Rabu, 14 Desember 2022
melayu 1
Desember 14, 2022
melayu 1
prinsip persatuan yang menunjukkan kesetiaan rakyat kepada negara dan Raja atau pucuk pimpinan sesuatu negeri, negara dan area menjadi unsur penting dalam gerakan kebangsaan atau kebangsaan . Gerakan kebangsaan dalam bentuk moden dihayati dalam kalangan orang Asia Tenggara di abad ke-20 melawan
penjajahan Barat terutama kerajaan inggris di Burma, Tanah Melayu, Singapura, Brunei, Sabah,
Sarawak, Perancis di Indoncina, Sepanyol dan Amerika di Filipina, Belanda di Indonesia
Menjelang abad ke-20, bergelora semangat persatuan mempertahankan kedaulatan Raja dan negeri yaitu melalui media seperti brosur , majalah, buku dan organisasi Melayu yang berunsur politik. Semangat persatuan dalam kalangan orang Melayu ini lebih kuat dan bersatu di bawah ide mempertahankan kelangsungan orang Melayu dan menuntut kemerdekaan sebagai pewaris yang setia dan memiliki kekuatan jati diri bangsa.
persatuan yang menjadi teras kebangsaan yaitu prinsip dalam kalangan penghuni sesuatu area yang tertentu. prinsip ini dapat dilihat jika rakyat sesuatu area itu memakai lambang-lambang tertentu seperti sempadan dan ibu kota
bagi menentukan taraf hidup rakyat kepribadian kebangsaan, kewarganegaraan, bahasa kebangsaan, ekonomi, kebudayaan dan kesenian, bendera, lagu kebangsaan dan lain-lain. persatuan yaitu prinsip kesetiaan kepada negara dan
menjadi unsur kebangsaan, faktanya kebangsaan yaitu satu gerakan kesadaran yang menumpukan
perhatian bagi menentukan nasib sendiri, negeri untuk mencapai kebebasan dan kesejahteraan dan memupuk kepribadian sejati. Ini meningkat dibandingkan tekanan dan pengaruh asing atau penjajah sehingga kita merasa lemah dan tertinggal dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan. Pada awal abad ke-20, kebangsaan menjadi masalah yang menonjol di Asia Tenggara. Pendidikan Barat sudah memberi makna baru pada hak asasi manusia, persamaan, kebebasan dan kemerdekaan. di melayu , orang melayu sudah berperan dalam memperjuangkan nasib bangsanya pada zaman penjajahan inggris . Pengertian ‘kebangsaan’ dihayati oleh orang melayu sebab ia dikaitkan dengan perjuangan menegakkan kemerdekaan negeri dalam melawan penjajah. biasanya , peneliti sejarah menggolongkan tahap perkembangan
gerakan kebangsaan sebelum Malaysia mencapai kemerdekaan menjadi empat peringkat:
1906-1941 - Gerakan Awal Zaman inggris
1942-1945 - Gerakan Zaman jepang
1946-1957 - Gerakan Menjelang Kemerdekaan
1957-2012 - Gerakan Pengisian Kemerdekaan
peneliti sejarah seperti Radin Soenarno dan William R. Roff menjadikan 1906 sebagai tahun bermulanya gerakan kebangsaan. Peringkat awal gerakan ini yaitu melalui pengaruh agama. Pengaruh dari Timur Tengah sudah mendorong
kemunculan gerakan pembaharuan Islam di melayu yang dipimpin oleh Syeikh Tahir Jalaluddin, Haji Abas Muhammad Taha dan Syed Syeikh Ahmad Al-Hadi. Mereka bergerak melalui majalah Al-Imam (1906), Tunas Melayu (1913), Al-Ikhwan (1926), mengeluarkan artikel , syarahan-syarahan agama dan meterbentuk kan madrasah-madrasah. Sebelum Perang Dunia II, tanggapan orang Melayu terhadap politik berlainan
dibandingkan apa yang muncul mulai 1945. agustus Melayu waktu sebelum perang lebih mengenali ‘watan’ dibandingkan ‘negara’ dan ‘siasat/siasah’ dibandingkan ‘politik’. Cita-cita politik mereka seluruhnya agak terbatas – mereka niat menciptakan pemerintahan di bawah
naungan kerajaan inggris dan taat setia yang diberikan kepada seorang raja lebih kuat dibandingkan prinsip ‘kebangsaan’ (dalam konteks yang lebih luas yaitu tertumpu kepada Tanah Melayu sebagai satu entiti politik). Walaupun dalam tahun-tahun 1920-an dan 1930-
an sudah muncul golongan yang bersikap radikal, yaitu melawan penguasa dan membayangkan kemungkinan bergabung dengan Indonesia, jumlah aktivis radikal ini tidaklah besar.
Dengan munculnya Kesatuan Melayu Singapura (KMS) pada 1926, orang Melayu di Semenanjung Tanah Melayu turut mendukung pertumbuhan dan bercita-cita pula meterbentuk kan persatuan kesatuan yang berunsur politik. Sesudah diterbentuk kan
organisasi Melayu di beberapa negeri Melayu, mereka berharap supaya diadakan Kongres Melayu (diwakili oleh organisasi negeri
Melayu) dan seterusnya meterbentuk kan Persekutuan Melayu yaitu gabungan persatuan-persatuan negeri Melayu yang berpusat di Kuala Lumpur. Banyak juga persatuan Melayu lahir di sekitar tahun 1937-1941. Walau bagaimanapun, mereka hanya sukses mengadakan Kongres Melayu yang pertama pada 6 agustus 1938 di Kuala Lumpur dan Kongres Melayu yang kedua pada 25 dan 26 desember 1940 di Singapura.
Cita-cita mereka untuk meterbentuk kan gabungan organisasi Melayu di seluruh Semenanjung Tanah Melayu masih menemui jalan buntu. singkatnya orang Melayu, sehingga tahun 1941, masih belum sukses lagi meterbentuk kan satu persatuan
yang meliputi semua persatuan Melayu Semenanjung Tanah Melayu. Pada tahun 1926, Kesatuan Melayu Singapura (KMS) diasaskan. KMS yaitu pergerakan separuh politik Melayu yang pertama dan dipimpin oleh Mohd. Yunus
Abdullah. Antara tujuan penting KMS yaitu menggalakkan ahli-ahlinya bergerak aktif
dalam urusan-urusan dan pemerintahan , memperjuangkan kemajuan dan kelangsungan
orang Melayu dalam bidang politik dan pelajaran, membuat permohonan kepada pihak inggris berhubung dengan hak dan kebebasan orang Melayu dan mengambil berat tentang pelajaran tinggi dan teknik dalam kalangan orang Melayu.
KMS yang aktif di Singapura itu sudah memperoleh perhatian warga di Tanah Melayu. media masa Melayu berperan dengan memberi kesadaran kepada pembaca-pembaca tentang perlunya diterbentuk kan persatuan politik di negeri Melayu seperti KMS. Wartawan dan penulis ini tidaklah bertujuan menghina pemerintahan inggris , mereka ingin menjadikan organisasi ini sebagai
salah satu saluran bagi membela nasib orang Melayu dalam hubungan dengan pihak
inggris . organisasi ini hendaklah menyusun satu tradisi mengikut undang-undang negeri dan mentaati kerajaan inggris dan raja-raja Melayu.
Pada tahun 1927, pemerintahan inggris sudah melantik empat orang wakil Melayu di dalam majelis permusyawaratan rakyat Persekutuan bagi mewakili orang Melayu di dalam negeri Melayu Bersekutu. Peluang yang diberikan oleh pihak inggris ini
,
sudah memperoleh perhatian gologan wartawan dan cerdik pandai Melayu saat itu bagi
memperkukuhkan kedudukan mereka dengan membangun persatuan-perasatuan yang
bercorak politik. Melalui persatuan Melayu yang dicadangkan ini, orang Melayu dapatlah
menyampaikan hasrat mereka kepada pihak inggris di samping saluran wakil-wakil
Melayu di dalam majelis permusyawaratan rakyat Persekutuan seperti Raja Chulan, Undang Rembau
dan lain-lain.
kedatangan orang asing ke Tanah Melayu yaitu salah satu faktor yang membangkitkan kesadaran orang Melayu tentang perlunya diterbentuk kan persatuan politik. jumlah orang asing yang bertambah ramai di negeri Selat dan negeri
Melayu Bersekutu sudah menimbulkan kerisauan orang Melayu, lebih-lebih lagi orang asing terutama Cina dan India, sudah menguasai bidang perniagaan dan bekerja di lombong, ladang getah malah di pejabat-pejabat kerajaan. Wakil-wakil asing di dalam majelis permusyawaratan rakyat , terutama di majelis Perundangan Negeri Selat, majelis permusyawaratan rakyat
Persekutuan dan majelis permusyawaratan rakyat di negeri Melayu Bersekutu sering membela
kelangsungan orang asing di melayu .
Jika dibandingkan dengan wakil-wakil Melayu (raja-raja dan pembesar-pembesar),
wakil orang asing ini lebih lantang bertemu ra. Antara wakil-wakil Cina yang aktif di dalam
majelis permusyawaratan rakyat Persekutuan yaitu Choo Kia Peng (1920-1927), Cheah Cheang
Lim (1927-1934), San Ah Wing (1931) dan Lai Tet Loke. Wakil India, yaitu Subbiah
Naidu Veerasamy buat pertama kalinya dilantik ke majelis permusyawaratan rakyat Persekutuan bagi mewakili orang India di melayu pada bulan Februari 1928. Di negeri Selat, Tan Cheng lock dan Lim Ching Yan yaitu di antara
wakil Cina yang aktif di dalam majelis Perundangan pada tahun 1930-an. Di dalam
majelis permusyawaratan rakyat Persekutuan, Choo Kia Peng pernah melawan perlaksanaan
dasar desentralisasi, menggesa pihak inggris mengambil berat tentang nasib buruh
Cina yang tidak bekerja, masalah kerakyatan dan sebagainya. Pada tahun 1931, San Ah
Wing sudah menggesa pihak inggris memberi tanah dan bantuan kepada buruh Cina
yang tidak berkerja supaya mereka dapat menjalankan pertanian secara kecil-kecilan.
Di dalam majelis Perundangan, Tan Cheng Lock turut membuat pembelaan terhadap
kelangsungan orang Cina dan beliau tidak setuju bahasa Melayu dijadikan bahasa resmi dan dipakai oleh warga dari bangsa asing di negeri
Selat.
Bagi memperoleh dukungan dibandingkan pihak inggris , biasanya wakil-wakil Cina
ini mempopulerkan sikap dan membesar-besarkan bangsa Cina yang turut memajukan Tanah Melayu. saat pihak inggris hendak melaksanakan Alien Bill (yaitu peraturan bagi mengawal orang asing datang ke Tanah Melayu), wakil Cina di dalam majelis permusyawaratan rakyat Persekutuan yaitu , San Ah Wing sudah menganggap Alien Bill sebagai suatu peraturan diskriminasi terhadap orang Cina di melayu . Bagi
beliau, pemerintahan inggris tidak patut berbuat demikian sebab orang Cina yaitu
tulang belakang yang membangunkan Tanah Melayu. Dasar desentralisasi (yang lebih
menguntungkan orang Melayu) sudah mula dijalankan di jaman Sir Lawrence Guillemard
menjadi Pesuruhjaya Tinggi di negeri Melayu Bersekutu (1920-1927).
Pada tahun 1924, pihak inggris sudah mula melaksanakan dasar desentralisasi
(secara beransur-ansur) bagi menambahkan kuasa majelis permusyawaratan rakyat Negeri.
Belanjawan di tiap-tiap negeri sudah dikemukakan di dalam majelis permusyawaratan rakyat Negeri dan tidak lagi di dalam majelis permusyawaratan rakyat Persekutuan. Pada tahun 1927, Raja Melayu tidak lagi menghadiri permusyawaratan rakyat di dalam majelis permusyawaratan rakyat Persekutuan. Sebagai gantinya, empat wakil Melayu sudah dilantik menjadi wakil yang tidak resmi di dalam majelis permusyawaratan rakyat Persekutuan, yaitu Datuk Setia Raja Abdullah bin Haji Dahan (Undang Rembau) dan Raja Musa Udin bin Sultan Alaidin Sulaiman Syah (Raja Muda Selangor), Raja Chulan (Raja di Hilir Perak) dan Tengku Sulaiman (Tengku Besar Pahang). Di dalam majelis permusyawaratan rakyat Persekutuan, Undang Rembau dan Raja Chulan saja yang selalu membuat pertanyaan dan mengemukakan rencana yang berhubung dengan kelangsungan orang Melayu seperti pelajaran, ekonomi, tanah simpanan, penglibatan orang Melayu dalam jentera pemerintahan dan
sebagainya. Walau bagaimanapun, Raja-Raja Melayu menjadi simbol perpaduan bagi orang
Melayu di samping menjadi ketua pengurus adat resam Melayu dan agama Islam. Ketaatan orang Melayu kepada raja-raja mereka tetap kekal. Para ilmuwan Melayu sedar akan hakikat bahwa pihak inggris yaitu bertanggungjawab tentang pemerintahan di melayu – Raja-Raja Melayu hanya menjadi ‘lambang kekuasaan’ dan wakil
Melayu yang dilantik di dalam majelis permusyawaratan rakyat Persekutuan dijadikan sebagai ‘alat’ untuk mewakili suara orang Melayu. Memandangkan organisasi Melayu yang sudah terbentuk bercorak kenegerian, Ibrahim Hj. Yaakob, (hasil Maktab Perguruan
Sultan Idris, Tanjung Malim) sudah membangun Kesatuan Melayu Muda (KMM) pada
tahun 1938. KMM sudah tumbuh secara ‘bawah tanah’ (berpusat di Kuala Lumpur)
dan memperjuangkan nasib orang melayu pada keseluruhannya. Pada tahun
1941, Ibrahim Hj. Yaakob sudah mempopulerkan perkembangan KMM di peringkat negeri dan
membeli syarikat brosur Warta Malay dengan memperoleh bantuan kewangan dibandingkan
jepang . kebanyakan , ahli-ahli KMM sudah memakai brosur sebagai pentas perjuangan
nasib bangsa Melayu. di jaman pendudukan jepang (1941 hingga 1945), semangat kebangsaan orang-orang Melayu tetap bergerak namun dalam nada yang berbeda . Kesatuan Melayu Muda
(KMM) di bawah pimpinan Ibrahim Hj. Yaakob bergerak sehingga tahun 1942. KMM
sudah memainkan peranan menyatukan orang melayu dan bekerjasama dengan pemerintah jepang dalam menghadapi kesulitan -kesulitan saat itu. para pemimpin
KMM seperti Ibrahim Hj. Yaakob, Mustapa Husein, Hassan Manan dan Karim Rashid
memiliki perhubungan yang rapat dan bekerja dengan jepang . Kebanyakan dibandingkan
mereka sudah dilantik menjadi para serdadu kanan dalam angkatan Gui-Gun (pasukan
pembela tanah air) pada tahun 1943.
jika jepang mulai merasa tidak dapat bertahan lama di melayu (1944), pemerintah jepang sudah memberi kerjasama dan dukungan moral kepada para pemimpin KMM untuk bergerak cepat dalam politik Tanah Melayu. Pemerintah jepang
memberi dukungan kepada Ibrahim Hj. Yaakob untuk meterbentuk kan kerjasama dengan
para pemimpin kebangsaan Indonesia.
Pada bulan Julai 1945, Ibrahim Hj. Yaakob sudah membangun Kesatuan Rakyat Indonesia Semenanjung (KRIS) bagi menggantikan KMM. pengayom ini sudah menimbulkan satu pertemuan antara Sukarno-Hatta dengan Ibrahim Hj. Yaakob di Taiping pada 12 agustus 1945. Pertemuan ini sudah menjanjikan satu persetujuan untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia bersama-sama Tanah Melayu.
Gerakan kebangsaan di zaman pendudukan jepang tidak bergerak bebas. para pemimpin KMM dan para wartawan , dan para serdadu jepang selalu diawasi, sebaliknya mereka dikehendaki patuh pada pemerintahan jepang dan
menjalankan propaganda untuk kelangsungan jepang . Di antaranya yaitu propaganda yang
berkaitan dengan pemerintahan jepang yang selalu bertanggungjawab terhadap nasib
bangsa kaum pribumi . Ini memberi peluang kepada para pejuang mengambil inisiatif menaikkan semangat rakyat Malaysia, terutama orang-orang Melayu agar bekerja keras dan memiliki semangat waja dalam menghadapi segala kesulitan . Pada masa inilah, para pejuang mengambil kesempatan mengkritik penjajah inggris dengan lebih berterus terang. Namun, Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 agustus 1945, tanpa Tanah Melayu. Pemimpin- pemimpin KMM/KRIS yaitu Ibrahim Hj. Yaakob, Hassan Hj. Manan dan A.Karim Rashid sudah terbang ke Indonesia untuk meneruskan perjuangan mereka di sana.
Sesudah jepang menyerah kalah pada 14 agustus 1945, Partai Komunis Malaya (yang
kebanyakannya terdiri dari orang-orang Cina) sudah menguasai Tanah Melayu selama
14 hari. Pemerintah inggris mula menguasai dan menduduki semula Tanah Melayu di
bawah pemerintahan kepasukan an kerajaan inggris . Pada 10 Oktober 1945, Setiausaha bagi Tanah Jajahan sudah membuat pengumuman tentang rencana inggris untuk meterbentuk kan
pemerintahan Malayan Union yang bertaraf tanah jajahan. kebanyakan , orang Melayu membantah rencana Malayan Union sebab menjadikan Tanah Melayu sebagai tanah jajahan inggris dan Raja-Raja Melayu tidak memiliki kuasa seperti sebelum 1941. Walaupun Sir Harold Mac Michael
sudah memperoleh tandatangan dibandingkan Raja-Raja Melayu secara paksa, orang-orang
Melayu tetap membantah keras perlaksanaan Malayan Union. Pada 18 Oktober 1945,
para pejuang yang anti penjajah inggris sudah bersatu membangun Partai Kebangsaan Melayu Malaya (PKMM) di bawah pimpinan Moktaruddin Laso, Dr. Burhanuddin Al-Helmi, Dahari Ali, Ahmad Boestamam dan lain-lain. PKMM
memperjuangkan kemerdekaan Tanah Melayu bergabung dengan Indonesia yang
membawa slogan “Indonesia-Malaya Satu”.
Walaupun PKMM yaitu Partai politik Melayu yang pertama selepas penduduk jepang , namun ia tidak sukses menyatukan orang Melayu melawan penjajah inggris . Sebaliknya, perjuangan PKMM yang inginkan kemerdekaan Tanah Melayu
sudah tidak disokong dan disenangi oleh inggris . Pembentukan Malayan Union pada 1
April 1946 sudah membangkitkan lagi semangat orang melayu bersatu di bawah satu payung perjuangan. Pada 11 Mei 1946, orang melayu sudah membentuk payung pengayom Kebangsaan Melayu Bersatu (UMNO), di bawah pimpinan Datuk Onn Jaafar.
Perjuangan UMNO yaitu semata-mata melawan pemerintahan Malayan Union yang merugikan kuasa politik dan masa depan orang melayu . Walaupun UMNO terbentuk , inggris sanggup berunding dan bekerjasama dengan tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh UMNO. Ini berbeda sekali dengan perkembangan PKMM di mana inggris tidak bekerjasama dan melayan permintaan Partai ini yang menuntut kemerdekaan Tanah Melayu. Ini menimbulkan PKMM membesarkan sayapnya, dengan meterbentuk kan
PUTERA (yang terdiri dibandingkan API, AWAS dan PKMM) dan bergabung dengan organisasi politik bukan Melayu yang Dinamakan AMCJA.
Pada 1 Februari 1948, inggris sudah melayan permintaan UMNO untuk membatalkan
pemerintahan Malayan Union dan digantikan kepada pemerintahan Persekutuan
Tanah Melayu. Mulai 1951, UMNO sudah menjadi tulang belakang memperjuangkan
kemerdekaan Tanah Melayu di bawah pimpinan Tunku Abdul Rahman. Kali ini UMNO
sudah bergabung dengan MCA dan MIC meterbentuk kan PERIKATAN dan akhirnya sukses
mencapai kemerdekaan Tanah Melayu pada 31 agustus 1957. Dalam era pengisian
kemerdekaan (1957 hingga sekarang) Kerajaan Barisan Nasional (dahulunya PERIKATAN) sudah berperan mengisi kemerdekaan (bersama
Sabah dan Sarawak sesudah menyertai Malaysia pada 1963) dengan melaksanakan
pembangunan negara Malaysia dengan berbagai ide dan dasar bagi melahirkan warganegara Malaysia yang memiliki kekuatan jati diri dalam membina negara bangsa Malaysia yang bersatu padu.
Kesetiaan Kepada Raja
Semangat persatuan yaitu semangat cinta dan taat setia rakyat kepada Raja atau pemimpin negeri, agama dan bangsa di sesuatu area atau negeri. Rakyat akan mempertahankan kedaulatan dan taat setia Raja atau pemimpin dengan melawan
musuh atau pengaruh dari luar yang ingin mengancam dan menjajah negeri atau sesuatu
kawasan pemerintahan ketua mereka. Semangat persatuan cintakan kedaulatan tanah air dan mempertahankan kekuasaan Raja atau pemimpin sudah lahir sejak kepimpinan Raja-Raja Melayu seperti Raja Merong Mahawangsa (Kedah) dan diikuti zaman Kesultanan Melayu Melaka pada abad ke-15.
Pahlawan-pahlawan Melayu bangkit melawan kesewenangwenangan orang asing atau
musuh demi mempertahankan kedaulatan di sesuatu negeri atau kawasan seperti
semangat persatuan yang ditunjukkan oleh Bendahara Tun Perak, Laksamana Hang
Tuah berjuang mempertahankan kepimpinan Raja atau pemimpin Melayu. Begitu juga
di abad ke-19 dan 20, penentangan orang Melayu seperti Dato’ Bahaman , Mat Kilau (Pahang), Dato’ Maharajalela (Perak), Tok Janggut (Kelantan), Roslee Dobi (Sabah) dalam gerakan persatuan pahlawan Melayu melawan musuh dan inggris bagi membela Raja atau pemimpin mereka demi mempertahankan kedaulatan negeri dan Raja Melayu. Setiap rakyat dan warganegara Malaysia wajib dan patuh kepada tradisi Persekutuan yang sudah diterbentuk kan pada 1957 dan Akta-Akta dan undang-undang yang diterbentuk kan sehingga sekarang. Ia menjadi panduan dan asas yang
kuat sebagai panduan rakyat dan warga Malaysia yang dikatakan sebagai bangsa Malaysia atau Malaysian untuk menghayatinya; yaitu , memahami, melaksanakan dan melestarikan selagi tradisi Persekutuan sah dari segi undang-undang
dan menjadi rakyat dan warganegara Malaysia.
Konsep dan ide kebangsaan hendaklah dijiwai dan ditanamkan dalam kalangan rakyat Malaysia. Semangat persatuan yang menjadi teras kebangsaan hendaklah dilihat dari segi semangat kebersamaan dalam kalangan rakyat Malaysia.
Kita berada di sebuah negara yang diiktiraf oleh dunia, khususnya Bangsa-Bangsa
Bersatu, memiliki Ketua Negara dan negeri dan mengiktiraf Institusi Raja-Raja
Melayu di Perlis, Kedah, Perak, Selangor, Negeri Sembilan, Johor, Pahang, Terengganu
dan Kelantan. Sistem pemerintahan Demokrasi berdasarkan Raja Berpelembagaan
yaitu teras pemerintahan dan pemerintahan negara dan negeri, di samping diterbentuk kan
Enakmen dan Undang-Undang Tubuh di setiap negeri di Malaysia. Sebagai sebuah
negara yang berdaulat pula, Malaysia mengiktiraf Bahasa Melayu sebagai bahasa
kebangsaan dan Agama Islam diiktiraf sebagai Agama Persekutuan manakala bahasa,
agama dan kebudayaan bukan Melayu tetap diiktiraf dan bebas mengamalkannya.
Manakala orang Melayu dan pribumi pula diiktiraf dalam tradisi
(Perkara 160) diberikan hak keistimewaan (Perkara 153) di samping rakyat Malaysia
juga diberi hak kebebasan beragama, berbudaya dan menjamin hak asasi setiap warga
negara Malaysia yang berdasarkan tradisi dan Undang-Undang Malaysia.
Semuanya ini wajib dihormati dan ia menjadi panduan dan asas kepada jati diri bangsa
dan suku bangsa dan jati diri kebangsaan Malaysia.
Malaysia sebagai sebuah negara terdiri dari gabungan dan kesatuan area dari
negeri Melayu yang Dinamakan Persekutuan Tanah Melayu (Malaya), Sabah dan Sarawak. Dalam tradisi Persekutuan tradisi (Perkara 1)
menjadikan Malaysia yaitu satu Persekutuan yang terdiri dari Johor, Kedah, Kelantan,
Melaka, Negeri Sabah, Sarawak, Selangor dan Terengganu. Di samping itu diterbentuk kan
area Persekutuan Kuala Lumpur (di bawah Akta tradisi – Pindaan No.
2, 1973 – sebagian dari Selangor) dan area Persekutuan Labuan (di bawah Akta tradisi – pindaan No. 2, 1984). Ini bermakna, Kuala Lumpur (termasuk Putrajaya dan Labuan) menjadi sebagai sebuah negeri baru yang Dinamakan
area Persekutuan. Perkara 2 pula memperuntukkan bahwa parlemen dengan undang-undang membolehkan (a) memasukkan negeri lain dalam Persekutuan (b) mengubah
sempadan mana-mana negeri. Perkara ini pula menetapkan bahwa sempadan negeri
tidak boleh diluluskan dengan tiada persetujuan negeri itu dari Badan Perundangan
Negeri dan majelis Raja-Raja (tradisi Persekutuan, hal. 1)
tradisi Persekutuan digubal berasaskan sejarah dan warisan Institusi Raja-
Raja Melayu yang terbentuk di Malaysia sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka di abad
ke-15 dan keterbentuk an negeri Melayu selepas Kesultanan Melayu Melaka sejak
abad ke-17. Waris pemerintahan kerajaan Melayu yang berasaskan Institusi Raja-Raja
Melayu diiktiraf dalam tradisi Persekutuan dan institusi ini tetap memainkan
peranan penting dalam sistem pemerintahan negara Malaysia dan negeri
Melayu di Malaysia. Kita perlu melihat sistem pemerintahan demokrasi Malaysia bukan
berdasarkan konsep demokrasi ala barat yang kebanyakan menolak kepimpinan warisan
yang berdasarkan keturunan dalam memilih Ketua/Raja yang lebih Dinamakan
negara Republik seperti Indonesia dan China.
Sebagai sebuah negara yang berkemerdekaan dan berdaulat, Malaysia tetap kekal
dan mengiktiraf Raja Melayu sebagai Raja yang berdaulat dan menjadi Ketua Negara
Malaysia dan negeri Melayu. Ini berbeda dengan negara Indonesia, China, Singapura dan India kekal sebagai Republik yang tidak menerima institusi raja dalam sistem pemerintahannya. Walaupun pemerintahan asal mereka berdasarkan dan dipengaruhi kekuatan institusi raja, namun selepas merdeka, negara-negara ini memperkenalkan sistem pemerintahan demokrasi yang bercorak Republik yang memilih Ketua Negara dari kalangan rakyat biasa dan bukan dari institusi raja yang
pernah berperan sebelum mereka dijajah atau dipengaruhi oleh kuasa penjajah atau barat.
Ini bermakna warisan kepimpinan institusi raja-raja yang terbentuk dan melambangkan
nama baik dan kebesaran kepimpinan tradisional sudah di tolak. Namun institusi ini masih
terbentuk sekarang dan Dinamakan warisan negara dan bukan sebagai ‘raja’ yang
berdaulat.
Bagi melahirkan semangat jati diri kebangsaan kita wajar menghormati institusi
Raja yang memiliki warisan budaya. Institusi diraja sebagai asas kekuatan jati diri
kita. Ini berbeda dengan negara yang tidak mendaulatkan institusi diraja. Walaupun
warisan ini masih terbentuk , namun ia “bukan sebagai Raja yang berdaulat” seperti di
Malaysia yang tetap menjadikan Institusi Raja-Raja Melayu sebagai “Raja Yang
Berdaulat”. Sebagai rakyat Malaysia yang patriotik dan memiliki kekuatan jati diri
kebangsaan yang menjadi teras kepada warisan peradaban atau tamadun Melayu yang
terbentuk sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka dan Kesultanan Melayu (sebelum itu
terbentuk di Kedah, Perak dan Singapura).
Sebagai warganegara yang setia, kita wajar menghormati peranan Institusi
Raja-Raja Melayu dalam sistem pemerintahan Malaysia. Ini bermakna dalam konteks
Peradaban Malaysia sekarang, setiap rakyat dan warganegara Malaysia wajib
menghormati dan menghayati warisan Institusi Raja Melayu sebagai kesinambungan
kepimpinan dan Negara.
