Tampilkan postingan dengan label arwah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label arwah. Tampilkan semua postingan
Rabu, 14 Desember 2022
arwah
Desember 14, 2022
arwah
SELAGI ia berlari, sekujur tubuhnya terasa semakin panas, membakar. Perlahan namun pasti kulitnya berubah kesat, hitam legam, bersisik menjijikkan. Sifat-sifat buas menjalari dirinya dengan kejam, dan sejenis naluri seksuil yang aneh mendorongnya untuk melaksanakan pembalasan dendam .... Bisikan arwah terkutuk itu kini jadi kenyataan. Dan isterinya yang muda lagi cantik, tetap menunggu di tempat tidur, merindukan kehangatan dan jamahan mesranya. Kerinduan seorang pengantin baru yang tidak sadar, teror mengerikan tengah melanda kebahagiaan mereka ! BUMI menggeliat kepanasan digelitik terik matahari. Pepohonan di sepanjang jalan setapak itu merasakan kegersangan yang amat sangat Daun-daunnya berguguran jatuh. Menggelepar beberapa saat ditiup angin yang kering kerontang. Lalu tercelentang diam di atas rerumputan yang layu. Kuning kecoklat-coklatan. Tidak ada lagi burung-burung bernyanyi. Bahkan awan putih perak yang belum lama berselang bergulung-gulung di perut langit seperti enggan menampakkan diri. Ranting-ranting kering
gemeretak diinjak sepasang kaki telanjang berlepotan tanah dan debu. Sepasang kaki itu tiba-tiba berhenti. "Panasnya. Ampun!" sebuah suara bergumam. Lantas sebuah lengan yang kukuh dengan urat-urat bertonjolan mendarat di wajah seorang lelaki. Wajah yang keras. Sorot matanya tajam. namun saat itu tampak lesu sekali . Dengan lengannya yang kecoklat-coklatan itu ia schucky keringat yang membanjir di dahi. Ia pindahkan bahu kiri. "... kalau tak ingat mertua sedang sakit payah, maulah rasanya hari ini pulang saja ke kota!" ia bergumam lagi. Kaki-kakinya kembali melangkah. Enggan namun pasti. Jalan setapak itu akan berakhir di mulut kampung. Tinggal beberapa ratus meter. Namun jaraknya seakan-akan sudah bertambah panjang sejauh berkilo-kilo meter. Terlalu benar. namun ah! Kenapa ia harus mengeluh. Inilah resiko kawin dengan seorang anak petani. Petani yang kaya memang. namun mana pula ia pantas berdiam-diam saja di rumah sepanjang hari. Makan tidur, menyulut rokok sambil minum kopi tubruk. Bercanda dengan isteri yang begitu muda dan cantik. "Bercumbu di tengah udara sepanas ini?" ia geleng-geleng kepala sendiri. "Mana ada selera!" Sedang apa si jessica sekarang ? Tidur-tiduran? Atau menunggu dia di depan pintu seperti selama ini ia lakukan bila nyoto datang ke rumah paman jessica di kota? nyoto biasanya langsung mendorong tubuh langsing dan padat itu ke balik pintu. Ia tekan lutut ke dinding. Ia betot dengan kedua lengannya yang kukuh. jessica akan menggeliat. Dan membiarkan bibirnya habis diremas bibir nyoto . Lalu berdesah. Panjang. Itu di kota. Di sini? Biarpun ia dan jessica sudah syah jadi suami isteri satu minggu yang lalu, tetap saja ia harus bersabar menunggu jessica masuk ke kamar tidur. Atau di halaman belakang. Di balik pohon-pohon jambu. Kadang-kadang di kamar mandi, bila ayah jessica sedang berjemur di depan
rumah dan ibunya pergi ke ladang. Itupun kalau adik-adik jessica kebetulan bersamaan waktunya pergi ke sekolah desa. Secepat mertuanya sembuh mereka kembali saja di kota. Masa cuti kawin nyoto di kantor belum berakhir. Dihabiskannya saja di kota. Kalau perlu berkemah di pantai. Berkecimpung di lidah ombak. Berkejar-kejaran di hamparan pasir lembut berkilau-kilauan. Tak perlu lagi berkeluh kesah dalam rumah yang senantiasa berisik oleh jerit dan tawa adik-adik jessica atau duduk-duduk diam di hadapan ayah jessica yang tak henti-hentinya berpetuah. Berlagak mengerti. Dan menunggu semua orang tidur untuk bisa bergelut dengan isteri sendiri. Tak perlu cemas oleh derit ranjang besi yang sudah lama tidak di minyaki. nyoto tersenyum kecut. Matanya menatap ke kejauhan. Bangunan rumah-rumah di balik pepohonan kelapa dan beringin yang daun-daunnya sudah semakin banyak berguguran tinggal sebatang, sebatang rokok lagi jauhnya. Kalau di kota ia akan minta jessica menyediakan es atau minuman dingin. namun di kampung sana, paling-paling ia bisa meminta disediakan teh manis. Duduk-duduk sebentar di halaman sebelum tiba waktunya bersama seisi rumah berhadapan dengan meja makan. Supaya dapat makan dengan nikmat ia akan mandi lebih dahulu dan ...... Dan nyoto tegak terpaku di tempatnya berdiri. Sebentuk benda berwarna hitam legam terbujur memotong jalan setapak yang akan ia lalui. Benda itu bersisik. Besarnya sama dengan batang paha nyoto sendiri. Dengan liar mata nyoto menatap benda misterius itu. Tampaknya seperti diam. namun semak semak di kedua sisi jalan setapak, bergerak gelisah. Samar-samar di telinga nyoto terdengar suara berdesis-desis yang kadang-kadang berupa siulan yang lembut. Cepat sekali ingatan nyoto bekerja.
Sehari sebelum ia asik ke jenjang pelaminan bersama jessica , nyoto sudah bertemu untuk pertama kali dengan benda bulat panjang dengan sisik berwarna hitam legam ini. Waktu itu dia lama diam terpaku seperti sekarang . Sesudah ia sadar, benda itu sudah lenyap di balik semak semak . Penasaran, ia ikuti arah benda yang ia yakin pasti ular yang sangat besar. Dengan takjub ia sadari, semak semak yang tadi rebah dilalui ular hitam, semua tegak seperti semula. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa, seakan-akan tidak ditimpa oleh benda besar dan sangat berat. sebab benda itu bergerak dengan bentuk garis lurus, ia rambas semak semak dengan arah yang sama. la ingin tahu. Mengapa ekor ular itu tidak semakin mengecil seperti biasa. Dan mengapa badannya menjalar dengan gerakan lurus, tidak berbelok-belok. la lalu tiba di sebuah lapangan berumput, yang konon tidak ada seorang penduduk pun mau mengolahnya untuk dijadikan perumahan atau ladang. Sekilas ia masih bisa melihat segaris rerumputan yang sedang berusaha tegak dari rebahnya. Langkah-langkah nyoto bertambah panjang mengikuti jejak-jejak ular yang aneh itu sebelum rumput-rumput tadi berdiri semua. Dalam beberapa loncatan, lalu ia tiba di dekat sebidang tanah berpasir. Jejak-jejak ular berakhir di situ. Mata nyoto mencari-cari. lalu iapun berjalan kesana kemari. Mencari-cari dengan mata. Merambas semak semak dengan golok di tangan. namun semua sia-sia. sekarang , kepenasaran tidak akan ia buang begitu saja. Sebelum ekor ular di depannya menghilang dibalik semak semak , nyoto dengan berjingkat-jingkat, bergerak ke samping. Sejajar dengan arah ular aneh itu menyelusup. Dengan berusaha agar suara kakinya tidak menimbulkan berisik, nyoto lalu mengikuti bayangan benda hitam lega itu yang memanjang kearah daerah lapang berumput. Tak ingin kehilangan jejak untuk kedua kalinya nyoto mempercepat langkah. Berusaha menjaga jarak agar tidak terlalu dekat sehingga kehadirannya tidak terdengar oleh buruannya.
Kalau ia berhasil, ia akan membunuh ular itu dan kulitnya akan ia bawa ke kota. Kulitnya berwarna hitam legam seperti itu jarang didapat. Pasti harganya akan sangat mahal sekali ! la lupa. Kalaupun ia ingat, ia tak akan perduli. Pertama kali ia lihat ular itu dan kehilangan jejak, ia ceritakan pada jessica . Isterinya menggigil. namun tidak bisa mengatakan apa-apa. "Aku tak tau itu ular apa. Tanyakan saja kepada ayah." Ayah jessica mengernyitkan dahi. "Hitam legam? Ekor sama besar dengan badan?" ia balas bertanya, sambil terus berpikir. Dan tiba-tiba orangtua itu menatap tajam ke mata nyoto . Sesaat ia menelan ludah. lalu : "Itu ular jin!" "Jin?" nyoto tercengang. "Ya. Jin!" "Jin!" ulang nyoto pula. Lantas ia tertawa. "Jangan anggap remeh, anakku," tegur ayah jessica . nyoto masih ingin tertawa. namun demi menghormati mertuanya ia berusaha menahan rasa geli. Mana ada ular berbentuk jin. Atau jin berbentuk ular. Bahkan jin. Memang dalam agama ada dinamakan jin. namun kok ular. Terlihat pula lagi oleh mata. Mana ada jin yang tertampak oleh mata manusia. sebab itu nyoto tak membantah lagi waktu ayah jessica melanjutkan: "Bila ular jin tampak di sebuah tempat, maka malapetaka akan terjadi di sekitar tempat ia menampakkan diri itu!" Suara orangtua itu cemas. la lalu malah ke luar dari rumah dan pergi ke tetangga, Bersama tetangga mereka lalu menemui aidit . namun aidit sedang menjenguk anaknya yang bekerja di kota. mereka lalu bertemu dukun. Oleh dukun
diperintahkan agar penduduk desa menyediakan sesajian. Terdiri dari pisang masak, bunga rampai, telor ayam putih dan sejemput beras putih. Semua diletakkan diatas talam, lalu disimpan di pintu rumah masing-masing. Malapetaka itu memang tidak datang. Kecuali kemarau yang rasanya terus membakar bumi. Dan ayah jessica nyeletuk pada menantunya: "Hati-hati, nak. Kalau kau lihat ular jin itu kembali, segeralah beritahu kami." Tidak. Bukan ia tidak ingin memberitahu mertua atau penduduk desa. namun , sedetik ia terlambat, ular itu akan hilang lenyap seperti beberapa hari yang lalu. Sedangkan ia akan pulang ke kota tak lama lagi. Kulit ular yang bisa dijual mahal akan bisa menambah gajinya yang sudah mencukupi. Untuk membeli hadiah buat jessica . Tentu kawan-kawan dan relasi mereka akan kagum kalau datang bertamu. Dengan lamunan itu nyoto tiba di lapangan berumput. Tak ada lagi semak semak . Dari tempatnya berdiri, ia lihai ular itu menjulur diatas rerumputan. Langsung menuju bidang tanah berpasir ditengah-tengah lapangan. Dalam pikiran nyoto tentu ular itu akan melewati tanah berpasir itu, terus ke lapangan berumput di seberang dan lalu menghilang diantara semak semak yang menuju... Tidak. Ular itu tidak boleh sampai ke sungai. Kalau sampai disana biarpun sungai sedang surut airnya, namun demikian banyak semak semak yang lebat dan penuh lubang menganga di sana sini. Ia baru saja berniat akan berlari ke arah dimana ia perkirakan ular itu akan terjun ke pinggiran sungai, saat mata nyoto menangkap sesuatu yang aneh. Dari kejauhan, ia lihat bagaimana ular menyeret-nyeret tubuhnya. Tidak meliuk-liuk. Kepalanya yang besar dan lancip di depan terjulur dengan lidah bercabang dengan warna kemerah-merahan memancarkan liur. Menjelang tiba di tanah berpasir, gerakan ular semakin lambat. Tampaknya ia teramat susah payah menyeret badannya yang besar. Mulut nyoto ternganga memperhatikan bagaimana lalu kepala ular agak terungkit ke atas. Bergerak kesana kemari. Bagai mencari-cari. nyoto dengan cepat merebahkan badan. Diam menunggu. Ular itu mudah-mudahan tidak melihat ada manusia tergeletak diantara rerumputan. sambil rebah, nyoto menyingkapkan rerumputan dan ilalang di depan matanya. Kembali mulutnya melongo. Kepala ular ini terhunjam ke tanah berpasir. lalu menggeliat, keras sekali sehingga liuk tubuhnya melipat. nyoto menahan nafas Sesudah tau apa yang dilakukan si ular. Benda hitam misterius itu tengah menggali tanah. Pasir beterbangan kesana kemari. namun tak ada tanah yang bertaburan. Rupanya gerakan ular bukan menggali. Melainkan membor. Kepalanya perlahan-lahan hilang dalam lobang yang cuma sebesar badannya. Menyusul badannya hitam legam, menyelusup kedalam tanah berpasir. "Celaka!" nyoto setengah berseru. "la akan lenyap!" Sesaat , ia meloncat berdiri. Dan berlari kearah tanah berpasir. Di sana ia berdiri kebingungan. Apa yang akan ia lakukan untuk bisa membunuh ular itu sesaat , tanpa ia mendapat perlawanan. la pukul saja ekornya dengan gagang pacul. Ular itu tentu kesakitan. Bisa saja badannya keluar kembali seluruhnya lantas menyerang manusia yang yang menyembah ti tubuhnya. Dalam keadaan demikian, nyoto harus terpaksa melakukan perlawanan. Dan itu berarti, kulit ular rusak oleh hantaman mata pacul. Dan itupun kalau nyoto bisa ke luar sebagai pemenang. Kalau ia kalah? Sedang nyoto berpikir-pikir, ular itu bergerak terus. Kini, tinggal ekornya saja! Otak nyoto memutuskan.
"Biar rusak-rusak kulitnya, apa boleh buat!" Lantas, ia angkat gagang pacul ke udara. la sudah siap menghantamkan pacul yang akan berganti fungsi jadi pembunuh itu, saat untuk kesekian kali, nyoto dibuat ta'jub. Ekor ular tadi sudah hilang lenyap dalam lobang. Begitu hilang, begitu lobang itu tertimbun. Benar-benar tertutup. Oleh tanah yang perlahan-lahan merapat dan bersatu dengan timbunan pasir. Lama nyoto terpesona menyaksikan peristiwa aneh itu. lalu , sejenis dorongan naluri yang kuat mendorongnya untuk menggali lubang itu. Tak ia sadari dengan perbuatan nekad itu berarti nyoto sudah memanggil terror mengerikan yang akan terus membayang-bayangi kelanjutan hidupnya. SORE hari nyoto sudah melakukan kesalahan yang teramat fatal dalam hidupnya. Tanah berpasir dibawah kakinya ia gali dengan bernafsu. Ular besar berwarna hitam legam dengan bentuk aneh itu tidak boleh hilang lenyap begitu saja. Bila saja nyoto berhasil membunuhnya, tidak saja ia akan memperoleh kulit ular sebagai oleh-oleh mahal yang bisa ia bawa pulang ke kota. namun juga akan ia buktikan pada penduduk desa, bahwa ular itu bukan jin. Jin tak berwujud. Dan jin tidak bisa mati oleh tangan manusia. Seolah-olah untuk merangsang nafsu nyoto , tiap paculnya berhasil membongkar sebongkah tanah, tiap kali itu pula ia lihat bekas ular menghilang. Semakin lama semakin dalam. Semakin lama pula semakin membesar. Tenaga nyoto yang hampir ludas oleh terik matahari yang menyengat sewaktu ia membetulkan tegalan kebun mertuanya di ladang, bagaikan muncul kembali. Keringat kian banyak membanjiri seluruh tubuhnya. Juga tanah. Dan pasir. namun ia tidak perduli. Lubang yang kian membesar berarti pertanda liang ular sudah semakin mendekat
Hidung nyoto mulai mencium bau hanyir yang bertambah dalam ia menggali, bertambah tajam. Kalau saja nyoto berdiri di atas, di pinggir lubang maka ia akan heran pada dirinya sendiri. Ia sudah menggali tanah sedalam hampir dua puluh meter saat malam sudah mulai jatuh. Kekuatan gaib sudah mendorong hati nyoto untuk tetap saja menggali tanpa berhenti. Pekerjaan yang seharusnya baru bisa dilakukan oleh beberapa orang laki-laki bertenaga luar biasa itu, ia kerjakan sendirian tanpa sadar bagaimana kekuatan gaib itu terus menyelusup merayapi sekujur pembuluh darah dan urat syarafnya. Waktu malam terus mendaki, nyoto perlahan-lahan mulai merasakan perubahan itu. Tidak lagi ia menggali sebab ingin membuktikan dugaan penduduk cuma sekedar omong kosong belaka. Tidak pula sebab ingin membawa oleh-oleh menarik ke kota. Apa yang ada dibenak nyoto hanyalah satu niatan : melihat ular yang misterius itu. Berhadapan dengannya. Keinginan yang samasekali membuat nyoto berpikir keras, mengapa begitu kuat dorongannya. Sampai-sampai tak berdaya untuk menolong sejenis keinginan lain yang sangat bertentangan: menghentikan menggali dan pulang ke rumah. Tidur disamping isterinya, jessica . Sementara itu gumpalan-gumpalan tanah terus berhamburan ke udara yang jaraknya semakin jauh dari dasar lubang yang terus digali. Dibawah sinar bulan purnama, tanah sudah bertumpuk-tumpuk di sekitar lubang. Semakin membukit tumpukan itu, semakin membasahi tanahnya. Dan saat bercak-bercak air memerciki sekujur tubuh nyoto yang berkeringat, paculnya mulai berhenti bekerja. Bagaimanapun nyoto adalah menusia. Kekuatan gaib itu sampai juga batasnya. nyoto merasakan otot-otot tubuhnya perlahan-lahan menegang, lama-lama kian membatu. Ia tak bisa bertahan dengan berpegangan pada pangkal pacul. Dan tanpa bisa ditahan, tubuh nyoto yang tinggi tegap itu jatuh melorot di
atas tanah becek dan berair. Percikan-percikan lumpur kembali membercaki wajah nyoto . Pada saat itulah, lubang hidung nyoto mencium bau hanyir yang sangat keras. la goyang-goyangkan kepala. namun bau hanyir itu semakin keras dan keras. Rasa segumpal daging yang sudah membusuk disodorkan ke depan lobang hidungnya. la belalakan mata. namun ia tidak melihat apa-apa. Jilatan cahaya bulan di langit kelam, hanya mencapai batas lima meter ke dalam lubang. Dua puluh meter berikutnya gelap dan gulita . Di kedalaman duapuluh lima meter itulah nyoto berhenti menggali, Sesudah ia ketahui tanah yang ia gali di bagian depan ternyata kosong. Ya.. Dari datangnya bau hanyir yang memualkan perut itu, terdapat lubang lain. Lubang yang sesaat mengingatkan nyoto pada liang kubur. Liang lahat. "... lubang apa ini? Dan bau apa pula ini?" ia bersungut-sungut. Nafasnya kembang kempis. Dan tiba-tiba ia dengar siulan halus. nyoto jadi tegang. la sambar pacul didekat nya. Siap menanti. "Ular itu!" tiba-tiba saja ingatannya kembali di kepala. Matanya kian liar. Mencari. namun yang ada hanya kegelapan dan kegelapan belaka. Perasaan takut mulai mendatangi nyoto . Tubuhnya diam membeku. namun telinganya bekerja keras. la menanti adanya gerakan. Atau suara gerakan. Dari bau hanyir dan siulan halus barusan ia sadar kalau kini ia sudah berada di dekat ular besar berwarna hitam legam, sehitam lubang yang dalam itu. Ular yang ia cari malah mungkin kini tengah berada didepannya. Siap untuk menyambar. Membelit. Mematahkan tulang belulang nyoto . lalu melahapnya. Dijadikan santapan malam yang lezat. Diam-diam nyoto mulai menyesali dirinya. Mengapa ia tekebur untuk terus menggali. Dadanya yang penuh oleh ketegangan, tak juga merasakan sesuatu. Tidak gerakan. Tidak siulan. Dengan
cemas ia menoleh ke atas. la lihat langit yang biru. Dalam sinaran bulan. Hanya setelapak tangan. Bagaimana ia bisa menggali sekian dalam? Dan bagaimana kini ia bisa keluar? Mendadak sontak, tubuh nyoto mengejang lagi, waktu ia dengar suara geseran yang lamban di depannya. Waktu ia belalakan mata, tiba-tiba ia terkesima. Dalam kegelapan di lubang yang sudah ia gali itu, membersit warna hijau yang terang dan tajam, menusuk langsung ke mata nyoto . Sinar hijau yang muncul dari sebentuk kepala yang ia lihat semenjak tadi siang, memukau tidak saja tubuh, namun jiwa nyoto . Semakin terbiasa oleh kegelapan, dibantu oleh cahaya hiiau itu, mata nyoto mulai menangkap benda apa yang ada di hadapannya. Ular besar yang hitam legam, kini bergulung didalam lubang. Leher ular itu terangkat, kepalanya sejajar dengan kepala nyoto . Sisa-sisa ingatan nyoto berusaha bekerja. Ia raba pacul di sebelahnya. namun hanya sampai disitu. Tangannya lalu diam. Lesu. Lumpuh! la coba berdiri. namun sekujur tubuhnya juga lumpuh. Ingin ia menjerit. Kerongkongannya kelu. Sadarlah nyoto . la benar-benar berhadapan dengan ular jin, seperti yang dikatakan oleh ayah jessica . ".... kenapa-kau ikuti aku?" bisikan halus menerpa telinga nyoto . Jantungnya berdenyut. Suara siapa itu? "Kenapa?" suara itu lebih keras, setengah menghardik. Suara seorang laki-laki yang kepayahan dan hatinya sangat gusar. Suara itu datang dari kedua sinar hijau di depan. Sedikit di bawahnya. Dari mulut ular! Gagap, nyoto bergumam: "Aku...aku..." "Aku tau! Kau mengikutiku. Kenapa?" "Si ........ .. siapa......... kau?"
"Jangan bertanya! Tak akan kujawab. Kau yang harus jawab pertanyaanku. Kau tau sinar hijau ini? Berasal dari mataku. Dan sudah merasuk ke dalam matamu. Kini kau berada dibawah kekuasaanku. Kau akan menurut segala keinginanku, mematuhi segala perintahku. Kau akan jadi penggantiku di atas sana. sudah lama kuinginkan membalaskan sakit hatiku. namun belum kesampaian. Kini kau datang. Untuk apa?" "Membunuhmu." Terdengar suara berisur, diiringi tawa yang serak. "Tak seorangpun bisa membunuhku. namun kau bisa membunuh banyak orang untukku ........" "namun .... namun ....." "Diamlah. Aku akan teruskan bicaraku. Camkan baik-baik. Mulai detik ini jiwaku sudah merasuk ke dalam jiwamu. Pada waktu wuktu tertentu, wujudku pun akan menggantikan tubuhmu yang bagus, kulitku yang bersisik akan menggantikan kulitmu yang halus. Kau tak berdaya menolakku. Dan ingat! Kau tak boleh ceritakan pertemuan kita terhadap siapa pun juga di atas sana. sekali kau bercerita, kau bukan lagi manusia. namun jin berbentuk ular seperti aku. Ular jadi-jadian. Yang tersiksa sepanjang hidupnya. sekarang , pergilah." "Ke...... kemana?" tanya nyoto seperti orang bodoh. "Pulang. Pergilah ke rumah isterimu." "namun ...." nyoto tengadah. Menatap ke atas. Terdengar lagi siuran lembut. Lalu suara tertawa yang serak. "Apa yang bisa kulakukan, kaupun bisa melakukannya. Kekuatankulah yang membantumu menggali lubang sebegini dalam. Kekuatanku akan kualihkan ke tubuhmu. Sesudah itu kau bisa memanjat sendiri ke atas ..........."
nyoto semakin bodoh. Dan tubuhnya mengigil waktu uap yang dingin menyerang tubuhnya, ditambah dengan lecutan-lecutan meyakitkan di sekujur pembuluh darah. Giginya gemeletuk. Matanya berair. Tulang belulang di tubuhnya seperti dicopot satu persatu. Ia ingin melawan. namun uap itu kian kuat menyerang. Akhirnya ia terengah-engah sendirian. Letih. Lalu uap itu perlahan-lahan menghilang. "Naiklah!" Dengan susah payah, nyoto mulai memanjat tanah licin di dalam lubang. Begitu tangannya menyentuh, ia rasakan kukunya menghunjam dalam. Tubuhnya menjadi ringan. la tidak bergerak memanjat sebagai manusia biasa. Melainkan merayap terus keatas. la tidak tau apa yang terjadi pada dirinya. Dan ia tidak perduli. Ia terus merayap seperti ular di sepanjang tembok lubang yang sangat dalam itu. Langit semakin lebar juga. Udara segar semakin banyak menerobos ke lubang-lubang hidungnya. la mulai melihat bulan. Dan bintang-bintang yang gemerlapan. Dalam sekejap, ia sudah berada di tepi lubang. la gulingkan tubuhnya menjauh dari lubang itu. Terhantar di atas tanah berumput. la ingin tidur. Tidur yang nyenyak. Berharap apa yang ia alami hanyalah sebuah impian yang buruk. Sangat buruk. Bila ia bangun, ia tidak lagi melihat lubang yang menganga. Ular besar hitam legam didalamnya. Sorot sepasang mata berwarna hijau. Suara parau dan bau hanyir yang memualkan isi perut. Betapa kini perutnya terasa semakin mual. nyoto terbungkuk-bungkuk. Perutnya memburai ke atas. Lalu iapun muntah dengan hebat. saat ia tanpa sengaja tertengadah menahan sakit, ia lihat sesuatu di tengah-tengah gundukan tanah yang membukit. Lidah yang bercabang itu seperti ingin menjilat bulan. Mata yang hijau itu bagai tak perduli pada cahaya bintang yang gemerlapan. nyoto terpaksa oleh tatapan mata hijau itu. la dengar suara bernada mengancam: "lngat! sekali kau ceritakan pada orang lain, kau binasa!"
Lalu leher ular itu menjulur lebih ke atas. Dalam sekejap, sudah bergerak kesana kemari. Cepat dan liar. Lalu suara gumpalan tanah dan pasir berguguran. Dengan takut, nyoto berusaha mundur. la balikkan tubuhnya cepat-cepat. Rasa pusing menyerang kepalanya. Rasa mual membongkar isi perutnya. la kembali muntah dan terus muntah sewaktu merangkak menjauhi ular yang ia kira tengah mengamuk itu. Di kejauhan ia dengar suara-suara berisik. Suara orang-orang. la juga melihat nyala kuning kemerah-merahan. Api! la ingin berlari. namun justru tubuhnya lalu melorot, jatuh tanpa daya. la pingsan, tergeletak diantara genangan muntahnya sendiri! "nyoto ?" Susah payah ia buka matanya. Cahaya silau dari jendela seakan membutakannya. la pejamkan lagi mata. "nyoto ? Kau dengar suaraku sayang?" Sebuah tangan yang lembut mengelus pipinya. Mesra. "Ini aku. jessica ..........." " ...... jessica ?" mulutnya membuka. Lalu lalu juga matanya. Samar-samar ia lihat siapa perempuan yang berdiri di samping tempat tidur. lalu ia lihat juga ayah, ibu serta adik-adik jessica . Sekonyong-konyong tubuh jessica jatuh di atas tubuh nyoto . la peluk suaminya erat-erat dengan perasaan yang masih tergoncang. Di dada yang bidang itu ia tumpahkan airmatanya habis-habisan. "Mengapa kau menangis, jessica ?" "O, nyoto . Kami kira kau sudah mati. Oh!" Dan jessica menangis lagi. nyoto menoleh pada yang lain-lain. Semua terdiam. namun mata mereka menampakkan kelegaan yang tersembunyi. Waktu matanya beradu dengan mata ayah jessica , ia dengar laki-laki setengah tua itu bergumam: "Beberapa orang mengangkat tubuhmu dinihari tadi dari lapang berumput. Kami mencarimu pakai obor. Sesudah kau tak pulang-pulang .............." Jadi suara mereka lah yang ia dengar. Dan obor mereka lah yang ia lihat. Lantas, apa pula yang sebaliknya mereka lihat? nyoto mengelus bahu jessica dengan lembut. Lalu berusaha bangkit. Masih ia rasakan kelesuan yang sangat. namun ia bisa juga duduk di pinggir tempat tidur. Dengan ekor matanya, ayah jessica menyuruh anak-anaknya yang lain untuk ke luar dari kamar. Isterinya lalu menyusul Sesudah ayah jessica berkata: "Siapkan makan siang." Mendengar itu perut nyoto melilit. Bukan sebab mual seperti waktu ia berada dalam lubang bersama ular yang aneh itu. Masih ia ingat apa saja yang dikatakan oleh ular itu. la tidak tahu, apakah pembicaraan mereka seperti halnya pembicaraan manusia biasa. Ataukah dengan tiba-tiba nyoto sudah bisa memahami bahasa ular. Bahkan siapa tau ........... mimpi? namun tidak. mereka bilang, tubuh nyoto ditemukan di lapangan berumput. Dinihari, menjelang subuh tadi. "Ceritakanlah apa yang terjadi, sayang," pelan-pelan ia dengar suara jessica . nyoto terdiam. Menceritakan? "sekali kau ceritakan pada orang lain, kau binasa!" terngiang-ngiang ancaman sang ular. "Wujudmu akan berubah seperti diriku. Ular jadi-jadian, yang tersiksa sepanjang hidupnya ..............."
ia tiba-tiba menggigil. "nyoto . Mengapa kau?" isterinya cepat-cepat memegang pergelangan tangannya. "Tidak. Aku tidak apa-apa." "Kau sakit?" nyoto menghela napas panjang. Ia pandangi mertuanya. Tajam. "Jadi tubuhku ditemukan di lapang berumput?" tanyanya. Orangtua itu mengangguk. "Apalagi yang mereka temukan?" Mata orangtua itu mengecil. Lalu: "Tak satu pun!" "Tak satupun?" Kini mata orangtua itu membesar. Dengan suara bimbang ia mendesak: "Kau maksud ...... kau menemukan ........." nyoto menggigil lagi. Ingat ancaman yang ditujukan pada dirinya. "Tidak. Tidak kutemukan sesuatu apapun." "namun seluruh tubuh dan pakaianmu berlumpur. Baunya memualkan ......." "Waktu itu aku baru pulang dari ladang." "Ladang kita kering, nak!" "Aku mau mandi ke sungai. namun terpeleset ke kubangan kerbau." "Tengah malam? Mengapa tidak ke rumah?" Diserang begitu, nyoto tak bisa berkata apa-apa lagi. la semakin gugup, waktu orangtua tadi kembali mendesak: "Kau muntah di
sana sini. Apa yang kau kerjakan di tengah lapang? Tampak jejak-jejak kakimu diatas tanah berpasir ........." "Jejak-jejak?" nyoto terperangah. Pucat. "Ya. Jejak-jejak kakimu," ulang mertuanya. "Jejak-jejak? Tak ada ........... lubang?" "Lubang? Lubang apa, nak nyoto ?" Lubang ular! Tidak. nyoto tidak akan mengatakannya. Ancaman itu mendera benaknya tanpa berhenti. Ancaman dari seekor ...... Ah. Mungkinkah seekor ular bisa mengancam seorang manusia? Dan mungkinkah seorang manusia bisa berubah wujud menjadi seekor ular? Mustahil. nyoto sudah terbawa oleh lamunan yang tidak-tidak. namun kalau semua itu hanya impian yang buruk, mengapa ia mereka temukan di sana? Dan mengapa mereka justru tidak menemukan lubang dari mana ia sebelumnya merayap ......... merayap seperti seekor binatang melata? "Boleh aku mandi?" tanyanya resah. Orangtua jessica menyingkir. nyoto turun dari tempat tidur. jessica mengambilkan sehelai kain untuknya. Malah dengan penuh kasih sayang menuntun nyoto ke kamar mandi. Di sana sudah tersedia bukan seember air, atau bak yang penuh saja. Ia juga melihat ada sebaskom air yang dingin sekali . Di dalam baskom berisi air itu, ia temukan banyak sekali bunga mawar, beberapa helai dedaunan lontar dan beberapa buah jambu monyet yang masih mentah. "Buat apa itu?" sungut nyoto tak mengerti. "Memandikanmu, sayang," jawab isterinya. "Aku? Mandi ramu-ramuan? Apa-apaan ini?"
"Diamlah, kekasih . Berjongkoklah. Kau boleh boleh mandi sendiri. Kami sudah mandikan kau begitu ditemukan tadi malam. namun kini aku sendiri yang akan memandikanmu. Itu kata dukun." "Dukun?" "Mengapa tak berjongkok? Atau perlukah kupanggil dukun itu untuk memandikanmu?" "Aku tak apa-apa. Aku tak percaya dukun. Aku .............." namun tangan jessica sudah membetot lengan nyoto . la lalu terseret ke bawah. Lantas berjongkok dengan enggan. Dalam sekejap, jessica sudah mengguyurkan air yang penuh dengan rempah-rempah itu ke atas kepala nyoto . Laki-laki itu mengigil kedinginan. Namun ia segera merasakan udara yang segar dan bau mawar yang nyaman. la merasa enak, namun dalam hati ia tetap tidak mempercayai ramuan, itu tidak bisa menyelamatkan dirinya. Namun percaya pulakah ia akan apa yang sudah ia alami Sesudah sore hari kemaren melihat ular hitam legam melintas di jalan setapak, memotong jalan nyoto ? Selesai mandi, nyoto masih harus bersabar menurut perintah isterinya. Segelas air yang sudah disisihkan lebih dahulu dari baskom itu harus pula diminum. Rasanya agak sebal. Namun saat ia berpakaian dan melangkah ke ruang makan, tubuhnya ia rasakan pulih kembali. Ia makan dengan lahap. Demikian lahapnya, sehingga mata jessica membesar melihat bagaimana suaminya makan tiga kali lebih banyak dari biasa. Betapapun, hati jessica bersorak. Seorang perempuan akan merasa bangga kalau masakannya dinikmati dengan penuh selera oleh laki-laki yang ia dambakan. "Kemana kau?" jessica bertanya cemas saat selesai makan ia lihat nyoto mau ke luar rumah. "Berangin-angin," sahutnya.
"Kutemani ya?" "Aku ingin menyendiri, jessica ." Lantas nyoto pergi begitu saja dari rumah. Mula-mula ia menuju ke sebelah utara. Seolah-olah ke mesjid. namun setiba di sana, ia memutar dari belakang mesjid, menuju ke barat daya. Beberapa orang penduduk yang ia kenal mengangguk padanya waktu mereka berpapasan dengan nyoto di sepanjang jalan tegalan. Ia lalu tiba di pinggir sungai. Waktu masih pacaran dengan jessica beberapa bulan yang lalu mereka pernah berkunjung ke desa ini. Sungai itu benar-benar menyenangkan untuk dilihat. Airnya mengalir tenang dan beriak di sana-sini. Jernih sekali . Beberapa anak kecil kejar-kejaran di tengah sungai. Ada pula yang memandikan kerbau agak ke hilir. Juga perempuan-perempuan berkemben tengah mencuci. Tak perduli paha-paha mereka yang putih gemerlapan, terjilat mata-mata yang lewat. namun kini sungai itu kering. Hanya sedikit air mengalir di bagian yang paling dalam. Lebih mirip selokan. Batu-batu sungai kelabu kemerah-merah an sebab lama tak disentuh air. nyoto meloncat dari batu yang satu ke batu yang lain. Kadang-kadang berjalan di atas selokan. Dengan begitu ia bisa menghindari pandangan orang-orang kampung ke arah mana ia menuju. sebab sungai itu dilindungi oleh rimbunan bambu dan pepohonan, ia langsung menuju ke arah selatan. Dan tak lama lalu , tiba di lapang berumput yang di tengah-tengahnya terdapat bidang tanah berpasir itu. Berdiri di dekat tanah berpasir, hati nyoto berdenyut. Apa yang ia lihat, adalah apa yang pernah ia lihat sebelum mengikuti ular besar itu sampai ke sini. Seperti juga apa yang dilihat oleh orang-orang kampung saat mencarinya tadi malam. Tanah berpasir yang datar, sedikit bergumpal disana-sini. Namun jelas, tanah itu seperti belum pernah diinjak oleh kaki manusia. Apalagi digali. Tak ada tanah galian. Bahkan tak ada bekas galian sama sekali . Konon pula lubang yang menganga yang dalamnya dua pilih limameter. Lubang yang ..............
