Rabu, 29 Januari 2025

peradaban barat 13

 ,



melakukan perdagangan dalam ragam komoditas yang banyak melalui jaringan utama bisnis dan komunikasi di Asia, Eropa, dan Afrika."1{ Tetapi, menurut Lewis, pada abad ke-20, ada yang salah pada

dtrnia Islam. Dibandingkan dengan rivalnya, Dunia Kristen, dunia

Islam kini menjadi miskin, lemah, dan bodoh. Sejak abad ke-19, dominasi Barat terhadap dunia Islam tampak jelas. Barat menginvasi

kaum Muslimin dalam setiap aspek kehidupan, bukan hanya pada

aspek publik, tetapi--yang lebih menyakitkan--juga dalam aspek-aspek pribadi.ls

Buku-buku Lewis tentang sejarah Islam dan hubungannya dengan agama lain, biasanya kaya dengan data-data yang menarik.

Namun, bagaimana pun, sejarah ditulis bukan dengan'visi kosong'.

Lewis tetaplah seorang Yahudi neo-orientalis yang memiliki cara

pandang tersendiri terhadap Islam dan sejarah kaum Muslim. Itu

bisa dilihat, misahrya, pada buku yang ditulisnya tentang Yahudi

dan Islam, Tlrc Jezos of lslam. Banyak data menarik dan bisa dirt.juk

pada buku ini. Tetapi, pembaca tidak menjumpai kritik Lewis terhadap kekejaman Inquisisi Kristen terhadap Yahudi di Eropa. Data

tentang masalah ini juga tidak ditampilkan, sebagai perbandingan

dengan kondisi Yahudi yang mendapat  perlindungan besar di

dunia Islam. Misalnya, di abad ke-L5 Eropa masih menyaksikan

pembantaian besar-besaran kaum Yahudi dan Muslim di Spanyol

dan Porhrgal. Pada tahun 1,483 saja, dilaporkan 13.000 orang Yahudi

dieksekusi atas perintah Komandan Inqusisi di Spanyol, Fray Thomas de Torquemada. Selama puluhan tahun berikutnya, ribuan Yahtrdi mengalami penyiksaan dan pembunuhan. Thhun \494, pasang-

an Ferdinand dan Isabella diberi gelar'the Catholic Kings'oleh Paus

Alexander VI. Pasangan itu sebenarnya telah banyak melakukan

pembantaian terhadap Yahudi dan Muslim sejak dibenhrknya Inquisisi di Castile dengan kepuhrsan Paus tahun 1478. Puncaknya yaitu 

tahtrn 1492, saat mereka memberikan pilihan kepada Yahudi: pergi

dari Spanyol atau dibaptis secara paksa. Jahrhnya Granadai juga sekaligus merupakan bencana bagi kaum Yahudi di Spanyol. Hanya

dalam beberapa bulan saja, antara akhir April sampai 2 Aglsnts 1492,

sekitar 150.000 kaum Yahudi diusir dari Spanyol.

Sebagian besar mereka kemudian mengungsi ke wilayah Tirrki

Utsmani yang menyediakan tempat yang aman bagi Yahudi. Selain

bermotif keagamaan, pengusiran kaum Yahudi dan Muslim dari

Spanyol oleh Ferdinand dan Isabella juga memberikanbanyak kekayaan kepada para penguasa Kristen Spanyol. Dengan pengusiran itu,

mereka berhasil menguasai selumh kekayaan Yahudi dan Muslim

dan menjual mereka sebagai budak. Bahkan, diantara mereka yang

diusir itu, mereka dirampok di tengah jalan dan sering dibedah

perutnya unhrk mencari emas yang diduga disembunyikan dalam

pemt kaum yang temsir ihr. Masa kekuasaan Ferdinand--The King

of Aragon--dan Isabella-the Queen of Castile--dicatat sebagai puncak persekusi kaum Yahudi di Spanyol. Keduanya dikenal sebagai

"the Catholic Kings", yang dipuii sebagai pemersatLl Spanyol. Ironisnya, perkawinan keduanya justm diahrr oleh seorang Yahudi bernama Abraham Senior.l6

Cerita-cerita seputar kekejaman Kristen terhadap Yahudi yang

sangat di luar batas kemanusiaan, tidak dibahas oleh Lewis. Begitu

juga dalam buku Tlte leus of lslam, pembaca tidak mendapati konspirasi Zionis dalam keruntuhan Turki Utsmani, meskipun ia membahas tentang munculnya semangat 'anti-semitisme' di kalangan

masyarakat Arab dan Turki Utsmani. Ia menutup bukunya dengan

kata-kata simpatik: "Simbiosis antara Yahudi dan Islam mempakan

masa-masa penting dalam kehidupan dan kreativitas bangsa Yahudi, ia juga merupakan bagian yang kaya dan vital dalam sejarah

Yahtrdi. Kini ihr semua telah berakhir."rT Lewis menyebut, bahwa

berakhirnya simbiosis fudeo-Islam ihr antara lain disebabkan munculnya semangat anti-semitisme di kalangan masyarakat Arab, tetapi ia tidak menyebttt, bahwa itu semua yaitu  akibat-bukan sebab--

dari muncuhrya Gerakan Zionis yang merupakan gerakan perampasan wilayah Palestina oleh kaum Zionis. Ia tidak memberikan kritik apa pun terhadap ideologi dan Gerakan Zionis yang rasialis. Ini

berbeda, misalnya, dengan cendekiawan Yahudi, Dr. Israel Shahak,

yang memberikan kritik keras terhadap Zionisme dan negara Yahudi

Israel. Karena sifat-sifat agresif dan diskriminatifnya, Shahak mencatat bahwa Israel bukan hanya mempakan bahaya bagi Yahudi, tapi juga bagi seluruh negara di Timur Tengah.

Cara pandang atau perspektif Lewis dalam soal Kristen Barat

dan Zionis dapat dipahami melalui posisinya sebagai bagian dari

'konspirasi Barat-Zionis' dalam pendirian dan pemeliharaan kepentingan Zionis Israel.

Se;'ak tahun L995, Sekjen NATO sudah menyatakan, bahwa "Islam politik sekurang-kurangnya sama berbahayanya dengan komunisme bagi Barat". Namun, skenario "viktimisasi Islam" ifu kurang

berjalan lancar. Peristiwa L1 September 2001 memuluskan upaya itu

lewat wacana politik internasional "Perang Melawan Terorisme". Di

mata cendekiawan Yahudi Amerika yang kritis seperti Noam Chomsky wacana tersebut tidak masuk di akal sehat. Dalam bukunya yang

sangat laris "g-1.1" (New York: Seven Stories Press, 2001), Chomsky

menulis, "Kita tidak boleh lupa bahwa AS sendiri mempakan negara teroris utama." Dalam buku "Western StsteTbrrorian" (Cambridge:

Polity Press, 1991), dikompilasi data-data dari sejumlah penulis, seperti Chomsky, Edward S. Herman, Richard Falk, dan sebagainya,

yang menunjukkan bagaimana Barat, terutama AS dan Inggris, menggtrnakan isu terorisme sebagai alat politik luar negerinya (to employ

terrorisnt as a toll of foreign policfl.

Politik sekular menghalalkan segala cara untuk mengejar kepentingan, sangat sejalan dengan nasihat-nasihat Nicolo Machiavelli,

pemikir politik Italia yang namanya menjadi terkenal, setelah menLllis btrkunya, Tlrc Prince, Oleh para pemikir Barat kemudian, karya

Machiaveli ini dianggap memiliki nilai yang tinggi yang memiliki

pengaruh besar dalam social politik umat manusia. Sebuah buku berjudul "World Masterpieces" yang diterbitkan oleh WW Norton &

