k mengunjungi pasukan Rusia di medan tempur. Majelis
Duma menyampaikan kepada Czar tentang perkembangan situasi terakhir yang
sangat berbahaya, agar Czar segera mengambil langkah-langkah drastis yang
perlu untuk mengatasinya. Akan tetapi, berita yang disampaikan melalui
telegram itu berhasil disita oleh kaki-tangan Konspirasi yang bercokol di The
Grand Eastern Lodge, sehingga berita itu tidak sampai kepada Czar.
Peran Free Masonry bukan hanya sampai di situ. Banyak peran penting lainnya
yang sangat berbahaya. Di satu sisi, Free Masonry mengawasi dan mengatur
gerakan dan jaringan terselubung. Di sisi lain, Free Masonry memberikan dana
besar-besaran kepada kaki-tangan yang menyelusup ke dalam instansi
pemerintah, angkatan bersenjata, kalangan buruh dan berbagai perkumpulan.
Ditambah lagi, Konspirasi Yahudi melakukan sejumlah operasi rahasia untuk
menggoyahkan pasukan Rusia di medan tempur. Contoh operasi terselubung
seperti itu yaitu sebuah instruksi palsu yang diberikan oleh seorang komandan
kaki-tangan Konspirasi kepada pasukannya untuk mengadakan serbuan
terhadap musuh. Pada saat yang sama, pasukan pelindung yang di garis
belakang mendapat instruksi untuk segera mundur. Akibatnya, pasukan Rusia
saat itu mendapat pukulan hebat dengan korban jiwa dan sejumlah lainnya
menjadi tawanan musuh. Lebih parah lagi, di sana terjadi pembangkangan dan
desersi dalam barisan angkatan bersenjata, karena tidak puas terhadap
komandan yang mengecewakan bawahannya itu. The Grand Eastern Lodge juga
memakai taktik suap-menyuap kepada para perwira tinggi dan menengah, untuk
merebut simpati pasukan pengawal kerajaan di San Petersburg. Di samping itu,
taktik propaganda atheisme dan teori Marxisme juga dipakai, sehingga pada saat
menjelang pecahnya revolusi pada tanggal 12 Maret 1917 terjadi desersi atau
pembelotan besar-besaran dalam pasukan pengawal kerajaan di San
Petersburg, sampai terjadi baku hantam antara mereka sendiri. Menyusul
kemudian, terjadinya suatu peristiwa di luar dugaan, yaitu dua barak militer
menyerahkan diri dan bergabung kepada pemberontak revolusioner. Maka
jatuhlah ibukota San Petersburg ke tangan mereka. Kemudian diumumkan
berakhirnya sistem kerajaan Czar Rusia oleh pihak pemberontak revolusioner.
Seusai revolusi, secara umum kekuasaan belum jatuh ke tangan Komunis atau
Bolshevik, seperti yang diduga. Bahkan sebuah komite telah berdiri dengan
jumlah anggota sebanyak 12 orang dari majelis Duma, untuk membentuk
pemerintahan sementara di bawah pimpinan Krinsky, segera setelah terjadi
Revolusi Merah itu. Sementara itu, kelompok Manshevik juga membentuk
Majelis Sovyet atau juga disebut Majelis Buruh, untuk mengambil kendali
pemerintahan San Petersburg, sampai Lenin membubarkannya pada tanggal 19
0ktober 1917. Pada saat revolusi meletus, Lenin masih berada di Swiss.
Kemudian para sesepuh Yahudi Internasional mengatur perjalanannya kembali
ke Rusia, setelah terlebih dulu mengatur pertemuan antara Lenin dan
pemerintah Jerman. Dalam pertemuan itu disepakati, bahwa pemerintah Jerman
akan membantu kepulangan Lenin dan pembubaran pemerintahan sementara.
Pemerintahan itu telah bertekad untuk meneruskan perang, dengan imbalan
Lenin kelak akan menarik pasukan Rusia dari medan tempur. Lenin, Martov dan
para tokoh Komunis Yahudi kembali ke Rusia dengan menumpang kereta
khusus yang disediakan oleh pemerintah kerajaan Jerman, setelah sebelumnya
pemerintahan sementara mengumumkan amnesti umum bagi semua tahanan
politik, dan memberi izin kepada semua pelarian untuk kembali ke Rusia.
Peristiwa yang terjadi kemudian menunjukkan, bahwa pemerintah sementara
tidak melakukan kesalahan besar dengan menandatangani keputusan ini, yang
pada hakikatnya merupakan penyerahan kekuasaan kepada pihak Bolshevik.
Rusia dibanjiri lebih dari 90.000 anggota revolusioner dan kelompok teroris yang
kembali ke Rusia. Trotsky juga memanfaatkan keputusan amnesti pemerintah
itu, untuk kembali ke Rusia beserta orang-orang Yahudi yang telah ia rekrut dan
dilatih di New York. Sebagian besar dari mereka kemudian bergabung dengan
partai Bolshevik, yang makin besar dan ganas. Tidak lama kemudian Lenin dan
Trotsky mulai menyerang pemerintahan sementara. Setelah itu, terjadilah
peristiwa demi peristiwa, yang akhirnya Lenin dan para pendukungnya berhasil
menumbangkan pemerintahan sementara di bawah Krinsky. Kemudian ia
membentuk pemerintahan baru, berdasarkan Komunisme. Sejak itulah berawal
pemerintahan diktatorisme Lenin di Rusia.
Para tokoh yang tidak sependapat dengan Lenin mendapat perlakuan keji dari
Lenin. Mereka ini pada umumnya yaitu pihak yang lebih berjasa
dalamperjuangan untuk melahirkan revolusi Komunis itu, termasuk di dalamnya
kelompok Trotsky dan kelompok Yahudinya. Akan tetapi, pemerintahan atheis
baru menganggap adanya bahaya yang datang dari pihak yang sebelumnya
merupakan pendukungnya yang lebih gigih. Nasib yang mereka terima
kebanyakan berakhir di atas tiang gantungan, atau dibuang ke Siberia atau
dipenjarakan. Nasib para tokoh Yahudi pada masa berikutnya, yaitu pada masa
pemerintahan Stalin juga tidak jauh berbeda. Sebagian digantung atau dibuang
ke Siberia, dan sebagian lagi dipenjarakan, seperti nasib Trotsky sendiri,
Zenoviev, Kaminiev, Martinov, Yarfos, Kslarud, Martov dan tokoh Yahudi lainnya.
Dengan kata lain, nasib buruk yang mereka terima justru datang dari seorang
yang paling setia kepada ideologi yang mereka anut,...... Stalin.
VI. RAHASIA DI BALIK PERANG DUNIA I
A. Persiapan Perang
Perang Dunia I meletus pada tahun 1914. Selama 4 tahun dunia banjir darah
oleh tumbal peperangan. Peristiwa ini belum pernah terjadi dalam sejarah
panjang ummat manusia, meskipun akan disusul dengan pertumpahan darah
yang lebih mengerikan, yaitu terjadinya Perang Dunia II tahun 1945. Apakah
akan menyusul perang dunia III, yang pasti akan lebih mengerikan? Wallahu
a'lam.
Tidak ada salahnya untuk menyinggung kembali peristiwa yang telah sama-
sama kita maklumi, yang akan mengawali terjadinya Perang Dunia I. Di sana
terjadi perlombaan senjata yang belum pernah disaksikan oleh dunia
sebelumnya. Senjata mematikan telah membanjiri negara di seluruh dunia.
