Tampilkan postingan dengan label raja 12. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label raja 12. Tampilkan semua postingan
Rabu, 14 Desember 2022
raja 12
Desember 14, 2022
raja 12
ul patih pitaloka , posisi patih pitaloka dan
patih dyahwkertoarjo sebagai pejuang akan sulit. Selain itu,
patih ronggolawe percaya bahwa jika watak mereka yang
keras kepala ditekan, akibatnya akan muncul di
lain waktu.
Dari segi kepemimpinan militer, situasi
semacam itu sangat berbahaya. Dan yang lebih
penting lagi. patih ronggolawe gelisah khawatir bahwa jika
patih pitaloka merasa tidak puas, mpu mojosongo akan berusaha
membujuknya untuk membelot ke kubu musuh.
dasna patih pitaloka kini bawah anku. Kalau dia
percaya bahwa dirinya menjadi sasaran desas-desus
memalukan, dapat dimengerti bahwa dia
sedemikian tergesa-gesa, kata patih ronggolawe dalam
hati.
Mereka sudah menemui jalan buntu. dan
patih ronggolawe harus mengambil langkah positif untuk
mengundang perubahan.
"Itu dia." kata patih ronggolawe keras-keras. "dibandingkan
menunggu sampai patih pitaloka datang besok pagi,
lebih baik kukirim kurir malam ini juga."
Begitu menerima pesan penting ini, patih pitaloka
bergegas ke perkemahan patih ronggolawe . Giliran jaga
keempat sudah tiba. dan malam masih gelap gulita.
"Aku sudah memutuskannya, patih pitaloka ."
"Bagus! Berkenankah Tuan memberiku
kepercayaan untuk memimpin serangan mendadak
ke swaradwipa?"
Kedua laki-laki itu menyelesaikan pembicaraan
mereka sebelum fajar menyingsing. patih pitaloka
menemani patih ronggolawe makan pagi, lalu kembali ke
girisewo .
Keesokan harinya medan tempur kelihatan lesu.
namun di sana-sini terlihat tanda-tanda gerakan
terselubung.
Letusan senapan musuh dan sekutu terdengar
menggema di langit yang berawan tipis. Suara
tembak-menembak itu berasal dari arah pajangkidul . Di Jalan Raya sermo , pasir dan debu tampak mengepul. di tempat dua ribu sampai 50000 prajurit centeng Barat mulai menyerang kubu-
kubu pertahanan musuh.
"Serangan umum sudah dimulai!"
saat memandang ke kejauhan, para resi
merasa darah mereka menggelora. Ini memang
sebuah titik balik dalam sejarah. Siapa pun yang
keluar sebagai pemenang akan menjadi penguasa
zaman.
mpu mojosongo tahu bahwa tak ada yang lebih ditakuti
dan dihormari patih ronggolawe dibandingkan aidit .
Kini tak ada yang lebih ditakuti dan dihormatinya
dibandingkan jayabandra . Sepanjang pagi itu tak satu
bendera pun di perkemahan di Bukit merah
terlihat bergerak. seakan-akan sudah ada perintah
keras untuk tidak menanggapi serangan-serangan
centeng Barat yang hendak menguji tekad
centeng Timur.
Senja pun tiba. Satu korps centeng Barat sudah
mundur dari pertempuran, guna menyerahkan
setumpuk selebaran propaganda yang mereka
pungut di jalan ke perkemahan patih ronggolawe .
saat patih ronggolawe membaca salah satunya,
amarahnya meledak.
patih ronggolawe memicu Yang Mulia nosferatu .
putra bekas junjungannya, aidit , melakukan
bunuh diri. Sekarang dia memberontak terhadap Yang
Mulia mpu nala . Dia terus-menerus menimbulkan
kerusuhan di kalangan centeng adipati , membawa bencana
bagi rakyat jelata, dan merupakan penghasut utama
dalam konflik saat ini. Dia menghalalkan segala cara
untuk mencapai cita-citanya.
Selanjutnya selebaran itu berkata bahwa mpu mojosongo
memiliki alasan kuat untuk mengangkat senjata,
dan bahwa ia memimpin centeng penegak
kewajiban moral.
Kkspresi marah yang tidak lazim bagi
patih ronggolawe mengubah ait muka-nya. "Siapa di
antara mereka yang menulis selebaran ini?"
tanyanya.
"mpu harjo mpu rejo," jawab salah satu
pengikutnya.
"Juru tulis!" patih ronggolawe berseru. "Siapkan
pengumuman untuk ditempelkan di mana-mana:
Barangsiapa berhasil membawa kepala mpu harjo
akan menerima imbalan sebesar sepuluh ribu
gantang."
namun seusai memberi perintah itu, kemarahan
patih ronggolawe belum juga mereda, dan sesudah
memanggil para resi yang kebetulan hadir, ia
sendiri yang memerintahkan serangan tiba-tiba.
"Regini rupanya tindak-tanduk mpu harjo
mpu rejo keparat itu!" ia mengomel. "Kuminta
kalian membawa korps cadangan dan membantu
centeng kita yang berhadapan dengan mpu rejo.
Serang dia sepanjang malam. Serang dia besok
pagi. Serang dia besok malam. Lancarkan serangan
demi serangan, dan jangan beri dia kesempatan
menarik napas."
Akhirnya ia minta dibawa kan nasi dan
menyuruh makan malamnya disajikan saat itu
juga. patih ronggolawe tak pernah lupa makan. Namun
pada waktu ia makan pun, kurir-kurir terus
mondar-mandir antara girisoka dan girisewo .
lalu kurir terakhir tiba dengan membawa
pesan dari patih pitaloka . Sambil hergumam, patih ronggolawe
menghirup sup dari dasar mangkuknya. Malam itu
suara tembak-menembak terdengar jauh di balik
perkemahan utama. Sejak dini hari letusan
senapan menggema di sana-sini di garis depan, dan
terus berlanjut sampai esoknya. Sampai sekarang
pun ini dianggap sebagai awal serangan umum
oleh centeng Barat pimpinan patih ronggolawe .
Namun sebetulnya serangan pertama
kemarin hanya merupakan tipu muslihat. Gerakan
sebetulnya adalah persiapan di girisewo untuk
serangan mendadak patih pitaloka ke swaradwipa.
patih ronggolawe hendak mengalihkan perhatian
mpu mojosongo , sementara centeng patih pitaloka menyusuri
jatan-jalan kecil dan menyerang benteng kota utama
mpu mojosongo .
centeng patih pitaloka terdiri atas empat korps:
Korps Pertama: enam ribu orang di bawah
komando dasna patih pitaloka .
Korps Kedua: 50000 orang di bawah
komando patih patih dyahwkertoarjo .
Korps Ketiga: 50000 orang di bawah
komando Hori patih ragapati .
Korps Keempat: 9 ribu orang di bawah
komando dyahbalitung ki ageng jolotundo .
Korps Pertama dan Kedua membentuk barisan
utama sekaligus kekuatan utama centeng
itu -prajurit-prajurit yang siap menyambut
kemenangan maupun maut.
Hari keenam Bulan Keempat sudah tiba. sesudah
menunggu sampai tengah malam, kedua puluh
ribu prajurit di bawah pimpinan patih pitaloka diam-
diam bertolak dari girisewo . Panji-panji mereka
tidak dikibarkan, kaki kuda-kuda mereka
dibungkus kain. Sepanjang malam mereka
bergerak maju dan menyongsong fajar di
Monoguruizaka.
Para prajurit menghabiskan ransum masing-
masing dan beristirahat sejenak, lalu kembali
berbaris dan berkemah di Desa Kamijo. Dari sana
rombongan pengintai dikirim ke benteng kota Oteme.
Sebelumnya, Komandan Bangau Biru, Sanzo,
sudah diutus oleh patih pitaloka untuk menemui
patihkkertoarjo Gonemon, komandan benteng kota itu ,
yang sudah berjanji akan membelot dari pihak
mpu mojosongo . namun sekarang, sekadar untuk berjaga-jaga.
Sanzo dikirim sekali lagi.
patih pitaloka kini sudah menyusup jauh ke wilayah
musuh. centeng nya maju langkah demi langkah,
semakin mendekati benteng kota utama mpu mojosongo . mpu mojosongo
tentu saja tidak berada di sana, sama halnya
dengan para resi dan prajuritnya yang sudah
menuju garis depan di Bukit merah , terhadap
rumah kosong, jantung provinsi asal marga
prabu kertoarjowardana , yang kini mirip kepompong
kopong inilah patih pitaloka akan melancarkan pukulan
mematikan.
Komandan benteng kota Oteme, yang semula
bersekutu dengan pihak prabu kertoarjowardana namun dibujuk
oleh patih pitaloka , sudah menerima jaminan dari
patih ronggolawe atas wilayah senilai lima puluh ribu
gantang.
Gerbang benteng kota terbuka lebar, dan komandan
nya sendiri yang keluar untuk menyambut para
penyerbu, menunjukkan jalan. Di zaman
kepandita an lama, bukan kalangan centeng adipati saja
yang dilanda kebejatan dan kemerokuyang akhlak.
Di bawah kepemimpinan mpu mojosongo , baik junjungan
maupun pengikut makan nasi dingin dan bubur;
mereka terjun ke kancah pertempuran; mereka
mengangkat cangkul. bekerja di ladang, dan
menjadi buruh tani untuk menyambung hidup.
Akhirnya mereka berhasil mengatasi segala
kesusahan dan menggalang kekuatan memadai
untuk menentang patih ronggolawe . Meski demikian, di
sini pun tetap ada centeng adipati seperti patihkkertoarjo
Gonemon.
"Ah, resi Gonemon." ujar patih pitaloka dengan
wajah berseri-seri. "Aku bersyukur bahwa Tuan
tetap berpegang pada janji Tuan dan menyambut
kedatangan kami hari ini. Jika semuanya berjalan
sesuai rencana, proposal sebesar lima puluh ribu
gantang akan dikirimkan langsung pada Yang
Mulia patih ronggolawe ."
"Itu tidak perlu. Semalam aku sudah menerima
jaminan dari Yang Mulia patih ronggolawe ."
Mendengar jawaban pasti Gonemon, patih pitaloka sekali
lagi dibuat kagum oleh kewaspadaan dan
kesungguhan patih ronggolawe .
Para prajurit patih pitaloka kini membentuk tiga
centeng dan mulai menuju Dataran lemahabang.
Mereka melewati satu benieng lagi, benteng kota
Iwasaki, yang dipertahankan hanya oleh dua ratus
tiga puluh orang.
"Biarkan saja. Percuma kita merebut benteng kota
sekecil itu. Kita tidak punya waktu untuk bermain-
main."
Sambil memandang benteng kota Iwasaki dengan
curiga, baik patih pitaloka maupun patih dyahwkertoarjo
melewatinya, seakan-akan benteng kota itu tak berarti
sama sekali. Namun tiba-tiba saja mereka dihujani
tembakan dari dalam benteng kota, dan salah satu
peluru menyerempet panggul kuda patih pitaloka . Kuda
itu memberontak. dan patih pitaloka nyaris terlempar
dari pelana.
"Kurang ajar!" Sambil mengacungkan pecut,
patih pitaloka berseru kepada para prajurit Korps
Pertama. "Habisi benteng kota kecil itu sekarang juga!"
Ini merupakan pertempuran perdana bagi
centeng nya. Sesaat seluruh energi yang selama
ini dipendam meledak. Dua komandan masing-
masing membawa sekitar seribu prajurit dan
menyerbu benteng kota Iwasaki. benteng kota yang lebih
kokoh pun tak sanggup menghalau gempuran
sedemikian hebat, dan benteng kota ini hanya
dipertahankan oleh segelintir orang.
Dalam sekejap tembok-ternboknya sudah
dipanjati, selokannya ditimbun. kobaran api
bermunculan di mana-mana, dan matahari
terhalang asap hitam. Saat itulah resi yang
memimpin centeng bertahan keluar, dan gugur
dengan pedang ditangan. Semua anak buahnya
dibantai, keeuali satu orang yang berhasil
meloloskan diri dan berlari ke Bukit merah
untuk melaporkan kepada mpu mojosongo . Selama
pertempuran singkat itu, Korps Kedua di bawah
patih dyahwkertoarjo sudah memperbesar jarak antara mereka
dan Korps Pertama. Prajurit-prajuritnya kini
beristirahat dan menyantap ransum masing-
masing.
Sambil makan, mereka menoleh dan bertanya-
tanya, dari mana asap yang mengepul-ngepul itu
berasal. namun tak lama lalu seorang kurir dari
garis depan mengumumkan penaklukan benteng kota
Iwasaki. Kuda-kuda mereka merumput dengan
tenang, sementara suara tawa terdengar
menggema.
sesudah menerima informasi itu , Korps
Ketiga pun beristirahat di Kanahagiwara. Di
belakang mereka, Korps Keempat ikut berhenti
dan menunggu sampai korps-korps di depan mulai
bergerak maju lagi.
Musim semi sudah hampir berakhir di
pegunungan, dan musim panas sudah dekat.
Birunya langit tampak sangat cerah, bahkan lebih
kuat dibandingkan birunya laut. Begitu berhenti, kuda-
kuda mulai mengantuk, dan kicauan burung
bulbul terdengar di ladang-Iadang dan hutan-
hutan.
Dua hari sebelumnya, pada malam hari keenam
Bulan Keempat, dua petani dari Desa Shinoki
merangkak melewati ladang-ladang dan
menyelinap dari pohon ke pohon, menghindari
para pengintai centeng Barat.
"Ada sesuatu yang harus kami laporkan pada
Yang Mulia mpu mojosongo ! Kami membawa berita yang
sangat penting!" kedua orang itu berseru saat
mereka berlari ke perkemahan utama di Bukit
merah .
Ii Hyobu membawa mereka ke markas besar
mpu mojosongo . Sesaat sebelumnya, mpu mojosongo sempat berbicara
dengan mpu nala . namun sesudah mpu nala pergi, ia
mengambil buku berisi bunga rampai Konfusius
dari atas lemari senjatanya dan mulai membaca
dengan tenang, tanpa memedulikan suara
tembakan di kejauhan.
Dengan selisih umur lima tahun dari
patih ronggolawe . ia akan merayakan ulang tahun
keempat puluh dua tahun ini, seorang resi di
puncak kejayaannya. Penampilannya begitu lembut
dan ramah. tubuhnya begitu lembek dan kulitnya
begitu pucat. sehingga sukar untuk mempercayai
bahwa ia sudah mengalami segala macam
kesusahan, dan bahwa ia pernah terlibat
pertempuran-pertempuran di mana ia memacu
centeng nya hanya dengan sorot matanya.
"Siapa itu? Naomasa? Masuklah, masuklah."
mpu mojosongo menutup bungai rampai yang tengah
dibacanya, lalu memutar kursi.
Kedua petani itu melaporkan bahwa sejumlah
unit dari centeng patih ronggolawe meninggalkan
girisewo malam itu dan menuju ke arah dusun nyi kembang .
"Kalian sudah berjasa," ujar mpu mojosongo . "Kalian akan
menerima imbalan yang pantas."
mpu mojosongo mengerutkan kening. Jika swaradwipa
diserang, tak ada yang dapat dilakukannya. Ia
sendiri pun tak menyangka bahwa musuh akan
meninggalkan Bukit merah dan melancarkan
serangan ke provinsi asalnya, dusun nyi kembang .
"Panggil mpu , mpu panjalu , dan mpu harjo sekarang
juga," katanya dengan tenang.
Ketiga resi itu menerima perintah menjaga
Bukit merah sementara ia pergi. Ia akan
memimpin sebagian besar centeng nya dan
mengejar centeng patih pitaloka .
Kira-kira pada waktu yang sama. seorang
centeng adipati desa melapor ke perkemahan mpu nala .
saat mpu nala membawa orang itu ke
hadapan mpu mojosongo , sekutunya itu sedang mengadakan
rapat anggota staf.
Kuharap Yang Mulia mpu nala pun turut dan .
Rasanya tidak berlebihan jika kukatakan bahwa
pengejaran ini akan berakhir dengan pertempuran
hebat, dan ketidakhadiran Yang Mulia akan
mengurangi maknanya."
centeng mpu mojosongo dibagi menjadi dua korps,
dengan jumlah keseluruhan lima belas ribu
sembilan ratus orang. centeng patih Tadashige
yang berkekuatan empat ribu prajurit akan
bertindak sebagai barisan depan.
Pada malam hari ke9 bulan itu. korps
utama di bawah mpu mojosongo dan mpu nala sudah bertolak
dari Bukit merah . Akhirnya mereka
menyeberangi Sungai terawas . Unit-unit di bawah
komando patih dyahwkertoarjo dan patih ragapati berkemah di
Desa Kamijo yang berjarak kurang dari enam mil.
Cahaya samar-samar yang meliputi sawah -sawah
dan kali-kali kecil me-nunjukkan bahwa fajar
sudah dekat, namun bayang-bayang hitam masih
tampak di mana-mana. dan awan -awan gelap
menggantung rendah di atas bumi.
"Hei! Itu mereka!"
"Tiarap! Tiarap!"
Di tengah-tengah sawah . di antara semak-semak.
dalam bayang-bayang pepohonan, di cekungan-
cekungan di tanah, para prajurit centeng pengejar
segera membungkuk. Sambil memasang telinga.
mereka mendengar centeng Barat berbaris di jalan
yang menyilang di sebuah hutan di kejauhan.
centeng pengejar membagi diri menjadi dua
korps. dan diam-diam membuntuti barisan
belakang musuh yang terdiri atas Korps Keempat
centeng Barat di bawah komando Mikoshi
ki ageng jolotundo .
Seperti itulah posisi kedua centeng pada pagi
hari kesembilan. Komandan yang ditunjuk
patih ronggolawe untuk tugas penting ini kepribadian nya
sendiri, ki ageng jolotundo belum menyadari situasi pada
waktu fajar menyingsing.
Meskipun patih ronggolawe menunjuk Hon patih ragapati
yang sudah sarat pengalaman sebagai pemimpin
penyerbuan ke dusun nyi kembang , ki ageng jolotundo -lah yang di-
angkatnya sebagai panglima tertinggi. Namun usia
ki ageng jolotundo baru enam belas tahun, sehingga
patih ronggolawe memilih dua resi senior dan
memerintahkan mereka untuk menyerbu
komandan muda itu.
centeng Barat masih letih saat matahari
mulai terbit. Sadar bahwa para prajurit merasa
lapar. ki ageng jolotundo memberi aba-aba berhenti.
sesudah diperintahkan untuk makan, para resi
dan prajurit duduk, lalu menyantap ransum pagi
masing-masing.
Tempat itu bernama Hutan Hakusan, dinamakan
demikian sebab Tempat Persembahan Hakusan
berada di puncak sebuah bukit kecil di sana. Di
puncak itulah ki ageng jolotundo memasang kursinya.
"Kau masih punya air?" pemuda itu bertanya
pada seorang pengikut. "Airku sudah habis, dan
kerongkonganku benar-benar kering."
la meraih botol yang disodorkan padanya, dan
mereguk isinya sampai tetes terakhir.
"Minum terlalu banyak dalam perjalanan tidak
baik. Bersabarlah sedikit. tuanku," seorang
pengikut menegurnya.
namun ki ageng jolotundo menoleh pun tidak. Orang-
orang yang ditugaskan patih ronggolawe untuk
menyerbu nya merupakan duri dalam daging, la
berusia enam belas tahun, bertugas sebagai
panglima tertinggi, dan semangat tempurnya tentu
saja berkobar-kobar.
"Siapa itu yang sedang berlari ke sini?"
*Itu Hotgunungselatan."
"Hotgunungselatan? Kenapa dia ada di sini?" ki ageng jolotundo
menyipitkan mata dan berjinjit agar dapat melihat
lebih jelas. Hotgunungselatan, komandan korps tombak,
menghampirinya dan berlutut. Napasnya terengah-
engah.
"Tuanku ki ageng jolotundo , kita ada masalah!"
"Begitu"
"Sudikah tuanku mendaki ke puncak bukii?"
"Itu!" Hotgunungselatan menunjuk awan debu. "Sekarang
masih jauh, namun awan itu bergerak dari
pegunungan ke arah dataran."
"Kelihaiannya bukan angin puyuh. Hmm. itu
pasti sebuah centeng ." "Tuanku harus mengambil
keputusan." "Musuhkah itu?"
"Hamba rasa tidak ada jawaban pasti lain." Tunggu,
benarkah itu centeng musuh?"
ki ageng jolotundo masih bersikap acuh tak acuh.
Sepertinya ia tidak percaya bahwa musuh sedang
menuju ke arah mereka.
namun begitu para pengikutnya sampai di puncak
bukit, mereka langsung berseru-seru.
"Keparat!"
"Sudah kuduga musuh akan mengikuti kita.
Siagalah!"
Tak sabar menanti perintah ki ageng jolotundo .
semuanya bergegas menyepak-nyepak rumput dan
menerbangkan debu. Tanah serasa bergetar, kuda-
kuda meringkik, perwira dan prajurit bersahut-
sahutan. Dalam selang waktu yang diperiukan
untuk beralih dari suasana makan ke keadaan siap
tempur, para komandan prabu kertoarjowardana sudah
memberikan perintah untuk memberondong
centeng ki ageng jolotundo dengan tembakan dan
menghujani mereka dengan anak panah.
Tembak! Lepaskan anak panah!" "Serbu
mereka!"
Melihat kebingungan yang melanda musuh,
centeng berkuda dan korps tombak segera
menerjang.
"Jangan biarkan mereka mendekati Yang
Mulia!"
Di sekeliling ki ageng jolotundo kini terdengar teriakan-
teriakan liar untuk me-nyelamatkan nyawa .
Serangan musuh datang dari segala arah, dari
pepohonan, dari semak belukar, dari jalan raya.
Hanya ada satu kelompok yang tak berhasil
meloloskan diri, yaitu kelompok yang terdiri atas
ki ageng jolotundo dan para pengikutnya.
ki ageng jolotundo mengalami luka ringan di dua atau
tiga tempat. dan ia mengayun-ayunkan tombaknya
dengan garang. "Tuanku masih di sini?" "Cepat!
