Tampilkan postingan dengan label peradaban barat 8. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label peradaban barat 8. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Januari 2025

peradaban barat 8



 rganisasi misionaris dan menyemkan agar mereka menggalang kerjasama dengan pemerintah Belanda unhrk memperluas pengamh Kristen dan membatasi pengamh Islam. ].T. Cremer, Menteri

unhlk Umsan Kolonial lain, dengan semangat yang sama, juga menganjurkan agar kegiatan-kegiatan misionaris dibantu, karena hal

ihr-dalam pandangannya--akan melahirkan "peradaban, kesejahteraan, keamanan, dan keterahlran.a

Pada 1901, Abraham Kuypeq, pemimpin Partai Kristen, dihrnjuk

sebagai Perdana Menteri, menyusul kekalahan Partai Liberal oleh

koalisi partai-partai kanan dan agama. Alexander Idenburg, yang di

masa mudanya pemah bercita-cita sebagai misionaris, mengambil

alih kantor pemerintah kolonial. Kebijakan selama 50 tahun yang

kurang lebih bersifat "netral agama" diubah menjadi kebijakan yang

secara terang-terangan mendukung misi Kristen. Berbagai subsidi

terhadap sekolah Kristen dan lembaga misi yang semua ditolakkarena dikhawatirkan memancing reaksi keras kaum muslim, mulai

diberikan secara besar-besaran. Kebijakan ini menunjukkan bahwa

netralitas dalam agama yaitu  ilusibelaka.Idenburg yang menjabat

Gubemtrr Jenderal dari 1906-1916, terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap kegiatan misi di Indonesia. Dalam salah sahr

laporannya kepada pemerintah pusat, ia mengatakan, "Saya cukup

sibuk dengan Kristenisasi atas daerah-daerah pedalaman." Bagi

pemerintah kolonial, ancaman dari mereka yang sudah masuk

Kristen akan lebih kecil dibandingkan dari kaum muslim, karena

kaum Kristen lebih dapat diajak kerjasama. Tujuan pemerintah kolonial dan misionaris dapat dikerjasamakan. Di satu pihak, pemeritah

kolonial memandang koloni mereka sebagai tempat mengemk keuntungan finansial. Di sisi lain, misionaris memandang koloni

mereka sebagai tempat yang diberikan Ttrhan untuk memperluas

"Kerajaan Tlrhan".s

Jadi, di zaman penjajahan Belanda, konflik Islam Kristen identik

dengan konflik antara bangsa Indonesia dengan penjajah yang memang memberikan dukungan terhadap kegiatan misi Kristen. Perang melawan penjajah Belanda dipandang sebagai jihad fi sabilillah

dalam memerangi kaum penjajah kafir. Sehingga, diAceh, misalnya,

Belanda disebut sebagai "kape" yang berasal dari istilah bahasa

"kafir".

Menjelang Kemerdekaan dan Orde Lama

Konflik Islam-Kristen di sekitar masa kemerdekaan dapat ditelusuri dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI dibenhrk oleh pemerintah penjajah Jepang sebagai persiapan bangsa Indonesia mendapat  kemerdekaannya. Salah sahr hal yang penting yaitu  pembenhrkan konstihrsi negara Indonesia merdeka. Dalam sidang-sidang

BPUPKI terjadi perdebatan sengit antara dua kelompok, yaitu kelompok nasionalis Islam dan kelompok nasionalis sekr.rler (golongan

kebangsaan). Kelompok nasionalis Islam mengusulkan agar Indonesia merdeka nantinya yaitu  sebuah negara Islam. Tetapi hal ini

ditolak keras oleh kelompok nasionalis sekular dan Kristen. Unhrk

menyelesiikan masalah perbedaan tersebut, BPUPKI membenhrk

Panitia Sembilan yang merupakan perwakilan golongan nasionalis

Islam, nasionalis sekular. Pihak Kristen diwakili oleh Mr. A.A.

Maramis. Pada tanggal 9 Juli L945, Panitia Sembilan berhasil

menyusun suatu Gentlenrcn's Agreement, yang dikenal dengan Piagam

Jakarta. Ketika ihr, Kehra Panitia Sembilan, Ir. Soekarno menyebut,

PiagamJakarta yaitu  "satu kompromis untuk menyudahi kesulitan antara kita bersama."

Tetapi, dalam rapat BPUPKI tgl 11 Jtrli 1945, Piagam Jakarta

digugat oleh seorang Kristen dari Maluklr, bernama Latuharhary,

dengan alasan akan dapat mengalami kesulitan dalam aplikasinya

di berbagai daerah, khususnya ketika berhadapan dengan adat

istiadat. Soekamo kembali meminta agar "hrjuh kata" ihr tidak dipersoalkan, sebab ihr yaitu  hasil jerih payah dan kompromi antara

golongan Islam dan golongan kebangsaan. Tokoh Kebatinan Wongsonegoro mengusulkan, agar tidak usah diubah, tetapi ditambah

"bagi pemeluk-pemeluk agama lain dengan jalan menumt agamanya masing-masing". Akhimya Wachid Hasyim memperingatkan

agar pembahasan soal "tujuh kata" itrr tidak diperpanjang lagi. Lalu,

Soekarno kembali mengingatkan bahwa "ttrjuh kata" itu yaitu 

"kompromi untuk menyudahi kesulitan antara kita bersama."

Bahkan, dalam rapat tg1 13 JuIi 1.945, Wachid Hasjim mengusulkan: agar syarat presiden ditambah "yung beragama Islam". Juga,

pasal29 ditambahkan, "Agama negara ialah agama Islam." Bahkan,

pada rapat tgl1,4 Jt,.Ji \945, tokoh Muhammadiyah Ki Bagus Hadikoesoemo mengusulkan agar kata "bagi pemeluk-pemeluknya"

dicoret. ]adi, bunyinya, hanya "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam". Tetapi, usul ini ditolak keras oleh kelompok

nasionalis-sekular. Sampai dengan rapat terakhir BPUPKI tgl 16 Jtrli

1945, tidak ada pencabutan kesepakatan tentang Piagam Jakarta.

Bahkan ketika itu, Soekamo menegaskan, disepakatinya klausul:

"Presiden Indonesia hamslah orang Indonesia asli yang beragama

Islam." Dan pasal 28 tetap berbunyi, "Negara berdasar atas keTuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeltrkpemeluknya." Terakhir, ketua BPUPKI yang merupakan aktivis

Gerakan Teosofi, yaitu dr. Radjiman Widijodiningrat, menyimpul-kan: "]adi, rancangan ini sudah diterima semuanya.... dengan slrara

bulat diterima Undang-undang Dasar ini."6

Masalah Piagam )akarta ini sangat penting diperhatikan, sebab

dalam perjalanan sejarah Indonesia, konflik Islam-Kristen juga sangat berkaitan dengan masalah Piagam )akarta, yaitu klausul tentang dimasukkannya "kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi

kaum Muslim Indonesia" dalam konstihrsi. Penolakan terhadap

Piagam Jakarta oleh pihak Kristen dapat ditelusuri pada sikap Latuharhary di BPUPKI. Seperti diketahui, pada tanggal 18 Agushrs

1945, Piagam ]akarta yang sudah disepakati di BPUPKI dihapus,

dengan alasan ada keberatan dari pihak Kristen Indonesia Timur.

Konon, datanglah seorang uhrsan dari Indonesia Bagian Timuq,

melalui opsir Tentara |epang yang waktu itu masih berwenang di

Jakarta. Uhrsan tersebut menyampaikan pesan kepada Bung Kamo

dan Bung Hatta. Opsir Jepang itu mengaku, membawa pesan dari

umat Kristen di Indonesia bagian Timur. Isi pesan ihr pendek saja,

"ada tujuJr kata yang tercanhlm dalam Mukaddimah UUD 1945

yang hams dicabut. Kalau tidak, umat Kristen di Indonesia sebelah

Timur tidak akan hrmt serta dalam negara Republik Indonesia yang

baru saja diproklamirkan. T[rjuh kata yang harus dicoret itr'l berbuny| "dengan keuajiban menjalankan syariat lslam bagi pemelukp emelukny a." Dr. Mohamrnad Natsir menyebut peristitiwa L8 Agushrs 1945 itu sebagai "Peristiua ultimntwn terhndap Republik htdonesin

yang bnru sajn diproklnndrknn".

Tokoh-tokoh Kristen kemudian, selalu menolak usaha untuk

mengembalikan Piagam Jakarta dalam konstihrsi Indonesia. Pemuatan "tujuh kata" dalam Mukaddimah UUD 1945, dikatakan oleh

Pendeta Oktavianus, sebagai "ide akan membentuk Indonesia

menjadi negara agama", sehingga "Indonesia bagian Timur dengan tegas menolak dan hanya mau bergabung dengan Republik

jika Indonesia menjadi negara kesatuan".