Kegiatan ini tentu mendatangkan uang besar-besaran bagi para pialang perang.
Dunia terbelah menjadi berbagai persekutuan, yang saling menghadapkan
senjata yang mereka miliki satu sama lain. Siapa yang merancang? Tidak lain
mereka itu yaitu para sesepuh Yahudi, atau jerat-jerat maut dari balik layar.
Kenyataannya mereka bisa menentukan suhu situasi dunia pada saat itu.
Dari uraian terdahulu kita bisa menyimak, bagaimana para sesepuh Yahudi
mempersiapkan diri untuk menyambut abad ke 20. Mereka telah mempersiapkan
pemerintah negara-negara Erpoa, aliran politik yang dianutnya, dan angkatan
bersenjatanya telah dipersiapkan untuk menimbulkan terjadinya perang, atau
minimal untuk menerima pemikiran tentang perang itu. Setelah itu, di satu sisi
para sesepuh Yahudi membentuk opini umum Eropa dan dunia pada umumnya.
Lalu di sisi lain, mereka menindas pemimpin yang berani menghadang jalan
yang sedang ditempuh oleh Konspirasi. Para tokoh itu yaitu para pembaharu
yang berpegang pada undang-undang yang sah di negaranya, dan memiliki
wibawa yang memungkinkan mereka menghalangi program yang telah
dirancang oleh Konspirasi. Apalagi jika tokoh-tokoh itu secara terbuka
menyatakan perang terhadap mereka, dan tidak bisa digoyahkan dengan
propaganda yang menyesatkan. Tokoh-tokoh seperti itulah yang merupakan
ancaman bagi Konspirasi.
Kita akan menyajikan krisis politik yang besar, dan pertikaian sekitar wilayah
jajahan pada awal abad ini, yang membuat kita bingung. Dengan adanya krisis
tersebut, dunia terbelah menjadi berbagai kelompok persekutuan dan blok-blok
yang memporak-porandakan Eropa. Masing-masing pihak siap menyerang
lawannya, seperti yang telah ditulis secara rinci oleh sejarah umum, atau yang
diajarkan di sekolah. Di sini, kita akan mengungkap dari sisi lain, yaitu dari sisi
analitis.
Sekuensi peristiwa demi peristiwa sejarah sendiri telah menjadi jawaban jelas,
yang sebelumnya merupakan teka-teki besar yang terjadi awal abad ini, hingga
pecah perang Dunia I. Secara ringkas peristiwa itu telah mengakibatkan hal-hal
berikut :
1) Menghilangnya sejumlah pemimpin besar yang berkepribadian reformis
dari arena percaturan politik Eropa.
2) Dampak kuat yang mewarnai opini umum di Eropa, sehingga menjalar ke
seluruh dunia.
Adapun peristiwa-peristiwa di atas yaitu
1) Terbunuhnya Raja Austria tahun 1899.
2) Pembunuhan Omirito, Raja Italia tahun 1900.
3) Pembunuhan William McKinley, Presiden Amerika yang ke 25 tahun 1901,
yang kemudian diganti oleh Theodore Roosevelt dengan bergelar
Roosevelt I.
4) Pembunuhan Prince Sergey, paman Czar sendiri tahun. 1905.
5) Pembunuhan Raja Portugal dan putra mahkotanya tahun 1908.
6) Peristiwa demi peristiwa itu disusul kemudian dengan pembunuhan putra
mahkota kerajaan Austria bersama permaisurinya di kota Sarajevo
Yugoslavia tahun 1914.
Rentetan peristiwa itu sebenarnya mengungkapkan hakikat peristiwa itu sendiri.
Di sini kita bisa menganalisa sepintas tentang peristiwa itu, dan sekuensi waktu
kejadiannya, yang jelas tercium berbau rancangan terselubung, serta perbedaan
lokasi kejadian peristiwa itu secara geografis. Kita tidak akan ragu lagi, bahwa
peristiwa itu bukan terjadi hanya karena faktor kebetulan. Di sana terdapat ulah
tangan-tangan dari balik layar, yang bisa dirasakan dengan jelas di berbagai
tempat.
B. Perang dan Layar Politik
Perdana Menteri Inggris pada saat meletusnya Perang Dunia I yaitu Herbert
Henry Asquith. Ia yaitu seorang politikus Inggris moderat yang disegani,
lantaran kebijakan politiknya yang ditujukan untuk kepentingan nasional kerajaan
Inggris. Ia terkenal sebagai Perdana Menteri Inggris yang sangat memusuhi
gerakan Zionisme. Oleh sebab itu, Konspirasi bertekad untuk
menumbangkannya, dan menggantinya dengan pasangan tiga serangkai, terdiri
dari tokoh-tokoh loyal kepada organisasi Zionisme. Mereka yaitu David Lloyd
George, Arthur Balfour dan Winston Churchill. Namun untuk menumbangkan
pemerintahan Asquith ternyata tidak mudah. Inggris masih berada dalam
keadaan perang, sehingga tidak ada kesempatan yang tepat untuk mengadakan
manuver politik secara wajar. Di samping itu, mengganti kabinet di saat perang
akan menimbulkan benturan keras, dan mencemarkan opini umum Inggris yang
punya semboyan "Do not change your horse during the war" (jangan mengganti
kudamu di saat perang). pihak Konspirasi tidak hanya bertujuan mengganti
Asquith beserta pemerintahannya, melainkan mengganti badan-badan terpenting
dalam struktur negara secara menyeluruh. Ini berarti menghancurkan struktur
lama dan menggantinya dengan struktur baru.
Roda Konspirasi berputar pelan penuh kewaspadaan. Gerakan di bawah tanah
diberitahu untuk menghancurkan struktur pemerintahan dan sosial yang ada,
sesuai dengan program yang diinstruksikan oleh Kekuatan Terselubung. Mereka
merintis jalan untuk mengantar Churchill, Balfour dan Lloyd George menduduki
tampuk kekuasaan. Senjata yang mereka pakai yaitu sama, seperti yang
dipakai dalam rancangan revolusi Perancis dan Rusia, yaitu serangan
propaganda yang luas, dan skandal gosip serta demoralisasi besar-besaran.
Rencana ini dilaksanakan dengan sangat hati-hati, sesaat setelah pecahnya
perang, agar tidak mengundang perhatian. Seorang agen Konspirasi yang
merupakan salah seorang milyuner Inggris menyewa gedung besar di suatu
daerah pinggiran London. Gedung ini dengan biaya besar diubah menjadi
sebuah klub mewah dan megah yang menimbulkan kesan aristokratik.
Penanggungjawab klub tersebut bisa meyakinkan para pejabat kerajaan, bahwa
klub itu didirikan dengan tujuan mengungkapkan salah satu bentuk patriotisme,
dan sebagai penghargaan yang dipersembahkan kepada para perwira angkatan
bersenjata dari medan tempur, saat mereka datang ke London untuk berlibur
dan beristirahat. Pemerintah tidak segan lagi memberi dukungan dan fasilitas
atas usaha 'mulia' seperti itu. Akan tetapi, dibalik itu semua, yang semula
dikatakan bahwa anggota klub hanyalah para perwira tinggi, berkembang
menjadi terbatas pada orang-orang penting dengan lebih dulu disumpah dan
diketahui identitas pribadinya, sebagai syarat untuk menjadi anggota.
