Selasa, 13 Desember 2022
kudeta 4
Desember 13, 2022
kudeta 4
Di sepanjang kesaksiannya, Kolonel Latief tidak sekalipun menjatuhkan nama PKI, sangat
kontras dengan Syam, Ketua BC PKI. Sayang hal hal di atas tidak dapat dirujuk silang
dengan narasumber lain maupun sumber sejarah yang dapat dipertanggungjawasukarno an
[atau belum, ]. Apakah kita akan mimpi memperoleh tambahan keterangan dari Jenderal
Besar (Purn) Suharto yang sedang didapuk sebagai koruptor hiu paling akbar di dunia dan
baru memenangkan Rp 1 triliun di Mahkamah Agung RI menghadapi majalah Time,
(Dipetik dari Harsutejo, Sejarah Gelap G30S, revisi).
Jika Latief saat hidupnya sudi menjelaskan secara rinci, terbuka dan jujur dalam
menjawab pertanyaan yang pernah diajukan kepadanya, mungkin akan lebih mudah
mendudukkan dirinya, meskipun tetap saja akan terbuka kemungkinan kontroversi. Apalagi
keterangan sejujur dan serinci apa pun yang diberikan sesudah sekian puluh tahun
terjadinya suatu peristiwa sejarah, tetap terbuka kemungkinan kerancuan. Sayang
pertanyaan pertanyaan di bawah ini, yang diajukan saat dia masih dapat berkomunikasi
dengan cukup , tidak pernah dijawabnya dengan jelas. Dapat saya tambahkan bahwa pada
tahun tahun akhir hidupnya dia sulit berkomunikasi sebab serangan stroke yang sudah
menutup harapan adanya keterangan berharga yang lain dari pihaknya, kecuali jika ada
peninggalan tertulis yang belum pernah dipublikasikan. Pertanyaan ini di antaranya
meliputi:
Dalam beberapa pertemuan mereka yang menamakan diri Perwira Progresif (termasuk
Latief) sebelum 1 Oktober 1965, dihadiri (bahkan dipimpin) beberapa orang sipil yaitu
Syam, Pono dan Bono dari Biro khusus sentral (BC, ejaan lama) PKI. Apakah ini berarti konsep
G30S dari PKI (baca: Syam/Aidit), Bagaimana sebetulnya hubungan orang militer
ini dengan BC, Apa sekedar sebab sama sama alat revolusi sesuai dengan ajaran Bung
Karno (sukarno ) dan pendukung sukarno , Atau suatu komplotan, Hubungan ini diungkapkan dalam
buku putih Orba sebagai komplotan PKI (atau sebetulnya komplotan Aidit, ).
Dalam salah satu pertemuan (ke 5 pada 17 September 1965) anak buah Latief, Mayor
Inf Agus Sigit, Dan Yon 203, mendebat arahan Syam mengenai rencana G30S yang
dipandangnya semrawut, tidak profesional. Usulan dia mengenai penutupan jalan masuk ke
Jakarta dari arah Bogor, Tangerang dan Bekasi pada saat pergerakan , ditolak sebagai kekiri
kirian. Ia menyampaikan pertanyaan tajam, apa sebab Presiden tidak memerintahkan
segera menangkap Dewan Djenderal (DD, ejaan lama), Apa tidak mampu, Apa sebab
orang dalam pertemuan itu yang harus menangkapnya, Selanjutnya (sebab tidak
setuju) ia tidak lagi mengikuti pertemuan berikutnya, bahkan lalu pasukannya tidak
muncul. Sebelum 1 Oktober Latief setidaknya menemui Jenderal Suharto dua kali. Siapa yang
menugaskan dirinya, Apa benar dia datang di RS Gatot Subroto bersama Syam yang berada di tempat agak jauh seperti kesaksian Syam, Latief sebagai Dan Brigif I Kodam Jaya membawa bawa hi tiga batalion namun yang ikut bergerak bersamanya cuma hanya sekedar dua peleton Detasemen Kompi Markas. Lalu peranserta apa
sebetulnya yang dilakukannya pada 1 Oktober 1965, namanya tidak tercantum dalam
daftar Komando pergerakan , namun hanya sebagai anggota Dewan Revolusi, sedang dari
segi pangkat dia nomor dua sesudah Brigjen Suparjo. Apa sebab pergerakan dipimpin Letkol
Untung, kenapa bukan Brigjen Suparjo yang paling tinggi pangkatnya,
Berbagai macam persiapan (contohnya pergerakan dipimpin Letkol Untung yang baru lima bulan berada di pasukan Cakrabirawa/Jakarta, pasukan yang mengambil bagian dalam
pergerakan tidak jelas atau terlalu sedikit tidak seperti yang dilaporkan, logistik tidak
memadai), manuscript manuscript G30S tidak menyebut kedudukan sukarno . Dekrit No.1
menyebutkan, Dengan jatuhnya segenap kekuasaan Negara ke tangan Dewan Revolusi
negara kita , maka Kabinet Dwikora dengan sendirinya berstatus demisioner ; dalam
Keputusan No.2 disebut, Berhubung segenap kekuasaan dalam Negara RI pada 30
September 1965 diambilalih oleh pergerakan 30 September... lalu ada penurunan pangkat.
Selanjutnya pasukan G30S membunuh tiga orang jenderal di tempat, membunuh sisanya
di Pondokgede/Lubang Buaya. Semuanya ini mengarah pada suatu desain agar pergerakan
itu gagal.
G30S tidak memiliki rencana alternatif, namun hanya ada satu rencana, itu merupakan permulaan kegagalan dari kacamata militer maupun politik seperti ditulis Jenderal Nasution. Atau ini sebetulnya bagian dari skenario sebab G30S memang dirancang untuk gagal,
Mantan Kolonel Inf Latief tidak pernah menjawabnya sampai maut menjemputnya pada 6
April 2005 di rumahnya di Tangerang. Kontroversi sejarah G30S masih akan panjang.
sudah lama beredar desas desus, Syam Kamaruzaman, gembong G30S yang
misterius itu masih hidup. sesudah jatuhnya Suharto pada 21 Mei 1998, desas desus itu menjadi lebih gencar dalam alam keterbukaan. Bahkan ada yang mengaku pernah bertemu dengan Syam di Meksiko. Eksekusi 1986 bersama Supono Marsudijoyo alias Pono boleh jadi benar, namun Syam yang lain, begitu
argumennya. Amat menarik, pihak AD sudah mengidentifikasi paling tidak 3 (tiga) Syam seperti ini di bawah. Selama itu penampilan Syam berubah ubah, ia misterius antara lain sebab riwayat hidupnya yang tidak jelas. Konon ia membujang sampai umur 40 tahun an, juga tidak diketahui bagaimana keluarganya. Nama aslinya ialah Syamsul Qomar bin Mubaidah, dalam
manuscript 1960 an disebut Kamarusaman bin Ahmad Mubaidah. Nama samarannya
Sjamsuddin, Djiman, Karman, Ali Muchtar, Ali Sastra. Nama terakhir ini tertera di dalam KTP pada saat ditangkap di Cimahi 8 Maret 1967.
berdasar keterangan saksi Letkol Ali Said SH, Syam bukan tokoh PKI sepele, ia dapat
disejajarkan dengan DN Aidit. Ia sebagai jendral intel PKI yang menjadi anggota PKI sejak 1949. Teman teman dekat Syam saat muda tidak percaya ia memiliki kaliber seperti itu. Sejak pindah ke Yogya riwayat yang sebetulnya
menjadi buram. Ada yang mengatakan ia adik kelas Munir (kelak ketua SOBSI) di Sekolah Dagang. Ada yang mengatakan ia di Taman Siswa sebab menjadi anggota diskusi Kelompok Pathuk‘ 43 yang mayoritasnya dari Taman Siswa.
berdasar keterangan saksi Prof Dr Ir Haryosudirjo, mantan menteri masa sukarno , Syam
bersekolah di SMT(Teknik).
Syam bertindak sebagai intel di Resimen 22 Brigade 10, Divisi Diponegoro
dengan pangkat Letnan Satu, eks Laskar Gabungan Yogya. Begitu keterangan
spontan anggota tim Mahmillub, Subono Mantovani SH saat melihat foto Syam;
di masa Yogya itu Subono Mantovani juga berpangkat letnan satu, sebelumnya
berada dalam satu kelompok Pathuk bersama Letkol Suharto. Komandan resimennya saat itu Mayor Haryosudirjo ini di atas. Berdasar
pengakuan Syam yang diceritakan kepada Latief, ia berada dalam pasukan Syam seorang pemuda yang memperoleh arahan Johan Syahruzah, tokoh PSI di kelompok Pathuk. Para pemuda Pathuk ini yang mempelopori permintaan agar
Sri Sultan mengajak anggota sukarno R Suharto untuk berdiplomasi dengan Jepang guna menyerahkan senjatanya. Di antara para pemuda itu ada Sumantoro dan Syamsul Qamar Mubaidah. Bersama Suharto mereka mendatangi markas Jepang pada masa kemerdekaan itu. Jadi Suharto sudah mengenal Syam sejak permulaan
kemerdekaan Demikian tulis AM Hanafi.
Sekitar 1947 Syam mulai berkenalan dengan DN Aidit yang mengajaknya untuk aktif di Pemuda Tani, afiliasi BTI. Sebagai intel pada Batalyon 10 Yogya, Lettu Syam di bawah Letkol Suharto. Sejak itu Syam berhubungan dekat
dengan Aidit maupun Suharto. Hubungan persahabatannya dengan Suharto berjalan selama 20 tahun . Suharto tentu saja tak pernah menyinggung sedikit pun jika ia sudah mengenal orang misterius yang bernama Syam ini sudah sejak lama, seolah ia orang yang tak pernah mengetahui menahu dengan tokoh ini.
Pada tahun 1949 Syam pindah ke Jakarta membantu Munir di BTI. Sekitar 1950
Syam mendirikan SBP(Pelayaran) dan SBB(Becak) yang bermarkas di Jl Guntur,
Jakarta. Sebagai ketua SBP pada 1950 ia membantu pembebasan Aidit yang baru
datang dari Vietnam [berdasar keterangan saksi mitos] yang ditahan di Tanjung priok sebab
tidak memiliki tiket. Pada tahun 1950 57 ia di SOBSI Jakarta, lalu sebagai sekretaris. Pada 1957 ia diangkat sebagai pembantu pribadi Aidit, Ketua PKI. Dalam setahun ia masuk kepengurusan sebagai anggota Departemen Organisasi. Ia disebut sebagai pernah menjadi informan Komisaris Polisi Mudigdo di Pati yang kelak menjadi mertua Aidit. mungkin dari sini juga lah Aidit lalu menjalin hubungan dekat dengan Syam, dan memberikan kepercayaan besar kepadanya. Peter Dale Scott menyebut Syam sebagai seorang kader PSI, pada tahun 1950 an ini juga
ia sering datang dan menginap di rumah Suharto di Yogya. berdasar keterangan saksi soebandrio , yang juga Ketua Badan Pusat Intelijen (BPI), pada 1958 Syam perwira intelijen AD dan mitra lokal CIA. maka Syam memiliki hubungan
tertentu dengan CIA, baik secara langsung atau pun tidak. saat Kolonel Suharto memasuki Seskoad di Bandung, Syam ikut dan dalam kursus militer itu, demikian berdasar keterangan saksi penyelidikan Poulgrain. Hubungan mereka begitu rumit. Kolonel Suwarto dididik di Amerika, ia sahabat Guy Pauker, orang penting CIA
dalam hubungan dengan negara kita , pernah mengajar di Barkeley, konsultan RAND
Corporation yang menitikberatkan kontak kontaknya dengan kalangan militer AD
negara kita . Suwarto pernah diundang Pauker meninjau perusahaan ini pada 1962. Pauker memperoleh misi melakukan sapu bersih terhadap PKI. Antara lain lewat Suwarto lah CIA melakukan operasinya contohnya dengan apa yang disebut civic mission AD, yang sebetulnya merupakan civic action CIA dalam melakukan
kontak kontak dengan kelompok anti komunis di kalangan AD. Rupanya lewat jalur inilah Suharto pertama kali berhubungan dengan CIA.
Berdasar pemeriksaan manuscript manuscript yang ada di AS, Belanda dan negara kita ,
dalam majalah resmi PSI nama Syam tercantum sebagai Ketua PSI Ranting Rangkasbitung, Banten. Dalam arsip Belanda Syam tercatat sebagai intel Recomba Jawa Barat. Recomba merupakan pemerintah federal boneka Belanda,
bisa saja Syam menyelundup menjadi spion untuk mengorek rahasia Belanda, namun hal ini aneh. Dalam berbagai koran 1950 an ia disebut sebagai
informan dari Komando Militer Kota (KMK) Jakarta. beberapa narasumber perwira yang menjadi tahanan Politik di Salemba menyebutkan Syam pada tahun 1951 tercatat sebagai kader PSI yang memperoleh pelatihan partai itu di antara 29 kader yang lain. Pada 1960 an dengan bentuk lebih jelas pada 1964 Syam diangkat menjadi ketua Biro khusus sentral (BC), suatu jaringan intelijen PKI yang hanya memiliki hubungan langsung dengan Aidit selaku ketua Politbiro CC PKI. misi Syam, pertama mengumpulkan kabar untuk diolah dan diserahkan kepada Aidit. Kedua, membangun
sel sel PKI di tubuh ABRI dan membinanya. misi Syam yang lain mengadakan evaluasi dan melaksanakan misi misi yang tak mungkin dilakukan alat alat formal PKI. BC memiliki aparatnya sendiri yang tidak diketahui oleh
pimpinan formal PKI. Ia memberikan laporan, mengolah informasi dan menyampaikannya kepada Aidit secara langsung. Oleh Aidit bahan bahan dan keputusan disodorkan pada Politbiro untuk disetujui dan dilaksanakan. berdasar keterangan saksi orang PKI yang pernah dekat dengan dirinya, ia dengan enteng mengeluarkan pestol dan meletakkannya di meja jika kehendaknya dilawan . berdasar keterangan saksi seseorang yang mengaku sebagai mantan agen CIA, Suharto memperoleh perhatian cukup dari BC PKI dan dibina melalui Syam, Untung dan Latief. Dalam hal ini Suharto memperoleh kategori sebagai orang yang dapat dimanfaatkan‘. Hal ini cocok dengan keterangan Untung dan Latief bahwa Suharto akan membantu pergerakan mereka, dan dibuktikan dengan didatangkannya
Yon 530 dan Yon 454 dalam kondisi siap tempur. Sedang yang lain menamainya sebagai trio sel PKI. Pada tahun 1967 majalah Ragi Buana menamai Syam sebagai mata mata kembar ‘ ia
menjadi informan Kodam Jaya sejak 1955 sampai kudeta 1965. Untuk memperdalam
ilmunya pada 1962 ia dikirim ke RRT, Korea Utara dan Vietnam, termasuk memperdalam bidang intelijen terutama menyangkut strategi mempersiapkan dan menggerakkan pemberontakan bersenjata. Di Vietnam ia melakukan pekerjaan praktek di lapangan. Majalah ini menyebut Syam dan Aidit sudah terjebak ke dalam jaring jaring spionase Washington, Peking dan Moskow. Sebutan double
agent dipakai koran koran dan radio termasuk radio Nederland saat itu, selanjutnya pers tidak lagi memakai istilah ini . Rupanya Kopkamtib
lalu sangat berkeberatan akan penggunaan istilah itu yang dapat merugikan Jenderal Suharto, lalu melarangnya. Sebagai Ketua BC PKI, Syam lapor langsung kepada Aidit. sebab Aidit satu satunya pimpinan PKI yang membentuk BC dan mengetahui personelnya, maka BC ini merupakan partai dalam partai dengan Syam sebagai orang tertingginya. Seperti disebutkan oleh Sudisman, BC dibentuk tanpa persetujuan CC PKI, dalam hal ini Aidit sudah melanggar konstitusi partai. maka BC bukan aparat partai, namun aparat Aidit. Di pihak lain yang mengendalikan seluruh struktur aparat dan sepak terjang BC bukan Aidit, namun Syam. Jika Syam seorang agen ganda, maka praktis seluruh struktur BC merupakan alat dalam kendali musuh PKI. Banyak saksi sejarah teman teman Syam meragukan peranserta besarnya dalam G30S.
Ia sama sekali tidak memberikan kesan sebagai pemikir, artinya ia sekedar wayang yang dimainkan oleh dalang mahir di balik layar sejarah. Di Yogya ia memang pernah berada di lingkungan olah pikir. Kadang kadang ia datang ke kelompok diskusi Mahameru I, sebuah rumah di belakang SMA 3 Yogya, lalu menjadi kantor PSI. Tempat itu untuk diskusi antara lain Sutan Syahrir dan HA Salim. berdasar keterangan saksi Sumadi Mukajin, Syam dikenal pendiam, tertutup dan… agak goblok. Sedang Kelompok Pathuk lalu berkembang menjadi salah satu simpul terkuat jaringan politik bawah tanah Syahrir. Di situ buku buku Marx, Adam Smith, Machiaveli, Gandhi, Lenin menjadi bahan kajian. ada persamaan modus operanserta di antara percobaan kudeta 3 Juli 1946 yang sudah menculik PM Syahrir dengan G30S. Mula mula Letkol Suharto berada dalam satu kubu dengan atasannya Komandan Divisi Mayjen Sudarsono. Mereka, termasuk pasukan Suharto menduduki RRI dan Kantor Telepon Yogya pada 2 Juli 1946. Anehnya lalu Letkol Suharto berbalik menangkap kelompok yang mencoba melakukan kudeta. saat itu Syam sebagai intel Batalion 10 pimpinan Letkol Suharto. Rupanya G30S merupakan ulangan permainan politik seperti itu. Bagaimana sebetulnya hubungan Syam dengan Letkol Untung cs, berdasar keterangan saksi Kolonel Latief, Syam sudah memotong jalur atau melakukan intersepsi terhadap pasukan Lettu Dularip. Ia mengenal Syam sebagai intel pembantu atasannya Letkol
Untung. saat Dularip bertanya bagaimana caranya mengajak para jenderal itu untuk menghadap Presiden Sukarno, maka Syam tegas menjawab dengan mantap, Tangkap, hidup atau mati . Syam sendiri di Mahmilub menyebutnya sebagai perintah Aidit, sesuatu yang bertentangan dengan perintah Letkol Untung. Tidak ada bukti dan alasan apa pun juga yang dapat diketengahkan apa sebabnya G30S membunuh para jenderal yang diculiknya dalam kondisi dengan terpaksa meskipun beberapa orang memang melawan. maka ini merupakan
skenario aslinya. Siapakah sebetulnya yang memerintahkan Syam melakukan tindakan seperti itu, Yang pasti tindakan itu sama sekali tidak menguntungkan pergerakan G30S. Berbagai pengumuman Dewan Revolusi termasuk pembentukan Dewan Revolusi itu sendiri yang sama sekali tidak menyebut nama Sukarno sangat tidak menguntungkan baik G30S secara keseluruhan maupun Untung cs dan Aidit.
Dengan sudah ditembak matinya Aidit tanpa diajukan ke pengadilan maka Syam memiliki kesempatan untuk memonopoli seluruh keterangan mengenai G30S dalam hubungannya dengan PKI. Hanya Syam sebagai Ketua BC PKI dan Aidit sebagai Ketua Politbiro PKI yang mengetahui seluk beluk biro ini dalam hubungan
dengan peristiwa G30S dan hubungannya dengan beberapa perwira militer. Demikianlah keterangan keterangan Syam dalam persidangan Mahmillub, baik sebagai terdakwa maupun saksi sudah memonopoli fakta fakta yang seluruhnya
menjurus kepada digiringnya Aidit dan PKI sebagai terdakwa yang sebetulnya , dengan pion pionnya Letkol Untung dan . Maka Syam bertindak baik sebagai dirinya maupun sebagai Aidit tanpa secuwil pun keterangan Aidit.. Nama Syam berada dalam daftar gaji Kodam Jaya. Di Kodam Jaya Syam berhubungan dengan Latief, di samping hubungannya dengan Kostrad. Agar lebih mempercayakan maka dalam semua proses kemunculan Syam, ia digambarkan sebagai seorang komunis sejati yang amat dekat dengan Ketua Aidit. Syam selalu mengakui dia yang memberikan perintah, dan perintah itu semuanya berasal dari Aidit. Pendeknya Aidit merupakan dalang seluruh peristiwa. Ia toh tidak
akan membantahnya dari kubur. Begitu Syam memiliki kesempatan bicara, ia begitu bernafsu menceritakan apa saja yang ia ketahui mengenai G30S. Di pengadilan ia menyombongkan dirinya
sebagai otak di belakang pergerakan . Buku Putih menyebutkan salah satu pekerjaan Syam melakukan penyusupan ke tubuh Angkatan Bersenjata dan melakukan apa yang disebut pembinaan. Dalam fakta nya ia sudah melakukan
pembinasaan, bukan pembinaan terhadap beberapa besar personel ABRI yang berhaluan kiri dan pendukung sukarno . Rupanya ia memang memiliki misi melakukan infiltrasi ke tubuh ABRI untuk mencari mengetahui dan mengidentifikasi siapa siapa yang termasuk 30% personel simpatisan PKI yang sudah mencoblos palu arit
dalam pemilu 1955, untuk didepak, dihukum dan dilenyapkan sebagai kelanjutan rasionalisasi yang tak tuntas masa pemerintahan Hatta. maka ia membentuk BC sebagai partai dalam partai dengan pola yang sama seperti yang dilakukan AD yaitu negara dalam negara. Demikian analisa MR Siregar mengenai peranserta besar Syam bagi PKI. Seluruh pengakuan dan pengakuan dan tindakan Syam tidak secuwil pun merupakan pembelaan terhadap PKI atau Aidit. Sebaliknya ia terus menerus mendiskreditkannya. maka ia tidak bekerja untuk PKI atau Aidit. Maka tidak aneh jika banyak orang termasuk para pengamat dan pakar mempertanyakan orang misterius ini, dan untuk siapa ia bekerja. Seluruh proses Mahmillub diarahkan untuk menggiring pembenaran tuduhan terhadap PKI dan menjeratnya dari segi hukum, sedang di lapangan dilakukan pembantaian tanpa ampun. maka seolah segalanya dilandasi hukum. Berbeda dengan tokoh PKI lain yang terus terbaca gerak geriknya selama buron seperti ditulis Buku Putih, tampaknya buku ini kesulitan menjelaskan sepak
terjang Syam di Jawa Barat sebelum ditangkap pada tahun 1967. Bersama itu intelijen militer mampu mengikuti terus kegiatan bawah tanah pimpinan PKI kecuali Syam. Begitu hebatkah jenderal intel PKI ini berkelit bagaikan siluman hingga kegiatannya tidak terdeteksi, Baru saja didemonstrasikan betapa konyol dan cerobohnya rancangan dan jalannya peristiwa G30S, sejak dari penculikan, eksekusi para jenderal dan
pengumuman pengumuman RRI Jakarta atas nama Letkol Untung dengan Dewan Revolusinya, buruknya logistik . Seperti disebut Jenderal Nasution, mereka tidak memicu rencana alternatif, dan ini berarti secara strategis
sudah suatu kegagalan. Selanjutnya saat komandan kontrol G30S menghubungi
tiga sektor yang sudah mereka bentuk, sebagai disebut Brigjen Suparjo, semuanya kosong. Bukankah ini salah satu indikasi kuat Syam sebetulnya berada di kubu lain yaitu kubu Jenderal Suharto, yang kegiatan sebetulnya
untuk sang jenderal, Dia sendiri yang melakukan sabotase terhadap pergerakan yang dikendalikannya. pergerakan ini dirancang untuk gagal. Maka Latief percaya Syam tidaklah bertindak atas nama pribadi, dan yang dianggap
olehnya tak lain dibandingkan Jenderal Suharto.
Betapa rumitnya hubungan Syam yang konon pernah mengenyam pendidikan intelijen di Vietnam, Korea Utara dan Cina ini, sekaligus juga pendidikan Seskoad. Dunia intelijen memang selalu ruwet tidak sederhana, berliku liku,
terbuka untuk segala hal dan kemungkinan yang paling kontradiktif pun dan hampir hampir mokal, namun tertutup rapat bagi dunia luar. Seorang ksatria pahlawan penumpas kudeta militer berlumuran darah mungkin sekali yaitu salah satu pelaku utama di baliknya, suatu ironi yang menjungkirbalikkan segala hal. Dan itu bernama dunia intelijen. berdasar keterangan saksi kepercaya an sementara orang seperti tersirat dalam buku Hanafi dan soebandrio , bertahun tahun Syam sebetulnya sudah memasang jebakan untuk Aidit dengan menjalin hubungan pribadi maupun hubungan organisasi partai. Hubungan itu terus meningkat dengan meningkatnya keterampilan Syam dalam bidang
intelijen yang sudah digaulinya sejak jaman revolusi fisik. Begitu hebatkah tokoh ini, atau dan begitu bodohnyakah DN Aidit sebagai Ketua Politbiro ditambah pendukungnya,
Syam ditangkap pada 8 Maret 1967 di Cimahi. Berdasarkan manuscript manuscript CIA
yang sudah dibuka untuk umum seperti dicatat oleh Peter Dale Scott, pesakitan itu merupakan orang ketiga yang diidentifikasi oleh pihak AD
sebagai orang yang bernama Syam‘. Jadi paling tidak ada tiga orang Syam‘. Ia ditahan di RTM Budi Utomo Jakarta pada 27 Mei 1967. Beberapa bekas tahanan politik yang pernah berkumpul atau dekat dengan sel tempat Syam,
menyatakan selama ditahan ia bertindak seperti seorang bos. Ia dapat mondar mandir dengan leluasa di tahanan, mengenal banyak tugas militer seperti berada di lingkungannya sendiri. Banyak tahanan politik yang dianggap cukup
penting dibawa ke RTM untuk dapat diidentifikasi oleh Syam agar bisa memperoleh tempat yang tepat . Sering ia tiba tiba tidak berada di tempat
tanpa diketahui oleh orang lain akan keberadaannya. Sangat umum diketahui para tahanan Politik , ada beberapa orang yang dekat dengan para pejabat, memberikan berbagai informasi yang benar maupun karangannya
sendiri, saat diminta atau tidak untuk meringankan dirinya sendiri dan memberatkan orang lain. Bahkan beberapa orang dijadikan interogator dan ikut menyiksa teman temannya sendiri, ikut dan dalam operasi penangkapan .
Orang seperti itu biasanya disebut pengkhianat, biasanya dengan cepat dapat diketahui oleh tahanan Politik yang lain. Syam jauh lebih rumit dan lebih besar dibandingkan sekedar kelompok ini. John Lumengkewas, seorang mantan Wakil Sekjen PNI dan ditahan selama 7 tahun
menuturkan kesaksiannya saat ditahan di RTM mengenai tokoh Syam. Ia memiliki pengetahuan ensiklopedis bagi orang yang dituduh PKI. Ia memperoleh perlakuan istimewa di RTM, berbeda dengan tahanan Politik lainnya. Fasilitas di selnya mewah untuk ukuran waktu itu, menu makanannya berbeda, ia bebas berada di
luar sel, akrab berbincang bincang dengan tugas . Dia sebentar sebentar dipanggil oleh tugas dari pintu blok, lalu pergi ke kantor RTM. Nampak
sekali Syam sudah lama berhubungan dengan kalangan ABRI tertentu. Oei Tjoe Tat SH, mantan Menteri Negara yang juga pernah ditahan di RTM, menggambarkan Syam sebagai orang yang tidak mengetahui diri. jika ia keluar untuk diperiksa,
orang lain menjadi tidak tenteram sebab ulahnya. Ia orang misterius yang dijauhi oleh para tahanan yang lain. Syam dijatuhi hukuman mati oleh Mahmillub pada 9 Maret 1968. Di tahun tahun
berikutnya ia menyombongkan diri kepada rekan rekannya di penjara bahwa ia masih bertahan hidup meski sudah dijatuhi hukuman mati. Ia selalu memiliki informasi untuk diberikan dalam kesaksian terhadap orang lain yang diadili
selama bertahun tahun . Ia mulai masuk penjara Cipinang pada 27 Oktober 1972. berdasar keterangan saksi kesaksian para tahanan Politik , Syam dan komplotannya Subono masih bisa keluar penjara dan menulis laporan untuk kepentingan AD. Bahkan pada awal tahun
1980, ia keluar masuk di berbagai instansi militer. berdasar keterangan saksi keterangan
seorang mantan perwira Kopkamtib, Syam memang dipakai sebagai informan militer.
