Tampilkan postingan dengan label junjungan c. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label junjungan c. Tampilkan semua postingan
Kamis, 15 Desember 2022
junjungan c
Desember 15, 2022
junjungan c
yaitu penguasa di sebuah imperium yang terus berkembang, dan
pemimpin-pemimpin mereka tampak termotivasi oleh keduniaan
dan ketamakan. Para aristokrat dan penghuni istana hidup dalam
kemewahan dan korupsi, sangat berbeda dari kehidupan sederhana
yang dijalani utusan junjungan dan para Sahabatnya. Kaum kaum beragama mayoritas yang paling
saleh menentang pihak penguasa dengan pesan sosialis kitab kaum beragama mayoritas
dan berusaha menjadikan kaum beragama mayoritas tetap relevan dengan kondisi baru
itu. Berbagai paham dan sekte-sekte yang berbeda bermunculan.
Solusi yang paling populer ditawarkan oleh para fuqaha dan
ahli hadis yang berusaha untuk kembali kepada idealisme utusan junjungan
dan khulafa' al-rasyidun. Ini memicu pembentukan hukum
syariat, undang-undang serupa Taurat yang didasarkan pada kitab kaum beragama mayoritas
serta kehidupan dan ucapan utusan junjungan . Pada saat itu sudah beredar beberapa
besar tradisi lisan mengenai ucapan (Hadis) dan perbuatan (Sunnah)
utusan junjungan dan para Sahabatnya. Tradisi-tradisi ini sudah dikumpulkan
selama abad ke8 dan kesembilan oleh beberapa editor. Yang
paling terkemuka di antara mereka yaitu Ismail Al-Bukhari dan
kaum beragama mayoritas ibn Al-Hijjaj Al-Qusyairi. sebab utusan junjungan dipercaya sudah
berserah diri secara sempurna kepada yang kuasa , dia menjadi teladan da-
lam kehidupan sehari-hari kaum kaum beragama mayoritas. Meneladani cara utusan junjungan
berbicara, mencintai, makan, membersihkan diri, dan beribadah, dapat
membantu kaum kaum beragama mayoritas untuk menjalani kehidupan yang peka
terhadap kekuasaan . Dengan menjalani hidup seperti utusan junjungan , mereka
berharap untuk mencapai ketundukan batin utusan junjungan kepada yang kuasa . Maka
saat seorang timurtengah mengikuti sunnah dengan saling mengucapkan
"Assalamu'alaikum" (semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu)
sebagaimana yang biasa dilakukan utusan junjungan , saat mereka bersikap
221
baik terhadap binatang, menyantuni anak yatim dan fakir miskin,
berbuat baik dan jujur dalam pergaulan mereka dengan orang lain
sebagai tindakan yang meneladani utusan junjungan , mereka menjadi ingat kepada
yang kuasa . Tindakan lahiriah ini tidak dipandang sebagai tujuan akhir,
melainkan hanya sebagai sarana untuk mencapai takwa, "kesadaran
akan yang kuasa " yang diterangkan dalam kitab kaum beragama mayoritas dan dijalani oleh utusan junjungan ,
berupa ingatan yang tak henti-hentinya kepada junjungan (zikir). Banyak
perdebatan di sekitar kesahihan Sunnah dan Hadis: sebagian di antara-
nya dianggap lebih autentik dibanding yang lain. namun , sesung-
guhnya masalah keabsahan historis dapat dikesampingkan jika
dihadapkan dengan fakta betapa efektifnya tradisi-tradisi itu, yang
sudah terbukti mampu menghadirkan rasa sakramental mengenai yang
junjungan dalam kehidupan jutaan orang timurtengah selama berabad-abad.
Hadis atau kumpulan ajaran utusan junjungan selain berkenaan dengan per-
soalan sehari-hari, juga menyangkut masalah metafisika, kosmologi,
dan teologi. Sebagian dari ajaran ini dipercaya yaitu perkataan junjungan
sendiri kepada utusan junjungan (hadis qudsi). Hadis qudsi menekankan
kedekatan dan kehadiran junjungan di dalam diri seorang yang beroyalitas.
Salah satu hadis terkenal, contohnya, menguraikan tahapan-tahapan
pemahaman seorang timurtengah mengenai kehadiran junjungan yang seolah
hampir berinkarnasi dalam dirinya: dimulai dengan menaati perintah-
perintah kitab kaum beragama mayoritas dan syariat, lalu meningkat ke arah amal baik
yang dilakukan secara sukarela:
Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan
(mengamalkan) apa yang paling Aku sukai dari yang Kuwajibkan
kepadanya. Dan tidaklah seorang hamba-Ku selalu mendekatkan
dirinya kepada-Ku dengan (mengamalkan) perbuatan-perbuatan
yang dianjurkan terkecuali Aku akan mencintainya. Maka jika Aku
mencintainya, Aku akan menjadi telinganya (yang dipergunakannya)
untuk mendengar, matanya untuk melihat, tangannya untuk
memegang, dan kakinya untuk berjalan.
36
Sebagaimana dalam Yudaisme dan nasrani , junjungan yang transenden
juga yaitu kehadiran imanen yang dapat ditemukan di dunia.
Seorang timurtengah dapat menanamkan rasa kehadiran junjungan ini melalui
cara-cara yang sangat mirip dengan yang ditemukan oleh kedua
kepercayaan yang lebih tua itu.
Seorang timurtengah yang menegakkan kesalehan berdasarkan teladan
utusan junjungan secara umum dinamakan sebagai ahl al-hadits, kaum
222
tradisionis. Mereka menarik bagi orang awam sebab etika mereka
yang sangat egalitarian. Mereka menentang kemewahan pemerintah-
an Dinasti Umayah dan Abbasiyah, namun bukan dalam bentuk taktik-
taktik revolusioner Syiah. Mereka tidak percaya bahwa khalifah
haruslah seorang yang memiliki kualitas spiritual yang luar biasa:
khalifah hanyalah seorang administrator pemerintahan. Sungguhpun
, dengan menekankan kesucian kitab kaum beragama mayoritas dan Sunnah, setiap
kaum beragama mayoritas memiliki sarana untuk berhubungan langsung dengan junjungan
dan berpotensi untuk menjadi sangat kritis terhadap kekuatan absolut.
Tak dibutuhkan kasta pendeta untuk bertindak sebagai perantara.
Setiap kaum beragama mayoritas bertanggung jawab di hadapan junjungan atas nasib dan
peruntungannya sendiri.
Di atas segalanya, kaum tradisionis mengajarkan bahwa kitab kaum beragama mayoritas
yaitu sebuah fakta abadi, seperti halnya Taurat atau Logos, yang
dalam beberapa hal menyangkut junjungan itu sendiri; fakta itu sudah
menghuni di dalam pikirannya jauh sebekim waktu berawal.
Doktrin mereka mengenai ketakterciptaan kitab kaum beragama mayoritas mengandung
pengertian bahwa saat kitab itu dibaca, orang timurtengah bisa secara
langsung mendengar junjungan Yang Mahagaib. kitab kaum beragama mayoritas mewakili
kehadiran junjungan di tengah-tengah mereka. perkataan nya berada di
bibir mereka pada saat mereka membaca kata-kata suci di dalam
kitab itu, dan saat mereka memegang mushaf kitab kaum beragama mayoritas , mereka
seakan-akan menyentuh kesucian itu sendiri. Orang nasrani terdahulu
memiliki de mengenai manusia utusan junjungan nasrani dalam cara yang sama:
Apa yang sudah ada sejak semula,
yang sudah kami dengar,
yang sudah kami lihat dengan mata kami,
yang sudah kami saksikan
dan yang sudah kami raba dengan tangan kami
mengenai perkataan hidup
itulah yang kami tuliskan kepada kamu.
37
Pembahasan mengenai status pasti utusan junjungan nasrani , sang perkataan , sudah sangat
menyibukkan orang nasrani . Kini kaum kaum beragama mayoritas pun mulai memper-
debatkan sifat kitab kaum beragama mayoritas : dalam pengertian yang bagaimana manuscript
berbahasa timurtengah itu menjadi perkataan junjungan ? Sebagian kaum beragama mayoritas meman-
dang pengagungan kitab kaum beragama mayoritas sebagai sesuatu yang berlebihan seperti
halnya kelompok nasrani yang tidak bisa menerima ide bahwa
utusan junjungan nasrani yaitu inkarnasi Logos.
223
namun , Syiah secara perlahan-lahan mengembangkan gagas-
an yang lebih dekat kepada teori Inkarnasi nasrani . Sesudah kema-
tian Husain yang tragis, orang Syiah semakin yakin bahwa hanya
keturunan ayah Husain, yaitu Ali ibn Abi Thalib, yang mesti memim-
pin ummah, dan mereka menjadi sekte yang semakin terlihat jelas
di dalam kaum beragama mayoritas . Sebagai sepupu dan menantunya, Ali memiliki hubung-
an darah ganda dengan utusan junjungan . sebab tidak seorang pun dari
putra utusan junjungan yang bertahan hidup, Ali menjadi kerabat laki-laki
utamanya. Di dalam kitab kaum beragama mayoritas , utusan junjungan sering memohonkan rahmat
bagi keturunannya. Orang Syiah memperluas pengertian mengenai
rahmat suci ini dan berkeyakinan bahwa hanya anggota keluarga
utusan junjungan melalui garis keluarga Ali saja yang memiliki pengetahuan
('ilm) sejati mengenai junjungan . Hanya mereka yang mampu memberi
bimbingan suci kepada ummah. Jika seorang keturunan Ali berkuasa,
kaum kaum beragama mayoritas dapat berharap akan menapaki zaman keemasan bagi
keadilan dan ummah akan dibimbing sesuai dengan kehendak junjungan .
Antusiasme terhadap pribadi Ali berkembang dalam cara yang
mengejutkan. Beberapa kelompok Syiah radikal meninggikan Ali
dan keturunannya ke tingkat yang bahkan lebih tinggi dibanding
utusan junjungan sendiri dan memberi mereka status semi-berorientasi junjungan . Mereka
mengambil tradisi Persia kuno mengenai keluarga pilihan keturunan-
dewa yang akan mewarisi kemuliaan suci dari satu generasi ke
generasi. Menjelang akhir periode Umayah, sebagian orang Syiah
mulai berkeyakinan bahwa 'ilm yang autoritatif hanya dapat ditemu-
kan dalam satu garis keturunan Ali tertentu. Kaum kaum beragama mayoritas hanya
mungkin memperoleh i pribadi yang dipilih oleh junjungan sebagai imam
(pemimpin) sejati bagi ummah di dalam keluarga ini. Apakah pribadi
itu berkuasa secara politis atau tidak, bimbingannya tetap dibutuhkan
secara mutlak sehingga setiap kaum beragama mayoritas berkewajiban untuk mencarinya
dan menerima kepemimpinannya. sebab imam-imam ini dipandang
sebagai sumber perpecahan, para khalifah menganggap mereka
musuh negara: menurut kaum Syiah, sebagian dari imam itu diracuni
dan sebagian lainnya terpaksa menyembunyikan diri. saat seorang
imam wafat, dia akan memilih satu di antara keturunannya untuk
menerima warisan 'ilm. Lambat laun, para imam itu dipuja sebagai
avatar junjungan : masing-masing mereka menjadi "bukti" (hujjah) keha-
diran junjungan di bumi dan, dalam pengertian yang misterius, memicu
yang junjungan berinkarnasi di dalam diri manusia. Kata-katanya, keputusan
dan perintah-perintahnya berasal dari junjungan . Sebagaimana orang
224
nasrani memandang utusan junjungan nasrani sebagai Jalan, Kebenaran, dan Cahaya
yang bisa membimbing manusia menuju junjungan , orang Syiah memuja
imam-imam mereka sebagai Gerbang (bab) menuju junjungan , Jalan
(sabil), dan Pembimbing setiap generasi.
Berbagai aliran Syiah mengurai silsjunjungan suci itu secara berbeda-
beda. Syiah Dua Belas Imam, contohnya, memuliakan dua belas
keturunan Ali lewat garis Husain, hingga pada tahun 939, imam
terakhir bersembunyi dan menghilang dari warga ; tak ada lagi
keturunan sesudah dia, sehingga garis itu pun terputus. Syiah Ismaili-
yah, yang dikenal pula sebagai Syiah Tujuh, mempercayai bahwa imam
ketujuh dalam garis inilah yaitu imam terakhir. Paham
mengenai Al-Mahdi muncul di kalangan Syiah Dua Belas yang mempercayai
bahwa imam kedua belas atau imam yang gaib itu akan kembali
untuk menahbiskan zaman kegemilangan. Ini yaitu ide
yang berbahaya. Bukan hanya subversif secara polilis, namun ide
ini cenderung untuk ditafsirkan secara kasar dan gampangan. Oleh
sebab itu, kalangan Syiah yang lebih ekstrem mengembangkan tradisi
esoterik berdasarkan penafsiran simbolik terhadap kitab kaum beragama mayoritas , seperti
yang akan chucky saksikan pada bab mendatang. Keyakinan mereka
terlalu musykil bagi mayoritas kaum beragama mayoritas, yang tidak dapat menerima
ide mengenai inkarnasi, sehingga Syiah biasanya ada di
kalangan kelas yang lebih aristokratis dan intelektual. Sejak revolusi
Iran, orang Barat cenderung melihat Syiah sebagai sekte kaum beragama mayoritas yang
secara inheren bersifat fundamentalis. Ini penilaian yang tidak akurat.
Syiah sudah berkembang menjadi tradisi yang canggih. sebetulnya ,
Syiah memiliki banyak kesamaan dengan kaum kaum beragama mayoritas yang secara
sistematik berusaha mengaplikasikan argumen-argumen rasional ter-
hadap kitab kaum beragama mayoritas . Kaum rasionalis ini, yang dikenal sebagai Mu'tazjunjungan ,
membentuk kelompok tersendiri; mereka juga memiliki komitmen
politik yang teguh: seperti kaum Syiah, orang-orang Mu'tazjunjungan sangat
kritis terhadap gaya hidup mewah para penguasa dan sering aktif
secara politis menentang kemapanan.
masalah politik mengilhami perdebatan teologis mengenai peng-
aturan junjungan atas urusan-urusan manusia. Para pendukung Dinasti
Umayah secara tidak jujur mengklaim bahwa perilaku tidak kaum beragama mayoritas i
mereka bukan yaitu kesalahan mereka, melainkan sebab junjungan
sudah menakdirkan mereka untuk menjadi jenis manusia yang demi-
kian. kitab kaum beragama mayoritas memiliki anggapan yang sangat kukuh mengenai kemaha-
kuasaan junjungan , dan banyak teks yang bisa dipakai untuk mendukung
225
pandangan predestinasi ini. Namun, kitab kaum beragama mayoritas secara seimbang mene-
kankan mengenai tanggung jawab manusia: sebetulnya , junjungan tidak
akan mengubah keadaan mereka kecuali mereka mengubahnya
sendiri. Oleh sebab itu, para pengkritik kelompok penguasa me-
nekankan kehendak bebas dan tanggung jawab moral. Penganut
Mu'tazjunjungan mengambil jalan tengah dan melepaskan diri (i'tazala)
dari posisi ekstrem. Mereka membela kehendak bebas dengan tujuan
memelihara watak etis manusia. Seorang timurtengah yang mempercayai bahwa
junjungan berada di atas pandangan manusia mengenai benar dan salah
berarti tidak mempercayai keadilannya. junjungan yang melanggar semua
prinsip yang masuk akal hanya sebab dia yaitu junjungan justru lebih
parah dibanding seorang khalifah tiran. Sebagaimana kaum Syiah,
Mu'tazjunjungan juga menyatakan bahwa keadilan yaitu esensi junjungan :
dia tidak dapat menzalimi seseorang; dia tidak dapat melakukan
sesuatu yang bermengenai an dengan akal.
Di sini mereka memasuki perbedaan pendapat dengan kaum
tradisionis yang berpandangan bahwa dengan menjadikan manusia
sebagai penentu dan pencipta perbuatannya sendiri maka orang-
orang Mu'tazjunjungan sudah merendahkan kekuasaan junjungan . Mereka
menuduh kaum Mu'tazjunjungan sudah menjadikan junjungan terlalu rasional
dan sangat mirip dengan seorang manusia. Kelompok tradisionis
menganut doktrin predestinasi dengan maksud menekankan kodrat
junjungan yang secara esensial tidak bisa dipahami: kalau chucky mengklaim
dapat memahaminya, tentu itu bukanlah junjungan namun sekadar proyeksi
pikiran manusia. junjungan melampaui segala pandangan manusia mengenai
kebaikan maupun kejahatan dan tidak terikat pada standar-standar
dan harapan chucky : suatu tindakan dikatakan jahat atau tidak adil sebab
junjungan sudah memutuskannya , bukan sebab nilai-nilai
manusia memiliki dimensi transenden yang juga berlaku pada junjungan .
Kaum Mu'tazjunjungan keliru menyatakan bahwa keadilan, yang sepenuh-
nya yaitu idealisme manusia, yaitu esensi junjungan .
masalah predestinasi dan kehendak bebas, yang juga menjadi
perdebatan di kalangan nasrani , menunjukan kesulitan utama
dalam ide mengenai junjungan yang personal. junjungan yang impersonal,
seperti Brahman, dapat lebih mudah dikatakan berada di atas
kategori "baik" atau "buruk", yang dipandang sebagai cadar bagi
kekuasaan yang tak terpahamkan. Namun, anggapan mengenai junjungan
yang secara misterius yaitu pribadi yang terlibat dalam sejarah
manusia memicu dirinya terbuka untuk dikritik. Terlalu mudah untuk
226
menjadikan "junjungan " ini sebagai tiran atau hakim atas seluruh kehidup-
an dan memicu "dia" memenuhi harapan-harapan chucky . chucky bisa
mengubah "junjungan " menjadi pendukung Partai Republik, sosialis,
rasis, atau revolusioner, sesuai pandangan pribadi chucky . Bahaya sema-
cam ini sudah memicu sebagian orang memandang junjungan personal
sebagai ide yang tidak agamis, sebab hanya akan membenamkan
chucky dalam prasangka dan pemutlakan ide-ide manusia.
Untuk menghindarkan bahaya ini, kaum tradisionis berpegang
pada pembedaan yang sudah lama dikenal, yang juga pernah dipakai
oleh orang Yahudi maupun nasrani , antara esensi dan aktivitas junjungan .
Mereka mengklaim bahwa sebagian dari sifat-sifat yang memicu
junjungan yang transenden berhubungan dengan dunia seperti ber-
kuasa, mengetahui, berkehendak, mendengar, melihat, berkata-kata,
yang semuanya diatributkan kepada yang kuasa di dalam kitab kaum beragama mayoritas sudah
ada bersamanya sejak semula dalam cara yang sama, seperti Al-
kitabkaum beragama mayoritas yang bukan makhluk itu. Atribut-atribut itu berbeda dari esensi
junjungan yang tidak bisa diketahui, yang akan selalu luput dari pe-
mahaman chucky . Persis seperti yang dibayangkan oleh orang Yahudi
bahwa Hikmat junjungan atau Taurat sudah ada bersama junjungan sejak
sebelum awal waktu, kaum kaum beragama mayoritas kini mengembangkan ide
yang mirip untuk mengajarkan personalitas junjungan dan untuk meng-
ingatkan kaum kaum beragama mayoritas bahwa junjungan tidak mungkin seutuhnya ter-
cakup oleh akal manusia.
Sekiranya khalifah Al-Ma'mun (813-832) tidak berpihak kepada
kaum Mu'tazjunjungan dan berusaha menjadikan ide mereka sebagai
doktrin resmi orang timurtengah , argumen yang musykil ini mungkin hanya
akan berpengaruh terhadap sedikit orang saja. namun , saat
khalifah itu mulai menyiksa kelompok tradisionis untuk memaksakan
teologi Mu'tazjunjungan , orang awam dibuat ketakutan oleh sikap tidak
kaum beragama mayoritas i ini. Ahmad ibn Hanbal (780-855), seorang tradisionis terkemuka
yang berhasil menyelamatkan diri dari inkuisisi Al-Ma'mun, menjadi
tokoh yang populer. Kesalehan dan karismanya dia pernah berdoa
untuk para penyiksanya memicu tantangan terhadap kekhali-
fahan, dan keyakinannya bahwa kitab kaum beragama mayoritas bukan makhluk sudah
menjadi slogan bagi pemberontakan massal menentang rasionalisme
Mu'tazjunjungan .
Ibn Hanbal tidak menyetujui diskusi rasional mengenai junjungan .
Maka saat tokoh Mu'tazjunjungan moderat, Al-Huayan Al-Ktimurtengah isi (w.
859), mengajukan sebuah solusi damai bahwa kitab kaum beragama mayoritas sebagai
perkataan junjungan memang bukan makhluk, namun saat dibaca oleh
manusia maka ia menjadi makhluk Ibn Hanbal mencela doktrin itu.
Al-Ktimurtengah isi siap untuk mengubah pandangannya, dan menyatakan
bahwa kitab kaum beragama mayoritas berbahasa timurtengah yang tertulis dan diucapkan yaitu
bukan makhluk hanya sejauh ia menjadi bagian dari ucapan yang kuasa
yang abadi. namun , Ibn Hanbal menyatakan bahwa ini juga
tidak sah sebab tidak berfaedah dan sangat riskan untuk berspekulasi
mengenai watak kitab kaum beragama mayoritas dalam cara rasionalistik seperti itu. Akal
bukanlah alat yang memadai untuk menyingkapkan rahasia junjungan .
