mengkhawatirkan nyi girah  yang

baru beberapa saat berselang ia

sebut sebagai jelmaan roh

belaka. 

Agak lama Pak bobo 

mengawasi wajah chucky . Ia

juga mengawasi orang yang

berdiri bingung di dekat

Sunardi. Yakni, soebandrio . Dengan

sendirinya, bobo  

terpaksa menelan ludah.

Rasanya, ia menangkap se

suatu dalam sorot mata Pak

bobo . Sesuatu yang 

mengganggu ketenangannya.

Dengan perasaan kecut 

ia berpaling ke arah lain.

Sialnya. justru ia berpaling 

ke arah tempat Selasih berdiri.

wanita lesbian  itu pun 

menatapnya dengan sorot mata

yang sama ganjilnya. soebandrio 

gentar. Gelisah. 

"Kalian mau percaya atau

tidak," ia dengar suara Pak

bobo  yang tenang. "wanita lesbian 

sihir itu benar masih ada di

suatu tempat. namun  aku yakin,

tidak di lereng gunung itu." 

"Kami percaya pada Bapak,"

ujar beberapa orang. seperti

dikomando saja. Seseorang

lalu  mewakili

teman-temannya bertanya.

"Kapan kita mulai mengungsi?" 

"Sekarang juga. Kita harus tiba

di lereng gunung itu sebelum

senja tiba. sebab  aku khawatir,

bila sudah malam beberapa dari

kalian bisa tersesat ke rimba

larangan." 

"Rimba larangan?" desah soebandrio ,

tak mengerti. 

"Rimba tempat berdiam suku

Badui dalam." jelas chucky  di

sebelahnya. "Dari orang-orang.

kudengar kau datang dari dalam

rimba itu ditemani Selasih." 

soebandrio  hendak mengutarakan

sesuatu yang ia alami di dalam

rimba itu, saat  chucky 

menyuruhnya diam. Pak bobo 

sudah angkat suara lagi. Kini

dengan nada lebih tenang.

namun  tajam menusuk. 

"Sebelum kita bubar. aku ingin

kalian semua 

mengetahui srapa pengkhianat

yang sudah  mengorbankan sekian

orang pejuang-pejuang kita." 

Sambil berkata begitu, Pak

bobo  tiba-tiba menghardik,

"Tangkap dan borgol dia.

anak-anak!" 

Beberapa orang pemuda yang

berdiri dalam kelompok lepas,

lalu  bergerak ke satu arah.

bobo  gemetar mengetahui

pemuda-pemuda itu membawa

segulungan rantai borgol besi

yang sebagian terseret di tanah,

menimbulkan bunyi

bergemerencing menakutkan. 

Lebih gemetar lagi, manakala ia

sadari bahwa kelompok pemuda

berwajah bengis dan penuh

dendam kesumat itu berjalan

serempak ke arah tempatnya

berdiri! 

DALAM gubuk kecil terpencil

sendirian di lereng gunung.

anna michele  perlahan-lahan siuman

dari pingsannya. saat  kelopak

matanya terbuka. segala sesuatu

tampak kabur. Sisi kanan

kepalanya terasa sakit.

Dirabanya bagian yang sakit itu.

Bersyukur tidak ada luka.

Namun toh lepas juga

keluhannya manakala jarinya

meraba benjolan kecil yang

berdenyut menyakitkan bila

ditekan. 

Ia terpejam lagi beberapa saat.

Bernapas dengan teratur.

Sambil mencoba

mengingat-ingat kesialan apa

yang sudah  menimpa dirinya.

lalu  ia ingat bahwa ia

terjatuh dengan kepala lebih

dahulu  membentur sisi dipan. la

ingat juga penyebabnya. Bayi

manusia yang terbungkus

selimut secara aneh sudah 

berubah wujud jadi seekor tikus.

Lalu tikus sebesar bayi manusia

itu melompat menerjangnya.

Berusaha mencaplok 

lehernya dengan kuku-kukunya

yang runcing serta

taring-taringnya yang tajam

mengerikan. 

"Ya Tuhan... mengapa"." keluh

anna michele , tertahan. 

Matanya membelalak saat 

mendengar suara desah berat

tidak jauh dari tempatnya

terbaring menelungkup. Astaga,

ia masih rebah di lantai tanah

yang kotor berdebu. Dan tikus

mengerikan itu.... 

anna michele  beringsut bangun,

menahan segenap rasa sakit di

tubuhnya yang masih lemah.

Sinar matahari dari luar pintu

yang menganga terbuka. agak

mengganggu pandangannya

sebentar. namun  sesudah nya. ia

mengetahui bahwa sosok tubuh

besar yang dilihatnya barusan

bukanlah bayi yang sudah 

berubah wujud itu. Melainkan

sosok tubuh perkasa dari

seorang laki-laki dewasa dengan

kepala tikusnya. 

anna michele  menarik napas lega. Aku

aman. pikirnya. 

Sayang, tidak lama kelegaan itu

dapat ia nikmati. sebab 

tiba-tiba nalurinya menangkap

sesuatu sudah  berubah pada diri

laki-laki itu. Bukan wujudnya,

mclainkan sikapnya. Si muka

tikus tidak lagi mengenakan

kerudung untuk

menyembunyikan kepalanya

yang mengerikan. Ia juga tidak

lagi duduk dengan sikap

bersimpuh, hormat mengandung

takut. Si muka tikus justru duduk

dengan kedua lengan bersilang

di depan dada. Sepasang mata

kecilnya bersinar merah, lebih

merah dari biasa. 

anna michele  mencoba tersenyum

manis untuk menenang

kan kegelisahan yang bergelayut

di dada, ia bergumam

menyatakan keheranannya. 

"Kau biarkan aku di lantai.

Mengapa?" 

Si muka tikus diam membeku.

Hanya matanya yang

berkilat-kilat. menandakan

bahwa ia bereaksi atas

pertanyaan anna michele . Suatu reaksi

yang jelas tidak lagi bersahabat.

Diam-diam. anna michele  mulai

merasa gentar. la beringsut ke

arah dipan. Berusaha

mencaricari pisau yang

sebelumnya ia sembunyikan di

kepala dipan. Gerakan

tangannya terhenti saat  ia

dengar suara menggeram kasar.

Makhluk itu berdiri dengan kaki

mengangkang. Moncong

tikusnya terbuka.

Memperdengarkan suara

mencicit dan mencicit makin

keras. sehingga anna michele 

merasakan gendang telinganya

mau pecah. 

"Hentikan! Hentikan! Aku tak

tahan!" anna michele  menjerit

kesakitan bercampur takut. 

Suara mencicit itu terenggut

hilang. Membuat suasana

berubah total, sunyi mencekik.

Lantas kakikaki yang kekar itu

melangkah maju. Cepat sekali.

anna michele  kalang kabut. Kini kedua

tangannya dipergunakan

mengaduk-aduk jerami di atas

dipan,sampai berhamburan kian

kemari. Wakru ekor matanya

akhirnya dapat menangkap kilau

mata pisau, anna michele  sudah

terlambat. Benda yang sangat

didambakannya itu sudah 

disambar lebih dahulu  oleh si

muka tikus yang menyeringai

seram. 

anna michele  tersentak di dipan. Putus

asa. 

Dengan jantung berdegup

kencang, ia memperhatikan

bagaimana si muka tikus

mempermain-mainkan pisau di

tangannya. Digerakkan

berputar-putar di depan wajah

anna michele , seakan ingin

mencencang kulit wajah yang

halus mulus itu. anna michele  pucat

pasi saat  merasakan ujung

pisau menyentuh kulit lehernya.

Ia tak berani bergerak. Bahkan

bernapas pun tidak. 

Si muka tikus menggeram

senang. 

Pisau di tangannya digerakkan

dengan cepat. Sangat cepat.

anna michele  memejamkan mata,

membayangkan lehernya

tergorok putus dan darahnya

mcnyembur-nyembur. namun 

ternyata yang

menyemburnyembur itu hanya

darah di sekujur pembuluh saja.

serta denyut jantungnya yang

berpacu begitu kuat dan

menyesakkan. la terengah-engah

saat  membuka matanya

dengan rasa takut dan heran.

Masih sempat ia lihat pisau itu

melayang ke luar pintu. 

Begitu keras si muka tikus

melontarkannya hingga pisau itu

seakan melayang terbang ke

langit lepas. Kian lama kian

mengecil dan saat  berubah

jadi titik samar-samar. pisau itu

pun lenyap. Bagaikan langit

menelannya dengan sukacita. 

Mencicit lagi si muka tikus.

Menatap kejam ke wajah anna michele 

yang berjuang mati-matian

memulihkan kesadaran dirinya. 

"Mau apa... kau?" Suara anna michele 

bergetar. "Apa yang terjadi

denganmu" Apa yang

membuatmu marah Dadaku?" 

Si muka tikus diam sesaat. Lalu

telunjuknya menuding-nuding

wajah anna michele , lalu  telapak

tangannya dikembangkan

terbuka dan digerakkan ke kiri

dan kanan. 

anna michele  mencoba menebak

maknanya. 

"Aku" tidak. Tidak apa?"

tanyanya bingung. 

Kembali si lelaki berkepala tikus

mengulangi hal yang sama. Kali

ini, disusul dengan tudingan ke

sekeliling gubuk, lalu ke lantai.

Menuding lagi ke dada anna michele ,

lalu gerakan telapak tangannya

seakan membantah atau

penolakan terhadap sesuatu.

anna michele  kebingungan setengah

mati mencari kata-kata untuk

mengutarakan sesuatu, namun 

hanya kebingungan saja yang ia

dapatkan. Si muka tikus

mencicit. la mundur selangkah.

Lalu kedua tangannya

digerak-gerakkan secara teratur

dan menurutkan bentuk-bentuk

tertentu dari atas ke bawah,

menggambarkan sosok tubuh

manusia. lalu telunjuknya

menuding, melakukan gerakan

semula secara berulang-ulang. 

