Tampilkan postingan dengan label peradaban barat 7. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label peradaban barat 7. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Januari 2025

peradaban barat 7

 



arik menelusuri, mengapa paham Pluralisme

agama kemudian dikembangkan secara besar-besaran oleh Barat,

baik di negara-negara Barat maupun di negara-negara Mttslim.

Banyak dana dikucurkan kepada organisasi Islam dan LSM-LSM

yang mengimani dan bersedia mengkampanyekan paham ini di

Indonesia. Tirlisan ini akan membahas secara singkat problem teologis Kristen yang telah menimbulkan efek traumatis yang mendalam di Barat. Kontroversi teologis Kristen yang tak kunjung habis

dan trauma historis masyarakat Barat terhadap kekejaman Gereja diabad pertengahan bisa dikatakan memberi pengaruh besar terhadap

upaya sebagian pemikir Barat dan teolog Kristen untuk mengajukan

pemikiran pluralisme agama--satu pemikiran yang membongkar

dasar-dasar teologi Kristen sendiri.

Perjalanan intelektual tokoh pluralisme agama John Hick, menunjukkan, dengan paham ini ia telah melakukan penghancuran

dasar-dasar teologi Kristen. John Hick, seorang profesor teologi

Kristen, melakukan hal itu melalui bukunya The Myth of God lncarnnte (L977). Buku ini memuat tiga tema utama: (1) Yesus tidak pernah

mengajarkan bahwa dia yaitu  "inkarnasi Tlrhan". (2)yaitu  mlrstahil melacak perkembangan doktrin inkarnasi dalam Bible yang

yang sebenarnya dimmuskan dalam Konsili Nicea dan Chalcedon.

(3) Bahasa yang digunakan Bible dalam soal'inkarnasi ketuhanan'

yaitu  bersifat metaforis, bukan literal. Buku Hick memunculkan

kehebohan besar di kalangan kaum Kristen. Berminggu-minggu

media massa keagamaan mendikusikan masalah ini. Hick memang

melakukan kritik tajam terhadap doktrin trinitas. Ia menyatakan,

bahwa doktrin Tiinitas bukanlah bagian dari ajaran Yesus tentang

Ttrhan. Yesus sendiri, katanya, mengajarkan Tuhan dalam persepsi

monoteistik Yahudi ketika ihr.17

Kisah intelektual John Hick seyogyanya dikaji secara cermat,

sebelum kaum Muslim memeluk dan menyebarkan paham pluralisme agama. Sebab,Islam sama sekali tidak mengalami problema teologis yang mmit seperti haLrya Kristen. Islam juga tidak mengalami

problema sejarah yang sama dengan sejarah Kristen, sehingga kaum

Muslim secara kolektif tidak mengalami kondisi traumatis ketika

berbicara tentang agama. Kecuali, tenhr sebagian kalangan yang

melihat Islam, dengan kacamata kaum Kristen-Barat-sekuler memandang agama mereka. Sebagaimana dipaparkan pada bab tentang sejarah mengapa Barat menjadi sekuler-liberal, bahwa Teologi

Kristen memang mengalami masalah yang serius tentang masalah

yang sangat mendasar--yaihr masalah Kehrhanan Yesus--sehi.gga

memungkinkan kalangan teolog pluralis dengan mudah melepas

keyakinan akan konsepsi teologi dasar mereka, sebagaimana yang

dilakukan teolog semacam john Hick.

Sebagaimana dikatakan Dr. C. Groenen Ofrn, seorang teolog

Belanda bahwa "sellrrrh permasalahan kristologi di dunia Barat

berasal dari kenyataan bahwa di dunia Barat, Ttrhan rnenjadi sahr

problem". Setelah membahas perkernbangan pemikiran tentang Yesus Krishrs (Kristologi) dari para pemikir dan teolog Kristen yang

berpengamh, ia sampai padA kesimpulan, bahwa kekacauan para

pemikir Kristen di dunia Barat hanya mencerminkan kesimpangsiuran kulhlral di Barat. "Kesirnpang siuran itr.r mempakan akibat

sejarah kebudayaan dunia Barat," tulis Groenen.rS

Dirumuskan dengan Voting

Jadi, dalam sejarah Barat, konsep tentang Tuhan memang bermasalah. Mereka tidak pernah berhenti berdebat dan berdiskusi

tentang siapa Tirhan (Yesus) sebenamya? Masalah utamanya yaitu ,

bahwa doktrin teologi Kristen tidak tersusun di masa Yesus, tetapi

berahrs tahun sesudahnya, yakni pada tahun 325 dalam Konsili

Nicea. yaitu  Kaisar Konstantin yang memelopori Konsili Nicea,

yang menyahlkan atau memilih teologi resmi Gereja. Sejak Konsili

Nicea, problem serius dan kontroversial memang masalah 'ketuhanan Yesus'. Bagaimana menjelaskan kepada akal yang sehat, bahwa

Yesus yaitu  'Tuhan' dan sekaligns 'mannsia'. Tentang konsep kehrhanan Yesus, buku Tlrc Messionic Legncy mencatat, bahwa Kristen

yang dikenal saat ini bukan berasal dari zanran Yesus, tetapi dari

Konsili Nicea, yang dicapai melah"ri voting (pemungutan suara).1e

Jika kaum Muslirn tidak pernah menghadapi problema soal

"syahadat", maka justm dalam Kristen, soal "syahadat" menjadi perbincangan dan kontroversi hebat. Konsili Efesus, tahun 431, melarang perubahan apa pun pada 'Svahadat Nicea', dengan ancaman

kutukan Gereja (anathema). Namun, Konsili Chalsedon, tahun 451,

mengubah'Syahadat Nicea'. Kuhrkan terhadap Arius dihapuskan.

Naskah syahadat Konsili Chalsedon berasal dari konsili lokal di

Konstantinopel tahun 381. Sebab, naskah edisi tahun 325 dianggapsudah tidak memaciai unhrk berhadapan dengan sihrasi bam. Bahkan, pada Konsili Toledo III di Spanyol tahrm 589, Gereja Barat melakukan tambahan frasa "dan Pntra" (Filioque), pada penggal kalimat "dan akan Roh Kudus.... yang berasal dari Bapa". Penambahan

itu dimakstrdkan untuk rnenekankan keilahian dan kesc.taraan antara Putra dengan Bapa. Paus, yang mulanya menolak penambahan

itu, akhirnya menerima dan mendukungnya.Namlrn, Gereja Timur

menolak, karena melanggar Konsili Efesus. Penambahan ini kemudian menjadi penyebatr utama terjadinya skisma--perpecahan--

antara dua Gereja (Barat dan Timur) pada abad ke-ll.20

Konciisi teologis semacam ihr tidak dijumpai dalam Islam.

Bahkan, kelompok Syiah pun tidak berbeda pendapat soal konsep

Keesaan Allah dan Kenabian Muhammad saw.. Sejak masa Nabi

Muhammad saw., kaum Muslirn sudah rnewarisi konsep teologi dan

ritual agama Islam dengan sempurna. Bahkan, nama agama ini pun

sudah cliberikan oleh Allah swt., melalui Al-Qur'an. Nama agama

ini, bukan mengacu pada nama tempat atau nama orang, tetapi

namanya yaitu  Islam--sahr-satunya nama agalna yang diberikan

oleh Kitab Sucinya (QS al-Maidah: 3). Kaum Muslim melakukan shalat, zakat, puasa, haji, yaitu  dengan contoh-contoh yang langsung

dan jelas diberikan oleh Nabi Muhammad saw., bukan dari penafsiran-penafsiran tak langsung. Bahkan, begihl banyak doa yang dicontohkan oleh Nabi (rna'txtr).

Kaum lvluslim juga tidak mengalami trauma historis sebagaimana dialami Barat saat menghadapi hegemoni Gereja yang memegang doktrin eksklusivisme teologis. Dalam kondisi seperti itu, bisa

dipahami, jika Barat kemudian mengembangkan paham pluralisme

agama. Sebab, tidaklah mungkin mempertahankan konsep teologi

Trinitas yang disusun berdasarkan kesepakatan dalam sahr Konsili.

Sejarah pun membuktikan, konsep eksklusivisme Gereja begihr

banyak memakan korban, sebab kaum heresy atau yang berbeda

agama hams dibunuh.

Konsep Islarn tentang Nabi Isa 'Alaihis salam pun sudah jelas

sejak awal bahwa Isa a.s. yaitu  manusia, Rasul, utusan Allah, dan

sama sekali bukan Tuhan atau putra Tuhan. Bahkan, sejak awal, Al-

Qur'an telah mengkritik keras konsepsi teologis kaum Kristen

tersebut. Penyebutan Isa a.s. sebagai 'anak Allah' disebut Al-Qur'an

sebagai kesalahan serius (QS Maryarn:89-92, al-Maidah: 72'75).