Adapun kehidupan yang beredar dalam klub berkisar pada masalah minuman
keras, wanita dan perjudian dengan segala bentuk kemaksiatan bagi kalangan
atas masyarakat Inggris. Para pengelola klub berhasil menjaring sejumlah besar
wanita dan gadis-gadis kelas atas ke dalam klub dengan berbagai cara. Pada
suatu senja di bulan November 1916 terjadi suatu peristiwa yang unik. Seorang
menteri pemerintah Inggris mendapat surat yang isinya memohon, agar ia
berkenan menghadiri sebuah acara yang akan diadakan oleh klub itu. Sang
menteri memenuhi undangan itu dengan mobil khusus. Sopirnya disuruh
menunggu di luar. Seorang penyambut mengantarnya masuk ke dalam, dan
tibalah ia di sebuah ruangan remang-remang. Ia ditinggal sendirian oleh
penyambutnya. Sesaat kemudian datanglah seorang wanita muda dengan
busana sangat minim yang segera menggandeng sang menteri. Betapa terkejut
wanita itu setelah tahu, bahwa yang digandeng itu yaitu suaminya sendiri.
Sementara itu, sang menteri juga sangat terkejut dan marah bukan kepalang.
Seorang pengawas klub segera mendatangi sang menteri dan memperlihatkan
daftar hitam mengenai istrinya, bahwa istrinya telah lama bergabung dalam klub
itu. Sang istri pun tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali berusaha menutupi aib
keluarganya dengan meninggalkan tempat itu dengan penuh kecewa. Sang
menteri baru menyadari, bahwa klub itu tidak lain yaitu perangkap yang
sengaja dipasang oleh kekuatan terselubung. Daftar hitam itu yaitu kumpulan
data milik klub dari anggota pria maupun wanita, usaha terselubung dari
Konspirasi. Tidak jarang hal-hal semacam itu sengaja diangkat dalam media
massa, disertai komentar provokatif, sehingga opini umum segera menyebar
luas mengenai kebobrokan kalangan atas di pemerintahan. Sementara itu
Inggris masih terlibat dalam perang besar yang mengorbankan ribuan putra
putranya.
Pada bulan November 1916 seorang anggota parlemen mengucapkan pidato
dengan mengecam keras dan terbuka masalah klub ini. Ia menuntut agar
pemerintah segera mengambil langkah penyelidikan secara tuntas. Ia mendapat
informasi lengkap tentang kegiatan klub itu dari tiga orang perwira angkatan
darat Inggris, yang sebelumnya pernah mendukung berdirinya klub itu, setelah
mempertimbangkan tujuan baik yang tercantum dalam proposal. Ketiga perwira
tergiur dan akhirnya terperangkap di dalamnya tanpa sadar. Data-data mengenai
belang mereka telah tercatat oleh para pengawas klub. pihak klub juga berusaha
menggali informasi tentang rahasia militer dari ketiga perwira dengan cara
pemerasan. Namun mereka bertiga tetap tidak menyerah setelah yakin, bahwa
klub itu merupakan sarang mata-mata musuh. Selain itu, ketiga perwira tersebut
juga memberitahukan kepada anggota parlemen itu, bahwa di sana terdapat
seorang wanita terkenal dari Australia yang tidak disebutkan namanya, beserta
seorang sopir dari London, sejumlah istri dan gadis-gadis anak beberapa tokoh
politik dan pemerintah, yang terlibat sebagai anggota klub. pihak pemerintah
tidak segera bisa menjernihkan masalah, karena negara dalam keadaan perang.
Apalagi beberapa catatan hitam telah sempat bocor ke dalam parlemen, dan
beberapa surat kabar telah memuat berita hangat tentang skandal yang
melibatkan beberapa tokoh politik, sehingga membentuk opini umum yang luas.
Tidak lama kemudian media massa yang dikuasai oleh Konspirasi mulai
menyerang pemerintah Asquith dan berbagai kementeriannya, dengan memuat
nama mereka yang dilingkari dengan tanda tanya besar mengarah kepada
tuduhan. Pribadi Asquith pun tidak luput dari serangan tuduhan. Ia dituduh punya
hubungan lama dengan beberapa penguasa Jerman, pada masa sebelum
perang, di samping memberi dukungan kepada Kaisar Jerman Guillaume.
Sementara itu, gerakan bawah tanah menyebar data-data dan dokumen dari
daftar hitam tentang kebejatan moral para tokoh politik dan pemerintahan
Asquith yang telah terjaring dalam klub. Tujuannya tentu saja untuk membentuk
opini umum, persis seperti yang terjadi menjelang revolusi Perancis. Posisi
Asquith dan pemerintahannya makin terjepit. Tak ada jalan lain baginya, kecuali
mengundurkan diri bersama pemerintahan kabinetnya hanya sebulan berselang,
setelah berita skandal moral diangkat ke atas permukaan, tepatnya pada bulan
Desember 1916. Kemudian Asquith digantikan oleh pemerintahan tiga serangkai,
yaitu Lloyd George sebagai perdana menteri, Balfour sebagai menteri luar
negeri, dan Churchill sebagai menteri pertahanan.
Data seperti di atas juga dialami oleh penulis buku ini (Admiral William Guy Karr),
yang ia sendiri yaitu salah satu agen rahasia Inggris berpangkat admiral yang
memiliki pengalaman khusus dalam dunia rahasia. Ia mengatakan :
"Aku pernah bertugas dalam berbagai operasi sebagai perwira agen rahasia
selama perang Dunia I. Aku merasa berkewajiban untuk mengatakan hakikat
yang sebenarnya tentang ekor peristiwa menyedihkan yang menimpa ketiga
perwira angkatan bersenjata Inggris tadi. Aku sangat terkejut dan hampir tidak
percaya, saat aku mendapat sebuah laporan mengenai klub itu dan
keterlibatan ketiga perwira tersebut dalam sebuah pertikaian tajam. Mereka
bertiga telah dicantumkan dalam catatan militer Inggris, bahwa mereka bertiga
telah terbunuh dalam sebuah operasi militer, sedang wanita Australia tadi
bersama sopirnya ditangkap dan ditahan selama masa perang. Ia dikeluarkan
setelah perang usai tanpa diajukan ke pengadilan, dengan dalih berdasarkan
undang-undang darurat perang kerajaan. Anggota parlemen yang telah
membeberkan rahasia skandal itu tiba-tiba menghilang dari arena politik tanpa
meninggalkan alasan sedikit pun. Datanglah giliranku pribadi, setelah aku bisa
mengetahui secara mendalam tentang rahasia itu. Aku ditugaskan oleh
pemerintah Lloyd George dalam operasi militer di kapal selam. Dengan kata lain,
aku dimutasikan dari dinas inteligen ke bidang persenjataan kapal selam pada
jajaran angkatan laut Inggris. Selama operasi, kami kehilangan 33% perwira
yang bertugas. Aku termasuk salah satu orang yang selamat, berkat keajaiban
belaka."
Dari pengalaman penulis buku ini sendiri tampak jelas, bagaimana kebijakan
yang ditempuh oleh pemerintahan tiga serangkai di Inggris waktu itu, dalam
usahanya membunuh orang-orang yang dianggap membahayakan kepentingan
kekuasaan terselubung. Sedang kaki-tangan mereka diselamatkan dengan cara
seolah-olah dipenjarakan, untuk mengelabui masyarakat umum, seperti nasib
wanita Australia dan sopirnya itu. Ada dalang yang memainkan wayang tiga
serangkai dari balik layar.
