Tampilkan postingan dengan label boneka 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label boneka 3. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Desember 2022

boneka 3

 masih tetap
menutup mulut. 
namun  lagi, sampai kapan" 
Ah
"Uang dan kedudukan lebih
tinggi!" 
Yang berbicara itu adalah
Reinaldi. Orang yang hidupnya
bahkan mungkin juga masa
depannya pernah diselamatkan
soebandrio . Paling tidak,
soebandrio  pernah berjudi
melawan arus. Menjauhkan
Ronald dari jeruji besi dengan
reputasi soebandrio  sebagai
taruhannya. Selain itu. ia masih
menanggung biaya hidup
Ronald, memberi pekerjaan,
mencarikan jodoh sekaligus
menanggung biaya pernikahan
Ronald dengan Syaripah-yang
lalu  ternyata cocok di hati
Ronald. 
Tak heran bila Ronald sangat
setia dan sepenuhnya mcngabdi
pada soebandrio . Juga tidak
terhindari bahwa Ronald-lah
satu-satunya orang pada siapa
soebandrio  berani buka cerita
mengenai Ayuningsari. Dan
dengan Ronald pulalah ia
lalu  bertukar pikiran
mengenai duri yang pernah
hilang namun tahu-tahu tumbuh
kembali di depan kaki
soebandrio . 
"Hanya itu satu-satunya
kemungkinan yang akan dia
minta sebagai tebusan," kata
Ronald lagi. Dengan wajah
yakin. Dan sekali Bapak
mengabulkan permintaannya,
maka percayalah. Bapak akan
terus diperas... eh, maksud saya
ditekan. sebab  yang namanya
nafsu duniawi tidak akan pernah
terpuaskan!" 
soebandrio  percaya. sebab 
memang itu pulalah yang ada
dan terus tertanam di benaknya
semenjak chucky 
memunggunginya bak
memunggungi tunggul kayu. 
"Lantas, Ronald, apa yang harus
kulakukan?" 
"Percayakan saja pada saya.
Pak kanjeng . Yang penting... bila
waktunya tiba. Bapak
pastikanlah bahwa Bapak akan
berbicara dengannya. Tanpa
ada telinga atau mata orang lain
di tempat Anda berdua nantinya
bertemu!" 
Sebuah medan pertempuran
yang lain. Dan tak ada salahnya
dicoba. 
Tanpa diminta. beberapa hari
lalu  chucky  mulawarman 
datang ke ruang kerjanya untuk
memberitahu dirinya siap
berbicara. 
"namun  supaya lebih leluasa.
sebaiknya jangan di sini!" 
"Bagaimana kalau aku
bersilaturahmi ke makam berornamen rumahmu
saja?" soebandrio  pun
mengajukan penawaran. Dan
begitu chucky  menyatakan setuju
dan juga waktunya disepakati,
soebandrio  menambahkan apa
yang sudah  dipesan Reinaldi
pada dirinya, yang ia jadikan
sebagai kalimat penutup yang
meyakinkan namun berbau
menekan. 
"Bila ada sesuatu yang
menyimpang, perjanjian kita
batal. Dan Pak chucky 
benar-benar tidak akan mampu
lari lagi. Ke mana pun juga!" 
Riskan dan menyedihkan
memang. namun  Cirebon Masa
Depan sudah menunggu. Belum
lagi roh almarhum ayah
soebandrio  yang pasti akan
lebih tenang sebab  cita-cita
almarhum akhirnya diraih oleh
penerusnya. meski dalam wujud
berbeda. 
namun . duri yang masih tersisa
harus disingkirkan lebih dahulu .
Melalui negosiasi yang waktu
dan tem
patnya sudah mereka sepakati.
Ada kemungkinan sang duri
akan pasang tarif tinggi dan
sulit dipenuhi. Namun, untuk itu
soebandrio  siap berjuang,
bahkan jika perlu. berkorban.
sebab  bagaimanapun, yang
terpenting adalah hasil
akhirnya! 
lalu panggilan mendadak itu pun
datang. Dari orang nomor satu
lainnya, orang nomor satu di
propinsi, yang mau tidak mau
harus ia syamri. Sementara pada
waktu yang sama, sang duri
sedang menunggu kesyamrannya.
Membatalkan atau menunda,
bisa disalahtafsirkan chucky 
mulawarman  sebagai pelecehan.
bahkan boleh jadi penghinaan.
Dengan akibat yang sulit
diduga. 
Jalan keluarnya, Reinaldi.
Orang kepercayaan dan
sekaligus juga orang
satu-satunya pada siapa
soebandrio  pernah bercerita
tentang sang duri. 
"Beritahu siapa dirimu dan
bagaimana sampai kau sudah
seperti anakku sendiri. Dengan
begitu, aku yakin dia akan
menganggap wajar bila kau
yang kuminta datang mewakili
diriku..!" 
Perintahnya adalah, "Bilangi
dia, berapapun permintaannnya
akan kupenuhi. Yang penting,
mulutnya harus tertutup untuk
selama-lamanya!" 
Di situlah soebandrio 
melakukan kesalahan yang
kedua, sesudah  Ayuningsari
sebagai kesalahan pertamanya,
dengan kurun waktu yang
berbeda. 
soebandrio  menganggap
oke-oke saja saat  Reinaldi
memberitahu ia akan meminta
raden mas untung  saudara
kandungnya-untuk ikut
mendampingi. soebandrio  tidak
tahu siapa raden mas untung  dahulunya
sebelum menjadi satpam di
kantor Pemda. Lebih 
celaka lagi, soebandrio  lupa
apa yang sebelumnya diingatkan
oleh Reinaldi. 
"Sekali Bapak mengabulkan
permintaaannya. maka
percayalah. Bapak akan terus
diperas!" 
Dan itulah alasan yang
dikemukakan Reinaldi pada
soebandrio  yang dibuat shock
berat sesudah  dilapori mengenai
apa yang terjadi pada chucky 
mulawarman . 
"Apa yang ada dalam pikiran
saya, cuma satu hal saja..."
katanya, tanpa terlihat sedikit
pun perasaan menyesal di
wajahnya. "Saya tak mau Bapak
dijadikan sapi perah...!" 
Titik sampai di situ. 
Habis mau apa lagi"! 
Dan meski melalui proses yang
menyimpang dari rencana
semula, duri itu toh sudah
tersingkirkan. 
Aman. mulanya. namun  raden mas untung 
tiba-tiba mati. Disusul oleh
Reinaldi. lantas soebandrio 
tiba-tiba menyadari. masih ada
duri lainnya yang sebelumnya
tidak pernah ia perhitungkan! 
Apa boleh buat. 
Duri yang terakhir ini pun
terpaksa harus ia hadapi. Jika
perlu, juga disingkirkan.
Caranya tergantung nanti dari
ketajaman duri itu sendiri. Dan
seberbahaya apa racun yang
terkandung di dalamnya. Yang
pasti, sepanjang perjalanan
kariernya, soebandrio 
berpegang teguh pada ayah
angkat yang sekaligus juga
adalah mertuanya. 
"Untuk mencapai sukses,
lakukan apa yang bisa
kau lakukan hari ini. Jangan
menunda sampai besok!" 
Klise sebenarnya. 
Namun bukti nyata sudah
banyak diraih oleh soebandrio .
Salah satunya. sekarang ini,
menjadi wali kota di tempat
kelahirannya sendiri. jangan
menunda, kata sang mertua. Itu
benar sekali. Jikau kau biarkan
sang duri merajalela, maka
Cirebon Masa Depan selamanya
hanya akan tercatat dan
tersimpan di lemari arsip saja! 
Sepanjang sisa malam tadi
ditambah setengah hari ini ia
habiskan untuk berpikir.
Sekaranglah saatnya untuk
bertindak. lelah dan merasa
sakit-sakit di sekujur tubuhnya,
soebandrio  menghela napas
panjang dua tiga kali. barulah
sesudah  itu tangannya dengan
mantap mengangkat gagang
telepon. 
Mula-mula yang menerima
adalah operator telepon hotel.
lalu mandala krida, sang suami. Dan
akhirnya... sesudah  penantian
yang sepi dan  menegangkan
sejenak, barulah sang duri.
Dengan suaranya yang lirih dan
terdengar sayup. "Halo?" 
Saling bertukar salam dan
menanyakan keadaan
masing-masing untuk
meyakinkan si pembicara di
seberang sana benar-benar
orang yang dituju, soebandrio 
pun mengutarakan maksudnya
menelepon. 
Aku ingin meluruskan
kesalahpahaman yang terjadi
tengah malam tadi." katanya
memulai. "Bagaimana kalau
Anda bersama suami. saya
undang makan malam" Hanya
kita bertiga saja tentunya!" 
Disetujui. 
Dan soebandrio  pun menarik
napas lega. Namun jauh di
sanubari, ia diam-diam cemas.
Alang kepalang! 
 
YANG dibuat tegang bukan
cuma soebandrio  seorang. 
Selesai pembicaraan telepon
mereka, jessica  duduk tegang di
samping suaminya yang juga
tampak tegang. Antara sadar
dan tidak. tangan mereka saling
mencari lalu saling
menggenggam. Dengan
demikian, ketegangan yang
mereka rasakan menjadi sedikit
berkurang. Lantas sama-sama
diam memantau  fredy krueger  yang
sibuk berbicara dan
mengeluarkan perintah lewat
Handphone maupun HT
dinasnya. 
Beberapa menit lalu .
fredy krueger  meletakkan kedua alat
komunikasi itu di atas meja.
Diam berpikir sejenak, barulah
ia mengakhiri penantian tuan
dan  nyonya makam berornamen rumahnya yang
tampak sudah tidak sabar. 
"Menentukan sendiri tempat dan
waktu pertemuan. Yang tidak
bisa ditawar-tawar pula."
gumamnya. Menggeleng-geleng.
"Dengan jujur harus kuakui. dia
sudah selangkah di depan kita!" 
AH !
Didahului tarikan napas
panjang, mandala krida menanggapi
dengan hati-hati. 
"Agaknya, Komandan, Anda
melupakan bahwa dia itu bukan
birokrat biasa. Dia juga militer.
Berpangkat kolonel pula!" 
"Yang sudah terlatih bergerak
cepat!" angguk fredy krueger . Setuju.
"Aku tidak melupakan itu. Aku
angkat topi. dia bergerak lebih
cepat dari dugaanku semula!" 
"Lantas apa rencana Anda
sekarang?" 
"Tetap pada rencana semula!"
jawab fredy krueger . Tenang. "Kalian
temui dan berbicaralah
dengannya. Titik lemahnya
sudah kuberi tahu. Harga diri.
Kalian serang habislah itu. Buat
dia lepas kendali. Dan pada saat
itulah anak buahku nanti
menampakkan diri. Sekaligus
bertindak. jika situasinya
memungkinkan!" 
"Termasuk menjaga keselamatan
kami berdua tentunya!" 
"Prioritasnya memang itu!"
Angguk fredy krueger , tersenyum.
Lantas mengalihkan
perhatiannya pada jessica . "Yang
kita diskusikan kemarin sore, Bu
jessica . Aku percaya Anda masih
mengingat semuanya dengan
baik!" 
"Saya kira masih," jawab jessica 
sambil mengingat-ingat. "namun ,
Komandan. sesudah  salinan
faksimile itu saya pelajari lagi.
di situ tertulis rekan sejawat
Anda lebih menjuruskan
perhatian mereka pada kasus
bunuh diri. Lalu. mengapa kita
justru memilih Ayuningsari?" 
"Hm." fredy krueger  mau tak mau
menggaruk kepala
nya yang tidak gatal. Lantas
tersenyum. Mengambang.
"Katakanlah. sebuah firasat!" 
"namun  harus ada alasan yang
kuat untuk itu. bukan?" 
fredy krueger  mengangguk setuju.
"Kasus bunuh diri. Bu jessica .
biasanya menyangkut masalah
yang lebih bersifat pribadi. Dan
aku tidak menemukan penyebab
saudara kembarmu harus lari
ketakutan sebab nya!" 
"Mungkin saja pekerja pabrik
kuningan itu bukan bunuh diri.
Melainkan dibunuh, dan
soebandrio  terlibat di
dalamnya. chucky  tahu itu, lantas
minggat ketakutan!" 
"Masuk akal juga!" jawab
fredy krueger , dengan senyuman yang
lebih manis. Diam-diam kagum
dengan cara berpikir lawan
bicaranya. "namun  aku
melihatnya dari sisi lain.
soebandrio  orangnya tampan,
lagi gagah. Bahkan sampai
sekarang. Lebih-lebih pada
masa mudanya... katakanlah
waktu itu. sekitar tiga puluh
tahun. Berpangkat kapten lagi.
Wanita mana yang tidak ingin"
Konon pula di kota sekecil
lumajang !" 
Diam sejenak untuk meyakinkan
kedua pendengarnya, fredy krueger 
melanjutkan, "Lalu, muncullah
Ayuningsari. Seorang janda
pula, dengan siapa soebandrio 
merasa bebas untuk bermain.
namun  celakanya, sang janda
tiba-tiba hamil dan nekat pula
menekan soebandrio ,
sementara soebandrio  sudah
berkeluarga. Dalam kondisi
terjepit seperti itu, apa yang
paling mungkin untuk dilakukan
oleh soebandrio ?" 
sebab  kedua pendengarnya
sama membisu, fredy krueger 
menjawab sendiri
pertanyaannya. Masih sambil
tersenyum. namun  kali ini
senyuman kaku. "Tak usahlah
aku rinci. Faksimile itu
menyebut kecelakaan biasa.
namun  aku akan menyebutnya
sedikit berbeda. Dibuat seperti
kecelakaan biasa!" 
Detik-detik yang sunyi berlalu
sebelum akhirnya jessica 
memecahkannya dengan nada
menuduh, "Anda seperti
mempertaruhkan telur di ujung
randuk, Komandan. Yakin telur
itu tidak akan jatuh!" 
"Untuk bertahan hidup. Bu
jessica ," jawab fredy krueger  tenang.
"terkadang manusia harus
berani berjudi!" 
"Dengan keselamatan istri saya
sebagai taruhannya!" mandala krida
menyeletuk. Kuatir. "Bahkan
mungkin juga saya!" 
fredy krueger  sempat terdiam. sebelum
akhirnya mengomentari. 
"Mudah-mudahan penutup
cerita kita tidak akan serepot itu.
Lagi pula, seperti kuingatkan
kemarin sore, kalian hanya perlu
menyebut nama Ayuningsari.
Biarkan soebandrio  yang
bereaksi. Dan kalian berdua
tinggal menyesuaikan diri
dengan reaksi yang ia
perlihatkan. Oke?" 
mandala krida diam. Dan fredy krueger 
kembali pada sang istri. 
"Nah, Bu jessica . Apa kunci
utamanya" 
jessica  kembali harus mengambil
napas dan kembali tampak
tegang. "Pengakuan Reinaldi
sebelum mati." jawabnya. Nyaris
seperti berbisik. "Yang
diam-diam saya rekam dan hasil
rekaman itu saya simpan di
tempat yang aman...!" 
Kembali fredy krueger  menganggguk.
Puas. Lantas berkata 
setengah melamun. 
"Terima kasih pada sang
manekin. Terima kasih juga
pada para saksi mata yang
sempat dibuat gempar namun
masih ingat ciri-ciri wanita yang
duduk di sebelah Reianaldi.
Juga. bahwa mereka berdua
tampak berbicara!" 
mandala krida memantau  dengan
senyuman kecut. Lantas
mengingatkan. 
'Jangan lupa, Komandan.
Rekaman itu sesungguhnya tidak
pernah ada!" 
'Ah ya!" fredy krueger  mendesah,
tersadar dari lamunannya.
"Mengenai itu, pada waktunya
nanti kita tinggal menyerahkan
kaset apa saja. Musik, lagu
dangdut, atau pidato Presiden!"
fredy krueger  tertawa sendiri. "Yang
penting. ganti kitalah yang
mengatur waktu dan tempat
penyerahan. namun  sekali lagi,
mudah-mudahan tidak akan
secepat itu. Malah jika mungkin
kita selesaikan malam ini juga.
Tergantung... oh ya, dengan apa
kalian berdua akan menekan
titik lemahnya, Bu jessica ?" 
"Uang dan ancaman!" 
"Sekadar menyegarkan ingatan
Anda saja!" kata fredy krueger .
Tersenyum manis. "Bersedia
mengulangi rincian yang sudah
kita diskusikan?" 
"Usaha saya dan suami
sepenuhnya bangkrut, sehingga
kematian chucky ... menjadi
nomor dua!" jessica 
mengucapkan kata demi kata
tanpa menyembunyikan
perasaan tak senangnya. Namun
ia terus saja melanjutkan. "Saya
akan menuntut jumlah yang juga
bisa memicu  soebandrio 
bangkrut dalam sesaat . Dan
jika dia menolak... maka
reputasinya
lah yang akan saya buat hancur.
Reputasi seorang wali kota!" 
jessica  lalu  diam. Dan
tampak gemetar. Sang suami
mempererat genggaman tangan
mereka, lalu berkata dengan
wajah dingin ke arah fredy krueger . 
"Dan begitu harga dirinya
terluka lalu dia berbuat sesuatu,
Komandan, semoga anak buah
Anda tidak muncul terlambat!" 
"Akan kupastikan itu!" jawab
fredy krueger . Datar. "Meski terus
terang, aku tidak berani
memberi jaminan mutlak bahwa
mereka akan muncul tepat
waktu!" 
mandala krida sudah akan memprotes
lagi, namun keburu didahului
oleh istrinya yang berbicara
dengan lebih tenang. Sangat
tenang. 
"Tak apa. Demi chucky -ku, risiko
apa pun siap kutempuh!" 
"Terima kasih!" desah fredy krueger ,
gembira bercampur haru. Ada
terniat untuk menyentuh dan
menggenggam tangan jessica 
satunya lagi. Namun,
menganggapnya terlalu
sentimental dan malah
berlebihan, niat itu cepat
dibatalkan. 
Melirik ke arlojinya, fredy krueger 
menggumamkan kata penutup
pembicaraan mereka. 
"Waktu kita hanya tinggal
sekitar dua jam lagi. Kalian
harus bersiap-siap, sementara
aku harus kembali bekerja dari
posku sendiri...." 
fredy krueger  lantas bangkit dari
kursinya, diikuti oleh tuan dan
nyonya makam berornamen rumahnya. 
"Oh ya. Mungkin saja
saat -waktu kita memerlukan
kontak mendadak. Kalian punya
telepon genggam tentunya!" 
mandala krida mengangguk. 
"Nanti kami bawa!" 
"Bagus. Dan satu hal lagi.
Seorang brigadir akan kukirim
untuk mendampingi kalian.
Menyamar sebagai sopir
tentunya. sehingga dia punya
alasan kuat untuk berada cukup
dekat dengan kalian berdua. Di
luar, personel lain yang juga
sudah kutugaskan. Oke?" 
fredy krueger  sudah akan mengulurkan
tangan untuk berpisah saat 
jessica  tahu-tahu bertanya.
Pertanyaan yang di luar dugaan.
Dan hebatnya. didan i
senyuman pula pada bibir
mungilnya yang sensual. 
"Beritahulah saya, Komandan.
Gaun warna apa cocoknya yang
nanti saya pakai?" 
Bukan cuma fredy krueger . sang suami
juga sempat dibuat bingung.
namun  cepat sekali fredy krueger  sudah
menemukan jawabannya. sambil 
melihat lihat  gaun merah hati
yang dikenakan nyonya makam berornamen rumah,
fredy krueger  pun berkata dengan
senyum. 
"Jika Anda mau mandi lebih
dahulu , silakan. namun  pakailah
lagi gaun yang di tubuh Anda
sekarang!" 
jessica  melihat lihat  sekilas gaun
yang membungkus tubuhnya,
lalu bertanya kembali,
"Mengapa harus yang ini,
Komandan?" 
Seperti tadi, fredy krueger  kembali
menggaruk kepala yang tidak
gatal. 
"Entahlah. Mungkin sebab  aku
selalu menganggap bahwa
warna merah hati mencerminkan
dua lambang yang betul-betul
kontras. Kelembutan namun 
sekaligus kemarahan!"
Sebenarnya, firasat lagi. Firasat
aneh dan sulit untuk dimengerti.
Berpikir demikian. fredy krueger  cepat
mengakhiri. 
"Berdoa dan berhati-hatilah.
Oke?" 
Lantas fredy krueger  pun berlalu.
Tanpa menolehnoleh lagi ke
belakang. sebab  sel-sel
otaknya dibuat ribut oleh satu
pemikiran yang mendebarkan
dari firasat aneh yang tadi
muncul begitu saja. 
