Tampilkan postingan dengan label kudeta 12. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kudeta 12. Tampilkan semua postingan
Rabu, 14 Desember 2022
kudeta 12
Desember 14, 2022
kudeta 12
Kekurang jelian PKI menilai kebenaran informasi yang diterimanya sekitar rencana
coup d'etat Dewan Jenderal sehingga langsung mempercayainya dan bertindak
mendahului, itulah yang menghantarkan partai ini ke liang kehancurannya.
Argumentasi yang dikemukakan oleh Geofrey Robinson untuk mendukung
hasil penelitian di atas, ialah fakta bahwa coup d'etat tampil pada saat titik kritis
polarisasi antara Angkatan Darat di satu pihak dan apa yang disebutnya aliansi
Sukarno PKI di pihak lain.
Sedang faktor faktor lain yang dimanipulasi , antaranya intervensi Amerika Serikat di
Vietnam Utara dengan memulai pemboman, dukungan Amerika Serikat kepada
Inggris mengenai konfrontasi Malaysia, serangan terhadap Sukarno oleh
anggota anggota Kongres dan tulisan tulisan pers Amerika yang provokatif untuk
memancing kemarahan Sukarno dan PKI agar menyerang balik. Dalam kondisi
demikian, tidak banyak lagi apa yang harus dilakukan oleh Amerika, sebab
semuanya sudah dikerjakan dengan terjadinya polarisasi kanan dan kiri yang
sudah ditingkatkan oleh kedua belah pihak.
Pola umum yang tampil dari studi atas periode ini, memiliki dua dimensi yang
saling berhubungan.
Pertama, kegiatan agen agen Amerika yang sengaja mengembangkan sejenis politik
tertentu terhadap negara kita yang sedang berada dalam polarisasi politik yang sudah
serius. Jenis politik itu ialah merupakan tekanantekanan ekonomi dan tekanan
tekanan lainnya secara selektif dengan tujuan melemahkan yang kiri dan
memperkuat yang kanan yang disebut sebagai sahabat kita .
Kedua, bulan bulan terakhir menjelang kudeta, para penasehat Amerika Serikat,
sudah sampai pada titik mem pertimbangkan pembalasan militer langsung terhadap
pemerintah Sukarno, sebab cara lain dianggap sudah gagal secara essensial,
termasuk perebutan kekuasaan oleh Tentara, sebuah rencana yang diharap harap
dan lama direnungkan oleh Amerika; sebagai jawaban atas ancaman kiri yang
menghantui.
Ralph McGehee, seorang pensiunan CIA, dalam hubungan ini menyarankan agar
metode yang dipakai CIA di negara kita , yang dinilai penuh kepiawaian, dapat
dipakai sebagai satu tipe atau denah untuk operasioperasi terselubung lainnya di
masa yang akan datang. Secara khusus metode ini memang sudah dipraktekkan
dalam masalah keterlibatan CIA menggulingkan Presiden Alende dari Chili. Terbukti
dipakainya rancangan atau denah tipe Jakarta ini, mencapai hasil yang baik.
The CIA and the White Paper on El Salvador , The Nation April 11, 1981, hal. 423.
Dengan pengakuan pengakuan yang diuraikan di atas, jelas menunjukkan bahwa
keterlibatan Amerika Serikat dengan ClA nya dalam peristiwa pergerakan 30 September
1965, dengan sasaran pokoknya menghancurkan PKI dan menggulingkan Sukarno,
tidak terbantah lagi.
Bagi kita di negara kita , tentu lebih mudah memahami peristiwa itu sebab ikut
mengalaminya, meski pun pengalaman pengalaman itu tidak semua bisa
dikemukakan secara terbuka.
Sebagai pelengkap, berbagai referensi berupa bukubuku atau tulisan tulisan, sudah
diterbitkan. contohnya , buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (Kepala
Pusat Sejarah Militer AD), Soegiarso Soerojo (Seorang Intel), catatan Jenderal Yoga
Sugomo, seorang yang sangat berpengalaman di bidang Intel dan mantan kepala
BAKIN dan banyak buku lainnya yang umumnya menunjuk biang keladi G30S: PKI,
sukarno dan RRT. Tidak satu pun yang menyebutkan keterlibatan Amerika
Serikat.
Bahkan sudah di release film Pengkhiatan G30S/PKI yang setiap tanggal 30
September ditayangkan ulang di TVRI, meski pun efeknya seperti angin ribut yang
lekas berlalu.
Sayangnya di negara kita sendiri, meski pun sudah 30 tahun kejadiannya, belum
pernah diselenggarakan SEMINAR yang dapat mengungkapkan peristiwa itu secara
utuh dan objektif, bahkan terasa masih tabu.
Sebuah analisa yang tajam dikemukakan oleh sukarno dalam Pelengkap
Nawaksara yang disampaikannya kepada MPRS 10 Januari 1967, sebagai
Pelengkap Amanat Nawaksara mengenai terjadinya G30S sebagai berikut:
Berdasarkan penyelidikanku yang seksama, menunjukkan bahwa peristiwa pergerakan
30 September itu, dimuncul kan oleh pertemuannya tiga sebab, yaitu:
1. kesewenangwenangan pimpinan PKI
2. Kelihaian subversi Nekolim
3. Memang adanya oknum oknum yang tidak benar .
Ketiga sebab yang disebutkan oleh sukarno itu meski pun tidak diperinci, namun dari
hasil penelitian yang luas di hari berikutnya , membuktikan kebenarannya.kesewenangwenangan pemimpin pemipin PKI, diakui oleh tokoh PKI sendiri, Kelihaian subversi Nekolim, dibenarkan oleh begitu banyak pengakuan tokoh Barat dan Amerika, dan manuscript manuscript resmi yang terungkap mengenai keterlibatan Amerika Serikat dan CIA di negara kita . Terakhir, dalam bulan Desember 1992 di Monash University Melburne, Australia, sudah diseminarkan topik yang bertema Indonesia Democracy 1950's and 1990's . Prof.
George McT. Kahin dari Cornell University (AS), yaitu salah seorang dari 300 pakar mengenai negara kita yang ambil bagian dalam Seminar itu, mengemukakan terus terang dalam manuscript nya Impact of US Policy on Indonesia Politics (Dampak kebijaksanaan politik Amerika Serikat terhadap negara kita ), betapa jelas campur
tangan pemerintah Amerika Serikat dalam soal soal politik negara kita , sebab kekhawatiran Washington mengenai kemungkinan negara kita jatuh ke tangan komunis. Dengan mengutip catatan mantan Duta Besar Amerika untuk negara kita , Hugh S. Cumming Jr, yang tersimpan di Arsip Nasional Amerika, Prof. Kahin mengatakan
bahwa Presiden Dwight Eisenhower meminta Cumming agar waspada atas fakta sebuah negara seperti negara kita yang katanya merupakan masalah besar sebab tidak memiliki tradisi memerintah sendiri, sehingga bisa jatuh ketangan komunis atau terpecah pecah menjadi bagian lebih kecil. Dalam konteks perang dingin, Eisenhower lebih suka memilih negara kita
terpecah pecah dibandingkan jatuh ke tangan komunis. Maka sesudah Cumming bekerja di negara kita , Presiden Eisenhower memerintahkan agar merealisasikan keinginannya meredam kemajuan komunis dengan memperhatikan dua
perkembangan di lapangan. Pertama, sikap Sukarno yang dinilai lebih dekat dengan Beijing, lebih lebih sesudah mengunjungi RRT di tahun 1956, ia mengagumi dan ingin meniru kemajuan Cina dalam membangun ekonominya.
Kedua, PKI dalam PEMILU 1955 meraih 20% suara di Jawa dan malah 27% dalam pemilihan tingkat propinsi bulan Juli dan Agustus 1957.
Perkembangan ini meningkatkan kecemasan Washington mengenai kemungkinan Jawa
jatuh ke tangan komunis. Malahan Kahin mengakui, masih banyak arsip Amerika
Serikat mengenai keterlibatan CIA di negara kita yang sampai sekarang masih dirahasiakan, meski pun sudah melewati batas waktu kerahasiaan 30 tahun .` Dengan premis bahwa komunis di Jawa sudah menjadi suatu mayoritas absolut,
maka Badan Keamanan Nasional mendorong CIA membantu memperkuat pergerakan
pemberontakan di daerah daerah. berdasar keterangan saksi perhitungan Washington, sekiranya pemberontak kuat sebab memperoleh bantuan Amerika Serikat, maka bisa terjadi
perang saudara dan Amerika Serikat pasti memihak kekuatan anti komunis. Dalam manuscript nya sepanjang 31 halaman itu, Kahin mengungkap kan, CIA lalu segera beraksi dengan menghubungi tokoh tokoh miiiter pembangkang di daerah. Hanya dalam tempo 1 minggu, seorang agen CIA tiba di Padang untuk
menyerahkan dana kepada Kolonel Simbolon sebagai bantuan bagi pasukannya yang
digulingkan di Sumatera Utara. Kolonel Simbolon dan beberapa perwira staf Letnan Kolonel Ahmad Husein, komandan tentara di Sumatera Barat, diundang oleh CIA ke pangkalannya di
Singapura, lalu diikuti dengan pengiriman senjata dan dana dalam jumiah besar ke Padang.
Lima bulan lalu , Amerika Serikat memberikan alat komunikasi dan persenjataan modern kepada 200 pemberontak di Sumatera. Bantuan itu diserahkan secara sembunyi sembunyi dan pemberontak mengambilnya sendiri dari kapal selam
yang nongkrong di lepas pantai Padang.
CIA juga membawa bawa beberapa anak buah letnan kolonel Ahmad Husein untuk dilatih
komunikasi dan penguasaan memakai senjata senjata modern di berbagai fasilitas militer Amerika Serikat di Pasifik Barat.
Amerika Serikat juga memberikan bantuan serupa kepada pemberontak PERMESTA di Sulawesi. namun bantuan dana dan senjata Amerika Serikat kepada pergerakan pemberontak di Sumatera dan Sulawesi, ternyata tidak cukup kuat untuk
memaksa Sukarno dan Pemerintah Jakarta memenuhi keinginan Washington.
Laporan wartawan KOMPAS' Ratih Hardjono dan Rikard Bagun yang meliput jalannya Seminar diAustralia, KOMPAS 21 Desember 1992, Jakarta. Uraian Prof. George McT. Kahin sangat menarik para Anggota seminar. Campur tangan Amerika Serikat di negara kita tidak bisa dibantah lagi, sebab yang mengemukakan tokoh Amerika sendiri dan klimaksnya ialah keterlibatan negara
Uncle Sam ini dalam perencanaan dan pencetusan pergerakan 30 September 1965
yang berhasil menggulingkan Sukarno dan menghancurkan PKI. Amerika Serikat yang menjadi dirinya Polisi Dunia, fungsi yang seharusnya hanya menjadi milik PBB, di manamana terus mencampuri urusan dalam negeri negara lain. fakta bahwa 20 Januari 1993, hanya beberapa jam sebelum Presiden George
Bush melepaskan jabatannya dan menyerahkan tongkat kepresidenan kepada penggantinya yang menang dalam Pemilihan Umum, Bill Clinton, ia masih melancarkan aktifitasnya yang terakhir, mendesak pemerintah pemerintah di seluruh
dunia agar mendukung usaha yang dirintisnya yaitu menggulingkan Presiden Irak, Saddam Hussein, membuktikan betapa tradisi Amerika Serikat campur tangan urusan dalam negeri negara lain, makin melembaga dan tidak lagi dijalankan secara diam diam. Pembantu Pusat Keamanan Presiden Bush, Brent Scowcraft, dengan terang terangan mengakui bahwa Washington memang sudah mendukung usaha coup d'etat terhadap Saddam Hussein.
Disiarkan oleh Kantor Berita Reuter dan AFP pada tanggal 21 Januari 1993 Apa yang dilakukan oleh Bush terhadap Saddam Hussein, itu juga yang sudah dilakukan Amerika Serikat terhadap Sukarno sejak 1956 dan akhirnya sukses pada tahun 1966 , DUNIA dikejutkan oleh siaran Radio Aljir 19 Juni 1965 yang mengumumkan bahwa sudah terjadi pengambil alihan kekuasaan dari tangan Presiden Ben Bella oleh kolonel Houari Boumedienne, Panglima Tentara Pembebasan Aljazair. Dunia gempar, terutama negara negara Asia Afrika, sebab saat itu di Aljir, ibukota Aljazair, sedang disiapkan Konperensi Asia Afrika II, dengan gedung konperensinya yang baru dan megah dibangun atas bantuan Uni
Sovyet. muncul kekhawatiran jika jika penyelenggaraan konperensi akan gagal.
Oleh perkembangan di Aljazair yang mendadak itu, Jakarta pun terlibat dalam kesibukan.
Penentuan Konperensi AA II diputuskan di negara kita saat Peringatan Dasawarsa
Konperensi Asia Afrika (KAA) April 1965.
Dari Duta Besar Rl di Aljir, Assa Bafagih, segera diterima laporan mengenai perkembangan
politik di Aljazair. Duta Besar melaporkan bahwa perubahan pemerintahan di Aljazair,
dinilainya tidak negatif bagi penyelenggaraan KAA II. Tanggal 1 9 Juni 1 965 dinihari, Presiden Ben Bella yang sedang tidur nyenyak di Istananya,
tiba tiba diserbu sepasukan tentara bersenjata lengkap dan Presiden itu diambil dari tempat
tidurnya. pergerakan militer ini hanya berlangsung 10 menit, tanpa ada perlawanan dari pasukan pengawal Istana. Sejak saat itu berakhirlah kekuasaan Ben Bella dan ia digantikan oleh kolonel Houari Boumedienne, Panglima Tentara Pembebasan Aljazair yang merencakan semua pergerakan pengambilalihan kekuasaan.
Suasana waktu subuh dinihari yang sepi, sebentar diramaikan oleh suara brondongan senapan
mesin dan deru beberapa panser yang bergerak sepanjang jalan membawa bawa prajurit prajurit yang bekerja memutuskan semua kawat telepon yang ada hubungannya ke Istana. Terasa aneh, sebab tidak ada perlawanan sedikit pun, baik dari pasukan Pengawal Istana mau pun pasukan lainnya. Sesudah semua terjadi, juga tidak ada perlawanan. Hal ini membuktikan bahwa semua pasukan tentara dikuasai oleh Kolonel Houari
Boumedienne. Manyadari kekhawatiran negara negara Asia Afrika akan nasib Konperensi AA II di Aljir, pemimpin coup d état Kolonel Houari Boumedienne segera mengeluarkan pengumuman bahwa penyelenggaraan konperensi dijamin bisa berjalan terus sesuai dengan jadwal. Presiden Ben Bella digulingkan berdasar keterangan saksi tuduhan resminya seperti yang disiarkan oleh Radio Aljir, sebab ia selalu bertindak sewenang wenang selama masa kekuasaannya 641 hari. Ia
dinilai mau kuasa sendiri, seorang diktator yang meninggalkan dasar musyawarah. Menteri
menteri yang dianggap beroposisi, akan digeser dan pertama tama hendak disingkirkan ialah
Menteri Luar Negeri Bouteflika. Rencana ini dicegah oleh Kolonel Houari Boumedienne dengan mengemukakan pertimbangan, agar jangan mengambil tindakan yang bisa berakibat luas, mengingat waktu itu Aljir akan menjadi tuan rumah KAA II, di mana Menteri Luar Negeri sangat penting peranserta nya. Pertimbangan yang diajukan oleh Boumedienne ditolak, bahkan ia diancam akan disingkirkan juga. namun di luar dugaan Ben Bella, kondisi justru membalik.
Komandan pasukan yang dimisi kan Ben Bella menangkap Kolonel Houari Boumedienne malah
melapor kepadanya. lalu perwira itu dimisi kan oleh Boumedienne menangkap Ben Bella.
Tentu Ben Bella tidak pernah memperhitungkan bahwa orang yang begitu dipercayainya, dengan
mudah bisa berbalik haluan. Dengan berpedoman pada laporan Duta Besar Rl di Aljazair, Kabinet segera bersidang
membicarakan perkembangan yang dilaporkan dan lalu memutuskan: Rezim Kolonel
Houari Boumedienne diakui. Pengakuan ini dinilai tepat, sebab juga didukung oleh ber bagai informasi lainnya yang masuk. negara kita yaitu negara kedua yang mengakui rezim Kolonel Houari Boumedienne. Yang pertama memberikan pangakuan ialah Syria dan beberapa jam sesudah pengakuan negara kita , menyusul Republik Rakyat Tiongkok sebagai negara ketiga. Laporan yang diterima dari Duta Besar Rl di Aljazair mengatakan bahwa politik yang dianut oleh Boumedienne mengenai pergerakan Asia Afrika, pada dasarnya tidak berbeda dengan apa yang dianut oleh Ben Bella. Bagi negara kita , soal terjadinya coup d état, tidak terlalu merisaukan, apalagi sesudah diterima laporan bahwa tidak ada keributan yang terjadi dan juga tidak ada perlawanan. Semua tenang dan terkendali, pemerintahan berjalan normal dan demontrasi yang terjadi justru mendukung Boumedienne.
Kontra demontrasi, sama sekali tidak ada.