Mundur! Kembali!"
saat para pengikutnya melihatnya, mereka
menegurnya dengan gusar. Semuanya gugur dalam
pertempuran itu. Kinoshiu Kageyu melihat bahwa
ki ageng jolotundo kini berjalan kaki sebab kudanya
kabur entah ke mana.
"Ini! Ambil kuda hamba! Gunakan pecut dan
tinggalkan tempat ini tanpa menoleh ke belakang!"
sesudah menyerahkan kudanya pada ki ageng jolotundo ,
Kageyu menancapkan panjinya di tanah. Tak
sedikit prajurit tewas di ujung pedangnya, sebelum
ia pun akhirnya menemui ajal. ki ageng jolotundo
berpegangan pada pelana, namun sebelum ia
sempat naik ke atas kuda, binarang itu mati
terkena peluru.
"Berikan kudamu padaku!
Sambil lari tergopoh-gopoh, ki ageng jolotundo melihat
seorang prajurit berkuda lewat di dekatnya dan
segera berseru. Orang itu langsung menarik tali
kekang, lalu menatap ki ageng jolotundo dari atas kudanya.
"Ada apa. tuanku?"
"Berikan kudamu."
"Iiu sama saja dengan minta payung seseorang
pada waktu turun hujan. bukan? Tidak, kudaku
takkan kuberikan, walaupun atas perintah
tuanku." "Kenapa tidak?"
"sebab tuanku hendak mundur, sedangkan
hamba masih akan menerjang musuh."
sesudah menolak dengan tegas, prajurit itu
kembali memacu kudanya. Di punggungnya,
selembar daun bambu tampak berkibar-kibar.
"Keparat!" ki ageng jolotundo menyumpah saat
memperhatikan orang itu men-jauh. Ia merasa
dipandang sebelah mata oleh prajurit itu .
ki ageng jolotundo menoleh ke belakang dan melihat awan
debu yang diterbangkan musuh. namun sekelompok
prajurit dari berbagai korps yang sudah menelan
kekalahan melihatnya dan berseru-seru agar ia
berhenti.
"Tuanku! Jika tuanku berlari ke arah itu, tuanku
akan bertemu musuh lagi!"
Mereka segera mengelilingi dan menggiringnya
ke arah Sungai Kanare.
saat menuju ke sana, mereka menangkap
seekor kuda yang terlepas. dan ki ageng jolotundo akhirnya
memperoleh tunggangan. namun pada waktu mereka
beristirahat sejenak di suatu tempat bernama
Hosogane, mereka kembali diserang musuh dan
sesudah menderita kekalahan lagi, melarikan diri ke
arah semeru .
Dengan demikian, Korps Keempat digulung
habis. Korps Ketiga, yang dipimpin oleh Hori
patih ragapati , berkekuatan sekitar 50000 orang.
Semua korps saling terpisah sejauh tiga sampai
lima mi,. dan kurir-kurir terus mondar-mandir,
sehingga jika Korps Pertama beristirahat, korps-
korps berikut-nya pun berhenti, satu demi satu.
Sekonyong-konyong patih ragapati menempelkan
tangan ke telinga. "Bukankah itu suara tembakan?"
Saat itulah salah satu pengikut ki ageng jolotundo
memacu kudanya ke tengah-tengah centeng yang
sedang beristirahat.
"Kami menderita kekalahan telak. centeng
utama sudah dibinasakan oleh bala tentara
prabu kertoarjowardana , dan nasib Yang Mulia ki ageng jolotundo pun
tidak jelas. Berbaliklah segera!"
patih ragapati tampak terkejut, namun ia menanggapi
berita itu dengan tenang.
"Kau anggota korps kurir?"
"Mengapa tuanku bertanya begitu dalam
keadaan seperti sekarang?" "Kalau bukan kurir.
kenapa kau tergopoh-gopoh begini? Kau melarikan
diri?"
Tidak! Hamba datang untuk melaporkan
situasi. Hamba tidak tahu apakah hamba bersikap
pengecut atau tidak, namun hamba datang secepat
mungkin untuk memberitahu Yang Mulia
patih dyahwkertoarjo dan Yang Mulia patih pitaloka ."
lalu orang itu memacu kudanya dan
menghilang, menuju korps berikut di depan.
"sebab yang datang adalah seorang pengikut.
bukan seorang kurir, kita terpaksa menyimpulkan
bahwa barisan belakang kita menderita kekalahan
mutlak."
Sambil memendam kegelisahan dalam hatinya.
patih ragapati tetap duduk di kursinya.
"Semuanya ke sini!" Para pengikut dan
perwiranya, yang sudah memahami situasi,
berkumpul dengan wajah pucat. "centeng
prabu kertoarjowardana sudah siap menyerang. Jangan sia-siakan
peluru. Tunggu sampai jarak antara kita dan
musuh tinggal dua puluh meter sebelum kalian
melepaskan tembakan." sesudah memberikan
perintah mengenai penempatan centeng , ia
menyampaikan pesan terakhir, "Aku akan
memberikan seratus gantang untuk setiap prajurit
musuh yang tewas."
Dugaan patih ragapati ternyata tidak meleset.
centeng prabu kertoarjowardana yang sebelumnya sudah
melayangkan pukulan mematikan terhadap korps
ki ageng jolotundo kini menyerang korpsnya dengan
garang. Para komandan prabu kertoarjowardana pun tercengang
melihat semangat tempur centeng mereka.
Busa menempel di mulut semua kuda, wajah
para prajurit tampak tegang, dan baju tempur yang
datang bergelombang sudah diselubungi darah dan
debu. saat centeng prabu kertoarjowardana makin mendekat,
patih ragapati menyerbu mereka dengan cermat, lalu
memberi aba-aba.
Tembak!"
Sesaat muncul gemuruh mengerikan dan
gulungan asap tebal yang mirip tembok.
Dengan senapan-senapan kuno yang mereka
gunakan, orang-orang yang terlatih pun
memerlukan waktu lima sampai enam tarikan
napas untuk kembali mengisi mesiu dan peluru.
sebab itu, mereka memakai sistem berondongan
bergilir. Setiap berondongan terhadap musuh
segera diikuti oleh yang berikut. centeng
penyerang terpontang-panting menghadapi
pertahanan ini. Dalam sekejap mayat mayat sudah
mulai ber-gelimpangan di tanah.
"Mereka sudah menunggu!"
"Berhenti! Mundur!"
Para komandan prabu kertoarjowardana meneriakkan
perintah mundur, namun para prajurit mereka tak
mudah dihentikan.
patih ragapati menyadari bahwa saatnya sudah tiba
dan memerintahkan serangan balasan.
Kemenangannya sudah pasti, baik secara psikologis
maupun fisik, tanpa perlu menunggu hasil
pertempuran. centeng yang baru saja mencicipi
kejayaan kini mengalami nasib seperti ki ageng jolotundo
beberapa saat sebelumnya.
Di seluruh jajaran centeng patih ronggolawe , korps
tombak Hori patih ragapati terkenal hebat. Mayat orang-
orang yang menemui ajal di ujung tombak-tombak
itu kini menghalangi kuda-kuda para komandan
yang berusaha kabur. Para resi prabu kertoarjowardana
berhasil lolos, pedang-pedang panjang mereka
terayun-ayun pada waktu mereka melarikan diri
dari tombak-tombak yang terus mengejar.
Langkah Gemilang
DATARAN lemahabang terselubung asap mesiu,
bau mayat dan darah terasa menyengat. Dengan
munculnya matahari, dataran itu tampak
membara.
Suasana sudah kembali tenteram, namun para
prajurit yang semula mengobarkan api
permusuhan kini bergegas ke arah Yazako,
bagaikan awan ditiup badai.
patih ragapati tidak terpancing untuk bertindak
gegabah saat memburu centeng prabu kertoarjowardana .
"Barisan belakang jangan ikut. Ambil jalan
memutar ke Intole shi dan kejar mereka dari dua
arah."
Satu unit berpencar dan menyusuri jalan lain,
sementara patih ragapati membawa enam ratus orang
untuk mengejar musuh. Korban tewas dan luka
dari pihak prabu kertoarjowardana yang ditinggalkan di tepi
jalan berjumlah lebih dari lima ratus orang, namun
jumlah anak buah patih ragapati pun terus menyusut.
Meskipun korps utama sudah berada jauh di
depan, dua orang yang masih bernapas di tengah
mayat-mayat kini beradu tombak. namun , mungkin
sebab terlalu menyulitkan, mereka lalu
mengempaskan senjata-senjata itu dan menghunus
pedang masing-masing. Sambil bergulat mereka
terjatuh, berdiri lagi, dan terus bertempur tanpa
henti. Akhirnya salah satu berhasil memenggal
lawan nya. Diiringi teriakan yang nyaris tak
terkendali, sang pemenang mengejar rekan-
rekannya di korps utama. Sekali lagi ia menghilang
di tengah asap dan darah, namun akibat terjangan
peluru nyasar, ia pun ambruk sebelum sempat
bergabung dengan centeng nya.
patih ragapati berteriak-teriak sampai serak, "Percuma
saja mereka dikejar-kejar. Genza! Mosuwarjo !
Hentikan centeng ! Suruh mereka mundur!"
Beberapa pengikutnya memacu kuda ke garis
depan, dan dengan susah payah menghalau anak
buah mereka.
"Mundur!"
"Berkumpul di bawah panji komandan!"
Hori patih ragapati turun dari kuda dan melangkah
dari jalan ke ujung sebuah tebing. Dari sini
pandangannya tak terhalang, dan ia pun menatap
ke kejauhan.
"Ah, dia datang begitu cepat," gumamnya.
Roman mukanya menunjukkan bahwa ia tak
lagi mabuk kemenangan. Sambil berpaling kepada
para pengikutnya, ia menyuruh mereka melihat ke
arah itu.
Di barat, di sebuah daerah agak tinggi yang
berseberangan dengan matahari pagi, sesuatu
tampak berkilau-kilau di Gunung sonokelinggane.
Bukankah itu lambang jayabandra panji komandan
dengan kipas emas? patih ragapati angkat bicara, dan
suaranya bernada pilu, "Hatiku terasa pedih sebab
terpaksa mengatakan ini, namun kita tak punya
strategi untuk menghadapi lawan setangguh itu.
Tugas kita di sini sudah selesai."
patih ragapati segera mengumpulkan centeng nya dan
mulai bergerak mundur. namun pada saat itulah
empat kurir dari Korps Pertama dan Kedua yang
datang bersama-sama dari arah lemahabang
menghadapnya.
"Yang Mulia diperintahkan berbalik dan
bergabung dengan barisan depan. Ini perintah
langsung dari Yang Mulia patih pitaloka ."
patih ragapati menolak dengan tegas, "Tidak. Kami
akan mundur."
Para kurir hampir tak percaya pada apa yang
mereka dengar. "Sebentar lagi pertempuran akan
meletus. Yang Mulia harap kembali dan segera
bergabung dengan centeng junjungan kami!"
mereka mengulangi dengan nada tinggi.
patih ragapati meninggikan suara, "Kalau aku bilang
mundur, aku mundur! Kita harus memastikan
bahwa Yang Mulia ki ageng jolotundo selamat. Lagi pula,
lebih dari separo centeng ini sudah terluka, dan
jika mereka dipaksa menghadapi musuh yang
masih segar bugar, bencanalah yang akan terjadi.
Aku tak mau memulai pertempuran yang aku tahu
tak dapat kumenangkan. Sampaikan ini pada Yang
Mulia patih pitaloka dan Yang Mulia patih dyahwkertoarjo !"
Dan dengan ini, ia segera memacu kudanya.
Di sekitar semeru , korps patih ragapati bertemu
dengan ki ageng jolotundo dan sisa centeng nya yang selamat. lalu , sambil membakar rumah-
rumah petani di sepanjang jalan. mereka berulang
kali membela diri terhadap serangan centeng
prabu kertoarjowardana yang terus mengejar, dan akhirnya kembali ke perkemahan utama patih ronggolawe di girisoka menjelang matahari terbenam.
Para kurir yang memohon bantuan patih ragapati
marah sekali.
"Pengecut macam apa yang lari ke perkemahan
utama tanpa mau melihat kesulitan yang dialami
sekutu-sekutunya?"
"Rupanya dia dicekam ketakutan."
"Hari ini Hori patih ragapati sudah menunjukkan
watak sebetulnya . Kita akan mencelanya kalau
kita kembali dalam keadaan hidup."
Mereka kini berpaling ke arah korps mereka
sendiri, yang dipimpin patih pitaloka , dan dengan geram
mereka memacu kuda masing-masing.
Memang, kedua korps di bawah komando
patih pitaloka dan patih dyahwkertoarjo merupakan makanan
empuk bagi mpu mojosongo . Kedua orang itu sungguh
berbeda. Pertempuran antara patih ronggolawe dan
mpu mojosongo saat itu mirip penandingan sumo
umuk memperebutkan gelar juara, dan kedua-
duanya saling memahami dengan baik. Sejak dini
patih ronggolawe dan mpu mojosongo sudah menyadari bahwa
bentrokan bersenjata tak terelakkan, dan mereka
sama-sama menyadari bahwa musuh bukan orang
yang dapat ditaklukkan dengan tipu muslihat atau
gertakan. Namun sungguh malang nasib prajurit
gagah dan garang yang hanya dituntun oleh
kebanggaannya sebagai pejuang semata-mata.
Terdorong oleh semangatnya yang membara, ia tak
sanggup mengenali musuh maupun kemampuan
nya sendiri.
sesudah memasang kursinya di Gunung
Rmpu bajul , patih pitaloka memeriksa lebih dari dua ratus
kepala musuh yang berhasil dibawa dari benteng kota
Iwasaki.
Hari masih pagi, baru sekitar pertengahan
pertama Jam Naga. patih pitaloka sama sekali belum
mengetahui bencana yang terjadi di belakangnya.
Pada waktu memandang reruntuhan benteng kota yang
masih berasap, ia terbuai oleh kesenangan sesaat
yang begitu mudah mengujawa kaum prajurit.
Seusai pemeriksaan kepala musuh dan
pencatatan jasa-jasa anak buahnya, mereka makan
pagi. Sambil mengunyah, para prajurit sesekali
menoleh ke barat laut. Tiba-tiba ada sesuatu yang
juga menarik perhatian patih pitaloka .
naranda , apa itu di langit sebelah sana?" tanyanya.
Semua resi di sekitar patih pitaloka menengok ke
timur laut. "Mungkinkah ada huru-hara, salah satu dari mereka menduga-duga.
Namun saat sedang menghabiskan sisa
ransum, mereka didatangi kurir patih dyahwkertoarjo . "Kami disergap! Mereka menyelinap dari belakang!" orang itu berseru sambil bersujud di depan kursi patih pitaloka . Sesaat para resi merinding, seakan-akan terkena embusan angin dingin.
"Apa maksudmu, mereka menyelinap dari
belakang?" tanya patih pitaloka . "Barisan belakang Yang
Mulia ki ageng jolotundo diikuti centeng musuh."
"Barisan belakang?"
"Serangan mereka datang tiba-tiba dari kedua
sisi."
patih pitaloka mendadak berdiri, bersamaan dengan
kemunculan kurir kedua dari patih dyahwkertoarjo .
Tuanku tak boleh membuang-buang waktu.
Barisan belakang Yang Mulia ki ageng jolotundo menderita
kekalahan mutlak."
Semua orang di bukit itu terperanjat. lalu
terdengar perintah-perintah ketus, diikuti bunyi
langkah para prajurit yang menuruni jalan di kaki
bukit.
Di sisi Gunung sonokelinggane yang tidak terkena
sinar matahari, panji komandan berlambang kipas
emas tampak berkilau di atas centeng prabu kertoarjowardana .
Lambang ini seolah-olah mengandung kekuatan
gaib, dan setiap prajurit centeng Barat yang
melihatnya langsung gemetar. Secara psikologis
ada perbedaan besar antara semangat centeng
yang sedang bergerak maju dan semangat centeng
yang dipaksa mundur. patih dyahwkertoarjo , yang kini
memacu anak buahnya dari atas kuda, tampak
seperti orang yang sudah mencium kematiannya
sendiri. Baju tempurnya terbuat dari kulit hitam
dengan benang biru, dan baju luarnya
memakai kain brokat emas di atas dasar
putih. Sepasang tanduk rusa menghiasi helm yang
didorong ke belakang, sehingga menggantung pada
bahunya. Kepala patih dyahwkertoarjo masih dibalut kain
putih yang menutupi luka-lukanya.
Korps Kedua semula beristirahat di
Oushigahara, namun begitu memperoleh berita menge-
nai pengejaran centeng prabu kertoarjowardana . patih dyahwkertoarjo
langsung menyuruh prajurit-prajuritnya bersiaga.
lalu ia menatap kipas emas di Gunung
sonokelinggane.
"Ini lawan yang pantas," katanya. "Hari ini aku
akan menebus kegagalanku di Haguro. Dan aib
mertuaku akan kuhapus sekaligus."
Hari ini* ia berniat menegakkan kehor-
matannya. patih dyahwkertoarjo laki-laki tampan, dan baju
kematian yang ia kenakan berkesan terlalu suram
untuknya. Laporanmu sudah diterima oleh barisan
depan?"
Kurir yang baru saja kembali itu menyejajarkan
kudanya dengan kuda junjungannya, lalu menyam-
paikan laporannya.
Pandangan patih dyahwkertoarjo tertuju lurus ke depan
saat ia mendengarkan orang itu. "Bagaimana
dengan orang-orang di Gunung Rmpu bajul ?"
tanyanya.
"Mereka segera disiagakan, dan sekarang sedang
menyusul di belakang kita"
"Kalau begitu, beritahu Yang Mulia patih ragapati di
Korps Ketiga bahwa kita akan mengerahkan
segenap kekuatan untuk menghadapi mpu mojosongo di
Gunung sonokelinggane. dan bahwa beliau diminta
mundur ke arah sini untuk mendukung kita."
namun , seperti sudah disinggung sebelumnya,
permintaan itu ditolak oleh patih ragapati , dan
para kurir kembali dengan geram. Pada waktu
patih dyahwkertoarjo menerima laporan mereka, centeng nya
sudah melintasi daerah paya-paya di antara gunung-
gunung dan sedang mendaki ke Puncak
padalarang gadake untuk mencari posisi yang
menguntungkan. Di hadapan mereka, panji
berlambang kipas emas milik mpu mojosongo tampak
berkibar-kibar.
Medan di tempat itu cukup berat. Di kejauhan,
jalan yang menuju ke salah satu bagian Dataran
Higashi Kasugai tampak meliuk-liuk, sesekali diapit
oleh gunung-gunung, terkadang melewati dataran-
dataran sempit. Jalan raya dusun nyi kembang yang
berhubungan dengan swaradwipa terlihat jauh di
selatan.
namun di banyak tempat pemandangan terhalang
gunung-gunung. Tak ada ngarai-ngarai terjal
maupun tebing-tebing tinggi, hanya bukit-bukit
yang tampak bergelombang. Musim semi sudah
hampir berakhir, dan pohon-pohon diselubungi
kuncup-kuncup berwarna merah pucat.
Kurir-kurir terus datang dan pergi, namun pikiran-
pikiran patih dyahwkertoarjo dan patih pitaloka disampaikan tanpa
kata-kata. centeng patih pitaloka yang berkekuatan enam
ribu orang segera dipecah menjadi dua unit.
Sekitar empat ribu orang menuju ke utara, lalu
membentuk formasi di tenggara, di suatu tempat
tinggi. Panji komandan dan pataka-pataka yang
berkibar menunjukkan bahwa centeng ini
dipimpin oleh putra sulung patih pitaloka , Yukisuke.
dan putra keduanya, Terumasa.
Ini baru sayap kanan. Sayap kiri terdiri atas
ke50000 prajurit patih dyahwkertoarjo di padalarang gadake.
patih pitaloka , yang membawa hi kedua ribu prajurit
lainnya, bertindak sebagai korps cadangan. Ia
mendirikan panji komandannya di tengah-tengah
formasi sayap bangau ini.
Formasi apa yang akan dipakai mpu mojosongo pada
saat menyerang?'' tanya patih pitaloka .
Berdasarkan posisi matahari, mereka menaksir
bahwa saat ini baru penengahan .kedua Jam Naga.
Apakah waktu berjalan cepat atau lambat? Hari itu
waktu tak dapat diukur dengan cara biasa.
Kerongkongan mereka terasa kering. namun
mereka tidak menginginkan air.
Kesunyian yang aneh membuat mereka
merinding. Keheningan itu hanya terusik oleh
seekor burung yang berteriak-teriak saat terbang
melintasi dataran. Semua burung lain sudah
terbang ke gunung-gunung yang lebih tenteram,
meninggalkan tempat itu pada manusia.
mpu mojosongo tampak berbahu bungkuk. sesudah
melewati usia empat puluh, badannya menjadi
agak gembur. Bahkan kala mengenakan baju
tempur pun punggungnya melengkung dan
pundaknya kelihatan terlalu gempal; helmnya yang
penuh hiasan seakan-akan mendorong kepalanya
ke bawah , sehingga ia seperti tidak memiliki leher.
Tangan kanannya, yang menggenggam tongkat
komando, dan tangan kirinya sama-sama
bertumpu pada lutut. la duduk mengangkang di
kursinya, dengan sikap membungkuk ke depan
yang mengurangi wibawan ya.
Demikianlah sikap tubuhnya sehari-hari,
bahkan kalau ia duduk meng-hadapi tamu atau
berjalan-jalan. la bukan orang yang suka
membusungkan dada. Para pengikut seniornya
pernah menyarankan agar ia memperbaiki sikap,
dan mpu mojosongo pun mengangguk-angguk. namun suatu
malam, saat sedang bicara dengan para
pengikutnya, ia bercerita sedikit mengenai masa
lalunya.
"Aku dibesarkan dalam kemiskinan. Kecuali itu,
aku disandera oleh marga lain sejak aku berusia
enam tahun, dan semua orang yang kulihat di
sekelilingku memiliki lebih banyak hak
dibandingkan aku. Dengan sendirinya aku terbiasa
untuk tidak membusungkan dada, bahkan kalau
berada bersama anak-anak lain. Alasan lain untuk
sikapku yang buruk ini, saat aku belajar di
ruangan yang dingin di Kuil Rinzai, aku membaca
buku di meja yang begitu rendah, sehingga aku
terpaksa membungkuk terus. Aku terus berangan-
angan bahwa suatu hari aku akan dibebaskan oleh
marga mpu marijan , dan bahwa tubuhku akan kembali
menjadi milikku. Aku tak dapat bermain-main
seperti banyaknya anak-anak."