Institusi Raja Melayu bukan hak untuk orang Melayu saja , namun ia yaitu
hak setiap rakyat dan warganegara Malaysia yang setia dan cinta kepada negara
Malaysia. Institusi ini dianggap ‘feudal’ mengikut kacamata Barat, namun ia yaitu
warisan kepimpinan yang wajar dihormati bagi melahirkan warganegara yang setia dan
berterima kasih kepada Malaysia yang masih menciptakan Institusi Raja Melayu. Ia
menjadi kekuatan dan teras kepada rakyat dan warganegara Malaysia yang patriotik
dan kekuatan jati diri sebagai kesinambungan warisan peradaban Melayu yang menjadi
teras kepada Peradaban Malaysia. Institusi Raja-Raja Melayu ini diiktiraf dalam
tradisi Persekutuan jika Ketua Negara dan negeri dan menjadi
,
Ketua Agama dan Adat Melayu di Malaysia yaitu hak dari warisan dan Institusi Raja-
Raja Melayu berdasarkan Undang-Undang tubuh dan hak Institusi Raja-Raja Melayu
sebagai Raja yang berdaulat. Raja-Raja Melayu hendaklah mengikut tradisi
dan undang-undang yang ditetapkan di atas bidang kuasa dan hak yang diperuntukkan
agar baginda tidak bermaharajalela dan bebas bertindak. Baginda dan warisan Institusi
Raja-Raja Melayu sewajarnya menjaga dengan baik agar rakyat tetap sayang dan
hormat Ketua Negara dan negeri dan Institusi Raja-Raja Melayu sebagai Warisan
Negara yang wajib dihormati dan menjadi panduan kepada amalan dan kekuatan jati
diri rakyat Malaysia. Umpama tatacara dan kesopanan rakyat berpakaian dan bertemu
dengan Raja atau Sultan hendaklah mengikut peratusan adat Institusi Raja Melayu.
Kuasa Pemerintah bagi Persekutuan yaitu terletak pada Yang di-Pertuan Agong
dan, tertakluk kepada peruntukan mana-mana undang-undang persekutuan dan
peruntukan Jadual Kedua, kuasa itu boleh dijalankan olehnya atau oleh Jemaah Menteri
atau oleh mana-mana Menteri yang diberi kuasa oleh Jemaah Menteri, namun parlemen
boleh dengan undang-undang memberi tugas-tugas pemerintah kepada orang-orang
lain.
Yang di-Pertuan Agong hendaklah bertindak mengikut nasihat yaitu ;
(1) Pada menjalankan tugas-tugasnya di bawah tradisi ini atau di bawah
undang-undang Persekutuan, Yang di-Pertuan Agong hendaklah bertindak
mengikut nasihat Jemaah Menteri atau nasihat seorang Menteri yang bertindak
di bawah kuasa am Jemaah Menteri, kecuali sebagaimana diperuntukkan
selainnya oleh tradisi ini; namun Yang di-Pertuan Agong yaitu berhak,
atas permintaannya, memperoleh apa-apa maklumat mengenai pemerintahan
Persekutuan yang boleh didapati oleh Jemaah Menteri.
(1A) Pada menjalankan fungsi-fungsinya di bawah tradisi ini atau undang-
undang persekutuan, jika Yang di-Pertuan Agong dikehendaki bertindak
mengikut nasihat, atas nasihat, atau selepas menimbangkan nasihat, Yang
di-Pertuan Agong hendaklah menerima dan bertindak mengikut nasihat itu.
(2) Yang di-Pertuan Agong boleh bertindak menurut budi bicaranya pada melaksanakan
tugas-tugas yang berikut, yaitu –
(a) melantik seorang Perdana Menteri;
(b) tidak mempersetujui permintaan membubar parlemen ;
(c) meminta supaya diadakan suatu permusyawaratan rakyat majelis Raja-Raja yang semata-
mata mengenai keistimewaan, kedudukan, kemuliaan dan kebesaran Duli-
Duli Yang Maha Mulia Raja-Raja dan mengambil apa-apa tindakan dalam
permusyawaratan rakyat itu,
dan dalam apa-apa hal lain yang ini dalam tradisi ini.
(3) Undang-undang Persekutuan boleh membuat peruntukan bagi mengkehendaki
Yang di-Pertuan Agong bertindak pada menjalankan tugas-tugas yang lain
dibandingkan yang berikut, selepas berunding dengan atau atas syor mana-mana orang
atau kumpulan orang lain dibandingkan Jemaah Menteri.
(a) tugas-tugas yang boleh dijalankan menurut budi bicaranya;
(b) tugas-tugas lain jika untuk menjalankannya peruntukan ada dibuat dalam
mana-mana Perkara lain.
Rakyat sesuatu bangsa di dunia ini pasti memiliki warisan budaya, bahasa,
kesusasteraan dan sebagainya. Ini jelas jika Allah berfirman dalam Surah Al-Hujurat
(Surah ke-49) bahwa ia menjadikan manusia berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan
sudah pasti memiliki warisan budaya dan bahasa yang berbeda
“Wahai manusia ! Sungguh, kami sudah menciptakan kami dan
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan
kaum berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenali….”
Sebagai umat Allah s.w.t, kita hendaklah hormat-menghormati antara satu sama
lain dan saling mengenali antara satu sama lain. Berdasarkan hakikat ini, setiap bangsa
memiliki warisan tersendiri dan setiap rakyat sudah pasti mengamalkan kehidupan
hariannya berdasarkan lingkungan keluarga dan keorang an. Suasana ini
menggambarkan citra sesuatu bangsa di sebuah negara atau tanah airnya. Manakala
orang-orang asing yang datang ke suatu tempat baru atau di luar area nya, wajar
kenal mengenali dan menyesuaikan diri dan menghormati keorang an setempat.
Biasanya orang asing ini akan membawa bersama warisan bahasa dan budaya dan
mereka terpaksa menyesuaikan diri dan menghormati negeri baru ini dan menerima
hakikat di masa akan datang mereka akan duduk menetap dan menjadi warganegara.
Kehadiran orang asing ini (di sesuatu area atau negeri baru ini) sudah pasti
mengekal dan mengamalkan warisan budayanya, di samping mereka menyesuaikan
diri menghormati dan warisan budaya setempat. Warisan dan keturunan golongan
asing tetap memiliki kekuatan jati diri bangsa asalnya dan mula menghayati dan
menyesuaikan warisan dan budaya setempat bagi menjadi warganegara atau rakyat
yang memiliki jati diri kebangsaan di negara baru. Proses asimilasi dan menyesuaikan
diri dengan warisan setempat penting bagi melahirkan satu bangsa, orang dan
warganegara yang bersatu padu dan setia kepada Raja (melalui institusi Raja yang
dipilih pemimpin melalui proses demokrasi) dan negara Malaysia. jika diiktiraf
sebagai warganegara, mereka tetap warganegara Malaysia yang wajar patuh kepada
tradisi dan Undang-Undang Malaysia.
Dalam konteks negara Malaysia yang terdiri dari berbagai bangsa dan suku kaum
sewajarnya memiliki warisan bahasa, agama dan kebudayaan dalam kehidupan
sendiri. Berdasarkan warisan ini setiap bangsa dan suku memiliki harga diri yang
menggambarkan watak peribadi yang Dinamakan jati diri. Asas jati diri yaitu
kekuatan dalaman (jiwa dan prinsip ) ketekalan, ketabahan dan segala yang
membawa maksud teguh yang berpasak kukuh dalam diri sehingga tidak dapat diganggu
– gugat. (Abdul Latiff Abu Bakar, Menghayati Fungsi, Komunikasi Puisi Melayu Dalam
Pembinaan Jati Diri Warga Malaysia, hal.14).
Sehubungan ini, Malaysia sebagai sebuah negara yang berdaulat dan mengamalkan
pemerintahan demokrasi berdasarkan Raja berpelembagaan wajar memiliki rakyat
yang menjadi warganegara yang setia kepada negara Malaysia dan menghormati
kepimpinan negara berlandaskan kebenaran sejarah, tradisi , Akta, Enakmen,
Undang-undang, Rukun Negara dan dasar-dasar dan ide pemerintahan demi
kelangsungan warganegara Malaysia.
Bagi melahirkan warganegara yang setia dan bersatu padu, kita perlulah memiliki
warganegara yang memiliki kekuatan Jati diri setiap bangsa dan suku kaum dan
jati diri Kebangsaan Malaysia. Ini selaras dengan Malaysia sebagai sebuah negara
yang mengamalkan permerintahan demokrasi berdasarkan Raja Bertradisi
yang berdaulat dan memiliki kekuatan jati diri yang diiktiraf oleh dunia dan Bangsa-
Bangsa Bersatu.
Bagi melahirkan warganegara Malaysia yang bersatu-padu dan memiliki
kekuatan jati diri, kerajaan sudah mengterbentuk kan beberapa dasar berteraskan kepada
sejarah, tradisi dan Rukun Negara dengan mengadakan berbagai gerakan
dan ide seperti Dasar Bahasa Kebangsaan (berdasarkan tradisi Perkara
152), Dasar Pendidikan Kebangsaan (berteraskan Akta Pendidikan 1996) dan Dasar
Kebudayaan Kebangsaan (1971), ide Budi Bahasa, Budaya Kita (2005) dan
(2009) berdasarkan semangat tradisi Persekutuan (1957).
Jati diri Kebangsaan (Malaysia) ini wajib kepada setiap warganegara di samping
mereka menghayati dan memiliki kekuatan jati diri bangsa atau suku masing-masing.
Warganegara Malaysia hendaklah bersungguh menghayati dan menghormati jati diri
kebangsaan dan merasa malu, sekiranya tidak memiliki warisan jati diri kebangsaan.
Bagi melahirkan warganegara yang memiliki kekuatan jati diri kebangsaan yang
kukuh, Kementerian Pelajaran dan Kementerian Pengajian Tinggi mestilah memiliki
dasar kebangsaan yang mantap dan tegas melaksanakannya.
Dasar bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan dan dasar pendidikan terjamin
dalam tradisi dalam bentuk akta dan dasar kerajaan. Sewajarnyalah Dasar
Kebudayaan Kebangsaan (1971) dihayati oleh setiap warga Malaysia dan ia dijadikan
panduan dan asas penting bagi kita memartabatkan warisan seni budaya rumpun Melayu
dan menghormati warisan seni budaya rumpun Melayu dan menghormati warisan seni
budaya berbagai etnik di Malaysia. Bagi saya, yaitu perlu bagi kita memahami dan
menghayati prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Dasar Kebudayaan Kebangsaan
1971, yaitu :
1. Kebudayaan Kebangsaan Malaysia haruslah berdasarkan kebudayaan asli
rakyat rantau ini;
2. Unsur-unsur kebudayaan lain yang sesuai dan wajar boleh diterima menjadi
unsur kebudayaan kebangsaan dan;
3. Islam menjadi unsur penting dalam pembentukan kebudayaan kebangsaan.
Kongres Kebudayaan Kebangsaan yang dianjurkan oleh kerajaan pada tahun 1971 sudah
memutuskan bahwa Malaysia sebagai sebuah negara yang memiliki penduduk
berbilang kaum wajib memiliki kebudayaan kebangsaannya dengan dasarnya yang
tegas bagi mencapai matlamat-matlamat berikut:
1. Mengukuhkan perpaduan negeri melalui kebudayaan kebangsaan;
2. Memupuk dan memelihara kepribadian kebangsaan yang tumbuh dibandingkan
kebudayaan kebangsaan; dan
3. Memperkayakan dan mempertingkatkan kualitas kehidupan kemanusiaan dan
kerohanian yang seimbang dengan pembangunan sosioekonomi.
Ini bermakna setiap warga Malaysia sewajarnyalah memiliki kepribadian
kebangsaan atau jati diri kebangsaan yang berpandukan kebudayaan kebangsaan. Salah
satu warisan seni yang boleh ditakrifkan sebagai elemen penting jati diri kebudayaan
Malaysia yaitu Kesusasteraan Melayu. Bagi memantapkan jati diri kebangsaan (setiap
warga Malaysia), sewajarnya menghayati Kesusasteraan Melayu. Ini sudah diajar di
dalam sistem pendidikan kita sejak sekolah rendah dan menengah.
Bagi merealisasikan dan melahirkan warganegara Malaysia yang memiliki
kekuatan jati diri Malaysia, Kerajaan Malaysia sudah melancarkan program Budi Bahasa,
Budaya Kita pada tahun 2005 sebagai ide negara yang ingin melahirkan warga
Malaysia yang memiliki budi pekerti yang mulia berdasarkan ajaran Islam, warisan
budaya Melayu dan nilai – nilai murni yang lain. (Budi Bahasa, Budaya Kita, Kementerian
Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia, 2005)
Budi bahasa lazimnya merujuk kepada tutur kata, kelakuan, sopan santun, tatatertib,
akal, kebijaksanaan dan perbuatan kebajikan yang tercantum dalam kata-kata akhlak
mulia. Tegasnya setiap gerak laku, tutur kata, tatahidup, pemikiran dan prinsip baik
terhadap orang lain sebagai peribadi niat pun pergaulan orang terangkum dalam
konsep budi bahasa. Konsep-konsep lain yang berkaitan dan melengkapkan nilai budi
bahasa termasuklah mulia, adil, hormat, bijaksana, berani, setia, malu, sabar, sopan
dan sebagainya. Nilai dapat kita ertikan sebagai satu konsep yang dijadikan asas oleh
orang untuk menilai, mengukur atau membuat pilihan dan keputusan terhadap
suatu perkara, darjat, mutu, kualitas , taraf perilaku dan benda mengenai seseorang atau
kelompok orang sebagai baik, berharga dan bernilai.
Kedua konsep di atas terangkum di dalam prinsip kelima Rukun Negara yaitu
Kesopanan dan Kesusilaan. Prinsip ini jelas menekankan bahwa setiap warganegara
harus menjaga tatasusila masing-masing dengan tidak menyinggung prinsip sesuatu
golongan lain. Tingkah laku sopan juga mengandungi suatu darjah kesusilaan yang
tinggi dalam kehidupan peribadi dan dalam kehidupan berorang .
kebanyakan nilai-nilai murni yang diterima diamalkan oleh orang Malaysia yang
merentasi individu, kekeluargaan, orang dan kenegaraan yaitu nilai-nilai sejagat
yang dituntut oleh agama, kepercayaan, adat resam dan kebudayaan. Antara nilai-nilai
murni yang universal ini yaitu seperti berikut:
Amanah
- Menyedari hakikat bahwa tugas yaitu amanah yang perlu dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
- Menghindarkan dengan rela hati kelangsungan diri dari mengatasi kelangsungan
tugas.
- Menentukan tiada penyelewengan dalam tugas sama ada dari segi masa, kuasa,
sumber wang dan peralatan dan tenaga kerja.
Tanggungjawab
- Menerima hakikat akauntabiliti akhir yaitu terhadap Tuhan, di samping pekerjaan
dan majikan.
- Melakukan tugas dengan kesadaran terhadap implikasi baik dan buruknya yaitu
selalu waspada dan jujur.
- Bersedia berkhidmat dan menghulurkan bantuan bila-bila saja diperlukan.
- Bercita-cita untuk tidak mengkhianati kelangsungan organisasi/institusi/awam dalam
menjalankan tugas.
- Bersedia menjaga kemerdekaan agama, negeri .
Ikhlas
- Berhati mulia dalam melaksanakan tugas tanpa mengharapkan balasan dari
manusia.
- memiliki niat bertugas sebab Tuhan, sebab mencari rezeki yang halal dan
mencari keredhaannya.
- Mengikis sebarang unsur “kelangsungan diri” dalam melaksanakan tugas sebagai
asas pengisian amanah.
- Jujur dalam melaksanakan tanggungjawab.
- Bercakap benar, menepati janji, bertindak berasaskan profesionalisme.
- Cermat dan berhemat dalam membuat keputusan.
- Patuh dan setia dalam melaksanakan tugas dan sanggup menerima teguran dan
nasihat.
Sederhana
- Menjamin keseimbangan equilibrium dalam diri dan tugasan dan bersederhana
dalam setiap amalan hidup, tindakan dan tingkah laku.
Tekun
- Berusaha bersungguh-sungguh untuk mencapai kesempurnaan dalam tugas dan
kehidupan.
- Rajin mempelajari pengetahuan dan kemahiran yang berkaitan untuk memperbaiki
taraf hidup.
- Berusaha gigih untuk menghasilkan kerja yang memuaskan sehingga mencapai
tahap cemerlang.
Bersih
- Mengamalkan kebersihan hati dalam menjalankan tugas seharian.
- Mengamalkan kebersihan pakaian, bangunan dan alam sekitar sebagai satu cara
hidup.
- Bersih dalam pemilikan harta dan perjalanan tugas.
- Membuat pertimbangan yang teliti dan adil dalam membuat keputusan.
- Menjauhi hawa nafsu dan emosi dari mempengaruhi pekerjaan dan pemikiran
dalam membuat keputusan.
Berdisiplin
- Mengetahui kelangsungan dan mengutamakan yang lebih penting.
- Menilai tinggi masa dan janji.
- Mengamalkan cara bekerja yang kemas dan terancang.
- memiliki etika kerja dan profesionalisme yang tinggi.
Bekerjasama
- Mengamalkan sikap tolong-menolong dalam melaksanakan kerja.
- selalu secara sukarela menyertai aktiviti-aktiviti organisasi sebagai sebagian
dibandingkan usaha mempertingkatkan semangat kerjasama.
- Mengamalkan permuafakatan dalam semua perkara kelangsungan bersama
- Mengelakkan konflik atau pertembungan kelangsungan berdasarkan peribadi
mengorbankan kelangsungan diri yang bercanggah dengan kelangsungan organisasi,
agama, negeri .
Berperibadi Mulia
- Bermanis muka sepanjang masa, bertimbang rasa dan bertolak ansur.
- Menghormati sesama insan.
- selalu memulakan ‘pertanyaan’ dengan tujuan untuk menolong.
Bersyukur
- Bersyukur sebab dapat melakukan tugas untuk menjamin kesejahteraan hidup
sebagai seorang anggota orang .
- Berkhidmat sebagai ibadah dan tidak berbangga dengan kedudukan dan pangkat.
- Tidak membazirkan perbelanjaan untuk perkara yang sia-sia.
Bermuafakat
- ‘Muafakat Membawa Berkat’. Itulah slogan yang harus dipegang oleh setiap rakyat
Malaysia yang terdiri dibandingkan berbagai kaum. Dengan adanya amalan muafakat
sesama manusia, akan mengeratkan lagi perpaduan yang sudah lama terjalin.
Bertoleransi
- Sikap toleransi sesama kaum yaitu tunjang utama kepada keharmonian dan
kesejahteraan dalam kehidupan berorang .
Bertimbang Rasa
- prinsip bertimbang rasa yaitu sebagian dibandingkan sikap terpuji tanpa mengira
perbedaan latar belakang sesuatu kaum.
Bersatu Padu
- Pengamalan berterusan budi bahasa dan nilai-nilai murni akan membawa
kesepaduan dalam kehidupan berorang .
Beretika
- Semangat beretika akan lahir kepada setiap individu sekiranya ia memiliki nilai
budi pekerti yang tinggi.
Tidak Mementingkan Diri Sendiri
- Seseorang yang kaya dengan budi pekerti dan teguh dengan amalan nilai-nilai
murninya tidak akan mementingkan diri sendiri.
Tiada prinsip Curiga/ Syak Wasangka
- prinsip curiga/syak wasangka tidak akan mudah terbentuk dalam setiap individu
yang memiliki nilai-nilai murni.
Amalan Budi Bahasa dan
Nilai-Nilai Murni
Amalan dan penerapan budi bahasa dan nilai-nilai murni sama ada dalam komunikasi,
ucapan, pertuturan atau panggilan atau dalam perlakuan dan pergaulan dapat
dipraktikkan dalam:
- Institusi Kekeluargaan
- Institusi Keorang an
- Institusi Pembelajaran
- Institusi Perkhidmatan
Institusi Kekeluargaan
Antara Ibu Bapa-Anak –Ibu Bapa
Ibu bapa wajib mendidik, membimbing dan menegur anak-anak supaya bertutur dengan
baik dan betul dan memiliki kelakuan terpuji. Antaranya:
- Patuh, taat, hormat dan menyayangi mereka.
- Menghormati orang lain, menghargai alam sekitar, tumbuh-tumbuhan dan haiwan.
- Beradap, bertingkah laku sopan dan tertib dalam semua keadaan.
- Menjaga kebersihan diri, pakaian dan persekitaran.
Antara Adik Beradik
Hubungan antara adik beradik yaitu disusun oleh aturan kelahiran: dari sulung kepada
tengah dan bongsu. Yang muda mesti hormatkan yang tua, adik menghormati kakak
dan abang dengan memanggil secara baik gelaran atau pangkat yang lazimnya ada
dalam orang . Antaranya yaitu :
- Gelaran ‘abang long’, ‘abang ngah’, ‘kak cik’ atau sebagainya.
- Pergaulan dan kelakuan antara adik beradik perlulah dengan sopan dan santun.
- Rasa hormat dan menghormati setiakawan dan saling membantu.
Antara Saudara Mara
Hubungan darah dan perkahwinan dengan saudara mara sebelah ibu dan bapa, mertua
dan ipar dan sebagainya hendaklah berasaskan rasa hormat, sopan dan santun melalui
tegur sapa dan panggilan pangkat mereka.
- Komunikasi dan pergaulan antara saudara mara juga harus berasaskan rasa
hormat, sopan dan santun.
- Kunjung mengunjung antara saudara mara yaitu amat baik dan dapat merapatkan
hubungan sillaturahim.
Institusi Keorang an dan
orang Umum
Hubungan antara yang tua dengan yang muda selalu berada dalam suasana hormat
menghormati, sayang menyayangi dan bertatasusila. Antaranya yaitu :
- Mendahulukan yang tua.
- Bertegur sapa dengan panggilan ‘pakcik’ atau ‘makcik’; ‘abang’ atau ‘kakak’ atau
‘adik’ jika lebih muda.
- Bertutur, bercakap atau berbual dengan nada suara yang lembut, bersopan dan
rendah diri.
- Tidak berjenaka sesuka hati, memerli atau memandang rendah, membantah dan
bermegah-megah.
- Yang muda diberi peluang untuk member pendapat atau pandangan.
Pemimpin orang dan Orang Awam
Hidup berorang memerlukan tutur kata yang sopan, perangai yang elok dan
berpekerti yang mulia. Antaranya yaitu :
- Menghormati seseorang yang dipilih menjadi pemimpin.
- mendukung pemimpin kita untuk menjayakan apa saja rencana dan tindakan
untuk kebajikan bersama.
- Bekerja bersama-sama, bermuafakat dan berunding.
- Semangat gotong-royong.
- Pemimpin yang murah hati dan sikap selalu membimbing dan membantu.
orang Umum
Anggota orang yang berbudi yaitu orang yang menunjukkan perangai, kelakuan
dan peribadi yang baik dan selalu menjaga dirinya dari segala macam kelakuan
buruk yang tidak disetujui oleh orang . Antara sifat terpuji yaitu :
- Memberi bantuan terutama kepada warga tua, warga istimewa, wanita dan kanak-
kanak.
- selalu beratur di kaunter bayaran dan memperoleh kan perkhidmatan atau menaiki
bas dan sebagainya.
- Bertimbang rasa, sabar dan baik hati.
- Mengelak dari melakukan kekotoran dan membuang sampah.
Institusi Pembelajaran
Antara Guru – Pelajar – Guru
Guru mendidik murid-murid termasuklah budi bahasa dan akhlak untuk berkelakuan
baik, teratur dan sejahtera. Antaranya yaitu :
- Berdisiplin.
- Bertegur sapa dengan penuh hormat dan bersopan santun. Membiasakan diri
mengucapkan “Selamat Pagi”, “Assalamualaikum”, “terima kasih” dan sebagainya.
- Berani mengakui kesalahan yang dilakukan dan selalu bersedia untuk memohon
maaf.
- memakai bahasa (kata) yang sopan dan beradab.
- Mentaati jadual sekolah dengan mengikuti waktu persekolahan dan tidak ponteng.
- Menjaga kesihatan dan kebersihan.
Antara Pelajar – Pelajar – Rakan Sebaya
Saling menghormati sesama rakan. Antaranya yaitu :
- Membiasakan diri mengucapkan salam atau ucap selamat.
- Menghargai perbedaan beragama, latar belakang orang dan budaya masing-
masing.
Institusi Perkhidmatan
Antara Ketua – Anggota Yang Dipimpin – Ketua
Layanan baik dan berbudi oleh ketua terhadap kakitangan bawahan akan menimbulkan
rasa mesra dan mendorong semua kakitangan berusaha keras untuk membantu ketua
mencapai matlamat organisasi. Antaranya yaitu :-
- Sikap murah hati, menunjuk ajar dan teladan yang baik.
- Berhemah dan member teguran secara tertib.
- Adil dan saksama.
- Mematuhi undang-undang, prosedur, peraturan dan arahan.
- selalu menepati masa.
Antara Rakan Sekerja
Sesama rakan sekerja perlulah menunjukkan budi pekerti yang mulia, bahasa yang
halus dan bertimbang rasa akan selalu menarik rakan sekerja untuk bersama
menjalankan kerja yang bermutu, membina kesatuan organisasi dan juga mencapai
matlamat dan misi organisasi. Antaranya yaitu :
- Saling hormat menghormati, setiakawan yang kukuh dan bersopan santun.
- Bantu membanti dan bermuafakat.
- Nasihat menasihati, member teguran dan tunjuk ajar.
- Mematuhi arahan, peraturan dan undang–undang.
Antara Organisasi dan Pelanggan
Anggota perkhidmatan yang berkhidmat di kaunter-kaunter barisan hadapan dan
perkhidmatan telefonis menjadi cerminan kepada keseluruhan organisasi yang
diwakilinya. Pelanggan akan merasa senang jika menerima perkhidmatan seperti
berikut:
- Penuh beradap dengan tutur kata yang sopan, lembut, terang dan jelas, mesra dan
selalu ingin membantu.
- Adil dan saksama.
- selalu memberi ucapan salam atau selamat dan berterima kasih dan memohon
maaf.
- Jangan membiarkan pelanggan menunggu lama, berbaris panjang dan tidak
menjawab panggilan telefon lebih dibandingkan 30 saat.
- Bersedia membantu tanpa diminta.
Peranan Pelanggan
Seseorang pelanggan yang ingin berurusan untuk memperoleh kan perkhidmatan dengan
pihak kerajaan atau swasta hendaklah mempuntai etika dan adab seperti berikut:
- Berpakaian kemas, menghormati peraturan dan tanda-tanda larangan.
- Memberi salam atau ucapan selamat sebelum menjalankan sebarang urusan.
- Bertutur dengan bahasa yang baik dan sopan santun.
Dato’ Seri Mohd Najib Tun Abdul Razak, Perdana Menteri Malaysia pula memperkenalkan
pada tahun 2009 sebagai satu ide bagi memupuk perpaduan
dalam kalangan rakyat Malaysia yang berbilang kaum, berteraskan beberapa nilai-nilai
penting yang seharusnya menjadi amalan setiap rakyat Malaysia sebagai kesinambungan
bagi melahirkan warga Malaysia yang memiliki ide dan kekuatan jati diri
Kebangsaan. (1Malaysia, Rakyat Didahulukan, Pencapaian Diutamakan – Edisi ke-2).
Terbitan Biro Tatanegara, Jabatan Perdana Menteri.
Dua asas utama yaitu untuk menyuburkan perpaduan
dan membina negara maju. 1Malaysia yaitu satu ide bagi memupuk perpaduan
dalam kalangan rakyat Malaysia yang berbilang kaum, berteraskan beberapa nilai
penting yang seharusnya menjadi amalan setiap rakyat Malaysia. Ia bukan satu agenda
baru negara yang terpisah dibandingkan agenda kerajaan Barisan Nasional sebelum ini,
sebaliknya ia yaitu pelengkap kepada pendekatan-pendekatan sedia ada untuk
mengukuhkan lagi perpaduan bagi menjamin kestabilan, ke arah mencapai kemajuan
dan pembangunan yang lebih mampan bagi rakyat dan negara Malaysia.
Dalam erti kata lain, 1Malaysia yaitu satu formula yang akan mempercepatkan
lagi proses untuk menjadikan Malaysia sebuah negara maju sepertimana yang
dihasratkan melalui Wawasan 2020.
Pengertian ini berdasarkan hujah bahwa untuk mencapai status negara maju
sepertimana yang disasarkan melalui Wawasan 2020, syarat yang paling utama
yaitu sebuah negara yang kukuh dan stabil dan ini akan hanya dapat dicapai jika
rakyatnya bersatu padu.
Perpaduan yang dikehendaki dalam amat berbeda dibandingkan
konsep asimilasi yang diamalkan di negara-negara lain, iaiu jika identiti etnik
dilenyapkan dan digantikan dengan satu identiti nasional yang sama.
Sebaliknya menghargai dan menghormati prinsip-prinsip
tradisi Persekutuan dan identiti etnik setiap kaum di Malaysia dan
menganggapnya sebagai satu aset atau kelebihan yang patut dibanggakan.
1Malaysia menekankan sikap penerimaan dalam kalangan rakyat berbilang kaum,
dengan satu kaum menerima keunikan kaum yang lain seadanya agar semua rakyat
dapat hidup bersama dalam keadaan saling menghormati dalam sebuah negara.
