Tampilkan postingan dengan label penistaan agama 9. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label penistaan agama 9. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Januari 2025

penistaan agama 9

 



ka.

Bagi politisi moderat, respon yang paling umum yaitu  menunjukkan 

dukungan terhadap keberagaman, termasuk kebebasan umat Muslim 

untuk beribadah, seraya menyampaikan bahwa lokasi pembangunan 

memang kurang bijak dan kurang peka. Meski demikian, lokasi ini  

awalnya tidak mendapat tentangan. saat  proyek Park51, yang juga 

disebut Cordoba House, pertama kali diumumkan ke publik, tidak ada 

respon negatif. “Pada Desember 2009, Cordoba House tidak dianggap 

sebagai proyek kontroversial, melainkan sebagai inisiatif positif dalam 

menjalin hubungan di antara komunitas agama yang berbeda,” jelas 

ilmuwan politik Nadia Marzouki.37 Dalam artikel pertama yang mengulas 

proyek ini di New York Times, para tokoh agama dan tokoh politik dikutip 

memberikan respon positif.38

Respon yang baik ini sebenarnya tidak mengejutkan, jika melihat 

fakta sebenarnya dari Proyek Park51. Panitianya, Sharif el-Gamal, ingin 

menjawab kebutuhan mendesak atas tempat ibadah di lingkungannya. 

Daripada hanya membangun masjid, dia memilih membangun fasilitas 

komunitas multifungsi yang terbuka bagi semua penganut agama. Dia 

terinspirasi oleh pusat komunitas Yahudi di Upper West Side di mana 

dia mengajari anak-anaknya berenang. Seperti banyak warga New York 

lainnya, peristiwa 9/11 merupakan pengalaman yang mengubah hidup 

el-Gamal; dia menjadi sukarelawan di Ground Zero, selama dua hari dia 

membagi-bagikan air minum kepada para korban dan petugas gawat 

darurat. Imam Sufi yang dia tunjuk, Feisal Raum, dikenal mendukung 

perdamaian antar-agama. Bahkan, pengamat politik konservatif, Laura 

Ingraham, menyambut baik Proyek Park51 saat membawakan sebuah 

Amerika: Kebebasan yang Luar Biasa, Ketakutan yang Mengada-ada 193

segmen tentang isu itu di Fox News. Mewawancarai istri Raum, Daisy 

Khan, Ingraham mengatakan bahwa dia tidak melihat ada yang keberatan 

dengan ide ini . “Saya suka usaha Anda,” ungkapnya dalam siaran 

langsung.39

Protes dan kemarahan mestilah direkayasa, sebagian besar oleh agen 

pelintiran kebencian dari luar komunitas setempat. Pada 21 Desember 

2009—hampir dua minggu setelah laporan pertama di New York Times—

blogger anti-Muslim yang keras, Pamela Geller, menggugat rencana proyek 

Park51. Kemudian muncul Robert Spencer, direktur organisasi Jihad 

Watch dan salah satu dari enam pakar penyebar informasi palsu yang 

diidentifikasi oleh CAP. Pada Mei 2010, agen Islamofobia mengerahkan 

kampanye besar-besaran menentang pembangunan pusat komunitas 

itu. Mereka melancarkan argumen perlawanan mereka dengan berbagai 

tuduhan ekstrem. Tidak heran jika hampir semua tuduhan itu tidak 

benar; fakta tidak dapat menghalangi agen pelintiran kebencian dalam 

membangkitkan kemarahan.

Analisis filsuf Martha Nussbaum tentang kontroversi ini secara 

sistematis membongkar kebohongan-kebohongan di dalamnya yang 

dimulai dari nama itu sendiri.40 Tidak ada yang namanya “Masjid Ground 

Zero”; yang ada hanya rencana pembangunan pusat komunitas yang 

dilengkapi tempat ibadah. Ground Zero berjarak tiga blok dari lokasi 

pembangunan dan tidak terlihat dari sana. Kalaupun yang dibangun yaitu  

masjid, itu bukanlah konsep yang asing bagi Lower Manhattan. Sudah 

ada masjid di Jalan Warren di sekitar situ, dan bangunan kosong tempat 

pusat komunitas akan dibangun sebelumnya telah dijadikan tempat ibadah 

sementara oleh umat Muslim. Para pemrotes juga tidak menunjukkan 

sensitivitas mengenai Ground Zero dengan konsisten; tempat perjudian 

dan dua klub striptis, New York Dolls dan Pussycat Lounge, lebih dekat 

lokasinya dengan Ground Zero daripada rencana situs Park51. Selain itu, 

tuduhan bahwa pusat komunitas itu akan digunakan untuk merayakan 

atau menanamkan ekstremisme seperti yang mendorong serangan 9/11 

tentu saja tidak berdasar. El-Gamal maupun imam yang dia tunjuk “yaitu  

sosok moderat yang mengutuk keras Islam radikal apa pun bentuknya, dan 

mereka menjamin bahwa paham seperti itu tidak akan diterima di pusat 

komunitas,” jelas Nussbaum.41

Uraian-uraian di atas tidak dapat meruntuhkan tembok prasangka yang 

Bab 6194

digalakkan jaringan penyebar Islamofobia. Beberapa orang Muslim telah 

membunuh warga New York, jadi Muslim tidak bisa diperlakukan sama 

dengan orang lain. Pada 6 Juni 2010, unjuk rasa yang diorganisir oleh Stop 

Islamisasi Amerika berlangsung di Lower Manhattan. Ini organisasi baru 

yang didirikan Geller dan Spencer dengan mencontoh organisasi serupa 

di Eropa. Unjuk rasa ini menarik perhatian pembicara–pembicara dengan 

keluhan dan tujuan yang beragam. “Penolakan terhadap pembangunan 

pusat budaya Islam menjadi peluang untuk membela berbagai tujuan seperti 

hak-hak asasi orang Koptik di Mesir, hak-hak Muslim untuk berpindah 

atau meninggalkan agamanya, keamanan Israel dan keberlangsungan 

hidup umat Kristen di dunia Barat.” ujar Marzouki.42 Dengan pemilihan 

umum di tengah masa jabatan yang akan berlangsung lima bulan lagi, 

para politisi pun bergabung dalam perdebatan ini. Rick Lazio dan Carl 

Paladino, yang bersaing untuk menjadi kandidat gubernur Partai Republik, 

“saling bersaing meningkatkan kecamannya terhadap pusat budaya Islam 

itu.”43 Paladino, yang akhirnya memenangkan pemilihan Partai Republik, 

berjanji jika terpilih, dia akan “menghentikan pembangunan masjid dan 

menjadikannya situs peringatan perang, bukan monumen untuk mereka 

yang menyerang negara kita.”44

Sebaliknya, warga yang dipercaya mewakili kepentingan komunitas 

lokal terus mendukung Cordoba House. Pada 25 Mei 2010, Dewan 

Komunitas Lower Manhattan mengadakan pemungutan suara yang hasilnya 

mendukung proyek dengan perbedaan suara yang besar. Kemudian, pada 

13 Juli, Komisi Pelestarian Landmark Kota New York dengan suara bulat 

menolak tuntutan pemrotes agar tempat pembangunan pusat komunitas 

diberikan status landmark yang dapat menghalangi rencana pembangunan 

jika disetujui. Politisi yang tidak ingin menuruti kehendak kelompok 

agama sayap-kanan juga memberikan dukungan yang sama-sama kuat. 

Michael Bloomberg yang terpilih kembali sebagai walikota untuk ketiga 

kalinya pada 2009, tanpa ragu menyuarakan dukungannya, baik untuk 

kebebasan beragama maupun untuk hak properti pemilik lahan. Anggota 

Kongres dari Partai Demokrat, Jerrold Nadler, mengutarakan hal yang 

sama. Andrew Cuomo, yang sudah memastikan kemenangannya dalam 

pemilihan calon kandidat gubernur mewakili Partai Demokrat, juga 

menyatakan dukungannya bagi keragaman dan toleransi.45

Komitmen kuat AS untuk melindungi kebebasan beragama dan hak 

atas properti pada akhirnya membuat perselisihan hukum ini dimenangkan 

Amerika: Kebebasan yang Luar Biasa, Ketakutan yang Mengada-ada 195

Park51. Meski demikian, banyak pengamat yang memandang bahwa, 

sekalipun umat Muslim memiliki hak legal untuk menjalankan agamanya 

dan membangun masjid di area sekitar lokasi peristiwa 9/11, mereka juga 

seharusnya memiliki sensitivitas terkait area ini  dan memindahkan 

lokasi proyeknya ke tempat lain. Pandangan demikian—kalaupun 

tidak berdasarkan prasangka— menunjukkan tendensi para penganut 

liberal multikultural untuk memaklumi kalangan intoleran, sebab  

kecenderungan mereka untuk berempati dengan perspektif orang lain. 