Rupanya mpu mojosongo tak sanggup menghapus
kenangan pahit dan masa kecilnya. Di antara para
pengikutya tak ada seorang pun yang belum
mendengar kisah mengenai hari-harinya sebagai
sandera marga mpu marijan .
"Di pihak lain," ia melanjutkan. "berdasarkan
perkataan patih wungu padaku, kaum biksu lebih percaya
pada bentuk bahu seseorang dibandingkan raut
wajahnya. Sepertinya, hanya dengan mengamati
bahu seseorang. patih wungu dapat mentamsilkan apakah
orang itu sudah mencapai tahap pencerahan. Nah,
sesudah itu aku mulai mengamati bahu para biksu,
dan ternyata semuanya bulat dan lembut seperti
lingkaran cahaya yang mengelilingi bulan. Jika
seseorang ingin menampung seluruh alam semesta,
dalam dada, dia tak dapat melakukannya dengan
dada membusung. sebab itu, aku mulai percaya
bahwa sikapku tidak terlalu buruk."
sesudah mendirikan markas besarnya di
sonokelinggane, mpu mojosongo memandang berkeliling dengan
tenang.
"padalarang gadake-kah itu? Orang-orang di sana pasti
anak buah patih dyahwkertoarjo . Hmm, tampaknya centeng
patih pitaloka pun akan segera bersiap siaga di salah satu
gunung lainnya. Suruh para pengintai memeriksa
keadaan."
Tak lama lalu para pengintai kembali dan
melapor pada mpu mojosongo . lnformasi mengenai posisi-
posisi musuh datang sepotong demi sepotong.
mpu mojosongo mendengarkan semua laporan, lalu
menyusun strategi.
Saat itu Jam Ular sudah tiba. Hampir dua jam
sudah berlalu sejak panji-panji musuh muncul di
gunung di hadapan mereka.
Namun mpu mojosongo tetap tenang. "Shiroza, Haniuro.
Kemarilah." Masih sambil duduk, ia memandang
berkeliling dengan wajah tenteram.
"Ya, tuanku?*" Kedua centeng adipati itu meng-
hampirinya, baju tempur mereka bergemerincing.
mpu mojosongo meminta pendapat mereka saat ia
membandingkan peta di hadapannya dengan
medan sebetulnya .
"Kalau dikaji lebih mendalam. tampaknya
centeng patih pitaloka di Kobe-lah yang terdiri
atas prajurit-prajurit kkertoarjo kan. Tergantung pada
pergerakan mereka, posisi kita di sonokelinggane ini
mungkin kurang menguntungkan."
Salah seorang dari mereka menunjuk puncak-
puncak di tenggara dan berkata, jika tuanku sudah
bertekad untuk melakukan pertempuran jarak
dekat yang menentukan, hamba pikir bukit-bukit
di kaki gunung itu lebih cocok untuk mengibarkan
panji-panji tuanku."
"Baiklah! Mari kita pindah ke sana."
Sedemikian cepat ia mengambil keputusan.
Pergeseran posisi centeng nya dimulai sesaat .
Dari bukit-bukit itu mereka hampir dapat
menyentuh posisi musuh.
Terpisah hanya oleh paya-paya dan Cekungan
Karasu, para prajurit bisa melihat wajah
centeng musuh dan bahkan mendengar suara-
suara mereka yang terbawa angin.
jayabandra mengatur penempatan setiap unit,
sementara ia sendiri memasang kursinya di suatu
tempat dengan pandangan tak terhalang.
"Ah, rupanya Ii yang memimpin barisan depan
hari ini." ujar jayabandra .
"Pengawal Merah sudah berada di garis depan!"
"Mereka tampak gagah, namun entah bagaimana
semangat tempur mereka."
Ii Hyobu berusia dua puluh tiga tahun. Semua
orang tahu bahwa pemuda ini sangat dihargai oleh
mpu mojosongo , dan sampai pagi itu ia masih berada di
antara para pengikut yang mendampingi mpu mojosongo .
mpu mojosongo sendiri memandang li sebagai orang yang
dapat dimanfaarkan, dan ia sudah menyerahkan
komando atas 50000 orang dan tanggung jawab
untuk memimpin barisan depan. Posisi itu
memberi peluang untuk meraih kemasyhuran, namun
juga memungkinkan penderitaan paling hebat.
"Bertempurlah sesuka hatimu hari ini." mpu mojosongo
menasihati.
Namun sebab Ii masih begitu muda, mpu mojosongo
mengambil langkah pengamanan dengan
menyertakan dua pengikut berpengalaman dalam
unit itu. Ia menambahkan. "Perhatikanlah saran
kedua pejuang kkertoarjo kan ini."
Yukisuke dan Terumasa memandang Pengawal
Merah dari posisi mereka di Tanojiri, di sebelah
selatan.
"Gempurlah Pengawal Merah yang sok pamer
itu!" Yukisuke memerintahkan.
lalu kakak-beradik itu mengirim
satu unit berkekuatan dua ratus sampai tiga ratus
orang dari sisi sebuah jurang, dan satu korps
serang dengan seribu orang dari garis depan.
Semuanya segera melepaskan tembakan, yang
disambut berondongan peluru dari bukit-bukit di
kaki gunung. Asap putih segera menyebar bagaikan
awan . saat asap mulai menipis dan melayang ke
arah paya-paya, para prajurit Ii yang berbaju
serbamerah berlari menuruni bukit. Sekelompok
centeng adipati berbaju hitam dan sejumlah prajurit
infanteri bergegas menghadang mereka. Jarak
antara kedua kelompok itu menyusut dengan
cepat, dan kedua korps tombak mulai terlibat per-
tempuran jarak dekat.
Keberanian sejati biasanya terlihat dalam
pertempuran tombak melawan tombak. Dan lebih
dari itu, hasil akhir sebuah pertempuran sering kali
ditentukan oleh sepak terjang centeng tombak.
Di sini korps pimpinan Ii membantai beberapa
ratus prajurit musuh. Namun di pihak Pengawal
Merah pun korban berjatuhan, dan tak sedikit
para pengikut mereka menemui ajal.
Sudah beberapa lama dasna patih pitaloka
memikirkan strategi yang akan dijalankannya. Ia
melihat bahwa centeng di bawah kedua putranya
terlibat pertempuran jarak dekat dengan centeng
Pengawal Merah. dan bahkan pertempuran
semakin sengit. "Sekaranglah kesempatan kalian!"
ia berteriak ke belakang.
Sebuah korps yang terdiri atas sekitar dua ratus
orang berani mati sudah bersiap siaga dan
menunggu saat yang tepat. Begitu diberi perintah
maju, mereka akan bergegas ke arah lemahabang.
Kebiasaan memilih taktik-taktik tempur yang tidak
lumrah sudah mendarah daging dalam diri
patih pitaloka . Unit centeng serang menerima
penntahnya, memutari lemahabang, dan mengincar
centeng yang masih tertinggal sesudah sayap kiri
prabu kertoarjowardana mendesak maju. Mereka ditugaskan
menyerang pusat centeng musuh, dan saat
susunan tempur musuh sedang kacau, menangkap
sang Panglima Tertinggi, prabu kertoarjowardana mpu mojosongo .
Namun rencana itu tidak berhasil. Mereka
dipergoki pihak prabu kertoarjowardana sebelum mencapai
tujuan, dan di bawah hujan peluru, dipaksa
berhenti di daerah paya-paya yang menyulitkan
gerak-gerik mereka. Dalam keadaan terjepit, jatuh
banyak korban di pihak mereka.
patih dyahwkertoarjo -mengamati situasi dari padalarang gadake
dan berdecak. "Ah. mereka maju terlalu cepat."
serunya. "Tidak biasanya mertuaku begitu tak
sabar." Hari ini justru ia yang jauh lebih tenang
dibandingkan mertuanya. Dalam hati, patih dyahwkertoarjo
sudah menentukan hari ini sebagai hari
kematiannya. Tanpa terpengaruh oleh hiruk-pikuk
di sekelilingnya, ia memandang lurus ke kursi
komandan di bawah panji berlambang kipas emas
di bukit seberang.
Kalau saja aku bisa membunuh mpu mojosongo , katanya
dalam hati. mpu mojosongo , sebaliknya. memusatkan
perhatiannya ke padalarang gadake, sebab ia sadar bahwa
centeng patih dyahwkertoarjo bersemangat tinggi. Pada pagi
sebelumnya. seorang pengintai sempat
menyinggung pakaian yang dikenakan patih dyahwkertoarjo ,
dan mpu mojosongo segera mewanti-wanti orang-orang di
sekelilingnya.
Tampaknya patih dyahwkertoarjo memakai baju
kematiannya hari ini, dan tak ada yang lebih
menakutkan dibandingkan musuh yang hendak
menyambut maut. ]angan anggap enteng dia, dan
jangan sampai kalian yang dijemput dewa maut.
Dengan demikian, kedua belah pihak memilih
bersikap menunggu. patih dyahwkertoarjo memperhatikan
gerak-gerik lawan nya dengan cermat. Ia percaya
mpu mojosongo takkan sanggup berpangku tangan jika
pertempuran di Tanojiri bertambah sengit. mpu mojosongo
pasti akan mengirim satu divisi sebagai bala
bantuan. Dan kesempatan itulah yang akan
dimanfaatkan patih dyahwkertoarjo untuk menyerang.
Namun mpu mojosongo tak mudah dikelabui.
"patih dyahwkertoarjo lebih garang dibandingkan kebanyakan
orang. Kalau dia diam sepeni ini, dia pasti punya
rencana tertentu."
namun situasi di Tanojiri ternyata mengecewakan
harapan patih dyahwkertoarjo . Semakin lama semakin banyak
tanda bahwa dasna bersaudara akan mengalami
kekalahan. Akhirnya ia memutuskan tak dapat
menunggu lebih lama. namun secara bersamaan panji
komandan dengan lambang kipas emas yang
selama ini tidak kelihatan, mendadak dikibarkan
di bukit-bukit tempat mpu mojosongo menunggu. Setengah
centeng mpu mojosongo bergegas ke arah Tanojiri.
sementara yang lainnya menyerang padalarang gadake
sambil bersorak-sorak.
Prajurit-prajurit patih dyahwkertoarjo maju untuk
menghalau mereka, dan dengan bentrokan kedua
centeng itu, Cekungan Karasu segera
dilanda banjir darah.
Letusan senapan terdengar tanpa henti,
Pertempuran sengit pecah di daerah yang
terkurung oleh bukit-bukit itu, ringkikan kuda
dan gemerincing pedang panjang dan tombak
terus bergema. Suara para prajurit yang
menyerukan nama masing-masing kepada lawan -
lawan mereka mengguncang-kan bumi dan langit.
Dalam sekejap tak ada satu orang pun yang
tidak terlibat dalam pertarungan maut, dan tak
satu komandan maupun prajurit pun yang tidak
berjuang mari-matian. Begitu salah satu centeng
kelihatan di atas angin, prajurit-prajuritnya
ambruk; sedangkan mereka yang sudah hampir
bertekuk lutut tiba-tiba berhasil mematahkan
serangan musuh. Tak ada yang tahu siapa yang
menang, dan selama beberapa saat pertempuran
berlangsung tak menentu.
Ada yang roboh dan gugur di ujung pedang, ada
pula yang berjaya dan mengumandangkan
namanya sendiri. Dari mereka yang terluka,
beberapa dicaci maki sebagai pengecut, namun ada
juga yang dianggap sebagai prajurit yang gagah
berani. Namun jika diamati secara saksama.
terlihat bahwa semuanya bergegas menuju
keabadian, dan masing-masing menentukan
nasibnya sendiri.
Rasa malu adalah satu-satunya alasan patih dyahwkertoarjo
tidak berpikir untuk kembali ke dunia sehari-hari
dalam keadaan hidup. Itulah alasan ia mengena-
kan baju kematiannya.
"Aku akan mencegat mpu mojosongo !" patih dyahwkertoarjo
bersumpah.
saat pertempuran semakin membingungkan.
patih dyahwkertoarjo memanggil sekitar lima puluh prajurit.
dan mulai bergerak ke arah panji komandan
berlambang kipas emas.
"Aku akan mencegat mpu mojosongo ! Sekarang!" Dan ia
mulai memacu kudanya ke bukit seberang.
"Berhenti! Kau takkan ke mana-mana!" teriak
seorang prajurit prabu kertoarjowardana . Tangkap patih dyahwkertoarjo !"
"Itu dia! Yang memakai tudung putih dan
memacu kudanya dengan kencang!"
Gelombang demi gelombang orang-orang
berbaju tempur itu berusaha menghalaunya, namun
semuanya terinjak atau diselubungi percikan
darah.
Namun lalu satu di antara sekian banyak
peluru yang berdesingan, yang dilepaskan dari
laras senapan yang membidik centeng adipati berbaju
putih itu menghantam patih dyahwkertoarjo tepat di antara
kedua matanya.
Tudung putih yang menutupi kepala patih dyahwkertoarjo
mendadak berubah merah. patih dyahwkertoarjo terempas
dari belakang kudanya, dan untuk terakhir kali
menatap langit Bulan Keempat. Pemuda gagah
berusia dua puluh enam tahun itu jatuh ke tanah,
tangannya masih menggenggam tali kekang,
Hyakudan, kuda kesayangan patih dyahwkertoarjo , berdiri di
atas kedua kaki belakangnya dan meringkik penuh
duka.
Anak buahnya menjerit pilu saat
menghampirinya. Sambil menggotong jenazahnya,
mereka mundur ke Puncak padalarang gadake. centeng
prabu kertoarjowardana segera mengejar, berjuang untuk meraih
simbol kemenangan mereka, ber-teriak-teriak,
"bawa kepalanya!"
Para prajurit yang baru saja kehilangan
pemimpin nyaris menangis. Sambil berbalik
dengan wajah mengerikan, mereka mengerahkan
tombak masing-masing untuk menyambut para
pengejar. Dan meski dilanda kekalutan, mereka
masih sempat menyembunyikan jasad patih dyahwkertoarjo .
Namun berita bahwa patih dyahwkertoarjo sudah gugur segera menyebar bagaikan angin yang dingin membeku. Satu lagi bencana sudah menimpa centeng patih pitaloka .
Suasana di medan tempur mirip sarang
semut yang disiram air panas, di mana-mana
terlihat prajurit-prajurit melarikan diri dalam
keadaan kalang kabut.
"Mereka tak pantas dinamakan sekutu!" seru
patih pitaloka saat mendaki ke tempat yang lebih
tinggi dan, bertentangan dengan keadaan damai di
sekelilingnya, mencaci maki segelintir prajurit yang
berpapasan dengannya. "Aku ada di sini! Jangan
lari kocar-kacir! Kalian sudah melupakan apa yang
kalian pelajari setiap hari? Kembali! Kembali dan
bertempurlah!"
namun orang-orang bertudung hitam di sekitarnya
tidak menghentikan langkah mereka. Justru
sebaliknya, hanya seorang pelayan belia berusia
lima belas atau enam belas tahun yang
menghampirinya sambil terhuyung-huyung.
Ia menuntun seekor kuda lepas dan
menawarkan nya pada junjungannya.
Dalam pertempuran di kaki bukit, kuda patih pitaloka
terkena peluru dan roboh sesaat . patih pitaloka sempat
terkepung, namun dengan garang ia menerabas
membuka jalan dan mendaki bukit.
"Aku sudah tidak butuh kuda. Pasang kursiku
di sini."
Pelayan itu melaksanakan perintah, dan patih pitaloka
pun duduk.
"Empat puluh 9 tahun berakhir di sini,"
ia bergumam pada diri sendiri. Sambil menatap
pelayan di hadapannya, ia melanjutkan, "Kau putra
resi naranda , bukan? Kurasa ayah dan ibumu
sudah menunggu. Larilah sekencang mungkin ke
girisewo . Lihat, peluru-peluru sudah berham-
buran! Pergilah dari sini! Sekarang!"
sesudah mengusir pelayan yang hampir
menangis itu, patih pitaloka tinggal seorang diri. Ia
merasa tak memiliki beban lagi. Dengan tenang
ia memandang dunia untuk terakhir kali.
Tak lama lalu terdengar suara
mirip bunyi binatang yang sedang bertarung,
dan pepohonan di celah tepat di bawah nya
terguncang-guncang. Rupanya beberapa anak
buahnya yang bertudung hitam masih bertahan,
dan mereka mengayunkan senjata dalam
pergulatan hidup atau mati.
patih pitaloka seakan-akan mati rasa, Kemenangan
dan kekalahan tak penting lagi. Kesedihan yang
mengiringi perpisahan dari dunia ini
membangkitkan kenangan masa silam yang
dibubuhi oleh wangi air susu ibunya.
Sekonyong-konyong semak belukar di
hadapannya mulai bergoyang-goyang.
"Siapa itu?" Mata patih pitaloka bersinar-sinar.
"Musuhkah?" ia berseru. Suaranya yang begitu
tenang mengejutkan prajurit prabu kertoarjowardana yang
sedang mendekatinya, dan tanpa sadar orang itu
pun melangkah mundur.
patih pitaloka kembali berseru, menuntut jawab an.
"Kau prajurit musuh? Kalau ya, penggallah
kepalaku dan kau akan mengukir nama untukmu.
Orang yang bicara padamu adalah dasna patih pitaloka ."
Prajurit yang tengah membungkuk di tengah
semak belukar itu menyembulkan kepala dan
memandang patih pitaloka di kursinya. la sempat
gemetar, namun lalu menegakkan badan sambil
berkata dengan congkak. "Hah rupanya aku
memperoleh lawan yang hebat. Aku sri baginda
Denpachiro dari marga prabu kertoarjowardana . Bersiaplah!" ia
berseru, lalu menusukkan tombaknya.
Seruan seperti ini biasanya ditanggapi dengan
ayunan pedang, namun tombak Denpachiro
menancap di tubuh patih pitaloka tanpa menemui
perlawan an sedikit pun. Denpachiro sampai
terhuyung-huyung akibat gerakannya yang terlalu
bernafsu.
patih pitaloka roboh sesaat , dengan ujung tombak
menonjol keluar dari punggung.
"Ambillah kepalaku!" ia berteriak sekali lagi.
Sampai sekarang pun tangannya belum
menggenggam pedang panjang. Atas kemauan
sendiri ia mengundang maut, dan atas kemau-
annya sendiri pula ia menawarkan kepalanya.
Semula Denpachiro seperti kerasukan, namun
saat tiba-tiba menyadari perasaan patih pitaloka dan
melihat bagaimana resi musuh itu menyambut
kematiannya, ia pun terserang luapan emosi yang
membuatnya ingin menangis.
"Ah!" serunya, namun lalu ia seakan-akan
lupa diri sebab begitu gembira, sehingga tidak
tahu lagi apa yang harus dilakukannya.
Saat itulah ia mendengar rekan-rekannya
berjuang untuk lebih dahulu sampai di puncak.
"Aku Ando Hikobei! Bersiaplah!"
"Namaku Uemura Denemon!"
"Aku Hachiya Shichibei dari marga prabu kertoarjowardana !"
Semuanya menyerukan nama masing-masing
saat mereka berlomba-lomba untuk memenggal
kepala patih pitaloka .
namun oleh pedang siapakah batang leher patih pitaloka
ditebas? Tangan mereka yang berlumuran darah
meraih kepala itu dan memutar-mutarnya.
"Aku sudah memenggal kepala dasna patih pitaloka !"
teriak sri baginda Denpachiro. "Bukan, aku yang
melakukannya." Ando Hikobei bersorak. "Kepala
patih pitaloka milikku!" seru Uemura Denemon.
Cipratan darah, teriakan-teriakan liar, hasrat
untuk meraih kemasyhuran. Empat orang, lima
orang kerumunan prajurit yang semakin
membengkak mulai menuju ke arah kursi mpu mojosongo
dengan kepala patih pitaloka di tengah-tengah mereka.
"patih pitaloka sudah gugur"
Seruan itu membahana dari puncak-puncak
sampai ke paya-paya, dan memicu centeng
prabu kertoarjowardana di sduruh medan pertempuran
bersorak-sorai gembira.
Para prajurit centeng dasna yang berhasil lolos
tidak berteriak sama sekali. Dalam sekejap orang-
orang itu sudah kehilangan langit dan bumi,
bagaikan daun-daun kering mereka kini mencari
tempat unruk menyelamat-kan diri.
"Jangan biarkan saru orang pun dari mereka
kembali dalam keadaan hidup!"
"Kejar mereka!"
Para pemenang. didorong oleh perasaan haus
darah yang tak terpuaskan, membantai setiap
prajurit dasna yang mereka temui.
Bagi orang-orang yang sudah tak peduli pada
nyawa sendiri, merenggut nyawa orang lain dengan
ganas tak ubahnya bermam-main dengan kembang-
kembang gugur. patih pitaloka akhirnya berhasil
dihabisi, patih dyahwkertoarjo tewas dalam pertempuran, dan
kini formasi-formasi dasna yang masih bertahan di
Tanojiri dibuat bercerai-berai oleh centeng
prabu kertoarjowardana .
Satu per satu para resi membawa cerita
mengenai sepak terjang mereka ke perkemahan
yang membentang di bawah kipas emas mpu mojosongo .
"Mereka begitu sedikit."
mpu mojosongo merasa gelisah khawatir .
resi besar ini jarang memperlihatkan
perasaannya, namun ia cemas mengenai para
prajurit yang memburu musuh yang sudah kalah.
Banyak yang tidak kembali, meski sangkakala sudah
berulang kali dibunyikan. Barangkali mereka lupa
diri akibat kemenangan yang mereka raih.
mpu mojosongo mengulangi komentarnya dua atau tiga
kali.
"Jangan tumpuk kemenangan di atas
kemenangan." katanya. "Tak ada gunanya kita
mencari kejayaan pada waktu kita sudah berjaya."