Oleh sebab itu, Kabinet memutuskan, delegasi negara kita ke KAA II, segera berangkat menuju
Aljir, yang dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Rombongan bertolak dari Bandar Udara
Kemayoran 23 Juni 1965 pukul 06.00 pagi dengan pesawat Garuda Convair Jet 990 A, diterbangkan oleh Kapten Pilot Sumedi. Penerbangan dari Jakarta langsung ke Dacca, yang waktu itu masih masuk wilayah Pakistan (Timur). Dari sana menuju Karachi. saat rombongan sukarno singgah di Karachi untuk mengisi bahan bakar, pejabat pejabat tinggi Pakistan yang menyambut di airport, segera melaporkan kepada Presiden Sukarno bahwa baru saja diterima berita dari Aljir, Gedung Konperensi diledakkan dengan bom dan belum diketahui siapa pelakunya. Presiden Pakisatan Jenderal Ayyub Khan dan Menteri Luar Negeri Zulfikar Ali Buttho, waktu itu sedang ke London menghadiri konperensi negara negara Persemakmuran. Meski pun terjadi malapetaka di Aljir, Presiden Sukarno memutuskan, perjalanan diteruskan ke Kairo. Di sana sudah menunggu Presiden Gamal Abdul Nasser dari Republik Persatuan Arab (Mesir) dan Perdana Menteri Chou Enlay dari RRT. sedang Presiden Ayyub Khan akan dicegat di Kairo dalam perjalanannya kembali dari London, agar ikut merundingkan dengan Presiden Sukarno, Presiden Gamal Abdul Nasser dan Perdana Menteri Chou Enlay, mengenai sikap bersama yang harus diambil menanggapi kejadian di Aljir. namun ternyata Presiden Ayyub Khan tidak bisa ikut dalam perundingan itu, sebab ia sudah ditunggu oleh misi yang tidak bisa ditunda di tanah airnya dan sebagai gantinya, menugaskan Menteri Luar Negeri Zulfikar Ali Buttho mewakilinya dalam pertemuan Kairo. Pertemuan Kairo yang disebut „Konperensi Tingkat Tinggi Kecil , menyetujui keputusan yang sudah diambil oleh beberapa delegasi yang sudah berada di Aljir (termasuk delegasi Aljazair), agar penyelenggaraan KAA II ditunda. KTJ kecil di Kairo memutuskan menundanya untuk kurang lebih 6 bulan dengan memutuskan juga agar tempatnya tetap di Aljir.
sesudah terjadi ledakan bom, Menteri Luar Negeri RRT, Chen Yi, yang memimpin delegasi Cina
dan lengkap sudah berada di Aljir, yaitu orang pertama yang mengusulkan agar konperensi
ditunda saja, sebab katanya, mereka datang ke Aljazair bukan untuk dibunuh. Persiapan akhir KAA II sendiri sebetulnya belum begitu tuntas. Masalah mengundang atau tidak Malaysia dan Uni Sovyet, belum ada kesepakatan bulat. negara kita menolak mengundang Malaysia sebab alasan „konfrontasi , sedang Cina menolak kehadiran Uni Sovyet dengan alasan bahwa meski pun Uni Sovyet memiliki wilayah di Asia, namun pusat pemerintahannya berada di Eropa. Jadi, Uni Sovyet tidak bisa dianggap „Asia , Mesir dan India mendukung kehadiran Malaysia, sedang Aljazair sebagai tuan rumah, akan mengundang Uni Sovyet, apalagi Sovyetlah yang membangun gedung konperensi atas permintaan Aljazair.
Dalam kedudukan saya sebagai Duta Besar Rl di Moskow, mengalami Lobbying yang sulit
mengenai undangan kepada Uni Sovyet, sebab negara kita berat menolak usul RRT yang tidak
menghendaki Uni Sovyet diundang, sebagai imbalan dukungan RRT terhadap negara kita yang rnenolak Malaysia. jika KAA II jadi diselenggarakan, Menteri Luar Negeri negara kita Dr. soebandrio , sudah siap dengan satu pengumuman yang akan disampaikan dalam konperensi itu, yaitu bahwa Amerika dan Inggris sudah memicu satu komplot (persekongkolan) akan mengadakan serangan militer terhadap negara kita dan mengakhiri kekuasaan
Sukarno. Bukti bukti mengenai persekongkolan ini, ada di tangan soebandrio , katanya. sebab konperensi tidak jadi diadakan, soebandrio hanya memberikan interview kepada wartawan harian terbesar d Kairo „Al Ahram , mengenai rencana Amerika lnggris ini . sesudah adanya putusan penundaan, Menteri Luar Negeri Dr. soebandrio dimisi kan oleh Presiden Sukarno mengunjungi berbagai negara di Timur Tengah dan Afrika yang dikenal dengan sebutan „Safari Berdikari untuk menjelaskan mengenai penundaan KAA II dan berkampanye mengenai akan diselenggarakannya „Conference of the New Emerging Forces (CONEFO) di Jakarta,
sesudah KAA II usai. Gedung konperensinya sedang dibangun atas bantuan RRT. Presiden Sukarno sendiri sesudah urusan di Kaira selesai, bersama rombongannya menuju Paris. Di sana dikumpulkannya semua Duta Besar Rl yang berada di Eropa dan Amerika Serikat, untuk
memperoleh Briefing mengenai penundaan KAA II dan persiapan penyelenggaraan CONEFO.
Dalam delegasi negara kita yang berunsurkan NASAKOM, ikut juga ketua PKI, D. N. Aidit.
Selama berada di Paris, Aidit diketahui memakai kesempatan mengadakan kontak dengan
pimpinan Partai Komunis peranserta cis. Juga ia berkunjung ke kantor harian „Le Humanité (organ
Partai Komunis peranserta cis), di tempat mana ia bertemu dengan enam orang tokoh Partai Komunis Aljazair yang melarikan diri ke Paris, sebab takut ditangkap Boumedienne.
Sekembalinya dari kunjungan ini, Aidit dicegat oleh wartawan A. Karim D.P., Ketua Umum
Persatuan Wartawan negara kita (PWI) yang ikut rombongan Presiden, menanyakan apa yang
dibicarakannya dengan kameradkameradnya di Paris. Aidit menerangkan bahwa ia
memberitahukan kepada enam orang tokoh Partai Komunis Aljazair yang melarikan diri ke
Paris, agar segera kembali ke negerinya dan memobilisasi massa rakyat untuk memberikan
dukungan kepada Boumedienne. Tindakan yang diambil oleh Boumedienne, yaitu benar dan progresif, Jika satu coup d etat didukung sedikitnya 30% rakyat, maka coup yang demikian, bisa bermutasi menjadi revolusi, kata Aidit .
Ternyata lalu , teori Aidit ini sudah memberikan inspirasi dan merangsang terjadinya malapetaka nasional G30S/PKI, yang disebut oleh sukarno salah satu pemicunya ialah sebab sombong annya kemimpinpemimpin PKI.
Aidit sejak di Paris, sudah memisahkan diri dari rombongan sukarno , namun tidak
memberitahukan kepada saya bahwa ia akan ke Moskow.
Pyaitu waktu itu saya juga hadir pula di Paris dan ia mengetahui .
14) A. Karim DP, Safari Perdikari, Surya Prabha Jakarta, 1965.
Sebelum itu, sudah juga diceritakannya kepada saya saat kami bertemu di Paris, Juli 1965
sesudah saya tiba kembali di Moskow dari Paris, datang telegram dari Jakarta yang
memerintahkan agar Aidit dan Nyoto, segera disuruh kembali ke negara kita . Saya terkejut,
sebab tidak mengetahui jika Aidit dan Nyoto ada di Moskow. Kedutaan besar tidak menerima
laporan mengenai kedatangan kedua tokoh PKI itu, padahal keduanya yaitu Menteri. Nyoto
lalu tiba tiba saja muncul di rumah rumah Duta Besar, namun tidak memberitahukan
jika Aidit juga ada di Moskow. Oleh sebab itu saya berusaha menemukannya dan ternyata
Aidit ada di Kremlin. Saya sampaikan kepadanya, bahwa ada telegram dari Jakarta yang
memerintahkan agar ia dan Nyoto segera kembali ke negara kita . Mengenai kunjungan Aidit ke
Kremlin, saya diberitahu oleh Duta Besar Korea di Moskow, katanya berdasar keterangan saksi informasi yang
diterimanya, antara Aidit dengan orangorang Kremlin, terjadi seperti „perang besar . Apa
persisnya yang terjadi, tidak jelas. Hanya diperkira kan Aidit mengemukakan teorinya mengenai
coup d‘état yang bisa dirubah menjadi revolusi, jika didukung 30% rakyat.
Teori ini bisa dipastikan ditolak oleh Kremlin, sebab berdasar keterangan saksi keterangan, tidak ada dalam
ajaran Marxisme, kemungkinan seperti itu. Revolusi harus selalu bersumber dari kemauan
rakyat dengan dukungan syaratsyarat objektif yang ada di dalam masyarakat, bukan dipaksakan
dari atas dengan satu rekayasa coup d etat .
namun ada keterangan lain bahwa kedatangan Aidit ke Moskow, untuk mengurus masalah cinta
antara Nyoto dengan seorang gadis Rusia yang bekerja di Kementerian Luar Negeri Uni Sovyet.
Aidit menghendaki agar hubungan cinta itu diputuskan, mengingat Nyoto sudah memiliki
isteri. Jika diteruskan, akan merusak citra seorang komunis, apa lagi Nyoto sebagai seorang
tokoh komunis Internasional, harus menjunjung tinggi moralitas.
Nyoto sendiri dinamakan tokoh Komunis Indonesia yang orientasi ideologinya lebih
condong ke Sovyet dibandingkan ke RRT. sebab mayoritas pimpinan PKI condong ke RRT dan
menganggap Sovyet sebagai ‚revisionist gara gara politik ko eksistensinya dengan Amerika
Serikat dianggap sudah terlalu jauh, maka kabarnya Nyoto sudah dipersiapkan untuk dicopot dari
kedudukannya sebagai wakil ketua II, bahkan sudah dicopot dari jabatannya sebagai kepala
Departemen AGITPROP (Agitasi Propaganda) dan digantikan oleh Bismark Oloan Hutapea,
direktur Akademi llmu Sosial Ali Archam (AISA), yang tewas di Blitar Selatan dalam Operasi
Trisula, pada tahun 1968.
30 SEPTEMBER 1965 dipilih oleh Dipa Nusantara Aidit sebagai peristiwa t yang tepat untuk
menguji kebenaran teorinya yang bersumber dari keberhasilan coup d état Boumedienne di
Aljazair. Teori ini didukung oleh Syam Kamaruzzaman dan anggota anggota Biro Ketentaraan
Departemen Organisasi PKI lainnya, yang menjadi arsitek pergerakan 30 September 1965.
Departemen Organisasi PKI yang membawa bawa hi Biro Kententaraan, diketuai oleh Aidit. Anggota
anggota Biro Ketentaraan ialah:
Sudisman, Oloan Hutapea, Munir dan Syam sebagai ketuanya.
Dalam meniru keberhasilan Boumedienne di Aljazair, rupanya Aidit lupa mempertimbangkan
bahwa Boumedienne bukanlah seorang komunis, meski pun ia dianggap progresip. Partai
Komunis Aljazair sendiri tidak memiliki peranserta menentukan dalam revolusi kemerdekaan
Aljazair. Revolusi Kemerdekaan Aljazair dipimpin oleh satu Front Nasional.
Biro Ketentaraan inilah yang lalu dinamakan „Biro Khusus yang memiliki
jaringan luas dalam Angkatan Bersenjata di bawah koordinasi trio Syam, Pono dan Bono.
Pembentukkannya tidak pernah diumumkan, sehingga eksistensinya pun tidak diketahui oleh
organorgan PKI yang lain, apalagi anggota. Berbagai bekas tokoh PKI lepasan pulau Buru yang
diwawancarai, mengatakan bahwa Biro ini ilegal.
Pembentukkannya tidak pernah diputuskan dalam rapat rapat CC PKI, yaitu badan formal dalam
PKI yang menjalankan kebijaksanaan tertinggi antara 2 kongres.
Bahkan adanya Biro Ketentaraan, tidak pernah dilaporkan dalam sidang sidang CC PKI.
Kedudukan Syam dalam partai sangat strategis, justru sebab jabatannya sebagai ketua Biro
Ketentaraan. Kata teman temannya, dialah satu satunya tokoh PKI yang jika kehendaknya
dilawan , dengan mudah mengeluarkan pistol dan meletakkan di meja untuk menggertak.
sedang Syam Kamaruzzaman, berdasar keterangan saksi seorang mantan anggota CC PKI yang diwawancarai,
ayahnya yaitu seorang Naib (penghulu pengganti) di Tuban. Waktu pendudukan Jepang, ia
masuk Sekolah Dagang di Yogyakarta dan sejak itu ia sudah belajar politik dari Djohan
Syahroesyah dan Wijono (kedua duanya lalu menjadi tokoh Partai Sosialis negara kita ).
Di awal revolusi, Syam bergabung dengan apa yang dikenal „Kelompok Pathuk . di Yogya.
Kelompok inilah yang memilih Soeharto (sekarang Presiden) memimpin penyerbuan tangsi
Jepang di Kota Baru (Yogya) dan berhasil melucuti serdadu serdadu Jepang dalam tangsi itu dan
menawannya.
saat terjadi perpecahan dalam tubuh Partai Sosialis (1948) antara Sutan Syahrir dengan Amir
Syarifuddin, Syam memihak Amir Syarifuddin.
Sesudah pemberontakan PKI di Madiun ditumpas oleh TNi, Syam bersama dua orang temannya
masuk Jakarta. Di Jakarta ia ikut memimpin Serikat Buruh Pelabuhan dan Pelayaran (SBPP) di
Tanjung Priok.
D. N. Aidit dan Moh. Lukman, meski pun keduanya tokoh Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang
berontak di Madiun, tidak tertangkap. Keduanya berusaha masuk Jakarta, namun harus diusahakan
agar juga bersih dari tuduhan sebagai pemberontak di Madiun.
Rencana ini direkayasa dengan sempurna oleh Syam, di mana Aidit dan Lukman dinaikkan kapai
dari salah satu pelabuhan dan diturunkan di Tanjung Priok.
Keduannya mengaku datang dari Vietnam sebagai penumpang gelap sebab tidak memiliki paspor.
sesudah mendarat di Priok, keduannya ditangkap, namun dengan kecerdikan Syam, bisa dibebaskan. sesudah Aidit berhasil merebut jabatar, ketua PKI dari tangan tokoh tua seperti Alimin dan
Tan Ling Djie, ia tidak melupakan Syam. Syam dinaikkan kedudukannya dari SBPP, dimisi kan
memimpin di SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh negara kita ). Lalu ia dikirim ke RRT
untuk mempelajari soal soal kemiliteran.
Sekembalinya dari RRT tidak diketahui persisnya kapan), ia ditempatkan oleh Aidit memimpin
Komite Militer dalam organisasi PKI, menggantikan pimpinan lama, Soehadi, yang meninggal
dunia. Dalam Komite Militer inilah ia berkiprah yang berakhir dengan terjadinya G30S/PKI.
Pengalaman Syam dalam kemiliteran ialah dalam „Lasykar Tani pada awal revolusi.
Dengan pengalaman itu, ia berangkat ke RRT memperdalam soal soal kemiliteran.
Untuk menggambarkan sampai di mana kekuasaan Biro Khusus, ada sebuah cerita yang
disampaikan oleh seorang bekas anggota CC sebagai berikut:
Pada suatu hari, seorang anggota CC PKI dari Jakarta,dimisi kan ke Padang untuk urusan partai.
saat datang di kantor CDB (Comite Daerah Besar) Sumatera Barat di Padang, ia heran sebab
tidak bisa menemukan seorang pun fungsionaris partai yang berada di tempat. sesudah diusutnya,
ketahuan bahwa semua fungsionaris partai diperintahkan agar mengungsi, sebab ada berita
bahwa kantor CDB akan diserbu oleh lawan PKI. Dengan cekatan sekali, semua manuscript
diamankan, bahkan mesin mesin tulis semua dibawa pergi.
sesudah ditelusuri lebih lanjut duduk persoalannya, ternyata yang memerintahkan pengungsian
ialah orangorang Biro Khusus.
sebab lalu terbukti tidak ada apa apa yang terjadi, maka yang mengungsi diperintahkan
agar kembali bekerja seperti biasa. Katanya, perintah mengungsi datang dari tugas tugas
keamanan partai (yang tidak lain dari Biro Khusus), ialah untuk menguji sampai di mana
kecekatan para fungsionaris dan kader menyelamatkan partainya jika ada bahaya.
Anggota CC dari Jakarta itu jadi bengong, sebab tindakan ini sama sekali tidak di
koordinasikan dengan CC di Jakarta.
Inilah Biro Khusus yang dibentuk oleh Aidit dengan kekuasaan yang begitu luas.
Seluruh kegiatannya terselubung dan hanya boleh berhubungan dengan ketua Aidit.