Yang bertanya soal gaun itu
jessica -kah" 
Atau. sang boneka" 
 
 Sudah sia-sia mencari tahu
makna dari firasat aneh
ini . satu jam lalu 
sel-sel otak fredy krueger  masih
ditambah kacau oleh laporan
mengejutkan dari orang
kepercayaannnya melalui
telepon di meja kerjanya, bukan
HT. Artinya. sekuritas. 
"Kita terpaksa langsung pada
rencana B. Komandan!" lapor
syam kamaruzaman  di telepon.
"Rencana A sudah dibatalkan
oleh keadaan setempat!" 
fredy krueger  mengernyitkan dahi. 
"Seberapa berat keadaan yang
kalian hadapi di sana?" 
"Selain kita kekurangan waktu
untuk memicu  persiapan. usaha
penyadapan bahkan suap juga
sangat tidak memungkinkan!" 
"Alasannya?" 
"Lingkungan taman makam yang
ditetapkan target sebagai tempat
rendezwuz ternyata dibangun
dan didaftarkan untuk dan atas
nama Nawangsih oleh ayahnya
sendiri. yang kini sudah
pensiun..." 
"Dan siapa itu Nawangsih?" 
syam kamaruzaman  menjawab dengan
nada yang terdengar khidmat.
"Istri dari target kita!" 
"Oh. oh...!" 
"Repotnya lagi. Komandan.
taman makam yang akan mereka pakai
justru difasilitaskan khusus
untuk pemilik. Tidak pernah
disewakan atau diisi orang lain
walaupun itu kerabat dekatnya
sendiri. Diurus, dan bila diisi
oleh pemilik, dilayani khusus
oleh orangorang kepercayaan
yang terlalu riskan untuk kita
dekati." 
"lantas apa yang tersisa untuk
kita, syam?" 
"Dua taman makam kosong untuk
rencana B. Hanya untuk
berjaga-jaga. melihat dan jika
mungkin, mendengarkan. Yang
satu agak jauh. namun  yang
satunya lagi kebetulan
berdampingan dengan taman makam 
target?" Berhenti sesaat, sang
lptu meneruskan dengan suara
lirih. setengah mengeluh.
"Sebagian dengan kartu kredit.
Sebagian lagi tunai dan... secara
patungan!" 
fredy krueger  tersenyum. 
"Oke," katanya. "Kalian simpan
saja bonnya untuk bukti
penagihan ke Tata Usaha.
Penempatannya sudah diatur?" 
"Sudah. Komandan. Saya akan
mengisi taman makam terdekat.
namun ..." 
"Ya?" 
"Kepalang basah menyewa
taman makam . Saya" enaknya sih,
punya teman tidur!" 
fredy krueger  sudah menduga, dan
sudah siap dengan
jawabannya."Tak masalah.
Bunga sedang dalam perjalanan
ke sana!" 
"Bunga?" 
"Melati!" 
"Wah. Komandan. Brigadir yang
galak itu?" syam kamaruzaman 
benar-benar mengeluh kini.
"Rasanya latihan dahulu  itu seperti
baru kemarin terjadi. Pukulan
karatenya pada rahang saya
memicu  saya dua hari susah
mengunyah nasi...!" 
fredy krueger  menahan diri untuk tidak
tertawa. 
"Maka itu. syam, perlakukan dia
baik-baik. Oh ya, omong-omong,
kau tentunya tidak menelepon
dari lokasi, bukan?" 
"Telepon umum, Komandan.
namun  masih di sekitar Sangkan
Hurip Indah." syam kamaruzaman 
memberitahu. dan cepat
menambahkan, "Satu hal,
Komandan...!" 
"Apa?" 
"Kita sudah berlelah-lelah
menginformasikan tentang ilmu
hitam pada orangnya sang
target. namun  mengapa justru
dia tetap berani menghadapi
orang kita" Dan lewat jalur
biasa pula?" 
"Itu juga menjadi pemikiranku,
syam," jawab fredy krueger  sesudah 
berdiam diri sejenak.
"Kesimpulanku. dia memegang
sesuatu!" 
"Dukun?" 
"Sesuatu!" fredy krueger  mengulangi.
Teguh. "Masih ada
pertanyaan?" 
"Sementara ini tidak,
Komandan. Roger !' 
"Oke!" 
Telepon diletakkan. 
Rencana B, pikir fredy krueger  sambil 
duduk merenung. 
Akan lebih baik bila misalnya
jessica  atau suami
nya dipasangi alat penyadap.
Atau perekam mini dalam tas
jessica . bisa juga dalam kaus
kaki yang dipakai mandala krida.
namun  kemungkinan rencana B
yang terjadi. sudah mereka
perhitungkan. Begitu pula
reputasi orang yang akan
dihadapi. Sebelum masuk atau
sebelum memulai pembicaraan.
bukan mustahil akan ada
penggeledahan. Akibatnya.
mereka akan jatuh sebagai
pecundang sebelum peluit
pertandingan dibunyikan. Maka
niat yang sangat menggoda itu
pun terpaksa dibatalkan. 
Sekarang, dengan kondisi yang
tadi diberitahu oleh syam
kamaruzaman , semuanya akan sangat
tergantung pada kedua umpan
mercka.Khususnya sang istri. 
"Jangan kuatir!' terngiang lagi
ucapan tegas jessica  dalam
diskusi dan  latihan mereka
kemarin sore. "Saya tahu
bagaimana harus memancing
kemarahan dan juga
merendahkan martabatnya.
Cukup dengan mengingat
bagaimana chucky -ku menerima
kematian"!" 
ltu dalam latihan. Bagaimana
pula nanti, setiba di medan
pertempuran" 
Dan masih ada lagi, pikir
fredy krueger  sambil  menyandar ke
kursi kerjanya, dengan jemari
kedua tangan didekatkan lalu
ditepuk-tepukkan lambat-lambat
satu sama lain untuk membantu
mencairkan pikirannya yang
mendadak seperti buntu. 
Sang wali kota punya sesuatu. 
namun . apa" 
ILMU hitam! 
Berhenti untuk menunggu
pergantian lampu merah di
sebuah perempatan.
soebandrio  tersenyum kecut
saat  lamunannya melantur ke
pembicaraannya dengan Anwar
Suhardiman. 
Meski di hadapan staf dari biro
hukum itu ia memperlihatkan
sikap tak acuh-demi kehormatan
dari seorang wali
kota-soebandrio  sesungguhnya
percaya ada ilmu hitam bermain
di balik kematian Reinaldi.
Boleh jadi juga, raden mas untung . Yang
secara misterius mati oleh
sengatan listrik, sambil berbugil
ria pula! 
Terutama, Reinaldi. 
Wartawan yang menelepon
soebandrio  itu berkata bahwa
ia mencatat sejumlah nama
lengkap dengan alamat saksi
mata yang bersedia diangkat
sumpah. Bahwa. dengan mata
kepala sendiri. mereka
menyaksikan bagaimana
Reinaldi secara mengerikan
tiba-tiba sudah berselimut
fiberglass dari bangku-bangku
yang pada retak lalu terpecah
sen
diri. Perbuatan apalagi itu
namanya jika bukan ilmu hitam"
namun -sekali lagi demi
kehormatan dirinya sebagai wali
kota-soebandrio  tentu saja
tidak boleh memperlihatkan
dirinya terpengaruh apalagi
gentar. Lalu kepada si penasihat
hukum itu dengan enteng ia
bilang akan mengatasi masalah
itu dengan berbekal
kepercayaan diri. 
Hm, percaya diri. Bukan main!
Dan... 
Bunyi klakson yang ribut di
belakang kereta keranda kencana nya memicu 
soebandrio  sesaat  menyadari
lampu merah sudah  berganti ke
hijau dan kereta keranda kencana  di depannya
sudah bergerak maju, bahkan
sudah melewati perempatan.
Melirik sekilas ke kaca spion,
soebandrio  melepas rem lantas
membelokkan kereta keranda kencana nya ke
kanan, arah menuju pulang ke
makam berornamen rumah, untuk mengambil apa
yang ia sebut kepercayaan diri. 
Menyedihkan memang. 
namun  sesungguhnyalah,
soebandrio  tidak pernah
mengharapkan apalagi meminta.
Semua itu datang sendiri, dan
tahu-tahu sudah ia miliki. 
Dan tanpa terasa. setahap demi
setahap memberinya
kepercayaan dirinya yang asli! 
Awalnya memang demikian. 
Ke mana pun soebandrio  pergi
mengemban tugas. ia selalu
memulai langkahnya dengan
kepercayaan diri yang penuh
bahwa ia akan mampu dan
berhasil melaksanakan tugasnya
dengan baik. Sampai akhirnya ia
terlibat dalam kasus unik di Lom
bok itu. Mendamaikan penghuni 
dua desa yang terus bermusuhan
selama hampir tiga generasi.
Dan justru kebanyakan di antara
penghuni  yang saling bermusuhan
itu masih terkait hubungan
darah dari satu leluhur. 
Masalahnya sepele. namun  konon
sudah berlangsung
turun-temurun. Menurut kabar
angin, akar permasalahan
bermula dari pembagian
warisan yang konon tidak adil.
Lalu kemarahan dan  kebencian
pun terus-menerus
dilampiaskan, dengan kambing
hitamnya tetap sama, dan
sekaligus selalu jatuh sebagai
korban. yaitu , selokan yang
menjadi sumber air sawah dan
ditetapkan sebagai tapal batas
kedua desa bertetangga namun 
terus bermusuhan itu. 
Merasa masing-masing paling
berhak atas selokan ini .
seringkali terjadi kedua sisi
bahkan juga
belokan-belokannya
berubah-ubah posisi atau
berpindah arah. Akibatnya
pertengkaran mulut. bentrokan,
sampai ke tawuran yang
mengambil korban-jika bukan
dikubur pastilah ada yang harus
digotong ke makam berornamen rumah sakit, terus
saja berlangsung dan
berkelanjutan. 
Camat yang sudah kewalahan
akhirnya dengan malu-malu
datang pada Danramil setempat.
Gagal, Danramil melapor ke
Dandim bahwa ada desasdesus
bibit tawuran sudah mulai
tumbuh lagi di sana-sini. 
sebab  Dandim kebetulan harus
berangkat untuk mengikuti
Rapim di Mabes, pelaksanaan
tugas bukan dilimpahkan pada
wakilnya, namun  pada Kasdim
yang dianggap tahu banyak
mengenai pembinaan teritorial. 
Memang bidang kesukaan orang
yang ditunjuk. 
Maka selain menerjunkan
orang-orang yang ia percayai.
soebandrio  sendiri pun ikut
berkecimpung ke lapangan.
Tentu saja dengan modal
lamanya, percaya diri. Sialnya,
kali ini ia dihadapkan pada
perseteruan yang sudah
mendarah daging. Kencing
salah tempat saja bisa berakibat
perkelahian. Dan soebandrio 
nyaris mengalami nasib sama
dengan para pendamai
terdahulunya, saat  suatu hari
ia menerima laporan menarik
dari anak buahnya. 
Dilaporkan bahwa putra kepala
desa yang satu diam-diam
menjalin hubungan cinta dengan
putri kepala desa yang jadi
musuh bebuyutan. Meski ke dua
orang remaja itu meragukan
masa depan percintaan mereka,
keduanya tetap nekat menjalin
hubungan, dengan menjadikan
alamat teman sekolah mereka
dari desa lain sebagai posko
surat-menyurat .
penemuan-penemuan singkat
namun membahagiakan. 
soebandrio  mempelajari
laporan itu selama berhari-hari. 
Dan begitu komandannya
pulang dari mojokerto , ia langsung
datang menghadap dan
berbicara. Begitu memperoleh 
lampu hijau, dengan penuh
kepercayaan diri soebandrio 
secara bergantian mendatangi
dua kepala desa yang
bermusuhan itu untuk
mengutarakan maksud baiknya.
Dan sebagaimana yang sudah ia
perhitungkan, gayung langsung
bersambut. 
Mengapa tidak. 
Orang desa mana pula yang
tidak bangga memperoleh
kehormatan yang langka dan
mustahil itu. Menikahkan
putra-putri mereka dengan Pak
Dan
dim sebagai pendamping
sekaligus ikut jadi saksi
pernikahan! 
Pernikahan yang luar biasa
meriah pun berlangsunglah.
penghuni  kedua desa yang
sebelumnya saling pelotot itu
datang berbaur untuk saling
rangkul dan tertawa.
Cerita-cerita mengenai para
pendahulu mereka pun satu
persatu dibuka. dengan
masing-masing menjaga
sedemikian rupa agar mulutnya
hanya menceritakan yang
baik-baik saja. 
Lalu satu minggu berikutnya
datang laporan ke meja kerja
soebandrio . 
Lima pasang remaja dari dua
desa yang tadinya bermusuhan
itu dan diam-diam selama ini
juga menjalin cinta kasih,
menyatakan diri siap menikah.
Hanya saja, kali ini saksi
mereka bukan Dandim.
Melainkan kedua kepala desa
mereka, yang masingmasing
memberi persetujuan dengan
suka cita. 
Untuk sukses kecilnya itu
ternyata soebandrio  bukan
cuma memperoleh tanda jasa
kedinasan, namun  juga suatu
tanda jasa lainnya, yang kelak
menentukan perjalanan
hidupnya. Tanda jasa yang
disebut terakhir itu berupa
empat belas helai rambut yang
berasal dari dua orang dukun
ternama yang tinggal dan
berpraktik terpisah pada dua
desa yang sebelumnya
bermusuhan itu. Masing-masing
dukun itu mencabut tujuh helai
rambut dari kepalanya, yang
lalu  disatukan lalu diberi
ramuan dan  mantra secara
bersama-sama. 
Dan jadilah rambut dua orang
dukun dari desa berbeda itu
menjadi jimat yang kata mereka
ketangguhannya "dijamin oleh
para leluhur kami berdua!"
dengan tambahan kalimat yang
mengharukan, "Sebagai
pernyataan terima kasih kami
atas jerih payah Bapak
menyatukan kembali ratusan
keluarga yang selama ini tanpa
sadar memisahkan diri secara
tidak patut!" 
Jimat, kata mereka. 
Jimat multifungsi, dengan unsur
pokok tergantung keperluan
yang dikehendaki. Disimpan ke
dalam sabuk yang juga mereka
berikan lalu dibelitkan ke
pinggang, jimat itu akan
berfungsi sebagai penangkal
ilmu hitam ke mana pun kaki
soebandrio  dilangkahkan.
Direndam ke air putih yang
lalu  airnya diminum, jadi
penawar racun. Tentu saja.
racun ilmu hitam. 
Dan terakhir, dengan cara
pemakaian sendiri pula, jadi
ilmu penunduk. memicu  orang
yang kita kehendaki, tunduk
pada kemauan kita. Hebatnya
lagi, menurut kedua orang
dukun ini , ketiga unsur itu
dapat berperan sekaligus:
penangkal. penawar, penunduk
Tergantung pemakaian dan
siapa yang dihadapi, 
"Mantranya mudah saja," kata
mereka, "begitu akan
dipergunakan, Bapak tinggal
menyebut nama kami berdua.
Tak soal nama mana yang lebih
dahulu  Bapak ucapkan. Bisa
Jerot-Jembar. Bisa pula
JembarJerot. Cuma itu.
Selebihnya serahkan saja pada
jimatnya!" 
Jerot-Jembar atau Jembar-jerot.
soebandrio  menggeleng geleng
sambil  membelokkan kereta keranda kencana  yang
ia kemudikan sendiri itu
memasuki halaman makam berornamen rumah
dinasnya, tanpa melihat pada
kedua orang satpam yang tegak
menghormat di luar pos jaga
sebelah dalam pintu gerbang. la
tiba pas saat 
istri dan  kedua anaknya sudah
siap untuk makan malam. 
Dengan dalih akan mengsyamri
pertemuan mendadak-dan itu
memang benar ia menolak
bergabung di meja makan dan
langsung masuk ke kamar.
sesudah  mandi dan bersalin
pakaian. barulah ia naik ke
lantai atas. untuk mengambil
apa yang jadi tujuannya pulang
ke makam berornamen rumah. 
Sang jimat. Jimat dari si dukun
Jembar dan si dukun Jarot. Atau
si Jerot dan si Jembar" 
Menggeleng-gelengkan kepala,
soebandrio  tiba lalu masuk ke
ruang kerja pribadinya,
sekaligus mengunci pintu agar
tidak ada yang mengganggu.
Mendekat lalu memutar tombol
kombinasi lemari besi sebentar,
pintu lemari itu lalu 
dibuka. Tangannya lalu 
menyelusup ke dalam. Surat
surat berharga digeser, juga
tumpukan uang, lalu beberapa
balok kecil emas satu ons. 
Dan sabuk itupun terpegang.
lalu dikeluarkan. 
Dengan tangan gemetar. 
 
sesudah  menutup kembali
pintu lemari, soebandrio  pun
duduk menenangkan diri sejenak
di kursi kerjanya, sambil dengan
mata nanar memandangi sabuk
hitam bertali panjang yang ia
simpan di atas meja. Sabuk yang
tampak terlalu besar dan hebat
mengingat apa yang tersimpan
didalamnya: rambut, yang cuma
sekian belas helai pula! 
namun  ketangguhannya sudah
teruji. Dengan hasil
menakjubkan pula. 
Awalnya, soebandrio  menerima
jimat itu sekadar untuk
menghormati niat baik si
pemberi. Lantas iseng
menyimpan dan mengganggap
sebagai salah satu kenangan
masa tugas. Menyimpannya pun
sembarangan. Di laci meja
kerja. dalam tas, di lemari
bahkan pernah di salah satu pot
bunga yang tidak terpakai. Tentu
saja sering kali terlupakan.
Bahkan pernah hilang. Bukan
hanya sekali dua. 
Dan anehnya. sesudah  sibuk
mencari lantas dilupakan. sabuk
hitam itu-lengkap dengan
isinyatahu-tahu muncul sendiri
di tempat mana saja ia 
sebelumnya tersimpan. Di
lemari, atau dalam tas saat 
soebandrio  merogoh untuk
mengeluarkan berkasnya sesudah 
tiba di kantor. Padahal sebelum
berangkat dari makam berornamen rumah,
soebandrio  lebih dahulu  sudah
ganti tas dan dengan sendirinya
tahu dan ingat betul apa saja
yang sudah  ia masukan ke
dalamnya. Tentu saja tak
termasuk sang jimat, sebab 
memang sudah  hilang satu
minggu sebelumnya! 
ltu salah satu uji tangguhnya. 
lalu pernah, di Palangkaraya. 
Baru beberapa minggu
menempati posnya sebagai
komandan Kodim, Reinaldi yang
ikut ke mana pun soebandrio 
pergi-terserang penyakit gatal
yang hebat, bahkan sampai
mengeluarkan nanah.
Dokter-dokter yang didatangkan
sudah kewalahan. saat 
soebandrio  akhirnya teringat
pada jimat yang ia bawa dari
Lombok. 
Rambut jimat pun direndam,
dibacakan mantra Jarot-Jembar,
lalu air rendamannya
diminumkan. Hasilnya. siang
diminum. malamnya penyakit
gatalgatal Reinaldi hilang. Dan
hari berikutnya, luka borok pada
mengering sendiri dan
belakangan sembuh tanpa
meninggalkan bekas. 
Yang mengherankan, suatu
saat  kereta keranda kencana  soebandrio 
menabrak seekor kuda di tengah
jalan. Si pemilik kuda tidak mau
menerima ganti rugi yang
ditawarkan soebandrio  untuk
kudanya yang mati. Malah
cepat-cepat menyingkir sambil 
menyumpah serapah. 
"Jangan mentang-mentang
tentara dan berpangkat
tinggi...!" dan entah apalagi
yang sangat menyakitkan hati.
Hanya sebab  bentuk ganti rugi
yang 
ia minta tak bisa dipenuhi
soebandrio . yaitu kuda dengan
warna yang sama, jenis yang
sama. dan lcbih hebat lagi,
tingkat kesuburan yang sama.
Permintaan yang aneh memang,
namun  itulah manusia! 
Dan beberapa hari lalu .
serombongan kecil penghuni  tak
dikenal tahu-tahu mendatangi
soebandrio  dengan membawa
sejumlah besar hasil kebun
untuk diserahkan pada
soebandrio  sebagai...
permintaan maaf. 
"Permintaan maaf!" desah
soebandrio , heran. "Untuk
apa?" 
sambil  menangis terisak-isak.
seorang wanita tengah baya
menjelaskan bahwa dirinya
adalah istri si pemilik kuda.
