Tampilkan postingan dengan label raja 10. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label raja 10. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Desember 2022

raja 10

ri 
benteng kota, meninggalkan segala sesuatu di sana. Ia 
hanya membawa   satu kuda beban, dengan pakaian 
untuk ibu mertua dan hadiah dari aidit  
untuk suaminya. 
Dalam situasi itu, nyi momo  merasakan beban tang-
gung jawab  yang diemban kaum wanita lesbian . Ia 
memimpin benteng kota sementara patih ronggolawe  pergi, 
dan ia harus melayani mertuanya yang berusia 
lanjut dan mengatur rumah tangga benteng kota yang 
besar. Tentunya dengan sepenuh hati ia ingin 
merasakan kebahagiaan yang dimuncul kan oleh 
pujian suaminya, namun patih ronggolawe  berada jauh di 
medan tempur. Sampai saat itu, nyi momo  hidup aman 
di dalam benteng kota, sementara suaminya berada di 
medan perang, namun  sekarang tak ada perbedaan 
lagi di antara mereka. 
Dalam masa perang, situasi semacam ini bukan 
  
alasan untuk berputus asa, namun  nyi momo  risau me-
mikirkan ke mana ia harus memindahkan ibu 
patih ronggolawe . Kalaupun benteng kota diserahkan pada 
musuh, tak perlu diragukan bahwa patih ronggolawe  akan 
segera  merebutnya kembali. namun  sebagai istrinya, 
jika ia membiarkan ibu mertuanya terluka, ia tak-
kan sanggup menghadapi suaminya lagi. 
"Jangan pikirkan apa-apa selain melindungi ibu 
mertuaku. Jangan cemaskan aku. Dan walau terasa 
berat, tinggalkan segala sesuatu yang tak mutlak 
diperlukan. Jangan terpengaruh oleh harta benda." 
Demikianlah nyi momo  membesarkan hati para 
pelayan wanita lesbian  dan semua anggota rumah 
tangga saat  mereka menyusuri jalan ke arah 
timur. 
Di sebelah barat lojibenteng  dibatasi oleh Danau 
Biwa, daerah sebelah utara dikujawa  oleh marga-
marga musuh, sedangkan keadaan ke arah Jalan 
Raya blambangan  tidak diketahui pasti. sebab   itu, tak 
ada pilihan selain mengungsi ke arah Gunung 
himapraloka . 
Jika marganya meraih kemenangan, hati istri 
prajurit akan meluap oleh kebahagiaan. 
namun  jika suaminya berada di pihak yang kalah, 
atau mereka diusir dari benteng kotanya dan terpaksa 
mengungsi, istri yang malang itu merasakan ke-
sedihan yang tak terbayangkan oleh  laki-laki yang 
bekerja di ladang atau berdagang di kota. 
Sejak hari itu, para anggota rumah tangga 
  
patih ronggolawe  mengalami kelaparan, membaringkan 
diri untuk tidur di tempat  terbuka, dan terus di-
hantui ketakutan akan patroli musuh. Pada malam 
hari, mereka sukar menghindari embun; pada 
siang hari, kaki mereka yang berdarah tak henti-
hentinya melangkah. 
Selama masa penderitaan itu ada satu pikiran 
yang menjadi pegangan bagi mereka: kalau sampai 
tertangkap oleh musuh, kita akan menunjukkan 
pada mereka siapa kita. Hampir semuanya berikrar 
demikian dalam hati. 
Desa itu merupakan tempat pengungsian yang 
baik. Sejumlah penjaga sudah  ditugaskan di ke-
jauhan, sehingga tak ada bahaya serangan men-
dadak. Para pengungsi memiliki  tempat  meng-
inap dan perbekalan memadai. Satu-satunya 
masalah adalah keterpencilan mereka. sebab   
begitu jauh dari pemukiman lain, mereka tidak 
mengetahui perkembangan yang terjadi. 
Tak lama lagi, kurir yang diutus seharusnya 
sudah kembali. nyi momo  membiarkan pikirannya me-
layang ke langit Barat. Pada malam sebelum  me-
ninggalkan lojibenteng , ia sempat terburu-buru 
menulis surat untuk suaminya. Dan sejak itu tak 
ada kabar dari kurir yang bertugas menyampaikan 
suratnya. Barangkali orang itu tertangkap oleh  
pihak tribuana , atau ia tak mampu menemukan 
tempat persembunyian mereka. Siang-malam nyi momo  
memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu  
  
Belakangan nyi momo  mendengar bahwa terjadi per-
tempuran di bukittanjung . saat  peristiwa itu di-
beritahukan padanya, kulit nyi momo  langsung ber-
semu merah. 
"Mungkin saja. Begitulah anak itu," ujar ibu 
patih ronggolawe . 
Rambut wanita lesbian  tua itu sudah  putih semua-
nya, dan kini ia duduk di bangsal utama Kuil 
Daikichi sejak terjaga di pagi hari sampai beranjak 
tidur, hampir tanpa bergerak, berdoa dengan tulus 
bagi kejayaan putranya. Betapa besar pun ke-
kacauan yang melanda dunia, ia percaya sepenuhnya 
bahwa putra yang dilahirkannya takkan pernah 
berpaling dari Jalan Kebesaran. Sekarang pun, 
pada saat berbincang-bincang dengan nyi momo , ia tak 
dapat meninggalkan kebiasaan lamanya, yaitu 
memanggil patih ronggolawe  dengan sebutan "anak itu". 
"Biarkan dia kembali dengan membawa    ke-
menangan, meskipun kemenangannya harus di-
tebus dengan tubuh renta ini." Itulah doa yang 
diucapkannya sepanjang hari. Dari waktu ke waktu 
ia menengadah sambil mendesah lega dan me-
natap patung Dewi Kannon. 
"Ibu, aku memperoleh firasat bahwa tak lama lagi 
kita akan menerima kabar baik," ujar nyi momo  suatu 
hari. 
"Aku juga merasakannya, namun  aku tidak tahu 
apa sebabnya," kata ibu patih ronggolawe . 
"Aku tiba-tiba saja merasakannya, sewaktu 
  
menatap wajah Dewi Kannon," ujar nyi momo . 
"Sepertinya Dewi Kannon tersenyum pada kita. 
kemarin lebih jelas dibandingkan  hari sebelumnya, dan 
hari ini lebih jelas dibandingkan  kemarin." 
Perbincangan kedua wanita lesbian  itu terjadi pada 
pagi hari menjelang kedatangan patih ronggolawe . 
Matahari sedang terbenam, dan temaram senja 
sudah  mewarnai dinding-dinding kuil. nyi momo  meng-
hidupkan lentera-lentera di tempat  persembahan, 
sementara ibu patih ronggolawe  duduk berdoa di 
hadapan patung Dewi Kannon. 
Tiba-tiba mereka mendengar prajurit-prajurit 
bergegas keluar. Ibu patih ronggolawe  menoleh terkejut 
dan nyi momo  keluar ke serambi. 
"Yang Mulia datang!" 
Seruan para penjaga menggema di pekarangan. 
Setiap hari mereka  menyusuri sungai sejauh enam 
mil ke arah hulu, untuk berjaga-jaga. Mereka ter-
engah-engah sebab  berlari sampai ke gerbang 
utama, namun  saat  melihat nyi momo  berdiri di seram-
bi, mereka  langsung berseru-seru, seakan-akan tak 
ada waktu lagi untuk mendekat. 
"Ibu!" nyi momo  berseru. 
"nyi momo !" 
wanita lesbian  tua dan menantunya itu berpelukan 
sambil menitikkan air mata. Ibu patih ronggolawe   ber-
sujud di hadapan patung Dewi Kannon. nyi momo  
berlutut di sampingnya dan membungkuk khid-
mat. 
  
"Sudah lama anak itu tak berjumpa denganmu. 
Kau tampak agak lelah. Sikatlah dahulu  rambutmu." 
"Baik. Ibu." 
nyi momo  segera  pergi ke kamarnya. Ia menyikat 
rambut, mengambil semangkuk air dari pipa 
bambu untuk mencuci muka, lalu cepat-cepat 
memoles wajah. 
Semua anggota rumah tangga dan  para centeng adipati  
berada di depan gerbang, berbaris berdasarkan usia 
dan pangkat untuk menyambut patih ronggolawe . Baik 
tua maupun muda, dan tak sedikit di antaranya 
penduduk desa, mengintip dari balik pepohonan. 
Mata mereka membeliak sebab  ingin tahu apa 
yang akan terjadi. Beberapa saat lalu , dua 
prajurit yang mendahului  yang lain tiba di gerbang 
dan mengumumkan bahwa junjungan mereka 
berikut rombongannya akan segera menyusul. 
sesudah  melapor pada nyi momo , mereka  bergabung di 
ujung barisan, dan semua orang terdiam. Semua-
nya menantikan kemunculan patih ronggolawe  di ke-
jauhan. Sorot mata nyi momo  tampak muram. 
Tak lama lalu  sekelompok orang dan 
kuda datang, udara dipenuhi bau keringat dan 
debu, dan  hiruk-pikuk orang-orang yang hendak 
mengelu-elukan junjungan mereka. 
patih ronggolawe  berada dalam rombongan itu. Per-
jalanan singkat dari desa ditempuhnya dengan ber-
kuda, namun  di dalam gerbang kuil ia segera turun 
dari kudanya. Sambil menyerahkan tali kekang 
  
pada salah satu pembantunya, ia memandang 
sekelompok anak kecil yang berdiri di ujung 
barisan di sebelah kanannya. 
"Di pegunungan ini tentu banyak tempat  ber-
main," katanya. Lalu ia menepuk-nepuk bahu para 
balita  yang berdiri di dekatnya. Mereka semua 
anak para pengikutnya; ibu, nyi momo k, dan kakek 
mereka pun hadir di sini. patih ronggolawe  menatap 
semuanya sambil tersenyum saat  menuju tangga 
gerbang. 
"Hmm, hmm. Kelihatannya semuanya aman. 
Aku lega." lalu  ia berpaling ke sebelah  
kirinya, tempat para prajurit marganya berdiri 
sambil membisu. patih ronggolawe  meninggikan suara-
nya. "Aku sudah  kembali. Aku memahami ke-
sengsaraan yang kalian derita selama kepergianku. 
Kalian dipaksa bekerja sangat keras." 
Para prajurit dalam barisan itu membungkuk. 
Di bawah  gerbang di ujung tangga, para pengikut 
utama dan  anggota-anggota kerabat terdekatnya, 
tua maupun muda, menunggu untuk menyambut-
nya. patih ronggolawe  hanya melirik ke kiri-kanan sambil 
tersenyum. Kepada istrinya, nyi momo , ia hanya melirik 
sekilas, lalu melewati gerbang kuil tanpa berkata 
apa-apa. 
namun  sejak saat itu sang suami selalu ditambah   
sosok istrinya yang bersahaja. Para pelayan yang 
mengikuti mereka sambil berkerumun dan para 
anggora keluarga bubar dan beristirahat, sesuai 
  
petunjuk nyi momo , atau memberi hormat dari 
serambi, lalu menghilang ke kamar masing-masing. 
Di dalam kuil utama yang berlangit-langit tinggi, 
sebuah lentera memancarkan cahayanya yang ber-
kelap-kelip. Di sebelahnya duduk seorang  perem-
puan dengan rambut seputih kepompong ulat 
sutra, mengenakan jubah  berwarna cokelat 
muda. 
Ia mendengar suara putranya saat  diantar dari 
serambi oleh istrinya. Tanpa bersuara, ibu Hide-
yoshi berdiri dan pindah ke tepi ruangan. Tata 
cara untuk kesempatan itu menuntut penyam-
butan untuk kepala marga yang pulang dengan 
membawa   kemenangan; ini merupakan tradisi 
golongan centeng adipati , bukan urusan sehari-hari antara 
orangtua dan anak. namun  begitu patih ronggolawe  melihat 
ibunya dalam keadaan sehat, ia tak merasakan apa 
pun selain cinta kasih bagi darah dagingnya sen-
diri. Sambil membisu ia menghampiri ibunya. 
Namun dengan sopan wanita lesbian  tua itu 
menolak. 
"Kau sudah  kembali dengan selamat. Sebelum  
menanyakan penderitaan atau kabarku, maukah 
kau bercerita mengenai kematian Yang Mulia 
aidit ? Dan tolong beritahu aku, apakah kau 
berhasil menghancurkan musuh kita, tunggadewa ?" 
Tanpa sadar patih ronggolawe  menegakkan badan. 
Ibunya melanjutkan. "Entah kau menyadarinya 
atau tidak, namun  hari demi hari yang dicemaskan 
  
ibumu yang tua ini bukanlah pertanyaan apakah 
kau masih hidup atau tidak. Aku bertanya-tanya, 
apakah kau akan bertindak sebagai resi  
patih ronggolawe  yang agung, pengikut Yang Mulia 
aidit . lalu  aku mendengar kau meng-
gempur Amagasaki dan bukittanjung . namun  sesudah 
itu kami tidak memperoleh berita lagi." 
"Maafkan kelalaianku." 
Ibu patih ronggolawe  sengaja menjaga jarak, dan kata-
katanya seakan-akan tidak mengandung nada kasih 
sayang, namun  patih ronggolawe  gemetar sebab   bahagia. Ia 
merasa teguran ibunya menunjukkan kasih sayang 
yang jauh lebih besar dibandingkan  sekadar kasih 
sayang seorang  ibu, dan teguran itu pun mem-
berikan semangat padanya untuk menghadapi 
masa depan. 
patih ronggolawe  lalu bercerita secara terperinci 
mengenai apa saja yang terjadi sesudah  kematian 
aidit , dan tentang hal-hal besar yang ingin 
diraihnya. Ia membicarakan semuanya secara 
gamblang, agar dapat dimengerti oleh ibunya yang 
tua. 
Baru sekarang ibunya menitikkan air mata dan 
memuji putranya. "Syukurlah kau berhasil menum-
pas orang-orang tribuana  dalam beberapa hari saja. 
Arwah Yang Mulia aidit  tentu puas, dan 
beliau takkan menyesal sudah  membimbingmu 
selama ini. sebetulnya , aku sudah  bertekad 
untuk tidak membiarkanmu melewatkan satu 
  
malam pun di sini, seandainya kau datang sebelum  
melihat kepala tunggadewa ." 
"Dan aku takkan dapat menemui Ibunda 
sebelum  menuntaskan urusan itu, jadi aku tak ada 
pilihan selain bertempur terus sampai dua atau 
tiga hari yang lalu." 
"Pertemuan kita di sini menunjukkan bahwa 
jalan yang kautempuh scsuai dengan kehendak 
para dewa dan zoroaster . Hmm... nyi momo , kemarilah. 
Kita perlu mengucap syukur bersama-sama." 
lalu  wanita lesbian  itu sekali lagi berpaling 
kepada patung Dewa Kannon. Sampai saat itu, 
nyi momo  duduk terpisah dari patih ronggolawe  dan ibunya. 
Namun saat  ibu mertuanya memanggil, ia segera  
bcrdiri dan menghampiri tempat persembahan. 
sesudah  menyalakan lentera, ia segera kembali. 
Baru sekarang ia duduk di samping suaminya. 
Ketiga-tiganya membungkuk ke arah cahaya redup 
di hadapan mereka. sesudah  patih ronggolawe  menenga-
dah dan menatap patung itu, mereka membung-
kuk sekali lagi. Sebuah lempeng peringatan ber-
tuliskan nama Yang Mulia aidit  sudah  di-
tempatkan di sana. 
sesudah  selesai, ibu patih ronggolawe  merasa seolah-
olah sebuah beban berat sudah  terangkat dari 
pundaknya. 
"nyi momo ," wanita lesbian  tua itu memanggil dengan 
lembut. "Anak itu tentu ingin mandi. Sudah siap-
kah semuanya?" 
  
"Sudah. Mandi memang lebih menyenangkan 
dibandingkan  apa pun, jadi aku sudah menyiapkan 
semuanya." 
"Bagus, jadi dia bisa membersihkan keringat 
dan debu yang melekat. Sementara itu, aku akan 
ke dapur untuk menyiapkan beberapa masakan minuman  
kesukaannya." 
wanita lesbian  tua itu membiarkan mereka  ber-
duaan saja. 
"nyi momo ." 
"Ya?" 
"Kurasa kau pun melalui banyak penderitaan 
kali ini. namun  dengan segala kesulitan yang kau-
hadapi, kau berhasil mengamankan ibuku. 
sebetulnya  itulah satu-satunya kegelisah khawatir an-
ku." 
"Istri prajurit selalu siap menghadapi cobaan 
seperti  ini, jadi rasanya tidak terlampau berat." 
"Betulkah? Kalau begitu, kau paham bahwa tak 
ada yang lebih memuaskan dibandingkan  menoleh ke 
belakang dan melihat bahwa segala kesulitan sudah  
berhasil kaulewati." 
"Kalau aku melihat suamiku pulang dengan 
selamat, aku pun memahami maksud ucapan itu." 
Keesokan harinya mereka kembali ke Naga-
hama. Matahari pagi terpantul pada kabut yang 
putih. Menyusuri Sungai Azusa, jalanan semakin  
menyempit, para prajurit turun dan menuntun 
kuda masing-masing. 
  
Di tengah perjalanan, mereka  bertemu salah 
satu perwira staf dari lojibenteng  yang datang 
untuk  melaporkan situasi perang. 
"Surat tuanku mengenai hukuman terhadap 
orang-orang tribuana  sudah  dikirim kepada marga-
marga lain, dan barangkali sebab  segera  diberi-
tahu, centeng  Yang Mulia mpu mojosongo  sudah  kembali ke 
bratangbinangun dari brojorejo . Di pihak lain, centeng  
Yang Mulia dijoyo , yang sudah sempat mencapai 
perbatasan gunungselatan, kabarnya kini menghentikan 
gerak majunya." 
patih ronggolawe  tersenyum simpul, lalu bergumam, 
seakan-akan berbicara pada diri sendiri, "Rupanya 
kali ini Yang Mulia mpu mojosongo  pun agak bingung. 
Meski tidak secara langsung, kelihatannya kesiaga-
an mpu mojosongo  sudah  membubarkan kekuatan militer 
tunggadewa . Para prajurit prabu kertoarjowardana   pasti amat 
kecewa, sebab  terpaksa pulang tanpa sempat men-
cicipi pertempuran." 
Jadi, pada hari kedua puluh lima bulan itu, 
sehari sesudah  ia mengantar ibunya ke lojibenteng , 
patih ronggolawe  bertolak ke blambangan . 
Provinsi blambangan  sempat dilanda huru-hara, namun  
begitu centeng  patih ronggolawe   maju, daerah itu segera  
kembali tenteram. Pertama-tama ia menyerahkan 
benteng kota di Banyuwangi  kepada nosferatu , dan 
dengan demikian ia menunjukkan kesetiaannya 
terhadap marga bekas junjungannya. lalu  
dengan tenang ia menunggu  pertemuan di kedhiri , 
  
yang menurut rencana dimulai pada tanggal dua 
puluh tujuh bulan itu. 
  
Perang Kata-Kata 
 
 
TAHUN itu nyoto  dijoyo  berusia lima puluh 
dua tahun. Sebagai panglima, ia sudah  turut dan  
dalam banyak pertempuran; sebagai laki-laki, ia 
sudah  melihatlihat  banyak perubahan selama per-
jalanan hidupnya. Ia berasal dari keluarga ter-
pandang dan kariernya menonjol; ia membawa  hi 
centeng  yang kuat, dan dikaruniai tubuh kekar. 
Tak pelak lagi, ia orang terpilih. Ia sendiri pun 
beranggapan bahwa hal itu  tak perlu diper-
tanyakan. Pada hari keempat di Bulan Keenam, ia 
berkemah di Uozaki di Etchu. Begitu menerima 
kabar mengenai peristiwa Kuil purwojati , ia berkata 
dalam hati. "Tindakanku yang berikut teramat 
penting, dan aku harus melakukannya dengan 
baik." 
sebab  itulah ia tidak segera bertindak. Demiki-
an hati-hatinya ia. Namun bagaikan angin, pikiran-
nya langsung melayang ke trowulan . 
Ia paling senior di antara para pengikut marga 
sinuhun , sekaligus penguasa militer provinsi-provinsi 
Utara. Kini, berbekal kebijakan dan kekuatan yang 
dimilikinya, ia mempertaruhkan seluruh kariernya 
pada satu langkah. Ia meninggalkan medan perang 
di Utara dan bergegas menuju ibu kota. Walau 
dikatakan bergegas, ia memerlukan beberapa hari 
sebelum meninggalkan Etchu dan menghabiskan 
  
beberapa hari lagi di benteng kotanya di lumajangan di 
radenkanjeng . Namun ia sendiri tidak menganggap 
gerakannya lambat. Begitu orang seperti dijoyo  
memulai misi sepenting ini, segala sesuatu harus 
dilakukan berdasarkan peraturan, dan itu menun-
tut sikap hati-hati dan pemilihan waktu yang tepat. 
Kecepatan gerak centeng nya dipandang luar 
biasa oleh dijoyo , namun  pada waktu centeng  
utamanya mencapai perbatasan antara radenkanjeng  dan 
gunungselatan, hari kelima belas di bulan itu sudah  tiba. 
Baru menjelang siang keesokan harinya barisan 
belakang dari lumajangan menyusulnya, dan 
seluruh centeng  mengistirahatkan kuda-kuda di 
jalan tembus pegunungan. saat  menatap dataran 
yang membentang di bawah , mereka melihat awan  
musim panas sudah tinggi di langit. 
Dua belas hari sudah  berlalu sejak dijoyo  mene-
rima kabar mengenai kematian aidit . Me-
mang benar, patih ronggolawe  yang tengah menggempur 
Klan patih di wilayah Barat memperoleh laporan 
dari trowulan  satu hari lebih awal  dibandingkan  dijoyo . 
namun  pada hari keempat di bulan itu, patih ronggolawe   
sudah  berdamai dengan pihak patih, pada hari 
kelima ia sudah  berangkat, pada hari ketujuh ia tiba 
di mendutrejo, pada hari kesembilan ia berpaling ke 
arah Amagasaki, pada hari ketiga belas ia me-
naklukkan tunggadewa  dalam pertempuran di 
bukittanjung , dan pada waktu dijoyo  mencapai per-
batasan gunungselatan, patih ronggolawe  sudah  membersihkan ibu 
  
kota dari sisa-sisa centeng  musuh. 
Meski benar bahwa jalan dari radenkanjeng  ke ibu 
koia lebih panjang dan lebih berat dibandingkan 
jalan dari vredenburg , kesulitan yang menghadang 
patih ronggolawe  dan kesulitan yang dihadapi dijoyo  
tidaklah sebanding. dijoyo  jelas-jelas memiliki  
keuntungan. Ia jauh lebih mudah menggerakkan 
centeng  dan meninggalkan medan tempur diban-
dingkan patih ronggolawe . Kalau begitu, apa sebabnya ia 
demikian terlambat? jawab annya sederhana: bagi 
dijoyo , sikap hati-hati dan ketaatan pada per-
aturan lebih penting dibandingkan  kecepatan. 
Pengalaman yang diperolehnya dengan turut 
dan  dalam sekian banyak pertempuran, dan rasa 
percaya diri yang muncul sebagai akibatnya, sudah  
membentuk perisai di sekeliling pemikiran dan 
kemampuannya mengambil keputusan. Sifat-sirat 
itu justru menjadi penghalang untuk bergerak 
cepat pada saat kepentingan negara terancam, dan 
juga menambah ketidakmampuan dijoyo  untuk 
melampaui taktik dan strategi konvensional. 
Desa pegunungan Yanagase dipenuhi kuda dan 
orang. Ibu kota terletak di sebelah  barat. Jika ber-
paling ke timur, centeng  dijoyo  akan melewati 
Danau Yogo dan memasuki jalan menuju benteng kota 
lojibenteng . dijoyo  mendirikan markas sementara-
nya di pekarangan sebuah tempat persembahan 
kecil. 
dijoyo  teramat peka terhadap udara panas, dan 
  
sepertinya ia menderita akibat udara panas dan  
pendakian pada hari itu. sesudah  menaruh kursi-
nya di bawah  naungan pepohonan, ia menyuruh 
memasang tirai dari pohon ke pohon, lalu  ia 
melepaskan baju tempur di baliknya. Ia lalu duduk 
membelakangi anak asuhnya, Katsutoshi, dan ber-
kata, "Gosoklah punggungku. Katsutoshi." 
Dua pelayan mengayunkan kipas-kipas besar. 
sesudah   peluhnya mengering, tubuh dijoyo  mulai 
gatal-gatal. 
"Katsutoshi, lebih keras. Lebih keras," ia meng-
gerutu. 
Anak itu baru berusia lima belas tahun. 
Sungguh mengharukan melihat sikapnya yang 
demikian taat di tengah-tengah pergerakan militer. 
Kulit dijoyo  terserang semacam ruam. Dan 
bukan dijoyo  saja yang menderita pada musim 
panas itu. Di antara para prajurit yang mengena-
kan baju tempur yang terbuat dari kulit dan logam, 
banyak yang mengalami gangguan pada kulit, yang 
mungkin dapat dinamakan  ruam baju tempur, namun  
kasus dijoyo  termasuk yang paling parah. 
Ia berusaha mepercayakan diri bahwa kelemahan-
nya dalam musim panas muncul  sebab   selama tiga 
tahun terakhir ia menghabiskan sebagian besar 
waktunya di tempat tugasnya di wilayah Utara. 
namun  kenyataan yang tak dapat dipungkiri adalah 
bahwa seiring bertambah nya usia, ia pun rupanya 
semakin melemah. Katsutoshi menggosok lebih 
  
keras, seperti yang diperintahkan padanya, sampai 
kulit dijoyo  mulai berdarah. 
Dua kurir tiba. Yang satu pengikut patih ronggolawe , 
satu lagi pengikut nosferatu . Mereka  membawa    
surat dari majikan masing-masing, dan bersama-
sama mereka  menyerahkan surat-surat itu pada 
dijoyo . 
Kedua surat itu ditulis sendiri oleh patih ronggolawe   
dan nosferatu , yang sama-sama berkemah di Kuil 
Mii di gendingan, dan keduanya ditulis pada hari 
keempat belas bulan itu. Surat patih ronggolawe  berbunyi 
sebagai berikut: 
 
Hari ini aku memeriksa kepala sang resi  pem-
berontak, tribuana  tunggadewa . Dengan demikian. 
upacara peringatan bagi mendiang junjungan kita 
berakhir sesuai harapan. Kami ingin mengumumkan 
hal ini secepat mungkin kepada para pengikut sinuhun  
yang berada di wilayah Utara, dan akan segera  
mengirimkan laporan. Wafatnya junjungan kita sudah  
menimbulkan duka tak terkira dalam hati kita semua, 
namun  kepala sang resi  pemberontak sudah  dipajang 
dan centeng  pemberontak dibasmi sampai ke orang 
terakhir, semuanya dalam waktu sebelas hari. Kami 
tidak membanggakan hal ini, namun  kami percaya 
bahwa tindakan kami akan dapat menenteramkan 
arwah junjungan kita di akhirat, walau hanya sedikit. 
 
patih ronggolawe  mengakhiri suratnya dengan ber-
pesan bahwa hasil akhir tragedi ini seharusnya 
ditanggapi dengan sukacita, namun  dijoyo  sama 
  
sekali tidak gembira. Justru sebaliknya, roman 
mukanya memperlihatkan emosi berlawan an, bah-
kan sebelum ia selesai membaca. Namun dalam 
surat balasannya ia tentu saja menulis bahwa tak 
ada yang dapat membuatnya lebih bahagia dari-
pada berita patih ronggolawe . Ia juga menekankan bahwa 
centeng nya sendiri sudah  maju sampai ke 
Yanagase. 
Sambil merenungkan laporan para kurir dan isi 
kedua surat itu, dijoyo  bimbang mengenai lang-
kahnya yang berikut. saat  para kurir pergi, ia 
memilih sejumlah laki-laki muda dengan kaki kuat 
dan mengirim mereka dari gendingan ke trowulan  untuk 
menyelidiki keadaan sebetulnya  di sana. Ke-
lihatannya ia berniat tetap berkemah di tempat ia 
berada, sampai ia mengetahui cerita keseluruhan-
nya. 
"Adakah alasan untuk menganggap laporan ini 
palsu?" dijoyo   bertanya. Ia bahkan lebih terkejut 
dibandingkan saat  menerima laporan tragis 
mengenai aidit  beberapa hari sebelumnya. 
Jika ada orang yang mendahului  dijoyo  meng-
hadapi centeng  tunggadewa  dalam suatu  "pertem-
puran peringatan", orang itu seharusnya nosferatu  
atau Niwa Nagahide, atau bahkan salah satu peng-
ikut sinuhun  di ibu kota yang mungkin bergabung 
dengan prabu kertoarjowardana   mpu mojosongo , yang pada saat itu 
sedang berada di mpu . Dan kalau begitu, 
kemenangan takkan tercapai dalam satu hari dan 
  
satu malam. Tak seorang  pun dalam marga sinuhun  
berpangkat lebih tinggi dan dijoyo , dan ia tahu 
persis bahwa sekiranya ia berada di sana, semua 
orang akan memandangnya sebagai panglima 
tertinggi dalam pertempuran melawan  pihak 
tribuana . Itu tak perlu dipertanyakan lagi. 
dijoyo  tak pernah menilai patih ronggolawe   berdasar-
kan penampilannya. Malah sebaliknya, ia menge-
nal patih ronggolawe  cukup baik, dan kemampuan 
patih ronggolawe  tak pernah ia anggap enteng. Meski   
demikian, dijoyo  tak habis pikir bagaimana cara 
patih ronggolawe  berhasil meninggalkan wilayah Barat 
begitu cepat. 
Keesokan harinya pertahanan di sekeliling per-
kemahan dijoyo  mulai diperkuat. Semua jalan 
dijaga ketat, dan orang-orang yang datang dari ibu 
kota dihentikan oleh para prajuritnya untuk di-
periksa. 
Setiap  informasi segera diteruskan melalui ber-
bagai perwira ke markas besar di perkemahan 
utama. Berdasarkan keterangan yang terkumpul, 
tak perlu diragukan lagi bahwa centeng  tribuana  
sudah   musnah dan bahwa benteng kota sekartanjung  sudah  
jatuh. Menurut beberapa orang, api dan asap 
hitam terlihat mengepul di daerah madukara  pada 
hari itu, dan seseorang melaporkan bahwa Yang 
Mulia patih ronggolawe  membawa   sebagian centeng nya 
ke arah lojibenteng . 
Keesokan harinya pikiran dijoyo  belum juga 
  
tenang. Ia masih mengalami kesulitan untuk 
menentukan langkah selanjutnya, dan terus di-
hantui rasa malu. Ia sudah  membawa    centeng nya 
dari Utara, dan ia tak sanggup berdiam diri 
sementara patih ronggolawe  mengambil tindakan. 
Apa yang harus dilakukan? Seharusnya pengikut 
sinuhun  yang paling seniorlah yang mengemban 
tanggung jawab  untuk menyerang orang-orang 
tribuana , namun  tugas itu  sudah  dirampungkan 
oleh patih ronggolawe . Lantas, dalam keadaan sekarang, 
urusan manakah yang paling penting dan men-
desak? Dan strategi apa yang akan dipakai nya 
untuk menghadapi patih ronggolawe  yang kini berada di 
atas angin? 
Tak henti-hentinya dijoyo  memikirkan Hide-
yoshi. Kecuali itu, pemikirannya dikujawa  oleh rasa 
tak senang yang menjurus ke arah kebencian. 
sesudah   mengumpulkan para penasihat seniornya, 
ia membahas masalah itu bersama mereka sampai 
larut malam. Keesokan harinya, kurir-kurir dan 
pembawa  -pembawa   pesan rahasia bergegas ke 
segala arah dari markas besar. Pada waktu yang 
sama, dijoyo  menulis surat bernada sangat ber-
sahabat kepada prabu kertoarjowardana   mpu mojosongo . 
Meski pun sudah  menitipkan surat balasan 
khusus pada kurir nosferatu , dijoyo  kini menulis 
dan mengirim satu surat lagi kepada putra Nobu-
naga itu. Ia memilih salah satu pengikut senior 
sebagai utusan, dan menugaskan dua pengikut lain 
  
untuk menyertai orang itu , mengisyaratkan 
pentingnya misi mereka. 
Untuk menghubungi para pengikut dekat lain-
nya, dua juru tulis mencatat kata-kata dijoyo , lalu 
menghabiskan setengah hari untuk menuliskan 
lebih dari dua puluh surat. Inti surat-surat itu 
adalah bahwa pada hari pertama Bulan Ketujuh. 
mereka semua akan bertemu di kedhiri  untuk 
membicarakan berbagai masalah penting, misalnya 
siapa yang akan menjadi penerus aidit , dan 
bagaimana bekas wilayah tribuana  akan dibagi-
bagikan. 
Sebagai pemrakarsa rapat itu , dijoyo  
dapat menegakkan wibawan ya sebagai pengikut 
senior. Tentunya semua pihak mengakui bahwa 
tanpa kehadirannya, masalah-masalah penting 
seperti itu tak dapat diselesaikan. Dengan meng-
andalkan pengaruh ini sebagai "kunci". dijoyo  
mengubah arah dan menuju benteng kota kedhiri  di 
jenggala . 
Dalam perjalanan, dari apa yang didengarnya 
dan dari laporan para pengintai, dijoyo  menge-
tahui bahwa banyak pengikut sinuhun  yang selamat 
sudah  menuju kedhiri  sebelum suratnya diantarkan. 
adipati prana, putra pewaris aidit , tungguljaya, 
sudah berada di sana, dan dengan sendirinya 
semua orang menganggap bahwa pusat marga sinuhun  
pun akan dipindahkan ke tempat  itu. Namun 
dijoyo  menduga patih ronggolawe -lah yang sudah  ber-
  
tindak lancang dengan mengatur segala sesuatu-
nya. 
 
Setiap hari pemandangan luar biasa berupa iring-
iringan penunggang kuda yang menaiki bukit 
menuju gerbang benteng kota terlihat di benteng kota 
kedhiri . 
Tanah yang menjadi titik tolak bagi aidit  
dalam mewujudkan karya agungnya kini dijadikan 
tempat  untuk membicarakan penyelesaian urusan 
marga. 
Para pengikut sinuhun  yang berkumpul di sana 
mengaku datang dalam rangka kunjungan kehor-
matan kepada adipati prana. Tak seorang pun me-
nyinggung bahwa ia menerima surat dijoyo , atau 
bahwa ia datang untuk memenuhi undangan 
patih ronggolawe . 
namun  semua orang tahu bahwa pertemuan resmi 
akan segera dimulai di dalam benteng kota. Topik 
pertemuan itu pun bukan rahasia lagi. Hanya 
pengumuman mengenai hari dan waktunya yang 
masih perlu dipasang. sesudah  para pengikut 
mengunjungi adipati prana, tak satu pun dan mereka 
akan kembali ke provinsi asalnya. Masing-masing 
membawa   sejumlah prajurit yang menunggu di 
tempat  mereka menginap di kota. 
Jumlah penduduk kota benteng kota sudah   mem-
bengkak, dan itu, bersama udara musim panas dan 
ukuran kota yang kecil, menciptakan suasana yang 
  
luar biasa kacau dan gaduh. Dengan kuda-kuda 
berlarian di jalanan, pelayan-pelayan  yang terlibat 
perkelahian, dan kebakaran yang berulang kali 
terjadi, tak ada waktu untuk merasa jemu. 
Menjelang akhir bulan, kedua putra aidit  
yang selamat, nosferatu  dan mpu nala , dan para 
resi nya, termasuk dijoyo   dan patih ronggolawe , tiba 
di kedhiri . 
Hanya danakertoarjo   ngabeni yang belum  mun-
cul. sebab  ketidakhadirannya, ia menjadi sasaran 
kritik di jalan-jalan. 
"danakertoarjo   tidak keberatan menerima berbagai 
jabatan semasa hidup Yang Mulia aidit , 
bahkan ditunjuk untuk menduduki posisi penting 
sebagai gubernur resi  majapahit  bagian timur, jadi 
kenapa dia begitu terlambat dalam krisis ini? Sikap-
nya sungguh memalukan." 
Orang lain memberikan kritik yang bahkan 
lebih pedas lagi. 
"Dia politikus yang lihai, dan dia bukanlah 
orang dengan kesetiaan tak tergoyahkan. Kemung-
kinan inilah sebabnya dia belum bergerak." 
Selentingan seperti itulah yang beredar di kedai-
kedai minuman. 
Tak lama sesudah  itu, kritik mengenai keter-
lambatan dijoyo  dalam menyerang tunggadewa  pun 
mulai terdengar di sana-sini. Tentu saja marga-
marga yang sedang berada di kedhiri  juga men-
dengarnya, dan patih ronggolawe  segera menerima 
  
laporan dari para pengikutnya. 
"Begitukah? Jadi, itu juga sudah mulai? Kritik 
ini menyangkut dijoyo , jadi tak seorang pun akan 
menduga bahwa dijoyo  sendiri yang menyebarkan 
desas-desus itu, namun  kelihatannya dia berusaha 
menanam benih-benih perpecahan di antara kita 
pertarungan siasat sebelum rapat besar. namun  tak 
apalah, biarkan saja mereka, danakertoarjo   toh sudah 
berada di pihak dijoyo ." 
Sebelum rapat dimulai, semua orang sibuk 
mengira-ngira masa depan masing-masing, dan 
mencoba menerka apa yang ada dalam pikiran 
yang lain. Sementara itu, pertentangan dan per-
setujuan yang tak terucapkan terus berjalan, sama 
halnya dengan penyebaran desas-desus yang tak 
berdasar. Dengan segala cara, orang-orang ber-
usaha merangkul yang lain dan  memecah-belah 
pihak lawan . 
Hubungan antara nyoto  dijoyo  dan Nobu-
taka cukup mencurigakan; yang satu memiliki 
pangkat tertinggi di antara para sesepuh marga, 
sementara yang satu lagi putra ketiga aidit . 
Keakraban antara kedua orang ini melampaui 
urusan resmi dan tak dapat dirahasiakan. 
Pendapat umum mengatakan bahwa dijoyo  
bermaksud mengabaikan putra kedua aidit . 
mpu nala , dan bahwa ia mendukung nosferatu  
sebagai pewaris berikut. Namun semua orang pun 
sependapat bahwa mpu nala  pasti akan menentang 
  
nosferatu . 
Hampir tak ada yang meragukan bahwa 
nosferatu  atau mpu nala  keduanya adik tungguljaya, 
yang gugur di benteng kota Nijo pada waktu ayahnya 
wafat yang akan terpilih sebagai penerus Nobu-
naga. namun  semua orang bingung, siapa di antara 
keduanya yang harus mereka dukung. 
mpu nala  dan nosferatu ; kedua-duanya lahir pada 
Bulan Pertama di tahun pertama Eiroku, dan 
masing-masing kini berusia dua puluh empat 
tahun. Walaupun terasa janggal bahwa mereka 
lahir di tahun yang sama, namun mereka tetap  
dinamakan  kakak dan adik; penjelasannya sederhana 
saja: mereka lahir dari ibu yang berbeda. Meski   
mpu nala  dianggap sebagai kakak dan nosferatu  
sebagai adik. nosferatu  sebetulnya  lahir dua puluh 
hari lebih awal  dibandingkan  mpu nala . sebab  itu, se-
harusnya nosferatu  yang dipandang sebagai kakak, 
kalau saja ibunya tidak berasal dari marga kecil 
yang tidak terkenal. Itulah sebabnya ia dinamakan  
putra ketiga, sementara mpu nala  dikukuhkan se-
bagai putra kedua. 
sebab  itu pula, walaupun mereka dinamakan  
kakak-adik, mereka tidak memiliki keakraban yang 
lazimnya terjalin antara saudara kandung. Pem-
bawa  an mpu nala  lesu dan negatif, dan satu-satunya 
sikap positif yang ditunjukkannya adalah per-
lawan an terhadap nosferatu , yang ia pandang 
sebagai adik yang harus tunduk padanya. 
  