Mereka berprasangka baik terhadap para pemelintir kebencian—seakan-

akan menyuarakan keluhan yang terdengar rasional tentang lokasi Park51 

dapat membukakan hati para pemrotes itu untuk menjadi lebih toleran.

Masjid Mursfreesboro

Tidak sulit untuk menguji apakah betul bahwa proyek masjid akan 

mendapat sambutan yang lebih baik jika berjarak cukup jauh dari Ground 

Zero. Kita hanya perlu ke Kota Mursfreesboro, Tennessee, sekitar 800 mil 

barat daya Manhattan. Di waktu yang hampir bersamaan dengan proyek 

Park51, umat Muslim Mursfreesboro berencana membangun masjid baru. 

Mereka mengikuti berita dari Manhattan dengan saksama, namun tidak 

pernah mengira bahwa mereka akan menjadi korban dari intoleransi yang 

sama. “Di New York, Anda punya alasan untuk menentang rencana itu,” 

kata imam Mursfreesboro, Ossama Bahloul. “Di sini, apa alasannya?”46 

Belakangan, mereka menyadari bahwa pemain kunci dalam kampanye 

menentang Islam melihat Mursfreesboro sebagai kesempatan untuk 

memajukan gerakannya. Saleh Sbenaty, seorang anggota dewan masjid, 

mengatakan, “Di sini yaitu  pusat dari Bible Belt. Mereka pikir mereka 

dapat melanjutkan kampanyenya di sini.”47

Komunitas Muslim Mursfreesboro terdiri dari 250 keluarga dan 500 

mahasiswa, yang mana banyak dari mereka menempuh pendidikan di 

Middle Tennessee State University (MTSU). Mereka biasa beribadah 

di masjid kecil di pusat kota, namun masjid ini  tidak lagi mampu 

menampung mereka: saat ibadah Jumat, jemaah meluber hingga ke 

halaman dan parkiran masjid. Pada 2009, para pemimpin komunitas 

menemukan lahan kosong di pinggiran kota dengan harga yang cocok 

di mana mereka dapat membangun masjid yang lebih besar. Anggota 

komunitas merespon dengan cepat permohonan donasi pembangunan 

Bab 6196

masjid. Dalam satu hari, mereka berhasil mengumpulkan 300.000 dolar AS, 

yang kemudian mereka pergunakan untuk membayar lunas lahan tadi.48

Tanda-tanda adanya masalah muncul pada Januari 2010. Papan penanda 

yang didirikan di tempat pembangunan Islamic Center di Mursfreesboro 

dicoret orang dengan tulisan “TIDAK DITERIMA”. “Kami tidak terlalu 

memikirkannya, sebab  kami belum pernah mengalami Islamofobia,” 

kenang Sbenaty, yang tinggal di Tennesse sejak 1990-an dan bekerja 

sebagai profesor teknik mesin pada MTSU. Baru pada pertengahan 2010—

bersamaan dengan penentangan terhadap Park51—para agen pelintiran 

kebencian datang dan memulai aksi mereka, mulai dari mengajukan 

tuntutan hukum hingga menyebarkan ketakutan dan serangan-serangan 

personal. “Kami digertak dan diganggu, dengan pembakaran, ancaman 

bom, dan tuntutan hukum,” kata Sbenaty.

Setelah dewan perencanaan daerah menyetujui rencana pembangunan, 

para penentang menyuarakan penolakan mereka pada pertemuan dewan 

komisi daerah pada bulan Juni. Pada bulan Juli, mereka mengajukan 

petisi berisikan ratusan tanda tangan ke pengadilan daerah. Bulan 

September, mereka mulai mengajukan gugatan hukum terhadap pejabat 

daerah, menuduh mereka melanggar open meeting law negara bagian. 

Bulan Mei 2012, seorang hakim menyetujui tuntutan ini  sehingga 

pembangunan harus berhenti. Jaksa federal lalu mengajukan gugatan 

hukum mengenai adanya diskriminasi, yang hasilnya pengadilan federal 

memperbolehkan masjid yang baru untuk dibuka pada bulan Ramadan, 

Agustus tahun itu. Pengadilan tinggi lainnya juga melindungi hak-hak 

kaum Muslim Mursfreesboro. Pada 2013, pengadilan banding negara 

bagian membatalkan putusan hakim sebelumnya mengenai perizinan 

pembangunan. Penentang masjid mencoba mengajukan banding, namun 

ditolak Pengadilan Mahkamah Agung Tennessee. Pengadilan Mahkamah 

Agung AS juga memutuskan hal yang sama pada 2014.49

Sementara itu, pada saat yang sama, komunitas Muslim Mursfreeboro 

harus menanggung serangan-serangan yang lebih personal. “Mereka 

memperkerjakan orang untuk menyelidiki kami,” kata Ossama, imam 

masjid di sana. Ia memegang gelar PhD bidang perbandingan agama dari 

Universitas Al-Azhar Kairo yang bergengsi, terlibat dalam dialog antar-

agama, dan sangat menghormati aturan hukum AS. Tapi surat kabar 

lokal, Rutherford Reader, menerbitkan tulisan yang menuduhnya sebagai 

Amerika: Kebebasan yang Luar Biasa, Ketakutan yang Mengada-ada 197

anggota Ikhwanul Muslimin radikal. Laurie Cardoza Moore, seorang 

aktivis pro-Israel di Nashville yang menjadi jurubicara para pemrotes, di 

program televisi Anderson Cooper 360° CNN menyampaikan pernyataan 

yang tidak benar bahwa masjid lama Ossama di Texas berada di bawah 

penyelidikan sebab  aktivitas terkait terorisme. Namun, para reporter 

program ini  segera melakukan pengecekan fakta, sehingga akhirnya 

kebohongan ini  dibongkar oleh Cooper.

Seperti di Manhattan, para politisi yang akan terlibat dalam pemilihan 

umum tengah masa jabatan tahun 2010 juga mulai berkampanye. Wakil 

Gubernur Tennessee Ron Ramsey, yang mencalonkan diri sebagai kandidat 

gubernur dari Partai Republik, merupakan salah satu tokoh anti-Islam 

dalam debat Mursfreesboro ini. Begitu juga dengan Lou Ann Zelenik, tokoh 

Republikan anggota Partai Teh yang mengincar kursi di Kongres. Pada 2010, 

dan lebih kencang lagi pada 2012, Zelenik meningkatkan penolakannya 

terhadap masjid untuk menaikkan posisinya dalam pemilihan pendahuluan 

Partai Republik.50 Sikap anti-Islamnya membuatnya mendapat dukungan 

dari seorang milyuner berpengaruh.51 Apakah isu penolakan masjid ini 

menjadi kunci perolehan suara masih belum jelas—Ramsey maupun 

Zelenik kalah dalam pemilihan—tapi yang pasti Islamofobia membuat 

mereka mendapat perhatian media. “Mereka tahu kami yaitu  komunitas 

kecil dan sulit bagi kami untuk membela diri,” ungkap Ossama.

“Ada semacam ketidakadilan saat  kelompok tertentu diperbolehkan 

mengatakan apa pun yang ingin mereka katakan,” kata Sbenaty. “Apakah 

menyakiti dan mengintimidasi termasuk kebebasan berpendapat? Mereka 

melemparkan lumpur begitu saja, dan itu meninggalkan bekas.” Terlepas 

dari masalah-masalah dalam kebebasan berpendapat di Amerika itu, 

para pemimpin masjid percaya bahwa sikap terbaik yaitu  dengan 

tetap membuka-diri dan terlibat dalam masyarakat. Mereka membuat 

pertemuan-pertemuannya terbuka dan membiarkan para pengkritik untuk 

datang dan mengamati. “Kami meyakinkan setiap orang bahwa pintu 

kami akan selalu terbuka dan bahwa kami akan ikut berjuang menentang 

kaum ekstremis,” kata Sbenaty. Mereka mengundang penegak hukum 

untuk menyelidiki keabsahan tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada 

mereka.