Penyebaran paham pluralisme agama di tengah masyarakat

Muslim dapat dilihat sebagai bagian dari upaya Barat mengglobalkan nilai-nilainya, dan meneguhkan hegemoninya, atau upaya

kalangan misionaris Kristen unhrk melemahkan keyakinan kaum

Muslim. Pluralisme--sebagaimana sekularisme--yaitu  sejenis "senjata pemusnah massal" terhadap keyakinan fundamental agamaagama. Kristen sudah mengalami hal ihr. Ia lumpuh. Karena ittt,

meskipun pada Kongres Misionaris Internasional diJerusalem, 1928,

menetapkan bahwa sekularisme "dipandang sebagai musuh besar

Gereja dan pesan-pesannya"2l tetapi pada dekade-dekade berikutnya ada banyak kalangan Kristen yang mempromosikan "sekularisme" dalam menjalankan misinya kepada Muslim. Dalam soal penyebaran pluralisme, Barat dan misionaris Kristen-Yahudi dapat

memiliki titik temu misi untuk mencegah'fanatisme'kaum Muslim

dalam memegang keyakinan agamanya.

Jika perbedaan konsepsi dan sejarah antara teologi Kristen dengan Islam benar-benar dikaji secara cermat, seyogyanya tidak perlu

ada kalangan Muslim yang latah menyebarkan paham pluralisme

agama. Dengan konsepsi teologinya, kaum Muslim terbukti tidak

pemah memusnakan agama lain. Islam lahir dalam pluralitas dan

mengajarkan untuk menerima yang plural. Biarlah Barat, dengan

pengalaman traumatisnya terhadap konsep dan praktik keagamaan

mereka, memeluk berbagai paham yang menghancurkan sendi-sendi

agamanya sendiri. Paham Pluralisme Agama sejatinya yaitu  sebuah agama baru, dengan konsep teologi bam. Penganut paham ini

bersikap "emoh agart:.a" yang ada, meskipun secara formal masih

bertahan dalam agama masing-masing. Karena ihl, paham ini memang hakikatnya membunuh dan membubarkan agama-agama

yang ada.

Jika peradaban Barat kemudian mengembangkan dan memaksakan paham ini agar dianut oleh pemeluk agama-agama yang ada,dapatlah dimaklumi. Sebab, peradaban Barat pada hakikatnya memang'anti-agama', sebagaimana dikatakan Muhammad Asad (Leopold Weiss):

" ...jndi knrnkteristik Peradtban Barnt ntodern, tidnk bisa diterinta baik

olelt Kristen nlauputl lslnm atau oleh ngnnta-agama lain, knrenn pada

irttinya yang terdalnm ia bersifut kosong-ngama (irreligioLLs)."2?

Karena ihr, sungguh sulit dipahami dengan akal sehat, jika banyak cendekiawan dari kalangan Muslim yang latah dan ikut-ikutan

perilaku Barat dalam 'membunuh agama' mereka sendiri. Paham

pluralisme agama--yang mengakui kebenaran semrla agama--yaitu 

paham yang jelas-jelas membunuh konsep teologi Islam. Sebab, Islam

datang memang unhrk melumskan penyimpangan-penyimpangan

yang dilakukan oleh pengikut agama sebelumnya dan agama lain.

Karena ihl, banyak ayatAl-Qur'an yang menyebutkan, bahwa kaum

Yahudi dan Kristen telah menyelewengkan konsep kebenaran dan

mengubah-ubah Kitab Suci mereka. Diuhrsnya Nabi Muhammad

saw. yaitu  untuk melumskan penyimpangan yang terjadi atas ajaran Nabi Isa a.s. oleh kaum Kristen, seperti yang diputuskan dalam

Konsili Nicea tersebut. Karena itu, bahkan sejak masih di awal-awal

tr.rrunnya Al-Qur'an di Makkah sudah ditegaskan maksud untuk

melumskan kekeliruan Kristen ihr:

"Katakan, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat memintq. Tidak

Beranak dan Tidak Diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara

dengan Dial' (al-Ikhlash: 1-4)

Bahkan, Al Quran mengecam keras kepercayaan kaum Kristen

ihr:

" Se sungguhn ya t elah kafirlah or ang- or ang y ang berkat a : se sungguhny a

Allah ialah Al-Masih Putra Maryam. Padahal Al-Masih sendiri berkata:'hai

Bani Israil, sembahlah Allah,Tuhanku danTuhanmu. Sesungguhnya orang yang

mempersekutukan Allah, maka pasti Allah akan mengharamkan sorgabaginya,

dan tempat orang itu ialah di neraka. Tidaklah adabagi orang-orang zalim itu

seorang penolong punl. Sesungguhnya kafirlah orang-oratry yang mengatakan

bahwasanya Allah yaitu  salah satu dari yang tigd. Padahal, sekali-kali tidak

ada Tirhan selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang

mereka ucapkan itu, pasti orang-orang kafir diantara mereka akan ditimpa

siksaan yang pedih. Maka ntengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan

memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al-Masih Putra Maryam itu hanyalah seorang Raxi yang sesungguhn y a t el ah ber I alu s eb el um n y a b eb er a p a Ra s u1...1' (al -Maid ah : 7 2-7 5)

Kadangkala ada orang yang mencoba-coba berkhayal "menjadi

Thhan", menetapkan bahwa intisari semua agama yaitu  sama.

Tuhan semlla agama yaitu  sama saja, hanya namanya yang berbeda-beda. Orang Islam menyebut T[rhannya dengan nama Allah,

orang Kristen menyebut Tuhan Bapa atau Yesus Kristus, orang Barat

menyebtrt God, orang Yahudi Yaluoeh, dan sebagainya. Kata mereka,

padahal, intinya dan maksudnya yaitu  sama saja. Begihr juga cara

menyembah Tirhan itu hanya 'tekniknya saja' yang berbeda, tetapi

hakikat dan hrjuannya sama saia.

Cara pandang semacam ihl yaitu  tidak benar. Masalah Konsep

T[rhan dan cara menyembah kepada Tuhan bukanlah hal yang

"sepele". Dalam konsepsi Aristotle, Tlr]ran disebut sebagai "unmoved mover" ,yaTttpenggerak yang tidak bergerak. 'Tuhan'Aristotle

yaitu  'Tuhan' filsafat, 'TLrhan' yang ada dalam pikiran, karena ia

harus ada secara logika sebagai penggerak alam semesta yang senantiasa berada dalam keadaan bergerak dan berubah. Karena itu,

tidak ada catatan yang menunjukkan bahwa Aristotle menyembah

'Tlrhan' yang dikonsepsikannya. 'Tirhan'Aristotle hanya tahu dirinya sendiri, dan tidak paham apa yang ada di luar dirinya. Kaum

Epicureans, para penganut filsafat post-Aristotle, mempunyai konsep Tuhan yang mirip dengan Aristotle. 'Ttthan', kata mereka, asyik

dengan dirinya sendiri, dan tidak peduli dengan makhluknya. Karena

itu, manusia tidak perlu berpikir dan peduli dengan 'Tlrltan'. Hidup

manusia yaitu  unfuk mengejar kesenangan semata-mata, tanpa peduli Tlrhan atau agama, atau kehidupan setelah mati.

Penyimpangan konsep Tuhan akanberakibat pada cara pandang

dan cara beribadah kepada Tuhan. Karena itu, Al-Qur'an memandang serius penyimpangan yang dilakukan kaum Nasrani dalam

pemahaman konsep Tuhan mereka.Harupir-hampir langit Pecah karena itu dan bmni terbelah, dan gunung

hancur lebur Karena nrcreka menuduh Al-Rafunan nrcmpunyai anakl.' (Maryam:90-91).

Jadi, kesalahan dalam Perumusan konsep Tuhan, bukanlah hal

sepele, dan btikan meruPakan hal yang dapat dikompromikan'

Bagaimana mungkin,lalu muncul paham Pluralisme Agama, bahwa

semua agama yaitu  jalan yang sah menuju Tuhan? Bahwa, orang

Islam tidak boleh meyakini hanya Islam saja, satu-saturnya agama

yang diridhai Allah dan sattr-satunya jalan kebenaran dan keselamatan? Bukankah ini sangat naif? Unhrk itLl, tidak ada salahnya

mendiskusikan kembali makna Islam, sebab paham Pluralisme

Agama, memang dimulai dari upaya dekonstmksi terhadap makna

'agarna'dan juga makna 'Islam' itu sendiri.