Berdasarkan catatan, Syam diambil dari Cipinang pada 27 September 1986 jam 21.00 oleh tugas Litkrim Pomdam Jaya atas nama Edy B Sutomo (Nrp.27410), lalu dibawa ke RTM Cimanggis. Tiga hari lalu tengah tengah malam bersama dua
teman temanya ia dibawa dari Cimanggis dan pada jam 01.00 sampai ke Tanjungpriok.
Mereka diangkut dengan kapal laut militer ke sebuah pulau di Kepulau an Seribu dan dieksekusi pada jam 03.00. Tak ada keterangan mengapa pelaksanaan eksekusi terhadap Syam dan beberapa tokoh yang lain terus diulur ulur
hingga 14 tahun dihitung dari sejak masuk Cipinang, bahkan 18 tahun bila dihitung sejak vonis Mahmillub. Adakah itu Syam yang asli atau Syam‘ yang lain, Agaknya akan tetap menjadi
misteri sebagaimana misteri berbagai hal seputar G30S. berdasar keterangan saksi pengakuan
Latief saat ditahan di Cipinang pada 1990 ia berada satu blok dengan Syam. Sementara itu seorang pejabat di lingkungan Depkeh RI menyatakan Syam dikeluarkan dari Cipinang pada September 1986 atas izin Presiden Suharto.
Antara dua keterangan ini sekedar perbedaan waktu, mungkin saja Latief tidak akurat. Jalannya peristiwa menunjukkan peranserta agen Syam menjadi salah satu kunci penting keberhasilan operasi yang sedang dilancarkan oleh sahabat
lamanya, Jenderal Suharto. Mungkinkah orang yang agaknya mengetahui betul akan isi perut Suharto dalam hubungan dengan G30S dibiarkan hidup bebas, (Petikan dari Harsutejo, Sejarah Gelap G30S revisi). Diktator Militer Menjarah 35 Miliar Dollar Sudah menjadi keterangan klasik apa yang dikisahkan oleh Kolonel Latief mengenai 2 kali pertemuannya dengan Jenderal Suharto. Pertemuan kedua terjadi beberapa jam sebelum
penculikan dan pembunuhan beberapa jenderal yang dilakukan oleh pasukan G30S. Sudah sangat dikenal bahwa dua batalion pasukan Brawijaya dan Diponegoro yang didatangkan ke Jakarta yang lalu menjadi bagian pasukan G30S didatangkan atas perintah Jenderal Suharto. Pasukan itu pun sesuai dengan perintah bersiap untuk bertempur. Pasukan ini juga yang lalu sebagian menyerah bongkokan kepada
Jenderal Suharto di Kostrad sebab tiadanya logistik, bahkan para prajuritnya kelaparan
dan minta makan ke markas Kostrad. Inilah bagian dari skenario G30S yang dirancang
untuk gagal (lihat analisa mengenai Brigjen Suparjo). Bicara mengenai G30S selalu memuat mengenai sang dalang. Sudah sejak dini sejarawan Prof Dr Nugroho Notosusanto menuduh Presiden Sukarno sebagai dalangnya (yang lalu juga dianut oleh Victor M Fic). Rezim Orba dan para kerabatnya menuduh Aidit/PKI, yang lain CIA, Jenderal Suharto, atau dan berbagai kombinasi. beberapa ahli lebih menitikkan pada dalang peristiwa kelanjutannya berupa pembantaian 500.000 sampai 3 juta rakyat
yang dituduh terlibat G30S atau PKI dalam waktu beberapa bulan tanpa ada perang . Sebagian orang menguar uarkan mengenai adanya situasi saat itu yang digambarkan sebagai membunuh atau dibunuh untuk mengelakkan tanggungjawab pembantaian massal ini sebagai ditulis oleh Brigjen (Purn) Samsudin, Sulastomo, Fadly Zon,
Salahuddin Wahid , sesuatu yang sama sekali tidak ada buktinya dan tidak benar. beberapa peristiwa yang menelan korban sebelum 1 Oktober 1965 dan bentrokan yang terjadi di beberapa tempat segera sesudah peristiwa G30S disebut sebagai situasi membunuh atau dibunuh , sesuatu yang sangat dibesar besarkan. Justru propaganda
hitam seluruh mesin rezim Orba terus menerus (bahkan sampai tahun an) yang memicu
panas situasi, mematangkan situasi untuk melakukan pembunuhan massal itu (lihat
contohnya Lubang Buaya dan Gerwani). Dalam hubungan ini tidak ada kontroversi, Jenderal
Suharto yang bertanggungjawab, sedang Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dan beberapa petinggi militer lain sebagai penanggungjawab lapangan. Tidak berlebihan jika Suharto kita sebut sebagai Sang Jagal. Jenderal Besar (Purn) Suharto, Bapak Pembangunan, Sang Supersemar, Presiden
Republik Indonesia (1968 1998), juga Ketua Dewan Pembina Golkar di sepanjang tiga
dekade kekuasaannya. Selama itu Suharto dipilih sebagai Presiden RI sebanyak 7 kali dengan dukungan penuh Golkar sebagai bagian dari tiga pilar ABG: ABRI, Birokrasi, dan Golkar. Itulah yang disebut sebagai Demokrasi Pancasila. Seorang penulis menyebut Suharto yaitu Golkar dan Golkar yaitu Suharto‘. sebetulnya lah Suharto yaitu ABRI dan ABRI yaitu Suharto‘ di samping Suharto yaitu Birokrasi dan Birokrasi yaitu
Suharto‘, jadi Suharto itu identik dengan kekuasaan negara, bahkan dengan negara itu
sendiri. Pendeknya Suharto ya negara kita dan negara kita ya Suharto. sebab negara kita itu juga Suharto, maka tak aneh jika hanya dia yang berhak menafsirkan UUD 1945. Dalam pasal 7 disebutkan Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa 5 tahun , dan sesudahnya dapat dipilih kembali . Kalimat ini
dianggap jelas bahwa masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden hanya 5 tahun pertama dan 5 tahun kedua jika dipilih. Sama sekali tidak disebutkan bahwa boleh 5 tahun ketiga . Siapa berkata UUD 45 membatasi jabatan presiden cuma hanya sekedar dua kali, tidak ada yang membatasi... begitu Suharto berkata sebagai tafsirnya. Dalam bahasa gaul kira kira berbunyi sukak sukak aku . Selanjutnya mengenai Pasal 33 yang berbunyi Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipakai untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat . Itu berarti untuk kemakmuran Suharto, anak cucu cicit, kroninya dalam dan luar negeri. Kan Suharto itu negara kita dan negara kita itu Suharto, tidak ada yang salah bukan, Rezim militer Orba dibangun oleh Suharto cs lewat lumuran darah para jenderal dan 1000 rakyat negara kita sesudah didahului fitnah kotor dongeng horor mengenai tarian harum bunga Gerwani di Lubang Buaya. Selanjutnya kedudukan Suharto memperoleh legitimasi dengan apa yang disebutnya Supersemar, surat perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Sukarno yang dipalsukan itu. Legitimasi selanjutnya didapat dengan menafsirkan UUD 1945 seenak sendiri. Legitimasi yang lain perlu dibangun dengan peranserta sejarah Letkol Suharto dalam serangan umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta terhadap pendudukan
Belanda yang diklaimnya sebagai pemilik gagasan dan pelaksana di lapangan. Senyum
Suharto menggambarkan kata kata yang tak diucapkannya, Habis petinggi militer yang
lain pada ngumpet carik slamet, sedang Hamengkubowono IX cuma hanya sekedar k nongkrong di di istananya, maka ya saya sendiri yang tampil menghadapi musuh....... Tentu saja Suharto memperoleh dukungan barisan kaum intelektual dan cerdik pandai di segala lini yang
dapat dibelinya. Maka ditulislah sejarah dirinya dengan tinta emas, dibuatlah film kepahlawanan dirinya yang tiada tara seperti Janur Kuning‘ dan Pengkhianatan G30S/PKI‘ dan bangunan Monumen Yogyakarta Kembali‘ di Yogya yang megah itu. Dunia Barat merasa berutang budi saat Jenderal Suharto menggulung PKI dan seluruh
pergerakan kiri dan akhirnya berhasil menggulingkan Presiden Sukarno, simbol rakyat
negara kita dan dunia ketiga dalam menghadapi imperialisme dunia. Maka langkah selanjutnya yaitu mendepolitisasi rakyat yang menjadi tujuan bersama antara dunia Barat dengan penguasa represif. Dua kekuatan itu bekerja sama menghentikan aksi mayoritas penduduk negara kita dari kehidupan ekonomi dan politik di negara mereka sendiri. Gaya rezim ini yaitu tiadanya pembangunan politik elementer alias politik tanpa pembangunan politik, soalnya politik itu tabu bagi rakyat. Biarlah politik itu menjadi monopoli Suharto, ABRI, Birokrasi, dan Golkar. Sedang dua partai lain, PPP dan PDI diberi peran politik pinggiran pupuk bawang sebagai ornamen demokrasi. Suharto masih merasa kurang pas jika belum dilengkapi legitimasi yang lain dibandingkan yang lain, yaitu legitimasi alam gaib. Ia pun dibentengi oleh beberapa dukun dan azimat yang diatur dari atas, mungkin oleh Ki Semar. Bukan kebetulan jika Suharto mengidentifikasikan dirinya dengan Ki Semar. Salah seorang dukun yang tersohor sekaligus asisten khusus Suharto ialah Jenderal Sudjono Humardani. Ia pernah diutus menjemput kembang wijayakusuma bagi kesaktian dan kemenangan Suharto.. Untuk itu Suharto melakukan apa yang dalam bahasa Jawa disebut nglakoni, menjalankan olah mental dan spiritual dengan cara berpuasa, kungkum di sungai tertentu yang dianggap istimewa atau wingit dengan air dingin menusuk, tidak sebarang orang tahan dan bisa diterima oleh tempat itu. Suharto bersemadi di pinggir sungai yang seram, di gua atau di pantai Samudera Hindia untuk menghadap Nyai Loro Kidul dalam mitos Jawa, bahkan disebut melakukan perkawinan sakral [bukan perselingkuhan, dengan sang Nyai. Apa
isterinya tidak cemburu ya, Dalam hubungannya dengan harta korupsi yang pernah dijarah Suharto bersama keluarganya, maka ada gagasan Presiden Gus Dur untuk melakukan tawaran damai kepada keluarga Cendana. ini merupakan langkah persuasif Presiden Gus Dur agar keluarga Cendana sudi berkontribusi kepada negara dan rakyat . Maka pada akhir Mei 2000 dikirimlah utusan terdiri dari Menteri Pertambangan dan Energi Susilo Bambang Yudoyono, Ketua pergerakan Pemuda Ansor Saifullah Yusuf dan Zarnuba Arifa Chafsoh alias Yenny, putri Presiden Gus Dur. Jika keluarga Cendana setuju dengan jalan damai, maka rencananya Gus Dur akan mengeluarkan surat pengampunan kepada Suharto dengan imbalan keluarga Cendana mengembalikan harta jarahannya sebesar 90%. Konon harta yang diincar di luar negeri saja sebesar 45 miliar dollar AS. saat itu jaksa Agung Marzuki Darusman sedang melakukan pengusutan perkara korupsi Suharto. Niat baik Gus Dur tak terimbangi. Ya mereka hanya mau menjarah dan tak sudi berkontribusi untuk negara dan rakyat. Rakyat jelata memiliki ungkapan sederhana mana ada maling mau mengaku . Konon polisi negara kita memiliki kiat jitu, bahkan mumi Mesir Kuno pun tak dapat mengelak mengakui umurnya. Ketetapan MPR No.X1/1998 mengamanatkan pemberantasan KKN yang dilakukan siapa pun termasuk mantan Presiden Suharto. Pada tahun 2000 Suharto hendak dituntut dalam perkara gurem dalam tindak korupsi sebesar Rp1 triliun dan 419 juta dollar AS terhadap uang yayasan yang didirikannya (Yayasan Darmais, Dakab, Supersemar, Amal Bhakti Muslim Pancasila, Dana Mandiri, Gotong Royong dan Trikora). Yayasan yang bertujuan sosial ini memiliki aset sebesar Rp 4 triliun. Yayasan ini sudah menghimpun dana dengan berbagai macam aturan pemotongan gaji pegawai negeri, sebagian laba bank pemerintah dan BUMN dan dari para pengusaha kakap. Dalam fakta nya dana itu dibuat bancaan untuk modal perusahaan milik Bob Hasan, Bank Yama milik Tutut, Sempati Air milik Tommy. Ini semua merupakan penyalahgunaan. Akhirnya Jaksa Agung Mei 2006 mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3).
Suharto memang digdaya. Diberitakan pada akhir Februari 2007 bahwa tim Kejagung, instansi sama yang mengeluarkan SP3 akan melayangkan somasi dengan gugatan perdata terhadap mantan Presiden Soeharto yang harus mengembalikan uang negara sekitar Rp 1,5 triliun yang diduga hasil korupsi saat mengetuai tujuh yayasan. berdasar keterangan saksi pakar bidang perkorupsian Junus Aditjondro, hal ini cuma hanya sekedar akal akalan mencari kepopuleran . Kata Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, Suharto sudah melakukan pelanggaran pelanggaran hukum, itu yang akan dipakai dalam gugatan perdata. Jatuhnya Suharto pada 1998 tidak dan sertamerta mengakhiri rezim lama, pelembagaan hal hal menyesatkan terus berlangsung. Jenderal Besar (Purn) Suharto ditumbangkan, kuku kukunya sebagai bagian dari rezim militer Orba masih mencengkeram berbagai aspek kehidupan bangsa dan negeri ini. Bersamanya ada suatu lapisan militer dan sipil yang sudah mencengkeram akumulasi kekayaan amat besar negeri ini yang lalu menjadi sah secara hukum yang akan tetap memberikan pengaruhnya dalam jangka panjang dalam bidang politik maupun ekonomi terutama melalui apa yang disebut money politics, dengan politik kekuatan uang alias politik menyogok, menekan, mengancam dan meneror yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya kekerasan rezim Orba. Kekayaan mereka itu setidaknya sebesar 6 miliar dollar AS saat Suharto jatuh, hampir setara dengan 600 triliun rupiah. Sedang realisasi APBN Perubahan 2006 untuk belanja negara sebesar Rp 508 triliun, artinya Suharto ditambah kroninya mampu membeli negeri ini. Situasi mutakhir Sang Jagal yang Bapak Koruptor memperoleh hadiah Rp 1 triliun dari Mahkamah Agung RI dalam perkaranya dengan majalah Time, diikuti pentahbisan dirinya sebagai penjarah kekayaan negara kelas hiu nomor wahid di dunia dari StAR (Stolen Assets Recovery) Initiative PBB. Kita ikuti
seruan penyair Wiji Thukul, Hanya ada satu kata: Lawan! (Petikan dari naskah belum terbit).
Prof Teuku Jacob mendaftar ulah kekejaman manusia dengan kata kata lugas yang cukup
mencengangkan. Penyiksaan dan penganiayaan tahanan dan tawanan menunjukkan kebengisan yang tak terbayangkan, mulai dari mencambuk, mencabut kuku, menjepit ibu jari, melilit tubuh, membakar bagian badan, menyiram cairan panas, menjepit daging dengan jepitan membara, memotong urat, membuang, memperbudak, memenggal kepala, menggantung, melempar dari tempat tinggi, mencekik, membenamkan, mengubur hidup hidup, mencincang, sampai membunuh atau memperkosa anggota keluarganya di depan mata, menjemur, tidak memberi makan, menyeret dengan kuda, membakar dalam unggun api, dan sebagainya... sebagian besar dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyatnya sendiri. Begitu sulit dipercaya bahwa ulah kekejaman seperti itu dilakukan juga oleh rezim militer Orde Baru terhadap musuh politik mereka atas nama suatu gagasan yang begitu tinggi dan mulia, yaitu Pancasila! Malahan rezim ini masih menggenapi khasanah
penyiksaan dan pembunuhan dengan penemuan baru mereka: memasukkan tahanan politik hidup hidup ke dalam luweng atau sumur alam yang amat dalam, memasukkan ke dalam kapal bobrok dan menenggelamkannya, meneggelamkan hidup hidup tahanan dengan beban besi atau batu, menyiram gua dan ruba tempat persembunyian dengan bensin dan membakarnya dan melemparkan alat peledak, menyetrom kemaluan laki wanita saat mereka dipaksa bersetubuh, dan tindakan keji lain yang sulit diterima akal sehat dan akal normal dan sulit dipercaya oleh masyarakat beradab. Dan hebatnya rezim ini berusaha keras untuk menghapusnya dari memori orang banyak dengan segala macam cara termasuk memalsu sejarah dan menggantinya dengan memori rekayasa, Pancasila sakti.
Perburuan dan pembantaian orang PKI dan yang disangka PKI dan seluruh pergerakan kiri sering dimulai dengan apa yang disebut sebagai penemuan manuscript manuscript di kantor atau tokoh PKI atau organisasi yang lain mengenai daftar hitam tokoh tokoh lawan PKI yang hendak dibunuh. Di samping itu juga adanya manuscript yang berisi rencana rencana gelap dan jahat yang lain. sesudah 1 Oktober 1965 dan sepanjang tahun 1966, koran dan penerbitan di negara kita penuh dengan berita segala macam kekejian dan
kekotoran PKI ditambah ormasnya sampai dengan yang paling ganjil dan tidak masuk akal,
sudah memicu histeria nasional dan histeria bangsa sebagai landasan subur untuk
melakukan pembasmian terhadap mereka. Tidak selembar pun manuscript seperti itu pernah diajukan di suatu pengadilan. Dalam telegram No. 868 kepada Kemlu AS pada tanggal 5 Oktober 1965, sore hari sesudah menghadiri pemakaman para jenderal di Kalibata, Dubes AS Marshall Green memaparkan mengenai petunjuk dasar dalam membantu rezim militer di negara kita agar benar benar dijaga kerahasiaannya. Pentingnya disebarkan dongeng kesalahan dan pengkhianatan PKI dan kebiadabannya, sesuatu yang bersifat amat mendesak. Kedubes Inggris di Jakarta menghubungi kantor besar dinas rahasia mereka di Singapura mengenai langkah langkah yang perlu segera diambil menghadapi perkembangan situasi di negara kita . perang urat syaraf alias perang penyesatan terhadap lawan untuk merongrong dan melemahkan PKI. Tema propaganda berupa kisah kebiadaban PKI dalam
pembunuhan para jenderal dan puteri Jenderal Nasution, bahwa PKI agen asing. Hal hal itu harus dilaksanakan dengan halus, seolah sama sekali tidak melibatkan Inggris, bahan seperti itu sebaiknya dikirim dari Pakistan atau Filipina sebagai tercantum dalam telegram rahasia kedubes Inggris No.1835 6 Oktober 1965.
Sebagai spesialis propaganda Norman Reddaway dipilih oleh Dubes Inggris Gilchrist sebagai orang terbaik untuk pekerjaan kotor itu. Selanjutnya sang spesialis antara lain memanfaatkan jalur koresponden BBC Asia Tenggara, Roland Challis. Ia meminta sang koresponden melakukan apa saja untuk merusak dan menghancurkan Sukarno, di samping PKI dan mendukung Jenderal Suharto dengan menyiapkan manuscript manuscript
untuk dimanfaatkan olehnya. sebab sang koresponden tak bisa masuk ke negara kita
sampai pertengahan 1966, maka ia memakai sumber sumber MI6 yang agen agennya mondar mandir keluar masuk negara kita . Dalam berita berita yang ditulisnya tak satu pun menyinggung adanya pembantaian ribuan orang di negara kita , yang ada perang saudara dan gerombolan komunis bersenjata. Berita itulah yang muncul dalam koran koran Inggris The Times, Daily Telegraph, Observer, dan Daily Mail. Robert J Martens, seorang agen CIA dengan jabatan Perwira Politik pada Kedubes Amerika di Jakarta sudah berhasil menyusun daftar terpilih terdiri atas 5.000 orang kader PKI dari tingkat pusat sampai pedesaan ditambah organisasi massanya dengan rincian jabatannya. Daftar itu dibuat selama dua tahun (1963 1965) dengan bantuan para pegawai CIA sebagaimana yang dibenarkan oleh Joseph Lazarsky, Deputi Kepala CIA di Jakarta. Selanjutnya diadakan kesepakatan dengan perwira intelijen Kostrad Ali Murtopo, secara berkala yang bersangkutan melaporkan siapa siapa dari daftar itu sudah ditangkap dan
siapa siapa sudah dibunuh. Kostrad menjadi pusat pemantauan terhadap laporan pihak
militer dari seluruh penjuru mengenai penangkapan dan pembunuhan terhadap kaum
komunis dan golongan kiri lain. Demikian tulis Cathy Kadane dalam San Fransisco
Exeminer, 20 Mei 1990. Penghancuran terhadap PKI dan seluruh pergerakan kiri pertama yaitu membasmi secara fisik para anggota dan pendukungnya. Basmi sampai akar akarnya, itulah yang terus menerus diserukan baik oleh Jenderal Suharto maupun Jenderal Nasution dan para
pengikutnya. Kekuasaan, dan segalanya ada di bawah laras senapan. pertama perlu diingatkan bahwa segala macam aksi terhadap pergerakan kiri dan pendukung sukarno yang lain yang antara lain diketuai oleh KAP (Komite Aksi Pengganyangan) Gestapu, memperoleh dana dari kekuatan asing yang selalu disebut oleh sukarno dengan Nekolim. Resminya badan ini didirikan oleh tokoh NU Subchan ZE bersama Harry Tjan,
namun di baliknya beberapa perwira Kostrad dengan Brigjen Sucipto sebagai pemrakarsa.
Pemerintah Amerika dengan CIA nya mendukung dana sebesar Rp50 juta [saat itu setara dengan US1,2 juta] yang diberikan lewat tangan Adam Malik sebagaimana yang dimintanya. Meskipun jumlah bantuan itu berdasar keterangan saksi CIA relatif kecil, namun cukup berarti untuk kegiatan badan ini. Di pihak lain bantuan ini akan dapat meningkatkan pamor Adam Malik (CIA 2001:379 380), ini berarti pamor sang kancil sudah dibeli dengan dollar. Pada 17 Oktober 1965, pasukan elite RPKAD di bawah Kolonel Sarwo Edhi, lulusan
sekolah staf AD Australia, berada di basis PKI segi tiga Boyolali Klaten Sala dengan misi dengan cara apa pun untuk menghancurkan basis itu. saat disadari bahwa jumlah pasukan tidak mencukupi untuk misi , maka Kami memutuskan untuk menggalang barisan anti komunis untuk membantu misi ini . Di Sala kami mengumpulkan para pemuda kelompok nasionalis dan Islam. Kami memberikan latihan selama dua tiga hari,
lalu mengirimkan mereka untuk membantai kaum komunis , demikian kata Sarwo Edhi. Hal ini berlanjut pada akhir Oktober dan permulaan November 1965 di Jawa Timur dan pada Desember 1965 dan permulaan 1966 di Bali.
Dalam penyelidikannya mengenai pembantaian di Jawa Timur, terutama di daerah Kediri,
sejarawan Hermawan Sulistyo menemukan bahwa para perwira tertinggi [AD] setempat
(Korem, Kodim), perwira intelijen, dalam derajat tertentu memulai pembantaian. lalu juga pimpinan partai politik dan tokoh setempat termasuk beberapa ulama berpengaruh.
Lapis selanjutnya yaitu organisasi seperti Ansor dengan Banser nya. Dalam beberapa
masalah , si pembunuh menjilati darah korban, meskipun hal itu dilarang oleh para kiai, namun
jalan terus. Dan dengan rasa kesetanan mereka membantai korban korban berikutnya.
Algojo kadang memotong alat kelamin korban, untuk menyebarkan teror. Di Sumatra Utara, pembunuhan pembunuhan sudah dimulai sejak 1 Oktober 1965. Brigjen Kemal Idris yang sedang bekerja di daerah itu mengambil inisiatif membersihkan wilayahnya dari orang komunis dalam radius 5 km dari pengkalan mereka di Tebing Tinggi. saat perintah datang dari Jakarta, ia sudah membunuh 20% buruh perkebunan
karet di Medan area. Dalam banyak masalah para kader dan aktivis komunis dibunuh ditambah seluruh keluarganya, agar di belakang hari tidak akan muncul pembalasan dendam atau retaliasi
Pendeknya pembunuhan menumpas sampai cindil kakak e, sampai bayi yang baru lahir.
Ini rupanya versi pelaksanaan perintah Jenderal Suharto dan seruan Jenderal Nasution
'menumpas sampai ke akar akarnya'.
Di banyak tempat terutama di Jawa Timur, sesudah dibunuh beramai ramai mayat mereka
ditinggalkan begitu saja berserak di berbagai tempat sampai berhari hari tak seorang pun
berani mengurusnya. Atau mayat mayat itu beramai ramai diseret dilempar ke sungai.
memperoleh laporan kondisi itu Presiden Sukarno dalam pidatonya pada 18 Desember
1965 mengutuk pembunuhan pembunuhan dan mengingatkan akan perintah agama mengenai soal merawat jenasah. Di Bali ribuan orang komunis atau yang disebut komunis diburu dan dibunuh . Ribuan anak anak dan wanita diusir dari desa mereka, lalu desa itu diluluhlantakkan dengan api. Dari tengah malam yang satu ke tengah malam yang lain, api menyala di banyak desa di Bali, menghancurkan pemukiman ditambah penghuninya dalam kuburan massal. Adakah desa desa yang hancur itu lalu diresaikel. Seseorang bercerita bahwa di bawah hotel
Oberoi yang mewah itu sampai ke pantai terkubur 200 mayat mereka yang dibunuh . Mungkin berbeda dengan di Jawa, di Bali tempat tempat kuburan massal seperti itu dijadikan sasaran pemerintah Orba untuk mendirikan proyek proyek sebagai cara untuk menghilangkan jejak secara permanen. Konon beberapa tengkorak manusia sering ditemukan dalam proyek seperti itu, sesuatu yang biasa bagi orang Bali, dan mereka
mengetahui tengkorak macam apa itu. Hal ini tidak pernah diberitakan media massa [selama
rezim Orba, hs] Penjagalan Terhadap tahanan Politik Ratusan ribu orang ditahan dalam ratusan rumah tahanan dan penjara dan tahanan
darurat di seluruh Jawa, Sumatra, dan pulau pulau lain. Kata kata Jenderal Suharto,
Siapa yang akan memberi makan mereka, dilaksanakan dengan sebaik baiknya di
banyak tempat. Umumnya pada tengah malam hari puluhan atau ratusan tahanan, tergantung
pada kapasitas tahanan atau pun pada besarnya logistik yang dapat mereka siapkan berupa truk dan tenaga pembantai. Mereka dinaikkan truk truk untuk dipindah, namun tangan mereka dalam kondisi terikat. Sesampai di suatu tempat yang sudah ditentukan, maka lubang lubang besar sudah siap untuk menelan mereka selama lamanya, sesudah para pembantai beraksi serentak baik dengan senjata api mau pun senjata tajam. Sebuah kuburan massal. Mereka berasal dari penjara penjara Kalisosok Surabaya, Lowokwaru Malang, Banyuwangi, Madiun, Kediri, Tulungagung, Blitar, Sala, Sragen, Yogya, Wonosobo, Semarang, Ambarawa Nusakambangan dan dari banyak tempat tahanan lain termasuk Jakarta dan Bandung. pulau Kemarau terletak di tengah Sunga Musi. Di situ ada bangunan bekas tempat usaha penimbunan besi tua yang diubah sebagai tempat tahanan. Pada permulaan Maret 1966 para tahanan memperoleh jatah makan sekali sehari sebanyak tiga sendok. lalu makanan ini diganti jagung sebanyak 25 butir tiap kepala. Pada 1 Juni 1966 semua sel dikunci, selama 3 hari 3 tengah malam para tahanan tidak diberi makan maupun minum. Maka satu per satu mereka menjadi tengkorak dan mayat. Mayat ditumpuk jadi satu
disusun selang seling kepala dan kaki, lalu dibungkus karung dan diikat. Dengan diganduli
besi, karung karung ini dibuang ke Sungai Musi. Kejadian ini berlangsung hampir sebulan lamanya. Dari seluruh penjuru Jawa Tengah dan Timur, ribuan tahanan Politik diangkut ke penjara penjara Nusakambangan, mencapai 10.000 orang. Di samping yang mati kelaparan dan penyakit, maka tiap tengah malam berpuluh tahanan Politik dibawa ke Pasir Putih di bagian barat pulau untuk dibunuh dan dikubur secara massal. Selama 1966 1969 jatah makanan begitu buruknya, tiap orang menunggu kematian.