Kepercayaan mereka terhadap sistem hukum Amerika pun terbayarkan. 

Berkat Konstitusi AS dan rasa keadilan banyak warga Amerika, komunitas 

Bab 6198

Muslim Mursfreesboro memenangkan perjuangan mereka untuk dapat 

beribadah di masjid yang baru. Hanya saja, kerugian yang disebabkan oleh 

sengketa Park51 dan Mursfreesboro cukup besar. Kedua insiden ini  

memunculkan banyak propaganda anti-Muslim baru yang menarik 

perhatian media, menggiatkan para aktivis, dan membangunkan lawan-

lawan ideologis. Boleh jadi inilah yang menjadi tujuan agen pelintiran 

kebencian sejak awal. “Mereka tidak peduli akan ada atau tidaknya masjid,” 

kata Ossama. Tujuan mereka yang lebih besar yaitu  menyebarkan pesan-

pesan Islamofobia.

Salah satu pesan ini  terpampang pada protes Juli 2010, 

“Islam bukanlah agama.” Ini strategi hukum sekaligus slogan politik. 

Izin pembangunan yang dimiliki Muslim Mursfreesboro hanya 

memperbolehkan pembangunan rumah ibadah. Jika Islam bukan agama, 

maka masjid tidak termasuk dalam rumah ibadah dan artinya tidak 

diizinkan dibangun di sana. Pemerintah tentu tidak ada yang menerima 

argumen ini . Para hakim menampik klaim itu, dan untuk berjaga-

jaga, pengadilan federal mengeluarkan laporan singkat yang menyatakan 

bahwa Islam yaitu  agama.52 Tapi di luar itu, menanamkan kesangsian 

akan status Islam sebagai salah satu agama dunia juga merupakan bagian 

dari agenda yang lebih besar dari jaringan penyebar Islamofobia. Dengan 

begitu, klaim bahwa Islam yaitu  ideologi politik yang keras lebih dapat 

diterima dan diskriminasi terhadap umat Muslim bukan dianggap sebagai 

pelanggaran terhadap prinsip kebebasan beragama.

Gugatan Buku

Pada akhir 2013, Larry Houck dari ACT! for America mengajukan 

petisi kepada Dewan Pendidikan Negara Bagian Alabama, menentang 

usulan buku pelajaran ilmu sosial. Buku-buku yang dianggap bermasalah 

ini —diterbitkan oleh penerbit besar seperti Pearson, McGraw Hill, 

dan Houghton Mifflin—memakai  pendekatan multikultural sekular 

dalam mengajarkan siswa mengenai agama lain. Buku-buku teks ini  

menggambarkan kontribusi Islam terhadap dunia dan nilai-nilai bersama 

yang sejalan dengan keyakinan lain. Namun, Houck menuduh materi-

materi ini  yaitu  contoh dari “infiltrasi kebohongan Islam ke dalam 

buku-buku pelajaran sekolah negara kita.”53

Intervensi ini tidak sekeras sengketa masjid di Tennessee, juga tidak 

Amerika: Kebebasan yang Luar Biasa, Ketakutan yang Mengada-ada 199

sesukses rancangan amandemen konstitusi di Alabama untuk mencegah 

pengaruh hukum Syariah. Usaha Houck tidak mengubah keputusan dewan 

sekolah. Biar pun begitu, gugatan buku pelajaran di Alabama ini perlu 

ditinjau lebih saksama. Aksi ini yaitu  contoh aktivisme akar-rumput dari 

jaringan Islamofobia yang menjadikan proses administratif di tingkat lokal 

menjadi kesempatan untuk melancarkan propaganda kebencian dengan 

membangkitkan kemarahan dan keterhasutan.

ACT! for America yaitu  jaringan aksi yang didirikan pada 2007 

oleh Brigitte Gabriel, seorang tokoh Islamofobia terkemuka. Organisasi 

ini mengobarkan Islamofobia dengan memakai  strategi yang 

dipakai National Rifle Association (Asosiasi Senapan Nasional) dalam 

mengesahkan hak kepemilikan senjata api—yaitu dengan memengaruhi 

perundangan dan pemilihan politik, serta menjadi pilar dari Partai 

Republik. Sebagai organisasi yang relatif baru, ACT! dapat memakai  

repertoar perseteruan dari kelompok agama sayap-kanan. Gugatan buku 

termasuk salah satu yang sudah klasik dalam repertoar ini . Repertoar 

itu telah lama menjadi bagian dari alat pertempuran kelompok agama 

sayap-kanan untuk “memengaruhi apa yang dipelajari oleh para siswa 

dengan mengendalikan akses mereka terhadap buku perpustakaan dan 

kurikulum, serta mengatur konten dalam buku pelajaran,” jelas organisasi 

think tank progresif, People for American Way (PFAW).54 Kelompok 

konservatif berusaha menjauhkan perpustakaan sekolah dan kurikulum 

dari buku-buku yang memuat diskusi terbuka tentang seksualitas, ras, 

sejarah, atau fiksi yang bertema supernatural seperti Harry Potter.55

Keinginan kelompok agama sayap-kanan untuk mengendalikan bacaan 

siswa tidaklah mengejutkan, melihat kepeduliannya terhadap nilai-nilai 

dan pendidikan. Di samping itu, proses memilih buku perpustakaan dan 

buku pelajaran membuka kesempatan politik untuk merekayasa perasaan 

marah dan tersinggung. Celah-celah ini  sangat terdesentralisasi 

sebab  pendidikan di AS merupakan masalah lokal. Gugatan buku 

memungkinkan kelompok agama sayap-kanan untuk berpikir secara 

global namun bertindak pada lingkup lokal.

Pada 1982, Mahkamah Agung AS turun tangan untuk memastikan 

kebebasan berpendapat siswa tidak dibatasi oleh pemerintah lokal yang 

melampaui wewenangnya dengan membuat keputusan mengenai buku-

buku perpustakaan. Pengadilan menyatakan bahwa Amandemen Pertama 

Bab 6200

menjamin hak untuk menerima informasi dan gagasan, dan “siswa tidak 

boleh dipandang hanya sebagai penerima pasif dari apa yang ditentukan 

pemerintah.”56 Putusan peradilan memenangkan gugatan para siswa atas 

keputusan dewan sekolah mereka yang menyingkirkan buku-buku yang 

dinilai “anti-Amerika, anti-Kristen, anti-Semit, dan menjijikkan” dari 

perpustakaan sekolah mereka.57 Pengadilan menyatakan bahwa seleksi 

buku perpustakaan seharusnya hanya berdasarkan cocok tidaknya mereka 

untuk tujuan pendidikan. Pengadilan menyatakan bahwa pemilihan buku 

perpustakaan seharusnya hanya didasarkan pada tujuan pendidikan.

Di sisi lain, pemerintah daerah tidak dapat mengabaikan pendapat 

dari kelompok-kelompok penekan yang digerakkan oleh ideologi. Dewan-

dewan sekolah dan perpustakaan-perpustakaan umum harus membuat 

prosedur yang transparan dalam menyeleksi materi dan menangani 

komplain. Forum dan protokol ini memungkinkan kelompok konservatif 

untuk memengaruhi dan dalam beberapa kasus mengatur apa yang dapat 

dibaca siswa di sekolah negeri dan perpustakaan. Ini sangat berbeda 

situasinya dari di India, di mana kelompok-kelompok secara de facto 

mendapatkan hak untuk merasa tersinggung sebab  ada hukum yang 

melarang menyakiti perasaan keagamaan. Namun tetap ada cukup celah 

yang dapat dieksploitasi oleh para agen pelintiran kebencian.

ACT! for America memasuki perang buku pelajaran secara habis-habisan 

pada 2001, dengan mengeluarkan panduan rinci bagi para aktivisnya.58 

Laporannya menyebutkan 38 buku pelajaran umum mengandung 

informasi sejarah yang tidak akurat dan kekeliruan teoretis yang terlalu 

membagus-baguskan Islam. “Penggambaran Islam yang demikian itu lebih 

merupakan indoktrinasi daripada pendidikan,” katanya.59 Di Alabama, 

ACT! for Amerika diundang Eagle Forum, kelompok agama sayap-

kanan yang lebih mapan, untuk menggugat buku. Eagle Forum didirikan 

pada 1972 untuk melawan gerakan feminis dan memperjuangkan nilai-

nilai sosial tradisional. Kelompok ini mulai bekerja dengan jaringan 

penyebar Islamofobia pada sekitar 2009.60 Houck mengungkapkan salah 

seorang anggota Eagle Forum memintanya untuk memimpin gugatan 

buku mengenai Islam.

