Tampilkan postingan dengan label cinta 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cinta 2. Tampilkan semua postingan
Kamis, 15 Desember 2022
cinta 2
Desember 15, 2022
cinta 2
pucat mayat sudah dilelehi butir-butir air bening yang
menganak sungai.
“Sudah kuduga...”, ia bergumam sendirian.
“Jahanam itu...!”
Ia melihat jessica yang masih pingsan,
lalu dengan langkah-langkah panjang namun
pasti ia berjalan keluar dari kamarnya dan melihat
nyoto sedang menenggak minuman keras dari sebuah
botol besar. Tubuhnya yang besar dan kekar terhenyak
dalam di atas sebuah kursi rotan. Tak jauh dari kaki
laki-laki itu, lilin yang terjatuh terus menyala, begitu
dekat dengan taplak meja yang terbuat dari plastik.
nyoto rupanya tidak menyadari hal itu.
nyi girah , apa lagi.
wanita lesbian itu sangat bernafsu untuk melabrak
suaminya. Demikian bernafsu, sehingga keinginan
itu justru membuat otot-otot tubuhnya kejang dan
ia hanya tertegak di depan nyoto . Dan sang suami,
bukannya malu atau menyesal, malah menyeringai
dalam mabuknya.
“Kau... kau apakan si Rika?” desis nyi girah .
Megap-megap.
“Belum kuapa-apakan,” jawab nyoto . Kalem.
“Apa kau ingin menggantikan tempatnya?” lanjutnya
pula. sambil menyeringai semakin lebar.
“nyoto !” nyi girah menjerit. “Berhentilah minum,
lalu dengarkan aku baik-baik!”
“Aku akan terus minum. namun aku juga akan
terus mendengar. Ayo. Mulailah berkicau, batang
pisangku yang dingin!”
“Ya Allah, nyoto . Kau...”
“Eh, kok malah terus berkotek. Bukannya
segera menanggalkan kimonomu?”
Kesabaran nyi girah habislah sudah.
Ia menerjang ke depan, menjambak nyoto dengan
membabi buta. nyoto berteriak marah. Berusaha
memukul dengan botol yang masih setengah berisi
di tangannya. sebab menyerang tanpa perhitungan,
nyi girah terpeleset. Hal itu menguntungkan dirinya. Ia
selamat dari maut. Botol di tangan nyoto memicu
angin deras di samping kepalanya lalu
menghantam permukaan meja dengan suara riuh
rendah. Botol itu pecah berhamburan. Isinya tumpah
menggenangi lantai, dan sebagian membasahi taplak
meja yang paling dekat dengan lilin.
“Lepaskan aku, wanita lesbian sialan!” nyoto me-
maki.
Ujung pecahan botol yang masih tergenggam di
tangannya, ia hujamkan kian kemari dalam usahanya
melepaskan diri dari jambakan dan cakaran istrinya
yang kembali menyerang dengan kalap.
Tak ada suara jeritan. Juga tak ada suara ke luh-
an.
nyi girah hanya terbelalak sesaat, dengan mulut
ternganga tidak mempercayai apa yang ia rasakan.
Tangannya yang menjambak rambut nyoto perlahan-
lahan merenggang, lalu lepas sama sekali. Tubuhnya
mulai doyong. Dan begitu cengkeramannya yang
merobek kerah kemeja nyoto juga terlepas, tubuh
wanita lesbian itu lantas terhempas ke lantai.
nyoto tertegun.
“Apa... apa itu?” ia memelototi warna merah
yang meronai kimono tidur istrinya di beberapa
tempat. Warna merah itu meleleh, menggenangi
lantai di sekitar tubuh nyi girah yang menggeliat-geliat
kejang.
“Itu bukan brendi!” gumam nyoto mabuk. Ia
gosok matanya kuat-kuat. “Ah, memang brendi.
Tentunya itu brendi...!” lanjutnya, lantas tertawa.
namun saat ia melihat bagian mulut botol terhujam
di lambung istrinya, cengkeraman mabuk di kepala
nyoto menjauh perlahan-lahan.
Dengan mata mulai mengabur, ia mendelik.
Supaya dapat melihat lebih jelas.
“Tidak...,” ia menggerutu. “Tidak. Itu bukan
darah. Itu hanya brendi dan... dan... nyai ?!”
Terhuyung-huyung, nyoto lalu berjongkok,
lalu menggoyang-goyang tubuh istrinya yang su dah
berhenti menggeliat dan kini tampak diam mem-
beku.
“Bangun nyi girah . Bangun. Jangan tidur di lantai.
Nanti kau masuk angin …! Ayo, burung daraku.
Bangunlah …!”
Ia guncang-guncang terus tubuh nyi girah .
Ia tepuk-tepuk kedua belah pipinya.
lalu , bagai disengat kalajengking, nyoto
terloncat berdiri.
“Mati ..?!” bisiknya, tersendat.
Lama ia terpana menatap sosok tubuh istrinya
yang terkapar di lantai, sambil mulutnya bersungut-
sungut tak berketentuan. Teror melanda matanya
yang bersinar-sinar pucat mayat . Lalu tiba-tiba ia melangkah
mundur, melabrak meja yang sudah miring, lantas
lalu berlari ketakutan ke pintu depan. Sambil
mencerca seperti orang gila ia menghambur keluar,
menembus malam yang pekat dan berteriak-teriak
menyebut-nyebut kematian dan keinginannya untuk
minum dan minum lebih banyak.
Seorang pejalan kaki yang pulang kemalaman,
memperhatikan dengan heran sampai nyoto menghilang
di kegelapan malam.
“Orang mabuk!” pikir pejalan kaki itu sambil
meneruskan langkahnya.
Ia tidak berpikir sama sekali untuk berpaling ke
sebuah rumah yang pintu depannya terbuka saat ia
lewat. Kalau pun ia berpaling, ia tidak akan melihat
salah satu sudut bagian ruang tengah rumah itu mulai
berubah jadi terang benderang.
saat nyoto melabrak meja, taplaknya terjatuh
semakin mendekati lidah api lilin. Minuman keras
yang mengandung alkohol yang tertumpah sampai
membasahi taplak itu tak ubahnya bensin yang
perlahan-lahan menunjukkan kekuatan daya tariknya
kepada api. Taplak meja itu sesaat berubah menjadi
kobaran api yang menggila, menyambar kursi dan
meja, lalu tepian rak berisi buku-buku, majalah,
beberapa barang-barang hias termasuk sisa-sisa
minuman keras yang disimpan nyoto .
Dari pintu yang terbuka menganga, angin
malam menerobos masuk ke dalam.
Seolah api mengundangnya. Dan undangan itu
diterima sang angin dengan riang gembira.
Asap hitam tebal yang lalu menyelinap
masuk ke dalam kamar tidur nyi girah , menyelamatkan
nyawa jessica .
Asap itu menggelitik lubang-lubang hidungnya,
merembes ke saluran pernafasan, membuat paru-
parunya kering. Dalam pingsannya, jessica pun
terbatuk-batuk lalu perlahan-lahan menggeliat dan
kembali lagi terbatuk-batuk. Kali ini lebih keras.
Sesaat, kelopak matanya membuka. Serangan
perih menyentakkan kelopak mata yang kembali
menutup. Namun hanya sejenak. Asap tebal yang
mengepul semakin banyak ke dalam kamar membuat
batuknya kian menghebat.
Lalu, panca indera keenam jessica menyentak
hidup.
Ia lantas duduk tertegak dengan kaget.
“Di-di mana aku... Apa yang... Hei, kok ada
asap ...!” ia bergumam-gumam bingung.
Dan saat matanya yang perih menangkap sinar
kuning kemerah-merahan di ruang tengah, jessica pun
bergumam lebih keras, “Api!”
Tanpa berpikir lebih panjang lagi jessica meng-
hambur turun dari ranjang. Secara naluriah ia berlari
menyelamatkan diri keluar dari kamar tidur sambil
berseru-seru memanggil-manggil nyoto , memanggil-
manggil nyi girah , memanggil-manggil Lu ki.
Nama yang terakhir dipanggilnya muncul
dengan mata terkantuk-kantuk. Dan nyaris terguling
jatuh ke bawah, saat bocah tanggung itu menyadari
apa yang sedang terjadi lantas cepat turun dengan
berlari-lari, melompati dua bahkan tiga anak tangga
sekaligus. Dan setiba di bawah, ia harus terlompat
mundur pula. Terjengkang ke belakang waktu lidah api
yang menghanguskan tirai pintu hampir menyambar
wajahnya.
“Kebakaran!” teriak aidit , sambil bangkit ter-
peranjat, lalu ia pun mejerit-jerit dengan suara
lantang dan liar, “Kebakaran. Tolong... Tolooong...
Kebakaran...!”
Anak itu berlari-larian keluar rumah sambil terus
juga menjerit minta tolong. lalu ia mendadak
sadar, kakaknya tidak mengikuti perbuatannya. aidit
berlari lagi masuk ke dalam rumah, dan melihat
jessica masih tegak di tempatnya semula dengan mata
memandang lurus ke lantai ruang tengah, di mana
nyala api kian menghebat.
“Tante...!” desis jessica , ngeri. “Dia… dia ter-
bakar...!”
“Biarkan dia!” jerit aidit , sambil menyeret tangan
kakaknya. “Ayo. Lari! Lari!”
Tidak seorang pun dari mereka terpikir untuk
menyelamatkan apa yang dapat diselamatkan. Dan
waktu beberapa orang tetangga berdatangan mem-
bantu, api sudah menjalar mendekati atap. Beberapa
tetangga malah sibuk menyelamatkan barang-barang
berharga dari rumah mereka sendiri, meski rumah itu
jaraknya cukup jauh dari kobaran api. Baru lalu
seseorang teringat untuk menelepon dinas pemadam
kebakaran.
Di antara suara kerumunan manusia yang
berlari-larian dan berteriak-teriak riuh rendah, aidit
memeluk tubuh kakaknya dengan perasaan yang
bercampur baur. Takut, ngeri, dan sedih.
jessica menggigil dengan hebat. sebab perasaan
yang sama ngeri, sekaligus sebab udara dingin yang
merembes menjilati kulit tubuhnya yang setengah
telanjang, meski nyala api berkobar tidak jauh dari
tempat mereka berdiri saling berpelukan.
Seorang wanita lesbian berseru setengah marah
kepada suaminya, ”Jangan memelototi dia saja.
Ambilkan dia pakaian! Cepat !”
Yang dimarahi, tersadar dari pesona kelaki-laki an-
nya melihat tubuh jessica yang sungguh mengundang
mata mau pun selera itu. Nyala api membuat bayangan
tubuh setengah telanjang itu justru tampak semakin
indah. Semakin mempesona.
“E-eee. Dasar mata keranjang!” jerit sang istri.
“Kurojok matamu nanti kalau kau tak segera pergi
mengambilkan pakaian!”
“Ah-ah...?” si laki-laki mengeluh panjang pendek,
lalu berlari menuju rumah terdekat.
Tak lama lalu , jessica terkejut saat ada
yang menyodorkan selembar gaun ke tangannya.
Bah kan seseorang ia rasakan memasangkan sehelai
ja ket ke pundaknya yang telanjang. Barulah saat itu
jessica sadar kalau tubuhnya tidak mengenakan apa-
apa, kecuali sisa robekan gaun yang setengah terlepas
lantas menggantung pada pinggang, dan secarik kain
kecil di bawah perutnya.
“Ya Tuhan!” jessica bergegas mengenakan gaun
yang ia terima tanpa melihat siapa yang memberi ,
dengan wajah semakin pucat mayat pasi. Malu. Ingatannya
sesaat melayang pada nyoto .
Ke mana perginya si jahanam itu? Dan tante
nyi girah nya…
jessica mengangkat muka, manakala terdengar
raungan sirene mendatangi dari kejauhan.
Sekitar satu kilometer dari tempat kejadian itu, nyoto
menerobos masuk ke dalam sebuah bar yang dibuka
siang malam. Ia langsung menemui pramusaji,
berteriak minta brendi, atau wisky, atau bir, atau apa
saja yang dapat membasahi kerongkongannya.
Suara ribut nyoto yang kasar membuat pramusaji
bar tersinggung. namun lalu ia berpikir, orang
ini tentunya mabuk. Ia juga tetap menganggap nyoto
mabuk waktu laki-laki itu menceracau mengatakan
ia sudah membunuh istrinya, lantas menangis terisak-
isak.
Baru saat si pramusaji mendorongkan sebotol
bir ke depan nyoto , ia melihat bercak-bercak darah di
kemeja nyoto yang awut-awutan.
Pramusaji bar itu terbelalak.
lalu , diam-diam berjalan menuju meja
telepon. Dengan ketakutan ia memutar beberapa
nomor, berpaling ke arah nyoto yang masih terisak-
isak tanpa mengacuhkan botol bir di depannya.
Begitu dapat sambungan, pramusaji bar itu
berbisik takut-takut ke corong telepon. ”Halo.
Polisi..?!”
syam kamaruzaman menggenggam tangan anaknya kuat-kuat.
Matanya yang cekung tampak menggelap di
atas tulang pipinya yang menonjol nyata. Tadi pagi
temannya satu sel setengah berseloro, mengatakan
hari ini syam kamaruzaman tak ubahnya mayat berjalan. “Ini di
penjara, Bung. Bukan di restoran...,” ujar temannya
itu mengingatkan. “sebab itu, biar pun nasimu
berbulu, kau telan sajalah. Aku tak mau besok aku
bangun dengan sesosok mayat beneran berbaring di
sebelahku!”
Tetap saja syam kamaruzaman tidak dapat menelan sa ra-
pan paginya. Bukan sebab ia tidak berselera, lagi pula
mana ada hidangan penjara yang menarik selera, me-
lainkan sebab sudah tiga hari ini perasaan syam kamaruzaman
tidak tenteram sama sekali. Dalam tidur pun, matanya
tidak mau terpicing.
Sekarang ia tahu mengapa.
jessica sudah bercerita panjang lebar. Meski jessica
berusaha menyembunyikan bagian-bagian tertentu, namun syam kamaruzaman yang sudah banyak makan asam
garam tidak dapat dibohongi.
“nyoto , bukan?”
jessica terpaksa mengaku.
“Ia mengganggumu?”
jessica mengangguk, lalu menangis terisak-isak.
“Kurang ajar! Orang kurang ajar itu!” syam kamaruzaman
memaki-maki.
chucky yang duduk tak jauh dari mereka menoleh
kaget. sesudah paham makian itu tidak dialamatkan
kepadanya, chucky kembali duduk diam-diam. Wajahnya
murung, dan beberapa kali ia mengepal-ngepalkan
tangan dengan gelisah. Suara cekikikan narapidana
wanita dari meja paling pojok menarik perhatiannya
sekilas. Narapidana itu cantik juga, pikirnya. Apa
kesalahan wanita lesbian itu sampai masuk penjara?
Dengan kecantikannya itu, wanita lesbian mestinya
dapat...
“wanita lesbian cantik!” chucky bersungut-sungut
halus, sambil mengepalkan tangan lagi. Kakinya
bermain-main dengan gelisah di permukaan lan-
tai yang kasar dan kotor berdebu. “Aku sudah men-
da patkannya. namun si nyoto terkutuk itu...,” chucky
me nangkupkan wajah di kedua telapak tangan. Ia
berkeringat. Dingin.
“Di mana kau bilang dia sekarang?”
syam kamaruzaman yang bertanya itu. Dengan suara
geram.
“Siapa, ayah ?” sahut jessica .
“nyoto .”
“Oh. Di rumah sakit, ayah ”
“Parah benarkah lukanya?”
“Entahlah, ayah ”
“Kau belum menjenguknya di rumah sakit,
Nak?”
“Belum,” jessica menggigil. “Aku benci padanya,
ayah . Ia...”
“Ah. Ya. Ya. ayah maklum. Jadi chucky yang
menceritakan kepadamu bahwa si nyoto sudah
masuk rumah sakit. Hem.. Membunuh nyi girah ,
eh? Membiarkan rumah kita terbakar habis? Lalu
melawan polisi saat ditangkap... Hem, mestinya
terkutuk itu ditembak saja sampai mampus. Biar dia
tahu rasa! Ah – ah... Betapa aku terlalu memanjakan
dia. Memberinya terlalu banyak kepercayaan. Padahal
nyi girah sudah berulang kali menegurku. Belum lagi
Ibumu... Ya Tuhan, si nyai itu lebih kuanggap adik
kandungku, ketimbang si nyoto ! Dan kini dia sudah...
Kalau tak mau kau bawakan koran yang memuat berita
itu, Nak, aku tak akan percaya kalau tantemu sudah
meninggal. Terbakar hangus pula. menjijikan !”
syam kamaruzaman menggigil.
“ayah ?”
“Ya Nak?” laki-laki tua yang semakin menderita
luar dalam itu, tersentak.
“Aku ingin minta izinmu, ayah ”
“Oh. Apa?”
“Tanah itu...”
“Yang mana?”
“Tempat di mana rumah kita tinggal puing-
puing, ayah ”
“Oh …!” syam kamaruzaman menggigil lagi.
“Aku sudah menjualnya, ayah . Dengan harga
murah...”
“Oh? Baik begitu. Uangnya dapat kau dan aidit
pergunakan untuk...”
“Tak ada sisa, ayah ”
“Apa? Tak ada sisa?”
“Ya ayah . Ada tiga buah rumah lain yang ikut
terbakar. Memang hanya satu yang rusak berat. namun
mereka meminta ganti rugi yang tidak kepalang
tanggung...!”
“Tetangga kita? Sampai hati? Siapa saja mereka
itu, jessica ?”
jessica menyebut beberapa nama. Dan ayah nya
sesaat mengutuk nama-nama itu, mengatakan
mereka tidak bijaksana, tidak mau merasakan
penderitaan orang lain, kejam, tidak berperasaan dan
macam-macam lagi.
Ia baru terdiam waktu jessica mengeluh. “Ter-
lambat untuk mengutuk orang lain, ayah ”
syam kamaruzaman menggigit bibir.
katanya , “Kau benar. Terlambat untuk mengu-
tuk orang lain. namun tak pernah ada kata terlambat
untuk mengutuk diriku sendiri... kau tahu apa saja kata
ibumu, Nak? Aku terlalu royal bermain wanita lesbian .
Dan aku terlalu kemaruk mengumpulkan uang.
namun aku lupa diri, Nak. Begitu banyak kesempatan
terbuka di depan mata. Rugi rasanya kubiarkan lewat
begitu saja. Dan wanita lesbian hina itu,
dengan tertawa mendorongku masuk... Kaulah kini
jadi korban. Dan aidit !”
“Semua sudah terjadi, ayah ”
“Dan apa yang dapat kuberikan kepada
kalian berdua? Selembar baju pun kau dan aidit tak
punya...”
“Kami dapat menjaga diri, ayah . Kami akan
mencoba bangkit kembali. Dengan bantuan chucky ...,”
wajah jessica bersemu merah sesaat . “Dia...”
Kalimatnya terputus oleh bunyi bel yang nyaring
dan panjang.
Kunjungan harus diakhiri.
“ayah ?” jessica mencium tangan ayah nya.
204
“Ya Nak...”
“Kumohon doa restumu.”
syam kamaruzaman tertawa pahit mendengar permintaan
anaknya.
Katanya, “Kau menyindirku. namun yaa.., sekali
lagi kau benar. Hanya doa restu yang dapat kuberikan .
Hanya doa restu...!”
Lantas laki-laki tua dan malang itu, mengucurkan
air mata tanpa dapat ditahan-tahan lagi.
saat jessica dan chucky pamit, syam kamaruzaman menatap
kepergian mereka dengan mata berkaca-kaca. Jari-
jarinya sampai memutih sebab mencengkeram jeruji
kawat yang memisahkannya dengan anak wanita lesbian nya.
