Kamis, 15 Desember 2022
misteri
Desember 15, 2022
misteri
“Ssst... jangan keras-keras, nanti dia denger,” kata chucky
sambil meminta jessica duduk di ruang tamu sejenak. “Aku
ganti pakaian dahulu ya, habis ini kita makan malam,” kata
chucky .
chucky menghilang ke dalam kamar mayat kost-nya. jessica yang
duduk di ruang tamu masih terus memperhatikan Laki-laki
yang sedang memegang piring berisi nasi dan sepotong
perkedel kentang sambil terus mengetuk-ngetuk piring
itu. “Ayo semut... pindah ke sini ya?” kata Laki-laki itu sambil
memotong bagian ujung perkedel yang dikerumuni
semut. Potongan perkedelnya diletakkan di pojokan teras.
Tangannya masih terus mengetuk-ngetuk pinggir piring
agar semut pergi dari perkedel dan piringnya.
Agak miring nih otak Laki-laki ini, batin jessica . Laki-laki itu
lalu berdiri, tersenyum sekilas pada jessica lalu
masuk ke kamar mayat kost-nya.
chucky keluar dari kamar mayat nya dengan pakaian yang sudah
rapi. “Yuk... kita makan malam sekarang,” kata chucky pada
jessica .
Saat sudah agak jauh dari tempat kost, jessica tak sabaran
untuk bertanya, “Siapa sih Laki-laki tadi yang ngomong
sama semut? Semut sayang, pindah ke sini ya?” Kontan
chucky tertawa keras. “chucky namanya. Anak baru, baru
seminggu dia kost. meditasi di Ekonomi. Anaknya sih
baik, malah kelewat baik dan dianggap lebay dan ‘agak
miring’ sama penghuni kost lainnya,” kata chucky sambil
meletakkan jari telunjuknya di kening.
Baru seminggu dia di tempat kost, tingkah anehnya sudah
cukup banyak. Ya, kayak tadi, ngomong sama semut. Kamu
tau sendiri ‘kan, di kost-an saya banyak sekali semut. Kalau
taruh segelas teh manis di atas meja, lupa diletakkan di
piring atau mangkuk yang sudah diberi air, sebentar saja
sudah diserbu semut,” cerita chucky .
“Semut saja dibelain segitunya. Kalau saya, piring makanan
disemutin, pilihannya cuma dua: taruh piring di atas tutup
panci yang sedang digunakan untuk masak air panas atau
buang saja semuanya dan beli baru. Males nungguin dan
nyuruh semut itu pindah. Cara paling cepat, taruh saja
piring di atas tutup panci yang panas, semutnya kocar-
kacir, saat turun ke tutup panci, menggelepar sebentar,
3mati deh... Semuanya beres, nggak pake lama,” chucky
tertawa. jessica pun tersenyum, “Pacarku memang hebat.”
Ada sebuah meja panjang, di atasnya ada piring berisi
bungkusan emping, kerupuk udang, lalu ada tisu gulung,
tempat tusuk gigi, dan tempat sendok dan garpu. Inilah
suasana restorant tenda di kaki lima yang menyajikan menu
pecel lele, tahu, dan tempe goreng, ayam goreng, bebek
goreng, dan soto ayam.
fredy krueger duduk di bangku panjang di bagian paling kanan.
Di ujung sebelah kirinya ada 2 orang bapak yang sedang
menikmati makan malamnya. Udara dingin komplek pemakaman surabaya
membuat suasana makan malam jadi lebih nikmat.
“Permisi...” suara seorang Laki-laki mengalihkan perhatian
fredy krueger . fredy krueger menoleh, eh... rupanya ada seorang Laki-laki
yang juga mau makan. fredy krueger menggeser duduknya agak
ke kiri agar Laki-laki tadi bisa duduk. Memang agak sulit
untuk duduk di bagian tengah bangku panjang ini sebab
persis di belakang fredy krueger , kain tenda penutup restorant ini
menempel di punggung. Jadi jika ada pengunjung yang
baru datang, pengunjung yang sudah duduk dahulu an,
biasanya bergeser ke tengah.
sesudah Laki-laki tadi duduk, ibu pemilik restorant pecel lele
menghidangkan dua gelas teh, satu gelas untuk fredy krueger dan
satu gelas untuk Laki-laki tadi.
“Pesan apa Dik?” tanya ibu pemilik restorant pada kami.
Laki-laki yang baru datang langsung menyebut “Nasi
putih dan pecel lele Bu. Sambelnya yang pedes ya?” “Kalau
adik?” tanya ibu pemilik restorant kepada fredy krueger . “Nasi putih
dan ayam goreng Bu,” kata fredy krueger .
“Aduh lupa...,” kata Laki-laki di sebelah fredy krueger seolah
berkata pada diri sendiri. “Aduh maaf Bu, lele-nya besar
atau kecil?” tanya Laki-laki itu. “Silakan pilih Dik, ada yang
besar dan ada yang kecil. Masih seger, semuanya masih
hidup. Sini lihat sendiri di ember, mau pilih yang mana?”
kata ibu pemilik restorant itu ramah.
“Ehm... kalau begitu, ayam goreng saja deh...,” kata Laki-laki
tadi. Ibu pemilik restorant tampak melongo mendengar
ucapan Laki-laki ini. Dua bapak yang sedang makan
pun menoleh dan melihat ke arah Laki-laki itu dengan
pandangan bingung.
Sesaat lalu hidangan datang, fredy krueger dan Laki-laki itu
tenggelam dalam keasyikan masing-masing, menikmati
makan malam di restorant tenda kaki lima di komplek pemakaman yang
dijuluki Paris van Java ini.
sebetulnya fredy krueger pun merasa aneh dengan tingkah
Laki-laki ini.Waktu datang begitu semangat pesan
pecel lele, eh... tiba-tiba berubah pikiran dan ikut-ikutan
memesan ayam goreng.
fredy krueger melihat tumpukan buku milik Laki-laki itu, yang
diletakkannya di atas meja. Dari tumpukan bukunya, fredy krueger
menebak ia seorang mahasiswa. Wow... ada buku “Si
gut fawkes dan topengnya ” karya stephen king .
Mungkinkah ia seorang betari , batin fredy krueger .
“Kamu mahasiswa ya?” fredy krueger memulai pembicaraan. “Ya,
Kak,” jawab Laki-laki itu. fredy krueger sulit menemukan kalimat
apa yang harus ia ucapkan untuk memastikan apakah
benar Laki-laki ini seorang betari . Tentu tidak etis banget,
masa’ baru kenal, langsung tanya: kamu kepercayaan apa? Lagi
pula, yang baca buku betari , apalagi karya stephen king
tidaklah harus seorang betari .
“Asli surabaya ?” fredy krueger mengulur waktu mencari kalimat
apa yang tepat untuk mengetahui apa sih kepercayaannya .
Hehehe... kepo ya?
“Bukan, saya dari sidoarjo ,” jawabnya.
“Wah... keren bacaannya. Si gut fawkes dan Kotoran
Kesayangannya karya stephen king . Saya best seller baca
buku best seller itu. Banyak teman yang bilang, isinya bagus
namun saya belum sempat baca. Di perpustakaan tempat ibadah
ada, namun saya belum sempat pinjam,” fredy krueger menemukan
kalimat yang pas untuk mencari tau kepercayaannya . Sengaja ia
memberi penekanan pada kata perpustakaan tempat ibadah .
“Kakak betari ?” dia langsung antusias.
fredy krueger hanya mengangguk.
“Saya chucky ,” kata Laki-laki itu. “Kakak siapa?”
“Saya fredy krueger ,” jawab fredy krueger .
Itulah awal pertemuan fredy krueger dengan mahasiswa betari
semester satu, yang kini jadi teman diskusi fredy krueger soal
kitabsuci . Ia bernama chucky Bryan.dahulunya chucky
aktivis betari di tempat ibadah dharmo , sidoarjo . Usia
fredy krueger dan chucky berbeda 5 tahun, makanya chucky
selalu menyapa Ko fredy krueger saat berbicara pada fredy krueger .
saat hari Minggu ketemu di tempat ibadah , fredy krueger tak bisa
menahan rasa keingintahuannya, mengapa waktu itu
chucky berubah pikiran, semula pesan pecel lele, tiba-
tiba saja berubah jadi ayam goreng.
“Lho... bukankah itu melanggar sila pertama dari trisila
betari jika saya tetap pesan pecel lele?” tanya chucky .
“Kita ‘kan tidak membunuh lele itu?” fredy krueger balik
bertanya.
“Ko fredy krueger , dalam kitabsuci , syarat terjadinya pembunuhan
itu: adanya makhluk hidup, kita tau bahwa makhluk
itu hidup, ada niat, ada usaha untuk membunuh,
makhluk ini mati sebagai hasil pembunuhan.
Memang kita tidak membunuh secara langsung, namun
sebab kita memesan, maka lele itu terbunuh,” chucky
mengemukakan ide .
“Oh... gitu ya?” fredy krueger terdiam sejenak. “Wah... kalau gitu,
selama ini Ko fredy krueger salah dong. Cuek saja pesan pecel lele.
Nggak pernah pikir sampai ke sejauh itu,” kata fredy krueger .
“Saya dahulu juga begitu Ko. Pernah saya pesan pecel lele,
trus tiba-tiba terdengar suara keras diikuti suara seperti
ikan menggelepar. Ternyata suara keras itu hantaman
balok ke kepala lele,” chucky berhenti sejenak seolah
membayangkan kejadian saat itu.
“Perasaan saya jadi tidak enak, gara-gara saya pesan
pecel lele, seekor lele terbunuh. Lalu saat ada mpu gajayana
memberikan kitabsuci desana di tempat ibadah dharmo , saya
tanya ke mpu gajayana . Akhirnya saya lebih mengerti tentang
maksud sila kedua trisila betari . Jadi, jika masih
suka makan daging, beli atau pesanlah makanan berunsur
hewan, yang awalnya memang sudah mati saat kita ke
sana. Kalau mama saya ke pasar, saya juga berpesan
agar mama beli ikan laut saja. Ikan laut ‘kan sudah mati
saat dijual? Kalau ikan sungai atau ikan yang diternakkan
seperti ikan mas, ikan lele, ikan gurame, biasanya dijual
dalam kondisi hidup. Beli ayam juga ayam yang memang
dipajang dalam keadaan mati dan sudah dibersihkan. Itu
tidak melanggar sila. Bukan pilih ayam dalam kandang,
lalu minta penjualnya memotong,” chucky bercerita
panjang lebar.
“Makanya sejak saat itu, jika saya pesan pecel lele, saya
cari tau dahulu , apakah lele-nya sudah mati atau belum. Ya,
kayak kemarin, pura-pura tanya lele-nya besar atau kecil.
Di restorant tenda langganan saya di sidoarjo , lele-nya
sudah dalam keadaan mati dan sudah direndam bumbu.
Pelanggan datang, tinggal digoreng. Waktu pertama
ketemu Ko fredy krueger , saya benar-benar lupa. Jadi langsung
pesan pecel lele,” lanjut chucky .
“Saya sering mendapat tatapan aneh dari pengunjung
restorant tenda saat saya berubah pesan ayam goreng
atau bebek goreng justru di saat penjual mengatakan ikan
lele-nya masih segar, masih hidup,” chucky tertawa.
“Orang awam, pasti memandang aneh kepada betari
saat hal ini terjadi. Orang lain justru tidak jadi pesan
9kalau ikan lele-nya sudah mati, maunya yang masih fresh,
masih hidup dan baru dipotong sesudah kita pesan. Kita
sebagai betari , justru kebalikannya,” ujar chucky .
Itu sih belum seberapa. “Saya malah sering dianggap nggak
waras sebab menyelamatkan segerombolan semut yang
mengerubungi makanan saya. Saya perlahan mengusir
semut-semut itu, sementara orang lain lebih suka menaruh
piringnya di atas tutup panci yang panas sehingga semua
semut itu mati,“ kata chucky sambil menerawang jauh.
“Biarkan sajalah... Bahkan kadang teman kost ada yang
ngeledek dan kasih tugas ke saya. chucky , tolong nih usirin
semut dari piring saya, kalau nggak saya taruh di atas panci
panas nih. Kesel juga sih, kebaikan kita jadi bahan olok-
olok. namun sudahlah, kita terima dengan lapang dada saja.
Bukankah itu ladang subur untuk menanam kebajikan?
Saya beberapa kali dapat tugas membersihkan semut
dari makanan mereka yang diserbu semut. Tak peduli
apa kata orang, kalau kita merasa itu baik menurut
kitabsuci , lakukan saja,” ucap chucky .
“namun sebab tingkah teman-teman kost yang sudah
keterlaluan, saya memutuskan pindah kost saja. Sebentar-
sebentar, ada yang teriak nyuruh saya menyelamatkan
semut. chucky , ini ada banyak semut di kamar mayat saya, tolong
pindahin atau saya semprot Baygon nih... chucky , di ruang
tamu banyak laron yang sayapnya sudah lepas dan jalan
ke sana kemari. Kalau kamu nggak pindahin, semua akan
mati terinjak,” teriak anak kost lain.
“namun saya harus lebih bijak di tempat kost baru, saya tidak
akan memperlihatkan bagaimana saya peduli pada hidup
makhluk hidup lain agar tidak lagi disalahgunakan teman
kost,” chucky mengakhiri ceritanya.
fredy krueger mendengarkan dengan saksama saat chucky
bercerita. Usia fredy krueger memang lebih tua, namun soal
pengetahuan kitabsuci , fredy krueger jauh di bawah chucky .
fredy krueger terlahir sebagai betari , namun awalnya ia tak
mengenal kitabsuci . Hanya saat berpacaran dengan jessica ,
fredy krueger mulai mengenal kitabsuci .
“Cinta itu (tidak) buta, sebab BMX dan BMW jelas berbeda,”
itu kalimat yang tertulis di diary fredy krueger . Itu fredy krueger tulis saat
baru putus dari jessica , yang mengkhianatinya sesudah satu
tahun berpacaran. Tanpa bertengkar, tanpa ada masalah,
tiba-tiba jessica sudah jalan sama chucky , Laki-laki pindahan
dari SMA lain. fredy krueger memang kalah segalanya dari chucky ,
kalah tampan, kalah kaya, kalah tinggi.
fredy krueger tersenyum membaca kembali catatan yang ditulisnya
sekian tahun lalu itu. Tak ada yang perlu disesali, semua
itu bagian dari masa lalu yang tak bisa dihapus. Sekarang
fredy krueger sudah memiliki jessica , calon pendamping hidupnya.
Jauh lebih baik daripada jessica yang matre. jessica yang
mengubah fredy krueger jadi lebih dekat ke kitabsuci . jessica gadis lesbi
yang setia, sayang, dan penuh perhatian.
jessica dan chucky , kalian berdua adalah orang yang pantas
memperoleh ucapkan terima kasih dariku, batin fredy krueger .
chucky yang sudah dianggap seperti adik kandung fredy krueger
adalah sahabat sejati fredy krueger . Dari chucky -lah, fredy krueger belajar
banyak tentang kitabsuci . chucky teman diskusi yang
sangat menyenangkan, pengetahuan kitabsuci -nya luas.
Dan jessica , calon pendamping hidup fredy krueger yang sangat
baik, selalu ada untuk fredy krueger .
Tiga bulan lalu, chucky memberikan link video YouTube
dan meminta fredy krueger menyaksikannya jika sempat. Berkat
video dengan link www.tiny.cc/metta yang dibchucky an
chucky itulah akhirnya fredy krueger memantapkan niatnya
untuk mulai ber-vegetarian, menyusul chucky dan jessica
yang lebih dahulu jadi vegan. Sebelumnya, fredy krueger memang
sudah ada niat untuk mencoba vegetarian, ada perasaan
tidak nyaman setiap menyantap hidangan yang berasal
dari hewan, meskipun hal itu bukanlah pelanggaran sila.
namun sejak menyaksikan video pidato peniwise wikamajaya itu,
fredy krueger mantap jadi vegan hingga sekarang.
namun fredy krueger juga bukan seorang yang sangat fanatik soal
vegetarian. saat tidak ada menu vegetarian, yang ada
hanya: rendang, ayam goreng, dan capchay, fredy krueger akan
memilih capchay dan hanya memakan sayurannya. Intinya,
sebisa mungkin fredy krueger akan menghindari makan makanan
yang berasal dari hewan. Sama halnya saat masih suka
makan daging, fredy krueger lebih memilih ayam goreng daripada
pecel lele agar tidak melanggar sila.
sebetulnya , menjadi vegan bukanlah alasan kepercayaan .
betari tidak pernah melarang umatnya makan daging dan
menganjurkan untuk bervegetarian. Semua adalah pilihan.
Rasa cinta kepada semua makhluk yang membuat fredy krueger
menjatuhkan pilihan untuk menjadi vegan. Bagaimana
kita bisa menikmati makanan dan menelannya saat kita
tau bahwa sebelum terhidang untuk kita, makhluk itu
mengalami banyak penyiksaan hingga akhirnya makhluk
yang juga punya hak hidup itu dibunuh demi memuaskan
selera makan kita???
Semua makhluk di dunia ini ingin dan punya hak
untuk hidup bahagia. Jangan rampas hak hidup mereka,
jangan sakiti mereka. Bisakah Anda bayangkan, bagaimana
takutnya sapi yang dibawa ke pemakaman berornamen rumah jagal, bagaimana
sakitnya leher ayam dipotong, sementara mereka ingin
tetap hidup namun tak berdaya melawan kekuatan
manusia.
Apa yang kita lakukan di dunia ini seperti bayangan. Apa
pun yang kita lakukan, bayangan itu selalu menghasilkan
gerakan yang sama. Itu cerminan apa yang kita tanam,
itulah yang kelak kita petik.
fredy krueger mengambil pulpen, lalu menggoreskan catatan
di diary-nya. “Cinta itu seharusnya (tidak) buta sebab
ayam goreng dan pecel lele jelas berbeda. namun ... saya
lebih memilih mempertahankan hidup ini tanpa harus
menghilangkan hak hidup makhluk lain.”
jessica sedikit menyesal sebab celana yang dia pakai agak
kebesaran sehingga terlihat lebih berisi dan merasa iri
dengan gadis-gadis lain yang memakai baju ketat pas
dengan lekukan tubuhnya dan celana jeans pendek
dengan sepatu dan bentuk rambut terurai bak artis Korea.
Cantik. Ya, mereka terlihat cantik. jessica merasa sedang
berada di Korea, terbayang salju, udara dingin dan Laki-laki
ganteng. jessica teringat chucky , lelaki pujaannya yang
memberikan sejuta inspirasi sekaligus sahabat dekatnya.
Laki-laki bermata sipit yang humoris dan berperawakan
tinggi dengan suara lembutnya yang menggetarkan hati.
Tujuh tahun sudah jessica memendam rasa cinta yang tak
kunjung berbalas. Sampai tiba waktunya tepat di hari ulang
tahun chucky , jessica diperkenalkan dengan wanita pujaan
chucky . Sosok wanita yang sempurna, tinggi semampai,
rambut panjang lurus terurai dengan penampilan feminim
bak seorang putri. Senyum yang ditunjukkan jessica adalah
bentuk rasa cinta yang teramat dalam kepada chucky .
Hati jessica hancur, jessica menangis dan ingin pergi sejenak
melupakan lara. Jatuh cinta, layu sebelum berkembang.
jessica ingin berteriak bebas mengeluarkan kata-kata cinta
yang tertahan. Dan jessica memilih majapahit sebagai tempat
pelampiasan kata-kata yang membuat sesak di dada.