Mengomentari ultimatum pihak Kristen pada tahun 1945 Lnt,

Natsir menulis,

"IJtr6an tersebut tidak unhrk mengadakan diskusi tentang per-

soalannya. Hanya menyampaikan sahr peringatan. Titik! Tak

perhr bicara lagi. Terserah apakah pesan ihr diterima atau tidak.

Asal tahu apa konsekuensinya. Ittr bempa ultimahlm. Ultimahrm, bukan saja terhadap warga negara yang beragama Islam

di Indonesia. Tetapi pada hakekatnya terhadap Republik Indonesia sendiri yang bam bemmtt 24 jam ihr. Hari 1,7 Agustus

yaitu  Hari Proklamasi, hari raya kita. Hari raya 18 Agushrs

yaitu  hari ultimatum dari umat Kristen Indonesia bagian

Timur. Kedua-dua peristiwa itu yaitu  peristiwa sejarah. Kalau

yang pertama kita rayakan, yang kedua sekurang-kurangnya

jangan dilupakan. Menyambut hari Proklamasi lTAgustus kita

bertahmied. Menyambut hari besoknya, 18 Agushrs, kita beristighfar. Insya allah umat Islam tidak akan lupa."

Menurut Natsir, Kaum Kristen sangat konsisten dalam menjalankan ultimahrm 18 Agushrs 1945. "Sungguhpun hrjuh kata-kata

ittr sndah digugurkan. Tetapi mereka tidak puas begitu saja," kata

Natsir. Di bidang legislatif, kaum Kristen bemsaha keras menggagalkan setiap usaha pengesahan Undang-lmdang yang diinginkan

kaum Muslim unhrk dapat lebih mentaati ajaran-ajaran agama

mereka. T

Pada tahun 7945, sejumlah tokoh Islam memang menerima

pencoretan "tujuh kata" dalam Piagam Jakarta, karena pertirnbangan pertimbangan sihrasional. Ketika itu mereka berpikir, setelah kemerdekaan, mereka akan dapat mengembalikannya lagi melalui

pemilihan umum. Mereka kemudian gigih kembali memperjuangkan konsep "Piagam Jakarta" tersebut dalam Majelis Konstitr,rante.

Bahkan, menurut Prof. Kasman Singodimedjo, Ki Bagus Hadikoesoemo, sampai meninggal dalam penantian akan kembalinya Piagam

Jakarta. Kasman, dalam biografinya, juga menyatakan, Piagam

Jakarta sebenarnya mempakan " Gentlenrcn's Agreentent" daribangsa

ini. Sayang, jika generasi pelanjutnya justm mengingkari sejarah.

Seperti diketahui, usaha kaum Muslim ihr selalu gagal. Bahkan,

setelah reformasi tahun 1998, terjadi pembahan besar dalam sikaptokoh-tokoh Islam Indonesia tentang Piagam Jakarta.s Berbeda dengan sikap tokoh-tokoh Islam, sikap pihak Kristen tidak pernah bertrbah sejak tahun 7945, yakni menolak keras dikembalikannya

Piagam Jakarta ke dalam konstihrsi Indonesia (UUD 1945). Meskipun demikian, di tengah masyarakat, berbagai kalangan umat Islam,

tetap mendukung dimasukkannya Piagam Jakarta ke dalam konstihrsi, bahkan demonstrasi-demonstrasi dilakukan di bebagai kota

unhlk mendukung hal tersebut.

Meskipun sempat terjadi perdebatan keras tentang ideologi

negara, dan ketegangan antara Islam-Kristen terjadi dalam berbagai

kesempatan, sepanjang tahun 1945-1965,bisa dikatakan tidak terjadi

konflik Islam-Kristen secara massal. Meskipun demikian, benihbenih konflik sudah mulai tertanam.

Di Masa Orde Baru dan Reformasi (1966-2003)

Konflik Islam-Kristen mulai muncul ke permukaan di masa

pemerintahan Orde Bart. Salah satu indikator konflik Islam-Kristen

yang mencolok yaitu  data-data gereja di Indonesia yang dimsak

atau dibakar, seperti yang dikeluarkan oleh Fomm Komunikasi

Kristiani Surabaya-Forum Komunikasi Kristiani Indonesia (FKKSMasa Orde Baru.. sebenamya ditandai dengan situasi "bulan

madu" antara Islam dengan pemerintah, karena merasa telah bersama-sama menumbangkan Orde Lama dan kekuatan komunis.

Pada umumnya, kebijakan Orde Baru terhadap Islam-bisa dibagi

dalam dua tahap. Awal-awal Orde Bam sampai sekitar tahun 1988,

disebut sebagai tahap antagonis. Kebijakan politik Orde Bam ditandai dengan proses sekularisasi dan deislamisasi, serta kuatnya

pengamh kelompok Katolik CSIS (Centre for Strategic and International Studies, sebuah lembaga pemikiran dan kebijakan yang

didirikan oleh tokoh-tokoh Katolik, nasionalis sekuleq, dan penguasa

militer/intelijen Orde Bam). Pada saat inilah proses Kristenisasi berjalan kuat, dengan memanfaatkan semangat "anti-Islam" para pejabat penting pemerintah Orde Bam. Pada masa Orde Bam inilah,

konflik Islam-Kristen mencapai tahapan yang sangat menenhrkan,

yang muncul dalam berbagai bentuknya.

Sebenarnya, sejak awal Orde BarLr, pemerintah sudah mengtrpayakan terjadinya "titik-temu" atau Gentl enten's Agreement antara

Islam-Kristen melalui Musyawarah antar-umat Beragama pada 30

November L967. Namun, musyawarah itu gagal, karena pihak Kristen menolak sebuah klausul, "...dan tidak menjadikan umat yang beragama sebagai sasaran penyebaran agama masing-masing." Anak

kalimat ihr dianggap bertentangan dengan perintah Injll, "Pergilnh ke

selunilt dunia dan nmkluntkanlah lnjil ke selunh nmklilttk." (Markus

16:15). Dr. Thmbunan, salah seorang tokoh Kristen yang hadir dalammusyawarah itu menjelaskan, bahwa bagi orang Kristen, menyebarkan Injil kepada orang lain yang belunr beragama Kristen yaitu 

titah Ilahi yang wajib dijunjung tinggi.e

Pihak misionaris Kristen selalu menolak upaya-upaya unhrk

menciptakan kode etik penyiaran agama. Ahrran-aturan pemerintah

yang sudah ditetapkan sebagai dasar pijakan unhrk menciptakan ke

mkunan kehidupan beragama di Indonesia senantiasa ditolak. Thhun'1,969, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB)

No. 1 tahtrn 1969, antara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama,

yang berisi tata ahrran pembanglrnan rumah ibadah di Indonesia.

Seorang tokoh Kristen, Prof. Dr. JE Sahetapy, menyatakan, SKB 1/

1969 memasung kebebasan HAM, bertentangan dengan Pancasila,

dan UUD 1945, karena ihr harts ditolak karena batal demi hukum.

Bahkan, kata Sahetapy,, SKB 1/1959 merupakanbentuk "penjajahan

terselubung" yang bertentangan dengan makna "kemerdekaan"

sebagaimana tercanhrm dalam Pembukaan UUD 1945.10

Kaum Kristen juga menolak SK Menteri Agama No. 70 dan SK

No. 78 tahun 1978 yang mengahrr masalah penyiaran agama dan

bantuan luar negeri terhadap lembaga keagamaan di Indonesia.

Pada tahun 1970-an, banyak peristiwa yang menunjukkan meningkatnya konflik Islam-Kristen di lndonesia, seperti kasus RULI Perkawinan tahtrn 1973 yang bersifat sekuler. RUU ini tenyata banyak

dipengamhi oleh konsep kalangan Kristen, yang menggunakan

sekularisasi unhrk melemahkan umat Islam. Pada tanggal 1 Febnr

ari1969, sudah keluar memorandtun kalangan Kristen dengan judul,

"Undang-undang Perkawinan Hams tidak Bermotifkan Agama".Prihatin dengan perkembangan Kristenisasi di Indonesia, seorang tokoh Muslim yang juga bekas menteri agama Indonesia

pertama, Prof. Dr. HM Rasjidi, menulis surat kepada Paus, yang

mengtrngkapkan program Kristenisasi tahun 1970-7973 Dewan

Gereja Katolik Jawa Tengah (diputuskan pada 20 Juli T970), yaihr:

1. Tiap kabupaten hams sudah ada gereja, poliklinik, dan sekolah.

2. Diusahakan pendirian gereja baru dekat masjid.

3. Di tiap-tiap kecamatan diusahakan tempat ibadat (g".eja kecil)

4. Diusahakan tiap-tiap kabupaten hans ada sebuah badan,

pemsahaan, besar dan kecil.