Asas perpaduan yaitu prinsip keadilan untuk semua kaum, yang membawa
maksud nasib semua kaum akan terbela dan tiada pihak yang akan dipinggirkan.
Dalam konteks ini, keadilan mestilah mengambil kira taraf kemajuan kaum yang berada
pada tahap yang berbeda . Oleh itu, dasar-dasar kerajaan dan peruntukan-peruntukan
tradisi yang memberi pembelaan kepada golongan yang memerlukannya,
akan tetap dilaksanakan.
yaitu penerusan agenda membina negara. Pra-syarat
untuk membina negara yaitu perpaduan. jika perpaduan dicapai, maka urusan
pembangunan negara akan berjalan dengan lebih lancar. Ertinya pendidikan dapat
dimajukan, ekonomi dapat dipacu, kebajikan rakyat dapat dipenuhi dan hasilnya
terciptalah sebuah negara yang kuat dan maju.
Tagline 1Malaysia
“Rakyat Didahulukan Pencapaian Diutamakan”
Ini yaitu komitmen atau janji kerajaan kepada rakyat bahwa dalam pelaksanaan
program dan projek-projek di bawah , rakyat harus didahulukan.
Rakyat didahulukan bermakna suara mereka didengari, kebajikan mereka dititikberatkan,
rakyat memperoleh khidmat terbaik dan diberi layanan mesra, dan natijahnya yaitu rakyat
berasa mudah, selesa, dihargai, dihormati, terjamin, selamat, memperoleh keadilan dan
seterusnya bangga dan bersyukur menjadi rakyat Malaysia.
Bagi memastikan kejayaan objektif ini , maka semua pihak harus bekerja kuat
berasaskan strategi pencapaian diutamakan.
‘Pencapaian Diutamakan’ bermaksud perkhidmatan yang diberi oleh kerajaan
dan semua pihak kepada rakyat hendaklah berada pada tahap kualitas yang optimum
dan terbaik. Oleh itu, agensi pelaksana hendaklah memastikan hasil kerja memberi
manfaat kepada rakyat, mengutamakan outcome berbanding output, selalu berfikir
yang terbaik untuk rakyat dan berfikir secara kreatif dan inovatif bagi memastikan rakyat
memperoleh kepuasan.
Aspek-Aspek Utama 1Malaysia
Dua aspek utama yang akan menjayakan yaitu :
- Aspek Pertama, Penerapan Teras-Teras Perpaduan
Menerapkan teras perpaduan sebagai budaya dan amalan semua rakyat Malaysia.
Teras perpaduan ini yaitu komponen-komponen asas yang menguatkan semangat
bersatu padu dalam kalangan rakyat berbilang kaum. Teras perpaduan ini didukungi
oleh empat nilai murni yang seharusnya mendasari cara hidup rakyat Malaysia.
- Aspek Kedua, Pengalaman Budaya Progresif dan Nilai-Nilai Aspirasi
Budaya Progresif dan Nilai-Nilai Aspirasi yang digagaskan dalam ide
1Malaysia yaitu budaya dan nilai yang perlu ada dalam orang progresif dan
dinamik yang akan memacu negara ke arah mencapai status negara maju. Budaya
progresif dan nilai-nilai aspirasi ini akan membantu dalam usaha meterbentuk kan
tenaga kerja yang berdaya maju dan mampu bersaing dalam persekitaran global,
dan seterusnya membantu melonjakkan kedudukan ekonomi negara ke tahap yang
lebih kukuh dan mantap.
Budaya progresif yang dimaksudkan yaitu Budaya Berprestasi Tinggi, Budaya
Ketetapan, Budaya Inovasi dan Budaya Ilmu. Sementara nilai-nilai aspirasi yang
dimaksudkan yaitu kebijaksanaan, kesetiaan, ketabahan dan integriti.
Teras-Teras Perpaduan
1. Penerimaan
1Malaysia menekankan sikap penerimaan dalam kalangan rakyat berbilang kaum,
dengan sesuatu kaum menerima keunikan kaum yang lain seadanya agar kita
dapat hidup bersama dalam keadaan saling menghormati sebagai rakyat dalam
sebuah negara. Ia yaitu peningkatan ketara dibandingkan sikap toleransi semata-
mata.
2. Prinsip-prinsip Kenegaraan yang berasaskan:
a. tradisi Persekutuan
b. Rukun Negara
3. Keadilan Sosial
Semua rakyat Malaysia akan terbela dan tiada pihak yang akan dipinggirkan.
Keadilan ini mestilah mengambil kira taraf kemajuan kaum yang berada pada
tahap yang berbeda . Oleh itu, dasar-dasar kerajaan dan peruntukan-peruntukan
tradisi yang memberi pembelaan kepada golongan yang
memerlukannya, akan tetap dilaksanakan.
Pengalaman Nilai-Nilai
yang mendukung Teras Perpaduan
Ketiga-tiga teras perpaduan ini pula didukungi oleh nilai-nilai berikut:
- Hormat-menghormati: Hormat-menghormati antara kaum termasuk menghormati
adat resam dan budaya kaum lain. Rasa hormat ini juga menuntut kita agar tidak
mengeluarkan kata-kata kesat tentang kaum lain dan juga tidak mempermasalah kan
peruntukan-peruntukan undang-undang yang menyentuh sensitiviti kaum.
- Rendah hati (tawaduk): Rasa rendah hati atau tawaduk yaitu prinsip insaf bahwa
kita semua yaitu rakyat dalam sebuah negara yang sama dan kita perlu hidup
bersama-sama secara harmoni. Ia juga meliputi pengertian bahwa setiap
kaum, malah setiap individu ada kelemahan dan kelebihan masing-masing, dan
seharusnya kita memanfaatkan kelebihan masing-masing demi memperkukuhkan
orang dan negara.
- Kesederhanaan: Pendekatan sederhana dalam apa-apa jua isu yang berbangkit.
Dalam negara berorang majmuk seperti Malaysia, tindakan atau tutur kata
bersifat ekstrem tidak langsung boleh diterima sebab ia boleh menimbulkan
masalah ketidakstabilan sosial yang lebih parah.
- Berbudi bahasa: Budi bahasa yaitu tutur kata dan tingkah laku yang tertib dan
berdasar kesantunan dalam segala interaksi dengan pihak lain bagi menjana
kerjasama dan permuafakatan yang lebih erat.
Pengalaman Budaya Progresif dan
Nilai-Nilai Aspirasi
1. Budaya Berprestasi Tinggi: Amalan memastikan setiap perkara dan tugas yang
dilakukan mencapai tahap yang terbaik. Secara lebih khusus, ia bermaksud setiap
produk yang dihasilkan dan perkhidmatan yang diberikan mestilah bertaraf dunia
dan memiliki nilai tambah. Sikap sambil lewa dan “acuh tak acuh” tidak boleh
terbentuk dalam orang yang berdaya maju.
2. Budaya Ketepatan: Sebagai rakyat sebuah negara yang berhasrat mencapai status
negara maju, rakyat Malaysia perlu mengamalkan budaya ketepatan. Antara aspek
ketepatan yang perlu diberi perhatian yaitu aspek ukuran, janji, masa dan membuat
keputusan.
3. Budaya Inovasi: Menjadi amalan kita sebagai rakyat Malaysia untuk mencuba
perkara baru dan berinovasi dalam apa jua bidang yang kita ceburi. Rakyat
Malaysia perlu Dinamakan individu yang mampu menjadi pemimpin dalam
bidang masing-masing. Kita mesti berani berubah untuk kebaikan, berani mencari
penyelesaian baru dalam menangani masalah dan selalu bersedia untuk menjadi
perintis dalam setiap bidang yang diterokai.
4. Budaya Ilmu: Sesebuah negara hanya akan benar-benar maju dan sukses jika
rakyatnya memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi. Budaya ilmu yaitu kecenderungan
untuk selalu memburu pengetahuan yang terkini dan kesediaan untuk menimba
ilmu sepanjang hayat.
5. Kebijaksanaan: Cara berhadapan dengan sebarang masalah dengan penuh
berhemah dan teliti agar tidak berlaku perkara-perkara yang menyinggung hati dan
prinsip mana-mana pihak.
6. Kesetiaan: Kesetiaan sepenuhnya kepada negara Malaysia dan kesediaan untuk
berbakti dan berkorban demi negara yang tercinta.
7. Ketabahan: Ketabahan dalam mengharungi masalah dan kesulitan yang
medatangkan. Rakyat Malaysia seharusnya bersifat tidak mundah mengaku kalah,
sebaliknya perlu memiliki keyakinan diri yang tinggi dan semangat juang yang
kental dalam apa-apa jua bidang yang diceburi.
8. Integriti: rakyat Malaysia perlu memiliki integritI yang tinggi dalam melaksanakan
sebarang tigas dan tanggungjawab agar negeri selalu disegani dan
dihormati oleh semua pihak. Integriti meliputi sifat-sifat amanah, bersih dan
cekap dalam melakukan sebarang tugas dan melaksanakan tanggungjawab.
yaitu menjadi harapan kita agar setiap warga negara Malaysia memiliki
prinsip cinta kepada negara dan taat kepada pemimpin dan menjadi warga Malaysia
yang memiliki kekuatan Jati diri yang saling hormat menghormati, dinamik, amanah
mengikut ajaran Islam atau nilai-nilai murni. Raja dan pemimpin yang dipilih oleh rakyat
pula hendaklah menjalankan tugas untuk kelangsungan rakyat dan membina sebuah
negara bangsa Malaysia yang kukuh dan bersatu padu.
Semenjak jatuhnya regim komunis-sosialis di Russia dan Eropah pada ujung tahun
1980-an sudah muncul ide dan aliran fikiran yang disebut ‘pascamoden’. Aliran ini
dimulakan oleh Lyotard dalam laporannya yang terkenal sebagai Report on the Status
of Knowledge. Penegasan penting gerakan ini yaitu menafikan segala bentuk keilmuan
yang mengongkong kebebasan individu atau kelompok kecil yang dinamakan sebagai
grand narratives sebab segala macam ilmu yaitu berbentuk relatif atau nisbi dan
tidak mutlak dalam ruang masa dan tempat. Dengan demikian setiap individu atau
kelompok boleh membangun dan menentukan budaya dan identiti sendiri seperti yang
ditanggapinya secara subjektif. ide itu bermakna juga budaya dan identiti setiap
individu atau kelompok yaitu amat dinamik dan selalu berubah bergantung kepada
konteks dan suasana di mana mereka berada. Tidak ada yang essensi atau asasi kepada
keterbentuk an sesuatu namun segalanya yaitu daya cipta manusia bagi memenuhi segala
macam keinginan. Dengan itu sudah muncul berbagai kajian yang meneliti ide dan
realiti sesuatu budaya dan identiti terutama dalam gerakan ilmu yang Dinamakan
cultural studies dalam kalangan ilmuwan kesusasteraan moden; yang kemudian
diterjemah ke dalam penelitian kebudayaan Melayu-Indonesia moden sebagai ‘jati diri’.
Gerakan ini amat berkait rapat dengan bidang ilmu kesusasteran moden yang terkenal
sebagai postcolonial studies sebagai gerakan menghurai dan mendedahkan berbagai
motif yang ada di sebalik sekian banyak penulisan sasterawan kolonial dalam
karya-karya dan kritikan sastera di zaman kolonial itu.
Perhatian yang meluas dan mendalam sudah berkembang bukan sekadar terhadap
motif dan gelagat sastera kolonial bahkan juga berbagai bentuk sub-budaya yang
muncul di kalangan berbagai kelompok manusia terutama golongan kecil yang disebut
sebagai ‘orang bawahan’ atau subaltern dan juga pop culture atau budaya popular
dalam penelitian culture studies. Maka penentuan terhadap kehadiran dan kekuasaan
golongan bawahan itu ditandakan oleh terbentuk nya sub-budaya mereka yang memberi
kesatuan dan identiti atau pengenalan kepada mereka sebagai kelompok yang wajar
diiktiraf dan berada di tengah orang , dan yang mengucapkan kehendak dan
keinginan mereka sendiri tanpa tindasan dan pengaburan apalagi pembenaman ke
dalam budaya dominan yang paling berkuasa di dalam orang awam. justru itulah
penelitian identiti atau jati diri menjadi amat penting sebagai pengiktirafan terhadap hak
sesuatu kelompok untuk terbentuk dan bertindak seperlunya di mana saja mereka berada.
Perkembangan penelitian ini kemudiannya sudah melahirkan berbagai bidang ilmu
lain: sosial dan fizikal, dan pengertian dan kefahaman terhadap ide identiti
sehingga membawa kepada penerapan yang lebih luas dan besar meliputi kajian
peribadi individu dan juga kebudayaan dan orang yang lebih luas. Demikian itu
penelitian ini diterapkan kepada kajian terhadap ciri kebudayaan yang Dinamakan
jati diri kebudayaan sesebuah orang .
Apa yang niat dilakukan dalam kertas ini yaitu meneliti sedikit akan pengertian
‘identiti’ atau jati diri itu sebagai sebuah konsep dan meneliti pula fungsi dan peranan jati
diri Melayu dalam konteks yang lebih luas dalam peradaban dunia moden. sebagian
dari penelitian konsep itu sudah dilakukan dalam sebuah makalah terawal bertajuk ‘Jati
diri Johor’ dan akan dikutip dengan agak meluas bagi memberi takrifan ide jati diri
yang ada dalam kertas ini.
Jati Diri dan ‘Identiti’ –
Kekaburan Makna
Keseronokan menimang ide baru di tangan yang kurang mahir sering kali amat
mengaburkan maksud. Konsep ‘jati diri’ yaitu satu dibandingkan ide baru yang
demikian indah dan megah untuk digarap dan dipakai dalam berbagai perbincangan.
Pengucapan yang berlaku seakan melemaskan penggunanya sehingga tidak pasti apa
yang diwacanakan. Hal ini bukanlah satu kesalahan, lebih-lebih lagi bukan kekurangan
sebab pakar psikologi terulung yang menumpukan bagian besar tenaga penelitiannya
terhadap ‘identiti’ yang kini sudah menjadi alih bahasa sebagai ‘jati diri’, yakni, Erik
Erikson pun terpaksa mengakui bahwa permasalah an identiti ini, “as unfathomable as its
is all-pervasive. One can only explore it by establishing its indispensibility in various
contexts”.
Terjemahan terkini ide ini kepada ‘jati diri’ kelihatan tidak memenuhi keperluan
ilmiah yang perlukan ketepatan konsep dan tidak terlalu banyak ketaksaan (ambiguiti)
yang boleh melenyapkan pengertian umum. Jika terdahulu ‘identiti’ itu difahami sebagai
‘pengenalan’ dan amat luas dipakai kepada ‘kad pengenalan’ (identity card) namun
konsep pengenalan juga kelihatan kurang menarik. Maka saranan penggunaan beralih
kepada jati diri dalam tempoh kira-kira satu dekad terakhir ini.
ada dua masalah berhubung konsep ‘jati diri’. Pertama kosa kata ‘jati’ itu
membawa dua maksud yang amat berbeda ditinjau dari akar umbi maknanya. Pada
satu pihak ‘jati’ bermaksud ‘tulen’ atau ‘asli’ seperti dalam penggunaan ‘Melayu jati’,
atau ‘anak jati’. Pengertian ini yaitu bagian terdekat kepada maksud identiti,
yakni sifat essensi kepada manusia. Yang asli, tulen dan jati kepada seseorang yaitu
perilakunya, peribadinya yang terpancar melalui pandangan nilai dan norma dan juga
ciri-ciri pengenalan lain seperti warna kulit, nama dan berbagai ciri budaya yang
dibawanya.
Satu lagi maksud ‘jati’ berasal dari akar umbi bahasa Sanskrit yang bermakna
‘kasta’ seseorang atau kumpulan kasta tertentu. Kasta dalam kalangan orang
India amatlah banyak. Maka setiap satu kasta yang bernama itu yaitu ‘jati’ kepada
pendokongnya. justru itu, jati bermakna kelompok kasta dalam kalangan orang
beragama Hindu. Mungkin maksud ini tidak terlalu relevan untuk diperbincang dengan
luas maka cukup sekadar mengetahui akan adanya sebab mungkin boleh menimbulkan
kecelaruan maksud dan pengertian jika segolongan peneliti tidak membezakan konteks
penggunaan kosakata ini.
Kembali kepada makna jati sebagai intisari sifat dan ciri asli, maka kata gabungan
dengan ‘jati-diri’ mungkin membataskannya kepada corak kepribadian seseorang
individu. Peribadi itu mengenai sifat mental dan psike ‘seseorang’. Demikian itu ia
menjadi agak kurang selesa sebagai pencirian ‘kepribadian ’ kelompok. Konsep ‘group
identity’ atau ‘jati diri kelompok’ yaitu gabungan dari kepribadian perseorangan
hingga muncul ‘pribadi umum’ yang tidak lagi menggambarkan sifat dan bentuk psikologi
seseorang namun yaitu suatu bentuk umum yang membayangkan ciri sebuah kelompok
besar sebagai gabungan kejiwaan keseluruhan tanpa kaitan khusus dengan seseorang.
Maka itu, mungkin ia lebih baik dinamakan jati-kelompok sebagai ciri pengelompokan.
Namun kelihatan tidak menarik atau sesuai. Maka untuk sementara kita gunakan juga konsep ‘jati diri kelompok’ sebagai gambaran kepada esensi dan sifat asli dan tulen bagi sebuah kelompok seperti terpancar kepada bebarapa ciri keorang an
dan kebudayaan yang sejagat seperti bentuk fizikal, nama, bahasa, sejarah, agama/kepercayaan dan bangsa.
Dengan fahaman umum sedemikian tentang adanya jati diri kelompok maka dapat
kita takrifkan identiti atau ‘jati diri’ kelompok mengikuti saranan Isaacs (1975:38).
To begin with, then, basic group identity consists of the ready-made
set of endowments and identifications that every individual shares
with others from the moment of birth by the chance of the family into
which he is born at that given time in the given place.
ada suatu ulasan yang harus diberikan kepada saranan Isaacs ini. bahwa
“keluarga” di mana seseorang itu dilahirkan mungkin berbeda dari keluarga yang
menjadi lingkungan kehidupannya. Kemudian, melalui proses pertukaran keanggotaan
kelompok keluarga seperti ‘angkat’ ataupun ‘perkahwinan’ keluar dari keluarga
asalnya. Perpindahan ini akan mengubah jati dirinya yang asal kepada yang baru
seperti perubahan ‘nationaliti’ (bangsa), agama, bahasa ataupun nama saat berlaku
perpindahan keanggotaan seseorang ke dalam kelompok ‘bangsa’ atau ‘kenegaraan’
yang lain. Segala perubahan ini akan sekali gus memberi jati diri baru kepadanya. Maka
keluarga tempat kelahirannya atau keluarga ‘orientation’ tidak menjadi sumber mutlak
kepada identiti seseorangn hingga akhir hayatnya. Demikian juga proses kerakyatan
dan kebangsaan dapat menukar keanggotaan seseorang hingga merubah jati diri
kelompok bangsanya.
justru demikian, jati diri memiliki dua dimensi yang amat penting. Pertama ia
yaitu segugusan ciri kelompok yang seakan asal dan kekal bagi setiap anggotanya di
sepanjang masa. Namun seringkali juga gugusan ciri itu mengalami perubahan kepada
bentuk dan ciri baru yang diperoleh melalui perkembangan sejarah, masa dan suasana
kehidupan terutama saat berhubung dalam kelompok atau kebudayaan asing. Jati
diri kelompok itu dapat ditanggapi sebagai suatu gugusan ciri kelompok yang dinamik,
berayun (oscillate) dari satu set kepada set yang lain melalui ruang masa dan sejarah
dan ruang tempat atau spatial. Pada suatu tahap amat mungkin satu gugusan ciri
kelompok itu menandai keterbentuk an kelompok itu, pada satu-satu zaman. Pada tahap
‘zaman’ yang kemudian, satu set atau gugusan ciri kelompok lain menandainya selaras
dengan desakan dan tuntutan masa dan lingkungan sosiobudayanya.
Kemungkinan perubahan ini membayangkan pula suatu lagi sifat jati diri manusia.
bahwa jati diri itu bukan suatu ciri atau himpunan ciri yang mutlak, kekal dan tidak
berubah namun yaitu selalu mengalami perubahan seperti nama, pengenalan
ataupun sejarah seringkali mengalami perubahan yang pesat hingga boleh menimbulkan
kekeliruan terhadap jati diri seseorang atau kelompok itu. Bahasa Melayu sebagai jati
diri Melayu sudah berubah kepada ‘bahasa Malaysia’ meskipun bahasa Melayu tetap
dipakai oleh kelompok-kelompok yang lebih luas. Namun di Malaysia jati diri asal itu
akan terpelihara melalui masa dengan penggunaan yang kekal. Demikian juga hal yang
berkait sejarah. Meskipun kita dapat bercakap tentang ‘sejarah Melayu’ atau sejarah orang
Melayu, namun fakta sejarah yaitu selalu terbuka kepada tafsiran dan penambahan
baharu. Dengan demikian sejarah boleh berubah dan jati diri berlandaskan sejarah itu
turut berubah. Manusia Melayu yang disebut oleh golongan imperialis sebagai ‘lanun’
kini menjadi ‘pahlawan’ dalam tafsiran baru. Sebaliknya berbagai golongan kolonialis
sudah menjadi ’pembelot’ atau ‘penyeleweng’ dalam sejarah Melayu moden.
Pentadbir dan sarjana kolonial seperti R.O. Winsteadt, misalnya jika ditafsir
kembali semua tulisannya dan kegiatannya terhadap sastera dan pendidikan bangsa
Melayu, ternyata Winsteadt yaitu seorang ‘colonialist’ yang amat buruk, semata-
mata menjadi penindas jahat kepada bangsa Melayu dengan membataskan pendidikan
Melayu hanya setakat darjah tiga rendah. Segala tulisannya mengenai sastera Melayu
semata-mata bermotifkan ‘penindasan’ dan penaklukan minda Melayu dan meyakinkan
orang bahwa bangsa dan tamadun Melayu amat kecil, terbatas, cetek dan tiruan
atau ambilan dari kebudayaan asing, tanpa sebarang kreativiti asli atau pencapaian
mendalam yang dapat dibanggakan.
Penilaian beliau terhadap sastera tradisional Melayu misalnya, dari ayat pertama
lagi, dalam preface (prakata) karya terkenal beliau, A History of Classical Malay
Literature (Suatu Sejarah Sastera Klasik Melayu) beliau sudah memakai banyak
superlative yang sengaja mengeji, menghina dan meremehkan bangsa Melayu:
(Sesiapa saja yang meninjau bidang kesusasteraan Melayu akan
terpegun dengan kekayaan bungaan asing dan kejarangan amat akan
tumbuhan tempatan. Sastera rakyat, sekalipun, yaitu pinjaman,
sejumlah besarnya, dari himpunan luas dongeng India, ambilan
dari zaman Hindu dahulu, dan kemudian dari Islam.)
Perhatikan sikap Winsteadt menyorokkan kejian dan penghinaannya dengan
metafora bahasa yang amat kononnya halus namun amat kasar terhadap pencapaian
kesusasteraan bangsa Melayu dan sengaja menjatuhkan air muka dan ‘jati diri’ bangsa
Melayu. Inilah ‘anjing’ kolonialis yang disanjung sebagai pembela peradaban Melayu
namun tidak pernah disanggah untuk mendedahkan penghinaan dan penindasannya
terhadap bangsa Melayu. Malah ramai yang menyanjung tinggi, termasuk penerbitan
kembali semua karyanya untuk menegaskan kembali sikap dan penaklukan minda
Melayu di zaman pergolakan kebudayaan dan jati diri zaman kolonial itu. Winsteadt
yang hidup berlegar di kalangan raja dan bangsawan Melayu pada awal abad
ke-20 sudah pasti memandang hina akan mereka itu sehingga beliau menganggap
dirinya dengan jati diri panggilan ‘beta’ dalam tulisannya.
Penilaian kembali dalam suasana pasca-kolonial pasti saja merubah ide
jati diri yang muncul itu. Namun masih ada golongan yang tidak melihat essensi jati
diri akan mengalami perubahan. Golongan ini terkenal sebagai ‘essentialist’ yang
mempertahankan intisari jati diri sebagai kekal dan mutlak. ada pula golongan
penentang yang bercanggah dan melihat jati diri selalu mengalami perubahan
mengikut konteks, suasana dan keadaan. Pada sebarang masa dan konteks, jati diri
akan selalu berinteraksi dengan sekitarannya untuk menyesuaikan diri pada bentuk
dan isi agar terus berfungsi dan releven di zamannya.
Essensi dan Nisbi
justru demikian, penelitian terkini terhadap konsep dan tanggapan jati diri atau
identiti berlegar di sekitar dua pola atau paksi berlandaskan pegangan para pengkaji.
Sejumlah pengkaji memahami jati diri sebagai ‘essensi’ atau intisari dan teras kekal
dan mutlak tentang binaan dan tumbuhnya ciri-ciri peribadi dari sejak kelahiran
seorang individu dalam keluarga dan orang nya. Bagi golongan essentialist jati
diri itu yaitu percikan dan serpihan dari ciri-ciri orang dan budaya yang menjadi
lingkungan pembinaan peribadi atau karektor diri seseorang individu sebagai anggota
orang . Seorang anak yang lahir membawa bersamanya potensi untuk diwarnai
dan dibina peribadinya melalui pembelaan atau sosialisasi yang berlaku oleh berbagai
agen pendewasaan itu – keluarga, rakan sebaya, komuniti setempat dan orang
umum dan media massa yang kemudian mempengaruhinya. Ciri-ciri peribadi itu kekal
dan bakal diturunkan pula kepada keturunannya yang nanti akan diwariskan kepada
generasi mendatang. Maka satu ciri peribadi itu berlarutan menjadi ciri orang
melalui interaksi antara anggota yang kemudian melahirkan ketulenan dari ciri itu
sebagai ciri umum dalam orang . Inilah yang menjadi asas tribalism yang berakar
umbi dari reaksi manusia terhadap alam dan suasana keterbentuk an dan survivalnya dari
ancaman dan kesulitan alam dan diturun dan diwariskan kepada orang melalui
sosialisasinya.. Ikatan
dengan orang inilah yang memberi makna kepada kehidupan dan keterbentuk an
seseorang. Dalam ‘kurungan’ ikatan orang itu dia menemukan keselamatan dan
kepasukan man. Di situ dia menerima berbagai titisan nilai, norma, perilaku yang membeku
sebagai ciri-ciri kepribadian diri dan orang nya. Maka dia yaitu pancaran jati diri
orang nya. Inilah yang katakan oleh E. Shils dan C. Geertz,
sebagai primordial affinities atau attachments. Geertz menjelaskan bahwa affinities
itu yaitu : ‘immediate continuity and kin connection, mainly, but beyond them the
givenness that stems from being born into a Partai cular religious community, speaking
a Partai cular language, or even a dialect of a language, and following Partai cular social
practices.” Dengan itu orang membentuk dan menurunkan ‘basic group identity’
yang membina peribadi dan jati diri individu bersamaan antara keduanya.
Namun golongan ‘relativist’ – nisbiah - tidak menerima kemutlakan identiti atau jati
diri individu apa lagi kelompok yang mengandungi jutaan individu. Meskipun peribadi
individu itu terbentuk dibandingkan proses sosialisasi keluarga dan berbagai agen di
sekitarnya namun individu manusia tidak selamanya tunduk kepada ikatan dan tekanan
orang nya. Individu manusia bertindak menurut keperluan dirinya pada masa
dan keadaan yang strategi. Dia yaitu penentu kepada keterbentuk annya. Dia membina
strategi hidupnya demi keterbentuk an dan survivalnya. Dia yaitu seorang ‘pembina’ –
constructivist – yang menentukan sekitarannya. Jadi, antara manusia dengan sekitaran
sosio-budaya dan fizikalnya, berlaku saling interaksi yang dinamik disebut oleh Giddens
sebagai proses ‘structuration’ – membina dan dibina antara keduanya. Dalam sekitaran
sosiobudayanya, manusia membina dan dibina peribadi individunya sebagai anggota
orang oleh sistem keorang annya, dan sebaliknya, peribadi individu dewasa
manusia yang menjadi anggota orang anya itu akan memberi pula sumbangan
dan membina pula peribadi orang nya secara citra kolektif. Himpunan perilaku
sekumpulan anggota orang akan memancarkan atau memberi citra kepada
perilaku orang nya.
orang nya dikenali dan difahami berdasarkan corak perilaku kelompok
yang kelihatan. Proses antara kedua-dua pembinaan itu yaitu ‘structuring’ dan
‘restructuring’ dalam ikatan yang bertimbal–balik. Maka ada bagian peribadi
individu membayangkan orang nya dan orang nya pula membayangkan
kesan pengaruh peribadi individu anggotanya. Dalam interaksi inilah muncul berbagai
struktur orang yang memberi rupa dan ciri kepadanya lalu menjadi identiti atau jati
dirinya dalam berbagai sudut pandangan. Segala itu menjadi pula semacam himpunan
simbol yang melambangkan orang dan anggotanya. Lambang itu menjelma
sebagai emergent structures ‘struktur bermunculan’ sebagai petanda kehadiran
orang . Maka melalui makna dan kepastian akan maksud berbagai struktur
itu seperti yang diterima dan dilaksana oleh semua anggota, maka mereka bergaul
sesama mereka dalam berbagai suasana. Interaksi seperti inilah yang bukan saja
relatif sebab selalu berubah menurut strategi para pelaku bahkan menjadi simbolik
bagi seluruh proses pergaulan atau interaksi sesama anggota orang . Maka tidak
berlaku simbol dan petanda mutlak yang menjadi ciri sepanjang masa. Setiap masa
simbol itu berubah sesuai dengan perubahan keadaan dan maknanya turut berubah
dalam pengertian yang muncul sesama keperluan dan strategi para pelaku.