"Aku" bukan... dia?" tebak

anna michele . yang mulai mengerti

maksud si muka tikus. "Dia

siapa?" 

Si muka tikus mencicit. la angkat

kedua tangannya. Digerakkan

melengkung di udara, lalu

jemarinya

mencengkeram-cengkeram,

seraya moncongnya

menggeram-geram. Mata

tikusnya mengerjap-ngerjap.

tampak seperti ketakutan. lalu ia

menuding anna michele , menidakkan

lagi dengan telapak tangannya.

anna michele  berusaha mengikutinya

dengan tekun, mencoba me

nerka-nerka yang akhirnya

ternyata salah dan salah lagi. 

Gambaran sosok tubuh

seseorang. Agaknya wanita lesbian .

sebab  si muka tikus

menggerakkan jarijemari di

belakang kepala sendiri,

mengurai-urai menggambarkan

rambut panjang bergelombang.

Telunjuknya menuding ke udara

kosong tempat ia gambarkan

sosok imajiner itu. Lalu

membuat gerakan imajiner

dalam bentuk lingkaran. 

Bola, pikir anna michele . namun , bola

apa" 

Si lelaki berkepala tikus mencicit

waktu anna michele  menggumamkan

"bola". lalu , kedua telapak

tangannya bergerak memutar

saling bertentangan di

kiri-kanan pada apa yang ia

maksudkan dengan "bola"

seraya matanya semakin

berkilat-kilat marah dan

mulutnya menggeram-geram,

Sesekali lengan dan telapak

tangannya diangkat,

digerak-gerakkan dalam bentuk

jari-jemari seperti

mencengkeram. 

"Bola" Bulat" Bola menakutkan"

Bola apa?" anna michele  terus

menerka. sampai telinganya

berdenging dan tiba-tiba

berseru, "Bola kaca.

maksudmu?" 

Si muka tikus mengangguk.

seraya mencicit senang. ia

melakukan lagi beberapa

gerakan. dan anna michele  mulai

menangkap maksudnya dengan

lebih jelas. Tercekat ia

berbicara menerka. 

"Dia itu" wanita lesbian  sihir?" 

Si muka tikus bertepuk tangan.

Mencicit-cicit, seraya

menghentak-hentakkan kaki ke

tanah. Ia baru 

memulai beberapa gerakan

lagi-gerakan-gerakan yang sudah 

berulang kali ia peragakan. namun 

belum selesai ia melakukannya,

anna michele  sudah bisa langsung

menerka. 

"Aku bukan si wanita lesbian  sihir,

begitu maksudmu?" 

Si muka tikus manggut-manggut

senang. Lalu ia gambarkan

beberapa peragaan lagi,

memperlihatkan

ketakutan-ketakutannya,

lalu  peragaan rasa

gembiranya saat 

menuding-nuding anna michele .

Perbuatan itu ia lakukan

berulang-ulang sebab  anna michele 

kembali salah menebak, sampai

akhirnya anna michele  dapat menjalin

suatu gambaran yang benar. 

"wanita lesbian  sihir itu

membuatmu takut. Aku juga

membuatmu takut" Oh... saat 

kau temukan aku di luar sana

itu" Oh, kini kau tidak takut lagi

padaku. Apa" Kau menyukai

aku" namun ?" 

Gerakan-gerakan berikutnya

membuat anna michele  tidak sanggup

lagi membuka mulut.

Kesimpulan yang diperolehnya

dari peragaan si muka tikus

membuat jantungnya berdebar

kencang. Sekujur tubuhnya

terasa kaku. Si muka tikus tidak

saja menyukainya. Si muka tikus

menghendaki ia dan anna michele 

hidup bersama di gubuk itu. 

Dan si muka tikus tidak sudi

menunggu berlamalama. sebab 

sesudah  memeragakan

maksudnya, ia lantas

membuktikannya. la bergerak ke

pintu dan menutupnya

rapat-rapat. lalu berbalik sambil

merenggut lepas kemeja

hitamnya. la bergerak lagi ke 

arah dipan, menuding kemben

yang dikenakan anna michele . Sambil

melangkah, ia terus

menggeram-geram dengan mata

memerah saga, memaksa anna michele 

agar menanggalkan pakaian. 

sebab  anna michele  diam saja, si

muka tikus menjadi marah. la

merenggut kedua lengan anna michele 

dengan cepatnya. Sesudah  anna michele 

tertegak bangun, tangan lelaki

itu dengan kasar mulai memeluk

dan berusaha menanggalkan

kemben anna michele . Bau busuk lepas

dari moncongnya yang

menganga terbuka.

Taring-taringnya tampak

mengerikan. Begitu pula

lidahnya yang basah

berbuih-buih menjijikkan saat 

berusaha menjilati wajah

anna michele . 

anna michele  meronta-ronta ketakutan

dan kaget dengan perbuatan si

muka tikus yang serbamendadak

itu. Ia melihat sinar mata si

muka tikus dipenuhi nafsu

berahi yang tidak lagi

terkendali. Mereka saling

bergelut dan saling dorong.

Yang satu ingin menggagahi,

yang lain mempertahankan diri.

namun  kekuatan si lelaki itu

begitu besar. Tubuhnya begitu

perkasa. anna michele  dengan cepat

sudah  dipaksa menelentang.

Kembennya lepas menggantung,

sehingga payudara anna michele 

terbuka menantang. Si muka

tikus makin bernafsu. Dengan

buas ia naik pula ke dipan dan

siap untuk mengangkangi

anna michele . 

Pada detik yang kritis itulah

refleks anna michele  bergerak. Sisi

tangan kanannya memukul

bagian sensitif di tengkuk si

muka tikus. Pada waktu

bersamaan pula 

lututnya menerjang dengan kuat,

menghantam bagian yang paling

peka di selangkangan sang

makhluk yang sudah diperbudak

nafsu bejat itu. 

Si muka tikus

melengking-lengking kesakitan,

terlempar jatuh dari dipan. namun 

lalu  ia bangkit lagi,

merangkak berdiri seraya

mengusap-usap tengkuknya yang

pasti kejang bukan main. saat 

tubuh yang sempoyongan itu

mendekat lagi, anna michele  terkesiap.

Pukulan karate yang mematikan

pada tengkuk si muka tikus

ternyata tidak begitu

berpengaruh. Begitu pula

hentakan lutut anna michele  pada

selangkangan makhluk itu,

justru membuatnya semakin

buas saja. 

anna michele  tiba-tiba menyadari

bahwa ia tidak mungkin

bergerak leluasa dengan kain

selendang yang ketat melilit

tubuhnya. Lebih parah lagi,

dadanya telanjang terbuka. Ia

sangat malu, sebaliknya juga

sangat marah. namun  ia harus

berpikir dua kali untuk beradu

fisik dengan makhluk yang

memiliki kekuatan fisik luar

biasa itu. Makhluk gunung itu

tak bisa dianggap remeh.

Beberapa pukulan yang lebih

terarah mungkin dapat

melumpuhkannya. namun  untuk

itu, anna michele  harus menanggalkan

kembennya agar bisa bergerak

dengan bebas. Suatu pikiran

yang sungguh tak masuk di akal

untuk dilakukannya di depan

makhluk yang sudah nekat itu. 

anna michele  mengelak ke samping

waktu si muka tikus menerjang

dengan dahsyat. Makhluk itu

terempas di atas dipan. namun  ia

berguling lagi dengan sangat 

cepat dan bersiap-siap untuk

memulai serangan berikutnya.

Namun, serangan berikut itu

tidak mungkin lagi terlaksana.

anna michele  sudah menghadang.

Dengan sebelah tangan

menutupi payudaranya, tangan

anna michele  yang lain sudah

menggenggam kapak besi yang

disambarnya dari dinding

gubuk. 

"Aku tak ingin membunuhmu.

namun  kalau kau memaksa, apa

boleh buat!" desis anna michele ,

mengancam. 

Sambil mengancam, ia maju

dengan kapak diayunayunkan ke

depan, membuat si muka tikus

mundur dan terus mundur.

anna michele  maju sedemikian rupa

sehingga gerak mundur si muka

tikus mengarah ke pintu. Dan

begitu si muka tikus sudah

berada di dekat pintu, anna michele 

mengultimatum. 

"Keluar! Atau, kuhunjamkan

kapak ini ke kepalamu yang

buruk menjijikkan itu!" 

Dengan lengking mencicit dan

menyayat, makhluk malang itu

merenggut pintu sampai terbuka

lantas menghambur dengan

cepat ke luar. Secepat kilat pula

anna michele  menutupkan pintu

kembali. Palangnya sudah  patah,

sebab  sebelumnya sudah 

didobrak oleh si muka tikus saat

mendengar jerit anna michele  yang

ketakutan melihat bayi manusia

berubah menjadi seekor tikus

yang mengerikan. 

Begitu pintu tertutup, anna michele 

bersandar di daun pintu dengan

sekujur tubuh lemas. 

Di luar sana terdengar suara

mencicit-cicit berke

panjangan dari si muka tikus

yang sesekali menggeram buas.

Tak ada yang dapat

menghalanginya kalau makhluk

itu bermaksud menyerbu lagi

dengan mendobrak pintu, sebab 

palangnya sudah  patah. Di kamar

itu hanya ada meja kayu kecil.

kursi rotan, dan dipan kecil.

Semua itu tidak mungkin mampu

menghalangi serbuan dari luar,

walaupun ditumpukkan di

belakang pintu. 

anna michele  juga tidak mau terkurung

terus di dalam. 

Ia harus melakukan sesuatu.