5. Membanhr daerah dalam pelita.

6. Membantr.r pembangunan Islam.

7. Tiap-tiap kabupaten dalam tahun 1970 sampai dengan 1972

harus sudall ada minimum 25 % pengikut. Program tersebut

diatas diberi landasan: (a) masyarakat haus akan hgama (b)

Agama Islam yaitu  agama nasional, tetapi mengapa masyarakat jauh dari Islam.r2

Peristiwa yang menggemparkan dunia internasional terjadi

pada tahtrn 1974ketika seorang pastor Gereja Anglikan asal Australia, Eric Constable, terbunuh di ]akarta. Ia terbunuh ditikam seorang

aktivis majelis taklim bernama Hasyim Yahya. Gara-gara kasus ini,

rencana penyelenggaraan Sidang Dewan Gereja Dunia di Jakarta, dibatalkan. Constable sendiri terbukti datang ke Indonesia tanpa melapor kepada DepartemenAgama (Ditjen Bimas Kristen). Padahal, ia

sudah berada di Indonesia selama tiga minggu.13

Di masa-masa itu, pada dekade \970-an, Kristenisasi memang

sedang berlangsung "gila-gilaan". Suasana hubungan Islam-Kristen

sedang sangat memanas. Sebelum kasus Eric Constable, sudah muncul kasus Yusuf Roni, seorang misionaris Kristen yang murtad dari

agama Islam. Kaset-kaset rekaman ceramah Yusuf Roni di Gereja

Maranatha Surabaya tanggal 23 September 1973 dan di sejumlah

gereja beredar luas di masyarakat. Dalam ceramahnya, Yusuf Roni

banyak melakukan kebohongan dan manipulasi ayat-ayatAl-Qur'an,

sehingga menimbulkan kemarahan umat Islam.l{

Pada akhir tahun 1980-an, pemerintah Orde Bam mengubah

kebijakan politiknya terhadap Islam, menjadi lebih akomodatif. Berbagai peraturan dibuat untuk mengadposi kepentingan umat Islam,

seperti UU No. 2 tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional, UU No. 7

tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UU No. 2 tahun 1991 tentang

Pokok-pokok Perbankan (yang mengizinkan berdirinya perbankan

syariat), dan sebagainya. Tahun 1990, berdiri Ikatan Cendekiawan

Muslim Indonesia (ICMI). Thhun 1988, Presiden Soeharto mencopot

Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), Jenderal

TNI LB Moerdani. Wartawan majalah Fnr Enstern Economic Reuieru

(FEER) Adam Schwarz, menulis tentang pergantian LB. Moerdani

sebagai berikut,

"Sementara ihl, sebuah pergeseran di jajaran atas militer, ganjalan utama bagi aspirasi politik kaum Muslim modernis, disambut oleh banyak kalangan Muslim sebagai sebuah tanda

berubahnya zaman. Bekas panglima ABRI, Benny Moerdani,

seorang Katolik dan target utama sikap permusuhan di kalangan Muslim modernis, secara bertahap disingkirkan dari kekuasaan oleh Soeharto. Pengganti Moerdani yang pada Maret

1993 diangkat menjadi wakil pesiden Indonesia, Try Sutrisno

begitu pula panglima ABRI yang sekarang, Jenderal Feisal Thnjung, dianggap akrab dengan Islam, atau setidaknya tidak memusuhi kegiatan-kegiatan Muslim yang terorganisasi."ls

Sejak itu, kelompok misi Kristen cendemng menjadi kekuatan

oposisi pemerintah Orde Bartr, dan konflik Islam-Kristen tetap belum

menemukan bentuk solusinya yang mendasar. Data pemsakan gereja sejak awal Orde Baru sampai tahun 1997 menjadi salah sahr indikator yang menunjukkan eskalasi konflik antara dua agama ihr.

Thhtrn 1997, terladi peristiwa-peristiwa perusakan/pembakaran

ratnsan gereja di Thsikmalaya, Situbondo, Rengasdengklok, dan

sebagainya. Hasil penelitian Komite Indonesia untuk solidaritas

Dunia Islam (KISDI), menunjukkan, adanya sejumlah penyebab

penrsakan-pemsakan gereja tersebut, (l) Pertama, adanya kesenjangan sosial, ekonomi, dan pendidikan yang parah. Banyak masyarakat melihat, kaum minoritas Kristen dan Cina sukses secara ekonomi dan melakukan aktivitas kolusi dengan pejabat negara. pada

saat yang sama, banyak rakyat yang tertindas, sulit bemsaha. Banyak

pasar umat Islam digusur, digantikan oleh toko-toko milik kaum nonpri Cina (di Indonesia, banyak mereka yang beragama Kristen). (2)

persoalan Kristenisasi dan tiadanya kesepakatan tentang ahrran dalam penyebaran agama, (3) arogansi kekuasaan dan kerusakan birokrasi pemerintah, (4) rekayasa pihak tertenhr unhrk mencapai tujuan

politiknya. Ini sulit dibuktikan, tetapi indikasinya ada di lapangan

kejadian.l6

Jika di sejumlah daerah mayoritas muslim terjadi pemsakan

gereja, di daerah-daerah minoritas muslim juga terjadi penyerangan

katrm mtrslim. Thhun 1995 dan 1996, rlbran kaum muslim diusir

dari propinsi Timor-Timur. Harta mereka dirampas. Thhun 1998 juga

terjadi penyerangan terhadap umat Islam dan fasilitas-fasilitas keagamaan umat Islam di propinsi Nusa Tenggara Timur yang mayoritas Kristen. Konflik terbesar antara Islam-Kristen terjadi di Maluku

mtrlai 19 Januari 7999, yang dikenal dengan peristiwa Idul Fitri Berdarah. Peristiwanya berawal saat komunitas muslim yang sedang

merayakan Idul Fitri diserang. Konflik Islam-Kristen di Maluku ini

telah memakan korban puluhan ribu jiwa dari kedua pihak dan

rahrsan ribu lainnya menjadi pengungsi. Pada saat yang sama konflik Islam-Kristen dalam benhrk perang fisik juga terjadi di poso,

sulawesi rengah (di Maluku dan Poso, jumlah umat Islam dan Kristen memang relatif berimbang).

Thhun 2002, konflik antara Islam-Kristen di Maluku dan poso,mulai merulmn. Akan tetapi, konflik dalam benhrknya yang lain,

muncul lagi pada tahun 2003, dengan dikeluarkannya RUU Sistem

Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mewajibkan sekolah-sekolah

di Indonesia mengajarkan pendidikan agama kepada siswa, sesuai

dengan agamanya masing-masing. Pihak Kristen menolak keras,

karena berkeberatan menyediakan gurtl--guru agama Islam untuk

siswanya yang muslim. Kasus RUU Sisdiknas ini mengulang lagi

kasus yang sama pada tahun 1988 dan 1989, ketika pihak Kristen

menolak RUU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas. Kasus ini menunjukkan, bahwa konflik Islam-Kristen di Indonesia masih bersifat

laten, dan sewaktu-wakhl dapat muncul dalam bentuk kekerasan

dan konflik terbuka, jika ada pemicu (trigger) yang mamPu menSgerakannya.