Definisi Islam: antara al-Attas dan W.C. Smith

Pada tanggal1,-2 Maret 2004, diadakan satu Seminar Nasional

di Kampus universitas Muhammadiyah surakarta (uMS) bertemakarl., "Pentikiran lslntn Mttlmnunadiynh Respons terhadnp Fenomenn

Liberalisme lslant". Ketika ihr penulis menyamPaikan satu makalah

berjudul Mendiskusikan kembali makna Islam. Pada sahr sisi--

sebenarnya merupakan seslratrl yang memprihatinkan--bahwa lembaga dakwah Islam yang sangat terkenal terpaksa harls mendiskusikan kembali hal yang sangat ftrndamental, hal yang sudah'alma'ltnn minnd din bid dhnrtffy", sesuahl yang sangat jelas, sebagaimana konsep tentang "kafrr", konsep bahwa Al-Qur'an yaitu  lnfzhan rua fl7a'nan dari Allah", ke-ma'shum-an para nabi, haramnya

khamr, zina,wailbnya shalat, haramnya muslimah menikah dengan

laki-laki non-Muslim, dan sebagainya. Bagi Muslim, sudah jelas,

bahwa seorang disebut Muslim--dan diakui sebagai Muslim, sehingga mendapat  hak-hak sebagai Muslim--jika dia membaca dua

kalimat syahadat dan tidak melakukan hal-haI yang membatalkan

syahadat.

Makna "Islam" itu sendiri digambarkan oleh Nabi Muhammad

saw. dalam berbagai sabda beliau. Imam al-Nawawi dalam Kitab

hadits-nya yang terkenal, al-Arba'in al-Nawawiyah, menyebutkan

definisi Islam pada hadits kedua,Islsnt adalalr balnvasnnya engkau bersoksi balnva senurgguhnya tiada

Tihsn selnin Allah danbnhwo sexutggilutya Muhanmnd yaitu  tftLtsan Allah,

engkau rnenegakkan shalat, rnenunaikan zakat, ntelaksanakan slnwn Ramadlnn, dan nrcnunaikan ibadah haji ke Baitullah-- jika engkau berkennmptnn

tnelaksannkann y a!' (HR Muslim)

Pada hadits ketiga juga disebutkan, bahwasanya Nabi Muhammad Saw bersabda,

"Islam ditegakkan di atas linn hal: persaksian bshwn tidak ada Tilnn

selain Allalt dan Muhanunad adalnh utusan Allah, penegakan shalat,

penunaian zakat, pelaksanaan haji ke Baitullah, dan shaum Ranndhan!' (HR

Bukhari dan Muslim)

Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang menegaskan perbedaan yang tajam antara orang yang beriman dan beramal shaleh, dengan orang-orang kafir. Surah al-Fatihah mengajarkan, agar kita

senantiasa memohon berada di jalan yang lurr.s (al-shirat al-mnstaqim) dan bukan berada di jalan orang-orang yang dimurkai (almaghdhub) dan jalan orang-orang yang tersesat (al-dhaallin). Dalam

kitab lqtidln' sslt-slirnth ol-Mttstnqim Mtrkhnalafatn Ashhnltil lnhiirn,

Ibn Taymiyah menulis sahr sub-bab berjudul "Al Mnghdhtrb'olnhim:

nl-yaluntd, rus ndbdlnallwn: nn-Noslmra" (Kaum yang dimurkai Allah

yaitu  Yahudi, yang tersesat yaitu  Nashrani). Dalam Kitabnya ihr,

Ibn Thymiyah mengutip sabda Nabi saw. yang menyatakan,

"Senmggulmya orang-orang Yaludi yaitu  yang dimurkai, sedangkan

kawn Nasrani yaitu  kaum yang tersesatl'(HR Tirmidzi)

Selama berahls tahun, kaum Muslim sangat mafhum, bahwa

kaum di luar Islam, yaitu  kaum kafir. untuk mereka ada berbagai

stattrs, seperti zlinmti,lmrbi, nrr$tn'nnn, atau m{altad. Al-eur'an pun

menggrmakan sebutan "kafir ahl-Kitab" dan "kafir musyrik" (eS 98).

stahrs mereka memang kafir, tetapi mereka tidak boleh dibunurr

karena kekafirannya--sebagaimana dilakukan kaum Kristen Eropa

terhadap kaum lrcretics--atau dipaksa memeluk Islam. Jadi, bangunan dan sistem Islam ihr begihr jelas, bukan hanya dalam konsepsi

teologis, tetapi juga konsepsi sosial, ekonomi, politik, kebudayaan,

peradaban, dan sebagainya. Misahrya, dalam hukum bidang perkawinan, sudah jelas, bahwa laki-laki kafir (non-Muslim) haramhukumnya dinikahkan dengan wanita muslimah (QS 60: 10). Ini

bukan berarti, seorang yang secara formal yaitu  Muslim, otomatis

akan selamat di akhirat dan masuk surga. Banyak ayat AI-Qur'an

yang menjelaskan terjadinya proses murtad, nifaq, atau fasiq. Tetapi,

kaum Muslim memahami Islam sebagai sebuah jalan yang benar,

yang mengandung ajaran-ajaran dari Allah swt.. Tergantung pada

individu Muslim itu sendiri, apakah ia mengikuti jalan yang benar

ihl, atau ia akan meninggalkan bahkan melawan Islam, secara diamdiam. Ia bisa menjadi Mukmin yang benar atau menjadi munafik,

yang secara formal Islam, tetapi tempatnya di akhiratnanti yaitu  di

dasar neraka. Konsep dan pemahaman semacam in sudah begihr

jelas dan gamblang dalam tradisi Islam, selama ratusan tahun.

Namun, masalahnya menjadi lain, ketika ada upaya-upaya

serius dari berbagai kalangan, termasuk kalangan Muslim sendiri,

yang mencoba trntuk melakukan dekontsmksi terhadap berbagai

konsep baku dalam Islam. Upaya dekonstruksi atau reduksi makna

dan konsep Islam sebagai satu nama agama (proper name), atau sebagai sattr sistem keagamaan (orgartized religion) berkembang pesat

sejalan dengan penyebarluasan dan propaganda paham pluralisme

agama di dunia internasional.

Di Indonesia, ide ini sudah pulujran tahun laltt dikembangkan,

namrln ketika itu, tampaknya kurang mendapat respon serius secara

intelektual dari kalangan Muslim. Kini, ide ini semakin menyebar,

sejalan dengan proses sekularisasi dan liberalisasi yang semakin

meruyak. Islam kemudian banyak dimaknai hanya dengan makna

generik atau makna bahasa sebagai "tindakan pasrah kepada Tlrhan"

(subnission to God), tanpa melihat, bagaimana cara pasrah kepada

Ttrhan ihr--apakah kepasrahan kepada Tuhan itr-r menggunakan ajaran Nabi Muhammad saw. atau ajaran Gatholoco?

Upaya dekonstmksi makna Islam sebenarnya merupakan bagian dari upaya dekonstmksi istilah-istilah kunci dalam Islam, yang

merupakan bagian dari dekonstmksi Islam secara keselumhan. Jika

makna Islam didekonstruksi, maka akan terdekonstruksi juga makna

" kafir", " r\Lrrtad", "mttnafik", " al-haq", " dakw a}l.", " jihad", " amat

maknrf nahi munkar", dar:. sebagainya. Jika dicermati, dalam berbagai penerbitan di Indonesia, upaya-upaya dekonstmksi istilahistilah ihr bisa dilihat dengan jelas. Bahkan, rlpaya dekonstmksi ituter,.rs berlanjtrt ke konsep-konsep dasar Islam, seperti "wahyLr"," AlQttr'an", "rnLr' jizat", dan sebagaiayu.,,

Dekonstruksi makna Islam, dan mereduksinya hanya dengan

makna "sttbutission", berdampak pada tidak boleh adanya klaim

kebenaran (trt.th claim) pada Islam. Kata mereka,Islambukan sahrsahrnya agama yang benar. Ada banyak agama yang benar. Atau,

"semua agama yang benar" bisa disebut "Islarn". Kebenaran tidak

satu, tetapi banyak. Sehingga, orang Islam tidak boleh mengklaim

sebagai pemilik sahr-sahrnya agama yang benar.2{

Tidaklah mengherankan, jika ide dekonstmksi dan reduksi

makna Islam, biasanya berjalan beriringan dengan propagand a agar

masing-masing pemeluk agama menghilangkan pikiran dan sikap

merasa benar sendiri. Jika orang Muslim tidak boleh meyakini bahwa Islam yaitu  sahl-sahlnya agama yang benar, dan agama lain

yaitu  salah, maka bisa ditanyakan, unhrk apa ada konsep dan

lembaga dakwah? Jika seorang tidak yakin dengan kebenaran yang

dibawanya--karena semua kebenaran dianggapnya relatif-maka

unturk apa ia berdakwah atau berada dalam organisasi dakwah?