Sekali, jessica berpaling. Tersenyum, memberi
kekuatan.
syam kamaruzaman ingin memanggil anaknya kembali.
Dan saat jessica dan chucky lenyap di sebelah
lain gardu jaga, syam kamaruzaman mendaratkan seluruh bobot
tubuhnya ke jeruji kawat yang rapat itu, menangis
tersedu-sedu. Sipir penjara yang lalu datang
menghibur dan memapahnya kembali ke dalam sel
bertanya heran mengapa ia menangisi kepergian
anaknya, padahal sebelum itu ia tidak pernah
demikian.
“A... aku tak sempat mengucapkan selamat
berpisah dengan anakku, Pak..!” jawab syam kamaruzaman ,
lirih.
205
“Hanya itu? Alaaa, anakmu besok-besok ‘kan
bakal berkunjung kembali.”.
“Dia tak akan datang lagi.”
“Anakmu mengatakan demikian?”
“Tidak.”
“Dia akan pergi jauh?”
“Tidak.”
“Aku tak mengerti...”
“Tidak. Bapak tak akan pernah mengerti”
Tiba di sel, syam kamaruzaman langsung menghempaskan
pantatnya yang kurus kering ke atas dipan kayu berlapis
kasur yang demikian tipis sehingga hampir rata
dengan ayah n dipan itu sendiri. Dipan itu berderak
keras, sehingga temannya satu sel berpaling kaget.
“Hai,” tegurnya. “Bunyi tulang-tulangmukah,
itu?”
syam kamaruzaman tidak menyahut.
Temannya tertawa. Dan terus menggoda, “Tak
apalah. Paling tidak, aku tahu kau masih bernafas!”
Tengah malam, orang itu terbangun oleh suara-
suara berisik di dalam sel.
namun sebab kantuknya demikian berat, ia
segera tertidur lagi, sambil memaki. “Tikus sialan!”
Pagi-pagi benar, orang itu terbangun, dan
menyambut datangnya matahari dengan sebuah
makian pula, “Mayat sialan!”
206
Lalu ia berteriak memanggil penjaga yang segera
datang berlari-lari.
Sebelum membuka pintu sel, penjaga itu
tertegun kaget. Dengan wajah pucat mayat ia mendelik
menatap sosok tubuh yang terkapar di lantai sel,
meringkuk kaku. Darah kering meronai kepala dan
bahunya, dan bercak-bercak darah kering itu tampak
juga mengotori tembok batu di sebelah dipan.
Penjaga baru tersadar waktu penghuni yang
masih hidup di dalam sel itu bersungut-sungut tak
senang.
“Aku minta dipindahkan, Bung!”
207
18
BULIR-BULIR padi merunduk dalam di bawah
ciuman mesra matahari senja yang merangkak enggan,
saat turun ke pembaringannya di ufuk sebelah barat.
Langit yang berwarna kemerah-merahan menambah
molek sepasang betis langsing yang berjalan hati-hati
di atas tegalan kering. Pemilik kaki itu pernah dua
kali terpeleset di tegalan yang sama. Oleh sebab nya
tiap langkah lalu benar-benar ia perhitungkan,
apalagi saat menuruni jalan setapak yang curam.
Namun seekor unggas mendadak terbang dari
semak belukar di sebelah kanan jalan setapak. Pemilik
kaki langsing itu terperanjat, keliru menepatkan
tumitnya di pinggir tegalan. Maka, tak pelak lagi
sosok tubuhnya yang indah meliuk jatuh ditambah suara
pekik halus dari mulut yang mungil kemerahan. Suara
tubuh berdebuk jatuh di tanah menyebabkan seekor
tikus meloncat kaget lantas menyelinap ketakutan di
antara rimbunan batang-batang padi.
208
“Astaga...,” wanita lesbian itu mengeluh. “Rokku kotor
lagi!”
Lalu seperti lazimnya orang yang terkena
musibah, wanita lesbian itu menambahkan dengan perasaan
lega. “Untung kakiku enggak sampai terkilir”
Sejenak lalu ia tiba di pancuran tempat
mandi kaum wanita lesbian . Ada seorang wanita lesbian lain yang
sudah lebih dahulu tiba di sana, dan tampaknya sudah
bersia-siap mau pulang.
“Hai, Rika...,” ia menyapa. Gembira
“Hai,” jessica tersenyum. Manis.
“Kau tambah cantik saja!”
“Oh ya?” pipi jessica bersemu merah. Pipi
yang segar, penuh dan lunak dengan kulit yang licin
berkilauan.
Tiga bulan menetap bersama neneknya di
kampung banyak menolong jessica menemukan
kembali gairah hidupnya yang pernah terpukul
habis-habisan. Mula-mula memang terasa seperti
disingkirkan sehingga kesepian kian menambah luka
di hatinya. namun lama-kelamaan, keramahan
desa membuka matanya, dan udara pegunungan
menyembuhkan luka-luka hatinya.
“Kudengar kau akan pergi besok, ya?”
jessica memandang wanita lesbian temannya. “Dari mana
kau tahu, tiny ?”
209
“chucky .”
“chucky ? kapan kau bertemu dia?” tanya jessica
dengan cemas, sambil memantau wajah tiny .
Seorang wanita lesbian yang jatuh cinta kepada seorang laki-
laki senantiasa menaruh curiga kepada wanita lesbian lain yang
membicarakan tentang laki-laki yang sama. Apalagi,
wanita lesbian lain itu, tidak kalah cantik dengan dirinya
sendiri.
Dan kecantikan tiny adalah kecantikan
murni yang dipersembahkan oleh alam dan hawa
pegunungan yang sangat bersahabat.
Dengan polos tiny menjawab, “Tadi dari
terminal, aku satu delman dengan tunanganmu”
“Tunang...,” jessica cepat-cepat mengatupkan
bibirnya.
Ia belum pernah betunangan secara resmi
dengan chucky . namun kalau chucky menceritakan kepada
wanita lesbian lain bahwa mereka berdua sudah bertunangan,
tentu saja jessica tidak akan memprotes. Alangkah
senangnya, kalau chucky membumbui dengan perkataan,
tak lama lagi kami akan menikah!
sambil menahan senyumnya, jessica bertanya
penasaran, “Apa lagi yang dikatakan chucky ?”
“Banyak.”
“Oh ya?”
210
“Terutama tentang hubungan kalian. Kau wanita lesbian
yang beruntung, Rika. Kapan kalian akan menikah?”
Pertanyaan itu tiba juga.
jessica belum tahu, namun ia tidak mau membuang
kesempatan. Dengan tandas ia menyahuti. “Segera!”
“Kuucapkan selamat!” suara wanita lesbian itu ter de -
ngar agak sumbang, namun jessica tidak mem per-
hatikannya.
Ia tengah melamun, apakah kiranya kedatangan
chucky ini menemuinya di kampung, untuk melamar
jessica kepada neneknya? Selama ia di kampung, ia
hanya dikunjungi chucky dua kali. Ketiga kali dengan
hari ini. namun chucky meneleponnya dua atau tiga
hari sekali. Malu kalau terlalu sering dan hampir tiap
kali nenekmu yang menerima teleponku, katanya
sekali waktu, sambil menambahkan, ”Begitu aku
nanti punya uang, kau akan kubelikan ponsel untuk
mengganti punyamu yang kau jual untuk ongkos
pulang kampung ..!”
Biarlah, pikir jessica . Bukan janji chucky itu yang
terus memenuhi pikiran jessica selama tinggal bersama
neneknya di kampung kelahirannya ini. namun ,
ucapan-ucapan chucky di telepon. Yang menyatakan
sepi hatinya ditinggalkan jessica , mengeluhkan
kerinduannya yang terpendam, dan sekali men ce-
ri takan usahanya untuk kembali mendekati orang-
211
tuanya yang masih tidak melupakan betapa chucky te-
lah menghambur-hamburkan uang mereka, bahkan
berkali-kali mendatangkan kesulitan sehingga chucky
ter paksa harus menyingkir dari rumah.
“Mungkin kalau kuberi tahu aku segera akan
menikah, ayah dan Mama mau menerimaku kembali,”
begitu chucky berkata dalam pembicaraan telepon
mereka yang terakhir.
“Rika...”
“Ya?” jessica terjengah. Lamunannya buyar
sesaat ,
tiny tampak berpikir sebentar, sebelum ia
lalu menyebutkan sebuah alamat di kota, disusul
pertanyaan yang tampak sambil lalu. “Benarkah itu
alamat tempat kost chucky ?”
Jantung jessica berdebur kencang.
“Dia memberi alamatnya kepadamu?”
“Ya. Salah?”
“Oh tidak. Hanya...,” betapa kurang ajarnya si
chucky , pikir jessica , namun di mulut ia bergumam lain,
“Itu memang alamatnya.”
“Hem.. Dia juga menawarkan pekerjaan kalau
sekali waktu aku bermaksud pindah ke kota.”
“Begitu?” jantung jessica hampir copot. “Kau
mau?” lanjutnya, semakin cemas.
212
“Entahlah, ya. Kalau saja anak Pak Lurah belum
melamarku.”
“Mengapa tidak kawin dengan dia?” tukas jessica
cepat-cepat, seolah ia takut barang kesayangannya
yang paling berharga keburu dirampas orang.
“Kudengar, Pak Lurah itu orang paling kaya di desa
ini. Anaknya mana cakep, mana pernah menduduki
bangku perguruan tinggi. Ada yang bilang, dia bakal
menerima warisan sawah berhektar-hektar. Belum
lagi kebun karet dan…”
“namun dia juga diwarisi dua orang anak dari
istri pertamanya,” keluh tiny , lirih.
“Oh. Jadi, calonmu itu sudah duda?”
“He-eh.”
“Ditinggal mati istrinya?”
“Bukan. Istrinya kabur dengan laki-laki lain.”
“Masa...!”
“Habis, Rika. Calon suamiku itu orangnya
ringan tangan, ringan kaki...”
“Maksudmu, rajin?”
“Benar. namun rajinnya, rajin main pukul dan
tendang, apalagi kalau lagi marah.”
“Oooo!”
tiny menarik nafas panjang.
lalu berdiri. “Sudah ya. Aku pulang
dahulu .
213
“Tunggu sebentar. Kita pulang sama-sama!”
jessica cepat-cepat menyelesaikan mandinya,
lalu berjalan beriring-iringan dengan tiny
pulang ke rumah. Mereka tidak banyak berkata-kata
sampai mereka berpisah di pengkolan tak jauh dari
rumah nenek jessica .
Selagi melangkah sendirian, lamunan jessica
melayang kepada calon suami tiny yang sudah
duda, punya dua anak, dan suka main kasar sama
istri.
Sebaliknya di arah jalan yang menuju ke rumah
orangtuanya, lamunan tiny melayang kepada
chucky yang bertemu dia kemarin di terminal sepulang
tiny dari sekolah. Ia sudah pernah diperkenalkan
jessica sebelumnya dengan laki-laki itu, sehingga
pertemuan mereka tidak begitu kaku lagi.
tiny dan chucky dengan sendirinya menjadi
intim seturun dari angkot, mereka naik delman
berdua saja menuju desa. tiny sendiri tidak begitu
akrab dengan jessica , namun semua orang di kampung
itu sangat menghormati nenek jessica sebagai salah
seorang turunan cikal bakal desa mereka. Otomatis
ia harus pula menghormati cucu sang nenek. Maka
ia hanya menyimpan dalam hati sebagian terbesar
percakapannya dengan chucky , saat tadi ia berbincang-
bincang dengan jessica .
214
Terbayang wajah chucky yang tampan. Lalu
ceritanya yang mengasyikkan tentang dunia balap
motor dan cerita yang tak kalah mengasyikkannya
tentang kehidupan di kota.
Kau tak akan pernah bosan dan kesepian,
demikian chucky berkata. Apa saja yang kau ingini,
mudah kau peroleh, tanpa kerja keras. Cukup kalau
kau punya kemauan, ditambah sedikit keberanian.
saat chucky memberi alamatnya di kota kepada
tiny , ia juga menambahkan, berkunjunglah
sesekali. Untuk apa, tanya tiny tak acuh, padahal
dalam hati ia mulai tertarik. Untuk ini, jawab chucky
sambil mendesakkan selembar uang seratus ribuan ke
telapak tangan tiny .
Ambillah untukmu, kata chucky lagi. Dan hanya
sebab uang sebesar itu jarang sekali dipegang
tiny sebelumnya, ia lantas ketakutan. Tak tahu di
mana ia akan menyimpan uang itu, dan tidak tahu apa
yang akan ia jawab kalau orang lain curiga ia punya
uang banyak. Maka dengan berat hati hadiah yang
menakjubkan itu ia kembalikan kepada chucky .
Tiba di rumahnya sepulang dari pancuran,
tiny mengurut dada.
Diam-diam ia menyesali, mengapa tadi siang
uang itu ia tolak.
215
“Dengan uang sebanyak itu aku dapat pergi
ke kota...!” pikir tiny dengan gundah. “Akan
kutemui chucky , dan menagih janjinya menawari aku
pekerjaan yang menghasilkan uang lebih banyak dari
yang tadi ia berikan ...!”
Wajah laki-laki itu terbayang lagi.
Matanya yang bersinar tajam, menusuk sampai
ke sumsum. Senyumnya yang menggetarkan, mem-
be lai sampai ke jantung.
“Sayang, Neng Rika ketemu dia lebih dahulu ,”
gumamnya sendirian.
tiny sama sekali tidak teringat untuk ber-
pikir, andaikata jessica tidak ketemu lebih dahulu dengan
chucky , maka chucky tidak akan ke kampung mereka, dan
ia tidak akan pernah pula ketemu chucky .
“Sedang melamuni apa, Nak?” ibunya yang
mendadak sudah berada di kamar tiny , bertanya
lembut.
“Ah. Engga Bu...”
“Dadang, ya?”
“Siapa?”
“Dadang. Anak Pak Lurah. Jangan pura-pura
kepada ibumu ini, Nak,” wanita lesbian tua berwajah
lembut itu tersenyum manis. “Sudah tak sabar
menunggu hari pernikahan kalian, ya?”
tiny menggeleng.
216
“Lantas?” ibunya keheranan.
“Aku pikir, Bu. Aku keberatan mengurus kedua
anak-anak Kang Dadang...”
“Lho. namun beberapa waktu yang lalu...”
tiny tidak memberi ibunya kesempatan me-
neruskan ucapannya. wanita lesbian itu lantas saja memotong
dengan suara gundah.“Aku juga takut, suatu kali
aku akan disiksa seperti pernah dia perbuat kepada
istrinya terdahulu!”
“Hai. Apa-apaan ini. Mengapa kau mendadak
berpikir yang bukan-bukan? Jangan-jangan...” De-
ngan khawatir wanita lesbian itu memantau wajah anak
wanita lesbian nya, dan berujar lebih khawatir lagi, “aku toh
tidak bermaksud ingin membatalkan janji yang sudah
kita berikan kepada Pak Lurah?”
“Itulah yang lagi kupikirkan, Bu!”
Heboh sesaat terjadi di tengah keluarga
Neng sih.
Beberapa rumah dari tempat itu, saat malam baru
jatuh, chucky pulang bersama aidit . Mereka membawa
beberapa ikan besar dan segar-segar, hasil pancingan
mereka di sungai sepanjang sore hari itu.
Tanpa memperlihatkan kegembiraan menerima
oleh-oleh sebagai tambahan lauk makan malam
itu, nenek jessica terang-terangan memarahi aidit di
217
depan chucky . “Apa-apan ini, aidit ? Pulang ke rumah
lewat Isya!”
aidit menyeringai.
“Keasyikan, Nek!” jawabnya, manja.
“Sampai lupa sholat?”
“Aduh! Iya-ya...!”
Lantas aidit berlari-larian pergi ke dapur
dan mengambil air dari gentong untuk lalu
dipakai berwudhu. Neneknya menyusul ke dapur,
menyerahkan ikan hasil pancingan itu kepada jessica
yang hampir saja mematikan api di tungku.
“Goreng kalau kau mau!” sungut sang nenek
pada cucu wanita lesbian nya, dan menunggu sampai aidit sele-
sai wudhu. Baru sesudah nya, berkata sambil tersenyum
manis kepada cucu laki-lakinya yuang masih bocah
tanggung itu. “Kalau mau tinggal dengan nenek,
aidit , jangan lupa sholat lima waktu...”
“Tidak lagi, Nek.”
“Janji?”
“Berani potong kuping, Nek!”
“Ah. Simpan saja kupingmu. Nih, kainmu. Pergi
sana. Jangan sampai kau terlambat hadir di meja
makan!”
sesudah aidit pergi, jessica bertanya kepada
neneknya, “aidit tetap nenek tahan di sini?”
218
Yang ditanya, terkejut. Sebentar cuma. Lalu,
“aku tak mau melepaskan dia ke sarang harimau,
Rika. Bahkan sekali lagi kau kuingatkan. Kau sendiri
pun sebetulnya tidak ingin kulepaskan...!”
jessica menelan ludah.
“Nenek tetap tak menyukai chucky , ya?”
“Tepat!”
“Mengapa, Nek?”
“Apakah tantemu nyi girah tak pernah men ce-
ritakan kepadamu? Atau ibumu? Selagi mereka masih
hidup?”
Sesaat, jessica gemetar.
“Mama memang tidak,” sahutnya. “Tante nyai
sudah!” Lantas sambil memandang neneknya dengan
mata memelas, ia bergumam lirih, “namun aku percaya
chucky sudah berubah!”
“Aku tidak, Rika. Lihat saja. Orang tak pernah
sholat seperti dirinya, lemah imannya. Tak usah
jauh-jauh. Lihat saja ayah dan pamanmu. Yang satu
korupsi sampai masuk penjara. Yang lain suka judi dan
mabuk-mabukan, mana keranjingan main wanita lesbian
pula. Hasilnya, kini masuk rumah sakit. Dan penjara
sudah menunggu pula, sesudah membunuh istrinya
sendiri. Aduh, Cucuku. Dengarkanlah nenekmu yang
sudah renta ini…!”
219
wanita lesbian tua itu memeluk jessica dengan
tubuh menggigil.
Setengah terisak, ia lalu berkata me mo-
hon, “Jangan kembali ke kota, cucuku. Kota akan
membuat kau lalai dan lupa diri, seperti ayah dan
pamanmu. Ya Allah, cucuku. Kalau tidak terlarang
mengata-ngatai orang yang sudah mati, maulah
rasanya aku mengutuk mereka berdua. Kalau tidak
sebab perubuatan mereka, maka Anakku satu-
satunya, yaitu ibumu, tentulah masih hidup...!”
jessica ingin menangis.
namun ia sudah beberapa kali terpukul sampai ia
merasa benar-benar hancur. Barangkali ia sudah mulai
kebal. Kematian ayah nya, yang lalu mereka
kuburkan berdampingan dengan makam ibunya,
mungkin adalah suatu anti klimaks dari semua
penderitaan yang ia alami berturut-turut hanya dalam
tempo yang teramat singkat.
“Yang lalu biarlah berlalu, Nek!” Ia berkata
menghibur. Kata-kata, yang lebih ia tujukan kepada
dirinya sendiri.
Neneknya mengangguk-angguk sependapat.
namun dengan wajah tetap mempelihatkan perasaan
kha watir. lalu hidung tuanya mengendus-
endus kian kemari.
220
Lalu, saat matanya memandang ke arah
tungku perapian, ia mengerutkan dahi.
“Kau apakan ikan-ikan itu, jessica ?”
“Dipanggang, Nek...”
“Itu?” sang nenek menunjuk ke tungku.
Waktu menoleh, jessica juga mencium bau tak
enak.
Lantas ia berseru, kaget. “Wah, jadi arang!”