Ah, mungkinkah nyoto bisa menggali lubang sekian dalam, hanya sendirian dan dalam waktu cuma beberapa jam? Tiba-tiba terdengar suara berbisik. Lalu: "Sedang mengapa kau, nyoto ?" la terkesiap. Menoleh ke belakang. Disana, ia lihat isterinya menatap dengan mata yang tajam sementara melangkah dari antara semak semak ke tanah berumput. Langkah langkah kakinya ringan dan lembut. namun jelas membekas diatas rumput. Tidak seperti gelusuran badan ular yang demikian berat dan besar ....... mestinya rerumputan itu juga berebahan seperti waktu diinjak oleh jessica . Mungkinkah? Mungkinkah apa yang ia alami semua tadi malam? Atau cuma sekedar mimpi belaka? la seorang laki-laki dari kota, yang meskipun tidak begitu patuh melakukan perintah dan menjauhi larangan Tuhan, namun yakin sepenuhnya akan kebesaranNya, bisa percaya begitu saja kepada alam tahayul yang selama ini baginya cuma dongeng orang-orang pelamun semata? jessica sudah berdiri di sisinya. Berkata dengan suara setengah minta dimaafkan: "saat kau pergi ke arah Mesjid, aku tau kau sedang berpikir untuk pergi ke arah yang berlawanan. Dari tadi aku menunggumu di balik semak......" nyoto jatuh terduduk. Lemas. "Mengapa, sayang?" jessica menjadi cemas. "Aku....... aku tak mengerti, jessica ." "Apa?" "Mengapa tadi malam aku berada disini? Dan itu........." ia menunjuk ke arah cairan mengering di atas tanah. "Itu bekas muntahanku."
jessica mengelus lengan suaminya, lalu mendekat pnya. la rebahkan kepala di sana. Lalu memandang kearah sungai. "Disana tak ada air bukan, kekasih ?" "Air? Di mana?" "Di sungai," "Ada" "namun tak cukup untuk mandi seperti pernah kita lakukan waktu kita masih pacaran, bukan?" nyoto mengenang semua itu. lalu mengangguk. Lesu. "Kau sudah bekerja terlalu lelah selama di desa ini, nyoto . Demikian lelahnya sehingga waktu berjalan pulang kemaren siang, tiba-tiba kau berniat untuk pergi mandi ke sungai. namun kelelahan yang amat sangat, dan terik matahari yang terlalu kering, membuat kepalamu pusing. Kau jatuh di sini, muntah akibat pusing yang teramat sangat. Lalu tertidur oleh keletihan yang alang kepalang. Begitulah keadaanmu, saat mereka temukan........." nyoto memikirkan itu. Agak percaya, namun belum yakin. Oleh sebab itu ia bertanya hati-hati: "Dan lumpur yang memenuhi tubuhku?" "Ladang kita akan menjadi sawah dimusim lain. Air ke sawah disalurkan dari sungai melalui selokan yang kini pasti kering. Tapi dimulut selokan tak jauh dari ladang, tempat air dialirkan ke seluruh sawah, biasanya air mengendap. Anak-anak sering membiarkan kerbau berkubang di sana. Kau sudah merasa pusing dan lelah saat meninggalkan ladang. Tiba dekat kubangan, kau pergi ke sungai .... Kukira alternatip ini yang pailng tepat. Tiba di sini, kau jatuh, muntah sebab pusing dan seterusnya seperti alternatip pertama."
Matematikmu nilainya selalu bagus di sekolah, jessica . Ternyata kini ada gunanya meskipun...?" "Meskipun apa, sayangku?" nyoto mengulurkan kedua tangannya ke depan. Telapak tangan ia kembangkan dua-duanya. "Coba lihat. Perhatikan baik-baik, jessica ." "Aku tak melihat apa-apan...." "Katakanlah apa yang kualami sebuah mimpi buruk, saat aku tertidur di sini. Lantas coba ingat-ingat. Waktu kau mandikan aku tak kau bersihkan kuku-kuku kakimu. Kini, lihatlah. Mengapa begitu banyak lumpur di sela-sela kuku?" "Bukankah kau jatuh ke kubangan dan ........" "Lumpur kubangan hitam, jessica . namun lumpur disela-sela kuku ini, kecoklat-coklatan dan............. apa ini?" tiba-tiba ia tarik lipatan benda tipis kecil berwarna kehitam-hitaman dari sela-sela salah satu kukunya. Ia dekat kan ke mata. "Sisik ular!" ia bergumam kaget. Dan tiba-tiba ia menjadi pucat pasi. Dengan tangan gemetar sisik ular itu dibuang nyoto jauh-jauh. Gemetar pula, ia berdiri. "Kita harus segera meninggalkan desa ini, jessica !" ia bersungut-sungut. Isterinya terdiam. Patahlah analisa matematikanya terhadap apa yang ia duga terjadi pada nyoto . Sesudah kini ia lihat sendiri sehelai sisik ular ada ditangan suaminya itu. Semula ia akan membantah dengan mengatakan itu sisik ikan. namun ia belum pernah melihat ikan bersisik sehitam legam dan kesat begitu. Kalaupun ada, sudah hampir seminggu tidak ada hidangan ikan di atas meja makan. Tak ia sadari, tubuhnya mengigil tiba-tiba.
"Cepat, jessica ! Apa lagi yang kau tunggu?" nyoto sudah berjalan di jalan setapak. Bergegas jessica berlari-lari mengikuti nyoto . SELAMA berada dalam bus sepanjang perjalanan kembali ke kota, nyoto dan jessica lebih banyak berdiam diri. nyoto terbenam dalam lamunan-lamunan yang membuat pikirannya kacau balau, sesaat ia percaya apa yang ia alami selama di desa hanyalah illusi dari rasa lelah semata. Di saat lain ia gemetar membayangkan semua itu benar-benar ia alami. Hatinya berperang. Jnyoto ya tergoncang. Disebelahnya, jessica sedih memikirkan harus kembali meninggalkan orangtua dan adik-adiknya. namun pun pikirannya tidak lepas dari bayangan sisik ular yang menempel di sela-sela kuku suaminya. Setengah mati ia memikirkan berbagai kemungkinan mengapa itu bisa terjadi. sebab tidak menemukan jawab, ia tak kuat untuk tidak bertanya: " ....... kau bertemu ular jin itu lagi, nyoto ?" Suaminya menoleh. Lalu menatap dengan liar pada penumpang-penumpang bus yang lain. Untung jessica berbisik dekat telinganya. Dan sebagian penumpang terkantuk-kantuk diayun-ayun bus. Dengan perasaan tak enak nyoto nyeletuk: "Sudah berulang-ulang itu kau tanyakan tadi malam, jessica ." "Tak sekali pun kau jawab." "Sudah." "Sudah?" "Pagi tadi. Sebelum kita pamit pada keluargamu dan kau terus mendesak."
"Itu bukan jawaban, nyoto ." "Itu adalah jawabanku. Kuulangi lagi: jangan bertanya lebih banyak. Lupakan semuanya, jessica !" "Bagaimana mungkin, nyoto ?" "Kau harus!" "namun ......." "Akan jadi isteri pembangkangkah kau, jessica ?" ucap nyoto dengan jengkel. Suaranya agak keras, sehingga seorang penumpang di depan mereka menoleh ke belakang. nyoto tersipu-sipu. Lantas menyesal. sambil memandangi pegunungan dan sawah berlapis-lapis lewat kaca bus, ia genggam tangan isterinya sambil bergumam lemah: "Maafkan aku, sayang." Isterinya tak menyahut. Melainkan balas menggenggam jari-jemari si suami. Tiba di kota mereka langsung menuju rumah kecil yang sudah dibelikan orangtua jessica sebagai hadiah jauh sebelum hari pernikahan mereka . jessica tinggal bersama pamannya nyoto di sebuah rumah pemondokkan. Sesudah rumah itu dibeli, nyoto mulai tinggal di situ. jessica sering datang ke sana, bahkan pernah tidur bersama. Hal itu sangat ditentang oleh paman jessica , yang sekali waktu pernah memanggil nyoto untuk bicara empat mata. "Bukan aku tak setuju hubungan kalian. nyoto ," kata orangtua bermata tajam dan tak pernah lepas peci dari kepalanya itu. "namun tidur serumah belum waktunya....." "Kami bisa menjaga diri, pak," jawab nyoto cepat.
Orangtua itu mendehem. Lalu: "Aku percaya. namun apa kata tetangga-tetangga?" Semenjak itu jessica tak lagi berani tidur bersama nyoto di rumah yang sudah menjadi milik mereka . Kalau ia kemalaman bertamu, paman atau salah seorang anak pamannya dengan cepat menjemput. Semingggu sebelum mereka pulang ke kampung untuk dinikahkan, malah jessica dipingit oleh pamannya. Ia sama sekali tidak bisa ditemui. Ia baru bertemu jessica dua hari sebelum gadis itu beserta pamannya akan berangkat lebih dahulu ke kampung. "Kita berangkat sama-sama, yu?" ajak jessica waktu itu. Ia ditemani anak pamannya, sehingga mereka berdua tak bisa berbuat banyak. "Masih ada sedikit pekerjaan di kantor yang harus kuselesaikan, jessica . Kau tau, aku akan cuti panjang. Banyak yang harus kulakukan. namun percayalah. Esok sore aku sudah melapor pada orangtuamu," lantas mereka berdua tertawa, bergamitan tangan lalu berpisah. sekarang mereka berhak berbuat semau mereka di rumah itu. mereka sudah syah menjadi suami isteri. Dan itu berarti: tamu yang datang beruntun mengucapkan selamat. Beberapa sahabat meminta maaf tak bisa menghadiri pernikahan mereka di kampung. Namun mereka membawa hadiah-hadiah banyak dan menarik. Tetangga-tetangga baru menjelang malam berhenti datang. Yang paling akhir pulang adalah paman jessica . "Nah, nyoto dan jessica ," ia jabat tangan kedua pengantin baru itu. "Mulai sekarang tak akan kuusik-usik lagi kalian." Orangtua itu mengerling pada nyoto . Mula-mula nyoto tertawa saja. Senang dan bahagia seperti halnya jessica . namun saat matanya beradu dengan mata pamannya, jantung nyoto berdenyut. la tidak tau mengapa. namun ia tidak bisa melepaskan pandangan matanya pada orangtua yang perlahan-lahan masuk ke dalam mobil
bersama isterinya itu, lalu meluncur ditelan kegelapan malam. nyoto masih diam terpaku di tempatnya, dengan perasaan ganjil berkecamuk dalam hati, sampai lalu jessica menariknya ke dalam. "Dingin sekali malam ini, sayangku. namun di dalam kamar tidur, tentunya akan hangat sekali , bukan?" Lewat tengah malam baru mereka bisa tertidur. Berdekat pan. namun tak lama. dekat pan nyoto segera lepas dari tubuh jessica yang masih setengah telanjang. Ia menggeliat. Gelisah. Ia berada diantara tidur dan bangun. namun bagaimanapun ia merasa tak yakin, apakah ia tengah tidur ataukah tengah bangun. Berulang kali ia pejamkan mata. Sekuat-kuatnya. namun sejenis bayangan yang mengerikan terasa membuntuti tidak saja mata namun juga hatinya. Dalam keresahan tidurnya, ia lihat bayangan Paman jessica begitu jelas. Teramat jelas. Laki-laki tua itu berteriak- teriak. Lantang: "Bunuh saja dia. Bunuh!" Sekelompok manusia yang ikut bersama paman jessica , ikut-ikutan berteriak: "Bunuh! Cincang! Musnahkan manusia siluman itu!" Lalu nyoto melihat bayangan seorang laki-laki compang-camping diantara kelompok orang yang berteriak riuh rendah itu. Lelaki itu sama sekali tidak dikenal oleh nyoto , namun apa yang dialami lelaki itu seolah-olah ia alami sendiri. Tubuhnya dipukuli dengan tinju. Sepakan kaki. Hantaman palu. Kayu. Tusukan bambu runcing. la terumbang-ambing kesana kemari. Darah memencar dari luka-luka menganga di sekujur tubuhnya. Wajahnya sudah tak berbentuk lagi. la mengerang. Merintih, Minta tolong. Minta ampun. namun tak ada yang bersedia menolong. Juga tak ada yang mengampuni. "Jangan biarkan ia hidup!" seru paman jessica lagi.
Begitu dekat ke tubuhnya. Begitu dekat ke wajahnya. Sehingga mata orangtua yang tajam dan selama ini tampak tenang berwibawa itu mendatangkan rasa benci di dalam hatinya. Dari mulutnya yang pecah-pecah berlumur darah, ia menyumpah : "Terkutuk kau. Terkutuk kau!" Paman jessica bangkit. Tertawa bergelak. "Kalian dengar?" ia berteriak lengking menyapu suara riuh rendah itu. "Ia bilang aku terkutuk. Padahal ialah yang terkutuk!" Semua orang tertawa. Dan mulai lagi memukul. Wajah yang sudah rusak mengerikan itu mengerang-erang, dan sekali waktu seperti terpandang oleh nyoto dari suatu tempat yang tidak berbatas. Bagaikan melampaui dunia lain, ia lihat sorot mata yang ketakutan itu memandang dengan minta dibelas kasihani. namun suaranya. Suaranya yang serak dan dingin bernada lain: "Bunuhlah dia! Bunuhlah dia!" Tangan orang itu susah payah menunjuk pada seseorang. Paman jessica , yang tegak bergelak. Ditunjuk begitu, paman jessica menghantamkan sebuah batu besar ke kepala laki-laki malang itu. Sebelum batu itu jatuh, nyoto memejamkan matanya dengan jantung berhenti berdenyut, dan telinganya menangkap suara yang dingin itu kembali: "Bunuh dia! Balaskan dendamku! Balaskan, nyoto ! Balaskan!" Lalu tangan yang teracung tadi mengepal kearah nyoto . Ia terpekik. Terpekik ditenggorokan. Matanya terbuka lebar. Ketakutan. Seperti basah oleh keringat yang membanjir di tubuhnya. Suatu kekuatan gaib menarik tubuh nyoto dari tempat tidur. Ia berdiri. Gontai. Lalu melangkah. Gontai. Langsung ke pintu. Tangan nyoto menggapai. Dan ia terbelalak memandangi lengannya sendiri. Merah. Merah sekali ! Pintu ia buka. Perlahan, dengan kekuatan yang hampir tak berdaya. Tersuruk-suruk nyoto
melangkah sepanjang ruang tengah, terus ke ruang depan. Disana, ia buka pintu dengan hati-hati. Gelap sekali di luar. Dan dingin alang kepalang. namun bisikan ditelinganya mendesis dan terus mendesis: "Bunuh dia! Balaskan dendamku! Bunuh dia! Bunuh.....!" Namun kesadaran nyoto sebagai seorang manusia masih sempat hinggap sesaat. namun hanya cukup untuk menutupkan pintu rumah kembali. Sesudah itu, ia melangkah terseok-seok ke halaman terus ke jalan yang gelap gulita. Di kejauhan ia melihat seberkas sinar lampu neon di trotoir jalan. Cahaya itu agak menyilaukan mata nyoto . la merunduk dan mulai berjalan. Sebuah becak lewat, pengendaranya bertanya: "Becak, Oom?" nyoto tak menyahut. Terus berjalan dengan kepala merunduk. Semakin lama, jalannya semakin cepat. Ia lalu setengah berlari. Malah lalu lagi, benar-benar berlari. Demikian cepat, sehingga ia merasa kakinya tidak menginjak trotoar lagi. la seperti melayang di kegelapan malam, berusaha menghindari cahaya lampu jalan. Selama itu, peredaran darah nyoto bekerja dengan ganas. Darah-darah di sekujur tubuhnya berubah menjadi panas. Sangat panas. la mengerang dan merintih. Ia menggeliat dan mcronta-ronta. Perlahan namun pasti ia rasakan juga gerakan tubuhnya melimbung, lalu kulitnya mengesat. la pejamkan mata, terus berlari dan meneruskan tujuannya dengan bantuan naluri. Malam itu untung selesai membaca sebuah buku. Sesudah ia simpan dalam rak perpustakaan, ia beranjak menuju ke kamar tidur. namun sebuah gerakan halus di kaca jendela perpustakaan menarik hatinya. Mula-mula ia sangka hembusan angin. namun tirai jendela tidak bergerak sama sekali . Mungkinkah seorang pencuri? Dengan berjingkat-jingkat, orangtua itu beranjak ke jendela. Hati-hati ia singkapkan tirai gordyn. Dan tiba-tiba ia ternganga. Lewat jendela kaca ryban, ia lihat sosok tubuh mengendap-endap di luar. "Maling yang tak tahu diuntung!" ia bersungut-sungut perlahan. Ia setengah membungkuk kearah meja. Lacinya ia buka. saat ia berjingkat-jingkat ke luar dari ruangan yang penuh dengan rak-rak itu, ditangannya sudah tergenggam sepucuk pistol kaliber tiga dua. la periksa pelurunya. Masih berisi. Sesaat nafas ia hela. Lalu membuka jendela samping. Kalau lewat pintu depan, bayangan tubuhnya terlalu kentara. la akan pergi ke jendela, merayap ke halaman samping yang gelap, menunggu di sana. Bayangan yang mengendap-endap tadi pasti melewatinya untuk sampai ke kamar tidurnya yang tersendiri, dimana terdapat lemari berisi banyak surat-surat dan uang kontan. Bayangan itu segera terlihat. Dalam jilatan cahaya bulan yang pucat untung mengangkat pistolnya. Pelatuk sudah siap ia tarik, saat bayangan itu dengan tiba-tiba berdiri di hadapannya. Memang berbentuk tubuh manusia, namun kulitnya demikian hitam dan legamnya. Selegam dan sehitam malam. Apa yang membuat untung terpukau adalah sorot mata kecil kehijau-hijauan di wajah mahluk itu. Kalau pun boleh dinamakan wajah. Kepala menekuk ke belakang. Bersisik. Hidungnya cuma terdiri dari lubang-lubang diatas mulut yang lancip, menganga lebar mengeluarkan lidah yang bercabang-cabang. sesaat lutut untung menggeletar. Dari lidah bercabang yang terjulur-julur keluar dengan lendir berbau hanyir berlepotan ke luar terdengar suara bersiur diiringi suara serak setengah mengejek:
"Terkejut pak gober ?" untung jadi menyesal mengapa ia begitu berani keluar dari rumah. Pestol kaliber tiga dua yang semula ia kira bisa membanntu, kini hanya merupakan sebuah benda mainan seorang anak kecil yang sedang diserang demam yang menggigilkan. Lengan untung melorot jatuh, disusul bunyi lembut dari senjatanya yang meluncur ke tanah. la ingin lari. Keberaniannya sudah lenyap sesaat melihat mahluk apa yang berada di depan mata. Namun baru juga ia akan memutar tubuh, lengannya sudah disambar oleh sebuah lengan yang kesat bersisik, kukuh bukan kepalang. "Jangan!" untung setengah berteriak me nahan kaget dan takut. "Jangan apa, pak gober ?" "Kau....... kau ..........." "Aku apa, pak gober ? Setan? Hantu? Dedemit?" lantas terdengar suara cchucky k yang lengkung diantara suara bersiur seperti hembusan angin diantara batang-batang bambu. Ngilu sampai ke sumsum untung yang sudah tak berdaya dalam cengkeraman tangan mahluk itu. Dengan panik ia sama sekali tak berdaya saat tubuhnya ditarik merapat ke tubuh mahluk dihadapannya. Mata untung melotot. Hampir terloncat ke luar. Dari mulutnya keluar erangan: "Aku ....... aku tak tahu ....... apa....... atau siapa kau? Lepaskanlah aku, lepaskanlah. Aku tak akan mengganggu kau lagi!" "Tak akan? Memang tidak, pak gober . Memang tidak akan pernah lagi. namun ....." sepasang sinar mata kehijauan itu menusuk semakin dalam ke mata untung . "Masa kau tak kenal siapa aku?" "Tid... tidak. Lepaskan ........" "Benar-benar tidak?"
"Tidak........" "Coba perhatikan betul-batul. Cobalah!" dan wajah untung ditarik menmendekat Ingin ia menjerit. namun hanya erang dan rintih yang lepas dari mulut sementara jantungnya sudah menciut dengan cepat sekali . la dipaksa memandang ke mata yang hijau itu. Ke wajah yang mengerikan itu. Tanpa kuasa untuk menolak. ".... kau bukan manusia. Kau.........." "Siapa aku, pak gober ?" mulut yang lebar membelah hampir seluruh kepala mahluk itu, menyeringai. Taring-taring depannya yang tajam dan runcing-runcing bagaikan pencapit-pencapit raksasa yang siap menghunjam ke tubuh untung . la berusaha menjauh, namun betotan tangan di lengannya demikian kukuh. Lama kelamaan tatap mata itu mulai memukau..... dan sepasang mata untung semakin membesar.... Lamat-lamat mulai menyumpah : "Kau mahluk ular.... kau...." "Aku manusia seperti halnya kau, pak gober , yang sangat baik dan lembut namun berhati buas seperti binatang. Ingatkah, pak gober ?" suara serak tiba-tiba meninggi, mirip lengkingan kemenangan. "Kau dan kawan-kawanmu pernah memperlakukan seorang manusia seperti halnya binatang. Kalian gusur ke tengah kampung. Diseret, diludahi seperti menyeret dan meludahi bangkai anjing. Tubuhku habis kalian siksa. Ingat, pak lurah? Ingat sekarang ? Kau tau kini siapa aku, ha?" "Kau......? Tak mungkin!" "Mengapa tidak?" "syam kamaruzaman sudah mati!" "Mati? Siapa bilang?" "syam kamaruzaman sudah mati. Tak mungkin ia bisa hidup kembali."
"namun kini aku hidup. Kini aku berada didepanmu. Kenapa tak kau pukul seperti dahulu ? Kenapa tak kau bunuh? Ambil pestolmu. Ambillah!" dan tubuh untung dilontarkan begitu saja. Jatuh bergulingan diatas tanah. "Ambil!" suara itu memberontak. Gemetar, tangan untung mencari-cari pestol diatas tanah. Mahluk itu tegak, seperti menjulang ke langit yang biru. Ubun-ubunnya bagaikan menutupi bulan sabit yang pucat. Angker dan menakutkan , sehingga waktu pestol sudah berada dalam genggamannya. untung samasekali tak berdaya untuk mengangkat apalagi menembakkan. "Tunggu apa lagi, pak gober ?" "Tidak........ aku bukan pembunuh. " "Bukan? Lalu siapa yang paling lantang berteriak agar aku dibunuh dan dimusnahkan saja dari muka bumi ini hampir sewindu yang lalu? Siapa pak gober ? Siapa?" "namun bukan aku saja. mereka juga......." "Benar. mereka juga ikut menyiksaku. mereka akan mendapat gilirannya satu persatu. Mati mengerikan, seperti apa yang pernah ingin kalian lakukan atas diriku. Kau tau bagaimana, pak gober . Begini!" dan bersamaan dengan ucapan itu, tubuh yang hitam legam dengan sisik-sisik yang berbau pesing itu terbungkuk ke depan. Kedua bahu untung dicengkeram. Kuat. Kuat sekali . Ia meringis kesakitan. Dalam sekejap, tubuhnya sudah terangkat berdiri. Mata hijau itu. Mata yang memukau itu. Tanpa daya, untung membiarkan lehernya dijilati oleh lidah bercabang-cabang dan berlepotan lendir yang menjijikkan itu. untung merasa isi perutnya bertemperasan kesana kemari. la mengerang waktu gigi-gigi taring yang tajam menghunjam di kuduknya. Dalam, semakin dalam. Begitu gigitan itu lepas, untung berteriak lengking. la lalu meronta-ronta. Mahluk itu melepaskan.
untung berlari kesana kemari sambil terus berteriak-teriak seperti orang gila. Tubuhnya melanda dinding, tanaman bunga, pintu garasi dan berputar lagi ke arah dinding tembok. Di sana, ia menggeliat, merasa darah di sekujur tubuhnya bagai terbakar. Lidahnya terjulur kepanasan, disusul oleh buih seperti busa minuman keras. Dengan rintihan yang menyayatkan hati, tubuhnya lalu melorot perlahan-lahan, lalu tergeletak diam. Matanya yang terbuka lebar, masih sempat melihat bulan. Betapa pucat. Ia juga melihat langit. Betapa kelam. Kelam. Kelam. Bertambah kelam. Lalu sepi. Diam. Mati! Beberapa sosok tubuh berlari-larian dari dalam rumah. Lampu-lampu dinyalakan di sama sini. Sekilas ibu untung melihat sesosok bayangan meloncati pagar halaman, hilang di jalan. lalu ia lihat suaminya. Sebuah teriakan yang menyayat telinga, lepas dari mulut perempuan itu. Kesepian malam terpecah sesaat . Seekor anjing di halaman rumah sebelah, tersentak kaget. Sepotong awan tergantung di langit, terlonjak memeluk bulan. Terang-benderang. pagi harinya jessica bangun dengan perasaan puas. Menoleh kesamping, ia lihat nyoto masih tertidur. Pulas. Senyum terulas di bibirnya. Tentu nyoto juga bermimpi indah seperti aku, pikir jessica dengan perasaan berbahagia. la memeluk sedikit, mencium bibir yang terseyum itu lalu dengan hati-hati meluncur turun dari ranjang. Ia bergerak dengan berjingkat-jingkat ke arah pintu. la buka perlahan-lahan. Sebelum ke luar, ia pandangi lagi tubuh suaminya yang terbaring di tempat tidur. Tegap dan tampan, dadanya bidang, bergelombang. Tenang. "Nyenyak sekali kau sayangku," bisik jessica sendirian. Lalu ia tutupkan pintu kamar tidur. Sesudah menggoyang-goyangkan kepala ke kiri-kanan beberapa saat untuk
melenyapkan sisa-sisa kantuk, ia berjalan ke kamar mandi. Dari sela-sela ventilasi menyelusup masuk cahaya matahari pagi. Hangat sekali . jessica mencuci muka. Segar sekali . Sesudah itu ke luar. Dari seberang tembok, ia dengar burung-burung bernyanyi di pepohonan. Merdu sekali . la terus ke dapur. Menyalakan kompor. la jerangkan air minum, lalu mulai menanak nasi. Rasa puas dan kebahagiaan yang meluap-luap membuat jessica merasa lapar. nyoto masih tidur waktu jessica siap-siap untuk menyapu sekeliling rumah. Ia bereskan perabotan-perabotan yang berantakan sebab tamu yang tak kunjung berhenti sepanjang hari dan malam kemaren. Ia buka jendela. Udara pagi yang segar menerobos masuk ke lubang hidung. la hirup dalam-dalam. Bunga anggrek di taman kecil di samping rumah yang sudah ia tanam sebulan yang lalu, biarpun belum berbunga namun daun-daunnya tampak begitu hijau dan hidup. Dari ujung sehelai daun anggrek, menetes setitik embun yang bersisa pagi hari itu. "Betapa indah hidup ini, ya Tuhanku," ia bergumam. Dan mulai menyapu. Kalau nyoto bangun, semua harus tampak bersih dan rapih, pikirnya. Aku bukan lagi seorang kekasih yang ingin dicumbu dan dimanja. Aku kini sudah menjadi seorang isteri. Seorang ibu rumah tangga yang harus tau tugasnya sehari-hari. Dengan perasaan puas kotoran-kotoran dari dalam rumah ia sapu ke arah pintu ke luar. Dan tiba-tiba ia tertegun. Pintu depan terbuka sedikit. Sedikir memang, namun yang pasti pintu itu terbuka! jessica sesaat menjadi kaget, lalu berhasil menguasai diri. Ia berlari-lari sekitar rumah. la periksa laci-laci meja. Periksa lemari-lemari pakaian. Buffet. la cek radio. Tape. Lukisan-lukisan dinding. Sampai ke perabotan-perabotan di dapur. namun semua lengkap sebagaimana adanya. Tidak satupun yang sudah hilang dari tempatnya. Kembali berdiri di belakang pintu yang agak
terbuka tadi. Terpukau sesaat disana. Lalu menyimpulkan dalam hati: "Tentulah aku atau nyoto menguncikan pintu Sesudah mengantar paman pulang tadi malam!" Dengan kesimpulan itu ia merasa puas. la teruskan menyapu. Ia baru saja menginjak ubin teras, waktu sebuah mobil melejit di jalan, lalu dengan suara berdecit-decit di belokan dengan tajam memasuki halaman rumah mereka . jessica terdongak. Siapa pula orang yang bertamu sepagi ini? namun ia segera mengenali mobil itu. Dan mengenali pemuda belasan tahun yang keluar dari dalam. jessica sudah siapkan seutas senyum penyambutan waktu ia sadari pemuda itu turun tergopoh-gopoh dengan wajah pucat pasi. Pakaiannya tidak teratur. Demikian juga rambutnya. Kusut masai tak menentu. Setengah berlari ia mendekat i jessica . Masih di halaman ia sudah berseru: "Kak jessica . Papa meninggal!" Barulah jessica mengerti mengapa mata pemuda itu tampak barut bekas menangis. Sesaat ia tidak percaya apa yang ia dengar. Bukankah tadi malam paman untung masih sehat walafiat, tampak amat gembira, serta sudah lama tidak pernah mengidap penyakit yang berbahaya? Seperti orang bodoh ia perhatikan bagaimana pemuda itu masuk kedalam rumah. Duduk di sebuah kursi. lalu menangis tersedu-sedu. ".......Joko. Apa kau bilang?" bingung, jessica bertanya. Joko terisak. Diantara isak tangisnya ia menyahut: "Papa meninggal. Tadi pagi." jessica sandarkan tubuh yang sesaat lemas ke tembok ruang depan. Ia tekan dadanya yang berdenyut-denyut dengan mempergunakan telapak tangan. namun denyut-denyut itu toh tetap mengencang, menimbulkan rasa sakit yang alang kepalang. Demikian sakit, sehingga butir-butir air bening memercik dari
sudut-sudut mata jessica . Namun, ia belum percaya sepenuhnya. Tanyanya, gugup: "Kau ......... kau tak main-main bukan, Joko?" "Main-main?" Joko tengadah. Pipinya basah oleh air mata. "Papa sudah mati. Kami temukan tubuhnya tergeletak di halaman samping. Telentang. Matanya terbuka lebar. Juga mulut yang ternganga. Mulut yang ternganga itu bergumpal-gumpal busa putih kekuningan. Dan ia sudah mati. O, kak jessica . Papa sudah mati. Mati secara mengerikan!" jessica menggigil. saat pintu kamar tidur terbuka, jessica menjerit lalu berlari memeluk suaminya sambil meratap: "Paman meninggal, nyoto . Paman meninggal!" nyoto memeluk isterinya, memandang heran pada Joko yang tersedu di kursi tamu. Ia geleng-gelengkan kepala dengan susah. Susah pula lepas gumaman dari bibirnya yang tiba-tiba berubah jadi kering: "Apa? Pak gober mati?" Dan jessica jatuh pingsan dalam pelukan nyoto . nyoto merasa bimbang akan dirinya. Suara gaung tangis yang campur aduk dengan suara orang berdo'a membuat pikirannya terharu biru. Tiap kali ada tamu yang melayat lalu menyingkapkan kain penutup wajah mayat yang terhampar di tengah-tengah ruang depan rumah paman jessica , tiap kali pula ekor matanya melirik. Seperti pelayat-pelayat itu, hati nyoto pun menjadi kecut. Wajahnya pucat sesaat . Begitu dan begitu terus.
Dokter yang memeriksa siang itu menegaskan: "Jantungnya pecah. Rasa kaget yang tak kepalang tanggung penyebabnya." Dan Joko, anak almarhum berdesah serak: "Terkutuklah sipencuri itu!" Semua orang pun mengutuk bayangan yang sempat dilihat oleh isteri almarhum sebelum menghilang lenyap di pagar halaman . Polisi sudah berusaha menjejaki. namun tanpa hasil. Penyelidikan itupun dihentikan dengan sendirinya. Alasan polisi: pencuri toh tidak berhasil meneruskan niatnya sebab keburu dipergoki almarhum. Bisikan-bisikan protes yang mengatakan bagaimana mungkin pencuri bisa selamat lari begitu saja padahal almarhum bersenjatakan pestol, sampai juga ke telinga polisi. Seorang diantara alat negara itu menjanjikan pada keluarga almarhum: "Akan kami selidiki terus." Namun nada suara petugas itu, di telinga nyoto terdengar kurang yakin. la pun berpendapat, polisi sudah pasti akan menghentikan segala kegiatannya sampai di situ saja. nyoto benar-benar tidak mengerti. namun apa perdulinya? Toh, paman jessica sudah mati. Paman yang kadang-kadang keras sikapnya. namun begitu baik hati. Siapa sangka ia akan meninggal dengan cara yang sedemikian rupa. Celentang di tanah. Menatap langit. Mata melotot. Mulut berbusa. Lagi-lagi telinga nyoto yang tajam mendengar gumaman dokter, seperti pada dirinya sendiri: "Seolah-olah keracunan. namun tak ada petunjuk!" Lalu polisi menutup laporan dengan analisa: serangan jantung. nyoto menggelatar. la turut memandikan jenazah paman mertuanya. Masih ia dengar suara tangis keluarga dari dalam. Juga gaung orang mendo'a. Lalu suara ketukan-ketukan palu, gergaji dan papan di satu-satukan. Peti mayat sudah disiapkan. Jenazah sudah selesai dimandikan. nyoto menggeletar untuk kedua kalinya waktu matanya yang tajam menangkap bintik-bintik kecil
di tengkuk almarhum. Hampir-hampir merupakan titik sekecil debu, namun bisa dilihat nyoto dengan sangat jelasnya. Titik berwarna hitam kemerahan itu membuat darah di sekujur tubuh nyoto bergolak panas. la jilati bibirnya yang kering. Berulang-ulang. Tadi malam ia bermimpi buruk. Seorang laki-laki yang tubuh dan wajahnya rusak berat oleh keroyokan massa di kampung kelahiran jessica , meminta pertolongan nyoto : "Bunuh dia! Bunuh!" nyoto lalu merasa ia keluar dari rumah. Berlari dalam kegelapan. Makin lama makin cepat, secepat peredaran darah di tubuhnya, yang juga makin lama bertambah panas. Ia merasakan perubahan yang menta'jubkan pada dirinya. Kulitnya seperti terbakar hangus. Di suatu tempat nyoto berteriak kesakitan. Dan lupa diri sesaat . Namun di matanya ia melihat paman jessica keluar dari rumahnya. Hanya itu yang diingat oleh nyoto . saat paman jessica tergeletak di tanah, nyoto merasa tubuhnya melayang meloncati pagar sebuah halaman rumah. Halaman rumah paman jessica -kah itu? la tak tau. Ia hanya berlari dan terus berlari. Hari menjelang subuh. Dinginnya ampun. Menjelang tiba ke rumah, ia merasakan perubahan yang kedua kali pada dirinya. Darah yang menggelegak. Kulit yang terbakar. la mengeluh menahan rasa sakit. Tiba di rumah, ia langsung menuju ke kamar tidur. jessica masih lelap di atas ranjang. Tak sadar bagaimana nyoto naik ke sebelahnya, menggulung diri dalam selimut. Perasaan lelah yang amat sangat mendatangkan kantuk yang luar biasa. Sebuah perasaan puas yang aneh menyelinap dalam diri nyoto . Jenazah lalu disaki yangkan di mesjid. nyoto tidak lepas dari sisi isterinya yang sudah mulai bisa menguasai diri kembali. "Tabahkan hatimu," berulang-ulang ia membujuk. jessica menghela nafas. "Pencuri itu," katanya. Gersang. "Pencuri itu mengingatkan aku ke pintu rumah kita." Ada kejutan dalam dada nyoto . "Mengapa rupanya?"
