Bangsa Israel yaitu bangsa atau umat pilihan Allah, yang secara pemerintahan
bangsa langsung dipimpin oleh Allah; dalam sistem pemerintahan disebut pemerintahan
“teokrasi,” dimana pucuk kepemimpinan yaitu di tangan Tuhan semesta alam (ALLAH).
Dan dalam perjalanan waktu saat bangsa Israel menjadi sebuah bangsa yang besar tradisi-
tradisi kehidupan dipimpin TUHAN menjadi bagian yang harus dituturkan kepada anak-cucu
secara terus menerus agar tidak kehilangan jejak, apalagi saat akhirnya Israel memilih untuk
dipimpin oleh “raja” dan tidak lagi memakai pemerintahan teokrasi.
Akhirnya kita menemukan fakta ada pendidikan bagi orang-orang Israel di
“sinagoge,” yang secara sejarah sangat susah menemukan kapan mulai ada pendidikan di
sinagoge-sinagoge; tetapi faktanya kita menemukan dalam Perjanjian Baru bahwa Yesus
juga para rasul sering datang dan mengajar di sinagoge. Biasanya pada hari sabat orang
Yahudi akan berkumpul di sinagoge untuk mendengar guru Yahudi (rabi) membaca Kitab
Suci dan Taurat. Juga dalam hari-hari lain anak-anak lelaki Yahudi di ajar di sinagoge-
sinagoge untuk memperdalam pendidikan agama, selain di rumah setiap anak-anak mendapat
pengajaran dari orang tua mereka. Daud yaitu salah satu contoh hasil pendidikan Yahudi
dengan pendidikan agama yang baik, tetapi juga pelajaran tata krama, musik juga latihan
keprajuritan (1 Samuel 16:18).
Dalam tradisi Yahudi pendidikan agama merupakan tanggung jawab orang tua, tanpa
terkecuali apakah orang tua mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Orang tua harus
mengajar anak-anak mereka; bahkan orang tua mengajar sampai kepada cucu mereka, karena
memang kebanyakan keluarga Yahudi tinggal dalam satu rumah dalam keluarga besar.
Nenek moyang kaum Israel, Abraham, Ishak dan Yakub menjadi guru bagi seluruh
keluarganya. Sebagai bapak-bapak dari bangsanya, mereka bukan saja menjadi imam
yang merupakan pengantara antara Tuhan dengan umat-Nya, tetapi juga menjadi guru
yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia itu dengan segala
janji Tuhan yang embawa berkat kepada Israel turun-temurun. Tuhan telah memilih
dan memanggil Abraham dari jauh untuk melayani kehendak-Nya yang agung itu
guna keselamatan seluruh umat manusia. Bimbingan dan maksud Tuhan itu perlu
dijelaskan kepada segala anak cucunya.2
Ulangan 4:9; 11:19; 32:46, memberitahukan kepada kita bagaimana Allah
memerintahkan kepada setiap orangtua Yahudi untuk mengajar tentang Allah kepada anak-
anak dan cucu mereka.
Tetapi waspyaitu dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang
dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari
ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu
cicitmu semuanya itu...(Ulangan 4:9)
Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila
engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila
engkau berbaring dan apabila engkau bangun (Ulangan 11:19)
Setelah Musa selesaimenyampaikan segala perkataan itu kepada seluruh orang Israel,
berkatalah ia kepada mereka: “Perhatikanlah segala perkataan yang keperingakan
kepadamu pada hari ini, supaya kamu memerintahkannya kepada anak-anakmu untuk
melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat ini, (Ulangan 32:46)
Orangtua di dalam rumah tangga Yahudi sangat berperan dalam mendidik anak-
anaknya, orangtua mengajar langsung tentang kebiasaan, tatakrama dan kepercayaan kepada
Allah; orangtua membawa anak-anak mereka ke Bait Allah. Kita bisa melihat bagaimana
Yusuf dan Maria membawa Yesus pada waktu berumur 12 tahun ke Bait Allah (Lukas 2:41)
Asaf sang pemazmur dalam Mazmur 78 menuliskan bait-bait nyanyian tentang
pentingnya memberitahukan atau mengajar kepada anak-anak agar takut akan Tuhan,
memegang perintah Allah dan tidak seperti kegagalan nenek moyang mereka yang jatuh
bangun bahkan gagal mengikuti kehendak Allah.