Dia menuduh Mu'tazjunjungan sudah menanggalkan misteri junjungan dan
menjadikannya sekadar rumose n abstrak yang tak memiliki nilai
religius. saat kitab kaum beragama mayoritas memakai istjunjungan yang antropomorfis
untuk menjelaskan aktivitas junjungan di dunia atau saat dikatakan
bahwa junjungan "berbicara", "melihat" dan "duduk di atas singgasana-
nya", Ibn Hanbal percaya hal itu harus diinterpretasikan
secara harfiah namun "tanpa bertanya bagaimana" (bila kayfa). Ibn
Hanbal mungkin bisa diperbandingkan dengan orang nasrani radikal
seperti Athanasius, yang bersikeras dengan interpretasi ekstrem
atas doktrin Inkarnasi menentang pemikiran yang lebih rasional. Ibn
Hanbal selalu menekankan ketaktercerapan kodrat junjungan , yang memang
berada di luar jangkauan semua analisis logis dan nyata
Sungguhpun , kitab kaum beragama mayoritas selalu menekankan penting-
nya akal dan penalaran, dan posisi Ibn Hanbal terlihat agak terlalu
lugu. Banyak orang timurtengah memandang posisi itu sebagai penyim-
pangan dan obskurantis. Jalan kompromi ditemukan oleh Abu Al-
Hasan ibn Ismail Al-Asy'ari (878-941). Sebelumnya, dia yaitu penga-
nut Mu'tazjunjungan namun beralih kepada tradisionisme berdasarkan mimpi
bertemu utusan junjungan yang memerintahkannya untuk mempelajari hadis. Al-
Asy'ari lalu melangkah ke titik ekstrem lainnya, menjadi pengikut
tradisionis yang antusias, menentang Mu'tazjunjungan dan menganggapnya
sebagai bahaya laten bagi kaum beragama mayoritas . Kemudian dia bermimpi lagi melihat
utusan junjungan utusan junjungan bersikap agak marah dan berkata: "Aku tidak meme-
rintahkanmu meninggalkan argumen rasional namun agar supaya menggu-
nakannya untuk mendukung hadis shahih!
Sesudah itu, Al-Asy'ari memakai teknik-teknik rasionalis Mu'tazjunjungan
untuk mendukung Ibn Hanbal. Pada saat orang Mu'tazjunjungan mengklaim
bahwa berkatNya junjungan tak mungkin tidak bisa dinalar, Al-Asy'ari meng-
gunakan nalar dan logika untuk membuktikan bahwa junjungan berada
di luar jangkauan penalaran chucky . Orang Mu'tazjunjungan bisa terjerumus
mereduksi junjungan ke dalam teori yang koheren namun kering; Al-
Asy'ari ingin kembali kepada teori junjungan yang utuh di dalam
kitab kaum beragama mayoritas meskipun tidak konsisten. Bahkan, sebagaimana Denys
Aeropagite, dia percaya bahwa paradoks justru akan meningkatkan
apresiasi chucky terhadap junjungan . Dia menolak mereduksi junjungan ke
dalam teori yang dapat didiskusikan dan dianalisis sebagaimana
ide manusia yang lain. Sifat-sifat junjungan , seperti mengetahui,
berkuasa, hidup, dan sebagainya, yaitu real; sifat-sifat itu sudah ada
pada junjungan sejak semula. Namun sifat-sifat itu berbeda dari hakikat
junjungan , sebab junjungan pada esensinya yaitu satu, sederhana, dan
unik. Dia tidak bisa dipandang sebagai suatu wujud yang kompleks
sebab dia yaitu simplisitas itu sendiri; chucky tidak bisa menganali-
sisnya dengan cara mendefinisikan berbagai sifatnya atau mengurai-
kannya ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Al-Asy'ari menolak
setiap usaha untuk memecahkan paradoks itu: oleh sebab itu, dia
bersikeras bahwa saat kitab kaum beragama mayoritas menyatakan junjungan "duduk di
atas singgasananya", chucky harus menerima itu sebagai sebuah fakta
meskipun berada di luar pemahaman chucky untuk mengonsepsikan
bagaimana junjungan itu "duduk".
Al-Asy'ari mencoba menemukan jalan tengah antara obskurantisme
yang ceroboh dan rasionalisme yang ekstrem. Beberapa kaum literalis
mengatakan bahwa jika orang-orang yang diridai akan melihat junjungan
di surga, seperti dinyatakan oleh kitab kaum beragama mayoritas , maka tentulah junjungan
memiliki penampakan fisikal. Hisyam ibn Hakim melangkah lebih
jauh dengan menyatakan bahwa:
yang kuasa memiliki tubuh, dimensi-dimensi yang setara, tertentu, luas,
tinggi dan panjang, memancarkan cahaya, berukuran luas dalam tiga
dimensinya, di suatu tempat di luar tempat, seperti sebatang emas
murni, bersinar dari segala sisinya seperti mutiara bulat, memiliki warna,
rasa, aroma, dan senjunjungan .
39
Sebagian kalangan Syiah menerima pandangan seperti itu
sebab kepercayaan mereka bahwa para imam yaitu inkarnasi
junjungan . Kaum Mu'tazjunjungan berpendirian bahwa saat kitab kaum beragama mayoritas berbicara
mengenai tangan junjungan , contohnya, maka ini harus ditafsirkan secara
kiasan sebagai merujuk kepada kebaikan dan kemurahannya. Al-Asy'ari
menentang kaum literalis dengan membuktikan bahwa kitab kaum beragama mayoritas
mengatakan chucky hanya dapat berbicara mengenai junjungan dalam bahasa
simbolik. namun , dia juga menentang penolakan mentah-mentah
229
kaum tradisionis terhadap akal. Dia percaya utusan junjungan
tak pernah menghadapi masalah seperti ini, kalau tidak tentu
dia akan memberi petunjuk kepada orang timurtengah ; oleh sebab
itu, semua kaum beragama mayoritas berkewajiban memakai perangkat penafsiran
seperti analogi (qiyas) untuk memperoleh teori kejunjungan an yang
betul-betul religius.
Al-Asy'ari selalu mengusaha kan posisi kompromistik, maka
dia pun percaya kitab kaum beragama mayoritas itu qadim dan yaitu
perkataan yang kuasa yang bukan makhluk, namun tinta, kertas, dan kata-kata
berbahasa timurtengah dari manuscript itu yaitu makhluk. Dia mencela doktrin
kehendak bebas dari Mu'tazjunjungan , sebab hanya junjungan lah "pencipta"
perbuatan-perbuatan manusia, namun dia juga menentang pandangan
aliran tradisionis yang menyatakan bahwa manusia sama sekali tidak
bisa berkontribusi terhadap keselamatan diri mereka. Solusi Al-Asy'ari
agak berbelit-belit: junjungan menciptakan perbuatan manusia, namun
mengizinkan manusia untuk memperoleh pujian atau kecaman atas
perbuatan itu. Namun, tidak seperti Ibn Hanbal, Al-Asy'ari sudah
bersiap untuk mengajukan pertanyaan dan menggali masalah -
masalah metafisika, walaupun pada akhirnya dia menyimpulkan
bahwa yaitu keliru untuk berusaha memasukkan fakta misterius
dan tak terlukiskan yang chucky sebut junjungan itu ke dalam suatu sistem
koheren dan rasionalistik.
Al-Asy'ari sudah membangun tradisi kalam (secara harfiah berarti
"kata" atau "pembahasan"), yang biasanya diterjemahkan sebagai
"teologi". Murid-muridnya pada abad kesepuluh dan kesebelas mem-
perbaiki metodologi kalam dan mengembangkan ide -ide nya
lebih lanjut. Para pengikut Al-Asy'ari generasi awal ingin merancang
bingkai metafisika bagi suatu diskusi yang sahih mengenai kekuasaan
junjungan . Teolog terkemuka pertama dari aliran Asy'ariah yaitu Abu
Bakr Al-Baqillani (w. 1013). Dalam risalahnya Al-Tauhid, dia sepen-
dapat dengan Mu'tazjunjungan bahwa manusia dapat membuktikan eksis-
tensi junjungan secara logis melalui argumen-argumen rasional: bahkan
kitab kaum beragama mayoritas sendiri menunjukan bagaimana Ibrahim menemukan
Pencipta yang abadi melalui perenungan sistematik mengenai alam.
namun , Al-Baqillani menolak kemungkinan bahwa chucky dapat
membedakan antara kebaikan dan kejahatan tanpa berkatNya, sebab
hal-hal seperti itu bukanlah kategori-kategori alamiah melainkan
sudah diputuskan oleh junjungan : yang kuasa tidak bisa dibatasi oleh pandangan
kemanusiaan mengenai baik dan buruk.
Al-Baqillani mengembangkan sebuah teori yang dikenal sebagai
"atomisme" atau "okasionalisme" yang berusaha menemukan alasan
metafisikal bagi pengakuan loyalitas seorang timurtengah : bahwa tak
ada junjungan , tak ada fakta atau kepastian selain yang kuasa . Dia mengklaim
bahwa segala yang ada di dunia secara mutlak bergantung kepada
perhatian langsung dari junjungan . Seluruh alam direduksi kepada atom-
atom individual yang tak terbilang jumlahnya; waktu dan ruang bersifat
diskontinu dan tak ada yang memiliki dentitas khusus bagi dirinya.
Alam fenomenal oleh Baqillani direduksi menjadi ketiadaan dengan
cara yang sama radikalnya dengan yang ditempuh oleh Athanasius.
Hanya junjungan yang memiliki fakta , dan hanya dia yang dapat
membebaskan chucky dari ketiadaan. Dialah yang menjaga keberlang-
sungan alam semesta dan menganugerahkan eksistensi kepada
makhluk-Nya di setiap saat. Tak ada hukum alam yang menjelaskan
keberlangsungan kosmos. Walaupun kaum kaum beragama mayoritas lainnya memicu
kemajuan besar dalam bidang sains, aliran Asy'ariah secara funda-
mental justru bermengenai an dengan ilmu alam, namun tetap memiliki
relevansi kepercayaan . Asy'ariah yaitu usaha metafisikal untuk
menjelaskan kehadiran junjungan dalam setiap perincian kehidupan se-
hari-hari dan menjadi pengingat bahwa loyalitas tidak tergantung
pada logika biasa. Jika dipakai sebagai sebuah disiplin, bukannya
pandangan faktual mengenai fakta , penjelasan itu dapat membantu
kaum kaum beragama mayoritas untuk mengembangkan kesadaran berkejunjungan an seperti
yang sudah dijelaskan kitab kaum beragama mayoritas . Kelemahannya terletak pada penolak-
annya atas bukti ilmiah dan interpretasinya yang terlalu harfiah
terhadap sikap religius yang pada dasarnya tak bisa dijelaskan. Paham
ini bisa memicu ketidakseimbangan antara cara pandang
seorang timurtengah mengenai junjungan dengan caranya melihat masalah -
masalah lain. Baik kaum Mu'tazjunjungan maupun Asy'ariah sudah
berusaha , dalam cara yang berbeda, untuk mengaitkan pengalaman
kepercayaan mengenai junjungan dengan penalaran rasional biasa. Hal ini
memang penting. Kaum kaum beragama mayoritas mencoba menemukan apakah mung-
kin berbicara mengenai junjungan seperti chucky mendisklisikan masalah -
masalah lain. sudah chucky saksikan bahwa orang Yunani sudah tiba
pada keputusan bahwa jawabannya yaitu tidak dan bahwa diam
yaitu satu-satunya bentuk teologi yang memadai. Pada akhirnya,
kebanyakan orang timurtengah tiba pada kesimpulan yang sama.
utusan junjungan dan para Sahabatnya hidup dalam warga yang
lebih primitif dibandingkan dengan warga pada masa Al-Baqillani.
231
232
Impenum kaum beragama mayoritas sudah tersebar ke dunia berperadaban, sehingga
kaum kaum beragama mayoritas harus berhadapan dengan cara pandang mengenai junjungan
dan dunia yang secara intelektual memang lebih canggih. utusan junjungan
secara instingtif sudah mengalami kembali perjumpaan orang Ibrani
kuno dengan yang junjungan , sedangkan generasi berikutnya harus menja-
lani sebagian masalah yang sudah dijumpai oleh tempat ibadah -tempat ibadah nasrani .
Beberapa di antara mereka bahkan berpaling kepada teologi Inkar-
nasi, sekalipun kitab kaum beragama mayoritas sudah mencela sikap orang-orang nasrani
menuhankan utusan junjungan nasrani . Perjalanan kaum beragama mayoritas sudah menunjukan bahwa
ide mengenai junjungan yang transenden, namun personal cenderung
memunculkan jenis masalah yang sama dan mengarah pada bentuk
pemecahan yang sama pula.
Eksperimen kalam sudah membuktikan bahwa meskipun mungkin
untuk memakai metode-metode rasional untuk menunjukan
bahwa secara rasional "junjungan " memang tidak bisa dijangkau oleh
akal, kenyataan ini tetap sulit diterima oleh sebagian kaum beragama mayoritas. Kalam
tak pernah menjadi sepenting teologi di kalangan nasrani Barat.
Khalifah-khalifah Abbasiyah yang mendukung Mu'tazjunjungan menemukan
bahwa mereka tidak mungkin memaksakan teori nya kepada
kaum beroyalitas. Rasionalisme terus mempengaruhi pemikir-pemikir
kemudian selama abad pertengahan, namun tetap yaitu kelom-
pok minoritas, dan kebanyakan kaum beragama mayoritas tidak menaruh kepercayaan
pada usaha seperti itu. Sebagaimana nasrani dan Yahudi, kaum beragama mayoritas
lahir dari pengalaman Semitik, namun bertemu dengan rasionalisme
Yunani di pusat-pusat kebudayaan Helenis Timur Tengah. Sebagian
kaum beragama mayoritas yang lain mengusaha kan proses Helenisasi yang bahkan
lebih radikal terhadap teori junjungan kaum beragama mayoritas dan memperkenal-
kan unsur filosofis baru ke dalam ketiga kepercayaan monoteistik. Yudaisme,
nasrani , dan kaum beragama mayoritas akhirnya tiba pada kesimpulan yang berbeda,
namun sangat signifikan mengenai keabsahan filsafat dan relevansinya
dengan misteri junjungan .
Pada abad kesembilan orang timurtengah mulai bersenjunjungan dengan
sains dan filsafat Yunani. Hubungan ini membuahkan hasil
berupa kemajuan kultural yang, menurut orang Eropa, dapat
dilihat sebagai penghubung antara zaman Renaisans dan zaman
Pencerahan. Sebuah tim penerjemah, kebanyakan beranggotakan
orang nasrani Nestorian, menerjemahkan manuscript -manuscript Yunani ke
dalam bahasa timurtengah dan berhasil melaksanakan pekerjaan yang brilian.
Kaum kaum beragama mayoritas timurtengah kini bisa mempelajari astronomi, kimia, kedokteran
dan matematika dengan sangat gemilang sehingga selama abad ke-
sembilan dan kesepuluh, dalam era pemerintahan Dinasti Abbasiyah,
mereka menghasilkan berbagai penemuan ilmiah yang mengungguli
periode sejarah mana pun sebelumnya.
Sejenis kelompok kaum beragama mayoritas baru pun lahir, yang mengabdikan
diri kepada ide yang dinamakan falsafah (filsafat). Kata ini biasanya
diterjemahkan sebagai "filsafat", namun memiliki makna yang lebih
luas dan kaya: Seperti philosophes Prancis abad ke8 , para
faylasuf (filosof) ingin hidup secara rasional sesuai hukum-hukum
yang mereka percaya mengatur kosmos, yang bisa dicermati pada
Kata faylasuf dan falsafah dipertahankan penulisannya untuk membedakan filsafat kaum beragama mayoritas
dengan filsafat lainnya. Untuk lebih jelasnya lihat Glosarium mengenai definisi faylasuf
dan falsafah peny.
233
MR. Collection's
a
setiap tingkatan fakta . awalnya , mereka memose tkan perhatian
kepada ilmu-ilmu alam, namun kemudian, secara tak terelakkan,
mereka beralih kepada metafisika Yunani dan berusaha menerapkan
prinsip-prinsipnya ke dalam kaum beragama mayoritas . Mereka yakin bahwa junjungan para
filosof Yunani identik dengan yang kuasa . Orang nasrani Yunani juga sudah
merasakan afinitas dengan Helenisme, namun menetapkan bahwa
junjungan orang Yunani harus dimodifikasi oleh junjungan kitabsuci yang
lebih paradoksikal. Akhirnya, seperti akan chucky lihat, mereka mema-
lingkan diri dari tradisi filsafat mereka sendiri sebab mempercayai bahwa
akal dan logika tidak banyak berkontribusi bagi kajian mengenai junjungan .
Namun, para faylasuf tiba pada kesimpulan yang berlawanan: mereka
percaya bahwa rasionalisme mempersembahkan bentuk kepercayaan yang
paling maju dan sudah mengembangkan pandangan yang lebih tinggi.
mengenai junjungan dibanding yang dianugerahkan di dalam kitabsuci .
Pada masa sekarang, orang secara umum memandang sains dan
filsafat sebagai dua hal yang bermengenai an dengan kepercayaan . Akan
namun , para faylasuf biasanya yaitu orang-orang saleh dan meman-
dang diri mereka sebagai putra-putra setia utusan junjungan . Sebagai kaum beragama mayoritas
yang baik, mereka sadar politik, tidak menyenangi gaya hidup mewah
kaum penguasa, dan ingin memperbarui warga sesuai dengan
akal sehat. Mereka mengusaha kan sesuatu yang penting: sebab
studi ilmiah dan filosofis mereka didominasi oleh pemikiran Yunani,
mereka perlu menemukan keterkaitan antara iman mereka dan pan-
dangan yang lebih rasionalistik dan objektif ini. Sangatlah tidak tepat
untuk menurunkan junjungan ke tingkat kategori intelektual tersendiri
dan memandang loyalitas berada pada lingkup yang terpisah dari
masalah kemanusiaan lainnya. Para faylasuf tidak bermaksud meng-
hapuskan kepercayaan , melainkan ingin menyucikannya dari apa yang
mereka pandang sebagai unsur-unsur primitif dan parokial. Mereka
tidak memiliki keraguan mengenai keberadaan junjungan namun merasa
bahwa hal ini perlu dibuktikan secara logis untuk menunjukan
bahwa yang kuasa selaras dengan nilai rasionalistik yang mereka pegang.
namun , di sini ada beberapa masalah . chucky sudah melihat
bahwa junjungan menurut para filosof Yunani sangat berbeda dari junjungan
menurut berkatNya: junjungan Aristoteles atau Plotinus tak berwaktu dan
tak bergeming; dia tidak menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian
duniawi, tidak dianugerahi dirinya di dalam sejarah, tidak pernah
menciptakan alam, dan tidak akan mengadili di Hari Kiamat. Bahkan
sejarah, teofani utama menurut keyakinan monoteistik, sudah disisihkan
234
oleh Aristoteles sebagai bidang kajian yang lebih rendah dibandingkan
filsafat. Tak ada awal, tengah, atau akhir, sebab kosmos memancar
secara abadi dari junjungan . Para faylasuf ingin melampaui sejarah, yang
sekadar ilusi, untuk menyingkap dunia berorientasi junjungan yang ideal dan tak
berubah. Meski ada penekanan pada rasionalitas, falsafah menuntut
loyalitas tersendiri. Dibutuhkan keberanian besar untuk mempercayai
bahwa kosmos, yang lebih menyerupai tempat kekacauan dan
penderitaan dibanding tatanan yang bertujuan ini, sebetulnya diatur
oleh hukum akal. Mereka juga harus menumbuhkan rasa bermakna
di tengah bencana dan kegalauan yang sering terjadi di dunia sekitar
mereka. Ada keagungan dalam falsafah, yaitu pencarian objektivitas
dan visi yang tak lekang oleh waktu. Mereka menginginkan sebuah
kepercayaan universal, yang tak dibatasi oleh manifestajunjungan tertentu
atau berakar pada ruang dan waktu tertentu; mereka yakin yaitu
kewajiban mereka untuk menerjemahkan ayat-ayat kitab kaum beragama mayoritas ke dalam
idiom lebih maju yang akan dikembangkan sepanjang masa oleh
pikiran-pikiran yang terbaik dan termulia di seluruh budaya. Alih-
alih memandang junjungan sebagai misteri, para faylasuf percaya bahwa
junjungan yaitu akal murni.
Kepercayaan terhadap alam yang sepenuhnya bersifat rasional
seperti ini tampak naif di zaman chucky sekarang sebab berbagai pene-
muan ilmiah kemudian menunjukkan ketidaklaikan bukti mengenai
eksistensi junjungan yang diketengahkan oleh Aristoteles. Perspektif
ini tak mungin lagi dianut oleh siapa pun yang hidup pada abad ke-
sembilan dan kesepuluh, namun pengalaman falsafah tetap relevan
bagi masalah kepercayaan yang chucky hadapi sekarang. Revolusi ilmiah
pada periode Dinasti Abbasiyah sudah melibatkan para pesertanya
dalam kesibukan yang bukan sekadar berupa pengumpulan informasi
baru. Sebagaimana pada masa chucky sekarang ini, penemuan ilmiah
menuntut penumbuhan mentalitas berbeda yang mengubah cara chucky
memandang dunia. Sains menuntut kepercayaan fundamental mengenai
adanya penjelasan rasional atas segala sesuatu; sains juga membutuh-
kan metamorfosa dan keberanian yang tidak berbeda' dengan kreativitas
kepercayaan . Seperti utusan junjungan atau guru , seorang ilmuwan juga mendorong
dirinya berhadapan dengan wilayah fakta non-makhluk yang tak
tertembus dan tak terduga. Tak pelak lagi ini mempengaruhi persepsi
kejunjungan an para faylasuf dan memicu mereka merevisi atau bahkan
meninggalkan kepercayaan lama yang dipegang orang-orang sezaman
mereka. Dalam cara yang sama, visi ilmiah pada masa chucky sekarang
235
ini sudah banyak memicu teisme klasik menjadi mustahil bagi banyak
orang. Berpegang teguh pada teologi lama bukan hanya tanda kepe-
ngecutan, namun juga dapat memicu hilangnya integritas. Para
faylasuf berusaha memadukan pandangan-pandangan baru mereka
dengan arus utama keyakinan kaum beragama mayoritas dan menghasilkan beberapa
ide revolusioner mengenai junjungan yang diilhami oleh Yunani. Sung-
guhpun , kegagalan besar teori junjungan mereka yang
rasional mengandung pelajaran penting bagi chucky mengenai hakikat
kebenaran kepercayaan .