Dan yang paling mungkin

adalah bahwa ia sendiri yang

harus menyerbu ke luar sana

selagi hari masih siang. Bila

hari sudah malam, bukan si

muka tikus saja yang akan

dihadapinya. namun  juga

ratusan ekor tikus besar yang

pernah ia lihat menggerogoti

daging dan tulang-tulang

seorang bayi manusia sampai

habis. Kalaupun ia mampu lolos,

ke arah mana ia harus lari di

tengah kegelapan malam, di

dalam hutan belantara pula" 

Yakin bahwa si muka tikus di

luar sana pasti sedang

memulihkan tenaga dari azab

sengsara akibat pukulan pada

tengkuk dan terjangan pada

selangkangannya, anna michele 

meninggalkan pintu yang

dibiarkan tanpa terhalang apa

pun juga. Ia segera mencari-cari

dan akhirnya menemukan blus

kaus serta celana pendek

miliknya sendiri. Kainnya

dilepas, lalu ia mengenakan blus

dan celana pendek tersebut. 

Kedua potong benda itu sudah

tak keruan bentuk

nya, dan bagian-bagian yang

robek justru membuatnya tetap

dalam keadaan setengah

telanjang. 

namun  dengan blus dan celana

pendek itu, ia bisa bergerak

bebas. 

Apalagi, dengan sebuah kapak

besi di tangan. 

Di lembah jauh di bawah sana,

suasana hening menyelimuti

alun-alun desa begitu rantai besi

yang panjang selesai

diborgolkan ke sepasang lengan

yang gemetaran menahan

amarah. 

bobo  muzakir  menghela napas

panjang dan lega sesudah 

mengetahui bukan lengannya

yang diborgol. Entah mengapa,

timbul rasa ibanya pada chucky 

yang berdiri gemetar dengan

wajah pucat di sebelahnya.

Tukang kayu itu memandangi

rantai besi yang terjuntai-juntai

di antara kedua kakinya yang

mengangkang. Seakan tak

percaya dengan penglihatannya.

chucky  mengangkat kedua

lengannya dengan susah payah.

Sesaat  itu juga, rantai besi itu

memperdengarkan bunyi

bergemerencing yang

mendirikan bulu roma. 

"chucky !" Pak bobo  berseru

lantang. 

chucky  mengangkat mukanya.

Juga soebandrio  dan semua penduduk

desa yang memenuhi alun-alun.

Mereka menatap serempak ke

arah Pak bobo  yang berdiri di

depan sana dengan wajahnya

yang gundah. 

Pak bobo  berujar hambar,

"Subuh tadi. Pak nyoto  sudah 

dihukum tembak oleh Belanda." 

Terdengar seruan dan gumaman

kaget campur prihatin di

sana-sini. 

Pak bobo  mengangkat

tangannya, menyuruh diam. lalu

melanjutkan. "namun  sebelum ia

menjalani hukuman matinya,

Pak nyoto  sempat berbicara

denganku. Katanya, ia berhasil

memancing keterangan dari

orang-orang Belanda tentang

bagaimana cara mereka berhasil

membunuh Eyang syam kamaruzaman , serta

siapa orang yang sudah 

membuka rahasia ilmu kebal

Eyang syam kamaruzaman . Rahasia itu hanya

aku dan Pak nyoto  saja yang

tahu. Eyang syam kamaruzaman  sendiri

sangat hati-hati, jadi mustahil ia

menceritakannya pada orang

lain, kecuali tanpa sebab. Dan

kau, chucky . Kau sudah 

pura-pura berguru kebathinan

pada Eyang syam kamaruzaman . Selama

enam bulan kau jadi muridnya.

dengan berbagai cara akhirnya

kau dapat mengorek rahasia itu

dari mulut Eyang syam kamaruzaman  yang

terlanjur menganggap kau

sebagai murid terpercaya. 

Begitulah yang terjadi, chucky .

saat  serdadu Belanda

menyerbu desa Taraju dan

berhasil menangkap Eyang

syam kamaruzaman  yang menyusup ke desa

itu untuk mem

bantu para pejuang kita di sana,

mereka langsung merampas

kerisnya. Salah seorang serdadu

itu lalu  mengencingi ujung

keris Eyang syam kamaruzaman  lalu

menghujamkan keris yang

dibasahi air kencing itu ke

jantung dukun yang sama-sama

kita segani dan hormati itu. Kau

yang memberitahukan rahasia

itu pada Belanda. chucky ! Kau

pula yang menunjukkan

siapa-siapa di antara kita yang

pernah ikut menyerbu tangsi dan

gudang amunisi Belanda di

sidoarjo . Jadi terpupuslah

keherananku selama ini,

mengapa serdadu Belanda yang

mendatangi desa kita langsung

menangkap dan menembak mati

orang-orang tertentu..." 

Belum habis Pak bobo 

berbicara. suasana sesaat 

berubah ribut. Beberapa orang

penduduk di sekeliling chucky 

bergerak maju lalu mulai

memukulinya, meludahi, dan

mencaci makinya. Sebilah golok

hampir saja menebas leher

chucky  saat  Pak bobo 

berseru, "Tahan!" Penduduk

ribut memprotes, namun  Pak

bobo  tetap memerintahkan agar

mereka semua diam di tempat

masing-masing dan jangan

melakukan apa pun tanpa

seizinnya. 

"Aku tak ingin menumpahkan

darah salah seorang dari kita

lagi. Meski dia itu pengkhianat!"

tegas Pak bobo  sesudah 

keadaan tenang kembali. "Lagi

pula, sesudah  kusimak dan

kupelajari, aku lantas sadar.

Orang-orang yang dicelakakan

oleh chucky , semuanya adalah

orang-orang yang pernah ikut

bersama 

rombongan Eyang syam kamaruzaman  dan

Pak nyoto  yang pergi

meringkus si wanita lesbian  sihir

bernama nyi girah  itu?" Pak

bobo  diam sebentar, tampak

letih dan kehilangan semangat.

"Mengapa, chucky ?" 

chucky  diam, tak menjawab. 

Orang-orang kembali

berteriak-teriak, kembali

mendekatinya, namun  Pak bobo 

menahan mereka dengan

bentakan marah. Kepada

chucky , ia berkata pelan namun 

cukup jelas untuk didengar

semua orang. 

"Semua itu kau perbuat sebab 

cinta kasihmu pada nyi girah ,

bukan" Ya. ya. Siapa pula yang

tidak tergilagila dan tidak

berbuat khianat kalau sudah

dipengaruhi sihir jahat si

nyi girah ?" 

Pak bobo  lalu menarik napas

panjang. 

Kalimat terakhir itu. pikir bobo 

muzakir  dalam hati. agaknya

ditujukan oleh Pak bobo  untuk

dirinya sendiri. Ia juga sudah 

berbuat khianat sesudah  ia

tergilagila pada nyi girah . la

sampai mengorbankan anaknya.

Suminda. Mestinya, sekaranglah

saat yang tepat dan pas buat

chucky  untuk membuka kedok

Pak bobo . 

Pikiran itu baru saja tercetus di

benak bobo  manakala chucky 

mendadak bergumam dengan

suara rendah. 

"Kau, pencuri bayi. Kau akan

dihukum nyi girah  untuk

perbuatanmu memperhinakan

aku serendah ini!" 

"Apa kau bilang, chucky ?" Pak

bobo  bertanya lantang. 

chucky  menjawab sama

lantangnya. "Kau pencuri bayi!

Kau akan dilaknat nyi girah !

Terkutuklah engkau, Pak bobo .

Tunggulah pembalasan

nyi girah !" 

Sambil berteriak-teriak histeris,

chucky  bergerak mundur

menyeruak kerumunan orang di

belakangnya. Mereka pun entah

mengapa diam-diam memberi

jalan padanya. chucky 

lalu  melarikan diri ke

dalam hutan. menyeret rantai

besi panjang yang

bergemerencing seram

sepanjang pelariannya. 

Kebanyakan penduduk ikut

memperhatikan ke arah mana

chucky  lari. Sebagian

menunduk diam dan sebagian

lain saling berbantah apakah

akan membiarkan chucky  lari

begitu saja, atau mengejar dan

membunuhnya. Hanya bobo 

seorang yang memandang ke

satu jurusan, yakni ke tempat

Pak bobo  berdiri. 

Wajah orang tua itu tampak

pucat, terlebih-lebih sesudah 

saling beradu tatap dengan mata

bobo . Orang tua itu berpaling

dengan enggan, lantas tertegun.

soebandrio  menggeser pandangannya

lalu menyadari ada orang lain

yang melakukan hal sama. ingin

melihat reaksi Pak bobo  atas

teriakan-teriakan chucky  tadi.

Dan orang itu, tak lain tak

bukan adalah Selasih. 

saat  suasana mulai kacau

sesudah  chucky  lenyap ditelan

kegelapan hutan, Pak bobo 

kembali menyuruh semua orang

diam. 

"Jangan kalian pikirkan atau

pertengkarkan lagi si chucky .

Pikirkanlah nasib kalian dan

keluarga kalian 

sendiri. Aku khawatir Belanda

sedang dalam perjalanan untuk

menghancurkan desa kita ini.

Bergegaslah! Kemasi apa saja

yang dapat kalian bawa dan

segeralah berangkat ke lereng

gunung itu!" 

Sebagian besar penduduk bubar

untuk mematuhi perintah Pak

bobo . Yang lain masih ribut

berdebat, sampai salah seorang

maju ke depan dan bertanya

pada Pak bobo . 

"Mengapa si tukang kayu itu

hanya dihukum rantai, Pak

bobo " Bukankah utang darah

harus dibayar dengan darah

pula?" 

Yang ditanya. menatap lurus ke

mata si penanya. lalu 

menjawab dengan suara dingin. 

"Rantai besi itu akan

membuatnya hidup sengsara. la

atau siapa pun tak dapat

melepaskan rantai itu, sebab 

aku sudah  memberi ajianku pada

borgolnya. Ia akan tetap terantai

sepanjang hayatnya. Apakah itu

belum cukup?" 