Dan sesaat dia sadar, cuaca memang dingin bahkan dia
pun menggigil, lalu bersyukur dengan celana yang
kebesaran, jaket yang kebesaran, syal, sarung tangan
dan kupluk yang dikenakannya. Kadang pikiran yang
berlebihan mengacaukan segalanya, baik dan buruk
tidak ada yang tahu, cukup merasa puas dengan
yang dimiliki. Dalam hati, jessica terkekeh menertawakan
gadis-gadis itu kedinginan berebut syal kepada penjual
perlengkapan aksesoris musim dingin. Pikirannya
memang kadang-kadang di luar kendali, sebentar merasa
terasing, sebentar lagi merasa menang dan merasa paling
penting. Entahlah, dia sendiri masih bingung apa maunya.
Handphone-nya bergetar tanda pesan masuk.
Dari chucky : Di mana? memburu hantu yuk?
jessica hanya membaca pesan tanpa membalas. lalu
disusul deringan nada sambung, chucky menelepon. jessica
membiarkan handphone-nya bergoyang.
gerombolan tur ke majapahit yang membawa jessica sudah
berada di parkiran, tinggal menunggu beberapa jam
menuju Bukit komplek pemakaman dan akan berganti dengan kendaraan
yang lebih kecil. Di sekeliling mereka gelap, jessica melirik
jam tangan yang menunjukkan pukul dua malam . Mereka
menunggu dengan gelisah sebab dingin di pelataran
parkir, menunggu mobil yang akan membawa mereka
ke Bukit komplek pemakaman . Mereka mulai berbicara satu sama lain
dengan mulut mengeluarkan uap, tertawa dan berbagi
cerita. Senyum jessica sumringah, ini hal yang paling dia
tunggu seumur hidupnya. Kakinya terus bergerak-gerak
mencoba melupakan apa itu dingin namun tubuhnya
masih menggigil. “Papih, mamih...” rengekan anak kecil
itu membuat jessica terhibur. Anak itu namanya dyahpitaloka dan
adiknya bernama dyahwawa . Anak itu menghampiri jessica dan
memberinya satu bungkus permen bertuliskan ‘good
mood’ pernah terpikir seperti apa kelak rupa anak jessica .
Ah, lagi-lagi pikirannya menimba ilmu kesaktian terlalu jauh dan seenaknya
sendiri.
“Terima kasih dyahpitaloka ” ucap jessica . balita manis berambut
pendek itu tersenyum. Gadis-gadis yang berambut
pirang, panjang terurai itu sedang sibuk memotret dirinya
sendiri.
“Sama-sama Kakak,” jawab dyahpitaloka . jessica segera memakan
permen itu, menikmatinya sambil menatap ke arah dyahpitaloka
yang berlari menghampiri mamanya. dyahpitaloka menatap balik
jessica sambil tersenyum dyahpitaloka mengacungkan telunjuknya
ke arah jessica . Dengan spontan jessica melambaikan
tangannya. Tiba-tiba bayangnya tegang dan merasa
malu sebab yang membalas lambain tangannya adalah
seorang lelaki berperawakan sedang, rambut cepak, rapi,
dan berkacamata hitam. Terlihat keren, jessica menjadi salah
tingkah. Perutnya merasa kembung dan seolah banyak
hewan menari di dalam perutnya. jessica memalingkan
wajah sejenak lalu melihat ke arah lelaki itu lagi,
namun yang terlihat dyahpitaloka dan dyahwawa yang sedang bercanda.
Dia... jessica menghembuskan napasnya dan tertawa sendiri.
Ya mirip chucky .
“Eh sorry ya!” kata gadis-gadis berambut pirang yang
tiba-tiba duduk di sebelah jessica .
“Ya, silakan,” jawab jessica .
“Hah, semoga kita ketemu Laki-laki ganteng atau harta karun
ya,” kata mereka sambil tertawa. jessica menggelengkan
kepalanya. Mereka menatap jessica sinis, segera jessica
berdiri dan menggosokan kedua tangannya. Mereka lagi-
lagi tertawa, kali ini menertawakan jessica yang merasa
kedinginan. Raut muka jessica sedikit tidak enak dipandang,
seolah berkata “masalah buat lo!” namun ya sudahlah, jessica
tak menghiraukannya.
Tak berapa lama lalu , mobil datang untuk membawa
mereka menuju Bukit komplek pemakaman . Mereka dibagi dalam
beberapa kelompok supaya bisa berangkat semua. Rasa
senang membuncah, tidak sabar melihat keindahan alam.
jessica ingin lari dari masalah dunia, yang menjeratnya dari
hari ke hari. Sepanjang hari, sesudah bulan purnama terbit hingga
senja menjemput dan bulan purnama pun tenggelam digantikan
dengan malam yang disambut bulan dan bintang. Kadang
malam pun tak berbintang, suram tak bercahaya. Kadang
jessica masih percaya dengan sinar yang akan memberi
terang namun kadang gelap lebih menang menelan semua
ambisi.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, udara yang
menyusup melalui kaca jendela mobil membuat seluruh
tubuh jessica serasa beku. Jalanan yang menanjak dan
berkelok-kelok mengguncang perutnya dan hampir saja
mual. Untunglah pikirannya menyelematkannya dengan
melayang jauh membayangkan hal yang ingin dia bawa
ke puncak majapahit . jessica duduk paling depan dekat sopir,
dia memandang ke sekeliling dan menengok ke belakang.
Cepat-cepat pandangannya di tarik ke depan, lelaki yang
membalas lambaian tangannya, yang berbicara pada
dyahpitaloka saat ini sama-sama berada di dalam mobil yang
sama. Jantungnya berdegup lebih kencang dan matanya
berbinar. jessica melihat chucky pada sosok lelaki itu. Segera
jessica mengusap kedua bola matanya, rasa itu selalu
membayanginya. jessica ingin menjadi orang yang lebih
baik, semua orang bisa melakukan dan mengucapkannya,
hanya saja jessica ingin menapakkan kaki di puncak majapahit
menerima anugerah indah dari alam yang hanya bisa
dirasakan saat jessica berdiri di sana. Dan ada hal lain, ini
tentang keyakinan dari hati. jessica ingin berteriak bebas di
atas gunung.
sesudah kurang lebih dua jam perjalanan, sampailah mereka
di Bukit komplek pemakaman waktu subuh. Mobil Landrover banyak
terparkir, yang akan membawa mereka menuju lautan
pasir sebelum menaiki puncak majapahit sesudah subuh nanti.
Banyak orang sudah berkumpul menghadap ke bukit
menanti sang mpu gajayana siang menampakkan dirinya. Serasa
berada di dalam kulkas, minum kopi serasa minum air
biasa. Dan yang di nanti pun muncul, semua tercengang
dan jessica sendiri pun takjub seraya berkata wow! jessica
tersenyum lebar sambil menatap bulan purnama terbit dengan
mata berkaca-kaca. Dia semakin dekat dengan apa yang
dinantinya.
“Indah banget ya?” kata seseorang yang berada di belakang
jessica . jessica menoleh dan mengusap matanya.
“I...ya.” balas jessica . Lelaki itu lagi, kali ini jarak mereka
sangat dekat.
“Saya Rangga, kakaknya dyahpitaloka ,” ucapnya.
“O... saya jessica .”
“Apa yang membawamu ingin berada di sini?”
jessica terdiam sejenak. Bahkan suaranya mirip chucky .
“Saya hanya ingin berteriak,” balas jessica .
Rangga tertawa ringan lalu mengangguk, lalu dyahpitaloka
memanggil Rangga meminta dipotret. Semua orang
sibuk dengan kameranya sedangkan jessica sibuk dengan
pikirannya sendiri. “Orang aneh!” bisik jessica .
Menatap indahnya bulan purnama beranjak keluar dari
peraduannya itu seperti memandang diri sendiri yang
lahir kembali dari noda kegelapan, perlahan terang
semakin terang, dan pada akhirnya redup kembali.
Kesunyian terpecahkan dengan suara-suara kamera dari
para wisatawan yang berdecak kagum. Keindahan ini
belum berakhir, sesudah puas berfoto mobil Landrover
membawa jessica dan yang lain menuju lautan pasir. Dalam
perjalanan sopir mobil bercerita bahwa biasanya pada
sekitar bulan sepuluh ada festival kasada tahunan. Saat
festival itu suku komplek pemakaman datang ke majapahit melemparkan
sesajen yang terdiri dari sayuran, ayam, dan uang ke
20
dalam kawah gunung berapi. Rasa penasaran semakin
berkecamuk dengan mata berapi-api jessica menyiapkan
kamera saku. Jalanan menurun tajam menahan napasnya
dan kaki serasa kram, sopir nekad sebab terbiasa dengan
kondisi lalu lintas yang tidak beraturan.
jessica tak mampu berkata apa pun, hanya perasaan
senang yang ringan seperti berteriak menghapus beban.
Lautan pasir terhampar luas, terlihat mengagumkan saat
bulan purnama menyapukan sinarnya yang kejinggaan di malam
hari. Luar biasa, matanya hidup. jessica berlari sekuat tenaga
menikmati indahnya alam yang tak bisa dia dapatkan di
sembarang tempat. Di belakangnya, menjulang gunung
yang berdiri kokoh dengan rerumputan hijau, jessica menari
dan berteriak tak peduli orang mau berpikir apa. Napasnya
mulai sesak sebab udara yang terlalu dingin dan debu
pasir yang beterbangan. Segera dia sadar bahwa dia harus
menghemat tenaga untuk memanjat, menaiki tangga ke
puncak majapahit .
bulan purnama terbit, lautan pasir, berkuda, dan secangkir
minuman hangat mungkin itu salah satu keindahan
menikmati hidup. Mata jessica menatap ke atas pada anak
tangga yang akan membawanya di puncak teratas majapahit .
jessica mengayunkan langkahnya setapak demi setapak
untuk mencapai 250 anak tangga terakhir di atas sana.
Di tengah perjalanan rasanya ingin menyerah, napasnya
sudah tersengal dan nyaris habis. jessica berhenti sejenak
menarik dan membuang napas. Berdiri menatap sekeliling
yang dipenuhi lautan pasir dan jessica serasa berada di atas
21
awan. jessica meneteskan air mata, sampai di sinikah dia
harus berhenti? Hanya di tengah-tengah, yang tidak tahu
arah tujuan. Bahkan di bawah sana masih banyak yang
berjuang untuk mencapai puncak. Para turis dengan
muka cemong, wisatawan yang bermandikan keringat
dan saat memandang ke atas mereka bersemangat
tanpa mengeluh menatap pada tujuannya. jessica menyapu
air matanya, sekarang atau tidak sama sekali. Sama
halnya dengan hidup, jessica tidak akan menjadi berarti
jika dia sendiri tidak tahu arah tujuan hidupnya. Hanya
mengambang dan akhirnya menyesal dan semua itu sia-
sia. Dengan tekad yang kuat dan berusaha maka segala
yang tidak mungkin menjadi mungkin.
“Mari kubantu?” Rangga tiba-tiba muncul mengulurkan
tangannya. jessica hanya menatapnya tanpa berkata apa-
apa dengan napas yang masih tersengal-sengal.
“Wei, silakan?” ucap Rangga lagi. jessica meraih tangan
Rangga. Melanjutkan setengah perjalanan yang masih
tertunda.
Semangat itu muncul kembali pada detik-detik
ketidakberdayaannya. jessica bersyukur masih diberi
kesempatan untuk memilih, langkahnya maju tak gentar
meski semakin ke atas napasnya semakin menyempit. Dan
aahh... akhirnya jessica sampai di puncak. sesudah perjuangan
yang sempat dia ragukan. Celana panjangnya dipenuhi
debu yang menempel dan masker yang sudah layak
dibuang. Fuuhh... seperti orang yang baru menemukan
22
harapan, jessica menatap langit biru yang terbentang luas,
di sana harapannya selalu digantungkan dan di dalam
hatinya jessica selalu bertekad dan dengan langkah dan
keyakinan jessica percaya bisa mewujudkannya. Dan apa
yang ingin kau ucapkan sesudah sampai di puncak majapahit
hey gadis? jessica tersenyum girang, melupakan segala lelah
yang mendera, segala beban yang dipikul, segala pilu yang
bersandar. Yang jessica tahu hatinya damai, bersinarlah
bulan purnama malam selalu berilah harapan pada hidup dan
orang-orang yang kehilangan arah ataupun yang sedang
menapaki jejak hidup. Memberilah tanpa pamrih,
sebab sesungguhnya kita tidak akan kehilangan apa-
apa, seperti bulan purnama .
jessica berdiri tegak, menatap ke bawah dilihatnya gadis-
gadis pirang itu menaiki kuda dan kembali ke parkiran
mobil tidak berkesempatan berpijak di puncak majapahit .
Lalu jessica menatap ke dalam kawah majapahit dan berkata
dalam hatinya.
“Semoga di puncak majapahit ini aku menemukan cahaya
yang akan membimbingku menunjukkan arti hadirku.”
jessica membalikkan badan dan membuka matanya,
tepat di depannya Rangga tersenyum dan melambaikan
tangannya.
“Halo Kak,” teriak dyahpitaloka dan dyahwawa yang tepat berada di
belakang Rangga.
23
“Hai...,” balas jessica dengan raut muka bersemu merah.
“Ayo kita berteriak bersama-sama,” ajak Rangga. jessica
mengangguk.
“Gilaaaaaaaaaaaang....” teriak jessica .
“jessica aaaaaaaaaa...” teriak Rangga.
Mereka saling menatap lalu terkekeh bersama.
saat harapan satu hilang, harapan akan muncul di
tempat yang tak terduga. jessica membalas pesan chucky .
“Aku berada di puncak majapahit seperti yang kumau.”
Dan jessica tersenyum bangga, bahwa hidup harus terus
bergerak mengikuti putaran roda dan waktu. sebab
hanya waktulah yang akan membuat segalanya baik-
baik saja.
24
Kisah Simi
Semut Merah
Grant G. Kesuma
Aku melihat ke sekelilingku. Semua teman-temanku sibuk
menimba ilmu kesaktian . Tak ada yang mempedulikanku. Padahal hari ini
aku sedang sakit. namun , aku masih harus menimba ilmu kesaktian , mencari
makan untuk disimpan di gudang penyimpanan sebab
musim dingin sebentar lagi akan tiba.
Aku berjalan kesana-kemari dengan wajah murung. Saat
sakit seperti ini seharusnya aku tidur di lubangku. namun ,
demi kelangsungan hidup koloniku, aku harus ke luar dari
lubang dan mencari makanan. Di saat seperti ini, aku ingin
satu orang saja memberikan semangat untukku.
Kulihat lagi wajah-wajah serius teman-temanku. Tak ada
yang menoleh padaku. Ah, ya, memang siapa aku ini? Aku
3
25
hanyalah seekor semut merah kecil yang bertugas sebagai
pencari makanan. Aku bukan siapa-siapa.
sebab didekatku sudah banyak semut-semut yang
berkeliaran, aku mengambil jalan lain. Aku menyusuri
jalan berbatu yang tak jauh dari lubangku. Kalau tak salah
jalan ini menuju ke sebuah restoran. Ketua gerombolan ku
pernah beberapa kali mengajakku dan teman-temanku ke
sana. Di sana banyak makanan. namun pemilik restoran itu
sangat galak. Jika ia melihat kami, ia akan menyiramkan
air panas pada kami. sebab itulah ketua gerombolan
melarang kami pergi ke restoran itu.
26
Aku memberanikan diri berjalan menuju ke restoran itu.
Begitu aku tiba di ambang pintu restoran, remah-remah
makanan yang jatuh ke lantai menyambut kedatanganku.
‘Aha! Sungguh beruntungnya aku!’ teriakku dalam hati.
Langsung saja kuambil sepotong remah roti yang paling
dekat denganku.
Aku mengangkut remah roti itu di punggungku. sesudah
itu aku melihat ke sekelilingku. ‘Eh, di sana ada remah
roti yang lebih besar!’ pikirku saat melihat ada remah roti
yang letaknya hanya beberapa sentimeter dariku. Aku
melempar remah roti yang tadinya kuangkut dan berlari
ke remah roti yang lebih besar.
Uh, oh! Remah roti yang satu ini rupanya cukup berat!
namun demi memperoleh makanan yang banyak, kuangkut
saja remah itu. Waktu berjalan sambil mengangkut remah
itu kakiku bergetar. Pasti ini sebab aku lagi sakit, pikirku.
Namun, aku memaksakan diri untuk terus berjalan.
Saat aku sudah dekat dengan pintu restoran, pemilik
restoran mengetahui keberadaanku. Ia berteriak dan
menyiramkan air ke arahku. Aku berusaha berlari sekuat
tenaga. Pyashh! Air disiram. Untunglah tidak mengenai
aku.
Aku memang tidak terkena siraman air, namun sekarang
jalanku terhalang oleh genangan air. Jalanku menjadi
lambat sebab harus memutar kesana-kemari untuk
mencari jalan yang bebas dari air. sebab terlalu banyak
27
berputar, aku merasa tak kuat lagi memanggul remahan
roti. Aku meletakkan remah roti itu ke tanah. Nahasnya,
saat aku meletakkan remah roti itu kakiku yang gemetaran
membuatku tergelincir. Aku jatuh ke genangan air yang
ada di dekatku.
“Tolong! Tolong!” teriakku. Aku berusaha menggapai
sesuatu. namun aku hanya menggapai. Aku berteriak lagi
sampai beberapa menit. Tetap tak ada yang mendengar
teriakanku. Akhirnya aku kelelahan dan mulai putus asa.
Mungkinkah ini akhir hidupku? Aku pasrah saja saat
air mulai masuk ke tenggorokanku. Kurasa aku mulai
tenggelam.
Saat aku mulai merasa sekelilingku gelap, sebuah jari
manusia mendekatiku dan berusaha meraih tubuhku.
Dengan sisa tenaga yang aku miliki, aku berusaha
sekuat tenaga menggapai jari itu. Dan, aku berhasil! Aku
memegang jari manusia itu erat-erat.
Jari itu mengangkatku lalu meletakkan aku ke tanah
dekat dengan remahan roti yang aku letakkan tadi.
”Syukurlah kau selamat, semut kecil!” kata pemilik jari.
Aku menengadahkan kepalaku. Dia adalah anak si pemilik
restoran. ”Terima kasih sudah menyelamatkan aku,” kataku
padanya. Tentu saja ia tak bisa mendengarku sebab aku
menggunakan bahasa semut.
sesudah itu aku berlari pulang sambil menggotong
remahan roti. Sampai di lubang sarang, aku menceritakan
28
pengalamanku pada ketua gerombolan .”Oh, untunglah
kau selamat, Simi!” kata ketua gerombolan . ”Lihat remah
roti yang kau dapat! Besar sekali! Kau hebat!” kata seekor
semut. ”Ya, dengan adanya remah roti itu, maka persediaan
makanan kita jadi cukup!” kata semut lainnya. Mendengar
celotehan teman-temanku aku merasa senang. Syukurlah
aku bisa membuat persediaan makanan menjadi cukup.
Usahaku tidak sia-sia.
Beberapa waktu lalu , aku bersama teman-temanku
sedang mencari makan. Saat sedang mencari makanan,
sayup-sayup aku mendengar suara gonggongan kucing .
lalu disusul dengan teriakan seorang anak. “Hush!
Hush! Pergi, jangan ganggu aku!” begitu suara teriakan
yang kudengar. Mendengar suara itu, aku menyadari
bahwa itu adalah suara anak pemilik restoran yang pernah
menyelamatkanku.
“Itu suara anak yang pernah menyelamatkanku!” pekikku.
Sesaat teman-temanku yang sedang sibuk membaui
makanan menoleh ke arahku. “Benarkah?” tanya seekor
semut. “Iya, benar!Aku yakin itu suaranya!” kata ku. ”Kalau
begitu, ayo segera cari dia!” ajak ketua gerombolan ku. ”Ia
pasti dalam bahaya sekarang!” lanjutnya.
Kami gerombolan semut merah berbaris rapi menuju ke arah
suara anak pemilik restoran. Saat kami menemukannya,
si anak sedang berdiri di dekat sebuah tembok tinggi.