Yang sangat umum terjadi selama 1965 sampai 1969 yaitu sangat buruknya jatah makanan dan kesehatan di seluruh tahanan dan penjara, di banyak tempat hampir tanpa layanan medis apa pun. Satu satunya pengecualian yaitu rumah tahanan Nirbaya, tempat beberapa menteri ditahan. Tak aneh jika segala macam penyakit dari hongerudim, tifus, tbc melanda para tahanan Politik . Ribuan orang dibunuh secara perlahan
lahan dengan cara ini. Selama tahun 1967/68 di penjara Kalisosok Surabaya, puluhan orang meninggal setiap harinya, sedang di Nusakambangan rata rata 20 orang tiap
harinya. Kembali ribuan orang ditangkap sesudah operasi Trisula di Blitar Selatan. Pendeknya pembunuhan massal sudah terjadi di banyak tahanan dan penjara. Inilah praktek dari perikemanusiaan yang adil dan beradab model Orde Baru. Para tahanan Politik yang selama bertahun tahun dibuat lapar dan menderita busung lapar dan berbagai penyakit lain itu secara ironis pada setiap tahun nya menjelang puasa diajari oleh ulama yang didatangkan dari dunia bebas, mengenai pentingnya berpuasa, menahan lapar, menahan nafsu... Demikian Pramoedya mencatat pengalamannya
Sasaran pembunuhan yang sudah direncanakan di samping tokoh PKI dari puncak sampai ke akar rumput, juga termasuk kader dan aktivis semua lapisan organisasi massanya. Di samping itu ada target khusus yang lain berupa kaum intelektual dan tokoh yang duduk di pemerintahan seperti walikota, bupati, juga guru, seniman, kepala
desa . yang dianggap komunis atau simpatisan komunis. Nampaknya target tertentu ini benar benar sudah direncanakan dengan matang sesudah analisa mendalam mengenai
kemungkinan hari depan komunisme di negara kita . Mungkin sekali hal ini ada kaitannya
dengan daftar maut CIA seperti ini di atas yang dimasak oleh dapur intelijen Jenderal Suharto. Pemilihan target ini dilakukan baik dengan pembunuhan secara langsung maupun
ditujukan bagi mereka yang sudah mendekam di ratusan kamp tahanan dan penjara. maka rezim militer Orba hendak memastikan bahwa tidak ada peluang lagi bagi kemungkinan kebangkitan mereka. Sebagaimana tak henti hentinya dicanangkan oleh Jenderal Suharto dan Jenderal Nasution yang diikuti oleh media massa, 'pembasmian kaum komunis dan komunisme sampai ke akar akarnya'. Dan yang mereka maksud dan mereka laksanakan pertama yaitu pembasmian fisik. Selanjutnya diikuti oleh
penghapusan dan rekayasa memori sosial dengan penghancuran segala macam manuscript tasi, buku, perpustakaan, dan karya budaya dan intelektual yang lain sebagai bagian dari vandalisme. sebab itu betapa tidak masuk akalnya jika pembunuhan itu terjadi secara spontan tanpa perencanaan matang. Biarlah pembantaian itu berjalan terus, toh yang dibunuh orang komunis! Begitulah standar ganda perikemanusiaan dan hak asasi manusia yang dianut rezim Barat yang mereka terapkan sebagai yang sudah dianut jurnalisme majalah Time dalam artikel 'Vengeance in Smile' pada 15 Juli 1966 yang melukiskan pembantaian massal itu sebagai Kabar paling bagus bagi Barat selama bertahun tahun di Asia , The West's best news for years in Asia. Celakanya standar ganda seperti ini pun masih terus hidup di negara kita sebagai hasil gelombang fitnah tak berkesudahan termasuk lewat buku pelajaran sejarah dan usaha cuci otak yang terus menerus dilakukan rezim Orba selama 32 tahun , dalam beberapa hal bahkan sampai saat ini, sering tanpa sadar dianut oleh jutaan rakyat negara kita termasuk beberapa kecil intelektualnya. Untuk meletakkan nilai nilai perikemanusiaan yang adil dan beradab sesuai dengan Pancasila dan ajaran semua agama, diperlukan daya usaha yang terus menerus tiada kenal lelah dari semua yang memiliki kesadaran dan kemauan baik dengan memerangi standar ganda ini di atas. Untuk itu diperlukan waktu, mungkin setidaknya setara dengan waktu bercokolnya rezim militer Orba Suharto atau lebih.
Menyebarkan nilai luhur sekaligus memerangi kejahatan memerlukan waktu dan daya usaha jauh lebih besar dibandingkan kebalikannya. jika terorisme didefinisikan sebagai ancaman, penistaan dan pembantaian terhadap penduduk sipil dalam jumlah amat besar dalam waktu pendek, terhadap mereka yang tidak mengetahui menahu urusannya, tidak memiliki kemampuan melawan atau membela diri sendiri ditambah keluarganya dan tanpa peluang menyelamatkan diri, maka ini merupakan terorisme paling hebat dan mengerikan di jaman modern, terorisme yang dilakukan oleh negara. (Dipetik dari Harsutejo, Sejarah Gelap G30S revisi). beberapa petinggi militer, sebagai yang pernah ditulis Jnderal Yasir Hadibroto yang membanggakan diri sebagai eksekutor DN Aidit, saat itu (1965 1966) merupakan kondisi perang . Selanjutnya beberapa pelaku dan penulis pendukung Orba seperti
Sulastomo, Fadly Zon, Mayjen Samsudin, menggambarkan seolah olah saat itu dalam
kondisi membunuh atau dibunuh . Itu semua bohong dan tidak ada buktinya, sekedar
usaha mengelakkan tanggungjawab, agar pembantaian itu sah adanya. Apa ada situasi
membunuh atau dibunuh di kamp tahanan dan penjara sebagai yang dipropagandakan
untuk penyesatan oleh pendukung rezim Orba, agar pembunuhan massal itu dapat diterima sebagai kewajaran. Meski kondisi politik tegang namun situasi relatif aman sebagai yang direkam buku yang populer disebut Cornell Paper yang disusun berdasarkan berita koran Orba sampai
dengan Desember 1965, sebab nya laporan Benedict Anderson dan Ruth McVey ini dinamainya A Preliminary Analysis of the October 1, 1965 Coup in negara kita , 1971. Fakta fakta yang terhimpun dalam buku ini didukung dan dilengkapi dengan fakta fakta berupa sejarah lisan dari berpuluh puluh narasumber mereka yang mengalami langsung pada 1965/1966 yang antara lain terekam dalam buku John Roosa cs (ed), tahun yang Tak pernah Berakhir, , 2004 dan HD Haryo Sasongko, Korupsi Sejarah dan Kisah Derita Akar Rumput, 2005. Pembunuhan itu dilakukan dengan senjata senapan oleh pasukan militer, juga dengan memakai golongan anti komunis yang termakan propaganda hitam dan
rakyat yang dipaksa dan melakukannya baik dengan senjata api maupun senjata tajam,
termasuk dengan bambu runcing. Apa pun pembicaraan mereka, termasuk mencoretnya dari buku buku sejarah yang diajarkan di sekolah, pembunuhan massal terhadap rakyat tidak berdosa itu merupakan kejahatan berat terhadap kemanusiaan yang tidak akan dapat dilupakan
dengan Jenderal Besar (Purn) Suharto sebagai pelaku tertingginya. Pemimpin Muda yang Enerjetik Sudah sejak muda, sejak jaman penjajahan Belanda, Aidit dalam umur belasan tahun sudah ikut dan dalam pergerakan melawan penjajahan dalam berbagai bentuknya. Sudah sejak muda juga ia gemar membaca dan tertarik pada marxisme. Di masa revolusi fisik ada sebutan populer di kalangan kaum kiri, mabuk marxisme dalam artian positif, giat belajar teori dengan membaca, berdiskusi dan berdebat dan kursus politik sejak masa pendudukan Jepang, dan menerapkannya dalam praktek perjuangan. Selanjutnya juga menuliskan berbagai gagasannya. Di Menteng 31 bersama banyak pemuda yang lain ia digembleng para pemimpin nasional. beberapa pemuda di antara mereka itu kemudian menjadi tokoh komunis, di
samping DN Aidit, di antaranya Wikana (salah seorang tokoh pemuda yang berperanserta
penting dalam penculikan sukarno dan Bung Hatta pada 15 Agustus 1945), MH Lukman, Sidik Kertapati . Jadi tidak benar jika sejarawan Prof Dr Brigjen Nugroho Notosusanto menyatakan kaum komunis tidak memiliki peranserta dalam Proklamasi 17 Agustus 1945, ini bagian dari pemalsuan sejarah. Pada usia 28 tahun pada 1951 Aidit menjadi pemimpin tertinggi PKI bersama MH Lukman dan Nyoto. Pada 1952, setahun sesudah kepemimpinannya, anggota PKI terdiri dari 8.000 orang. namun pada 1964 mereka sudah menghimpun jutaan anggota. Dalam pemilu demokratis pertama pada 1955 PKI keluar sebagai partai terbesar keempat, dalam pemilu di Jawa pada 1957 PKI meningkat sebagai partai terbesar pertama. Ini sungguh suatu
prestasi luar biasa yang dicapai para pemimpin PKI muda usia. Oleh sebab nya pihak pimpinan AD tidak menyukai pemilu seperti itu. Sebelum tragedi 1965 PKI mengklaim memiliki 1000 anggota dengan 1 juta pengikut dan simpatisan, di antaranya terhimpun dalam organisasi massa. PKI menjadi partai komunis terbesar di luar kubu sosialis. maka Aidit menjadi tokoh komunis internasional yang suaranya tidak dapat
diabaikan oleh kawan maupun lawan. Namanya berkibar dalam iklim perang dingin antara
blok kapitalis dengan blok komunis, perang ideologi antara komunis murni dan komunis
revisionis , persaingan dan perkelahian antara blok Partai Komunis Uni Soviet (PKUS)
dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Dalam perselisihan ideologi ini PKI di bawah
pimpinan Aidit cs berusaha bersikap netral secara politik. Sebagai partai massa PKI memiliki disiplin tinggi, keanggotaannya diatur secara berjenjang yang dimulai dengan calon anggota sebelum seseorang diterima sebagai anggota penuh yang didampingi seorang pembina. Hal itu di antaranya didasarkan pada ideologi seseorang dan pengalaman perjuangan dan kontribusinya terhadap Partai. Dengan kriteria seperti itulah seseorang dapat menduduki kepengurusan Partai maupun jabatan dalam pemerintahan sesudah kemenangan pemilu. Untuk hal hal penting seperti
di atas, butir kredit buat pemimpin kolektif tertinggi PKI, utamanya pada tokoh Aidit. Pemimpin muda ini sangat dinamis, berani, bergerak cepat, dengan daya tahan fisik dan mental luar biasa, bisa jadi beberapa teman temanya terkadang tertinggal dengan geraknya. Di samping itu ia pun tak lupa menekankan akan pentingnya kesabaran revolusioner dalam perjuangan jangka panjang.
Teori Kudeta, Retorika Revolusi Aidit berada dalam rombongan delegasi Indonesa keluar negeri dalam rangka KAA di Aljazair yang gagal pada akhir Juni 1965, sebab kudeta Kolonel Boumedienne terhadap Presiden Ben Bella yang baru saja terjadi. Delegasi melanjutkan perjalanan ke Paris,. di kota ini Aidit bertemu dengan 6 orang kameradnya pelarian dari Aljazair. Ia
menyarankan mereka kembali ke negerinya untuk mendukung Kolonel Boumedienne. Kudeta itu disebutnya sebagai kudeta progresif. Jika kudeta itu didukung oleh paling tidak 30% rakyat maka hal itu dapat diubah menjadi revolusi rakyat. Demikian kata Aidit sebelum bertolak ke Moskow. mungkin ia pun mengambil model Revolusi Oktober 1917 yang digerakkan Lenin dan Trotsky berupa pengambilalihan kekuasaan dengan kekuatan militer. meski begitu banyak pihak di kalangan kaum komunis yang tidak setuju
dengan teori baru ini, dikatakan sebagai bertentangan dengan teori marxis. Konon hal ini
juga menjadi perdebatan di Moskow. Perkembangan politik di tanahair yang relatif damai saat itu dengan arus pokok berpihak kepada PKI. Dalam bulan Agustus 1965, koran PKI Harian Rakjat memuat pernyataan Aidit berupa isyarat yang mengatakan biarlah mangkok, piring, gelas berpecahan untuk kepentingan
revolusi. Pada 9 September 1965, di depan sukwati Deppen Aidit menyatakan kaum
revolusioner bagaikan bidan dari masyarakat baru yang hendak dilahirkan, sang bayi pasti
lahir dan misi mereka untuk menjaga keselamatannya dan agar sang bayi cepat menjadi besar. Hal ini disambut dengan pernyataan petinggi PKI yang lain, Anwar Sanusi, tanah air sedang hamil tua. Sementara itu serangkaian sidang Politbiro dan Politbiro yang diperluas selama bulan Agustus dan September 1965 membicarakan mengenai sakitnya Presiden
Sukarno dan rencana pukulan dari pihak Dewan Djenderal (DD) saat sukarno tak lagi dapat
menjaga keseimbangan politik. Selanjutnya dilaporkan oleh Aidit adanya beberapa perwira
maju yang hendak mendahului guna mencegah kudeta DD. Sangat menarik pesan Aidit kepada kedua adiknya, Sobron Aidit dan Asahan Aidit yang bertemu di Beijing dalam bulan Agustus 1965. ...Dan juga ingat, sementara ini, mungkin
bertahun tahun ini, jangan dahulu memikirkan pulang ! ...tanahair dalam kondisi gawat dan
semakin akan gawat... . ...kita ini dalam kondisi ancaman... dari pihak tentara... Angkatan Darat. Sedang kepada Asahan sesudah mengetahui adiknya baru akan pulang setahun lagi, ia menyatakan sayang sebab ia takkan dapat ikut revolusi. Revolusi tidak akan menunggumu. Dalam dua catatan dari dua orang berdasarkan ingatan sesudah sekian puluh tahun berlalu itu secara implisit mengandung persamaan penting yaitu disebut akan terjadinya sesuatu yang gawat, malah yang ke dua disebut sebagai revolusi.
Sementara itu selama bulan September 1965 terjadi juga serangkaian pertemuan beberapa
perwira militer (Letkol Inf Untung, Kolonel Inf Latief, Mayor Udara Suyono, Mayor Inf Agus
Sigit, Kapten Art Wahyudi) yang juga dihadiri oleh Ketua Biro khusus sentral (BC) PKI Syam
ditambah pembantunya Pono. pergerakan ini berlanjut dengan penculikan dan pembunuhan 6
orang jenderal AD dan seorang perwira pertama pada dini hari 1 Oktober 1965 oleh pergerakan militer yang menamakan dirinya pergerakan 30 September sesuai dengan apa yang
diumumkan oleh RRI Jakarta pada pagi harinya.
Diculik atau Dijemput untuk Memimpin pergerakan , Dalam salah satu kesaksiannya dr Tanti Aidit, pada 30 September 1965 tengah malam hari DN Aidit, suaminya, diculik tentara. Murad Aidit yang juga sedang berada di rumah yang sama tidak memberikan gambaran kecuali dibawa dengan mobil oleh orang yang tidak kukenal bersama ajudannya Kusno. Memori seorang anak berumur 6 tahun , Ilham Aidit, agaknya lebih jernih, Ibunya membentak dua orang berseragam militer warna biru di depan rumah (Tempo 7 Okt.2007:76). Salah seorang yang menjemputnya ialah Mayor Udara Suyono
(dengan seragam AU warna biru) dan membawa bawa DN Aidit ke lingkungan PAU Halim. Di
Halim ia lalu ditemui oleh Ketua BC PKI Syam.
Apakah Aidit diculik bersama pengawalnya, Itu mokal, tidak ada adegan kekerasan di
rumahnya di Jl. Pegangsaan, ia pun lalu bebas pergi ke Yogya bersama pengawalnya dengan pesawat pada tengah tengah malam 2 Oktober 1965. Apa itu sesuai dengan kehendak dan rencana dirinya, Ini sulit dijawab sebab terbukti segala rencana dilakukan oleh Ketua BC Syam, ia toh pembantu Ketua PKI Aidit. Apakah dia tidak mengetahui rencana G30S, Mokal jika dia tidak mengetahui , bisa saja pengetahuan dirinya lalu
dimanipulasi oleh Syam. Apalagi jika kita hubungkan dengan teori Aidit mengenai kudeta
ini di atas, lalu retorika oleh Letkol Untung (yang mungkin sekali sekedar wayang), di baliknya lagi lagi Ketua BC Syam. Apa Syam pun bukan sekedar beberapa petinggi PKI selama bulan Agustus dan September 1965 dan topik beberapa sidang Politbiro dan pesannya kepada kedua adiknya di Beijing. Apakah dia memimpin G30S, Ini tidak ada buktinya, sebab yang terbukti pergerakan ini di lapangan dipimpin wayang, Dari mana Syam menerima segala instruksi, Lagi lagi ini sulit dijawab. Lebih banyak pertanyaan dibandingkan jawaban. Salah satu saksi kunci, DN Aidit sudah dilenyapkan dengan buru buru atas instruksi Jenderal Suharto, tentu dengan suatu alasan kuat. Ada kepentingan apa Jenderal Suharto menghendaki Aidit cepat cepat dibungkam, Adakah informasi yang dapat mencelakakan diri Suharto jika Aidit diberi kesempatan bicara di depan pengadilan, pengadilan sandiwara sekalipun, Saksi kunci yang lain, Jenderal Suharto, sudah melenyapkan banyak hal dan memanipulasi segala sesuatu. Apa yang bisa diharap dari kesaksiannya, Apa dia masih memiliki hati nurani untuk bicara yang sebetulnya terjadi saat belum pikun , Sementara
beberapa pelaku seperti Letkol Untung, Brigjen Suparjo, Mayor Udara Suyono dieksekusi
mati dengan segera maka Syam yang ditangkap pada 1967, dijatuhi hukuman mati pada 1968, berdasar keterangan saksi catatan resmi baru dieksekusi pada 1986. Dalam pengakuannya di depan Mahmillub pada 1967 1968, Syam menyatakan seluruh perbuatannya sebagai pelaksanaan instruksi Ketua PKI Aidit termasuk pengumuman dan dekrit yang disampaikan lewat RRI Jakarta berdasar keterangan saksi pengakuannya disusun oleh Aidit. Segala pengakuan Syam mengenai G30S boleh diberkata tidak dapat diperiksa dan dirujuk kebenarannya. manuscript G30S yang diumumkan pada 1 Oktober 1965 yang terdiri dari pengumuman Letkol Untung, Dekrit No.1, Keputusan No.1 dan Keputusan No.2, rendah mutu politiknya. Dalam pengumuman pertama bernada emosional. Sulit dipercaya manuscript seperti itu disusun oleh seorang Aidit, seorang pemimpin politik yang sudah malang melintang secara nasional dan internasional, pemimpin komunis kaliber dunia.
manuscript itu bertentangan dengan politik front nasional yang mati matian diperjuangkan
oleh pimpinan PKI. Terlebih lagi manuscript itu menafikan persekutuannya dengan Presiden
Sukarno, kekuasaan negara diambilalih oleh Dewan Revolusi, kabinet Presiden Sukarno
didemisionerkan. Apa mungkin Aidit mengubah dasar politik PKI dalam setengah malam pada
saat sukarno masih segar bugar, Pendeknya manuscript manuscript ini menyerimpung politik
PKI saat itu. Tidak ada pihak di lingkungan PKI [setidaknya yang pernah saya ketahui ], di dalam
maupun di luar negeri yang meragukan kesahihan manuscript Kritik Otokritik (KOK) Politbiro
CC PKI, terlepas di mana dan siapa saja penyusunnya. Sesuai dengan namanya,
manuscript ini disusun oleh Politbiro CC PKI dengan beberapa anggota yang pada akhir
1965 masih hidup sebagai buron rezim militer. Dewasa ini masih ada saksi hidup dalam
hal proses penyusunan manuscript ini. Selanjutnya ada manuscript lain berupa pembelaan yang dibacakan Sudisman di depan Mahmillub pada 21 Juli 1967 yang diberi judul Uraian Tanggungjawab. Dari tangan Sudisman masih ada satu manuscript lagi berupa pernyataan politik (yang belum selesai ditulis) sebelum ia dieksekusi mati beberapa bulan sesudah Oktober 1968. Sejauh ini juga belum ada pihak yang meragukan kesahihan manuscript yang disusun oleh orang nomor satu PKI ini sesudah dibunuhnya DN Aidit, Nyoto dan MH
Lukman [sekali lagi setidaknya yang pernah saya dengar]. Dalam pembelaannya Sudisman dengan tegas mengakui Saya pribadi terlibat dalam
G30S yang gagal. Adakah ini berarti Sudisman atau Aidit terlibat langsung pada operasional pergerakan militer G30S, setidaknya memberikan arahan politik, Tidak ada bukti yang mendukungnya. Di bagian lain Sudisman juga dengan tegas menyatakan tokoh tokoh PKI, [maksudnya pemimpin teras PKI, hs].... terlibat dalam G30S, namun PKI sebagai Partai tidak terlibat.... Mari kita cermati, Sudisman memisahkan antara pimpinan teras PKI dengan partai bernama PKI, artinya memisahkan pimpinan itu dengan jutaan anggota dan puluhan juta massa PKI. Bukankah di sini antara lain letak kesombongan pimpinan PKI, sejak kapan pimpinan PKI harus dipisahkan dengan Partai nya, anggota dan massanya, melangkah sendiri tanpa keterlibatan anggota dan massa pendukung, Ataukah kata kata Sudisman ini sekedar usaha terakhir untuk menyelamatkan Partai yang dia ketahui sudah berantakan, Instruksi yang dibawa para utusan dari Jakarta atas petunjuk Aidit, dengarkan pengumumam RRI pusat dan sokong Dewan Revolusi [DR]. Dan itulah yang
dilakukan beberapa massa kiri di Yogyakarta pada 2 Oktober 1965 melakukan demonstrasi
yang kepancal kereta, saat pergerakan di Jakarta sudah berhenti sehari sebelumnya dan situasi sudah berada dalam genggaman Jenderal Suharto. Instruksi untuk mendukung DR
tidak dijalankan di tempat lain. Sudisman juga menyatakan, Dalam mengatur pergerakan sangat diperlukan di samping keberanian adanya kepandaian revolusioner dalam menentukan waktu yang tepat dan memimpin pergerakan . Faktor faktor ini tidak dipenuhi oleh G30S sehingga memicu kegagalannya. Ditambah lagi pergerakan itu terpisah sama sekali dari kebangkitan massa. Dapat dikatakan berdasar keterangan saksi Sudisman secara implisit, setidaknya secara politik, G30S dipimpin oleh para petinggi PKI yang terpisah dari massa anggota dan pendukungnya, Selanjutnya Sudisman menghubungkan hal ini dengan kelemahan dan kesalahan PKI di bidang ideologi, politik dan organisasi sebagaimana dibahas dalam KOK. Ada
keterangan menarik, saat Aidit baru saja sampai dari Jakarta, ia mengatakan, Wah celaka, kita ditipu oleh Suharto. Demikian yang diceritakan oleh seseorang yang pernah bekerja di kantor CC PKI. Sayang keterangan ini tidak dapat dirujuk silang dengan narasumber lain yang memadai.