C. Zionisme Mencekik Inggris
1. Rahasia di balik masalah Palestina
Setelah Asquith dan pemerintahannya jatuh, Konspirasi bisa menempatkan Tiga
Serangkai Lloyd George, Balfour dan Churchill untuk memerintah Inggris.
Berubahlah perimbangan kekuatan dunia. Amerika tiba-tiba melibatkan diri dan
memihak Inggris dalam perang melawan Jerman pada pertengahan tahun 1917,
tiga tahun setelah perang pecah selama masa itu masing-masing pihak dalam
keadaan seimbang. Amerika sebenarnya tidak punya kepentingan apa-apa
dalam perang ini, meskipun negara itu harus mengorbankan ribuan putra
terbaiknya, dan mengeluarkan jutaan dolar. Publik opini Amerika menunjukkan,
bahwa mayoritas penduduknya menolak keterlibatan negaranya dalam perang
itu. Sebenarnya bangsa Amerika masih memandang bangsa Eropa, khususnya
Inggris, dengan mata kebencian dan kewaspadaan. Mereka belum bisa
melupakan perang melawan penjajah Inggris itu. Akan tetapi, di sana ada faktor
baru, yaitu gerakan Zionisme yang sepenuhnya mengendalikan pemerintah
Inggris, dan juga pengaruhnya yang sangat kuat di Amerika. Maka opini publik
Amerika bukanlah satu-satunya pertimbangan yang menentukan kebijakan
pemerintahnya. Faktor baru itu didukung oleh adanya berbagai bentuk hubungan
yang dilakukan dari balik layar. Dan yang paling menonjol yaitu hubungan
Rothschild dengan menteri luar negeri Inggris Arthur George Balfour, dan
hubungan Balfour bersama Lord Reading dari satu sisi dan dari sisi lain dengan
perusahaan Cohen-Lobe di New York, yang mewakili kelompok pemilik modal
internasional di Amerika. Hubungan terakhir dilakukan secara resmi, saat
pemerintah Inggris mengutus menteri luar negerinya Balfour pada 5 April 1917,
untuk mengadakan pertemuan dengan kelompok Cohen-Lobe beserta para wakil
perusahaan monopoli yang tergabung dalam Cohen-Lobe itu. Balfour
menyampaikan secara resmi atas nama pemerintahnya, bahwa pemerintah
Inggris akan mendukung proyek yang mengacu pada terwujudnya Zionisme
politik, sebagai imbalan atas kesediaan mereka mendukung keterlibatan Amerika
ke dalam perang memihak Inggris. Demikianlah kedua belah pihak telah sepakat
dan kemudian benarbenar melaksanakan. Tepat pada tanggal 7 Juni 1917
pasukan Amerika pertama tiba di Eropa. Sedang Inggris sesuai dengan
perjanjian tersebut melaksanakan langkah bagi terwujudnya Zionisme politik.
2. Deklarasi Balfour
Kita kembali kepada masalah hubungan pertama antara Rothschild dan Balfour.
Tanggal 18 Juli 1917 Lord Rothschild yang mewakili cabang Rothschild and
Brothers menulis surat kepada Balfour yang isinya :
"Sesuai dengan pernyataan yang anda minta, kami menulis surat ini kepada
Anda. Kalau Anda sudah mendapat wewenang tertulis dari pemerintah baginda
Raja yang berisi pemberitahuan tentang pernyataan yang kami maksudkan
kepada pemerintah, dan Anda sendiri menyambut baik tentang pernyataan itu,
kami akan menyampaikannya kepada persatuan Gerakan Zionisme dalam
sebuah pertemuan yang akan diadakan khusus untuk membicarakan masalah
itu."
Ttd.
Lord Rothschild
Adapun bunyi teks pernyataan yang diminta oleh Lord Rothschild, yang telah
disetujui oleh pemerintah kerajaan Inggris yaitu yang kelak menjadi deklarasi
Balfour, yang isinya :
1) Pemerintah kerajaan Inggris menyetujui prinsip mengenai berdirinya
sebuah negara nasional bagi bangsa Yahudi di bumi Palestina.
2) Pemerintah kerajaan Inggris akan mengupayakan dengan segala
kepastian yang dimilikinya untuk mendukung tercapainya tujuan ini.
Pemerintah kerajaan Inggris juga akan membicarakan cara dan sarana
yang dibutuhkan oleh organisasi Zionisme untuk mewujudkan tujuan
tersebut.
Demikianlah sikap pemerintah kerajaan Inggris di bawah Perdana Menteri Lloyd
George, yang diwakili oleh menteri luar negerinya Arthur George Balfour, yang
bertekuk lutut tanpa syarat kepada arsiteknya. Bahkan pemerintah Inggris tidak
menawar sama sekali persyaratan yang diajukan oleh Lord Rothschild dan
kawan-kawannya dari organisasi Zionis. Bukti lain yang menunjukkan adanya
hubungan pemerintah Lloyd George dengan tokoh-tokoh Zionis yaitu
disetujuinya tuntutan mereka yang lain. Yaitu tuntutan untuk memilih Lord
Reading sebagai kepala perutusan ekonomi Inggris di Amerika Serikat. Padahal,
Lord Reading itu tidak lain yaitu seorang Yahudi yang menyamar. Nama
aslinya yaitu Sir Roefoss Isac, yaitu orang yang tersangkut skandal Marcony
yang terkenal itu, sebelum mendapat gelar Lord. Pemerintah Inggris memberi
gelar itu kepadanya dengan maksud, agar skandal yang telah menjatuhkan
namanya itu akan terkubur dalam ingatan orang. Dan pemerintah Inggris
terpaksa memilihnya untuk menduduki posisi rawan itu, karena desakan dari
Lord Rothschild dan kawannya seperti Sir Herbert Samuel, yang kelak menjadi
komisioner tertinggi Inggris di Palestina, dan Sir Alfred Mond, yang kelak juga
mendapat gelar Lord.
Sementara itu, Lord Reading telah mengadakan pembicaraan rahasia dengan
pemerintah Amerika Serikat mengenai masalah keuangan, yang tidak seorang
pun bisa mengungkap. Hasil dari pembicaraan itu baru bisa dilihat dari tinjauan
kembali tentang struktur Bank Inggris, berdasarkan sistem baru setelah tahun
1919, yang kemudian muncul hubungan keuangan besar-besaran antara kedua
negara. Di bawah ini yaitu kutipan beberapa kalimat dari sebuah surat yang
dikirim oleh Yacob Sheiff, seorang tokoh Yahudi yang mewakili perusahaan
Cohen-Lobe di New York kepada salah seorang pimpinan organisasi Zionisme
bernama Freedman pada bulan September 1917 sebagai berikut :
"Saya benar-benar yakin sekarang, bahwa jaminan yang diberikan oleh Inggris,
Amerika dan Perancis kepada kita telah memungkinkan dimulainya imigrasi
besar-besaran bagi bangsa kita ke tanah Palestina. Jalan akan terbuka kelak
untuk menempatkan jaminan dari negara-negara besar mengenai kemerdekaan
bangsa kita, yaitu saat bangsa kita di sana telah mencapai jumlah yang cukup
untuk bisa dijadikan alasan bagi tuntutan seperti itu."