Sebab-Sebab Konflik dan Solusinya

Dari uraian sejarah konflik Islam-Kristen di Indonesia bisa dirumuskan beberapa faktor penyebab terjadinya konflik, yaihr (1)

faktor kristenisasi, (2) bumknya kualitas leadership pemerintah dan

aparat keamanan, (3) kepentingan politik yang memanfaatkan

potensi konflik Islam-Kristen, (4) keseniangan ekonomi--di mana

kaum minoritas Kristen/etnis Cina menguasai sebagian besar aset

ekonomi, (5) faktor intemasional--khususnya ketidakdilan dan dukungan Barat yang membabi buta terhadap pihak dan misi Kristen.lTDi antara faktor-faktor penyebab konflik Islam-Kristen, yang

seharrlsnya bisa diatasi oleh kedua pihak yaitu  menyelesaikan

masalah Kristenisasi. Pihak Kristen biasanya tidak mengakui dan

tidak secara jujur mengakui tentang Kristenisasi. Padahal, Proses

Kristenisasi di Indonesia berjalan terus, dan mempakan ancaman

serius terhadap kaum Muslim. |ulitts Richter, D.D. merekomendasikan empat benhrk aktivitas untuk melakukan misi Kristen di

dunia Islam, yaihr (1) nrcdicnl missiorts, (2) distribution of Christian

literahre, (3) Clristian scltools, dan (4) u)omen's work. Misi Kristen di

dunia Islam--termasuk di Indonesia--tampaknya belum keluar dari

rekomendasi Richter tersebut. Sebutlah kasus berdirinya sekolahsekolah Kristen di dunia Islam, termasuk di Indonesia. Richter

menyebut, sekolah ihr memang seyogyanya dihrjukan unhrk anakanak Mnslirn (slnuld be opened as soot't ns tlrcy cnn be filled uitlt

Mt tl mm nudnn cl il dre n).18

Dalam pidatonya saat menyongsong Yubileum Agung Tahun

2000, Paus menyatakan,

"Jumlah mereka yang tidak mengenal Krishrs dan tidak menjadi anggota Gereja tems-menerus bertambah. Sungguh, sejak

akhir Konsili (Vatikan II) jumlahnya hampir dua kali lipat. Bila

kita memperhatikan bagian umat manusia yang besar ini yang

dicintai Bapa dan kepada mereka Bapa menguhls Putra-Nyu,

mendesaknya hrgas pemhrsan Gereja jelas sekali... Di hadapan

Gereja, Allah membuka cakrawala kemanusiaan yang lebih siap

untuk penaburan Injil. Saya merasa bahwa saatnya sudah tiba,

yaitu saat untuk mengabdikan selumh tenaga Gereja untuk

penginjilan bam dan tmtuk pemtusan kepada bangsa-bangsa

(ad gentes). Thk ada sahr pun orang yang beriman akan Kristus,

tidak satu pun lembaga Gereja dapat menghindari tugas luhur

ini: memaklumkan Kristr.rs kepada semlra bangsa. (RM no. 3)."sejak dulu, Indonesia dianggap sebagai lahan subur unhrk

Kristenisasi. seorang Pendeta Belanda Berkhof menyatakan, "Indonesia yaitu  suatu daerah Pekabaran Injil yang diberkati rirhan

dengan hasil yang indah dan besar atas penaburan bibit Firman

T[rhan."2, Tahun 1999, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (pGI)

menyebutkan, bahwa jumlah orang Kristen (protestan) di Indonesia

strdah lebih dari 20 "/o dari jrmlah selumh penduduk Indonesia. Dan

ihr yaitu  akibat "teladinya pembaptisan-pembaptisan massal di

berbagai tempat".2r Data resmi umat protestan di Indonesia tahun

1990 yaitu  6 %. Data bahwa umat Kristen sudah lebih dari 20 %

jrrga dikeluarkan Global Eaangelization Moaentent Datnbase, yang

menyatakan, jumlah orang Kristen di Indonesia sudah lebih dari 40

juta. secara internasional, jumlah umat Kristen setiap tahun meningkat 6,9 %, sehingga sekarang jumlahnya sudah mencapai 2 miliar

jiwa lebih.22

Bahkan, Konsili vatikan rr,yangsering dikatakan sebagai perubahan sikap Gereja Katolik yang menjadi inklusif, tetap memerintahkan berjalannya misi Kristenisasi. "Tentu saja, ia mewartakan dan

harus tems mewartakan Krishls, "jalan kebenaran dan kehidupan"

(Yoh. 14:6), yar.g di dalam-Nya manusia dapat menemukan pemenuhan kehidupan keagamaan,yangdi dalam-Nya Alrah telah mendamaikan segala sesuahr dengan diri-Nya." pendeta |oas Adiprasetya menyimpulkan, "Para teolog inklusivis dan eksklusivis sepakat menyatakan bahwa Kristus menjadi norma keselamatan dunia.

Mereka sama-sama mengakui bahwa Alkitab ingin menyatakan

bahwa hanya mereka yang terhisab dalam anugerah melalui Krishrs

yang diselamatkan."

sekolah-sekolah Kristen juga menjadi agen penting penyebaran

misi Kristen di Indonesia. Buku Garis-garis Besar program pengajarnn

GBPP) Matn Pelajaran Agamn Kntolik utttttk pendidiknn Dasar dnn pendidikan Menengah, terbitan Depdikbud tahun L992, menyebutkanTtrjttan Pendidikan agama Katolik, antara lain, (1) Siswa mengenal

dan mencintai tokoh-tokoh Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam keseluruhan sejarah keselamatan, (2) Siswa mengenal

dan mencintai Yesus Krishrs serta dapat mengungkapkannya dalam

doa.

Dalam kondisi seperti inilah, bisa dipahami, mengapa Muhammadiyah dan banyak kalangan umat lslam lainnya termasuk yang

secara resmi menduktmg disahkannya RUU Sisdiknas tahun 2003.

Jika misi Kristen menghamskan umatnya unhrk menyebarkan agamanya dan memperbanyak pengikutnya, kaum Muslim juga merasa

berkewajiban membentengi umatnya dari proses pemurtadan. Ini

cerita lama, tetapi sangat aktual, dan jarang sekali orang mau berbicara terbuka, sebab faktanya hal itu tems berjalan dan dianggap

sensitif. Pola pikir untuk "menyembunyikan kotoran di bawah karpet" masih tems dipakai. Tidak ada konsensus. Tidak ada kesepakatan antar umat beragama tentang masalah Kristenisasi. Pro-kontra

RUU Sisdiknas hanyalah imbas dari persoalan mendasar dan besar

ini.Semangat Kristenisasi di Indonesia masih merupakan kelanjtttan dari sejarah panjang misi Kristen di dtinia Islam. Dalam laporan tentang "Centenary Conference on tlrc Protestant Missions of the

World" di London tahun 1888, tercatat ucapan Dr. George F. Post,

"Kita harus menghadapi Pan-Islamisme dengan Pan-Evangelisme.

Ini merupakan perjuangan hidup mati." Selanjutnya, dia berpidato,

"...kita harus masuk ke Arabi; kita hams masuk ke Sudan; kita hams

masuk ke Asia Tengah; dan kita hams mengkristenkan orang-orang

ini atau mereka akan berbaris menyeberangi gumn-gurun pasir

mereka, dan mereka akan menyapu bagaikan api yang akan melahap Kristen kita dan menghancurkannya."25

Masalah Kristenisasi ini sampai sekarang masih tetap dibiarkan

berjalan tanpa ada konsensus apa pun tentang ini. Kelompok Kristen

merasa cukup kuat dengan dengan kekuatan dana dan dukungan

internasional. Karena itu, seperti telah dipaparkan sebelumnya, kaum

Kristen senantiasa menolak upaya yang dipandang sebagai pembatasan berjalannya misi Kristen di Indonesia.

Di tengah sihrasi seperti ini, ada tiga alternatif solusi yang bisa

dikaji untuk mengatasi konflik Islam-Kristen di Indonesia.

1. Masing-masing pihak tetap berpegang teguh pada konsepsi

teologisnya masing-masing beserta aplikasinya di lapangan,

serta menolak atau bersikap "munafik" terhadap berbagai perahrran pemndang-undangan yang disahkan di Indonesia. Jika

ini yang diambil, maka konflik Islam-Kristen sulit dituntaskan,

meskipun di permukaan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Kenyataan di lapangan banyak menttnjukkan keengganan pihak

Kristen unhlk menerima berbagai perahlran pemndang-undangan yang berlaku, seperti SKB No. 7/7969, UU No. 2 tahun

1989, dan sebagainya. Bahkan, sudah bertahun-tahun, Majelis

Ulama Indonesia (MUI) menyiapkan dan menawarkan suatu

Rancangan Undang-undang (RUU) Kemkunan Umat Beragama, tetaDi senantiasa ditolak oleh pihak Kristen. Dalam berbagai acara pertemuan Can Lokakarya di DPR, Departemen

Agama, dan sebagainya, usulan MUI itu ditolak dengan keras.

Sekolah-sekolah Kristen/Katolik tetap menoiak memberikan

pelajaran agama terhadap anak didiknya yang muslim.

Apa arti semua ihl bagi muslim? Tenhr akan sangat sulit

dihindarkan munculnya persepsi di kalangan muslim, bahwa

"tidak ada niat baik" dari pihak Kristen unhrk menyelesaikan

konflik secara mendasar. Lagilagi, akamya yaitu  misi Kristen.