Binaan Jati Diri –
Homogen dan Heterogen
Anak yaitu pendokong jati diri keluarganya. Badan dan perawakan tabienya yaitu
refleksi dibandingkan gene ibubapa. Dia yaitu ingatan masa lampau keturunannya. Segala
corak dan bentuk warna kulit, wajah, tubuh badan, rambut yaitu warisan dari sejarah
biologi pewarisnya yang sudah lampau. Dia yaitu juga bayangan bangsanya. Dia lahir di
tempat lahirnya, di kampung halaman dan komunitinya, di negaranya. Segala ini yaitu
menjadi bagian dari pengenalan dirinya; Dinamakan anak si-anu, di kampung
si-anu dengan wajah hitam manis, putih cerah atau rambut keriting, ikal atau lurus. Atau
dia menjadi anak ‘bangsa’ itu – Melayu, India, atau Cina – sebagai pengenalan dirinya.
Segala ini yaitu himpunan endowments atau givens (warisan) yang dibawanya atau
diturunkan sejak lahir. Segala ini dinamakan oleh Erikson sebagai shared sameness
(persamaan bersama) dengan keluarga, komuniti dan bangsanya.
Nama yaitu pengenalan yang paling jelas. Ia menjadi identitinya yang
berpanjangan. Sebagai lanjutan dari kelahiran itu, dia menerima pula segala layanan
dalam rangka adat istiadat dan obligasi sistem sosio budayanya. Segala macam ritual
dan adat istiadat akan dikenakan kepadanya, menyambut kelahirannya – dia diazan
atau diiqamatkan jika seorang Muslim. Dia dibedong, dibuai, diendoikan, dipotong
rambutnya kemudian, diaqiqahkan, dibacakan ‘riwayat’ nabinya dalam bentuk ‘berzanji’
dengan sebuah acara kenduri yang amat elaborate – panjang lebar. Segalanya menjadi
bagian dari simbol pengenalan diri untuk menerimanya itu sebagai anggota baru
orang . Dia masuk menjadi anggota baru orang nya melalui ritual itu.
Semakin dewasa semakin pula dia menerima ajaran adat dan istiadat komunitinya
dengan sentuhan nilai dan norma yang menjaga dan mengatur hidupnya. Dia dididik
dan ditegur dengan norma komunitinya lalu terbentuk semacam peribadi yang ‘baik’
atau ‘nakal’ atau ‘pemalu’, ‘penakut’ atau ‘berani’ atau sebagainya. Sebagai peribadi
unggul dalam komunitinya dia mesti diharap untuk menjadi ‘budak baik’, ‘berbudi
bahasa’, ‘berbudi pekerti’ dan ‘berkelakuan mulia’. Dia akan dikenali dengan perangai
dan tabiatnya dan dipanggil oleh ibubapa, rakan, jiran dan orang dengan
pengenalan peribadi dan perilaku itu. Jadilah ia seorang yang ‘amat baik’, ‘amat nakal’,
‘amat pemalu’ atau sebagainya. Atau malah dia memperoleh jolokan ‘gelaran’ yang
memancarkan secara ringkas akan ciri unggul dirinya, sebagai nama ‘timangan’ yang
selalu dipanggil: ‘bujang’, ‘manja’, ‘intan’ atau apa saja.
Dia akan dewasa dalam orang nya. Satu masa dia keluar dan bergaul dengan
‘orang lain’ maka terpancar pula pada dirinya akan ciri dan nama bangsa, sejarah
bangsanya, bahasa dan pertuturan bangsanya, agama dan kepercayaan bangsa. Dia
seorang ‘Melayu’, atau ‘Muslim’, atau seorang berbahasa Melayu. Dia sudah memperoleh
seluruh jati diri atau pengenalan bangsanya di tengah-tengah kehadiran berbagai
jenis manusia yang juga mewarisi berbagai bentuk jati diri bangsa mereka. Maka dia
sudah berada dalam konteks keorang an dan menjadi bagian dari kehidupan
yang amat berbagai , plural, heterogen. Dia tidak lagi berada dalam suatu lingkungan
yang sama, homogen namun amat beragam. Apakah ia akan kekal seperti dahulu di
zaman berada dalam kalangan bangsanya yang seragam; ataukah akan berubah
sesuai dengan lingkungan baru yang amat beragam? Pengalaman hidup manusia yang
berubah kediaman dan perluasan pengalaman akan menerima kedua-dua proses: kekal
dengan jati diri asalnya sambil menerima ciri-ciri baru yang meluas dan memperkaya
pengalaman, akal dan mindanya. Dia akan membina strategi baru untuk hidup dan
suvival – menerima ciri sekitaran baru untuk kekal dengan kediaman baru sambil
memelihara berbagai ciri asal jati dirinya. Namun identiti kelompoknya akan berubah.
Dia menjadi anggota kelompok baru maka dia mendokong jati diri kelompok baru.
Jadilah dia seorang ‘Cina Peranakan’ atau ‘India Peranakan’ sebab berada di tengah
sekitaran yang beragam dan asing di Malaysia. Dia tidak lagi semata-mata ‘Cina’ atau
‘India’ namun sudah memperoleh tempekan gelaran atau affinity lain dan baru.
justru itu, jika dia kekal dalam kelompok asalnya maka jati diri asalnya akan
mengawal hidupnya sambil memberi kesempatan kepadanya untuk membina komuniti
baru dangan ciri kehidupan baru pula. Dalam konteks berada dalam dua ‘alam’ atau
‘dunia’ inilah berlakunya dinamika jati diri kelompok yang ‘berayun’ atau oscillate antara
esensi asal dengan tempekan gelaran baru (affinity).
Bagaimana pula pergaulan atau interaksi dengan kelompok yang berdampingan?
Permasalah an ‘ayunan’ jati diri dalam hubungah antara kelompok yaitu ditentukan oleh
nisbi hubungan kuasa antara kelompok. Semakin berkuasa suatu kelompok maka
semakin muncul jati dirinya yang akan menakrif dan menentukan pula suasana
jati diri yang lain. Kekuasaan kelompok dalam banyak hal amat bergantung kepada
jumlah anggota atau pegangan kuasa politik. Jadi ukuran power atau powerlessness
– kemampuan dan ketidakmampuan - suatu kelompok akan menjadi penentu kepada
pegangan terhadap jati dirinya dalam suasana yang beragam dan majmuk. Persaingan
dan pergolakan antara kelompok dalam menentukan corak hubungan kuasa antara
mereka akan memiliki natijah – konsekwensi - yang amat kuat terhadap keterbentuk an
dan kehadiran jati diri kelompok itu. Pergolakan inilah yang sedang diperhatikan dalam
suasana kebudayaan di Malaysia kini. Sejauh mana satu gugusan jati diri kelompok
dapat dipegang sebagai esensi diri atau terkesan oleh pengaruh gugusan ciri dari
kelompok lain. Kekuatan persaingan dan permasalah an (contestation) antara kelompok itu
akan menentukan arah ayunan jati diri itu.
Pergolakan Jati Diri
Setiap satu ciri jati diri yang sudah dibicarakan akan selalu bergolak dan dinamik,
dengan erti sering mengalami perubahan. Pergolakan itu akan amat bergantung juga
kepada ‘kemerdekaan ’ atau ‘harga diri’ atau martabat dan juga kepada kesatuan atau ‘rasa
bersama’ – seiya sekata - antara anggota kelompok. Harga diri yaitu cara seseorang
menghargai dirinya atau memandang dirinya (self-esteem) ataupun dipandang boleh
‘orang lain’. Kesatuan yaitu keupayaan merasa menjadi anggota kelompok – merasa
bangga dan yakin akan keanggotaan itu. Ada individu amat bergantung kepada
47
keanggotaan dengan bangsa atau komunitinya untuk memperoleh ‘kemerdekaan ’ atau harga diri.
Ada juga bangsa atau kelompok yang amat memerlukan individunya yang berkemerdekaan
atau ‘tokoh’ untuk membangun kebanggaan dan harga diri kelompoknya. Jadi kedua
faktor ini saling berfungsi dalam membina kewibawaan dan sekali gus menegakkan jati
diri kelompok di tengah suasana majmuk atau plural. Keperluan untuk membina kemerdekaan
dan harga diri itulah yang menjadi landasan dan dorongan terkuat kepada pergolakan
politik dalam orang majmuk dan sekali gus juga menentukan kelangsungan jati diri
dalam pergolakan dinamik antara kelompok. Dengan demikian ada suatu macam
daya saing dan daya tahan dalam diri kelompok untuk mempastikan survival dengan
mempertahan jati diri dibandingkan tergelek dan luput oleh landaan kekuasaan kelompok
lain. Pertembungan jati diri antara kelompok tidak yaitu ‘durian’ dan ‘mentimun’,
tergelek luka, menggelek luka. namun , keadaannya yaitu lebih dinamik dan anjal
dengan daya hidup persistency yang amat kuat walaupun terpaksa tenggelam menjadi
‘tersirat’ dan latent. Demikian itu yaitu sifat manusia yang dapat kekal survive – dan
menyesuaikan diri (adaptable) dalam berbagai suasana dan keadaan.
Jati Diri Melayu dalam Sejarah
Berlandaskan takrif di atas kita dapat meneliti berbagai aspek kehidupan bangsa Melayu
bukan saja sebagai ciri kebudayaan bahkan sebagai apa yang tadi difahami sebagai
jati diri, yakni ciri utama yang menjadi pengenalan kepada bangsa dan orang
Melayu itu. Nama Melayu itu yaitu ciri utama yang memberinya satu kesatuan dalam
berbagai cirinya bahkan juga sebutan ringkas bagi segala bangsa lain yang bertembung
dengannya. Sejak zaman dulu lagi nama itu sudah dipakai sebagai pengenalan
diri dan bangsa Melayu. Sekurang-kurangnya sejak abad ke-7 nama Melayu sudah
dipakai sebagai jati diri bangsa Melayu di zaman kerajaan Sriwijaya/Jambi.
Dengan demikian bukan saja ‘Melayu’ sebagai satu jenis bangsa bahkan semua
anggota orang nya dalam erti yang terbatas dan juga Melayu dalam erti yang
meluas sebagai ‘Rumpun Melayu’ sudah dikenali dengan nama ini sehingga seluruh
area geopolitik di rantau ini terkenal di luar kawasannya sebagai ’Malaiyur’ (prasasti
48
Tanjore) (Wikipedia: “Melayu Kingdom”; “Tamil and Sanskrit Inscription in the Malay
World”) ‘the Malay Archipelago’ atau Gugusan Kepulauan Melayu. Penggunaan nama
itu sudah pasti melekat juga kepada semua anggota orang dan bangsa Melayu
dan mereka mengenal diri kita sebagai ‘Orang Melayu’. Maka nama itu sudah berfungsi
sebagai pengenalan yang mantap dan diiktiraf sebagai nama yang wajar dipakai
oleh sebuah bangsa Melayu yang terbentuk di dunia dengan segala kesatuan ciri budaya
dan bentuk peribadi yang sudah muncul sejak berkurun lamanya.
Dari penelitian bahasa-bahasa oleh sarjana Eropah seperti Otto Dempwolff dan
Welhem Schmidt penggunaan nama Melayu sebagai pengenalan bahasa-bahasa
‘Malayo-Polinesia’ sebagai sub-kelompok dari bahasa-bahasa “Austronesisch”
(Austronesian) dan orang di rantau alam Melayu sudah meliputi kawasan yang
amat luas termasuk seluruh kepulauan yang sekarang menjadi negara-negara terpisah
seperti Malaysia, Indonesia, Filipina, Brunei, Singapura, Selatan Thailand, Selatan
Vietnam, Selatan Kampuchea dan kepulauannya. Penjajahan kolonial sudah memecah-
belahkan semua area Melayu ini menjadi tanah jajahan berbagai kuasa Eropah dan
Asia: Sepanyol, Portugis, Belanda, inggris dan Siam, hingga mereka tidak lagi dapat
memahami kedudukan mereka sebagai sebuah bangsa yang besar, memiliki tanah
air yang luas dan kesatuan budaya yang masih berakar umbi pada bahasa dan ciri adat-
istiadat yang saling berkaitan. Dengan demikian bangsa itu sudah merasakan dirinya
kecil, sempit dan terasing antara satu sama lain.
Hanya penelitian sejarah serantau melalui ilmu bahasa perbandingan dan kini kajian
DNA umpamanya, akan dapat menyatukan ide dan tanggapan kesatuan
yang luas dan diajarkan kepada semua anak Melayu dan bangsa Malaysia untuk
memahami peranan dan misi sejarah bangsa yang sekian lama sudah berlaku. Dengan
demikian amat perlu dikaji dan ditulis sejarah Melayu yang panjang sejak bertapaknya
bangsa itu di rantau Alam Melayu ini pada zaman pra-sejarah, proto-sejarah dan zaman
sejarah awal hingga kini. Sebuah sejarah nasional Melayu yang memakan tempoh
masa kira-kira 5000 tahun perlu dikaji dan dirakam untuk memahami akan keutamaan
bangsa Melayu itu di bumi dan tanah air yang didiami oleh berbagai bangsa asli dan
pendatang dan membentuk pula berbagai negara yang berasingan dan berdaulat.
49
Keperluan ini agak mendesak kini sebab ternyata kefahaman terhadap sejarah
yang panjang itu dan keberfungsian sejarah sebagai fakta pengiktirafan akan status
Melayu sebagai pribumi di rantau ini sering dipertikaikan dan tidak difahami oleh
berbagai bangsa dan generasi muda Melayu. Malah ada usaha untuk ‘merebut’
kepribumi an oleh golongan luar yang melihat berbagai pengaruh dari India sebagai
‘penaklukan’ dan ‘penempatan’ orang India di rantau Alam Melayu. Kenapa
hal ini perlu yaitu sebab pengiktirafan diri dan oleh golongan lain terhadap status itu
akan menerapkan suatu kenyataan fakta yang tegas dan ulung akan keutamaan diri
bangsa Melayu terhadap keterbentuk an mereka di rantau ini dan juga menanam pengertian
kasih dan taat yang mendalam tehadap area yang kini menjadi negara dan para
penghuninya sebgaai warganegara dalam negara bangsa yang moden.
Malangnya sejarah yang diajarkan kepada anak-anak sekolah yaitu terlalu
cetek dan ringkas sehingga masalah yang mendasari berbagai tuntutan Melayu dalam
perundangan tradisi negara juga dalam berbagai dasar awam yang sedang
dilaksanakan kini tidak difahami sebaiknya.
Ciri-ciri kebudayaan berbagai bentuk terutama bahasa, seni tampak, seni
persembahan dan sistem sosial termasuk kekeluargaan, politik dan pemerintahan
tradisional dan juga himpunan ribuan hasil tulisan manuskrip Islami dan karya seni
sastera yaitu pernyataan berbagai ciri budaya yang memberi petanda tegas dan
bukti teguh akan keupayaan dan kreativiti bangsa Melayu menghuni dan berinteraksi
dengan alam sekitarnya sehingga bukan sekadar menjadi penghuni pasif dalam alam
itu bahkan mempengaruhi dan membangun peradaban atau tamadun dalam alam
fizikalnya sehingga membina pengenalan rantau ini sebagai ‘Melayu’.
Dari sejak awal tamadunnya di zaman ‘kepawangan’ (shamanism) kepada Hindu-
Buddha dan kemudian Islam dan Barat, bangsa Melayu itu sudah yaitu kelompok
manusia yang aktif membina dan memakai segala sumber alam sejak ribuan
tahun hingga merubah wajah alam ini dan memberi nama kepadanya sebagai Alam
Melayu. Maka keupayaan menguasai dan mempengaruhi bentuk muka bumi dan alam
sekitar sehingga membina unit politik, pemerintahan dan kenegaraan sehingga ke tahap
empayar, di dalam kawasan geopolitik itu memberi bangsa Melayu suatu status atau
kedudukan sebagai satu-satunya kelompok yang diiktiraf sebagai bangsa asal pribumi
yang membina negara dan empayar, sekali gus peradaban atau tamadun rantau ini.
50
Walaupun berbagai suku bangsa yang berkaitan dengan Melayu seperti ‘Mongolid
Selatan’ ataupun golongan ‘Orang Austronesia Barat’, dan juga ‘Austro-Asiatik’
dikatakan sudah pernah terdahulu menempatkan diri di rantau Alam Melayu namun
mereka tidak membina negara apalagi memberi pengenalan atau identity sebagai
petanda keutamaan kuasa dan wibawa kelompok itu. sebagian suku Melayu itu tetap
yaitu golongan perantau yang berpindah-randah sehingga tidak terbentuk kesatuan
negara dan area , kekuasaan dan kewibawaan sebuah negara. Kelompok ini tidak
membina dan pemerintahan dan tidak memberi identiti atau pengenalan kepada rantau
area ini kecuali berbagai penempatan terbatas di lembah sungai dan pesisiran
pantai. Hanya suku bangsa Melayu dan Jawa dalam Rumpun Melayu sudah berupaya
menjadikan segala kewibawan dan kekuasaan ini dan membentuk kenegaraan dan
memberi nama kepada rantau ini sebagai Melayu atau Jawa.
Fakta kuasa dan wibawa ke atas area ini amat penting disedari sebab sejarah
manusia sejak dahulu hingga kini hanya mengiktiraf dan memberi legitimacy terhadap
kewibawaan bangsa ke atas area itu sebagai faktor penentu kepada identiti dan
keterbentuk an negara dan bangsa. Amerika, Australia, New Zealand atau Filipina,
Columbia, China, India dan sebagainya tidak terbentuk tanpa kewibawaan bangsa yang
mencipta pemerintahan ke atasnya meskipun sudah ada kuasa atau penduduk lain lama
sebelum datang dan hadirnya bangsa yang dominan dan memerintah sebagai penguasa
kenegaraan. justru demikian sejarah akan memainkan peranan dan fungsi yang amat
utama dan penting dalam menjelaskan ide kenegaraan dan pemerintahan sebagai
landasan legitimacy suatu tuntutan dalam negara dan bangsa masa kini.
berbagai ciri kebudayaan termasuk bahasa, kesenian dan sistem keorang an
kekeluargaan, politik, ekonomi dan perundangan dan kepercayaan yang bertunjang
kepada alam sekitarnya yaitu penentu kepada kesatuan dan keutuhan bangsa itu
sebagai sebuah kelompok manusia yang aktif dan berwibawa di area kekuasaannya.
Kebudayaan dan peradaban yaitu petanda kepada territorial imperatives atau
tuntutan kearea an manusia ke atas suatu kawasan bumi yang digagaskan oleh
bangsa Melayu, dalam pepatah ‘di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’. Itulah
yang difahami dan dimengerti mereka sebagai ikatan emosi dan kuasa di atas muka
bumi yang bernama ‘tanah air’. Daya cipta yang melahir dan menghasilkan berbagai
51
bentuk dan ciri kebudayaan itu yaitu petanda kepada kreativiti dan dinamika bangsa,
dan wibawa kebudayaan dan peradabannya yang menyebabkan bangsa itu dapat
membina bukan sekadar peradaban tinggi, agung dan besar bahkan juga memberi
kesan dan pengaruh yang nyata dan jelas terhadap penggunaan dan keterbentuk an ciri
muka bumi dan berbagai binaan fizikal di mana mereka sudah meneroka dan berkuasa.
Inilah tuntutan Melayu yang sah dan legitimate terhadap negara ini sebagai hak
pribumi dalam sejarah, tradisi dan jati dirinya kini.
Melayu Konteks Tamadun Dunia
Kesahihan tuntutan bangsa Melayu itu dari sudut geo-politik dunia menerima
pengiktirafan semua bangsa di dunia dan berlaku pada pengiktifaran kedaulatan negara
di mata dunia melalui PBB. Malaysia sudah diiktiraf sebagai sebuah negara berdaulat
(sovereign state) di persada antarabangsa atas nama Melayunya. ’Malaysia’ yaitu
“Kepulalaun Melayu” seperti digagaskan asalnya oleh peneliti di Perancis terhadap
Kepulauan Alam Melayu:
“Following his 1826 expedition in Oceania, French navigator Jules
Dumont d’Urville invented the terms Malaysia, Micronesia and
Melanesia, distinguishing these Pacific cultures and island groups
from the already existing term Polynesia. In 1831, he proposed these
terms to The Société de Géographie. Dumont d’Urville described
Malaysia as “an area commonly known as the East Indies”. In 1850,
the English ethnologist George Samuel Windsor Earl, writing in the
Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, proposed naming
the islands of Southeast Asia as Melayunesia or Indunesia, favouring
the former. (D’Urville dll, 1850)
Dalam fenomena yang serupa, tuntutan atas sebuah area berstatus negara sudah
memakan ribuan nyawa sebelum dapat membina sebuah area sebagai negara bagi
bangsa yang berdaulat. Bangsa Palestin yang beribu tahun mendiami dan memberi
52
identiti kepada Palestine direbut hak mereka oleh penjajahan sehingga saat ini masih
berjuang di mata semua penduduk dunia untuk sebuah negara. Perjuangan bangsa
Gypsy bagi memperoleh kan sebuah negara bagi bangsa mereka untuk menghentikan
kehidupan berkelana, merana dan menderita penghinaan berbagai bangsa Eropah
terhadap mereka akan berterusan selagi ada keinginan untuk mempertahankan
bangsa. Akan terus berlalu peperangan antara bangsa Kurdish dengan semua jirannya
di Turki, Iran dan Iraq sebelum mereka dapat membina sebuah negara Kurdistan
sebagai pengiktirafan akan jati diri mereka sebagai bangsa Kurdis di tanah air mereka.
Orang Ireland akan terus bersengketa sesama mereka atas nama jati diri Irish yang
dipecahkan oleh penjajahah Brtitish ke atas Ireland Utara yang kini menjadi negara
Katholik Ireland dan Northern Ireland yang Anglikan.
Segala itu yaitu fungsi dan peranan wibawa jati diri bangsa dalam menuntut
kedaulatan mereka ke atas muka bumi yang dapat dinamakan sebagai tanah air dan
negara berdaulat. Para ilmuwan Islam dalam bidang menyebut ikatan manusia dengan
area politiknya sebagai sebagian dari iman: hubbul watan minal iman – kasihkan
watan sebagian iman. Atas landasan keimanan ini maka kita yang sudah bernegara
wajib mempertahankannya sebagai negara Melayu, yang Dinamakan Persekutuan
Tanah Melayu dan kemudian menjadi Malaysia. Itulah keimanan yang dituntut sebagai
Muslim. Tidak ada negara lain di muka bumi yang bernama Melayu.
berbagai kesenian, bahasa dan sistem keorang an yaitu landasan
keunggulan bangsa Melayu untuk menonjolkan ciri-ciri unggul kepada semua bangsa
di dunia akan keupayaannya di mata dunia. Segala ciri itu yaitu bukti yang nyata
dan tegas bahwa ia sudah cukup kreatif dan dinamik untuk membentuk area dan
corak kehidupan yang tersendiri dan bangga akan keupayaan itu. Ciri-ciri seni dan
sistem keorang an mereka bukan sekadar untuk menjadi saluran kehidupan harian
yang biasa bahkan yaitu penunjuk dan petanda kepada kesanggupan dan keupayaan
bangsa Melayu mencipta dan membina corak hidup dalam acuan kepandaian dan
kebijaksanaan mereka sendiri tanpa bergantung kepada bangsa lain. Namun tidak ada
suatu pun bangsa yang tulen dan jati dengan daya cipta sendiri saja tanpa pinjaman
dan penyerapan dari budaya asing. Maka bangsa Melayu sudah sedia menyerap segala
kebijaksanaan bangsa lain sesuai dengan gaya hidup dan sistem nilai budaya mereka.
53
Keupayaan menyerap berbagai ciri asing dan menyesuaikannya dengan sistem budaya
dan orang sendiri menjadikan ‘Melayu’ atau ‘masuk Melayu’ yaitu proses
dinamika Melayu. Hingga kini, berbagai ciri asing sudah diserap dan disesuaikan namun
jati diri dan nama Melayu tetap terbentuk , kekal dan unggul. Maka dalam hubungan dengan
berbagai bangsa dan dalam konteks peradaban dunia, Melayu itu sudah menciptakan
jati dirinya di rantau Melayu dan menjadikan tradisi dan sejarah berlangsung dan dapat
dipertahankan. Kekuatan dinamika budaya Melayu untuk menerima dan menyerap
berbagai unsur luaran dan menapis nilai baik untuk megkayaka kebudayaan bangsa
harus disedari dan dipelihara demi survival bangsa Malaysia.
Survival bangsa Malaysia amat bergantung kepada nilai budaya Melayu. Sejarah
lama dan moden amat jelas memberi iktibar bahwa bangsa Barat yaitu bangsa
selalu bersedia untuk berperang dan menjajah bangsa lain seperti mana bangsa
Babarian yang terdahulu dari mereka di Eropah. Kini mereka mewarisi nilai Barbarian
itu atas nama peradaban bangsa moden. Mereka akan mengadakan sebab (pretext)
sebagai memberi ancaman terhadap keselamatan mereka walaupun berada jauh
bagi melakukan penyerangan, peperangan dan penaklukan. Di zaman moden yang
dikatakan amat bertamadun dan beradab, naluri liar ‘imperialisme’ sudah menakluk Iraq
atau sebarang negara Asia Barat atau negara Islam tidak pernah mengancam Amerika
atau Eropah. Namun semua negara mereka bersedia untuk menakluk negara Islam
atas nama peradaban mereka itu.
Malaysia sebagai pengenalan konkrit dan sebuah unit geopolitik di muka bumi akan
kekal bersatu sebagai sebuah negeri atas nilai budaya Melayu yang amat
altruistik yang menjadikan keperluan orang lain sebagai penting. Altruisme yaitu nilai
asasi Melayu yang tidak ada tolok bandingnya. Sikap assertive dan ‘kurang ajar’ ataupun
‘kiasu’ asing yang kini disaran agar diterap ke dalam nilai Melayu dan Malaysia akan
membawa kepada padah pergaduhan dan sengketa yang tidak berputusan antara
warganegara dan antara negara. justru demikian, demi keutuhan negeri
maka nilai ‘budi’ Melayu yang amat universal sebagai nilai peradaban tertinggi manusia
yang beradab itu harus dipertahankan dan dimajukan sebagai nilai kebangsaan dalam
negara dan dunia.
54
Melayu dan Islam
Sejak abad ke-11 Masihi, Islam sudah menjadi intisari jati diri Melayu. Meskipun
Islam menyerap secara beransur-ansur ke dalam diri bangsa Melayu; dengan erti
penyerapannya berlaku dari penerimaan golongan atasan di istana ke lapisan bawahan
orang dari kota ke desa pedalaman. berbagai anasir ‘animisme’ kekal berfungsi
di dalam orang , namun Islam itu sudah menyatu beridentifikasi dengan seluruh
kehidupan Melayu. Islam berupaya membentuk jati diri Melayu dan menjadi penentu
(determinant) kepada setiap yang bernama Melayu. berbagai anasir dalaman dan
luaran yang sudah lama terserap sudah memperoleh ‘saringan’ dan ketetapan Islami untuk
menjadikannya Melayu, termasuk berbagai anasir yang dilihat sebagai ‘khurafat’ atau
‘bid’ah’ dari saringan hukum Islam. Intisari nilai yang dulu diterima dari sejarah Hindu-
Buddha kini sudah tersaring di dalam tapisan Islam dengan kandungan spiritualisme
atau kerohanian Islam meskipun pada permukaannya dan bentuk ide itu masih
memperlihatkan warisan asalnya dari zaman pra-Islam.
ide rukun Islam seperti ‘sembahyang’ atau ‘puasa’ dan hukum seperti ‘dosa’
dan ‘pahala’ ataupun alam semesta seperti ‘syurga’ dan ‘neraka’ yaitu warisan
dari zaman pra-Islam itu yang sudah dibersihkan intisari kerohanian asalnya dan kini
sepenuhnya difahami sebagai tulen Islami dengan ‘keesaan’ Tuhan sebagai asas
‘tauhid’ yang mendasari semua ide itu. justru demikian, Islam sebagai asas jati diri
Melayu tidak lagi menjadi permasalah an meskipun masih ada keberfungsian berbagai
anasir orang dan kebudayaan Melayu yang memperlihatkan bentuk pra-Islaminya.
Anasir yang paling jauh dari kandungan Islam pun perlu memperoleh kesahihannya dan
kemujarabannya (efficacy) berasaskan kerohanian Islam, seperti ‘jampi’, ‘serapah’,
‘mantera’ yang dari sudut Islam yaitu yaitu doa. Setiap ucapan yang bernama
jampi atau serapah akan mengandungi ucapan asasi wibawa memohon kuasa Allah,
Rasul, Nabi dan berbagai watak para sahabat Nabi untuk mempastikan kemujaraban
serapah itu. Ini bermakna, Islam dan seluruh sifatnya yaitu bagian dari personaliti
(sahsiah), sistem dan ciri kehidupan Melayu.
