Tampilkan postingan dengan label peradaban barat 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label peradaban barat 1. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Januari 2025

peradaban barat 1



 Jo kn Hoeppner Moran Crtrz, dalam hrlisannya berjudul

''ffi. "Populnr Attitudes touards Islnm in Medieoal Europe" mencatat

?*,,*,f,W banyak data menarik seputar legenda-legenda yang hidup di

kalangan masyarakat pada Zarnan Pertengahan terhadap Islam. Doktrmen Clnnson de Roland (sekitar tahun 1100 M) yang ditemukan di

Inggris pada abad ke-19 memberikan gambaran bahwa kaum Muslimin (yang mereka sebut sebagai Sarncens), yaitu  musuh Kristen.

Mtrslimin yaitu  penyembah berhala (idoloters) dan akan kalah melawan Kristen, yang hidupnya dibimbing oleh matahari, malaikat

dan Tuhan. Muslim digambarkan banyak terlibat dalam penipuan;

mereka mengorbankan anak pertama mereka; bersifat pengecut, dan

berperang demi mengejar kekayaan, wilayah, dan perempuan. Kaum

Muslimin juga digambarkan akan menghancurkan berhala-berhala

mereka saat mereka kalah dalam peperangan.

Cerita dalam Clnnson de Roland, menumt CrLtz, yaitu  sebuah

legenda yang dibuat untuk memberikaninnge kepahlawanan terhadap Charlemagne. Faktanya, pada tahun 778M, saat bemsia muda,Charlemagne tercatat sebagai salah satu pembela gubemur Muslim

Barcelona dan Saragossa melawan Khalifah Umayyah di Cordoba.

Misi Charlemagne gagal. Saat perjalanan pulang, pasukan Charlemagne melakukan pembunuhan dan perampokan di Kota Pamplona.

Pasukan Basque/Wascons (Kristen) kemttdian melakukan pembalasan dan berhasil mengalahkan pasukan Charlemagne. Cerita ini

selaltr disembunyikan oleh Charlemagne. "Uniknya" dalam Chanson

de Roland, Charlemagne digambarkan telah berhasil menaklukkan

semua Spanyol, kecuali Saragossa. Juga, digambarkan seolah-olah

musuh utama Charlemagne bukanlah pasukan Wascons, tetapi kaum

Muslimin (Saracens), yang jahat.l

Cerita tentang Charlemagne ittr tampaknya dikarang untuk menutupi kelemahan Charlemagne, seorang Raja yang dalam seiarah

Kristen memiliki peranan besar dan kemudian dikenal melakukan

terobosan besar dalam sejarah hubungan antara Gereja dengan negara pada zarnatt pertengahan Eropa. Dialah raia Eropa pertama

yang diberi gelar "Entperor of tlte Ronlans" oleh Paus. Sosok ini digambarkan sebagai pahlawan Kristen Eropa yang sukses menaklukkan kaum Muslimin di Spanyol. Menaklukkan katrm Mttslimin saat

itu merupakan prestasi luar biasa dan sangat legendaris, karena kala

itu Muslimin memiliki tingkat peradaban yang lebih ti.ggi ketimbang masyarakat Kristen Eropa. Legenda-legenda tentang raia-raia

semacam ini mempakan hal yang biasa dalam seiarah di berbagai

bagian dunia. Legenda atau cerita kepahlawanan (epic) lain yang

memberikan gambaran buruk tentang Islam yaitu  cerita tentang

Aymeri of Narbonne dan putranya, William of Orange. Dalam legenda ini, Muslim digambarkan lebihburuk ketimbang yang ada dalam

Chanson de Roland. Selain digambarkan sebagai penyembah berhala,

Muslim digambarkan sebagai pencipta segala benhrk kejahatan, mtrsuh Ttrhan, dan pemuja setan. Mereka memakan tawanan peranS,

mengkhianati perjanjian, dan menjualbelikan wanita mereka. Mereka yaitu  manusia-manusia kejam, pengkhianat, dan menyembah

banyak dewa, seperti Mahomet, Cahu, Apollyon, dan Tervagant.Legenda dan mitos-mitos ternyata memainkan babak-babak sejarah penting dalam hubungan Muslim-Kristen Eropa. Legenda-legenda dan mitos-mitos tentang Islam dan kaum Mttsiim yang dibangun oleh tokoh Gereja, seperti Paus Urbanus II dalam menggelorakan Perang Salib (Crlrsnde) rnernainkan peran penting dalam

perlakuan Pasukan Salib terhadap kaum Muslimin--juga kaum Yahudi dan agama lainnya. Setelah Paus Urbanus II melakukanpidatonya yang terkenal diTlrc Council of Clermont, tahun 1.095,yangmemberikan gambaran, bahwa Muslimin (the Tirks) telah membantai

kaum Kristen dalam gereja-gereja mereka, maka pasukan Salib yang

memasuki Jemsalem (1,099) kemudian melakukan pembantaian besar-besaran terhadap penduduk Kota Suci itlu. Fulclrcr of Clnrtress

menyatakan, bahwa darah begihr banyak tertumpah, sehingga

membanjir setinggi mata kaki: "lf you had been tlrcre your feet wotrld

lmae been stained to tlrc ankles in the blood of the slain." Seorang tentara

Salib mentrlis dalam Gesta Francorunl, bagaimana perlakuan tentara

Salib terhadap kattm Muslimin dan penduduk Jemsalem lainnya,

dengan menyatakan, "bellrm pernah seorang menyaksikan atau

mendengar pembantaian terhadap 'kaum pagan' yang dibakar dalam hrmpukan manusia seperti piramid dan hanya Tuhan yang tahu

berapa jumlah mereka yang dibantai."3

Diperkirakan, penduduk Jemsalem yang dibantai pasukan Salib sekitar 30.000 orang. Puluhan ribu kaum Muslim yang mencari

penyelamatan di atap Masjid al-Aqsha dibantai dengan sangat sadis.

Kekejaman pasukan Salib di Kota Jemsalem memang sangat sulit dibayangkan akal sehat. Setahun sebelumnya, pada 1098, tentara Salib

itur juga telah membunuh rahlsan ribu kaum Muslimin di Marra't

un-Noman, salah sahr kota terpadat di Suriah. yaitu  menarik mencermati'legenda-legenda dan mitos-mitos' tentang kaum Muslimin

yang dibangun oleh Paus Urbanus II pada 1095 saat memprovokasi

kaum Kristen agar melakukan Perang Salib tersebut. Patrs, ketika

ihr, menyerukan perang Suci (Crrrsade) melawan "kaum kafir yang

sedang menguasai'makam' Kristus" (tlrc infidels wlrc were in posses'

sion of Christ's sepulcher). Paus juga menjanjikan suahr Pengampunan

dosa kepada siapa saja yang bergabung dengan ekspedisi pasukan

Salib itu. Dan bagi siapa yang mati, dijanjikan masttk sorga. Karena

seruan Paus ihllah, maka kaum Kristen sangat antusias menyambutnya. Ratusan ribu orang bergabung dengan pasukan salib. Bahkan,

banyak yang menjual hartanya dan menjahit sendiri tanda-tanda saIib pada baju yang dikenakan untuk ekspedisi ke Palestina. Paus

urbanns II menyebut musuh kaum Kristen ihr sebagai "The seliuq

Tttrks". "Seljuq Ttffks", kata Paus, yaitu  bangsa barbar dari Asia Tengah yang banr saja menjadi Muslim. Bangsa ini telah menaklukkan

sebagian wilayah kekaisaran Imperium Kristen Byzantium. Paus

mendesak agar para ksatria Eropa menghentikan pertikaian antar

mereka dan memusatkan perhatian bersama, unhlk memerangi musuh Tuhan. Bahkan, kata Paus, bangsa Turki itu yaitu  bangsa terkutuk dan jauh dari Tlrhan. Maka, Paus menyerLrkan, "membunuh

monster tak bertuhan seperti ihr yaitu  suahr tindakan suci; yaitu 

suatu kewajiban Kristiani unhrk memusnahkanbangsa jahat itu dari

wilayah kita." Dampak serLlan Paus ittl memang luar biasa pada sikap dan tindakan pasukan salib di Jerusalem dan berbagai wilayah

lain. Di Jemsalem, hampir semlra penduduknya dibantai. Laki-laki,

wanita, anak-anak, tanpa pandang bulu dibantai di jalan-jalan, lorong-lorong, mmah-mmah, dan di mana saja mereka ditemui. Para

tawanan pasukan Salib kemudian dipaksa membersihkan ialanan,

nrmah, dan halam an Haram nl-Syarif , dari puluhan ribu mayat manusia. Mayat-mayat manusia korban pembantaian ihl IaIu dibakar