"saat aku bangun dan membersihkan rumah, kudapati pintu depan terbuka........" "Oh ya?" dan nyoto menggeleng-gelengkan kepala. Susah. saat ia kembali ke rumah, ia demikian kesakitan, lelah dan mengantuk sehingga tidak sempat untuk menguncikan pintu sebagai mana mestinya. Dengan suara parau nyoto melanjutkan: ".... mungkin aku lupa menutupnya malam itu." "Mungkin," jessica bergumam. Tubuhnya gemetar. "Kuharap saja bukan ulah si pencuri. Melihat apa yang terjadi pada diri paman, aku berpikir apakah si pencuri seorang manusia yang bentuk tubuh atau wajahnya mengerikan, sehingga paman mati seperti orang penasaran.............." Nafas berat lepas dari mulut nyoto . Dan nafas berat itu lepas lagi saat almarhum dimakamkan. Dalam hatinya nyoto berpikir: "Akukah yang membunuh paman gober ?" namun nuraninya menolak keras: "Tak mungkin. Tak ada sebab mengapa kau harus membunuhnya." Tak ada? Lalu impian yang buruk itu? Laki-laki terluka parah yang susah payah menunjuk ke wajah paman gober sambil memohon dengan suara ganas: "Bunuhlah dia!" apa maksudnya? Mengapa ia seolah melihat rumah paman gober malam itu? Dan melihat orangtua itu keluar? Ah, mungkin sebab aku masih terpengaruh oleh impianku. Oleh alam di bawah sadar. Alam di bawah sadar? Apa yang menchucky nku jatuh ke sana? Apa? Dan mengapa? Sebagai keluarga dekat almarhum, mereka menginap di rumah ibu untung sampai hari ke tujuh yang terus menerus diisi oleh tahlilan. Dalam waktu senggang, nyoto menghabiskan kesempatannya dengan memperbaiki apa saja yang bisa ia perbaiki di rumah itu. Pintu garasi yang terbongkar oleh dorongan sesuatu benda berat. Tembok dinding samping yang terbongkar bagaikan dihantam teramat keras. Sesekali ia ke kantor. Biarpun masa cutinya belum habis, ia merasa senang diam di kantor, mengerjakan tugasnya sebagaimana biasa. Sesudah itu berkunjung ke rumah teman-teman. Lalu pada waktunya pulang lagi ke rumah bibinya. Suatu sore nyoto membuka-buka lembaran album besar di kamar perpustakaan paman gober . Mata nyoto tertegun pada sebuah potret. jessica yang sedang asyik membukai album lain di sebelahnya, terjengah oleh tanya nyoto : "Siapa perempuan ini?" jessica melihat ke potret yang ditunjuk suaminya. "chucky . Mengapa?" "Di mana rumahnya?" "He-eh", sepasang mata jessica membesar. "Pertanyaanmu kok yang lain-lain saja. Hati-hati lho. Ia sudah punya suami. mereka kaya. Hidup berbahagia. Memang dimasa gadisnya chucky seorang perempuan yang senang berganti lelaki, biarpun kebiasaan itu tercela di mata orang kampung. namun kau toh tidak akan tergoda oleh......." nyoto tersenyum. la tatap mata isterinya. "Kok cemburu!" "Habis sih yang kau tanya 'dia'." "Lho. Bisa saja yang lainnya juga kutanya. Cuma rasanya, kok aku seperti mengenal gadis ini......." "Yang bener! la sudah meninggalkan kampungku lima tahun yang lalu. Pindah ke kota Sesudah kawin dengan suaminya yang sekarang . Kau baru berkenalan denganku belum juga setahun. Bagaimana kau bisa melihat chucky ada di kampung?" "Entahlah," nyoto berpikir-pikir. "Mungkin aku pernah melihatnya di kota ini."
"Kalau begitu, kau yang lebih tau di mana rumahnya", suara jessica bernada ganjil. Lepas tawa cerah dari mulut nyoto . "Kau ini! Dasar perempuan. Lebih banyak menggunakan perasaan dari pada otak. Kau 'kan tau baru kau gadis pertama yang kukenal, pada siapa aku lantas jatuh cinta?" Wajah jessica bersemu merah. Memang banyak teman-teman gadis jessica yang tak kalah cantik-cantik di fakultas. Beberapa diantaranya berminat pada asisten dosen mereka , nyoto . Dosen muda yang adem kalem itu berlagak tidak perduli. Tidak, sebelum ia didekat i oleh jessica dan saling jatuh cinta pada pandang pertama. Kecemburuan jessica pada teman-teman gadisnya bisa diterima oleh nyoto . Ia lalu mencari kerja lain. Relasinya banyak. Sehingga dengan mudah ia diterima bekerja di sebuah perusahaan, dan mulai menabung Sesudah mereka berdua merencanakan untuk segera menikah. Percaya pada cinta suaminya, jessica lantas mengalah: "Baiklah. chucky dahulu nya bintang di desa. Entah sekarang . Sesudah bersuami. Sudah lama aku tak pernah bertemu. Kata bibi, ia sesekali berkunjung ke rumah ini bersama suaminya. Maklum, masih termasuk keluarga dekat bibi. Bila kau merasa pernah bertemu dengannya, apa salahnya perasaan itu ditingkatkan. Kita toh sesama keluarga. Ku ingin pula bertemu dengannya. Rindu. Ia temanku bermain saat anak-anak. Kupanggilkan Joko, ya? Ia pasti tau dimana rumahnya chucky sekarang ..." Joko memang tau. Dan nyoto mencatat alamat itu dibenaknya. BEBERAPA hari berikutnya, nyoto kembali terumbang-ambing diantara bangun dan tidur dikala malam sudah tiba, dan jessica sudah terlelap disampingnya, Sesudah lebih dahulu tak lupa
mengunci semua jendela dan pintu rapat-rapat. Bayangan gadis cantik yang tampaknya masih sangat muda namun bangun tubuhnya sudah lebih dahulu dewasa bernama chucky itu, senantiasa bermain di biji matanya. Dimana ia pernah mengenalnya? Seakan-akan untuk menjawab, si gadis ia lihat berjalan pulang dari sekolah desa yang letaknya tak jauh dari mulut kampung. Rumah keluarga chucky yang miskin letaknya agak terpencil. Tak jauh dari sungai. Untuk sampai ke rumah, ia harus melewati tegalan-tegalan sawah, ilalang-ilalang di pinggir ladang dan gembala-gembala kerbau yang sedang meniup siiling di dekat kubangan. Salah seorang gembala sapi itu, seorang anak kecil dan hidungnya berlepotan ingus yang mengental kering, sering menggoda chucky : "E, si cantik. Baru pulang?" chucky menjawab bukan dengan kata-kata. namun melalui bibir yang dicibirkan. Atau lidah yang dijulurkan. Malah terkadang membungkuk membelakangi si lelaki dekil, sambil memperlihatkan pantatnya. "Cis!" itulah kata-katanya yang paling-paling terdengar dari mulut chucky . saat gadis itu beranjak dewasa, gembala sapi itu semakin tergila-gila. chucky bertambah cantik saja di mata. Tidak saja di mata si gembala namun juga di mata banyak lelaki lainnya. Termasuk anak kepala desa. Sering sekali si gembala melihat bagaimana chucky main sembunyi-sembunyian di sungai, bahkan pernah sekali waktu ia lihat tubuh mereka saling tindih. Waktu keduanya sadar dipergoki orang lain, chucky ambil sebuah batu, dilemparnya kearah si gembala sambil mencaci maki: ".......... haram jadah kau, syam kamaruzaman !" syam kamaruzaman akan lari terbirit-birit. Dengan hati yang sakit. namun ia segera terhibur, Sesudah anak kepala desa suatu saat menjauh dari chucky . Namun rasa senang itu cuma sekejap. chucky sudah digandeng oleh pemuda lain. Anak petani terkaya di desa mereka . Kembali ia lihat chucky bertindih-tindihan dengan lelaki itu di pinggir sungai. Dan kembali syam kamaruzaman dilempar batu, diiringi caci maki. Begitu berulang-ulang, setiap kali ia lihat chucky berganti lelaki. Semua laki-laki anak orang berada. Dan lalu syam kamaruzaman berpikir: apakah kalau akupun kaya, tubuh chucky yang molek itu boleh kutindihi? Dengan pikiran itu, ia lalu menyepi ke sebuah gunung. EMPAT puluh hari empat puluh malam lamanya syam kamaruzaman menyepi di lereng gunung yang jarang dijamah manusia. Tak pernah kembali ke desa. Ia bersimpuh atau berbaring tidur disebelah sebuah makam yang ia ketahui tempatnya atas petunjuk seorang dukun. "Itu makam nenekku!" kata dukun waktu itu. "Ingat. Kalau kau berhasil jangan lupakan jasa-jasaku." Sesudah bersabar selama empat puluh hari empat puluh malam, syam kamaruzaman mulai memperoleh hasil. Seorang perempuan yang cantik bagaikan bidadari jauh lebih cantik dari chucky , tau-tau saja sudah berada di depan biji mata syam kamaruzaman di suatu malam. Tak tau dari mana datangnya. Menggigil, syam kamaruzaman menyembah ke telapak kaki perempuan itu. "Apa maumu?" Apa yang terselip di benak syam kamaruzaman selama ini segera terucap: "Kau akan memperolehnya. Peluklah aku." Bengong, syam kamaruzaman memandangi bidadari itu. Betapa cantik dan molek tubuhnya. chucky saja sudah mencaci maki syam kamaruzaman , bagaimana
mungkin bidadari yang demikian mempesona meminta agar ia peluk. "Peluklah. Kalau tidak, tak akan kau peroleh apa yang kau inginkan." Bukan takut apa yang ia inginkan gagal berantakan yang membuat syam kamaruzaman cepat menerkam tubuh perempuan itu. namun ia takut, tubuh perempuan itu lalu akan hilang lenyap seperti datangnya yang tidak berketentuan. Padahal syam kamaruzaman sudah demikian merindukan tubuh chucky . Merindukan tubuh perempuan. la tak tau berapa lama ia bergelut dengan perempuan itu. Ia merasakan keindahan bagaikan di syorga, kenikmatan bagai di taman firdaus. Ia lelah, berkeringat, namun perempuan itu terus menerus meremas-remas tubuh syam kamaruzaman . Bahkan lama kelamaan bagai membelit tubuhnya. Bersamaan dengan belitan itu, hidung syam kamaruzaman mencium bau yang busuk. Kehalusan tubuh si perempuan tau-tau sudah berubah jadi warna hitam legam bersisik kesat, dan wajah molek yang tadi ia ciumi sudah berganti rupa jadi kepala seekor ular yang menakutkan. syam kamaruzaman jatuh pingsan sesaat ! saat ia terbangun, ia ketahui dirinya sudah berada diluar hutan, tak jauh dari lereng gunung. saat ia menoleh ke kejauhan, ia lihat desa mereka rasanya tak jauh didepan mata. syam kamaruzaman bangkit. Berjalan dengan tegap. Aneh, ia merasa ia lebih kuat dari biasa. Malah wajahnya seolah-olah lebih tampan dari lelaki manapun di desa mereka . sebab tak tau apa yang akan ia kerjakan di desa mereka , ia kembali menggembala Sesudah mengatakan pada orang-orang desa, kemana ia pergi selama ini. Kemana lagi, kalau bukan mengunjungi sanak saudarannya di lain daerah. Ia cuma menjadi gembala selama seminggu. Majikannya tiba-tiba jatuh sakit tanpa sesuatu sebab, lalu mati. Sebagian kerbaunya diserahkan pada syam kamaruzaman , untuk dimiliki sendiri. Kerbau itu lalu beranak-pinak. Beberapa ekor ia sewakan untuk membantu pekerjaan di sawah. Tiap yang betina beranak, ia
berikan seekor pada dukun yang sudah berjasa padanya. Ia dan dukun itu segera menjadi kaya raya. syam kamaruzaman menjual beberapa ekor kerbaunya ke kota. Hasilnya, dijadikan membeli barang dagangan. Ia membuka warung di desa. Usahanya maju pesat.. Apa saja yang dipegang oleh syam kamaruzaman , jadi. Mulai dari kerbau yang terus beranak pinak. Warung yang kian meluas usahanya sehingga ia menggaji orang untuk membantu. Sawah yang berbulir dua kali setahun, biarpun sawah orang lain sering terkena hama. Bahkan perempuan! chucky sesaat melepaskan laki-laki yang menggandengnya satu persatu. Suatu malam ia muncul di pintu rumah syam kamaruzaman . "Boleh aku tidur bersama kau?" chucky berbisik. syam kamaruzaman tentu saja tak menolak. Malam itu, ia habisi benar-benar si chucky . Ia lumat dan tandaskan sepuas hati, sampai chucky mengerang-erang dan merintih tak berkeputusan. Akhirnya chucky minta dikawini. namun syam kamaruzaman teringat pesan pak dukun yang hidup menyendiri sampai tua renta itu: "Kau boleh meniduri perempuan. namun tak boleh kawin dengannya. Itulah syarat terakhir yang harus kau penuhi." Lantas syam kamaruzaman mencemooh chucky : "Buat apa menikah, kalau kita bisa hidup bercinta sebagai suami isteri?" Keluarga chucky mula-mula tak setuju. Apalagi penduduk kampung. namun dengan kiriman makanan dan pakaian serta uang yang tak henti-hentinya ke alamat rumah chucky , membuat orangtuanya menyerah tak berdaya. mereka pasrah apa maunya chucky dan syam kamaruzaman . Penduduk pun lama-lama tidak perduli, biar pun beberapa diantara mereka dengan suara jijik bersungut-sungut: "Haram!" Dan suatu malam chucky menjerit: "Haram! Baumu, harum benar, syam kamaruzaman !"
Lantas chucky menjauhkan diri dari tubuh syam kamaruzaman . Matanya terbelalak memandangi laki-laki yang menggeliat di atas tempat tidur. Menggeliat bagai cacing kepanasan, merintih kesakitan dengan lidah yang panjang terjulur ke luar bersama buih yang berbau busuk. Kulit syam kamaruzaman bagaikan dibakar oleh panggangan api neraka. Seluruh tulang-tulangnya bagaikan remuk. Ia menggeliat, dan kare na tak tahan akhirnya jatuh pingsan. Esok paginya ia terbangun. Mendapatkan kulit tubuhnya berlepasan seperti secarik kain sutera yang tipis berwarna keputih-putihan. la copoti satu persatu, dan menyadari kulit tubuhnya sudah menjadi baru. Ia merasakan kesegaran yang menyenangkan, berlari-lari ke rumah dukun dan bertanya apa yang sudah menimpa dirinya. "Seperti halnya ular yang kau saki , pada waktu-waktu tertentu dan berganti kulit, sebagaimana ular berganti sisik!" Gemetar syam kamaruzaman mendengarnya. Dan mengigil chucky Sesudah ia tau semuanya. "Tak kusangka!" tangis perempuan cantik molek itu. Dicengkeram syam kamaruzaman pundak chucky . Keras, sehingga perempuan itu terpekik kesakitan. "Awas, chucky . Hanya kita berdua saja yang boleh tau semua ini." chucky meringis, "Bagaimana aku bisa jaga mulut?" "Kunci. Jahit rapat-rapat! Kalau tidak, aku akan membunuhmu!" "syam kamaruzaman !" "Sungguh. Kubunuh kau begitu kau buka rahasia. Dan ingat, aku tak boleh kau tinggalkan. Aku sangat cinta padamu. Aku akan menderita kalau kau pergi ke pelukan laki-laki lain!" "Tidak. Tidak akan," jerit chucky ketakutan.
"Berjanjilah." "Aku berjanji!" "Bersumpah!" "Aku bersumpah!" "Tak bisa begitu saja!" "Apakah harus kusebut nama Tuhan?" tanya chucky putus asa. syam kamaruzaman gemetar mendengar nama Tuhan. Ia merasa tubuhnya panas. Sesudah dingin kembali, ia memerintah: "Keluarkan lidahmu!" Heran, chucky menurut. Ia keluarkan lidahnya. Merah dan basah. Sebelum herannya habis, syam kamaruzaman sudah pula mengeluarkan lidahnya. Ia jilati lidah chucky . Dan tiba-tiba, ia gigit. chucky terpekik. Gigitan syam kamaruzaman lepas. Lidah chucky berdarah. chucky meronta melepaskan diri. namun syam kamaruzaman menjambak rambutnya, menarik wajahnya dekat sekali ke wajah chucky . "Keluarkan. Keluarkan lidahmu, cepat. Kalau tidak kau mati kehabisan darah!" Ketakutan, chucky menurut untuk kedua kalinya. Lagi-lagi lidahnya oleh syam kamaruzaman . Sesaat , luka gigitan di lidah chucky lenyap. Darah berhenti mengalir. Letih dan panik, chucky terbaring dengan seluruh tubuh berkeringat. Kembali rok-nya tersingkap. syam kamaruzaman melihat paha chucky yang putih berkilau. Matanya bercahaya. Ia buka baju chucky , lalu bajunya sendiri. Dan udara siang itu yang panas terik di luar, semakin membuat keringat mereka lebih banyak membanjir .............. namun suatu malam, hujan sedang turun rintik-rintik saat syam kamaruzaman baru saja pulang menjualkan sapi ke kota. Tubuhnya letih lesu setiba kembali di desa, berharap chucky akan menyambutnya dengan pelukan hangat dan kopi susu yang sama hangatnya. Namun di
pintu rumah, ia segera tertegun. la lihat jendela samping terbuka sedikit. Dengan berjingkat ia beranjak ke sana, jongkok dibawah jendela dan diam mendengarkan. Dari dalam kamar tidur chucky , ia dengar rintihan perempuan itu: "Oh..... gufi , dekat plah lagi aku. dekat plah lagi. Oh........ oh....... oh........." syam kamaruzaman terlonjak berdiri. la sambar daun jendela. Merentak terbuka. Di dalam kamar, chucky terlonjak bangun dan menjerit kaget Sesudah melihat siapa yang berada diluar jendela. gufi , anak guru sekolah desa, merangkak ketakutan ke tempat di mana baju dan celananya berserakan. la belum sempat mengenakannya waktu tubuh syam kamaruzaman bagai terbang ke dalam kamar. Sebuah sepakan kaki yang kuat, hinggap di dagu gufi . Pemuda itu terdongak. Darah meleleh dari hidungnya. Tak puas dengan kaki, syam kamaruzaman menghantam dengan tinju. gufi mengaduh dan mengaduh, lalu jatuh terkapar di lantai. Kaki syam kamaruzaman sudah siap menyepak dada pemuda malang itu untuk menghabisi nyawanya sesaat , waktu ia dengar chucky menjerit lirih: "Jangan!" syam kamaruzaman membalik. Wajahnya merah padam. Berkeringat bagai butir-butirjagung. "Kau...." sungutnya, "Kau, perempuan terkutuk. Sumpahmu palsu!" "Aku........ oh, syam kamaruzaman . Aku tak bersumpah apa-apa padamu." "Tidak? Lalu gigitan lidah itu?" "Cuma rasa sakit. Yang lenyap Sesudah kau jilat kembali. Lalu untuk itu haruskah kau bunuh pemuda baik seperti gufi ?"
Mendengar pujian chucky yang tertuju ke alamat gufi , syam kamaruzaman berteriak lantang: "Haram jadah kau, chucky !" Lantas ia menyerbu ke ranjang, ke dua tangannya terkembang. Leher chucky tercekik sesaat . namun begitu lidah chucky terjulur keluar oleh cekikan keras di leher, sepasang mata syam kamaruzaman yang merah berapi-api tiba-tiba jadi berkilau-kilauan. Tanpa kuasa ia keluarkan lidahnya sendiri dan mulai menjilati lidah chucky . Cekikan di leher perempuan itu perlahan mengendur. Kini tangan syam kamaruzaman yang kukuh beralih ke pinggang chucky . la renggut dengan keras, ia tekan dengan kuat ke tubuhnya. chucky mengeluh. Keluhannya lenyap ditelan hunjaman mulut syam kamaruzaman di bibirnya. Mulut laki-laki itu berbau alkohol. la sudah mabuk-mabukan di kota dan mungkin sepanjang perjalanan ke desa. la pasti sudah main judi seperti biasa di sana. Walaupun selalu menang, namun syam kamaruzaman tak pernah bisa melawan pengaruh minuman keras. Mual oleh bau alkohol, chucky meronta dan menerjang-nerjang dengan kedua kaki dan tangan. "Lepaskan aku. Lepaskan aku." Panik oleh apa yang barusan terjadi, dan mual oleh kerakusan nafsu syam kamaruzaman , chucky berhasil meloloskan diri, langsung berlari ke luar rumah. syam kamaruzaman mengejar, ia berteriak: "Kembali! chucky kembali!" "Tidak! Tidak!" chucky terus berlari. Suara mereka yang hingar-bingar membangunkan penduduk desa. Banyak orang berhamburan ke luar melihat kedua orang yang mereka benci selama ini saling kejar mengejar. Merasa malu oleh pandangan mata penduduk, syam kamaruzaman mengancam: "Kembali chucky , atau kubunuh!" Yang terlepas dari bibir chucky , membuat tubuh syam kamaruzaman limpuh:
50 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
"Tolongl Tolong! Laki-laki itu jelmaan ular. Tolooong!" Berpuluh-puluh penduduk tegak terpaku. lalu beberapa orang diantaranya bergerak maju. syam kamaruzaman tiba-tiba merasa dirinya terkepung. la mulai takut. nyoto tersentak dari tidurnya yang resah. Perasaan takut dalam hati syam kamaruzaman seolah-olah menjalari dirinya. la tidak kenal siapa syam kamaruzaman itu, namun ia merasa seolah-olah apa yang dialami dan diderita syam kamaruzaman adalah apa yang juga ia alami dan derita. Badan nyoto bagai dilecuti dengan tiba-tiba. Ia menggeliat. Sakit. Dan dar mulutnya terdengar rintihan yang lirih: "chucky . la menghianatiku!" la turun dari tempat tidur. Perlahan sekali . Selintas ia pandangi tubuh molek yang tergoler dibalik baju tidur yang tipis. Mimpi apa jessica malam ini, sehingga wajahnya sedemikian manis? Ia mungkin tidak secantik chucky . namun jessica begitu manis. Seorang isteri yang setia dan begitu cinta pada suami. Seorang isteri yang tak akan pernah mengkhianati dirinya. Tidak seperti chucky . Perempuan itu sudah berkhianat. Benar-benar berkhianat. Bahkan menjerumuskan dirinya ke laki kesengsaraan yang tak kunjung berakhir. Uap panas di tubuhnya membuat nyoto gerah. la berjalan keluar rumah. Hanya mengenakan piyama tidur. Seperti beberapa malam sebelumnya saat ia berniat pergi ke rumah almarhum paman gober , nyoto juga berusaha menjauhi lampu-lampu neon di pinggir jalan, menjauhi warung-warung kopi yang masih buka. sekali dua mobil dan motor melintas di jalanan yang sepi. Demikian sepi, sehingga mereka ngebut dengan kecepatan tinggi. Tak perduli pada orang lain. Apalagi pada seorang laki-laki yang
51 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
berjalan terseok-seok dengan tubuh terbungkuk-bungkuk hanya mengenakan piyama tidur. Namun kembali mata tukang becak yang awas tak bisa ia hindari. "Becak, Oom?" nyoto tak perduli. Berjalan terus. "Gila kali!" sungut abang becak. nyoto tetap tak ambil perduli. Apa yang ada dalam pikirannya hanyalah bayangan chucky , yang harus segera ia temui. sudah beberapa hari ia mengintai rumah perempuan itu diam-diam. Dengan laki-laki kaya. Seperti syam kamaruzaman di desa. namun suaminya sudah tua. syam kamaruzaman saja masih muda tega ia hianati, apalagi suaminya yang jauh lebih tua. Selagi suaminya tak ada di rumah, chucky keluar mengendap-endap mengendarai mobil suaminya di keramaian kota. la selalu berhenti di sebuah rumah, keluar ke jalan kembali dengan mobil yang meluncur kencang Sesudah disamping tempat duduknya, bersiul-siul seorang pemuda tampan berambut kribo. Mungkin anak pemain band. "chucky benar-benar belum tobat." guman nyoto . "la perempuan maniak!" Kebencian kian bergumpal di di dada nyoto . Seperti darahnya. Juga bergumpal-gumpal. lalu menggelegak, bagai terjerang di bara yang panas. Ia kesakitan. Dan jalannya tersuruk-suruk menahan sakit. Saking tak tahan, ia menggeliat-geliat dan mulai berlari. Tubuhnya semakin panas juga. Dan wajahnya.... bagai penuh kudis bernanah, berbau pesing dan menimbulkan rasa perih yang tidak tertanggungkan. Perubahan yang berjalan tanpa bisa ia lawan itu terus mengembang selama ia berlari. Kian cepat dan cepat, sehingga angin bersiur-siur kencang melewati tubuhnya. Lama-lama kakinya tidak lagi menginjak aspal....! Hanya dalam beberapa menit, rumah chucky yang dalam keadaan biasa baru bisa ia capai dengan berkendaraan motor selama satu
5
jam, sudah ia lihat di depan mata. Ia tiba disana persis saat sebuah Datsun merah darah meluncur meninggalkan halaman . Mata nyoto yang tajam segera mengenal siapa yang duduk dibelakang setir. "Hem. Si chucky bergadang lagi!" Lantas ia berlari mengikuti mobil itu. Tak kalah cepat............... chucky mematikan stop kontak mobil Sesudah ia parkir diatas pasir basah, tak jauh dari lidah-lidah ombak menjilati pantai dengan tidak mengenal lelah. "Turun dong," ia mendesah. namun pemuda yang bergayut di sebelahnya tetap saja memeluk pinggang bahkan lalu sebelah paha chucky yang tersembul dari shortnya yang hanya sebatas pertengahan paha. "Hey. Nakal kau, Dik!" "Persetan apapun kau bilang, chucky ." lalu ciuman demi ciuman mendarat di paha chucky . "Geli, ah!" Lalu chucky menarik kepala laki-laki itu, menyandarkannya ke jok, dan lalu tertawa. "Kau benar-benar tak sabaran." Kribo di kepala si pemuda bergoyang sedikit. "Tidak? Tentu saja. Aku takut kehilangan kau." "Tak akan." "Aku bilang, aku takut, chucky . Suamimu mungkin sudah mulai menduga hubungan kita..." "la bisa kuhindari. Jangan takut. Kini ia tengah dinas ke luar kota."
53 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
"namun laki-laki misterius itu?" chucky angkat bahu. "Aku tak kenal dia." "namun suamimu mungkin kenal. Kalau tidak, tak akan begitu sering ia terlihat di sekitar rumahku, sekali gus juga di sekitar rumahmu. Mesti ada apa-apa..." "Biarkan laki-laki itu memata-matai! Yang penting, toh aku bisa selalu menghindari suamiku agar jangan memergoki kita terang-terangan, Bukan? Aku sudah kapok, batarakalong . Aku pernah dipergoki suami ....... ah, seorang laki-laki yang menjadi suamiku tanpa menikah dan..." chucky tiba-tiba menggigil. Heran. Mengapa Sesudah sekian tahun berlalu, ia tiba-tiba teringat pada peristiwa yang mengerikan itu? la sudah lama melupakannya. namun malam ini.............. Mata chucky menatap lurus ke permukaan laut. Betapa biru kehitaman dibawah jilatan bulan purnama. Bulan itu bermain-main dibawah permukaan air, sebentar melebar, sebentar memencar, sebentar menggelepar. Angin berhembus keras dari arah pepohonan kelapa di sepanjang pinggiran pantai. Demikian kerasnya, sehingga chucky menggigil keras. "Tutupkan jendela mobil, Dik!" rungut chucky . "He, bukankah kau tadi yang mau ngajak keluar? Mengapa.... O, aku tau!"' batarakalong tersenyum nakal. "Kau mau diatas jok ini. eh?" Lantas, dengan tubuh tegang oleh berahi yang melonjak, batarakalong hendak hendak menutupkan jendela mobil, namun tak jadi. Tangan batarakalong tiba-tiba jadi kaku. Matanya, apalagi. Melotot. Di luar jendela, ia melihat sesosok tubuh yang mengerikan memandang dengan menyeringai. Sepasang sorot mata kecil kehijau-hijauan di atas mulut yang lebar lancip dan mengeluarkan lidah bercabang-cabang, sudah berada disamping mobil.
54 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
batarakalong menychucky matanya. namun yang ia lihat bukan hallusinasi. Yang tercium hidungnya jelas bau pesing yang memuakkan. "Ap ..........." Ucapan batarakalong terputus sampai di situ. Pintu sudah dihentak terbuka dari luar, lalu tubuh batarakalong ikut terseret oleh sebuah tangan yang kukuh, legam hitam dan kesat bagaikan kulit badak. Bau hanyir kian keras menyerang hidung batarakalong yang berusaha duduk di pasir sambil terus menychucky matanya. la benar-benar tak percaya.... "Zinah. Kau zinahi isteri orang lain!" terdengar suara parau. Suara yang ditambah oleh bunyi siulan yang lengking namun lembut seperti mendesis-desis. Ingatan batarakalong belum pulih sama sekali , sepasang tangan yang kuat membantingkannya ke pasir, kembali meluncur duri udara. Sekejap batarakalong masih melihat cahaya bulan di langit, lalu berganti dengan sinar hijau dari wajah mahluk diatasnya. la lalu tertegak berdiri secara paksa, berhadapan muka dengan mahluk itu. batarakalong sama sekali tak bersuara waktu wajah di depannya menmendekat Lidah menjulur membasahi lehernya, terus ke bawah telinga, lalu ke pundak. Pemuda yang ternyata sangat penakut itu sudah pingsan saat gigi-gigi taring yang tajam menghunjam dalam di kuduknya yang meremang bulu-bulunya. saat tubuh batarakalong dilepaskan, melorot begitu saja ke atas pasir. Darah-darahnya yang sesaat bagai dibakar oleh racun yang sangat ampuh, membuat pemuda itu tersadar. la menjerit dengan tiba-tiba, melompat berdiri dan menggeliat-geliat sementara berlari kesana kemari menahankan sakit dan panas yang membara mendera ubun-ubun sampai jari kakinya. Teriakannya akhirnya lenyap Sesudah tubuh jatuh di lidah ombak. Tengkurap mencium pasir. Mahluk itu kini mengalihkan perhatiannya pada chucky . Perempuan yang senantiasa berdandan bagus itu duduk terpaku di tempatnya, semenjak ia lihat batarakalong diseret secara kasar keluar mobil. Matanya melotot ngeri. Lidahnya kelu, badannya lumpuh
55 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
selama memperhatikan bagaimana batarakalong disentak berdiri, digigit kuduknya bangun dari pingsan terus berlari kearah laut. chucky sendiri pun ingin pingsan sesaat , seperti halnya batarakalong . namun ia sadar. Benar-benar sadar. Di alam sadarnya ia lihat mahluk pembunuh itu mendekat ke mobil, lantas duduk disebelahnya. Bau hanyir yang pengap, segera menyerang hidung chucky . Saat itulah, mulutnya gugup terbuka: "Si......... apa kau?" Berbeda dengan apa yang ia perbuat pada batarakalong , mahluk itu bersikap lembut pada chucky . Namun perempuan itu tetap dicengkeram rasa takut dan kelumpuhan yang mempesona. "Lupakah kau. chucky -ku yang cantik?" Suara itu dikenal chucky . Dan tiba-tiba ia terpekik: "syam kamaruzaman !" "Ya. Aku syam kamaruzaman . syam kamaruzaman -mu yang tercinta." Jadi itulah sebabnya mengapa malam menjelang dinihari ini chucky sekonyong-konyong teringat ke masa silam. Kengeriannya agak berkurang. la sudah pernah mengalami situasi sama. namun dahulu ............ syam kamaruzaman . Dan yang kini ada di depan biji matanya, sesosok tubuh kchucky r dalam piyama tidur. Kulit bersisik, kepala berbentuk ular dan........... "Benar, chucky . Tataplah lagi ke mataku. Tataplah..............." Sinar hijau itu berusaha mempengaruhi chucky . namun bathin chucky saat itu terpecah. Antara keterpuakauan untuk menurut, dan keinginan untuk melarikan diri. Tangannya diam-diam bergerak dalam kegelapan mobil, menyentuh pelat lembut di dinding pintu, memutarnya perlahan-lahan, lalu dengan sekali tendang pintu di sebelahnya. Terbuka lebar. Saat itu juga, chucky menghambur keluar. "Tidaaaaaaak!" ia menjerit. "Tolong Tolong!"