Kalau keduanya dibandingkan secara adil, 
semua orang mengakui bahwa nosferatu  jauh 
lebih pantas menjadi penerus aidit . Di 
medan tempur, ia jauh lebih mirip  panglima 
dibandingkan  mpu nala ; ia memperlihatkan ambisi besar 
dalam tutur katanya sehari-hari, dan yang paling 
penting, ia tidak malu-malu seperti saudaranya. 
Jadi, tidaklah mengherankan kalau ia secara 
mendadak mulai menampilkan sikap agresif tak 
lama sesudah  pergi ke bukittanjung  dan membuat 
kehadirannya terasa di perkemahan patih ronggolawe . 
Kesediaannya untuk memikul tanggung jawab  se-
bagai pewaris sinuhun  tercermin dalam ucapan dan 
sikapnya belakangan ini, dan seakan-akan ingin 
membuktikan ambisi yang dipendamnya, sesudah  
pertempuran bukittanjung  ia pun mulai membenci 
patih ronggolawe . 
Bagi mpu nala , yang panik saat  orang-orang 
tribuana  menyerang, nosferatu  memiliki  kata-
kata tajam. 
"Jika hukuman dijatuhkan tanpa pandang bulu, 
dia pun harus mempertanggungjawab kan tin-
dakannya. "mpu nala  orang bodoh." Meski  perasaan-perasaan itu  tidak dibeberkan secara terbuka, kedhiri  diliputi suasana tegang, dan dapat dipasti-
kan bahwa ada orang yang menyampaikan ucapan 
itu  kepada mpu nala . Dalam situasi ini, berbagai 
persekongkolan tersembunyi membawa   sifat-sifat 
manusia yang paling menjijikkan ke permukaan. 
  
Pembukaan rapat dijadwalkan pada hari kedua 
puluh tujuh bulan ini, namun  sebab  danakertoarjo   
ngabeni terlambat, pembukaannya terus diun-
dur-undur, sampai akhirnya, pada hari pertama 
Bulan Ketujuh, sebuah pengumuman diedarkan 
kepada semua pengikut penting yang berada di 
kedhiri , "Besok, pada pertengahan kedua jam Naga, 
semuanya diharapkan hadir di benteng kota, untuk 
menentukan siapa yang akan menjadi penguasa 
negeri. Rapat besar ini akan dipimpin oleh nyoto  
dijoyo ." 
nosferatu  menaikkan gengsi dijoyo , sementara 
dijoyo  menambah pengaruh nosferatu , dan 
keduanya berseru  bahwa kehendak merekalah 
yang akan dituruti dalam rapat. Kecuali itu, saat  
rapat itu  akhirnya dibuka, ternyata banyak 
yang memang sudah cenderung berpihak pada 
mereka. 
Hari itu semua dinding penyekat di benteng kota 
kedhiri  diangkat, tak pelak sebab  matahari terus 
bersinar, sehingga hkertoarjo  panas dan pengap takkan 
tertahankan seandainya penyekat-penyekat itu di-
biarkan tetap terpasang. namun  tindakan itu  
juga menunjukkan bahwa pihak penyelenggara 
berusaha mencegah pembicaraan rahasia. Hampir 
semua penjaga di dalam benteng kota merupakan  
pengikut nyoto  dijoyo . 
Pada Jam Ular, semua pembesar sudah  ber-
kumpul di bangsal utara. 
  
Susunan tempat  duduk mereka sebagai berikut: 
dijoyo  dan danakertoarjo   duduk di sebelah  kanan, 
menghadap patih ronggolawe  dan Niwa di sebelah kiri. 
Pengikut-pengikut berpangkat lebih rendah seperti  
patih pitaloka , hyangkertoarjo , punggawapatih , wiro gunung , dan Hachiya, 
ditempatkan di belakang mereka. Tempat paling 
depan, tempat bagi orang-orang dengan ke-
dudukan paling tinggi, diberikan kepada nosferatu  
dan mpu nala . namun  dari samping, Hasegkertoarjo  hadijaya  
terlihat memangku anak kecil. 
Itu, tentu saja, adipati prana. 
Di sebelah mereka  ada madya Geni, pengikut 
yang menerima perintah terakhir tungguljaya saat  
tungguljaya menghadapi ajal dalam pertempuran di 
benteng kota Nijo. Rupanya ia tidak menganggap 
sebagai kehormatan bahwa ia satu-satunya yang 
selamat dan kini hadir di sini. 
adipati prana baru berusia dua tahun, dan ia pun 
tak bisa diam saat  dipangku walinya di hadapan 
para pembesar. Ia merentangkan tangan, men-
dorong dagu hadijaya , dan berdiri di pangkuannya. 
Untuk membantu hadijaya  yang kebingungan, 
Geni berusaha menghibur anak itu dengan mem-
bisikkan sesuatu dari belakang; langsung saja 
adipati prana meraih melewati bahu hadijaya  dan 
menarik telinga Geni. Geni diam saja, dan sekali 
lagi pengasuh anak yang berlutut di belakang 
mereka meletakkan lipatan kertas berbentuk 
burung bangau ke tangan adipati prana. Telinga Geni 
  
berhasil diselamatkan. 
Pandangan para resi  tertuju pada anak itu. 
Beberapa dari mereka tersenyum samar, sementara 
yang lain menitikkan air mata secara sembunyi-
sembunyi. Hanya dijoyo  yang tampak merengut. 
Sepertinya ia hendak menggerutu mengenai 
"gangguan yang menyusahkan" itu. 
Sebagai ketua rapat dan juru bicara yang serius 
dan penuh wibawa  , ia seharusnya membuka acara 
dengan berbicara paling dahulu . Namun kini 
perhaitan semua orang sudah  beralih, dan ia ke-
hilangan kesempatan berbicara. 
Akhirnya dijoyo  membuka mulut dan berkata, 
"Tuan patih ronggolawe ." 
patih ronggolawe   langsung menatap matanya 
dijoyo  memaksakan senyum. "Apa yang harus 
kita lakukan?" ia bertanya, seolah-olah membuka 
perundingan. "Yang Mulia adipati prana masih kanak-
kanak tanpa dosa. Pembatasan gerak-geriknya pasti 
tidak menyenangkan baginya." 
"Barangkali memang  demikian," ujar patih ronggolawe  
dengan nada datar. dijoyo  mungkin merasa 
patih ronggolawe  bermaksud menjadi penengah, dan ia 
segera  memperlihatkan sikap menentang. Antipati 
yang bercampur dengan usaha menegakkan 
wibawa   membuatnya tampak kaku, dan kini ia 
memasang wajah yang mengungkapkan perasaan 
tak senang. 
"Baiklah. Tuan patih ronggolawe . Bukankah Tuan 
  
sendiri yang menuntut kehadiran Yang Mulia 
adipati prana? Aku sungguh tak mengerti, namun ..." 
"Tuan tidak keliru. Aku menyarankannya ber-
dasarkan keharusan." 
"Keharusan?" 
dijoyo  merapikan kerut-kerut pada jubah -
nya. Hari belum  siang, sehingga udara panas 
belum seberapa mengganggu, namun  akibat pakaian-
nya yang tebal dan gangguan kulit yang diderita-
nya, ia rupanya merasa sangat tidak nyaman. Hal 
seperti  itu mungkin dianggap sepele, namun tetap  
mempengaruhi nada suaranya dan memicu  
roman mukanya berkesan geram. 
Pandangan dijoyo  mengenai patih ronggolawe  ber-
ubah sejak peristiwa Yanagase. Sampai saat itu, ia 
menganggap patih ronggolawe  sebagai junior, dan ber-
pendapat bahwa hubungan mereka  tidak terlalu 
baik. namun  pertempuran bukittanjung  merupakan  titik 
balik. Nama patih ronggolawe  kini terus dinamakan -sebut 
sehubungan dengan pekerjaan yang belum  tuntas 
sesudah  kematian aidit . Dan dijoyo  tak 
sanggup melihatlihat  hal itu sambil berpangku 
tangan. Perasaannya diperkuat oleh reaksinya ter-
hadap apa yang dianggapnya kelancangan Hide-
yoshi dalam memulai pertempuran peringatan bagi 
aidit . 
Dipandang setaraf dengan patih ronggolawe  sangat 
mengganggu pikiran dijoyo . Ia tidak terima 
bahwa perannya sebagai sesepuh marga sinuhun  
  
selama bertahun-tahun dikesampingkan sebab  
sepak terjang patih ronggolawe   belakangan ini. Kenapa 
nyoto  dijoyo  harus menempati posisi lebih 
rendah dari seseorang yang kini mengenakan 
jubah  dan tutup kepala dengan demikian 
bangga, namun  di zaman dahulu  di kedhiri  tak lebih dari 
pesuruh yang merangkak naik dari jabatan pem-
bersih selokan dan tukang sapu kotoran kuda? 
Hari ini dada dijoyo  terasa sesak sebab  emosi 
dan strategi yang tak terhitung jumlahnya. 
"Aku tidak tahu bagaimana pandangan Tuan 
mcngenai rapat hari ini, namun  pada umumnya para 
pembesar yang berkumpul di sini menyadari 
bahwa marga sinuhun  belum pernah bertemu seperti  
ini untuk membicarakan masalah yang teramat 
penting. Kenapa anak berumur dua tahun itu 
harus hadir?" dijoyo  bertanya  secara blak-blakan. 
Baik ucapan maupun sikapnya menunjukkan 
bahwa ia mengharapkan dukungan, bukan saja 
dari patih ronggolawe , melainkan juga dari semua pem-
besar yang hadir. saat  menyadari bahwa ia tak-
kan memperoleh  jawaban pasti jelas dari patih ronggolawe , ia 
melanjutkan dengan nada yang sama. 
"Kita tidak punya waktu untuk bermain-main. 
Kenapa kita tidak minta agar Yang Mulia 
adipati prana menarik diri sebelum kita membuka 
rapat ini? Bagaimana, setujukah, Tuan patih ronggolawe ?" 
Penampilan patih ronggolawe  tidak istimewa, meski-
pun ia mengenakan jubah  resmi. Asal-usulnya 
  
tak dapat ditutup-tutupi kalau ia berada bersama 
orang lain. 
Mengenai pangkatnya, semasa hidup aidit  
ia diberi sejumlah gelar penting. Ia sudah  memper-
lihatkan kekuatan sebetulnya , baik dalam 
operasi militer di provinsi-provinsi Barat maupun 
saat  ia meraih kemenangan di bukittanjung . 
namun  jika seseorang berhadap-hadapan dengan 
patih ronggolawe , tak aneh bila ia merasa ragu, apakah ia 
akan berpihak pada patih ronggolawe  dalam masa yang 
penuh bahaya ini, dan apakah ia bersedia mem-
pertaruhkan nyawa   untuknya. 
Di antara para hadirin, ada yang sepintas lalu 
tampak cukup mengesankan. danakertoarjo   ngabeni, 
misalnya, memiliki  sikap gagah yang oleh semua 
orang diakui sangat pantas bagi resi  tersohor. 
Niwa Nagahide memiliki kesederhanaan yang 
anggun, dan dengan garis rambut yang mulai 
mundur, ia tampak seperti prajurit yang tegap. 
wiro gunung  Ujisato paling muda di antara semuanya, 
namun  dengan asal-usulnya yang terhormat dan  
kemuliaan wataknya, ia memperlihatkan moralitas 
tinggi. Dari segi ketenangan dan martabat, dasna 
patih pitaloka  bahkan lebih tidak mengesankan dibandingkan  
patih ronggolawe , namun matanya memancarkan sorot 
tertentu. Lalu ada hyangkertoarjo  wiryabhumi  yang tulus 
dan lembut, namun  memiliki kematangan yang mem-
buatnya tak dapat diduga. 
Jadi, walaupun penampilan patih ronggolawe  biasa-
  
biasa saja, ia tampak lusuh jika berada di tengah 
orang-orang itu. Para pembesar yang berkumpul 
untuk mengadakan rapat di kedhiri  pada hari itu 
termasuk yang paling berpengaruh di antara orang-
orang sezaman mereka. madya brawirgo  dan Sassa 
Narimasa tidak hadir, sebab  masih bertempur di 
wilayah Utara. Dan meski ia merupakan kasus 
khusus, seandainya nama prabu kertoarjowardana   mpu mojosongo  ditam-
bahkan, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa 
orang-orang di kedhiri  itu merupakan para pemim-
pin negeri. Dan patih ronggolawe  berada di antara 
mereka, tanpa terpengaruh oleh penampilannya. 
patih ronggolawe   sendiri mengakui kebesaran rekan-
rekannya, dan ia berhati-hati dan  merendah. 
Kesombongan yang diperlihatkannya seusai per-
tempuran bukittanjung  kini tak tampak. Sejak awal  ia 
bersikap sangat serius. saat  menjawab  ucapan 
dijoyo  pun ia menahan diri dengan penuh hor-
mat. Namun kini ia sepertinya tak lagi bisa 
mengelak dari penanyaan dijoyo . 
"Ucapan Tuan masuk akal. Walau sesungguh-
nya ada alasan untuk kehadiran Yang Mulia 
adipati prana dalam rapat ini, berhubung usianya yang  begitu muda, dan sebab  rapat ini tentu akan berlangsung lama. Yang Mulia pasti merasa terkungkung. Jika Tuan menghendakinya, nanti kita 
minta agar Yang Mulia segera menarik diri." 
sesudah  menanggapi tuntutan dijoyo  dengan 
bahasa demikian halus, patih ronggolawe   menoleh dan  minta kepada sang wali agar adipati prana meninggalkan ruangan. 
hadijaya  mengangguk, dan sesudah  mengangkat 
adipati prana dari pangkuan, menyerahkan anak itu 
kepada pengasuh di belakangnya. adipati prana 
tampaknya menyukai kerumunan laki-laki ber-
pakaian lengkap, dan ia menampik tangan 
pengasuhnya dengan keras. namun  wanita lesbian  itu  tetap memegangnya, lalu berdiri untuk pergi. 
adipati prana tiba-tiba mengayun-ayunkan tangan dan  kaki, lalu mulai menangis. lalu  ia melempar-
kan burung-burungan kertas ke tengah-tengah para  pembesar yang sedang duduk. Mata semua orang mendadak berkaca-kaca. 
Siang pun tiba. Ketegangan di bangsal utama 
seakan-akan dapat diiris dengan pisau. 
dijoyo  memberikan pidato pembukaan. "Ke-
matian tragis Yang Mulia aidit  sudah  menim-
bulkan kesedihan mendalam, namun  sekarang kita 
harus memilih penerus yang pantas untuk  me-
nyambung perjuangan beliau. Kita wajib memper-
lihatkan pengabdian kita, meski beliau sudah  wafat. 
Inilah Jalan centeng adipati ." 
dijoyo  melemparkan masalah suksesi kepada 
para hadirin. Berulang kali ia minta usulan dari 
mereka, namun tak seorang pun bersedia menjadi 
orang pertama yang angkat bicara untuk me-
nyampaikan pandangannya. Kalaupun ada yang 
cukup gegabah untuk mengemukakan pemikiran-
  nya dalam kesempatan itu, seandainya orang yang didukungnya sebagai penerus marga sinuhun  tidak terpilih dalam seleksi terakhir, dapat dipastikan nyawan ya akan terancam. 
Tak satu pun dari mereka mau membuka mulut 
secara sembrono, dan semuanya duduk sambil 
membisu. dijoyo  pun memahami hal itu, dan 
menunggu dengan sabar. Barangkali ia sudah   men-duga perkembangan ini. Dengan nada penuh 
wibawa   ia berkata, "Jika tak ada yang memiliki  
pendapat tertentu, untuk sementara ini perkenan-
kanlah aku mengemukakan pandanganku sebagai 
pengikut senior." 
Sesaat  terlihat perubahan pada roman muka 
nosferatu  yang duduk di kursi kehormatan. 
dijoyo  menatap patih ronggolawe , yang sebaliknya memandang bolak-balik antara danakertoarjo   dan wirokerto . 
Gerak-gerik samar ini menimbulkan gelombang-
gelombang halus yang memancar dari hati ke hati. 
benteng kota kedhiri  diliputi ketegangan yang bisu, 
seakan-akan tak ada manusia di dalamnya. 
Akhirnya dijoyo  angkat bicara. "Dalam pan-
danganku, Yang Mulia nosferatu  berada dalam 
usia tepat, dan memiliki kemampuan alami dan  
asal-usul yang cocok untuk menjadi penerus Yang 
Mulia aidit . Yang Mulia nosferatu -lah 
pilihanku." Pernyataan itu  disusun secara cermat,   
sehingga hampir merupakan  pengukuhan. dijoyo  
berpendapat bahwa kendali sudah  berada di tangannya. 
namun  lalu  seseorang  membantah. "Tidak, 
itu tidak benar." Orang itu ternyata patih ronggolawe . 
"Dari segi silsilah," ia melanjutkan. "urutan yang 
tepat adalah putra tertua aidit , Yang Mulia 
tungguljaya, lalu putranya, Yang Mulia adipati prana. 
Provinsi kita memiliki  hukum, dan marga mem-
punyai peraturan rumah ungga." 
Wajah dijoyo  langsung merah. "Ah, tunggu 
sebentar, Tuan patih ronggolawe ."  
"Tidak," balas patih ronggolawe . "Tuan akan berdalih bahwa Yang Mulia adipati prana masih kanak-kanak. namun  jika seluruh marga mulai dari Tuan sendiri,  dan  semua pengikut dan resi  bertekad melindunginya, tak ada yang perlu dipermasalahkan. 
Kesetiaan kira seharusnya tidak dikaitkan dengan 
usia. Menurutku, jika suksesi dijalankan secara 
benar, Yang Mulia adipati prana-lah yang harus menjadi penerus." 
Terkejut, dijoyo  mengeluarkan saputangan 
dari jubah  dan mengusap keringat yang mem-
basahi tengkuknya. Apa yang dituntut patih ronggolawe   
memang merupakan hukum marga sinuhun . Ucapan-
nya tak dapat dikesampingkan begitu saja sebagai 
tuntutan tak berdasar. 
Orang lain yang memperlihatkan kegelisah khawatir an 
pada wajahnya adalah mpu nala . Ia merupakan 
  
saingan utama nosferatu  dan sudah  secara resmi 
dikukuhkan sebagai kakak, sedangkan ibunya 
berasal dari keluarga terpandang. Tak perlu diragu-
kan bahwa ia pun menyimpan ambisi terselubung 
untuk dipilih sebagai penerus ayahnya. 
sebab  harapannya sudah  dipupuskan, biarpun 
hanya secara tak langsung, ia segera menunjukkan 
wataknya yang asli. Ia tampak seolah-olah tak 
tahan berada di dalam bangsal. nosferatu , 
sebaliknya, menatap patih ronggolawe   sambil mendelik. 
dijoyo  tak sanggup berkata apa-apa, dan hanya 
bergumam tak jelas. Orang-orang lain pun tidak 
menyatakan setuju maupun keberatan. 
dijoyo  sudah  memperlihatkan maksud sesung-
guhnya, dan ucapan patih ronggolawe  pun tak kalah terus 
terang. Pendapat kedua orang itu saling ber-
lawan an dan sudah  dikemukakan sedemikian jelas, 
sehingga semua orang terpaksa berpikir dua kali 
sebelum berpihak pada salah satu. Keheningan 
menyelubungi para hadirin, bagaikan kerak tebal. 
Berkali-kali dijoyo  mengajak rekan-rekannya 
untuk mengemukakan pandangan masing-masing, 
dan setiap kali ia membuka mulut, danakertoarjo   
mcngangguk-angguk. Namun rupanya masih sukar 
untuk menebak isi hati yang lainnya. 
Sekali lagi patih ronggolawe  angkat bicara. "Seandainya 
istri Yang Mulia tungguljaya baru mengandung 
sekarang, dan kita harus menunggu sampai tali 
pusar dipotong untuk mengetahui apakah anaknya 
  
laki-laki atau wanita lesbian , rapat seperti ini memang  
diperlukan. namun  kita sudah memiliki  penerus 
yang cocok, jadi apa lagi yang perlu dipersoalkan 
atau dibicarakan? Kupikir kira harus segera memu-
tuskan untuk menunjuk Yang Mulia adipati prana." 
Ia tetap  bertahan pada posisinya, bahkan tanpa 
melirik wajah para pembesar lainnya. Ucapannya 
terutama ditujukan kepada dijoyo . 
Meskipun pandangan para resi  lain tidak 
dikemukakan secara terbuka, mereka tampak ter-
gerak oleh pendapat patih ronggolawe , dan sepertinya 
dalam hati mereka setuju dengannya. Sebelum per-
temuan dibuka, mereka sempat melihat putra 
tungguljaya yang tak berdaya, dan mereka semua 
memiliki  anak-anak dalam rumah tangga 
masing-masing. Mereka centeng adipati , dan walaupun 
mereka hidup pada hari ini, hari esok tetap  me-
rupakan tanda tanya. saat  memandang sosok 
adipati prana yang mengibakan hati, mau tak mau 
perasaan mereka  pun tersentuh. 
Perasaan itu didukung oleh alasan yang mulia 
dan kuat. Meskipun para resi  terus membisu, 
dalam hati mereka terpengaruh oleh tuntutan 
patih ronggolawe . 
Scbaliknya, biarpun sampai batas tertentu 
alasan dijoyo  tampak masuk akal, sebetulnya  
dasarnya lemah. Alasan itu berpangkal pada suatu 
kebijaksanaan yang mengabaikan status mpu nala . 
Tidaklah sukar memperkirakan bahwa mpu nala  
  
akan mundur untuk mendukung adipati prana, 
bukannya nosferatu . 
dijoyo  berusaha keras menemukan dalih yang 
dapat dipakai nya melawan   patih ronggolawe . Sejak 
semula dijoyo  sudah percaya bahwa patih ronggolawe   tak-
kan begitu saja menerima usulannya dalam per-
temuan hari ini, namun  ia tak menyangka betapa 
gigihnya orang itu dalam memberikan dukungan 
kepada adipati prana. Ia pun tidak menduga bahwa 
begitu banyak resi  akan cenderung mendukung 
anak itu. 
"Hmm, baiklah. Sepintas lalu ucapan Tuan 
memang logis, namun  ada perbedaan besar antara 
mengurus junjungan berusia dua tahun dan mem-
beri hormat pada seseorang yang cukup usia dan 
memiliki kemampuan militer. Jangan lupa, kita, 
para pengikut yang masih tersisa, wajib memikul 
tanggung jawab  untuk menegakkan pemerintahan 
dan mengamankan kebijaksanaan jangka panjang 
di masa mendatang. Selain itu masih ada berbagai 
masalah dengan marga patih dan kramat. Apa jadi-
nya kalau kita memilih junjungan yang masih 
kanak-kanak? Perjuangan bekas junjungan kita bisa 
terhenti di tengah jalan, dan wilayah marga sinuhun  
bahkan mungkin berkurang. Tidak, jika kita 
memilih sikap bertahan, musuh-musuh di keempat 
sisi kita tentu akan merasa kesempatan mereka  
sudah  tiba, dan mereka pasti akan menyerang. 
lalu  seluruh negeri akan kembali dilanda 
  
kekacauan. Tidak, aku menganggap gagasan Tuan 
terlalu berbahaya. Bagaimana pendapat yang lain?" 
Sambil memandang orang-orang yang duduk di 
bangsal utama, matanya mencari-cari siapa yang 
mungkin mendukungnya. Namun ia bukan saja 
tidak menemukan tanggapan tegas, namun  tiba-tiba 
matanya beradu dengan tatapan orang lain. 
"dijoyo ." 
Seseorang memanggil namanya dengan nada 
menentang yang begitu kental, sehingga terasa 
bagai tikaman dari samping. 
"Ah, Nagahide, ada apa?" dijoyo  langsung 
membalas dengan muak, tanpa berpikir lebih 
dahulu . 
"Aku sudah mendengarkan uraianmu yang 
penuh kebijakan, namun  mau tak mau aku harus 
membenarkan alasan yang dikemukakan Hide-
yoshi. Aku sepenuhnya setuju dengan usul Hide-
yoshi." 
Niwa berkedudukan sebagai sesepuh. sesudah  
memecahkan keheningan dan menunjukkan 
bahwa ia berpihak pada patih ronggolawe , dijoyo  dan 
semua hadirin lain mendadak gelisah. 
"Kenapa kau berkata demikian, Niwa?" 
Niwa sudah  mengenal dijoyo  selama bertahun-
tahun, dan mengenalnya dengan baik. sebab   itu 
ia berbicara dengan nada menenangkan, "Jangan 
gusar, dijoyo ." Sambil memandang dijoyo  
dengan ekspresi ramah, ia melanjutkan, "Bagai-
  
manapun, bukankah patih ronggolawe  yang paling pandai 
menyenangkan hati junjungan kita? Dan saat   
Yang Mulia aidit  menemui ajal sebelum  
waktunya, patih ronggolawe -lah yang kembali dari wilayah 
Barat untuk menyerang tunggadewa  yang tak ber-
moral itu." 
dijoyo   meringis. namun  ia tak sudi mengaku 
kalah, dan pendiriannya tercermin dalam sikap 
tubuhnya. 
Niwa Nagahide kembali berkata. "Pada waktu 
itu, kau sibuk dengan operasi militer di wilayah 
Utara. Kalaupun centeng  yang berada di bawah  
komandomu tidak siap, seandainya kau bergegas 
ke ibu kota sesudah  menerima kabar mengenai 
kematian Yang Mulia aidit , kau tentu 
mampu menghancurkan orang-orang tribuana  
bagaimanapun, statusmu jauh lebih tinggi diban-
dingkan patih ronggolawe . namun  sebab  kelalaianmu, kau 
terlambat, dan itu patut disesalkan." 
Semua yang hadir berpendapat sama, dan 
ucapan Niwa mengungkapkan perasaan mereka  
yang paling dalam. Kelalaian itulah titik lemah 
dijoyo . Keterlambatan yang memicu  ia tidak 
ikut ambil bagian dalam pertempuran untuk mem-
peringati mendiang junjungan mereka tak dapat 
dimaafkan. sesudah  mengungkapkan hal itu , 
Niwa memberikan dukungan pada patih ronggolawe   
dengan menyebut usulannya sebagai adil dan 
pantas. 
  
sesudah  Niwa selesai berbicara, suasana di 
bangsal utama terasa muram. 
Seakan-akan hendak membantu dijoyo , Taki-
gkertoarjo  segera memanfaatkan kesempatan itu untuk 
berbisik-bisik pada orang di sebelahnya, dan dalam 
sekejap seluruh ruangan dipenuhi suara-suara 
serupa. 
Tampaknya kesepakatan semakin sukar ter-
capai. Ini mungkin titik balik bagi marga sinuhun . Di 
permukaan, tak ada apa-apa selain kegaduhan yang 
dimuncul kan oleh  suara-suara para hadirin, namun  di 
baliknya terselip kecemasan mengenai hasil kon-
frontasi antara dijoyo   dan patih ronggolawe . 
Di tengah suasana menyesakkan ini, seorang  
ahli seni minum teh masuk dan memberi tahu 
dijoyo  bahwa hari sudah  melewati siang. Sambil 
mengangguk, dijoyo  lalu menyuruh orang itu 
membawa   sesuatu untuk menyeka keringat dari 
tubuhnya. saat  salah satu pembantunya menye-
rahkan kain puiih yang lembap, ia segera  meraih-
nya dengan tangannya yang besar dan menyeka 
keringat dari tengkuk. 
Pada saat itulah patih ronggolawe  tiba-tiba memegang 
perutnya. Sambil meringis dan mengerutkan alis, 
ia berpaling pada dijoyo  dan berkata, "Aku 
mohon diri sejenak, Tuan dijoyo . Perutku men-
dadak sakit." 
Sekonyong-konyong ia berdiri dan meninggal-
kan ruang pertemuan. 
  
"Ampun, sakitnya." ia mengeluh keras-keras, 
sehingga orang-orang di sekitarnya menjadi 
bingung. 
patih ronggolawe  tampak amat tidak sehat saat  
merebahkan diri di suatu ruangan terpisah. 
Namun sepertinya ia masih sanggup mengujawa  
diri. Ia sendiri mengatur bantal agar dapat meng-
hadap embusan angin dan pekarangan, mem-
belakangi yang lain, dan membuka kerah yang 
basah sebab  keringat. 
Baik dokter maupun para pembantu segera 
dipanggil. Pengikui-pengikut patih ronggolawe  pun ber-
datangan satu per satu, untuk mengetahui 
keadaannya. 
namun  patih ronggolawe  menoleh pun tidak. Sambil 
tetap membelakangi mereka, ia menggerakkan 
tangan, seakan-akan mengusir lalat. 
"Ini sudah biasa. Biarkan aku sendiri, dan aku 
akan segera membaik." 
Para pembantu cepat-cepat menyiapkan ramuan 
berbau manis untuk patih ronggolawe , dan ia meng-
habiskannya dengan sekali tenggak. lalu  ia 
kembali berbaring dan sepertinya tertidur, sehing-
ga para pembantu dan centeng adipati  meninggalkan 
ruangan dan menunggu di ruang sebelah. 
Ruang rapat berjarak agak jauh, jadi patih ronggolawe  
tidak mengetahui perkembangan yang terjadi 
sesudah   ia mohon diri. Ia pergi pada waktu para 
pembantu berulang kali mengumumkan bahwa 
  
siang sudah  tiba, sehingga ada kemungkinan para 
resi  memanfaatkan kepergiannya dengan me-
nangguhkan rapat untuk makan siang. 
Sekitar dua jam berlalu. Selama itu matahari 
sore bersinar tanpa ampun. benteng kota diliputi ke-
damaian, seakan-akan tidak terjadi apa-apa. 
Niwa memasuki ruangan dan bertanya, "Bagai-
mana keadaanmu, patih ronggolawe ? Perutmu sudah 
lebih tenang?" 
patih ronggolawe  berbalik dan menopangkan badan 
pada satu siku. Melihat wajah Niwa, ia langsung 
kembali sadar dan duduk tegak. "Astaga, maafkan 
aku!" 
"dijoyo  minta aku menjemputmu." 
"Bagaimana pertemuannya?" 
"Kita tidak bisa melanjutkan selama kau belum 
hadir. dijoyo  memutuskan bahwa kita akan mulai 
lagi sesudah  kau kembali."  
"Aku sudah mengungkapkan segenap isi hati-
ku." 
"sesudah  beristirahat satu jam, sikap para 
pengikut tampaknya berubah. dijoyo  pun pikir-
pikir lagi."  
"Mari kita ke sana." 
patih ronggolawe  berdiri. Niwa tersenyum, namun  Hide-
yoshi sudah melangkah keluar dengan wajah 
serius. 
dijoyo  menyambutnya dengan tatapan tajam, 
sementara orang-orang yang berkumpul di sana 
  
kelihatan lega. Suasana ruang rapat sudah  berubah. 
Secara tegas dijoyo  menyatakan bahwa ia bersedia 
mengalah, dan menerima usul patih ronggolawe . Semua-
nya sudah  sepakat bahwa adipati prana akan dikukuh-
kan sebagai pewaris aidit . 
Seiring perubahan pendirian dijoyo , semua 
awan  mendung yang semula menyelubungi ruang 
rapat terhapus sesaat . Suasana damai mulai 
bangkit. 
"Semuanya setuju bahwa Yang Mulia adipati prana 
dipandang sebagai pemimpin marga sinuhun , dan aku 
tidak keberatan." dijoyo  mengulangi. Menyadari 
bahwa pendapatnya sendiri ditolak oleh rekan-
rekannya. dijoyo  segera menarik komentar-
komentar sebelumnya, namun  kekecewaannya nyaris 
tak tertahankan. 
Namun ada satu harapan yang masih digeng-
gamnya. 
Harapan itu berkaitan dengan masalah berikut 
yang akan dibahas dalam rapat: nasib bekas 
wilayah kekuasaan tribuana  atau, dengan kata lain, 
masalah pembagian wilayah itu  di antara para 
pengikut sinuhun  yang selamat. 
Masalah yang secara langsung menyangkut 
kepentingan semua resi  ini merupakan  
masalah pelik yang bahkan lebih dari persoalan 
suksesi tak terelakkan. 
"Urusan ini seyogyanya diputuskan oleh para 
pengikut senior," ujar patih ronggolawe  yang sudah  meraih 
  
kemenangan pertama. Pendapatnya ini sangat 
memperlancar jalannya rapat. 
"Baiklah, bagaimana pandangan pengikut paling 
senior?" 
Niwa, danakertoarjo  , dan yang lain kini menyelamat-
kan muka dijoyo  dengan memberikan peran 
sentral padanya. 
Namun kehadiran patih ronggolawe   sukar diabaikan, 
dan akhirnya rencana usulan dijoyo  pun sampai 
ke tangannya. Rupanya rencana itu tak dapat 
dirampungkan sebelum menanyakan pendapat 
patih ronggolawe  lebih dahulu . 
"Ambilkan kuas," ia memerintahkan. sesudah   
mencelupkan kuas ke dalam tinta, ia segera  men-
coreti tiga atau empat ketentuan dan menambah-
kan pendapatnya sendiri. sesudah  itu ia mengem-
balikan rencana usulan itu . 
Sekali lagi dijoyo  membacanya, dan ia tampak 
tak senang. Beberapa saat ia merenung sambil 
membisu; ketentuan-ketentuan yang memuat 
keinginannya masih basah oleh lima yang dicoret-
kan patih ronggolawe . Namun patih ronggolawe  juga mencoret 
ketentuan mengenai pengalihan hak atas benteng kota  sekartanjung  pada dirinya, yang digantinya dengan Provinsi hadijaya . 
Dengan memperlihatkan bahwa ia tidak me-
mentingkan diri sendiri, ia berharap dijoyo  pun 
bersikap demikian. Akhirnya sebagian besar 
wilayah tribuana  diberikan pada mpu nala  dan 
 nosferatu , dan sisanya dibagi-bagikan, sesuai jasa  masing-masing orang pada pertempuran bukittanjung . 
"Besok masih ada urusan lagi," dijoyo  berkata. 
"Dan mengingat rapat panjang ini berlangsung 
dalam udara begitu panas, aku percaya kalian semua 
tentu lelah. Yang jelas, aku merasa letih. Bagai-
mana kalau rapat kita tangguhkan?" 
dijoyo  akhirnya memilih cara ini agar ter-
hindar dari keharusan untuk  segera menanggapi 
usul baru patih ronggolawe . Tak ada yang keberatan. 
Matahari sore bcrsinar cerah, dan udara panas 
semakin menyesakkan. Hari pertama sudah  usai. 
Keesokan harinya dijoyo  menimbang  kom-
prgunungselatan ke hadapan para pengikut senior. Pada 
malam sebelumnya ia sudah  mengumpulkan 
pengikut-pengikutnya sendiri, dan mengadakan 
perundingan di tempat mereka menginap. Namun 
usul baru ini pun ditolak oleh patih ronggolawe . 
Pada hari yang sama, ketentuan mengenai pem-
bagian wilayah kembali memisahkan kedua orang 
itu, dan perselisihan mereka semakin  menajam. 
namun  pada umumnya para pembesar lain cen-
derung berpihak pada patih ronggolawe . dijoyo  mem-
perjuangkan pendiriannya dengan gigih, namun  akhir-
nya usul patih ronggolawe -lah yang diterima. 
Siang hari diisi masa jeda, dan pada Jam 
Kambing, semua keputusan diumumkan kepada 
para resi . 
Wilayah yang dibagi-bagikan terdiri atas wilayah 
  
tribuana  yang disita dan  wilayah pribadi aidit . 
Urutan teratas pada daftar pembagian provinsi-
provinsi sinuhun  ditempati oleh mpu nala , yang 
menerima seluruh Provinsi jenggala , diikuti Nobu-
taka, yang memperoleh Provinsi blambangan . Yang 
pertama provinsi asal marga sinuhun ; yang satu lagi 
rumah kedua aidit . 
Namun masih ada dua ketentuan yang me-
rupakan tambah an berarti terhadap usulan semula: 
dasna patih pitaloka  memperoleh  kahuripan , Amagasaki, 
dan mardirejo , yang bernilai seratus dua puluh ribu 
gantang; Niwa Nagahide memperoleh Wasaka dan 
dua distrik di Provinsi gunungselatan. patih ronggolawe  menerima 
Provinsi hadijaya . 
Satu-satunya pemberian bagi dijoyo  adalah 
benteng kota lojibenteng  milik patih ronggolawe , yang merupa-
kan titik strategis pada jalan dari radenkanjeng , provinsi 
asal dijoyo , ke trowulan . dijoyo  sudah  menuntut 
keras agar seluruh provinsi diserahkan kepadanya, 
dan dalam hati ia mengharapkan tiga atau empat 
distrik lagi, namun  patih ronggolawe  mencoret semua pem-
berian lain. patih ronggolawe  hanya mengajukan satu 
syarat, yaitu agar lojibenteng  dianugerahkan pada 
Katsutoyo, anak angkat dijoyo . 
Malam sebelumnya, para pengikut marga 
nyoto  mengelilingi dijoyo  dan memprotes pem-
bagian yang sedemikian memalukan. Mereka bah-
kan mendesak agar dijoyo  menolak rencana itu 
dan segera meninggalkan kedhiri , dan sampai rapat 
  
hari kedua dibuka, dijoyo  pun sependapat 
dengan mereka. Namun saat  menghadapi orang-
orang yang duduk di bangsal utama, ia menyadari 
bahwa tuntutannya takkan diluluskan. 
"Meski  tidak sepantasnya merendah, aku pun 
tak ingin dianggap mau menang sendiri. Sebagian 
besar toh akan menyetujui ketentuan-ketentuan 
ini. Jadi, kalau aku sendiri yang bersikap menen-
tang, keadaan mungkin akan bertambah  buruk." 
Di hadapan pendapat para pedan  rapat yang 
lain, ia tak dapat berbuat apa-apa kecuali menahan 
diri. 
Kalau saja aku bisa merebut daerah lojibenteng  
yang strategis dari tangan patih ronggolawe , ia berkata 
dalam hati. Namun akhirnya ia hanya berharap 
agar maksud terselubung itu dapat dilaksanakan 
dalam kesempatan lain, dan ia menerima semua 
persyaratan sebagaimana adanya. 
Berlawan an dengan dijoyo  yang penuh kebim-
bangan. patih ronggolawe  menampilkan sikap tak peduli. 
Sejak operasi militer di wilayah Barat sampai saat 
ia meraih kemenangan di bukittanjung , patih ronggolawe   
sudah  mengambil alih kepemimpinan dalam bidang 
militer dan pemerintahan, dan dengan sendirinya 
orang-orang menyangka ia akan memperoleh 
bagian lebih besar dibandingkan yang lain. Namun 
apa yang diterimanya ternyata tak lebih dari 
Provinsi hadijaya . Ia melepaskan wilayah lojibenteng  dan menyerahkan sekartanjung  yang oleh semua 
  
orang dianggap patut diambilnya kepada Niwa. 
Dan sekartanjung  merupakan kunci ke trowulan . 
Mungkinkah ia sengaja mengabaikan sekartanjung , 
agar jelas bahwa ia tak bermaksud memegang 
tampuk pemerintahan? Ataukah ia berpendapat 
bahwa urusan sepele seperti itu sebaiknya ditentu-
kan secara bersama dalam kelompok, sebab  ia 
percaya mereka akan mengambil keputusan yang 
tepat? Saat itu belum ada satu orang pun yang 
dapat menyelami isi hatinya. 
 