atatr dibuang begihr saja keluar tembok kota. Ketik a Fulclrcr of Chartres datang ke ]erLsalem dengan Baldwin I, beberapa bulan setelah

peristiwa pembantaian itu, bau mayat manusia yang membusuk

masih menyengat udara Kota Jemsalem. Ia menyatakan, bahwa bau

busuk menyengat di seputar tembok kota, di dalam mauplln di luar,.yang berasal dari mayat orang-orang saracens--sebutan orang Eropa

terhadap kaum Arab/Muslimin ketika inl Fulclrcr of Chartres berkata, "Oh, betapa busuknya bau di sekitar tembok-tembok kota, di

dalam maupun di luaq, yang berasal dari mayat-mayat orang saracens yang membusuk yang dibantai oleh kawan-kawan kita ketika

penaklukan Jerusalem, tergeletak di manapun mereka tertangkap."a

Masyarakat Barat, dalam sejarahnya, hingga kini memang sangat menyukai legenda dan mitologi. Cmz mencatat, berbagai legenda tentang Islam dan kaum Muslim hidup subur dan tersebar di

masyarakat Barat, meskipun ketika ihr, pasukan salib sudah mengenal dan berinteraksi langsung dengan kaum Muslimin dalam tempo

yang sangat panjang. Menunrt Crtrz, orang-orang Kristen Barat lebih

suka mendengar legenda yang sebagian besar dibawa purang oleh

para praiurit dari Thnah Suci.

MisaLrya, legenda bahwa Ida, seorang janda pasukan Salib dikawini seorang Muslim dan menurunkan seorang anak bernama

Zengi (Nuruddin Zengi), pahlawan Islam yang kemudian berhasil

membalik situasi Perang Salib menjadi kemenangan di tangan kaum

Muslimin, menyusul kejatuhan Edessa, tahun lLM. Zengi juga paman dari Shalahuddin al-Ayyubi, seorang keturunan Kurdi yang juga

pahlawan Perang Salib terkenal. Ada juga legenda tentang Eleanor

of Aqtritaine yang diisukan memiliki ffiir dengan Shalahuddin alAyyubl saat ia menemani suaminya, Louis VII, dalam Perang Salib

II. Ada pula legenda tentang Shalahuddin yang dikabarkan merupakan keturunan dari anak perempuanCount of Ponthieu di Utara Prancis. Juga, legenda bahwa Shalahuddin telah dibaptis pada akhir hayatnya. Legenda, bahwa Dome of tlrc Rock di |erusalem menyimpan

banyak berhala sesembahan kaum Muslim. Dan bahwa di Mekkah,

ada seorang pendeta murtad bernama Nicholas, yang dijadikan sesembahan oleh kaum Muslim.

Perlu dicatat, bahwa kegemaran bangsa Kristen Barat mendengar legenda ketimbang fakta-fakta yang nyata, tampaknya berkaitan dengan sejarah masyarakat Yunani yang hidup dengan berbagai

legenda dan mitologi. Jan Bremmer, dalam buku Interpretations of

Greek Mythology, mencatat, bahwa meskipun masyarakat Barat sudah tersekulerkan dan membuang hal-hal yang supranatural, namun

mereka tetap memelihara cerita-cerita tertentu sebagai model perilaku dan ekspresi ideal negara. Meskipun berbeda, Masyarakat Barat memiliki banyak kesamaan dengan masyarakat Yunani. Sebagaimana masyarakat Yunani, mitologi juga banyak menarik bagi masyarakat Barat.5

Apakah yang dimaksud dengan Greek Mytltology? David BeIlingham, dalam buku An Introduction to Greek Mythology, membuat

dekripsi sederhana tentang hal ini. Kata mitos (tnyth) berasal dari kata Ytrnani kuno "muthos" yang asalnya berarti "ltcapart" , dan kemudian berarti "cerita oral atau tertulis". Sedangkan "Legenda" (legend)

biasanya terkait dengan peristiwa nyata, tetapi mengandung unsurunsur yang terkait dengan mitos. Salah satu legenda terkenal dalam

tradisi Yunani yaitu  cerita tentang Perang Troya yang menceritakan kepahlawanan Achiles dan AgamefiInon. Pengaruh mitos-mitos

Yunani terhadap masyarakat Barat dapat dilihat dari banyaknya istilah atau nama-nama yang diambil dari nama-nama dewa dalam mitologi Yunani, seperti Titans, Eros, Aether, Uranus, Electra, Hera,

Apollo, Mars, Hermes. Apollo, yang dijadikan nama pesawat pertama Amerika Serikat ke bulan, yaitu  dipuja sebagai dewa rasional, dan diasosiasikan dengan budaya dan mttsik. Ia digambarkan

sebagai pria tampan yang memiliki banyak ffiir dengan lakilaki

maupun wanita. Menurut mitologi Yunani, Dewa Apollo dilahirkan

di pulau Delos, yang hingga kini masih disucikan. Dalam perjalanannya ke Delphi, ia membunuh seekor ular besar yang disebut dengan'Python'. Hingga kini, di Delphi masih terdapat sisa-sisa kuil

yang disebut sebagai kuil Dewa Apollo. Hermes, anak Zeus, juga digambarkanmemilikibanyak affair, sepertiApollo. Ia pun dikenal sebagai Dewa para pencuri. Ketika ia tumbuh besar, Zeus menjadikannya sebagai utusan para dewa. Hanya Hermes yang memiliki

izin bebas lewat antara Gunung Olympus, dunia, dan 'underr'rrorld'.

Dari nama Hermes kemudian diambil istilah'hermeneutika', sebuah

metode menginterpretasi Bible Kristen sebagai terobosan terhadap

persoalan-persoalan yang dikandungnya. Cerita-cerita dalam mitologi Yunani memang dipenuhi dengan unsur seksual dan perselingkuhan, baik diantara para dewa maupun antara dewa dengan manusia. Mitos-mitos ihr hidup di tengah masyarakat Yunani, meskipun sebagian mereka juga mengembangkanpemikiran tentang filsafat dan ilmu pengetahuan alam. Di masa modern, Barat pun mengembangkan mitos-mitos yang mirip dengan mitologi Yunani.

Cerita tentang Supernmn danWonderwofllan, misahrya, mirip dengan

cerita dalam mitologi Yunani. Wonderwonlen yar.g diperkenalkan

oleh Charles Moulton, identik dengan cerita Diana dalam mitologi

Yunani. Supernmn, yang tidak dapat dilemahkan kecuali dengan

Kryptonite Hijau, mirip dengan kehebatanAchilles yang tidak dapat

dilukai kecuali pada tumitnyu.u

Bisa dibandingkan, bagaimana produktifnya masyarakat Yuna-

ni dalam memprodtlksi mitos-mitos dengan masyarakat Barat daIam memproduksi berbagai mitos. Bisa disimak, bagaimana pesat

dan berpengamhnya industri film di Barat, yang pekerjaannya jtrga

banyak memproduksi berbagai mitologi dan legenda, yartg temyata

begitu disukai masyarakat Barat. Fitm-film yang menjual mitos dan

legenda, semisal Gltost, Rambo, Robin Hood, Batnmn, Superman, Spidernlan, dan sebagainya. Fitm koy yang bercerita tentang legenda kepahlawananAchiles dan Agammernnon, di masa Yunani kuno,laris

manis diserbu penonton di gedung-gedung bioskop Kuala Lumpur.

Penonton hams rela antri untuk dapat menikmati film yang dibintangi oleh Brad Pitt, Orlando Bloom, dan Eric Bana ini. Filrn Spidertnan 2,juga bukan main hebatnya dalam menyerap penonton. Sampai-sampai penonton dilarang membawa handphone saat masuk ke

dalam gedung bioskop. Sementara, sampai 23 ]uli 2004, flhn Spiderman 2 telah maraup keunhrngan L5 juta USD (sekitar Rp 1a0 milyar),

masih dibawah perolehan film legenda Catuoman yang merattp 1.6,7

jtrta USD. Film King Artlntr, yang bam diedar beberapa saat, sampai

23 Jtrli 2004, sudah meraup keunhrngan3,}4juta USD. FllmTlrc Passion of The Cfuist yang begiht kontroversial, berhasil meraup keunhrngan 19,2 jfia USD, sampai bulan Pebruari 2004. Film ini, meskipun didasarkan pada cerita Perjanjian Baru, tetapi juga dibumbui

dengan berbagai cerita yang sulit diverifikasi kebenarannya. Film

trilogi Tlrc Lord of the Rings, mampu meraup keunhrngan lebih dari

2000 juta USD.