Unhrk apa ia mengajak atau menyeru orang lain unhrk mengikuti

kebenaran dan menjauhi kemunkaran, sedangkan ia sendiri tidak

meyakini apa yang disebut benar (nl-ma'ntfl dan apa yang dikata-

kan salah (nl-nuu*nr). Pada akhirnya, golongan "ragu-ragu" akan

'berdakwah' mengajak orang trnhrk bersikap ragu iuga. Mereka

sejatinya telah memilih sahr jenis keyakinan bam, bahwa tidak ada

agama yang benar atau semllanya benar. Artinya, hakikatnya, ia

memilih sikap unhrk tidak beragama, atau telah memeluk agama

banr, dengan teologi baru, yang disebut sebagai "teologi semua

agama".

Upaya dekontsmksi dan reduksi makna Islam terr.s berjalan

dan ironisnya jika ihr dikembangkan oleh tokoh-tokoh dan cendekiar,r,an yang bukan hanya dianggap mempunyai otoritas dalam

keilmuan Islam, tetapi juga dihormati di lembaga-lembaga keagamaan. Ironisnya lagi, tidak banyak kalangan ulama dan cendekiawan yang menganggap hal ini sebagai masalah yaug serius bagi

perkembangan masa depan umat atau dakwah Islam di Indonesia. 2-5

Dalam soal definisi Islam, yaitu  menarik membandingkan

konsep yang dipaparkan oleh dua cendekiawan, yaihr Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan Wilfred Cantwell Smith. Konsep dua

cendekiar,van ini banyak meniadi mjukan para ilmuwan lain dalam

memberikan definisi agama, khttsusnya Islam. Sejak tahun 1'970-an,

al-Attas sudah dikenal sebagai ilmuwan Muslim dengan gagasangagasannya yang membongkar bahaya sekularisasi dan westemisa-

si di dunia Islam dan mengingatkan adanya konflik abadi antara

peradaban dan pemikiran Islam dengan Barat.26 Ia mengajukan

gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang kemudian direalisasikannya dalam sebuah instihrsi bernama ISTAC (Intemational Insti

hrte of Islamic Thought and Civilization) di Kuala Lumpur. Sedangkan W.C. Smith dikenal sebagai seorang Kristen Presbiter, tokoh

orientalis terkemuka, pendiri Islamic stu<iies di McGitl University

Kanada.27

Kedua pemikir ini sempat bertemu dan berdiskusi panjang di

McGill University, Kanada, dan kemudian tampak dalam kajian tentang makna Islam, kedtranya mempunyai pendapat yang bersebrangan. Pandangan AI-Attas dikutip dari buku Prolegontenn to The

Metnphysics of lslnm, (Kuala Lumpur: ISTAC, 7995), sedangkan pandangan W.C. Smith diambil dari buku Tlrc Menning nnd End of

Re I igion, (Minneapolis: Fortress Press, 1997).

Dalam soal makna Islam, pandangan al-Attas sangat jelas dan

Iugas. Ia katakan,

"Hanya ada satu agama wahyu yang asli, dan namanya sudah

diberikan (Allah) yaihl Islam, dan orang-orang yang mengikuti

agama ini dipuji oleh Allah sebagai yang terbaik diantara umat

manusia.... Islam, karenanya, bukan semata-mata sebuah kata

kata kerja yang bermakna kepasrahan (subrrtission); ia juga nama

sebuah agama yang menjelaskan cara kepasrahan yang benar,

juga sekaligus menjelaskan definisi agama (secara umum): kepasrahan kepada Tuhan. "26

Dan, kata al-Attas, tata cara dan benhrk penyerahan diri (s^rrbmission) kepada Tirhan yang terdapat dalam satu agama, pasti terkait

dengan konsepsi tentang Tirhan dalam agama itu. Sebab itr.r, konsepsi tentang Tirhan dalam agama tersebut, yaitu  sangat menentukan

dalam memmuskan bentuk artikulasi yang afuntission yang benar.

Dan konsepsi tentang Tlrhan, haruslah memadai unhrk menjelaskan

hakikat T[rhan yang sebenamya, yang hanya mungkin di dapat dari

wahytr (Reaelntion), bukan dari tradisi etnis atau budaya, atau dari

ramlran antara tradisi etnis, budaya, dan wahyu, atau dari spekulasi

filosofis (pltilosoplticnl speailntion). Agama yang benar (the true religion)

btrkan hanya menegaskan konsep The Llnity of God (at-tawhid), tetapi

jrrga menjelaskan tata cara dan benhrk submission yang dibawa oleh

Nabi terakhir (Muhammad saw.).2e

Jika bicara tentang xtbnission, maka Al-Qur'an menyebutkan

adanya dua jenis submissiort (aslama), yaitu secara sukarela (conscious and uilling subrrtissiorr) atau tidak sukarela (unconsciotrc snd unwilling subnission) (Ali Imran: 83). Menurut al-Attas, tlte real subnission yaitu  yang dilakukan dengan sadar dan atas kemauannya

sendiri. Tlrc Renl Submission juga berarti ketaatan terhadap hukumhukum-Nya (obedience to God's lau). Allah menegaskan, "Dnn siapnknh ynng lebih baik din-nya dnripadn orang ynng ikhlns rnenyernltknn

dirinyn kepndo Alloh, sedong din pwt nrcrtgerjaknn keboikan, dan in nrcngikuti rrtillolt lbralim ynng lmnif." (an-Nisaa': 125).30

Kata din dalam an-Nisaa': 125 ihr tidak lain dan tidak bukan

hanya memjuk kepada Islam. Tidak ada keraguan, bahwa ada berbagai benhrk din lainnya. Tetapi, menumt al-Attas, yang melakukan

totnl subntission (istislorn) kepada Thhan Yang Sahr yaitu  yang benar,

dan din semacam itulah yang merupakan sahr-sahrnya din yang

diterima Tirhan, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:

"Barangsiapa yang nrcncnri din selain Islam, nnka sekali-kali tidakloh

aknn diterima (din itu) dari padanya; dan di akhirat dia ternnsuk orang-orang

yang merugi:'(Ali Imran: 85).

Juga firman-Nya:

"Sesungguhnya ad-din (yang diridhai) Allah lnnyalah Islnnt. Tiada berselisih orang-orang yang diberi nl-Kitab, kecuali sesttdah datang pengetahuan

kepada mereka, karena kedengkian diantara rnerekal'(Ali Imran: 19)

Menurut al-Attas, manusia tidak mungkin terlepas dari sattr

din, sebab semuanya tunduk (aslnmn) kepada kehendak Tuhan. Dari

situ jelas, bahwa istilah din, juga digunakan--walaupun secara

metaforis--untuk menttnjuk kepada agama-agama lain, selain din alIslam. Tetapi, yang membuat Islam berbeda dengan din lainnya,

ialah bahwa submissio,? menurLrt Islam yaitu  sincere dan total

submissiort terhadap kehendak Tthan. Dan inilah yang menjadikan

adanya ketaatan terhadap hukum-hukum yang diwahyukan oleh-

Nya, dengan ketaatan yang sttkarela dan mutlak (willittgly and lbsolute obedience).

"Maka apakah mercka mencari din selain din Allah, padahal kepada

Allah-lah berserah diri (aslann) segala aPa yang di langit dan di bumi, baik

dengan sukarela atau terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikem'

balikanl.' (Ali Imran: 83)

Benhrk (fornt) dari subntission yang dilakukan atau diekspresikan yaitu  sanr form dari din. Di sinilah terjadi berbagai perbedaan

antara sattt dirr dengan din yang lain (al-Attas memberi catatan, ini

bukan berarti bahwa perbeclaan antar-agama hanyalah dalam hal

fonn saja. Sebab perbedaan dalarn fornr juga berimplikasi pada perbedaan konsepsi tentang Tuhan, tentang hakikat-Nya, nama-namaNya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya). Benhrk slrbmissiorr ihrlah yang diekspresikan dalam konsep millalt.Islam menSiktrti konsep millnlt Ibrahim, yang juga millalt dari para nabi lainnya

(alaihittr al-slmlatu uat-salant). Millah para nabi itu yaitu  merupakan

fonn dari agama yang benar, din al-qayyitrt. Millobnillah mereka

berkembang menuju kesempurnaan, dan mencapai kesempurnaannya di masa Nabi Muhammad saw..31

Kesempurnaan Islam, sejak masa Kenabian Muhammad saw.,

menumt al-Attas, sangat berbeda dengan agama-agama lairurya,yarfg benhrk penyerahan dirinya (fornts of atbntissior)-nya berkembang sesuai dengan tradisi budaya, yang tidak berbasis pada ntillalt