Issue „Dewan Jenderal sudah berbulan buian beredar sebelum meletusnya G30S/PKI. PKI
katanya mengetahui jika Angkatan Darat sudah siap memukul mundur nya, dengan mengeksploitasi
makin buruknya kesehatan sukarno . PKI sudah lama menyadari bahwa Angkatan Darat
makin tidak suka kepadanya dan terus berusaha menghancurkannya. Oleh sebab itu PKI makin
giat juga bekerja di kalangan Angkatan Darat dan Aidit membanggakan bahwa pendukungnya di
Angkatan Darat kuat, sambil menunjuk hasil Pemilihan Umum 1955, pencoblos tanda gambar
palu arit dalam lingkungan Angkatan Darat tercatat 25 %. Di asrama CPM Guntur, Jakarta,
banyak sekali pemilih Palu Arit, katanya.
sebab rencana penghancuran PKI berdasar keterangan saksi PKI dirumuskan oleh sekelompok jenderal AD,
maka kelompok inilah yang didesas desuskan sebagai „Dewan Jendral .
Kelompok Jenderal ini juga berdasar keterangan saksi PKI yang selalu merumuskan sikap politik Angkatan
Darat yang menjadi garis menteri rnenteri dari AD dan wakil wakil mereka yang duduk dalam
berbagai Lembaga Negara. namun jika ditanya, bagaimana susunan organisasinya, mereka tidak
bisa menjelaskan selain menduga duga bahwa dewan ini dipimpin oleh Jenderal A.H. Nasution
dan Jenderal A. Yani.
sesudah Aidit memperkenalkan teorinya mengenai kemungkinan coup d etat bermutasi menjadi
revolusi, maka sikapnya yang selama ini nampak loyal kepada Pemerintah dan sukarno , tiba
tiba saja berubah. Sudah mulai kedengaran suara suara agar sukarno dikritik. Biro Khusus
yang menjelin kolaborasi dengan apa yang disebut „Kelompok Perwira Muda yang Maju ,
sepakat melaksanakan putusan Dewan Harian Politbiro, mendahului mengadakan pergerakan
memukul mundur Angkatan Darat sebelum PKI dihancurkan.
pergerakan ini finalnya diputuskan dalam rapat Dewan Harian Politbiro tanggal 28 September
1965, yang berdasar keterangan saksi keterangan seorang yang ikut hadir pula , sidang dihadiri juga oleh eriskrearis
CDarisg kbetulan akardi Jakarta yaitu: CDB Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Kalimantan Barat.
Adapun anggota Politbiro ialah: Aidit, Lukman, Nyoto, Sudisman, B.O. Hutapea, Ir.
Sakirman, Nyono, Munir, Ruslan Wijayasastra dan Rewang. Ada keterangan bahwa tidak semua
anggota Politbiro hadir pula dalam rapat penentuan itu.
berdasar keterangan saksi sebuah keterangan, dalam rapat Politbiro ini, ada beberapa Anggota yang menyatakan
tidak setuju dengan rencana pergerakan yang disampaikan olen Aidit, namun cara mereka
menentangnya, hanya dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan mengenai keraguan mereka
mengenai efektifnya diadakan satu pergerakan mendahului.
namun sesudah Aidit menjawab dengan mengajukan alasan alasan yang mematahkan pertanyaan
pertanyaan ini , perdebatan tidak berkepanjangan lagi, sebab segala persiapan sudah
diadakan.
Diantara mereka yang jelas menentang ialah Sekretaris CDB Jawa Barat dan Sekretaris CDB
Kalimantan Barat. Kedua CDB itu lalu mengeluarkan pernyataan mengenai sikap mereka
yang menentang pergerakan 30 September.
berdasar keterangan saksi pleidooi anggota Polrtbiro Rewang yang ditangkap di Blitar, di muka sidang pengadilan
militer yang mengadilinya, 18 Desember 1971, mengatakan bahwa dalam bulan Agustus 1965,
sudah dilangsungkan rapat Politbiro CC PKI yang membicarakan masalah pergerakan . Dalam rapat
itu tidak diambil putusan mengenai akan dibentuknya Dewan Revolusi sebagai pengganti
Kabinet Dwikora.
Sesudah rapat Politbiro, Aidit memanggil anggotaanggota CC PKI yang ada di Jakarta (tidak
disebutkan waktunya), dalam satu pertemuan yang bersifat briefing.
Dalam pertemuan itu, tidak ada diambil keputusan apa pun, apalagi keputusan mendahului
mengadakan pergerakan .
Terdakwa mengatakan bahwa ia menyetujui kebijaksanaan mendukung sikap golongan „Perwira
Muda yang Maju hendak menentang kudeta segolongan Jenderal.
Sesudah itu, pimpinan partai menugaskan kepada sementara anggota CC pergi ke daerah daerah
guna membantu CDB CDB menjelaskan situasi politik dalam negeri dan sikap politik pimpinan
partai menghadapi situasi itu.
Pada tanggal 30 September tengah malam , terdakwa menerima pemberitahuan dari pimpinan atasannya
mengenai akan diadakannya pergerakan oleh perwira perwira muda yang maju.
Terdakwa menyangkal jika pergerakan itu diputuskan oleh Politbiro. namun dikatakan, pada
umum nya, pelaksanaan keputusan Politbiro dilakukan oleh Dewan Harian Politbiro atau ketua
partai. Meski pun demikian, sampai terjadinya pergerakan 30 September 1965, Politbiro tidak lagi
dipanggil bersidang untuk menerima laporan dari Dewan Harian dan ketua partai, mengenai
pelaksanaan keputusan Politbiro menilai kebijaksanaan ketua, atau Dewan Harian Politbiro
dalam melaksanakan keputusan Politbiro.
Terdakwa mengakui bahwa ditinjau dari kejadian pergerakan mendemisionerkan Kabinet Dwikora,
memang dapat diartikan pengambil alihan kekuasaan mengenai pemerintahan yang ada pada
Presiden Sukarno. namun pergerakan itu sendiri menyatakan tetap setia kepada Presiden Sukarno dan
garis politiknya.
Bahkan pada tanggal 1Oktober 1965, kata terdakwa, tokoh pergerakan berusaha beraudiensi
kepada Presiden Sukarno dan mentaati segala perintahnya.
Terdakwa mengatakan, ia setuju dengan Kritik Oto Kritik (KOK) Politbiro CC PKI yang
mengakui bahwa pimpinan PKI sudah menjalankan avonturisme di bidang ideologi, teori, politik
dan organisasi, sehubungan dengan terjadinya pergerakan 30 September. pergerakan itu tidak bisa
dibenarkan ditinjau dari perjuangan revolusioner, secara teknis mau er, secara teknis mau pun
prinsip.
Terdakwa membenarkan pernyataan Presiden Sukarno dalam Pelengkap Nawaksara bahwa
pergerakan 30 September dimuncul kan oleh 3 faktor:
1. sombong an pemimpin pemimpin PKI
2. Lihainya Nekolim
3. Memang ada oknum oknum yang tidak benar
berdasar keterangan saksi terdakwa, penilaian sukarno diberikan atas dasar
pandangan seorang non komunis, sebagai landasan untuk mengambil tindakan
sesuai dengan dasar pandang dan politiknya. 15}
Yang banyak juga dibicarakan, ialah keterlibatan RRT dalam pergerakan . namun pembuktiannya yang
konkrit tidak ada, selain dari analisa politik. Salah satu bukti yang ditunjuk. Ialah bahwa Perdana
Menteri Chou Enlay sudah mengetahui kejadian di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1965 pagi dan
menyampaikannya kepada wakil ketua MPRS, Ali Sastroamidjojo, yang sedang berada di
Peking, sebelum sumber resmi di Jakarta mengetahui duduk persoalannya secara jelas.
sebetulnya hal ini mudah dimengerti, sebab di Jakarta ada ckakak Kantor Berita Xinhua yang
memiliki hubungan telex langsung Jakarta Peking. Segala kejadian di Jakarta sudah disiarkan
oleh Xinhua yang diterima secara lengkap di Peking pagi tanggal 1 Oktober itu, yang bersumber
dari pimpinan pergerakan 30 September.
Pleidooi Rewang, dicuplik dan naskah aslinya(tulisan tangan),
Sepanjang yang diketahui , RRT tidak penah mengeluarkan pernyataan mendukung pergerakan itu.
Apa yang dilakukan oleh RRT ialah Radio Peking menyiarkan secara lengkap KOK Politbiro CC
PKI dan menyatakan persetujuannya dengan KOK itu.
KOK menyalahkan pergerakan 30 September dan menyatakan sebagai avonturisme di bidang
ideologi, politik, teori dan organisasi.
Dari analogi ini, bisa disimpulkan bahwa RRT tidak mendukung pergerakan 30 September 1965.
hasil penelitian ini bisa dimengerti jika dikaji bahwa Rl dan RRT lalu bisa menormalisasi
kembali hubungan diplomatiknya yang sejak terjadinya G30S, dibekukan. Sementera persoalan
G30S sendiri di negara kita belum ditutup.
Bahkan selanjutnya RRT menyatakan tidak lagi mengakui eksistensi PKI yang di negara kita
memang sudah dinyatakan sebagai partai terlarang.
Mengapa Dewan Harian Politbiro CC PKI memutuskan mendahului mengadakan pergerakan ,
berdasar keterangan saksi keterangan, sebab mereka memanfaatkan saat saat kehadiran 2 batalyon pasukan
yang pro „Kelompok Perwira Muda yang Maju yang didatangkan oleh KOSTRAD dari Jawa
Tengah dan Jawa Timur, untuk ambil bagian dalam peringatan Hari Angkatan perang 5 Oktober
1965. saat saat seperti ini dianggap tidak akan berulang lagi, oleh sebab itu kesempatan
yang ada harus dimanfaatkan dengan sebaik baiknya.
namun justru yang tidak diantisipasi, kekuatan induk yang ada di Jakarta, dianggap sudah beres
begitu saja. Padahal dalam fakta nya, kekuatan rieel yang berhasil digerakkan dari
Tjakrabirawa, hanya 1 kompi, Brigade Infantri I dibawah kolonel A.
Latief hanya 1 pleton, dari AURI hanya bekerja menjaga lapangan Udara Halim Perdana
Kusumah, sedang 1 batalyon Infantri dari Tangerang di bawah komandan mayor Sigit, dan satu
Batery Artileri Pertahanan Udara di Jakarta di bawah komandan Kapten Wahyudi, yang semula
sanggup ikut bergerak, sama sekali tidak muncul.
Sukarelawan yang hanya menerima latihan kemiliteran secara kilat, meski pun jumlahnya 4
batalyon bersenjata lengkap, namun tidak bisa diandalkan. Betul di antara mereka ada 1 kompi yang
sudah menerima latihan memakai peluncur roket yang berlaras banyak, senjata yang
memiliki daya penghancur besar, namun pada tanggal 2 Oktober, sesudah acla perintah cease fire
dari Panglima Tertinggi, semua senjata diperintahkan oleh AURI agar dikumpull;an di
gudang, termasuk roket. Tindakan ini untuk mentaati perintah Presiden/Panglima Tertinggi
agar menghindarkan pertempuran.
Adapun cerita 1 juta massa PKI yang dijanjikan oleh Syam akan menguasai kota Jakarta begitu
pergerakan dimulai, ternyata hanya omong kosong. Juga bantuan yans diperhitungkan akan datang
dari Bandung dan Cirebon, tidak terbukti.
Tanggal 2 Oktober pagi, di Jakarta, praktis pergerakan 30 September sudah lumpuh.
Penanggungjawab pergerakan di Jakarta, dipercayakan kepada 3 orang yaitu: Nyono sebagai orang
pertama Komite Daerah Besar Jakarta Raya, Sukatno ketua Pemuda Rakyat dan Cugito anggota
CC PKI.
Analisa tokoh PKI sesudah melihat pergerakan mereka gagal, menyimpulkan bahwa Aidit
sebetulnya terjebak dalam perang kap yang dipasang oleh Syam, tokoh yang misterius itu, namun
yang paling dipercayainya dalam rangka memenuhi ambisinya hendak berkuasa.
Hal ini terungkap saat Mayor (U) Soejono ditahan di RTM (Rumah Tahanan Militer)
Budi Utomo (sebelum menjalani eksekusi) menceritakan kepada teman temannya sesama
tahanan bahwa pada tanggal 30 September 1965 tengah malam , ia dimisi kan menjemput D.N. Aidit
dari rumahnya dibawa ke Pangkalan Udara Halim, dimana G30S menempatkan Sentral
Komandonya. Dalam perjalanan di dalam mobil, Soejono menanyakan kepada Aidit mengenai
beberapa hal penting menyangkut „pergerakan yang disampaikan melalui Syam untuk di teruskan
kepadanya. Syam memicu ketentuan bahwa persoalan yang akan disampaikan kepada Aidit,
tidak boleh disampaikan langsung, melainkan harus lewat dirinya. Syamlah yang akan
menyampaikan kepada Aidit.
Ternyata berbagai pertimbangan militer yang harus disampaikan kepada Aidit, tidak
disampaikan oleh Syam, sehingga banyak hal yang tidak bisa dikoordinasi dengan baik. Semua
pertimbangan, hanya Syam sendiri yang menampung dengan akibatnya, sesudah pergerakan dimulai,
terjadi kesimpang siuran.
Disinilah Syam menjalankan peranserta sesuai dengan misinya yang misterius dan ia berhasil.
Bagi Angkatan Darat, sikap PKI mendahului mengadakan pergerakan , malah dianggap kebetulan,
sebab malah dianggap kebetulan, sebab sudah diperhitungkan, PKI tidak mungkin bisa menang
melawan AD. Sebaliknya dengan kenekatan PKI itu, AD sudah diperhitungkan, PKI tidak
mungkin bisa menang melawan AD. Sebaliknya dengan kenekatan PKI itu, AD memperoleh
alasan yang sah untuk menghancurkan PKI sampai ke akar akarnya. Demikian analisa tokoh
tokoh PKI sesudah mereka meringkuk dalam penjara.
berdasar keterangan saksi pengakuan tokoh PKI yang pernah ditahan atau diadili namun
dikembalikan ke masyarakat, mereka tidak memiliki rencana hendak membunuh para
Jenderal. misi pergerakan yang dikendalikan oleh Biro Khusus, hanya bertindak sebagai polisi,
menangkap perwira perwira tinggi yang dituduh anggota „Dewan Jenderal , sesudah itu
menyerahkannya kepada Presiden/Panglima Tertinggi untuk menentukan tindakan apa yang
harus diambil terhadap mereka.
Ternyata dalam pelaksanaan terjadi penyimpangan, yang diperkirakan sebab akibat rencana
terselubung yang memanfaatkan pergerakan ini. Tadinya diharapkan agar pengambilan para
Jenderal beraelan mulus saja. namun didalam pelaksanaan, bukan saja para Jenderal
dibunuh dengan kejam atas perintah Syam, dimasukkan ke dalam sumur tua, bahkan
berkelanjutan dengan mengambil tindakan politik yang memberikan warna bahwa tindakan ini
betul betul suatu tindakan coup d état. Dewan Revolusi dibentuk untuk menjeiaskan bahwa yang
terjadi yaitu sebuah revolusi dan Kabinet Dwikora di demisioner kan, dengan catatan boleh
bekerja terus menjalankan misi rutin yang tidak bertentangan dengan garis yang ditetapkan oleh
Dewan Revolusi. lalu mengumumkan program utuk segera menyiapkan penyelenggaraan
Pemilihan Umum dan dari hasil Pemilu, akan dibentuk Kabinet Front Nasional yang adil, di
mana PKI tentu harus menjadi bagian yang penting didalamnya.
Sebetulnya semua itu hanya angan angan yang dicoba untuk dimaterialisasikan, namun
pelaksanaannya amburadul. Penyusunan Dewan Revolusi dilakukan sembarangan saja, tanpa
konsultasi dengan orang yang namanya dicantumkan dalam susunan Dewan. Dengan
demikian, maka susunan Dewan hanya fiktif belaka, sekedar nama namanya diumumkan lewat
RRI yang waktu itu mereka kuasai, namun tidak pernah efektif walau sejenak. Walau pun Kabinet
sudah dinyatakan demisioner, tetap saja menjalankan kekuasaan eksekutifnya tanpa campur
tangan Dewan Revolusi.
Memang politik tidak sesederhana seperti apa yang sering dipikirkan orang naif.
Untuk memperoleh sedikit gambaran awal mengenai tanda akan terjadinya peristiwa
G30S, ada baiknya kita menengok ke belakang dengan memperhatikan beberapa keterangan
berikut:
1. Pada suatu hari di bulan Agustus 1965, Ny. Umi
Sarjono, ketua umum GERWANI, dan anggota DPRGR, minta tolong kepada Menteri/Wakil
ketua DPRGR Mursalin Daeng Mamanggung untuk menyampaikan kepada Menko/Ketua M P
RS Chaerul Saleh agar mencegah Aidit (Menko/Wakil ketua MPRS) melaksanakan satu
rencana yang tidak disebut kan apa bentuknya. sesudah pesan itu disampaikan oleh Mursalin
kepada Chaerul, reaksinya tidak serius, sehingga tidak terkesan adanya sesuatu yang penting.
Dikira hal itu urusan pribadi saja.
2. Dalam rangka peringatan Hari ABRI, 5 Oktober 1965, atas prakarsa Men/Pangad Letnan
Jenderal A. Yani, Presiden Sukarno dimohon bersedia menerima satu pawai SEKBERGOLKAR
(Sekretariat Bersama Golongan Karya). sukarno menjawab, bersedia saja menerima, asal
panjangnya barisan lima Km. Yani menyanggupinya. Tentu saja untuk menghimpun massa
SEKBERGOLKAR dalam barisan yang begitu panjang, diperlukan satu pengorganisasian yang
luas. Mursalin terlibat dalam kegiatan ini, sebab ia yaitu seorang anggota pimpinan
SEKBERGOLKAR.