Setelah menemukan buku-buku yang dimaksud di perpustakaan 

universitas setempat, Houck dan beberapa rekannya bekerja “siang 

dan malam” memeriksa buku-buku ini . Mereka menemukan 16 

Amerika: Kebebasan yang Luar Biasa, Ketakutan yang Mengada-ada 201

buku yang mereka anggap mengandung informasi tentang Islam yang 

“sangat berbahaya.”61 Memperkenalkan dirinya ke dewan sekolah sebagai 

“pengamat politik Islam dan hukum Syariahnya yang brutal, barbar, dan 

anti-konstitusional,” Houck mewanti-wanti soal “infiltrasi kebohongan 

Islam ke dalam buku pelajaran sekolah di negara kita.”62

Dalam suratnya kepada Dewan Pendidikan Negara Bagian Alabama 

pada Desember 2013, Houck menulis, “di mana-mana Islam tersebar 

melalui pedang. Umat Muslim telah membunuh jutaan orang sepanjang 

1400 tahun sejarah mereka serta memperbudak jutaan orang lainnya.”63 

Tinjauannya terhadap buku teks terbitan Pearson untuk siswa kelas 8, 

My World History, menyatakan bahwa buku itu “dipenuhi kebohongan, 

propaganda, dan indoktrinasi tentang Islam.” Dia mengecam buku ini  

sebab  tidak menerangkan kepada siswa bahwa tujuh persen dari wakaf 

Muslim digunakan untuk kepentingan jihad perang; bahwa separuh isi 

Alquran mengajarkan Muslim untuk membunuh atau memperbudak 

orang-orang kafir; bahwa hukum Syariah memperbolehkan pria untuk 

memukul istrinya; dan seterusnya.

Melihat bahwa 44 halaman membahas agama Islam dan hanya 14 

halaman membahas agama Kristen, Houck mengungkapkan bahwa My 

World History “merupakan pengaruh yang kuat bagi siswa untuk nantinya 

berpindah ke agama Islam.”64 Dia kemudian menyampaikan kepada pers 

bahwa dia ingin memperingatkan warga Amerika mengenai aksi jihad 

terselubung yang sedang berlangsung di AS dengan mempengaruhi 

penerbit-penerbit buku pelajaran. Para penentang juga menggugat beberapa 

pernyataan di dalam buku yang dianggap menyinggung agama Kristen. 

“Yesus digambarkan sebagai orang yang mengkhotbahkan ‘gagasan-

gagasannya’ kepada masyarakat. Kelahirannya dari seorang ibu perawan 

atau kedudukannya sebagai Putra Tuhan tidak disebutkan. Ini penghinaan 

terhadap Injil,” tulis seorang pemrotes dalam tinjauan yang dikirim ke para 

anggota dewan sekolah.65

Biasanya Dewan Pendidikan Negara Bagian bergantung pada 

rekomendasi 23 anggota Komite Seleksi Buku Pelajaran, yang sebagian 

besar terdiri dari guru dan ahli bidang mata pelajaran. Hanya saja dalam 

kasus ini, dewan menunda pemungutan suara selama satu bulan untuk 

mempertimbangkan protes keberatan dari kelompok Houck. Pada Januari 

2014, dewan menyetujui daftar buku yang direkomendasikan dengan suara 

Bab 6202

lima banding dua. Satu-satunya buku yang dihilangkan dari daftar yaitu  

buku yang judulnya tidak sengaja tertulis dua kali.

Houck sangat kecewa saat  Dewan Pendidikan Negara Bagian 

mendukung keputusan para pendidik profesional. Dia menyebut 

penolakan dewan terhadap permohonannya itu sebagai “lelucon yang tidak 

lucu.” Dia merasa hasil penelitiannya tidak dipahami oleh para anggota 

dewan—sehingga masih banyak yang masih harus dia kerjakan untuk 

menyadarkan warga Amerika akan bahaya Islamisasi.66 Kalah di tingkat 

negara bagian, para pemrotes bergerilya ke 130 kota dan distrik sekolah, 

di mana komite dan dewannya bebas untuk menghapus judul buku dari 

daftar rekomendasi negara bagian. Pada tahap ini, aktivis Eagle Forum 

mengambil-alih kampanyenya.

Tekanan semacam itu boleh jadi memengaruhi keputusan para penerbit, 

dewan sekolah, dan perpustakaan yang ingin menghindari kontroversi. 

Asosiasi Perpustakaan Amerika memperingatkan dampak negatif dari 

gugatan buku yang terus berkelanjutan. “Jika terus demikian,” kata mereka, 

“materi-materi bisa jadi tidak akan diterbitkan sama sekali atau tidak dibeli 

oleh toko buku, perpustakaan, atau distrik sekolah.”67

Kampanye buku teks yang dilakukan jaringan Islamofobia merupakan 

serangan terhadap ide pendidikan keagamaan multikultural itu sendiri—

yaitu untuk menjunjung saling pengertian, saling hormat dan timbal-balik 

di antara kelompok agama dalam masyarakat yang majemuk dan sekular—

serta peran sekolah dalam menunjang upaya-upaya ini . Pendidikan 

semacam itu biasanya menekankan nilai-nilai dan pijakan bersama di 

antara berbagai sistem kepercayaan tanpa mengistimewakan salah satu di 

antaranya. Ini yaitu  solusi yang paling umum disarankan untuk masalah 

konflik agama. Sayangnya, penganut agama garis-keras dengan visi yang 

eksklusif menilai pendekatan multikultural sebagai pengkhianatan dan 

ancaman.

Houck begitu berkomitmen melaksanakan misinya untuk 

menyingkirkan buku-buku yang dianggap bermasalah dari sekolah-

sekolah di Alabama. Tapi seperti pelintiran kebencian lainnya, misi yang 

dipahami pegiat di tingkat bawah seperti Houck boleh jadi tidak sama 

dengan apa yang dipikirkan oleh para pemimpinnya di tingkat atas. Agenda 

tersembunyi mereka yaitu  untuk menggalakkan Islamofobia. Tujuan 

ini  tetap dapat dicapai sekalipun buku-buku yang menjadi sasaran 

Amerika: Kebebasan yang Luar Biasa, Ketakutan yang Mengada-ada 203

itu tidak berhasil diblokir. “Mengorganisir protes atas buku pelajaran 

yang dianggap ‘mendukung jihad’ bisa saja tidak membuahkan hasil yang 

diharapkan, namun tetap berhasil menanamkan rasa takut dan kebencian 

terhadap Muslim Amerika di komunitas ini ,” jelas PFAW. Hal serupa 

juga berlaku pada contoh pelintiran kebencian yang akan kita lihat 

berikutnya. Kampanye anti-hukum Syariah sekilas tampak seperti usaha 

yang sia-sia terhadap ancaman yang mengada-ada; namun hal itu tetap 

menjadi sarana yang efektif untuk menyebarkan propaganda anti-Muslim.