Bukti-bukti seperti itu rasanya cukup jelas untuk membuka tirai yang menutupi,
siapa sebenarnya Kekuatan Terselubung yang menguasai perjalanan sejarah
bangsa-bangsa dari balik layar. Itu memperjelas, bahwa Zionisme bukanlah
suatu gerakan yang lahir dari 'rahim kebetulan.' Ia merupakan anak dari sebuah
program jangka panjang, yang dibentuk oleh perkumpulan pemilik modal
internasional dengan tujuan menguasai seluruh dunia dengan kekayaannya.
Berikut ini diketengahkan beberapa data lain yang bisa melengkapi bukti-bukti
yang lalu, yang bisa dijadikan bahan tambahan untuk meneropong beberapa sisi
misterius dari pengaruh Kekuatan Terselubung dan Zionisme di Inggris.
Pada tanggal 28 Januari 1915 Perdana Menteri Asquith menulis dalam buku
hariannya beberapa baris catatan berikut :
"Saya menerima catatan khusus dari Herbert Samuel dengan judul Masa Depan
Palestina. Dia menyangka, bahwa kami mampu menempatkan sebanyak 3
sampai 4 juta bangsa Yahudi Eropa di bumi Palestina. Gagasan semacam ini
bagi kami seperti kumpulan cerita mengenai perang salib baru. Saya
menunjukkan kebencianku terus perang terhadap program dan gagasan yang
akan menambah beban tanggungjawab kami ..... dan seterusnya."
Catatan tersebut menunjukkan bukti kuat mengenai sikap Asquith terhadap
Zionisme dan Konspirasi internasional. Tidak bisa diragukan lagi, bahwa sikap
benci Asquith dan pemerintahannya menyebabkan pihak Konspirasi mengambil
langkah-langkah baru untuk menumbangkan Asquith. Bahkan juga akan
mendongkel sistem pemerintahan Inggris yang ada pada saat itu. Memang
benar, bahwa para pemilik modal sejak lama telah menguasai beberapa pabrik
senjata di Inggris. Pada saat para perancang program Konspirasi
mengumumkan perang terhadap Asquith yang menentang Zionisme, Inggris tiba-
tiba dihadapkan pada krisis dahsyat di bidang produksi kimia sebagai bahan
dasar bagi industri senjata perang dan amunisi. Direktur produksi bahan kimia di
Inggris saat itu yaitu seorang Yahudi bernama Sir Frederick Nathan. Ia
memberikan tender bahan-bahan kimia kepada perusahaan Browner-Mond
dengan kredit besar dari pemerintah sebagai bantuan. Sedang pemilik
perusahaan itu tidak lain yaitu dua orang pengusaha Yahudi terkenal, yaitu
Browner dan Mond itu sendiri yang diambil sebagai nama perusahaannya.
Kemudian perusahaan itu membangun pabrik kimia raksasa di kota Silvertown
dengan biaya dari bantuan kredit pemerintah itu. saat pabrik ini mulai
memproduksi bahan-bahan kimia, kebutuhan bahan kimia pemerintah segera
bisa diatasi. Pada saat itu media massa yang kebanyakan telah dikuasai oleh
Konspirasi segera menyanjung keberhasilan Browner dan Mond sebagai patriot
yang dibanggakan Inggris. Pada saat negara sedang dikepung oleh ancaman
krisis persenjataan, mereka tampil sebagai juru selamat. Sedang kecaman
pedas dibebankan kepada pemerintah. Tidak lama kemudian, setelah proyek
Silvertown beroperasi, terjadi ledakan dahsyat yang menghancurkan pabrik
tersebut beserta 800 rumah di sekitarnya. Akibatnya, produksi bahan kimia
macet dan kembali pula krisis mengancam pemerintahan Asquith. Sedang para
pahlawan palsu beserta para perancangnya telah selamat dari kecaman, dan
mendapat sanjungan serta pujian.
Sebagai penutup perlu kita ingatkan, bahwa Mond yang bergelar Sir Alfred Mond
itu, yang kemudian menjabat pengawas produksi bahan kimia Inggris, di
samping sebagai wakil pemerintah dalam produksi persenjataan di kerajaan itu
yaitu kelak menjadi kepala perwakilan Yahudi di Palestina.
Telah kita ketengahkan peristiwa yang terjadi berturut-turut, hingga jatuhnya
pemerintahan Asquith, yang kemudian digantikan oleh pemerintahan tiga
serangkai, yaitu Lloyd George, Balfour dan Churchill. Kemudian menyusul
berbaliknya perimbangan kekuatan dalam Perang Dunia I, setelah Balfour
mengadakan kunjungan ke New York untuk menghubungi para pemilik modal
internasional. Mungkin timbul pertanyaan di benak kita mengenai sebab yang
memaksa menteri luar negeri Inggris harus pergi ke New York untuk
menghubungi mereka. Padahal, kelompok Rothschild punya pusat kegiatan di
London, sebagaimana beberapa kali telah kita singgung. Untuk menjawab
pertanyaan seperti itu, kita bisa melihat Encyclopedia Yahudi mengenai gerakan
Zionisme sebagai berikut :
"Perang Dunia I telah memaksa pusat organisasi Zionisme di Berlin berpindah ke
New York. Seluruh kekuasaan dan wewenang diserahkan kepada Komite
Darurat Zionisme di bawah pimpinan seorang jaksa agung Amerika L.B.
Brandes."
Dalam kaitan ini, seorang penulis berkebangsaan Inggris mengatakan dalam
bukunya berjudul Waters Flowing to the East halaman 51 :
"Sejak itu, yaitu perpindahan pusat Zionisme dari Berlin ke Amerika,
pengaruhnya tampak makin bertambah besar dalam kehidupan politik di Amerika
dan Eropa. Perwakilan imigrasi Yahudi telah berubah menjadi kekuatan yang
mampu mengirimkan dana dan informasi penting kepada kelompok sabotase di
setiap negeri di dunia."
Kemudian seorang pengamat Amerika dalam bidang peperangan M.
Harrisburger menambahkan dalam bukunya My Experiences in the First World
War halaman 145-146:
"Perusahaan milik orang Yahudi, Eliyans telah mentransfer uang sebesar
700.000 Franc Perancis pada 16 Maret 1916 kepada The Grand Eastern Lodge
di Paris, dan kepada The Grand Eastern Lodge di Roma sebesar 1 juta Lira Italia
pada tanggal 18 Maret tahun yang sama. Hal ini telah tercatat dalam dokumen
perkumpulan itu. Tidaklah keliru, kalau kita meragukan, bahwa uang sebesar itu
hanya untuk dibagikan kepada orang-orang Yahudi miskin. Jumlah itu sangat
besar waktu itu. Di sana pasti ada tujuan lain."
Kita kembali lagi meneropong peristiwa keji yang mengakibatkan Konspirasi
Zionisme berhasil menguasai Inggris sepenuhnya. Dalam periode ini
digambarkan oleh seorang penulis Inggris A.N. Field dalam bukunya That's all
Things halaman 4 sebagai berikut :
"Demikianlah pengaruh Yahudi tampak jelas setelah Lloyd George memegang
kendali pemerintahan."