saat PKI dan seluruh organisasi massa pendukungnya diobrak abrik oleh pasukan militer
Jenderal Suharto dengan dukungan massa kanan, maka ada instruksi dari pimpinan PKI yang tersohor di kalangan anggota bawah, yaitu apa yang disebut defensif aktif.' Suatu istilah yang tidak dikenal dalam yargon mereka, instruksi kabur yang membingungkan tanpa keterangan jelas. Umumnya mereka menafsirkan sebagai selamatkan diri, jangan melakukan perlawanan apa pun. sebab tidak ada lagi tempat untuk menyelamatkan diri dan berlindung maka berbondong bondonglah orang menyerahkan diri kepada musuh, sebagian dengan ilusi akan memperoleh perlindungan. fakta tiadanya perlawanan sebagai yang digembar gemborkan pimpinan PKI saat damai ini cukup mengejutkan
pihak pasukan Suharto dan para aktivis kanan. Maka tidak aneh jika sejarawan Jacques
Leclerc lalu menyebut PKI sebagai raksasa berkaki lempung. namun hampir dapat
dipastikan Leclerc akan menulis yang lain jika ia lakukan sebelum tragedi, terlebih jika ia menghadiri parade 45 tahun PKI pada 23 Mei 1965. Bagaimanapun PKI sebuah partai politik, tidak memiliki barisan bersenjata. Di pihak lain pimpinan PKI mengklaim memiliki pengaruh besar di kalangan angkatan bersenjata. Dalam fakta nya pengaruh ini tidak memiliki peranserta dalam memperkecil korban. beberapa batalion yang disebut merah yang ditarik dari Kalimantan dalam rangka konfrontasi, lalu dilucuti dan dijebloskan ke penjara. Pembersihan di kalangan angkatan bersenjata dilakukan bertahap dan sangat sistimatis. Sebagian besar pendukung sukarno terutama di kalangan angkatan bersenjata sampai akhir 1965 dan permulaan 1966 berharap sukarno akan segera memberikan perintah untuk menindak keras para pembangkang, Jenderal Suharto cs, sebelum mereka lebih merajalela dan menjerumuskan negeri ini. Itulah yang juga ditunggu pimpinan PKI untuk waktu tertentu, setidaknya suatu penyelesaian politik yang tidak kunjung tiba, sampai PKI hancurluluh. Sebagaimana diuraikan dalam KOK, pimpinan PKI tidak bertindak independen, namun menggantungkan diri pada Presiden Sukarno. Diukur dari ajaran sukarno maka apa yang sudah dilakukan Jenderal Suharto sepenuhnya sombong , kita tak dapat berharap yang lain dari dirinya. Para pemimpin lain yang memiliki kapasitas untuk melakukan perlawanan terhadap kegiatan berdarah Jenderal Suharto dan menghentikannya juga sudah sombong sebab praktis membiarkan Suharto
merajalela .Surat Terbuka Pramoedya Ananta Toer kepada Keith Foulcher Jakarta, 5 Maret 1985 , Surat 26 Februari 1985 saya terima kemarin, juga surat terbuka Achdiat K. Mihardja untuk
teman teman (sarjana) Australia yang dilampirkan. Terimakasih. Lampiran itu memang
mengagetkan, apalagi menyangkut nyangkut diri saya, dan tetap dalam kesatuan semangat
kaum manipulator pada taraf sekarang: membela diri dan membela diri tanpa ada serangan
sambil merintihkan kesakitannya masa lalu, yang sebetulnya lecet pun mereka tidak menderita
sedikit pun. Total jendral dari semua yang dialami oleh kaum manipulator dalam periode
terganggu kesenangannya, belum lagi mengimbangi penganiayaan, penindasan, penghinaan, perampasan dan perampokan yang dialami oleh satu orang Pram. sesudah mereka berhasil ikut mendirikan rezim militer, dengan meminjam kata kata dalam surat terbuka ini .: All forgotten and forgiven dan revisiannya: We've forgiven but not forgotten. Saya hanya bisa mengelus dada. kelicikan dan keangkuhan dalam paduan yang tepat, seimbang dengan kekecilan nyalinya dalam masa ketakutan. Dan Bung sendiri mengetahui , perkembangan sosial budaya politik
di sini negara kita bukan semata mata ulah perorangan, lebih banyak satu prosedur nasional
dalam memperoleh identitas nasional dan mengisi kemerdekaan. Tak seorang pun di antara
para manipulator pernah menyatakan simpati jangan bayangkan protes pada lawannya
yang dibunuhi, kias atau pun harfiah. Sampai sekarang. contohnya terhadap seniman nasional
Trubus. Japo[, ] Lampong. Apalagi seniman daerah yang tak masuk hitungan mereka. Di mana
mereka sekarang. Di mana itu pengarang lagu Genjer genjer, Soekarno mengatakan: Yo
sanak, yo kadang, yen mati m[, a]lu kelangan. Yang terjadi yaitu masih memakai suasana Jawa: tego larane, tego patine. Masalah pokok pada waktu itu sederhana saja: perbenturan antara dua pendapat; revolusi sudah atau belum selesai. Yang lain lain yaitu masalah ikutan dibandingkan nya. Saya sendiri berpendapat, memang belum selesai. Buktinya belum pernah muncul sejarah revolusi negara kita . sebab memang belum ada distansi dengannya. Belum merupakan kebulatan yang selesai. Maka para sejarawan takut. Malah kata revolusi nasional cenderung dinamai dan dibatasi sebagai perang kemerdekaan. pertikaian manipulasi dan pihak kami dahulu tidak lain cuma hanya sekedar soal polemik. Memang keras, namun tak sampai membunuh, kan, Kan itu memang satu jalan untuk memperoleh kebenaran umum, yang bisa diterima oleh umum, Bahwa pada waktu itu terjadi teror yang dilakukan oleh orang Lekra sebagaimana dituduhkan sekarang, betul betul saya belum bisa dipercaya kan. Beb Vuyk dalam koran Belanda menuduh: teror sudah dilakukan orang Lekra terhadap beberapa orang, antaranya Bernard IJzerdraad. Waktu ia datang ke negara kita dan
menemuinya sendiri, IJzerd raad menjawab tidak pernah diteror. Dan Beb Vuyk tidak pernah
mengkoreksi tulisannya. Beb Vuyk sendiri meninggalkan negara kita sesudah kegagalan pemberontakan PRRI Permesta, lalu minta kewarganegaraan Belanda. Mungkin ia merasa
begitu pentingnya bagi negara kita sehingga dalam usianya yang sudah lanjut merasa
berkepentingan untuk mendirikan menutup diri terutama untuk menyudutkan saya. pada hal
dalam polemik polemik ini . saya hanya memakai hak saya sebagai warganegara merdeka
untuk menyatakan pen dapat. Dan saya sadari hak saya. Seperti sering kali saya katakan:
kewarga negaraan saya peroleh dengan pergulatan bukan hadiah gratis. Dan apa sebetulnya kudeta gagal G 30S/PKI itu, Saya sendiri tidak mengetahui . Sekitar tanggal 24
bulan lalu saya menerima fotokopi dari seorang wartawan politik Eropa dari Journal of
Contemporary Asia, tanpa nomor dan tanpa tahun , berjudul: Who's Plot New Light on the
1965 Events, karangan W.F. Wertheim. Itulah untuk pertama kali saya baca uraian dari orang
yang tak berpihak. Juga itu informasi pertama sesudah 20 tahun belakangan ini. Rupa rupanya
sebab ketidakmengetahui an saya itu saya harus dirampas dari segala galanya selama 14 tahun 2
bulan + hampir 6 tahun tahanan kota (tanpa pernyataan legal), tanpa pernah melihat dewan
hakim yang mendengarkan pembelaan saya. Memang sangat mahal harga kewarganegaraan
yang harus saya bayar. Maka juga kewarganegaraan saya saya pergunakan semak simal mungkin. Itu pun masih ada saja orang yang tidak rela. Juga surat pada Bung ini saya tulis
dengan menjunjung tinggi kewarganegaraan saya. Sekarang akan saya tanggapi tulisan A.K.M. Ia tidak ada di negara kita waktu meletus peristiwa
1965 itu. namun saya sendiri mengalami. Saya akan ceritakan sejauh saya alami sendiri, untuk
tidak memicu terlalu banyak kesalahan.
Pada 1 Oktober 1965 pagihari saya dengar dari radio adanya pergerakan Untung. lalu berita
mengenai susunan nama Dewan Revolusi. Sebelum itu pengumuman naik pangkat para prajurit yang ikut dalam pergerakan Untung dan penurunan pangkat bagi mereka yang jadi perwira di atas letkol. Sudah pada waktu itu saya terheran heran, kok belum belum sudah mengurusi pangkat, Ini pergerakan apa, oleh siapa, Saya lebih banyak di rumah dibandingkan tidak. Kerja rutine ke luar
rumah yaitu dalam rangka menyiapkan Lentera dan mengajar pada Res Publika. Dan sangat
kadang kadang ke pabrik pensil di mana saya diangkat jadi penasihat. Jadi di rumah itu saja
saya ketahui beberapa hal yang terjadi dari suara suara luar yang datang. Mula mula datang
Abdullah S.P., itu penantang Hamka, waktu itu baru saja bekerja di sebuah surat kabar Islam
yang baru diterbitkan, dan yang sekarang saya lupa namanya. Ia mengatakan merasa tidak
aman dan hendak mengungsi ke tempatku. Saya keberatan, sebab memang tidak mengetahui situasi yang sebetulnya . Seorang pegawai tatausaha Universitas Res Publika datang ke rumah menyerahkan honor, dan mengatakan Universitas ditutup sebab kondisi tidak aman. Ia
menyerahkan honor lipat dari biasanya. Beberapa hari lalu datang pegawai dari pabrik pensil, juga menyerahkan honor, juga lipat dari biasanya, sebab pabrik dengan terpaksa ditutup, kondisi gawat. lalu datang seorang teman yang memberitakan, rumah Aidit dibakar, demikian juga beberapa rumah lain. Ia juga memberitakan mengenai cara massa bergerak. Mereka menyerang rumahtangga orang, lalu datang para tugas berseragam yang tidak melindungi malah menangkap yang diserang. Saya percaya Bung akan diperlakukan begitu juga, katanya. Soalnya apa dengan saya, tanyaku. Kesalahan bung, sebab bung tokoh. Itu saja, Tempatku di sini, kataku akhirnya. Seorang penjahit, yang pernah dibisiki larangan menjahitkan pakaian saya oleh tetangga anggota PNI penjahit itu juga tetangga menawarkan tempat aman pada saya nun di Brebes (jika saya tidak salah ingat). Saya ucapkan terimakasih. Mengherankan betapa orang lain dapat melihat, keamananku dalam ancaman. Seorang teman lain datang dan menyarankan agar saya lari. Mengapa lari, tanya saya. Apa yang saya harus larikan, Diri saya, dan mengapa, lalu datang seorang pengarang termuda yang saya kenal. Biasanya ia langsung masuk ke belakang dan membuka sendiri lemari makan. Ia tidak mengu langi kebiasaannya. Tingkahnya memicu kecurigaan. Saya masih ingat kata kata yang saya ucapkan
kepadanya: saya seorang diri dari dahulu , jika pengeroyok memang hendak datangi saya akan
saya hadapi seorang diri; tempat saya di sini.
kondisi makin lama makin gawat. Isteri saya baru dua bulan melahirkan. yaitu tepat bila ia
dan anak anak untuk sementara menginap di rumah mertua. Papan nama saya, dari batu
marmer, bertahun tahun hanya tergeletak, sengaja saya pasang di tembok depan dengan lebih dahulu memahat tembok. Sebagai pernyataan: saya di sini, jangan nyasar ke alamat yang salah. Di tempat lain isteri kedua mertua saya mengadakan selamatan untuk keselamatan saya. Sementara itu saya tetap tinggal di rumah menyiapkan ensiklopedi sastra negara kita . Dalam kondisi lelah saya saya beralih mempelajari Hadits Bukori. di tengah malam hari semua lampu saya padamkan dan saya duduk seorang diri di beranda. Teman saya hanya seorang, adik saya yang pulang ke negara kita untuk menyiapkan disertasinya , Koesalah Soebagyo Toer. lalu datang tanggal 13 Oktober 1965 jam 23.00. mengetahui mengetahui rumah saya sudah dikepung. Lampu pagar dari 200 watt waktu tegangan hanya 110, namun dapat dianggap terlalu mewah untuk kehidupan kampung saya nyalakan. Di depan pintu saya lihat orang lari menghindari cahaya. Mukanya bertopeng. Tangannya mem bawa pikar. tengah malam tengah malam , dengan topeng juga ,
langsung terpikir oleh saya, barang itu tentu habis dirampoknya dari rumah yang habis diserbu.
Saya mengetahui itu pikiran jahat. apa boleh buat sebab suara suara gencar memberitakan ke
rumah, pihak militer mengangkuti anak anak sekolah ke atas truk dan disuruh berteriak
teriak menentang Soekarno. Saya tidak pernah melihat sendiri. Saya percaya, sebab pelda
(atau peltu, ) yang tinggal di depan rumah saya, sudah dua tengah malam berturut turut bicara keras di gang depan rumah, bahwa militer memiliki politik sendiri, Soekarno sudah tidak ada artinya. Konon ia bekas KNIL. Malah pada tengah malam kedua ia buka mulut keras keras sambil mondar mandir, dan saya merasa itu ditujukan pada saya, rokok kretek saya cabut dari bibir dan saya lemparkan padanya. Terdengar ia melompat sambil memekik. Jadi jika saya memiliki pikiran
jahat seperti itu bukan tidak pada tempatnya. Nah, setiap lampu pagar saya matikan, muncul
gerombolan di depan pintu. Bila saya nyalakan lagi mereka lari. Jelas mereka muka muka yang
saya sudah kenal. Tak lama lalu batu batu kali tetangga samping, yang dipersiapkan untuk
membangun rumah, berlayangan ke rumah saya. Itu tidak mungkin dilemparkan oleh tenaga
satu orang. Paling tidak dua orang dengan jalan membandulnya dengan sarung atau dengan
lainnya. jika anak anak saya masih di rumah, terutama bayi 2 bulan itu, saya tak dapat
bayangkan apa yang bakal terjadi. Batu besar berjatuhan di dalam rumah menerobosi genteng
dan langit langit. Jadi benar benar orang menghendaki kematian saya. Saya ambil tongkat
pengepel dari kayu keras, juga mempersenjatai diri dengan samurai kecil (pemberian Joebaar
Ajoeb sekembalinya dari Jepang). Ini hari terakhir saya, di sini, di tempat saya. Saya mengetahui ,
takkan mungkin dapat melawan satu gerombolan, namun saya toh harus membela diri, Jalan
kedua untuk bertahan yaitu memberi gerombolan itu sesuatu yang mereka ingat seumur
hidup: kata kata yang lebih ampuh dari senjata.
Dengan suara cukup keras saya memekik: Ini yang kalian namai berjuang, jika hanya
berjuang aku pun berjuang sejak muda. namun bukan begini caranya. Datang ke sini pemimpin
kalian! Berjuang macam apa begini ini,
hIngar bingar terhenti. Juga lemparan batu. Tiba tiba sebongkah besar batu kali menyambar
paha saya dan melesat mengenai pintu depan yang sekaligus hancur. Lemparan batu menjadi
hebat kembali. Lampu pagar sengaja dihancurkan dengan lemparan juga.
Saya dengar suara: Mana minyaknya. Sini, bakar saja. namun saya dengar juga suara orang tua
tetangga sebelah kiri saya, seorang dukun cinta: jangan, jangan dibakar, nanti rumah saya ikut
terbakar. Tak lama lalu terdengar suara lagi: jangan lewat di tanah saya. Waktu saya lihat
ke dalam rumah adik saya sudah tidak ada. Rupanya ia meloloskan diri dari pintu pagar
belakang dan langsung memasuki tanah sang dukun cinta. Dan betul saja kata teman itu: lalu datang orang orang berseragam. Metode kerja yang kelak akan terus menerus dapat dilihat. Mereka terdiri dari polisi dan militer. Saya belum lagi sempat memakai tongkat dan samurai saya, mereka belum lagi memasuki pekarangan
rumah saya. Komandan militer operasi dan gerombolannya saya bukakan pintu. Mereka masuk dan langsung menyalahkan saya: sia sia melawan rakyat. Kontan saya jawab: Gerombolan, bukan rakyat. sesudah mereka memeriksa seluruh rumah ia berkata lagi: Siapkan, pak mari kami amankan, segera pergi dari sini. Saya berteriak memanggil adik saya. Dia muncul, entah dari mana. Dijanjikan akan diamankan, saya siapkan naskah saya Gadis Pantai untuk diselesaikan dan mesin tulis. Pada seorang polisi dalam team itu saya bertanya: kenal saya, Kenal,
pak. Tolong selamatkan semua kertas dan perpustaka an saya. di situ yaitu perkerjaan
sukarno (waktu itu saya belum sampai selesai menghimpun cerpen cerpen Bung Karno, dan korespondensi Soekarno Sartono Thamrin masih belum memadai untuk diterbitkan). Dia berjanji untuk menyelamat kan. Mereka giring kami berdua melalui gang. Gerombolan itu berjalan mengepung di samping dan belakang. Ada yang membawa bawa tombak, keris, golok, belati. Benar, alat negara itu tidak menangkap gerombolan penyerbu, malah menangkap yang diserbu. Dan sebanyak itu
dikerahkan untuk menumpas satu dua orang. Hebat benar membuat saat saat qua perjuangan. Sampai di sebuah lapangan gang jurusan belakang rumah, sebelum dinaikkan ke atas Nissan mereka ikat tanganku ke belakang dan menyangkutkan ke leher, sehingga rontaan
pada tangan akan menje rat leher. Tali mati. Bukan simpul mati yang diajarkan di kepanduan.
Tali mati. Macam ikatan yang dipakai untuk tangkapan yang akan dibunuh saat revolusi dahulu . Tentu saja saya menyesal akan mati dalam kondisi seperti ini. Lebih indah bila
dengan bertarung di atas tanah tempat saya tinggal. Melewati jembatan depan rumah sakit
umum pusat Koptu Sulaiman menghantamkan gagang besi stennya pada mataku. Cepat saya
palingkan kepala dan besi segitiga itu tak berhasil mencopot bola mata namun meretakkan
tulang pipi. Saya memahami kemarahannya, bukan padaku sebetulnya , namun pada atasannya, sebab tak boleh ikut memasuki rumah saya. Mereka bawa kami ke Kostrad, jika saya tidak keliru. Yang sedang piket yaitu seorang Letkol. Kami diturunkan di situ, dan pada perwira itu saya minta agar kertas manuscript tasi dan perpustakaan diselamatkan. jika Pemerintah
memang menghendaki agar diambil, namun jangan dirusak. Ia menyanggupi. Dari situ kami
dibawa memasuki sebuah kompleks perumahan yang saya tak mengetahui kompleks apa. Dari jendela nampak puncak emas Monas. lalu saya dapat mengenali rumah itu; hanya masuknya
tidak berkelok kelok melalui kompleks, namun langsung dari jalan raya, sebab pada 1955 di
ruang yang sama saya pernah menemui Erwin Baharuddin, bekas sesama tahanan Belanda di
penjara Bukitduri. Piket mengambil semua yang saya bawa di tangan, naskah dan mesin tulis, juga samurai yang tersisipkan dalam kaos kaki. Waktu ia tinggal seorang diri rolex saya dikembalikan, berpesan agar jangan kelihatan, sembunyikan baik baik. kami dipersilakan ke sebuah ruangan tempat di mana sudah menggeloyor di lantai beberapa orang. Seorang yaitu Daryono dari suatu SB (entah SB apa) dan seorang perjaka jangkung tetangga sendiri. Piket yang mengembalikan jamtangan itu memasuki ruangan tempat kami tergolek di lantai. Di sebuah papantulis besar tertulis dengan kapur: Ganyang PKI. Ia pergi ke situ dan menghapus tulisan itu sambil berguman: apa saja ini! Seorang bocah berpangkat kopral, bermuka manis, menghampiri dan menanyai ini itu. Saya tanyakan apa pangkatnya. Ia menjawab dengan pukulan dan tempeleng, lalu pergi. Kurang lebih dua jam lalu saya lihat Nissan patrol datang dan menurun nurunkan barang. Beberapa contoh ditaruh di atas meja di ruangan tempat kami menggeletak di lantai. Saya kenal benda benda itu: kartotik file saya sendiri, manuscript tasi potret sejarah, malah juga klise timah yang saya siapkan untuk saya pergunakan dalam jangka panjang. Saya jadi mengerti perpustakaan dan manuscript tasi saya, jerih payah selama lima belas tahun sudah dibongkar, 300 jilid buku dan beberapa ton koleksi suratkabar. Angka angka itu saya dapatkan dari sarjana perpustakaan yang sekitar dua tahun membantu saya. Tangkapan tangkapan baru terus berdatangan. Ada yang sudah tak bisa jalan dan dilemparkan ke lantai. lalu datang tangkapan yang langsung mengenali saya. Ia bertanya mengapa saya berlumuran darah. Baru waktu itu saya sadar kemejaku belang bonteng kena darah
sendiri, demikian juga celana, yang rupanya teriris batu kali yang dilemparkan. Dialah yang
bercerita, semua kertas saya diangkuti militer. Massa menyerbu dan merampok apa saja yang
ada, sampai sampai mangga yang sedang sarat berbuah digoncang buahnya. Tak ada satu
cangkir atau piring tersisa. Rumah bung tinggal jadi bolongan kosong blong.
Jangan dikira ada perasaan dendam pada saya; tidak. Justru yang teringat yaitu satu kalimat
dari Njoto, yang A.K.M. juga kenal: Tingkat budaya dan peradaban angkatan perang kita cukup
rendah, memprihatinkan, kita perlu meningkatkannya. Saya juga teringat pada kata kata lain lagi: jika kau memperoleh kebiadaban, jangan beri kebiadaban balik, jika mampu, beri dia
keadilan sebagai belasan. Dalam tahanan di RTM tahun 1960 saya memperoleh kata baru dari
dunia kriminal: brengsek. Sekarang saya dapat kata baru juga : di aman kan, yang berarti:
dianiaya, sama sekali tidak memiliki sangkut paut dengan aman dan keamanan. Sebelum itu saya
memiliki patokan cadangan bila orang bicara denganku: ambil paling banyak 50% dari
omongannya sebagai benar. Sekarang saya memperoleh tambahan patokan: jika yang
berkuasa berkata A, itu berarti minus A. Apa boleh buat, pengalaman yang mengajarkan. Di antara orang kesakitan di kiri dan kanan saya, di mana orang tidak bisa dan tidak boleh ditolong, terbayang kembali wartawan Afrika saya sudah tidak ingat dari Mali, Ghana atau Pantai Gading yang waktu naik mobil pertanyakan: Apa Nasakom itu mungkin, Apa itu bukan utopi, Saya jawab: di negara kita diperlukan suatu jalan. Setiap waktu bom waktu kolonial bisa meletus. Itu kami tidak kehendaki. Nampaknya Nasakom sebagai fakta masih dalam pembinaan. Dia berkata : jika Nasakom gagal, Bukankah itu berarti punahnya pemerintah sipil, sebab Nasakom tersapu, Jawasukarno u: Kami hanya bisa berusaha. Dia berkata lagi: jika Nasakom disapu, tidak akan lagi ada kekuatan nasionalis, agama maupun komunis! Dialog selanjutnya saya sudah tak ingat. Pagi itu itu diawali kedatangan serombongan wartawan Antara, tanpa sepatu, semua lututnya berdarah. Di antaranya paman saya sendiri, R. Moedigdo, yang saya tumpangi hampir 3,5 tahun saat pendudukan Jepang. Dia pun tak terkecuali. lalu saya dengar, mereka
baru datang dari tangsi CPM Guntur dan habis dipaksa merangkak di atas kerikil jalanan.
Menyusul datang power. Orang orang militer melempar lemparkan tangkapan baru itu dari atas
geladak dan terbanting ke tanah. Ruangan sudah penuh sesak dengan tangkapan baru, sampai
di gang gang. Itu berarti semakin banyak erangan dan rintihan. Di antaranya ada beberapa wanita. Sedang gaung dari pers yang menyokong militer sudah sejak belum ditangkap, tak henti hentinya memukul gendang untuk membangkitkan emosi rakyat terhadap PKI dan organisasi massanya: Gerwani di Lubangbuaya memotongi kemaluan para jendral dan melakukan tarian cabul dan seperti nya, tipikal buah pikiran orang yang tak pernah memiliki cita cita. Bulu kuduk berdiri bukan sebab tak pernah menduga orang negara kita bisa memicu kreasi begitu kejinya.
lalu datang waktu pemeriksaan. Saya dibawa ke ruang pemeriksaan, yang sepanjang jam, siang dan tengah malam diisi oleh raungan dan pekikan. Juga dari mulut wanita. Memang ruang yang saya masuki waktu itu tidak seriuh biasanya. Alat alat penyetrum tidak dikerahkan. Di pojokan seorang KKO bertampang Arab, hitam, tinggi dan langsing, dingan kaki bersepatu bot menginjak kaki telanjang yang diperiksanya. Dan di antara jari jemari pemuda malang itu disisipi batang pensil dan tangan itu lalu diremas si pemeriksa sambil tersenyum dan bertanya: Ada apa, Ada apa kok memekik, Di samping pemuda itu yaitu saya, diperiksa oleh seorang letnan (atau kapten, ) bernama Nusirwan Adil. Di luar dugaan pemeriksaan terhadap saya tidak ditambah penganiayaan seperti dideritakan pemuda malang di samping kiri saya. Pemeriksa itu tenang dan sopan, dan mungkin cukup terpelajar dan beradab. Ia memulai dengan pertanyaan mengapa saya berdarah darah. Jawab: terjatuh. namun itu bukan termasuk dalam acara pemeriksaan. Pertanyaan: Bagaimana pendapat mengenai pergerakan Untung, Jawab: tidak mengetahui sesuatu mengenai nya.
Pertanyaan: Apa membenarkan pergerakan itu,
Jawab: jika memperoleh kesempatan mempelajari fakta fakta nya yang authentik
mungkin dalam lima tahun sesudahnya saya akan bisa menjawab pertanyaan itu.
Sebelum meneruskan mengenai pemeriksaan ini saya sisipkan dahulu beberapa hal sebelum
penangkapan saya. Pertama: sejak semula saya sependapat bahwa pergerakan Untung, yang
lalu dinamai G 30S/PKI, yaitu pergerakan dalam tubuh angkatan darat sendiri. Pendapat
itu tetap bertahan sampai sekarang, juga sebelum membaca tulisan Wertheim dalam Journal of
Contemporary Asia. Berita berita pengejaran dan pembunuhan semakin hari semakin banyak
dan menekan. Kedua: seorang perwira intel pernah datang berkunjung khusus untuk
menyampaikan, bahwa militer akan memainkan peran kucing terhadap PKI sebagai tikus.
dua mahasiswa UI sudah dilynch di jalanan raya yang baru dibangun, masih lengang, di sekitar kampus. Keempat: pemeriksaan terhadap para tangkapan berkisar pada dua hal, keterlibatan dalam peristiwa Lubangbuaya, keanggotaan Pemuda Rakyat dan PKI. beberapa hari sebelum penangkapan seorang pegawai Balai Pustaka mengumumkan dalam harian Api Pancasila di Jakarta, bahwa saya yaitu tokoh Pemuda
Rakyat. sebab sebagai pelapor ia menyebutkan diri pegawai Balai Pustaka, jadi saya datang
menemui direktur BP waktu itu Hutasuhut, jika saya tidak salah ingat dan mengajukan
protes sebab BP dipakai sebagai benteng untuk menyebarkan informasi yang salah mengenai saya. Direktur BP menolak protes saya. Pegawai yang menulis itu tinggal beberapa puluh langkah dari rumah saya. Dalam peristiwa plagiat Hamka ia pernah mengirimkan surat pembelaan untuk Hamka dan hanya sebagian dibandingkan nya saya umumkan. Dan memang ruangan rumah saya pernah dipinjam untuk pendirian ranting Pemuda Rakyat. namun itu bukan satu satunya. jika sore ruangan belakang juga menjadi tempat taman kanak kanak (reportase mengenai nya pernah ditulis oleh Valentin Ostrovsky, jika saya tidak meleset mengingat). Setiap Kamis tengah malam ruangan depan dipakai untuk tempat diskusi Grup diskusi Simpat Sembilan. Setiap pertemuan didahului dengan pemberimengetahui an pada kelurahan. Jadi tidak ada sesuatu yang dapat dituduhkan illegal. seseorang menyampaikan pada saya, mungkin juga pada beberapa orang lagi, jika diperiksa adakan anggota PKI atau ormasnya, akui saja ya tidak peduli benar atau tidak; soalnya mereka tidak segan segan membuat orang jadi invalid seumur hidup untuk menjadi tidak berguna bagi dirinya sendiri pun untuk sisa umurnya selanjutnya. Dan, tidak semua orang ini ., dapat saya sebut namanya, sebab memang tidak mampu mengingat hampir 20 tahun sudah lewat . Jadi waktu pemeriksa menanyakan apakah saya anggota PKI, saya jawab ya. Pertanyaan: Apakah percaya negara ini akan jadi negara komunis,
Jawab: Tidak dalam 40 tahun ini. Sebabnya,
Faktor geografi dan konservativitas negara kita .
cuma hanya sekedar itu sebetulnya isi pemeriksaan pokok. namun sebab selama dalam penahanan itu harian Duta Masyarakat memberitakan reportase mengenai penyerbuan gerombolan itu ke rumah saya dan rumah S. Rukiah Kertapati, di mana disebutkan di rumah saya ditemukan buku buku curian dari musium pusat dan di rumah Rukiah setumpuk permata, jadi pemeriksaan berpusat pada soal pencurian ini . Memang saya pernah meminjam satu beca majalah, harian dan buku dari musium pusat. Yang belum saya kembalikan yaitu Door Duisternis to Licht Kartini dan harian Medan Prijaji tahun 1911 dan 1912. jika arsip itu tersusun baik, akan bisa ditemu kan, bahwa sumbangan saya ada 10 kali lebih banyak dari pada yang masih saya pinjam. maka pemeriksaan selesai. Benar tidaknya omongan saya ini dapat dicek pada proces verbal, sekiranya masih tersimpan baik pada instansi yang berwenang.
Bila ada selisih, soalnya sebab waktunya sudah terlalu lama. Mungkin Bung bertanya dari mana saya mengetahui ada berita dalam Duta Masyarakat yang menuduh saya mencuri. Ya, pada suatu pagi muncul seorang kapten di ruang tempat serombongan tahanan. Ia langsung mengenali saya, sebaliknya saya mengenal dia sebagai sersan di RTM tahun 1960. Ia bertubuh tinggi, berkulit langsat dan bibir atasnya suwing. Saya tak dapat mengingat namanya. Suatu tengah malam ia kunjungi aku di kamar kapalselam (sel isolasi) di RTM itu. Banyak mengobrol, antara lain ia bercerita pernah ikut pasukan merah dalam Peristiwa Madiun.
Pagi itu ternyata ia berpangkat kapten. Langsung ia bertanya di mana Sjam. Itu untuk pertama
kali saya dengar nama itu. namun ia segera membatalkan pertanyaanya dengan kata kata: Ah,
Pak Pram sastrawan, tentu tidak mengetahui siapa dia. Ramahnya luarbiasa, bawahannya
diperintahkannya untuk mengambilkan kopi dan menyedia kan veldbed untuk saya. Dan hanya
perintah pertama yang dilaksanakan. sesudah ia pergi seorang sersan gemuk yang terkenal
galak, dari Sulawesi, jika tak salah ingat, juga seorang haji, memanggil saya dengan
ramahnya dan menyuruh saya membaca Duta Masyarakat itu.