Pasanglah telinga untuk pengajaranku, hai bangsaku, sedengkanlah telingamu kepada
ucapan mulutku. Aku akan membuka mulut mengatakan amsal,aku mau
mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala. Yang telah kami dengar dami ketahui,
dan yang diceritakankepada kami oleh nenek moyang kami.kami tidak hendak
menyembunyikan kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan menceritakan
kepadaangkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan
perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya.Telah ditetapkan-Nya peringatan
di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel, nenek moyang kita diperintahkan-
Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka, supaya dikenal oleh
angkatan yang kemudian, supaya anak-anak, yang akan lahir kelak, bangun dan
menceritakannya kepada anak-anak mereka,supaya mereka menaruh kepercayaan
kepada Allah dan tidak melupakanperbuatan-perbuatan Allah, tetapi
memegangperintah-perintah-Nya.
Jadi sangat jelas bahwa bagaimana warna tingkah laku dan iman anak-anak dan
generasi berikutnya merupakan gambaran seperti orang tua sesungguhnya mendidik mereka;
itu sebabnya Allah menaruh kepedulian kepada anak-anak, karena mereka generasi yang akan
meneruskan sejarah kehidupan iman nenek moyang mereka.
Anak-anak mutlak menempati posisi khusus dalam gereja. Mereka yaitu benih
gereja, harapan masa depan. Tuhan sendiri memberi tempat khusus bagi mereka. Ia
mendatangkan kerajaan-Nya turun temurun, dari orang tua kepada anak-anak. “Lahir
dalam rumah Kristen” bukanlah kebetulan, melainkan karunia dan pimpinan Tuhan
yang tak dapat di sangkal. Baptisan yaitu tanda dan materai yang indah dari
kenyataan ini . Tapi baptisan itu juga mewajibkan orangtua dan gereja menjaga
kualitas pendidikan ajaran Kristen, baik di rumah tangga, di sekolah maupun dalam
katekisasi3
Berkaca dengan sejarah Israel bagaimana pentingnya keluarga (oikos) yang terdiri
dari Ayah, Ibu, Anak-anak dan setiap orang yang ada dalam satu rumah/kemah, menjadi
bagian dalam mewariskan ajaran Iman dan segala pembelajaran hidup, maka pendidikan di
dalam keluarga tidak bisa dikesampingkan, walaupun sesibuk apapun orang tua dalam
pekerjaan. Karena kalau tidak mendidik anak-anak sejak dini dalam keluarga, maka suatu
generasi bisa menjadi generasi yang “terhilang,” dalam artian generasi yang tidak takut
TUHAN dan bahkan tidak mengenal TUHAN.
Sering orangtua menyerahkan pendidikan anak-anak termasuk pendidikan agama
(iman) kepada sekolah dan gereja; orangtua merasa sudah memberikan yang dibutuhkan
untuk kebaikan masa depan anak. Itu sesungguhnya hanya sebagian dari keutuhan
pendidikan bagi anak; karena anak-anak Kristen (orang percaya) membangun pendidikan
bagi anak secara bersama, yaitu: Keluarga, Sekolah dan Gereja.
Di Israel Purba, perbuatan-perbuatan Allah (Yahwe) yang tercatat dalam kitab Taurat
ditanamkan oleh para rabi ke dalam hati sanubari murid-muridnya. Segala pengajaran
dilakukan secara lisan dari generasi ke generasi, baik melalui orang tua maupun oleh para
guru (rabi).
Beth-ha-sefer
Pada abat-abad pertama masehi, bangsa Yahudi mengadakan semacam sekolah dasar
yang disebut “beth-ha-sefer”(beth=rumah, sefer=kitab); yang artinya “rumah sang kitab”.
Di sekolah inilah pengetahuan tentang Taurat diajarkan kepada anak-anak Yahudi. Taurat
dibaca berulang-ulang dan anak-anak wajib menghafalkan secara seksama dan harafiah.