56 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Suara jeritannya menggema memecahkan kesepian pantai. Lidah dan perut ombak bersorak sorai, sambut menyambut dengan suara chucky . la berlari menjauhi pantai sambil terus berteriak-teriak minta tolong. namun dari belakang, ia dengar suara syam kamaruzaman demikian dekat nya: "Kemana, sayang? Tak seorang pun ada di sini. Bukan seperti dahulu . saat orang-orang kampung berpihak padamu dan mulai menyerangku ........... Berhentilah chucky . Berhentilah. Aku ingin mencumbumu. Aku rindu padamu, kekasih . Aku tergila-gila oleh kehangatan tubuh indahmu........." Dan satu kaitan seperti belitan ular, menerpa kaki kanan chucky . "Auuu!" ia terpekik ketakutan, lantas jatuh terjerembab. Waktu ia membalik, sesosok tubuh yang berat menindih tubuhnya. "Peluklah aku, chucky . Ciumlah aku. Keluarkan lidahmu....................." chucky berusaha menghindari jelujuran lidah bercabang-cabang dan berlendir dengan bau memualkan yang menyerang seluruh wajahnya. namun tangan yang kukuh menyentuh rambutnya, menchucky n kepalanya ke pasir, sehingga akhirnya chucky tidak bisa menghindari ciuman mahluk itu yang jatuh bertubi-tubi. Pakaian yang menempel di tubuhnya habis direnggut dan dirobek. Perlawanan chucky punah dikuasai kekuatan mahluk yang luar biasa itu. Ia akhirnya pasrah dan berharap masih diberi kesempatan untuk hidup, saat tubuh yang menindih tubuhnya lalu terkapar di sebelahnya......... Cuma tubuh mahluk itu saja. Tidak lidahnya. Menjulur terus di sekujur leher chucky , dan tiba-tiba sepasang taring yang panjang dan tajam, terhunjam di leher yang jenjang dan halus itu. Darah, memercik keluar bersamaan dengan lepasnya jeritan chucky .......
di kantor, pikiran nyoto tidak terpusat pada pekerjaannya. Ia merasa amat letih dalam beberapa hari ini. Kalau cuma letih phisik ia bisa atasi dengan rekreasi sedikit bersama jessica . Ah, ia sudah melupakan hal itu. Semenjak kembali dari desa, jessica selalu sibuk dengan pekerjaan di rumah. Sementera nyoto yang senantiasa kesiangan masuk kantor dihadapkan pada tugas yang bertumpuk-tumpuk. Rekreasi. Ah, apakah dengan rekreasi keletihan dalam jiwa nyoto bisa terkendurkan? Seorang pegawai tiba-tiba berdiri di depan meja nyoto . "Ada telephone!" nyoto terdongak. Telephone? "Dari?" "lsteri om." Ah. Tak biasanya jessica menelphone. Dan di rumah tak ada pesawat penyambung bicara itu. Mau apa jessica menghubunginya pertelephone? Dan dari mana? Bergegas ia ke meja pegawai tadi, mengangkat gagang telepon yang terhantar di dekat chaak dan menyahut: "..........nyoto di sini." Dari seberang terdengar suara jessica yang membayangkan kebingungan: "Sayang, kau sudah baca surat kabar pagi ini?" "Tidak. Aku tak berminat. Mengapa? Dan dari mana kau menelphone?" "Dari rumah bibi. Aku bermaksud pergi ke pantai. namun aku butuh kendaraan. Akan kuminta Joko mengantarkan aku. Kau mau ikut, nyoto ?" "Pekerjaanku bertumpuk. Mau apa kau ke pantai?" sekilas ingatan nyoto terlintas pada apa yang ia bayangkan barusan: rekreasi. namun mana mungkin jessica mau berekreasi sendirian begitu tiba-tiba tanpa rencana dan tanpa lebih dahulu menanyakan padanya? "Aku penasaran, nyoto ," ia dengar suara diseberang.
"Tentang?" "Berita surat kabar hari ini. Sudah kau baca?" "Kubilang aku............" "Kubacakan, ya?" potong isterinya cepat-cepat. Cepat-cepat pula ia membacakan isi surat kabar yang mungkin tengah tergenggam di sebelah tangannya yang lain. Mulai dari judulnya yang kata jessica ditulis besar-besar sebagai headline di halaman pertama: = kematian misterius sepasang kekasih di tepi pantai= Jantung nyoto berdenyut. Tak lagi ia mendengarkan dengan serius apa yang dibaca jessica , pertelepon dari surat kabar pagi hari itu. la sudah tau. “Kemaren pagi beberapa nelayan yang akan berangkat ke laut sudah menemukan dua sosok tubuh di pinggir pantai. Seorang laki-laki, hampir saja hanyut dibawa ombak. Tubuh dibalik pakaiannya yang mewah hitam legam seperti hangus. Warna hangus yang sana terdapat pada tubuh mayat yang letaknya tak jauh dari mayat pertama. Seorang perempuan muda dan cantik, namun tampak amat mengerikan melihat matanya yang terpentang lebar seperti memandang sesuatu yang membuatnya sesaat shock. Pakaiannya awut-awutan. Ada tanda diperkosa. Dan sebelum diperkosa lebih dahulu melarikan diri dari dalam sebuah Datsun yang terparkir di tepi pantai— ".... nyoto ?" "Ya!" nyoto terjengah. "Kau dengarkan aku?" "Masih, jessica ." "Kuteruskan?"
"Tak usah. Kawan-kawan sekantor ku tadi pagi membaca berita yang sama. Gunjingan mereka kudengar. Kalau tak salah, yang perempuan sudah bersuami. Mayat laki-laki itu adalah mayat pacar gelapnya. Yang memperkosa korban perempuan bukan kekasih gelapnya, sebab yang dinamakan pertama mati lebih dahulu . Lalu siapa yang memperkosa? Bagaimana ia mati? Bunuh diri dengan menelan racun? Atau dibunuh?" "nyoto , nyoto . Kau seperti mengetahui lebih banyak ............" Merasa terlanjur, nyoto cepat menukas: "Itu gunjingan yang tersebar di kantor." "Kau tau siapa yang jadi korban?" Hampir saja nyoto mengiyakan. namun ia pikir adalah lebih bijaksana untuk berlagak bodoh. "Tidak. Siapa kira-kira?" "chucky . nyoto ," suara jessica setengah berseru. Gemetar dan lirih. "chucky . Laki-laki itu batarakalong , kekasih gelapnya..." "kekasih gelap? Kalau begitu, apakah tidak mungkin suaminya....?" Lagak nyoto yang pilon, segera dibantah jessica : "Suami chucky sedang berada di Tokyo. namun nyoto . Aku tak perduli apakah chucky dan kekasih nya bunuh diri atau dibunuh. namun beberapa hal membuatku cemas. Cara chucky mati sama seperti paman gober almarhum. Begitu juga batarakalong . Bedanya chucky diperkosa. Sehingga mulai disinyalir adanya pihak ketiga. Aku jadi penasaran nyoto . Adakah hubungan kematian mereka berdua dengan kematian paman? Dan.... Oh, nyoto . Terpikirkankah olehmu, dua orang korban berasal dari desa yang sama. Dan masih ada pertalian famili?" "Mungkin... Mungkin kebetulan, jessica ," sahut nyoto susah payah.
60 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
"Aku berfikir secara logika. Bukan berdasarkan faktor kemungkinan, apalagi kebetulan. Oh, nyoto ... aku takut. Takut sekali . Mungkinkah akan jatuh korban lain? Siapa? Keluarga kita lagi? Atau setidak-tidaknya yang berasal dari desa kelahiranku?" nyoto bimbang untuk menjawab. Lalu: "Jangan berangan-angan yang tidak-tidak, jessica . Lupakanlah semua itu dan kembalilah ke rumah." "Tidak. Aku akan ke pantai." "Untuk?" "Aku ingin tau. Betul-betul ingin tau!" "Ah, jessica ......." "lkut?" ".... tidak. Pergilah dengan Joko. Aku lelah sekali dan masih banyak pekerjaan." Suara jessica di seberang sana berubah lembut dan mesra: "Maafkan aku, sayang. Oh, egoisnya aku ini. Semenjak dari desa kau begitu letih. Kau sedang sakit, bukan?" "sudah kau tanyakan itu tadi pagi. Juga kemaren pagi." "Aku lupa." "Tenangkan hatimu, sayang. Aku baik-baik saja. Nah jadi juga kau pergi ke pantai?" jessica bersikeras dengan keinginannya. nyoto tak dapat melarang. Toh tidak akan ada jejak-jejak yang bisa ditemukan jessica disana. Polisi saja kehilangan setengah mati. Apa yang akan ditemukan jessica , adalah apa yang sudah pernah ditemukan oleh penduduk desa waktu mereka temukan tubuh nyoto terkapar di tengah lapang berumput dalam keadaan pingsan. Tidak ada bekas . Tidak ada jejak. Tidak ada tanda-tanda. Semua serba misterius. Dan
61 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
lalu toh orang akan mulai melupakannya. Perlahan-lahan, namun pasti. namun kesimpulan itu tidak membuat nyoto tenang. Terbayang di matanya, bagaimana subuh kemaren ia meninggalkan dua orang manusia yang sudah menjadi mayat. Pulang ke rumah. Terbang seperti angin. Di perjalanan pulang, ia rasakan proses perubahan yang aneh itu lagi pada dirinya. Semakin dekat ke rumah, semakin tubuhnya letih lesu, tak bersemangat dan sangat mengantuk. Untungnya jessica terlelap bagai bayi yang baru habis kenyang menyusu. Sehingga dengan diam-diam nyoto naik kembali ke tempat tidur, menggulung diri dibawah selimut. "Akukah yang sudah membunuh chucky dan batarakalong ?" pikirnya dengan benak yang kusut. "Tidak. Aku tak mungkin melakukan itu." "namun mereka sudah mati. Kau tau. mereka mati!" teriak suara hatinya. "Aku tau. namun bukan aku yang berbuat. Aku tak menyimpan racun dibalik gigi. Gigiku pun biasa. Tak ada taring-taring yang panjang dan runcing-runcing. chucky menyebutku syam kamaruzaman . Dan aku bukan syam kamaruzaman . Tak kenal siapa itu syam kamaruzaman !" "Biarlah. Lupakan saja. Toh keduanya penzinah yang harus dihukum." Ya. Akan ia biarkan saja. namun dapatkah? Buktinya, belakang kepala nyoto berdenyut-denyut kencang. Bagaikan palu yang terus menerpa memukul. Wajahnya berkeringat. Dan ia tersentak waktu salah seorang rchucky n schucky ntor di sebelah mejanya nyeletuk: "Sakit, nyoto ?" la tergagap. "Ah ....... tidak....." "Kau sakit. Wajahmu pucat. Berkeringat. Itulah. Masa bulan madu masih panjang kau sudah masuk kerja. Dihabisin istri di rumah
6
ya?" tertawa. "Sudah, kawan. Pemiisi saja pulang. Pergi ke dokter. Atau, ke rumah, eh?" mata rchucky nnya bermain nakal. "Jangan meledek terus. Tak lucu!" rungut nyoto . "namun kukira kau benar. Aku perlu bantuan seorang dokter. Kau beritahu majikan kalau nanti ditanya, ya?" Lantas nyoto keluar dari kantor. Ia memerlukan dokter. namun dokter apa? Tak ada yang sakit dalam tubuh. Yang sakit adalah jnyoto ya. "Hem, aku," ia berbisik sendiri. Lalu memanggil sebuah taksi. Sesudah berhenti, ia naik. Taksi itu berjalan. nyoto bergumam: "Jalan Otto!" la turun di hadapan sebuah rumah berhalaman luas di jalan Otto Iskandar Dinata. Sebuah papan nama tertera di pinggir pagar:
Dokter Winata.
Psykiater. nyoto berjalan memasuki halaman , terus ke arah pavilyun di mana dokter Winata praktek. namun sebelum tiba di sana, nyoto tiba-tiba tertegun. "Apa yang kuceritakan pada dokter? Tentang ular itu?" Sudah tentu. namun : ".... percayakah dokter dengan omong kosong begituan?" Tidak. Namun siapa tahu. Barangkali ia bisa menghypnotisku. la bisa korek keterangan dari mulutku. Keterangan yang jujur dan............ Dan terngiang ancaman ular misterius itu: "sekali kau ceritakan pada orang lain, kau binasa. Tersiksa selama-lamanya......!"
63 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Ngiang itu melengking-lengking seperti kontak arus listrik. Kepala nyoto terhempas-hempas. Matanya berair. la tutup telinga dengan kedua belah tangannya. Berlari ke jalan. "Tidakl Tidak! Tidak!" Sesudah mengucapkan kata-kata itu, ia merasakan gumpalan yang menyesak di dada, perlahan-lahan mencair. Ngiang di telinganya pun menjauh. Jauh. Semakin jauh. Akhirnya lenyap sama sekali . Kepayahan, nyoto bersandar ke sebuah tonggak telephone. la tarik nafas dalam-dalam. la buang lalu . Panjang-panjang. Lega kini dadanya. Ringan kini kepalanya. Dengan ringan pula ia berjalan ke sebuah halte bus. Di sana ia menunggu. la akan tiba di rumah dalam setengah jam, langsung naik ke atas ranjang dan tidur. la sudah begitu banyak kurang tidur belakangan ini..... la terbangun sore hari, waktu cuping hidungnya mencium bau masakan segar yang mengebul dari dapur. la lihat jessica duduk di sampingnya. Tersenyum. "Puas ya tidurnya?" nyoto balas tersenyum. Merasa senang oleh kecupan bibir jessica yang sekilas di pipinya. "Segeralah mandi, kekasih . Kau tentunya lapar, bukan?" Namun selama mereka makan, dibalik senyum kebahagiaan di bibir jessica , terselip sinar kekhawatiran dimatanya. nyoto menunggu sampai mereka selesai makan, dan lalu minum teh sore di teras. Sesudah lama saling terdiam, tiba-tiba jessica menyeletuk: "Tak kau tanyakan apa yang kutemukan di pantai?" nyoto tersentak. jessica mengembangkan telapak tangannya yang tertutup dari tadi.
64 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
SELAMA beberapa saat jantung nyoto menggelepar. Aku harus tampak tenang, pikirnya. jessica tidak boleh tau goncangan apa yang tengah berkecamuk dalam hati. Sebelum chucky terkapar mati di pinggir pantai, chucky sempat melakukan perlawanan. Bahkan saat ia diperkosa, perlawanan perempuan itu tidak pernah berhenti. Sampai hunjaman gigi taring yang runcing dan panjang-panjang di lehernya yang jenjang. Perlawanan chucky itulah yang menyebabkan beberapa helai sisik mahluk yang memperkosa dan lalu membunuhnya, terkelupas. Mahluk dengan tubuh manusia namun berkulit dan berwajah ular. nyoto tak yakin ia sendirilah mahluk yang buas itu, namun rasa sakit di dadanya sewaktu berlari-lari pulang ke rumah untuk lalu tidur dengan tubuh yang letih lesu di sebelah jessica , membuat ia berpikir lain. Lebih-lebih Sesudah ada goresan-goresan halus di dadanya yang ia lihat waktu mandi pagi-pagi esoknya. Yang saat ditanyakan oleh jessica , ia menjawab: "Habis sih. Kau! Bergelut di tempat tidur, pake kuku segala!" Begitu dahsyatnya pengaruh iblis itu atas dirinya? sekali lagi jantung nyoto menggelepar. Seolah-olah sambil lalu ia bertanya: "Apa itu, jessica ?" lantas melengos ke jalan raya tak jauh di depan rumah. Sepi. Hanya satu dua kendaraan yang lalu. Dan lebih sedikit lagi orang yang berjalan kaki. Udara sore ini betapa gersang. Pengap. Membuat siapapun enggan keluar. Ia dengar helaan nafas dari lubang hidung jessica . Berat. Berat sekali . la maklum mengapa. namun ia harus tetap tampak tenang. Mina tak boleh tau. Tidak. Bukan saja sebab ia terlalu cinta pada isterinya, namun yang penting kalau jessica tau, nyoto akan berhadapan dengan bahaya yang tidak ia ketahui bentuknya. jessica tentu tersiksa sepanjang hidup. Bahkan mungkin menjanda. Janda yang penasaran! O, Iblis yang celaka. sudah sempurnakah kepercayaanku terhadapmu?
65 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
"Coba perhatikan lagi yang benar, sayang," suara jessica jelas menunjukkan ia berusaha menahan kesabaran. nyoto menurut dengan patuh. Namun masih tetap sambil lalu: "Hem..... seperti, ah! Sisik. Ikan apa yang kau temukan di pantai?" Habislah kesabaran jessica . "Seorang suami boleh sesekali bersandiwara pada isterinya, nyoto . namun dalam persoalan ini, aku tak bisa terima!" Hancurlah kepura-puraan nyoto . la seperti seorang murid bodoh yang dimarahi oleh guru dan lalu tunduk saja mendengar celoteh yang bertubi-tubi keluar dari mulut jessica : "Ini sisik. Benar! namun bukan sisik ikan. Kau tau itu nyoto . Bukan sisik ikan! lni sisik ular. Ular, nyoto . Ular! Mungkin sebesar paha. Warnanya hitam. Legam. Entah berapa meter pula panjangnya. Hhhh!" jessica menggigil sesaat. lalu lama terdiam. Waktu suaranya terdengar lagi, terasa melembut: "Bisa kau katakan, sayang? Panjang ular itu." "Ular yang mana?" jessica kembali tak senang. "Kok berpura-pura terus, nyoto ?" nyoto terbungkam. "Harus kita pecahkan misteri ini, nyoto . Sehari sebelum kita menikah, kau tergopoh-gopoh pulang ke rumah. Kau bercerita tentang ular besar dan panjang. Berwarna hitam legam. Dan lenyap dengan tiba-tiba dari pandangan matamu, Sesudah kau lepas dari pesona. Ayah bilang yang kau lihat ular jin. Waktu itu kau tertawakan pendapat ayah. Berarti kau tertawakan pula kepercayaan orang schucky mpung. Kau tau, waktu itu kita tidak sedang di kota. Dan tidak sedang hidup dalam suasana kota yang lebih banyak dipengaruhi logika dibanding dengan soal-soal tahayul. Orang-orang di kota lupa. Lupa bahwa dalam agama ada tersebut soal-soal gaib............."
66 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
"Mula pertama kita bertemu dahulu , kau seharusnya yang jadi dosen. Aku mahasiswa. Bukan sebaliknya......." protes nyoto , lesu. "Baiklah. Anggap pendapat ayahmu dan orang-orang kampungmu, benar. Lantas apa hubungannya dengan sisik ular yang berada dalam genggaman tanganmu? Eh, omong-omong. Apa tak sebaiknya sisik ular itu kau buang saja. Kau tak jijik?" jessica geleng kepala, "Akan kusimpan," katanya. nyoto tertawa. Kecut. "Lucu kau ini. Sisik ular disimpan-simpan. Baru sekarang kudengar ada Jin yang kulitnya bisa disimpan manusia. Biarpun cuma jin ular," ia tertawa lagi. "Mau kau apakan sisik ular jin-mu itu?" "Entahlah. namun aku percaya suatu saat akan ada gunanya. Yang jelas, dengan ditemukannya sisik ular ini, aku mulai berpikir tentang beberapa peristiwa ganjil. Kucoba menghubung-hubungkannya satu sama lain. Memang hasilnya belum memuaskan, namun kupikir aku sudah mulai memperoleh petunjuk....." "Eh, kau ini. Lagakmu seperti detektif. Petunjuk apa yang kau peroleh? Hal-hal apa yang kau hubung-hubungkan?" jessica mengernyitkan dahi. Tampak berpikir keras. nyoto tau apa yang dipikirkan isterinya, namun ia bersikap tak tau menahu. la pikir, lebih baik ia masa bodoh. Biarkan jessica dengan lagak dan hasrat detektip-detektipannya. namun apa pula yang sedang berkecamuk dalam benak bekas mahasiswi yang kini jadi isterinya itu? "Aku ingat peristiwa saat kau ditemukan penduduk di tengah lapangan berumput tengah malam buta dahulu , nyoto . Kau pingsan. Dan muntah. Waktu itu aku berpikir, tentu kau kelelahan. Pusing. Dan jatuh sebelum tiba di rumah. Kini, aku berpendapat lain. Kau tentunya melihat ular itu lagi, la tak sempat menghilang, seperti pertama kau temukan. Aku tak tau apa yang membuatmu linglung, sehingga tak bercerita tentang apapun. Mungkinkah kau
waktu itu berkelahi dengan ular yang kau ikuti ke tengah lapang berumput?" "Melawan ular sebesar itu? Wah, bisa mati aku!" "Hem. Mungkinkan kau tak sempat melawan? Ular itu menyerangmu tiba-tiba. Katakanlah dengan hantaman ekor. Atau kepala, yang meleset. Kau terpukul. Jatuh. Pingsan sekali gus. Dan muntah oleh perasaan mual dan jijik........." "Lantas?" "Ular itu menyangka kau sudah mati. Lalu kau ia tinggalkan begitu saja. Atau. buru-buru menghilang, Sesudah melihat banyak orang pakai obor datang mencarimu!" "Kenapa aku sendiri tak ingat kalau itu memang terjadi?" tanya nyoto , setengah mencemooh dalam hati. Pikirnya: istriku ini mulai main kira-kira. namun itu lebih baik. Dengan demikian aku tak usah bingung kalau didesak terus-terusan untuk menceritakan hal yang sebenarnya. Aku sendiri masih bimbang. Impian buruk dan mengerikan sajakah ini semua? Atau hayalan-hayalan menakutkan? namun aku takut kenyataan. Dan kalau itu kenyataan, betapa aku inginnya semua ini lebih baik hanyalah impian belaka. Betapa pun buruk dan mengerikan. Lamat-lamat ia dengar isterinya mengemukakan pendapat: "Pukulan ular itu langsung ke kepalamu." "Oh, ya?" "ltulah sebabnya kau lupa apa yang terjadi." "Gegar otak? Lantas mengapa hal-hal lain kuingat semua?" "Kau tak sampai gegar otak. Cuma lemah ingatan." "Mengapa kau katakan begitu?"
"sebab semenjak malam itu, sayangku, kau sering tampak seperti orang yang kebingungan. dahulu nya kau adalah seorang laki-laki yang berwajah keras, namun selalu tampak ceria. Segala sesuatu kau kerjakan tanpa berpikir dua kali. Bersikap lemah lembut dan dalam keadaan bagaimana pun berusaha untuk tetap tenang." "Apakah kini aku sudah jadi orang lain?" "Lain samasekali , tidak. namun kuperhatikan kau belakangan ini, sayangku. Kalau malam sebelum tidur, kau sering gelisah. Sehingga kalau bangun keesokan harinya, matamu tampak kemerah-merahan. Pada waktu-waktu tertentu kau suka kebingungan tak menentu. Bahkan kudengar, di kantor pekerjaanmu banyak terbengkalai. Yang paling kucemaskan, kau tampak berubah jadi kurus!" "Oh ya?" nyoto gugup. "Kau begitu memperhatikan diriku." "Aku isterimu. nyoto ." Perasaan mencemooh di dada nyoto berubah jadi haru. Ia pandangi jessica dengan sinar mata lembut dan penuh kasih. Pertanyaannya mesra: "Baiklah, jessica -ku. Mungkin aku bisa membantu. Hal-hal apa lagi yang tengah kau pikirkan selain apa yang kualami?" jessica menggenggam jari-jemari suaminya. "Pikirkanlah pekerjaan dan kesehatanmu, kekasih . Kapan-kapan aku butuh bantuanmu, akan kupinta. namun aku tak akan berahasia padamu tentang apa saja yang berada dalam pikiranku, bahkan apa saja yang berhasil kuselidiki.........." "Hem. Apa misalnya?" tanya nyoto serius. la tak lagi pandang enteng pada jalan pikiran isterinya. "Kematian paman gober . Dan lalu chucky beserta kekasih gelapnya."
nyoto menelan ludah. Menahan kejutan di jantung agar tidak tersembur sampai ke muka. "Ya?" "mereka mati dengan cara yang sama. Mengerikan sekali . Aku sudah menemui dokter yang membuat autopsi kematian mereka . Katanya ia heran chucky , dan batarakalong seperti diserang racun yang mematikan. Ada bintik-bintik halus dipundak batarakalong . Dan di leher chucky . Tampaknya seperti tusukan jarum rangkap, begitu kata dokter. Lalu kuceritakan tentang paman. Dokter tertarik. Dan agak tersinggung, kenapa tak kuberitahu sejak dahulu -dahulu ." "Tentang?" jantung nyoto kian menggeletar. "Bintik-bintik yang sama di pundak paman gober !" "Kau........ kau juga melihatnya?" jessica menatap ke mata suaminya. nyoto sadar, ia terlanjur dengan kata-katanya. sebab itu cepat ia melanjutkan: "Aku ikut memandikan jenazah pamamnu. Kulihat bintikan-bintikan itu. Dan waktu itu, aku tak berpikir sejauh apa yang sekarang kau kemukakan. Kukira bintik-bintik merah kehitam-hitaman itu bekas gigitan nyamuk. Atau serangan lainnya...." Ia tiba-tiba menemukan akal untuk mengaburkan jalan pikiran isterinya yang menjurus pada bahaya yang mengambang dalam hidup nyoto . Dengan mata bersinar, ia berkata setengah bertanya: "Apakah tidak mustahil mereka bertiga digigit kalajengking, misalnya?" jessica menghela nafas. Katanya lesu: "Aku juga berkata begitu pada dokter. la bilang, kalajengking yang bagaimana pun berbisanya, biasanya menimbulkan bengkak-bengkak pada tubuh korban. Dan tidak akan menimbulkan tanda-tanda hangus seperti yang dialami paman gober . chucky maupun batarakalong . Apalagi mulut mereka berbuih. Bintik-bintik itu lebih mungkin disimpulkan sebagai pagutan ular....."
mereka akhirnya mulai menjurus pada kebenaran, pikir nyoto dengan hati gundah. ".....itulah sebabnya aku lantas ke pantai, sayangku. Susah payah aku mencari. Lalu ketemukan ini." Ia perhatikan lagi sisik-sisik ular ditangannya. Menggigil sesaat. Dan pucat. "Kusimpulkan begini. Yang menyerang mereka bertiga, adalah juga mahluk yang sudah menyerangmu seminggu Sesudah pernikahan kita." Bibir nyoto jadi kering. Serak, katanya: "Kau lupa. Yang menyerang paman gober adalah manusia. Bibi dan Joko melihat si penyerang lewat pagar......" "Itulah yang sedang kupikirkan. Dan akan kuselidiki. Misteri ini benar-benar harus dipecahkan. Kenapa korbannya justru orang-orang kampungku dan orang-orang yang ada hubungannya dengan mereka ." Mendengar itu, perasaan nyoto semakin gelisah. MALAM harinya bukan nyoto saja yang dilanda perasaan gelisah. Dalam tidur, dirasakan oleh jessica bagaimana sepasang lengan yang kukuh mendekat p tubuhnya dan hangat. Di telinganya ia rasakan hembusan nafas yang mengiringi bisikan yang teramat mesra: "Mir...... jessica -ku!" Suara itu ia kenal. Kemesraan itu ia hayati. la mulai terangsang. Dan ia balas dekat pannya itu lebih hangat. la balas bisikan itu lebih mesra lagi: "nyoto , Pacarku . nyoto , cintaku. nyoto pujaan hatiku.........."
Rasanya baju tidur yang lchucky t di tubuh jessica lepas satu persatu. lalu terbang. Melayang-layang di udara. Menari-nari di langit-langit kamar. Terbang lagi. Melayang perlahan-lahan. Turun ke lantai. Menggelepar. Liar. Dan tubuh jessica ikut menggelepar. Liar. la menggeliat. Resah. Menggelinjang. Gairah. Bahkan nafasnya lalu bagai tak henti-hentinya menderu. Seperti kereta api yang tengah berlari kencang. Rel-rel yang panjang-panjang berkejaran-kejaran kearahnya. Panjang. Semakin lama semakin .............. Ya Allah. Rel-rel itu semakin lama semakin membesar. Besar dan besar sekali . Batang-batang rel yang terbuat dari besi baja itu tak lagi lurus memanjang. namun mulai berkelok-kelok. Tidak! Batangan-batangan rel itu meliuk-liuk. Ya! Meliuk-liuk! Tak licin lagi. sebab terus diminyaki. namun rasanya sudah berkarat. Karatnya tebal sekali . Tebal sekali . Ah...... Ini pun bukan karat! Karat tak seliat ini. Baunya ......... yang tercium oleh lubang hidung jessica yang kembang kempis diantara bulir-bulir keringatnya yang berjatuhan, adalah bau yang sesaat membuat perut mual. Bau hanyir. Teramat hanyir. Batangan rel yang kian membesar dan berubah bulat dan panjang itu, membelit tubuhnya setahap demi setahap, seinci demi seinci. Bau hanyir kian keras merangsang hidung. Ketakutan. jessica tersadar. la pentangkan mata. Lebar. Lebar. Lebar. Bertambah lebar. Dan tiba-tiba, ia memekik tertahan: "...........tidaaaaak!" Di depan mata ia lihat apa yang tadi menciumi wajah dan seluruh tubuhnya bukanlah wajah laki-laki yang ia kenal dan cintai sebagai suami, melainkan sebentuk wajah yang menyerupai kepala ular. Mulutnya lebar. Dari rongga mulut yang lebar dam hitam legam bagai guha itu terjulur keluar sebentuk daging
berwarna kemerah-merahan. Ujungnya bercabang. Daging lembut bercabang itu keluar-masuk mulut yang menyeringai lebar di depan mata jessica . Dan tiap kali keluar, tiap kali pula daging berbentuk lidah tadi menyemburkan lendir yang tidak saja bau, namun juga teramat menjijikkan. jessica mulai meronta. Meronta sekuat tenaga. namun belitan itu justru kian mengencang, seolah-olah mau mematah dan meremukkan tulang belulang di seluruh tubuh jessica . Kesakitan ia mulai mengerang: "........... tolong. Tolooooong......! Namun jeritan jessica hanya tertahan di kerongkongannya, yang tersumbat oleh perasaan ngeri jijik dan sakit. Kemana nyoto ? Mengapa ia biarkan saja jessica berjuang seorang diri? Atau apakah ular itu sudah lebih dahulu menyerang suaminya, membunuhnya sebab melawan dan berusaha membela nyawanya dan isterinya? jessica ingin melirik ke samping kearah dimana ia perkirakan tubuh nyoto terbaring. namun lehernya tak bergerak sama sekali . Dengan mata terpelotot, dirasakan oleh jessica , bagaimana ular besar yang hitam legam itu memaksa wajahnya untuk berhadapan. Tanpa kuasa untuk mengelak, sepasang mata jessica bertemu langsung dengan sepasang sorot mata kecil bersinar kehijau-hijauan yang teramat silau. Mata jessica terasa panas dan mulai berair. "........ tenang. Tenanglah, anak manis." jessica terpana. Tidak. lni cuma impian. Pasti. lni cuma impian. la dengar suara, jelas sekali . Datang dari rongga berbentuk guha di kepala ular. Dari mulutnya yang menyeringai dan tak henti-hentinya menjulur-jalurkan lidah. Ini cuma impian. Cuma impian. Ingin ia cubit pahanya keras-keras agar terbangun. namun tangannya terbelit rapat ke tubuhnya. Bahkan jari-jemarinya seolah-olah sudah lumpuh. Ia tak berdaya apa-apa lagi. ".... tenanglah. Tenang."
Aneh. Pengaruh sorot mata itu mengurangi perlawanan jessica . la kendurkan otot-otot tubuhnya. Pelan. Pelan-pelan. Dan belitan yang meyakitkan itu ikut mengendur. jessica kembali bisa bernafas. namun cuma sampai di situ. Tak lebih. sebab cahaya hijau dari wajah mengerikan itu sudah memukau dirinya. "Nah. begitu. sekarang , dengarkan!" Telinga jessica . Cupingnya bergerak-gerak. Mendengarkan. "Kau simpan di mana sisik-ku itu?" "Si.... sisikmu?" "Ya. Yang kau temukan di pantai." "Aku.... aku......." "Di mana?" "Di laci lemari. Terbungkus dalam plastik." "Ambil!" jessica menggerakkan tubuhnya. Belitan itu terlepas. jessica gerak-gerakkan otot-ototnya. Berjalan seperti biasa. Ia turun dari tempat tidur. Langsung melangkah kearah lemari. Ia buka pintunya. Lalu laci. Dari dalam laci lemari ia keluarkan sebuah bungkusan plastik kecil. lsinya ia keluarkan. Beberapa helai sisik ular berwarna hitam legam dan teramat kesat. "Letakkan di lantai!" Diletakkan jessica sisik-sisik ular itu di lantai. "Bakar!" "...... ha?" "Bakar! Bakar! Bakar!"
"namun ........" "Bakar! Bakar! Bakar! Atau kau kubunuh! Kubunuh! Kubunuh! Kubunuh seperti aku sudah membunuh si gober . Membunuh si chucky . Sayang sekali , aku juga terpaksa membunuh si batarakalong . Kau tak mau aku juga terpaksa membunuhmu, toh?" jessica gelengkan kepala. "Kalau begitu, tunggu apa lagi?" Gemetar, jessica berdiri. Ia terus ke pintu kamar tidur. Dibuka. Kakinya lurus menuju ke dapur. Ia tidak melihat apa-apa di depannya kecuali jalan ke dapur. Ia tidak memikirkan apa-apa di kepala, kecuali keinginan untuk mengambil korek api, dan Sesudah korek api itu ia peroleh, ia berjalan kembali langsung masuk ke kamar tidur. Di sana kembali matanya menangkap hanya.... ya, hanya ular besar dan mengerikan dengan sorot mata hijau yang menyilaukan itu. "Bakar!" Korek api ia nyalakan. Mula-mula ia kebingungan, bagaimana caranya membakar sisik-sisik yang liat itu. lalu ia memutuskan dengan cepat. Semua isi korek api ia keluarkan. Ditumpuk-tumpuk. Sisik-sisik ular itu ia letakkan di atas tumpukan batang-batang korek api. Sebatang korek api yang terserip di antara jari telunjuk dan induk, ia goreskan ke sisi kotak korek. Api kuning kebiru-biruan dan lalu kemerah-merahan mulai menyala. la lemparkan ke tumpukkan korek api yang lain. Siiuuuuk! Api membersit. Batangan-batangan korek itu terbakar. Juga sisik-sisik ular diatasnya. Hancur. Bersatu jadi abu yang mula-mula kehitam-hitaman lalu jadi kelabu. Kini tinggal bubuk saja lagi. "Berdiri!"
Gontai, jessica berdiri. "Jangan tunduk. Lihat ke mataku." Ia tengadahkan wajah. Berat, namun ia paksakan juga. Sorot mata hijau itu kembali menerpa matanya. Ia gemetar dengan hebat. Merasa darah di pembuluh bagai menggelagak, lalu membakar hangus tubuhnya. Apakah ia akan hangus juga seperti paman gober , chucky dan batarakalong ? Apakah dari mulutnya akan keluar buih, dan ia akan menggelepar-gelepar lalu mati? "Apa yang ada di kepalamu?" "......... Kematian," sahut jessica , antara terdengar dan tidak. "Bukan. Bukan itu!" sepasang sinar mata hijau itu berkilat-kilat. "Kau merencanakan sesuatu dalam kepalamu. Sesuatu yang kau rencanakan Sesudah kau temukan sisikku di pantai, dan kau hubung-hubungkan dengan kematian korban-korbanku." "Aku...... aku bermaksud mau selidiki misteri ini." "Misteri apa?" Timbul keberanian dalam hati jessica . Hanya sebintik kecil, namun keberanian itu bagaimana pun sudah timbul. "Kau!" katanya. "Misteri tentang kau!" Terdengar suara tawa yang parau. Lalu: "Kau gila. Bodoh. Dungu!" "Tidak!" "Diam!" "Aku harus tau. Siapa yang membunuh mereka . Kini kutau. Tinggal membuktikannya!" "Tak akan kau bisa!" "Akan kucoba."
