Tampilkan postingan dengan label alibaba jackma 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label alibaba jackma 1. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 Januari 2025

alibaba jackma 1

 



Sekarang ini Jack Ma (Ma Yun) adala sala satu raksasa dalam dunia internet. 

Perusaaannya, Alibaba, tela menjadi platform e-commerce terbesar di dunia. 

Berkembangnya Jack Ma dan Alibaba merupakan bagian integral dari majunya 

perekonomian internet Tiongkok. Buku ini mengisakan pengalaman idup 

Jack Ma, kariernya sebagai pengusaa dan proses keseluruan didirikannya 

Alibaba. Dengan berada di balik layar, penulis menunjukkan bagaimana Jack Ma 

menumbangkan tradisi dan membangun Alibaba ingga menjadi raksasa, yang 

memecakan rekor dunia sebagai penawaran saam publik terbesar di dunia 

saat IPO Alibaba berlangsung di New York pada taun 2014.

Kebangkitan dan pengaru ekonomi Cina merupakan sala satu 

perkembangan terpenting ekonomi global dalam waktu belakangan ini. Seri 

“Cina’s Disruptors” menelaa tentang kontribusi penting para pengusaa dan 

perusaaan swasta ternama Cina teradap perkembangan ekonomi negeri 

ini .


Danau Barat di angzou terkenal di seluru dunia atas kein-daannya.

Reputasi Danau Barat itula yang menginspirasi Jones un-

tuk datang ke sini. Pria Inggris itu berdiri di pintu otelnya, me-

mandang kabut yang menyelimui segalanya seperi awan, atau 

mungkin asap. Permukaan danau yang terang seperi cermin, pu-

lau­pulau kecil yang ijau, paviliun­paviliun tepi danau berwarna­

warni, dan poon willow yang berayun melambai di tepiannya, 

selurunya terbungkus dalam elaian selimut kabut. Tak ada satu 

warna kontras yang mencolok, tak ada keajaiban alam di sini, na-

mun keindaan dari pemandangan itu meresap ke dalam pikiran 

dan jiwa Anda. Seola pemandangan ini  diukir dengan sa-

ngat cermat ole tangan seorang seniman ali.

Sebua perau kecil muncul di kejauan, tampak seola tak 

lebi besar dari selembar daun, membuat seluru danau beriak. 

Dengan topi kerucut yang terbuat dari bambu dan jas ujan tra-

disional, para nelayan meluncur di atas permukaan danau dengan 

gala bambunya. Pemandangan yang luar biasa ini iba­iba me-

nyadarkan Jones: di sinila tempat terkenal itu, yang diselimui 

ujan dan kabut, di selatan Sungai Yangtze, yang banyak dibicara-

kan ole orang-orang Tiongkok. Menyadari al ini, pria Inggris itu 

segera merasa bawa perjalanannya idak sia­sia.

“elo!” Suara lembut itu berbicara dalam logat Inggris. Suara 

itu jelas suara seorang anak kecil, tapi di dalamnya jelas terdengar 

kepercayaan diri. 

Bagaimana mungkin ada pelancong Inggris lain di sini? Jones, 

yang tela berdiri lama di bawa anak tangga otel Golden Mount­

ain, menole ke ara suara ini . Seorang anak remaja tampak 

di adapannya. Anak ini  mengenakan kemeja pui dengan 

lengan tergulung dan celana panjang itam. Sementara kakinya 

memakai sepasang sandal plasik. Sala satu kakinya bertumpu di 

tana sementara yang lainnya masi menginjak pedal sepedanya. 

Anak ini  tersenyum lebar saat menyapa Jones dalam baasa 

Inggris. Jones cukup terkejut, sebab  idak biasanya ia disapa ole 

anak­anak Tiongkok dalam cara yang begitu akrab dan antusias. 

Merasa tersentu, ia melambaikan tangannya dan menjawab, 

“ello, sunsine boy!”

Tidak ada sinar mataari saat itu; bakan ujan rinik­rinik ma-

si turun. Namun Jones merasa senyum cera anak ini  tela 

membawa seberkas keangatan di ari yang berkabut itu. 

Anak itu memiliki kepala yang agak besar dari biasanya di atas 

tubunya yang bisa dibilang kurus dan pendek. Namun senyumnya 

benar­benar mengguga. Matanya berkilat dan giginya sepui sal-

ju. Seiap bagian dari waja tersenyumnya seola memancarkan 

kilauan. 

“Anda suka Danau Barat? Aku bisa jadi pemandu grais Anda. 

Aku bukan pemandu profesional tapi aku pasi bisa mengajarkan 

Anda sesuatu yang baru tentang tempat ini.”

Sunsine boy itu bicara dengan jelas dan fasi. Meskipun ia i-

dak menggunakan baasa ungkapan, Jones bisa memaami semua 

yang ia katakan. Ia tersenyum gembira. Sebagai seorang penganut 

Kristen, menurutnya ini adala pertanda baik bawa ia bertemu 

dengan anak muda yang begitu antusias dan menyenangkan di ne-

gara yang misterius ini. Ia menjawab anak itu dengan anggukan. 

Senyum sunsine boy semakin lebar. Ia menepuk tempat duduk 

belakang sepedanya, menandakan Jones agar ia duduk di sana. 

Jones ampir idak percaya bawa ia di sini, di Timur Jau, akan 

mengikui tur mengelilingi Danau Barat angzou yang terkenal di 

dunia dengan sepeda. Mungkin tur ini akan membuatnya merasa-

kan sentuan Timur legendaris yang ia dengar selama ini. 

Dengan cepat, Jones menaiki sepeda anak laki­laki itu. Ekspresi 

waja anak itu menunjukkan ketetapan ai. Ia membungkukkan 

badannya di atas gagang sepeda dan mengayunya sekuat tenaga, 

membawa Jones melintasi pemandangan inda ini . 

Sunsine boy mencoba sebaik yang ia bisa dengan baasa Inggris 

ingkat dasarnya bercerita pada Jones tentang sepulu tempat 

pariwisata terkenal di Danau Barat. Tapi napas anak itu tersengal­

sengal, jadi Jones melompat dari sepeda dan bersikeras untuk 

bertukar posisi. Saat Jones mengayu, ia mendengarkan anak itu 

berbicara. Ia menanyakan karakterisik masing­masing tempat 

dan kisa legendaris yang diasosiasikan dengan masing-masing 

tempat ini . Dua turis yang idak biasa ini saling mendapat-

kan sesuatu yang isimewa. Jones mendapatkan pemaaman yang 

lebi mendalam tentang keindaan Danau Barat, dan bagaimana 

rakyat Tiongkok mengargai keindaan. Ia menjadi tergila­gila 

dengan surga di bumi ini. Setela bercakap­cakap dengan Jones, 

anak muda itu menjadi lebi memaami pelafalan baasa Inggris. 

Ia mengajukan banyak pertanyaan pada Jones, dia sunggu ingin 

menjadi lebi fasi dan akurat. Percakapan mereka tertanam lekat­

lekat dalam kenangan Jones. 

Bertaun­taun setelanya, Jones tak sengaja mengambil sebua 

majala dan terpana meliat foto pria yang tertampang di ala-

man sampulnya. Ia mencari­cari kepingan­kepingan ingatannya 

dan perlaan merangkainya kembali. Foto itu adala sunsine boy 

yang bertemu dengannya bertaun-taun silam. 

Kepala yang besar, mata yang berkilat, dan senyum lebar yang 

memukau. Meskipun taun­taun tela lama berlalu, Jones idak 

dapat melupakan pertemuan tak disengaja di Danau Barat itu, 

meskipun setelanya Jones banyak mengunjungi tempat­tempat 

terkenal lainnya di dunia. Sambil memandang sampul majala itu, 

ia membaca nama dari bintang sampul itu: Jack Ma. Saat mereka 

berpisa di pertemuan yang tela lama berlalu itu, Jones memberi-

kan sunsine boy nama ini . Dan sekarang anak muda Tiongkok 

yang perna bertemu dengannya secara idak sengaja ini  

menjadi bintang sampul majala inansial terkenal Amerika, Fo­bes. 

