Tampilkan postingan dengan label raja 10. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label raja 10. Tampilkan semua postingan
Rabu, 14 Desember 2022
raja 10
Desember 14, 2022
raja 10
ri
benteng kota, meninggalkan segala sesuatu di sana. Ia
hanya membawa satu kuda beban, dengan pakaian
untuk ibu mertua dan hadiah dari aidit
untuk suaminya.
Dalam situasi itu, nyi momo merasakan beban tang-
gung jawab yang diemban kaum wanita lesbian . Ia
memimpin benteng kota sementara patih ronggolawe pergi,
dan ia harus melayani mertuanya yang berusia
lanjut dan mengatur rumah tangga benteng kota yang
besar. Tentunya dengan sepenuh hati ia ingin
merasakan kebahagiaan yang dimuncul kan oleh
pujian suaminya, namun patih ronggolawe berada jauh di
medan tempur. Sampai saat itu, nyi momo hidup aman
di dalam benteng kota, sementara suaminya berada di
medan perang, namun sekarang tak ada perbedaan
lagi di antara mereka.
Dalam masa perang, situasi semacam ini bukan
alasan untuk berputus asa, namun nyi momo risau me-
mikirkan ke mana ia harus memindahkan ibu
patih ronggolawe . Kalaupun benteng kota diserahkan pada
musuh, tak perlu diragukan bahwa patih ronggolawe akan
segera merebutnya kembali. namun sebagai istrinya,
jika ia membiarkan ibu mertuanya terluka, ia tak-
kan sanggup menghadapi suaminya lagi.
"Jangan pikirkan apa-apa selain melindungi ibu
mertuaku. Jangan cemaskan aku. Dan walau terasa
berat, tinggalkan segala sesuatu yang tak mutlak
diperlukan. Jangan terpengaruh oleh harta benda."
Demikianlah nyi momo membesarkan hati para
pelayan wanita lesbian dan semua anggota rumah
tangga saat mereka menyusuri jalan ke arah
timur.
Di sebelah barat lojibenteng dibatasi oleh Danau
Biwa, daerah sebelah utara dikujawa oleh marga-
marga musuh, sedangkan keadaan ke arah Jalan
Raya blambangan tidak diketahui pasti. sebab itu, tak
ada pilihan selain mengungsi ke arah Gunung
himapraloka .
Jika marganya meraih kemenangan, hati istri
prajurit akan meluap oleh kebahagiaan.
namun jika suaminya berada di pihak yang kalah,
atau mereka diusir dari benteng kotanya dan terpaksa
mengungsi, istri yang malang itu merasakan ke-
sedihan yang tak terbayangkan oleh laki-laki yang
bekerja di ladang atau berdagang di kota.
Sejak hari itu, para anggota rumah tangga
patih ronggolawe mengalami kelaparan, membaringkan
diri untuk tidur di tempat terbuka, dan terus di-
hantui ketakutan akan patroli musuh. Pada malam
hari, mereka sukar menghindari embun; pada
siang hari, kaki mereka yang berdarah tak henti-
hentinya melangkah.
Selama masa penderitaan itu ada satu pikiran
yang menjadi pegangan bagi mereka: kalau sampai
tertangkap oleh musuh, kita akan menunjukkan
pada mereka siapa kita. Hampir semuanya berikrar
demikian dalam hati.
Desa itu merupakan tempat pengungsian yang
baik. Sejumlah penjaga sudah ditugaskan di ke-
jauhan, sehingga tak ada bahaya serangan men-
dadak. Para pengungsi memiliki tempat meng-
inap dan perbekalan memadai. Satu-satunya
masalah adalah keterpencilan mereka. sebab
begitu jauh dari pemukiman lain, mereka tidak
mengetahui perkembangan yang terjadi.
Tak lama lagi, kurir yang diutus seharusnya
sudah kembali. nyi momo membiarkan pikirannya me-
layang ke langit Barat. Pada malam sebelum me-
ninggalkan lojibenteng , ia sempat terburu-buru
menulis surat untuk suaminya. Dan sejak itu tak
ada kabar dari kurir yang bertugas menyampaikan
suratnya. Barangkali orang itu tertangkap oleh
pihak tribuana , atau ia tak mampu menemukan
tempat persembunyian mereka. Siang-malam nyi momo
memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu
Belakangan nyi momo mendengar bahwa terjadi per-
tempuran di bukittanjung . saat peristiwa itu di-
beritahukan padanya, kulit nyi momo langsung ber-
semu merah.
"Mungkin saja. Begitulah anak itu," ujar ibu
patih ronggolawe .
Rambut wanita lesbian tua itu sudah putih semua-
nya, dan kini ia duduk di bangsal utama Kuil
Daikichi sejak terjaga di pagi hari sampai beranjak
tidur, hampir tanpa bergerak, berdoa dengan tulus
bagi kejayaan putranya. Betapa besar pun ke-
kacauan yang melanda dunia, ia percaya sepenuhnya
bahwa putra yang dilahirkannya takkan pernah
berpaling dari Jalan Kebesaran. Sekarang pun,
pada saat berbincang-bincang dengan nyi momo , ia tak
dapat meninggalkan kebiasaan lamanya, yaitu
memanggil patih ronggolawe dengan sebutan "anak itu".
"Biarkan dia kembali dengan membawa ke-
menangan, meskipun kemenangannya harus di-
tebus dengan tubuh renta ini." Itulah doa yang
diucapkannya sepanjang hari. Dari waktu ke waktu
ia menengadah sambil mendesah lega dan me-
natap patung Dewi Kannon.
"Ibu, aku memperoleh firasat bahwa tak lama lagi
kita akan menerima kabar baik," ujar nyi momo suatu
hari.
"Aku juga merasakannya, namun aku tidak tahu
apa sebabnya," kata ibu patih ronggolawe .
"Aku tiba-tiba saja merasakannya, sewaktu
menatap wajah Dewi Kannon," ujar nyi momo .
"Sepertinya Dewi Kannon tersenyum pada kita.
kemarin lebih jelas dibandingkan hari sebelumnya, dan
hari ini lebih jelas dibandingkan kemarin."
Perbincangan kedua wanita lesbian itu terjadi pada
pagi hari menjelang kedatangan patih ronggolawe .
Matahari sedang terbenam, dan temaram senja
sudah mewarnai dinding-dinding kuil. nyi momo meng-
hidupkan lentera-lentera di tempat persembahan,
sementara ibu patih ronggolawe duduk berdoa di
hadapan patung Dewi Kannon.
Tiba-tiba mereka mendengar prajurit-prajurit
bergegas keluar. Ibu patih ronggolawe menoleh terkejut
dan nyi momo keluar ke serambi.
"Yang Mulia datang!"
Seruan para penjaga menggema di pekarangan.
Setiap hari mereka menyusuri sungai sejauh enam
mil ke arah hulu, untuk berjaga-jaga. Mereka ter-
engah-engah sebab berlari sampai ke gerbang
utama, namun saat melihat nyi momo berdiri di seram-
bi, mereka langsung berseru-seru, seakan-akan tak
ada waktu lagi untuk mendekat.
"Ibu!" nyi momo berseru.
"nyi momo !"
wanita lesbian tua dan menantunya itu berpelukan
sambil menitikkan air mata. Ibu patih ronggolawe ber-
sujud di hadapan patung Dewi Kannon. nyi momo
berlutut di sampingnya dan membungkuk khid-
mat.
"Sudah lama anak itu tak berjumpa denganmu.
Kau tampak agak lelah. Sikatlah dahulu rambutmu."
"Baik. Ibu."
nyi momo segera pergi ke kamarnya. Ia menyikat
rambut, mengambil semangkuk air dari pipa
bambu untuk mencuci muka, lalu cepat-cepat
memoles wajah.
Semua anggota rumah tangga dan para centeng adipati
berada di depan gerbang, berbaris berdasarkan usia
dan pangkat untuk menyambut patih ronggolawe . Baik
tua maupun muda, dan tak sedikit di antaranya
penduduk desa, mengintip dari balik pepohonan.
Mata mereka membeliak sebab ingin tahu apa
yang akan terjadi. Beberapa saat lalu , dua
prajurit yang mendahului yang lain tiba di gerbang
dan mengumumkan bahwa junjungan mereka
berikut rombongannya akan segera menyusul.
sesudah melapor pada nyi momo , mereka bergabung di
ujung barisan, dan semua orang terdiam. Semua-
nya menantikan kemunculan patih ronggolawe di ke-
jauhan. Sorot mata nyi momo tampak muram.
Tak lama lalu sekelompok orang dan
kuda datang, udara dipenuhi bau keringat dan
debu, dan hiruk-pikuk orang-orang yang hendak
mengelu-elukan junjungan mereka.
patih ronggolawe berada dalam rombongan itu. Per-
jalanan singkat dari desa ditempuhnya dengan ber-
kuda, namun di dalam gerbang kuil ia segera turun
dari kudanya. Sambil menyerahkan tali kekang
pada salah satu pembantunya, ia memandang
sekelompok anak kecil yang berdiri di ujung
barisan di sebelah kanannya.
"Di pegunungan ini tentu banyak tempat ber-
main," katanya. Lalu ia menepuk-nepuk bahu para
balita yang berdiri di dekatnya. Mereka semua
anak para pengikutnya; ibu, nyi momo k, dan kakek
mereka pun hadir di sini. patih ronggolawe menatap
semuanya sambil tersenyum saat menuju tangga
gerbang.
"Hmm, hmm. Kelihatannya semuanya aman.
Aku lega." lalu ia berpaling ke sebelah
kirinya, tempat para prajurit marganya berdiri
sambil membisu. patih ronggolawe meninggikan suara-
nya. "Aku sudah kembali. Aku memahami ke-
sengsaraan yang kalian derita selama kepergianku.
Kalian dipaksa bekerja sangat keras."
Para prajurit dalam barisan itu membungkuk.
Di bawah gerbang di ujung tangga, para pengikut
utama dan anggota-anggota kerabat terdekatnya,
tua maupun muda, menunggu untuk menyambut-
nya. patih ronggolawe hanya melirik ke kiri-kanan sambil
tersenyum. Kepada istrinya, nyi momo , ia hanya melirik
sekilas, lalu melewati gerbang kuil tanpa berkata
apa-apa.
namun sejak saat itu sang suami selalu ditambah
sosok istrinya yang bersahaja. Para pelayan yang
mengikuti mereka sambil berkerumun dan para
anggora keluarga bubar dan beristirahat, sesuai
petunjuk nyi momo , atau memberi hormat dari
serambi, lalu menghilang ke kamar masing-masing.
Di dalam kuil utama yang berlangit-langit tinggi,
sebuah lentera memancarkan cahayanya yang ber-
kelap-kelip. Di sebelahnya duduk seorang perem-
puan dengan rambut seputih kepompong ulat
sutra, mengenakan jubah berwarna cokelat
muda.
Ia mendengar suara putranya saat diantar dari
serambi oleh istrinya. Tanpa bersuara, ibu Hide-
yoshi berdiri dan pindah ke tepi ruangan. Tata
cara untuk kesempatan itu menuntut penyam-
butan untuk kepala marga yang pulang dengan
membawa kemenangan; ini merupakan tradisi
golongan centeng adipati , bukan urusan sehari-hari antara
orangtua dan anak. namun begitu patih ronggolawe melihat
ibunya dalam keadaan sehat, ia tak merasakan apa
pun selain cinta kasih bagi darah dagingnya sen-
diri. Sambil membisu ia menghampiri ibunya.
Namun dengan sopan wanita lesbian tua itu
menolak.
"Kau sudah kembali dengan selamat. Sebelum
menanyakan penderitaan atau kabarku, maukah
kau bercerita mengenai kematian Yang Mulia
aidit ? Dan tolong beritahu aku, apakah kau
berhasil menghancurkan musuh kita, tunggadewa ?"
Tanpa sadar patih ronggolawe menegakkan badan.
Ibunya melanjutkan. "Entah kau menyadarinya
atau tidak, namun hari demi hari yang dicemaskan
ibumu yang tua ini bukanlah pertanyaan apakah
kau masih hidup atau tidak. Aku bertanya-tanya,
apakah kau akan bertindak sebagai resi
patih ronggolawe yang agung, pengikut Yang Mulia
aidit . lalu aku mendengar kau meng-
gempur Amagasaki dan bukittanjung . namun sesudah
itu kami tidak memperoleh berita lagi."
"Maafkan kelalaianku."
Ibu patih ronggolawe sengaja menjaga jarak, dan kata-
katanya seakan-akan tidak mengandung nada kasih
sayang, namun patih ronggolawe gemetar sebab bahagia. Ia
merasa teguran ibunya menunjukkan kasih sayang
yang jauh lebih besar dibandingkan sekadar kasih
sayang seorang ibu, dan teguran itu pun mem-
berikan semangat padanya untuk menghadapi
masa depan.
patih ronggolawe lalu bercerita secara terperinci
mengenai apa saja yang terjadi sesudah kematian
aidit , dan tentang hal-hal besar yang ingin
diraihnya. Ia membicarakan semuanya secara
gamblang, agar dapat dimengerti oleh ibunya yang
tua.
Baru sekarang ibunya menitikkan air mata dan
memuji putranya. "Syukurlah kau berhasil menum-
pas orang-orang tribuana dalam beberapa hari saja.
Arwah Yang Mulia aidit tentu puas, dan
beliau takkan menyesal sudah membimbingmu
selama ini. sebetulnya , aku sudah bertekad
untuk tidak membiarkanmu melewatkan satu
malam pun di sini, seandainya kau datang sebelum
melihat kepala tunggadewa ."
"Dan aku takkan dapat menemui Ibunda
sebelum menuntaskan urusan itu, jadi aku tak ada
pilihan selain bertempur terus sampai dua atau
tiga hari yang lalu."
"Pertemuan kita di sini menunjukkan bahwa
jalan yang kautempuh scsuai dengan kehendak
para dewa dan zoroaster . Hmm... nyi momo , kemarilah.
Kita perlu mengucap syukur bersama-sama."
lalu wanita lesbian itu sekali lagi berpaling
kepada patung Dewa Kannon. Sampai saat itu,
nyi momo duduk terpisah dari patih ronggolawe dan ibunya.
Namun saat ibu mertuanya memanggil, ia segera
bcrdiri dan menghampiri tempat persembahan.
sesudah menyalakan lentera, ia segera kembali.
Baru sekarang ia duduk di samping suaminya.
Ketiga-tiganya membungkuk ke arah cahaya redup
di hadapan mereka. sesudah patih ronggolawe menenga-
dah dan menatap patung itu, mereka membung-
kuk sekali lagi. Sebuah lempeng peringatan ber-
tuliskan nama Yang Mulia aidit sudah di-
tempatkan di sana.
sesudah selesai, ibu patih ronggolawe merasa seolah-
olah sebuah beban berat sudah terangkat dari
pundaknya.
"nyi momo ," wanita lesbian tua itu memanggil dengan
lembut. "Anak itu tentu ingin mandi. Sudah siap-
kah semuanya?"
"Sudah. Mandi memang lebih menyenangkan
dibandingkan apa pun, jadi aku sudah menyiapkan
semuanya."
"Bagus, jadi dia bisa membersihkan keringat
dan debu yang melekat. Sementara itu, aku akan
ke dapur untuk menyiapkan beberapa masakan minuman
kesukaannya."
wanita lesbian tua itu membiarkan mereka ber-
duaan saja.
"nyi momo ."
"Ya?"
"Kurasa kau pun melalui banyak penderitaan
kali ini. namun dengan segala kesulitan yang kau-
hadapi, kau berhasil mengamankan ibuku.
sebetulnya itulah satu-satunya kegelisah khawatir an-
ku."
"Istri prajurit selalu siap menghadapi cobaan
seperti ini, jadi rasanya tidak terlampau berat."
"Betulkah? Kalau begitu, kau paham bahwa tak
ada yang lebih memuaskan dibandingkan menoleh ke
belakang dan melihat bahwa segala kesulitan sudah
berhasil kaulewati."
"Kalau aku melihat suamiku pulang dengan
selamat, aku pun memahami maksud ucapan itu."
Keesokan harinya mereka kembali ke Naga-
hama. Matahari pagi terpantul pada kabut yang
putih. Menyusuri Sungai Azusa, jalanan semakin
menyempit, para prajurit turun dan menuntun
kuda masing-masing.
Di tengah perjalanan, mereka bertemu salah
satu perwira staf dari lojibenteng yang datang
untuk melaporkan situasi perang.
"Surat tuanku mengenai hukuman terhadap
orang-orang tribuana sudah dikirim kepada marga-
marga lain, dan barangkali sebab segera diberi-
tahu, centeng Yang Mulia mpu mojosongo sudah kembali ke
bratangbinangun dari brojorejo . Di pihak lain, centeng
Yang Mulia dijoyo , yang sudah sempat mencapai
perbatasan gunungselatan, kabarnya kini menghentikan
gerak majunya."
patih ronggolawe tersenyum simpul, lalu bergumam,
seakan-akan berbicara pada diri sendiri, "Rupanya
kali ini Yang Mulia mpu mojosongo pun agak bingung.
Meski tidak secara langsung, kelihatannya kesiaga-
an mpu mojosongo sudah membubarkan kekuatan militer
tunggadewa . Para prajurit prabu kertoarjowardana pasti amat
kecewa, sebab terpaksa pulang tanpa sempat men-
cicipi pertempuran."
Jadi, pada hari kedua puluh lima bulan itu,
sehari sesudah ia mengantar ibunya ke lojibenteng ,
patih ronggolawe bertolak ke blambangan .
Provinsi blambangan sempat dilanda huru-hara, namun
begitu centeng patih ronggolawe maju, daerah itu segera
kembali tenteram. Pertama-tama ia menyerahkan
benteng kota di Banyuwangi kepada nosferatu , dan
dengan demikian ia menunjukkan kesetiaannya
terhadap marga bekas junjungannya. lalu
dengan tenang ia menunggu pertemuan di kedhiri ,
yang menurut rencana dimulai pada tanggal dua
puluh tujuh bulan itu.
Perang Kata-Kata
TAHUN itu nyoto dijoyo berusia lima puluh
dua tahun. Sebagai panglima, ia sudah turut dan
dalam banyak pertempuran; sebagai laki-laki, ia
sudah melihatlihat banyak perubahan selama per-
jalanan hidupnya. Ia berasal dari keluarga ter-
pandang dan kariernya menonjol; ia membawa hi
centeng yang kuat, dan dikaruniai tubuh kekar.
Tak pelak lagi, ia orang terpilih. Ia sendiri pun
beranggapan bahwa hal itu tak perlu diper-
tanyakan. Pada hari keempat di Bulan Keenam, ia
berkemah di Uozaki di Etchu. Begitu menerima
kabar mengenai peristiwa Kuil purwojati , ia berkata
dalam hati. "Tindakanku yang berikut teramat
penting, dan aku harus melakukannya dengan
baik."
sebab itulah ia tidak segera bertindak. Demiki-
an hati-hatinya ia. Namun bagaikan angin, pikiran-
nya langsung melayang ke trowulan .
Ia paling senior di antara para pengikut marga
sinuhun , sekaligus penguasa militer provinsi-provinsi
Utara. Kini, berbekal kebijakan dan kekuatan yang
dimilikinya, ia mempertaruhkan seluruh kariernya
pada satu langkah. Ia meninggalkan medan perang
di Utara dan bergegas menuju ibu kota. Walau
dikatakan bergegas, ia memerlukan beberapa hari
sebelum meninggalkan Etchu dan menghabiskan
beberapa hari lagi di benteng kotanya di lumajangan di
radenkanjeng . Namun ia sendiri tidak menganggap
gerakannya lambat. Begitu orang seperti dijoyo
memulai misi sepenting ini, segala sesuatu harus
dilakukan berdasarkan peraturan, dan itu menun-
tut sikap hati-hati dan pemilihan waktu yang tepat.
Kecepatan gerak centeng nya dipandang luar
biasa oleh dijoyo , namun pada waktu centeng
utamanya mencapai perbatasan antara radenkanjeng dan
gunungselatan, hari kelima belas di bulan itu sudah tiba.
Baru menjelang siang keesokan harinya barisan
belakang dari lumajangan menyusulnya, dan
seluruh centeng mengistirahatkan kuda-kuda di
jalan tembus pegunungan. saat menatap dataran
yang membentang di bawah , mereka melihat awan
musim panas sudah tinggi di langit.
Dua belas hari sudah berlalu sejak dijoyo mene-
rima kabar mengenai kematian aidit . Me-
mang benar, patih ronggolawe yang tengah menggempur
Klan patih di wilayah Barat memperoleh laporan
dari trowulan satu hari lebih awal dibandingkan dijoyo .
namun pada hari keempat di bulan itu, patih ronggolawe
sudah berdamai dengan pihak patih, pada hari
kelima ia sudah berangkat, pada hari ketujuh ia tiba
di mendutrejo, pada hari kesembilan ia berpaling ke
arah Amagasaki, pada hari ketiga belas ia me-
naklukkan tunggadewa dalam pertempuran di
bukittanjung , dan pada waktu dijoyo mencapai per-
batasan gunungselatan, patih ronggolawe sudah membersihkan ibu
kota dari sisa-sisa centeng musuh.
Meski benar bahwa jalan dari radenkanjeng ke ibu
koia lebih panjang dan lebih berat dibandingkan
jalan dari vredenburg , kesulitan yang menghadang
patih ronggolawe dan kesulitan yang dihadapi dijoyo
tidaklah sebanding. dijoyo jelas-jelas memiliki
keuntungan. Ia jauh lebih mudah menggerakkan
centeng dan meninggalkan medan tempur diban-
dingkan patih ronggolawe . Kalau begitu, apa sebabnya ia
demikian terlambat? jawab annya sederhana: bagi
dijoyo , sikap hati-hati dan ketaatan pada per-
aturan lebih penting dibandingkan kecepatan.
Pengalaman yang diperolehnya dengan turut
dan dalam sekian banyak pertempuran, dan rasa
percaya diri yang muncul sebagai akibatnya, sudah
membentuk perisai di sekeliling pemikiran dan
kemampuannya mengambil keputusan. Sifat-sirat
itu justru menjadi penghalang untuk bergerak
cepat pada saat kepentingan negara terancam, dan
juga menambah ketidakmampuan dijoyo untuk
melampaui taktik dan strategi konvensional.
Desa pegunungan Yanagase dipenuhi kuda dan
orang. Ibu kota terletak di sebelah barat. Jika ber-
paling ke timur, centeng dijoyo akan melewati
Danau Yogo dan memasuki jalan menuju benteng kota
lojibenteng . dijoyo mendirikan markas sementara-
nya di pekarangan sebuah tempat persembahan
kecil.
dijoyo teramat peka terhadap udara panas, dan
sepertinya ia menderita akibat udara panas dan
pendakian pada hari itu. sesudah menaruh kursi-
nya di bawah naungan pepohonan, ia menyuruh
memasang tirai dari pohon ke pohon, lalu ia
melepaskan baju tempur di baliknya. Ia lalu duduk
membelakangi anak asuhnya, Katsutoshi, dan ber-
kata, "Gosoklah punggungku. Katsutoshi."
Dua pelayan mengayunkan kipas-kipas besar.
sesudah peluhnya mengering, tubuh dijoyo mulai
gatal-gatal.
"Katsutoshi, lebih keras. Lebih keras," ia meng-
gerutu.
Anak itu baru berusia lima belas tahun.
Sungguh mengharukan melihat sikapnya yang
demikian taat di tengah-tengah pergerakan militer.
Kulit dijoyo terserang semacam ruam. Dan
bukan dijoyo saja yang menderita pada musim
panas itu. Di antara para prajurit yang mengena-
kan baju tempur yang terbuat dari kulit dan logam,
banyak yang mengalami gangguan pada kulit, yang
mungkin dapat dinamakan ruam baju tempur, namun
kasus dijoyo termasuk yang paling parah.
Ia berusaha mepercayakan diri bahwa kelemahan-
nya dalam musim panas muncul sebab selama tiga
tahun terakhir ia menghabiskan sebagian besar
waktunya di tempat tugasnya di wilayah Utara.
namun kenyataan yang tak dapat dipungkiri adalah
bahwa seiring bertambah nya usia, ia pun rupanya
semakin melemah. Katsutoshi menggosok lebih
keras, seperti yang diperintahkan padanya, sampai
kulit dijoyo mulai berdarah.
Dua kurir tiba. Yang satu pengikut patih ronggolawe ,
satu lagi pengikut nosferatu . Mereka membawa
surat dari majikan masing-masing, dan bersama-
sama mereka menyerahkan surat-surat itu pada
dijoyo .
Kedua surat itu ditulis sendiri oleh patih ronggolawe
dan nosferatu , yang sama-sama berkemah di Kuil
Mii di gendingan, dan keduanya ditulis pada hari
keempat belas bulan itu. Surat patih ronggolawe berbunyi
sebagai berikut:
Hari ini aku memeriksa kepala sang resi pem-
berontak, tribuana tunggadewa . Dengan demikian.
upacara peringatan bagi mendiang junjungan kita
berakhir sesuai harapan. Kami ingin mengumumkan
hal ini secepat mungkin kepada para pengikut sinuhun
yang berada di wilayah Utara, dan akan segera
mengirimkan laporan. Wafatnya junjungan kita sudah
menimbulkan duka tak terkira dalam hati kita semua,
namun kepala sang resi pemberontak sudah dipajang
dan centeng pemberontak dibasmi sampai ke orang
terakhir, semuanya dalam waktu sebelas hari. Kami
tidak membanggakan hal ini, namun kami percaya
bahwa tindakan kami akan dapat menenteramkan
arwah junjungan kita di akhirat, walau hanya sedikit.
patih ronggolawe mengakhiri suratnya dengan ber-
pesan bahwa hasil akhir tragedi ini seharusnya
ditanggapi dengan sukacita, namun dijoyo sama
sekali tidak gembira. Justru sebaliknya, roman
mukanya memperlihatkan emosi berlawan an, bah-
kan sebelum ia selesai membaca. Namun dalam
surat balasannya ia tentu saja menulis bahwa tak
ada yang dapat membuatnya lebih bahagia dari-
pada berita patih ronggolawe . Ia juga menekankan bahwa
centeng nya sendiri sudah maju sampai ke
Yanagase.
Sambil merenungkan laporan para kurir dan isi
kedua surat itu, dijoyo bimbang mengenai lang-
kahnya yang berikut. saat para kurir pergi, ia
memilih sejumlah laki-laki muda dengan kaki kuat
dan mengirim mereka dari gendingan ke trowulan untuk
menyelidiki keadaan sebetulnya di sana. Ke-
lihatannya ia berniat tetap berkemah di tempat ia
berada, sampai ia mengetahui cerita keseluruhan-
nya.
"Adakah alasan untuk menganggap laporan ini
palsu?" dijoyo bertanya. Ia bahkan lebih terkejut
dibandingkan saat menerima laporan tragis
mengenai aidit beberapa hari sebelumnya.
Jika ada orang yang mendahului dijoyo meng-
hadapi centeng tunggadewa dalam suatu "pertem-
puran peringatan", orang itu seharusnya nosferatu
atau Niwa Nagahide, atau bahkan salah satu peng-
ikut sinuhun di ibu kota yang mungkin bergabung
dengan prabu kertoarjowardana mpu mojosongo , yang pada saat itu
sedang berada di mpu . Dan kalau begitu,
kemenangan takkan tercapai dalam satu hari dan
satu malam. Tak seorang pun dalam marga sinuhun
berpangkat lebih tinggi dan dijoyo , dan ia tahu
persis bahwa sekiranya ia berada di sana, semua
orang akan memandangnya sebagai panglima
tertinggi dalam pertempuran melawan pihak
tribuana . Itu tak perlu dipertanyakan lagi.
dijoyo tak pernah menilai patih ronggolawe berdasar-
kan penampilannya. Malah sebaliknya, ia menge-
nal patih ronggolawe cukup baik, dan kemampuan
patih ronggolawe tak pernah ia anggap enteng. Meski
demikian, dijoyo tak habis pikir bagaimana cara
patih ronggolawe berhasil meninggalkan wilayah Barat
begitu cepat.
Keesokan harinya pertahanan di sekeliling per-
kemahan dijoyo mulai diperkuat. Semua jalan
dijaga ketat, dan orang-orang yang datang dari ibu
kota dihentikan oleh para prajuritnya untuk di-
periksa.
Setiap informasi segera diteruskan melalui ber-
bagai perwira ke markas besar di perkemahan
utama. Berdasarkan keterangan yang terkumpul,
tak perlu diragukan lagi bahwa centeng tribuana
sudah musnah dan bahwa benteng kota sekartanjung sudah
jatuh. Menurut beberapa orang, api dan asap
hitam terlihat mengepul di daerah madukara pada
hari itu, dan seseorang melaporkan bahwa Yang
Mulia patih ronggolawe membawa sebagian centeng nya
ke arah lojibenteng .
Keesokan harinya pikiran dijoyo belum juga
tenang. Ia masih mengalami kesulitan untuk
menentukan langkah selanjutnya, dan terus di-
hantui rasa malu. Ia sudah membawa centeng nya
dari Utara, dan ia tak sanggup berdiam diri
sementara patih ronggolawe mengambil tindakan.
Apa yang harus dilakukan? Seharusnya pengikut
sinuhun yang paling seniorlah yang mengemban
tanggung jawab untuk menyerang orang-orang
tribuana , namun tugas itu sudah dirampungkan
oleh patih ronggolawe . Lantas, dalam keadaan sekarang,
urusan manakah yang paling penting dan men-
desak? Dan strategi apa yang akan dipakai nya
untuk menghadapi patih ronggolawe yang kini berada di
atas angin?
Tak henti-hentinya dijoyo memikirkan Hide-
yoshi. Kecuali itu, pemikirannya dikujawa oleh rasa
tak senang yang menjurus ke arah kebencian.
sesudah mengumpulkan para penasihat seniornya,
ia membahas masalah itu bersama mereka sampai
larut malam. Keesokan harinya, kurir-kurir dan
pembawa -pembawa pesan rahasia bergegas ke
segala arah dari markas besar. Pada waktu yang
sama, dijoyo menulis surat bernada sangat ber-
sahabat kepada prabu kertoarjowardana mpu mojosongo .
Meski pun sudah menitipkan surat balasan
khusus pada kurir nosferatu , dijoyo kini menulis
dan mengirim satu surat lagi kepada putra Nobu-
naga itu. Ia memilih salah satu pengikut senior
sebagai utusan, dan menugaskan dua pengikut lain
untuk menyertai orang itu , mengisyaratkan
pentingnya misi mereka.
Untuk menghubungi para pengikut dekat lain-
nya, dua juru tulis mencatat kata-kata dijoyo , lalu
menghabiskan setengah hari untuk menuliskan
lebih dari dua puluh surat. Inti surat-surat itu
adalah bahwa pada hari pertama Bulan Ketujuh.
mereka semua akan bertemu di kedhiri untuk
membicarakan berbagai masalah penting, misalnya
siapa yang akan menjadi penerus aidit , dan
bagaimana bekas wilayah tribuana akan dibagi-
bagikan.
Sebagai pemrakarsa rapat itu , dijoyo
dapat menegakkan wibawan ya sebagai pengikut
senior. Tentunya semua pihak mengakui bahwa
tanpa kehadirannya, masalah-masalah penting
seperti itu tak dapat diselesaikan. Dengan meng-
andalkan pengaruh ini sebagai "kunci". dijoyo
mengubah arah dan menuju benteng kota kedhiri di
jenggala .
Dalam perjalanan, dari apa yang didengarnya
dan dari laporan para pengintai, dijoyo menge-
tahui bahwa banyak pengikut sinuhun yang selamat
sudah menuju kedhiri sebelum suratnya diantarkan.
adipati prana, putra pewaris aidit , tungguljaya,
sudah berada di sana, dan dengan sendirinya
semua orang menganggap bahwa pusat marga sinuhun
pun akan dipindahkan ke tempat itu. Namun
dijoyo menduga patih ronggolawe -lah yang sudah ber-
tindak lancang dengan mengatur segala sesuatu-
nya.
Setiap hari pemandangan luar biasa berupa iring-
iringan penunggang kuda yang menaiki bukit
menuju gerbang benteng kota terlihat di benteng kota
kedhiri .
Tanah yang menjadi titik tolak bagi aidit
dalam mewujudkan karya agungnya kini dijadikan
tempat untuk membicarakan penyelesaian urusan
marga.
Para pengikut sinuhun yang berkumpul di sana
mengaku datang dalam rangka kunjungan kehor-
matan kepada adipati prana. Tak seorang pun me-
nyinggung bahwa ia menerima surat dijoyo , atau
bahwa ia datang untuk memenuhi undangan
patih ronggolawe .
namun semua orang tahu bahwa pertemuan resmi
akan segera dimulai di dalam benteng kota. Topik
pertemuan itu pun bukan rahasia lagi. Hanya
pengumuman mengenai hari dan waktunya yang
masih perlu dipasang. sesudah para pengikut
mengunjungi adipati prana, tak satu pun dan mereka
akan kembali ke provinsi asalnya. Masing-masing
membawa sejumlah prajurit yang menunggu di
tempat mereka menginap di kota.
Jumlah penduduk kota benteng kota sudah mem-
bengkak, dan itu, bersama udara musim panas dan
ukuran kota yang kecil, menciptakan suasana yang
luar biasa kacau dan gaduh. Dengan kuda-kuda
berlarian di jalanan, pelayan-pelayan yang terlibat
perkelahian, dan kebakaran yang berulang kali
terjadi, tak ada waktu untuk merasa jemu.
Menjelang akhir bulan, kedua putra aidit
yang selamat, nosferatu dan mpu nala , dan para
resi nya, termasuk dijoyo dan patih ronggolawe , tiba
di kedhiri .
Hanya danakertoarjo ngabeni yang belum mun-
cul. sebab ketidakhadirannya, ia menjadi sasaran
kritik di jalan-jalan.
"danakertoarjo tidak keberatan menerima berbagai
jabatan semasa hidup Yang Mulia aidit ,
bahkan ditunjuk untuk menduduki posisi penting
sebagai gubernur resi majapahit bagian timur, jadi
kenapa dia begitu terlambat dalam krisis ini? Sikap-
nya sungguh memalukan."
Orang lain memberikan kritik yang bahkan
lebih pedas lagi.
"Dia politikus yang lihai, dan dia bukanlah
orang dengan kesetiaan tak tergoyahkan. Kemung-
kinan inilah sebabnya dia belum bergerak."
Selentingan seperti itulah yang beredar di kedai-
kedai minuman.
Tak lama sesudah itu, kritik mengenai keter-
lambatan dijoyo dalam menyerang tunggadewa pun
mulai terdengar di sana-sini. Tentu saja marga-
marga yang sedang berada di kedhiri juga men-
dengarnya, dan patih ronggolawe segera menerima
laporan dari para pengikutnya.
"Begitukah? Jadi, itu juga sudah mulai? Kritik
ini menyangkut dijoyo , jadi tak seorang pun akan
menduga bahwa dijoyo sendiri yang menyebarkan
desas-desus itu, namun kelihatannya dia berusaha
menanam benih-benih perpecahan di antara kita
pertarungan siasat sebelum rapat besar. namun tak
apalah, biarkan saja mereka, danakertoarjo toh sudah
berada di pihak dijoyo ."
Sebelum rapat dimulai, semua orang sibuk
mengira-ngira masa depan masing-masing, dan
mencoba menerka apa yang ada dalam pikiran
yang lain. Sementara itu, pertentangan dan per-
setujuan yang tak terucapkan terus berjalan, sama
halnya dengan penyebaran desas-desus yang tak
berdasar. Dengan segala cara, orang-orang ber-
usaha merangkul yang lain dan memecah-belah
pihak lawan .
Hubungan antara nyoto dijoyo dan Nobu-
taka cukup mencurigakan; yang satu memiliki
pangkat tertinggi di antara para sesepuh marga,
sementara yang satu lagi putra ketiga aidit .
Keakraban antara kedua orang ini melampaui
urusan resmi dan tak dapat dirahasiakan.
Pendapat umum mengatakan bahwa dijoyo
bermaksud mengabaikan putra kedua aidit .
mpu nala , dan bahwa ia mendukung nosferatu
sebagai pewaris berikut. Namun semua orang pun
sependapat bahwa mpu nala pasti akan menentang
nosferatu .