Tawa parau lagi. Keluar dari mulut lebar yang terkatup-katup dan terjulur-julur lidahnya itu. "Hem...." suara mahluk itu menurun temponya. "Sayang, aku cinta padamu. Ah, bukan aku. namun jasad orang lain yang menampung jiwaku. Ya, jasadku terlalu cinta pada jasad dan jiwamu. Kalau tidak, tak akan kulonggarkan pengaruhku padamu. Tak akan kubiarkan kau berkata semaumu. Gampang saja aku membunuhmu. Seperti membunuh ketiga korbanku. Dan seperti aku akan membunuh banyak korban-korbanku yang lain." "Korban-korban lain?" "Ya. Banyak sekali . Tak bisa kuhitung satu persatu. namun mereka kuingat dan kuhapal satu persatu. mereka harus mati di tanganku. Satu persatu! mereka harus merasakan bagaimana sakit hati dan sakitnya pembalasanku!" "Siapa? Siapa? Siapa ......." Tawa itu melengking. Ada siur-siur angin menerpa wajah jessica . Dingin. Sejuk dan memabukkan. la gontai, terduduk di tempat tidur. Kepalanya pusing. la baringkan tubuh. Matanya yang perih mulai terpejam. Terpejam. Samar-santar ia dengar suara mahluk itu berkata dengan nada mengancam: "Tidurlah. Tidur... dan camkan. Bila kau terbangun kembali, niat busuk di kepalamu harus kau singkirkan kalau tidak....." Kalau tidak, apa? jessica tak dengar lagi. Ia sudah nyenyak tertidur. saat ia terbangun keesokan paginya, ia rasakan tubuhnya menggigil. Baju tidurnya yang berantakan, membuatnya bingung sesaat. Keringat dingin di sekujur tubuh dirasakan jessica bagai guyuran air yang mengembalikan seluruh jiwa dan pikirannya. la menoleh ke samping. nyoto masih tertidur. Lelap sekali . Jadi, semua itu cuma mimpi, pikir jessica . la menarik nafas lega. namun ...... wajahnya tiba-tiba pucat pasi. Mengapa kamar tidur terbuka? Juga pintu lemari? Dan laci? la meloncat dari tempat tidur. la bongkar isi laci. namun apa yang ia cari tak ada. Dengan cemas jessica memandang ke lantai. Dan ia melihatnya! Debu-debu halus yang mulai bertebaran dihembus angin yang bertiup dari arah pintu kamar yang terbuka. SEsaat itu juga jessica menjerit dengan histeris. "Tidaaaak! O, tidak. Tak mungkin. Tidaaaak!" dan sambil menangis histeris melompat ke tempat tidur. nyoto yang terbangun mendengar jeritan jessica , kaget setengah mati waktu tangan jessica mencengkeram lengannya. lalu mengoncang-goncangkan tubuhnya dengan keras. "Tidak! Tidaaaak!" "Ada apa, jessica ? Ada apa?" jessica memeluk nyoto . Memeluknya kuat-kuat. Menangis di dadanya. "Ular itu! Ular itu! nyoto , ular itu!" Wajah nyoto pucat dengan tiba-tiba. Gugup, bertanya: "Ular? Mana?" "Hilang! la menghilang....." dan reflex saja jari telunjuk jessica mengarah ke pintu. Gesit, nyoto melepaskan isterinya. la meloncat dari tempat tidur, berlari keluar kamar dan langkah-langkah kakinya terdengar berdebum-debum di telinga jessica . Mencari ke sana. Mencari ke sini. Ia dengar juga jendela-jendela dihempaskan terbuka. Juga pintu-pintu. Langkah-langkah kaki lain. Gerutuan yang tak tau ditujukan ke alamat siapa. Lalu tubuh nyoto berdiri diambang pintu kamar tidur. Lesu. Ia tatap jessica yang masih tersedu setengah meringkuk diatas ranjang. "Tak ada ular....." ia berbisik. "namun ia.... ia ........." "Ia?" mata nyoto mengecil. "Ya! Ular mengerikan dan menjijikan itu. Besar sekali . Hitam. O, ia..... ia....." Gemuruh dada nyoto . Ia naik ke tempat tidur, memeluk isterinya dengan lembut dan bertanya lebih lembut lagi: "Tenanglah, anak manis. Tenang........." Tangis jessica terenggut. Ia menatap suaminya. Tajam. "Apa........ apa kau katakan?" "jessica . Mengapa kau?" nyoto tercengang. "Kau katakan tenang-tenang padaku. Kau katakan aku anak manis!" "Lha Lantas bagaimana? Kau begitu aneh. Sikapmu membingungkan aku. Dan kau adalah isteriku. Dari dahulu kau selalu kubilang anak manis semenjak kita masih pacaran. Ingat?" Sesaat jessica belum percaya. lalu , di matanya terbayang mula pertama nyoto mengatakan hal itu. jessica tengah menghadapi ujian ulangan. Lisan. Dosen yang mengujinya, nyoto . sebab gugup oleh pandangan mata yang mempesona dari dosen muda yang tampan itu, jessica hampir tak bisa menjawab semua pertanyaan. Ia malah gelisah tak menentu. Ujung hidungnya berkeringat. Dan ia
jadi tersipu-sipu waktu dosen yang membuat hatinya berdebar itu bergumam halus: "Tenang, anak manis. Tenanglah. Kalau tidak, kau tak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan. Berarti kau gagal, dan harus ujian bersama adik-adikmu di tingkat persiapan." jessica menghela nafas, lalu membuangnya. Panjang. Ketegangan tubuhnya mulai mengendur. Namun ia masih ragu-ragu. Katanya: "Ular itu bicara seperti kau bicara. Berkata seperti apa yang kau katakan......." Terkesiap hati nyoto . "Ah, yang benar?" "Sungguh." nyoto duduk di tempat tidur. Menatap isterinya. jessica tak menghindar. Balas menatap. Ah. Mata suamiya biasa. Putih, dengan bola-bola bundar berwarna hitam dan berkilat-kilat. Kepalanya biasa. Ada rambut yang tebal bergelombang. Tidak kesat dan gundul. Telinga dan hidungnya biasa. Bukan berupa lubang-lubang kecil. Mulutnya tak selebar dan lidahnya tak......... ia merasa perutnya mual. Dan tiba-tiba isi perutnya terburai keluar. Ia muntah. Banyak sekali . Sprei, bantal dan kasur diselemaki oleh muntahannya. nyoto terkejut, memegang dahi lalu memijit-mijit pundak isterinya. Sesudah itu ia berlari ke luar. Dan waktu kembali ia membawa sebuah gelas berisi teh yang sudah dingin. Ke dalam gelas itu ia tambah air panas dari sebuah termos di tangannya yang lain. "Minumlah, kekasih ." Ucapan itu meresap dalam dada jessica . la tersenyum. Menerima minuman itu, meneguknya beberapa teguk. Sesudah ia serahkan kembali pada nyoto . Masih tersenyum ia berkata: "Maafkan aku, nyoto . Aku begitu jijik?"
"Jijik? Pada apa?" "Ular itu." "Ular. Sudah kubilang...." Mata jessica berkaca-kaca. "Aku melihatnya. Persis seperti yang pernah kau ceritakan dahulu . Ular besar, panjang, hitam legam........." "Jadi kau terpengaruh oleh lamunanmu sendiri." jessica menggelengkan kepala. "Dan itu?" tanyanya. Gemetar. nyoto mengikuti arah telunjuk jessica . Langsung ke lantai, dekat kaki nyoto . la melihat sisa-sisa debu dan bekas bakar pada ubin. "Apa ini?" nyoto merunduk. "Sisik ular." "Sisik? Mana?" "Tinggal debu." nyoto terdongak. Memandang heran pada isterinya. "......... kau bakar?" "Aku?" pikir jessica . Aku membakarnya? Kalau benda busuk itu aku yang bakar, tentu ada sebab. Aku diperintah. Siapa lagi, kalau bukan ular yang misterius itu. namun ular itu besar sekali . Terlalu besar untuk masuk ke kamar, naik ke tempat tidur....... menciumi dan menggeluti tubuhku.......... jessica mau muntah lagi. namun nyoto sudah menggosok punggungnya dengan minyak angin. "Aku tak tau," sungut jessica susah payah. "Tak mungkin aku yang melakukannya. sebab bila aku yang melakukan, pastilah ular itu benar-benar ada. namun ular itu berbicara. Mana ada ular yang bisa bicara."
Dalam benaknya nyoto berpikir: Kau, orangtuamu dan penduduk kampungmu yang begitu percaya pada ular itu. Kini, kau sendiri yang ragu. Dan dalam hati nuraninya, nyoto pun berpikir: Aku yang dahulu tak yakin pada jessica , orangtuanya dan penduduk kampungnya, jadi ragu pula. Bedanya: Dari yakin tentang adanya ular jin, jessica Sesudah mengalami apa yang ia katakan mimpi, jadi ragu ular jin itu tak ada. Dari yakin ular jin itu tak ada, Sesudah kini dengar apa yang dialami isterinya. nyoto jadi ragu pada keyakinannya sendiri. Keragu-raguan di mata nyoto bertemu dengan ke ragu-raguan di mata jessica . Pertemuan itu melahirkan sebuah pikiran di otak jessica , yang meluncur lewat mulutnya: "Matamu agak kemerah-merahan, nyoto ." "Oh ya?" nyoto kocek-kocek mata. "Kurang tidur?" "Ah? Aku nyenyak sekali , kukira. Begitu mencium bantal .........." "Kau kurang tidur." "Apa maksudmu?" nyoto menjadi cemas. Mulut jessica jadi tajam waktu menjawab: "Kau kurang tidur. sebab tadi malam kau bangun, mengambil simpananku dan lalu membakarnya di lantai. Lantas pagi ini, kau berpura-pura percaya pada apa yang kuimpikan. Untuk menutupi perbuatanmu!" "Eh. Kau menuduh!" "Ya." nyoto tertawa. Parau. "Kau ini ada-ada saja, jessica ." "Tak mengaku?" "Untuk apa yang tidak pernah kulakukan?" rungut nyoto .
"Demi Tuhan. nyoto ." "Demi Tuhan! Yeah? Demi Tuhan, bila kau tak percaya padaku!" jessica kembali bimbang. la merunduk. Lama. Berpikir. lalu : "Mungkin aku benar-benar bermimpi. Dalam mimpi, aku berjalan. Ke dapur, mengambil korek api, mengeluarkan lalu membakar sisik ular itu ............" ia menatap mata suaminya dengan takut. "Aku tak pernah mimpi berjalan, nyoto . Apakah kau lihat aku sedang sakit?" nyoto tersenyum. Lembut. "Kau sehat, sayangku. Sehat wal'afiat." "Kau yakin?" "Kalau kau sendiri yang tidak yakin, jessica -ku " nyoto mengelus kedua pipi-pipi isterinya. "......kita periksakan dirimu ke dokter." Berkaca-kaca lagi mata jessica . Ia gemgam pergelangan tangan suaminya. Erat. Hangat. "Aku sehat. Kukira aku memang sehat. namun kita tetap harus ke dokter. Kau mengingatkan aku." "Untuk?" "Memeriksa kesehatanmu." "Lho, kok jadi aku?" "Kau sakit. Lihat, matamu semakin menjorok ke dalam. Tulang-tulang pipimu mulai bertonjolan.... mereka bilang pekerjaanmu di kantor terbengkalai. namun kau bekerja terlalu berat, sayangku. Dan mungkin apa terjadi di kampung mempengaruhi jiwamu............." "Aku tak apa-apa, jessica . Kau menolak. Aku pun berhak menolak, bukan? Jadi seri. Kita tak usah ke dokter." jessica memeluk suaminya erat-erat. Dan tertegun waktu nyoto berbisik lembut:
"Jadi kau sudah tenang sekarang . Terserah siapa diantara kita yang membakar sisik ular itu. namun dengan demikian, kuharap kau hentikan niatmu untuk memecahkan apa yang kau katakan misteri itu." jessica memikirkan itu. Lalu, "Aku tak akan berhenti sampai di sisi, sayangku!" Dan dalam benak jessica terbayang: Korban adalah penduduk desanya. Paman gober , chucky , batarakalong hanya terpaksa, seperti apa yang dikatakan ular itu dalam impian jessica . Bila demikian, mungkinkah apa yang sudah dikatakan ular itu dalam ucapan lainnya akan terjadi? Masih ada sejumlah calon korban yang akan ia bunuh. Orang-orang itu adalah penduduk desa jessica . mereka harus menerima pembalasan dari sang ular. Pembalasan. Kalau begitu. orang-orang yang sudah dan akan dijadikan korban, pernah melakukan sesuatu. Pada ular itu? Atau siapa? Disaat yang bersamaan, nyoto berpikir dalam benaknya: Apa yang terjadi tadi malam? Benarkah jessica cuma bermimpi? Atau apa yang dialami jessica , adalah seperti apa yang pernah dialami nyoto di galian lubang, di rumah paman untung , di pantai bersama chucky dan batarakalong ? Lantas tadi malam? Aku menggeletar dalam selimut oleh sentuhan tubuh jessica yang hangat, pikir nyoto . la kucumbu. Kugeluti sebagaimana biasa. Setengah tertidur. jessica membalas pelukan dan cumbuanku. namun , mengapa saat hampir mendapati titik kepuasan, ia rasakan dirinya berubah? Seperti saat ia berlari tengah malam buta ke rumah paman untung . Dan di tengah malam buta pula mengikuti mobil yang dinaiki chucky dan batarakalong . Ya, ia merasakan adanya perubahan. Malah demikian gilanya, sehingga bukan saja lagi wajah dan kulitnya saja yang berganti rupa. namun keseluruhan tubuh dan jnyoto ya! Samar-samar ia ingat malah sempat berkata pada jessica : "..... aku mencintaimu. Ah, bukan aku namun jasad orang lain..........." Lalu jiwa itu, yang meminjam jasad nyoto , siapa?
semenjak malam itu jessica senantiasa ketakutan tiap kali matanya mulai diserang kantuk yang amat sangat. Setengah jam sebelum waktu tidur di atas meja tidak lagi tersedia segelas teh untuk dirinya sendiri disamping kopi untuk nyoto . Perubahan itu bukannya tidak diperhatikan suaminya. "Heran!" suatu malam nyoto nyeletuk. "dahulu kau selalu menguliahi aku. Minum kopi bisa mengganggu jantung kek, bikin lemah otak kek, batuk kek. Tak taunya sekarang ... Eh, apa yang membuatmu senang minum kopi, jessica ?" "Pingin tau saja." ia jawab sekenanya. "Kok, kadang-kadang sampai dua gelas? gulita gitu lagi. Engga kepahitan?" jessica cuma angkat bahu. la malu untuk menceritakan rasa takutnya tidur terlalu nyenyak. Namun toh nyoto tak bisa dibohongi. Lebih-lebih Sesudah tiap kali naik ranjang, jessica lantas menyembunyikan diri dibawah selimut sambil memeluk suaminya erat-erat. Tak mau melepaskannya sampai pagi. Sehingga kadang-kadang sambil tersenyum waktu bangun nyoto menggeliat-geliatkan tubuh sambil bersungut-sungut: "Habis tulang-tulangku kau buat!" Lalu nyoto pura-pura menghirup udara segar yang menerobos lewat jendela. Menatap dengan kagum kearah matahari memancarkan sinarnya yang kuning perak, burung gereja yang mengepak-ngepakkan sayapnya di kawat-kawat telephone, butit-butir embun bening yang bergantung manja di pucuk-pucuk dedaunan. Seolah-olah sambil lalu ia bertanya: "Kau masih dihantui mimpi buruk itu, ya?" jessica yang tengah membereskan sprei tempat tidur, tertegun. Terasa punduknya bergetar. Sebentar cuma. Ia teruskan pekerjaannya sambil menjawab, sambil lalu pula: "Aku sudah mulai melupakannya, nyoto ."
"Melupakan apa?" "Mimpi itu." nyoto batuk-batuk kecil. "Itu saja?" tanyanya setengah mendesak, dengan membalikkan tubuh menatap heran ke wajah isterinya. jessica merasakan itu, berlagak acuh tak acuh. "Kalau kau maksud soal sisik ular yang terbakar itu, akupun akan berusaha melupakannya, sayangku," rungutnya, tersenyum manis. Sayang, matanya memandang tak semanis senyum di bibirnya. Ia tak pernah mengigau terlalu parah, apalagi untuk berjalan di kala tidur. Bila kehadiran mahluk mengerikan itu cuma mimpi, mestinya sisik ular itu yang ia simpan di lemari pakaian tak akan sampai tinggal debu-debu berserakan di atas lantai kamar. la tak akan bisa melupakan hal ini. Pada waktunya ia harus membuka tabir misteri itu. Apakah ia mengalami cuma sekedar impian, atau mengalami kenyataan? Atau, dia sendirikah yang membakar simpanan yang aneh itu, ataukah nyoto ? Betapa penasarannya jessica untuk meneruskan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan itu pada seseorang. namun untuk menemui orang itu ia perlu waktu, sedangkan ia tidak bisa meninggalkan nyoto tanpa memberitahu kemana ia akan pergi. Sebaliknya, memberi tahu laki-laki itu rasanya tidak mungkin. Sikap-sikap nyoto semenjak malam yang menakutkan itu terasa ganjil di mata jessica . Suaminya seolah-olah menutupi sesuatu yang membuat jessica merasa sangat cemas. Ah. Kalau saja sesuatu itu tentang seorang perempuan lain. jessica tak akan seresah ini. Paling-paling ia cemburu, marah, mencakar muka nyoto . Lalu kalau nyoto sudah menelentangkan jessica di atas tempat tidur, kecemburuan dan kemarahan itu pasti lenyap dengan sendirinya. Entah mengapa, naluri jessica mengatakan rahasia yang ditutupi suaminya pasti ada hubungannya dengan semua kejadian-kejadian yang mereka alami selama ini. Dimulai dari tergopoh-gopohnya nyoto pulang ke rumah mereka di kampung Sesudah ditengah jalan bertemu seekor ular yang dikatakan ayah jessica ular
jin. Lalu tubuh nyoto beberapa hari lalu diketemukan penduduk terkapar di tengah padang ilalang, di tengah malam buta. Lalu sisik ular pertama kalinya mereka temukan di sela-sela kuku kaki nyoto . Di tengah kegelisahan yang terus melanda jessica itu, suatu pagi jessica tengah membersihkan halaman rumah waktu seorang pegawai pos muncul. "Telegram, Nyonya," ujar petugas pos itu sambil menyerahkan selembar kertas berlipat dan sebuah buku catatan untuk ditanda-tangani perempuan itu. Datangnya dari adik jessica kampung, tiny . Dengan gemetar ia buka telegram itu. Pasti ada apa-apa di sana, pikirnya cemas. “Kak jessica . Seterimanya surat ini, segeralah pulang. Ayah makin parah saja. Bukan lagi hanya diserang batuk rajan, namun ia menderita sejenis penyakit yang ganjil, siapa tau terjadi sesuatu yang tak dikehendaki. Adikmu yang rindu. tiny .” Bergegas jessica memasukkan beberapa potong pakaiannya ke dalam koper. Telegram ini memberi kesempatan padaku untuk menemui orang yang bisa menjelaskan hal-hal aneh selama ini, pikirnya. Masih dengan tangan gemetar sebab khawatir pada keadaan ayahnya dan tak sabar untuk segera bertemu orang yang ia harap-harapkan, sebuah memo ditulis jessica untuk nyoto : “Sayangku. Maafkan aku pergi tanpa ijinmu. Aku tak ingin mengganggu kesibukan pekerjaanmu di kantor, namun telegram terlampir benar-benar mengkhawatirkan. Lusa, hari Sabtu, bukan? Susullah aku sepulang dari kantor. Do'akan ayah ya? la 'kan mertuamu........” jessica tersenyum waktu menuliskan kalimat itu, yang lalu ia akhiri: “Peluk cium sekeranjang, jessica -mu.” Memo itu lantas ia masukkan ke dalam sebuah amplop, ia tindih bersama-sama telegram pakai sebuah botol obat nyamuk di atas
toilet kamar. Kunci rumah ia titipkan pada tetangga untuk tolong disampaikan pada suaminya kalau pulang dari kantor. Sesudah itu ia panggil sebuah becak minta diantar ke terminal. Satu jam lebih ia mengumpat dan mencaci ke alamat supir dan kondektur, sebab bus tak juga berangkat-berangkat biarpun sudah mulai penuh. Umpat caci kian bertumpuk-tumpuk menyesakkan dada jessica , Sesudah bus meninggalkan terminal masih malas merangkak sebab masih juga nyodok terus di jalan. Barulah Sesudah keluar batas kota dan jalanan mulai sepi, hati jessica merasa lega. Bus kencang. Dan dada jessica yang dari tadi terus-terusan mengumpat dan mencaci itu, kini terus-terusan mendesak: "Cepatan dikit. Cepat. Lebih cepat lagi...." Lewat tengah hari bus berhenti di sebuah desa kecamatan. jessica turun, meskipun seharusnya ia turun di desa berikutnya darimana ia tinggal menempuh jalan kaki beberapa ratus meter untuk tiba di kampung. Dengan koper pakaian dijinjing ditangan, ia menyeberang jalan, menempuh jalan setapak diantara sawah-sawah kering yang tanahnya retak-retak dibelah musim kemarau yang terlalu panjang. Seluruh tubuhnya serasa mandi peluh waktu akhirnya ia mengetuk pintu sebuah rumah yang letaknya terpencil dari rumah-rumah penduduk lainnya. Halaman rumah itu luas ditanami pohon ketela dan cengkeh, namun bagian belakangnya langsung membentur bukit terjal. Di atas bukit menggunduk sebuah batu besar yang tampaknya dengan sedikit sentuhan saja pasti terguling kebawah. Rumah dan penghuninya musnah binasa. namun itulah kehebatan penghuni rumah itu. la tak pernah takut batu diatas bukit itu runtuh menimpa rumahnya. Konon di batu itulah dahulu ia menyepi dan memperoleh ilmu yang ia miliki sekarang . Dalam keadaan tertentu, di undakan batu itu tampak penghuni rumah berhadapan dengan seseorang yang oleh penduduk sudah dianggap biasa. sebab yang dihadapi penghuni rumah itu adalah
pasien yang minta tolong untuk diobati atau diberitahu penyakit apa yang ia derita. jessica agak gemetar membayangkan ia harus duduk di undakan batu itu, memandang jauh kebawah. namun untunglah penghuni rumah tak merasa perlu membawa jessica mendaki ke atas. la diterima di kamar sempit yang dindingnya dipenuhi kepala-kepala binatang, beberapa buah kitab suci dan tafsir di atas sebuah rak. Pada meja kecil pendek yang dihadapi jessica sambil bersimpuh, terletak cangkir putih bersih berisi air jernih. Disebelahnya, talam berisi rempah-rempah yang baunya terasa menyegarkan dada. Meskipun sempit dan suasananya kelam, namun begitu berhadapan dengan orang yang ia ingini, perasaan resah dan gelisah jessica selama ini terasa mereda dengan sendirinya. Di mata orang yang duduk berhadapan dengannya, ia pasrahkan diri sebagai tempat berteduh dan memohon perlindungan. "Jadi namamu jessica ," kata orang di hadapannya, ramah. Ia mengangguk-anggukan kepalanya yang rambutnya sudah putih semua, sehingga jenggot panjangnya yang juga memutih, terayun-ayun. Konon umur laki-laki itu sudah lebih seratus tahun, namun waktu membuka pintu, tubuhnya berdiri tegak dan berjalan kukuh disamping jessica . Tempat jessica bersimpuh jaraknya satu meter dari tempat laki-laki tua bangka itu duduk, namun toh jessica cukup hanya berbisik saja sudah bisa terdengar oleh telinga tuanya. "Kau percaya padaku?" jessica mengangguk. Pasrah. "Ucapkan." "Saya percaya, bapak aidit ." "Tidak ragu-ragu dengan niatmu?"
Lagi-lagi jessica mengangguk, dan lagi-lagi aidit itu menegaskan: "Ucapkanlah." "Tidak ragu-ragu, bapak aidit !" "Dengan nama siapa kau datang?" "Nama Tuhan." Orangtua itu manggut-manggut. "Aku senang mendengarnya, anakku. sebab itu aku pun percaya, rempah-rempah dan cangkir berisi air ini hanya kau pandang sebagai pelengkap saja, bukan barang-barang keramat. Tak ada yang keramat di dunia ini, anakku, kecuali nama Tuhan. Dengan NamaNya-lah nanti kita berhubungan bathin, dan kau akan tahu apa yang kau ingini. Mau kau ceritakan secara lengkap kejadian yang membingungkanmu, anakku?" Terputus-putus sebab pengaruh emosinya yang meluap-luap jessica menceritakan semuanya. Dari mulai suaminya menemukan ular di tengah perjalanan ke sawah sampai malam dimana seekor ular mengerikan datang ke tempat tidur jessica , beberapa malam yang lalu. Nafasnya tersengal-sengal waktu lalu cerita itu ia akhiri dengan sebuah pertanyaan: "Mimpikah itu, bapak aidit . Atau nyata?" Orangtua itu mengelus-elus jenggot putihnya. "Maafkan aku, anakku. Jangan marah, kalau kukatakan imanmu selama ini tidak tebal. Kalau saja kau lebih mendekat kan diri pada Tuhan, segala yang buruk itu tak akan berani mendekat imu. Apa yang kau alami, anakku, adalah akibat kekurang-tebalan imanmu." "Jadi semua itu bukan mimpi?" "Sayang sekali , bukan!" Tubuh jessica bergetar. "Apa atau siapa yang mempengaruhi diriku dan suamiku?"
Orangtua itu memasukkan beberapa helai bunga-bunga dari atas talam kedalam cangkir berisi air jernih. Helai-helai bunga itu bergoyang-goyang sesaat, lalu diam. Benar-benar diam, meskipun cangkir itu lalu digoyang-goyangkan oleh tangan yang memegangnya. Tak setetes pun air yang tumpah. Mata orangtua itu terpejam, rapat. Dan bibirnya komat-kamit membaca bebera ayat-ayat suci, makin lama iramanya makin mengarah kepada suara orang mengaji. Dengan tekun jessica memperhatikan semua itu, sampai tiba-tiba ia terkejut sendiri waktu sepasang mata itu terbuka, memandang tajam padanya dengan tiba-tiba. "Anakku. Lihatlah ke cangkir." jessica melihatnya. Dan merasa ta'jub, helai-helai bunga tadi semua seperti menepi di pinggiran tempat lowong ke dasar cangkir. Dan di dasar cangkir yang tadinya putih bersih itu, pelan-pelan tertera wujut seraut wajah. Wajah seorang laki-laki. "Kau kenal dia?" jessica mengingat-ingat. Wajah yang tak bisa dikatakan tampan itu, seperti pernah ia kenal. la perhatikan benar-benar bentuk matanya yang agak menjorok ke dalam, pipinya yang menonjol tulang-tulangnya, bibirnya sedikit tebal dan dagu yang lekuk di bagian tengah-tengahnya. la yakin benar, ia pernah melihatnya. Tapi dimana? Bila? Dan siapa? TENGAH jessica mengingat-ingat raut wajah di dasar cangkir berisi air dan helai-helai bunga itu lenyap perlahan-lahan. "Kau kenal, anakku?" tanya aidit itu lagi, menyadarkan jessica . jessica menggigit bibir. Berpikir keras. "Saya lupa-lupa ingat, bapa aidit ."
"Temanmu satu kota?" "Entahlah. Rasanya di kota saya tak pernah bertemu lelaki seperti dia." "Teman satu kampung?" jessica memikirkannya. Lalu: "Bisa bapak aidit perlihatkan lagi gambar laki-laki itu?" Si orangtua mengeleng-gelengkan kepala. Tersenyum. "Begini, nak," katanya dengan nada lembut. "Yang ada di dasar cangkir, hanya air, bukan gambar. Hanya dengan kekuatan bathinku yang menyelusup ke dalam jiwamu yang memungkinkan gambar itu muncul. namun bukan di dasar cangkir yang kupegang ini, melainkan di dasar hati sanubarimu. Bukan matamu yang melihat, anakku. namun bathinmu. sebab itu, bapak yakin kau tak akan melupakan wajah orang itu. Yang perlu, menyelidiki. Siapa gerangan. Keras dugaan bapak, ia adalah temanmu satu kampung. sebab peristiwa yang kau dan suamimu alami, bermula dari kampungmu." "Entahlah pak. Selama lebih dari sepuluh tahun saya tinggal dengan bibi di kota, hanya pulang sekali . namun saya akan mencarinya diantara penduduk kampung." "Mudah-mudahan orangnya memang ada, anakku. sebab bapak sendiri ragu, apakah wajah yang kau lihat itu wajah seseorang yang masih hidup, atau sudah lama meninggal! Yang pasti, ia pengikut aliran hitam!" Meremang bulu kuduk jessica . Laki-laki itu berdiri. la membimbing jessica ke pintu, sambil menyarankan: "Cobalah tanyakan pada orang-orang lain. Mungkin ada yang kenal. Segera Sesudah kau mengetahui siapa laki-laki itu, kembalilah pada bapak. Sesudah itu barulah kita mulai menjauhkan pengaruh iblis itu dari dirimu dan suamimu...."
jessica hanya menggigil dan patuh saja dituntun keluar rumah. Waktu ia sadar, pintu sudah tertutup di belakangnya. jessica kaget, tak mendengar pintu tertutup dan tak melihat orangtua itu pergi dari sisinya. Namun samar-samar ia dengar langkah-langkah kaki menjauh dari balik pintu di dalam rumah. jessica menghela nafas. la bahkan belum sempat membuka dompet, apalagi membayar. Nantilah, pada perkunjungan yang akan datang pikirnya. Orang-orang mengatakan memang orangtua ini jarang minta bayaran dan seringkali menyuruh pasien-pasien yang mau membayar agar menyerahkan saja uang pembayaran itu pada fakir miskin yang mereka kenal. jessica masih berpikir-pikir siapa laki-laki yang menurut penglihatannya tergambar di dasar sanubarinya, selama ia naik dokar menuju desa berikutnya dan lalu berjalan kaki menuju ke kampung. Tiap kali berpapasan dengan orang-orang, lebih-lebih kalau orang itu laki-laki, ia perhatikan dengan tajam. Sehingga kadang-kadang yang diperhatikan memperlihatkan wajah heran. Malah salah seorang sampai menegur: "Apa yang aneh padaku, nak jessica ?" Perempuan itu terkejut. Dihadapannnya berdiri laki-laki setengah baya, memanggul pacul di bahu dan sabit di tangan kiri. Ternyata orang itu adalah seorang keluarganya di kampung. "Aduh, Uwa," katanya tersipu. "Uwa mau ke sawah atau mandi ke sungai?" "Mengapa rupanya?" "Ah, enggak. Cuma mau bertanya," dan memang jessica sendiri menanyakan itu hanya sekedar menutup kecanggungan saja. "Aku memang hendak ke sawah, Sesudah itu ke sungai," laki-laki setengah baya itu tertawa. "Nah, kau cepatlah pulang. Tadi ayahmu mengigau lagi." "Mengigau? Apa penyakitnya. Uwa?"
"Lihatlah sendiri. Nanti juga kau tau!" jessica tak lagi memperhatikan wajah-wajah yang berpapasan atau ia lewati sepanjang jalan menuju ke rumahnya. la hanya mengangguk tiap kali ada yang menyapa, tak melihat bahkan tak perduli siapa mereka . Tiba di rumah, ia langsung menggebrak pintu sampai terbuka, melemparkan koper pakaiannya begitu saja di atas lantai lalu berlari memeluk adiknya, tiny yang bergegas keluar dari kamar mendengar suara berisik oleh kedatangan jessica . Di kamar ia melihat ibunya, adiknya yang lain dan seorang tetangga berkumpul mengelilingi tempat tidur. Seorang dukun tengah membaca jampe-jampe, dan bau kemenyan memenuhi ruangan kamar. Ayahnya tertelentang di tempat tidur. Dengan tubuh tegang kaku seperti mati. namun matanya terbuka lebar, berputar-putar dan nafasnya seperti kerbau disembelih. jessica tertegun melihat keadaan ayahnya, lalu jatuh berlutut disamping ibunya. "Ayah, ayah........" bisiknya parau, gemetar. "lni aku, ayah. lni anakmu, jessica ." Ibunya lalu melihatnya, memeluk jessica dan menangis memekik-mekik: "Apa yang terjadi pada diri ayahmu, nak? Katakanlah, mengapa ia sampai begini?" Justru itu yang mau ditanyakan jessica . Batuk keras menggema dari mulut ayah jessica , lalu terdengar suara tetangga yang oleh penduduk dianggap dukun itu, bersungut-sungut: "Diamlah. Jangan ada yang mengganggu!" Lalu mulutnya komat kamit lagi. Kepalanya bergoyang kekiri dan kchucky nan sambil tangannya tak henti-hentinya menjatuhkan butir demi butir kemenyan ke atas pedupaan. Sesak nafas jessica sebab nya. la bermaksud membukakan jendela kamar yang tertutup, namun dilarang oleh ibunya yang berusaha keras menahan tangis jangan sampai keluar pula.