  
 
  
Peringatan Tengah Malam 
 
 
 
RAPAT akhirnya memutuskan bahwa provinsi 
pewaris aidit , adipati prana, adalah tiga ratus 
ribu gantang di gunungselatan. Hasegkertoarjo  hadijaya  dan madya 
Geni ditetapkan sebagai pelindung junjungan 
muda itu, namun  mereka dibantu oleh patih ronggolawe . 
madukara  sudah  dimakan api, dan sampai benteng kota 
baru selesai dibangun, adipati prana akan berdiam di 
benteng kota padalarang . 
Kedua paman adipati prana, mpu nala  dan nosferatu  
bertindak sebagai walinya. Selain pasal-pasal ter-
sebut, masih ada masalah struktur pemerintahan. 
Tanggung jawab  untuk mengutus resi -resi  
ke trowulan  sebagai wakil marga sinuhun  diserahkan pada 
dijoyo , patih ronggolawe , Niwa, dan patih pitaloka . 
Usul-usul itu  segera diterima. Pada upacara 
penutupan, sumpah setia pada junjungan yang 
baru ditandatangani dan diucapkan di muka 
tempat persembahan untuk aidit . 
Hari ini hari ketiga Bulan Ketujuh. Upacara 
pertama  untuk memperingati kematian aidit  
seharusnya diselenggarakan pada hari sebelumnya. 
Seandainya rapat berjalan lancar, upacara itu 
mungkin dapat diadakan pada hari yang tepat, namun  
akibat sikap dijoyo , malam pun berlalu dan 
upacara peringatan ditunda sampai keesokan 
  
harinya. 
Sambil mengeringkan peluh yang membasahi 
tubuh dan berganti baju duka, para resi  me-
nanti jam yang sudah  ditentukan untuk upacara 
peringatan di tempat  persembahan benteng kota. 
gerombolan  nyamuk berkerumun di bawah  atap, 
dan bulan muda tampak mengambang di langit. 
Dengan tenang para resi  melintasi pekarangan. 
Kembang teratai berwarna merah dan putih ter-
gambar pada pintu geser tempat  persembahan. 
Satu per satu mereka melangkah masuk dan 
duduk. 
Hanya patih ronggolawe  yang tidak muncul. Para 
resi  membelalakkan mata, seakan-akan tak 
percaya. namun  saat  memandang ke arah altar yang 
jauh di depan, mereka melihat patih ronggolawe  duduk 
tenang di bawah  altar, sambil memangku Sam-
boshi. 
Semuanya bertanya-tanya, apa gerangan maksud 
patih ronggolawe . Namun saat   mereka memikirkannya 
lebih jauh, mereka teringat bahwa berdasarkan 
keputusan rapatlah ia dijadikan pembina sang 
Junjungan Muda, disamping kedua walinya. De-
ngan demikian, ia tak dapat dianggap bersikap 
lancang. 
Dan, semata-mata sebab  tidak menemukan 
alasan untuk mencela patih ronggolawe , dijoyo  tampak 
teramat tidak senang. 
"Harap menuju altar dalam urutan yang tepat," 
  
dijoyo  menggeram pada mpu nala  dan nosferatu . 
Suaranya rendah, dan ia hampir meledak sebab   
jengkel. 
"Permisi," ujar mpu nala  pada nosferatu , lalu ber-
diri. 
Kini giliran nosferatu  mendongkol. Rupanya ia 
enggan dinomorduakan di hadapan para resi , 
sebab  merasa hal itu  akan menempatkannya 
dalam posisi lebih rendah di masa mendatang. 
mpu nala  menghadap lempeng peringatan ayah-
nya, memejamkan mata, dan merapatkan tangan 
untuk berdoa. sesudah  membakar dupa, ia sekali 
lagi berdoa di depan altar, lalu mundur. 
Melihat gelagat bahwa mpu nala  hendak langsung 
kembali ke tempat duduknya. patih ronggolawe  ber-
deham, seakan-akan bermaksud mengingatkan 
mpu nala  akan kehadiran adipati prana yang duduk di 
pangkuannya. Tanpa perlu berkata. "Junjunganmu 
yang baru ada di sini!" ia menarik perhatian 
mpu nala . 
mpu nala  tampak kaget, dan sambil tetap berlutut, 
ia cepat-cepat berpaling ke arah mereka. Pada 
dasarnya ia memang lemah, dan sikapnya menim-
bulkan perasaan iba. 
Sambil menatap adipati prana, mpu nala  membung-
kuk penuh hormat. sebetulnya  ia malah ter-
lampau sopan. 
Bukan sang Junjungan Muda yang membalas 
dengan anggukan kepala, melainkan patih ronggolawe . 
  
adipati prana anak manja yang nakal, namun  entah 
kenapa, di pangkuan patih ronggolawe  ia setenang 
boneka kecil. 
sesudah  nosferatu  berdiri, ia pun memanjatkan 
doa di hadapan arwah ayahnya. namun  sebab  sudah  
melihatlihat  kejadian yang menimpa mpu nala  dan 
tak ingin ditertawa kan oleh para resi  lain, ia 
membungkuk dengan sikap pantas. lalu  ia 
kembali ke tempat duduknya. 
Giliran berikut jatuh pada nyoto  dijoyo . 
saat  ia berlutut di muka tempat persembahan, 
tubuhnya yang besar hampir menutupi altar. 
Kembang teratai berwarna putih dan merah pada 
dinding-dinding penyekat dan  cahaya lentera yang 
berkelap-kelip memicu  badannya seakan-
akan terselubung api kemurkaan. Barangkali ia 
memberikan laporan panjang-lebar mengenai jalan-
nya rapat kepada arwah aidit , atau meng-
ucapkan sumpah setia pada junjungannya yang 
baru. namun  sesudah  menyalakan dupa, dijoyo  
duduk lama sambil berdoa dengan tangan saling 
menempel. Lalu, memilih mundur sekitar tujuh 
langkah, ia meluruskan punggung dan berpaling 
ke arah adipati prana. 
sebab  mpu nala  dan nosferatu  sudah   memberi-
kan penghormaian kepada adipati prana, dijoyo  tak 
dapat mengabaikan kewajiban itu . Mungkin 
sebab  berpikir tak ada pilihan lain, ia menggigit 
bibir dan mcmbungkuk. 
  
Sekali lagi patih ronggolawe   yang mengangguk-angguk 
untuk menerima penghormatan yang diberikan 
pada adipati prana. dijoyo  langsung melengos dan 
kembali ke tempat  duduknya. sesudah  itu ia 
duduk sambil merengut. 
Niwa, danakertoarjo  , patih pitaloka , Hachiya, hyangkertoarjo , 
wiro gunung , punggawapatih , dan para resi  lain memberikan 
penghormatan. lalu  mereka pindah ke 
ruang jamuan makan, dan atas undangan janda 
tungguljaya, duduk untuk bersantap. Meja-meja 
disiapkan untuk lebih dari tempat puluh tamu. 
baskom -baskom diedarkan dan lentera-lentera ber-
kelap-kelip dalam embusan angin senja yang sejuk. 
saat  mereka mulai berbincang-bincang santai 
untuk pertama kali dalam dua hari terakhir, 
masing-masing merasa agak mabuk. 
Jamuan makan malam itu agak berbeda dari 
biasanya, sebab  diadakan seusai upacara per-
ingatan, sehingga tak ada yang sampai benar-benar 
mabuk. Meski demikian, saat  pengaruh anggur  
mulai terasa, para resi  berdiri untuk mengobrol 
dengan yang lain, dan tawa  dan  percakapan seru 
terdengar di sana-sini. 
Kerumunan orang terlihat di hadapan Hide-
yoshi. Dan lalu  satu orang lagi bergabung. 
"Bolehkah aku minta baskom ?" tanya mpu wiragajah  
yodono. 
Keperkasaan yang diperlihatkan yodono dalam 
pertempuran-pertempuran di wilayah Utara selalu 
  
dipuji-puji, dan konon tak ada musuh yang ber-
jumpa dua kali dengannya. Kasih sayang dijoyo  
bagi orang itu luar biasa. Ia suka menyebutnya 
sebagai "yodono-ku", atau "kepribadian ku", dan 
dengan bangga ia membeberkan kecakapan militer 
yang dimiliki yodono. 
dijoyo  memiliki  banyak kepribadian . namun  
jika ia berkata "kepribadian ku'. yang dimaksudnya 
hanya yodono seorang. 
Meski yodono baru berusia dua puluh 9 
tahun, ia memimpin benteng kota Uyama sebagai 
resi   marga nyoto , dan ia memiliki  provinsi 
dan pangkat yang boleh dibilang tak kalah di-
bandingkan para resi   besar yang berkumpul di 
ruang jamuan makan. 
"Hai, patih ronggolawe ," ujar dijoyo . "Berikan baskom 
pada kepribadian ku ini." 
patih ronggolawe  menoleh, seakan-akan baru me-
nyadari kehadiran yodono. 
"kepribadian ?" ia berkata sambil mengamati 
pemuda itu. "Ah, kau," Penampilan yodono 
memang  sesuai bagi seorang pahlawan  yang men-
jadi buah bibir semua orang, dan tubuhnya yang 
kekar memicu  patih ronggolawe  tampak semakin  
pendek dan lemah. 
Namun yodono tidak memiliki wajah penuh 
bekas cacar seperti pamannya. Ia berkulit putih 
namun  gelap, dan sepintas lalu alisnya mirip  
harimau , sementara tubuhnya bagaikan macan 
  
tutul. 
patih ronggolawe  menyerahkan sebuah baskom pada 
yodono. 
namun  yodono menggelengkan kepala. "Kalau aku 
diberi baskom , aku minta yang besar itu." 
baskom yang dimaksudnya masih berisi sedikit 
anggur . 
Tanpa pikir panjang patih ronggolawe  membuangnya 
dan berseru. "Mana pelayan?" 
Mulut botol bersepuh emas menyentuh bibir 
baskom berwarna merah terang, dan meski isi botol 
itu segera tertuang habis, baskom nya belum penuh. 
Seseorang lalu membawa   botol berikut, dan baskom 
diisi sampai luber. 
Si pahlawan  muda yang tampan menyipitkan 
mata, menempelkan baskom ke bibir, dan meng-
habiskan isinya dengan sekali tenggak. "Nah, bagai-
mana dengan Tuan sendiri." 
"Aku tidak memiliki  kemampuan seperti  
itu," ujar patih ronggolawe  sambil tersenyum. 
Mendengar penolakan patih ronggolawe , yodono men-
desak. 
"Mengapa Tuan tidak mau minum?" 
"Aku tidak kuat minum banyak." 
"Apa? Sedikit saja." 
"Aku minum, namun  tidak banyak." 
yodono tergelak. lalu  ia berkata, cukup 
keras untuk  didengar semua orang. "Desas-desus 
yang beredar ternyata benar. Tuan patih ronggolawe   
  
memang pandai mencari alasan, dan dia orang 
yang rendah hati. dahulu  sekali lebih dari dua 
puluh tahun lalu dia pesuruh yang bertugas 
menyapu kotoran kuda dan membawa   sandal Yang 
Mulia aidit . Sungguh mengagumkan bahwa 
dia belum melupakan masa itu." 
Ia tertawa  sebab   kelancangannya sendiri. Yang 
lain tentu saja terkesima. Segala percakapan men-
dadak terhenti, dan semua orang memandang 
bolak-balik antara patih ronggolawe , yang masih duduk di 
depan yodono, dan dijoyo . 
Sesaat  semua orang melupakan baskom 
masing-masing. patih ronggolawe  hanya tersenyum saat  
menatap yodono. Dengan kesabaran seorang laki-
laki berusia empat puluh lima tahun, ia meman-
dang pemuda berumur dua puluh 9 tahun 
di hadapannya. Perbedaan di antara mereka  
bukan sekadar perbedaan usia belaka. Perjalanan 
hidup patih ronggolawe  selama dua puluh 9 tahun 
pertama dan jalan yang ditempuh yodono sepan-
jang hayatnya sangat berlainan, baik dari segi ling-
kungan maupun pengalaman. yodono dapat dipan-
dang sebagai anak kecil yang tak mengenal pen-
deritaan dunia sebetulnya . Oleh sebab itu ia di-
kenal sombong dan berani. Dan rupanya ia ter-
masuk orang yang merasa tak perlu bersikap 
waspada di suatu tempat yang lebih berbahaya di-
bandingkan medan perang mana pun sebuah  
ruangan tempat semua pemimpin saat itu ber-
  
kumpul. 
"namun , patih ronggolawe , ada satu hal yang tak bisa ku-
terima. Tunggu, dengar dahulu . patih ronggolawe . Kau 
punya telinga untuk mendengar?" yodono berseru-
seru dengan lancang. Sikap kurang ajarnya bukan 
sebab  pengaruh anggur  semata-mata, melainkan 
lebih sebab  ada sesuatu  yang mengganjal di hati-
nya. Namun patih ronggolawe  menganggap ucapannya se-
bagai ocehan orang mabuk, dan menanggapinya 
dengan tenang.  
"Kau mabuk," katanya. 
"Apa?!" yodono menggelengkan kepala dengan 
tegas dan menegakkan tubuh. "Ini bukan masalah 
sepele yang bisa ditimpakan pada anggur  yang ku-
minum. Dengar. Di tempat persembahan tadi, 
saat  Yang Mulia mpu nala  dan Yang Mulia Nobu-
taka dan  semua resi  lain datang untuk  meng-
hormati arwah Yang Mulia aidit , bukankah 
kau duduk di kursi kehormatan sambil memangku 
Yang Mulia adipati prana dan memaksa mereka mem-
bungkuk ke arahmu, satu demi satu?" 
"Wah, wah," ujar patih ronggolawe , tertawa . 
"Apa yang kautertawa kan? Apa yang kauanggap 
lucu, patih ronggolawe ? Aku percaya kau sengaja meman-
faatkan Yang Mulia adipati prana agar kau, yang tak 
berarti apa-apa, bisa menerima penghormatan 
keluarga sinuhun  dan para resi nya. Ya, itu dia. Dan 
seandainya aku hadir, dengan senang hati aku 
akan mencopot kepalaku. Yang Mulia dijoyo  dan 
  
orang-orang terpandang yang duduk di sini begitu 
pemurah, sehingga aku jadi tak sabar, dan..." 
Saat itulah Kaisuie, yang duduk berjarak dua 
kursi dari patih ronggolawe , mereguk isi baskom nya sampai 
habis dan memandang berkeliling. "yodono, apa 
maksudmu bicara seperti ini mengenai orang lain? 
Tuan patih ronggolawe , kepribadian ku tidak bermaksud 
jahat. Jadi jangan hiraukan dia," ia berkata sambil 
tertawa . 
patih ronggolawe  tak bisa marah dan tak sanggup pula 
tertawa . Ia sudah  ditempatkan ke dalam posisi di 
mana ia hanya dapat memaksakan senyum tipis, 
namun  penampilannya memang cocok untuk situasi 
seperti itu. 
"Tuan dijoyo , jangan ambil pusing. Tidak apa-
apa." ujar patih ronggolawe . Ia jelas-jelas berlagak mabuk. 
"Jangan pura-pura, kuyang . Hei, kuyang !" 
yodono bersikap lebih congkak dibandingkan  biasanya. 
"'kuyang ! Wah, kali ini lidahku tergelincir, namun  di 
pihak lain memang  tidak mudah mengubah nama 
yang begitu umum dipakai  selama dua puluh 
tahun. 'kuyang .' Itulah yang teringat olehku. dahulu  
sekali, dia pesuruh mirip kuyang  yang bekerja 
membanting tulang di Bcnteng kedhiri . Saat itu 
pamanku sesekali bertugas jaga malam. Menurut 
cerita yang kudengar, suatu malam pamanku 
merasa jemu dan mengajak kuyang  menemaninya. 
Pamanku lalu memberikan sedikit anggur  padanya. 
sesudah  bosan minum-minum, pamanku akhirnya 
  
berbaring dan minta agar kakinya dipijat. kuyang  
yang tahu diri itu dengan senang hati menuruti 
permintaannya." 
Semua orang yang hadir mendadak tak lagi 
merasakan pengaruh anggur  yang menyenangkan. 
Wajah mereka menjadi pucat, sementara mulut 
masing-masing terasa kering. Ini bukan situasi 
biasa. Bukan tak mungkin bahwa di balik dinding-
dinding, di bayang-bayang pepohonan, dan  di 
bawah  lantai ada pedang, tombak, dan busur 
yang disembunyikan oleh orang-orang nyoto . 
Bukankah mereka terus berupaya memancing 
patih ronggolawe  agar bertindak sembrono? Sebuah  
perasaan ganjil, yang dialami oleh semua orang, 
mulai tumbuh dari perasaan tak percaya, dan 
perasaan itu terbawa   oleh angin senja dan bayang-
bayang lentera-lentera yang berkelap-kelip. Musim 
panas sudah  mencapai puncaknya, namun  semua 
orang mendadak merinding. 
patih ronggolawe  menunggu sampai yodono selesai, lalu 
tertawa  terbahak-bahak. 
"Ah, Tuan kepribadian , aku tak tahu dari mana 
kaudengar cerita itu, namun  kau membangkitkan 
kenangan indah. Dua puluh tahun silam, kuyang  
tua ini dikenal pandai memijat, dan seluruh marga 
sinuhun  sempat kuremas-remas. Bukan kaki Tuan 
dijoyo  saja yang pernah merasakan pijatanku. 
Lantas, saat  aku diberi gula-gula sebagai imbalan, 
ah, betapa nikmat rasanya! Mengenang masa itu, 
  
aku jadi ingin mencicipi gula-gula itu sekali lagi." 
patih ronggolawe  kembali tertawa . 
"Paman dengar itu?" yodono bertanya sambil ber-
megah-megah. "Berikanlah sesuatu pada Hide-
yoshi. Kalau Paman minta kaki Paman dipijat 
sekarang, siapa tahu dia mau melakukannya." 
"Jangan bawa   permainan ini terlampau jauh, 
yodono. Tuan patih ronggolawe , dia hanya main-main." 
"Tidak apa-apa. Sekarang pun aku masih suka 
memijat kaki orang." 
"Dan siapa gerangan orang itu?" yodono bertanya 
sambil tersenyum mencemooh. 
"Ibuku. Tahun ini usia beliau tujuh puluh 
tahun, dan memijat kakinya merupakan kese-
nangan tersendiri bagiku. Namun, sebab  aku 
begitu lama berada di medan perang, belakangan 
ini aku tak sempat merasakan kesenangan itu. 
Baiklah, sekarang aku mohon diri dahulu , namun  yang 
lain silakan teruskan acara ini." 
patih ronggolawe  orang pertama yang meninggalkan 
jamuan makan. saat  ia pergi dan menyusuri 
selasar utama, tak seorang pun berdiri untuk men-
cegahnya. Justru sebaliknya, para pembesar lain 
merasa bahwa ia bertindak dengan arif dan semua-
nya terbebas dari perasaan bahaya yang sempat 
meliputi mereka. 
Dua pelayan tiba-tiba muncul dari ruangan di 
dekat pintu masuk, tempat mereka disuruh me-
nunggu, lalu segera menyusulnya. Mereka pun 
  
merasakan suasana yang mengujawa  benteng kota 
selama dua hari terakhir. namun  patih ronggolawe  tidak 
memperkenankan para pengikutnya memasuki 
benteng kota dalam jumlah besar, jadi pada waktu 
kedua pelayan itu melihat majikan mereka dalam 
keadaan aman, pikiran mereka pun langsung 
tenang. 
Mereka sudah berada di luar dan sedang 
mengumpulkan para pembantu dan kuda saat  
mereka  mendengar sebuah  suara memanggil dari 
belakang. 
"Tuan patih ronggolawe ! Tuan patih ronggolawe !" 
Seseorang  mencarinya di lapangan yang gelap 
dan terbuka. Bulan sabit tampak mengambang di 
langit. "Aku di sebelah sini." 
patih ronggolawe   sudah duduk di atas kuda. danakertoarjo   
ngabeni segera  menghampirinya. 
"Ada apa?" patih ronggolawe  bertanya. Ia menatap 
danakertoarjo  , seperti seorang junjungan menatap 
pengikutnya. 
danakertoarjo   berkata, "Tuan pasti marah sekali. 
namun  semuanya hanya akibat anggur . Dan kepribadian  
Tuan dijoyo  masih muda, seperti Tuan lihat 
sendiri. Kuharap Tuan sudi memaafkannya," 
lalu  ia menambahkan. "Ini sesuatu yang 
sudah dibicarakan sebelumnya, dan Tuan mung-
kin sudah lupa, namun  pada hari keempat besok 
akan diadakan perayaan untuk mengumumkan 
suksesi Yang Mulia adipati prana, jadi jangan sampai 
  
Tuan tidak datang. Tuan dijoyo  menekankan hal 
ini sesudah  Tuan meninggalkan jamuan makan." 
"Begitukah? Hmm..." 
"Jagalah supaya Tuan hadir." 
"Aku mengerti." 
"Dan sekali lagi, mengenai kejadian tadi. Ku-
harap Tuan sudi melupakannya. Aku sudah   mem-
beritahu Tuan dijoyo  bahwa Tuan berjiwa besar, 
dan tentu tidak tersinggung oleh kelakar pemuda 
mabuk." 
Kuda patih ronggolawe  sudah mulai berjalan. "Ayo!" ia 
berseru kepada para pelayan, dan nyaris menabrak 
danakertoarjo  . 
Penginapan patih ronggolawe  terletak di bagian barat 
kota, tempat ia bermalam itu terdiri atas kuil Zen 
yang kecil dan rumah milik keluarga kaya yang 
disewanya. Anak buahnya dan kuda-kuda tidur di 
kuil, sementara ia sendiri menempati satu lantai di 
dalam rumah. 
sebetulnya  ia bisa dengan mudah ditampung 
oleh keluarga itu , namun  ia ditambah   sekitar tujuh 
ratus sampai 9 ratus pengikut. Namun 
jumlah itu tidak seberapa besar, sebab menurut 
desas-desus, marga nyoto  membawa   sekitar 
sepuluh ribu prajurit ke kedhiri . 
Begitu patih ronggolawe  kembali ke tempatnya meng-
inap, ia mengeluh mengenai asap yang memenuhi 
rumah itu. sesudah  memerintahkan agar jendela-
jendela dibuka, ia segera membuka jubah 
  
kebesarannya dengan lambang bunga paulouwnia. 
lalu  ia menanggalkan seluruh pakaiannya 
dan mengatakan ingin mandi. 
sebab  menyangka majikannya sedang gusar. 
dengan hati-hati pelayannya menuangkan seember 
air panas ke punggung patih ronggolawe . namun  patih ronggolawe   
malah menguap saat  memberamkan diri di 
dalam bak. lalu , seakan-akan meregangkan 
tangan dan kaki, ia mendesah. "Ah, sekarang aku 
mulai santai. Kelambunya sudah dipasang?" 
"Kelambu sudah kami siapkan, tuanku." jawab  
para pelayan yang memegang baju tidurnya. 
"Bagus, bagus. Sebaiknya kalian semua harus 
tidur cepat. Dan beritahu para prajurit yang ber-
tugas jaga." ujar patih ronggolawe  dari balik kelambu. 
Pintu-pintu ditutup, namun  jendela-jendela tetap 
terbuka, agar angin dapat masuk. Cahaya bulan 
seakan-akan bergetar. patih ronggolawe  mulai mengantuk. 
"Tuanku?" seseorang memanggil dari luar. 
"Ada apa? Kaukah itu, ki pralayan?" 
"Benar, tuanku. Kepala Biara Arima ada di sini. 
Dia ingin bertemu empat mata dengan tuanku."  
"Apa? Arima?" 
"Hamba sudah  memberitahunya bahwa tuanku 
sudah tidur, namun  dia terus mendesak." 
Sejenak tidak terdengar apa-apa dari balik 
kelambu. Akhirnya patih ronggolawe  berkata. "Suruh dia 
masuk. namun  sampaikan permintaan maaf sebab  
aku tidak turun dari tempat tidur, dan katakan 
  
bahwa aku jatuh sakit di benteng kota dan sudah 
minum obat." 
ki pralayan terdengar menuruni tangga. lalu  
seseorang menaiki tangga, dan tak lama lalu  
seorang laki-laki sudah  berlutut di lantai kayu, di 
depan tempat tidur patih ronggolawe . 
"Para pembantu Tuan memberitahuku bahwa 
Tuan sudah tidur, namun ..." 
"Tuan Kepala Biara?" 
"Ada hal penting yang perlu kusampaikan, jadi 
aku memberanikan diri datang malam-malam 
begini." 
"sesudah  mengikuti rapat marga selama dua hari. 
aku lelah jiwa raga. namun  apa yang membawa   Tuan 
ke sini di tengah malam buta?" 
Kepala biara itu berkata pelan-pelan. "Tuan 
hendak menghadiri jamuan makan untuk Yang 
Mulia adipati prana di benteng kota besok?" 
"Hmm, mungkin aku bisa datang kalau aku 
minum obat dahulu . Rasanya aku hanya terkena 
panas yang terlampau kuat, lagi pula orang-orang 
tentu akan gusar sekiranya aku tidak hadir." 
"Barangkali penyakit Tuan ini justru suatu 
berkah." 
"Wah, mengapa  Tuan berkata demikian?" 
"Beberapa jam lalu. Tuan meninggalkan jamuan 
makan sebelum usai. Tak lama sesudah  itu, tinggal 
orang-orang nyoto  dan sekutu-sekutu mereka 
yang masih berada di sana, dan tampaknya mereka 
  
diam-diam membahas sesuatu. Aku tidak tahu 
pasti apa yang mereka bicarakan, namun  Meeda Geni 
juga curiga, dan akhirnya kami pun mencuri 
dengar." 
Si kepala biara tiba-tiba terdiam, dan mengintip 
ke dalam kelambu, seakan-akan ingin memastikan 
patih ronggolawe  mendengarkannya. 
Seekor kumbang berwarna biru muda mengerik 
di sudut kelambu. patih ronggolawe  masih berbaring 
seperti sebelumnya, memandang langit-langit. 
"Silakan teruskan cerita Tuan." 
"Kami tidak tahu persis rencana mereka, namun  
kami percaya Tuan takkan dibiarkan hidup. Besok, 
pada waktu Tuan datang ke benteng kota, mereka 
hendak membawa   Tuan ke sebuah ruangan, meng-
hadapkan Tuan dengan daftar kesalahan Tuan, 
lalu memaksa Tuan melakukan seppuku, jika Tuan 
menolak, mereka bermaksud membunuh Tuan. 
Kecuali itu, mereka  akan menempatkan prajurit-
prajurit di dalam benteng kota, dan bahkan mengujawa  
kota benteng kota."  
"Hmm, ini cukup mencemaskan." 
"sebetulnya  Geni sendiri ingin datang ke sini 
untuk memperingatkan Tuan, namun  kepergiannya 
dari benteng kota tentu akan menarik perhatian, jadi 
aku yang datang. Kalau Tuan sedang sakit 
sekarang, itu pasti suatu tanda dari para dewa. 
Mungkin ada baiknya kalau Tuan tidak meng-
hadiri perayaan besok." 
  
"Entah apa yang harus kulakukan." 
"Aku berhadap Tuan tidak datang. Jangan pergi 
ke sana." 
"Jamuan itu diadakan untuk merayakan pelan-
tikan Yang Mulia adipati prana, dan semuanya wajib 
hadir. Aku berterima kasih atas maksud baik 
Tuan. Terima kasih banyak." 
Di balik kelambu, patih ronggolawe  menempelkan 
tangan dan berdoa ke arah Kepala Biara yang baru 
saja pergi. 
patih ronggolawe  sangat ahli dalam hal tidur. Terlelap 
sesaat , di mana pun seseorang berada, tampak-
nya mudah, namun  sebetulnya  kemampuan itu sukar 
tercapai. 
Ia mengembangkan kemampuan misterius ini, 
yang begitu dekat dengan pencerahan, sebab  ter-
desak keadaan, dan ia sudah  merangkumnya men-
jadi semacam semboyan yang selalu  ia ikuti, baik 
untuk mengurangi tekanan di medan perang 
maupun untuk menjaga kesehatannya sendiri. 
Masa bodoh. Bagi patih ronggolawe , ungkapan seder-
hana ini merupakan  jimat. 
Sikap masa bodoh mungkin tak dipandang se-
bagai sikap yang patut dibanggakan, namun  sikap 
itulah yang melandasi kemampuan tidur Hide-
yoshi. Ketidaksabaran, angan-angan, kasih sayang, 
kebimbangan, urgensi segala bentuk ikatan ter-
putus sesaat  pada waktu ia memejamkan mata, 
dan ia tidur dengan pikiran sebersih kertas putih 
  
yang belum  tercoret. Dan sebaliknya, pada saat 
terbangun, ia langsung sadar sepenuhnya. 
namun  sikap masa bodoh tidak hanya diguna-
kannya pada waktu bertempur dengan cerdik atau 
saat segala sesuatu berjalan sesuai rencana. Sepan-
jang perjalanan hidupnya, ia sudah  melakukan 
banyak kesalahan, namun  tak sekali pun ia merenungi 
kegagalan-kegagalan atau pertempuran-pertem-
puran yang berakhir dengan kekalahan. Pada 
kesempatan seperti itu, ia selalu teringat semboyan-
nya: masa bodoh. 
Kesungguh-sungguhan yang sering dibicarakan 
orang ketetapan hati yang tak tergoyahkan. Ke-
gigihan, atau konsentrasi pada satu hal bukanlah 
sesuatu yang istimewa bagi patih ronggolawe , melainkan 
merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. 
Jadi, bagi patih ronggolawe  jauh lebih penting mencapai 
sikap masa bodoh yang memberi peluang padanya 
untuk melepaskan diri dari sifat-sifat itu meski 
hanya sejenak agar ia dapat menarik napas lega. 
Sebaliknya, dengan sendirinya ia menyerahkan 
masalah hidup dan mati pada konsep yang satu 
itu: masa bodoh. 
Ia hanya berbaring sebentar. Satu jamkah ia ter-
tidur? 
patih ronggolawe   bangun. Ia menuruni tangga dan 
menuju kamar kecil. Sesaat  orang yang sedang  
bertugas jaga berlutut di lantai kayu sambil meme-
gang lampion. Segera sesudah  itu, saat  ia keluar 
  
dari toilet, orang lain membawa   mangkuk kecil 
berisi air, dan sesudah  mendekat, mengguyurkan 
airnya ke tangan patih ronggolawe . 
patih ronggolawe  mengeringkan tangan dan memper-
hatikan posisi bulan di atas atap. lalu  ia 
berpaling pada kedua pelayannya dan bertanya, 
"adipati lewuh ada di sini?" 
saat  orang yang ditanyai muncul, patih ronggolawe   
mulai menuju tangga dan menoleh  ke arah 
adipati lewuh sambil berjalan. 
"Pergi ke kuil dan beritahu orang-orang bahwa 
kita akan berangkat. Susunan prajurit dan  nama 
jalan-jalan yang harus dilewati sudah dicatat waktu 
kita meninggalkan benteng kota semalam, dan diserahkan pada tanah  pinisepuh , jadi mintalah petunjuk dari  dia." "Baik, tuanku." 
"Tunggu dahulu . Ada yang lupa kukatakan. Suruh 
ronggoluweng  menemuiku." 
Suara langkah adipati lewuh terdengar menyusuri 
rumpun pohon di belakang rumah, lalu menuju ke 
arah kuil. sesudah  ia pergi, patih ronggolawe  segera mengenakan baju tempur dan keluar. 
Penginapan patih ronggolawe  berada di dekat per-
simpangan jalan Raya Ise dan Jalan Raya blambangan . Ia  berbelok ke pojok gudang dan berjalan ke arah persimpangan. ronggoluweng , yang baru saja menerima panggilan 
patih ronggolawe , bergegas menyusulnya sambil terhuyung-huyung. "Hamba siap menjalankan perintah!" Ia berputar dan berlutut di hadapan 
patih ronggolawe .  ronggoluweng  prajurit berusia tujuh puluh lima tahun, namun  ia tak mudah dikalahkan oleh orang-orang yang lebih muda. patih ronggolawe  melihat ia datang mengenakan baju tempur. 
"Wah, urusan ini tidak memerlukan baju 
tempur. Aku minta kau melakukan sesuatu di pagi 
hari. Aku ingin kau tinggal di sini." 
"Di pagi hari? Maksud tuanku, di benteng kota?" 
"Benar. Kau segera paham, berkat pengalaman 
dari masa pengabdianmu yang panjang. Kuminta 
kau menyampaikan pesan ke benteng kota bahwa aku  jatuh sakit semalam, dan mendadak harus kembali  ke lojibenteng . Katakan juga aku sangat menyesal 
sebab  tak dapat menghadiri perayaan, namun  ber-
harap semuanya berjalan lancar. Aku bisa mem-
bayangkan dijoyo  dan danakertoarjo   akan termenung-menung untuk beberapa saat, jadi aku ingin kau menunggu di sana sambil berlagak pikun dan tuli. 
Jangan berikan tanggapan terhadap apa pun yang 
kaudengar, lalu tinggalkan tempat itu, seakan-akan 
tidak terjadi apa-apa." 
"Hamba mengerti, tuanku." 
Tubuh prajurit itu bungkuk seperti  udang, namun  
tombaknya tak pernah lepas dari tangan. Ia 
memberi hormat sebelum berdiri, lalu memutar 
tubuhnya, seakan-akan keberatan baju tempur, dan 
 melangkah pergi. 
Hampir semua orang di kuil sudah  berbaris di 
jalan di muka gerbang. Setiap korps, yang ditandai 
oleh panji masing-masing, dibagi-bagi menjadi 
beberapa kompi. Para komandan siaga di atas 
kuda, di depan unit-unit itu. 
Api pada sumbu-sumbu tampak berkelap-kelip, 
namun tak satu obor pun dinyalakan. 
Bulan di langit mirip  sabit. Menyusuri 
pepohonan di tepi jalan, ketujuh ratus prajurit itu 
bergoyang-goyang dalam kegelapan, seperti ombak di tepi pantai. 
"Hei! pinisepuh !" patih ronggolawe   berseru saat  mele-
wati barisan prajurit dan perwiranya. Wajah orang 
sukar dikenali di bawah  bayang-bayang pe-
pohonan, dan tiba-tiba muncul laki-laki pendek 
dengan tongkat bambu. yang diikuti enam atau 
tujuh orang lain. Sebagian besar prajurit mungkin 
menyangka ia pemimpin sckelompok kuli barang, 
namun  saat  mereka menyadari bahwa ia patih ronggolawe , 
mereka segera terdiam dan memundurkan kuda 
agar tidak menghalangi jalannya. 
"Hamba di sini! Di sebelah  sini!" 
tanah  pinisepuh  berada di kaki tangga. Ia sedang 
memberikan petunjuk pada sekelompok orang. 
saat  mendengar suara patih ronggolawe , ia segera  me-
nyelesaikan penjelasannya dan bergegas meng-
hampiri junjungannya itu. 
"Kau sudah siap?" patih ronggolawe   bertanya tak sabar, 
  
hampir tidak memberi kesempatan padanya untuk 
berlutut. "Kalau semuanya sudah beres, berangkat-
lah segera." 
"Ya, tuanku, kami sudah siap." 
sesudah  mengambil panji komandan berlam-
bang labu emas yang disandarkan di sudut 
gerbang, ia membawa  nya ke tengah-tengah barisan 
dan langsung menaiki kudanya. 
patih ronggolawe   berangkat, ditambah   para pelayan  pri-
badinya dan sekitar tiga puluh penunggang kuda. 
Biasanya dalam kesempatan seperti  ini sangkakala 
dibunyikan, namun  saat ini keadaan ridak memung-
kinkan. pinisepuh  sudah  menerima kipas komandan 
berwarna emas dari patih ronggolawe , dan melambaikan-
nya satu kali, dua kali, lalu untuk ketiga kali. 
Dengan aba-aba ini, centeng  berkekuatan tujuh 
ratus orang mulai bergerak. 
Kepala barisan lalu berubah arah dan lewat di 
hadapan patih ronggolawe . Semua komandan korps me-
rupakan pengikut-pengikut kepercayaan. Hanya 
sedikit veteran berpengalaman yang terlihat, mung-
kin sebab   sebagian besar ditinggalkan di benteng kota-
benteng kota patih ronggolawe  di lojibenteng , mendutrejo, dan 
tempat-tempat lain. 
Tengah malam, para prajurit patih ronggolawe  ber-
tolak  dari benteng kota kedhiri . 
Sepertinya mereka menyertai junjungan mere-
ka. sesudah  membelok ke Jalan Raya blambangan , mereka 
mengawal i perjalanan ke lojibenteng . 
  
patih ronggolawe   sendiri berangkat segera sesudah   itu. 
Rombongan yang menyertainya hanya berjumlah 
tiga puluh atau empat puluh orang. Ia menempuh 
rute yang berbeda sama sekali, dan bergegas me-
lewati jalan-jalan kecil di tempat  tak seorang  pun 
akan memergokinya. Menjelang fajar keesokan 
harinya, ia akhirnya tiba di lojibenteng .  