Dalam tradisi masyarakat Barat, misalnya, juga sangat terkenal

legenda dan mitos tentang Santa Claus dan Suartepif, dalam kaitan

dengan Perayaan Natal atau kelahiran ]esus (Natus, natalis, dalam

bahasa Latin berarti "kelahiran"). Cerita ini sama sekali tidak ada

kaitan dengan agama Kristen. Tetapi, toh, tetap mendominasi suasana Natal di Barat dan berbagai penjuru dunia lainnya. Setiap menjelang dan selama berlangsungnya hari Natal, hotel-hotel, mal-mal

memasang patung dan gambar Santa Claus, yang biasanya digambarkan dengan pakaian merah dan topi merah berjambul. Bahkan,

tidak jarang, ramai orang ikut-ikutan berpakaian ala Santa Claus.

Cerita tentang Santa Claus sendiri sebenamya tidak jelas benar. Konon, ia berasal dari seorang bernama Nicholas, dilahirkan di kota

Lycia, pelabuhan kuno di Patara (Asia Kecil). Nicholas digambarkansebagai usktlp yang ramah, suka menolong anak dan orang miskin.

Namun, Iegenda Santo Nicholas juga bercampur dengan legenda

lain tentang 'pemberi hadiah' dari kalangan kaum pagan yang memiliki kekuatan sihir yang menghukum anak-anak nakal dan memberi hadiah kepada anak-anak yang baik. Dia biasa menaiki kereta

terbang yang ditarik rusa kuhrb. Namun, ada juga legenda tentang

Sinterklaas yang menggambarkan orang tua berjanggut putih panjang berpakaian usktqp menaiki kuda yang bisa terbang ke atap

rumah, dibantu budaknya Swnrte Piet. Sinterklans datang tanggal25

Desember malam, ke rumah-rumah untuk memberi hadiah bagi

anak-anak yang baik melalui cerobong asap. Gambaran Sinterklnas,

yang berkulit putih dan pemurah kepada anak-anak, bisa dijadikan

sebagai bahan propaganda tentang kebaikan orang kulit putih. Sebaliknya, budak hitam Swarte Piet pembantunya, budak berkulit

hitam, digambarkan bersifat kejam, dan suka mencambuk anak-anak

nakal. Karena sejarah kehidupan Nicholas tidak jelas, Paus Paulus

VI menanggalkan perayaan Santo Nicholas dari kalender resmi

gereja Roma Katolik pada tahun L969. Ada juga Santa Claus versi

Amerika, yang berasal dari Kutub Utara. Santa Claus di AS yaitu 

ciptaan dari Public Relatiotts Mnnager untuk mempromosikan produk

minuman tertentu. Karena orang Amerika tidak mau disebut rasis,

maka Santa Claus di AS tidak ditemani oleh pembantunya yang berkulit hitam.

sinterklas, pengaruh

mitologi Barat terhadap

Kristen

Banyak kalangan Kristen yang prihatin

dengan kondisi Perayaan Natal yang lebih

menonjolkan legenda dan mitos tentang Santa Claus, ketimbang sosok Jesus. Seorang

aktivis Kristen di Indonesia, misalnya, menulis: "Mengenang maraknya perayaan

Natal di akhir tahun 2003 yang lebih menonjolkan figur Santa Klaus daripada figur Tirhan

Yesus, sudah tiba saatnya umat Kristen sadar

dan menempatkan dirinya lebih berpusat

Injil dan berhati Tuhan Yesus, dan tidak makin jauh terpengaruh komersialisasi yang sudah begitu jauh dimanfaatkan oleh toko-toko mainan, makanan & minuman, dan bisnis

hiburan itu." (www.yabina.org).Sebenarnya, bukan hanya figur Santa Claus dan Suartepit yang

bersifat mitos. Perayaan Natal pada 25 Desember pun sarat dengan

mitos-mitos dan pengamh paganisme, sehingga tens memunculkan perdebatan panjang di kalangan kaum Kristen. Remi Sylado, seorang budayawan dan seniman Kristen, menulis sebuah kolom di

majalah Gatra, (27 Desember 2003). Judulnya "Gatal di Natal". Ia menulis antara lain sebagai berikut.

(1) "Sebab, memang tradisi pesta ceria Natal, yang sekarang

gandrung dinyanyikan bahasa kereseh-reseh Inggris, belum lagi terlembaga. Sapaan Natal, "Merry Christmas"--dari bahasa

Inggris Lama, Clristes Maesse, artinya "misa Krisfus"--bam terlembaga pada abad ke-L6, dan perayaannya bukan pada 25

Desember, melainkan 6Jantari." (2) "Dengan gambaran ini, keramaian Natal sebagai perhihrngan tahun Masehi memang berkaitan dengan leluri Barat, istiadat kafiq, atau tradisi pagan,

yang tidak berhtrbungan dengan Yesus sendiri sebagai sosok

historis-antropologis bangsa Semit, lahir dari garis Ibrahim dan

Daud, yang merupakan bangsa tangan pertama yang mengenal

monoteisme absolut lewat Yehwah." (3) Saking gempitanya

pesta Natal ihr, sebagaimana yang tampak saat ini, karuan nilai-nilai rohaninya tergeser dan kemudian yang menonjol adalah kecendemngan-kecenderungan duniawinya semata: antara

lain di Manado orang mengatakan "makang riki pum polote en

minung riki mabo" (makan sampai pecah pert.t dan minum

sampai mabuk). (4) "Demikianlah, soal Natal sekali lagi merupakan gambaran pengamh Barat, dan persisnya Barat yang kafir,yang dirayakan dengan kelim."

Kritikan tajam terhadap budaya Natal dari kalangan Kristen itu

sebenamya sudahbanyak dilakukan. Seorang pendeta bemama Budi Asali M.Div., menulis artikel panjang tentang Natal berjudul ProKontra Pernyaan Nilal, dan disebarluaskan melalui jaringan internet.

Pendeta ini membuka hrlisannya dengan ungkapan: "Akhir-akhir

ini makin banyak orang-orang kristen yang menentang perayaan

Natal, dan mereka menentang dengair cara yang sangat fanatik dan

keras, dan menyerang orang-orang kristen yang merayakan Natal.

Kalau ini dibiarkan, maka Natal bisa berkurang kesemarakannya,dan menurut saya ihr akan sangat memgikan kekristenan. Karena

itr.l mari kita membahas persoalan ini, suPaya bisa memberi jawaban

kepada orang-orang yang anti Natal."

Jelas, banyak kalangan Kristen yang "anti-Natal", meskipun

mereka tenggelam oleh gegap gempita peringatan Natal, yang begitu gemerlap. Di Malaysia,2T Desember 2003, ada perayaan Natal

Bersama di Lapangan Olahraga Kinabalu, Sabah, yang dihadiri rahrsan ribu orang. Selain ada pawai lampion, nyanyi-nyanyi lagulagu Natal, ada juga acara Peragaan bttsana batik, yang dilakukan

oleh beberapa peserta lomba rahl kecantikan dari berbagai negara.

Acara ini disiarkan langsung oleh TV1 Malaysia. Seperti halnya di

berbagai belahan dunia lainnya, sosok Santaklatrs sudah iau-h lebih

popular daripada sosok Jesus. Pohon cemara yang sttlit dicari di Palestina, sudah menjadi simbol Natal.

Sebenarnya, jika ditelusuri, kisah Natal ihr sendiri sangat menarik. Bagaimana sahr tradisi kafir (pagan) di wilayah Romawi kemudian diadopsi menjadi tradisi keagamaan Kristen. Banyak literatur menyebutkan, bahwa tanggal 25 Desember memang mentpakan

hari peringatan Dewa Matahari yang di Romawi dikenal sebagai Sol

Inaicttts. Setelah Konstantin mengeluarkan the Edict of Milan, pada

313 M, maka ia kemudian mengeltrarkan sejumlah perafuran keagamaan yang mengadopsi tradisi pagan. Pada tahun 32L, ia memerintahkan pengadilan libur pada hari "Hari Matahari" (smt-day), yang

dikatakan sebagai "hari mulia bagi matahari". Sebelumnya, kaum

Kristen--sama dengan Yahudi-meniadikan hati Snbbnth sebagai hari

suci. Maka, sesuai peraturan Konstantin, hari suci ihl diubah, menjadi Sunday. Sampai abad ke-4 M, kelahiran Yesus diperingati pada 6

Januari, yang hingga kini masih dipegang oleh kalangan Kristen Ortodoks tertentu. Namun, kemudian, sebagai penghormatan terhadap

Dewa Matahari, peringatan Hari Kelahiran Yesus diubah menjadi 25

Desember.