"Mengapa ayah?" bisik jessica pada tiny . "Entalah. Mula-mula kami sangka kesurupan biasa. namun sudah beberapa dukun sudah mengobatinya, namun bapak belum sadar-sadar semenjak tiga hari yang lalu...." "Mengapa tak dibawa ke dokter?" tiny menatap heran pada kakaknya. "Dokter kan cuma ada di kota, sedang ayah sudah lama tak kuat berjalan kemana-mana. Sampai-sampai waktu paman gober meninggal, ia terjatuh di belakang. Hampir lumpuh sebab mendengar kabar itu....... Kak jessica , tak bisakah kita berbuat sesuatu?" jessica meraba-raba lipatan lutut ayahnya, mijit urat-turut tertentu di sana yang berhubungan langsung ke syaraf, namun tidak menghasilkan apa-apa. Demikian pula urat-urat lengan, sementara dukun terus kumat kamit sambil kepalanya goyang kiri goyang kanan dengan mata tertutup. Nyatanya, sampai malam tiba ayah mereka tetap tak sadarkan diri. Dukun itu sudah pulang, kelelahan dan ngilu-ngilu otot-ototnya sebab terus-terusan bergoyang-goyang sepanjang hari, parau suaranya sebab tak henti-hentinya baca matera-mantera. jessica mundar-mandir gelisah di kamar depan, lalu teringat pada aidit yang tadi siang ia temui. Ia tanyakan tiny apakah mereka sudah menghubungi aidit itu, kata tiny sudah, namun aidit tengah mengobati seorang pasien di rumahnya. Pasiennya mengalami patah tulang rusuk dan kaki sebab jatuh dari pohon kelapa, dan selama tiga hari itu aidit terus mengurut tulang-tulang yang patah. "Tadi aku kesana. la sendirian," bersungut-sungut jessica . "Kesana? Mau apa?" tiny keheranan. jessica gugup oleh pertanyaan itu, lalu memanggil peniwise , adiknya yang bungsu. namun peniwise tak berani ke luar tengah malam
menuju rumah aidit yang jauhnya beberapa kilometer dari kampung mereka . "Panggilkan Uwa, bodoh!" bentak jessica marah. namun subuh harinya, Uwa yang ditemui jessica kemaren ke kampung mereka dengan tangan kosong. Tersengal-sengal sebab jalan kaki pulang pergi, orangtua itu menjelaskan: "Bapak aidit tadi malam dipanggil orang ke gunung. Ada beberapa urang yang memerlukan pertolongannya di sana." "Kapan pulangnya?" taya jessica tak sabar. "Katanya mungkin baru dua hari yang akan datang." jessica terduduk di kursi. Dari kamar, muncul ibunya yang matanya barut oleh tangis. la memeluk jessica menanyakan apakah anaknya sudah makan, kemana nyoto , dan banyak pertanyaan lain yang tak teringat untuk ia tanyakan malam harinya. jessica menjawabnya satu persatu dengan sabar dan merasa lega Sesudah melihat ayahnya di kamar tertidur. Kata tiny , tidurnya paling sepuluh atau lima belas menit, Sesudah itu penyakitnya pasti kambuh kembali. Benar saja. Baru juga jessica mandi air hangat di sumur, sudah terdengar jeritan ayahnya dari kamar. Bergegas jessica masuk ke kamar, dan menemukan adik-adik serta ibunya sudah mengelilingi tempat tidur. Di atas ranjang, ayahya menggeliat-geliat dan menghempas-hempaskan tubuh. Kaki dan tangannya dipegangi erat-erat oleh mereka . Dengan cemas jessica mendengar umpatan-umpatan yang keluar dari mulut ayahya: "Kau setan! Kau setaaaaan!" lalu tubuh ayahnya terhantar keras seperti dipukul. Terdengar laki-laki tua itu mengerang: "Tidak. Aku tidak bermaksud mengganggnmu! O, lepaskanlah aku..........." Lalu ayahnya batuk-batuk, terus muntah. Habis muntah, nafasnya kembang kempis, dan Sesudah diberi air minum oleh jessica
dicampur dengan ramu-ramuan yang diberikan oleh dukun yang sudah dipanggil peniwise , barulah ayah mereka tertidur kembali. Semua orang menarik nafas lega, dan ibu jessica menangis tersedu-sedu. jessica menarik tiny keluar dari kamar. sambil mempersiapkan makan pagi di dapur, tiny menceritakan bagaimana Sesudah mendengar ditinggal pergi oleh jessica dan suaminya, ayah mereka selalu pergi ke padang ilalang yang semenjak beberapa tahun ini jarang dijamah penduduk itu. Tak ada yang berani melarangnya, kecuali memperingatkan bahwa penyakitnya tak akan sembuh-sembuh kalau ia semakin sering ke luar rumah. "Aku perlu udara segar, dan otot-ototku perlu digerakkan," begitu selalu jawab ayah mereka . Lalu suatu hari, ayah mereka membawa pacul. Semula mereka sangka mau pergi ke kebun, namun sampai jauh malam belum juga kembali. Waktu dicari, semua orang terheran-heran. Ayah ditemukan tertidur ditengah-tengah padang ilalang, persis dimana dahulu nyoto juga ditemukan dalam keadaan yang sama. Mendengar itu, jessica terkejut dan dengan panik bertanya: "Kalian bersihkan seluruh tubuhnya?" "Tentu saja," jawab tiny dengan dahi mengernyit. "Bukankah seluruh tubuh dan pakaiannya penuh lumpur dan berbau busuk?" "Tak ada apa-apa selain lumpur?" "Tidak. Mengapa?" "Juga tidak di sela-sela kuku?" "Disela-sela kuku? Apa maksudmu ayah bukan mencangkul, namun menggerut dengan kuku-kukunya?" "Mungkin. Mungkin begitu. Jadi tak ada sesuatu apapun, sisik ular, misalnya?"
tiny bergidik, lalu geleng kepala. jessica mengingatkan adiknya pada peristiwa yang dialami nyoto . Lalu menceritakan hal-hal yang lalu mereka alami di kota. Tentang keragu-raguan akan sebab kematian paman untung jugu kematian chucky dan batarakalong . Seluruhnya ia ceritakan, Sampai ke mimpinya yang menakutkan itu, kedatangannya pada bapak aidit minta pertolongan dan lalu teringat pada raut wajah laki-laki di dasar cangkir. Cepat-cepat ia mengambil pulpen, membuat sketsa yang persis dengan wajah laki-laki itu, menunjukkannya pada tiny lalu ia bertanya: "Kau kenal siapa orang ini?" MATA tiny membesar sesaat saat memperhatikan wajah lelaki di atas kertas itu. jessica menahan nafas. Menunggu. namun sia-sia belaka. sebab mata tiny dengan segera berubah jadi biasa kembali. Lalu kepalanya bergeleng. Kekiri kchucky nan. "Rasa-rasa pernah ingat. namun siapa ya," gumamnya perlahan. "Cobalah perhatikan sekali lagi," desak jessica penasaran. Hasil coretan kakaknya itu diperhatikan tiny kembali. Lebih seksama. Mengernyit dahinya sedikit. "Engga punya potretnya?" tanyanya. "Sialnya, engga...." "Coretan-coretannya tak bisa kau perhalus?" jessica menghela nafas. Berkata pahit: "Di es-em-a dahulu , aku dapat angka delapan untuk ilmu ukur sudut. Tak pernah kurang. namun melukis, cuma kebagian empat. Tak pernah lebih!" lantas tubuhnya lemas terduduk di sebuah bangku rotan yang sudah reyot. Berderit bunyinya. Letih, Sesudah menerima hunjaman pantat terus menerus selama bertahun-tahun.
Seletih perasaan jessica sendiri yang semakin gila keinginannya untuk mengetahui siapa adanya lelaki itu. Waktu ia tanya peniwise Sesudah makan pagi. adik bungsunya geleng kepala. Susah payah, jessica memperhalus coretan-coretan di atas kertas itu, seingat hatinya. la tunjukkan lagi pada tiny . Jawabannya tetap seperti tadi. Ibu mereka tertarik, ikut melihatnya. lalu nyeletuk: "Rasa-rasa pernah lihat!" Demikian pula kata segelintir tetangga-tetangga dan keluarga-keluarga yang datang melawat hari itu untuk melihat si sakit dan beramah-tamah dengan jessica . Saking asyiknya mereka mendengar pengalaman jessica sebagai pengantin baru di kota, sambil lalu ia perlihatkan coretan itu. Dan jawaban mereka juga serupa: "Ingat-ingat lupa. Siapa ya?" Lantas sore hari itu penyakit ganjil sang ayah kambuh kembali. Sekujur tubuhnya tegang, malah dari mulutnya keluar busa-busa bergumpal-gumpal. mereka ramai-ramai memegangi tangan dan kakinya, agar jangan sampai meronta-ronta. Ibunya bilang pernah sekali mereka lepaskan pegangan pada anggota tubuh laki-laki malang itu. Ayah jessica serentak berdiri, dan membenturkan kepala ke tiang sudut kamar. Untung tiangnya rapuh, kalau tidak..... Dari mulutnya yang berbusa lepas umpat dan caci, lalu erangan yang memilukan: "Jangan! Jangan bunuh aku....... oh, syam kamaruzaman . Aku tak pernah menyembah ti kau, bukan? syam kamaruzaman , aku........." Wajah tiny memucat. Ia pandangi kakaknya dengat mata berkilat-kilat. Begitu ketegangan tubuh ayah mereka agak reda, cepat-cepat ia tarik tangan jessica , mengajaknya keluar dari kamar. jessica heran melihat tubuh tiny yang gemetar dan nafasnya yang tersengal-sengal. Semula ia kira sebab kelelahan memegangi kaki asah mereka . "Aku tau!" ujar tiny gugup. "Aku tau sekarang !" "Apa pula yang kau ketahui?" rungut jessica tak mengerti. "Lukisanmu yang jelek itu!" Tegang tubuh jessica . "Kau ingat sekarang ?" "Ya, kak. Kuingat sekarang ." "Siapa?" "Orang yang ayah sebut tadi. syam kamaruzaman ." "syam kamaruzaman ?" "Ah. Kau cuma kenal waktu masih sama-sama kecil. Itu anak gembala yang di pipinya lengket ingus mengering dan di bibirnya selalu lchucky t seruling!" jessica terhenyak di kursi. "Tak mungkin!" keluhnya. Parau. "Mengapa tidak kak? Lupakah kau, suratku beberapa tahun yang lalu? Kau pernah kukabari. syam kamaruzaman yang tak ketentuan hidupnya itu tiba-tiba menjadi kaya raya. Perempuan-perempuan yang pernah membencinya, mulai menaruh hati padanya bahkan sampai tergila-gila. Si chucky misalnya." "chucky ?" bergidik bulu kuduk jessica . "Ya, bintang kampung kita itu. Anak yang masih ingusan namun sudah mengenyam enaknya tidur dengan lelaki itu. Ah, kak jessica . Masih ingat kau ceritaku dalam surat-suratku selanjutnya?" "Kau pernah bilang, orang kampung kita mengharam jadahkan chucky dan syam kamaruzaman . sebab mereka hidup serumah tanpa nikah." "Lalu?" tiny seolah-olah mendesak ingatan jessica agar keluar semua. jessica mengingat-ingat. Dan tiny mengingatkan: "........... suatu saat . syam kamaruzaman memergoki gufi di kamar tidur chucky . syam kamaruzaman hampir
membunuh gufi . chucky melarikan diri, dikejar oleh syam kamaruzaman . chucky menjerit-jerit mengatakan syam kamaruzaman sudah gila. syam kamaruzaman orang jadi-jadian. syam kamaruzaman memuja ular. Penduduk kampung yang mendengarnya, memperoleh kesempatan melampiaskan kebencian mereka selama ini. syam kamaruzaman mereka bunuh beramai-ramai!" "Kau mau mengatakan yang mengganggu jiwa ayah adalah arwahnya syam kamaruzaman ?" "Kak jessica , arwah itu juga sudah mempengaruhi kau." jessica menggigil. "Yang muncul dalam impianku ular besar yang hitam legam. Bukan manusia!" "Mungkin itu ular yang disaki syam kamaruzaman . Atau............" "Atau apa?" Wajah tiny mengapas. Bisikan serak terdengar dari bibirnya yang kering dengan tiba-tiba: "Mungkin ular itu, syam kamaruzaman sendiri!" "Jangan pula kau mengada-ada!" rungut jessica , namun ia memikirkan pula kemungkinan itu. Kalau saja bapak aidit tidak sedang pergi ke gunung, jessica rasanya mau terbang kesana sesaat itu juga untuk menanyakan kemungkinan yang diucapkan adiknya. namun ... Dipandanginya adiknya dengan mata berminat. "Santi, aku belum percaya sama sekali . namun tahukah kau kira-kira, tempat yang tepat untuk kita bertanya?" tiny menggangguk. "Siapa? Dimana? Apa pekerjaanya?" tanya jessica bertubi-tubi. "aki resi mandala . Rumahnya di ujung kampung dekat sungai. Sudah hampir seratus tahun umurnya, namun masih kuat bekerja di sawah. la punya tanah berbau-bau jumlahnya, pokoknya hampir semua sawah yang ada di kampung ini adalah miliknya. Kerbau-kerbau yang dipakai mewuluku pun punya aki resi mandala pula. kejayaan Kerajaan nya yang terus bertambah membuat orang-orang bertanya dari mana ia memperolehnya? Orang-orang mulai curiga, namun terpaksa juga bekerja padanya demi isi perut. Meskipun banyak yang membenci aki resi mandala itu, sebab konon ia seorang dukun yang bisa membuat orang meriang hanya dengan meludah didepan orang itu, atau menusukkan lidi ke tanah untuk memaksa orang yang tak disukainya menusuk perut sendiri pakai pisau. Orang-orang yang menderita penyakit-penyakit aneh itu hanya bisa disembuhkan oleh aki resi mandala dan.........." "Kita kesana sekarang juga!" jessica menukas, sambil berdiri. tiny kaget. "Ke aki resi mandala ? Kau gila!" "Apa boleh buat. Hanya ia satu-satunya orang tempat kita minta tolong saat ini. Bukankah kau pernah menyuratiku untuk menceritakan, aki resi mandala -lah yang mengatakan syam kamaruzaman sudah mati lalu menyuruh penduduk mencemplungkan tubuh syam kamaruzaman ke dalam sebuah sumur tua supaya tak bersusah-susah menggali kuburannya?" "namun .... aku takut, kak." "Kau tinggallah di sini. Biar aku pergi dengan peniwise ." Adiknya yang bungsu itu gemetar waktu jessica mengajaknya menemui aki resi mandala . Dengan jengkel jessica membentak: "Mau jadi laki-laki apa kau kalau sudah besar? Banci?" Merungkut. Dandang akhirnya menurut juga.
Matahari mulai rebah di ufuk barat saat mereka keluar dari rumah, berjalan kaki ke ujung kampung melalui sawah dan kebun-kebun, sebuah anak sungai, lalu tiba di perkebunan kelapa milik aki resi mandala . Cuma ada satu jalan menuju ke rumah itu. Jalan setapak diantara pohon-pohon kelapa, pohon-pohon kopi, rimbunan bunga-birnga dan semak semak di kiri kanannya. peniwise memegang tangan kakaknya erat-erat, sementara jessica melangkah tersuruk-suruk, agak ngeri dengan suasana sunyi senyap di tempat terpencil dan jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya itu. namun ayahnya harus segera disembuhkan, dan rahasia kehidupan rumah-tangganya selama ini harus segera ia pecahkan. Ia bisa muntah kalau harus terus-terusan minum kopi kalau mau tidur, dan kecurigaannya pada sikap suaminya bisa merusak cinta yang sudah mereka ukir semenjak bertemu di fakultas dengan lebih dahulu jessica harus menyingkirkan beberapa teman wanita lainnya dari samping nyoto . "Oh, kalau saja suamiku sekarang ada di sampingku, aku tak setakut sekarang ini. nyoto ku. nyoto ku sayang, sedang apa kau sekarang ?" keluh jessica dalam hati. PADA saat itu, nyoto berada di tengah perjalanan menyusul isterinya. Satu hari satu malam tanpa kenal lelah ia selesaikan pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk di kantor yang sebagian ia bawa ke rumah. Masih ingat benar nyoto , bagaimana wajah majikannya setengah tertawa setengah jengkel waktu nyoto memperlihatkan telegram yang ditinggalkan jessica di rumah. "Dasar pengantin baru. Belum apa-apa, sudah diganggu mertua!" sungut majikan nyoto . "Baiklah, jadi hari Sabtu besok kau tak masuk kerja lagi. namun ini untuk kali terakhir, bung. Sekedar menghormati ranjang pengantinmu yang masih hangat. Begitu ranjang pengantinmu mulai dingin, tak ada ampun lagi!"
nyoto tersenyum kecil teringat ultimatum majikannya itu. Waktu turun dari bus lewat waktu magrib. Tak ada dokar lagi waktu itu, sehingga dengan gundah ia meneruskan tujuannya dengan berjalan kaki melalui jalan desa yang berbatu-batu ke kampung isterinya. la sangat senang sekali waktu di tengah jalan ia bertemu seorang yang bisa diajak ngobrol membuang rasa cape dan penat. Orang itu memanggul pacul, dan celananya kotor oleh lumpur kering. "Dan kalau tak salah, kau gufi . Rumahmu yang pertama-tama ditemui di kampung jessica . Dari mana malam-malam begini?" "Gali selokan untuk mengairi kebun mentimun. Wah, susahnya air bukan main. Kemarau tahun ini panjang sekali , He, mengapa tidak bersama-sama jessica ?" "la sudah dahulu an." "Oooo......" Bulan bersembunyi lagi di balik awan yang rasanya tak mau pecah-pecah jadi hujan itu saat mereka tiba di depan rumah gufi . Dengan hormat, empunya rumah mengajak tamunya singgah. la tak memperoleh jawaban. Waktu ia menoleh, tamunya sudah berdiri di dekat nya. Memandang tajam pada gufi , lalu samar-samar, ia dengar sebuah suara. Bukan suara nyoto , namun suara laki-laki yang terdengar serak. "Masih ingatkah kau si chucky , he gufi ?!" Terkejut gufi oleh suara itu, oleh pertanyaan itu, dan lalu oleh wajah laki-laki di depannya waktu bulan muncul kembali. la hampir-hampir tak percaya dengan penglihatan matanya, namun ia merasakan hendusan nafas laki-laki itu rapat ke wajahnya. Hendusan nafas itu berbau hanyir.........! "nyoto , kau....." "nyoto ? Siapa nyoto ? Aku bukan nyoto ."
gufi terpukau. Bulan bersinar lebih terang seolah-olah disengaja. Yang bertliri di dekat nya, bukan nyoto yang tadi ia temui di jalan, namun sesosok tubuh mahluk yang wujudnya membuat kedua kaki gufi bagai terpaku dalam-dalam ke tanah tempatnya berpiijak. JANTUNG jessica berdebar kencang saat ia dan peniwise akhirnya tiba di depan pintu rumah aki resi mandala . Kalau di kota, orang schucky ya dukun itu pasti diam di rumah gedung yang mewah, terang benderang oleh lampu neon di setiap pojok halaman . namun rumah yang ia datangi sekarang , adalah sebuah rumah yang tak beda dengan rumah-rumah penduduk lainnya. Perbedaannya paling-paling dinding rumah penduduk banyak terbuat dari tepas setengah, papan setengah, sedangkan aki resi mandala seluruhnya terbuat dari batang-batang kayu jati. Perbedaan lain barulah ia lihat Sesudah aki resi mandala mempersilahkan mereka masuk. Kalau rumah rumah lain berserakan perabotan-perabotan biasa, maka aki resi mandala disamping kursi dan meja kayu tanpa ukiran, terdapat banyak sekali bonchucky -bonchucky yang aneh-aneh. Besarnya bermacam-macam. Ada yang terbuat dari kayu, ada dari batang-batang pisang dan tebu. Tak sedikit pula daun-daun lontar. Lewat jilatan sinar lampu teplok, jessica menduga-duga untuk apa gerangan bonchucky -bonchucky itu diberi tanda-tanda tertentu dibagian-bagian yang vitaal andaikata bonchucky -bonchucky itu adalah manusia hidup. Beberapa buah paku terletak dekat bonchucky -bonchucky itu. "Kalian tentunya anak si Suparja bukan?" sapanya begitu mereka duduk berhadapan. Suaranya jelas, dan baris-baris giginya tampak masih lengkap, hanya agak kecoklat-coklatan sebab terlampau banyak mengisap tembakau.
jessica mengangguk, sambil memperhatikan wajah dukun itu. Sudah banyak guratan tua disana-sini, namun sorot matanya jelas tajam sekali . Bergidik jessica saat bertemu pandang dengan aki resi mandala , sehingga ia merundukkan wajah dengan perasaan takut. Disampingnya, duduk peniwise dengan tubuh gemetar dan semenjak masuk ke dalam rumah, hanya memandang lurus ke jari-jari kakinya sendiri. "Apa keperluanmu?" "Minta petunjuk." jawab jessica gugup. Nalurinya mengatakan, dukun itu memandangi dirinya dengan seksama. Entah apa artinya pandangan mata itu. Pandangan seorang tua yang berpengalaman mengenal manusiakah atau pandangan seorang laki-laki biasa? "Hanya petunjuk?" "Dan pengobatan, aki ?" "Siapa yang sakit?" "Ayah." "Mengapa si Suparja? Setahuku ia termasuk laki-laki yang sehat, hanya belakangan ini sering terkena batuk rejan. Untuk mengobati batuknya kalian panggil aku ke mari?" "Kalau bisa sekali an." "sekali an? Maksudmu, ada penyakit yang lebih parah?" jessica menganggukkan kepala. "Coba ceritakan dengan jelas." jessica menceritakannya, sambil terkadang memberanikan diri menatap wajah orang tua renta di depannya, mencari reaksi ceritanya. Waktu menyebutkan tempat dimana ayah mereka diketemukan penduduk, lalu igauan-igauannya yang aneh
terutama waktu menyebut nama syam kamaruzaman , mata orangtua itu berkilat-kilat. Ia manggut-manggut selesai jessica bercerita, lalu mengambil sebuah baskom. Dan sebuah guci tanah yang hitam dan berlumut tepi-tepinya, ia curahkan air bening ke dalam baskom. Sesudah itu, ia ambil sehelai daun lontar, digerak-gerakkan di permukaan air dalam baskom. Mulutnya komat-kamit membaca mentera. la tak perlu membakar dupa, sebab begitu masuk ruangan, hidung jessica sudah terserang hebat oleh bau kemenyan. Kata tiny , kemenyan dalam dupa aki resi mandala tak pernah padam. "Keluarlah, keluarlah!" tiba-tiba aki resi mandala bersungut-sungut. jessica terkejut. la melihat wajah dukun, dan menuruti arah tatapan mata laki-laki tua itu. Sesaat jessica membelalakan matanya. Tangan aki resi mandala tak menyentuh baskom, meja pun tak bergoyang. namun air di dalam baskom, beriak-riak. Makin lama makin keras riak air itu hampir-hampir seperti bergolak tanpa tertumpah setetes pun keluar. Sementara itu, daun lontar di tangan aki resi mandala sebaliknya berhenti bergerak, diam dan tegang meskipun jari jemari yang memegangnya bergetar dengan hebatnya. "Nggg, ngng, aku tau....... aku tau..... nggg....." ceracau dukun itu berulang-ulang. Lalu asap kemenyan di bawah meja, mengepul banyak sekali ke atas. jessica terbatuk-batuk, hampir muntah oleh baunya yang tak tertahankan, lalu lalu asap kemeyan itu kembali mengecil, bersamaan dengan wajah aki resi mandala menjadi biasa kembali. Hanya tinggal butir-butir keringat sebesar jagung memenuhi wajahnya, pertanda ia sudah mengerahkan segenap kekuatan dalamnya untuk memperoleh apa yang ia inginkan. Sesudah menatap jessica sejurus, ia berkata: "Suparja berbuat kekeliruan!" jessica terdongak.
"Kekeliruan apa, aki ?" "Seharusnya ia lebih banyak berdiam di rumah, sehingga tidak saja batuk rejannya sembuh, namun juga ia tak sampai harus berpapasan dengan mahluk itu." "Mahluk....... mahluk apa, aki ?" jantung jessica berdenyut kencang. la mengharapkan orang tua itu mengatakan tentang ular besar yang sisiknya hitam legam. namun aki resi mandala cuma mengatakan: "Roh!" "Roh? Roh siapa, aki ?" "Roh syam kamaruzaman ." "namun aki , bagaimana ayah bisa melihat dan mengganggu roh orang yang sudah lama meninggal dunia?" "Roh syam kamaruzaman masih gentayangan!" Hampir pingsan jessica mendengarnya. Di sebelahnya, peniwise mulai menangis. aki resi mandala memandangi anak lelaki itu dengan jengkel. "Mengapa pula kau menangis, anak bodoh?" Ditanya begitu, bukannya tangis peniwise berhenti, malah semakin keras. la peluk kakaknya erat-erat sambil memohon: "Mari pulang, kak. Mari pulang!" "Kalian akan segera pulang. Aku yang antar. Tak usah takut, cucuku," suara orangtua itu berubah lembut. la lalu tertawa terkekeh-kekeh, meskipun jessica tak melihat sesuatu yang lucu untuk ditertawakan. Orangtua itu lalu bangkit, mengambil sebuah tongkat dari ruang dalam. Tongkat itu terbuat dari bambu yang warnanya sudah kuning tanah, runcing kedua ujungnya. Semula jessica menyangka tongkat bambu itu akan dipergunakan aki resi mandala
membantu tubuhnya berjalan. namun selagi mereka kembali ke pertengahan kampung, aki resi mandala hanya mengapitnya di pinggang, seperti layaknya seorang serdadu dijaman kemerdekat an dahulu . la berjalan tegak lurus, tak pernah terantuk akar-akar pohon kelapa atau terhantam rimbunan dedaunan serta ranting-ranting, kopi, seperti halnya yang dialami jessica dan peniwise yang berusaha membelalakkan mata agar bisa melihat jalan mereka dalam kegelapan. Meskipun jessica dan adiknya takut sekali berjalan di belakang orang tua itu, namun mereka lebih takut lagi berjalan di depan laki-laki itu. Di depan rumahnya, gufi ingin menghambur masuk ke dalam lalu mengunci pintu dan bergulung dibawah selimut isterinya. Kerongkongannya tiba-tiba tersumbat meski gumpalan-gumpalan teriakan ingin minta tolong, bagai gumuruh berdentum-dentum di dada. la bagaikan patung mati, yang lumpuh dan bisu, sementara mahluk yang berdiri didekat nya, menyeringai lebar. "........... kenapa mukamu kelabu, gufi ? Takutkah kau?" Suara yang serak itu, kini seperti mendesis-desis. Dan dari sela-sela gigi mahluk yang berbicara itu, terjulur keluar lidah yang panjang bercabang-cabang. Dari lidah itu menetes lendir yang baunya pengik alang kepalang. "Kau seperti tak mengenalku, gufi ," desis mahluk itu. "Bukankah kau ingat siapa chucky ?" gufi mengangguk, hanya itulah yang bisa ia buat. Mengangguk. Patah-patah. Terdengar tawa yang nyinyir: "Kalau kau kenal chucky , tentu kau kenal pula suaminya...!"
Entah bagaimana mulut gufi tiba-tiba bisa terbuka: "Laki-laki itu bukan suaminya. Laki-laki itu manusia kejam yang menjadikan chucky tak lebih dari seorang gundik yang hina!" "Eh, kau berani mengejek aku, gufi ? Tak tahukah kau, aku ini si syam kamaruzaman ?" Bagai belah bumi tempat gufi berpijak, namun ia tak tenggelam di antara belahan itu, meskipun betapa inginnya dia hal itu terjadi saat itu juga! "Siapa bilang aku berlaku kejam pada chucky , he gufi ?" "Perempuan itu." "Apa lagi kata si terkutuk haram jadah itu?" gufi menjilat bibirnya yang kering kerontang. Jawabnya parau: "Ia tak cinta padamu lagi!" "Lalu pada siapa ia jatuh cinta?" gufi tak ingin menjawab, namun mulutnya toh terbuka oleh tarikan magnit yang tak kuasa ia tolak: "Padaku." "Lalu kau telanjangi ia di rumahku?" "Aku tak bermaksud menelanjanginya. Ia mengajakku kesana, katanya ia kesepian kau tinggalkan, perlu teman. Lalu ia menarikku ke tempat tidur, dan akulah yang mula-mula ia telanjangi........" Mahluk setengah manusia yang perlahan-lahan berubah setengah ular di depan gufi , tertawa terkekeh-kekeh. Lidahnya menjulur kesana kemari, hampir saja menyentuh hidung gufi . Perut gufi mulas, berguncang hebat. la mau muntah, namun perutnya bagai besi saja layaknya, kaku tegang.
"Kalau begitu, aku akan masuk ke kamar tidur isterimu. Seperti yang kau lakukan dahulu di kamar tidur isteriku. Lalu isterimu menelanjangiku, seperti chucky kau katakan menelanjangimu pula........." dan mahluk itu bergerak dari samping gufi . Hanya dalam sedetik, seperti angin yang bersiur, tubuh yang berbentuk setengah manusia setengah ular itu sudah berada di depan pintu, mendorongnya seenaknya, terhempas membuka. lalu ia dengar jeritan isterinya tertahan di dalam rumah, lalu sepi. Bulan tenggelam lagi dibalik awan yang pemalas itu. gufi tersentak. Kesepian di dalam rumah menyadarkan dirinya. Ia berteriak lantang: "Jangan, terkutuk!" Lantas dalam beberapa lompatan ia sudah berada dalam rumah, berlari ke kamar tidur dan melihat mahluk yang mengerikan itu tengah menindih tubuh telanjang isterinya yang pingsan di atas tempat tidur. Tanpa bergerak dari tempatnya, mahluk mengerikan itu memandang kepada gufi , tertawa nyinyir dan menantang: "Pergunakan paculmu, gufi . Bukankah seperti kau, dahulu pun aku merentak masuk, lalu menghantammu?" gufi mengangkat paculnya tinggi-tinggi. Mahluk itu cuma menatap. Dingin dan hampa. Dan pacul ditangan gufi terhenti di udara, dengan tangan laki-laki yang malang itu tetap teracung tanpa bisa ia gerakkan sama sekali . Pandangan mata dingin itu jadi berkilat-kilat, ia teruskan hajat kelelakiannya yang terkutuk itu. saat ia selesai, isteri gufi masih dalam keadaan pingsan. Waktu mahluk itu berdiri kembali di dadanya, gufi tak melihat bulu namun sisik yang hitam legam. Dan kepalanya tak lagi mengenakan rambut, telinganya pun seperti lenyap. Kepala itu benar-benar sudah berubah jadi kepala ular, dengan lidah bercabang-cabang menjulur-julur keluar dan
mata merah kehijauan memandang dengan sinar mata buas ke arah gufi . aki resi mandala meletakkan tongkat bambu runcing di kedua ujungnya itu, lurus di sepanjang tubuh ayah jessica . Tubuh si sakit yang tegang dan terus-terusan meronta itu, perlahan-lahan melemah, lalu kedua lengannya terkulai layu di sisi tubuhnya. Kakinya gemetar sesaat, lalu menjadi tenang. Namun mata orangtua yang malang itu masih melotot, dan mulutnya masih mengerang. "Hai kau penghuni tubuh terhantar ini," rungut dukun tua renta disamping jessica ." Kau paling menakuti bambu, bukan? Nah, tak akan kuangkat bambu itu bila tak kau tinggalkan segera tubuh laki-laki ini." "Aku akan pergi...... aku akan pergi," terdengar rintihan menyayat dari mulut ayah jessica . "Mengapa kau berada di tubuh orang ini?" "Hanya rohku saja. Saat ini, jasad dan sebagian rohku ada di tempat lain!" "Aku tak perduli pada jasad dan sebagian rohmu di tempat lain itu. Tak perduli pula di tubuh siapa jasad dan sebagian rohmu saat ini hinggap. namun demi setan alas, mengapa orang ini sampai kau ganggu?" "Bukan aku. Dialah yang menggangguku. Dia sering sekali datang ke tempatku. la tak tau dimana aku berada, namun ia menduga-duga saja. Celakanya, dugaan itu benar, dan sekali waktu kami kepergok. Aku baru saja mau kembali ke persemayamanku waktu ia muncul dengan tiba-tiba sambil ia berteriak: ‘Kau setan jahaman. Kau ganggu menantuku. Kau bunuh saudaraku!’."
aki resi mandala menghela nafas. jessica ingin dukun itu bertanya lebih lanjut untuk meyakinkan dirinya bahwa nyoto juga dipengaruhi roh syam kamaruzaman dan pembunuhan yang dilakukan roh itu terhadap paman untung dan chucky serta kekasih nya, ada hubungannya. Namun tiba-tiba ia merasa takut. Sampai dimana roh itu mempengaruhi diri nyoto ? Apakah hanya sekedar muncul dalam impian seperti yang dialami jessica ? namun jessica dalam mimpinya secara nyata juga membakar sisik ular yang ia simpan. Apakah nyoto juga sudah dipengaruhi roh itu jauh dari sangkaan-sangkaan jessica ? Perempuan itu menggigil, dan entah mengapa rasa lega Sesudah dukun tak bertanya apa-apa lagi. la cuma berkata: "sekarang , pergilah kau. Jangan ganggu orang ini lagi!" "Terimakasih, aki . Terimakasih, aki . Aku akan pergi. Aku akan pergi......." Tiba-tiba jessica memegang lengan dukun. Tanyanya, tajam: "Mengapa aki biarkan ia pergi. Mengapa tak dibunuh?" Terkekeh-kekeh orangtua itu, sahutnya tenang-tenang: "Kalau ia harus kubunuh saat ini, maka ujung bambu yang runcing harus kuhunjamkan langsung ke jantung ayahmu. Inginkah kau hal itu kulakukan, anak manis? Hehehehe..........." jessica bergidik. Lalu menggelengkan kepala. la lihat ibunya dan tiny memeluk tubuh ayah mereka . Meskipun belum sadar, namun jelas kelihatan wajah ayah yang tenang, mulutnya tersenyum getir dan lega, seolah-olah ia sadar baru lepas dan siksaan yang mendera jnyoto ya. peniwise yang sudah hilang ketakutannya, ia suruh tidur. Sesudah itu ia temui aki resi mandala yang duduk seenaknya di ruang depan. "Mau minum kopi, aki ?" "Kopi? Itu membuatku batuk rejan nanti seperti ayahmu." "Apakah batuk ayah akan sembuh pula?"
"Kau campurkan ramuan ini ke minumannya tiap pagi. Batuknya pasti sembuh!" jessica menerima bungkusan kecil dari tangan orang tua renta itu. Entah kapan aki resi mandala menyediakannya, jessica tak tahu. Dan ia tak mau tau. Yang penting, obat itu berguna bagi kesehatan ayahnya. Oleh sebab itu, ia tak banyak bertanya lagi, kecuali: "Dengan apa kebaikan aki harus kami bayar?" Dukun itu terkekeh-kekeh. Dipandanginya jessica tajam-tajam. "Nanti saja sekali an." "Emangnya apalagi yang akan aki lakukan?" "Pelupa benar kau ini, anak manis. Bukankah kau datang menemuiku tidak saja untuk mengobati ayahmu, namun juga untuk minta dilepaskan sejenis pengaruh aneh yang menguasai dirimu?" "Tapi aki ," sahut jessica heran. "Saya tak menceritakan apa-apa tentang diri saya." "Mulutmu tidak, tapi bau nafas dan sinar matamu. Ya." jessica menarik nafas. "Berapa tarifnya, aki ?" "Jadi masih kau perlukan pertolonganku? Atau kau memerlukan pertolongan orang lain saja?" jessica memikirkannya. la memang ingin ditolong oleh bapak aidit di desa kecamatan itu. Tapi aidit sedang pergi ke gunung. Mungkin baru pulang besok, namun bila pasiennya bertambah bisa lebih lama. Dan besok nyoto akan datang menyusulnya, sehingga ia tidak akan berkesempatan menemui aidit tanpa membuka kartu pada suaminya. Lagipula, tidakkah makin cepat makin baik? Dukun dihadapannya ini, konon sering menyembah ti orang, namun buktinya, ayahnya sudah disembuhkan
padahal ayahnya tak pernah menyembah ti dukun ini. Jadi, penyakit ayahnya bukan buatan si dukun. Ia sudah membuktikan dengan mata kepala dan telinga sendiri, tadi di kamar tidur ayahnya. jessica cepat mengambil keputusan. "Apakah sekarang aki bisa menolong saya?" "sekarang ?" orang tua itu geleng kepala. "Jadi kapan?" jessica agak kecewa. "Sebentar lagi saja. Aku pulang dahulu ke rumah, mengambil ramu-ramuan yang sesuai untuk mengetahui pengaruh apa yang mengganggu dirimu." "Jadi pengobatan tak perlu di rumah aki ?" tanya jessica gembira. "Cukup disini saja?" "Wah, berat kalau disini," aki resi mandala geleng-geleng kepala lagi. "Tempatnya harus sunyi sepi, jauh dari suara-suara berisik manusia, namun dekat dengan suara-suara alam yang murni." "Dimanakah itu, aki ?" tanya jessica mengernyitkan dahi. "Di pinggir sungai." "Saya......... saya harus kemana? Boleh ditemani, aki ?" "Ditemani perginya, boleh saja. Sudah kubilang, gangguan manusia lain bisa menggagalkan pengobatanku. Pergilah ke sungai begitu aku tinggalkan rumah itu. Diantar siapa saja, namun begitu nanti aku menemuimu di sungai, orang itu harus sudah pergi." jessica ragu-ragu. namun aidit belum tentu kapan bisa ditemui. Dan nyoto akan datang besok. Akhirnya ia menghela nafas. "Baiklah. aki saya tunggu di sungai," gumamnya lemah. "Disebelah mana, aki ?"