"Kita gagal, yodono." ujar dijoyo .  
"Tidak, rencana kita sebetulnya  sudah 
sempurna." 
"Apa ada rencana yang sempurna? Entah di 
mana kita membuat kesalahan, dan sebab  itulah 
ikannya bisa lolos dari jaring." 
"Hmm, aku sudah memperingatkan Paman. Jika 
Paman hendak bertindak, jangan bertindak 
setengah-setengah! Kalau saja kita menyerang 
tempat  bermalam bajingan itu, kepala patih ronggolawe   
tentu sudah berada di hadapan kita sekarang. namun  
Paman berkeras memilih jalan diam-diam. Seka-
rang semua usaha kita sia-sia, sebab  Paman tidak 
mau mendengarkanku." 
"Ah, kau masih hijau. Kau menyuruhku 
memakai rencana yang timpang, sedangkan 
rencana yang kususun lebih baik. Strategi terbaik 
adalah menunggu sampai patih ronggolawe  datang ke 
benteng kota, lalu memaksanya membelah perutnya 
sendiri. Tak ada yang lebih baik dari itu. namun  
  
berdasarkan laporan semalam. patih ronggolawe  tiba-tiba 
meninggalkan tempatnya menginap. Mula-mula 
kupikir kita memang  sial, namun  lalu  aku 
berubah  pikiran. Kalau si haram jadah itu mening-
galkan kedhiri  malam-malam, itu justru suatu 
berkah dari para dewa. Berhubung dia pergi tanpa 
pemberitahuan sebelumnya, aku bisa melaporkan 
segala kejahatannya. Kau kusuruh menjebak dan 
membunuhnya dalam perjalanan, agar keadilan 
dapat ditegakkan." 
"Sejak awal  Paman sudah  membuat kesalahan." 
"Aku membuat kesalahan? Apa maksudmu?" 
"Pertama, Paman terlampau percaya bahwa Hide-
yoshi akan memudahkan usaha kita dengan datang 
ke benteng kota. lalu , walaupun Paman sudah   
memerintahkan agar aku membawa   beberapa 
prajurit untuk membunuhnya di perjalanan, 
Paman melakukan kesalahan kedua, yaitu lalai 
menyuruh orang-orang menjaga jalan-jalan kecil." 
"Bodoh! Aku memberikan wewenang padamu 
dan menyuruh para resi  lain mengikuti segala 
perintahmu, sebab  aku percaya kau takkan me-
lupakan hal sepele seperti itu. Berani-beraninya 
kau melemparkan kesalahan padaku, padahal kau 
yang menempatkan prajurit-prajurit kita di jalan 
utama saja, sehingga patih ronggolawe   bisa lolos! Akuilah 
bahwa kau masih kurang berpengalaman!" 
"Baiklah, kali ini aku minta maaf atas kekhi-
lafanku, namun  untuk selanjutnya. Paman, tolong 
  
jangan terlalu mengandalkan akal bulus. Orang 
yang hanyut oleh kelicikannya sendiri, suatu hari 
mungkin tenggelam di dalamnya." 
"Apa maksudmu? Kaupikir aku terlalu banyak 
bersiasat?" 
"Itu sudah menjadi kebiasaan Paman." 
"Hah, beraninya kau..." 
"Bukan aku saja. Paman. Semua orang sepen-
dapat. 'Hati-hati menghadapi Yang Mulia dijoyo . 
Kita tak pernah tahu apa rencananya.'" 
dijoyo  terdiam. Alisnya yang hitam tebal 
tampak berkerut-kerut. 
Untuk waktu lama, hubungan antara Paman 
dan kepribadian  itu jauh lebih hangat dibandingkan  
sekadar hubungan antara junjungan dan pengikut. 
namun  keakraban berlebihan sudah  mengikis wibawa   
dan rasa hormat dalam hubungan mereka, sehing-
ga hal-hal itu  kini sudah  tiada. Pagi itu dijoyo  
hanya bisa merengut. 
Perasaan tak senang yang meliputi dirinya di-
muncul kan oleh berbagai sebab. Semalam suntuk ia 
tidak memejamkan mata. sesudah  memberikan 
perintah pada Gemba untuk memburu patih ronggolawe . 
dijoyo  menunggu  sampai fajar, menanti laporan 
yang dapat menghilangkan kesuraman di hatinya. 
Namun saat  yodono kembali, ia tidak mem-
bawa    laporan yang ditunggu-tunggu oleh dijoyo . 
"Ternyata hanya para pengikut patih ronggolawe   yang 
melewati Jalan Raya. patih ronggolawe  sendiri tidak 
  
tampak batang hidungnya. Kupikir sia-sia saja kami 
menyerang mereka, jadi aku kembali dengan 
tangan kosong, tanpa apa pun sebagai bukti usaha-
ku." 
Laporan itu, ditambah  kelelahan dijoyo  akibat 
tidak tidur, memicu  ia semakin patah 
semangat. 
Lalu yodono pun menyalah-nyalahkannya, se-
hingga tidak mengherankan bahwa dijoyo  merasa 
murung pada pagi itu. 
namun  kemurungannya tak bisa dibiarkan ber-
kelanjutan. Hari itu pelantikan adipati prana diraya-
kan. sesudah  makan pagi, dijoyo  tidur sejenak, 
lalu mandi. lalu  ia sekali lagi mengenakan 
pakaian kebesaran yang panas, dan  tutup kepala. 
dijoyo  bukan orang yang mau memperlihatkan 
bahwa ia merasa murung. Hari ini langit tertutup 
awan  dan udara bahkan lebih lembap dibandingkan  kemarin, namun  sikap dijoyo  saat  menyusuri jalan  menuju benteng kota kedhiri  lebih gagah dibandingkan  siapa pun di kota benteng kota, dan wajahnya bersimbah peluh. 
Orang-orang garang yang pada malam sebelum  
nya masih mengencangkan tali pengikat helm dan 
merayap di tengah rerumputan dan semak-semak 
dengan membawa   tombak dan senapan untuk 
membunuh patih ronggolawe , kini berkumpul dengan topi kebesaran dan pakaian upacara. Busur mereka tersimpan dalam kotak masing-masing dan tombak 
mereka disarungkan. Semuanya tampak seolah tak 
tahu apa-apa saat  bergabung dalam iring-iringan 
menuju benteng kota. 
Tentu saja orang-orang yang hendak pergi ke 
benteng kota bukan anggota marga nyoto  semata-
mata. Ada pula orang-orang dari pihak Niwa, 
danakertoarjo  , dan marga-marga lain. Yang kemarin 
masih hadir namun  kini tak terlihat lagi hanyalah 
mereka yang berada di bawah  komando patih ronggolawe . 
danakertoarjo   ngabeni memberitahu dijoyo  
bahwa ronggoluweng  sudah  menunggu di benteng kota 
sejak pagi, sebagai utusan patih ronggolawe . 
"Dia bilang patih ronggolawe  tak bisa hadir hari ini 
sebab  sakit, dan patih ronggolawe  menyampaikan per-
mintaan maaf kepada Yang Mulia adipati prana. Dia 
juga menyinggung bahwa dia ingin bertemu Tuan. 
Sudah agak lama dia menunggu." 
dijoyo  mengangguk dengan geram. Meski   
merasa gusar bahwa patih ronggolawe  pura-pura tidak 
tahu apa-apa, ia pun terpaksa berlagak tidak 
memahami duduk perkaranya. saat  menerima 
ronggoluweng , dijoyo  mcngajukan pertanyaan demi 
pertanyaan dengan penuh curiga. Sakit apakah 
yang diderita patih ronggolawe ? Jika ia mendadak me-
mutuskan untuk kembali ke lojibenteng  semalam, 
mengapa ia tidak memberitahu dijoyo ? Seandai-
nya diberitahu, dijoyo  tentu akan mengunjungi-
nya dan mengatur segala sesuatu. namun  sepertinya 
daya pendengaran ronggoluweng  sudah amat 
  
menurun, dan ia hanya memahami setengah dari 
apa yang diucapkan dijoyo . 
Apa pun yang dikatakan dijoyo , orang tua itu 
tampak tak paham dan terus mengulangi jawaban pasti 
yang sama. Menyadari bahwa tatap muka ini hanya 
buang-buang waktu saja, dengan dongkol dijoyo  
menduga-duga alasan patih ronggolawe  mengirim prajurit 
tua yang pikun ini sebagai utusan resmi. 
Mengomel pun tak mempan terhadap orang tua 
itu. Sambil memendam emosi, dijoyo  meng-
ajukan satu pertanyaan lagi pada ronggoluweng , 
untuk mengakhiri percakapan mereka. 
"Utusan, berapa usiamu sekarang?" 
"Tepat... ya, benar sekali." 
Aku menanyakan umurmu. Berapa usiamu 
sekarang?"  
"Ya, Yang Mulia benar sekali."  
"Apa?" 
dijoyo  merasa dipermainkan. Ia mendekatkan 
mulutnya ke telinga ronggoluweng , dan berteriak 
dengan suara cukup nyaring untuk memecahkan 
cermin. 
"Berapa usiamu tahun ini?" 
ronggoluweng  mengangguk-angguk, dan men-
jawab  dengan tenang. 
"Ah, hamba mengerti. Yang Mulia menanyakan 
usia hamba. sebetulnya  hamba belum  melaku-
kan sesuatu yang berarti, namun  tahun ini usia hamba 
tujuh puluh lima tahun." 
  
dijoyo  tercengang. 
Betapa konyol bahwa ia sampai naik pitam pada 
orang tua ini, padahal masih banyak yang harus 
dikerjakan, sehingga kemungkinan ia takkan 
sempat beristirahat sepanjang hari. Terdorong oleh 
kebenciannya terhadap patih ronggolawe . dijoyo  ber-
ikrar bahwa sebentar lagi mereka takkan berada di 
bawah  langit yang sama. 
"Pulanglah. Ini sudah cukup." 
Sambil memberi isyarat dengan dagu, ia 
menyuruh orang tua itu pergi, namun  pantat 
ronggoluweng  seperti direkatkan di lantai. 
"Apa? Bagaimana kalau ada jawab an?" Kumo-
hachi bertanya dan memandang dijoyo  dengan 
sabar. 
"Tidak ada! Tidak ada jawab an. Katakan saja 
pada patih ronggolawe  bahwa suatu hari kami akan 
berjumpa lagi." 
Dengan ucapan terakhir ini, dijoyo  berbalik 
dan menyusuri selasar sempit ke benteng kota dalam. 
ronggoluweng  pun mengayunkan langkah. Sambil 
berkacak pinggang, ia menoleh ke arah dijoyo . 
Dan sambil terkekeh-kekeh, ia akhirnya menuju 
gerbang benteng kota. 
Upacara pelantikan adipati prana dilaksanakan 
hari itu, dan perayaan yang menyusul mengalah-
kan perayaan pada malam sebelumnya. Tiga 
bangsal di dalam benteng kota dibuka untuk meng-
umumkan pengangkatan junjungan yang baru, dan 
  
orang-orang pun datang berbondong-bondong. 
Topik pembicaraan utama di antara para tamu 
adalah sikap patih ronggolawe  yang dianggap menghina. 
Berpura-pura sakit hingga tidak menghadiri acara 
yang sedemikian penting benar-benar keterlaluan, 
dan ada saja yang berkomentar bahwa ketidak-
setiaan dan ketidaktulusan patih ronggolawe   terlihat jelas 
sekarang. 
dijoyo  tahu bahwa celaan-celaan terhadap 
patih ronggolawe   dilontarkan oleh  para pengikut Taki-
gkertoarjo  ngabeni dan mpu wiragajah  yodono, namun ia 
tetap menikmati kepercayaan bahwa keuntungan 
kini berada di pihaknya. 
sesudah  rapat besar, peringatan hari kematian 
aidit , dan perayaan pelantikan, kedhiri  setiap  
hari diguyur hujan lebat. 
Sejumlah pembesar kembali ke provinsi masing-
masing, sehari sesudah perayaan itu. namun  beberapa 
yang lain tertahan oleh Sungai kedhiri  yang 
meluap. Mereka yang tertinggal menunggu  cuaca 
cerah, mungkin besok atau hari berikutnya, namun  
sementara itu mereka tak dapat berbuat apa-apa 
selain duduk di tempat mereka menginap. 
Namun bagi dijoyo   masa penantian itu belum  
tentu sia-sia. 
Berkali-kali ia dan nosferatu  saling mengun-
jungi. Perlu diingat bahwa radenmas , istri dijoyo , 
merupakan  adik aidit , dan dengan demikian 
bibi nosferatu . Kecuali itu, sebetulnya  Nobu-
  
taka-lah yang membujuk radenmas  untuk menikah lagi 
dan menjadi istri dijoyo . Sejak pernikahan itulah 
hubungan antara dijoyo  dan nosferatu  menjadi 
akrab, melebihi hubungan antara saudara ipar 
semata-mata. 
danakertoarjo   ngabeni pun mengikuti pertemuan-
pertemuan itu, dan kehadirannya memiliki  arti 
khusus. 
Pada hari kesepuluh bulan itu, danakertoarjo   
mengirim undangan untuk upacara minum teh 
kepada para pembesar yang masih berada di 
kedhiri . Acara itu diadakan pagi hari. 
Undangan itu berbunyi sebagai berikut: 
 
Hujan yang melanda kedhiri  belakangan ini sudah 
mereda, dan kalian semua ingin segera kembali ke 
kampung halaman. Pepatah di kalangan prajurit 
mengatakan bahwa pertemuan mereka yang berikut 
diliputi ketidakpastian. Sambil mengenang mendiang 
junjungan kita, aku ingin menawarkan  sebaskom teh 
tawa r di tengah embun pagi.. Aku tahu kalian semua 
harus bergegas pulang sesudah  kunjungan panjang ini, 
namun  aku mengharapkan kehadiran kalian. 
 
Hanya itu yang dikatakan, dan memang  hanya 
itu yang dapat diharapkan. namun  para warga kedhiri  
dihantui kecemasan saat  melihat orang-orang 
yang datang dan pergi. 
Ada apa sebetulnya ? Rapat perangkah? Orang 
seperti Hachiya, punggawapatih , Kanapatih, dan Kkertoarjo jiri 
  
menghadiri acara minum teh pagi itu, sementara 
nosferatu  dan dijoyo  mungkin merupakan tamu 
kehormatan. namun  apakah pertemuan itu  
memang  sekadar minum teh bersama, atau suatu 
pertemuan rahasia, hanya diketahui oleh sang 
pengundang dan para tamunya. 
Pada sore hari, para resi   akhirnya kembali 
ke provinsi masing-masing. Pada malam hari 
keempat belas. dijoyo  mengumumkan bahwa ia 
akan pulang ke radenkanjeng , dan pada hari kelima 
belas ia meninggalkan kedhiri . 
Namun begitu ia menyeberangi Sungai brantas  
dan memasuki blambangan , dijoyo  mendengar desas-
desus bahwa centeng  patih ronggolawe  sudah  menutup 
semua jalan di pegunungan antara Tarui dan 
betari jawi , dan  menghalangi perjalanan ke radenkanjeng . 
dijoyo  baru saja memutuskan bahwa ia akan 
menyerang patih ronggolawe , namun  sekarang situasi sudah  
berbalik, dan ia bagaikan berjalan di atas lapisan es 
tipis. Untuk mencapai radenkanjeng , dijoyo  harus 
melewati lojibenteng , dan lawan nya sudah kembali 
ke sana. Apakah patih ronggolawe  akan membiarkannya 
lewat tanpa menyerangnya? 
saat  dijoyo  bertolak dari kedhiri , para jen-
dralnya menyarankan ia menempuh jalan memu-
tar melalui Ise, provinsi danakertoarjo   ngabeni. 
Namun jika ia menuruti saran mereka, dunia 
tentu akan menyangka ia takut terhadap Hide-
yoshi sebuah aib yang tak tertahankan oleh 
  
dijoyo . namun  pada waktu mereka memasuki blambangan , 
pertanyaannya tadi terus menghantui. 
Laporan-laporan mengenai pergerakan centeng  
di pegunungan memaksa dijoyo  menghentikan 
barisan dan membentuk susunan tempur, sampai 
kebenaran laporan-laporan terscbut dapat diselidi-
ki. 
lalu  terdengar kabar angin bahwa unit-
unit di bawah  komando patih ronggolawe  terlihat di 
daerah betari jawi ; dijoyo  dan para resi nya yang 
duduk di atas kuda langsung merinding. saat  
mencoba membayangkan kekuatan dan strategi 
musuh yang menghadang, mereka pun diliputi 
perasaan suram. 
centeng  dihentikan secara mendadak di ha-
dapan Sungai Ibi, sementara dijoyo  dan para 
perwiranya berunding di tempat persembahan 
setempat. Harus maju atau mundurkah mereka? 
Satu strategi yang masuk akal adalah mundur 
sementara dan mengujawa  kedhiri  dan  adipati prana. 
lalu  mereka dapat mengumumkan segala 
kesalahan patih ronggolawe , mempersatukan para pang-
lima lain, lalu berangkat lagi dengan kekuatan yang 
lebih besar. Di pihak lain, sekarang pun mereka  
membawa   centeng  besar, dan sebagai centeng adipati , 
dengan senang hati mereka akan menerobos 
barisan lawan  untuk meraih kemenangan cepat. 
saat  mengira-ngira hasil akhir dari masing-
masing alternatif, mereka menyadari bahwa 
  
pilihan percuma akan memicu  perang ber-
larut-larut, sementara pilihan kedua akan memberi 
kepastian sesaat . Namun bukannya tak mungkin 
bahwa justru mereka sendiri yang akan menderita 
kekalahan. 
Medan bergunung-gunung di sebelah utara 
Sekigahara memang menguntungkan orang untuk 
memasang jebakan. Kecuali itu, centeng  Hide-
yoshi  yang kembali ke lojibenteng  pasti bukan pa-
sukan kecil yang baru bertolak  dari kedhiri . Dari 
gunungselatan bagian selatan sampai ke daerah betari jawi  dan 
Yoro, sejumlah besar orang dari benteng kota-benteng kota 
kecil, keluarga-keluarga pembesar provinsi, dan se-
jumlah kediaman centeng adipati  menjalin ikatan dengan 
patih ronggolawe . Hanya sedikit yang berhubungan 
dengan marga nyoto . 
"Dari sudut mana pun masalah ini kupandang, 
rasanya tak ada strategi untuk menghadapi Hide-
yoshi  di sini. Dia pasti sengaja pulang cepat-cepat 
untuk menarik keuntungan seperti ini. Kurasa kita 
sebaiknya menghindari pertempuran yang diingin-
kannya dalam kondisi sekarang," ujar dijoyo , 
mengulangi saran para resi nya. 
Namun yodono tertawa  geram. "Tindakan itulah 
yang paling tepat jika Paman ingin menjadi bahan 
tertawa an, sebab  begitu jerih terhadap Hide-
yoshi." Dalam rapat perang mana pun, saran untuk  
mundur merupakan  saran lemah, sementara saran 
untuk maju dianggap lebih kuat. Pendapat yodono 
  
khususnya memiliki  pengaruh besar terhadap 
para anggota staf lapangan. Keberaniannya yang 
tiada tara, kedudukannya di dalam marga, dan  
sikap dijoyo  terhadapnya, semua itu merupakan  
faktor yang dijadikan bahan pertimbangan. 
"Lari saat  melihat musuh, tanpa melepaskan 
satu anak panah pun, pasti akan menghancurkan 
reputasi marga nyoto ," salah seorang resi  
berkata. 
"Lain halnya kalau keputusan seperti ini diambil 
sebelum kita meninggalkan kedhiri ." 
"Yang Mulia yodono benar. Kalau orang-orang 
mendengar kita sudah sampai di sini lalu mundur 
lagi, kita akan menjadi bahan tertawa an bagi 
generasi-generasi yang akan datang." 
"Bagaimana kalau kita mundur sesudah  ben-
trokan senjata pertama?" 
"Mereka  toh hanya anak buah si kuyang ." 
Semua prajurit muda mendukung yodono 
dengan menggebu-gebu. Satu-satunya orang yang 
tetap membisu adalah Menju Shosuke. "Bagai-
mana menurutmu, Shosuke?" 
dijoyo  jarang menanyakan pendapat Shosuke. 
Belakangan ini Shosuke kurang disenangi dijoyo , 
sebab   itu ia lebih banyak diam. Kini ia menjawab  
dengan patuh. "Hamba sependapat dengan 
yodono." 
Di tengah-tengah yang lain, yang semuanya ber-
darah panas dan siap bertempur, Shosuke tampak 
  
sedingin air dan sepertinya kurang berani, meski   
masih muda. namun  ia menjawab  seakan-akan tak 
ada pilihan lain. 
"Kalau Shosuke pun bisa bersikap begini, kita 
akan mengikuti saran yodono dan terus maju. namun  
kita perlu mengirim pengintai sesudah  menye-
berangi sungai, dan tidak bertindak sembrono. 
centeng  infanteri maju lebih dahulu , lalu kesatuan 
tombak. Tempat  para penembak di depan barisan 
belakang. Kalau musuh memang berusaha men-
jebak kita, senjata api tak banyak gunanya di 
depan. Kalau musuh ada di sini dan para pengintai 
memberikan tanda, segera bunyikan genderang, 
namun  jangan perlihatkan kebingungan sedikit pun. 
Para komandan unit harus menunggu aba-aba 
dariku." 
sesudah  memperoleh perintah, centeng  dijoyo  
melintasi Sungai Ibi. Ternyata tidak terjadi apa-
apa. saat  mereka mulai bergerak menuju 
Akasaka, tetap tak ada tanda-tanda kehadiran 
musuh. 
Unit-unit pengintai sudah jauh di depan, dan 
sedang mendekati Desa Tarui. Di sini pun mereka  
tidak menemukan sesuatu yang aneh. 
Seorang laki-laki mendekat, ia tampak men-
curigakan, lalu segera  dihampiri dan ditahan oleh  
anggota unit pengintai. saat  diancam dan di-
mintai keterangan, orang itu langsung membuka 
mulut, namun mereka yang mengancamlah yang 
  
kecewa. 
"Kalau kalian ingin tahu apakah aku melihat 
anak buah Yang Mulia patih ronggolawe   di jalan tadi, ya, 
aku memang melihat mereka. Pagi-pagi sekali, di 
sekitar betari jawi . Sekarang mereka sedang melewati 
Tarui." 
"Berapa jumlah mereka?" 
"Aku tidak tahu pasti, namun  tentunya ada be-
berapa ratus orang."  
"Beberapa ratus?" 
Para pengintai saling pandang. sesudah   melepas-
kan orang itu, mereka segera melapor pada 
dijoyo . 
Berita itu di luar dugaan. centeng  musuh 
begitu kecil, sehingga dijoyo  dan para resi nya 
semakin waswas. Namun perintah untuk maju 
sudah   diberikan. Saat itulah tiba laporan bahwa 
utusan dari patih ronggolawe  sedang menuju ke arah 
mereka. saat  orang itu akhirnya muncul, mereka 
meihat bahwa ia bukan prajurit berbaju tempur, 
melainkan pemuda tampan yang mengenakan 
mantel sutra dan jubah . Bahkan tali kekang 
kudanya pun dihiasi dengan mewah. 
"Nama hamba Iki Hanshichiro," pemuda itu  
memperkenalkan diri, "pelayan pribadi Yang Mulia 
Hidekatsu. Hamba datang untuk menawarkan  jasa 
sebagai pemandu bagi Yang Mulia dijoyo ." 
Hanshichiro melewati para pengintai yang ter-
bengong-bengong. Sambil berseru-seru bingung, 
  
komandan mereka mengejar Hanshichiro, ia 
begitu terburu-buru, schingga nyaris terjatuh dari 
kuda. 
dijoyo  dan para perwira  stafnya memandang 
pemuda itu dengan curiga. Mereka sudah  siap 
menghadapi pertempuran, dan semangat mereka  
pun berkobar-kobar. lalu , di tengah-tengah 
tombak dan sumbu senapan yang membara, 
pemuda tampan ini turun dari kuda dan mem-
bungkuk sopan. 
"Pelayan pribadi Yang Mulia Hidekatsu? Aku 
tak tahu apa artinya ini, namun  bawa   dia ke sini. Kita 
bisa bicara dengannya," dijoyo  memerintahkan. 
dijoyo  melangkah ke pinggir jalan dan berdiri 
di bawah  naungan pohon. sesudah  kursinya disiap-
kan, ia berusaha menutup-nutupi ketegangan yang 
meliputi anak buahnya dan dirinya sendiri, lalu 
mempersilakan utusan patih ronggolawe  untuk duduk. 
"Kau bawa   pesan?" 
"Yang Mulia tentu lelah sesudah  menempuh per-
jalanan panjang dalam cuaca panas ini."  Hanshi-
chiro berkata dengan formal. 
Anehnya, kata-katanya persis seperti sapaan di 
masa damai. Sambil mengambil sepucuk surat dari 
kotak yang tergantung pada bahunya, ia melanjut-
kan, "Yang Mulia patih ronggolawe  menyampaikan 
salam." lalu  ia menyerahkan surat itu pada 
dijoyo . 
dijoyo  menerimanya dengan curiga dan tidak 
  
segera membukanya. Sambil mengedip-ngedipkan 
mata, ia menatap Hanshichiro. 
"Kaubilang kau pelayan pribadi Tuan Hide-
katsu?" 
"Benar, Yang Mulia." 
"Bagaimana kabar Tuan Hidekatsu? Baik-baik 
sajakah dia?"  
"Ya, Yang Mulia." 
"Dia tentu sudah bertambah  besar." 
"Tahun ini usia beliau tujuh belas tahun, Yang 
Mulia." 
"Wah, sudah sebesar itu? Waktu berlalu dengan 
cepat, bukan? Sudah lama aku tidak bertemu 
dengannya." 
"Hari ini beliau memperoleh perintah dari ayah 
beliau untuk datang ke Tarui guna memberikan 
sambutan."  
"Apa?" dijoyo  tergagap-gagap. Sebuah kerikil di 
bawah  kaki kursinya remuk akibat berat badannya, 
yang sama besar dengan rasa kaget di hatinya. 
sebetulnya  Hidekatsu putra aidit , dan 
diangkat anak oleh patih ronggolawe . 
"Sambutan? Siapa yang hendak kausambut?"  
"Yang Mulia, tentu saja." 
Hanshichiro menutup wajah dengan kipas dan 
tertawa . Kelopak mata dan mulut lawan  bicaranya 
gemetar tak terkendali, sehingga ia tak sanggup 
menahan senyum. 
"Aku? Dia datang untuk menyambut aku?" 
  
dijoyo   terus bergumam. 
dijoyo  begitu tercengang, sampai-sampai surat 
di tangannya terlupakan olehnya. Berulang kali ia 
mengangguk tanpa sebab jelas. saat  matanya 
mengikuti kata-kata yang tertulis, berbagai emosi 
melintas di wajahnya. Surat itu bukan dari Hide-
katsu, melainkan tak pelak ditulis oleh patih ronggolawe   
sendiri. Nadanya sangat jujur. 
 
Jalan antara gunungselatan bagian utara dan radenkanjeng  sudah sering 
dilalui Tuan, jadi kurasa Tuan takkan tersesat. Meski 
demikian, aku mengutus putra angkatku, Hidekatsu, 
sebagai pemandu jalan. Kini beredar kabar burung tak 
berdasar, yang sebetulnya  tak pantas memperoleh 
perhatian Tuan, bahwa lojibenteng  merupakan tempat 
yang baik untuk menghalangi perjalanan Tuan. Untuk 
membantah laporan-laporan palsu itu , aku mengutus 
putra angkatku guna menyambut Tuan, dan Tuan boleh 
menahannya sebagai sandera, sampai Tuan melewati 
daerah ini dengan tenang, sebetulnya  aku bermaksud 
mengundang Tuan ke lojibenteng , namun aku sakit 
sejak kembali dari kedhiri .... 
 
sesudah  mendengar ucapan utusan patih ronggolawe   
dan membaca surat yang dikirimnya, mau tak mau 
dijoyo  merenungkan ketakutannya sendiri. Ia 
sempat gemetar ketakutan saat  berusaha 
mengira-ngira apa yang mungkin tersimpan dalam 
hati patih ronggolawe , dan kini ia merasa lega. Sudah 
lama ia dikenal sebagai ahli strategi yang lihai, dan 
ia dianggap begitu penuh intrik, sehingga setiap  
  
kali berbuat sesuatu, orang-orang langsung ber-
komentar bahwa dijoyo  sedang beraksi lagi. 
Namun pada saat seperti  ini, dijoyo  bahkan tidak 
berusaha menutup-nutupi perasaannya dengan 
berlagak tak acuh. Ini sebagian wataknya yang 
sangat dipahami almarhum aidit . aidit  
tahu betul akan keberanian dijoyo , kelihaiannya, 
dan kejujurannya. sebab  ini pula aidit  
memberikan tanggung jawab  berat sebagai pang-
lima tertinggi dalam operasi militer di wilayah 
Utara pada dijoyo , menempatkan sejumlah besar 
prajurit dan sebuah provinsi besar di bawah  
komandonya, dan menjadikannya andalan utama. 
Kini, saat dijoyo  merenungkan junjungannya 
yang begitu memahami dirinya, namun tak lagi 
berada di dunia, ia merasa tak ada orang yang 
dapat dipercayainya. 
namun  sekarang perasaan dijoyo  tiba-tiba ter-
sentuh oleh surat patih ronggolawe , dan segala prasangka 
yang dipendamnya berbalik sesaat . Ia kini 
mengakui bahwa permusuhan di antara mereka 
semata-mata disebabkan oleh kecurigaan dan 
ketakutannya sendiri. 
"sesudah  junjungan kita tiada, patih ronggolawe -lah 
orang yang patut memperoleh kepercayaan kita," ujar 
dijoyo . 
Malam itu ia asyik berbincang-bincang dengan 
Hidekatsu. Keesokan harinya ia melintasi betari jawi  
ditambah    pemuda itu dan memasuki lojibenteng , 
  
sambil terus memeluk kesan baik yang baru 
diperolehnya. 
namun  di lojibenteng , sesudah  ia dan para pengikut 
seniornya mengantar Hidekatsu sampai ke gerbang 
benteng kota, dijoyo  sekali lagi dikejutkan saat  
mengetahui bahwa patih ronggolawe  sudah beberapa 
lama tidak berada di lojibenteng . patih ronggolawe   
ternyata sudah  pergi ke trowulan  untuk menyelesaikan 
berbagai masalah negara. 
"Lagi-lagi patih ronggolawe  mengelabuiku!" kata 
dijoyo , dan kedongkolannya segera bangkit kem-
bali. Terburu-buru ia meneruskan perjalanan 
pulang. 
 

 
Akhir Bulan Ketujuh sudah  tiba. Untuk memenuhi 
janji yang sudah  diberikannya, patih ronggolawe   menye-
rahkan benteng kota lojibenteng  berikut daerah sekitar-
nya pada dijoyo , yang lalu meneruskannya kepada 
putra angkatnya, Katsutoyo. 
dijoyo  tetap  belum tahu, mengapa  patih ronggolawe   
dalam rapat di kedhiri  bersikeras agar benteng kota itu 
diberikan pada Katsutoyo. Baik para pedan  rapat 
maupun masyarakat umum tidak menaruh curiga 
pada syarat itu , bahkan tidak berusaha men-
duga-duga maksud patih ronggolawe  . 
dijoyo  memiliki  satu putra angkat lagi, 
Katsutoshi, anak laki-laki yang pada tahun itu 
  
merayakan ulang tahun kelima belas. Tak sedikit 
anggota marga nyoto  menyesalkan bahwa jika 
hubungan antara dijoyo  dan Katsutoyo demikian 
dingin, masa depan marga bisa terancam. 
"Katsutoyo selalu ragu-ragu," dijoyo  mengeluh. 
"Tak pernah dia melakukan sesuatu dengan jelas 
dan tegas. Wataknya tidak cocok untuk menjadi 
putraku. Katsutoshi, sebaliknya, sama sekali tidak 
memiliki sifat buruk dalam dirinya. Dia benar-
benar menganggapku ayahnya." 
namun  jika dijoyo  lebih menyukai Katsutoshi 
dibandingkan Katsutoyo, kepribadian nya yodono 
bahkan lebih disayanginya. Kasih sayangnya ter-
hadap yodono melampaui kasih sayang biasa bagi 
kepribadian  atau putra, dan ia cenderung memu-
puk perasaan itu. sebab nya dijoyo  terus meng-
kertoarjo si kedua adik yodono, mpu hanjana dan Katsu-
masa, dan menempatkan keduanya di benteng kota-
benteng kota strategis, meski mereka  baru berusia dua 
puluhan. 
Di tengah keakraban antara para anggota 
keluarga dan para pengikut, hanya Katsutoyo yang 
merasa tidak puas dengan ayah angkatnya dan 
kakak-adik mpu wiragajah . 
Suatu saat , dalam perayaan Tahun Baru, pada 
waktu keluarga dan para pengikut dijoyo  ber-
datangan untuk mengucapkan selamat Tahun 
Baru, baskom anggur  pertama dibagikan oleh dijoyo . 
Dengan sendirinya Katsutoyo menyangka ia yang 
  
akan memperolehnya, dan ia sudah  maju beringsut-
ingsut dengan penuh hormat. 
"baskom ini bukan untukmu, Katsutoyo, namun  
untuk yodono," ujar dijoyo  sambil menarik 
tangannya. 
lalu  diketahui bahwa masalah ini me-
rupakan sumber ketidakpuasan bagi katsutoyo, 
dan cerita itu  juga terdengar oleh mata-mata 
dari provinsi lain. Tentunya informasi seperti ini 
juga sampai ke telinga patih ronggolawe . 
Sebelum menyerahkan lojibenteng  pada Katsu-
toyo, patih ronggolawe  perlu memindahkan keluarganya 
ke rumah baru mereka  lebih dahulu . 
"Sebentar lagi kita akan ke mendutrejo. Musim 
dingin di sana tidak seberapa dingin, dan selalu 
ada persediaan ikan segar dari laut." 
Dengan perintah ini, ibu dan istri patih ronggolawe . 
ditambah    seluruh rumah tangga pindah ke benteng kota-
nya di mendutrejo. namun  patih ronggolawe  sendiri tidak ikut. 
Waktu tak boleh terbuang sia-sia. Ia me-
merintahkan agar benteng kota di bukitmerah  di dekat 
trowulan  direnovasi sepenuhnya. benteng kota itu merupa-
kan kubu pertahanan tunggadewa  pada waktu 
pertempuran bukittanjung , dan patih ronggolawe  mempu-
nyai alasan tersendiri mengapa ia tidak menyuruh 
ibu dan istrinya tinggal di sini. Setiap dua hari ia 
pergi dari benteng kota bukitmerah  ke ibu kota. Pada 
waktu kembali, ia menyerbu  pembangunan; pada 
waktu pergi, ia menangani pemerintahan seluruh 
  
negeri. 
Ia kini memikul tanggung jawab  untuk meng-
amankan Istana Kekaisaran, mengatur pemerin-
tahan kota, dan menyerbu  semua provinsi. Ber-
dasarkan keputusan semula yang diambil dalam 
rapat kedhiri , semua bidang pemerintahan di 
trowulan  akan ditangani bersama-sama oleh  keempat 
pemegang kekuasaan dijoyo , Niwa, patih pitaloka . dan 
patih ronggolawe  dan sama sekali bukan oleh  patih ronggolawe  
sendiri. namun  dijoyo  berada jauh di radenkanjeng , 
menjalankan manuver-manuver rahasia bersama 
nosferatu  dan yang lainnya di padalarang  dan Ise; Niwa, 
walaupun berada dekat di sekartanjung , rupanya 
sudah  menyerahkan tanggung jawab nya pada Hide-
yoshi ; dan patih pitaloka  sudah menjelaskan bahwa ia, 
meski diberi jabatan, tak mampu menangani pe-
merintahan dan kaum bawahan , sehingga ia 
memutuskan untuk tidak terlibat lagi dalam kedua 
tugas itu. 
Justru dalam bidang-bidang inilah patih ronggolawe   
memiliki kelebihan. Bakatnya terutama bersifat 
administratif. patih ronggolawe  menyadari bahwa kemam-
puannya yang paling menonjol bukanlah di medan 
perang. namun  ia pun sadar bahwa jika seseorang  
dengan cita-cita tinggi dikalahkan di medan laga, 
urusan administratif takkan dapat mencapai ke-
majuan berarti. sebab  itu, ia selalu memper-
taruhkan semuanya dalam suatu pertempuran, dan 
jika sudah mulai melancarkan operasi militer, ia 
  
akan menyelesaikannya sampai tuntas. 
Sebagai imbalan atas segala jasanya, pihak Istana 
Kekaisaran memberitahukan bahwa ia akan di-
angkat sebagai letnan resi  centeng  Pengawal  
Istana. patih ronggolawe  menolaknya, dan berdalih 
bahwa ia tidak patut menerima kehormatan 
sebesar itu, namun pihak Istana berkeras, sehingga 
patih ronggolawe  akhirnya bersedia menerima pangkat 
yang lebih rendah. 
Berapa banyak orang yang hanya bisa melihat 
sisi buruk dari kebaikan orang lain! Berapa banyak 
orang yang menjelek-jelekkan mereka  yang bekerja 
dengan tulus! 
Ini selalu benar, dan setiap perubahan besar 
senantiasa menimbulkan gosip dan desas-desus. 
"Sekarang kesombongan patih ronggolawe  terungkap 
jelas. Para bawah annya pun berlagak penting." 
"Mereka mengabaikan Yang Mulia dijoyo . 
Sikap mereka  seakan-akan hanya patih ronggolawe  yang 
berjasa." 
"Kalau melihat pengaruh yang diraihnya bela-
kangan ini, sepertinya mereka berusaha menampil-
kan Yang Mulia patih ronggolawe   sebagai penerus Yang 
Mulia aidit ." 
patih ronggolawe  menjadi sasaran kritik yang bertubi-
tubi. Namun, seperti biasa, identitas orang-orang 
yang mencelanya tak dapat dipastikan. 
patih ronggolawe  bersikap tak peduli. Ia tak punya 
waktu untuk mendengarkan gosip. Di Bulan 
  