Sejak umur 6 atau 7 tahun anak-anak yahudi sudah di bawa oleh orang tuanya ke pengajaran
rabi di sekolah ini; dengan tujuan untuk mendapat pengetahuan tentang Taurat. Dalam
kehidupan agama Islam kebiasaan ini masih terus dilestarikan, yaitu anak-anak sejak dini
belajar membaca dan menghafal Kitab Suci, tanpa harus mengerti arti dan maksud dari
bacaan dan hafalan ini .
Beth-ha-midrash
Tingkat yang lebih tinggi untuk pengajaran hukum di beth-ha-sefer diberikan di
“beth-ha-midrashy” (beth=rumah, midrash=pengajaran) yang memiliki arti “rumah
pengajaran.” Di sekolah ini bukan hanya siswa dituntut untuk menghafal Taurat secara literal,
melainkan sudah diajarkan tentang manfaat dan makna Taurat itu. Pada usia 12-13 tahun
anak-anak yahudi dituntut sudah bisa sepenuhnya menaati dan melaksanakan hukum Yahudi,
yaitu “mitswoth,” dan pada tahap ini anak lelaki Yahudi telah dianggap sebagai “bar-
mitswa,” yang artinya “anak-anak hukum taurat.”
Kurikulum dan Bahan Pengajaran
Berbicara tentang pendidikan atau pengajaran, tentu juga harus mengerti tentang
bahan dan kurikulum yang dipakai dalam belajar; termasuk juga dalam pengajaran Yahudi.
Pengajaran anak-anak yahudi mulai dari usia dini yang mendapat pendidikan langsung oleh
orang tua mereka di rumah, tentang tatakrama, dan iman kepada Allah, beserta ritual
keagamaan Israel.
Umur 5 tahun; anak-anak mulai diberi pelajaran dasar membaca Taurat. Pada umur
ini anak-anak mulai membaca dan menulis, terutama membaca dan menghafalkan Taurat.
P o l a P e n d i d i k a n B a n g s a I s r a e l S e b a g a i M o d e l D a l a m
P e n a n a m a n I m a n K e p a d a G e n e r a s i B a r u | 63
Umur 10 tahun; mulai dengan mitswa (pengajaran); pada tataran ini anak-anak sudah
diajar tentang makna dan arti dari hukum Taurat, bukan lagi hanya menghafal, tetapi sudah
tahu maknanya.
Umur 12-13 tahun; menjalani sebagai bar-mitswa, (menjalankan peraturan/hukum
Yahudi. Mereka sudah dianggap mumpuni dalam hal hukum taurat dan melaksanakannya,
sehingga anak-anak di taraf ini disebut juga anak syariat atau anak Torah (The son of law).
Ada bukti bahwa pelajaran menghafal Taurat ini merupakan dasar keimanan anak-anak
Yahudi yang akhirnya anak-anak Yahudi sangat tahu identitasnya, keyakinannya dan sangat
militan dengan imannya kepada Allah (Yahwe). Bagaimana dengan orang percaya saat ini?
Apakah orang tua dan guru-guru agama baik di sekolah umum maupun di gereja mengajar
anak-anak akan pentingnya menghafal firman Tuhan?
Pendidikan Taurat Yahudi bisa terlaksana dengan baik karena adanya komunitas
(jemaat) yang beriman teguh. Pendidikan itu dilaksanakan di sinagoge, sebagai tempat
berkumpul, belajar agama dan beribadah, karena mereka mau mengajar kepada anak-anak
agar kelak menjadi dewasa dalam segala aspek kehidupan dan menjadi bagian dari umat di
sinaoge. Ini sangat penting bagi kita untuk membawa anak-anak ke rumah Tuhan (gereja
sekarang) agar anak-anak tumbuh dewasa dalam segala aspek kehidupan termasuk imannya
sehingga akan menjadi bagian dan meneruskan komunitas orang percaya dalam gereja.
Sesungguhnya antara orangtua di rumah, guru di sekolah umum dan guru sekolah minggu di
gereja, bias duduk bersama dalam komunitas pengajaran yang saling bergandengtangan
dalam keberhasilan pengajaran kepada anak-anak, sebagai generasi penerus.Ada empat
pelajaran utama di Sinagoge, yaitu:
Syema Yisrael
Syema Yisrael artinya: “Dengarlah hai orang Israel,” yang merupakan kredo atau
pengakuan iman dan pengucapan syukur yang dibaca tiap hari pada waktu pagi dan malam
dalam ibadah di sinagoge.
Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa. Kasihilah
TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa
yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah
engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada nak-anakmu dan membicarakannya
apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila
engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya
sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah menjadi lambang di dahimu, dan haruslah
engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.
(Ulangan 6:4-9)
Dengarlah, hai orang Israel; yaitu bagian yang sebut sebagai Syema/Shema (ibrani:
Shama=mendengar). Bagian ini sangat di kenal oleh orang Yahudi pada zaman Yesus
karena diucapkan setiap hari oleh orang Yahudi yang saleh dan secara tetap di ibadah
sinagoge. Shema ini merupakan pernyataan terbaik tentang kodrat monotheisme
Allah; pernyataan ini diikuti dengan perintah ganda kepada bangsa Israel; Untuk
mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, dan untuk mengajarkan
iman mereka dengan tekun kepada anak-anak mereka.
Syemone Esre
Syemone Esre yaitu doa yang terdiri dari 18 pengucapan, yang diucapkan setiap
hari; pagi, sore dan malam dalam ibadah di sinagoge. Doa ini mengndung ucapan syukur dan
puji-pujian terhadap Allah Abraham, Ishak dan Yakub, serta doa akan pemulihan Yerusalem
dan Tahta Daud. Sampai sekarang ini menjadi bagian penting dalam doa bagi orang Yahudi.
Tehillah
Tehillah yaitu pembacaan Taurat dengan di lagukan/dilantunkan; seperti orang
moslem membaca Al’Quran (tahlil). Pembcaan Taurat menduduki psoisi penting, karena
Taurat yaitu bagian Kitab Suci yang sentral bagi orang Yahudi. Iman dan kehidupan orang
Yahudi seluruhnya didasarkan atas Taurat. Pengajaran dengan cara dibacakan dan dijelaskan
dalam ibadah di sinagoge, dan ini merupakan tradisi paling tua dalam kehidupan orang
Yahudi.
Hari-hari Raya
Anak-anak Yahudi diajar untuk memelihara hari raya dan peringatan hari besar yang
lain; ada beberapa hari raya penting yang selalu menjadi bagian perayaan kehidupan orang
Yahudi, yaitu:Sabath (Keluaran 23; Ulangan 5:2)Hari Raya Tujuh Minggu (Kel.34:22;
Ul.16:10) ; Hari raya Roti Tak Beragi (Kel.23:15; 34:18; Mat.26:17) ; Hari Raya Pondok
Daun (Im.23:34; Ul.16:13; Yoh.7:2) ; Hari raya Pentakosta (KPR.2:1; 20:16; 1 Kor.16:8) ;
Hari Raya Pentabisan bait Allah/ Hanukah (Yoh.10:22) ; Hari Raya Pengumpulan Hasil
(Kel.23:16; 34:22) ; Hari raya Pendamaian/Yon Kippur (Im.23:26; 35:9) ; Hari Raya Purim
(Kitab Ester) ; Hari raya Paskah (Kel.12:11; Im.23:5; Mat.26:2)
Tempat dan Sistem Pembelajaran
Dalam tradisi Israel kuno, kita bisa melihat bagaimana orang-orang Israel
diperintahkan dan dibagi-bagi oleh Daud (I Tawarikh 25) di bawah ayah mereka anak-anak
Israel didik dan dilatih melaksanakan tugas pelayanan di Bait Allah. Ada indikasi bahwa
anak-anak Israel didik oleh ayahnya di rumah mereka masing-masing.
Di Israel segala sesuatu harus saling membantu dan bekerjasama untuk mendidik
anak-anak dan orang dewasa agar menjadi anggota-anggota persekutuan agama itu,
yang insaf akan panggilannya dan dengan segenap hatinya ingin mengabdi kepada
Tuhan dalam segala gerak-gerik hidup mereka. Untuk itu juga dipergunakan masa-
masa raya yang memperingakan kaum Israel akan peristiwa-peristiwa yang besar
yang dialami nenk moyang mereka zaman dulu, misalnya perayaan pesta Paskah.