"Ditempat air berputar." "Lumayan juga jauhnya. Dan air berputar.........." Dukun itu berdiri. Tertawa terkekeh-kekeh, dan sambil berjalan ke pintu ia berkata dengan suara yang lemah lembut: "Anak manis, air tak lagi berputar. Sungai hampir kering. Hanya kesepian yang kukehendaki. Nah, kita bertemu sebentar lagi, ya?" Lalu ia keluar pintu. jessica menyusul, maksud mengantar sampai ke halaman . namun begitu ia berdiri didepan pintu rumah orang tuanya, dukun lelaki tua renta yang aneh itu sudah lenyap ditelan kegulita an malam. jessica menghela nafas lagi. Berulang-ulang. Ragu-ragu sesaat, lalu mengacuhkan apapun yang terjadi. Mudah-mudahan ia bisa menjaga diri. namun yang lebih penting ia mulai menaruh kepercayaan pada dukun yang menurut orang-orang menakutkan namun ternyata ramah tamah itu. la masuk ke kamar peniwise , namun si bungsu itu sudah mendengkur. tiny agak pucat waktu ia minta tolong diantarkan ke sungai, lalu mengeluh: "Demi kau, apa boleh buat!" "Ingat. Jangan beritahu ibu. Katakanlah padanya kita mau tidur, lalu tutup pintu kamar mereka . Kita keluar diam-diam. Kasihan ibu, kalau ia sampai tau hal apa yang menimpa diriku. Cukuplah penderitaan ayah menyiksa bathin dan phisik beliau." Beberapa menit lalu , dengan berkerudung selimut satu seorang, keduanya keluar dari rumah. Tetangga-tetangga sudah pada tidur, jadi mereka tak perlu mengendad-endap. Untung bulan pelan-pelan dijauhi awan sehingga jalan yang mereka lalui cukup terang untuk dilihat. Lagipula tiny hapal benar jalan-jalan di kampung mereka , termasuk arah ke sungai dimana biasanya kalau sedang meluap ada air berputar. saat melewati mesjid, bulan semakin penuh saja di langit.
BULAN penuh itu menyinari jalan nyoto . Waktu keluar dari rumah gufi . Beberapa saat sebelumnya, ia melihat gufi mati berdiri, lalu luluh terkulai. nyoto mula-mula tak mengerti mengapa begitu cepat dirinya berubah dan bagaimana semua itu sampai terjadi. Basah kuyup oleh keringat, ia sambar pacul dari tangan gufi , lalu berlari dari rumah. la merasa dirinya menjadi nyoto , benar-benar nyoto , bukan syam kamaruzaman . namun kematian gufi menyiksa bathinnya secara berlebihan, dan melihat keadaan perempuan yang pingsan dan telanjang di tempat tidur, yang rasa-rasa seperti barusan ia setubuhi, nyoto tak kuat lagi menahan goncangan jnyoto ya. la berlari tanpa berhenti kearah padang ilalang beberapa ratus meter di luar perkampungan, tak jauh dari kebun mertuanya. Tiba di sana, ia langsung ke bidang tanah berpasir tak berumput, lalu dengan bernafsu mulai menggali. Suara paculnya menghantam tanah berpasir seperti suara lecutan-lecutan cambuk yang sangat mengilukan telinga. namun ia tak perduli. Semakin keras lecutan-lecutan cambuk itu, semakin keras pula ia memacul. Seperti orang gila, mulutnya mencaci maki, menyumpah tak menentu, dan kian lama tubuhnya kian tenggelam dalam lubang galiannya yang juga kian dalam. Bulan tepat berada di ubun-ubun saat akhirnya ia berada di dalam rongga bertanah becek dan basah, dengan bau busuk yanng pernah membuatnya muntah-muntah beberapa waktu yang lalu. Rasanya sudah berabad-abad semua itu terjadi, dan selama berabad-abad nyoto digoncangkan oleh kebingungan, apakah ia menguasai diri sendiri, atau berada di bawah kekuasaan mahluk lain? Dalam kegelapan rongga lubang, matanya liar mencari, hidungnya kembang kempis mencium. Dan sepasang sorot mata hijau, kecil-kecil namun seperti menusuk langsung ke jantung nyoto yang bergetar hebat. "............. mengapa kau kesini?" terdengar siuran halus.
nyoto menarik nafas panjang mencari ke kuatan. Lalu: "Aku minta kau hentikan ini semua!" teriaknya. Suara nyoto seperti gaungan bom dalam rongga itu, sehingga gendang telinganya bagaikan pecah rasanya. "Hentikan? Apa yang harus kuhentikan?" Takut gendang telinganya pecah, nyoto bersungut-sungut kini: "Aku tak mau jadi pembunuh lagi!" "Kau membunuh pembunuh-pembunuh. Apa salahnya?" "Kau yang mereka bunuh, bukan aku." "Tetap saja mereka itu pembunuh-pembunuh." "Balaskan dendammu sendiri. Jangan memperalat aku lagi. Aku tak kuat. Aku tak tahan. Aku merasa terkatung-katung diantara kehidupan dan kematian. Lalu apa dosa istriku harus kau bawa-bawa dalam persoalan ini?" Mahluk itu tertawa dingin. "Siapa yang dahulu mengikutiku masuk ke lubang ini, nyoto ? Dan ingat, bukankah waktu itu kau sendiri bermaksud membunuhku? Kau pun berjiwa pembunuh. Kau sebenarnya amat berbahaya bagiku, namun dibawah pengaruhku kau tidak bisa berbuat apa-apa. Bahaya yang kukhawatirkan justru datang dari isterimu. Ia punya rencana-rencana gila. Tahanlah dia, atau kalian berdua binasa. sekarang , keluarlah. Jangan buat aku semakin marah. Ayoh. Apalagi yang kau tunggu? Enyah! Cepat!" RIAK-RIAK air pecah di batu-batu sungai, membuat tubuh jessica menggigil kedinginan. Lewat pantulan rembulan yang menerobos di sela-sela dedaunan pohon rimbun yang memenuhi sekitar tempatnya muluk bersimpuh, ia lihat sungai itu sudah mulai
kering. Air berputar, yang biasanya terjadi disitu, kini hanya meningalkan berupa lubang menganga di tebing sungai. Tampaknya seperti lorong yang menjorok jauh ke dalam berwarna hitam legam. tiny sudah meninggalkannya semenjak tadi, begitu aki resi mandala muncul dari kejauhan didahului oleh suara batuk-batuk kecil. Pasti disengaja. Rasa takut jessica pada kesepian dan kegelapan malam agak berkurang Sesudah melihat orang yang ditunggunya berada di dekat nya. aki resi mandala meletakkan baskom kosong dan sekeranjang kecil rempah-rempah, sebuah pedupaan yang asap menyannya mengepul-ngepul ditiup angin malam yang dingin menyayat tulang. "Susah mendapat air di sini. Kita ke tengah, anakku," kata orangtua renta itu dengan suara ramah. Ia ulurkan tangannya, yang disambut ragu sambut jessica . Meskipun usia laki-laki itu hampir satu abad, namun pegangannya di telapak tangan jessica terasa bagaikan campitan besi. Dengan patuh jessica mengikuti dukun itu melangkahi batu demi batu, dan berhenti diatas sebuah batu, berhenti di atas sebuah batu bermuka datar ditengah-tengah sungai. Hanya dengan berjongkok sedikit, maka aki resi mandala sudah bisa menyiuk air dengan mempergunakan kaleng yang ia keluarkan dari keranjang rempah-rempah. Air itu ia isikan ke baskom, lalu ia campurkan dengan rempah-rempah berupa potongan-potongan daun lontar, kembang beranchucky jenis dan warna. Pedupaan ia tiup beberapa kali sehingga asap menyan semakin berkebul juga. Lalu ia suruh jessica bersimpuh, sementara ia tegak berdiri menantang bulan yang saat itu tepat berada diatas ubun-ubun. Tegaknya begitu kukuh, dan tampak gagah dan sedikit angkuh di mata jessica yang untuk melihat ke arah laki-laki di depannya, terpaksa menengadah. "Anakku," bisik orangtua itu perlahan, disambut oleh siuran angin resik dari arah rimbunan bambu di pinggir sungai.
"Ceritakanlah apa yang sudah kau alami." "Saya didatangi seekor mahluk yang dahsyat dalam mimpi saya, aki ." "ltu bukan impian. ltu kenyataan." "Benar, aki . Buktinya, sisik-sisik ular yang saya simpan, waktu saya bangun keesokan harinya sudah terbakar musnah." "Sisik-sisik ular?" "Ya aki ." "Warnanya?" "Hitam. Legam." "Dari mana kau peroleh?" "Di pinggir pantai, di tempat mana malam harinya ditemukan mayat-mayat laki-laki dan seorang perempuan." "Buat apa sisik itu kau simpan?" "Untuk kenang-kenangan, aki ." "Berbohonglah, lalu pengobatanku tak jadi kuberikan." "Untuk mengetahui sebuah rahasia, aki ." "Rahasia apa?" "Keganjilan sikap suamiku akhir-akhir ini." "Semenjak kapan suamimu bersikap ganjil?" "Semenjak tubuhnya diketemukan di tempat dimana beberapa hari yang lalu tubuh ayah juga diketemukan." "Ada pertanda?"
"Sisik ular, aki ." "Seperti sisik yang kau temukan di pantai?" "Ya, aki !" "Apa yang kau inginkan dariku?" "Lepaskan saya dan suami saya dari pengaruh jahanam itu, aki !" Sesaat, jessica seperti melihat getaran pada lutut laki-laki di depan biji matanya. Disaat berikutnya, ia dengar laki-laki tua renta itu memerintah: "Ikutilah kata-kataku ini. Demi setan.........." jessica terkejut. "Ikutilah!" "namun aki , saya tak pernah berdemi...." "Ikuti kubilang!" Pandangan mata tajam yang seperti datang dari langit itu, mencchucky m jantung jessica . Dengan terputus-putus, ia mengucap: "Demi........ demi setan..........." "Kupasrahkan diriku pada pengobatan pengikutmu, wahai setan." "........... kupasrahkan diriku pada pengobatan pengikutmu, wahai setan....." tutur jessica . "Sesudah itu, lupakanlah aku wahai setan!" "Sesudah itu............. lupakanlah aku ................. wahai setan!" aki resi mandala merunduk. "Buka pakaianmu, anakku."
jessica terkejut. "Kau mau mandi, anakku, dengan berpakaian lengkap? Lalu dengan apa kau pulang nanti? Selimut itu? Toh untuk itu kau harus membuka pakaian, dan setan-setan paling benci pada penutup tubuh sejenis itu!" Dengan enggan, jessica membuka pakaiannya. Ragu-ragu. Satu persatu. saat tinggal beha dan celana dalam, ia menundukkan wajah sambil kedua lengannya bersilang di dada. "Setan masih melihat benda yang dibencinya, anakku." jessica menggigil, sekarang tidak saja oleh kedinginan, namun terutama oleh perasaan takut dan malu tanpa sehelai benang pun di hadapan laki-laki yang bukan suaminya. namun ia sudah terlanjur untuk mundur begitu saja. Kepalanya berniat, lakukan saja sekali an. "Kesinikan baskom berisi air dan kaleng itu." jessica patuh, memberikan apa yang diminta. "sekarang , pejamkan mata." Mata jessica terpejam perlahan. Tiba-tiba dia semakin menggigil dan mengeluh waktu air yang dingin seperti es bercampur bunga-bunga dan daun-daun lontar, diguyurkan dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Tak sampai basah seluruhnya, namun dinginnya aduhai. Angin semilir berhembus kencang, dan waktu orangtua itu menyuruhnya membuka mata kembali, bulan di langit sudah diselimuti awan. gulita dan gelap sesaat . "Minumlah ini." jessica menerima kaleng berisi air dari tangan si dukun, hampir muntah oleh baunya yang tidak enak. sebab tak kuat, ia pencet
hidungnya dengan jari-jari tangan kiri, dan tangan kanan meminumkan air ke mulutnya. la reguk seluruhnya sampai habis. Sesudah itu, mula-mula tak terjadi sesuatu. Semua seperti diam. Juga riak air. Juga burung-burung malam. Bahkan jessica tak seperti mendengar helaan nafasnya sendiri. Dan waktu ia dengar suara aki resi mandala : "Lihatlah kepadaku, manis." Ia tengadah, dan melihat laki-laki tua renta yang tubuhnya masih tegap itu, berdiri tanpa mengenakan pakaian apapun juga di tubuhnya. Anehnya, jessica tidak terkejut. jessica malah tidak bingung samasekali . Seolah-olah sudah tau apa yang harus ia lakukan, ia telentangkan tubuhnya di permukaan batu datar yang lebar itu sehingga ujung-ujung rambutnya terjumbai-jumbai menyentuh aliran air sungai. Ia benar-benar pasrah. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Dan dengan mata tak bercahaya, ia lihat bagaimana aki resi mandala mulai membungkuk dan........ "Terkutuk!" terdengar suara hentakan keras. aki resi mandala tertegak kembali, memandang ke tepian. jessica mengikut arah pandangan itu, dan jnyoto ya tetap beku waktu melihat seseorang muncul dari kegelapan, melompati batu-batu menuju ke tempat mereka berada dengan sebuah pacul teracung ke udara. Mengancam. "Kubunuh kau, dukun lepus! Kubunuh kau!" teriak orang ketiga itu. Dan begitu ia berada pada batu terakhir yang berdekat an dengan batu datar dimana tubuh jessica tertelentang, terdengar siuran angin halus. Bayangan berkelebat melampaui tubuh jessica , terdengar umpat dan caci maki, gerutuan marah dan Sesudah itu tak terdengar apa-apa lagi. Kecuali riak air, semilir angin, dan dengus nafas diatas tubuh jessica , ditambah teriakan-teriakan yang menggema memecahkan kesepian malam: "Mengapa lari, hai pengecut tua renta?"
Dari kejauhan terdengar suara hinaan : "Aku tak lari. Aku akan kembali, tidak sekarang dan tidak diriku. Aku akan kembali melalui tusukan-tusukan meyakitkan yang akan segera kau rasakan!" "Persetan! Persetan! Persetan!" jessica cuma memandang dan mendengarkan semua itu, tanpa bergerak-gerak, bahkan tanpa perasaan. Ia tak tau siapa orang tua renta yang lari menghilang di kegelapan malam itu, dan ia tak tau siapa laki-laki yang kini berdiri terengah-engah, mengangkangkan kedua kaki di atas tubuhnya. Yang ia tau laki-laki yang baru datang itu melemparkan paculnya ke sungai, membungkuk, mengelus kedua belah pipinya lalu ia dengar suara yang lembut: "Sayangku, ini aku....... nyoto ." "nyoto ?" bisik jessica . "nyoto siapa?" "Suamimu, jessica . Ini aku, suamimu." "Suamiku?" "Hem!" laki-laki itu mendengus, tangannya teracung ke udara, dan waktu turun jessica merasakan hempasan-hempasan yang keras di kedua belah pipinya, sehingga kepalanya terombang-ambing ke kiri ke kanan mengikuti gerakan tamparan laki-laki itu. Ia mulai merasa sakit, mulai mengeluh dan mulai berperasaan. Waktu lalu tubuhnya diangkat lalu dibaringkan ke dalam aliran air yang dangkal berbatu-batu, jessica tersenggap-senggap kehabisan nafas, menarik kepalanya keatas dan sebuah teriakan menyayat lepas dari bibirnya: "Aku bisa terbenam mati kau beginikan!" "Kau tau siapa aku sekarang , jessica ?" "Aku tau, namun lepaskan aku, nyoto ."
Dan begitu ia didudukkan nyoto di permukaan batu datar, jessica menangis tersedu-sedu. nyoto mengenakan pakaian ke tubuh isterinya, memeluknya dengan penuh kasih sayang sambil membujuk: "Sudahlah, sayangku. Diamlah. Mari kita pulang." "O, nyoto , aku malu. Malu sekali . Dukun keparat itu....... ia hampir saja menodaiku!" "Sudahlah. Pokoknya kau sudah lepas dari pengaruhnya. Untung aku cepat tiba di rumah dan dari tiny kudengar kau ia tinggalkan disini....." "O, apa kata tiny kalau ia tau apa yang hampir kualami? Apa kata ibu? Kata ayah? Kata semua orang?" "Hanya aku yang melihat, dan hanya aku yang tau. Nah, kau mau berdiri sekarang dan kita pulang ke rumah, manisku?" nyoto akhirnya toh tidak berusaha membujuk isterinya yang masih terus menangis sepanjang perjalanan ke rumah. Baru Sesudah ia katakan tangis bisa mencurigakan keluarganya, jessica mau diam. la memeluk suaminya erat-erat setiba di halaman rumah mereka , dan pintu dibuka oleh tiny dari dalam. Ia tatap wajah suaminya dengan penuh kasih bercampur rasa cemas. "Kudengar dukun itu akan membalas." "Ah, hanya ancaman kosong saja. Lupakanlah." "Tidak. nyoto . Setiap saat bisa terjadi sesuatu. Aku takut, nyoto . Aku benar-benar sangat takut, jauh lebih takut dari saat ular yang mengerikan itu muncul di kamar tidurku!" nyoto menghela nafas. Di matanya tampak ketakutan yang sama. la menggoyangkan kepala dengan susah, lalu menarik isterinya masuk ke dalam rumah.
SEBUAH jeritan menggema di pagi buta itu. Hari masih terang-terang ayam saat beberapa orang penduduk keluar dari rumah masing-masing. Jeritan itu lenyap. Beberapa orang sudah mau menutupkan pintu kembali. Menganggap telinganya salah dengar. Mungkin saja gagak tersentak bangun pagi itu. namun beberapa lainnya berpikir. Kalau aku salah dengar, mengapa begitu banyak orang keluar dari rumah? Lalu mereka lalu turun satu persatu. Mula-mula di halaman rumah masing-masing. Saling pandang, lantas saling menmendekat "Rasanya datang dari sebelah mesjid," gumam seseorang. "Bukan. Jeritan itu dari sebelah sana," sahut yang lain sambil menunjuk kearah bulan sedang jatuh. "Siapa gerangan?" bertanya yang lain. "Yang pasti perempuan!" "Tapi siapa?" Seolah-olah menjawab pertanyaan itu. Tiba-tiba menggema lagi suara jeritan. Kali ini berulang-ulang. Jeritan-jeritan panjang. Diselang-seling tangis perempuan yang rawan. "Dari sana!" seru seseorang. "Rumah gufi !" sahut yang lain dengan nada terkejut, lalu berlari ke mulut kampung. Yang lain mengikuti di belakang. Bulan semakin jatuh. Dan jeritan-jeritan itu kian menyayatkan hati. Orang-orang yang sudah menutup pintu, kembali membukanya, lalu bertemperasan keluar. Melihat ada yang berlari kesatu arah, yang baru keluar segera menghambur. Mengikuti. Semakin lama orang-orang yang berlari itu semakin banyak. Seluruh penduduk desa seperti mau tumplek kearah rumah gufi . Laki. Perempuan. Tua. Muda. Kakek-kakek. Anak-anak. Bahkan ada bayi yang masih menggantel di susu ibunya. Tak ada yang membuka mulut. sebab kerongkongan yang tegang.
namun suara-suara mereka berlari, terdengar riuh rendah di pagi buta itu. Seperti kuda-kuda sedang berpacu. "Lihat!" seseorang berseru. Nyaring. Semua mata tertuju kearah jari telunjuk orang itu. Dan semua orang tiba-tiba terpaku diam. Sepi. Menyentak. Pijar-pijar matahari di ufuk timur, seperti ingin tahu, namun bukit pepohonan menghalangi pandangannya. Hanya sinarnya yang kelabu, mulai mengambil alih tugas-tugas rembulan yang sudah kelelahan bergantung di langit sepanjang malam itu. Dalam cahaya yang samar-samar itu, semua orang melihat pintu rumah gufi terbuka. Dari dalamnya muncul sesosok tubuh. Tubuh perempuan. "nyi kembang ," bisik seseorang. Terdengar seperti dentuman di telinga yang lain. Semua terkejut. Semua terpana. nyi kembang keluar dari rumahnya. Hampir-hampir tak berpakaian. Rambutnya kusut masai dan andai saja matahari tersentak bangun dari tidurnya saat itu, maka akan kelihatanlah wajah nyi kembang yang pucat seperti kapas serta pipinya yang berkilauan oleh linangan airmata. Tangisnya yang tertahan waktu melihat orang-orang schucky mpung, lalu meledak dalam sebuah jeritan: "Tolooong!" Orang-orang yang sesaat terpaku di bumi, lalu mulai berlompatan. mereka menyerbu rumah gufi , dan yang perempuan-perempuan mencarikan pakaian untuk nyi kembang , perempuan muda itu memandang tetangga-tetangganya dengan mata terpentang lebar. Cemas dan ketakutan. Lalu semua orang terkejut waktu nyi kembang bertanya parau: "Siapa kalian?!" Sesaat tak ada yang menjawab.
"Mau kalian apakan aku ini?" tanya nyi kembang lagi. Lalu tiba-tiba senyum berderai di wajahnya. Disusul tawa tergelitik, sayangnya tidak enak kedengaran malah membuat bulu kuduk jadi merinding. Udara pagi kian pecah, seperti bungkal-bungkal es yang bertemperasan terhantam martil. Semua orang terpukau. Dan nyi kembang tertawa sendirian di tengah mereka , menuruni tangga rumahnya, mendorong setiap orang di halaman rumah, lalu berlari sepanjang jalan kampung diantara rumah-rumah penduduk sambil berteriak-teriak histeris: "Kemana kalian semua? Mengapa kalian biarkan gufi mati? Mana rasa kekeluargaan kalian? Terkutuk, terkutuk, kalian biarkan mahluk itu membunuh gufi . Kalian biarkan mahluk mengerikan itu memperkosa diriku. Kemana kalian? Kemana?" Mendengar semua yang ia ucapkan, beberapa orang laki-laki menerobos masuk ke dalam. Dan di kamar tidur, mereka temukan tubuh gufi yang kaku tegang, sudah dingin membeku. Kedua matanya terpentang lebar. Seperti memandang setiap orang yang melihat dengan ketakutan bercampur kebencian di bola-bola matanya yang sudah memudar. Di luar rumah beberapa orang laki-laki mengejar nyi kembang . Perempuan itu menghindar, namun ia tidak bisa lari dari kepungan. "Tenanglah, Limah. Tenanglah," mereka membujuk perempuan itu. "Mau apa kalian? Memperkosa aku?" "nyi kembang , aku soebandrio . Kepala kampung." "Aku nyi girah ," menyambut yang lain. Disusul suara-suara: "Aku Dudung. Aku Junaidi. Aku Rais!" nyi kembang tercenung sesaat, lalu tubuhnya jatuh berlutut. Ia menangis tersedu-sedu saat beberapa orang pengepung-pengepungnya mulai mendekat inya. la tak melawan sama sekali saat mereka menyuruhnya kembali ke arah rumahnya. Seorang
tetangga perempuan berlari-lari membawa selimut yang segera ia tutupkan ke tubuh perempuan malang itu. Semasih orang bertanya-tanya apa penyebab kematian gufi yang aneh itu, nyi kembang meratap pilu: "Ia datang begitu tiba-tiba. Ke kamar tidur. la datang............." "la siapa?" tanya kepala kampung. "Mahluk itu!" "Mahluk. Mahluk apa?" "Aku......... aku.... aku tak tau...... badannya manusia........ namun kulitnya bersisik. Hitam legam dan............ dan kepalanya............. ia berkepala ular!" Sunyi senyap sesaat . Beberapa orang menggigil. Dan seorang dua perempuan, dengan lutut gemetar dan bulu kuduk meremang, mundur dari tempat itu. Pulang ke rumah. Menutupkan pintu. Naik ke tempat tidur. Menggalang diri dibawah selimut. Padahal matahari sudah bangun dari peraduannya. Cahayanya terang benderang. Menyinari jalanan kampung. Yang sepi. Yang lengang. Tegang.
Di kamarnya, nyoto terbangun dengan perasaan gelisah yang mendera dadanya. Ia membuka jendela saat jeritan pertama terdengar, dan melihat langsung ke arah rumah gufi selagi orang-orang lainnya masih bertanya-tanya dari mana arah jeritan itu. Waktu nyoto kembali ke tempat tidur, matahari sudah menerobos masuk lewat jendela. Sinarnya yang lembut menerpa wajah jessica yang masih tertidur pulas di bawah selimut. Dicium oleh matahari, jessica jadi kemerahan pipinya lalu menggeliat, membalikkan tubuh menghadap tembok. Matahari
hanya boleh berpuas hati mencium pundaknya yang terbuka. Putih Dan hangat. Pundak yang putih itu mengingatkan nyoto pada perempuan yang barusan ke luar dari rumah gufi . Pundak nyi kembang juga putih. Licin dan bersih. Waktu dijamah, terasa hanyut, meski perempuan itu sudah tak sadarkan diri waktu melihat mahluk asing muncul di ambang pintu kamar tidurnya. nyoto merasakan kenikmatan dari tubuh nyi kembang malam itu, namun kini ia menggigil hanya dengan membayangkan saja. Ia lihat pacul gufi yang teracung di udara, namun terpaku disana Sesudah membentur sorot mata nyoto . gufi mati berdiri. Dan nyoto meninggalkan tubuh nyi kembang terkapar di atas ranjang. "Ya Tuhan. Apa yang sudah kulakukan?" tersentak nyoto . Di luar rumah, tetangga-tetangga sudah meninggalkan rumah gufi , satu persatu. Samar-samar telinga nyoto mendengar suara-suara mereka yang ribut menceritakan bagaimana nyi kembang yang jatuh pingsan sepanjang malam, menceritakan tentang mahluk mengerikan berbadan manusia berkepala ular sudah memperkosanya, membuat suaminya mati sesaat . Mata nyoto terpejam. Rapat. Bibirnya tergigit. Dalam. Terasa sakit, namun ia gigit terus. Dan tubuhnya kian gemetar. Jauh di dalam hati ia menyumpah : "Mahluk setengah manusia setengah ular? Mahluk itulah yang sudah membunuh paman untung di kota, lalu chucky dan batarakalong ." Kembali ke rumah, nyoto selalu bertanya-tanya, diakah yang membunuh mereka ? Ataukah ia lihat mahluk mengerikan itu, begitu dekat dengannya, lalu membunuh mereka semua tanpa nyoto berdaya untuk berbuat sesuatu? namun pagi ini, nyoto tidak ragu sama sekali . Ia begitu yakin. Mahluk itu menjelma pada tubuhnya, lalu memperkosa nyi kembang dan menyebabkan suami perempuan itu mati. la mulai yakin kini, paman untung , chucky dan batarakalong mati oleh tangannya.
nyoto mengepalkan tinju. Menghantamkannya ke kepala, sambil bergumam lirih: "Siapa-siapa lagi yang akan jadi korban tanganku ini?" "nyoto ?" Laki-laki itu tersentak. jessica sudah bangkit dari tidurnya, dan dengan wajah heran memandang suaminya. "Mengapa kau, sayang?" nyoto menarik nafas. Dalam. Deburan jantungnya terasa agak mereda. "Ah, tidak. Tidak apa-apa!" jessica tak percaya. namun tidak pula memperlihatkan perasaannya itu. la turun dari tempat tidur, melihat ke luar jendela, tercenung sesaat, lalu membalik dengan wajah yang pucat. Ia tatap wajah suaminya dengan tajam. "Ada apa ribut-ribut diluar sana, nyoto ?" "Ribut-ribut? Ribut-ribut apa?" "Jangan berlagak pilon, nyoto ." "Aku....... aku tak tahu. Benar-benar tak tahu." Wajah nyoto basah oleh peluh. Melihat itu, jessica mendekat i suaminya, memeluk laki-laki itu sambil menychucky peluh di wajahnya dengan gerakan jari-jemari tangannya yang lemah gemulai. "nyoto ku, sayangku. Kau tak terlibat dengan keributan di luar, bukan?"
nyoto memandangi isterinya. Lalu menjawab dengan nada suara seperti tak berdosa: "Aku? Terlibat? Bukankah sepanjang malam kau terus-terusan memelukku, jessica ?" jessica mencoba tersenyum. "Aku tau, sayangku Aku tau......." gumamnya. Lalu berdiri. "Pergilah mandi, nyoto . Pakaianmu kusut dan begitu kotor. Kalau ayah dan ibu bangun, aku tak rela mereka lihat menantu mereka sejorok engkau. Apakah kau jatuh di kubangan atau terguling di tanah berlumpur dekat sungai, waktu mau menolongku tadi malam?" nyoto memikirkannya, agak pucat, lalu mengangguk. Lesu. "Kukira aku terlalu tergesa-gesa." rungutnya. "Kalau kau terlambat sedikit, aku sudah dicemarkan oleh dukun lepus itu, nyoto . Syukurlah kau datang dari kota satu hari sebelum waktu yang kuharapkan!" "Aku cemas memikirkan dirimu dan keluargamu." Begitukah? Cemas memikirkan diriku dan keluargaku? Atau taukah ia rencanaku pulang lebih dahulu ? jessica tak habis berpikir saat menyediakan kopi untuk suaminya. la baru saja meletakkan gelas kopi itu di atas meja ruang tengah waktu tiny tergopoh-gopoh masuk di dalam rumah. Wajahnya pucat lesi, dan begitu melihat jessica , ia genggam tangan kakaknya dengan gemetar, dari suaranya seperti mau meledak oleh perasaan ngeri: "nyi kembang diperkosa!" jessica terkejut. "Diperkosa? Oleh siapa?" "Mungkin kau tak percaya, namun nyi kembang bersikeras mengatakan ia diperkosa seekor ular. Dan suami nyi kembang mati sebab nya!"
jessica jatuh terhenyak di kursi. Butir-butir keringat dingin membersik di bawah ketiaknya. Beberapa malam yang lalu, aku menyangka digeluti oleh nyoto , namun waktu mata kubuka, ternyata aku tengah disetubuhi seekor ular! Jadi semakin jelas kini, semua itu kenyataan. Bukan mimpi buruk. namun betapa lebih buruk dan mengerikannya kenyataan itu! Lalu, jessica tiba-tiba tak kuat lagi menahan airmata. Ia menangis tersengguk. MESKIPUN orang-orang diluar rumah masih ribut menceritakan keganjilan peristiwa yang dialami nyi kembang dan suaminya, dan sebagian lainnya sibuk mempersiapkan pemakaman untuk gufi , di dalam rumah keluarga jessica terasa kegembiraan mempengaruhi semua orang. Pagi itu, semua anggota keluarga lengkap menghadapi meja makan. Apa yang membuat mereka gembira adalah ayah jessica tampak sehat dan makan teramat lahap. Tak seorang pun anggota keluarga berani menanyakan apa yang dialami kepala keluarga itu sebelum ia terkena penyakit kesurupan yang aneh itu. Pengobatan dukun aki resi mandala sudah menjelaskan semuanya. Namun mereka toh ingin mendengar cerita itu dari mulut orang yang mengalaminya sendiri. Namun orang itu, ayah jessica , makan kata sebagaimana biasanya. Tak ada sikap-sikapnya yang aneh, bahkan tak ada bayangan-bayangan lain dalam sinar matanya. Semua seperti ia tak pernah mengalami sesuatu. Malah dengan heran ia bertanya pada dirinya sendiri: "Kok batuk yang rasanya memporak-porandakan dadaku selama ini, hilang ya?" "Bersyukurlah, bapak, pada Tuhan," menegur isterinya. Ayah jessica tersenyum. Katanya sambil menatap nyoto : "Mungkin kedatangan menantu kita membawa mu'jizat."
jessica mendengar pujian itu, merasa bangga. Kegelisahan hatinya seolah ditelan habis oleh kesehatan ayahnya dan kini, saat ayahnya memuji suaminya. Betapa tidak jessica akan berbahagia? Dengan tersenyum puas, ia melirik kesamping pada nyoto . Dan tiba-tiba, bukan saja jessica , namun semua yang mengelilingi meja makan terkejut. Wajah nyoto membiru. Nafasnya terdengar susah keluar. Satu persatu dengan jarak yang tidak menentu. "nyoto , nyoto ," jessica mengoncang-goncang bahu suaminya. nyoto merintih: "Kakiku, aduh ............. kakiku!" la berusaha berdiri, namun lalu jatuh terpelanting ke lantai. jessica menjerit, membantu suaminya dan menjadi pucat, melihat kaki kanan nyoto . Dari betis sampai ke lutut, bengkak membiru, sehingga besarnya sama dengan besar paha nyoto . nyoto mengerang-erang sambil memegang kakinya. Ia mengaduh. Ia mengeluh. Bahkan lalu ia mulai menangis. Panik menimpa keluarga itu. seperti panik yang beberapa saat sebelumnya menimpa seluruh penduduk kampung. Tubuh nyoto yang menggeliat-geliat menahan sakit, mereka angkat beramai-ramai keatas tempat tidur. sambil menangis jessica memeluk suaminya. "Mengapa dia? Kok tiba-tiba. tanpa gejala?" tiny bertanya heran. Ibu jessica yang pucat, menggelengkan kepala. Ayah jessica mengernyitkan dahi. Lalu berseru pada peniwise : "Panggil pak donald duck , cepat !" Dalam beberapa menit, peniwise sudah kembali bersama seorang laki-laki setengah baya yang bergegas masuk ke kamar tidur nyoto . la pandangi si sakit dengan tajam, dan mata itu lebih berkilau lagi waktu memperhatikan bengkak di kaki kanan nyoto . Dirabanya kaki itu. nyoto mengerang. jessica menggigit bibir, seolah-olah kakinyalah yang kesakitan. "Kenapa kira-kira, donald duck ?" gumam ayah jessica . Pak donald duck berpikir lama. "Bukan penyakit," katanya. "Bukan penyakit? Apa maksudmu?" jessica yang sudah reda tangisnya tiba-tiba membuka mulut: "Barangkali keseleo waktu jatuh tadi malam. Atau tergigit ular." "Jatuh dimana?" tanya pak donald duck . "dekat sungai." Ayah dan ibu jessica memandang heran. jessica sadar sudah terlanjur ngomong. Cepat-cepat ia berkata: ".......... sebelum tiba di rumah ini, nyoto buang hajat dahulu ke sungai." "Ooo," gumam ayahnya. namun pak donald duck tidak sependapat. la membaca mantera-mantera tertentu, meraba-raba nyoto tanpa memperdulikan bagaimana pasiennya mengerang dan merintih. Do'a pak donald duck semakin keras kata demi kata, sampai akhirnya ia berseru: "Haap!" lalu tangannya seperti menangkap sesuatu dari bengkak di kaki nyoto . Ia ludahi tangannya yang terkepal itu lalu "plok", telapak tangannya terbuka dan mendarat di kaki nyoto . Sesaat , orang yang terkena tamparan di kakinya, memekik lengking, lalu terdiam. jessica makin pucat. Ia tatap suaminya dengan cemas, memanggil-manggil dengan suara lirih: "nyoto ? nyoto ?"