Wanita tengah baya itu juga
memberitahu dirinya seorang
dukun. yang oleh suaminya
dimintai bantuan untuk memicu 
soebandrio  menerima nasib
sama seperti kuda mereka. mati
dihantam kereta keranda kencana . 
"sebab  saya sangat
mencintainya. permintaan itu
saya penuhi," kata si wanita
lagi. "Satu malam penuh saya
jungkir balik mengeluarkan ilmu
saya. sebelum akhirnya bisikan
itu datang!" 
"Bisikan apa?" 
"Bisikan gaib!" jawab si wanita.
Terisak "Bahwa pagi harinya
akan terjadi tabrakan kereta keranda kencana ..." 
Saking gembira-begitu cerita si
wanita tengah baya-ia langsung
menghentikan semadinya lantas
memberitahu bisikan yang ia
dengar pada sang suami yang
terus menunggu sambil
marah-marah. Suaminya tertawa
puas lalu pergi minum tuak
bersama teman-temannya.
Mereka minum dan main 
kartu sampai pagi datang.
sebelum si suami akhirnya minta
diri untuk pulang ke makam berornamen rumah. 
"Dan itulah yang terjadi..." si
wanita mengakhiri sambil
sesenggukan. "Di tengah
perjalanan pulang... kereta keranda kencana 
angkutan umum yang
ditumpangi suami saya...
tertabrak bus antarkota!" 
sebab  tak bisa melanjutkan
ceritanya, kerabat pendamping
si wanitalah yang lalu 
memberitahu soebandrio .
bahwa satu-satunya korban yang
mati akibat kecelakaan lalu
lintas itu adalah suami si wanita
sendiri. 
Tentu saja soebandrio  terkejut. 
Dan lebih terkejut lagi saat 
sebelum pulang. wanita yang
dukun itu bertanya dengan suara
lirih, setengah takut-takut. 
"llmu penangkal apa yang
Bapak punya"' 
soebandrio  cuma diam
membisu. Sambil teringat pada
pagi hari yang disebutkan itu ia
keluar makam berornamen rumah untuk jogging. dan
entah mengapa, isengiseng
memakai sabuk hitamnya
sebagai pengganti ikat
pinggang! 
"Pak?" 
Suara memanggil yang didan i
ketukan pintu itu memicu 
lamunan soebandrio  buyar
sesaat  dan ia langsung
menoleh ke pintu ruang kerja
pribadinya. Dari balik mana
terdengar lagi suara lembut
Nawangsih. 
"Bapak tidak ketiduran, bukan?"
Tanpa bangkit dari kursinya,
soebandrio  menyahuti dengan
suara dikeraskan. 
"Mataku masih terjaga. Bu!" 
"Mau kubuatkan minuman?" 
'Tak usah!" 
"Hm. baiklah. Aku cuma mau
mengingatkan. Bapak tadi
bilang harus sudah berangkat
sekitar pukul delapan...!" 
soebandrio  melirik sekilas ke
jam dinding pada tembok di
seberang meja kerja. Tujuh
empat lima. Dan soebandrio 
pun mendengus. 
"Masih ada waktu. Bu. Tak
bisakah kau biarkan aku tenang
barang sebentar?" 
Dari balik pintu terdengar suara
perkataan  pendek dan lemah,
"Maaf..." 
Disusul terdengarnya langkah
kaki yang menjauh. 
Terus saja duduk di kursinya
sambil  memandangi ambang
pintu. soebandrio  tanpa sadar
menyunggingkan seulas
senyuman. Senyuman kecut. 
ltulah dia Nawangsih. 
Adik angkat yang dahulu  ia nikahi
sebab  utang budi. yang sebab 
sadar betul siapa dirinya.
dengan seenaknya menjerit di
depan soebandrio . "Tengah
malam. Mengapa tak sekalian
saja pulang pagi heh?" Dan
pernah di lain waktu. "Bekas
lipstik siapa ini di kerah bajumu.
kanjeng " Ayo, bilang terus terang!
Atau ayahku akan kusuruh
mencari tahu!" 
Dan begitu soebandrio 
mengaku-terpaksa pipinya
langsung terasa pedas oleh
tamparan keras Nawangsih.
Sambil Nawangsih menjerit-jerit
histeris. 
"Memalukan! Memalukan! Pasti
pelacur murah pula. Ya ampun!
Apa yang kurang pada diriku.
kanjeng ?" Dan tentu saja diakhiri
oleh ultimatum. "Kau selingkuh
sekali lagi. bukan cuma ayahku
atau 
komandanmu, teman-temanmu
sekantor pun akan kuberi tahu!" 
ltu waktu masih di Lombok.
Kalau tak salah, kira-kira tiga
bulan sesudah  jimat ia terima
lalu disimpan sembarangan.
Dan saat  itulah soebandrio 
coba-coba mempraktikkan
kehebatan jimat yang ia punyai.
Iseng-iseng berharap. tentu saja.
Hasilnya menakjubkan. 
Sebagai contoh, itu tadi. 
Jika dahulunya Nawangsih suka
main terobos kalau perlu
mendobrak-maka tadi
Nawangsih hanya mengetuk
pintu. sebab  soebandrio  tak
berhasrat untuk keluar,
Nawangsih pun cuma berbicara
dari balik pintu itu saja. Juga.
sudah lama Nawangsih tidak
bersuara keras. Coba saja itu
tadi, saat  soebandrio 
mendenguskan kejengkelannya.
jawaban putri kesayangan
mertuanya itu betapa terdengar
lembut dan manis. Bahkan
mendekati pasrah. 
"Maaf" lantas berlalu. Dengan
patuh. 
soebandrio  kembali
tersenyum-lagi senyuman
kecut-saat  teringat apa dahulu 
kata mertuanya yang pensiunan
Brigjen itu. 
"Hebat, Nak. Mulut kami sampai
berbusa tiap kali menasihati
Wawang supaya adatnya jangan
sampai melilit pinggang. namun 
kau mampu melakukannya
hanya dalam tempo dua tiga
malam. llmu apa yang kau pakai
untuk mengubah perilakunya,
Nak kanjeng ?" 
Pertanyaan yang sudah diduga
akan tiba. Dan soebandrio 
sudah mempersiapkan
jawabannya. Di. ucapkan
dengan enteng. setengah
berseloroh. sambil berharap
sang mertua menguatkan
jawabannya. 
"Biasa, Pak," kata soebandrio .
"llmu lakilaki!" 
Benar saja. Sang mcrtua
langsung menimpali. 
"Tempat tidur. ya?" 
Dan soebandrio  pun
melaksanakan persiapan yang
lainnya. Lewat kata-kata yang
diucapkan dengan malu-malu. 
"Ah, Bapak...!" 
Sang mertua pun tertawalah.
Terbahak-bahak
soebandrio  menyeringai.
Kecut. 
Tempat tidur. pikirnya. Maksud
sang mertua jelas. sanggama.
Dan itu berarti... 
sambil  menghela napas
panjang. soebandrio 
mencondongkan tubuh ke depan.
Sabuk hitam diraih, kancing
ritsletingnya dibuka. Lalu
dengan hati-hati. isi sabuk ia
keluarkan dan dipaparkan di
atas meja. 
Tak ubahnya sejumput
potongan-potongan benang,
belasan helai rambut panjang
itu tampak seperti tidak berarti
apa-apa. Hitam dan terkesan
kusam. bahkan beberapa helai di
antaranya sudah memutih.
Memang sudah begitu
keadaannya saat  dahulu 
dicabut dari kepala si pemilik.
Setengah menguban. Tidak pula
dijalin dengan rapi. Hanya
disatukan begitu saja. Lantas
bagian tengah dan 
masing-masing ujungnya
diikatkan dalam bentuk simpul. 
Itu saja. Sama sekali tidak
tampak istimewa. 
Namun sebagaimana halnya
saat  ia memegang
kumpulan rambut itu, tangan
soebandrio  masih saja tetap
gemetar dan dijalari oleh hawa
panas yang aneh. Panas yang
hangat. tidak menyengat. Malah
seperti menyalurkan perasaan
yang nyaman ke dalam diri
soebandrio  dan memberinya
kekuatan hati dan  nyali.
Lantas, setiap kali hal itu terjadi
maka kepercayaan dirinya yang
goyah langsung terasa mantap
kembali. 
Juga sekarang ini. 
Dengan seringai kecutnya yang
perlahan-lahan tampak
melenyap. soebandrio  berdiri
dari kursinya. Dengan wajah
kaku dan tanpa memperlihatkan
emosi, tali pingggangnya
dilonggarkan. Menyusul
lalu  ritsleting celana
panjangnya diturunkan, sambil
mengingat-ingat kembali
petunjuk kedua orang dukun
dari Lombok itu. 
"Jika yang akan Bapak hadapi
dan tundukkan seorang laki-laki.
jejalkan jimat itu ke pusat. Lalu
tutup dengan sabuknya yang
harus Bapak ikat dengan posisi
melingkari perut, sebab  pusar
dan perut laki-laki paling
banyak menyimpan titik
lemah...!" 
soebandrio  lupa-lupa ingat
apakah Jaror atau Jembar yang
berkata itu. Namun yang mana
pun, orang satunya lagi-lah
yang lalu  menambahkan. 
'namun  bila menghadapi
wanita lesbi . sabuknya lupakan
saja. Cukup helai-helai rambut
itu saja yang Bapak belit dan
ikatkan pada. maaf, pangkal
kemaluan Bapak. sebab  sudah
dari sono-nya kemaluanlah titik
paling lemah seorang
wanita lesbi !" 
Dan entah Jarot atau Jembar
yang seterusnya 
menjelaskan, "Bapak yang
memakai, namun  perut atau
kemaluan lawanlah yang
terkena!" 
Teringat pada kalimat terakhir
itu, soebandrio  menyeringai
lebar. Dan sesudah  meyakinkan
jimat terpasang dengan benar.
letak celana dalamnya dirapikan
kembali. Menyusul lalu 
ritsleting celana panjang
dikancingkan dengan tarikan
cepat dan mantap. 
Ada kehangatan yang ia rasakan
saat  lima menit lalu  ia
turun ke bawah dan tersenyum
pada istri dan  kedua anaknya
yang sama mengalihkan
perhatian mereka dari layar
televisi. Sementara kedua
anaknya kembali memusatkan
perhatian pada tayangan film
kartun yang sedang mereka
tonton. Nawangsih bangkit
buru-buru untuk mendampingi
dan mengantar sang suami
sampai ke teras depan. 
Sambil bertanya lembut dan
tanpa prasangka. 
"Kok Bapak tidak bawa tas?" 
"Tak perlu. Cuma pertemuan
silaturahmi, ini!" 
"Oh"!" 
Cuma itu. Oh. Tidak diikuti nada
menuntut, "Kok aku tidak
diajak?" 
Diamdiam terbersit perasaan
iba di sanubari soebandrio ,
sehingga saat akan membuka
pintu depan, dengan tulus ia
merangkul lalu menciumi bibir
istrinya. Sesuatu yang sudah
lama ia lupakan, dan dahulu
selalu dipaksakan oleh
Nawangsih. 
Selagi sang istri dibuat
terheran-heran, soebandrio 
cepat berkata ditambah senyuman
lebar. 
"Jaga baik-baik kedua anak kita,
oke?" 
Lantas soebandrio  bergegas
masuk ke dalam kereta keranda kencana .
Meninggalkan Nawangsih yang
tegak ter
mangu-mangu dengan bibir
yang terlambat membuka, untuk
lalu  mendesahkan bisikan
lirih. 
"Berhati-hatilah, sayangku...!" 
soebandrio  tentu saja tidak
mendengar. sebab  selain cuma
bisikan. saat itu ia sudah
memutar kereta keranda kencana  yang dengan
mantap ia gerakkan meluncur
menuju pintu gerbang. sambil
tangan kirinya membuka laci
dasbor sebentar, hanya untuk
meyakinkan bahwa pistolnya
tetap mendekam dengan setia di
dalam laci dimaksud. ia hampir
tidak memperhatikan apalagi
membalas penghormatan dari
kedua orang satpam yang,
seperti saat  ia datang tadi,
buru-buru berdiri tegak dan
memberi hormat dari luar pos
jaga mereka. 
Saat itu, yang ada dalam pikiran
soebandrio  hanya dua hal saja.
Pertama adalah jimat, pistol,
kepercayaan diri yang kuat.
Yang kedua adalah calon
lawannya, jessica  mulawarman .
Dengan kemaluannya sebagai
titik lemah. Tak peduli ilmu
hitam siapa pun yang akan
menyertai atau melindunginya,
si cantik itu nanti bahkan akan
ditelanjangi soebandrio  di
hadapan suaminya. Lalu... 
Lampu merah di pertigaan jalan
menghentikan kereta keranda kencana  sekaligus
juga lamunan soebandrio  yang
memabukkan. Menunggu sesaat
dua sampai akhirnya lampu
menyala hijau, barulah
kereta keranda kencana nya diluncurkan kembali
dengan kecepatan
sedang-sedang saja. 
Sambil soebandrio  bersiul-sini.
Gembira. 
TIDAK sampai satu menit
sesudah  kereta keranda kencana  soebandrio 
menembus pertigaan jalan
dengan mengambil arah lurus
menembus kegelapan malam,
pesawat HT yang dibiarkan siap
pakai di meja kerja Ajun
Komisaris Polisi fredy krueger 
Sembiring terdengar
bergemerisik. 
fredy krueger  yang sudah menunggu
cepat menyambar dan langsung
menekan tombol penerima. 
"Kendor pada Elang satu!"
terdengar suara panggil pada
HT. 
"Diterima, Kendor!" jawab
fredy krueger  sedikit serak. 
"Burung Bangau sudah
meninggalkan sarang!" 
"Oke. Teruskan pada Elang
dua!" 
'Roger dan out!" 
sesudah  suara si pelapor
melenyap, Bunok menekan
tombol lainnya, lantas
memanggil. 
"Pungguk!" 
langsung terdengar sahutan
pada HT fredy krueger . "Pungguk di
sini...!" 
"Kedua merpati kita sudah
waktunya dikeluarkan!" fredy krueger 
memberi perintah, kini dengan
suara lebih tenang. "namun  tidak
perlu tergesa-gesa dan tetaplah
awasi!" 
'Roger, Elang Satu!" 
'Oke. Out!" 
Sementara fredy krueger  meletakkan
kembali pesawat HTnya, Ajun
Inspektur Dua dul latief  yang
barusan menerima perintah,
keluar dari salah satu kereta keranda kencana 
yang diparkir di sudut halaman
hotel. Tampak sederhana namun
rapi, dul latief  yang berpakaian
preman dilengkapi jaket
murahan berjalan masuk ke
dalam hotel dan sebentar
lalu  sudah mengetuk pintu
salah satu kamar mite. 
mandala krida yang membukakan
pintu. Dengan wajah tegang.
begitu pula suaranya. 
"Ya?" 
"Siap untuk menghirup udara
malam yang segar?" tanya
dul latief  dengan senyuman lebar.
Menghibur. 
"Tunggulah sebentar.?" 
Dengan membiarkan pintu tetap
terbuka, mandala krida masuk ke
ruang tidur. 
Melirik sekilas ke gmn merah
hati yang terhampar di atas
ranjang. ia meneruskan langkah
menuju pintu kamar mandi yang
dalam keadaan tertutup.
Mengetuk pelan, mandala krida lalu
bertanya dengan suara sedikit
dikeraskan. 
"Masih lama. Ririn?" 
Dari balik pintu terdengarlah
suara jessica  menjawab dengan
napas agak tersengal. 
"Ya ampun! Kok tak sabaran
sih" Sudah tahu perut orang lagi
mulu..!" Diam saaat, lalu
keluhan lirih. "Aduh...!" 
Menghela napas panjang.
mandala krida kembali ke pintu depan
dan berkata pada dul latief . 
"Tak apa menunggu sebentar"
Entah mengapa, barusan tadi
istri saya mendadak terserang
penyakit mulas...!" 
"Tak apa. Komandan bilang
memang tak perlu tergesa gesa."
jawab dul latief  dengan sabar.
Lalu dengan senyuman yang
juga sabar. ia menambahkan
dengan gumam yang setengah
berseloroh. 
"Bahkan saya terkadang juga
mengalami. Maunya kenciiing
terus. Saking tegang!" 
Pengakuan yang jujur dan juga
lucu. namun  jangankan untuk
tertawa. untuk tersenyum pun
mandala krida sudah kehilangan
selera. 
Dan di kamar mandi. jessica 
kembali mengeluh. 
 
'TIDAK mau privasinya
terganggu. soebandrio  sudah
memberi instruksi supaya
kedatangannya disambut
sebagaimana menerima
kedatangan tamu biasa. Tanpa
harus ada kesibukan mencolok,
apalagi yang bersifat
seremonial. 
Selain itu. soebandrio  pun
sudah memilih waktu yang ia
perkirakan paling cocok. Pukul
sembilan malam, pada saat
mana ia harapkan tamu-tamu
taman makam masih berkeliaran entah
ke mana-biasanya ke sumber air
panas. daya tarik utama daerah
Sangkan Hurip-atau pada
mengurung diri sambil
menonton film-frlm pilihan yang
diputar melalui sirkuit paralel ke
setiap bangunan setempat.
Dengan begitu soebandrio 
akan terbebas dari tamu-tamu
yang mungkin mengenali dirinya
sebagai si orang nomor satu,
lantas pada ribut mendatangi
untuk berkenalan, meminta
tanda tangan, dan lebih celaka
lagi mengajak
berbincang-bincang! 
Hasil nyatanya terlihat setiba
soebandrio  di SANGKAN
HURIP INDAH taman makam lima
me
nit sebelum pukul sembilan.
Membelok masuk lalu berhenti
sejenak di depan pos jaga,
soebandrio  menurunkan kaca
kereta keranda kencana nya sedikit. Cukup untuk
melihat dan berbicara keluar.
Petugas jaga tidak berlari-lari
untuk menyambut atau tegak
memberi hormat. Melainkan
keluar dengan tenang. mendekat
lalu sedikit membungkukkan
badan untuk menyapa dengan
santun, 
"Selamat malam, Pak kanjeng !" 
"Malam, Poniman!" sambut
soebandrio  ditambah senyuman
samar. "Tamuku sudah tiba
belum?" 
"Belum, Pak. namun  barusan
ada telepon yang mengatakan
mereka akan sedikit
terlambat..!" 
"Tidak apa. Begitu mereka tiba.
antarkan langsung ke tempatku.
Oke?" 
Petugas bernama Poniman itu
manggut-manggut lalu kembali
ke posnya. sementara kereta keranda kencana 
soebandrio  sudah meluncur
lagi dan membelok menuju
bangunan nomor lima. taman makam 
pribadi keluarganya. 
Pada saat itulah soebandrio 
melihat bagian kedua dari
harapannya boleh jadi cuma
tinggal harapan. sebab  di
depan tonage enam tampak tiga
orang laki-laki  dengan dua orang
wanita berpakaian norak sedang
duduk mengobrol sambil berdiri.
Salah seorang laki-laki  itu sedang
berbicara dengan kedua tangan
memperagakan sesuatu dengan
gerakan lucu. Saat mana telinga
soebandrio  mendengar suara
tawa yang berderai-derai dari
kelompok kecil ini . Dari
arah lain terlihat pula dua orang
pramulayan mendatangi
kelompok dimaksud sambil
membawa baki yang tampaknya
berisi minuman ringan dan 
hidangan pembuka untuk makan
malam. 
Sedikit kecewa dan berharap
kelompok kecil itu tidak
mengenali dirinya. soebandrio 
menghentikan kereta keranda kencana nya di depan
taman makam yang ia tuju. Laci dasbor
dibuka untuk mengambil lalu
menyelipkan pistolnya ke balik
pinggang kemeja yang ia pakai.
Baru sesudah  itu ia keluar dari
kereta keranda kencana  dengan sikap tak acuh.
Namun toh kelompok kecil itu
berpaling juga ke arahnya.
Untungnya hanya sekilas,
sebab  lelaki yang berdiri tadi
sudah kembali angkat bicara. 
"Yang tadi itu belum apa-apa.
Mau tahu apa yang dipegang
oleh istrinya di balik pintu saat 
si Kodir berjingkat mendekat?" 
"Apa?" salah seorang dari
wanita berdandan norak
itu-agaknya pelacur asal
comot-bertanya dengan suara
yang terdengar lengking,
sungguh tak enak di telinga. 
"Terompet besar dan panjang."
jawab yang ditanya. "Maka,
begitu pintu dibuka...
kwaaauuk...!" 