Para faylasuf mengusaha kan penggabungan yang lebih menye-
luruh antara filsafat Yunani dengan kepercayaan , melebihi kaum monoteis
mana pun sebelumnya. Kaum Mu'tazjunjungan dan Asy'ariah juga sudah
berusaha membangun jembatan yang menghubungkan berkatNya dengan
akal, namun mereka lebih mendahulukan teori junjungan menurut
berkatNya. Kalam didasarkan pada pandangan tradisional monoteistik
mengenai sejarah sebagai sebuah teofani. Kalam menyatakannya bahwa
kejadian-kejadian konkret dan partikular yaitu krusial sebab meru-
pakan satu-satunya kepastian yang chucky miliki. Asy'ariah memang
menyangsikan adanya hukum-hukum universal dan prinsip-prinsip
abadi. Meskipun memiliki nilai imajinatif dan religius, atomisme ini
jelas asing bagi semangat ilmiah dan tidak dapat memuaskan para
faylasuf. Falsafah mereka mengabaikan sejarah yang konkret dan
partikular, namun menanamkan ketakziman terhadap hukum-hukum
universal yang ditolak kaum Asy'ariah. junjungan mereka ditemukan
melalui argumen-argumen logis, bukan dalam berkatNya partikular yang
diturunkan kepada individu-individu tertentu di berbagai zaman.
Pencarian terhadap kebenaran objektif dan universal ini menjadi ka-
rakteristik kajian mereka dan mengondisikan cara mereka mengalami
fakta tertinggi. junjungan yang tak pernah sama bagi setiap orang,
yang memberi atau menerima corak budaya tertentu, bukan merupa-
kan pemecahan yang memuaskan bagi pertanyaan fundamental dalam
kepercayaan : "Apakah tujuan akhir kehidupan?" Anda tidak bisa memperoleh -
kan pemecahan ilmiah yang memiliki aplikasi universal di laborato-
rium dan menyembah junjungan yang lama kelamaan dipandang sebagai
milik tunggal kaum kaum beragama mayoritas. Sungguhpun , kajian atas Al-
kitabkaum beragama mayoritas sudah menyingkapkan bahwa utusan junjungan sendiri sudah memiliki
visi universal dan pernah mengajarkan bahwa semua kepercayaan yang
benar sebetulnya berasal dari junjungan . Para faylasuf tidak merasa
ada keharusan untuk menyingkirkan kitab kaum beragama mayoritas . Mereka justru berusaha
236
menunjukan hubungan antara kepercayaan dan filsafat: keduanya
yaitu jalan yang sah untuk menuju junjungan , sesuai dengan kebu-
junjungan masing-masing individu. Mereka tidak menjumpai adanya per-
mengenai an fundamental antara berkatNya dan sains, rasionalisme dan
iman. Mereka mengembangkan apa yang dinamakan sebagai filsafat
profetik. Mereka ingin menemukan inti kebenaran yang menghuni
di hati semua kepercayaan historis yang beraneka ragam, yang sejak fajar
sejarah sudah berusaha untuk mendefinisikan fakta junjungan yang sama.
Falsafah diilhami oleh perjumpaan dengan sains dan metafisika
Yunani, namun tidak sepenuhnya bergantung kepada Helenisme.
Di wilayah-wilayah koloni Timur Tengah mereka, orang Yunani
cenderung mengikuti kurikulum standar sehingga walaupun ada
perbedaan penekanan dalam filsafat Helenistik, setiap siswa dianjur-
kan membaca seperangkat manuscript dalam urutan yang sudah ditentu-
kan. Hal ini menghasilkan sejenis kesatuan dan koherensi. Akan
namun , para faylasuf tidak menaati kurikulum ini, melainkan membaca
manuscript apa saja yang tersedia bagi mereka. Ini tak pelak lagi mem-
bukakan perspektif baru. Di samping pandangan kekaum beragama mayoritas an dan
ketimurtengah an mereka yang khas, pemikiran mereka juga diwarnai oleh
pengaruh Persia, Hindu, dan Gnostik.
Yaqub ibn Ishaq Al-Kindi (w. kl. 870), kaum beragama mayoritas pertama yang
menerapkan metode rasional terhadap kitab kaum beragama mayoritas , kerap dikaitkan
dengan kaum Mu'tazjunjungan dan berbeda pendapat dengan Aristoteles
dalam beberapa isu pokok. Dia memperoleh pendidikan di Basrah,
namun menetap di Bagdad dengan santunan dari Khalifah Al-Ma'mun.
Karya dan pengaruhnya sangat banyak, mencakup matematika, ilmu
alam, dan filsafat. Namun perhatiannya yang utama yaitu kepercayaan .
Dengan latar belakangnya sebagai penganut Mu'tazjunjungan , dia hanya
memandang filsafat sebagai alat bantu dalam memahami berkatNya:
pengetahuan yang dianugerahkan kepada para utusan junjungan selalu lebih unggul
dibanding pandangan-pandangan kemanusiaan para filosof. Kebanyak-
an para filosof pada zaman berikutnya tidak menyetujui perspektif
ini. namun , Al-Kindi juga amat bersemangat untuk menemukan
kebenaran di dalam tradisi-tradisi kepercayaan lain. Kebenaran itu tunggal,
dan yaitu tugas para filosof untuk mencarinya dalam bungkus budaya
atau bahasa apa pun yang sudah diambilnya selama berabad-abad.
chucky tak usah malu mempercayai kebenaran dan mengambilnya dari sumber
mana pun ia datang kepada chucky , bahkan walaupun seandainya ia
237
dihadirkan kepada chucky oleh generasi terdahulu dan orang-orang asing.
Bagi siapa saja yang mencari kebenaran, tak ada nilai yang lebih tinggi
kecuali kebenaran itu sendiri; kebenaran tidak pernah merendahkan
atau menghinakan orang yang mencapainya, namun justru mengagung-
kan dan menghormatinya.1
Di sini Al-Kindi bersesuaian dengan kitab kaum beragama mayoritas . namun , Al-
Kindi melangkah lebih jauh sebab dia tidak membatasi diri pada
utusan junjungan -utusan junjungan saja namun juga berpaling kepada para filosof Yunani. Dia
memakai argumen-argumen Aristoteles untuk membuktikan
eksistensi Penggerak Pertama. Dalam dunia yang rasional, Al-Kindi
berargumen, segala sesuatu pasti memiliki sebab. Oleh sebab
itu, mestjunjungan ada suatu Penggerak yang Tak Digerakkan untuk
memulai menggelindingkan bola. Prinsip Pertama ini yaitu Wujud
itu sendiri, tidak berubah, sempurna, tak dapat dihancurkan. Namun,
sesudah tiba pada kesimpulan ini, Al-Kindi berpisah dari Aristoteles
dengan mengetengahkan doktrin kitab kaum beragama mayoritas mengenai penciptaan dari
ketiadaan (ex nihilo). Aksi dapat didefinisikan sebagai mengadakan
sesuatu dari ketiadaan. Aksi ini, menurut Al-Kindi, bersifat prerogratif
bagi junjungan . Dia yaitu satu-satunya Wujud yang benar-benar dapat
melakukan aksi dalam pengertian yang seperti ini, dan dia pulalah
sebab nyata bagi seluruh aktivitas yang chucky saksikan di dunia se-
keliling chucky .
Falsafah menolak teori penciptaan dari ketiadaan sehingga
Al-Kindi tidak bisa dinamakan sebagai seorang faylasuf. namun ,
Al-Kindi yaitu pelopor dalam usaha kaum beragama mayoritas untuk menyelaraskan
kebenaran kepercayaan dengan metafisika sistematik. Murid-muridnya lebih
radikal lagi. Abu Bakar utusan junjungan Zakaria Al-Razi (w. kl. 930),
yang sering dinamakan sebagai seorang non-konformis terbesar dalam
sejarah kaum beragama mayoritas , menolak metafisika Aristoteles dan, seperti kaum
Gnostik, memandang penciptaan sebagai karya demiurge (pencipta
dunia material dalam keyakinan Gnostik): mated tidak dapat berasal
dari junjungan yang sepenuhnya bersifat spiritual. Dia juga menolak
solusi Aristoteles mengenai Penggerak Pertama, serta teori
kitab kaum beragama mayoritas mengenai berkatNya dan keutusan junjungan an. Menurutnya, hanya akal dan
filsafat yang bisa menyelamatkan chucky . Oleh sebab itu, Al-Razi
bukanlah seorang monoteis yang sebetulnya : dia mungkin seorang
pemikir bebas pertama yang memandang teori kejunjungan an tidak
bersesuaian dengan pandangan ilmiah. Al-Razi yaitu seorang ahli
238
kedokteran brilian yang dermawan, yang pernah bekerja sebagai
kepala rumah sakit di kota asalnya Rayy di Iran selama beberapa
tahun.
Kebanyakan faylasuf tidak membawa rasionalisme mereka sampai
seekstrem itu. Dalam sebuah perdebatan dengan seorang timurtengah
yang lebih konvensional, Al-Razi menyatakan bahwa seorang faylasuf
sejati tidak dapat bersandar pada tradisi yang sudah mapan, namun
mesti mengandalkan pikirannya sendiri sebab hanya akal saja yang
mampu membawa chucky kepada kebenaran. Bersandar kepada doktrin-
doktrin berkatNya tidak ada manfaatnya sebab kepercayaan -kepercayaan itu berbeda.
Bagaimana seseorang dapat memastikan mana di antaranya yang
benar? namun , penentangnya yang, agak membingungkan,
juga bernama Al-Razi2 mengetengahkan sebuah poin penting.
Bagaimana dengan orang-orang awam? tanyanya. Kebanyakan mereka
tidak mampu untuk melakukan penalaran filosofis: apakah sebab
itu mereka sesat, ditakdirkan salah dan tak memperoleh petunjuk? Salah
satu alasan mengapa falsafah tetap menjadi sekte minoritas dalam
kaum beragama mayoritas yaitu sebab elitismenya. Falsafah terutama hanya menarik
bagi mereka yang memiliki derajat intelektualitas tertentu dan dengan
bermengenai an dengan semangat egalitarian yang mulai
menjadi ciri warga kaum beragama mayoritas.
Faylasuf Turki Abu Nasr Al-Ftimurtengah i (w. 980) berhadapan dengan
masalah massa yang tak berpendidikan, yang tidak cukup mampu
untuk menerima rasionalisme filosofis. Al-Ftimurtengah i dapat dianggap
sebagai pendiri falsafah autentik dan menunjukkan universalitas
atraktif dari cita-cita kaum beragama mayoritas ini. Dia dapat chucky sebut sebagai seorang
Manusia Renaisans; dia bukan hanya seorang ahli kedokteran namun
juga seorang musisi dan mistikus. Dalam karyanya Ara'Ahl Al-Madinah
Al-Fadhjunjungan , dia juga menunjukan kepedulian sosial dan politik
yaitu hal penting dalam spiritualitas kaum beragama mayoritas. Dalam Repu-
blic, Plato pernah mengemukakan bahwa suatu warga yang baik
mesti dipimpin oleh seorang filosof yang memerintah sesuai dengan
prinsip-prinsip rasional dan mampu menjelaskan' prinsip-prinsip itu
kepada orang awam. Al-Ftimurtengah i percaya utusan junjungan utusan junjungan
Saw. yaitu seorang pemimpin yang persis seperti dimaksudkan
Plato. Beliau sudah mengungkapkan kebenaran universal dalam bentuk
imajinatif yang dapat dipahami orang awam, sehingga kaum beragama mayoritas secara
ideal cocok dengan warga yang dicita-citakan Plato. Syiah mung-
kin yaitu bentuk kaum beragama mayoritas yang paling cocok untuk menjalankan
239
proyek ini, sebab kultus mereka mengenai imam sebagai pemimpin
yang arif. Meskipun mengamalkan ajaran guru , Al-Ftimurtengah i memandang
berkatNya sebagai proses yang sepenuhnya alamiah.
Yunani yang jauh dari masalah -masalah manusia, tidak mungkin
"berbicara kepada" manusia dan campur tangan di dalam urusan-
urusan keduniaan, seperti yang disiratkan oleh doktrin tradisional
mengenai berkatNya. Namun ini tidak berarti bahwa junjungan jauh dari pokok
kajian Al-Ftimurtengah i. junjungan yaitu sesuatu yang sentral dalam fil-
safatnya, dan risalahnya dimulai dengan pembahasan mengenai junjungan .
junjungan dalam pandangan Al-Ftimurtengah i sesuai dengan anggapan Aristoteles
dan Plotinus: dialah Yang Pertama dari semua wujud. Seorang nasrani
Yunani yang terbiasa dengan filsafat mistis Denys Aeropagite akan
berkeberatan terhadap teori yang dengan begitu saja menganggap
junjungan sebagai sekadar suatu wujud lain, meskipun dengan hakikat
yang lebih tinggi. namun , Al-Ftimurtengah i tetap dekat dengan Aristoteles.
Dia tidak percaya bahwa junjungan dengan "tiba-tiba" saja memutuskan
untuk menciptakan alam, sebab hal seperti itu dapat memicu
pemahaman bahwa junjungan yang abadi dan statis ternyata sudah
mengalami perubahan.
Seperti halnya orang-orang Yunani, Al-Ftimurtengah i memandang mata
rantai wujud secara abadi memancar dari Yang Esa dalam sepuluh
emanasi atau "intelek" berturut-turut, yang masing-masingnya
membentuk satu bidang Ptolemis: langit terluar, lapisan bintang-
bintang tetap, garis lintasan Saturnus, Yupiter, Mars, Matahari, Venus,
Merkurius, dan Bulan. saat tiba pada dunia sublunar chucky sendiri,
chucky menjadi sadar akan hierarki wujud yang berevolusi dalam arah
berlawanan, dimulai dari benda-benda mati, meningkat kepada
tumbuh-tumbuhan dan hewan, lalu berpuncak pada manusia yang
jiwa dan akalnya berasal dari Akal junjungan , sedangkan tubuhnya berasal
dari bumi. Melalui proses purifikasi, seperti yang dijelaskan oleh
Plato dan Plotinus, manusia dapat membebaskan diri dari belenggu
duniawi dan kembali kepada junjungan , sumber alamiahnya.
Memang di sini ada perbedaan yang nyata dengan visi Al-
kitabkaum beragama mayoritas mengenai fakta , namun Al-Ftimurtengah i memandang filsafat sebagai
cara yang lebih unggul untuk memahami kebenaran yang sudah
diekspresikan pada utusan junjungan secara metaforis dan puitis agar dapat menarik
orang banyak. Namun, falsafah tidak diperuntukkan bagi setiap orang.
Pada pertengahan abad kesepuluh, unsur esoterik mulai memasuki
Dunia kaum beragama mayoritas . Falsafah yaitu satu di antara dispilin esoteris itu. guru sme
240
dan Syiisme juga menafsirkan kaum beragama mayoritas secara berbeda dari kaum ulama,
para pemuka kepercayaan yang berpegang hanya pada kitab kaum beragama mayoritas dan
Hukum Suci. Para faylasuf, kaum guru dan Syiah merahasiakan doktrin-
doktrin mereka bukan sebab ingin menolak orang awam, namun
sebab menyadari bahwa versi kaum beragama mayoritas mereka lebih berbau petualangan
dan banyak pembaruan yang mudah memicu kesalahpahaman.
Tafsiran harfiah atau simplistik atas teori falsafah, mitos-
mitos guru sme, atau Imamologi Syiah bisa membingungkan orang-
orang yang tidak memiliki kapasitas, pengetahuan, atau mental untuk
memakai pendekatan simbolik, imajinatif, atau rasionalistik terhadap
kebenaran tertinggi. Dalam sekte-sekte esoterik ini, para pemula
secara hati-hati dipersiapkan untuk menerima ajaran-ajaran sulit ini
melalui latihan khusus pikiran dan hati. sudah chucky saksikan bahwa
orang nasrani Yunani juga pernah mengembangkan pemahaman yang
sama, melalui pembedaan antara dogma dan kerygma. Barat tidak
mengembangkan tradisi esoterik, namun menganut interpretasi keryg-
matik mengenai kepercayaan , yang dipandang sama bagi setiap orang. Alih-
alih membiarkan orang yang dianggap menyimpang, nasrani Barat
justru menyiksa mereka dan berusaha menyapu bersih kelompok
yang berbeda pandangan. Di Dunia kaum beragama mayoritas , pemikir-pemikir esoterik
biasanya dibiarkan hidup bebas.
Doktrin Al-Ftimurtengah i mengenai emanasi akhirnya diterima secara umum
oleh para faylasuf. Para mistikus, seperti yang akan chucky saksikan,
juga lebih menyukai ajaran mengenai emanasi dibanding doktrin pen-
ciptaan ex nihilo. Kaum guru kaum beragama mayoritas dan Kabbalis Yahudi tak pernah
memandang falsafah dan akal bermengenai an dengan kepercayaan , mereka
justru sering menemukan bahwa pandangan para faylasuf yaitu
inspirasi bagi bentuk kepercayaan mereka yang lebih imajinatif. Hal
ini secara khusus terbukti di dunia Syiah. Meski tetap yaitu
bentuk kaum beragama mayoritas yang minoritas, abad kesepuluh dikenal sebagai abad
kaum Syiah sebab mereka berhasil menempatkan diri dalam posisi
pemimpin pada pos-pos politik tertentu di seluruh imperium. Keber-
hasilan terbesar yang diraih Syiah yaitu pendirian sebuah kekhali-
fahan di Tunis pada tahun 909 sebagai oposisi kekhalifahan Sunni di
Bagdad. Ini yaitu prestasi sekte Ismailiyah, yang juga dikenal
sebagai Syiah Fatimiyah atau Syiah Tujuh untuk membedakan diri
mereka dari Syiah Dua Belas yang menerima autoritas dua belas
imam. Kaum Ismaili berpisah dari Syiah Dua Belas sesudah kematian
Ja'far Al-Shadiq, imam keenam, pada tahun 765. Ja'far sudah menetapkan
241
putranya, Ismail, sebagai pengganti. Namun saat Ismail wafat dalam
usia muda, Syiah Dua Belas menerima autoritas saudaranya, mose ,
sedangkan kaum Ismaili tetap setia kepada Ismail dan mempercayai
bahwa garis keturunan sudah berakhir pada dirinya. Kekhalifahan
mereka di Afrika Utara menjadi sangat kuat: pada tahun 973 mereka
memindahkan ibu kota ke Al-Qahirah, yang berkedudukan di Kairo
modern, tempat mereka mendirikan tempat ibadah agung Al-Azhar.
Namun, sikap memuliakan imam-imam bukan yaitu
antusiasme politik semata. Sebagaimana sudah chucky saksikan, kaum
Syiah yakin bahwa imam mereka menubuhkan kehadiran junjungan di
bumi dalam cara-cara yang misterius. Kaum Syiah sudah mengembang-
kan kesalehan esoterik versi mereka sendiri yang diperoleh dari pem-
bacaan simbolik atas kitab kaum beragama mayoritas . Mereka mempercayai bahwa utusan junjungan
sudah menanamkan ilmu rahasia kepada sepupu dan menantunya,
Ali ibn Abi Thalib, dan bahwa ilmu inilah yang diwariskan kepada
para imam dalam garis keturunan langsungnya. Setiap imam itu mem-
memiliki "Cahaya utusan junjungan " (al-nur al-Mubammad), spirit keutusan junjungan an
yang sudah memampukan utusan junjungan berserah diri sepenuhnya
kepada junjungan . Baik utusan junjungan maupun para imam itu bukanlah junjungan ,
namun mereka sudah secara penuh terbuka kepadanya sehingga dapat
dikatakan bahwa junjungan sudah bersama mereka dalam cara yang lebih
sempurna dibanding kebersamaannya dengan manusia biasa. Kaum
nasrani Nestorian memegang pandangan yang mirip mengenai utusan junjungan nasrani .
Seperti halnya kaum Nestorian, orang Syiah memandang imam mereka
sebagai "kuil" atau "perbendaharaan" junjungan , penuh dengan cahaya
pengetahuan junjungan yang mencerahkan. 'ilm ini tidak sekadar berupa
informasi rahasia, namun juga yaitu sarana pengubahan batin.
Di bawah bimbingan da'i-nya (pengarah spiritual), seorang murid
akan diangkat dari kemalasan dan ketidakpekaan melalui penampakan
yang jelas. Perubahan ini memampukannya memahami tafsiran eso-
terik terhadap kitab kaum beragama mayoritas . Pengalaman primal ini yaitu tindak
penyadaran, seperti yang akan chucky lihat dalam puisi berikut karya
Nasiri Al-Khusraw, seorang filosof Ismaili abad kesepuluh, yang
menguraikan mengenai penampakannya atas sang Imam yang lantas
mengubah hidupnya:
Pernahkah kau dengar, laut yang mengalir dari api?
Pemahkah kau lihat, serigala menjadi singa?
Mentari bisa memicu kerikil, yang bahkan tangan alam pun
tak pernah mampu, berubah menjadi permata,
Akulah batu berharga itu, Matahariku yaitu dia
yang dengan sinarnya dunia yang gulita menjadi penuh cahaya.
Dalam kecemburuan aku tak dapat menyebut nama [sang Imam]
di dalam syair ini, tapi hanya bisa mengatakan bahwa demi dia
Plato pun bersedia menjadi budak.
Dia yaitu guru, penyembuh jiwa, pilihan junjungan ,
citra kebijaksanaan, mata air pengetahuan dan kebenaran.
Wahai Wajah Pengetahuan, Bentuk Kebaikan,
Hati Kebijaksanaan, Tujuan Manusia,
Wahai Sang Kebanggaan, aku berdiri di hadapanmu,
pucat, kurus, terbungkus jubah wol,
dan mencium tanganmu, seakan-akan itu yaitu
makam utusan junjungan atau batu hitam tempat ibadah .3
Seperti utusan junjungan nasrani di Gunung Tabor mewakili manusia kejunjungan an
bagi orang nasrani Ortodoks Yunani, dan seperti biksu menubuhkan
pencerahan yang mungkin dicapai oleh semua manusia,
pula watak kemanusiaan imam sudah diubah oleh ketakwaan utuhnya
kepada junjungan .