Ibrahim. Misalnya, agama dari Ahli-Kitab (People of the Book) telah

berkembang melalui gabungan antara tradisi kultural mereka dengan tradisi yang berbasis pada wahyu.32

Berbagai bentuk stftnissiort yang tidak Islami itu, menurut Attas,

dapat dimasukkan ke dalam jenis sttbmission yang tidak sukarela

(tmwilling). Dan itu yaitu  sahr jenis htfr. yaitu  kelim jika dinyatakan, bahwa percaya kepada Ttrhan Yang Sahl saja sudah dikatakan

sebagai benhlk agama yang benar (tnrc religion), dan sudah menjamin keselamatan (salantion). Iblis (Setan), meskipun ia percaya

kepada Ke-Sahr-an TuJran, tetap saja ia termasuk kafir. Karena ihr,

menunrt al-Attas, intisari yang ftindamental dari tnte religion yaitu 

submission yang benar (the renl submission), yakni submission yarrg

dicontohkan olehNabi terakhi{, Muhammad saw.. Bentuk (fornfi dari

tlrc real sttbmission ihrlah yang telah disahkan, diwahyukan, dan

diperintahkan oleh Allah, sebagai model atau tata cara subntission

yang sah. Tlrc real stfuntission yaitu  manifestasi, konfirmasi, dan

afirmasi dari keyakinan (beliefl yang benar dan gentine.33

Dalam bukunya, al-Attas sangat menekankan pentingnya katrm

Muslim memahami konsep-konsep atau istilah-istilah kunci (key

terms) dalam Islam, dalam kerangka worldaieu (pandangan hidup)

Islam. Ia mengemukakan terjadinya proses "deislaruizntion tf

lnngunge", dimana sejumlah istilah-istilah kunci dalam kosa kata

dasar dalam Islam telah digantikan dan dijadikan absurd di dalam

kerangka bidang-bidang asing dari makna Islam. Ketidakpedulian

dan kekacauan (ignorance nnd confircion), menyebabkan terjadinya

peluang masuknya konsep-konsep asing--di luar Islam. Ia menekankan bahaya proses sekularisasi dalam menyebarkan kekacauan

makna terhadap istilah-istilah kunci di dalam Islam, seperti konsepikl'rtiyar, 'ndl, adnb, 'ilm, dan sebagainya. Kerancuan makna itu

ironisnya justnt banyak terjadi di kalangan sarjana. Al-Attas menulis:

"sekularisasi intelektual yang meluas karena ketidakfahaman

tentang Islam sebagai agama vvahytt yang benar, manifestasinya sebagai peradaban, dan visinya tentang realita dan kebenaran sebagai prandangan hidup cendemng membingungkan

banyak sarjana dan cendekiawan kita dan para Pengikutnya

sehingga mereka menjiplak berbagai slogan modemitas/ yang

mengakibatkan pembahan dan pengetatan makna dari berbagai istilah kunci yang mencerminkan sistem nilai kita."3{

lslam versi W.C Smith

Dalam buku The Mennittg and End of Religiorts, Smith meletakkan pembahasan tentang konsepsi dan makna Islam ke dalam bab

khtrstrs berjudul "The Specinl Case of lslnn{' . Menumtnya, Islam adalah sattr-satr-rnya agama yang "brtilt-in nonrc". Kata lslnm terdapat

dalam Al-Qur'an itu sendiri, dan kaum Muslim tetap bertahan untuk

menggunakan istilah ihr untuk menjelaskan sistem keagamaan

mereka. Namun, meskipun demikian, Smith memberikan penjelasan yang bersifat reduktif terhadap makna Islam ihr sendiriIstilah Islam, menumtnya, jika ditelaah secara cermat dalam AlQur'an, kurang begitu banyak digunakan. Contohnya, istilah 'Tuhan'

mtrncul 2.697 kali, sedangkan Islnnthanya muncul 8 kali dalam AlQur'an. Dan jika istilah Islam digunakan, maka bisa jadi bermakna--

dan dalam banyak kasus pasti bermakna--bukan nama suahl sistem

sosial, tetapi mempakan tanda aktivitas personal. Smith menulis,

"lslnm odnlnh kntn ker jn, nnmail sekitar sepertign kali irtrnlnlt ketnutcrilon kntn kerjn nsolnya 'aslanm' (hmduk, bersernh diri secarn keselunthan, nunrberiknrt diri ke1tndn konitnten total). la nrerupakan knttr

kerja; nanm sebunh bentuk tindnknn, bukan sebualt institrtsi; sebualt

keputusnn pribodi, huknn sebunh sistem sosiol."

Dalam beberapa hal, katanya, bentuk verbal dari Islam jelas

terlihat (at-Thubah:74, al-Hrjurat: L7). Smith mengartikan Ali Imran:

85 sebagai berikut, "Jika seseorang memilih selain dari penyerahan6diri sebagai sebuah norma, itu tidak akan diterima daripad anya.,,

Bisa disimak, bahwa gagasan Smith yaitu  mengartikan Islam

sebagai aktivitas penyerahan diri kepada Tlrhan dan bukannya nama

sahl instihlsi. Istilah Islam, dengan makna sahl sistem keagamaan,

baru muncul dalam proses sejarah. yaitu  hal menggelikan, kata

smith, jika istilah Islam diartikan dengan makna sahr sistem keagamaan (n religiotts systent). Padahal, makna seperti ihr adatah hasil

dari perkembangan sejarah berikutnya. Tentang makna ayat,,lnnn

nl-dirm'indnllnli nl-Islarn",Smith menulis sebagai berikut,

"wlnt in modern tinrcs hns become 'verily the religion irt the eyes of

God is Islnnt, origirnlly nrcnnt.... rnther tlnt to condrtct oneserf dtily

before God is to occeptt His Conmmnds; tlrc proper ruay to uorship Hint

is to obey Hitn--or sintply, tnrc religiott (not 'tlrc tnrc religion') is

obeisnnce."35

Jadi, memrrut Smith, agama yang benar, bukan menunjuk pada

nama agama tertentu, tetapi yaitu  sahl bentuk aktivitas, yakni sahl

benhrk kepasrahan atau ketundukan (obeisance). Ia menekankan

bahwa istilah'Islam'dalam Al-Qur'an tidak menunjuk pada agama

tertenhr, tetapi lebih mempakan tantangan (chnllenge). smith sama

sekali tidak menyebut kriteria subntissiort to God yang benar menurut

Islam, sebagaimana banyak disebutkan dalam ayat Al-eur'an dan

hadits Nabi yang mewajibkan kaum Muslim mengikuti sunnah

Rasulullah saw..

Pendapat Smith ini berbeda dengan James Robson, yang mentrlis artikel berjudul 'Islnnt' os A Ternt, di |umal (Misi Kristen)

Muslim World edisi April 1954. Ia menulis, "Ketika kata Islam digunakan ia memiliki makna yang berbeda. Terkadang ia jelas menrpakan nama agart:.a." Robson menunjuk ayat lnna il-Diinn'indn

Allalti al-lslant sebagai contohnya. |uga ayat " Al yal"unla akmaltu laktun

.... Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Islam bukan hanya berma.kna

"submissiort to God" tetapi sudah berkembang menjadi nama sahl

agama (proper nanre). Robson mengutip sejumlah m;'ukan klasik

seperti tafsir al-Baidhawi dan beberapa kamus bahasa Arab yang

menjelaskan bahwa makna Islam, disamping submission to God

yaitu  nama sahl agama.

Agama Apa yang Benar?

Penjelasan al-Attas tentang makna din dan Islam, memberikan

gambaran yang jelas, bahwa din yang benar dan diakui Allah yaitu 

Islam. Ihrlah din para nabi yang disempumakan oleh Nabi terakhir,

Nabi Muhammad saw. Islam mempakan agama universal dan Nabi

Muhammad saw. diutus oleh Allah unhrk menjadi rahmat bagi

seluruh manusia (QS. Al-Anbiya': 107,Saba':28). |adi, sebagai sebuah

jalan, Islam yaitu  jalan yang lurLrs, jalan yang benar, jalan yang

IurLrs, shirath al-mustaqim, menuju kepada Ttrhan. Karena itu, semua amal ibadah, disyaratkan berdasar kepada iman. Tidak sah

amal ibadah seseorang, kecuali dia beriman kepada hal-hal yang

memang wajib diimani, sesuai konsepsi Islam, yang pokok-pokoknya dijelaskan dalam arknnul inmn.