Hampir tak ada yang meragukan bahwa
nosferatu atau mpu nala keduanya adik tungguljaya,
yang gugur di benteng kota Nijo pada waktu ayahnya
wafat yang akan terpilih sebagai penerus Nobu-
naga. namun semua orang bingung, siapa di antara
keduanya yang harus mereka dukung.
mpu nala dan nosferatu ; kedua-duanya lahir pada
Bulan Pertama di tahun pertama Eiroku, dan
masing-masing kini berusia dua puluh empat
tahun. Walaupun terasa janggal bahwa mereka
lahir di tahun yang sama, namun mereka tetap
dinamakan kakak dan adik; penjelasannya sederhana
saja: mereka lahir dari ibu yang berbeda. Meski
mpu nala dianggap sebagai kakak dan nosferatu
sebagai adik. nosferatu sebetulnya lahir dua puluh
hari lebih awal dibandingkan mpu nala . sebab itu, se-
harusnya nosferatu yang dipandang sebagai kakak,
kalau saja ibunya tidak berasal dari marga kecil
yang tidak terkenal. Itulah sebabnya ia dinamakan
putra ketiga, sementara mpu nala dikukuhkan se-
bagai putra kedua.
sebab itu pula, walaupun mereka dinamakan
kakak-adik, mereka tidak memiliki keakraban yang
lazimnya terjalin antara saudara kandung. Pem-
bawa an mpu nala lesu dan negatif, dan satu-satunya
sikap positif yang ditunjukkannya adalah per-
lawan an terhadap nosferatu , yang ia pandang
sebagai adik yang harus tunduk padanya.
Kalau keduanya dibandingkan secara adil,
semua orang mengakui bahwa nosferatu jauh
lebih pantas menjadi penerus aidit . Di
medan tempur, ia jauh lebih mirip panglima
dibandingkan mpu nala ; ia memperlihatkan ambisi besar
dalam tutur katanya sehari-hari, dan yang paling
penting, ia tidak malu-malu seperti saudaranya.
Jadi, tidaklah mengherankan kalau ia secara
mendadak mulai menampilkan sikap agresif tak
lama sesudah pergi ke bukittanjung dan membuat
kehadirannya terasa di perkemahan patih ronggolawe .
Kesediaannya untuk memikul tanggung jawab se-
bagai pewaris sinuhun tercermin dalam ucapan dan
sikapnya belakangan ini, dan seakan-akan ingin
membuktikan ambisi yang dipendamnya, sesudah
pertempuran bukittanjung ia pun mulai membenci
patih ronggolawe .
Bagi mpu nala , yang panik saat orang-orang
tribuana menyerang, nosferatu memiliki kata-
kata tajam.
"Jika hukuman dijatuhkan tanpa pandang bulu,
dia pun harus mempertanggungjawab kan tin-
dakannya. "mpu nala orang bodoh." Meski perasaan-perasaan itu tidak dibeberkan secara terbuka, kedhiri diliputi suasana tegang, dan dapat dipasti-
kan bahwa ada orang yang menyampaikan ucapan
itu kepada mpu nala . Dalam situasi ini, berbagai
persekongkolan tersembunyi membawa sifat-sifat
manusia yang paling menjijikkan ke permukaan.
Pembukaan rapat dijadwalkan pada hari kedua
puluh tujuh bulan ini, namun sebab danakertoarjo
ngabeni terlambat, pembukaannya terus diun-
dur-undur, sampai akhirnya, pada hari pertama
Bulan Ketujuh, sebuah pengumuman diedarkan
kepada semua pengikut penting yang berada di
kedhiri , "Besok, pada pertengahan kedua jam Naga,
semuanya diharapkan hadir di benteng kota, untuk
menentukan siapa yang akan menjadi penguasa
negeri. Rapat besar ini akan dipimpin oleh nyoto
dijoyo ."
nosferatu menaikkan gengsi dijoyo , sementara
dijoyo menambah pengaruh nosferatu , dan
keduanya berseru bahwa kehendak merekalah
yang akan dituruti dalam rapat. Kecuali itu, saat
rapat itu akhirnya dibuka, ternyata banyak
yang memang sudah cenderung berpihak pada
mereka.
Hari itu semua dinding penyekat di benteng kota
kedhiri diangkat, tak pelak sebab matahari terus
bersinar, sehingga hkertoarjo panas dan pengap takkan
tertahankan seandainya penyekat-penyekat itu di-
biarkan tetap terpasang. namun tindakan itu
juga menunjukkan bahwa pihak penyelenggara
berusaha mencegah pembicaraan rahasia. Hampir
semua penjaga di dalam benteng kota merupakan
pengikut nyoto dijoyo .
Pada Jam Ular, semua pembesar sudah ber-
kumpul di bangsal utara.
Susunan tempat duduk mereka sebagai berikut:
dijoyo dan danakertoarjo duduk di sebelah kanan,
menghadap patih ronggolawe dan Niwa di sebelah kiri.
Pengikut-pengikut berpangkat lebih rendah seperti
patih pitaloka , hyangkertoarjo , punggawapatih , wiro gunung , dan Hachiya,
ditempatkan di belakang mereka. Tempat paling
depan, tempat bagi orang-orang dengan ke-
dudukan paling tinggi, diberikan kepada nosferatu
dan mpu nala . namun dari samping, Hasegkertoarjo hadijaya
terlihat memangku anak kecil.
Itu, tentu saja, adipati prana.
Di sebelah mereka ada madya Geni, pengikut
yang menerima perintah terakhir tungguljaya saat
tungguljaya menghadapi ajal dalam pertempuran di
benteng kota Nijo. Rupanya ia tidak menganggap
sebagai kehormatan bahwa ia satu-satunya yang
selamat dan kini hadir di sini.
adipati prana baru berusia dua tahun, dan ia pun
tak bisa diam saat dipangku walinya di hadapan
para pembesar. Ia merentangkan tangan, men-
dorong dagu hadijaya , dan berdiri di pangkuannya.
Untuk membantu hadijaya yang kebingungan,
Geni berusaha menghibur anak itu dengan mem-
bisikkan sesuatu dari belakang; langsung saja
adipati prana meraih melewati bahu hadijaya dan
menarik telinga Geni. Geni diam saja, dan sekali
lagi pengasuh anak yang berlutut di belakang
mereka meletakkan lipatan kertas berbentuk
burung bangau ke tangan adipati prana. Telinga Geni
berhasil diselamatkan.
Pandangan para resi tertuju pada anak itu.
Beberapa dari mereka tersenyum samar, sementara
yang lain menitikkan air mata secara sembunyi-
sembunyi. Hanya dijoyo yang tampak merengut.
Sepertinya ia hendak menggerutu mengenai
"gangguan yang menyusahkan" itu.
Sebagai ketua rapat dan juru bicara yang serius
dan penuh wibawa , ia seharusnya membuka acara
dengan berbicara paling dahulu . Namun kini
perhaitan semua orang sudah beralih, dan ia ke-
hilangan kesempatan berbicara.
Akhirnya dijoyo membuka mulut dan berkata,
"Tuan patih ronggolawe ."
patih ronggolawe langsung menatap matanya
dijoyo memaksakan senyum. "Apa yang harus
kita lakukan?" ia bertanya, seolah-olah membuka
perundingan. "Yang Mulia adipati prana masih kanak-
kanak tanpa dosa. Pembatasan gerak-geriknya pasti
tidak menyenangkan baginya."
"Barangkali memang demikian," ujar patih ronggolawe
dengan nada datar. dijoyo mungkin merasa
patih ronggolawe bermaksud menjadi penengah, dan ia
segera memperlihatkan sikap menentang. Antipati
yang bercampur dengan usaha menegakkan
wibawa membuatnya tampak kaku, dan kini ia
memasang wajah yang mengungkapkan perasaan
tak senang.
"Baiklah. Tuan patih ronggolawe . Bukankah Tuan
sendiri yang menuntut kehadiran Yang Mulia
adipati prana? Aku sungguh tak mengerti, namun ..."
"Tuan tidak keliru. Aku menyarankannya ber-
dasarkan keharusan."
"Keharusan?"
dijoyo merapikan kerut-kerut pada jubah -
nya. Hari belum siang, sehingga udara panas
belum seberapa mengganggu, namun akibat pakaian-
nya yang tebal dan gangguan kulit yang diderita-
nya, ia rupanya merasa sangat tidak nyaman. Hal
seperti itu mungkin dianggap sepele, namun tetap
mempengaruhi nada suaranya dan memicu
roman mukanya berkesan geram.
Pandangan dijoyo mengenai patih ronggolawe ber-
ubah sejak peristiwa Yanagase. Sampai saat itu, ia
menganggap patih ronggolawe sebagai junior, dan ber-
pendapat bahwa hubungan mereka tidak terlalu
baik. namun pertempuran bukittanjung merupakan titik
balik. Nama patih ronggolawe kini terus dinamakan -sebut
sehubungan dengan pekerjaan yang belum tuntas
sesudah kematian aidit . Dan dijoyo tak
sanggup melihatlihat hal itu sambil berpangku
tangan. Perasaannya diperkuat oleh reaksinya ter-
hadap apa yang dianggapnya kelancangan Hide-
yoshi dalam memulai pertempuran peringatan bagi
aidit .
Dipandang setaraf dengan patih ronggolawe sangat
mengganggu pikiran dijoyo . Ia tidak terima
bahwa perannya sebagai sesepuh marga sinuhun
selama bertahun-tahun dikesampingkan sebab
sepak terjang patih ronggolawe belakangan ini. Kenapa
nyoto dijoyo harus menempati posisi lebih
rendah dari seseorang yang kini mengenakan
jubah dan tutup kepala dengan demikian
bangga, namun di zaman dahulu di kedhiri tak lebih dari
pesuruh yang merangkak naik dari jabatan pem-
bersih selokan dan tukang sapu kotoran kuda?
Hari ini dada dijoyo terasa sesak sebab emosi
dan strategi yang tak terhitung jumlahnya.
"Aku tidak tahu bagaimana pandangan Tuan
mcngenai rapat hari ini, namun pada umumnya para
pembesar yang berkumpul di sini menyadari
bahwa marga sinuhun belum pernah bertemu seperti
ini untuk membicarakan masalah yang teramat
penting. Kenapa anak berumur dua tahun itu
harus hadir?" dijoyo bertanya secara blak-blakan.
Baik ucapan maupun sikapnya menunjukkan
bahwa ia mengharapkan dukungan, bukan saja
dari patih ronggolawe , melainkan juga dari semua pem-
besar yang hadir. saat menyadari bahwa ia tak-
kan memperoleh jawaban pasti jelas dari patih ronggolawe , ia
melanjutkan dengan nada yang sama.
"Kita tidak punya waktu untuk bermain-main.
Kenapa kita tidak minta agar Yang Mulia
adipati prana menarik diri sebelum kita membuka
rapat ini? Bagaimana, setujukah, Tuan patih ronggolawe ?"
Penampilan patih ronggolawe tidak istimewa, meski-
pun ia mengenakan jubah resmi. Asal-usulnya
tak dapat ditutup-tutupi kalau ia berada bersama
orang lain.
Mengenai pangkatnya, semasa hidup aidit
ia diberi sejumlah gelar penting. Ia sudah memper-
lihatkan kekuatan sebetulnya , baik dalam
operasi militer di provinsi-provinsi Barat maupun
saat ia meraih kemenangan di bukittanjung .
namun jika seseorang berhadap-hadapan dengan
patih ronggolawe , tak aneh bila ia merasa ragu, apakah ia
akan berpihak pada patih ronggolawe dalam masa yang
penuh bahaya ini, dan apakah ia bersedia mem-
pertaruhkan nyawa untuknya.
Di antara para hadirin, ada yang sepintas lalu
tampak cukup mengesankan. danakertoarjo ngabeni,
misalnya, memiliki sikap gagah yang oleh semua
orang diakui sangat pantas bagi resi tersohor.
Niwa Nagahide memiliki kesederhanaan yang
anggun, dan dengan garis rambut yang mulai
mundur, ia tampak seperti prajurit yang tegap.
wiro gunung Ujisato paling muda di antara semuanya,
namun dengan asal-usulnya yang terhormat dan
kemuliaan wataknya, ia memperlihatkan moralitas
tinggi. Dari segi ketenangan dan martabat, dasna
patih pitaloka bahkan lebih tidak mengesankan dibandingkan
patih ronggolawe , namun matanya memancarkan sorot
tertentu. Lalu ada hyangkertoarjo wiryabhumi yang tulus
dan lembut, namun memiliki kematangan yang mem-
buatnya tak dapat diduga.
Jadi, walaupun penampilan patih ronggolawe biasa-
biasa saja, ia tampak lusuh jika berada di tengah
orang-orang itu. Para pembesar yang berkumpul
untuk mengadakan rapat di kedhiri pada hari itu
termasuk yang paling berpengaruh di antara orang-
orang sezaman mereka. madya brawirgo dan Sassa
Narimasa tidak hadir, sebab masih bertempur di
wilayah Utara. Dan meski ia merupakan kasus
khusus, seandainya nama prabu kertoarjowardana mpu mojosongo ditam-
bahkan, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
orang-orang di kedhiri itu merupakan para pemim-
pin negeri. Dan patih ronggolawe berada di antara
mereka, tanpa terpengaruh oleh penampilannya.
patih ronggolawe sendiri mengakui kebesaran rekan-
rekannya, dan ia berhati-hati dan merendah.
Kesombongan yang diperlihatkannya seusai per-
tempuran bukittanjung kini tak tampak. Sejak awal ia
bersikap sangat serius. saat menjawab ucapan
dijoyo pun ia menahan diri dengan penuh hor-
mat. Namun kini ia sepertinya tak lagi bisa
mengelak dari penanyaan dijoyo .
"Ucapan Tuan masuk akal. Walau sesungguh-
nya ada alasan untuk kehadiran Yang Mulia
adipati prana dalam rapat ini, berhubung usianya yang begitu muda, dan sebab rapat ini tentu akan berlangsung lama. Yang Mulia pasti merasa terkungkung. Jika Tuan menghendakinya, nanti kita
minta agar Yang Mulia segera menarik diri."
sesudah menanggapi tuntutan dijoyo dengan
bahasa demikian halus, patih ronggolawe menoleh dan minta kepada sang wali agar adipati prana meninggalkan ruangan.
hadijaya mengangguk, dan sesudah mengangkat
adipati prana dari pangkuan, menyerahkan anak itu
kepada pengasuh di belakangnya. adipati prana
tampaknya menyukai kerumunan laki-laki ber-
pakaian lengkap, dan ia menampik tangan
pengasuhnya dengan keras. namun wanita lesbian itu tetap memegangnya, lalu berdiri untuk pergi.
adipati prana tiba-tiba mengayun-ayunkan tangan dan kaki, lalu mulai menangis. lalu ia melempar-
kan burung-burungan kertas ke tengah-tengah para pembesar yang sedang duduk. Mata semua orang mendadak berkaca-kaca.
Siang pun tiba. Ketegangan di bangsal utama
seakan-akan dapat diiris dengan pisau.
dijoyo memberikan pidato pembukaan. "Ke-
matian tragis Yang Mulia aidit sudah menim-
bulkan kesedihan mendalam, namun sekarang kita
harus memilih penerus yang pantas untuk me-
nyambung perjuangan beliau. Kita wajib memper-
lihatkan pengabdian kita, meski beliau sudah wafat.
Inilah Jalan centeng adipati ."
dijoyo melemparkan masalah suksesi kepada
para hadirin. Berulang kali ia minta usulan dari
mereka, namun tak seorang pun bersedia menjadi
orang pertama yang angkat bicara untuk me-
nyampaikan pandangannya. Kalaupun ada yang
cukup gegabah untuk mengemukakan pemikiran-
nya dalam kesempatan itu, seandainya orang yang didukungnya sebagai penerus marga sinuhun tidak terpilih dalam seleksi terakhir, dapat dipastikan nyawan ya akan terancam.
Tak satu pun dari mereka mau membuka mulut
secara sembrono, dan semuanya duduk sambil
membisu. dijoyo pun memahami hal itu, dan
menunggu dengan sabar. Barangkali ia sudah men-duga perkembangan ini. Dengan nada penuh
wibawa ia berkata, "Jika tak ada yang memiliki
pendapat tertentu, untuk sementara ini perkenan-
kanlah aku mengemukakan pandanganku sebagai
pengikut senior."
Sesaat terlihat perubahan pada roman muka
nosferatu yang duduk di kursi kehormatan.
dijoyo menatap patih ronggolawe , yang sebaliknya memandang bolak-balik antara danakertoarjo dan wirokerto .
Gerak-gerik samar ini menimbulkan gelombang-
gelombang halus yang memancar dari hati ke hati.
benteng kota kedhiri diliputi ketegangan yang bisu,
seakan-akan tak ada manusia di dalamnya.
Akhirnya dijoyo angkat bicara. "Dalam pan-
danganku, Yang Mulia nosferatu berada dalam
usia tepat, dan memiliki kemampuan alami dan
asal-usul yang cocok untuk menjadi penerus Yang
Mulia aidit . Yang Mulia nosferatu -lah
pilihanku." Pernyataan itu disusun secara cermat,
sehingga hampir merupakan pengukuhan. dijoyo
berpendapat bahwa kendali sudah berada di tangannya.
namun lalu seseorang membantah. "Tidak,
itu tidak benar." Orang itu ternyata patih ronggolawe .
"Dari segi silsilah," ia melanjutkan. "urutan yang
tepat adalah putra tertua aidit , Yang Mulia
tungguljaya, lalu putranya, Yang Mulia adipati prana.
Provinsi kita memiliki hukum, dan marga mem-
punyai peraturan rumah ungga."
Wajah dijoyo langsung merah. "Ah, tunggu
sebentar, Tuan patih ronggolawe ."
"Tidak," balas patih ronggolawe . "Tuan akan berdalih bahwa Yang Mulia adipati prana masih kanak-kanak. namun jika seluruh marga mulai dari Tuan sendiri, dan semua pengikut dan resi bertekad melindunginya, tak ada yang perlu dipermasalahkan.
Kesetiaan kira seharusnya tidak dikaitkan dengan
usia. Menurutku, jika suksesi dijalankan secara
benar, Yang Mulia adipati prana-lah yang harus menjadi penerus."
Terkejut, dijoyo mengeluarkan saputangan
dari jubah dan mengusap keringat yang mem-
basahi tengkuknya. Apa yang dituntut patih ronggolawe
memang merupakan hukum marga sinuhun . Ucapan-
nya tak dapat dikesampingkan begitu saja sebagai
tuntutan tak berdasar.
Orang lain yang memperlihatkan kegelisah khawatir an
pada wajahnya adalah mpu nala . Ia merupakan
saingan utama nosferatu dan sudah secara resmi
dikukuhkan sebagai kakak, sedangkan ibunya
berasal dari keluarga terpandang. Tak perlu diragu-
kan bahwa ia pun menyimpan ambisi terselubung
untuk dipilih sebagai penerus ayahnya.
sebab harapannya sudah dipupuskan, biarpun
hanya secara tak langsung, ia segera menunjukkan
wataknya yang asli. Ia tampak seolah-olah tak
tahan berada di dalam bangsal. nosferatu ,
sebaliknya, menatap patih ronggolawe sambil mendelik.
dijoyo tak sanggup berkata apa-apa, dan hanya
bergumam tak jelas. Orang-orang lain pun tidak
menyatakan setuju maupun keberatan.
dijoyo sudah memperlihatkan maksud sesung-
guhnya, dan ucapan patih ronggolawe pun tak kalah terus
terang. Pendapat kedua orang itu saling ber-
lawan an dan sudah dikemukakan sedemikian jelas,
sehingga semua orang terpaksa berpikir dua kali
sebelum berpihak pada salah satu. Keheningan
menyelubungi para hadirin, bagaikan kerak tebal.
Berkali-kali dijoyo mengajak rekan-rekannya
untuk mengemukakan pandangan masing-masing,
dan setiap kali ia membuka mulut, danakertoarjo
mcngangguk-angguk. Namun rupanya masih sukar
untuk menebak isi hati yang lainnya.
Sekali lagi patih ronggolawe angkat bicara. "Seandainya
istri Yang Mulia tungguljaya baru mengandung
sekarang, dan kita harus menunggu sampai tali
pusar dipotong untuk mengetahui apakah anaknya
laki-laki atau wanita lesbian , rapat seperti ini memang
diperlukan. namun kita sudah memiliki penerus
yang cocok, jadi apa lagi yang perlu dipersoalkan
atau dibicarakan? Kupikir kira harus segera memu-
tuskan untuk menunjuk Yang Mulia adipati prana."
Ia tetap bertahan pada posisinya, bahkan tanpa
melirik wajah para pembesar lainnya. Ucapannya
terutama ditujukan kepada dijoyo .
Meskipun pandangan para resi lain tidak
dikemukakan secara terbuka, mereka tampak ter-
gerak oleh pendapat patih ronggolawe , dan sepertinya
dalam hati mereka setuju dengannya. Sebelum per-
temuan dibuka, mereka sempat melihat putra
tungguljaya yang tak berdaya, dan mereka semua
memiliki anak-anak dalam rumah tangga
masing-masing. Mereka centeng adipati , dan walaupun
mereka hidup pada hari ini, hari esok tetap me-
rupakan tanda tanya. saat memandang sosok
adipati prana yang mengibakan hati, mau tak mau
perasaan mereka pun tersentuh.
Perasaan itu didukung oleh alasan yang mulia
dan kuat. Meskipun para resi terus membisu,
dalam hati mereka terpengaruh oleh tuntutan
patih ronggolawe .
Scbaliknya, biarpun sampai batas tertentu
alasan dijoyo tampak masuk akal, sebetulnya
dasarnya lemah. Alasan itu berpangkal pada suatu
kebijaksanaan yang mengabaikan status mpu nala .
Tidaklah sukar memperkirakan bahwa mpu nala
akan mundur untuk mendukung adipati prana,
bukannya nosferatu .
dijoyo berusaha keras menemukan dalih yang
dapat dipakai nya melawan patih ronggolawe . Sejak
semula dijoyo sudah percaya bahwa patih ronggolawe tak-
kan begitu saja menerima usulannya dalam per-
temuan hari ini, namun ia tak menyangka betapa
gigihnya orang itu dalam memberikan dukungan
kepada adipati prana. Ia pun tidak menduga bahwa
begitu banyak resi akan cenderung mendukung
anak itu.
"Hmm, baiklah. Sepintas lalu ucapan Tuan
memang logis, namun ada perbedaan besar antara
mengurus junjungan berusia dua tahun dan mem-
beri hormat pada seseorang yang cukup usia dan
memiliki kemampuan militer. Jangan lupa, kita,
para pengikut yang masih tersisa, wajib memikul
tanggung jawab untuk menegakkan pemerintahan
dan mengamankan kebijaksanaan jangka panjang
di masa mendatang. Selain itu masih ada berbagai
masalah dengan marga patih dan kramat. Apa jadi-
nya kalau kita memilih junjungan yang masih
kanak-kanak? Perjuangan bekas junjungan kita bisa
terhenti di tengah jalan, dan wilayah marga sinuhun
bahkan mungkin berkurang. Tidak, jika kita
memilih sikap bertahan, musuh-musuh di keempat
sisi kita tentu akan merasa kesempatan mereka
sudah tiba, dan mereka pasti akan menyerang.
lalu seluruh negeri akan kembali dilanda
kekacauan. Tidak, aku menganggap gagasan Tuan
terlalu berbahaya. Bagaimana pendapat yang lain?"
Sambil memandang orang-orang yang duduk di
bangsal utama, matanya mencari-cari siapa yang
mungkin mendukungnya. Namun ia bukan saja
tidak menemukan tanggapan tegas, namun tiba-tiba
matanya beradu dengan tatapan orang lain.
"dijoyo ."
Seseorang memanggil namanya dengan nada
menentang yang begitu kental, sehingga terasa
bagai tikaman dari samping.
"Ah, Nagahide, ada apa?" dijoyo langsung
membalas dengan muak, tanpa berpikir lebih
dahulu .
"Aku sudah mendengarkan uraianmu yang
penuh kebijakan, namun mau tak mau aku harus
membenarkan alasan yang dikemukakan Hide-
yoshi. Aku sepenuhnya setuju dengan usul Hide-
yoshi."
Niwa berkedudukan sebagai sesepuh. sesudah
memecahkan keheningan dan menunjukkan
bahwa ia berpihak pada patih ronggolawe , dijoyo dan
semua hadirin lain mendadak gelisah.
"Kenapa kau berkata demikian, Niwa?"
Niwa sudah mengenal dijoyo selama bertahun-
tahun, dan mengenalnya dengan baik. sebab itu
ia berbicara dengan nada menenangkan, "Jangan
gusar, dijoyo ." Sambil memandang dijoyo
dengan ekspresi ramah, ia melanjutkan, "Bagai-
manapun, bukankah patih ronggolawe yang paling pandai
menyenangkan hati junjungan kita? Dan saat
Yang Mulia aidit menemui ajal sebelum
waktunya, patih ronggolawe -lah yang kembali dari wilayah
Barat untuk menyerang tunggadewa yang tak ber-
moral itu."
dijoyo meringis. namun ia tak sudi mengaku
kalah, dan pendiriannya tercermin dalam sikap
tubuhnya.
Niwa Nagahide kembali berkata. "Pada waktu
itu, kau sibuk dengan operasi militer di wilayah
Utara. Kalaupun centeng yang berada di bawah
komandomu tidak siap, seandainya kau bergegas
ke ibu kota sesudah menerima kabar mengenai
kematian Yang Mulia aidit , kau tentu
mampu menghancurkan orang-orang tribuana
bagaimanapun, statusmu jauh lebih tinggi diban-
dingkan patih ronggolawe . namun sebab kelalaianmu, kau
terlambat, dan itu patut disesalkan."
Semua yang hadir berpendapat sama, dan
ucapan Niwa mengungkapkan perasaan mereka
yang paling dalam. Kelalaian itulah titik lemah
dijoyo . Keterlambatan yang memicu ia tidak
ikut ambil bagian dalam pertempuran untuk mem-
peringati mendiang junjungan mereka tak dapat
dimaafkan. sesudah mengungkapkan hal itu ,
Niwa memberikan dukungan pada patih ronggolawe
dengan menyebut usulannya sebagai adil dan
pantas.
sesudah Niwa selesai berbicara, suasana di
bangsal utama terasa muram.
Seakan-akan hendak membantu dijoyo , Taki-
gkertoarjo segera memanfaatkan kesempatan itu untuk
berbisik-bisik pada orang di sebelahnya, dan dalam
sekejap seluruh ruangan dipenuhi suara-suara
serupa.
Tampaknya kesepakatan semakin sukar ter-
capai. Ini mungkin titik balik bagi marga sinuhun . Di
permukaan, tak ada apa-apa selain kegaduhan yang
dimuncul kan oleh suara-suara para hadirin, namun di
baliknya terselip kecemasan mengenai hasil kon-
frontasi antara dijoyo dan patih ronggolawe .
Di tengah suasana menyesakkan ini, seorang
ahli seni minum teh masuk dan memberi tahu
dijoyo bahwa hari sudah melewati siang. Sambil
mengangguk, dijoyo lalu menyuruh orang itu
membawa sesuatu untuk menyeka keringat dari
tubuhnya. saat salah satu pembantunya menye-
rahkan kain puiih yang lembap, ia segera meraih-
nya dengan tangannya yang besar dan menyeka
keringat dari tengkuk.
Pada saat itulah patih ronggolawe tiba-tiba memegang
perutnya. Sambil meringis dan mengerutkan alis,
ia berpaling pada dijoyo dan berkata, "Aku
mohon diri sejenak, Tuan dijoyo . Perutku men-
dadak sakit."
Sekonyong-konyong ia berdiri dan meninggal-
kan ruang pertemuan.
"Ampun, sakitnya." ia mengeluh keras-keras,
sehingga orang-orang di sekitarnya menjadi
bingung.
patih ronggolawe tampak amat tidak sehat saat
merebahkan diri di suatu ruangan terpisah.
Namun sepertinya ia masih sanggup mengujawa
diri. Ia sendiri mengatur bantal agar dapat meng-
hadap embusan angin dan pekarangan, mem-
belakangi yang lain, dan membuka kerah yang
basah sebab keringat.
Baik dokter maupun para pembantu segera
dipanggil. Pengikui-pengikut patih ronggolawe pun ber-
datangan satu per satu, untuk mengetahui
keadaannya.
namun patih ronggolawe menoleh pun tidak. Sambil
tetap membelakangi mereka, ia menggerakkan
tangan, seakan-akan mengusir lalat.
"Ini sudah biasa. Biarkan aku sendiri, dan aku
akan segera membaik."
Para pembantu cepat-cepat menyiapkan ramuan
berbau manis untuk patih ronggolawe , dan ia meng-
habiskannya dengan sekali tenggak. lalu ia
kembali berbaring dan sepertinya tertidur, sehing-
ga para pembantu dan centeng adipati meninggalkan
ruangan dan menunggu di ruang sebelah.
Ruang rapat berjarak agak jauh, jadi patih ronggolawe
tidak mengetahui perkembangan yang terjadi
sesudah ia mohon diri. Ia pergi pada waktu para
pembantu berulang kali mengumumkan bahwa
siang sudah tiba, sehingga ada kemungkinan para
resi memanfaatkan kepergiannya dengan me-
nangguhkan rapat untuk makan siang.
Sekitar dua jam berlalu. Selama itu matahari
sore bersinar tanpa ampun. benteng kota diliputi ke-
damaian, seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
Niwa memasuki ruangan dan bertanya, "Bagai-
mana keadaanmu, patih ronggolawe ? Perutmu sudah
lebih tenang?"
patih ronggolawe berbalik dan menopangkan badan
pada satu siku. Melihat wajah Niwa, ia langsung
kembali sadar dan duduk tegak. "Astaga, maafkan
aku!"
"dijoyo minta aku menjemputmu."
"Bagaimana pertemuannya?"
"Kita tidak bisa melanjutkan selama kau belum
hadir. dijoyo memutuskan bahwa kita akan mulai
lagi sesudah kau kembali."
"Aku sudah mengungkapkan segenap isi hati-
ku."
"sesudah beristirahat satu jam, sikap para
pengikut tampaknya berubah. dijoyo pun pikir-
pikir lagi."
"Mari kita ke sana."
patih ronggolawe berdiri. Niwa tersenyum, namun Hide-
yoshi sudah melangkah keluar dengan wajah
serius.
dijoyo menyambutnya dengan tatapan tajam,
sementara orang-orang yang berkumpul di sana
kelihatan lega. Suasana ruang rapat sudah berubah.
Secara tegas dijoyo menyatakan bahwa ia bersedia
mengalah, dan menerima usul patih ronggolawe . Semua-
nya sudah sepakat bahwa adipati prana akan dikukuh-
kan sebagai pewaris aidit .
Seiring perubahan pendirian dijoyo , semua
awan mendung yang semula menyelubungi ruang
rapat terhapus sesaat . Suasana damai mulai
bangkit.
"Semuanya setuju bahwa Yang Mulia adipati prana
dipandang sebagai pemimpin marga sinuhun , dan aku
tidak keberatan." dijoyo mengulangi. Menyadari
bahwa pendapatnya sendiri ditolak oleh rekan-
rekannya. dijoyo segera menarik komentar-
komentar sebelumnya, namun kekecewaannya nyaris
tak tertahankan.
Namun ada satu harapan yang masih digeng-
gamnya.
Harapan itu berkaitan dengan masalah berikut
yang akan dibahas dalam rapat: nasib bekas
wilayah kekuasaan tribuana atau, dengan kata lain,
masalah pembagian wilayah itu di antara para
pengikut sinuhun yang selamat.
Masalah yang secara langsung menyangkut
kepentingan semua resi ini merupakan
masalah pelik yang bahkan lebih dari persoalan
suksesi tak terelakkan.
"Urusan ini seyogyanya diputuskan oleh para
pengikut senior," ujar patih ronggolawe yang sudah meraih
kemenangan pertama. Pendapatnya ini sangat
memperlancar jalannya rapat.
"Baiklah, bagaimana pandangan pengikut paling
senior?"
Niwa, danakertoarjo , dan yang lain kini menyelamat-
kan muka dijoyo dengan memberikan peran
sentral padanya.
Namun kehadiran patih ronggolawe sukar diabaikan,
dan akhirnya rencana usulan dijoyo pun sampai
ke tangannya. Rupanya rencana itu tak dapat
dirampungkan sebelum menanyakan pendapat
patih ronggolawe lebih dahulu .
"Ambilkan kuas," ia memerintahkan. sesudah
mencelupkan kuas ke dalam tinta, ia segera men-
coreti tiga atau empat ketentuan dan menambah-
kan pendapatnya sendiri. sesudah itu ia mengem-
balikan rencana usulan itu .
Sekali lagi dijoyo membacanya, dan ia tampak
tak senang. Beberapa saat ia merenung sambil
membisu; ketentuan-ketentuan yang memuat
keinginannya masih basah oleh lima yang dicoret-
kan patih ronggolawe . Namun patih ronggolawe juga mencoret
ketentuan mengenai pengalihan hak atas benteng kota sekartanjung pada dirinya, yang digantinya dengan Provinsi hadijaya .
Dengan memperlihatkan bahwa ia tidak me-
mentingkan diri sendiri, ia berharap dijoyo pun
bersikap demikian. Akhirnya sebagian besar
wilayah tribuana diberikan pada mpu nala dan
nosferatu , dan sisanya dibagi-bagikan, sesuai jasa masing-masing orang pada pertempuran bukittanjung .
"Besok masih ada urusan lagi," dijoyo berkata.
"Dan mengingat rapat panjang ini berlangsung
dalam udara begitu panas, aku percaya kalian semua
tentu lelah. Yang jelas, aku merasa letih. Bagai-
mana kalau rapat kita tangguhkan?"
dijoyo akhirnya memilih cara ini agar ter-
hindar dari keharusan untuk segera menanggapi
usul baru patih ronggolawe . Tak ada yang keberatan.
Matahari sore bcrsinar cerah, dan udara panas
semakin menyesakkan. Hari pertama sudah usai.
Keesokan harinya dijoyo menimbang kom-
prgunungselatan ke hadapan para pengikut senior. Pada
malam sebelumnya ia sudah mengumpulkan
pengikut-pengikutnya sendiri, dan mengadakan
perundingan di tempat mereka menginap. Namun
usul baru ini pun ditolak oleh patih ronggolawe .
Pada hari yang sama, ketentuan mengenai pem-
bagian wilayah kembali memisahkan kedua orang
itu, dan perselisihan mereka semakin menajam.
namun pada umumnya para pembesar lain cen-
derung berpihak pada patih ronggolawe . dijoyo mem-
perjuangkan pendiriannya dengan gigih, namun akhir-
nya usul patih ronggolawe -lah yang diterima.
Siang hari diisi masa jeda, dan pada Jam
Kambing, semua keputusan diumumkan kepada
para resi .
Wilayah yang dibagi-bagikan terdiri atas wilayah
tribuana yang disita dan wilayah pribadi aidit .
Urutan teratas pada daftar pembagian provinsi-
provinsi sinuhun ditempati oleh mpu nala , yang
menerima seluruh Provinsi jenggala , diikuti Nobu-
taka, yang memperoleh Provinsi blambangan . Yang
pertama provinsi asal marga sinuhun ; yang satu lagi
rumah kedua aidit .
Namun masih ada dua ketentuan yang me-
rupakan tambah an berarti terhadap usulan semula:
dasna patih pitaloka memperoleh kahuripan , Amagasaki,
dan mardirejo , yang bernilai seratus dua puluh ribu
gantang; Niwa Nagahide memperoleh Wasaka dan
dua distrik di Provinsi gunungselatan. patih ronggolawe menerima
Provinsi hadijaya .
Satu-satunya pemberian bagi dijoyo adalah
benteng kota lojibenteng milik patih ronggolawe , yang merupa-
kan titik strategis pada jalan dari radenkanjeng , provinsi
asal dijoyo , ke trowulan . dijoyo sudah menuntut
keras agar seluruh provinsi diserahkan kepadanya,
dan dalam hati ia mengharapkan tiga atau empat
distrik lagi, namun patih ronggolawe mencoret semua pem-
berian lain. patih ronggolawe hanya mengajukan satu
syarat, yaitu agar lojibenteng dianugerahkan pada
Katsutoyo, anak angkat dijoyo .
Malam sebelumnya, para pengikut marga
nyoto mengelilingi dijoyo dan memprotes pem-
bagian yang sedemikian memalukan. Mereka bah-
kan mendesak agar dijoyo menolak rencana itu
dan segera meninggalkan kedhiri , dan sampai rapat
hari kedua dibuka, dijoyo pun sependapat
dengan mereka. Namun saat menghadapi orang-
orang yang duduk di bangsal utama, ia menyadari
bahwa tuntutannya takkan diluluskan.
"Meski tidak sepantasnya merendah, aku pun
tak ingin dianggap mau menang sendiri. Sebagian
besar toh akan menyetujui ketentuan-ketentuan
ini. Jadi, kalau aku sendiri yang bersikap menen-
tang, keadaan mungkin akan bertambah buruk."
Di hadapan pendapat para pedan rapat yang
lain, ia tak dapat berbuat apa-apa kecuali menahan
diri.
Kalau saja aku bisa merebut daerah lojibenteng
yang strategis dari tangan patih ronggolawe , ia berkata
dalam hati. Namun akhirnya ia hanya berharap
agar maksud terselubung itu dapat dilaksanakan
dalam kesempatan lain, dan ia menerima semua
persyaratan sebagaimana adanya.