Mereka yang penasaran

semuanya memperlihatkan

wajah puas, lalu  bubar

untuk berkemas mengungsi ke

lereng gunung bersama keluarga

masingmasing. bobo  masih

tetap di tempatnya semula. Dan

dengan perasaan khawatir, ia

juga mengetahui bahwa Selasih

lagi-lagi melakukan hal yang

sama. Di antara tatapan mereka

berdua, Pak bobo  tegak diam.

Orang tua itu tidak

mempedulikan pandangan mata

ingin tahu dari bobo  maupun

Selasih. la justru tengadah,

menatap ke langit lepas. 

Ismea secara perlahan iKut

menatap. 

Dan, ia tercengang. 

Matahari yang tadinya bersinar

terang cemerlang. mendadak

redup. Bergumpal-gumpal awan

kelam dan hitam yang entah dari

mana datangnya, dalam sekejap

sudah  menggelapkan alun-alun

desa. Angin yang bertiup pun

mula-mula pelan, namun  lalu 

kencang dan semakin kencang.

Cuaca yang tadinya panas

menggigit, mendadak dingin

menusuk tulang". 

TAMPAK cemas oleh perubahan

cuaca yang ganjil itu, Pak bobo 

menggumamkan sesuatu pada

Selasih yang segera berlalu

tanpa menoleh lagi. Ia berjalan

setengah berlari. menempuh

arah yang diduga bobo  pasti ke

rumahnya sendiri. Apakah ia

juga akan segera mengungsi"

Lalu mengapa ia tidak mengajak

bobo  serta" Mengajak" Bah,

melirik pun tidak. Seolah bobo 

tak lebih dari tunggul kayu

belaka. 

"Aku mau bicara sebentar

dengan engkau, anak muda!"

Suara Pak bobo  yang keras

mengatasi tiupan angin agak

mengejutkan bobo . Ia lalu 

berjalan mengikuti Pak bobo 

yang sudah lebih dahulu 

melangkah tersuruk-suruk ke

dalam balai desa. 

Sesudah  pintu dan jendela ditutup

rapat-rapat oleh Pak bobo ,

suara ingat-bingar di luar balai

desa tinggal samar-samar

belaka. Namun atau di atas 

mereka terdengar

berderak-derak, seolah

dibongkar oleh tangan-tangan

gaib. lalu  sesuatu

berdebum dengan keras di luar

sana. bobo  mengintip lewat

celah-celah kisi kayu jendela

dan terkejut melihat sebatang

pohon besar sudah  terbongkar

dari dalam tanah, dan pohon itu

tumbang tepat di tempat Pak

bobo  sebelumnya berdiri! 

Pak bobo  yang berdiri diam di

sebelahnya mengeluarkan napas

panjang dan tersendat. Ia tidak

berkomentar mengenai arah

tumbangnya pohon itu. Yang ia

komentari adalah kepanikan

sebagian penduduk yang masih

berkemas dan tampak

berlari-larian kian kemari untuk

mencari perlindungan. 

"Mereka itu," katanya dengan

suara lirih, "panik oleh

bayangan mereka sendiri. namun 

aku yakin, mereka akan segera

pergi dengan selamat. sebab 

yang dituju oleh kekuatan jahat

itu bukan mereka. Melainkan

aku seorang." 

"Kekuatan jahat?" tanya soebandrio .

tercengang. 

"Bukankah kau sudah dengar

apa yang tadi diumpatkan si

tukang kayu?" sahut Pak bobo 

tersenyum miris. "Kukira,

umpatan dan sumpah

serapahnya akan segera menjadi

kenyataan." 

"namun . . . " 

"Diamlah, anak muda! Dan

simak baik-baik apa yang ingin

kuutarakan padamu." Pak bobo 

menukas seraya

mengamat-amati bobo  dari

ujung rambut sampai ke ujung

kaki. Senyumnya lebih polos

saat  

ia berujar lembut, "Betapa

longgarnya baju dan celana

suami Selasih di tubuhmu.

Kuharap saja sisa-sisa

pakaianmu yang asli masih

dapat dipakai." 

"Maksud Bapak?" 

"Kau harus mengenakan apa

yang pernah kau bawa ke desa

ini, anak muda," jawab Pak

bobo  dengan wajah serius.

"Sesudah  itu, kau harus pergi.

Dan sebaiknya kau pergi ke arah

dari mana engkau pernah

datang!" 

"Aku tak mengerti." 

"Memang sukar untuk

dimengerti, anak muda. namun 

untuk orang-orang berusia

lanjut macam aku dan yang

hidup di dunia jaman ini...," ujar

Pak bobo  dengan suara penuh

penekanan pada kata demi

sembari menatap lurus-lurus ke

mata soebandrio , "kami dapat

mengerti. Meski agak terlambat.

Aku baru memahaminya sesudah 

Selasih bercerita panjang

lebar." 

"Dan. apa yang diceritakannya"

Tentang usahanya

menyelamatkan aku. hingga ia

merelakan dirinya diperkosa

salah seorang serdadu Belanda

itu?" tanya soebandrio  hambar. 

"Ah... itu juga suatu sebab

mengapa kau harus pergi. anak

muda." 

"Sebab?" ulang soebandrio . 

"Kau harus memilih." 

"Pilihannya?" 

"Ini kebiasaan leluhur yang

turun-temurun selama beberapa

generasi, anak muda. Dengan

apa yang sudah  

dilakukan Selasih demi

keselamatanmu, maka kau harus

menentukan sikap tegas.

Pertama. kau harus

mengembalikan nama baiknya

dengan menikahi dia sekarang

juga." 

"Ah...," bobo  terjengah. Kaget

dan bingung. "Pilihan kedua?" 

"Nama baiknya tetap akan

terjaga. namun  sebaliknya.

semua orang di desa ini akan

menjauhimu dan menganggap

kau manusia rendah dan paling

tidak bertanggung jawab yang

pernah mereka temui!" 

bobo  terkejut. Menelan ludah

dengan wajah pucat. 

"Me" mengapa?" tanyanya,

tergagap. 

"sebab , Nak... Pilihan kedua

adalah lupakan bahwa kau

pernah bertemu dia dan

enyahlah sejauh engkau dapat

pergi." 

soebandrio  terdiam seribu bahasa. 

Pak bobo  menepuk pundaknya

lembut dan berkata menghibur. 

"Tak usah cemas. Selasih dapat

memahami kalau pilihanmu

adalah yang kedua. la

memahaminya dan bersedia

memaafkanmu sesudah  tadi kami

berbincangbincang tentang

engkau." 

"Bapak membuatku bingung,"

desah bobo , jujur. 

"Tentu saja. sebab  aku pun

sempat dibuat bingung sesudah 

mendengar penuturan Selasih

secara lengkap sejak semula

pertama ia melihatmu dan

mendengar tentang engkau dari

kepala desa suku dalam." 

"Suku dalam?" 

"Benar. anak muda. Suku dalam.

Yakni, mereka yang menempati

serta hidup menyendiri di dalam

hutan larangan yang kau

masuki, sebelum kau tiba di desa

ini." 

Atap balai desa kembali

berdetak. Sebagian malah

terlepas, lalu  melayang

ditiup angin kencang yang saat

berikutnya sudah  menerobos

masuk ke dalam. bobo 

menggigil. sebab  hawa dingin

yang tibatiba menyerang

tubuhnya dan juga sebab  apa

yang dituturkan oleh Pak bobo 

barusan. 

Angin bertiup masuk semakin

kencang tatkala pintu dibuka

oleh seseorang dari luar. Orang

itu berusaha menutupkannya

kembali, namun  gagal. la terlalu

lemas untuk menahan empasan

angin sehingga terpaksa mundur

menjauhi ambang pintu yang

tibatiba copot engselnya satu

demi satu, lalu 

terhumbalang ke lantai. Pecah

berderai. 

Yang masuk itu. Selasih. Dengan

sebuah bungkusan di tangannya

yang sempat terlepas saat 

diulurkan ke tangan Pak bobo .

Dengan cepat Pak bobo 

menyambar bungkusan yang

hampir melesat tertiup angin

yang mulai menghantam kursi,

meja, dan segala macam

perabotan maupun arsip-arsip

yang ada di ruangan dalam

balai desa. 

"Perubahan cuaca ini, Pak

bobo ," kata Selasih

terburu-buru, "mengingatkan

aku pada suatu saat ..." 

"Ya. ya. Aku tahu," tukas Pak

bobo . 

Lalu ia memeriksa isi bungkusan

dari Selasih. Bungkusan itu

berisi pakaian milik bobo ,

tepatnya sisa-sisa pakaian yang

sudah setengah hancur. Sesudah 

memperhatikannya sekilas, Pak

bobo  menyerahkannya ke

tangan bobo  dan berkata

sekeras-kerasnya untuk

mengatasi suara ingat-bingar

oleh bunyi benda-benda yang

porak poranda. Kusen-kusen

penyangga atap balai desa tak

hanya berderak-derak. namun 

juga mulai terayun-ayun

mengerikan. 

"Pakailah ini kembali, anak

muda! Dan kau, Selasih.

Bawalah ia pergi dari sini.

Cepat!" 

"Dan Bapak?" tanya Selasih.

khawatir. 

"Jangan pikirkan aku.

Barangkali sudah waktunya?" 

Tahu-tahu, tubuhnya terangkat

dari lantai. Kedua tangannya

terkembang. begitu pula kedua

belah kakinya. Tubuhnya

terayun-ayun di antara lantai

dan atap sampai lalu 

terempas membentur tiang

utama penyangga atap. namun 

bukannya jatuh. tubuh orang tua

itu justu menempel. seolah ada

yang memakunya dengan kuat. 

Anehnya. tiupan angin badai

yang luar biasa itu hanya

mengempaskan tubuhnya

seorang. 

Adapun Selasih dan bobo .

meskipun terkena sambaran

angin, namun tak terlalu kuat

dan hanya membuat mereka

limbung beberapa saat sambil

mencari pegangan. 