221
19
SEBELUM pergi tidur, sang nenek minta bicara
empat mata dengan chucky . laki-laki yang masih ciut
hatinya sesudah tadi disindir secara tidak langsung
bahwa dialah yang sudah menyebabkan aidit melalaikan
sholat maghrib.
chucky duduk dengan dada seakan berkerut
di depan wanita lesbian tua yang wajahnya pasti
menyenangkan untuk dipandang. Itu, kalau sepasang
matanya tidak bersinar-sinar tajam, setajam mata
elang yang siap untuk menyambar mangsa. Dan
mangsanya, adalah chucky .
Sang elang pun tidak pula main basa-basi.
Ia langsung menyerbu ke sasaran, “Tetap akan
memboyong jessica ke kota?”
chucky membasahi bibirnya yang kering. Ia ingin
mengucapkan kata “iya, nek”, namun lidahnya kelu,
dan ia hanya dapat menganggukkan kepala. Itu pun,
kaku dan samar-samar, sehingga lehernya terasa
kejang.
222
“Kalian belum sah menjadi suami istri!” tuduh
nenek jessica .
Dada chucky makin berkerut. Sampai sesak
nafasnya.
“Kami harus mengumpulkan uang dahulu , Nek,”
sahutnya, takut-takut.
“Uang? Hanya sebab uang?”
“Masih ada lagi, Nek. Orangtua saya...”
“Oh ya. Kudengar mereka pernah mengusirmu.
Sudah berbaik-baikan?”
“Belum lagi, Nek.”
“Belum? Dan kau berani membawa cucuku
pulang ke kota?”
chucky memberanikan diri.
“Itulah, Nek. Saya ingin membawa jessica
menemui ayah dan Mama. Mereka pernah bertemu
namun belum kenal intim. Dengan janji kami akan
menikah bila waktunya tiba, ayah dan Mama akan
mau menerima saya lagi.”
“Bagaimana kau tahu?”
“Om saya yang membisikkan.”
“Kalau begitu, beritahu saja mereka lebih dahulu .
Baru sesudah nya, jessica kau bawa...!”
“Wah, Nek. ayah dan Mama tak akan percaya
kalau tidak mendengar sendiri dari mulut jessica ,
bahwa dia sudah setuju saya peristri. Lagi pula, besar
223
harapan saya, begitu persetujuan kami terima, ayah
dan Mama langsung akan menghadapkan kami
berdua ke penghulu...”
“Heeem...,” nenek jessica tercenung. Lama. chucky
gelisah, berkeringat. Seolah ia duduk di atas tungku
perapian yang menyala. “Ingat janjimu saat kau
terakhir kali berkunjung ke sini, chucky ?”
“Apa, Nek?” chucky tersentak oleh pertanyaan
itu.
“Astaga. Jadi kau sudah lupa!”
“Bukan lupa, Nek. namun ...,” chucky mencoba
membela diri, namun di dalam hati ia kebingungan
setengah mati. Ia benar-benar lupa apa yang sudah ia
janjikan, malah lupa bahwa ia pernah menjanjikan
sesuatu kepada wanita lesbian di hadapannya.
Seakan ada mukjizat dari langit, dari dalam
kamar terdengar suara aidit mengomeli jessica ,
“Sajadahku kau injak, Kak...!”
Terang benderang sesaat otak chucky .
Sambil tersenyum-senyum malu, ia berujar
kepada nenek jessica , “Saya terus belajar dari hari ke
hari, Nek.”
“namun sore tadi kau dan aidit melalaikan sholat
Maghrib!”
“Bukan salah aidit , Nek,” chucky tanam andil
dengan bangga. “Soalnya, saya kira dia juga sedang
224
musafi r seperti saya...!” Dan di hati kecilnya, chucky
berteriak dengan senang hati, “Kalah telak kau, nenek
peot!”
Seperti tahu isi hati chucky , si nenek bergumam
dingin. “Berhati-hatilah di hadapan Tuhan, chucky ...”
Ia menarik nafas panjang berulang-ulang, baru
melanjutkan. “Dan berhati-hatilah menjaga cucuku.
Aku tak akan pernah rela, manakala kelak kudengar
jessica sudah salah menentukan pilihan”
“Akan kuingat-ingat itu, Nek.”
“Hem!”
Sepi lagi.
Leher chucky tercekik rasanya. Mengapa orang tua
renta ini tak juga pergi tidur? Tidakkah ia tahu malam
sudah semakin larut, dan jessica pasti sudah mengantuk
lalu tertidur pulas. Padahal chucky belum mencium
wanita lesbian itu, sejak kedatangannya ke rumah ini!
Nenek jessica masih ngobrol sedikit.
Kali ini basa basi, sebagai penutup pembicaraan
empat mata itu, lantas lalu benar-benar pergi
ke kamarnya.
Begitu si nenek menutup pintu, begitu jessica
menyelinap keluar menemui chucky di ruang depan.
wanita lesbian itu cekikikan menyaksikan chucky menyeka
keringat dingin dari dahinya. chucky mencubitnya
dengan marah. Hampir saja jessica terpekik, kalau
225
tidak ingat pekikannya dapat menggemparkan seluruh
kampung, terutama menggemparkan hati neneknya.
“Nakal kau!” bisik jessica sambil duduk di sebelah
chucky . “Sengaja mencubitku di dekat itu... .!”
“Kuingin mencubit itu-mu malah!” rungut
chucky , dongkol.
“Jangan coba-coba ya!”
“Kalau kucoba?”
“Aku berteriak!”
Tanpa berpikir panjang lagi, chucky mencubit
bagian tubuh jessica yang mereka maksud. wanita lesbian
itu ternyata tidak menjerit. Bukan saja sebab chucky
mencubit tidak terlalu keras. Boleh dibilang, meremas
malah. namun juga, kerinduan yang membabi buta
tiap kali ia berdampingan dengan chucky , membuat
jessica pasrah. Dicubit seribu kali pun ia rela. Dan ia
benar-benar pasrah waktu chucky memeluk lalu
mencium bibirnya dengan bernafsu.
“chucky ku. chucky ku sayang!” jessica merintih.
Tangan chucky menggapai liar.
Tersentak jessica sesaat .
“Jangan!”
chucky memaksa.
Dan jessica menamparnya.
Kaget, chucky melepaskan tubuh jessica . Wajahnya
pucat mayat .
226
“Mengapa...”
“Maafkan aku, chucky ,” kembali jessica memeluk-
nya dengan perasaan menyesal sesudah melihat bekas
tangannya di pipi chucky . “Aku tidak bermaksud kasar.
Hanya... ini di kampung, sayangku. Bukan di kota, di
mana kita dapat berbuat sekehendak hati.”
“Ah…”
“Kau senang-senang ya, selama kutinggalkan di
kota?” jessica mengalihkan pembicaraan.
“Senang nenekmu!...”
“E-eee. Koq membawa-bawa nenekku sega-
la...”
“Aku kesepian, jessica . Aku hampir gila sebab
jauh darimu.”
“Bohong!”
“Demi Tuhan, jessica !”
“Alaaa, berlagak. Sepertinya kau sudah melalap
buku pelajaran agama yang pernah diberikan nenek
kepadamu. Hem-hem... Kau kira aku percaya kalau
kau bersumpah dengan nama Tuhan?”
“Hai, jessica . Apa-apaan...”
“Habis! Di kampung ini saja, kau sudah berani.
Apalagi di kota!”
“Berani apa?”
“Main wanita lesbian ...”
227
“Hei! Gila benar. Kau tentunya tidak ber sung-
guh-sungguh jessica !”
“Lalu mengapa sampai kau memberi alamat-
mu kepada tiny ?”
“Ooo, dia...,” chucky kepepet sebentar. Namun
pengalaman yang matang menunjukkan jalan yang
lapang di depan matanya. Segera saja ia menyambung,
dengan pura-pura mencemooh. “wanita lesbian kampungan
itu? Dia kelewat banyak bertanya. Mendesak segala,
sehingga terpaksalah kuberikan alamatku. Tak ada
salahnya, bukan? Nanti di kota, dia hanya menemukan
alamatku yang lama...”
“Maksudmu?”
“Aku sudah mengontrak sebuah pavilyun
di tempat lain, jessica . Untuk kita tempati berdua,
sepulang dari sini.”
jessica hampir memeluk chucky sebab gembira.
Bukan pikiran akan menempati sebuah pavilyun
bersama chucky yang menggembirakan hatinya, me-
lainkan bayangan tiny tentunya akan tertipu
kalau coba-coba menggunting dalam lipatan. Namun
pertemuannya sore itu dengan tiny masih terasa
membekas. Di antara kegembiraan hatinya, ia masih
merasa cemas.
Dengan gaya merajuk, ia menuduh, “Kudengar,
kau juga mengajaknya pindah ke kota. Malah
menjanjikan pekerjaan...”
228
“Siapa yang bilang?”
“tiny .”
“Uh. Dia jelas membual, wanita lesbian tak tahu diri
itu!” dan untuk meyakinkan jessica , ia menambahkan
dengan suara mengeras marah. “Aku lupa yang mana
rumahnya. Mau kau tunjukkan, jessica . Dia akan
kudatangi sekarang juga, supaya lain kali dia tidak
berani mengusikmu...!”
“Jangan, chucky . Sudah malam.”
“Kalau begitu, besok pagi!” chucky mendengus-
dengus. Memperlihatkan ketidaksabarannya.
“Jangan!”
“Ia harus diberi pelajaran!”
“Aduh, chucky . Kumohon, lupakanlah. Tahan
dirimu. Kau mau membuat malu nenekku, ya?”
Dengan gaya menyesal, chucky mengurut dada.
Katanya, “Kalau tidak mengingat nenekmu...”
“Hanya nenek?”
“Dan mengingat kau...”
“Cium lagi aku, chucky .”
chucky merunduk. Bibir mereka baru saja ber -
sentuhan, saat dari kamar tidur nenek jessica ,
wanita lesbian tua itu terdengar batuk-batuk ber-
kepanjangan, lalu disusul suara teriak lirih. “Rika?”
“Ya Nek?” jessica terlonjak dari duduknya.
“Tolong ambilkan nenek air dingin!”
229
“Baik, Nek...”
Baru saja jessica berjalan beberapa langkah
menuju dapur, pintu kamar neneknya sudah terbuka.
wanita lesbian itu tampak mengelus-ngelus dada seperti
orang kesakitan, sehingga jessica menjadi khawatir.
namun neneknya segera memperlihatkan seu-
las senyum, sambil bergumam, “Aku hanya batuk
sedikit. Biarlah kuambil sendiri minuman untukku,
cucuku...”
namun jessica bersikeras pergi ke dapur.
“Sudahlah. Pergilah tidur...!” kata si nenek
kepada cucunya, sementara kepada chucky ia berpaling
dan bertanya heran, “Belum mengantuk, chucky ?
Istirahatlah. Bukankah kalian akan berangkat pagi-
pagi benar?”
chucky kena batunya.
Dengan tersenyum-senyum kecut ia melangkah
masuk ke kamar di mana ia tidur bersama aidit ,
menutup pintunya sekaligus.
Di dapur, jessica mendengar semuanya,
menggigit bibir dengan perasaan malu yang amat
sangat. Ia tidak berani memandang wajah neneknya
saat ia memberi gelas berisi air dingin untuk
wanita lesbian tua itu. Diam-diam ia berjalan dengan
kepala merunduk menuju kamar tidurnya sendiri, lalu
tertegun waktu namanya dipanggil sang nenek.
230
jessica pun cepat berpaling menghadapi pe-
rem puan tua yang sangat ia hormati itu. Lalu diam
menunggu. Dengan tatapan cemas.
Neneknya berujar, lembut, “Kalau kalian
pulang besok pergi, cucuku. Ingatlah. Nenek akan
selalu merindukanmu…!”
Terpesona, jessica berlari memeluk neneknya,
dan menangis di dada yang kerempeng itu. Tak lama
lalu ia menghilang ke kamar, di bawah tatapan
mata sang nenek yang bersinar pudar.
Diam beberapa saat lamanya, wanita lesbian
tua itu lalu berbisik masygul kepada dirinya
sendiri. “Apakah aku sudah sedemikian tua. Sehingga
pikiranku jadi berlebihan. Dan, menganggap cucuku
sedang memasuki sarang harimau...?!”
231
20
chucky menyeringai lebar saat melihat reaksi jessica
begitu memasuki rumah yang akan mereka tempati.
Sebuah rumah kecil yang terletak di bagian kota atas
yang sepi dan tenang. Meski kecil, desainnya jelas
hasil karya seorang ahli dengan selera seni yang tinggi.
Halaman depan tidak begitu luas namun nyaman
dipandang sebab taman mininya yang artistik.
jessica sampai tertegun sendiri saat melangkah
naik ke beranda. Sambil bergumam kagum atas
pilihan kekasihnya, “Kukira kita akan menempati
rumah kontrakan di bagian kota yang kumuh, padat,
lagi jorok!”
“Dengan kamar sempit dan pepak di atas
bengkel motor yang selalu hingar bingar dan berbau
oli?” sahut chucky , setengah mengejek tempat ia
berkubang bersama seorang teman sejak terusir
dari rumah orangtuanya. “Tidak, jessica . Itu bukan
tempat yang cocok untuk seorang putri rupawan yang
232
pernah bergelimang kemewahan. Dan jangan pula
kau lupakan...,” chucky cepat menyeringai waktu jessica
agak cemberut. “Kedudukanku sudah naik. Bukan
lagi montir yang selalu bergelimang oli, melainkan
sub-dealer yang bergelimang uang…”
“Baru calon, chucky . Calon sub-dealer!” jessica
menyindir.
“namun hasilnya sudah boleh kita nikmati,
bukan?” balas chucky tidak mau kalah. “Masuklah ke
dalam, kalau tidak percaya.”
Tercengang jessica sesudah mereka memeriksa
seisi rumah. Perabotannya lengkap, dan jelas bukan
dari kelas murahan. Baik kamar tamu, ruang tengah,
ruang tidur, dapur sampai ke kamar mandi. Belum
lagi langit-langit akustik dan aidit san-aidit san dinding,
televisi berwarna 29 inchi yang dilengkapi seperangkat
audio, lemari pendingin, rak minuman, dan sebuah
rak besar di mana terdapat banyak sekali buku-buku
bacaan, majalah dan perabotan hias. Plus tempat
tidur besar, toilet antik dan lemari pakaian berpintu
empat di kamar tidur dengan pemandangan taman
mini di luar jendela samping.
jessica terhenyak di sebuah sofa.
Matanya menatap chucky seperti mata orang yang
sedang bermimpi.
“Mustahil...” ia mendesah, tak percaya.
233
“Apanya yang mustahil, Sayangku?” chucky
menyodorkan segelas minuman ringan kepada jessica ,
yang menerimanya dengan tangan gemetar.
“Aku tak pernah berpikir, selama aku minggat
ke kampung, kau sudah mengumpulkan harta karun
sedemikian banyak…!” jessica berbisik terengah-
engah.
“Astaga. Kuharap aku tidak bakal mengecewakan
calon istriku,” gumam chucky dengan wajah berubah
gundah.
“Ada apa, chucky ?”
“Baik rumah maupun segala isinya, bukan milik
kita jessica ...”
“Ah!”
“Ada seorang tua kaya raya, jessica . Punya empat
istri, sekian orang anak, dan seorang cucu paling
disayang. Rumah dan segala isinya ini dia persembah-
kan untuk cucunya yang ingin hidup menyendiri.
Suatu kebetulan yang ajaib saja, bahwa cucu tersayang
si kakek hartawan itu, teman bermainku di masa
kecil. Dia sering mengajakku tinggal bersamanya di
rumah ini. namun selalu kutolak. Biar dia tidak pernah
mengatakan nya, namun aku tetap beranggapan ada
pamrih di balik ajakan itu…”
“Maksudmu?”
“Dia seorang waria.”
234
“Oh!” jessica bergidik, seram. “Jadi itu sebabnya
salah satu kamar tidur berbau wanita lesbian . Toilet
yang kosmetiknya begitu lengkap, gaun-gaun indah
di lemari, rak dengan sepatu-sepatu bertumit tinggi.
Dan tempat tidur...”
“Jangan khawatir, Kekasih” chucky memegang
tangan jessica dengan usapan lembut. “Dia sudah
setuju menyediakan semua yang serba baru dan cocok
dengan ukuranmu. Sepatu, gaun, bahkan sprei dan
sarung-sarung bantal. Malah gambar-gambar laki-laki
yang erotik dan selalu menempel di dinding kamar
itu, sudah ia singkirkan jauh-jauh. Kamar untukmu
bersih, jessica ...”
“Dia mau?” jessica terbelalak. “Bukankah
seorang waria benci kepada wanita lesbian ?”
“Benci sih tidak, cuma tak suka saja!”
“Lantas?”
“sebab aku yang meminta, ketidaksukaan itu
dia simpan untuk dirinya sendiri. Beberapa kali dia
kubantu mengumpat cerca orang lain, dan pernah
kutolong dari keroyokan beberapa orang laki-laki
berandalan yang sedang mabuk. Jadi persetujuan yang
dia berikan , katakanlah semacam balas budi...”
“Sehingga dia sendiri rela menyingkir dari
rumah ini,” jessica geleng-geleng kepala, tak habis
pikir. “Untuk seorang wanita lesbian , lagi!”
235
“Dia tidak sengaja menyingkir, jessica . Seorang
teman kencannya yang paling akrab, pergi studi ke
luar negeri. Sang kakek, tentu saja gembira mendengar
cucunya tersayang bermaksud memperdalam ilmunya
di luar negeri pula. Maka, kita dapat menempati
rumah ini dua tahun, mungkin sampai empat tahun.
Tanpa harus membayar. Itulah yang kukatakan, suatu
kebetulan yang ajaib. Apakah kau kecewa, jessica ?”
jessica menatap chucky dengan penuh kasih.
Ia rebahkan wajahnya di dada laki-laki itu,
sambil berbisik mesra, “Aku bahagia, chucky ”
chucky mengangkat dagu jessica . Membelai
pipinya yang putih bersinar-sinar, mengecup matanya
yang indah, lalu mengulum bibir ranum yang
merah segar itu dengan pagutan yang kuat. Sentuhan-
sentuhan birahi itu sempat merangsang jessica .
Namun jessica dengan cepat melepaskan diri
dari pelukan chucky , manakala laki-laki itu mengajak
dengan suara bergetar, “Kita ke kamar, ya?”
“Jangan!” bisik jessica ketakutan, sambil menjauhi
chucky . “Jangan!”
“Kenapa, jessica ?” tanya chucky , kecewa.
“Aku sudah berjanji kepada diriku sendiri, tidak
mau terjerumus sampai dua kali!”
“jessica ...”
236
“Maaf, chucky ,” jessica bangkit dari sofa. “Aku
bukannya menolak. namun aku baru mau melakukan
perbuatan itu, kalau kita sudah sah jadi suami istri...”
“Lagakmu seperti perawan saja!” dengus chucky ,
tersinggung.
“Memang!” jessica sama tersinggung. “Dan
jangan pernah lupa, kaulah yang merenggut
keperawananku…!”
“Hem.”
“Kau ingin aku pulang saja ke rumah nenek di
kampung?” jessica mengancam, dengan sudut-sudut
mata mulai digenangi butir-butir air bening.
“Astagaaa!” chucky mendadak sadar. “Mengapa
kita bertengkar jadinya?” ia bergerak ke ruang depan,
dan kembali dengan koper kecil milik jessica yang
segera ia masukkan ke kamar tidur yang tersedia
untuk wanita lesbian itu. Agak lama ia di dalam kamar. saat
kembali ke ruang tengah, ia lihat jessica masih tegak di
tempat semula, dengan wajah pucat mayat dan pipi basah.
“Maafkan kekonyolanku, jessica ,” chucky mencoba
tersenyum sambil menggenggam sebuah kunci ke
telapak tangan wanita lesbian itu. “Kalau kau bermaksud
pergi tidur, kuncilah kamarmu dari dalam. Demikian
pula pintu penghubung. Lalu biarkan setiap anak
kunci tetap pada lubangnya, agar aku tidak dapat
memasukkan kunci duplikat untuk menyatronimu
tengah malam buta...”