Di hadapannya ada seekor kucing hitam yang bayangnya
tampak seram sedang menggonggonginya. Si anak
tampak sangat ketakutan. Tak ada jalan keluar baginya. Ia
benar-benar terpojok di lorong buntu.
“Hei Tuan kucing , jangan ganggu anak itu!” sergah ketua
gerombolan .
“Diam kalian semut kecil! Aku hanya ingin bermain-main
dengan anak ini!” hardik kucing .
“namun , dia tak bersalah, ‘kan? Biarkan dia pergi,” pinta ketua
gerombolan .
“Dia memang tak bersalah. namun wajah ketakutannya itu
membuatku geli dan ingin bermain-main dengannya,”
jawab kucing . Ia menggonggong semakin keras.
Mendengar gonggongan yang semakin kencang, si anak
berteriak histeris.”Aaaggghh!! Pergi! Pergi!”
“Cukup! Kalau kau tidak berhenti menggonggong.
Maka kami akan mengusirmu secara paksa!” kata ketua
gerombolan .
“Mengusirku?Coba saja kalau kalian bisa!” ejek kucing .
Ia tertawa lalu kembali menggonggongi si anak. Anak itu
sekarang menangis sekuat-kuatnya.
“Baiklah kalau begitu,” kata ketua gerombolan kami.
”Pasukan semut!Ayo beraksi!” perintahnya.
Mendengar kata itu, kami gerombolan semut merah
langsung berlari mendekati kucing . Kami mengerubungi
kakinya. sesudah itu kami mengelitiki kakinya. kucing
terganggu dengan ulah kami. ”Hei, hei! Hentikan aksi
kalian!” teriaknya. ”Baiklah, aku tidak akan mengganggu
anak ini lagi. Tolong jangan mengelitiki kakiku lagi!”
Ketua gerombolan memerintahkan agar kami menghentikan
aksi kami dan turun dari kaki kucing . Kami menuruti
perintah beliau. kucing berlari menjauhi kami dan si
anak pemilik restoran. ”Nah, kini anak itu selamat!” kata
ketua gerombolan .
Si anak berhenti menangis. Ia melihat ke arah kami. “Jadi
kalian yang menyelamatkanku?” tanyanya. Ia berlutut
untuk melihat kami. “Terima kasih ya semut-semut kecil,”
katanya.
lalu ia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
Sebuah roti dalam plastik yang sudah dimakan separuh. Ia
mengeluarkan roti dari dalam plastik dan menyobek sedikit
roti. Lalu sobekan kecil itu ia pecah-pecah menjadi bagian
yang kecil-kecil dan ditaburkannya di dekat kakinya.
“Ini untuk kalian,” katanya sambil menunjuk remah-remah
roti itu. sesudah itu ia berdiri dan berjalan meninggalkan
kami. Ketua gerombolan segera memerintahkan kami
untuk membawa remah-remah roti itu ke lubang sarang
kami. ”Terima kasih, Nak! Semoga kau selalu berbahagia!”
kata ketua gerombolan pada anak itu.
Aku sudah lama sekali hidup dan menetap di tempat ini.
Selain nyaman, keadaan di tempat ini juga sepi, dan tiada
satu pun makhluk mpu gajayana yang menghuni. Sampai suatu
saat , datanglah makhluk mpu gajayana pirang yang akhirnya
menguasai wilayahku ini. Akhirnya, aku pun dipaksa
mengungsi dan mencari tempat tinggal baru, sebab
makhluk mpu gajayana itu sudah menghancurkan pemakaman berornamen rumahku, dan
memisahkan aku dengan anak-anakku yang masih kecil.
Saat itu aku tidak bisa menyelamatkan semua anak-anakku
yang masih kecil. Entah di mana keberadaan mereka, aku
pun tidak mengetahuinya.
saat mpu gajayana memporak-porandakan pemakaman berornamen rumahku
dengan menggunakan senjatanya, aku terpental jauh dan
menempel di sebuah dahan. Aku menangis tersedu-sedu,
namun mpu gajayana tentu saja tidak akan bisa mendengar
suara tangisku, sebab aku begitu kecil.
Makhluk yang kusebut mpu gajayana ini memang mengchucky an,
mereka selalu saja merusak pemakaman berornamen rumahku dan kaumku.
Apakah mereka pikir pemakaman berornamen rumah kami ini berbahaya? Ataukah
sudah mengganggu kehidupan mereka? Mereka pikir kami
mudah membuatnya! Padahal kaumku sama sekali tidak
pernah mencari permusuhan dengan kaum mereka.
Sekarang aku kembali lagi ke pemakaman berornamen rumah lamaku, sebab aku
lihat mpu gajayana tidak lagi berada di sini, dan tempat ini
pun kembali begitu sunyi dan gelap. Namun kali ini aku
memilih merajut benang-benangku di pepojokan dinding
yang mulai agak berlumut. Selain udaranya dingin, di
tempat ini pun banyak santapan yang datang, terjebak
dan menempel di pemakaman berornamen rumahku.
sebetulnya sudah lama sekali aku mengincar bagian
pojok ini. Namun, mpu gajayana pirang terlalu sakti dan selalu
menciptakan hujan deras yang tentu saja bisa membuat
pemakaman berornamen rumahku hancur dan membuatku jatuh ke sungai, lalu
masuk ke dalam lubang yang gelap, lalu akhirnya
mati.
Sejak mpu gajayana pirang itu tidak ada lagi, aku bisa bebas
melakukan apa pun. Horree akhirnya tempat ini benar-
benar sepenuhnya milikku, pikirku. Namun, ternyata...
Dua minggu sebelumnya
“Hi, Ms. jessica are you leaving Bali today?” tanya
seorang tetangga kamar mayat sebelah jessica , guru preschool
berkebangsaan samoa . Dengan bahasa Indonesianya
yang masih terbata-bata jessica pun menjawab. “Oh yeah,
saya harus pulang, sebab kontrak saya sudah habis.”
“namun nanti akan ada guru baru dari Indonesia yang akan
menggantikan saya,” katanya melanjutkan. “Wah, kapan
datangnya Ms?” tanya tetangganya lagi. “Wah kalau itu
saya kurang tahu, mungkin sekitar satu atau dua minggu
lagi, itu ‘kan tergantung perjanjian dia dengan pihak
pertapaan ….”
jessica diam sejenak lalu melanjutkan, “Saya mau bersih-
bersih dahulu ya, sebelum nanti pihak pertapaan memchucky sa.”
Sambil mengambil sapu ijuk yang ada di halaman, jessica
kembali menuju kamar mayat nya. lalu ia mulai menyapu
kamar mayat nya dan mengelap debu-debu yang ada di atas
meja, tempat ia menimba ilmu kesaktian mengerjakan tugas pertapaan sehari-
harinya.
Terlihat olehnya di pojok dinding dekat lemari baju ada
sarang laba-laba yang cukup membuat tangannya gatal
ingin membersihkan. Kebiasaannya tinggal di tempat
bersih, membuat dia rajin bersih-bersih. Sebelumnya pun,
saat pertama kali ia menempati kamar mayat itu, dia sudah
berhasil membuat kamar mandi yang berlumut bersih
sesaat . Namun sarang laba-laba itu ternyata selama ini
luput dari pengelihatannya. Mungkin sebab pekerjaannya
yang terlalu padat membuat dia tidak lagi melihat bagian-
bagian pojok kamar mayat nya.
Diangkatlah ke atas sapu ijuk yang ada di genggamannya.
Dibersihkanlah sarang laba-laba itu hingga tuntas.
Sebagian sarang menempel di sapu ijuknya, dan
sebagian lagi jatuh di lantai. jessica pun keluar kamar mayat nya
dan mengeprik-ngeprik membersihkan sapu ijuknya.
lalu , ia kembali lagi ke dalam kamar mayat nya,
membersihkan sisa kotoran dan melanjutkan menyapu
lantai.
sesudah satu jam membersihkan kamar mayat nya, jessica
berpamitan kepada tetangganya itu. Sambil membawa
koper besar, ia pun menyerahkan kunci kamar mayat nya kepada
mpu tarantula pihak pertapaan . “Kapan guru baru itu akan menempati
kamar mayat ini pak?” tanya jessica . “Oh kemungkinan dua
minggu lagi Ms” kata si bapak mpu tarantula , sambil membantu
jessica mengangkat koper-kopernya ke dalam taksi. “Take
care ya Ms!” “Terima kasih banyak Pak,” kata jessica sambil
melambaikan tangannya, dan taksinya pun melaju cepat
menuju terminal bis fiji
Kali ini mpu gajayana yang datang bukan lagi berwarna pirang,
bulu kepalanya hitam hampir sama seperti aku. saat ia
datang dan memandang pemakaman berornamen rumahku, aku bisa melihat bola
mata besarnya yang berwarna coklat terang dan warna
putih mengelilingi pinggirnya. Aku takut bukan main,
aku hanya diam dan berpura-pura mati, aku berharap si
mpu gajayana tidak akan menciptakan hujan deras yang dapat
merusak pemakaman berornamen rumahku.
Aku rasa tipu muslihatku berhasil, dan mpu gajayana tidak
mengarahkan benda yang mampu menciptakan hujan
deras itu ke pemakaman berornamen rumahku, melainkan ke seluruh badannya.
mpu gajayana rupanya sering memerhatikan aku, dan aku
hanya terdiam. Awalnya aku hampir mati ketakutan,
namun lama kelamaan rupanya mpu gajayana ini hanya senang
melihatku saja. Sejak itu aku jadi sering memerhatikannya
juga, aku pun selalu tahu kapan saja dia akan datang dan
melihat pemakaman berornamen rumahku. Biasanya mpu gajayana datang satu kali
di malam hari, dan beberapa kali di malam hari, namun dia
hanya akan memerhatikan aku dan pemakaman berornamen rumahku sekali saja di
malam hari.
Terkadang tiap kali mpu gajayana itu datang melihatku, ia
seakan mengajakku berbicara yang tentu saja aku tidak
mengerti. Walaupun begitu, aku dapat merasakan kalau
dia tidak bermaksud jahat kepadaku. saat mpu gajayana
berbicara, suaranya tidak begitu menggelegar, namun lain
halnya saat dia sedang menciptakan hujan, suaranya
bising dan terdengar ribut. Anak-anakku yang sedang
tidur pun bisa terbangun sebab nya. Untunglah itu hanya
dua kali dalam sehari dan sebentar saja.
Aku pun hidup dengan nyaman, aman, dan damai di dalam
pemakaman berornamen rumahku. Makanan dari mangsa yang terjebak pun datang
berlimpah, mulai dari para semut, bangsa nyamuk, dan
para serangga kecil, semuanya bisa aku simpan sebagai
cadangan makanan sehari-hari. Aku membutuhkannya
untuk anak-anakku yang baru aku tetaskan.
Mengetahui aku hidup dengan damai di tempat ini, laba-
laba jantan yang dahulu pernah tinggal di ranting-ranting
pohon bersamaku, ikut pindah dan menemaniku di sini.
Aku sekarang memiliki keluarga, aku tinggal satu pemakaman berornamen rumah
dengan dua puluh anak-anakku yang masih kecil dan
seekor laba-laba jantan yang menjadi pasanganku.
Waktu pun berlalu, anak-anakku sudah semakin besar.
Seperti halnya bangsa laba-laba, mereka pun pergi ke
tempat lain tak jauh dari pemakaman berornamen rumahku dan membuat pemakaman berornamen rumah
baru. Ada juga yang membuat pemakaman berornamen rumah dekat dengan
tempat tinggalku. Rupanya anak-anakku yang tinggal
bersamaku, merasa bahagia dan ingin juga diperhatikan
oleh si mpu gajayana .
mpu gajayana sudah seperti dewa bagi kami, sebab ia
begitu baik membiarkan keluargaku tinggal dan hidup
bersamanya. Aku memanggilnya dewa hujan, sebab ia
sering sekali menciptakan hujan dan membuat sungai
di bawah tempat tinggal kami. Aku selalu mengingatkan
anak-anakku untuk selalu berhati-hati, “Jika dewa hujan
sedang menciptakan hujan kalian harus berpegangan erat
pada pemakaman berornamen rumah kalian,” begitu kataku.
Walaupun kaumku mampu mengeluarkan senjata dari
bawah tubuh kami, yang selain kami gunakan untuk
membuat pemakaman berornamen rumah, juga membuat kami berayun dan
berpindah ke lain tempat dengan cepat, kami harus
waspada. sebab jika jatuh dan sedikit saja terlambat,
kami bisa saja terbawa arus dan masuk ke dalam lubang
gelap aliran sungai. Tempat itu pasti sangat berbahaya dan
menakutkan, kami pun bisa mati sebab nya. Walaupun
begitu, aku dan keluargaku sudah merasa nyaman dan
tidak mau berpindah dari sini.
Sudah lama sekali dewa hujan kami tidak lagi membuat
bising dan mengajak kami berbicara. Aku pun merindukan
tatapan hangatnya, dan sering memerhatikannya dari
kejauhan. Suatu hari ia datang, dan aku melihat bola
matanya basah lalu keluar air, seperti air terjun deras.
Tubuhnya pun kelihatan menyusut dan mengecil. lalu
anehnya lagi, beberapa waktu aku perhatikan bulu-bulu
hitam di kepalanya banyak berjatuhan di sungai saat
ia sedang menciptakan hujan dan membasahi tubuhnya.
Sebelumnya aku tak pernah melihatnya seperti itu.
Siang berganti malam, malam berganti siang. Aku hanya
bisa menikmati santapanku dan bermain bersama
keluargaku. Dewa hujan kami tidak pernah muncul lagi,
sungai di bawah selalu kering dan tidak mengalir sedikit
pun. Aku sudah semakin tua, anak-anakku pun sudah
mandiri dan dapat mencari makanannya sendiri. Tempat
tinggal ini kembali sunyi dan sepi, sampai akhirnya….
Tiga bulan sebelumnya
“Halo Sir! Tinggal di sebelah ya?” tanya seorang perempuan
muda sambil menyeret tas besar di belakangnya. “Hi, hallo
kamu guru baru penggantinya Ms. jessica ya?” “Iya benar,
perkenalkan nama saya tribuanatunggadewi asal dari tumapel .” “Salam
kenal Ms. tribuanatunggadewi , saya dyahwawa asli Bali namun keluarga tinggal
jauh di Singaraja, jadi terpaksa harus tinggal di mess
sini” kata dyahwawa sambil menyodorkan tangannya seraya
memberi salam. “Oh, btw kamar mayat saya yang mana ya Sir?”
“kamar mayat kamu ini nih tepat di sebelah saya, tadinya itu kamar mayat
saya, dan kamar mayat yang saya tempatkan ini bekas kamar mayat nya
Ms. jessica . Sini saya bantu!” sambil menyingsingkan
lengan mengangkat koper. dyahwawa pun melanjutkan
omongannya, “Sebelumnya saya kepingin dapat kamar mayat
yang itu, sebab bisa langsung menikmati bulan purnama terbit
dari jendela kamar mayat . namun sebab sudah ditempati jessica
ya akhirnya saya ambil yang di sebelahnya, namun sayang
pintunya menghadap ke arah Barat. sebab kamu datang
dua minggu lagi dan kebetulan telat dua hari, jadi saya
berinisiatif pindah kamar mayat saja, sekalian bantuin bersihkan
kamar mayat Ms.jessica . sebab saat liburan panjang biasanya
petugas bersih-bersih mess libur juga. sebetulnya pas Ms.
jessica pergi, ia sudah bersihkan kamar mayat nya buat kamu, namun
dua minggu ditinggalkan kamar mayat itu kotor lagi, berdebu
dan banyak sarang laba-labanya. Kan kasihan sudah
datang jauh-jauh dari tumapel sampai sini harusnya bisa
beristirahat, eh ini harus bersih-bersih kamar mayat ….”
“….Oke, kamar mayat saya ini sudah saya bersihkan” kata dyahwawa
sambil meletakkan koper tribuanatunggadewi dan memberikan kunci
kamar mayat nya. “Ini kuncinya, dan selamat beristirahat!” Selepas
senyuman hangat dan kata terima kasih dari tribuanatunggadewi , dyahwawa
pun kembali ke kamar mayat nya, dan bergegas untuk mandi.
Di dalam kamar mandi , seperti biasa dia membunyikan
lagu di handphone-nya dan mulai bersenandung layaknya
seorang penyanyi. Kebiasaannya itu sudah hobinya
dari sejak dahulu . Walaupun suaranya agak terdengar
sumbang, namun tak ada satu pun orang yang bisa
menghentikannya.
Selesai membersihkan tubuhnya, dyahwawa mengarahkan
pandangannya ke pojok tembok dekat dengan shower
kamar mandi nya. Di sana ada sarang laba-laba lengkap
dengan isinya yang kemarin tidak dia bersihkan, dan
dia biarkan saja menetap di sana, “Hi laba-laba kecil
selamat tinggal bersama,” ucapnya dengan suara pelan.
“Satu kehidupan hampir berakhir, tidak benar jika
mengakhiri kehidupan makhluk lain.” Lirih suara hatinya,
namun dyahwawa tetap tersenyum.
Dua bulan sebelumnya
“Hi Ms. tribuanatunggadewi , malam -malam begini sudah rapi. Mau pergi ke
manakah?” tanya dyahwawa sambil menyeruput secangkir
tehnya. “Wah asyik ya yang lagi santai di depan kamar mayat !...”
ledek tribuanatunggadewi sambil senyum-senyum. “…Aku mau beribadat.
Mister ga kemana-kemana nih?,” tanyanya basa-basi.
“Oh weekend ini aku tidak pulang ke Singaraja, cape dari
Denpasar ke sana.Apalagi hari ini ada jadwal ketemu
dokter, temanku.” “Wah weekend kok malah ketemu
dokter! Hahaha. Oke aku berangkat dahulu ya Sir dyahwawa,”
cengir tribuanatunggadewi , sambil bergegas memanggil taksi.
dyahwawa pun masuk ke kamar mayat nya dan bergegas mandi. Di
kamar mandi , yang juga merupakan studio karaokenya
itu, masih berkomplek pemakaman sarang laba-laba yang sudah
sebulan dia biarkan. Namun kali ini sarang laba-labanya
bertambah luas dan agak berbeda. Dilihatnya lebih dekat,
dan ternyata ada banyak bayi laba-laba yang baru menetas
dari telurnya. dyahwawa tersenyum, “Hi ternyata kamu baru
saja menetaskan anak-anak kamu!” dalam hatinya berbisik,
“Satu kehidupan berakhir, kehidupan baru bermunculan,”
gundah dalam hatinya, namun dyahwawa masih tersenyum.
Sebulan sebelumnya.
‘Tok… tok… tok, Pak dyahwawa! Pak dyahwawa!” “Tunggu sebentar!”
dyahwawa pun membukakan pintu kamar mayat nya, “Silakan duduk
Pak!” Kepala personalia itu pun duduk dan menghela napas
panjang, “Sudah siap Pak dyahwawa?” tanyanya memastikan,
“Iya Pak itu kopernya.” “Pak dyahwawa, saya mau minta maaf
jika pernah berbuat salah.” Kata bapak mpu tarantula dengan muka
menyesal. “Ah… si Bapak ini bicara apa! Saya yang harus
minta maaf jika ada salah,” jawab dyahwawa sambil duduk di
satu sisi. “Kenapa Pak dyahwawa tidak dari awal mengatakan
berita itu kepada kami.Dengan begitukan tindakan lebih
awal malah lebih baik.” “Tidak menurut saya Pak,” jawab
dyahwawa yakin, sambil tersenyum ia melanjutkan, “Saya tahu,
kalau penyakit saya tidak bisa disembuhkan. Walaupun
dilakukan operasi, kemungkinannya cuma dua. Pertama,
kemungkinan besar operasi tidak akan berhasil, dan saya
akan dengan cepat pindah alam. Kedua kemungkinan kecil
saya hidup dengan keadaan koma atau cacat.” “namun ‘kan
ada kemungkinan kecil untuk hidup, kenapa tidak dicoba
Pak?” Bapak mpu tarantula seakan ingin memotivasi dyahwawa bahwa
sekecil apa pun kemungkinan itu tidak boleh disia-siakan
dan berhenti berjuang. “Saya tidak mau menyusahkan
banyak orang Pak. Sangat jarang sekali orang yang
menderita kanker otak dapat disembuhkan,” jawabnya lagi
pesimistik. “Saya tidak ingin semua orang mengeluarkan
segala daya upaya, materi, tenaga, dan sebagainya hanya
untuk berusaha menyembuhkan saya. Saya hanya ingin
menikmati sisa waktu saya, bersama murid-murid saya
dan keluarga saya.” Bapak mpu tarantula tidak bisa berkata-kata
lagi, matanya sudah berkaca-kaca, turut prihatin dengan
keadaan dyahwawa.