Lukman, wakil ketua PKI yang juga Menteri/Wakil ketua DPRGR, mendengar keterlibatan
Mursalin dalam rencana itu, minta kepadanya agar tidak usah ikut ikut campur tangan. namun
Mursalin menjawab bahwa keikut dan annya, sebab statusnya sebagai anggota pimpinan
SEKBERGOLKAR.
3. Ceramah Prof. Dr. Wertheim dalam satu pertemuan 23 September 1990 di Amsterdam, di
mana diuraikannya bahwa saat ia dan istrinya pada tahun 1957 mengajar sebagai Guru Besar
Tamu di Bogor, ia sempat bertemu dengan Aidit dan beberapa tokoh PKI lainnya. Aidit
memberitahukan kepadanya mengenai kunjungannya ke RRT. Dari sumber lain Wertheim
mendengar bahwa saat Aidit di Peking dan menemui Mao Zedong, Aidit ditanya: „Kapan ia
akan mundur ke daerah pedesaan Majalah „Arah „ Suplemen, No, 1, 1990, Amsterdam.
mengenai pembicaraan Aidit dengan Mao Zedong ini, seorang bekas Mahasiswa Indonesia yang
pernah belajar di Peking dan berhasil menyelesaikan studinya dalam jurusan Sinologi,
menceritakan bahwa rumor yang tersiar dikalangan Mahasiswa Indonesia di Peking waktu itu,
pertama Mao Zedong menanyakan kepada Aidit, apakah ia sudah pernah mencopot dasinya
dan terjun ke desa memimpin pergerakan tani, mengingat negara kita yaitu negara agraris yang 80%
rakyatnya terdiri dari petani,
berdasar keterangan saksi cerita ini, Aidit merasa agak dipermalukan oleh Mao Zedong, sebab ia tidak bisa
memberikan keterangan yang memuaskan mengenai pergerakan tani di negara kita .
Mungkin sebab pengalaman buruk ini, maka pada tahun 1964, Aidit memimpin satu pergerakan
riset besarbesaran untuk meneliti pergerakan tani di Jawa dengan melibatkan kurang lebih 3300
kader PKI, yaitu 3000 kader tingkat kecamatan dan desa, 250 kader tingkat propinsi dan 50
kader tingkat pusat. Proyek ini diselesaikan dalam 4 bulan, yaitu Pebruari sampai Mei 1964.
berdasar keterangan saksi perkiraan waktu itu di Jawa ada 45 juta kaum tani. Yang diriset ialah desa desa di 124
kecamatan. Masing masing kader melakukan riset 45 hari, lalu menyusun kesim juga n.
Aidit sendiri mengatakan bahwa ia melakukan perjalanan dengan mobil sepanjang 6000 Km
selama memimpin pekerjaan riset itu.
Laporan hasil risetnya, disampaikan dalam ceramahnya dihadapan para dosen, mahasiswa dan
undangan Akademi llmu Politik „Bachtaruddin (milik PKI) tanggal 28 Juli 1964 di Balai
Prajurit „Diponegoro , Jakarta.
Dari hasil riset ini, kata aidit, sudah bisa dipusatkan sasaran pergerakan tani di seluruh tanahair
melawan apa yang disebutnya „7 setan desa : tuan tanah jahat, lintah darat, tengkulak jahat,
tukang ijon, penguasa jahat, kapitalis birokrat di desa dan bandit desa.
Hasil riset ini sudah memperkuat hasil penelitian PKI bahwa di negara kita ada 4 ciri sisa
sisa feodalisme, yaitu: 1. Monopoli tuan tanah atas tanah. 2. Sewa tanah dalam wujud hasil bumi.
3. Sewa tanah dalam bentuk kerja di tanah tuan tanah. 4.
Utang utang yang mencekek leher kaum tani. 17)
Maka mulailah diatur agar Barisan Tani di negara kita (BTI) melakukan latihan revolusioner di
desa, yang dikenal dengan Aksi Sepihak, untuk menguji sampai dimana militansi kaum tani yang
diorganisasi oleh BTI.
Di daerah Klaten, Jawa Tengah, contohnya . Yang menjadi sasaran ialah kaum tani yang sawahnya
luas, melebihi 5 ha. berdasar keterangan saksi Aidit, Undang Undang Pokok Agraria dan Undang Undang Pokok
Bagi Hasil, sesuai ketentuan Menteri Pertanian dan Agraria, tahun 1963 yaitu tahun terakhir
pelaksanaannya di Jawa, yaitu tanah tuan tanah dinasionalisasi dan seorang petani tidak boleh
memiliki tanah lebih dari 5 ha. Itulah alasannya mengapa Aksi Sepihak dilancarkan, sebab
sampai tahun 1964, ketentuan UU ini tidak dilaksanakan oleh Pemerintah.
Majalah „llmu Marxis , triwulan ketiga, tahun ke VII, No. 3 Jakarta, 1964
namun apa yang terjadi di Jawa Tengah, BTI melakukan Aksi Sepihak tanpa persetujuan
Pemerintah. Kebetulan yang menjadi sasaran ialah petani petani anggota PNI. Tentu saja orang
orang PNI melakukan perlawanan dan akibatnya jatuh korban.
Dalam ceramah Wertheim yang disinggung di atas, ia juga mengatakan bahwa pada tahun 1964,
menerima kunjungan wakil ketua PKI Nyoto di Amsterdam. Nyoto bersama tokoh PKI
lainnya, waktu itu sedang berada di Eropa, menghadiri satu konperensi di Helsinki. saat
bertemu dengan Nyoto, kata Wertheim, ia teringat kembali pertanyaan Mao Zedong kepada Aidit
„ Kapan akan mengundurkan diri ke daerah pedesaan, , sambil mengingatkan kepadanya bahwa
situasi negara kita sekarang, mirip dengan kondisi di Tiongkok sebelum coup d état Generalisimo
Chiang Kaisyek. berdasar keterangan saksi Wertheirn, di negara kita juga akan ada bahaya besar seperti di
Tiongkok tahun 1927, di mana PKI akan dihancurkan. Oleh sebab itu dianjurkannya dengan
keras agar golongan kiri di negara kita mempersiap kan diri untuk menyusun perlawanan di
bawah tanah dan mundur ke pedesan.
Jawaban Nyoto, menuru1 Wertheim, „ untuk menghancurkan PKI sekarang sudah terlambat,
sebab PKI sudah terlalu kuat dan juga mempunyei kekuatan di lingkungan ABRI . Wertheim
mengatakan, ia tidak berhasil mempercayakan Nyoto. 18)
18) Ceramah Prof. Dr. W.F. Wertheim, seperti yang dimuat dalam rnayalah„Arah , Supplement,
No. 1, 1990, Amsterdam.
Biro Ketentaraan Departemen Organisasi PKI atau yang dikenal dengan„Biro Khusus bersama
sekutunya „Perwira Muda yang Maju , sebelum 30 September 1965, sudah berkali kali
mengadakan pertemuan, tempatnya bergantiganti, di rumah kapten Wahyudi dari ARHANUD
(Artileri Pertahanan Udara), di rumah kolonel Latief (komandan Brigade Infantri I KODAM V
Jaya) dan rumah Syam, untuk mengkonsolidasi kekuatan sampai pada tahap persiapan akhir.
781
Seorang komandan batalyon yang ikut dalam rapat rapat itu dan akhirnya ditahan di Rumah
Tahanan Khusus Salemba, yang lalu berganti nama menjadi INREHAB (Instalalasi
Rehabilitasi) Salemba, sudah mengemukakan keraguannya mengenai kemungkinan keber
hasilan pergerakan . Secara perhitungan militer, pergerakan yang dipersiapkan hendak mendahului itu,
tidak bisa menjamin kemenangan mutlak, sebab pasukan yang hendak digerakkan, tidak
konkrit, baru perhitungan di atas kertas. Diperkirakan, akan lebih banyak yang meng gabung,
jika pergerakan sudah dimulai.
namun Syam berkata: „masa tidak percaya kepada kokuatan massa PKI yang sudah teruji
militansinya, siap rnenguasai ibukota begitu pergerakan dimulai .
saat pergerakan siap dimulai dengan menjadi desa Lubang Buaya sebagai pangkalan, perwira
yang ragu tadi tidak muncul dan juga tidak menyiapkan pasukannya untuk bergerak, seperti yang
diputuskan dalam rapat. Ia seorang militer profesional yang merasa bertanggung jawab penuh
atas nasib prajurit. Ia tidak mau mengorbankan anak buah, sebab percaya persiapan tidak matang.
Senada dengan apa yang diakui oleh anggota Politbiro Rewang dalam pleidooinya dimuka
sidang pengadilan, sebelum semua persiapan kegiatan itu, ada sidang CC PKI yang dihadiri
anggota anggota CC yang berada di Jakarta dengan menghadirkan juga Sekretaris Sekretaris
tingkat Propinsi di Jawa, pada bulan Agustus 1965. Dalam rapat itu Aidit menguraikan situasi
politik dalam negeri yang dinilainya sudah semakin kritis, sebab katanya, sudah diketahui akan
ada rencana coup d etat „Dewan Jenderal yang dini terhadap sukarno dan sekaligus
menghancurkan PKI.
pergerakan ini akan dilancar kan oleh „Dewan Jenderal , sehubungan dengan kesehatan Bung
Karno yang makin buruk, yang diketahui dari laporan team dokter RRT yang merawatnya. PKI,
kata Aidit, harus bersiap menghadapi · bahaya itu, sebab bagaimana pun, PKI pasti terancam.
Mengenai pergerakan , mantan ketua Mahkamah Agung Rl, Ali Said, SH., dalam ceramahnya di
depan mahasiswa Akademi Hukum Militer/Perguruan Tinggi Hukum Militer Jakarta 23
Nopember 1992 mengatakan bahwa berdasarkan hasii pemeriksaan tim dokter RRT yang pernah
mengobati sukarno , menyimpulkan bahwa apabiia datang serangan lagi, akan berakibat fatal
bagi sukarno , yaitu lumpuh atau meninggal dunia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tim dokter RRT ini, Aidit menyelenggarakan pertemuan berturut
turut dengan Politbironya untuk membahas:
1. kondisi Presiden/PBR (Pemimpin Besar Revolusi) yang makin memburuk.
2. Adanya suatu Dewan Jenderal di lingkungan AD yang siap mengambil alih kekuasaan sesudah
Presiden tidak berdaya lagi, bahkan lalu menginformasi kan Politbironya bahwa Dewan
Jenderal akan lebih dahulu bertindak sebelum Presiden wafat, dan tindakan itu akan dilancarkan
sekitar Hari Angkatan perang 5 Oktober 1965.
3. Adanya kelompok perwira progresif di lingkungan
Angkatan Darat yang akan mencegah serangan/ menggagalkan usaha coup Dewan Jenderal.
782
4. Kepada rekan rekannya ditanyakan oleh Aidit, bagaimana seyogianya sikap yang harus
diambil PKI. Membiarkan Dewan Jenderal bergerak dahulu untuk lalu dilawan, ataukah lebih
tepat jika PKI menyerang terlebih dahulu. Aidit sendiri lebih berat meletakkan pilihannya
„Mendahului pergerakan Dewan Jenderal. 19)
19) Berita Buana, 25 Nopember 1992, Jakarta.
Ali Said, SH., tidak menjelaskan sumber keterangan butir butir yang diuraikannya, terutama
mengenai butir 2 sampai 4. Butir 1 sudah umum diketahui .
namun berdasar keterangan saksi keterangan seorang yang hadir pula dalam pertemuan CC yang diperluas, dan lalu
ditahan, Aidit tidak menjelaskan apa bentuk pergerakan yang akan ditempuhnya untuk
menyelamatkan PKI. Ia hanya minta persetujuan sidang agar memberikan kepercayaan
kepadanya mengambil langkah langkah yang diperlukan, permintaan mana diluluskan.
Berdasarkan kepercayaan inilah, Dewan Harian Politbiro dalam sidangnya tanggal 24 September
1965, menyusun rencana hendak mendahului pergerakan apa yang mereka tuduhkan sebagai
rencana coup d etat yang hendak dilancarkan oleh „Dewan Jenderal .
Dewan Harian yang dimaksud ialah para ketua Partai Kepala Sekretariat dan tentu saja ditambah
dengan Syan Kamaruzzaman.
Pada hari itu juga Komite Jakarta Raya mengadakan rapat yang dipimpin oleh sekretarisnya,
Nyono, dihadiri oleh seluruh pimpinan Seksi Komite di seluruh Daeral Jakarta Raya, untuk
membagi misi masing masing.
Jakarta Raya dibagi dalam beberapa Sektor dan Komandan Sektor sudah diangkat begitu selesai
latihan kemiliteran di Lubang Buaya. Pembagian wilayah sudah ditentukan.
pergerakan Wanita negara kita (GERWANI) yang berafiliasi dengan PKI, dimisi kan menyediakan
konsumsi dengan membuka dapur umum. Pada saat pergerakan dimulai, nasi bungkus dengan lauk
pauknya agar disediakan untuk melayani prajurit yang bergerak. Beras dan uang lauk pauk
sudah didrop.
namun pada saat pergerakan dimulai, tidak satu pun dapur umum yang berfungsi.
Akibatnya, semua prajurit dari sukarelawan yang sudah menerima latihan kemiliteran di Lubang
Buaya dan siap disektornya masing masing, jac kelaparan. Ini membuktikan bahwa
pengorganisasian pergerakan itu tidak beres dan tidak cukup dipahami olel massa bawahan.
berdasar keterangan saksi keterangan seorang perwira Batalyon Infantri 454/Diponegoro yang ikut bergerak pada
1 Oktober 1 965 itu, uang Batalyon yang dibawa dari Semarang, dengan terpaksa dikeluarkan membeli
makanan, sebab prajurit prajurit sudah kelaparan.
Begitulah gambaran betapa kacaunya pengaturan pergerakan itu. Seorang mantan anggota CC PKI
yang pernah ke pulau Buru, menceritakan bahwa 2 hari sebelum pergerakan dipelopori , ia sudah
mendengar akan adanya pergerakan . Maka ia pun segera menemui Nyono, orang pertama PKI
Jakarta Raya, minta dengan sangat agar pergerakan dibatalkan. namun Nyono menjawab bahwa itu
sudah menjadi putusan yang tidak mungkin dirubah lagi.
sebab orang itu merasa dirinya memiliki kedudukan yang penting dan seharusnya ikut
menentukan dalam Partai, yeitu sebagai anggota CC, maka ia bertanya: Putusan siapa, sebab ia
sebagai anggota CC PKI tidak pernah merasa ikut merundingkan apalagi menyetujuinya.
783
saat Nyono akhirnya ditangkap dalam satu operasi pembersihan di sekitar percetakan Negara
Jakarta, ia diadili sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (MAHMILLUB) dan dijatuhi hukuman
mati.
Sebelum dieksekusi, Nyono ditahan di Rumah Tahanan Militer (RTM) jalan Budi Utomo Jakarta
dan kebetulan mantan anggota CC yang pernah memperingatkannya agar membatalkan
pelaksanaan „pergerakan 30 September itu, juga ditahan di tempat yang sama. sebab ia
mendengar bahwa eksekusi terhadap Nyono akan dilaksanakan besoknya, maka diperlukannya
menemui Nyono dengan cara sembunyi sembunyi, untuk menyampaikan berita sedih itu.
Nyono hanya menjawab bahwa ia belum lupa nasehat temannya ini, namun sekarang nasi sudah
menjadi bubur. Risikonya yaitu yang terpahit:
Menghadapi regu tembak, sesuai dengan vonnis yang dijatuhkan oleh MAHMILLUB.
pergerakan ini berakibat fatal bukan saja tidak memperoleh dukungan rakyat, namun juga
pelaksanaannya tidak lewat perencanaan yang akurat, sehingga yang tampil ke permukaan
hanyalah ketakaburan dengan menganggap bahwa pergerakan pasti berhasil. Sama sekali tidak
diperhitungkan kemungkinan gagal. maka , pergerakan ini secara militer sepenuhnya
avonturisme, menyimpang dari teori revolusi seperti yang dimaksudkan oleh pencetusnya.
Itulah sebabnya, sesudah Letnan Jenderal Soeharto menumpas pergerakan ini, hanya dalam tempo 5
hari seluruh kekutan inti pergerakan , sudah dihancurkan. PKI mundur dan hanya berusaha menolong
situasi dengan mengeluarkan pernyataan seolah olah mereka tidak terlibat dan apa yang terjadi
semata mata persoalan intern Angkatan Darat.
PKI mengeluarkan seruan kepada seluruh anggota dan simpatisannya agar memper tahankan
legalitas sambil waspada. Untuk mendukung prinsip ini, PKI menyerukan kepada anggota
anggotanya agar mendaftarkan diri di Front Nasional, satu seruan yang sebetulnya bunuh diri.
sebab ternyata, semua yang datang mendaftarkan diri, tak seorang pun lagi yang bisa kembali,
mereka langsung ditahan.