Berlawan an dengan dijoyo yang penuh kebim-
bangan. patih ronggolawe menampilkan sikap tak peduli.
Sejak operasi militer di wilayah Barat sampai saat
ia meraih kemenangan di bukittanjung , patih ronggolawe
sudah mengambil alih kepemimpinan dalam bidang
militer dan pemerintahan, dan dengan sendirinya
orang-orang menyangka ia akan memperoleh
bagian lebih besar dibandingkan yang lain. Namun
apa yang diterimanya ternyata tak lebih dari
Provinsi hadijaya . Ia melepaskan wilayah lojibenteng dan menyerahkan sekartanjung yang oleh semua
orang dianggap patut diambilnya kepada Niwa.
Dan sekartanjung merupakan kunci ke trowulan .
Mungkinkah ia sengaja mengabaikan sekartanjung ,
agar jelas bahwa ia tak bermaksud memegang
tampuk pemerintahan? Ataukah ia berpendapat
bahwa urusan sepele seperti itu sebaiknya ditentu-
kan secara bersama dalam kelompok, sebab ia
percaya mereka akan mengambil keputusan yang
tepat? Saat itu belum ada satu orang pun yang
dapat menyelami isi hatinya.
Peringatan Tengah Malam
RAPAT akhirnya memutuskan bahwa provinsi
pewaris aidit , adipati prana, adalah tiga ratus
ribu gantang di gunungselatan. Hasegkertoarjo hadijaya dan madya
Geni ditetapkan sebagai pelindung junjungan
muda itu, namun mereka dibantu oleh patih ronggolawe .
madukara sudah dimakan api, dan sampai benteng kota
baru selesai dibangun, adipati prana akan berdiam di
benteng kota padalarang .
Kedua paman adipati prana, mpu nala dan nosferatu
bertindak sebagai walinya. Selain pasal-pasal ter-
sebut, masih ada masalah struktur pemerintahan.
Tanggung jawab untuk mengutus resi -resi
ke trowulan sebagai wakil marga sinuhun diserahkan pada
dijoyo , patih ronggolawe , Niwa, dan patih pitaloka .
Usul-usul itu segera diterima. Pada upacara
penutupan, sumpah setia pada junjungan yang
baru ditandatangani dan diucapkan di muka
tempat persembahan untuk aidit .
Hari ini hari ketiga Bulan Ketujuh. Upacara
pertama untuk memperingati kematian aidit
seharusnya diselenggarakan pada hari sebelumnya.
Seandainya rapat berjalan lancar, upacara itu
mungkin dapat diadakan pada hari yang tepat, namun
akibat sikap dijoyo , malam pun berlalu dan
upacara peringatan ditunda sampai keesokan
harinya.
Sambil mengeringkan peluh yang membasahi
tubuh dan berganti baju duka, para resi me-
nanti jam yang sudah ditentukan untuk upacara
peringatan di tempat persembahan benteng kota.
gerombolan nyamuk berkerumun di bawah atap,
dan bulan muda tampak mengambang di langit.
Dengan tenang para resi melintasi pekarangan.
Kembang teratai berwarna merah dan putih ter-
gambar pada pintu geser tempat persembahan.
Satu per satu mereka melangkah masuk dan
duduk.
Hanya patih ronggolawe yang tidak muncul. Para
resi membelalakkan mata, seakan-akan tak
percaya. namun saat memandang ke arah altar yang
jauh di depan, mereka melihat patih ronggolawe duduk
tenang di bawah altar, sambil memangku Sam-
boshi.
Semuanya bertanya-tanya, apa gerangan maksud
patih ronggolawe . Namun saat mereka memikirkannya
lebih jauh, mereka teringat bahwa berdasarkan
keputusan rapatlah ia dijadikan pembina sang
Junjungan Muda, disamping kedua walinya. De-
ngan demikian, ia tak dapat dianggap bersikap
lancang.
Dan, semata-mata sebab tidak menemukan
alasan untuk mencela patih ronggolawe , dijoyo tampak
teramat tidak senang.
"Harap menuju altar dalam urutan yang tepat,"
dijoyo menggeram pada mpu nala dan nosferatu .
Suaranya rendah, dan ia hampir meledak sebab
jengkel.
"Permisi," ujar mpu nala pada nosferatu , lalu ber-
diri.
Kini giliran nosferatu mendongkol. Rupanya ia
enggan dinomorduakan di hadapan para resi ,
sebab merasa hal itu akan menempatkannya
dalam posisi lebih rendah di masa mendatang.
mpu nala menghadap lempeng peringatan ayah-
nya, memejamkan mata, dan merapatkan tangan
untuk berdoa. sesudah membakar dupa, ia sekali
lagi berdoa di depan altar, lalu mundur.
Melihat gelagat bahwa mpu nala hendak langsung
kembali ke tempat duduknya. patih ronggolawe ber-
deham, seakan-akan bermaksud mengingatkan
mpu nala akan kehadiran adipati prana yang duduk di
pangkuannya. Tanpa perlu berkata. "Junjunganmu
yang baru ada di sini!" ia menarik perhatian
mpu nala .
mpu nala tampak kaget, dan sambil tetap berlutut,
ia cepat-cepat berpaling ke arah mereka. Pada
dasarnya ia memang lemah, dan sikapnya menim-
bulkan perasaan iba.
Sambil menatap adipati prana, mpu nala membung-
kuk penuh hormat. sebetulnya ia malah ter-
lampau sopan.
Bukan sang Junjungan Muda yang membalas
dengan anggukan kepala, melainkan patih ronggolawe .
adipati prana anak manja yang nakal, namun entah
kenapa, di pangkuan patih ronggolawe ia setenang
boneka kecil.
sesudah nosferatu berdiri, ia pun memanjatkan
doa di hadapan arwah ayahnya. namun sebab sudah
melihatlihat kejadian yang menimpa mpu nala dan
tak ingin ditertawa kan oleh para resi lain, ia
membungkuk dengan sikap pantas. lalu ia
kembali ke tempat duduknya.
Giliran berikut jatuh pada nyoto dijoyo .
saat ia berlutut di muka tempat persembahan,
tubuhnya yang besar hampir menutupi altar.
Kembang teratai berwarna putih dan merah pada
dinding-dinding penyekat dan cahaya lentera yang
berkelap-kelip memicu badannya seakan-
akan terselubung api kemurkaan. Barangkali ia
memberikan laporan panjang-lebar mengenai jalan-
nya rapat kepada arwah aidit , atau meng-
ucapkan sumpah setia pada junjungannya yang
baru. namun sesudah menyalakan dupa, dijoyo
duduk lama sambil berdoa dengan tangan saling
menempel. Lalu, memilih mundur sekitar tujuh
langkah, ia meluruskan punggung dan berpaling
ke arah adipati prana.
sebab mpu nala dan nosferatu sudah memberi-
kan penghormaian kepada adipati prana, dijoyo tak
dapat mengabaikan kewajiban itu . Mungkin
sebab berpikir tak ada pilihan lain, ia menggigit
bibir dan mcmbungkuk.
Sekali lagi patih ronggolawe yang mengangguk-angguk
untuk menerima penghormatan yang diberikan
pada adipati prana. dijoyo langsung melengos dan
kembali ke tempat duduknya. sesudah itu ia
duduk sambil merengut.
Niwa, danakertoarjo , patih pitaloka , Hachiya, hyangkertoarjo ,
wiro gunung , punggawapatih , dan para resi lain memberikan
penghormatan. lalu mereka pindah ke
ruang jamuan makan, dan atas undangan janda
tungguljaya, duduk untuk bersantap. Meja-meja
disiapkan untuk lebih dari tempat puluh tamu.
baskom -baskom diedarkan dan lentera-lentera ber-
kelap-kelip dalam embusan angin senja yang sejuk.
saat mereka mulai berbincang-bincang santai
untuk pertama kali dalam dua hari terakhir,
masing-masing merasa agak mabuk.
Jamuan makan malam itu agak berbeda dari
biasanya, sebab diadakan seusai upacara per-
ingatan, sehingga tak ada yang sampai benar-benar
mabuk. Meski demikian, saat pengaruh anggur
mulai terasa, para resi berdiri untuk mengobrol
dengan yang lain, dan tawa dan percakapan seru
terdengar di sana-sini.
Kerumunan orang terlihat di hadapan Hide-
yoshi. Dan lalu satu orang lagi bergabung.
"Bolehkah aku minta baskom ?" tanya mpu wiragajah
yodono.
Keperkasaan yang diperlihatkan yodono dalam
pertempuran-pertempuran di wilayah Utara selalu
dipuji-puji, dan konon tak ada musuh yang ber-
jumpa dua kali dengannya. Kasih sayang dijoyo
bagi orang itu luar biasa. Ia suka menyebutnya
sebagai "yodono-ku", atau "kepribadian ku", dan
dengan bangga ia membeberkan kecakapan militer
yang dimiliki yodono.
dijoyo memiliki banyak kepribadian . namun
jika ia berkata "kepribadian ku'. yang dimaksudnya
hanya yodono seorang.
Meski yodono baru berusia dua puluh 9
tahun, ia memimpin benteng kota Uyama sebagai
resi marga nyoto , dan ia memiliki provinsi
dan pangkat yang boleh dibilang tak kalah di-
bandingkan para resi besar yang berkumpul di
ruang jamuan makan.
"Hai, patih ronggolawe ," ujar dijoyo . "Berikan baskom
pada kepribadian ku ini."
patih ronggolawe menoleh, seakan-akan baru me-
nyadari kehadiran yodono.
"kepribadian ?" ia berkata sambil mengamati
pemuda itu. "Ah, kau," Penampilan yodono
memang sesuai bagi seorang pahlawan yang men-
jadi buah bibir semua orang, dan tubuhnya yang
kekar memicu patih ronggolawe tampak semakin
pendek dan lemah.
Namun yodono tidak memiliki wajah penuh
bekas cacar seperti pamannya. Ia berkulit putih
namun gelap, dan sepintas lalu alisnya mirip
harimau , sementara tubuhnya bagaikan macan
tutul.
patih ronggolawe menyerahkan sebuah baskom pada
yodono.
namun yodono menggelengkan kepala. "Kalau aku
diberi baskom , aku minta yang besar itu."
baskom yang dimaksudnya masih berisi sedikit
anggur .
Tanpa pikir panjang patih ronggolawe membuangnya
dan berseru. "Mana pelayan?"
Mulut botol bersepuh emas menyentuh bibir
baskom berwarna merah terang, dan meski isi botol
itu segera tertuang habis, baskom nya belum penuh.
Seseorang lalu membawa botol berikut, dan baskom
diisi sampai luber.
Si pahlawan muda yang tampan menyipitkan
mata, menempelkan baskom ke bibir, dan meng-
habiskan isinya dengan sekali tenggak. "Nah, bagai-
mana dengan Tuan sendiri."
"Aku tidak memiliki kemampuan seperti
itu," ujar patih ronggolawe sambil tersenyum.
Mendengar penolakan patih ronggolawe , yodono men-
desak.
"Mengapa Tuan tidak mau minum?"
"Aku tidak kuat minum banyak."
"Apa? Sedikit saja."
"Aku minum, namun tidak banyak."
yodono tergelak. lalu ia berkata, cukup
keras untuk didengar semua orang. "Desas-desus
yang beredar ternyata benar. Tuan patih ronggolawe
memang pandai mencari alasan, dan dia orang
yang rendah hati. dahulu sekali lebih dari dua
puluh tahun lalu dia pesuruh yang bertugas
menyapu kotoran kuda dan membawa sandal Yang
Mulia aidit . Sungguh mengagumkan bahwa
dia belum melupakan masa itu."
Ia tertawa sebab kelancangannya sendiri. Yang
lain tentu saja terkesima. Segala percakapan men-
dadak terhenti, dan semua orang memandang
bolak-balik antara patih ronggolawe , yang masih duduk di
depan yodono, dan dijoyo .
Sesaat semua orang melupakan baskom
masing-masing. patih ronggolawe hanya tersenyum saat
menatap yodono. Dengan kesabaran seorang laki-
laki berusia empat puluh lima tahun, ia meman-
dang pemuda berumur dua puluh 9 tahun
di hadapannya. Perbedaan di antara mereka
bukan sekadar perbedaan usia belaka. Perjalanan
hidup patih ronggolawe selama dua puluh 9 tahun
pertama dan jalan yang ditempuh yodono sepan-
jang hayatnya sangat berlainan, baik dari segi ling-
kungan maupun pengalaman. yodono dapat dipan-
dang sebagai anak kecil yang tak mengenal pen-
deritaan dunia sebetulnya . Oleh sebab itu ia di-
kenal sombong dan berani. Dan rupanya ia ter-
masuk orang yang merasa tak perlu bersikap
waspada di suatu tempat yang lebih berbahaya di-
bandingkan medan perang mana pun sebuah
ruangan tempat semua pemimpin saat itu ber-
kumpul.
"namun , patih ronggolawe , ada satu hal yang tak bisa ku-
terima. Tunggu, dengar dahulu . patih ronggolawe . Kau
punya telinga untuk mendengar?" yodono berseru-
seru dengan lancang. Sikap kurang ajarnya bukan
sebab pengaruh anggur semata-mata, melainkan
lebih sebab ada sesuatu yang mengganjal di hati-
nya. Namun patih ronggolawe menganggap ucapannya se-
bagai ocehan orang mabuk, dan menanggapinya
dengan tenang.
"Kau mabuk," katanya.
"Apa?!" yodono menggelengkan kepala dengan
tegas dan menegakkan tubuh. "Ini bukan masalah
sepele yang bisa ditimpakan pada anggur yang ku-
minum. Dengar. Di tempat persembahan tadi,
saat Yang Mulia mpu nala dan Yang Mulia Nobu-
taka dan semua resi lain datang untuk meng-
hormati arwah Yang Mulia aidit , bukankah
kau duduk di kursi kehormatan sambil memangku
Yang Mulia adipati prana dan memaksa mereka mem-
bungkuk ke arahmu, satu demi satu?"
"Wah, wah," ujar patih ronggolawe , tertawa .
"Apa yang kautertawa kan? Apa yang kauanggap
lucu, patih ronggolawe ? Aku percaya kau sengaja meman-
faatkan Yang Mulia adipati prana agar kau, yang tak
berarti apa-apa, bisa menerima penghormatan
keluarga sinuhun dan para resi nya. Ya, itu dia. Dan
seandainya aku hadir, dengan senang hati aku
akan mencopot kepalaku. Yang Mulia dijoyo dan
orang-orang terpandang yang duduk di sini begitu
pemurah, sehingga aku jadi tak sabar, dan..."
Saat itulah Kaisuie, yang duduk berjarak dua
kursi dari patih ronggolawe , mereguk isi baskom nya sampai
habis dan memandang berkeliling. "yodono, apa
maksudmu bicara seperti ini mengenai orang lain?
Tuan patih ronggolawe , kepribadian ku tidak bermaksud
jahat. Jadi jangan hiraukan dia," ia berkata sambil
tertawa .
patih ronggolawe tak bisa marah dan tak sanggup pula
tertawa . Ia sudah ditempatkan ke dalam posisi di
mana ia hanya dapat memaksakan senyum tipis,
namun penampilannya memang cocok untuk situasi
seperti itu.
"Tuan dijoyo , jangan ambil pusing. Tidak apa-
apa." ujar patih ronggolawe . Ia jelas-jelas berlagak mabuk.
"Jangan pura-pura, kuyang . Hei, kuyang !"
yodono bersikap lebih congkak dibandingkan biasanya.
"'kuyang ! Wah, kali ini lidahku tergelincir, namun di
pihak lain memang tidak mudah mengubah nama
yang begitu umum dipakai selama dua puluh
tahun. 'kuyang .' Itulah yang teringat olehku. dahulu
sekali, dia pesuruh mirip kuyang yang bekerja
membanting tulang di Bcnteng kedhiri . Saat itu
pamanku sesekali bertugas jaga malam. Menurut
cerita yang kudengar, suatu malam pamanku
merasa jemu dan mengajak kuyang menemaninya.
Pamanku lalu memberikan sedikit anggur padanya.
sesudah bosan minum-minum, pamanku akhirnya
berbaring dan minta agar kakinya dipijat. kuyang
yang tahu diri itu dengan senang hati menuruti
permintaannya."
Semua orang yang hadir mendadak tak lagi
merasakan pengaruh anggur yang menyenangkan.
Wajah mereka menjadi pucat, sementara mulut
masing-masing terasa kering. Ini bukan situasi
biasa. Bukan tak mungkin bahwa di balik dinding-
dinding, di bayang-bayang pepohonan, dan di
bawah lantai ada pedang, tombak, dan busur
yang disembunyikan oleh orang-orang nyoto .
Bukankah mereka terus berupaya memancing
patih ronggolawe agar bertindak sembrono? Sebuah
perasaan ganjil, yang dialami oleh semua orang,
mulai tumbuh dari perasaan tak percaya, dan
perasaan itu terbawa oleh angin senja dan bayang-
bayang lentera-lentera yang berkelap-kelip. Musim
panas sudah mencapai puncaknya, namun semua
orang mendadak merinding.
patih ronggolawe menunggu sampai yodono selesai, lalu
tertawa terbahak-bahak.
"Ah, Tuan kepribadian , aku tak tahu dari mana
kaudengar cerita itu, namun kau membangkitkan
kenangan indah. Dua puluh tahun silam, kuyang
tua ini dikenal pandai memijat, dan seluruh marga
sinuhun sempat kuremas-remas. Bukan kaki Tuan
dijoyo saja yang pernah merasakan pijatanku.
Lantas, saat aku diberi gula-gula sebagai imbalan,
ah, betapa nikmat rasanya! Mengenang masa itu,
aku jadi ingin mencicipi gula-gula itu sekali lagi."
patih ronggolawe kembali tertawa .
"Paman dengar itu?" yodono bertanya sambil ber-
megah-megah. "Berikanlah sesuatu pada Hide-
yoshi. Kalau Paman minta kaki Paman dipijat
sekarang, siapa tahu dia mau melakukannya."
"Jangan bawa permainan ini terlampau jauh,
yodono. Tuan patih ronggolawe , dia hanya main-main."
"Tidak apa-apa. Sekarang pun aku masih suka
memijat kaki orang."
"Dan siapa gerangan orang itu?" yodono bertanya
sambil tersenyum mencemooh.
"Ibuku. Tahun ini usia beliau tujuh puluh
tahun, dan memijat kakinya merupakan kese-
nangan tersendiri bagiku. Namun, sebab aku
begitu lama berada di medan perang, belakangan
ini aku tak sempat merasakan kesenangan itu.
Baiklah, sekarang aku mohon diri dahulu , namun yang
lain silakan teruskan acara ini."
patih ronggolawe orang pertama yang meninggalkan
jamuan makan. saat ia pergi dan menyusuri
selasar utama, tak seorang pun berdiri untuk men-
cegahnya. Justru sebaliknya, para pembesar lain
merasa bahwa ia bertindak dengan arif dan semua-
nya terbebas dari perasaan bahaya yang sempat
meliputi mereka.
Dua pelayan tiba-tiba muncul dari ruangan di
dekat pintu masuk, tempat mereka disuruh me-
nunggu, lalu segera menyusulnya. Mereka pun
merasakan suasana yang mengujawa benteng kota
selama dua hari terakhir. namun patih ronggolawe tidak
memperkenankan para pengikutnya memasuki
benteng kota dalam jumlah besar, jadi pada waktu
kedua pelayan itu melihat majikan mereka dalam
keadaan aman, pikiran mereka pun langsung
tenang.
Mereka sudah berada di luar dan sedang
mengumpulkan para pembantu dan kuda saat
mereka mendengar sebuah suara memanggil dari
belakang.
"Tuan patih ronggolawe ! Tuan patih ronggolawe !"
Seseorang mencarinya di lapangan yang gelap
dan terbuka. Bulan sabit tampak mengambang di
langit. "Aku di sebelah sini."
patih ronggolawe sudah duduk di atas kuda. danakertoarjo
ngabeni segera menghampirinya.
"Ada apa?" patih ronggolawe bertanya. Ia menatap
danakertoarjo , seperti seorang junjungan menatap
pengikutnya.
danakertoarjo berkata, "Tuan pasti marah sekali.
namun semuanya hanya akibat anggur . Dan kepribadian
Tuan dijoyo masih muda, seperti Tuan lihat
sendiri. Kuharap Tuan sudi memaafkannya,"
lalu ia menambahkan. "Ini sesuatu yang
sudah dibicarakan sebelumnya, dan Tuan mung-
kin sudah lupa, namun pada hari keempat besok
akan diadakan perayaan untuk mengumumkan
suksesi Yang Mulia adipati prana, jadi jangan sampai
Tuan tidak datang. Tuan dijoyo menekankan hal
ini sesudah Tuan meninggalkan jamuan makan."
"Begitukah? Hmm..."
"Jagalah supaya Tuan hadir."
"Aku mengerti."
"Dan sekali lagi, mengenai kejadian tadi. Ku-
harap Tuan sudi melupakannya. Aku sudah mem-
beritahu Tuan dijoyo bahwa Tuan berjiwa besar,
dan tentu tidak tersinggung oleh kelakar pemuda
mabuk."
Kuda patih ronggolawe sudah mulai berjalan. "Ayo!" ia
berseru kepada para pelayan, dan nyaris menabrak
danakertoarjo .
Penginapan patih ronggolawe terletak di bagian barat
kota, tempat ia bermalam itu terdiri atas kuil Zen
yang kecil dan rumah milik keluarga kaya yang
disewanya. Anak buahnya dan kuda-kuda tidur di
kuil, sementara ia sendiri menempati satu lantai di
dalam rumah.
sebetulnya ia bisa dengan mudah ditampung
oleh keluarga itu , namun ia ditambah sekitar tujuh
ratus sampai 9 ratus pengikut. Namun
jumlah itu tidak seberapa besar, sebab menurut
desas-desus, marga nyoto membawa sekitar
sepuluh ribu prajurit ke kedhiri .
Begitu patih ronggolawe kembali ke tempatnya meng-
inap, ia mengeluh mengenai asap yang memenuhi
rumah itu. sesudah memerintahkan agar jendela-
jendela dibuka, ia segera membuka jubah
kebesarannya dengan lambang bunga paulouwnia.
lalu ia menanggalkan seluruh pakaiannya
dan mengatakan ingin mandi.
sebab menyangka majikannya sedang gusar.
dengan hati-hati pelayannya menuangkan seember
air panas ke punggung patih ronggolawe . namun patih ronggolawe
malah menguap saat memberamkan diri di
dalam bak. lalu , seakan-akan meregangkan
tangan dan kaki, ia mendesah. "Ah, sekarang aku
mulai santai. Kelambunya sudah dipasang?"
"Kelambu sudah kami siapkan, tuanku." jawab
para pelayan yang memegang baju tidurnya.
"Bagus, bagus. Sebaiknya kalian semua harus
tidur cepat. Dan beritahu para prajurit yang ber-
tugas jaga." ujar patih ronggolawe dari balik kelambu.
Pintu-pintu ditutup, namun jendela-jendela tetap
terbuka, agar angin dapat masuk. Cahaya bulan
seakan-akan bergetar. patih ronggolawe mulai mengantuk.
"Tuanku?" seseorang memanggil dari luar.
"Ada apa? Kaukah itu, ki pralayan?"
"Benar, tuanku. Kepala Biara Arima ada di sini.
Dia ingin bertemu empat mata dengan tuanku."
"Apa? Arima?"
"Hamba sudah memberitahunya bahwa tuanku
sudah tidur, namun dia terus mendesak."
Sejenak tidak terdengar apa-apa dari balik
kelambu. Akhirnya patih ronggolawe berkata. "Suruh dia
masuk. namun sampaikan permintaan maaf sebab
aku tidak turun dari tempat tidur, dan katakan
bahwa aku jatuh sakit di benteng kota dan sudah
minum obat."
ki pralayan terdengar menuruni tangga. lalu
seseorang menaiki tangga, dan tak lama lalu
seorang laki-laki sudah berlutut di lantai kayu, di
depan tempat tidur patih ronggolawe .
"Para pembantu Tuan memberitahuku bahwa
Tuan sudah tidur, namun ..."
"Tuan Kepala Biara?"
"Ada hal penting yang perlu kusampaikan, jadi
aku memberanikan diri datang malam-malam
begini."
"sesudah mengikuti rapat marga selama dua hari.
aku lelah jiwa raga. namun apa yang membawa Tuan
ke sini di tengah malam buta?"
Kepala biara itu berkata pelan-pelan. "Tuan
hendak menghadiri jamuan makan untuk Yang
Mulia adipati prana di benteng kota besok?"
"Hmm, mungkin aku bisa datang kalau aku
minum obat dahulu . Rasanya aku hanya terkena
panas yang terlampau kuat, lagi pula orang-orang
tentu akan gusar sekiranya aku tidak hadir."
"Barangkali penyakit Tuan ini justru suatu
berkah."
"Wah, mengapa Tuan berkata demikian?"
"Beberapa jam lalu. Tuan meninggalkan jamuan
makan sebelum usai. Tak lama sesudah itu, tinggal
orang-orang nyoto dan sekutu-sekutu mereka
yang masih berada di sana, dan tampaknya mereka
diam-diam membahas sesuatu. Aku tidak tahu
pasti apa yang mereka bicarakan, namun Meeda Geni
juga curiga, dan akhirnya kami pun mencuri
dengar."
Si kepala biara tiba-tiba terdiam, dan mengintip
ke dalam kelambu, seakan-akan ingin memastikan
patih ronggolawe mendengarkannya.
Seekor kumbang berwarna biru muda mengerik
di sudut kelambu. patih ronggolawe masih berbaring
seperti sebelumnya, memandang langit-langit.
"Silakan teruskan cerita Tuan."
"Kami tidak tahu persis rencana mereka, namun
kami percaya Tuan takkan dibiarkan hidup. Besok,
pada waktu Tuan datang ke benteng kota, mereka
hendak membawa Tuan ke sebuah ruangan, meng-
hadapkan Tuan dengan daftar kesalahan Tuan,
lalu memaksa Tuan melakukan seppuku, jika Tuan
menolak, mereka bermaksud membunuh Tuan.
Kecuali itu, mereka akan menempatkan prajurit-
prajurit di dalam benteng kota, dan bahkan mengujawa
kota benteng kota."
"Hmm, ini cukup mencemaskan."
"sebetulnya Geni sendiri ingin datang ke sini
untuk memperingatkan Tuan, namun kepergiannya
dari benteng kota tentu akan menarik perhatian, jadi
aku yang datang. Kalau Tuan sedang sakit
sekarang, itu pasti suatu tanda dari para dewa.
Mungkin ada baiknya kalau Tuan tidak meng-
hadiri perayaan besok."
"Entah apa yang harus kulakukan."
"Aku berhadap Tuan tidak datang. Jangan pergi
ke sana."
"Jamuan itu diadakan untuk merayakan pelan-
tikan Yang Mulia adipati prana, dan semuanya wajib
hadir. Aku berterima kasih atas maksud baik
Tuan. Terima kasih banyak."
Di balik kelambu, patih ronggolawe menempelkan
tangan dan berdoa ke arah Kepala Biara yang baru
saja pergi.
patih ronggolawe sangat ahli dalam hal tidur. Terlelap
sesaat , di mana pun seseorang berada, tampak-
nya mudah, namun sebetulnya kemampuan itu sukar
tercapai.
Ia mengembangkan kemampuan misterius ini,
yang begitu dekat dengan pencerahan, sebab ter-
desak keadaan, dan ia sudah merangkumnya men-
jadi semacam semboyan yang selalu ia ikuti, baik
untuk mengurangi tekanan di medan perang
maupun untuk menjaga kesehatannya sendiri.
Masa bodoh. Bagi patih ronggolawe , ungkapan seder-
hana ini merupakan jimat.
Sikap masa bodoh mungkin tak dipandang se-
bagai sikap yang patut dibanggakan, namun sikap
itulah yang melandasi kemampuan tidur Hide-
yoshi. Ketidaksabaran, angan-angan, kasih sayang,
kebimbangan, urgensi segala bentuk ikatan ter-
putus sesaat pada waktu ia memejamkan mata,
dan ia tidur dengan pikiran sebersih kertas putih
yang belum tercoret. Dan sebaliknya, pada saat
terbangun, ia langsung sadar sepenuhnya.
namun sikap masa bodoh tidak hanya diguna-
kannya pada waktu bertempur dengan cerdik atau
saat segala sesuatu berjalan sesuai rencana. Sepan-
jang perjalanan hidupnya, ia sudah melakukan
banyak kesalahan, namun tak sekali pun ia merenungi
kegagalan-kegagalan atau pertempuran-pertem-
puran yang berakhir dengan kekalahan. Pada
kesempatan seperti itu, ia selalu teringat semboyan-
nya: masa bodoh.
Kesungguh-sungguhan yang sering dibicarakan
orang ketetapan hati yang tak tergoyahkan. Ke-
gigihan, atau konsentrasi pada satu hal bukanlah
sesuatu yang istimewa bagi patih ronggolawe , melainkan
merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.
Jadi, bagi patih ronggolawe jauh lebih penting mencapai
sikap masa bodoh yang memberi peluang padanya
untuk melepaskan diri dari sifat-sifat itu meski
hanya sejenak agar ia dapat menarik napas lega.
Sebaliknya, dengan sendirinya ia menyerahkan
masalah hidup dan mati pada konsep yang satu
itu: masa bodoh.
Ia hanya berbaring sebentar. Satu jamkah ia ter-
tidur?
patih ronggolawe bangun. Ia menuruni tangga dan
menuju kamar kecil. Sesaat orang yang sedang
bertugas jaga berlutut di lantai kayu sambil meme-
gang lampion. Segera sesudah itu, saat ia keluar
dari toilet, orang lain membawa mangkuk kecil
berisi air, dan sesudah mendekat, mengguyurkan
airnya ke tangan patih ronggolawe .
patih ronggolawe mengeringkan tangan dan memper-
hatikan posisi bulan di atas atap. lalu ia
berpaling pada kedua pelayannya dan bertanya,
"adipati lewuh ada di sini?"
saat orang yang ditanyai muncul, patih ronggolawe
mulai menuju tangga dan menoleh ke arah
adipati lewuh sambil berjalan.
"Pergi ke kuil dan beritahu orang-orang bahwa
kita akan berangkat. Susunan prajurit dan nama
jalan-jalan yang harus dilewati sudah dicatat waktu
kita meninggalkan benteng kota semalam, dan diserahkan pada tanah pinisepuh , jadi mintalah petunjuk dari dia." "Baik, tuanku."
"Tunggu dahulu . Ada yang lupa kukatakan. Suruh
ronggoluweng menemuiku."
Suara langkah adipati lewuh terdengar menyusuri
rumpun pohon di belakang rumah, lalu menuju ke
arah kuil. sesudah ia pergi, patih ronggolawe segera mengenakan baju tempur dan keluar.
Penginapan patih ronggolawe berada di dekat per-
simpangan jalan Raya Ise dan Jalan Raya blambangan . Ia berbelok ke pojok gudang dan berjalan ke arah persimpangan. ronggoluweng , yang baru saja menerima panggilan
patih ronggolawe , bergegas menyusulnya sambil terhuyung-huyung. "Hamba siap menjalankan perintah!" Ia berputar dan berlutut di hadapan
patih ronggolawe . ronggoluweng prajurit berusia tujuh puluh lima tahun, namun ia tak mudah dikalahkan oleh orang-orang yang lebih muda. patih ronggolawe melihat ia datang mengenakan baju tempur.
"Wah, urusan ini tidak memerlukan baju
tempur. Aku minta kau melakukan sesuatu di pagi
hari. Aku ingin kau tinggal di sini."
"Di pagi hari? Maksud tuanku, di benteng kota?"
"Benar. Kau segera paham, berkat pengalaman
dari masa pengabdianmu yang panjang. Kuminta
kau menyampaikan pesan ke benteng kota bahwa aku jatuh sakit semalam, dan mendadak harus kembali ke lojibenteng . Katakan juga aku sangat menyesal
sebab tak dapat menghadiri perayaan, namun ber-
harap semuanya berjalan lancar. Aku bisa mem-
bayangkan dijoyo dan danakertoarjo akan termenung-menung untuk beberapa saat, jadi aku ingin kau menunggu di sana sambil berlagak pikun dan tuli.
Jangan berikan tanggapan terhadap apa pun yang
kaudengar, lalu tinggalkan tempat itu, seakan-akan
tidak terjadi apa-apa."
"Hamba mengerti, tuanku."
Tubuh prajurit itu bungkuk seperti udang, namun
tombaknya tak pernah lepas dari tangan. Ia
memberi hormat sebelum berdiri, lalu memutar
tubuhnya, seakan-akan keberatan baju tempur, dan
melangkah pergi.
Hampir semua orang di kuil sudah berbaris di
jalan di muka gerbang. Setiap korps, yang ditandai
oleh panji masing-masing, dibagi-bagi menjadi
beberapa kompi. Para komandan siaga di atas
kuda, di depan unit-unit itu.
Api pada sumbu-sumbu tampak berkelap-kelip,
namun tak satu obor pun dinyalakan.
Bulan di langit mirip sabit. Menyusuri
pepohonan di tepi jalan, ketujuh ratus prajurit itu
bergoyang-goyang dalam kegelapan, seperti ombak di tepi pantai.
"Hei! pinisepuh !" patih ronggolawe berseru saat mele-
wati barisan prajurit dan perwiranya. Wajah orang
sukar dikenali di bawah bayang-bayang pe-
pohonan, dan tiba-tiba muncul laki-laki pendek
dengan tongkat bambu. yang diikuti enam atau
tujuh orang lain. Sebagian besar prajurit mungkin
menyangka ia pemimpin sckelompok kuli barang,
namun saat mereka menyadari bahwa ia patih ronggolawe ,
mereka segera terdiam dan memundurkan kuda
agar tidak menghalangi jalannya.
"Hamba di sini! Di sebelah sini!"
tanah pinisepuh berada di kaki tangga. Ia sedang
memberikan petunjuk pada sekelompok orang.
saat mendengar suara patih ronggolawe , ia segera me-
nyelesaikan penjelasannya dan bergegas meng-
hampiri junjungannya itu.
"Kau sudah siap?" patih ronggolawe bertanya tak sabar,
hampir tidak memberi kesempatan padanya untuk
berlutut. "Kalau semuanya sudah beres, berangkat-
lah segera."
"Ya, tuanku, kami sudah siap."
sesudah mengambil panji komandan berlam-
bang labu emas yang disandarkan di sudut
gerbang, ia membawa nya ke tengah-tengah barisan
dan langsung menaiki kudanya.
patih ronggolawe berangkat, ditambah para pelayan pri-
badinya dan sekitar tiga puluh penunggang kuda.
Biasanya dalam kesempatan seperti ini sangkakala
dibunyikan, namun saat ini keadaan ridak memung-
kinkan. pinisepuh sudah menerima kipas komandan
berwarna emas dari patih ronggolawe , dan melambaikan-
nya satu kali, dua kali, lalu untuk ketiga kali.
Dengan aba-aba ini, centeng berkekuatan tujuh
ratus orang mulai bergerak.
Kepala barisan lalu berubah arah dan lewat di
hadapan patih ronggolawe . Semua komandan korps me-
rupakan pengikut-pengikut kepercayaan. Hanya
sedikit veteran berpengalaman yang terlihat, mung-
kin sebab sebagian besar ditinggalkan di benteng kota-
benteng kota patih ronggolawe di lojibenteng , mendutrejo, dan
tempat-tempat lain.
Tengah malam, para prajurit patih ronggolawe ber-
tolak dari benteng kota kedhiri .
Sepertinya mereka menyertai junjungan mere-
ka. sesudah membelok ke Jalan Raya blambangan , mereka
mengawal i perjalanan ke lojibenteng .
patih ronggolawe sendiri berangkat segera sesudah itu.
Rombongan yang menyertainya hanya berjumlah
tiga puluh atau empat puluh orang. Ia menempuh
rute yang berbeda sama sekali, dan bergegas me-
lewati jalan-jalan kecil di tempat tak seorang pun
akan memergokinya. Menjelang fajar keesokan
harinya, ia akhirnya tiba di lojibenteng .
"Kita gagal, yodono." ujar dijoyo .
"Tidak, rencana kita sebetulnya sudah
sempurna."
"Apa ada rencana yang sempurna? Entah di
mana kita membuat kesalahan, dan sebab itulah
ikannya bisa lolos dari jaring."
"Hmm, aku sudah memperingatkan Paman. Jika
Paman hendak bertindak, jangan bertindak
setengah-setengah! Kalau saja kita menyerang
tempat bermalam bajingan itu, kepala patih ronggolawe
tentu sudah berada di hadapan kita sekarang. namun
Paman berkeras memilih jalan diam-diam. Seka-
rang semua usaha kita sia-sia, sebab Paman tidak
mau mendengarkanku."