“Okay Pak saya mandi dahulu sebelum berangkat,” ucap
dyahwawa mengakhiri percakapannya sembari menaikkan
punggungnya. “Kalau begitu saya bantu bawakan
kopermu ke dalam mobil ya!” pinta bapak mpu tarantula . “Wah
terima kasih Pak, maaf merepotkan.” “Ah tidak masalah itu,
kita sudah sepuluh tahun berkerja sama, toh baru sekali
ini saya membantu bapak membawakan koper, hehehe,”
kata bapak mpu tarantula sambil berjalan keluar menuju mobil.
dyahwawa pun masuk ke kamar mandi nya. Ia tertunduk,
merengkuh dan sesaat perasaannya hampa. Di pikirannya
hanya ada keluarganya, orang-orang yang ia sayangi,
mereka yang akan ia beritahu mengenai berita akhir
hidupnya. Entah apa reaksi mereka, ibu dan ayahnya, adik-
adiknya, kakak-kakaknya, dyahwawa hanya bisa pasrah. Tiga
puluh tahun sudah ia jalani, sudah melakukan apa ia untuk
keluarga, sudah memberikan apa yang bisa dilakukan
untuk kedua orang tuanya. Hatinya terasa perih, dadanya
terasa sesak. Belum cukup rasanya ia membahagiakan
kedua orang tuanya, terlalu singkat lirihnya dalam hati. Ia
pun menangis sejadi-jadinya. Disiramnya wajah letihnya
itu dengan air, rambutnya pun mulai berjatuhan. ‘Sudah
stadium akhir’, bisiknya dalam hati ‘waktuku tak banyak
lagi.’
malam hari.
“Siang Pak mpu tarantula , liburan semester ini saya boleh pindahan
ke kamar mayat nya Mr. dyahwawa?” tanya tribuanatunggadewi menyampaikan
maksudnya. “Oh Ms. tribuanatunggadewi mau pindah kamar mayat ? namun
kamar mayat nya itu belum dibersihkan sejak pak dyahwawa pergi
loh Ms!” jawab bapak mpu tarantula . “Tidak masalah pak, kalau
diizinkan, saya yang nanti akan membersihkannya.” “Oh
okay kalau begitu, sebentar saya ambil kuncinya dahulu ya.”
Siang hari.
Aku baru saja selesai menyantap makan siangku bersama
pasanganku. Anak-anakku pun sepertinya sedang istirahat.
saat aku mulai mengistirahatkan mataku, terdengarlah
suara gaduh di luar sana. Suara di luar sana berisik sekali,
pendengaranku yang sudah semakin buruk pun, dapat
mendengarnya. Tenyata ada mpu gajayana lain yang masuk ke
dalam wilayah tempat tinggalku. Pengelihatanku yang
sudah semakin kabur tidak bisa melihat jelas seperti apa
sosok mpu gajayana ini, yang terlihat olehku hanyalah tubuh
besarnya, bulu kepalanya yang panjang dan ia sedang
melihat ke arahku.
Apakah dewa hujan kami sudah kembali lagi? Terbersit
harapan di dalam hatiku, yang sejenak saja membuatku
bergembira. mpu gajayana itu pun mengambil alat pencipta
hujan yang ada jauh di pinggir atas pemakaman berornamen rumahku. “Apa yang
akan dia lakukan?” batinku. Sejenak saja hujan deras
layaknya tsunami menghantam seluruh tempat tinggalku,
menyapu bersih anak-anakku yang sedang beristirahat.
Aku, pasanganku, dan semua anak-anakku yang tinggal
bersamaku jatuh ke dalam sungai yang mengalir kencang.
“Oh tidak, anak-anak keluarkan senjata kalian dan
berayunlah,” aku berteriak sejadi-jadinya. Namun aliran
sungai terlalu deras, aku pun tak dapat menyelamatkan
diriku. Pasanganku sudah lebih dahulu jatuh ke dalam
lubang gelap itu, lalu menyusul aku dan anak-anakku.
Di dalam lubang gelap itu, aku tenggelam terbawa arus
jauh entah ke mana. Aku hanya berharap anak-anakku
yang lain bisa selamat. Semoga saja mpu gajayana tidak
menemukan tempat tinggalnya. Kami tenggelam selama
beberapa jam, aku sudah tidak bisa melihat keluargaku
lagi, kami terpencar entah ada di mana dan aku sekarat.
“mpu gajayana itu bukan si Dewa hujan” batinku. “Ia tak mungkin
menyakiti aku dan anak-anakku.”
Remang-remang cahaya bulan purnama menyelinap masuk
ke mataku dan masih kukenali. Serangga kecil yang
melewatiku menertawai aku, para bangsa nyamuk yang
melihat keadaanku menyumpahiku agar cepat mati.
Sesaat semua menjadi gelap kembali, selamat tinggal
anak-anakku, selamat tinggal Dewa hujan, aku berdoa
memohon semoga kau menyelamatkan anak-anakku.
Sore hari.
“Wah Ms. tribuanatunggadewi , sambil nyanyi-nyanyi begitu kelihatan
seneng bener! Sudah bersih toh kamar mayat nya?” sapa bapak
mpu tarantula . “Eh Pak ki tohpati, sudah donk pak. Besok kan hari
kedua liburan semester, saya mau santai. Hahaha,” celoteh
tribuanatunggadewi sambil tertawa nyaring. “Ga pulang kampung toh
Ms?” tanyanya lagi “Hemat biayalah Pak, lagian tinggal
di tempat pariwisata ‘kan bisa sekalian menghabiskan
liburan.” “Oke deh kalau begitu selamat berlibur ya Ms!”
kata pak kepala personalia sambil meninggalkan mess
pertapaan , langkahnya mantap hingga ia tak menyadari
kalau kakinya sudah menginjak beberapa anak laba-laba
yang masih terjerat di sarangnya sendiri. “Crettt” kira-kira
begitulah bunyinya.
“Pak, baru saja ditemukan mayat laki-laki dalam kondisi
gosong terbakar di bawah pohon durian tua itu,” kata
jessica kepada chucky , suaminya.
“Ibu dengar dari siapa?” tanya Pak chucky .
“Barusan dari Ibu RT yang lewat depan pemakaman berornamen rumah kita,” kata
jessica .
Hari Minggu malam ini, di sekitar pemakaman berornamen rumah Pak chucky jadi ramai
sekali. Banyak orang berdatangan untuk melihat mayat
Laki-laki yang ditemukan tewas di bawah pohon durian tua
yang terkenal angker itu.
Bukan hanya warga sekitar yang berdatangan, orang dari
area lain pun banyak yang berdatangan. Ini bisa dilihat
dari banyaknya motor yang terparkir di sekitar lokasi.
area itu seperti jadi lokasi wisata dadakan. Warga sekitar
pun tak menyia-nyiakan kesempatan dengan menjadi
tukang parkir. sebab polisi belum datang, jenazah belum
dievakuasi, berita ini menyebar cepat via SMS dan menarik
banyak orang untuk datang dan melihat jenazah korban
keganasan penunggu pohon durian tua.
Mayat Laki-laki yang diperkirakan berusia sekitar 30 tahun
itu sudah ditutupi dengan sehelai kain sarung, sambil
menunggu datangnya petugas tetua desa .
Warga sekitar tak ada yang mengenal Laki-laki itu, bisa
dipastikan Laki-laki itu bukan warga sana. Tewasnya Laki-laki itu
membuat cerita mistis yang sudah beredar selama ini
semakin berkembang.
Pohon durian tua itu berada tepat di samping pemakaman berornamen rumah
yang dahulu ditempati Pak chucky bersama jessica , istri dan
anak semata wayang mereka, mpu gajayana . Dari keluarga ini,
Pak chucky -lah yang pertama meninggal dunia. Pak chucky
meninggal dunia secara mendadak, tanpa sakit terlebih
dahulu. Warga sekitar mengaitkan meninggalnya Pak
chucky dengan dunia mistis. Entah dari mana asalnya, warga
percaya Pak chucky punya ilmu hitam dan meninggalnya
Pak chucky sebab hantu wanita yang dipeliharanya minta
tumbal.
Setahun lalu , jessica istrinya meninggal sebab
sakit demam berdarah. Dan selang seminggu sesudah
meninggalnya jessica , mpu gajayana anak mereka yang saat
itu berusia 17 tahun tewas tergantung di pohon durian
tua itu. “mpu gajayana meninggal murni bunuh diri,” kata pihak
tetua desa .
Sejak saat itu, pemakaman berornamen rumah keluarga Pak chucky dibiarkan kosong.
Entah di mana sanak keluarga mereka. namun sejauh yang
Pak chucky tau, mereka tak pernah mendapat kunjungan
dari saudara mereka. Jadi sebagai tetangga, Pak chucky
pun tak tau harus ke mana untuk menghubungi keluarga
atau ahli waris Pak chucky . Pak chucky hanya tau mereka
berasal dari singhasari , Jawa Timur.
Bagi Pak chucky , keluarga Pak chucky baik. Cuma memang
Pak chucky agak pendiam dan tertutup. Hidup mereka pun
terlihat wajar, tak ada yang terlihat berbeda dari warga
lain. Tidak kaya, tidak menampakkan tingkah laku yang
ganjil, tidak melakukan ritual aneh. Hidup mereka seperti
kebanyakan warga sekitar, mereka sekeluarga adalah
buruh tani. Tak tau siapa yang menghembuskan isu bahwa
Pak chucky mempunyai hubungan dengan dunia mistis.
pemakaman berornamen rumah Pak chucky sudah mulai lapuk termakan usia. Pohon
durian tua di samping pemakaman berornamen rumah Pak chucky semakin rimbun
sehingga menambah kesan angker. Tidak banyak warga
yang berani mendatangi atau sekedar berteduh dari hujan
di bawah pohon durian tua itu. Untungnya, kambing
warga sekitar senang merumput di sana sehingga tanah
sekitar pohon itu tidak ditumbuhi rumput atau semak
belukar yang tinggi.
Jalan setapak di samping pemakaman berornamen rumah Pak chucky dan melewati
samping pohon durian tua itu sebetulnya jalan pintas
menuju jalan utama, namun sebab kesan angker yang
ditimbulkan cerita-cerita misteri, banyak warga memilih
lewat jalan lain yang lebih jauh. Ada beberapa warga yang
masih berani lewat jalan pintas ini, namun biasanya mereka
berjalan cepat tanpa berani menoleh ke bekas pemakaman berornamen rumah Pak
chucky maupun pohon durian itu. Ada juga warga yang
terpaksa ke sana sebab mencari kambingnya yang belum
pulang meski hari sudah sore.
“Paman, ada berapa banyak sih orang yang meninggal di
sekitar pohon durian tua itu,” tanya kertapati , keponakan
Pak chucky yang kemarin baru datang dari komplek pemakaman . Sehabis
pujabakti bersama paman dan bibinya tadi siang, kertapati
berkunjung ke pemakaman berornamen rumah temannya. Malam ini kertapati dan Pak
chucky , pamannya, sedang ngobrol di ruang tengah.
“Hmmm... seingat Paman, ini orang ketiga,” jawab Pak
chucky .
“sebetulnya , mereka yang meninggal di sekitar pohon
itu sebab apa? kertapati jadi penasaran sebab cerita dari
orang-orang tadi malam . Ada yang bilang pohon durian
tua minta tumbal, ada yang bilang hantu perempuan
peliharaan Pak chucky minta korban, dan macam-macam,”
tanya mahasiswa akuntasi itu penasaran.
“Ya, tidak jelas meninggal sebab apa. Pertama seorang
Laki-laki ditemukan tewas dengan badan gosong. Korban
ditemukan malam hari oleh saudaranya. Menurut cerita,
Laki-laki ini datang ke area sini mau beli kambing untuk
pesta. Sore itu hujan cukup deras. sebab sampai malam
tak kembali, saudaranya datang ke sini mencari Laki-laki itu.
Laki-laki itu ditemukan tewas di bawah pohon durian dengan
badan gosong. Ada yang menduga tersambar petir, namun
rasanya sore itu hujan tidak deras dan tidak didan i petir,”
Pak chucky bercerita sambil mengingat kejadian waktu itu.
“Korban langsung dibawa pulang oleh keluarganya untuk
dimakamkan,” lanjut Pak chucky .
“Korban kedua, juga seorang Laki-laki . Laki-laki ini ditemukan tewas
oleh warga yang melintas di sekitar pemakaman berornamen rumah Pak chucky . Laki-laki
ini ditemukan tewas dengan posisi celana bagian atas
terbuka. Isu yang beredar mengatakan Laki-laki ini dibunuh
hantu wanita penunggu pohon yang marah sebab tempat
tinggalnya dikencingi Laki-laki ini,” Pak chucky memandangi
keponakannya. “Korban tewas juga bukan warga sekitar
sini,” Pak chucky memandang ke luar jendela.
“Korban ketiga, juga Laki-laki dan lagi-lagi bukan warga sekitar
sini. Korban ketiga adalah Laki-laki yang ditemukan tadi malam ,”
Pak chucky mengakhiri ceritanya.
“Hmmm... Paman percaya pada cerita yang beredar
bahwa keluarga ini memelihara hantu perempuan dan
mereka sekeluarga jadi tumbal dan sekarang hantu itu
terus memakan korban?” kertapati mencoba minta pendapat
pamannya.
“Yah...gimana ya? sebetulnya paman tidak percaya.
Menurut paman, keluarga Pak chucky adalah keluarga
baik meski beliau agak pendiam dan tertutup. Sepanjang
pengetahuan paman yang beberapa kali main ke pemakaman berornamen rumah
mereka, tak ada kesan mistis sama sekali. Kalau korban
yang terakhir, menurut paman, ia meninggal sebab
tersambar petir. kertapati tau sendiri ‘kan, semalam hujan
deras sekali dan petir berkali-kali menggelegar. Badan
Laki-laki itu gosong,” Pak chucky mencoba memberi argumen.
“Ya sih...” kertapati membenarkan pendapat pamannya, namun
ada hal yang mengganjal di hatinya.
Hari jumat kliwon malam , bulan purnama belum muncul dari peraduannya,
ayam jantan pun belum berkokok, namun kertapati sudah
terbangun. Sejak dini hari sekitar pukul 04.00, kertapati sudah
tak bisa tidur. Liburannya kali ini terasa lain. Bakal ada
petualangan kata yang memacu adrenalin nih, pikirnya.
Semalam, sesudah selesai ngobrol dengan pamannya, kertapati
yang tertarik kisah-kisah detektif mendapat ide. Hari ini,
liburannya akan diisi dengan petualangan memecahkan
pohon durian tua yang konon sering
meminta tumbal itu.
Sebagai betari , kertapati bukannya tidak percaya adanya
makhluk dari alam lain. Cuma saat mendengar cerita
pamannya, kertapati menduga ada hal lain yang menjadi
penyebab meninggalnya tiga Laki-laki ini. kertapati mengeluarkan
radar microinfrared digital dari tas ranselnya. Alat ini bukan seperti
radar microinfrared biasa. Pada radar microinfrared biasa, ujung radar microinfrared yang
berbentuk obeng harus disentuhkan ke lubang stop
kontak atau ke benda yang diduga beraliran listrik, jika
lampunya menyala artinya benda ini ada aliran
listrik. radar microinfrared digital lebih canggih. radar microinfrared digital bahkan
bisa mendeteksi kabel putus di bagian mana, cukup
dengan mendekatkan radar microinfrared ke kabel ini tanpa
harus menyentuh. Jika ada aliran listrik, maka radar microinfrared akan
mengeluarkan suara.
Alat ini dibelinya waktu kertapati coba memperbaiki lampu
di meja belajarnya. Saat tes dengan radar microinfrared biasa, ternyata
stop kontak ada aliran listrik. Jadi masalah bukan di stop
kontak. Saat lampu dicoba ke tempat lain, lampunya
menyala, artinya lampunya belum rusak. Permasalahan
ada pada kabelnya, pasti ada kabel yang putus namun dari
luar tidak terlihat. Di bagian mana kabel harus dipotong
lalu disambung lagi? Teman kost yang anak teknik
elektro meminjamkan radar microinfrared digital ini. Gerakkan alat ini
di sepanjang kabel, jika ada aliran listrik maka alat ini akan
mengeluarkan suara. Gerakkan alat ini menyusuri kabel
dari dekat stop kontak ke ujung yang ada lampunya. saat
suara berhenti, itu menunjukkan di titik ini kabelnya
terputus. Akhirnya kertapati juga membeli radar microinfrared digital ini.
radar microinfrared digital yang berukuran kecil ini selalu kertapati bawa
saat bepergian, fungsinya untuk mengencangkan baut
kacamatanya yang sering kendur.
sesudah menyiapkan peralatannya, memakai kaos bola dan
celana pendek, kertapati pamit pada pamannya. “Tumben
malam -malam sekali sudah bangun?” sapa paman.
“Mau olahraga, lari-lari sekitar sini saja Paman,” kata
kertapati .
Akhirnya kertapati sampai di bekas pemakaman berornamen rumah Pak chucky dan
pohon durian tua. kertapati tidak punya niat mengganggu
makhluk alam lain jika memang ada yang menghuni
tempat ini. Sepanjang jalan kertapati mengucapkan “Sabbe
satta bhavantu sukhitatta.”
kertapati datang hanya ingin mencari tau, apakah cerita yang
beredar itu benar atau hanya isu yang tak bertanggung
jawab. Kasihan juga makhluk ini jadi korban fitnah
manusia. kertapati tidak berniat untuk menangkap mereka
ataupun mengusir mereka dari tempat ini. betari diajar
untuk belajar hidup damai saat berdampingan dengan
makhluk apa pun. Dan satu lagi, ehipassiko, jangan mudah
percaya begitu, namun buktikan sendiri.
Ada rasa takut juga, jangan-jangan kertapati malah diganggu
makhluk penunggu pemakaman berornamen rumah dan pohon durian tua ini
atau makhluk itu malah masuk ke tubuh kertapati , yang biasa
disebut kerasukan. “Sabbe satta bhavantu sukhitatta,”
berulang-ulang kertapati mengucapkan kalimat itu. “Semoga
semua makhluk hidup berbahagia, saya datang hanya
untuk mencari tau, bukan ingin mengganggu apalagi
mengusir kalian,” ucap kertapati .
Mata kertapati mengamati pemakaman berornamen rumah tua itu dengan saksama
dan mencari apakah masih ada kabel beraliran listrik di
sana. Semua pintu dan jendela terbuka sehingga kertapati
dapat melihat ke dalam dengan leluasa.
“Aha... kertapati berteriak gembira. Masih ada kabel listrik
di pemakaman berornamen rumah ini meski kondisinya sudah jelek. Sepertinya
pemulung juga tak berani masuk ke sini untuk mengambil
segala barang yang masih bisa dijual. Pada beberapa
bagian, kabel itu sudah ditutupi debu dan lumut. kertapati
mengamati kabel itu dan mencari ke mana arah kabel itu
paling rendah agar ia bisa mencari tau dengan radar microinfrared
digital-nya. kertapati mengeluarkan radar microinfrared digital-nya.