237
Selesai menjelaskan panjang lebar begitu, chucky
mengecup pipi jessica , lalu beranjak ke pintu depan.
jessica terperangah.
“Mau ke mana, chucky ?”
“Pergi.”
“Kau biarkan aku sendirian di sini?”
“Aku tak lama, jessica . Dan hari masih sore,
bukan?”
“Kau marah!”
“Tidak,” chucky tersenyum. “Seorang putri
rupawan, tidak patut dimarahi. Apalagi, sang putri
sedang jatuh cinta!”
jessica mendekati laki-laki itu.
Memegang tangannya.
“Kau mencintaiku, chucky ?”
“Lebih dari aku mencintai diriku sendiri,
jessica .”
“Kalau begitu, jawablah. Siapa yang akan kau
temui? Jangan marah. Kita akan menikah, bukan?
Seorang istri boleh saja ingin tahu apa yang dikerjakan
suaminya di luar rumah …”
chucky menyeringai senang.
“Pertama,” katanya, “Aku akan menemui cukong
yang akan memberiku kesempatan memperbaiki
hidupku yang sudah berantakan. Kedua, jessica ,
menemui orangtuaku. Kau tahu apa yang kumaksud,
bukan?”
238
jessica tidak menyahut.
Ia hanya mengecup kedua belah pipi chucky , lalu
berbisik di telinga laki-laki tampan yang ia puja-puja
itu, “Pergilah, Sayangku. Dan cepatlah kembali …!”
Mereka berciuman sejenak.
Lembut dan hangat.
Lalu berpisah.
239
21
SATU minggu berlalu sudah.
Jawaban dari kedua orangtua chucky belum
terdengar juga.
namun laki-laki itu tidak berputus asa. “Aku sudah
menghubungi beberapa kerabat dekat ayah agar mau
melunakkan hati mereka,” begitu chucky berkata pada
suatu malam kepada jessica , saat ia pulang dengan
wajah letih lesu.
jessica berusaha menahan tangis dan kecewa
ha tinya, dengan menyediakan makan malam yang
enak untuk mereka nikmati berdua, sementara chucky
ke mudian dengan gembira menceritakan bahwa
usahanya untuk dapat membuka cabang perusahaan
sepeda motor berjalan lancar. Namanya yang populer
di arena balap motor dan usaha yang pernah ia
jalankan membuka bengkel, merupakan jaminan.
“Mereka bilang, paling kurang aku bakal
diterima jadi kepala teknisi,” ia berkata riang selesai
240
mereka makan malam. “Apakah kau kesepian selama
kutinggalkan sendirian di rumah ini, jessica ?”
“Aku merindukan saat-saat kau pulang ke rumah,
chucky . namun aku tidak pernah kesepian. Aku dapat
membaca buku, belum lagi sibuk mengurusi rumah.
Dan kau lihat, dua orang temanku sekolah dahulu ,
sesekali datang berkunjung untuk menemani...!”
“Syukurlah...”
“namun mereka itu, chucky ...”
“Mereka siapa?”
“Anak-anak begajul yang suka berkumpul-
kumpul di simpang jalan itu. Mereka suka mondar-
mandir di depan rumah. Kadang-kadang sambil
berteriak-teriak tidak karuan. Entah mengapa, aku
merasa, teriakan mereka itu sebagian ditujukan
kepada kita.”
“Ah. Kau mungkin salah terima, jessica .”
“Tidak. Aku yakin. Tadi sore, waktu aku
menyiram bunga di taman, mereka lewat. Lima orang,
chucky . Tampang-tampang mereka membuatku takut.
Kau tahu apa yang mereka perbuat?”
“Apa?” desak chucky , cemas.
“Mereka berhenti di depan pintu pagar kita...”
“Lalu?” wajah chucky memerah padam. Dengan
gusar ia menambahkan dengan dengusan marah,
“Dia pakan saja kau oleh anak-anak sialan itu?”
241
“Tidak diapa-apakan, chucky ...,” jessica berusaha
tersenyum, menghibur kekasihnya. “Aku dapat
menjaga diri. Lagi pula mereka hanya bertanya-tanya
saja. Cuma ya, itu. Caranya saja yang kurang ajar …”
“Apa yang mereka tanya, jessica ?”
“Sambil mengedipkan mata, salah seorang
bertanya begini, kapan pacuan kuda dibuka kembali?
Teman-temannya melotot, menunggu apa jawabanku.
sebab aku diam saja, yang seorang lagi berteriak, aku
mau jadi joki. Asal gratis!” jessica mengatakan semua
itu dengan wajah bingung. “Mereka lantas tertawa
terbahak-bahak, lalu pergi begitu saja...”
“Hem. Mereka tentu bertanya ke alamat yang
salah,” chucky menarik nafas. “Tenangkan saja hatimu,
jessica . Aku akan mengurus anak-anak itu besok pagi-
pagi benar.”
“Kau... kau akan mengapakan mereka?” jessica
yang kini khawatir.
“Oh. Tak usah cemas. Aku akan mengurus
mereka melalui tangan orang lain. Yang penting,
mereka tutup mulut dan tidak mengusikmu lagi!”
“namun aku tetap tidak mengerti. Mengapa
mereka bertanya tentang pacuan kuda? Lalu
menawarkan jadi joki? Pake gratis segala!”
“Sudah kubilang jessica , mereka salah alamat.
Barangkali itu hanya sebab mereka pernah melihat
242
aku sesekali berkunjung ke rumah ini saat
pemiliknya masih di sini. Lantas mereka menduga
aku juga seorang homo, dan yaaa... Setahu mereka
kita ini suami istri, lantas mereka berprasangka buruk.
Mereka mungkin berpikir, aku tidak memberi mu
apa yang semestinya diberikan seorang laki-laki
kepada wanita lesbian yang menjadi istrinya.”
“Ya Allah!” jessica terkejut.
“Ah. Sudahlah. Lupakan saja. Aku akan
mengurus mereka besok pagi. Sekarang, mari
bereskan bekas kita makan. Lalu, kau bersoleklah!”
“Bersolek?”
“He-eh. Kita akan terima tamu sekitar pukul
sembilan nanti.”
“Orangtuamu?” jessica menahan nafas.
“Sayangnya, bukan. namun kedatangannya sama
penting. Orang ini cukong yang akan memberi
pekerjaan. Tadi siang dia sedang rapat. Lalau
sekretarisnya memberitahu, dia akan menemuiku di
rumah kita sendiri. Katanya ada hal penting yang
akan dia bicarakan empat mata, dan sekalian dia ingin
berkenalan dengan istriku...”
“Istri!” jessica hampir tertawa. Sekaligus terharu,
sebab chucky mengaku pada setiap orang, bahwa
mereka berdua seudah menjadi suami istri. Diam-
diam, perasaan cintanya semakin dalam kepada
laki-laki itu.
243
“Jangan melongo saja. Cepatlah berdandan.
Sudah pukul delapan lebih dua puluh menit sekarang
ini!”
jessica membutuhkan tempo tiga puluh lima
menit untuk berhias di kamar.
Ia memilih gaun yang paling menarik di lemari,
dan mengenakan make-up yang sedikit mencolok
namun serasi. Memandangi wajahnya yang cantik
rupawan di cermin, ia teringat pada ibunya yang
senantiasa berusaha muncul di depan tamu-tamu
ayah nya dengan penampilan yang menarik dan
menyenangkan.
“Hal itu akan banyak membantu sesuatu yang
ingin dicapai suamimu bila kelak kau sudah berumah
tangga dan menghadapi urusan yang sama,” demikian
ibunya sering menasihati jessica .
Air matanya tanpa terasa menitik.
Ingat kepada ibunya yang suatu hari pulang dari
luar kota dengan penampilan tetap menarik, namun
terbaring diam di dalam peti mati. Teringat pula ia
kepada ayah nya yang selalu bangga akan reputasi
yang sudah ia capai, namun lalu diketemukan
sudah menjadi mayat di lantai sel penjara yang kotor
dan berbau busuk.
“Hai. Lama benar bersoleknya!”
244
Seruan lembut itu menyadarkan jessica . Le wat
cermin ia lihat chucky berdiri di pintu kamar, mem-
perhatikan. Cepat-cepat jessica menyeka pipinya lalu
memperbaiki riasan wajah yang sempat dirusak oleh
lelehan air mata.
Sambil melemparkan seulas senyum manis
kepada chucky , ia bergumam dengan suara tersendat-
sendat, “Apakah aku… kelihatan cantik?”
“Aku malah ingin kau kelihatan jelek!” jawab
chucky .
“Lho, mengapa?”
“Dengan penampilanmu yang seperti ini, jessica .
Aku takut, dia akan melamarmu, lalu kalian
berdua mendepakku keluar rumah!”
jessica tertawa begelak.
sambil dalam dada, menyimpan perasaan bang-
ga oleh pujian kekasihnya tercinta.
Dan tepat seperti yang dijanjikan, tamu mereka
muncul.
Pukul sembilan malam persis, sebuah mobil
mulus memasuki pekarangan rumah. Sementara jessica
membereskan apa-apa yang ia perkirakan kurang
pantas di ruang tamu dan dalam hati dengan gemetar
berdoa agar urusan chucky malam ini membawa karu-
nia, maka chucky sendiri pergi menjemput si pendatang
di beranda.
245
jessica segera menyongsong ke pintu, dengan
senyuman manis yang pernah dihadiahkan ibunya
kepada tamu ayah nya, melekat di bibirnya yang
merah basah, manakala chucky muncul dengan seorang
laki-laki lain di belakangnya.
Laki-laki itu sedikit lebih tinggi dari chucky ,
dengan tubuh yang padat berisi namun tidak
terlalu berlemak, berpakaian sangat mahal sebagai
lambang kehidupannya yang sukses. chucky sudah
pernah memberi sedikit gambaran mengenai relasi
pentingnya ini. Maka jessica tidak perlu heran, sesudah
mengetahui tamu terhormat mereka itu bermata sipit
dan berkulit kuning dengan dahi yang licin. Parfum
yang ia pakai, seolah beradu harum dengan parfum
jessica sendiri. Demikian pula senyuman dan tatapan
matanya yang berseri-seri.
chucky memperkenalkan mereka berdua.
“Kau tak pernah mengatakan kalau kau
menyimpan bidadari secantik ini di rumahmu, chucky
…!” ujar tamu itu, berseloro.
jessica tersipu, sedang chucky tertawa bergelak.
“Jangan coba-coba menjamah dia, Om Tanu!”
katanya, berlagak mengancam.
“Oh!” dul latief , sang tamu dengan nama
yang pasti orang keturunan itui, pura-pura terkejut.
“Apakah istrimu ini galak?’
246
“Dia sih penurut, percayalah. namun anjing
penjaganya, selalu siap melindungi dengan waspada.
Seperti ini...,“ chucky lalu mengubah mimik
wajahnya menjadi sedemikian seram, dengan kedua
telapak tangan teracung ke depan dan jari-jemari
seakan mau mencabik-cabik apa saja yang tidak
ia sukai. Ruang tamu yang kecil namun nyaman itu
segera menjadi penuh kegembiraan. jessica yang
tadinya merasa tegang, perlahan-lahan menjadi rileks
dan dapat berbasa-basi dengan tamu mereka tanpa
perasaan segan sedikitpun juga. Dengan cepat mereka
menjadi intim.
“Mengobrollah kalian sebentar. Akan kubuatkan
minum,” ujar chucky suatu saat.
jessica bangkit dengan malu.
“Biar olehku, chucky ”
“Tenang-tenang sajalah, Sayangku,” chucky
tersenyum. “Om Tanu bosan melihat wajahku terus-
terusan. Sedang wajahmu, siapa yang akan pernah
bosan?” ia mengerling nakal, lalu berlalu.
“Kau beruntung punya suami seperti chucky ,”
desah dul latief , sesudah mereka hanya tinggal
berdua saja. “Sudah lama kalian menikah?”
jessica terperanjat.
“Kami belum... Eh, maksud saya, belum begitu
lama, Om.”
247
“Masih hangat-hangatnya, tentu!” kata Tanu-
direja menggoda, dan tatap matanya yang menjilati
wajah dan sekujur liku-liku tubuh jessica di balik
gaun malam merah darah yang membungkus ketat
tubuhnya yang memesona, lebih menggoda lagi.
“Ah, Om ini, bisa saja!” jessica pura-pura cem-
berut. Perasaannya mendadak tidak enak.
Untuk mengelakkan pembicaraan yang jelas
sudah melantur itu, ia berkata sekenanya saja, “Oh ya.
Tentunya Oom Tanu yang punya perusahaan sepeda
motor yang merknya selama ini dipakai chucky
untuk balapan ya?”
“Hem. Aku ini cuma distributor, jessica ,” sahut
laki-laki itu tersenyum. Ia tidak mempergunakan
sebutan nyonya, namun jessica tidak berprasangka
apa-apa. Toh memang ia belum menikah dengan
chucky , dan lagipula ia hanya “istri” seorang bawahan
orang itu. “Perusahaan perakitannya ada di Jakarta,
dan dimiliki oleh orang lain yang sayang sekali, tidak
ada hubungan keluarga denganku. Hanya hubungan
bisnis saja. Tak lebih.”
“Dan chucky ?”
“Suamimu beruntung. Namanya yang populer
jelas sangat banyak membantu promosi hasil per-
usahaan. Bahkan aku sudah mengajukan usul tentang
pembukaan sub-agen baru ke kantor pusat. namun
248
tadi siang aku memperoleh info, suamimu mungkin
tidak langsung jadi sub-agen. Besar harapan, ia
akan ditugaskan untuk permulaan, bagian dari sales
manajer. Menjajaki pemasaran baru di beberapa
tempat yang selama ini promosinya belum begitu
meluas...”
Mereka lantas berbincang-bincang mengenai
apa saja yang akan dikerjakan chucky . Calon suaminya
itu akan memperoleh gaji yang lumayan besar,
ditambah bonus kalau dapat memperluas pemasaran.
namun untuk itu, chucky mungkin harus sering pergi ke
luar kota, atau ke luar daerah.
jessica senang sekali mendengar penjelasan
tamunya bahwa akan diberikan kebijaksanaan khusus, agar jessica diperkenankan ikut kemana pun chucky pergi.
“Ikut dan nya seorang wanita lesbian muda dan
cantik, senantiasa memberi pengaruh positif untuk
seorang petugas pemasaran,” kata dul latief memberi nasihat . “Tentu saja kami terpaksa mengeluarkan
biaya ekstra. namun untuk mencapai tangga sukses,
orang harus berkorban, bukan?’
jessica mengangguk setuju.
Dapat ia bayangkan, demi sukses karier
suaminya, maka ia tidak hanya menyertai chucky pergi
ke berbagai kota. Itu bukan pengorbanan, sebab
249
mengikuti chucky dan senantiasa berada di dekat
laki-laki itu, benar-benar suatu karunia yang ingin
selalu ia raih. Namun apa yang ia korbankan, tentu
saja harus ada pula. Bersolek terus menerus agar tetap
cantik dan menarik, sedikit tersenyum menggoda,
kalau terpaksa bersedia dijamah relasi, asal tidak
melampaui batas.
Untuk itulah tentunya dul latief katanya
bersedia mengeluarkan biaya ekstra.
“Hem, saya rupanya akan diperalat, ya?” gumam
jessica menyindir. Sebuah sindiran manis, tentu.
dul latief terpojok.
Untunglah chucky segera muncul dengan baki
berisi tiga sloki minuman yang warna dan baunya
menggugah selera. Lebih dahulu ia meletakkan sloki
yang isinya lebih sedikit di depan jessica , baru
lalu menyerahkan sloki lain untuk tamu mereka,
dan satunya lagi ia ambil untuk dirinya sendiri. Agak
tidak sopan, pikir jessica , namun maklum bahwa chucky
adalah seorang laki-laki dan mungkin sedikit gugup,
sehingga tidak meletakkan minuman yang pertama di
depan tamu, sebagaimana layaknya.
Mereka masih ngobrol ngalor-ngidul sebelum
tiba pada pembicaraan pokok. chucky mengerling pada
jessica . Yang dikerling, merasa kehadirannya tidak
dibutuhkan untuk beberapa lama, sampai nanti tamu
250
mereka pulang dan ia harus ikut mengantar sampai
ke pintu.
jessica tidak tersinggung.
Ia justru gembira, dapat menyingkir dari
percakapan yang mulai melelahkan itu.
Belakang kepalanya berdenyut saat ia berdiri
dan pamit untuk masuk ke dalam. Ah, betapa
lelahnya ia bekerja seharian mengurus rumah, belum
lagi memikirkan perbuatan iseng laki-laki berandalan
tadi sore. Sekarang baru terasa betapa ia letih, malah
sedikit pusing, agak limbung saat ia melangkah ke
kamar tidurnya.
jessica tidak mengunci pintu. Toh ia nanti akan
keluar lagi.
Lima menit lalu , jessica terbaring letih di
atas ranjang yang besar, empuk, dan hangat. Udara
malam yang dingin menerobos masuk lewat celah-
celah ventilasi jendela. Betapa pun jessica berusaha
melawan, toh kantuknya terus saja menyerang dengan
hebat. Tanpa berpikir panjang lagi, ia memadamkan
lampu kamar dan berharap tamu mereka tidak kecewa
sebab tidak diantar pulang oleh nyonya rumah.
Makin lama jessica berbaring, bukan saja kantuk
yang datang.
Diam-diam, sesuatu yang aneh merayapi diri-
nya.
251
Ia ingin tidur, namun sebaliknya ia juga ingin
tetap terjaga. Ia berharap pembicaraan yang sayup-
sayup sampai dari ruang depan segera berakhir, dan
chucky muncul di kamar, memeluknya, menciumnya,
dan membujuknya agar segera bermimpi indah.
Anehnya, jessica saat ini tidak peduli, apakah chucky
tidak hanya sekadar memeluk dan menciumnya.
Biar pun jessica sudah berjanji pada dirinya
sendiri, malam ini ia dengan rela akan menerima
kehadiran chucky di tempat tidurnya. Ia tidak akan
memperkenankan chucky mengunci diri di kamar tidur
yang lain sebagaimana mereka perbuat sejak
tinggal di rumah ini.
Oh, oh. Apakah ia tadi menutup pintu?
Menguncinya pula? Rasanya tidak. Dan ah, pintu
terusan jelas masih terbuka. Oh, chucky . hentikan
semua omong kosong itu.
Persetan dengan masa depan. Aku membu-
tuhkanmu sekarang!
Sekarang, chucky !
Sekarang juga, perlakukanlah aku sebagai istri-
mu. Soal pernikahan dapat kita bicarakan lain kali!
Langkah-langkah kaki yang samar, terdengar
memasuki kamarnya.
jessica menatap dalam kegelapan.
“chucky ?”
252
“Ya, sayang,” ia dengar sahutan setengah
berbisik, sepertinya sangat jauh.
“Mendekatlah, chucky …”
Sosok tubuh itu mendekat dalam kegelapan,
lalu merangkak naik ke tempat tidur. Demikian
lambat dan ragu-ragu, sehingga dengan tidak sabar
jessica merenggutnya, sehingga tubuh mereka terasa
bersatu padu, hangat berapi-api.
“Oh, chucky , chucky ! Jangan biarkan aku tersiksa
sebab menunggu. Jangan biarkan, Sayangku. Oh,
chucky , aku mencintaimu...”
lalu ia terhempas-hempas dalam kegila-
an.
Paginya jessica terbangun dan menemukan chucky
berbaring di bawah selimut, telanjang seperti dirinya
sendiri. saat ia belai rambut laki-laki itu, chucky
membuka matanya, dan tersenyum mesra.