Kalangan Kristen tetap menjadikan misi Kristen di Indonesia

sebagai pegangan dasar dalam menjalankan aktivitas social

kemasyarakatan, dengan berbagai cara dan bentuknya. Unhrk

menggenjot "target" iumlah pengikut yang besar ihrlah, maka

berbagai cara digunakan. Terkadang dengan menggunakan

cara-cara yang kurang etis, seperti sejumlah acara Kristen di TV

--sebut saja acara Solrtsi di SCTV Surat di TVRI-yang dengan

mudahnya memberikan pemahaman kepada masyarakat, bahwa jika orang mengakui dan menerima Tlrhan Yesus, rnaka

penyakitnya akan sembuh, atau penderitaanr.ya akan sirna.

Sebagian kalangan Kristen menyatakan, bahwa Kristenisasi

juga menjadi problem di kalangan mereka sendiri. Kristenisasi

hanyalah ulah sebagian kecil kaum Kristen fundamentalis, seperti pendeta Suradi ben Abraham, yang juga menjadi masalah

dalam internal Kristen. Masalahnya, selama ini, pihak Kristen

sendiri mendiamkan saja hal-hal seperti ihr terjadi. Padahal,

kaum muslim, memahami, bahwa apa yang dilakukan Nehemia, dan berbagai kalangan Kristen radikal dalam memsak dan

menyerang Islam dan umat Islam, yaitu  mewakili sikap pihak

Kristen.

Karena itu, sayang sekali, jika kondisi semacam ini terus berlamt-lanrt. Sehamsnya terts dicari upaya yang lebih serius

unhrk menemukan solusi pada level hubungan sosial kemasyarakatan.

Masing-masing pihak menjadi sekuler dan liberal dengan

meninggalkan konsepsi teolcgisnya masing-masing. Memegang teguh keyakinan dan ajaran agama masing-masing dianggap sebagai eksklusif dan menjadi sumber konflik Alter-natifnya yaitu  pengembangan teologi pluralis. Kalangan ini

mengajak, "Mari kita tinggalkan agama kita masing-masing,

dan kita cari ajaran bam yang kita sepakati bersama!" Atau

mereka mengajak, "Marilah kita cari ajaran agama kita masingmasing yang tidak bertentangan dan marilah kita gabungkan,

agar kita tidak berkelahi!"

Sebagai gantinya, dicarilah ajaran atau tata nilai baru yang bersifat universal dan tidak lagi memperhatikan konsepsi-konsepsi agama yang ada, seperti konsep HAM Barat, pluralisme

teologis, dan sebagainya. Dalam tataran khayalan, alternatif ini

bisa diterapkan. Tetapi, dalam praktiknya, sangat sulit diterapkan. Sebagian umat beragama akan melihat hal ihr sebagai

upaya menjauhkan manusia dari agama. Oleh kaum Muslim,

hal ini dilihat sebagai sekularisasi dan liberalisasi yang dianggap sebagai bagian dari politik Kristen untuk menjauhkan Islam

dari agamanya. Upaya sekularisasi dan liberalisasi ini ironisnya justru begihl gencar dilakukan oleh kalangan muslim

sendiri.

Pengalaman di Eropa menuniukkan, liberalisasi Kristen oleh

kalangan Kristen sendiri, merupakan sahr faktor penting dalam

penghancuran agama Kristen. Apakah hal ini juga akan diulangi terhadap kaum muslim Indonesia? Inilah yang perlu d!

rentmgkan secara mendalam oleh kaum muslim, khususnya

pelaku proyek liberalisasi lslam. Sebab, fakta menunjukkan,

proyek liberalisasi seperti ihr tidak begitu laku di kalangan

Kristen. Hal itu dapat disimak pada kurikulum-kurikultim

pendidikan agama Kristen dan Katolik di sekolah-sekolah.

Karena ihr, alternatif sekularisasi dan liberalisasi bukanlah cara

yang tepat unhrk membangun hubungan yang harmonis antara

Islam-Kristen di Indonesia. Konsepsi ini justm akan meluaskan

wilayah konflik, bukan hanya konflik antar Islam-Kristen, tetap

juga internal Islam dan Kristen itu sendiri. Liberalisasi agama

akan dipandang sebagai ancaman terhadap eksistensi agama

ihr sendiri. Sebab, pluralisme teologis, yang mengakui kebenaran semua agama, pada dasamya juga mempakan agama bam,

yang banyak mendapat tantangan dari kalangan agama sendiri.

]adi, alih-alih menyelesaikan konflik, konsep ini justm men-ciptakan konflik internal agama ihr sendiri. Artinya, konsep ini

bukannya menyelesaikan konflik, tetapi malah menambah

konflik, karena terbukti, konflik-konflik antar agama biasanya

bukan dipicu oleh semua umat beragama, tetapi dipicn oleh

sebagian kalangan yang agresif dan intoleran serta memaksakan agamanya kepada pihak lain.

3. Masing-masing pihak bersepakat untuk mencari titik temu di

bidang sosial kemasyarakatan dan kenegaraan, tanpa mengotak-atik konsep teologis yang dianggap baku. Jalan inilah

yang dulu pernah disepakati oleh tokoh-tokoh Islam, Kristen,

dan kalangan nasionalis sekuler di BPUPKI (Dokuritsu Zy:urrbi

Tyoosakai) , yar.g akhirnya menghasilkan Piagam Jakarta. Usai

penyusllnan Piagam ]akarta, Soekarno berbicara di BPUPKI,

"Di dalam preambule ihr ternyatalah, seperti saya katakan tempo hari, segenap pokok-pokok pikiran yang mengisi dada sebagian besar daripada anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi

Tyosakai. Masuk di dalamnya ke-Tuhanan, dan temtama sekali

kewajiban umat Islam untuk menjalankan syariat Islam masuk

di dalamnya; kebulatan nasionalisme Indonesia, persahlan

bangsa Indonesia masuk di dalamnya; kemanusiaan atau Indonesia merdeka masuk di dalamnya; perwakilan permupakatan

kedaulatan rakyat masuk di dalamnya; keadilan sosial, sociale

recliaaardigheif, masuk di dalamnya. Maka oleh karena itu,

Panitia Kecil penyelidik usul-usul berkeyakinan bahwa inilah

preambule yang bisa menghubungkan, mempersatukan segenap aliran yang ada di kalangan anggota-anggota Dokurihl

ZyttriJoi Tyoosakai."

Itr"r yaitu  pendapat Soekarno setelah selumh komponen di

BPUPKI melakukan perdebatan secara bebas, terbuka, dan habishabisan. Namun, hingga kini, kalangan Kristen tampaknya masih

sangat alergi terhadap Piagam Jakarta. Hal ihr bisa dilihat misalnya,

dari "nltimatlrm" Pendeta Oktavianus (1997) yang mendukung

upaya pemisahan Indonesia Timur jika Piagam Jakarta atau "demokrasi rasional-proporsional berdasar pemeluk agama" diberlakukan

di Indonesia. Juga, misalnya, penegasan Pater Wijoyo, SJ, "Tiada toleransi trnhlk Piagam lakarta.Piagam Jakarta sebenarnya yaitu  "rumusan kompromi", bLtkan kemenangan Islam 100 persen. Gagasan "Piagam Jakarta" atau

sejenisnya, seperti UU Kemkunan Umat Beragama, yaitu  suatu

upaya untuk mencari titik temu di bidang sosial kemasyarakatan.

]ika tidak ada "titik temu" atau "kesepakatan bersama" dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di negara kesahran RI, kemudian

masing-masing pihak berpegang pada konsepsi teologis dan ajarannya masing-masing, maka potensi konflik akan terus terpelihara,

dan sewakhr-wakhr dapat menjadi. Sayangnya, pihak Kristen tems

menolak alternatif solusi seperti ini.

Masalah hubungan antar agama memang mempakan masalah

yang sangat pelik, karena sudah menyangkut "prinsip hidup". Apa

pun kenyataan yang ada, dan betapa pun kesenjangan persepsi dan

konsepsi antara pemeluk Islam dan Kristen, maka yang perltr dilakukan yaitu  adanya upaya terts rnenems unhlk menemukan solusi. Komunikasi perlu ten-s dijalin melalui berbagai fomm komunikasi antar umat beragama.

Di tengah krisis multidimensional, berbagai komponen bangsa

Indonesia hamsnya memmuskan agenda bersama unt-uk menyelamatkan bangsa dari berbagai keterpurukan dan krisis yang terjadi.

Momenfum ifu sebenarnya berulangkali muncul. "Imperialisme

bam" yang menimpa Indonesia dan lrpaya disintegrasibangsa perlu

disikapi bersama. Problema kemiskinan, jeratan utang yang tidak

adil, pornografi yang merajalela, budaya sadisme, kejahatan sosial,

moral, narkoba, juga budaya korupsi, dan sebagainya bisa dijadikan

agenda bersama dalam tataran praksis unhlk mengurangi gesekangesekan antar pemeluk agama.