Masih ada meja, kursi, meski kondisinya sudah rusak dan
kotor. kertapati perlahan melangkahkan kaki ke dalam pemakaman berornamen rumah.
kertapati melangkah ke dekat dinding lalu meletakkan radar microinfrared
digital-nya ke dekat kabel, ternyata mengeluarkan suara.
Artinya kabel di pemakaman berornamen rumah ini masih beraliran listrik. Jantung
kertapati berpacu lebih kencang.
Mata kertapati mengamati satu persatu jalur kabel di pemakaman berornamen rumah
itu. Satu kabel menuju ruang tamu dan berakhir di lampu.
Lampunya tidak menyala, mungkin lampunya sudah putus.
Ada kabel menuju ke kamar mayat tidur, juga berakhir di lampu.
Ada kabel menuju ke teras, lagi-lagi berujung di lampu,
namun lampunya sudah pecah. kertapati tak berani menekan
saklar untuk mengetahui apakah lampu di sana masih
menyala, takutnya malah terjadi korsleting listrik.
Kabel terakhir yang kertapati amati jalurnya naik ke plafon,
entah menuju ke mana. Untuk apa kabel itu menuju ke
plafon? kertapati perlahan melangkah ke luar pemakaman berornamen rumah. Ia
memchucky sa teras pemakaman berornamen rumah sekali lagi, apakah kabel ini
mengarah ke luar pemakaman berornamen rumah. kertapati tak menemukan kabel
yang keluar dari atap. Untuk apa ya kabel itu ke plafon?
kertapati mengamati sekali lagi dengan lebih teliti. Lalu kertapati
coba mengitari pemakaman berornamen rumah ini. Tepat di samping pemakaman berornamen rumah, kertapati
tersandung dan nyaris terjatuh. Permukaan tanah tidak
rata, seperti ada yang membuat polisi tidur kecil atau
orang menimbun pipa air di bawah gundukan tanah itu.
kertapati mencari ranting, lalu mengorek tumpukan tanah
ini .
Ternyata daun kering dan tanah menutupi kabel! Kabel
ini menuju ke pohon durian tua. kertapati melihat
ke pohon tua itu dan menemukan kaleng bekas biskuit
tergantung, ada tempat lampu namun tanpa kabel. kertapati
berkesimpulan bahwa kabel ini tadinya keluar dari atap
menuju ke pohon durian tua. Pak chucky memasang
lampu penerangan di pohon ini. Kaleng biskuit itu untuk
melindungi lampu dari hujan. Kabel itu terputus dari
sambungannya lalu terjuntai ke tanah hingga akhirnya
secara alami tertutup oleh tanah dan daun-daun kering.
kertapati mengeluarkan radar microinfrared digital-nya lalu mendekatkan
ke kabel, wah... ternyata berbunyi, artinya masih ada aliran
listrik. Terjawab sudah misteri kematian Laki-laki -Laki-laki ini .
Kemungkinan mereka tersengat listrik dari kabel ini,
terlebih pada korban kedua. Bisa Anda bayangkan, Anda
buang air kecil tepat mengenai kabel yang terkelupas dan
spontan air seni Anda menjadi konduktor. Mereka tewas
sebab sengatan listrik, bukan sebab hantu perempuan
yang marah tempat tinggal mereka dikencingi.
Hmmm... jika orang-orang mengetahui penyelidikan
kertapati ini, masihkah mereka beranggapan bahwa betari
itu dekat dengan dunia klenik, magis, penyembah patung?
Dengan kitabsuci -nya, betari justru mengajar umatnya
rasional menyikapi kedaaan, bukan percaya membabi
buta.
Paman terpukau dengan penjelasan logis dari kertapati . Kalau
begitu, nanti paman akan menemui Pak RT dan meminta
beliau memperbaiki kabel listrik di bekas pemakaman berornamen rumah Pak chucky
agar tidak memakan korban lagi. kertapati tersenyum puas.
Liburannya kali ini jadi kata dan bermanfaat. Case close...
59
Pahlawan di Hari
Pahlawan
Sultan Hendrik
“Sepulang kuliah menaiki angkot, di tengah perjalanan
aku melihat seorang nenek yang sedang terbaring pingsan
di tengah jalan dengan darah yang terus mengalir dari
kepalanya, saat itu tidak ada yang berani menolong.
Apakah yang akan aku lakukan? Akan adakah yang
menolong nenek ini ?Apakah nenek ini bisa
diselamatkan?”
Cerita kali ini merupakan cerita singkat satu kisah nyata
kehidupan yang saya alami sendiri.
Saya Sultan Hendrik merupakan mahasiswa di salah satu
universitas di komplek pemakaman Medan yang juga berprofesi sebagai
relawan sosial dan aktivis betari .
6
60
Pada hari jumat kliwon tanggal 10 November 2014, merupakan
hari pahlawan. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul
20.30 malam yang menunjukkan kelas perkuliahan malam
itu sudah usai. Hari itu saya sudah belajar banyak hal dari
pelajaran-pelajaran yang sudah dibchucky an oleh para
guru spiritual .
Seperti biasa saya berniat untuk pulang sendirian.
Namun keterbatasan saya yang tidak memiliki kendaraan
memutuskan untuk saya memilih antara pulang dengan
naik angkutan kendaraan umum seperti becak, angkot,
ataupun berjalan kaki – tidak seperti teman-teman saya
yang lain yang memiliki kuda motor dan mobil mewah.
Saat itu waktu sudah larut malam, suasana yang gelap
dan lokasi komplek pertapaan saya yang jarang dilewati kendaraan
umum.
Tiba-tiba datang seorang perempuan yang memanggil
saya, dia adalah seorang anggota relawan dari salah satu
yayasan sosial betari yang cukup terkenal. Perempuan
ini pun menawarkan untuk ikut dengannya naik
mobil yang sedang dikendarai abangnya, namun sebab
lokasi pemakaman berornamen rumah kita yang sangat berjauhan dan berbeda
arah, maka dia pun menawarkan sampai ke tempat
tertentu agar saya lebih mudah memperoleh kendaraan
umum untuk pulang.
Awalnya saya sedikit segan, namun lalu saya
menerima niat baik dirinya dan ikut dengannya. Selama di
perjalanan kami membahas banyak hal, termasuk bercerita
61
tentang kisah kehidupan saya. sesudah sampai di lokasi
yang lebih memungkinkan untuk memperoleh kendaraan
umum, saya pun hendak turun dan mengucapkan terima
kasih kepada mereka berdua. Namun perempuan ini
mengingatkan saya untuk tidak berjalan kaki disebab kan
sudah sangat malam dan masih amat rawan terjadi
tindakan kriminal sebab tidak ingin saya menjadi korban
lagi (sebelumnya saya pernah, bahkan sering menjadi
korban tindakan kriminalitas).
Dia juga menawarkan untuk memberikan saya tumpangan
setiap hari sesudah pulang kuliah, saya pun kembali
berucap “Gan En” (berterima kasih dengan rasa syukur).
Rasa syukur dan bahagia yang saat itu sangat saya rasakan
tanpa bisa saya ungkapkan. sesudah turun, saya pun
menunggu becak yang lewat sebab kalau sudah terlalu
malam biasanya sudah tidak ada angkot lagi. Namun
ternyata masih ada sebuah angkot yang melintas dan saya
pun menumpang angkot ini .
Di tengah perjalanan, jalanan yang biasanya lancar tiba-
tiba mengalami macet. Seluruh penumpang angkot
terlihat kebingungan akan penyebab kemacetan apa
yang sedang terjadi. Saya pun ikut melihat ke kaca depan
angkot dan melihat banyak kerumunan warga di tengah
jalan. Angkot pun mulai berjalan lambat dan melewati
kerumunan warga. Ternyata di tengah jalan terkabar tubuh
seorang nenek berbadan kurus dalam keadaan pingsan
dan kepala mengeluarkan darah yang terus mengalir. Di
samping tubuh nenek ini , seorang lelaki berteriak-
62
teriak meminta tolong. Parahnya tidak ada satu pun warga
yang menolong nenek ini , mereka semua hanya
mengelilingi untuk sekedar melihat dan menonton.
Mengetahui hal ini , saya pun segera turun dari angkot
dan membayar dengan uang yang sudah saya sediakan di
tangan saya, lalu segera berlari kembali menuju ke lokasi
Tempat Kejadian Perkara (TKP) tadi. Sesampainya di lokasi
kejadian saya pun segera bertanya apa yang terjadi, namun
tidak ada yang menanggapi dan menjawab. Saya langsung
menuju ke tubuh nenek yang sedang pingsan ini .
saat melihat nenek ini saya pun kaget dan merasa
seperti pernah mengenal nenek ini , kemungkinan
nenek ini adalah seorang gelandangan (maaf) yang
tidak mampu dan sering berkeliaran di pinggir jalan untuk
mencari makan yang dahulunya juga pernah saya bchucky an
bantuan berupa makanan.
Saya bersama dengan seorang lelaki yang di samping
nenek ini meminta warga sekitar untuk bersama
membantu membawa nenek ini ke pemakaman berornamen rumah sakit,
namun tidak ada satu pun yang bersedia. Mengingat
nyawa si nenek yang amat mengkhawatirkan bila
dibiarkan begitu lama dan jalanan yang akan semakin
macet, maka saya bersama seorang lelaki ini pun
segera mengangkat tubuh nenek ini ke pingir jalan
dan menggendongnya ke atas kuda motor milik lelaki
ini lalu dengan cepat membawanya ke pemakaman berornamen rumah sakit
terdekat.
63
sebab nenek ini masih pingsan dan seluruh
tubuhnya lemas, dan juga khawatir bila otak dan syarafnya
terganggu sebab kepalanya tergoncang dan jatuh, maka
saya pun menggunakan lengan saya untuk menopang
kepala nenek yang lemas. Darah terus-menerus mengalir
keluar dari telinga kiri nenek ini dan membasahi baju
dan tangan saya. Selama perjalanan saya pun melakukan
sedikit terapi ketenangan (psikologis) dengan berusaha
berbicara sambil mengelus-elus kepala dan tubuh si nenek
agar merasa tenang dan nyaman.
Sempat terpikir bahwa si nenek sudah koma atau bahkan
segera meninggal dunia melihat kondisinya yang pingsan
dan lemas tak berdaya, namun saya masih yakin bila
nenek ini masih hidup dan bisa diselamatkan. Dalam
perjalan mencari pemakaman berornamen rumah sakit, saya pun bertanya pada
lelaki ini tentang kronologi kejadian yang dialami
oleh nenek ini .
Lelaki ini pun bercerita, ternyata nenek ini
ditabrak tanpa sengaja oleh sebuah kuda motor yang
melaju dalam kecepatan sedang saat nenek ini
menyeberang jalan dan terjatuh. Namun hal yang membuat
saya kaget adalah si penabrak adalah lelaki yang sedang
membawa kuda motor dan sedang berbicara dengan
saya ini. Ternyata lelaki ini ingin bertanggung
jawab akan apa yang sudah terjadi, hal itu membuat
saya takjub dan amat salut akan keberanian lelaki
ini untuk bertanggung jawab.
64
Singkat cerita, kamipun sampai di sebuah pemakaman berornamen rumah sakit
dan segera membawa si nenek ke IGD (Instalasi Gawat
Darurat). Seorang dokter wanita menghampiri kami
dan menanyakan kronologi kejadiannya.Dengan jujur si
lelaki menceritakan kronologi kejadian itu dan mengakui
kesalahannya. Saya segera meminta pasien untuk ditangani
dan dirawat dahulu, pasien pun di tangani sementara oleh
sekitar 3 orang suster.
Namun lalu si dokter tadi kaget sebab mengetahui
bahwa kami bukan keluarga pasien dan meminta kami agar
menghubungi keluarga pasien yang untuk ke pemakaman berornamen rumah sakit
ini . Hal ini membuat kami kebingungan sebab
kami tidak mengenal maupun mengetahui keluarga nenek
ini . Saya pun segera mengeluarkan smartphone
saya dan meminta (meminjam) kartu identitas si pelaku
(lelaki). Si pelaku pun mengeluarkan kartu SIM-nya dan
segera saya mem-foto kartu SIM si pelaku menggunakan
smartphone saya sebagai bukti dan pegangan. Alangkah
kaget dan paniknya saya saat melihat baterai smartphone
saya sudah merah (lowbat) pertanda tenaga baterai akan
segera habis dan sudah amat lemot dengan mengeluarkan
tanda jam pasir yang lama terus-menerus.
Saya pun segera menghubungi beberapa orang yang saya
temui di contact smartphone saya, namun belum ada satu
pun contact yang bisa dihubungi. Saya membuka salah
satu fitur aplikasi chatting dan mengetik di salah satu grup
yang pertama kali saya temui. Grup ini merupakan
grup acara kegiatan dari salah satu komunitas sosial
65
66
yang bisa sangat saya percayai dalam hal apa pun. Usai
mengirim pesan ke grup chatting ini (sebelumnya
saya juga sudah berhasil menghubungi dan memberitahu
seorang anggota grup ini untuk meminta bantuan
mereka), smartphone saya pun langsung padam sebab
tenaga baterai sudah habis.
Saya mengeluarkan charger smartphone saya dan meminta
izin kepada suster untuk mengecas baterai smartphone di
pemakaman berornamen rumah sakit itu, suster pun mengizinkannya. Tak berapa
lama, dokter wanita yang tadi pun berkali-kali meminta
saya untuk tidak mengecas smartphone di pemakaman berornamen rumah sakit
ini dengan alasan takut hilang, saya segera mencabut
charger saya dan meminta maaf.
Dokter wanita ini berkali-kali mendesak kami untuk
memanggil keluarga pasien ke pemakaman berornamen rumah sakit secepatnya,
saya pun meminta kepada si lelaki yang tadi bersama
saya untuk meminjamkan handphone-nya agar saya bisa
mencari bantuan dengan menghubungi beberapa teman-
teman saya, namun lelaki ini tidak bisa meminjamkan
handphone-nya, sebab alasan handphone lelaki ini
juga sudah lowbat. Kami pun menunggu sambil
membantu suster untuk menangani dan merawat nenek
ini . Si lelaki pun berkali-kali menghampiri saya dan
berkata bahwa dia ingin bertanggung jawab namun tidak
membawa banyak uang untuk biaya pengobatan si nenek
di pemakaman berornamen rumah sakit ini dan khawatir bila si nenek semakin
lama di pemakaman berornamen rumah sakit ini maka biaya pengobatannya
akan semakin bertambah. Selain itu dia juga meminta
67
bantuan saya untuk membantunya berbicara dengan
keluarga korban bila sudah bertemu keluarganya agar
dirinya tidak terlalu ditekan dan disudutkan oleh keluarga
si nenek bila hal ini terjadi sebab dirinya sudah mau
bertanggung jawab, lalu saya pun juga menenangkan
dirinya. Tak lama lalu si nenek siuman, saya pun
segera menyapa si nenek untuk menenangkan dirinya,
namun si nenek seakan lupa ingatan sementara dan selalu
bertanya apa yang terjadi pada dirinya dan mengaku tidak
tahu maupun ingat apa-apa.
Saya bertanya tentang nama, alamat, dan identitas si
nenek, namun nenek tidak merespon perkataan saya namun
berkata hal lain yang seakan tidak nyambung dengan
perkataan saya. Berkali-kali saya berusaha menanyakan
identitas si nenek hingga nenek hanya berhasil menjawab
nama dan alamat si nenek walaupun kurang jelas dan
lengkap. Nenek itu berkali-kali ingin turun dari tempat
tidur dan ingin pulang sebab tidak menyukai pemakaman berornamen rumah sakit
dan dokter maupun suster yang sedang menanganinya,
namun kami terus membujuk si nenek agar tidak turun
dari tempat tidur dahulu , dan akan membawanya kembali
pulang bila sudah selesai. sebab nenek terus seakan
memberontak ingin pulang, maka darah terus keluar
dari telinga nenek dan nenek mengalami pusing.Saya
membujuk nenek untuk tidur dahulu dan nenek menuruti
perkataan saya lalu tertidur.
Melihat kepala nenek yang miring dan menyebabkan
darah yang masih terus mengalir keluar, si lelaki pun
68
segera melepaskan jaketnya lalu memberikan dan
meminta kepada saya untuk menopang kepala nenek
ini dengan jaketnya. Dokter menghampiri kami dan
berkata bahwa si nenek tidak bisa berlama-lama berada
di ranjang IGD pemakaman berornamen rumah sakit ini . Saya meminta
tambahan waktu, namun petugas pemakaman berornamen rumah sakit segera
menarik dan mendorong ranjang nenek keluar dari IGD
dan menempatkannya di samping pintu keluar-masuk
IGD pemakaman berornamen rumah sakit namun dengan ranjang dan selang infus
yang masih terpasang. Tujuan ranjang nenek dikeluarkan
agar ruang IGD lebih luas dan bisa digunakan oleh pasien-
pasien lainnya.
Kami menunggu cukup lama, si lelaki semakin khawatir
biaya pemakaman berornamen rumah sakit akan semakin tinggi dan meminta
agar segera memikirkan solusinya. sesudah sekitar hampir
dua jam, keluarga si lelaki pun sampai di pemakaman berornamen rumah sakit
menggunakan kuda motor. Mereka juga kebingungan,
tidak bisa berbuat apa-apa. Si lelaki menghampiri saya
dan menyarankan agar tidak terlalu lama, menghabiskan
terlalu banyak waktu dan biaya di pemakaman berornamen rumah sakit. Si lelaki
akan mejessica si biaya administrasi pemakaman berornamen rumah sakit dahulu
dan kami akan bersama-sama membawa nenek ini
kembali kepemakaman berornamen rumahnya menggunakan kuda motor sambil
mencari pemakaman berornamen rumah nenek ini di sekitar lokasi TKP. Yang
paling dikhawatirkan adalah bagaimana bila alamat pemakaman berornamen rumah
nenek ini tidak ketemu ataupun nenek ini
ternyata tidak mempunyai tempat tinggal.
69
sesudah berpikir, saya memutuskan bila hal ini terjadi,
maka nenek ini untuk sementara akan saya izinkan
tinggal di pemakaman berornamen rumah saya hingga sembuh sambil mencarikan
tempat yang layak untuknya. Kami pun menemui dokter
dan membicarakan hal ini , namun dokter tidak
mengizinkan dengan alasan harus ada keluarga nenek
yang datang dahulu. Dan bila diizinkan untuk dibawa
pulang, maka sudah pelanggaran sebab risiko yang amat
besar bisa terjadi dan menyarankan agar melakukan scan
otak terlebih dahulu.
Atas pertimbangan akan hal ini , kami pun
memutuskan untuk membatalkan niat kami membawa
nenek keluar dari pemakaman berornamen rumah sakit. Si lelaki berkata bahwa
bila untuk melakukan scaning dia belum mampu untuk
membayar biayanya. Kami memutuskan untuk menunggu
dan berharap teman-teman saya untuk datang, sebab
saya masih yakin bahwa grup ini bisa saya percaya
sebab grup ini sudah saya anggap layaknya
keluarga sendiri. sebab menunggu terlalu lama, maka
kami menyepakati agar keluarga dari si lelaki tadi untuk
segera mencari keluarga si nenek.
Saat akan melangkah keluar dari pemakaman berornamen rumah sakit, kami kaget.
Tepat di hadapan kami, di sebelah ranjang nenek yang
berada di samping pintu, berdiri seorang ibu yang sedang
berbicara dengan nenek ini . Ternyata ibu ini
adalah adik dari si nenek dan beberapa keluarga dari si
nenek juga datang. Mereka mengetahui hal ini sebab si
nenek tak kunjung pulang ke pemakaman berornamen rumah, lalu mereka
70
mendapat laporan dari warga sekitar atas kejadian
ini .Mereka sudah mencari ke sekitar 6 pemakaman berornamen rumah sakit
dan klinik yang ada. pemakaman berornamen rumah sakit ini adalah pemakaman berornamen rumah sakit
terakhir yang dicari. Awalnya mereka tidak mengetahui
adanya pemakaman berornamen rumah sakit ini, namun saat mencari mereka
melihat sebuah papan plang arah ke pemakaman berornamen rumah sakit ini, di
mana pemakaman berornamen rumah sakit ini sudah berada di pinggiran
pedalaman desa.