Tak sembarang orang bisa mendapat keormatan muncul di 

alaman sampul Fo­bes. Kesuksesan apa yang tela dirai anak itu 

ingga ia bisa sebesar ini? Jones mau tak mau langsung teringat 

kisa Alibaba dari cerita klasik Te A­abian Nigts. Segera setela 

Alibaba mengucapakan mantra “Sim salabim” arta yang tak ter-

kira banyaknya muncul di adapannya. 

Jones meliat majala itu lagi. Jack Ma suda menjadi cai­-

man dan CEO dari grup dewan direksi perusaaan Tiongkok Alibaba. 

Saat ia memegang majala itu di tangannya yang besar, ingatan 

akan perpisaan mereka di ari itu muncul dalam benaknya. 

Mataari mulai tenggelam di barat, dan kabut yang menyeli-

mui Danau Barat seperi cadar akirnya mulai mengilang. Ma-

taari yang bersinar terik menyalakan gelombang-gelombang di 

danau yang berwarna ijau seperi batu giok. Mereka berdua ke-

lelaan. Sebua sepeda lain terliat muncul di kejauan. Pengen-

daranya berteriak, “Anak muda, cukup untuk ari ini, waktunya 

pulang untuk makan malam.”

Pria itu berusia paru baya. Dia idak terlalu inggi dan sangat 

mirip dengan anak muda itu. Jones menyadari ia pasi ayanya. 

Dari nada suaranya ia merasakan kasi sayang aya dan anak yang 

tela ia amai sejak pertama kali menjejakkan kaki di Timur. Seperi 

yang ia duga, anak laki­laki itu menyaut, “Aya!”

Saat itu Jones menyadari bawa ayanya memang mengizin-

kannya datang ke Danau Barat, dan itula sala satu alasan meng-

apa anak itu menawarkan tur grais padanya. Anak itu memberita-

u Jones bawa tujuannya adala berinteraksi dengan turis asing, 

berbicara dengan mereka, dan memperbaiki baasa Inggrisnya. 

Aya Jack Ma, Laifa Ma, adala seorang pemain seni rakyat 

terkenal dan direktur dari asosiasi seni rakyat. sebab  memiliki 

koneksi yang sangat baik, ia sering membawa Jack Ma menonton 

opera. Jack Ma idak terlalu memaami opera Tiongkok, tapi sa-

ngat menyukai adegan perkelaian yang menegangkan antara para 

kesatria dalam pertunjukkan­pertunjukkan itu. 

Ia sama sekali idak tekun belajar di sekola, tapi sangat me-

nyukai seni bela diri. Ia paling pandai bergulat. Tubunya yang 

idak inggi ataupun besar idak memengarui kemampuan gulat-

nya. Akibatnya, meskipun banyak teman­temannya yang menjadi 

pengikutnya, ia sering kali terluka akibat perkelaian. Kejadian 

yang paling serius adala keika ia arus dijait dengan 13 jaitan 

di ruma sakit. Ia adala ipe anak pembuat onar di sekola. Ibu-

nya perna berkata bawa anaknya idak mau mengikui aturan. 

Ia suka membaca novel­novel bela diri yang ditulis ole Jin 

Yong. Kegemarannya akan seni bela diri bakan memengarui in-

dakan­indakannya saat ia dewasa. Saat mendirikan kantor­kantor 

pusat Alibaba misalnya, ia menggunakan banyak nama­nama da-

lam novel Jin Yong untuk menamai berbagai tempat. Untuk ruang 

meeing, misalnya, ia memberi nama “Pulau Bunga Persik” dan 

“Puncak Terang”, sementara perpustakaan ia beri nama “Senja di 

utan Maple”. Nama­nama ini, termasuk “Perikaian Bersenjata di 

Danau Barat”, semuanya diinspirasikan dari periode masa kecilnya. 

Selain kecintaannya yang dalam akan seni bela diri, masa re-

maja Jack Ma juga dicirikan ole kesukaannya akan baasa Inggris. 

Ayanya sering berkata, “Aku adala sekop yang menggali keca-

kapannya. Setela aku menemukan talenta­talentanya, aku meng-

gunakannya untuk mengubur sisa­sisa sifat­sifat negaifnya.”

al pertama yang digali ole ayanya adala potensi baasa 

Inggris Jack Ma, namun itu terjadi tanpa disengaja. Di masa muda-

nya, Jack Ma jelas bukan ipe anak penurut. Ayanya sering kali 

memarainya saat ia membangkang. Jack Ma menanggapi kema-

raan ayanya dengan idak biasa, ia menanggapi omelan ayanya 

dalam baasa Inggris. Ini membuat pertengkaran antara aya dan 

anak ini  cukup jenaka, sebab  ayanya bicara dalam baasa 

Mandarin dengan aksen angzou, sementara Jack Ma men-

jawabnya dalam baasa Inggris yang kaku. Ayanya idak menge-

lu soal ini, sebab  pertengkaran-pertengkaran inila yang meng-

ungkapkan talenta dan kegemaran Jack Ma akan baasa Inggris. 



Di mata ayanya, talenta dan kegemaran adala al pening yang 

arus dimiliki seorang anak. sebab  itu, kapan pun ia punya waktu, 

ayanya mengantar Jack Ma ke Danau Barat untuk mencari orang 

asing. Meskipun ayanya kesulitan memaami baasa Inggris, ia 

mendukung dan melakukan semua yang ia bisa untuk membantu 

anaknya. Ia melakukan yang terbaik memikirkan semua strategi 

yang akan lebi mengembangkan talenta si anak.

Jack Ma kadang pergi bersama ayanya, kadang ia pergi sendiri 

dengan sepeda usangnya, mengayu pedal di sepanjang tepian 

Danau Barat mencari peluang untuk meningkatkan kemampuan-

nya untuk bercakap­cakap dalam baasa Inggris. 

Selain meningkatkan kemampuan baasa Inggrisnya, perte-

muannya dengan orang­orang asing memperluas wawasannya 

sebagai seorang anak remaja. Budaya dan nilai­nilai Barat, impresi 

dan apa yang dirasakan orang asing tentang Tiongkok yang ber-

kembang pesat, semuanya berdampak besar pada cara berpikir 

Jack Ma. Tentunya, saat itu idak ada yang menyadari apa yang ia 

rasakan. Namun, saat Alibaba dimakotai sebagai “merek kelas 

dunia yang sesunggunya” ole media, kita bisa meliat kembali 

anak remaja dari Danau Barat yang mengayu sepeda usangnya 

itu, dan menyadari bawa bakan saat itu ia suda memimpikan 

kesuksesan ini. 

  

Pada suatu malam yang gera di angzou, caaya bulan purnama 

terpantul di bulir­bulir keringat dai aya Jack Ma. Nyala api da-

lam lampu tela meredup ingga sebesar buir kacang polong. Ia 

mengipasi dirinya dengan kipas yang terbuat dari daun palem, pan-

dangannya terpaku pada anak muda itu. Jack Ma terduduk di sala 

satu ujung tempat idur, terdiam. Ia baru saja gagal mendapatkan 

pekerjaan sebagai penjaga keamanan. “Jack Ma muda, kamu pasi 



merasa sedi sekarang ini, tapi jika kamu idak bisa menjadi penjaga 

keamanan, maka kamu idak ditakdirkan untuk menjadi penjaga ke-

amanan. Tapi semua jalan menuju Roma. Aku suda mengubungi 

beberapa penerbit majala. Mulai besok kamu mengantarkan maja-

la untuk mereka. Bagaimana?”