Ada sebagian kalangan Kristen yang berargumen, bahwa tanggal25 Desember itu diambil supaya perayaan Natal dapat menyaingi perayaan kafir tersebut. Tetapi, apa yang terjadi sekarang, tampaknya seperti yang dikatakan oleh Remi Sylado, bahwa perayaan

Natal sudah didominasi oleh tradisi perayaan kaum kafir. Maka,

muncullah, di kalangan Kristen, gerakan untuk menentang Perayaan Natal pada 25 Desember. Apalagi ada yang kemudian melihat,

penciptaan tokoh Sinterklaas, sebenarnya merupakan bagian dari

rekayasa Barat unhlk melanggengkan hegemoni imperialistik yu,

yakni i^gi. menciptakan citra, bahwa Barat yaitu  dermawan, baik

hati, suka bagi-bagi hadiah, seperti Sinterklaas itu. Begihrlah bagian

dari tradisi Kristen.

Mencermati perilaku masyarakat Barat itu tampaknya pemyataan fan Bremmer perlu digarisbawahi, "yaitu  kaitan mereka

(masyarakat Barat) dengan Yunani yang menjadikan mitologi masih

digemari dewasa ini, karena betapapun berbedanya kita dengan

bangsa Yunani, mereka juga banyak kesamaannya dengan kita."

Mitos-Mitos di Zaman Modern

Mitos-mitos tentang Islam tampaknya masih tetap hidup subur

di Barat di zaman modern dan post-modern. Thhun l992,Joln L. Esposito menulis sahr buku terkenal berjudul Tlrc lslamic Threat: Myth

or Reality? Wacana tentang "ancaman Islam" (lslnmic tfuent), memang

gencar dimunculkan oleh media massa dan sejumlah tokoh dan pakar politik di Barat. Menurut Fred Halliday, untuk mempertahankan dominasinya, kapitalisme tetap membutr.rhkan "musuh". Dan

setelah musuh kapitalisme (komunis) berhasil dikalahkan, maka

musuh yang sedang dicermati saat ini, diantaranya yaitu  Islam.T

Tetapi, menurut Esposito, penempatan Islam sebagai musuh

Barat bukan hanya terjadi pada era pasca Perang Dingin, dan bukan

hanya karena anggapanbahwa Islam yaitu  penghambat demokratisasi. Bagi Barat yang telah lama terbiasa dengan visi global dan kebijaksanaan asing yang didasarkan persaingan antamegara adidaya

untuk mendapat  pengaruh global, terlalu menggoda untuk tidak

mengidentifikasi ancaman ideologis global lainnya dalam mengisi

"kekosongan ancaman" yang timbul karena runhrhnya komunisme.

Kekosongan yang ditimbulkan oieh berakhimya Perang Dingin telah

diisi dengan rasa takut yang berlebihan yang menganggaP Islam

sebagai "kerajaan setan" yang bangkit untuk berperang melawan

Thta Dunia Barl dan tantangan terhadap stabilitas global. Store Tal-

bot menulis di Majalah Tinrc,25 Febmari 799I, bahwa bagaimana

pun dan kapan pun perang berakhir, amarah Islam telah mengancam stabilitas rezim-rezim pro-Barat tradisional dari Maroko sampai

Yordania dan Pakistan. Menurut Esposito, para pembuat kebijaksanaan AS, seperti media massa, sering memandang dunia Islam dengan pandangan picik. Mereka memandang dunia Islam dan gerakan-gerakan Islam sebagai monolitik dan semata-mata dalam istilah

ekstremisme dan terorisme. Patrick J. Buchanan, dalam hrlisannya

"Is Islsm an Enemy of the Llnited Stntes?" seperti dikutip Esposito,

mencatat, "Bagi sebagian orang Amerika, yang mencari musuh baru

unhrk uji coba kekuasaan setelah mntuhnya komunisme, Islam adalah pilihannya."8

Mitos-mitos tentang ancaman Islam ihrlah yang secara konsisten dibangun pada era Pasca Perang Dingin. Mitos itu semakin mengental pasca Peristiwa 11 september 2001. Ancaman terhadap Barat

--secara fisik, sebagaimana dilakukan oleh sebagian kalangan Muslim

dan berbagai kelompok anti-Kapitalis atau anti-globalisasi-- bukannya tidak ada. Tetapi, fakta itu kemudian bercampur dengan begihr

banyak mitos dan legenda. Cerita tentang bahaya Osama bin Laden

dan terorisme sudah begitu banyak bercampur dengan mitos dan

melegenda. yaitu  sebuah mitos bahwa sebuah negara yang memiliki kekuatan angkatan perang terkuat dalam sejarah umat manusia,

sepertiAS, justru menjadikan seorang Osama bin Laden sebagai musuh utamanya. Seolah-olah Osama mampu memnhlhkan negara

adikuasa itu. Sejak pengeboman besar-besaran terhadap Afghanistan, tahun 2001, Osama bagai lenyap ditelan bumi. Tidak diketahui

dengan pasti, apakah dia masih hidup atau sudah mati. Lagipula,

ada logika yang perlu dipertanyakan, jika Osama dianggap sebagai

musuh besar umat manusia, bukankah selama bertahun-tahun AS

dan sekutu-sekutunya, Arab Saudi dan Pakistan, merupakan penyokong utama Osama bin Laden? Dalam kasus ini tampak kebil'akan

politik yang pragmatis bisa mengalahkan aspek ideologis. pembahan hubungan AS dan al-Qaeda menunjukkan, aspek ideologis dikesampingkan, demi kepentingan temporal. Meskipun al-Qaeda dulu

dibanhr AS dalam menghadapi musuh bersama--Uni Soviet--tetapi

setelah mnh*rnya Soviet, al-Qaeda yang oleh pers Barat sebelumnya

disebut-sebut dengan istilah "mujahidin", kemudian ganti dimitoskan oleh AS sebagai "musnh dunia" yang paling berbahaya. Bahkan

seolah-olah lebih berbahaya dan lebih dahsyat kekuatannya ketimbang Uni Soviet.

Mitos ancaman terorisme Islam--khususnya al-Qaeda-ini sebenamya lebih banyak berkaitan dengan masalah "kepentingarr" (interesf), meskipun bisa dicarikan legitimasinya dalam sejarah konflik

"Islam-Barat" atalr "Islam-Kristen". Ancaman ifu mungkin ada. Tetapi, bahwa al-Qaeda dicitrakan lebih dahsyat dan lebih berbahaya

dari Uni Soviet dan sekutunya, tentu saja sebuah mitos. Ini ada kaitannya dengan mitologi Amerika yang menempatkan faktor "ketakutan" sebagai hukum pertama dalam mitologi Amerika.e

Guru Besar Sarah Lawrence College, Fawaz A Gergez menganalisis, meski pemimpin-pemimpin AS secara resmi menolak hipotesis c/aslr of ciailizntions, tapi kebijakan Amerika pasca perang dingin

tampak dipengamhi oleh ketakutan adanya "ancaman kaum Islamis

(Islamist tltreat)" . Dalam pandangan Amerika, beberapa kaum Islamis menampakkan retorika dan program yang menakutkan. Thpi, di

samping itu kaum elit AS juga melihat adanya kelompok-kelompok

Islam yang 'baik" yangapolitis, yang moderat, dan pro-Barat seperti

pemerintah Saudi, Mesir, Tunisia, Turki, Pakistan, Malaysia dan

Indonesia.lo

Kebijakan pemerintah AS yang "paranoid" terhadap kaum

Islamis ini mungkin juga dipengaruhi oleh pandangan warganegaranya. Pada tahun 1990, sebuah polling yang ditujukan ke warga

Amerika yang plural, menghasilkan pandangan terhadap Islam yang"rtegatif". Polling ifu menyimpulkan, "Orang-orang muslim cenderung fanatik danAgama Islam yaitu  agama yang anti-demokrasi."11

Dengan kata lain, bagi rakyat Amerika (non-Islam), Islam dilihat sebagai sebuah kebudayaan yang antagonis dan sebagai sebuah ancaman bagi kepentingan dan nilai-nilai kebudayaan mereka.

Sikap kaum intelektual Amerika terhadap kelompok Islam politik, dibagi dua oleh Gerges. Yaihr, kelompok konfrontasionis dan

kelompok akomodasionis. Kelompok konfrontasionis yaitu  kelompok cendekiawan yang menggolongkan Islam--yakni kelompok

Islam fundamentalis--seperti kelompok totalitarian komunis yang

anti-demokrasi dan sangat anti-Barat. Intelektual yang berpandangan seperti ini diantaranya yaitu  Bernard Lewis dan Gilles Kepel.