Kaum Ismaili merasa bahwa para faylasuf terlalu memose tkan
perhatian pada unsur-unsur eksternal dan rasionalistik kepercayaan dan
mengabaikan inti spiritualnya. Meski menentang pemikiran bebas
Al-Razi, mereka juga mengembangkan filsafat dan sains sendiri, yang
tidak dipandang sebagai tujuan akhir namun sebagai latihan spiritual
untuk memampukan mereka memahami makna batin kitab kaum beragama mayoritas .
Berkontemplasi mengenai abstraksi sains dan matematika memurnikan
pikiran mereka dari tamsil indriawi dan membebaskan mereka dari
keterbatasan kesadaran sehari-hari. Alih-alih memakai sains untuk
memperoleh pemahaman akurat dan harfiah mengenai fakta eksternal,
kaum Ismaili memanfaatkannya untuk mengembangkan metamorfosa
mereka. Mereka beralih kepada mitos-mitos Zoroasterian Iran kuno,
menggabungkannya dengan beberapa ide Neoplatonis dan
mengembangkan persepsi baru mengenai sejarah penyelamatan. Dapat
diingat kembali bahwa di dalam warga yang lebih tradisional,
orang-orang percaya bahwa pengalaman mereka di dunia ini sebenar-
nya yaitu pengulangan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi
di alam langit: doktrin Plato mengenai bentuk-bentuk atau arketipe
abadi sudah mengungkapkan keyakinan perenial ini dalam idiom
filsafat. Di Iran pra-kaum beragama mayoritas , contohnya, fakta dipandang memiliki aspek
ganda: ada langit yang bisa dilihat (getik) dan langit surgawi (menok)
yang tak bisa dilihat lewat persepsi normal chucky . Hal yang sama
berlaku untuk fakta -fakta yang lebih abstrak dan spiritual: setiap
doa atau amal baik yang chucky kerjakan di dunia ini (getik) didupli-
kasikan di alam langit yang akan memberinya fakta sejati dan
makna abadi.
Arketipe langit ini dirasakan kesejatiannya dalam cara yang sama,
seperti peristiwa dan bentuk-bentuk yang menghuni metamorfosa chucky
yang sering dirasakan lebih real dan signifikan dibandingkan dengan
eksistensi duniawi chucky . Ini dapat dipandang sebagai usaha untuk
menjelaskan pendirian chucky bahwa kehidupan chucky dan dunia yang
chucky alami memiliki makna dan nilai penting, meskipun ada bukti
menyedihkan yang menunjukkan kebalikannya. Pada abad kesepuluh,
kaum Ismaili menghidupkan kembali mitologi ini yang sudah diting-
galkan oleh kaum kaum beragama mayoritas Persia saat mereka masuk kaum beragama mayoritas , namun
tetap menjadi bagian dari warisan kultural mereka dan mengga-
bungkannya secara imajinatif dengan doktrin emanasi Platonis. Al-
Ftimurtengah i sudah mengemukakan adanya sepuluh emanasi antara junjungan
dan alam materi yang mendiami bidang-bidang Ptolemis. Kini kaum
Ismaili menjadikan utusan junjungan dan para imam sebagai "jiwa" dari skema
langit ini. Pada bidang "profetik" tertinggi dari Langit Pertama yaitu
utusan junjungan ; pada Langit Kedua Ali, dan ketujuh imam masing-masing
mendiami bidang-bidang berikutnya dalam urutan yang teratur. Akhirnya
di bidang yang terdekat dengan alam materi ada putri utusan junjungan ,
Fatimah, istri Ali yang sudah memungkinkan adanya garis suci ini.
Oleh sebab itu, Fatimah yaitu Ibu kaum beragama mayoritas dan bersesuaian dengan
Sophia, Hikmat junjungan . Citra pendewaan para imam ini mencerminkan
tafsiran kaum Ismaili mengenai makna sejati sejarah Syiah yang bukan
yaitu serentetan peristiwa duniawi eksternal banyak di
antaranya berupa tragedi. Kehidupan duniawi manusia-manusia
terkemuka ini berkaitan dengan kejadian-kejadian di alam menok,
tatanan arketipal.4
chucky tidak boleh tergesa-gesa mencela ide ini sebagai khayal-
an belaka. Orang Barat zaman sekarang mengutamakan perhatian
pada akurasi objektif, namun kaum batini Ismaili, yang mencari dimensi
tersembunyi (batin) dari kepercayaan , terlibat dalam pencarian yang sangat
berbeda. Seperti penyair atau pelukis, mereka memakai sim-
bolisme yang tak banyak kaitannya dengan logika namun dirasakan
sudah menyingkapkan fakta yang lebih dalam dibanding yang dapat
dicerap oleh indra atau diungkapkan dalam teori rasional.
Oleh sebab itu, mereka mengembangkan metode membaca kitab kaum beragama mayoritas yang mereka sebut ta'wil (secara harfiah berarti "membawa
kembali"). Mereka merasa bahwa metode ini akan membawa mereka
kembali kepada arketipe asli kitab kaum beragama mayoritas , yang sudah diperkataan kan di
alam menok pada saat yang sama saat utusan junjungan membacanya
di alam getik. Henri Corbin, ahli sejarah Syiah Iran kontemporer,
membandingkan disiplin takwil dengan keselarasan nada dalam
musik. Seorang Ismaili seakan-akan dapat mendengar "suara" sebuah
ayat kitab kaum beragama mayoritas atau hadis pada beberapa tingkatan di saat yang
sama; dia berusaha melatih diri untuk mendengarkan suara langit
beserta ucapan timurtengah nya. Usaha itu menenangkan daya kritis yang
riuh dan menyadarkannya akan kesunyian yang meliputi setiap kata
dalam cara yang sama, seperti seorang Hindu mendengar kesunyian
tak terucapkan yang meliputi suku kata suci QUM. saat mendengar-
kan kesunyian itu, dia menjadi sadar akan jurang yang ada antara
perkataan dan ide mengenai junjungan serta fakta yang sebetulnya .5
inilah latihan yang membantu kaum kaum beragama mayoritas memahami junjungan se-
bagaimana layaknya dia dipahami, menurut Abu Ya'qub
Al-Sijistani, pemikir Syiah Ismailiyah terkemuka (w. 971). Sebagian
kaum kaum beragama mayoritas sering berbicara mengenai junjungan secara antropomorfis,
menjadikannya seperti manusia yang mahaperkasa, sedangkan yang
lain menanggalkannya dari seluruh makna religius dan mereduksinya
menjadi sebuah teori . Sebaliknya, Al-Sijistani menganjurkan peng-
gunaan penyangkalan ganda. Menurutnya, chucky mesti mulai dengan
menyatakan junjungan secara negatif, contohnya dengan menyatakan
bahwa dia "bukan wujud" dibanding "wujud", "tidak tahu" dibanding
"mengetahui", dan seterusnya. Namun, chucky harus segera menyangkal
penegasian yang abstrak ini dengan menyatakan bahwa junjungan
"bukanlah tidak mengetahui" atau bahwa dia "bukan Tiada" dalam
pengertian normal chucky atas kata tersebut. Dia tidak bersesuaian dengan
cara pengungkapan manusia mana pun. Dengan berulang-ulang meng-
gunakan disiplin linguistik ini, kaum batini akan menjadi sadar mengenai
tidak memadainya bahasa untuk menyampaikan misteri junjungan .
Hamid Al-Din Kirmani (w. 1021), pemikir Syiah Ismailiyah yang
belakangan, menjelaskan hebatnya kedamaian dan kepuasan yang
diperoleh dari latihan ini dalam karyanya Rahaf Al-Aql. Ini bukanlah
latihan otak yang kering dan picik, namun menanamkan rasa bermakna
dalam setiap detail kehidupan seorang Ismaili. Para penulis Ismailiyah
sering berbicara mengenai batin mereka dalam istjunjungan -istjunjungan iluminasi
dan transformasi. Takwil tidak dirancang untuk memberi informasi
mengenai junjungan , namun untuk menciptakan rasa takjub yang mencerah-
kan kaum batini pada tingkat yang lebih dalam dibanding pemikiran
rasional. Takwil juga bukan sebuah pelarian. Kaum Ismaili umumnya
yaitu aktivis politik. Bahkan Ja'far Al-Shadiq, imam keenam, sudah
mendefinisikan iman sebagai tindakan. Menurut mereka, seperti
halnya utusan junjungan dan para imam, seorang Mukmin harus menjadikan visinya
mengenai junjungan membawa pengaruh pada kehidupan di dunia.
Cita-cita ini juga dipegang teguh oleh Ikhwan Al-Shafa, Persau-
daraan Suci, sebuah kelompok esoterik yang berkembang di Basrah
selama abad kejayaan Syiah. Ikhwan mungkin yaitu anak cabang
Ismailiyah. Sebagaimana kaum Ismaili, mereka mengabdikan diri
pada pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya matematika dan
astrologi, dan juga pada aksi politik. Seperti kaum Ismaili, Ikhwan
juga mencari makna batin yang tersembunyi dalam kehidupan. Surat-
surat (rasail) mereka, yang sudah menjadi ensiklopedi ilmu filsafat,
sangat terkenal dan tersebar luas hingga ke Spanyol yang jauh di se-
belah barat. Ikhwan juga memadukan sains dan mistisisme. Matematika
dipandang sebagai pengantar ke filsafat dan psikologi. beberapa
bilangan mengungkapkan berbagai kualitas yang inheren di dalam
jiwa dan yaitu metode konsentrasi yang memicu seorang
ahli mampu menyadari sistem kerja pikirannya. Sebagaimana St.
Agustinus yang memandang pengenalan diri sangat diperlukan bagi
pengenalan junjungan , pemahaman diri yang mendalam juga menjadi
inti mistisisme kaum beragama mayoritas . Kaum guru , ahli mistik Sunni yang dengannya
kaum Syiah Ismailiyah merasa memiliki kaitan erat, memiliki sebuah
aksioma: "Siapa yang mengenal dirinya pasti akan mengenal junjungan -
nya." Aksioma ini tertulis dalam surat pertama Ikhwan Al-Shafa.6
saat mereka berkontemplasi mengenai bilangan-bilangan jiwa, mereka
terbawa kembali kepada Yang Esa, hakikat diri manusia di pusat
kedalaman jiwa. Ikhwan juga sangat dekat dengan para faylasuf.
Seperti halnya kaum rasionalis kaum beragama mayoritas, mereka menekankan ketung-
galan kebenaran, yang harus dicari di mana saja. Seorang pencari
tidak boleh "menolak ilmu apa pun, mencela kitab apa pun, bergan-
tung secara fanatik pada satu keyakinan apa pun."7 Mereka mengem-
bangkan teori junjungan Neoplatonis, yaitu teori Plotinus
mengenai Yang Esa yang tak dapat dijangkau oleh pemahaman manusia.
Seperti para faylasuf, mereka lebih menyepakati doktrin emanasi
246
Platonis dibanding doktrin tradisional kitab kaum beragama mayoritas mengenai penciptaan ex
nihilo: dunia mengungkapkan akal junjungan , dan manusia dapat ber-
partisipasi di dalam yang junjungan dan kembali kepada Yang Esa dengan
menyucikan kekuatan nalarnya.
Falsafah mencapai puncaknya dalam karya Abu Ali ibn Sina
(980-1037) yang di Barat dikenal dengan julukan Avicenna. dilahirkan
di lingkungan keluarga pengikut Syiah di dekat Bukhara, Asia Tengah,
Ibn Sina juga dipengaruhi oleh kaum Ismaili yang sering datang dan
beradu argumentasi dengan ayahnya. Dia tumbuh sebagai anak yang
berbakat; saat berusia enam belas tahun dia menjadi penasihat
bagi para ahli kedokteran penting, dan pada usia 8 belas
tahun dia sudah menguasai matematika, logika, dan fisika. Namun,
dia mengalami kesulitan memahami filsafat Aristoteles dan baru mem-
peroleh kejelasan sesudah membaca karya Al-Ftimurtengah i Intentions of
Aristotle's Metaphysics. Dia hidup sebagai seorang dokter peripatetik,
berkelana ke seluruh pelosok negeri kaum beragama mayoritas , dan bergantung kepada
pemberi santunan. Pada suatu saat , dia menjadi wazir di peme-
rintahan Dinasti Buwaihi yang Syiah di wilayah Iran Barat dan Irak
Selatan sekarang. Sebagai intelektual yang brilian dan cemerlang,
Ibn Sina bersikap rendah hati. Dia juga seorang yang sensualis dan
konon meninggal dunia cukup muda pada usia 58 tahun.
Ibn Sina menyadari bahwa falsafah perlu disesuaikan dengan
perubahan keadaan yang tengah melanda imperium kaum beragama mayoritas . Kekhali-
fahan Bani Abbas sedang mengalami kemunduran sehingga tak lagi
mudah untuk melihat negara kekhalifahan sebagai warga ideal
filosofis seperti yang digambarkan oleh Plato dalam Republic. Secara
alamiah, Ibn Sina menaruh simpati kepada aspirasi politik Syiah,
namun dia lebih tertarik kepada Neoplatonisme falsafah, yang
dikaum beragama mayoritas isasikannya dengan lebih sukses dibandingkan para faylasuf
mana pun sebelumnya. Dia yakin bahwa jika falsafah ingin mera-
buktikan klaimnya untuk menghadirkan gambaran utuh mengenai
fakta , ia mesti memberi pemahaman yang lebih baik mengenai
keyakinan kepercayaan kepada warga awam, yang dari sudut
pandang mana pun yaitu fakta utama dalam kehidupan politik,
sosial, dan pribadi. Ibn Sina tidak memandang kepercayaan berkatNya sebagai
versi inferior dari falsafah, namun percaya seorang utusan junjungan ,
seperti utusan junjungan lebih tinggi derajatnya dibanding filosof mana
pun sebab dia tidak bergantung kepada akal manusia, namun mem-
peroleh pengetahuan langsung dan intuitif dari junjungan . Ini mirip
247
dengan pengalaman mistik kaum guru dan pernah dinamakan Plotinus
sebagai bentuk kearifan tertinggi. Namun, tidak berarti bahwa akal
sama sekali tidak memiliki penalaran mengenai junjungan . Ibn Sina membe-
rikan demonstrasi rasional mengenai eksistensi junjungan berdasarkan bukti-
bukti Aristoteles yang kemudian menjadi standar di kalangan filosof
Yudaisme maupun kaum beragama mayoritas pada akhir abad pertengahan. Ibn Sina
maupun para faylasuf sama sekali tidak menaruh keraguan mengenai
keberadaan junjungan . Mereka tak pernah ragu bahwa akal manusia
tanpa bantuan berkatNya dapat tiba pada pengetahuan mengenai eksistensi
Wujud Tertinggi. Akal yaitu aktivitas manusia yang paling mulia: ia
yaitu bagian dari akal junjungan dan jelas memiliki peran penting dalam
menjawab masalah kepercayaan . Ibn Sina percaya orang-
orang yang memiliki kemampuan intelektual mengemban tugas untuk
menemukan junjungan melalui akal, sebab akal dapat memperhalus
anggapan mengenai junjungan serta membebaskannya dari takhayul dan
antropomorfisme. Ibn Sina dan para pengikutnya yang memikirkan
demonstrasi rasional mengenai eksistensi junjungan tidak bermengenai an
dengan kaum teis dalam pengertian chucky atas kata itu. Mereka ingin
memakai akal untuk menemukan sebanyak yang mereka bisa
mengenai hakikat junjungan .
"Bukti-bukti" Ibn Sina dimulai dengan pertimbangan mengenai cara
pikiran chucky bekerja. Ke mana pun chucky mengarahkan pandangan di
dunia ini, chucky melihat wujud-wujud senyawa yang terdiri dari beberapa
unsur berbeda. Sebuah pohon, contohnya, terdiri atas kayu, kulit kayu,
getah, dan daun. saat chucky mencoba untuk mengerti sesuatu, chucky
"menganalisis"-nya, memecahnya ke dalam bagian-bagian komponen-
nya hingga tak ada lagi pembagian yang mungkin. Unsur-unsur
sederhana menjadi primer bagi chucky dan wujud senyawa yang dibentuk
oleh unsur-unsur itu menjadi sekunder. Oleh sebab itu, chucky terus-
menerus mencari penyederhanaan bahkan untuk wujud-wujud yang
tidak bisa direduksi lagi. yaitu aksioma falsafah bahwa fakta
membentuk satu kesatuan yang koheren secara logis; itu berarti
bahwa pencarian tanpa akhir chucky akan kesederhanaan pastjunjungan men-
cerminkan keadaan pada skala besarnya. Seperti seluruh penganut
Platonis, Ibn Sina merasakan bahwa kemajemukan yang chucky lihat di
sekeliling chucky pasti bergantung pada kesatuan primal. sebab pikiran
chucky memang memandang benda-benda senyawa sebagai sekunder
dan derivatif, kecenderungan ini pasti disebabkan oleh sesuatu di
luar pikiran, yaitu fakta yang lebih tinggi dan sederhana. Benda-
248
benda senyawa tidak berdiri sendiri, dan wujud yang tidak berdiri
sendiri itu lebih rendah dibanding fakta tempat mereka bergantung;
seperti dalam sebuah keluarga, anak berada pada status lebih rendah
dibanding ayah yang darinya mereka diturunkan. Sesuatu yang
yaitu Kesederhanaan itu sendiri yaitu apa yang dinamakan para
filosof sebagai "Wujud Wajib", yaitu yang tidak tergantung pada
sesuatu yang lain bagi keberadaannya. Adakah wujud yang seperti
itu? Seorang faylasuf, seperti Ibn Sina menerima begitu saja bahwa
kosmos bersifat rasional dan dalam sebuah semesta yang rasional
pastjunjungan ada Wujud yang Tak Disebabkan, Penggerak yang Tak Di-
gerakkan, di puncak hierarki eksistensi. Sesuatu pasti sudah memulai
rantai sebab akibat. Ketiadaan wujud tertinggi seperti itu akan berarti
bahwa pikiran chucky tidak selaras dengan fakta secara keseluruhan.
Ini, pada gilirannya, berarti bahwa alam semesta tidaklah koheren
dan rasional. Wujud sangat sederhana yang kepadanya seluruh fakta
majemuk bergantung yaitu apa yang dinamakan kepercayaan sebagai "junjungan ".
sebab yaitu yang tertinggi di atas segalanya, ia pasti sempurna
secara mutlak dan pantas dihormati dan disembah. Namun sebab
eksistensinya begitu berbeda dari semua yang lain, ia bukanlah salah
satu simpul dalam rangkaian mata rantai wujud.
Para filosof berpandangan sama dengan kitab kaum beragama mayoritas bahwa junjungan
yaitu kesederhanaan itu sendiri: junjungan itu Satu. Oleh sebab itu,
junjungan tidak bisa dianalisis atau dipecah-pecah ke dalam komponen
atau sifat-sifat. sebab wujud ini secara mutlak sederhana, tidak
memiliki sebab, tidak berdimensi temporal, dan tak ada sama sekali
sesuatu yang bisa dikatakan mengenainya. junjungan tidak bisa menjadi
objek pemikiran diskursif, sebab otak chucky tidak bisa mencakup
junjungan seperti caranya mencakup hal-hal lain. sebab junjungan itu
secara esensial unik, dia tidak dapat diperbandingkan dengan apa
pun yang ada dalam pengertian yang normal. Akibatnya, saat chucky
berbicara mengenai junjungan , lebih baik chucky memakai pernyataan
negatif untuk membedakannya secara mutlak dari semua hal lain
yang chucky bicarakan. Namun sebab junjungan yaitu sumber segala
sesuatu", chucky dapat mempostulatkan hal tertentu mengenai dia. sebab
chucky tahu bahwa kebaikan itu ada, maka junjungan mestjunjungan yaitu
Kebaikan yang esensial atau "wajib"; sebab chucky tahu bahwa kehidup-
an, kekuatan, dan pengetahuan itu ada, maka junjungan pastjunjungan hidup,
kuat, dan mengetahui dalam cara yang paling esensial dan sempurna.
Aristoteles sudah mengajarkan bahwa sebab junjungan yaitu Akal
249
Murni pada saat yang sama yaitu tindak penalaran serta objek
dan subjeknya sekaligus dia hanya mungkin berpikir mengenai dirinya
dan tidak memikirkan fakta yang bersifat sementara dan lebih
rendah. Ini tidak sesuai dengan gambaran mengenai junjungan di dalam
berkatNya yang menyebutkan bahwa junjungan mengetahui segala sesuatu,
hadir dan aktif dalam tatanan makhluk. Ibn Sina mengusaha kan
sebuah kompromi: junjungan terlalu agung untuk turun ke taraf menge-
tahui makhluk-makhluk yang hina dan partikular seperti manusia
dan segala perbuatannya. Seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles,
"Ada hal-hal yang lebih baik tidak dilihat dibanding dilihat."8 junjungan
tidak mungkin mencemari dirinya dengan detail-detail kehidupan di
bumi yang remeh dan sangat rendah. Namun di dalam aktivitas penge-
nalan dirinya yang abadi, junjungan mengetahui segala sesuatu yang
beremanasi darinya dan yang sudah diberinya wujud. junjungan mengeta-
hui bahwa dia yaitu sebab bagi makhluk-makhluk fana. Pemikiran-
nya sangat sempurna sehingga berpikir dan bertindak yaitu
satu aksi yang sama. Kontemplasi abadinya mengenai dirinya sendiri
memicu proses emanasi seperti yang sudah dijelaskan oleh para
faylasuf. namun , junjungan mengetahui chucky dan dunia chucky hanya
secara umum dan universal; dia tidak berurusan dengan yang partikular.