“... Aku malu sekali, chucky ,” bisik jessica .
“Mengapa?”
“Janjiku sudah kulanggar”
“namun kau menyukainya, bukan?”
jessica mengangguk, malu.
“Kau masih ingin?”
“Ya, chucky ...”
Dan chucky menggelutinya.
Tidak segarang dan sekasar tadi malam.
253
Alangkah jauh perbedaannya. chucky pagi ini,
begitu lembut, begitu mesra, begitu penuh kasih
sayang. Sampai saat itu berakhir, jessica sempat
menitikkan air mata.
Ia membuat perjanjian baru.
Akan mengikuti chucky , kemana pun laki-laki itu
pergi. Dan melakukan apa saja, selama laki-laki itu
menghendaki.
Dan, ya.
Soal pernikahan, dapat mereka bicarakan kapan
saja.
Kapan saja!
jessica begitu berbahagia, sehinga ia tidak ambil
peduli waktu sekelompok laki-laki lewat siang harinya
di depan rumah. Mereka berkerumun di bawah
sebatang pohon, sambil saling mencemoohkan satu
sama lain dengan teriakan-teriakan lantang.
“Apa kubilang? Jokinya Cina! Kau sih, sudah
budek, item, punya duit pun cuma recehan melulu.
Sudah deh, cari saja ayam murahan. Biar kudisan,
dagingnya toh tetap enak dikerjain!”
Yang diejek membalas marah, “E, menghina
ya. Belum tahu ya, bagaimana buta item kalau lagi
ngamuk? Ini, awas...!” ia memungut sebuah batu, yang
254
lantas dilemparkan. Terlalu tinggi untuk mengenai
temannya, dan tak pula teman-teman lain mencegah.
Batu itu terus melayang, melewati pekarangan
rumah yang ditempati jessica , dan menghantam kaca
jendela dengan keras.
Sesaat , jendela kaca pecah berantakan.
Bagai kena sambaran petir di siang bolong, jessica
yang tengah menikmati mie bakso di beranda depan,
terlonjak kaget. Mangkok mie terlepas dari tangannya.
Jatuh ke lantai, pecah berderai pula. Sebagian kuah
mie mengenai betisnya. Panas menggigit. Saking
terperanjat, ia hanya berdiri bengong.
Penjual mie bakso diam saja. Tidak berani
menegur para laki-laki berandalan itu, yang kini
beramai-ramai mendekati pintu pagar.
Salah seorang berkata dengan nada menyesal,
“Maaf, Neng. Engga sengaja!”
Lantas sambil tertawa cekakakan, mereka kemu-
dian berlalu begitu saja.
jessica jatuh terduduk di kursi beranda. Masih
terperanjat, ia dengar penjual mie bakso bergumam
lirih.
“Biasa, Non. Mereka selalu begitu, kalau lagi
butuh uang …!”
Penjual mie bakso itu lalu mengumpulkan
pecahan mangkok di lantai beranda, lalu berdiri
diam. Menunggu.
255
jessica cepat-cepat masuk ke rumah, lalu
lalu kembali untuk membayar mie bakso yang
baru ia cicipi kuahnya saja, saat batu menghantam
jendela. Ia juga sekalian membayar mangkok yang
pecah, meski penjual bakso pura-pura memprotes.
Sambil berjalan pergi, penjual mie bakso itu
menasihati, “Uang, Non. Dengan dua atau tiga puluh
ribu perak, anak-anak itu akan tutup mulut!”
Apa? jessica harus membayar?
Mereka yang harus membayar ganti rugi.
jessica akan mengadukan laki-laki -laki-laki be-
gajul itu kepada ketua RW setempat. namun siapa,
dan yang mana rumah ketua RW? Ah, kalau saja chucky
belum pergi... Ataukah sebaiknya jessica lapor saja
ke polisi? Astaga. Ia, seorang anak Komisaris Besar
Polisi, sudah dihina orang sedemikian rupa!
Terhuyung-huyung jessica masuk kembali ke
dalam rumah.
Ia terhenyak di sebuah kursi berjok tebal,
dan dengan mata nanar menatap meja ruang tamu
di depannya. Meja itu tampak menganga, buruk.
Permukaan kacanya sudah hilang sebagian. Tinggal
keping-keping yang tercerai berai di sekitar tempat
ia duduk. Dan di dekat kakinya, tergelimpang batu
besar, hitam dan kotor berdebu itu.
256
Tergelimpang diam, dengan pandangan meng-
hina.
“Ya Allah,” bisik jessica , gemetar. “Ada apa
sebetulnya dengan rumah ini?”
Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang keliru.
Tidak tahu apa, namun mendadak ia merasa
takut.
257
22
jessica ingin jadi istri yang baik seperti ibunya.
Setiap orang di rumah harus dapat mengurus diri
sendiri, dan persoalan-persoalan kecil harus sudah
selesai begitu ayah pulang. Dengan demikian ayah
dapat rileks sesudah lelah bekerja seharian di kantor,
atau dapat meneruskan pekerjaan yang terbengkalai
tanpa terganggu.
namun jessica belum menjadi istri chucky . Dan ia
sangat terhina!
Oleh sebab itu ia biarkan saja jendela depan
melongo. Begitu pula pecahan kaca ia biarkan
berhamburan di lantai. Batunya pun tidak ia usik.
Ia teruskan pekerjaan sehari-hari. Membersihkan
rumah, mempersiapkan makan malam, mandi, lalu
duduk di depan televisi sambil membuka-buka
majalah menunggu chucky pulang.
Namun tak satu pun acara televisi yang menarik
hatinya. Sudah lima majalah ia buka-buka, dan te-
258
tap sia-sia. Bahkan saat chucky pulang menjelang
pukul delapan malam, pipi jessica yang pucat mayat masih
bersimbah air mata. Ia membuka pintu untuk chucky ,
dan membiarkan laki-laki itu terheran-heran melihat
jendela dan meja tamu yang pecah berantakan. saat
ia melihat batu yang bergelimpang dekat kaki kursi,
keheranan chucky segera lenyap.
“Mereka...?” ia berbisik, parau.
jessica mengangguk sambil menahan tangis.
Lalu menuntut. “Katamu kau akan mengurus
mereka?”
“Aku lupa,” chucky mengeluh, sambil terenyak di
sebuah kursi. “Aku benar-benar lupa...”
“Kita harus lapor ke polisi, chucky !”
“Alaaa. Soal sepele begini. Tak usahlah dibesar-
besarkan. Nanti bikin heboh saja,” chucky mencoba
tertawa. “Lagi pula...”
“Temui mas Tom!”, potong jessica , tajam.
“Siapa?”
“Ajun komisaris resi mandala . Mantan ajudan ayah .
Dia akan...”
“jessica , sayang!” chucky bangkit lalu memeluk
jessica dengan lembut.
Terasa betapa wanita lesbian itu gemetar dalam peluk-
annya, sehingga chucky sendiri diam-diam merasa ge-
lisah.
259
“Dengarlah. Aku akan mengurus anak-anak
sialan itu saat ini juga. Tak perlu kita gembar gembor
ke sana-sini. Dan ah... lagi pula kau sendiri bilang,
resi mandala itu mantan, bukan lagi ajudan ayah mu. Tak
pantas kita berharap pertolongan dari seseorang yang
tidak kita tahu isi hatinya. Siapa tahu...”
“Dia orang baik. Dia akan membantu!”
“Oke. Oke. namun itu nanti saja. Kalau aku
gagal menangani anak-anak itu malam ini. Sekarang,
bersihkanlah lantai, ya? Aku akan mencari sesuatu
untuk menutupi jendela. Kau tak ingin maling
menyelinap diam-diam lewat jendela itu, dan tahu-
tahu sudah berdiri di samping tempat tidurmu,
bukan?”
jessica akhirnya mengalah.
Meski tidak puas dengan jawaban chucky , ia
bersihkan juga pecahan kaca yang berhamburan,
dengan hati-hati agar tidak sekeping kecil pun pecahan
yang terlewatkan. lalu ia membuangnya ke tong
sampah bersama batu yang menjijikkan hatinya itu,
lantas membantu chucky memasukkan sebilah ayah n
kecil yang ditemukan laki-laki itu di gudang. Jendela
tidak tertutup semuanya. namun dengan menutupkan
tirai gorden angin tidak lagi merembes masuk, dan
cukup aman dari gangguan maling. Yang tahu-tahu
berdiri di samping tempat tidur, hiiii!
260
Mereka berdua makan malam tanpa banyak
bicara.
jessica masih syok dan terhina, sedang chucky
tampaknya sedang memikirkan hal-hal lain yang
rupanya mengganggu pikirannya.
Agak ragu-ragu, chucky lalu berujar hati-
hati, “jessica . Malam ini aku ada acara di hotel...”
“Oh ya?” sahut jessica , tak bernafsu.
“Kau mau ikut? Atau mau tinggal sendirian
di rumah?” tanya chucky , sambil menekankan kata
’sendirian’ itu, sehingga jessica bergidik. ayah n itu
jelas lebih kuat dari kaca, namun toh perasaan tidak
aman terus menggoda hati jessica , lebih-lebih saat
ia teringat lagi tingkah laku laki-laki -laki-laki begajul
yang sering mengganggunya.
“Aku ikut!” ia cepat-cepat memutuskan.
Sepasang mata chucky bersinar-sinar terang.
Namun, suaranya rupanya ia tahan supaya terdengar
biasa-biasa saja saat ia menjelaskan, “Mungkin kita
terpaksa bermalam”
“Oke!”
chucky bangkit, lalu berjalan ke pintu. “Kau
dandanlah. Bawa perlengkapanmu seperlunya saja,
asal yang rapi dan menambah kecantikanmu,” katanya
sambil melempar senyuman mesra yang senantiasa
membuat jantung jessica dag-dig-dug. “Aku akan
menemui anak-anak itu sebentar.”
261
Barulah jessica tersentak.
“Jangan sekarang!” ia mendengus, khawatir.
“Mengapa?”
“Aku takut. Dan kau hanya sendirian…”
“Aku mampu menjaga diri sendiri, jessica .
Kau tahu itu, bukan?” chucky secara tidak langsung
mengingatkan jessica bahwa sebagai seorang pemba-
lap. chucky cukup terampil agar tidak cidera, antara lain
dengan tekun mengikuti latihan bela diri.
Namun toh jessica merasa cemas juga sesudah
chucky pergi dan baru merasa lega saat tak lama
lalu chucky pulang dengan wajah cerah.
“Beres!” ia berkata dengan puas. “Dan kau?”
jessica tidak perlu menjawab dengan kata-kata.
Pakaian dan dandanan yang ia kenakan, demikian
memesona, sehingga chucky hampir tidak percaya
bahwa jessica sedemikain cantik jelitanya. laki-laki itu
termangu-mangu sebentar, lalu maju ke depan,
memeluk dan mencium jessica dengan campuran
birahi dan sayang.
“Kalau aku tak ada janji, maulah aku menyeretmu
sekarang juga ke tempat tidur, jessica ,” ia berbisik
dengan suara gemetar.
“Kau dapat melakukannya, Sayang. Nanti, di
hotel.” kata jessica tersenyum, manis sekali. “Ba gai-
mana kau membereskan anak-anak itu? Memukul
mereka?”
262
“Hanya menggertak. Dan ah, sorry jessica ,
terpaksa kucatut juga nama dan pangkat mantan
ajudan ayah mu itu…,” chucky tersenyum malu-malu.
“Mereka sampai menyembah-nyembah jessica , bah-
kan berjanji akan memperbaiki jendela maupun meja
yang rusak itu.”
“Wah. Apa kubilang. Nama mas Tom keramat
juga, bukan?” jessica tertawa senang. “Kita berangkat
sekarang?”
Mereka meninggalkan rumah dengan mem-
pergunakan sebuah taksi yang rupanya sudah dipesan
pula diam-diam oleh chucky . Membayangkan akan
bersenang-senang di hotel sesudah sekian lama
jessica tertekan oleh siksaan batin yang seolah tak
habis-habisnya, menyebabkan wanita lesbian itu setengah
terlena di jok belakang mobil. Ia memeluk chucky , dan
merebahkan wajahnya di dada laki-laki itu dengan
mata terus terpejam.
chucky balas memeluk, namun wajahnya tanpa
setahu jessica , tampak gundah.
Tiga orang laki-laki yang baru saja keluar dari
sebuah bar dekat persimpangan jalan, melihat taksi
itu lewat.
“Itu mereka pergi,” kata yang seorang.
“Cari joki lagi!” rungut yang lain.
Orang ketiga tertawa mengejek.
263
Katanya, “Pokoknya, kita tetap dapat uang,
bukan? wanita lesbian itu bukan makanan kita. Kita
dapat mencari yang lebih murahan di Gang Lontar.
Oh ya, berapa tadi chucky membjessica u uang, Item?”
“Lima puluh ribu!” jawab yang ditanya, berpikir-
pikir sebentar lantas sambil tertawa menyeringai, ia
mengusulkan, “Bagaimana kalau di Gang Longtar
nanti kita borongan saja? Aku tahu yang namanya
si Marice. Dia mungkin akan protes sedikit, namun
biasanya hanya pura-pura. Percayalah, dia paling suka
beramai-ramai di ranjang. Dia sangat kuat, tahu?”
Acuh tak acuh, temannya mendengus, “Kau
bohong. Kudengar tadi, jumlah yang kau terima
seratus lima puluh ribu …!”
“He-eh. namun yang seratus, untuk mengganti
kaca jendela yang pecah...”
“Wah. Banyak amat!” temannya geleng-geleng
kepala. “Bagaimana kalau kita beli saja kaca murahan.
Uang lebihannya, dapat kita pergunakan untuk beli
minuman. Kita bikin Marice mabuk semabuk-
mabuknya, baru dia kita kerjai!”
Dua yang lain menggumamkan persetujuan
dengan senang.
265
23
chucky mendaftarkan mereka sebagai suami istri di
buku tamu hotel. Orang yang melayani mereka mula-
mula agak rewel menanyakan soal identitas, namun
tak banyak omong lagi sesudah chucky menyebut sebuah
nama yang ia katakan om-nya dan pasti sudah tidak
sabar menunggu kedatangan mereka berdua.
saat berada dalam lift yang membawa mereka
ke lantai empat, jessica menggumamkan tanya, “Siapa
tadi nama yang kau sebut-sebut?”
“Tobar. Tobar Maninang”
“Nama yang aneh...”
“Dia orang Pare-Pare. Ada sedikit turunan
Philipina.”
“Kau bilang dia Om-mu”
“Hanya panggilan,” chucky tertawa kecil, dan
membimbing jessica keluar saat lift berhenti dan
pintu terbuka. “Hanya untuk mengertak orang itu
tadi.”
266
“Nama keramat juga eh?” desah jessica sambil
mengagumi lantai karpet beludru warna merah hati
di lorong lantai empat yang adem-ayem dan sejuk
nyama oleh sapuan mesi pendingin.
“Dia seorang pejabat tinggi di kota ini, jessica .”
“Oooo.”
Mereka memasuki kamar bernomor 437 untuk
dua orang.
Kamar kelas satu yang lebih adem dan nyaman
lagi. Tempat tidurnya besar-besar, mewah, ada televisi,
lemari pendingin, aidit san cat minyak di dinding, dan
lampu-lampu antik yang bersinar lembut dekat setelan
meja tamu. chucky memasukkan tas pakaian yang tadi
ia tolak untuk dibawakan seorang portir, langsung ke
dalam lemari, cuci muka sebentar di wastafel lantas
menyeringai masam saat ia lihat jessica langsung
tergeletak di tempat tidur.
“Kukira pertemuan itu sudah berakhir,” ia
bergumam. “Om Tobar dan Om Tanu mestinya
sedang menunggu kita...”
jessica membuka matanya.
Malas, ia bertanya, “Apakah aku harus hadir?”
“Kita tidak menginap gratis di sini, jessica .”
“Oh!”
sesudah merapikan dandanannya sejenak, jessica
lalu mengikuti chucky pergi ke kamar lain yang
267
letaknya ternyata bersebelahan. Sebuah suite-room
yang lebih mewah lagi, dan benar saja kedua orang
yang disebut-sebut chucky sudah menunggu mereka.
jessica sudah mengenal dul latief , cukong chucky dari
agen perakitan motor itu.
Mereka bertegur sapa dengan ramah, lalu
diperkenalkan kepada orang yang konon berdarah
Philipina itu. Ia sama sekali berwajah pribumi asli,
dengan kulit coklat kehitaman, pipi tertonjol kuat,
dagu keras, dan sepasang mata yang hampir terbenam
di bawah alis yang tebal dan nyaris bersatu di pangkal
hidung.
“Senang berkenalan dnegan Anda, jessica .
Silahkan duduk,” ujar orang itu sambil memperhatikan
jessica dari ujung rambut sampai ke ujung kaki,
dengan sorot mata yang membuat jessica tidak enak.
Ia lebih tidak enak lagi harus ikut mengobrol dengan
mereka yang tidak ada sama sekali hubungan dengan
kepentingannya hadir di situ.
Dari pembicaraan mereka, samar-samar jessica
dapat menduga dul latief bermaksud memasukkan
kredit sepeda motor besar-besaran di sebuah instansi
dan Tobar Maninang akan membuka jalan melalui
pengaruhnya di instansi dimaksud.
Oleh sebab itu ia maklum mengapa lalu
chucky berbisik di telinganya, “Bermanis-manislah.
Jangan bermuka masam begitu.”
268
Lalu sesekali jessica memberi senyuman
manisnya tiap kali Tobar Maninang melirik ke arah
dirinya, yang seolah lirikan tidak disengaja. Namun,
lirikan itu terlalu tajam dan menusuk sehingga
timbul pikiran dalam hati jessica untuk suatu saat
memprotes chucky .
Rasanya ia tak ubah dengan boneka mainan
yang harus tertawa atau bermain mata dengan gerak
monoton tanpa dorongan gairah sama sekali, sekadar
untuk menyenangkan hati sang bocah yang sedang
berulang-tahun.
Sadar jessica gelisah saja, dul latief memberi
usul, “Mengapa tidak kau putar saja DVD player
itu, chucky ? Biar jessica rileks selama kita teruskan
pembicaran bisnis kita…”
Atas persetujuan Tobar Maninang, chucky
lalu menyetel DVD yang ada di kamar itu,
lalu kembali nimbrung dengan laki-laki -laki-laki
yang lain sesudah ia yakin jessica merasa senang dapat
duduk menyendiri.
faktanya , beberapa kali jessica bermuka merah
padam, terkadang menarik nafas, terkadang gemetar
dengan gelisah. Betapa tidak, fi lm yang diputar pada
DVD player, adalah sebuah fi lm remaja produksi
Thailand, yang mesti ceritanya bagus namun adegan-
adegannya ada yang kelewat jorok dan memalukan.
269
Ia senang sekali saat fi lm itu akhirnya tamat,
dan pembicaraan bisnis seolah ikut tamat pula.
dul latief berdiri untuk pamit pulang. chucky
demikian pula, dan jessica mau tidak mau harus
menerima uluran tangan penghuni kamar yang orang
penting itu, sebelum pergi.
Orang ini melempar seulas senyuman
manis yang dibumbui kalimat yang lebih manis lagi. “Jarang aku lihat wanita lesbian secantik Nona …!”
“Terima kasih,” jawab jessica tersipu-sipu.
Di depan pintu kamar 437, mereka bertiga
berhenti.
dul latief penyebabnya.
“Ah, hampir saja aku lupa!” ia berkata, membuka
tasnya lalu menyodorkan sebuah kotak kecil ke tangan
jessica . “Untukmu...”
jessica bingung.
namun chucky menggamitnya, sebagai tanda
setuju.
Sesudah mereka ada di kamar mereka sendiri,
chucky bersungut-sungut senang. “Bukalah kotak itu.
Pastilah kau takjub.”