Juga Huntington. Huntington misaLrya, bahkan menyimpulkan Islam secara intrinsik yaitu  non-demokratis. Menurutnya, negara

Arab yang melanjutkan demokrasi hanya Lebanon pada periode

Kristen Lebanon. "Bila Muslim mejadi mayoritas, maka demokrasi

di Libanon akan kolaps," kata Huntington.l2

Kaum intelek konfrontasionis ini menganggap pertamngan antara Islam dan Barat tidak hanya pada kepentingan politik dan materi, tapi merupakan cl ssh kebtdayaan dan peradaban. "Ancaman bam

itu sama jahatnya dengan Imperium Jahat yang lama (maksudnya

Turki Utsmani)," kata Charles Krauthammer, ilmuwan AS lainnya.

Terhadap Islam, beberapa ilmuwan Amerika (seperti Indyk,

Kirkpatrick dan Miller), berkesimpulan:

Pertama, Orang Arab atau Muslim telah diberi peluang unhrk

memilih pemerintahan secara bebas tetapi mereka memilih pemerintahan otokrasi. Kedua,Islam politik secara alamiah yaitu  anti

demokrasi dan anti Barat. Ketiga, tidak seperti kelompok masyarakat lainnya, kaum Muslimin tidak siap unhrk demokrasi. Keempat,

pembangunan regim yang otoriter yaitu  pilihan lebih baik dari pilihan jelek dua setan (the least of two eoils--maksudnya setan yang

Iainnya yaitu  Islam fundamentalis) dan karena itLr AS mesti terus

menyokong rezirn yang otoriter ihr. "Jadi meskipun banyak kaum

konfrontasionis merasa pemerintahan Tirnur Tengah memperlakukan rakyatnya secara buruk, tapi rezim-rezirn ihr telah membantu

AS untuk menetralisir Islam radikal--Islam politik--dan juga melindungi kepentingan AS," kata Gerges. Bahkan intelektual Perancis,

Maxime Rodinson menyatakan bahwa kaum Kristen Barat melihat

Dunia Muslim sebagai sebuah bahaya sebelum mereka melihat

problem sebenarnya. Begitu juga sejawaran Inggris, Albert Hourani

melihat Islam sebagai agama yang salah dan Muhammad bukan Nabi serta Islam dikembangkan dengan pedang. Menurut penulis Israel Haim Baram, sejak hancumya Uni Soviet dan komunisme, pemimpin-pemimpin Israel telah mengusulkan kepada AS dan Eropa

trnttrk berperang melawan Islam fundamentalis. Awal 1992, Presiden Israel Herzog di depan parlemennya menyatakan, "Penyakit

(Islam Fundamentalis) sedang menyebar secara cepat dan mempakan sebuah bahaya tidak hanya untuk masyarakat Yahudi, tapi juga

bagi kemanusiaan secara umtlm (The Guardian,19 Jrtni1992)."

Dalam kunjungan-kunjungannya ke AS, PM Yitzak Rabin seringkali menggunakan istilah "Bahaya Islam" (lslamic Peril) wrtuk meyakinkan warga Amerika bahwa Iran yaitu  sama bahayanya dengan Moskow di waktu lalu. Begitu juga mantan PM Shimon Peres

menyatakan, "setelah hrmbangnya komunisme, fundamentalisme

telah menjadi bahaya paling besar di zaman klta." Peres juga menyebut ancaman fundamentalisme Islam itu seperti Perang melawan

setan Nazisme dan Komunisme.l3

Dan menurut seorang pejabat senior Departemen Pertahanan

AS, pendapat-pendapat pemimpin Israel tentang Islam itu sangat

mempengaruhi pejabat-pejabat AS. Politik luar negeri Amerika, menurut mantan anggota Kongres AS Paul Findley, memang banyak dipengaruhi oleh lobi Israel. Pengamat terkemuka AS, William Quandt

mengakui, sebagian besar kebijakan potitik AS menyangkut konflik

Arab Israel dirancang oleh Israel atau para loyalisnya. Menurut

Quandt, dalam setiap diskusi untuk rnengambil keputusan menyangkut Timur Tengah, Israel atau para loyalisnya selalu diberi

peluang memberi pengaruh terhadap suahr kepuhrsan yang akan

diambil.l{

Hal yang sama juga diungkap mantan pejabat tinggi di Deplu

AS, Arthur Lowrie. Menurutny a, para loyalis Yahudi berada di balik

pemerintahan Bill Clinton dalam sanksi ekonomi terhadap Iran tahun 1995 dan tindakan keras terhadap gerakan-gerakan [slam politik.

Selain ihr, pemerintah AS juga senantiasa menentang keras Llpaya

negara-negara Islam untuk memperoleh senjata non-konvensional

atau senjata pemusnah massal. Karena ihl, Amerika tems menekan

Cina, Rusia dan Korea Lltara, agar tidak mengekspor teknologi senjata non-konvensional ifu ke negara-negara Iran,Irak, Libya, Suriah,

Sudan, dan lain-lain. Sementara ihr, kaum Intelekhral akomodasionis AS, menolak anggapan kaum konfrontasionis bahwa kaum Islamis yaitu  inheren anti-Barat dan antidemokrasi. Mereka membedakan antara aksi-aksi politik kelompok Islamis dan kelompok

minoritas ekstrimis Islam. Di antara intelektual yang kritis kepada

pemerintah AS dan bersikap adomodatif terhadap Islam, yaitu 

]ohn L Esposito, Noam Chomsky, dan Leon T. Hadar.

Menurut Esposito, gambaran ancaman Islam yang monolitik

baik dimasa lalu maupun sekarang, yang terjadi di Barat, telah memisahkan realitas sejarah Muslim sesungguhnya. Islam sesungguhnya jauh dari anti demokrasi dan selain itu timbul perbedaan interpretasi--di kalangan Muslim sendiri--tentang demokrasi dan diktator, republik, monarkhi, juga tentang kelenhrran terhadap nornanorna tradisi Islam.15

Kaum akomodasionis juga mempertanyakan komitmen Barat

terhadap pemerintahan Islam yang menerapkan demokrasi. Robin

Wright di Los Angeles Tintes, menyindir sikap pemerintahan George

Bush (senior) yang dijuluki "polisi dunia" pada demokrasi yang terjadr Aljazair. Ia mempertanyakan kenapa Bush berdiam diri terhadap

penundaan proses demokrasi Aliazair (pembatalan pemilu, karena

dimenangkan oleh FIS) padahal dimana-mana AS aktif melakukan

kampanye pluralisme. Intelektual lain, Jochen Hippler mengkritik

kebijakan Barat yang menentang "Islamic Bomb" karena ketakutan

pada negara dunia ketiga yang mencoba keluar dari dominasi negara super poI.uer.

Kaum akomodasionis jtrga melihat bahwa Islam politik yaitu 

produk dari tekanan yang keras pada bidang politik dan sosial ekonomi. Islam bukanlah sebuah ideologi yang radikal utopis, sebagai

anggapan kaum konfrontasionis. Mereka menyatakan, gerakan-gerakan Islam dengan variasi yang berbeda, didasari motivasi untuk

pembebasan dari tekanan politik dan ekonomi. Kelompok Islamis

ini, memang menentang terus berlangsungnya dominasi Barat pada

dunia Islam. Mereka juga mengkritik kebijakan Washington yang

mendukung rezim di Timur Tengah yang kort.p dan represif. Di

samping juga dukungan AS untr.rk Israel, yang menyebabkan Muslim di dunia ini menentang habis-habisan Amerika. Intelektual akomodasionis ini malah menyarankan pemerintahan AS untuk tidak

menentang penerapan hukum Islam atau gerakan-gerakan aktivis

Islam, selama program mereka tidak mengancam kepentingan vital

Amerika. "Kanm Islamis yang dominan sekarang ini, merepresentasikan sebuah tantangan daripada ancaman kepada AS dan sekuhrnya di Timur Tengah," kata Gerges.