Keenam, aidit  wafat; pada pertengahan 
bulan itu, pertempuran meletus di bukittanjung ; pada 
akhir bulan itu , patih ronggolawe   mundur dari 
lojibenteng  dan memindahkan keluarganya ke 
mendutrejo; dan di Bulan Ke9, ia memulai 
pembangunan benteng kota bukitmerah . Kini ia terus 
mondar-mandir antara trowulan  dan bukittanjung . Jika 
berada di trowulan , pada pagi hari ia mengunjungi 
Istana Kekaisaran; pada sore hari ia meninjau kota, 
di malam hari ia menangani urusan pemerintahan, 
mengirim surat-surat balasan, dan menerima tamu; 
di tengah malam ia mempelajari surat-surat dari 
provinsi-provinsi jauh; dan pada waktu fajar ia 
mengambil keputusan-keputusan yang menyangkut 
permohonan para bawah annya. Setiap hari ia me-
macu kudanya, sementara masih mengunyah 
makanan yang terakhir disantapnya. 
Ia sering mendatangi beberapa tempat  tujuan 
secara berurutan kediaman seorang bawahan , 
pertemuan-pertemuan, peninjauan-peninjauan 
dan belakangan ia berulang kali menuju bagian 
utara trowulan . Di sanalah ia memprakarsai proyek 
pembangunan berskala raksasa. Di dalam pe-
karangan Kuil raturaja  ia mulai membangun satu 
kuil lagi, yaitu Kuil dharmowongso . 
"Pembangunan harus selesai pada hari ketujuh 
Bulan Kesepuluh. Pada hari ke9 semuanya 
sudah harus rapi, dan pada hari kesembilan 
persiapan upacara sudah harus rampung. Pastikan 
  pada hari kesepuluh sudah tak ada yang perlu di-
kerjakan." Ucapan ini ditujukan pada banaspati  dan saudara iparnya, ronggowojo . Dalam menangani proyek pembangunan apa pun, patih ronggolawe  tidak  bersedia mengubah batas waktunya. Upacara peringatan dilaksanakan di dalam 
tempat persembahan selebar seratus 9 puluh 
empat meter. Tirai berwarna cerah tampak berseri, 
ribuan lentera gemerlapan bagaikan bintang, dan 
asap dupa mengambang di sela panji-panji yang 
berkibar-kibar, membentuk awan  ber-warna ungu 
di atas massa yang berduka cita. 
Di antara para pendeta ada pemuka-
pemuka dari kelima kuil Zen utama dan  biksu-
biksu dari ke9 sekte zoroaster . Orang-orang 
yang menghadiri upacara itu menyebutkan bahwa 
mereka seakan-akan melihat kelima ratus arhat dan 
ke50000 murid sang zoroaster  berkumpul di 
depan mata. 
Seusai upacara pembacaan naskah-naskah kuno 
dan penaburan bunga di hadapan sang zoroaster , 
para kepala biara Zen memberikan penghormatan. 
Akhirnya Kepala Biara Soken mengucapkan gatha 
perpisahan, dan dengan sekuat tenaga menyeru-
kan. "Kwatz!" Sejenak suasana menjadi hening. 
Lalu, saat  musik khidmat mulai mengalun 
kembali, kembang-kembang seroja berguguran, 
dan satu per satu para hadirin membakar dupa di 
  
depan altar. 
Namun di antara para pedan , setengah dari 
kerabat sinuhun  yang seharusnya hadir tidak menam-
pakkan batang hidung mereka. adipati prana tidak 
muncul, begitu pula nosferatu , dijoyo , dan 
danakertoarjo  . 
namun  barangkali yang paling tak terduga adalah 
maksud-maksud yang tersimpan dalam diri Toku-
gkertoarjo  mpu mojosongo . sesudah  peristiwa Kuil purwojati , ia 
berada dalam posisi unik. Bagaimana pikirannya, 
atau bagaimana matanya yang dingin memandang 
perkembangan terakhir, tak seorang pun dapat 
memastikannya. 
siang-malam salju turun di radenkanjeng  yang 
tengah dilanda musim dingin, tanpa memberi  
kesempatan untuk  melepaskan beban pikiran. 
namun  suasana di benteng kota lumajangan justru terasa 
lebih hangat dibandingkan  biasa. Keadaan yang tidak 
lazim itu disebabkan oleh kehadiran Putri radenmas  
ditambah    ketiga anak wanita lesbian nya. Sang Putri 
sendiri jarang kelihatan, namun  anak-anaknya tak 
tahan tinggal terus-menerus di dalam kamar. Yang 
tertua, subanda, berusia lima belas tahun, adiknya 
sebelas tahun, dan yang bungsu baru sembilan 
tahun. Bagi anak-anak ini, daun-daun yang ber-
guguran pun merupakan suatu keajaiban, dan tawa  
mereka terdengar bergema di selasar-selasar ben-
teng. 
Suara merekalah yang membawa   dijoyo  ke 
tempat tinggal kaum wanita. Ia berharap dapat 
melupakan segala masalahnya di tengah tawa  riang 
mereka, namun  setiap kali ia muncul, roman muka 
ketiga gadis lesbian itu langsung muram, dan mereka tidak 
tertawa  maupun tersenyum. Putri radenmas  pun men-
jaga jarak dan lebih banyak diam. Kecantikannya 
berkesan dingin dan tak terjangkau. 
"Silakan masuk, tuanku," Putri radenmas  biasa ber-
kata, lalu mengajak dijoyo  duduk di samping 
  
anglo yang terbuat dan perak. 
Biarpun sudah  menikah, mereka tetap bertegur 
sapa dengan kaku, seperti seorang pengikut yang 
menyapa anggota keluarga junjungannya. 
"Kesepianmu tentu semakin besar sebab  salju 
dan hkertoarjo  dingin tempat ini, yang baru pertama  
kali kau alami," kata dijoyo . 
"Tidak juga, tuanku," balas radenmas , meski sudah 
jelas ia mendambakan tempat yang lebih hangat. 
"Kapan salju di radenkanjeng  mulai mencair?" tanyanya. 
"Ini bukan padalarang  atau kedhiri . Pada waktu bunga 
lobak bermekaran dan kembang ceri berguguran di 
sana, gunung-gunung ini masih diselubungi salju 
yang mencair." 
"Dan sampai saat itu?" 
"Setiap hari keadaannya seperti sekarang." 
"Maksud tuanku, saljunya tak pernah mencair?" 
"Hanya ada salju setebal beberapa ribu meter!" 
dijoyo  membalas ketus. saat  teringat betapa 
lama salju akan menyelubungi radenkanjeng . hatinya 
dirasuki perasaan getir. sebab  itu ia tak dapat 
bersantai dengan keluarganya. walau hanya 
sejenak. 
dijoyo  segera kembali ke benteng kota dalam. 
ditambah   para pelayannya, dengan langkah panjang 
ia menyusuri koridor beratap yang diterpa angin 
dingin. Begitu ia pergi. ketiga anak wanita lesbian  itu 
keluar ke serambi dan mulai bersenandung, bukan 
mengenai radenkanjeng , melainkan mengenai daerah 
  
asal mereka. jenggala . 
dijoyo  tidak menoleh ke belakang. Sebelum 
memasuki bangunan utama, ia menyuruh salah 
satu pelayannya, "Beritahu Gozaemon dan Gohei 
agar segera menemuiku di kamar." 
Keduanya merupakan tokoh penting dalam 
marga nyoto . Mereka dipandang sebagai sesepuh 
dan amat dipercaya oleh dijoyo . 
"Sudah kaukirim kurir kepada madya 
brawirgo ?" dijoyo  bertanya pada Gozaemon. 
"Sudah, tuanku. Dia berangkat beberapa waktu 
yang lalu." orang itu menjawab . "Apakah ada pesan 
tambah an yang hendak tuanku sampaikan 
padanya?" 
dijoyo  mengangguk-angguk sambil membisu; ia 
tampak termenung-menung. Semalam, dewan 
marga membahas masalah penting: patih ronggolawe . 
Dan keputusan mereka tidak bersifat pasif. Mereka 
memiliki  waktu sepanjang musim dingin untuk 
menjalankan sebuah rencana: danakertoarjo   ngabeni 
akan mengumpulkan orang-orang di Ise, nosferatu  
bertugas membujuk wiro gunung  Ujisato untuk 
bergabung dengan mereka dan  meminta bantuan 
dari Niwa Nagahide; dijoyo  sendiri akan menulis 
surat pada prabu kertoarjowardana   mpu mojosongo  untuk menjelaskan 
maksudnya; dan seorang kurir sudah  diutus untuk 
menemui bekas pandita  yang terkenal gemar 
berkomplot  yosodiprojo . Akhirnya mereka berharap 
bahwa jika saatnya tiba, pihak patih akan 
  
menyerang patih ronggolawe  dari belakang. 
Begitulah rencana mereka. namun sikap mpu mojosongo  
masih merupakan tanda tanya. Dan meskipun 
sudah  dapat diramalkan bahwa yosodiprojo  akan 
besedia membantu, rasanya hanya ada sedikit 
harapan bahwa marga patih akan bergabung 
dengan mereka. Bukan itu saja, wiro gunung  Ujisaro. 
orang yang harus dibujuk oleh nosferatu , sudah 
bersekutu dengan patih ronggolawe , sementara Niwa 
secara arif memilih untuk tidak memihak siapa 
pun. Ia menjelaskan bahwa ia tak dapat 
memberikan dukungan pada salah satu pengikut 
bekas junjungannya, dan bahwa keterlibatannya 
hanya akan menyulitkan per-lindungan terhadap 
penerus yang sah, Yang Mulia adipati prana. 
Sementara itu patih ronggolawe  tengah menyeleng-
garakan upacara peringatan megah bagi aidit  
di trowulan , sebuah upacara yang menarik perhatian 
seluruh negeri. Nama patih ronggolawe  yang semakin 
termasyhur membuat dijoyo  berpikir, apakah ia 
harus bertindak dan seberapa cepat. namun  
pegunungan radenkanjeng  menanggapi segala  siasat 
dijoyo  dengan hujan salju. la merencanakan 
operasi-operasi besar. namun  ia tak sanggup meng-
gerakkan centeng nya untuk melaksanakan 
rencana-rencananya. 
Keiika rapat beriangsung, sepucuk surat tiba 
dari ngabeni. la menyarankan agar dijoyo  
bersabar sampai musim semi, dan baru lalu  
  
menuntaskan usaha mereka dengan sekali pukul. 
Sampai saat itu, ngabeni berpesan, dijoyo  harus 
berdamai dengan patih ronggolawe . dijoyo  memper-
timbangkan saran ini dan memutuskan bahwa 
itulah cara paling tepat untuk menangani situasi 
yang dihadapinya. 
"Jika ada yang hendak tuanku sampaikan pada 
Yang Mulia brawirgo , hamba akan mengirim kurir 
lain." Gozaemon mengulangi. saat  melihat 
roman muka dijoyo  yang cemas. 
dijoyo  membeberkan kebimbangannya kepada 
orang-orang ini. "Di dalam rapat, aku sudah  setuju 
untuk mengirim dua pengikut kepercayaan 
bersama brawirgo . guna memndingkan 
perdamaian dengan patih ronggolawe . namun  sekarang aku 
mulai ragu-ragu." 
"Apa maksud tuanku?" salah satu pengikutnya 
bertanya. 
"Aku kurang percaya mengenai brawirgo ." 
"Tuanku meragukan kemampuannya sebagai 
utusan?" 
"Aku tahu kemampuannya. namun  saat  
patih ronggolawe  masih prajurit bawah an, mereka 
berteman akrab." 
"Hamba rasa tuanku tak perlu cemas mengenai 
hal ini." 
"Tidak perlu?" 
"Sama sekali tidak," Gozaemon mengatakan. 
"Baik provinsi brawirgo  di Noto maupun provinsi 
  
putranya di Fuchu berada di tengah-tengah wilayah 
kekuasaan tuanku, dan dikelilingi oleh benteng kota-
benteng kota para pengikut marga nyoto . Jadi, selain 
secara geografis terpisah dari patih ronggolawe , dia juga 
harus meninggalkan istri dan anak-anaknya sebagai 
sandera." 
Gohci berpendapat sama. "Belum pernah ada 
perselisihan antara tuanku dan dia, dan Yang 
Mulia brawirgo  pun mengabdi dengan setia selama 
operasi di wilayah Utara. Bertahun-tahun lalu, 
saat  dia masih centeng adipati  muda di kedhiri , Yang 
Mulia brawirgo  dikenal ugal-ugalan. namun  sekarang 
dia sudah berubah. Dewasa ini namanya dikaitkan 
dengan ketulusan dan kejujuran, dan banyak 
orang yang menaruh kepercayaan padanya. sebab  
itu, hamba rasa dia justru orang yang paling cocok 
untuk tugas ini." 
dijoyo  mulai percaya bahwa mereka benar. 
Sekarang ia dapat tertawa  dan mengakui bahwa 
kecurigaannya tak berdasar. Namun jika 
rencananya gagal sebab  suatu sebab, dengan cepat 
seluruh situasi dapat berbalik melawan  dijoyo . 
Selain itu. ia pun merasa waswas sebab  
centeng nya tak dapat bergerak sampai musim semi 
tiba. Keterpencilan nosferatu  di padalarang  dan 
danakertoarjo   di Ise bahkan lebih membebani 
pikirannya. sebab  itu, misi utusan yang akan 
dikirimnya merupakan kunci keberhasilan strategi 
keseluruhan. 
  
Beberapa hari lalu , brawirgo  tiba di 
lumajangan. Tahun itu ia berusia empat puluh 
empat tahun beberapa tahun lebih muda dari 
patih ronggolawe . la sudah  ditempa oleh tahun-tahun di 
medan tempur. dan biarpun kehilangan sebelah 
mata, ia tetap tampak tenang dan dapat 
mengendalikan diri. 
saat  disambut dengan hangat oleh dijoyo , ia 
menanggapi sikap berlebihan itu dengan senyum. 
Putri radenmas  pun ikut menyambut, namun  brawirgo  
berkata dengan santun. Berkumpul dengan 
sekelompok centeng adipati  kasar di ruangan dingin ini 
tentunya kurang menyenangkan bagi Tuan Putri." , 
Mendengar ucapan itu, Putri radenmas  segera 
meninggalkan ruangan. dijoyo  menganggapnya 
sebagai ungkapan rasa hormat, namun  sebetulnya  
brawirgo  bermaksud memperlihatkan simpati pada 
radenmas , sebab  ia melihat bayangan aidit  
dalam diri wanita lesbian  itu. 
Tindak-tandukmu ternyata sesuai dengan 
reputasimu. Kabarnya kau sangat berpengalaman 
dalam hal ini," ujar dijoyo .  
"Yang Mulia berbicara mengenai anggur " 
"Berbotol-botol anggur " 
brawirgo  tertawa  lepas, sebelah matanya berki-
lau dalam cahaya lilin. la tetap laki-laki tampan 
yang dikenal patih ronggolawe  di masa mudanya. 
"patih ronggolawe  tak pernah kuat minum," dijoyo  
berkomentar. "Itu benar. Wajahnya langsung 
  
merah." 
"namun  aku ingat, saat  masih muda, kalian 
berdua sering menghabiskan sepanjang malam 
dengan minum-minum." 
"Ya, dalam hal pesta pora, si kuyang  muda tak 
kenal lelah. Dialah ahlinya. Setiap kali hamba 
terlalu banyak minum, hamba langsung ambruk 
dan tertidur, di mana pun hamba berada." 
"Sepertinya kalian masih berteman dekat." 
"Tidak juga. Tak ada yang lebih tak dapat 
dipercaya dari pada bekas teman minum-minum." 
"Begitukah?" 
"Yang Mulia pasti masih ingat hari-hari yang 
diisi dengan makan. minum. dan bernyanyi 
sampai fajar. Sesama teman saling merangkul dan 
mengungkapkan hal-hal yang takkan mereka 
ceritakan pada saudara sendiri. Saat itu kita 
menganggap orang itu  sebagai sahabat terbaik 
yang pernah kita miliki, namun  lalu  kita sama-
sama terjun ke dunia nyata, mengabdi pada 
junjungan masing-masing dan berkeluarga. saat  
mengenang perasaan kita pada waktu masih sama-
sama tinggal di barak, kita menyadari bahwa 
semuanya sudah  berubah. Cara kita memandang 
dunia, cara kita memandang orang lain kita sudah  
dewasa. Teman kita tak lagi seperti dahulu , begitu 
juga kita sendiri. Teman sejati yang sungguh-
sungguh setia adalah teman yang kita jumpai di 
tengah-tengah kesengsaraan."  
  
"Hmm. kalau begitu, akulah yang keliru." 
"Bagaimana maksud Yang Mulia?" 
"Kupikir hubunganmu dengan patih ronggolawe  lebih 
erat dari pada ini, dan sebab nya aku hendak 
minta bantuanmu." 
"Jika Yang Mulia ingin berperang melawan  
patih ronggolawe ." kata brawirgo . "hamba tak bisa 
membantu, namun  jika Yang Mulia bermaksud 
mengadakan perundingan damai, dengan senang 
hati hamba akan berada di barisan depan. Ataukah 
ada hal lain lagi?" 
Ucapan brawirgo  tepat mengenai sasaran. Tan 
pa berkata apa-apa lagi, ia tersenyum dan 
mengangkat baskom . 
Bagaimana rencana mereka bisa sampai ke 
telinga brawirgo ? Mata dijoyo  memancarkan 
kebingungan. namun  sesudah  merenung sejenak, 
dijoyo  pun menyadari bahwa ia sendiri yang terus 
menguji sikap brawirgo  mengenai patih ronggolawe  sejak 
awal  pertemuan mereka. 
Meski tinggal di pedalaman, brawirgo  bukan 
orang yang tidak mengikuti perkembangan dunia. 
Tentunya ia mengetahui apa saja yang terjadi di 
trowulan , dan ia pasti juga memahami persoalan 
antara dijoyo  dan patih ronggolawe . Kecuali itu, 
brawirgo  sudah  menerima surat panggilan dijoyo  
dan segera datang tanpa mengindahkan salju tebal. 
sesudah  merenungkan semuanya itu. dijoyo  
terpaksa mengubah pandangannya mengenai 
  
brawirgo , agar dapat menemukan suatu cara untuk 
mengontrolnya. la sadar bahwa pengaruh brawirgo  
akan semakin membesar di masa mendatang. 
Sama seperti ki winokerto, brawirgo  berada di 
bawah  komando dijoyo  atas perintah aidit . 
Selama lima tahun berlangsungnya operasi di 
wilayah Utara, dijoyo  memperlakukan brawirgo  
seperti  pengikutnya sendiri, dan brawirgo  taat 
pada dijoyo . namun  sekarang aidit  sudah  tiada, 
dan dijoyo  bertanya-tanya, apakah hubungan 
mereka akan tetap seperti semula. Inti 
permasalahannya adalah sebagai berikut: 
Kekuasaan dijoyo  tergantung pada aidit . 
sesudah  aidit  wafat, ia hanya salah satu di 
antara sekian banyak resi . 
"Aku tak ingin berperang melawan  patih ronggolawe . 
namun  aku takut desas-desus yang beredar 
mengatakan sebaliknya," dijoyo  berkata sambil 
tertawa . 
Semakin matang seseorang, ia pun semakin ahli 
dalam hal tertawa  untuk menutup-nutupi perasaan 
sebetulnya . "Rasanya janggal aku mengirim utusan 
pada patih ronggolawe ," dijoyo  melanjutkan, "padahal 
kami tidak dalam keadaan perang. namun  aku sudah  
menerima seiumlah surat dari Yang Mulia 
nosferatu  dan danakertoarjo   yang berisi desakan untuk 
mengutus seseorang. Belum enam bulan berlalu 
sejak kematian Yang Mulia aidit , namun 
sudah ada kabar selentingan bahwa para 
  
pengikutnya yang masih hidup saling meng-
gempur. Ini sungguh memalukan. Lagi pula, 
kurasa marga kramat, marga Hojo, dan marga 
patih tak boleh diberi kesempatan yang mereka 
cari-cari." 
"Hamba mengerti, Yang Mulia" 
Memberi penjelasan bukanlah keahlian dijoyo , 
dan brawirgo  menerima penugasannya secara garis 
besar saja, seakan-akan tak ada gunanya men-
dengarkan detail-detail yang menjemukan. 
Keesokan harinya ia meninggalkan lumajangan. la 
ditambah   dua orang, betari jawi  Hikozo dan Kanapatih 
Gorohachi. Keduanya pengikut kepercayaan marga 
nyoto , dan meskipun mereka ikut sebagai 
utusan, sebetulnya  mereka bertugas menyerbu  
brawirgo . 
Pada hari kedua puluh tujuh Bulan Kesepuluh, 
mereka tiba di lojibenteng  untuk menjemput 
Katsutoyo. Malangnya, pemuda itu sedang sakit. 
Para utusan menyarankan agar ia tinggal di 
lojibenteng  saja, namun  Katsutoyo berkeras ingin ikut, 
dan mereka menempuh perjalanan dari lojibenteng  
ke gendingan dengan menumpang kapal. sesudah  
menginap satu malam di ibu kota, mereka tiba di 
benteng kota bukitmerah  keesokan harinya. 
Inilah medan tempur tempat tunggadewa  
menemui kekalahan pada musim panas yang lalu. 
Di tempat ini dahulu  tak ada apa-apa selain desa 
miskin dengan stasiun pos yang keadaannya 
  
menyedihkan, namun  kini sebuah kota benteng kota yang 
makmur sudah  muncul. Sesudah para utusan 
menyeberangi Sungai watangsewu , mereka melihat 
perancah-perancah di sekeliling benteng kota. Gerobak-
gerobak badak  sudah  meninggalkan bekas yang dalam 
di jalanan, dan segala sesuatu yang mereka lihat 
mencerminkan rencana-rencana besar patih ronggolawe . 
brawirgo  pun mulai mempertanyakan iktikad 
patih ronggolawe . dijoyo , nosferatu , dan danakertoarjo   
menuduh patih ronggolawe  mengabaikan Yang Mulia 
adipati prana dan bekerja demi kepentingannya 
sendiri. Di trowulan  ia sedang menggalang kekuatan, 
sementara di luar ibu kota ia mengerahkan dana 
besar untuk pembangunan benteng kota-benteng kota. 
Proyek-proyek ini tak ada sangkut-pautnya dengan 
marga-marga musuh di Barat dan Utara, jadi 
terhadap siapakah ia mempersiapkan centeng nya 
di jantung negeri? 
Apakah yang dikatakan patih ronggolawe  untuk 
membela diri? la pun mengemukakan sejumlah 
keluhan: Pertama-tama soal janji untuk 
memindahkan adipati prana ke madukara , yang dibuat 
dalam pertemuan kedhiri  dan belum juga 
dipenuhi, lalu masalah upacara peringatan bagi 
aidit  yang tidak dihadiri nosferatu  dan 
dijoyo . 
Pertemuan antara patih ronggolawe  dan para utusan 
berlangsung di benteng kota utama yang sebagian sudah 
dibangun kembali. Makanan dan teh didwikerto ngkan 
  
sebelum perundingan dimulai. Ini pertama kalinya 
patih ronggolawe  dan brawirgo  berjumpa sesudah  
kematian aidit . 
"brawirgo , berapa usiamu sekarang?" tanya 
patih ronggolawe . 
"Tahun ini umurku empat puluh lima tahun." 
"Kita sama-sama mulai tua." 
"Apa maksudmu? Aku tetap satu tahun lebih 
muda darimu, bukan?" "Ah, betul juga. Seperti 
seorang adik setahun lebih muda. namun  kalau kita 
bandingkan sekarang, tampaknya kau yang lebih 
matang." 
Kaulah yang kelihatan terlalu tua untuk 
usiamu," patih ronggolawe  angkat bahu. "Sejak kecil aku 
sudah kelihatan tua. namun  terus terang, berapa pun 
usiaku, aku tetap tidak merasa dewasa, dan ini 
membuatku agak cemas." 
"Ada yang bilang laki-taki seharusnya tak 
tergoyahkan lagi sesudah  mencapai usia empat 
puluh."  
"Itu bohong."  
"Kau percaya?" 
"Laki-laki terhormat tak tergoyahkan lagi 
begitulah bunyi pepatah ter-sebut. namun  bagi kita, 
rasanya lebih tepat kalau dikatakan bahwa usia 
empat puluh merupakan saat kita goyah untuk 
pertama kali. Bukankah ini juga berlaku untukmu. 
brawirgo ?" 
"Tuan kuyang  masih saja suka berkelakar, 
  
bukan begitu, Tuan-Tuan?" 
Sambil tersenyum, brawirgo  menatap rekan-
rekannya. Ia cukup akrab dengan patih ronggolawe  untuk 
menyapanya dengan julukan Tuan kuyang , dan 
ini tak luput dari perhatian mereka. 
"Hamba tidak sependapat dengan Tuan 
brawirgo  maupun Yang Mulia." ujar Kanapatih, 
yang merupakan orang tertua di antara mereka. 
"Kenapa?" tanya patih ronggolawe . Kelihatan jelas 
bahwa ia menikmati percakapan itu. 
"Menurut hamba, sejak umur lima belas, 
seorang laki-laki tak tergoyahkan lagi." 
"Wah, rasanya itu terlampau dini, bukan?" 
"Hmm. lihatlah pemuda-pemuda yang untuk 
pertama kali terjun ke kancah perang." 
"Benar juga. Tak tergoyahkan pada usia lima 
belas, apalagi pada waktu berumur sembilan belas 
atau dua puluh, namun  saat  mencapai usia empat 
puluh, kita mulai runtuh perlahan-lahan. Kalau 
begitu, bagaimana kalau kita sudah memasuki 
masa tua?" 
"Pada waktu berusia lima puluh atau enam 
puluh, kita benar-benar bingung." 
"Dan kalau tujuh puluh atau 9 puluh?" 
"Kita mulai lupa bahwa kita bingung." Semuanya 
tertawa . 
Sepertinya pertemuan itu akan berlanjut sampai 
larut malam, namun  keadaan Katsutoyo mulai 
memburuk. Topik pembicaraan beralih, dan 
  
patih ronggolawe  mengusulkan agar mereka pindah ke 
ruangan lain. Seorang sinse dipanggil. Ia segera 
memberi  obat pada Katsutoyo, dan segala  usaha 
ditempuh untuk menghangatkan ruangan tempat 
perundingan akan berlangsung. 
Begitu keempat orang itu mengambil tempat 
masing-masing, brawirgo  membuka pembicaraan 
resmi. "Mestinya Tuan sudah  menerima surat dari 
Yang Mulia nosferatu , yang juga menasihati Yang 
Mulia dijoyo  untuk berdamai." ujar brawirgo . 
patih ronggolawe  mengangguk. Tampaknya ia bersedia 
mendengarkan lawan  bicaranya. brawirgo  meng-
ingatkannya akan kewajiban bersama sebagai 
pengikut aidit , lalu mengakui terus terang 
bahwa patih ronggolawe -lah yang memenuhi kewajiban 
itu  secara tuntas. namun  sesudah  itu, ujar 
brawirgo , muncul  kesan bahwa patih ronggolawe  berselisih 
paham dengan para pengikut senior. Ia seakan-
akan mengabaikan Yang Mulia adipati prana dan 
bekerja demi kepentingan pribadi. Seandainya pun 
ini tidak benar, brawirgo  merasa patut disesalkan 
kalau sepak terjang patih ronggolawe  memberi peluang 
bagi interpretasi seperti itu. 
Ia menyarankan patih ronggolawe  melihat situasinya 
dari sudut pandang nosferatu  dan dijoyo . Yang 
satu terpaksa menelan kekecewaan, sementara yang 
satu lagi kini merasa tidak tenang. dijoyo , yang 
dijuluki "sang Pendobrak" dan "sang Iblis", sudah  
lambat bertindak dan tertinggal satu langkah di 
  
belakang patih ronggolawe . Dalam rapat di kedhiri  pun 
bukankah dijoyo  sudah  memperlihatkan rasa 
hormat padanya?  
"Jadi. mengapa perselisihan ini tidak Tuan 
sudahi saja?" brawirgo  akhirnya bertanya. "Bagi 
orang seperti aku, urusan ini bukan masalah 
berarti, namun lain halnya dengan keluarga Yang 
Mulia aidit . Rasanya tak pantas kalau para 
pengikut yang masih hidup berbagi ranjang, namun  
memiliki impian berbeda-beda." 
Sorot mata patih ronggolawe  berubah pada waktu 
mendengarkan ucapan brawirgo . Secara tak 
langsung, brawirgo  menuduh patih ronggolawe  sebagai 
penyebab keretakan di kalangan pengikut 
aidit , dan ia bersiap-siap menghadapi 
sangkalan yang berapi-api. 
Di luar dugaan, patih ronggolawe  malah mengangguk-
angguk. "Tuan sepenuhnya benar." ia berkata 
sambil mendesah. "sebetulnya  aku tak dapat 
dipersalahkan. dan jika aku mengemukakan 
alasan-alasanku, tentu ada segunung. namun  kalau 
aku memandang situasinya berdasarkan penjelasan 
Tuan. kelihatannya aku sudah  melangkah 
terlampau jauh. Dan dari segi ini, aku bersalah. 
brawirgo , kuserahkan semuanya ke tanganmu."  
Saat ini juga perundingan sudah  selesai. Ucapan 
patih ronggolawe  begitu terus terang, sehingga para utus-
an merasa agak bingung, namun  brawirgo  mengenal 
patih ronggolawe  dengan baik. 
  
"Aku sangat berterima kasih pada Tuan. 
Ternyata perjalananku dari Utara tidak sia-sia," ia 
berkata dengan rasa puas mendalam. 
Namun betari jawi  dan Kanapatih tidak 
memperlihatkan kegembiraan mereka secara 
terbuka. sebab  memahami kenapa mereka 
bersikap bungkam, brawirgo  maju satu langkah 
lagi. 
Tuan patih ronggolawe , jika Tuan memiliki  keluhan 
mengenai Yang Mulia dijoyo  yang hendak Tuan 
kemukakan, kuharap Tuan mau mengungkap-
kannya secara terbuka. Aku gelisah khawatir  persetujuan 
damai ini takkan bertahan lama kalau Tuan 
menutup-nutupi sesuatu. Aku akan berusaha 
sekuat tenaga untuk menyelesaikan setiap masalah 
yang mungkin mengganjal, apa pun masalahnya." 
"Itu tidak perlu." ujar patih ronggolawe  sambil tertawa . 
"Apakah aku termasuk orang yang bisa menyimpan 
sesuatu dalam hati dan diam saja? Aku sudah  
mengemukakan semua yang hendak kukatakan, 
baik kepada Yang Mulia nosferatu  maupun 
kepada Yang Mulia dijoyo . Aku sudah mengirim 
surat panjang yang menjelaskan segala sesuatu 
secara mendetail." 
"Ya, surat itu sudah  diperlihatkan pada kami di 
lumajangan. Yang Mulia dijoyo  berpendapat 
bahwa semua yang diuraikan Tuan masuk akal dan 
tak perlu disinggung lagi dalam perundingan 
damai ini." 
  
"Kudengar Yang Mulia nosferatu  mengusulkan 
untuk mengadakan perundingan damai sesudah  
membaca suratku. brawirgo , aku sengaja berhati-
hati agar tidak menyinggung perasaan Yang Mulia 
dijoyo  sebelum kedatanganmu ke sini."  
"Hmm. sudah sewajarnya negarawan  terkemuka 
diperlakukan dengan hormat dalam keadaan apa 
pun. namun  aku pun sadar bahwa sang Iblis nyoto  
berkali-kali gusar akibat perbuatan-perbuatanku." 
"Memang sukar melakukan apa pun tanpa 
menyenggol tanduk sang Iblis. saat  kita sama-
sama masih muda pun tanduknya itu amat 
menakut-kan terutama bagiku. sebetulnya . 
tanduk sang Iblis bahkan lebih menakutkan 
dibandingkan  kejengkelan aidit ." 
Tuan-Tuan dengar itu?" tanya brawirgo  sambil 
tertawa . Tuan-Tuan dengar itu?" Baik betari jawi  
maupun Kanapatih ikut tertawa . Mengatakan hal 
seperti ini di hadapan mereka tak dapat dinamakan  
menjelek-jelekkan junjungan mereka di 
belakangnya. Mereka justru menganggapnya 
sebagai hal yang sama-sama mereka rasakan dan 
tak dapat disangkal. 
Jiwa manusia sungguh sukar diraba. sesudah  
tertawa  bersama, Kanapatih dan betari jawi  merasa lebih 
akrab dengan patih ronggolawe , dan mereka pun mengen-
durkan pengawasan  terhadap brawirgo . 
"Kukira ini saat yang menggembirakan," ujar 
Kanapatih. 
  
"Kami tak mungkin lebih gembira dari ini," 
betari jawi  menambahkan. "Selain itu, aku ingin 
mengucapkan terima kasih atas kemurahan hati 
Tuan. Tugas kami sudah  rampung, dan kehormatan 
kami pun tetap terjaga." 
Namun keesokan harinya Kanapatih ternyata 
masih diliputi perasaan waswas. dan ia berkata 
pada betari jawi , "Kalau kita kembali ke radenkanjeng  dan 
melapor pada junjungan kita tanpa membawa   
pemyataan tertulis dari Yang Mulia patih ronggolawe , 
bukankah persetuiuan ini berkesan terlalu lemah?" 
Sebelum berangkat pada hari itu, para utusan 
sekali lagi mendatangi benteng kota untuk menemui 
patih ronggolawe  dalam rangka berpamitan. 
Beberapa pembantu dan sejumlah kuda tampak 
menunggu di depan gerbang utama. dan para 
utusan menyimpulkan bahwa patih ronggolawe  sedang 
menerima tamu. namun  rupanya patih ronggolawe -lah yang 
hendak pergi. Ia baru saja melangkah keluar dari 
benteng kota utama. 
"Syukurlah Tuan-Tuan datang," katanya. "Mari 
kita masuk saja." Sambil berbalik. patih ronggolawe  
mengajak para tamu ke ruangannya. "Aku benar-
benar bergembira semalam. Berkat Tuan-Tuan. 
aku bangun kesiangan tadi pagi." 
Dan memang, sepertinya ia baru bangun dan 
cuci muka. namun  pagi itu para utusan tampak agak 
berbeda seakan-akan mereka terbangun dalam 
kondisi lain. 
  
"Kami sudah tertalu banyak menyita waktu 
Tuan yang amat berharga, namun  kami akan pulang 
hari ini."  ujar Kanapatih. 
patih ronggolawe  mengangguk. "Begitukah? Hmm. 
tolong sampaikan salamku kepada Yang Mulia 
dijoyo  kalau Tuan-Tuan sudah kembali nanti." 
"Aku percaya hasil perundingan kita akan 
disambut gembira oleh Yang Mulia dijoyo ." 
"Hatinya terasa lebih ringan sebab  kedatangan 
Tuan-Tuan. Semua pihak yang ingin menghasut 
kita agar berperang tentu merasa kecewa sekarang." 
"Sudikah Tuan mengambil kuas dan 
menandatangani suatu surat per-janjian, sekadar 
untuk membungkam mulut orang-orang itu?" 
Kanapatih memohon. 
Itulah masalahnya. Itulah yang tiba-tiba menjadi 
sumber kegelisahan bagi para utusan. Perundingan 
damai berjalan terlalu lancar, dan mereka kurang 
percaya terhadap kata-kata belaka. Kalaupun mereka 
melaporkan hasil perundingan pada dijoyo , tanpa 
sebuah dokumen perjanjian, itu tak lebih dari janji 
lisan. 
"Baiklah." Roman muka patih ronggolawe  menunjuk-
kan bahwa ia sepenuhnya setuju. "Aku akan 
memberikan perjanjian tenulis pada Tuan-Tuan, 
dan aku mengharapkan hal yang sama dari Yang 
Mulia dijoyo . namun  perjanjian ini bukan hanya 
berlaku bagi Yang Mulia dijoyo  dan aku. Jika 
nama para resi  kkertoarjo kan lainnya tidak 
  
dicantumkan, dokumen itu  tak ada artinya. 
Aku segera akan membicarakannya dengan Niwa 
dan dasna. Tuan-Tuan tidak keberatan, bukan?" 
patih ronggolawe  menatap brawirgo . 
"Sebaiknya begitu," jawab  brawirgo  dengan 
tegas. Matanya membaca segala sesuatu yang 
tersimpan dalam hati patih ronggolawe  ia sudah  melihat 
ke masa depan, bahkan sebelum bertolak dari 
lumajangan. Kalau brawirgo  memang bisa dinamakan  
bajingan, harus diakui bahwa ia bajingan yang 
simpatik. 
patih ronggolawe  berdiri. "Aku sendiri juga baru 
hendak pergi. Aku akan menemani Tuan-Tuan 
sampai ke kota benteng kota." 
Bersama-sama mereka meninggalkan benteng kota. 
"Aku belum melihat Yang Mulia Katsutoyo hari 
ini. Apakah dia sudah berangkat?" tanya 
patih ronggolawe . 
"Dia masih kurang enak badan," jawab  betari jawi . 
"Kami meninggalkannya di tempat dia menginap." 
Mereka menaiki tunggangan masing-masing dan 
berkuda sampai ke persimpangan di kota benteng kota. 
'Hendak ke mana kau hari ini. patih ronggolawe ?" 
tanya brawirgo . 
"Aku berangkat ke trowulan , seperti biasa."  
"Hmm. kalau begitu kita berpisah di sini. Kami 
masih harus kembali ke penginapan dan 
melakukan persiapan untuk menempuh 
perialanan 
  
"Aku ingin mengunjungi Yang Mulia 
Katsutoyo." ujar patih ronggolawe . "untuk melihat apakah 
keadaannya sudah membaik." 
brawirgo , Kanapatih, dan betari jawi  kembali ke 
lumajangan pada hari kesepuluh di bulan yang 
sama, dan langsung menghadap dijoyo . dijoyo  
bersukacita sebab  rencananya untuk mewujudkan 
perdamaian palsu ternyata berjalan lebih lancar 
dibandingkan  yang diperkirakannya. 
 
Tak lama lalu  dijoyo  mengadakan 
pertemuan rahasia dengan para pengikut 
kepercayaannya dan berkata pada mereka, "Kita 
pertahankan keadaan damai ini selama musim 
dingin. Begitu salju mulai mencair, kira bantai 
musuh bebuyutan kita dengan sekali pukul." 
 
Segera sesudah  dijoyo  menyelesaikan tahap 
pertama strateginya dengan berdamai dengan 
patih ronggolawe . ia mengirim utusan berikut, kali ini 
kepada prabu kertoarjowardana   mpu mojosongo . Utusan itu berangkat 
pada akhir Bulan Kesebelas. 
Selama setengah tahun terakhir, sejak Bulan 
Keenam, mpu mojosongo  absen dari pusat kegiatan. sesudah  
peristiwa Kuil purwojati , perhatian seluruh negeri 
terfokus pada usaha mengisi kehampaan yang 
terjadi saat  pusatnya runtuh begitu tiba-tiba. 
Selama masa itu, saat  tak seorang pun sempat 
menoleh ke arah lain, mpu mojosongo  sudah  memilih 
  
jalannya sendiri. 
Pada saat aidit  terbunuh, mpu mojosongo  sedang 
bertamasya di mpu  dan nyaris tak berhasil 
kembali ke provinsi asalnya dalam keadaan hidup. 
Ia segera memberi  perintah ke brojorejo . namun  
motif di balik tindakan itu  sangat berbeda 
dengan alasan dijoyo  melintasi Yanagase dari 
radenkanjeng . 
saat  mpu mojosongo  mendengar bahwa patih ronggolawe  
sudah  sampai ke bukittanjung , ia berkata. "Provinsi kita 
tidak terancam." lalu  ia menarik mundur 
centeng nya ke bratangbinangun. 
mpu mojosongo  tak pernah menganggap dirinya setingkat 
dengan para pengikut aidit  yang masih 
hidup. Ia sekutu marga sinuhun , sementara dijoyo  
dan patih ronggolawe  merupakan resi  di bawah  
aidit . Ia tak melihat alasan untuk melibatkan 
diri dalam pertikaian di antara para pengikut yang 
masih hidup, untuk bertempur guna 
memperebutkan apa yang tersisa. Dan kini ada 
sesuatu yang jauh lebih penting baginya, Sudah 
beberapa lama ia menanti-nanti kesempatan untuk 
memperluas wilayahnya ke Kai dan Shinano. 
kedua provinsi yang berbatasan dengan 
provinsinya sendiri. Ia tak dapat menjalankan 
rencananya semasa aidit  masih hidup, dan 
mungkin takkan pernah ada kesempatan sebaik 
sekarang. 
Orang yang secara sembrono membuka jalan 
  
untuk mencapai tujuan itu dan memberikan 
kesempatan emas kepada mpu mojosongo  adalah Hojo 
Ujinao, penguasa Sagami, salah satu di antara 
orang-orang yang menarik keuntungan dari 
peristiwa Kuil purwojati . sebab  menyangka 
waktunya sudah tiba, centeng  Hojo berkekuatan 
lima puluh ribu orang memasuki bekas wilayah 
marga mpu ireng  di Kai. Penyerbuan itu berskala 
besar, dan dilaksanakan seolah-olah Ujinao 
memakai  kuas untuk menarik garis pada 
sebuah peta, lalu merebut apa saja yang ia anggap 
dapat direbutnya. 
Tindakan ini memberi  alasan kuat bagi mpu mojosongo  
untuk mengerahkan centeng nya. Namun 
kekuatannya tak lebih dari 9 ribu prajurit. 
Barisan depannya yang berkekuatan 50000 
prajurit menghalau centeng  Hojo yang 
berkekuatan lebih dari sepuluh ribu orang, 
sebelum bergabung dengan centeng  utama mpu mojosongo . 
Perang berlangsung lebih dari sepuluh hari. 
Menghadapi gempuran musuh, pihak Hojo tak 
punya pilihan selain membuat pertahanan terakhir 
atau seperti harapan mpu mojosongo  yang lalu  
menjadi kenyataan memohon damai. 
 