Ia tidak menyinggung nama Hideyosh, namun
tak pelak lagi ia bisa merasakan bahwa ahli strategi
berbakat alam itu sudah menudingnya sebagai
reaksi terhadap kekalahan yang dideriia
centeng nya.
"Pengejaran berkepanjangan sangat berbahaya.
Apakah Shiroza pergi?'*
"Ya. Dia pergi beberapa waktu lalu dengan
membawa perintah tuanku."
sesudah mendengar jawaban pasti Ii, mpu mojosongo kembali
memberikan perintah, "Susul dia, Ii. Tegurlah
semua orang yang lupa diri, dan perintahkan
mereka untuk menghentikan pengejaran."
Pada waktu centeng prabu kertoarjowardana tiba di Sungai
Yada, mereka menemukan korps mpu jalapala
Shirozaemon berbaris di sepanjang tepi sungai,
masing-masing orang dengan tombak siap di
tangan.
"Stop!"
"Berhenti!"
"Perintah dari perkemahan utama: jangan
teruskan pengejaran!"
saat mendengar ucapan ini dari orang-orang
di tepi sungai, para pengejar pun berhenti.
Sesaat lalu Ii muncul, dan berseru-seru
sampai serak sambil mondar-mandir di atas
kudanya.
"junjungan kita berpesan bahwa mereka yang
lupa diri sebab begitu bangga akan kemenangan,
sehingga terus mengejar musuh. akan dihadapkan
ke mahkamah militer saat mereka kembali ke
perkemahan. Berbaliklah! Ayo. kembali!"
Akhirnya luapan semangat mereka mereda, dan
semuanya mundur dari tepi sungai.
Pertengahan kedua jam Kuda belum berlalu,
dan matahari berada di tengah-tengah langit. Kala
itu Bulan Keempat, dan dari bentuk awan -awan
terbaca bahwa musim panas sudah dekat. Wajah
setiap prajurit berlumuran tanah, darah, dan
keringat, dan seakan-akan terbakar.
Pada jam Kambing, mpu mojosongo turun dari
perkemahan di sonokelinggane, melintasi Sungai Kanare,
dan memeriksa kepala-kepala yang dijajarkan di
kaki Gunung Gondoji.
Pertempuran berlangsung setengah hari, dan di
mana-mana mayat-mayat sedang dihitung. Pihak
patih ronggolawe kehilangan lebih dari dua ribu lima
ratus orang, sementara jumlah korban jiwa di
centeng mpu mojosongo dan mpu nala mencapai lima ratus
sembilan puluh orang, dengan beberapa ratus lagi
mengalami luka-luka.
"Jangan sampai terbuai oleh kemenangan besar
ini," salah seorang resi mewanti-wanti. "Korps
dasna hanya sebagian dari bala tentara patih ronggolawe ,
namun kita sudah mengerahkan seluruh centeng kita
dari Bukit merah dan menerjunkan mereka di
sini. Kalau kita sampai kalah di sini, itu akan
berakibat fatal bagi sekutu-sekuiu kita. Sebaiknya
kita secepat mungkin mundur ke benteng kota desa gurit ."
Seorang resi lain langsung membantah,
"Jangan, jangan, Sekali kemenangan sudah di
tangan, kita harus mengambil inisiatif dengan
gagah berani. Itulah hakikat perang. Berita
mengenai kekalahan mutlak ini tentu akan
memancing kemarahan patih ronggolawe . Kemungkinan
besar dia akan segera mengumpulkan centeng dan
bergegas ke sini. Bukankah lebih baik kita tunggu
dia sambil menyiapkan diri, lalu mengambil kepala
Tuan kuyang ?"
Menanggapi kedua argumen ini, mpu mojosongo kembali
berkata. "Kita jangan menumpuk kemenangan di
atas kemenangan." Lalu, "Prajurit-prajurit kita
sudah letih semua. Sekarang pun patih ronggolawe tentu
sudah menerbangkan awan debu dalam perjalanan
ke sini, namun sebaiknya jangan hari ini kita hadapi
dia. Waktunya terlalu dekat. Mari kita kembali ke
benteng kota desa gurit ."
sesudah keputusan itu diambil, mereka
melintasi sebelah selatan Hutan Hakusan dan
memasuki benteng kota desa gurit saat matahari masih
tinggi di langit.
Baru sesudah seluruh centeng berada di dalam
benteng kota desa gurit dan gerbang-gerbang benteng kota
ditutup, mpu mojosongo menikmti kemenangannya. Ia
merasa puas bahwa centeng nya berlaga tanpa
kesalahan dalam pertempuran setengah hari itu.
Para prajurit dan perwira memperoleh kepuasan dari
tindakan-tindakan berani seperti menjadi orang
pertama yang mengambil kepala musuh, namun
kepuasan panglima tertinggi hanya menyangkut
satu hal; perasaan bahwa ketajaman pandangannya
sudah membawa hasil gemilang.
namun hanya orang besar dapat mengenali
sesama orang besar. Satu-satunya yang kini
menarik perhatian mpu mojosongo adalah langkah apa yang
akan diambil patih ronggolawe . mpu mojosongo berusaha bersikap
fleksibel saat memikirkan masalah ini, dan
sejenak ia melepas lelah di benteng kota utama di
desa gurit , mengistirahatkan baik jiwa maupun raga.
sesudah patih pitaloka dan putranya berangkat pada
pagi hari kesembilan, hyangkertoarjo Tadaoki dipanggil
ke perkemahan patih ronggolawe di Cakuden, dan ia
ditambah beberapa resi lain menerima perintah
untuk segera melancarkan serangan terhadap
Bukit merah . sesudah mereka mulai menyerang,
patih ronggolawe memanjat menara observasi dan
mengamati jalannya pertempuran. Masuda
Jinemon menunggu di sampingnya sambil
memandang ke kejauhan.
"Mengingat kegarangan Yang Mulia Tadaoki,
bukankah kira akan menghadapi masalah jika dia
menerobos terlalu jauh ke wilayah musuh?"
Dengan perasaan cemas sebab centeng
hyangkertoarjo sudah begitu dekat ke kubu pertahanan
musuh, Jinemon mempelajari roman muka
patih ronggolawe .
Tenang saja. Tadaoki memang masih muda,
namun Takayama brojolijo sudah banyak makan asam-
garam. Selama dia ada di sampingnya, kita tidak
perlu gelisah khawatir ."
Pikiran patih ronggolawe menerawan g. Bagaimana
nasib patih pitaloka ? patih ronggolawe terus berharap akan
memperoleh berita baik dari rekan seper-
juangannya itu.
Sekitar tengah hari, sejumlah penunggang kuda
muncul. Mereka datang dari lemahabang. Dengan
tampang menyedihkan mereka menyampaikan
berita tragis: centeng utama ki ageng jolotundo sudah
binasa, dan nasib ki ageng jolotundo sendiri belum
diketahui.
"Apa? ki ageng jolotundo ?" patih ronggolawe benar-benar kaget.
la bukan orang yang sanggup memasang tampang
acuh tak acuh saat mendengar berita mengejut-
kan. "Ah. betapa lalainya!" la mengatakan ini
bukan untuk mencela kesalahan ki ageng jolotundo atau
patih pitaloka , melainkan untuk mengakui kekhilafannya
sendiri dan memuji kejelian musuhnya, mpu mojosongo .
"Jinemon." ia memanggil. "bunyikan sangkakala
untuk mengumpulkan centeng ."
patih ronggolawe segera mengirim kurir-kurir
bertudung kuning dengan perintah darurat pada
setiap divisinya, dan dalam satu jam dua puluh
ribu prajurit sudah bertolak dari girisoka dan
sedang bergegas menuju lemahabang.
I'ergerakan itu tidak Input dari perhatian
markas besar prabu kertoarjowardana di Bukit merah . mpu mojosongo
sudah pergi, dan segelintir orang ditinggalkan
untuk menjaga tempat itu.
"Tampaknya patih ronggolawe sendiri yang memimpin
centeng nya."
Pada waktu mpu jayadijaya , salah satu resi
yang bertugas mengaman-kan Bukit merah ,
mendengar berita itu, ia segera bertepuk tangan
dan berkata. "Ternyata semua berjalan sesuai
dugaan kita! Sementara patih ronggolawe pergi, kita bisa
membakar markas besarnya di girisoka dan
benteng kota di Kurose. Sekaranglah waktunya
bertindak, Kita akan melancarkan serangan besar-
besaran."
namun mpu harjo mpu rejo, salah satu resi lain
yang mendampingi jayadijaya dalam tugasnya,
langsung menentang.
"Tuan jayadijaya , mengapa Tuan begitu
terburu-buru? patih ronggolawe terkenal sebagai ahli
strategi yang luar biasa. Tuan pikir orang seperti
dia akan menempatkan resi yang tidak cakap
untuk menjaga markas besarnya, biarpun dia
sudah tak sabar menunggu saat keberangkatan?"
"Dalam keadaan tergesa-gesa, orang mungkin
saja tidak dapat mengerahkan seluruh
kemampuannya. patih ronggolawe sudah membunyikan
sangkakala tanda berkumpul, dan berangkat begitu
terburu-buru, sehingga kita bisa menyimpulkan
bahwa dia pun gugup mendengar berita kekalahan
di lemahabang. Kesempatan emas ini tak boleh kita
sia-siakan."
"Pemikiran Tuan sungguh dangkal!" mpu harjo
mpu rejo tertawa keras-keras dan semakin
menentang jayadijaya . "Aku takkan heran kalau
patih ronggolawe meninggalkan centeng yang cukup
besar untuk memanfaatkan situasi yang terjadi
kalau kita meninggalkan kubu pertahanan kita.
Dan serangan dengan centeng sekecil yang kita
miliki sekarang hanya akan mengundang cemooh."
mpu panjalu wongsokerto muak mendengar mereka
saling membantah, dan ia pun bangkit dengan
gusar. "Untuk apa Tuan-Tuan berdebat seperti ini?
Orang yang suka berdebat memang hanya bisa
mengoceh. Aku sendiri tak bisa duduk berpangku
tangan di sini, Maafkan aku sebab berangkat
lebih dahulu ."
mpu panjalu tak pandai bercakap-cakap, namun
memiliki watak kokoh. Baik jayadijaya maupun
mpu rejo sudah berkeras mempertaruhkan
kebenaran pendapat masing-masing dan
mengundang kontroversi, Kini keduanya tampak
kaget melihat mpu panjalu meninggalkan mereka sambil
mendongkol.
"mpu panjalu , hendak ke mana kau?" mereka cepat-
cepat bertanya.
mpu panjalu berbalik dan berkata, seakan-akan sudah
menyadari sesuatu, "Aku sudah menjadi pengikut
junjunganku sejak masa kanak-kanak. Mengingat
situasi yang dihadapt beliau sekarang, aku tak bisa
berbuat apa-apa selain mendampinginya."
Tunggu!" mpu rejo rupanya menduga bahwa
tindakan mpu panjalu disebabkan oleh luapan
kemarahan. dan ia mengangkat satu tangan untuk
mencegah-nya. "Kita diperintahkan oleh junjungan
kita untuk menjaga Bukit merah selama
kepergian beliau, namun kita tidak diperintahkan
untuk bertindak sesuka hati. Tenangkan dirimu."
jayadijaya pun berusaha menenangkannya.
"mpu panjalu , apa gunanya kau bertindak seorang diri
pada saat seperti ini? Pengamanan Bukit merah
jauh lebih penting."
mpu panjalu tersenyum tipis, seakan-akan
melecehkan kepicikan pikiran mereka, namun
sikapnya tetap sopan, berhubung kedua orang itu
merupakan seniornya, baik dari segi pangkat
maupun usia.
"Aku takkan bergabung dengan para resi
lain. Tuan-Tuan bebas bertindak sesuai kehendak
masing-masing. namun patih ronggolawe memimpin
centeng yang segar bugar untuk menghadapi Yang
Mulia mpu mojosongo , dan aku tak sanggup berdiri di sini
tanpa berbuat apa-apa. Coba pikirkan, centeng
junjungan kita tentu lelah akibat pertempuran
semalam dan pagi tadi. Jika kedua puluh ribu
prajurit patih ronggolawe bergabung dengan sisa centeng
mereka dan menyerang serempak dari depan dan
belakang, mungkinkah Yang Mulia mpu mojosongo dapat
lolos dengan selamat? Beginilah pandanganku, dan
kalaupun aku bersalah sebab meninggalkan
lemahabang seorang diri, jika junjunganku harus
gugur di medan laga, aku akan menyertainya."
Mendengar ucapan ini, semua orang mendadak
terdiam. mpu panjalu memimpin centeng nya yang
berkekuatan tiga ratus orang dan bergegas
meninggalkan Bukit merah . Tersulut oleh
semangat orang itu. mpu rejo pun
mengumpulkan kedua ratus anak buahnya dan
bergabung dengan rombongan mpu panjalu .
centeng gabungan itu berjumlah kurang dari
enam ratus orang, namun semangat mpu panjalu
menyelubungi mereka sejak mereka bertolak dari
Bukit merah . Apalah arti centeng berkekuatan
dua puluh ribu orang? Lagi pula, siapa Tuan
kuyang itu?
Para prajurit infanteri bersenjata ringan, panji-
panji digulung, dan saat kuda-kuda dipacu, awan
debu yang diterbangkan centeng kecil itu
mirip angin puyuh yang menuju ke timur.
Tiba di tepi selatan Sungai Ryusenji, mereka
menemukan centeng patih ronggolawe bergerak menyu-
suri tepi utara, korps demi korps.
"Ah, itu mereka!"
"Itu panji komandan berlambang labu emas."
"patih ronggolawe tentu dikelilingi para pengikutnya."
Sejak berangkat dari Bukit merah , mpu panjalu dan
anak buahnya terus memacu kuda masing-masing
tanpa henti. Kini mereka memandang ke tepi
seberang, sambil menuding-nuding dengan riuh
dan melindungi mata. Semuanya sudah tak sabar
untuk bertindak.
Jaraknya begitu dekat, sehingga seandainya anak
buah mpu panjalu berteriak, balasan dari seberang akan
terdengar jelas oleh mereka. Wajah para prajurit
musuh pun terlihat, dan bunyi langkah kedua
puluh ribu laskat yang bercampur baur dengan
gemerincing langkah kuda melintasi sungai dan
mengguncangkan dada orang-orang yang
mengamati mereka.
"mpu rejo!" mpu panjalu berseru ke belakangnya.
"Ada apa?"
"Kaulihat itu di tepi seberang?"
"Ya, centeng yang besar sekali. Sepertinya
barisan mereka lebih panjang dari sungai ini.
"Itulah kelebihan patih ronggolawe ." ujar mpu panjalu sambil
tertawa . "Dialah yang sanggup menggerakkan
centeng sebesar ini, seakan-akan merupakan per-
panjangan tangan dan kakinya sendiri. Dia
memang musuh, namun kita harus mengakui
kehebatannya."
"Sudah agak lama aku memperhatikan mereka,
Kaupikir patih ronggolawe ada di sebelah sana, tempat
panji komandan berlambang labu emas kelihatan
berkibar-kibar?"
"Tidak, tidak. Aku percaya dia bersembunyi di
tengah-tengah sekelompok orang lain. Dia takkan
berkuda di tempat dia bisa dibidik oleh seseorang."
"Para prajurit bergerak cepat, namun semuanya
menoleh ke sini dengan curiga."
'Tugas kita sudah jelas. Kita harus
memperlambat gerakan patih ronggolawe di jalan yang
menyusuri Sungai Ryusenji, biarpun hanya sesaat
saja."
"Apakah kita harus melancarkan serangan?"
"Jangan. Musuh memiliki dua puluh ribu
prajurit, sedangkan kekuatan kita hanya lima ratus
orang. Kalau kita menyerang, dalam sekejap
permukaan sungai sudah merah oleh darah kita.
Aku bersedia mengorbankan nyawa , namun aku tak
sudi mati sia-sia."
"Ah, kau hendak memberikan waktu kepada
centeng junjungan kita di lemahabang untuk bersiap
siaga dan menunggu kedatangan patih ronggolawe ."
Betul. mpu panjalu mengangguk sambil memukul
pelananya. "Untuk mencuri waktu bagi sekutu-
sekutu kita di lemahabang, kita harus menghambat
perjalanan patih ronggolawe dan serangannya -meski
hanya sebentar dengan memberikan nyawa kita.
Bertindaklah sambil mengingat-ingat ini,
jayadijaya ."
"Baiklah. Aku paham."
mpu rejo dan mpu panjalu memutar kuda masing-
masing.
"Para penembak akan membentuk tiga
kelompok. Sambil berlari menyusuri sungai, setiap
kelompok berlutut dan menembak musuh di
seberang secara bergiliran."
Musuh bergerak cepat di tepi seberang, hampir
menandingi arus yang deras. Anak buah mpu panjalu
harus melakukan segala sesuatu dengan irama yang
sama, namun dua kali lebih cepat dan sambil terus
berlari, saat mereka menyerang atau menyusun
barisan.
sebab mereka begitu dekat ke air, suara
tembakan bergema jauh lebih keras dibandingkan
biasanya, dan asap mesiu menyebar bagaikan tirai
raksasa. saat satu unit melompat ke depan dan
melepaskan tembakan, unit berikut menyiapkan
senapan. lalu unit itu melompat maju,
menggantikan tempat unit pertama, dan segera
memberondong musuh di tepi seberang.
Sejumlah prajurit patih ronggolawe jatuh terguling-
guling, dan tak lama lalu barisannya mulai
goyah.
"Siapa yang berani menantang kita dengan
centeng sekecil itu?"
patih ronggolawe terperanjat. Ia kelihatan kaget sekali,
dan tanpa sadar menghentikan kudanya.
Para resi dan semua orang di sekelilingnya
segera melindungi mata dengan satu tangan dan
memandang ke tepi seberang, namun tak seorang
pun dapat menjawab pertanyaannya dengan cepat.
"Hanya komandan yang luar biasa gagah akan
menantang musuh berkekuaian seperti kita
dengan centeng berjumlah kurang dari seribu
orang. Adakah yang mengenalinya?"
Berulang kali patih ronggolawe mengajukan
pertanyaan itu sambil memandang orang-orang di
depan maupun di belakangnya.
Orang yang akhirnya angkat bicara adalah semeru
Ittetsu, komandan benteng kota njemanu di blambangan . Meski
sudah mencapai usia yang patut dimuliakan, ia
bergabung dengan pihak patih ronggolawe dan sejak awal
mendampinginya sebagai penasihat.
"Ah. Ittetsu. Kau mengenali resi musuh di
seberang sungai itu?"
"Hmm, melibat tanduk rusa di helmnya dan
jalinan pita putih di baju tempurnya, aku percaya itu
tangan kanan mpu mojosongo , mpu panjalu wongsokerto. Aku
masih mengingatnya dari pertempuran di Sungai
Ane bertahun-tahun lalu."
saat patih ronggolawe mendengar ini, ia tampak
seolah-olah akan mencucurkan air mata. "Ah,
betapa perkasanya orang ini. Dengan segelintir
prajurit dia menyerang dua puluh ribu orang.
Kalau itu memang mpu panjalu , keberaniannya tak
perlu diragukan. Sungguh mengharukan bahwa
dia berusaha membantu mpu mojosongo melarikan diri
dengan menghambat kita di sini dan
mengorbankan nyawa ," ia bergumam. Dan
lalu , "Dia patut memperoleh simpati kita,
jangan lepaskan satu anak panah atau satu peluru
pun ke arahnya, seberapa gencar pun dia
menyerang kita. Jika ada hubungan karma antara
kami, suatu hari nanti aku akan mengangkatnva
sebagai pengikutku. Dia orang yang patut
disayangi. Jangan menembak, biarkan saja dia."
Selama itu ketiga regu tembak di tepi seberang
tentu saja sibuk mengisi senapan dan menembak
tanpa henti. Satu-dua peluru bahkan berdesing di
dekat patih ronggolawe . Saat itulah pejuang berbaju
tempur yang terus diperhatikan patih ronggolawe
mpu panjalu , orang yang mengenakan helm berhiaskan
tanduk rusa menghampiri batas air, turun dari
kuda, lalu membasuh moncong kudanya dengan
airn dari sungai.
Terpisah oleh sungai, patih ronggolawe memandang
orang itu, sementara mpu panjalu menatap kelompok
resi salah satu dari mereka jelas-jelas
patih ronggolawe yang sudah menghentikan kuda
masing-masing.
Korps senapan patih ronggolawe mulai melepaskan
tembakan balasan, namun patih ronggolawe sekali lagi
memarahi seluruh centeng nya, "Jangan
menembak! Teruskan perjalanan! Bergegaslah!"
Dan lalu ia memacu kudanya semakin
kencang.
saat mpu panjalu melihat adegan di tepi seberang,
ia berseru keras-keras. "Jangan biarkan mereka
lolos!~ dan ia pun menambah kecepatan. Sambil
menyusuri sungai, ia sekali lagi melancarkan
serangan sengit terhadap centeng patih ronggolawe .
Namun patih ronggolawe tidak terpancing, dan tak lama
lalu ia mengambil posisi di sebuah bukit
yang berdekatan dengan Dataran lemahabang.
Begitu tiba di tempat tujuan, patih ronggolawe
langsung memerintahkan tiga resi nya untuk
membawa beberapa unit kavaleri ke medan
tempur. "Kerahkan segala daya untuk menghalau
centeng prabu kertoarjowardana yang hendak mundur dari
lemahabang ke desa gurit ."
Markas besarnya didirikan di bukit itu,
sementara kedua puluh ribu prajurit menyebar di
bawah matahari senja, memamerkan niat mereka
untuk menuntut balas kepada mpu mojosongo .
patih ronggolawe menugaskan dua orang sebagai
pemimpin unit pengintai, dan mereka diam-diam
menyelinap ke arah benteng kota desa gurit . sesudah itu
patih ronggolawe segera menyusun rencana pergerakan
bagi seluruh centeng nya. namun sebelum perintah-
perintahnya sempat disebarluaskan, sebuah pesan
penting tiba:
"mpu mojosongo tak lagi berada di medan pertempuran."
"Tidak mungkin!" semua resi berkata
serempak. patih ronggolawe duduk membisu pada waktu
ketiga komandan yang dikirimnya ke lemahabang
bergegas kembali.