Pendapat para intelektual akomodasionis dengan konfrontasionis memang seringkali bertentangan. Dalam serangan Amerika

ke Afghanistan, Noam Chomsky salah seorang intelektual akomodasionis, mengecarrmya. Professor Linguistik ini menyarankan Amerika lebih mengevaluasi kebijakan

Iuar negerinya dan memahami kemarahan

Osama atau Dunia Islam daripada main bomboman. Chomsky menyatakan,

"Seperti pihak-pihak lain di kawasan ini, Bin Laden juga meradang karena dukungan panjang AS atas pendudukan brutal

militer Israel vang sekarang memasuki tahun ke-35: intervensi

diplomatik, militer dan ekonomi yang menentukan dari Washington; mendukung pembantaian, serangan yang keji dan

destmktif selama bertahun-tahun. Dan seperti yang lain, Bin

Laden membedakan (mengecam) dukungan yang diberikan Washington dalam kejaha tan-kejahatan tersebut dengan serbuan AS-Inggris terhadap warga sipil Irak, yang telah menghancurkan masyarakat dan menyebabkan rahlsan ribu orang tewas

sementara terus memperkuat Saddam Hussein--yang menjadi

sahabat baik dan sekutu AS-Inggris dalam melakukan tindakantindakan kejam termasuk pemusnahan suku Kurdi. Lri merupakan tindak kekejaman yang tidak mungkin terlupakan oleh

rakyat di kawasan ihr, meskipun seandainya Barat memilih

unhrk melupakannya. Sentimen tersebut sudah sangat tersebar

lLras."

Dalam wawancara dengan radio B92 Belgrade itu, Chomsky

mengkritik pemerintahan AS yang tidak mau susah-susah memahami latar peristiwa 11 September itu. Lanjutnya, "AS dan kebanyakan

negara Barat,lebih suka mendengar versi yang lebih menyenangkan. Mengutip analisis utama New York Times (edisi 16 September

200L), para pelaku kejahatan itu bertindak atas dasar 'Kebencian pada nilai-nilai yang dijunjung tinggi di Barat, seperti kebebasan, toleransi kesejahteraan, pluralisme agama dan hak pilih'."t0 Uraian

Chomsky ini memang sangat berbeda dengan uraian-trraian yang

dikemukakan para pakar politik AS lainnya, misalnya komentar pakar politik dari Universitas Ohio, William Liddle. Bila Chomsky memaparkan aksi 11 September itu agar pemerintah Amerika "mengevaluasi" kepada kebijakan-kebijakan luar negerinya, Liddle melihat kejadian hancurnya WTC dan Pentagon itu sebagai perang

terhadap AS.17

Dengan kata lain, Liddle sebenamya ingin mengatakan perang

harus dibalas dengan perang. Begitu pula Indonesianis lainnya,

Donald K. Emmerson juga menyetujui dilancarkannya perang ke pemerintah Afghanistan--karena dianggap melindungi Osama bin

Laden dan jaringan al-Qaedanya. Intelektual konfrontasionis, Emmerson, menyangkal pendapat Chomsky dengan menyatakan "Pembantaian September bukanlah usaha perdebatan soal kebijakan luar

negeri. Itu usaha membuat keganasan.... Namun, apa yang terjadi diAS pada 1L September ptln membutuhkan jawaban militer."1s

Intelektual kritis lainnya, John L. Esposito, menulis artikel menarik yang diterbitkan situs Islamonline.net ber1udul America's Neu)

Crisis : Llnderstanding tlte Mtrclim's W orld. Ia mengaiukan pertanyaan

penting bagi masyarakat Barat "Mengapa umat Islam membenci

kita (Why do they hate us)?" . Berikut jawaban Esposito sendiri.

"yaitu  waktr.rnya kita menyadari bahwa mereka melihat lebih

banyak dari yang kita lihat. Anti-Amerika tidaklah muncul hanya karena fanatisme yang luar biasa terhadap agama yang diyakininya, tapi juga karena frustasi dan marah melihat dominasi politik Amerika di dunia Muslim. Tidak seperti yang lalulalu, kini mereka menyaksikan tiap hari kekejaman dan kekerasan yang bmtal di Palestina, dimana Israel menggunakan

sen;'ata-senjata yang dipasok olehAS dalam aksinya ihr--seperti

pengunaan pesawat F16 dan Helikopter Apache oleh Israel."

Esposito juga menyatakan, kebijakan luar negeri AS selama ini

sangat mengecewakan dunia Islam, baik di Kosovo, Kashmit,

Chechnya, Bosnia dan lain-lain. Akhirnya, berlawanan dengan Emmerson, Esposito menyarankan agar AS menguji kembali kebijakan

ltrar negerinya. "Karenanya, ini saat yang kritis unfuk mengadopsi

strategi jangka panjang maupun jangka pendek yang didasari pada

pengu;'ian ulang kebijakan luar negeri AS dan keterbukaan untuk

menekan sekuhl-sekuhr kita, dan unhrk menantang diri kita agar

mempertimbangkan kembali berbagai kebijakan, strategi dan taktik

yang mengakibatkan konflik dan benturan yang akan dihadapi generasi mendatang," demikian Esposito.le

Soal sikap mendua atau penerapan double stnndart, bukanlah

hal bam bagi AS. Dalam kasus Sudan misalnya, Washington melakukan tekanan yang keras dengan menjatuhkan sanksi ekonomi kepada pemerintah Omar Hassan Al-Bashir di Sudan. Hal yang sama

tidak dilakukan AS ketika Mttsharaf mengambil alih pemerintahan

dengan mengkudeta presiden Nawaz Sharif (tahun 2000). Masalahnya, Hassan Bashir dianggap anti-Amerika, sehingga dikhawatirkan

Sudan akan menjadi kekuatan fundamentalis Islam yang bam. Bashir dianggap terlalu dekat hubungannya dengan Front Nasionalis

Islam pimpinan Hassan Ttrrabi. sedangkan Musharaf yaitu  jende.

ral sekuler dan mau tunduk kepada Amerika. Tekanan dari Washington itu akhimya memaksa Osama bin Laden yang tinggal di

Khartoum saat itu, harus meninggalkan Sudan tahun 1996. Waktu

itu, Amerika juga menyerang Sudan dengan menghancurkan pabrik

farmasi Asy-Syifa dengan rudal-rudahrya, dengan alasan sebagai

balasan atas pengeboman Kedubesnya di Kenya dan Tanzania.

Amerika Serikat, menurut Sardar dan David, "Ada gagasan

sebelum ia jadi negara, negara itu kemudian dibentuk dengan mulus

menjadi gagasan berikutnya. Gagasan tentang Amerika diciptakan

oleh kepentingan publisitas, PR dan propaganda dengan maksud

tertenfu."2O Maka, bisa dipahami, bahwa dalam kehidupan di AS,

propaganda dan penciptaan mitologi yaitu  bagian dari kehidupan

sehari-hari. Bisa disimak, bagaimana berbagai mitos tentang kejahatan Thliban tiba-tiba bermunculan sekitar setahun sebelum serangan terhadap Afghanistan yang menjatuhkan Thliban. padahal,

mitos-mitos semacam itu belum muncul ketika Thliban masih bersahabat dengan AS, termasuk ketika duta besar kelilingnya mengunjungi George W. Bush yang kala itu menjabat Gubernur Texas.


Dalam kaitan dengan sejarah hubungan "Islam-Barat",

banyak peristiwa sejarah yang masih meniadi memori

kelabu dalam memori kolektif Barat. Jika peristiwa itu diungkit atau dibangkitkan, maka mereka dengan mudah akan mengingatkan dan membangkitkan kebencian bahkan kemarahan terhadap Islam. Perasaan anti-Islam dengan mudah tersebar luas di kaIangan masyarakat Barat. Misalnya, istilah Crusade atau Perang Salib.

Para politisi yang ingin meraih dukungan masyarakat Kristen, sangat mungkin melakukan aksi penggalangan emosi masyarakat Barat dengan mengeksploitasi adanya ancaman Islam. Misalnya, peristiwa L1 September, jika dibandingkan dengan serangan Jepang ke

Pearl Harbour dalam Perang Dunia II. Pearl Harbour tidak serta

merta membentuk memori kolektif "anti-Jepang" atalu "anti-Shinto".

Peradaban Barat memang tidak dapat dipisahkan dengan unsur Yahtrdi-Kristen (Judeo-Christian), karena keduanya merupakan

unsur-unsur penting yang membentuk peradaban Barat saat ini.