Sekularisasi mempakan fenomena khas dalam dunia Kristen.

w$#.@*Merrurt.t Bernard Lewis, pemikir politik paling berpengamh

W",*,.,,/,fi di Amerika Serikat sesudah berakhirnya Perang Dingin,

"Sejak awal mula, kaum Kristen diajarkan--baik dalam persepsi

maupun praktis--unhlk memisahkan antara Tuhan dan Kaisar dan

dipahamkan tentang adanya kewaiiban yang berbeda antara keduany a."' Dalam bukunya, Christ innity in W orl d History, Arend Theodor

van Leeuwen, mencatat, penyebaran Kristen di Eropa membawa

pesan sekularisasi. Kata Leeuwen, "Kristenisasi dan sekularisasi

terlibat bersama dalam suahr hubungan yang dialektikal." Maka,

menurutnya, persenfuhan antara kultur sekular Barat dengan kulhlr

tradisional religius di Timur: Tengah dan Asia, yaitu  bermulanya

babak baru dalam sejarah srektrlarisasi. Sebab, kulhrr sekular yaitu 

hadiah Kristen kepada dunia (Christianity's gift to the world).Pandangan Lert,is dan Leeuwen merLlpakan babak bal.L dalam

sejarah peradaban Barat, di mana kekristenan telah mengalami

tekanan berat, sehingga dipaksa untuk memperkecil atau membatasi wilayah otoritasnya. Gereja dipaksa menjadi sekular, dengan

melepaskan wilayah otoritasnya dalam dunia politik. Fenomena

sektrlarisasi dan liberalisasi pada peradaban Barat--yartg kemudian

diglobalkan ke selurt.h dunia--sebenarnya dapat ditelusuri dari

proses sejarah yang panjang yang dialami oleh salah satu peradaban

besar di dunia ini. Dalam buku Tlrc seailarizntion of the Europenn

Mind in the Nineteenth Centtry, owen Chadwick menulis satu bab

berjtrdul "On Libernlisn{' . Kata libernl secara harfiah artinya "bebas"

(free), artinva "bebas dari berbagai batasan" (free from restraint).

;N"goru liberal," hrlis Chadwick, "haruslah negara sekttlar'"3

Dalam seiarah Kristen Eropa, kata seuilar dan liberal dimaknai

sebagai pembebasan masyarakat dari cengkeraman kekuasaan

Gereja, yang sangat kuat dan hegemonik di Zarnan Pertengahan.

proses berikutnya bukan saja dalambidang sosial-politik, tetapi jttga

menyangkut metodologi pemahaman keagamaan. Misalnya, mtlncul pemikiran Yahtrdi Liberal (Liberal Judaism), dengan tokohnya

Abraham Geiger.{ Begihr iuga merebaknya pemikiran teologi liberal

dalam dunia Kristen. Proses sekularisasiliberalisasi agama, kemudian diglobalkan dan dipromosikan ke agama-agama lairurya,

termasuk Islam.

Mengapa Barat kemudian memilih jalan hidup sekular-liberal?

setidaknya, ada tiga faktor penting yang meniadi latar belakang,

mengapa Barat memilih jalan hidup sekuler dan liberal dan kemudian mengglobalkan pandangan hidup dan nilai-nilainya ke seluruh

dunia, termasuk di dunia lslam. Pertama, trauma sejarah, khususnya yang berhtrbungan dengan dominasi agama (Kristen) di zaman

pertengahan. Kedua, problema teks Bible. Dan ketiga, problema teologis Kristen. Ketiga problema itu terkait satu dengan lainnya, sehingga memunculkan sikap traumatis terhadap agama, yang pada

ujungnya melahirkan sikap berpikir sekular-liberal dalam sejarah

tradisi pemikiran Barat modem.

Pertama, Problem Sejarah Kristen

sejarah Kekristenan, kata Bernard Lewis, banyak diwamai dengan perpecahan (skisma) dan kekafiran (heresy), dan dengan konflik antar kelompok yang bert.jung pada peperangan atau penindasan' sejarah bermula sejak zaman Konstantin Agung, dimana

terjadi konflik antara Gereja Konstantinopel, Antioch, dan Alexandria. Lalu, antara Konstantinopel dan Roma; antara Katolik dan

Protestan dan antara berbagai sekte dalam Kristen. setelah konflikkonflik berdarah banyak terjadi, maka muncul kalangan Kristen

yang berpikir, bahwa kehidupan toleran antar kelompok masyarakat hanya mungkin dilakukan jika kekuasaan Gereja unhlk mengafur politik dihilangkan, begitr.r juga campur tangan negara terhadap Gereja.s

Dalam perjalanan sejarahnya, peradaban Barat (western Ciuilization) telah mengalami masa yang pahit, yang mereka sebut ,,zaman kegelaparT" (tlrc dnrk ages). Mereka menyebutnya juga sebagai

"Zaman Pertengahan" (the ntedieaal ages). Zarnan ihl dimulai ketika

Imperium Romawi Barat mntuh pada 476 dan mulai munculnya

Gereja Kristen sebagai instihrsi dominan dalam masyarakat Kristen

Barat sampai dengan masuknya zan.a.. reneissnnce sekitar abad ke-

14. Karena ihl, mereka menyebut zarnanbaru dengan istilah "renaissance" yang artinya "rebirtlt" (lahir kembali). Mereka seperti merasa,

bahwa ketika hidup di bawah cengkeraman kekuasaan Gereja, mereka mengalami kematian. sebab, ketika ihr Gereja yangmengklaim

sebagai instihrsi resmi wakil ruhan di muka bumi melakukan hegemoni terhadap kehidupan masyarakat dan merakukan berbagai

tindakan brutal yang sangat tidak manusiawi. Sejarah dominasi kekuasaan Gereja bisa ditelusuri sejak awal mula tumbuhnya Kristen

sebagai agama negara di zaman Romawi. Besarnya kekuasaan yang

dimiliki Gereja melahirkan berbagai penyimpangan. Tahun 1gg7,

Lord Acton seperti menyindir hegemoni kekuasaan Gereja dan me-

nrllis surat kepada Uskup Mandell Creighton. Isinya antara lain:

"Semlra kekuasaan cenderLtng komp; dan kekuasaan yang mutlak

melakukan kompsi secara mutlak'"6

Unhrk memahami latar belakang penindasan bmtal terhadap

kaum non-Kristen dan kelompok-kelompok yang dianggap kafir

Iainnya, yang lantas melahirkan trauma terhadap agama/ sangat

penting bagi kita unhrk menelaah sejarah mengapa dan bagaimana

Gereja di zaman Pertengahan membangun kekuatan hegemoniknya. Salah satu fenomena penting dalam sejarah Abad Pertengahan

di Eropa yaitu  upaya Gere;'a Kristen memperoleh dan memelihara

kekuatan politiknya. Agama Kristen mulai mendapat  peluang

kebebasan--setelah beratr.rs-tahun mengalami penindasan di bawah

Imperium Romawi--dari Kaisar Konstantin,yangpada tahun 313 M

mengeluarkan Edict of Milan.T Dengan dikeluarkannya Edict of

Theodosius pada tahun 392 M, agama Kristen memegang posisi

sebagai agama negara (state-religion) dari Imperium Romawi

(Roman Empire).S

Di akhir masa Kekaisaran Romawi, ketika instihrsi-instihrsi

kenegaraan Romawi mengalami kehancuran, institr.rsi Gereja meraih

kekuatan dan signifikansinya. Organisasi Gereja tlrmbuh menjadi

lebih kuat dan keanggotaannya semakin meningkat. Ketika itu,

Agama Kristen (Christianity) mempakan prinsip pemersatu dan

Gereja menjadi insihrsi yang dominan dan sentral. Tidak ada sahr

pun aspek kehidupan di Abad Pertengahan yang tidak tersentr-rh

oleh pengamh Gereja.e

Ketika Kekaisaran Romawi nntuhpada tahun 476,Gerciatetap mempertahankan sistem administrasi Romawi dan memelihara elemen-elemen peradaban Ynnani-Romawi (Greeco-Roman civilization). Sebagai faktor pemersatu, Gereja menyediakan;'awaban bagi

masyarakat tentang konsep kehidupan dan kematian. Dalam kehidupan sosial yang menuju kehancuran ketika itu, Gereja mempakan

sahr-sahrnya instihrsi yang memberikan alternatif rekonstmksi kehidupan. Karena ihr, kemudian pengamh Gereja meluas begitu

cepat di selumh daratan Eropa, melibas berbagai pengamh pandangan dan kepercayaan tradisional Eropa. Sepanjang daratan