"mpu mojosongo dan centeng utamanya tdah mundur ke
desa gurit . Kami menemui beberapa kelompok musuh
yang terpencar-pencar dan tertinggal di belakang
rekan-rekan mereka, namun yang lainya rupanya
berada satu jam di depan kami," mereka
melaporkan.
Dari ketiga ratus prajurit prabu kertoarjowardana yang
mereka habisi, tak satu pun merupakan resi
tersohor.
"Kita terlambat." patih ronggolawe tak dapat melam-
piaskan kemarahannya yang tampak membara di
wajahnya.
Semua pengintai memberikan laporan yang
sama. Gerbang benteng kota di desa gurit sudah ditutup
rapat-rapat, dan suasana di sana tenang-tenang
saja. Ini suatu bukti bahwa mpu mojosongo sudah berada di
dalam benteng kota dan sedang menikmati
kemenangannya sambil beristirahat.
Di tengah perasaannya yang tak menentu,
patih ronggolawe tanpa sadar bertepuk tangan dan
mengucapkan selamat pada mpu mojosongo . "Itulah mpu mojosongo !
Kecepatannya luar biasa. Dia mundur ke sebuah
benteng kota dan menutup gerbangnya tanpa
menyombongkan diri. Burung yang satu ini takkan
bisa kita tangkap dengan umpan maupun jaring.
namun tunggu saja, dalam beberapa tahun mpu mojosongo
akan bersikap sedikit lebih tahu diri, dan akan
bersujud di hadapanku."
Hari sudah senja, dan serangan malam terhadap
sebuah benteng kota pada umumnya dihindari. Kecuali
itu, centeng patih ronggolawe sudah menempuh perjalan-
an dari girisoka tanpa istirahat sejenak pun,
sehingga kegtatan-kegiatan selanjutnya ditunda
untuk sementara waktu. Perintah segera diubah.
Para prajurit dlsuruh makan dahulu . Asap api
unggun mengepul-ngepul di langit senja.
Para pengintai yang menyusup dari desa gurit
kembali dalam waktu singkat. sebetulnya mpu mojosongo
sudah tidur, namun ia bangun lagi untuk
mendengarkan laporan mereka. sesudah menge-
tahui situasi ia mengumumkan bahwa semua
orang akan segera kembali ke Bukit merah . Para
resi nya menggebu-gebu menyarankan serangan
tengah malam terhadap patih ronggolawe , namun mpu mojosongo
hanya tertawa dan bertolak ke Bukit merah
melalui jalur memutar.
patih
sebab tak ada pilihan lain, patih ronggolawe berputar
haluan dan kembali ke perkemahannya di
girisoka . Ia tak dapat memungkiri bahwa
kekalahan yang dialaminya di lemahabang merupa-
kan pukulan serius, meskipun kekalahan itu
disebabkan oleh semangat patih pitaloka yang meluap-
luap tak terkendali. Namun juga tak dapat
disangkal bahwa dalam kesempatan ini patih ronggolawe
terlambat bertindak.
Penyebabnya bukan sebab patih ronggolawe baru
sekali ini mengadu kekuatan dengan mpu mojosongo . Ia
sudah mengenal mpu mojosongo jauh sebelum meng-
hadapinya di medan tempur. Masalahnya bentrok-
an ini merupakan bentrokan antara dua resi
ulung, pertarungan antar juara, sehingga
patih ronggolawe bersikap lebih hati-hati dibandingkan
biasanya.
"Jangan hiraukan benteng kota-benteng kota kecil di
sepanjang jalan. Jangan buang-buang waktu."
patih ronggolawe sempat mengingatkan, namun patih pitaloka
sudah ditantang oleh garnisun di Iwasaki dan
berhenti untuk menghancurkan benteng kota itu.
Kemampuan mpu mojosongo dan patih ronggolawe -lah yang
akan meneniukan hasil pertempuran. saat
mendengar berita mengenai kekalahan di
lemahabang. patih ronggolawe merasa percaya bahwa
kesempatannya sudah tiba. Kematian patih pitaloka dan
patih dyahwkertoarjo merupakan umpan tepat untuk
menangkap mpu mojosongo hidup-hidup.
namun musuh muncul seperti api, dan meng-
hilang bagaikan angin, dan sesudah mereka pergi,
suasana jadi sehening hutan. Pada waktu mpu mojosongo
mundur ke Bukit merah , patih ronggolawe merasa gagal
menangkap seekor kelinci ketakutan, namun dalam
hati ia berkata bahwa ia hanya menderita luka
kecil di jarinya. Kekuatan militernya memang
nyaris tak terpengaruh, namun secara psikologis ia
sudah memberikan kemenangan kepada pihak
mpu mojosongo .
namun bagaimanapun, seusai pertempuran sengit
selama setengah hari di lemahabang, kedua orang itu bersikap sangai hati-hati, dan masing-masing
mengamati gerak-gerik lawan dengan cermat. Dan
sementara menunggu-nunggu kesempatan baik,
tidak terpikir oleh kedua-duanya untuk melancar-
kan serangan gegabah. Namun usaha-usaha untuk
memancing musuh dilakukan berulang kali.
Sebagai comoh, saat patih ronggolawe mengirim
keenam puluh dua ribu prajuritnya ke Gunung
merapi pada hari kesebelas Bulan Keempat,
tanggapan di Bukit merah hanya berupa senyum
masam yang tenang.
lalu , pada hari kedua puluh dua di bulan
yang sama, pihak mpu mojosongo -lah yang melancarkan
provokasi. centeng gabungan berjumlah 9
belas ribu orang dibagi-bagi menjadi enam belas
unit dan bergerak ke timur.
Sambil menabuh genderang dan melepaskan
teriakan-teriakan perang, barisan depan di bawah
komando mpu jayadijaya dan Ii Hyobu berkali-
kali menghampiri musuh, seakan-akan hendak
berkata, "Keluarlah, patih ronggolawe !"
Pagar kayu runcing dengan selokan pertahanan
di depannya dijaga oleh Hori patih ragapati dan wiro gunung
Ujisato. saat memandang centeng musuh yang
riuh rendah, patih ragapati mengertakkan gigi.
sesudah lemahabang, musuh sudah menyebarkan
desas-desus bahwa prajurit-prajurit patih ronggolawe takut
menghadapi laskar prabu kertoarjowardana . namun patih ronggolawe
sudah menegaskan bahwa bala tentaranya dilarang
melancarkan serangan tanpa perintah langsung
darinya, sehingga mereka tak dapat berbuat apa-
apa selain mengirim kurir-kurir ke perkemahan
utama.
saat salah satu kurir tiba, patih ronggolawe tengah
bermain go.
"centeng prabu kertoarjowardana berkekuatan besar sedang
mendekati orang-orang kita di selokan ganda."
orang itu memberitahunya.
Sejenak patih ronggolawe mengalihkan pandang dari
papan go dan bertanya pada kurir itu .
"Apakah mpu mojosongo berada di antara mereka?"
"Yang Mulia mpu mojosongo tidak turut dan ."
patih ronggolawe meraih biji berwarna hitam,
meletakkannya di papan permainan, dan tanpa
menoleh ia berkata. "Beritahu aku kalau mpu mojosongo
muncul. Kecuali dia sendiri yang memimpin
centeng nya. patih ragapati dan Ujisato bebas memilih
bertempur atau tidak."
Kira-kira secara bersamaan, Ii Hyobu dan mpu
jayadijaya di garis depan dua kali mengirim kurir
pada mpu mojosongo di Bukit merah .
"Sekaranglah waktu yang tepat untuk datang ke
medan tempur. Jika tuanku melakukannya dengan
segera, kita pasti sanggup memberikan pukulan
mematikan kepada centeng utama patih ronggolawe ."
mpu mojosongo menanggapi dengan tenang. "Apakah
patih ronggolawe sudah melangkah? Kalau dia masih di
Gunung merapi , aku pun tak perlu turun
tangan."
Pada akhirnya mpu mojosongo tidak meninggalkan Bukit
merah .
Sementara itu, patih ronggolawe memuji para prajurit
yang berjasa dalam pertempuran lemahabang dan
menyalahkan mereka yang gagal melaksanakan
tugas. la sangat hati-hati saat mengumumkan
kenaikan upah atau memberi penghargaan, namun
tidak mengucapkan sepatah kata pun pada
kepribadian nya, ki ageng jolotundo . sesudah melarikan diri
dari lemahabang, ki ageng jolotundo sendiri tampak salah
tingkah di hadapan pamannya. saat tiba di
perkemahan, ia hanya melapor bahwa ia sudah
kembali. Baru lalu ia berusaha menjelaskan
alasan kekalahannya. namun patih ronggolawe hanya
berbicara dengan para resi lain yang duduk di
sekelilingnya. Tak sekali pun ia memandang wajah
ki ageng jolotundo .
"Akulah yang bersalah, sehingga patih pitaloka
menemui ajal." kata patih ronggolawe . "Sejak muda kami
berbagi kemiskinan. Kami mencari hiburan malam
bersama-sama, dan main wanita lesbian bersama-
sama. Aku takkan pernah melupakannya."
Setiap kali ia bicara mengenai teman lamanya
itu, matanya berkaca-kaca.
Suatu hari, tanpa menjelaskan jalan pikirannya
pada siapa pun, patih ronggolawe memerintahkan
pembangunan kubu pertahanan di Oura. Dua hari
lalu , pada hari terakhir Bulan Keempat, ia
memberikan perintah lebih lanjut. "Besok aku
akan melakukan pertempuran paling penting
dalam hidupku. Kita akan melihat siapa yang
tumbang, mpu mojosongo atau patih ronggolawe . Beristirahatlah
dengan baik, persiapkan diri, dan jangan lengah."
Hari berikutnya adalah hari pertama Bulan
Kelima. Dengan anggapan bahwa hari itu mereka
akan berlaga dalam pertempuran menentukan
semua prajurit sudah mempersiapkan diri sejak
malam sebelumnya. Kini, pada waktu patih ronggolawe
akhirnya tampil di hadapan mereka para prajurit
mendengarkan kata-katanya dengan heran.
"Kita akan kembali ke kahuripan ! Seluruh centeng
ditarik mundur." lalu ia memberikan
perintah selanjutnya. "Korps-korps di bawah
Kursinuhun keraton dan Akashi Yoshiro akan
bergabung dengan centeng di selokan ganda.
Posisi barisan belakang akan ditempati oleh
hyangkertoarjo Tadaoki dan wiro gunung Ujisato."
Enam puluh ribu orang berpindah tempat,
Sambil mengarah ke timur, mereka mengawal i
gerakan mundur pada waktu matahari pagi
muncul di cakrawal a. Hori patih ragapati ditinggalkan di
girisoka dan resi Mitsuyasu di benteng kota
girisewo . Selain mereka. seluruh centeng
menyeberangi Sungai brantas dan memasuki Oura.
Gerak mundur mendadak ini menimbulkan
tanda tanya dalam benak para resi patih ronggolawe .
patih ronggolawe tenang-tenang saja saat memberikan
perintah, namun menarik mundur centeng sebesar
itu bahkan lebih sukar dibandingkan memimpinnya
melancarkan serangan. Tugas membuat barisan
belakang dipandang paling berat, dan konon
hanya mereka yang paling perkasa yang sanggup
mengemban tanggung jawab itu.
saat orang-orang di markas besar mpu mojosongo
melihat centeng patih ronggolawe mendadak mundur ke
timur pagi itu, semuanya diliputi keragu-raguan,
dan mereka melaporkan kejadian itu pada mpu mojosongo .
Semua resi yang berada di sana sepenuhnya
sependapat. "Tak perlu diragukan lagi. Kita sudah
meluluhlantakkan semangat tempur musuh."
"Kalau kita mengejar dan menyerang mereka,
centeng Barat akan hancur lebur dan kita akan
merebut kemenangan besar."
Mereka mendesak-desak mpu mojosongo agar melancar-
kan serangan. dan masing-masing memohon diberi
kepercayaan sebagai pemimpin centeng . namun
mpu mojosongo tidak tampak gembira. Dengan tegas ia
melarang pengejaran centeng musuh.
Ia sadar bahwa orang seperti patih ronggolawe takkan
menarik mundur sebuah centeng besar jika tidak
sebab alasan tertentu. Ia juga sadar bahwa meski
ia sanggup bertahan, kekuatannya tidak memadai
untuk menghadapi patih ronggolawe dalam suatu
penempuran di tempat terbuka.
"Perang bukan judi. Apakah kita harus
mempertaruhkan nyawa untuk sesuatu yang
hasilnya tak dapat kita ramalkan? Jangan bertindak
sebelum percaya waktunya sudah tiba."
mpu mojosongo tidak suka mengambil risiko. Ia juga
mengenal dirinya dengan baik. Dalam hal itu, ia
bertolak belakang dengan mpu nala . mpu nala selalu
membayangkan bahwa ia memiliki karisma dan
kemampuan yang sama seperti aidit . Ia tak
sanggup berdiam diri, walaupun semua resi
lain duduk membisu sesudah permohonan mereka
ditolak oleh mpu mojosongo .
Kata orang, prajurit sejati menghormati peluang
yang diberikan kepadanya. Kenapa kita hanya
duduk di sini dan membiarkan kesempatan emas
ini berlalu begitu saja? Perkenankanlah aku
memimpin pengejaran." Sikap mpu nala semakin
berapi-api.
mpu mojosongo mengingatkannya dengan dua atau tiga
patah kata, namun mpu nala semakin gigih memamer-
kan keberaniannya. Sambil berdebat dengan
mpu mojosongo , ia bertingkah seperti anak manja yang tidak
mau mendengarkan siapa pun.
"Kalau begitu, apa boleh buat. Lakukanlah apa
yang Tuan anggap perlu.-
mpu mojosongo memberi izin, meski sadar bahwa
bencanalah yang akan muncul. mpu nala segera
membawa centeng nya sendiri dan mengejar
patih ronggolawe .
sesudah mpu nala pergi, mpu mojosongo menunjuk mpu panjalu
sebagai pemimpin sejumlah prajurit dan
menyuruh mereka mengikuti mpu nala . Seperti sudah
diduga oleh mpu mojosongo , mpu nala menggempur barisan
belakang patih ronggolawe yang sedang mundur, dan
walaupun ia sempat kelihatan unggul, ia segera
dikalahkan. Dengan cara ini, ia memicu
banyak pengikutnya menemui ajal dalam
pertempuran.
Seandainya bala bantuan mpu panjalu tidak muncul,
bukannya tak mungkin mpu nala sendiri pun
menjadi salah satu hadiah terbesar bagi barisan
belakang patih ronggolawe . saat kembali ke Bukit
merah . mpu nala tidak segera menghadap mpu mojosongo .
namun mpu mojosongo memperoleh laporan terperinci dari
mpu panjalu , la hanya mengangguk dan berkata.
"Memang sudah kuduga."
Meski sudah memutuskan untuk mundur,
patih ronggolawe tidak bermaksud pulang dengan tangan
kosong. saat centeng nya bergerak menyusuri
jalanan, ia berkata kepada para pengikutnya,
"Bagaimana kalau kita membawa tanda mata dari
sini?"
benteng kota Kaganoi berdiri di tepi kiri Sungai
brantas , di sebelah timur laut benteng kota kedhiri . Dua
pengikut mpu nala berkubu di sana, siap bertindak
sebagai salah satu sayap centeng mpu nala dalam
keadaan darurat.
"Rebut benteng kota itu." Perintah itu
diberikan patih ronggolawe kepada para resi nya,
seakan-akan menunjuk buah kesemek yang
tergantung di pohon.
centeng nya menyeberangi Sungai brantas dan
mengambil posisi di Kuil Seitoku. patih ronggolawe , yang
berada di tengah-tengah centeng cadangan, mem-
buka serangan pada pagi hari keempat bulan itu.
Sesekali ia menaiki kudanya dan mengamati
jalannya pertempuran dari sebuah bukit di dekat
bratanggede.
Dalam pertempuran keesokan harinya,
komandan benteng kota itu gugur. Namun benteng kotanya
sendiri baru takluk menjelang malam hari keenam.
patih ronggolawe memerintahkan pembangunan kubu
pertahanan di sebuah titik strategis di Taki, dan
mundur sampai ke Ogaki pada hari ketiga belas.
Di benteng kota Ogaki ia bertemu dengan para anggota
keluarga patih pitaloka yang selamat. dan menghibur istri
dan ibu rekan seperjuangannya itu.
"Aku bisa membayangkan kesepianmu. namun
jangan lupakan masa depan anak-anakmu yang
penuh harapan. Usahakanlah untuk melewatkan
sisa hidupmu dalam keharmonisan. Amatilah
pertumbuhan pohon-pohon kecil dengan gembira,
dan nikmatilah bunga-bunga yang sedang mekar."
patih ronggolawe juga memanggil kedua putra patih pitaloka
yang masih hidup dan berpesan agar mereka selalu
tabah. Malam itu ia bersikap seperti anggota
keluarga, dan selama berjam-jam ia membicarakan
kenangannya mengenai patih pitaloka .
"Aku berbadan pendek, sama halnya dengan
patih pitaloka . Pada waktu laki-laki pendek itu menjamu
resi -resi yang lain, dia sering menampilkan
tari tombak kalau sudah mabuk. Kurasa dia belum
pernah memamerkan kebolehannya di hadapan
keluarganya sendiri, namun gerakannya kira-kira
seperti ini." la menirukan patih pitaloka , dan semuanya
tertawa . patih ronggolawe tinggal selama beberapa hari,
namun akhirnya. pada hari kedua puluh satu, ia
kembali ke benteng kota kahuripan melalui Jalan Raya
gunungselatan.
kahuripan sudah berkembang menjadi kota besar,
sangat berbeda dari pelabuhan kecil di Naniwa
dahulu , dan saat centeng patih ronggolawe tiba, para
warganya berkerumun di jalan-jalan dan di sekitar
benteng kota, mengelu-elukan mereka sampai matahari
terbenam.
Pembangunan bagian luar benteng kota kahuripan sudah
rampung. Seiring datangnya malam, peman-
dangan luar biasa mulai terlihat. Lentera-lentera
memancarkan cahaya terang benderang dari
jendela-jendela yang tak terhitung banyaknya di
menara bertingkat lima di benteng kota utama, juga
dari benteng kota kedua dan ketiga, menghiasi langit
malam dan menerangi batas-batas benteng kota: di
timur, Sungai mojolaban ; di utara, Sungai watangsewu ; di
barat, Sungai Yokoboh; dan di selatan, selokan
pertahanan yang kering.
patih ronggolawe sudah meninggalkan perkemahannya
di girisoka , berubah pikiran dan menjalankan
strategi "awal baru". namun bagaimana tanggapan
mpu mojosongo terhadap perubahan itu ? la duduk dan
memperhatikan centeng patih ronggolawe bergerak
menjauh. Dan meskipun ia memperoleh berita
mengenai kesulitan yang dialami sekutu-sekutunya
di benteng kota Kaganoi, ia tidak mengirim bala
bantuan.
"Ada apa ini?" Suara-suara sumbang mulai
terdengar di antara bawah an-bawah an mpu nala .
Namun mpu nala sudah pernah mengabaikan
peringatan mpu mojosongo , menyerang barisan belakang
patih ronggolawe , menderita kekalahan memalukan dan
akhirnya hatus diselamatkan oleh mpu panjalu . sebab
itu, ia merasa sudah kehilangan hak bicara.
Dengan demikian, perselisihan yang terus
memburuk menjadi tilik lemah dalam centeng
sekutu. Disamping itu, tokoh utama di balik
pertempuran besar ini bukanlah mpu mojosongo , melainkan
mpu nala . mpu nala -lah yang menggembar-gemborkan
kewajiban moral, dan sang Penguasa dusun nyi kembang
memutuskan untuk membantunya. mpu mojosongo
berkedudukan sebagai sekutu, sebab itu ia sukar
membatasi sepak terjang mpu nala . Akhirnya ia
mengajukan usul, "Sementara patih ronggolawe berada di
kahuripan , cepat atau lambat dia akan menyerbu Ise.
Nyatanya memang sudah ada tanda-tanda yang
mencemaskan bagi sekutu-sekutu kita. Kurasa
sebaiknya Tuan secepat mungkin kembali ke
benteng kota utama Tuan di bukit tengkorak .
mpu nala memanfaatkan kesempatan ini dan
segera pulang ke Ise. Selama beberapa waktu
mpu mojosongo masih bertahan di Bukit merah , namun
sesudah menyerahkan komando kepada mpu
jayadijaya , ia pun akhirnya bertolak ke kedhiri .
Para warga kedhiri menyambut kedatangan mpu mojosongo
dengan sorak-sorai kemenangan, namun jumlah
mereka tak dapat menyamai jumlah penduduk
kahuripan yang mengelu-elukan patih ronggolawe .
Para warga dan prajurit memandang
pertempuran di lemahabang sebagai kemenangan
besar bagi marga prabu kertoarjowardana , namun mpu mojosongo
mengingatkan para pengikutnya agar mereka tidak
berbangga hati secara berlebihan, dan mengirim
pesan berikut ini kepada centeng nya:
Dari srgi militer, lemahabang merupakan kemenangan,
namun dalam hal benteng kota dan wilayah, patih ronggolawe -lah yang
menarik keuntungan. Jangan sampai ada yang mabuk
kemenangan.
Selama mpu mojosongo berada di Bukit merah , sekutu-
sekutu patih ronggolawe tidak tinggal diam. Di Ise, yang
sudah beberapa lama tidak dilanda pertempuran,
mereka berhasil merebut benteng kota-benteng kota di tunjung ,
Kanbe, Kokulu, dan Hamada. dan menyerbu dan
menghancurkan benteng kota di Nanokaichi. Sebelum
orang lain menyadarinya, sebagian besar Ise sudah
jatuh ketangan patih ronggolawe .
patih ronggolawe berada di benteng kota kahuripan selama
kurang-lebih satu bulan, menangani urusan
pemerintahan, menyusun rencana untuk mengatur
daerah-daerah di sekitar ibu kota dan menikmati
kehidupan pribadinya. Untuk sementara ia
menganggap krisis Bukit merah sebagai masalah
orang lain.