Selasih menggapai tangan bobo 

dan berusaha menariknya ke

pintu lain di ruangan itu untuk

menyelamatkan diri ke luar.

Baru beberapa langkah, mereka

dikejutkan oleh bisikan tajam

yang aneh. Disusul daun jendela

copot dari kusen, pecah

berantakan dan

pecahan-pecahan itu melejit

bagaikan panah yang dilepaskan

dari busurnya. Beberapa bilah

pecahan kayu kering berujung

runcing itu tahu-tahu sudah 

menghunjam ke beberapa

bagian tubuh Pak bobo . dan

benar-benar memakunya ke

balok utama di tengah ruangan

balai desa! 

Selasih menjerit-jerit ngeri,

sementara bobo  terkesiap

melihat darah menyembur dari

bagian tubuh Pak bobo  yang

terkena hunjaman pecahan kayu.

Wajah Pak bobo  menyeringai

menahan sakit. Namun ia masih

sempat berseru, "Kalian jangan

berhenti... pergilah cepat.

sebelum terlambat!" 

"Tidak!" bantah bobo , tak tega

melihat keadaan Pak bobo . Ia

berusaha melepaskan pegangan

Selasih dan mendekat ke balok

penyangga atap. "Aku tak

akan..." 

"Pergi! Manusia bodoh.

Kubilang. pergi!" 

Dan. satu teriakan menyentak

dan menyayat hati lepas dari

mulut Pak bobo  saat  salah

satu kusen atap dekat pintu

terayun patah. dan ujungnya

yang panjang mengayun pula ke

depan, lalu menghunjam dengan

buasnya di dada Pak bobo .

Terdengar suara berdetak keras

manakala ujung kusen itu

beradu 

balok penyangga sesudah 

menembus punggung Pak bobo .

Balok besar dan kokoh itu,

bergetar hebat. 

Angin keras bertiup

membabibuta di dalam ruangan.

Dan, kali ini mengempas dan

mendorong bobo  demikian

kuatnya. Bersama nyi girah  yang

terus merangkulnya erat. tubuh

bobo  terhumbalang di lantai

dan terpental lewat ambang

pintu di seberang ruangan.

Tetap berusaha melindungi

Selasih, bobo  berjumpalitan

untuk menghindari cedera fatal.

Sesudah  itu, ia lalu  bangkit

seraya menyeret tubuh Selasih. 

"Jangan ke situ?" larang Selasih

saat  bobo  akan berlari ke

arah selatan. "Kita ambil jalan

utara. Ayo!" 

Mereka terus berlari tanpa

menghiraukan apa pun. Hingga

mereka lalu  menyadari

ada sesesuatu yang aneh.

Tahu-tahu saja mereka sudah 

berada di tempat terbuka

dengan panas matahari

menggigit ubun-ubun. Angin

masih terasa bertiup. namun 

begitu pelan dan terasa kering

menggerahkan. 

Rupanya mereka tengah

mendaki sebuah bukit. Kaget

dengan perubahan cuaca itu.

mereka berdiri tertegun. Saling

memandang. Lalu serempak

mereka berpaling. Menatap

alun-alun desa di kejauhan.

Gumpalan-gumpalan awan

hitam yang pekat tampak

bergerak saling menyatu,

lalu  bergulung-gulung

mengerikan membentuk

lingkaran yang kian turun ke

bawah kian mengecil. 

Dan saat  apa yang mereka

sangka awan hitam itu mengenai

balai desa. sesaat  bangunan

itu hancur porak poranda. lebur

rata dengan tanah. Tinggal tiang

utamanya yang masih tegak

berdiri. Balok besar yang kokoh

itu seakan tak tergoyahkan. Dan

di bagian tengahnya... tubuh Pak

bobo  terpaku pasak kayu,

setengah bergantung. 

Selasih terisak. 

"Sebenarnya ia orang yang

baik." ratap Selasih. "Ia tidak

bermaksud jahat saat  mencuri

bayi si wanita lesbian  sihir." 

bobo  membuka mulut untuk

bertanya. namun  Selasih sudah

menarik tangannya. 

"Ayolah. kita harus bergegas.

Sambil berjalan akan

kuceritakan. Oh ya, sebaiknya

kau ganti pakaianmu dahulu . Di

sana..." 

Malu juga bobo  mengenakan

kembali pakaiannya yang sudah

robek-robek. namun  sebab 

Selasih tampaknya abai, ia pun

tak mengacuhkannya pula.

Sebelum mencapai jembatan

penyeberangan menuju tempat

kediaman orang-orang suku

dalam, bobo  sudah  dapat

menangkap garis besar apa

yang diceritakan Selasih. 

Suatu hari sekitar setahun yang

lalu, ke rumah Selasih muncul

Pak bobo  dengan sesosok bayi

wanita lesbian  yang mungil dan

cantik. Bayi itu ia akui sebagai

anaknya sendiri yang terlahir

dari rahim nyi girah , si

wanita lesbian  sihir. Sesudah 

berbicara Singkat. akhirnya

Selasih bersedia mendampingi

Pak 

bobo  pergi ke desa Menes, ke

tempat seorang ajengan

terkemuka yang masih ada

pertalian saudara dengan

Selasih. 

"Pak bobo  ingin anaknya

terbebas dari pengaruh roh

jahat nenek moyang dari sang

ibu. Sebab. bayi itu memiliki

tanda adanya kekuatan gaib

yang mengalir dalam darahnya.

Apabila salah mempergunakan.

akan dipengaruhi oleh kekuatan

roh-roh jahat nenek

moyangnya," demikian kata

Selasih. "Dan hanya kerabatku

yang ajengan itulah yang dapat

melakukannya. Bayi itu

diharapkan tumbuh besar dan

hidup dengan wajar,

sebagaimana manusia-manusia

normal lainnya. Bayi itu. oleh

ajengan diberi penangkal. Ciri

yang juga akan dimiliki secara

merata oleh setiap keturunannya

kelak di lalu  hari." 

Sambil terus berjalan. Selasih

melanjutkan ceritanya. 

Penangkal ilmu gaib yang

sekaligus menjadi ciri itu berupa

lingkaran putih seperti panu di

kulit paha kiri dan kanan

sebelah dalam. 

Sesudah  upacara pembebasan

pengaruh gaib pada bayi itu

selesai, semula Pak bobo  akan

membawanya pulang ke

kampung dan dirawatnya

sendiri. namun  sesudah 

mendengar kabar bahwa

nyi girah , ibu si bayi lenyap dari

tiang pembakaran, niat itu

diurungkan Pak bobo . Ia

titipkan bayi itu pada ajengan,

lalu  pulang bersama

Selasih ke kampung. 

Apa mau dikata. Sehari sesudah 

Menes mereka 

tinggalkan, desa itu diserbu oleh

Belanda. sebab  keadaan

kacau, keberadaan bayi itu

terlupakan. Sementara sang

ajengan pergi mengungsi

bersama keluarganya. Sesudah 

Menes ditinggalkan oleh

pasukan Belanda, ajengan

ditambah  keluarganya kembali

dan menemukan rumah mereka

sudah hancur. namun 

bagaimanapun mereka mencari.

keberadaan bayi Pak bobo 

tidak pernah lagi mereka

temukan. Salah seorang

tetangga memberitahu bahwa

jerit tangis bayi itu sudah 

menarik perhatian. Seseorang

lalu  mengambilnya dan

membawanya pergi mengungsi.

namun  orang itu tak pernah lagi

pulang ke Menes. Tldak

diketahui ke mana perginya.

Entah masih hidup atau sudah

mati. 

"Pak bobo  terus berkelana

mencari bayinya yang hilang,"

gumam Selasih, lirih. "Dalam

pengelanaan yang sia-sia itulah

konon Pak bobo  memperdalam

ilmu. Dari beberapa orang

pintar, ia ketahui bahwa roh

nyi girah  ikut pula berkelana

mencari anaknya. Ia juga

mendengar. roh nyi girah  hanya

dapat mati oleh tangan

keturunannya sendiri. Suatu

hukuman mengerikan untuk para

penganut ilmu gaib yang

menempuh jalan sesat...."

Selasih menghela napas

panjang, lalu  menunjuk ke

depan. "ltu titiannya. Ayo kita

menyeberang." 

Belum juga mencapai tepian

sungai, hawa dingin melesat di

samping tubuh soebandrio . 

Rasanya, ada sesuatu yang

menyentuh dan me

lewati tubuhnya. Ia berpaling

takjub dan heran waktu

menyadari bahwa Selasih

berjalan lebih dahulu  beberapa

langkah di depan, tak mungkin

wanita lesbian  menyentuhnya.

Keheranan bobo 

bertambah-tambah tatkala ia

lihat adanya bayang-bayang

samar yang menyerupai sosok

tubuh manusia tahu-tahu sudah

berjalan di samping tubuh

Selasih, tanpa wanita lesbian  itu

menyadarinya. 

Bayangan yang samar dan

keputih putihan itu terus saja

berlalu dengan cepat, seperti

melayang di permukaan tanah.

Dan tahu-tahu, sudah berada di

seberang sungai. Terlindung di

bawah keteduhan pepohonan

berdaun rimbun, bayangan itu

semakin jelas bentuknya. 

bobo  terbelalak, saat 

samar-samar ia mengenali

wujud wanita lesbian  yang dari

seberang sungai melempar

senyum misterius ke arah

mereka. 

"lda!" bisik bobo , tercekat. 

"Apa?" Selasih membalikkan

tubuh, tercengang. "Rasanya

kudengar kau menyebut nama?" 

"Ida. Aku melihatnya" bisik

bobo  lagi, lantas berlari

mendahului Selasih menuju ke

titian bambu. 

Melihat cara bobo  berlari

tergopoh-gopoh, Selasih terkejut

dan berseru cemas, 

"Awas, bobo . Nanti kau

terperosok lagi." 

namun  bobo  terus saja berlari. 