"Joshu akan diberikan kepada pihak Hojo, 
sementara Provinsi Kai dan Shinano akan 
diserahkan kepada marga prabu kertoarjowardana  -" 
Itulah kesepakatan yang tercapai di antara 
  
mereka, dan kesepakatan itu persis seperti yang 
diinginkan mpu mojosongo . 
Dengan berselubung salju, para utusan nyoto  
dijoyo  yang menuju Kai tiba pada hari kesebelas 
Bulan Kedua Belas. Pertama-tama mereka 
dipersilahkan melepas lelah di wisma tamu di 
loji abang . Rombongan mereka besar dan dipimpin 
oleh dua pengikut senior marga nyoto , Shukuya 
Shichizaemon dan Asami Dosei. 
Selama dua hari mereka dijamu oleh pihak tuan 
rumah, namun  selain itu mereka dibiarkan 
menunggu. 
mpu harjo   Karumasa minta maaf banyak- banyak 
dan memberitahukan bahwa mpu mojosongo  masih sibuk 
menangani urusan-urusan militer. 
Para utusan mendongkol sebab  sambutan yang 
sedemikian dingin. Mereka membawa   banyak 
hadiah sebagai tanda persahabatan marga nyoto , 
namun  para pengikut prabu kertoarjowardana   hanya menerima 
daftar tanda mata itu  dan tidak memberikan 
tanggapan lebih lanjut. Pada hari ketiga, mereka 
akhirnya memperoleh kesempatan untuk bertatap 
muka dengan mpu mojosongo . 
Cuaca di tengah-tengah musim salju sedang 
dingin-dinginnya. Meski demikian, mpu mojosongo  duduk 
di sebuah ruangan besar yang tidak dihangatkan 
oleh api. Penampilannya bukan seperti orang yang 
didera penderitaan dan kemalangan sejak masa 
muda. Pipinya tampak montok. Cuping telinganya 
  
yang besar memberi  bobot tertentu pada seluruh 
tubuhnya. dan membuat para tamu bertanya-tanya, 
apakah benar laki-laki ini seorang resi  besar 
yang baru berusia empat puluh tahun. 
Seandainya Kanapatih yang datang sebagai 
utusan, ia akan segera me-nyadari bahwa ungkapan 
"tak tergoyahkan pada usia empat puluh" sangat 
tepat untuk orang ini. 
"Terima kasih atas kedatangan kalian dan  
semua tanda persahabatan yang kalian bawa  . 
Apakah Yang Mulia dijoyo  sehat-sehat saja?" 
Tutur kata mpu mojosongo  penuh wibawa  , dan suaranya, 
meski lembut, membuat Shukuya dan Asami 
tertegun. Para pengikutnya memelototi kedua 
utusan itu, yang merasa seperti wakil sebuah marga 
kecil yang datang untuk membayar upeti. 
Menyampaikan pesan junjungan mereka dalam 
keadaan seperti ini akan membuat mereka 
kehilangan muka. Namun tak ada pilihan lain. 
"Yang Mulia dijoyo  mengucapkan selamat atas 
penaklukan Provinsi Kai dan Shinano. Sebagai 
tanda turut bergembira, beliau mengirimkan 
hadiah-hadiah ini kepada Yang Mulia." 
"Yang Mulia dijoyo  mengutus Tuan-Tuan 
untuk menyampaikan ucapan selamat sesudah  
sekian lama kami tak pernah berhubungan lagi? 
Wah betapa baik hati." 
Walhasil, para utusan menempuh perjalanan 
pulang sambil memendam perasaan getir. mpu mojosongo  
  
tidak menitipkan pesan apa pun untuk dijoyo . 
Tentu sukar melaporkan pada dijoyo  bahwa 
mpu mojosongo  sama sekali tidak menanggapi ucapan 
selamatnya, apalagi bahwa mereka memperoleh 
sambutan begitu dingin. 
Yang paling menyakitkan hati adalah bahwa 
mpu mojosongo  tidak membalas surat bernada hangat yang 
dikirim dijoyo . Singkat kata, misi mereka bukan 
saja gagal total, namun  sepertinya dijoyo  juga sudah  
merendahkan diri lebih dari seharusnya di hadap-
an mpu mojosongo . 
Kedua utusan membahas situasinya dengan 
perasaan cemas. Musuh mereka, patih ronggolawe , tentu 
saja ikut disinggung dalam pembicaraan itu, begitu 
juga musuh lama mereka, marga kramat. Jika 
ancaman-ancaman itu  masih di tambah  
dengan perselisihan antara marga nyoto  dan 
prabu kertoarjowardana  ... Mereka hanya dapat berdoa agar hal 
itu tidak terjadi. 
namun   laju perubahan selalu lebih cepat 
dibandingkan  ketakutan tanpa dasar dari orang-orang 
berhati waswas. Tak lama sesudah  para utusan 
kembali ke lumajangan, perjanjian yang dibuat pada 
bulan sebelumnya sudah  diingkari, dan beberapa 
saat sebelum akhir tahun. patih ronggolawe  mulai 
bergerak ke gunungselatan bagian utara. Pada waktu yang 
sama, mpu mojosongo  tiba-tiba mundur ke bratangbinangun 
sebab  alasan yang tidak jelas. 
Kira-kira sepuluh hari sudah  berlalu sejak 
  
brawirgo  kembali ke lumajangan. Anak angkat 
dijoyo , Katsutoyo, yang terpaksa ditinggal di 
benteng kota bukitmerah  sebab  sakit, kini sudah  
sembuh dan berpamitan pada tuan rumah. 
"Aku takkan pernah melupakan kebaikan 
Tuan," Katsutoyo berkata pada patih ronggolawe . 
patih ronggolawe  menyertai Katsutoyo sampai ke 
trowulan , dan berupaya keras memastikan bahwa 
Katsutoyo dapat menempuh perjalanan pulang ke 
benteng kota lojibenteng  dengan nyaman. 
Kedudukan Katsutoyo termasuk paling tinggi 
dalam marga nyoto , namun  ia dijauhi oleh dijoyo  
dan dipandang rendah oleh para anggota marga 
lainnya. Perlakuan patih ronggolawe  yang ramah sudah  
berhasil mengubah sikap Katsutoyo terhadap 
musuh ayah angkatnya itu. 
Selama hampir setengah bulan sesudah  brawirgo , 
lalu Katsutoyo, mengakhiri kunjungan mereka. 
patih ronggolawe  tampaknya tidak menyibukkan diri 
dengan pembangunan benteng kota maupun 
perkembangan di trowulan , la justru mengalihkan 
perhatiannya ke gelanggang yang luput dari 
perhatian orang. 
Pada awal  Bulan Kedua Belas, banaspati  yang 
sebelumnya sudah  dikirim ke trowulan  -kembali ke 
markas besar patih ronggolawe . Dengan satu langkah ini, 
patih ronggolawe  mengakhiri masa istirahat yang pasif 
dan penuh kesabaran yang diperlihatkannya sejak 
penemuan kedhiri , dan untuk pertama kali ia 
  
membanting batu ke papan go politik nasional, 
mengisyaratkan bahwa ia kembali ikut 
banaspati  pergi ke trowulan  untuk mepercayakan 
mpu nala  bahwa manuver-manuver rahasia yang 
dilakukan saudaranya, nosferatu . semakin 
mengancam, dan bahwa tujuan penyiagaan 
centeng  oleh dijoyo  tak perlu dipertanyakan lagi. 
nosferatu  belum memindahkan adipati prana ke 
madukara . dan malah menyekap anak itu di 
benteng kotanya sendiri. Tindakan ini melanggar 
perjanjian yang ditandatangani seusai pertemuan 
kedhiri , dan dapat dipandang sebagai 
penyanderaan terhadap ahli waris sinuhun  yang sah. 
Dalam petisinya, patih ronggolawe  lalu menjelaskan 
bahwa satu-satunya cara untuk mengakhiri kemelut 
ini adalah dengan menyerang dijoyo  pemimpin 
komplotan itu, sekaligus penyebab pergolakan 
yang terjadi sementara pihak nyoto  tak dapat 
bergerak sebab  terkurung salju. 
Sejak awal  mpu nala  sudah merasa tidak puas, dan 
bukan rahasia lagi bahwa ia tidak menyukai 
dijoyo . Tentunya ia pun sadar bahwa ia tak dapat 
mengandalkan patih ronggolawe  untuk menjamin masa 
depannya, namun  dalam pandangannya patih ronggolawe  
masih lebih baik dibandingkan  dijoyo . sebab  itu, tak 
ada alasan baginya untuk menolak petisi 
patih ronggolawe . 
"Yang Mulia mpu nala  tampaknya cukup 
antusias," banaspati  melaporkan. "Beliau berkata 
  
bahwa jika tuanku terjun langsung dalam operasi 
militer melawan  padalarang , beliau pun akan bergabung. 
Beliau bukan sekadar meluluskan permohonan 
kita, sepertinya dia mendukung kita secara aktif. 
"Dia antusias? Hmm. aku bisa membayangkan-
nya." 
patih ronggolawe  membayangkan pemandangan 
menyedihkan itu. Pemimpin sebuah keluarga 
tersohor, namun  dengan watak yang memicu  ia 
sukar diselamatkan, 
Meski demikian, tanggapan mpu nala  memang 
menguntungkan. Sebelum kematian aidit , 
patih ronggolawe  tak pernah menggembar-gemborkan 
cita-citanya sendiri, namun  sesudah  aidit  wafat 
dan khususnya sesudah  pertempuran bukittanjung  ia 
mulai menyadari kemungkinan bahwa ia sudah  
ditakdirkan untuk memimpin seluruh negeri. Ia 
tak lagi menyembunyikan rasa percaya dirinya dan 
tak lagi bersikap merendah. 
Dan masih ada perubahan lain yang patut 
dicatat. Orang yang berhasrat memimpin seluruh 
negeri biasanya dituduh ingin memperbesar 
kekuasaannya sendiri, namun  belakangan orang-orang 
mulai bersikap seakan-akan sudah sewajarnya 
patih ronggolawe  menggantikan kedudukan aidit . 
Tiba-tiba, sangat tiba-tiba, kerumunan laskar 
mulai terbentuk di muka gerbang depan Kuil 
Sokoku. Para prajurit berdatangan dari Barat, 
Selatan, dan Utara untuk bergabung di bawah  
  
panji labu emas, sampai sebuah centeng  berke-
kuatan lumayan terkumpul di tengah-tengah 
trowulan . 
Hari itu hari ketujuh Bulan Kedua Belas. Sinar 
matahari pagi diiringi angin kering. 
Para warga kota tidak tahu apa yang tengah 
terjadi. Upacara peringatan di Bulan Kesepuluh 
diadakan dengan segala kemegahan. Orang-orang 
dengan mudah terjebak oleh pikiran mereka 
sendiri. Roman muka mereka menunjukkan 
bahwa mereka sudah  mengelabui diri sendiri 
dengan percaya bahwa untuk sementara waktu 
takkan ada peperangan lagi. 
"Yang Mulia patih ronggolawe  sendiri yang memimpin 
barisan. centeng  punggawapatih  ada di sini, begitu juga 
centeng  Yang Mulia Niwa." 
namun  suara-suara di tepi jalan tak dapat menebak 
tempat yang dituju centeng  ini. Barisan helm dan 
baju tempur yang meliuk-liuk melintasi Keage 
dengan sangat cepat dan bergabung dengan 
centeng  yang menunggu di Yabase. Kapal-kapal 
perang yang mengangkut para prajurit membelah 
gelombang dalam formasi rapat, mengarah ke 
timur laut, sementara centeng  yang menempuh 
jalur darat berkemah selama tiga malam di madukara . 
lalu sampai di benteng kota Skertoarjo yama pada hari 
kesepuluh. 
Pada hari ketiga belas, hyangkertoarjo  wiryabhumi  dan 
putranya. Tadaoki, tiba dari hadijaya  dan segera 
  
minta waktu untuk bertatap muka dengan 
patih ronggolawe . 
"Aku senang kalian datang," patih ronggolawe  berkata 
dengan hangat. "Kalian tentu direpotkan oleh 
hujan salju." 
Mengingat situasi mereka, wiryabhumi  dan 
putranya pasti merasa seperti berjalan di atas es 
tipis selama enam bulan terakhir. tunggadewa  dan 
wiryabhumi  sudah berteman karib sejak sebelum 
keduanya mengabdi pada aidit . Tadaoki 
sudah  menikahi putri tunggadewa . Disamping itu, 
masih banyak ikatan lain di antara para pengikut 
kedua marga. Berdasarkan alasan ini saja, 
tunggadewa  merasa percaya bahwa wiryabhumi  dan 
putranya akan mendukung pemberontakannya. 
Namun ternyata wiryabhumi  tidak bergabung 
dengan tunggadewa . Seandainya ia sempat 
membiarkan dirinya hanyut terbawa   perasaan 
pribadi, kemungkinan besar marganya sudah 
menemui kehancuran bersama marga tribuana . Ten- 
tunya ia merasa seakan-akan menumpuk telur di 
atas telur. Bertindak hati-hati ke luar sambil 
menghindari bahaya di dalam pasti sudah  
menimbulkan kepedihan yang tak dapat 
dilukiskan dengan kata-kata. Ia sudah  
menyelamatkan istri Tadaoki, namun  pengampunan 
yang ia berikan ternyata menimbulkan per-
tentangan di dalam marga. 
Kini patih ronggolawe  sudah  mengampuninya dan 
  
mengakui kesetiaan yang diperlihatkan pihak 
hyangkertoarjo . sebab  itu mereka disambut baik oleh 
patih ronggolawe . saat  patih ronggolawe  menatap wiryabhumi , ia 
melihat bahwa cambang laki-laki itu sudah  berubah 
seputih bunga es dalam setengah tahun terakhir. 
Ah, orang ini memang pikertoarjo i, pikir patih ronggolawe , 
dan secara bersamaan ia menyadari bahwa untuk 
ikut berperan dalam arus perubahan tanpa 
melakukan kesalahan, seseorang harus rela 
mengerat dagingnya dan mengorbankan 
kehitaman rambutnya. Mau tak mau ia merasa iba 
setiap kali melihat wiryabhumi . 
"Genderang ditabuh di seberang danau maupun 
di kota benteng kota, dan rupanya tuanku sudah siap 
menyerang. Hamba berharap tuanku sudi 
memberikan kehormatan pada kami dengan 
menempatkan putra hamba di barisan terdepan." 
kata wiryabhumi . 
"Maksudmu, pengepungan lojibenteng ?" balas 
patih ronggolawe . Sepertinya ia menyinggungnya secara 
sambil lalu saja, namun  lalu  ia melanjutkan 
dengan nada berbeda. "Kita akan menyerang dari 
darat dan dari danau. Namun serangan 
sebetulnya  terjadi di dalam benteng kota, bukan di 
luar. Aku percaya para pengikut Katsutoyo akan 
datang ke sini nanti malam." 
saat  merenungkan ucapan patih ronggolawe . 
wiryabhumi  teringat pepatah lama. "Orang yang 
mengistirahatkan anak buahnya dengan baik dapat 
  
memacu mereka sampai ke batas kemampuan." 
saat  memandang patih ronggolawe , putra wiryabhumi  
pun teringat sesuatu. Pada waktu nasib marga 
hyangkertoarjo  berada di persimpangan yang 
menentukan, dan semua pengikutnya berkumpul 
untuk memutuskan langkah berikut. wiryabhumi  
angkat bicara dan secara tegas menyatakan posisi 
yang harus mereka ambil. "Dalam generasi ini, aku 
hanya melihat dua orang yang benar-benar luar 
biasa: yang pertama prabu kertoarjowardana   mpu mojosongo . yang satu 
lagi tak pelak Yang Mulia patih ronggolawe ." 
Kini Tadaoki bertanya-tanya. apakah ucapan 
ayahnya itu memang benar. Inikah orang luar 
biasa yang dimaksud ayahnya? Betulkah patih ronggolawe  
satu dari dua resi  besar segenerasinya? 
sesudah  kembali ke penginapan mereka, 
Tadaoki mengemukakan keraguannya. 
"Kurasa kau belum mengerti." wiryabhumi  
bergumam. "Kau masih kurang pengalaman." 
Melihat roman muka Tadaoki yang tidak puas, ia 
menebak pikiran putranya dan berkata, "Semakin 
kau mendekati sebuah gunung tinggi, semakin 
sukar bagimu merasakan kebesarannya. Kalau kau 
mulai mendaki, kau sama sekali tidak memahami 
ukurannya. Kalau kau mendengarkan dan 
membandingkan komentar semua orang, kau akan 
mengerti bahwa kebanyakan dari mereka bicara 
tanpa pernah melihat gunung itu secara 
keseluruhan. Meski baru melihat satu puncak atau 
  
satu lembah. mereka mengira sudah  melihat 
semuanya. namun  sebetulnya  mereka hanya 
menilai keseluruhannya berdasarkan bagian yang 
sempat mereka lihat." 
Tanpa terpengaruh oleh pelajaran yang baru 
diierimanya, pikiran Tadaoki tetap diliputi 
keraguan semula. Namun ia sadar bahwa ayahnya 
sudah lebih banyak makan asam-garam di dunia. 
sehingga ia tak dapat berbuat apa-apa selain 
menerima ucapan ayahnya sebagai kebenaran. 
Secara mengejutkan, dua hari sesudah  
kedatangan mereka, benteng kota lojibenteng  beralih ke 
tangan patih ronggolawe  tanpa satu prajurit pun terluka. 
Segala  sesuatu berjalan seperti diramalkan 
patih ronggolawe  kepada wiryabhumi  dan putranya. "benteng kota 
ini akan ditaklukkan dari dalam." 
Rombongan utusan yang menghadap patih ronggolawe  
terdiri atas tiga pengikut senior nyoto  Katsutoyo. 
Mereka membawa   ikrar tertulis, yang menyatakan 
bahwa Katsutoyo dan semua pengikutnya 
bersumpah setia kepada patih ronggolawe . 
"Mereka bertindak bijaksana." ujar patih ronggolawe , 
yang kelihatan cukup puas. Berdasarkan 
persyaratan yang diajukan, wilayah kekuasaan 
benteng kota lojibenteng  takkan diusik, dan Katsutoyo 
akan diperkenankan untuk tetap menjabat sebagai 
pemiliknya. 
saat  patih ronggolawe  menerima persyaratan itu, 
orang-orang segera berkomentar betapa cepat ia 
  
setuju untuk melepaskan lokasi yang demikian 
strategis. benteng kota itu diambil alih kembali 
semudah membalik tangan. 
namun  seandainya pun Katsutoyo meminta bala 
bantuan, centeng  radenkanjeng  takkan bisa datang 
akibat hujan salju lebat. Selain itu, dijoyo  pasti 
hanya akan mencaci makinya, seperti sudah kerap 
ia lakukan sebelumnya. saat  Katsutoyo jatuh 
sakit pada waktu bertugas menemui patih ronggolawe . 
dijoyo  memperlihatkan kegusarannya secara 
terang-terangan di hadapan seluruh marga. 
"Memanfaatkan keramahan patih ronggolawe  dengan 
berlagak sakit, lalu kembali sesudah  menjadi 
tamunya selama beberapa hari orang itu benar-
benar bodoh." 
Laporan mengenai ucapan dijoyo  yang begitu 
ketus akhirnya sampai juga ke telinga Katsutoyo. 
Kini, dalam keadaan terkepung oleh centeng  
patih ronggolawe , benteng kota lojibenteng  terputus dari dunia 
luar, dan Katsutoyo tidak memiliki  tempat 
berpaling. 
Pengikut-pengikut seniornya, yang sudah bisa 
menebak niat Katsutoyo. mengumumkan. "Para 
pengikut yang memiliki  kerabat di radenkanjeng  
sebaiknya kembali ke sana. Mereka yang ingin 
tetap bersama Yang Mulia Katsutoyo dan 
bergabung dengan Yang Mulia patih ronggolawe  boleh 
tinggal di sini. namun  Yang Mulia juga menyadari 
bahwa tidak sedikit dari kalian mungkin merasa 
  
melanggar jalan centeng adipati  dengan meninggalkan 
marga nyoto  dan mengabaikan Yang Mulia 
dijoyo . Mereka yang merasa begitu, boleh 
mengundurkan diri tanpa perlu ragu sedikit pun." 
Sejenak suasana terasa tegang. Para pengikut 
menundukkan kepala dengan getir, dan hanya ada 
segelintir suara yang tidak setuju. Malam itu 
baskom -baskom anggur  diangkat untuk menandakan 
perpisahan terhormat antara junjungan dan 
pengikut, namun  kurang dari satu di antara sepuluh 
orang kembali ke radenkanjeng . 
Dengan cara inilah Katsutoyo memutuskan 
hubungan dengan ayah angkatnya, dan bersekutu 
dengan patih ronggolawe . Mulai saat itu ia secara resmi 
berada di bawah  komando patih ronggolawe , namun  
sebetulnya  itu pun hanya formalitas belaka. Jauh 
sebelumnya, hati Katsutoyo sudah mirip  
burung kecil yang diberi makan dalam sangkar 
patih ronggolawe . 
Bagaimanapun, penaklukan lojibenteng  kini 
sudah  rampung. namun  bagi patih ronggolawe  keberhasilan 
itu tak lebih dari langkah kecil dalam perjalanan 
menuju padalarang  benteng kota utama nosferatu . 
Jalan lintas di atas betari jawi  dikenal sebagai tempat 
yang sulit dilalui di musim dingin, dan khususnya 
di Dataran Sekigahara, kondisi yang dihadapi 
teramat berat. 
Mulai hari ke9 belas sampai hari kedua 
puluh 9, centeng  patih ronggolawe  melintasi 
  
Sekigahara. centeng nya dibagi-bagi ke dalam 
sejumlah korps dan masing-masing korps dipecah 
lagi menjadi beberapa divisi: iring-iringan kuda 
beban, penembak, centeng  tombak, prajurit 
berkuda, dan laskar infanteri. Mereka terus maju. 
tanpa mengindahkan salju maupun lumpur. 
centeng  patih ronggolawe  yang berkekuaian sekitar tiga 
puluh ribu prajurit, memerlukan waktu dua hari 
untuk menyeberang ke blambangan . 
Perkemahan utama didirikan di Ogaki. Dari 
sana patih ronggolawe  menyerang dan merebut semua 
benteng kota kecil di daerah sekitar. Hal ini segera 
dilaporkan pada nosferatu  yang menjadi kalang 
kabut selama beberapa hari. la tak tahu strategi 
mana yang harus ia jalankan, apalagi bagaimana 
caranya bertempur sebagai pihak yang bertahan. 
nosferatu  sudah  menyusun rencana-rencana 
besar, namun  ia sama sekali tidak tahu bagaimana 
harus mewujudkan rencana-rencana itu . 
Sampai saat itu ia bersekutu dengan orang-orang 
seperti dijoyo  dan danakertoarjo   dan  mengusulkan 
siasat-siasat untuk menyerang patih ronggolawe , namun  ia 
tak pernah menduga bahwa ia akan digempur 
olehnya. 
sebab  kehabisan akal, nosferatu  mempercaya-
kan nasib ke tangan para pengikut seniornya. 
Namun, mengingat situasi yang mereka hadapi, 
para pengikut seniornya tidak memiliki  pilihan 
selain bersujud di perkemahan patih ronggolawe , persis 
  
seperti yang dilakukan para pengikut Katsutoyo. 
Ibu nosferatu  dikirim sebagai sandera, dan para 
pengikut seniornya pun diharuskan mengirim ibu 
masing-masing. 
Niwa memohon patih ronggolawe  agar membiarkan 
nosferatu  tetap hidup. Dan seperti yang dapat 
diduga, patih ronggolawe  pun mengampuninya. Ia 
menatap para pengikut senior nosferatu  sambil 
tersenyum dan bertanya, "Sudah jerakah Yang 
Mulia nosferatu ? Moga-moga dia sudah menyadari 
kekeliruannya." 
Para sandera langsung dibawa   ke madukara . Segera 
sesudah  itu. adipati prana, yang semula ditahan di 
padalarang , diserahkan pada patih ronggolawe  dan ikut 
dipindahkan ke madukara . 
mpu nala  lalu ditetapkan sebagai walinya yang 
baru. Sesudah menunaikan tanggung jawab nya itu. 
patih ronggolawe  kembali ke benteng kota bukitmerah . Malam 
Tahun Baru dirayakan dua hari sesudah  patih ronggolawe  
pulang. Lalu tibalah hari pertama di tahun masa pemerintahan dinasti syailendra  
Kesebelas. Sejak pagi, sinar matahari memantul 
pada salju di pepohonan yang belum lama ditanam 
di benteng kota yang sudah  selesai dipugar. 
Bau harum kue-kue Tahun Baru menggantung 
di udara, dan bunyi genderang terdengar bergaung 
di selasar-selasar selama lebih dari setengah hari. 
namun  pada siang hari sebuah pengumuman 
berkumandang dari bangunan utama. "Yang Mulia 
patih ronggolawe  akan berangkat ke mendutrejo!" 
  
patih ronggolawe  tiba di mendutrejo sekitar tengah malam 
pada Hari Tahun Baru. Disambut oleh api unggun 
yang berkobar-kobar, ia segera memasuki benteng kota. 
Namun kegembiraan terbesar bukan milik 
patih ronggolawe , melainkan milik rakyat yang menyaksi-
kan tontonan megah ini. Semua pengikut 
patih ronggolawe  ditambah    keluarga masing-masing 
berkumpul di gerbang utama benteng kota untuk 
menyambutnya. 
sesudah  turun dari kuda, ia menyerahkan tali 
kekang pada salah satu pembantunya, dan sejenak 
memandang ke menara. Di Bulan Keenam pada 
musim panas yang lalu, tepat sebelum bertolak ke 
bukittanjung  dan meraih kemenangan besar untuk 
membalas pembunuhan aidit , ia berdiri di 
gerbang yang sama dan bertanya-tanya apakah ia 
akan kembali dalam keadaan hidup. 
Perintah terakhir yang ia berikan kepada para 
pengikutnya sangat jelas. "Kalau kalian memperoleh 
kabar bahwa aku kalah, bunuhlah seluruh 
keluargaku dan bakarlah benteng kota ini sampai rata 
dengan tanah." 
Kini ia sudah  kembali ke benteng kota mendutrejo, tepat 
tengah malam pada Hari Tahun Baru. Seandainya 
ia sempat bimbang dan membuang-buang waktu 
dengan memikirkan istri dan ibunya di lojibenteng , 
ia takkan sanggup berjuang dengan tekad 
seseorang yang siap menghadapi ajal di medan 
tempur. Ia akan ditekan oleh marga patih di Barat, 
  
dan melihat kekuatan pihak tribuana  semakin mem 
besar di Timur. 
Baik dalam lingkup perorangan maupun dalam 
skala negara, batas antara kejayaan dan kekalahan 
selalu berupa taruhan yang didasarkan atas hidup 
atau mati hidup di tengah kematian, mati di 
tengah kehidupan. 
Namun patih ronggolawe  tidak pulang untuk 
beristirahat. Begitu memasuki bangunan utama, 
bahkan sebelum berganti pakaian, ia mengadakan 
pertemuan dengan para pengurus benteng kota. 
Dengan saksama ia mendengarkan laporan 
mengenai perkembangan di wilayah Barat dan 
keadaan di berbagai benteng kota miliknya. 
Pertengahan kedua Jam Tikus sudah  tiba tengah 
malam. Walau tidak memikirkan keletihan mereka 
sendiri, para pengikut patih ronggolawe  cemas kalau-kalau 
kelelahan mungkin mempengaruhi kesehatan 
junjungan mereka. 
"Ibunda Yang Mulia dan  Putri nyi momo  sudah  
menanti kedatangan Yang Mulia sejak sore tadi. 
Mengapa Yang Mulia tidak masuk dahulu  untuk 
menunjukkan bahwa Yang Mulia dalam keadaan 
sehat?" saudara ipar patih ronggolawe , dyahbalitung . 
mengusulkan. saat  patih ronggolawe  melangkah masuk, 
ia menemukan bahwa ibu, istri, kepribadian -
kepribadian , dan saudara-saudara iparnya sudah  
menunggu. Meski sama sekali belum tidur, mereka 
berbaris untuk menyambutnya dan berlutut 
  
dengan tangan menempel di lantai. patih ronggolawe  
berjalan melewati mereka sambil tersenyum. 
Matanya berbinar-binar. Akhirnya ia berhenti di 
hadapan ibunya yang tua dan berkata, 
"Aku ada sedikit waktu senggang pada Tahun 
Baru ini, dan aku kembali agar dapat menghabis-
kan waktu sejenak bersama Ibu." 
saat  memberi  penghormatan pada ibunya. 
penampilan patih ronggolawe  persis seperti julukan yang 
sering dipakai  oleh ibunya "anak itu". 
Terbungkus tudung sutra berwarna putih, wajah 
ibunya berseri-seri oleh kegembiraan yang tak 
dapat dilukiskan dengan kata-kata. "Jalan yang 
kaupilih ternyata penuh dengan cobaan yang luar 
biasa," wanita lesbian  tua itu berkata. "Khususnya 
tahun lalu sangat berat bagimu. namun  kau berhasil 
mengatasi segala  rintangan." 
"Udara di musim salju kali ini lebih dingin 
dibandingkan  tahun-tahun sebelumnya," ujar 
patih ronggolawe , "namun  ibu kelihatan sehat sekali." 
"Kata orang, usia merupakan sesuatu yang 
merayap tanpa terasa, dan tahu-tahu umurku 
sudah lebih dari tujuh puluh tahun. Hidupku 
sudah panjang jauh lebih panjang dari yang 
pernah kuduga. Aku tak pernah menyangka akan 
hidup selama ini." 
"Ah, Ibu harus hidup sampai seratus tahun. Ibu 
lihat sendiri, aku masih kanak-kanak." 
"Tahun Baru ini kau akan berumur empat 
  
puluh enam," wanita lesbian  tua itu membalas sambil 
tertawa . "Kau sudah tidak pantas dinamakan  kanak' 
kanak." 
"namun , Ibu, bukankah Ibu sendiri yang selalu 
memanggilku dengan julukan 'anak itu'?' 
"Itu hanya kebiasaan lama."  
"Himm. aku berharap Ibu akan terus 
memanggilku begitu. Terus terang, meski usiaku 
terus bertambah , perkembangan jiwaku tak dapat 
mengimbangi lajunya waktu. Selain itu, seandainya 
Ibu tidak ada di sini, aku akan kehilangan 
dorongan yang paling besar dan mungkin malah 
berhenti tumbuh." 
dyahbalitung , yang muncul di belakangnya, melihat 
patih ronggolawe  masih ber-bincang-bincang dengan 
ibunya. la tertegun, lalu berkata, "Tuanku belum 
berganti pakaian?" 
"Ah, dyahbalitung . Duduklah bersama kami." 
"Terima kasih, namun  mengapa tuanku tidak 
mandi dahulu ?"  
"Ya, kau benar, nyi momo , antar aku." 
patih ronggolawe  dikejutkan oleh kokok ayam jago. 
Hampir sepanjang malam ia asyik mengobrol, dan 
hanya sebentar saja ia memejamkan mata. Pada 
waktu fajar patih ronggolawe  mengenakan topi dan  
jubah  kebesaran dan pergi ke tempat 
persembahan benteng kota. Sesudah itu ia makan pagi 
di kamar nyi momo , lalu  ia menuju bangunan 
utama. Hari ini, hari kedua di tahun yang baru, 
  
antrean orang yang datang ke benteng kota untuk 
menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru 
seakan-akan tak ada habisnya. 
patih ronggolawe  menyambut mereka semua dan 
menawarkan  sebaskom anggur  pada setiap tamunya. 
Para pengunjung lalu melewati tamu-tamu yang 
datang lebih dahulu , dengan wajah cerah dan berseri-
seri. Pada waktu melalui bangunan utama dan 
bangunan sebelah timur, mereka melihat semua 
ruangan dipadati tamu di sini ada sekelompok 
orang yang sedang mengalunkan tembang Noh, di 
sana ada sekelompok yang membacakan sajak. 
sesudah  siang pun patih ronggolawe  masih terus didatangi 
pengunjung. 
patih ronggolawe  menyelesaikan semua urusan di 
mendutrejo sampai hari kelima, dan malam itu ia 
mengejutkan para pengikutnya dengan meng-
umumkan bahwa ia hendak bertolak ke trowulan  
keesokan harinya. Mereka bergegas agar segala 
sesuatu siap pada waktunya. Semula mereka 
menduga ia akan tinggal di mendutrejo sampai 
pertengahan bulan, dan sampai siang hari memang 
belum ada gelagat bahwa patih ronggolawe  ingin 
bepergian. 
Baru lama lalu  orang-orang memahami 
tujuan di balik tindakannya. patih ronggolawe  bergerak 
cepat dan tak pernah menyia-nyiakan kesempatan. 
Seki patihnobu adalah komandan benteng kota 
Kameyama di Ise. Walau sebetulnya  termasuk 
  
pengikut nosferatu , ia kini cukup akrab dengan 
patih ronggolawe . Pada hari raya yang baru lalu, Seki pun 
diam-diam berkunjung ke mendutrejo untuk 
menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru. 
saat  ia sedang bertatap muka dengan 
patih ronggolawe , seorang kurir menyusulnya dari Ise. 
Rupanya benteng kotanya sudah  jatuh ke tangan 
pendukung utama nosferatu . danakertoarjo   ngabeni. 
patih ronggolawe  segera bertolak dari mendutrejo. Malam 
itu juga ia sampai di benteng kota bukitmerah . Pada 
hari ketujuh ia memasuki trowulan , keesokan harinya 
ia mencapai madukara . dan pada hari kesembilan ia 
menghadap adipati prana yang kini berusia tiga tahun. 
"Aku baru saja mohon restu dari Yang Mulia 
adipati prana untuk menunduk-kan danakertoarjo   
ngabeni." ujar patih ronggolawe  tanpa basa-basi pada 
Seki dan para pembesar lain saat  ia memasuki 
bangsal. "dijoyo -lah yang mendalangi semuanya 
ini. Jadi. kita harus menaklukkan Ise sebelum 
centeng  dijoyo  sempat bergerak." 
patih ronggolawe  mengeluarkan sebuah pengumuman 
di madukara . Pengumuman itu  beredar luas di 
wilayah kekuasaannya, dan juga dikirim kepada 
para resi  di daerah-daerah yang bersahabat. 
Semua pejuang pembela kebenaran diminta 
berkumpul di madukara . Betapa malang nasib 
pencetus strategi buta yang mengakibatkan 
pengumuman ini. Di lumajangan sana, bersama 
Puiri radenmas  yang cantik dan dikelilingi salju tebal, 
  
nyoto  dijoyo  menanti dengan sia-sia agar alam 
bermurah hati padanya. 
Kalau saja matahari musim semi mau 
menampakkan diri dan mencairkan salju. namun  
tembok salju yang dianggapnya sebagai perisai sakti 
sudah mulai runtuh, bahkan sebelum musim semi 
tiba. 
dijoyo  mengalami pukulan demi pukulan: 
penaklukan benteng kota padalarang , pemberontakan di 
lojibenteng , penyerahan diri nosferatu . Dan kini 
patih ronggolawe  akan menyerbu lse. dijoyo  merasa 
serba salah. la tak mampu bergerak, juga tak 
sanggup diam di tempat. namun  salju di 
perbatasannya setebal salju di Pegunungan 
Szechuan. Baik barisan prajurit maupun 
rombongan perbekalan militer takkan sanggup 
melintas. 
la tak perlu cemas mengenai serangan dari 
patih ronggolawe . la akan bergerak pada hari salju mulai 
mencair, namun  siapa yang tahu kapan hari itu tiba? 
Salju seakan-akan sudah  menjadi tombak pelindung 
bagi pihak musuh. 
ngabeni pun pejuang kkertoarjo kan, pikir dijoyo , 
namun  merebut benteng kota-benteng kota kecil di Kameyama 
dan tunjung  merupakan gerakan sembrono yang 
tidak memperhitungkan waktu. Tindakan itu 
sungguh bodoh, dijoyo  marah sekali. 
Meski strateginya sendiri banyak mengandung 
kesalahan, ia mencela danakertoarjo   ngabeni yang 
  
terialu dini melancarkan serangan. 
Namun, kalaupun ngabeni mengikuti ren-
cana dijoyo  dan menunggu sampai salju mencair. 
patih ronggolawe  yang sudah  membaca niat musuh 
takkan memberi kesempatan pada mereka. Singkat 
kata, patih ronggolawe  sudah  memperdaya dijoyo . Ia 
sudah  membaca isi hati dijoyo  sejak dijoyo  
mengirim utusan untuk mengadakan perundingan 
damai. 
Menghadapi itu semua, dijoyo  tak sudi duduk 
berpangku tangan. Dua kali ia mengirim kurir: 
pertama ke markas pandita  yosodiprojo , dengan 
permintaan agar yosodiprojo  menghasut marga patih 
untuk melancarkan serangan dari wilayah Barat; 
lalu ke prabu kertoarjowardana   mpu mojosongo . 
namun  pada hari ke9 belas Bulan Pertama, 
jayabandra  diam-diam bertemu dengan putra sulung 
aidit . mpu nala , dengan alasan yang tidak 
diketahui. Selama ini mpu mojosongo  memilih bersikap 
netral, jadi apa gerangan rencananya sekarang? 
Dan mengapa orang yang demikian pandai 
bersiasat mau menemui orang yang sama sekali 
tidak memiliki bakat itu? 
mpu mojosongo  sudah  mengundang mpu nala , yang tak 
berdaya menghadapi arus perubahan zaman, ke 
tempat tinggalnya. Di sana ia menjamu laki-laki 
lemah itu dengan berbagai hiburan dan 
pembicaraan rahasia. mpu mojosongo  mem-perlakukan 
mpu nala  persis seperti orang dewasa memper-
  