Company, New York, tahun 1974 (cetakan kelima) menempatkan

karya Machiavelli sebagai salah sahr karya besar dalam sejarah umat

manusia yang muncul di zaman Renaissance. Perjalanan hidup penulisnya sendiri cukup menyedihkan. Ia pemah ditahan dan disiksa,

karena ditudul:r melawan pemerintah Italia sekitar tahun 1495. ra

mentrlis Tlrc Prince pada umur 44 tahun, dan bam dipublikasikan

tahun 1532, lima tahun setelah kematiannya. Machiavelli dianggap

sebagai salah sahr pemikir yang mengajak penguasa untuk berpikir

praktis demi mempertahankan kekuasaannya, dan melepaskan nilainilai moral yang justru dapat menjafuhkan kekuasannya. Karena ihr,

banyak yang memberinya predikat "ao.oral", Tujuan utama dari

suafu pemerintahan yaitu  "srlrvival" walaupun melampaui nilainilai moral keagamaan dan kepentingan dari individu-individu dalam negara. Dengan membuang faktor "baik dan bunrk,, dalam kancah politik, Machiavelli memberi saran, seorang penguasa boleh

menggunakan cara apa saja untuk menyelamatkan negara. penguasapenguasa yang sukses, kata dia, selalu bertentangan dengan pertimbangan moral dan keagamaan. Maka, kata Machiavelli Lagi,,,Jlka

sihlasi menjamin, penguasa dapat melanggar perjanjian dengan

negara lain, dan melakukan kekejaman dan teror.,, Se;'arawan Marvin

Perry, mencatat dalam bukunya, Western Ciailization, bahwa yang

terpenting dari pemikiran Machiavelli, yaitu  ia telah melepaskan

persoalan politik dari aspek moral dan ketuhanan. Inilah yang dipandang luas sebagai politik modern.lS

Sejak penjajahan AS atas lraq, nama Bernard Lewis dan Huntington semakin berkibar sebagai ilmuwan yang menentukan arahpolitik luar negeri AS. Di masa lalu di berbagai belahan dunia, Barat

bersahr dengan Islam melawan komunisme. Itu bisa dilihat dalam

kasus Afghanistan, Timor Timu1, misahrya. Bukan rahasia lagi, AS

ketika itu berkolaborasi dengan para mujahidin Afghan, juga Taliban, yang dikemudian hari pasca mntuhnya komunisme, mereka dicap dan diburu oleh AS sebagai teroris. Banyak film diproduksi unhrk menggambarkan kekejaman pasukan Uni Soviet di Afghanistan

dan kepahlawanan para pejuang mujahidin Afghanistan. Salah satu

yang terkenal yaitu  film Rambo III yang dibintangi Sylvester

Stallone. Film ini menggambarkan sosok Rambo, sang jagoan, yang

berkolaborasi dengan para mujahidin Afghan, melawan pasukan

pendudtrkan Uni Soviet. Di kemudian hari, pasca Perang Dingin,

temtama pasca 11 September 2001, para alumni mujahidin Afghan

yang dulu dibantu dan didukung oleh AS, kemudian dicurigai dan

dibum sebagai teroris. Tidak ada lagi sebtttan "mujahidin" atau pejuang kemerdekaan untuk mereka. Situasi politik internasional sudah berubah. Kemnhrhan Uni Soviet telah mengubah peta politik

intemasional. Negara-negara Eropa yang dulu bergabung dengan

Uni Soviet dalam Pakta Warsawa, kemudian sahr per sahr bergabung dengan NATO.

Dalam kasus Timor-Timur (Timtim), Indonesia turut memikul

dampak perubahan politik Barat, khususnya AS tersebut. Setelah dipaksa melepaskan Timtim, Indonesia terus dikejar soal Timtim, karena dipandang tidak serius dalam mengadili para jenderal yang dituduh melakukan pelanggaran HAM. Akhir Agushrs 2004, Sekjen

PBB Kofi Annan melaporkan kepada Dewan Keamanan PBB, bahwa

ia mengaku kecewa terhadap proses peradilan yang dijalankan RI

atas para pelaku pelanggaran HAM di Timtim tahun 1999. Menteri

Luar Negeri Indonesia, Hassan Wirajuda di Jakarta, (24 Agustus

2004), mengungkapkan bahwa dirinya menyadari ada bagian-bagian

dalam laporan tersebut yang memjuk sikap sejumlah negara yang

menyatakan tidak puas atas peradilan yang dilakukan RI. Namun,

Hassan menilai laporan Sekjen PBB tersebut tidak perlu diresahkan

karena Kofi Annan sendiri dalam laporan itu tidak menyebut langkah-langkah yang akan dilakukan unhrk menyikapi kekecewaan

tersebut.

Indonesia menduduki Timtim karena mendapat dukungan dariAS, sebagai bagian dari politik pembendungan komunisme. Pada

tanggal 7 Desember 1975-hanya beberapa jam setelah Presiden AS

Gerald Ford dan Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger meninggalkan Jakarta--Tentara Indonesia menyerbu Timtim. Laporan Legislatiae Report Se.raice dari Parlemen Australia menyatakan jumlah korban sekitar 100.000 orang. Ketika ittr tidak ada jenderal atau pejabat

Indonesia yang dituntut oleh AS atau PBB. Padahal, Nezo York Times,

(13 Desember 1975) menulis: "Indonesia bersalah atas agresi terang-

.terangan dalam gerakan militernya atas Timor Portugis." Meskipun

kalangan LSM intemasional dan Gereja Katolik tidak pernah mendukung integrasi Timtim ke Indonesia, tetapi AS tetap mendukung

Indonesia, dan tidak pernah mempersoalkan berbagai kebijakan Indonesia di Timtim. Henry Kissinger ketika itu menyatakan, "AS memahami posisi Indonesia." Pada tanggal 12 Desember 1975, MU-PBB

mengeluarkan resolusi 3485 yang memerintahkan Indonesia menarik tentaranya dari Timtim. Sebanyak T2negaramendttkung resolusi

ifu, 10 menentang, dan43 abstain, termasuk AS.

Namun, pasca Perang Dingin situasi bembah. Setelah komunis

runtuh, tahun 1,990,Barat tidak lagi melihat komunis sebagai ancaman utama. Maka, posisi AS terhadap masalah Timtim pun sedikit demi sedikit berubah. Posisi Indonesia sama dengan posisi Yugoslavia

yang selama bertahun-tahun digunakan sebagai "buffer-zone" untuk membendung pengaruh komunis dari Utara. Pada era pasca Perang Dingin inilah, kita melihat peran penting tokoh Katolik Timtim,

Uskup Filipe Ximenes Belo, dalam membebaskan Timtim dari Indonesia. Belo dengan cerdiknya memainkan isu agama dalam dunia

internasional. Bahwa, yang terjadi di Timtim, bukan hanya soal pelanggaran HAM, tetapilslamisasi olehbangsa Muslim Indonesia dan

juga pemusnahan orang-orang Kristen.

Karena itu, jika wacana clnslt of ciailization antara Islam dengan

Barat ditarik dalam perspektif kepentingan nasional (nntionnl interesfs) Barat, khususnya AS, maka wacana ihl akan tampak seolaholah bersifat temporal dan superfisial. Itulah yang dilakukan oleh

Huntington dan Lewis. Jika Barat sedang buhrh, maka Islam dijadikan kawan. Jika tidak butuh lagi, maka Islam akan ditempatkan sebagai lawan yang perlu diwaspadai. Terlepas dari perspektif politik

dan ekonorni (national interests) itulah sebenarnya telah banyak di-lakukan kajian tentang hakikat peradaban Barat dan peradaban

Islam, bahkan jauh sebelum maupun ketika Perang Dingin masih

berlangsung. Di kalangan Muslim, kajian tentang peradaban Barat

sudah banyak dilakukan para ilmuwan Muslim di abad ke-20, seperti Muhammad Iqbal, Muhammad Asad, Abulhasan Ali an-Nadwi,

Sayyid Qutb, dan sebagainya. Di kalangan ilmuwan Barat, namanama seperti Arnold J. Toynbee, Edward S. Gibbon, dan sebagainya,

sudah lama dikenal sebagai pengkaii masalah-masalah peradaban,

termasuk peradaban Islam dan Barat.

Lewis sendiri sebenarnya termasuk orientalis kawakan yang

produktif dalam melakukan kajian Islam-Barat. Tetapi belakangan,

melalrri bukunya what went wrong? dan The Crisis on lslnm, sosok

politisinya lebih menonjol, karena kedekatannya dengan elit-elit pemerintahan As, dan peranannya dalam lobi-lobi Zionis. Karena ihr,

para sejarawan Mtrslim dinrntut bersikap apresiatif dan kritis terhadup karya-karya neo-orientalis seperti Lewis ini. Disamping

banyaknya data sejarah yang disajikan, bagaimana pun, karya tulis

Lewis tidak lahir dari perspektif yang kosong alias netral. Penampilan dan pemilihan fakta sejarah dalam perspektif atau cara pandang

tertenhr, sesuai visi atau kepentingan yaitu  sebuah kemestian dan

hal yang biasa saja. Kaum Muslimin tidak dapat bersikap apriori dan

menafikan begiht saja karya-karya hrlis semacam ini.
