Titian bambu itu terayun-ayun

keras saat  dilewati bobo  yang

sesekali kelihatan limbung.

Namun 

ajaib, bobo  dapat menyeberang

dengan selamat, meski sekali

waktu tampak ia bagaikan

melayang akan jatuh ke dalam

sungai di bawahnya. Begitu tiba

di seberang, bobo  terus saja

memburu ke arah bayangan

pepohonan. Sambil berlari, ia

terus memanggilmanggil nama

anna michele , memohon-mohon agar

anna michele  jangan pergi dan mau

menunggunya. 

Makin lama suara bobo  makin

hilang, bersamaan dengan

lenyapnya tubuh bobo  di antara

rimba pepohonan yang semakin

ke dalam kian rapat dan kian

gelap. 

Di bagian lain hutan itu. anna michele 

juga berlari dan terus saja

berlari. 

Ia sudah  nekat keluar dan

meninggalkan gubuk. Selagi si

muka tikus bertanya-tanya apa

yang bakal terjadi, anna michele  sudah

melesat menuruni tebing dan

menyelinap masuk hutan. Di

belakangnya, ia dengar suara

menggeram mencicit, yang kian

lama kian menjauh. Suatu saat,

ia sempat berpaling ke belakang

dan melihat si muka tikus

tertinggal jauh lalu  lenyap

di balik pepohonan. 

Mula-mula anna michele  masih dapat

mengikuti jalan setapak, namun 

sesudah  semakin jauh memasuki

hutan maka jalan setapak itu

menghilang. anna michele  tak peduli.

Ia terus saja berlari, meski

sesekali tersangkut semak

belukar atau ranting-ranting

pohon yang menghalangi

jalannya. Kapak besi itu

ternyata sangat berguna. Ia 

terus menerobos hutan, dengan

ganas merambah setiap

penghalang. Ia harus segera tiba

di desa yang pernah dilihatnya

dari lereng gunung. Ia harus

bertemu penduduk di sana atau

siapa pun yang dapat

menolongnya keluar dari hutan

belantara yang menakutkan ini.

sena melepaskannya dari

rongrongan si muka tikus yang

tidak kalah menyeramkan. 

namun  semakin ke dalam,

semakin hilang arah yang ingin

ditempuh anna michele . Dedaunan

pohon di sekitarnya teramat

rimbun, hampir-hampir tak

tembus matahari. Padahal,

hanya dengan bayang-bayang

matahari itu ia dapat

menentukan arah. Beberapa kali

ia tersesat dalam kegelapan

hutan yang sangat

membingungkan dan beberapa

kali pula ia harus kembali ke

arah semula sebab  terjebak di

depan jurang-jurang menganga. 

Suatu saat, ia melihat lapangan

rumput terbuka. Hanya sebidang

kecil, namun yang sedikit itu

tampak terang benderang

bermandi cahaya matahari.

anna michele  segera menyelinap dari

bayangan pepohonan, dan

bermaksud memasuki lapangan

rumput itu manakala terdengar

suara gemerisik di sebelah

kirinya. 

anna michele  menoleh, terperanjat! 

Mulanya ia tidak melihat

apa-apa. Namun sesudah 

pandangannya digerakkan lebih

ke atas, tampaklah sosok si

muka tikus berjongkok santai di

puncak sebuah batu raksasa

yang menjulang di antara

pepohonan.

Manusna berkepala tikus itu

menyeringai. 

Taring-taringnya yang tajam

berkilauan di terpa cahaya

matahari. Sepasang matanya

yang kecil merah semerah

darah. berbinar-binar

mengawasi anna michele  yang sesaat 

menjadi gugup. anna michele  terpekik

waktu makhluk itu menggeram.

Buas. Kepala tikusnya

ditelengkan ke kiri. entah

mengapa. Namun wajahnya

yang buruk itu kembali tegak

manakala anna michele  siapsiap untuk

berlari. Makhluk itu segera

mengubah posisi. Sikapnya

seperti akan menerkam. 

Di bawahnya, anna michele  yang

merasa terperangkap secara

refleks segera memasang

kuda-kuda. Meski ketakutan. kali

ini anna michele  lebih percaya diri. Ia

sangat letih sesudah  pelarian

yang melelahkan dan

menimbulkan luka-luka gores di

wajah dan lengannya. Sedang

telapak kakinya mulai lecet.

Paling tidak, dengan pakaiannya

yang serba ringkas ia dapat

membela diri dengan berbagai

jurus karate yang sudah ia

dalami. Namun sadar bahwa ia

menghadapi musuh paling ganjil

dan paling menakutkan yang

pernah ia temui, ia tetap

memegang kapaknya erat-erat. 

anna michele  memberanikan diri.

Berkata mengancam, "Ayo.

Turunlah. Aku tak ingin

membunuhmu. namun  kalau kau

memaksa..." 

Belum habis ucapan anna michele , si

muka tikus sudah  melayang turun

dari puncak batu raksasa itu.

Kedua lengannya mengembang

dengan jari-jarinya membentuk

cengkeraman berbau kematian.

Tiba di tanah. 

si muka tikus tegak dengan

angkuhnya. Moncongnya

terbuka, mengeluarkan suara

mencicit lemah, seakan mengiba

dan berharap agar anna michele  tidak

memaksanya berlaku keras. 

anna michele  segera menjawabnya

dengan seruan. 

"Enyahlah. Biarkan aku pergi.

Kumohon!" 

Mendengar ucapan anna michele ,

makhluk itu menggeram. la

menerjang. anna michele  berkelit dan

berusaha mengayunkan kapak di

tangannya. Malang. ayunannya

terlalu tinggi dan ia tidak

melihat ada cabang kayu di atas

kepalanya. Kapak itu membentur

cabang dengan keras dan

terlontar lepas dari tangannya.

Si muka tikus seperti halnya juga

anna michele , ingin berkelahi

habis-habisan. Makhluk itu

langsung menyerbu ke depan

dengan kedua lengan terpentang

bagaikan seorang pegulat. 

anna michele  membungkukkan tubuh,

bertahan dengan satu kaki di

tanah sementara kaki lainnya

melayang ke perut si muka tikus.

Tanpa menurunkan kakinya itu,

ia menendang lagi

berulang-ulang mengenai

bagian-bagian lainnya. Si muka

tikus mencicit nyaring. bertahan

dengan kebuasannya. Tak

ubahnya sebuah buldoser, ia

kembali menyerbu dan berhasil

menangkap pinggang anna michele 

manakala wanita lesbian  itu tengah

mengganti posisi. 

Mereka jatuh berguling di

permukaan tanah yang lembap

dan licin sebab  humus yang

padat. Sial buat anna michele . Si

makhluk tikus lebih

berpengalaman dengan hutan

tempatnya hidup selama ini.

saat  melihat 

ancaman bibir jurang yang

tersembunyi di balik semak

belukar, si muka tikus secara

refleks menyambar batang

pohon terdekat dengan sebelah

tangannya. Sebelah tangan yang

lain tetap memeluk pinggang

anna michele , membetot dengan kuat.

anna michele  menggeliat, lalu tiba-tiba

terdiam. la merasakan pundak

dan kepalanya mengapung di

tempat kosong. Waktu ia

menoleh, anna michele  membelalak

ngeri. Di bawah sana, bebatuan

padas memenuhi sisi sebuah

jurang yang berakhir di tepian

sungai. Telinganya menangkap

suara arus sungai yang meluap

menghantam batubatuan,

bersorak-sorai mengejek. 

Mengetahui dirinya dalam posisi

sebagai pemenang. si muka tikus

perlahan-lahan melepaskan

tangannya dari batang pohon,

lalu bekerjasama dengan tangan

lainnya ia raup tubuh anna michele 

yang terkulai lemas saking ngeri

dan gamang oleh pemandangan

menyeramkan di bawah

kepalanya. Diseretnya tubuh

anna michele  yang terkulai lemas itu

menjauhi bibir jurang. Lalu

tanpa belas kasihan, ia

mengimpit tubuh anna michele  dengan

kejam. Tangannya meraba-raba

blus. berusaha menanggalkan

pakaian bagian atas yang

menutupi tubuh mulus yang ia

sangat dambakan. 

anna michele  mengeluh dan memohon,

berusaha mengembalikan

kesadarannya yang seakan

berontak ingin pergi. 

Lalu tiba-tiba ia dengar suara

gcmerencing yang aneh. 

saat  ia membuka matanya, ia

melihat sesuatu tengah menjerat

leher si muka tikus. Rantai besi

yang melingkar kuat dan

ujung-ujungnya bertaut pada

borgol-borgol yang melingkari

sepasang lengan kokoh. 

"Kau haram jadah terkutuk!"

Seseorang mengeluarkan

raungan kemarahan luar biasa.

"Berani kau sentuh kekasihku,

he" Mampuslah kau, Suminda.

Seperti ayahmu. aku dan

nyi girah  akan mengirim kau ke

neraka!" 

Si muka tikus yang oleh

penyerang gelap itu disebut

Suminda, menggeliat dan

terangkat dari atas tubuh

anna michele . Kakinya menerjang ke

segala arah, sementara jemari

tangannya berusaha melepaskan

jepitan rantai besi yang

melingkari lehernya. 

"Sia-sia kau melawan, anak

haram jadah!" Si penyerang

memaki. Jepitan rantai pada

leher lawannya ditarik semakin

dahsyat. Lalu dengan kedua

lengannya yang terborgol, orang

itu membuat suatu silang gaib di

belakang kepala si muka tikus,

dan melakukan suatu sentakan

tiba-riba. 