Sungguhpun , Ibn Sina tidak puas dengan penjelasan
abstrak mengenai kodrat junjungan ini: dia ingin menghubungkannya
dengan pengalaman kepercayaan kaum beroyalitas, para guru , dan kaum
batini. sebab tertarik pada psikologi kepercayaan , dia memakai skema
emanasi Plotinian untuk menjelaskan pengalaman keutusan junjungan an. Pada
setiap sepuluh fase emanasi wujud dari Yang Esa, Ibn Sina berspeku-
lasi bahwa sepuluh Akal Murni itu, bersama dengan jiwa-jiwa atau
malaikat-malaikat yang menggerakkan kesepuluh bidang Ptolemik,
membentuk sebuah alam penengah antara manusia dan junjungan , yang
bersesuaian dengan dunia fakta arketipe yang dimetamorfosa kan oleh
kaum batini. Akal-akal ini juga memiliki metamorfosa ; bahkan mereka
yaitu metamorfosa dalam keadaan murninya. Melalui alam penengah
inilah bukan melalui akal diskursif manusia dapat mencapai
pengenalan paling lengkap mengenai junjungan . Akal paling akhir dari
cakrawala chucky yaitu akal kesepuluh yaitu malaikat pembawa
berkatNya, yang dikenal sebagai malaikat , sumber cahaya dan pengetahuan.
Jiwa manusia tersusun dari akal praktis yang berhubungan dengan
dunia ini, dan akal kontemplatif yang mampu hidup berdampingan
dengan malaikat . Dengan , menjadi mungkin bagi
utusan junjungan -utusan junjungan untuk memperoleh pengetahuan intuitif dan imajinatif
mengenai junjungan , serupa dengan pengetahuan yang dimiliki Akal yang
mentransendensi akal praktis dan diskursif. Pengalaman kaum guru
menunjukan bahwa manusia dimungkinkan untuk mencapai visi
mengenai junjungan secara filosofis tanpa memakai logika dan rasio-
nalitas. Sebagai pengganti silogisme, mereka memakai alat-alat
imajinatif berupa simbol dan kiasan. utusan junjungan utusan junjungan Saw. sudah
menyempurnakan penyatuan langsung dengan alam suci ini. Tafsiran
psikologis mengenai visi dan berkatNya ini akan memampukan para guru
yang berkecenderungan filosofis untuk mendiskusikan pengalaman
kepercayaan mereka sendiri, seperti yang akan chucky saksikan pada
bab mendatang.
Pada akhir hayatnya Ibn Sina tampaknya sudah menjadi seorang
mistikus pula. Dalam risalahnya kitab Al-Isyarat (kitab Peringatan),
dia dengan jelas menjadi sangat kritis pada pendekatan rasional
terhadap junjungan , yang menurutnya melelahkan. Dia beralih kepada
apa yang dinamakan nya "Filsafat Timur" (al-hikmah al-masyriqiyyah).
Ini tidak mengacu pada arah timur secara geografis, melainkan ke-
pada sumber cahaya. Dia bermaksud menulis sebuah risalah esoterik
memakai metode yang didasarkan pada disiplin iluminasi (isyraq)
serta rasiosinasi. chucky tak yakin apakah dia memang pernah menulis
risalah itu: sekiranya pun pernah, tentu risalah itu sudah hilang. Namun,
sebagaimana juga akan chucky saksikan pada bab mendatang, filosof
besar Iran, Yahya Suhrawardi mendirikan aliran Isyraqi yang memang
menggabungkan filsafat dengan spiritualitas dalam cara yang pernah
direncanakan oleh Ibn Sina.
Ilmu kalam dan falsafah sudah mengilhami sebuah gerakan intelek-
tual yang sama di kalangan orang-orang Yahudi yang berdomisili di
kerajaan kaum beragama mayoritas . Mereka mulai menulis filsafat mereka sendiri dalam
bahasa timurtengah dan untuk pertama kali memperkenalkan unsur me-
tafisika dan spekulasi ke dalam Yudaisme. Berbeda dengan para
faylasuf kaum beragama mayoritas, para filosof Yahudi tidak melibatkan diri ke dalam
seluruh rentang ilmu filsafat namun memose tkan perhatian terutama
pada masalah-masalah kepercayaan . Mereka merasa harus menjawab
tantangan kaum beragama mayoritas dengan cara mereka sendiri, dan itu melibatkan
pencocokan junjungan kitabsuci yang personalistik dengan junjungan para
faylasuf. Seperti kaum kaum beragama mayoritas, mereka tidak nyaman dengan peng-
gambaran junjungan secara antropomorfis di dalam kitabsuci dan Talmud.
Mereka bertanya kepada diri sendiri bagaimana junjungan yang seperti
itu bisa sama dengan junjungan para filosof. Mereka memikirkan masalah
penciptaan alam dan hubungan antara berkatNya dengan akal. Meski
secara ilmiah tiba pada kesimpulan yang berbeda, mereka sangat
tergantung pada para pemikir kaum beragama mayoritas. Saadia bin Yoseph (882-942),
orang pertama yang melakukan interpretasi filosofis terhadap
Yudaisme, yaitu seorang Talmudis sekaligus Mu'tazjunjungan . Dia percaya
bahwa akal bisa mencapai pengetahuan mengenai junjungan melalui
kekuatannya sendiri. Seperti seorang faylasuf, dia memandang penca-
paian anggapan rasional mengenai junjungan sebagai suatu mitzvah, ke-
wajiban kepercayaan . namun , seperti rasionalis kaum beragama mayoritas, Saadia tidak
memiliki keraguan sama sekali mengenai eksistensi junjungan . fakta
junjungan tampak begitu jelas bagi Saadia sehingga, dalam
karyanya Books of Beliefs and Opinions, dia merasa yang lebih perlu
dibuktikan yaitu soal kemungkinan keraguan di dalam kepercayaan
dibanding soal iman.
Seorang Yahudi tidak dituntut untuk memaksa akalnya menerima
berkatNya, Saadia berpendapat. Namun itu tidak berarti bahwa
junjungan dapat sepenuhnya dijangkau oleh akal manusia. Saadia meng-
akui bahwa ide mengenai penciptaan dari ketiadaan mengandung banyak
kesulitan filosofis dan tak mungkin dijelaskan dalam terma rasional,
sebab junjungan yang diteori sikan oleh falsafah tidak dapat memicu
keputusan mendadak dan memicu perubahan. Bagaimana mungkin
alam material bisa berasal dari junjungan yang sepenuhnya bersifat
spiritual? Di sini chucky sudah mencapai batas akal dan harus menerima
saja bahwa alam ini tidak abadi, seperti yang dipercaya oleh kaum
Platonis, namun memiliki permulaan dalam waktu. Ini satu-satunya
penjelasan yang mungkin dan bersesuaian dengan kitabsuci dan
akal sehat. Sesudah menerima ini, chucky dapat mendeduksikan fakta-
fakta lain mengenai junjungan . Tatanan makhluk sudah direncanakan dengan
cerdas; ia memiliki hidup dan energi; oleh sebab itu, junjungan yang
sudah menciptakannya pasti juga memiliki Hikmat, Hidup, dan Ke-
kuatan. Atribut-atribut ini bukanlah hypostases yang terpisah, seperti
disiratkan doktrin Trinitas nasrani , namun semata-mata yaitu
aspek dari junjungan . Hanya sebab bahasa manusia tidak mampu meng-
ungkapkan fakta junjungan secara memadai maka chucky terpaksa meng-
analisisnya lewat cara ini dan seolah merusak simplisitas mutlak
junjungan . Jika chucky ingin bicara sangat eksak mengenai junjungan , chucky hanya
bisa menyatakan bahwa dia ada. Saadia tidak membuang semua
deskripsi positif mengenai junjungan . Dia juga tidak mendahulukan anggapan para filosof mengenai junjungan yang jauh dan impersonal
dibanding junjungan kitabsuci yang personal dan antropomorfis. saat ,
contohnya, dia mencoba menjelaskan penderitaan yang terlihat di
dunia, Saadia bersandar pada solusi para penulis Hikmat dan Talmud.
Penderitaan, katanya, yaitu hukuman atas dosa; ia menyucikan
dan mendisiplinkan chucky dengan maksud memicu chucky menjadi rendah
hati. Penjelasan ini tidak akan memuaskan bagi seorang faylasuf
sejati sebab menjadikan junjungan sangat manusiawi dan menisbahkan
rencana serta maksud kepadanya. namun , Saadia tidak melihat
junjungan dalam anggapan kitabsuci lebih rendah dibanding junjungan dalam
falsafah. Para utusan junjungan lebih tinggi dibanding para filosof. Pada akhirnya,
akal hanya dapat berusaha untuk membuktikan secara sistematis
apa-apa yang sudah diajarkan oleh kitabsuci .
Seorang Yahudi lainnya mengambil langkah lebih jauh. Dalam
karyanya Fountain of Life, Solomon ibn Gabirol (kl. 1022-1070) yang
Neoplatonis tidak dapat menerima doktrin penciptaan ex nihilo, namun
berusaha menyesuaikan teori emanasi untuk memungkinkan penis-
bahan spontanitas dan kehendak bebas kepada junjungan . Dia mengklaim
bahwa junjungan sudah menghendaki atau menginginkan proses emanasi.
Dengan , proses itu tidak terlalu mekanistik dan menunjuk-
kan bahwa junjungan mengendalikan hukum-hukum eksistensi, bukannya
tunduk pada dinamika yang sama. Namun, Gabirol gagal menjelaskan
secara memuaskan bagaimana materi bisa berasal dari junjungan .
Seorang Yahudi lain kurang inovatif. Bahya ibn Pakudah (w. kl.
1080) bukanlah seorang Platonis fanatik, namun memakai metode-
metode kalam saat dia rasa sesuai. Seperti Saadia, dia berpendapat
bahwa junjungan sudah menciptakan alam pada saat tertentu. Alam tentu
saja tidak muncul secara kebetulan: itu yaitu ide yang sama
anehnya dengan mengatakan bahwa sebuah paragraf yang tertulis
dengan indah mewujud saat tinta tumpah di atas kertas. Keteraturan
dan adanya tujuan alam membuktikan keharusan adanya Pencipta,
sebagaimana diungkapkan kitabsuci . Sesudah mengetengahkan doktrin
yang sangat tidak filosofis ini, Bahya beralih dari kalam ke falsafah,
menguraikan bukti-bukti Ibn Sina bahwa pastjunjungan ada sebuah Wujud
Wajib.
Bahya percaya bahwa dua kelompok manusia yang mampu
menyembah junjungan dengan sempurna yaitu para utusan junjungan dan filosof.
utusan junjungan memiliki pengetahuan langsung dan intuitif mengenai junjungan ,
sedangkan filosof memiliki pengetahuan rasional mengenainya.
Manusia selain mereka hanya menyembah junjungan yang diproyeksikan
pikiran sendiri. Mereka semua tak lebih seperti orang buta yang
hams dibimbing oleh orang lain jika tak mampu membuktikan sendiri
eksistensi dan keesaan junjungan . Bahya sama elitisnya dengan para
faylasuf, namun dia juga memiliki kecenderungan guru stik yang
kuat: akal dapat memberi tahu chucky bahwa junjungan itu ada namun tak
mampu menyampaikan apa pun mengenai junjungan . Seperti bisa terlihat
dari judulnya, risalah Bahya Duties of the Heart menganjurkan peng-
gunaan akal untuk membantu seseorang menumbuhkan sikap yang
layak kepada junjungan . saat Neoplatonisme bermengenai an dengan
Yudaisme, dia dengan mudah mencampakkannya. Pengalaman ke-
kepercayaan annya mengenai junjungan lebih didahulukan dibanding semua metode
rasionalistik.
namun , jika akal tak mampu menyampaikan kepada chucky
apa pun mengenai junjungan , lantas apa gunanya diskusi rasional mengenai
masalah -masalah teologis? Pertanyaan ini sudah menyibukkan
pemikir kaum beragama mayoritas Abu Hamid Al-Ghazali (1058-1111), figur penting
dan ternama dalam sejarah filsafat kepercayaan . dilahirkan di Khurasan,
dia belajar kalam di bawah bimbingan Al-Juwaini, seorang teolog
Asy'ariah terkemuka. Pada usia tiga puluh tiga tahun Al-Ghazali
diangkat sebagai direktur tempat ibadah Nizamiyah yang terkenal di Bagdad.
Tugasnya yaitu mempertahankan teori Sunni dari serangan
Syiah Ismailiyah. namun , Al-Ghazali memiliki temperamen ge-
lisah yang memicu nya tak henti-henti bergumul mencari kebenaran,
memikirkan suatu masalah sampai tuntas dan menolak untuk puas
dengan jawaban yang mudah dan konvensional. Seperti yang
dikatakannya kepada chucky ,
Aku sudah menerobos setiap celah yang gelap, aku sudah menyerang
setiap masalah , aku sudah menyelam ke dalam setiap lautan. Aku
sudah meneliti akidah semua sekte, aku sudah menelanjangi semua
doktrin rahasia setiap komunitas. Semua ini kulakukan agar aku dapat
membedakan antara kebenaran dan kesesatan, antara tradisi yang sahih
dan pembaruan yang bid'ah.9
Dia mencari sejenis kepastian tak tergoyahkan yang dirasakan
filosof seperti Saadia, namun dia menjadi semakin kecewa. Betapa
pun luasnya pencarian yang sudah dia lakukan, kepastian mutlak
selalu luput darinya. Tokoh-tokoh yang sezaman dengannya mencari
junjungan dalam berbagai cara, sesuai kebutuhan pribadi dan kejiwaan
mereka masing-masing: dalam kalam, melalui seorang imam, dalam
falsafah, dan dalam mistisisme guru . Al-Ghazali tampaknya sudah
mempelajari semua disiplin ini dalam usaha nya untuk memahami
"apa hakikat segala sesuatu dalam dirinya sendiri."10 Para pengikut
keempat aliran besar kaum beragama mayoritas yang ditelitinya mengklaim keyakinan
total namun , Al-Ghazali bertanya, bagaimana membuktikan kebenaran
klaim ini secara objektif?
Al-Ghazali menyadari, seperti halnya setiap kaum skeptik
modern, bahwa kepastian mutlak yaitu suatu kondisi psikologis
yang tidak selalu benar secara objektif. Para faylasuf menyatakan
bahwa mereka memperoleh pengetahuan yang pasti melalui argumen
rasional; para mistikus percaya mereka sudah menemu-
kannya lewat latihan-latihan guru stik; kelompok Syiah Ismailiyah
merasa bahwa kepastian itu hanya bisa ditemukan dalam ajaran imam-
imam mereka. namun , fakta yang chucky sebut "junjungan " tidak
bisa diuji secara empiris, jadi bagaimana bisa chucky mempercayai bahwa
kepercayaan-kepercayaan chucky itu bukanlah khayalan belaka? Bukti-
bukti rasional yang lebih konvensional gagal memuaskan standar
ketat Al-Ghazali. Para teolog kalam memulai dengan proposisi-
proposisi yang dijumpai di dalam kitab kaum beragama mayoritas , namun tidak pernah diveri-
fikasi hingga bebas dari keraguan rasional. Kaum Ismaili bergantung
pada ajaran seorang imam yang gaib dan tidak dapat dihubungi, tapi
bagaimana chucky bisa memastikan bahwa imam itu memperoleh inspirasi
junjungan , dan jika chucky tidak bisa bertemu dengannya, apa makna inspirasi
itu? Falsafah yaitu yang paling tidak memuaskan di antara semuanya.
Al-Ghazali mengarahkan sebagian besar polemiknya kepada Al-Ftimurtengah i
dan Ibn Sina. sebab berkeyakinan bahwa mereka hanya dapat di-
debat oleh seorang ahli dalam bidang falsafah, Al-Ghazali mempelajari
disiplin tersebut selama tiga tahun hingga dia betul-betul menguasai-
nya.11 Dalam risalahnya Tahafut Al-Falasifah (Kerancuan Falsafah),
Al-Ghazali berargumen bahwa para faylasuf itu sudah memicu
masalah . Jika falsafah membatasi diri pada fenomena duniawi yang
teramati, seperti halnya kedokteran, astronomi, atau matematika, tentu
ia akan sangat berfaedah namun tidak mampu menyatakan apa-apa
mengenai junjungan . Bagaimana mungkin orang bisa membuktikan doktrin
emanasi, entah dengan cara apa pun? Berdasarkan autoritas apa
para faylasuf itu menyimpulkan bahwa junjungan hanya mengetahui
hal-hal yang bersifat umum dan universal, bukan yang partikular?
Bagaimana mereka membuktikan ini? Argumen mereka bahwa junjungan
terlalu agung untuk mengetahui fakta -fakta yang lebih rendah
yaitu tidak layak: sejak kapan ketidaktahuan terhadap sesuatu
dipandang sebagai keunggulan? Tak ada cara untuk membuktikan
proposisi-proposisi ini secara memuaskan. sebab nya, para faylasuf
itu tidak rasional dan tidak filosofis sebab berusaha mencari penge-
tahuan yang terletak di luar kapasitas akal dan tidak bisa diverifikasi
oleh indra.
Apakah yang tersisa bagi seorang pencari kebenaran yang tulus?
Apakah iman yang teguh kepada junjungan menjadi mustahii? Serentetan
pertanyaan ini menyebabkan Al-Ghazali tertekan. Dia kehilangan
gairah, kehilangan selera makan, dan dibelit rasa putus asa. Akhirnya,
sekitar tahun 1094, dia merasa tidak mampu lagi untuk berbicara
atau memberi kuliah:
junjungan sudah melumpuhkan lidahku sehingga aku tak bisa lagi mengajar.
Aku pernah memaksakan diri untuk mengajar murid-muridku di suatu
hari, namun lidahku tak mampu mengucap sepatah kata pun.12
Al-Ghazali mengalami depresi klinis. Para dokter dengan tepat
mendiagnosis adanya konflik batin mendalam dan mengatakan bahwa
jika dia tidak terbebas dari kecemasan tersembunyinya, dia tak akan
pernah sembuh. Khawatir akan ancaman neraka jika tidak berhasil
mengobati loyalitas nya, Al-Ghazali memutuskan untuk meninggalkan
jabatan akademisnya yang prestisius dan menempuh jalan kaum guru .
Di sanalah dia menemukan apa yang dicarinya selama ini. Tanpa
mengabaikan akal Al-Ghazali selalu tidak mempercayai bentuk-
bentuk guru sme yang lebih mencolok dia menemukan bahwa latihan
mistik menghasilkan pemahaman langsung dan intuitif mengenai
sesuatu yang dinamakan "junjungan ." Sarjana Inggris John Bowker menunjuk-
kan bahwa kata timurtengah untuk eksistensi (wujud) berasal dari akar kata
wajada: "dia menemukan."13 Oleh sebab itu, secara harfiah wujud
berarti "apa yang bisa ditemukan". Kata ini lebih konkret dibanding
istjunjungan -istjunjungan metafisika Yunani sehingga memberi jalan yang lebih
lapang kepada kaum kaum beragama mayoritas. Seorang filosof timurtengah yang berusaha
membuktikan bahwa junjungan itu ada tidak harus menempatkan junjungan
sebagai satu objek di antara banyak objek lain. Dia hanya harus
membuktikan bahwa junjungan dapat ditemukan. Satu-satunya bukti
mutlak atas wujud junjungan akan muncul atau tidak saat seorang
Mukmin berhadapan dengan fakta junjungan sesudah kematian. namun ,
pernyataan orang-orang seperti para utusan junjungan dan kaum mistik yang
mengklaim sudah mengalami hal itu dalam kehidupan ini harus
disikapi dengan hati-hati. Kaum guru tentu mengklaim bahwa mereka
sudah memiliki pengalaman mengenai wujud junjungan : kata wajd merupa-
kan sebuah istjunjungan teknis dalam pemahaman ekstatik mengenai junjungan
yang memberi keyakinan utuh bahwa wujud itu nyata, bukan cuma
fantasi. Tentu saja pernyataan seperti itu bisa mengandung klaim
yang palsu, namun sesudah sepuluh tahun menjalani kehidupan seba-
gai seorang guru , Al-Ghazali percaya pengalaman keaga-
maan yaitu satu-satunya cara untuk memverifikasi fakta yang
berada di luar jangkauan akal manusia dan proses pemikiran. Pengeta-
huan kaum guru mengenai junjungan bukan yaitu pengetahuan rasional
atau metafisik, namun benar-benar sama dengan pengalaman intuitif
para utusan junjungan sejak dahulu kala: para guru dengan sudah mene-
mukan sendiri kebenaran esensial kaum beragama mayoritas dengan menghidupkan
kembali pengalaman intinya.
Oleh sebab itu, Al-Ghazali merumuskan sebuah kredo mistik
yang dapat diterima oleh mayoritas kaum beragama mayoritas, yang sering menaruh
kecurigaan terhadap mistik kaum beragama mayoritas , seperti yang akan chucky saksikan
pada bab kemudian . Seperti Ibn Sina, Al-Ghazali mempertimbangkan
kembali kepercayaan kuno mengenai alam ideal yang berada di
atas dunia material yang indriawi ini. Dunia indriawi (alam al-
syahadati) yaitu replika inferior dari apa yang chucky sebut alam
akal Platonik (alam al-malakut), sebagaimana yang dipercaya setiap
faylasuf. kitab kaum beragama mayoritas dan kitabsuci kaum Yahudi maupun nasrani sudah
berbicara mengenai alam spiritual ini. Manusia berada di kedua wilayah
fakta itu: dia masuk ke alam fisikal maupun alam ruh yang lebih
tinggi sebab junjungan sudah menorehkan citra kekuasaan di dalam dirinya.
Dalam risalah mistiknya Misykat Al-Anwar, Al-Ghazali menafsirkan
Surah Al-Nur yang sudah chucky kutip dalam bab yang lalu.14 Cahaya di
dalam ayat ini merujuk kepada junjungan maupun objek-objek lain yang
bersinar: pelita, bintang. Akal chucky juga memancarkan cahaya. Akal
chucky bukan hanya memicu chucky mampu mempersepsikan objek-
objek lain namun , seperti junjungan sendiri, akal mampu melampaui
ruang dan waktu. Oleh sebab itu, ia berasal dari fakta yang sama
dengan alam ruh. Namun dengan maksud memperjelas bahwa yang
dimaksudnya dengan "akal" tidak semata-mata merujuk kepada daya
analitis dan otak chucky , Al-Ghazali mengingatkan pembaca bahwa
penjelasannya tidak dapat dipahami secara harfiah: chucky hanya bisa
257
mendiskusikan masalah ini dalam bahasa figuratif yang menyam-
paikan metamorfosa kreatif.