"Ah, kau masih hijau. Kau menyuruhku
memakai rencana yang timpang, sedangkan
rencana yang kususun lebih baik. Strategi terbaik
adalah menunggu sampai patih ronggolawe datang ke
benteng kota, lalu memaksanya membelah perutnya
sendiri. Tak ada yang lebih baik dari itu. namun
berdasarkan laporan semalam. patih ronggolawe tiba-tiba
meninggalkan tempatnya menginap. Mula-mula
kupikir kita memang sial, namun lalu aku
berubah pikiran. Kalau si haram jadah itu mening-
galkan kedhiri malam-malam, itu justru suatu
berkah dari para dewa. Berhubung dia pergi tanpa
pemberitahuan sebelumnya, aku bisa melaporkan
segala kejahatannya. Kau kusuruh menjebak dan
membunuhnya dalam perjalanan, agar keadilan
dapat ditegakkan."
"Sejak awal Paman sudah membuat kesalahan."
"Aku membuat kesalahan? Apa maksudmu?"
"Pertama, Paman terlampau percaya bahwa Hide-
yoshi akan memudahkan usaha kita dengan datang
ke benteng kota. lalu , walaupun Paman sudah
memerintahkan agar aku membawa beberapa
prajurit untuk membunuhnya di perjalanan,
Paman melakukan kesalahan kedua, yaitu lalai
menyuruh orang-orang menjaga jalan-jalan kecil."
"Bodoh! Aku memberikan wewenang padamu
dan menyuruh para resi lain mengikuti segala
perintahmu, sebab aku percaya kau takkan me-
lupakan hal sepele seperti itu. Berani-beraninya
kau melemparkan kesalahan padaku, padahal kau
yang menempatkan prajurit-prajurit kita di jalan
utama saja, sehingga patih ronggolawe bisa lolos! Akuilah
bahwa kau masih kurang berpengalaman!"
"Baiklah, kali ini aku minta maaf atas kekhi-
lafanku, namun untuk selanjutnya. Paman, tolong
jangan terlalu mengandalkan akal bulus. Orang
yang hanyut oleh kelicikannya sendiri, suatu hari
mungkin tenggelam di dalamnya."
"Apa maksudmu? Kaupikir aku terlalu banyak
bersiasat?"
"Itu sudah menjadi kebiasaan Paman."
"Hah, beraninya kau..."
"Bukan aku saja. Paman. Semua orang sepen-
dapat. 'Hati-hati menghadapi Yang Mulia dijoyo .
Kita tak pernah tahu apa rencananya.'"
dijoyo terdiam. Alisnya yang hitam tebal
tampak berkerut-kerut.
Untuk waktu lama, hubungan antara Paman
dan kepribadian itu jauh lebih hangat dibandingkan
sekadar hubungan antara junjungan dan pengikut.
namun keakraban berlebihan sudah mengikis wibawa
dan rasa hormat dalam hubungan mereka, sehing-
ga hal-hal itu kini sudah tiada. Pagi itu dijoyo
hanya bisa merengut.
Perasaan tak senang yang meliputi dirinya di-
muncul kan oleh berbagai sebab. Semalam suntuk ia
tidak memejamkan mata. sesudah memberikan
perintah pada Gemba untuk memburu patih ronggolawe .
dijoyo menunggu sampai fajar, menanti laporan
yang dapat menghilangkan kesuraman di hatinya.
Namun saat yodono kembali, ia tidak mem-
bawa laporan yang ditunggu-tunggu oleh dijoyo .
"Ternyata hanya para pengikut patih ronggolawe yang
melewati Jalan Raya. patih ronggolawe sendiri tidak
tampak batang hidungnya. Kupikir sia-sia saja kami
menyerang mereka, jadi aku kembali dengan
tangan kosong, tanpa apa pun sebagai bukti usaha-
ku."
Laporan itu, ditambah kelelahan dijoyo akibat
tidak tidur, memicu ia semakin patah
semangat.
Lalu yodono pun menyalah-nyalahkannya, se-
hingga tidak mengherankan bahwa dijoyo merasa
murung pada pagi itu.
namun kemurungannya tak bisa dibiarkan ber-
kelanjutan. Hari itu pelantikan adipati prana diraya-
kan. sesudah makan pagi, dijoyo tidur sejenak,
lalu mandi. lalu ia sekali lagi mengenakan
pakaian kebesaran yang panas, dan tutup kepala.
dijoyo bukan orang yang mau memperlihatkan
bahwa ia merasa murung. Hari ini langit tertutup
awan dan udara bahkan lebih lembap dibandingkan kemarin, namun sikap dijoyo saat menyusuri jalan menuju benteng kota kedhiri lebih gagah dibandingkan siapa pun di kota benteng kota, dan wajahnya bersimbah peluh.
Orang-orang garang yang pada malam sebelum
nya masih mengencangkan tali pengikat helm dan
merayap di tengah rerumputan dan semak-semak
dengan membawa tombak dan senapan untuk
membunuh patih ronggolawe , kini berkumpul dengan topi kebesaran dan pakaian upacara. Busur mereka tersimpan dalam kotak masing-masing dan tombak
mereka disarungkan. Semuanya tampak seolah tak
tahu apa-apa saat bergabung dalam iring-iringan
menuju benteng kota.
Tentu saja orang-orang yang hendak pergi ke
benteng kota bukan anggota marga nyoto semata-
mata. Ada pula orang-orang dari pihak Niwa,
danakertoarjo , dan marga-marga lain. Yang kemarin
masih hadir namun kini tak terlihat lagi hanyalah
mereka yang berada di bawah komando patih ronggolawe .
danakertoarjo ngabeni memberitahu dijoyo
bahwa ronggoluweng sudah menunggu di benteng kota
sejak pagi, sebagai utusan patih ronggolawe .
"Dia bilang patih ronggolawe tak bisa hadir hari ini
sebab sakit, dan patih ronggolawe menyampaikan per-
mintaan maaf kepada Yang Mulia adipati prana. Dia
juga menyinggung bahwa dia ingin bertemu Tuan.
Sudah agak lama dia menunggu."
dijoyo mengangguk dengan geram. Meski
merasa gusar bahwa patih ronggolawe pura-pura tidak
tahu apa-apa, ia pun terpaksa berlagak tidak
memahami duduk perkaranya. saat menerima
ronggoluweng , dijoyo mcngajukan pertanyaan demi
pertanyaan dengan penuh curiga. Sakit apakah
yang diderita patih ronggolawe ? Jika ia mendadak me-
mutuskan untuk kembali ke lojibenteng semalam,
mengapa ia tidak memberitahu dijoyo ? Seandai-
nya diberitahu, dijoyo tentu akan mengunjungi-
nya dan mengatur segala sesuatu. namun sepertinya
daya pendengaran ronggoluweng sudah amat
menurun, dan ia hanya memahami setengah dari
apa yang diucapkan dijoyo .
Apa pun yang dikatakan dijoyo , orang tua itu
tampak tak paham dan terus mengulangi jawaban pasti
yang sama. Menyadari bahwa tatap muka ini hanya
buang-buang waktu saja, dengan dongkol dijoyo
menduga-duga alasan patih ronggolawe mengirim prajurit
tua yang pikun ini sebagai utusan resmi.
Mengomel pun tak mempan terhadap orang tua
itu. Sambil memendam emosi, dijoyo meng-
ajukan satu pertanyaan lagi pada ronggoluweng ,
untuk mengakhiri percakapan mereka.
"Utusan, berapa usiamu sekarang?"
"Tepat... ya, benar sekali."
Aku menanyakan umurmu. Berapa usiamu
sekarang?"
"Ya, Yang Mulia benar sekali."
"Apa?"
dijoyo merasa dipermainkan. Ia mendekatkan
mulutnya ke telinga ronggoluweng , dan berteriak
dengan suara cukup nyaring untuk memecahkan
cermin.
"Berapa usiamu tahun ini?"
ronggoluweng mengangguk-angguk, dan men-
jawab dengan tenang.
"Ah, hamba mengerti. Yang Mulia menanyakan
usia hamba. sebetulnya hamba belum melaku-
kan sesuatu yang berarti, namun tahun ini usia hamba
tujuh puluh lima tahun."
dijoyo tercengang.
Betapa konyol bahwa ia sampai naik pitam pada
orang tua ini, padahal masih banyak yang harus
dikerjakan, sehingga kemungkinan ia takkan
sempat beristirahat sepanjang hari. Terdorong oleh
kebenciannya terhadap patih ronggolawe . dijoyo ber-
ikrar bahwa sebentar lagi mereka takkan berada di
bawah langit yang sama.
"Pulanglah. Ini sudah cukup."
Sambil memberi isyarat dengan dagu, ia
menyuruh orang tua itu pergi, namun pantat
ronggoluweng seperti direkatkan di lantai.
"Apa? Bagaimana kalau ada jawab an?" Kumo-
hachi bertanya dan memandang dijoyo dengan
sabar.
"Tidak ada! Tidak ada jawab an. Katakan saja
pada patih ronggolawe bahwa suatu hari kami akan
berjumpa lagi."
Dengan ucapan terakhir ini, dijoyo berbalik
dan menyusuri selasar sempit ke benteng kota dalam.
ronggoluweng pun mengayunkan langkah. Sambil
berkacak pinggang, ia menoleh ke arah dijoyo .
Dan sambil terkekeh-kekeh, ia akhirnya menuju
gerbang benteng kota.
Upacara pelantikan adipati prana dilaksanakan
hari itu, dan perayaan yang menyusul mengalah-
kan perayaan pada malam sebelumnya. Tiga
bangsal di dalam benteng kota dibuka untuk meng-
umumkan pengangkatan junjungan yang baru, dan
orang-orang pun datang berbondong-bondong.
Topik pembicaraan utama di antara para tamu
adalah sikap patih ronggolawe yang dianggap menghina.
Berpura-pura sakit hingga tidak menghadiri acara
yang sedemikian penting benar-benar keterlaluan,
dan ada saja yang berkomentar bahwa ketidak-
setiaan dan ketidaktulusan patih ronggolawe terlihat jelas
sekarang.
dijoyo tahu bahwa celaan-celaan terhadap
patih ronggolawe dilontarkan oleh para pengikut Taki-
gkertoarjo ngabeni dan mpu wiragajah yodono, namun ia
tetap menikmati kepercayaan bahwa keuntungan
kini berada di pihaknya.
sesudah rapat besar, peringatan hari kematian
aidit , dan perayaan pelantikan, kedhiri setiap
hari diguyur hujan lebat.
Sejumlah pembesar kembali ke provinsi masing-
masing, sehari sesudah perayaan itu. namun beberapa
yang lain tertahan oleh Sungai kedhiri yang
meluap. Mereka yang tertinggal menunggu cuaca
cerah, mungkin besok atau hari berikutnya, namun
sementara itu mereka tak dapat berbuat apa-apa
selain duduk di tempat mereka menginap.
Namun bagi dijoyo masa penantian itu belum
tentu sia-sia.
Berkali-kali ia dan nosferatu saling mengun-
jungi. Perlu diingat bahwa radenmas , istri dijoyo ,
merupakan adik aidit , dan dengan demikian
bibi nosferatu . Kecuali itu, sebetulnya Nobu-
taka-lah yang membujuk radenmas untuk menikah lagi
dan menjadi istri dijoyo . Sejak pernikahan itulah
hubungan antara dijoyo dan nosferatu menjadi
akrab, melebihi hubungan antara saudara ipar
semata-mata.
danakertoarjo ngabeni pun mengikuti pertemuan-
pertemuan itu, dan kehadirannya memiliki arti
khusus.
Pada hari kesepuluh bulan itu, danakertoarjo
mengirim undangan untuk upacara minum teh
kepada para pembesar yang masih berada di
kedhiri . Acara itu diadakan pagi hari.
Undangan itu berbunyi sebagai berikut:
Hujan yang melanda kedhiri belakangan ini sudah
mereda, dan kalian semua ingin segera kembali ke
kampung halaman. Pepatah di kalangan prajurit
mengatakan bahwa pertemuan mereka yang berikut
diliputi ketidakpastian. Sambil mengenang mendiang
junjungan kita, aku ingin menawarkan sebaskom teh
tawa r di tengah embun pagi.. Aku tahu kalian semua
harus bergegas pulang sesudah kunjungan panjang ini,
namun aku mengharapkan kehadiran kalian.
Hanya itu yang dikatakan, dan memang hanya
itu yang dapat diharapkan. namun para warga kedhiri
dihantui kecemasan saat melihat orang-orang
yang datang dan pergi.
Ada apa sebetulnya ? Rapat perangkah? Orang
seperti Hachiya, punggawapatih , Kanapatih, dan Kkertoarjo jiri
menghadiri acara minum teh pagi itu, sementara
nosferatu dan dijoyo mungkin merupakan tamu
kehormatan. namun apakah pertemuan itu
memang sekadar minum teh bersama, atau suatu
pertemuan rahasia, hanya diketahui oleh sang
pengundang dan para tamunya.
Pada sore hari, para resi akhirnya kembali
ke provinsi masing-masing. Pada malam hari
keempat belas. dijoyo mengumumkan bahwa ia
akan pulang ke radenkanjeng , dan pada hari kelima
belas ia meninggalkan kedhiri .
Namun begitu ia menyeberangi Sungai brantas
dan memasuki blambangan , dijoyo mendengar desas-
desus bahwa centeng patih ronggolawe sudah menutup
semua jalan di pegunungan antara Tarui dan
betari jawi , dan menghalangi perjalanan ke radenkanjeng .
dijoyo baru saja memutuskan bahwa ia akan
menyerang patih ronggolawe , namun sekarang situasi sudah
berbalik, dan ia bagaikan berjalan di atas lapisan es
tipis. Untuk mencapai radenkanjeng , dijoyo harus
melewati lojibenteng , dan lawan nya sudah kembali
ke sana. Apakah patih ronggolawe akan membiarkannya
lewat tanpa menyerangnya?
saat dijoyo bertolak dari kedhiri , para jen-
dralnya menyarankan ia menempuh jalan memu-
tar melalui Ise, provinsi danakertoarjo ngabeni.
Namun jika ia menuruti saran mereka, dunia
tentu akan menyangka ia takut terhadap Hide-
yoshi sebuah aib yang tak tertahankan oleh
dijoyo . namun pada waktu mereka memasuki blambangan ,
pertanyaannya tadi terus menghantui.
Laporan-laporan mengenai pergerakan centeng
di pegunungan memaksa dijoyo menghentikan
barisan dan membentuk susunan tempur, sampai
kebenaran laporan-laporan terscbut dapat diselidi-
ki.
lalu terdengar kabar angin bahwa unit-
unit di bawah komando patih ronggolawe terlihat di
daerah betari jawi ; dijoyo dan para resi nya yang
duduk di atas kuda langsung merinding. saat
mencoba membayangkan kekuatan dan strategi
musuh yang menghadang, mereka pun diliputi
perasaan suram.
centeng dihentikan secara mendadak di ha-
dapan Sungai Ibi, sementara dijoyo dan para
perwiranya berunding di tempat persembahan
setempat. Harus maju atau mundurkah mereka?
Satu strategi yang masuk akal adalah mundur
sementara dan mengujawa kedhiri dan adipati prana.
lalu mereka dapat mengumumkan segala
kesalahan patih ronggolawe , mempersatukan para pang-
lima lain, lalu berangkat lagi dengan kekuatan yang
lebih besar. Di pihak lain, sekarang pun mereka
membawa centeng besar, dan sebagai centeng adipati ,
dengan senang hati mereka akan menerobos
barisan lawan untuk meraih kemenangan cepat.
saat mengira-ngira hasil akhir dari masing-
masing alternatif, mereka menyadari bahwa
pilihan percuma akan memicu perang ber-
larut-larut, sementara pilihan kedua akan memberi
kepastian sesaat . Namun bukannya tak mungkin
bahwa justru mereka sendiri yang akan menderita
kekalahan.
Medan bergunung-gunung di sebelah utara
Sekigahara memang menguntungkan orang untuk
memasang jebakan. Kecuali itu, centeng Hide-
yoshi yang kembali ke lojibenteng pasti bukan pa-
sukan kecil yang baru bertolak dari kedhiri . Dari
gunungselatan bagian selatan sampai ke daerah betari jawi dan
Yoro, sejumlah besar orang dari benteng kota-benteng kota
kecil, keluarga-keluarga pembesar provinsi, dan se-
jumlah kediaman centeng adipati menjalin ikatan dengan
patih ronggolawe . Hanya sedikit yang berhubungan
dengan marga nyoto .
"Dari sudut mana pun masalah ini kupandang,
rasanya tak ada strategi untuk menghadapi Hide-
yoshi di sini. Dia pasti sengaja pulang cepat-cepat
untuk menarik keuntungan seperti ini. Kurasa kita
sebaiknya menghindari pertempuran yang diingin-
kannya dalam kondisi sekarang," ujar dijoyo ,
mengulangi saran para resi nya.
Namun yodono tertawa geram. "Tindakan itulah
yang paling tepat jika Paman ingin menjadi bahan
tertawa an, sebab begitu jerih terhadap Hide-
yoshi." Dalam rapat perang mana pun, saran untuk
mundur merupakan saran lemah, sementara saran
untuk maju dianggap lebih kuat. Pendapat yodono
khususnya memiliki pengaruh besar terhadap
para anggota staf lapangan. Keberaniannya yang
tiada tara, kedudukannya di dalam marga, dan
sikap dijoyo terhadapnya, semua itu merupakan
faktor yang dijadikan bahan pertimbangan.
"Lari saat melihat musuh, tanpa melepaskan
satu anak panah pun, pasti akan menghancurkan
reputasi marga nyoto ," salah seorang resi
berkata.
"Lain halnya kalau keputusan seperti ini diambil
sebelum kita meninggalkan kedhiri ."
"Yang Mulia yodono benar. Kalau orang-orang
mendengar kita sudah sampai di sini lalu mundur
lagi, kita akan menjadi bahan tertawa an bagi
generasi-generasi yang akan datang."
"Bagaimana kalau kita mundur sesudah ben-
trokan senjata pertama?"
"Mereka toh hanya anak buah si kuyang ."
Semua prajurit muda mendukung yodono
dengan menggebu-gebu. Satu-satunya orang yang
tetap membisu adalah Menju Shosuke. "Bagai-
mana menurutmu, Shosuke?"
dijoyo jarang menanyakan pendapat Shosuke.
Belakangan ini Shosuke kurang disenangi dijoyo ,
sebab itu ia lebih banyak diam. Kini ia menjawab
dengan patuh. "Hamba sependapat dengan
yodono."
Di tengah-tengah yang lain, yang semuanya ber-
darah panas dan siap bertempur, Shosuke tampak
sedingin air dan sepertinya kurang berani, meski
masih muda. namun ia menjawab seakan-akan tak
ada pilihan lain.
"Kalau Shosuke pun bisa bersikap begini, kita
akan mengikuti saran yodono dan terus maju. namun
kita perlu mengirim pengintai sesudah menye-
berangi sungai, dan tidak bertindak sembrono.
centeng infanteri maju lebih dahulu , lalu kesatuan
tombak. Tempat para penembak di depan barisan
belakang. Kalau musuh memang berusaha men-
jebak kita, senjata api tak banyak gunanya di
depan. Kalau musuh ada di sini dan para pengintai
memberikan tanda, segera bunyikan genderang,
namun jangan perlihatkan kebingungan sedikit pun.
Para komandan unit harus menunggu aba-aba
dariku."
sesudah memperoleh perintah, centeng dijoyo
melintasi Sungai Ibi. Ternyata tidak terjadi apa-
apa. saat mereka mulai bergerak menuju
Akasaka, tetap tak ada tanda-tanda kehadiran
musuh.
Unit-unit pengintai sudah jauh di depan, dan
sedang mendekati Desa Tarui. Di sini pun mereka
tidak menemukan sesuatu yang aneh.
Seorang laki-laki mendekat, ia tampak men-
curigakan, lalu segera dihampiri dan ditahan oleh
anggota unit pengintai. saat diancam dan di-
mintai keterangan, orang itu langsung membuka
mulut, namun mereka yang mengancamlah yang
kecewa.
"Kalau kalian ingin tahu apakah aku melihat
anak buah Yang Mulia patih ronggolawe di jalan tadi, ya,
aku memang melihat mereka. Pagi-pagi sekali, di
sekitar betari jawi . Sekarang mereka sedang melewati
Tarui."
"Berapa jumlah mereka?"
"Aku tidak tahu pasti, namun tentunya ada be-
berapa ratus orang."
"Beberapa ratus?"
Para pengintai saling pandang. sesudah melepas-
kan orang itu, mereka segera melapor pada
dijoyo .
Berita itu di luar dugaan. centeng musuh
begitu kecil, sehingga dijoyo dan para resi nya
semakin waswas. Namun perintah untuk maju
sudah diberikan. Saat itulah tiba laporan bahwa
utusan dari patih ronggolawe sedang menuju ke arah
mereka. saat orang itu akhirnya muncul, mereka
meihat bahwa ia bukan prajurit berbaju tempur,
melainkan pemuda tampan yang mengenakan
mantel sutra dan jubah . Bahkan tali kekang
kudanya pun dihiasi dengan mewah.
"Nama hamba Iki Hanshichiro," pemuda itu
memperkenalkan diri, "pelayan pribadi Yang Mulia
Hidekatsu. Hamba datang untuk menawarkan jasa
sebagai pemandu bagi Yang Mulia dijoyo ."
Hanshichiro melewati para pengintai yang ter-
bengong-bengong. Sambil berseru-seru bingung,
komandan mereka mengejar Hanshichiro, ia
begitu terburu-buru, schingga nyaris terjatuh dari
kuda.
dijoyo dan para perwira stafnya memandang
pemuda itu dengan curiga. Mereka sudah siap
menghadapi pertempuran, dan semangat mereka
pun berkobar-kobar. lalu , di tengah-tengah
tombak dan sumbu senapan yang membara,
pemuda tampan ini turun dari kuda dan mem-
bungkuk sopan.
"Pelayan pribadi Yang Mulia Hidekatsu? Aku
tak tahu apa artinya ini, namun bawa dia ke sini. Kita
bisa bicara dengannya," dijoyo memerintahkan.
dijoyo melangkah ke pinggir jalan dan berdiri
di bawah naungan pohon. sesudah kursinya disiap-
kan, ia berusaha menutup-nutupi ketegangan yang
meliputi anak buahnya dan dirinya sendiri, lalu
mempersilakan utusan patih ronggolawe untuk duduk.
"Kau bawa pesan?"
"Yang Mulia tentu lelah sesudah menempuh per-
jalanan panjang dalam cuaca panas ini." Hanshi-
chiro berkata dengan formal.
Anehnya, kata-katanya persis seperti sapaan di
masa damai. Sambil mengambil sepucuk surat dari
kotak yang tergantung pada bahunya, ia melanjut-
kan, "Yang Mulia patih ronggolawe menyampaikan
salam." lalu ia menyerahkan surat itu pada
dijoyo .
dijoyo menerimanya dengan curiga dan tidak
segera membukanya. Sambil mengedip-ngedipkan
mata, ia menatap Hanshichiro.
"Kaubilang kau pelayan pribadi Tuan Hide-
katsu?"
"Benar, Yang Mulia."
"Bagaimana kabar Tuan Hidekatsu? Baik-baik
sajakah dia?"
"Ya, Yang Mulia."
"Dia tentu sudah bertambah besar."
"Tahun ini usia beliau tujuh belas tahun, Yang
Mulia."
"Wah, sudah sebesar itu? Waktu berlalu dengan
cepat, bukan? Sudah lama aku tidak bertemu
dengannya."
"Hari ini beliau memperoleh perintah dari ayah
beliau untuk datang ke Tarui guna memberikan
sambutan."
"Apa?" dijoyo tergagap-gagap. Sebuah kerikil di
bawah kaki kursinya remuk akibat berat badannya,
yang sama besar dengan rasa kaget di hatinya.
sebetulnya Hidekatsu putra aidit , dan
diangkat anak oleh patih ronggolawe .
"Sambutan? Siapa yang hendak kausambut?"
"Yang Mulia, tentu saja."
Hanshichiro menutup wajah dengan kipas dan
tertawa . Kelopak mata dan mulut lawan bicaranya
gemetar tak terkendali, sehingga ia tak sanggup
menahan senyum.
"Aku? Dia datang untuk menyambut aku?"
dijoyo terus bergumam.
dijoyo begitu tercengang, sampai-sampai surat
di tangannya terlupakan olehnya. Berulang kali ia
mengangguk tanpa sebab jelas. saat matanya
mengikuti kata-kata yang tertulis, berbagai emosi
melintas di wajahnya. Surat itu bukan dari Hide-
katsu, melainkan tak pelak ditulis oleh patih ronggolawe
sendiri. Nadanya sangat jujur.
Jalan antara gunungselatan bagian utara dan radenkanjeng sudah sering
dilalui Tuan, jadi kurasa Tuan takkan tersesat. Meski
demikian, aku mengutus putra angkatku, Hidekatsu,
sebagai pemandu jalan. Kini beredar kabar burung tak
berdasar, yang sebetulnya tak pantas memperoleh
perhatian Tuan, bahwa lojibenteng merupakan tempat
yang baik untuk menghalangi perjalanan Tuan. Untuk
membantah laporan-laporan palsu itu , aku mengutus
putra angkatku guna menyambut Tuan, dan Tuan boleh
menahannya sebagai sandera, sampai Tuan melewati
daerah ini dengan tenang, sebetulnya aku bermaksud
mengundang Tuan ke lojibenteng , namun aku sakit
sejak kembali dari kedhiri ....
sesudah mendengar ucapan utusan patih ronggolawe
dan membaca surat yang dikirimnya, mau tak mau
dijoyo merenungkan ketakutannya sendiri. Ia
sempat gemetar ketakutan saat berusaha
mengira-ngira apa yang mungkin tersimpan dalam
hati patih ronggolawe , dan kini ia merasa lega. Sudah
lama ia dikenal sebagai ahli strategi yang lihai, dan
ia dianggap begitu penuh intrik, sehingga setiap
kali berbuat sesuatu, orang-orang langsung ber-
komentar bahwa dijoyo sedang beraksi lagi.
Namun pada saat seperti ini, dijoyo bahkan tidak
berusaha menutup-nutupi perasaannya dengan
berlagak tak acuh. Ini sebagian wataknya yang
sangat dipahami almarhum aidit . aidit
tahu betul akan keberanian dijoyo , kelihaiannya,
dan kejujurannya. sebab ini pula aidit
memberikan tanggung jawab berat sebagai pang-
lima tertinggi dalam operasi militer di wilayah
Utara pada dijoyo , menempatkan sejumlah besar
prajurit dan sebuah provinsi besar di bawah
komandonya, dan menjadikannya andalan utama.
Kini, saat dijoyo merenungkan junjungannya
yang begitu memahami dirinya, namun tak lagi
berada di dunia, ia merasa tak ada orang yang
dapat dipercayainya.
namun sekarang perasaan dijoyo tiba-tiba ter-
sentuh oleh surat patih ronggolawe , dan segala prasangka
yang dipendamnya berbalik sesaat . Ia kini
mengakui bahwa permusuhan di antara mereka
semata-mata disebabkan oleh kecurigaan dan
ketakutannya sendiri.
"sesudah junjungan kita tiada, patih ronggolawe -lah
orang yang patut memperoleh kepercayaan kita," ujar
dijoyo .
Malam itu ia asyik berbincang-bincang dengan
Hidekatsu. Keesokan harinya ia melintasi betari jawi
ditambah pemuda itu dan memasuki lojibenteng ,
sambil terus memeluk kesan baik yang baru
diperolehnya.
namun di lojibenteng , sesudah ia dan para pengikut
seniornya mengantar Hidekatsu sampai ke gerbang
benteng kota, dijoyo sekali lagi dikejutkan saat
mengetahui bahwa patih ronggolawe sudah beberapa
lama tidak berada di lojibenteng . patih ronggolawe
ternyata sudah pergi ke trowulan untuk menyelesaikan
berbagai masalah negara.
"Lagi-lagi patih ronggolawe mengelabuiku!" kata
dijoyo , dan kedongkolannya segera bangkit kem-
bali. Terburu-buru ia meneruskan perjalanan
pulang.
Akhir Bulan Ketujuh sudah tiba. Untuk memenuhi
janji yang sudah diberikannya, patih ronggolawe menye-
rahkan benteng kota lojibenteng berikut daerah sekitar-
nya pada dijoyo , yang lalu meneruskannya kepada
putra angkatnya, Katsutoyo.
dijoyo tetap belum tahu, mengapa patih ronggolawe
dalam rapat di kedhiri bersikeras agar benteng kota itu
diberikan pada Katsutoyo. Baik para pedan rapat
maupun masyarakat umum tidak menaruh curiga
pada syarat itu , bahkan tidak berusaha men-
duga-duga maksud patih ronggolawe .
dijoyo memiliki satu putra angkat lagi,
Katsutoshi, anak laki-laki yang pada tahun itu
merayakan ulang tahun kelima belas. Tak sedikit
anggota marga nyoto menyesalkan bahwa jika
hubungan antara dijoyo dan Katsutoyo demikian
dingin, masa depan marga bisa terancam.
"Katsutoyo selalu ragu-ragu," dijoyo mengeluh.
"Tak pernah dia melakukan sesuatu dengan jelas
dan tegas. Wataknya tidak cocok untuk menjadi
putraku. Katsutoshi, sebaliknya, sama sekali tidak
memiliki sifat buruk dalam dirinya. Dia benar-
benar menganggapku ayahnya."
namun jika dijoyo lebih menyukai Katsutoshi
dibandingkan Katsutoyo, kepribadian nya yodono
bahkan lebih disayanginya. Kasih sayangnya ter-
hadap yodono melampaui kasih sayang biasa bagi
kepribadian atau putra, dan ia cenderung memu-
puk perasaan itu. sebab nya dijoyo terus meng-
kertoarjo si kedua adik yodono, mpu hanjana dan Katsu-
masa, dan menempatkan keduanya di benteng kota-
benteng kota strategis, meski mereka baru berusia dua
puluhan.
Di tengah keakraban antara para anggota
keluarga dan para pengikut, hanya Katsutoyo yang
merasa tidak puas dengan ayah angkatnya dan
kakak-adik mpu wiragajah .
Suatu saat , dalam perayaan Tahun Baru, pada
waktu keluarga dan para pengikut dijoyo ber-
datangan untuk mengucapkan selamat Tahun
Baru, baskom anggur pertama dibagikan oleh dijoyo .
Dengan sendirinya Katsutoyo menyangka ia yang
akan memperolehnya, dan ia sudah maju beringsut-
ingsut dengan penuh hormat.
"baskom ini bukan untukmu, Katsutoyo, namun
untuk yodono," ujar dijoyo sambil menarik
tangannya.
lalu diketahui bahwa masalah ini me-
rupakan sumber ketidakpuasan bagi katsutoyo,
dan cerita itu juga terdengar oleh mata-mata
dari provinsi lain. Tentunya informasi seperti ini
juga sampai ke telinga patih ronggolawe .
Sebelum menyerahkan lojibenteng pada Katsu-
toyo, patih ronggolawe perlu memindahkan keluarganya
ke rumah baru mereka lebih dahulu .
"Sebentar lagi kita akan ke mendutrejo. Musim
dingin di sana tidak seberapa dingin, dan selalu
ada persediaan ikan segar dari laut."
Dengan perintah ini, ibu dan istri patih ronggolawe .
ditambah seluruh rumah tangga pindah ke benteng kota-
nya di mendutrejo. namun patih ronggolawe sendiri tidak ikut.
Waktu tak boleh terbuang sia-sia. Ia me-
merintahkan agar benteng kota di bukitmerah di dekat
trowulan direnovasi sepenuhnya. benteng kota itu merupa-
kan kubu pertahanan tunggadewa pada waktu
pertempuran bukittanjung , dan patih ronggolawe mempu-
nyai alasan tersendiri mengapa ia tidak menyuruh
ibu dan istrinya tinggal di sini. Setiap dua hari ia
pergi dari benteng kota bukitmerah ke ibu kota. Pada
waktu kembali, ia menyerbu pembangunan; pada
waktu pergi, ia menangani pemerintahan seluruh
negeri.
Ia kini memikul tanggung jawab untuk meng-
amankan Istana Kekaisaran, mengatur pemerin-
tahan kota, dan menyerbu semua provinsi. Ber-
dasarkan keputusan semula yang diambil dalam
rapat kedhiri , semua bidang pemerintahan di
trowulan akan ditangani bersama-sama oleh keempat
pemegang kekuasaan dijoyo , Niwa, patih pitaloka . dan
patih ronggolawe dan sama sekali bukan oleh patih ronggolawe
sendiri. namun dijoyo berada jauh di radenkanjeng ,
menjalankan manuver-manuver rahasia bersama
nosferatu dan yang lainnya di padalarang dan Ise; Niwa,
walaupun berada dekat di sekartanjung , rupanya
sudah menyerahkan tanggung jawab nya pada Hide-
yoshi ; dan patih pitaloka sudah menjelaskan bahwa ia,
meski diberi jabatan, tak mampu menangani pe-
merintahan dan kaum bawahan , sehingga ia
memutuskan untuk tidak terlibat lagi dalam kedua
tugas itu.
Justru dalam bidang-bidang inilah patih ronggolawe
memiliki kelebihan. Bakatnya terutama bersifat
administratif. patih ronggolawe menyadari bahwa kemam-
puannya yang paling menonjol bukanlah di medan
perang. namun ia pun sadar bahwa jika seseorang
dengan cita-cita tinggi dikalahkan di medan laga,
urusan administratif takkan dapat mencapai ke-
majuan berarti. sebab itu, ia selalu memper-
taruhkan semuanya dalam suatu pertempuran, dan
jika sudah mulai melancarkan operasi militer, ia
akan menyelesaikannya sampai tuntas.
Sebagai imbalan atas segala jasanya, pihak Istana
Kekaisaran memberitahukan bahwa ia akan di-
angkat sebagai letnan resi centeng Pengawal
Istana. patih ronggolawe menolaknya, dan berdalih
bahwa ia tidak patut menerima kehormatan
sebesar itu, namun pihak Istana berkeras, sehingga
patih ronggolawe akhirnya bersedia menerima pangkat
yang lebih rendah.
Berapa banyak orang yang hanya bisa melihat
sisi buruk dari kebaikan orang lain! Berapa banyak
orang yang menjelek-jelekkan mereka yang bekerja
dengan tulus!
Ini selalu benar, dan setiap perubahan besar
senantiasa menimbulkan gosip dan desas-desus.
"Sekarang kesombongan patih ronggolawe terungkap
jelas. Para bawah annya pun berlagak penting."
"Mereka mengabaikan Yang Mulia dijoyo .
Sikap mereka seakan-akan hanya patih ronggolawe yang
berjasa."
"Kalau melihat pengaruh yang diraihnya bela-
kangan ini, sepertinya mereka berusaha menampil-
kan Yang Mulia patih ronggolawe sebagai penerus Yang
Mulia aidit ."
patih ronggolawe menjadi sasaran kritik yang bertubi-
tubi. Namun, seperti biasa, identitas orang-orang
yang mencelanya tak dapat dipastikan.
patih ronggolawe bersikap tak peduli. Ia tak punya
waktu untuk mendengarkan gosip. Di Bulan
Keenam, aidit wafat; pada pertengahan
bulan itu, pertempuran meletus di bukittanjung ; pada
akhir bulan itu , patih ronggolawe mundur dari
lojibenteng dan memindahkan keluarganya ke
mendutrejo; dan di Bulan Ke9, ia memulai
pembangunan benteng kota bukitmerah . Kini ia terus
mondar-mandir antara trowulan dan bukittanjung . Jika
berada di trowulan , pada pagi hari ia mengunjungi
Istana Kekaisaran; pada sore hari ia meninjau kota,
di malam hari ia menangani urusan pemerintahan,
mengirim surat-surat balasan, dan menerima tamu;
di tengah malam ia mempelajari surat-surat dari
provinsi-provinsi jauh; dan pada waktu fajar ia
mengambil keputusan-keputusan yang menyangkut
permohonan para bawah annya. Setiap hari ia me-
macu kudanya, sementara masih mengunyah
makanan yang terakhir disantapnya.
Ia sering mendatangi beberapa tempat tujuan
secara berurutan kediaman seorang bawahan ,
pertemuan-pertemuan, peninjauan-peninjauan
dan belakangan ia berulang kali menuju bagian
utara trowulan . Di sanalah ia memprakarsai proyek
pembangunan berskala raksasa. Di dalam pe-
karangan Kuil raturaja ia mulai membangun satu
kuil lagi, yaitu Kuil dharmowongso .