Terdengar suara berderak pada

leher si muka tikus. Dengan biji

mata hampir mencelat dari

rongganya dan lidah merah

kehitaman yang berbuih terjulur

lewat moncong tikusnya,

makhluk itu berkelojotan

mengerikan. 

anna michele  yang sudah terbebas dari

impitan si muka tikus. beringsut

menjauh dengan mata

membelalak 

Dan mulut terbuka. Ia ingin

menjerit, namun  suaranya

tertahan di kerongkongan. Siapa

pun orang yang sudah 

menyelamatkan dirinya, ia baru

menyadari bahwa orang itu tak

kalah buas dan sama

menakutkannya dengan si muka

tikus sendiri. Ia lalu merayap di

permukaan humus yang padat,

merayap-rayap bagaikan ular.

Sesudah  berhasil menemukan

kapaknya yang hilang, ia

lalu  beringsut menjauhi

kebiadaban makhluk-makhluk

penghuni hutan yang buas itu. 

Pada saat kritis itulah anna michele 

mendengar suara lain. Suara

sayup-sayup. Suara seseorang,

memanggilmanggil namanya.

saat  anna michele  menoleh, ia lihat

seorang laki-laki berpakaian

compang-camping tampak

berlari-lari di lapangan rumput

yang terbuka itu. Orang itu

seperti mengejar seseorang. dan

terus saja berlari sambil

memanggil-manggil. 

"Ini aku, Ida. Jangan pergi,

tunggulah aku!" 

"bobo !" bisik anna michele ,

terperanjat. Sekujur bulu

kuduknya tegak merinding.

"Bang bobo !" teriaknya,

melengking. 

Lalu ia pun menghambur lari,

menyusul sosok tubuh lelaki

berpakaian compang-camping

tadi. Lelaki yang dipanggil.

sesaat  tegak menegun dan

berpaling ke arah suara orang

yang memanggil namanya. 

"Ya Allah. Dia memang Bang

bobo !" pekik anna michele . 

Tanpa membuang waktu, bobo 

memutar langkah. la berlari

menyongsong anna michele . Sesaat

sebelumnya, bobo  sempat

terheran-heran. Apa yang ia

lihat 

dan mulut terbuka. Ia ingin

menjerit, namun  suaranya

tertahan di kerongkongan. Siapa

pun orang yang sudah 

menyelamatkan dirinya, ia baru

menyadari bahwa orang itu tak

kalah buas dan sama

menakutkannya dengan si muka

tikus sendiri. Ia lalu merayap di

permukaan humus yang padat.

merayap-rayap bagaikan ular.

Sesudah  berhasil menemukan

kapaknya yang hilang, ia

lalu  beringsut menjauhi

kebiadaban makhluk-makhluk

penghuni hutan yang buas itu. 

Pada saat kritis itulah anna michele 

mendengar suara lain. Suara

sayup-sayup. Suara seseorang,

memanggilmanggil namanya.

saat  anna michele  menoleh, ia lihat

seorang laki-laki berpakaian

eompang-camping tampak

berlari-lari di lapangan rumput

yang terbuka itu. Orang itu

seperti mengejar seseorang, dan

terus saja berlari sambil

memanggil-manggil. 

"Ini aku, Ida. Jangan pergi,

tunggulah aku!" 

"bobo !" bisik anna michele ,

terperanjat. Sekujur bulu

kuduknya tegak merinding.

"Bang bobo !" teriaknya,

melengking. 

Lalu ia pun menghambur lari.

menyusul sosok tubuh lelaki

berpakaian compang-camping

tadi. Lelaki yang dipanggil,

sesaat  tegak menegun dan

berpaling ke arah suara orang

yang memanggil namanya. 

"Ya Allah. Dia memang Bang

bobo !" pekik anna michele . 

Tanpa membuang waktu, bobo 

memutar langkah. Ia berlari

menyongsong anna michele . Sesaat

sebelumnya. bobo  sempat

terheran-heran. Apa yang ia

lihat se

bagai bayangan anna michele  itu

berlari ke arah matahari

tenggelam, namun  sosok tubuh

yang berwujud anna michele  justru

datang dari arah matahari

terbit. Di padang terbuka itu,

mereka lalu  saling

rangkul, saling cium bagaikan

orang gila yang kesurupan. 

namun  suara gemerencing rantai

menghentikan niat mereka untuk

saling bertanya satu sama lain

mengenai kegaiban yang

tiba-tiba mempertemukan

mereka berdua begitu saja.

bobo  dan anna michele  berpaling ke

arah suara itu. Tampak sosok

tubuh seorang lelaki berjalan

mendekati mereka, seraya

menyeret rantai yang

berjuntai-juntai ke tanah. 

"Astaga. Bukankah dia chucky .

namun  mengapa?" ucapan heran

bobo  tergantung tanpa makna. 

Dengan takjub ia melihat

perubahan si tukang kayu

sesudah  dihukum rantai oleh Pak

bobo . Saat sosok chucky 

keluar dari bayangan kegelapan

pohon, ia tampak jauh lebih tua

dan semakin tua dalam setiap

langkahnya. 

"Lepaskan nyi girah , bobo ! Ia

punyaku. Jangan jamah dia!"

hardik chucky  dengan suara

lantang. namun nada suaranya

berubah semakin serak dan

parau. 

"Kau" kau bukan chucky "!

Kau..." bobo  terperangah. 

"Aku chucky . Dan yang kau

peluk itu kekasihku, nyi girah .

Tinggalkan dia, bobo ! Atau kau

akan mengalami nasib serupa

dengan si muka tikus jahanam 

"Mimpi apa lagi ini?" desah

bobo  seram. 

"Ya. Mimpi apa lagi?" anna michele 

bergumam dalam bisikan

tercekat. "Kita harus

mengakhirinya sekarang. Bang

bobo ." 

"Apa" Mengakhiri apa?" 

"Mimpi buruk ini. Ayo, kita lari

sekarang!" 

Sesaat  itu juga mereka

mengambil langkah seribu. 

Padang rumput itu mereka

terobos membabibuta. bobo 

menyambar kapak yang

dipegang anna michele  scmenjak tadi

dan menebas semak belukar

yang kian rapat mengurung.

bobo  sama sekali tidak

menyadari, bahwa arah yang

ditempuhnya justru mengarah ke

tempat bayangan yang ia kejar

tadi menghilang. Tahu-tahu saja

mereka sudah  memasuki hutan

yang gelap gulita. Beberapa kali

mereka harus berhenti untuk

membiasakan mata dengan

kegelapan di depan mereka.

lalu  kembali berlari

diikuti oleh suara rantai

bergemerencing yang terus

membuntuti dari belakang. 

"Manusia hina dina. Jangan kau

bawa lari kekasihku!" Dalam

kegelapan terdengar suara

teriakan dan jeritan yang

bergaung. sahut-menyahut oleh

suara sipongang. "nyi girah . nyi girah ...

nyi girah . nyi girah ... kembalilah.

Kembalilah padaku, nyi girah .

Kekasihku..." 

Tiba-tiba anna michele  menjerit. 

Kakinya terantuk, tangan dan

kepalanya membentur sesuatu

dalam kegelapan. Sesuatu yang

keras. 

namun  licin dan rata. soebandrio 

segera merangkul anna michele ,

menyangka isterinya berhasil

ditangkap oleh lelaki rantaian

itu. 

"lda. Ada apa" Apakah kau..." 

"Di depanmu, Bang," sela

anna michele . "Coba raba" apakah ini,

bu... bukankah ini..." sahut

anna michele . gugup dan penuh harap.

Sesudah  meraba apa yang sudah 

dibentur oleh anna michele , soebandrio 

memekik. 

"lni sebuah dinding, Ida!" 

"Dinding apa" Dinding apa,

Bang soebandrio " Dinding apa?"

desak anna michele , dengan pekik tak

sabar. 

"Berdoalah, sayangku.

Berdoalah, bahwa apa yang kita

temukan adalah dinding lemari

antik itu!" 

"Ya Tuhanku. Bukalah segera,

Bang soebandrio . Bukalah..." 

"Tenanglah. namun , ah, mana

sisi pintunya" Astaga, mengapa

tak bisa kudorong. Bantu aku,

anna michele !" 

Bersama-sama mereka

mendorong bidang dinding

dalam kegelapan itu, namun 

usaha mereka sia-sia saia. 

Sementara itu, sesosok

bayang-bayang hitam kian

mendekat dari balik pepohonan,

memperdengarkan suara

gemerencing rantai besinya

serta maki-makian dan sumpah

serapah. 

"Manusia-manusia tak berguna.

Kalian rupanya tak boleh

diampuni! Kau, si lelaki perebut

kekasih orang. Dan kau"

nyi girah  khianat. Kau biarkan

aku sengsara sendirian!" 

Dibayangi rasa putus asa,

telinga soebandrio  mendengar

suara-suara menyeramkan itu

semakin dekat. Kapak besi di

tangannya dihantamkan ke

dinding, membabibuta. namun 

kapak itu seakan membentur

batu keras dan kokoh. tidak

menghasilkan apapun kecuali

perasaan pedih di kedua telapak

tangan soebandrio . 

"Aduh. Bang soebandrio . Bagaimana

ini?" 

"Ambil kapak ini. Teruslah

hantam pintu itu, sementara si

pelarian terkutuk itu akan

kuhadapi." 

"namun , Bang..." 

"Ayo, kerjakan apa yang

kuperintahkan!" teriak bobo 

marah dan putus asa. 

la lalu  maju beberapa

langkah, berusaha melindungi

anna michele  di belakang tubuhnya.

Dalam kegelapan, ia merasakan

hawa dingin menusuk serta

semburan sesuatu yang

berwarna putih

keperak-perakan. Cahaya ganjil

muncul samar-samar, disusul

gumpalan kabut dingin yang

datang bergulung-gulung ke

arah mereka. Dan dari balik

kabut itu, muncul sesosok

bayangan. Bayangan tubuh

seorang laki-laki tua renta,

dengan borgol dan rantai besi

terayun-ayun mengikuti gerak

majunya. 