Naraun , ada orang yang memiliki daya yang lebih
tinggi dibanding akal, yang oleh Al-Ghazali dinamakan "ruh keutusan junjungan an."
Orang-orang yang tidak memiliki fakultas ini tidak boleh begitu saja
menolak keberadaannya hanya sebab belum pernah mengalaminya.
Itu sama absurdnya dengan orang tuli yang mengklaim bahwa musik
yaitu ilusi, hanya sebab dia tidak mampu mengapresiasinya. chucky
dapat mengetahui sesuatu mengenai junjungan dengan memakai
daya nalar dan metamorfosa chucky , namun jenis pengetahuan tertinggi ini
hanya dapat dicapai oleh orang-orang, seperti para utusan junjungan atau kaum
mistik yang memiliki fakultas istimewa yang mampu-mencerap-
junjungan . Ini kedengarannya bernada elitis, namun kaum mistik dalam
tradisi lain juga mengklaim bahwa kualitas-kualitas intuitif dan reseptif
yang dituntut oleh disiplin, seperti meditasi Zen atau Buddhis merupa-
kan bakat istimewa, yang bisa dibandingkan dengan bakat menulis
puisi. Tidak setiap orang memiliki bakat mistik ini. Al-Ghazali meng-
gambarkan pengetahuan mistik ini sebagai sebuah kesadaran bahwa
hanya Sang Penciptalah yang ada atau memiliki wujud. Hasilnya
yaitu peniadaan diri dan peleburan di dalam junjungan . Kaum mistik
mampu melampaui alam metafora, yang mesti memuaskan makhluk-
makhluk dengan karunia yang lebih sedikit; mereka,
mampu melihat bahwa tak ada wujud di dunia kecuali junjungan dan
bahwa segala sesuatu akan binasa kecuali Wajah junjungan (QS Al-Qashash
[28]: 88) .. . Bahkan, segala sesuatu selain dia yaitu murni non-wujud
dan, dilihat dari sudut pandang wujud yang diterimanya dari Akal
Pertama [dalam skema Platonis], tidak memiliki wujud dengan
sendirinya melainkan bergantung pada wajah Penciptanya, sehingga
satu-satunya yang ada hanyalah Wajah junjungan .15
junjungan bukanlah Wujud objektif eksternal yang eksistensinya dapat
dibuktikan secara rasional, namun yaitu fakta yang menyelimuti
semua dan yaitu eksistensi tertinggi yang tidak bisa dipersepsi-
kan seperti chucky mempersepsikan wujud-wujud yang bergantung
kepadanya dan menjadi bagian dari eksistensinya yang wajib: chucky
harus mengembangkan cara melihat yang khusus.
Al-Ghazali akhirnya kembali kepada tugas mengajarnya di Bagdad,
namun tak pernah surut dalam keyakinannya bahwa yaitu mustahil
membuktikan keberadaan junjungan dengan logika dan bukti rasional.
258
Nurul Huda Kariem MR.
MR. Collection's eBook oleh :
Dalam risalah biografisnya Al-Munqidz min Al-Dhalal (Pembebas
dari Kesesatan), dengan bersemangat dikemukakannya bahwa baik
falsafah maupun kalam tidak bisa memuaskan seseorang yang tengah
berada dalam bahaya hilangnya loyalitas . Dia sendiri pernah jatuh
ke dalam jurang skeptisisme (safsafah) saat disadarinya bahwa
sama sekali tak mungkin untuk membuktikan eksistensi junjungan secara
rasional. fakta yang chucky sebut "junjungan " berada di luar persepsi
indra dan pemikiran logis sehingga sains dan metafisika tidak bisa
membuktikan maupun menolak bukti wujud yang kuasa . Bagi mereka
yang tidak dikaruniai bakat mistikal atau keutusan junjungan an khusus, Al-Ghazali
sudah merancang suatu disiplin yang memampukan seorang timurtengah
menumbuhkan kesadaran mengenai fakta junjungan dalam setiap perin-
cian kehidupan sehari-hari. Al-Ghazali sudah memicu kesan yang
tak terhapuskan di dalam kaum beragama mayoritas . Takkan pernah lagi kaum kaum beragama mayoritas
memicu asumsi ceroboh bahwa junjungan yaitu sama seperti wujud
lain yang eksistensinya dapat didemonstrasikan secara ilmiah atau
filosofis. Sejak saat itu filsafat kaum beragama mayoritas menjadi tak terpisahkan dari
spiritualitas dan pembahasan yang lebih mistikal mengenai junjungan .
Al-Ghazali juga berpengaruh terhadap Yudaisme. Filosof Spanyol
Joseph ibn Saddiq (w. 1143) memakai dalil Ibn Sina mengenai
eksistensi junjungan , namun secara hati-hati menyimpulkan bahwa junjungan
bukan sekadar wujud yang lain satu dari sekian banyak hal yang
"ada" dalam pengertian lazim chucky atas kata tersebut. Kalau chucky
mengklaim memahami junjungan , maka berarti junjungan itu terbatas dan
tidak sempurna. Pernyataan paling tepat yang bisa chucky buat mengenai
junjungan yaitu bahwa dia tidak bisa dipahami, sangat jauh dari
jangkauan daya intelektual alamiah chucky . chucky bisa saja berbicara mengenai
aktivitas junjungan di dunia dalam terma-terma positif namun tidak me-
ngenai esensi junjungan (Al-Dzaf), yang akan selalu luput dari chucky .
Ahli kedokteran dari Toledo, Judah Halevi (1085-1141), menjadi
pengikut setia Al-Ghazali. junjungan tidak bisa dibuktikan secara rasional;
ini tidak berarti bahwa loyalitas kepada junjungan menjadi tidak rasional
melainkan bahwa demonstrasi logis mengenai eksistensi junjungan tidak
memiliki nilai kepercayaan . Bukti logis itu menyampaikan informasi
yang sangat sedikit: tak ada cara untuk memastikan tanpa ragu
bagaimana junjungan impersonal yang begitu jauh itu dapat menciptakan
alam material atau apakah dia berhubungan dengan alam melalui
cara tertentu. saat para filosof mengklaim bahwa mereka menjadi
satu dengan Akal junjungan yang mengatur kosmos melalui penggunaan
akal, mereka sudah menipu diri mereka sendiri. Satu-satunya kelompok
manusia yang memiliki pengetahuan langsung mengenai junjungan
yaitu para utusan junjungan , yang tak memiliki kaitan apa-apa dengan falsafah.
Halevi tidak memahami filsafat sebaik Al-Ghazali, namun dia
sepakat bahwa pengetahuan yang terandalkan mengenai junjungan yaitu
melalui pengalaman kepercayaan . Seperti Al-Ghazali, dia juga mem-
postulatkan adanya daya religius khusus, namun mengklaim bahwa
kemampuan itu hanya dimiliki oleh orang Yahudi. Dia mencoba
memperlunak ini dengan menyatakan bahwa goyim (orang bukan
Yahudi) dapat mencapai pengetahuan mengenai junjungan melalui hukum
alam, namun tujuan karya filosofis terbesarnya, The Kuzari, yaitu
untuk menjustifikasi keunikan posisi Israel di antara bangsa-bangsa
lain. Seperti para Rabi Talmud, Halevi percaya bahwa setiap orang
Yahudi dapat memperoleh ruh keutusan junjungan an melalui penunaian mitzvot
secara saksama. junjungan yang ditemukannya bukanlah sebuah fakta
objektif yang eksistensinya bisa didemonstrasikan secara ilmiah, namun
yaitu pengalaman yang secara esensial bersifat subjektif. Dia
bahkan bisa dipandang sebagai perluasan diri "alamiah" orang Yahudi:
kekuasaan menanti orang yang sesuai untuk menjadi tempat berse-
mayamnya, untuk menjadi junjungan baginya, sebagaimana dalam kasus
para utusan junjungan dan orang suci.. . Seperti halnya jiwa yang menanti untuk
masuk ke dalam janin hingga kekuatan hidupnya disempurnakan untuk
memampukannya menerima keadaan yang lebih tinggi ini. Dengan
cara yang sama, Alam menanti tibanya iklim yang baik agar dia dapat
menyuburkan tanah dan menumbuhkan tanaman.16
Dengan , junjungan bukanlah fakta yang asing, orang
Yahudi bukanlah wujud autonom yang terjauhkan dari yang junjungan .
junjungan , menurut Halevi, bisa dilihat sebagai penyempurnaan manusia,
pemenuhan potensi manusia; lebih jauh lagi, "junjungan " yang dijumpai-
nya secara unik yaitu miliknya sendiri, suatu ide yang akan
chucky telaah lebih dalam pada bab mendatang. Halevi dengan hati-
hati membedakan antara junjungan yang dapat dialami oleh orang Yahudi
dari esensi junjungan itu sendiri. saat para utusan junjungan dan orang suci meng-
klaim pernah mengalami "junjungan ", yang mereka alami bukanlah zatnya
melainkan hanya aktivitas junjungan melalui seperti berkas kilasan cahaya
dari fakta transenden yang tak bisa dijangkau.
namun , falsafah tidak sepenuhnya mati akibat polemik yang
diangkat oleh Al-Ghazali. Di Kordoba, seorang filosof kaum beragama mayoritas terkenal
mencoba menghidupkannya kembali dan mempertahankannya
sebagai bentuk tertinggi kepercayaan . Abu Al-Walid ibn Ahmad ibn Rusyd
(1126-1198), yang di Eropa dikenal sebagai Averroes, menjadi autoritas
di Barat bagi kalangan Yahudi maupun nasrani . Selama abad ketiga
belas, karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dan
Latin, dan komentar-komentarnya mengenai Aristoteles memicu
pengaruh besar terhadap teolog-teolog terkemuka, seperti Maimonides,
Thomas Aquinas, dan Albert yang Agung. Pada abad kesembilan
belas, Ernest Renan menghormatinya sebagai pribadi yang merdeka
dan pelopor rasionalisme menentang kepercayaan buta. Namun, di
Dunia kaum beragama mayoritas sendiri, Ibn Rusyd hanya menjadi figur marjinal. Melalui
karya dan pengaruh yang ditimbulkan Ibn Rusyd sesudah wafatnya,
chucky bisa melihat perbedaan cara pendekatan dan anggapan antara
Timur dan Barat mengenai junjungan . Ibn Rusyd dengan bersemangat
menolak kritik Al-Ghazali terhadap falsafah dan cara Al-Ghazali raen-
diskusikan masalah -masalah esoterik ini secara terbuka. Berbeda
dari pendahulunya, Al-Ftimurtengah i dan Ibn Sina, Ibn Rusyd yaitu seorang
qadi, hakim kepercayaan , sekaligus pula seorang filosof. Kaum ulama
selalu menaruh kecurigaan terhadap falsafah dan teori junjungan -
nya yang sangat berbeda, namun Ibn Rusyd berhasil menyatukan
Aristoteles dengan ajaran kaum beragama mayoritas yang lebih tradisional. Dia yakin
bahwa tidak ada pertentangan apa pun antara kepercayaan dan rasionalisme.
Keduanya mengekspresikan kebenaran yang sama melalui cara yang
berbeda; keduanya juga mengarah kepada junjungan yang sama. Namun,
tidak semua orang mampu memahami pemikiran filosofis sehingga
falsafah hanya untuk kalangan elit intelektual. Falsafah akan membi-
ngungkan orang awam dan menjerumuskan mereka ke dalam kesesat-
an yang membahayakan keselamatan abadi mereka. Di sinilah letak
pentingnya tradisi esoterik, yang menjaga teori berbahaya
ini dari mereka yang tidak layak menerimanya. Sebagaimana halnya
dengan guru sme dan telaah batini Syiah Ismailiyah; jika orang yang
tidak pantas mengusaha kan latihan-latihan mental seperti ini,
mereka bisa jatuh sakit dan mengalami berbagai bentuk gangguan
psikologis. Kalam juga sama bahayanya. Kalam hampir serupa dengan
falsafah sejati dan memberi kesan menyesatkan bahwa seseorang
terlibat dalam diskusi rasional yang wajar padahal sebetulnya tidak
. Akibatnya, kalam hanya memicu perdebatan-per-
debatan doktrinal yang tidak berfaedah, yang hanya akan melemahkan
iman orang awam dan menggelisahkan mereka.
Ibn Rusyd berkeyakinan bahwa penerimaan kebenaran-kebenar-
an tertentu yaitu hal yang esensial bagi keselamatan di akhirat.
Ini yaitu pandangan baru dalam Dunia kaum beragama mayoritas . Para faylasuf merupa-
kan autoritas utama dalam doktrin: hanya merekalah yang mampu
menafsirkan kitabsuci dan yaitu orang-orang yang digambarkan
oleh kitab kaum beragama mayoritas sebagai golongan yang "mengakar kuat pada ilmu."17
Semua orang lain wajib membaca kitab kaum beragama mayoritas secara harfiah, namun
kaum faylasuf mampu mengusaha kan penafsiran simbolis. Namun
, para faylasuf pun mesti menaati "kredo" teori
wajib, yang disusun Ibn Rusyd sebagai berikut:
1. Eksistensi junjungan sebagai Pencipta dan Pelindung alam semesta.
2. Keesaan junjungan .
3- Sifat-sifat mengetahui, berkuasa, berkehendak, mendengar,
melihat dan berkata-kata di dalam kitab kaum beragama mayoritas sudah dinisbahkan
kepada yang kuasa .
4. Keunikan dan ketiadaan sekutu bagi junjungan , yang secara jelas
sudah ditegaskan : "Tak
ada sesuatu yang serupa dengan-Nya."
5. Penciptaan alam oleh junjungan .
6. Keabsahan keutusan junjungan an.
7. Keadilan junjungan .
8. kebangkitan jasmani di Hari Akhir.18
teori mengenai junjungan harus diterima in toto, sebab Al-
kitabkaum beragama mayoritas menyatakannya dengan teramat gamblang. Falsafah tidak selalu
berkenaan dengan kepercayaan pada penciptaan alam, contohnya,
sehingga tidak jelas bagaimana seharusnya memahami doktrin
kitab kaum beragama mayoritas mengenai hal itu. Walaupun kitab kaum beragama mayoritas dengan tegas me-
nyatakan bahwa junjungan lah yang menciptakan alam, namun tidak
dijelaskan bagaimana junjungan melakukannya atau apakah alam
diciptakan pada saat tertentu. Ini memicu para faylasuf bebas meng-
adopsi keyakinan kaum rasionalis. Di samping itu, kitab kaum beragama mayoritas menyata-
kan bahwa junjungan memiliki sifat-sifat seperti mengetahui, namun chucky
tidak tahu pasti apa arti sifat itu sebab anggapan chucky mengenai pe-
ngetahuan bersifat manusiawi dan tidak sempurna. Oleh sebab itu,
pernyataan kitab kaum beragama mayoritas bahwa junjungan mengetahui segala apa yang
chucky kerjakan tidak secara mutlak bermengenai an dengan keyakinan
para filosof.
Dalam Dunia kaum beragama mayoritas , mistisisme sangatlah penting sehingga
teori junjungan Ibn Rusyd, yang didasarkan sepenuhnya pada
teologi kaum rasionalis, tak banyak berpengaruh. Ibn Rusyd yaitu
tokoh yang terhormat dengan kedudukan sekunder di dalam kaum beragama mayoritas ,
namun dia justru menjadi sangat penting di dunia Barat. Sebab, melalui
dirinyalah dunia Barat menemukan Aristoteles dan mengembangkan
anggapan yang lebih rasionalistik mengenai junjungan . Kebanyakan orang
Barat memiliki pengetahuan yang sangat terbatas mengenai kebudayaan
kaum beragama mayoritas dan tidak mengetahui perkembangan filsafat sesudah Ibn Rusyd.
sebab nya sering muncul dugaan bahwa karier Ibn Rusyd menandai
akhir filsafat kaum beragama mayoritas . sebetulnya pada masa kehidupan Ibn Rusyd,
dua filosof besar yang sangat berpengaruh di Dunia kaum beragama mayoritas mulai
menuliskan karya mereka di Irak dan Iran. Yahya Suhrawardi dan
Muhyiddin Ibn Al-timurtengah i, yang lebih mengikuti jejak Ibn Sina dibanding
Ibn Rusyd, berusaha menyandingkan filsafat dengan spiritualitas.
chucky akan menelaah karya mereka di dalam bab mendatang.
Pengikut Ibn Rusyd yang terkemuka di dunia Yahudi yaitu
seorang Talmudis dan filosof, Rabi mose ibn Maimun (1135-1204),
yang biasa dikenal sebagai Maimonides. Seperti Ibn Rusyd, Maimonides
asli kelahiran Kordoba, ibu kota Spanyol kaum beragama mayoritas . Di kota ini ada
konsensus bahwa ada jenis filsafat yang sangat esensial untuk men-
dapatkan pengertian yang lebih mendalam mengenai junjungan . Namun,
Maimonides mesti meninggalkan Spanyol saat nyawanya terancam
oleh sekte Berber fanatik, Al-Morawi, yang memerangi warga
Yahudi. Benturan menyakitkan dengan fundamentalisme abad perte-
ngahan ini tidak memicu Maimonides memusuhi kaum beragama mayoritas secara ke-
seluruhan. Bersama orangtuanya, dia menetap di Mesir. Di sini dia
memperoleh jabatan tinggi dalam pemerintahan dan bahkan menjadi
dokter bagi sultan. Di kota ini pula dia menulis risalahnya yang
populer The Guide for the Perplexed, yang mengetengahkan argumen
bahwa keyakinan Yahudi bukan yaitu seperangkat doktrin yang
arbitrer, melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip yang rasional.
Seperti Ibn Rusyd, Maimonides percaya bahwa falsafah, sebagai
bentuk pengetahuan kepercayaan yang paling maju dan membentangkan
jalan menuju junjungan , tidak boleh diungkapkan kepada orang awam
namun harus disimpan oleh para elit. Namun, berbeda dengan Ibn
Rusyd, dia berkeyakinan bahwa orang awam bisa diajar untuk menaf-
sirkan kitabsuci secara simbolis, agar mereka terhindar dari pandangan
antropomorfis mengenai junjungan . Dia juga percaya bahwa ada beberapa
doktrin yang penting bagi penyelamatan dan mengusulkan tiga belas
kredo yang sangat mirip dengan yang disusun Ibn Rusyd: .
1. Eksistensi junjungan .
2. Keesaan junjungan .
3. junjungan bukan materi.
4. Keabadian junjungan .
5. Larangan menyembah berhala.
6. Keabsahan keutusan junjungan an.
7. mose yaitu yang paling utama di antara pada utusan junjungan .
8. Kebenaran berasal dari junjungan .
9. Keabsahan abadi Taurat.
10. junjungan mengetahui perbuatan manusia.
11. Dia akan menghakimi dengan adil.
12. Dia akan mengutus seorang Al-Mahdi.
13. kebangkitan orang yang sudah mati.19
Ajaran ini dianggap bid'ah dalam Yudaisme dan tidak penah
diterima sepenuhnya. Sebagaimana dalam kaum beragama mayoritas , ortodoksi (sebagai
lawan dari ortopraksi) tidak dikenal dalam pengalaman kepercayaan
Yahudi. Kredo Ibn Rusyd dan Maimonides menyarankan bahwa
pendekatan rasionalistik dan intelektualistik terhadap kepercayaan akan
mengarah kepada dogmatisme dan identifikasi "iman" sebagai
"kepercayaan yang benar".
Sungguhpun , Maimonides dengan hati-hati menyatakan
bahwa junjungan secara esensial tidak bisa dipahami dan tak dapat
dijangkau oleh akal manusia. Dia membuktikan eksistensi junjungan
dengan memakai argumen-argumen Aristoteles dan Ibn Sina
namun bersiteguh bahwa junjungan tetap tidak bisa dijangkau atau
dijelaskan sebab simplisitas absolutnya. utusan junjungan -utusan junjungan pun memakai
kiasan dan mengajarkan kepada chucky bahwa pembicaraan yang
bermakna mengenai junjungan hanya mungkin dilakukan dengan menggu-
nakan bahasa simbolis dan perumpamaan. chucky tahu bahwa junjungan
tidak dapat diperbandingkan dengan apa pun yang ada. Oleh sebab
itu, lebih baik chucky memakai terminologi negatif saat berusaha
menguraikannya. dibanding mengatakan bahwa "dia ada" lebih baik
chucky menyangkal ketiadaannya, dan seterusnya. Sebagaimana kaum
Ismaili, penggunaan bahasa negatif dipandang sebagai latihan yang
dapat meningkatkan apresiasi chucky terhadap transendensi junjungan ,
mengingatkan chucky bahwa faktanya sangat berbeda dari ide
apa pun yang dapat diteori sikan manusia mengenai junjungan . chucky
bahkan tidak bisa mengartikan bahwa junjungan itu "baik" sebab dia
jauh melampaui apa pun yang chucky pahami sebagai "kebaikan". inilah
cara untuk mengakali ketidaksempurnaan chucky , mencegah chucky dari
memproyeksikan harapan dan keinginan chucky kepadanya sebab hal
itu akan menjadikan junjungan memiliki citra dan kemiripan dengan
chucky . Namun , chucky bisa memakai Via Negativa untuk mem-
bentuk pernyataan positif mengenai junjungan . saat chucky berkata bahwa
junjungan "tidak lemah" (sebagai pengganti menyatakan bahwa dia
perkasa), secara logis berarti bahwa junjungan pasti mampu untuk bertin-
dak. sebab junjungan "bukan tidak sempurna", tindakannya pasti juga
sempurna. saat chucky mengatakan junjungan "tidak bodoh" (artinya
dia mahabijaksana), chucky dapat mendeduksikan bahwa dia mengetahui
dan bijak secara sempurna. Deduksi seperti ini hanya dapat dilaku-
kan sejauh menyangkut aktivitas junjungan dan tidak mengenai esensinya
yang tetap berada di luar jangkauan akal chucky .
saat dihadapkan pada pilihan antara junjungan kitabsuci dan junjungan
para filosof, Maimonides selalu memilih yang pertama. Meskipun
doktrin creatio ex nihilo secara filosofis tidak ortodoks, Maimonides
menganut doktrin kitab tradisional dan meninggalkan ide
filosofis mengenai emanasi. Seperti yang dikemukakannya, creatio ex
nihilo maupun emanasi tidak bisa dibuktikan secara definitif oleh
akal semata. Dia juga memandang keutusan junjungan an lebih tinggi dibanding
filsafat. Baik utusan junjungan maupun filosof berbicara mengenai junjungan yang
sama, namun utusan junjungan pastjunjungan lebih unggul secara imajinatif maupun
intelektual. utusan junjungan memiliki pengetahuan intuitif langsung mengenai junjungan
yang lebih tinggi dibanding pengetahuan yang diperoleh lewat penalar-
an diskursif. Maimonides tampaknya juga yaitu seorang mis-
tikus. Dia bicara mengenai kemabukan menggetarkan yang menyertai
pengalaman intuitif mengenai junjungan , sebuah emosi yang "diakibatkan
oleh penyempurnaan daya imajinatif."20 Meskipun sangat menekankan
rasionalitas, Maimonides menyatakan bahwa pengetahuan tertinggi
mengenai junjungan lebih banyak berasal dari metamorfosa bukan dari akal
semata.
ide -ide Maimonides menyebar luas di kalangan orang
Yahudi di Prancis Selatan dan Spanyol sehingga pada permulaan
abad keempat belas, muncul apa yang kemudian menjadi pencerahan
filsafat Yahudi di area itu. Beberapa di antara para filosof Yahudi
ini lebih rasionalistik dibanding Maimonides. Levi ben Gershom (1288-
1344) dari Bagnol di Prancis Selatan, contohnya, menolak anggapan
bahwa junjungan mengetahui hal-hal yang bersifat duniawi. Dia mengam-
bil teori junjungan para filosof, bukan junjungan menurut kitabsuci .