Berhubung dengan hari-hari raya itu bapa-bapa menceritakan kepada anak-anaknya
P o l a P e n d i d i k a n B a n g s a I s r a e l S e b a g a i M o d e l D a l a m
P e n a n a m a n I m a n K e p a d a G e n e r a s i B a r u | 65
tentang segala pimpinan dan berkat Tuhan pada masa lampau, supaya menjadi
pelajaran dan penghiburan bagi merka sekalian pada masa kini.5
Pengajaran atau bimbingan dalam rumah pengajaran (beth-ha-midrasy) erat kaitanya
dengan rumah ibadat (sinagoge) orang yahudi. Di sisni anak-anak duduk di kaki guru-guru
Torah dan menerima pengajaran. Dalam kenyataannya tidak semua anak-anak Yahudi
mendapat kesempatan atau bisa mengikuti jenjang beth-ha-midrash; kebanyakan dari anak-
anak Yahudi hanya dapat mengikuti pengajaran dalam pembacaan Torah di rumah ibadah
(sinagoge) seminggu sekali pada hari Sabath.
Kita tidak bisa mengetahui dengan tepat kapan pertama kalinya sekolah-sekolah
sinagoge didirikan; ada pendapat itu sejak pada masa pembuangan di Babel, saat orang
Israel/Yahudi tidak bisa datang ke Bait Allah, mereka berkumpul dan berdoa di sinagoge.
Kapanpun sekolah ini dimulai, akhirnya sampai sekarang menjadi bagian penting dari
pendidikan orang Yahudi. Terlebih sinagoge itu menjadi ikon Yudaisme.
Selama masa pembuangan ke Babel, kaum Yahudi itu makin lama makin sadar lagi
akan amanat dan panggilannya. Para katib mereka banyak mencurahkan perhatian
kepada kitab-kitab suci bangsanya. Dibangunlah rumah-rumah sembahyang dan
sekolah-sekolah agama, tempat diajarkannya kepada jemaat Yahudi itu segala tradisi
agama yang telah diserahkan nenek moyangnya berabad-abad lamanya. Dan
sekembalinya kaum yahudi itu ke tanah airnya, maka pembacaan taurat mulai
memegang peranan yang amat penting di pusat hidup keagamaan mereka. Ilmu
ketuhanan bertambah-tambah diutamakan; banyak sarjana yahudi yang menyelidiki
dan menafsirkan kitab-kitab suci dengan teliti. Sekolah-sekolah dan mazhab rabbi
yang masyur itu mulai muncul, berkembang dan berkuasa.6
Dalam ruang kelas itu terdapat sebuah podium kecil yang tinggi letaknya tempat guru
(rabi) duduk bersilang kaki. Di depan guru terdapat sebuah rak pendek dengan gulungan-
gulungan naskah yang berisi bagian-bagian pilihan dari Perjanjian Lama. Buku-buku
pelajaran tidak ada; murid-murid duduk di lantai dekat kaki guru ini . Kelas-kelas tidak
digolongkan menurut usia; semua murid belajar bersama-sama dalam ruangan yang sama.
Dalam praktek di kelas, guru akan menyalin sebuah ayat untuk dibaca keras-keras oleh para
siswa yang lebih kecil sampai mereka menguasai ayat ini ; sementara itu guru membantu
anak-anak yang lebih tua untuk membaca satu perikop dari Kitab Imamat. Bagi kita mungkin
situasi kelas dan kebisingannya akan mengganggu, tetapi tidak untuk mereka.Butuh
konsentrasi tinggi dan focus yang jelas akan tugas pembelajaran masing-masing anak untuk
bisa menyerap pembelajaran dalam suasana hiruk pikuk kebersamaan ini; malah saya
membayangkan mungkin ini akan menjadi kebersamaan yang saling menolong, misalnya ada
yang membaca dan melantunkan Taurat tidak tepat, maka yang lain atau murid yang lebih
besar akan menolong membetulkan; dan kebersamaan komunitas ini justru semakin
memperkuat rasa kebersamaan dan loyalitas sebagai satu bangsa, satu agama dan
kepercayaan.