Menyasar Syariah

Jaringan Islamofobia menyebut hukum Syariah sebagai “ancaman 

totaliter terbesar di masa kita.”68 Kampanyenya menentang hukum 

Syariah merupakan bentuk pelintiran kebencian yang canggih, memicu 

kepanikan moral terhadap ancaman yang menurut para ahli hukum 

independen tidaklah nyata. Ted Cruz, saat  mengikuti pemilihan Senat 

AS pada 2012, merupakan salah seorang politisi yang menyuarakan 

kampanye ini, menyebut hukum Syariah sebagai “masalah besar.”69 Tahun 

itu, Konvensi Nasional Partai Republik memasukkan gerakan ini  

dalam platformnya.70

Kampanye ini terbilang sukses, dilihat dari jumlah negara bagian—11 

sampai awal 2016—yang telah mengubah hukum atau konstitusinya untuk 

melindungi negara bagian dari Syariah. Dampak nyata kampanye ini 

mungkin lebih luas lagi. Lebih dari 20 negara bagian lain memperdebatkan 

perlunya membuat undang-undang atau konstitusi yang melarang hukum 

Syariah. Meski mereka menolak usulan ini , perdebatan itu sendiri 

boleh jadi telah berhasil mengubah cara pandang dan cara ucap warga 

Amerika tentang Islam. Menggugat hukum Syariah di hadapan legislatif 

dan pers memunculkan retorika yang buruk tentang umat Muslim dan 

memperkuat persepsi mengenai ancaman Islam—selain, tentu saja, 

menegaskan bahwa Islamofobia layak untuk didanai.71

Oklahoma merupakan salah satu negara bagian pertama yang 

mengatur undang-undang menentang hukum Syariah. State Question 

(SQ) 755—“Amandemen Selamatkan Negara Bagian Kita”—berusaha 

memasukkan ketentuan dalam konstitusi negara bagian yang menjaga 

pengadilan dari pengaruh hukum Islam. Amandemen ini menuntut 

pengadilan untuk menegakkan dan mematuhi hukum Amerika, termasuk—

Bab 6204

jika diperlukan—hukum negara-negara bagian lain, selama hukum ini  

tidak mencakup hukum Syariah. “Pengadilan tidak boleh mengikuti 

aturan hukum dari negara atau budaya lain. Khususnya, pengadilan tidak 

boleh mengacu kepada hukum luar negeri atau hukum Syariah,” tulis 

amandemen ini .72 Pada Mei 2010, keputusan untuk mengajukan 

SQ 755 ke hadapan para pemilih diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat 

Oklahoma dengan 91 banding dua suara, dan dalam Senat 41 banding dua. 

Pada November itu, lebih dari 70% pemilih mendukung proposisi ini . 

Rumusan amandemen ini  jelas melanggar Establishment Clause dalam 

Amandemen Pertama, yang melarang diskriminasi agama. Kepala Dewan 

Hubungan Islam–Amerika cabang Oklahoma mempertanyakan keabsahan 

SQ 755 itu. Pengadilan distrik federal, diperkuat pengadilan banding 

federal, sepakat bahwa langkah ini  tidak sesuai dengan konstitusi.

Para pengusung perubahan hukum itu tidak menyerah. Untuk 

mengakalinya, mereka mengganti bias agama menjadi bias nasional 

dengan mengajukan bahwa hukum Amerika harus bersih dari pengaruh 

yang non-Amerika. Penggerak politik utama di balik upaya anti-Syariah 

yang lebih sukses ini yaitu  pengacara David Yerushalmi, yang pernah 

tinggal di pemukiman Yahudi di Tepi Barat.73 Sepak terjangnya di AS 

membuatnya masuk dalam daftar “pakar misinformasi” dalam jaringan 

Islamofobia menurut CAP.74 Anti-Defamation League (ADL, Liga Anti-

Fitnah), organisasi hak-hak sipil Yahudi Amerika, mengatakan bahwa 

Yerushalmi memiliki “catatan sebagai anti-Muslim, anti-imigran dan 

anti-kulit hitam yang fanatik.”75

Meskipun tidak memiliki pendidikan formal dalam bidang ini, 

Yerushalmi percaya bahwa mengamati hukum Islam sama saja dengan 

kedurhakaan. Pada 2009, Yerushalmi menemukan cara untuk menerapkan 

paranoianya. Dia menyusun model statuta untuk disebarkan kepada 

kelompok sayap-kanan di seantero negeri. Dia bekerja dengan Frank 

Gaffney, yang punya koneksi ke para pejabat dan mantan pejabat, analis 

keamanan, dan aktivis politik neo-konservatif.76 Organisasi yang didirikan 

Gaffney, Center for Security Policy, telah memproduksi laporan lengkap 

untuk melandasi kampanye ini. Buku mereka, Shariah: The Threat to 

America (dapat diunduh gratis di shariahthethreat.com), menyamakan 

kebijakan pemerintah AS terhadap Islam dengan era détente dengan Uni 

Soviet pada 1970-an, dua kebijakan yang mereka anggap keliru. Laporan 

ini  menolak “kebijakan koeksistensi, akomodasi, dan ketundukan,” 

Amerika: Kebebasan yang Luar Biasa, Ketakutan yang Mengada-ada 205

yang mereka anggap terlalu meremehkan ancaman Islam hanya terbatas 

pada ekstremisme kekerasan saja. Musuh sebenarnya, menurut mereka, 

“tidak hanya Al Qaeda tapi juga ratusan juta umat Muslim, yang bercita-

cita menegakkan hukum Syariah atas kita dengan memakai  kekerasan 

atau diam-diam.”77 Tanggapan Yerushalmi terhadap ancaman imajiner ini, 

model “Hukum Amerika untuk Pengadilan Amerika”, tidak secara eksplisit 

menyebutkan hukum Syariah, tapi pembukaan dan literatur pendukungnya 

jelas menunjukkan bahwa obsesi utamanya yaitu  hukum Syariah.78 

Pada 2011–2012, Arizona, Kansas, Louisiana, dan Tennessee menyetujui 

rancangan undang-undang yang bahasanya bersumber dari Yerushalmi.79

Sementara itu, di Alabama, Eric Johnson ikut dalam kampanye anti-

Syariah ini. Sejak 1980-an, dia telah bekerja menanggulangi apa yang 

dia anggap sebagai pudarnya religiusitas dan pengaruh Yudeo-Kristen di 

AS.80 Salinan Bill of Rights, sepuluh amandemen pertama atas Konstitusi 

AS, dalam bingkai besar digantung di samping ayat-ayat Alkitab dan foto 

Ronald Reagan di kantor hukumnya di pinggiran Kota Birmingham. 

Pada 2015, Johnson terlibat aktif dalam kampanye legislatif Alabama 

untuk menolak keputusan bersejarah Mahkamah Agung AS mengenai 

pernikahan sesama jenis. Tapi, pada 2014, kemenangan utamanya yaitu  

disetujuinya Amandemen Satu untuk konstitusi negara bagian. Johnston 

menawarkan-diri untuk membantu para legislator setelah menyaksikan 

kegagalan senator Gerald Allen dari Partai Republik untuk meloloskan 

rancangan undang-undang anti-Syariah pada 2011.81 Meniru hukum 

Oklahoma, rancangan undang-undang Allen tidak pernah mengalami 

kemajuan sebab  secara spesifik menyebutkan hukum Syariah. sebab  

itu, Johnson merancang sebuah amandemen konstitusi yang “melarang 

penerapan hukum asing yang melanggar hak warganegara yang dijamin 

oleh Konstitusi AS dan Alabama.”82 Pada 2013, diburu waktu di akhir 

sesi tengah malam, badan legislasi Alabama menyetujui rumusan yang 

memungkinkan pemilih memberikan suara untuk amandemen.”83 

Mayoritas pemilih meloloskan resolusi ini  pada November 2014 

dengan lebih dari 72 persen menyatakan setuju.84

Sekelompok kecil Muslim di Alabama merasa tak berdaya menghadapi 

arus Islamofobia ini. Ashfaq Taufique, presiden Birmingham Islamic 

Society, menerima sejumlah wawancara untuk menjelaskan bahwa hukum 

Syariah bukanlah ancaman bagi Alabama. Upayanya untuk menjangkau 

masyarakat itu bukanlah hal baru. Pusat pertemuan masyarakat sudah 

Bab 6206

bertahun-tahun membuka lebar pintunya untuk para pengunjung dan 

rutin menyelenggarakan kegiatan antar-agama. Di kalangan yang lebih 

progresif ini, umat Muslim, Kristen, dan Yahudi saling bekerjasama. 