Nah Bung, sesudah pemeriksaan satu rombongan dikirim ke CPM Guntur. Sebelum pergi saya
minta pada Nusyirwan Adil untuk membebaskan adik saya, sebab baru saja datang ke
negara kita untuk menyiapkan disertasinya . Ia luluskan permintaan saya, diketikkan surat
pembebasan. Sebelum pergi ia saya titipi jam tangan saya, untuk dipakai belanja istri saya.
Di Guntur hanya untuk didaftar dan dirampas apa yang ada dalam kantong para tangkapan.
Sepatu sampai sikaigi dan ikatpinggang. Waktu itu baru saya sadari di dalam kantong saya
masih tersimpan honorarium dari Res Publika dan pabrik pensil. Semua dirampas dengan
alasan: nanti dalam tahanan agar tidak dicuri temannya. Dari guntur kami dibawa ke Salemba.
Tangan tetap di atas tengkuk dan tubuh harus tertekuk, tidak boleh berdiri tegak, setinggi para
penangkap. Dalam pelataran pelataran penjara itu nama dibaca satu persatu oleh seorang
militer. Waktu sampai pada giliran saya ia berhenti dan berseru: Lho, Pak Pram, di sini ketemu
lagi, Peltu (atau pelda) itu yaitu pengawal bersepedamotor yang mengawal sebuah sedan
biru tua dalam bulan November 1960 dari Peperti Peganggsaan ke RTM Jl. Budi Utomo. Dalam
sedan itu saya, sesudah diminta diwawancarai oleh Sudharmono, mayor BC Hk. Dan peltu atau
pelda di depanku Oktober 1965 itu yaitu Rompis.
Sejak itu berkelanjutan perampasan hak hak kewarganegaraan dan hak hak sipil saya selama
hampir 20 tahun ini. Dan Bung Keith, tidak satu orang pun dari kaum manipulator itu terkena
lecet, tidak kehilangan satu lembar kertas pun. Sampai sekarang pun mereka masih tetap hidup
dalam andaian, sekiranya kaum kiri menang. Dari menara andaian itu mereka menghalalkan
segala: perampasan, penganiayaan, penghinaan, pembunuhan. Tetap hidup dalam kulit telur
keamanan dan kebersihan, suci, anak baik baik para orangtua, dan anak emas dewa kemenangan. Paling tidak sepuluh tahun lamanya saya melakukan kerjapaksa, mereka satu jam pun tidak pernah . Nampaknya mereka masih tidak rela melihat saya hidup keluar dari kesuraman. Waktu saya baru pulang dari Buru, banyak di antaranya yang memperlihatkan sikap manis. Bukan main. namun sesudah saya menerbitkan BM, wah, kembali muncul keberingasan. 8
mengenai A.K.M. sendiri pertama kali saya mengenalnya pada tahun 1946, di sebuah hotel di
Garut. Ia tidak mengenal saya. Waktu itu saya sedang dalam sebuah missi militer. Ia datang ke
hotel itu dan berbicara dengan pemiliknya. Namanya tetap teringat, sebab waktu itu
ia redaktur majalah Gelombang Zaman yang terbit di Garut. Pertemuan kedua ialah di Balai Pustaka, waktu ia masih jadi pegawai Balai Pustaka yang
dikuasai oleh kekuasaan pendudukan Belanda. sesudah penyerahan kedaula tan ia jadi sep
saya dalam kantor yang sama ya saya sebagai pegawai negeri dengan pengalaman saat
revolusi sama sekali tidak diakui, sebab semua pegawainya bekas pegawai kekuasaan
Belanda. saat ia hidup aman di Australia, ternyata ia masih dalam hidup dalam andaian, dan sebagaimana yang lain lain tetap membiakkan pengalaman kecil mengecil saat Soekarno untuk jadi gabus apung dalam menyudutkan orang orang seperti saya. Titik tolaknya tetap andaian. Semua tidak ada yang mencoba menghadapi saya secara berdepan, dari dahulu sampai detik saya menulis ini. Dalam pada itu yang dirampas dari saya sampai detik ini belum dikembalikan. Rumah saya diduduki oleh militer, dari sejak berpangkat kapten sampai mayor atau letkol, bahkan bagian
belakang disewakan pada orang lain. Itu pun hanya rumah kampung, namun memiliki nilai
spiritual bagi keluarga dan saya sendiri. mungkin ada gunanya saya ceritakan. Saya mendirikannya pada tahun 1958 bulan bulan tua. pajak Honoraria seorang pengarang yaitu 15 persen, langsung dipotong oleh penerbit. Waktu saya menyiarkan protes mengenai tingginya pajak yang 15 persen, tidak lebih dari seminggu lalu perdana menteri Djuanda menaikkannya jadi 20 persen, sama dengan pajak lotre. Maka juga pendirian rumah itu melalui ancang ancang panjang. Kumpul kumpul dahulu kayu dari meter kubik pertama hingga sampai sepuluh . Saya merencanakan rumah berdinding bambu sesuai dengan kekuatan. Sepeda
motor saya, BSA 500cc. sepeda motor militer sebetulnya juga dikorban kan. Tiba tiba mertua
laki laki datang dan mengecam: mengapa mesti bambu, Itu terlalu mahal biayanya. Menyusul
perintah: tembok! Ternyata bukan asal perintah. Ia tinggalkan pada saya dua puluh ribu rupiah.
jika sudah ada, kembalikan, katanya lagi. Maka jadilah rumah tembok yang terbagus di
seluruh gang. Ternyata tidak sampai di situ ceritanya. Rekan rekan yang tidak bisa mengerti,
seorang pengarang bisa mendirikan rumah, mulai dengan desas desusnya. Satu pihak
mengatakan, saya sudah kena sogok Rusia. ada yang mengatakan RRT. Teman teman yang
dekat mengatakan saya sudah kena sogok Amerika. Orang tetap tidak percaya seorang
pengarang bisa membangun rumah sendiri. Mereka lupa, dalam Bukan Pasar tengah malam sudah saya janjikan pada ayah saya untuk memperbaiki rumah, dalam tahun pertama saya keluar dari penjara Belanda. yang saya lakukan lebih dibandingkan apa yang saya janjikan, saya bangun baru, dan pada masanya yaitu rumah terbagus di seluruh kompleks, sekali pun hanya berdinding kayu jati. (Sekarang memang jati lebih mahal dari tembok). Kami sempat meninggali rumah kampung itu hanya sampai tahun 1965 atau 7 tahun . Orang yang tidak berhak justru selama hampir 20 tahun . Iseng iseng pernah saya tanyakan; jawabnya seenaknya: apa bisa membuktikan rumah itu bukan pemberian partai, Habis sampai di situ. Pada yang lain memperoleh jawaban: jual saja rumah itu, setengah nya berikan pada penghuninya. Dan saya berkata : saya tidak ada prasangka orang yang menghuni rumah saya itu dari golongan pelacur. Walhasil sampai sekarang tetap begitu saja. Baik, kaum manipulator masih belum puas dengan segala yang saya alami. Saya sama sekali tidak memiliki sedikitpun perasaan dendam. Setiap dan semua pengala man indrawi mau pun jiwai, bukan hanya sekedar modal, malah menjadi fondasi bagi seorang pengarang. Apa yang dialamai A.K.M. saat Soekarno masih belum apa apa dibandingkan yang saya alami. Peristiwa Kemayoran, Pada 1958 sepulang dari Konferensi Pengarang A A di Tasykent lewat Tiongkok saya tidak diperkenankan lewat Hongkong dan dengan terpaksa lewat Mandalay, Burma. Artinya, dengan kesulitan tak terduga. Sampai di Rangoon pihak Kedutaan RI tidak mau membantu memecahkan kesulitan saya. Apa boleh buat, tidak ada jalan bagi saya dibandingkan mengancam akan memanggil para wartawan Rangoon dan Jawatan Imigrasi Burma, memberikan pernyataan, bahwa ada kedutaan yang tak mau mengurus warganegaranya yang terdampar. Mereka dengan terpaksa mengurus saya sampai tiba di Jakarta. Dari Rangoon lalu datang surat yang menuntut beragam . Saya hanya menjawab dengan caci maki dengan tembusan pada menteri luarnegeri, waktu itu Dr. soebandrio . Saya harap surat itu masih tersimpan dalam arsip. Peristiwa itu terjadi berdekatan dengan hari saya menghadap Bung
Karno untuk menyerahkan manuscript keputusan Konferensi di samping juga bingkisan dari
Ketua Dewan Menteri Uzbekistan, Syaraf Rasyidov, kepadanya, disaksikan oleh beberapa orang, diantara nya Menteri Hanafi. Tak terduga dalam pertemuan itu terjadi sedikit pertikaian dengan sukarno . Ia memberi saya suatu instruksi dan saya menolak, sebab sebagai pengarang saya memiliki porsi kerja sendiri. Pertikaian ini lalu melarut, yang saya anggap wajar, sampai akhirnya atas perintah Nasution saya ditahan di RTM, lalu ke tempat lebih keras di Cipinang, sebab menentang PP 10. Hampir satu tahun dalam penjara, lalu dilepaskan dalam satu rombongan dan dengan satu nafas dengan para pemberontak PRRI Permesta sebagai hadiah terbebasnya Irian Barat. Pada hal tidak lebih dari 3 tahun sebelumnya Nasution itu itu juga memberi saya surat penghargaan no. 0002 untuk bantuan pada angkatan perang dalam melawan PRRI di SumBar. Penahanan 1960 61 itu merupakan pukulan pahit bagi saya. Bukan saya yang melakukan yaitu kekuasaan Pemerintah saya sendiri. Juga sama sekali tidak ada setitik pun keadilan di dalamnya. Saya merasa hanya menuliskan apa yang saya anggap saya ketahui , dan berdasarkan padanya pendapat saya sendiri. Dengan nama jelas, lengkap. Alamat saya pun
jelas, bukan seekor keong yang setiap waktu dapat memindahkan rumahnya. Saya
membutuhkan pengadilan. Dan itu tidak diberikan kepada saya. Dalam isolasi ketat di Cipinang
saya kirimkan surat pada sukarno melalui Ngadino, lalu mengganti nama jadi
Armunanto, kepala redaksi Bintang Timur dan anggota DPA. Surat itu bertujuan untuk
memperoleh hukuman yang justified, entah sebagai pengacau, entahlah sebagai penipu. Setidak tidaknya bukan yang seperti sekarang. Ia tidak meneruskannya, dengan alasan ada orang lain menyimpan tembusannya. Orang itu yaitu H.B. Jassin. Saya percaya surat itu masih tersimpan. Dapat Bung bandingkan, bahwa andaian kesulitan saat Soekarno masih tidak berarti dengan fakta kesulitan yang saya sendiri alami. Saya heran, bahwa di dalam halaman 2 A.K.M. menyatakan keheranannya mengapa namanya
dicoret dari daftar pencalonan Front Nasional. Terasa lucu dan naif, selama ia sendiri tidak
memiliki kekuasaan untuk menentukannya. Katanya Lekra membakari bukunya, Saya baru mengetahui dari halaman itu. Mungkin Boen S. Oemarjati yang berhak memberi penjelasan.
Di halaman 3 alinea pertama ada kisah yang mengagumkan mengenai Taslim Ali. Saya
sering datang ke tempatnya di gedung perusahaan Intrabu. Jadi dalam gambaran saya orang
yang selalu menterornya dengan meletakkan pestol di atas meja nya itu yaitu saya.
Pramoedya Ananta Toer. Soalnya surat Goenawan Muhammad tertanggal 28 November 1980 pada Sumartana mengatakan : Achdiat pernah bercerita, bahwa Pram pernah datang ke Balai Pustaka dengan meletakkan pistol di meja. Kapan itu terjadi, Pestol siapa, Siapa yang saya temui dan saya teror, Kiranya, jika Goenawan tak berandai andai, A.K.M. sendiri yang berhak menjawab. Dalam alam kemerdekaan nasional memang pernah saya bersenjata api. Suatu hari dalam 1958. Bukan pestol, namun parabellum. Tempat: dalam sebuah jeep dalam perjalanan antara Bayah dengan Cikotok. Saksi: seorang letnan angkatan darat. Ia membutuhkan bantuan saya untuk menyelidiki benar tidaknya ada boulyon boulyon emas disembunyikan oleh Belanda sebelum meninggalkan Jawa pada 1942 di dasar tambang mas Cikotok, dengan hasil penelitian , bahwa semua itu omong kosong belaka. Mengapa bersenjata, sebab sebelumnya sebuah kendaraan umum sudah dicegat DI, dibakar. Dan bangkainya masih nongkrong di pinggir jalan. Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada kekuatan kata dibandingkan kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik. Dan saya pun tidak pernah bisa dipercaya kan ada orang datang untuk menteror Taslim Ali. Apa yang bisa didapatkan dari dia, Sebaiknya A.K.M. menyebut jelas siapa nama penteror itu.
Di halaman 5 tulisan A.K.M. alinea terbawah ditulis bahwa: di depan rumahnya saya sempat
menyusukan selembar 10 ribu rupiah ke dalam kepalannya. Dia agaknya begitu terharu,
sehingga nampak matanya basah tergenang, dan saya mengetahui Pram tentu butuh uang saat itu. Memang agak janggal menampilkan saya saya seperti itu. Pada waktu itu saya tidak dapat
dikatakan dalam kesulitan keuangan. Segera sesudah pulang dari Buru beberapa bekas tahanan Buru datang pada saya minta dibantu memecahkan kesulitan mereka mencari penghidupan. Memang pihak gereja sudah banyak membantu, dan saya menghormati dan menghargai jasanya pada mereka dengan tulus. namun selama status dan namanya bantuan barang tentu tidak mencukup i kebutuhan apalagi untuk keluarganya. Jadi saya dirikan sebuah PT pemborong bangunan, sebuah usaha yang bisa menampung banyak tenaga. Pada waktu A.K.M. datang ke rumah sudah 36 orang ditampung, sebagian berkeluarga. Tidak kurang dari 5 rumah dikerjakan, di antara 2 rumah mewah. Ada di antara mereka menumpang ada saya. Usaha ini sudah dapat memberi hidup (terakhir) 60 orang dengan keluarganya. namun kesulitan itu,
Beberapa kali datang intel, yang dengan lisan mengatakan, rumah saya jadi tempat berkumpul
tahanan Politik . Beberapa orang dari kantor kotapraja memberi ultimatum untuk menyediakan uang sekian ratus ribu dalam sekian hari. Seseorang datang dan mengibar ngibarkan kartu
identitasnya sebagai intel Hankam. Seorang datang mengaku sebagai pegawai sospol Depdag
dengan tambahan keterangan, teman temannya orang Batak banyak, dan orang tidak selamanya waspada. Tak akan saya katakan apa maksud kedatangan mereka. Itu yang datang dari luar. Kesulitan dari dalam pun tak kalah banyaknya. Teman teman bekas tahanan Politik rata rata
sudah surut tenaganya sebab tua. Mereka belum terbiasa dengan teknik baru pembangunan
rumah sekarang. Mereka tidak terbiasa dengan material baru dan pengerjaannya. Di samping
itu kerjapaksa berbelas tahun tanpa imbalan tanpa penghargaan, setiap hari terancam
hukuman, sudah berhasil merusakkan mental sebagian dari mereka. Dalam pekerjaan yang
mereka hadapi mereka tidak berbekal ketrampilan vak. Sedang impian berbelas tahun dalam
posisinya sebagai budak budak Firaun yaitu terlalu indah. Seorang yang di Buru memiliki
setiakawan begitu tinggi dan diangkat jadi kepala kerja, lalu lari membawa bawa uang, dan
bukan sedikit. Seorang yang relatif masih muda, suatu tengah malam datang dengan membawa bawa truk dan mengangkuti material bangunan yang sudah tersedia dan menjualnya di tempat lain dengan harga rendah untuk dirinya sendiri. Seorang lagi yang juga tergolong muda, sama sekali tanpa ketrampilan tukang, mendadak mengorganisasi pemogokan dengan tuntutan berlipat dari hasil kerjanya. Pick up Luv Chevrolet, sumbangan teman teman Savitri, dalam 3 bulan sudah berban gundul dan penyok penyok.
Pukulan lain yang tak kurang menyulitkan datang. Memang sudah diselesaikan sekitar 8 rumah
dengan kondisi seperti itu. lalu dua di antara yang dibangunkan rumahnya tidak mau
melunasi kewajibannya, mengetahui kedudukan hukum kami lemah. Berkali kali Savitri minta
pertanggungjawaban atas bantuan teman temannya yang diberikan. Saya tak mampu lakukan itu. Tidak lain dari saya sendiri yang akan merasa malu, dan semua harus saya telan sendiri.
Akhirnya saya perintahkan pembubaran PT itu tanpa pernah memberikan pertanggungjawaban
pada teman teman Savitri. Nah Bung, seperti itu situasi waktu terima selembar sepuluh ribu itu, yang sama sekali tidak pernah saya kira akan dipakai oleh A.K.M. untuk memperindah gambaran mengenai dirinya. Semua kebaikan tidak akan sia sia memang bila tidak berpamrih. Dengan pamrih pun tentu saja tidak mengapa, sejauh setiap tindak manusia yang sadar pasti memiliki motif. namun bila pemberian dipakai sebagai investasi, yang setiap waktu dikutip ribanya, sekalipun hanya riba moril, itu memang betul betul investasi, bukan pemberian. Dan siapa di dunia ini tidak pernah menerima, Waktu saya baru datang dari Buru dan beberapa orang yang
datang hanya untuk bersumbang. Jumlahnya dari 60 sampai 100 ribu, di antaranya 3 mesin
tulis, yang tiga tiganya langsung diteruskan untuk tahanan Politik yang lebih memerlukan. Demikian juga halnya dengan uang pemberian. Saya pribadi praktis tidak ada uang dalam kantong. Itu akan
kelihatan bila berada di luar rumah. Di Buru pun ada beberapa pemberi, dari lingkungan dalam
dan luar tahanan Politik , dari satu sampai sepuluh ribu. Dalam kondisi sulit di Buru pun orang normal tidak bisa tinggal jadi penerima saja. Terutama pihak gereja Katholik pernah memberi keperluan tulis menulis saya setiap bulan. Bahkan pernah saya terima 2 kali berturut satu kardus besar berisi kacamata, dan pakaian untuk saya pribadi. (Sampai sekarang saya simpan.) Maksud
saya hanya untuk menerangkan, pada bangsa bangsa terkebelakang, atau berdasar keterangan saksi redaksi baru bangsa bangsa yang berkembang, memberi yaitu keluarbiasaan dan menerima yaitu kebiasaan yang perlu dinyatakan.
Jangan dikira saya menulis demikian dengan emosi. Tidak. Suatu dialog bagi saya tetap lebih
menyenangkan dibandingkan monolog. Setidak tidaknya dialog yaitu pencerminan jiwa
demokratis. namun ucapan all forgiven and forgotten atau we've forgiven but not forgotten,
benar benar produk megalomaniak yang disambungkan mendadak bisa melesat dari kompleks inferiornya, bukan sebab kekuatan dalam, namun luar dirinya. mengenai Pancasila di hlm. 6, saya takkan banyak bicara kecuali menyarankan untuk membuka buka kembali pers negara kita saat Soekarno, khususnya sekitar sebab mengapa presiden RI membubarkan konstituante itu. Golongan mana yang menolak dan mana yang menerima Pancasila sebelum dapat interpretasi atau pun revisi, formal ataupun non formal. Dalam hubungan ini saya teringat pada ucapan Nyoto, jika tidak salah di alun alun Klaten pada tahun 1964, bahwa nampak ada kecenderungan pada suatu golongan masyarakat (saya takkan mungkin mampu mereproduksi redaksinya) yang membaca kalimat kalimat Pancasila menjadi: Satu, Ketuhanan yang Maha Esa; Dua, Ketuhanan yang Maha Esa; Tiga, Ketuhanan yang Maha Esa; Empat, Ketuhanan yang Maha Esa; dan Lima, Ketuhanan yang Maha Esa. Dia tidak dalam kondisi bergurau.
Selama 14 tahun dalam tahanan ucapan Nyoto bukan saja menjadi kebenaran, lebih dari itu.
Dakwah dakwah yang diberikan, atau lebih tepatnya dengan istilah orde baru santiaji, orang
tidak menyinggung sila sila lain sesudah sila pertama, jika menyinggung pun hanya sekedar
penyumbat botol kosong: beragama dan tidak beragama berarti sembahyang. Tidak
bersembahyang berarti tidak pancasilais, bisa juga anti pancasila. Ya, buntut panjang itu
rupanya diperlukan untuk menter jemahkan alam pikiran formalis Pribumi negara kita , tidak
mampu membebaskan diri dari lambang lambang, upacara, hari peringatan, pangkat dan tanda nya dan bagi suku Jawa cukup lengkap di dideretkan dalam sastra wayang. Berdasarkan pengalaman sendiri saya dapat katakan: Revolusi negara kita tidak digerakkan oleh Pancasila; ia digerakkan oleh patriotisme dan nasionalisme. Baru pada 1946 saya pernah memperoleh misi untuk memberi penerangan mengenai Pancasila dan PBB kepada pasukan. Selanjutnya tetap tidak ada pertautan antara Pancasila dengan Revolusi.
Saya menghormati pandangan A.K.M. mengenai Pancasila yang ia percaya i, sekali pun dengan
Pancasila itu juga orang orang sejenis kami di buru kan sampai 10 tahun , dan A.K.M. tidak
pernah melakukan sesuatu protes. Dan pertanyaan lalu , apakah ia tetap berpandangan
demikian artinya tak perlu melaksanakannya dalam praktek pada waktu kepentingan dan
keselamatan jiwanya terancam, Bicara di lingkungan aman memang lebih mudah untuk
siapapun, dan: tanpa pembuktian. Dalam hubungan Pancasila dengan demokrasi barat di sebagai pesan A.K.M. pada rekan rekannya sarjana Australia saya memiliki kisah. Pada 1984, Mr. Moh. Roem terkena serangan jantung dan dirawat di RSCM. Seorang dokter menjemput saya, mengatakan, Pak Roem menginginkan kedatangan saya. Saya tak pernah mengkaji apakah itu keinginan Pak Roem atau ambisi si dokter itu saja. Langsung saya berangkat bersama dengannya. Di ruang itu Pak Roem tidur dalam kondisi masih dikaitkan pada alat pengontrol jantung. Penjemput saya langsung menemani perawat sehingga hanya kami berdua di situ tanpa saksi. Menghadapi orang dalam kondisi gawat tentu saja saya tidak bicara apa apa. hanya beliau yang bicara sampai lelah, sebagai pertanda saya
harus mengundurkan diri untuk menghemat tenaga yang beliau perlukan sendiri. Terlalu banyak yang disampaikannya pada saya untuk orang dalam kondisi gawat seperti itu. Satu hal yang berhubungan dengan Pancasila dan demokrasi Barat, dan beliau sebagai ahli hukum, yaitu : 50 + 1, Ya, biar begitu perlu dipertimbangkan dengan adil, tidak seperti selama ini dinilai. Dalam sejarah kita sudah dibuktikan, bahwa kesatuan negara kita terwujud hanya sebab demokrasi parlementer Barat.
Nah, Bung Keith, inti persoalan dengan kaum manipulasi cukup jelas: saya memakai hak
saya sebagai warganegara negara kita , hak yang juga ada pada kaum manipulasi . Omong kosong
bila dikatakan pada waktu itu mereka tak memiliki media untuk menerbitkan sanggahan. Waktu
sekarang, waktu secara formal hak sanggah melalui mass media tidak ada, saya tetap
menyanggah dengan berbagai cara yang mungkin, jika memang ada yang perlu disanggah.
Sedang ucapan Pak Roem ini ., ternyata yaitu pesan politik terakhir. Beberapa minggu lalu beliau meninggal dunia. Saya belum selesai. Masih ada satu hal yang perlu disampaikan, hanya di luar hubungan dengan surat terbuka Achdiat K. Mihardja. Tak lama sesudah pertemuan kita terakhir saya menerima surat dari M.L., yang intinya tepat suatu jawaban terhadap saya. Tentu saja saya memperoleh kesan kuat, pembicaraan kita Bung teruskan padanya. Terima kasih, bahwa hal hal yang tidak jelas sudah dibuat terang olehnya. Untuk tidak keliru membuat estimate mengenai saya dalam persoalan khusus ataupun umum ada manfaatnya saya sampaikan bahwa saya menyetujui kehidupan bipoler. Saya membenarkan adanya dua superpower, bukan saja sebagai fakta , juga sebagai pernyataan makro nurani politik ummat manusia. jika hanya ada satu superpower akibatnya seluruh dunia akan jadi bebeknya. Dua superpower mewakili kekuatan ya dan kekuatan tidak, kekuasaan dan opposisi. Dalam tingkat nasional saya menyetujui kehidupan bipoler. Ada kekuasaan ada opposisi. jika tidak, rakyat akan jadi bebek pengambang, dengan kepribadian tidak berkembang. Demokrasi
dengan opposisi yaitu juga pernyataan makro nurani politik nasional. Dia yaitu juga pencerminan mikro nurani pribadi manusia, yang tindakannya ditentukan oleh ya atau tidak.
Hewan dengan serba naluri tak memerlukan nurani. Ia tak mengenal ya ataupun tidak.
Semoga surat kelewat panjang ini lebih tepat usaha penmanuscript tasian diri sendiri ada
manfaatnya. Saya tidak ada keberatan bila diperbanyak. Salam pada semua yang saya kenal, juga pada M.L. dan Savitri yang pernah saya kecewakan. Belakangan ini kesehatan saya agak membaik. Soalnya saya memakai ramuan tradisional byang ternyata mengagumkan. Dengan pengamatan melalui tes urine dengan benedict kadar gula yang positif dalam 24 jam dapat menjadi negatif, yang tidak dapat saya peroleh melalui sport dan kerja badan selama 2 minggu.
Salam hangat untuk Bung sendiri dan keluarga.