“Benarka?” mata Jack Ma bersinar.

“Aku akan bicara jujur padamu: pekerjaan ini sulit. Kamu arus 

mengendarai sepeda roda iga beberapa kilometer seiap arinya. 

Kamu arus membuat keputusan sekarang. Kalau kamu takut akan 

kerja keras, maka sebaiknya kamu memutuskan untuk idak meng-

ambil pekerjaan ini sekarang daripada menguba keputusanmu 

nani.” Ayanya berdiri.

Jack Ma juga berdiri. Ia mengulurkan tangan pada ayanya dan 

berkata, “Aku idak takut. Aku masi muda, aku idak takut bekerja 

keras. Bukanka pekerjaan itu anya mengayu sepeda roda iga? 

Itu anya satu roda lebi banyak daripada sepeda biasa. Waktu 

aku biasa mengayu sepedaku dulu, aku bersepeda beberapa kilo-

meter seiap arinya.”

“Bagus. Aku akan mengantarmu untuk mulai bekerja besok.” 

Aya Jack Ma menepuk pundaknya sebagai tanda memberinya se-

mangat. 

Keesokan arinya, anak laki­laki dari Danau Barat itu menjadi 

pria muda dengan sepeda roda iganya. Ia suda bertamba inggi 

sekarang. Sepeda roda iga itu idak baru. Ada banyak bekas keru-

sakan pada bannya, rangkanya dipenui noda karat, dan sadelnya 

retak. Saat ia mengayu, bunyi ane terdengar dari sepedanya. 

Jack Ma tau sepeda tua idak ada bedanya dengan orang tua: 

keduanya berjuang dengan beban berat. Apalagi bagian belakang 

sepeda ini dibebani dengan tumpukan buku. Buku idak perna 

ringan untuk dibawa, apalagi jika membawanya setumpuk. 

Aya Jack Ma mendapatkan pekerjaan itu dari kontak priba-

dinya. Jack Ma arus mengayu sepeda roda iga ini , de-

ngan tumpukan majala yang inggi, mengitari angzou dan 

 mengantarkannya ke semua penjual buku dan penjual majala ke-

liling. Musim panas di angzou panas. Mataari menyinari lapis-

an kerikil dan aspal jalanan dengan terik, membuatnya lebi lunak 

daripada spons. Tak ada angin sepoi­sepoi. Poon willow di tepian 

Danau Barat sama sekali idak bergerak. anya terdengar kerikan 

cicada (semacam jangkrik) yang tak ada eninya dan mengesal-

kan. Jack Ma menggenjot pedal sepedanya dan meluncur cepat 

melewai lalu lintas yang ramai di bawa teriknya mataari. 

Keika aya Jack Ma meliatnya pulang ke ruma ari demi 

ari, dengan baju tanpa lengan basa kuyup ole keringat, ia am-

pir idak tega meliatnya. Kelelaan tampak jelas di wajanya yang 

lebar. Kulit di baunya kering dan terbakar mataari. Meliatnya 

seperi itu, aya Jack Ma sering kali merasa iba. 

“Bagaimana pekerjaanmu, Jack Ma?” tanya ayanya. “Baik, lu-

mayan,” jawab Jack Ma. Mendengar itu, ayanya idak tau arus 

berkata apa. Malam iba. Aya Jack Ma duduk di samping tempat 

idurnya, mengelus pundak Jack Ma sambil berkata, “Bersepeda 

belasan kilometer seiap ari membuatmu kelelaan seperi ini. 

Bagaimana mungkin kamu idak bisa memberikan upaya yang 

sama untuk mencoba melamar ke universitas? Apaka itu me-

mang lebi sulit daripada jarak berkilo­kilo meter yang arus kamu 

tempu dengan sepedamu sekarang ini?”

Ayanya bicara dengan pelan, namun kata­katanya memekak-

kan Jack Ma. Tenga malam, saat semua suda sepi, Jack Ma ber-

guling­guling di atas tempat idurnya, ia idak bisa idur. Apa yang 

ayanya katakan benar! Bukanka anya matemaikanya yang 

perlu ia perbaiki? Mengapa anak­anak lain berasil dalam ujian 

sementara ia idak?

Esok arinya, ia mengumpulkan semua materi dan buku pel­

ajaran matemaika yang ia miliki. Seiap malam ia mempelajari per-

samaan-persamaan yang sulit seola idupnya bergantung pada al 

itu. Ayanya sangat gembira. Ia melambaikan tangannya pada ang-

gota keluarga lainnya, sebagai tanda untuk idak mengganggunya. 

Jack Ma melewai taun itu dengan mengendarai sepedanya di 

pagi ari dan belajar di malam ari. Namun kelemaannya dalam 

bidang matemaika idak bisa dipecakan dengan belajar menda-

dak seperi itu. Alasil, nilainya anya 19 pada ujian matemaika 

untuk masuk ke perguruan inggi. Bakan setela nilai dari semua 

mata pelajaran dijumlakan, total nilainya masi kurang 140 poin 

dari nilai minimum yang diminta untuk kulia strata satu. Kegagal-

an merai nilai minimum ini membuat keluarganya sangat sedi. 

Namun Jack Ma sendiri masi bertegu ai dan berusaa sekeras 

mungkin mempersiapkan diri untuk mencoba tes masuk universi-

tas berikutnya. 

Keluarganya idak mendukungnya saat ia gagal untuk kedua 

kalinya. Satu­satunya orang yang mendorongnya adala ayanya, 

yang menyerakan surat pengunduran diri dari pekerjaan mengan-

tar majala atas nama Jack dan bakan membayar pengajar mate-

maika nomor satu untuknya. 

Reputasi pengajar matemaika itu sangat baik, dan Jack Ma be-

lajar dengannya dua kali seminggu. Cara bicaranya yang umoris 

dan gerak­geriknya yang jenaka membuat Jack Ma lebi berminat 

pada matemaika—dan, bagi pelajar mana pun, memiliki minat 

pada suatu mata pelajaran lebi pening daripada al lainnya. 

Rumus aljabar, yang sebelumnya membosankan bagi Jack Ma, 

sekarang memiliki ari baru dan ia mulai melaap persamaan­

persamaan dengan rakus.

Dengan memupuk dirinya seperi itu, ia bisa meningkatkan ke-

mampuan matemaikanya tanpa batas, sementara baasa Inggris-

nya tetap selalu yang terbaik dibandingkan yang lainnya. 

Taun itu, ia memasuki aula ujian masuk universitas angzou 

lagi. Ayanya datang bersamanya dan berdiri di luar, idak menga-

takan apa pun. Mataari bulan Juli yang terik menyinari waja dan 

rambut­rambut pui yang ada di dainya–berkilat terkena terpa-

an caaya mataari. Jack Ma menaru tasnya di lantai dan duduk 

di meja yang bertuliskan namanya.

Ini terjadi sekitar taun 1984. Berlokasi di sebela selatan Su-

ngai Yangtze, angzou adala tempat yang dipenui dengan ke-

anggunan dan keelokan yang membuat suasana ai orang men-

jadi riang. Pada pinggiran­pinggiran jalan berbaris tempat­tempat 

yang menjual jajanan­jajanan yang populer di seluru Tiongkok. 

Banyak pemandangan canik terliat di mana­mana dan ritme ke-

idupan di sini idak sibuk namun juga idak lambat. Para pejalan 

kaki terliat berjalan dengan santai, seola orang­orang angzou 

memiliki ketenangan bain dalam diri mereka sejak lair. Mungkin 

lingkungan sekitar yang tampak seperi lukisan itula yang mem-

buat mereka selalu tenang, idak perna mara atau terkejut. 

sebab  itu, saat Jack Ma menerima asil ujiannya, ia seperinya 

membacanya dengan santai sebelum menarunya ke atas meja. 