Di Bulan Ketujuh ia pulang-pergi ke blambangan .
lalu pada sekitar pertengahan Bulan
Ke9 ia berkata, "Sungguh menjemukan
kalau urusan ini dibiarkan berkepanjangan. Dalam
musim gugur ini aku harus menyelesaikannya
sampai tuntas."
Sekali lagi ia mengumumkan bahwa sebuah
centeng besar akan bertolak ke garis depan.
Selama dua hari sebelum keberangkatannya, bunyi
seruling dan genderang dari penunjukan Noh
menggema di dalam benteng kota utama. Dan sesekali
suara tawa riuh pun terdengar.
patih ronggolawe menampilkan rombongan pemain
Noh, dan mengundang ibu, istri, dan kerabatnya
di benteng kota untuk bersuka ria bersama-sama selama
satu hari.
Di antara para tamu ada ketiga putri yang
dipingit di benteng kota ketiga. Tahun itu subanda
berusia tujuh belas, adiknya riga belas, sedangkan
si bungsu baru sepuluh tahun.
Baru satu tahun berlalu sejak ketiga bersaudara
itu menatap asap yang menyelubungi kematian ibu
dan ayah angkat mereka, nyoto dijoyo , saat
benteng kota lumajangan takluk di tangan centeng
patih ronggolawe . lalu mereka dipindahkan dari
perkemahan di wilayah Utara, dan ke mana pun
mereka memandang, mereka hanya melihat orang-
orang yang asing bagi mereka. Selama beberapa
waktu mata mereka tampak sembap, siang dan
malam, dan tak satu kali pun terlihat senyum
menghiasi wajah-wajah belia yang seharusnya riang
gembira itu. Namun lambat laun ketiga putri itu
mulai terbiasa dengan orang-orang di dalam
benteng kota, dan sebab terhibur oleh pembawa an
patih ronggolawe yang menyenangkan, mereka mulai
menyukainya sebagai "paman yang lucu".
Hari itu, seusai sejumlah pertunjukan, si paman
yang lucu pergi ke ruang ganti, mengenakan
kostum, lalu muncul di panggung.
"Lihai! Itu Paman!" salah satu dari kakak-
beradik itu berseru.
"Wah, dia kelihatan lucu sekali!"
Tanpa menghiraukan kehadiran orang lain,
kedua putri yang lebih kecil bertepuk tangan dan
menunjuk-nunjuk sambil tertawa tanpa henti.
namun , seperti bisa diduga, si sulung subanda segera
menegur mereka. "jangan menuding. Nonton saja
tanpa banyak bicara," ia berkata. Ia pun berusaha
duduk dengan tenang, namun tingkah polah
patih ronggolawe begitu lucu. Sehingga subanda akhirnya
terpaksa menyembunyikan wajah di balik lengan
jubah nya dan tertawa terpingkal-pingkal.
"Apa ini? Kalau kami tertawa , kami dimarahi.
namun sekarang Kakak malah ikut tertawa ."
Dipermainkan seperti itu oleh kedua adiknya.
subanda semakin tak kuasa menahan diri.
Ibu patih ronggolawe pun tertawa dari waktu ke wakiu
saat melihatlihat tarian jenaka yang ditampilkan
putranya, namun nyi momo , yang sudah terbiasa
menghadapi tingkah polah dan senda gurau
suaminya dalam keluarga, kelihatan tidak terlalu
senang.
nyi momo lebih tertarik untuk mengamati gundik-
gundik suaminya yang duduk di sana-sini,
dikelilingi pelayan-pelayan.
saat mereka masih tinggal di lojibenteng ,
patih ronggolawe hanya memiliki dua gundik. namun
sesudah mereka pindah ke benteng kota kahuripan , sebelum
nyi momo menyadarinya sudah ada gundik di benteng kota
kedua, dan satu lagi di benteng kota ketiga.
Memang sukar dipercaya, namun saat kembali
dari perang di Utara, patih ronggolawe membawa pulang
ketiga putri jawa kalasan yang sudah yatim-piatu,
dan membesarkan mereka dengan penuh kasih
sayang di benteng kota kedua.
Hati para dayang yang melayani nyi momo istri
pertama patih ronggolawe terasa pedih sebab subanda
malah lebih cantik lagi dibandingkan ibunya.
"Putri subanda sudah berumur tujuh belas
tahun. Mengapa Yang Mulia memandanginya
seperti memandang bunga dalam vas?"
Mereka hanya memperburuk keadaan dengan
komentar-komentar seperti itu, namun nyi momo hanya
tertawa .
"Apa boleh buat, ini seperti goresan pada
sebutir mutiara."
dahulu ia pun merasa cemburu seperti lazimnya
seorang istri, dan saat masih tinggal di
lojibenteng , ia bahkan pernah mengeluh pada
aidit , yang lalu mengirim balasan tertulis:
Kau dilahirkan sebagai wanita lesbian , dan secara
kebetulan kau bertemu dengan laki-laki yang sangat luar
biasa. Aku percaya bahwa orang seperti itu pun
memiliki kekurangan, namun kelebih-annya banyak
sekali. Jika kau memandang dari lereng sebuah gunung
besar, kau takkan paham seberapa besar gunung itu.
Tenangkanlah hatimu, dan nikmatilah hidup bersama
orang itu dengan cara yang diinginkannya. Aku tidak
mengatakan bahwa rasa cemburu itu buruk. Sampai
taraf tertentu, kecemburuan justru merupakan bumbu
bagi kehidupan suami-istri
Jadi, pada akhirnya nyi momo -lah yang menerima
teguran. nyi momo menarik pelajaran dari pengalaman
itu, dan ia bertekad untuk lebih mengujawa diri. Ia
pun berniat menjadi wanita lesbian yang dapat
menutup mata terhadap penyelewengan suaminya.
Namun belakangan ini adakalanya ia merasa
terancam dan bertanya-tanya, apakah suaminya
tidak mulai terlalu berlebihan.
Bagaimanapun. patih ronggolawe kini mendekati usia
empat puluh tujuh tahun, masa kejayaan seorang
laki-laki. Sementara sibuk menangani masalah-
masalah eksternal seperti pertempuran di Bukit
merah , ia juga direpotkan oleh persoalan internal
seperti pengaturan urusan ranjang. Dengan
demikian ia tak puas-puasnya menjalani hidup,
hari demi hari dengan semangat laki-laki yang
gagah perkasa. la sedemikian terlarut sehingga
orang lain mungkin bingung bagaimana ia dapat
memisahkan yang biasa dari yang luar biasa sikap
murah hati dari sikap bijaksana, dan tindakan
untuk umum dari perbuatan yang seharusnya
disembunyikan.
"Menonton orang menari memang
mengasyikkan, namun kalau aku menari di panggung.
rasanya sama sekali tidak menyenangkan, malah
melelahkan."
patih ronggolawe sudah menyusup ke belakang ibunya
dan nyi momo . Ia baru saja meninggalkan panggung,
diiringi tepuk tangan para penonton, dan
sepertinya ia masih terbawa oleh luapan
kegembiraan tadi.
"nyi momo ," katanya. "mari kita habiskan malam
dengan tenang di ruanganmu. Dapatkah kau
menyiapkan jamuan?"
saat pertunjukan berakhir, lentera-lentera
langsung dinyalakan, dan para tamu kembali ke
benteng kota ketiga dan kedua.
patih ronggolawe kini mampir di ruangan nyi momo ,
diikuti serombongan pemain sandiwara dan
pemusik. Ibunya sudah kembali ke kamarnya,
sehingga tinggal suami-istri itu bersama tamu-tamu
mereka.
sudah menjadi kebiasaan bagi nyi momo untuk
memperhatikan orang-orang seperti itu ditambah
para pelayan mereka. Khususnya sesudah
pertunjukan tadi, ia merasa gembira saat
mengucapkan terima kasih, melihat mereka saling
memberi baskom anggur , dan berbincang-bincang
dengan para penonton.
patih ronggolawe duduk menyendiri sejak pertama,
dan sebab sepertinya tak ada yang memper-
hatikannya, ia tampak agak murung.
nyi momo , kurasa tak ada salahnya kalau aku ikut
minum anggur ." katanya.
"Begitukah?"
"Apakah aku harus menonton yang lain
bersenang-senang? Kaupikir untuk apa aku datang
ke kamarmu?"
"Tadi ibumu berkata. 'Besok lusa anak itu akan
berangkat ke Bukit merah lagi,' dan aku disuruh
mengoleskan moxa ke tulang kering dan
pinggangmu sebelum kau benolak ke garis depan."
"Apa? Kau disuruh mengoleskan moxa?"
"Ibumu gelisah khawatir medan tempur masih diliputi
panasnya musim gugur, dan jika kau minum air
yang tidak baik, kau mungkin jatuh sakit. Sekarang
kuoleskan moxa dahulu , sesudah itu kau kuberi
sebaskom anggur ."
"Jangan konyol. Aku tidak suka moxa"
"Suka atau tidak, itulah perintah ibumu."
"Dan sebab itu aku akan menjauhi kamarmu.
Dari semua orang yang menonton penunjukan
tadi sore, hanya kau yang tidak tertawa . Kau
kelihatan begitu serius."
"Begitulah aku. Kalaupun kau menyuruhku
bersikap seperti gadis lesbian-gadis lesbian cantik itu, aku tidak
sanggup.- nyi momo tampak agak gusar. lalu .
tiba-tiba saja, ia meneteskan ait mata saat
teringat zaman dahulu , saat ia seumur subanda dan
patih ronggolawe berusia dua puluh lima tahun dan
dikenal dengan nama betari durga .
patih ronggolawe menatap istrinya dengan pandangan
bertanya-tanya dan berkata. "Kenapa kau
menangis?"
"Aku tidak tahu," jawab nyi momo sambil
membuang muka, dan patih ronggolawe menoleh agar
dapat menatapnya dari depan.
"Maksudmu, kau akan kesepian kalau aku
berangkat ke garis depan lagi?-
"Sejak awal perkawinan kita, berapa hari yang
kauhabiskan di rumah?"
Tak ada yang bisa dilakukan sebelum kita
berhasil membawa kedamaian di dunia, meskipun
kau tidak menyukai perang." balas patih ronggolawe .
"Dan seandainya Yang Mulia aidit tidak
tertimpa musibah, kemungkinan besar aku kini
menjadi komandan sebuah benteng kota di pedalaman,
yang hanya duduk dan terpaksa berada di sisimu
seperti kauinginkan."
"Orang-orang itu akan mendengar kata-kata
jahat yang keluar dari mulutmu. Aku tahu persis
apa yang tersimpan dalam hati laki-laki."
"Dan aku pun dapat menyelami hati
wanita lesbian ."
"Kau selalu mengolok-olokku. Aku tidak
menggugatmu sebab cemburu, seperti wanita lesbian
biasa."
"Setiap istri akan berkata demikian."
"Maukah kau mendengarkanku tanpa meng-
anggap semuanya ini sebagai lelucon?"
"Baiklah. Aku akan mendengarkanmu dengan
penuh hormat."
"Aku sudah lama pasrah pada keadaan. Jadi aku
takkan mengeluh bahwa aku merasa kesepian
mengurus benteng kotamu saat kau pergi berperang."
"wanita lesbian berbudi luhur, istri yang setia!
Inilah alasan betari durga dahulu menaruh hati
padamu."
"Jangan keterlaluan kalau bergurau. Itulah
sebabnya ibumu memberi nasihat padaku."
"Apa katanya?"
"Ibumu berpendapat bahwa aku- terlalu patuh,
sehingga kau lupa diri dan berfoya-foya terus.
Ibumu menasihati agar aku sesekali bicara terus
terang dengan mu."
"sebab itukah kau disuruh mengoleskan moxa?"
ujar patih ronggolawe sambil tertawa .
"Kau tak pernah memikirkan kecemasan ibumu.
sebab terlalu banyak minum, kau lupa bahwa kau
wajib menyayangi ibumu."
"Kapan aku terlalu banyak minum?"
"Bukankah dua malam yang lalu kau ribut-ribut
sampai dini hari mengenai sesuatu di kamar Putri
Sanjo?"
Para pembantu dan pemain sandiwara yang
sedang minum-minum di ruang sebelah berlagak
tidak mendengarkan percekcokan yang jarang
hmm, mungkin tidak begitu jarang antara suami-
istri itu. Tiba-tiba saja patih ronggolawe berseru pada
mereka, "Hei, bagaimana pendapat penonton
tentang penampilan kami?"
Salah satu pemain sandiwara menjawab . Terus
terang, ini mirip pertandingan bola sepak
antara dua orang buta." patih ronggolawe tertawa .
"Benar, takkan ada habisnya kalau kedua pihak
sama-sama mau menang sendiri."
"Hei, pemain gending, bagaimana menurutmu?"
"Hmm. hamba melihatlihat tuanku seakan-
akan hamba sendiri yang terlibat. Entah siapa yang
salah dan siapa yang benar."
Sekonyong-konyong patih ronggolawe merenggutkan
jubah luar nyi momo dan melemparkannya sebagai
hadiah.
Keesokan harinya keluarga patih ronggolawe tak
sempat melihatnya, meskipun mereka berada di
benteng kota yang sama. Sepanjang hari patih ronggolawe
sibuk memberikan instruksi kepada para pengikut
dan resi nya.
Pada hari kedua puluh enam Bulan Ke9,
mpu mojosongo menerima laporan penting bahwa
patih ronggolawe akan datang. Bersama mpu nala ia
bergegas dari kedhiri ke iwakkuro, dan menempati
posisi yang berhadap-hadapan dengan patih ronggolawe .
Ia sekali lagi mengambil sikap bertahan, dan
mengingatkan anak buahnya agar tidak membuka
serangan tanpa diperintah.
"Orang ini tidak tahu kapan harus berhenti."
patih ronggolawe sudah merasakan sendiri bahwa
kesabaran mpu mojosongo sangat merepot-kan, namun ia
pun tidak kekurangan akal. Ia tahu bahwa kulit
kerang tak dapat dibuka paksa, bahkan dengan
memakai palu pun, namun jika bagian ekornya
dipanggang, dagingnya dapat diambil dengan
mudah. Akal sehat seperti inilah yang kini
melandasi pemikirannya. Mengirim Niwa
Nagahide untuk mempelajari kemungkinan
dibentuknya perjanjian damai tak ubahnya
memanaskan ekor kerang.
Niwa merupakan pengikut paling senior di
antara para pengikut marga sinuhun . Ia tokoh yang
bertanggung jawab dan populer. sesudah dijoyo
tiada dan danakertoarjo ngabeni berada dalam
keadaan melarat. patih ronggolawe tak lupa betapa
pentingnya mengambil hati orang itu sebagai
"buah catur cadangan sebelum penempuran pecah
di Bukit merah .
Niwa berada di Utara bersama lnuchiyo. namun
dua resi nya, Kanapatih Kingo dan Hachiya
Yoritaka, turut berperang di pihak patih ronggolawe .
Diam-diam kedua resi ini beberapa kali
mondar-mandir antara perkemahan patih ronggolawe dan
provinsi asal mereka, radenkanjeng .
Isi surat yang dikirim tidak diketahui siapa pun,
termasuk oleh para utusan sendiri, namun
akhirnya Niwa menempuh perjalanan rahasia ke
kedhiri dan bertatap muka dengan mpu mojosongo .
Kerahasiaan pembicaraan seperti ini dijaga
dengan sangat ketat. Di pihak patih ronggolawe hanya
tiga orang yang tahu, yaitu Niwa dan kedua
resi nya. Atas usul patih ronggolawe , mpu harjo
mpu rejo bertindak sebagai penengah.
Namun akhirnya seseorang dalam tubuh marga
prabu kertoarjowardana membocorkan desas-desus bahwa
perundingan damai sudah di mulai secara rahasia.
Berita itu menimbulkan pergolakan hebat dalam
pertahanan mpu mojosongo yang berpusat di Bukit merah .
Rahasia yang bocor selalu diiringi omongan
jahat. Dalam kasus ini, nama yang muncul ke
permukaan adalah nama yang memang sudah
dicurigai oleh rekan-rekan sesama pengikut nama
mpu harjo mpu rejo.
"Kabarnya mpu rejo berperan sebagai
penengah. Sepertinya ada saja yang mencurigakan
antara patih ronggolawe dan mpu rejo."
Beberapa orang membawa masalah ini langsung
ke hadapan mpu mojosongo , namun ia memarahi semuanya
dan tak sedikit pun meragukan kejujuran
mpu rejo.
Namun sekali keraguan seperti itu muncul di
kalangan para pengikut, moral seluruh marga
terpengaruh.
mpu mojosongo sudah barang tentu cenderung
mengadakan perundingan damai, namun saat
melihat keadaan yang melanda centeng nya, ia tiba-
tiba menolak utusan Niwa.
"Aku tidak menginginkan perdamaian." kata
mpu mojosongo . "Aku tidak mengharapkan kesepakatan
dengan patih ronggolawe , bagaimanapun kondisi yang
ditawa r-kannya. Kami akan berlaga di sini dalam
pertempuran yang menentukan. Aku akan
mengambil kepala patih ronggolawe , dan kami akan
memperlihatkan makna kewajiban kepada seluruh
negeri."
saat hal ini secara resmi diumumkan di
perkemahan mpu mojosongo , para prajurit merasa gembira,
dan desas-desus mengenai mpu rejo langsung
berhenti.
"patih ronggolawe mulai goyah!"
Dengan semangat baru, mereka semakin agresif.
patih ronggolawe menelan pil pahit itu dengan lapang
dada. Baginya hasil itu tidak terlalu buruk. Ia
pun tidak memakai kekuatan militer,
melainkan memerintahkan agar centeng nya
menempati posisi-posisi strategis. Menjelang
penengahan Bulan Kesembilan, ia kembali
menarik mundur centeng nya dan memasuki
benteng kota Ogaki.
Sudah berapa kalikah para warga kahuripan
melihatlihat patih ronggolawe ditambah centeng nya
berangkat ke garis depan lalu pulang lagi, bolak-
balik antara benteng kota itu dan blambangan ?
Hari kedua puluh Bulan Kesepuluh pun tiba,
musim dingin sudah di ambang pintu. centeng
patih ronggolawe , yang biasanya melalui kahuripan , watangsewu ,
tiba-tiba kali ini melewati Koga di lga dan menuju
Ise. Di sana mereka meninggalkan jalan Raya
blambangan dan menyusuri jalan yang menuju jenggala .
Laporan demi laporan dari benteng kota-benteng kota
para pengikut mpu nala dan para mata-mata di Ise
datang bertubi-tubi. seakan-akan ada tanggul jebol
dan arus berlumpur sebuah sungai deras sedang
menuju ke arah sana.
"centeng utama patih ronggolawe datang!"
"Mereka bukan prajurit-prajurit di bawah
komando satu resi saja, seperti yang kita lihat
selama ini."
Pada hari kedua puluh tiga bulan itu, centeng
patih ronggolawe berkemah di Hanetsu dan mendirikan
kubu-kubu pertahanan di hutan temblang .
Mengetahui bahwa centeng patih ronggolawe terus
bergerak ke arah benteng kotanya, mpu nala tak sanggup
menenangkan hati. Sudah sekitar satu bulan
lamanya ia menangkap gelagat bahwa badai sedang
mendekat. Artinya. tindak-tanduk mpu harjo
mpu rejo- yang dirahasiakan secara ketat oleh
marga prabu kertoarjowardana secara misterius sudah dibesar-
besarkan oleh seseorang, meskipun tak ada yang
tahu siapa orangnya.
Menurut desas-desus, sudah terjadi perpecahan
di kalangan inti marga prabu kertoarjowardana . Rupanya ada
sejumlah pengikut mpu mojosongo yang tidak menyukai
mpu rejo dan hanya menunggu saat yang tepat.
Kabar angin lain mengatakan bahwa pihak
prabu kertoarjowardana sudah membuka perundingan dengan
patih ronggolawe , dan bahwa sebelum kabar mengenai
perpecahan ini bocor, mpu mojosongo hendak mencapai
perdamaian dengan cepat. namun lalu
pembicaraan dihentikan secara mendadak, sebab
persyaratan yang diajukan patih ronggolawe dinilai terlalu
memberatkan.
mpu nala benar-benar bingung. Bagaimanapun,
nasibnya akan tidak menentu jika mpu mojosongo berdamai
dengan patih ronggolawe .
"Jika patih ronggolawe sampai berubah arah dan
membelok ke jalan Raya Ise, tuanku sebaiknya
menerima kenyataan bahwa sudah ada kesepakatan
rahasia antara patih ronggolawe dan mpu mojosongo untuk
mengorbankan marga tuanku."
Dan persis seperti yang digelisah khawatir kan mpu nala .
pergerakan centeng patih ronggolawe mengisyaratkan
bahwa mimpi buruknya akan menjadi kenyataan.
Tak ada yang dapat dilakukannya selain
melaporkan perkembangan ini kepada mpu mojosongo dan
memohon bantuannya.
mpu jayadijaya bertugas sebagai komandan
benteng kota kedhiri selama kepergian mpu mojosongo . saat
menerima laporan mpu nala , ia segera mengirim
kurir untuk menyampaikannya kepada mpu mojosongo ,
yang langsung mengumpulkan seluruh centeng nya
dan kembali ke kedhiri pada hari itu juga.
lalu ia cepat-cepat mengirim bala bantuan di
bawah pimpinan mpu jayadijaya ke gua kegelapan .
gua kegelapan merupakan leher bukit tengkorak . mpu nala pun membawa prajurit-prajuritnya dan menempatkan mereka berhadapan dengan patih ronggolawe , yang sudah mendirikan markas besarnya di Desa hutan temblang .
hutan temblang terletak di tepi Sungai bengawan .
kurang-lebih tiga mil di sebelah barat daya
gua kegelapan , namun berdekatan dengan muara Sungai
brantas dan Ibi, sehingga cocok sekali untuk meng-
ancam markas besar mpu nala .