Hanya yang menjadi permasalah an yaitu betapa kognisi dan alam fikiran Melayu, daya
pengetahuan, masih kekal Melayu melalui bahasa Melayu. Bahasa Arab sebagai bahasa
55
al-Quran menjadi kemahiran golongan ilmuwan dan sebagian para pelajarnya yang
kekal melangsungkan keilmuan Islam dalam orang Melayu. justru demikian,
ilmu Islam yang terserap ke dalam alam fikiran Melayu melalui bahasa Melayu
seringkali tidak mencapai kedalaman ilmu Islam dalam tradisi bahasa Arab meskipun
sudah berlaku terjemahan dan saduran berbagai pemikiran klasik Islam ke dalam
bahasa Melayu. Kelihatan berlaku semacam jurang pemahaman dan pengertian antara
golongan terdidik dalam bahasa Melayu dan bahasa Arab dari sudut pengertian Islami.
Hasilnya terbentuk lapisan pengertian yang berbeda dalam kalangan lapisan orang
dan golongan ilmuwan Melayu terhadap Islam itu sebagai hukum, anasir kehidupan
dan kepakaran. Positifnya sudah banyak usaha menerbitkan buku risalah Islam dalam
bahasa Melayu untuk merapatkan jurang pengertian dalam kalangan orang awam
agar lebih substentif dan berisi.
Melayu-Islam dan Global
Kesan dari perkembangan di jaman , kedalaman pengertian Islam dalam orang
yaitu kemunculan usaha dan saranan terkini untuk menegakkan nilai ‘wasatiyyah’
sebagai intisari nilai dalaman orang Melayu dan diperluas pula ke seluruh dunia
yang bertunjangkan Islam dan ajaran al-Quran, sebagai petanda kepada peranan
dan keberfungsian jati diri Melayu dan kenegaraannya di mata dunia. Maka berlaku
suatu sentesis baru pada jati diri Melayu-Islam di persada global. Melayu sebagai
rupa bangsa terawal dan nama etnik yang hanya berfungsi dalam lingkungan negara,
sudah bertukar kepada Islam dengan sistem kenegaraannya (Malaysia) menjadi identiti
global Melayu itu. Kita melihat suatu perkembangan linear, kaitan erat antara Melayu
dan Islam, sebagai ide jati diri itu untuk berfungsi pada tahap global. sebagian
dari fenomena ini pastilah sebab kemunculan Islam sebagai ‘nama’ penting dalam
sejarah dan peradaban dunia dan kini memperoleh label atau jolokan yang kontroversi:
dari peradaban hingga kepada keganasan. Dan, Malaysia memberi rupa dan wajah
‘moden’ dan ‘moderate’ kepada tanggapan global itu.
56
Dalam konteks sedemikian maka amat wajar Malaysia sebagai sebuah negara
Melayu memainkan peranan yang besar dan bermakna untuk membentuk kembali
wajah dan esensi Islam pada tahap global sebab belum ada depiction atau
gambaran citra negatif terhadap wajah Melayu-Islam di mata dunia. Setakat ini wajah
Islam-Melayu yang ini dan tergambar yaitu amat positif, aktif dan proaktif dalam
mencorakkan kehidupan global melalui berbagai peranan di PBB dan serba macam
tindakannya dari segi ekonomi, pendidikan, sosial niat pun politik dan kepasukan an.
Dari sudut itu, Malaysia yang intisarinya yaitu Melayu yaitu citra terbaik dan terulung
bagi Islam pada tahap dunia dan global.
Perkembangan sedemikian memiliki dua lapis makna dan fungsi yang amat
positif dan mendalam bagi perkembangan peradaban Melayu di Malaysia dan pada
tahap global. Pertama, anjakan jati diri Melayu sebagai wakil dan wajah Islam di
luar negara menegaskan sepenuhnya akan berfungsi Islam sebagai intisari Melayu
seluruhnya. Hal ini membawa kesan baik bagi identifikasi dalam negara: Malaysia
sebagai negara Islam untuk meneguhkan pembinaan bangsa dan berbagai institusi
Islam. Kedua, Melayu sebagai wajah Islam global dan antarabangsa memberi alternatif
terhadap citra Islam yang lebih benar dan wajar berasaskan intisari nilai Islami yangn
hakiki – salam, selamat, aman, penyerahan - di mata dunia. Penonjolan ‘wasatiyyah’
sebagai citra baru Islam berlandaskan sahsiah, peribadi atau personality Melayu
yaitu gerakan positif membentuk kognisi dan pengertian baru orang dunia
terhadap Islam. Lebih utama lagi yaitu penonjolan bahwa konsep ‘wasatiyyah’ itu
mengandungi bukan sekadar ide ‘moderate’ atau ‘pertengahan’ bahkan ‘keadilan’
dan ‘perimbangan’ sebagai hakikat dan esensi seluruh ide itu (al-Baqarah: 143).
Gerakan Melayu sebagai wajah Islam pada tahap global itu amat wajar dan
wajib dilakukan sebab ia dapat membina kembali atau rekonstruksi wajah yang
sudah lama dihitamkan atau kini dikatakan demonised sejak zaman Perang Salib yang
mengejutkan tamadun Barat akan keliaran dan barbarism mereka. Islam yaitu
spiritualisme subversif bagi mereka yang mempermasalah dan memberi tafsiran baru dan
lain dari ide iman mereka berasaskan trinity ataupun original sin. Sejak itu, Islam
yaitu musuh dan mesti dihancurkan. Hingga kini sikap bermusuh terhadap Islam
kekal sebagai gerakan Barat, yang diperteguh dengan tindakan ganas segolongan
57
orang Islam yang melampaui batas hukum Islam sendiri sehingga membentuk
citra atau nama baik Islamophobia global dan eurobia di Eropah. Maka wajah dan sahsiah
Melayu, yang esensinya terbentuk dalam ide -ide Islami ‘berbudi bahasa’,
‘berbudi pekerti’ dan ‘berbudi bicara’ dengan kefahaman ‘bahasa’ sebagai esensi yang
bukan saja wajah itu baik bahkan berilmu dan bijaksana, yaitu wajah yang amat
positif pada tahap global.
Wajah ‘aman’ dan ‘selamat’ dalam bentuk ‘budi’ itu harus kembali dinamik dengan
suntikan dinamika ‘jihad’ yang benar dan hakiki. Pada tahap ini, jihad sudah menjadi
esensi terburuk yang melahirkan ‘citra ganas’ bagi wajah Islam. Padahal, anasir
keganasan yang sama tetap berlaku dalam semua kuasa dan bangsa terutama Barat.
Semua kuasa besar kini memperteguh citra ‘perkasa’ mereka terutama Amerika untuk
mengingatkan semua bangsa lain akan ‘awe and shock’ layanan mereka terhadap
sebarang usikan terhadap dari luar. Citra ganas yang membunuh ratusan ribu manusia
asing itu yaitu ‘kemanusiaan’ dan ‘keamanan’ bagi mereka. Jihad dan segala bentuk
penentangan terhadap keganasan mereka yaitu terrorism yang mesti perangi.
justru itu, jihad sebagai dinamika membela, memelihara dan menciptakan ‘salam’,
‘wasatiyyah’ dan Islam melalui ‘bela diri’ dan pertahanan yang selalu ‘siap siaga’
dari serangan manusia lain terhadap orang Islam wajar ditanam ke dalam sahsiah
dan personaliti Islam-Melayu sebagai pancaran sahsiah dinamik untuk memastikan
tidak berlaku penindasan dan sekali gus menghancur dan menghapuskan umat Islam di
dunia.
justru demikian, sintesis Melayu-Islam yaitu yaitu sinergi citra dan esensi
nilai yang amat positif untuk menjadi landasan baru keberfungsian jati diri Melayu-Islam
itu bahkan memberi sumbangan kepada citra Islam sejagat. Inilah misi jati diri Melayu-
Islam pada zaman ini.
Dinamika jihad dalam bentuk yang benar dan betul dapat mengelak dari berlakunya
sikap dan tindakan negatif yang sudah lama tertanam dalam peribadi Melayu-Islam
di Alam Melayu. Lanjutan dibandingkan nilai budi dari warisan lampau Buddha itu, sudah
muncul berbagai ide terbitannya dalam berbagai bentuk terutama ‘tolak-ansur’
atau altruisme itu memiliki akhiran atau terminal logis, seringkali menjadi kalah atau
menyerah. Dalam pada itu berlaku juga personaliti atau peribadi yang bertegas dan
58
berkeras sesudah terlalu banyak bertolak ansur, terlampau mengakomodasi kelangsungan
dan keperluan orang lain. justru ide ‘beri betis hendakkan peha’ muncul, sebagai
peringatan dan membina sikap melawan permintaan yang terlampau melebih dari
yang patut, yang tidak wajar atau yang tidak adil. Pada tahap itu, nilai asasi keadilan,
berpatutan atau padan dengan keperluan akan beroperasi untuk mengimbangi altruisme
Melayu. Perubahan nilai dan norma dari mengalah dan menyerah kepada melawan
dan menuntut keadilan atau keberpadanan layanan dan sikap akan menyebabkan
muncul sikap yang lebih keras dan nekad seperti ‘menyeluk pekasam, biar sampai ke
pangkal lengan’, ‘alang-alang mandi biar basah’, ‘alang-alang berdakwat biar hitam’
atau lebih keras dan nekad yaitu niat ‘amuk’.
Jika terlampau ditolak dan diansur hingga terdesak ke sudut tembok dan tidak
dapat lagi jalan keluar maka yang terakhir yaitu pengorbanan diri yang tidak mengalah:
mengamuk. Ibarat kata, ‘rajanya mati, negerinya alah’. Rakyat Melayu sudah
mempertontonkan kesetiaan terhadap nilai budi dan amuk itu dalam jiwa keperwiraan
Melayu di mata dunia dengan jati dirinya. Keperwiraan itulah yang harus menjadi
panduan dalam menghadapi desakan dan kesulitan dunia masa kini. Semensudah an pula
Melayu itu yaitu Muslim, maka pengorbanan dijalan Tuhannya sudah dijanjikan pahala
tertinggi, dan syurga. Keperwiraan itu yaitu ‘jihad’ yang benar yakni perjuangan di
landasan yang diredhai membela yang tertindas dan terpinggir dan terdesak. Inilah
intisari kemelayuan di hati Melayu-Islam yang kini menjadi wajah ‘wasatiyyah’ untuk
tatapan dan keberfungsian di mata dunia yang sedang bertemu dan berhadapan
dengannya dalam kalangan warga Malaysia dan warga dunia di PBB.
59
Bibliografi
Bellwood, Peter, Fox, James, Tryon, Darrell, 1995. The Austronesians: Historical and Comparative
Perspectives. Australian National University Department of Anthropology.
During, Simon, 2003. The Cultural Studies Reader. 2nd ed. London New York: Routledge.
D’Urville, Jules-Sébastien-César Dumont; Isabel Ollivier, Antoine de Biran, and Geoffrey
Clark. “On the Islands of the Great Ocean”. The Journal of Pacific History (Taylor &
Francis, Ltd.) 38 (2). JSTOR 25169637. ; Earl, George S. W. (1850). “On The Leading
Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations”. Journal of
the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 119) – Wikipedia: Malaysia)
Isaacs, Harold Robert, 1975. Idols of the Tribe: Group Identity and Political Change. Harvard
University Press, 1975.
Lyotard, Jean-François, 1979. The Postmodern Condition: A Report on Knowledge. Trans.
Geoffrey Bennington and Brian Massumi. Minneapolis: University of Minnesota Press,
1984 [La Condition postmoderne: Rapport sur le savoir. Paris: Éditions de Minuit].
Malaysia: Wikipedia. the free encyclopedia.
Oppenheimer, Stephen, Journey Of Mankind - The Peopling of the World, http://www.
bradshawfoundation.com/journey/
Winstedt, R.O., 1996. A History of Classical Malay Literature, MBRAS, (Y. A. Talib).
60
Peradaban Dan
Jati Diri Melayu
Zainal Abidin Borhan*
Yayasan Karyawan Malaysia
* Datuk Zainal Abidin Borhan yaitu Pengarah Eksekutif Yayasan Karyawan Malaysia
merangkap Ketua Dua GAPENA
62
Pendahuluan
Artikel ini akan membincangkan tiga perkara pokok yaitu konsep peradaban, peradaban
Melayu dan jati diri Melayu. Konsep peradaban boleh disamakan dengan konsep
tamadun. Kata peradaban berakar kata adab yang berasal dari kata Arab yang
bermaksud kesusasteraan. namun adab dalam bahasa Melayu bermaksud perilaku atau
pekerti yang baik, sopan, halus dan bertatasusila. Tamadun pula berasal dari kata Arab
maddana, satu kata-kerja yang merujuk kepada perbuatan membuka bandar atau kota
dan perbuatan memperhalus budi pekerti. Dari kata kerja maddana, ada perkataan
madani yang merujuk kepada sifat sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan
perbandaran dan budi pekerti yang halus. Kata maddana dan madani berasal dari
kata deen yang bermaksud kehidupan beragama.
Kehidupan beragama dan daya keberagamaan bukan sekadar perilaku yang
ritualistik saja , namun menuntut interaksi yang amat mendalam antara makhluk dengan
Khalik. Suatu tuntutan yang habluminallah, yang menyatu antara yang ritualistik dengan
ketaqwaan dan keimanan, juga interaksi perilaku dan tutur kata yang habluminannas
sesama manusia.
Natijah dari pentakrifan ringkas di atas, peradaban yaitu pencapaian tatasusila,
moral dan etika yang tinggi. Peradaban di dalam kerangka natijah berkenaan menuntut
manusia untuk melaksanakan nilai yang tauhidik dan manusiawi.
Manusia sebagai makhluk Allah diberikan fungsi yang amat besar yaitu untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran Tuhan di muka bumi sebagai khalifat-ul-ardh
atau wakil Tuhan di muka bumi. Sebagai khalifah, manusia bukan saja tunduk
dan taat kepada perintah Allah S.W.T., melaksanakan fungsi memakmur dan
membawa kesejahteraan hidup dunia dan akhirat. Kemakmuran dan kesejahteraan
sewajibnya dengan memanfaatkan seluruh khazanah bumi yang dianugerah Allah
untuk kemanusiaan. Kemakmuran dan kesejahteraan juga dilaksanakan melalui
hukum peraturan dan perundangan untuk memastikan kemanusiaan di atas landasan
akhlak, susila, moral dan etika. Oleh sebab itu peradaban bukan saja permasalah an
pencapaian kehidupan melalui kemajuan kota dan bandar yang penuh pencakar langit
atau kemajuan ekonomi yang berasaskan sains dan teknologi, namun apa yang lebih
Peradaban dan Jati Diri Melayu
63
penting yaitu kejayaan manusia memanusiakan dirinya pada orang nya di dalam
kehidupan yang berakhlak, bertatasusila, bermoral, beretika dan beradab.
Seluruh natijah peradaban dan ketamadunan yaitu suatu yang ideal yang sudah
diungkapkan oleh para pemikir dan sarjana peradaban dan ketamadunan. Di Malaysia
secara khusus di universiti awam dan swasta ada kursus Tamadun Islam dan
Tamadun Asia (TITAS) dan ada juga buku teks khasnya yang diedit oleh Chandra
Muzaffar dan lain-lain pada tahun 2001 kemudian diulang cetak pada 2002. Buku ini
menjadi panduan kepada seluruh siswa pengajian tinggi di Malaysia.
Walau bagaimanapun permasalah an peradaban atau ketamadunan digerakkan dan
dikembangkan oleh manusia melalui orang dan kebudayaan. Secara evolusi
kebudayaan berkembang dari orang sederhana (tribe) atau puak ke orang
yang kompleks, dari budaya rendah ke budaya tinggi. Peradaban atau ketamadunan
dengan rancaknya berkembang di orang yang kompleks dan berbudaya tinggi.
Di dalam kerangka tatasusila dan hukum peraturan, orang sederhana
memiliki tatasusila dan hukum peraturan yang mengutamakan permuafakatan dan
nilai-nilai kolektif dan egalitarian, walau pun ada puak yang memiliki sistem hierarki.
orang kompleks memiliki tatanan (struktur) sosial, ekonomi dan politik yang
kompleks; lazimnya berhieraki dan jauh lebih maju berbanding orang sederhana.
Lazimnya orang kompleks dan maju bermukim di kawasan bandar atau kota
manakala orang sederhana di desa atau di luar bandar atau pendalaman.
Peradaban Melayu
Peradaban Melayu sudah lama bertapak di Asia Tenggara. Peradaban ini sudah
berkembang dari kebudayaan Melayu, dan orang Melayu yaitu di antara penduduk
asal rantau ini (Nik Hassan Suhaimi, 1993). area peradaban atau ketamadunan
ini dikenali dengan berbagai nama seperti gugusan Kepulauan Melayu (Malay
Archipelago), Nusantara, Alam Melayu dan Tanah Jawi. Dua perkara penting yang
mewarnai peradaban area ini yaitu bahasa Melayu yang menjadi lingua franca dan
agama Islam yang yaitu pelengkap pembentukan peradaban ini.
64
Memperkatakan peradaban Melayu, merujuk kepada kemunculan orang
yang memiliki struktur sosial yang kompleks seperti orang yang pernah terbentuk
di pusat-pusat kerajaan Melayu awal. Pusat-pusat berkenaan terbentuk di berbagai negara-
kota (city-states) atau pusat bandar (urban-centres). Srivijaya, Pasai dan Melaka yaitu
antara negara-kota Melayu pada zaman lalu.
Di Asia Tenggara manifestasi peradaban Melayu terawal berlaku di jaman
pembentukan kerajaan Melayu awal (Ahmad Hakimi, 1998). Antara kerajaan Melayu
pra-Islam awal yaitu Funan, Langkasuka, Kuala Selinsing (Perak) dan Lembah Bujang
(Kedah). Dengan dukungan sistem ekonomi yang kuat khasnya dalam penghasilan
sumber makanan mampu menampung keperluan penduduk kota atau bandar. Walaupun
ada peradaban di Asia Tenggara yang berasaskan pertanian atau orang
agraris, namun sebagian besar kerajaan Melayu awal yaitu kerajaan maritim.
Kerajaan-kerajaan Melayu awal sudah terbentuk sekurang-kurangnya 2500 tahun lalu di
Malaysia seandainya berasaskan penemuan kesan-kesan arkeologi di Lembah Bujang
dan Kuala Selinsing (Ahmad Hakimi, 1998, Bellwood, 1997). Kedua-dua kerajaan awal
ini meninggalkan bukti arkeologi yang membuktikan ada pelabuhan yang
didirikan oleh mereka yang terlibat dalam perdagangan jarak jauh. Perdagangan jarak
jauh ini memerlukan rangkaian perhubungan yang besar dan petempatan yang agak
lama dan tetap dan sistem kepimpinan yang efektif, satu tanda terbentuk nya orang
yang kompleks. Petempatan yang terbentuk nya di bagian utara Sumatera dan di
Segenting Kera dan di Semenanjung Tanah Melayu meterbentuk kan jaringan orang
dan komuniti yang disebut oleh Andaya (2008:14) sebagai the sea of Malayu.
Kebudayaan dan peradaban orang Melayu terbentuk dan muncul pada masa itu sebab
teknologi perkapalan Melayu pada masa itu mampu untuk menguasai perdagangan
jarak jauh yang melalui perairan yang dikuasai oleh kerajaan Melayu, khasnya Selat
Melaka. Empayar Funan dan Srivijaya menguasai laluan perdagangan di kawasan
mereka.
Salah satu cara pemikiran sosio-politik Melayu pada masa itu yaitu pembentukan
kerajaan-kerajaan dan empayar-empayar berdasarkan pengaruh. Konsep ini berbeda
dengan pemikiran Eropah Barat yang mengembangkan area melalui penaklukan
dan penetapan sempadan area secara fizikal. Oleh sebab orang Melayu
Peradaban dan Jati Diri Melayu
65
pada dasarnya yaitu kumpulan manusia yang tinggal di kawasan kepulauan, mereka
kurang memberi perhatian kepada penguasaan fizikal area mereka. Seandainya ada
yang tidak setuju dengan mana-mana jua kekuasaan mereka boleh keluar dari sesuatu
tempat untuk menuju ke tempat lain. Penguasaan kawasan bukannya semata-mata
berdasarkan kepada penguasaan tanah, namun juga berteraskan kepada penguasaan
laluan air dan kebolehan menarik orang datang ke sesuatu tempat.
Sebelum kedatangan agama Islam, peradaban Melayu terawal dipengaruhi oleh
agama-agama Hindu dan Buddha. selalu ada persaingan antara peradaban
Melayu yang beragama Hindu dengan peradaban Buddha untuk menguasai laluan
perdagangan, dengan kemunculan agama Islam sudah mengubah bentuk-bentuk
peradaban Melayu dan dengan memeluk agama Islam membolehkan mereka
menguasai perdagangan di kawasan ini.
Selepas Funan, Srivijaya, Kutei, Langkasuka, dan Majapahit, sudah muncul
kerajaan dan kesultanan Melayu seperti Pasai, Brunei, Melaka, Johor-Riau, Sambas,
Aceh, Manila, Pagarruyung, Palembang, Jambi, Bugis-Makassar, Buton, dan lain-
lain dari abad ke-14 hingga ke-18. Kesemua kesultanan ini sudah berkembang dari
pelabuhan kecil di berbagai terusan perdagangan sehingga menjadi pelabuhan yang
ternama yang kemudiannya pada abad ke-16 dikuasai oleh kuasa Eropah. Dari abad
ke-14 hingga ke-17 yaitu abad yang penting kepada Ismail Hussien (1990:72) sebagai
zaman keemasan kesadaran Melayu. Pada zaman inilah yang disebut oleh Ried (1993)
sebagai zaman perdagangan yang hebat (the age of commerce).
Selain dari perdagangan, kesultanan ini juga berperanan sebagai pusat peradaban
Melayu khasnya dari segi persuratan. Hikayat Raja-Raja Pasai, Salalatus Salatin
(Sejarah Melayu), Hikayat Hang Tuah, Hikayat Sambas, Hikayat Aceh, Hikayat Siak,
Hikayat Banjar, Hikayat Patani, Hikayat Merong Mahawangsa, Misa Melayu (Perak)
dan lain-lain salasilah seperti Salasilah Melayu-Bugis atau syair seperti Syair Perang
Makasar dan Syair Awang Semaun (Brunei) yaitu di antara hasil-hasil kesusasteraan
yang muncul dari abad ke-14 hingga ke-19, meriwayatkan berbagai pensejarahan atau
historiografi Melayu yang meriwayatkan asal-usul kerajaan atau kesultanan berkenaan.
Hikayat, salasilah niat pun syair ini melengkapi kitab-kitab agama, naskhah
saduran dan berbagai naskhah kepustakaan Melayu yang ditulis dan disalin dalam
66
tulisan Jawi. Teuku Iskandar (1995) sudah menyenaraikan sejumlah besar kitab-kitab
dan naskhah yang sudah dihasilkan sama ada secara saduran dan ditulis oleh penulis
tempatan. Pada zaman transisi Hindu-Islam sudah disesuaikan kitab Ramayana ke
Hikayat Sri Rama; kitab Mahabharata ke Hikayat Pendawa Jaya. Dengan masuknya
Islam dihasilkan Hikayat Nur Muhammad, Hikayat Iskandar Dzulkarnain. Pada zaman
kesultanan Melaka disebut dalam Sulalatus Salatin, ada kitab yang datang dari Pasai
bernama Durr al-Mandhum. Di kurun ke-16, di Aceh disalin kitab Aqaid al-Nasafi, di
samping karya-karya Hamzah Fansuri seperti Asrar al-Ariffin, Syair Perahu dan lain-
lain. Seorang lagi ulama Aceh, Syamsuddin Pasai sudah menulis di antaranya Mir’at-al-
Qulub; Nuruddin al-Raniri pula dengan Sirat al-Mustaqim, Bustan-al-Salatin dan lain-
lain lagi.
Di samping kitab-kitab agama ada juga naskhah-naskhah perundangan seperti
Undang-Undang Melaka (Hukum Kanun Melaka), yang kemudiannya menjadi asas
kepada Undang-Undang Johor, Undang-Undang Aceh, Undang-Undang Pahang dan
Undang-Undang Kedah. ada juga kitab-kitab ketatanegaraan seperti Taj-ul-Salatin,
Thamarah al-Muhimmah dan Kitab Nasihat Raja-Raja. Kitab-kitab ini dikatakan disadur
dari Nasihat al-Mulk (karya al-Ghazali) dan lain-lain karya Parsi seperti Qabusnama
(Jelani Harun, 2003).
Seluruh kitab-kitab atau naskhah-naskhah yang dihasilkan di dalam tulisan Jawi
yang berkembang sebagai tulisan Melayu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
bahasa Melayu berasal dari hulu sungai Kapuas di Kalimantan Barat (Adelaar, 1995;
Collins, 1995). Hipotesis ini berdasarkan andaian bahwa di Hulu Kapuas ada
lebih banyak variasi bahasa Melayu. Hipotesis ini mungkin benar namun belum ditolak
oleh para pengkaji bahasa dan linguistik Melayu. Bahasa Melayu menjadi lingua franca
lantaran ada nya peranan kesultanan Melayu yang mengembangluaskan bahasa
berkenaan melalui perdagangan serantau dan antarabangsa pada masa itu. Surat-surat
raja-raja dan sultan-sultan Melayu dan pembesar Melayu kepada para serdadu
kerajaan inggris dan Belanda ditulis dalam bahasa Melayu (Gallop, 1994; Drakard, 1999).
Kitab-kitab dan naskhah-naskhah Melayu ditulis dengan aksara Jawi membantu
menyebarluaskan bahasa Melayu. Di Aceh, bahasa Melayu yaitu bahasa istana,
malah Hikayat Aceh juga ditulis dalam bahasa Melayu (Braginsky, 2003).
Peradaban dan Jati Diri Melayu
67
Kemunculan dan kehadiran Islam dalam peradaban Melayu tidak boleh dipisahkan
dibandingkan Islamisasi yang lebih luas yang berlaku di Asia Tenggara, khususnya di
Nusantara atau alam Melayu. Berdasarkan fakta sejarah yang sudah ada, dapat
dirumuskan bahwa lautan ini sudah menerima pengaruh Islam dari berbagai penjuru,
dari Tanah Arab, China, India dan Parsi yang dibawa oleh para pendakwah sama ada
peniaga, ahli sufi atau para mubaligh. Islam berkembang di berbagai tempat, bukan di
satu tempat saja (Mohammad Abu Bakar, 2000: 23-24).
Islam sudah membawa perubahan yang transformatif, dari mengamalkan
kepercayaan tradisi yang animistik kepada kepercayaan yang tauhid dan bertaqwa
kepada Tuhan yang esa. Walaupun Islam berkembang secara sinkretis namun secara
beransur-ansur transformasi ini berlaku secara menyeluruh, mensenyawakan
satu sintesis yang amat erat sehingga menjadi faktor yang mentakrif Melayu sama ada
dari segi kebudayaan dan konstitusi. Sintesis atau transformasi kebudayaan tidak akan
berlaku seandainya pengaruh yang datang itu tidak kuat, tidak praktikal berbanding
dengan kepercayaan yang sedia ada.
Penerimaan Islam oleh kesultanan Melayu, seperti Melaka sebagai contoh,
membuka lembaran baru dalam sejarah Islam kebanyakan dan sejarah orang dan
budaya Melaka khasnya. Penerimaan Islam melalui istana maka rakyat turut sama
menerimanya seperti terakam di dalam Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu). Transformasi
terpenting yaitu konsepsi dan pandangan dunia bahwa raja yaitu bayangan Tuhan
di muka bumi sudah ditukar kepada wakil Tuhan di muka bumi (khalifat-ul-ardh). Nilai
politik Islam diubahsuai seperti mana terkandung di dalam Hukum Kanun Melaka. Yang
menarik Adat Raja yang dibawa dari Palembang, atau ada yang menyebutnya sebagai
Adat Temenggung yang diwarisi oleh Melaka terus berfungsi dengan orientasi Islam.
Kedatangan Islam bukan saja sudah membawa kebudayaan berpangkal kepada
ajaran Tauhid bahkan menukarkan kepercayaan tradisi dari Hindu-Buddha kepada
Islam. Jiwa kebudayaan Melayu dan Islam dapat dilihat dari cara pemakaian, minum,
pengembangan ilmu pengetahuan, kesenian dan persuratan dan falsafah. Islam menjadi
jiwa dan roh Melayu dan kemelayuan, malah menjadi ideologi Melayu.
68
Permasalah an peradaban Melayu menjadi fokus Anthony Milner (2008) untuk
membicarakan permasalah an kemelayuan. ada empat perkara yang menjadi fokus
kemelayuan, yaitu raja atau sultan Melayu, agama Islam, bahasa dan kebudayaan atau
adat (Reid, 2004; Shamsul Amri, 2004).