Ayanyala yang lebi cemas, dan berkata, “Jadi? Berapa nilai ma-

temaikamu?”

Ini adala iik balik dalam idup Jack Ma. Seidaknya, ini ada-

la iik balik dalam upayanya melamar ke universitas. Mereka 

yang sukses dalam ujian akan diterima di universitas tanpa rintang-

an. Tapi mereka yang gagal, sama sekali tak punya arapan. Jarang 

sekali ada orang yang mengikui ujian selama iga taun berturut­

turut, tapi Jack Ma adala sala satu dari mereka dan semua itu 

sebab  matemaika!

“Tuju pulu sembilan!” jawab Jack Ma dengan suara datar 

tentang keberasilannya, seola itu adala sesuatu yang wajar dan 

idak perlu dibesar­besarkan. 

Semua kerja keras yang tela ia curakan suda terbayar. Ta-

un yang ia lewatkan untuk belajar itu idak sia­sia, dan gurunya 

benar-benar seorang yang ali. Waktu dan usaa yang dikerakan 

baik guru dan murid pada akirnya bermanfaat. anya dalam wak-

tu dua taun nilainya beruba dari 19 menjadi 79, namun asilnya 

sunggu berbeda. Dengan meningkatnya nilai matemaikanya, ia 

anya butu lima poin lagi untuk mencapai total nilai minimum 

yang diminta untuk diterima di universitas. 

Namun, siapa pun yang perna mengikui ujian masuk univer-

sitas tau bawa lima poin itu sangat berari. Bagi banyak siswa, 

lima poin itu bisa mengalangi mereka mencapai puncak gunung 

yang tela susa paya mereka daki dan keilangan kesempatan 

untuk memiliki peluang idup yang lebi baik.

sebab  itu, nasib baik juga merupakan bagian pening dari 

takdir. Kebetulan taun itu kuota untuk maasiswa strata satu 

Universitas Normal angzou idak tercukupi dan universitas me-

mutuskan untuk menurunkan nilai minimum ujian masuk sebesar 

lima poin. Dan sebab  itu, diterimala Jack Ma sebagai maasiswa 

strata satu Universitas Normal angzou. Ia idak menutup­nutupi 

bawa Agustus taun itu ia memasuki menara­menara gading uni-

versitas ini , bagian masyarakat yang disegani.

Saat Laifa Ma memandang anaknya pergi untuk kulia, perasa-

an lega mengalir di seluru tubunya. Taun-taun penu dara, 

keringat, dan air mata mencoba mengungkapkan bakat anaknya 

idak sia­sia. ari ini, akirnya ia meliat anaknya meninggalkan 

sarang. Malam itu ia terjaga dan idak idur sedikit pun.

Tentunya, momen ini juga sangat pening bagi Jack Ma. Dengan 

meninggalkan ruma dan masuk ke universitas impiannya, keper-

cayaan dirinya pun meningkat. Ia tela mengetaui bawa idak 

ada al yang idak dapat diatasi di dunia ini. Upaya yang dilaku-

kannya begitu besar untuk memperbaiki nilai matemaikanya dari 

19 ke­79, tapi sekarang meliat ke belakang semuanya itu seola 

terjadi begitu cepat. 

Kunci kesuksesannya adala idak perna menyera. Bertaun­

taun berikutnya, saat karier Jack Ma suda melambung inggi, 

ia menulis ini dalam blognya dalam kenangannya akan ayanya, 

“Umurku baru 12 taun saat itu, namun idupku seperi kisa le-

gendaris ‘sim salabim’ dari Buku Se­ibu Satu Malam. Begitu banyak 

perubaan terjadi. Namun aku tak perna memiliki rasa idak per-

caya sebab  ayaku tela mengabiskan waktu bertaun­taun 

dengan sekopnya, mencari ari kesuksesan yang sesunggunya. 

Apa yang ia temukan adala bawa Anda arus menemukan apa 

yang menjadi minat Anda. Anda arus mengejar minat Anda dan 

menjadikannya talenta Anda. Pada akirnya, talenta­talenta Anda 

akan memainkan peran paling pening dalam kesuksesan Anda.”

Di taun keiganya di Universitas Normal angzou, ia akirnya 

dipili menjadi presiden perimpunan maasiswa. Tak lama berse-

lang ia menjadi presiden federasi maasiswa angzou.

Sejak kecil Jack Ma adala ipe orang yang selalu membela 

kebenaran. sebab  ia bersedia membantu orang lain, dan sebab  

sifatnya yang sangat sopan, ia banyak disukai maasiswa­maasis-

wa lain. 

Pada suatu waktu, seorang maasiswa diambil aknya untuk 

mengikui ujian sebab  kesalaan sepele yang ia lakukan. Jack Ma 

idak mengenal baik anak itu dan mereka idak perna banyak ber-

ubungan. Namun demikian, Jack Ma merasa ia bukan maasiswa 

yang idak baik, dan jika ia keilangan kesempatan untuk meng-

ikui ujian, al itu akan memengarui seluru sisa idupnya. Ia i-

dak bisa diam saja: Ia merasa ia bertugas membantu teman di saat 

mereka membutukan bantuan. Dengan memanfaatkan posisinya 

sebagai presiden perimpunan maasiswa, ia pergi menemui ke-

pala departemen dan fakultas. 

Saat itu, Jack Ma suda terkenal di Universitas Normal angzou 

sebagai maasiswa yang menonjol. Nilai akademisnya yang sangat 

baik, karakter yang berani, dan bakatnya berpidato membuatnya 

menjadi pemimpin maasiswa teladan. Setela menelaa kembali 

permasalaannya, mereka berpikir apa yang Jack Ma katakan cu-

kup masuk akal: mengancurkan masa depan seorang anak muda 

anya sebab  masala kecil tak pantas dilakukan ole insitusi pen-

didikan yang sukses. Kepala departemen dan fakultas menguba 

keputusan mereka, dan murid ini  berasil melewai ujian 

kelulusan dengan muda. Jack Ma suda lupa akan kejadian ter-

sebut tak lama selang kejadian itu terjadi; namun sepulu taun 

  lalu , maasiswa ini  mendengar kabar bawa Jack Ma 

sedang berada di kota Senzen yang sedang berkembang pesat. 

Keika ia menemukan Jack Ma, ia menggenggam tangannya dan 

berkata, “Begitu aku mendengar dari teman sekelasku dulu bawa 

kamu sedang berada di Senzen, aku segera datang kemari. Aku 

akan menyediakan apa pun yang kau butukan.”

Saat itu Jack Ma masi jau dari sukses. Ia begitu teraru 

mendapatkan pertemanan yang tulus seperi itu di saat­saat sulit. 

Terlebi lagi, maasiswa dari bertaun­taun silam ini  kini 

menjadi manajer cabang pembantu sebua perusaaan asing di 

Guangzou. 

Saat masi kulia ia disukai ole para dosen dan mendapat 

banyak pujian dan diargai ole teman­temannya. Bakan berta-

un-taun setela ia lulus, ia masi sering menerima telepon dari 

temannya yang menanyakan, “Bagaimana kabarmu? Sedang perlu 

apa? Kalau perlu bantuan, kami bisa membantumu.”

Lingkup pertemanannya yang luas dan kemauannya menolong 

orang lain membuatnya banyak mendapat dukungan dari teman-

temannya sebagai presiden perimpunan maasiswa, tak anya itu, 

reputasinya juga menyebar ke seluru kampus. Ia dipuji ole para 

sarjana Universitas Normal angzou. Kepribadiannyala yang men-

jadikannya ketua para maasiswa Universitas Normal angzou, 

dan   lalu  ketua Perimpunan Maasiswa angzou, dan ke-

mudian semua maasiswa universitas di angzou.