"Pembangunan harus selesai pada hari ketujuh
Bulan Kesepuluh. Pada hari ke9 semuanya
sudah harus rapi, dan pada hari kesembilan
persiapan upacara sudah harus rampung. Pastikan
pada hari kesepuluh sudah tak ada yang perlu di-
kerjakan." Ucapan ini ditujukan pada banaspati dan saudara iparnya, ronggowojo . Dalam menangani proyek pembangunan apa pun, patih ronggolawe tidak bersedia mengubah batas waktunya. Upacara peringatan dilaksanakan di dalam
tempat persembahan selebar seratus 9 puluh
empat meter. Tirai berwarna cerah tampak berseri,
ribuan lentera gemerlapan bagaikan bintang, dan
asap dupa mengambang di sela panji-panji yang
berkibar-kibar, membentuk awan ber-warna ungu
di atas massa yang berduka cita.
Di antara para pendeta ada pemuka-
pemuka dari kelima kuil Zen utama dan biksu-
biksu dari ke9 sekte zoroaster . Orang-orang
yang menghadiri upacara itu menyebutkan bahwa
mereka seakan-akan melihat kelima ratus arhat dan
ke50000 murid sang zoroaster berkumpul di
depan mata.
Seusai upacara pembacaan naskah-naskah kuno
dan penaburan bunga di hadapan sang zoroaster ,
para kepala biara Zen memberikan penghormatan.
Akhirnya Kepala Biara Soken mengucapkan gatha
perpisahan, dan dengan sekuat tenaga menyeru-
kan. "Kwatz!" Sejenak suasana menjadi hening.
Lalu, saat musik khidmat mulai mengalun
kembali, kembang-kembang seroja berguguran,
dan satu per satu para hadirin membakar dupa di
depan altar.
Namun di antara para pedan , setengah dari
kerabat sinuhun yang seharusnya hadir tidak menam-
pakkan batang hidung mereka. adipati prana tidak
muncul, begitu pula nosferatu , dijoyo , dan
danakertoarjo .
namun barangkali yang paling tak terduga adalah
maksud-maksud yang tersimpan dalam diri Toku-
gkertoarjo mpu mojosongo . sesudah peristiwa Kuil purwojati , ia
berada dalam posisi unik. Bagaimana pikirannya,
atau bagaimana matanya yang dingin memandang
perkembangan terakhir, tak seorang pun dapat
memastikannya.
siang-malam salju turun di radenkanjeng yang
tengah dilanda musim dingin, tanpa memberi
kesempatan untuk melepaskan beban pikiran.
namun suasana di benteng kota lumajangan justru terasa
lebih hangat dibandingkan biasa. Keadaan yang tidak
lazim itu disebabkan oleh kehadiran Putri radenmas
ditambah ketiga anak wanita lesbian nya. Sang Putri
sendiri jarang kelihatan, namun anak-anaknya tak
tahan tinggal terus-menerus di dalam kamar. Yang
tertua, subanda, berusia lima belas tahun, adiknya
sebelas tahun, dan yang bungsu baru sembilan
tahun. Bagi anak-anak ini, daun-daun yang ber-
guguran pun merupakan suatu keajaiban, dan tawa
mereka terdengar bergema di selasar-selasar ben-
teng.
Suara merekalah yang membawa dijoyo ke
tempat tinggal kaum wanita. Ia berharap dapat
melupakan segala masalahnya di tengah tawa riang
mereka, namun setiap kali ia muncul, roman muka
ketiga gadis lesbian itu langsung muram, dan mereka tidak
tertawa maupun tersenyum. Putri radenmas pun men-
jaga jarak dan lebih banyak diam. Kecantikannya
berkesan dingin dan tak terjangkau.
"Silakan masuk, tuanku," Putri radenmas biasa ber-
kata, lalu mengajak dijoyo duduk di samping
anglo yang terbuat dan perak.
Biarpun sudah menikah, mereka tetap bertegur
sapa dengan kaku, seperti seorang pengikut yang
menyapa anggota keluarga junjungannya.
"Kesepianmu tentu semakin besar sebab salju
dan hkertoarjo dingin tempat ini, yang baru pertama
kali kau alami," kata dijoyo .
"Tidak juga, tuanku," balas radenmas , meski sudah
jelas ia mendambakan tempat yang lebih hangat.
"Kapan salju di radenkanjeng mulai mencair?" tanyanya.
"Ini bukan padalarang atau kedhiri . Pada waktu bunga
lobak bermekaran dan kembang ceri berguguran di
sana, gunung-gunung ini masih diselubungi salju
yang mencair."
"Dan sampai saat itu?"
"Setiap hari keadaannya seperti sekarang."
"Maksud tuanku, saljunya tak pernah mencair?"
"Hanya ada salju setebal beberapa ribu meter!"
dijoyo membalas ketus. saat teringat betapa
lama salju akan menyelubungi radenkanjeng . hatinya
dirasuki perasaan getir. sebab itu ia tak dapat
bersantai dengan keluarganya. walau hanya
sejenak.
dijoyo segera kembali ke benteng kota dalam.
ditambah para pelayannya, dengan langkah panjang
ia menyusuri koridor beratap yang diterpa angin
dingin. Begitu ia pergi. ketiga anak wanita lesbian itu
keluar ke serambi dan mulai bersenandung, bukan
mengenai radenkanjeng , melainkan mengenai daerah
asal mereka. jenggala .
dijoyo tidak menoleh ke belakang. Sebelum
memasuki bangunan utama, ia menyuruh salah
satu pelayannya, "Beritahu Gozaemon dan Gohei
agar segera menemuiku di kamar."
Keduanya merupakan tokoh penting dalam
marga nyoto . Mereka dipandang sebagai sesepuh
dan amat dipercaya oleh dijoyo .
"Sudah kaukirim kurir kepada madya
brawirgo ?" dijoyo bertanya pada Gozaemon.
"Sudah, tuanku. Dia berangkat beberapa waktu
yang lalu." orang itu menjawab . "Apakah ada pesan
tambah an yang hendak tuanku sampaikan
padanya?"
dijoyo mengangguk-angguk sambil membisu; ia
tampak termenung-menung. Semalam, dewan
marga membahas masalah penting: patih ronggolawe .
Dan keputusan mereka tidak bersifat pasif. Mereka
memiliki waktu sepanjang musim dingin untuk
menjalankan sebuah rencana: danakertoarjo ngabeni
akan mengumpulkan orang-orang di Ise, nosferatu
bertugas membujuk wiro gunung Ujisato untuk
bergabung dengan mereka dan meminta bantuan
dari Niwa Nagahide; dijoyo sendiri akan menulis
surat pada prabu kertoarjowardana mpu mojosongo untuk menjelaskan
maksudnya; dan seorang kurir sudah diutus untuk
menemui bekas pandita yang terkenal gemar
berkomplot yosodiprojo . Akhirnya mereka berharap
bahwa jika saatnya tiba, pihak patih akan
menyerang patih ronggolawe dari belakang.
Begitulah rencana mereka. namun sikap mpu mojosongo
masih merupakan tanda tanya. Dan meskipun
sudah dapat diramalkan bahwa yosodiprojo akan
besedia membantu, rasanya hanya ada sedikit
harapan bahwa marga patih akan bergabung
dengan mereka. Bukan itu saja, wiro gunung Ujisaro.
orang yang harus dibujuk oleh nosferatu , sudah
bersekutu dengan patih ronggolawe , sementara Niwa
secara arif memilih untuk tidak memihak siapa
pun. Ia menjelaskan bahwa ia tak dapat
memberikan dukungan pada salah satu pengikut
bekas junjungannya, dan bahwa keterlibatannya
hanya akan menyulitkan per-lindungan terhadap
penerus yang sah, Yang Mulia adipati prana.
Sementara itu patih ronggolawe tengah menyeleng-
garakan upacara peringatan megah bagi aidit
di trowulan , sebuah upacara yang menarik perhatian
seluruh negeri. Nama patih ronggolawe yang semakin
termasyhur membuat dijoyo berpikir, apakah ia
harus bertindak dan seberapa cepat. namun
pegunungan radenkanjeng menanggapi segala siasat
dijoyo dengan hujan salju. la merencanakan
operasi-operasi besar. namun ia tak sanggup meng-
gerakkan centeng nya untuk melaksanakan
rencana-rencananya.
Keiika rapat beriangsung, sepucuk surat tiba
dari ngabeni. la menyarankan agar dijoyo
bersabar sampai musim semi, dan baru lalu
menuntaskan usaha mereka dengan sekali pukul.
Sampai saat itu, ngabeni berpesan, dijoyo harus
berdamai dengan patih ronggolawe . dijoyo memper-
timbangkan saran ini dan memutuskan bahwa
itulah cara paling tepat untuk menangani situasi
yang dihadapinya.
"Jika ada yang hendak tuanku sampaikan pada
Yang Mulia brawirgo , hamba akan mengirim kurir
lain." Gozaemon mengulangi. saat melihat
roman muka dijoyo yang cemas.
dijoyo membeberkan kebimbangannya kepada
orang-orang ini. "Di dalam rapat, aku sudah setuju
untuk mengirim dua pengikut kepercayaan
bersama brawirgo . guna memndingkan
perdamaian dengan patih ronggolawe . namun sekarang aku
mulai ragu-ragu."
"Apa maksud tuanku?" salah satu pengikutnya
bertanya.
"Aku kurang percaya mengenai brawirgo ."
"Tuanku meragukan kemampuannya sebagai
utusan?"
"Aku tahu kemampuannya. namun saat
patih ronggolawe masih prajurit bawah an, mereka
berteman akrab."
"Hamba rasa tuanku tak perlu cemas mengenai
hal ini."
"Tidak perlu?"
"Sama sekali tidak," Gozaemon mengatakan.
"Baik provinsi brawirgo di Noto maupun provinsi
putranya di Fuchu berada di tengah-tengah wilayah
kekuasaan tuanku, dan dikelilingi oleh benteng kota-
benteng kota para pengikut marga nyoto . Jadi, selain
secara geografis terpisah dari patih ronggolawe , dia juga
harus meninggalkan istri dan anak-anaknya sebagai
sandera."
Gohci berpendapat sama. "Belum pernah ada
perselisihan antara tuanku dan dia, dan Yang
Mulia brawirgo pun mengabdi dengan setia selama
operasi di wilayah Utara. Bertahun-tahun lalu,
saat dia masih centeng adipati muda di kedhiri , Yang
Mulia brawirgo dikenal ugal-ugalan. namun sekarang
dia sudah berubah. Dewasa ini namanya dikaitkan
dengan ketulusan dan kejujuran, dan banyak
orang yang menaruh kepercayaan padanya. sebab
itu, hamba rasa dia justru orang yang paling cocok
untuk tugas ini."
dijoyo mulai percaya bahwa mereka benar.
Sekarang ia dapat tertawa dan mengakui bahwa
kecurigaannya tak berdasar. Namun jika
rencananya gagal sebab suatu sebab, dengan cepat
seluruh situasi dapat berbalik melawan dijoyo .
Selain itu. ia pun merasa waswas sebab
centeng nya tak dapat bergerak sampai musim semi
tiba. Keterpencilan nosferatu di padalarang dan
danakertoarjo di Ise bahkan lebih membebani
pikirannya. sebab itu, misi utusan yang akan
dikirimnya merupakan kunci keberhasilan strategi
keseluruhan.
Beberapa hari lalu , brawirgo tiba di
lumajangan. Tahun itu ia berusia empat puluh
empat tahun beberapa tahun lebih muda dari
patih ronggolawe . la sudah ditempa oleh tahun-tahun di
medan tempur. dan biarpun kehilangan sebelah
mata, ia tetap tampak tenang dan dapat
mengendalikan diri.
saat disambut dengan hangat oleh dijoyo , ia
menanggapi sikap berlebihan itu dengan senyum.
Putri radenmas pun ikut menyambut, namun brawirgo
berkata dengan santun. Berkumpul dengan
sekelompok centeng adipati kasar di ruangan dingin ini
tentunya kurang menyenangkan bagi Tuan Putri." ,
Mendengar ucapan itu, Putri radenmas segera
meninggalkan ruangan. dijoyo menganggapnya
sebagai ungkapan rasa hormat, namun sebetulnya
brawirgo bermaksud memperlihatkan simpati pada
radenmas , sebab ia melihat bayangan aidit
dalam diri wanita lesbian itu.
Tindak-tandukmu ternyata sesuai dengan
reputasimu. Kabarnya kau sangat berpengalaman
dalam hal ini," ujar dijoyo .
"Yang Mulia berbicara mengenai anggur "
"Berbotol-botol anggur "
brawirgo tertawa lepas, sebelah matanya berki-
lau dalam cahaya lilin. la tetap laki-laki tampan
yang dikenal patih ronggolawe di masa mudanya.
"patih ronggolawe tak pernah kuat minum," dijoyo
berkomentar. "Itu benar. Wajahnya langsung
merah."
"namun aku ingat, saat masih muda, kalian
berdua sering menghabiskan sepanjang malam
dengan minum-minum."
"Ya, dalam hal pesta pora, si kuyang muda tak
kenal lelah. Dialah ahlinya. Setiap kali hamba
terlalu banyak minum, hamba langsung ambruk
dan tertidur, di mana pun hamba berada."
"Sepertinya kalian masih berteman dekat."
"Tidak juga. Tak ada yang lebih tak dapat
dipercaya dari pada bekas teman minum-minum."
"Begitukah?"
"Yang Mulia pasti masih ingat hari-hari yang
diisi dengan makan. minum. dan bernyanyi
sampai fajar. Sesama teman saling merangkul dan
mengungkapkan hal-hal yang takkan mereka
ceritakan pada saudara sendiri. Saat itu kita
menganggap orang itu sebagai sahabat terbaik
yang pernah kita miliki, namun lalu kita sama-
sama terjun ke dunia nyata, mengabdi pada
junjungan masing-masing dan berkeluarga. saat
mengenang perasaan kita pada waktu masih sama-
sama tinggal di barak, kita menyadari bahwa
semuanya sudah berubah. Cara kita memandang
dunia, cara kita memandang orang lain kita sudah
dewasa. Teman kita tak lagi seperti dahulu , begitu
juga kita sendiri. Teman sejati yang sungguh-
sungguh setia adalah teman yang kita jumpai di
tengah-tengah kesengsaraan."
"Hmm. kalau begitu, akulah yang keliru."
"Bagaimana maksud Yang Mulia?"
"Kupikir hubunganmu dengan patih ronggolawe lebih
erat dari pada ini, dan sebab nya aku hendak
minta bantuanmu."
"Jika Yang Mulia ingin berperang melawan
patih ronggolawe ." kata brawirgo . "hamba tak bisa
membantu, namun jika Yang Mulia bermaksud
mengadakan perundingan damai, dengan senang
hati hamba akan berada di barisan depan. Ataukah
ada hal lain lagi?"
Ucapan brawirgo tepat mengenai sasaran. Tan
pa berkata apa-apa lagi, ia tersenyum dan
mengangkat baskom .
Bagaimana rencana mereka bisa sampai ke
telinga brawirgo ? Mata dijoyo memancarkan
kebingungan. namun sesudah merenung sejenak,
dijoyo pun menyadari bahwa ia sendiri yang terus
menguji sikap brawirgo mengenai patih ronggolawe sejak
awal pertemuan mereka.
Meski tinggal di pedalaman, brawirgo bukan
orang yang tidak mengikuti perkembangan dunia.
Tentunya ia mengetahui apa saja yang terjadi di
trowulan , dan ia pasti juga memahami persoalan
antara dijoyo dan patih ronggolawe . Kecuali itu,
brawirgo sudah menerima surat panggilan dijoyo
dan segera datang tanpa mengindahkan salju tebal.
sesudah merenungkan semuanya itu. dijoyo
terpaksa mengubah pandangannya mengenai
brawirgo , agar dapat menemukan suatu cara untuk
mengontrolnya. la sadar bahwa pengaruh brawirgo
akan semakin membesar di masa mendatang.
Sama seperti ki winokerto, brawirgo berada di
bawah komando dijoyo atas perintah aidit .
Selama lima tahun berlangsungnya operasi di
wilayah Utara, dijoyo memperlakukan brawirgo
seperti pengikutnya sendiri, dan brawirgo taat
pada dijoyo . namun sekarang aidit sudah tiada,
dan dijoyo bertanya-tanya, apakah hubungan
mereka akan tetap seperti semula. Inti
permasalahannya adalah sebagai berikut:
Kekuasaan dijoyo tergantung pada aidit .
sesudah aidit wafat, ia hanya salah satu di
antara sekian banyak resi .
"Aku tak ingin berperang melawan patih ronggolawe .
namun aku takut desas-desus yang beredar
mengatakan sebaliknya," dijoyo berkata sambil
tertawa .
Semakin matang seseorang, ia pun semakin ahli
dalam hal tertawa untuk menutup-nutupi perasaan
sebetulnya . "Rasanya janggal aku mengirim utusan
pada patih ronggolawe ," dijoyo melanjutkan, "padahal
kami tidak dalam keadaan perang. namun aku sudah
menerima seiumlah surat dari Yang Mulia
nosferatu dan danakertoarjo yang berisi desakan untuk
mengutus seseorang. Belum enam bulan berlalu
sejak kematian Yang Mulia aidit , namun
sudah ada kabar selentingan bahwa para
pengikutnya yang masih hidup saling meng-
gempur. Ini sungguh memalukan. Lagi pula,
kurasa marga kramat, marga Hojo, dan marga
patih tak boleh diberi kesempatan yang mereka
cari-cari."
"Hamba mengerti, Yang Mulia"
Memberi penjelasan bukanlah keahlian dijoyo ,
dan brawirgo menerima penugasannya secara garis
besar saja, seakan-akan tak ada gunanya men-
dengarkan detail-detail yang menjemukan.
Keesokan harinya ia meninggalkan lumajangan. la
ditambah dua orang, betari jawi Hikozo dan Kanapatih
Gorohachi. Keduanya pengikut kepercayaan marga
nyoto , dan meskipun mereka ikut sebagai
utusan, sebetulnya mereka bertugas menyerbu
brawirgo .
Pada hari kedua puluh tujuh Bulan Kesepuluh,
mereka tiba di lojibenteng untuk menjemput
Katsutoyo. Malangnya, pemuda itu sedang sakit.
Para utusan menyarankan agar ia tinggal di
lojibenteng saja, namun Katsutoyo berkeras ingin ikut,
dan mereka menempuh perjalanan dari lojibenteng
ke gendingan dengan menumpang kapal. sesudah
menginap satu malam di ibu kota, mereka tiba di
benteng kota bukitmerah keesokan harinya.
Inilah medan tempur tempat tunggadewa
menemui kekalahan pada musim panas yang lalu.
Di tempat ini dahulu tak ada apa-apa selain desa
miskin dengan stasiun pos yang keadaannya
menyedihkan, namun kini sebuah kota benteng kota yang
makmur sudah muncul. Sesudah para utusan
menyeberangi Sungai watangsewu , mereka melihat
perancah-perancah di sekeliling benteng kota. Gerobak-
gerobak badak sudah meninggalkan bekas yang dalam
di jalanan, dan segala sesuatu yang mereka lihat
mencerminkan rencana-rencana besar patih ronggolawe .
brawirgo pun mulai mempertanyakan iktikad
patih ronggolawe . dijoyo , nosferatu , dan danakertoarjo
menuduh patih ronggolawe mengabaikan Yang Mulia
adipati prana dan bekerja demi kepentingannya
sendiri. Di trowulan ia sedang menggalang kekuatan,
sementara di luar ibu kota ia mengerahkan dana
besar untuk pembangunan benteng kota-benteng kota.
Proyek-proyek ini tak ada sangkut-pautnya dengan
marga-marga musuh di Barat dan Utara, jadi
terhadap siapakah ia mempersiapkan centeng nya
di jantung negeri?
Apakah yang dikatakan patih ronggolawe untuk
membela diri? la pun mengemukakan sejumlah
keluhan: Pertama-tama soal janji untuk
memindahkan adipati prana ke madukara , yang dibuat
dalam pertemuan kedhiri dan belum juga
dipenuhi, lalu masalah upacara peringatan bagi
aidit yang tidak dihadiri nosferatu dan
dijoyo .
Pertemuan antara patih ronggolawe dan para utusan
berlangsung di benteng kota utama yang sebagian sudah
dibangun kembali. Makanan dan teh didwikerto ngkan
sebelum perundingan dimulai. Ini pertama kalinya
patih ronggolawe dan brawirgo berjumpa sesudah
kematian aidit .
"brawirgo , berapa usiamu sekarang?" tanya
patih ronggolawe .
"Tahun ini umurku empat puluh lima tahun."
"Kita sama-sama mulai tua."
"Apa maksudmu? Aku tetap satu tahun lebih
muda darimu, bukan?" "Ah, betul juga. Seperti
seorang adik setahun lebih muda. namun kalau kita
bandingkan sekarang, tampaknya kau yang lebih
matang."
Kaulah yang kelihatan terlalu tua untuk
usiamu," patih ronggolawe angkat bahu. "Sejak kecil aku
sudah kelihatan tua. namun terus terang, berapa pun
usiaku, aku tetap tidak merasa dewasa, dan ini
membuatku agak cemas."
"Ada yang bilang laki-taki seharusnya tak
tergoyahkan lagi sesudah mencapai usia empat
puluh."
"Itu bohong."
"Kau percaya?"
"Laki-laki terhormat tak tergoyahkan lagi
begitulah bunyi pepatah ter-sebut. namun bagi kita,
rasanya lebih tepat kalau dikatakan bahwa usia
empat puluh merupakan saat kita goyah untuk
pertama kali. Bukankah ini juga berlaku untukmu.
brawirgo ?"
"Tuan kuyang masih saja suka berkelakar,
bukan begitu, Tuan-Tuan?"
Sambil tersenyum, brawirgo menatap rekan-
rekannya. Ia cukup akrab dengan patih ronggolawe untuk
menyapanya dengan julukan Tuan kuyang , dan
ini tak luput dari perhatian mereka.
"Hamba tidak sependapat dengan Tuan
brawirgo maupun Yang Mulia." ujar Kanapatih,
yang merupakan orang tertua di antara mereka.
"Kenapa?" tanya patih ronggolawe . Kelihatan jelas
bahwa ia menikmati percakapan itu.
"Menurut hamba, sejak umur lima belas,
seorang laki-laki tak tergoyahkan lagi."
"Wah, rasanya itu terlampau dini, bukan?"
"Hmm. lihatlah pemuda-pemuda yang untuk
pertama kali terjun ke kancah perang."
"Benar juga. Tak tergoyahkan pada usia lima
belas, apalagi pada waktu berumur sembilan belas
atau dua puluh, namun saat mencapai usia empat
puluh, kita mulai runtuh perlahan-lahan. Kalau
begitu, bagaimana kalau kita sudah memasuki
masa tua?"
"Pada waktu berusia lima puluh atau enam
puluh, kita benar-benar bingung."
"Dan kalau tujuh puluh atau 9 puluh?"
"Kita mulai lupa bahwa kita bingung." Semuanya
tertawa .
Sepertinya pertemuan itu akan berlanjut sampai
larut malam, namun keadaan Katsutoyo mulai
memburuk. Topik pembicaraan beralih, dan
patih ronggolawe mengusulkan agar mereka pindah ke
ruangan lain. Seorang sinse dipanggil. Ia segera
memberi obat pada Katsutoyo, dan segala usaha
ditempuh untuk menghangatkan ruangan tempat
perundingan akan berlangsung.
Begitu keempat orang itu mengambil tempat
masing-masing, brawirgo membuka pembicaraan
resmi. "Mestinya Tuan sudah menerima surat dari
Yang Mulia nosferatu , yang juga menasihati Yang
Mulia dijoyo untuk berdamai." ujar brawirgo .
patih ronggolawe mengangguk. Tampaknya ia bersedia
mendengarkan lawan bicaranya. brawirgo meng-
ingatkannya akan kewajiban bersama sebagai
pengikut aidit , lalu mengakui terus terang
bahwa patih ronggolawe -lah yang memenuhi kewajiban
itu secara tuntas. namun sesudah itu, ujar
brawirgo , muncul kesan bahwa patih ronggolawe berselisih
paham dengan para pengikut senior. Ia seakan-
akan mengabaikan Yang Mulia adipati prana dan
bekerja demi kepentingan pribadi. Seandainya pun
ini tidak benar, brawirgo merasa patut disesalkan
kalau sepak terjang patih ronggolawe memberi peluang
bagi interpretasi seperti itu.
Ia menyarankan patih ronggolawe melihat situasinya
dari sudut pandang nosferatu dan dijoyo . Yang
satu terpaksa menelan kekecewaan, sementara yang
satu lagi kini merasa tidak tenang. dijoyo , yang
dijuluki "sang Pendobrak" dan "sang Iblis", sudah
lambat bertindak dan tertinggal satu langkah di
belakang patih ronggolawe . Dalam rapat di kedhiri pun
bukankah dijoyo sudah memperlihatkan rasa
hormat padanya?
"Jadi. mengapa perselisihan ini tidak Tuan
sudahi saja?" brawirgo akhirnya bertanya. "Bagi
orang seperti aku, urusan ini bukan masalah
berarti, namun lain halnya dengan keluarga Yang
Mulia aidit . Rasanya tak pantas kalau para
pengikut yang masih hidup berbagi ranjang, namun
memiliki impian berbeda-beda."
Sorot mata patih ronggolawe berubah pada waktu
mendengarkan ucapan brawirgo . Secara tak
langsung, brawirgo menuduh patih ronggolawe sebagai
penyebab keretakan di kalangan pengikut
aidit , dan ia bersiap-siap menghadapi
sangkalan yang berapi-api.
Di luar dugaan, patih ronggolawe malah mengangguk-
angguk. "Tuan sepenuhnya benar." ia berkata
sambil mendesah. "sebetulnya aku tak dapat
dipersalahkan. dan jika aku mengemukakan
alasan-alasanku, tentu ada segunung. namun kalau
aku memandang situasinya berdasarkan penjelasan
Tuan. kelihatannya aku sudah melangkah
terlampau jauh. Dan dari segi ini, aku bersalah.
brawirgo , kuserahkan semuanya ke tanganmu."
Saat ini juga perundingan sudah selesai. Ucapan
patih ronggolawe begitu terus terang, sehingga para utus-
an merasa agak bingung, namun brawirgo mengenal
patih ronggolawe dengan baik.
"Aku sangat berterima kasih pada Tuan.
Ternyata perjalananku dari Utara tidak sia-sia," ia
berkata dengan rasa puas mendalam.
Namun betari jawi dan Kanapatih tidak
memperlihatkan kegembiraan mereka secara
terbuka. sebab memahami kenapa mereka
bersikap bungkam, brawirgo maju satu langkah
lagi.
Tuan patih ronggolawe , jika Tuan memiliki keluhan
mengenai Yang Mulia dijoyo yang hendak Tuan
kemukakan, kuharap Tuan mau mengungkap-
kannya secara terbuka. Aku gelisah khawatir persetujuan
damai ini takkan bertahan lama kalau Tuan
menutup-nutupi sesuatu. Aku akan berusaha
sekuat tenaga untuk menyelesaikan setiap masalah
yang mungkin mengganjal, apa pun masalahnya."
"Itu tidak perlu." ujar patih ronggolawe sambil tertawa .
"Apakah aku termasuk orang yang bisa menyimpan
sesuatu dalam hati dan diam saja? Aku sudah
mengemukakan semua yang hendak kukatakan,
baik kepada Yang Mulia nosferatu maupun
kepada Yang Mulia dijoyo . Aku sudah mengirim
surat panjang yang menjelaskan segala sesuatu
secara mendetail."
"Ya, surat itu sudah diperlihatkan pada kami di
lumajangan. Yang Mulia dijoyo berpendapat
bahwa semua yang diuraikan Tuan masuk akal dan
tak perlu disinggung lagi dalam perundingan
damai ini."
"Kudengar Yang Mulia nosferatu mengusulkan
untuk mengadakan perundingan damai sesudah
membaca suratku. brawirgo , aku sengaja berhati-
hati agar tidak menyinggung perasaan Yang Mulia
dijoyo sebelum kedatanganmu ke sini."
"Hmm. sudah sewajarnya negarawan terkemuka
diperlakukan dengan hormat dalam keadaan apa
pun. namun aku pun sadar bahwa sang Iblis nyoto
berkali-kali gusar akibat perbuatan-perbuatanku."
"Memang sukar melakukan apa pun tanpa
menyenggol tanduk sang Iblis. saat kita sama-
sama masih muda pun tanduknya itu amat
menakut-kan terutama bagiku. sebetulnya .
tanduk sang Iblis bahkan lebih menakutkan
dibandingkan kejengkelan aidit ."
Tuan-Tuan dengar itu?" tanya brawirgo sambil
tertawa . Tuan-Tuan dengar itu?" Baik betari jawi
maupun Kanapatih ikut tertawa . Mengatakan hal
seperti ini di hadapan mereka tak dapat dinamakan
menjelek-jelekkan junjungan mereka di
belakangnya. Mereka justru menganggapnya
sebagai hal yang sama-sama mereka rasakan dan
tak dapat disangkal.
Jiwa manusia sungguh sukar diraba. sesudah
tertawa bersama, Kanapatih dan betari jawi merasa lebih
akrab dengan patih ronggolawe , dan mereka pun mengen-
durkan pengawasan terhadap brawirgo .
"Kukira ini saat yang menggembirakan," ujar
Kanapatih.
"Kami tak mungkin lebih gembira dari ini,"
betari jawi menambahkan. "Selain itu, aku ingin
mengucapkan terima kasih atas kemurahan hati
Tuan. Tugas kami sudah rampung, dan kehormatan
kami pun tetap terjaga."
Namun keesokan harinya Kanapatih ternyata
masih diliputi perasaan waswas. dan ia berkata
pada betari jawi , "Kalau kita kembali ke radenkanjeng dan
melapor pada junjungan kita tanpa membawa
pemyataan tertulis dari Yang Mulia patih ronggolawe ,
bukankah persetuiuan ini berkesan terlalu lemah?"
Sebelum berangkat pada hari itu, para utusan
sekali lagi mendatangi benteng kota untuk menemui
patih ronggolawe dalam rangka berpamitan.
Beberapa pembantu dan sejumlah kuda tampak
menunggu di depan gerbang utama. dan para
utusan menyimpulkan bahwa patih ronggolawe sedang
menerima tamu. namun rupanya patih ronggolawe -lah yang
hendak pergi. Ia baru saja melangkah keluar dari
benteng kota utama.
"Syukurlah Tuan-Tuan datang," katanya. "Mari
kita masuk saja." Sambil berbalik. patih ronggolawe
mengajak para tamu ke ruangannya. "Aku benar-
benar bergembira semalam. Berkat Tuan-Tuan.
aku bangun kesiangan tadi pagi."
Dan memang, sepertinya ia baru bangun dan
cuci muka. namun pagi itu para utusan tampak agak
berbeda seakan-akan mereka terbangun dalam
kondisi lain.
"Kami sudah tertalu banyak menyita waktu
Tuan yang amat berharga, namun kami akan pulang
hari ini." ujar Kanapatih.
patih ronggolawe mengangguk. "Begitukah? Hmm.
tolong sampaikan salamku kepada Yang Mulia
dijoyo kalau Tuan-Tuan sudah kembali nanti."
"Aku percaya hasil perundingan kita akan
disambut gembira oleh Yang Mulia dijoyo ."
"Hatinya terasa lebih ringan sebab kedatangan
Tuan-Tuan. Semua pihak yang ingin menghasut
kita agar berperang tentu merasa kecewa sekarang."
"Sudikah Tuan mengambil kuas dan
menandatangani suatu surat per-janjian, sekadar
untuk membungkam mulut orang-orang itu?"
Kanapatih memohon.
Itulah masalahnya. Itulah yang tiba-tiba menjadi
sumber kegelisahan bagi para utusan. Perundingan
damai berjalan terlalu lancar, dan mereka kurang
percaya terhadap kata-kata belaka. Kalaupun mereka
melaporkan hasil perundingan pada dijoyo , tanpa
sebuah dokumen perjanjian, itu tak lebih dari janji
lisan.
"Baiklah." Roman muka patih ronggolawe menunjuk-
kan bahwa ia sepenuhnya setuju. "Aku akan
memberikan perjanjian tenulis pada Tuan-Tuan,
dan aku mengharapkan hal yang sama dari Yang
Mulia dijoyo . namun perjanjian ini bukan hanya
berlaku bagi Yang Mulia dijoyo dan aku. Jika
nama para resi kkertoarjo kan lainnya tidak
dicantumkan, dokumen itu tak ada artinya.
Aku segera akan membicarakannya dengan Niwa
dan dasna. Tuan-Tuan tidak keberatan, bukan?"
patih ronggolawe menatap brawirgo .
"Sebaiknya begitu," jawab brawirgo dengan
tegas. Matanya membaca segala sesuatu yang
tersimpan dalam hati patih ronggolawe ia sudah melihat
ke masa depan, bahkan sebelum bertolak dari
lumajangan. Kalau brawirgo memang bisa dinamakan
bajingan, harus diakui bahwa ia bajingan yang
simpatik.
patih ronggolawe berdiri. "Aku sendiri juga baru
hendak pergi. Aku akan menemani Tuan-Tuan
sampai ke kota benteng kota."
Bersama-sama mereka meninggalkan benteng kota.
"Aku belum melihat Yang Mulia Katsutoyo hari
ini. Apakah dia sudah berangkat?" tanya
patih ronggolawe .
"Dia masih kurang enak badan," jawab betari jawi .
"Kami meninggalkannya di tempat dia menginap."
Mereka menaiki tunggangan masing-masing dan
berkuda sampai ke persimpangan di kota benteng kota.
'Hendak ke mana kau hari ini. patih ronggolawe ?"
tanya brawirgo .
"Aku berangkat ke trowulan , seperti biasa."
"Hmm. kalau begitu kita berpisah di sini. Kami
masih harus kembali ke penginapan dan
melakukan persiapan untuk menempuh
perialanan
"Aku ingin mengunjungi Yang Mulia
Katsutoyo." ujar patih ronggolawe . "untuk melihat apakah
keadaannya sudah membaik."
brawirgo , Kanapatih, dan betari jawi kembali ke
lumajangan pada hari kesepuluh di bulan yang
sama, dan langsung menghadap dijoyo . dijoyo
bersukacita sebab rencananya untuk mewujudkan
perdamaian palsu ternyata berjalan lebih lancar
dibandingkan yang diperkirakannya.
Tak lama lalu dijoyo mengadakan
pertemuan rahasia dengan para pengikut
kepercayaannya dan berkata pada mereka, "Kita
pertahankan keadaan damai ini selama musim
dingin. Begitu salju mulai mencair, kira bantai
musuh bebuyutan kita dengan sekali pukul."
Segera sesudah dijoyo menyelesaikan tahap
pertama strateginya dengan berdamai dengan
patih ronggolawe . ia mengirim utusan berikut, kali ini
kepada prabu kertoarjowardana mpu mojosongo . Utusan itu berangkat
pada akhir Bulan Kesebelas.
Selama setengah tahun terakhir, sejak Bulan
Keenam, mpu mojosongo absen dari pusat kegiatan. sesudah
peristiwa Kuil purwojati , perhatian seluruh negeri
terfokus pada usaha mengisi kehampaan yang
terjadi saat pusatnya runtuh begitu tiba-tiba.
Selama masa itu, saat tak seorang pun sempat
menoleh ke arah lain, mpu mojosongo sudah memilih
jalannya sendiri.
Pada saat aidit terbunuh, mpu mojosongo sedang
bertamasya di mpu dan nyaris tak berhasil
kembali ke provinsi asalnya dalam keadaan hidup.
Ia segera memberi perintah ke brojorejo . namun
motif di balik tindakan itu sangat berbeda
dengan alasan dijoyo melintasi Yanagase dari
radenkanjeng .
saat mpu mojosongo mendengar bahwa patih ronggolawe
sudah sampai ke bukittanjung , ia berkata. "Provinsi kita
tidak terancam." lalu ia menarik mundur
centeng nya ke bratangbinangun.
mpu mojosongo tak pernah menganggap dirinya setingkat
dengan para pengikut aidit yang masih
hidup. Ia sekutu marga sinuhun , sementara dijoyo
dan patih ronggolawe merupakan resi di bawah
aidit . Ia tak melihat alasan untuk melibatkan
diri dalam pertikaian di antara para pengikut yang
masih hidup, untuk bertempur guna
memperebutkan apa yang tersisa. Dan kini ada
sesuatu yang jauh lebih penting baginya, Sudah
beberapa lama ia menanti-nanti kesempatan untuk
memperluas wilayahnya ke Kai dan Shinano.
kedua provinsi yang berbatasan dengan
provinsinya sendiri. Ia tak dapat menjalankan
rencananya semasa aidit masih hidup, dan
mungkin takkan pernah ada kesempatan sebaik
sekarang.