“Oh ya?” jessica meletakkan kotak itu begitu
saja di atas meja. “Perhiasan, kuduga. Cincin? Kalung emas? Atau...”“Buka sajalah!”
Dan jessica lalu takjub sesudah melihat
dalam kotak itu tersimpan manis sebuah liontin
bermata satu dengan warna hijau tua yang sangat
mencolok. “Zamrud!” ia berseru, tak percaya.
“Dan pasti mahal sekali!” chucky menimpali.
“Kehadiranmu malam ini banyak menolong bis-
nis dul latief . Jadi, anggaplah sebagai komisi,”
chucky tersenyum lebar. “Mau dikenakan sekarang? Bukankah kau selalu membawa kalung emas yang kubelikan sepulang dari kampung?”
Belakang kepala jessica berdenyut-denyut.
“Besok sajalah,” bisiknya.
“Lho...”
“Aku agak pusing, chucky . Kukira tadi aku terlalu
banyak minum. Dan fi lm itu...”
“Oke. Kau bawa obat tidurmu?”
“He-eh”
“Minumlah sebutir. Lalu bersantailah”
sesudah menelan sebutir pil tidur, jessica lalu
rebah di ranjang. chucky masuk ke kamar mandi, dan waktu keluar lagi langsung mengikuti jessica .
Wajahnya kelihatan sedikit pucat mayat , saat ia
berbisik dengan suara gemetar,
“Aku menginginkanmu, jessica .”
jessica belum mengantuk benar. Dan rangsangan
film tadi sedikit banyak ikut mempengaruhi naluri-
nya. “Oke,” ia mendesah lirih. “Matikan dahulu
lampu.”
chucky memadamkan lampu kamar tidur. Kemu-
dian membuka pakaiannya.
Baru dua kancing kemeja yang ia lepas. chucky
mendadak bersungut gusar, “Astaga. Catatan penting
itu tertinggal di kamar Om Tobar! Sialan benar! Tak
apa kutinggalkan sebentar?”
“Terserah,” keluh jessica , mulai mengantuk.
chucky pergi. Rasanya lama sekali ia baru kem-
bali.
Tahu-tahu saja dalam kegelapan sesosok tubuh
yang yang tampak kehitaman sudah naik ke tempat
tidur, dan rebah di sebelah jessica dengan nafas
tersengal-sengal, seolah baru berlari jauh.
jessica yang sudah setengah tertidur, bersungut
malas, “chucky ?”
“Mmm...”
“Rasanya.. aku mengantuk sekali …!”
namun sebagai balasan, yang ia rasakan justru
gerakan yang semakin liar pada tubuhnya. Ia ingin
menolak kehadiran tubuh yang menghimpitnya,
namun seluruh tenaganya seolah-olah dikuras habis oleh keinginan untuk segera pulas.
Akhirnya jessica hanya mampu mengeluh, ”Oh,
chucky , Sayangku …!”
Dan esok harinya, jessica bangun agak siang dan
juga mengeluh, “Rasanya kau kok tadi malam berat
sekali, chucky . Seolah yang meniduriku bukan kau,
namun si Tobar yang gemuk itu!”
chucky tertawa renyah.
Jawabnya. “Makanya. Kalau mau begituan, bu-
a ng dahulu obat tidurmu!”
“Apakah aku melayanimu dengan manis tadi
malam, chucky ?”
“Manis sekali. Sangat manis!”
“Aku tak menikmatinya, chucky .”
“Kukira aku kelewat cepat,” chucky menyesali diri
sendiri. “namun kalau kau mau...”
“Oh. Nanti saja. Sekarang, aku ingin berenang
dahulu !”
sesudah mengantarkan jessica ke kolam renang
yang terletak di bagian tengah gedung perhotelan
megah itu, chucky meninggalkan jessica sendirian. Katanya ia akan menemui beberapa orang relasi yang ikut dalam pertemuan malam tadi dan menginap di lantai enam.
jessica mandi selama seperempat jam, berjemur
lima menit lalu kembali ke kamar mereka.
saat ia akan melangkah masuk ke lift, dari
salah satu ujung lorong ia melihat lewat tiga orang
wanita lesbian muda dan cantik-cantik bersama seorang laki-laki yang baru saja turun lewat tangga lantai lobby. Sekilas jessica terkejut.
“Bukankah dia chucky ?” rungut jessica sendirian.
“Katanya relasi...”Ia bermaksud keluar lagi, namun lift sudah naik. Di lantai berikutnya ia bermaksud turun, namun ada dua orang tamu yang sudah tua masuk ke dalam lift yang berhenti dan sedang menuju ke atas pula. Terpaksa jessica mengurungkan niatnya, dan
lalu berjalan ke kamar begitu lift berhenti di
lantai empat. Dari jendela kamar ia meninjau keluar. Ketiga wanita lesbian itu tampak baru saja masuk ke dalam sebuah taksi. Laki-laki yang menemani mereka tidak kelihatan batang hidungnya.
Baru saja jessica mau melongokkan kepala lebih
keluar, telepon di kamar berdering.
Buru-buru jessica menyambarnya.
“Halo?”“Kaukah itu, jessica ?”
“Oh, chucky . Dari mana kau tadi?” jessica bertanya curiga. “Pertanyaan apa itu?” chucky protes. “Aku di sini saja dari tadi. Dengan relasi-relasi yang kumaksud. Tak kau dengar suara mereka?” dan lewat alat pendengar,
jessica menangkap suara gelak tawa, lalu percakapan dalam bahasa yang tidak ia mengerti.
jessica hanya dapat mengira-ngira, tentulah
mereka menggunakan bahasa Jepang.
“Di kamar berapa kau, chucky ?”
“612. Mengapa?”
“Ah. Tidak. Hanya, aku sangat lapar…”
“Pesanlah makan pagi untuk dua orang. Sebentar
lagi aku datang.”
Sebelum memesan makan pagi, jessica tanpa
berpikir panjang segera memutar telepon kamar 612. sesudah dua kali deringan, telepon diangkat. Lalu ia dengar laki-laki beraksen kasar menyahuti teleponnya,
“Halo?”
“Dengan siapa ini?” tanya jessica dalam bahasa
Inggris.
“Akira takasimurakurosawah. Ada perlu apa, Nona?” suara
itu berubah lembut, sesudah mendengar suara jessica
yang merdu. “Siapa Anda, kalau boleh saya tahu?”
“Oh. Nama saya tidak penting, Mr. takasimurakurosawah.
Saya hanya ingin bicara sebentar dengan chucky !”
“Hem. Tunggu sebentar …”
Dan chucky muncul di telepon dengan suara
gusar, “Kau menyelidiki aku, ya?”
“Pertanyaan apa itu?” jessica mengulangi ucapan
chucky tadi, sambil tertawa lega. “Aku hanya mau dengar,
apa yang kau ingini untuk makan pagi kita?”
chucky menyebut menu yang ia kehendaki.
Dan buat jessica , yang penting bukan soal menu,
melainkan kepastian bahwa yang tadi ia lihat bersama ketiga wanita lesbian muda itu bukan chucky adanya. Maka, begitu chucky muncul di kamar, ia langsung menyambut kedatangan laki-laki itu dengan ciuman mesra di bibir, lalu mengajak chucky bersantap pagi yang
sudah terhidang. Sambil makan, chucky menceritakan betapa bingung menghadapi tamu-tamu orang Jepang itu. Kalau tak ada penerjemah – Mr takasimurakurosawah, pastilah
chucky lebih suka mengurung diri bersama jessica. “Mereka cuma tiga orang!” keluh chucky , men-
cemooh. “namun kalau lagi ngomong serempak,
seolah-olah kita tengah berada di tengah-tengah
pasar!”
“Orang-orang penting eh, chucky ?”
“Dari Kobe. Utusan perusahaan yang mem-
produksi sepeda motor yang selama ini ikut aku
promosikan di arena balap.”
“Oh …!”“Tiga orang, uh. namun rewelnya, minta am-
pun!” chucky geleng-geleng kepala.
Dan tiga orang wanita lesbian , terlintas pikiran itu di benak jessica . Namun segera lenyap, begitu chucky mengatakan berbicara, “Siang ini aku harus ke luar kota. Bisnis,
tentu saja. Melihat urusannya, aku pasti akan sibuk.
Kalau kau ingin...”“Biarlah aku tinggal, chucky , kalau kau ingin aku tinggal”
chucky membelai pipi jessica . Lembut. “Aku harap
kau tidak kesepian, jessica ”
Dan mereka mengurung diri hampir satu
jam lamanya di tempat tidur, sebelum lalu
meninggalkan hotel dan pulang ke rumah mereka
yang kecil mungil itu. Baru juga mereka masuk ke dalam rumah, dua dari laki-laki begajul yang menakutkan itu sudah muncul dengan membawa dua lembar kaca dan peralatannya. Saking tidak senang dengan kehadiran mereka, jessica sembunyi saja di kamar membantu
membereskan pakaian-pakaian dan keperluan chucky ke dalam koper.
Andai saja ia lebih berkepala dingin sedikit,
tentunya ia dapat ngobrol dengan laki-laki -laki-laki
urakan itu sebagai tetangga baik. Paling tidak,
mengapa begitu datang mereka sudah membawa kaca yang ukurannya sangat pas baik di jendela maupun
untuk meja tamu, seolah mereka sudah tahu dan
hapal benar apa yang dibutuhkan.
laki-laki -laki-laki itu sudah menghilang saat
chucky sudah siap berangkat.
Kaca jendela sudah terpasang. Demikian pula
kaca lapis meja.
jessica senang melihat semuanya sudah beres
seperti semula, dan sambil merangkul leher chucky , ia berbisik,“Cepatlah pulang, kekasih”
“Demi kau, sayangku” balas chucky . Mereka lalu berciuman. Lama.
lewat tiga hari, chucky belum juga pulang.
Hari kelima, jessica dengan dua orang teman wanita lesbian bekas satu sekolah pergi nonton fi lm. Dari bioskop, mereka lebih dahulu ke butik untuk mengambilkan pakaian yang dipesan jessica minggu sebelumnya. Butik itu letaknya tidak jauh dari sebuah motel, hanya
dipisahkan oleh dua buah rumah saja, sejajar pula.
Dalam mobil, jessica dan teman-temannya se-
dang asyik menggunjingkan pak donald duck , guru yang pernah patah hati akibat perlakuan jessica , dan kini konon sudah kawin, namun suka uring-uringan di ruang kelas.
saat mereka membelok memasuki halaman
butik, teman jessica bernama anna michele mendadak berseru, “Hai. Bukankah itu chucky -mu?”
jessica kaget. Mula-mula ia melihat ke butik, berharap chucky tahu ia datang dan menunggu di situ. namun temannya menuding ke halaman parkir motel, tak sampai dua ratus meter dari tempat mereka. jessica tidak melihat
apa-apa, kecuali mobil-mobil yang diparkir, dan dua orang pembersih rumput sedang bekerja di taman samping motel.
“Ia sudah ke dalam!” kata anna michele , meyakinkan.
“chucky ? Pasti kau salah lihat,” farida , teman
lainnya, menyalahkan, sebab setahu farida , chucky sedang ke luar kota, sebagaimana yang diberitahukan jessica .
“Salah lihat? Aku juga pengagum chucky , apakah
kau lupa? Bahkan aku yang memperkenalkan kamu
dengan chucky . Itu pasti dia!”
“namun ...,” jessica mulai ragu-ragu.
“Mari kita buktikan!” anna michele memberi usul.
Mereka mundurkan mobil yang disetir oleh
farida , lalu melaju memasuki halaman parkir
motel. Kedua orang pembersih kebun menghentikan pekerjaan mereka, dan memperhatikan saat wanita lesbian -wanita lesbian muda dan manis-manis itu masuk ke motel dengan pandangan curiga. Mereka berdua lalu berbisik-bisik satu sama lain.
“Semuda itu!”“Cantik-cantik lagi.”“Sayang...!”
Sementara di bagian penerima tamu, anna michele de-
ngan bernafsu menemui resepsionis motel, dan
bertanya nekat, “Kami ingin bertemu chucky . Kamar berapa?”
“chucky ?” resepsionis itu wanita lesbian , dan me-
nyelidiki tamu-tamunya dengan pandangan tidak
senang. “Saya belum pernah dengar...”
“Dia baru saja masuk. Dengan seorang pe-
rempuan berblus merah darah, dan celana slack biru ketat.”“O, itu. Sebentar …”
Resepsionis itu mengangkat telepon, berbicara
sebentar lalu teringat untuk menyuruh tamu-tamunya duduk menunggu.
Lima menit lalu , wanita lesbian yang ber-
blus merah darah dan berslack biru ketat, muncul.
Ia menanyakan ada keperluan apa mereka dengan
dirinya. Tanpa basa basi, anna michele langsung menembak, “Bukan denganmu. namun chucky !”
“chucky ?” wanita lesbian itu menatap bingung.
“Yaah. Teman laki-laki yang menyertaimu
tadi.”“Ooo. Tunggu sebentar?”
wanita lesbian itu pergi pula, dan muncul tak lama
lalu muncul lagi ditambah seorang laki-laki yang
lebih tua usianya beberapa tahun. Tinggi tubuhnya
lebih kurang serupa dengan chucky , hanya ia gemuk. “Perkenalkan,” ia mengulurkan tangan. “Aku, syam kamaruzaman . Anda?”
Berputar arah ke butik yang mereka tuju
sesudah insiden kecil di motel itu diselesaikan dengan “pemintaan maaf ” dan “salah lihat orang”, anna michele bergumam resah. “Aneh. Rasanya aku cukup kenal chucky . Yang kulihat tadi pasti bukan si gemuk yang menyebalkan itu!”
farida tertawa.
“Sudah kubilang sejak dari rumah, pakai
kacamatamu kalau mau bepergian. Namun, hem.
Dari sebelah mana tadi kau lihat dia?”
“Belakang, memang. namun sempat...”
“Celananya warna apa?”
“Tak begitu kuperhatikan. namun dia me-
ngenakan jaket, yang warnanya sama dengan jaket
yang dipakai si gemuk tadi.” anna michele geleng-geleng
kepala lagi, ingin diterima pendapatnya. “Jaket balap, tidak semua orang bisa memilikinya, bukankah demikian?”“Si gemuk juga pembalap, siapa tahu?” kata farida . Masih bernada menyalahkan.jessica diam saja. Ia baru merasa lega dan tidak was-was lagi saat mereka pulang ke rumah. Seorang laki-laki menanti
mereka di beranda. Yang, kalau tak salah, dipanggil
Item. Seringainya membuat ketiga wanita lesbian itu muak , namun kabar yang ia bawa dengan segera men jernihkan semua perdebatan.
“Maaf, saya mengganggu,” Item berkata dengan
suara serak, sambil matanya larak-lirik menilai wanita lesbian -wanita lesbian itu, seperti seorang koki menilai ayam mana yang harus ia masak. Menjilati bibirnya yang memang
hitam kerontang benar, ia lalu menjelaskan,
“Aku baru menerima telepon dari Al -- eh, Om chucky . Interlokal.” Sesaat , jessica menyukai laki-laki yang semula sempat membuatnya jijik itu. “Apa katanya?” ia bertanya dengan bernafsu.
“Dia.. eh, sakit!.” “Haa, apa?”
“Tak begitu parah, katanya. Rupanya dia harus
mengikuti balapan, untuk demonstrasi. namun sebab di Surabaya sedang hujan badai, dia terserang flu dan harus beristirahat beberapa hari. Katanya dia sudah baikan, dan tolong disampaikan bahwa dia akan pulang sore ini juga”
“Syukurlah.”
Dengan senang hati jessica membuka dompetnya.
Ia baru saja menarik ritsleting dompet, saat Item
dengan lagak sok suci berkata memelas, “Tak usah. Saya pantang menerima tip untuk sesuatu yang saya kerjakan demi orang lain.”
laki-laki itu menyeringai lagi, memperlihatkan
gigi yang tidak lengkap, dan sebagian kuning
kecokelatan sebab terlalu banyak merokok, lalu
pamit. Dan begitu ia lenyap, kembali perasaan tidak
suka pada laki-laki begajul itu menyelinap dalam hati jessica .
“Lagaknya, hem. Bukan main!” ia mencibir.
farida tertawa menyeringai. anna michele angkat bahu, rupanya kecewa tebakannya
sudah keliru. anna michele lantas berjanji pada dirinya sendiri,
untuk selalu mengenakan kaca mata tiap kali ia akan
keluar rumah. Lantas, mendadak seperti teringat
sesuatu ia memantau wajah jessica sejenak. Lalu
bertanya heran. “Mengapa harus lewat orang lain?”
“Lewat orang lain apanya?” jessica balas bertanya.
Tak kurang heran.
“Ponselmu…”
“Ponselku?”
anna michele manggut-manggut. Lantas memperjelas
pertanyaannya yang misterius tadi. “Katanya, sakit.
Jika ya, siapa yang lebih dahulu harus dia telepon?”
285
Sempat bingung sejenak, jessica lalu
menangkap maksud anna michele , lantas menyahuti murung.
”Kau sepertinya lupa, sesudah kebakaran itu dan aku
pulang ke rumah nenekku di kampung, aku cuma
membawa pakaian yang melekat di badanku saja.
Jangan kata lagi, ponsel. Yang malah sudah terjual
jauh-jauh hari sebelumnya...!”
Sementara farida tampak terharu, anna michele yang
memang dikenal tak suka diam itu, terus saja berkotek.
“Kau bilang, chucky -mu punya duit. Lantas, kok.”
”Untuk enam atau tujuh setel busanaku
yang ada sekarang ini pun, belum lagi sepatu lalu
kosmetik, sebagian diperoleh dari hasil chucky nge-bon
di kantornya. Haruskah aku menuntut lebih banyak,
anna michele ?”
anna michele masih tak puas dan sudah akan membuka
mulutnya lagi saat farida menguap lebar lalu
berujar bosan, “Rasanya aku mendadak rindu ranjang
tidurku yang belum dua hari dibelikan Mama itu..!”
Dan saat mereka berdua berlalu lantas masuk
ke dalam mobil farida sesudah lebih dahulu pamit
pada jessica yang berdiri memantau dari beranda,
farida tampak berbisik-bisik tak senang pada anna michele .
Yang juga balas berbisik dengan gerak tangan seperti
membela diri. farida sampai membantingkan pintu
mobil saat sudah duduk di belakang kemudi, dan
membuat anna michele tampak menunduk terdiam.
”Kasihan anna michele ,” jessica membatin smbil masuk
ke dalam rumah.”Padahal dia bermaksud baik…!”
Dan jessica malu sendiri saat lalu
secara tak sengaja melihat telepon rumah di sudut
ruang tengah. Andaikata farida apa lagi anna michele tahu
bahwa telepon itu pun sudah diblokir, sebab uang
yang dikumpulkan chucky untuk membayar tagihannya
bulan ini keburu pula terpakai.
Tak ada hujan tak ada angin, nenek jessica
menelepon dari kampung untuk memberitahu ba-
yaran dan keperluan sekolah aidit sudah ditutup
olehnya. Lalu nenek jessica menambahkan, “aidit
ngadat. Minta dibelikan sepatu kikir, kuker atau apa
gitu. Dan tak ada yang menjualnya di pasar desa..!”
Nah. Ditambah uang belanja dapur yang terpak-
sa harus dikurangi, maka uang untuk pembayaran
tagihan telepon pun dibelikanlah sepatu merek Kicker
lalu dipaketkan Akex dengan segera. Supaya aidit
berhenti ngadat. “Dan nenekmu akan mendongeng
pada tetangga sekitar bahwa dia bakal punya cucu
mantu yang sangat perhatian pada orangtua…!”
tambah chucky , tertawa.