Menggeser gunung lebi muda daripada menguba kepriba-

dian seseorang. Jack Ma idak perna bisa menguba kepribadian 

yang mengalir dalam nadinya. Saat ia lebi dewasa, ia menyadari 

bawa ia selalu dikelilingi teman­teman ke mana pun ia pergi. Ba-

kan saat ia tak punya uang sepeser pun, persaabatan selalu mem-

berikan keangatan yang ia perlukan, sama seperi sinar mataari. 

al itu membuatnya merasa punya ari. Ia bisa melewai begitu 

banyak rintangan saat mengembangkan perusaaan sta­t-up-nya 

sebab  memiliki jalinan pertemanan yang kuat yang memberikan-

nya persaabatan tanpa syarat.

idup tak perna bisa diduga, dan saat kita meliat kembali se-

gala yang tela terjadi, selalu ada yang kita sesali. Tapi siapa yang 

bisa memperkirakan apa yang arus mereka persiapkan ari ini 

untuk ari esok? Di awal kariernya, Jack Ma suda mulai menun-

jukkan kemampuannya memformulasikan pemikiran­pemikiran 

seperi ini. 

Universitas adala relaif tempat yang bebas dibandingkan 

tempat lainnya di masyarakat. Di universitas, pemikiran maasiswa 

disimulasi ole akumulasi dan ekstensi pengetauan. Ada banyak 

event yang diorganisasi ole maasiswa. Jika Jack Ma mengadiri 

sala satu event ini , ia pasi menjadi pusat peraian. Para 

maasiswa menyukai dan mengormai Jack Ma sebab  integritas-

nya. Ia juga pembicara yang bersemangat: begitu ia bicara, yang 

lain akan terdiam, terpikat ole kata-katanya. Ia memiliki pandang-

an yang inovaif. Bicaranya cepat tapi jelas, dalam baasa yang da-

pat dimengeri, dan sering kali memberikan sudut pandang alter-

naif dalam meliat masala.

Suatu keika, saat sedang berbicara, Jack Ma secara idak senga-

ja menyapukan pandangannya pada kumpulan maasiswa yang 

menjadi pendengarnya. Tiba­iba, matanya terpaku pada sepasang 

mata yang itam dan cera. Bola mata itu tampak berkilat seper-

i batu permata itam dan penu dengan ketulusan dan cerca 

arapan. Jika mata adala jendela jiwa, saat itu Jack Ma meliat 

melalui jendela tepat ke ininya. Ia merasakan sebua reaksi, se-

peri aliran listrik, gelora yang tak berbentuk. Seola dua bua 

awan bermuatan listrik di langit iba­iba bertemu dan mengan-

tamkan alilintar ke tana. Bagaimana kejadian ini memengarui 

nasib kedua awan ini, anya waktu yang bisa menjawabnya.

Jack Ma bukan orang yang ragu­ragu. Seperinya ia terlair 

dengan pembawaan yang tegas. Setela selesai bicara, ia mencari 

sepasang mata itam yang cera itu tanpa ditunda­tunda.

“alo, aku Jack Ma. Kuarap ini anya awal dari waktu kita un-

tuk saling mengenal. Kuarap kamu punya waktu untuk bertemu 

denganku lagi.” Ia mengulurkan tangannya sambil bicara, dengan 

senyum cera di wajanya.

Tangan yang malu-malu perlaan terulur di depannya dan ia 

menggenggamnya dengan erat. Keduanya saling memandang mata 

satu dengan yang lainnya, kilatan terliat di mata mereka, “Senang 

bertemu denganmu. Kuarap aku punya kesempatan untuk me-

ngenalmu.” Suara itu adala suara Zang Ying, seorang gadis yang 

tenang dan introvert dan idak banyak bicara namun sangat cer-

das. Mereka segera saling mengenal dan dari yang awalnya teman 

kulia,   lalu  jatu cinta, dan akirnya menjadi suami­istri. 

Mereka tampak seperi pasangan biasa, namun di saat yang 

sama, ada sesuatu yang tampak berbeda dari pasangan itu. Zang 

Ying perna berkata, “Jack Ma bukan pria yang tampan. Tapi aku ter-

tarik padanya sebab  ia bisa melakukan al­al yang idak bisa pria 

tampan lakukan, seperi mendirikan ‘Englis Corner’ di angzou, 

bekerja paru waktu sebagai pemandu wisatawan untuk turis asing 

untuk mendapatkan mata uang asing, mengambil segala jenis peker-

jaan paru waktu, dan di saat yang sama menjadi profesional muda 

paling cemerlang di angzou.”

Sala satu pepata Tiongkok yang paling inda adala, “Suami 

dan istri adala sepasang burung yang terbang dari ujung sayap ke 

ujung sayap.” Zang Ying bukan anya kekasi dan istri Jack Ma, 

namun juga rekan bisnis dan idupnya. Ia selalu berada di sam-

pingnya, baik saat Jack Ma sukses maupun gagal. Kapan pun Jack 

Ma membutukannya, ia bersedia mengorbankan ketenaran dan 

kebanggaan untuk pulang ke ruma kepadanya. 

Bagi sebagian pria, karier mereka adala segalanya dan di mata 

mereka pernikaan anya bernilai setenga daripada karier. Jack 

Ma beruntung, sebab  ia memiliki karier yang sukses dan keluarga 

yang baagia, dimana keduanya saling menunjang. Masa­masa 

kulianya tak anya memberikan pengetauan dan kepercayaan 

diri, namun dalam Zang Ying, ia juga mendapatkan partner yang 

bijaksana dan dapat diandalkan.

Saat Jack Ma meninggalkan Universitas Normal angzou, 

matanya yang bersemangat dan keteguan ai dipenui dengan 

arapan akan masa depan. Tentunya, ia idak membayangkan ke-

suksesan seperi apa yang akan ia rai di taun­taun mendatang, 

tapi ia percaya bawa meskipun ari ini dan ari esok mungkin pe-

nu dengan kekejaman, ari berikutnya tetap patut dinani. 

Setela menyelesaikan program strata satunya, Jack Ma menja-di dosen di sebua sekola inggi teknik listrik. Sebagian besar 

orang perlu waktu untuk menyesuaikan diri dari yang sebelumnya 

menjadi murid untuk   lalu  berali menjadi guru. Tapi idak 

demikan alnya dengan Jack Ma. Baginya, mengajar begitu ala-

mia ingga ia bisa melakukannya dengan mata terutup. Ia jelas 

dikaruniai kefasian berbicara. Tak ada orang lain yang lebi cocok 

dengan ungkapan “te git of te gab” (kepandaian berbicara). 

Bertaun­taun berikutnya, sala satu muridnya mengingat: “Jack 

Ma selalu penu semangat saat ia bicara. Ia idak perna memper-

siapkan, tapi selalu bisa mengeluarkan kata­kata yang bijaksana, 

jadi kelas­kelasnya selalu menarik. Ia sunggu meningkatkan minat 

kami untuk belajar baasa Inggris.” 

Selama ada panggung untuk berdiri, ia bisa membicarakan apa 

saja tanpa batas. Apalagi ia fasi bicara baasa Inggris. Ia melaku-

kan pekerjaan barunya, sebagai dosen baasa Inggris di Insitut 

Teknik Listrik angzou, seperi ikan berenang di air. Seiap kali ia 

melangka masuk ke dalam kelas, para murid selalu duduk diam 

menunggunya. Seiap anak ingin mendengarkan dosen ini berbica-

ra, dan kelas­kelasnya selalu penu. Seiap kali Jack Ma meliat la-

utan mata yang berkilat menatapnya, ia dipenui ole gelombang 

emosi dari dalam perutnya. Pandangannya selalu original, nada bi-

caranya riang, dan suaranya enak didengar. Ia tau cara menjelas-

kan konsep­konsep rumit dalam baasa yang sederana. Yang ter-

dengar di kelas anyala suara Jack Ma yang teratur dengan baik, 

sementara murid­murid sepenunya terdiam. Di depan kelas, Jack 

Ma sepenunya memesona. 