.. Dengan semangat dan keyakinan semacam itulah, kaum Muslim

sepanjang sejarahnya bersemangat menyebarkan Islam ke seluruh

penjum dunia. Mereka yakin, bahwa Islam yaitu  satu-satunya

jalan keselamatan. Keyakinan ini tidak mengizinkan kaumMuslim

unhlk memaksakan agamanya, apalagi membunuh manusia lain,

karena perbedaan agama. Jika siknp senncnm itu dikatnkan sebngni

sikap "eksklusif dalam teologi", terbukti, sikap ihr tidak membawa

akibat bumk bagi umat manusia yang beragama lain. Ini berbeda

dengan sejarah Kristen saat mereka menerapkan "eksklusivitas

teologis" dan menetapkan katrm heresy atau kaum kafir sebagai

pihak yang harr.s dimusnahkan. Pada bagian sebelumnya telahdijelaskan bagaimana brutalnya instihrsi Inquisisi Gereja di abad

pertengahan terhadap pemeltik agama non-Kristen.

Anehnya, karena pengamh hegemoni dan invasi pemikiran

Barat dalam "Pluralisrne Agama", sebagian kalangan Nluslim sendiri kemudian menggugat konsepsi tentang Islam sebagai satusahrnya jalan keselamatan dan kebenaran. Ada yang menyatakan,

apakah adil, jika orang non-Muslim yang dilihatnya bersikap baik

kepada manusia, bersikap sopan, ramah, dermawan, dan sebagainya,

kemudian--hanya karena ia tidak secara formal memeluk Islam--lalu

dijebloskan ke dalam neraka. Adilkah Tuhan jika bersikap seperti

itu? Logika semacam ini terus dikembangkan di kalangan Muslim,

sehingga bukan tidak mungkin telah menimbulkan keragu-an pada

banyak kalangan Muslim lainnya, bahwa "agama forrnal" tidaklah

penting, yang penting yaitu  sikap dan perilaku pribadi. Apakah

seorang beriman kepada kerasulan Muhammad atau tidak, ihr tidak

penting. Yang penting ia baik. Dalam beberapa kesempatan diskusi,

muncul pertanyaan, apakah Bunda Theresa akan masuk neraka

hanya gara-gara dia tidak beragama Islam dan tidak beriman

kepada Nabi Muhammad saw.? Apakah Sidarta Budha Gautama

bukan seorang Nabi?37

Soal surga dan neraka yaitu  urusan Allah. Benarkah Theresa

yaitu  baik dan pantas masuk surga, itu umsan Allah. Bagaimana

dengan Abu Thalib yang banyak menolong Rasulullah saw.? Orangorang yang meragukan kebenaran Islam secara eksklusif sebenamya

sedang membuat logika dan mengukur "Pikiran Tuhan" dengan

"pikirannya" sendiri. Ketetapan Allah tentang agama Islam, sebagai

sahr-sabunya agarrra yang benar, yaitu  hal yang jelas dan gamblang. Karena itulah, dalam berbagai kesempatan, Rasulullah saw.

senantiasa menyeru umat manusia unhrk beriman kepada Allah dan

mengakui bahwa beliau yaitu  Rasul uhrsan Allah. Ditetapkan pula

pinhr gerbang memasuki agama Islam yaitu  membaca Kalimah

Syahadat: " Aku bersnksi balnoa tiada Ttlnn selnin Allalt dan aku bersnksi

bnhzun Mtilnrnnmd ndalnlt utusan Allal{'.

Di kalangan Kristen, diskusi semacam ini juga cukup panas.

Katrm inklusifis dan pluralis Kristen yang menolak klaim eksklusif

Gereja tems berkampanye unhrk menumbangkan doktrin eksklusif

Gereja, extra ecclesiam nulla snlus (outside tlrc clnrclt no snlaation), di

Itrar gereja tidak ada keselamatan. Hanya jalan Gereja yang benal

sebagai jalan keselamatan. Itu doktrin eksklusif mereka yang berhasil dimodifikasi dalam Konsili Vatikan 1I,1,962-'1.965. Bagi Kristen,

pertanyaan semacam itu memang sangat problematis, sebab mereka

sendiri terpecah dalam berbagai agama (Protestan, Katolik, Orthodoks). Gereja mana yang benar? Apakah Katolik atau Protestan atau

Ortodoks? Karena bingung dan fmstasi, maka keluarlah jawaban

"asal-asalan" semuanya yaitu  jalan kebenaran dan keselamatan.

Hans Kung, seorang Profesor teologi Katolik, memaparkan

adanya empat posisi dalam soal kebenaran agama: (1) Semua agama

yaitu  salah, (No religiort is true ntau all religions nre equally winte).lni

yaitu  posisi kaum ateis. (2) Hanya satu agama yang benar (Only one

religion is true, ntnu nll other religions ore untrue). Ini yaitu  posisi

Katolik tradisional, seperti vang dipaparkan tokoh-tokoh Kristen

awal: Origen, Cyprian, Augustine, dan dibakukan dalam Konsili

Lateran IV (1215). Konsili Fl<-rrence (1442) menegaskan, jalan keselamatan yaitu  menjadi anggota Gereja Katolik. Posisi kedua ini akan

kita bahas lebih lanjut, karena mempakan fenomena sejarah penting

dalam peradaban Barat yang kemudian memuncttlkan sekularisasi,

Iiberalisasi, dan pluralisme teologis. (3) Semua agama yaitu  benar

(Euery religiort is tnrc, atnu All religiotts nre eqiutlly true). Jlka semua

agama benar, padahal faktanya, agama-agama ihr berbeda-beda,maka agama yang mana yang dianggap benar. Lebih pelik lagi,

ketika mendefinisikan apa yang disebut dengan agama ihr sendiri.

(a) Satr.r agama yaitu  yang benar dan semua agama berpOran dalam

kebenaran sahr agama (One religiort is tlrc tnte one otnu All religions

porticipate in tlrc trutlt of tlrc one religiort). Gagasan in cendemng

mengarah pada sinkretisasi atau pembentukan agama barr. yang

berbeda dengan agama yang ada.

Diskusi tentang masalah kebenaran agama ihr sendiri terbenhrr

pada pertanyaan: apa kriteria sesuatu dianggap benar? Hans Kung

mengajukan gagasan, bahwa Tidak ada monopoli kebenaran pada

Kristen, dan tidak semua yang ada pada Kristen yaitu  benar. Ia

lebih jauh menyatakan,

"Itu nrtinya tidnk senrun yong ndo dnlant aganm-agonn drutio ndnlalt

snnn bennrttyo don bniknyn; ndn jugo boginn-baginn dnlam keinnnan

dnn tradisi, dalom ritus sertn anmlan keagnnman, stntktur lentbaga

dan kekunsaan, yang tidok benar, tidnk baik."

Ia mengajak semua agama tmtuk bersikap yang sama. Menurutnya/ secara alamiah, tidak ada agama yang dapat menerapkan

dengan sempurna kriteria kebenarannya sendiri untuk diterapkan

terhadap agama-agama lainnya.3s

Pengalaman kaum Kristen seperti yang dialami Hans-Kung,

John Hick, atatr WC Smith, biasanya ditelan begihr saja oleh sebagian kalangan Muslim yang menerima dan mempercayai paham

Pluralisme Agama, meskipun harus mengorbankan akidah Islamnya. Seolah-olah pendapat mereka ihr objektif, karena berasal dari

kalangan non-Muslim. Padahal, pendapat mereka itu tentu ada

kaitannya dengan pengalaman pribadi mereka sebagai para pemikir

dan teolog Kristen. Karena itulah, kiranya para cendekiawan muslim

perlu memahami dan menyampaikan secara jujur, bahwa antara

Islam dan Kristen--disamping terdapat berbagai persamaan--terdapat perbedaan yang sangat fundamental, baik dalam konsep Tirhan,

kenabian, bahkan perjalanan sejarahnya. Jika kaum Muslim tidak

kritis memahami sejarah keagamaan di Barat, lalu menjiplak begitu

saja berbagai pendapat atau teori yang diadopsi dari pakar-pakar

Kristen/Yahudi tentang "kajian keagamaan" (Religiorts Studies),

maka akibatnya bisa fatal. Islam lalu diteropong dan dianalisis berdasarkan kerangka plkir (frnrneruork) pengalaman dan ajaran agama

lain.