Seperti Muslim di Mursfreesboro, Tennessee, Muslim di Birmingham, 

Alabama, pun diterima oleh lingkungan sekitarnya, bahkan pasca-peristiwa 

9/11. Ini membuat undang-undang anti-Syariah agak mengejutkan. Bagi 

Ashfaq, yang hijrah dari Pakistan dua dekade sebelumnya, dinamika ini 

mengingatkannya pada geopolitik Asia Selatan. Seperti hubungan India 

dan Pakistan, Islam yaitu  tampaknya yaitu  “liyan” dalam budaya politik 

Amerika.85

Muslim Amerika tidak sendiri dalam menahan gelombang dukungan 

terhadap perundangan anti-Syariah ini. Banyak orang dan organisasi yang 

melihatnya sebagai “usaha terselubung untuk menyebarkan sikap anti-

Muslim,” dalam sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Brennan Center 

for Justice di New York University.86 Ahli hukum maupun ahli agama 

menunjukkan bahwa ancaman hukum Syariah tidaklah nyata. Tidak 

ada bukti pengadilan AS tergoda oleh hukum Syariah atau kelompok 

Muslim berusaha mendesakkannya. Para pengusung anti-Syariah tidak 

pernah menyebut kasus di mana sistem peradilan AS menyelesaikan 

perselisihan berdasarkan hukum Islam. Tidak ada ancaman bagi kebebasan 

negara gara-gara persinggungan dengan sistem hukum asing. Pengadilan 

Amerika memiliki aturan yang telah mapan mengenai bagaimana merujuk 

hukum dari luar negeri, menurut para ahli.87 American Bar Association 

(ABA) begitu khawatir hingga merumuskan resolusi menentang “larangan 

pukul-rata” yang mencegah pengadilan memakai  hukum asing atau 

internasional, maupun “hukum atau doktrin agama tertentu.”88 ABA 

berpendapat bahwa meski suatu praktik agama tertentu dapat diatur, tapi 

“upaya menyasar agama seluruhnya atau memberi stigma kepada segenap 

umatnya, seperti yang secara eksplisit ditujukan kepada ‘hukum Syariah’, 

tidak sejalan dengan prinsip utama dan cita-cita hukum Amerika.” ABA 

menyebut contoh Mormonisme: “Meski Mahkamah Agung menghukum 

seorang Mormon dalam tuntutan poligami pada 1898 (waktu itu poligami 

masih diperbolehkan dalam Mormonisme), hukum yang dipakai bukanlah 

undang-undang ‘anti-Mormon’ secara umum, melainkan yang terkait 

perilaku spesifik yang dianggap membahayakan masyarakat.”89

Kelompok Kristen merupakan salah satu pihak yang menentang histeria 

anti-Syariah. Yang paling terkenal antara lain yaitu  Randy Brinson, 

Amerika: Kebebasan yang Luar Biasa, Ketakutan yang Mengada-ada 207

kepala Koalisi Kristen Alabama yang konservatif dan tokoh Republikan. 

Menurutnya, upaya ini  mengirimkan pesan yang keliru tentang 

Alabama. “Budaya lain akan melihat kita sebagai orang yang fanatik dan 

tidak simpatik terhadap budaya mereka,” jelasnya kepada saya.90 Dia menilai 

para pendukung amandemen telah mengeksploitasi ketakutan masyarakat 

dan memicu bias. Meski mendukung gerakan menghidupkan nilai-nilai 

Kristen tradisional, Brinson menilai bahwa sistem hukum yang ada tidak 

memerlukan undang-undang anti-Syariah. “Kita tidak membutuhkannya, 

seperti halnya kita tidak butuh amandemen konstitusi untuk berburu dan 

memancing,” terangnya. Tampil dalam segmen Daily Show mengecam 

Amandemen Satu, Brinson menjelaskan bahwa agama Kristen pun dapat 

dirugikan oleh hukum semacam itu, sebab  Yesus dan Injil juga berasal dari 

luar. Eric Johnson tidak terpengaruh oleh kritik semacam itu. Menurutnya, 

amandemennya tidak menetapkan hak atau larangan baru. Dia hanya 

memberikan “bimbingan” yang, meski tidak diperlukan sekarang, mungkin 

akan dibutuhkan di masa depan, mengingat populasi Muslim AS terus 

tumbuh. Hakim perlu diperingatkan agar tidak terpengaruh oleh pengacara 

yang mungkin memakai  argumen keagamaan saat  mewakili klien 

Muslim, katanya. Meski ada banyak kasus semacam itu, dia menyatakan 

bahwa amandemen itu terutama yaitu  “penangkal” untuk mengantisipasi 

masalah yang akan datang. Aspek unik dari hukum Syariah dibandingkan 

dengan, misalnya, Protestanisme, atau Katolisisme, atau Yudaisme, yaitu  

ada komponen politik dan hukum di dalamnya. Hal itu cenderung 

bersitegang dengan kebebasan yang dijamin konstitusi Alabama dan AS,” 

kata Johnston. “Kita hidup di dunia di mana berita tersebar dengan cepat 

ke seluruh dunia. Ini membuat kita menjadi lebih homogen; kita menjadi 

lebih mirip satu sama lain. Jika kita ingin mempertahankan eksistensi 

dan identitas khas kita, kita harus mempertahankan hukum kita dan 

menjaganya.”91

Beradaptasi dengan Kondisi luar biasa

Sebelum beralih dari AS, kita mesti berhenti sejenak untuk meninjau 

kembali bagaimana pelintiran kebencian beroperasi dalam konteks 

Amandemen Pertama yang luar biasa. Pertama, AS jelas membolehkan 

ujaran kebencian pada tingkat tertentu yang di negara demokrasi lainnya 

akan dikenai pidana atau setidaknya tuntutan pencemaran nama baik. 

Bab 6208

Belakangan ini, beberapa politisi menyebut umat Muslim “musuh Amerika,” 

menyamakan mereka dengan Nazi, mengusulkan agar mereka dikeluarkan 

dari militer AS dan mencabut kebebasan berbicara mereka, menyerukan 

pelarangan dan pembakaran masjid.92 Para pengamat dan pakar hukum 

dunia mengkritik kurangnya perlindungan hukum dari ujaran kebencian 

di AS. Dari perspektif teori ras kritis, visi doktrin Amandemen Pertama 

tentang pasar bebas pertarungan gagasan (marketplace of ideas) tidak 

cukup sensitif terhadap ketimpangan struktural yang membatasi partisipasi 

kelompok minoritas.

Kontroversi Mursfreesboro menunjukkan ketimpangan pasar 

bebas ini . Para sukarelawan di sebuah komunitas kecil yang tidak 

berpengalaman dalam lobi politik tiba-tiba harus berhadapan dengan 

kelompok kebencian level nasional. Meskipun penolakan di Mursfreesboro 

dipimpin politisi lokal, kampanye itu menarik dukungan tokoh Islamofobia 

yang terlibat dalam kampanye “Masjid Ground Zero”, di mana mereka 

bersusah-payah melawan tokoh sekaliber Michael Bloomberg, Walikota 

New York City. “Kita membicarakan tokoh-tokoh besar dari luar,” 

kata Saleh Sbenaty. “saat  isu Park51 mereda, mereka memindahkan 

pertempurannya ke sini.” Komunitas tidak punya pendanaan untuk 

menghadapi kemungkinan semacam ini. “Kami sama sekali tidak menduga 

ini dapat terjadi.”93

Meski demikian, kedua, Amandemen Pertama menetapkan batas 

bahaya yang dapat ditimpakan pelintiran kebencian kepada kelompok 

agama. Establishment Clause dan terutama Free Exercise Clause 

memberikan perlindungan bagi kelompok agama minoritas. Meski ada 

penolakan massa yang cukup gencar terhadap pembangunan masjid, 

Muslim di wilayah Bible Belt sekalipun dapat mengandalkan pengadilan 

untuk mempertahankan hak-hak mereka dalam menjalankan agamanya. 

“Konstitusi berpihak kepada kami,” kata Ossama Bahloul. Selain itu, 

Islamofobia tidak mencerminkan mayoritas warga Amerika, tambahnya. 

“Itulah sebabnya masjid ini dapat berdiri.”94

Begitu juga dengan hukum anti-Syariah, versi yang terang-terangan 

mendiskriminasi ditolak oleh pengadilan atau banyak dipertanyakan. 

Amandemen Satu Alabama, diakui perancangnya sendiri, yaitu  legislasi 

yang tidak berpengaruh terhadap hukum. Gugatan buku umumnya 

dapat ditolak oleh asosiasi profesional dan lembaga publik yang, bertolak 

Amerika: Kebebasan yang Luar Biasa, Ketakutan yang Mengada-ada 209

dari doktrin Amandemen Pertama, tidak sepakat jika penghinaan 

dijadikan dasar untuk melakukan sensor. Tapi yang membuat pelintiran 

kebencian berbahaya yaitu  sekalipun usaha-usaha untuk menggugat 

buku, pembangunan tempat ibadah, atau menekan minoritas itu dapat 

digagalkan, klaim yang dilancarkan para penyebar kebencian tetap berhasil 

menyudutkan komunitas sasaran dan membangkitkan kekhawatiran. 