Sepanjang sejarahnya, manusia telah menghadapi banyak

'q.#.tlW&.rtorttangan dan kekacauan. Tetapi, belum pernah mereka

2**,,-.$ menghadapi tantangan yang lebih serius daripada yang

ditimbulkan oleh peradaban Barat saat ini. Prof' Syed Muhammad

Naquib Al-Attas, seorang pemikir yang dikenal cukup baik oleh

dunia pemikiran Barat maupun Islam, memandang problem terberat yang dihadapi manusia dewasa ini yaitu  hegemoni dan

dominasi keilmtran sekular Barat yang mengarah pada kehancuran

umat manusia. Menumt al-Attas, bagi Barat, kebenaran fundamental dari agama dipandang sekedar teoritis. Kebenaran absolut

dinegasikan dannilai-nilai relatif diterirna. Tidak ada satu kepastian.

Konsekuensinya, yaitu  penegasian Tirhan dan Akhirat dan menempatkan manusia sebagai sahl-satunya yar.g berhak mengatur

dtrnia. Manusia akhimya dituhankan dan Tuhan pun dimanusiakan.

Berbagai problem kemantrsiaan muncul sebagai hasil dari kacaunya

nilai-nilai.

Salah sahr contoh problem moral yang tert.s menggtlncang dan

memicrr kontroversi hebat di Barat hingga saat ini aclalah problema

homoseksualitas. Dunia Barat, bahkan kalangan Gereja Kristen, kini

diguncang hebat dalam soal penenhran batas-batas moral soal homoseksualitas. Homoseksualitas yang berabad-abad dicap sebagai

praktik kotor dan maksiat, oleh agama-agama, justru kemudian diakui sebagai praktik yang manusiawi dan harus dihormati sebagai

bagian dari penghormatan Hak Asasi Manusia. Perkembangan

kasus homoseksualitas di Barat kian hari kian menarik. Pemimpinpemimpin Cereja semakin terdesak opininya, karena sebagian pemuka Kristen dan cendekiawanannya prm bukan saja mendukung

bahkan telah menjadi pelaku homoseksual atau lesbianisme. Dalam

kasus homoseksual, para teolog Kristen juga berlomba-lomba membuat tafsiran bam, agar praktik maksiat ittr disahkan oleh Gereja.

Dalam Bible, Kitab Kejadian 19:4-71, diceritakan tentang hukuman

T[rhan terhadap kaum Sodom dan Gomorah. Pada umrlfirnya, kaum

Kristen memahami, bahwa homoseksual yaitu  penyebab kaum itu

dihancurkan oleh Tuhan. Sehingga mereka mempopulerkan istilah

Sodomi yang menunjuk pada praktik maksiat antarsesama jenis. Tokoh-tokoh Gereja pada awal-awal Kristen, seperti Clement of

Alexandria, St. John Chrysostom, dan St. Agustine, mengutuk perbuatan homoseksual. Agustine menulis: "perilaku memalukan sebagaimana yang dilakukan di Sodom haruslah tetap dibenci dan

dihukum di manapun, selamanya. Seandainya semua bangsa hendak melakukan hal ihl, mereka sama bersalahnya di mata hukum

Tirhan dan sekaligus tetap melarang kaum lelaki unhrk melakukan

hal ini (homoseksualitas)." Thhun 7975,Yatlkan mengeluarkan Doktrin "Tlte Vaticnn Declnrntion on Social Ethics", yang hanya mengakui

praktik heteroseksual dan menolak pengesahan homoseksual. St.

Thomas menyebut Sodomi sebagai " contra noturatn" , artinya, bertentangan dengan sifat hakiki manusia.r

Tetapi, sebagian teolog Kristen pendukung homoseksual kemudian membuat tafsiran lain. John J. McNeill SJ, misalnya, mentrlis btrktr The Clntrch nnd tlrc Homosexual memberikan justifikasi

moral terhadap praktik homoseksual. Menumt dia, Tuhan meng-

hukum kaum Sodom dan Gomorah, bukan karena praktik homoseksual, tetapi karena ketidaksopanan penduduk kota ihr terhadap

Thmu Lot. Kaum Katolik mendirikan sebuah kelompok gay bernama

"Dignity" yang mengajarkan, bahwa praktik homoseksual tidak

bertentangan dengan ajaran Krishrs. Teolog lah, Gregory Baum,

menyatakan: "fika kaum homoseks bisa menghidupkan cinta, maka

cinta homoseksual tidaklah bertentangan dengan naluri manusia (f

the homosexunl can liae tlnt kind of life (loue), tlten lrcmosexunl loae is not

contrary to tlrc lnmmn nnture)." Tahun L976, dalam pertemuan tokohtokoh Gereja di Minneapolis, AS, dideklarasikan, bahwa "katlm

homoseks yaitu  anak-anak Tlrhan (lnmosexual persons nre children of

God)."2

Logika kattm sekular di Barat yang enggan berpegang kepada

agamanya ini sebenarnya sederhana. Karena homoseksual sudah

menjadi kenyataan yang dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat Barat, maka ttnhrk memberikan legitimasinya, tidak jarang

mereka hart.s merekayasa aiaran agama agar sesuai dengan'hrntutan zaman' , agar Kristen tetap relevan untuk kaum homoseks; agar

Kristen tidak dicap kuno, dan dapat diterima oleh masyarakat

modern, sebab homoseksttal sudah dipersepsikan oleh Para pendukungnya sebagai gaya hidup modern. Maka, dunia Kristen

semakin terpukul ketika media massa membongkar ribuan kasus

fedofilia (pelecehan seksual terhadap anak-anak) ya^g dilakukan

oleh para tokoh Gereja. Seolah-olah kemunafikan ihr terbongkaq,

dimana tokoh-tokoh agama yang 'tidak kawin' dan punya hak

memberikan pengampunan dosa, temyata melakukan tindakan keji

dengan menzinai anak-anak.

Pada 27 Februari 2004, The Associated Press uire menyiarkan

satr.r hrlisan berjudul Tioo Studies Cite Child Sex Abuse by 4 Percent of

Priests, oleh Laurie Goodstein, yang menyebutkan, pelecehan

seksual terhadap anak-anak dilakukan oleh 4 persen pastr,rr Gereja

Katolik. Setelah tahun 1970,Ldari 10 pastur akhirnya tertuduh melakukan pelecehan seksual ihr. Dari tahun 1950 sampai 2002,

sebanyak 10.667 anak-anak dilaporkan menjadi korban pelecehan

sekstral oleh 4.392 pastur. Shrdi ini dilakukan oleh The Anwicnn

Cotlrclic Bislto1ts tahun 2002 sebagai respon terhaclap tuduhan adanya

penyembunyian kastm-kasus pelecehan seksual yang ditakukan prara

tokoh Gereja.

Ada sahr buku menarik yang ditulis oleh A.W. Richard Sipe,

seorang pendeta Katolik Roma, berjudul "Sex, Priests, nntl Pouer:

Anntorrry of A Crisis" (1995). Buku ini menceritakan perilaku seksual

di kalangan para pendeta dan pastor. Sebagai gambaran, pada 17

November 7992, TV Belanda menayangkan program 17 menit tentang pelecehan seksual oleh pemuka agama Kristen di AS. Esoknya,

hanya dalam satur hari, 300 orang menelepon stasiun TV, dan menyatakan bahwa mereka juga mengalami pelecehan seksual oleh

para pendeta di Belanda.3

Puncak kehebohan dalam

kasus seksual di kalangan Gereja yaitu  ketika pada November 2003, Gereja Anglikan

di New Flampshirc mcngangkat Gene Robinson, seorang homoseks, menjadi Uskup. Maka, gerakan kaum

homoseks dengan resmi mendapat legitimasi dari Gereja.

Sesuatu praktik maksiat yang

dikutuk dalam Bible dan selama ratusan tahun dipertahankan, akhimya tidak mamprl dibendung karena mendapa tkan lcgitimasi agama.

Peristin a Gene Robinson

ihr yaitu  yang pertama dalam

sejarah Kristen, yang kali ini

terjadi di lingkungan Gereja Anglikan. oleh Uskup Besar (Archbishop) of Canterbury, Reverend

Rowan William, dikatakan, pelantikan Robinson itu akan membawa

konsekuensi yang serius bagi keuhrhan komunitas Gereja Anglikan.