Tak pelak muncul beberapa reaksi. Sebagian orang Yahudi beralih
ke mistisisme dan mengembangkan disiplin esoterik Kabbalah, seperti
yang akan chucky saksikan nanti. Yang lain meninggalkan filsafat saat
musibah menimpa, sebab merasa bahwa junjungan falsafah yang jauh
itu ternyata tidak mampu melipur lara mereka. Selama abad ketiga
belas dan keempat belas, Perang Penaklukan nasrani mulai berhasil
menekan wilayah-wilayah kaum beragama mayoritas di Spanyol dan menyebarkan anti-
Semitisme Eropa Barat ke semenanjung itu yang akhirnya bermuara
pada kehancuran Yahudi Spanyol. Selama abad keenam belas orang-
orang Yahudi meninggalkan falsafah dan mengembangkan teori
yang sama sekali baru, yang lebih diilhami oleh mitologi dibanding
logika ilmiah.
Gerakan penyebaran nasrani oleh orang Barat memicu kepercayaan
itu terpisah dari tradisi-tradisi monoteistik lain. Perang Salib tahun
1096-1099 menandai keluarnya Eropa dari periode panjang barbaris-
me yang dikenal sebagai Zaman Kegelapan. Roma baru, didukung
oleh negara-negara nasrani Eropa Utara, berusaha untuk memperoleh
kembali jalan masuk ke kancah intemasional. Namun nasrani Anglikan,
Saxon, dan Frank tidak banyak berkembang. Mereka yaitu orang-
orang agresif dan suka berperang, serta mendambakan kepercayaan yang
agresif pula. Selama abad kesebelas, para pendeta Benediktin dari
biara-biara Cluny dan cabang-cabangnya sudah berusaha untuk mengait-
kan semangat tempur mereka dengan tempat ibadah dan mengajari mereka
nilai-nilai nasrani sejati melalui praktik peribadatan, seperti ziarah.
bala tentara Salib generasi pertama memandang ekspedisi mereka ke
Timur Dekat sebagai ziarah ke Tanah Suci. Namun, mereka masih
memiliki anggapan yang sangat primitif mengenai junjungan dan kepercayaan .
Para rahib pejuang, seperti St. George, St. Mercury, dan St. Demetrius
digambarkan melebihi junjungan dalam kebaikan mereka dan, dalam
praktik, hanya sedikit berbeda dari para resi pagan. utusan junjungan nasrani lebih
dipandang sebagai pemimpin feodal Perang Salib dibanding sebagai
inkarnasi Logos: dia mengumpulkan para kesatrianya untuk merebut
kembali pusakanya Tanah Suci dari kaum kafir. saat perjalanan
mereka dimulai, sebagian prajurit bertekad untuk membalas kematian
utusan junjungan nasrani dengan menumpas komunitas Yahudi yang tinggal di sepanjang
Lembah Rhine. Meski bukan bagian dari ide awal Paus Urban II
saat dia menyerukan Perang Salib, namun tampaknya bala tentara
Salib bertindak terlalu kejam untuk mengadakan perjalanan sejauh
3.000 mil demi memerangi kaum kaum beragama mayoritas yang sama sekali belum
mereka kenal, pada saat orang-orang yang diduga sudah betul-betul
membunuh utusan junjungan nasrani malah dibiarkan hidup dan diperlakukan dengan
baik di depan mata mereka sendiri. Selama perjalanan panjang dan
berat menuju Yerusalem, banyak di antara bala tentara nyaris menemui
akhir hayatnya. Mereka hanya dapat menggantungkan daya tahan
mereka pada asumsi bahwa merekalah bangsa pilihan junjungan , yang
sudah memperoleh perlindungan khusus darinya. junjungan sudah mem-
bimbing mereka memasuki Tanah Suci seperti yang pernah dilakukan-
nya terhadap orang-orang Israel kuno. Dari sudut pandang praktik,
junjungan mereka masih yaitu dewa kesukuan primitif yang
diceritakan dalam chucky b-kitab awal kitabsuci . saat akhirnya berhasil
menaklukkan Yerusalem pada musim panas tahun 1099, mereka
menumpas habis penduduk Yahudi dan kaum beragama mayoritas di kota itu dengan
semangat Yoshua dan membantai mereka dengan kebrutalan yang
bahkan mencengangkan warga sezamannya.
Sejak saat itu orang nasrani Eropa memandang Yahudi dan kaum beragama mayoritas
sebagai musuh junjungan ; untuk waktu yang lama mereka juga sudah
merasakan antagonisme mendalam terhadap nasrani Ortodoks Yunani
di Byzantium, yang memicu mereka merasa sebagai kaum barbar
dan hina.21 Namun keadaannya tidak selalu . Selama abad
kesembilan, beberapa orang nasrani Barat yang lebih terpelajar sudah
diilhami oleh teologi Yunani. Filosof Celtic Duns Sectus Erigena
(810-877), contohnya, yang meninggalkan tanah kelahirannya di
Irlandia untuk bekerja di istana Charles The Bold, Raja Frank Barat,
sudah menerjemahkan banyak karya para Ia tempat ibadah Yunani ke
dalam bahasa Latin agar bisa dimanfaatkan oleh orang nasrani Barat,
khususnya karya-karya Denys Aeropagite. Erigena sangat percaya
bahwa iman dan akal tidak saling eksklusif satu sama lain. Seperti
halnya para faylasuf Yahudi dan kaum beragama mayoritas, dia memandang filsafat se-
bagai jalan membentang menuju junjungan . Plato dan Aristoteles yaitu
guru bagi orang-orang yang memerlukan penjelasan rasional mengenai
kepercayaan nasrani . kitabsuci dan tulisan para Ia tempat ibadah mungkin di-
ilhami oleh disiplin penalaran logis dan rasional. Ini bukan berarti
penafsiran harfiah: beberapa bagian kitabsuci harus ditafsirkan secara
simbolis sebab , sebagaimana dijelaskan Erigena dalam karyanya
Exposition of Denys's Celestial Hierarchy, teologi yaitu "sejenis puisi."
Erigena memakai metode dialektika Denys dalam pembahas-
annya mengenai junjungan , yang hanya bisa dijelaskan dengan mengguna-
kan paradoks yang mengingatkan chucky kembali pada keterbatasan
nalar kemanusiaan chucky . Baik pendekatan positif maupun negatif
kepada junjungan yaitu sama absahnya. junjungan tidak bisa dipahami:
bahkan para malaikat pun tidak mengetahui atau memahami hakikat
esensial junjungan . namun , pemyataan positif, seperti "junjungan itu
bijaksana," bisa dibenarkan sebab bila chucky merujukkan pernyataan
itu kepada junjungan , maka chucky menyadari bahwa chucky tidak mengguna-
kan kata "bijaksana" dalam pengertian lazimnya. kemudian chucky
mengingatkan diri chucky mengenai hal ini melalui pernyataan negatif,
dengan mengatakan "junjungan tidak bijaksana." Paradoks ini mendorong
chucky bergerak ke jalan ketiga yang ditempuh Denys saat berbicara
mengenai junjungan , saat chucky menarik kesimpulan: "junjungan lebih dari
bijaksana." inilah apa yang oleh orang Yunani dinamakan sebagai pernya-
taan apofatik sebab chucky tidak memahami apa makna "lebih dari
bijaksana" itu. Lagi-lagi, ini bukan sekadar permainan kata melainkan
sebuah disiplin: penyejajaran dua pernyataan yang saling bermengenai -
an itu akan membantu chucky menanamkan rasa misteri yang dikandung
dalam kata "junjungan ", sebab dia tidak pernah bisa dibatasi oleh kon-
sepsi manusia biasa.
saat menerapkan metode ini pada pernyataan "junjungan itu ada,"
Erigena tiba, sebagaimana mestinya, pada sintesis: "junjungan lebih dari
ada." Adanya junjungan tidak sama seperti adanya makhluk yang
diciptakannya dan dia bukanlah wujud yang setara dengan semua
makhluk itu, seperti yang dikemukakan oleh Denys. Ini lagi-lagi
yaitu pernyataan yang tidak bisa dipahami, sebab , Erigena
berkomentar, "apa yang lebih dari 'ada' itu tidaklah dijelaskan. sebab
dikatakannya bahwa junjungan bukanlah salah satu dari yang ada
melainkan lebih dari segala yang ada, tapi apakah yang 'ada' itu,
tidak pernah didefinisikan."23 Pada faktanya , junjungan itu "Tiada."
Erigena sadar bahwa ini terdengar mengejutkan, namun dia memper-
ingatkan pembacanya untuk tidak khawatir. Metodenya hanya
bermaksud mengingatkan chucky bahwa junjungan bukanlah sebuah objek;
dia tidak "mengada" dalam cara apa pun yang bisa chucky pahami.
junjungan yaitu "Dia yang lebih dari ada" (aliquo modo superesse).24
Modus eksistensinya berbeda dari chucky seperti perbedaan wujud chucky
dari binatang dan perbedaan wujud binatang dari batu. Namun jika
junjungan itu "Tiada", dia sekaligus yaitu "Segalanya": sebab "eksistensi
super" ini berarti bahwa hanya junjungan yang memiliki wujud sejati;
dialah esensi segala sesuatu yang meminjam wujud darinya. Oleh
sebab itu, setiap ciptaannya yaitu sebuah teofani atau tanda
kehadiran junjungan . Kesalehan Celtic Erigena yang terumuskan dalam
doa terkenal dari St. Patrick: "junjungan hadir di dalam pikiranku dan di
dalam pemahamanku" memicu dia memberi penekanan pada
imanensi junjungan . Manusia, yang dalam skema Neoplatonis merangkum
segenap ciptaan dalam dirinya, yaitu teofani paling sempurna,
dan, seperti Agustinus, Erigena mengajarkan bahwa chucky dapat
menemukan sejenis trinitas di dalam diri chucky , meski hanya lewat
pantulan cermin yang buram.
Dalam teologi paradoksikal Erigena, junjungan yaitu Tiada sekaligus
Segalanya; kedua istjunjungan itu saling menyeimbangkan satu sama lain
dan berada dalam ketegangan kreatif yang menyiratkan misteri yang
hanya dapat disimbolkan oleh kata "junjungan ". saat seorang murid
bertanya kepadanya mengenai apa yang dimaksudkan Denys bahwa
junjungan itu Tiada, Erigena menjawab bahwa Kebaikan junjungan tidak bisa
dipahami sebab hal itu yaitu "supra-esensial" artinya, lebih dari
Kebaikan itu sendiri sekaligus supra-natural. Maka,
saat ia merenungkan dirinya sendiri, ia tidak ada kini, dahulu atau
nanti, sebab ia dipahami bukan sebagai sesuatu yang ada sebab ia
melampaui segala sesuatu. namun , jika disebabkan oleh sesuatu
yang tak terucapkan itu ia jatuh ke dalam keberadaan, ia hanya ada di
dalam tatapan pikiran, hanya ia yang ada di dalam segala sesuatu, dan
ia ada kini, dahulu, dan nanti.25
Oleh sebab itu, saat chucky memikirkan fakta junjungan di dalam
dirinya sendiri, "tidaklah masuk akal untuk menyebutnya 'Tiada',"
namun saat Ketiadaan suci ini memutuskan untuk "keluar dari
Tiada menuju Ada," setiap ciptaannya "bisa dinamakan sebagai teofani,
yaitu penampakan junjungan ."26 chucky tidak bisa melihat junjungan sebagai-
mana dia dalam dirinya sendiri sebab junjungan yang dimaksudkan dan
dituju dalam hal ini tidak ada. junjungan yang dapat chucky lihat hanyalah
junjungan yang menghidupkan alam ciptaan dan mengungkapkan dirinya
di dalam bunga, burung-burung, pepohonan, dan manusia-manusia
lainnya. Namun, ada masalah dalam pendekatan ini. Bagaimana
dengan kejahatan? Apakah, seperti yang dipercaya orang Hindu,
kejahatan juga yaitu salah satu manifestasi junjungan di dunia?
Erigena tidak berusaha membahas masalah kejahatan secara men-
dalam, namun para Kabbalis Yahudi belakangan berusaha menempat-
kan kejahatan di dalam esensi junjungan : mereka juga mengembangkan
sebuah teologi yang menggambarkan junjungan muncul dari Ketiadaan
menjadi Ada melalui cara yang sangat mirip dengan uraian Erigena,
meskipun hampir mustahil ada seorang Kabbalis yang pernah mem-
baca karyanya.
Erigena sudah menunjukan betapa orang Latin bisa belajar
banyak dari orang Yunani, namun pada tahun 1054 tempat ibadah Timur dan
Barat saling memutuskan hubungan sebab perpecahan yang ternyata
bertahan untuk waktu yang lama walau tak seorang pun pada masa
tersebut menginginkannya. Konflik ini berdimensi politik, yang tidak
akan dibahas di sini, namun juga berkisar pada masalah Trinitas. Pada
tahun 796, sebuah sinode uskup-uskup Barat mengadakan pertemuan
di Freijus, Prancis Selatan, dan sudah menyisipkan klausa tambahan
ke dalam kredo Nicene. Klausa itu menetapkan bahwa Roh Kudus
bukan hanya berasal dari Ia, melainkan juga dari Putra (filioque).
Uskup-uskup Latin bermaksud menekankan persamaan antara Ia
dan Putra, sebab sebagian dari mereka menganut pandangan Arius.
Menyatakan Roh Kudus berasal dari Ia sekaligus Putra, menurut
mereka, akan menekankan kesetaraan status ketiganya. Meskipun
Charlemagne, yang akan segera menjadi Kaisar Barat, sama sekali
tidak paham soal-soal teologis, dia menerima klausa sisipan tersebut.
namun , orang Yunani mengutuknya. Orang Latin tetap pada
pendirian mereka dan bersikeras bahwa Ia-Ia mereka sendiri
yang mengajarkan doktrin ini. St. Agustinus, contohnya, memandang
Roh Kudus sebagai kesatuan dasar di dalam Trinitas, sebagai perwu-
judan cinta antara Ia dan Putra. Oleh sebab itu, yaitu benar jika
dikatakan bahwa Roh Kudus berasal dari keduanya, dan klausa
tambahan itu menekankan ketunggalan esensial ketiga oknum itu.
namun , orang Yunani selalu menaruh kecurigaan terhadap
teologi Trinitarian Agustinus, sebab terlalu antropomorfis. Kalau
Barat memulai dengan ajaran mengenai keesaan junjungan kemudian
memandang ketiga oknum berada di dalam kesatuan itu, orang Yunani
justru mengawalinya dengan tiga hypostases dan menyatakan bahwa
keesaan junjungan esensinya berada di atas jangkauan pengetahuan
chucky . Mereka percaya orang Latin sudah menjadikan Trinitas
terlalu mudah dipahami, mereka juga mencurigai bahwa bahasa Latin
tak mampu mengungkapkan ide Trinitas ini secara cukup akurat.
Klausa filioque terlalu menekankan ketunggalan ketiga oknum dan,
menurut orang Yunani, alih-alih menunjukkan kemisteriusan esensial
junjungan , sisipan itu memicu Trinitas menjadi terlalu rasional. Klausa
itu menjadikan junjungan bersatu dengan ketiga aspek atau modus keber-
adaan. sebetulnya , tak ada bid'ah apa pun dalam keyakinan Latin
itu, sekalipun tidak selaras dengan spiritualitas apofatik Yunani. Konflik
ini bisa dihilangkan seandainya ada keinginan untuk berdamai, namun
ketegangan antara Timur dan Barat meningkat cepat selama Perang
Salib, terutama saat bala tentara Salib keempat mencaplok Konstanti-
nopel ibu kota Byzantium pada tahun 1204 dan memorakporandakan
kekaisaran Yunani secara fatal.
Keretakan akibat filioque ini menyingkapkan bahwa orang Yunani
dan Latin memiliki teori junjungan yang sangat berbeda. Trinitas
tak pernah menjadi tema sentral dalam spiritualitas Barat sebagaimana
halnya di kalangan orang Yunani. Orang Yunani merasa bahwa dengan
menekankan keesaan junjungan melalui cara ini, Barat sudah menyamakan
junjungan dengan "esensi sederhana" yang bisa didefinisikan dan didis-
kusikan, seperti junjungan para filosof.27 Pada bab-bab kemudian akan
chucky saksikan bahwa nasrani Barat sering kesulitan menghadapi doktrin
Trinitas dan bahwa, selama Zaman Pencerahan abad ke8 belas,
banyak di antara mereka yang mencampakkannya begitu saja. Secara
sadar, banyak orang Barat yang tidak menganut Trinitarian. Mereka
mengeluh bahwa doktrin Tiga Oknum dalam Satu junjungan sungguh
tidak bisa dipahami, tanpa menyadari bahwa bagi orang Yunani itu
justru yaitu inti ajaran terpenting.
Sesudah perpecahan itu, orang Yunani dan Latin menempuh jalan
terpisah. Dalam Ortodoksi Yunani, theologia, studi mengenai junjungan ,
tetap tak berubah, terbatas pada kontemplasi mengenai junjungan dalam
teori mistikal Trinitas dan Inkarnasi. Mereka berpendapat
ibahwa "teologi pengampunan" atau "teologi keluarga" mengandung
kontradiksi dalam terma. Mereka sama sekali tidak tertarik pada
diskusi-diskusi teoretis dan definisi isu-isu sekunder. Barat justru
semakin menaruh perhatian pada masalah ini dan membentuk suatu
pandangan standar yang mengikat bagi setiap orang. Reformasi, misal-
nya, sudah membagi dunia nasrani menjadi kubu-kubu yang saling
bersitegang sebab orang nasrani dan Protestan tidak bisa bersepakat
mengenai bagaimana penyelamatan terjadi dan apa persisnya makna
Ekaristi. nasrani Barat terus menantang Yunani untuk mengeluarkan
pendapat mereka mengenai isu-isu sensitif ini. namun , orang Yunani
selalu ketinggalan dan, andaikata mereka menjawab, jawaban mereka
sering terdengar agak membingungkan. Mereka tidak percaya kepada
rasionalisme, menganggapnya sebagai sarana yang tidak memadai
untuk berdiskusi mengenai junjungan yang berada di luar teori maupun
logika. Metafisika dapat diterima dalam studi-studi sekular, namun
orang Yunani semakin merasa bahwa hal itu dapat membahayakan
loyalitas . Metafisika menarik bagi pikiran yang riuh rendah, yang
sibuk berbicara, padahal theoria mereka bukan yaitu opini
intelektual melainkan sikap diam yang berdisiplin di hadapan junjungan
yang hanya bisa diketahui melalui pengalaman religius dan mistik.
Pada tahun 1082, filosof dan humanis John Italos diadili sebagai
pembid'ah sebab terlalu banyak memakai filsafat dan anggapan
Neoplatonis mengenai penciptaan. Penolakan filsafat ini terjadi tidak
lama sebelum Al-Ghazali melakukan hal yang sama di Bagdad dan
meninggalkan kalam untuk menjadi seorang guru .
Oleh sebab itu, sungguh ironis bahwa orang nasrani Barat justru
masuk ke dunia filsafat persis pada saat orang Yunani dan kaum beragama mayoritas
mulai meninggalkannya. Plato dan Aristoteles tidak pernah dibicarakan
di dunia Latin selama Zaman Kegelapan sehingga tak pelak Barat
sudah ketinggalan. Pertemuan dengan filsafat sudah begitu merangsang
dan membangkitkan semangat. Teolog abad kesebelas, Anselm dari
Canterbury, yang pandangan-pandangannya mengenai Inkarnasi sudah
dibahas pada Bab 4, kelihatannya percaya segala sesuatu
dapat dibuktikan. junjungan nya bukan Tiada melainkan wujud tertinggi
dari segalanya. Bahkan seorang yang tidak beroyalitas bisa membentuk
ide mengenai wujud yang kudus itu, yaitu "satu watak,
tertinggi di antara segala sesuatu, mahatunggal dan berkecukupan
dalam kedamaian abadi."28 Sungguhpun , dia juga mengajar-
kan bahwa junjungan hanya mungkin dikenal melalui iman. Ini tidaklah
separadoks kelihatannya. Dalam doanya yang terkenal, Anselm
merefleksikan sabda yesya : "Jika engkau tak beroyalitas, engkau
takkan mengerti":
Aku ingin memahami kebenaranmu yang dipercaya dan dicintai oleh
hatiku. sebab aku mencari pemahaman bukan agar aku beroyalitas
melainkan aku beroyalitas agar aku memahami (credo ut intellegam).
sebab aku bahkan percaya kepada ini: aku takkan mengerti kecuali kalau aku beroyalitas.