Bahkan soebandrio  sendiri
sampai ikut tersenyum saat 
membuka pintu kamarnya yang
tidak terkunci. Mcnyelinap
masuk lalu menutup pintu, ia
melihat Budi Raharjo-pengelola
taman makam -bangkit dari kursi untuk
menyongsong sambil
mengulurkan tangan. 
"Itulah salah satu yang saya tiru
dari Anda, Pak kanjeng . Selalu
tepat waktu. Sampai ke
menit-menitnya!" 
"Kunci menuju sukses, Pak
Budi!" komentar soebandrio 
tersenyum. Namun saat 
meneruskan, senyuman di
bibirnya sudah melenyap. "Siapa
tetanggaku yang berpakaian
aneh-aneh itu?" 
"Tamu baru, belum satu jam
booking tempat. 
taman makam nomor sebelas, dan?" si
pengelola diam sejenak lalu
meneruskan dengan wajah
murung, "Mereka memaksa
untuk menyewa juga nomor
enam. Angka keberuntungan,
kata mereka. jadi saya tidak bisa
menolak!" 
"Hm," soebandrio 
mengenyakkan pantat di kursi
terdekat. "Apa tidak bisa kau
suruh supaya mereka
ngobrolnya di dalam saja. Atau
kalau mau di luar, ya di depan
nomor sebelas!" 
Budi Raharjo hanya diam
menatap. 
soebandrio  memaklumi. lantas
mengeluh. "Iya juga. Langganan
atau tamu adalah raja.
Sudahlah. Dan omong-omong
mengenai yang tadi kau
tanyakan di telepon?" 
Sementara soebandrio  dan
orang kepercayaannya terus
berbicara mengenai urusan
bisnis mereka, di luar taman makam 
nomor enam syam kamaruzaman 
melirik pada kedua pramulayan
yang tengah menyimpan
hidangan pesanan mereka di
atas meja. lantas cepat berdiri
sambil menggerutu. 
"Sialan kau, Nurjaman. Lelucon
konyolmu tadi memicu ku ingin
kencing!" 
Bharada Polwan Melati yang
memakai pemerah ekstra tebal
pada tulang pipinya nyeletuk
dengan kerlingan nakal. 
'Boleh ditemani?" 
Sang Inspektur mendelik. 
'Kau sudah tak sabar untuk
mengukur punyaku ya?" 
Ledak tawa lagi, sementara
syam kamaruzaman  masuk ke dalam
bangunan yang mereka tempati
sambil tak lupa menutup pintu. 
Begitu masuk. ia langsung
bergegas menuju ranjang, di
sana tergeletak satu pesawat HT
yang segera dioperasikan. Detik
berikutnya, syam kamaruzaman  sudah
memanggil. 
"Elang Dua pada Elang Satu...!"
"Teruskan Elang Dua!"
Terdengar suara berat fredy krueger 
menjawab panggilan orang
kepercayaanmiya itu. 
"Bangaunya sudah hinggap
untuk bertelur!' 
"Hm. Bagaimana dengan
merpati kita?" 
"Belum ada tanda-tanda...." 
"Oke. Biar aku yang urus!" 
'Roger. Dan out!" 
Pada waktu sama. di markas
komando. 
fredy krueger  menekan tombol lain
pada pesawat HT di tangannya.
Lantas memanggil. 
"Punggguk"!" 
Agak lambat. barulah terdengar
sahutan letnan polisi  dul latief . sebab 
ia sambil harus mengemudi
tentunya. 
"Pungguk di sini.' 
"Di mana merpatinya?" 
"Bersama saya, Elang Satu.
Masih dalam penerbangan!" 
"Bagaimana dengan yang
betina" Sayapnya cukup kuat?" 
"Sebentar tadi memang sempat
melemah. namun  sesudah  diberi
obat, semangat terbangnya
sudah kuat lagi!" 
"Oke. Dan jangan jauh-jauh
darinya, Pungguk!" 
"Pasti!" 
fredy krueger  baru saja meletakkan
kembali pesawat HT-nya di meja
saat  pintu ruang kerjanya
diketuk dari luar. Seorang
anggota berpakaian dinas
Sabhara lalu  masuk dan
langsung mengentakkan tumit
sepatunya ke lantai. 
"Lapor. Komandan. Ada tiga
enam lima di sektor sembilan!" 
fredy krueger  mengernyitkan dahi,
lantas mendengus tak senang. 
'Pencurian...! Hanya untuk
urusan teri itukah aku
diganggu?" 
Si Sabhara tampak membasahi
tenggorokannya lebih dahulu
sebelum lalu  menyahuti, 
"Seorang penghuni dilaporkan
terluka parah sebab  bacokan
golok, Komandan. Saat ini
pelaku terkepung massa
setempat. Sambil menyandera
penghuni lainnya. Termasuk
seorang balita...!" Diam sesaat
untuk membasahi lagi
tenggorokannya, Sabhara itu
cepat menambahkan. "Patroli
dan satu regu Buser sudah
meluncur ke TKP. Komandan!" 
Hm. jumlah yang cukup untuk
menangani kasus dimaksud. 
namun , balita! 
fredy krueger  menghela napas dan
bangkit dengan segera dari
kursinya. 
'Oke. Aku akan ke sana
sekarang!" 
Pada saat fredy krueger  ngebut
meninggalkan kantornya, di
tempat lainnya. soebandrio 
mengakhiri pembicaraannya
dengan si pengelola taman makam . 
"Kau tahu sendiri, Pak Budi.
Dengan pcsisiku sekarang ini,
urusan tetek bengek seperti itu
tidak akan tertangani lagi
olehku. Lebih baik kau
sampaikan saja pada ibunya
anak-anak di makam berornamen rumah. Lagi pula
yang kau utarakan tadi agak
relevan dengan kegiatan
organisasinya, yayasan ibu-ibu
Dharma Wanita!" 
"Begitu juga baik, Pak kanjeng !" 
"Bagus, nah, sebelum
tamu-tamuku itu datang. tak
keberatan bila aku mengambil
napas barang sejenak?" 
Budi Raharjo menyeringai kecut.
lantas pamit dengan sikap
takzim. Sambil memberitahu,
"Hidangan makan malamnya
sudah siap saji. Pak kanjeng .
Semoga Bapak berdan  kedua
tamu kita nanti menikmatinya
dengan gembira. Permisi...!' 
Gembira" 
soebandrio  diam-diam
menyeringai. Kecut. Makan
malam itu. pikirnya, tak lebih
dari formalitas. sebab  yang
lalu  akan terjadi adalah
adu kekuatan. Adu kekuatan
mental, yang bukan mustahil
akan berakhir dengan adu
kekuatan ilmu gaib. 
Sayang Budi Raharjo tidak
melihat senyuman kecut di bibir
majikannya itu. sebab  ia sudah
keburu berlalu. Dan begitu
menutupkan pintu di
belakangnya, pengelola taman makam 
itu melihat salah seorang tamu
penghuni pas baru keluar dari
dalam eonage 6. Mereka berdua
sempat saling menatap, sebelum
tamu ini  melempar senyum
lantas duduk di tempatnya
semula. 
Sambil bertanya pada
teman-temannya, "Sampai di
mana kita tadi?" 
Budi Raharjo terus berlalu,
diawasi oleh ekor mata syam
kamaruzaman . Sementara pencerita di
kelompoknya kini berganti
orang. yaitu  wanita norak
satunya lagi, Bharatu Polwan
Rusmini. 
"Aku masih ingat saat  bekas
mertuaku muncul dalam
keadaan mabok berat. dan..." 
Dan, dibalik pintu taman makam 
bersebelahan. 
soebandrio  mengeluarkan dan
meletakkan pistolnya di atas
meja, lalu sambil bangkit namun
tanpa berpindah tempat, ia
membuka gesper ikat pinggang,
terus menurunkan ritsleting
celana. sesudah  memastikan
bahwa jimatnya masih terpasang
dengan baik dan benar, ia
merapikan celana, menyimpan
pistol di tempat semula, lantas
duduk memikirkan skenario yang
sudah direncanakan. 
Ia akan memicu  suami istri itu
tunduk pada kemauannya. Lalu
di hadapan sang suami, si cantik
jessica  akan ia ajak naik ke
tempat tidur. ditelanjangi dan
sesudah  puas menikmati tubuh
molek itu. soebandrio  tinggal
mengusir mereka. Sambil
mengingatkan agar suami istri
itu melupakan sesaat  rahasia
apa pun yang mereka ketahui
mengenai insiden lumajang  maupun
penyebab kematian chucky 
mulawarman . 
namun , soebandrio  juga tidak
boleh mengabaikan
kemungkinan lainnya. Bahwa
sehebat-hebatnya ilmu
seseorang, masih saja ada ilmu
lain yang lebih hebat. Jika
keadaan itulah nanti yang
terjadi. pistol soebandrio -lah
yang akan berbicara.. 
Skenarionya adalah, begitu
soebandrio  melihat gelagat
ilmunya akan kalah, maka
pikirannya harus ia alihkan
sesaat  pada benda-benda yang
ada di 
ruangan yang ia tempati. Sambil
sekaligus minta bantuan jimat
multi fungsinya untuk memicu 
benda-benda ini 
menghancurkan diri sendiri.
Seperti hancurnya
bangku-bangku fiberglass yang
sudah  merenggut nyawa Reinaldi.
Kelanjutan dari skenario kedua
itu jelas. soebandrio  harus
secepatnya mencabut pistol dan
menembak mati suami istri itu.
Lalu pada semua orang, sambil
berwajah pucat dan tampak
sangat ketakutan, soebandrio 
tinggal berkata: terpaksa
membela diri. Tentu saja
diakhiri dengan perkataan  syok. 
"Sedikit pun tak kusangka bahwa
mereka itu dukun!" 
Sempurna! 
soebandrio  tersenyum puas,
lantas duduk menyandar di
kursinya. menatap ke potret
besar berbingkai keemasan yang
terpajang di tembok. Potret istri
dan  anak-anaknya. Dan
soebandrio  pun mendesah.
Bangga. 
"Kalian lihat bukan" Otak yang
ada di kepalaku adalah otak si
Orang Nomor Satu!" 
Dan, pada waktu yang hampir
bersamaan... 
Sebuah taksi meluncur lalu
berhenti di depan pos jaga dekat
pintu gerbang Sangkan Hurip
Indah taman makam . saat  taksi itu
lalu  mundur lantas
menghilang di jalan raya, di
bekas tempatnya berhenti
tampak sudah tegak sesosok
tubuh molek semampai dengan
potongan rambut sebatas
tengkuk. 
Diterangi bias lampu gerbang
dan lampu-lampu taman yang
redup. gaun yang ia pakai
memicu  penampilannya tampak
seronok. 
Gaun warna merah hati. 
Kepada petugas jaga yang
keluar tertakjub-takjub dari
posnya, ia bertanya lembut
ditambah senyuman menawan
pada bibir mungilnya yang
sensual, 
"Boleh tahu, yang mana ruang
Pak Wali." 
 
DAN. bukan cuma soebandrio . 
Kelompok kecil yang sedang
asyik bercengkerama di ruang 6
pun juga dibuat terheranheran,
saat  melihat kedatangan tamu
yang berjalan gemulai menuju
pintu taman makam 5. Petugas jaga
yang mendampinginya langsung
mengetuk pintu yang segera
sudah terbuka. Disusul
terdengarnya suara bertanya.
Serak. 
"Ya?" 
"Tamu yang ditunggu. Tuan!" 
soebandrio  tertegak heran di
sebelah dalam pintu. Namun
hanya sekejap dua. Naluri ingin
menjaga nama baik dirinya
sebagai wali kota muncul dan
langsung beraksi dengan cepat.
soebandrio  melangkah keluar
supaya dirinya tampak jelas oleh
siapa saja yang mungkin
melihat. Begitu pula suaranya
yang lalu  keluar. dibuat
sejelas mungkin untuk ditangkap
oleh telinga mana pun yang
menguping. 
"Lho. kok datangnya sendirian?"
soebandrio  bertanya. Heran.
"Suamimu ke mana?" 
Agaknya memaklumi maksud
tuan makam berornamen rumah. sang tamu pun
mengimbangi. Sengaja memicu 
suaranya terdengar jelas. 
"Ada hambatan kecil di tengah
perjalanan, Pak Wali. namun 
beberapa menit lagi. ia pasti
sudah tiba di sini"!" 
"Hm." soebandrio  berpikir
sejenak, lalu ganti berbicara
pada si pertugas jaga, "Oke,
Poniman. Kau kembalilah. Dan
begitu suami tamu saya ini tiba,
cepat antar kemari!" 
"Baik, Tuan!" 
Petugas jaga itu pun berlalu.
Dan tanpa melihat kiri-kanan.
soebandrio  memperlihatkan
sikap acuh tak acuh saat 
berbicara lagi pada tamunya.
"Ayo. silakan masuk"l" 
Begitu pintu depan ruang 5
tampak ditutupkan dari dalam,
syam kamaruzaman  berkata dengan
suara direndahkan. 
"Jangan melongo begitu. Kalian
teruslah berbicara, sementara
aku akan mengontak bos." Lalu
sambil menekap perutnya. syam
kamaruzaman  pun bangkit dari kursi
yang ia duduki. Dengan suara
yang kini terdengar lebih jelas.
"Aduh, perutku!" 
Bharada Melati menimpali
sambil cemberut. 
"Habis, kau sih. Sudah kubilang.
sambalnya pedas. namun ..." 
namun  syam kamaruzaman  sudah
menghilang di balik pintu yang
sekaligus ditutup dari dalam. 
Melati angkat bahu dan
meneruskan berbincangbincang
dengan teman kelompoknya.
sambil me
nyantap makanan yang
terhidang di depan mereka.
Namun mata yang awas,
pastilah dapat melihat bahwa
selera makan kelompok kecil itu
sudah menurun. Obrolan mcreka
pun tak lagi tedengar jelas. 
Di balik pintu kamar yang
mereka tempati, syam kamaruzaman 
mendengar suara sahutan yang
sedikit berisik dari pesawat HT
di tangannya. 
"Hambatan kecil?" 
"Begitulah yang saya dengar,
Elang Satu!" jawab syam
kamaruzaman . 
"Oke. Akan kukonfirmasi pada
Punggguk. Kalian tetaplah siaga
dan lakukan apa yang terbaik
menurut kalian. Saat ini aku
sedang dalam perjalanan untuk
melihat burung lainnya. Seekor
burung buas, dan agaknya perlu
dijinakkan!" 
Kasus lain dan mengundang
bahaya. pikir syam kamaruzaman 
sambil menyahuti, "Roger Elang
Satu!" 
"Berhati-hatilah. Out! " 
Dan di tempat terpisah, fredy krueger 
menurunkan kecepatan kereta keranda kencana nya
sedikit saat  ia menekan tombol
kontak terbuka, sehingga
anggota lain kini dapat ikut
mendengar. Termasuk kelompok
syam kamaruzaman . 
"Apa yang terjadi di sana.
Punggguk?" tanya fredy krueger  begitu
panggilannya disahuti. 
"Salah satu ban depan
mendadak pecah...." terdengar
jawaban gelisah letnan polisi  dul latief .
"Dan tahutahu sudah
merobohkan pagar makam berornamen rumah di tepi
jalan!" 
"Separah apa situasinya?" 
"Tidak ada yang terluka. namun 
pemilik pagar 
rewelnya minta ampun.
Negosiasi ganti rugi agaknya
akan berlangsung alot?" 
"Supaya tidak berlarut-larut,
penuhi saja harga yang dia
minta." fredy krueger  mendengus tak
senang. "Bagaimana dengan
kereta keranda kencana nya?" 
"Penyok berat, Elang Satu.
namun  masih bisa jalan!" 
"Bagus. Cepat kalian selesaikan
negosiasinya, dan tancaplah
secepatnya ke sasaran. Jangan
sampai burung bangaunya
keburu terbang entah ke mana!" 
"Roger, Elang Satu!" 
sesudah  memutuskan kontak.
fredy krueger  kembali tancap gas
sambil berpikir, berani juga
mandala krida membiarkan istrinya
berangkat lebih dahulu  untuk
mengejar waktu pertemuan yang
sudah  disepakati. Dengan apa
pun jessica  pergi dari tempat
musibah terjadi, mestinya tetap
didampingi. Kalau tidak oleh
mandala krida, ya oleh dul latief . Boleh
saja di tempat mereka itu
sekarang sedang berlangsung
negosiasi yang alot. namun di
tempat tujuan juga akan
berlangsung satu negosiasi.
Yang pasti jauh lebih alot,
bahkan juga ditambah adu
kekuatan mental! 
Salut atas keberanian si cantik
jessica , pikir fredy krueger . namun ... 
TKP yang dituju fredy krueger 
tahu-tahu sudah tampak di
depan mata. Dan perkembangan
yang sudah  terjadi di tempat
lainnya pun dengan segera
sudah terlupakan. 
Masih disanderakah balita yang
malang itu" 
Yang pasti, situasi saat itu di
Sangkan Hurip Indah belum
terlalu membahayakan orang
yang dicemaskan oleh Butsok. Si
cantik bermata lebat dan kontras
dengan bibirnya yang justru
mungil itu masih selamat dan
tampak duduk tenang-tenang di
kursinya, sambil bercerita
dengan tutur kata yang
diucapkan sama tenangnya. 
"Maklum dech, Pak Wali. Pagar
makam berornamen rumahnnya itu kebetulan masih
terhitung baru. Dan si pemilik
bilang biaya pembuatannya
cukup mahal...!" 
Menyimak dan mendengarkan
dengan sikap sama tenangnya,
soebandrio  lalu 
mengomentari. 
"jadi selagi suamimu
bernegosiasi, kau langsung
mencegat taksi yang kebetulan
lewat." katanya dengan nada
bersimpati. "Padahal, tak perlu
serepot itu. Bu jessica . Kalian
tinggal menelepon. Dan aku
pasti akan menunggu...!" 
"Kami sudah terbiasa menepati
janji, Pak Wali," ujar sang tamu
sambil tetsenyun manis.
"Terutama waktu yang
disepakati!" 
"Hm. Dalam hal itu kita punya
prinsip yang sama!" komentar
soebandrio . balas tersenyum.
"Kita pesan makan malamnya
sekarang" Atau menunggu
suamimu tiba?" 
"Kita tunggu saja. Pak Wali.
Toh tak akan lama." 
"Jika itu mau Bu jessica ,
terserah.!" 
Lantas sepi, sebab  soebandrio 
tak tahu lagi apa yang mau
dibicarakan. juga tidak tahu
apakah kekuatan jimatnya
sekarang saja ia keluarkan.
sebab ... ah, sial benar.
Mengapa pula ban depan mo
bil mereka harus pecah"
Akibatnya. kesyamran tamu
soebandrio  tidak lengkap.
Kalau dilakukan sekarang,
kuatir suaminya keburu tiba
sementara ilmu Jerot-Jembar
hanya ia tujukan pada jessica 
seorang! 
Dalam kebingungannya sebab 
sang tamu ikutikucan berdiam
diri, soebandrio  teringat pada
sesuatu yang tanpa dipikir
panjang langsung ia lontarkan
lewat sebuah tanya. 
"Sambil menunggu, bagaimana
kalau kita melakukan sesuatu
lebih dahulu ?" 
Sang tamu sesaat  mengangkat
muka. terkejut. Lantas mendesah
curiga. 
"Sesuatu?" 
soebandrio  buru-buru
memaksakan senyum di bibir.
lantas menjelaskan dengan
sedikit gugup. "Maksudku. kita
sama-sama tahu apa yang akan
kita bicarakan nanti. Jadi ah,
bagaimana ya?" 
Melihat tuan makam berornamen rumahnya
kebingungan. sang tamu cepat
menanggapi dengan suara
dingin, "Katakan saja. Pak Wali.
Tak usah ragu. Mumpung tak
ada suami saya yang ikut
mendengar!" 
Sesaat , soebandrio 
menyeringai. Lebar. Niat yang
diduga oleh sang tamu. memang
sudah ada dalam pikirannya.
namun  soebandrio 
memaksudkan pertanyaan tadi
untuk hal lain. Dan sebab 
sudah diminta, ia pun lantas
menghilangkan keraguannya. 
Sama dinginnya seperti tamunya
barusan berbicara. soebandrio 
pun memberitahu. "Maksudku.
aku harus berjaga jaga bukan"
Aku tidak ingin pembicaraan
kita nanti direkam diam-diam.
Untuk dijadikan..." 
"Oh. itu!" 
Mendesah begitu, bibir mungil
sang tamu tampak
mengguratkan senyuman tipis
dan kaku. Pertanda si cantik
siap untuk memulai adu mental! 