Sebagian orang yang beranggapan bahwa cara pandang pluralis Barat terhadap agama yaitu  sumber kema;'uan dan kedamaian

dunia, perlu melakukan evaluasi pemikiran yang serius. Sejak berakhirnya kolonialisme klasik, Barat mulai membangun pusat-pusat

kajian Islam yang sangat serits. Banyak diantaranya yang kemudian

berhasil mendidik cendekiawan Muslim sesuai kerangka berpikir

Barat-sekular, yang secara aktif menl'adi agen penyebaran paham

sempa di dunia Islam. Ketika Barat tidak lagi percaya bahwa Bible

yaitu  kata-kata Ttrhan (Thc Word of God/dei aerbun), maka mereka

pun mengajak kaum Muslim untuk meyakini hal yang sama seperti

mereka. Hans Kung, misalnya, menulis soal Al-Qur'an sebagai katakata Allah,

"Hnrus diingnt, bolnun btknn lnnyn mnnt lslarn yarrg nteyokininyn;

kourn Kristen ftmdnntentnlis menrnndnng Bible dengnn cara yang

snrna. Knurt Kristen futdomentolis nungntaknn: Sernua ini didikteknn oleh Ttilmn, dari porogrnf pertanm santpni yang teraklir. Tok adn

ynng benfunlt, tnk ndo yang ltorus diinterpretasi. Sentuanya jelns."zs

Kondisi Islam sangat berbeda dengan Kristen, termasuk soal

konsep dan problem Kitab Suci. Hingga kini, misahtya, unhrk nama

Tuhan dalam Bible saja terdapat banyak versi.{0 Nama agama mere-

ka juga tidak diberikan sejak awal mula agama ini lahir. Tetapi

ditenhrkan dalam sejarah pekembangannya kemudian. HaI ini pun

sangat berbeda dengan Islam, yang sejak awal mula, namanya

strdah built-in dalam Al-Qur'an dan diberikan oleh Allah swt.. Berabad-abad, kalangan misionaris-Kristen dan orientalis Barat mencoba menyebut Islam dan kaum Muslim, dengan berbagai nama,

tetapi akhimya mereka tidak berhasil, dan kini tidak bisa tidak,

menyebut Islam dan kaurn Muslim, dengan sebutan Islam dan

Muslim. Berbeda dengan sebutan Kristen yang tidak terdapat dalam

Bible, dan baru muncul kemudian.{l

Berbagai fakta tentang sejarah peradaban Barat, konsep teologis Kristen, dan realitas teks Bible, seyogyanya dikaji dengan mendalam dan dibandingkan dengan cermat dengan seiarah, tradisi,

konsep teologis Islam, dan realitas teks Al-Qur'an. Masing-masing

peradaban memiliki pandangan hidup (uorlduiew) yang khas.

Sejarah perjalanan Kristen Barat telah melahirkan seorang filsuf

terkenal bemama Bertrand Russell yang menulis sebuah buku Wlry I

ant not A Cltristinrz. Ia menjelaskan dua hal: mengapa dia tidak

percaya kepada Tuhan dan kepada keabadian (immortality). Kedua,

mengapa dia tidak memandang bahwa Christ (Kristus) yaitu 

manusia terbaik dan paling bijaksana. Bahkan Russell juga menjelaskan mengapa ia keluar dari Kristen, dengan menyatakan, "Agama

Kristen, sebagaimana yang diahrr dalam Gereja-gerejanya, merupakan mtrstrh mendasar dari kemajuan moral di dunia (l say quite

deliberately tlutt tlte Clrristian Religion, as orgnnized in its Clntrches,ltnsbeen and still is tlrc prfucipal enemy of ntornl progress in tlrc world)."t2

Gerakan-gerakan yang mendekonstmksi Teologi Kristen begihr

kuat berlangsung di kalangan para teolog Kristen sendiri. Tahun

1987, |ohn Hick dan Patrl F. Knitter mengedit dan menerbitkan

sebtrah bttku berjudul The Myth of Clristian Uniqueness: Tozoard a

PluralisticTlrcology of Religions (New York: Orbis Book, 1987). Da-lam

artikelrrya "7'1rc non-Absoluteness of Christinnity", John Hick menyebutkan sejumlah dampak buruk sik-ap Kristen yang merasa superior

terhadap agama atau bangsa lain selama berahls-ratus tahun. Teologi superior (eksklusif) itulah yang telah menyebabkan kaum

misionaris Kristen begihr aktif menyebarkan agama mereka ke

berbagai penjum dunia, hingga kini. Itu yaitu  fakta. Apakah hal

yang sama bisa diaplikasikan terhadap Islam? Apakah Islam tidak

boleh merasa benar sendiri atau menyebarkan dakwah ke berbagai

penjum dunia, agar mereka memeluk dan mengaplikasikan Islam?

Masalah ini perlu dikaji dengan teliti dan mendalam. Sebab, begihr

banyak ayat-ayatAl-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad saw. yang

memerintahkan kaum Muslim untuk berdakwah, memerintahkan

yang makmf dan mencegah kemunkaran. Nabi saw. menegaskan,

bahwa Islam yaitu  ya'lu ua la yila'nlnihi. Dalam sejarah, terbukti,

sikap dan sifat superior Islam sangat berbeda dampaknya dengan

sikap superior Kristen dan Barat.

Barat yang traumatis terhadap "orgnnized religion" of Cltristian

akhimya mengajukan jalan sekuler, liberal, dan pluralisme teologi

dalam kehidupan mereka. Sebagaimana penjajah Kristen dan misionaris yang aktif menyebarkan agama, Barat yang sekuler pun aktif

menyebarkan ideologinya dan memaksakan kepada manusia. Setiap

tahun, Amerika Serikat mengeluarkan laporan negara-negara yang

demokratis dan tidak demokratis, menurut standar AS. AS dan

sejumlah negara Barat juga aktif memonitor dan campur tangan

dalam banyak kasus politik di dtrnia Islam, membanhr kelompokkelompok sekuler dan mencegah naiknya kekuasaan kelomp-ok nonseknler (lslanists). Kasus pelarangan jilbab dan sejunlah sinlbol

agama di sekolah-sekolah negara di Perancis juga bisa dijadikan

salah satu contoh.

Di Indonesia, tekanan-tekanan terus dilakukan agar kaum

muslim juga mengganti keyakinannya bahwa Islam yaitu  sattr

satunya agama yang benar dan yang menyelamatkan umat manusia.

Kaum muslim juga diminta menghapus cita-citanya menegakkan

Islam dalam berbagai aspek kehidupan. secara terang-terangan,

tokoh-tokoh Kristen memperjuangkan sekularisasi, pluralisme teologis, dan terakhir, bahkan meminta agar Mukaddimah UUD 1945

diubah, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diganti, dan Indonesia

dinyatakan sebagai negara sekular.{3

Sebagai sahr peradaban yang masih eksis, meskipun sedang

dalam kondisi terhegemoni, Islam masih menunjukkan dinamika

dan karakteristiknya yang khas. Khazanah Islam masih tersimpan

dengan baik di berbagai perpustakaan dan lembaga-lembaga penelitian dan pendidikan. Tidaklah wajar, jika kaum muslim dengan

mudah menjiplak dan mengikuti begihr saja tradisi, sunnah, atau

perkembangan yang terjadi pada kaum Kristen/Yahudi atau agama

dan peradaban lain, apalagi yang menyangkut perombakan konsepkonsep dasar dalam Islam. Laktnn dirutktun zoa liyndin.



Pada tahun 2004, Pendeta Dr. Jan S. Aritonang menerbitkan

--ffi sebuah buku tebal berju d:ul "sejnrnh Perjrnnpnnn Kristen dan

i*1r.,1, ,trii{* lslam di lndonesin" (fakarta: BPK Gunung Mulia, 2004).

Buku ini menarik karena--di samping dilengkapi dengan data-data

sejarah yang melimpah--juga disertai dengan saran dan harapan

unhrk mengatasi konflik Islam-Kristen di Indonesia. Di antara

sejumlah rekomendasi yang dihrjukan kepada golongan Kristen

yaitu  (1) Orang Kristen tidak perlu ragu bahwa keselamatan ada di

dalam dan oleh Yesus Krishrs. Tetapi, keyakinan ihr tidak boleh

membuat orang Kristen merasa lebih selamat atau lebih unggul dari

umat beragama lain. Sebab, Yeslrs Kristus tidak datang unhlk mendirikan sebuah agama dan tidak dapat dikuasai atau dipenjarakan

oleh sebuah agama yang namanya Kristen. Umat Kristen bukanlah

pemilik hrnggal keselamatan. Tidak zamannya lagi mempertahankan semboyan extra ecclesiam nulln snlus.