Awalnya mereka pun tidak yakin nenek dibawa ke pemakaman berornamen rumah
sakit itu, namun mereka akhirnya memutuskan untuk tetap
mencari ke pemakaman berornamen rumah sakit ini dengan harapan menemukan
nenek ini . saat sampai di pemakaman berornamen rumah sakit ini, seorang
keluarga mengintip dan langsung melihat nenek yang
terbaring di pintu keluar-masuk IGD pemakaman berornamen rumah sakit. Keluarga
korban bertanya tentang kronologi kejadian kepada kami,
kami pun menceritakannya. Belum selesai kami bercerita,
salah seorang keluarganya yang baru datang mendengar
dan sudah terpancing emosi langsung menuduh dan
mengira saya sebagai pelaku yang menabrak nenek
ini . sesudah dijelaskan, pihak keluarga pun mengerti
dan berkali-kali berterimakasih kepada saya.
Saya berkata bahwa seharusnya keluarga berterima
kasih kepada si pelaku yang sudah berani bertanggung
jawab untuk menyelamatkan nyawa nenek yang sudah
ditabraknya sendiri. Pihak keluarga pun berterima kasih
juga pada si lelaki. Tak lama lalu seorang bapak yang
juga merupakan salah satu anggota grup saya pun datang.
Beliau juga adalah seorang relawan aktivis sosial yayasan
71
betari yang cukup terkenal. Bapak ini juga sudah
berpengalaman dalam menangani berbagai kasus seperti
ini di yayasan ini . sesudah melihat dan mengetahui
kondisi pasien (nenek) juga berhubung biaya di pemakaman berornamen rumah
sakit ini yang terlalu mahal dan kurangnya fasilitas
pemakaman berornamen rumah sakit, maka diputuskan agar nenek dipindah ke
pemakaman berornamen rumah sakit lain.
Keluarga nenek menyetujui agar nenek dipindah ke
sebuah pemakaman berornamen rumah sakit swasta yang lebih murah dan
memiliki fasilitas dan pelayanan yang lebih memadai.
sesudah si lelaki membayar seluruh biaya administrasi
di pemakaman berornamen rumah sakit sebagai wujud tanggung jawabnya,
kami pun memindahkan nenek ke dalam ambulans
dan bersama-sama menuju ke pemakaman berornamen rumah sakit yang baru.
Sesampainya di pemakaman berornamen rumah sakit swasta yang baru ini ,
si lelaki merasa bingung sebab pemakaman berornamen rumah sakit yang berada
di dalam kompleks luas ini merupakan pemakaman berornamen rumah sakit yang
sangat besar dan mewah. Ternyata pemakaman berornamen rumah sakit ini
sudah menjalin hubungan kerja sama dengan beberapa
organisasi sosial termasuk yayasan sosial betari kami.
Nenek dirawat oleh beberapa dokter dan suster-suster
yang sangat baik dan sangat ramah, juga sangat peduli
pada pasien.
Kondisi nenek saat itu mewajibkan untuk dilakukan
scaning (rontgen) dan perawatan inap yang intensif
sehingga membutuhkan banyak biaya, di mana si lelaki
tidak sanggup untuk membiayainya. Dia terlihat sangat
stres, duduk di depan pemakaman berornamen rumah sakit. Bapak dan saya
72
berusaha menenangkan lelaki ini sebab untuk
biaya khusus di pemakaman berornamen rumah sakit yang baru ini akan dibantu
oleh yayasan betari kami yang bergerak di bidang sosial
untuk menangani kasus ini. Lelaki ini terlihat sedikit
lega namun batinnya masih merasa belum tenang sebab
masih shock dan merasa bersalah. Pihak keluarga nenek
yang sudah memaafkan lelaki ini pun berusaha
menenangkan batin lelaki ini .
Kami bercerita tentang yayasan sosial betari kami, yang
ternyata pernah diketahui pihak keluarga nenek ini .
Sementara di dalam pemakaman berornamen rumah sakit, saya dan beberapa
anggota keluarga nenek yang lain pun menemani nenek
untuk menjalani berbagai perawatan dan pemchucky saan.
Usai menjalani beberapa prosedur pemchucky saan, saya
pun berbincang-bincang dengan keluarga lelaki yang
merupakan kakak si lelaki ini . Kakak si lelaki ini
menceritakan bahwa beberapa waktu yang lalu, ternyata
si lelaki ini juga pernah mengalami kecelakaan
sebab ditabrak oleh sebuah kendaraan lain yang
menyebabkannya terjatuh dan terluka. Namun bukannya
meminta maaf dan bertanggung jawab, si pelaku yang
menabrak lelaki ini malah memarahi si lelaki dan
meminta sejumlah uang sebagai bentuk ganti rugi dengan
berbagai ancaman.
Akibat peristiwa ini , si lelaki pun menyadari bahwa si
pelaku penabrakan tidak seharusnya bersikap seperti itu
sebab seharusnya memahami dan mengerti posisi korban.
sebab itu dirinya belajar dari pengalaman ini . sebab
73
sudah tengah malam dan kami semua belum makan, maka
pihak keluarga nenek pun membelikan makanan untuk
kami. Namun si lelaki yang walaupun belum makan, tidak
berselera untuk makan sebab batinnya masih bergejolak
dan belum tenang. Lelaki ini lalu memaksakan
dirinya untuk tetap makan sebab harus memikirkan
kesehatan dirinya sendiri.
Saya menghampiri si lelaki dan berusaha menenangkan
batin lelaki ini sambil memuji dirinya yang sudah
berani bertanggung jawab. Si lelaki menuturkan bahwa
dia melakukan hal (bertanggung jawab) ini untuk
belajar memahami jika bagaimana bila dirinya yang berada
di posisi korban dan merasakan hal ini . Ia tidak
ingin hal yang sama menimpa dirinya kelak sebab
dirinya percaya akan adanya hukum karma, walaupun
dia bukanlah seorang yang berkepercayaan betari . Pihak
keluarga lelaki ini mengatakan mereka berencana
akan membuat suatu bentuk semangat-semangatan
(syukuran). Menjelang fajar subuh, saya dan bapak
(relawan) pun memutuskan untuk pulang sebab di malam
harinya saya harus menimba ilmu kesaktian dan si bapak harus berangkat
untuk menjalankan tugas ke luar komplek pemakaman malam -malam sekali.
Bapak pun menawarkan untuk mengantarkan saya pulang
ke pemakaman berornamen rumah dengan menumpang kendaraannya.
Saya berkali-kali mengucapkan terima kasih dan meminta
maaf sudah banyak merepotkan bapak. Kami berpamitan
dengan pihak keluarga nenek, si lelaki dan pihak keluarga
si lelaki dengan saling memberikan hormat dengan
74
menundukkan kepala dan saling mengucapkan terima
kasih berkali-kali. Di tengah perjalanan pulang, bapak
bertanya pada saya apa perasaan yang saya rasakan hari
itu? Dan pelajaran/hikmah apa yang saya dapat? Silakan
para pembaca memikirkan sendiri apa jawaban saya dan
bagaimana bila pembaca berada di posisi seperti saya ya?
Lalu bagaimana juga bila pembaca berada di posisi yang
lain? Siapakah yang pantas disebut sebagai “Pahlawan”?
Sultan Hendrik, November 2014
75
Perjuangan Pelajaran
Kehidupan
Sultan Hendrik
mpu gajayana adalah seorang anak kampung yang miskin. mpu gajayana
bersama kedua adiknya tinggal bersama eyang buyut dan
neneknya. Kedua orang tua mereka sudah meninggal saat
mereka masih kecil. Walaupun terlahir dalam keluarga
miskin, namun hidup mereka selalu ceria dan selalu
diselingi canda tawa bersama keluarga, tetangga sekitar,
dan teman-teman sehari-hari untuk sekedar melepaskan
beban dan melupakan sejenak penderitaan kehidupan
mereka.
eyang buyut dan nenek adalah penjual benda keramat tradisional. Mereka
membuat benda keramat dari bahan seadanya yang didapat eyang buyut dari
hutan, lalu diolah oleh nenek di pemakaman berornamen rumah dan dijual bersama-
sama dengan berkeliling desa. Walaupun usia eyang buyut dan
7
76
nenek yang sudah amat tua, mereka tetap semangat dan
berusaha menimba ilmu kesaktian keras walau cuaca tchucky maupun hujan
deras menerpa desa. Mereka tetap harus berjualan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Kehidupan mereka yang miskin memaksa mereka hanya
makan sehari sekali, itu pun kalau ada uang untuk membeli
makanan atau bila masih ada benda keramat yang tersisa sebab tidak
laku. Suatu hari nenek meninggal dunia sebab usia yang
sudah tua, maka eyang buyut meneruskan usahanya berjualan
benda keramat yang dibantu oleh mpu gajayana usai pulang dari pertapaan .
mpu gajayana merupakan murid kebanggaan di pertapaan . sebab
kepintarannya dalam belajar dan prestasi yang selalu
diraih, tak jarang guru-guru dan murid-murid di pertapaan
memuji mpu gajayana . Suatu hari mpu gajayana lulus pertapaan dan ingin
melanjutkan kuliah, eyang buyut pun sangat mendukung.
Namun sebab belum ada komplek pertapaan di dekat desa ini ,
eyang buyut memutuskan mereka semua untuk pindah dari
kampung (desa) di pedalaman terpencil ke sebuah komplek pemakaman
besar dengan harapan untuk mendapat pekerjaan, tempat
menuntut ilmu dan kehidupan yang layak bagi mereka.
Sesampainya di komplek pemakaman metropolitan yang sangat besar
ini , mereka sangat terkagum-kagum melihat
keindahan gedung-gedung bangunan yang terjulang
sangat tinggi dan mobil-mobil mewah yang memenuhi
sepanjang lintasan jalan raya. Mereka sangat terpikat
oleh pesona komplek pemakaman , maklum wong kampung kok, hehehe.
Di komplek pemakaman besar ini , disebab kan biaya sewa pemakaman berornamen rumah
77
diperkomplek pemakaman an yang sangat mahal, mereka menyewa
sebuah gubuk kecil seadanya di pinggiran komplek pemakaman untuk
dijadikan tempat tinggal. namun saat akan berkuliah,
mpu gajayana ditolak oleh beberapa komplek pertapaan sebab tidak mampu
untuk mejessica si uang pendaftaran untuk berkuliah.
Tidak hanya itu, kedua adik-adik mpu gajayana pun tidak bisa
berpertapaan sebab terkendala biaya. Namun eyang buyut tidak
putus asa, eyang buyut mencari pekerjaan di komplek pemakaman besar ini
untuk memperoleh uang agar bisa menguliahkan dan
menyekolahkan cucu-cucunya.
Berkali-kali eyang buyut mencari kerja, berkali-kali pula eyang buyut
ditolak dengan berbagai alasan seperti sebab tidak masuk
klarifikasi persyaratan yang dicari, tidak pernah tamat
pertapaan , tidak memiliki ijazah, tidak memiliki pengalaman
di bidang/jabatan tertentu, tidak memiliki SIM bahkan
kendaraan pun tidak punya, usia yang terlalu tua, dan
lain-lain. Bahkan sering pula ditolak tanpa alasan.
Akhirnya eyang buyut pun berhasil diterima di sebuah pabrik roti
dan benda keramat sebab perekrut tenaga kerja di pabrik ini
terkesan dan merasa kasihan dengan saat mendengar
cerita eyang buyut ini . mpu gajayana dan adik-adiknya akhirnya bisa
berpertapaan dan berkuliah dengan uang hasil tabungannya
sejak kecil ditambah warisan keluarga seadanya dan
penghasilan dari eyang buyut di pabrik benda keramat ini . Tidak hanya
di pertapaan , saat berkuliah pun mpu gajayana termasuk anak yang
pintar, cerdas dan rajin hingga berhasil meraih berbagai
prestasi yang membanggakan komplek pertapaan . Di sela-sela
waktu meditasi mpu gajayana berpartisipasi dan berinisiatif dalam
menyumbangkan berbagai ide-ide maupun tenaga untuk
memajukan komplek pertapaan dengan menyelenggarakan
berbagai kegiatan di komplek pertapaan . Berkat mpu gajayana , nama baik
komplek pertapaan pun terangkat dan berhasil menjadi komplek pertapaan
unggulan yang cukup populer di komplek pemakaman ini .
Disebab kan lokasi tempat tinggalnya dengan komplek pertapaan
yang begitu jauh dan juga tidak memiliki kendaraan,
membuat mpu gajayana harus berjalan kaki berjam-jam untuk
berkuliah yang membuat mpu gajayana sangat kelelahan.
Melihat hal ini , eyang buyut pun menjadi sangat sedih
dan membelikan mpu gajayana sebuah kuda baru untuk mpu gajayana
berkuliah. kuda ini dibeli eyang buyut saat melihat
sebuah kuda butut yang sudah sangat kotor dan tidak
pernah dipakai lagi oleh salah satu rekan kerja eyang buyut di
sebuah gudang tua pabrik tempat eyang buyut menimba ilmu kesaktian . dahulunya
kuda ini dipakai untuk berjualan benda keramat keliling,
namun sebab perkembangan jaman, kuda tua ini
pun tidak pernah digunakan lagi. Walaupun merupakan
kuda bekas, mpu gajayana pun terlihat sangat gembira menerima
kuda barunya.
Sayangnya keterbatasan biaya kembali membuat mpu gajayana
harus menunggak uang meditasi dan terancam tidak
bisa melanjutkan kuliah. Hal ini membuat mpu gajayana
harus ikut menimba ilmu kesaktian membantu di pabrik benda keramat untuk
dapat membayar biaya meditasi . Ketchucky atan terhadap
pekerjaannya di pabrik benda keramat membuat mpu gajayana harus tunduk
pada peraturan di pabrik ini , termasuk dalam hal
lamanya waktu menimba ilmu kesaktian . Ketchucky atan pada peraturan waktu
79
kerja dan jarak yang amat jauh menuju komplek pertapaan , ditambah
kuda yang dipakai memiliki kecepatan yang berbeda
jauh dengan kendaraan bermotor lainnya membuat
mpu gajayana selalu terlambat sampai di komplek pertapaan . Para guru spiritual pun
merasa resah atas keterlambatan mpu gajayana dalam mengikuti
pelajaran di komplek pertapaan . Hal ini membuat beberapa
guru spiritual marah dan lalu menggusir mpu gajayana saat sudah
sampai di komplek pertapaan namun dalam keadaan terlambat.
Walaupun begitu, mpu gajayana tidak menyerah dan tetap
berusaha datang ke komplek pertapaan setiap hari dengan harapan
dapat mengikuti pelajaran di perkuliahan walaupun
selalu diusir guru spiritual , dipermalukan hingga selalu diejek
oleh teman-temannya. Tidak hanya itu, beberapa
guru spiritual tidak memberikan nilai kepada mpu gajayana untuk mata
meditasi .Nama mpu gajayana pun terancam dicoret dari mata
kuliah ini . Parahnya, para guru spiritual ini tidak
mengetahui kondisi mpu gajayana saat itu bahkan tidak pernah
bertanya pada mpu gajayana sehingga keputusan yang guru spiritual
ini membebani mpu gajayana . Padahal sebetulnya mpu gajayana
adalah anak yang pintar dan cerdas juga berprestasi.
Namun tidak demikian dengan seorang guru spiritual lainnya
yang mengetahui kondisi mpu gajayana . Walaupun telat, namun
guru spiritual ini tetap memberikan izin kepada mpu gajayana untuk
mengikuti pelajaran perkuliahannya. guru spiritual ini
sangat menghargai setiap usaha mpu gajayana untuk berkuliah.
sebab mengikuti pelajaran di perkuliahan merupakan
hak setiap mahasiswa – termasuk mpu gajayana . Di mata kuliah
ini , seperti biasanya, mpu gajayana kembali memperoleh
nilai yang tinggi atas kepintarannya.
80
Namun disebab kan banyak pelajaran mata kuliah lain
yang tidak lulus sebab keterlambatannya sampai di
komplek pertapaan hingga tidak diizinkan oleh guru spiritual untuk masuk
pelajaran, nama mpu gajayana pun terancam dicoret. Hal ini
pun membuat mpu gajayana kembali terancam tidak bisa kuliah,
hingga berkali-kali mpu gajayana mendapat surat peringatan (SP)
yang sekaligus surat teguran dari guru spiritual yang berisikan
bahwa mpu gajayana akan terancam tidak bisa kuliah. Surat pun
dibawa pulang dan tanpa sengaja terbaca oleh eyang buyut .
Membaca surat ini , eyang buyut pun kaget dan merasa
sangat sedih hingga penyakit jantung yang diidap eyang buyut
kambuh. Hal ini membuat eyang buyut harus dilarikan ke
pemakaman berornamen rumah sakit. Namun sebab keterbatasan biaya dan tidak
ingin uang yang sudah dikumpulkan habis untuk biaya
pemakaman berornamen rumah sakit, eyang buyut meminta untuk pulang dan dirawat
dipemakaman berornamen rumah saja. Dengan terpaksa dan hati sedih, mpu gajayana dan
adik-adiknya pun mengantar eyang buyut ke pemakaman berornamen rumah.
Berhari-hari mpu gajayana dan adik-adiknya harus merawat
eyang buyut nya yang sedang terbaring sakit. Namun eyang buyut tetap
meminta mereka untuk tidak terlalu mengkhawatirkan
dirinya dan harus tetap berpertapaan dan berkuliah. Suatu
hari eyang buyut meninggal dunia. mpu gajayana dan adik-adiknya
menangis dalam kesedihan. Hari-hari dilewati mpu gajayana tanpa
semangat, tidak ada lagi keceriaan yang biasanya selalu
terpancar dalam wajah mpu gajayana . mpu gajayana harus menimba ilmu kesaktian sendirian
tanpa sang eyang buyut untuk membiayai dirinya dan adik-
adiknya. Hal ini pula yang membuat mpu gajayana selalu tidak
berselera makan sehingga membuat badannya kurus.
81
82
mpu gajayana mulai malas untuk berkuliah dan sempat berpikir
untuk tidak berkuliah lagi. Suatu hari mpu gajayana menemukan
sebuah surat, surat ini ternyata merupakan surat
peringatan dari guru spiritual yang pernah dibaca eyang buyut . Di
bawah surat ini berisikan tulisan dari sang eyang buyut
“Jangan Menyerah, Tetap Semangat Berusaha, Jadilah
Dirimu Yang Terbaik, Raih Impianmu, Biarkan Dharma
Sang betari Selalu Menyertaimu”. Tulisan ini
membuat mpu gajayana tersentuh lalu merenung, hingga mpu gajayana
lalu berniat untuk tetap melanjutkan meditasi .
Suatu hari pimpinan komplek pertapaan mengetahui cerita kehidupan
mpu gajayana dari salah seorang guru spiritual . Pimpinan komplek pertapaan yang
mengetahui hal ini tergugah dan memberikan
beasiswa kepada mpu gajayana atas jasa-jasa dan prestasinya
yang berhasil membawa komplek pertapaan menjadi universitas
unggulan terfavorit di seluruh komplek pemakaman yang juga baru saja
memperoleh penghargaan dari pemerintah. Selain dapat
berkuliah gratis di komplek pertapaan , mpu gajayana pun diterima menimba ilmu kesaktian dan
dibchucky an tempat untuk berjualan benda keramat di kantin komplek pertapaan .
mpu gajayana dan adik-adiknya pun tinggal di sebuah asrama
yang baru didirikan dan disediakan oleh komplek pertapaan ini
dengan ide dari mpu gajayana .