Dan langsung membuktikannya
melalui tas tangan yang ia bawa
saat  tadi tiba. Kancing tas
tangannya itu cepat dibuka. lalu
diangkat dan sekaligus
dibalikkan. Dan isinya pun
tumpahlah di atas meja.
Seperangkat keperluan kosmetik
termasuk sisir, satu dompet yang
isinya tampak tebal. tiga lembar
kartu kredit, juga telepon
genggam. 
soebandrio  cepat menyambar
salah satu tabung lipstik yang
bergulir dan nyaris terguling ke
lantai. Lalu menyimpannya
dengan hati-hati di dekat
dompet, sambil diam-diam
meyakini dompet itu tak cukup
tebal untuk menyimpan alat
perekam. Biar yang paling mini
sekalipun. 
Meluruskan duduknya kembali,
soebandrio  tersenyum. Puas.
Namun cuma untuk isi tas.
sebab  sambil  tersenyum, ia
kembali membuka mulut. 
"Bagaimana dengan pcnyadap.
Bu jessica ?" 
"Maksudnya?" tanya sang tamu.
Kali ini tanpa ikut tersenyum. 
"Aku dengar-dengar kau ini
orang berpendidikan..." jawab
soebandrio  kalem. "jadi pasti
tahu betul apa yang aku maksud.
Mana tahu ada pihak lain entah
siapa, membantumu untuk
memasangnya!" 
Aneh. 
soebandrio  belum merasakan
adanya getaran pada tempat
jimatnya terpasang. Mengapa
ilmu hitam yang ia kuatirkan
belum menyerang" Atau ada
yang ditunggu. namun  yang
mana pun itu. Her
lambang tidak usah kuatir.
jimatnya sudah  dengan baik.
Begitu pula mantra penangkal
sekaligus penakluk sudah ia
rapalkan diam-diam semenjak
tadi. Jarot-Jembar"
Jembar-Jarot. Dua kali rapal
untuk masing-masing nama. 
Atau jimatnya memang sudah
mulai beraksi" 
Lihat saja buktinya. Tamu
cantiknya tiba-tiba tersenyum
manis. Lalu tahu-tahu berkata
sama manisnya, "Tak usah
repot-repot menggeledah
tubuhku, Pak Wali. Biar aku
sendiri yang melakukannya..!" 
Dan sang tamu pun bangkit
dengan gemulai. Lebih gemulai
lagi gerakan tangan dan 
pinggul maupun kakinya, saat 
dengan tenang ia menanggalkan
gaun merah hati yang ia
kenakan. Lantas tahu-tahu si
cantik sudah tegak dalam
keadaan bugil. tanpa lapis apa
pun membungkus tubuhnya! 
Sementara soebandrio  terpana
menatap tubuh yang serba
menawan di depan matanya,
sang tamu mendesah lirih. 
"Bagaimana, Pak Wali" Puas?" 
soebandrio  tidak menyangka,
cuma dengan memandang.
lidahnya sudah langsung terasa
kelu. Bagaimana pula jika
menyentuh lalu menikmatinya" 
Namun selagi berahi
soebandrio  mulai terlonjak
dengan hebat, si cantik sudah
mengenakan pakaiannya
kembali. Kali ini dengan
gerakan cepat dan tuntas. Dan
tahu-tahu ia sudah duduk
kembali di tempatnya, sambil 
berkata dengan senyuman yang
masih tetap manis. 
"sebab  sudah terbukti aku
tidak dipasangi alat penyadap.
Pak Wali, bagaimana kalau
tujuan kita 
bertemu langsung saja kita
bicarakan sekarang" Dan
silakan Bapak yang memulai!" 
"Ap-pa...?" soebandrio 
menggagap. sambil berjuang
keras menurunkan tensi
berahinya. 
"Silakan Bapak memulai!"
jawab yang ditanya. tenang.
"Ajukan saja pertanyaan apa
yang ingin Bapak ajukan!" 
"Hm!" soebandrio  sesaat 
menggumam. Serius. Berahinya
masih terasa mengganggu,
namun akal sehatnya sudah
kembali. "Baiklah...!" 
namun  sebab  ganggguan
berahinya tadi. toh soebandrio 
masih memerlukan waktu untuk
berpikir dari mana harus
memulai. Perkembangan yang
terjadi berada di luar
dugaannya. Ketidaksyamran
sang suami masih tetap
mengusik. Sehingga mau tidak
mau soebandrio  harus
membatasi dahulu  keinginannya
untuk sementara! 
Tersenyum mantap. soebandrio 
pun angkat bicara. 
"Pertanyaan pertama. Bu jessica .
Apa saja yang kau ketahui?" 
"Banyak, tentunya!" 
"Sebutkan salah satu!" kata
soebandrio  lagi. Kali ini
dengan nada perintah. "Dan
langsung ke akar masalah dari
pembicaraan kita!" 
Diam berpikir sejenak, sang
tamu akhirnya menjawab
dengan luar biasa tenang, baik
dalam sikap maupun caranya
memberitahu, melalui satu
jawaban pendek dan benar
benar langsung pula. 
"Ayuningsari!" 
JAWABAN yang sudah diduga. 
Namun toh soebandrio  sempat
juga tertegun, sebelum lalu 
mengajukan pertanyaan
berikutnya dengan nada yang
enteng. acuh tak acuh. 
"Oke. Apa lagi?" 
"Janda malang itu hamil." jawab
sang tamu. tanpa emosi apa-apa
di wajahnya, "Kalian
bertengkar, sampai akhirnya dia
terjatuh. Kau berusaha
meraihnya, namun  gagal!" 
soebandrio  pun menatap
tercengang. Bukan sebab 
sebutan Pak Wali sudah berubah
menjadi 'kau', melainkan oleh
apa yang barusan ia dengar.
Mencerna sejenak sampai ia
merasa yakin telinganya tidak
salah dengar, barulah
soebandrio  membuka mulut. 
"Nanti dahulu !" ia berkata heran.
"Jika chucky  sudah tahu bahwa
aku bermaksud meyelamatkan
Ayu, mengapa saudara
kembarmu itu harus lari?" 
"Kau salah mengerti." jawab
tamunya tenang. 
"Aku menjawab menurut apa
yang aku tahu, bukan apa yang
diketahui chucky !" 
"namun ..." 
"Yang dilihat lalu dianggap
chucky  dan  Praka kahar muzakar ,
sahabatnya dan mantan sopirmu
waktu itu, adalah kau sudah 
mendorong Ayuningsari ke
jurang. Maka itu chucky  minggat
ketakutan. Buka mulut pada
keluarga Ayuningsati, tidak
berani. Berhadapan denganmu
lebih-lebih lagi!" 
"Apa salahnya" Kami bisa
berdamai. Dan...' 
"Sekarang, menyangkut chucky 
sendiri!" Sekali lagi tamu
soebandrio  memotong, tak
peduli. "Kau tahu apa yang ada
dalam pikiran chucky -ku saat ...
sebelum dia terbunuh, dia
memutuskan untuk berbicara
denganmu. sekaligus mengakhiri
dosa masa lalu itu?" 
Dalam kebingungannya
soebandrio  menjawab
seingatnya saja. 
"Uang. Dan tentu saja juga
kedudukan!" 
Sang tamu menggeleng-geleng
sinis. 
"Yang ada di dalam kepalanya
cuma satu hal saja.
Membujukmu supaya bersedia
menemui keluarga Ayuningsari
di lumajang . Bicara terbuka pada
mereka, lalu bayar mereka
dalam jumlah besar. chucky  yakin
pengakuanmu akan mereka
terima dengan tangan terbuka.
begitu pula ganti rugi yang kau
berikan. Toh Ayu sudah mati.
Peristiwanya pun sudah lama
berlalu. Sudah dilupakan
orang!" 
Diam sejenak untuk memberi
kesempatan kepada tuan makam berornamen rumah
mencerna penjelasannya, sang
tamu lalu  menambahkan,
"Jika pun mereka tidak bersedia
menerima pengakuan maupun
pem
berianmu, mereka tetap tidak
bisa berbuat apa-apa. sebab 
mereka cuma orang desa
pinggiran. Cuma orang kecil.
Kau?" 
Diam lagi. Dan sebelum
soebandrio  sempat membuka
mulut untuk mengomentari,
tamunya sudah keburu angkat
bicara lagi. ditambah senyuman
tipis. yang terkesan seperti
mengejek. 
"Kau sudah berubah semakin
besar. Dengan pangkat dan 
kedudukan tinggi pula!" 
"Aku..." soebandrio 
menggagap. Tanpa sadar. "Aku
tidak berpikir... sejauh itu!" 
"Itu urusanmu. Yang jelas, bila
rencana chucky ku jadi terlaksana
maka kau akan tetap aman. dan
chucky -ku terbebas dari beban
dosa masa lalu yang terus
mengejarnya. Dosa sebab 
menutup mulut. Menyedihkan,
bukan?" 
soebandrio  manggut-manggut
seperti orang bodoh. Namun
dengan cepat ia sudah
mengangkat mukanya kembali.
Lalu berkata menuduh. 
"Itu hanya pembelaanmu saja.
Yang tentunya kau karang
karang pula!" 
Sekali lagi sang tamu
menggeleng-geleng. Sinis. 
"Dia sendiri yang
mengatakannya padaku.
Beberapa saat sebelum
tangan-tangan pembunuh yang
kau kirim datang mengetuk
pintu!" 
"Kau..." Sekali lagi pula
soebandrio  menggagap. "Kau...
ada di sana" namun  malam itu.
dia bilang..." 
"chucky -ku tidak menyalahi
janji," lagi-lagi sang tamu
memotong. "Memang malam itu
tidak ada manusia lain di
makam berornamen rumahnya kecuali dirinya
sendiri!" 
"namun  barusan. kau bilang..." 
Sang tamu mengangkat bahu,
acuh tak acuh. "Mari kita sudahi
saja tetek bengek yang tak perlu
itu!" katanya. "Lebih baik kita
bicarakan saja mengenai apa
yang kau punya!" 
"Yang aku... punya?"
soebandrio  kian bingung saja.
Kian tak mengerti apa yang
sudah  terjadi dengan dirinya. 
Mengapa ia tiba-tiba mulai
kalah dalam adu mental ini" Ia.
seorang wali kota. Berpangkat
kolonel pula! 
Sang tamu tidak memberi
kesempatan pada Hetlambang
untuk berpikir, sebab  tamu
cantiknya itu sudah membuka
mulut mungilnya lagi. 
"Yang aku maksud. anti atau
pantangannya...!" 
soebandrio  makin terbelalak
saja. 
"Pantangan?" 
"Benar. Pantangan dari jimatmu
!" Angguk sang umu. Kali ini
kembali ditambah senyuman
manisnya yang memukau, untuk
lalu  melanjutkan dengan
cepat dan nyaris tanpa henti,
bagai berondongan senapan
mitraliyur. "Pertama, dari sisi
pemakaian. Saat digunakan, kau
harus dalam keadaan suci dari
persetubuhan. Selain itu,
jimatmu juga tidak boleh kena
darah atau percikan darah, baik
itu darahmu sendiri maupun
darah orang atau makhluk hidup
lainnya... meski cuma darah
nyamuk!" 
Selagi soebandrio  tiba-tiba
diam membeku di kursinya
dengan wajah berubah pucat
saking terkejut luar biasa, tamu
cantiknya sudah meneruskan. 
"Kedua. dari sisi sasaran atau
orang yang dituju. jimat yang
sekarang ini kebetulan kau
pakai... terpantang pada dua
sasaran. wanita lesbi  hamil dan 
orang yang punya saudara
kembar. sebab  jiwa jabang
bayi yang dikandung atau jiwa
dari si saudara kembar akan
membentengi diri dari orang
yang kau tuju. Lebih fatal lagi,
sekaligus mementahkan
keampuhan jimat yang kau
punyai." 
Lagi, soebandrio  menggagap
pucat. 
"Da-da-ri mana... kau
mengetahui... semua itu?" 
'Tidak soal, yang penting aku
tahu!" jawab sang tamu. Masih
tetap tersenyum. Semakin manis,
semakin memukau. "Misalnya.
pengecualian dari pantangan
itu. Kecuali jabang bayi yang
sedang dikandung atau
kembaran otang yang kau mau
sudah mati lebih dahulu . Caranya
terserah. Asal kematian itu
bukan melalui kekuatan jimat
yang kau pakai." 
Memang itulah semuanya. 
Lengkap dan diurai dengan
sangat jelas! 
Namun seakan tiba-tiba
menyadari ada yang
terlewatkan, sang tamu
cepat-cepat menambahkan. 
"Oh ya. Di situlah persoalan
yang muncul mcngenai chucky -ku,
bukan" Kau sebenarnya bisa
memicu nya tunduk dan patuh.
namun  keburu ingat, dia punya
saudara kembar. dan masih
hidup pula. Membunuh saudara
kembarnya cuma akan
menambah urusan. Jadi
mengapa tidak langsung chucky 
saja" lalu. kau pun mengirim
Reinaldi. Tentu saja dengan
raden mas untung  sebagai ujung tombak!" 
Dalam panik oleh
keterkejutannya yang amat
sangat. otak soebandrio 
dipaksa untuk bekerja keras.
Begitu pula saraf-satafnya.
Sampai ke senjata yang
tergantung di selangkangannya. 
Apa yang terjadi" Tak ada dari
pantangan itu 
yang hari ini ia langgar. namun 
mengapa Jarot jembar-nya tidak
juga bereaksi" 
"Percuma, soebandrio !" sang
tamu mendesah, dingin dan
hambar. "sebab  pemberian si
Jarot dan  si Jembar-mu itu
hanya berlaku pada manusia
hidup. atau pada roh yang
diperalat manusia hidup itu
untuk kepentingan pribadinya!" 
Otak soebandrio  masih mampu
bekerja dengan baik. namun 
hanya untuk berkata, serak, 
"Dan kau..." 
Sang tamu memberitahu dengan
lembut dan  khidmat. "Malang
bagimu, soebandrio  Aku
bukanlah kedua-duanya!" 
"Lantas... siapa engkau ini
sesungguhnya?" tanya sel-sel
otak soebandrio  yang terlontar
keluar melalui mulutnya. Mulut
yang terasa tiba-tiba sangat
keras, kaku dan sedingin es. 
"Pertanyaannya, soebandrio ..."
sahut yang ditanya. "Bukan
siapa. namun  apa!" 
Tamu istimewa di dalam taman makam 
nomor 5 itu memang tidak salah.
sebab  pada waktu ia
meluruskan pertanyaan
soebandrio . kelompok kecil di
teras taman makam yang bersebelahan
akhirnya menyadari letak
kekeliruan yang sudah terjadi.
dan semenjak tadi sudah 
memicu  mereka hanya bisa
duduk-duduk saja dengan
gelisah. 
Berawal dari suara kereta keranda kencana  yang
terdengar mendekat dari arah
pintu gerbang, disusul oleh sinar
terang dari lampu kereta keranda kencana 
dimaksud pada saat kereta keranda kencana  
ini  tampak membelok lalu
terus meluncur sebelum
akhirnya berhenti di depan
taman makam S. Persis di sebelah
kereta keranda kencana  soebandrio  yang sudah
lebih dahulu  parkir di situ. 
ditambah semakin merambatnya
kegelisahan mereka. kelompok
kecil itu lalu  mengenali
letnan polisi  dul latief  yang lebih dahulu 
keluar untuk-dengan sikap sopan
seorang sopir-membukakan
pintu belakang kereta keranda kencana . Sang Ajun
Inspektur Dua yang berpakaian
preman dengan penampilan
sederhana itu berpurapura tidak
melihat ke teras taman makam 6.
Memang harus begitu! 
Namun, bukan itu yang penting. 
Melainkan orang yang lalu 
menyusul keluar dari dalam
kereta keranda kencana . Pertama, mandala krida yang
wajahnya tampak kusut dan 
lelah, baru lalu  orang
terakhir, sosok tubuh molek
semampai dengan potongan
rambut sebatas tengkuk.
Penampilan cantik yang sudah
mereka ingat atau kenali.
Lengkap dengan gaun yang saat
itu ia pakai. 
Gaun warna merah hati. 
Bagaikan tersihir, kelompok
kecil di teras voltage 6 pada
diam membeku. Sampai
akhirnya salah seorang dari
mereka bisa juga membuka
mulut. yaitu  syam kamaruzaman  yang
berkata  dengan lidah kelu
dan nyaris tanpa sadar. 
"Asta-. Bu jessica ..."!" 
jessica  bukan hanya tidak
mendengar. 
Begitu turun dari kereta keranda kencana ,
perhatiannya pun sesaat 
langsung ditujukan ke daun
pintu taman makam 5. menatap lebar
dan tajam. Dengan punggung
tertegak kaku. sang suami yang
melihat keanehan sikap itu
sudah akan bertanya saat 
jessica  mendahului dengan
bisikan pelan namun tajam 
"Dia ada di dalam!" 
mandala krida berpaling sekilas ke
arah pintu dimaksud, lantas
kembali memantau  wajah
istrinya. Dan sesaat  itu juga
langsung tahu. Rona kusut pada
wajahnya sesaat  langsung
menghilang. Digantikan rona
tegang. 
letnan polisi  dul latief , yang tidak
memahami situasi dan sedang
berpura-pura naksir bagian
depan kereta keranda kencana  yang
penyok-penyok bekas menabrak
pagar, berkata  dengan suara
rendah, 
"Masuklah sekarang. Saya akan
berjaga-jaga di sini!" 
Tak seorang pun yang bergerak,
dan dul latief  pun  
menambahkan dengan sabar,
"Ayalah. Jangan sampai Pak
Wali atau orang-orangnya
menjadi curiga!" 
Tanpa mengalihkan
perhatiannya dari wajah sang
istri yang tampak membeku,
mandala krida memberitahu dengan
suara yang terdengar serak. 
"Yang dimaksud istri saya
dengan dia, Ajun Inspektur.
bukan Pak Wali!" 
Mendengar itu. dul latief  yang
sedang membungkuk untuk
memeriksa salah satu lampu
depan kereta keranda kencana , sesaat 
meluruskan tegaknya, menatap
bergantian pada kedua orang di
hadapannya. Ia lalu 
melirik ke arah pintu taman makam 5.
Cuma sesaat dua. Lalu saat
berikutnya, antara sadar dan
tidak, dul latief  berpaling ke arah
teras taman makam yang
berdampingan. 
Maksudnya untuk meminta
petunjuk. 
Dan tampaklah di teras taman makam 
6. kelompok kecil itu sedang
sibuk berembuk, dengan empat
tubuh setengah condong ke
depan di kursi masing-masing.
Mendekatkan muka pada orang
kelima, mulut syam kamaruzaman 
tampak sibuk berbicara. Begitu
pula dengan kedua tangannya.
sibuk bergerak-gerak untuk
menegaskan apa yang ia
ucapkan lewat mulutnya. 
Tentu saja yang dibicarakan
dalam rembukan itu tidak
terdengar ke sekitar, termasuk
oleh telinga dul latief , sebab 
syam kamaruzaman  yang saat itu
memberi perintah dan 
petunjuk-petunjuk, berbicara
dengan suara rendah, nyaris
berbisik. Namun ada beberapa
gerakan tangan syam kamaruzaman 
yang maksudnya dipahami oleh
dul latief : persiapan untuk
melakukan serbuan mendadak. 
Sedikit tegang. dul latief  kembali
berpaling pada kedua orang
yang harus ia jaga
keselamatannya. 
Sambil berbicara dengan suara
perlahan, ritsleting jaketnya
diturunkan sampai bagian depan
jaket itu terbuka lebar dan
sekaligus memperlihatkan
gagang pistol yang menyembul
di pinggangnya. 
"Dengar dan turuti nasihat
saya!" dul latief  berkata.
Tenang.tapi dingin. "Begitu
kami mulai bergerak. Anda
berdua segeralah menyingkir
sejauh mungkin. Paham." 
jessica  menganggukkan kepala.
Dan secara naluriah mendekat
pada sang suami yang langsung
menggenggam tangannya.
Genggaman kuat, namun
gemetar. 
Dan sementara ketegangan yang
mistrius itu berlangsung di luar,
maka di balik pintu collage 5
juga berlangsung ketegangan
yang sama. 
Terutama, pada diri
soebandrio . 
Perasaan tegang itu muncul
sesudah  tamunya meluruskan
pertanyaan soebandrio  tadi.
Lantas sesudah  saling menatap
beberapa saat sang tamu cantik
lalu  mendesah. Lirih,
namun terdengar jelas dan
tuntas. 
"Jika kau memang ingin tahu
apa aku ini, baiklah...!" 