Jati Diri Melayu
Sering terdengar dan terbaca bahwa apa itu Melayu. Di Persekutuan Malaysia seperti
yang termaktub di dalam Perkara 160 tradisi nya menyatakan bahwa Melayu
itu “ertinya seseorang yang menganut agama Islam, lazim bercakap Melayu, menurut
adat istiadat Melayu”. Pentakrifan yang konstitusi ini juga dipakai secara kebudayaan
di alam Melayu, walaupun Melayu itu dikatakan satu etnik di Singapura dan Indonesia.
Pentakrifan ini membuktikan bagaimana sintesis antara Melayu dan Islam berlaku.
Islam menjadi faktor pentakrif Melayu. Ia juga boleh yaitu takrif kebudayaan
sehingga yang bukan Melayu, jika memeluk Islam dan berkahwin dengan perempuan
atau Laki-laki Melayu dikatakan masuk Melayu dan akhirnya jadi Melayu. Ia bukan sekadar
penanda kultural namun juga ideologikal.
Dari takrifan berkenaan dapat dikesan tiga perkara pokok yang menentukan
Melayu, yaitu Islam, bahasa dan adat Melayu. Dari perbincangan di atas permasalah an
kemelayuan yang diperkatakan di atas turut mengesahkan faktor yang sama. Selain
dibandingkan raja atau sultan Melayu, yang masih kekal pada masa kini di Persekutuan
Malaysia, Islam turut berperanan mentakrif Melayu. Walaupun faktor raja dan sultan
tidak menjadi faktor di Singapura dan Indonesia dan juga daerah Melayu lain, namun
Islam, bahasa dan adat Melayu tetap menjadi teras kemelayuan.
Sembilan raja-raja Melayu yang sedia ada di Persekutuan Malaysia yaitu lanjutan
dan kesinambungan masa lalu. Sultan Kedah dan kesultanannya yaitu di antara yang
terawal dan tertua. Walaupun Kesultanan Melaka sudah tiada dyaitu kan oleh Portugis
pada tahun 1511, namun disambung oleh Kesultanan Johor (1528) dan Kesultanan
Perak (1528). Kelang yang pada abad ke-15 yaitu Jajahan Melaka dan pada
abad ke-16 hingga 17 menjadi jajahan takluk Johor-Riau, namun pada tahun 1743 Raja
Peradaban dan Jati Diri Melayu
69
Lumu menjadi Sultan Selangor pertama. Seandainya disemak dari Sulalat-al-Salatin
kerajaan dan Kesultanan Pahang Inderapura, Terengganu dan Kelantan sudah sedia
terbentuk sezaman dengan Melaka.
Sebagai pelajar bidang Pengajian Melayu, amat disedari bahwa bahasa dan
adat Melayu itu dinamik. Bahasa Melayu yang berkembang ribuan tahun lalu mungkin
berbeda dengan bahasa Melayu kini dari segi kosa-kata, tata-bahasa, pembangunan
dan perkembangannya. Bahasa Melayu menjadi bahasa kebangsaan di Malaysia
seperti yang termaktub di dalam Perkara 152 tradisi Persekutuan Malaysia.
Permasalah an yang bakal dikemukakan di antara kedinamikan bahasa Melayu yaitu
permasalah an kesantunannya yang menjiwai kemelayuan itu. Maka isu jati diri Melayu
sewajarnya juga dibincangkan bukan saja dari sudut jati diri lahiriah saja namun
juga dari sudut batiniah.
Dari sudut lahiriah Melayu itu lazimnya bersawo-matang warna kulitnya. Walau
pun ada orang Melayu yang putih kuning dan hitam manis; kadang kala ada juga yang
hitam legam niat pun putih melepak. Orang Melayu lazimnya tidak tinggi yang rata-rata
sekitar antara 1.5 meter hingga 1.6 meter. Ada yang tinggi lampai walaupun ada yang
rendah dan jarang pula katek. Ada yang langsing, berisi, gempal, gemuk dan agam.
Rambut mereka ikal mayang, kerinting dan halus.
bahwa jati diri Melayu itu ada jiwa dan rohnya. Kemelayuan bukan saja dilihat
dari sudut siratan yang bertali kepada asal usul sejarah, bahasa, budaya, agama dan
area . Penerokaan selanjutnya yaitu menyelusuri aspek dalaman atau batiniah
Melayu. Aspek batiniah ini bukan sekadar rasa atau emosi, atau sekadar permasalah an
cinta kasih sayang seperti yang dihadapi oleh remaja Melayu kini. Ada permasalah an yang
besar dari rasa atau emosi. Apakah yang mendasari atau permasalah an utama di dalam the
Malay mind itu, atau di dalam the Malay psyche itu(?).
Untuk meneroka permasalah an ini, perlu disedari, ada khazanah kepustakaan
seperti mitologi, kesusasteraan lisan dan tulisan, perundangan dan adat, malah ideologi
dan falsafah yang terkandung di dalam pepatah, peribahasa gurindam, pantun dan
sebagainya boleh dikaji untuk memahami permasalah an ini. Tenas Effendy (2004, 2007),
Harun Mat Piah (2001) di antaranya sudah menghimpun dan mengkaji pemikiran Melayu
dari sumber-sumber berkenaan. Muhammad Haji Salleh (1991, 1999, 2000) sebagai
70
contoh juga sudah berusaha menyelongkar dari perut khazanah kesusasteraan Melayu
akan permasalah an ini.
Di dalam naskhah Adat Raja-Raja Melayu yang dikarang oleh Datuk Zainuddin
pada 1779, ada satu fasal khusus “Asal Mulanya Nama Melayu”, yang di antaranya
tercatat:
“Fasal pada menyatakan, ada-nya erti Melayu ini ada-lah ia
melayukan diri-nya, yaitu yang di-ibaratkan orang dahulu kala
dibandingkan erti Melayu, ada-lah sa-umpama puchok kayu yang
melayukan diri-nya dan bukan layu-nya itu sebab kena panas
atau api. Bahasa-nya dengan saja 2 ini juga yang melayukan
diri-nya, ya’ani ia merendahkan diri-nya dan tiada ia niat
membesarkan diri-nya, baik dibandingkan adab-tertib-nya atau dibandingkan
bahasa peratoran-nya atau dibandingkan adab makan minum-nya dan
perjalanan-nya dan kedudukan-nya sama ada di-dalam majelis
atau pada tempat yang lain. Maka dibandingkan perkara itu, tiada
di-perbuat-nya itu dengan mamang, melainkan ada-lah dengan
perangai-nya yang lemah lembut, tiada dengan berlebih-lebihan
dan dengan kekurangan itu-lah ada-nya. Hamba terima dibandingkan
Tuan Haji Abdul ‘Arif di-dalam Riau ada-nya. Entah al-kalam dari-
pada sa-genap perkara-nya, itu-lah erti Melayu yang dibahagikan
orang dahulu.
Shahadan maka lagi ada-lah yang di-kehendaki oleh isti’adat orang
Melayu itu dan di-bilangkan anak yang majelis , ia itu jika ada ia
mengada ia atas sa-suatu kelakuan melainkan dengan pertengahan
jua ada-nya, ya’ani dibandingkan segala kelakuan dan perbuatan dan
pakaian dan perkataan dan makanan dan perjalanan-nya sekalian
itu tiada dengan berlebih-lebehan dan dengan kekurangan melainkan
sekalian di-adakan-nya dengan keadaan yang sederhana juga ada-
nya. Maka orang itu-lah yang di-bilangkan anak yang majelis ;
tambahan pula dengan adab pandai ia menyimpan diri-nya, maka
berlebih2 lendib atau sidib ada-nya, seperti kata hukama: “Hendak-
Peradaban dan Jati Diri Melayu
71
lah kamu hukum-kan kerongkongan kamu di-dalam majelis makan
dan hukumkan mata-mu tatkala melihat perempuan dan teguhkan
lidah-mu dibandingkan banyak perkataan yang sia2 dan tulikan telinga-
mu dibandingkan perkataan yang keji2. “Maka jika sampai-lah sa-
orang kepada segala syarat ini, yaitu -lah orang yang majelis nama-
anya dan demikian lagi perkataan segala orang yang ‘arif budiman
kepada hamba yang daif ini.”
Apa yang sudah dirakamkan bukanlah satu rakaman mengenai ciri-ciri fizikal atau
tempat asal usul namun lebih yaitu catatan mengenai adat, adab, perangai, tingkah
laku, peribadi, perlakuan dan pengucapan. Satu kenyataan yang menggambarkan
perwatakan atau karakter Melayu yang cukup khas. Beberapa perkara yang menarik
untuk direnungkan mengenai jati diri Melayu antaranya:
a) Melayukan diri – yaitu merendahkan diri, tiada niat membesarkan diri, baik
dari segi adab tertib, bahasa pertuturan, adab makan minum, perjalanan dan
kedudukan.
b) Tidak mamang – yaitu lemah lembut (tidak kasar), tidak berlebih-lebihan, tidak
berkurangan.
c) Anak atau orang yang majelis – dengan pertengahan (sederhana) sama ada
perlakuan, perbuatan, perkataan, pakaian, makanan dan perjalanannya.
d) Adab pandai menyimpan diri – mengawal prinsip
Apa yang dikemukakan oleh fasal yang berkenaan yaitu ciri keunggulan
perwatakan kemelayuan. Frasa-frasa ‘melayukan diri’ dan ‘anak yang majelis ’ yaitu
penghuraian kepada keunggulan akhlak dan budi pekerti Melayu. Persepsi pengarang
terhadap watak unggul Melayu itu terpancar ke dalam maksud bahwa Melayu itu
beradab dan beradat, berakhlak dan beretika. Sesuai dengan persepsi ini ,
ada satu konsep yang sudah sebati dengan Melayu dan kemelayuan yaitu budi.
Budi yaitu satu fakulti, alam jiwa, yang mengamal, mengatur akhlak atau pekerti,
etika, adab dan moral manusia. Sebagai fakulti ia yaitu hikmah yang menerangkan,
72
mengetahui dan mampu membuat pilihan. Lantaran itu budi yaitu struktur batiniah
Melayu yang terpancar dari hikmah yang Maha Tinggi (Allah).
Dalam hal yang demikian ‘akal budi’, ‘hati budi’, ‘budi bicara’ yaitu fakulti atau
alam fikiran yang menentukan kewarasan akal dan kejernihan prinsip (hati atau qalbu)
untuk membuat tindakan yang bijaksana. Lantaran itu akhlak atau budi pekerti atau
‘melayukan diri’ atau ‘anak yang majelis ’ yaitu satu keseluruhan kesan struktur lahiriah
dari pancaran struktur batiniah. Struktur lahiriah ini dapat dilihat dari pengucapan,
tatatertib, kesantunan, adab, adat, resam, sambaan cakap, perangai, tindakan dan
keputusan, atau keseluruhan perlakuan fizikal manusia yang berlaku di berbagai tahap
interaksi sosial setiap insan.
Persepsi ‘melayukan diri’ dan ‘anak yang majelis ’ yaitu persepsi yang menjelaskan
watak manusia Melayu yang ‘budiman’. Penerapan nilai ‘budiman’ bertujuan untuk
melahirkan manusia Melayu yang bermoral, berakhlak, beretika, beradab, beradat,
berhati mulia, berakal, berilmu, bijaksana, tahu membalas budi, cukup ajar dan yang
paling penting yaitu beriman dan bertakwa kepada Allah. Lantaran itu ‘melayukan diri’
dan ‘anak yang majelis ’ atau ‘budi’ dan ‘budiman’ yaitu teras kemanusiaan, moraliti dan
etika Melayu yang berdasar ketauhidan atau ketuhanan.
Kata kunci penting yaitu budi dan segala gugusan berhubung dengannya yaitu akal
budi, hati budi, budi bicara, budi bahasa, dan budi pekerti. Budi yaitu suatu konsep
yang menyeluruh yang menyatakan permasalah an tatasusila yang dibincangkan awal di
atas.
Namun kadangkala permasalah an ini sering bertindih dengan satu lagi konsep tatasusila
Melayu yaitu adat. Walaupun berasal dari kosa-kata Arab yaitu addah namun perkataan
ini sudah sedia ada dalam orang di Alam Melayu. Lantaran perkataan atau kosa
kata ini sudah menjadi kosa kata Melayu, namun makna asal kosa kata itu yaitu
kebiasaan, namun ia yaitu salah satu dibandingkan kategori dan tahap makna adat.
Secara generic atau secara umum adat merujuk kepada satu cara hidup atau
budaya. Orang Melayu di Alam Melayu sering menyebut mengenai sesuatu fenomena
budaya sebagai “ini adat kami” atau “ini cara kami”. Adat yaitu satu konsepsi yang
menjelaskan satu keseluruhan cara hidup orang Melayu di Alam Melayu. Perlu disedari
sebelum kata budaya atau kebudayaan dipakai , orang Melayu menyebut adat untuk
maksud budaya tau kebudayaan.
Peradaban dan Jati Diri Melayu
73
Adat juga bermaksud usaha atau cara manusia mengatur kehidupan. Setiap
orang di dunia bermatlamat agar kehidupan mereka aman, rukun, teratur,
tersusun dan sejahtera, dan mereka berusaha menghindari hidup yang penuh kacau
bilau dan porak peranda. orang mengadakan berbagai institusi seperti sosial,
ekonomi, politik, sistem nilai, sistem hukum dan sebagai untuk mengatur kehidupan
berorang . orang Melayu mengatur kehidupan dengan adat, seperti hukum
adat yang meliputi adat beraja, adat bernegeri, adat memerintah dan sebagainya.
Konsep adat dalam orang Melayu di Alam Melayu memancarkan kesan
hubungan yang mendalam lagi bermakna antara sesama manusia, antara manusia
dengan alam sekeliling, termasuk alam tabie, alam sosial, dan alam ghaib. Setiap
hubungan diucapkan sebagai adat yang dapat dilihat dalam perlakuan, sikap, dan acara
atau ritual .
Seperti budi, adat yaitu struktur atau binaan asas yang menghubung
seluruh kehidupan manusia Melayu yang menegaskan sifat atau ciri kepribadian
sesebuah orang . Lantaran itu dalam orang tradisi Melayu di Alam Melayu
adat memiliki cerita asal-usulnya, ada legenda, ada watak asal-usul yang gagah,
bijaksana dan unggul. Cerita asal-usul ini memberi asas makna dan mengabsah setiap
perkara atau peristiwa yang berlaku dalam pusingan kehidupan manusia, keterbentuk an
setiap institusi dalam orang .
Adat memancarkan kepada orang nya tata-perlakuan yang betul dan halus,
suatu kehidupan yang bermatlamat kesejahteraan sosial, bukannya keporak-perandaan,
untuk mengekal kesejahteraan sosial, maka adat meterbentuk kan sistem hukum dan
peraturannya. Sistem hukum dan peraturan Melayu berlandaskan perjumlah “biar
mati anak jangan mati adat”, yang bermaksud menegakkan keadilan dan kebenaran
walau pun anak sendiri yang bersalah. Adat di dalam perjumlah ini bermaksud
hukum peraturan.
Adat bukan saja yaitu struktur terkuat orang Melayu namun juga
memberi jati diri kepada mereka. Adat yaitu jati diri yang menyatukan seluruh
anggota orang . Adat yaitu struktur atau binaan yang mengukuh kepribadian
setiap anggota orang seperti seorang yang ‘beradat’, atau “tahu adat”. Adat
yaitu satu kehalusan perlakuan, sikap, tindakan, yang dapat diterima sebagai betul
74
dan wajar. Seorang yang beradat atau tahu adat yaitu seorang yang bersahsiah tinggi,
berwatak, memiliki karakter yang baik, bermoral, beretika, yang semuanya diperoleh
dari satu proses sosialisasi dan enkulturasi atau pembudayaan yang sudah diatur dan
ditetapkan oleh adat.
Setiap anak Melayu akan menempuh berbagai adat istiadat rites de passage seperti
cukur jambul, bersunat, mengaji, bertunang, kahwin dan mati. Istiadat ini bukan sekadar
satu ritual peningkatan tahap, dari tahap dalam perut ibu, ke tahap bayi, ke tahap
kanak-kanak, remaja dan dewasa. Ia yaitu lambang kepada peningkatan kemelayuan
yang berlaku di dalam pusingan kehidupan mereka. Dia dimelayukan melalui istiadat
atau ritual berkenaan.
Adat Melayu mengalami perubahan lantaran perubahan orang , di samping
prinsip adat mengizinkan perubahan, “sekali air bah, sekali pandai berubah”. Adat yang
berubah disebut sebagai adat baru, seperti yang berlaku di dalam istiadat perkahwinan
Melayu. Di dalam adat perkahwinan Melayu setiap tetamu akan dibekalkan kuih-muih,
pulut dan telur. Sekarang ini diganti dengan buah-buahan, jeli, coklat dan gula-gula.
Telur dan bunga telur yang dibekalkan yaitu satu perlambangan tentang
kehidupan dan kesuburan. Telur di dalam orang Melayu yaitu lambang
kejantanan, keberanian di samping lambang kesuburan dan kehidupan; bunga telur
pula yaitu pohon kesuburan atau kehidupan. Lantaran itu perkahwinan yaitu usaha
meneruskan kehidupan dan membuktikan kesuburan. jika diganti dengan gula-
gula atau coklat, maka makna perlambangan itu sudah berbeda . Gula membawa erti
manis, ibarat manis tebu, atau ibarat manis di bibir. Manis tebu di pangkal tidak serupa
ke pucuk, sedangkan manis di bibir tidak kekal ia sementara. Perkahwinan bukannya
penyatuan kesementaraan dalam konteks orang Melayu, ia yaitu hubungan antara
keturunan untuk memperoleh zuriat.
Perkahwinan yaitu di antara institusi yang melanjutkan kemelayuan. Melalui
hubungan perkahwinan orang Melayu menyusur-galurkan zuriat dan keturunan. Orang
Melayu tidak melihat semata-mata dari pihak ibu saja atau pihak bapa saja . Orang
Melayu menyusur-galurkan keturunan melalui kedua-dua pihak, yaitu pihak bapa dan
ibu. Sistem ini dinamakan sebagai sistem bilateral atau duasisi atau duanisab. Ada
juga orang Melayu yang melihat kerabatnya dari satu nisab, yaitu nisab ibu seperti orang
Minangkabau atau nisab bapa seperti orang Batak.
Peradaban dan Jati Diri Melayu
75
Di atas tadi sudah menyebut di antara psyche orang Melayu, dan cuba memberi
penjelasan dengan memetik fasal usul nama Melayu dari teks Adat Raja-Raja Melayu.
Kekuatan semangat, jiwa dan roh Melayu dan kemelayuan dimantapkan oleh Islam,
selain dari apa yang sudah dihuraikan di atas.
Islam dan adat Melayu yaitu dua elemen yang saling melengkapi, terintegrasi
di dalam wadah kemelayuan. Kedua-dua bukan saja boleh terbentuk sendirian, bukan
saja dualistik, namun diintegrasi ke dalam wadah kemelayuan itu. Wadah yang
terintegrasi ini dapat dilihat secara luaran jika kita melihat tafsiran Melayu dan
kemelayuan di dalam tradisi Persekutuan Malaysia, Perkara 160. Sedangkan
wadah batiniah atau dalamannya dapat dilihat di dalam seluruh akal budi, hati budi
Melayu itu.
Adat Melayu menjadikan keutamaan orang yang majelis , yang halus pekertinya,
santun bahasanya, berilmu, waras akalnya, adil dan saksama hati budi dan budi
bicaranya. Seluruh aspek akhlak dan moral Melayu itu terpancar dibandingkan karektor
Melayu yang berkualitas tinggi. kualitas atau nilai tertinggi yang perlu ada di dalam diri
seorang Melayu yaitu nilai keilahian atau ketauhidan seperti yang dituntut oleh Islam.
Paling tidak kesempurnaan lahiriah ini membentuk seseorang menjadi manusia, menjadi
orang.
Di satu sisi, seorang yang beradat yaitu seorang yang tahu mengatur tuntutan
fardhu ‘ainnya, dan sisi lain pula tahu tuntutan fardhu kifayahnya. Seorang Melayu yang
beradat tahu di dalam paksi vertikal kehidupannya, ia tidak memutuskan hubungan
sejati lagi abadi dirinya dengan Allah, dan selalu pasrah kepada Allah. Secara
horizontal tahu akan keterbentuk an orang lain. Melayu tahu apa yang dimaksudkan dengan
habluminallah dan habluminannas.
Pancaran Islam ke dalam diri Melayu, khasnya ketamadunan Melayu di Alam
Melayu cukup kuat dan mantap. Islam berkembang melalui bahasa Melayu dan
perdagangan maritim, di samping menjadi agama resmi kesultanan Melayu. Islam
memancar cahayanya ke dalam tradisi keilmuwan tualan Melayu seperti yang terkandung
di dalam korpus kesusasteraan Melayu. Islam memancarkan cahaya ketauhidan dan
ilmu kepada Melayu dan kemelayuan sehingga sukar untuk memisahkan Melayu dari
Islam, dan Islam jadi faktor denitif kemelayuan. Benarlah kata perjumlah adat Melayu
untuk membuktikan betapa terintegrasi Melayu dan Islam:
76
Adat bersendikan hukum
Hukum bersendikan syara’
Syara’ bersendikan kitabullah
Perjumlah atau ungkapan di atas membuktikan betapa sintesis Melayu Islam itu
berlaku di dalam sistem perundangan Melayu. Namun di dalam menghadapi kesulitan
kehidupan moden sama ada Melayu di Malaysia atau di Singapura, ada ungkapan
menyebut
Agama dijunjung
Adat dipangku
Moden dikelek
Sebagai satu orang dan budaya yang bijak menyesuaikan (adaptif) diri, mewarisi
unsur keterbukaan lantaran hidup di dalam suasana kepulauan, maka Melayu
tahu menghadapi kemodenan. Walaupun mereka kadangkala lemas di dalam arus
kemodenan, namun perlu dihadapi. Perubahan-perubahan yang berlaku secara reformatif
niat pun transformatif sudah ditanggapi oleh para penggerak obor perubahan yaitu
para ilmuwan tual mereka. Abdullah Munshi pada abad ke-19; Syed Sheikh al-Hadi dan
Sheikh Tahir Jalaluddin dan Zainal Abidin Ahmad (Za’ba) sudah turut mengemukakan
pandangan kepada permasalah an transformasi pada awal abad ke-20; termasuk juga
buku Malay Dilemma (1970) karangan Mahathir Mohammad; Revolusi Mental (1970)
oleh Senu Abdul Rahman. Para ilmuwan tual yang terdiri dibandingkan para pendidik (guru),
wartawan, sasterawan, agamawan malah ahli-ahli politik yaitu para pejuang
yang menyeru kepada kebijaksanaan Melayu menciptakan jati diri yang sesuai untuk
menghadapi perubahan.
Di sebalik akan segala perubahan yang transformatif, budayawan agung Riau,
Tenas Effendy (2004) di dalam karya besarnya Tunjuk Ajar Melayu, sudah menggariskan
tanda-tanda kejatian Melayu.
Peradaban dan Jati Diri Melayu
77
Apa tanda Melayu jati
dengan Islam ia bersebati
Apa tanya Melayu jati
kepada ibu bapa ia berbakti
Apa tanda Melayu jati
adil dan benar pelita hati
Apa tanda Melayu jati
belajarnya tekun sampai mati
Apa tanda Melayu jati
orang berilmu ia dekati
Apa tanda Melayu jati
berkorban tidak mengharap ganti
Seandainya ditelusuri secara mendalam akan seluruh bingkai-bingkai ungkapan Tenas
Effendy akan ditemui nilai yang essential (pati atau sari) kepada jati diri kemelayuan,
khasnya yang mengisi aspek lahiriah dan batiniah Melayu.
78
Kesimpulan
Nilai-nilai essential yang di antaranya dikemukakan sama ada tatasusila, akhlak, moral
dan etika yang dikemukakan di atas menggambarkan suatu kehalusan manusia Melayu
yang dicernakan melalui budi dan adat. Namun amat disedari bahwa jati diri yaitu
suatu yang dinamik, boleh dikenal pasti dari berbagai sudut dan dimensi dan secara
berterusan akan sering berubah dan akan ditakrif lagi sesuai dengan konteks zaman.
Kedinamikan ini amat bergantung pada perkembangan sosio-budaya yang
berlaku. Melayu sebagai satu konsep kebudayaan dan kemelayuan sebagai unsur
essential peradaban akan menghadapi kesulitan perubahan. yaitu amat diharapkan
jati diri batiniah Melayu akan terus kekal. Namun seandainya bahasa Melayu atau dialek
Melayu ditarik keluar dari jiwa raga dan benak akal Melayu, akan mengurangkan salah
satu unsur kemelayuan. Begitu juga jika agama Islam ditolak keluar dari jiwa dan roh
Melayu, maka runtuhlah benteng utama kemelayuan. Jarang ada di dunia jati diri
seseorang itu ditakrif berdasarkan bahasa dan agama. Konsep etnisiti yang dipakai
di tempat lain tidak dijiwai oleh faktor bahasa dan agama.
Peradaban dan Jati Diri Melayu
79
Bibliografi
Adelaar, K.A, 1995. “Borneo as a Crossroad for Comparative Austronesian Linguistic”, dlm.
Belwood. P, Fox. J and Tryon. D, (ed.)s. The Austronesian. Canberra: Department of
Anthropology, PSPAS, ANU, hlm. 75-95.
Ahmad Hakimi Khairuddin, 1998. “Arkeologi Pra-Sejarah dan Pengajian Melayu”, dlm. Hashim
Awang, Zahir Ahmad dan Zainal Abidin Borhan, (ed.). Pengajian Sastera dan Sosio-
Budaya Melayu: Memasuki Alaf Baru, Universiti Malaya: Akademi Pengajian Melayu.
Andaya, L.Y, 2008. Leaves of the Same Tree, Trade and Ethniaty in the Straits of Melaka.
Honolulu: Universiti of Hawaii Press.
Bellwood. P, 1997. Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago. Honolulu: University of Hawaii
Press.
Braginsky. V.I, 2003. Satukan Hangat dan Dingin, Kehidupan Hamzah Fansuri: Pemikir dan
Penyair Sufi Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Collins. J.T, 1995. “Pulau Borneo Sebagai Titik Tolak Pengkajian Sejarah Bahasa Melayu” dlm.
Dewan Bahasa, 39 vol. hlm. 868-879.
Drakard, Jane, 1999. A Kingdom of Words: Language and Power ini Sumatera. Kuala Lumpur:
Oxford University Press.
Gallop, Annabel Teh, 1994. The Legacy of Malay Letters. London: The kerajaan inggris Library,
Harun Mat Piah, 2001. Pantun Melayu, Bingkisan Permata. Kuala Lumpur: Yayasan Karyawan.
Ismail Hussein, 1990, “Between Malay and National Culture”, dlm. Malay Literature 3, 2, vol.
54-74.
Jelani Harun, 2003, Pemikiran Adab Ketatanegaraan Kesultanan Melayu. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa Pustaka.
Mahathir Mohammad, 1970. The Malay Dilemma. Singapore: Donald Moore
Milner, Anthony, 2008; The Malays; Wiley-Blackwell; United Kingdom.
Mohammad Abu Bakar, 2000. “Islam dalam Pembinaan Tamadun di Malaysia”, dlm. Mohd Taib
Osman dan A. Aziz Deraman, (ed), Tamadun Islam di Malaysia. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka. hlm. 21-65.
Muhammad Haji Salleh, 1991. Yang Empunya Ceritera: Mind of The Malay Author. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
___________________, 1999. Menyeberang Sejarah. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
____________________, 2000. Puitika Sastera Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
80
Nik Hassan Suhaimi, 1993. “Menyusuli Asal Usul Orang Melayu: Dari Perspektif Arkeologi
Semenanjung Malaysia”, dlm. Nik Hassan Suhaimi, Mohd. Samsuddin dan
Kamaruzzaman Yusoff, ed, Sejarah dan Proses Pemantapan hidup rakyat
Prosiding Kongres Sejarah Malaysia Kedua, Jilid II, Persatuan Sejarah Malaysia,
Kuala Lumpur.
Reid, Anthony, 1993. Southeast Asia in the Age of Commerce. New Haven: Yale University
Press.
___________, 2004. “Understanding Melayu (Malay) as a Source of Diverse Modern Identities”,
dlm. Barnard, Timothy, (ed.). Contesting Malayness, Malay Identity Across Boundaries.
Singapore: Singapore University Press, National University of Singapore.
Senu Abdul Rahman, 1970. Revolusi Mental. Kuala Lumpur: Utusan Publication.
Shamsul, A.B, 2004. “A History of an Identity, an Identity of a History: The Idea and Practice
of Malayness Malaysia Reconsidered, dlm Barnard, Timothy (ed.). Contesting
Malayness, Malay Identity Across Boundaries. Singapore: Singapore University Press,
National University of Singapore.
Tenas Effendy, 2004. Tunjuk Ajar Melayu. Jogjakarta: Balai Kajian Pengembangan Budaya
Melayu dan Penerbit Adicipta.
____________, 2007. Khazanah Pantun Melayu Riau. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Teuku Iskandar, 1995. Kesusasteraan Klasik Melayu Sepanjang Abad. Selangor: Malindo
Printers, Shah Alam.