Agustus laltr, menyusul terpilihnya Robinson, melalui sahr pemungutan srlara, william sudah meramalkan akan terjadinya masamasa sulit bagi Gereja Anglikan, yang memiliki pemeluk sekitar 70

juta orang di 160 negara. Bahkan, ada yang memperkirakan akan

terjadinya "perpecahan besar" di lingkungan Geraja, gara-gara kasus Robinson.

Sejumlah media internasional menyebutkan, bahwa yang marah terhadap Robinson yaitu  "kalangan konservatif" di lingkungan geraja (clurclr conserantiues), yang Percaya bahwa praktik gay dan

lesbianbertentangan dengan ajaran Kristen. Yang menentang Robinson dicap sebagai "konservatif" dan yang mendukungnya diberi

label "liberal". Yang menarik, meskipun menghadapi kecaman dari

berbagai penjuru dunia, pelantikan Robinson sendiri berjalan mulus. Para pastur yang hadir dalam acara pelantikan Robinson di

arena hoki University of Nen, Hampshire, antri unhrk memberikan

rlcapan selamat kepada Robinson. cNN melaporkan, hanya sedikit

orang saja yang berdemonstrasi di luar arena, menentang pelantikan

Robinson. Mantan Uskup New Hampshire, Reverend Douglas

Theuner, yang hadir dalam pelantikan ihr, berpidato memberikan

dukungan terhadap Robinson, dengan menyatakan; "Anda tidak lebih dan tidak kurang yaitu  seorang anak T[rhan seperti orang lain

(You nre no nrcre or less n child of God like eaeryone else)." Dari ratusan

pastor yang hadir, hanya tiga orang yang maju ke depan, dan menentang penobatan Robinson. Seorang menyatakan bahwa pelantikan Robinson merlrpakan "kesalahan yang mengerikan" (terrible

nistake).

Robinson (56 tahun), memang dikenal sebagai pelaku homoseksual yang terang-terangan. Ia telah hidup bersama dengan

pasangan homoseksnya bemama Mark Andrew, selama 14 tahun.

Bisa clibayangkan, selama ia menjadi tokoh gerya ptm, sebenarnya

publik telah mengetahui perilakunya. Dalam acara penobatannya

sebagai Uskup, Mark Andrewlah yang menyerahkan topi keuskupan (ltisho\t's niter) kepada Robinson. Di akhir upacara penobatannya,

Cene Robinson menatap publik, dan bersama-sama mereka menyanyikan lagu "Hallelujah". Dalam UU Ke-gerejaan di AS, pemilihan uskup dilakukan oleh masyarakat dan pemuka gereja, yang kemudian dikukuhkan melalui konvensi nasional dan selanjutnya melalui sahr penobatan (konsekrasi). Agusttrs lalu, Keuskupan Gereja

di AS, melakukan Konvensi Umum di Minneapolis, dan mengokohkan terpilihnya Robinson sebagai Uskup New Hampshire.

Terpilihnya Gene Robinson sebagai tokoh penting dalam Gereja

bisa dikatakan sebagai satu puncak kesuksesan gerakan liberalisasi

di dunia Kristen. Mereka berhasil menjungkirbalikkan satu ketenhran yang sangat tegas di dalam Bible, yang mengutuk perbuatan

homoseksual. Dalam Kitab Imamat 20:13 disebutkan: "Bila seorang

laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersehrbuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka

dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri."

Dalam sejumlah versi Bible, juga dijelaskan, bahwa hukuman buat

pelaku homoseksual yaitu  hukuman mati.Tlrc Liuing Bible menulis

Leviticus, 20:73:

"Tlrc pennlty for lrcntosexunl ncts is denth to both pnrties. Tlrcy haoe

brougltt it ttpon thenrselaes (Hukuman bagi perilaku homoseksual yaitu  mati untuk kedua belah pihak. Mereka telah

membawa hukuman ihr atas diri mereka sendiri)." Sedangkan

dalam King lames Version ayat ini dirulis: "If n nnn nlso lie zuitlt

ntankind, ns lrc lietlt ruitlt n Tuonnn, botlt of tlrcm lnae connnitted an

abornirntiott: tltey slnll xrrely lte wi to denth; tlrcir blood shnll be

ttport thern (]ika seorang pria berbaring dengan pria lain, sebagaimana ia berbaring dengan seorang wanita, keduaya telah

melakukan kejahatan: mereka harus dihukum mati; darah

mereka harus dihrmpahkan). "

Namun, seperti diketahui, ams sekularisasi dan liberalisasi di

dunia Barat begitu kuat berlangsung. Jika selama ini, baru masyarakat dan negara Belanda serta sebagian negara bagian di AS yang mengesahkan Perka\vinan homoseksual, maka kastts Gene Robinson akan memberikan dampak lebih hebat lagi. Ams liberalisasi

Gereja ini sudah cukup lama mene4ang. Dignity, sebtrah organisasi

gay Katotik internasional, pada tahun 1976, sudah mempunyai

cabang di 22 negara bagian AS, termasuk di Kanada. Di berbagai

negara Barat, juga muncul organisasi sempa, seperti Acceptnnce di

Atrstralia, Quest di Inggris, dan Veritas di Swedia' Kenggotaan mereka ketika ihr sudah mencapai 5.000 orang. Dignity juga menerbitkan majalah bulanan bernama Digrtity. Mereka berjuang untuk mendapat  pengakuan dari Gereja Katolik. Dalam Pingam lrnnn (Tlrc

chnrter of beliefl yang mereka buat terhrlis hal sebagai berikut:

"Kaum Katolik gay yaitu  anggota dari lembaga mistis Krishrs

dan termasuk diantara kaum Tuhan.... kami memiliki martabat

sejati karena Tuhan menciptakan kami, Krishls mati untuk

kami, Roh Kudus memberkati kami dalam baptis, mendirikan

Kuilnya unhrk kami.... karena itu semtra, kami memiliki hak,

hak istimewa, tugas, tmhrk menumbuhkan kehidupan suci....

kami percaya bahwa kaum gay dapat mengekspresikan kehidupan seksualnya dalam sebuah sikap yang sestlai dengan

ajaran-ajaran Krishls.." a

Majalah Tlrc Ecortorrlisf, edisi 28 Febrtari-S Maret 2004, mengangkat kasus perkawinan kaum gay sebagai laporan utamanya, dengan sampul bertajuk "Tlrc cnse for gny marriage." Disebutkan, hingga

kini, bart. Belanda dan Belgia yang memberikan hak hukum penuh

terhadap perkawinan sejenis, sebagaimana layaknya pasangan heteroseksual. Kanada, meskipun belum secara resmi memberikan Pengaktran hukum secara resmi terhadap Pasangan gay atatl lebian,

tetapi secara prinsip sudah memberikan dukungan.

Pada 1 September 2003, Ernnutslirn.conr menulis sahl berita

berjtrdtrl "Kaunt Gny Belnndn Terbitknn Buku Pedornnn Cnrn Perkmuinan

Sesmna lenis". Buku pedoman tata-cara kawin sesama jenis kelamin

setebal 60 halaman itr.r, sekaligus sebagai seman pada para aktivis

gay di selumh dunia unhrk berupaya memperoleh hak-hak mereka.

Buku ihr juga sebagai bukti pengukuhan, bahwa Belanda yaitu 

negeri pertama yang melegalisasi perkawinan sejenis. Selain "kitab

snci" kalrm gay itu juga mendorong para kalangan gay di selumh

dunia aktif berkampanye, agar mereka bisa memperoleh hak kau,in

dengan sesama jenis. Buku itu berpesan, kaum gay agar berupaya

keras melakukan perlawanan terhadap hukum-hukum yang diskriminatif. Mereka juga hams berjuang untuk mendapat  hak-hak

yang sama di seluruh tingkat pengadilan. "Ini yaitu  suatu perjuangan bagi rakyat yang ingin sungguh-sungguJr bebas dan

memperoleh hak dan kesempatan yang sama bagi setiap orar:tg,"

ujar Jose Smits, anggota parlemen Belanda dari Partai Buruh

Belanda, didamping pasangan homoseksnya dan tiga anak angkat

mereka.