Sesaat dua tak terjadi apa-apa.
sebab  sang tamu hanya
menatap tanpa berkedip. lurus
ke wajah soebandrio  yang
entah mengapa hanya diam
terpukau bagai tersihir. 
lalu . lantai di bawah kaki
mereka tahutahu terasa
bergetar. 
Dan apa yang semula sudah
terencana dengan baik dalam
skenario yang disusun oleh
soebandrio . mulailah terjadi.
namun  bukan atas kemauan
soebandrio . Benda yang
pertama-tama jatuh lantas pecah
berderai di permukaan lantai
adalah potret besar istri dan 
anak-anak soebandrio . Baru
sesudah nya disusul oleh
benda-benda lain bersama
getaran yang terus saja
berlangsung. 
Getaran yang semakin kuat dan
bertambah kuat. 
Bunyi jatuhnya potret di balik
pintu taman makam 5 memicu  mereka
yang saat itu berada di
luar-termasuk kelompok kecil
syam kamaruzaman -serempak
berpaling ke arah suara
terdengar. Sempat kaget sesaat,
syam kamaruzaman  melompat tegak
sambil berkata dengan nada
memerintah. 
'Sekarang!" 
Namun begitu mereka bangkit
berdiri dari kursi
masing-masing, kelompok kecil
itu langsung pada tertegak
menegun lantas saling
memandang satu sama lain. Hal
yang sama juga terjadi di depan
taman makam 5. jessica  dan  mandala krida
yang sudah bersiapsiap untuk
menjauh juga tiba-tiba tertegak
diam, lantas saling bertukar
pandang dengan dul latief  yang
wajahnya tampak seperti
bertanya-tanya. 
Tak perlu jauh jauh mencari apa
penyebab terjadinya situasi yang
mengherankan itu, sebab  meja
di depan syam kamaruzaman  dan 
teman sekelompoknya tiba-tiba
tampak bergetar sendiri. Salah
satu botol 
minuman di atasnya dengan
cepat berguling lantas jatuh
berderai di lantai teras. Diikuti
oleh botolbotol lainnya, gelas
demi gelas, dan... 
Dan pada wakru bersamaan, di
sekitar. 
Suara benda jatuh atau pecah
juga terdengar di
bangunan-bangunan taman makam 
terdekat. Diiringi oleh
seruan-seruan kaget. Lalu hanya
dalam tempo beberapa detik,
pintu demi pintu taman makam yang
berpenghuni sudah pada
direnggut membuka dari sebelah
dalam. Sosok demi sosok tubuh
pun dengan cepat berhamburan
keluar. Beberapa di antaranya
anak-anak kecil yang berlarian
keluar sambil  menjerit-jerit
ketakutan. Entah siapa di antara
mereka yang menjeritkan satu
kata pendek namun  langsung
menjelaskan apa yang mereka
semua perkirakan terjadi. 
"Gempa!" 
Dan semakin banyaklah orang
yang berhamburan keluar,
termasuk dari bangunan kantor. 
Sambil berteriak-teriak kacau
balau, sebagian besar dari
mereka lari menyelamatkan diri
ke arah jalan raya. Sebagian
lainnya berkumpul dan bertahan
di tempat terbuka yang
dilingkari oleh bangunan
bangunan taman makam . Wajah-wajah
panik atau tegang. Termasuk di
antara mereka itu adalah
kelompok syam kamaruzaman  yang
tidak menyadari semenjak kapan
mereka menjauh dari teras
tempat mereka sebelumnya
tertegak. mandala krida berangkulan
dengan jessica . Plus, dul latief  di
sebelah mereka, yang tertegak
kaku. 
Lalu. Budi
Raharjo-pengelola-yang sambil
menatap ketakutan ke sekitar
tempat mereka ber
kumpul. terdengar
menggumamkan kata-kata yang
menambah tegang suasana. 
"Aneh. Di daerah ini belum
pernah terjadi gempa. namun 
mengapa..." 
Bola lampu taman di dekat Budi
Raharjo berdiri tiba-tiba
meledak pecah. 
Budi beringsut semakin rapat ke
tengah kumpulan yang tanpa
diperintah diam-diam saling
merapatkan diri, bersamaan
dengan meledaknya bola
lampu-lampu lainnya. Disusul
oleh ledakan salah satu jendela
taman makam lalu jendela kantor
utama. 
Hingar-bingar dan menakutkan,
sementara tembok satu dua
taman makam terdekat tampak mulai
pula retak dan retak. Dan
permukaan tanah di bawah kaki
mereka masih saja bergetar.
Sampai akhirnya. entah siapa.
terdengar berbicara dengan
suara tersedak. 
"Sebaiknya kita lari saja
sekarang!" 
Satu dua orang mulai berlari ke
arah jalan raya. 
Yang lainnya sudah akan
menyusul. manakala suara
ingar-bingar dari sana sini
secara mendadak terdengar
berhenti, diikuti oleh
melemahnya getaran pada
permukaan tanah. Melemah dan
terus semakin melemah. Lalu
lalu  berhenti sama sekali. 
Diam dan sunyi. 
Sedemikian diam dan
sedemikian sunyinya... dan
secara tiba-tiba pula. 
Yang memicu  suasana justru
terasa lebih mencekam. 
JUGA sangat sunyi mencekam di
balik pintu taman makam 5. 
Yang dimulai oleh ket-japan
mata tamu soebandrio .
Kerjapan mata yang memicu 
semua getaran baik di lantai
maupun pada tembok yang
tampak sudah pada retak,
perlahan-lahan berhenti. 
Dan pada meja di hadapan
soebandrio , ada sesuatu yang
tidak sama lagi dengan apa yang
sebelumnya terlihat. Isi tas
tangan yang tadi ditumpahkan.
yang sama sekali tidak ikut
bergetar apalagi jatuh selama
ingar-bingar yang menegangkan
itu berlangsung. Semua benda
itu tetap bergeming di tempatnya
masing-masing. 
namun  dengan wujud yang sudah
berubah. 
Perangkat kosmetik sudah
berubah menjadi potongan atau
ranting-ranting kayu. Dompet
menjadi segumpal batu pipih.
Daun-daun kering menggantikan
kartu-kartu kredit dan  telepon
genggam. Sementara tas
tangannya sendiri kini hanyalah 
segumpal kantong plastik yang
tampak sudah lusuh dan  kotor
berdebu. 
Namun pergantian wujud di atas
meja itu hanyalah suatu kejutan
kecil. Sangat kecil. Nyaris tak
punya arti apa-apa. Kejutan
besarnya berada di seberang
meja. Berhadap-hadapan
langsung dengan soebandrio . 
yaitu , sang tamu. 
Pada saat getaran yang
lalu  menimbulkan gempa
itu di mulai, si tamu cantik
dengan tenang dan  dengan
gerakan gemulai, tanpa bangkit
dari kursi yang ia duduki,
menurunkan bagian atas gaun
merah hatinya perlahan-lahan.
Diturunkan sampai sebatas
pangkal paha sehingga tubuhnya
boleh dibilang kembali sudah
bertelanjang bulat seperti tadi. 
Sempurna telanjang. 
Ketelanjangan yang indah.
Memesona. 
Dan memaksa soebandrio 
untuk duduk bertahan di
kursinya. Tanpa sedikit pun
muncul hasrat melarikan diri
pada saat gempa buatan itu tadi
berlangsung. Lalu selama
berlangsungnya gempa ini .
sesuatu yang luar biasa
mengejutkan terlihat berproses
setahap demi setahap. Dan
semakin memaku soebandrio  di
tempat duduknya. 
Akhir dari proses itu adalah hal
yang lalu  terlihat sesudah 
getaran gempa berhenti. 
Sang tamu masih tetap duduk
telanjang di tempatnya semula.
Duduk bergeming. Namun
dengan leher tampak sudah
terpenggal. dengan kepala yang
sedikit terangkat dari
penggalan. Sebagian pelipis
dan  pipinya tampak sudah
dalam keadaan somplak. 
Terbuka menganga,
memperlihatkan rongga yang
kosong menghitam. Sementara,
pada sisa penggalan lehernya
tidak terlihat adanya darah
segar yang mengalir. Tidak pula
ada daging, urat, maupun
tulang. Yang terlihat
semata-mata hanyalah lubang
yang juga kosong. Menganga. 
Dan lebih ke bawah lagi.... 
Dimulai dari sisa batang leher
sampai ke selangkangannya,
tubuh tanpa kepala itu tampak
dalam keadaan terbelah.
Belahan yang cukup lebar untuk
memperlihatkan benda-benda
aneh pada bagian dalam
lambungnya. Benda yang
semestinya terpasang pada
sebuah mesin. Tak peduli mesin
apa, yang pasti bukan pada
bagian dalam tubuh manusia! 
Lalu. selagi soebandrio  diam
tercekam, kesunyian di sekitar
perlahan-lahan dipecahkan oleh
suara lirih dan terdengar sayup.
Suara yang berasal dari
celah-celah bibir mungil pada
kepala terpenggal yang diam
mengapung di atas barang
tubuhnya. Dalam bentuk kalimat
yang benar-benar terdengar
sopan. 
"Puas melihat, Pak Wali?" 
soebandrio  tidak menjawab. 
Bukan tak mau. Hanya lidahnya
saja yang terasa bagai kaku
membeku, mulut pun seakan
terkunCi. 
"Kalau sudah..." Bibir mungil itu
bergerak mengulas senyum. 
Senyuman manis. Sambil kepala
terpenggalnya turun ke bawah,
menyatu dengan batang tubuh.
Kedua tangan ikut pula bergerak
pada waktu bersamaan. menarik
gaun merah hatinya ke atas
sampai terpasang kembali
dengan benar. Gerakan yang di
ikuti oleh menutupnya belahan
tubuh. Dan dengan retakan dan 
lubang tak tentu bentuk pada
pelipis dan  pipinya kembali
pula mengutuh. Halus dan
mulus. 
Menatap tersenyum pada lawan
bicaranya yang diam mematung,
si gaun merah hati kembali
berbicara. Lembut,
menyenangkan. 
"Sekarang, Pak Wali...."
katanya. "Mumpung mereka
yang di luar sana masih belum
menyadari apa yang
sesungguhnya terjadi, kau pasti
tahu apa yang terbaik untuk
dilakukan. bukan?" 
Tak ada sahutan. 
Mulut soebandrio  masih tetap
terkunci. Namun pada bola
matanya yang terbuka lebar
namun  tampak layu itu terlihat
adanya sinar redup. Sinar
pengertian. Atau barangkali
juga, kepatuhan. 
"Oke. Lakukanlah itu. Pak Wali.
Selamat tinggal!" 
Berkata demikian, si gaun merah
hati bangkit dari kursinya lantas
berjalan dengan langkah
gemulai memasuki pintu tembus
ke ruang dalam. Scsudah  itu
sosoknya tidak lagi terlihat. 
Dan soebandrio  memang tidak
punya keinginan untuk melihat.
Bahkan berpaling pun tidak.
Perhatiannya tetap tertuju pada
kursi yang sebelumnya diduduki
oleh si gaun merah hati. 
"Benar!" ia membatin. Patuh.
"Aku tahu. Dan memang. cuma
itulah yang terbaik!" 
Lalu dengan tenang. tangan
kanannya ia susupkan ke balik
kemeja santai yang ia pakai.
saat  keluar lagi, tangan
soebandrio  sudah
menggenggam gagang pistol
dinasnya yang selama
bertahun-tahun 
terakhir keaktifannya sebagai
perwira militer. sudah
diperlakukannya tak ubah
sebagai istri kedua. 
Dengan tenang pula. pistol
kesayangannya itu ia angkat
perlahan-lahan. Didekatkan ke
mulut yang, anehnya, secara
otomatis membuka sendiri.
Lebarlebar pula. Ke dalam
mana moncong pistol dijejalkan.
Kunci pengaman dibuka. Lalu
pelatuknya pun ditarik. Tanpa
ragu-ragu. 
Aneh. Suara ledakan yang
terdengar. tidaklah sedahsyat
yang ia bayangkan semula.
Malah suarasuara lainnya justru
terdengar lebih keras. 
Dimulai dari suara terkejut
seseorang di luar sana. 
"Suara tembakan! Astaga. Kita
sudah melupakan Pak Wali!" 
Pak Wali" 
Siapa itu Pak Wali" Apakah
maksudnya wali kota" Siapa
pula yang terdengar datang
berlari-lari lalu mendobrak
pintu" 
Ya ampun, ributnya. 
Belum lagi suara terkejut yang
sama, dengan perkataan yang
sama pula. 
"Astaga!" 
Lalu perkataan -perkataan 
berisik. Sangat berisik! 
Apakah orang-orang sialan itu
tidak tahu bahwa si Orang
Nomor Satu sudah ingin tidur" 
Oh, oh. ltu dia kegelapan sudah
datang. Gelap sekali, sangat
gelap. juga tampak sangat
hitam. 
Dan kosong! 
 
SENYUMLAH. lalu semuanya
akan terselesaikan dengan
mudah! 
namun  fredy krueger  baru tersenyum
hanya bilamana dianggapnya
perlu saja. Dan pada malam itu.
mau tidak mau Bunok harus
mencatat dalam sejarah
hidupnya bagaimana seulas
senyum dapat dengan mudah
menyelesaikan suatu urusan
berbahaya. 
Pangkal cerita, si pencuri yang
kini menjadi penyandera. 
Dari keterangan para saksi di
TKP. sudah bisa digambarkan
rekonstruksi awal. Bahwa si
pencuri masuk dengan
melompati pagar, naik ke pohon
di halaman untuk tiba di atap.
Lalu masuk ke dalam makam berornamen rumah
melalui salah satu jendela
kamar di lantai atas. Jendela
yang bukan cuma tidak dikunci,
namun  juga terlupa lalu ditinggal
dalam keadaan tetengah
terbuka. 
Saat pencuri asyik
menggerayangi isi makam berornamen rumah. seisi
penghuni makam berornamen rumah tiba dari
perjalanan luar kota mcreka.
Pencuri yang sedang enak-enak
makan di da
pur tak keburu bersembunyi
lantas mencoba kabur tapi
keburu dihadang oleh kepala
keluarga yang punya mmah.
Terjadi perkelahian singkat yang
berakhir dengan jatuhnya si
penghadang oleh beberapa luka
bacokan golok. Tiga anggota
keluarga yang tak keburu
menyingkir saking syok,
langsung disandera sesudah  para
tetangga berhamburan datang
lalu mengepung makam berornamen rumah TKP. 
Pada saat fredy krueger  tiba, ketiga
orang sandera yang disekap
dalam kamar mandi sudah
dibebaskan oleh regu Buser,
termasuk korban yang terluka,
yang sudah dilarikan ke makam berornamen rumah
sakit dan ada kemungkinan
besar nyawanya masih
tertolong. 
namun  si pencuri tak bisa
dibekuk, sebab  ia mengunci diri
di kamar tempat ia masuk,
menjadikan seorang bayi
wanita lesbi  berusia tiga bulan
sebagai sandera. Bayi
ini lah yang menjadi titik
lemah polisi. Ditambah satu titik
lemah lainnya yaitu si pencuri
yang kini jadi penyandera
diduga keras adalah seorang
pemula. Bukan kambuhan,
apalagi residivis. Dan ia dalam
keadaan ketakutan. 
Penjahat pemula, ketakUtan,
golok, bayi. 
Satukan keempat bagian itu.
maka akan kau peroleh hasil
akhir yang jelas dan nyata:
berbahaya! 
Buktinya, tidak ada tuntutan apa
pun dari si pencuri yang kini
dengan status tambahan sebagai
penyandera. Dan bujukan agar
ia turun lalu menyerah. hanya
dijawab dengan memadamkan
lampu kamar di lantai atas
tempatnya mengunci diri.
Lampu-lampu sorot hanya
mampu menerangi kayu jendela
saja, dan  tirai yang
menyembunyikan suasana kamar
tidur di dalamnya. 
sebab  di kamar itu tidak ada
pesawat telepon maka dengan
sendirinya tidak pula ada
kontak. Kecuali kontak sepihak.
Dari pengeras suara polisi, dari
petugas yang mengepung di
setiap sudut terdekat ke kamar
dimaksud. plus dari massa
penonton, termasuk jerit tangis
ibu sang bayi. 
Hasilnya sama saja. 
Kamar di balik jendela terkunci
itu tetap sunyi sepi. Satu-satunya
tanda bahwa penyandera masih
berjaga-jaga adalah
suara-suara napas berat atau
langkah-langkah kaki gelisah
yang terdengar hingga luar
pintu tempatnya berada. Sang
bayi" Tak terdengar suara
tangisannya sama sekali.
Harapan bahwa bayi itu masih
hidup cuma tergantung dari
penjelasan sang ibu. Bayi itu
sedang tidur saat  musibah
terjadi. Baru menyusu pula. 
"lalu, biasanya, dia akan tidur
sekitar dua jam. Dan
benar-benar pulas. Tak
terganggu oleh suara apa pun
juga!" 
Kecuali bom. barangkali. 
namun  tidak ada ledakan bom.
Dan tidak lucu jika harus
duduk-duduk dua jam, hanya
untuk menunggu terdengarnya
tangis si bayi sebagai
petnyataan bahwa dia masih
tetap ingin hidup di dunia yang
semakin semrwut ini! 
Apa boleh buat. 
si orang nekat terpaksa harus
turun. Eh. salah. naik ke atas!
Tentu saja didahului oleh
penjelasan melalui pengeras
suara bahwa mereka ingin
memastikan bahwa si bayi
malang masih hidup. 
"jika tidak," fredy krueger  mengancam
dengan lembut. "maka kau harus
mulai berdoa!" 
lampu di balik tirai jendela atas
itu pun sesaat  tampak
menyala. Pertanda dia juga
masih ingin hidup, pikir fredy krueger 
tersenyum. Namun cuma
senyuman samar. seperti biasa.
Senyum yang dengan segera
melenyap pula oleh suara
permintaan yang terdengar
ketakutan dari atas sana. Suara
seseorang yang jelas
keranjingan pada film-film
detektif. sebab  hasil dari
permintaannya adalah tangga
didatangkan untuk dipanjat
fredy krueger . Permintaan lainnya, si
negosiator harus benar-benar
bersih dari benda apa pun yang
bisa dipergunakan sebagai
senjata. 
lalu, disaksikan oleh ratusan
pasang mata dan  diterangi
sinar lampu-lampu sorot yang
terang benderang pula, fredy krueger 
pun memanjatlah. Sambil
telanjang dari kaki sampai
kepala, minus celana pendek
yang menutupi cawat tentunya.
Celana pendek yang
dipinjamkan oleh salah seorang
tetangga korban. 
Maka itu fredy krueger  sangat
bersyukur alang kepalang saat 
begitu ia sudah menyelinap
masuk, jendela plus tirainya
langsung pula ditutupkan
dengan cepat di belakangnya. la
nyaris tak bisa menutupi
keterkejutannya sesudah 
lalu  melihat apa yang
dihadapinya. laki-laki  tak dikenal
dengan golok yang masih
dimerahi bekas darah
tergenggam di tangan. Dan
bilah golok itu direbahkan pada
dada sosok kecil
kemerah-merahan yang
terbungkus rapat oleh bedeng.
Hanya diperlukan sedikit
sentuhan saja, maka mata golok
itu akan langsung menikam
leher sang bayi. 
fredy krueger  pun lantas menyadari
betapa ia harus ekstra hati-hati. 
sebab  jika tidak, percumalah ia
berbugil ria! 
Tak ada kursi ekstra di kamar
tidur yang dimasuki fredy krueger ,
kecuali bangku toilet yang
tampak tersimpan di salah satu
sudut. Sudut terjauh tidak hanya
dari pintu atau jendela. namun 
juga dari ranjang. Di tepi
ranjang itulah fredy krueger  lalu 
memilih untuk duduk, sebab 
sudah tahu mengapa dan untuk
siapa bangku toilet itu
ditempatkan di sana. Dan
memang benar. sebab  ke
bangku itulah si penyandera
dengan cepat kembali lantas
duduk menghadap ke arah
Bunok. Dengan wajah pucat dan
sorot mata yang liar oleh
ketakutan, dan  ujung celananya
samar-samar tampak bergetar.
Pertanda betis di sebaliknya
pasti juga sedang gemetar. 
Siapa pula yang tidak takut
dengan sekian banyak polisi di
luar maupun pada sudut-sudut
strategis di dalam makam berornamen rumah.
Tambahan itu dengan ratusan
massa yang sedang marah di
bawah sana. maka dokter
jantungmu pun pasti akan dibuat
sibuk! 