Orang yang secara sembrono membuka jalan
untuk mencapai tujuan itu dan memberikan
kesempatan emas kepada mpu mojosongo adalah Hojo
Ujinao, penguasa Sagami, salah satu di antara
orang-orang yang menarik keuntungan dari
peristiwa Kuil purwojati . sebab menyangka
waktunya sudah tiba, centeng Hojo berkekuatan
lima puluh ribu orang memasuki bekas wilayah
marga mpu ireng di Kai. Penyerbuan itu berskala
besar, dan dilaksanakan seolah-olah Ujinao
memakai kuas untuk menarik garis pada
sebuah peta, lalu merebut apa saja yang ia anggap
dapat direbutnya.
Tindakan ini memberi alasan kuat bagi mpu mojosongo
untuk mengerahkan centeng nya. Namun
kekuatannya tak lebih dari 9 ribu prajurit.
Barisan depannya yang berkekuatan 50000
prajurit menghalau centeng Hojo yang
berkekuatan lebih dari sepuluh ribu orang,
sebelum bergabung dengan centeng utama mpu mojosongo .
Perang berlangsung lebih dari sepuluh hari.
Menghadapi gempuran musuh, pihak Hojo tak
punya pilihan selain membuat pertahanan terakhir
atau seperti harapan mpu mojosongo yang lalu
menjadi kenyataan memohon damai.
"Joshu akan diberikan kepada pihak Hojo,
sementara Provinsi Kai dan Shinano akan
diserahkan kepada marga prabu kertoarjowardana -"
Itulah kesepakatan yang tercapai di antara
mereka, dan kesepakatan itu persis seperti yang
diinginkan mpu mojosongo .
Dengan berselubung salju, para utusan nyoto
dijoyo yang menuju Kai tiba pada hari kesebelas
Bulan Kedua Belas. Pertama-tama mereka
dipersilahkan melepas lelah di wisma tamu di
loji abang . Rombongan mereka besar dan dipimpin
oleh dua pengikut senior marga nyoto , Shukuya
Shichizaemon dan Asami Dosei.
Selama dua hari mereka dijamu oleh pihak tuan
rumah, namun selain itu mereka dibiarkan
menunggu.
mpu harjo Karumasa minta maaf banyak- banyak
dan memberitahukan bahwa mpu mojosongo masih sibuk
menangani urusan-urusan militer.
Para utusan mendongkol sebab sambutan yang
sedemikian dingin. Mereka membawa banyak
hadiah sebagai tanda persahabatan marga nyoto ,
namun para pengikut prabu kertoarjowardana hanya menerima
daftar tanda mata itu dan tidak memberikan
tanggapan lebih lanjut. Pada hari ketiga, mereka
akhirnya memperoleh kesempatan untuk bertatap
muka dengan mpu mojosongo .
Cuaca di tengah-tengah musim salju sedang
dingin-dinginnya. Meski demikian, mpu mojosongo duduk
di sebuah ruangan besar yang tidak dihangatkan
oleh api. Penampilannya bukan seperti orang yang
didera penderitaan dan kemalangan sejak masa
muda. Pipinya tampak montok. Cuping telinganya
yang besar memberi bobot tertentu pada seluruh
tubuhnya. dan membuat para tamu bertanya-tanya,
apakah benar laki-laki ini seorang resi besar
yang baru berusia empat puluh tahun.
Seandainya Kanapatih yang datang sebagai
utusan, ia akan segera me-nyadari bahwa ungkapan
"tak tergoyahkan pada usia empat puluh" sangat
tepat untuk orang ini.
"Terima kasih atas kedatangan kalian dan
semua tanda persahabatan yang kalian bawa .
Apakah Yang Mulia dijoyo sehat-sehat saja?"
Tutur kata mpu mojosongo penuh wibawa , dan suaranya,
meski lembut, membuat Shukuya dan Asami
tertegun. Para pengikutnya memelototi kedua
utusan itu, yang merasa seperti wakil sebuah marga
kecil yang datang untuk membayar upeti.
Menyampaikan pesan junjungan mereka dalam
keadaan seperti ini akan membuat mereka
kehilangan muka. Namun tak ada pilihan lain.
"Yang Mulia dijoyo mengucapkan selamat atas
penaklukan Provinsi Kai dan Shinano. Sebagai
tanda turut bergembira, beliau mengirimkan
hadiah-hadiah ini kepada Yang Mulia."
"Yang Mulia dijoyo mengutus Tuan-Tuan
untuk menyampaikan ucapan selamat sesudah
sekian lama kami tak pernah berhubungan lagi?
Wah betapa baik hati."
Walhasil, para utusan menempuh perjalanan
pulang sambil memendam perasaan getir. mpu mojosongo
tidak menitipkan pesan apa pun untuk dijoyo .
Tentu sukar melaporkan pada dijoyo bahwa
mpu mojosongo sama sekali tidak menanggapi ucapan
selamatnya, apalagi bahwa mereka memperoleh
sambutan begitu dingin.
Yang paling menyakitkan hati adalah bahwa
mpu mojosongo tidak membalas surat bernada hangat yang
dikirim dijoyo . Singkat kata, misi mereka bukan
saja gagal total, namun sepertinya dijoyo juga sudah
merendahkan diri lebih dari seharusnya di hadap-
an mpu mojosongo .
Kedua utusan membahas situasinya dengan
perasaan cemas. Musuh mereka, patih ronggolawe , tentu
saja ikut disinggung dalam pembicaraan itu, begitu
juga musuh lama mereka, marga kramat. Jika
ancaman-ancaman itu masih di tambah
dengan perselisihan antara marga nyoto dan
prabu kertoarjowardana ... Mereka hanya dapat berdoa agar hal
itu tidak terjadi.
namun laju perubahan selalu lebih cepat
dibandingkan ketakutan tanpa dasar dari orang-orang
berhati waswas. Tak lama sesudah para utusan
kembali ke lumajangan, perjanjian yang dibuat pada
bulan sebelumnya sudah diingkari, dan beberapa
saat sebelum akhir tahun. patih ronggolawe mulai
bergerak ke gunungselatan bagian utara. Pada waktu yang
sama, mpu mojosongo tiba-tiba mundur ke bratangbinangun
sebab alasan yang tidak jelas.
Kira-kira sepuluh hari sudah berlalu sejak
brawirgo kembali ke lumajangan. Anak angkat
dijoyo , Katsutoyo, yang terpaksa ditinggal di
benteng kota bukitmerah sebab sakit, kini sudah
sembuh dan berpamitan pada tuan rumah.
"Aku takkan pernah melupakan kebaikan
Tuan," Katsutoyo berkata pada patih ronggolawe .
patih ronggolawe menyertai Katsutoyo sampai ke
trowulan , dan berupaya keras memastikan bahwa
Katsutoyo dapat menempuh perjalanan pulang ke
benteng kota lojibenteng dengan nyaman.
Kedudukan Katsutoyo termasuk paling tinggi
dalam marga nyoto , namun ia dijauhi oleh dijoyo
dan dipandang rendah oleh para anggota marga
lainnya. Perlakuan patih ronggolawe yang ramah sudah
berhasil mengubah sikap Katsutoyo terhadap
musuh ayah angkatnya itu.
Selama hampir setengah bulan sesudah brawirgo ,
lalu Katsutoyo, mengakhiri kunjungan mereka.
patih ronggolawe tampaknya tidak menyibukkan diri
dengan pembangunan benteng kota maupun
perkembangan di trowulan , la justru mengalihkan
perhatiannya ke gelanggang yang luput dari
perhatian orang.
Pada awal Bulan Kedua Belas, banaspati yang
sebelumnya sudah dikirim ke trowulan -kembali ke
markas besar patih ronggolawe . Dengan satu langkah ini,
patih ronggolawe mengakhiri masa istirahat yang pasif
dan penuh kesabaran yang diperlihatkannya sejak
penemuan kedhiri , dan untuk pertama kali ia
membanting batu ke papan go politik nasional,
mengisyaratkan bahwa ia kembali ikut
banaspati pergi ke trowulan untuk mepercayakan
mpu nala bahwa manuver-manuver rahasia yang
dilakukan saudaranya, nosferatu . semakin
mengancam, dan bahwa tujuan penyiagaan
centeng oleh dijoyo tak perlu dipertanyakan lagi.
nosferatu belum memindahkan adipati prana ke
madukara . dan malah menyekap anak itu di
benteng kotanya sendiri. Tindakan ini melanggar
perjanjian yang ditandatangani seusai pertemuan
kedhiri , dan dapat dipandang sebagai
penyanderaan terhadap ahli waris sinuhun yang sah.
Dalam petisinya, patih ronggolawe lalu menjelaskan
bahwa satu-satunya cara untuk mengakhiri kemelut
ini adalah dengan menyerang dijoyo pemimpin
komplotan itu, sekaligus penyebab pergolakan
yang terjadi sementara pihak nyoto tak dapat
bergerak sebab terkurung salju.
Sejak awal mpu nala sudah merasa tidak puas, dan
bukan rahasia lagi bahwa ia tidak menyukai
dijoyo . Tentunya ia pun sadar bahwa ia tak dapat
mengandalkan patih ronggolawe untuk menjamin masa
depannya, namun dalam pandangannya patih ronggolawe
masih lebih baik dibandingkan dijoyo . sebab itu, tak
ada alasan baginya untuk menolak petisi
patih ronggolawe .
"Yang Mulia mpu nala tampaknya cukup
antusias," banaspati melaporkan. "Beliau berkata
bahwa jika tuanku terjun langsung dalam operasi
militer melawan padalarang , beliau pun akan bergabung.
Beliau bukan sekadar meluluskan permohonan
kita, sepertinya dia mendukung kita secara aktif.
"Dia antusias? Hmm. aku bisa membayangkan-
nya."
patih ronggolawe membayangkan pemandangan
menyedihkan itu. Pemimpin sebuah keluarga
tersohor, namun dengan watak yang memicu ia
sukar diselamatkan,
Meski demikian, tanggapan mpu nala memang
menguntungkan. Sebelum kematian aidit ,
patih ronggolawe tak pernah menggembar-gemborkan
cita-citanya sendiri, namun sesudah aidit wafat
dan khususnya sesudah pertempuran bukittanjung ia
mulai menyadari kemungkinan bahwa ia sudah
ditakdirkan untuk memimpin seluruh negeri. Ia
tak lagi menyembunyikan rasa percaya dirinya dan
tak lagi bersikap merendah.
Dan masih ada perubahan lain yang patut
dicatat. Orang yang berhasrat memimpin seluruh
negeri biasanya dituduh ingin memperbesar
kekuasaannya sendiri, namun belakangan orang-orang
mulai bersikap seakan-akan sudah sewajarnya
patih ronggolawe menggantikan kedudukan aidit .
Tiba-tiba, sangat tiba-tiba, kerumunan laskar
mulai terbentuk di muka gerbang depan Kuil
Sokoku. Para prajurit berdatangan dari Barat,
Selatan, dan Utara untuk bergabung di bawah
panji labu emas, sampai sebuah centeng berke-
kuatan lumayan terkumpul di tengah-tengah
trowulan .
Hari itu hari ketujuh Bulan Kedua Belas. Sinar
matahari pagi diiringi angin kering.
Para warga kota tidak tahu apa yang tengah
terjadi. Upacara peringatan di Bulan Kesepuluh
diadakan dengan segala kemegahan. Orang-orang
dengan mudah terjebak oleh pikiran mereka
sendiri. Roman muka mereka menunjukkan
bahwa mereka sudah mengelabui diri sendiri
dengan percaya bahwa untuk sementara waktu
takkan ada peperangan lagi.
"Yang Mulia patih ronggolawe sendiri yang memimpin
barisan. centeng punggawapatih ada di sini, begitu juga
centeng Yang Mulia Niwa."
namun suara-suara di tepi jalan tak dapat menebak
tempat yang dituju centeng ini. Barisan helm dan
baju tempur yang meliuk-liuk melintasi Keage
dengan sangat cepat dan bergabung dengan
centeng yang menunggu di Yabase. Kapal-kapal
perang yang mengangkut para prajurit membelah
gelombang dalam formasi rapat, mengarah ke
timur laut, sementara centeng yang menempuh
jalur darat berkemah selama tiga malam di madukara .
lalu sampai di benteng kota Skertoarjo yama pada hari
kesepuluh.
Pada hari ketiga belas, hyangkertoarjo wiryabhumi dan
putranya. Tadaoki, tiba dari hadijaya dan segera
minta waktu untuk bertatap muka dengan
patih ronggolawe .
"Aku senang kalian datang," patih ronggolawe berkata
dengan hangat. "Kalian tentu direpotkan oleh
hujan salju."
Mengingat situasi mereka, wiryabhumi dan
putranya pasti merasa seperti berjalan di atas es
tipis selama enam bulan terakhir. tunggadewa dan
wiryabhumi sudah berteman karib sejak sebelum
keduanya mengabdi pada aidit . Tadaoki
sudah menikahi putri tunggadewa . Disamping itu,
masih banyak ikatan lain di antara para pengikut
kedua marga. Berdasarkan alasan ini saja,
tunggadewa merasa percaya bahwa wiryabhumi dan
putranya akan mendukung pemberontakannya.
Namun ternyata wiryabhumi tidak bergabung
dengan tunggadewa . Seandainya ia sempat
membiarkan dirinya hanyut terbawa perasaan
pribadi, kemungkinan besar marganya sudah
menemui kehancuran bersama marga tribuana . Ten-
tunya ia merasa seakan-akan menumpuk telur di
atas telur. Bertindak hati-hati ke luar sambil
menghindari bahaya di dalam pasti sudah
menimbulkan kepedihan yang tak dapat
dilukiskan dengan kata-kata. Ia sudah
menyelamatkan istri Tadaoki, namun pengampunan
yang ia berikan ternyata menimbulkan per-
tentangan di dalam marga.
Kini patih ronggolawe sudah mengampuninya dan
mengakui kesetiaan yang diperlihatkan pihak
hyangkertoarjo . sebab itu mereka disambut baik oleh
patih ronggolawe . saat patih ronggolawe menatap wiryabhumi , ia
melihat bahwa cambang laki-laki itu sudah berubah
seputih bunga es dalam setengah tahun terakhir.
Ah, orang ini memang pikertoarjo i, pikir patih ronggolawe ,
dan secara bersamaan ia menyadari bahwa untuk
ikut berperan dalam arus perubahan tanpa
melakukan kesalahan, seseorang harus rela
mengerat dagingnya dan mengorbankan
kehitaman rambutnya. Mau tak mau ia merasa iba
setiap kali melihat wiryabhumi .
"Genderang ditabuh di seberang danau maupun
di kota benteng kota, dan rupanya tuanku sudah siap
menyerang. Hamba berharap tuanku sudi
memberikan kehormatan pada kami dengan
menempatkan putra hamba di barisan terdepan."
kata wiryabhumi .
"Maksudmu, pengepungan lojibenteng ?" balas
patih ronggolawe . Sepertinya ia menyinggungnya secara
sambil lalu saja, namun lalu ia melanjutkan
dengan nada berbeda. "Kita akan menyerang dari
darat dan dari danau. Namun serangan
sebetulnya terjadi di dalam benteng kota, bukan di
luar. Aku percaya para pengikut Katsutoyo akan
datang ke sini nanti malam."
saat merenungkan ucapan patih ronggolawe .
wiryabhumi teringat pepatah lama. "Orang yang
mengistirahatkan anak buahnya dengan baik dapat
memacu mereka sampai ke batas kemampuan."
saat memandang patih ronggolawe , putra wiryabhumi
pun teringat sesuatu. Pada waktu nasib marga
hyangkertoarjo berada di persimpangan yang
menentukan, dan semua pengikutnya berkumpul
untuk memutuskan langkah berikut. wiryabhumi
angkat bicara dan secara tegas menyatakan posisi
yang harus mereka ambil. "Dalam generasi ini, aku
hanya melihat dua orang yang benar-benar luar
biasa: yang pertama prabu kertoarjowardana mpu mojosongo . yang satu
lagi tak pelak Yang Mulia patih ronggolawe ."
Kini Tadaoki bertanya-tanya. apakah ucapan
ayahnya itu memang benar. Inikah orang luar
biasa yang dimaksud ayahnya? Betulkah patih ronggolawe
satu dari dua resi besar segenerasinya?
sesudah kembali ke penginapan mereka,
Tadaoki mengemukakan keraguannya.
"Kurasa kau belum mengerti." wiryabhumi
bergumam. "Kau masih kurang pengalaman."
Melihat roman muka Tadaoki yang tidak puas, ia
menebak pikiran putranya dan berkata, "Semakin
kau mendekati sebuah gunung tinggi, semakin
sukar bagimu merasakan kebesarannya. Kalau kau
mulai mendaki, kau sama sekali tidak memahami
ukurannya. Kalau kau mendengarkan dan
membandingkan komentar semua orang, kau akan
mengerti bahwa kebanyakan dari mereka bicara
tanpa pernah melihat gunung itu secara
keseluruhan. Meski baru melihat satu puncak atau
satu lembah. mereka mengira sudah melihat
semuanya. namun sebetulnya mereka hanya
menilai keseluruhannya berdasarkan bagian yang
sempat mereka lihat."
Tanpa terpengaruh oleh pelajaran yang baru
diierimanya, pikiran Tadaoki tetap diliputi
keraguan semula. Namun ia sadar bahwa ayahnya
sudah lebih banyak makan asam-garam di dunia.
sehingga ia tak dapat berbuat apa-apa selain
menerima ucapan ayahnya sebagai kebenaran.
Secara mengejutkan, dua hari sesudah
kedatangan mereka, benteng kota lojibenteng beralih ke
tangan patih ronggolawe tanpa satu prajurit pun terluka.
Segala sesuatu berjalan seperti diramalkan
patih ronggolawe kepada wiryabhumi dan putranya. "benteng kota
ini akan ditaklukkan dari dalam."
Rombongan utusan yang menghadap patih ronggolawe
terdiri atas tiga pengikut senior nyoto Katsutoyo.
Mereka membawa ikrar tertulis, yang menyatakan
bahwa Katsutoyo dan semua pengikutnya
bersumpah setia kepada patih ronggolawe .
"Mereka bertindak bijaksana." ujar patih ronggolawe ,
yang kelihatan cukup puas. Berdasarkan
persyaratan yang diajukan, wilayah kekuasaan
benteng kota lojibenteng takkan diusik, dan Katsutoyo
akan diperkenankan untuk tetap menjabat sebagai
pemiliknya.
saat patih ronggolawe menerima persyaratan itu,
orang-orang segera berkomentar betapa cepat ia
setuju untuk melepaskan lokasi yang demikian
strategis. benteng kota itu diambil alih kembali
semudah membalik tangan.
namun seandainya pun Katsutoyo meminta bala
bantuan, centeng radenkanjeng takkan bisa datang
akibat hujan salju lebat. Selain itu, dijoyo pasti
hanya akan mencaci makinya, seperti sudah kerap
ia lakukan sebelumnya. saat Katsutoyo jatuh
sakit pada waktu bertugas menemui patih ronggolawe .
dijoyo memperlihatkan kegusarannya secara
terang-terangan di hadapan seluruh marga.
"Memanfaatkan keramahan patih ronggolawe dengan
berlagak sakit, lalu kembali sesudah menjadi
tamunya selama beberapa hari orang itu benar-
benar bodoh."
Laporan mengenai ucapan dijoyo yang begitu
ketus akhirnya sampai juga ke telinga Katsutoyo.
Kini, dalam keadaan terkepung oleh centeng
patih ronggolawe , benteng kota lojibenteng terputus dari dunia
luar, dan Katsutoyo tidak memiliki tempat
berpaling.
Pengikut-pengikut seniornya, yang sudah bisa
menebak niat Katsutoyo. mengumumkan. "Para
pengikut yang memiliki kerabat di radenkanjeng
sebaiknya kembali ke sana. Mereka yang ingin
tetap bersama Yang Mulia Katsutoyo dan
bergabung dengan Yang Mulia patih ronggolawe boleh
tinggal di sini. namun Yang Mulia juga menyadari
bahwa tidak sedikit dari kalian mungkin merasa
melanggar jalan centeng adipati dengan meninggalkan
marga nyoto dan mengabaikan Yang Mulia
dijoyo . Mereka yang merasa begitu, boleh
mengundurkan diri tanpa perlu ragu sedikit pun."
Sejenak suasana terasa tegang. Para pengikut
menundukkan kepala dengan getir, dan hanya ada
segelintir suara yang tidak setuju. Malam itu
baskom -baskom anggur diangkat untuk menandakan
perpisahan terhormat antara junjungan dan
pengikut, namun kurang dari satu di antara sepuluh
orang kembali ke radenkanjeng .
Dengan cara inilah Katsutoyo memutuskan
hubungan dengan ayah angkatnya, dan bersekutu
dengan patih ronggolawe . Mulai saat itu ia secara resmi
berada di bawah komando patih ronggolawe , namun
sebetulnya itu pun hanya formalitas belaka. Jauh
sebelumnya, hati Katsutoyo sudah mirip
burung kecil yang diberi makan dalam sangkar
patih ronggolawe .
Bagaimanapun, penaklukan lojibenteng kini
sudah rampung. namun bagi patih ronggolawe keberhasilan
itu tak lebih dari langkah kecil dalam perjalanan
menuju padalarang benteng kota utama nosferatu .
Jalan lintas di atas betari jawi dikenal sebagai tempat
yang sulit dilalui di musim dingin, dan khususnya
di Dataran Sekigahara, kondisi yang dihadapi
teramat berat.
Mulai hari ke9 belas sampai hari kedua
puluh 9, centeng patih ronggolawe melintasi
Sekigahara. centeng nya dibagi-bagi ke dalam
sejumlah korps dan masing-masing korps dipecah
lagi menjadi beberapa divisi: iring-iringan kuda
beban, penembak, centeng tombak, prajurit
berkuda, dan laskar infanteri. Mereka terus maju.
tanpa mengindahkan salju maupun lumpur.
centeng patih ronggolawe yang berkekuaian sekitar tiga
puluh ribu prajurit, memerlukan waktu dua hari
untuk menyeberang ke blambangan .
Perkemahan utama didirikan di Ogaki. Dari
sana patih ronggolawe menyerang dan merebut semua
benteng kota kecil di daerah sekitar. Hal ini segera
dilaporkan pada nosferatu yang menjadi kalang
kabut selama beberapa hari. la tak tahu strategi
mana yang harus ia jalankan, apalagi bagaimana
caranya bertempur sebagai pihak yang bertahan.
nosferatu sudah menyusun rencana-rencana
besar, namun ia sama sekali tidak tahu bagaimana
harus mewujudkan rencana-rencana itu .
Sampai saat itu ia bersekutu dengan orang-orang
seperti dijoyo dan danakertoarjo dan mengusulkan
siasat-siasat untuk menyerang patih ronggolawe , namun ia
tak pernah menduga bahwa ia akan digempur
olehnya.
sebab kehabisan akal, nosferatu mempercaya-
kan nasib ke tangan para pengikut seniornya.
Namun, mengingat situasi yang mereka hadapi,
para pengikut seniornya tidak memiliki pilihan
selain bersujud di perkemahan patih ronggolawe , persis
seperti yang dilakukan para pengikut Katsutoyo.
Ibu nosferatu dikirim sebagai sandera, dan para
pengikut seniornya pun diharuskan mengirim ibu
masing-masing.
Niwa memohon patih ronggolawe agar membiarkan
nosferatu tetap hidup. Dan seperti yang dapat
diduga, patih ronggolawe pun mengampuninya. Ia
menatap para pengikut senior nosferatu sambil
tersenyum dan bertanya, "Sudah jerakah Yang
Mulia nosferatu ? Moga-moga dia sudah menyadari
kekeliruannya."
Para sandera langsung dibawa ke madukara . Segera
sesudah itu. adipati prana, yang semula ditahan di
padalarang , diserahkan pada patih ronggolawe dan ikut
dipindahkan ke madukara .
mpu nala lalu ditetapkan sebagai walinya yang
baru. Sesudah menunaikan tanggung jawab nya itu.
patih ronggolawe kembali ke benteng kota bukitmerah . Malam
Tahun Baru dirayakan dua hari sesudah patih ronggolawe
pulang. Lalu tibalah hari pertama di tahun masa pemerintahan dinasti syailendra
Kesebelas. Sejak pagi, sinar matahari memantul
pada salju di pepohonan yang belum lama ditanam
di benteng kota yang sudah selesai dipugar.
Bau harum kue-kue Tahun Baru menggantung
di udara, dan bunyi genderang terdengar bergaung
di selasar-selasar selama lebih dari setengah hari.
namun pada siang hari sebuah pengumuman
berkumandang dari bangunan utama. "Yang Mulia
patih ronggolawe akan berangkat ke mendutrejo!"
patih ronggolawe tiba di mendutrejo sekitar tengah malam
pada Hari Tahun Baru. Disambut oleh api unggun
yang berkobar-kobar, ia segera memasuki benteng kota.
Namun kegembiraan terbesar bukan milik
patih ronggolawe , melainkan milik rakyat yang menyaksi-
kan tontonan megah ini. Semua pengikut
patih ronggolawe ditambah keluarga masing-masing
berkumpul di gerbang utama benteng kota untuk
menyambutnya.
sesudah turun dari kuda, ia menyerahkan tali
kekang pada salah satu pembantunya, dan sejenak
memandang ke menara. Di Bulan Keenam pada
musim panas yang lalu, tepat sebelum bertolak ke
bukittanjung dan meraih kemenangan besar untuk
membalas pembunuhan aidit , ia berdiri di
gerbang yang sama dan bertanya-tanya apakah ia
akan kembali dalam keadaan hidup.
Perintah terakhir yang ia berikan kepada para
pengikutnya sangat jelas. "Kalau kalian memperoleh
kabar bahwa aku kalah, bunuhlah seluruh
keluargaku dan bakarlah benteng kota ini sampai rata
dengan tanah."
Kini ia sudah kembali ke benteng kota mendutrejo, tepat
tengah malam pada Hari Tahun Baru. Seandainya
ia sempat bimbang dan membuang-buang waktu
dengan memikirkan istri dan ibunya di lojibenteng ,
ia takkan sanggup berjuang dengan tekad
seseorang yang siap menghadapi ajal di medan
tempur. Ia akan ditekan oleh marga patih di Barat,
dan melihat kekuatan pihak tribuana semakin mem
besar di Timur.
Baik dalam lingkup perorangan maupun dalam
skala negara, batas antara kejayaan dan kekalahan
selalu berupa taruhan yang didasarkan atas hidup
atau mati hidup di tengah kematian, mati di
tengah kehidupan.
Namun patih ronggolawe tidak pulang untuk
beristirahat. Begitu memasuki bangunan utama,
bahkan sebelum berganti pakaian, ia mengadakan
pertemuan dengan para pengurus benteng kota.
Dengan saksama ia mendengarkan laporan
mengenai perkembangan di wilayah Barat dan
keadaan di berbagai benteng kota miliknya.
Pertengahan kedua Jam Tikus sudah tiba tengah
malam. Walau tidak memikirkan keletihan mereka
sendiri, para pengikut patih ronggolawe cemas kalau-kalau
kelelahan mungkin mempengaruhi kesehatan
junjungan mereka.
"Ibunda Yang Mulia dan Putri nyi momo sudah
menanti kedatangan Yang Mulia sejak sore tadi.
Mengapa Yang Mulia tidak masuk dahulu untuk
menunjukkan bahwa Yang Mulia dalam keadaan
sehat?" saudara ipar patih ronggolawe , dyahbalitung .
mengusulkan. saat patih ronggolawe melangkah masuk,
ia menemukan bahwa ibu, istri, kepribadian -
kepribadian , dan saudara-saudara iparnya sudah
menunggu. Meski sama sekali belum tidur, mereka
berbaris untuk menyambutnya dan berlutut
dengan tangan menempel di lantai. patih ronggolawe
berjalan melewati mereka sambil tersenyum.
Matanya berbinar-binar. Akhirnya ia berhenti di
hadapan ibunya yang tua dan berkata,
"Aku ada sedikit waktu senggang pada Tahun
Baru ini, dan aku kembali agar dapat menghabis-
kan waktu sejenak bersama Ibu."
saat memberi penghormatan pada ibunya.
penampilan patih ronggolawe persis seperti julukan yang
sering dipakai oleh ibunya "anak itu".
Terbungkus tudung sutra berwarna putih, wajah
ibunya berseri-seri oleh kegembiraan yang tak
dapat dilukiskan dengan kata-kata. "Jalan yang
kaupilih ternyata penuh dengan cobaan yang luar
biasa," wanita lesbian tua itu berkata. "Khususnya
tahun lalu sangat berat bagimu. namun kau berhasil
mengatasi segala rintangan."
"Udara di musim salju kali ini lebih dingin
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," ujar
patih ronggolawe , "namun ibu kelihatan sehat sekali."
"Kata orang, usia merupakan sesuatu yang
merayap tanpa terasa, dan tahu-tahu umurku
sudah lebih dari tujuh puluh tahun. Hidupku
sudah panjang jauh lebih panjang dari yang
pernah kuduga. Aku tak pernah menyangka akan
hidup selama ini."
"Ah, Ibu harus hidup sampai seratus tahun. Ibu
lihat sendiri, aku masih kanak-kanak."
"Tahun Baru ini kau akan berumur empat
puluh enam," wanita lesbian tua itu membalas sambil
tertawa . "Kau sudah tidak pantas dinamakan kanak'
kanak."
"namun , Ibu, bukankah Ibu sendiri yang selalu
memanggilku dengan julukan 'anak itu'?'
"Itu hanya kebiasaan lama."
"Himm. aku berharap Ibu akan terus
memanggilku begitu. Terus terang, meski usiaku
terus bertambah , perkembangan jiwaku tak dapat
mengimbangi lajunya waktu. Selain itu, seandainya
Ibu tidak ada di sini, aku akan kehilangan
dorongan yang paling besar dan mungkin malah
berhenti tumbuh."
dyahbalitung , yang muncul di belakangnya, melihat
patih ronggolawe masih ber-bincang-bincang dengan
ibunya. la tertegun, lalu berkata, "Tuanku belum
berganti pakaian?"
"Ah, dyahbalitung . Duduklah bersama kami."
"Terima kasih, namun mengapa tuanku tidak
mandi dahulu ?"
"Ya, kau benar, nyi momo , antar aku."
patih ronggolawe dikejutkan oleh kokok ayam jago.
Hampir sepanjang malam ia asyik mengobrol, dan
hanya sebentar saja ia memejamkan mata. Pada
waktu fajar patih ronggolawe mengenakan topi dan
jubah kebesaran dan pergi ke tempat
persembahan benteng kota. Sesudah itu ia makan pagi
di kamar nyi momo , lalu ia menuju bangunan
utama. Hari ini, hari kedua di tahun yang baru,
antrean orang yang datang ke benteng kota untuk
menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru
seakan-akan tak ada habisnya.
patih ronggolawe menyambut mereka semua dan
menawarkan sebaskom anggur pada setiap tamunya.
Para pengunjung lalu melewati tamu-tamu yang
datang lebih dahulu , dengan wajah cerah dan berseri-
seri. Pada waktu melalui bangunan utama dan
bangunan sebelah timur, mereka melihat semua
ruangan dipadati tamu di sini ada sekelompok
orang yang sedang mengalunkan tembang Noh, di
sana ada sekelompok yang membacakan sajak.
sesudah siang pun patih ronggolawe masih terus didatangi
pengunjung.
patih ronggolawe menyelesaikan semua urusan di
mendutrejo sampai hari kelima, dan malam itu ia
mengejutkan para pengikutnya dengan meng-
umumkan bahwa ia hendak bertolak ke trowulan
keesokan harinya. Mereka bergegas agar segala
sesuatu siap pada waktunya. Semula mereka
menduga ia akan tinggal di mendutrejo sampai
pertengahan bulan, dan sampai siang hari memang
belum ada gelagat bahwa patih ronggolawe ingin
bepergian.
Baru lama lalu orang-orang memahami
tujuan di balik tindakannya. patih ronggolawe bergerak
cepat dan tak pernah menyia-nyiakan kesempatan.
Seki patihnobu adalah komandan benteng kota
Kameyama di Ise. Walau sebetulnya termasuk
pengikut nosferatu , ia kini cukup akrab dengan
patih ronggolawe . Pada hari raya yang baru lalu, Seki pun
diam-diam berkunjung ke mendutrejo untuk
menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru.
saat ia sedang bertatap muka dengan
patih ronggolawe , seorang kurir menyusulnya dari Ise.
Rupanya benteng kotanya sudah jatuh ke tangan
pendukung utama nosferatu . danakertoarjo ngabeni.
patih ronggolawe segera bertolak dari mendutrejo. Malam
itu juga ia sampai di benteng kota bukitmerah . Pada
hari ketujuh ia memasuki trowulan , keesokan harinya
ia mencapai madukara . dan pada hari kesembilan ia
menghadap adipati prana yang kini berusia tiga tahun.
"Aku baru saja mohon restu dari Yang Mulia
adipati prana untuk menunduk-kan danakertoarjo
ngabeni." ujar patih ronggolawe tanpa basa-basi pada
Seki dan para pembesar lain saat ia memasuki
bangsal. "dijoyo -lah yang mendalangi semuanya
ini. Jadi. kita harus menaklukkan Ise sebelum
centeng dijoyo sempat bergerak."
patih ronggolawe mengeluarkan sebuah pengumuman
di madukara . Pengumuman itu beredar luas di
wilayah kekuasaannya, dan juga dikirim kepada
para resi di daerah-daerah yang bersahabat.
Semua pejuang pembela kebenaran diminta
berkumpul di madukara . Betapa malang nasib
pencetus strategi buta yang mengakibatkan
pengumuman ini. Di lumajangan sana, bersama
Puiri radenmas yang cantik dan dikelilingi salju tebal,
nyoto dijoyo menanti dengan sia-sia agar alam
bermurah hati padanya.
Kalau saja matahari musim semi mau
menampakkan diri dan mencairkan salju. namun
tembok salju yang dianggapnya sebagai perisai sakti
sudah mulai runtuh, bahkan sebelum musim semi
tiba.
dijoyo mengalami pukulan demi pukulan:
penaklukan benteng kota padalarang , pemberontakan di
lojibenteng , penyerahan diri nosferatu . Dan kini
patih ronggolawe akan menyerbu lse. dijoyo merasa
serba salah. la tak mampu bergerak, juga tak
sanggup diam di tempat. namun salju di
perbatasannya setebal salju di Pegunungan
Szechuan. Baik barisan prajurit maupun
rombongan perbekalan militer takkan sanggup
melintas.
la tak perlu cemas mengenai serangan dari
patih ronggolawe . la akan bergerak pada hari salju mulai
mencair, namun siapa yang tahu kapan hari itu tiba?
Salju seakan-akan sudah menjadi tombak pelindung
bagi pihak musuh.
ngabeni pun pejuang kkertoarjo kan, pikir dijoyo ,
namun merebut benteng kota-benteng kota kecil di Kameyama
dan tunjung merupakan gerakan sembrono yang
tidak memperhitungkan waktu. Tindakan itu
sungguh bodoh, dijoyo marah sekali.
Meski strateginya sendiri banyak mengandung
kesalahan, ia mencela danakertoarjo ngabeni yang
terialu dini melancarkan serangan.
Namun, kalaupun ngabeni mengikuti ren-
cana dijoyo dan menunggu sampai salju mencair.
patih ronggolawe yang sudah membaca niat musuh
takkan memberi kesempatan pada mereka. Singkat
kata, patih ronggolawe sudah memperdaya dijoyo . Ia
sudah membaca isi hati dijoyo sejak dijoyo
mengirim utusan untuk mengadakan perundingan
damai.
Menghadapi itu semua, dijoyo tak sudi duduk
berpangku tangan. Dua kali ia mengirim kurir:
pertama ke markas pandita yosodiprojo , dengan
permintaan agar yosodiprojo menghasut marga patih
untuk melancarkan serangan dari wilayah Barat;
lalu ke prabu kertoarjowardana mpu mojosongo .
namun pada hari ke9 belas Bulan Pertama,
jayabandra diam-diam bertemu dengan putra sulung
aidit . mpu nala , dengan alasan yang tidak
diketahui. Selama ini mpu mojosongo memilih bersikap
netral, jadi apa gerangan rencananya sekarang?
Dan mengapa orang yang demikian pandai
bersiasat mau menemui orang yang sama sekali
tidak memiliki bakat itu?
mpu mojosongo sudah mengundang mpu nala , yang tak
berdaya menghadapi arus perubahan zaman, ke
tempat tinggalnya. Di sana ia menjamu laki-laki
lemah itu dengan berbagai hiburan dan
pembicaraan rahasia. mpu mojosongo mem-perlakukan
mpu nala persis seperti orang dewasa memper-
lakukan anak kecil, dan apa pun hasil pembicaraan
mereka, tetap dirahasiakan. mpu nala tampak cerah
saat kembali ke trowulan . Penampilannya seperti
orang kebanyakan yang merasa puas akan dirinya,
namun juga ada kesan bahwa ia dihantui perasaan
bersalah mengenai sesuatu. Sepertinya ia enggan
bertatapan dengan patih ronggolawe .