Insitut Teknik Listrik ini  berlokasi di Xiasa, bagian ping-

giran kota angzou. Kampus ini  kampus yang besar dan 

mengesankan, tapi sebab  merupakan satu­satunya insitut sains 

dan teknik, insitut ini  kekurangan tenaga pengajar untuk 

subjek­subjek seperi bisnis, perdagangan, dan baasa asing. Kare-

na itu, dosen berbakat seperi Jack Ma memiliki banyak peluang 

untuk mengembangkan kariernya. Apalagi, insitut ini mengizin-

kan Jack Ma untuk mengikui pelaian bisnis internasional sebab  

kemampuan baasa Inggrisnya yang luar biasa. sebab  itu ia bisa 

belajar tentang bisnis internasional secara paru waktu dan di saat 

yang sama mengajar baasa Inggris di sana. Saat itu, Tiongkok baru 

saja membuka diri pada dunia luar maka bisnis internasional ada-

la subjek yang populer dan idak populer. Bisnis internasional po-

puler sebab  semua orang ingin terlibat dalam reformasi ekonomi 

Tiongkok, dan idak populer sebab  anya sedikit orang yang me-

maami subjek ini , apalagi menjadi spesialis dalam bidang 

ini .

Bagaimana kita berinteraksi dengan orang asing? Bagaimana 

kita berbisnis dengan mereka? Eika bisnis apa yang mereka miliki? 

Aturan bisnis tertulis dan idak tertulis seperi apa yang mereka 

ikui? Siapa, dalam negara yang sebelumnya tertutup, yang tau 

bagaimana cara bertransaksi dengan para pebisnis yang datang 

dari Eropa, Amerika, dan Jepang? Orang Tiongkok manapun yang 

pergi ke luar negeri pasi berurusan dengan orang asing, tapi ada-

ka orang yang relaif berpengalaman melakukan al seperi itu? 

Berbisnis bukan al muda. Bekerjasama untuk kepeningan ber-

sama, pada akirnya semua orang berbisnis untuk uang. Terlebi 

lagi, memfokuskan diri untuk mengasilkan uang perna dianggap 

sebagai sesuatu yang memalukan di Tiongkok, meskipun itu adala 

subjek rumit yang sulit dikuasai.

Jack Ma juga berparisipasi dalam sebua proses pembelajaran 

sementara ia mengajar. Apa yang ia pelajari membuka pintu baru 

baginya dalam idup. al itu memperluas imajinasinya dan mem-

buatnya memikirkan al­al dalam perspekif jangka panjang. 

Saat Tiongkok membuka diri pada dunia luar, pemaamannya 

akan adat atau kebiasaan internasional beruba. al-al yang se-

belumnya ditakutkan dan dicemaskan, seperi memiliki keluarga di 

negara asing, ong Kong, dan Taiwan, menjadi sumber kebangga-

an dan simbol status. 

sebab  itu, ubungan internasional menjadi subjek yang se-

makin populer untuk dipelajari, terutama bagi pemiliki usaa kecil 

ingga menenga yang dikelola secara pribadi dan perusaaan­

perusaaan yang dikontrak. Mereka arus mengambil kelas ekstra 

dalam perdagangan internasional. Untuk memenui kebutuan 

ini, banyak kelas malam dibuka di angzou. Jack Ma menjadi guru 

yang secara kusus ditunjuk untuk mengajar di sala satu sekola 

malam ini , di mana ia mengajar baasa Inggris dan perda-

gangan internasional. 

Gayanya mengajar, dengan cerama yang diberikan non-stop 

dan sepenunya dalam baasa Inggris, memasikan reputasinya 

tersebar luas dalam periode di mana pengajar baasa Inggris sa-

ngat dicari. Saat itu terjadi, Jack Ma bukan ipe orang yang berdi-

am diri di masa seperi itu. Di siang ari ia mengajar di universitas 

sementara malamnya ia mengajar paru waktu di sekola malam, 

mendirikan kelas baasa Inggris informal atau ‘Englis Corner’. 

Jack Ma menjadi sangat populer di angzou di awal periode re-

formasi ekonomi. Sebagian orang menyebutnya orang nomor satu 

dalam pengajaran baasa Inggris. 

Pekerjaannya sebagai dosen di universitas memberinya keun-

tungan sepanjang sisa idupnya. Keika ia   lalu  menjadi ketua 

dewan direksi Alibaba, ia sering memberikan cerama di luar ne-

geri. Ia seperinya bisa mendapatkan kata­kata dengan muda ka-

pan pun ia perlu; ia idak memerlukan naska, ataupun melakukan 

persiapan sebelumnya.

Segera setela ia melangka ke panggung dan meliat audiens 

menatapnya–termasuk sepasang mata yang bersinar yang disebut-

kan sebelumnya–pintu air seola terbuka, kata­kata meluncur dari 

mulutnya seperi aliran sungai yang deras. Jack Ma sendiri berkata, 

“Sekalinya aku membuka mulut, aku idak bisa menutupnya lagi.”

Bagi pengusaa mana pun yang memerlukan daya tarik bagi 

imnya, pening bagi mereka untuk bisa mengekspresikan dirinya 

dalam cara yang jelas dan lugas, juga dalam memberikan cerama. 

Sambil mengajar baasa Inggris dan perdagangan interna-

sional, menjelaskan pada orang lain cara mengasilkan uang, ia 

sendiri juga belajar dari proses itu, dan menerapkan apa yang ia 

pelajari. Saat itu, upa rata­rata di Tiongkok cukup renda dan tak 

ada yang berpikir untuk menaru upa untuk investasi. Sebagian 

besar dosen di sekola inggi teknik listrik ini  masi inggal 

di  asrama yang dibiayai ole negara, namun secara mengejutkan 

Jack Ma berasil mengumpulkan uang dari berbagai sumber dan 

membeli ruma yang cukup besar di dekat kampus. 

  lalu , barula terungkap ternyata ia tela berinvestasi. Ia 

mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari investasinya ter-

sebut sebab  kenaikan nilai tana membuat arga ruma mening-

kat pesat. Setela beberapa taun, arga ruma ini  menjadi 

maal. Tanpa ragu, ia menjual properi ini  dan menggunakan 

uangnya untuk membeli ruma seluas 200 meter persegi di Jalan 

Wenua di sebela Danau Barat. 

Danau Barat terkenal, baik di Tiongkok maupun di luar nege-

ri. Apa arinya memiliki ruma seluas 200 meter persegi di Danau 

Barat? Saat itu mungkin idak berari apa­apa, namun Jack Ma 

sedang mempersiapkan kantor pusat untuk perusaaan masa de-

pannya, Alibaba. Tanpa ruma ini, perusaaan yang menggempar-

kan dunia ini  idak memiliki alat untuk berdiri. Jack Ma tela 

mengambil langka yang sangat cerdas dengan membeli ruma itu 

saat arga properi masi renda namun ia masi bekerja sebagai 

dosen, bukan pelaku bisnis. 

Belakangan Jack Ma bicara tentang investasi ­eal-estate ini: “Jika 

aku akan berinvestasi di bidang properi, aku idak akan memili 

tempat yang sedang tren, seperi tempat­tempat dengan satu atau 

dua kamar dan satu ruang keluarga.  Jika aku berinvestasi di proper-

i, aku akan memili tempat yang lebi besar dibandingkan aparte-

men­apartemen berukuran kecil seperi itu, seperi tempat­tempat 

di tepi danau, yang sedikit lebi besar dari ruma iga kamar. De-

ngan ini aku akan selalu berada di depan tren. Jika peluang datang, 

aku akan menjual properiku dan membeli yang lebi baik.”