lakukan anak kecil, dan apa pun hasil pembicaraan 
mereka, tetap dirahasiakan. mpu nala  tampak cerah 
saat  kembali ke trowulan . Penampilannya seperti 
orang kebanyakan yang merasa puas akan dirinya, 
namun  juga ada kesan bahwa ia dihantui perasaan 
bersalah mengenai sesuatu. Sepertinya ia enggan 
bertatapan dengan patih ronggolawe . 
Dan di manakah patih ronggolawe  pada hari 
ke9 belas Bulan Pertama? ditambah   beberapa 
pengikut kepercayaan saja, ia sudah  mengitari 
bagian utara Danau Biwa, dan diam-diam 
melintasi wilayah bergunung di perbatasan gunungselatan 
dan radenkanjeng . 
saat  patih ronggolawe  melakukan perjalanan keliling 
ke desa-desa pegunungan dan dataran tinggi yang 
masih terselubung salju tebal, ia menunjuk tempat-
tempat strategis dengan tongkat bambunya dan 
memberikan perintah-perintah sambil berjalan. 
"Gunung Tenjin-kah itu? Dirikan beberapa 
kubu pertahanan di sana. Juga di gunung sebelah 
sana." 
Pada hari ketujuh Bulan Kedua, patih ronggolawe  
mengirim surat dari trowulan  kepada marga kramat. 
berisi tawa ran untuk bersekutu. 
Alasannya sederhana saja. Marga nyoto  dan 
kramat sudah bertahun-tahun terlibat pertikaian 
berdarah, dan gonta-ganti merebut atau kehilangan 
wilayah. dijoyo  tentu akan berupaya mengakhiri 
permusuhan mereka, sehingga ia dapat memusat-
  
kan seluruh kekuatannya pada konfrontasi dengan 
patih ronggolawe . namun  akibat sifatnya yang keras kepala 
dan tinggi hati, kemung-kinannya kecil ia akan 
berhasil menjalankan strategi yang sedemikian 
rumit. 
Dua hari sesudah  mengirim surat kepada pihak 
kramat di Utara, patih ronggolawe  ntengumumkan 
keberangkatan centeng nya menuju Ise. la 
membagi kekuatannya ke dalam tiga korps, yang 
bergerak melewati tiga jalur berbeda. 
Diiringi teriakan perang, panji-panji, dan gen-
derang, gerak maju mereka mengguncangkan 
gunung-gunung dan bukit-bukit. Ketiga centeng  
melintasi barisan pegunungan di gunungselatan dan Ise, dan 
bergabung kembali di daerah gua kegelapan  dan 
bukit tengkorak . Di sanalah tempat danakertoarjo   
ngabeni bercokol. 
"Pertama-tama kita lihat dahulu , formasi tempur 
macam apa yang dipilih patih ronggolawe ." ujar 
ngabeni saat  mendengar bahwa musuh sedang 
mendekat. Ia percaya sepenuhnya akan kemam-
puannya sendiri. 
Semuanya tergantung pemilihan waktu, dan ia 
sudah  keliru memilih waktu untuk memulai 
peperangan. Rahasia persekongkolan antara 
dijoyo , nosferatu , dan ngabeni sudah  dijaga 
ketat, bahkan terhadap penasihat-penasihat 
mereka sendiri, namun  kini segala  sesuatu terancam 
hanya sebab  ngabeni begitu bernafsu 
  
memantaatkan kesempatan. Pesan-pesan mendesak 
dikirim ke padalarang  dan radenkanjeng . sesudah  mening-
galkan dua ribu prajurit di benteng kota bukit tengkorak , 
ngabeni sendiri pindah ke benteng kota gua kegelapan . 
benteng kota ini lebih mudah dipertahankan 
dibandingkan bukit tengkorak . Satu sisinya dilindungi 
laut, satu sisi lagi oleh bukit-bukit yang 
mengelilingi kota benteng kota. Namun strategi 
ngabeni bukan sekadar mundur ke tempat yang 
menguntungkan. patih ronggolawe  akan terpaksa 
membagi centeng nya yang berkekuatan enam 
puluh ribu orang untuk menyerang padalarang , 
bukit tengkorak , dan  gua kegelapan . dan juga benteng kota-
benteng kota lain di daerah sekitar. Jad, kalaupun 
centeng  utamanya menyerang, serangan itu takkan 
melibatkan segenap kekuatannya. 
Di satu pihak, ngabeni sudah  mendengar 
bahwa kekuatan centeng  musuh sangat 
mengesankan, namun di pihak lain, ia tahu bahwa 
para prajurit patih ronggolawe  akan melewati jalan-jalan 
yang melintasi barisan Pe-gunungan jenggala -Kai. 
Sudah tentu iring-iringan yang membawa   amunisi 
dan perbekalan akan sangat panjang. 
Mengingat hal itu, ngabeni percaya ia takkan 
menemui kesulitan untuk memusnahkan 
patih ronggolawe . Ia akan memancing musuh, menyerang 
tanpa ampun, mencari kesemparan untuk 
membantu nosferatu  bangkit kembali, bergabung 
dengan para prajurit di padalarang , dan menghancurkan 
  
lojibenteng . 
Berlawan an dengan dugaan ngabeni, 
patih ronggolawe  tidak membuang-buang waktu dengan 
merebut benteng kota-benteng kota kecil, melainkan 
memutuskan untuk langsung menyerang kubu 
pertahanan utama musuh. Pada saat itulah 
patih ronggolawe  mulai menerima pesan-pesan mendesak 
dari lojibenteng , Skertoarjo yama, dan madukara . Situasinya 
tidak mudah; awan -awan  dan pasang-surut yang 
mdiputi dunia berubah dengan setiap hari yang 
berlalu. 
Berita pertama berbunyi. "Barisan depan 
radenkanjeng  sudah  melewati Yanagase. Sebagian akan 
segera menyerbu gunungselatan bagian utara." 
Kurir berikutnya membawa   pesan serupa, 
"Kesabaran dijoyo  akhirnya mencapai batasnya. 
dibandingkan  menunggu saat salju mencair, ia memilih 
mengerahkan dua puluh atau tiga puluh ribu kuli 
untuk membersihkan salju dari jalan raya." 
Kurir ketiga menegaskan kegentingan situasi 
yang dihadapi, "Kabarnya centeng  nyoto  sudah  
bertolak dari lumajangan pada hari kedua Bulan 
Ketiga. Pada hari ketujuh, satu divisi mengancam 
posisi kita di Gunung Tenjin, sementara divisi-
divisi lain membakar Desa Imakhi, Yogo, dan 
Sakaguchi. centeng  utama berkekuatan dua puluh 
ribu orang di bawah  komando nyoto  dijoyo  dan 
madya brawirgo  terus bergerak kearah selatan," 
"Segera bongkar kemah." patih ronggolawe  me-
  
merintahkan. Lalu. "Kita berangkat ke gunungselatan bagian 
utara." 
sesudah  menyerahkan operasi militer di Ise pada 
mpu nala  dan Ujisato. patih ronggolawe  mengalihkan 
centeng nya ke gunungselatan. Pada hari keenam belas ia 
mencapai lojibenteng , dan pada hari ketujuh belas 
centeng nya menyusuri jalan di tepi danau yang 
menuju gunungselatan bagian utara. Ia sendiri menempuh 
perjalanan dengan berkuda. Wajahnya diterpa 
angin musim semi keiika ia berkuda di bawah  
panji komando berlambang labu emas. 
Perbatasan gunungselatan di daerah Yanagase yang 
bergunung-gunung masih diselubungi lapisan salju 
baru yang tampak seperti  ombak bergulung-
gulung. Angin yang bertiup masih cukup dingin 
untuk membuat merah hidung para prajurit. Pada 
waktu fajar, centeng  patih ronggolawe  berpencar-pencar 
mengambil posisi. Kehadiran musuh hampir dapat 
dicium. Meski demikian, tidak teriihat asap dari 
perkemahan musuh atau satu prajurit musuh pun. 
namun  para perwira menunjukkan posisi-posisi 
musuh kepada anak buah masing-masing. "Unit-
unit nyoto  berada di sepanjang kaki Gunung 
Tenjin dan di daerah Tsubakizaka. Divisi-divisi 
musuh juga ada di daerah Kinomoto, Imaichi, 
dan Sakaguchi, jadi waspadalah, bahkan pada 
waktu kalian tidur pun."  
Namun kabut putih yang merayap memasuki 
perkemahan membawa   suasana begitu damai, 
  
sehingga sukar untuk membayangkan bahwa dunia 
sedang dilanda perang. 
Tiba-tiba terdengar tembakan sporadis di 
kejauhan semuanya dari sisi patih ronggolawe . Sepanjang 
malam tak ada satu pun tembakan balasan. 
Apakah musuh sedang terlelap? 
saat  fajar menyingsing, centeng  penembak 
yang ditugaskan menguji barisan depan musuh 
ditarik mundur lagi. patih ronggolawe  memerintahkan 
agar para komandan korps senapan melapor ke 
markasnya. Di sana ia mendengarkan laporan 
mereka mengenai posisi-posisi musuh. 
 
"Apakah kalian melihat tanda-tanda kehadiran 
centeng  ki winokerto?" tanya patih ronggolawe . 
patih ronggolawe  ingin memperoleh kepastian, namun  
ketiga komandan memberikan jawaban pasti sama. 
"Panji-panji ki winokerto tidak terlihat di medan 
laga." 
patih ronggolawe  mengangguk, seakan-akan mengakui 
kebenaran berita itu. Biarpun dijoyo  sendiri yang 
datang, ia takkan bisa tenang sebab  ancaman 
pihak kramat di belakangnya. patih ronggolawe  dapat 
membayangkan bahwa inilah alasan Sassa tidak 
turut dan . 
Perintah untuk makan pagi diberikan. Ransum 
yang dibawa   ke medan tempur berupa nasi campur 
pasta kacang kedelai yang dibungkus daun ek. 
patih ronggolawe  berbincang-bincang dengan para 
  
peiayan pribadinya sambil me-ngunyah. Sebelum ia 
menghabiskan setengah jatahnya, yang lain sudah 
selesai makan. 
"Kalian langsung main telan saja?" tanyanya. 
"Bukankah tuanku yang makan terialu pelan?" 
para pelayan menjawab . "Sudah menjadi kebiasaan 
kami untuk makan dengan cepat dan buang air 
dengan cepat.' 
"Itu bagus." balas patih ronggolawe . "Buang air dengan 
cepat memang baik, namun  dalam hal makan, kalian 
seharusnya mencontoh Sakichi." 
Para pelayan segera menoleh ke arah Sakichi. 
Seperti patih ronggolawe . Sakichi makan pelan-pelan. 
Baru setengah jatah nasinya habis. la mengunyah 
seperti wanita lesbian  tua. 
"Kalian mau tahu kenapa?" patih ronggolawe  
meianjutkan. "Jika kalian menghadapi pertempur-
an, memang ada baiknya kalian makan cepat-cepat. 
namun  kalau kalian terkepung di sebuah benteng kota 
dengan persediaan makanan terbatas, kalian harus 
pandai-pandai berhemat. Pada saat itu, kalian akan 
sadar bahwa makan pelan-pelan banyak 
manfaatnya bagi kepentingan benteng kota maupun 
bagi kesehatan kalian sendiri. Selain itu, andaikata 
kalian tak punya perbekalan di tengah-tengah 
pegunungan dan harus bertahan untuk waktu 
lama, kalian mungkin terpaksa mengunyah apa 
saja akar-akaran atau daun-daunan sekadar untuk  
memuaskan perut. Mengunyah secara baik harus 
  
dilatih, dan kalau kalian tidak terbiasa, dalam 
keadaan terdesak kalian takkan dapat 
melakukannya secara otomatis*." Tiba-tiba ia 
berdiri dari kursinya dan memberi  isyarat pada 
mereka. "Ayo, mari kita mendaki Gunung 
Fumuro." 
Gunung Fumuro termasuk barisan gunung di 
tepi utara dua danau  Danau Yogo yang lebih 
kecil dan Danau Biwa yang lebih besar. Gunung 
itu menjulang hampir 9 ratus meter di atas 
Desa Fumuro yang terletak di kakinya, dan untuk 
mencapai puncak gunung, orang harus berjalan 
sekitar enam mil. Jika ingin mendaki lerengnya 
yang terjal, harus menyediakan waktu paling tidak 
setengah hari. 
"Yang Mulia pergi." 
"Hendak ke mana beliau, mendadak begini?" 
Para prajurit yang bertugas mengawal  patih ronggolawe  
melihat rombongan pelayannya menjauh, dan 
segera berlari menyusul. Mereka melihat patih ronggolawe  
berjalan paling depan sambil menggenggam 
tongkat bambu. Ia seakan-akan hendak pergi 
berburu. 
"Yang Mulia akan mendaki gunung?" 
patih ronggolawe  menunjuk suatu titik di tengah 
lereng dengan tongkatnya.  
"Ya. Kira-kira sampai ke sana." 
sesudah  mendaki beberapa waktu, mereka tiba 
di sebidang tanah datar. patih ronggolawe  memandang 
  
berkeliling. Angin yang berembus menyejukkan 
keringat pada keningnya. Dari tempatnya berdiri, 
ia dapat mengamati daerah antara Yanagase dan 
Yogo. Jalan raya menuju provinsi-provinsi Utara. 
yang berkelok-kelok melintasi pegunungan dan 
menghubungkan beberapa desa, tampak seperti 
pipa. 
"Yang mana Gunung Nakao?" 
"Yang itu, di sebelah sana." 
patih ronggolawe  memandang ke arah yang ditunjuk. 
Itulah perkemahan utama musuh. Panji-panji 
dalam jumlah besar tampak berderet-deret di 
lereng, sampai ke kaki gunung itu. Di sana satu 
korps dapat dikenali. namun  jika melayangkan 
pandangan, akan terlihat bahwa panji-panji 
centeng  Utara memenuhi gunung-gunung di 
kejauhan, dan menempati posisi-posisi strategis 
pada puncak-puncak yang lebih dekat dan  di 
sepanjang jalan. Sepertinya seorang ahli militer 
sudah  menjadikan bagian bumi dan langit itu 
sebagai markasnya, dan sedang berusaha 
membentuk formasi yang mahaluas. Tak ada celah 
maupun tempat kosong dalam susunan yang 
cermat itu. Mereka sudah  siap menelan musuh, dan 
kemegahan yang mereka perlihatkan tak dapat 
diungkapkan dengan kata-kata. 
patih ronggolawe  mengamati semuanya itu sambil 
membisu. lalu  ia kembali menoleh ke 
perkemahan utama dijoyo  di Gunung Nakao, 
  
dan menatapnya untuk waktu lama.        
Dengan saksama ia mempelajari keadaan dan 
melihat sekelompok orang bekerja bagaikan semut 
di tepi selatan perkemahan utama di Gunung 
Nakao. Dan bukan hanya di satu atau dua tempat. 
la menemukan kesibukan di semua tempat yang 
agak tinggi itu. 
"Hmm, tampaknya dijoyo  bersiap-siap meng-
hadapi pertempuran panjang." 
patih ronggolawe  langsung memperoleh  jawab annya. 
Pihak musuh sedang membangun kubu-kubu 
pertahanan di ujung selatan perkemahan utama. 
Seluruh susunan tempur, yang menyebar bagaikan 
kipas dari centeng  utama, sudah  diatur dengan 
hati-hati. centeng  musuh akan bergerak maju 
secara teratur dan terencana. Tak ada tanda-tanda 
bahwa mereka berniat melancarkan serangan 
mendadak. 
Rencana musuh sudah  terbaca oleh patih ronggolawe . 
Kesimpulannya, dijoyo  bermaksud menahan 
patih ronggolawe  di sini, agar sekutu-sekutunya di Ise dan 
blambangan  memperoleh kesempatan untuk 
mempersiapkan serangan serempak dari depan 
dan belakang. 
"Mari kita kembali." ujar patih ronggolawe , dan lang-
sung mulai berjalan. "Adakah jalan lain untuk 
turun?" 
"Ada, tuanku." salah satu pelayan menjawab  
dengan bangga. 
  
Mereka mencapai perkemahan sekutu di antara 
Gunung Tenjin dan Ikenohara. Melihat panji-
panji yang berkibar, patih ronggolawe  segera tahu bahwa 
itu pos hyangkertoarjo  Tadaoki. 
"Aku haus," ujar patih ronggolawe  sesudah  
memperkenalkan diri di gerbang. 
Tadaoki dan para pengikutnya menyangka 
patih ronggolawe  melakukan pemeriksaan mendadak. 
"Bukan," patih ronggolawe  menjelaskan. "Aku baru 
kembali dari Gunung Fumuro. namun  sebab  aku 
sudah di sini..." Sambil berdiri di hadapan 
Tadaoki, ia minum beberapa teguk air dan 
memberikan perintah. "Segera bongkar kemah, 
lalu pulanglah. lalu  ambil semua kapal 
perang yang berlabuh di Miyazu di naranda  dan 
serang pantai musuh." 
Ide untuk memakai  kapal muncul saat  
patih ronggolawe  sedang mendaki gunung. Rencana itu 
seakan-akan tak ada sangkut-pautnya dengan apa 
yang tengah dikerjakannya saat itu, namun  ketidak 
sesuaian ini mungkin justru ciri khas jalan 
pikirannya. Proses berpikir patih ronggolawe  tidak 
tcrbatas pada apa yang terpampang di depan 
matanya. 
sesudah  melakukan pengamatan selama 
setengah hari, patih ronggolawe  hampir selesai menyusun 
strategi. Malam itu ia memanggil semua resi  ke 
markasnya dan memberi tahukan rencananya pada 
mereka: Berhubung musuh sedang bersiap-siap 
  
untuk perang berkepanjangan, centeng  patih ronggolawe  
pun harus mendirikan sejumlah kubu pertahanan 
untuk menghadapi pertempuran yang akan 
bcrlangsung lama. 
Pembangunan serangkaian benteng kota di mulai. 
kcgiatan itu bersekala besar-besaran bertujuan 
untuk  memacu semangat juang. Keputusan 
patih ronggolawe  untuk  memulai pembangunan tepat di 
depan hidung musuh bisa dinamakan  gegabah atau 
gagah berani. Keputusan itu dengan mudah dapat 
mengakibatkan kekalahan, namun  patih ronggolawe  bersedia 
mengambil risiko itu untuk merangkul para warga 
provinsi. 
Gaya tempur aidit  bercirikan kekuatan 
yang tak dapat dibendung: kata orang. "Ke mana 
pun aidit  bergerak, rumput dan pohon 
menjadi layu. namun  gaya tempur patih ronggolawe  
berbeda. Jika ia bergerak maju, jika ia mendirikan 
perkemahan, dengan sendirinya ia menarik orang-
orang di sekitarnya. Meraih dukungan masyarakat 
setempat merupakan hal penting yang harus 
ditangani sebelum mulai berusaha mengalahkan 
musuh. 
Disiplin militer yang keras amat menentukan, 
namun  pada hari-hari yang ditandai banjir darah pun 
angin sejuk terasa berembus di tempat patih ronggolawe  
menaruh kursinya. Scseorang pernah mencatat, 
"Di mana ada patih ronggolawe , di situ angin musim semi 
bertiup." 
  
Deretan benteng kota itu membelah dua kkertoarjo san. 
Yang pertama membentang dari Kitayama di 
Natinggi sumbinggo, mengikuti jalan raya ke provinsi-
provinsi Utara yang melewati Gunung Higashino. 
Gunung Dangi, dan Gunung Shinmei; yang kedua 
menyusuri Gunung Iwasaki, Gunung Okami, 
jatiretno , Gunung Tagami, dan Kinomoto. 
Pckerjaan raksasa seperti  itu membutuhkan 
puluhan ribu pekerja. 
patih ronggolawe  mengambil orang-orang dari Provinsi 
lojibenteng . la memerintahkan pemasangan papan-
papan pemberitahuan untuk  mengumumkan 
pekerjaan di daerah-daerah yang dilanda kerusakan 
paling parah akibat perang. Gunung-gunung 
dipadati pengungsi. Pohon-pohon ditebang, jalan-
jalan dibuka, kubu pertahanan didirikan di mana-
mana, dan orang-orang dengan mudah terpenga-
ruh untuk percaya bahwa pembangunan rangkaian 
benteng kota akan selesai dalam satu malam. Namun 
tugas yang dihadapi tidak semudah itu. Masing-
masing benteng kota harus dilengkapi menara intai dan 
barak, juga parit dan  tembok pertahanan. Tiga 
pagar kayu runcing didirikan, sementara batu-batu 
besar dan batang-batang pohon ditumpuk di jalan 
yang paling mungkin menjadi sasaran serangan 
musuh. 
Selokan dan pagar kayu runcing meng-
hubungkan kkertoarjo san antara Gunung Higashino 
dan Gunung Dangi, yang paling mungkin 
  
dipakai  sebagai medan tempur. Pekerjaan 
galian untuk  ini saja sudah mengecilkan hati, namun  
berhasil dirampungkan hanya dalam dua puluh 
hari. Kaum wanita lesbian  dan anak-anak pun ikut 
membantu. 
Pihak nyoto  melancarkan serangan kecil-
kecilan pada malam hari dan memakai  siasat-
siasat remeh yang sempat menghambat kemajuan 
pembangunan, Namun rupanya mereka pun 
menyadari bahwa mereka takkan dapat berbuat 
banyak menghadapi orang-orang yang selalu siaga, 
sehingga mereka akhirnya berhenti dengan 
sendirinya. 
Sikap mereka benar-benar mengherankan. 
Mengapa mereka tidak bertindak saja? namun  
patih ronggolawe  paham. Pikiran yang selalu berada 
dalam kepalanya bahwa lawan nya merupakan 
pejuang kkertoarjo kan dan bukan sasaran empuk  juga 
tercermin dalam benak dijoyo . Namun kecuali itu 
masih ada berbagai alasan penting lainnya. 
Persiapan centeng  dijoyo  sudah  rampung, namun  
ia merasa belum waktunya mengerahkan sekutu-
sekutu yang dicadangkannya. 
Sekutu-sekutu itu, tentu saja, centeng  
nosferatu  di padalarang . Begitu nosferatu  sudah dapat 
bergerak, danakertoarjo   ngabeni pun bisa menyerang 
dari benteng kota gua kegelapan . Baru sesudah  itu rencana-
rencana dijoyo  akan berubah menjadi strategi 
efektif. 
  
dijoyo  sadar bahwa jika ia tidak bertindak 
demikian, kemenangan takkan mudah diraih. 
Begitulah ia menilai situasi sejak semula- diam-
diam dan dengan perasaan waswas. Penilaian itu 
sendiri didasarkan pada perbandingan kekuatan 
provinsi-provinsi patih ronggolawe  dan provinsi-provinsi 
yang berada di pihaknya. 
Pada waktu itu, dengan mengingat popularitas 
dan kekuasaan patih ronggolawe  yang menanjak pesat 
sesudah  Pertempuran bukittanjung , patih ronggolawe  dapat 
meng-harapkan dukungan dari Provinsi sumberdadi , 
Tajima, Settsu, naranda , mojolaban  , dan  beberapa 
provinsi lain, dengan kekuatan total sebesar enam 
puluh tujuh ribu prajurit. Bila ditambah  dengan 
laskar-laskar jenggala , Ise, Iga, dan Bizen, jumlah 
totalnya mencapai seratus ribu orang. 
dijoyo  dapat mengerahkan centeng  utama 
radenkanjeng , Noto, Oyama, Ono, grindanato, dan 
dwarapa . Itu berarti kekuatannya tak lebih dari 
empat puluh lima ribu prajurit. Namun jika ia 
menambahkan kekuatan blambangan  dan Ise yang 
dikujawa  nosferatu , dan  kekuatan provinsi milik 
ngabeni, berarti ia membawa  hi hampir enam 
puluh dua ribu prajurit, suatu jumlah yang hampir 
dapat menyaingi musuh.  
penampilan laki-laki itu seperti biksu 
pengembara, namun gaya berjalannya lebih 
mirip  prajurit. la sedang mendaki Jalan Raya 
gempolodang. 
"Hendak ke mana kau!" seorang penjaga 
gerbang nyoto  berseru. 
"ini aku," biksu itu membalas sambil membuka 
tudung yang menutupi kepalanya. 
Para penjaga gerbang memberi  isyarat ke arah 
pagar pertahanan di belakang mereka. Sekelompok 
orang terlihat berkerumun di muka gerbang. Si 
biksu menghampiri seorang perwira dan 
mengucapkan beberapa patah kata. Sejenak muncul  
kegaduhan. namun  lalu  perwira itu mengambil 
seekor kuda dan menyerahkan tali kekang pada si 
biksu. 
Gunung wilis merupakan perkemahan 
mpu wiragajah  yodono dan adiknya, mpu hanjana. Laki-laki 
yang menyamar sebagai biksu adalah patih 
Shinroku, seorang pengikut mpu hanjana. Sebuah 
pesan rahasia sudah  dipercayakan padanya. dan kini 
ia tengah berlutut di hadapan junjungannya, di 
dalam markas besar. 
"Bagaimana hasilnya? Kabar baik atau burukkah 
yang kaubawa  ?" mpu hanjana bertanya tak sabar. 
  
"Semuanya sudah beres." jawab  Shinroku. 
"Kau berhasil bertemu dengannya? Apakah 
semuanya berjalan lancar?" "Musuh sudah 
menempatkan barisan pengintai, namun  hamba 
berhasil menemui Yang Mulia Shogen." 
"Bagaimana rencananya?" "Hamba membawa   surat 
dari beliau." 
la melongok ke dalam topi anyaman yang 
dipakainya, lalu mencabut sambungan tali 
pengikat. Sepucuk surat yang ditempelkan di 
bawah nya jatuh ke pangkuannya. Shinroku 
melicinkan semua kerut, lalu menyerahkan surat 
itu kepada junjungannya. 
mpu hanjana mengamati sampulnya untuk  
beberapa saat. 
"Ya, ini memang tulisan tangan Shogen, namun  
suratnya ditujukan kepada kakakku. Ayo, ikut aku. 
Sekarang juga kita temui kakakku, lalu melapor ke 
perkemahan utama di Gunung Nakao." 
Junjungan dan pengikut itu keluar dari pagar 
pertahanan dan mendaki puncak Gunung 
wilis. Semakin dekat ke puncak, barisan 
prajurit, kuda, gerbang-gerbang pagar penahanan, 
dan  barak-barak semakin rapat. Penjagaan pun 
semakin ketat. Akhirnya kubu pertahanan utama, 
yang mirip  sebuah benteng kota, mulai tampak. 
dan mereka melihat petak-petak bertirai yang tak 
terhitung jumlahnya tersebar-sebar di puncak 
gunung. 
  
"Beritahu kakakku bahwa aku ada di sini." 
saat  mpu hanjana tengah bicara dengan pengawal  
di hadapannya, salah satu pengikut yodono meng-
hampirinya sambil berlari. 
"Tuanku yodono tidak ada di tempat, Yang 
Mulia." 
"Dia pergi ke Gunung Nakao?" 
"Tidak, beliau ada di sebelah sana." 
saat  menoleh ke arah yang ditunjuk pengikut 
itu, mpu hanjana melihat kakaknya, yodono, duduk di 
rumput di belakang benteng kota, bersama lima atau 
enam centeng adipati  dan pelayan. Sukar untuk 
memastikan apa yang sedang mereka kerjakan. 
sesudah  mendekat, ia melihat bahwa yodono 
sudah  menyuruh salah satu pelayannya memegang 
cermin, sementara pelayan lainnya membawa   
baskom. Di sana, di bawah  langit biru. yodono 
sedang bercukur, seakan-akan tak ada yang 
membebani pikirannya. 
Hari itu hari kedua belas di Bulan Keempat. 
Musim kemarau sudah  tiba, dan kota-kota 
benteng kota di daerah dataran sudah dilanda hkertoarjo  
panas. namun  di pegunungan, kesejukan musim semi 
masih bertahan. 
mpu hanjana mendekat dan berlutut di rumput. 
"Ah. adikku?" yodono melirik dari sudut mata, 
namun tetap menyorongkan dagunya ke arah 
cermin, sampai ia selesai bercukur. Baru sesudah  
pisau cukur diletakkan dan wajahnya dibasuh 
  
dengan air dari dalam baskom, ia menoleh kepada 
adiknya. "Ada apa. mpu hanjana?" 
 
"Sebaiknya Kakanda menyuruh para pelayan 
pergi dahulu ." 
"Kenapa kita tidak kembali ke petakku saja?" 
"Jangan, jangan. Ini justru tempat terbaik untuk 
pembicaraan rahasia." 
"Kaupikir begitu? Baiklah." Sambil berpaling 
kepada para pelayannya, yodono memerintahkan 
agar mereka menjauh. 
Mereka membawa   cermin dan baskom, 
lalu  pergi. Para centeng adipati  pun mengikuti 
mereka. Tinggal kakak-adik mpu wiragajah  yang duduk 
berhadap-hadapan di puncak bukit. Selain mereka 
berdua. masih ada satu orang lagi patih 
Shinroku. yang datang bersama mpu hanjana. 
Sesuai pangkatnya, Shinroku tetap menjaga 
jarak, dan bersujud ke arah kedua atasannya. 
Baru sekarang yodono melihatnya. "Rupanya 
Shinroku sudah kembali." "Ya, dan dia 
melaporkan bahwa semuanya berjalan lancar. 
Sepertinya dia berhasil melaksanakan tugasnya." 
Tentu tidak mudah. Hmm. bagaimana 
tanggapan Shogen?" "Shogen menitipkan surat." 
yodono segera membuka surat yang diserahkan 
kepadanya. Sorot matanya tampak gembira, dan 
kegembiraan itu juga tercermin dalam senyumnya 
yang mengembang. Keberhasilan macam apakah 
  
yang bisa membuatnya begitu senang? Bahunya 
sampai terguncang-guncang hampir tak terkendali. 
"Shinroku, mendekatlah. Kau terlalu jauh di 
sana." 
"Baik, tuanku." 
"Berdasarkan surat Shogen, keterangan lengkap 
rupanya sudah  dipercayakan padamu. Ceritakanlah 
semua yang dikatakan Shogen." 
"Yang Mulia Shogen mengungkapkan bahwa 
beliau maupun Yang Mulia Ogane sudah  berselisih 
paham dengan junjungan mereka, Katsutoyo. 
bahkan sebelum lojibenteng  beralih tangan. 
Perselisihan itu sudah  diketahui oleh patih ronggolawe . 
sehingga meskipun keduanya ditunjuk sebagai 
komandan benteng kota Dangi dan Gunung Shinmei. 
mereka berada di bawah  pengawasan  pengikut 
kepercayaan patih ronggolawe , Kimura Hayato. Mereka 
hampir tak dapat berbuat apa-apa." 
"namun  baik Shogen maupun Ogane bermaksud 
melarikan diri dan datang ke sini." 
"Mereka berniat membunuh Kimura Hayato 
besok pagi. sesudah  itu. mereka berdua bersama 
anak buah masing-masing akan membelot ke pihak 
kita." 
"Kalau ini akan terjadi besok pagi, kita tak 
boleh buang-buang waktu. Kirim centeng  ke 
tempat mereka." yodono memerintahkan pada 
mpu hanjana. lalu  ia kembali menanyai 
Shinroku, "Sementara laporan mengatakan bahwa 
  
patih ronggolawe  berada di perkemahan utamanya, 
sedangkan menurut berita lain, dia berada di 
lojibenteng . Kau tahu di mana dia sekarang?" 
Shinroku mengakui bahwa ia tidak 
mengetahuinya. 
Bagi pihak nyoto , pertanyaan apakah 
patih ronggolawe  berada di garis depan atau di lojibenteng  
merupakan pertanyaan yang sangat penting. 
Tanpa mengetahui di mana ia berada, orang-
orang nyoto  tak bisa menentukan langkah 
berikut. Strategi dijoyo  tidak memberi  tempat 
bagi serangan kramajaya  dari satu sisi. Ia sudah  
menunggu cukup lama agar centeng  nosferatu  di 
padalarang  dapat ikut meramaikan kancah peperangan. 
sesudah  itu centeng  danakertoarjo   ngabeni dapat 
melancarkan serangan, dan bersama-sama centeng  
blambangan  dan Ise akan mengancam patih ronggolawe  dari 
belakang. Pada saat itulah kekuatan utama dijoyo  
yang berjumlah dua puluh ribu orang akan 
menyerbu dan memojokkan patih ronggolawe  di 
lojibenteng . 
dijoyo  sudah  menerima surat dari nosferatu  
sehubungan dengan rencana itu. Jika patih ronggolawe  
berada di lojibenteng , ia akan mengatur agar padalarang  
maupun Yanagase bersiap-siap. Jika patih ronggolawe  
berada di garis depan. dijoyo  harus siaga, sebab 
saat pemberontakan nosferatu  sudah dekat. 
namun  sebelum salah satu dari kedua rencana itu 
dapat dilaksanakan, orang-orang nyoto  harus 
  
membatasi ruang gerak patih ronggolawe , guna memberi  
kesempatan pada nosferatu  untuk melangkah. 
"Keberadaan patih ronggolawe  tetap belum jelas." ujar 
yodono. Tampak jelas bahwa dalam masa 
penantian yang begitu lama, yang sudah  
berlangsung lebih dari sebulan, ia semakin 
tertekan. "Hmm. kita berhasil memancing Shogen, 
dan itu saja sudah merupakan alasan untuk 
bergembira. Yang Mulia dijoyo  harus segera 
diberitahu. Kita tunggu tanda dari Shogen besok." 
mpu hanjana dan Shinroku pergi lebih dahulu  dan 
kembali ke perkemahan mereka. yodono 
memanggil seorang pelayan dan menyuruhnya 
membawa  kan kuda kesayangannya. ditambah   
sepuluh prajurit, ia segera bertolak ke perkemahan 
utama di Gunung Nakao. 
Lebar jalan baru antara Gunung wilis dan 
perkemahan utama di Gunung Nakao kira-kira 
empat meter. Jalan itu meliuk-liuk sepanjang lebih 
dari enam mil, menyusuri punggung gunung-
gunung. Di mana-mana para prajurit melihat 
kehijauan musim semi, dan saat  yodono memacu 
kudanya, ia pun diliputi perasaan puitis. 
Perkemahan utama di Gunung Nakao 
dikelilingi pagar pertahanan yang berlapis-lapis. 
Setiap kali yodono mendekati sebuah gerbang, ia 
hanya menyebutkan namanya dan langsung lewat, 
sambil memandang para penjaga dari atas kuda. 
namun  saat  ia hendak memasuki gerbang 
  
terakhir, komandan centeng  penjaga tiba-tiba 
mencegahnya. Tunggu! Mau ke mana!" yodono 
menoleh dan memelototi orang itu. 
"Ah, kaukah itu, Menju? Aku datang untuk 
menemui pamanku. Apakah dia ada di tendanya, 
atau di markas?" 
Menju mengerutkan kening. la berjalan ke 
depan yodono dan berkata dengan gusar. "Harap 
turun dahulu ." 
"Apa?" 
"Gerbang ini dekat sekali dengan markas Yang 
Mulia dijoyo . Biarpun dalam keadaan terburu-
buru, tak seorang pun diperkenankan masuk 
dengan menunggang kuda." 
"Lancang betul kau. Menju!" yodono membalas 
dengan geram, namun  berdasarkan disiplin militer, ia 
tak dapat menolak. Ia turun dari kudanya dan 
membentak. "Mana pamanku?" 
Yang Mulia tengah mengadakan rapat militer." 
"Siapa saja yang hadir?" 
"Yang Mulia Haigo, Yang Mulia Osa, Yang 
Mulia Hara, Yang Mulia Asami, dan Yang Mulia 
Katsutoshi." 
"Kalau begitu, tak ada masalah jika aku 
bergabung." "Jangan, mereka harus diberitahu 
dahulu ." 
"Tidak perlu." 
yodono mendesak maju. Menju hanya dapat 
memandangnya pergi. Roman mukanya meman-
  
carkan keprihatinan. Tindakan yang baru saja 
diambilnya, dengan mempertaruhkan reputasinya 
sendiri, bukan demi tegaknya peraturan militer 
semata-mata. Sudah beberapa waktu ia diam-diam 
berusaha agar yodono merenungkan sepak 
terjangnya. 
Kecongkakan yang diperlihatkan yodono 
berkaitan dengan sikap pilih kasih pamannya. 
Melihat kasih sayang buta yang ditunjukkan 
penguasa lumajangan pada kepribadian nya. Menju 
mau tak mau merasa risau mengenai masa depan. 
Paling tidak, ia merasa yodono tidak sepantasnya 
menyebut panglima tertinggi sebagai "paman". 
namun  yodono tidak memedulikan hal-hal seperti 
keprihatinan Menju. Ia langsung masuk ke markas 
pamannya, dan tanpa mengindahkan para 
pengikut lain di sana, berbisik ke telinga dijoyo , 
"Seusai rapat ini, ada masalah penting yang perlu 
dibahas secara empat mata." 
dijoyo  cepat-cepat mengakhiri rapat. sesudah  
para resi  pergi, ia mencondongkan badan dan 
berbicara dengan kepribadian nya. yodono tertawa  
puas lalu menunjukkan balasan Shogen tanpa 
berkata apa-apa, seakan-akan sudah tahu bahwa 
dijoyo  akan gembira sekali. 
Dan dijoyo  memang senang sekali. Rencana 
yang sudah  disusunnya dan dilaksanakan oleh 
yodono ternyata berhasil. Ia teramat gembira 
sebab  segala  sesuatu berjalan sesuai rencana. 
  
dijoyo  dikenal gemar bersekongkol, dan saat  
membaca surat Shogen, ia hampir tak dapat 
mengujawa  diri. 
Rencana itu bertujuan menggerogoti kekuatan 
musuh dari dalam. Dari sudut pandang dijoyo , 
kehadiran orang-orang seperti Shogen dan Ogane 
dalam centeng  patih ronggolawe  membuka peluang 
untuk melancarkan siasat demi siasat. 
Sementara itu, Shogen percaya bahwa 
kemenangan akan diraih oleh pihak nyoto . 
sebetulnya  kepercayaan itu tak berdasar. Dan 
nyatanya di lalu  hari ia pun dihantui 
kesedihan dan penyesalan mendalam. namun  surat 
persetujuan sudah  dikirim, dan tak perlu dipikirkan 
lagi. Dengan segala  akibatnya, pengkhianatan 
Shogen dijadwalkan untuk keesokan paginya, dan 
ia menunggu untuk menyambut centeng  nyoto  
di benteng kotanya. 