Dalam waktu yang relatif singkat, beribu ribu pengikut PKI sudah berada dalam tahanan dan
pergerakan perlawanan yang berarti, sudah tidak ada lagi. Di Yogyakarta dan Solo ada sedikit
perlawanan sebab D.N. Aidit berada di sana sesudah diterbangkan oleh pesawat AURI dari
Halim atas perintah Menteri/Panglima Angkatan Udara, Omar Dhani.
28 SEPTEMBER1965, Consentrasi pergerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), melangsungkan
resepsi penutupan kongresnya di Istana Olahraga (ISTORA) Senayan, dengan mengundang
sukarno dan beberapa Menteri untuk memberikan amanat.
Gedung yang bisa menampung 10.000 audience itu, penuh sesak oleh mahasiwa anggota CGMI
dan anggotaanggota pemuda seazas. Yel yel yang mereka teriakkan:
„Bubarkan HMI (Himpunan Mahasiwa Islam) yang dinamakan organisasi mahasiswa yang
mendukung MASYUMI, partai Islam yang sudah dibubarkan sebab dituduh terlibat
pemberontakkan PRRI di Sumatera Barat (1958). Itulah sebabnya CGMI menuntut juga agar
HMI dibubarkan. Seolah olah kongres ini diselenggarakan, terutama untuk menuntut
pembubaran HMI.
Biasa, jika sukarno diminta memberikan amanat, selalu didahului dengan sambutan
seorang atau dua orang menteri. Sebagai gongnya, barulah sukarno tampil.
pertama tampil Menteri Penerangan Ahmadi. namun ternyata suaranya tenggelam dalam
gemuruhnya yel yel yang menuntut pembubaran HMI. Audience tidak sabar dan minta Ahmadi
cepat cepat saja menyatakan mendukung pembubaran HMI.
sebab pidatonya terus diganggu oleh gemuruh yang berlebih lebihan, akhirnya ia hentikan
sesudah diam 10 menit menantikan redanya suara yang gemuruh, namun tidak juga berhenti.
Suasana terasa sekali sangat menekan.
Sesuai dengan acara, tampillah pembicara berikutnya, Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena,
berbicara berdasar keterangan saksi gayanya yang tidak agitatif. Ia dengan tenang dan jelas menyampaikan sikap
Pemerintah berkenaan dengan tuntutan pembubaran HMI.
Inilah kata kata Dr. Leimena:
„Pemerintah tidak memiliki niat untuk membubarkan HMI. HMI yaitu organisasi yang
nasionalistis, patriotik dan loyal kepada Pemerintah. Pemerintah banyak memperoleh dukungan
dari HMI dalam perjuangan melawan NEKOLIM „ .
Mendengar pernyataan Dr. Leimena yang sangat jelas itu, meski pun diucapkan dalam gaya
seorang pendeta, namun cukup mengejutkan. Suasana di seluruh tenahair waktu itu yang diciptakan
oleh PKI dan para pendukungnya, sepertinya memastikan bahwa HMI tengah malam itu dibubarkan.
Tibalah giliran sukarno menyampaikan amanatnya. Massa CGMI mengharapkan Bung
Karno berbicara lain. sukarno memulai pidatonya dengan mengatakan:
„Sebelum memulai pidato saya, saya ingin menyampaikan hal berikut ini.
Saudara saudara baru saja mendengar mengenai kebijaksanaan Pemerintah yang disampaikan oleh
Pak Leimena sebagai wakil Perdana Menteri II, mengenai kedudukan HMI. HMI tidak akan
dibubarkan. sebab saudara saudara sudah mendengar kebijaksanaan Pemerintah, mungkin
saudara saudara ingin juga merigemengetahui i sikap ketua Partai Komunis Indonesia , saudara Aidit. Dia
hadir pula sekarang di sini. Walau pun ia tidak tercantum dalam daftar yang akan berpidato tengah malam
ini, ada baiknya jika kita mendengar bagaimana sikapnya, sebelum saya melanjutkan dengan
pidato saya. Setuju ,
Tentu saja di jawab „setuju .
Maka Aidit pun berdiri mendampingi sukarno . Suaranya menggemuruh melalui pengeras
suara. Katanya: „jika Pemerintah tidak akan membubarkan HMI, maka janganlah kalian
berteriak teriak menuntut pembubaran HMI. Lebih baik kalian bubarkan sendiri saja. Dan jika
kalian tidak mampu melakukan itu, lebih baik kalian jangan pakai celana, namun tukar saja dengan
sarung .
Aidit meneruskan pidatonya dengan berkobar kobar dan akhirnya berkata kepada mahasiswa
mahasiswa komunis itu mengenai adanya pemimpin pemimpin palsu yang merampok uang rakyat
dan me melihara isteri empat sampai lima. 20)
20) Cuplikan pidato Wakil Perdana Menteri 11 Dr Leimena, pidato sukarno dan pidato
Aidit, dikutip dari rekaman Ganis Harsono yang dimuat dalam bukunya Cakrawala Politik Era
Sukarno, hal.202
Pidato Aidit ini betul betul satu tantangan dan juga satu komando yang menentang kebijaksanaan
Pemerintah. Pada waktu itu, PKI sudah memutuskan siap bertindak, namun rencana itu tidak segera
bisa diantisipasi oleh aparat keamanan Negara.
Dua hari lalu , terjadilah apa yang harus terjadi, seperti yang memang sudah direncanakan
oleh PKI. Peristiwa 28 September 1965 tengah malam di ISTORA, yaitu klimaks dari akumulasi
ketegangan politik yang sejak berbulan bulan sudah dirasakan dan akhirnya meletus lewat cara
antagonis dengan „pergerakan 30 September 1 965 .
Alasan mencetuskan G30S difokuskan pada melawan apa yang disebut „rencana Dewan Jenderal
hendak melakukan coup d etat terhadap Presiden Sukarno . Bukan mustahil bahwa
kebijaksanaan untuk tidak membubarkan HMI seperti yang dituntut oleh CGMI, juga dianggap
sebagai satu rangkaian dari rencana keberhasilan „Dewan Jenderal , padahal sikap itu sangat
jelas yaitu sikap sukarno dan Kabinet
Memang PKI sudah dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang G30S, makin
agresif dalam sikap dan tindakannya. Meski pun tidak langsung menyerang sukarno , namun
serangan yang sangat kasar contohnya terhadap apa yang disebut „kapitalis birokrat terutama
yang bercokol di perusahaan perusahaan negara, pelaksanaan UU Pokok Agraria yang tidak
menepati waktunya sehingga melahirkan „Aksi Sepihak dan istilah ;, „7 setan desa , dan
serangan serangan terhadap pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang dianggap hanya bertitik
berat kepada „kepemimpinan nya dan mengabaikan „demokrasi nya, yaitu pertanda
meningkatnya rasa superioritas PKI, sesuai dengan pernyataan nya yang menganggap bahwa
secara politik, PKI merasa sudah berdominasi. Dilupakannya bahwa seumpama benar dibidang
politik partai ini sudah berdominasi, namun dalam fakta sama sekali tidak berhegemoni,
sehingga anggapan berdominasi, tidak lebih dari satu ilusi.
sedang pergerakan 30 September 1965, secara politik dikendalikan oleh sebuah Dewan Militer
yang diketuai oleh D.N. Aidit dengan wakilnya Kamaruzzaman (Syam), bermarkas di rumah
sersan (U) Suyatno di komplek perumahan AURI, di Pangkalan Udara Halim. Sedang operasi
militer dipimpin oleh kolonel A. Latief sebagai komandan SENKO (Sentral Komando) yang
bermarkas di Pangkalan Udara Halim dengan kegiatan operasi dikendalikan dari gedung PENAS
(Pemetaan Nasional), yang juga instansi AURI dan dari Tugu MONAS (Monumen Nasional).
Sedang pimpinan pergerakan , yaitu letkol. Untung Samsuri.
berdasar keterangan saksi keterangan, sejak dipelopori nya pergerakan itu, Dewan Militer PKI mengambil alih semua
wewenang Politbiro, sehingga instruksi politik yang dianggap sah, hanyalah yang bersumber dari
Dewan Militer. namun sesudah nampak bahwa pergerakan akan mengalami kegagalan, sebab
mekanisme pengorganisasiannya tidak berjalan sesuai dengan rencana, maka dewan ini tidak
berfungsi lagi. Apa yang dikerjakan ialah bagaimana mencari jalan menyelamatkan diri masing
masing. Aidit dengan bantuan AURI, terbang ke Yogyakarta, sedang Syam segera menghilang
dan tak bisa ditemui oleh teman temannya yang memerlukan instruksi mengenai pergerakan
selanjutnya. Kolonel A. Latief yang juga gagal menemukannya, dengan terpaksa mencari jalan
penyelamatan sendiri.
Wishnu Djajeng Minardo, komandan pangkalan Halim saat meletusnya G30S dalam
percakapan dengan saya mengatakan, saat Bung Kamo pada tanggal 1 Oktober 1965 berada di
Halim, ia melihat Suparjo duduk di ubin sambil termenung. Wishnu memang mengenalnya.
Supardjo mengatakan kepadanya: „Kita sudah kalah . Ucapan Supardjo membuktikan dengan
jelas bagaimana perintah ceace fire dari sukarno , tidak bisa berarti lain kecuali bahwa G30S
memang tidak diketahui oleh Bung Kamo sebelum terjadi, oleh sebab itu ia menolak
memberikan dukungan, saat diminta oleh Supardjo.
pergerakan dimulai dengan sebuah apel lewat tengah tengah malam , sudah masuk tanggal 1 Oktober 1965,
sebab jarum jam menunjukkan pukul 02.00 pagi dengan berpangkalan di desa Lubang Buaya, di
luar Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah. Apel diikuti oleh semua pasukan yang sudah
disiapkan akan bergerak pagi buta itu menuju sasaran. misi pokoknya menangkap para Jenderal
yang dituduh tidak loyal kepada Presiden/ Panglima Tertinggi. Ternyata satu regu tidak hadir pula ,
yaitu yang ditentukan untuk sasaran Jenderal A. H. Nasution, kabarnya dari AURI.
namun ketidak hadir pula an regu itu, bukan sesuatu yang tidak bisa diatasi, sebab kemungkinan yang
demikian dalam pergerakan militer, selalu diperhitungkan. Regu cadangan selalu siap untuk setiap
saat mengambil alih misi pihak yang berhalangan. Regu cadangan yang dipimpin oleh letnan
Jahurup dari „Tjakrabirawa memiliki kelemahan, yang berhalangan. Regu cadangan yang
dipimpin oleh letnan Jahurup dari „Tjakrabirawa memiliki kelemahan, yaitu belum pernah
melakukan survey medan yang akan menjadi sasaran. Untuk sasaran lain, sudah disurvey oleh
masing masing regu yang bersangkutan.
Ternyata ketidak hadir pula an regu untuk sasaran Jenderal A.H. Nasution dan digantikan regu
cadangan yang tidak menguasai medan, berakibat fatal.
Sebelum regu regu sasaran bergerak dengan bantuan pasukan pendukungnya masing masing,
komandan memberikan pengarahan dan instruksi mengenai misi yang harus dilaksanakan, dan
menjelaskan alasan alasannya.
„misi ini yaitu misi mulia , kata komandan, sebagaimana ditirukan oleh seorang prajurit
yang ikut dalam apel itu. Perintahnya, agar para Jenderal yang sudah ditentukan dan fotonya
dibagikan kepada para komandan regu, harus dibawa untuk dihadapkan kepada
Presiden/Panglima Tertinggi, dalam kondisi hidup atau mati.
sebab ternyata 3 Jenderal dibawa dalam kondisi tidak bernyawa, maka diberikanlah alasan:
Mereka melakukan perlawanan!
Kolonel A. Latief di muka sidang MAHMILTI (Mahkamah Militer Tinggi) II Jawa Bagian Barat
yang mengadilinya, memberikan keterangan bahwa Letnan Kolonel Untung memberitahukan
kepadanya, para Jenderal diambil untuk lalu diserahkan kepada Presiden/Panglima
tertinggi. namun sesudah tiba dalam pelaksanaan, tidaklah seperti rencana semula, sebab tiga
Jenderal lainnya yang dibawa dalam kondisi hidup, lalu juga dibunuh. saat Latief minta
penjelasan mengenai hal ini kepada Untung, dijawab bahwa itu semua menjadi tanggung
jawabnya.
Kolonel Latief juga mengatakan bahwa Syam mengakui di muka sidang MAHMILTI yang
mengadilinya, bahwa dialah yang memerintahkan membunuh semua Jenderal yang dibawa
masih dalam kondisi hidup di Lobang Buaya.
Dikutip dari pembelaan kolonel A. Latief, hal. 94.
Pelaksanaan operasi seperti yang diuraikan di atas, sesuai dengan perintah komandan, semua
dilaksanakan tanpa ragu ragu. berdasar keterangan saksi ketentuan, Perintah Militer, baik tertulis mau pun lisan, nilainya sama. Jika ada yang belum jelas, harus ditanyakan pada saat perintah itu diberikan.
Sesudah itu, semua dianggap sudah jelas dan dipahami untuk langsung dilaksanakan. Jika ada
sesuatu keberatan, perintah harus dilaksanakan dahulu , baru alasan keberatannya diajukan kepada
komandan atasannya. Menyimpang dari prosedur ini, berarti pem bangkangan yang bersanksi
Hukuman Militer. Oleh sebab itu dilalu hari muncul masalah hukum, yaitu sesudah masalah G30S/PKI dinyatakan sebagai tindak makar yang diajukan ke sidang Pengadilan Militer, muncul pertanyaan: Apakah prajurit yang bertindak menjalankan perintah komandan atasan yang tidak bisa dibantah, harus ikut bertanggungjawab atas akibat tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan perintah komandan atasan itu, Bukankah jika perintah ini diingkari, berarti pelanggaran Sumpah Prajurit, yang juga akan memperoleh hukuman berat, Bukankah dalam hal ini, seharusnya yang
bertanggungjawab hanyalah komandan yang memerintahkan tindakan itu, Ada juga pendapat lain yaitu bahwa sesudah kejadian, semua prajurit yang terlibat, langsung dipecat dari dinas tentara, sebab dinyatakan sebagai pemberontak melawan kekuasaan yang sah. Oleh sebab itu, semua anggota yang terlibat, tidak terbatas pada komandan yang memerintahkan saja, semua anak buah harus dianggap sebagai hoofddader (pelaku utama). Argumentasi ini disangkal lagi dengan mengatakan bahwa perbuatan itu dilakukan masih dalam status mereka sebagai tentara resmi dan sebab nya semua dilakukan atas dasar misi . Mereka bergerak berdasarkan Perintah Militer, bagaimana mereka bisa disebut hoofddader,
Akhirnya, semua prajurit anggota regu sasaran divonnis, umumnya hukuman mati.
Waktu menyerbu rumah Jenderal A. H. Nasution, komandan regu (cadangan), tidak mengetahui
di mana persisnya letak rumah itu. Oleh sebab nya, rumah yang diserbu justru yang tidak ada
hubungan apa apa dengan misi yang harus dilaksanakan, yaitu rumah Wakil Perdana Menteri II
Dr. J. Leimena, yang kebetulan diselingi rumah lain dari rumah Jenderal A. H. Nasution.
sesudah menyadari terjadi kekeliruan, mereka segera menuju ke rumah Jenderal Nasution.
sebab sesudah pintu diketuk tidak dibuka, maka kunci pintu ditembak sehingga terbuka.
Sebelum pintu terbuka, ibu Nasution sudah menyuruh suaminya meninggalkan rumah, lewat
lubang angin terjun ke pekarangan Kedutaan Besar Irak yang berdampingan dengan rumahnya.
Meski pun kakinya terkilir saat melompat ke tanah, ia masih dapat berjalan dan
menyelamatkan diri mencari perlindungan. Suara tembakan masih terdengar dan sebuah peluru
nyasar mengenai putrinya, Ade Irma, yang sedang digendong ibunya.
lalu Ade Irma meninggal akibat tembakan itu.
enjelang Maghrib, Jenderal A. H. Nasution berhasil mencapai Markas KOSTRAD di jalan
Merdeka Timur dan bergabung dengan Pariglima KOSTRAD, Jenderal Soeharto, yang
sementara itu sudah mengambil langkah penumpasan terhadap pergerakan 30 September.
Adapun pergerakan 30 September yang dipimpin oleh Letkol Untung Samsuri, komandan batalyon
I Resimen Tjakrabirawa, sesudah berhasil mengambil para Jenderal, kecuali Jenderal A.H.