Tak ada tegur sapa. Atau
perkenalan. 
Selama beberapa detik. cuma
ada saling menatap. Tatapan
liar di sudut kamar. melawan
tatapan dingin dan tenang di
tepi ranjang. 
Dan pada detik pertama, fredy krueger 
langsung yakin bahwa ia
sebenarnya dapat melumpuhkan
lawannya dengan cepat dan
mudah. Postur di balik jaket
dan  pakaian dari bahan yang
serba murah itu tampak
sedang-sedang saja, malah
terkesan kurus. Mata fredy krueger 
yang sudah terlatih juga
menangkap kesederhanaan pada
wajah di hadapannya. Wajah
yang 
benar-benar tampak lugu,
dengan kulit yang halus.
termasuk kulit lengannya,
pertanda si pemilik kulit adalah
seorang pekerja halus.
Administrasi atau semacam itu. 
namun , golok dan bayi! 
fredy krueger  menahan napas lalu
bertanya selembut mungkin. 
"Bagaimana dengan bayinya?" 
Agak lambat, barulah terdengar
jawaban. 
Parau, akibat kerongkongan
yang kering kerontang. 
"Ti...dur !" 
sebab  fredy krueger  tidak dapat
melihat kebenarannya dengan
jelas, ia menegaskan dengan
pertanyaan yang kedua. 
"Yakin?" 
Jawaban datang lebih cepat.
Dan tanpa raguragu. 
"Tuhan jadi saksiku!" 
Tuhan" Masih saja kau berani
menyebut kemahabesaran
nama-Nya" 
Pertanyaan mengejek itu sudah
menempel di ujung lidah fredy krueger .
Namun dengan cepat ditelannya
kembali. lalu ia ganti dengan
kalimat pembujuk. 
"Boleh aku menyentuhnya?" 
Tangan yang menggenggam
gagang golok tampak bergetar
tiba-tiha. Dan mata golok pun
lebih mendekat ke leher bayi.
Meski tidak terlalu dekat. namun 
fredy krueger  menganggap
pertanyaannya barusan sebagai
suatu kesalahan pertama. 
Mudah-mudahan tidak ada lagi
kesalahan berikutnva! 
"Oke. Oke.?" fredy krueger 
memaksakan diri untuk
tersenyum. "Aku percaya dia
masih hidup. Namun telanjur
aku sudah kau buat bertelanjang
ria. Aku ingin berhangat-hangat
sebentar di sini. Tak apa kan?" 
Diam. Diam yang sepi. 
Dan kembali Bunok harus
menahan napas sebelum
akhirnya kembali memulai. 
"Apa masalahmu?" 
Diam lagi. Sambil mata itu
semakin liar. 
"Boleh tahu apa yang kau
inginkan?" fredy krueger  mengganti
pertanyaannya. 
Mata itu sedikit lebih tenang.
Lalu, "Keluar dari sini. Tanpa
terluka!" 
"Gampang. Serahkan saja
bayinya padaku!" 
Gelengan kepala. 
"Tidak. Dia ikut denganku,
sebab  cuma dia jaminanku
satu-satunya!" 
Itu sudah pasti. Dan fredy krueger 
bukan mengajukan permintaan
yang bodoh. Ia hanya
mencoba-coba. Dan percobaan
berikut adalah suatu ancaman,
yang diucapkan dengan tenang.
bahkan lembut. 
"Aku sudah telanjur masuk ke
sini. jadi, langkahi mayatku
dahulu . Baru sesudah  itu dia boleh
kau bawa pergi!" 
Ada senyuman. Bukan senyuman
mengejek. apalagi senang.
Melainkan senyuman pasrah.
Sepasrah kata-kata yang
lalu  terdengar. 
"Kalau begitu. aku tak akan ke
mana-mana. Begitu pula
bayinya!" 
Kembali ke titik nol. pikir
fredy krueger . 
Ah
Lalu ia mengulangi
pertanyaannya yang belum
terjawab. namun  dengan kalimat
berbeda. 
"Tampaknya kau punya masalah
besar. Boleh tahu, apa?" 
Diam lagi sejenak. Lalu air mata
meleleh ke pipi yang pucat itu. 
"Istriku..." jawab si penyandera.
membata-bata. "Mulanya kami
sangka demam biasa. namun 
dokter puskesmas memaksa
diopname ke makam berornamen rumah sakit... atau
istriku mati. Dia langsung
dioperasi. Kista, kata mereka.
Semacam tumor ganas. Dan
peranakan istriku tahu-tahu...
sudah diangkat!" 
Sepi lagi. sebelum akhirnya
fredy krueger  berkata menghibur, 
"Kalian bisa mengangkat anak,
kalau mau...!" 
Gelengan kepala. Dengan
tambahan lelehan air mata lagi. 
"Persoalannya bukan itu.
sebab  kami sudah punya anak,
yang kini sudah duduk di bangku
kelas lima SD. Namanya.
Dewi...!" 
"Pasti anak yang cantik!" 
Tak ada senyuman. Juga tidak
tanggapan. Yang ada hanya
rona wajah yang semakin pucat
saja. Dan mata itu pun tidak
tampak liar lagi. Sinar mata itu
kini tampak tertekan. fredy krueger 
tidak ingin terpengaruh. Maka ia
luruskan kembali pembicaraan
mereka. 
"Kalau begitu, apa
persoalannya?" 
'makam berornamen rumah sakit!" 
"makam berornamen rumah sakit?" fredy krueger 
mengernyitkan dahi. 
Ada anggukan. namun  anggukan
marah. Yang untungnya tidak
sampai memicu  letak golok di
dada bayi itu bergeser maju! 
404 
'makam berornamen rumah sakit"." Sebutan itu
diulangi lagi. Dengan nada
marah. "Istriku tidak mereka
perbolehkan keluar meski sudah
sembuh. Jumlah yang mereka
minta terlalu melangit untuk
kutebus. Tanpa mereka mau tahu
aku cuma pegawai rendahan di
sebuah percetakan. Dan... sudah
setengah tahun pula di-PHK.
Percetakan itu bangkrut dan?"
Helaan napas, gelengan kepala.
dan kemarahan lagi. "Padahal
bukan aku yang minta. Mereka
yang memaksa supaya istriku
dibawa ke makam berornamen rumah sakit. namun 
andai lebih dahulu  diberitahu
bayarannya akan semahal itu,
kami cukup memakai obat-obat
kampung saja. Atau... ke dukun!"
Yang belum tentu
menyelamatkan isttimu, pikir
fredy krueger . 
namun  bukan saat dan bukan
tempatnya untuk meributkan
mana yang lebih baik, makam berornamen rumah
mkit atau dukun. Ada bayi di
hadapan mereka. Bayi yang
nyawanya berada di ujung
tanduk. Mereka harus segera
kembali ke situ, sebelum
tanduknya keburu menggeliat ke
arah yang tidak dikehendaki! 
"Begini saja," fredy krueger 
mengajukan penawaran, "Kami
akan menangani urusan makam berornamen rumah
sakit, sehingga kau bisa
berkumpul kembali dengan
istrimu. Dan..." 
fredy krueger  berhenti, mengangkat
muka sedikit untuk meyakinkan
apa yang barusan seperti
dilihatnya. sesudah  memperoleh
kepastian, barulah ia membuka
mulut lagi. Dengan sikap acuh
tak acuh, agar lawan bicaranya
tak curiga dan menganggapnya
sebagai tipu muslihat. 
"Tahukah kau. bayi di tanganmu
itu... tersenyum!" 
Cara yang bagus. Bukan: "He.
lihat. Bayi itu tersenyum!" 
Dan tanpa curiga apa-apa. laki-laki 
berusia 30-an itu menunduk
untuk melihat. Dan bukan pula
cuma sebentar. laki-laki  itu terus
melihat selama beberapa detik.
Tampak seperti tertegun. 
Kesempatan bagus untuk
beraksi! 
namun  fredy krueger  tetap duduk tak
bergerak di tempatnya. Golok
mungkin saja dapat ia rebut.
sekaligus melumpuhkan
pemiliknya. Namun fredy krueger 
bukan dewa Wisnu. Sehingga
fredy krueger  perlu tambahan tangan
lain untuk juga sekaligus
menyelamatkan sang bayi yang
mungkin saja terjatuh atau,
boleh jadi, sengaja dijatuhkan! 
Otak fredy krueger  sedang bekerja
keras untuk menyabarkan diri
saat  telinganya menangkap
perkataan  lirih si penyandera. 
"Heran. Dia bukannya
ketakutan. Dia terus menatapku.
Sambil tersenyum!" 
Syukurlah. 
Entah keajaiban apa yang sudah 
membangunkan bayi itu sebelum
waktunya... dan bukan pada
waktu yang tepat pula. Namun
yang pasti, bayi itu masih hidup
dan baik-baik saja... untuk
sementara ini! 
Dan fredy krueger  pun berkata dengan
hati-hati. 
"Barangkali" dia menyukai
dirimu!" 
Tanpa berpaling pada fredy krueger .
juga tanpa terlihat ketakutan.
laki-laki  itu berkata  curiga.
Namun nadanya bukan curiga
atas keselamatan dirinya dan
serbuan mendadak.
"Jangan-jangan..." 
Lantas diam. 
Mau tidak mau fredy krueger  dibuat
penasaran juga. 
"Jangan-jangan apa?" 
Barulah si lelaki mengangkat
muka kembali. Melihat lurus ke
wajah fredy krueger  namun dengan
pandangan menerawang. Seakan
pada diri sendiri. ia lalu 
menjawab. lirih. 
"Seperti Dewi. Anakku
satu-satunya. Yang saat 
kutinggalkan tadi pagi, sedang
terbaring lemah di makam berornamen rumah
kontrakan kami"!" 
fredy krueger  mengernyitkan dahi.
"Sakit apa pula anakmu itu?" 
laki-laki  itu tersenyum. Sedih. Tanda
bahaya dalam dirinya entah
mengapa tahu-tahu sudah
melenyap. 
"Secara fisik. Dewi baik-baik
saja. namun  dia... sangat perasa.
Dia terus-menerus memikirkan
ibunya. Sampai lupa pada nasib
malangnya sendiri!" 
"Nasib malang bagaimana?" 
"Terancam putus sekolah!"
jawab yang ditanya. Getir.
Menarik napas panjang sejenak.
ia lantas meneruskan. "Selain
untuk keperluan ibunya, untuk
Dewi-lah aku mencuri sekarang
ini. Aku sangat mengasihi
dirinya. Selain sebab  semata
wayang, dia juga anak yang
pintar di sekolahnya. Selalu
masuk ranking!" 
Pegawai kecil, di-PHK pula.
lstri disandera oleh makam berornamen rumah sakit,
anak satu-satunya terancam
putus sekolah. 
fredy krueger  terenyuh, namun  tak suka
jika perasaan itu sampai
mempengaruhi dirinya. Maka
seperti tadi. pembicaraan
mereka ia luruskan pula
kembali. 
'Apa maksudmu tadi bayi di
tanganmu itu... seperti
Dewi-mu?" 
Seakan mendadak teringat, laki-laki 
yang istrinya disandera oleh
pihak makam berornamen rumah sakit dan kini
berbalik menyandera bayi orang
lain, tiba-tiba menggerakkan
tangannya yang menggenggam
golok. fredy krueger  terkejut. dan
sudah sempat terniat untuk
melompat lantas menyerbu.
Namun sesaat  itu pula niatnya
diurungkan. 
Diurungkan oleh mata elangnya
yang terlatih dan dapat
membedakan mana gerakan
berbahaya dan mana yang tidak.
Benar saja. 
Dengan tangan kiri tetap
memangku dan mendekap bayi
erat-erat ke dadanya, tangan
kanan laki-laki  yang menggenggam
golok itu bergerak ke bagian
pantat bayi. Lantas
meraba-raba. Sambil lubang
lubang hidungnya kembang
kempis membaui sesuatu yang
tidak tercium dari tempat fredy krueger 
duduk bersiaga. 
Dan terdengarlah perkataan 
lirih itu. 
"Nah, apa kubilang. Biar bayi
ini pakai popok. aku tahu betul
bahwa dia..." 
fredy krueger  diam menunggu. 
Dan laki-laki  itu mengakhiri. 
"Berak!" 
fredy krueger  menahan diri untuk tidak
tertawa. Lantas bertanya, heran,
"Dari mana kau tahu?" 
'Senyumannya!" 
"Oh?" 
Berbalik lagi memantau 
fredy krueger , golok diletakkan 
Lantas diam. 
Mau tidak mau fredy krueger  dibuat
penasaran juga. 
"Jangan-jangan apa?" 
Barulah si lelaki mengangkat
muka kembali. Melihat lurus ke
wajah fredy krueger  namun dengan
pandangan menerawang. Seakan
pada diri sendiri. ia lalu 
menjawab. lirih. 
"Seperti Dewi. Anakku
satu-satunya. Yang saat 
kutinggalkan tadi pagi, sedang
terbaring lemah di makam berornamen rumah
kontrakan kami...!" 
fredy krueger  mengernyitkan dahi.
"Sakit apa pula anakmu itu?" 
laki-laki  itu tersenyum. Sedih. Tanda
bahaya dalam dirinya entah
mengapa tahu-tahu sudah
melenyap. 
"Secara fisik. Dewi baik-baik
saja, namun  dia" sangat perasa.
Dia terus-menerus memikirkan
ibunya. Sampai lupa pada nasib
malangnya sendiri!" 
"Nasib malang bagaimana?" 
"Terancam putus sekolah!"
jawab yang ditanya. Getir.
Menarik napas panjang sejenak.
ia lantas meneruskan. "Selain
untuk keperluan ibunya. untuk
Dewi-lah aku menanti sekarang
ini. Aku sangat mengasihi
dirinya. Selain sebab  semata
wayang, dia juga anak yang
pintar di sekolahnya. Selalu
masuk ranking!" 
Pegawai kecil, di-PHK pula.
lstri disandera oleh makam berornamen rumah sakit,
anak satu-satunya teranmm
putus sekolah. 
fredy krueger  terenyuh, namun  tak suka
jika perasaan itu sampai
mempengaruhi dirinya. Maka
seperti tadi, pembicaraan
mereka ia luruskan pula
kembali. 
"Apa maksudmu tadi bayi di
tanganmu itu... seperti
Dewi-mu?" 
Seakan mendadak teringat, laki-laki 
yang istrinya disandera oleh
pihak makam berornamen rumah sakit dan kini
berbalik menyandera bayi orang
lain. tiba-tiba menggerakkan
tangannya yang menggenggam
golok. fredy krueger  terkejut, dan
sudah sempat terniat untuk
melompat lantas menyerbu.
Namun sesaat  itu pula niatnya
diutungkan. 
Diurungkan oleh mata elangnya
yang terlatih dan dapat
membedakan mana gerakan
berbahaya dan mana yang tidak.
Benar saja. 
Dengan tangan kiri tetap
memangku dan mendekap bayi
erat-erat ke dadanya, tangan
kanan laki-laki  yang menggenggam
golok itu bergerak ke bagian
pantat bayi. Lantas
meraba-raba. Sambil
lubang-lubang hidungnya
kembang kempis membaui
sesuatu yang tidak tercium dari
tempat fredy krueger  duduk bersiaga. 
Dan terdengarlah perkataan 
lirih itu. 
"Nah, apa kubilang. Biar bayi
ini pakai popok. aku tahu betul
bahwa dia?" 
fredy krueger  diam menunggu. 
Dan laki-laki  itu mengakhiri. 
"Berak!" 
fredy krueger  menahan diri untuk tidak
tertawa. lamtas bertanya, heran,
"Dari mana kau tahu?" 
"Senyumannya!" 
"Oh?" 
Berbalik lagi memantau  Butsok,
golok diletakkan 
kembali oleh laki-laki  itu di atas
dada bayi dengan gagang tetap
tergenggam. Sementara sang
bayi terus menatap diam ke
wajah penyanderanya dengan
mulut mungilnya yang
kemerah-merahan terus pula
tersenyum. 
Syukurlah bayi itu belum
mengenali benda tajam
bergelimang darah di dekat
lehernya. pikir fredy krueger  lega.
lantas ia bertanya ingin tahu. 
"Apa yang memicu 
senyumannya tampak berbeda di
matamu?" 
'Bukan berbeda. namun 
begitulah dengan Dewi...!" 
Kembali lagi pada si anak
satu-satunya. Maka fredy krueger 
memutuskan untuk diam
menunggu. 
"saat  masih bayi," laki-laki  itu
pun memberitahu, "Dewi-ku
punya kebiasaan yang tak akan
pernah kulupakan. Di pangkuan
orang lain, kalau mau berak. ia
pasti ribut menangis. Atau kalau
tak ribut, ya cuma berak begitu
saja. Tanpa pemberitahuan
apa-apa. Eh. tiap kali di
pangkuanku, pasti dia selalu
tersenyum. Seolah-olah malu.
Atau barangkali. supaya aku
tidak marah dia kotori!" 
Lalu dengan mata menerawang
dan tampak berselaput bahagia,
laki-laki  itu menceritakan perilaku
lainnya dari sang putri yang
memicu  mereka sangat dekat
satu sama lain. Sementara
fredy krueger  mulai tidak sabar oleh
pembicaraan yang berlarut larut
dan semakin melantur ke
mana-mana. 
Bagaimana bisa sabar. 
Ada urusan yang jauh lebih
besar menunggu fredy krueger  di luar
sana. Urusan yang tidak hanya
menyangkut reputasi banyak
pihak, namun boleh jadi 
juga akan mengambil nyawa
seseorang. sebab  adalah aneh
bahwa mandala krida membiarkan
istrinya masuk sendirian ke
kandang singa. Dan fredy krueger 
sudah mulai berpikir, bahkan
diam-diam sangat berharap,
bahwa yang masuk ke kandang
singa itu bukanlah jessica ,
melainkan... 
 
Kicauan dari sudut kamar
berhenti tiba-tiba. 
Penyandera bayi itu kini tampak
tidak lagi bahagia. Dan selain
murung kembali, di wajah yang
lugu itu juga mulai terlihat
tanda-tanda kemarahan. Itu
memicu  fredy krueger  terkejut dan
berpikir-pikir apa kiranya
kesalahan yang sudah  ia perbuat.
Rasanya tidak ada. 
Dan fredy krueger  mulai memikirkan
hal lainnya. Andai terjadi
sesuatu yang tidak dikehendaki,
mana yang lebih dahulu  ia rebut.
Golok atau bayi" Atau tinju saja
dahulu  muka orang itu. baru
lalu ... 
"Apa yang sudah kuperbuat?" 
Pertanyaan yang di luar dugaan
itu bukan keluar dari mulut
fredy krueger , melainkan dari mulut
lawan bicaranya. Ia tampak
gelisah kembali. sebelum ia
dengan tiba-tiba mengangkat
bayi di pangkuannya! 
fredy krueger  sudah akan melompat
untuk menerjang. saat 
menyadari bahwa bayi itu
tampak seperti disodorkan ke
arah dirinya. Sambil laki-laki  yang
memeganginya berkata dengan
suara bergemetar, 
"Ambillah...!" 
fredy krueger  duduk tegang. Tak yakin.
Dan seakan menyadari sesuatu.
laki-laki  itu mengeluh samar-samar.
Lalu golok di genggamannya
per. lahan-lahan ia turunkan
dan diletakkan ke lantai. sesudah 
itu, sebelah kakinya tahu-tahu
sudah ber
gerak. Dan golok berdarah itu
pun meluncurlah ke arah
fredy krueger . Bahkan lalu 
lenyap di bawah ranjang tidur. 
laki-laki  itu lalu  berdiri. Tidak
lagi gemetar, namun  tampak
mantap. Namun toh saat 
dengan setengah tak percaya
fredy krueger  mengambil alih sang
bayi dari tangannya. laki-laki  itu
tetap saja bermuram durja. 
"Entah apa yang nanti harus
kukatakan pada Dewi,"
gumamnya. Gerit. "Juga pada
ibunya. Mereka akan malu
besar. Dan..." 
Mendekapkan bayi rapat-rapat
ke dadanya dan siap untuk mati
bila laki-laki  itu berubah pikiran,
fredy krueger  cepat menanggapi. 
"Percayakan saja itu padaku.
Aku sendiri nanti yang berbicara
pada mereka!" 
"Terima kasih!" 
Lalu laki-laki  itu duduk kembali di
tempatnya semula. Dengan sinar
mata dan  rona wajah yang
tampak jelas sedang hancur
luluh. fredy krueger  terenyuh. lalu
berkata dengan lembut, "Satu
lagi... dan ini sungguh-sungguh
keluar dari hatiku yang tulus!" 
laki-laki  lugu itu mengangkat muka.