Pada edisi 6 ]anuari 1996, rnajalah T/re Ecortotrtist menulis satu

jtrdtrl "Let tlwrr loed", yang mengimbau agar kaum gay atau lesbi

diberi hak hukum unhrk melakukan perkawinan. Alasannya sederhana, mengapa orang yang mau melakukan tindakan yang tidak

memgikan orang lain sedikit pun, dilarang? Bukankah ilu menjadi

hak individualnya? Tlrc Economisf juga menunjuk kasus pelarangan

laki-laki kulit hitam untuk menikahi wanita kulit putih di beberapa

negara bagian AS, pada tahun 1960-an. Perkawinan, menllrut majalah ini, yaitu  sahl bentuk komitmen bersama antara dua orang

unhrk saling melaksanakan kewajiban masing-masing. Jika orang

dewasa lain dibolehkan menikah, mengapa kaum homo dan lesbi

tidak diperbolehkan?

Jadi, dasar logika yang digunakan yaitu  "hak dan kebebasan

individu" dan "tidak memgikan orang lain". Di negara-negara

sekr.rlar, seperti AS, yang konstitusinya melarang camprlr tangan

negara dalam masalah agama, AS memang berada dalam posisi sulit

untuk melarang perkawinan gay. Karena ihr, beberapa negara bagian di AS, mengesahkan atan tidak melarang perkawinan gay. Awal

Maret 2004, negara bagian Massachusetts menegaskan, bahwa melarang perkawinan gay yaitu  bertentangan dengan hukum negara

bagian dan hukum federal. San Francisco, yang dikenal sebagai "gay

capital of America" telah mengeluarkan ribuan lisensi (izin) terhadap perkawinan pasangan homoseksual. Karena ihr, ketika Presiden

George W. Bush mengumumkan akan mendukung usaha untuk

mengamandemen konstitusi yang dapat melarang perkawinan homoseksual, hal ini menjadi isu hebat. Bush menyatakan, dengan

melarang perkawinan homoseksual, ia telah melakukan tindakan

ittr untuk melindungi "lembaga peradaban yang paling fundamental (The ntost fintdarnental institrttiorts of ciailizntior)". Suara penentang

perkawinan homoseksual di AS menghadapi tentangan yang sangat

t"rur, sebab logika penentangan itu akan bertabrakan dengan logika

sekular yang telah mereka kembangkan sendiri. Bahwa, kebenaran

moral ditentukan oleh suara mayoritas, bukan oleh nilai-nilai agama. Apalagi, di kalangan Kristen sendiri, telah muncul banyak

argumentasi yang mendukung sahnya praktik homoseksual, dan

bahkan sudah ada kesepakatan di beberapa negara bagian unhrk

mengesahkan diangkatnya seorang homo sebagai uskup'

Di Inggris, misalnya, tokoh Partai Konservatif, Michael

Howard, menyatakan, akan mendukung legalisasi persamaan hukum bagi pasangan homoseksual. Di AS, wabah homoseksual sudah

begitu dahsyat melanda masyarakat. Mereka memiliki pengaruh

besar dalam berbagai bidang temtama hiburan, sehingga mereka

memiliki festival film sendiri, khusus untuk para gay. Pada 28

Agustr.rs 2003, sebagai contoh, dunia menyaksikan perilaku penyanyi Madonna yang melakttkan "cittman lesbi" di panggung

terbuka dengan Britney spears dan Christina Aguilera, saat acara

pemberian MTV Video Mrtsic Azonrds di Radio City Music Hall New

York. Menyaksikan tontonan tersebut, para penonton malah melaktrkan standing oontiort. Para penonton menyambut adegan jorok

ihr dengan berdiri serentak dan bertepuk tangan cukup panjang.

sutradara film Guy Ritchie, suami Madonna, malah ikut bertepuk

tangan dengan wajah senang. Ia sama sekali tidak keberatan dengan

tingkah polah istrinya.

Logika kebebasan individu-asal tidak memgikan orang lainini telah menjebak masyarakat Barat dan masyarakat sekular lainnya unhrk menerapkan hukum yang berdasarkan pada 'hak individtr,, seperti dalam kasus hukum zina. Jika zina dihalalkan oleh

masyarakat dan negara,laltr apa logikanya negara mau mengharamkan homosekstral?

Dalam konsep Bible, perbuatan zina dipandang sebagai kejahatan yang sangat berat. Hukuman bagi pezina yaitu  hukuman

mati, dengan cara dilempari bahr sampai mati. Beberapa jenis di-antaranya malah dihuktrm bakar hidup-hidup. Dalam Kitab Ulangan 22:20-22 (Teks versi Lembaga Alkitab Indonesia tahun 2000),

disebutkan:

"(20) Tetapi jika hrduhan ihr benar dan tidak didapati tandatanda keperawanan pada si gadis, (21) maka hamslah si gadis

dibawa keluar ke depan pinhr mmah ayahnya, dan orangorang sekotanya hamslah melempari dia dengan bahr, sehingga mati--sebab dia telah menodai orang Israel dengan bersundal di rumah ayahnya. Demikianlah harus kauhapuskan

yang jahat itu dari tengah-tengahmu. (22) Apablla seorang

kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami,

maka haruslah keduanya dibunuh mati: laki-laki yang telah

tidur dengan perempuan itr"r dan perempuan ihr juga. Demikianlah hams kau hapuskan yang jahat ihr dari antara orang

Israel."

Kitab Imamat (Leaiticts) 20: 8-15 juga menjelaskan, bahwa berbagai benhlk dan jenis perbuatan zina, semuanya wajib dihukum

mati. Bahkan, pezina dengan binatang pun, harus dihukum mati,

termasuk binatangnya hart.s dibunuh juga.

"(8) Demikianlah kamu harus berpegang pada ketetapan-Ku

dan melakukannya; Akulah Tuhan yang mengkuduskan kamu.

(9) Apabila ada seseorang yang menguhrki ayahnya dan ibunya, pastilah ia dihukum mati; ia telah mengutuki ayahnya

atau ibunya, maka darahnya tertimpa kepadanya sendiri. (10)

Bila seorang laki-laki berzina dengan istri orang lain, yakni

berzina dengan istri sesamanya manusia, pastilah keduanya

dihukum mati, baik laki-laki maupnn perempuan yang berzinah itu. (11) Bila seorang laki-laki tidur dengan seorang istri

ayahnya, pastilah keduanya dihukum mati, dan darah mereka

tertimpa kepada mereka sendiri, (12) Bila seorang laki-laki

tidur dengan menantunya perempuan, pastilah keduanya

dihukum mati; mereka telah melakukan suatu perbuatan keji,

maka darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri, (13) Bila

seorang lakilaki tidur dengan laki-laki secara orang bersettrbuh dengan peremptlan, jadi keduanya melakukan suatu

kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah merekatertimpa kepada mereka sendiri, (1a) Bila seorang laki-laki

mengambil seorang perempuan dan ibunya, ihl suafu perbuatan meslrm; ia dan kedua peremptlan itu harts dibakar,

supaya jangan ada perbuatan mesum di tengah-tengah kamu,

(15) Bita seorang laki-laki berkelamin dengan seekor binatang,

pastilah ia dihukum mati, dan binatang ihrpun harus kamu

bunuh juga."

Jadi, jika zina yang jelas-jelas mempakan tindakan jahat telah

dihalalkan, yaitu  sangat sulit menemukan logika yang mengharamkan praktik homoseksual, ketika masyarakat sudah menganggap bahwa homoseksual yaitu  hak individual yang hams

dihormati, sebagaimana masyarakat menganggap orang yang berzina dan "kumpul kebo" yaitu  hak individualnya yang tidak boleh

dicampuri oleh orang lain atau negara sekali pun. Maka negaranegara yang mengambil hukum sekular juga tidak menganggap

zina sebagai perbuatan kriminal. Kitab Undang-trndang Hukum

Pidana (KUHP) Indonesia, warisan Belanda, misalnya, menyatakan,

bahwa perzinaan bukanlah suatu kejahatan. Hanya mereka yang

telah terikat dengan perkawinan dan kemudian melakukan hubungan seks di luar pernikahan, dapat dikatakan sebagai perzinaan. Itu

pun haru..s ada unsur paksaan atau di bawah t1mur. Artinya harus

ada tuntutan dari pihak suami/istri (pasal284 KUHP). Ini berbeda

dengan Malaysia, misalnya, yang masih menerapkan hukum di

bidang moral. Sebagai misal, Enakmen ]enayah Syariah (1995)