Pertemuan pertama yang diadakan oleh komite politik organisasi Zionisme,
setelah Lloyd George memegang kendali kekuasaan dilaksanakan 7 Februari
1917 di kota London. L. Fray dalam bukunya Waters Flowing to the East
halaman 55 mengatakan :
"Pertemuan pertama yang diadakan oleh Komite politik organisasi Zionisme
yaitu tanggal 7 Februari 1917 di rumah kediaman Moshe Gaster di London,
dihadiri oleh :
1) Lord Rothschild, kepala Rothschild and Brothers cabang London, dan
James Rothschild putra Edmond De Rothschild, kepala cabang
Perancis untuk kelompok Rothschild and Brothers, dan kepala Dewan
Pemukiman Yahudi yang mewakili Rothschild di Palestina.
2) Sir Mark Sykes, yang rumah tinggalnya terletak di distrik Ballingham
Guinness London, yang merupakan pusat gerakan Zionisme di Inggris,
3) Sir Herbert Samuel, yang kelak menjadi komisioner Tinggi Inggris pertama
di Palestina dan koordinator imigrasi Yahudi di wilayah itu.
4) Herbert Pantowich, yang kelak menjadi gubernur jenderal di Palestina.
Dialah orang yang bertanggung jawab dalam bidang hukum dan undang-
undang serta pelaksanaannya di Palestina.
5) Harry Sasheer
6) Joseph Cowen
7) Haim Weisman, seorang ketua Zionisme politik terbesar.
8) Nachom Sokolov, penanggungjawab dalam bidang propaganda yang
kelak menulis buku The History of Zionisme.
Topik utama yang dibahas dalam pertemuan itu yaitu strategi yang akan
dipakai sebagai landasan pijak dalam perundingan resmi, yang akan
menentukan perjalanan nasib Palestina, Armenia dan Irak. Seorang politikus
Amerika Jeffrey menambah informasi mengenai pertemuan itu dalam sebuah
komentarnya yang ia sajikan kepada pihak organisasi Zionis di Amerika Serikat
sebagai berikut :
"Saya menyampaikan rincian hasil pertemuan ini kepada organisasi Zionisme di
Amerika. Kemudian sejak itu, mereka mencampuri urusan dalam negeri Inggris,
dan mengarahkan pemerintahan Lloyd George dalam masalah penting yang
menjadi bidangnya."
Selanjutnya kita perlu mengukur, sejauh mana penyusupan Zionisme ke dalam
pemerintahan Inggris pada saat itu diatur. Berikut ini beberapa pengakuan
seorang tokoh Yahudi Samuel Landman yang dibeberkan sendiri kelak dalam
bukunya Yahudi Internasional, diterbitkan di London tahun 1926 sebagai berikut :
"Setelah persetujuan ditandatangani oleh Sir Mark Sykes dan Haim Weizman
serta Sokolov, mereka sepakat untuk mengirim sepucuk surat kepada jaksa
agung Amerika Serikat L.D. Brandes, yang sekaligus juga kepala Komite
Organisasi Zionisme di New York, untuk memberitahukan, bahwa pemerintah
Inggris telah menyetujui untuk membantu orang-orang Yahudi dalam merebut
Palestina dari tangan bangsa Arab. Imbalannya, persatuan Yahudi internasional
bersedia bersekutu dengan Inggris, dan Zionisme di Amerika bersedia mendesak
pemerintah Amerika untuk bergabung dengan sekutu. Pada saat itu, Amerika
belum melibatkan diri dalam perang. Kemudian gerakan Zionisme di Amerika
meniupkan arus kuat untuk mendukung dan menekan pemerintah Amerika agar
terlibat dalam perang memihak Inggris. Ini membuat kekuatan Inggris menjadi
unggul sesaat ."
"Kami mengirimkan surat serupa kepada jenderal Mac. Donaff, komandan
angkatan darat Inggris. Dr Weizman sejak itu telah menjadi orang yang punya
pengaruh besar, sehingga memungkinkan ia mengadakan hubungan langsung
dengan jenderal Mac. Donaff, dan bisa mencampuri urusan militer. Ia berhasil
memperoleh hak pembebasan 6 orang pemuda Yahudi dari dinas wajib militer.
Padahal, negara masih dalam keadaan perang. Dr Weizman berhasil
memperoleh pembebasan mereka dari dinas wajib militer, karena alasan yang
ada hubungannya dengan kepentingan utama bagi negara."
"Adapun kepentingan utama yang dimaksud tidak lain yaitu mendirikan kantor
khusus untuk gerakan Zionisme, langsung di bawah pimpinan Weizman. Sedang
ke 6 pemuda itu yaitu saya sendiri dan 5 kawan lainnya, di antaranya Harry
Sasheer, seorang anggota Komite politik organisasi Zionisme. Pemerintah baru
di bawah pimpinan Lloyd George, Balfour dan Churchill menganggap organisasi
Zionisme sebagai kawan dan sekutunya. Kantor-kantor perwakilan kita
mendapat perlakuan istimewa dalam pelayanan urusan paspor untuk beberapa
orang tertentu, transportasi dan pendanaan. Sebagai contoh, kami sendiri bisa
menguruskan dokumen-dokumen perjalanan untuk seorang Yahudi
berkebangsaan Turki Utsmani, karena ia yaitu kawan kami sendiri.
Kementerian dalam negeri Kerajaan Inggris dengan mudah memberikan
berbagai fasilitas, meskipun kerajaan Turki pada saat itu sedang berperang
melawan Inggris. Setiap warga Turki Utsmani dianggap musuh."
Demikianlah sebagai penutup bab ini, kita bertambah yakin, bahwa langkah
pertama dan paling utama yang ditempuh oleh pemerintah tiga serangkai yaitu ,
bahwa politik negaranya (Inggris) akan mendukung program Rothschild untuk
mendirikan sebuah negara bagi bangsa Yahudi di bumi Palestina.
VII. DI BALIK PANGGUNG PERJANJIAN VERSAILLES
Dalam sejarah sering terjadi kesalahan besar, adanya perjanjian dan pertemuan
yang sering menimbulkan akibat buruk yang tidak diharapkan oleh berbagai
negara. Sejarah belum pernah menyaksikan akibat yang lebih buruk daripada
yang ditimbulkan oleh Perang Dunia I, yaitu perjanjian Versailles, yang buntutnya
masih dirasakan oleh ummat manusia sampai kini. Perjanjian Versailles yang
menandai berakhirnya Perang Dunia I sebenarnya merupakan bibit timbulnya
Perang Dunia II. Perjanjian ini telah mencoreng wajah dunia secara keseluruhan.
Dunia terkelompok menjadi wilayah jajahan, yang diistilahkan dengan kawasan-
kawasan pengaruh. Perjanjian Versailles juga melahirkan penjajahan baru
dengan istilah yang menyesatkan, seperti pemerintah perwakilan, perlindungan,
pendudukan, pembinaan, kawasan pengaruh, dan seterusnya. Timbullah
berbagai pertikaian, pemberontakan, krisis macam-macam, yang diakibatkan
oleh pengelompokan bangsa dan negara menjadi berbagai sekutu, yang pada
akhirnya menumbuhkan bibit kekacauan di mana-mana, dan kecemburuan politik
tak terhindarkan lagi.
Sebagai akibat dari semua itu, situasi dunia makin buruk, setelah perjanjian
Versailles dilaksanakan. Opini dunia mulai menyadari keburukan isi perjanjian
Versailles itu sedikit demi sedikit. Tokoh politisi dunia dibantu oleh para ahli
strategi terus mengamati perkembangan yang terjadi. Akhirnya mereka
meletakkan tanda tanya besar di seputar perjanjian itu. Oleh sebab itu, kita akan
mencoba mengungkap tabir yang menutupi hakikat yang melatarbelakangi
perjanjian itu, agar kita bisa melihat hal-hal yang selama ini merupakan teka-teki.