Penghabisan musim gugur. Alang-alang di
daerah itu menyembunyikan ratusan ribu prajurit,
dan asap dari api unggun yang tak terhitung
banyaknya segera menyebar di sepanjang tepi
sungai, pagi maupun malam. Perintah untuk
memulai pertempuran belum diberikan. Para
prajurit bersantai dan bahkan memancing di
sungai. Jika kebetulan dipergoki oleh patih ronggolawe ,
yang sering mendatangi perkemahan-perkemahan
dan tiba-tiba saja muncul dengan kudanya, mereka
langsung gugup dan cepat-cepat membuang joran
masing-masing. namun kalaupun patih ronggolawe melihat
ini, ia hanya lewat sambil tersenyum.
sebetulnya , andai kata berada di tempat lain, ia
pun ingin memancing dan berjalan dengan kaki
telanjang. Dalam beberapa hal, ia tetap seperti
kanak-kanak. dan pemandangan-pemandangan
seperti itu membangkitkan kenangan masa
kecilnya.
Di seberang sungai ini terletak tanah jenggala . Di
bawah sinar matahari musim gugur, bau tanah dari
tempat kelahiran menimbulkan rangsangan
tersendiri dalam dirinya.
resi jayasakti dan patih dimaspati sudah
kembali dari suatu misi, dan sedang menunggu
kedatangannya dengan tak sabar.
sesudah meninggalkan kudanya di gerbang,
patih ronggolawe bergegas dengan cara yang tidak lazim
baginya. Ia sendiri yang mengajak kedua laki-laki
yang keluar untuk menyambutnya ke tengah
rumpun pohon yang dijaga ketat.
"Bagaimanakah jawaban pasti Yang Mulia mpu nala ?" ia
bertanya. Suaranya pelan, namun matanya bersinar-
sinar penuh harap.
patih minoto yang pertama angkat bicara. "Yang Mulia
mpu nala berpesan bahwa beliau memahami
perasaan tuanku dan setuju untuk mengadakan
pertemuan."
"Apa? Dia setuju?"
"Bukan itu saja, beliau tampak senang sekali."
"Betulkah?" patih ronggolawe menarik napas dalam-
dalam, lalu mendesah panjang. "Betulkah? Itukah
yang terjadi?" ia mengulangi.
Sejak semula, niat patih ronggolawe menyusuri Jalan
Raya Ise pada saat ini didasarkan atas spekulasi. Ia
mengharapkan pemecahan lewat jalan diplomasi.
namun jika usaha itu gagal, ia akan menyerang
gua kegelapan , bukit tengkorak , dan kedhiri . Dan itu akan
membuka Bukit merah terhadap serangan dari
belakang.
patih minoto terhitung sebagai kerabat marga sinuhun ; ia
putra seorang sepupu aidit . Ia memaparkan
duduk perkaranya kepada mpu nala , dan akhirnya
berhasil memperoleh jawab an.
"Aku bukan orang yang menyukai perang." balas
mpu nala . "Jika patih ronggolawe menganggapku begitu
penting dan ingin mengadakan perundingan
damai, aku tidak keberatan menemuinya."
Sejak pertempuran pertama di Bukit merah ,
patih ronggolawe sudah menyadari bahwa mpu mojosongo takkan
mudah diajak bicara. sesudah itu ia mempelajari
hati nurani manusia dan mempengaruhi orang-
orang di sekitar lawan nya itu secara diam-diam.
Akibat pengaruh patih ronggolawe , mpu harjo mpu rejo
menjadi sasaran kecurigaan di kalangan inti marga
prabu kertoarjowardana . Jadi, saat Niwa Nagahide
menganjurkan perundingan, orang-orang di
kalangan inti mpu nala yang sudah menjalin
hubungan dengan Niwa segera diasingkan sebagai
golongan perdamaian. mpu nala sendiri gelisah
memikirkan niat mpu mojosongo sebetulnya , dan pihak
prabu kertoarjowardana mengamati centeng mpu nala dengan
waspada. Keadaan ini berkembang akibat perintah
khusus dari kahuripan yang jauh.
patih ronggolawe percaya benar bahwa apa pun siasat
diplomasi yang ia gunakan, pengorbanannya tidak
sehebat pengorbanan dalam perang. sesudah
menempuh berbagai alternarif pun berhadapan
langsung dengan mpu mojosongo di Bukit merah ,
menjalankan rencana militer yang lihai, bahkan
melancarkan gertakan mengancam patih ronggolawe
tetap merasa bahwa berperang melawan mpu mojosongo
takkan membawa hasil, dan bahwa ia harus
mencari jalan lain.
Pertemuan dengan mpu nala keesokan harinya
merupakan perwujudan dari pemikiran seperti itu.
patih ronggolawe bangun pagi-pagi sekali, dan sambil
memandang ke langit, berkata, "Cuaca sangat
mendukung."
Pada malam sebelumnya, gerakan awan musim
gugur sempat menimbulkan kecemasan di hatinya;
dan ia gelisah khawatir bahwa jika ada hujan dan angin,
pihak mpu nala mungkin ingin menunda pertemuan
atau memilih tempat lain, sehingga rencananya
tercium oleh orang-orang prabu kertoarjowardana . Sebelum
tidur, pikiran patih ronggolawe terus diusik oleh
kemungkinan yang tidak menguntungkan itu, namun
pagi ini awan -awan sudah lenyap dan langit tampak lebih biru dibandingkan biasanya di musim gugur.
patih ronggolawe menganggap-nya pertanda baik, dan
sambil mendoakan keberhasilan bagi dirinya
sendiri, ia menaiki kudanya dan meninggalkan
perkemahan di hutan temblang .
Para pengiringnya terdiri atas beberapa
pengikut senior, sejumlah pelayan, dan kedua
bekas utusan, patih maguwo dan patih minoto. Namun saat
rombongan mereka akhirnya menyeberangi Sungai
bengawan , patih ronggolawe sudah mengambil langkah
pengamanan dengan menyembunyikan sekelom-
pok prajuritnya di tengah alang-alang dan di
rumah-rumah petani pada malam sebelumnya.
patih ronggolawe terus mengobrol di atas kudanya,
seakan-akan tidak melihat mereka,dan akhirnya
turun di tepi Sungai Yada yang berdekatan dengan
daerah pinggiran sebelah barat gua kegelapan .
"Bagaimana kalau kita tunggu kedatangan Yang
Mulia mpu nala di sini saja?" tanyanya, dan sambil
duduk di kursinya, ia mengamati pemandangan
sekitarnya.
Tak lama lalu , mpu nala , ditambah sejumlah
pengikut berkuda, tiba sesuai waktu yang sudah
ditetapkan. Tentunya ia pun melihat orang-orang
yang menunggu di tepi sungai, dan ia segera mulai
berunding dengan para resi di kedua sisinya,
tanpa melepaskan pandangan dari patih ronggolawe . la
berhenti, lalu turun dari kudanya di tempat yang
agak jauh, rupanya sebab curiga.
Kerumunan centeng adipati yang menyertainya kini
menyebar ke kiri-kanan. mpu nala mengambil posisi
di tengah dan mulai menghampiri patih ronggolawe .
Kilauan baju tempurnya seakan-akan
mencerminkan keperkasaannya di medan laga.
patih ronggolawe . Inilah orang yang sampai kemarin
masih dituduh sebagai pembunuh berdarah dingin
dan tak tahu berterima kasih. Inilah musuh yang
kejahatannya dikatakan satu per satu oleh mpu nala
dan mpu mojosongo . Meski sudah menyetujui usulan
patih ronggolawe dan menemuinya di sini. mpu nala tak
sanggup menenangkan diri. Apakah tujuan orang
itu sebetulnya ?
saat patih ronggolawe melihat mpu nala berdiri penuh
wibawa , ia bangkit dari kursinya dan seorang diri
bergegas menghampiri nya.
"Ah, Yang Mulia mpu nala !" la melambaikan
kedua tangan, seolah-olah pertemuan ini terjadi
secara tak terduga dan tanpa rencana sebelumnya.
mpu nala tampak bingung. namun para pengikut
yang mengelilinginya, yang tampak begitu
mengesankan dengan tombak dan baju tempur
masing-masing, menatap patih ronggolawe dengan
ternganga.
Namun itu bukan satu-satunya kejutan yang
menanti mereka. patih ronggolawe kini sudah berlutut di
hadapan mpu nala , bersembah sujud sampai
wajahnya hampir mengenai sandal jerami mpu nala .
Lalu, sambil meraih tangan mpu nala yang masih
tercengang, ia berkata, "Tuanku, dalam tahun ini
tak satu hari pun berlalu tanpa hamba merasakan
hasrat untuk bertemu tuanku. Hamba sungguh
bahagia melihat tuanku dalam keadaan sehat
walafiat. Roh jahat macam apakah yang
menyesatkan tuanku sehingga kita saling
berperang? Mulai hari ini tuanku akan menjadi
junjungan hamba, seperti sediakala."
"patih ronggolawe , berdirilah. Aku pun bersyukur kau
sudah bertobat. Kita sama-sama bersalah. Mari,
bangkitlah." mpu nala menarik patih ronggolawe sampai berdiri. Pertemuan pada hari kesebelas Bulan Kesebelas di antara kedua orang itu berjalan lancar, dan persetujuan damai pun berhasil dicapai.
Berdasarkan tata krama, mpu nala seharusnya
membicarakan masalah itu dengan mpu mojosongo dan meminta persetujuannya sebelum bertindak. namun
kesempatan menguntungkan ini langsung
disambutnya dengan baik, dan ia menerima
tawa ran damai patih ronggolawe tanpa berkonsultasi
lebih dahulu .
Dengan demikian, orang yang selama ini
dimanfaatkan mpu mojosongo demi kepentingannya sendiri
sudah direbut oleh musuhnya. Singkat kata, mpu nala
termakan bujuk rayu patih ronggolawe .
Orang hanya dapat menebak kata-kata manis
yang dipakai patih ronggolawe untuk memikat
mpu nala . Selama tahun-tahun pengabdiannya,
patih ronggolawe jarang-jarang memancing kemarahan
ayah mpu nala , aidit , jadi menghadapi mpu nala
merupakan tugas ringan baginya. namun persyaratan
perjanjian damai yang semula disampaikan oleh
kedua utusan tak dapat dikatakan manis maupun
ringan:
Anak wanita lesbian mpu nala akan diangkat
anak oleh patih ronggolawe .
Keempat distrik di Ise bagian utara yang
diduduki patih ronggolawe akan diserahkan kembali pada
mpu nala .
mpu nala akan mengirim beberapa perempuan dan anak-anak anggota marganya sebagai
sandera.
Tiga distrik di Iga, tujuh distrik di Ise
bagian selatan, benteng kota girisewo di jenggala , dan
kubu pertahanan di Kkertoarjo da akan diserahkan pada
patih ronggolawe .
Semua kubu pertahanan sementara dari
kedua pihak di Provinsi Ise dan jenggala akan
dibancurkan.
mpu nala membubuhkan segelnya di atas
dokumen itu . Sebagai hadiah dari patih ronggolawe .
pada hari itu mpu nala menerima dua puluh keping
emas dan pedang buatan mpu paluwung . Ia juga
memperoleh tiga puluh lima ribu bal beras yang
merupakan barang rampasan perang dari daerah
Ise.
patih ronggolawe sudah bersembah sujud di hadapan
mpu nala , dan sudah memberikan berbagai hadiah
sebagai tanda persahabatan. Dengan perlakuan
seperti itu, mpu nala mau tak mau tersenyum puas.
Namun sudah jelas bahwa mpu nala tidak
mempertimbangkan bagaimana siasatnya akan
menjadi senjata makan tuan. Di zaman yang serba
tak menentu itu, mpu nala memperlihatkan
kebodohan yang tak dapat dimaafkan. Takkan ada
yang menyalahkan seandainya ia tetap berdiri di
pinggir, namun ia memilih berdiri di tengah
panggung. Tanpa menyadari dirinya diperalat, ia
sudah memicu kematian banyak orang di
bawah panjinya.
Orang yang paling terkejut saat semuanya
terungkap adalah mpu mojosongo yang sudah berpindah dari
swaradwipa ke kedhiri guna memperoleh tempat
berpijak untuk berperang melawan patih ronggolawe .
Hari kedua belas sudah tiba.
mpu jayadijaya tiba-tiba muncul di benteng kota,
sesudah memacu kudanya sepanjang malam dari
gua kegelapan .
Tidak biasanya seorang komandan dari garis
depan meninggalkan posisinya dan mendatangi
kedhiri tanpa pemberitahuan sebelumnya. Selain
itu, jayadijaya merupakan pejuang kkertoarjo kan ber-
usia enam puluh tahun. Mengapa orang tua itu
menempuh perjalanan semalam suntuk, hanya
diiringi beberapa orang?
jayadijaya tiba sebelum waktu sarapan, namun
mpu mojosongo keluar dari kamar tidur, duduk di ruang
pertemuan pribadinya, dan bertanya, "Ada apa,
jayadijaya ?"
"Yang Mulia mpu nala bertemu dengan patih ronggolawe
kemarin. Kabarnya mereka berdamai tanpa ber-
konsultasi dengan tuanku."
jayadijaya melihat emosi terpendam di wajah
mpu mojosongo , dan secara tak terduga, bibirnya sendiri
ikut bergetar. Ia nyaris tak sanggup menahan
perasaannya. Ia ingin berseru bahwa mpu nala orang
yang paling bodoh. Barangkali itulah yang
tersimpan dalam hati mpu mojosongo . Harus marahkah ia?
Harus tertawa kah ia? Tak pelak lagi ia memendam
semua perasaan itu, seakan-akan tak dapat
menerima gejolak dalam hatinya.
mpu mojosongo tampak bingung. Ia tercengang. Hanya
itu yang terbaca dari roman mukanya. Selama
beberapa saat kedua laki-laki itu duduk membisu.
Akhirnya mpu mojosongo mengedipkan mata dua atau tiga
kali, lalu mencubit cuping telinganya
dengan tangan kiri dan menggosok-gosok pipi. la
kehabisan akal. Punggungnya yang melengkung
mulai bergoyang-goyang. Tangan kirinya dibiarkan
terkulai di lututnya.
"jayadijaya , kau percaya?" tanyanya.
"Hamba takkan gegabah menyampaikan laporan
semacam ini. Laporan-laporan yang lebih
terperinci akan menyusul"
"Kau belum memperoleh kabar dari mpu nala ?"
"Kami mendengar berita bahwa beliau sudah
meninggalkan bukit tengkorak , melewati gua kegelapan , dan
berhenti di sriwijaya , namun hamba pikir beliau
sekadar memeriksa pertahanan dan centeng
beliau. sesudah beliau kembali ke benteng kotanya pun
kami belum mengetahui tujuan perjalanan beliau."
Laporan-laporan berikutnya membenarkan
desas-desus mengenai perjanjian damai yang
disepakati mpu nala , namun sepanjang hari mpu nala
sendiri tidak mengirim kabar. Dalam waktu
singkat berita itu sudah menyebar ke kalangan
pengikut marga prabu kertoarjowardana . Setiap kali bertemu,
mereka membahas kejadian yang sukar dipercaya
ini dengan berapi-api. Mereka menuduh mpu nala
sebagai orang yang tidak memiliki integritas, dan
bertanya-tanya bagaimana marga prabu kertoarjowardana dapat
menghadapi dunia dengan kepala tegak sesudah
mengalami musibah seperti ini.
"Kalau ini memang benar, kita tak bisa mem-
biarkan orang yang memicu nya, biarpun dia
Yang Mulia mpu nala ," ujar mpu panjalu yang lekas naik darah.
Pertama-tama kita harus membawa Yang Mulia
mpu nala keluar dari bukit tengkorak dan menyelidiki
kejahatannya," Ii menambahkan sambil mendelik.
"sesudah itu kita akan berlaga dalam pertempuran
menentukan melawan patih ronggolawe ."
"Aku setuju!"
"Bukankah sebab Yang Mulia mpu nala kita
menyiagakan centeng ?"
"Kita mendukung penegakan kewajiban dan
mengangkat senjata hanya sebab Yang Mulia
mpu nala memohon-mohon bantuan Yang Mulia
mpu mojosongo dan berkata bahwa keturunan Yang Mulia
aidit akan binasa akibat ambisi patih ronggolawe !
Sekarang simbol perang kewajiban itu orang yang
merupakan perwujudan keadilan sudah membelot
ke pihak musuh. Tak ada kata-kata yang sanggup
melukiskan kebodohan orang itu."
"Dalam keadaan seperti ini, wibawa junjungan
kita diinjak-injak. Kita menjadi bahan tertawa an.
Ini merupakan penghinaan terhadap rekan-rekan
kita yang gugur di Bukit merah dan lemahabang."
"Kematian mereka sia-sia belaka, dan tak ada
alasan kenapa kita harus menanggung beban
seperti itu. Bagaimana kiranya keputusan yang
diambil junjungan kita?"
"Sepanjang pagi beliau tidak keluar dari
ruangannya. Beliau mengadakan pertemuan
dengan para pengikut senior, dan rupanya mereka
masih berunding.
"Bagaimana kalau salah seorang yang ada di sini
menyampaikan pandangan kita kepada para
pengikut senior?"
"Ya. itu gagasan baik. namun siapa yang bersedia?"
Mereka semua saling pandang.
"Bagaimana denganmu, li? Dan kau, mpu panjalu ,
sebaiknya ikut juga." mpu panjalu dan li baru saja
hendak meninggalkan ruangan saat seorang
kurir masuk. "Dua utusan Yang Mulia mpu nala baru
saja tiba." "Apa? Utusan dari bukit tengkorak ?" Berita
itu kembali mengobarkan kemarahan mereka.
Namun sebab utusan-utusan itu sudah
dibawa ke bangsal pertemuan, besar kemungkinan
mereka sudah bertatap muka dengan mpu mojosongo .
Sambil saling mepercayakan bahwa tanggapan
junjungan mereka akan segera diumumkan, para
pengikut mpu mojosongo memutuskan untuk menunggu
hasil pertemuan itu.
Bertindak sebagai utusan mpu nala adalah
pamannya, sinuhun patih haryowisesa , dan Ikoma
Hachiemon. Dapat dibayangkan bahwa sulit bagi
keduanya untuk menghadapi mpu mojosongo , apalagi men-
jelaskan pemikiran mpu nala , dan dengan lesu
mereka menunggu di bangsal pertemuan.
Tak lama lalu mpu mojosongo muncul ditambah
seorang pelayan. Ia mengenakan jubah tanpa
baju tempur, dan wajahnya tampak cerah.
Ia duduk di sebuah bantal dan berkata.
"Kabarnya Yang Mulia mpu nala sudah berdamai
dengan patih ronggolawe ."
Kedua utusan membenarkannya sambil
bersujud; mengangkat kepala pun mereka tak
sanggup.
patih haryowisesa berkata. "Perundingan damai dengan
Yang Mulia patih ronggolawe tentu mengagetkan dan
memalukan bagi marga prabu kertoarjowardana , dan kami pun
memahami perasaan Yang Mulia, namun sesung-
guhnya junjungan kami sudah mempertimbangkan
situasi ini dengan saksama, dan..."
"Aku mengerti," balas mpu mojosongo . "Tuan-Tuan tak
perlu memberi penjelasan panjang-lebar."
"Perinciannya tercantum dalam surat ini, jadi...
ehm... jika Yang Mulia berkenan..."
"Nanti saja kubaca."
"Satu-satunya hal yang mengusik junjungan
kami adalah kemungkinan bahwa Yang Mulia
merasa gusar." kata Hachicmon.
"Wah, wah, ini tak perlu dirisaukan. Sejak
pertama, peperangan ini tak ada sangkut-pautnya
dengan keinginan atau rencana-rencanaku sendiri."
"Kami paham sepenuhnya."
"Oleh sebab itu, aku akan tetap mendoakan
kesejahteraan Yang Mulia mpu nala ."
"Yang Mulia tentu lega mendengarnya."
"Aku sudah menyuruh para pelayan menyiapkan
masakan minuman sederhana di ruangan lain. Kita patut
bersyukur bahwa perang ini berakhir dengan cepat.
Silakan makan siang dahulu sebelum Tuan-Tuan
bertolak kembali."
mpu mojosongo meninggalkan mereka. Para utusan dari
bukit tengkorak dijamu dengan makanan dan
minuman di sebuah ruangan lain, namun mereka
makan terburu-buru dan segera berangkat.
saat para pengikut mpu mojosongo menerima kabar
mengenai pembicaraan itu, mereka marah sekali.
"Yang Mulia tentu memiliki pertimbangan
lain. Kalau tidak, mana mungkin beliau sede-
mikian mudah menyetujui persekutuan antara
Yang Mulia mpu nala dan patih ronggolawe ?"
Sementara itu, Ii dan mpu panjalu menemui para
pengikut senior untuk menyampaikan pandangan
kalangan pengikut muda.
"Juru tulis!" mpu mojosongo memanggil.
sesudah menerima kedua utusan mpu nala di
ruang pertemuan pribadi, ia kembali ke kamarnya
dan duduk termenung selama beberapa waktu.
Kini suaranya berkumandang.
Si juru tulis membawa batu tinta dan
menunggu perintah junjungannya.
"Aku ingin mengirim surat ucapan selamat pada
Yang Mulia mpu nala dan Yang Mulia patih ronggolawe ."
saat mendiktekan surat-surat itu, mpu mojosongo
memalingkan wajah dan memejamkan mata.
Sambil memoles kalimat-kalimat yang akan
dicantumkan, tampaknya ia menyerap perasaan-
perasaan yang membara bagaikan besi cair dalam
dadanya.
sesudah surat-surat itu selesai, ia memerintahkan
seorang pelayan untuk memanggil mpu harjo
mpu rejo.
Si juru tulis meninggalkan kedua surat itu
di hadapan mpu mojosongo , membungkuk, lalu
mengundurkan diri dari ruangan. sesudah ia pergi,
seorang pembantu pribadi masuk dengan
membawa lilin dan menyalakan dua lentera.
Matahari sudah terbenam. saat memandang
cahaya lentera, mpu mojosongo merasa hari berlalu cepat. Ia
bertanya-tanya. itukah sebabnya ia tetap merasakan
kekosongan di hatinya, meski beban kerjanya
begitu berat.
Seakan-akan dari jauh, ia mendengar bunyi
pintu geser membuka per-lahan.
mpu rejo, berpakaian sipil seperti junjungan-
nya, tampak membungkuk di ambang pintu. Di
antara para prajurit marga prabu kertoarjowardana hampir tak
ada yang sudah membuka baju tempurnya, namun
sebab sejak pagi melihai mpu mojosongo berbaju biasa,
mpu rejo pun menukar baju tempur dengan
jubah .