Sekola Tinggi Teknik Listrik angzou   lalu  beruba 

menjadi Universitas Dianzi angzou. Jack Ma menjadi sala satu 

dokter muda terbaik di universitas ini  melalui posisinya di 

sana. Dan lagi, ia memiliki banyak teman sebab  kepribadiannya 

yang antusias dan suka menolong.

Ia takkan perna mengira bawa di taun­taun mendatang 

teman-teman yang ia dapatkan di sini akan menanggung banyak 

cobaan dan kesulitan bersamanya. Mereka selalu berada di sisinya, 

dan naninya menjadi tulang punggung dan golongan atas per-

usaaannya saat perusaaan ini  berkembang. Contonya, 

mantan koleganya Peng Lei menjadi Vice President Alibaba. Murid­

muridnya Zou Yueong, an Min, Dai San, dan Jiang Fang tetap 

menjadi pengikut seianya ke mana pun ia pergi. 

Mereka memuja Jack Ma. Mereka mempercayai Jack Ma. Me-

reka mengagumi talenta, pemikiran, keberanian, dan semangatnya 

yang tak perna abis. Mereka mempercayai karakter Jack Ma dan 

sifatnya yang idak memeningkan diri sendiri. Ia tak perna me-

ngecewakan mereka. 

Bertaun­taun berikutnya, saat Jack Ma duduk di ruang siar-

an Cina Central Television, bicara pada jutaan penonton, dengan 

bangga ia berkata: “Tak ada seorang pun di dunia ini yang bisa me-

misakan aku dan imku.”

Kepercayaan diri dan kebanggaannya berasal dari keseiaan 

imnya, dan keseiaan mereka berasal dari karakter Jack Ma. Kare-

na karakternya itula orang-orang bersedia membantunya di saat 

susa. Mereka tertarik ole reputasinya, bersedia melepaskan 

kesempatan yang lebi baik agar bisa bekerja bersamanya. al ini 

akan dibaas lebi jau nani, tapi untuk sekarang kita bisa katakan 

bawa pesona kepribadian Jack Ma suda cukup jelas terliat saat 

ia masi menjadi dosen universitas. 

Jadi sekarang Jack Ma memiliki pekerjaan, sebua ruma, dan 

sekelompok teman. Dan tentu saja, ia memiliki Zang Ying. Meliat 

semua ini, Jack Ma searusnya baagia; kebanyakan orang akan 

merasa sangat puas menjadi dosen di usia yang begitu muda. Tapi 

Jack Ma berbeda.  Mungkin ia terlair dengan kecenderungan ter-

lalu banyak berpikir. Orang­orang yang dekat dengannya sering kali 

berkata: “Anda takkan perna tau kapan ia akan punya ide baru. 

Yang idak diketaui banyak orang adala bawa kepala besarnya 

penu dengan ide-ide.”

Saat itu, perusaaan­perusaaan yang dikelola secara pribadi 

mulai berdiri di angzou. Banyak produk-produk “made in Cina” 

muncul, seperi arus bawa yang meluap di Sungai Qiantang yang 

mengalir di angzou, menandakan datangnya gelombang pasang 

musim semi. 

Gemuru kedatangan Tiongkok suda mulai dirasakan dunia 

internasional. Dunia melirik provinsi Zejiang, yang mana angzou 

adala ibu kotanya, mendatangi perusaaan-perusaaan di sana 

yang dikelola secara pribadi. Banyak pemilik usaa yang terlibat da-

lam perdagangan internasional kesulitan untuk bertransaksi dalam 

baasa asing. sebab  itu, sebagai penutur baasa Inggris nomor satu 

di angzou, wajar saja jika Jack Ma banyak diminta membantu. 

Jack Ma lekas meliat semakin ingginya tuntutan akan baasa 

Inggris, dan meliat bawa al itu bisa dijadikan peluang komersil. 

Jack Ma, yang lair dengan insing bisnis, tak akan membiarkan pe-

luang ini  berlalu begitu saja. Tentunya, orang pertama yang 

ia ajak diskusi adala Zang Ying: pertama­tama, ia arus menda-

patkan restu dari istrinya daulu. 

Zang Ying adala wanita yang angat, baik ai, dan bijaksana. 

Ia membuka matanya yang itam lebar­lebar dan menatap Jack Ma 

tanpa berkedip. Sekali lagi, suaminya yang luar biasa memiliki ide 

baru. Jack Ma berjalan bolak­balik sebelum kembali memandang 

ZangYing. “Bagaimana, apa pendapatmu?” Tentunya, Zang Ying 

bisa meliat kesungguan di matanya. Ia juga tau betul bawa 

jika Jack Ma berani mencetuskan sebua ide, ia juga berani mene-

rapkannya dalam indakan. Ying menjawabnya dengan singkat. Ia 

menganggukkan kepalanya dan berkata: “Tersera padamu!”

“Bukan tersera aku. Kau juga arus terlibat. Aku membutu-

kan bantuanmu!”

“Aku pasi membantumu!” 

Jack Ma   lalu  membuat keputusan pening untuk membu-

ka biro penerjemaan. Perusaaan itu akan menjadi perusaaan 

kecil yang menawarkan jasa penerjemaan profesional dan juga 

memecakan masala untuk teman­teman dan rekan­rekannya. 

Setela diperimbangkan masak­masak, Jack Ma memili Jalan 

Qingnian nomor 27 di angzou, bersebelaan dengan Young Men’s 

Crisian Associaion (YMCA), sebagai tempat untuk mendirikan 

Biro Penerjemaan aibo.  Biro penerjemaan itu diorganisasi ole 

guru­guru baasa Inggris yang tela pensiun. Jack Ma masi bekerja 

penu waktu sebagai dosen di siang ari dan menerima permintaan 

dan mengurusi bisnis penerjemaannya di waktu luang. 

Dengan membagi waktunya antara universitas dan aibo ini, 

Jack Ma mengambil langka pertamanya memasuki dunia bisnis. 

Setela persiapan selesai, di bulan Januari 1994, gedung yang 

bersebelaan dengan YMCA di Jalan Qingnian ini  bergema 

dengan suara kembang api. Di bawa sekumpulan keranjang bunga, 

biro penerjemaan ini  secara resmi dibuka. Tempat itu ber-

ukuran 30 meter persegi dengan bagian depan yang sederana. 

Jack Ma memili nama aibo berdasarkan kata baasa Inggris 

‘ope.’ Menurut Jack, aibo menggambarkan lautan arapan yang 

luas, sebab  dalam baasa Mandarin �ai� berari lautan dan �bo� 

berari luas. 

Dengan lautan arapan ini, Jack Ma memulai langkanya dalam 

dunia bisnis. Bergumul dengan ombak, biro penerjemaan kecil 

ini memulai perjalanannya. Awalnya anya ada sedikit staf–lima 

orang. Jack Ma berperan sebagai direktur. Ada dua pensiunan do-

sen baasa Inggris, dan dua pekerja muda yang terkesan padanya 

saat ia bekerja sebagai guru baasa Inggris paru waktu. 

Biro penerjemaan itu searusnya bisa merai sukses dengan 

cepat, sebab  permintaan akan jasa yang mereka tawarkan. Namun 

sebab  biro itu adala biro penerjamaan pertama di angzou, ia 

idak serta merta diterima baik ole masyarakat maupun pasar di 

angzou. Orang­orang masi waspada, begitu pula pasar. Di akir 

bulan pertama, mereka merai keuntungan bersi sebesar 700 

yuan, tak cukup untuk membayar uang sewa sebesar 2000 yuan. 