A. Kebencian Muncul di Jerman
Para analis netral memberi komentar tentang perjanjian Versailles, bahwa para
wakil dunia berbudaya sebenarnya tidak menandatangani isi perjanjian yang
berisi penindasan, sebanyak penindasan yang diderita oleh bangsa Jerman,
setelah perjanjian itu diberlakukan. Kebenaran ini terlihat dari sikap bangsa
Jerman terhadap perlakuan yang mereka terima akibat diberlakukannya
perjanjian itu beberapa hari setelah ditandatangani. Akibatnya, bangsa Jerman
naik darah dan dendam, yang kelak berkembang menjadi bahan dasar pemikiran
faham nasionalisme Aryan Jerman. Fenomena kebencian bangsa Jerman ini
kelak melahirkan Hitler dan Nazisme, yang kemudian menyebabkan pecahnya
Perang Dunia II. Kita perlu melihat kembali kerancuan bagaimana Perang Dunia
I berakhir, agar kondisi yang mengelilingi penandatanganan perjanjian Versailles
tanggal 11 November 1918 menjadi jelas.
Permintaan untuk mengadakan gencatan senjata oleh komandan tertinggi
angkatan bersenjata Jerman bukan berarti menyerah kalah. Peristiwa ini
menimbulkan perbedaan pendapat yang sangat besar. Pasukan Jerman masih
tetap kuat dan masih maju menghadapi musuh. Permintaan komandan tertinggi
Jerman itu semata-mata disebabkan oleh adanya bahaya yang mengancam dari
dalam negeri Jerman sendiri, yaitu bahaya pemberontakan Komunis yang timbul
di bawah pimpinan seorang wanita Yahudi, Roza Luxemburg.
saat pimpinan pasukan Jerman sedang membicarakan masalah gencatan
senjata dengan sekutu, ada peristiwa besar yang terjadi, yang perlu dicatat.
Gerakan pemberontakan Komunis di bawah pimpinan Roza Luxemburg berhasil
menyusup ke dalam tubuh angkatan bersenjata Jerman, khususnya ke dalam
jajaran angkatan laut, yang selama itu menjadi incaran mereka. Pada awal tahun
1918 tiba-tiba tersiar desas-desus di kalangan angkatan laut Jerman, bahwa
panglima tertinggi angkatan bersenjata akan mengadakan serbuan bunuh diri
dengan kapal perangnya secara besar-besaran terhadap armada angkatan laut
Amerika, Inggris dan Perancis. Tujuannya ialah untuk melumpuhkan kapal-kapal
sekutu, meskipun untuk itu Jerman akan kehilangan sebagian besar kapal
perangnya. Setelah itu, Jerman akan mengadakan serangan udara di pantai-
pantai Inggris yang tidak terlindung oleh armada sekutu. Para penyebar kabar
burung itu terus melakukan agitasi kasak-kusuk, dan mengadakan api
pembangkangan dengan dalih, bahwa rencana serbuan gila seperti itu sama
saja dengan bunuh diri secara konyol, dan akan mengakibatkan kehancuran
fatal. Desas-desus itu terutama difokuskan pada bayangan yang mengerikan
yang akan terjadi, apabila saat itu pesawat sekutu menjatuhkan bom-bom kimia
paling modern terhadap pasukan Jerman. Maka nasib pasukan Jerman sudah
bisa dibayangkan.
Desas-desus itu mencapai puncaknya, saat para agitator mengumumkan
secara terbuka dari atas kapal Jerman, tentang satu-satunya jalan untuk
menyelamatkan diri dari nasib yang bakal menimpa, apabila panglima angkatan
bersenjata meneruskan rencana serbuan itu. Pada tanggal 3 November
angkatan laut Jerman benar-benar mengeluarkan pernyataan pembangkangan
terhadap panglima tertinggi angkatan bersenjata. Kemudian disusul oleh
pembangkangan unit armada kapal selam pada tanggal 7 November, yang
sedang berada dalam perjalanan menuju arah front Barat. Tiba-tiba tersiar
desas-desus yang lain, bahwa mereka sedang berjalan pergi untuk melarikan diri
dari misi serbuan bunuh diri yang didesas-desuskan itu. Pada saat yang sama di
Jerman terjadi kekacauan besar di berbagai pabrik amunisi dan senjata, yang
menyebabkan macetnya produksi. Sejumlah orang keluar untuk
menyebarluaskan tuntutan, agar Jerman menyerah kepada sekutu.
Perkembangan selanjutnya makin bertambah kacau dan keruh, sehingga Kaisar
Jerman terpaksa turun tahta pada tanggal 9 November 1918.
Kemudian segera berdiri sebuah pemerintahan Republik Sosialis. Langkah
pertama yang dilakukan yaitu menandatangani gencatan senjata, hanya
beberapa hari berselang kemudian, yaitu pada tanggal 11 November 1918. Akan
tetapi, kerusuhan itu tidak juga kunjung reda. Bahkan kali ini banyak orang
bertambah sengit menentang tokoh-tokoh Republik Sosialis. Roza Luxemburg
telah memainkan kartu pentingnya, saat ia mengajukan persyaratan kepada
pemerintahan Republik Sosialis, untuk melepas angkatan bersenjata dan
menggantikan panglimanya, sebagai imbalan untuk meredakan kerusuhan.
Namun saat Jerman tidak lagi mengandalkan pasukan regulernya yang mampu
menumpas kerusuhan dan kekacauan, Roza Luxemburg beserta kelompoknya
kembali memihak kaum republik sosialis dan bergabung kedalamnya. Kemudian
mereka mengeluarkan pengumuman tentang revolusi di kota Berlin pada bulan
Januari 1919, dan berhasil merebut kekuasaan bersama para pendukungnya,
yang mayoritas yaitu orang Yahudi. Namun revolusi ini sempat menimbulkan
dampak ke luar yang tidak disangka-sangka.
Di Moskow terjadi perpecahan tajam antara dua tokoh revolusi Komunis Rusia,
yaitu Lenin dan Trotsky. Lenin menolak mentah-mentah membantu Roza
Luxemburg, sedang Trotsky bersedia membantu dengan segala kekuatan yang
dimiliki Uni Sovyet Rusia. Penolakan Lenin itu menjadi faktor penentu bagi
perkembangan selanjutnya. Roza dan kawan-kawan Yahudinya menjadi terisolir.
Sementara kaum nasionalis Jerman bangkit untuk menyerang Roza dan para
pendukungnya. Mereka dikejar-kejar, dan terjadilah pembantaian besar-besaran
atas orang Yahudi. Seorang kolonel muda dari angkatan bersenjata Jerman
berhasil menangkap Roza beserta pembantu utamanya Karl Lickenht. Kemudian
mereka berdua ditembak mati. Kebencian terhadap unsur semitik terus
memuncak, karena mereka merupakan biang kerok yang telah merugikan
Jerman dalam perang, dan timbulnya kerusuhan besar setelah itu. Rumah-
rumah yang dihuni oleh orang Yahudi dibakar, dan ratusan ribu orang Yahudi
menemui ajal mereka, akibat dendam mendalam bangsa Jerman terhadap
mereka.