Nasution yang lolos, maka Brigadir Jenderal Suparjo dengan ditemani oleh Letnan Kolonel (U)
Heroe Atmodjo (deputy direktur bagian operasi khusus AURI), keduanya termasuk anggota
Presidium G30SlPKI, pada tanggal 1 Oktober pagi itu pergi ke Istama Merdeka, hendak
melaporkan kepada Presiden/Panglima Tertinggi apa yang sudah terjadi. Ternyata Presiden tidak
ada di Istana, dan keduanya pergi ke Halim, sesudah mengetahui Presiden ada di sana.
berdasar keterangan saksi keterangan kolonel Maulwi Saelan, Wakil Komandan Resimen Tjakrabirawa, pada tanggal 30 September 1965 pukul 19.00, Presiden menghadiri resepsi penutupan Musyawarah Nasional Kaum Teknisi negara kita di ISTORA Senayan sampai pukul 21.00. Saelan ma!am itu memegang tanggungjawab seluruh pengamanan Presiden, sebab komandan Tjakrabirawa Brigjen Sabur pergi ke Bandung dan tidak diketahui lagi apa urusannya. Yang dipekerjakan oleh Saelan mengamankan sekitar ISTORA ialah batalyon I Resimen Tjakrabirawa yang dipimpin langsung oleh komandannya, letkol Untung Samsuri. Saelan
mengatakan bahwa tengah malam itu ia sempat memarahi Untung sebab salah satu pintu ISTORA yang seharusnya ditutup, tidak diperintahkannya agar ditutup. Saelan memastikan bahwa pada tengah malam itu, ia selalu berada di dekat sukarno , sehingga tidak ada gerakgerik Presiden yang lepas dari pengamatannya. berdasar keterangan saksi ajudan Presiden Sukarno, kolonel (KKO) Bambang S. Widjarnako yang memberikan kesaksian didepan tugas pemeriksa, pada tanggal 30 September 1965 tengah malam pukul 22.00, Presiden menerima surat dari letkol Untung diserahkan oleh Sogol atau Nitri (anggota
Detasemen Kawal Pribadi) lewat kolonel Bambang yang langsung diserahkannya kepada Bung
Karno. sesudah menerima surat itu, sukarno berdiri dan pergi ke toilet yang diiringi oleh
Saelan, AKBP Mangil (Komandan Detasemen Kawal Pribadi) dan Bambang Widjarnako.
Diberanda muka, sukarno membaca surat itu, lalu memasukan ke dalam sakunya. Memori Jenderal Yoga, PT Bina Rena Pariwara, Jakarta 1990, hal. 173 Keterangan Bambang Widjarnako ini dibantah keras oleh kolonel Maulwi Saelan. Ia
memastikan, pada tengah malam itu sama sekali tidak ada adegan seperti yang diceriterakan oleh
Bambang Widjarnako, sebab Saelan sendiri sebagai penanggungjawab keamanan Presiden
tengah malam itu, tidak pernah jauh dari Presiden selama berada di Senayan sampai kembali ke Istana. Kesaksian Bambang Widjanarko dianggapnya sangat aneh dan direkayasa.
Keterangan yang direkayasa ini memperoleh imbalan, Bambang Widjarnako tidak ditahan dan
Saelan yang di depan pemeriksa membantah dengan tegas keterangan Bambang Widjarnako,
ditahan. Kolonel Maulwi Saelan menceritakan bahwa sesudah selesai acara di Senayan, Presiden
kembali ke Istana Merdeka. sebab tak ada lagi sesuatu yang perlu memperoleh perhatian dan
Presiden sendiri tidak memerintahkan agar Saelan tetap berada di Istana, maka pukul 24.00 ia
pamit kembali ke rumahnya di jalan Birah II, Kebayoran Baru. Pukul 01.00 ia tidur.
Pukul 05.15 Subuh, ia dibangunkan oleh deringan telepon dari Komisaris Besar Polisi Sumirat,
salah seorang ajudan Presiden, yang me nyampikan bahwa barusan diterima berita dari
Kornisaris Besar Polisi Anwas:
Tanumiharja dari KOMDAK Jaya, mengenai terjadinya penembakan di rumah Wakil Perdana
Menteri II Dr. J. Leimena dan di rumah Jenderal A.H. Nasution, duaduanya di jalan Teuku
Umar. Saelan menjawab, berita itu segera akan diceknya. 16 menit lalu , ia terima telepon lagi dari Sumirat yang memberitahukan bahwa disekitar Istana kelihatan banyak tentara yang tidak diketahui kesatuannya, disamping
menyampaikan bahwa penembakan juga terjadi di rumah Brigadir Jenderal Panjaitan. Menerima laporan yang bertubi tubi ini, Saelan mengatakan kepada Sumirat bahwa ia segera berangkat ke Istana. Sumirat minta agar mampir di rumahnya, agar bersama sama kesana. Selagi Saelan bersiap siap berangkat, tiba tiba datang Kapten Suwarno, komandan Kompi I Batalyon I Tjakrabirawa; yang saat itu kompinya sedang giliran misi menjaga Istana. Kapten Suwarno langsung menanyakan:
Presiden ada di mana,
Dilaporkan nya bahwa di sekitar Istana, banyak kesatuan tentara yang tidak dikenalnya. Saelan
sendiri menjawab bahwa ia tidak mengetahui persis dimana Presiden bertengah malam , sebab setengah malam saat ia meninggalkan Istana, sukarno ada di Istana. Oleh sebab itu ia perintahkan Kapten Suwarno agar mengikutinya bersama sama mencari dimana sukarno berada.
berdasar keterangan saksi Saelan, kebiasaan sukarno , jika tidak berada di Istana pada tengah malam hari, berarti ia bertengah malam di rumah salah seorang isterinya, di Grogol atau di Slipi.
Atas dasar keterangan inilah, maka Saelan ber sama Kapten Suwarno dan asisten asistennya
menuju Grogol, ke rumah Haryati. Ternyata sukarno tengah malam itu, tidak bertengah malam di situ. Lalu rombongan ini akan pergi ke Slipi, ke rumah isteri sukarno , Ratnasari Dewi, namun baru
sampai di jalan besar menuju Slipi (sekarang: jalan S. Parman), rombongan bertemu dengan jeep
Detasemen Kawal Pribadi yang dilengkapi dengan radio transmitter & receiver „Lorenz . Saelan
segera menanyakan, di mana posisi Presiden sekarang, Dijawab: Presiden ditambah pengawal sedang menuju Istana dari Slipi. Segera Kolonel Saelan mengadakan kontak dengan Mangil, Komandan Detasemen Kawal Pribadi melalui pembicaraan radio „Lorenz , yang menanyakan posisinya sekarang berada di mana. Dijawab, sudah membelok ke jalan Budi Kemuliaan, tidak jauh lagi dari Istana. Saelan memerintahkan agar jangan masuk Istana, sebab di sekitar Istana ada pasukan tentara yang tidak dikenal, agar iring iringan memutar di air mancur, lalu dibavva ke Grogol dahulu , di mana Saelan mengatakan, ia tetap menunggu ditempat itu.
Pukul 07.00 Presiden sampai di Grogol dan Saelan langsung melaporkan semua berita yang
diterima dari Komisaris Besar Sumirat. sukarno lalu bertanya dalam bahasa Belanda: „wat
wil je met me doen, saya mau dikemanakan, Dijawab oleh Saelan:„Sementara kita tunggu di
sini saja dahulu , Pak! Kami segera mencari keterangan ke luar, mengenai berita berita ini dan
menanyakan mengenai situasi . Pertanyaan sukarno : „wat wil je met me doen, , menunjukkan bahwa sukarno sama sekali belum mengetahui apa yang sudah terjadi. lalu Presiden berkata: „Kita tidak boleh lama berada di sini Jawab Saelan: „Memang betul, kami segera akan mencari tempat lain yang lebih aman . sesudah merundingkan dengan AKBP Mangil dan letnan kolonel Suparto (seorang staf ajudan Presiden), bagaimana sebaiknya menyelamatkan Presiden dalam situasi yang belum jelas ini, maka diputuskanlah tempat penyelamatan sementara, di rumah seorang kenalan Mangil di jalan Wijaya, Kebayoran Baru. Saelan langsung memerintahkan kepada Mangil agar segera mengirimkan beberapa anggota Detasemen Kawal Pribadi ke tempat ini , mengadakan persiapan. Di samping itu kolonel Saelan memerintahkan juga kepada letnan kolonel Suparto untuk mencari hubungan ke luar, dengan menghubungi PanglimaPanglima Angkatan bersenjata. Semua hubungan ini harus dikerjakan langsung, tidak bisa melalui telepon, sebab hubungan telepon dari Grogol putus.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Brigadir Jenderal Sunaryo dan Komisaris Besar Polisi
Sumirat (ajudan), datang juga ke Grogol, diantar oleh Inspektur polisi Djoko Suwarno.
Presiden Soeharto dalam Otobiografinya mengatakan bahwa pukul 06.00 pagi (1 Oktober
1965), letkol Sadjiiman atas perintah Panglima Kodam V Jaya, Umar Wirahadikusumah,
melaporkan bahwa di sekitar MONAS dan Istana, banyak pasukan yang tidak dikenalnya. „Saya
percepat merapihkan pakaian yang sudah kenakan, loreng lengkap, namun belum mengenakan
pistol, pet dan sepatu. Kepada letkol Sadjiman saya berkata bahwa saya sudah mendengar
mengenai adanya penculikan terhadap Pak Nasution dan Jenderal A. Yani dan PATI (Perwira
Tinggi) Angkatan Darat lainnya. Segera kembali saja dan laporkan kepada Pak Umar, saya akan cepat datang ke KOSTRAD dan untuk sementara mengambil pimpinan Komando Angkatan Darat.
Dengan segala yang sudah siap pada diri saya, saya siap menghadapi kondisi . Demikian tulis
Pak Harto. saat Pak Harto masuk Markas KOSTRAD, segera medapat laporan dari Piket bahwa orang terpenting, sukarno , tidak jadi ke Istana, namun langsung ke Halim Perdana Kusumah. Disebutkan, sukarno memakai kendaraan kombi putih, berputar di Prapatan Pacoran, di depan Markas Besar AURI. Piket menerima laporan telepon dari Intel yang sedang bertuga Jadi, Panglima KOSTRAD yang mengambil sendiri untuk sementara pimpinan Angkatan Darat,
sudah mengetahui apa yang terjadi sejak pukul 06.00 pagi, namun tidak disebutkan bahwa ia
berusaha menghubungi Presiden. Laporan yang disampaikan kepada Pak Harto mengenai perjalanan Presiden, berbeda dengan
keterangan Kolonel Siaelan yang mengikuti terus perjalanan itu sampai di Halim. Pukul 08.30 Letkol Suparto datang melaporkan bahwa ia hanya memperoleh kontak dengan Men/Pangau Omar Dhanidi Pangkalan Halim Perdana Kusumah. Panglima yang lain tidak berhasil ditemui. sebab dipertimbangkan bahwa di Halim ada pesawat Kepresidenan „Jet Star yang selalu standby dan setiap saat siap membawa bawa Presiden untuk penyelamatan jika
dianggap perlu, maka diputuskan sebaiknya Presiden dibawa ke Halim saja. Hal ini sesuai
dengan „Operating Standing Procedure (OSP) Resimen Tjakrabirawa yang menyebutkan bahwa
salah satu cara untuk menyelamatkan Kepala Negara bila situasi memerlukan, yaitu dengan
pesawat „Jet Star yang ada di Halim, disamping bisa juga dengan kapal laut Kepresidenan „R.l.
Varuna (Admiral Sloep) yang ada di Tanjung Priok atau jika darat dinaikkan pantser berlapis
baja anti peluru.
Kemungkinan kemungkinan itu dilaporkan oleh Saelan kepada Presiden dan Presiden
memutuskan: Pergi ke Halim saja. Saelan langsung memerintahkan kepada letkol Suparto agar
mengadakan persiapan di Halim.
Pukul 09.00 Presiden meninggalkan Grogol menuju Halim dan sampai disana pukul 09.30, di
sambut oleh Omar Dhani dan Leo Wattimena yang langsung membawa bawa nya ke ruangan Komando
Operasi. Kurang lebih pukul 10.00, datang Brigadir Jenderal Suparjo yang tadinya berusaha
menemui Preside n di Istana Merdeka. Ia memberikan laporan kepada Presiden, namun Saelan tidak
bisa mendengarkan dengan jelas pembicaraan antara Presiden dengan Brigjen Supardjo. Yang
kedengaran, hanya menyebut nyebut „Dewan Jenderal dan terjadinya korban saat menangkap
beberapa Jenderal.
Presiden lalu memerintahkan kepada ajudan, Komisaris Besar Sumirat, untuk memanggil
MEN/PANGAK (Menteri Panglima Angkatan Kepolisian), MEN/PANGAL (Menteri Penglima
Angkatan Laut) dan Panglima KODAM V Jaya, Umar Wirahadikusumah. Sekitar pukul 11.30
komandan Resimen Tjakbirawa brigadir Jenderal Sabur, baru muncul di Halim dari Bandung. Ia
minta laporan kepada kolonel Saelan, apa yang sudah terjadi dan disampaikan seperti apa yang
diuraikan di atas. Presiden juga memerintahkan memanggil Wakil Perdana Menteri II Dr J. Leimena ditambah Jaksa Agung Brigadir Jenderal Sutardio. Wakil Perdana Menteri I Dr. soebandrio sedang tourney ke Sumatera, dan Wakil Perdana Menteri III Dr. Chaerul Saleh selaku ketua MPRS belum kembali dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT), memimpin delegasi MPRS ke negara itu.
Apa yang dibicarakan oleh Presiden dengan semua pembesar yang dipanggil itu, tidak bisa
didengar oleh Saelan, sebab ia tidak boleh berada di ruangan pertemuan. Presiden lalu beristirahat di rumah Komodor Udara Susanto (pilot Jet Star) dan kolonel Saelan ikut ke rumah itu. Tidak lama lalu , datanglah Wakl Perdana Menteri II Dr. J.
Leimena dan Jaksa Agung Sutardio, yang lalu mengadakan pembicaraan dengan Presiden.
Apa yang dibicarakan, tidak bisa didengar oleh Saelan. Pukul 12.00 siang, Saelan mendengarkan siaran RRI dari radio transistor yang dipinjamkan oleh Komodor Udara Susanto, di mana diumumkan pengumuman letkol Untung selaku ketua pergerakan 30 September, mengenai pembentukan Dewan Revolusi dan pendemisioneran Kabinet. Pengumuman lewat RRI ini segera dilaporkan oleh ajudan senior dan komandan Resimen Tjakrabirawa Brigadir Jenderal Moh. Sabur kepada Presiden.
Tidak lama lalu , Sabur memberitahukan kepada Saelan bahwa Presiden/Panglima
Tertinggi ABRI mengangkat Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra sebagai Care Taker
MEN/PANGAD (Menteri Panglima Angakatan Darat). Ajudan Presiden, Kolonel (KKO)
Bambang Widjarnako, saat itu juga diperintahkan oleh Presiden memanggil Pranoto menghadap
ke Halim. namun sampai pukul 17.00, Pranoto belum juga muncul, sebab tidak diizinkan oleh
Panglima KOSTRAD Mayor Jenderal Soeharto yang sudah mengambil alih pimpinan Komando
Angkatan Darat.
Berdasarkan laporan laporan yang makin banyak masuk mengenai situasi, dan sesudah percaya
bahwa justru Presiden berada di sarang pergerakan 30 September, maka diusulkan agar Presiden
segera meninggalkan Halim menuju Istana Bogor.
namun Presiden ingin menunggu sampai kolonel (KKO) Bambang Widjarnako yang
diperintahkan mernanggi Pranoto datang dan menyampaikan juga hasil pembicaraannya dengan
Panglima KOSTRAD Mayor Jenderal Soeharto, yang atas kehendaknya sendiri sudah lebih dahulu
mengambil alih pimpinan Komando Angkatan Darat. sesudah Bambang Widjarnako datang, ia melaporkan bahwa Mayor Jenderal Soeharto sudah memberikan ultimatum kepada pasukan pusukan yang berada di sekitar Istana dan MONAS
untuk menyerahkan diri dan masuk KOSTRAD sebelum puku119.00.
sesudah menerima laporan itu, Presiden didesak agar segera saja berangkat ke Istana Bogor.
Sebelum itu puteriputeri Presiden yang masih berada di Istana Merdeka, dijemput dengan mobil
dibawa ke Halim. Mereka tiba pukul 17.30 dan segera diterbangkan oleh kolonel Udara
Kardjono dengan helikopter ke Bogor.
Pukul 22.30, Presiden keluar dari Halim menuju Istana Bogor, namun tidak lewat jalan raya biasa
Jakarta Bogor, me!ainkan melalui jalan tikus, yaitu lewat sela sela pohon karet. Mobil Presiden
Rl 1 dengan pengawalan seperti biasa keluar dari Halim melalui jalan raya, sehingga umum
mengira sukarno berada dalam mobil itu menuju ke salah satu tempat. Yang mengetahui
jika sukarno dengan kendaraan lain mengambil jalan belakang pergi ke Bogor, hanyalah
para pengawal yang dipekerjakan khusus untuk keperluan itu.
Sementara itu kolonel Saelan memerintahkan seorang anggota Detasemen Kawal Pribadi
melaporkan kepada Mayor Jenderal Soeharto bahwa Presiden sudah menuju Bogor.
Pukul 23.45 iring iringan Presiden tiba di Istana Bogor dengan selamat.
Pukul 24.00 Kolonel Saelan menerima telepon dari Mayor Jenderal Soeharto yang menanyakan
perjalanan Presiden dan segera saja dilaporkan bahwa Presiden sekarang sudah berada di Istana
Bogor dalam kondisi selamat. Sesudah itu kolonel Saelan menghubungi Mayor Jenderal Ibrahim
Adjie, Panglima KODAM Vl/Siliwangi dengan telepon, melaporkan bahwa Presiden sekarang
berada di Istana Bogor, yang masuk wilayah kekuasaan KODAM Vl/Sillwangi.