Eropa, dari Italia sampai Irlandia, sebuah masyarakat bam, berpusat

pada Kekristenan, terbentuk. Selama Abad Pertengahan, ketika

kota-kota mengalami kehancuran, biara-biara menjelma men;'adi

pusat-pusat kebudayaan, dan tetap bertahan sampai munculnya

kembali kota-kota di masa kemudian. Ketika itu, biara-biara juga

menyediakan perawatan dan bantuan bagi orang-orang sakit dan

miskin serta menyiapkan tempat bagi para pengembara.l0

Awal-au,al Abad Pertengahan mempakan periode pembenhrkan instihrsi Kepausan. Geri:ja Romawi (Ronmn Clutrclt) mulai

teorganisasi dengan baik di zarr.an Paus Gregorius (590-604)-yang

dikenal sebagai "the Great". Dialah yang membangun awal mula

birokrasi kepausan masa Pertengahan dan memperkuat kekuasaan

kepausan (papacy's power). Gregorius menggunakan metode administrasi Romawi untuk mengorganisasikan kekayaan Gereja di Italia,

sisilia, sardinia, Gaul, dan wilayah lainnya. Ia meperkuat otoritas

kepausan atas uskup and para pashlr lainnya, mengirimkan misionaris ke Inggris unhrk menaklukkan Anglo-Saxotls, dan melakukan

aliansi dengan Prancis. Paus Gregorius juga melakukan aktivitas

ekonomi dengan mengimpor gandum unhrk memberi makan prajurit Romawi dan mengirimkan pasukan melawan kelompok lrcretic

Lombards. Karena ifu, Greorius I, dari sudut tertentu, dipandang

sebagai "penyusun kekuatan politik kepausan" (creator of tlrc potitical

power of tlrc popes). Akhirnya ,pada abad ke-8, aliansi antara paus dan

Raja Pippin dari Perancis, berhasil mendirikan "Kerajaan Kepausan,,

(Papal States) dan mengatur dukungan Paus untuk memberikan

legitimasi terhadap keluarga Pippin. Thhun 754, Pippin berjanji

untuk mengembalikan teritori patrimoni dari St. Peter. Sebagai

balasan, Paus stephen III menjanjikan akan memberikan hukuman

pengucilan (excommunicated) terhadap raja-raja Prancis yang tidak

berasal dari keluarga Pippin. Tahun 800, Paus Leo III, membuat keputusan besar dalam politik kepausan, dengan meletakkan mahkota

kerajaan kepada anak Pippin, Charlemagne, yang diangkat sebagai

"Emperor of the Romans". Aksi Leo III ini sekaligus memindahkan

gelar ihr dari Kekaisaran Romawi Timur (Byzantine) ke Barat.il

Pengesahan Kekaisaran Romawi terhadap Charlemagne kemudian membenhrk pola hubungan bam dalam bidang keagamaan di

Eropa, dan kemudian juga memicu konflik politik-keagamaan di

abad Pertengahan. Ini berkaitan dengan pemisahan tanggung jawab

dan sumber legitimasi kekuasaan dari dua instihrsi tersebut: negara

dan Gereja. Contoh yang menarik terjadi pada kasus konflik antara

Paus Gregoritrs VII dan Raja Henry IV pada parth abad ke-11. Konflik bermula ketika Gregorius melarang keterlibatan Raja dalam

pengangkatan pejabat gereja. Paus berarglrmen, bahwa konsep

Gereja sebagai monarkhi berasal dari tradisi Imperium Romawi.

Paus sendiri yang berhak mengangkat dan memberhentikan para

uskup, mengadakan suatu sidang Umum dan mengeluarkan peraturan moral dan keagamaan. Jika Paus mengucilkan seorang penguasa, maka pengrlasa ihr berarti telah berdiri di luar tr.rbuh Kekristenan, dan karena ihr ia tidak dapat meniadi penguasa di

wilayah Kristen (Clrristendorn). Raja Henry IV menolak klaim Paus

tersebut, dan menyatakan bahwa kekuasaan raja juga datang langsung dari Ttrhan. Menghadapi tentangan ihl, Gregorius menyemkan

kepattrhan pasif terhadap Henry IV. Pada akhir pertarungan, Henry

IV takltrk dan dipaksa menemui Gregorius di Canossa pada'1077.

Paus kemudian meringankan hukuman atas Henry tetapi tidak

memulihkan kekuasaannya. Kasus ini menunjukkan keefektivan

kekuasaan Paus atas pemerintah. Instihlsi kepausan, meskipun tanpa tentara, mampu melakukan pengucilan terhadap Raia yang sangat besar kekttasaannya di Eropa.

Kemenangan Gregorius tampaknya meningkatkan moral Gereja dalam menghadapi segala sesuahr yang dipandang sebagai "musuh". Apalagi, sejumlah penguasa Kristen juga berhasil merebut

kembali daerah-daerah yang sebelumnya direbut oleh Muslim.

Thhun 1091 Count Roger berhasil merebut Sisilia. pada tahun 1085,

Kristen spanyol, dengan bantuan tentara Prancis berhasil mempertahankan Toledo dari serangan Muslim. Paus dan para uskup

kemudian lebih jauh melangkah unhrk mendorong masyarakat

membentuk milisi-milisi bersenjata. salah satunya yaitu  uskup

Toul yang kemudian menjadi Paus Leo IX tahun 1049. Dua bulan

setelah penobatannya, Paus Leo IX membentuk milisi Romawi unfuk memerangi bangsa Norman yang mengancam menyerbu

wilayahnya. Pada tahun 1053, ia sendiri yang memimpin pasukannya dalam peperangan. Dua puluh tahun kemudian, paus Gregorius

vII menyerukan semua rakyat Eropa untuk membentuk milisi bersenjata yang dia namakan sebagai "the Knight of St. peter,,.13

Di zaman hegemoni kekuasaan Gereja inilah lahir sebuah

instihrsi Gereja yang sangat terkenal kejahatan dan kekejamannya,

yang dikenal sebagai "INQUISISI". Karen Armstrong, mantan biarawati dan penulis terkenal, menggambarkan kejahatan institursi

Inquisisi Kristen dalam sejarah sebagai berikut.

"Sebagian besar kita tenhrnya sehrju bahwa salah sahr dari

instihrsi Kristen yang paling jahat yaitu  Inquisisi, yang mempakan instmmen teror dalam Gereja Katolik sampai dengan

akhir abad ke-17. Metode inquisisi ini juga digunakan oleh

Gereja Protestan unhrk melakukan penindasan dan kontrol terhadap kaum Katolik di negara-negara mereka Ada sebagian tokoh Gereja yang berusaha melakukan pembelaan (npologetic) dalam soal Inquisisi ihr. Peter de Rosa, dalam

btrktrnya, Vicnrs of Clrist: Tlrc dark Side of the Pnpncy, mencatat, sikap

itr.r hanya menambah kemunafikan terhadap kejahatan (it merely

addedlrypocricy to tuickedncss). Yang sangat mengherankan dalam soal

ini yaitu  penggunaan cara siksaan dan pembakaran terhadap

korban. Dan itr.r bukan dilakukan oleh musuh-musuh Cereja, tetapi

dilakukan sendiri oleh orang-orang tersuci yang bertindak atas

perintah wakil Krishrs (Vicar of Clrist). Peter de Rosa mencatat.