Huston Smith menyebut, peradaban Yahudi (Jewish Ciailization)-

yang secara nominal jumlahnya sangat kecil--sangat berpengamh

terhadap peradaban Barat sekarang. Kata Smith, "Diperkirakan sepertiga dari peradaban Barat kita mengandung tanda-tanda leluhur

Yahudi."1

William H. McNeill, dalam bukunya, The Rise of the West, mencatat, bahwa unsrtr-unsur warisan Yunani, Romawi, dan JudeoChristian telah membenhrk kerangka dasarperadaban Eropa (Barat)

baik di zamartpertengahan dan modem.2 Kristen memang merlrpakan agama mayoritas di Barat, meskipun secara umum dapat dikatakan, orang-orang Barat telah menjadi Kristen nominal. Ada yang

menyebut sebagai "Kristen empat roda", yang datang ke gereja (dengan mobil) hanya tiga kali dalam hidupnya, yaitu saat dibaptis,

perkawinan, dan kematian. Di negara-negara Eropa Barat, jumlah

pemeluk Kristen yang pergi ke Gereja seminggu sekali tidak sampai

10 persen. sudah lama Barat menjadi sekuler, dan menolak campur

tangan agama Kristen dalam rlrllsan politik dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Namun, mereka tetaplah Kristen. Mereka memang

tidak lagi menjadikan Bible sebagai mjukan utama dalam hidupnya

--kecuali sebagian kecil kelompok fundamentalis atau ortodoks. Mereka telah menjadi sekular dan liberal. Tetapi, banyak diantara mereka yang tidak secara tegas menolak Bible, tetapi kemudian bemsaha

mengotak-atik metode pendekatan atau pemahaman Bible. Meskipun begifu, mereka tetap mengaku sebagai bangsa atau masyarakat

Kristen. Mahkamah Agung AS, pada 1811, mendeklarasikan ,,,We are

n Cltristian people." Di tengah perang saudara, Abraham Lincoln juga

menyatakan, bahwa Amerika yaitu  masyarakat Kristen. Thhun 1892,

Mahkamah Agung AS kembali menegaskan, "Tlis is a Clfistian

Nation."3

Dalam penjelasan kepada majalah ISLAMIA (edisi ke-3,2004),

Syamsuddin Arif-yang kala ihr sedang menyelesaikan ph.D. keduanya di Orientalisches Seminar, lJniversitas Frankftrrt--menyatakan,bahwa secara umlrm, sikap masyarakat Barat modern terhadap agama cenderung apatis, masabodo dan tidak peduli. Semakin banyak

yangbersikap skeptis dan agnostis terhadap doktrin-doktrin agama.

Efeknya makin sedikit yang behrl-betul mengamalkan ajaran agamanya. Sebaliknya makin banyak yang memilih keluar atau bahkan

menjadi ateis. Namun kemudian mereka merasakan ada sesuatu

yang hilang. Mereka yang putus asa, merasa hidup tak bermakna

apa-apa (life is ntenningless), memilih jalan pintas bunuh diri. Mereka

yang bertahan, berusaha mengisi kekosongan jiwanya dengan cara

masuk agama lain, seperti Islam, ikut pseudo-agama dan aliran-aliran sempalan, seperti theosofi, anthroposo fi, Baha' i, ataupun praktikpraktik meditasi spirihral seperti Brahma Kumaris, Ananda Marga,

Sahaya Yoga, dan lain sebagainya. Sebagaimana kata seorang ahli

sosiologi agama, Peter L. Berger, trennya sekarang ini yaitu  setiap

orang akan memilih sendiri apa yang ia inginkan, seslrai dengan kebnhrhan dan kesukaannya. Istilah sosiologinya pntclnuork religion,

agama bikinan sendiri, hasil'comot' sana-sini.

Fenomena semacam ini juga terjadi di Jerman. Menumt data

REMID (Religionswissenschaftlicher Medien und Informationsdienst

e.v.), dua pertiga penduduk jerman yaitu  penganut Kristen, dengan komposisi Katolik kurang lebth 26,6 juta dan Protestan 26,3

jtrta orang. Tetapi dari jumlah ini, hanya 72"/"saja yang mempercayai

doktrin trinitas, dan cuma sekitar l}%yang aktif dan mtin ke gereja.

Pada tahun 1988, hampir separuh pejabat pemerintah Jerman menolak bersumpah dengan nama Tuhan. Mereka enggan mengucapkan

"so zualu mir Gott lrclfe". Menumt jajak pendapat yang dilakukan

McKinsey baru-baru ini, kredibilitas gereja di |erman merosot drastis.

Setiap tahun, gerya kehilangan rata-rata 300.000 anggotanya. Juga

semakin banyak yang menolak bayar sumbangan wajib untuk gereja

melalui potongan gaji perbulanS/" hingga 107o. Seorang karyawan,

yang tidak i.gi. disebutkan namanya, misalnya bilang, dia bayar ke

gereja setiap bulan tidak kurang dari 100 Euro. Jika dikalikan dengan 53 juta orang, berarti dana yang masuk ke gereja bisa mencapai

5,3 Miliar Euro (kurang lebih sama dengan 53 Triliun Rupiah). Kalau ditanya, mengapa meninggalkan gereja? ]awaban yang dilontarkan orang Jerman yaitu : "Viele sind oon Christentwn enttaeuscht"

(Banyak yang kecewa dengan Kristen), "Religion und Kirclrc sind zueiatrscliedene Dinge" (Agama dan gereja yaitu  dua hal yang berbeda,

makstrdnya harus dipisahkan), "Dns Problem der Kirclrcn ist, dnss sie

sclton lange keines melr sind" (Masalahnya yaitu , gereia sudah lama

tidak berarti apa-apa lagi).

Situasi konkritnya digambarkan oleh Heiner Koch, salah seorang pengums gerela di Koel-n, "Banyak orang di |erman sekarang

ini menyamakan gereja dengan toko atau supermarket. Mereka

membeli produk-produknya, semisal sekolah untuk anak-anak mereka, TK sampai SMU, dan upacara-upacaranya. Sementara pendeta

dan ahrran hukumnya dicuekin. Mereka bayar iuran gereja dikasir,

lalu menunggu;'asa pelayanan segera. Besoknya, pergi ke toko sebelah, lihat produk apa yang dijual astrologi, psikoterapi, atau Budhisme. Lalu minggu depan belanja lain di t'oko lain," demikian paparan

Syamsuddin Arif.

Agama Kristen bisa dikatakan sebagai salah satLr "korban"

Westemisasi dan hegemoni peradaban Barat. Agama Kristen mulai

bersinar di Eropa ketika pada tahun 313 M, Kaisar Konstantin mengeltrarkan surat perintah (edikt) yang isinya memberi kebebasan

warga Romawi unhrk memeluk agama Kristen. Bahkan, pada tahun

380, Kristen dijadikan sbagai agama negara oleh Kaisar Theodosius.

Menurtrt edikt Tlrcodosilrs, semua warga negara Romarn i diwajibkan

menjadi anggota gereja Katolik. Agama-agama kafir dilarang. Bahkan sekte-sekte Kristen di luar "gereia resmi" pun dilarang. Dengan

berbagai keistimewaan yang dinikmatinya, Kristen kemudian menyebar ke berbagai penjuru ciunia, hingga kini jumlah pemeluknya

mencapai sekitar 1,9 milyar jiwa. Tapi, jika dicermati lebih jaujr, perkembangan gereja-gereja di Eropa--asal persebaran Kristen--cukup

menyedihkan. Sebuah buku yang dihrlis Herlianto--seorang aktivis

Kristen asal Bandur.g-berjudrl Gereja Modern, Mau Kemann? (7995)

memaparkan dengan jelas kehancuran gereja-gereja di Eropa. Kristen kelabakan dilrantam nilai-nilai sekularisme, modernisme, iiberalisme, dan "klenikisme".

Di Amsterdam, misalnya, 200 tahun lalu 99 persen penduduknya beragama Kristen. Kini, tinggal 10 persen saja yang dibaptis dan

ke gereja. Kebanyakan mereka sudah tidak terikat lagi dalam agatna

atau sudah menjadi sekuler. Di Perancis, yang 95 persen penduduknya tercatat beragama Katolik, hanya L3 persennya saja yang menghadiri kebaktian di gereja senringgu sekali. Pada L987, di Jerman,

mentrnrt laporan lnstitute for Public Opininn Researclt,46 persen penduduknya rnengatakan, bahwa " agama sudah tidak diperiukan lagi."

Di Finlandia, yang97 persen Kristen, hanya 3 persen saja yang pergi

ke gereja tiap minggu. Di Norwegia, yang 90 persen Kristen, hanya

setengahnya saja yang percaya pada dasar-dasar kepercayaan Kristen. |uga, hanya sekitar 3 persen saja yang rutin ke gerela tiap minggu.