Pramoedya Ananta Toer, Sumber: Demi Demokrasi 2 (1985)
Penahanan Pramoedya dan masa sesudah nya
Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa
Orde Lama, selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan. 13 Oktober 1965 Juli 1969 Juli 1969 16 Agustus 1969 di pulau Nusakambangan Agustus 1969 12 November 1979 di pulau Buru November 21 Desember 1979 di Magelang Pramoedya bersama rekan rekan saat sedang melakukan kerja paksa di pulau Buru Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di pulau Buru, namun tetap mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia, serial 4 kronik
novel semi fiksi sejarah negara kita . Tokoh utamanya Minke, bangsawan kecil Jawa,
dicerminkan pada pengalaman RM Tirto Adisuryo seorang tokoh pergerakkan pada zaman kolonial yang mendirikan organisasi Sarekat Priyayi dan diakui oleh Pramoedya sebagai organisasi nasional pertama. Jilid pertamanya dibawakan secara oral pada para kawan sepenjaranya, dan sisanya diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi pengarang Australia dan lalu diterbitkan dalam bahasa Inggris, Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan memperoleh surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat G30S/PKI, namun masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta hingga 1992, dan tahanan kota dan tahanan
negara hingga 1999, dan juga wajib lapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun . Catatan Kronologis G30S/PKI (Oleh:Mayjen. Pranoto Reksosamodra) Di bawah ini, yaitu beberapa catatan ringkas dari saya, sekitar kejadian dan peristiwa, baik yang saya alami maupun saya ketahui , sekitar pergerakan G.30 S/PKI yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965. Singkatnya secara kronologis sbb: ,
pada tanggal 1 Oktober 1965 k.l jam 06.00, pada saat saya sedang mandi, maka datanglah Brigjen. Dr. Amino (Ka.Dep. Psychiatri RSGS Jakarta), yang dengan dan sertamerta memberitahukan mengenai diculiknya Letjen. A. Yani ditambah beberapa Jenderal lainnya oleh sepasukan bersenjata yang belum dikenal, sedang nasib para jendral yang diculik itu pun belum diketahui . Sesudah mandi, maka saya segera berangkat ke MBAD dengan mengenakan pakaian dinas lapangan. setibanya di MBAD dan sesudah menampung beberapa berita dari beberapa sumber, maka oleh sebab pada saat itu saya kebetulan sebagai Pati yang berpangkat tersenior, saya segera mempelopori untuk mengadakan rapat darurat di antara para Asisten MenPangad atau wakilnya yang hadir pula pada saat itu di MBAD, yaitu para pejabat teras SUAD dari
Asisten MenPangad sampai Asisten VII MenPangad termasuk Irjen. PU dan pejabat
Sekretariat. sesudah menampung beberapa laporan dan keterangan dari sumber yang dapat dipercaya, maka rapat menyimpulkan: secara positif bahwa Letjen. A. Yani ditambah lima orang Jenderal lainnya sudah diculik oleh sepasukan penculik, yang pada saat itu belum dapat dikenal secara nyata. Berikutnya, rapat memutuskan untuk menunjuk Mayjen. Soeharto Pangkostrad agar bersedia mengisi pinpinan A.D yang ada vacum. Melalui kurir khusus, maka keputusan rapat kita sampaikan kepada MayJen Soeharto di MAKOSTRAD. pada hari itu juga tanggal 1 Oktober 1965 k.l jam 09.00 WIB saya menerima laporan dari salah seorang Pamen (lupa namanya) dari MBAD yang mengatakan bahwa berdasar keterangan saksi siaran RRI saya ditunjuk oleh Presiden/Panglima Tertinggi untuk menjabat sebagai Caretaker Men/Pangad. Oleh sebab baru merupakan berita, maka saya tetap tinggal di Pos Komando MBAD untuk menunggu perintah lebih lanjut , bahwa pada hari itu juga tanggal 1 Oktober 1965 sesudah saya menerima berita mengenai penunjukan saya untuk menjabat sebagai Caretaker Men/Pangad, maka berturut turut datanglah utusan dari Presiden/Panglima Tertinggi yaitu:
1. Letkollnf. Ali Ebram, Kasi 1 Staf Resimen Cakrabirawa, yang datang k.l jam 09 .30
2. Brigjen TNI Soetardio, Jaksa Agung bersama Brigjen Soenarjo, Ka.Reserse Pusat Kejaksaan Agung yang datang bersama pada jam: 10.00 (k.l). 3. Kolonel KKO Bambang Widjanarka, Ajudan Presiden/ Pangti yang datang sekitar jam
12.00 WIB. Oleh sebab , saya sudah terlanjur masuk dalam hubungan komando taktis di bawah
Mayjen. Soeharto (vide titik 2 di atas), maka saya tidak dapat secara langsung menghadap
Presiden/ Pangti dengan tanpa seizin Mayjen Soeharto sebagai pengganti Pimpinan AD
saat itu. Atas dasar panggilan dari utusan utusan Presiden/ Pangti ini di atas, saya pun berusaha memperoleh izin dari Mayjen Soeharto. namun , Mayjen Soeharto selalu melarang saya untuk menghadap Presiden/ Pangti dengan alasan bahwa dia (Mayjen. Soeharto) tidak berani menjamin, kemungkinan tambahnya korban
Jenderal lagi jika dalam kondisi yang sekalut itu saya pergi menghadap Presiden. Saya tetap menanti perintahnya untuk tinggal di MBAD. ,
pada tengah malam hari berikutnya, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar 19.00 WIB saya
dipanggil oleh Jenderal Nasution, KASAB, di markas KOSTRAD untuk menghadiri rapat.
Kecuali Jenderal Nasution yang hadir pula , juga dihadiri oleh Mayjen Soeharto, Mayjen
Moersyid, Mayjen Satari, dan Brigjen. Oemar Wirahadikoesoemah. Jenderal Nasution secara resmi menjelaskan, bahwa saya mulai ini hari ditunjuk oleh Presiden/ Pangti untuk menjabat sebagai Caretaker Men/ Pangad yang selanjutnya
menanya kepada saya bagaimana pendapat saya secara pribadi. Saya menjawab, bahwa sampai saat itu saya sendiri belumlah menerima
pengangkatannya secara resmi secara hitam di atas putih. Maka saya berpendapat agar
sementara waktu belum dikeluarkannya pengangkatan resmi (tertulis) dari Presiden/Pangti entah nantinya kepada siapa di antara kita, lebih baik kita menaruh perhatian kita dalam
usaha menertibkan kembali kondisi yang darurat pada saat itu yang ditangani langsung oleh Pangkostrad (Mayjen Soeharto) yang juga kita percayakan untuk sementara menggantikan Pimpinan AD. namun , mengingat pada saat itu suara dan kesan dari media massa, yang memuat
berita berita adanya usaha untuk menentang keputusan Presiden/Pangti, mengenai penunjukan saya sebagai Caretaker Men/Pangad, maka oleh Jenderal Nasution saya diminta agar pada tanggal, 2 Oktober 1965 pagi mengadakan wawancara pers yang di rencanakan di Senayan. Saya bersedia tanggal 2 Oktober 1965, menjelang waktu saya akan mengadakan wawancara pers, maka tiba tiba Mayjen Soeharto dan saya memperoleh panggilan dari Presiden/Pangti, yang pada saat itu sudah meninggalkan pangkalan udara Halim Perdana Kusumah dan menempati kembali di Istana Bogor. Oleh sebab itu, maka wawancara pers dengan terpaksa saya tunda waktunya. Mayjen Soeharto bersama saya dan Brigjen. Soedirgo (Dan Pomad) segera berangkat menghadap Presiden/Pangti di Istana Bogor. Di istana Bogor diadakan rapat, di mana hadir pula juga Bpk. Dr.Leimena, Bpk. Chaerul Saleh, Martadinata, Omardani, Cipto Yudodihardjo, Moersyid, M. Yusuf dan beberapa menteri lagi.
Keputusan rapat: Presiden/Pangti memutuskan, bahwa Pimpinan A.D langsung dipegang oleh Pangti, sedang Mayjen Soeharto diperintahkan untuk menjalani misi operasi militer, lalu kepada saya dimisi kan sebagai Caretaker Men/ Pangad dalam urusan sehari hari, tanggal 4 Oktober 1965, sesudah melalui beragam proses kejadian, maka Mayjen. Soeharto diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat dengan membentuk susunan staf
nya yang baru. Kedudukan saya menjadi Pati diperbantukan kepada KASAD, tanggal 16 Februari 1966, atas perintah dari KASAD Mayjen Soeharto, saya ditahan di Blok P Kebayoran Baru Jakarta dan dituduh terlibat dalan G.30 S/PKI, dengan Surat Perintah Penangkapan/Penahanan No. 37/2/1966, tanggal 16 Februari 1966. ,
dengan perubahan status penahanan dari Ketua Tim Pemeriksa Pusat, ini dalam Surat Perintahnya No.Print. 018/TP atau 3/1966 saya memperoleh perubahan penahanan rumah mulai pada tanggal 7 Maret1966. Dengan Surat Perintah Penangkapan/Penahanan No.Print. 212/TP atau 1/1969, tanggal 4 Maret 1969 saya kembali ditahan di Inrehab NIRBAYA Jakarta yang tetap dalam tuduhan yang sama. dengan Surat Keputusan Menteri HANKAM/Panglima ABRI yang ini dalam Surat Keputusan No. Kep./E/645/1I/1970, tanggal 20 November 1970, yang ditanda tangani oleh Jenderal M. Panggabean, saya mulai dikenakan skorsing dalam status saya sebagai anggota AD, yang berikutnya pada bulan Januari 1970 saya sudah tidak menerima gaji
skorsing dan hak penerimaan lainnya lagi. sedang Surat Pemberhentian ataupun Pemecatan secara resmi dan keanggotaan AD ini pun sampai sekarang belum/ tidak pernah saya terima. ,
atas dasar Surat Keputusan dari Panglima KOPKAMTIB yang ini dalam surat No.SKEP atau 04/KOPKAM/I/1981, maka dalan pelaksanaannya oleh KA. TEPERPU ini dalam Surat Perintahnya No. SPRIN, 481/1I/1981 TEPERPU, saya baru dibebaskan dari tahanan pada tanggal16 Februari 1981. Jadi jika saya perhatikan tanggal, bulan dan tahun mulai dan berakhirnya saya
mengalami penahanan yaitu selama waktu 15 (limabelas) tahun , tanpa kurang atau pun
lebih, yaitu dari tanggal16 Februari 1966 sampai pada tanggal16 Februari 1981. , selama waktu saya ditahan, sepanjang waktu limabelas tahun itu, saya merasa belum pernah mengalami pemeriksaan melalui proses dan pembuatan berita acara yang resmi. Saya hanya menjalani interogasi secara lisan, yang di lakukan oleh Tim Pemeriksa dari TEPERPU pada tahun 1970. Sesudah itu saya tidak pernah diinterogasi lagi, sampai saatnya saya dibebaskan pada 16 Februari 1981. , untuk waktu berikutnya, maka apa, di mana, dan bagaimana yang dapat saya
lakukan sebagai seorang yang tanpa berstatus, polos selagi telanjang tanpa hak milik materi barang sedikit pun yang bernilai, yang memungkinkan untuk melanjutkan amal kebaktian saya pada Tanah Air dan Bangsa, yang pernah saya rintiskan dalam turut dan mulai perang Kemerdekaan 1945 yang tanpa absen itu, Segala penjuru lapangan kerja tertutup untuk kehadir pula anku, justru aku dipandang sebagai orang yang beratribut bekas tahanan G .30 S atau PKI, bahkan mungkin berdasar keterangan saksi persepsi mereka, saya ini sebagai dedengkot nya G.30 S/PKI dari segala aspek. Saya harus berani menelan pil, yang sepahit ini, dan harus juga berani membaca fakta dalam hidup dan penghidupan saya yang sudah menjadi suratan dan takdir llahi
kepada saya sebagai umatnya. Terus terang saja jika saya merasa malas dan enggan untuk berkunjung dan berkomunikasi dengan bekas rekan perjuangan, teman atau pun kenalan yang dahulunya saya anggap dekat/ akrab. Justru bagi mereka, yang tidak mengetahui ujung pangkal
dalam duduk perkara, saya tiada setapak pun mau maju mendekat dan bertatap muka secara hati ke hati. Kebanyakan lalu pergi menyelinap dan menghindar, yang mungkin ada merasa takut disorot, yang akibatnya dapat merugikan diri.
Namun tidak sedikit juga , bekas rekan rekan seperjuangan dan teman/kenalan, yang masih mau berkunjung ke rumah saya, sungguh pun tempat tinggal saya sekarang ini di pinggiran kota, yang sebagian perjalanannya harus ditempuh dengan jalan kaki. Di antaranya saya merasa terkesan dengan kunjungan Letjen(P) Soedirman anggota Dewan Pertimbangan Agung, yang pada suatu tengah malam buta berkenan meluangkan kakinya, untuk mengunjungi saya di rumah Kramatjati yang sesempit itu. Saat pertama bertemu kembali dengan saya, sedikitpun saya tidak melihat adanya perubahan wajah, sebagaimana wajah cerah amikal selagi sikapnya yang brotherly/fatherly, sebagaimana yang mula mula saya mengenal beliau sebagai rekan
Komandan Resimen yang tersenior. Beliau mengutamakan rasa kemanusiaannya dari
pada rasa sebagai perwira tingginya. Beliau terkenal rajin berkunjung kepada keluarga
anak buah, yang suaminya sedang mengalami penahanan, atau pun yang ditinggal bekerja operasi oleh suaminya. Beliau pun tidak ada rasa ragu mengunjungi bekas bawahannya yang berada dalam tahanan. Toleransi terhadap penderitaan teman atau pun anak buah bagi beliau tidak pernah menutup mata dan telinga, lepas dari persoalan atau pun perkara, yang sedang mereka pertanggungjawabkan masing masing. Sikap yang layak terpuji dan dihargai oleh khalayak orang timur, jika orang itu dapat
berteladan pada panutan sikap dan sifat, sebagaimana yang dimiliki Letjen(P) Soedirman
itu. Maka kunjungan yang seperti itulah yang selalu dapat membasahi, ibarat embun yang menyiram hati saya. Jakarta, 1 April 1989
Pembuat catatan kronologis,
Ttd.
Pranoto Reksosamodra
Sumber dari Buku : Memoar Mayor Jenderal Raden Pranoto Reksosamodra jika kita bayangkan bahwa tahun tahun ini sedang terjadi perubahan politik yang bersejarah di negara kita . Sebetulnya sejak kemerdekaan, ini merupakan kedua kalinya kita menemui titik balik yang begini drastis. Perubahan sekarang mudah mudahan tidak akan mengundang pertumpahan darah seperti yang kita alami sebelumnya. Pada perubahan drastis yang terjadi satu generasi yang lalu yaitu pada peristiwa pergerakan pergerakan 30 September, terjadi pertumbahan darah yang luar biasa besarnya, bukan saja untuk ukuran negara kita namun juga untuk dunia. Perkiraan jumlah korban yang jatuh antara 100 ribu sampai sejuta, namun ada orang berkata sekitar 500 ribu, tidak pernah akan ada yang mengetahui . sebab bagaimana pembunuhan itu terjadi yaitu diluar lampu sorot politik apalagi lampu sorot pers. jika peristiwa G30S dan munculnya pemerintah Suharto sesudahnya, dibayangkan sebagai suatu pertikaian antara rezim Sukarno yang menaungi partai komunis, dengan pemerintah baru yang diketuai oleh Angkatan Darat. Pada waktu itu masyarakat negara kita dan internasional menganggap bahwa korban korban yang jatuh sebagian besar oleh emosi masyarakat yang melawan kegiatan orang komunis, orang PKI yang opresif, yang keras. namun pandangan
sejarah yang lahir sesudahnya dan sekarang, mempertanyakan juga apakah memang demikian
hitam putihnya. Mungkin juga suatu unsur yang ada dibelakang pembunuhan itu untuk motif
motif politik. Itu kita akan tinggalkan pada ahli sejarah, namun korban manusianya yang ratusan
ribu mati dibunuh, ribuan orang tahanan politik, mulai dari yang ringan seperti diambil hak hak
politiknya, sampai pada yang masuk pembuangan di pulau Buru, masuk penjara, dan yang
kabur atau diasingkan keluar negeri. Dengan pergantian rezim menjadi pemerintah yang lebih
manusiawi, berangsur angsur para pihak yang bersimpati kepada golongan kiri diijinkan untuk
muncul kembali. Mereka muncul dari tahanan, mulai dari sastrawan terkemuka seperti
Pramoedya Ananta Toer sampai pada tokoh politik. Dengan wawasan yang tertempa oleh pengasingan dan penderitaan sekian puluh tahun , tamu Perpektif Baru kita sekarang yaitu Bapak Hardoyo yang pada waktu kejadian G30S sebagai Ketua Umum Consentrasi pergerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), yang waktu itu sangat disegani dan ditakuti oleh pihak pihak yang tidak senang pada komunis. sebab CGMI dianggap sebagai onderbow atau organisasi dalam lingkungan Partai Komunis Indonesia (PKI). Sekarang sesudah ditahan sekian lama, pak Hardoyo akan menceritakan langsung pengalamannya kepada pemandu Perspektif
Baru, Wimar Witoelar. agar generasi sekarang mengerti, Bapak itu ketua umum CGMI (Consentrasi pergerakan Mahasiswa Indonesia ), waktu itu sebesar apa dan bagaimana liputan organisasi Bapak dan apa hubungannya dengan Partai Komunis Indonesia , CGMI lahir tahun 56 dari fusi CMB Bandung, CMY Yogya, dan GMI Bogor. Ketua pertamanya Kapten Ir. Agus Wiyono yang nanti menjadi Mayor Jendral dan Sekjen Departemen Perindustrian. Saya ketua umum pusat ketiga tahun 60 63 namun justru itu tahun yang amat berat. sebab waktu itu dalam demokrasi terpimpin ada nasakomisasi. Pada tahun 64, CGMI ditantang, jika CGMI tidak menyatakan kom dalam dewan dewan mahasiswa tidak boleh duduk sebagai Dewan, sebab dewan mahasiswa harus nasakom, katanya HMI dan
sebagainya. Akhirnya CGMI tanya sama PKI, bolehkah CGMI menyatakan dirinya kom, Ya,
nggak bisa, kamu komnya siapa , wong CGMI beragam . Akhirnya ada kompromi, tahun
64 saya sudah tidak ketua umum lagi CGMI menjadi Organisasi Mahasiswa Komunis dan
Progresif Non Komunis.
Jadi tidak didirikan oleh PKI dan waktu berdiri tidak ada hubungannya dengan PKI. namun
ideologinya apakah memang komunisme, Tidak ada hubungannya dengan PKI. CGMI waktu berdiri ideologinya tidak seneng ada partai
partai, malah mendukung sukarno untuk menyederhanakan partai partai. mungkin bung
Wimar masih ingat di Bandung CGMI seperti Soekarno Yugen. tahun 64 lain lagi. Untuk CGMI
bisa berkembang harus menerima mewakili kom padahal sebetulnya dalam CGMI yang disebut kom itu mungkin anak anaknya PKI yang mungkin tidak lebih dari 2 persen. Anggota CGMI tahun 64 sebanyak 18 ribu. Pada waktu ditahan, Bapak menjadi anggota DPRGR mewakili didalam fraksi,
Saya tahun 60 diangkat oleh sukarno saat pembaharuan DPR ke DPRD, saya mewakili
fraksi Golongan Karya Pemuda. Fraksi Golkar ya, lucu juga. namun tentu kondisi nya sangat berbeda. lalu Bapak ditahan kapan, berapa lama dan tuduhannya apa, Saya ditahan mulai 10 November 66 dan bebas tanggal 9 Desember 79, dalam tuduhan yang disebut berindikasi G 30 S PKI. Jadi ditahan sesudah Super Semar.
Bapak tidak terlibat dalam G30S, Tidak, dan saya tidak pernah diadili. Jadi pada waktu kegiatan mahasiswa yang melawan Sukarno, kegiatan Bapak di CGMI apa saja, jika waktu melawan Sukarno tahun 65 66, saya sembunyi sebab sudah mulai dikejar kejar. Menyelamatkan diri.
Apa Bapak memiliki pengalaman dengan orang yang sesudah dikejar kejar lalu ditangkap atau dibunuh, untuk mengungkap misteri sekitar pembunuhan tahun 66. Apa Bapak memiliki pengalaman pribadi, Nggak ada cuma hanya sekedar saya kan dikumpulkan dalam camp dengan berberagam orang. Jadi saya bisa cerita beragam , saya mendengar. Campnya di mana pak Hardoyo, Saya pertama ditangkap dimasukan Kodim Kalong di Jakarta Pusat dekat Air Mancur,
lalu dipindahkan ke RTM, rumah tahanan militer, di Salemba sebentar, kembali lagi RTM. Jadi jika diurut di RTM 8,5 tahun , di Nirbaya 1,5 tahun , selebihnya masa terakhir di Salemba. Di RTM itu kan ada berberagam orang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan PKI atau komunisme, bahkan bukan orang kiri. Bahkan ada yang sekarang masuk pemerintahan. Bisa anda sebut beberapa rekan anda di RTM waktu itu,
Saya bersyukur bahwa saya bisa bertemu dengan segala macam teman dari semua kalangan,
termasuk saat Malari masuk saya ketemu Marsillam, Rahman Toleng, Sjahril, Hariman
Siregar. Bahkan juga suami Megawati, Taufik Kemas. Terus anda berdiskusi politik nggak waktu itu, Tentu, itu kan kesempatan sangat bagus.
Apa yang anda bisa ceritakan secara singkat mengenai pandangan politik anda yang latar belakang CGMI dengan dengan orang seperti itu dari mulai Hariman Siregar sampai Sjahril, Marsillam segala macam. Persamaan perbedaannya dimana, Saya kira pada waktu jaman sukarno , kami semua percaya bahwa sosialisme negara kita akan terjadi di negara kita . namun tiba tiba terjadi seperti itu kan seperti petir datang dan berubah segalanya. lalu kami lihat dan mendengar apa dan kenapa ada G30S, apa itu G30S, sampai hari ini bagi saya sebetulnya masih misteri. Itu apa , Jadi G30S itu sebagai suatu peristiwa tidak diketahui oleh seorang aktivis CGMI seperti Bapak, seorang anggota DPR, G30S itu terpisah dari kegiatan CGMI, Terpisah. Kami juga pernah mendengar seperti situasi politik katanya Dewan Jendral mau kudeta. Itu saja. namun tidak pernah ada satu persiapan bagaimana melawan kudeta, saya juga
heran. jika PKI mau melawan kudeta, mestinya kan buruhnya dikerahkan, taninya dikerahkan, namun itu tidak ada. Sepertinya orang antri mati saja. Bapak kenal orang yang tokoh PKI nggak,
Kenal banyak. Apakah mereka terlibat G30S sebelum terjadinya, Didalam penjara saya bertanya pada mereka dan hampir semuanya tidak mengetahui . mungkin yang mengetahui cuma hanya sekedar yang disebut biro khusus.
Biro khusus seperti biro politik dan orang dalam sekali ya, Biro khusus itu seperti anak buahnya Samlah (maksudnya Sam Kamaruzaman). Itulah yang sampai sekarang juga menjadi misteri untuk kami, sebab nggak pernah melihat wajah itu.
Malah ada yang berkata , dari teman teman PKI itulah partai in the party. Sam Kamaruzaman yang misterius itu. Bapak 13 tahun dipenjara lalu keluar, bagaimana kondisi dikeluarkannya Bapak, apakah sesudah keluar bisa kembali aktif
dalam masyarakat, Keluarga saya kan ketakutan semua. Jadi saat saya didalam penjara ada untung masih ada ibu saya dan beberapa adik saya yang tidak takut, masih mengirim makanan. jika nggak ada makanan, saya mesti hidup dari makanan penjara yang sangat tipis. sebab itu waktu teman teman Malari datang ya kami merasa untung. Banyak makanan dari teman teman Malari. Kami jadi lebih sehat dan banyak membantu kami memang. orang seperti Sjahril, Marsillam, itu yaitu aktivis bahkan pemimpin dalam pergerakan mahasiswa angkatan 66, dan lawannya yaitu rejim Sukarno, waktu di penjara
anda merasa diri sebagai lawan politik mereka atau tidak, Saya kira tidak. Pak Badio saat saya masih SD, pernah bicara di Tulung Agung, waktu itu saya tanya Pak Badio kenapa begini , Kita ini hanya menjadi korban perang dingin saja, diadu
domba seperti itu. Itu kata kata beliau yang sampai sekarang saya pikirkan. perang dingin dalam arti konteks internasional antara negara Barat dan negara Komunis. lalu pak Hardoyo keluar dari tahanan, masuk dalam masyarakat yang sudah dalam tahun kesekian pemerintah Suharto. Apa kesan kesan waktu itu, Kami tetap gagap, sebabnya takut, hidup ini bagaimana, Yang aneh, saat dibebaskan kami teken pernyataan 7 pasal, nggak boleh masuk partai, nggak boleh ini, nggak boleh itu. Juga ada
9 pekerjaan yang tertutup bagi kami termasuk menjadi wartawan, jadi pendeta, jadi pengacara,
guru, lalu kami juga meneken tidak akan menuntut ganti rugi pada pemerintah. Pikiran saya
waktu itu yang penting saya bebas sebagai manusia biasa dan cari hidup. Saya segera ditolong oleh teman teman seperti Aristides Katopo, Satyagraha Hoerip, yang memberikan saya pekerjaan untuk terjemahan. Kadang kadang saya juga menjadi editor, selebihnya saya juga
dibantu oleh adik adik saya sambil masih marah marah, kamu sudah ikut politik ya, Diam saja
jangan ikut ikut politik nanti keluarga susah. Saya peduli semua itu.
Sekarang bagaimana pendapat pak Hardoyo mengenai politik ini atau jika ditarik cepat
sekali dari sejak keluar jaman Suharto sampai kepada jatuhnya Suharto, bagaimana
pandangan pak Hardoyo berubah,
Saya terkejut , bagaimana kok Suharto bisa jatuh. Saya terkejut sekali. Terlalu cepat perkembangan
itu berdasar keterangan saksi logika saya.
Berapa banyak dari hak hak warga negara pak Hardoyo masih dicabut sampai selesai
rejim Suharto, apa yang masih tersisa atau sebagai cap pada pak Hardoyo,
Waktu rezim Suharto akan berakhir tahun 95 stigma ET dari KTP dicabut. Itu kami sedikit lega.
namun instruksi Mendagri nomor 32 tahun 81, Amir Machmud pada waktu itu sampai sekarang
belum dicabut sekalipun Gus Dur katanya sudah memerintahkan Mendagri yang sekarang
untuk dicabut, namun belum dicabut. Padahal itu banyak ketentuan yang memicu kami kena
beberapa diskriminasi. contohnya jika mau pindah rumah harus ada pihak ketiga yang
bertanggung jawab. Itu sampai sekarang ketentuannya masih ada dan belum dicabut. Jadi kami sebetulnya masih terkena banyak pembatasan. Termasuk bekerja di 9 pekerjaan sekalipun dalam praktek sudah mulai longgar. namun saya dengar di Priok, teman saya yang tua tua itu masih kena wajib lapor entah sebulan atau dua bulan sekali. Yogya juga katanya masih begitu. Sekarang sepengetahuan pak Hardoyo, tahanan tahanan politik yang berhubungan dengan G30S itu apa sudah keluar semua,
Semua sudah bebas, terakhir Latief Cs itu.