"Betapa pun, inquisisi tersebut bukan hanya jahat saat dibandingkan dengan (nilai-nilai) abad ke-20, tetapi ini iuga jahat

dibandingkan dengan (nilai-nilai) abad ke-10 dan ke-11, saat di

mana penyiksaan tidak disahkan dan laki-laki serta wanita

dijamin dengan pengadilan yang fair. Ini juga jahat dibandirgkan dengan zaman Diocletian, di mana tidak seorang pun disiksa dan dibuntth atas nama Jesus yang tersalib."ls

Ketika pasukan Napoleon menaklukkan Spanyol tahun L808,

seorang komandan pasukannya, Kolonel Lemanouski, melaporkan

bahwa pastor-pastor Dominikan mengurung diri dalam biara mereka di Madrid. Ketika pasukan Lemanouski memaksa masuk, para

inquisitors itLr tidak mengakui adanya ruang-ruang penyiksaan dalam biara mereka. Tetapi, setelah digeledah, pasukan Lemanouski

menemukan tempa t-tempat penyiksaan di mang bawah tanah. Tempat-tempat ihr penuh dengan tawanan, semuanya dalam keadaan

telanjang, dan beberapa diantaranya gila. Pasukan Prancis yang

sudah terbiasa dengan kekejaman dan darah, sampai-sampai merasa muak dengan pemandangan seperti iht. Mereka lalu mengosongkan ruang-rLrang penyiksaan itu, dan selanjutnya meledakan

biara tersebut. Henry Charles Lea, seorang

sejarawan Amerika, menulis kejahatan Inquisisi di Spanyol dalam

empat volume bukunya: A History

of tlrc lnquisition of Spain, (New York:

AMS Press Inc., 1988). Dalam btrkunya ini, Lea membantah bahwa

Gereja tidak dapat dipersalahkan

dalam kasus Inquisisi, sebagaimana

misahrya dikatakan oleh seorang

tokoh Kristen, Father Gam, yang

menyatakan:

"Inquisisi yaitu  sahr instihrsi dimana Gereja tidak memiliki tanggtrng jawab atasnya (Tlrc inquisition

is nn instittttion for zolticlt tlte Churclt

lns no responsibility)."

Ini salah sahr benhrk apologi

di kalangan pemimpin Kristen. Lea

menunjuk bukti bahwa dalam

kasus bentuk hukuman terhadap

korban Inquisisi, otoritas gereja mengabaikan pendapat bahwa menghtrktrm kaum "heretics" (kaum yang

dicap menyimpang dari doktrin

resmi gereja) dengan membakar

hidup-hidup yaitu  bertentangan

dengan semangat Krishrs. Thpi, sikap gereja ketika ihr menyatakan,

bahwa membakar hidup-hidup kaLtrrtlrcretics yaitu  strahr tindakan yang mulia.17

Ketika melakukan berbagai benhrk kekejaman ihl, Gereja bertindak sebagai wakil Ttrhan, dan mengatasnamakan Tuhan. Karena

ihr, kesalahan yang dilakukan Gereja yaitu  kesalahan pada agama

ihr sendiri. Ini berbeda dengan Islam, yang tidak mengenal institusi

kekuasaan agama (Teokrasi), sebagaimana yang teriadi pada sejarah

Kristen. Para pemimpin Gereja diakui haknya untuk mengampuni

dosa manusia, di dalam Islam tak ada seorang punberhak memberikan ampunan terhadap dosa orang lain.

Karena itu, tidaklah tepat jika konsep Politik dalam Islam, yang

diterapkan selama rahrsan tahun, yakni konsep khilafah, disebut

dengan istilah dalam tradisi Kristen, yaitu "theokrasi"' Abul A la

Maududi malah menyebut Teokrasi sebagai pemerintahan setan.

Padahal, ketika memegang hegemoni kektrasaan yang begitn besar,

jtrstnr ketika ihrlah, terjadi berbagai penyalahgunaan kekuasaan,

yang akhimya menimbulkan pemberontakan dari dalam hrbuh

Gereja sendiri. Mereka menyebutnya dengan istilah "reformasi".

Salah satu yang mendorong Martin Luther melakukan pemberontakan terhadap Paus yaitu  praktik jual beli surat pengampunan dosa. Pada 3L Oktober 1517, Marthin Luther (1483-1546)

memberontak pada kekuasaan Paus dengan cara menempelkan 95

poin pernyataan (Ninety-fiae Theses) di pinhr gerejanya, di Jerman. Ia

terutama menentang praktik penjualan "pengampunan dosa"

(indttlgences) oleh pemuka gereja. Pada 95 theses-nya ihr, Luther juga

menggtlgat keselumhan doktrin supremasi Paus, yang dikatakannya telah kehilangan legitimasi akibat penyelewengan yang dilaktrkannya. Thhun 1521, Luther dikucilkan dari Gereja Katolik. Namttn,

Luther berhasil mendapat  perlindungan seorang penguasa di

wilayah |erman dan akhirnya mengembangkan gereja dan aiaran

tersendiri terlepas dari kekuasaan Paus'18

Bahkan, kata Luther, "kekttatan anti-Kristus yaitu  Paus dan

Turki secara bersamaan. Kekuatan jahat dalam kehidupan hamslah memiliki tubuh dan nyawa. Nyarva dari kekuatan Anti-Kristus acialah Paus, daging dan hlbuhnya yaitu  rurki.... Bangsa Tirrki yaitu 

bangsa yang dimurkai Tuhan."ie

Berbagai penyelewengan penguasa agama, dan pemberontakan tokoh-tokoh Kristen kepada kekuasaan Gereja yang mengklaim

sebagai wakil Krishrs menunjukkan bahwa konsep "infallible"

(tidak dapat salah) dari Gereja sudah tergoyangkan. pemberontakan

demi pemberontakan terus berlangsung, sehingga dunia Kristen

Eropa kemudian terbelah menjadi dua bagian besar, Katolik dan

Protestan. Beratus tahun kedua agama ini bersaing dan saling melakukan berbagai aksi pembantaian. Kisah perebutan tahta di Inggris menarik nntuk disimak, bagaimana Raja Henry vrrr (1497-1547)

memisahkan diri dari Paus dan membenhrk Gereja sendiri, hanya

karena Paus menentang perkawinannya dengan Anne Borelm dengan menceraikan istrinya terdahulu, Catharine of Aragon. Thhta

Inggris akhimya jahrh ke tangan protestan (Anglikan) setelah

vatikan gagal mencegah tampilnya Elizabeth I (155g-1603) sebagai

ratu Inggris menggantikan Queen Mary yang Katolik. sebuah film

berjtrdtrl Elizabetlt yang dibintangi oleh cate Blanchett menggambarkan perebutan tahta Inggris antara Katolik dan protestan yang

diwamai dengan berbagai tindakan kejam yang di luar batas perikemanusiaan, baik yang dilakukan tokoh-tokoh Katolik maupun tokoh

Protestan.

Di Prancis, pertarungan antara Katolik dan protestan juga berlangsung sangat sengit. salah sdtu kisah yang paling mengerikan

yaitu  pembantaian kaum Protestan--temtama calvinists--di paris,

oleh katrm Katolik tahun T5T2yangdikenal sebagai "The st. Bartholomew's Day Massacre". Diperkirakan 10.000 orang mati. Selama

berminggu-minggu jalan-jalan di Paris dipenuJri dengan mayatmayat laki-laki, wanita, dan anak-anak, yang membusuk.Perancis juga dikenal dengan Revolusinya (7789) yang dahsyat

yang mengusung jargon "Liberty, Egality, Fraternity". Pada masa

ihr, para agamawan (clergy) di Perancis menempati kelas istimewa

bersama para bangsaw.an. Mereka mendapat  berbagai hak istimewa, termastrk pembebasan pajak. Padahal, jumlah mereka sangat

kecil, yakni hanya sekitar 500.000 dari26juta rakyat Prancis.2l

Dendam masyarakat Barat terhadap keistimewaan Para tokoh

agama yang bersekuhr dengan penguasa yang menindas rakyat

semacam ihr juga berpengamh besar terhadap sikap Barat dalam

memandang agama. Tidak heran, jika pada era berikutnya, muncul

sikap anti-pemuka agama, yang dikenal dengan istilah "anti-clericalisrn" tersebut di Eropa pada abad ke-18. Sebuah ungkapan Poptller ketika itu: "Berhati-hatilah, jika anda berada di depan seorang

wanita, berhatilah-hatilah anda jika berada di belakang keledai, dan

berhati-hatilah jika berada di depan atau di belakang pendeta."?2

Tiauma inilah yang kemudian melahirkan paham sekularisme

dalam politik, yakni memisahkan antara agama dengan politik.

Mereka selalu beralasan, bahwa jika agama dicampur dengan politik, maka akan terjadi "politisasi agama"; agama hamslah dipisahkan dari negara. Agama dianggap sebagai wilayah pribadi dan

politik (negara) yaitu  wilayah publik; agama yaitu  hal yang suci

sedangkan politik yaitu  hal yang kotor dan profan. Bukti-bukti penyimpangan kekuasaan politik oleh para pengtlasa agama di Eropa

dengan mudah ditemukan. Pada tahap selanjutnya, mereka tems

mencari dalil-dalil dan alasan teologis untuk memperkuat argumentasi sekularisasi, khususnya ditemukan pada ayat-ayat tertentLl pada Bible. Ini yaitu  trauma Barat pada sejarah keagamaan mereka,

yang sangat berbeda dengan pengalaman sejarah Islam, atau peraclaban lainnya, Menghadapi serangan yang sangat kuat tcrscbut pihak Kristen akhirnya menyerah clan menerima