Kita bisa melihat benang merah yang tak terputus
dalam model pembelajaran tentang keimanan
kaum Yahudi atau orang Israel, yaitu bahwa anak-
anak ada di bawah tanggung jawab orang tua
untuk memperkenalkan Allah yang Esa dalam
hidup mereka dalam keseharian, dari zaman Israel
kuno sampai Israel/yahudi masa sekarang; juga
secara komunitas (bangsa) bagaimana mereka
menjaga generasi penerus dengan tetap
mengajarkan tentang Allah dan tradisi yang harus diikuti.
Tuhan menggunakan orangtua yang takut akan Tuhan (saleh) untuk memimpin
keluarga yaitu anak-anak dan seluruh kaum yang ada dalam keluarganya, untuk hidup benar
di dalam Tuhan; sehingga akan mucul generasi yang takut akan Tuhan. Dengan kata lain kita
bisa belajar tentang kualitas iman anak-anak dan kaitannya dengan kesalehan orangtua; ada
banyak contoh di dalam alkitab yang bisa kita pelajari berkaitan pengaruh Orangtua dalam
menjaga iman kepercayaan anak-anak kepada Allah.
Dalam kesimpulan tulisan ini, ijinkanlah penulis menceritakan ulang tentang
keluarga-keluarga saleh yang sangat mempengaruhi generasi berikutnya, yang ada dalam
Alkitab.
Orangtua Samuel
Sauel yaitu anak dari Elkana dan Hana. Elkana yaitu orang yang saleh dan taat
pada Tuhan, bukti kesalehan Elkana bisa kita lihat dari ketekunannya pergi ke syilo untuk
beribadah; dimana ia juga membawa seluruh keluarganya untuk beribadah. Elkana
menunjukkan bahwa ia yaitu seorang imam yang baik untuk keluarganya. Sedangkan
istrinya Hana yaitu seorang pendoa; Ia berdoa memohon kepada Tuhan agar diberi anak, Ia
juga dengan tulus dan berani mengembalikan anak pemberian Tuhan itu kepada Tuhan; ini
menunjukkan bahwa Hana sangat dekat dan percaya ddengan Tuhan.
Kesalehan Elkana dan hana mendatangkan berkat yang luar biasa yaitu lahirnya
Samuel; dan akhirnya Samuel menjadi hamba Tuhan yang luar biasa bagi umat Israel,
Orangtua Simson
Simson yaitu anak dari Manoakh, ibunya bahkan tidak disebutkan dalam Alkitab.
Sebelum Simson dilahirkan, Ia telah ditetapkan menjadi Nazir Allah seumur hidupnya.
Manoakh tahu dan sadar akan kehendak Tuhan itu, maka ia berdoa meminta hikmat untuk
menjaga hidup anaknya. Simson kemudian tumbuh menjadi pahlawan Israel yang kuat dan
gagah perkasa pada zamannya dan mengalahkan musuh Israel.
Orangtua Yohanes Pembaptis
Yohanes pembaptis lahir bagi satu keluarga yang telah lanjut usia, yaitu Imam
Zakharia dan Elisabet. Allah mendengar doa Elisabet yang sudah tua dan mandul yang telah
kehilangan harapan, Allah menunjukkan kasih setia-Nya dengan mengirimkan seorang
putera. Seakan tidak percaya Zakharia berlutut dan memuji Allah-nya atas perbuatan-Nya
itu. Nama anak itu Yohanes, sudah menjadi tanda ajaib bagi orang-orang disekitarnya
sehingga mulai mempercayai harapan baru datang dari Allah yang telah lama hilang. Pada
akhirnya Yohanes Pembaptis menjadi nabi yang membuka jalan bagi kedatangan Juru
Selamat.
Melalui orangtua-orangtua dalam kisah di atas kita dapat menyadari betapa
pentingnya kesalehan orangtua dalam membina generasi berikutnya. Oleh karena itu marilah
kita sebagai orang tua atau orang-orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-
anak/generasi ini, dengan terus menunjukkan kesalehan di dalam Tuhan dan dihadapan anak-
anak generasi ini, sehingga mereka boleh percaya dan hidup berkenan dimata Tuhan.