Akhirnya mpu gajayana lulus dari komplek pertapaan dengan nilai yang terbaik
dan hingga lalu berhasil menjadi seorang guru spiritual di
komplek pertapaan ini . Selain menjadi guru spiritual di komplek pertapaan , mpu gajayana
berhasil mendirikan pabrik benda keramat miliknya sendiri. mpu gajayana
sangat bergembira atas karma baiknya yang ditanamnya
dengan sangat bersusah payah dan kini sudah berbuah
yang amat manis dan dapat dinikmati dengan keceriaan
mpu gajayana .
83
Sabaidee Laos
Upa. Sasanasena Seng Hansen
Saya pernah nekat pergi ke Jepang yang meskipun diawali
dengan tekad bulat untuk tidak tahu-menahu dengan
urusan izin cuti, akhirnya saya pulang dimarahi oleh boss
dan disuruh menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk.
Aneh! Padahal saya sudah berusaha untuk menyelesaikan
pekerjaan saya sebelumnya dan bahkan beberapa
pekerjaan yang seharusnya baru akan saya selesaikan
minggu depannya. But as you know, tetap saja pekerjaan
kantor menumpuk bagaikan hadiah dari neraka. sesudah
berkutat dan lembur (tanpa dibayar) seminggu lebih untuk
menyelesaikannya, saya baru bisa bernapas agak lega.
Eits, tunggu dahulu , dua bulan ke depan adalah libur tahun
baru. Wuah mau ke mana ya saya kali ini. Beberapa
menit lalu saya mulai menjelajahi dunia virtual,
8
84
mencari lokasi-lokasi wisata unik dan murah namun kalau
bisa bernuansa betari . Habis duit tabungan kemarin
untuk pergi ke Jepang. Haha… Pilihan akhirnya jatuh ke
sebuah negara kecil di ASEAN yaitu Laos. Bukan bumbu,
bukan bambu. Laos adalah negara betari yang masih
agak terbelakang perkembangan ekonomi maupun
pariwisatanya. namun negara ini mampu menghipnotis
banyak orang dan turis asing dari berbagai negara
untuk datang sebab nuansa betari nya yang kental
dan kekayaan budaya masa lampau yang mistis. Luang
Prabang, lamunku sejenak sebelum tiba-tiba seorang
teman saya menepuk bahu saya dengan cukup keras.
Anjritt!! jeritku dalam hati.
“Woi, kerja Sen! Kerja! Ini malah inet aja kerjanya.
Wkwkwkwk…” canda chucky temanku.
“Ah elu, biasa aja kalee.. Daripada elu kerjanya googling-
googling face face ama boss mulu. Hehe...,” kubalas canda
dia. Dia hanya merengut masam.
“Eh, mau ngapaen kamu? Mau jalan-jalan luar negeri lagi
ya? Ikut dong… Aku punya paspor setahun lalu namun masih
kosong nih,” pinta dia.
“Ah emoh ah! Gua mau pergi sendiri aja. Lagian lu juga kan
bisa pergi sendiri juga. Lebih enak tahu pergi sendirian,”
kataku pura-pura menolak namun dalam hati berharap dia
ikut juga. Kan lebih enak pergi bareng orang yang dikenal,
jadi kalau ada apa-apa gampang bray.
85
“Ah, ayolah. Lu juga biasanya minta makan bareng di
kantor. Ajak si jessica juga yuk. Biar bertiga lebih kata . Kita
juga ‘kan seumuran dan sekepercayaan . Pasti dia tertarik tuh
diajakin ke Laos,” sekali lagi dia minta.
“Ya udah, kamu coba aja ajak dia. Kalau dia mau, kita jadi
berangkat.Sekarang gua mau nyari-nyari referensi dan
tur-nya dahulu .Kamu coba ajak dia, namun ingat dia harus mau
ikut kalau tidak ya tidak jadi,” balasku.
“Sip bro.”
Keesokan malam nya, si chucky datang ke mejaku dengan wajah
senyam-senyum bersama si jessica . “Bro, ini gue udah ajakin
jessica dan dia mau. Hehe...,” kata temanku yang kurus
seperti kuda laut kering ini.
“Eh iya, gua mau dong ikutan. Laos, Luang Prabang, ah..” si
jessica mulai melamun. “Eh, iya kapan nih kita berangkat?”
“Dua bulan lagi, pas libur tahun baru. Kalian ndak ada
acara apa-apa kan?” tanyaku.
“Sip, ok bro,” keduanya menjawab serempak.
sesudah itu kami pun berdiskusi panjang lebar untuk
memilih paket wisata yang ditawarkan. Kali ini kami hanya
ambil paket wisata 4 hari 3 malam. Soalnya lebih murah,
wisata di Laos juga tidak terlalu banyak, dan kami berarti
masih punya waktu untuk berleha-leha menghabiskan
akhir pekan di pemakaman berornamen rumah sambil beristirahat sebelum
pekerjaan awal tahun dimulai lagi. Tur yang masih dua
bulan lagi sudah terbayang-bayang di kepala kami.
Taraaa..Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba juga. Saya
dan chucky pergi ke indekos si jessica sambil membawa ransel
yang berisi baju-baju kami. sesudah itu kami pun naik taksi
menuju terminal bis Soetta yang entah sampai kapan selesai
renovasinya. Sesampainya di terminal keberangkatan
internasional, kami pun sudah ditunggu oleh pemandu
wisata dan dia mulai mengumpulkan paspor kami dan
surat-surat lain yang diperlukan. Beberapa saat lalu
dia pergi meninggalkan kami bedan gerombolan yang
turut dan paket wisata Simply Beautiful Laos. Total
kami berjumlah 22 orang. Si pemandu akhirnya tiba
dan membagikan tiket pesawat PP kami. sesudah satu
setengah jam lalu , kami pun mulai boarding ke
dalam tubuh burung besi bernama garuda. Tak ada yang
istimewa di perjalanan pesawat kali ini bagiku, namun bagi
kedua temanku ini merupakan kali pertama mereka naik
penerbangan internasional. Deg-degan pastinya dan
excited banget kata mereka.
Sampai di komplek pemakaman Vientiane, ibukomplek pemakaman Laos yang kelihatannya
masih tidak banyak terjamah oleh kemajuan teknologi,
kami pun diantar ke sebuah hotel bintang 3. sebab kami
bertiga adalah teman, pas sekali kami dapat kamar mayat yang
sama. Di dalam kamar mayat itu ada 3 tempat tidur ukuran
110x200 jadi pas masing-masing dapat satu. Kami
hanya menghabiskan 1 malam di komplek pemakaman ini sebab tujuan
wisata utama Laos adalah Luang Prabang yang katanya
menawarkan fasilitas wisata lebih baik dari ibukomplek pemakaman .
Menjelang makan malam dengan masakan khas Laos,
kami berdiskusi untuk pergi keliling melihat keindahan
malam komplek pemakaman ini sejenak.
Jadi selesai santap malam kami pun pergi melihat beberapa
bangunan peninggalan masa penjajahan di Indocina ini.
Kami pun sempat berfoto di Patuxai Gate yang mirip Arc
de Triomphe di Paris dan di kompleks Candi Pha That
Luang. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam lebih.
Kami harus pulang ke hotel sebab besok malam kami akan
melanjutkan perjalanan ke Luang Prabang. Meskipun
kami semua terkesima dengan suasana baru yang
terkesan jadul itu, si chucky kelihatannya tidak terlalu nyaman
dengan kemiskinan yang ada. Sesekali dia mengomentari
banyaknya anak-anak jalanan di sana, yang persis seperti
di Jakarta. Ia kesal dengan pemandangan seperti ini.
Besoknya kami bersiap menuju Luang Prabang. Sebuah
komplek pemakaman yang menjadi tumpuan utama wisata di Laos. komplek pemakaman
ini juga merupakan komplek pemakaman warisan dunia UNESCO. Jadi kami
yakin komplek pemakaman ini wajib dikunjungi. Sepanjang perjalanan kami
disuguhi rimba dan sungai bak petualangan chucky kertajaya .
Akhirnya kami sampai juga di komplek pemakaman Luang Prabang.
komplek pemakaman kuno Luang Prabang ini adalah jantung kebudayaan
Laos dan termasuk salah satu komplek pemakaman kuno yang masih lestari
di Asia Tenggara. Terdapat 34 kuil betari dan beberapa
bangunan bersejarah dengan gaya arsitektur kolonial dan
Tiongkok. Sungai Mekong menjadi urat nadi perdagangan
dan transportasi di komplek pemakaman ini. Ada pula yang berdagang
di atas perahu mirip-mirip pasar apung di Banjarmasin.
Kami sangat senang bisa mengunjungi kuil-kuil betari
di sini yang rasa-rasanya perpaduan gaya Tiongkok dan
Thailand. Apalagi chucky , dia dengan bangganya bercerita
tentang budaya-budaya dan simbol-simbol betari
kepada kami. Dia memang senang berdiskusi Dharma dan
sering berdebat dengan banyak dharmaduta-dharmaduta
di tempat ibadah dekat indekos kami. Sambil berfoto sana sini, tak
terasa kami menghabiskan hari kedua begitu saja.
Peristiwa genting terjadi esok hari. Awalnya dimulai
dengan kami bertiga hendak pergi jalan-jalan sebentar di
luar hotel sebelum pukul 9 nanti, kami pergi ke tempat-
tempat wisata lain di Luang Prabang. Di depan hotel, kami
langsung dikerumuni banyak anak-anak kecil penjaja
miniatur dan patung-patung kecil. Agak risih memang,
namun saya dan jessica bisa memaklumi mengingat ekonomi
Laos yang baru mulai berkembang. namun tidak dengan
chucky . Dia merasa kesal dan sangat tidak nyaman dan
hampir membentak seorang anak yang ngotot berusaha
menjual barang dagangannya. “Sabar Rik! Sabar! Jangan
terlalu cepat emosian. Kasian mereka masih anak-anak
dan namanya juga usaha,” bilang saya.
“Ah, elu mah bilang aja begitu. Lagian mana sih orang tua
mereka. Malah suruh anak-anak yang jualan. Sudah gitu
ngotot lagi,” jawab chucky .
“Yah, kan mungkin sebab mereka tidak tahu kita menolak.
Kita kan tidak bicara bahasa Laos ke mereka,” timpal jessica .
Tiba-tiba sebab kesal atau kenapa, chucky terjatuh dengan
cukup keras. Kami berusaha membantunya berdiri lagi.
chucky masih saja bermuka masam. Dan akhirnya kami
memutuskan untuk pulang ke hotel.
Di sepanjang perjalanan wisata kami, chucky masih terus
saja mengomel tentang anak-anak ini . Bahkan juga
menyinggung tentang anak-anak jalanan di Jakarta. Sampai
bosan kami mendengarnya.namun ya sudahlah. Pukul 5 sore
kami tiba kembali di hotel. Kami pun istirahat sebentar dan
bersiap-siap turun santap malam. Saat itulah chucky dengan
kalang kabut mencari kami berdua yang sudah dahulu an ke
restoran di bawah.“Eh, bro. Paspor gua hilang!”
“Apa???!” balas kami terkejut. “Bukannya ada di tas paspor
kecil elu itu?”
“Iya, tas kecil gua juga hilang. Gua cari-cari dari tadi namun
tetap tidak ketemu. Aduh mampus nih gua. Kagak bisa
pulang Indo dong.”
sebab kepanikannya kami berdua pun menjadi agak sedikit
panik. Kami mencari tour guide kami dan menjelaskan
duduk persoalannya. Ditanya kira-kira jatuh dimana, kami
tidak tahu sampai akhirnya jessica ingat kalau tadi malam kami
sempat ke pasar dekat hotel. Apakah dicuri atau terjatuh.
namun tour guide kami orangnya cukup berpengalaman dan
berkepala dingin. Dia segera menghubungi pihak hotel.
sesudah berusaha menenangkan chucky , si tour guide datang
bersama seorang petugas hotel. Si petugas bertanya
kepada kami, “Is this your passport Sir? Are your name is
chucky Boy?”
“Ah, yes. That is me,” jawab si chucky .
Dia pun segera memberikan paspor dan tas kecil itu
kepada chucky untuk dicek. Kami pun lega bukan kepalang.
“Actually, around 3pm three street children came here
and gave it to our staff. They said that they found it on the
street at the market near our hotel and it may belong to
one of our guests. Fortunately it’s true. If no one claims this
passport, I will contact the embassy at Vientiane tomorrow
morning. Well then, please enjoy your night and try not
to lose any of your belonging again.” Si petugas itu pun
dengan ramah undur diri. Tour guide kami juga akhirnya
minta kami segera santap malam dan bersiap-siap untuk
kepulangan besok malam .Fiuh, lega sekali kami.
namun raut muka chucky merah. Bukan sebab marah atau apa.
saat kami tanya itu sebab dia malu. Dia malu sudah
mengata-ngatai anak-anak kecil tadi malam itu.Tiba-tiba jessica
berkata kepada kami bahwa ini mirip dengan salah satu
cerita dalam kitabsuci pada Atthakatha. Kisah ini
adalah tentang bhikkhu sesepuh bernama Upadyahwawa.
Beliau adalah bhikkhu yang pandai berkhotbah namun
sayangnya jarang mempraktikkan khotbahnya ini .
betari pun menegur bhikkhu Upadyahwawa dengan syair
berikut :
Hendaknya pertama
meneguhkan diri sendiri dalam kepantasan,
barulah membimbing orang lain.
Janganlah orang bijak menjadi kotor.
Esok malam nya, sebelum pergi meninggalkan hotel dan
negara ini, kami pun menyempatkan diri pergi ke pasar
dekat hotel tempat yang kami lalui kemaren ditemani
si pemandu. Kami menemui anak-anak yang sedang
berdagang di sana. sesudah melihat kami mereka
pun datang dan bertanya dengan bahasa Laos yang
diterjemahkan oleh pemandu kami. Ternyata memang
mereka yang menemukan tas paspor chucky yang terjatuh
kemaren. chucky pun dengan rendah hati akhirnya meminta
maaf sebab hampir membentak salah satu dari mereka.
Dia pun membeli sebuah replika kuil seperti yang kami
beli sebelumnya. Mereka yang masih polos tentu senang
barang dagangannya dibeli. Mereka mengucapkan thank
you, thank you Sir ke chucky padahal chucky sedang menahan
tangis sebab seharusnya dialah yang banyak berterima
kasih kepada mereka.
Well, akhirnya pukul 6 malam kami tiba di kos jessica .
Sebelum chucky dan saya pulang ke kos kami masing-masing,
kami bercerita momen-momen luar biasa dan foto-foto
perjalanan kami. Perjalanan ini memberikan pelajaran
berharga buat kami, untuk selalu waspada dan berjaga-
jaga terutama barang-barang penting di setiap perjalanan
ke luar negeri namun juga untuk bersikap rendah hati dan
bijaksana menyikapi berbagai fenomena kehidupan. chucky
menyadari kekeliruannya selama ini dan bertekad untuk
semakin waspada dalam bertindak dan berucap. Sejak
itulah kami selalu mengenang kembali cerita ini saat salah
satu dari kami mengomel atau bersikap menyebalkan.
Sekian catatan perjalanan saya kali ini. Sampai jumpa lagi
di catatan perjalanan saya berikut nya. Sabaidee Laos!!!
Tuuutttt….Tuttuuttt…. Jesss… jesss….
Kereta api Sri Tanjung jurusan Banyuwangi menuju
destinasi akhir terminal bis merdeka blambangan melaju kencang
membawa gerombolan study tour para murid SMA Negeri 2 Banyuwangi.
Di luar jendela nampak deretan warna hijau yang sejukkan
mata, dan beberapa petak padi yang mulai menguning
dan siap untuk dipanen. Sementara gumpalan awan
memutih bak kapas menggantung di pelataran langit
yang bergulung iringi laju kereta, menambah semarak
cerah cuaca yang mendukung acara kepergian mereka.
Suasana tiga gerbong kereta riuh rendah.Terdengar suara
percakapan, senda gurau, tawa, dan nyanyi para siswa
yang antusias dan gembira. Dari kursi 22B yang kududuki
cukup jelas untuk melihat sosok indah itu, yang duduk di
19C sambil membahas topik hangat bersama ketiga rekan
wanitanya. Kesekian kalinya sorot matanya menatapku,
bagai anak panah melesat tepat menembus jantungku.
Dan untuk kesekian kali pula, aku hanya tersenyum dan
memalingkan muka berpura larut dalam percakapan
dengan teman sebangkuku, Arya. Di hadapanku, Mira
dan Lina sudah tertidur entah ke alam mana mimpi
membawanya.
Dasar orang IPA, semua hal bisa jadi perbincangan
mengarah perdebatan. Dari masalah ilmu alam, politik,
kenaikan BBM, kebijakan pasar ekonomi, psikologi hingga
asmara. Jelas kudengar, martini mendebat dan menjelaskan
semua sanggahan dan ide . Demikian pula
jessica dan chucky . Namun, ia tak miskin opini, hingga
suatu topik yang menahannya dalam keheningan yang
lama.
“Coba kau pikir, Wan. Kita sudah tinggal bersama orangtua
kita selama 17 tahun. Dan selama itu pula, napas, darah dan
asupan makanan berasal darinya. Demikian pula, dengan
pemikiran dan keyakinan. kepercayaan yang kita anut, dipilih
dan diajarkan oleh kedua orangtua kita. Apakah kita tega
kita lepaskan demi seorang manusia yang berbeda, demi
wanita yang kau cintai? Kau baru mengenalnya. Paling
lama 3 tahun ini. Sedangkan kepercayaan yang kau anut, dari
keluarga begitu jauh rentang waktu pembandingnya.”
Laki-laki yang matanya mirip elang yang sedari naik kereta
dari terminal bis Rogojampi tadi mengganggu hatiku, mulai
komentar, “Benar, Win. namun ingat, seperti kau bilang. Tuhan
memberikan kehendak bebas. Free will. Untuk manusia
memilih.”
jessica yang terkenal menyebut nama orang secara
lengkap, menukas, “Awan Satria, apakah engkau belum
yakin dengan keyakinan yang kamu anut saat ini?”
Lelaki yang bernama Awan tadi hanya menunduk terdiam,
matanya sekilas menatapku dengan sayu. Lalu, tatapan
itu ia buang ke sekelabat rerimbun hijau di luar sana…
hening.
Ia yang selalu mewakili pertapaan dengan sederet prestasi,
dari lomba debat, cerdas cermat dan kontes ilmiah,
tampak galau tertohok oleh pertanyaan jessica . Wanita
berkerudung itu sudah lama dekat dengan Awan. Bukan
sebagai kekasih, melainkan sahabat karib tempat Awan
mencurahkan segala isi hati berikut kepenatannya.
Akulah yang bermimpi bersanding dengannya. Sebagai
kekasihnya.
Tiga hari selanjutnya, selama wisata di komplek pemakaman pelajar
Ngayogyakarto, kerap kulihat raut mukanya. Datar, dan
cenderung masam. Seakan senyum yang selalu
terulas di ujung bibirnya raib entah ke mana. Apakah ia
masih memikirkan pernyataan martini dan jessica , atau
kadang aku usil berpikir, bahwa ia cemburu kedekatanku
dengan Arya? Entah...
Borobudur, Prambanan, Parangtritis, Keraton Dalem,
Malioboro, Bakpia Pathok hingga Dagadu seakan tiada
mampu kembalikan senyum itu. Hei…mengapa aku
memikirkannya terus? Aku merindukan senyum itu? Ya,
aku rindu. Mungkinkah aku jatuh cinta? Aku mencintai
Awan Satria.