(2) Umat Kristen tidak lagi mencemoott ajaran, kitab Suci, atau

tokoh-tokoh Islam, dan tidak membiasakan diri memjuk atau

menafsir Al-Qur'an dengan tujuan mencari pembenaran atas Kitab

Suci atau ajaran Kristen. (3) Umat Kristenperlu mempertimbangkan

perasaan umat Islam ketika hendak mendirikan mmah ibadah. (4)

Umat Kristen juga perlu mempertimbangkan perasaan umat Islam

ketika hendak mengadakan acara-acara ibadah atau perayaan keagamaan, baik di gedung gerEa, gedung pertemuan umtrm, atatr

melalui media massa. (5) Tidak perltr bersikap alergik dan traumatik

terhadap kaum N{uslim yang berbicara tentang penerapan Syariat

Islam. Pdt. Jan S. Aritonang juga mengimbau agar kaum Kristen

bersikap lebih simpatik dan bersahabat terhadap kaum Muslim:

"Memandang mereka sebagai seterlr, pihak yang mengancam,

.atau pun yang harus ditaklukkan demi Injil atau demi apa pun,

yaitu  tindakan bodoh dan tidak terpuji."

Saran-saran Pdt. Jan S. Aritonang itu tampak cukup simpatik.

Beberapa diantaranya pernah penulis sampaikan dalam berbagai

kesempatan. Berikut ini telaah ringkas tentang sejarah dan solusi

Konflik Islam-Kristen di Indonesia. Masaiah ini perlu diangkat

karena dalam banyak haf masalah Kristen di Indonesia tidak dapat

dilepaskan dengan strategi dan kepentingan Barat terhadap dunia

Islam, termasuk di Indonesia. Jika dulu "Gold, Gospel, dan Glory"

menjadi semboyan kolonialisme klasik, dalam beberapa hal, semboyan itu tidak berubah. Meskipun berbeda dalam banyak hal, unsurunsrlr Barat sekuler-liberal kadang bisa bertemu dengan kepentingan "misi Kristen", atau "sentimen Kristen." Konflik-konflik keagamaan--khususnya Islam-Kristen--sering kali men;'adi isu internasional, terutama pembenhrkan citra bahwa kaum Kristen di Indonesia tertindas dan tidak mendapat  hak yang layak sebagai

kaum minoritas. Padahal, dibandingkan dengan umat Islam di AS

dan negara-negara Barat lainnya, kaum Kristen Indonesia dan

penganut agama minoritas lainnya, mendapat  hak-hak sosial,

politik, ekonomi, yang sangat besar. Dalam bidang politik, mereka

selalu mendapat  jatah kursi menteri dalam kabinet-sesuatu yang

belum pemah terjadi dalanr sejarah AS.Konflik di Masa Kolonial

Sejarah konfl ik Islam-Kristen-baik Kristen Protestan malrpun

Katolik-di Incionesia bisa ditelusuri sejak kedatangan penjajah Belanda dan Portugis ke Indonesia. Kedua bangsa kolonial ittr datang

ke Indonesia melaksanakan program "trilogy intperialisnte", yainr

Gospel, Gold, srtd Glory. Jadi, disamping mereka mencari dan menguasai kekayaan alam, temtama rempah-rempah, para penjajah itu

juga menyebarkan agama Kristen. Sebab ihr, banyak kaum Muslimin

di Indonesia yang tetap memandang agama Kristen identik dengan

agama kolonial.

Tokoh-tokoh Kristen Indonesia--seperti Dr. W.B. Sidjabat dan

TB. Simatupang-biasanya bemsaha mengelak bahwa kekuasaan

kolonial Belanda ikut membantu penyebaran agama Kristen di Indonesia. Menumt mereka, kaum misionaris sama sekali tidak ada

kaitarurya dengan ambisi duniawi kaum kolonialis. Penyebaran

agama Kristen, lebih disebabkan oleh kuasa Alkitab dan bukan terutama disebabkan oleh orang-orang Kristen. Tetapi, bukti-bukti

sejarah sangat sulit menerima argumentasi tokoh-tokoh Kristen semacam itur. Banhlan dan camprlr tangan kaum kolonialis dalam

Kristenisasi sulit dipungkiri dalam sejarah.I

Mengutip hrlisan sejarawan KM Panikkar dalam bukunya ,4sra

nnd Western Dontinance, Prof. Dr. Bilveer Singh rnencatat, "Yang mendorong bangsa Porhrgal (unhrk menjajah di Asia yaitu ) strategi

besar melawan kekuatan politik Islam, meiakukan Kristenisasi, dan

keinginan unhrk memonopoli perdagangan rempal'r-rempah." Sebagaimana dihrnjukkan oleh Panikkar, sementara bagi negaranegara Eropa Ba-rat lainnya Islam hanyalah ancaman yang jauh, bagi

orang-orang yang tinggal di kepulauan Iberia, Castile, Aragon, dan

Portugal, Islam mewakili sesrlatrl yang mengancam, perkasa, dan

selalu siap siaga di depan beranda mmah mereka. Dari sudut pandang ini, kata Panikkar, "Islam yaitu  musrilr dan hams diperangi

dimana-mana. Banyak tindakan Porhlgal di Asia tidak akan dapat

dipahami kecuali fakta ini selalu diperhatikan.ladi, disamping unhrk Kristenisasi atas "wilayah kafir", Islam hams dilawan di jan-

tungnya, dengan menyerangnya dari belakang. Hal ini juga diharapkan akan menguntr.rngkan secara ekonomis."

Dalam kaitan ini, Pangeran Henry Sang Pelattt (1394-1460) melancarkan "strategi besar" dengan tujuan unhlk mengepung kekuatan Muslim dan membawa agama Kristen langsung ke wilayah

Samudera Hindia. Ketika berhasil menduduki Malaka, Alfonso

d'Albuquerqe berpidato,

"T[rgas besar yang harus kita abdikan kepada Ttrhan kita dalam

mengusir orang-orang Moor (Muslim) dari negara ini dan memadamkan api Sekte Muhammad sehingga ia tidak muncul

lagi sesudah ini.... Saya yakin, jika kita berhasil merebut;'alur

perdagangan Malaka ini dari tangan mereka (orang-orang

Moor), Kairo dan Mekkah akan hancur total dan Venice tidak

akan menerima rempah-rempah kecuali para pedagangnya

pergi dan membelinya di Porhrgal."2

Karena itu, bukan hal aneh, jika penjajahan (kolonialisme) Barat

di dunia Islam, selalu bekerjasama dengan misionaris Kristen unhrk

melanggengkan kekuasaannya. Mengutip pengakuan Alb C. Kruyt

(tokoh Nederlands bijbelgenootschap) dan OJH Graaf van Limburg

Stimm, Dr. Aqib Suminto mencatat,

"Bagaimanapun juga Islamharts dihadapi, karena semua yang

meng-untungkan Islam di Kepulauan ini akan memgikan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Dalam hal ini diakui bahwa kristenisasi mempakan faktor penting dalam proses penjajahan dan zending Kristen merupakan rekan sepersekuhran

bagi pemerintah kolonial, sehingga pemerintah akan membanttr menghadapi setiap rintangan yang menghambat perluasan

zending."3

Keterkaitan erat antara gerakan Kristenisasi dengan pemerintah kolonial banyak diungkap oleh para ilmuwan Indonesia, seperti

Aqib Strmrnto (Politik lslnm Hindin Belandn), Deliar Noer (Gerakarz

Islsm Modern) dan juga Alwi Shihab (Mentbendtmg Anrc--Respot.ts

6Gernknn Mtilnrnmadiyah terlndop Penetrasi Misi Kristen di Indonesin).

Politik netral agama yang diktmandangkan oleh pemerintah Belanda terbukti tidak benaL sebab dalam kenyataannya, mereka sangat

mendukung gerakan misi Kristen di lndonesia.

Sejumlah dekrit kerajaan Belanda dikeluarkan unhrk mendukung misionaris Kristen di Indonesia. Pada tahun 1810, Raja William

I dari Belanda mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa para

misionaris akan diutus ke Indonesia oleh dan atas biaya pemerintah.

Pada 1835 dan 1840, ada dekrit lain yang dikeluarkan, yang menyatakan bahwa administrasi gereja di Hindia Belanda ditempatkan di

bawah naungan GubemurJenderal pemerintah kolonial. Pada 1854,

sebuah dekrit lain dikeluarkan, yang mencerminkan bahwa kedua

badan di atas saling berkaitan. Dekrit ihr menyebutkan bahwa administrasi gerela antara lain berftingsi mempertahankan doktrin agama

Kristen. Karena ihr, sejumlah fasilitas diberikan kepada para misionaris, termasuk subsidi pembangunan gereja, biaya pulang pergi

misionaris Indonesia-Belanda, dan pembayaran gaji para pendeta,

disamping subsidi unhrk sekolah, mmah sakit, dan rumah yatimpiatu, serta berbagai keringanan pajak. Pada tahun 1888, Menteri

Umsan Kolonial, Keuchenis, menyatakan dukungannya terhadap

semua o