Zainal Kling, 1997a. “Adat Collective Self Image”, dlm. Hitchock and King, Victor, (ed.). Images of
Malay Indonesian Identity. Kuala Lumpur: Oxford University Press, hlm. 45-52.
___________, 1997b. “Adat: Dasar Budaya Melayu”, dlm. Parnikel, Boris, (ed.). Kebudayaan
Nusantara Keberbagai an dalam Kesatuan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka hlm. 42-65.
Jati Diri Melayu Dan
Semangat persatuan
Mengikut
Kacamata Islam
Shaykh Muhammad ‘Uthman El-Muhammady*
ISTAC IIUM, IIM, Yayasan Karyawan
* Dr. Syeikh Muhammad ‘Uthman El-Muhammady yaitu felo ISTAC, Universiti Islam
Antarabangsa Malaysia dan Yayasan Karyawan
82
Pendahuluan
Bi’awnika ya Latif! Dalam ceramah ringkas ini saya menegaskan dan berhujah bahwa
jati diri Melayu-Islam itu yaitu sesuatu hakikat yang ada dan ‘real’, bukan khayalan
dalam sejarah bangsa ini dan budayanya semenjak berlakunya penerimaan Islam di
rantau ini dan penerimaan faham alam (worldview) berdasarkan tauhid-Nya. Takrif
‘jati diri’ dalam Kamus Dewan (2007: 613) sangat jelas; ia ‘sifat atau ciri yang unik
dan istimewa (dari segi adat, bahasa, budaya, agama dsb.) yang menjadi teras dan
lambing kepribadian seseorang individu, sesuatu bangsa dsb., identiti’. Takrif ini
dipakai dalam artikel ini. Kemudian akan dibicarakan juga bagaimana jati diri
ini dan kemudiannya semangat kebangsaan atau persatuan membawa kejayaan
kepada Malaysia dan ia serasi dengan ajaran Islam, bukan bercanggah dengannya.
Seterusnya tanpa memakai masa untuk melihat sejarah itu saya rasa lebih baik
saya terus pergi kepada konsep jati diri Melayu antaranya sebagaimana yang ada
dalam isi kandungan hikmah kebijaksanaannya.
Dalam kertas kerja penulis di Brunei tidak lama sebelum ini saya berbicara
berkenaan dengan isi kandungan kebijaksanaan Melayu. Dalam memperkatakan tajuk
itu antaranya, saya ulangi di sini, yaitu saya menyatakan bahwa maksud hikmah
kebijaksanaan Melayu itu yaitu nilai-nilai, kata-kata dan tingkah laku dan perbuatan yang
menunjukkan kebenaran dan kebaikan yang tinggi dalam pemikiran, pegangan, sikap,
renungan dan perbuatan dalam kalangan orang Melayu. Ini yaitu sebagaimana yang
terbayang dalam kata-kata terkenal: Hidup bersendikan adat, adat bersendikan syarak
dan syarak bersendikan kitabullah. Ia menggabungkan dalam satu kesepaduan antara
panduan wahyu dan nubuwwah, faedah dibandingkan pengalaman manusia yang terjelma
dalam adat yang serasi dengannya dan percubaan dalam hidup yang dianggap terbaik
dan paling unggul dalam hidup mereka. Pada hemat penulis, ini sangat harmonis dan
selaras dengan pegangan dan amalan Ahli Sunnah Wal-Jamaah yang menjadi anutan
rantau ini.
Hikmah kebijaksanaan Melayu boleh didapati dalam pantun-pantun, kata-
kata pepatah, ungkapan-ungkapan tradisional dan sudah tentu dari segi agamanya ia
terkandung dalam teks-teks yang menerangkan Qura’n, hadith-hadith nabi, pegangan
83
akidah, hukum-hakam, prinsip-prinsip akhlak, tatacara menyusun orang dan
negeri dan penyuburan ilmu pengetahuan dengan keberbagai an cawangan.
Dalam Qur’an diterangkan dalam ayat;
Dan antara ayat-ayat-Nya yaitu (Ia) menciptakan langit dan bumi
dan berlain-lainan pada pertuturan bahasa kamu dan warna kulit
kamu (ar-Rum:22); dengan itu kita melihat kenyataan dari Allah
Taala berkenaan dengan adanya ayat-ayat Tuhan pada bahasa-
bahasa pertuturan dan juga warna kulit umat manusia.
Ini terbayang lagi dalam ayat Qur’an
Dan sesungguhnya Kami (Allah) menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu kenal-mengenal antara sesama kamu
(atau saling pelajari ilmu pengetahuan antara sesama kamu) dan
sesungguhnya yang paling mulia di kalangan kamu yaitu orang yang
paling bertaqwa (al-Hujurat:13).
Nampaknya yang boleh disimpulkan sebagai ‘hikmah kebijaksanaan Melayu’
yaitu intisari pengajaran yang terkandung dalam ‘tunjuk ajar Melayu’ itu. Ini dipakai
oleh Pak Tenas Effendy antaranya dalam bukunya ‘Tunjuk Ajar Melayu’ (terbitan Dewan
Kesenian Riau, percetakan Yayasan KBMR Keluarga Besar Melayu Riau, 1994).
‘Tunjuk ajar Melayu’ itu yaitu ‘segala jenis petuah, amanah, petunjuk, nasehat,
amanat, pengajaran, contoh tauladan, yang bermanfaat bagi kehidupan manusia
dalam arti luas’. (1994: 5). Ini diikuti dengan kenyataan bahwa pada orang tua-tua
Melayu ‘tunjuk ajar Melayu yaitu segala petuah dan amanah, suri tauladan, nasihat
dan amanat, yang membawa manusia kejalan yang lurus dan diredhai Allah, yang
berkahnya menyelamatkan manusia dalam kehidupan di dunia dan di akhirat’.(1994:5).
84
Berkenaan dengan ‘tunjuk ajar’ atau hikmah kebijaksanaan ini ia sedemikian
rupa sifatnya sehingga dikatakan tentangnya ‘Yang disebut tunjuk ajar tua:
Petunjuknya mengandung tuah
Pengajarannya berisi marwah
Petuahnya berisa berkah
Amanahnya berisi hikmah
Nasehatnya berisi manfaat
Pesannya berisi iman
Kajinya mengandung budi
Contohnya pada yang senonoh
Teladannya di jalan Tuhan’ (1994: 6)
Apakah kandungan tunjuk ajar itu? Tunjuk ajar itu mengandungi nilai-nilai unggul
(dari agama Islam), budaya dan nilai-nilai keorang an yang menjadi pegangan ahli
orang nya. Dikatakan oleh orang tua-tua ‘di dalam tunjuk ajar agama memancar’
atau ‘di dalam tunjuk ajar Melayu tersembunyi berbagai ilmu’ (1994: 6-7). Tentang isi
kandungan tunjuk ajar itu diungkapkan:
Apalah isi tunjuk ajar
ilmu yang benar
apalah isi tunjuk ajar
segala petunjuk ke jalan yang benar
apa isi tunjuk ajar Melayu
kepalanya Syara’
tubuhnya ilmu
apa isi tunjuk ajar Melayu:
penyuci akal
penenang kalbu
apa isi tunjuk ajar Melayu
pendinding aib
85
penjaga malu
apa isi tunjuk ajar Melayu
sari akidah patinya ilmu
menciptakan tuah sejak dahulu (1994: 7)
Tentang kelangsungan dan nilai tunjuk ajar (atau hikmah kebijaksanaan) itu jelas
dibandingkan kata-kata bijaksana seperti di bawah:
Apa tanda Melayu jati
Tunjuk ajarnya dipegang mati
Apa tanda Melayu amanat
Memegang tunjuk ajar sampai ke lahat
Apa tanda Melayu berbudi
Tunjuk ajarnya dijunjung tinggi
Apa tanda melalu bertuah
Terhadap tunjuk ajar tiada lengah
Apa tanda Melayu budiman
Tunjuk ajar dijadikan pakaian
Apa tanda Melayu berakal
Tunjuk ajar dijadikan bekal
Apa tandanya Melayu terpilih
Tunjuk ajarnya tiada beralih (1994: 7)
Demikianlah seterusnya untaian kata-kata yang menunjukkan hikmat bijaksana
dijadikan pegangan yang sebati dengan peribadi dan tidak berubah-ubah melainkan
elemen-elemen yang memerlukan sebetul betulnya kepada perubahan. Demi untuk
memastikan bahwa tunjuk ajar ini kekal dalam orang sebagai tradisi yang
dipegangi dan dilaksanakan maka diajarkanlah untaian kata-kata:
Kalau duduk duduk berguru
Kalau tegak tegak bertanya
Lalu pergi mencari ilmu
Sikap berpegang kepada ilmu dan pengalaman yang berharga dan teruji dalam
hidup terbayang dalam kata-kata berikut:
bertemu ulama minta petuah
Bersama guru meminta ilmu
bertemu raja meminta daulat
bertemu hulubalang minta kuat
bertemu orang tua minta nasehat
Pewarisan dan kesinambungan tunjuk ajar itu dipastikan dengan berlakunya
amalan pada generasi yang terdahulu sebelum ia diturunkan ilmunya kepada generasi
yang berikutnya. Ini dapat difahami dibandingkan untaian kata-kata yang penuh bermakna
seperti di bawah:
Sebelum mengajar, banyak belajar
Sebelum memberi contoh
Bersifat senonoh
Sebelum memberi teladan
Betulkan badan
Sebelum menasehati orang
Nasehati diri sendiri (1994: 13)
Mudarat mengajarkan ilmu tanpa tauladan yang baik terlebih dahulu dijelaskan
dalam kata-kata:
Kalau contoh tidak senonoh
Yang mencontohi akan bergaduh
atau:
Bila mengajar tidak benar
Yang diajar akan bertengkar
Pewarisan tunjuk ajar itu, demi memastikan kesinambungannya dalam peradaban,
dijadikan kemestian oleh adat, seperti berikut:
Petunjuk wajib ditunjukkan
Pengajaran wajib diajarkan
Yang petunjuk dipanjangkan
Yang pengajaran dibendangkan (asal tebal)
dengan tunjuk ajar adat berakar
dengan tunjuk ajar imu mengakar
dengan tunjuk ajar
yang kecil menjadi besar
dengan tunjuk ajar
agama menjalar
apa tanda orang beriman
tunjuk ajar ia turunkan (1994: 13)
Dalam pengertian yang senada dengan yang di atas dikatakan:
Tanda orang hidup beradat
Mewariskan tunjuk ajar ia ingat
Supaya hidup selamat
Tunjuk ajar diingat-ingat
Diturunkan bercepat-cepat
Diwariskan saat ingat
Disampaikan di mana sempat
Prinsip mementingkan contoh tauladan yang dilihat secara nyata yaitu jelas
diungkapkan:
Mencontoh kepada yang nampak
Meniru kepada yang nyata
Prinsip ini menyebabkan orang-orang yang bicaranya baik-baik namun tauladan
dan amalannya sebaliknya tidak diambil berat oleh orang dalam orang Melayu
tradisional. Dengan itu terkenal untaian kata-kata: Mulut bermadu perangai macam
hantu, atau mulut manis, kelakuan macam iblis. Terkenal juga kata-kata berkenaan
dengan orang ‘lidah bercabang’:
Bila bercakap lidah bercabang
Seumur hidup tak dipercaya orang
Atau dikatakan:
Bila bercakap bercabang lidah
Pantang sekali memegang amanah
Menarik juga dalam prinsip kebijaksanan Melayu ini yaitu konsep ‘tua’ dalam erti
ilmuwan tual dan budaya. Ini jelas ternyata dalam ungkapan berikut:
Kalau menjadi tua orang
Langkahnya dilihat lidahnya dipegang
Kalau menjadi orang tua
Sesuaikan langkah dengan bicara
Kalau sudah dituakan orang
Lahir batin jangan bercabang
Kalau menjadi tua orang
Pantang sekali berlaku sumbang
Gambaran tentang manusia berbahagia pula, disebut sebagai ‘manusia bertuah’
yaitu :
Apa tanda manusia bertuah
Kecil menjadi tuah rumah
Besar menjadi tuah negeri
Bertuah hidup bertuah mati
Dan orang yang memperoleh faedah yang paling banyak dibandingkan ‘tunjuk ajar’ yaitu
orang yang berakal yang cepat memperoleh iktibar:
Untuk memahami tunjuk ajar
Banyakkan faham dan iktibar
Untuk memahami tunjuk ajar
Tajamkan mata banyak mendengar
Untuk memahami tunjuk ajar
Tekunkan menyemak, kuat belajar
Untuk memahami tunjuk ajar
Banyak ilmu perlu didengar
Dan ketepatan dalam faham sangat diutarakan seperti berikut:
Salah tangkap
Badan mengidap
Salah makna
Badan celaka
Salah erti
Rusak pekerti
Salah pakai
Kerja terbengkalai
Salah tafsir
Kerja membazir.
Berkenaan dengan kandungan tunjuk ajar itu ia jelas seperti berikut:
Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah
Adat yaitu syarak semata
Adat semata Quran dan sunnah
Adat sebetulnya adat yaitu kitabullah dan sunnah Nabi
Syarak mengata adat memakai
Ya kata syarak , benar kata adat
Adat tumbuh dari syarak, syarak tumbuh dari kitabullah
Berdiri adat sebab syarak
Apa tanda Melayu jati
Bersama Islam hidup dan mati
Dalam teks Pak Tenas Effendy, ini diikuti dengan beberapa hakikat dalam
kehidupan Melayu yang menunjukkan kesebatian hikmah kebijaksanaan yang meresap
dan sebati dalam hidup yang pada gambaran ini ia menjadi ‘malakah pemerintahan ’
(istilah ibn Khaldun dalam Muqaddimah) pada diri Melayu itu.
Antaranya bagaimana Islam ‘melekat dihati’nya, ‘dengan Islam ia bersebati’,
‘hidup taqwa kepada Allah’, ‘hidup mati bersama akidah (Ahli Sunnah Wal-Jamaah)’,
‘memeluk Islam ianya kekal’, ‘membela Islam tahan dipenggal’, ‘hidup matinya dalam
beriman’, ‘taat setia menyembah Tuhan’, ‘memeluk Islam tidak beralih’, ‘membela Islam
tahan sembelih’, ‘kepada Allah tercurah kasih’, ‘membela Islam tahan dipijak’, ‘di dalam
Islam beranak pinak’, ‘kepada Allah tempatnya ingat’, ‘syarak dipegang sunnah diingat’,
‘mengingat Allah tiada bertempat’, ‘membela Islam tahan dibakar’, ‘ajaran Islam ia
mengakar’, ‘kepada syarak ia menepat’ dan seterusnya,
Tanda orang Melayu yaitu ‘membela Islam tahan dicincang’, ‘mendirikan Islam
tiada bercabang’, …’dengan Islam ia menyatu’, ‘Islam menjadi kain dan baju’, ‘Islam
semata dalam kalbu’
Cara hidup Melayu mengikut hikmat kebijaksanaannya yaitu : ‘yang kaji dihalusi,
yang amal diperkekal, yang syarak disimak, yang sunnah dimamah, yang iman
dipadatkan, yang hati disucikan, yang akal disempurnakan’
Butir-butir tunjuk ajar itu cukup untuk menjadikan Melayu sebagai bangsa
yang memiliki prinsip-prinsip kehidupan bagi menjaga hubungannya dengan
Tuhannya, dengan sesama manusianya, dengan alam sekitar dan sejarah, dan
dengan keabadiannya. Ia berupa panduan yang digabungkan dibandingkan ajaran wahyu,
nubuwwah, pengamatan manusia dengan kelengkapan-kelengkapan dirinya dan
sejarah yang berlaku dan pengalaman manusiawinya.
Dalam teks Tunjuk Ajar Melayu itu ada bimbingan kebijaksanaan Melayu
tentang ketaqwaan kepada Tuhan, ketaatan kepada ibu bapa, ketaatan kepada
pemimpin, persatuan dan kesatuan dengan gotong-royongnya, tentang keadilan dan
kebenaran, kelebihan menuntut ilmu pengetahuan (bab-bab 1-6), berkenaan dengan
nilai-nilai pembentukan peribadi dan kalbu dengan sifat-sifat ikhlas dan rela berkorban,
sifat rajin dan tekun dalam pekerjaan, sikap mandiri, sikap berbudi, bertanggungjawab,
sifat malu bertempat, kasih sayang, (bab-bab 7-13), berkenaan dengan hak dan milik,
permusyawaratan rakyat dan muafakat, keberanian dan kejujuran, sifat berhemat dan cermat, sifat
rendah hati, bersangka baik terhadap makhluk, sifat rajuk, tahu diri, keterbukaan, sifat
pemaaf dan pemurah, sifat amanah, sikap memanfaatkan waktu, berpandangan jauh
ke depan, mensyukuri ni’mat Ilahi, sikap hidup sederhana (tidak terpengaruh dengan
kepenggunaan untuk menunjuk-nunjuk – ‘conspicuous consumerism’) (bab 14-29).
Sifat-sifat dan sikap yang ini itu datang dibandingkan bangsa Melayu yang sifat-sifat
unggulnya ditarbiah dengan kesempurnaan agama Islam. Melayu dan agama Islam
yaitu kesebatian yang sukar digambarkan.
Dalam teks yang sama (1994: 397-610) ada prinsip-prinsip kebijaksanaan
Melayu berhubungan dengan amanah, yang sekarang banyak diperkatakan dalam hal
memantapkan budaya integriti: amanah guru kepada murid, amanah orang tua kepada
anaknya, amanah dalam hidup rumahtangga atau kekeluargaan, amanah
amanah dalam mendidik dan membela anak-anak, amanah dalam kesetiakawanan,
amanah berhubungan dengan alam yang kekal abadi, pembinaan rumahtangga dan
keluarga yang bahagia, tentang kepimpinan, alam sekitar (bab 1-10).
Nampaknya sifat-sifat dan prinsip-prinsip inilah yang tergambar dalam ‘Sejarah
Melayu’, ‘Hikayat Hang Tuah’, ‘Tuhfatun Nafis’, ‘Gurindam Dua Belas’, ‘Taj al-Salatin’,
‘Sair al-Salikin’, ‘Turjuman al-Mustafid’, teks-teks seperti ‘as-Sirat al-Mustaqim’, ‘Kash
al-Litham’, ‘Furu’ al-Masa’il’, ‘Nihayah al-Zain’, ‘Asuhan Budi’ dan ‘Hadiqatul-Azhar’
dan beberapa naskhah lain termasuk hikayat-hikayat, yang berupa catitan abadi
tentang prinsip-prinsip dan nilai-nilai pegangan Melayu sepanjang zaman. Nilai-
nilai ini dalam sastera klasik ada pada Hang Tuah yang berupa lambang peribadi
terunggul dan prinsip-prinsip yang menciptakan jati diri Melayu dan tamadunnya
yaitu kesejatian dalam kesetiaan, amanah, kebenaran, keberanian, keteguhan azam,
kesungguhan dalam juang, kesetiakawanan, kemampuan komunikasi taraf tinggi dan
rendah, kelicinan usaha bertugas dengan tepat, kematangan rohani dan fikir, jiwa
mementingkan bangsa dan umat mengatasi kelangsungan diri yang sempit, pandangan
yang jauh dan tajam. Sayangnya setengahnya menganggap ini nilai-nilai feudalisme
yang wajib digantikan dengan ‘nilai-nilai progresif’ tanpa menyedari ini yaitu nilai
sarwajagat dan bukan ‘nilai-nilai feudal’. Ia bukan time-bound namun reality-bound dalam
pengertian fitrah yang universal itu’.
jika dan bila menyebut Hang Tuah – apapun juga kedudukannya dari
segi sejarah - ia melambangkan nilai-nilai universal yang menjamin keutuhan dan
kesinambungan hidup peribadi dan tamadun umat. Ia bukan nilai-nilai feudal; kesetiaan
Hang Tuah kepada raja yaitu kesetiaan kepada institusi atau tonggak peradaban Islam
di kalangan bangsa Melayu yang tanpanya Melayu akan menjadi cultural barbarian -
meminjam kata rakan kita Haji Ghazali PK, ‘kaum biadab dalam budaya’. Ia dari institusi
yang disahkan oleh tradisi dalam ajaran dan sejarah Islam. Ia gabungan antara Islam
dan Melayu seutuhnya.
Kita memerlukan Hang Tuah abad ke-21 dalam kalangan kita; kita mesti mengelak
dibandingkan peribadi Hang Jebat yang yaitu pemberontakan tanpa prinsip
(unprincipled rebellion). Dalam psikologi rohaniah tradisional ia melambangkan nafsu
ammarah bissu’, yang yang mengarah kepada kejahatan, manakala Hang Tuah yaitu
melambangkan nafsu al-mutma’innah yang teguh tenang dan aktif dalam kebaikan
yang berterusan. Kita memerlukan susuk peribadi seperti ini dalam suasana masa kini.
Ia seumpama angin puting beliung yang dilihat dari segi positif, dengan titik tengahnya
tenang tak bergerak, dengan tafakur dan zikir, tetap dengan bagian luarnya bergelora
tangkas dengan kerjanya; kalbu Melayu tradisional tenang tetap dengan zikir dan fikir,
dan firasat, dalam keimanan, tawakal dan redha, badannya cepat ligat dalam bakti
yang berterusan.
Nilai-nilai ini saya bicarakan dalam memahami pandangan tradisional Melayu
berhubung ketaqwaan dan iman, budaya ilmu dan menjaga kehidupan yang baik
dan berkemerdekaan , menjaga alam sekitar dan hubungan baik antara sesama manusia,
juga tugas menjaga negeri dengan baik dan berkesan. Ia gugusan prinsip-prinsip
dan nilai yang menjamin kejayaan hakiki dunia dan akhirat dan menjadi asas-asas
pembentukan peradaban yang dikehendaki bagi menjadikan ianya alam di mana kalam
Ilahi dan nama-Nya dimuliakan setinggi-tingginya.
Kalau konsep hikmah kebijaksanaan Melayu melukiskan jati dirinya dengan prinsip-
prinsip hidup dan nilai-nilainya, maka cintanya kepada tanah air memberi gambaran
tentang tautannya dengan peradaban dan bangsanya. Ia tidak boleh disamakan dengan
sifat rasis dan nasionalis sekular sebagaimana yang cuba diketengahkan oleh setengah
dalam kalangan mereka yang tidak begitu berhati-hati dalam memberi ungkapan tentang
idea-idea yang diketengahkan; akibatnya ia membawa kebencanaan.
masalah kebangsaan Melayu yang bukan ‘asabiyyah yang terlarang dan bukan
kebangsaan sekular ala Barat itu saya sudah kemukakan sebelum ini dalam ceramah
saya di UPSI tidak lama sebelum ini. Saya menyatakan bahwa kebangsaan Melayu
dan sifat kasih kepada bangsa atau persatuan itu yaitu prinsip yang selari dengan
ajaran Islam. persatuan Melayu membawa kepada munculnya gerakan kebangsaan
Melayu, yang akhirnya, dengan izin Tuhan, tercapailah kemerdekaan tanpa
pertumpahan darah. persatuan ini juga membawa kepada terselamatnya Malaysia,
dahulunya Malaya, dibandingkan terbelenggu di bawah rencana MacMichael; semangat
persatuan ini juga membawa kepada sukses nya perjuangan melawan gerakan
Komunis; semangat ini juga, dengan dokongan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam
membawa kepada keamanan dan kemakmuran yang mengubah Malaysia dibandingkan
ekonomi yang hampir seratus peratus pertanian, menjadi ekonomi sangat tinggi
kadar pencapaian tahapnya kepada ekonomi berdasarkan pengetahuan dan industri.
Kejayaan itu berterusan hingga sekarang, dinikmati kesan baiknya oleh generasi
sekarang. Dan ini mewajibkan Muslimin bersyukur kepada Tuhan atas kejayaan ini
dan wajib juga bersyukur kepada para pejuang dan pemimpin yang menyebabkan ini
semua berlaku. Ini hasil dibandingkan persatuan yang ada dalam sejarah Malaysia. Dan
persatuan ini bukan ‘secular nationalism’ sebagaimana yang cuba diketengahkan oleh
setengah pihak yang tidak setia kepada kebenaran ilmu dan sejarah dan perjuangan
Melayu dengan kerjasama mereka dari kaum-kaum lain yang setia dengan perjuangan
kemerdekaan dan seterusnya.
Kebangsaan Melayu bukan asabiyyah yang dilarang oleh Islam, saya menyatakan
antaranya bahwa apa yang dicapkan oleh setengah pihak sebagai ‘asabiyyah yang
dilarang oleh Islam, sehingga difahami dan dilabelkan oleh setengah pihak sebagai
‘asabiyyah yang dilarang oleh Nabi salla’Llahu alaihi wa sallam dalam hadith yang
selalu disebut-sebut;
Tidak termasuk di kalangan kami orang yang menyeru kepada faham
kebangsaan (‘asabiyyah) itu tidak tepat mengikut hakikat yang
sebetulnya nya.
Bagi melihat permasalahan ini elok diberikan perhatian kepada beberapa perkara
seperti di bawah ini. Pertamanya hadith tentang asabiyyah itu. Hadith itu yaitu :
Hadith: Wahai Rasulullah apa itu ‘asabiyyah? Jawab baginda:
[Asabiyyah yang dilarang itu] yaitu engkau menolong kaum engkau
dalam melakukan kezaliman [kepada orang lain atau kepada kaum
lain.]
Dalam syarah Sunan Abi Daud dinyatakan bahwa hadith ini dikeluarkan oleh
Abu Daud, Nasa’I, dan ibn Majah.Pengarang Sharah Abu Daud menyatakan tentang
‘menolong kaum engkau melakukan kezaliman’ ertinya seseorang itu taksub dengan
kaumnya walhal mereka itu zalim, maka jadilah ia membantu mereka [dalam kezaliman
seperti menindas kaum lain], termasuk juga orang yang membantu kaumnya atas
perkara yang bukan hak. Prinsip asalnya yaitu orang yang terkena zalim itu hendak diberi
pertolongan dan bantuan, orang yang melakukan kezaliman itu hendak disekat dibandingkan
melakukan kezaliman (melalui islamweb.net). Hadith yang bermaksud ‘Tidak termasuk
di kalangan kami orang yang menyeru kepada asabiyyah’ itu diulas agak panjang oleh
al-Munawi dalam al-Faid al-Qadir (islamweb.net jilid 5 hlm. 492) maksudnya tidak
terlepas dibandingkan apa yang diterangkan itu.
Huraian yang panjang yang memberi penerangan yang nyata tentang aspek positif
asabiyyah ini boleh didapati dalam penerangan Mulla ‘Ali al-Qari berkenaan dengan
hadith itu dalam ‘Mirqat al-Fawatih syarah ‘Mishkat al-Masabih’ (almashkat.net, 14: 184-
185). Beliau menyatakan riwayat dari Wathilah bin al-Asqa’ rd katanya: Dari Wathilah
bin Al-Asqa’ rd katanya: “Aku berkata: Wahai Rasulullah apakah itu ‘asabiyyah, yakni
asabiyyah Jahiliyyah?” Sabda baginda: “bahwa anda menolong kaum anda /sanak
saudara anda atas perkara yang zalim, yakni wajib atas anda mengikut yang hak
tanpa melihat kepada ‘mulahazah al-hak’”; sebab itu maka kata Ali mengikut apa yang
dirawayatkan oleh Darimi dan ibn ‘Asakir dari Jabir, marfu’, ‘hendaklah anda menolong
saudara anda baik ia zalim atau terkena zalim, kalau ia zalim maka tolak ia dari
perbuatan zalimnya, kalau ia terkena zalim maka tolonglah ia [untuk menyelesaikan
kezaliman atas dirinya itu]; Diriwayatkan oleh Abu Daud dan demikian pula [oleh] ibn
Majah dari Suraqah bin Malik.
Tambahan lagi kita boleh sebut lagi dukungan Sa’id Nursi terhadap konsep asabiyyah
yang positif ini. Ini terkandung dalam huraian-huraiannya tentang hal ini.
Dalam kalangan orang Melayu masalah identiti antara bangsa dan agama yaitu
sesuatu yang tidak dapat dipisahkan; dan ini faktor kekuatan yang sangat besar
nilainya. Ini membawa kepada renungan tentang kedudukan orang Timur seperti
Melayu-Islam dengan orang barat. Pada Melayu asas identitinya berada pada
agamanya. Dengan itu kebangsaannya tidak berpisah dengan agamanya. Ini nyata
dibandingkan pengarang-pengarang yang menulis dalam memperjuangkan kemerdekaan,
yang mereka sebutkan demi alif, ba, ta, yakni demi agama, bangsa dan tanah air.
Tok Kenali di Kelantan pun memakai kata-kata itu dalam menulis dalam majalah
Pengasuh yang hingga sekarang masih diterbitkan oleh majelis Ugama Islam Kelantan.