Sejak itu situasi di Jerman membuka pintu bagi fanatisme ras, dan
menghidupkan kembali teori superioritas Aryanisme, atau dengan kata lain
memunculkan Hitler dan Nazismenya. Inilah akibat peran buruk yang dimainkan
oleh pemilik modal Yahudi internasional bagi bangsa Jerman, mulai dari
angkatan lautnya, pabrik senjatanya dan perjanjian Versailles yang sangat
memberatkan Jerman. Lenin sendiri pernah mengatakan, bahwa Roza
Luxemburg yaitu orang Yahudi yang bertanggungjawab atas gelombang anti
semitik yang melanda Jerman. Konspirasi sebenarnya menemukan kondisi yang
sesuai untuk menyulut api Perang Dunia II, setelah mereka lebih dulu
merancang dan menciptakan situasi itu. Ini sesuai dengan pernyataan di atas,
bahwa yang bertanggungjawab atas gelombang anti semitik di Eropa, dan
perkembangan situasi yang terus memuncak menuju pertikaian senjata secara
global yaitu hasil ulah tangan kotor persekongkolan para pemilik modal Yahudi
internasional sendiri.
B. Masalah Palestina
Setelah Konspirasi berhasil mencapai tujuannya di Jerman, sasaran berikutnya
ditujukan kepada bumi Palestina. Mereka mengincar Palestina sebagai impian
lama yang kini hampir tiba di ambang pintu. Sebagaimana telah kita singgung
terdahulu, bumi Palestina akan dijadikan poros bagi program dan titik pemusatan
kegiatan internasional bagi Konspirasi. Hal ini bisa dimaklumi, karena Palestina
yaitu pusat terpenting wilayah Timur Tengah dan Timur Dekat. Secara
geografis, Palestina merupakan jalur penghubung antara tiga benua, yaitu Afrika,
Eropa dan Asia. Di samping itu, kekayaan emas hitam yang terdapat di wilayah
itu merupakan kebutuhan dunia dalam jumlah melimpah. Dengan demikian,
politik Zionisme telah meletakkan dua sasaran yang hendak dicapai untuk
menuju ke Palestina, yaitu :
1) Memaksa negara di dunia untuk mengakui negara nasional bagi bangsa
Yahudi di Palestina, yang kemudian akan dijadikan pusat kegiatan
Konspirasi untuk meletakkan memprakarsai Perang Dunia III.
2) Menguasai seluruh sumber kekayaan alam yang terdapat di wilayah itu.
Berikut ini diketengahkan tahapan program kerja yang akan dijadikan
landasan bagi pelaksanaannya. Langkah pertama, mereka mengeluarkan
deklarasi Balfour tahun 1917 yang telah mengikat Inggris, Perancis dan
Amerika Serikat untuk mendukung berdirinya sebuah negara nasional
bagi bangsa Yahudi di bumi Palestina. Untuk melaksanakan hal itu,
jenderal Allenby langsung diberi instruksi untuk memukul mundur pasukan
Turki Utsmani keluar dari wilayah Timur Tengah dan menduduki
Yerusalem. Penguasa Inggris sengaja merahasiakan deklarasi Balfour
selama masa operasi militernya, dengan dukungan pasukan Arab
nasional, pengkhianat ummat di bawah bendera Syarif Hussein, Amir
Makkah. Sedang para pemilik modal internasional pada saat operasi
militer Inggris di wilayah Palestina masih berlangsung, telah mendesak
pemerintah Inggris untuk menentukan perwakilan Organisasi Zionisme di
Palestina, dan menentukan anggota politisi Zionis untuk menjadi anggota
perwakilan itu. Tuntutan itu diajukan kepada penguasa militer Inggris di
Palestina, jenderal Crayton, dan segera dikabulkan pada bulan Maret
1915.
Politisi yang menjadi anggota perwakilan itu yaitu :
Kolonel Orampsey Rigor, yang kelak menjadi direktur Bank Standard di
Afrika Selatan, yaitu sebuah bank yang menguasai pertambangan emas
dan logam mulia lainnya di Afrika Selatan. Dan dia pula yang mendukung
dana kepada sistem politik Apartheid.
Haim Weizman yang kelak menjadi perdana menteri Israel pertama.
Komite perwakilan Zionisme ini telah berada di Palestina sebelum diadakan
perundingan damai, bahkan sebelum Perang Dunia I usai. Hal ini dimaksudkan
untuk menciptakan momen yang tepat sebelum masalah Palestina dibicarakan di
forum mendatang, yaitu perjanjian Versailles. Kemudian perundingan damai
dimulai, dan para pemilik modal internasional membuka kedok. Tampak jelaslah
pengaruh mereka. Kita tidak perlu memperjelas lagi, tapi cukup dengan
menyebutkan beberapa analisa singkat.
Dalam perundingan ini, ketua utusan Amerika yaitu Paul Warburg, yang
sebelumnya telah kita sebutkan sebagai wakil pemilik modal internasional di
Amerika Serikat. Ketua utusan Jerman yaitu saudara kandung Paul sendiri,
Mark Warburg. Jangan lupa, Mark mewakili negara musuh sekutu yang kalah
perang. Sementara itu, Paul mewakili negara yang menang perang.
Perundingan damai seperti itu lalu menjadi perundingan pemerasan, yang
seluruh keputusan yang berbuntut jahat dan mengakibatkan timbulnya bahaya
itu bisa disetujui. Pada masalah yang berhubungan dengan Palestina, sejumlah
tokoh Zionis Inggris dalam perundingan itu meletakkan rancangan pemerintahan
perwakilan Inggris di wilayah itu, di antaranya yaitu :
Profesor Philex Frankfurner, yang kelak menjadi penasihat presiden di
Gedung Putih pada masa pemerintahan Franklin Roosevelt.
Sir Herbert Samuel, komisioner tinggi pertama di Palestina setelah
pendudukan pasukan Inggris.
Lushian Wolf, seorang penasihat pribadi perdana menteri Inggris Lloyd
George.
saat perundingan pendahuluan dimulai, penasihat khusus bagi perdana
menteri Perancis Monscour Clemenceau yaitu Madell. Nama ini yaitu nama
samaran. Nama yang sebenarnya yaitu Rothschild, yaitu salah satu anggota
keluarga besar Rothschild. Sedang salah satu penasihat presiden Amerika
Serikat yang menjadi delegasi dalam perundingan itu yaitu Mr. Morganthow,
yang putranya kelak memegang kementerian keuangan pada masa
pemerintahan Roosevelt. Telah kita sebutkan, bahwa para pemilik modal
internasional tidak segan-segan mencampakkan topeng mereka. Untuk
membuktikan hal ini, berikut ini dikutipkan beberapa kalimat yang ditulis oleh
Lushian Wolf dalam bukunya yang berjudul Steadies on The Jewish History
halaman 408 :
"Sejumlah nama politisi muncul pada perundingan perdamaian, dan yang
menandatangani perjanjian itu atas nama negara-negara Italia, Perancis dan
India yaitu tokoh-tokoh Yahudi yang mewakili negara masing-masing. Mereka
yaitu Baron Somito mewakili Italia, Louis Cloudes mewakili Perancis, dan
Edvin Montagio mewakili India. Mereka semua yaitu orang Yahudi.”
Sebaiknya baik pula untuk kita simak kata-kata beberapa penulis yang tidak
perlu kita beri komentar. Seorang sejarawan Inggris terkenal Harold Nicolon
dalam bukunya "Menciptakan Perdamaian" 1919-1944 (Making Pea