Seiring berjalannya waktu—seperti ditunjukkan Donald Trump dalam 

pemilihan presiden 2016—diskursus semacam itu dapat mencemari ruang 

publik dan mengikis nilai-nilai kewargaan yang melandasi demokrasi 

Amerika.

Pada Maret 2015, Barack Obama berbicara di Selma, Alabama, untuk 

mengenang para pengunjuk rasa yang berhadapan dengan pemerintah rasis 

setengah abad yang lalu: “Berkat mereka, pintu-pintu kesempatan terbuka 

lebar tidak hanya bagi kulit hitam, namun bagi semua orang Amerika. 

Perempuan. Orang Amerika Latin. Asia, gay, penyandang disabilitas, 

mereka semua berjalan melalui pintu-pintu itu.”95 Bagi Musim di AS, 

sejarah ini  mungkin terasa manis sekaligus pahit, menawarkan janji 

Amerika yang semakin inklusif, tapi juga rasa putus asa, sebab  di tengah 

semua itu, kesetaraan belum terjamin sepenuhnya dan masih harus terus 

diperjuangkan.***

Bab 6210

211

Salah satu cara yang paling umum digunakan para penyebar kebencian 

untuk memfitnah sebuah kelompok yaitu  dengan menuduh Muslim 

sebagai teroris. saat  kubu Muslim membantah stereotip ini , 

para penyebar kebencian—tapi juga kalangan liberal yang mencoba 

membantu—mengatakan bahwa Muslim yang cinta-damai harus berbicara 

lebih lantang menolak kekerasan yang kerap dilakukan atas nama agama 

mereka. Mereka menyatakan bahwa umat Muslim perlu lebih gamblang 

dalam soal ini, baru orang lain akan tahu bahwa teroris yaitu  sebagian 

kecil kelompok yang tidak mencerminkan umat Islam pada umumnya.

Masalahnya, meski Muslim “moderat” berbicara, mereka tidak serta 

merta mendapatkan kesempatan untuk menyiarkan pesan damainya. 

Nyatanya, berbagai kelompok Muslim sudah berkali-kali mengecam 

terorisme dari kelompok yang menamakan diri Islamic State (Negara Islam, 

IS). Pada September 2014, lebih dari 120 pemimpin dan cendekiawan 

Muslim dari seluruh dunia mengemukakan bantahan atas klaim ISIS 

bahwa ideologinya didasarkan pada Alquran.1 Di Inggris, seratus imam 

Sunni dan Syiah bersatu membuat video Youtube yang menyatakan bahwa 

ISIS yaitu  haram dan bukan cerminan Islam.2 Akan tetapi, pernyataan-

pernyataan semacam itu bukanlah akhir dari persoalan. Sebuah kelompok 

agama yang berusaha melindungi identitasnya dari kalangan ekstremis 

bergulat dalam pertarungan citra dan simbol di ranah media yang tidak 

terkendali. Menemukan jurubicara yang efektif saja tak cukup; jurubicara 

ini  juga perlu bekerja sama dengan media massa. Sayangnya, seratus 

tokoh atau dai terkemuka yang melantunkan ayat-ayat perdamaian dalam 

Alquran tidak akan mendapatkan liputan berita sebanyak yang diperoleh 

7  

Melawan Melalui Media dan 

Masyarakat Sipil

Bab 7212

militan pinggiran yang memenggal orang Barat atas nama Tuhannya.

Perhatian yang pilih-pilih itu kadang memang disengaja. Fox News di 

Amerika Serikat jelas menggambarkan Muslim sebagai penyimak yang tak 

bersuara dalam pertempuran melawan IS, seraya membawa agenda yang 

lebih besar untuk meyakinkan warga Amerika bahwa mereka berada di 

tengah perang agama. Di salah satu episode acaranya, Greta Van Susteren 

termakan oleh misinformasi berita Fox sendiri, dan mengajukan tantangan: 

“Saya akan memberikan kesempatan kepada tokoh Muslim di tingkat 

nasional maupun internasional di acara On the Record ini, untuk mengecam 

ekstremisme Islam dan menyeru para pemimpin Muslim di setiap masjid 

untuk melakukan hal yang sama. Mengecam ekstremisme Islam.”3

The Council on American-Islamic Relations (CAIR, Dewan Hubungan 

Islam-Amerika) segera mengajukan diri, namun ditolak. Dua minggu 

kemudian, CAIR merilis videonya sendiri, menunjukkan bahwa mereka 

telah berulang kali menyuarakan kecaman Muslim Amerika terhadap 

ekstremisme dan terorisme agama. Mereka menyatakan bahwa setiap 

pernyataan mereka dikirim ke lebih dari 170 alamat email Fox News. “Dari 

waktu ke waktu, kami mendengar pembawa acara dan komentator Fox 

menyeru pemimpin Muslim untuk berbicara, menanyakan di manakah 

kecaman Muslim terhadap terorisme dan ekstremisme agama,” kata 

direktur eksekutif CAIR, Nihad Awad. “Itu pertanyaan yang bagus. Di 

manakah kecaman ini ? Jawabannya? Kecaman–kecaman ini  

ada di kotak-kotak pesan staf Fox.”4

Ungkapan di atas mengangkat tema penting terkait permasalahan 

yang dibahas pada bab ini. Bagaimana masyarakat merespon pelintiran 

kebencian tidak hanya bergantung kepada hukum, namun juga norma 

sosial—khususnya, apakah orang menganggap kebencian fanatisme dapat 

dimaklumi atau mesti dilawan, seberapa nyaman mereka dengan gagasan 

dan keyakinan yang berbeda, dan apakah rasa nasionalisme mereka 

didasarkan pada nilai-nilai demokrasi yang inklusif atau identitas budaya 

yang eksklusif. Sebagai contoh, mandulnya partai Islam di Indonesia, jika 

dibandingkan Mesir, misalnya, tidak dapat dijelaskan tanpa menimbang 

pengaruh moderat dua ormas Muslim di Indonesia. Demikian halnya, 

meski perundangan di India lebih ketat, ujaran kebencian dalam pemilihan 

umum lebih marak di sana dibanding kampanye presiden di AS, di mana 

norma keadaban dan toleransi mampu membendung retorika anti-

Melawan Melalui Media dan Masyarakat Sipil 213

Muslim Donald Trump, bahkan dari dalam partainya sendiri. India sendiri 

bukannya tidak melakukan perlawanan terhadap pelintiran kebencian. 

Pada 2014, kelompok Hindu garis-keras menggugat komedi Bollywood, 

PK, yang pesan utamanya sejalan dengan buku ini—bahwa para pengusaha 

mengeksploitasi kebutuhan keagamaan orang-orang demi keuntungan 

pribadi. Tersinggung oleh penggambaran satiris mengenai penyembahan 

dewa-dewa Hindu, para pemrotes menuntut larangan terhadap film 

ini , mengorganisir boikot, dan merusak bioskop. Para penonton 

bioskop tidak mengacuhkan mereka, menjadikan PK sebagai film terlaris 

dalam sejarah film India.5

Dalam bab ini, saya menelusuri peran aktor non-negara dalam 

menggalang respon masyarakat terhadap pelintiran kebencian. Bersama 

dengan pemerintah dan hukum, aktor-aktor ini—kelompok sekular dan 

ormas keagamaan, organisasi berita, dan media sosial, misalnya—menjadi 

bagian penting dari upaya membangun demokrasi yang menghargai 

perbedaan agama. Tetapi, seperti halnya kebijakan negara, media dan 

organisasi masyarakat sipil juga kerap menjadi bagian dari masalah, 

memfasilitasi, mendorong, atau bahkan melakukan pelintiran kebencian.

Campur Baur Lanskap Media

Episode pelintiran kebencian hampir selalu merupakan peristiwa media—

sebuah peristiwa yang dirancang untuk menarik perhatian melalui 

berita media massa. Bagaimana mereka melakukannya tergantung pada 

keputusan yang dibuat media. Editor menjalankan fungsi penjagaan yang 

melibatkan penentuan ide dan kepentingan yang harus memasuki ruang 

publik dari hiruk pikuk suara yang berebut masuk.6 Jurnalis juga memiliki 

peran pengungkapan atau pengawas. Mereka dapat mengungkap apa 

yang mesti diketahui publik tapi ditutup-tutupi kalangan elit. Jurnalisme 

pengawas (watchdog journalism) berperan mengungkap penipuan ganda 

dari pelintiran kebencian: yaitu kebohongan propagandanya serta motif 

dan kepentingan tersembunyi di belakangnya.