Sementara itu Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra yang diangkat oleh Presiden menjadi
Care TÃ ker MEN/PANGAD, tidak berhasil memenuhi panggilan Presiden agar datang ke
Halim, sebab ada yang mencegah. kemudian ia mengeluarkan pernyataan tertulis dan
ditandatanganinya, sekitar peristiwa yang dialaminya, mau pun yang diketahui nya, mengenai
pergerakan 30 September 1965 yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965.
Urut urutannya sebagai berikut:
1. Pada tanggal 1 Oktober 1965, kurang lebih pada pukul 06.00, pada saat Pranoto sedang mandi,
datanglah Brigadir Jenderal dr.Amino (Kepala Departemen Psychiatri Rumah Sakit Gatot
Soebroto) yang memberitahukan diculiknya Letnan Jenderal A. Yani ditambah beberapa Jenderal
lainnya, oleh sepasukan bersenjata yang belum , dikenal, sedang nasib para Jenderal itu belum
diketahui . Sesudah mandi, Pranoto segera berangkat ke MBAD (Markas Besar Angkatan Darat)
dengan mengenakan pakaian dinas lapangan.
2. Setibanya di MBAD dan sesudah menampung berita dari beberapa sumber, maka oleh sebab
saat itu hanya dia dari antara perwira perwira tinggi lainnya (yang ada di MBAD) yang
berpangkat senior, maka ia segera mempelopori mengadakan rapat darurat dengan para Asisten
MEN/PANGAD atau wakilnya yang pada saat itu hadir pula di MBAD, yaitu para pejabat teras Staf
Umum Angkatan Darat, mulai dari Asisten I MEN/PANGAD sampai Asisten Vll termasuk Irjen
P.U. dan pejabat Sekretariat. sesudah menampung beberapa laporan dan keterangan dari sumber
sumber yang dapat dipercaya, maka rapat menyimpulkan:
Secara positif Letnan Jenderal A. Yani ditambah 5 Jenderal lainnya, sudah diculik oleh sepasukan
penculik yang pada saat itu belum dapat dikenal secara nyata. Oleh sebab itu rapat memutuskan
menunjuk Mayor Jenderal Soeharto, Panglima KOSTRAD, agar bersedia mengisi pimpinan
Angkatan Darat yang vacuum. Melalui kurir khusus, keputusan rapat disampaikan; kepada
Mayor Jenderal Soeharto di MAKOSTRAD pagi Itu juga.
3. lalu Pranoto menerima laporan dari seorang perwira Menengah MBAD (namanya lupa)
yang mengatakan bahwa berdasar keterangan saksi siaran RRI, 25) dirinya ditunjuk oleh Presiden/ PANGTI untuk
menjabat sebagai Care Taker MEN/PANGAD. Oleh sebab hal itu baru merupakann berita,
maka Pranoto tetap tinggal di Pos Komando MBAD untuk menunggu perintah lebih lanjut.
25) berdasar keterangan saksi keterangan lain, bukan RRI yang menyiarkan berita itu, namun Radio AURI
4. Sesudah Pranoto menerima berita mengenai penunjukannya menjabat Care Taker
MEN/PANGAD, maka berturur turut datang utusan dari Presiden/PANGTI yang memanggilnya
agar datang menghadap ke Halim, yaitu:
Pertama: Letnan Kolonel Infantri Ali Ebram, Kepala Seksi I Staf Resimen Tjakrabirawa.
Kedua: Brigadir Jenderal Sutardio, Jaksa Agung, bersama Brigadir Jenderal Soenarjo, Kepala
Reserse Pusat Kejaksaan Agung.
Ketiga: Kolonel (KKO) Bambang Widjarnako, Ajudan Presiden/ PANGTI.
Semuanya menyampaikan perintah Presiden/PANGTI agar menghadap ke Halim.
Oleh sebab Pranoto merasa sudah terlanjur masuk dalam hubungan Komando Taktis di bawah
Mayor Jenderal Soeharto, maka ia tidak bisa secara langsung menghadap Presidenl PANGTI
tanpa izin Mayor Jenderal Soeharto sebagai pengganti pimpinan Angkatan Darat saat itu.
Atas dasar panggilan dari utusan utusan Presiden/PANGTI, Pranoto pun berusaha memperoleh
izin dari Mayor Jenderal Soeharto. namun Mayor Jenderal Soeharto melarangnya
menghadap, dengan alasan bahwa Mayor Jenderal Soeharto tidak berani meriskir kemungkinan tambahnya korban Jenderal lagi, jika dalan kondisi sekalut itu pergi menghadap
Presiden/PANGTI Pranoto mentaati perintah itu dan tetap tinggal di MBAD.
5. Pada tengah malam harinya sekira pukul 19.00 Pranotc dipanggil oleh Jenderal A.H. Nasution,
Kepala Staf Angkatan Bersenjata, agar datang ke Markas KOSTRAD untuk menghadiri rapat.
Selain Jenderal A. H. Nasution hadir pula juga Mayor Jenderal Soeharto, Mayor Jenderal Mursyid, Mayor Jenderal Satari dan Brigadir Jenderal Umar Wirahadikusumah, Panglima KODAM
V/Jaya. Jenderal A.H. Nasution secara resmi menjelaskan bahwa mulai hari ini (1 Oktober 1965) Mayor Jendera Pranoto Reksosamodra ditunjuk oleh Presiden/PANGT sebagai Care Taker
MEN/PANGAD dan menanyakar bagaimana pendapat Pranoto secara pribadi. Pranoto menjawab bahwa ia belum menerima pengangkatannya secara resmi, hitam di atas putih. Oleh sebab itu berpendapat, sebelum ada pengangkatan resmi yang tertulis entah nantinya siapa di antara kita yang akar diangkat, lebih baik kita menaruh perhatian dalam usaha menertibkan
kembali kondisi darurat waktu itu, yang ditangani langsung oleh Panglima KOSTRAD, Mayor
Jenderal Soeharto, yang juga kita percayakan untul sementara menggantikan Pimpinan Angkatan
Darat.
namun mengingat saat itu ada suara dan kesan dari media massa yang memuat berita berita
adanya usaha menentang keputusan Presiden/PANGTI mengenai penunjukkan Pranoto sebagai
Care Taker MEN/PANGAD, maka oleh Jenderal A.H. Nasution ia diminta agar pada tanggal 2
Oktober 1965 pagi, mengadakan wawancara pers, yang direncanakan tempatnya di Senayan.
Pranoto bersedia.
6. Tanggal 2 Oktober 1965, menjelang waktu Pranoto akan mengadakan wawancara pers, tiba
tiba Mayor Jenderal Soeharto dan Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra memperoleh penggilan
dari Presiden/PANGTI yang saat itu sudah meninggalkan Pangkalan Udara Halim dan
menempati Istana Bogor.
Oleh sebab itu, wawancara pers dengan terpaksa ditunda. Mayor Jenderal Soeharto bersama Mayor
Jenderal Pranoto Reksosamodra ditemani Brigadir Jenderal Soedirgo (Direktur Polisi Militer)
segera berangkat ke Bogor menghadap Presiden/PANGTI.
Di Istana Bogor diadakan rapat, di mana hadir pula juga wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena,
MEN/KASAL Martadinata, MEN/PANGAU Omar Dhani, MEN/PANGAK Soetjipto
Yudodihardjo, Mayor Jenderal Mursyid, Menteri M. Yusuf dan beberapa Menteri lagi.
Hasil rapat, Presiden/PANGTI memutuskan bahwa pimpinan Angkatan Darat langsung dipegang
oleh PANGTI, sedang Mayor Jenderal Soeharto diperintahkan untuk menjalankan misi
operasi militer dan Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra dipekerjakan sebagai Care Taker
MEN/PANGAD dalam urusan sehari hari (dayly duty).
7. Tanggal 14 Oktober, sesudah melalui beragam proses kejadian, maka Mayor Jenderal
Soeharto diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat dengan membentuk susunan stafnya
yang baru. Pranoto menjadi Perwira Tinggi yang diperbantukan pada KSAD.
8. Tanggal 16 Februari 1966, atas perintah KSAD Mayor Jenderal Soeharto, Pranoto ditahan di
Blok F Kabayoran Baru, dengan tuduhan terlibat dalam G30S/PKI Penahanan itu berdasarkan
Surat Perintah Penangkapan, Penahanan No. 37/2/1966, tanggal 16 Pebruari 1966.
9. lalu terjadi perubahan status penahanan dari Ketua Team Pemeriksa Pusat, dalam Surat
Perintahnya No. Print. 018/TP/3/1966, ia memperoleh penahanar rumah mulai tanggal 7 Maret 1966.
10. Dengan Surat Perintah Penangkapan/Penahanan No.Print.
212/TP/I/1969, Pranoto ditahan di INREHAB Nirbaya, tetap dalam tuduhan yang sama.
11. Dengan Surat Keputusan Menteri HANKAM Panglima ABRI yang termuat dalam keputusan
No Kep./E/645/ll/1970 tertanggal 20 Nopember 1970 yang ditandatangani oleh Jenderal
M.Panggabean,
Pranoto mulai dikenakan schorsing dalam statusnya sebaga anggota Angkatan Darat yang diikuti
pada bulan Januar 1975, tidak lagi menerima gaji schorsing dan penerimaar lainnya. Sedang
Surat Pemberhentian atau pun Pemecatan secara resmi dari keanggotaan Angkatan Darat, tidak
pernah diterimanya.
sesudah mengalami semua perlakuan di atas, akhirnya berdasarkan Surat Keputusan Panglima
Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (KOPKAMTIB) No. SKEP
/04/KOPKAM/I/1981, dalam pelaksanaannya oleh Kepala TEPERPU dengan Surat Perintah No.
SPRIN/481 atau II/1981 atau TEPERPU, Pranoto Reksosamodra dibebaskan dari tahanan terhitung mulai
tanggal 16 Pebruari 1981. Jadi masa penahanannya berlangsung selama 15 tahun , yaitu dari 16
Pebruari 1966 sampai 16 Pebruari 1981.
Selama dalam masa penahanan, Pranoto mengatakan tidak pernah mengalami pemeriksaan
melalui proses dan pembuatan Berita Acara yang resmi. Ia hanya mengalami interogasi secara
lisan yang dilakukan oleh Team Pemeriksa dari TEPERPU pada tahun 1970 dan sesudah itu
tidak pernah diinterogasi lagi, sampai akhirnya dibebaskan.
saat saya menemui dia di rumahnya yang sangat sederhana di daerah Kramatjati, dengan
mantap ia mengatakan: „Ya, saya harus berani menelan pil yang sepahit ini dan harus juga berani
membaca fakta dalam hidup yang sudah menjadi suratan Takdir .
la tidak direhabilitasi dan tidak juga menerima pensiun sampai wafatnya.
sedang pimpinan pergerakan 30 September sesudah mengetahui tidak ada dukungan massanya
sendiri seperti yang dijanjikan oleh Syam dalam rapat dengan kelompok „Perwira Maju
terhadap pergerakan mereka, menjadi panik dan kocar kacir.
Desas desus bahwa PKI akan mengerahkan 1 juta massanya menguasai jalan jalan di Jakarta,
sesudah pergerakan dimulai, sama sekali tidak terbukti. Massa PKI malah ketakutan sesudah melihat
reaksi ABRI dan massa rakyat lainnya, yang sangat cepat mengutuk pergerakan ini dan mulai
dengan pembakaran gedung gedung PKI dan organisasi organisasi yang berafiliasi dengan PKI.
Usaha G30S untuk memperoleh dukungan dari Presiden Sukarno lewat Brigadir Jenderal Supardjo
yang menghadap ke Halim, tidak berhasil. Presiden malah memerintahkan kepada Supardjo
agar menghentikan semua operasi militer dan mencegah terjadinya pertempuran.
Ultimatum Panglima KOSTRAD kepada pasukan yang mengepung Istana dan yang berada di
sekitar Taman MONAS agar menyerah sebelum pukul 19.00, ditaati.
Mereka segera masuk komplek KOSTRAD sebelum batas waktunya berakhir, kecuali sebagian
anggota batalyon 454/Diponegoro dengan membawa bawa senjata berat, terlanjur menuju Pangkalan
Udara Halim, sebab ada permintaan dari SENKO untuk membantu AURI menahan
kemungkinan serangan RPKAD. namun juga mereka mentaati perintah
PANGKOSTRAD agar menyerah.
Pasukan pasukan yang menyerah itu terdiri dari Batalyon 530/Brawijaya dan Batalyon
454/Diponegoro, Kedua Batalyon didatangkan ke Jakarta masing masing berdasarkan perintah
dengan radiogram tanggal 19 September 1965 No.T.220/9 dan 21 September 1 965 No.T.239
oleh PANGKOSTRAD yang memerintahkarn pemberangkatan dengan seluruhnya membawa bawa , perlengkapan tempur garis I dan sudah harus berada di Jakarta pada tanggal 28 September 1965. sesudah Untung mengumumkan lewat RRI tujuan pergerakan nya, dan mengumumkan juga susunan
Dewan Revolusi dan men demisionerkan Kabinet Dwikora, namun mengetahui juga
bahwa pengangkatan Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra sebagai Care Taker
MEN/PANGAD tidak bisa direalisasi, padahal dialah satusatunya harapan sesudah sukarno
menolak mem berikan dukungan kepada G30S/PKI, maka ia pun menghilang dan tidak
memperdulikan lagi anak buahnya yang sudah berantakan dalam kondisi tanpa pimpinan.
dengan terpaksa mereka melakukan„longmarch ke Jawa Tengah di bawah pimpinan letnan Dul Arip.
namun Dul Arip sendiri dengan beberapa pengawalnya, memisahkan diri dari pasukan, namun
kabarnya disergap oleh ABRI di daerah Cilacap dan tewas dalam penyergapan itu.
sedang anggota anggota „Tjakrabirawa lainnya, berusaha melanjutkan perjalanan ke
Semarang untuk bergabung dengan teman teman mereka di sana, namun baru sampai di daerah
Brebes, sudah dihadang oleh pasukan yang setia kepada Pak Harto dan digiring kembali ke
Jakarta untuk dimasukkan tahanan di Rumah Tahanan Khusus Salemba. Akhirnya pergerakan 30 September 1965 hanya bisa dinilai tidak lebih dari suatu avonturisme militer yang menculik 6 Jenderal lalu membunuhnya. Sedang pendukung politik di belakangnya, PKI, tidak lebih dari pelaku petualangan politik yang berakibat runtuhnya struktur kenegaraan yang ada dan sekaligus kepemimpinan sukarno . Letkol. Untung sendiri berdasar keterangan saksi laporan pers, berusaha menyelamatkan diri ke Jawa Tengah, dengan berpakaian preman naik bus dari Jatinegara, untuk bergabung dengan teman temannya di sana. G30S Jawa Tengah, terutama Yogyakarta dan Solo, masih sempat berkuasa beberapa hari,
bahkan di Yogyakarta berhasil menculik kolonel Katamso, komandan KOREM di sana dan
membunuhnya. namun sial, dalam perjalanan dengan bus itu, ia melihat dalam bus ada beberapa anggota tentara yang berdasar keterangan saksi perasaannya, selalu memperhatikan dia dan dikiranya hendak menangkapnya. Maka sebelum terjadi apa apa, ia pun meloncat dari bus yang sedang melaju ke jurusan Tegal,
dan sekali lagi sial menimpanya, ia menghantam tiang telepon sehingga kesakitan. Rakyat yang melihat kejadian ini, mengira ada copet meloncat dari bus, oleh sebab itu mereka
ramai ramai hendak mengeroyok nya. dengan terpaksa lah Untung berterus terang bahwa ia bukan pencopet melainkan Letnan Kolonel Untung dari „Tjakrabirawa . Rakyat curiga, lalu
menyerahkannya kepada tugas keamanan untuk mengurusnya lebih lanjut. Ia segera
diserahkan kepada CPM setempat dan sesudah mengusut seperlunya, langsung membawa bawa nya ke Jakarta dengan panser yang akhirnya dimasukkan blok isolasi di Rumah Tahanan Khusus Salemba (Blok N), dalam kondisi tangannya diborgol dan kakinya dirantai.
Presiden Soeharto dalam Otobiografinya mengatakan bahwa pergerakan 30 September 1965 yang dipimpin oleh Letkol. Untung Samsuri, bukan sekedar pergerakan yang menghadapi Angkatan Darat dengan alasan untuk menyelamatkan Presiden Sukarno, namun memiliki tujuan yang lebih jauh, yaitu ingin menguasai Negara secara paksa atau gerakan gerakan . Pasukan RPKAD segera disiapkan untuk menguasai kembali RRI yang dipakai oleh G30S
menyiarkan pengumumannya dan Pusat Telkom (Kantor Telepon) yang juga mereka kuasai.