"Ah, mpu rejo. Kau terlalu jauh di sebelah
sana. Majulah sedikit."
Orang yang sama sekali tidak berubah adalah
mpu mojosongo . namun saat mpu rejo menghadapnya, ia
tampak seakan-akan tak berdaya.
"mpu rejo, kuminta kau bertindak sebagai
utusanku dan mengunjungi perkemahan Yang
Mulia patih ronggolawe dan markas besar Yang Mulia mpu nala di gua kegelapan besok pagi."
"Baik."
"Surat-surat ucapan selamat sudah disiapkan."
"Ucapan selamat atas perjanjian damai yang
mereka sepakati?"
"Benar."
"Rasanya hamba memahami pikiran tuanku.
Tuanku takkan mengungkapkan rasa tidak senang,
namun kalau melihat kemurahan hati tuanku, Yang
Mulia mpu nala pun akan merasa malu."
"Apa maksudmu, mpu rejo? Tidak sepantasnya
aku mempermalukan Yang Mulia mpu nala ,
sedangkan pernyataan untuk meneruskan perang
sebab dorongan kewajiban akan berkesan janggal.
Entah perjanjian itu palsu atau bukan, aku tak
punya alasan untuk menyesalkan perdamaian.
Jelaskanlah dengan tulus, bahkan gembira, bahwa
aku berucap syukur dari lubuk hati yang paling
dalam, dan bahwa aku turut bersukacita bersama
para warga Kekaisaran."
mpu rejo termasuk orang yang dapat membaca
apa yang tersimpan dalam hati junjungannya, dan
kini mpu mojosongo sudah memberikan perintah terperinci
mengenai tugas yang akan dijalankannya. Namun
bagi mpu rejo masih ada satu hal yang
menyakitkan, yaitu kesalahpahaman para pengikut
lain menyangkut dirinya bahwa ia dan patih ronggolawe
menjalin hubungan akrab. Tahun lalu, sesudah
kemenangan patih ronggolawe di Yanagase, mpu rejo
ditunjuk sebagai utusan mpu mojosongo pada patih ronggolawe .
Saat itu kegembiraan patih ronggolawe meluap-luap. la
mengundang para pembesar untuk menghadiri
upacara minum teh di benteng kota kahuripan yang masih
dalam pembangunan.
sesudah itu, setiap kali ia berhubungan dengan
marga prabu kertoarjowardana , patih ronggolawe selalu menanyakan
kabar mpu rejo, dan ia pun selalu bicara
mengenai mpu rejo di hadapan pembesar-pem
besar yang memiliki hubungan baik dengan
marga prabu kertoarjowardana .
Keakraban mpu rejo dengan Yang Mulia
patih ronggolawe sudah terukir dalam benak para prajurit
prabu kertoarjowardana . Selama menemui jalan buntu di Bukit
merah , dan lalu saat Niwa
mengupayakan penyelesaian secara damai, setiap
tindakan mpu rejo dikertoarjo si dengan cermat oleh
sekutu-sekutunya.
Seperti dapat diduga, jayabandra tidak terpengaruh
sedikit pun oleh semuanya itu.
"Wah, di luar sana bising sekali, bukan?"
Suara-suara riuh terdengar dari bangsal yang
berjarak agak jauh dari tempat mpu mojosongo dan
mpu rejo duduk. Rupa-rupanya para pengikut
yang menentang perjanjian damai sedang
menyatakan ketidakpuasan mereka dan
memprotes pemanggilan mpu rejo ke hadapan
mpu mojosongo .
Ii dan mpu panjalu , yang bertindak sebagai juru
bicara, dan beberapa orang lain sudah mengelilingi
jayadijaya .
"Bukankah Tuan yang memimpin barisan
depan dan tinggal di kota benteng kota gua kegelapan ?
Apakah Tuan tidak malu bahwa Tuan tidak
mengetahui pertemuan antara Yang Mulia mpu nala
dan patih ronggolawe di sriwijaya ? Dan bagaimana
dengan kurir patih ronggolawe yang langsung datang ke
benteng kota gua kegelapan ? Bagaimana tindakan Tuan
sesudah datang ke sini sebab mendengar kabar
mengenai perjanjian damai yang tidak sah itu?"
Mereka terus menanyai jayadijaya dengan
keras. Masalahnya, kemungkinan kecil patih ronggolawe
membuat rencana yang akan bocor sebelum
waktunya. Bagi jayadijaya , itu saja sudah cukup
sebagai pembenaran. Namun menghadapi protes
yang menggebu-gebu, ia pasrah menerima ke-
marahan dan caci maki mereka, dan meminta
maaf dengan kesabaran yang pantas bagi seorang
resi tua.
namun sebetulnya Ii maupun mpu panjalu tidak
bermaksud menggugat orang tua itu. Keduanya
hanya ingin menyampaikan pandangan mereka
pada junjungan mereka. dan menolak perjanjian
damai itu. Mereka juga hendak memberi tahu
seluruh dunia bahwa marga prabu kertoarjowardana tidak
terlibat dalam pembicaraan damai dengan mpu nala .
"Bersediakah Tuan menjadi perantara bagi
kami? Tuan merupakan sesepuh yang disegani."
"Tidak, itu merupakan pelanggaran serius
terhadap tata krama." jawab jayadijaya .
Namun mpu panjalu berkeras. "Orang-orang ini
belum membuka baju tempur dan siap menuju
medan laga. Tata krama biasa tidak berlaku dalam
keadaan seperti ini."
"Waktunya mendesak," ujar Ii. "Kami dihantui
ketakutan kalau-kalau terjadi sesuatu sebelum
beliau berbicara dengan kami. Jika Tuan tidak
bersedia bertindak sebagai perantara, apa boleh
buat. Kami terpaksa mengajukan permohonan
melalui para pembantu pribadi Yang Mulia agar
dapat menemui beliau."
"Jangan. Yang Mulia sedang mengadakan
pembicaraan dengan Tuan mpu rejo. Tak ada
yang boleh mengganggu beliau."
"Apa? Dengan mpu rejo?"
saat mendengar bahwa mpu rejo melakukan
pembicaraan empat mata dengan mpu mojosongo pada
waktu seperti ini, mereka semakin was-was dan
gelisah. Sejak awal operasi militer di Bukit
merah , mereka sudah memandang mpu rejo
sebagai orang yang patut diwaspadai. Dan saat
Niwa memprakarsai perdamaian, mpu rejo pun
yang terlibat dalam perundingan. Mereka
menduga perkembangan terakhir pun ikut
didalangi mpu rejo.
Kecurigaan mereka akhirnya tak dapat
dipendam lebih lama, dan meledak dalam suasana
hiruk-pikuk yang juga terdengar oleh mpu mojosongo . Tak
lama lalu seorang pelayan menyusuri selasar
dan menghampiri mereka.
"Tuan-tuan diminta menghadap!" pelayan itu
mengumumkan.
Para pengikut tampak terkejut, dan dengan
bingung mereka saling pandang. namun ekspresi
pada wajah mpu panjalu dan Ii yang keras kepala
menunjukkan bahwa justru itulah yang mereka
harapkan. Sambil mendesak mpu jayadijaya dan
yang lain, mereka menuju ruang penemuan
pribadi.
Dalam sekejap ruangan itu sudah penuh sesak
dengan centeng adipati -centeng adipati berbaju tempur lengkap.
Perhatian semua orang terfokus pada mpu mojosongo .
mpu rejo duduk di sampingnya. lalu mpu
jayadijaya , dengan tulang punggung marga
prabu kertoarjowardana di belakangnya.
mpu mojosongo mulai angkat bicara, namun mendadak ia
berpaling ke arah kursi-kursi yang paling rendah
dan berkata. "Orang-orang di kursi yang paling
rendah duduk terlalu jauh. Aku tak bisa bicara
keras-keras, jadi majulah sedikit."
Semuanya semakin berdesak-desakan
mengelilingi mpu mojosongo saat ia mulai bicara.
"Kemarin Yang Mulia mpu nala berdamai dengan
patih ronggolawe . sebetulnya aku bermaksud
mengeluarkan pemberitahuan resmi kepada
seluruh marga besok pagi, namun rupanya kalian
sudah mendengar beritanya dan dihantui rasa
waswas. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud
menutup-nutupi masalah ini."
Semua pengikutnya menundukkan kepala.
"Akulah yang bersalah sebab menyiagakan
centeng sehubungan dengan permohonan
bantuan Yang Mulia mpu nala . Akulah yang
bertanggung jawab atas kematian begitu banyak
pengikut setia dalam pertempuran-pertempuran di
Bukit merah dan lemahabang. Dan tindakan Yang
Mulia mpu nala pun, yang diam-diam bekerja sama
dengan patih ronggolawe sehingga kemarahan dan
pengorbanan kalian menjadi tak berarti, bukan
kesalahan beliau. Akulah yang lalai dan kurang
bijaksana. Kalian semua sudah memperlihatkan ke-
tulusan kalian, dan sebagai junjungan kalian, aku
tak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk
menebus kesalahanku. Maafkan aku."
Semuanya menunduk. Tak seorang pun
menatap wajah mpu mojosongo , dan isak tangis pun
memenuhi ruangan.
"Tak ada yang dapat kita lakukan, jadi terimalah
cobaan ini dengan lapang dada. Tabahkan hati
kalian dan tunggu kesempatan lain."
sesudah duduk, baik mpu panjalu maupun Ii tidak
mengucapkan sepatah kata pun. Kedua orang itu
malah mengeluarkan saputangan, dan sambil
menoleh, mengusap air mata mereka.
"Ini merupakan berkah bagi kita. Perang sudah
usai, dan besok aku akan kembali ke swaradwipa.
Kalian pun akan pulang untuk menemui anak-istri
masing-masing." ujar mpu mojosongo sambil membuang
ingus.
Keesokan harinya, hari ketiga belas bulan itu,
mpu mojosongo ditambah bagian terbesar centeng prabu kertoarjowardana
meninggalkan benteng kota kedhiri dan kembali ke
swaradwipa di dusun nyi kembang . Pada pagi hari yang sama,
mpu harjo mpu rejo pergi ke gua kegelapan bersama
mpu jayadijaya . sesudah mengunjungi mpu nala , ia
melanjutkan perjalanan untuk menemui
patih ronggolawe di hutan temblang . Ia menyampaikan salam
dari mpu mojosongo , lalu menyerahkan surat ucapan
selamat dan segera pulang lagi. Sesudah mpu rejo
pergi, patih ronggolawe menatap orang-orang di
sekelilingnya.
"Lihat itu," ia berkata. "Itulah mpu mojosongo . Tak ada
orang yang sanggup menelan pit pahit ini seakan-
akan hanya minum teh panas."
Sebagai orang yang sudah memaksa mpu mojosongo
menenggak besi cair. patih ronggolawe dapat menghayati
perasaan musuhnya itu. Sambil menempatkan diri
pada posisi mpu mojosongo , ia bertanya-tanya, apakah ia
sendiri sanggup bereaksi dengan cara yang sama.
saat hari demi hari berlalu, satu orang yang
merasa cukup puas dengan dirinya adalah mpu nala .
sesudah pertemuan di sriwijaya , ia sepenuhnya
menjadi boneka patih ronggolawe . Situasi apa pun yang
dihadapinya, ia selalu bertanya pada diri sendiri,
"Bagaimana pendapat patih ronggolawe mengenai ini?"
Sama seperti saat dengan mpu mojosongo sebelumnya,
ia kini terus dihantui kecemasan mengenai
tanggapan patih ronggolawe terhadap setiap tindakannya.
sebab itu, ia merasa perlu memenuhi syarat-
syarat yang diajukan patih ronggolawe dalam perjanjian
damai dengan setepat-tepatnya. Sebagian wilayah-
nya, para sandera, dan perjanjian tertulis sudah ia
serahkan tanpa kecuali.
patih ronggolawe mulai mengendurkan tekanan. Meski
demikian, sebab berpendapat bahwa centeng nya
perlu tinggal di hutan temblang , ia mengirim kurir kepada
orang-orang yang ditugaskan di kahuripan dan bersiap-
siap melewatkan musim dingin di medan perang.
Tak perlu dikatakan bahwa sejak semula
mpu mojosongo -lah sumber kecemasan patih ronggolawe , bukan
mpu nala , sebab urusan dengan mpu mojosongo belum
selesai, patih ronggolawe tak dapat berkata bahwa situasi
sudah berhasil ia kujawa . Saat itu tujuannya baru
tercapai setengahnya. Suatu hari patih ronggolawe
berkunjung ke benteng kota gua kegelapan , dan sesudah
membicarakan berbagai topik dengan mpu nala , ia
bertanya, "Bagaimana keadaan tuanku belakangan
ini?"
"Aku sehat walafiat! Dan ini tentu sebab tak
ada yang membebani pikiranku. Aku sudah pulih
dari kelelahan di medan perang, dan tak ada yang
kucemaskan."
mpu nala tertawa cerah dan riang, dan patih ronggolawe
mengangguk beberapa kali, seakan-akan sedang
memangku anak kecil.
~Ya, ya Aku bisa membayangkan bahwa perang
yang sia-sia ini sudah melelahkan tuanku. Namun
sebetulnya masih ada beberapa persoalan yang
belum tuntas."
"Apa maksudmu, patih ronggolawe ?"
"Jika Yang Mulia mpu mojosongo dibiarkan seperti
sekarang, kelak beliau akan menimbulkan
kesulitan bagi tuanku."
"Begitukah? namun dia sudah mengirim
pengikutnya untuk menyampaikan ucapan
selamat."
"Sudah tentu beliau tak ingin menentang
kehendak tuanku."
"Tentu saja."
"Jadi, tuanku perlu mengambil langkah
pertama. Dalam hati, Yang Mulia prabu kertoarjowardana ingin
berdamai dengan hamba, namun sekiranya beliau
mengalah begitu saja, beliau akan kehilangan
muka. Dan sebab tak ada alasan untuk
menentang hamba, beliau tentu dilanda
kebingungan. Alangkah baiknya kalau tuanku
membantu beliau."
Di antara putra keluarga terpandang, tak sedikit
yang sangat egois, mungkin sebab beranggapan
bahwa semua orang di sekeliling mereka hidup
semata-mata untuk melayani mereka. Tak pemah
terlintas dalam benak mereka untuk membantu
orang lain. namun sesudah diajak bicara oleh
patih ronggolawe , mpu nala pun sanggup memahami bahwa
ada sesuatu yang lebih besar dibandingkan
kepentingannya sendiri.
Jadi, beberapa hari lalu , ia mengusulkan
agar ia sendiri yang bertindak sebagai penengah
antara patih ronggolawe dan mpu mojosongo . sebetulnya ia
memang wajib menjalankan tugas itu , namun
sebelum disinggung oleh patih ronggolawe , hal itu tak
pernah terpikir olehnya.
"Jika beliau menerima persyaratan-persyaratan
yang kita ajukan, kita akan memaafkan
perbuatannya untuk menghormati peran tuanku
dalam perundingan ini."
patih ronggolawe mengambil sikap sebagai pemenang,
namun ingin agar syarat-syarat perdamaian
disampaikan melalui mulut mpu nala . Persyaratan
itu adalah sebagai berikut:
Putra mpu mojosongo , ronggogeni , akan diangkat anak oleh patih ronggolawe , dan putra mpu rejo, ronggolewu , dan putra mpu panjalu , winarapati , harus diserahkan sebagai sandera.
Selain menghancurkan kubu-kubu pertahanan,
pembagian wilayah yang sebelumnya sudah
disetujui oleh mpu nala , dan konfirmasi status quo oleh pihak prabu kertoarjowardana , patih ronggolawe tidak menginginkan perubahan lebih lanjut. "sebetulnya masih ada perasaan gusar
terhadap Yang Mulia mpu mojosongo dalam hatiku, namun aku dapat memendam perasaan itu demi menjaga kehormatan. Dan sebab tuanku sudah memutuskan untuk menjalankan tugas ini, rasanya kurang baik kalau ditunda terlalu lama. Mengapa tuanku tidak segera mengirim kurir ke swaradwipa?"
Ditegur seperti itu, mpu nala langsung mengirim
dua pengikut seniornya sebagai utusan ke swaradwipa. Persyaratan yang diajukan patih ronggolawe tak dapat dinamakan keras, namun saat mpu mojosongo mendengarnya, ia
jadi mengelus dada. Meskipun dikatakan bahwa ronggogeni akan diangkat anak, sebetulnya ia tak lebih dari sandera biasa. Dan mengirim putra dua pengikut senior ke kahuripan jelas-jelas merupakan syarat yang hanya dikenakan kepada pihak yang kalah. Namun, walaupun para pengikutnya marah sekali. mpu mojosongo bersikap tenang agar swaradwipa pun tetap
tenang.
"Aku menerima persyaratan ini, dan aku
berharap Tuan-Tuan dapat menangani pelak-
sanaan selanjutnya," ia berkata pada kedua utusan
patih ronggolawe . Mereka mondar-mandir, berulang kali. lalu , pada hari kedua puluh satu Bulan Kesebelas, resi jayasakti dan patih minoto
Nobukatsu datang ke swaradwipa untuk
menandatangani perjanjian damai.
Pada hari kedua belas Bulan Kedua Belas, putra
mpu mojosongo dikirim ke kahuripan . Ia ditambah oleh putra
mpu rejo dan putra mpu panjalu . Para prajurit yang
melihatlihat keberangkatan para sandera berdiri
di sepanjang jalan dan mencucurkan air mata.
Dengan demikian, berakhirlah aksi mereka di
Bukit merah sebuah aksi yang sempat
mengguncang seluruh negeri.
mpu nala datang ke swaradwipa pada hari keempat
belas, menjelang akhir tahun, dan tinggal sampai
hari kedua puluh lima. Tak sepatah pun kata
bernada tak menyenangkan keluar dari mulut
mpu mojosongo . Selama sepuluh hari ia menjamu laki-laki lugu yang masa depannya sudah jelas itu, lalu mengirimnya pulang lagi.
Tahun Kesebelas masa pemerintahan dinasti syailendra pun berakhir,
meninggalkan berbagai macam kesan dalam hati
orang-orang. Salah satu hal yang paling terasa
adalah kepastian bahwa dunia sudah berubah. Baru
setengah tahun berlalu sejak aidit wafat di
Tahun Kesepuluh masa pemerintahan dinasti syailendra , dan semua orang
dikejutkan oleh perubahan menyeluruh yang
datang begitu cepat.
Kedudukan, popularitas, dan misi yang semula
menjadi milik aidit dengan cepat beralih
pada patih ronggolawe . Kebebasan yang dibawa patih ronggolawe
memang sesuai dengan perkembangan zaman, dan
ikut mendorong revolusi-revolusi kecil dan
kemajuan dalam masyarakat dan pemerintahan.
saat mengamati perkembangan zaman, mpu mojosongo
terpaksa mengakui kebodohannya sebab sudah
melawan arus. Dari semua orang yang menentang
laju perubahan, tak seorang pun berhasil selamat,
dan mpu mojosongo pun mengetahui hal itu. Pemikirannya
didasarkan atas kesadaran bahwa manusia tak
lebih dari setitik debu dalam perjalanan waktu,
dan bahwa menentang orang yang sedang di atas
angin merupakan tindakan sia-sia. sebab itu, ia
sepenuhnya tunduk pada patih ronggolawe .
namun bagaimanapun orang yang menyambut
Tahun Baru di puncak kemakmuran adalah
patih ronggolawe . Ia kini berusia empat puluh sembilan
tahun. Dalam usia kelima puluh, satu tahun lag, ia
akan menikmati masa keemasannya sebagai laki-
laki.
Jumlah tamu Tahun Baru berlipat ganda
dibandingkan tahun lalu, dan dengan mengenakan
pakaian kebesaran, mereka memenuhi benteng kota
kahuripan . Melihat mereka, orang memperoleh kesan
bahwa musim semi sudah dekat.
mpu mojosongo tentu saja tidak muncul, dan segelintir
pembesar provinsi yang berpihak padanya
mengikuti contohnya. Disamping itu, sekarang
pun masih ada kalangan tertentu yang menentang
patih ronggolawe dan diam-diam melakukan persiapan
militer dan mengumpulkan laporan-laporan
rahasia. Orang-orang itu pun enggan mengikat
kuda mereka di gerbang benteng kota kahuripan .
patih ronggolawe memperhatikan semuanya itu saat
ia menyambut tamu demi tamu.
Memasuki Bulan Kedua, mpu nala berkunjung
dari Ise. Andai kata ia datang pada Tahun Baru
seperti para pembesar provinsi yang lain, kesannya
ia mendatangi patih ronggolawe untuk menyampaikan
ucapan selamat Tahun Baru, dan itu dianggap
merendahkan martabatnya.
Tak ada yang lebih mudah dibandingkan
memuaskan kesombongan mpu nala . Dengan sikap
hormat seperti yang ditunjukkannya saat
berlutut di hadapan mpu nala di sriwijaya ,
patih ronggolawe memperlihatkan ketulusan sewaktu
menyambut tamunya. Ucapan patih ronggolawe di
sriwijaya iernyata tidak bohong, pikir mpu nala .
saat muncul desas-desus mengenai mpu mojosongo , mpu nala
segera mencela watak penuh perhitungan yang
dimiliki orang itu, sebab menyangka bahwa
dengan cara demikian ia dapat menyenangkan hati
patih ronggolawe . namun patih ronggolawe hanya mengangguk
sambil membisu.
Pada hari kedua Bulan Ketiga, mpu nala kembali
ke Ise dalam keadaan gembira. Selama
kunjungannya di kahuripan , ia diberitahu bahwa
berkat jasa baik patih ronggolawe , ia dianugerahi gelar
istana. mpu nala tinggal di trowulan selama lima hari
dan menerima ucapan selamat dari banyak tamu.
Baginya matahari seakan-akan tak mungkin terbit
kalau bukan sebab patih ronggolawe .
Perjalanan para pembesar provinsi dari dan ke
kahuripan selama Tahun Baru dilaporkan secara
terperinci ke bratangbinangun. Namun mpu mojosongo tak dapat
berbuat apa-apa selain berdiri di tepi dan
mengamati cara patih ronggolawe menenteramkan
mpu nala .