Masyarakat Kristen Eropa juga tergila-gila pada paranormal alias

dukun, mengalahkan kepercayaan mereka pada pendeta atau imam

Katolik. Di Jerman Barat--sebelum bersahr dengan Jerman Timur--

terdapat 30.000 pendeta. Tetapi jumlah peramal (dukun klenik/

ruitcltcraft) mencapai 90.000 orang. Di Prancis terdapat 26.000 imam

Katolik, tetapi jumlah peramal bintang (astrolog) yang terdaftar

mencapai 40.000 ora-ng.

Fenomena Kristen Eropa menunjukkan, agama Kristen kelabakan menghadapi serbuan arr...s budaya Barat yang didominasi nilai-nilai liberalisme, sekularisme, dan hedonisme. Serbuan praktik

perdukunan juga tidak rnampu dibendung. Di sejumlah gereja, arus

liberalisasi mulai melanda. Misalnya, gereja mulai menerima praktikpraktik homoseksualitas. Eric |ames, seorang pejabat gereja Inggris,

dalam btrkunya berjudui Homosexrtlity and n Pastoral Clutrch mengimbau agar gereja memberikan toleransi pada kehidupan homoseksual dan mengijinkan perkawinan homoseksual antara pria dengan pria atau wanita dengan wanita.

Belanda kini sudah menjadi sahr-satunya negara yang melakukan "revolusi jingga", karena secara resmi telah mengesahkan perkawinan sejenis. Parlemen Jerman masih tems memperdebatkan

undang-undang sempa. Di berbagai negara Barat, praktik homoseksual bukanlah dianggap sebagai kejahatan. Begitu juga praktikpraktik perzinaan, minuman keras, pornografi, dan sebagainya. Barat tidak mengenal sistem dan standar nilai (baik-bumk) yang pasti.

Semua serba relatif; diserahkan kepada "kesepakatan" dan "kepantasan" rlmum yang berlaku. Maka, orang berzina, menenggak alkohol, mempertontonkan aurat, dan sejenisnya bukanlah dipandang

sebagai suatu kejahatan, kecuali jika masyarakat menganggapnya

jahat. Pandangan "relativitas" dan "progresivitas" nilai moral semacam ini juga kemudian diadposi oleh sebagian kalangan Muslimyang mempromoasikan gagasan liberalisme, sebagaimana dalam

tradisi Kristen dan Yahudi.

Jadi, meskipun secara faktual masyarakat Kristen Barat sudah

menjadi sekular-liberal, dan sudah tidak menghargai lagi ajaranajaran Kristen, tetapi mereka tetaplah orang-rang Kristen, yang memiliki semangat kolektif Kristen, temtama ketika berhadapan dengan Islam. Bisa dikatakan, dalam lintasan sejarahnya , Barat sejatinya tidak bembah dalam memandang Islam. Meskipun, sepanjang

sejarahnya, ada saja sebagian cendekiawan atau tokoh masyarakat

yang bersimpati terhadap Islam. Tetapi, sebagai sebuah peradaban

yang cukup mapan dengan pandangan hidup dan sistem kehidupannya sendiri, Barat tetap memandang Islam sebagai rival utama. Diantara berbagai peradaban lain, hanya Islam-lah sahr-sahrnya peradaban yang pernah menaklukkan Barat selama beratus-ratus tahun.

Islam pernah menduduki Spanyol selama hampir 800 tahun (711-

1.492). Kekuatan Islam, yang ketika ihr diwakili oleh Ttrrki Ustmani,

selama berahls-rahrs tahun menjadi "momok" yang sangat menakutkan bagi Barat. Selama dua kali (1529 dan 1683) kota Wina dikepung oleh Ttrrki Ustmani, yang ketika ihr menjadi"Tlrc Superpouer of

tlrc World".a

Thhun 1453, Kota Konstantinopel ditaklukkan oleh T[rrki Ustmani di bawah pimpinan Sultan Muhammad al-Fatih, yang ketika

itu bemsia 29 tahun. Peristiwa ini tenhr saja menjadi pukulan Berat

bagi Barat. Selama berahls-rahls tahun, kaum Muslim berusaha merebut Konstantinopel, tetapi belum pernah berhasil. Dalam Musnad

Imam Ahmad disebutkan, Rasulullah saw. pernah bersabda, bahwa

kota Konstantin pasti akan dibuka oleh kaum Muslim. Maka, terpujilah pimpinan dan anggota pasukan yang membebaskan Konstantinopel. Konstantin yaitu  nama Kaisar Romawi yang dianggap

begihr besar jasanya bagi perkembangan agama Kristen. Setelah

runtuhnya imperium Romawi Barat, maka Imperium Romawi Timur masih tetap bertahan sampai masuknya pasukan Islam di

bawah pimpinan al-Fatih pada 1453. Selama dua bulan, sejak 6 April

sampai 29 Mei 1453, pasukan al-Fatih mengepung Konstantinopel

yang dikenal memiliki pertahanan sangat kuat. Meskipun mengala-

mi perpecahan dalam paham keagamaan dengan Kristen Ortodoks

di Romawi Timur, Paus Nicholas V di Roma, mengirimkan tiga kapal perang untuk membantu melawan pasukan al-Fatih. Di kalangan pemuka agama Romawi Timur sendiri muncul perpecahan. Ada

yang lebih suka bergabung dengan Turki Ustmani ketimbang bersahl dengan Paus.

"sayalebih suka melihat turban T[rrki di Byzantitrm daripada

topi Sang Kardinal," kata Granduke Notaras, seorang tokoh

Kristen Byzantium.s

Pukulan berat yang diterima Barat dari kaum Muslimin yaitu 

kekalahan mereka dalam Perang Salib (Crrrsade).Bagi Barat, Perang

Salib memang memiliki dua sisi memori kolektif yang paradoks.

Pada sahr sisi, ketika ihr Barat berhasil menghimpun kekuatan secara maksimal, bersatu padu, melupakan perbedaan antar mereka,

dalam menghadapi Islam. Pada sisi lain, memori kolektif Barat terhadap Perang Salib juga mempakan kenangan pahit, bahwa pada

akhimya, setelah mengerahkan segala kekuatan mereka, dan berhasil mendtrduki Jemsalem selama sekitar 88 tahun (7099-L187), pasukan Salib akhirnya hengkang dari dunia Islam, setelah mengalami

kekalahan dari pasukan Islam di bawah Shalahudin al-Ayyubi. Memori kolektif inilah yang masih tems terpelihara di Barat. Karen

Armstrong menggambarkan fenomena Parang Salib dan pengamhnya terhadap masyarakat Barat dalam bukunya Holy War: Tlrc Cnsades and Tlrcir lntpact ort Today's World, (London: McMillan London

Limited, 1.991).

Aspek-aspek traumatis historis kalangan masyarakat Kristen

Barat terhadap Islam ihllah yang kemudian dieksploitasi dengan

baik dan cerdik oleh ilmuwan neo-konservatif seperti Huntington

dan Bernard Lewis, unhrk melegitimasi kepentingan politik negaranegara Barat khususnya AS. Sebutlah kasus Cnrsnde. Di abad ke-21

ini ptrn, pengamh Crusade, masih bisa disimak. Saat Presiden George

W. Bush menggelorakan Perang Salib melawan terorisme, pasca

peristiwa 11 September 200L, sejatinya Bush tidak sedang terpeleset

lidah. Sebagai seorang Kristen yang 'terlahir kemball' (reborn), dan

menjadikan Jesus sebagai filosof idamannya, Bush sedang mengtrngkap alam bawah sadarnya, bahwa semangat Cnrcnde kini diperIukan menggalang kekuatan Barat. Berakhimya Perang Dingin (Cold

War),yang ditandai dengan mntuhnya Uni Soviet, telah mengubah

peta dunia. Barat, dengan serangkaian ideologinya, tidak lagi legitirzafe trnhrk eksis. Semangat Cntsade dibuhrhkan, menurut Huntington, trntuk self-definition dan membangun motivasi, manusia perlu

rival dan musuh.6

Menurut Armstrong, Crusnde yaitu  proyek kerjasama besarbesaran Eropa di masa kegelapan mereka. Mereka dicengkeram dengan semangat Kristen yang tinggi. ]elas, Cmsade mempakan

jawaban terhadap kebuhrhan Kristen Eropa ketika itu(Clearly, cntsading nnswered a deep need in tlrc Cldstian of Europe).7 Di kalangan

misionaris Kristen, penggunaan istilah Cntsnde mempakan hal yang

Itrmrah. Bisa disimak, misalnya, toebsite Billy Graham, tokoh terkemuka Kristen fundamentalis AS (www.billygraham.org). Dalam

website ini bisa ditemukan banyaknya digunakan istilah Cnrcade ttnhlk menggambarkan bahwa aktivitas misionaris Kristen di AS dan

dtrnia lain