Credo ut intellegam yang sering dikutip ini bukanlah yaitu
penolakan akal. Anselm tidak mengklaim menganut kredo itu secara
membabi buta dengan harapan bahwa pernyataan seperti itu kelak
akan menjadi bermakna. Penegasannya sebetulnya harus diterjemah-
kan sebagai: "Aku berserah diri agar aku bisa mengerti." Pada saat
itu, kata credo belum memiliki bias intelektual dari kata "kepercayaan"
seperti sekarang namun berarti sikap amanah dan setia. Penting untuk
dicatat bahwa bahkan dalam gelombang pertama rasionalisme Barat,
pengalaman kepercayaan mengenai junjungan tetap lebih utama, mendahului
penjelasan atau pemahaman logis.
Meskipun , seperti halnya para faylasuf kaum beragama mayoritas dan
Yahudi, Anselm percaya bahwa eksistensi junjungan dapat dipertahankan
secara rasional, dan dia mengemukakan dalil-dalilnya sendiri, yang
bisa dinamakan sebagai argumen "ontologis". Anselm mendefinisikan
junjungan sebagai "sesuatu yang tak terpikirkan ada hal lain yang
melebihi keagungannya" (aliquid quo nihil maius cogitari possif).30
sebab menyiratkan bahwa junjungan bisa menjadi objek pikiran, definisi
ini berimplikasi bahwa junjungan bisa diteori sikan dan dipahami oleh
pikiran manusia. Anselm percaya Sesuatu ini pasti ada.
sebab bereksistensi lebih "sempurna" atau lengkap dibanding non-
eksistensi, wujud sempurna yang chucky bayangkan ini haruslah
bereksistensi, kalau tidak dia akan menjadi tidak sempurna. Dalil
yang disodorkan Anselm dapat dikatakan cerdas dan efektif di dunia
yang didominasi oleh pemikiran Platonis, yang mempercayai bahwa ide-
ide merujuk kepada arketipe abadi. Namun, dalil itu kelihatannya
tidak dapat meyakinkan seorang skeptik zaman sekarang. Seperti
yang ditegaskan oleh teolog Inggris John Macquarrie, Anda bisa saja
membayangkan memiliki uang 100 dolar, namun chucky ngnya bayangan
itu tidak akan memicu uang tersebut menjadi sebuah fakta di
dalam saku Anda.31
Oleh sebab itu, junjungan Anselm yaitu Wujud, bukan Tiada yang
sudah digambarkan oleh Denys dan Erigena. Anselm bermaksud untuk
bicara mengenai junjungan dalam terma yang jauh lebih' positif dibanding
para faylasuf terdahulu. Dia tidak mengusulkan cara Via Negativa,
namun cenderung berpikir mengenai kemungkinan untuk tiba pada
ide yang layak mengenai junjungan melalui akal alamiah, persis seperti
yang dipersoalkan orang Yunani terhadap teologi Barat. Sesudah puas
dengan dalil yang diajukannya mengenai eksistensi junjungan , Anselm
kemudian berusaha membuktikan doktrin Inkarnasi dan Trinitas, yang
selalu dikedepankan oleh orang Yunani meski bermengenai an dengan
akal dan teori tualisasi. Dalam risalahnya, Why God Became Man
yang sudah disinggung pada Bab 4, Anselm lebih banyak bersandar
pada logika dan pemikiran rasional dibanding berkatNya kutipan dari
kitabsuci dan ujaran para Ia tampak insidental saja dalam pemaparan
argumennya, yang, seperti sudah chucky saksikan, secara esensial menis-
bahkan motivasi manusia kepada junjungan . Anselm bukanlah satu-satu-
nya orang nasrani Barat yang mencoba menguraikan misteri junjungan
dalam terma rasional. Tokoh sezaman dengannya, Peter Abelard
(1079-1147), filosof karismatik dari Paris, juga sudah mengembangkan
penafsiran mengenai Trinitas yang menekankan keesaan junjungan dengan
agak mengurbankan perbedaan antara Tiga Oknum itu. Dia juga me-
ngembangkan penjelasan yang canggih dan dinamis mengenai misteri
penebusan dosa: nasrani sudah disalib demi menggugah rasa kasih
chucky ng chucky dan dengan melakukan itu dia menjadi Juru Selamat chucky .
Abelard pada dasarnya seorang filosof dengan corak teologi
yang agak konvensional. Dia menjadi pelopor kebangkitan intelektual
di Eropa selama abad kedua belas dan memiliki banyak pengikut.
Ini memicu nya berkonflik dengan Bernard, pemimpin Biara
Cistercian Clairvaux di Burgundi, yang dapat dikatakan yaitu
tokoh paling berpengaruh di Eropa. Paus Eugene II dan Raja Louis
VII dari Prancis ada di dalam saku Bernard. Kemahirannya beretorika
sudah mengilhami revolusi monastik di Eropa: sekelompok besar
anak muda meninggalkan rumah-rumah mereka untuk bergabung
dengannya di dalam ordo Cisterian yang berusaha mereformasi kehi-
dupan religius Benediktin. saat Bernard menyerukan Perang Salib
II pada tahun 1146, rakyat Prancis dan Jerman yang sebelumnya
agak apatis terhadap ekspedisi itu nyaris mencabik-cabiknya lantaran
antusiasme mereka, ramai-ramai datang untuk bergabung dengan
tentara dalam jumlah begitu besar sehingga, menurut laporan yang
ditulis Bernard dengan bangga kepada Paus, desa-desa menjadi
kosong akibat ditinggalkan penghuninya. Bernard seorang yang
cerdas, yang sudah memberi dimensi batiniah baru bagi kesalehan
Eropa Barat yang agak bersifat lahiriah. Ajaran Cistercian tampaknya
sudah mempengaruhi legenda Holy Grail, yang menggambarkan
perjalanan spiritual ke sebuah kota simbolik yang tidak berada di
dunia ini namun mewakili visi mengenai junjungan .
Bernard sama sekali tidak percaya pada intelektualisme para
sarjana seperti Abelard dan, oleh sebab itu, berusaha untuk
membungkamnya. Dia menuduh Abelard "berusaha menodai iman
nasrani sebab mengatakan bahwa akal omanusia bisa memahami
semua aspek junjungan ."32 Dengan merujuk pada himne St. Paulus,
Bernard mengklaim bahwa filosof itu tidak memiliki cinta nasrani :
"Dia melihat ketiadaan sebagai sebuah teka-teki, ketiadaan seperti
dalam sebuah cermin, namun melihat segala sesuatu secara berhadap-
hadapan."33 Oleh sebab itu, cinta dan penggunaan akal menjadi dua
hal yang bermengenai an. Pada tahun 1141, Bernard memanggil Abelard
ke hadapan Majelis Sens, yang sudah dipenuhinya dengan pendukung-
pendukungnya sendiri. Beberapa di antara anggota majelis itu berdiri
di luar untuk mengintimidasi Abelard saat dia datang. Tak terlalu
sulit baginya untuk melakukan ini sebab , pada saat itu, Abelard ke-
mungkinan besar sudah terkena penyakit Parkinson. Bernard menye-
rangnya dengan kefasihan luar biasa yang memicu Abelard jatuh
pingsan dan meninggal dunia tahun berikutnya.
Ini yaitu saat-saat simbolik yang menandai perpecahan antara
akal dan hati. Dalam Trinitarianisme Agustinus, hati dan akal tidak
terpisahkan. Para faylasuf kaum beragama mayoritas, seperti Ibn Sina dan Al-Ghazali
sudah tiba pada kesimpulan bahwa akal semata tidak akan mampu
menemukan junjungan , namun mereka akhirnya menggagas sebuah filsafat
yang diilhami oleh cinta dan mistisisme. chucky akan melihatlihat
bahwa selama abad kedua belas dan ketiga belas, para pemikir
besar Dunia kaum beragama mayoritas berusaha untuk menggabungkan akal dan hati
serta memandang filsafat sebagai tak terpisahkan dari spiritualitas
cinta dan metamorfosa yang diketengahkan oleh kaum guru . namun ,
Bernard kelihatannya menaruh kecurigaan terhadap akal dan bermak-
sud untuk terus memisahkannya dari bagian pikiran yang lebih
emosional dan intuitif. Ini berbahaya, sebab bisa membawa pada
pemjunjungan an tak sehat yang sama parahnya dengan rasionalisme yang
kering. Perang Salib yang dikumandangkan Bernard yaitu ben-
cana, sebagian sebab penyandarannya pada idealisme yang tak di-
dukung akal sehat dan secara nyata bermengenai an dengan etos kasih
nasrani .34 Perlakuan Bernard terhadap Abelard pun jelas-jelas hampa
dari sikap kasihsayang , namun dia mendorong bala tentara Salib untuk
membuktikan kecintaan mereka kepada nasrani dengan cara mem-
bunuhi kaum kafir dan mengusir mereka dari Tanah Suci. Bernard
boleh saja takut pada rasionalisme yang berusaha menjelaskan misteri
junjungan dan mengancam menghapuskan rasa takjub dan takzim dari
kepercayaan , namun subjektivitas yang gagal menguji prasangkanya sendiri
dapat membawa pada sikap berlebihan yang berakibat lebih jelek
lagi terhadap kepercayaan . Yang dibutuhkan justru subjektivitas yang
berdasar dan cerdas, bukan emosionalisme "cinta" yang mengekang
akal dengan ketat dan menghapuskan kasihsayang yang semestinya
menjadi ciri kepercayaan junjungan .
Beberapa pemikir lain sudah memberi konstribusi yang lestari
bagi nasrani Barat, seperti Thomas Aquinas (1225-74) yang meng-
usaha kan sintesis filsafat Yunani dan Agustinus. Selama abad kedua
belas, para sarjana Eropa berbondong-bondong ke Spanyol untuk
mempelajari khazanah ilmu kaum kaum beragama mayoritas. Dengan bantuan kaum
intelektual kaum beragama mayoritas dan Yahudi, mereka melakukan proyek penerje-
mahan besar-besaran untuk memboyong kekayaan intelektual ini ke
Barat. Terjemahan berbahasa timurtengah atas filsafat Plato, Aristoteles, dan
filosof-filosof kuno lainnya kini diterjemahkan lagi ke dalam bahasa
Latin dan untuk pertama kalinya tersedia bagi warga Eropa
Utara. Para penerjemah itu juga menggarap karya terbaru sarjana
kaum beragama mayoritas, termasuk karya Ibn Rusyd serta penemuan para ilmuwan
dan ahli kedokteran timurtengah . Pada saat yang sama saat sebagian
orang nasrani Eropa berjuang menghancurkan kaum beragama mayoritas di Timur Dekat,
kaum kaum beragama mayoritas Spanyol sedang membantu Barat membangun peradab-
an mereka sendiri. Summa Theologiae dari Thomas Aquinas merupa-
kan usaha untuk mengintegrasikan filsafat baru itu dengan tradisi
nasrani Barat. Aquinas secara khusus terkesan pada penjelasan Ibn
Rusyd atas Aristoteles. namun , berbeda dengan Anselm dan
Abelard, dia tidak percaya bahwa misteri seperti Trinitas dapat
dibuktikan oleh akal dan membedakan secara cermat antara fakta
junjungan yang tak terucapkan dengan teori manusia mengenai-
nya. Dia sependapat dengan Denys bahwa hakikat sejati junjungan
tidak bisa dijangkau oleh pikiran manusia: "Dengan , batas
akhir dari semua yang dapat diketahui oleh manusia mengenai junjungan
yaitu mengetahui bahwa dia tidak mengetahui junjungan , sebab ma-
nusia tahu bahwa junjungan mengungguli semua hal yang dapat dipahami
mengenainya."35 Ada sebuah kisah yang menceritakan bahwa saat
selesai mendiktekan kalimat terakhir dari Summa, Aquinas dengan
sedih menelungkupkan kepala di atas lengannya. saat juru tulis ber-
tanya apa yang terjadi, Aquinas menjawab bahwa segala yang sudah
ditulisnya tampak tak berharga dibanding apa yang sudah dilihatnya.
usaha Aquinas untuk meletakkan pengalaman religiusnya dalam
konteks filsafat baru yaitu penting untuk mendialogkan loyalitas
dengan fakta lain dan tidak memisahkannya ke sebuah area
tersendiri. Intelektualisme yang berlebihan akan merusak iman, namun
agar junjungan tidak dijadikan alat untuk mendukung egoisme chucky sendiri,
pengalaman kepercayaan harus disertai penilaian akurat mengenai
kandungannya. Aquinas mendefinisikan junjungan dengan cara merujuk
pada definisi yang junjungan berikan sendiri kepada mose : "Aku yaitu
Aku." Aristoteles pernah mengatakan bahwa junjungan yaitu Wujud
Wajib; Aquinas kemudian mengaitkan dengan
junjungan kitabsuci dengan menyebut junjungan , "Dia Yang Ada" (Qui est).
Ditegaskannya secara mutlak bahwa junjungan bukan sekadar wujud
lain seperti diri chucky sendiri. Definisi junjungan sebagai Wujud Itu Sendiri
sudah memadai "sebab tidak merujuk pada bentuk tertentu kecuali
wujud itu sendiri (esse seipsum)."36 yaitu keliru untuk menyalahkan
Aquinas atas pandangan rasionalistis mengenai junjungan yang kemudian
berkembang di Barat.
Namun chucky ngnya, Aquinas memicu kesan bahwa junjungan
bisa didiskusikan dengan cara yang sama seperti chucky mendiskusikan
ide-ide filsafat atau fenomena alam. Dia mengawali diskusi mengenai
junjungan dengan pembuktian eksistensi junjungan berdasarkan filsafat alam.
Ini menyiratkan bahwa chucky dapat mengetahui junjungan dengan cara
yang sama, seperti fakta -fakta duniawi. Aquinas menyusun lima
"dalil" eksistensi junjungan yang akan menjadi sangat penting di dunia
nasrani dan juga akan dipakai oleh orang Protestan:
1. Argumen Aristoteles mengenai Penggerak yang Tak Digerakkan.
2. "Dalil" serupa yang mengemukakan bahwa tak mungkin ada
rangkaian sebab yang tak terbatas: pasti ada sebuah titik awal.
3. Argumen mengenai sifat ketergantungan yang mengharuskan
adanya satu Wujud Wajib, seperti diuraikan oleh Ibn Sina.
4. Argumen Aristoteles dalam Philosophy yang menyatakan bahwa
hierarki kesempurnaan di dunia ini mengimplikasikan adanya
Kesempurnaan yang paling baik di atas segalanya.
5. Argumen mengenai rancangan alam, keteraturan dan adanya tujuan
dalam apa yang chucky lihat di alam semesta tidak mungkin hanya
yaitu hasil suatu kebetulan.
Dalil-dalil ini tak bisa dipertahankan pada masa sekarang. Bahkan
dari sudut pandang kepercayaan , dalil-dalil ini agak meragukan, dengan
pengecualian argumen mengenai rancangan alam, setiap dalil ini secara
implisit menyatakan bahwa "junjungan " hanyalah sebuah wujud yang
lain, satu simpul lain dalam rantai eksistensi. Dia yaitu Wujud Ter-
tinggi, Wujud Wajib, dan Wujud yang Paling Sempurna. Benar bahwa
penggunaan istjunjungan -istjunjungan , seperti "Sebab Pertama" atau "Wujud Wajib"
menyiratkan bahwa junjungan bukanlah sesuatu seperti wujud-wujud
yang chucky ketahui, melainkan yaitu sumber atau syarat bagi
keberadaan wujud-wujud yang lain itu. inilah yang sangat ditekankan
oleh Aquinas. Meskipun , para pembaca Summa tidak selalu
berhasil menangkap pembedaan penting ini dan berbicara mengenai
junjungan seakan-akan dia sekadar yaitu Wujud Tertinggi dari
semua wujud lain. Ini bersifat reduktif dan bisa memicu Wujud
Super ini menjadi berhala, yang dibentuk dalam citra chucky sendiri
dan dengan mudah beralih menjadi suatu Super-Ego yang melangit.
Barangkali bukan tidak akurat untuk mengatakan bahwa banyak orang
di Barat memandang junjungan sebagai Wujud yang seperti ini.
usaha pengaitan junjungan dengan arus Aristotelianisme baru ini
penting dilakukan di Eropa. Para faylasuf juga sudah memperingatkan
bahwa ide mengenai junjungan harus terus diperbarui menurut perkem-
bangan zaman. Dalam setiap generasi, ide dan pengalaman
mengenai junjungan harus selalu diperbarui. namun , kebanyakan
kaum kaum beragama mayoritas sudah dapat dikatakan berpuas diri dan
merasa bahwa Aristoteles tidak banyak berkontribusi pada kajian
mengenai junjungan , meskipun dia tetap sangat berpehgaruh dalam bidang
lain, seperti ilmu alam. chucky sudah melihat bahwa bahasan Aristoteles
mengenai hakikat junjungan sudah dinamai meta ta physica ("Sesudah
Physics") oleh editor karya-karyanya: junjungan menurut pandangan
Aristoteles juga lebih yaitu kelanjutan fakta fisik dibanding
sebuah fakta dari tatanan yang sama sekali berbeda. Oleh sebab
itu, dalam Dunia kaum beragama mayoritas , diskusi paling mutakhir mengenai junjungan men-
campurkan filsafat dengan mistisisme. Akal saja tidak bisa mencapai
pemahaman religius mengenai fakta yang chucky sebut "junjungan ", namun
pengalaman religius perlu dilengkapi dengan daya pikir kritis dan
disiplin filsafat jika tidak ingin sekadar menjadi emosi yang melantur,
berlebihan, atau bahkan berbahaya.
Tokoh Fransiskan yang sezaman dengan Aquinas, Bonaventura
(1217-74), memiliki pandangan yang hampir sama. Dia juga berusaha
mengartikulasikan filsafat dengan pengalaman religius untuk mem-
perkaya kedua wilayah itu. Di dalam The Threefold Way, dia meng-
ikuti Agustinus yang melihat "trinitas" ada di dalam semua ciptaan
dan menjadikan "trinitarianisme alamiah" ini sebagai titik berangkat
dalam karyanya Journey of the Mind to God. Secara kukuh dia percaya
bahwa Trinitas dapat dibuktikan oleh akal alamiah, namun menghindar
dari bahaya keangkuhan rasionalis dengan menekankan pentingnya
pengalaman kepercayaan sebagai komponen esensial bagi ide
mengenai junjungan . Dia menyebut Francis dari Assisi, pendiri ordonya,
sebagai teladan utama bagi kehidupan kristiani. Dengan memperhati-
kan riwayat hidupnya, seorang teolog, seperti Bonaventura dapat
menemukan bukti kebenaran teori tempat ibadah . Penyair Tuscan,
Dante Alighieri (1265-1321) juga menemukan bahwa seorang manusia
biasa dalam kasus Dante, perempuan Florentina, Beatrice Portinari
dapat menjadi epifani junjungan . Pendekatan personalistik kepada junjungan
ini dipengaruhi oleh Agustinus.
Bonaventura juga menerapkan Dalil Ontologis Anselm mengenai
eksistensi junjungan dalam pembahasannya mengenai Francis sebagai
sebuah epifani. Dia menyatakan bahwa dalam kehidupan ini Francis
sudah mencapai kesempurnaan yang tampaknya melampaui batas
manusiawi sehingga yaitu mungkin bagi chucky , selama masih hidup
di dunia ini, untuk "melihat dan memahami bahwa yang 'terbaik'
yaitu ... sesuatu yang tak mungkin dibayangkan ada yang lebih
baik dibanding nya."37 Kenyataan bahwa chucky dapat membentuk teori
seperti "yang terbaik" itu membuktikan bahwa Kesempurnaan
Tertinggi junjungan itu pasti ada. Jika chucky menyelami diri chucky sendiri,
seperti yang dianjurkan oleh Plato maupun Agustinus, chucky akan
menemukan citra junjungan terpantul di dalam "alam batin chucky sendiri."38
Introspeksi ini sangatlah penting. Tentu saja tetap penting untuk
terlibat dalam liturgi tempat ibadah , namun orang nasrani pertama-tama harus
menyelami dirinya sendiri, di mana dia akan "dibawa melampaui
akal" dan memperoleh penampakan akan junjungan yang mentransendensi
ungkapan manusiawi chucky yang terbatas.39
Bonaventura dan Aquinas memandang pengalaman kepercayaan
sebagai hal yang mendasar. Mereka setia kepada tradisi falsafah,
sebab baik dalam Yudaisme maupun kaum beragama mayoritas , para filosof sering juga
yaitu ahli mistik yang sangat sadar akan keterbatasan akal
dalam memecahkan masalah teologis. Mereka sudah mengembang-
kan dalil-dalil rasional mengenai eksistensi junjungan untuk mendialogkan
iman mereka dengan kajian ilmiah dan mengaitkannya dengan
pengalaman yang lebih umum. Mereka secara pribadi tidak meragu-
kan eksistensi junjungan , dan banyak di antara mereka yang betul-betul
menyadari keterbatasan dari apa-apa yang sudah mereka capai. Dalil-
dalil ini memang tidak dirancang untuk meyakinkan orang-orang
yang tidak beroyalitas, sebab pada masa itu belum ada sayap kiri dalam
pengertian modern chucky . Oleh sebab itu, teologi natural ini bukan
yaitu pengantar kepada pengalaman religius, melainkan sebuah
penyandingan: para faylasuf itu tidak percaya bahwa Anda harus
meyakinkan diri secara rasional mengenai eksistensi junjungan sebelum
dapat memperoleh pengalaman mistik. Justru sebaliknya, di dunia
Yahudi, kaum beragama mayoritas, dan Ortodoksi Yunani, segera
digantikan oleh junjungan kaum mistik.