Kenyataan bisa mengenaskan. Dengan tak adanya uang di awal 

usaa dan tak adanya pemasukan, sebagian dari staf mulai mun-

dur. Mereka yang tetap inggal mulai ragu. Jack Ma merasa tekan-

annya semakin besar, yang sulit ia tanggung. Diadapkan dengan 

masala seperi ini, ia menguba takik bisnisnya. Ia membagi dua 

ruangan kecil dan menyewakan separunya pada sebua toko 

buku untuk mengurangi biaya sewa. Ia juga mulai menjual bunga 

dan adia.

Tidak muda untuk mempromosikan produk berskala kecil se-

peri ini. Jack Ma masi bekerja sebagai dosen penu waktu. Dalam 

kondisi seperi itu, masa lalunya berkeliling dengan sepeda seola 

kembali lagi. Seiap akir pekan, dengan sepeda motornya Jack Ma 

pergi ke Guangzou, memanggul karung besar di pundaknya yang 

kurus. Di Guangzou, ia mengisi karungnya itu dengan berbagai 

barang­barang kecil, mulai dari bunga segar, kaus kaki, ingga pa-

kaian dalam–barang apa pun yang bisa Anda pikirkan.   lalu  

ia kembali dengan motornya bersama karung yang penu dengan 

barang­barang yang muda dijual dan berkendara sepanjang 137 

kilometer untuk kembali ke pasar. 

Ia mengenakan jaket dan topi pekerja. Meskipun senyumnya 

bersinar, tak akan ada yang menyangka bawa ia adala orang 

paling fasi berbaasa Inggris di angzou. Di mata orang biasa, 

ia anyala pedagang keliling. Berada di antara banyaknya peda-

gang lainnya di pasar, ia sama sekali idak berbeda dari yang lain. 

Tak ada yang tau bawa suatu saat nani ia akan menjadi CEO dari 

plaform perdagangan terbesar dunia. 

“Enta Anda dari selatan atau sedang menuju utara, ayo datang 

dan liat­liat! Kalau Anda idak mampir, aku akan pergi dan kalian 

akan menyesal naninya!” Cara Jack Ma berteriak­teriak menarik 

banyak pembeli dan sebelum malam iba semua barang dagang-

annya tela abis terjual.

Ini menjadi tradisi Jack Ma di akir pekan. al ini memberinya 

peluang untuk belajar sedikit tentang bisnis dan memberinya 

pengalaman menjual barang­barang. Kadang Zang Ying, istrinya 

pergi bersamanya, berjalan­jalan melewai kios­kios di pasar ada-

la pengalaman idup yang baik. 

Upa karyawan di biro penerjemaan dibayar per bulan. Jack 

Ma idak perna terlambat membayar gaji mereka. Di saat yang 

sama, ia mengerakan upaya terbaiknya untuk memengarui 

orang-orang dan menarik peluang yang ada dari klien-kliennya 

sekarang untuk memperluas pasar dan menarik konsumen. Ia 

berjuang mendapatkan pasar dan agar diterima ole konsumen 

dengan memberikan layanan dengan kualitas terbaik. Saat itu Jack 

Ma benar­benar melakukan segalanya. Ia bakan bersedia menjual 

obat-obatan dan peralatan medis ke ruma sakit-ruma sakit demi 

mempertaankan bisnis penerjemaannya. Sulit membayangkan 

bagaimana Jack Ma memiliki tekad yang begitu kuat untuk terus 

maju saat itu.

Mempertaankan biro penerjemaan adala tugas Jack Ma 

yang paling pening. Akirnya, kegigian dan pengorbanannya 

membuakan asil. Di akir 1994, biro penerjemaan itu akir-

nya kembali modal. Di taun 1996, bisnis ini  mengasilkan 

keuntungan. Kini, aibo adala biro penerjemaan terbesar di 

angzou. Ruangan yang awalnya disewanya sekarang menjadi ru-

ang recepion dan bagian lainnya tela banyak diperluas. Jack Ma 

menyerakan pengelolaan biro penerjemaan itu pada muridnya 

Zang ong di taun 1999. Ia kini memiliki ide baru, target baru. 

Bertaun­taun setelanya, Jack Ma kembali ke Biro Penerje-

maan aibo. Ia berdiri di depan pintu perusaaan pertamanya. 

Kejadian­kejadian masa lalu muncul dengan begitu jelas dalam 

benaknya. Ia mengambil pulpen dan menulis iga kata berikut: 

“Jangan perna menyera”. Tiga kata ini  masi tertulis dalam 

website aibo, bakan ingga kini. 

Orang bilang Cristoper Columbus idak perna memiliki tuju-

an yang direncanakan untuk perjalanannya: ia anya meliat tem-

pat perenian berikutnya, dan anya keika ia menemukan benua 

baru dan pulau­pulau barula tempat­tempat ini  menjadi 

tempat pembereniannya.   lalu  ia akan berali ke tempat 

berikutnya di mana ia akan menemukan tujuan. Tak perna me-

nyera, tak perna bereni. Inila yang membuat seseorang men-

jadi manusia yang ebat; mungkin awalnya idak terliat, tapi jika 

ia tekun dan gigi, maka usaanya akan membuakan asil yang 

transformaif. 

  

Bill yang berjanggut tebal adala guru berkebangsaan Amerika 

yang dipekerjakan ole sekola inggi teknik mekanik. Ia sangat 

menyenangkan untuk diajak bicara, dan akrab dengan Jack Ma. 

Mereka pergi minum bersama dan membaas berbagai topik, 

mulai dari masa lampau ingga zaman modern, mulai dari alam 

semesta ingga samudra. Mereka dari negara yang berbeda, tapi 

memiliki kesamaan karakter. Mereka berdua penu semangat dan 

imajinasi, selalu mencari dan belajar tentang dunia. 

Jack Ma suka minum anggur. Bakan ingga kini gudang penyim-

panan anggur Zang Yu masi menyimpan botol­botol anggur yang 

disiapkan kusus untuknya. Namun saat itu ia belum mendapatkan 

perlakuan isimewa seperi itu, meskipun ia bisa mendapatkan ang-

gur dengan muda. Ia mengundang Bill ke ruma dan Zang Ying 

akan membuatkan beberapa masakan. Ia membuka sebotol anggur 

dan aroma yang manis, kaya masuk ke dalam lubang idung mereka 

dan pipi Bill akan memera sebab  menunggu­nunggu. Ia dan Jack 

Ma beranggapan bawa anggur adala minuman terbaik di dunia. 

Bill   lalu  mengernyitkan idungnya. Ia mengacungkan jempol 

dan berkata, “Mr. Ma, sempurna. Anggurmu sunggu sempurna, 

dan terlebi lagi istrimu.”

Mungkin sebab  mereka berasal dari budaya yang berbeda, Bill 

berbicara begitu gamblang dan terbuka. Jack tersenyum. Ia mena-

rik Zang Ying yang duduk di sebela mereka mendekat ke ara-

nya. 

Saat itu, Jack Ma bukan anya dosen universitas profesional 

namun juga guru baasa Inggris yang ditunjuk secara kusus di 

banyak sekola malam, penerjema untuk beberapa perusaaan, 

dan manajer Biro Penerjemaan aibo. Ia mendapat semakin ba-

nyak tawaran pekerjaan, seingga pendapatannya perlaan sema-

kin inggi dan inggi. Untuk saat itu, sebenarnya pendapatan Jack 

Ma suda cukup inggi. Keidupannya stabil dan aman. Mungkin 

jika ia tetap seperi ini, ia idak akan menyebabkan pergerakan 

yang memengarui dunia. Sebagai penduduk kelas menenga atas 

di angzou, dengan banyak pendapatan berlebi, Jack Ma bisa 

saja suda merasa cukup puas. Tapi idak demikian sifatnya. Ba-

kan Zang Ying, partner idupnya, berkata: �