Ketergantungan masyarakat terhadap jurnalis profesional dan organisasi 

berita dalam menjalankan peran-peran ini  sudah menurun drastis 

berkat Internet, yang memungkinkan setiap orang untuk berbicara langsung 

ke publik. Meski demikian, berakhirnya penjagaan di tangan World Wide 

Web—serta berakhirnya jurnalisme itu sendiri—terlalu dibesar-besarkan. 

Bab 7214

Di banyak masyarakat, media cetak dan siaran masih memiliki jangkauan 

yang lebih luas dari Internet. Di negara-negara yang mayoritas warganya 

mengonsumsi media daring sekalipun, audiens cenderung condong 

pada platform Internet dari media mapan, di mana penilaian jurnalistik 

tradisional kira-kira masih berlaku. Manuel Castells, seorang teoretisi 

ilmu sosial, melihat bahwa “Komunikasi yang paling banyak tersosialisasi 

masih diproses melalui media massa, dan website berita yang terpopuler 

yaitu  situs-situs media arus utama, mengingat pentingnya merek pada 

sumber berita.”7 Segelintir editor tidak dapat lagi membungkam suara-

suara sumbang, namun mereka masih dapat mengangkat mereka yang 

suaranya dianggap penting dan layak mendapatkan perhatian. Bahwa setiap 

orang dapat memperoleh 15 detik ketenaran di Internet tidak serta merta 

membuat semua orang sama tenarnya. Di tengah hiruk pikuk, khalayak 

tetap mengandalkan sinyal-sinyal dari media. sebab  itu, jurnalisme yang 

bertanggungjawab kepada masyarakat penting untuk “menginformasikan 

masyarakat mengenai isu-isu kontroversial secara seimbang” serta 

“mencegah orang-orang termakan solusi muluk dan retorika ekstremis,” 

ujar Frank La Rue, mantan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-bangsa 

untuk Kebebasan Berekspresi.8

Media sangat berbeda-beda dalam memakai  kekuatannya 

sehubungan dengan pelintiran kebencian. Cita-cita pencarian kebenaran, 

akurasi, dan obyektivitas bergaung di antara para jurnalis di seluruh 

dunia.9 Namun, di luar generalisasi ini, kami menemukan banyak variasi 

tentang bagaimana mereka menempatkan diri dalam hubungannya 

dengan kepentingan yang kuat dan permasalahan sosial yang gawat. 

Berdasarkan survei internasional terhadap jurnalis di delapan negara 

(termasuk Indonesia dan Amerika Serikat, tapi bukan India), Thomas 

Hanitzch menemukan empat ciri khas dari fungsi jurnalis di Indonesia. 

Dalam perannya sebagai “diseminator populis,” jurnalisme berfokus 

untuk menarik khalayak luas, menangkap isyarat publik tanpa secara 

aktif menggiringnya. Peran “pengawas yang tidak memihak” menekankan 

upaya membantu khalayak membuat keputusan politik, seraya berusaha 

untuk tetap independen dan curiga terhadap elite. Peran “agen perubahan 

kritis” membawa peran pengawas ini  selangkah lebih jauh; dengan 

menempati posisi yang lebih intervensionis dalam memengaruhi 

perubahan sosial dengan mengangkat agenda dan memengaruhi opini 

publik. Terakhir, jurnalis sebagai “fasilitator oportunis” bermitra dengan 

Melawan Melalui Media dan Masyarakat Sipil 215

para elite, melayaninya sebagai pemandu sorak, dan membela kepentingan 

mereka. Hanitzch menemukan persepsi mengenai keempat peran ini  

di setiap negara yang dia teliti, meski bobotnya bervariasi antara satu negara 

dengan negara lain. Norma “pengawas yang tidak memihak” mendominasi 

demokrasi Barat, sementara lebih dari separuh jurnalis di Indonesia dan 

China tergolong “fasilitator oportunis.” Di sisi lain, jurnalis dari negara-

negara yang mengalami perubahan sosial besar, seperti Indonesia dan 

Turki, lebih memandang diri mereka sebagai aktivis, agen perubahan 

kritis, dibanding rekan-rekannya di negara demokrasi Barat yang stabil.10

Adanya pemaknaan yang beragam mengenai peran jurnalisme ini 

sejalan dengan teori demokrasi pers. Tidak ada satu jenis media yang 

dapat melayani semua kebutuhan komunikasi yang sangat majemuk dalam 

demokrasi.11 sebab  itu, menurut para ahli media seperti James Curran 

dan mendiang C. Edwin Bakerm, sistem media harus dinilai berdasarkan 

keberagamannya sekaligus kualitas bagian-bagiannya.12 Sebuah sistem 

media yang beragam akan memasukkan bentuk organisasi yang berbeda 

dan saling melengkapi. Senada dengan itu, UNESCO menyebutkan 

“pluralisme” sebagai salah satu tujuan dari pengembangan media. Lembaga 

ini mengatakan bahwa negara-negara membutuhkan “sektor media publik, 

swasta, dan komunitas yang dapat diandalkan” untuk menyuarakan 

“berbagai macam nilai sosial, politik, dan budaya; serta opini, informasi, 

dan kepentingan.”13

Organisasi berita komersial swasta—rumah utama jurnalisme—dalam 

sejarahnya lebih unggul dalam membangun kekuatan finansial guna 

menahan tekanan pemerintah. Tapi, hal ini cenderung bias terhadap 

kepentingan perusahaan dan pengiklannya. Penyiar layanan publik (public 

service broadcaster) yang independen seperti BBC yaitu  pelengkap 

yang penting. Meski bergantung kepada negara, anggaran dasar mereka 

mewajibkan mereka untuk menyediakan ruang bersama untuk rembuk 

nasional, memastikan semua suara yang relevan dapat terdengar dan 

seluruh kepentingan terwakili, terlepas dari nilai pasar. Sektor media 

komunitas, atau, lebih luas lagi, “media alternatif ”, mencakup organisasi 

masyarakat sipil, gerakan sosial, atau kelompok subkultur.14 Meski 

umumnya kecil, informal dan cenderung amatir, media komunitas sejalan 

dengan teori demokrasi radikal yang menekankan perlunya lebih banyak 

kontra-publik agar kelompok-kelompok marginal dapat mengembangkan 

“perilaku politik dan norma ujaran publik alternatif ”, jauh dari pengaruh 

Bab 7216

hegemonik dari kepentingan-kepentingan dominan.15 sebab  itu, di 

mana pun kita akan menjumpai media berita yang berhubungan dengan 

cara yang beragam dan kontradiktif dengan para penyebar kebencian 

dan kaum intoleran yang mereka pupuk. Beberapa media secara aktif 

melawan kekuatan-kekuatan ini , sementara yang lain secara pasif 

mencerminkan kecenderungan negatif. Dan beberapa akan dengan 

penuh semangat memfasilitasi kondisi yang terus memburuk itu, bersama 

dengan para elit yang menyuarakan intoleransi. Masyarakat mungkin perlu 

membatasi bentuk yang paling ekstrem dari media-media semacam itu. 

Tapi pertanyaan terpenting yaitu  apakah media yang buruk itu dinetralisir 

oleh media yang lebih baik, dan jika tidak, apa sebabnya.

Fasilitator Kebencian

Dalam genosida di Rwanda, istilah “hasutan” pun tidak dapat 

menggambarkan keterlibatan penyiar RTLM: “Stasiun radio tidak 

hanya mengobarkan genosida tapi juga mengorganisirnya, dengan 

mengidentifikasi sasaran, menyiarkan plat nomor kendaraan, tempat 

persembunyian para korban, dan seterusnya.”16 Untungnya, RTLM 

yaitu  pengecualian yang jarang terjadi. Meski demikian, tidak sulit 

menemukan aktivis dan media partisan yang kerjanya menggemakan 

para agen pelintiran kebencian. Kajian Fear, Inc. mengenai Islamofobia 

di Amerika Serikat (AS) mengidentifikasi beberapa media massa yang 

melipatgandakan ketakutan dan kebohongan mengenai Muslim dari 

segelintir aktivis anti-Islam.17 Fox News b