“Hem,” pikir jessica , sambil memasukkan
pakaian-pakaian kotor ke mesin cuci (Ah, yang
ini juga punya orang lain dan aku harus hati-hati
memakai nya!).”Apakah sudah waktunya aku
menagih janji chucky saat aku masih di kampung.
Untuk membelikan ponsel? Blackberry, mungkin?”.
Atau, jual saja liontin zamrud itu. Hadiah dari
Om dul latief . namun …
Menjelang tengah malam, chucky tiba di rumah.
jessica sengaja mengenakan gaun malam yang
seronok untuk menyambut kedatangan chucky . Mereka
berangkulan, dan saling berciuman di balik pintu
yang tertutup, bertukar sapa mengenai hal-hal sepele.
chucky setuju untuk memanfaatkan air hangat yang
sudah disediakan jessica , menolak untuk makan malam
sebab katanya masih letih dan kenyang.
Namun di tempat tidur, ia kembali menjadi
chucky yang patut dipuja-puja. jessica tak henti-hentinya
berdesah-desah, sampai akhirnya ia jatuh tertidur dan
besoknya bangun kesiangan.
“Kita kedatangan tamu nanti malam,” ujar chucky
sebelum ia pergi meninggalkan rumah.
“Siapa?”
“Relasi. Punya arti penting untuk pemasaran
di Surabaya. Dia tidak akan menginap, oleh sebab
itu daripada di hotel dia kuminta datang ke rumah
288
ini saja. Ada surat-surat penting yang akan dia bawa
dan harus kuberikan pada Om Tanu. sebetulnya dia
dapat melakukannya sendiri, namun lebih dahulu aku
ingin melihat surat-surat itu. Aku berkepentingan,
bukan?”
“Asal tidak melanggar kode etik, chucky -ku.”
“Bisnis tidak kenal kode etik, jessica !”
Dan malam itu chucky pulang bersama seorang
laki-laki kecil kurus, namun berpakaian parlente,
mengenakan jam tangan bersepuh emas, pakai kalung
aneh pula, dan sempat jessica melihat tanpa sengaja
dalam tasnya demikian banyak uang.
chucky yang menghidangkan minuman, seperti
biasa.
Dan jessica bertugas untuk menemani tamu
mereka berbincang-bincang, untuk memperintim
hubungan bisnis yang dijalin. Pembicaraan ternyata
sampai larut malam, sehingga jessica tak tahan dan
pamit untuk masuk ke dalam kamar sebab kepalanya
terasa berat sekali.
Heran, akhir-akhir ini ia seringkali merasa pu-
sing-pusing, limbung dan tiap kali sesudah berbaring,
hampir tidak mengenal suasana dalam kamar ti-
durnya sendiri. Semuanya seolah-olah menari-nari
liar, mengajak, mengundang, menghina, sekaligus
merangsang. Dalam keadaan terkantuk-kantuk, ia sadari seseorang naik ke tempat tidurnya.
“chucky ?” ia berbisik setengah mengantuk.
Tak ada sahutan. Yang ada cuma gelutan, liar dan menggebu-gebu.
Betapa ringan dan mudah menguasai chucky ,
malam itu. jessica seakan menggeluti anak kecil, namun memiliki nafsu kelewat besar.
jessica menyukai keadaan itu, dan tertawa-tawa
saja waktu esoknya chucky memberengut marah. “Patah tulang-tulangku kau buat!”
DAN, tibalah hari yang kelabu itu.
Dokter memantau wajah jessica dengan seksama,
lantas sambil bersandar di tempat duduknya, ia
bertanya lembut, “Apakah Nyonya seorang frigid?”
“Apa, Dok?”
“Dingin di tempat tidur.”
jessica tertawa renyai. Dengan nakal ia menggoda
dokter spesialis penyakit dalam yang berpostur gagah dan tampan itu:
“Sayang, Dokter bukan suami saya,” ia geleng
kepala, seolah benar-benar menyesalkan hal itu.
“Kalau ya, Dokter akan terbakar setiap malam. Saya
lebih panas dari bara api, kalau mau tahu!”
“Aneh,” sang dokter menganggap sepi per-
nyataan jessica . Ia sudah biasa digoda oleh pasien-pasien wanita lesbian , dan ia cukup kebal. Apalagi godaan dari pasiennya ini, jelas bukan godaan sungguh-sungguh. “Apakah Nyonya menyukainya?”
“Menyukai apa, Dok?”
“Hubungan badan.”
“Menikmatinya, kalau itu yang Dokter
maksud!” Pernyataan terus terang itu mau tidak mau membuat wajah sang dokter bersemu merah. Ia menahan senyum di bibir, lalu menyimak
kembali laporan dari laboratorium yang tadi dibawa
jessica atas permintaannya pada pemeriksaan minggu sebelumnya. Dengan mengetuk-ngetukkan kepala pulpen pada kertas diagnosa itu, ia bersungut-sungut halus,
“Apa yang pernah minggu kemarin saya utarakan
kepada Nyonya, sekarang tak dapat dibantah lagi.”
“Penggunaan obat tidur yang berlebihan?”
celetuk jessica , sabar.
“Dan obat perangsang!” dokter menatap mata
jessica dengan serius. “Perangsang seks atau birahi, yang dapat membahayakan tidak saja kandungan Nyonya, namun juga kesehatan Nyonya sendiri. Masih sering pening dan lesu?”
“Masih, Dok.”
“Bagaimana dengan obat yang saya berikan ?”
“Agak menolong. namun cuma satu-dua jam...,”
lalu sambil menarik nafas panjang, jessica lalu
mengaku: “lalu saya membuangnya!”
“Membuangnya!” dokter meluruskan duduk-
nya. “Mengapa?”“Suami saya marah-marah.”
“sebab ?”
“Katanya, dia lebih suka kalau kami ber hu -
bungan badan manakala saya bukan dalam keadaan setengah tertidur namun sebaliknya, justru setengah gila mengharapkan cumburayu. Kadang-kadang kami bertengkar, dan dia sering merajuk lantas pergi meninggalkan rumah. namun saya tahu, dia cinta pada saya. Dia akan kembali pada waktunya, dengan sikap yang lebih manis. Jadi saya imbangi sikap manisnya
itu dengan mengalah. Dalam hal-hal tertentu...”
“Hem. Betapa ingin saya konsultasi dengan
suami Nyonya”
“Sayang, Dok. Dia akan menolak. Pernah saya
bujuk. namun suami saya seorang yang sangat sibuk sehingga tidak punya kesempatan untuk mengurus soal-soal sepele. Apalagi yang menyangkut hubungan seks”
“Masih sering meninggalkan rumah?”
“Ya. Kadang-kadang, sampai sepuluh hari.
namun dokter,” jessica tersenyum menggoda lagi.
“Tiap kali dia pulang, tiap kali cintanya makin
menggebu-gebu. Sering saya kewalahan sendiri. Itu juga saya rasakan, jika kami bepergian bersama. Baik waktu menginap satu-dua malam di hotel dalam kota, maupun waktu kami di luar kota…” jessica diam sebentar. lalu , ia mengemukakan pendapatnya sendiri, “Jadi, saya yakin benar. Dia bukan saja seorang suami yang menyenangkan, namun juga sehat
dan kuat. Sangat kuat, dokter...!”Dokter menyeringai mendengar ucapan jessica
yang terakhir. “Tentunya Nyonya puas. Dan bahagia” “Persis.”
“Bagaimana dengan pernyataan Nyonya sebe-
lum ini?”
“Tentang?”
“Pengalaman-pengalaman aneh di tempat tidur,
sebagaimana yang sudah diceritakan sebelum ini.
Kadang bobot suamimu terasa jauh lebih berat dari
biasa. namun lain kali, malah berubah ringan seperti kapas. Beberapa kali berbuat kasar, menyakitkan, dan pada waktu berbeda, lembut, memesona. Adakalanya cepat sekali dia selesai namun pada malam-malam lain,
dia begitu ketagihan sehingga meski Nyonya sudah
letih, malah kata Nyonya pernah sampai sakit, dia
tetap ingin mengulanginya...?”
“Oh, dia memang suami yang hebat,” jessica
tertawa lunak, sedikit malu-malu. “Tahu berbagai
macam variasi.”
“Variasi?”
“Ah, masa iya Dokter tidak tahu?” jessica ter-
senyum. “Atau Dokter suka bermain kura-kura dalam perahu?”
Diam berpikir sesaat, spesialis penyakit dalam
itu lalu balas tersenyum. “Nyonya sungguh
beruntung...,” Ia diam lagi sebentar, berpikir. Lalu,
“Bagaimana bau nafasnya?” “Biasa-biasa saja, Dok”
“Bau keringat?” “Berubah-ubah. namun itu lumrah, bukan?
Tergantung, dia minum atau makan apa sebelumnya.
Mungkin pula sebab lingkungan di mana dia me-
nyibukkan diri. Saya tidak merasa adanya keanehan
dari soal sepele semacam itu, Dok. Jadi...”
“Ingin sekali saya bicara dengan dia. Ingin
sekali,” dokter bergumam, seolah pada diri sendiri,
mengulangi apa yang sebelumnya ia ucapkan. lalu dengan menekan kekecewaan, ia menambahkan,
“Sayang, ia menolak. Cobalah bujuk lagi dia!”
“Akan saya usahakan, Dok.”
“Dan kalau dia menolak,” sang dokter berubah
serius. “Katakan kepadanya, kebiasaan kalian di tempat tidur harus segera diubah. Saya tidak ingin melukai hati Nyonya, namun saya terpaksa. Penggunaan obat bbius secara terus menerus, ditambah pula dengan perangsang seks yang over dosis, bisa berdampak pada kelumpuhan otak. Saya malah khawatir anak nNyonya nantinya… Ah, bagaimana ya?”“... lahir cacat, Dokter?”
“Apa lagi?” “Oh!”
sambil membayangkan anaknya bakal terlahir
cacat, jessica meninggalkan tempat praktik dokter
dengan gelisah. Yakin resep yang diberikan dokter
ikut menentukan kelanjutan hidup dan masa depan
anaknya di kelak selanjutnya , ia masukkan hati-
hati resep itu ke dalam tas tangan, lalu menggenggam tas itu kuat-kuat, seolah-olah takut ada yang mau me rampas bukan hanya tas, namun juga resep di dalamnya.. Ia langsung pergi ke apotek. Lalu duduk menunggu giliran obatnya selesai dibuat, sambil memantau poster-poster yang ada di dalam apotek. Ada poster mengenai perkembangan
anak sesudah lahir, ada pertumbuhan saat masih
dalam kandungan. Syukurlah, tidak ada poster yang
menakutkan mengenai anak-anak yang terlahir ke
dunia dengan kondiasi cacat yang menjijikan .
Dari apotek ia terus ke pasar.
Sudah tiga hari chucky di sidoarjo , dan katanya
akan pulang sore ini juga. Ia tentunya sangat lelah, dan merindukan jessica dan jabang bayi mereka. Maka di pasar, jessica membeli barang keperluan dapur untuk menghidangkan makanan terlezat kesukaan chucky , masuk toko untuk membeli sebuah setelan bagus
buat chucky , dan bahan-bahan keperluan bayi.
Lalu. ia akan duduk menunggu chucky sambil
menyulam. Selesai berbelanja, jessica mencari taksi yang kosong. nnamun pelataran parkir sepi dari taksi, kecuali bmobil-mobil pribadi. Yang lewat di jalan pun, pada terisi semua. Sambil menunggu taksi kosong, jessica berteduh di ujung pelataran parkir, dalam bayangan
atap bangunan sebuah toko. Dan diam-diam bersyukur
chucky sudah menjanjikan sepulang dari sidoarjo
akan mengreditkan sebuah mobil untuk jessica .
Meski mobil kecil dan bekas pakai, jessica tetap akan menerimanya dengan lapang dada, dan menganggap
itu sebagai hadiah pengganti pernikahan mereka yang tak kunjung terlaksana juga.
Orangtua chucky tetap tidak mengakui laki-laki
itu sebagai anak apalagi pewaris. jessica pun sudah berulang kali meminta chucky jangan mengemis kasih sayang dari orangtuanya lagi. Mereka dapat menikah kapan saja. Tak usah dengan pesta besar-besaran
seperti yang diharapkan chucky . Uang yang sudah
mereka kumpulkan, dan perhiasan-perhiasan yang
mereka beli, ataupun terima sebagai hadiah, tidak
akan jessica hambur-hamburkan untuk pesta pora. chucky katanya letih jadi sales terus-menerus, dan tetap ingin membuka usaha sendiri.
Hem, berapa lama dan berapa banyak lagi
uang yang harus mereka kumpulkan, sehingga dapat dipakai sebagai jaminan ke perusahaan agar chucky dikukuhkan sebagai sub-agen?
Sebuah taksi berhenti tak jauh dari tempat jessica
berdiri. Ia bergegas mendekatinya, takut kedahuluan orang lain. Dengan sabar ia menunggu penumpangnya turun. Dan ia sudah demikian tidak sabar untuk segera menerobos masuk ke dalam taksi, saat penumpang
yang baru turun itu menatapnya dengan mata lebar.
Lantas berseru setengah kaget, “jessica , kau!”
jessica balas menatap. Tertegun, lantas berseru
pula dengan riang gembira. “Astaga, tiny . Apa
kabar?” wanita lesbian itu kelihatan ragu-ragu saat mereka
bersalaman, dan berusaha menghindari pandangan
mata jessica tiap kali mata mereka bertemu. Ke li hatannya ia menyesali pertemuan tak terhindarkan itu. namun jessica yang sangat gembira ketemu teman satu kampung, tidak memperhatikan hal itu.
Sambil memeluk tiny dengan mesra, jessica
berkata, “Kau kelihatan jauh berubah!”
“Oh ya?”
“Tidak lagi seperti saat masih di kampung.
Oh, kau tinggal di kota ini juga?”
“He-eh”
“Dengan suamimu?”
Agak lama, baru tiny menganggukkan ke-
pala. “Kapan kalian tiba dari kampung?”
“Oh. Aku berangkat sendiri dari kampung.
Ketemu suamiku di kota ini, lalu... yah, menikah!”
tiny tersenyum kecut. “Aku tinggalkan kampung
kita, hanya satu hari sesudah kau pergi dengan chucky . Oh ya, taksimu menunggu. Aku pun mau berbelanja dahulu . Bagaimana kalau kita ...”
jessica cepat menyela. Dengan bersemangat.
“Kita harus merayakan pertemuan ini, tiny . Ayo,
kita minum di sana!”
Dan jessica pun dengan cepat sudah menarik
tangan tiny yang lalu setengah diseret
masuk ke sebuah restoran. Sambil wajah yang diajak tampak jelas mengikuti dengan perasaan terpaksa.
Mereka lalu duduk, memesan minuman
dan makanan sesuai selera masing-masing, sambil
mengobrol kian kemari. jessica bertanya banyak sekali
mengenai kabar di kampung, terutama mengenai
neneknya, dan adiknya aidit . Tentu saja tiny
tidak tahu. Toh ia meninggalkan kampung beda satu hari dengan jessica , dan belum pernah pulang lagi. “Mungkin tidak akan pulang-pulang,” ia mengakhiri, gundah.
“Hai. Mengapa?”
“Ya ampun, apa yang sudah kuucapkan?” Neng-
sih tampak terkejut sendiri oleh jawabannya, yang
lalu cepat ia koreksi. Sambil tampak gugup..
“Eh, maksudku, tidak dalam waktu dekat ini …! Ya,
ya. Itulah yang aku maksud. Dan ….”
jessica sesaat menangkap gelagat, lan tas me-
nyela. Lembut, namun menekan. ”Kau menyem bunyikan sesuatu ..!” “Aku, eh. Aku tidak …!”
Dari gugup, tiny mulai berubah ketakutan.
Cepat jessica menggapai lantas menggenggam
erat tangan tiny yang bergemetar dengan tangan
kirinya, sementara tangan kanan jessica ia tepuk-
tepukkan dengan lembut ke punggung tangan
tiny yang ia genggam.
Lalu ditambah senyuman mendorong, jessica pun
berujar tenang. “ Tak ada yang perlu kau takutkan,
tiny . Aku ada di sini, bersamamu…!”
Dan tiny mendadak terisak-isak.
jessica bukan duduk. Melainkan, terduduk.
Begitu tiba di rumah pukul dua siang, ia duduk
terenyak di kursi depan. Tas belanjaannya ia biarkan terguling di lantai. Sebagian isinya berhamburan. Juga ia biarkan. Air mata melelehi pipinya yang pucat mayat seperti kertas. Jatuh membasahi blus-nya, menggenang,
lembab. Biarkan, biarkan! Ia duduk, dan duduk terus, tanpa bergerak-gerak, malah dengan mata yang tak bpernah berkedip. chucky tidak di sidoarjo . Ia ada di kota ini, sejak ia pergi tiga hari yang lalu. Bahkan lebih menjijikan lagi, chucky tetap ada di kota ini, setiap kali ia mengatakan pergi bertugas keluar daerah, tanpa jessica ikut mendampingi. Kalaupun chucky memang di luar kota, tanpa jessica , tentulah ia selalu dengan tiny , atau dengan wanita lesbian -wanita lesbian lainnya yang seperti tiny .Seperti tiny ?
Mengapa bukan seperti jessica sendiri?!
Betapa menjijikan apa yang dikisahkan oleh
tiny , si wanita lesbian desa yang lembut, perasa dan terutama sebagaimana wanita lesbian desa lainnya, juga lugu. Si wanita lesbian desa bermimpi tentang indahnya kota. chucky datang, dan tiny pun terjebak. Terjebak oleh
bujuk rayu chucky saat chucky pulang menjemput jessica di kampung dan bertemu tiny . Bukan hanya satu kali seperti yang dikatakan chucky . namun sudah beberapa kali. tiny malah menunjukkan sepucuk surat yang sudah kumal dan lusuh sebab selalu ia simpan sebagai kenang-kenangan, dan dibawa ke mana saja ia pergi.
Dalam surat itu, chucky tidak saja berjanji akan
memberi tiny pekerjaan yang menghasilkan uang
banyak, namun juga bersedia menikahi tiny . Dan
begitu entengnya chucky menyelinapkan dusta besar dalam suratnya, “Aku jemput jessica sebab terpaksa. Kami sudah lama tidak cocok satu sama lain. Kami
akan mencoba lagi. namun dapat kuyakinkan kau,
tiny . Kami pasti akan gagal dan gagal lagi…!”
tiny benar-benar menyusul chucky .
Kalau pun nanti ia gagal menikah dengan
laki-laki yang ia kagumi itu, paling tidak tiny akan
memperoleh pekerjaan di kota, dapat menghidupi
dirinya bahkan keluarganya yang ayah . Sehingga
ia tidak lagi harus menyerah pada paksaan untuk
menikah dengan seorang duda dengan dua anak,
pencemburu dan suka main pukul.
chucky memang menunggu. Di kamar yang terletak di bagian atas bengkel sepeda motor yang hingar bingar dan menyesakkan nafas itu. chucky tidak menyinggung soal pernikahan,
tantu saja. Baru permulaan, bukan? chucky hanya
menjanjikan perkerjaan menarik, dengan gaji besar
yang akan menyelimuti tiny dengan kemewahan
yang bahkan dalam mimpi indahnya tentang kota,
tidak pernah ia bayangkan. tiny begitu yakin,
apa lagi sesudah chucky membawanya tinggal di sebuah rumah kecil mungil, bagus potongannya, dan lengkap perabotannya.
“Untukmu, tiny ,” kata chucky . “Aku tahu kau
akan datang!”Beberapa hari tidak terjadi apa-apa. Tidak lamaran pernikahan, tidak pula surat lamaran pe kerjaan untuk ditandatangani. Lalu suatu malam, mereka
minum-minum berdua, sambil mendengar kan mu-
sik, dan lalu suatu kepasrahan yang aneh men-
dorong tiny untuk menyetujui saja ajakan chucky
ke tempat tidur. ditambah ya dengan jessica , perut tiny sering mual kalau terus dicekoki minuman keras, tidak suka menelan obat tidur sebab merasa tidak ada gunanya. nKalau terpaksa, ia akan membuangnya diam-diam. Ia ingin menanti chucky di tempat tidur, dalam
keadaan sadar yang seutuh-utuhnya, ingin menikmati kebahagiaan mereka seutuhnya pula.