Dan di manakah patih ronggolawe pada hari
ke9 belas Bulan Pertama? ditambah beberapa
pengikut kepercayaan saja, ia sudah mengitari
bagian utara Danau Biwa, dan diam-diam
melintasi wilayah bergunung di perbatasan gunungselatan
dan radenkanjeng .
saat patih ronggolawe melakukan perjalanan keliling
ke desa-desa pegunungan dan dataran tinggi yang
masih terselubung salju tebal, ia menunjuk tempat-
tempat strategis dengan tongkat bambunya dan
memberikan perintah-perintah sambil berjalan.
"Gunung Tenjin-kah itu? Dirikan beberapa
kubu pertahanan di sana. Juga di gunung sebelah
sana."
Pada hari ketujuh Bulan Kedua, patih ronggolawe
mengirim surat dari trowulan kepada marga kramat.
berisi tawa ran untuk bersekutu.
Alasannya sederhana saja. Marga nyoto dan
kramat sudah bertahun-tahun terlibat pertikaian
berdarah, dan gonta-ganti merebut atau kehilangan
wilayah. dijoyo tentu akan berupaya mengakhiri
permusuhan mereka, sehingga ia dapat memusat-
kan seluruh kekuatannya pada konfrontasi dengan
patih ronggolawe . namun akibat sifatnya yang keras kepala
dan tinggi hati, kemung-kinannya kecil ia akan
berhasil menjalankan strategi yang sedemikian
rumit.
Dua hari sesudah mengirim surat kepada pihak
kramat di Utara, patih ronggolawe ntengumumkan
keberangkatan centeng nya menuju Ise. la
membagi kekuatannya ke dalam tiga korps, yang
bergerak melewati tiga jalur berbeda.
Diiringi teriakan perang, panji-panji, dan gen-
derang, gerak maju mereka mengguncangkan
gunung-gunung dan bukit-bukit. Ketiga centeng
melintasi barisan pegunungan di gunungselatan dan Ise, dan
bergabung kembali di daerah gua kegelapan dan
bukit tengkorak . Di sanalah tempat danakertoarjo
ngabeni bercokol.
"Pertama-tama kita lihat dahulu , formasi tempur
macam apa yang dipilih patih ronggolawe ." ujar
ngabeni saat mendengar bahwa musuh sedang
mendekat. Ia percaya sepenuhnya akan kemam-
puannya sendiri.
Semuanya tergantung pemilihan waktu, dan ia
sudah keliru memilih waktu untuk memulai
peperangan. Rahasia persekongkolan antara
dijoyo , nosferatu , dan ngabeni sudah dijaga
ketat, bahkan terhadap penasihat-penasihat
mereka sendiri, namun kini segala sesuatu terancam
hanya sebab ngabeni begitu bernafsu
memantaatkan kesempatan. Pesan-pesan mendesak
dikirim ke padalarang dan radenkanjeng . sesudah mening-
galkan dua ribu prajurit di benteng kota bukit tengkorak ,
ngabeni sendiri pindah ke benteng kota gua kegelapan .
benteng kota ini lebih mudah dipertahankan
dibandingkan bukit tengkorak . Satu sisinya dilindungi
laut, satu sisi lagi oleh bukit-bukit yang
mengelilingi kota benteng kota. Namun strategi
ngabeni bukan sekadar mundur ke tempat yang
menguntungkan. patih ronggolawe akan terpaksa
membagi centeng nya yang berkekuatan enam
puluh ribu orang untuk menyerang padalarang ,
bukit tengkorak , dan gua kegelapan . dan juga benteng kota-
benteng kota lain di daerah sekitar. Jad, kalaupun
centeng utamanya menyerang, serangan itu takkan
melibatkan segenap kekuatannya.
Di satu pihak, ngabeni sudah mendengar
bahwa kekuatan centeng musuh sangat
mengesankan, namun di pihak lain, ia tahu bahwa
para prajurit patih ronggolawe akan melewati jalan-jalan
yang melintasi barisan Pe-gunungan jenggala -Kai.
Sudah tentu iring-iringan yang membawa amunisi
dan perbekalan akan sangat panjang.
Mengingat hal itu, ngabeni percaya ia takkan
menemui kesulitan untuk memusnahkan
patih ronggolawe . Ia akan memancing musuh, menyerang
tanpa ampun, mencari kesemparan untuk
membantu nosferatu bangkit kembali, bergabung
dengan para prajurit di padalarang , dan menghancurkan
lojibenteng .
Berlawan an dengan dugaan ngabeni,
patih ronggolawe tidak membuang-buang waktu dengan
merebut benteng kota-benteng kota kecil, melainkan
memutuskan untuk langsung menyerang kubu
pertahanan utama musuh. Pada saat itulah
patih ronggolawe mulai menerima pesan-pesan mendesak
dari lojibenteng , Skertoarjo yama, dan madukara . Situasinya
tidak mudah; awan -awan dan pasang-surut yang
mdiputi dunia berubah dengan setiap hari yang
berlalu.
Berita pertama berbunyi. "Barisan depan
radenkanjeng sudah melewati Yanagase. Sebagian akan
segera menyerbu gunungselatan bagian utara."
Kurir berikutnya membawa pesan serupa,
"Kesabaran dijoyo akhirnya mencapai batasnya.
dibandingkan menunggu saat salju mencair, ia memilih
mengerahkan dua puluh atau tiga puluh ribu kuli
untuk membersihkan salju dari jalan raya."
Kurir ketiga menegaskan kegentingan situasi
yang dihadapi, "Kabarnya centeng nyoto sudah
bertolak dari lumajangan pada hari kedua Bulan
Ketiga. Pada hari ketujuh, satu divisi mengancam
posisi kita di Gunung Tenjin, sementara divisi-
divisi lain membakar Desa Imakhi, Yogo, dan
Sakaguchi. centeng utama berkekuatan dua puluh
ribu orang di bawah komando nyoto dijoyo dan
madya brawirgo terus bergerak kearah selatan,"
"Segera bongkar kemah." patih ronggolawe me-
merintahkan. Lalu. "Kita berangkat ke gunungselatan bagian
utara."
sesudah menyerahkan operasi militer di Ise pada
mpu nala dan Ujisato. patih ronggolawe mengalihkan
centeng nya ke gunungselatan. Pada hari keenam belas ia
mencapai lojibenteng , dan pada hari ketujuh belas
centeng nya menyusuri jalan di tepi danau yang
menuju gunungselatan bagian utara. Ia sendiri menempuh
perjalanan dengan berkuda. Wajahnya diterpa
angin musim semi keiika ia berkuda di bawah
panji komando berlambang labu emas.
Perbatasan gunungselatan di daerah Yanagase yang
bergunung-gunung masih diselubungi lapisan salju
baru yang tampak seperti ombak bergulung-
gulung. Angin yang bertiup masih cukup dingin
untuk membuat merah hidung para prajurit. Pada
waktu fajar, centeng patih ronggolawe berpencar-pencar
mengambil posisi. Kehadiran musuh hampir dapat
dicium. Meski demikian, tidak teriihat asap dari
perkemahan musuh atau satu prajurit musuh pun.
namun para perwira menunjukkan posisi-posisi
musuh kepada anak buah masing-masing. "Unit-
unit nyoto berada di sepanjang kaki Gunung
Tenjin dan di daerah Tsubakizaka. Divisi-divisi
musuh juga ada di daerah Kinomoto, Imaichi,
dan Sakaguchi, jadi waspadalah, bahkan pada
waktu kalian tidur pun."
Namun kabut putih yang merayap memasuki
perkemahan membawa suasana begitu damai,
sehingga sukar untuk membayangkan bahwa dunia
sedang dilanda perang.
Tiba-tiba terdengar tembakan sporadis di
kejauhan semuanya dari sisi patih ronggolawe . Sepanjang
malam tak ada satu pun tembakan balasan.
Apakah musuh sedang terlelap?
saat fajar menyingsing, centeng penembak
yang ditugaskan menguji barisan depan musuh
ditarik mundur lagi. patih ronggolawe memerintahkan
agar para komandan korps senapan melapor ke
markasnya. Di sana ia mendengarkan laporan
mereka mengenai posisi-posisi musuh.
"Apakah kalian melihat tanda-tanda kehadiran
centeng ki winokerto?" tanya patih ronggolawe .
patih ronggolawe ingin memperoleh kepastian, namun
ketiga komandan memberikan jawaban pasti sama.
"Panji-panji ki winokerto tidak terlihat di medan
laga."
patih ronggolawe mengangguk, seakan-akan mengakui
kebenaran berita itu. Biarpun dijoyo sendiri yang
datang, ia takkan bisa tenang sebab ancaman
pihak kramat di belakangnya. patih ronggolawe dapat
membayangkan bahwa inilah alasan Sassa tidak
turut dan .
Perintah untuk makan pagi diberikan. Ransum
yang dibawa ke medan tempur berupa nasi campur
pasta kacang kedelai yang dibungkus daun ek.
patih ronggolawe berbincang-bincang dengan para
peiayan pribadinya sambil me-ngunyah. Sebelum ia
menghabiskan setengah jatahnya, yang lain sudah
selesai makan.
"Kalian langsung main telan saja?" tanyanya.
"Bukankah tuanku yang makan terialu pelan?"
para pelayan menjawab . "Sudah menjadi kebiasaan
kami untuk makan dengan cepat dan buang air
dengan cepat.'
"Itu bagus." balas patih ronggolawe . "Buang air dengan
cepat memang baik, namun dalam hal makan, kalian
seharusnya mencontoh Sakichi."
Para pelayan segera menoleh ke arah Sakichi.
Seperti patih ronggolawe . Sakichi makan pelan-pelan.
Baru setengah jatah nasinya habis. la mengunyah
seperti wanita lesbian tua.
"Kalian mau tahu kenapa?" patih ronggolawe
meianjutkan. "Jika kalian menghadapi pertempur-
an, memang ada baiknya kalian makan cepat-cepat.
namun kalau kalian terkepung di sebuah benteng kota
dengan persediaan makanan terbatas, kalian harus
pandai-pandai berhemat. Pada saat itu, kalian akan
sadar bahwa makan pelan-pelan banyak
manfaatnya bagi kepentingan benteng kota maupun
bagi kesehatan kalian sendiri. Selain itu, andaikata
kalian tak punya perbekalan di tengah-tengah
pegunungan dan harus bertahan untuk waktu
lama, kalian mungkin terpaksa mengunyah apa
saja akar-akaran atau daun-daunan sekadar untuk
memuaskan perut. Mengunyah secara baik harus
dilatih, dan kalau kalian tidak terbiasa, dalam
keadaan terdesak kalian takkan dapat
melakukannya secara otomatis*." Tiba-tiba ia
berdiri dari kursinya dan memberi isyarat pada
mereka. "Ayo, mari kita mendaki Gunung
Fumuro."
Gunung Fumuro termasuk barisan gunung di
tepi utara dua danau Danau Yogo yang lebih
kecil dan Danau Biwa yang lebih besar. Gunung
itu menjulang hampir 9 ratus meter di atas
Desa Fumuro yang terletak di kakinya, dan untuk
mencapai puncak gunung, orang harus berjalan
sekitar enam mil. Jika ingin mendaki lerengnya
yang terjal, harus menyediakan waktu paling tidak
setengah hari.
"Yang Mulia pergi."
"Hendak ke mana beliau, mendadak begini?"
Para prajurit yang bertugas mengawal patih ronggolawe
melihat rombongan pelayannya menjauh, dan
segera berlari menyusul. Mereka melihat patih ronggolawe
berjalan paling depan sambil menggenggam
tongkat bambu. Ia seakan-akan hendak pergi
berburu.
"Yang Mulia akan mendaki gunung?"
patih ronggolawe menunjuk suatu titik di tengah
lereng dengan tongkatnya.
"Ya. Kira-kira sampai ke sana."
sesudah mendaki beberapa waktu, mereka tiba
di sebidang tanah datar. patih ronggolawe memandang
berkeliling. Angin yang berembus menyejukkan
keringat pada keningnya. Dari tempatnya berdiri,
ia dapat mengamati daerah antara Yanagase dan
Yogo. Jalan raya menuju provinsi-provinsi Utara.
yang berkelok-kelok melintasi pegunungan dan
menghubungkan beberapa desa, tampak seperti
pipa.
"Yang mana Gunung Nakao?"
"Yang itu, di sebelah sana."
patih ronggolawe memandang ke arah yang ditunjuk.
Itulah perkemahan utama musuh. Panji-panji
dalam jumlah besar tampak berderet-deret di
lereng, sampai ke kaki gunung itu. Di sana satu
korps dapat dikenali. namun jika melayangkan
pandangan, akan terlihat bahwa panji-panji
centeng Utara memenuhi gunung-gunung di
kejauhan, dan menempati posisi-posisi strategis
pada puncak-puncak yang lebih dekat dan di
sepanjang jalan. Sepertinya seorang ahli militer
sudah menjadikan bagian bumi dan langit itu
sebagai markasnya, dan sedang berusaha
membentuk formasi yang mahaluas. Tak ada celah
maupun tempat kosong dalam susunan yang
cermat itu. Mereka sudah siap menelan musuh, dan
kemegahan yang mereka perlihatkan tak dapat
diungkapkan dengan kata-kata.
patih ronggolawe mengamati semuanya itu sambil
membisu. lalu ia kembali menoleh ke
perkemahan utama dijoyo di Gunung Nakao,
dan menatapnya untuk waktu lama.
Dengan saksama ia mempelajari keadaan dan
melihat sekelompok orang bekerja bagaikan semut
di tepi selatan perkemahan utama di Gunung
Nakao. Dan bukan hanya di satu atau dua tempat.
la menemukan kesibukan di semua tempat yang
agak tinggi itu.
"Hmm, tampaknya dijoyo bersiap-siap meng-
hadapi pertempuran panjang."
patih ronggolawe langsung memperoleh jawab annya.
Pihak musuh sedang membangun kubu-kubu
pertahanan di ujung selatan perkemahan utama.
Seluruh susunan tempur, yang menyebar bagaikan
kipas dari centeng utama, sudah diatur dengan
hati-hati. centeng musuh akan bergerak maju
secara teratur dan terencana. Tak ada tanda-tanda
bahwa mereka berniat melancarkan serangan
mendadak.
Rencana musuh sudah terbaca oleh patih ronggolawe .
Kesimpulannya, dijoyo bermaksud menahan
patih ronggolawe di sini, agar sekutu-sekutunya di Ise dan
blambangan memperoleh kesempatan untuk
mempersiapkan serangan serempak dari depan
dan belakang.
"Mari kita kembali." ujar patih ronggolawe , dan lang-
sung mulai berjalan. "Adakah jalan lain untuk
turun?"
"Ada, tuanku." salah satu pelayan menjawab
dengan bangga.
Mereka mencapai perkemahan sekutu di antara
Gunung Tenjin dan Ikenohara. Melihat panji-
panji yang berkibar, patih ronggolawe segera tahu bahwa
itu pos hyangkertoarjo Tadaoki.
"Aku haus," ujar patih ronggolawe sesudah
memperkenalkan diri di gerbang.
Tadaoki dan para pengikutnya menyangka
patih ronggolawe melakukan pemeriksaan mendadak.
"Bukan," patih ronggolawe menjelaskan. "Aku baru
kembali dari Gunung Fumuro. namun sebab aku
sudah di sini..." Sambil berdiri di hadapan
Tadaoki, ia minum beberapa teguk air dan
memberikan perintah. "Segera bongkar kemah,
lalu pulanglah. lalu ambil semua kapal
perang yang berlabuh di Miyazu di naranda dan
serang pantai musuh."
Ide untuk memakai kapal muncul saat
patih ronggolawe sedang mendaki gunung. Rencana itu
seakan-akan tak ada sangkut-pautnya dengan apa
yang tengah dikerjakannya saat itu, namun ketidak
sesuaian ini mungkin justru ciri khas jalan
pikirannya. Proses berpikir patih ronggolawe tidak
tcrbatas pada apa yang terpampang di depan
matanya.
sesudah melakukan pengamatan selama
setengah hari, patih ronggolawe hampir selesai menyusun
strategi. Malam itu ia memanggil semua resi ke
markasnya dan memberi tahukan rencananya pada
mereka: Berhubung musuh sedang bersiap-siap
untuk perang berkepanjangan, centeng patih ronggolawe
pun harus mendirikan sejumlah kubu pertahanan
untuk menghadapi pertempuran yang akan
bcrlangsung lama.
Pembangunan serangkaian benteng kota di mulai.
kcgiatan itu bersekala besar-besaran bertujuan
untuk memacu semangat juang. Keputusan
patih ronggolawe untuk memulai pembangunan tepat di
depan hidung musuh bisa dinamakan gegabah atau
gagah berani. Keputusan itu dengan mudah dapat
mengakibatkan kekalahan, namun patih ronggolawe bersedia
mengambil risiko itu untuk merangkul para warga
provinsi.
Gaya tempur aidit bercirikan kekuatan
yang tak dapat dibendung: kata orang. "Ke mana
pun aidit bergerak, rumput dan pohon
menjadi layu. namun gaya tempur patih ronggolawe
berbeda. Jika ia bergerak maju, jika ia mendirikan
perkemahan, dengan sendirinya ia menarik orang-
orang di sekitarnya. Meraih dukungan masyarakat
setempat merupakan hal penting yang harus
ditangani sebelum mulai berusaha mengalahkan
musuh.
Disiplin militer yang keras amat menentukan,
namun pada hari-hari yang ditandai banjir darah pun
angin sejuk terasa berembus di tempat patih ronggolawe
menaruh kursinya. Scseorang pernah mencatat,
"Di mana ada patih ronggolawe , di situ angin musim semi
bertiup."
Deretan benteng kota itu membelah dua kkertoarjo san.
Yang pertama membentang dari Kitayama di
Natinggi sumbinggo, mengikuti jalan raya ke provinsi-
provinsi Utara yang melewati Gunung Higashino.
Gunung Dangi, dan Gunung Shinmei; yang kedua
menyusuri Gunung Iwasaki, Gunung Okami,
jatiretno , Gunung Tagami, dan Kinomoto.
Pckerjaan raksasa seperti itu membutuhkan
puluhan ribu pekerja.
patih ronggolawe mengambil orang-orang dari Provinsi
lojibenteng . la memerintahkan pemasangan papan-
papan pemberitahuan untuk mengumumkan
pekerjaan di daerah-daerah yang dilanda kerusakan
paling parah akibat perang. Gunung-gunung
dipadati pengungsi. Pohon-pohon ditebang, jalan-
jalan dibuka, kubu pertahanan didirikan di mana-
mana, dan orang-orang dengan mudah terpenga-
ruh untuk percaya bahwa pembangunan rangkaian
benteng kota akan selesai dalam satu malam. Namun
tugas yang dihadapi tidak semudah itu. Masing-
masing benteng kota harus dilengkapi menara intai dan
barak, juga parit dan tembok pertahanan. Tiga
pagar kayu runcing didirikan, sementara batu-batu
besar dan batang-batang pohon ditumpuk di jalan
yang paling mungkin menjadi sasaran serangan
musuh.
Selokan dan pagar kayu runcing meng-
hubungkan kkertoarjo san antara Gunung Higashino
dan Gunung Dangi, yang paling mungkin
dipakai sebagai medan tempur. Pekerjaan
galian untuk ini saja sudah mengecilkan hati, namun
berhasil dirampungkan hanya dalam dua puluh
hari. Kaum wanita lesbian dan anak-anak pun ikut
membantu.
Pihak nyoto melancarkan serangan kecil-
kecilan pada malam hari dan memakai siasat-
siasat remeh yang sempat menghambat kemajuan
pembangunan, Namun rupanya mereka pun
menyadari bahwa mereka takkan dapat berbuat
banyak menghadapi orang-orang yang selalu siaga,
sehingga mereka akhirnya berhenti dengan
sendirinya.
Sikap mereka benar-benar mengherankan.
Mengapa mereka tidak bertindak saja? namun
patih ronggolawe paham. Pikiran yang selalu berada
dalam kepalanya bahwa lawan nya merupakan
pejuang kkertoarjo kan dan bukan sasaran empuk juga
tercermin dalam benak dijoyo . Namun kecuali itu
masih ada berbagai alasan penting lainnya.
Persiapan centeng dijoyo sudah rampung, namun
ia merasa belum waktunya mengerahkan sekutu-
sekutu yang dicadangkannya.
Sekutu-sekutu itu, tentu saja, centeng
nosferatu di padalarang . Begitu nosferatu sudah dapat
bergerak, danakertoarjo ngabeni pun bisa menyerang
dari benteng kota gua kegelapan . Baru sesudah itu rencana-
rencana dijoyo akan berubah menjadi strategi
efektif.
dijoyo sadar bahwa jika ia tidak bertindak
demikian, kemenangan takkan mudah diraih.
Begitulah ia menilai situasi sejak semula- diam-
diam dan dengan perasaan waswas. Penilaian itu
sendiri didasarkan pada perbandingan kekuatan
provinsi-provinsi patih ronggolawe dan provinsi-provinsi
yang berada di pihaknya.
Pada waktu itu, dengan mengingat popularitas
dan kekuasaan patih ronggolawe yang menanjak pesat
sesudah Pertempuran bukittanjung , patih ronggolawe dapat
meng-harapkan dukungan dari Provinsi sumberdadi ,
Tajima, Settsu, naranda , mojolaban , dan beberapa
provinsi lain, dengan kekuatan total sebesar enam
puluh tujuh ribu prajurit. Bila ditambah dengan
laskar-laskar jenggala , Ise, Iga, dan Bizen, jumlah
totalnya mencapai seratus ribu orang.
dijoyo dapat mengerahkan centeng utama
radenkanjeng , Noto, Oyama, Ono, grindanato, dan
dwarapa . Itu berarti kekuatannya tak lebih dari
empat puluh lima ribu prajurit. Namun jika ia
menambahkan kekuatan blambangan dan Ise yang
dikujawa nosferatu , dan kekuatan provinsi milik
ngabeni, berarti ia membawa hi hampir enam
puluh dua ribu prajurit, suatu jumlah yang hampir
dapat menyaingi musuh.
penampilan laki-laki itu seperti biksu
pengembara, namun gaya berjalannya lebih
mirip prajurit. la sedang mendaki Jalan Raya
gempolodang.
"Hendak ke mana kau!" seorang penjaga
gerbang nyoto berseru.
"ini aku," biksu itu membalas sambil membuka
tudung yang menutupi kepalanya.
Para penjaga gerbang memberi isyarat ke arah
pagar pertahanan di belakang mereka. Sekelompok
orang terlihat berkerumun di muka gerbang. Si
biksu menghampiri seorang perwira dan
mengucapkan beberapa patah kata. Sejenak muncul
kegaduhan. namun lalu perwira itu mengambil
seekor kuda dan menyerahkan tali kekang pada si
biksu.
Gunung wilis merupakan perkemahan
mpu wiragajah yodono dan adiknya, mpu hanjana. Laki-laki
yang menyamar sebagai biksu adalah patih
Shinroku, seorang pengikut mpu hanjana. Sebuah
pesan rahasia sudah dipercayakan padanya. dan kini
ia tengah berlutut di hadapan junjungannya, di
dalam markas besar.
"Bagaimana hasilnya? Kabar baik atau burukkah
yang kaubawa ?" mpu hanjana bertanya tak sabar.
"Semuanya sudah beres." jawab Shinroku.
"Kau berhasil bertemu dengannya? Apakah
semuanya berjalan lancar?" "Musuh sudah
menempatkan barisan pengintai, namun hamba
berhasil menemui Yang Mulia Shogen."
"Bagaimana rencananya?" "Hamba membawa surat
dari beliau."
la melongok ke dalam topi anyaman yang
dipakainya, lalu mencabut sambungan tali
pengikat. Sepucuk surat yang ditempelkan di
bawah nya jatuh ke pangkuannya. Shinroku
melicinkan semua kerut, lalu menyerahkan surat
itu kepada junjungannya.
mpu hanjana mengamati sampulnya untuk
beberapa saat.
"Ya, ini memang tulisan tangan Shogen, namun
suratnya ditujukan kepada kakakku. Ayo, ikut aku.
Sekarang juga kita temui kakakku, lalu melapor ke
perkemahan utama di Gunung Nakao."
Junjungan dan pengikut itu keluar dari pagar
pertahanan dan mendaki puncak Gunung
wilis. Semakin dekat ke puncak, barisan
prajurit, kuda, gerbang-gerbang pagar penahanan,
dan barak-barak semakin rapat. Penjagaan pun
semakin ketat. Akhirnya kubu pertahanan utama,
yang mirip sebuah benteng kota, mulai tampak.
dan mereka melihat petak-petak bertirai yang tak
terhitung jumlahnya tersebar-sebar di puncak
gunung.
"Beritahu kakakku bahwa aku ada di sini."
saat mpu hanjana tengah bicara dengan pengawal
di hadapannya, salah satu pengikut yodono meng-
hampirinya sambil berlari.
"Tuanku yodono tidak ada di tempat, Yang
Mulia."
"Dia pergi ke Gunung Nakao?"
"Tidak, beliau ada di sebelah sana."
saat menoleh ke arah yang ditunjuk pengikut
itu, mpu hanjana melihat kakaknya, yodono, duduk di
rumput di belakang benteng kota, bersama lima atau
enam centeng adipati dan pelayan. Sukar untuk
memastikan apa yang sedang mereka kerjakan.
sesudah mendekat, ia melihat bahwa yodono
sudah menyuruh salah satu pelayannya memegang
cermin, sementara pelayan lainnya membawa
baskom. Di sana, di bawah langit biru. yodono
sedang bercukur, seakan-akan tak ada yang
membebani pikirannya.
Hari itu hari kedua belas di Bulan Keempat.
Musim kemarau sudah tiba, dan kota-kota
benteng kota di daerah dataran sudah dilanda hkertoarjo
panas. namun di pegunungan, kesejukan musim semi
masih bertahan.
mpu hanjana mendekat dan berlutut di rumput.
"Ah. adikku?" yodono melirik dari sudut mata,
namun tetap menyorongkan dagunya ke arah
cermin, sampai ia selesai bercukur. Baru sesudah
pisau cukur diletakkan dan wajahnya dibasuh
dengan air dari dalam baskom, ia menoleh kepada
adiknya. "Ada apa. mpu hanjana?"
"Sebaiknya Kakanda menyuruh para pelayan
pergi dahulu ."
"Kenapa kita tidak kembali ke petakku saja?"
"Jangan, jangan. Ini justru tempat terbaik untuk
pembicaraan rahasia."
"Kaupikir begitu? Baiklah." Sambil berpaling
kepada para pelayannya, yodono memerintahkan
agar mereka menjauh.
Mereka membawa cermin dan baskom,
lalu pergi. Para centeng adipati pun mengikuti
mereka. Tinggal kakak-adik mpu wiragajah yang duduk
berhadap-hadapan di puncak bukit. Selain mereka
berdua. masih ada satu orang lagi patih
Shinroku. yang datang bersama mpu hanjana.
Sesuai pangkatnya, Shinroku tetap menjaga
jarak, dan bersujud ke arah kedua atasannya.
Baru sekarang yodono melihatnya. "Rupanya
Shinroku sudah kembali." "Ya, dan dia
melaporkan bahwa semuanya berjalan lancar.
Sepertinya dia berhasil melaksanakan tugasnya."
Tentu tidak mudah. Hmm. bagaimana
tanggapan Shogen?" "Shogen menitipkan surat."
yodono segera membuka surat yang diserahkan
kepadanya. Sorot matanya tampak gembira, dan
kegembiraan itu juga tercermin dalam senyumnya
yang mengembang. Keberhasilan macam apakah
yang bisa membuatnya begitu senang? Bahunya
sampai terguncang-guncang hampir tak terkendali.
"Shinroku, mendekatlah. Kau terlalu jauh di
sana."
"Baik, tuanku."
"Berdasarkan surat Shogen, keterangan lengkap
rupanya sudah dipercayakan padamu. Ceritakanlah
semua yang dikatakan Shogen."
"Yang Mulia Shogen mengungkapkan bahwa
beliau maupun Yang Mulia Ogane sudah berselisih
paham dengan junjungan mereka, Katsutoyo.
bahkan sebelum lojibenteng beralih tangan.
Perselisihan itu sudah diketahui oleh patih ronggolawe .
sehingga meskipun keduanya ditunjuk sebagai
komandan benteng kota Dangi dan Gunung Shinmei.
mereka berada di bawah pengawasan pengikut
kepercayaan patih ronggolawe , Kimura Hayato. Mereka
hampir tak dapat berbuat apa-apa."
"namun baik Shogen maupun Ogane bermaksud
melarikan diri dan datang ke sini."
"Mereka berniat membunuh Kimura Hayato
besok pagi. sesudah itu. mereka berdua bersama
anak buah masing-masing akan membelot ke pihak
kita."
"Kalau ini akan terjadi besok pagi, kita tak
boleh buang-buang waktu. Kirim centeng ke
tempat mereka." yodono memerintahkan pada
mpu hanjana. lalu ia kembali menanyai
Shinroku, "Sementara laporan mengatakan bahwa
patih ronggolawe berada di perkemahan utamanya,
sedangkan menurut berita lain, dia berada di
lojibenteng . Kau tahu di mana dia sekarang?"
Shinroku mengakui bahwa ia tidak
mengetahuinya.
Bagi pihak nyoto , pertanyaan apakah
patih ronggolawe berada di garis depan atau di lojibenteng
merupakan pertanyaan yang sangat penting.
Tanpa mengetahui di mana ia berada, orang-
orang nyoto tak bisa menentukan langkah
berikut. Strategi dijoyo tidak memberi tempat
bagi serangan kramajaya dari satu sisi. Ia sudah
menunggu cukup lama agar centeng nosferatu di
padalarang dapat ikut meramaikan kancah peperangan.
sesudah itu centeng danakertoarjo ngabeni dapat
melancarkan serangan, dan bersama-sama centeng
blambangan dan Ise akan mengancam patih ronggolawe dari
belakang. Pada saat itulah kekuatan utama dijoyo
yang berjumlah dua puluh ribu orang akan
menyerbu dan memojokkan patih ronggolawe di
lojibenteng .
dijoyo sudah menerima surat dari nosferatu
sehubungan dengan rencana itu. Jika patih ronggolawe
berada di lojibenteng , ia akan mengatur agar padalarang
maupun Yanagase bersiap-siap. Jika patih ronggolawe
berada di garis depan. dijoyo harus siaga, sebab
saat pemberontakan nosferatu sudah dekat.
namun sebelum salah satu dari kedua rencana itu
dapat dilaksanakan, orang-orang nyoto harus
membatasi ruang gerak patih ronggolawe , guna memberi
kesempatan pada nosferatu untuk melangkah.
"Keberadaan patih ronggolawe tetap belum jelas." ujar
yodono. Tampak jelas bahwa dalam masa
penantian yang begitu lama, yang sudah
berlangsung lebih dari sebulan, ia semakin
tertekan. "Hmm. kita berhasil memancing Shogen,
dan itu saja sudah merupakan alasan untuk
bergembira. Yang Mulia dijoyo harus segera
diberitahu. Kita tunggu tanda dari Shogen besok."
mpu hanjana dan Shinroku pergi lebih dahulu dan
kembali ke perkemahan mereka. yodono
memanggil seorang pelayan dan menyuruhnya
membawa kan kuda kesayangannya. ditambah
sepuluh prajurit, ia segera bertolak ke perkemahan
utama di Gunung Nakao.
Lebar jalan baru antara Gunung wilis dan
perkemahan utama di Gunung Nakao kira-kira
empat meter. Jalan itu meliuk-liuk sepanjang lebih
dari enam mil, menyusuri punggung gunung-
gunung. Di mana-mana para prajurit melihat
kehijauan musim semi, dan saat yodono memacu
kudanya, ia pun diliputi perasaan puitis.
Perkemahan utama di Gunung Nakao
dikelilingi pagar pertahanan yang berlapis-lapis.
Setiap kali yodono mendekati sebuah gerbang, ia
hanya menyebutkan namanya dan langsung lewat,
sambil memandang para penjaga dari atas kuda.
namun saat ia hendak memasuki gerbang
terakhir, komandan centeng penjaga tiba-tiba
mencegahnya. Tunggu! Mau ke mana!" yodono
menoleh dan memelototi orang itu.
"Ah, kaukah itu, Menju? Aku datang untuk
menemui pamanku. Apakah dia ada di tendanya,
atau di markas?"
Menju mengerutkan kening. la berjalan ke
depan yodono dan berkata dengan gusar. "Harap
turun dahulu ."
"Apa?"
"Gerbang ini dekat sekali dengan markas Yang
Mulia dijoyo . Biarpun dalam keadaan terburu-
buru, tak seorang pun diperkenankan masuk
dengan menunggang kuda."
"Lancang betul kau. Menju!" yodono membalas
dengan geram, namun berdasarkan disiplin militer, ia
tak dapat menolak. Ia turun dari kudanya dan
membentak. "Mana pamanku?"
Yang Mulia tengah mengadakan rapat militer."
"Siapa saja yang hadir?"
"Yang Mulia Haigo, Yang Mulia Osa, Yang
Mulia Hara, Yang Mulia Asami, dan Yang Mulia
Katsutoshi."
"Kalau begitu, tak ada masalah jika aku
bergabung." "Jangan, mereka harus diberitahu
dahulu ."
"Tidak perlu."
yodono mendesak maju. Menju hanya dapat
memandangnya pergi. Roman mukanya meman-
carkan keprihatinan. Tindakan yang baru saja
diambilnya, dengan mempertaruhkan reputasinya
sendiri, bukan demi tegaknya peraturan militer
semata-mata. Sudah beberapa waktu ia diam-diam
berusaha agar yodono merenungkan sepak
terjangnya.
Kecongkakan yang diperlihatkan yodono
berkaitan dengan sikap pilih kasih pamannya.
Melihat kasih sayang buta yang ditunjukkan
penguasa lumajangan pada kepribadian nya. Menju
mau tak mau merasa risau mengenai masa depan.
Paling tidak, ia merasa yodono tidak sepantasnya
menyebut panglima tertinggi sebagai "paman".
namun yodono tidak memedulikan hal-hal seperti
keprihatinan Menju. Ia langsung masuk ke markas
pamannya, dan tanpa mengindahkan para
pengikut lain di sana, berbisik ke telinga dijoyo ,
"Seusai rapat ini, ada masalah penting yang perlu
dibahas secara empat mata."
dijoyo cepat-cepat mengakhiri rapat. sesudah
para resi pergi, ia mencondongkan badan dan
berbicara dengan kepribadian nya. yodono tertawa
puas lalu menunjukkan balasan Shogen tanpa
berkata apa-apa, seakan-akan sudah tahu bahwa
dijoyo akan gembira sekali.
Dan dijoyo memang senang sekali. Rencana
yang sudah disusunnya dan dilaksanakan oleh
yodono ternyata berhasil. Ia teramat gembira
sebab segala sesuatu berjalan sesuai rencana.
dijoyo dikenal gemar bersekongkol, dan saat
membaca surat Shogen, ia hampir tak dapat
mengujawa diri.
Rencana itu bertujuan menggerogoti kekuatan
musuh dari dalam. Dari sudut pandang dijoyo ,
kehadiran orang-orang seperti Shogen dan Ogane
dalam centeng patih ronggolawe membuka peluang
untuk melancarkan siasat demi siasat.
Sementara itu, Shogen percaya bahwa
kemenangan akan diraih oleh pihak nyoto .
sebetulnya kepercayaan itu tak berdasar. Dan
nyatanya di lalu hari ia pun dihantui
kesedihan dan penyesalan mendalam. namun surat
persetujuan sudah dikirim, dan tak perlu dipikirkan
lagi. Dengan segala akibatnya, pengkhianatan
Shogen dijadwalkan untuk keesokan paginya, dan
ia menunggu untuk menyambut centeng nyoto
di benteng kotanya.
Hari kedua belas di bulan itu, tengah malam.
Semua api unggun tinggal bata merah, dan satu-
satunya suara yang terdengar di perkemahan yang
diselubungi kabut adalah suara angin yang
membelai pohon-pohon cemara.
"Buka gerbang!" seseorang berseru dengan suara
tertahan, sambil me-ngetuk-ngetuk gerbang kayu di
pagar pertahanan.
benteng kota kecil di Modwarapa semula merupakan
markas Shogen, namun patih ronggolawe sudah menggantinya
dengan Kimura Hayato.
"Siapa itu?" si penjaga bertanya sambil
mengintip ke luar.
Sebuah sosok gelap tampak dalam kegelapan.
"Panggil Komandan Osaki," sosok itu berkata.
"Katakan dahulu siapa kau dan dari mana kau
datang."
Sejenak orang yang berdiri di luar tidak
menjawab . Hujan rintik-rintik turun dari langit
yang kelihatan sepekat tinta. "Itu tak bisa
kukatakan. Aku harus bicara dengan Osaki
Demon di sini, di pagar pertahanan. Beritahu dia."