Diam menatap. 
"Jelas nanti kau terpaksa
dipenjara," fredy krueger 
memberitahu, "namun  yakinlah,
Dewi-mu akan meneruskan
sekolahnya. Sampai ke
perguruan tinggi pun jadi. Tentu
saja sebatas kemampuanku...
sebagai Bapak asuhnya!" 
Mulut pucat di depan fredy krueger 
tidak berterima kasih. Mata
layunya saja yang menyiratkan
terima kasihnya. fredy krueger 
tersenyum untuk menguatkan
hati 
laki-laki  lugu itu lalu berjalan
mendekati pintu. fredy krueger  sudah
akan melakukan prosedur rutin
saat  ia tiba-tiba teringat
sesuatu lantas berhenti dan
berpaling sambil bertanya. 
"Oh ya. Sambil lalu. Boleh aku
tahu siapa namamu?" 
Agak lambat. barulah bibir
pucat itu membuka. 
"Dayat..." ia memberitahu.
"Lengkapnya Dayat Diraatmaja.
Dan Bapak?" 
"fredy krueger  Sembiring!" 
Baru sesudah  itu prosedur rutin
dijalankan. Dua ketukan
berturut-turut pada daun pintu.
Berhenti sesaat. tambah satu
ketukan. berhenti lagi, lalu
tambahan lagi dua ketukan
penutup. Sandi aman untuk
petugas Buser yang berada di
luar pintu. 
sesudah nya, anak kunci pun
diputar. 
Lalu pintu dibuka lebar-lebar. 
fredy krueger  benar-benar dibuat
jengkel oleh aplaus luar biasa,
baik dari massa penonton
maupun anak buahnya. Ia
merasa dirinya bukanlah aktor
pujaan dan juga tidak
merenggut sukses apa-apa di
atas panggung berupa kamar
tidur sempit di lantai atas sana. 
Maka sesudah  menyerahkan bayi
pada sang ibu. fredy krueger  cepat
mengambil alih pengeras suara
dari tangan seorang brigadir di
dekatnya. Lantas sambil 
memantau  kereta keranda kencana  Buser yang
meluncur pergi bersama
tahanan mereka, fredy krueger  pun
berbicara dengan lantang pada
massa yang mengelu-elukan
dirinya. 
"Kumohon diam dan tolong
dengarkan sebentar!" 
Perlahan-lahan, aplaus tepuk
tangan maupun suat-suit itu
menurun lalu berhenti. Dan di
tengah kesunyian yang terasa
bagai mendadak itu, fredy krueger  pun
memberitahu. 
"Untuk kalian semua ketahui
saja. Sesungguhnya bukan aku.
namun  bayi hebat itulah yang
sudah  menyelamatkan dirinya
sendiri!" 
Tetap sunyi. Dengan ratusan
wajah yang diliputi tanda tanya. 
Namun, begitu fredy krueger 
mengembalikan pengeras suara
ke tangan brigadirnya dan
berjalan masuk kembali ke
makam berornamen rumah TKP. aplaus itu tahu-tahu
meledak kembali dan nyaris
tanpa henti. fredy krueger  terpaksa
menyabarkan diri saat 
menutup pintu lalu 
melepas celana pendek dan,
dengan gembira. kembali
mengenakan pakaiannya sendiri.
Sayang, kegembiraan itu
tiba-tiba terganggu begitu saja.
Seorang Sabhara yang tadi ia
titipi HT dinasnya datang
mendekat dan mengembalikan
HT fredy krueger  sambil  melapor. 
"Ada kontak, Komandan!" 
fredy krueger  menyambar HT
dimaksud dan langsung
berbicara. "Elang Satu di sini!" 
"Ada paket kejutan untuk Anda.
Komandan!" Terdengar suara
syam kamaruzaman  yang agaknya
setengah syok sampai
melupakan kode panggil.
"Bangau tidak bersama kita lagi.
Juga tidak lagi bisa terbang.
Untuk selamanya!" 
Artinya. seluruh penghuni  Cirebon
terpaksa merelakan kematian
wali kota mereka yang baru.
fredy krueger  sempat terkejut. Namun
cuma sesaat. Cepat sekali ia
sudah kembali tenang. Luar
biasa tenang. Bahkan suaranya
terdengar sangat lembut
manakala ia bertanya pada
pesawat HT-nya. 
"Bagaimana dengan kedua
merpati." 
"Masih syok. namun  mereka
baik-baik saja!' 
fredy krueger  lebih dahulu  harus
membasahi kerongkongannya
sebelum mengajukan pertanyaan
berikutnya. 
"Pengirim paket?" 
"Seperti biasa. Lenyap tanpa
meningalkan jejak!" 
Jejaknya ada di tanganku. pikir
fredy krueger . Dan di mulut ia berkata,
"Oke. Kalian uruslah paketnya
dan nanti serahkan laporan
selengkapnya di mejaku. Out!" 
Dan beberapa menit lalu 
fredy krueger  sudah sendirian lagi.
Sendirian di dalam kereta keranda kencana nya
yang ia pacu dengan kecepatan
tinggi. Bukan ke Sangkan Hurip.
namun  ke Kemlaten. 
Tiba di tempat yang dituju,
fredy krueger  berjalan mantap dan
tidak ragu-ragu melewati blok
demi blok kuburan sampai
akhirnya berhenti di dekat
kuburan chucky  mulawarman .
Menari-cari dengan matanya
sebentar. fredy krueger  lalu 
duduk di pinggiran kuburan
terdekat yang sepenuhnya
terbuat dari beton padat. 
Pistolnya dikeluarkan. la
memutar silinder untuk
memastikan semua lubang di
dalamnya terisi peluru. Kunci
pengaman dibuka. Lalu dengan
pistol siap tembak tetap
tergenggam di tangan yang ia
rebahkan pada pahanya, fredy krueger 
menengadah sejenak memantau 
rembulan di langit malam.
Seakan berharap supaya
rembulan itu sudi kiranya turun
dari langit untuk menemaninya
barang sejenak. 
Rembulan tak jua beranjak dari
tempatnya dan fredy krueger  pun
segera menurunkan arah
pandangnya. Lalu duduk diam. 
Menunggu. 
YANG ditunggu-tunggu akhirnya
datang juga. 
Berjalan mendekat melewati
nisan demi nisan dengan
langkah tenang dan tampak
gemulai. sebelum lalu 
berhenti di hadapan fredy krueger ,
dengan kuburan chucky  sebagai
pembatas mereka. 
Saling menatap beberapa detik
tanpa bertukar salam, bibir
mungil yang merah segar itu
akhirnya bergerak membuka
dengan caranya yang khas:
terkesan sensual. 
"Aku tahu kau pasti menunggu
di sini, Komandan." katanya.
Lirih dan terdengar sayup.
"Apakah kau datang untuk
menangkapku?" 
"Pada saat aku tadi tiba di sini,
ya!" jawab fredy krueger . Mengakui.
"namun  selagi menunggu.
pikiranku berubah...!" 
"Mengapa?" 
fredy krueger  menghela napas. 
"Dipikir-pikir, tak enak rasanya
jadi bahan tertawaan orang!" 
"Bahan tertawaan?" 
"Kami tak punya tempat
memadai untuk menahan
dirimu!" fredy krueger  menjelaskan.
"Jika pun ada, apa sesudah nya"
Kau kami antar ke pengadilan
dalam keadaan utuh dan hidup,
seperti halnya penampilanmu
sekarang ini. Namun di depan
hakim, kau bisa saja tiba-tiba
berubah jadi dirimu yang asli.
Yang tak bisa bergerak, apalagi
diajak bicara!" 
Diam sejenak. fredy krueger 
menambahkan dengan seringai
kecut. 
"Jangan-jangan aku nanti malah
ditanyai. Dari toko mana aku
mengambilmu!" 
Si gaun merah hati tersenyum,
manis. 
"Tidak usah kecewa, Komandan.
Paling kurang, kau sudah tahu
apa sebenarnya yang kau
hadapi. Dan kasus itu kini sudah
berakhir!" 
fredy krueger  diam saja. 
Bibir mungil itu membuka lagi. 
"Terlepas dari semua itu.
Komandan, dengan jujur harus
kuakui bahwa tanpa sadar, aku
sudah  ikut terjebak dalam
permainanmu!" 
"Permainan?" tanya fredy krueger 
berlagak bodoh. 
"Umpan pancing!" Ganti si gaun
merah hati memberi penjelasan.
"Yang kau lemparkan ke alamat
soebandrio . Dan tanpa berpikir
panjang, aku ikut-ikutan
menyambarnya!" 
fredy krueger  kembali diam. Tak
berkomentar. 
"Mengapa, Komandan"' 
"Apanya yang mengapa" fredy krueger 
masih berlagak bodoh. 
"Kau membiarkan aku tetap
bebas berkeliaran. Supaya aku
bisa dengan leluasa
menghancurkan lalu menelan
soebandrio !" Si gaun merah
hati meng
ingatkan apa yang sebelumnya
memang sudah ada dalam
pikiran fredy krueger . "Boleh tahu
alasannya?" 
fredy krueger  mempermainkan pistol di
tangannya. Bukan untuk
menembak, namun  untuk
membantunya berpikir apakah
pertanyaan itu perlu dijawab
atau tidak. Sampai lalu ...
ah. mengapa pula harus
bingung-bingung. Toh nanti si
pendengar akan membawa
jawaban itu bersama dirinya ke
alam kubur! 
Dan fredy krueger  pun memberitahu. 
"Sebenarnya," ia memulai.
"bermuara dari perasaan jenuh.
jenuh sebab  kami sudah
berlelahlelah. Sampai
melupakan anak istri, bahkan
juga lupa kami tidak punya
nyawa cadangan. namun  apa
yang kami harus lihat sebagai
hasil akhirnya?" 
Diam sejenak dan tampak
murung, fredy krueger  meneruskan. 
"Sudah berulang kali terjadi,
orang sekaliber, atau mendekati
kaliber soebandrio , cuma
dihukum seumur jagung. Malah
pernah terjadi. cuma dimutasi.
Tanpa harus menginjakkan kaki
di pengadilan. Mereka lantas
bebas berkeliaran. dan ada yang
tumbuh semakin besar. Sambil
tersenyum mengejek ke arah
kami, tentunya!" 
"Separah itu?" 
"Separah itu!" Angguk fredy krueger ,
mengulangi. Pistol ia masukkan
ke sarungnya di bawah ketiak,
mengancingkan jaket, lantas
bangkit berdiri sambil  berkata,
"Sudah waktunya aku pergi.
namun  masih ada yang mengusik
pikiranku...." 
"Apa?" 
fredy krueger  menatap lurus-lurus ke
sepasang mata 
lebar di hadapannya tanpa
mengetahui mata apa
sesungguhnya yang ia tatap.
Lalu ia memberitahu. 
"Suaramu selalu suara jessica .
Tanpa sekali pun kau
mengeluarkan suara saudara
kembarnya. Berarti bukan roh
chucky  yang bersemayam di
tubuhmu...!" 
fredy krueger  diam lagi, memikirkan
perkataan apa yang paling tepat
untuk diutarakan. sementara
lawan bicara diam pula.
Menunggu. 
Ah. dapat juga akhirnya. Dan
fredy krueger  langsung
mengutarakannya., 
"Apa yang memicu mu hidup?" 
Pertanyaan sederhana, namun
jelas. 
Si gaun merah hati tersenyum
lagi. Manis sekali. Lantas balik
bertanya. 
"Kalau saya boleh tahu
pengamatanmu selama ini.
Komandan. apa yang kau
temukan dalam diri jessica "
Menyangkut jiwanya.
maksudku!" 
fredy krueger  mengingat-ingat
sebentar, baru menjawab. 
"Di luar tampak tegar. namun  di
dalam, sebenarnya sangat
rapuh. Malah bisa kubilang...
terbelah dua!" 
"Oleh cinta kasihnya pada
chucky ?" 
fredy krueger  mengangguk. 
"Nah, Komandan!" si gaun
merah hati memberitahu.
"Dengan itulah aku
sesungguhnya hidup. Dengan
bagian dari belahan jiwa jessica .
Di dalam mana cinta kasih
mereka saling menyatu dengan
kuat. Hanya saja, sayang aku
terlambat meraihnya!" 
"Terlambat bagaimana?" 
saat  menjawab, suara si gaun
merah hati semakin lirih. Malah
terkesan amat getir. 
"Aku baru berpikir untuk meraih
belahan jiwa jessica  itu, bukan
sebelumnya. namun  sesudah 
chucky ku yang berlumuran darah
mendatangiku kembali ke ruang
makan. Melihat bagaimana
diriku dirusak oleh salah
seorang dari manusia biadab
itu. lalu mendesahkan hasratnya
padaku..." 
"Hasrat?" 
"Benar. Hasrat untuk membalas.
Dan itulah yang sudah
kulakukan, bukan?" 
Benar, pikir fredy krueger . ltulah yang
sudah  dia lakukan. dan pada
akhirnya sudah  pula disetujui
fredy krueger . namun , hidup lalu
bangkit dengan belahan jiwa
seseorang. 
Belahan jiwa yang tak nyata, tak
terlihat! 
lantas apa dan bagaimana
sesungguhnya wujud dari jiwa
itu sendiri" 
"Komandan?" 
"Heh?" 
"Sekadar ingin tahu. Bagaimana
kalian nanti memutuskan kasus
soebandrio ?" 
Di tengah perjalanan tadi,
fredy krueger  penasaran mengontak ke
Sangkan Hurip untuk
memperoleh sedikit gambaran
mengenai apa sesungguhnya
yang sudah terjadi. Dari laporan
syam kamaruzaman  inilah kini fredy krueger 
menjawab pertanyaan si gaun
merah hari. 
"Bunuh diri. Dengan alasan
yang belum diketahui dan masih
akan diselidiki!" 
"Persetan dengan dia'" Si gaun
merah hati menggeleng. tak
senang. namun  dengan cepat ia
sudah tersenyum kembali.
Seakan pikiran mengenai Her
lambang yang wali kota itu, tak
lebih dari gangguan seekor
nyamuk saja. "Yang aku maksud,
pihak lainnya!" 
Atau dirinya. Sebagai pembunuh
soebandrio , dan sebelumnya,
pembunuh Reinaldi sampai ke
raden mas untung . 
Berpikir ke situ, Bursak ingin
marah namun menahan diri
sebab  kemarahannya tak
mungkin dilampiaskan. Maka
dengan sabar fredy krueger  pun
memberitahu. 
"Resminya, identitas dan
keberadaan dirimu masih
dicari," katanya. Ikut-ikutan
lirih, ikut-ikutan getir. "lalu
kelak suatu hari, kasusmu akan
ditutup. Dengan tinta merah: tak
terpecahkan. Yang, tentu saja,
akan berakibat tak enak untuk
reputasiku!" 
Terdiamlah si gaun merah hati. 
Diam yang tampak terharu biru.
lantas menggumamkan
penyesalannya melalui kalimat
pendek namun terdengar manis. 
"Hormatku untukmu,
Komandan!" 
fredy krueger  cuma mengangkat
pundak dan berjalan untuk pergi
saat  pada langkah ke sekian,
di belakangnya terdengar suara
lirih itu bertanya lembut. 
"Tidak ada cium perpisahan?" 
fredy krueger  tertegun sesaat. 
lalu sambil  tersenyum lebar
untuk pertama kalinya
sepanjang hari dan malam itu,
ia meneruskan langkah.
Langkah-langkah yang tampak
tenang. tanpa sekali pun
menoleh ke belakang. 
Si gaun merah hati hanya
berdiri menatap dengan mata
lebarnya yang bulat indah. dan 
bibir 
mungilnya yang merah segar itu
perlahan tampak 
mengulas senyum. Senyuman
tipis. Dan misterius. 
 
BESOK siangnya. kedua saksi
utama mereka muncul di
Polresta untuk mengajak fredy krueger 
makan siang sekalian pamitan
pulang ke mojokerto . sebab 
kebetulan memang waktu
istirahat dan tidak ada hal yang
terlalu penting yang tak bisa
ditinggalkan, fredy krueger  memenuhi
ajakan itu dengan senang hati. 
Dan dari sekian banyak obrolan
mereka sambil menikmati makan
siang di sebuah restoran
eksklusif. hanya satu topik kecil
saja yang dianggap fredy krueger 
berguna untuk diingat lalu
dikenang. Dimulai oleh mandala krida
yang berkata malu malu. 
"sesudah  selama ini menolak,
begitu bangun pagi tadi istriku
tahu-tahu menyatakan setuju
untuk mengandung!" 
"Oh?" desah fredy krueger . Agak kaget
oleh pemberitahuan yang tidak
di sangka sangkanya itu. 
"Maksud suami saya.
Komandan," jessica  cepat
menyela dengan senyuman lucu.
"adalah menyangkut anak
pertama kami nantinya. sesudah 
lahir. 
514 
tentu. Dan juga... ini harapan
kami berdua, jika yang lahir itu
lelaki!" 
lagi terucap, "Oh?" 
Dan jessica  pun memberitahu,
"Kami bermaksud meminta izin
Anda agar kiranya tidak
keberatan apabila nama Anda
nanti kami berikan pada anak
kami!" 
'fredy krueger  Sembiring?" 
"Sembiring-nya sih tidak!"
jawab jessica  tertawa. 'Cukup
fredy krueger -nya saja. Sang ayah
punya hak juga. bukan?" 
"Jadi?" 
"Namanya nanti. Komandan..."
mandala krida yang kini memberitahu.
Dengan khidmat. "fredy krueger 
mandala krida!" 
fredy krueger  mandala krida! 
Nama yang tidak sinkron. pikir
fredy krueger . namun  sudahlah. 
"Oke. Kalian beritahulah aku
nanti bila anak hebat itu sudah
lahir!" 
Suami istri yang berbahagia itu
memenuhi janji mereka satu
tahun lalu . Bukan melalui
telepon, namun  melalui surat
yang ditulis dan ditandatangani
sendiri oleh jessica  mulawarman . 
Dalam suratnya yang bertulis
tangan secantik orangnya itu.
jessica  antara lain berkata.
"Putra pertama kami itu
benar-benar gagah seperti
ayahnya. Dan juga lucu, seperti
orang yang nama depannya ia
pakai".!' 
fredy krueger  mengemyitkan dahi. 
Lucu, dia bilang. Aku"! 
sesudah  saling mengunjungi satu
dua kali, tiga tahun berikutnya
ganti fredy krueger  yang mengirim
kabar. 
"Alasan klise, namun  demikianlah
nyatanya. Para penghuni
Kemlaten harus berlapang dada
untuk sesegera mungkin pindah
tempat istirahat ke pemakaman
lain!" 
Dan pada hari penggusuran itu,
jessica  bersama suaminya lebih
dahulu  menyinggahi fredy krueger  untuk
saling melepas rindu. Tergerak
oleh dorongan aneh yang tidak
bisa ia hindari, fredy krueger 
mendampingi suami istri itu
pergi menyaksikan
pembongkaran kuburan chucky .
yang ker-angkanya nanti akan
mereka pindahkan ke pinggiran
kota mojokerto , berbatasan dengan
kabupaten Bogor. 
Sebelumnya, fredy krueger  sudah tahu.
Namun toh begitu liang lahat
semakin terbuka. fredy krueger  tetap
saja dibuat tertegun. Ditingkahi
suara-suara kaget di sekitarnya.
fredy krueger  diam memantau  apa
yang terlihat di liang lahat. 
Sang menekin alias si boneka
pop yang tampak tetap utuh
lengkap dengan gaun merah
hatinya. saling berangkulan
dengan jasad chucky  yang sudah
berupa tulang kerangka. 
sesudah  keributan yang sempat
terjadi perlahanlahan mulai
reda. fredy krueger  mendengar suara
mandala krida yang bertanya parau
pada istrinya. 
"Kita ke manakan manekin itu,
Ririn?" 
"Satukan lagi nanti," jawab
jessica . Lembut dan tenang.
"Dengan chucky -ku!" 
fredy krueger  tidak menoleh. Ia lebih
tertarik untuk memantau  sosok
boneka 
yang sudah diangkat dari Liang
lahat dan sedang dipisahkan
dengan hati-hati dari bagian
kerangka chucky . Rambutnya
yang sebatas tengkuk itu tidak
tampak kusut sama sekali.
Wajah cantiknya pun tetap
bersih dan halus. Dengan
sepasang mata bulatnya terbuka
lebar. tanpa sekali pun berkedip.
Dan, bibir mungilnya yang
masih saja merah 
segar! Tersenyum samar. 
Namun tampak betapa bahagia!