Selangor, perkara 29 (berhubung khalwat) menyatakan,

(1) Mana-mana (a) orang lelaki yang didapati berada bersama

dengan seorang atau lebih daripada seorang Perempuan yang

btrkan istrinya atau mahramnya; (b) orang Perempllan yang

didadati berada bersama dengan seorang atau lebih daripada

seorang lelaki yang bukan suami atau mahrarrnya, dimanamana tempat yang terselindung atau di dalam rumah atau bilik

dalam keadaan yang boleh menimbulkan syak bahwa mereka

sedang melakukan perbuatan yang tidak bermoral yaitu  melakukan suahr kesalahan dan apabila disabitkan boleh didenda

tidak melebihi tiga ribu ringgit atau dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi dtta tahun atau kedua-dttanya. Jtrga, Enakmen )enayah Syariah (1995), perkara 3L (berkaitan

perbuatan tidak sopan di tempat awam) menyatakan,

"Mana-mana orang yang dengan sengaja bertindak atau berkelakuan tidak sopan bertentangan dengan Hukum Syara' di

mana-mana tempat awam yaitu  melakrrkan suahl kesalahan

dan apabila disabitkan boleh didenda tidak melebihi satu ribu

ringgit atau dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi enam

bulan atau kedua-duanya. "

Maka, bisa diduga, kasus homoseksual di negara-negara Barat

dan negara sekular lainnya akan menjadi persoalan pelik. Satu sisi,

agama jelas mengutuk tindakan maksiat seperti itu, namun pada sisi

lain, negara sudah terjebak pada pemikiran demokrasi sekular, yang

menyerahkan urusan moral pada pendapat masyarakat. Di Israel,

kelompok gay dan lesbian berkumpul dalam sahr organisasi yang

kuat dikenal sebagai "Agudah". Kelompok ini sangat berpengaruh

dalam politik Israel, sehingga banyak partai politik meminta duktrrgan dari kelompok ini. Koran Haaretz,25 Oktober 2003, melaporkan

sejumlah tokoh politik di Israel yang berlomba-lomba memberikan

dukungan terhadap Agudah. Dulu, yang mendukung Agudah hanya Partai "Kiri" Meretz. Tetapi, kini tokoh-tokoh Likud yang

konservatif pun ikut mendukungnya. AS pernah mengalami kasus

moral yang pelik semacam ini dalam hal pelarangan minuman

keras. Mula-mula rakyat Amerika menyetujui rencana pengundangan "Tlrc Prohibition Lau of Anrcricn". Minuman keras mereka nilai

menimbulkan dampak negatif terhadap akal, mental, dan ketenangan masyarakat. Akan tetapi, ketika hukum ini mulai diberlakukan

,.,.rgg.rL-rungguh, rakyat Amerika yang sudah kecanduan alkohol,

kemudian memberontak, dan menunfut pembatalan pemndangundangan tersebut. Rakyat yang sama dulu menerima, kemudian

berbalik menolaknya.

Kasus gay yang pelik seperti ihr, terjadi di AS, sebuah negara

Barat yang dikatakan religius dan sebagian besar masyarakatnya

masih mengakui percaya kepada Tirhan. Namun, negara AS melarang campur tangan negara terhadap tlrllsan agama. Secara eksplisit

dikatakan dalam Bill of Rights, yang meniadi bagian Konstitusi AS,

bahwa "Kongres tidak bisa mengeluarkan hukum apaptln yang  menjadikan agama aPaPtln sebagai agama Amerika Serikat, atatt

menyingkirkan kebebasan untuk beribadah yang dikehendaki seseorang (congress can not pass any lnru nnking any religion the religion of

tlrc Llnited stntes, or take auty the freedom to uorship as one pleases)."

Dalam masyarakat sekular, agama tidak ditolak sama sekali, namtln

agama hams menyestraikan kehendak masyarakat. Ajaran agama

yang tidak cocok lagi, perlu dibuang, atau disimpan dalam mtlsetlm.

Menarik jika mencermati kondisi masyarakat AS yang dikatakan

Huntington, lebih religius ketimbang masyarakat Eropa. Sebuah

btrktr berjudul "Wlnt Antericnns Belieoe" (1991), mengtrngkap hasil

riset Barna Research Group, yang menuniukkan, bahwa 64 persen

golongan hra mengaku sebagai religius. Thhun 1985, jumlahnya masih mencap aiT2persen. Sebanyak 74 persen percaya kepada T[rhan,

yang menciptakan alam semesta. Sebaliknya, 47 Persen berpendapat, bahwa setan hanyalah simbol kejahatan (symbol of eail). Disamping itu, hanya 28 persen sehrju bahwa Gereja mereka relevan

dengan kehidupan mereka saat ini. Di samping itu, hanya 19 persen

yang mengaku bahwa Gereja Kristen bersikap toleran terhadap ajaran yang berbeda dengan Gereja.s

Masyarakat Barat seperti terjebak dalam berbagai titik ekstrim

dan lingkaran setan yang tiada ujung pangkal dalam soal nilai. Mereka berangkat dari sattr titik ekstrim ke titik ekstrim lainnya. Dalam

kasus homoseksual, dulu mereka memperlakukan kaum homoseks

dengan sangat kejam dan sadis. Robert Held, dalam bukunya,

lnquisitiott, memuat foto-foto dan lukisan-lukisan yang sangat mengerikan tentang kejahatan Inqtrisisi yang dilakukan tokoh-tokoh

Gereja ketika ihr. Dipaparkannya lebih dari 50 jenis dan model alatalat penyiksa yang sangat bmtal, seperti alat pembakaran hiduphidup, pencungkilan mata, gergaji pembelah hrbuh mantrsia, pemotongan lidah, alat penghancllr kepala, pengebor vagina, dan ber-

bagai alat dan model siksaan lain yang sangat brutal. Ironisnya lagi,

sekitar 85 persen korban penyiksaan dan pembuntilran yaitu  wanita. Antara tahun 1450-1800, diperkirakan sekitar 2 sampai 4 juta

wanita telah dibakar hidup-hidup di daratan Katolik mattpun Protestan Eropa. Dalam buku ini juga digambarkan bahwa pelaku

homoseksual digergaji hidup-hidup. Dalam kasus gerakan feminisme, Barat juga terjebak ke dalam titik-titik ekstrim. ]ika dulu mereka

menindas wanita habis-habisan, maka kemudian mereka memberikan kebebasan tanpa batas kepada wanita.

Kaum feminis juga berusaha keras bagaimana agar gerakan

mereka mendapat  legitimasi dari Bible. Mereka tidak lagi menulis God, tetapi juga Goddes. Sebab, gambaran Tuhan dalam

agama mereka yaitu  Ttrhan maskulin. Mereka ingin Tirhan yang

perempuan. Dalam buku Fentinist Aproaclrcs to The Bible, seorang

aktivis perempuan, Tivka Frymer-Kensky, menulis makalah dengan

judtrl: "Goddesses: Biblical Eclrces". Aktivis lain, Pamela J. Milne, mencatat, bahwa dalam tradisi Barat, Bible manjadi sumber terpenting

bagi penindasan terhadap perempuan. Tahun 'l,895,Elizabeth Cady

Stanton menerbitkan buku The Women's Bible, dimana ia mengkaji

selumh teks Bible yang berkaitan dengan perempuan. Kesimpulannya, Bible mengandung ajaran yang menghinakan perempuan, dan

dari a1'aran inilah terbentuk dasar-dasar pandangan Kristen terhadap perempuan. Berikutnya, Stanton bemsaha meyakinkan bahwa

Bible bukanlah kata-kata T[rhan, tetapi sekadar koleksi tentang sejarah dan mitologi yang dihrlis oleh kaum laki-laki. Sebab itu, perempuan tidak memiliki kewajiban moral untuk mengikuti ajaran Bible.

Para tokoh agama Kristen kemudian memandang karya Stanton sebagai karya setan.6

Globalisasi dan Westernisasi

Titik-titik ekstrim pada gerakan pembebasan wanita yang kemudian dikenal dengan gerakan "kesetaraan gender (gender equaliV)" ini juga menjadi tren global. Banyak kalangan Muslim yang

kemudian mencoba mengotak-atik ajaran agama Islam yang dinilai

membelenggrl atau menindas wanita. Ujung-ujungnya yaitu  upaya untuk mendelegitimasi Kitab Suci Al-Qur'an, dengan menyatakan, bahwa Al-Qur'an yaitu  Kitab yang bias gender, sebagaimana

fenomena serupa dalam tradisi Kristen. Jika masyarakat sudah dibtrat tidak meyakini kebenaran ajaran agarna, maka yang akan

dijadikan pegangan yaitu  akal manusia semata atau hawa nafsu

mereka. Tidak ada standar kebenaran. Pada ketika itulah masyarakat akan terseret ke dalam arus nilai yang serba relatif dan temporal.