Tak ada sahutan. Semua orang tegang, kecuali pak donald duck . Kelelahan, ia berdiri. Lalu bergumam ditujukan pada ayah jessica : "Menantumu tertidur." Namun ayah pak donald duck tidak membayangkan kegembiraan. "Ada kesgober an?" tanya ayah jessica ingin tahu. "Ya." "Apa?" "Entahlah. namun kukira.......... aku hanya mampu mendinginkan darah mendidih di bagian kaki yang bengkak itu. namun menghilangkan bengkaknya, sama sekali tak bisa. Padahal bengkak itu bisa menimbulkan rasa sakit yang tak tertahankan nantinya................" "Pergunakan segenap keahlianmu." "Dengan meraba, aku sudah tau. Nantilah, kuhubungi pak Iming dan Mang Kardi." Sampai senja jatuh, kedua orang yang dinamakan pak donald duck tidak bisa menyimpulkan apa yang diderita nyoto . mereka hanya bisa mengurangi rasa sakitnya saja, sehingga wajah nyoto sudah menjadi biasa kembali. Ia tidak lagi mengerang dan merintih. Pasrah saja kakinya diobati, dan kalau ditanya bagaimana perasaannya, ia menjawab: "Tak apa-apa!" Magrib jatuh, dan nyoto bangkit dari pembaringannya. la tertatih-tatih sepanjang kamar, dibantu jessica . Lewat jendela yang mereka biarkan terbuka agar masuk udara segar, kelihatan dalam remang-remang cahaya di luar beberapa gelintir penduduk
berpencar. Pulang kerumah masing-masing. mereka baru kembali dari kuburan, Sesudah memakamkan jenazah gufi . Dikejauhan tampak isteri almarhum, nyi kembang , berjalan pulang ke rumahnya diiringi kepala kampung, pak soebandrio , dan juru tulis, nyi girah . Di dekat mereka beberapa orang yang masih dalam suasana berkabung. Anehnya, meskipun jauh jaraknya, telinga nyoto mendengar suara-suara mereka yang berjalan beriring-iringan itu. la dengar isak tangis nyi kembang . la dengar suara nyi girah membujuk: "Sudahlah. Tak usah ditangisi. Waktu dari kudengar kabar kematian anakku, chucky , aku pun tak menangis. Toh anakku tak akan kembali!" Mata nyoto berkilau tajam. Dan telinganya lebih ia pertajam pula mendengar kepala kampung berbisik: "Sudah ada kabar tentang siapa pembunuh anakmu?" "Belum. Gelap, namun konon cara kematian chucky dan kekasih gelapnya batarakalong , sama seperti kematian untung ." "Hem..........." "Mengapa?" "Aku tengah memikirkan sesuatu." "Apa kiranya?" "Kematian keluarga-keluarga di kota itu, disusul kematian gufi , tidakkah kau menampak sesuatu?" "Ah........... tidak." "Kematian mereka sama keadaannya. Dalam ketakutan, bercampur kebencian. Kalau pembunuh biasa, paling mereka ketakutan. namun mengapa mata mereka memancarkan
kebencian? Mungkinkah.............. hunjaman-hunjaman seperti bekas suntukan di leher untung dan chucky , disebabkan.......... gigitan ular misalnya?" nyi girah menghela nafas. "Mengapa kau bilang begitu?" tanyanya. "Sesudah kudengar mahluk apa yang memperkosa perempuan malang di depan kita ini...... semua korban bukanlah kebetulan orang-orang kampung kita. sebab seingatku, mereka yang sudah meninggal sama-sama pernah terlibat dalam salah satu kejadian..." "Kejadian apa?" suara mereka kian menjauh. nyoto mendekat kan diri ke jendela. Terdengar jawaban pak soebandrio : "Peristiwa pembunuhann itu." "Pembunuhan?" "He-eh. Kau dan aku ikut juga, bukan? Begitu pula beberapa penduduk lainnya, Kindi, dul latief , momo dan Sukri. Yang kita bunuh waktu itu dengan emosi yang meluap-luap, adakah syam kamaruzaman . Suami tak syah putrimu yang binal itu!" nyi girah menghela nafas. "Aku hampir-hampir tak percaya. namun mungkin juga. Masih kuingat bagaimana chucky menceritakan si syam kamaruzaman itu pemuja ular, bahkan wujudnya kadang-kadang berubah jadi ular........." tiba-tiba nyi girah menarik nafas. Berat dan susah. la memandang soebandrio dengan ganjil. "Apakah yang tengah kupikirkan kini, juga berputar-putar di benakmu?" soebandrio mengangguk. Katanya: "Mungkin yang lain-lain tak akan percaya arwah syam kamaruzaman mulai membalas dendam. namun ada baiknya kita panggil mereka berkumpul malam ini juga." "Di mana?" nyoto mempertajam telinganya.
"Di pos Hansip saja. Kirdi dan Sukri giliran jaga malam ini." Seorang perempuan membukakan pintu rumah untuk jessica . Yang lainnya mengikuti. Dari dalam menggaung suara orang tahlilan. Dada nyoto seperti meledak-ledak mendengar gaungan ayat suci itu. Kadang telinganya seperti mau pecah. Ia cepat-cepat mengundurkan diri dari jendela, hampir terjatuh membentur jessica yang dari tadi berdiri memperhatikan di belakangnya. "Mengapa kau, nyoto ? Kau begitu asyik memperhatikan orang-orang itu." nyoto bersungut-sungut: "Ah, aku cuma memikirkan betapa aku menyesal." "sebab ?" "Tak ikut menghadiri pemakaman gufi ." Ia lalu duduk di pinggir tempat tidur. Berpikir keras, mengapa begitu tajam pendengarannya saat itu. Dan meskipun orang-orang yang dilihatnya semakin menjauh dan malam semakin jatuh, toh matanya menatap mereka semua dengan jelas, seperti di siang bolong dan dalam jarak sejangkauan tangan saja. Dengan gelisah, nyoto nyeletuk: "Tolong buatkan kopi, jessica ." Isterinya keluar dari kamar. "Yang gulita !" seru nyoto pula. Ya. Yang gulita . Sebab aku tak ingin tidur malam ini. Ada pekerjaan yang harus kulakukan. O, kaki yang bengkak, mengapa kau gerangan? Aku tak merasa jatuh, merasa digigit ular. Paling-paling tadi malam aku bertemu syam kamaruzaman , namun ia tidak menggigitku. lni bukan kraam, sebab lutut tak akan ikut-ikutan membesar kalau cuma sekedar kraam. la coba menchucky n jaluran urat syaraf di balik lututnya. Tak terasa apa-apa. Cuma kebas.
Risau, nyoto menatap lurus ke depan. Ternyata langsung ke arah kaca lemari. Ia lihat kakinya yang bengkak, namun apa yang membuatnya terkejut adalah, waktu ia melihat lebih keatas. Ia mengerti sekarang , mengapa pendengaran dan penglihatannya menjadi sangat tajam. Di kaca lemari, dengan perasaan cemas dan mual, ia lihat perubahan pada telinga dan bola matanya. Tampak lebih kecil dari biasa. Apakah roh si syam kamaruzaman mulai memasuki diriku saat ini? Atau....... kemarahan syam kamaruzaman sudah berakibat perubahan itu nyata langsung ke tubuhnya, bukan dalam perasaanku saja? Memikirkan itu, nyoto mengeluh. Dan ia kian terkejut. Suara keluhannya seperti suara angin berdesir..... MALAM itu jessica cepat tertidur. nyoto merasa heran. Setahunya, jessica minum lebih banyak kopi dari nyoto sendiri. namun tidak seperti malam-malam sebelumnya, sewaktu minum kopi jessica berulang kali menguap sambil bersungut-sungut: "Waduh. Ngantuknya bukan main." "Kau letih," balas nyoto lembut. "Mengapa kita tidak langsung ke kamar tidur saja?" Lalu mereka tinggalkan ayah dan ibu jessica berbincang-bincang di ruang tengah. Tak sampai satu jam, ruang tengah itu sudah sepi. Seluruh rumah senyap. jessica pun sudah tertidur lelap. Waktu bangkit dari atas ranjang secara beringsut-ingsut, mata nyoto sempat melihat ke kaca. Dalam cahaya samar-samar kembali ia lihat telinga dan matanya: Benar-benar mengecil kini. Untunglah waktu berbincang-bincang dengan keluarga isterinya tadi, minyak tanah habis dan hanya lampu teplok saja yang dihidupkan, sedang lampu petromak disimpan. Dengan demikian nyoto leluasa mengambil tempat duduk tanpa gambaran-
gambaran dirinya terlihat jelas dalam remang-remang cahaya lampu teplok. Di luar rumah, remang-remang rembulan tidak mengganggu pandangan mata nyoto . Sambil berjalan dalam kegelapan ia perhatikan rumah demi rumah yang ia lalui. Semua sepi. Seolah-olah mati. Semenjak penduduk mendengar rumah di ujung kampung kedatangan tamu yang menakutkan, semua orang sudah mengunci pintu rapat-rapat dan langsung naik ke tempat tidur biar pun belum waktunya. nyoto merasa senang dengan keadaan itu. Berarti, ia bisa bergerak dengan lebih leluasa. la keluar dari kegelapan bayangan-bayangan rumah, waktu menyebrang jalan persis di pertengahan kampung, tak jauh dari balai desa di belakang mana terdapat pos Hansip yang ia tuju. la tidak langsung pergi ke pos itu. namun berdiri tegak di tengah jalan. Tengadah. Menatap rembulan yang pucat, seperti orang yang kurang tidur. Melihat cahaya rembulan itu terasa darah di sekujur tubuh nyoto bergolak. Panas. la merasakan kulit-kulitnya terpanggang, namun ia tidak merasa sakit atau perih. Dengan bimbang kulit dadanya ia raba. Masih licin. namun telinganya hampir lenyap samasekali . Tiba-tiba dari kejauhan anjing menggonggong lengking dan panjang. Seperti suara terompet kematian. Penduduk kian meringkuk di bawah selimut, sedangkan orang-orang yang sedang berkumpul di pos Hansip, tiba-tiba terdiam. Berpasang-pasang mata saling berpandangan. Beberapa di antaranya mulai gemetar, sambil berbisik: "Aku mencium bau tak enak!" Yang mendengar hidungnya kembang kempis. "Aku juga! Aku juga," kata mereka bersahut-sahutan. "Seperti bau bangkai," lanjut orang yang pertama. Yang lain tak menyahut. namun diam terbungkam. Anjing-anjing menyalak lagi, seperti memohon pada rembulan agar bersinar lebih indah dan cemerlang. Namun, seperti juga orang-orang, di pos Hansip, bulan itu pun berlindung di balik awan, lalu mengintip disela-selanya. nyoto terkekeh. Suaranya mengalun dibawa angin malam, dan orang-orang di pos Hansip menjadi kaget. "Dengar!" rutuk soebandrio . Kekeh nyoto mengeras. Lalu suaranya yang parau, lepas: "Keluarlah, aku menunggu kalian semua!" soebandrio merinding. nyi girah membaca doa-do'a, sedangkan Kirdi dan Sukri tanpa sadar, sudah mengencingi lantai papan tempat mereka duduk. dul latief bangkit berdiri, sementara momo menyambar golok dari pinggang Kirdi. Tahu goloknya diambil, Kirdi berteriak: "Kembalikan. ltu punyaku!" momo tertawa. Mengejek. "Kalau punyamu, mengapa tak kau pergunakan? Ayoh, ini. Ambillah kembali lalu pergilah keluar sana. Lihat siapa orang yang kurang ajar berani-beranian menakut-nakuti itu. Bukankah tugasmu jaga malam ini?" Kirdi tak menjawab. Dan kepala kampung membentak: "Ayo, kita keluar bersama-sama!" Yang lain menyetujui. Sementara itu, nyoto yang berdiri ditengah-tengah jalan kampung melihat bayangan-bayangan aneh di hadapannya. Bayangan orang-orang yang berteriak riuh rendah, berkerumun seperti melihat sebuah tontonan yang menarik, lalu mendengar suara orang mengerang, merintih minta tolong, sementara suara-suara sepak, tinju, bacokan-bacokan golok silih berganti menyelingi umpat dan serapah. Menembus tubuh tubuh orang-orang yang membelakanginya, mata nyoto melihat tubuh syam kamaruzaman terkapar
ditengah jalan, hancur berlumur darah namun masih hidup. Matanya yang belum kehilangan sinar, memandang pada nyoto , sambil memerintah: "Bunuhlah mereka semua. Bunuh! Bunuh! Bunuh!" lalu bayangan-bayangan yang berkerumun itu memencar. la lihat paman untung menghilang, disusul batarakalong , lalu gufi . Tinggal soebandrio . nyi girah . momo yang memegang golok, juga dul latief . Kirdi yang merangkul di belakang tubuh Sukri yang berdirinya goyah. soebandrio mengarcungkan obor ditangannya, tinggi ke udara, ingin meyakinkan dengan apa mereka berhadapan. Kalau manusia, siapa gerangan. Kalau mahluk, mahluk apa kira-kiranya? Cahaya obor menerangi tempat nyoto berdiri. nyi girah berseru tertahan: "syam kamaruzaman . Tak mungkin!" nyoto tertawa terkekeh-kekeh. "Apa yang tak mungkin, algojo-algojo berjiwa binatang?" Yang paling dahulu an bisa menguasai diri adalah dul latief . la melangkah ke depan, disusul oleh momo . mereka berdua mengacungkan golok siap menyerang. Hati sanubari nyoto dengan cemas memperhatikan muka-muka yang angker dan golok-golok yang mengancam itu. Sanggupkah ia menghadapinya? namun roh syam kamaruzaman di kepalanya, menari-nari dengan riang gembira, sambil berteriak-teriak: "Lawan mereka , nyoto . Bunuh mereka , bunuh!" Hati sanubari nyoto memberontak tiba-tiba: "Tidak!" protesnya. dul latief dan momo yang sudah maju, tertegun mendengar perkataan yang bunyinya jelas namun maknanya kurang mereka mengerti itu.
"Lawan. Bunuh mereka semua. Kalau tidak, kau yang akan kubunuh. Kau lihat? Aku sudah mulai menguasai jiwa dan jasadmu. Phisikmu sudah mulai berubah, nyoto , dan jiwamu pun akan segera menyusul. Kau tak mungkin lagi hidup bersama-sama mereka , sebab itu bunuhlah mereka sekarang juga!" Hati sanubari nyoto terdiam. lalu layu. Mati. nyoto bergelak. Teriaknya: "Mengapa kalian belum maju juga?" "Haram jadah," sungut dul latief . "Kau pikir kami percaya kau ini hantu?" "Aku memang hantu. Hantunya syam kamaruzaman , yang ingin membalas dendam atas perbuatan kejam yang kalian lakukan beberapa tahun yang lalu. Persis di tempat ini juga. Masih ingatkah? Bukankah kalian sendiri yang menyeretku ke sumur tua itu?" "Terkutuk kau!" momo menyumpah. "Kami kira kau sudah mati waktu itu, tak taunya kau bisa melarikan diri dari sumur tua itu. Buktinya, esok harinya sumur itu mau kami timbun, tubuhmu sudah lenyap tak berbekas ! Kami percaya omongan aki resi mandala yang mengatakan mayatmu gaib, namun kami menyesal kini mengapa kami biarkan kau masih bernafas waktu dicemplungkan ke lubang sumur." "ltu sebab kalian biadab. sebab kalian i ngin menyiksaku lebih mengerikan. Kalian ingin melihat aku mati secara perlahan-lahan, Sesudah tubuhku remuk-remuk!" "ltu sebagai imbalan dosamu merusak kehormatan chucky , anakku," nyi girah membuka mulut. "Kau cemarkan keluargaku. Kau cemarkan seluruh penduduk, anak-anak gadis mereka , isteri-isteri mereka yang kau buat tergila-gila sebab ilmu tenungmu yang busuk!"' "Kalian yang busuk. Tak senang melihat orang miskin seperti aku tiba-tiba kaya, tiba-tiba digilai perempuan. Kalian iri. Lalu kalian bunuh aku dengan kejam. sekarang , aku datang menuntut balas.
Berdo'alah. Kalian akan segera menyusul arwahku. Kematian kalian akan mengerikan................." la menerjang ke depan. Obor di tangan kepala kampung berkibar terang sebab gerakan tangannya yang terkejut. Biarpun muncul dari balik awan dengan tiba-tiba. Lalu dul latief dan momo yang tadinya nekad mendadak mundur. Yang ada didepan biji mata mereka bukan lagi bayangan tubuh syam kamaruzaman , namun bayangan tubuh yang digambarkan nyi kembang : setengah manusia berkulit dan berkepala ular. Lidahnya bercabang-cabang, berdesis kian kemari melemparkan lendir-lendir berbau hanyir dan busuk. nyi girah muntah hebat. Kirdi terkapar sebab tidak bisa mengelakkan sambaran kepala yang tiba-tiba berleher panjang mengerikan itu, lalu terhuyung jatuh. Sukri ikut terbawa jatuh dan tiba-tiba memekik kesakitan. Ternyata pisau ditangannya sudah menusuk jantungnya sendiri. la menggelepur seperti ayam. Sesaat cuma. lalu . Mati. Empat orang laki-laki lainnya yang masih sadar, ciut hatinya. Semangat untuk melawan lenyap Sesudah mereka lihat perubahan mendadak yang terjadi pada tubuh mahluk di hadapan mereka . Mahluk itu menyerang dengan ganas. Tangannya yang bertambah panjang membelit pinggang nyi girah dan membetotnya sekali gus. Terdengar suara tulang-tulang berderak. Melihat itu, dengan nekad dul latief membacokkan goloknya. Yang diserang tak sempat mengelak sebab tangannya sedang membetot tubuh nyi girah yang mendadak lunglai. Terdengar pekik kesakitan. Pekikan itu menambah semangat dul latief , momo dan soebandrio . mereka yakin mahluk itu mahluk bernyawa. Kalau tidak, tak akan terkena sambaran golok dan tak akan menjerit kesakitan. "Dia bukan roh!" geram soebandrio , "Bunuh dia!" nyoto mengerang. Hati sanubarinya yang tadi mati, tiba-tiba hidup kembali Sesudah merasakan sebelah lengannya terkena bacokan. la mencium bau darah dan merasakan cairan hangat mengalir dari lengan, terus membasahi celananya. Kini tidak lagi ia
memikirkan apakah ia adalah seorang nyoto atau seorang syam kamaruzaman . Yang ia pikirkan adalah melawan. Ia harus membunuh mereka semua, kalau ia ingin keluar dari pertarungan ini hidup-hidup. Beberapa saat lamanya perkelahian itu berlangsung. Dan nyoto bisa menghindarkan bacokan golok. la pergunakan keahliannya melakukan perkelahian bela diri yang ia pelajari sewaktu menjadi mahasiswa, dan tenaga aneh dari pengaruh syam kamaruzaman dalam jnyoto ya membuat perlawanan dan tenaga nyoto jadi berlipat ganda. Ketiga lawan-lawannya sudah kepayahan, saat tubuh nyoto limbung terjungkel kebelakang tanpa sebab. Tangannya menchucky n perut yang seperti kena hantaman keras. Tau-tau perutnya sudah membesar, kembung seperti perempuan bunting tua. soebandrio , momo dan dul latief hanya terpana oleh peristnyoto yang ganjil itu. mereka akan terus berdiri terpaku memandang tubuh mahluk yang perutnya kembung dengan tiba-tiba itu, kalau saja dul latief tidak berseru tiba-tiba: "Mengapa kita lepaskan kesempatan baik ini?" Sesaat itu juga mereka maju. Perlahan, namun pasti. Bibir ketiganya menyeringai, memperlihatkan kemengan. Bulan semakin pucat. Anjing tiba-tiba melengking disebelah timur, beberapa ayam berkaok-kaok, dan seeekor lutung tiba-tiba meloncat dari bayangan kegelapan. Semua itu tidak diperhatikan oleh keempat orang itu. Mata dan hati mereka tengah dirasuki oleh keinginan membunuh, sama halnya saat mereka dahulu bermaksud menyudahi syam kamaruzaman yang sudah merusak kehormatan desa dan penduduk desa mereka . Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar suara lembut, namun tajam dan memukau: "Jadilah mahluk-mahluk Tuhan yang terpuji saudara-saudaraku!" Tiga orang yang tengah kesetanan itu dengan kaget membalik. Seseorang berdiri dihadapan mereka . Lewat cahaya bulan tampak usianya yang sudah tua mengenakan jubah yang berjumpai-jumpai
ke tanah sementara janggutnya yang putih berkibar-kibar ditiup angin. "Bapak aidit !" gumam soebandrio , yang pertama kali mengenali orang itu. "Mengapa bapak ada di sini?" "Syukurlah kau kenal aku, Ucu!" kata orang itu, menyebutkan nama kecil soebandrio , yang menjadi dingin hatinya Sesudah mendengarnya. "jessica menghubungiku dua hari yang lalu, dan ia menceritakan hal yang ganjil padaku. Sayang aku harus ke gunung dahulu untuk mengobati orang-orang yang sakit. Pulang ke rumah kudengar jessica mencariku lagi, sebab itu aku segera datang. Hem, pernahkah lupa orang itu, Ucu?" ternyata tenang sambil menunjuk ke tubuh setengah manusia setengah ular yang bergulung-gulung kesakitan di tanah. "ORANG?" soebandrio tercengang. "Bapa aidit bilang, mahluk mengerikan itu adalah orang?" Janggot putih itu bergerak-gerak waktu aidit itu bertawa. Lembut. la lalu menjelaskan: "Ucu, kau dan kawan-kawanmu pernah berbuat dosa besar. Dosa itu terus mengikuti kalian tanpa kalian sadari. Lalu anak muda yang malang ini datang untuk mengingatkan dosa-dosa kalian. Juga tanpa ia sadari. Dosa-dosa itulah yang membuat bathin kalian melihat hal-hal yang ganjil. Marilah kuperiksa. la tampaknya memerlukan pertolongan yang segera." Sambil berkata demikian, orangtua itu mendekat i tubuh yang menggeliat-geliat kesakitan diatas tanah. soebandrio , momo dan dul latief mengikuti dibelakangnya dengan golok siap di tangan. mereka bergidik waktu melihat mahluk itu, dan merasa heran mengapa bapak aidit berkata mahluk itu adalah manusia biasa? Mana ada manusia berkulit seperti sisik
dengan warna hitam legam demikian rupa, serta kepala berbentuk ular? "Si.......... siapa kau?" desis mahluk itu dengan lidah bercabang-cabang terjulur keluar sambil matanya memandang ketakutan. "Anakku," orangtua itu berjongkok di sisi tubuh itu. Mulutnya mengulur senyum manis. "Aku datang untuk menolongmu. Roh jahat mempengaruhi dirimu namun ia tak akan mengganggumu lagi," lalu tangan orang tua itu mengusap-usap wajah mahluk yang diam terpukau begitu beradu pandang dengan mata aidit . sambil mengusap-usap orang tua itu kumat-kamit memanjatkan do'a. Mahluk itu merintih sesaat. Lalu.................. Lalu soebandrio , dul latief dan momo semakin tercengang. mereka melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana mahluk itu samasekali tidak melakukan perlawanan begitu terpegang oleh aidit . Keheranan itu bertambah-tambah waktu bapak aidit memerintahkan: "Istigfarlah, anakku. Istigfarlah, dan Tuhan akan menyelamatkan dirimu." Susah payah dari mulut yang aneh itu lepas ucapan: " astagtirullahu wal aziem." Dan perlahan namun pasti, darah-darah bergolak di pembuluh-pembuluh tubuh nyoto , perlahan-lahan menjadi dingin, sejuk dan nyaman mengalir tenang seperti biasa, dengan sedikit rasa perih di beberapa bagian tubuhnya. Sementara tiga orang laki-laki di belakang bapak aidit , melihat bagaimana sisik yang hitam legam di tubuh mahluk itu berubah jadi kulit manusia biasa, kepala ular itupun jadi kepala manusia biasa. Hanya dalam sekejap mata saja. Seperti dikomando, mereka lebih mendekat kan muka, lalu seperti dikomando pula, ketiga mulut mereka sama-sama mengucapkan kata-kata heran: "Dia nyoto !"
Bapak aidit berdiri. nyoto memejamkan mata, tampaknya tertidur pulas. Dalam keadaan terbanting begitu, dengan kaki yang bengkak dan perut kembung besar, tampak seperti seorang wanita hamil tua yang menderita alergi, atau untuk menjalani pembedahan kandungan. "Apakah dia suami jessica ?" bertanya aidit . "Benar, bapak aidit !" "Kalian antarkanlah ia ke rumah isterinya." Sementara dul latief dan momo mengangkat tubuh nyoto lalu pergi menjauh, soebandrio mengikuti orangtua yang semakin ia hormati dan segani itu memeriksa keadaan kawan-kawannya. Sukri ternyata sudah mati tertusuk pisau sendiri. Kirdi hanya pingsan, dan segera bangun waktu diusap oleh aidit . Cemas, soebandrio memperhatikan orangtua renta itu mengusap-usap wajah dan bagian-bagian tubuh nyi girah , sahabat karibnya. Kalau tak salah ia dengar tulang-tulang nyi girah berderak, tubuhnya lunglai dan dihempaskan begitu saja oleh nyoto . Matikah dia? Tiba-tiba, dari mulut nyi girah keluar keluhan. "Ia menderita patah tulang-tulang," gumam aidit . "Antarkan ia ke rumahnya. Akan saya obati, selesai mengobati penyakit yang tengah diderita nyoto . Temanmu ini akan menderita selama satu minggu, namun Sesudah itu tulang-tulang rusuknya yang patah akan kembali normal seperti biasa. Katakan hal itu untuk menyenangkan hati keluarganya.................." Janggut putih orangtua itu berkibar-kibar sewaktu ia melangkah kearah rumah di mana barusan dul latief dan momo masuk membawa tubuh nyoto . Dari dalam terdengar pekik kaget, lalu suara tangis tersedu-sedu. Jubah aidit itu bergetar. Beberapa pintu rumah sekitar mulai terbuka. Dan segelintir penduduk yang memiliki sisa-sisa keberanian mulai tertarik perhatiannya untuk
keluar dan mengetahui keributan apa yang barusan terjadi namun tiba-tiba mendadak sepi itu. "Bapak aidit ," kata ayah jessica begitu melihat siapa yang masuk rumahnya sambil tersenyum. jessica yang tengah memeluk dan menangisi suaminya, berbalik, melihat tamunya yang baru datang itu, lalu berlari memeluknya seperti memeluk ayahnya. sambil berucap: "Syukur ya Tuhan!" Orangtua renta itu semakin lebar senyumnya. Ia elus rambut jessica dengan penuh kasih sayang. "Bagus anakku. Mulai sekarang , perbanyaklah memuji nama Tuhan." nyoto mereka baringkan di atas tempat tidur. Dikelilingi oleh momo , dul latief dan anggota keluarga jessica . Semua berwajah pucat, berhati cemas dan berdada penuh luapan kebingungan dan kepenasaran. Tangis jessica sudah reda segera Sesudah melihat aidit muncul tanpa diduga-duga. Ia kini berpelukan dengan ibunya, memperhatikan bagaimana aidit duduk di pinggir tempat tidur, membaca ayat-ayat suci dengan mata terpejam rapat, sementara jari-jemarinya tak henti-hentinya menghitung biji-biji tasbih berbentuk kalung yang ia lepaskan dari lehernya. Orangtua itu samasekali tidak bergeming di tempatnya duduk. Diam seperti mati, kecuali jari jemarinya yang menghitung bij-biji tasbih, dan bibirnya yang kumat kamit membaca doa. Pada saat- saat tertentu, tangan kirinya mengusap bengkak di kaki kanan dan perut nyoto yang masih tak sadarkan diri, sementara tangan kanan orangtua itu tetap menghitung biji-biji tasbih. Gerakannya biasa, namun semua orang di ruangan kamar itu terbelalak matanya, melihat apa yang terjadi. Tiap kali menyentuh bengkak di perut atau kaki nyoto , tiap kali pula tasbih di tangan aidit itu berpijar-pijar seperti memancarkan kembang api. Entah berapa lama hal itu berlangsung, sampai tiba-tiba orangtua itu menghentikan do'anya, dan lalu bergumam perlahan ke arah jessica : "Anakku, apakah sebelum bengkak ini timbul, suamimu pernah meyakitkan hati seseorang?"
jessica memikirkannya. Dan tiba-tiba menjadi pucat. "Pernah, bapak aidit ." "Siapakah orang itu?" "aki resi mandala ." aidit manggut-manggut. "Kudengar ia orang berbahaya. la memiliki kekuatan yang aneh. yang hampir-hampir tidak masuk diakal. namun Tuhan pernah menciptakan dua kekuatan yang bertentangan itu, ialah malaikat dan setan. Kita semua tahu pada siapa kita mengabdikan diri, namun aki resi mandala mengabdikan dirinya justeru pada setan itu. Hem, jessica . Mengapa ia sakit hati pada suamimu?" jessica kebingungan sesaat. Memandangi orang-orang di ruangan itu. "Katakanlah, anakku, kalau tidak segalanya akan menjadi kasip." Dengan pusat dan gugup, jessica menceritakan peristiwa yang ia alami di tengah sungai, bagaimana ia dimandikan aki resi mandala dan hampir saja ia diperkosa. Ayah jessica merah padam mukanya, sementara dul latief dan momo mengepal-ngepalkan tinju dan mengelus-elus golok. peniwise yang penakut tiap kali dinamakan nama aki resi mandala , mendadak jadi pemberani. "Hukumlah, manusia jahanam itu, bapak aidit !" Orangtua berjenggot putih itu tersenyum lembut, mengusap kepala peniwise . Katanya perlahan: "Aku tak berhak menghukum orang itu, anakku. Biarkan persoalan itu kita serahkan pada Tuhan. Yang penting sekarang ini, kita harus membantu abang iparmu, bukan? Maukah kau tunjukkan jalan ke rumah aki resi mandala , anakku?" peniwise membusungkan dada. "sekarang ?" tanyanya lantang.
jessica terharu. Bapak aidit pasti tau yang hadir disitu bisa menunjukkan rumah aki resi mandala . namun sengaja hal itu ia tanyakan pada peniwise untuk menghadirkan kebanggaan dan keberanian anak itu sebagai seorang laki-laki yang dari bentuk badan dan sinar matanya selama ini jelas tampak berjiwa lemah. aidit , ayah jessica dan peniwise ditemani dul latief yang tak pernah lepas dari goloknya mengetuk pintu rumah aki resi mandala tengah malam buta itu juga. Dari dalam tak terdengar sahutan. dul latief mendorongkan pintu, ternyata tak dikunci. Waktu mereka masuk, asap kemenyan dari pedupaan berkepul menyerang hidung. Ayah jessica batuk-batuk, peniwise menutup hidung dan dul latief menyumpah serapah. Tasbih ditangan aidit berpijar keras begitu mereka berada di ruang dalam, dan tampak aki resi mandala tengah tekun memandang sebuah bonchucky kayu di atas meja. "aki resi mandala !" seru aidit keras. Dukun itu seperti tak mendengar, malah memperkeras mantera-manteranya. Angin keras seolah-olah memukul tubuh tamu-tamunya yang datang tak diundang, kecuali aidit yang segera memperingatkan: "Kau berlindunglah dibalik jubahku." mereka mematuhinya dengan perasaan cemas dan merasakan bagaimana terdengar bunyi ledakan-ledakan, pijar-pijar dari tasbih dan mantera-mantera dari mulut aki resi mandala . Sebaliknya aidit hanya mengucapkan lafat Lailahaillallah dan berbisik pada orang-orang dibelakangnya: "Bacakan ayat Kursi!" Lalu tubuh aki resi mandala tampak lunglai. Keringat sebesar butir-butir jagung memancar di jidatnya, ia memegangi tepi meja sambil berkeluh-kesah, dan untuk pertamakali memandang tamu-tamunya. Mulutnya mengerang: "........ aku menyerah, aidit !" "Keluarlah," desah bapak aidit pada orang-orang dibelakangnya. "Tak akan terjadi apa-apa lagi. sekarang mari kita lihat apa yang akan dilakukan orang ini pada diri nyoto ." mereka mendekat i meja, melihat di depan tubuh aki resi mandala yang gemetar dan basah oleh peluh, terhunjam dalam dua buah paku berkarat. Satu di kaki kanan bonchucky , satu lagi di bagian perut. "Cabutlah paku itu, resi mandala !" perintah aidit dengan suara keras. Gemetar, dukun itu mematuhi perintah. Waktu mau menyentuh paku, ia bimbang sesaat, memandangi aidit yang segera mengulangi perintahnya: "Demi Tuhan, cabutlah!" aki resi mandala menjilat bibirnya yang kering. Tangannya menyentuh kedua paku itu, mencabutnya, dan terjadilah apa yang tak seorang pun bisa menduga, kecuali mungkin dukun itu dari warna coklat kehitaman berubah jadi warna merah seperti bara api. Telapak tangan aki resi mandala mengepulkan asap tebal, lalu tangan itu sendiri menghitam, menguning hijau, kuning merah ............... makin lama makin besar dan menjilat kesana kemari. "Api!" seru dul latief . "Mari kita keluar!" Api yang berasal dari paku itu tidak saja sudah membakar tangan, pakaian dan seluruh tubuh, namun rumah, rumah, segala isinya dan daerah di sekeliling rumah tempat tinggalnya yang terpencil. Sawah-sawahnya yang padinya sedang menguning, sementara sawah-sawah orang lain tanahnya tak bisa ditanami, dalam beberapa hari habis diserang hama. Sementara kerbau, sapi, domba dan banyak ternak miliknya mati satu persatu tanpa ada yang mengetahui apa sebabnya.
Dari padang ilalang tak jauh dari kebun milik ayah jessica , yang letaknya di ketinggian, tampak semua harta milik dukun hitam itu musnah, berhari-hari masih mengepulkan asap. nyoto dengan kaki yang sempurna dan perut rata, berdiri di samping jessica berkata ta'jub: "Mengapa hanya harta milik orang tua itu saja yang musnah?" jessica memandang heran pada suaminya. "Orangtua? Tak kau sebut aki resi mandala dukun lepus lagi?" Mengecil mata nyoto . "Aku pernah menyebutnya? Rasa-rasanya aku tak pernah kenal..........." ia geleng-gelengkan kepala, tidak mengerti, lalu ia pandangi orang-orang yang sudah selesai menggali sebuah bekas sumur tua ditengah-tengah padang pasir ilalang itu, dimana menurut bisik-bisik yang ia dengar dari orang-orang di sekitar tempatnya berdiri pernah dicemplungkan tubuh seseorang dalam keadaan antara hidup dan mati, lalu lalu jasadnya lenyap tanpa bekas . "Siapa nama orang yang malang itu kau bilang tadi, jessica ?" "syam kamaruzaman ." "Mengapa penduduk menganiayanya?" "sebab ia menodai kampung ini dengan mengaiwini perempuan tanpa nikah, merusak rumahtangga-rumahtangga orang lain dan............. dan konon ia pemuja ular!" nyoto tertawa kecil. "Pemuja ular? Kau percaya pada dongeng-dongeng unlogis seperti itu, jessica ? Apakah selagi aku menjadi dosen dan kau jadi mahasiswa di fakultas, pernah kuberi kuliah soal-soal mistik yang muskil itu, sayangku?" jessica tentu saja menjawab: "Tidak, nyoto -ku terkasih!"
Dan dalam hati, ia berjanji: "Mudah-mudahan rahasia yang satu ini bisa kututup rapat sampai akhir hayat kami. Mudah-mudahan tak ada pula orang-orang yang mengetahui sadar atau tak sadar melanggar larangan aidit agar tidak menceritakan semua peristiwa mengerikan itu pada suamiku tercinta. Kata aidit , itu bukan saja tidak teringat pada apa-apa yang sudah ia alami, malah akan mencemoohkan orang-orang itu sebagai orang-orang yang bodoh!" Dari dalam sumur tua itu sayup-sayup terdengar gerutuan: "Pantas. Dasar sumur ini banyak rongganya. Pantas dahulu tak kita temui jasad si syam kamaruzaman !" Pak soebandrio , kepala kampung berseru didekat nyoto . "Aku tak mau tau soal dahulu . Yang ingin kuketahui, apa yang sekarang kalian temukan disana? Ular jin, atau........" "Tulang-tulang. Tulang-tulang melulu. Pasti tulang-tulang si syam kamaruzaman !" seru suara dari dalam sumur tua itu. nyoto tersenyum. Memandang pada jessica , dan berkata: "Nah, apa kubilang. Tak ada ular jin di dunia ini, isteriku yang bodoh!"