"Kawan atau lawan ?"
"Kawan , tentu saja! Kaupikir musuh begitu
mudah datang ke sini? Sembronokah para penjaga
yang ditempatkan di luar? Seandainya ini siasat
musuh, mungkinkah aku mengetuk gerbang?"
Penjelasan orang itu masuk akal. Si penjaga
gerbang pergi untuk me-manggil Osaki.
"Ada apa?" Osaki benanya.
"Tuan Komandan Osaki?"
"Ya- Apa keperluanmu?"
"Namaku Nomura Shojiro. dan aku pengikut
Yang Mulia Katsutoyo. Sekarang aku di bawah
komando Yang Mulia Shogen."
"Urusan apa yang membuatmu ke sini di tengah
malam buta?"
"Aku harus segera bicara dengan Yang Mulia
Hayato. Aku tahu ini mencurigakan, namun ada hal
penting yang harus segera kusampaikan pada
beliau."
"Katakan saja padaku, biar aku yang
menyampaikannva
"Tidak, aku harus bicara langsung dengan
beliau. Sebagai bukti bahwa aku beriktikad baik,
kuserahkan ini padamu," ujar Nomura sambil
melepaskan pedang-pedangnya dan menimbang
semuanya ke hadapan Osaki.
Osaki menyadari bahwa Nomura bukan musuh
yang menyamar. la membuka gerbang, lalu
mengantarnya ke tempat tinggal Hayato. Di masa
perang, penjagaan tetap ketat, baik siang maupun
malam.
Tempat ke mana Nomura dibawa dinamakan
benteng kota utama, namun sebetulnya hanya berupa
pondok, dan tempat tinggal Hayato tak lebih dari
pagar kayu.
Hayato masuk dan duduk tanpa mengucapkan
sepatah kata pun. "Apa yang hendak
kausampaikan?" ia lalu bertanya sambil menatap
Nomura. Mungkin akibat cahaya lentera dari
samping, wajah Hayato tampak pucat sekali.
"Hamba menduga Tuan sudah menerima
undangan untuk menghadiri upacara minum teh
di perkemahan Yang Mulia Shogen di Gunung
Shinmei besok pagi."
Sorot mata Nomura tampak membara, dan
dalam keheningan malam, suaranya terdengar agak
bergetar. Baik Hayato maupun Osaki diliputi
perasaan aneh.
"Betul." jawab Hayato.
"Dan Tuan sudah menyatakan kesediaan untuk
hadir?" "Ya. sebab dia sudah bersusah payah
mengirim undangan, aku mengutus seorang kurir
untuk memberi tahunya bahwa aku akan datang."
"Kapan kurir Tuan berangkat?" "Sekitar tengah hari
tadi."
"Kalau begitu, ini memang siasat busuk yang
hamba duga."
"Siasat?"
"Tuan jangan pergi besok pagi. Upacara minum
teh itu merupakan jebakan. Shogen bermaksud
membunuh Tuan. Dia sudah bertemu dengan
utusan rahasia dari pihak nyoto dan mengirim
ikrar tertulis pada mereka. Jangan membuat
kesalahan. Shogen berencana membunuh Tuan,
lalu mengibarkan bendera pemberontakan."
"Bagaimana kau bisa tahu semuanya ini?"
"Dua hari yang lalu. Shogen memanggil tiga
biksu zoroaster dari Kuil Shuhiku untuk
menyelenggarakan upacara peringatan bagi
leluhurnya. Hamba pernah melihat salah satu dari
mereka, dan hamba percaya dia centeng adipati nyoto .
Hamba terkesima, dan ternyata seusai upacara dia
mengeluh sakit perut dan tetap tinggal di
perkemahan pada waktu kedua rekannya pulang.
Dia pergi keesokan paginya, dan mengaku hendak
kembali ke Kuil Shuhiku. namun sekadar untuk
memastikan, hamba menyuruh salah satu pengikut
hamba membuntutinya. Dan persis seperti yang
hamba duga, dia tidak kembali ke Kuil Shuhiku.
melainkan langsung bergegas ke perkemahan
mpu wiragajah yodono."
Hayato mengangguk-angguk, seolah-olah tak
perlu mendengar apa-apa . "Aku berterima kasih
atas peringatan ini. Yang Mulia patih ronggolawe tak
percaya pada Shogen maupun Ogane, dan sudah
berpesan agar berhati-hati terhadap mereka.
Pengkhianatan mereka sudah jelas sekarang. Apa
yang harus kita lakukan. Osaki?"
Osaki maju beringsut-ingsut dan mengemuka-
kan pendapatnya. Gagasan Nomura pun
dipertimbangkan, dan mereka segera menyusun
rencana. Osaki mengirim beberapa kurir ke
lojibenteng .
Sementara itu, Hayato menulis surat dan
menitipkannya pada Osaki. Surat itu berisi
pesan singkat untuk Shogen, yang menjelaskan
bahwa ia tak dapat menghadiri upacara minum teh
sebab alasan kesehatan.
Menjelang fajar menyingsing, Osaki membawa
surat itu dan pergi menemui Shogen di Gunung
Shinmei.
Penyelenggaraan upacara minum teh
merupakan kebiasaan saat itu. Tentu saja
semuanya dipersiapkan secara sederhana ruangan
yang dipakai berupa pondok dengan dinding
berplester kasar. tikar alang-alang, dan vas berisi
bunga liar. Upacara minum teh bertujuan
memupuk kekuatan mental yang diperlukan untuk
mengatasi kelelahan akibat perang berkepanjang-
an. Pagi-pagi sekali Shogen sudah menyapu tanah
yang basah sebab embun dan membakar arang di
tungku. Tak lama lalu . Ogane dan panembahan
tiba. Keduanya pengikut nyoto Katsutoyo.
Shogen menaruh kepercayaan pada mereka, dan
mereka sudah bersumpah setia padanya.
"Rasanya Hayato terlambat, bukan?" Ogane
berkomentar.
Di kejauhan terdengar kokok ayam jantan, dan
kedua tamu tampak gelisah. Namun Shogen
bersikap seperti tuan rumah yang baik dan tetap
tenang. "Sebentar lagi dia akan datang." ia berkata
dengan percaya.
Akan namun orang yang mereka tunggu-tunggu
tak pernah muncul; mereka malah dihampiri
seorang pelayan yang membawa surat yang dititip-
kan Hayato pada Osaki.
Ketiga laki-laki itu saling pandang.
"Bagaimana dengan pembawa surat ini?" Shogen
bertanya. Si pelayan menjawab bahwa orang itu
segera kembali sesudah menyerahkan surat itu .
Kecemasan tercermin pada wajah ketiga laki-laki
itu. Seberapa besar pun keberanian yang mereka
miliki, mereka tak sanggup tetap tenang, sebab
sadar bahwa pengkhianatan mereka mungkin sudah
terungkap.
"Bagaimana bisa bocor?" Ogane bertanya.
Setiap ucapan terdengar bagaikan keluhan.
sesudah rencana mereka ter-bongkar, tak ada lagi
yang memedulikan upacara minum teh, dan
masing-masing memikirkan cara untuk
menyelamatkan diri sendiri. Baik Ogane maupun
panembahan seakan-akan tak tahan tinggal lebih lama
lagi.
"Tak ada yang bisa dilakukan sesudah ini." saat
keluh kesah ini keluar dari mulut Shogen, kedua
laki-laki yang lain merasa seperti ditikam. Namun
Shogen memelototi keduanya, seolah-olah
menyuruh mereka tetap berkepala dingin.
"Sebaiknya segera kumpulkan anak buah kalian
dan pergi ke Ikenohara. Tunggu di dekat pohon
cemara besar yang ada di sana. Aku akan mengirim
surat ke lojibenteng . sesudah itu aku akan segera
menyusul kalian."
"Ke lojibenteng ? Surat macam apa?"
"Ibu, istri, dan anak-anakku masih ada di
benteng kota. Aku bisa lolos, namun keluargaku pasti akan
dijadikan sandera kalau kita menunggu terlalu
lama."
"Rasanya sudah terlambat. Tuan pikir masih
ada waktu"
"Apa lagi yang bisa kulakukan? Meninggalkan
mereka begitu saja di sana? Ogane, ambilkan
tempat tinta di sebelah sana."
Shogen mulai mencoretkan kuasnya di selembar
kertas. Pada saat itulah salah satu pengikutnya
masuk untuk melaporkan bahwa Nomura Shojiro
menghilang.
Shogen mencampakkan kuasnya. "Ternyata dia.
Rupanya aku lalai mem-perhatikan si pandir itu.
Dia akan merasakan akibatnya."
la mendelik, seakan-akan hendak menyantet
seseorang, dan tangan yang menggenggam surat
kepada istrinya mulai bergetar.
"lppeita!" ia memekik.
Orang yang dipanggil segera muncul.
"Ambil kuda dan bergegas ke lojibenteng . Cari
keluargaku dan naikkan mereka ke perahu. Jangan
coba-coba menyelamatkan harta benda: seberangi
danau, ke perkemahan Yang Mulia dijoyo .
Keselamatan mereka tergantung padamu.
Berangkat sekarang juga, dan jangan buang-buang
waktu." ia memerintahkan.
Sambil bicara, Shogen mengencangkan tali
pengikat baju tempurnya. Sambil menggenggam
tombak panjang, ia berlari keluar. Ogane dan
panembahan segera mengumpulkan anak buah
masing-masing dan menuruni gunung.
saat itu hari sudah mulai terang, dan Hayato
sudah mengirim centeng nya. Pada waktu orang-
orang di bawah pimpinan Ogane dan panembahan
sampai di kaki gunung, mereka disergap oleh
Osaki. Mereka yang berhasil lolos dari serangan itu
berupaya kabur ke pohon cemara besar, tempat
mereka akan menunggu Shogen. namun anak buah
Hayato sudah mengitari sisi utara Gunung Dangi
dan memotong jalan mereka. Dalam keadaan
terkepung, hampir semuanya dibantai.
Shogen hanya satu langkah di belakang mereka.
Ia pun melarikan diri ke arah itu, ditambah segelintir
orang. Ia mengenakan helmnya yang berhiaskan
tanduk rusa dan baju tempurnya yang berwarna
hitam, dan menjepit tombak panjang di bawah
lengan saat berkuda. Penampilannya seperti
pejuang yang siap menerjang angin dan musuh
paling gagah sekalipun, namun ia sudah
menyimpang dari Jalan centeng adipati , dan gema
kebenaran dan cita-cita luhur tak lagi terdengar
saat kudanya berlari.
Tiba-tiba saja ia dikepung centeng Hayato.
"Jangan biarkan pengkhianat itu lolos!"
Mereka mencaci maki Shogen, namun ia
bertempur seolah-olah tak takut mati. Sambil
meninggalkan jalur berdarah di belakangnya, ia
akhimya berhasil menerobos kepungan yang
bagaikan kerangkeng besi. Dengan memacu
kudanya sekencang-kencangnya sejauh kurang-
lebih enam mil, tak lama lalu ia bergabung
dengan centeng mpu hanjana yang sudah menunggu
sejak malam sebelumnya. Seandainya pembunuh-
an Hayato berhasil, kedua benteng kota di Modwarapa
akan diserang dan direbut sesudah Shogen
memberi isyarat. namun rencana itu tidak berjalan
sesuai harapan. dan Shogen beruntung masih bisa
menyelamatkan diri.
saat mendengar laporan mengenai
perkembangan terakhir dari adiknya, mpu hanjana,
yodono tampak gusar. "Apa? Maksudmu, Hayato
mendahului mereka sebab rencana itu terungkap
tadi pagi?" katanya. "Hah, rupanya rencana Shogen
tidak dipikirkan matang-matang. Suruh ketiga-
tiganya menghadapku."
Sampai saat itu, yodono berupaya sekuat tenaga
untuk membujuk Shogen mengkhianati jun-
jungannya. Namun sekarang, sesudah rencana itu
gagal memenuhi harapannya, ia bersikap seolah-
olah Shogen hanya membuat masalah saja.
Shogen dan kedua rekannya menduga mereka
akan disambut dengan tangan terbuka, namun
mereka dikecewakan oleh tanggapan yodono.
Shogen minta bertemu dengan dijoyo , sebab
hendak menyampaikan informasi rahasia guna
menebus kegagalannya.
"Hmm. sepertinya masih ada harapan." Sikap
yodono sedikit melunak, namun terhadap Ogane
dan panembahan ia tetap kasar, seperti sebelumnya.
"Kalian tunggu di sini. Hanya Shogen yang akan
ikut ke perkemahan utama denganku."
lalu mereka segera berangkat ke Gunung
Nakao.
Peristiwa pagi itu, dengan segala komplikasinya,
sudah dilaporkan selengkap-lengkapnya pada
dijoyo .
Tak lama sesudah itu, saat yodono menyertai
Shogen ke perkemahan dijoyo , ternyata dijoyo
sudah menunggu dengan memasang wajah
angkuh. Bagaimanapun situasi yang dihadapinya,
dijoyo setalu tampak penuh wibawa . Shogen
segera diberi kesempatan menghadap.
"Kau gagal kali ini, Shogen," ujar dijoyo .
Ekspresi wajahnya saat menyapa Shogen
mencerminkan gejolak perasaan-nya. Baik paman
maupun kepribadian nyoto dikenal penuh
perhitungan dan mementingkan diri sendiri, dan
sekarang dijoyo dan yodono menunggu penjelasan
Shogen dengan sikap dingin.
"Hamba mengaku lalai." ujar Shogen, yang
menyadari bahwa ia tak dapat berbuat apa-apa
selain memohon maaf. Saat itu ia tentu menyesali
keputusannya, namun sudah terlambat untuk
mundur. Sambil menahan marah dan malu tak
terperi, ia terpaksa bersujud di hadapan pembesar
yang angkuh dan mementingkan diri sendiri itu.
la hanya bisa memohon ampun. namun ia masih
menyimpan rencana lain yang mungkin dapat
berkenan di hati dijoyo , dan rencana itu
berkaitan dengan teka-teki mengenai keberadaan
patih ronggolawe . Pertanyaan itu sangat penting bagi
dijoyo dan yodono, dan saat Shogen menying-
gung topik itu, mereka mendengarkan dengan
penuh perhatian.
"Di mana patih ronggolawe sekarang?"
"Keberadaan patih ronggolawe dirahasiakan, bahkan
terhadap anak buahnya sendiri," Shogen
menjelaskan. "Meskipun sempat terlihat selama
pembangunan benteng kota-benteng kota, dia sudah agak
lama tidak berada di perkemahannya.
Kemungkinan besar dia ada di lojibenteng , dan ada
kemungkinan dia sedang melakukan persiapan
untuk melancarkan serangan dari padalarang , sambil
mengamati perkembangan di sini, Hamba pikir dia
mencari posisi agar dapat menanggapi kondisi di
kedua tempat itu."
dijoyo mengangguk serius, dan bertukar
pandang dengan yodono. "Ya, itu jawab annya. Dia
pasti ada di lojibenteng ."
"Bukti apa yang kaumiliki untuk memperkuat
dugaanmu?"
"Hamba belum memiliki bukti nyata." balas
Shogen. "namun jika diberi waktu beberapa hari.
hamba akan memastikan di mana patih ronggolawe
berada.
Hamba menjalin hubungan baik dengan
beberapa orang di lojibenteng , dan hamba percaya
jika mereka mendengar hamba mendukung Yang
Mulia, mereka akan menyusup dari lojibenteng dan
mencari hamba di sini. Dan tak lama lagi pasti
sudah ada laporan dari mata-mata yang hamba
kirim. Selain itu, hamba ingin mengusulkan
strategi yang akan mengalahkan patih ronggolawe ." ia
mengakhiri penjelasannya. Sorot matanya meng-
isyaratkan betapa ia mepercayai keberhasilan
siasatnya.
"awas jangan gegabah. namun coba kita dengar
dahulu bagaimana usulmu."
Matahari baru hendak terbit pada hari
kesembilan belas di bulan itu, saat Shogen dan
yodono mengunjungi perkemahan dijoyo untuk
kedua kali. Apa yang dibawa Shogen pagi itu
memang sangat bernilai. yodono sudah mengetahui
informasi yang diperoleh Shogen, namun dijoyo
baru sekarang mendengarnya. Matanya membe-
lalak lebar, dan bulu-bulu di seluruh tubuhnya
berdiri tegak.
Shogen berkata dengan semangat meluap-luap.
"Selama beberapa hari terakhir. patih ronggolawe berada
di lojibenteng . Dua hari yang lalu, pada hari
ketujuh belas, dia tiba-tiba membawa centeng
berkekuatan dua puluh ribu orang dari sana, dan
terburu-buru menuju Ogaki, tempat ia mendirikan
perkemahan. Rasanya sudah jelas bahwa dengan
menghancurkan Yang Mulia nosferatu di padalarang
dengan sekali pukul, dia tak perlu cemas lagi
mengenai serangan dari belakang. Sudah bisa
diduga bahwa dia bertekad mengerahkan segenap
kekuatannya, menuju ke arah itu, dan bertempur
habis-habisan. Kabarnya. sebelum bertolak dari
lojibenteng . patih ronggolawe memerintahkan agar semua
sandera dari keluarga Yang Mulia nosferatu
dibunuh, jadi tak perlu diragukan bahwa bajingan
itu sudah membulatkan tekad. Dan masih ada lagi.
Kemarin barisan depannya menyulut kebakaran di
beberapa tempat dan sedang bersiap-siap
mengepung benteng kota padalarang ."
Hari yang kita tunggu-tunggu akhirnya tiba,
pikir dijoyo . la demikian gembira, sehingga
hampir menjilat-jilat bibir.
Pandangan yodono pun sama. Ini suatu
kesempatan emas yang takkan terulang lagi. namun
bagaimana mereka dapat memanfaatkannya sebaik-
baiknya?
Kesempatan kecil dalam suatu pertempuran
berjumlah puluhan ribu, namun kesempatan besar
yang akan menentukan nasib seseorang dengan
sekali pukul hanya datang satu kali. Kini akan
ketahuan, apakah dijoyo mampu melihat kesem-
patan seperti itu. Air liurnya nyaris meleleh saat
ia memikirkan berbagai kemungkinan, dan wajah
yodono tampak merah.
"Shogen." dijoyo akhirnya angkat bicara, "jika
kau ingin menawarkan strategi tertentu, jangan
segan-segan."
"Dengan segala hormat, hamba berpendapat
bahwa kesempatan ini seyogyanya tidak disia-
siakan. Kita harus menyerang kedua benteng kota
musuh di Gunung Iwasaki dan Gunung weru.
Kita bisa bekerja sama dengan Yang Mulia
nosferatu , meskipun padalarang jauh dari sini, dan kita
bertindak tak kalah cepat dari patih ronggolawe . Dan
secara bersamaan, sekutu-sekutu Ying Mulia dapat
menyerang dan menghancurkan benteng kota-benteng kota
patih ronggolawe ."
"Ah, itulah yang ingin kulakukan, namun berbicara
lebih mudah dibandingkan bertindak. Shogen. Musuh
bukannya tanpa prajurit, dan mereka juga sudah
membangun benteng kota-benteng kota, bukan?"
'Kalau formasi tempur patih ronggolawe dipelajari
dengan cermat. akan terlihat bahwa ada satu
lubang besar," balas Shogen. "Pertimbangkan ini.
Kedua benteng kota musuh di Iwasaki dan weru
terietak jauh dari perkemahan Yang Mulia, namun
Yang Mulia tetap menganggap keduanya sebagai
benteng kota utama. Nyatanya kedua benteng kota itu
jauh lebih rapuh dibandingkan benteng kota-benteng kota
yang lain. Ditambah lagi para komandan dan
prajurit yang menjaga benteng kota-benteng kota itu sama
sekali tak menyangka mereka akan diserang
musuh. Tampaknya persiapan mereka dilakukan
dengan teramat sembrono. Jika kita akan
melancarkan serangan mendadak, di sanalah tem-
patnya. Kecuali itu, kalau kita menghancurkan
pusat kekuatan musuh, benteng kota-benteng kota yang lain
akan jauh lebih mudah ditaklukkan."
dijoyo dan yodono sepenuhnya setuju dengan
rencana Shogen.
"Shogen sudah membaca tipu muslihat musuh."
kata dijoyo . "Ini rencana terbaik untuk
menghantam patih ronggolawe ."
Baru sekali ini Shogen dipuji begitu tinggi oleh
dijoyo . Selama beberapa hari ia kelihatan lesu
dan tak bersemangat, namun kini roman mukanya
mendadak berubah.
"Coba lihat ini." katanya sambil menggelar
sebuah peta. benteng kota-benteng kota di Dangi, Shinmei.
Gunung Iwasaki, dan Gunung weru terletak di
tepi timur Danau Yogo. Juga ada sejumlah benteng kota
dari daerah selatan jatiretno sampai Gunung
Tagami, rangkaian perkemahan yang membentang
menyusuri jalan raya ke provinsi-provinsi Utara,
dan beberapa posisi militer lainnya.
Semuanya tercantum dengan jelas, dan
topografi daerah itu berikut danau-danau,
gunung-gunung, dataran-dataran, dan lembah-
lembah di-gambarkan dengan teliti.
Yang tak mungkin kini menjadi mungkin.
patih ronggolawe menderita kerugian besar, pikir dijoyo
dengan gembira, sebab peta rahasia seperti itu
digelar di markas besar musuh sebelum pertempur-
an dimulai.
Hal itu saja membuat hati dijoyo berbunga-
bunga. Sambil mempelajari peta itu dengan
cermat, ia sekali lagi memuji Shogen.
"Ini hadiah yang tak terhitung nilanya, Shogen."
yodono, yang berdiri di sampingnya, juga
mengamati peta itu, namun tiba-tiba ia mengangkat
kepala dan berkata dengan tekad membara.
"Paman, rencana Shogen ini menyusup jauh ke
balik garis musuh dan merebut kedua benteng kota di
Iwasaki dan weru kuharap Paman berkenan
menugaskan aku sebagai pimpinan barisan depan!
Aku percaya serangan dengan tekad dan kecepatan
yang dibutuhkan hanya dapat dilakukan oleh aku
seorang."
"Hmm, tunggu dahulu ..."
dijoyo memejamkan mata dan merenung,
seakan-akan merasa gelisah khawatir sebab semangat
yang diperlihatkan oleh laki-laki yang lebih muda
itu. Sebaliknya, akibat hasrat bertempur yang
menggebu-gebu, yodono tak sabar menghadapi
kebimbangan pamannya.
"Apa lagi yang Paman tunggu? Tentunya Paman
takkan ragu-ragu memanfaatkan kesempatan ini.
bukan?"
"Apa? Kukira tidak."
"Kesempatan seperti ini takkan terulang lagi.
Sementara kita berdiri di sini, peluang ini
mungkin terlepas dari tangan kita." "Jangan
terburu-buru, yodono."
"Tidak. Semakin lama Paman berpikir, semakin
banyak waktu terbuang. Apakah Paman tak
sanggup mengambil keputusan pada saat
kemenangan gemilang sudah berada di depan mata?
Ah, mungkin si Iblis nyoto sudah termakan
usia."
"Bicaramu tak keruan. Masalahnya, kau masih
muda. Kau memiliki keberanian untuk bertempur,
namun masih kurang pengalaman dalam hal strategi."
"Kenapa Paman berkata begitu?" Wajah yodono
menjadi merah, namun dijoyo tidak terpancing. Ia
sudah mengikuti pertempuran yang tak terhitung
jumlahnya, dan tak mudah kehilangan kendali
diri.
"Coba renungkan sejenak, yodono. Tak ada yang
lebih berbahaya dibandingkan menyusup jauh ke balik
garis musuh. Patutkah kita mengambil risiko
sebesar itu? Bukankah kita sudah mencapai suatu
titik yang harus kita pikirkan matang-matang, agar
tak ada penyesalan di lalu hari?"
yodono tertawa keras-keras. namun di balik isyarat
bahwa kecemasan pamannya tak beralasan, jiwa
muda yodono juga menertawa kan kebimbangan
yang menyertai pertambah an usia.
Namun dijoyo tidak menegur kepribadian nya
yang terang-terangan tertawa mengejek. Sepertinya
ia justru senang melihat anak muda yang tak dapat
menahan diri itu. Ia senang melihat semangat
yodono berkobar-kobar.
yodono sudah hafal tabiat pamannya. Ia bisa
membaca perasaan laki-laki itu dengan mudah.
Kini ia mendesak lebih lanjut, "Memang benar aku
masih muda, namun aku sepenuhnya sadar bahwa
penyusupan ke balik barisan musuh tidak terlepas
dari bahaya. Dalam situasi ini, aku berpegang pada
strategi, dan takkan bertindak gegabah sebab
ingin mengharumkan namaku. Bahaya yang
mengancam justru merupakan tantangan bagiku."
dijoyo belum juga dapat memberikan
persetujuannya dengan sepenuh hati. Seperti
semula, ia kembali termenung-menung. yodono
berhenti memaksa-maksa pamannya, dan
mendadak berpaling pada Shogen.
"Mana peta tadi?"
Tanpa berdiri dari kursi, yodono menggelar peta
itu, mengusap-usap dagu dengan satu tangan, dan
tetap membisu. Hampir satu jam berlalu.
dijoyo sempat gelisah khawatir sewaktu kepribadian nya
berbicara dengan semangat menggelora, namun saat
melihat yodono mempelajari peta dengan tekun, ia
tiba-tiba merasa percaya akan kemampuan anak
muda itu.
"Baiklah." sesudah akhirnya mengambil
keputusan, ia berpaling dan berkata pada
kepribadian nya. "Jangan membuat kesalahan,
yodono. Aku memberikan perintah untuk
menyusup jauh ke balik garis musuh malam ini."
yodono mengangkat wajah, sekaligus berdiri dari
kursinya. Kegembiraannya nyaris tak terkendali,
dan ia membungkuk dengan teramat sopan. namun
sementara dijoyo mengagumi kepribadian nya yang
begitu gembira sebab ditunjuk sebagai pemimpin
barisan depan, ia juga tahu bahwa posisi itu
dapat membawa maut jika orang yang
bersangkutan melakukan kesalahan.
"Kutekankan sekali lagi, begitu kau berhasil
menghancurkan Iwasaki dan weru, kembalilah
secepat angin." "Baik. Paman."
"Kau tentu tahu bahwa kembali dengan selamat
sangat penting dalam peperangan, khususnya
dalam operasi penyusupan ke wilayah musuh.
Gagal kembali dengan selamat sama saja dengan
meninggalkan keranjang tanah terakhir sesudah
menggali sumur sedalam seratus depa. Pergilah
secepat angin, dan kembalilah dengan cara yang
sama.
" Aku paham."
sesudah keinginannya terwujud, yodono kini
bersikap patuh sepenuhnya. dijoyo segera
mengumpulkan resi -resi nya. saat malam
tiba, perintah-perintahnya sudah disampaikan ke
semua perkemahan, dan persiapan masing-masing
korps tampaknya sudah rampung.
Malam itu malam kesembilan belas Bulan
Keempat. centeng berkekuatan 9 belas
orang diam-diam meninggalkan perkemahan, tepat
pada penengahan kedua Jam Tikus. centeng
penyerang dibagi menjadi dua korps, masing-
masing dengan empat ribu orang. Mereka bergerak
menuruni gunung, ke arah Shiopatih minotoni, melintasi
Celah Tarumi. dan maju ke arah timur, di pesisir
barat Danau Yogo.
Dalam suatu manuver untuk mengalihkan
perhatian, kedua belas ribu orang yang merupakan
centeng utama dijoyo melewati jalur lain. Sambil
menyusuri jalan raya menuju provinsi-provinsi
Utara, mereka perlahan-lahan berpaling ke arah
tenggara. Manuver mereka bertujuan membantu
keberhasilan korps serangan mendadak yang
dipimpin mpu wiragajah yodono, sekaligus menyerbu
setiap gerakan dari benteng kota-benteng kota musuh.
Di antara korps-korps centeng utama, korps
nyoto Katsumasa yang berkekuatan 50000
orang menyusuri lereng sampai ke liura,
menyembunyi-kan panji-panji dan perlengkapan
tempur, dan diam-diam memantau gerakan-
gerakan musuh ke arah jatiretno .
madya brawirgo ditugaskan menjaga garis yang
membentang dari Shigendingan sampai ke Gunung
Dangi dan Gunung Shinmel.
nyoto dijoyo bertolak dari perkemahan
utama di Gunung Nakao dengan centeng
berkekuatan tujuh ribu orang, dan ia menyusuri
jalan raya ke provinsi-provinsi Utara, sampai ke
Kitsunezaka. centeng itu mengibarkan panji-panji
dan berbaris dengan bangga, guna memancing
kelima ribu prajurit Hidemasa di Gunung
Higashino dan membuat mereka tak berdaya.
Langit malam perlahan-lahan bertambah cerah
dengan datangnya fajar. Hari itu hari kedua puluh
Bulan Keempat pada penanggalan kamariah.
sangat dekat ke titik balik matahari, dan malam
berlalu dengan cepat.
Kira-kira pada saat itulah para resi barisan
depan mulai berkumpul di pesisir Danau Yogo. Di
belakang barisan depan berkekuatan empat ribu
orang, korps kedua segera menyusul. Itulah
centeng yang akan menyusup jauh ke balik garis
musuh, dan mpu wiragajah yodono berada di tengah-
tengahnya.
Kabul tebal membatasi jarak pandang.
Tiba-tiba cahaya berwarna pelangi muncul di
tengah danau, memberi isyarat pada orang-orang
bahwa sebentar lagi hari akan terang. namun mereka
nyaris tak dapat melihat ekor kuda di depan
mereka, dan jalan setapak yang membelah dataran
berumput masih diselubungi kegelapan.
Dengan kabut melayang-layang di antara panji-
panji, baju tempur, dan tombak, mereka semua
tampak seakan-akan berjalan di air.
Mereka dihantui perasaan yang menyesakkan
dada. Kabut dingin me-nempel pada alis dan bulu
hidung mereka.
Bunyi gemercik dan tawa dan senda gurau
terdengar dari tepi danau. Pengintai-pengintai dari
centeng penyerang segera tiarap dan merangkak
maju untuk menyelidiki siapa yang berada di
tengah-tengah kabut. Mereka melihat dua centeng adipati
dan sekitar sepuluh tukang kuda dari benteng kota di
Gunung Iwasaki; mereka baru saja masuk ke air
dangkal dan sedang memandikan kuda-kuda.
Para pengintai menunggu sampai centeng
barisan depan menyusul, lalu memberi isyarat
dengan lambaian tangan. lalu , sesudah percaya
bahwa musuh terkepung. mereka tiba-tiba
berteriak, "Tangkap mereka hidup-hidup!"
Disergap seperti itu, kedua centeng adipati dan para
tukang kuda langsung berlari menyusuri tepi
danau. "Musuh! centeng musuh!"
Enam atau lima orang berhasil lolos, namun yang
lainnya tertangkap.
"Hmm. Hmm, hasil buruan yang pertama.
Dengan kasar para prajurit nyoto menggiring
tawa nan-tawa nan itu ke hadapan komandan
mereka. betari jawi Hikozo, yang menginterogasi
mereka dari atas kudanya.
Sebuah pesan dikirim pada mpu wiragajah yodono.
menanyakan apa yang harus dilakukan dengan
para tawa nan. Balasan yodono memacu mereka
untuk bertindak cepat. "Jangan buang-buang waktu
dengan orang-orang itu. Bunuh mereka dan
lanjutkan perjalanan ke Gunung weru."
betari jawi Hikozo turun dari kuda, mencabut
pedang, dan memenggal kepala salah satu
tawa nan. lalu ia menyerukan perintah
kepada para anggota barisan depan, "Hei, nikmati
perayaan berdarah! Penggal kepala mereka sebagai
persembahan kepada Dewa Perang. Lalu
kumandangkan teriakan perang dan serbu benteng kota
di weru!"
Prajurit-prajurit di sekitar Hikozo nyaris
berkelahi sebab memperebutkan kesempatan
untuk memenggal para tukang kuda. Sambil
mengacung-acung-kan pedang berdarah, mereka
mempersembahkan nyawa para tawa nan, dan
seruan mereka disambut oleh seluruh centeng .
Gelombang baju tempur membelah kabut pagi,
setiap orang berusaha mendahului yang lain. Kuda-
kuda bermandikan keringat, saling berpacu dalam
usaha merebut tempat pertama, dan korps demi
korps mendesak maju.
Letusan senjata sudah mulai menggema,
tombak dan pedang panjang tampak berkilauan
dalam cahaya pagi, dan sebuah bunyi aneh
terdengar dari arah pagar pertahanan pertama di
Gunung weru.
Betapa hebatnya bualan mimpi malam musim
panas yang singkat! Lereng-lereng Gunung weru,
yang dipertahankan oleh Nakagkertoarjo Sebei, dan
Gunung Iwasaki, yang diamankan oleh Takayama
brojolijo pusat pertahanan patih ronggolawe diselubungi
kabut dan keheningan, seakan-akan belum ada
yang menyadari gelombang manusia yang akan
menerjang.
Pembangunan benteng kota di Gunung weru
dilaksanakan secara cepat dan sederhana.
Nakagkertoarjo Sebei tidur di sebuah pondok, di
sebelah pagar pertahanan di tengah lereng.
Dalam keadaan setengah terjaga, ia tiba-tiba
mengangkat kepala dan bergumam. "Apa yang
terjadi?"
Di ambang antara mimpi dan kenyataan, tanpa
tahu sebabnya ia mendadak bangkit dan
mengenakan baju tempur yang sudah diletakkan di
samping tempat tidurnya.
saat ia hampir selesai, seseorang mengetuk
pintu pondok, lalu rupanya mendorong-dorongnya
dengan bahu.
Pintu itu roboh ke dalam, dan tiga atau empat
pengikut jatuh terguling-guling.
"Orang-orang nyoto !" seru mereka. "Tenang
dahulu !" ia menegur mereka.
Para tukang kuda yang selamat memberikan
laporan membingungkan, sehingga Sebei tak dapat
memastikan di mana musuh berhasil menerobos
pagar pertahanan dan siapa yang memimpin
mereka.
"Menyusup sejauh ini sungguh luar biasa,
bahkan bagi musuh yang paling berani pun.
Orang-orang itu takkan mudah dihalau. Aku tidak
tahu siapa pemimpin mereka, namun kurasa dari
semua komandan centeng nyoto , mpu wiragajah
yodono-lah orangnya."
Sebei segera memahami situasi, dan seluruh
tubuhnya gemetar. Sulit untuk menyangkal bahwa
orang itu musuh yang tangguh, ia berkata dalam
hati. namun bertawa nan dengan perasaan itu, sebuah
kekuatan lain muncul dalam dirinya, dan ia segera
pulih kembali.
Sambil menyambar tombak ia berseru. "Mari
bertempur"
Tembakan sporadis terdengar di kejauhan, dari
kaki gunung. lalu letusan-letusan mendadak
lebih dekat, di sebuah daerah berhutan di lereng
tenggara.
"Mereka lewat jalan pintas."
sebab kabut tebal, panji-panji musuh tidak
kelihatan jelas, dan ini membuat centeng
Nakagkertoarjo semakin bingung.
Sebei berseru sekali lagi. Suaranya bergema di
keheningan malam.
Korps Nakagkertoarjo yang mempertahankan
gunung itu terdiri atas seribu orang, dan mereka
dibangunkan oleh serangan yang sudah sampai di
depan mata. Mereka benar-benar tidak siap
menghadapi serangan mendadak seperti itu.
Setahu mereka. posisi utama centeng nyoto
berada jauh dari tempat mereka sebuah anggapan
yang membuat mereka gegabah. Musuh takkan
menyerang tempat seperti itu! namun sebelum
sempat menyadari kekeliruan mereka, musuh sudah
menerjang bagaikan badai.
Sebei mengetak-entakkan kaki dan mencela
anak buahnya atas kelalaian mereka. Satu per satu
para perwira menemukannya, entah sebab
melihat panji komandan atau sebab mengenali
suaranya, dan mereka ditambah para prajurit terburu-
buru mengelilinginya dan membentuk susunan
tempur.
"yodono-kah yang memimpin mereka?"
"Ya, tuanku." seorang pengikut menjawab .
"Seberapa besar kekuatannya?" Sebei
melanjutkan.
"Kurang dari sepuluh ribu orang."
"Satu atau dua baris?"
"Kelihatannya ada dua centeng . yodono
menyerang dari Niwatonsukorejo
, dan betari jawi Hikozo
melewati jalan setapak dari Gunung Onoji."
Dengan mengumpulkan semua prajurit pun
benteng kota itu dipenahankan oleh tak lebih dari
seribu orang. centeng penyerang dilaporkan
berkekuatan hampir sepuluh ribu orang.
Baik jalan-jalan pintas maupun gerbang-gerbang
di kaki gunung tidak memadai Semuanya segera
tahu bahwa hanya masa