Kebenaran terganhlng kepada kesepakatan. Jika masyarakat sepakat bahwa pelacuran atau minuman keras yaitu  halal dan baik,

maka itu dinilai sebagai kebenaran. Agama tidak diberi hak unhrk

campur tangan untuk menentukan baik dan bumk di tengah masyarakat. Sejumlah cendekiawan sekular-liberal secara terang-terangan

mempromosikan paham yang meletakkan agama yaitu  masalah

privat, dan tidak berhak campur tangan dalam urlrsan seni. Seni

yaitu  seni. Fikn, misalnya, dianggap sebagai karya seni, dan tidak

layak dicampuri nilai-nilai agama. Tidak ada batas aurat, karena ini

masalah seni. Dalam tradisi Yunani, hampir semua pahrng ditampilkan dalam benhrk telanjang bulat. Katanya, iht unhrk menampilkan

keindahan, menampilkan apa adanya, tanpa ada kemunafikan. Toh,

di berbagai museum di Barat, sebagian pahrng dihrtupi alat kelaminnya. Negara-negara Barat tertenfu juga melarang orang berdemonstrasi dalam keadaan telanjang bulat.

Pada tingkat global, cara pandang sekular-liberal gaya Barat ini

kemudian diglobalisasi sebagai bagian dari upaya pelestarian hegemoni. Ini yaitu  wajar dalam logika politis yang dominan saat ini.

Demokratisasi liberal menghantskan sekularisasi dan sekaligus

pluralisme,yang tidak membedakan manusia atas dasar agama atatl

ras tertentu--namun manusia dikotak-kotakkan atas dasar bangsa

dan negara. Proses imitasi terhadap pola pikir dan budaya kekuatan

dominan akan memuluskan program hegemoni di bidang bisnis dan

ekonbmi. Dengan meminum Coca-Coln atau menyedot Mnrlbo,'o seseorang dapat merasa menjadi bagian dari masyarakat global yang

bergengsi. Karena produk ini murah atau sehat? Hanya cara pikir

yang sudah ter-Wesfernized yang memungkinkan seorang Muslim

menggilai mode "polos tengah" yang mempertontonkan perutnya,

rambut dicat warna-wami, dan aurat diumbar tanpa perhitungan.T-shirt dan jeans ketat mendominasi sebagian kalangan remaja,

bukan karena pakaian ini nyaman dan sehat, melainkan, karena

sebagian artis yang dipuja dan dijadikan 'idol' telah mempopulerkannya. Busana minim bahan yang sangat vulgar mempertontonkan

aurat dijadikan sebagai trend, kebanggaan kaum remaja. Ada kebingungan nilai yang melanda.

Pada awal Febmari 2004, sekitar 100laki-laki mengenakan rok

dan pakaian minim turun ke jalan di Manhattan, New York, AS, melakukan aksi unjuk rasa menrlnhrt kebebasan bagi kaum pria untuk

mengenakan rok, sebagaimana halnya kaum wanita. Pada 15 Febrttari 2004, manusia antre di lnknrta Hall Conuention Centre $HCC)

untuk dapat menonton pertunjukan Mariah Carey. Padahal, harga

tiket cukup mahal, kelas festival Rp. 500 ribu, kelas tribun tengah

Rp. 1 juta, tribun kiri dan kanan panggung Rp. 1.350 juta. Untuk apa

orang-orang ini membuang uang begitu besar? Unhrk hobi, unhrk

menghibur diri, sementara jutaan manusia lain berada dalam kondisi kelaparan. Mereka rela antre dari jarn 12 siang, sementara

perhrnjukan baru dimulai jam 18.00. Demi unturk menikmati satu

hiburan artis terkenal, manusia rela melakukan sesuahl yang 'tidak

mantsiawi'. Untuk menjadi 'idol' di AS, para peserta audisi rela

antre selama dua hari, membuat tenda di depan gedung audisi di

Washington, DC. Budaya ini begihr hebat melanda umat manusia di

berbagai penjuru dunia, hatta di negeri-negeri Muslim. Berbagai

acara pemilihan 'idol' digelar. Artis-artis menjadi pujaan, menjadi

masyarakat yang dihormati, disanjung dan dipuja. Menjadi "miss

nniverse" yaitu  kehormatan yang tiada tara tingginya, meskipun

dalam proses pemilihannya para peserta hart.s mengumbar aurat.

Para pejabat pemerintah pun berlomba menerima pemenang ratu

kecantikan. Miss Universe 2003, Amelia Vega, menjadikan Indonesia

sebagai negara pertama yang dikunjunginya, selepas memenangkan

kontes kecantikan. Thhun 2002, Miss Universe dari Rusia, Xerona

Fedorosa, juga ke Indonesia, dan malah sempat diterima oleh Presiden Megawati. Miss Universe 2004 asal Australia, Jennifer Hawkins,

juga datang ke Indonesia, dan hadir pada saat pemilihan Putri

Indonesia 2004yang dimenangkan oleh Artika Sari Devi dari Bangka Belihrng.

Kontes semacam itur sebenarnya sahr benhrk eksploitasi terha-dap wanita, dan tidak mendidik bangsa Lmtuk menghargai wanita

dengan tepat. lJnsur-unsur fisik--yang bukan merupakan hal yang

diperjuangkan oleh seorang rvanita--dihargai melebihi prestasi

keilmuan. Banyak wanita Indonesia yang berjuang keras rnembangrm masyarakatnya. Namun, mereka tidak mendapat  penghargaan setinggi orang menghargai miss universe atau putri Indonesia.

Gum-gun. wanita di berbagai pelosok negara di berbagai daerah

miskin yang gigih mengabdikan diri, mendidik masyarakat, mendapat  penghargaan yang sangat minim dan tidak manusiawi'

Gum-guru TK dan SD, misalnya, masih ada yang mendapat  gaji

Rp 50.000 per bulan. Padahal, mereka yaitu  pahlawan bangsa

dalam arti yang sebenarnya. Mereka mendidik anak-anak dengan

ilmu, bukan dengan membanggakan kondisi fisik, yang merupakan

anugerah Sang Pencipta @iaen). Jika ditelusuri, sikap eksploitatif

terhadap hrbuh wanita itu--atas nama pemujaan terhadap wanita--

mempakan kutub ekstrim yang lain setelah di masa peradaban

Barat yang silam mereka berada di kuhrb penindasan wanita yang

serba bmtal. Philip J. Adler, dari East Carolina University, dalam

btrktrnya World Cioilizntions, (terbit tahun 2000), menggambarkan

bagaimana kekejaman peradaban Barat dalam memandang dan

memperlakukan wanita. Sampai abad ke-17, di Eropa, wanita masih

dianggap sebagai jelmaan setan atau alat bagi setan untuk menggoda manusia (mungkin ini terpengamh oleh konsep Kristen tentang Eva yang digoda oleh setan sehingga menjemmuskan Adam).

Seiak awal penciptaannya, wanita memang dianggap sudah tidak

sempurna. Mengutip seorang penulis ]erman abad ke-17, Adler

menulis:

"yaitu  sebuah kenyataan bahwa kaum wanita hanya memiliki iman yang lebih lemah (kepada Tirhan) Ut is a fact tltat

zuon'ten lms only a uenker faith (ln God)]...."

Dan itu, kata mereka, sesuai dengan konsep etimologis rnereka

tentang wanita, yang dalam bahasa mereka disebut fenule berasal

d a ri b aha sa Yunani/cr n i n n. Kata fe n i n a b er asal d ari kata fe dan miru rs.

Fe arttnya fides, faith (kepercayaan atau iman). Sedangkan mina berasal dari kata ninus, artinya 'kurang'. Jadi feminn artinya 'ses,eorang

yang imannya kurang' (one ruith less faith). Karena itu, kata penulis|erman abad ke-17 ihl: "Karena ittt, wanita memang secara alami

mertrpakan makhluk jahat (Tlrcrefore, the fenmle is euil by nature)."7

Penyebaran budaya Barat atau Amerika yang didominasi dengan budaya konsumerisme, hedonisme, dan materialisme, menjadi

tema menarik dalam kajian tentang globalisasi. Globalisasi yang melanda dunia ditandai dengan homogenisasi food (makanan), y'rr

(hiburan), /a sh io n (rno de) dan t ho t t gl t t (p e m ikir n n). Glob alisasi a da lah

sesuatu yang kompleks dan sulit dihindarkan oleh umat manusia

yang semakin terintegrasi dalam perkembangan alat-alat komuriikasi dan transportasi modern. Anthony Giddens mencatat: "Globalisasi sesungguhnya mempakan sahl set proses yang rumit, tidak

hrnggal. Dan segala proses ini bekerja dengan cara yang saling

berlawanan atau berlainan arah."S

Pada kenyataannya, globalisasi semakin mengarah kepada sahl

bentuk "imperialisme budaya" (ailtural intperialisnt) Barat terhadap

budaya-budaya lain. Prof. Amer al-Roubaie, pakar Globalisasi di

International Institute of lslamic Thought and Civilization-Intemational Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM), mencatat:

"Telah dipahami secara luas bahwa gelombang tren budaya

global dewasa ini sebagian besar merupakan produk Barat,

menyebar ke selumh dunia lewat keunggulan teknologi elektronik dan berbagai benhrk media dan sistem komunikasi.