Pukul 15.00 sore 1 Oktober 1965, di ruangan KOSTRAD dibuatkan rekaman pidato Pak Harto
untuk siaran di RRI, jika pemancar itu sudah dikuasai kembali. Rekaman memakai tape
recorder besar. Brigadir Jenderal Ibnu Subroto, Kepala Pusat Penerangan Angkatan Darat dan
Brigadir Jenderal Sucipto, SH., dari KOTI melihat nya. Menjelang senja, kira kira pukul setengah enam, muncullah Jenderal A.H. Nasution di
KOSTRAD, sesudah ia lolos dari penculikan pasukan G30S. Ia dalam kondisi pincang dan
memakai tongkat. Sejurus lewat Magrib, satuan RPKAD berangkat menyerang RRI dan Telkom, masing masing dipimpin kapten Heru dan kapten Urip. Kolonel Sarwo Edhie, Komandan RPKAD menunggu di halaman KOSTRAD. Setengah jam lalu diterima laporan jika kedua sasaran itu sudah
dikuasai kembali sepenuhnya tanpa perlawanan dan tak sebutir peluru pun dilepaskan. Anak
buah Untung sudah melarikan diri. (berdasar keterangan saksi keterangan lain, mereka sebelumnya memang sudah
menarik pasukannya dari RRI).
Lalu Brigjen Ibnu Subroto dengan beberapa pengawal menuju RRI membawa bawa rekaman pidato
Pak Harto. Sebelum berangkat, Ibnu Subroto mengucapkan „Bismillah dengan agak keras.
Maka pukul 19.0 tepat (tengah malam ), siaran pidato Pak Harto dikumandangkan lewat RRI. Bunyinya
sebagai berikut:
„Para pendengar sekalian di seluruh tanahair, dari Skakak sampai Merauke.
Sebagaimana sudah diumumkan, maka pada tanggal 1 Oktober 1965 yang baru lalu, sudah terjadi
di Jakarta suatu peristiwa yang dilakukan oleh suatu pergerakan kontra revolusioner, yang
menamakan dirinya „pergerakan 30 September . Pada tanggal 1 Oktober 1965, mereka sudah
menculik beberapa Perwira Tinggi Angkatan Darat, ialah : Letnan Jenderal A. Yani, . Mayor Jenderal Soeprapto, . Mayor Jenderal S Parman,
. Mayor Jenderal Haryono M.T., . Brigadir Jenderal D.l. Panjaitan, . Brigadir Jenderal Soetojo Siswomihardjo. Mereka sudah dapat memaksa dan memakai studio RRI Jakarta untuk keperluan penteroran mereka. Dalam pada itu perlu kami umumkan kepada seluruh rakyat negara kita , baik di dalam
mau pun di luar negeri bahwa P.Y.M. Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata
R.l./Pemimpin Besar Revolusi sukarno dan Yang Mulia MENKO HANKAM/KASAB,
dalam kondisi aman dan sehat wal afiat.
Para pendengar sekalian.
Kini situasi sudah dapat kita kuasai, baik di pusat mau pun di daerah daerah. Dan seluruh
slagorde Angkatan Darat ada dalam kondisi kompak bersatu.
Untuk sementara pimpinan Angkatan Darat kandii pegang.
Antara Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Kepolisian Rl, sudah ada saling
pengertian, bekolaborasi dan kebulatan tekad penuh, untuk menumpas perbuatan kontra
revolusioner yang dilakukan oleh apa yang menamakan dirinya „pergerakan 30 September .
Para pendengar sebangsa dan setanahair yang budiman, Apa yang menamakan dirinya „pergerakan
30 September sudah membentuk apa yang mereka sebut „ Dewan Revolusi Indonesia . Mereka
sudah mengambil alih kekuasaan Negara atau umum nya disebut coup dari tangan Paduka Yang
Mulia Presiden/ Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi sukarno dan
melemparkan Kabinet Dwikora ke kedudukan demisioner, di samping mereka sudah menculik
beberapa Perwira Tinggi Angkatan Darat.
Para pendengar sekalian,
maka jelaslah bahwa tindakan tindakan mereka itu kontra revolusioner yang harus
diberantas sampai ke akar akarnya. Kami percaya , dengan bantuan penuh dari massa rakyat yang
progresif revolusioner, pergerakan kontra revolusioner 30 September, pasti dapat kita
hancurleburkan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pasti tetap
jaya dibawah pimpinan PYM Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/ Pemimpin Besar Revolusi kita
yang tercinta sukarno .
Diharap masyarakat tetap tenang dan tetap waspada, siap siaga dan terus memanjatkan do´a kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, semoga PYM Presiden/ Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin
Besar Revolusi sukarno terus ada dalam lindunganNya. Kita pasti menang sebab kita tetap berjuang atas dasar Pancasila dan diridoi Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian Pak Harto yang mengemukakan juga dalam Otobiografinya bahwa tengah tengah malam 1 Oktober 1965, ia perintahkan RPKAD dengan kekuatan 5 kompi kurang lebih 600 personil,
bergerak menuju Halim Perdanakusumah lewat Klender, dan menguasai lapangan terbang itu
dengan sedikit pertempuran. Dari RPKAD seorang yang gugur dan AURI 2 orang. Sebetulnya secara rasional tidak ada kondisi yang memaksa PKI melakukan coup d etat , sebab partai ini sendiri sudah duduk dalam Pemerintahan, mulai dari Kabinet sampai ke tingkat daerah. Malahan M.H. Lukman, seorang wakil ketua PKI, dalam sebuah bukunya menulis bahwa PKI secara politik sudah
berdominasi. Mudah dipahami mengapa sukarno mengatakan bahwa PKI dengan tingkahnya ini, benar benar sombong . Bahkan berbagai pengamat luar negeri yang tidak bisa memahami mengapa PKI bersikap sebodoh itu, menganggap
bahwa bukan mustahil pimpinan partai ini kesusupan agen agen provocateurs yang berhasil
menciptakan sesuatu yang „ready made dan bekerja dengan kecerdikan yang prima Prof. Dr.
W.F. Wertheim dalam interviunya dengan mingguan Belanda „De Nieuwe Linie 8 April 1976
mencatat beberapa kecurigaan termasuk kecurigaannya terhadap peranserta Letkol Untung dan Brigjen Supardjo, dua tokoh penting dalam peristiwa coup d etat ini . PKI duduk dalam Kabinet dengan 4 Menterinya, yaitu Aidit, Lukman, Nyoto dan Ir. Setiadi. jika memang akan ada usaha coup d etat dari „Dewan Jenderal seperti yang dituduhkan oleh G30S/PKI, dapat dipastikan bahwa kewibawaan sukarno dan kekuasaan Pemerintah, di tambah dengan bantuan massa PKI yang militan dan massa PNI yang setia kepada sukarno , akan mampu mengatasinya. Apalagi sudah dapat dipastikan bahwa dalam usaha coup seperti yang terjadi pada 17 Oktober 1952, pihak ABRI tidak akan kompak. Pengalaman sepanjang
sejarah kemerdekaan kita, mulai dari peristiwa 3 Juli 1946 (Persatuan Perjuangan) sampai
peristiwa PRRI/PERMESTA, siapa saja yang mendahului mengadakan pergerakan seperti itu,
pasti dapat di tumpas. Sebelum G30S, memang PKI sudah memperlihatkan sikap sikap yang ekstra agresip, namun sikap politiknya secara umum tetap menunjukkan komitmen yang kuat mendukung Pemerintah dan politik sukarno sebagai pemimpin bangsa. Sejak 1954 PKI memperlihatkan sikap yang positip dengan menurunkan semua gerombolan
bersenjatanya yang selama ini beroperasi dari gunung gunung dan hutanhutan, seperti MMC
(Merapa Merbabu Complex) di Jawa Tengah, BSA (Barisan Sakit Ati) dan Pasukan Siluman di
Jawa Barat dan di beberapa daerah lainnya lagi di luar Jawa. maka , PKI sebetulnya
sudah menempuh langkah untuk melucuti dirinya sendiri.
Penurunan gerombolan bersenjata ini, didahului dengan satu per nyataan dari D.N. Aidit bahwa
tidak mungkin mengkombinasikan perjuangan bersenjeta di satu pihak dengan perjuangan legal
parlementer di pihak lain. PKI sudah menentukan sikap, hanya menempuh perjuangan secara
legal parlementer.
Juga Aidit sudah minta kepada SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh negara kita ) yang
berafiliasi dengan PKI, agar sedapat mungkin mencegah terjadinya pemogokan kaum buruh,
senjata yang biasanya dipakai oleh PKI sebagai alat politik untuk menekan Pemerinah.
maka , PKI sudah diarahkan menempuh perjuangan legal parlementer seperti partai
partai komunis di India dan Eropa Barat.
Ini semua yaitu keberhasilan taktik yang diterapkan oleh sukarno dalam usaha nya
menjinakkan PKI untuk menggalang persatuan dan menciptakan stabilitas nasional, meski pun
cara yang ditempuh oleh sukarno itu tidak bisa diterima oleh pihak lain yang a priori anti
komunis. namun PKI terus berkembang.
sedang cepat berkembangnya PKI tidak semata mata seperti apa yang dikemukakan oleh
Jenderal Yoga Sugomo dalam memorinya, yaitu sebab militansi pendukungnya dan tidak
sempatnya dituntaskan peberontakkan PKI di Madiun, sebab 3 bulan lalu (19 Desember
1948), kita sudah harus meng hadapi agresi militer Belanda ll, sehingga situasi kacau itu di
manfaatkan oleh PKI dengan cepat sekali melakukan konsolidasi. 27) Secara objektif perlu
dicatat, Amerika dan sekutu Baratnya, juga turut memhesarkan PKI, sebab sikap mereka yang
memihak Belanda dalam sengketa Irian Barat dengan negara kita . Amerika dan negara negara
Barat menolak menjual senjata kepada negara kita untuk membebaskan Irian Barat, memicu
sukarno tidak memiliki pilihan lain kecuali berpaling kepada Uni Sovyet yang komunis.
27) Memori Jenderal Yoga, hal. 74.
Kompensasinya, sangat masuk akal bahwa sukarno menolak tuntutan Konperensi
Palembang 4 September 1957 yang diseleng garakan oleh Dewan Gajah dari Sumatera Utara,
Dewan Banteng dari Sumatera Barat, Dewan Lambung Mangkurat dari Kalimantan Selatan,
PERMESTA dari Sulawesi, Front Pemuda Sunda dari Jawa Barat dan beberapa Panglima, yang
menghendaki agar PKI dilarang dengan undang undang. H. Ahmad Muhsin, perang Tipu Daya antara Bung Kamo denga, tokoh komunis.
Golden Troyan Press, Jakarta 1969, hal. 28.
Mana mungkin negara negara sosialis yang dipimpin oleh Uni Sovyet mau memberikan bantuan senjata, jika PKI dilarang.
namun dalam Pelengkap Nawaksara yang disampaikan oleh Presiden Sukarno di muka sidang MPRS 10 Januari 1967, dikatakan bahwa salah satu sebab terjadinya G30S, ialah sebab
sombong an pemimpin pemimpin PKI. Presiden tidak merinci bentuk sombong an PKI itu, namun
lalu jelas dari beberapa hasil penelitian bahwa sebetulnya D.N. Aidit terperang kap dalam
strategi „Biro Ketentaraan yang dibentuk oleh Politbiro PKI yang dipimpinnya sendiri, namun
sehari hari oleh Kamaruzzaman alias Syam, tokoh yang berperanserta mata mata kembar 29) yang
memiliki jaringan luas. Mingguan „TEMPO yang terbit di Jakarta contohnya , mengutip studi yang dilakukan oleh pakar negara kita di Cornell University, seperti Benedict R. Anderson dan Ruth McVey yang dikenal dengan nama Cornell Paper (1966) mengatakan bahwa pergerakan 30 September itu, tadinya yaitu
persoalan dalam tubuh Angkatan Darat, namun pada saat saat terakhir ada usaha memancing
agar PKI ikut terseret. Berbagai tulisan lain yang dikutip, contohnya dari Prof. Dr. W.F.
Wertheim yang berjudul „Soeharto and Untung Coup The Missing Link (1970) dan Prof. Dale
Scott dari California University (1984), menunjuk peranserta CIA dalam pergerakan ini. Sebaliknya Dr. Anthonie C.A. Dake dalam bukunya In The Spirit of The Red Banteng, justru; menuduh Bung
Karno sebagai dalang pergerakan 3Q September, berdasarkan pengakuan dalam Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) KOPKAMTIB terhadap ajudan Presiden Sukarno, kolonel (KKO) Bambang
S. Widjarnako. Juga John Hughes dalam bukunya The End of Sukarno (1967) menyimpulkan
demikian.Yang mengejutkan, justru ada seorang pengacara di. Jakarta Sunardi, SH., tanggal 10 desember 1981 mengirimkan surat kepada 500 alamat pejabat tinggi termasuk Presiden Soeharto, menuduh Presiden Soeharto terlibat G30S/PKI, satu tuduhan yang dinilai tidak logis, sebab Pak Hartolah orang pertama yang bertindak dalam kedudukannya sebagai Panglima KOSTRAD mengambil alih untuk sementara pimpinan Angkatan Darat, menumpas pergerakan 30 September. Oleh sebab itu tuduhan Sunardi, SH. dinyatakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang mengadilinya dalam sidang 7 Oktober 1982, sebagai penghinaan terhadap Presiden dan ia dituntut hukuman 4 tahun 6 bulan penjara potong masa tahanan. Harian „Sinar Harapan Jakarta, 13Maret 1967. Menuut Prof Dr. Wertheim, istilah ini hanya dipakai sekali dan sesudah itu tidak pemah lagi diulangi. Mingguan „Tempo Jakarta, 8 Oktober 1980. Harian „Pos Kota Jakarta, 8 Oktober 1982. Dalam pembelaannya, Sunardi mengatakan bahwa coup d etat pergerakan 30 September 1965 yang dikatakan gagal, justru berhasil dengan baik sesuai dengan rencana yang lebih dahulu sudah diatur dan diperhitungkan dengan cermat, yaitu menjatuhkan kekuasaan Presiden Sukarno sebagai pemegang Pemerintahan yang sah. berdasar keterangan saksi Sunardi yang mengutip pembelaan Kolonel A. Latief, Komandan Brigade Infantri I KODAM V Jaya, 2 hari sebelum kejadian, ia sudah datang kepada Pak Harto melaporkan akan adanya pergerakan . namun laporan itu dianggap tidak serius. Tanggal 30 September 1965 sekitar pukul 10 tengah malam kolonel A. Latief datang lagi menemui Pak Harto di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat„Gatot Subroto yang sedang menunggui putranya, Tommy yang dirawat disana sebab tersiram sup panas dan melaporkan mengenai akan dipelopori nya pergerakan pada tengah malam itu
juga. sebab Pak Harto diam saja, Latief menganggap sebagai menyetujuinya.
namun keterangan Latief ini dibantah oleh Pak Harto dalam Otobiografinya dan mengatakan
bahwa kedatangan Latief ke Rumah Sakit „Gatot Subroto , ialah untuk mencek apakah Pak
Harto benar berada di sana tengah malam itu.
Kolonel Latief saja yang sangat naif menarik hasil penelitian bahwa Pak Harto tidak akan
mengadakan kontra aksi atas pergerakan yang hendak dilakukannya. Dilalu hari masih muncul lagi orang lain yang menuduh Pak Harto seperti apa yang dituduhkan oleh Sunardi, SH., yaitu dari Drs. Wimanjaya K. Liotohe, pada awal September 1993 di umumkannya di Amsterdam saat ia berkunjung ke Nederland. Menanggapi tuduhan ini, direktur BAKIN, Letnan Jenderal TNI Sudibyo, dalam dengar pendapat dengan Komisi I DPR 7 Pebruari 1994 mengatakan:
„Hanya orang gila yang menuduh Pak Harto yang mendalangi G30S/PKl.
Sebuah pertanyaan muncul: „Mengapa PKI begitu dungu menentukan jalan perjuangannya
dengan menempuh jalur coup d etat yang berakibat kehancurannya,
PKI tidak mampu menilai dengan tepat kondisi masyarakat negara kita .
Sambil mengintrospeksi diri dengan pernyataan „Kritik; dan Otokritik yang disusun segera
sesudah kekalahan PKI, tokoh bekas PKI yang masih hidup, dan bisa saya temui,
mengatakan bahwa pergerakan mereka kesusupan unsur provokasi, sebagai akibat masih lemahnya
organisasi. PKI sebetulnya hanya terbuai oleh puas diri dengan anggapan sudah berdominasi
secara politik. Padahal anggapan itu tidak mengandung kebenaran, sebab kualitas dan status
masyarakat negara kita , tidak pernah berubah sesuai dengan keinginan PKI. Syaratsyarat yang
dapat mendukung berdominasinya PKI di bidang politik, ternyata tidak konkrit.
seorang Peneliti mengenai negara kita , Gabriel Kolko, mengungkapkan dalam
laporannya dengan mengutip manuscript manuscript State Department (Kementerian
Luar Negeri A.S.) dan CIA (Central Intelligence Agency) mengenai debat mengenai
peranserta Amerika Serikat dalam masalah pergerakan 30 September 1965 di negara kita ,
mengemukakan keterlibatan A.S. yang isinya sangat mengejutkan dan berbeda
sekali dengan apa yang kita ketahui melalui sumber resmi. manuscript yang
dipakai nya antara lain mengutip arsip dari perpustakaan mantan Presiden A.S.,
Lindon B. Johnson yang sudah diumumkan Tuduhan letnan kolonel Untung mengenai
keterlibatan CIA di negara kita , dibenarkan oleh manuscript manuscript yang terungkap di
A.S.