Berkenaan dengan pentingnya identiti yang tidak terpisah antara kebangsaan dan
agama, Sa’id Nursi menyatakan:
The unity between religion and nationality necessitates the Islamic
identity having the highest position in the identity hierarchy. This is
also the most significant difference between Western societies, which
have as their basis a nationalist identity, and Eastern societies, whose
religion and nationalities form an inseparable whole. The reply of the
Old Said to a question about religious zeal and national zeal asked
him during Sultan Reshad’s Rumelia tour, summarizes very succinctly
his attitude to the matter:
“Pada kita Muslimin agama dan kebangsaan (nationhood)
menjadi bersatu, walaupun ada ada perbedaan dari segi teori
yang kelihatan pada lahiriah dan bersifat berkebetulan antara
keduanya. Sesungguhnya agama yaitu hayat dan roh bagi bangsa.
Bila keduanya dilihat berlainan dan berpisah satu dari yang satu
lagi itu, semangat pemerintahan meliputi orang awam dan dan
orang kelas atasannya, manakala semangat kebangsaan dirasai
oleh seorang dalam seratus orang, yakni, orang yang bersedia
untuk mengorbankan kelangsungan -kelangsungan dirinya demi untuk
bangsanya. Maka bila demikian halnya, semangat pemerintahan mesti
menjadi asas berhubungan dengan hak-hak semua orang, manakala
semangat kebangsaan menjadi pihak yang memberi khidmat
kepadanya dan menjadi benteng baginya.”
Menurut Said Nursi:
“Ini terutamanya sebab kita orang Timur ini tidak seperti mereka
di Barat: hati kita dipandu oleh kesadaran kita tentang agama.
Hakikatnya di Asia lah takdir Ilahi menentukan yang kebanyakan
para rasul diutus di sana, dan itu menandakan bahwa hanya
kesadaran agama yang boleh membangkitkan orang Timur dan
memberangsangkannya ke arah kemajuan. Satu hujah yang
meyakinkan untuk ini yaitu bahwa zaman nabi Muhammad
salla’Llahu alaihi wa sallam dan mereka yang mengikut semangat
Baginda. Semangat pemerintahan dan semangat kebangsaan menjadi
bergabung di kalangan Orang Turki dan Orang Arab, dan sekarang
tidak mungkin berpisah. Semangat Islam berupa seperti rantai yang
bercahaya gemilang dan teguh yang bukan datang dari alam dunia
ini.Ia berupa dokongan yang teguh dan tentu, dan tidak akan gagal.
Ia kota teguh yang tidak boleh dirobohkan.
Kemudian kita boleh perhatikan lagi pandangannya tentang kebangsaan itu yang
disebutnya sebagai positif dan negatif. Katanya:
“Tambahan lagi, dalam semangat kebangsaan (nationalisme) ada
satu prinsip dan semangat gembira dalam jiwa, satu kesukaan
yang sangat kuat, satu kuasa yang ada unsur tidak baiknya. sebab
itu mereka yang terlibat dalam kehidupan keorang an zaman
ini tidak boleh disuruh supaya meninggalkan konsep kebangsaan
ini. Bagaimanapun semangat kebangsaan ada dua jenis. Satu yang
negatif, tidak baik, dan berbahaya; ia menjadi semarak dengan
menelan pihak lain, ia kekal melalui perseteruan dengan pihak lain,
dan ia tahu apa yang sedang dilakukannya. kebangsaan yang positif
timbul dibandingkan keperluan dalaman dalam hidup keorang an
dan ia menjadi
Sebab bagi berlakunya sikap tolong menolong dan persatuan; ia
memastikan adanya kekuatan yang mendatangkan faedah; ia yaitu
alat untuk menguatkan lagi persaudaraan Islam. Konsep tentang
kebangsaan yang positif ini mesti berkhidmat untuk Islam, ia mesti
menjadi kota perlindungannya dan perisai baginya; ia mesti tidak
mengambil tempat Islam itu sendiri”.
“kesadaran dan bangkitnya kebangsaan itu sama ada positif, dalam
hal ini ia bangun melalui rasa kasih sayang kepada kaum bangsa
seseorang, dan ia sebab bagi kenal mengenali antara satu dengan
lain dan perbuatan tolong-menolong antara sesama mereka; atau ia
negatif, bila ia ditimbulkan oleh semangat rasis, dan menjadi sebab
kebencian dan permusuhan antara satu dengan lain. Dan ini ditolak
oleh Islam.
Kita tidak boleh meninggalkan tajuk ini dengan melupakan Ibn Khaldun. Beliaulah
yang memberi huraian yang memberi keabsahan bagi asabiyyah yang positif itu, yang
dipanggil oleh Said Nursi sebagai kebangsaan yang positif. Ibn Khaldun menjadikan
asas kejayaan dengan kenyataan yang dibuatnya yaitu bahwa bila semangat
pemerintahan yang sebetulnya bergabung dengan asabiyyah, itu akan menjadi kekuatan
yang tidak boleh dyaitu kan. Dan beliau mendasarkan huraian ini berdasarkan hadith;
Kebijakan dan kebijaksanaan (hikmah) budaya yaitu wahana dan wacana
suatu perbendaharaan pemikiran dan falsafah yang halus sekali. Warisan budaya itu
berkaitan dengan keilmuan budaya yang terhasil dan boleh dianggap sebagai suatu
perbendaharaan atau khazanah yang besar, luas dan mendalam. Status sesuatu
perbendaharaan itu sebagaimana Hamzah Fansuri sebut dalam Asrar al-Ariffin yang
berbunyi:
“Adapun misal perbendaharaan itu seperti pohon kayu, sepohon
dalam bijinya. Biji itu perbendaharaan, pohon kayu yang di dalamnya
itu isi perbendaharaan, tersembunyi dengan lengkapnya; akarnya
dan batangnya, dengan cabangnya, dengan dahannya, dengan
rantingnya, dengan daunnya, dengan bunganya, dengan buahnya –
sekalian lengkap di dalam biji sebiji itu”.
Analogi sepohon dalam bijinya itu ada pada peradaban Melayu. Salah satunya
yaitu warisan budaya Melayu dan sudut paling besar dari warisan budaya bangsa
serumpunnya. Corak geografi Malaysia yang dipisahkan Laut China Selatan
membentuk tiga area penting berasaskan Semenanjung Tanah Melayu, Sabah dan
Sarawak dengan demografinya yang unik. Keberbagai an warisan budayanya lahir dari
etnik dan suku bangsa yang berbeda . Suku bangsa di bawah kategori keserumpunan
rakyat asalnya itu terdiri dari puluhan jenis, mewarisi asas-asas budaya keserumpunan,
manakala rakyat Malaysia keturunan Cina dan India masih mewarisi sifat-sifat asal
budaya mereka sejak zaman kolonial. Perubahan mungkin ada namun tidak terbentuk
suatu citra pola tempatan yang lengkap. Keberbagai an di Malaysia itu juga dapat
dilihat dalam perbedaan agama, kesenian, bahasa, dialek, adat resam dan nilai hidup.
Sungguhpun begitu Dasar Kebudayaan Kebangsaan (DKK) yang digubal pada tahun
1971 sudah memberi konsep dan prinsip-prinsip pembentukan sebuah budaya bangsa
dengan panduan yang jelas antara citra kebudayaan kebangsaan dengan kebudayaan
kesukuan. Dasar ini sudah digubal hasil perakuan Kongres Kebudayaan Kebangsaan
1971. Konsepnya amat jelas disimpulkan oleh Allahyarham Tun Abd. Razak Hussein,
Perdana Menteri Malaysia Kedua, sewaktu meresmi kan Kongres ini dengan
menyebut bahwa :
“... nenek moyang bangsa kita yang mendiami rantau Nusantara
ini meninggalkan pusaka kebudayaan yang kaya raya dan tinggi
mutunya. Maka, sudah sewajarnya kita menerima ide bahwa
Kebudayaan Kebangsaan yang sedang dibentuk dan dicorakkan
itu hendaklah berlandaskan kebudayaan rakyat asal rantau ini.
Bagaimanapun, patutlah juga kita mengambil unsur kebudayaan
yang datang ke rantau ini dan membawa pengaruh ke atasnya sejak
beberapa lama supaya pengaruh yang bermanfaat dapat menyegarkan
dan menentukan corak kebudayaan Malaysia bagi masa hadapan.
Namun, haruslah diingat, dalam mencari bentuk dan menentukan
corak kebudayaan, kita tidak melupakan hakikat orang yang
berbilang bangsa. Kita hendaklah selalu berpandu kepada cita-
cita membentuk sebuah negara dengan rakyatnya dibandingkan berbagai-
bagai kaum dan golongan dijalin dalam satu ikatan yang padu.
Saya percaya selagi kita sedar dan insaf akan hakikat ini, kita tidak
akan melencong dibandingkan matlamat untuk mendirikan bangsa yang
bersatu”.
Dalam hal yang demikian tidak timbul lagi permasalah an bahwa jati diri Malaysia boleh
dilakukan secara caca marba, berasaskan kepada kesamarataan semua bidang,
termasuk ke arah keterbentuk an budaya bangsanya, namun sebaliknya akan mendukung
matlamat ke arah menegakkan perpaduan dan kesatuan bangsa, membina kepribadian
dan memupuk kehidupan kemanusiaan dan kerohanian yang seimbang dalam konteks
pembangunan negara. Keunikan situasi ini jarang kedapatan di negara-negara lain
Latar Belakang Persepsi
Di Malaysia isu dan masalah kebudayaan timbul lazimnya disebabkan persepsi dan
perspektifnya yang diletakkan dalam kerangka yang begitu sempit dan terhad. Tafsiran
luasnya tidak dirujuk dan ada kedangkalan faham sehingga disamakan dengan seni
semata-mata, hatta istilah kesenian yang sudah luas cakupan bidangnya pun dipakai
sebagai merujuk kepada seni tari, seni muzik, seni teater atau persembahan seni.
Kedangkalan ilmu sedemikian mungkin saja terjadi merentasi generasi disebabkan
tidak ada celik budaya dan buta sejarah. Jadi dalam persepsi umum permasalah an wawasan,
ide , dasar dan program negara gagal dihayati kenapa kesemuanya dibangun
dan dibina berpedomankan laluan sejarah, realiti di jaman dan jaminan masa depan
kemakmuran negara demi perpaduan bangsa, keharmonian dan keamanan negara.
Bak seruan Allahyarham Tun Abd. Razak “Kita hendaklah selalu berpandu kepada
cita-cita membentuk sebuah negara dengan rakyatnya dibandingkan berbagai-bagai kaum
dan golongan dijalin dalam satu ikatan yang padu”. Dalam hal yang demikian, konsep
itu dicetuskan demi ‘kesatuan’ dan bukan tendensi yang difahami
sebagai kesamarataan yang menolak hak dan keadilan, menolak faktor sejarah tanpa
suatu kesinambungan silam yang mendukung tujuan kelahiran bangsa Malaysia dan
menolak prinsip-prinsip tertentu.
jika istilah kebudayaan dipakai dalam kekeliruan konsep dan bertindih
maknanya, maka jarang benar dapat kita lihat pembinaan aspek-aspek nilai warisan
budaya dihubungkaitkan dengan pembinaan bangsa secara menyeluruh. Warisan
budaya bolehlah diumpamakan sebagai harta atau pusaka kehidupan orang
dan bangsa yang diwarisi turun-menurun dalam bentuk kebendaan (material culture)
atau bukan kebendaaan (non-material culture). Kadangkala dalam persepsi biasa,
peninggalan bangsa itu pun dipersempitkan atau dikekalkan kepada warisan seni
saja dalam konteks seni etnik atau seni klasik yang berbentuk muzik, tari dan teater
seperti Mak Yong dan Wayang Kulit di Kelantan, Ketoprak dan Kuda Kepang di Johor,
Talempong dan Randai di Negeri Sembilan, Sumazau di Sabah, Ngajat di Sarawak,
seni Opera Cina, Tarian Singa, Bharata Natyam atau seni persembahan yang lain. Di
kalangan orang Malaysia ada ada kesenian rakyat yang bersifat penyertaan
(Partai cipatory) dirujuk kepada Tarian Inang, Joget dan Zapin atau seni mempertahankan
diri seperti silat, kungfu, kalampayat atau unsur seni baharu yang dipelajari dari warisan
budaya Korea, jepang dan China seperti Tae Kwando, Judo, Karate, Kungfu, Wushu.
Warisan budaya dalam bentuk kesenian di Malaysia ada dalam berbagai jenisnya,
misalnya seni silat yang kian kurang memperoleh tempat untuk berkembang maju di
institusi pendidikan dari peringkat persekolahan rendah hingga ke pusat-pusat pengajian
tinggi. Kalau ada pun mungkin sedikit pilihan secara berkelompok, berbanding dengan
seni asing seperti Tae Kwando dan Judo tadi yang mudah memperoleh tempat sejak
kanak-kanak memasuki tadika. Sikap dan tabiat orang Malaysia kelihatan lebih senang
memilih begitu, pengaruh penjajahan minda ‘sesuatu yang asing lebih baik dari milik
sendiri’.
Sesuai dengan istilah keluasan takrifnya, orang tidak melihat kebudayaan
itu dengan makna hakikinya atau memakai istilahnya kepada suatu keseluruhan
cara hidup yang meliputi segala aspek sama ada berbentuk kebendaan atau bukan
kebendaan, benda budaya dan budaya spiritual. Kedua-keduanya memang ada
dalam warisan budaya sesuatu bangsa, orang atau etnik. Di Malaysia masih ada
tendensi menciptakan pengertian sempitnya itu termasuk di kalangan institusi dan para
perancang pembangunan kebudayaan, walhal apa yang kelihatan di mata itu, tidak lebih
dari cebisan warisan yang maha luas. Pengamal atau penggerak budaya menjadi lebih
tidak beretika lagi jika kata ‘kebudayaan’ itu dipakai untuk menamakan sesuatu
seni persembahan (performing arts) atas nama ‘Persembahan Kebudayaan’, sedangkan
ia merujuk kepada hanya satu kegiatan memperagakan fesyen atau persembahan
nyanyian. Maka warisan budaya itu pun diaplikasikan kepada seni pentas dan apa-apa
benda budaya yang berkaitan dengannya termasuk alat muzik, busana atau peralatan
lain. orang kita masih gagal melihat keluasan isi empat bidang utamanya yakni
falsafah dan pemikiran, kebendaan, kesenian dan aspek nilai dan norma yang boleh
dipecahkan lagi jenisnya.
Sesungguhnya kalau persepsi dan perspektif ‘kebudayaan’ dimengertikan, maka
Malaysia memiliki kekayaan warisan budaya yang sangat hebat. Hasil-hasilnya tercerna
dari kekuatan pemikiran kepada penciptaan dan pemilikan yang luar biasa, dari warisan
berbentuk pemikiran melalui bahasa dan sastera kepada warisan fizikal berbentuk
bangunan dan peralatan hidup yang lain. Itulah maknanya takrif ilmu kebudayaan yang
merujuk kepada keseluruhan cara hidup manusia yang meliputi minda (akal budi atau
fikiran) dan daya ciptaan bagi memenuhi kehendak biologi, keorang an, dan
alam sekeliling yang sesuai dengan keperluan jasmani dan rohani. namun apakah
kemajuannya sudah tercerna dalam sistem kehidupan bangsa Malaysia? Hal demikian,
membolehkan kita bertanya apakah warisan budaya itu sudah dapat dilihat dalam sifat
kebudayaannya dibandingkan segala hasil pemikiran atau sesuatu yang berbentuk bukan
kebendaan atau rohaniah (spiritual) dan segala hasil ciptaan manusia atau perkara
yang berbentuk kebendaan (fizikal). Jika bidang kebudayaan itu dilihat melalui aspek
falsafah dan fikiran atau idea akan termasuk ke dalamnya ilmu pengetahuan, bahasa,
falsafah, persuratan, mitos, lagenda, kesusasteraan, kepercayaan, dan tradisi atau
cerita lisan; kebendaan akan merujuk kepada seni bina, bangunan, peralatan, pakaian,
makanan, ubat-ubatan, dan perabot]; kesenian boleh dilihat dari dua bidang kemahiran,
yaitu seni lakon (tarian, teater, muzik, dan nyanyian) dan seni tampak (ukiran, lukisan,
seni pahat, tenunan, tekatan, dan anyaman); dan aspek nilai dan norma yang meliputi
hal-hal seperti peraturan, undang-undang, budi bahasa, adat resam, gaya, perlakuan,
pantang larang, ritual dan nilai pemerintahan .
Keempat-empat aspek bidang kebudayaan itu diperturunkan orang nya dari
satu ke satu generasi sebagai warisan budaya. Warisan budaya itu bukan saja
memperlihatkan hasil yang berasaskan sesuatu yang abstrak atau tidak kelihatan,
namun juga yang bercorak kebendaan dalam hubungan spiritual dan fizikalnya. Misalnya,
pertalian antara apa yang difikir dengan apa yang dilakukan dan apa yang dimiliki,
dapat digambarkan melalui ketinggian mutu seni ukir yang lahir dibandingkan pemikiran
dan falsafah yang tinggi, dijelmakan dibandingkan perbuatan mengukir dan akhirnya ukiran
menjadi hasil warisan budaya. Di sisinya ada ungkapan falsafah yang sangat mendalam
maknanya:
Tumbuh meningkat
Punca penuh rahsia
Tumbuh tidak menunjak kawan
Tumbuh tidak memaut lawan
namun melengkar penuh mesra.
Segala kerja seni atau warisan budaya memiliki potensinya tersendiri, boleh
dibangunkan sebagai industri budaya (cultural industries), misalnya pembikinan perahu,
kapal layar, songket, batik, emas, perak, ukiran kayu, jika diupayakan kreativiti dan
inovasinya akan mengembangkan perusahaan berasaskan warisan budaya. Sumber
kepakaran atau keahlian dan kemahiran tempatan yang sedia ada dibangunkan dan
tenaga pelapis generasi muda akan lahir sebagai usahawan di berbagai lokasi area
budaya di Malaysia, di area timur Semenanjung atau di Sabah dan Sarawak.
Warisan budaya itu berkait dengan penciptaan atau proses kreatif dan inovatif manusia
pendukungnya yang menggambarkan ketinggian akal budi (minda) dan keupayaan
modal insannya.
Di dalam kebudayaan, banyak yang boleh dipelajari dari tradisi falsafah, kesenian
dan aspek-aspek kebendaannya. Misalnya seperti yang dibayangkan tadi, sebuah seni
ukir Melayu mendukung falsafahnya tersendiri, kerja-kerja pertukangan, pembikinan
perahu atau kapal layar, tukang rumah, pandai emas, perak dan besi, songket dan
batik, kerajinan tangan seperti kehalusan ciptaan kelarai dan tekatan, permainan tradisi
dengan wau, gasing dan congkak, seni mempertahankan diri seperti silat; semuanya
membawa mesej dan nilai-nilai pembangunan modal insan yang khusus. Kita jarang
melihat potensi budaya dalam pengukuhan sumber daya manusia atau modal insan.
Ada banyak himpunan aspek nilai dan norma seperti terpancar melalui bahasa dan
sastera yang boleh membangunkan jiwa politik dan kepemimpinan, persatuan , budi
bahasa, kesetiaan, kerajinan, kesadaran , ketekunan, kesabaran dan banyak nilai-nilai
terpuji yang terselit, namun selagi kita tidak tahu memberi makna dan menghayatinya
secara mendalam, maka manfaatnya tidak dipakai bagi membangunkan seseorang
insan itu lebih cemerlang. Malahan di dalam bahasa dan kesusasteraan itu sebagai
salah satu bidang warisan budaya, ada amat banyak unsur-unsur pendidikan dan nilai
pembangunan modal insan cemerlang. Cuba kaji ungkapan Melayu tentang pemimpin.
Kaji juga karangan berangkap berbentuk pantun, syair, bait, nazam, gurindam, seloka
dan sajak dan dalam peribahasa, bahasa kiasan dan berbagai ragaman bahasa lagi
(Za’ba:1934, 2002). Rahsia kecemerlangan pembangunan sumber daya manusia
melalui warisan budaya dan sastera itu menuntut suatu macam transformasi khusus.
dan Pembinaan
Negara Bangsa
Pembinaan negara bangsa (nation state) Malaysia dipercayai akan menjadi lebih kukuh
jika diperkenalkan konsep dan , dengan syarat prinsip-prinsip
dan ciri-ciri khususnya dan nilai-nilai budayanya dihayati dan diamalkan. ide Satu
Malaysia atau 1Malaysia dicetuskan ideanya sebagai satu ide baru, diperkenalkan
oleh YAB Dato’ Sri Mohd Najib, Perdana Menteri (PM) ke-6 sewaktu mengangkat
sumpah jawatan pada 3 April 2009. Beliau menganggapkannya sebagai aspirasi demi
satu transformasi besar buat negara dengan semangat slogan ‘Satu Malaysia – Rakyat
Didahulukan, Pencapaian Diutamakan’. Hasrat beliau untuk berkhidmat kepada rakyat
dan negara disebutkannya sebagai “lahir hasil dari inspirasi dan dorongan dan suri
teladan” ayahanda beliau, Allahyarham Tun Abdul Razak, PM Ke-2. Dalam beberapa
hal dijangka mungkin beliau akan mengambil pendekatan dan strategi baru dalam
menegakkan perpaduan dan kesatuan bangsa.
Formula 1Malaysia akan terlaksana dalam dua aspek utama yaitu penerapan teras-
teras perpaduan dan nilai-nilai aspirasi.
Teras-Teras Perpaduan:
- Penerimaan antara semua kaum dan rakyat Malaysia.
- Prinsip-prinsip kenegaraan berasaskan tradisi Persekutuan dan Rukun
Negara.
- Keadilan sosial.
Nilai-Nilai Aspirasi meliputi :
- Budaya kecemerlangan dalam melaksanakan semua tugas dan tanggungjawab.
- Budaya ketepatan dari segi menghormati waktu dan meningkatkan kecekapan.
- Keberanian untuk berinovasi dan meneroka peluang-peluang baru.
- Meritokrasi dalam memberi tugasan kepada yang paling layak melaksanakannya
berlandaskan tradisi Persekutuan dan dasar negara.
- Kesetiaan yang tidak berbelah bahagi kepada negara.
- Ketabahan mengharungi kesulitan mendatang dan integriti dalam segala urusan
dan transaksi.
Ciri-ciri khusus 1Malaysia itu jika niat diperhatikan sememangnya menuntut
penerimaan terhadap keberbagai an dan realiti kemajmukan rakyat sebagai sumber
kekuatan. Jika realiti difahami, dan nilai aspirasinya yang diterima, maka laluan masa
hadapan Malaysia akan lebih cerah. Rakyat hanya perlu memahami bahwa ada
perbedaan antara tuntutan negara sebagai hak kenegaraan dengan tuntutan kaum
sebagai hak-hak kaum yang sudah dijelaskan konsep dan falsafahnya. Tanggapan dan
penerimaan tidak menjadi mudah, jika rakyat menolak hakikat sejarah dan kesejarahan.
Malaysia itu terbentuk oleh suatu proses sejarah yang panjang, paling kurang sudah
lebih 2,000 yakni sejak awal Masihi yang boleh diukur dari tamatnya zaman prasejarah.
Pengalaman-pengalaman sejarah, warisan budaya dalam sistem pemerintahan
tradisional, kegiatan ekonomi dan struktur sosialnya banyak menentukan sifat-sifat
yang kita miliki pada hari ini. Jadi penerimaan kita tidak boleh lari dari undang-undang
tertinggi negara yakni tradisi Persekutuan.
Keutuhan sesebuah negara bangsa ditunjangi ikatan-ikatan persamaan yang
dikongsi secara sedar dan insaf misalnya perkongsian nilai-nilai utama 1Malaysia tadi.
Aspek nilai lahir dari warisan budaya atau nilai-nilai baru. Warganegara memiliki hak
dan tanggungjawab, tidak terlalu taksub terhadap tuntutan hak sehingga melupakan
tanggungjawab sebagai warganegara. Seluruh lapisan rakyat mesti memahami
tonggak-tonggak kenegaraan dan penghayatan yang mendalam terhadap aspirasi
tradisi . Rakyat hendaklah sedar dan insaf dengan memahami maksud
penerimaan tentang keberbagai an yang ada dan matlamat kesatuan dalam konteks
ikatan kenegaraan tadi yang yaitu warisan budaya yang utama. Perkara-perkara
pokok seperti Institusi Yang Di Pertuan Agong dan institusi kesultanan atau Raja-
Raja Melayu (konsep ketua negara atau ketua negeri), Islam sebagai agama negara,
kedudukan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa resmi yakni
bahasa negara, kedudukan istimewa Melayu dan pribumi dan kebebasan asasi.
Negara akan bertambah mantap jika falsafah Rukun Negara, dasar-dasar nasional di
bidang ekonomi, pendidikan, kebudayaan, sosial dan sebagainya itu didukung bersama
dan tidak dijadikan agenda politik perkauman atau kelangsungan kePartai an puak semata-
mata.
Konsep 1Malaysia itu tetap sama, yakni untuk rakyat dan negara; suatu penerusan
matlamat ke arah mencapai perpaduan negara dan melahirkan bangsa Malaysia
yang teguh bersatu padu. tradisi Persekutuan itu yaitu tradisi
kemerdekaan yang mengkanunkan tonggak-tonggak pokok kenegaraan dan
sebagian nya yaitu warisan budaya yang utama. Faktor sejarah dan kebudayaan
menjadi induk yang mengikat falsafah federalisme atau konsep persekutuan, selain
dari pembagian kuasa legislative, judiciary dan executive. Manakala Rukun Negara
atas sifatnya mendukung idealogi negara menjadikan lima prinsip utamanya selain
Kepercayaan Kepada Tuhan yaitu Kesetiaan Kepada Raja dan Negara; Keluhuran
tradisi , Kedaulatan Undang-Undang, dan Kesopanan dan Kesusilaan. Kelima-
lima prinsip ini yaitu suatu rumusan dibandingkan laluan sejarah dan budaya Malaysia
zaman berzaman. orang Malaysia sejak mula sudah ada sistem kepercayaan dan
kehidupan beragama, ada sistem pemerintahan berasaskan hukum dan peraturan,
mewarisi tradisi kesultanan dan sistem beraja, dan berpegang kepada nilai-nilai budaya
positif. Rukun Negara menjadi suatu imbangan dan pembetulan dalam kaedah baharu
persepsi rakyatnya. Jadi jelas bahwa 1Malaysia tidak sama dengan konsep ‘Malaysian
Malaysia’, suatu ide kelangsungan politik perkauman. Kini kita sendiri tahu betapa
tohornya fahaman rakyat akibat Rukun Negara diabaikan begitu lama. Orang sudah
lama lupa akan Rukun Negara. Kerap pula prinsip-prinsip itu hanya dihafal namun tidak
difahami konsep dan falsafahnya, sebab musabab diadakannya dan tidak diberikan
latar belakang yang tepat. Sepatutnya mana-mana Partai politik atau kumpulan etnik dan
kaum sekalipun berpegang kepada tradisi dan Rukun Negara.
Orang yang meneliti aspirasi tradisi akan memperoleh i bahwa tonggak-
tonggak kenegaraan yang disepakati dalam ‘kontrak sosial’ itu sebetulnya -benar
dijelmakan dari warisan budaya negara dan warisan serantau. tradisi tidak
memisahkan hak-hak kaum dalam batas-batas tertentu, maknanya ada kebebasan
dan hak asasi. Kedudukan institusi Raja-Raja Melayu sudah mewariskan kita ‘demokrasi
berparlemen dan raja bertradisi ’. Kedudukan bahasa Melayu sebagai status
bahasa negara, terhasil dari sebab akibat ribuan tahun perkembangannya di rantau
dunia Melayu ini yang sukses menjadi bahasa pemersatu serantau. Dalam konteks kini
sebagai bahasa ilmu, bahasa lingua franca lebih dari 500 tahun dan bahasa perpaduan
Malaysia. Bangsa Malaysia tidak akan mungkin mencapai perpaduan melalui bahasa
asing disebabkan perbedaan geografi dan geobudaya dunia. Demikian juga status Islam
sebagai agama negara, ada natijah dari kekuatannya dalam budaya umat, panduan nilai
kehidupan berbangsa dan bernegara sebab itulah agama yang dominan asal bertapak
di Semenanjung dan tersebar ke area -area kesultanan di Sabah dan Sarawak di
Borneo dan ke serata Kepulauan Melayu.
Pembangunan ekonomi dan apa juga dasar atau program negara akan melihat
kepada prinsip keadilan sosial tanpa mengira kaum demi kesejahteraan untuk semua.
jika kedudukan istimewa ditentukan untuk Melayu dan pribumi dikanunkan,
sebetul betulnya tiada konsep warganegara kelas kedua dan setiap anak Malaysia
yaitu potensi modal insan. Peruntukan itu bertujuan membetulkan keadaan secara
adil dan saksama sebab kolonial tidak pernah memberi ruang dan peluang bagi
kemajuan pribumi. Kolonial memerintah kira-kira 500 tahun dan hak-hak Melayu dan
pribumi dinafikan, maka pembangunan semula bukan dapat dilakukan dalam
tempoh yang pendek. Malahan kemakmuran Malaysia semenjak merdeka pun, tidak
perlu dipertikaikan banyak sekali dinikmati bukan pribumi , termasuk di jaman
tempoh Dasar Ekonomi Baru (DEB), 1971-1990. Rakyat pribumi terus tertinggal dan
berada dalam kedaifan dalam hampir semua bidang terutama ekonomi, kerjaya dan
pendidikan. Untuk itu program transformasi dalam menjadi sanga