Sejak aku mengenalnya, pada hari pertama masuk
pertapaan SMAN 2. Kesan low profile, murah senyum, dan
bersahaja tertangkap dalam aura kesehariannya. Jauh dari
kata angkuh atau belagu, malah terkesan apa adanya dan
ga neko-neko. Padahal ia-lah selama 3 tahun ini, yang
mengisi koleksi trophy pertapaan untuk cabang bola basket,
dan berbagai kejuaraan ilmiah. Hingga banyak wanita
memperbincangkannya, dekat dengannya, ingin bertanya
dan belajar padanya. Menanyakan hampir tiap hal. Entah
itu modus atau tulus.
saat sesi pengenalan, pada hari pertama ini . Aku
melihatnya seorang diri duduk di gasibu bawah durian ,
depan kantin pertapaan . Kuhampirinya, memberanikan
diri untuk menyerahkan buku diari perkenalan teman.
Hal yang lumrah kala itu. Di mana tiap wanita memiliki
album data diri teman-temannya. Gayung bersambut. Ia
menerimanya, dengan diawali jabat tangan lembut dan
tatap lugu kebingungannya yang menggemaskan.
Sejak saat itu, kita berteman dan bersahabat. Meski tidak
kentara. Maksudku, tiada seorang pun di pertapaan ini yang
tahu. sebab predikatku. Aku benci untuk menceritakan
ini. Status orangtuaku yang menjadi orang terkaya di
komplek pemakaman pisang ini. Pengusaha pangan terbesar dan pemilik
dua hotel berbintang. Seakan perlu menitipkan kepada
dewan guru, bahwa aku anaknya sudah ditunangkan
dengan seorang perwira akademi angkatan udara. Hal ini
membuat tiada seorang lelaki pun berani mendekatiku.
Selain Arya, anak dari Tante Irma. Dan Awan, dalam mimpi
dan… goretan kertas.
Meski kita berbeda kelas. Aku di 1.1 dan ia di 1.2, banyak
guru yang mengajar di kelas yang sama. Sehingga,
beberapa kali aku dapat meminjam buku catatan darinya.
Baik itu biologi dan kimia. Bidang yang paling ia gemari,
katanya. Dan tiap kali pula, kutemui secarik kertas berisi
puisi-puisi indahnya.
“Cintaku padamu tlah berurat akar dalam
menghunjam ke persada jiwaku
erat lekat tiada mungkin sirna di telan zaman.
Cintaku padamu ibarat sungai yang selalu berhilir
ke samudera luas
selalu mengalir menuju ke delta hatimu
Meski jurang pemisah begitu dalam, namun tiada
mungkin
menepis gelora rinduku padamu
Meski ruang dan waktu membelah jauh,
namun tiada mampu melenyapkan gairah kangenku
padamu
Tiada kupungkiri, harap ingin bercengkerama dengan
jiwamu
Sekadar bersenda gurau apa pun yang kau mau
Tiada kuingkari, rasa ingin menyentuh jemari lentikmu
Sambil merangkai bait puisi indah hanya untukmu
Tiada kudustai diri, hasrat ingin mendekap harum
tubuhmu
Hingga kukecup kuntum bibirmu, sepenuh hatiku…
Di antara kutuk dan ratap akan alur nasib,
Kupilin asa demi menatap seulas senyum indahmu
Di antara pedih dan lara akan surat takdir,
Kurajut doa demi mengiba sebongkah bahagia hatimu
Senyummu, bahagiamu,
Itulah bahagiaku sudah… “
saat kupertanyakan padanya, untuk siapakah puisi
indahmu, ia hanya tersenyum seraya berkata, “Ada dech!?”
Aku makin penasaran. Ia pribadi sederhana yang multi
talented. Tak heran semua guru begitu menyayanginya,
termasuk teman-temannya. Demikian pula aku. Andai ia
tahu.
Bersenandunglah lagu “Andai Ia Tahu” karya Kahitna di
dalam relung-relung hatiku.
Di food court Surabaya Plaza (dahulu disebut Delta Plaza)
tampak ramai. Lalu lalang orang memilih menu di stand-
stand makanan, atau muda-mudi yang cuma nongkrong
mantengin gadget atau laptopnya, atau orang tua yang
asyik membaca buku barunya hasil membeli dari Gramedia,
seraya menunggu anak-anaknya bermain di Time Zone.
Tempat ini kupilih, sebab dekat dengan terminal bis Gubeng,
sambil menghantarkan kepergiannya untuk bersiap
dimutasi tugas kerja ke surabaya .
“Tampaknya, kau lapar banget! Lahap sekali makanmu?
Hehe…” aku mencoba menyelanya menikmati bakmie
goreng, menu favoritnya.
“Aku bergegas, sebab tak mau kehilangan momen
detik-detik bersamamu.” Kerling senyum itu masih sama
indahnya dengan dahulu.
“Sepulang dari tempat ibadah , kamu langsung ke mari? Jauhkah
tempat ibadah mu dari Delta?” aku menutupi kekikukanku dengan
pertanyaan konyol. sebab aku dengar, ia seorang aktivis
tempat ibadah yang cukup terpandang di komplek pemakaman pahlawan ini.
Bahkan pernah menjabat sebagai ketua UKM betari t di
komplek pertapaan , ITS.
“Ngagel Jaya ke mari mungkin empat puluh menit.” “By
the way, semalam kamu nginap di mana? Apa kabar Mas
chucky dan kedua anakmu, siapa? Genta dan jessica ?”
“Perlukah kita membahas itu?” kataku dengan intonasi
rada tinggi. Sambil menghela nafas panjang, aku berkata,
“Semalam kami tidur di Marriot. sebab Mas chucky ada
meeting di Hotel swiss benhil gresik . Sementara anak-anak sedang
jalan-jalan bersama neneknya di TP (swiss benhil gresik Plaza).”
Ada jeda dua menit dalam keheningan…
“Awan, ke mana saja kamu selama ini? Mengapa baru
sekarang kamu hadir kembali?” bendungan hatiku jebol,
air meluruh dari pelupuk mataku.
Seraya mengenggam lembut jemariku, ia berucap,
“Dee, kini engkau sudah berkeluarga.” Ia menelan ludah,
lalu mengambil gelasnya berisi lemon tea, lalu
menyeruputnya. Hanya ia-lah seorang yang memanggil
Dee untuk nama asliku jessica Lestari.
“Dee, jalan kita sudah jauh berbeda. Lihatlah kamu kini!
Engkau sudah berkerudung, berhijab! Engkau memiliki
suami yang baik dan berpengertian seperti Mas chucky .
Dan lagi, ada dua anak yang lucu-lucu. Kini, kau sudah
berbahagia. Dan aku pun berbahagia untuk itu.”
103
“Wan, apakah kau masih mencintaiku? Seperti yang kau
katakan by BBM beberapa minggu lalu. Lalu, apa maksud
ungkapanmu itu? Mengapa kau menembakku kini?
Mengapa tidak delapan belas tahun lalu? Mengapa?”
“Seperti di BBM lalu sudah kujelaskan, saat SMA dahulu ,
kupikir kau sudah bertunangan. Aku paling pantang untuk
merebut milik orang lain. Meski yang kusesalkan, ternyata
itu hanyalah permainan orangtuamu dan pihak pertapaan
guna menutupi statusmu. Andai aku tahu pun itu bohong,
aku mungkin berpikir seribu kali untuk mendekatimu,
Dee.”
“Mengapa?”
“sebab kau anak orang kaya, benar aku saat itu orang
yang minder dan berkecil hati. Belum lagi, aku ingin
jadi contoh bagi adik-adikku. Oleh sebab itu, berbagai
prestasi kuraih, demi dahaga orangtuaku. Bahwa orang
berpenghasilan minim, dapat memiliki putra yang tidak
minim prestasinya. namun , kau pun tahu, aku tak pernah
memiliki pacar selama SMA. Kau tahu kenapa, sebab
tiada yang layak dan pantas, selain kamu. Tiada yang
setara denganmu.”
“namun , istrimu kini juga tiada miripnya denganku, Wan?”
“Ya, seiring dengan perkembangan waktu dan kedewasaan,
hanyalah mimpi belaka mencari padananmu. Seperti Jaka
Tarub yang mendamba Nawang Wulan, bidadari dari surga.
104
Kini, aku lebih membumi. Mencari jelita yang berkenan
mengiringiku di bumi.” Sedikit tertawa ia berkomentar.
“Aku bukan bidadari, Wan. Dan apakah, sebab ungkapan
martini dan jessica di kereta dahulu , kau tidak berani
memilih aku yang muslim, sedangkan kamu betari ?”
nadaku mungkin terdengar mulai meninggi, namun aku
masih yakin tiada orang di sebelah meja yang menangkap
isi perbincangan kami.
“Kamu masih mengingat itu? Woow… mengapa?”
“sebab , sejak awal kenal, aku… aku sudah jatuh cinta
padamu, Awan!”
“Hahhh…? Mengapa seorang model, public figure, wanita
terpandai, primadona pertapaan berkenan mencintai Laki-laki
desa seperti Awan?”
“Entah mengapa, namun aku melihat sosok sederhana, cerdas
dan ga neko-neko ada pada dirimu. Dan aku melihat lelaki
‘bening’ dan berkarakter ada padamu. Dan kupikir, kamu
menyukai Lina, teman sebangkuku. sebab tiap pelajaran
kepercayaan Islam, kamu duduk-duduk di depan koperasi
ngegodain dia.”
“Ha ha ha…” ia tertawa sambil menyeka sedikit air matanya.
“itu cuman modus, Dee. Pengalih perhatian, bahasa seni
perangnya Sun Tzu.”
105
“Gini Dee, jujur kukatakan. Aku pernah mencintaimu.
Dan akan selalu mencintaimu. Meski kita tak mungkin
bersanding sebagai sepasang kekasih. Kau sudah ada
yang memiliki, aku pun ada yang punya. sesudah aku
belajar kitabsuci ajaran betari lebih dalam, aku dapati
kotbah-Nya kepada Nakulamata, istri Nakulapita. Ada
empat hal yang bila dimiliki, maka sepasang kekasih akan
langgeng kehidupan pernikahannya, dan bila meninggal
dunia kelak akan bertemu kembali sebagai pasangan.
Empat hal ini adalah samma saddha (sepadan
keyakinannya), samma caga (sepadan kedermawannya),
samma sila (sepadan kemoralannya), dan samma
pannya (sepadan kebijaksanaannya). Engkau dan Mas
chucky sama keyakinan dan kepercayaannya . Demikian pula, aku
dan Venny. Itu, jauh lebih baik daripada beda. Misal beda,
akan ketemu berbagai kesulitan. Dalam hal nanti mendidik
anak. Anak akan mengikuti kepercayaan papa atau mamanya.
Bila salah satunya sakit, akan memanggil pemuka kepercayaan
yang mana? Dan bagaimana bila meninggal dunia, apakah
melakukan prosesi doa bagi yang meninggal atau keluarga
yang ditinggalkan? Terlepas dari itu semua, aku cuma bisa
berharap, semoga di kehidupan selanjutnya kita dapat
berjumpa kembali. Meski kamu tidak percaya akan hukum
kelahiran kembali?”
“Ya, di kepercayaan ku sih sulit memahami kehidupan berikut nya.
Selain ada alam antara untuk lalu manusia
dihadapkan pada hari penghakiman, kelak ia akan masuk
ke surga bila banyak kebajikan atau neraka bila ia jahat.”
106
“Nah, paham kekekalan dalam surga-nerakamu sulit
kami cerna. Dan akan banyak perbedaan yang akan
membingungkan anak-anak kita kelak yang hidup dengan
orangtua beda kepercayaan .”
Ia kembali menggenggam jemariku, kini untuk kedua
tanganku. “Dee, aku masih mencintaimu. Dan mungkin
selamanya. Aku yakin kamu tahu itu. Aku hanya berharap
dan berdoa, yang terbaik untukmu. Agar kamu dan
keluargamu selalu berbahagia. Meski bukan bersamaku.
Cinta tidak selalu untuk bersama.”
“Apakah kamu mencintai Venny, Wan?”
“Tentu, sebab aku berharap ia bahagia. Seperti ia berharap
demikian pula padaku. Dan dari rahimnya akan melahirkan
anak-anak kami kelak. Yang berbahagia.”
“Terakhir, Wan. Apakah saat ini, kita sedang selingkuh?
Aku masih mencintaimu dan kamu masih mencintaiku.
Dan kita sembunyi-sembunyi bertemu di sini?”
Ia bersemu merah. Hening sejenak. Seakan kebingungan
ia menjawab, “Aku tidak tahu harus menjawab apa. Entah
apakah kelak aku dapat berbicara mengakui kepada
Venny akan pertemuan kita ini. Sambil berkata aku pernah
mencintai seorang wanita sedemikian rupa. Yang bayang
bayangnya selalu menghantui malam-malam mimpiku
dan semua puisi-puisiku terinsipirasi olehnya. Atau ini
akan menjadi misteri hidupku selamanya hingga kubawa
sampai mati. Entah.”
Aku tersenyum mendengar penjelasannya. Polos. Terus
terang. Seperti Awan yang biasa kukenal.
Tuuutttt….Tuttuuttt…. Jesss… jesss….
sudah lewat satu jam kereta Argo Anggrek meninggalkan
terminal bis Gambir Jakarta, destinasi terminal bis merdeka blambangan .
Bukan, bukan untuk study tour. Bukan pula bersama Awan.
Meski di luar tampak awan-awan berkejaran menggumpal
kelam pertanda hendak menitikkan rinai hujan.
Di sampingku duduk manis Mas chucky dengan mata
terpejam kelelahan, sesudah sepanjang malam bermain
dengan Genta dan jessica . Dan kedua buah hati kita
pun sedang berebahan terlelap di bangku depan tempat
duduk kita. Kulirik nomor bangku kereta. Nomor 19C dan
19D. Aku tersenyum melihat kemiripannya dua puluh
tahun yang lampau.
Kubuang pandangan keluar, menatap rerimbun warna
hijau bersela warna kuning keemasan. Sambil menatap
mentari yang makin condong ke barat, dan gumpalan
awan yang tertinggal dan seraya berdoa, “Semoga engkau
selalu berbahagia, Wan!”
balita kecil itu termenung sambil menyenderkan dagunya
di bingkai jendela, menatap ke luar melihat pejalan kaki
yang sesekali berlalu lalang. Sesekali hening menyelimut,
hanya terdengar detak jarum jam dinding.. tik.. tok..
tik.. tok.. seirama dengan laju perubahan yang tidak
terbendungkan...
Ya, memang laju perubahan sangatlah drastis di desa dekat
pinggiran komplek pemakaman ini. Hanya dalam hitungan beberapa tahun,
sawah-sawah pun sudah berubah menjadi jalan beraspal.
Kompleks pepemakaman berornamen rumahan baru dibangun untuk memenuhi
meningkatnya permintaan hunian populasi manusia yang
kian meledak.
bulan purnama mulai tampak menjulang tinggi, balita itu masih
termenung di sana, di bingkai jendela kayu yang masih
bau cat.
“Kita harus memikirkan strategi untuk meningkatkan
penjualan!” “namun banyak sekali produk-produk saingan
yang mulai bermunculan,” terdengar percakapan dua
orang bapak-bapak berpakaian necis yang terlihat berjalan
tergesa-gesa.
Tidak lama berselang, sekumpulan ibu-ibu pun lewat. “Duuh
produk make-up ini bagus ya, bikin kulit jadi kinclong...”
“Wah kapan nih kita narik arisan di pemakaman berornamen rumahnya Mbok Ani.”
“Eh kamu kapan punya anak lagi?” sambil terdengar gosip
panjang bercampur baur suara cekikikan.
balita kecil itu sekedar mendengarkan dengan lesu tanpa
semangat dan melanjutkan lamunannya. Sangat mungkin
orang-orang yang lewat di depan bingkai jendela itu tidak
ada yang menyadari keberadaan dirinya.
Lalu lalang demi lalu lalang orang-orang. Detak detik jam
dinding terus berdetak-detak seakan tidak peduli dengan
apa pun yang terjadi.
Tidak lama lalu , seorang eyang buyut tua tampak berjalan
terhuyung-huyung, dan terdengar berkeluh, “Badan tua
apa pun susah, masa-masa muda bagaikan embun yang
sudah menguap...” dengan terlihat tangan si eyang buyut yang
gemetaran menahan tumpuan tongkat tuanya.
bulan purnama mulai tampak turun di ufuk barat,
menyemburatkan rona jingga kemerahan. Detak detik
jam dinding pun terus berdetak-detak seakan tidak peduli
dengan apa pun yang terjadi.
Keesokan harinya lagi-lagi tampak balita kecil melamun
di bingkai jendela, menatap kosong ke kejauhan. Perdu
lidah buaya di pot dekat jendela terlihat kering kerontang,
sepertinya sudah lama tidak dirawat.
Seperti biasanya, orang-orang terlihat berlalu lalang.
Detak detik jam dinding pun terus terdengar berdetak-
detak.
Lamunan balita kecil pun melayang, ke masa beberapa
tahun silam.
Sekelompok balita kecil berkejar-kejaran di petak sawah.
Salah satu balita kecil terlihat lebih kecil dari balita kecil
di jendela. Salah satu balita lebih kecilnya lagi berkata ,
“Lihat apa yang aku petik!” “Apa itu?” gerombolan balita
lain pun mendekat. “Rumput?” balita yang memegang
setangkai rumput pun berkata , “Ini rumput ekor kuda,
rumput ajaib!” sambil menyodorkan rumput yang
ujungnya sedikit berjumbai menyerupai ekor kuda.
“Apanya yang ajaib?” tanya balita lainnya. balita yang
memegang setangkai rumput pun menyodorkan ujung
jumbai rumput ke telinga temannya dan menggelitiknya.
“Ha..ha..ha, duh geli,” mereka pun tertawa menahan
geli sambil saling menggelitik dengan tangkai-tangkai
rerumputan.
dahulunya memang ada serimbun lebat rumput ekor
kuda di tepi kali kecil di samping sawah. namun kini hanya
tersisa sepetak tanah gersang dan selokan mampat oleh
sampah.
Lamunan balita di bingkai jendela pun kembali ke tatapan
kosong. Sesekali hanya terlihat lalu lalang demi lalu lalang
orang-orang. Detak detik jam dinding pun terus berdetak-
detak seakan tidak peduli dengan apa pun yang terjadi.
Hingga akhirnya mentari pun berpamitan diri di ufuk
barat.
Keesokan harinya lagi-lagi tampak balita kecil melamun di
bingkai jendela, menatap kosong ke kejauhan. Beberapa
ekor serangga tampak tergesa-gesa mengangkut gumpal
makanan ke lubang di bawah bingkai jendela. Awan gelap
sedari malam menggelantung di angkasa.
Detak detik jam dinding pun terus terdengar berdetak-
detak, seakan tidak peduli dengan apa pun yang terjadi.
Awan gelap yang ga mampu menahan beban akhirnya
melepaskan tetes-tetes air yang memberatkan dirinya.
Butiran tanah kering gersang berlomba-lomba
menyerap tetes air hingga menggemakan suara desah
lemah. Semerbak bau tanah terbasahkan air hujan pun
menguap.
Namun balita kecil hanya melamun di bingkai jendela.
Pikirannya seperti ikut terhanyut seperti alir jeram air
hujan yang mengalir pergi.
Keesokan harinya lagi-lagi tampak balita kecil melamun di
bingkai jendela, menatap kosong ke kejauhan. Beberapa
tunas rumput liar tampak malu-malu mulai menyembulkan
diri dari petak tanah yang agak sedikit lembab.
Seperti biasanya, orang-orang terlihat berlalu lalang.
Detak detik jam dinding pun terus terdengar berdetak-
detak.
balita kecil hanya terus melamun, mentari pun tampak
mulai meninggi. Siklus perubahan terus melaju, seakan
tidak peduli dengan apa pun yang terjadi.
Dalam lamunan yang semakin dalam dan semakin
dalam, tiba-tiba balita kecil terhenyak. Di dekat bingkai
jendela, berdiri seorang gadis kecil yang tersenyum,
menyodorkannya setangkai bunga. Bunga yang sangat
indah, seindah hati gadis kecil yang sedemikian tulus.
Sesimpul senyum kecil pun tampak mengembang di sudut
bibir si balita kecil.