Istilah-istilah seperti penjajahan budaya (ailtural itnperialistn),

penjajahan media (media imperialisnt), penggusuran kultural

(crrltural clennsin g), ketergantungan buda y a (cul h ral depen dency) dan penjajahan elektronik (electronic colonialisnt) digunakan

untuk menjelaskan kebudayaan global baru serta berbagai

akibatnya terhadap masyarakat non-Barat."

Hegemoni Amerika dalam dunia hiburan dan pembenhrkan

btrdaya global, dapat dikatakan sebagai sahr bentuk "Penjajahan

Btrdaya oleh Amerika (Arnerican Culturnl Inryerialisnt)". Industri film

Amerika dan berbagai stasiun TV-nya mendominasi Pembenhrkan

budaya global, dan dibalik itu semua mempromosikan kepentingankepentingan Amerika dengan mengekspor modernitas dan mempropagandakan konsumerisme. Globalisasi yaitu  sahr masyarakat

post-kapitalis yang mendorong kapitalisme dengan mempromosikan sejumlah karakteristik dari kapitalisme. Sebagaimana dikatakan

Holton: "Tesis tentang Amerikanisasi yaitu  sesungguhnya kapitalismelah dan bukannya Amerikanisme yang telah terglobalisasi."e

Ihrlah yang sebenarnya sedang menimpa umat manusia di seIumh pelosok dunia, Sebuah proses imperialisme budaya yang dilakukan Barat, yang akhirnya juga tidak lepas dari kepentingan

(interests) dari negara-negara kuat. Dalam bukunya, ldeologies of

Globalizntion: Contending aisions of a New World Order, Mark Rupert

mentrlis sahr bab berjudul "Tlrc Hegemonic Proiect of Libernl Globalization". Ia mencatat bahwa globalisasi yaitu  proyek politik dari

kekuatan sosial dominan dan akan selalu problematis dan mendapat

tentangan:

"Tak ada alasan untuk mempercayai bahwa globalisasi liberal

bersifat tak terhindarkan.... [globalisasi liberal] itu telah menjadi proyek politik sebuah konstelasi kekuatan-kekuatan sosial

dominan yang telah diketahui, ia juga telah, dan akan terus,

membuat masalah secara politik dan dapat dilawan."to

Berbagai kajian tentang fenomena globalisasi telah banyak diungkapkan. Namun, kuatnya ams konsumerisme, hedonisme, dan

'narkotikisme/ yang dijejalkan kepada masyarakat dunia melalui

berbagai acara-acara hiburan, memang sulit dibendung. Sihir-sihir

dtrnia slnzubiz begitu menawan dan menyapu akal sehat. Manusia

tidak diberi kesempatan untuk berpikir sehat, karena ihr akan menghambat laju proyek bisnis besar di dtrnia hiburan. Mode datang silih

berganti. Artis muncul dan lenyap tanpa henti. Terus bergiliran.

Manusia tems dijejali cara berpikir pragmatis dan hedonis, untuk

melahap apa saja, menikmati hidup, tanpa peduli apakah cara yangdilakukannya menghancurkan nilai-nilai akhlak dan agama. Hidup

yaitu  untuk mengejar kesenangan, sebagaimana pernah diajarkan

aliran filsafat Epicureans di zaman Yunani Kuno. Kata para filosof

ini, tidaklah perlu memikirkan Tirhan, sebab Tuhan pun tidak peduli

dengan manusia, dan asyik dengan dirinya sendiri. Juga, tidak perlu

peduli dengan kehidupan setelah mati, sebab setelah mati, manttsia

sudah tidak ada lagi. Jika liberalisasi dibidang moral sudahberlangsung, maka sebagian kalangan, demi kelancaran bisnisnya, akan

mencoba-coba mencari legitirnasi dari agama, sebagaimana yang

terjadi dalam kasus homoseksual. Maka, kemudian, kalau perlu

agama pun dijual atas nama modernisasi dan liberalisasi. Cara ini

menjadi semakin ampuJr jika ada kolaborasi untuk menjual produk

tertentu. Yang pertama dipengaruhi tenhrlah 'cara berpikir'. Karena

ihr bisa dipahami, mengapa banyak dana dikucurkan untuk mendidik kaum Muslim agar memiliki pemikiran yang sejalan dengan

cara berpikir Barat. Barat sangat percaya diri, bahwa cara pandang

dan pola hidup mereka yaitu  yang terbaik untuk umat manttsia,

sehingga mereka juga bemsaha memaksakannya unhrk selumh

umat manusia, dengan bebagai cara. Sekularisasi dan liberalisasi seolah-olah menjadi keharusan bagi umat manusia. Manusia tidak

diberi alternatif untr,rk membangun dan mengembangkan peradabannya sendiri. Sebab, hal itu akan menjadi tantangan bagi hegemoni

peradaban Barat. Sebagai kekuatan hegemonik, Barat memang tidak

mau disaingi. Ia ingin menjadi kekuatan tunggal.

Jika nilai sekular-liberal Barat sudah mencengkeram otak sebagian kalangan Muslim--apalagi di kalangan tokoh atau pemimpin

agama--maka problemanya menjadi sangat pelik, sebab dari mulut

mereka akan keluar legitimasi keagamaan terhadap sesuahr yang

jelas-jelas bathil, sebagaimana fenomena yang terjadi dalam agama

Kristen dan Yahudi. Di Indonesia, hal seperti ini pernah terjadi

dalam berbagai kasus, seperti kasus Inul dan fllrn Buruan Chnn Gue

(BCG). Film BCG dipersoalkan oleh Majelis Ulama Indonesia dan

KH Abdullah Gymnastiar. Dengan tegas, pemimpin Pesantren

Daarut Tauhid ihr menyatakan bahwa ajakan berciuman di luar

nikah yaitu  sama dengan ajakan unhrk berbuat zina. Argumentasi

keagamaan Aa' Gym sangat mudah dipahami, lugas, dan bemas.

Hasilnya, pada tanggal20 Agustus 2004, film BCG ditarik.Tentu banyak yang bersyukur dengan ditariknya BCG. Namun,

tampaknya ada di antara kalangan masyarakat Indonesia yang

marah dan protes dengan penarikan BCG.

Menynsttl pelarangan tersebut, pada 25 Agustus 2004, kelompok yang menamakan diri "Eksponen Pendukung Kebebasan Berekspresi" (EKSPRESI), menentang dan menyesalkan pelarangan tersebut. Kelompok ini berpendapat, bahwa pelarangan tidak mencerdaskan kehidupan warga Indonesia. Mereka menyatakan: "Maka

kami menentang langkah sejumlah pihak, antara lain Departemen

Kebudayaan dan Pariwisata, Majelis Ulama Indonesia, dan KH

Abdullah Gymnastiar, /ang menyatakan sikap mereka terhadap

film Buman Cium Gue! melalui tekanan, bahkan ancaman, dan

penghakiman sepihak, dengan mengatasnamakan "moral bangsa." "

EKSPRESI khawatir, pemberangusan terhadap BCG akan membuka jalan bagi kembalinya represi dan kesewenangan terhadap

dunia kreativitas seperti yang sering terjadap pada zaman Orde

Baru. fuga, mereka dikatakan, "tak ada sahr pihak pun yang boleh

mengambil alih dan memonopoli kewenangan dalam melakukan

penghukuman dan pemberangusan, atas nama apapun. Baik itLr

alasan politik, moral, agama, dan adat."

"Kami cemas, sekali alasan itu dipakai, ia bisa dimanipulasi

dan disalahgunakan setiap waktu unfuk memberangus kebebasan

berkarya. Ini bukan saja membahaya