Rasanya orang tua misterius itu

pernah dilihat soebandrio . Dan

suaranya begitu khas,

mengeluarkan tuntutan yang

tidak ingin dibantah. 

"Enyah kau, terkutuk.

Kembalikan kekasihku!" 

Rantai-rantai besi itu terangkat

perlahan-lahan. Pada waktu

bersamaan. di belakang soebandrio 

terdengar 

Bunyi kapak membentur sesuatu.

Seperti kayu atau papan yang

dibelah. merengkah. Lalu

disusul suara anna michele  yang

histeris. 

"Aku berhasil, Bang bobo !

Pintunya sudah kuhancurkan.

Bantulah aku sekarang!" 

"Terus kapaki. lda. Terus kapaki

pintu itu!" 

"Ya, ya. ya!" 

.. Suara ingar-bingar hantaman

kapak menyemangati anna michele 

untuk terus merengkah dan

menjebol daun pintu lemari.

Sambil menggerakkan kapak,

mulut anna michele  tak henti-hentinya

menjeritjerit. 

"Buka! Buka" buka! Aku melihat

cahaya, aku melihat cahaya..." 

Suaranya kian lama terdengar

menyerupai tangis ritual, tangis

roh-roh dari liang lahat yang

berusaha lolos dari kerangkeng

gaibnya. 

Diselang-seling oleh seruan

tertahan. 

"nyi girah ... jangan!" 

Itu adalah suara si tua rantaian

yang terus mengejar menerobos

kabut. 

Rantai besinya diayun-ayunkan

ke depan, berusaha menjangkau

soebandrio  yang bergerak mundur

dan terus mundur dan lalu 

membantu anna michele  mendobrak

pintu. 

Di ruang dalam rumah

kontrakan bobo  di wilayah kota

kabupaten sidoarjo , seorang

wanita lesbian  tua yang duduk

terkantuk-kantuk di sebuah kursi

mendadak mengangkat

mukanya. terperanjat. Rasanya

ia mendengar sesuatu.

Sekan-akan dinding di

sekelilingnya dihantam oleh

pukulan-pukulan menakutkan

dari bagian lain. Cangkir kopi di

tangannya terlepas, terhempas

jatuh ke lantai. Pecah berderai.

wanita lesbian  itu duduk tegang di

kursinya. Menatap dengan

sepasang mata terpentang lebar

ke arah suara ingar-bingar itu

datang. Ia melihat dinding

lemari antik tak jauh di

depannya bergetar hebat,

lalu  mulai retak lalu

terbelah. Dari retakan itu,

cairan kental berwarna merah

kehitam-hitaman menyembur

membasahi lantai. Tak ubahnya

semburan darah dari leher

seekor kerbau yang disembelih. 

Dengan takjub campur ngeri si

wanita lesbian  menyaksikan

bagaimana ukiran di daun pintu

lemari seakan bergerak. Wanita

muda yang duduk telanjang

dengan kambing hitam kecil di

haribaannya, kelihatan

menggeliat. Mata yang tadinya

kaku, kini bergerak liar. Mulut

yang tadinya menyeringai

misterius, menganga terbuka

memperdengarkan suara

lolongan menyayat hati. Sesuatu

sudah  menghantam bagian dalam

daun pintu lemari berukir, tepat

mengenai bagian lambung

ukiran wanita muda itu. Daun

pintu itu merekah hebat,

mengucurkan cairan kental

merah kehitaman yang semakin

menggenangi lantai. 

Lalu dengan suatu empasan

keras, daun pintu lemari antik

itu terlepas dari

engsel-engselnya. Suatu

kekuatan yang dahsyat

melemparkan daun pintu itu ke

lantai, hingga pecah berantakan.

Apa yang sudah  mendorongnya,

ternyata dua sosok tubuh yang

muncul dalam keadaannya yang

tidak keruan. 

Di kursinya, si wanita lesbian 

ternganga. 

la mengenali dua sosok yang

terjerembap jatuh saling

berpelukan itu, lalu bergumam

heran. 

"Astaga. bobo ! Dari mana saja

kau dengan istrimu" Dari tadi

aku menanti. Dan..." 

Dan, ucapan wanita lesbian  itu

tidak selesai. Ia langsung

terkulai di kursinya. Pingsan.

Rupanya akhir dari pukulan

jiwanya terlambat datang. 

bobo  bergegas bangun. 

Diseretnva tubuh anna michele 

menjauhi lemari antik 

yang kini tanpa daun pintu.

Sesaat matanya masih dapat

menangkap bayangan kapak

yang tadi dilemparkan anna michele 

sesudah  berhasil merengkah

pintu. Kapak itu hanya beberapa

senti di sebelah dalam lemari.

Namun ia tak ingin

menjangkaunya, entah mengapa.

Detik demi detik berlalu. Kapak

besi itu pun mengabur, lalu

lenyap bersama gumpalan kabut

yang menjauh ke dalam

kegelapan misterius di sebelah

dalam lemari. Samar-samar,

masih terdengar jerit sayup

seseorang memanggil-manggil

nama nyi girah . namun  suara itu

pun lalu  semakin

mengabur. 

lalu  cahaya lampu

menangkap bagian dalam

lemari, yang masih tetap utuh.

Dinding lemari sebelah

belakang, tidak tergores sedikit

pun juga. begitu pula

papan-papan yang

membagi-bagi bagian dalam

lemari, lengkap dengan

benda-benda keramik tetap utuh

di tempatnya semula. 

Lemari itu tegak diam.

Menganga terbuka. 

sebab , daun pintunya sudah

hancur berkepingkeping. 

Pagi pun datang. 

Lidah matahari menjilati kaca

jendela, lalu  menari-nari

riang dan gemulai di permukaan

lantai. Tidak ada apa pun di

lantai itu, kecuali

serpihanserpihan daun pintu

lemari. saat  siang harinya 

ibunya mengatakan di lantai itu

rasanya ia pernah melihat

semburan darah, bobo 

menggerutu tak senang. 

"Darah, Bu" Darah siapa?" 

"Mungkin aku cuma bermimpi,"

Ibunya mengalah. 

"Ya. Ibu hanya mimpi. Kami

juga bermimpi," hibur bobo . 

"Mimpi apa kalian?" 

"Macam-macamlah." 

"Aneh. Untuk bermimpi saja

kalian merasa perlu sembunyi di

dalam lemari kecil dan sempit

itu. Mengapa tak pilih tempat

lain saja. Misalnya di kolong

tempat tidur." 

"Ah. Cuma sebentar kok!" bobo 

tersenyum. 

"Apa" Sebentar" Semenjak

kalian menghilang sampai

kalian muncul dalam keadaan

yang memalukan itu, aku sudah 

menunggu dua jam lamanya.

Paling kurang, satu jam!" 

"Sesingkat itu?" bobo  bertanya

balik. 

"Eh, bobo . Bercumbu di dalam

lemari sempit selama satu menit

saja, pasti sudah membuat aku

pingsan kehabisan napas.

Heran, kalian tahan sampai

hampir dua jam!" 

"Oh. Malah rasanya kami

mengalami berharihari..." 

"Dan asyik tentunya, ya?"

Ibunya tersenyum mengejek. 

namun  bagaimanapun, hari

berikutnya ibu bobo  akhirnya

memutuskan. 

"Kukira aku betah di rumah ini.

Aku ingin tetap bersama kalian.

Paling tidak, untuk menjaga

agar kau jangan menyiksa

istrimu dengan cara bercumbu

yang berlebihan itu...." 

minggu berikutnya. barulah

anna michele  terbebas dari kejutan

menyeramkan yang terus

menghantui tidurnya setiap

malam. bobo  lalu mengajak

anna michele  jalan-jalan menghirup

hawa segar di Pantai Carita.

sebab  bukan hari libur dan

masih pagi pula, pantai itu

kebetulan tidak banyak

pengunjung. Mereka dapat

berenang dan menyelam sampai

puas. berlari-larian saling

kejarmengejar dengan leluasa. 

Suatu saat. anna michele  terjerembap

jatuh. Lalu rebah menelentang

di permukaan pasir lembut,

bermandi sinar matahari. bobo 

tegak di ujung kaki anna michele ,

tersenyum nakal dan

seakan-akan mau menerkam

anna michele  untuk melakukan

permainan cinta yang liar. 

namun  mendadak bobo  tertegun. 

Sesudah  berbulan-bulan menikah

dengan anna michele , barulah hari ini

ia memperhatikan tubuh istrinya

dengan sungguh-sungguh.

anna michele  memiliki raut tubuh yang

dalam keadaan dan posisi

bagaimanapun. selalu

mengundang berahi. anna michele 

yang letih sehabis menyelam dan

berlari-lari, pura-pura terpejam.

Seakan mengantuk. namun 

dengan mulut sedikit terbuka.

Menggoda. Dadanya yang

terbungkus bikini. naik turun

dengan teratur. bobo 

mengamati gumpalan payudara

istrinya dengan pandangan

berahi. Pandangan terus turun

ke bawah, semakin ke bawah. 

Saat itulah ia melihatnya! 

Semacam tanda yang khas pada

bagian sebelah dalam paha

anna michele . Di paha kiri maupun

paha kanan anna michele , seakan

menjaga rahim isterinya.

Lingkaran putih samar. seperti

panu. 

bobo  tergetar. 

Jatuh bersimpuh di pasir. 

Matanya tak lepas memandangi

sepasang tanda itu, sehingga

secara naluriah anna michele 

membuka kelopak matanya.

Mengintip diam-diam. lalu 

mendesah manja. 

"Kau menginginkannya,

sayangku?" 

bobo  jengah. 

Lalu tertawa. 

"Di sini?" tanyanya, tersendat. 

"Mengapa tidak?" bisik anna michele 

tergetar, seraya mengulurkan

kedua lengannya, terkembang. 

Minta dirangkul. Oleh bobo . 

Dan oleh sinar lembut matahari.

Dan.........