Jadi dalam pandangan bapak apa yang sekarang bisa diharapkan dalam suasana politik
yang baru sesudah bapak mengalami berbagai suasana politik. Sekarang bagaimana
pandangan Bapak mengenai perkembangan politik di tanah air, Saya kira bangsa negara kita sekarang ini menghadapi globalisasi, saya pernah mendengar ini neo liberalisme yang akibatnya banyak memicu rakyat kecil menderita. Saya pikir warisan masa lalu termasuk berbagai konflik perlu diselesaikan, perlu ada rekonsiliasi. Jika tidak, mau kemana bangsa negara kita ini, mungkin semua kalangan termasuk kalangan saya sendiri
harus berpikir, semua ambil bagian dari satu kesalahan masa lalu. Ini berarti sekali ucapan Bapak, sebabnya jika mau rekonsiliasi yang paling harus didengar suaranya itu para korban ketidakadilan dahulu . Lalu jika sekarang ada
rekonsiliasi, bagaimana anda menutup buku terhadap ketidak adilan yang berdasar keterangan saksi persepsi Bapak sudah melanda kehidupan Bapak dahulu . Dibiarkan saja begitu, Saya kira mungkin tidak seluruhnya. Saya setuju dengan gagasan Gus Dur untuk membentuk
komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Mungkin kita bisa belajar dari Nelson Mandela, namun jika di
Nelson Mandela kan hanya satu masalah , apartheid. Di negara kita banyak sekali masalah tidak hanya tahun 65 yang menjadi korban dan luas jumlahnya masalah saya membayangkan betapa sulitnya. namun saya senang sekali mendengar katanya medio Maret nanti Menteri Yusril akan mengajukan rancangan Undang undang komisi kebenaran dan rekonsiliasi ke DPR. Mudah mudahan DPR sudah siap menghadapi itu. Kadang kadang saya juga pesimis, jika saya ingat
omongannya Dr. Riswanda Himawan, bangsa negara kita itu mengidap budaya tumpas kelor,
akar politik harus dihabiskan. Ini susah untuk rekonsiliasi. Sekarang terbit bukunya Pramoedia
Ken Dedes Ken Arok. Yang intinya sejarah mata rantai dendam yang terus menerus diantara
raja raja di Jawa. Malah kemarin ada satu seminar yang diadakan dalam rangka sebelas Maret, itu ada yang menceritakan, sebetulnya G30S itu kan seperti orang dibuat perang kap apa, bikin sombong, dan beragam , itu seperti dijadikan kebo ijo dalam masalah empu gandring. Tadi
tengah malam saya dengar itu. PKI berhenti dalam satu peristiwa yang mendadak dan berdarah. Pemikiran pemikiran didalamnya selain pemikiran komunis partai, tentunya banyak juga pemikiran kiri, pemikiran sosialis, yang memiliki suatu validitas tertentu. Sekarang bagaimana
pemikiran kiri di negara kita , terwakili oleh siapa dan apa masih perlu jaman sekarang dibandingkan dengan dahulu , Saya kira sebagai satu pandangan kiri dalam arti membela untuk social justice dan sebagainya itu masih perlu. Bahkan mungkin sebagai seperti counter culture juga penting. cuma hanya sekedar yang
perlu ditegaskan hantu yang dikatakan PKI masih hidup itu salah. Sudah finish, selesai. Coba
gambarkan represif demikian hebat itu memicu trauma, anak anak trauma, keluarga rata rata
60 % ke atas cerai. Anak anak menjadi anti orang tua, dan jika pak Wimar lihat contohnya dari
pergerakan reformasi, apa ada anak komunisme. namun bahwa ada ide ide mengenai kiri dalam arti untuk social justice, kita lihat saja Dawam Raharjo, Adi Sasono. Apalagi sekarang banyak buku buku yang tidak ditutup masuk negara kita , pasti semua orang mengetahui , terbuka. Saya kira jika berdasar keterangan saksi saya nanti kekuatan demokratis untuk di reformasi damai itu saya kira kaum kiri. Bapak Hardoyo sebagai orang kalangan kiri, dan dekat dengan berbagai organisasi kiri, percaya sekarang contohnya PKI sudah mati dan komunis dokriner sudah mati. namun berdasar keterangan saksi perasaan bapak apakah kepercaya an itu akan ada pada pihak tentara, pada pihak masyarakat lain, masih ada kecurigaan tidak terhadap PKI atau terhadap Bapak pribadi, Saya kira iya, bahwa kecurigaan kan kita lihat beberapa teman dari komisi dua, atau Arief Budiman sendiri sesudah kesini, ini gimana , , semua boleh asal nggak dengan PKI. Artinya bahaya laten PKI sebagai satu musuh yang harus terus menerus ada itu diperlukan. Itu ilmiah atau tidak, ya silahkan dipikirkan para pakar, yang terang saya menyesalkan kenapa kaum demokrat, kaum humanis tidak membahas soal itu. Apakah PKI perlu dievaluasi kembali dalam perspektif sejarah, Klarifikasi mengenai PKI dan semuanya termasuk peristiwa 1 Oktober sangat perlu. Tempo hari LIPI kan sudah mulai dalam menjernihkan masalah 65 dimana Gerwani ternyata tidak memotong motong para Jendral. Itu sudah ada visum, padahal berita itu sendiri cukup mengobarkan pembunuhan massal di daerah daerah. Saya kira itu penting jika Bapak melihat politik sekarang mulai yang konkritlah, seperti kawan kawan di PRD atau pergerakan mahasiswa, masuk kategori mana jika dibandingkan dengan pemikiran
rekan rekan Bapak dahulu , PRD ini pergerakan anak anak muda yang radikal, namun sama sekali bukan komunis. Saya senang saat Budiman menjelaskan dia senang untuk memperjelas posisi dia, PRD ini hendaknya
disamakan dengan Partai Buruh Brazil yang kalah sedikit suara diluar Cardozo, sebuah partai
sosialis namun didalamnya banyak faksi, dan itu demokratis sekali. jika sudah demikian mau
dicap komunis yang macam mana PRD ini.
berdasar keterangan saksi Bapak apakah kiri itu kiri seperti PRD atau yang ada dalam organisasi
kelompok kelompok yang tidak terorganisir akan memiliki kontribusi terhadap warna politik atau struktur politik dimasa depan yang 5,10 tahun ini, Saya kira ya, saya sudah mulai melihat bahwa kelompok kelompok sosial demokrasi akan
tumbuh di mana mana dengan latar belakang bisa Islam, Kristen, bisa juga tidak apa apa, nasionalis, itu nanti akan mewarnai pertumbuhan pemikiran kiri baru di negara kita . Salah satu issu yang sekarang muncul di dalam dan diluar organisasi politik yaitu yang tadi Bapak singgung juga globalisasi, internasionalisme. Komunisme itu kan sangat internasional sebetulnya namun sangat anti kapitalistik. Sekarang jika kita bicara
internasional, itu dengan sendirinya yaitu kapitalisme sebab komunisme internasional
tidak ada. Tadi Bapak mengatakan agar waspada terhadap globalisme namun lawannya apa,
nasionalisme atau bagaimana itupenyeimbangnya, Saya kira bagi negara negara yang sedang berkembang mau tidak mau menuju ke kapitalis.
cuma hanya sekedar jika istilah teman teman kapitalisme yang berkeadilan, dan memang sosial demokrasi yang bisa menghadapi ini. Seperti kita ditekan IMF, teman teman PRD menyuarakan soal
kenaikan harga listrik dan minyak. Itu kan sebetulnya mendukung Gus Dur untuk berani
melawan IMF, agar jangan sampai korbannya orang kecil terlalu banyak. Saya kira seperti itu
saja, namun tidak anti kapitalisme. Berarti soal pasar bebas sebagai satu prinsip ekonomi, Bapak tidak berkeberatan pada saat ini, fakta didunia sekarang seperti saat saya berbicara di Melbourne, saat saya mau bebas saya ditanya apakah Pak Hardoyo masih Marxis komunis, jawaban saya dari Marxisme yang saya ambil, bahwa yang abadi yaitu perubahan. So Iam what Iam, lihat saja nanti jika saya bebas, apakah saya Marxis atau neo fasis. Mengenai hubungan dengan TNI bagaimana, pasti Bapak pengalamannya banyak dengan TNI, ABRI jaman dahulu . Arah perkembangan masyarakat dalam memandang TNI itu bagaimana, Hubungan dengan TNI yang paling sering saat saya di DPR, saya kan satu fraksi sama TNI, praktikal dengan Golongan Karya. Jadi saya mempelajari jalan pikiran mereka. Saya pikir jika dalam sejarah, TNI juga korban sejarah kok sebetulnya, kenapa sampai menjadi seperti begini. Nah, sekarang dalam jaman demokrasi memang perjuangan TNI dalam demokrasi penting sekali. Sepertinya ideologi memang sudah mati mungkin di dunia atau di negara kita , sebab Bapak saja sangat realistis bahkan pragmatis dalam melihat jalannya sejarah. Bagaimana lalu jaminan kemanusiaan kedepan, hak azasi manusiakah, atau di agama,
bagaimana nantinya kan nggak bisa juga kita terlalu melihat realitas, Saya belum pernah membaca bukunya Fukuyama mengenai ideologi. mungkin jika kita bicara konsep ideologi dahulu , ideologi itu apa , Manifestasi kepentingan kelas, golongan, kelas dalam arti sosiologi dahulu . Saya tidak mengetahui apakah itu slogan mati apa tidak, namun saya pikir dunia kita sekarang lebih melihat masalah manusia lebih tajam. Seperti juga generasi hak azasi manusia pertama tahun 48 itu sangat anggotanya alistis, namun pada generasi kedua, ketiga sudah mulai kelompok, sosial, golongan. Jadi tidak saja liberalistis masih ada pengertian kolektif dan sebagainya. Itu kan menarik. Jika demikian halnya, pikiran pikiran yang dahulu hidup membela kapitalisme juga diimbangi pengertian sosialisme dalam beberapa konvensi human right ini. sebab itu saya berpendapat perjuangan untuk demokrasi dan HAM itu nomor satu. jika memang terjadi komisi kebenaran dan rekonsiliasi, atau pergerakan kebenaran dan rekonsiliasi, apa pak Hardoyo bersedia untuk aktif menyuarakan pendapatnya dalam pihak yang mempromosikan rekonsiliasi,
Saya tempo hari diundang di antara 31 orang oleh Elsam untuk menyusun Rancangan Undang
undang untuk RUU kebenaran itu, dan yang jelas sudah selesai. Katanya nanti disumbangkan
pada pemerintah, medio Maret akan dibawa ke DPR. Saya tentu akan mendukung itu sebab itu
pendidikan politik dan kebudayaan yang baik untuk bangsa. Di ruang kerjanya yang penuh dengan aneka barang yang bertumpuk disegala sudut, Kolonel Latief membongkar sebuah kardus berisi koleksi foto foto lusuh para napol PKI
yang pernah berada di LP Cipinang. Beberapa foto dipenuhi dengan tanda silang. Aku bertanya pada Kolonel Latief apa arti tanda silang ini . Setiap kali ada napol PKI yang dihukum mati atau meninggal dunia di Cipinang sini, saya memberikan coretan silang di foto mereka. Jadilah koleksi foto sang Kolonel penuh dengan tanda
silang. Anehnya pada foto pak Asep Suryaman, Bungkus dan Marsudi juga diberikan tanda silang, padahal ketiganya masih hidup dan ditahan di Cipinang. Kolonel Latief berkata dengan tawa.‘Harusnya dia sudah mati, namun tidak jadi dieksekusi sebab dapat tekanan dari dunia internasional‘. Pada atahun l990, Soeharto hendak mengeksekusi Pak Bungkus, Marsudi, dan Asep Suryaman, tiga napol PKI yang sudah
hampir 25 tahun dipenjara. Keputusan eksekusi ini betul betul mengejutkan, sebab mereka semua sudah tua dan sakit sakitan sesudah 25 tahun mendekam di penjara. sesudah memperoleh tekanan internasional eksekusi ini dibatalkan. Namun Kolonel Latief sudah terlanjur memberi tanda silang pada ketiganya. Dengan berkelakar
ia berkata saya berkawan dengan hantu.‘ Bila ketiganya betul betul dieksekusi, pastilah
pak Latief tidak kan tertawa lebar menceritakan sejarah coretan silang ini , seperti raut mukanya yang sedih menceritakan mereka yang betul betul sudah dieksekusi. saat kami masuk ke LP Cipinang masih ada lima orang napol yang dituduh sebagai PKI. Tiga orang dari militer yang tersangkut dengan peristiwa penculikan para
Jendral yang diangkut ke Lubang Buaya yaitu, Kolonel Latief, Bungkus dan Marsudi. Dari banyak pembicaraan dengan ketiganya, saya mengambil kesan tampaknya mereka lebih merupakan Sukarnois‘ dibandingkan seorang kader PKI. Ketiganya terlibat dalam masalah Gestok dengan anggapan ingin menyelamatkan kekuasaan konstitusional sukarno , bukan dalam kerangka kepentingan PKI. Untuk itu ketiganya hanya di peralat, itu suatu kemungkinan yang juga harus bisa diterima. Pak Bungkus, yang pernah bekerja sebagai Pengawal Presiden mengatakan
bahwa ia paling berkesan dengan kebandelan Megawati yang saat itu masih kecil. Coba banyangkan ia ingin bermain badminton di halaman depan istana. dengan terpaksa lah
saya sebagai pengawal presiden harus memegangi net atau ikut bermain badminton.
Megawati tidak mau dilarang. Namun dangan pandangan menerawang ia berguman,‘
mungkin Megawati sudah tidak ingat lagi, sebab waktu itu masih kecil.‘ Selain ketiga napol yang berlatar belakang militer juga ada dua anggota CC PKI yaitu Pak Asep Suryaman dan Pak Sukatno. Pak Asep seorang yang tenang dan
tampak sebagai seorang pemikir. Ia ditangkap saat sedang membangun basis gerilya
di sekitar gunung Merapi dan Merbabu di Jawa Tengah, pada tahun l967. berdasar keterangan saksi kisahnya, ia ditangkap sebab kurir mereka, yang seorang anak kecil ditangkap dan
dipaksa untuk memberitahu persembunyian mereka. Ia divonis hukuman mati, namun
entah mengapa luput dari eksekusi hingga 20 tahun lebih ditahan. Ia merasa memperoleh kesempatan kedua‘ untuk hidup saat eksekusi yang hendak dilakukan pada tahun l990 dibatalkan sebab tekanan internasional. Setiap tengah malam sesudah pengumuman pemerintah akan mengeksekusi kami, saya menunggu kedatangan tim eksekutor didalam sel. Situasinya begitu mencekam, namun saya termasuk beruntung sebab terlambat dieksekusi lebih dari 20 tahun .‘ Kata katanya bahwa saya termasuk beruntung‘ betul betul mengagetkan saya, sebab ia menganggap penantian eksekusi yang panjang bukanlah sebagai hal yang
menegangkan dan harus dipikirkan. Selama penantian eksekusi yang tak kunjung datang , ia tetap melakukan hal hal wajar yagn biasa sehari hari ia lakukan dipenjara Dan nyatanya, meskipun ia gagal dieksekusi ditahun l990, vonis hukuman matinya tidak dirubah sama sekali. mengenai pak Sukatno sendiri tidak banyak kami ketahui . saat kami masuk ke penjara Cipinang kondisinya sudah sangat parah akibat stroke dan komplikasi penyakit lainnya. Ia hanya berbaring ditempat tidur dirawat oleh kawan kawan napol PKI dan seorang korvenya. Ia sudah tidak dapat berbicara dan mengenali lingkungan sekitarnya.
Rambutnya sudah putih ditumbuhi uban dan badannya kurus kering seperti kulit membalut tulang. berdasar keterangan saksi pak Asep kondisinya semakin hari semakin parah. Sehari
sebelum hari raya Idul Adha 1997 ia sudah menunjukan tanda menjelang ajal. Para Napol di Cipinang berdatangan ke sel pak Katno, dan itu yaitu terakhir kali kami menemuinya didalam penjara. Di depan selnya saya menemui seorang perwira militer berpakaian lengkap berpangkat Kapten. berdasar keterangan saksi Nuku Sulaeman orang ini dari Bakorstanas, ia
dipanggil oleh pihak LP sebab mereka butuh ijin dari militer untuk membawa bawa nya
kerumah sakit Polri. Akhirnya Pak Katno dibawa ke RS Polri dan meningal dunia disana, tanpa kawan kawan setianya dari penjara Cipinang.
lalu kami mendengar jenazahnya diurus oleh Yayasan Hidup Baru dan dimakamkan di Jakarta. Para napol PKI tampaknya sangat sedih sekali, teutama, mereka tidak dapat berada disamping pak Katno menjelang ajal menjemputnya. Aku
sendiri berpendapat kematian sudah membebaskan pak Katno dari sakit dan
penderitannya yang panjang. Dan kematiannya didalam penjara sekaligus membuktikan sudah matinya kemanusiaan ditangan para penguasa Orde Baru. Di seluruh negara kita sendiri mnurut laporan Amnesti Internasional masih ada 14
orang napol PKI yang sudah tua dan sakit sakitan dan tersebar dalam berbagai LP di Jakarta, Padang, Semarang, Medan, Ujung Pandang, Kali Sosok dan Pamekasan. Kondisi para napol PKI ini sudah tua tua dan menderita berbagai penyakit berat. Di Penjara Cipinang sebagai contoh, kolonel Latief sejak tahun l994 terkena Stroke hingga
bagian kanan badannya menjadi lumpuh dan tidak bisa berbicara dengan jelas. Hanya dengan tekad dan kesabarannya, ia tetap bertahan mengatasi penyakit yang berat ini dengan semangat dan stamina yan masih tersisa di hari tuanya. Pak Asep Suryaman menderita sakit maag dan lever. Pak Bungkus terkena maag dan rematik
sementara pak Katno sudah tekena stroke dan hanya berbaring ditempat tidur. Pak Katno lalu meninggal pada hari raya Haji dibulan Maret l997 didalam penjara Sejak masuk Cipinang para napol PKI dipenjara di blok II D, atau yang disebut dengan blok Eki (Ekstrim Kiri), sebab blok ini memang diperuntukan untuk para napol PKI. Pak
Asep, pak Bungkus, Pak Marsudi dan Kolonel Latief tinggal sendiri didalam sel masing
masing, dan tiap orang mempuyai korve sendiri. Puluhan tahun dipenjara memicu sel mereka tampak penuh sesak dengan berbagai jenis barang, persis seperti gudang. Untuk mengisi kesibukan harian para napol PKI juga aktif dalam berbagai kegiatan. Pak Asep Suryaman menjabat sebagai ketua PBNC (Persatuan Badminton Narapidana Cipinang). Setiap Hari Selasa dan Jum‘at pagi ia mengkoordinir latihan PBNC di aula Blok IIIE, dibelakang sel para tahanan Politik PRD. Pak Bungkus sibuk membuka usaha jahit didalam selnya. Para narapidana dan tugas seringkali menjahit, mempermak atau menambal baju dan celananya pada pak Bungkus dengan imbalan tertentu. Pak Marsudi disibukan dengan kegiatan rohani di Gereja. Ia sudah menyerahkan seluruh hidupnya pada Jalan Tuhan Sementara Kolonel Latief sibuk dengan kegiatan di Bidang
Kerja (Bidker), menjadi menejer tim sepakbola bloknya, menulis dan memberi kursus
bahasa Inggris (berhenti sesudah ia terkena stroke). saat para tahanan Politik PRD masuk kepenjara Cipinang kami menemui sang Kolonel sebagai orang yang familiar dan penuh humor. Bayangan sang Kolonel seperti yang
digambarkan film G 30 S PKI versi Orde Baru tidak tampak sama sekali. Hampir setiap pagi sang Kolonel datang ke sel kami untuk membangunkan kami atau sekedar menceritakan berita dari BBC dan radio Nederland yang baru ia dengar tengah malam tadi. Aku, yang kebetulan sering bangun paling pagi, mendengarkan semua berita radio
yang disampaikan oleh sang kolonel. Dari semua napol PKI, berbicara dengan sang kolonel yang senang berceita yaitu yang paling menyenangkan. Kolonel Latief ditangkap pada bulan Oktober l965 dan di Mahmilusukarno an tigabelas tahun lalu yaitu pada tahun l978. Vonis yang diberikan
semula yaitu hukuman mati, namun memperoleh Grasi dari Soeharto hukumannya diubah menjadi penjara seumur hidup. Saat ditangkap, kaki kanan Kolonel latief luka parah terkena bayonet. Kakinya yang luka ini tidak diobati namun didiamkan hingga bernanah dan berbelatung. saat
diobati, ia menjadi pincang dan harus memakai tongkat untuk berjalan, atau sepatu khusus dengan sol yang tebal sebelah. Ia ditahan dalam sel isolasi di Blok N Rutan Salemba. Selama di tahan di sel Isolasi ia memakan apa saja yang bisa dimakan, termasuk cicak, tikus, kecoa saat ditahan di Salemba jangan ditanya apa yang kami makan, namun tanyalah apa saja yang belum kami makan , katanya. Menjelang vonis Mahmilub ia menulis catatan dengan tulisan tangannya;
Aku buat sebuah nyanyian pada waktu akan di adili di Mahkamah Militer Tinggi. Hukuman yang akan dijatuhkan perkiran saya paling tinggi mati , paling rendah pun mati. Aku buat saat dalam kondisi parah kakiku lutut kiri, paha kanan yang dibayonet di balut dengan gibs membengkak dan membusuk sehingga berbau busuk sampai
sampai tahun l966. Bersamaan dengan meninggalnya anak ku tertua Gatot Waspodo
Harjono . Meninggal tertubruk mobil tentara di Patung Tani kaki dan badanku dikerumuni ulat ulat atau belatung. Aku disel isolasi berat di Blok N Penjara Salemba. Di kunci terus menerus/ditutup dobel pintu (doeble door) Salemba l0 tahun dari tanggal l Oktober l965 s/d l975.
Bersama Pak Latief aku sibuk mengedit tulisan dia mengenai Serangan Umum Satu Maret l949‘ atau yang lebih dikenal dengan peristwa Enam Jam di Yogyakarta.‘ Naskah tulisan pak Latief ini memiliki sejarah yang heboh . Draft tulisan ini sudah ia buat sejak tahun l984 sebagai usaha nya untuk meluruskan literatur disekitar peristiwa ini . Pada tahun l994 ia menyerahkan draft ini pada teman temanya seorang mantan napol PKI untuk diketik ulang dan diedit. Namun sampai tahun l996, teman temanya ini tidak jelas kabar beritanya. Pak Latief sudah pasrah bahwa naskahnya pastilah hilang. Tiba tiba saja seseorang yang mengaku dari kerabat teman temanya yang mengetik naskah ini datang kepanjara membawa bawa naskahnya dan mengatakan bahwa bapak yang mengetik
naskah ini sudah meninggal dunia setahun yang lalu dan meminta agar naskah ini di berikan kepada pak Latief di penjara Cipinang.
sesudah naskah kembali ketangan pak Latief bencana baru muncul. Suatu hari Kolonel
Latief menunjukan naskah ini ke pihak LP dan meminta ijin untuk memicu copy dari naskahnya. Pihak LP bukannya memberi ijin namun malahan menyita naskah dari pak Latief ini . Kolonel Latief berang dengan penyitaan ini sebab ia sudah
memperoleh surat ijin dari pihak LP untuk menulis naskah ini . Naskah yang disita dikembAlikan sesudah pak Latief dapat menunjukan surat ijin untuk menulis naskah ini dari Kalapas sebelumnya. Aku diberikan naskah ini oleh Pak Latief dan diminta untuk mengetik ulang dan mengeditnya. sesudah aku edit dengan
mesin ketik, aku kirim naskah ini kepada kawan kawan JKB di luar penjara untuk diketik ulang dengan komputer. Dalam literatur sejarah Orde Baru digambarkan bahwa Soeharto lah yang memiliki ide dan memimpin penyerbuan Serangan Umum Satu Maret di Yogyakarta. Serangan
ini dilakukan bersamaan dengan pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York dengan tujuan untuk membuktikan bawa pemerintah Republik Indonesia yang berdaulat masih ada dan tidak tunduk di bawah agresor Belanda.
Bantahan atas peranserta Soeharto in pertama kali dilakukan oleh Wertheim, yang mengatakan justru saat operasi sedang berlangsung Soeharto sedang asyik diwarung Soto. Sementara pak latief sendiri mengatakan bahwa rencana penyerangan ini yaitu inisiatif dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedang Soeharto hanyalah pelaksana lapangan. Hal lain yang di coba dihilangkan yaitu peran dari Kolonel Latief dalam penyerangan ini . Padahal pak Latief sendiri, berdasar keterangan saksi kisahnya, ikut memimpin pasukan menyerbu kedalam kota Yogya. Bahkan seorang anak buah saya mati tertembak kepalanya. Soeharto di jaman Revolusi, ternyata sudah merupakan Soeharto yang licik . berdasar keterangan saksi pak Latief, kesatuan pak Harto memiliki beberapa bus rampasan perang yang lalu di obyek‘ kan dengan rute Solo Yogyakarta. Hasil obyekan ini tidak jelas keman larinya. Soeharto juga mengambil beberapa Jeep warisan tentara sekutu yang seharusnya menjadi milik Sri Sulatan Hamengkubuwono IX. Namun dengan akal bulusnya jeep jeep ini diambil alih untuk kesatuan dan keperluan pribadinya. mengenai terjerumusnya Soeharto dalam hal mengobyekan jabatan dan kesatuannya untuk kepentingan ekonomis berdasar keterangan saksi dugaan pak Latief mungkin ditembak ong oleh istrinya ibu Tien Soeharto. Ibu Tien ini, sebagai putri keraton sudah sejak lama telibat dalam
jual beli perhiasan. Dan kebanyakan barang baarng ini didapat dari para pedagang Cina. Hoby berdagang ini yang lalu ditularkan pada Soeharto, anak desa yang introvet berhadapan dengan istrinya yang dari keraton‘. Bahkan kontak
Soeharto dengan para pedagang Cina,kemungkinan juga didapat dari ibu Tien, sebab
ibu Tien yang berpengalaman dalam hal urusan dagang dengan orang peranserta akan Cina dalam jual beli perhiasan.Ini mungkin dapat menjelaskan bagimana mungkin seorang anak desa ‘ seperti Soeharto dapat memiliki motif sebagai pedagang. Di dalam penjara aku juga memperoleh Copy dari pledoi pak Latief, dalam kondisi sudah mengenaskan, banyak bagian yang sudah tak bisa terbaca lagi. Aku tanya kepada pak Latief dimana pledoi aslinya. Yang asli dipinjam oleh si C dan sampai sekarang belum dikembalikan, katanya dengan nada suara meninggi. mengenai peristiwa Gestok l965 sendiri, Kolonel Latief percaya bahwa Soeharto temasuk orang yang harus bertanggungjawab. Kesaksian Latief ini penting sebab , membuktikan
bahwa Soeharto yaitu orang yang paling diuntungkan dengan pembunuhan para jendral yang menjadi rival‘nya dan situasi kaos yang ia ciptakan. Di dalam penjara sendiri Kolonel Latief percaya , Soeharto memunyai plot‘ tersendiri sesudah mengetahui akan terjadinya penculikan para jendral. Plot itu pada awalnya kurang begitu nampak, namun paska Gestok l965 nyata sekali bahwa plot ini bertujuan menggulingkan
kekuasaan konstitusional presiden Soekarno dan menjadi dirinya sebagai penguasa tertinggi di RI. Soeharto dan Ibu Tien sendiri yang ia ajukan sebagai saksi ternyata ditolak dalam persidangan mahmilub. Membantah keterangan Soeharto bahwa ia ke RS tengah malam menjelang meletusnya Gestok l965 untuk memeriksa dan membunuhnya dikatakan dalam kesaksian Kolonel Latief ; 2 hari sebelum peristiwa tanggal l Oktober l965, saya ditambah keluarga mendatangi ke rumah keluarga Bapak Jendral Soeharto di Jalan Haji Agus Salim, yang waktu itu
beliau masih menjabat sebagai panglima Pangkostrad. Di samping acara kekeluargaan
saya juga bermaksud: Menanyakan dengan adanya kabar Dewan Jendral, sekaligus
melaporkan kepada beliau . Beliau sendiri justru memberitahukan kepada saya: Bahwa
sehari sebelum datang ke rumah beliau, ada seorang bekas anak buahnya berasal dri
Yogyakarta bernama Subagiyo, memberitahukan mengenai adanya kabar Dewan Jenderal,
yan akan mengadakan Coup d‘etat terhadap kekuasaan pemerintahan presiden Soekarno... Yang sebetulnya , bahwa saya pada tengah malam itu di samping memang menengok putranya yang sedang terkena musibah, sekaligus untuk saya laporkan akan adanya pergerakan pada besok agi harinya, untuk menggagalkan rencana Coup D‘etat dri Dewan Jendral, di mana beliau sudah mengetahui sebelumnya. sesudah menyelesaikan naskah Serangan Umum Satu Maret l949, pak Latief mencoba untuk menulis autobiografinya. Ide ini tidak sempat ia laksanakan sebab penyakit stroke menyerang badan sebelah kanannya pada tahun l995. Sejak itu pak Latief lebih banyak berkosentrasi pada pemulihan kesehatannya. saat saya masuk kedalam penjara Cipinang pak Latief membicarakan kembali niatnya untuk memicu autobiorafi, namun ia tidak bisa menyelesaikannya sendiri, sebab
keterbatasannya secara fisik. Aku lalu menyangupi untuk membantu pak Latief untuk
menulis autobiografinya. Dalam metode penulisan aku usulkan pada pak Latief agar ia memulai dari kejadian kejadian penting yang menyangkut sejarah politik Soeharto contohnya pada masa
revolusi dan menjelang meletusnya G 30 S PKI. Selain itu masa masa ini relatif masih banyak yang diingat oleh pak Latief. Metode ini aku usulkan sebab sang kolonel tetap memaksa memicu autobiografi secara kronologis, sejak ia lahir, masa kecil, masa remaja, jaman Jepang, Revolusi dan seterusnya. Rentang waktu yang panjang ini , ingatannya yang sudah mulai lemah dan kondusi kesehatannya yang memburuk menjadi pertimbangannku untuk memulai
autobiografinya dari tahun tahun terakhir menjelang G 30 S PKI, sebab saat ini sangat penting untuk memahami keterlibatan Soeharto dan juga PKI didalam skenario penculikan ini . Namun sang kolonel menunjukan padaku sebuah buku autobiografi yang memuat riwayah hidup seorang tokoh yang aku lupa namanya sejak
ia masih kecil. Seperti ini jika menulis autobiopgrafi‘ katanya. Sejak saat itu sang kolonel mulai menulis diatas kertas folio dengan tulisan tangannya. sesudah menulis beberapa lembar tiba tiba saja pak Latief merasa tak enak badan dan tanganya gemetar bila menulis. berdasar keterangan saksi korvenya, pak Latief sering telat tidur sebab menulis riwayat hidupnya ini .sebab memaksakan diri ini akhirnya ia sakit,
mungkin demam ‘, kata sang korve. dengan terpaksa penulisan dihentikan dan dilanjutkan
kembali saat ia sudah kembali sehat. Aku katakan pada pak Latief, bapak jangan memaksakan diri sampai begadang segala, santai saja, tulis apa yang bapak ingat saja‘. sesudah memakan waktu sekitar 4 bulan, kami sudah menyelesaikan draft riwayat hidup sang kolonel hingga kedatangan jaman Jepang. Tebalnya sekitar 70 halaman.