“Itulah sebabnya aku tahu, mengapa yang
naik ke tempat tidurku bukan chucky , melainkan
orang lain…!” terngiang-ngiang ucapan tiny
di telinga jessica . Ucapan yang ditambah sedu sedan, yang membuat mereka berdua jadi perhatian para pengunjung restoran. “Yang lebih menjijikan lagi, lalu aku tahu pula dari pengakuan chucky sendiri.
Malam di mana keperawananku hilang, bukan dia
yang merenggut. Melainkan majikan chucky yang
bernama dul latief itu...!”Lalu tiny pun mengalami hal-hal aneh yang dialami jessica . chucky yang selalu datang ke tempat tidur, kemu-
dian pergi untuk suatu keperluan. Katanya sebentar. Entah ke kamar mandi, entah untuk menutupkan
jendela. Lalu dalam kegelapan, ternyata yang muncul laki-laki lain. Kata tiny tadi di restoran, “Laki-laki, yang naluri seksnya ganjil. keranjingan menyetubuhi wanita lesbian yang ia percaya sebagai istri orang lain!” tiny menyeka air matanya, “Maka lalu , meski pun aku sudah tahu nasib yang kujalani, oleh chucky aku tetap dipaksa untuk berbuat seolah-olah aku istrinya, seolah-olah aku tidak sadar bukan dia yang naik ke atas tubuhku.”
Seorang pengunjung restoran mendekati mere-
ka. Orang tua yang baik hati, dan berujar simpatik,
“Kalian butuh bantuan?”
Mereka memang bicara dengan suara rendah
agar tidak didengar orang lain. Hanya saja tiny
tidak dapat menahan tangis, yang membuat mereka jadi sasaran perhatian.
jessica yang sangat terpukul, masih mampu
menolak uluran tangan orang tua yang baik hati itu.
“Terima kasih. Kami baik-baik saja”
Dan mereka meneruskan mengobrol sesudah
jessica mengantar tiny ke rumah yang ditempati
wanita lesbian satu kampungnya itu. sesudah mana lalu baru jessica pulang ke rumah yang ‘disediakan’ chucky untuk jessica -nya seorang. Rumah modelnya hampir sama, dengan suasana yang juga hampir sama, dan bualan tentang penghuni sebelumnya yang jelas-jelas
sama, si waria kaya raya dan sedang berkeliling ke luar negeri. Padahal, menurut pengakuan chucky kepada tiny , rumah-rumah itu memang sudah disediakan oleh majikan chucky demi memuaskan kebutuhan seks mereka yang tidaknormal , sekalian berguna untuk
kelancaran urusan bisnis. tiny katanya malu pulang ke kampung. Dan akan bertahan di kota. Kota yang sebelumnya
ia jadikan mimpi-mimpi indahnya, namun kini
akan menjadi nerakanya. Neraka yang tak akan
membiarkannya bebas, ke mana pun pergi
jessica bukan saja malu. Ia terluka. Belum pernah
ia terluka seperti hari itu. Demikian besar luka yang
menganga di jantungnya, sehingga ia masih duduk
diam di kursinya, sampai malam jatuh, dan chucky pulang menjelang pukul sembilan.
chucky , yang menurut tiny , hari itu tengah
mengantarkan seorang wanita lesbian lain menemui relasi mereka. Itulah rupanya arti sesuatu yang dirasakan jessica Rasa takutnya, terhadap rumah yang ia tempati.
Agaknya sudah mengetahui apa yang terjadi, begitu masuk ke dalam rumah, chucky tidak bertanya mengapa jessica tampak seperti orang yang sakit parah. chucky memang gelisah, namun berusaha duduk dengan tenang di hadapan jessica , dan bertanya,
“Baiklah. Apa yang ingin kau tanyakan, jessica ?”
sesudah sekian jam hanya terdiam dalam duduk
yang mematung dan kebekuan yang menyiksa, jessica ternyata masih bisa membuka mulut, agar telepas dari jahitannya.
Dan suara yang keluar dari celah bibir-bibir
yang pucat mayat kebiruan itu terdengar lebih mirip bisikan yang keluar dari liang kubur.
Dingin, menusuk.“Anak siapa bayi yang kukandung, chucky ?”chucky tidak menjawab.
Tentu saja, pikir jessica , hampir gila. Dan tidak
sampai berperilaku histeris hanya disebab kan tu-
buhnya seolah sudah menyatu dengan kursi yang ia terus duduki tanpa beranjak seinci pun sejak tadi siang. Tentu saja, chucky juga tak tahu, anak siapa yang dikandung jessica ! Pertanyaan kedua, lebih tegas. “Kau ingin aku menggugurkannya seperti dahulu , bukan?” Juga tak ada jawaban.
Dan jessica pun memberitahu chucky dengan khidmat, “Akan kugugurkan sekarang juga, chucky . Dan semoga kematiannya ikut mengutuk dirimu sampai kau mati, sampai kau membusuk di neraka!” Dan sebelum chucky menyadari apa yang dimaksud jessica , wanita lesbian itu sudah menyambar jambangan bunga dari atas meja tamu, menghantamnya ke tangan kursi yang ia duduki.
Lalu dengan kecepatan yang hampir tidak dapat
ditangkap mata, ujung pecahan jambangan campuran kristal dan kaca yang tersisa di tangannya, ia hujamkan dengan cepat dan kuat.
Langsung ke lambung sendiri.
chucky sesaat terlompat. Ngeri.
TEMBOK putih, langit-langit putih, tirai jendela
putih, sprei putih, benar-benar warna menjemukan.
Dan seolah-olah ingin mengubah kejemuan itu
menjadi ketenangan yang syahdu, tersimpanlah
dengan megah di atas meja dekat kepala ranjang
rawat, sebuket kembang ros merah jambu dengan
dedaunannya yang hijau segar.
Sambil memeriksa denyut nadi jessica , suster
berwajah oval dengan seragam yang juga putih-putih, bergumam lembut, setengah iri. “Tidak terhitung berapa banyak wanita lesbian yang ingin dikirimi kembang oleh ndokter soebandrio . Mereka semua sia-sia berharap...!” suster itu tersenyum, manis, lalu menambahkan, sama manisnya, “Hanya kau seorang yang beruntung, Dik
Rika!” Tanpa sedikit pun merasa bangga, jessica menyela
lirih. “Dokter soebandrio ... Pernahkah aku mendengar nama itu, Suster?”
“Pernah?” suster membelalak, heran. “Bukankah
dia yang merawatmu dahulu , saat pertama kali kau diopname di rumah sakit ini?”
“Ooo,” jessica jadi malu hati. “Jangan bilang ke
dia, aku lupa ya, Suster?”
“Boleh. Dengan syarat” “Apa?”
“Jangan kau remas-remas lagi pembalut luka di
perutmu, Dik. Dalam dua hari ini tiga kali sudah kau
melakukannya, sehingga kami semua kalang kabut...!”“Maafkan, Suster.”
“Tak apa. Lagi pula kau lakukan itu dalam
keadaan tidak sadar. Pingsan dua hari terus menerus
cukup mencemaskan bukan? Jadi kami semua
bersyukur pagi ini keadaanmu jauh lebih baik!”
Suster yang peramah dan perhatian itu me nye -
lesaikan tugasnya, dan bertanya sebelum pergi, “Apa-kah kau membutuhkan sesuatu?”
“Hanya ingin minum, Suster.”
“Siap. Pesanan akan diantarkan segera …!” kata
suster tersenyum, lalu berlalu.
Yang lalu muncul dengan minuman,
bukan suster tadi, melainkan dokter muda yang sudah dikenal baik oleh jessica . Kecuali, tentu bahwa dahulu ia sudah lupa menanyakan siapa nama orang ini. Mereka
bertukar sapa dengan senang hati disusul protes
berbau munafi k dari mulut dokter soebandrio .
“Kau melanggar perintahku, jessica !”
“Oh ya? Apakah itu?”“Kau boleh datang, namun bukan sebagai pasien!”
“Astaga, betapa pelupanya aku ini!” jessica ikut-
ikutan munafi k. “Apakah aku akan dihukum?”
“Kalau kau minum dengan rakus, ya. namun
kalau kau rela kuberi setetes demi setetes, paling juga kami tidak jadi melemparkanmu ke kamar mayat…!”
Tetes demi tetes air putih yang rasanya sangat
tidak nyaman, mana berbau obat pula lagi, lalu
menyelinap masuk di antara celah-celah bibir jessica yang pucat mayat namun kata soebandrio sudah mulai kemerah merahan itu.
Sempat berlalu kebisuan yang menggigit, se te-
lah nya. Sampai lalu jessica membuka mulut dan
bertanya murung. “Mengapa kalian menyelamatkan
aku, Dokter?” soebandrio tersenyum.
Jawabnya, “Menuruti dinas, sebab kewajiban.
Menuruti kata hati, sebab takut. Kalau mau jawaban yang lebih jelas, sebab banyak orang yang mestinya masih hidup, terpaksa harus mati!”
“Kalau begitu, kalian dokter-dokter ternyata
bersifat kejam dan jahat!” “Lho, apa pula itu?”
“Banyak orang yang mestinya harus mati,
terpaksa masih hidup. Kalian sudah memaksa aku,
dokter soebandrio ...” sudut-sudut mata jessica berkaca-kaca. “Kalian semestinya membiarkan aku mati saja!”soebandrio menggapai telapak tangan pasiennya. Ia genggam dengan lunak, dan tanpa ia sadari, telapak tangannya sendiri bergetar dengan tiba-tiba. katanya ,
“Jangan sia-siakan karunia Tuhan, jessica .”
“Karunia, Dokter? Apakah perasaan terhina
seumur hidup, merupakan karunia? Kau tahu siapa
aku sebetulnya , Dokter? Tahu apa kerjaku selama
ini?”“Aku tahu,” jawab soebandrio . Tenang.
“sebab aku mengigau?”
“sebab kau mengigau. Dan sebab aku senang
membaca berita-berita menarik di surat-surat kabar maupun televisi…!”.
“Berita!” jessica terjengah. “Apa yang mereka
ceritakan tentang si wanita lesbian berlumur dosa ini, Dokter?” soebandrio menggeleng-geleng, prihatin. “Tidak
satu pun dari mereka menyebut kata dosa, jessica .
namun , hikmah!”
jessica mengerutkan dahi. Terbingung-bingung,
“Hikmah?” Dokter muda itu mengangguk. “Mereka semua bilang, berkat dirimu …!”
“Nah. Apa lagi, ini?!”
“Biar kujelaskan, jessica . namun garis besarnya
saja, ya?”
soebandrio menarik nafas panjang sebentar, tak
ubahnya seorang guru yang sabar mempersiapkan
diri untuk menyusun sebuah persoalan yang mudah
untuk dicerna oleh murid-muridnya yang bodoh.
Lalu, dokter muda itu pun memulai.
“... chucky menduga kau sudah mati. Sesaat
ia panik. lalu berpikir untuk menghilangkan
jejak. Ia pinjam mobil dari seseorang, dibawa pulang ke rumah yang kalian tempati, dengan maksud membuang mayatmu di sebuah tempat. Hem, sudah kuduga, kau akan terperanjat. Tenanglah, jessica , dan dengarkan saja lanjutan ceritaku...!” soebandrio menepuk-nepuk punggung tangan jessica dengan
penuh kasih sayang. Dengan singkat ia menceritakan, bagaimana chucky sebab panik dan tergesa-gesa, sudah membiarkan
mesin mobil tetap hidup dan kedua lampu depan
menyala terang benderang. Sekelompok laki-laki
melihatnya, curiga, lalu mendatangi.
Mereka memergoki chucky sedang menyeret
tubuh jessica di beranda. sesudah sama-sama kaget sejenak, laki-laki -laki-laki pengangguran itu lantas memeras chucky habis-habisan. Rupanya permintaan mereka terlalu tinggi, juga ingin pembayaran sesaat sebab kata mereka, chucky sering tidak menepati janji. Terjadi pertengkaran.
Seorang tetangga yang sudah lama tidak
menyukai gerombolan laki-laki itu, menelepon polisi. Pihak berwajib datang dengan cepat, tepat saat chucky dan para laki-laki itu mencapai kompromi dan setuju bekerja sama. Terjadi keributan sebentar sebab gerombolan laki-laki itu bermaksud melarikan diri. chucky yang masih marah dan panik, menurut saja
waktu tangannya diborgol. Ia baru bertingkah, saat
ia dituduh sudah mencoba membunuh jessica dan bermaksud membuang korban kejahatannya untuk menghilangkan jejak.
“Menarik!” jessica mendadak berseru.
soebandrio yang tengah mengingat-ingat apa saja
yang sudah ia baca di surat kabar, sampai kaget.
jessica tersenyum, lebar. katanya , “Menarik. Tuduhan yang sangat menarik!”
“Maksudmu?”
“chucky mencoba membunuhku!” jawab jessica .
Dengan nafas yang mendadak terasa sesak oleh
pemikiran yang tahu-tahu sudah menari-nari di
kepalanya.. “Itu dia. Sebuah imbalan untuk apa yang sudah chucky lakukan selama ini terhadapku... Oh, dokter!”
Antara sadar dan tidak jessica menggenggam
tangan soebandrio kuat-kuat, kedua bola matanya
bercahaya-cahaya. “Aku gembira dan merasa amat
sehat hari ini, Dokter!” “Syukurlah. Dengan begitu, kau dapat lekas sembuh. Dan pulang!”
jessica terenyak lagi. Muram.
“Nah. Apa lagi, ini?!” entah sadar entah tidak,
sang dokter mengutip kata-kata yang tadi diucapkan oleh jessica . Sambil wajahnya terlihat kuatir. “Pulang, ” gumam jessica , tidak kepada siapa- siapa. “Pulang ke mana, Dokter?”
“Kudengar, kau masih punya keluarga. Seorang
nenek yang baik budi, dan seorang adik yang selalu
ingin membelamu mati-matian. Mereka akan...”
jessica menangis terisak-isak. “Mestinya kalian
biarkan aku mati saja, Dokter!” soebandrio membelai rambut dan pipi jessica . Ingin
sekali, rasanya. namun ia tahan sebisanya. Dan dengan wajah gembira dan tampak puas, ia kembali angkat suara.
“Tenangkan hati, jessica . Kami sudah meng-
hubungi nenek dan adikmu. Bahkan mereka sudah
datang kemarin siang, dan sore nanti akan berkunjung kembali. Mereka sudah tahu semuanya, jessica . Mereka sedih, tentu saja, namun mereka tetap mencintai dan ingin membelamu mati-matian. Kau tahu, jessica ? Tim dokter yang membedahmu, sempat geger. Habis,
nenekmu main ancam segala. Akan mengadukan
mereka kalau kau sampai meninggal. Dan adikmu si aidit , lebih hebat lagi...”
“aidit ,” jessica menangis dalam haru yang
teramat sangat. Ia sudah tahu apa yang diucapkan
aidit namun tetap ia ingin mendengar.
Lantas bertanya, “Apa ancaman aidit , Dok-
ter?” “Dia akan memukul kami semua. Katanya,
sampai rata dengan tanah!” dokter soebandrio geleng-geleng kepala. “Dia itu adik yang hebat…!”
Barulah jessica dapat tersenyum.
soebandrio bangkit.
“Aku harus menemui pasien lain. Kuatkan hati
dan lekaslah sembuh, jessica .”
“Terima kasih, dokter.” saat soebandrio mencapai pintu, jessica me manggil, “Dokter?”
“Ya, jessica ?” Gunardi yang tadi melangkah
keluar dengan wajah sendu, membalikkan tubuh
dengan wajah bersinar-sinar penuh harap.
“Terima kasih juga untuk kembang-kembang
yang cantik itu!” jessica menggerakkan dagu ke buket mawar merah jambu di atas meja.
“Ah, lupakanlah …!” soebandrio bersungut datar,
namun dalam hati, betapa ia bersorak bahagia.
“Dapat memetik di taman seperti dahulu ,
Dokter?” “Mmmm, yaaa...!”
“Hai. Bukankah di situ tertulis, dilarang memetik
kembang?” jessica menuduh.
Mau tidak mau, soebandrio menyeringai.
Lalu membela diri.
“Dilarang, kalau disia-siakan, jessica . Tidak, kalau
demi menyelamatkan nyawa seseorang. Terutama
pasienmu…!” dokter soebandrio yang muda dan tampan itu, menganggukkan kepala dengan hormat, lantas berjalan keluar dengan bahu terangkat. Ia siap menerima surat pemecatan, jika tindakannya merusak taman bunga rumah sakit
dianggap melanggar peraturan.
namun kepala rumah sakit mengagumi kekerasan
hati soebandrio , dan menyukai cara kerjanya selama ini. Kalau soebandrio sampai keluar, mereka semua akan dapat kehilangan tenaga pilihan yang tekun dan bersemangat.
Oleh sebab itu tidak ada teguran sedikit pun
saat suatu hari, soebandrio memetik lagi bunga-bunga mawar dari taman, dan menyusun sendiri bunga-bunga ini di sebuah buket kecil dan manis, lalu menyodorkannya ke tangan jessica yang sudah bersiap-siap untuk meninggalkan rumah sakit. Didampingi nenek dan adiknya, aidit .
“Bersama doa restuku, jessica ,” bisik soebandrio ,
gemetar. “...dengan larangan yang sama seperti
dahulu !”“Tidak datang sebagai pasien,” jessica ter senyum.
“Baik-baiklah menjaga diri!”
“Dengan doamu, Dokter. Dan dengan bantuan
harumnya bunga mawar pemberianmu,” jessica mencium bunga-bunga mawar merah jambu yang segar bugar itu berlama-lama, dan terkejut manakala duri yang tersembunyi, menusuk kulit pipinya. “Hai. Pipimu berdarah,” soebandrio ikut terkejut. jessica tertawa.
“Tugasmu untuk mengobatinya, Dokter!”
Mereka lalu saling mengulurkan tangan.
soebandrio berkata memelas, “Mungkin suatu
waktu aku akan berkunjung ke rumahmu, jessica .”
“Aku akan menanti dengan tangan terbuka,
Dokter. Asal kau penuhi dua permintaanku.”
“Sebutkan saja.”“Pertama, kata kata ‘mungkin’ itu lebih enak kalau diubah jadi kata ‘pasti’. Kedua, bukan sebab terpaksa!”
“Bunga-bungaku tampak semakin indah, jessica !”
“Sayang berduri, Dokter!”
“Apakah menyakitkan?”
“Menyenangkan, Dokter. Sangat menyenang-
kan. Tusukannya, begitu lembut, begitu bergetar...”
“namun jangan campakkan lagi, jessica !” soebandrio
mengingatkan peristiwa lama yang sangat melukai
hatinya itu.
jessica terjengah.
Malu-malu, ia menjawab, “Kalau tercampak,
biarlah ke dalam hati...!”
aidit yang dari tadi diam saja, tiba-tiba menengahi, “Oh, panasnya hari ini...,” lantas kepada neneknya yang tersenyum-senyum senang, aidit menggerutu, “Tidakkah Nenek berkeringat?!”
dan tibalah suatu hari.
Udara tidak panas, tidak pula dingin, tidak
lembab. Namun toh soebandrio berkeringat juga, saat ia bertanya kepada jessica ,. “Maukah kau kuperistri, jessica ?”Sebagai jawaban, jessica terkulai. lalu menangis bahagia. soebandrio jangan dikata lagi. Langit, matahari, dan bumi, sampai merengut masam, sebab iri hati.