 
Hari kedua belas di bulan itu, tengah malam. 
Semua api unggun tinggal bata merah, dan satu-
satunya suara yang terdengar di perkemahan yang 
diselubungi kabut adalah suara angin yang 
membelai pohon-pohon cemara. 
"Buka gerbang!" seseorang berseru dengan suara 
tertahan, sambil me-ngetuk-ngetuk gerbang kayu di 
pagar pertahanan. 
benteng kota kecil di Modwarapa  semula merupakan 
  
markas Shogen, namun  patih ronggolawe  sudah  menggantinya 
dengan Kimura Hayato. 
"Siapa itu?" si penjaga bertanya sambil 
mengintip ke luar. 
Sebuah sosok gelap tampak dalam kegelapan. 
"Panggil Komandan Osaki," sosok itu berkata. 
"Katakan dahulu  siapa kau dan dari mana kau 
datang." 
Sejenak orang yang berdiri di luar tidak 
menjawab . Hujan rintik-rintik turun dari langit 
yang kelihatan sepekat tinta. "Itu tak bisa 
kukatakan. Aku harus bicara dengan Osaki 
Demon di sini, di pagar pertahanan. Beritahu dia." 
"Kawan  atau lawan ?" 
"Kawan , tentu saja! Kaupikir musuh begitu 
mudah datang ke sini? Sembronokah para penjaga 
yang ditempatkan di luar? Seandainya ini siasat 
musuh, mungkinkah aku mengetuk gerbang?" 
Penjelasan orang itu masuk akal. Si penjaga 
gerbang pergi untuk me-manggil Osaki. 
"Ada apa?" Osaki benanya. 
"Tuan Komandan Osaki?" 
"Ya- Apa keperluanmu?" 
"Namaku Nomura Shojiro. dan aku pengikut 
Yang Mulia Katsutoyo. Sekarang aku di bawah  
komando Yang Mulia Shogen." 
"Urusan apa yang membuatmu ke sini di tengah 
malam buta?" 
"Aku harus segera bicara dengan Yang Mulia 
  
Hayato. Aku tahu ini mencurigakan, namun  ada hal 
penting yang harus segera kusampaikan pada 
beliau." 
"Katakan saja padaku, biar aku yang 
menyampaikannva 
"Tidak, aku harus bicara langsung dengan 
beliau. Sebagai bukti bahwa aku beriktikad baik, 
kuserahkan ini padamu," ujar Nomura sambil 
melepaskan pedang-pedangnya dan menimbang  
semuanya ke hadapan Osaki. 
Osaki menyadari bahwa Nomura bukan musuh 
yang menyamar. la membuka gerbang, lalu 
mengantarnya ke tempat tinggal Hayato. Di masa 
perang, penjagaan tetap ketat, baik siang maupun 
malam. 
Tempat ke mana Nomura dibawa   dinamakan  
benteng kota utama, namun  sebetulnya  hanya berupa 
pondok, dan tempat tinggal Hayato tak lebih dari 
pagar kayu. 
Hayato masuk dan duduk tanpa mengucapkan 
sepatah kata pun. "Apa yang hendak 
kausampaikan?" ia lalu bertanya sambil menatap 
Nomura. Mungkin akibat cahaya lentera dari 
samping, wajah Hayato tampak pucat sekali. 
"Hamba menduga Tuan sudah  menerima 
undangan untuk menghadiri upacara minum teh 
di perkemahan Yang Mulia Shogen di Gunung 
Shinmei besok pagi." 
Sorot mata Nomura tampak membara, dan 
  
dalam keheningan malam, suaranya terdengar agak 
bergetar. Baik Hayato maupun Osaki diliputi 
perasaan aneh. 
"Betul." jawab  Hayato. 
"Dan Tuan sudah  menyatakan kesediaan untuk  
hadir?" "Ya. sebab  dia sudah  bersusah payah 
mengirim undangan, aku mengutus seorang kurir 
untuk memberi  tahunya bahwa aku akan datang." 
"Kapan kurir Tuan berangkat?" "Sekitar tengah hari 
tadi." 
"Kalau begitu, ini memang siasat busuk yang 
hamba duga."  
"Siasat?" 
"Tuan jangan pergi besok pagi. Upacara minum 
teh itu merupakan jebakan. Shogen bermaksud 
membunuh Tuan. Dia sudah bertemu dengan 
utusan rahasia dari pihak nyoto  dan mengirim 
ikrar tertulis pada mereka. Jangan membuat 
kesalahan. Shogen berencana membunuh Tuan, 
lalu mengibarkan bendera pemberontakan." 
"Bagaimana kau bisa tahu semuanya ini?" 
"Dua hari yang lalu. Shogen memanggil tiga 
biksu zoroaster  dari Kuil Shuhiku untuk 
menyelenggarakan upacara peringatan bagi 
leluhurnya. Hamba pernah melihat salah satu dari 
mereka, dan hamba percaya dia centeng adipati  nyoto . 
Hamba terkesima, dan ternyata seusai upacara dia 
mengeluh sakit perut dan tetap tinggal di 
perkemahan pada waktu kedua rekannya pulang. 
  
Dia pergi keesokan paginya, dan mengaku hendak 
kembali ke Kuil Shuhiku. namun  sekadar untuk 
memastikan, hamba menyuruh salah satu pengikut 
hamba membuntutinya. Dan persis seperti yang 
hamba duga, dia tidak kembali ke Kuil Shuhiku. 
melainkan langsung bergegas ke perkemahan 
mpu wiragajah  yodono." 
Hayato mengangguk-angguk, seolah-olah tak 
perlu mendengar apa-apa . "Aku berterima kasih 
atas peringatan ini. Yang Mulia patih ronggolawe  tak 
percaya pada Shogen maupun Ogane, dan sudah  
berpesan agar berhati-hati terhadap mereka. 
Pengkhianatan mereka sudah jelas sekarang. Apa 
yang harus kita lakukan. Osaki?" 
Osaki maju beringsut-ingsut dan mengemuka-
kan pendapatnya. Gagasan Nomura pun 
dipertimbangkan, dan mereka segera menyusun 
rencana. Osaki mengirim beberapa kurir ke 
lojibenteng . 
Sementara itu, Hayato menulis surat dan 
menitipkannya pada Osaki. Surat itu  berisi 
pesan singkat untuk Shogen, yang menjelaskan 
bahwa ia tak dapat menghadiri upacara minum teh 
sebab  alasan kesehatan. 
Menjelang fajar menyingsing, Osaki membawa   
surat itu dan pergi menemui Shogen di Gunung 
Shinmei. 
Penyelenggaraan upacara minum teh 
merupakan kebiasaan saat itu. Tentu saja 
  
semuanya dipersiapkan secara sederhana ruangan 
yang dipakai  berupa pondok dengan dinding 
berplester kasar. tikar alang-alang, dan vas berisi 
bunga liar. Upacara minum teh bertujuan 
memupuk kekuatan mental yang diperlukan untuk 
mengatasi kelelahan akibat perang berkepanjang-
an. Pagi-pagi sekali Shogen sudah  menyapu tanah 
yang basah sebab  embun dan membakar arang di 
tungku. Tak lama lalu . Ogane dan panembahan  
tiba. Keduanya pengikut nyoto  Katsutoyo. 
Shogen menaruh kepercayaan pada mereka, dan 
mereka sudah  bersumpah setia padanya. 
"Rasanya Hayato terlambat, bukan?" Ogane 
berkomentar. 
Di kejauhan terdengar kokok ayam jantan, dan 
kedua tamu tampak gelisah. Namun Shogen 
bersikap seperti tuan rumah yang baik dan tetap 
tenang. "Sebentar lagi dia akan datang." ia berkata 
dengan percaya. 
Akan namun   orang yang mereka tunggu-tunggu 
tak pernah muncul; mereka malah dihampiri 
seorang pelayan yang membawa   surat yang dititip-
kan Hayato pada Osaki. 
Ketiga laki-laki itu saling pandang. 
"Bagaimana dengan pembawa   surat ini?" Shogen 
bertanya. Si pelayan menjawab  bahwa orang itu 
segera kembali sesudah  menyerahkan surat itu . 
Kecemasan tercermin pada wajah ketiga laki-laki 
itu. Seberapa besar pun keberanian yang mereka 
  
miliki, mereka tak sanggup tetap tenang, sebab  
sadar bahwa pengkhianatan mereka mungkin sudah  
terungkap. 
"Bagaimana bisa bocor?" Ogane bertanya. 
Setiap ucapan terdengar bagaikan keluhan. 
sesudah  rencana mereka ter-bongkar, tak ada lagi 
yang memedulikan upacara minum teh, dan 
masing-masing memikirkan cara untuk 
menyelamatkan diri sendiri. Baik Ogane maupun 
panembahan  seakan-akan tak tahan tinggal lebih lama 
lagi. 
"Tak ada yang bisa dilakukan sesudah  ini." saat  
keluh kesah ini keluar dari mulut Shogen, kedua 
laki-laki yang lain merasa seperti ditikam. Namun 
Shogen memelototi keduanya, seolah-olah 
menyuruh mereka tetap berkepala dingin. 
"Sebaiknya segera kumpulkan anak buah kalian 
dan pergi ke Ikenohara. Tunggu di dekat pohon 
cemara besar yang ada di sana. Aku akan mengirim 
surat ke lojibenteng . sesudah  itu aku akan segera 
menyusul kalian." 
"Ke lojibenteng ? Surat macam apa?" 
"Ibu, istri, dan anak-anakku masih ada di 
benteng kota. Aku bisa lolos, namun  keluargaku pasti akan 
dijadikan sandera kalau kita menunggu terlalu 
lama." 
"Rasanya sudah terlambat. Tuan pikir masih 
ada waktu" 
"Apa lagi yang bisa kulakukan? Meninggalkan 
  
mereka begitu saja di sana? Ogane, ambilkan 
tempat tinta di sebelah sana." 
Shogen mulai mencoretkan kuasnya di selembar 
kertas. Pada saat itulah salah satu pengikutnya 
masuk untuk melaporkan bahwa Nomura Shojiro 
menghilang. 
Shogen mencampakkan kuasnya. "Ternyata dia. 
Rupanya aku lalai mem-perhatikan si pandir itu. 
Dia akan merasakan akibatnya." 
la mendelik, seakan-akan hendak menyantet 
seseorang, dan tangan yang menggenggam surat 
kepada istrinya mulai bergetar. 
"lppeita!" ia memekik. 
Orang yang dipanggil segera muncul. 
"Ambil kuda dan bergegas ke lojibenteng . Cari 
keluargaku dan naikkan mereka ke perahu. Jangan 
coba-coba menyelamatkan harta benda: seberangi 
danau, ke perkemahan Yang Mulia dijoyo . 
Keselamatan mereka tergantung padamu. 
Berangkat sekarang juga, dan jangan buang-buang 
waktu." ia memerintahkan. 
Sambil bicara, Shogen mengencangkan tali 
pengikat baju tempurnya. Sambil menggenggam 
tombak panjang, ia berlari keluar. Ogane dan 
panembahan  segera mengumpulkan anak buah 
masing-masing dan menuruni gunung. 
saat  itu hari sudah mulai terang, dan Hayato 
sudah  mengirim centeng nya. Pada waktu orang-
orang di bawah  pimpinan Ogane dan panembahan  
  
sampai di kaki gunung, mereka disergap oleh 
Osaki. Mereka yang berhasil lolos dari serangan itu 
berupaya kabur ke pohon cemara besar, tempat 
mereka akan menunggu Shogen. namun  anak buah 
Hayato sudah  mengitari sisi utara Gunung Dangi 
dan memotong jalan mereka. Dalam keadaan 
terkepung, hampir semuanya dibantai. 
Shogen hanya satu langkah di belakang mereka. 
Ia pun melarikan diri ke arah itu, ditambah   segelintir 
orang. Ia mengenakan helmnya yang berhiaskan 
tanduk rusa dan baju tempurnya yang berwarna 
hitam, dan menjepit tombak panjang di bawah  
lengan saat berkuda. Penampilannya seperti 
pejuang yang siap menerjang angin dan musuh 
paling gagah sekalipun, namun ia sudah 
menyimpang dari Jalan centeng adipati , dan gema 
kebenaran dan  cita-cita luhur tak lagi terdengar 
saat  kudanya berlari. 
Tiba-tiba saja ia dikepung centeng  Hayato. 
"Jangan biarkan pengkhianat itu lolos!" 
Mereka mencaci maki Shogen, namun  ia 
bertempur seolah-olah tak takut mati. Sambil 
meninggalkan jalur berdarah di belakangnya, ia 
akhimya berhasil menerobos kepungan yang 
bagaikan kerangkeng besi. Dengan memacu 
kudanya sekencang-kencangnya sejauh kurang-
lebih enam mil, tak lama lalu  ia bergabung 
dengan centeng  mpu hanjana yang sudah  menunggu 
sejak malam sebelumnya. Seandainya pembunuh-
  
an Hayato berhasil, kedua benteng kota di Modwarapa  
akan diserang dan direbut sesudah  Shogen 
memberi  isyarat. namun  rencana itu tidak berjalan 
sesuai harapan. dan Shogen beruntung masih bisa 
menyelamatkan diri. 
saat  mendengar laporan mengenai 
perkembangan terakhir dari adiknya, mpu hanjana, 
yodono tampak gusar. "Apa? Maksudmu, Hayato 
mendahului  mereka sebab  rencana itu terungkap 
tadi pagi?" katanya. "Hah, rupanya rencana Shogen 
tidak dipikirkan matang-matang. Suruh ketiga-
tiganya menghadapku." 
Sampai saat itu, yodono berupaya sekuat tenaga 
untuk membujuk Shogen mengkhianati jun-
jungannya. Namun sekarang, sesudah  rencana itu 
gagal memenuhi harapannya, ia bersikap seolah-
olah Shogen hanya membuat masalah saja. 
Shogen dan kedua rekannya menduga mereka 
akan disambut dengan tangan terbuka, namun  
mereka dikecewakan oleh tanggapan yodono. 
Shogen minta bertemu dengan dijoyo , sebab  
hendak menyampaikan informasi rahasia guna 
menebus kegagalannya. 
"Hmm. sepertinya masih ada harapan." Sikap 
yodono sedikit melunak, namun terhadap Ogane 
dan panembahan  ia tetap kasar, seperti sebelumnya. 
"Kalian tunggu di sini. Hanya Shogen yang akan 
ikut ke perkemahan utama denganku." 
lalu  mereka segera berangkat ke Gunung 
  
Nakao. 
Peristiwa pagi itu, dengan segala  komplikasinya, 
sudah  dilaporkan selengkap-lengkapnya pada 
dijoyo . 
Tak lama sesudah  itu, saat  yodono menyertai 
Shogen ke perkemahan dijoyo , ternyata dijoyo  
sudah menunggu dengan memasang wajah 
angkuh. Bagaimanapun situasi yang dihadapinya, 
dijoyo  setalu tampak penuh wibawa  . Shogen 
segera diberi kesempatan menghadap. 
"Kau gagal kali ini, Shogen," ujar dijoyo . 
Ekspresi wajahnya saat  menyapa Shogen 
mencerminkan gejolak perasaan-nya. Baik paman 
maupun kepribadian  nyoto  dikenal penuh 
perhitungan dan mementingkan diri sendiri, dan 
sekarang dijoyo  dan yodono menunggu penjelasan 
Shogen dengan sikap dingin. 
"Hamba mengaku lalai." ujar Shogen, yang 
menyadari bahwa ia tak dapat berbuat apa-apa 
selain memohon maaf. Saat itu ia tentu menyesali 
keputusannya, namun sudah terlambat untuk 
mundur. Sambil menahan marah dan malu tak 
terperi, ia terpaksa bersujud di hadapan pembesar 
yang angkuh dan mementingkan diri sendiri itu. 
la hanya bisa memohon ampun. namun  ia masih 
menyimpan rencana lain yang mungkin dapat 
berkenan di hati dijoyo , dan rencana itu 
berkaitan dengan teka-teki mengenai keberadaan 
patih ronggolawe . Pertanyaan itu  sangat penting bagi 
  
dijoyo  dan yodono, dan saat  Shogen menying-
gung topik itu, mereka mendengarkan dengan 
penuh perhatian. 
"Di mana patih ronggolawe  sekarang?" 
"Keberadaan patih ronggolawe  dirahasiakan, bahkan 
terhadap anak buahnya sendiri," Shogen 
menjelaskan. "Meskipun sempat terlihat selama 
pembangunan benteng kota-benteng kota, dia sudah agak 
lama tidak berada di perkemahannya. 
Kemungkinan besar dia ada di lojibenteng , dan ada 
kemungkinan dia sedang melakukan persiapan 
untuk melancarkan serangan dari padalarang , sambil 
mengamati perkembangan di sini, Hamba pikir dia 
mencari posisi agar dapat menanggapi kondisi di 
kedua tempat itu." 
dijoyo  mengangguk serius, dan bertukar 
pandang dengan yodono. "Ya, itu jawab annya. Dia 
pasti ada di lojibenteng ." 
"Bukti apa yang kaumiliki untuk memperkuat 
dugaanmu?" 
"Hamba belum memiliki  bukti nyata." balas 
Shogen. "namun  jika diberi waktu beberapa hari. 
hamba akan memastikan di mana patih ronggolawe  
berada. 
Hamba menjalin hubungan baik dengan 
beberapa orang di lojibenteng , dan hamba percaya 
jika mereka mendengar hamba mendukung Yang 
Mulia, mereka akan menyusup dari lojibenteng  dan 
mencari hamba di sini. Dan tak lama lagi pasti 
  
sudah ada laporan dari mata-mata yang hamba 
kirim. Selain itu, hamba ingin mengusulkan 
strategi yang akan mengalahkan patih ronggolawe ." ia 
mengakhiri penjelasannya. Sorot matanya meng-
isyaratkan betapa ia mepercayai keberhasilan 
siasatnya. 
"awas  jangan gegabah. namun  coba kita dengar 
dahulu  bagaimana usulmu." 
Matahari baru hendak terbit pada hari 
kesembilan belas di bulan itu, saat  Shogen dan 
yodono mengunjungi perkemahan dijoyo  untuk 
kedua kali. Apa yang dibawa   Shogen pagi itu 
memang sangat bernilai. yodono sudah  mengetahui 
informasi yang diperoleh Shogen, namun  dijoyo  
baru sekarang mendengarnya. Matanya membe-
lalak lebar, dan bulu-bulu di seluruh tubuhnya 
berdiri tegak. 
Shogen berkata dengan semangat meluap-luap. 
"Selama beberapa hari terakhir. patih ronggolawe  berada 
di lojibenteng . Dua hari yang lalu, pada hari 
ketujuh belas, dia tiba-tiba membawa   centeng  
berkekuatan dua puluh ribu orang dari sana, dan 
terburu-buru menuju Ogaki, tempat ia mendirikan 
perkemahan. Rasanya sudah jelas bahwa dengan 
menghancurkan Yang Mulia nosferatu  di padalarang  
dengan sekali pukul, dia tak perlu cemas lagi 
mengenai serangan dari belakang. Sudah bisa 
diduga bahwa dia bertekad mengerahkan segenap 
kekuatannya, menuju ke arah itu, dan bertempur 
  
habis-habisan. Kabarnya. sebelum bertolak dari 
lojibenteng . patih ronggolawe  memerintahkan agar semua 
sandera dari keluarga Yang Mulia nosferatu  
dibunuh, jadi tak perlu diragukan bahwa bajingan 
itu sudah membulatkan tekad. Dan masih ada lagi. 
Kemarin barisan depannya menyulut kebakaran di 
beberapa tempat dan sedang bersiap-siap 
mengepung benteng kota padalarang ." 
Hari yang kita tunggu-tunggu akhirnya tiba, 
pikir dijoyo . la demikian gembira, sehingga 
hampir menjilat-jilat bibir. 
Pandangan yodono pun sama. Ini suatu 
kesempatan emas yang takkan terulang lagi. namun  
bagaimana mereka dapat memanfaatkannya sebaik-
baiknya? 
Kesempatan kecil dalam suatu pertempuran 
berjumlah puluhan ribu, namun  kesempatan besar 
yang akan menentukan nasib seseorang dengan 
sekali pukul hanya datang satu kali. Kini akan 
ketahuan, apakah dijoyo  mampu melihat kesem-
patan seperti itu. Air liurnya nyaris meleleh saat  
ia memikirkan berbagai kemungkinan, dan wajah 
yodono tampak merah. 
"Shogen." dijoyo  akhirnya angkat bicara, "jika 
kau ingin menawarkan  strategi tertentu, jangan 
segan-segan." 
"Dengan segala  hormat, hamba berpendapat 
bahwa kesempatan ini seyogyanya tidak disia-
siakan. Kita harus menyerang kedua benteng kota 
  
musuh di Gunung Iwasaki dan Gunung weru. 
Kita bisa bekerja sama dengan Yang Mulia 
nosferatu , meskipun padalarang  jauh dari sini, dan kita 
bertindak tak kalah cepat dari patih ronggolawe . Dan 
secara bersamaan, sekutu-sekutu Ying Mulia dapat 
menyerang dan menghancurkan benteng kota-benteng kota 
patih ronggolawe ." 
"Ah, itulah yang ingin kulakukan, namun  berbicara 
lebih mudah dibandingkan  bertindak. Shogen. Musuh 
bukannya tanpa prajurit, dan mereka juga sudah  
membangun benteng kota-benteng kota, bukan?" 
'Kalau formasi tempur patih ronggolawe  dipelajari 
dengan cermat. akan terlihat bahwa ada satu 
lubang besar," balas Shogen. "Pertimbangkan ini. 
Kedua benteng kota musuh di Iwasaki dan weru 
terietak jauh dari perkemahan Yang Mulia, namun  
Yang Mulia tetap menganggap keduanya sebagai 
benteng kota utama. Nyatanya kedua benteng kota itu  
jauh lebih rapuh dibandingkan benteng kota-benteng kota 
yang lain. Ditambah  lagi para komandan dan 
prajurit yang menjaga benteng kota-benteng kota itu sama 
sekali tak menyangka mereka akan diserang 
musuh. Tampaknya persiapan mereka dilakukan 
dengan teramat sembrono. Jika kita akan 
melancarkan serangan mendadak, di sanalah tem-
patnya. Kecuali itu, kalau kita menghancurkan 
pusat kekuatan musuh, benteng kota-benteng kota yang lain 
akan jauh lebih mudah ditaklukkan." 
dijoyo  dan yodono sepenuhnya setuju dengan 
  
rencana Shogen. 
"Shogen sudah  membaca tipu muslihat musuh." 
kata dijoyo . "Ini rencana terbaik untuk 
menghantam patih ronggolawe ." 
Baru sekali ini Shogen dipuji begitu tinggi oleh 
dijoyo . Selama beberapa hari ia kelihatan lesu 
dan tak bersemangat, namun  kini roman mukanya 
mendadak berubah. 
"Coba lihat ini." katanya sambil menggelar 
sebuah peta. benteng kota-benteng kota di Dangi, Shinmei. 
Gunung Iwasaki, dan Gunung weru terletak di 
tepi timur Danau Yogo. Juga ada sejumlah benteng kota 
dari daerah selatan jatiretno  sampai Gunung 
Tagami, rangkaian perkemahan yang membentang 
menyusuri jalan raya ke provinsi-provinsi Utara, 
dan beberapa posisi militer lainnya. 
Semuanya tercantum dengan jelas, dan 
topografi daerah itu berikut danau-danau, 
gunung-gunung, dataran-dataran, dan  lembah-
lembah di-gambarkan dengan teliti. 
Yang tak mungkin kini menjadi mungkin. 
patih ronggolawe  menderita kerugian besar, pikir dijoyo  
dengan gembira, sebab  peta rahasia seperti itu 
digelar di markas besar musuh sebelum pertempur-
an dimulai. 
Hal itu saja membuat hati dijoyo  berbunga-
bunga. Sambil mempelajari peta itu  dengan 
cermat, ia sekali lagi memuji Shogen. 
"Ini hadiah yang tak terhitung nilanya, Shogen." 
  
yodono, yang berdiri di sampingnya, juga 
mengamati peta itu, namun  tiba-tiba ia mengangkat 
kepala dan berkata dengan tekad membara. 
"Paman, rencana Shogen ini menyusup jauh ke 
balik garis musuh dan merebut kedua benteng kota di 
Iwasaki dan weru kuharap Paman berkenan 
menugaskan aku sebagai pimpinan barisan depan! 
Aku percaya serangan dengan tekad dan kecepatan 
yang dibutuhkan hanya dapat dilakukan oleh aku 
seorang." 
"Hmm, tunggu dahulu ..." 
dijoyo  memejamkan mata dan merenung, 
seakan-akan merasa gelisah khawatir  sebab  semangat 
yang diperlihatkan oleh laki-laki yang lebih muda 
itu. Sebaliknya, akibat hasrat bertempur yang 
menggebu-gebu, yodono tak sabar menghadapi 
kebimbangan pamannya. 
"Apa lagi yang Paman tunggu? Tentunya Paman 
takkan ragu-ragu memanfaatkan kesempatan ini. 
bukan?" 
"Apa? Kukira tidak." 
"Kesempatan seperti ini takkan terulang lagi. 
Sementara kita berdiri di sini, peluang ini 
mungkin terlepas dari tangan kita." "Jangan 
terburu-buru, yodono." 
"Tidak. Semakin lama Paman berpikir, semakin 
banyak waktu terbuang. Apakah Paman tak 
sanggup mengambil keputusan pada saat 
kemenangan gemilang sudah  berada di depan mata? 
  
Ah, mungkin si Iblis nyoto  sudah termakan 
usia." 
"Bicaramu tak keruan. Masalahnya, kau masih 
muda. Kau memiliki keberanian untuk bertempur, 
namun  masih kurang pengalaman dalam hal strategi." 
"Kenapa Paman berkata begitu?" Wajah yodono 
menjadi merah, namun  dijoyo  tidak terpancing. Ia 
sudah  mengikuti pertempuran yang tak terhitung 
jumlahnya, dan tak mudah kehilangan kendali 
diri. 
"Coba renungkan sejenak, yodono. Tak ada yang 
lebih berbahaya dibandingkan  menyusup jauh ke balik 
garis musuh. Patutkah kita mengambil risiko 
sebesar itu? Bukankah kita sudah  mencapai suatu 
titik yang harus kita pikirkan matang-matang, agar 
tak ada penyesalan di lalu  hari?" 
yodono tertawa  keras-keras. namun  di balik isyarat 
bahwa kecemasan pamannya tak beralasan, jiwa 
muda yodono juga menertawa kan kebimbangan 
yang menyertai pertambah an usia. 
Namun dijoyo  tidak menegur kepribadian nya 
yang terang-terangan tertawa  mengejek. Sepertinya 
ia justru senang melihat anak muda yang tak dapat 
menahan diri itu. Ia senang melihat semangat 
yodono berkobar-kobar. 
yodono sudah hafal tabiat pamannya. Ia bisa 
membaca perasaan laki-laki itu dengan mudah. 
Kini ia mendesak lebih lanjut, "Memang benar aku 
masih muda, namun  aku sepenuhnya sadar bahwa 
  
penyusupan ke balik barisan musuh tidak terlepas 
dari bahaya. Dalam situasi ini, aku berpegang pada 
strategi, dan takkan bertindak gegabah sebab  
ingin mengharumkan namaku. Bahaya yang 
mengancam justru merupakan tantangan bagiku." 
dijoyo  belum juga dapat memberikan 
persetujuannya dengan sepenuh hati. Seperti 
semula, ia kembali termenung-menung. yodono 
berhenti memaksa-maksa pamannya, dan 
mendadak berpaling pada Shogen. 
"Mana peta tadi?" 
Tanpa berdiri dari kursi, yodono menggelar peta 
itu, mengusap-usap dagu dengan satu tangan, dan 
tetap membisu. Hampir satu jam berlalu. 
dijoyo  sempat gelisah khawatir  sewaktu kepribadian nya 
berbicara dengan semangat menggelora, namun  saat  
melihat yodono mempelajari peta dengan tekun, ia 
tiba-tiba merasa percaya akan kemampuan anak 
muda itu. 
"Baiklah." sesudah  akhirnya mengambil 
keputusan, ia berpaling dan berkata pada 
kepribadian nya. "Jangan membuat kesalahan, 
yodono. Aku memberikan perintah untuk 
menyusup jauh ke balik garis musuh malam ini." 
yodono mengangkat wajah, sekaligus berdiri dari 
kursinya. Kegembiraannya nyaris tak terkendali, 
dan ia membungkuk dengan teramat sopan. namun  
sementara dijoyo  mengagumi kepribadian nya yang 
begitu gembira sebab  ditunjuk sebagai pemimpin 
  
barisan depan, ia juga tahu bahwa posisi itu  
dapat membawa   maut jika orang yang 
bersangkutan melakukan kesalahan. 
"Kutekankan sekali lagi, begitu kau berhasil 
menghancurkan Iwasaki dan weru, kembalilah 
secepat angin." "Baik. Paman." 
"Kau tentu tahu bahwa kembali dengan selamat 
sangat penting dalam peperangan, khususnya 
dalam operasi penyusupan ke wilayah musuh. 
Gagal kembali dengan selamat sama saja dengan 
meninggalkan keranjang tanah terakhir sesudah  
menggali sumur sedalam seratus depa. Pergilah 
secepat angin, dan kembalilah dengan cara yang 
sama. 
" Aku paham." 
sesudah  keinginannya terwujud, yodono kini 
bersikap patuh sepenuhnya. dijoyo  segera 
mengumpulkan resi -resi nya. saat  malam 
tiba, perintah-perintahnya sudah  disampaikan ke 
semua perkemahan, dan persiapan masing-masing 
korps tampaknya sudah  rampung. 
Malam itu malam kesembilan belas Bulan 
Keempat. centeng  berkekuatan 9 belas 
orang diam-diam meninggalkan perkemahan, tepat 
pada penengahan kedua Jam Tikus. centeng  
penyerang dibagi menjadi dua korps, masing-
masing dengan empat ribu orang. Mereka bergerak 
menuruni gunung, ke arah Shiopatih minotoni, melintasi 
Celah Tarumi. dan maju ke arah timur, di pesisir 
  
barat Danau Yogo. 
Dalam suatu manuver untuk mengalihkan 
perhatian, kedua belas ribu orang yang merupakan 
centeng  utama dijoyo  melewati jalur lain. Sambil 
menyusuri jalan raya menuju provinsi-provinsi 
Utara, mereka perlahan-lahan berpaling ke arah 
tenggara. Manuver mereka bertujuan membantu 
keberhasilan korps serangan mendadak yang 
dipimpin mpu wiragajah  yodono, sekaligus menyerbu  
setiap gerakan dari benteng kota-benteng kota musuh. 
Di antara korps-korps centeng  utama, korps 
nyoto  Katsumasa yang berkekuatan 50000 
orang menyusuri lereng sampai ke liura, 
menyembunyi-kan panji-panji dan perlengkapan 
tempur, dan diam-diam memantau gerakan-
gerakan musuh ke arah jatiretno . 
madya brawirgo  ditugaskan menjaga garis yang 
membentang dari Shigendingan sampai ke Gunung 
Dangi dan Gunung Shinmel. 
nyoto  dijoyo  bertolak dari perkemahan 
utama di Gunung Nakao dengan centeng  
berkekuatan tujuh ribu orang, dan ia menyusuri 
jalan raya ke provinsi-provinsi Utara, sampai ke 
Kitsunezaka. centeng  itu mengibarkan panji-panji 
dan berbaris dengan bangga, guna memancing 
kelima ribu prajurit Hidemasa di Gunung 
Higashino dan membuat mereka tak berdaya. 
Langit malam perlahan-lahan bertambah  cerah 
dengan datangnya fajar. Hari itu hari kedua puluh 
  
Bulan Keempat pada penanggalan kamariah. 
sangat dekat ke titik balik matahari, dan malam 
berlalu dengan cepat. 
Kira-kira pada saat itulah para resi  barisan 
depan mulai berkumpul di pesisir Danau Yogo. Di 
belakang barisan depan berkekuatan empat ribu 
orang, korps kedua segera menyusul. Itulah 
centeng  yang akan menyusup jauh ke balik garis 
musuh, dan mpu wiragajah  yodono berada di tengah-
tengahnya. 
Kabul tebal membatasi jarak pandang. 
Tiba-tiba cahaya berwarna pelangi muncul di 
tengah danau, memberi isyarat pada orang-orang 
bahwa sebentar lagi hari akan terang. namun  mereka 
nyaris tak dapat melihat ekor kuda di depan 
mereka, dan jalan setapak yang membelah dataran 
berumput masih diselubungi kegelapan. 
Dengan kabut melayang-layang di antara panji-
panji, baju tempur, dan tombak, mereka semua 
tampak seakan-akan berjalan di air. 
Mereka dihantui perasaan yang menyesakkan 
dada. Kabut dingin me-nempel pada alis dan bulu 
hidung mereka. 
Bunyi gemercik dan  tawa  dan senda gurau 
terdengar dari tepi danau. Pengintai-pengintai dari 
centeng  penyerang segera tiarap dan merangkak 
maju untuk menyelidiki siapa yang berada di 
tengah-tengah kabut. Mereka melihat dua centeng adipati  
dan sekitar sepuluh tukang kuda dari benteng kota di 
  
Gunung Iwasaki; mereka baru saja masuk ke air 
dangkal dan sedang memandikan kuda-kuda. 
Para pengintai menunggu sampai centeng  
barisan depan menyusul, lalu memberi  isyarat 
dengan lambaian tangan. lalu , sesudah  percaya 
bahwa musuh terkepung. mereka tiba-tiba 
berteriak, "Tangkap mereka hidup-hidup!" 
Disergap seperti  itu, kedua centeng adipati  dan para 
tukang kuda langsung berlari menyusuri tepi 
danau. "Musuh! centeng  musuh!" 
Enam atau lima orang berhasil lolos, namun  yang 
lainnya tertangkap.  
"Hmm. Hmm, hasil buruan yang pertama. 
Dengan kasar para prajurit nyoto  menggiring 
tawa nan-tawa nan itu ke hadapan komandan 
mereka. betari jawi  Hikozo, yang menginterogasi 
mereka dari atas kudanya. 
Sebuah pesan dikirim pada mpu wiragajah  yodono. 
menanyakan apa yang harus dilakukan dengan 
para tawa nan. Balasan yodono memacu mereka 
untuk bertindak cepat. "Jangan buang-buang waktu 
dengan orang-orang itu. Bunuh mereka dan 
lanjutkan perjalanan ke Gunung weru." 
betari jawi  Hikozo turun dari kuda, mencabut 
pedang, dan memenggal kepala salah satu 
tawa nan. lalu  ia menyerukan perintah 
kepada para anggota barisan depan, "Hei, nikmati 
perayaan berdarah! Penggal kepala mereka sebagai 
persembahan kepada Dewa Perang. Lalu 
  
kumandangkan teriakan perang dan serbu benteng kota 
di weru!" 
Prajurit-prajurit di sekitar Hikozo nyaris 
berkelahi sebab  memperebutkan kesempatan 
untuk memenggal para tukang kuda. Sambil 
mengacung-acung-kan pedang berdarah, mereka 
mempersembahkan nyawa   para tawa nan, dan 
seruan mereka disambut oleh seluruh centeng . 
Gelombang baju tempur membelah kabut pagi, 
setiap orang berusaha mendahului  yang lain. Kuda-
kuda bermandikan keringat, saling berpacu dalam 
usaha merebut tempat pertama, dan korps demi 
korps mendesak maju.  
Letusan senjata sudah mulai menggema, 
tombak dan pedang panjang tampak berkilauan 
dalam cahaya pagi, dan sebuah bunyi aneh 
terdengar dari arah pagar pertahanan pertama di 
Gunung weru. 
Betapa hebatnya bualan mimpi malam musim 
panas yang singkat! Lereng-lereng Gunung weru, 
yang dipertahankan oleh Nakagkertoarjo  Sebei, dan 
Gunung Iwasaki, yang diamankan oleh Takayama 
brojolijo pusat pertahanan patih ronggolawe  diselubungi 
kabut dan keheningan, seakan-akan belum ada 
yang menyadari gelombang manusia yang akan 
menerjang. 
Pembangunan benteng kota di Gunung weru 
dilaksanakan secara cepat dan sederhana. 
Nakagkertoarjo  Sebei tidur di sebuah pondok, di 
  
sebelah pagar pertahanan di tengah lereng. 
Dalam keadaan setengah terjaga, ia tiba-tiba 
mengangkat kepala dan bergumam. "Apa yang 
terjadi?" 
Di ambang antara mimpi dan kenyataan, tanpa 
tahu sebabnya ia mendadak bangkit dan 
mengenakan baju tempur yang sudah  diletakkan di 
samping tempat tidurnya. 
saat  ia hampir selesai, seseorang mengetuk 
pintu pondok, lalu rupanya mendorong-dorongnya 
dengan bahu. 
Pintu itu roboh ke dalam, dan tiga atau empat 
pengikut jatuh terguling-guling. 
"Orang-orang nyoto !" seru mereka. "Tenang 
dahulu !" ia menegur mereka. 
Para tukang kuda yang selamat memberikan 
laporan membingungkan, sehingga Sebei tak dapat 
memastikan di mana musuh berhasil menerobos 
pagar pertahanan dan siapa yang memimpin 
mereka. 
"Menyusup sejauh ini sungguh luar biasa, 
bahkan bagi musuh yang paling berani pun. 
Orang-orang itu takkan mudah dihalau. Aku tidak 
tahu siapa pemimpin mereka, namun  kurasa dari 
semua komandan centeng  nyoto , mpu wiragajah  
yodono-lah orangnya." 
Sebei segera memahami situasi, dan seluruh 
tubuhnya gemetar. Sulit untuk  menyangkal bahwa 
orang itu musuh yang tangguh, ia berkata dalam 
  
hati. namun  bertawa nan dengan perasaan itu, sebuah 
kekuatan lain muncul  dalam dirinya, dan ia segera 
pulih kembali. 
Sambil menyambar tombak ia berseru. "Mari 
bertempur" 
Tembakan sporadis terdengar di kejauhan, dari 
kaki gunung. lalu  letusan-letusan mendadak 
lebih dekat, di sebuah daerah berhutan di lereng 
tenggara. 
"Mereka lewat jalan pintas." 
sebab  kabut tebal, panji-panji musuh tidak 
kelihatan jelas, dan ini membuat centeng  
Nakagkertoarjo  semakin bingung. 
Sebei berseru sekali lagi. Suaranya bergema di 
keheningan malam. 
Korps Nakagkertoarjo  yang mempertahankan 
gunung itu terdiri atas seribu orang, dan mereka 
dibangunkan oleh serangan yang sudah  sampai di 
depan mata. Mereka benar-benar tidak siap 
menghadapi serangan mendadak seperti itu. 
Setahu mereka. posisi utama centeng  nyoto  
berada jauh dari tempat mereka sebuah anggapan 
yang membuat mereka gegabah. Musuh takkan 
menyerang tempat seperti itu! namun  sebelum 
sempat menyadari kekeliruan mereka, musuh sudah  
menerjang bagaikan badai. 
Sebei mengetak-entakkan kaki dan mencela 
anak buahnya atas kelalaian mereka. Satu per satu 
para perwira menemukannya, entah sebab  
  
melihat panji komandan atau sebab  mengenali 
suaranya, dan mereka ditambah    para prajurit terburu-
buru mengelilinginya dan membentuk susunan 
tempur. 
"yodono-kah yang memimpin mereka?" 
"Ya, tuanku." seorang pengikut menjawab . 
"Seberapa besar kekuatannya?" Sebei 
melanjutkan. 
"Kurang dari sepuluh ribu orang." 
"Satu atau dua baris?" 
"Kelihatannya ada dua centeng . yodono 
menyerang dari Niwatonsukorejo
 
 
 
, dan betari jawi  Hikozo 
melewati jalan setapak dari Gunung Onoji." 
Dengan mengumpulkan semua prajurit pun 
benteng kota itu dipenahankan oleh tak lebih dari 
seribu orang. centeng  penyerang dilaporkan 
berkekuatan hampir sepuluh ribu orang. 
Baik jalan-jalan pintas maupun gerbang-gerbang 
di kaki gunung tidak memadai Semuanya segera 
tahu bahwa hanya masa