Sampai jaman ini sang kolonel mandeg. Aku meminta pak Latief untuk memeriksa draft
yang aku ketik dan meminta ia untuk mengedit dan menambahkan data data baru yang
sudah ia ingat kembali. Keluarga para Napol PKI juga tidak sering berkunjung. Keluarga Pak Asep Suryaman tinggal di Tasikmalaya, Jawa Barat, mereka hanya datang tiap hari hari besar seperti
Lebaran. namun cucu pak Asep, seorang mahasiswi cantik yang kuliah di Jakarta sering
datang membawa bawa kan obat obatan dan keperluan sehari hari pak Asep. Keluarga Pak Bungkus tinggal di Madiun, dan hanya membesuk ke penjara pada hari haris besar seperti Lebaran. Namun berapa aktif LSM secara reguler mengunjungi pak Bungkus, seperti Maria Pakpahan dari Komite Pembebasan tahanan Politik atau Napol. Pak Marsudi keluarganya tinggal di Yogyakarata, dan datang membesuk pada hari hari besar agama seperti Natal atau Paskah. Sementara Kolonel Latief keluarganya tinggal di Surabaya. Cucu sang Kolonel yang tinggal di Jakarta sering datang kepenjara untuk membawa bawa obat obatan dan keperluan sang Kolonel.
Namun secara umum para keluarga napol PKI tidak begitu sering membesuk mereka
ke penjara. Setiap tahun sekali pihak ICRC mengorganisir kunjungan resmi keluarga napol PKI kepenjara Cipinang. Pihak ICRC menanggung seluruh biaya transportasi dan akomodasinya. Jarangnya anggota keluarga yang berkunjung, mungkin disengaja, untuk melindungi anak, cucu dan famili mereka dari stigma PKI sehingga tidak
memperoleh kesulitan dalam kehidupan sehari hari. Seperti di ketahui Orde Baru memberikan lebel ET (Eks tahanan Politik ) kepada seluruh mantan napol PKI dan keluarganya hingga ke anak cucu. Dengan label yang dicantumkan di
KTP ini, persis seperti bintang David yang dikenakan pada kaum Jahudi oleh Hitler,
para mantan napol dan keluarganya kehilangan hak haknya secara sosial, ekonomi dan politik. Mereka menjadi warga negara kelas dua, yang harus diawasi dan berbahaya, meskipun anak cucu yang saat Gestapu meletus masih bayi atau cucu mereka yang lahir dijaman Orde Baru dan tak mengetahui menahu mengenai masa lalu kakeknya. Para pembesuk setia para napol PKI di Cipinang yaitu rombongan ibu ibu mantan
Napol PKI. Usia mereka sudah tua tua, sama tuanya dengan para napol PKI di Cipinang. Setiap bulan mereka datang berombongan sekitar 5 l0 orang dengan membawa bawa kebutuhan sehari hari dan obat obatan bagi para napol PKI. Tidak lupa mereka membawa bawa pisang goreng, lontong, bakwan, mengetahui goreng atau kadang kadang nasi uduk dalam bungkusan daun. Dari para pembesuk ini biasanya mereka memperoleh
kabar mengenai sakitnya si anu‘ atau‘ meninggalnya si anu‘. Nampaknya pembebasan tahanan Politik atau napol PKI masih belum menemui jalan terang . Pembebasan Sri Bintang Pamungkas, Mochtar Pakpahan, Andi Sjahputra dan Nuku Sulaiman yang dilakukan oleh rejim Habibie hanyalah untuk kebutuhan diplomasi
mencairkan pinjaman utang luar negeri dari IMF. Secara politik pemerintahan yang baru
tetaplah tak berubah. Dalam penjelasanya mengenai pembebasan tahanan Politik atau napol pihak pemerintah menyatakan bahwa para tahanan Politik atau napol yang dibebaskan haruslah tidak termasuk kriteria; terlibat G 30 S PKI; Perjuangan bersenjata; Anti ideologi Pancasila. Dengan kriteria kriteria yang kental dengan ideologi politik Orba, maka nasib para sahabat sahabat tua saya di penjara Cipinang semakin tidak pasti. Berbagai kampanye dari Komite Pembebasan tahanan Politik atau Napol, kelompok Ham, tekanan internasional untuk membebaskan mereka dengan alasan kemanusiaan tidak mengubah mental perang dingin‘ dari para
penguasa rejim Habibie. Apapun argumentasinya, sudah tidak masuk diakal untuk menganggap para napol PKI sebagai musuh ideologis dari rejim dan membiarkan mereka menderita sakit sakitan di
dalam penjara. Dalam salah satu dialog dengan kawan kawan PRD kami sepakat, bila
pembebasan kami datang berupa amnesti, kami akan meminta pemerintah menukarnya
dengan pembebasan napol PKI, sebab mereka lebih membutuhkannya dibandingkan kami
yang masih muda dan segar. Demi kemanusiaan, kami siap menukar pembebasan kami dengan para Napol PKI bila itu diperkenankan,‘ demikian kata Budiman Sudjatmiko. Sementara Xanana Gusmao dalam pertemuan dengan Muladi dan pihak Dirjen Pemasyarakatan selalu mengatakan. bapak bapak napol PKI yang tua tua ini
harus segera dibebaskan, semata atas dasar kemanusiaan.‘ Meskipun para pejabat rejim Habibie ini tidak memberikan jawaban, kami mengetahui bahwa mereka masih akan memberlakukan kriteria harus tidak terlibat dalam G 30 S PKI sebagai syarat pemberian amnesti. Dan dengan begitu, makin nyatalah bahwa
situasi kemanusiaan di luar penjara belum banyak berubah. Artikel ini dapat dibaca dalam buku Wilson, Dunia Di Balik Jeruji: Catatan Perlawanan Omar Dhani:
“CIA Terlibat dan Soeharto Tangan yang Dipakai ... ” Buku Pergunakanlah Hati, Tangan dan Pikiranku: Pledoi Omar Dani yaitu satu dari sekitar seratus buku mengenai G30S. Jelas
buku ini penting sebab ditulis oleh salah satu pelaku utama. sesudah dibungkam selama 29 tahun , baru kali ini bekas pucuk pimpinan Angkatan Udara itu bicara. Ia baru dibebaskan dari penjara Cipinang pada tahun 1995 fotonya baru belakangan ini dipajang di Markas besar AU sebagai KSAU kedua. Daned, begitu ia disapa, lahir di Solo pada 1924. Putra KRT Reksonegoro, Asisten Wedana Gondangwinangun, Klaten,
menapaki karir penerbang pada akhir 1950 di Taloa, Amerika Serikat. tahun 1956 ia bekerja belajar di Royal Air Force Staff College di Andover, Inggris. pulang dari Inggris, ia terlibat dalam berbagai misi , contohnya menumpas pemberontakan PRRI di Sumatera. Dan belum genap 38 tahun , pada 19 Januari 1962, Omar Dani menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara menggantikan Laksamana Udara Surjadi
Suryadarma. Peristiwa G 30 S seperti menjungkirbalikkan karirnya yang cemerlang, ia
dituduh terlibat. Dua hari sesudah merayakan ulang tahun yang ke 77, bapak lima anak ini menerima tim redaksi TEMPO. Wawancara berlangsung di rumahnya, di kawasan Kebayoran Baru yang asri, ia didampingi oleh A. Andoko, bekas deputi Men/Pangau bidang logistik.
Berikut petikannya: Bisa Anda ceritakan situasi pada tanggal 30 September 1965, Tanggal 30 September 1965, sore jam 16.00, laporan pertama masuk dari Letkol Udara Heru Atmodjo, Asisten Direktur Intel AURI, bahwa ada pergerakan di lingkungan AD yang akan menjemput jendral AD untuk dihadapkan kepada sukarno . Itu reaksi dari para perwira muda AD yang tidak puas terhadap kondisi AD. Lalu saya minta dia untuk memeriksa
kebenarannya. lalu jam 20.00 tengah malam dia datang lagi. Apa yang disampaikan Heru Atmodjo, Saya tanya jam berapa operasi akan dilakukan. Heru menjawab (operasi bisa terjadi) jam 23.00 (30 September), bisa 01.00 atau jam 04.00 (1 Oktober 1965). Kami heran, sudah kurang 24 jam kok (operasi) itu belum dipastikan jamnya. lalu ada yang menanyakan daftar yang akan diculik. Disebutkan, A. Yani, Nasution, DI Panjaitan dan
seterusnya. Saya pribadi berpendapat, jika orang hendak melakukan pemberontakan, pantasnya targetnya yaitu jenderal yang memegang komando, contohnya , Yani (Menpangad), Soeharto (Pangkostrad), Sarwo Edie (Komandan RPKAD), Umar Wirahadikusumah (Pangdam Jaya). Lha Nasution kan nggak pegang komando. Saya pribadi tambah merasa aneh sebab Nasution dan A. Yani dalam satu paket sasaran,
padahal keduanya bertentangan terus. Lalu keesokan paginya, Mayor Soejono datang melaporkan pembunuhan terhadap para jenderal, namun Anda masih beristirahat. Bagaimana detilnya, Soejono itu komandan resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan. Bahwa dia itu memiliki
hubungan dengan PKI dan Latief, saya tidak mengetahui sama sekali. Baru dalam sidang
Mahmilub soal ini ditanyakan. Saya jawab, saya nggak kenal Latief. Sebagai Menpangau, yang saya kenal ya paling paling Umar Wirahadikusumah. Wakilnya Umar
saja saya tidak mengetahui . Apa pertimbangan di balik keluarnya perintah harian Menpang/KSAU pada tanggal 1 Oktober 1965, (Andoko menjawab pertanyaan ini: Ada tiga macam pengumuman waktu itu. Pertama surat perintah harian tadi, lalu kedua pada tanggal 2 Oktober 1965 jam 14.00, saya yang buat. Pada saat itu Menpangau berada di Lanud Iswahyudi, Madiun. Beliau juga
memicu konsep kelanjutan dari pengumuman pertama. jika dibaca keduanya sama isinya: menolak adanya Dewan Revolusi. Omar Dani dari Madiun langsung kembali ke Bogor, ketemu sukarno , dan menunjukkan pengumuman itu. Tanggal 3 pagi dinihari baru diumumkan).
Saya memicu pernyataan , isinya mendukung pergerakan yang antirevolusioner, atas saran
Heru Atmodjo. Katanya agar rakyat mengetahui . Kebodohan saya mungkin, sebab saya
kurang ngerti politik. mengetahui mengetahui paginya, sekitar jam 07.00 pada 1 Oktober 1965, ada siaran dari RRI mengenai pergerakan yang menamakan diri G 30 S. Dan tiba tiba Presiden
Soekarno mau pulang ke istana pun tak bisa. Yang menjaganya pasukan yang ditakuti,
pasukan yang tak diketahui . Kenapa Bapak memicu pernyataan seperti itu, sebab setengah malam sebelumnya, intel AURI melaporkan bahwa tengah malam itu ada pergerakan
dari perwira perwira muda AD terhadap atasannya yang didukung seluruh bawahan dan sipil dari empat angkatan. Lho untuk apa, Ternyata akan menculik jenderal jenderal. Bagaimana awalnya sukarno berada di Halim hari itu, Pagi itu saya sedang ada di Halim Perdanakusuma, mengetahui mengetahui Letkol Soeparto, sopir dan ajudan sukarno menelpon saya. Dia menelepon dari rumah saya, Wisma Angkasa. Saya bertanya, Mas lha ini ada apa. Sudahlah nanti saya ceritakan, Bapak (sukarno ) saya bawa ke Halim, jawabnya. Saya menawarkan diri untuk menjemput, dia berkata nggak usah. Saya nggak mengetahui jika dia berada di Wisma Angkasa. Terus dia kembali
ke sukarno , lalu sukarno pergi ke Halim. Jadi saya nggak minta sukarno datang ke Halim namun itu merupakan keputusan sukarno sendiri. lalu , sebab sukarno hendak datang ke Halim, saya lalu mencoba menyetop pernyataan saya yang sudah terkirim ke Markas Besar AU.
Begitu sukarno datang, di Halim kami mengobrol. Tak lama, datang Brigjen Soepardjo, datang sendiri menghadap sukarno . Lha, saya mengetahui Brigjen Soepardjo itu salah satu orang yang mengetahui dari pergerakan dalam AD ini . Walaupun dia lain angkatan, dia itu
anak buah saya di Komando Mandala Siaga.
Soeharto dikabarkan menolak menghadap sukarno pada 1 4 Oktober 1965, itu merupakan suatu keanehan ataukah tidak, (Terdiam sesaat) jika Harto dipanggil nggak datang itu bukan keanehan lagi. Itu artinya menentang atasan, apalagi atas perintah Panglima Tertinggi. Ini artinya subordinasi. jika dipanggil Pangti harus datang, apapun situasinya. Jawaban Harto
waktu itu sebab AD sudah kehilangan banyak jenderal, jadi dia nggak mau mengambil
risiko lagi. namun saya pikir tetap nggak boleh. jika A. Yani meninggal, katanya dia
terus hendak mengambil alih Panglima AD juga, padahal tidak bisa dilakukan begitu
saja. Banyak analisa yang menyebutkan bahwa Soeharto terlibat dalam G 30 September, Bagaimana berdasar keterangan saksi Anda,
Kilas baliknya lebih kentara lagi. contohnya Komando Siaga Mandala, wadahnya Koti
(Komando Tertinggi). Dalam hirarki kemiliteran, waktu A Yani dijadikan Menpangad, Nasution itu sebetulnya pingin menjadi Menhankam/Pangad. namun saya mengetahui maksudnya dia ingin berkuasa di AD. Itu sudah saya lihat gelagatnya sedari 1945. Jadi kita mengetahui contohnya di AURI ada peristiwa peristiwa pengganjalan. Peristiwa Soejono 1955 di Halim Perdanakusuma,
Pak Suryadarma (Panglima AU pertama) diganjal terus saat hendak dibentuk Wakil KSAU.
Para jenderal dikorbankan oleh siapa,
Dua orang. Soeharto dan Nasution. Itu sudah ada rekayasa. Kok mengetahui mengetahui muncul
istilah G 30S/PKI. Sejak kapan kok terus PKI disangkutkan, Buktinya apa, Heru Atmodjo, Soejono, nggak pernah menandatangani pernyataan Dewan Revolusi. saat Letkol Untung jadi saksi dalam persidangan Soepardjo, hakim menanyakan siapa yang memimpin aksi G 30S, Untung langsung menyahut: saya. Keanehan yang lain soal pengumuman Dewan Revolusi 1 Oktober, bahwa pangkat di atas Letnan Kolonel harus
dicopot menjadi Letkol. Brigjen Soepardjo, waktu 1 Oktober 1965 pergi ke Halim menghadap sukarno , memakai pangkat Brigjen. PKI dikorbankan juga,
Oh, iya. Gambaran seperti pesta pesta di Lubang Buaya itu isapan jempol. jika memang ada rekamannya, mengapa nggak dibuat film khusus manuscript ter dan diputar. Itu semua rekayasa. Saya mempertanyakan, mulai kapan kok ada istilah G 30 S diembeli dengan PKI , Tanggal 1 Oktober 1965 petang, saya sudah memperoleh
informasi bahwa AD menguber PKI. Itu pun yang diuber bukannya massa, namun pasukan 454 dari Jawa Tengah. Mereka pada jam 16.00 hendak masuk ke Halim namun ditutup oleh Pasukan Gerak Tjepat (PGT) AURI yang dipimpim Pak Wisnu Djajengminardo. sukarno ada di Halim waktu itu. berdasar keterangan saksi Anda, apakah PKI sama sekali tidak terlibat dalam G30S, PKI itu tidak memiliki kekuatan bersenjata. Kira kira, sebagai analisa dari Syam Kamaruzaman, tentunya Syam berkata kepada Aidit, dibandingkan kita (PKI) melatih orang
mahal, kan sudah ada ABRI. Kita pengaruhi saja mereka. Kan gampang. Sementara, saya duga, Aidit nya yang tidak memiliki pengalaman segera menyambar, Benar juga, ya. jika berdasar keterangan saksi saya, itu bisa terjadi, cara berpikir gampangan begitu. Lalu TNI dipengaruhi, fakta nya memang begitu. Di mana letak keterlibatan CIA dalam pembunuhan para jenderal ini , Apakah ada dalam peranserta Syam Kamaruzaman, yang membelokkan perintah penangkapan menjadi pembunuhan, Latief mengaku demikian saat diwawancarai TEMPO
beberapa waktu lalu. Akibatnya Kol. Latief dan Brigjen Soepardjo terkejut . Saya menjadi saksinya Soejono dan Soepardjo dalam Mahmilti, saya nggak mengetahui ada Heru atau tidak di situ. Soejono sendiri waktu di persidangan Mahmilub menuturkan saat para penculik membawa bawa mereka ke desa Lobang Buaya, mereka mengaku terkejut kok pasukan dibawa ke tempat latihan seperti itu. Ada apa ini, Ngapain ini, Kok ribut ribut di desa Lubang Buaya. Kata Kol. Latief, sebelumnya sudah beberapa kali ia melakukan pertemuan dengan Heru Atmodjo, lalu lalu Mayor Soejono, Terus terang saya nggak pernah mengetahui jika Heru Atmodjo itu memiliki hubungan dengan Latief atau berkumpul dengan orang PKI di rumah Latief. Saya nggak pernah mengetahui , apalagi Syam Kamaruzaman. Heru tidak pernah melaporkannya. Dan jika dia
contohnya bergaul dengan orang PKI, yang namanya orang intel ya begitu. Bukankah dia
sebagai intel harus masuk ke mana mana.
Soal manuscript Gilchrist, sejauhmana otentitasnya, Desas desus Dewan Jenderal sudah lama kami mendengarnya. Tidak hanya itu, (juga soal) penilaian pers luar negeri (mengenai siapa) yang akan menjadi pengganti Bung
Karno. Yang steady itu empat orang. soebandrio , Chaerul Saleh, Nasution dan DN Aidit. Dewan Jenderal (terdengar) pertama kali saat Yani menghadap sukarno dan ditanyai soal itu. Yani menjelaskan (Dewan Jendral itu) untuk kepangkatan. Waktu itu saya tidak mendengar langsung melainkan dari Pak Mulyono Herlambang yang mewakili saya. Jadi, saat pembahasan Gilchrist ini saya tidak ada di tempat. Dalam buku soebandrio yang tidak jadi beredar, ada soal trio Soeharto Ali Moertopo Yoga Soegama yang disebut manuscript Gilchrist sebagai our local army friends. Bagaimana pendapat Anda, Bahwa G 30 S itu suatu rekayasa, memang begitulah. berdasar keterangan saksi saya CIA itu sangat terlibat, dan Harto yaitu tangan yang dipakai. G 30 S itu buatan Harto.
Pada waktu itu, nggak ada jenderal di negara kita yang bisa memicu suatu operasi
intelejen yang begitu canggih seperti G 30 S yang sampai sekarang belum ada titik
terangnya. Yani itu termasuk yang dikorbankan, seperti para jenderal itu.
jika melihat ambisi Soeharto, apakah (saat itu) tidak ada usaha usaha untuk
menghentikannya, Dari mana pun.
Dari AU tidak bisa, sebab berlainan angkatan.
jika dari AD sendiri,
Kelihatannya pengaruh Harto itu besar sekali. Entah sebab uang atau kekuasaan.
Anda loyalis Sukarno ya,
Oh, ya. Saya Soekarnois. Saya bukan komunis. namun saya juga tidak antikomunis.
Kenapa, sebab jika saya anti komunis itu berarti saya bukan demokrat. jika ada
PKI memberontak terhadap pemerintah, lha saya akan menghantamnya.
namun apa betul di AURI banyak yang masuk PK,
Amerika menganggap juga begitu. The Indonesia Air Force communist invested up to
senior commander. Berarti dari bawah sampai ke atas. Bagi saya sikap ini biasa
saja sebab orang yang tidak mengekor kepada Amerika sejak 1950 an mulai dicap
komunis. Jadi sukarno ingin netral, non aligned, itu dicap amoral. Soal keikutsertaan prajurit
AURI ke PKI, mungkin secara rahasia. Kami (para petinggi) tidak mengetahui .
Apakah itu sebab Anda sangat toleran kepada PKI, sebab tidak anti komunis,
Berkali kali saya mengatakan mengenai Nasakom. Di pers tidak diambil intinya persatuan
kesatuan, namun komunisnya. Di RRC ada politik Komisar dari partai yang kuasa sekali
dan tentara. jika antri beli karcis di bioskop ada yang menyelonong, ya ditempeleng di
depan orang banyak. Para anggota militer nggak berani terhadap anggota politik
Komisar. Nah, andaikan Nasakomisasi yang dimaksud oleh sukarno itu berarti
memerintahkan agar anggota ABRI ikut partai politik. Di mata angkatan berarti perintah.
Saya nggak takut anak buah menjadi komunis atau sebaliknya menjadi ultra Islam, atau
ultra nasionalis.
Sekarang ini bisakah Anda gambarkan dengan kalimat singkat mengenai Soeharto,
Dia tidak mau ada orang di atasnya. Dan dia orang yang memiliki sifat kejam dan
pendendam. Ambisius. Saya perhatikan, sebab saya juga orang Jawa Solo, Harto itu
jika bersalaman posisi tangannya seperti memicu orang menunduk. Arah jari jarinya ke bawah. Lain dengan cara bersalaman kebanyakan yang berposisi sejajar. Mau tak mau orang yang bersalaman dengannya pasti berada dalam posisi bawah. Apa saja yang dilakukan di penjara, mungkin hobi berkebun, beternak, Oh nggak. sebab jika di penjara Nirbaya dahulu ada yang beternak, (maka) harus setor ke POM atau CPM saat lebaran tiba. Memang tidak berupa upeti, melainkan mereka meminta 10 20 ekor ayam dibeli dengan harga di bawah harga pasaran. Melihat itu saya jadi malas. Apalagi soebandrio yang nggak suka beternak. Waktu di sana, dia lebih suka baca baca Qur'an. Saya sendiri nggak belajar ngaji. Apalagi saya sama sekali
nggak bisa baca huruf arab. Waktu (Baharuddin) Lopa suatu hari di tahun 1992, mengunjungi kami, dia menawarkan agar para napi bisa sholat Jumat bersama. Spontan soebandrio bersuka, Mau mau Pak. saat ditanyakan kepada saya, saya jawab, Lho, bukannya suka atau tidak. Melainkan soalnya boleh atau tidak boleh. sebab faktanya dari dahulu kami nggak boleh (mengikuti
sholat Jumat bersama). Apa kegiatan yang rutin tiap hari saat ini, Ngobrol obrol, baca baca buku. Yang dahulu dahulu saya baca namun belum sempat dibaca sebab ditahan, sekarang saatnya. contohnya Di Bawah Bendera Revolusi saya sudah memiliki satu set. Juga negara kita Menggugat. Yang saya cari sekarang pidato Bung
Karno di forum PBB. Saya tidak pernah membaca buku bukunya Harto, pun buku Nasution. sebab saya sudah mengetahui dan bergaul dengan mereka. Saya tidak menilai orang dari apa yang dikatnamun dari tindakan. Dari karakternya.
negara kita 1960 an termasuk negara yang tidak disukai oleh blok Barat pimpinan Amerika Serikat (AS). Di era perang Dingin itu konflik utama dunia terjadi antara Kapitalis (dipimpin AS) melawan Komunis (RRT dan Uni Soviet). AS sedang bersiap siap mengirim ratusan ribu pasukan untuk menghabisi komunis di Korea Utara. Sementara di negara kita Partai Komunis (PKI) merupakan partai legal. Saat kebencian AS terhadapnegara kita memuncak dengan menghentikan bantuan, Presiden Soekarno menyambutnya dengan pernyataan keras: Go to hell with your aid. Sebagai pemimpin negara yang relatif baru lahir, Presiden Soekarno menerapkan kebijakan berani: Berdiri pada kaki sendiri. Dasar sikap Soekarno itu jelas: Alamnegara kita kaya raya. Minyak di Sumatera dan Sulawesi, hutan maha lebat diKalimantan , emas di Irian, dan ribuan pulau yang belum terdeteksi kandungannya. Semua itu belum mampu dieksplorasi oleh bangsa kita. Kekayaan alam ini dilengkapi dengan lebih dari 100 juta penduduk yang merupakan pasar potensial, sehingga ada harapan sangat besar bahwa pada suatu saatnegara kita akan makmur tanpa bantuan Barat. Ini juga yang mengilhami sikap konfrontatif sukarno : Ganyang Nekolim (neo kolonialisme & imperialisme). sukarno menyatakan,negara kita hanya butuh pemuda bersemangat untuk
menjadi bangsa yang besar.
Akibatnya, sikap AS juga menjadi jelas: Gulingkan Presiden Soekarno.SikapAS ini didukung
oleh komplotannya, Inggris danAustralia .SejakAS menghentikan bantuannya, mereka malah
membangun hubungan dengan faksi faksi militernegara kita . Mereka melengkapi dan melatih para
perwira dan pasukannegara kita . Melalui operasi intelijen yang diketuai oleh CIA, mereka
menggelitik militer untuk merongrong sukarno . Usaha kudeta muncul pada bulan November
1956. Deputi Kepala Staf TNI AD Kolonel Zulkifli Lubis berusaha menguasai Jakarta dan
menggulingkan pemerintah. Namun usaha ini dipatahkan. lalu , di Sumatera Utara dan
Sumatera Tengah militer berusaha mengambil alih kekuasaan, namun juga gagal. Militer
dengan pasokan bantuan AS seperti memperoleh angin untuk menganggu sukarno .
Namun, sukarno masih mampu menguasai kondisi , sebab banyak perwira militer yang
sangat loyal pada sukarno , kendati usaha AS menjatuhkan sukarno terus dirancang.
Sayangnya, konstelasi politik dalam negerinegara kita pada saat itu juga tidak stabil. sukarno
berusaha keras menciptakan kestabilan, namun kondisi memang sangat rumit.Ada tiga unsur
kekuatan yang mendominasi politiknegara kita , yaitu: . Unsur Kekuatan Presiden RI . Unsur Kekuatan TNI AD . Unsur Kekuatan PKI (Partai Komunis Indonesia ). Unsur kekuatan Presiden RI, yaitu Presiden RI sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Perdana Menteri, Pemimpin Besar Revolusi dan Presiden seumur hidup, yaitu Ir. Soekarno yang akrab dipanggil sukarno . Anggota Kabinet Dwikora masuk dalam unsur kekuatan ini. Unsur kekuatan TNI AD ada dua kubu: Kubu Yani (Letjen TNI Ahmad Yani) dan Kubu Nasution (Letjen TNI Abdul Haris Nasution). Soeharto awalnya termasuk dalam Kubu Nasution, walaupun kelak mendirikan kubu sendiri.