nya mempakan satu bentuk Crusade (Perang Salib). Di dalarr. zoebsite ihr, ditulis ungkapan sebagai berikut.
"Eaangelist Billy Gralnm lns prenclrcd tlrc Gospel to more people in
lioe audiences tlnn anyone else in history--oaer 210 million people in
more tlmn L85 couttries nnd territories-- througlt aarious meetings.
Eaery eaangelistic cntsade condttc-ted by Mr. Grahnm is tlrc rexilt of
n cooperatiae ffirt inaolaing tlw eoangelist, his team, nnd nmny local
Clrristians and churclrcs."
Evangelis atau Misionaris Billy Graham disebutkan telah mempropagandakan Injil kepada lebih dari 210 juta orang, lebih banyak
dari penginjil mana pun dalam sejarah. Setiap upaya "Perang Salib"
yang dilakukan Billy Graham merupakan hasil kerja sama para
misionaris, tim Billy Graham, dan sejumlah orang dan Gereja Kristen lokal. Perang Sa1ib kelompok Billy Graham bertu;'uan menyeru
mamrsia melaktrkan penebtlsan dosa dan memPercayai Tuhan Jesus
Kristus.
Dalam tradisi Kristen sejak dulu hingga sekarang, istilah "CrLlsade" merujuk pada peristiwa penyerbuan besar-besaran kaum
Kristen untuk merebut ]erusalem dari tangan kaum Muslimin. Dalam
btrktr "Concise Dictionary of the Clfistian Church " (Oxford University
Press, 1996) disebutkan, bahwa istilah Cntsade terutama digunakan
unhrk menggambarkan serangkaian ekspedisi dari Barat ke Timuf,
dimtrlai tahun 1095, yang bertujuan unhrk membebaskan Thnah Suci
(Holy hnd) dari tangan Muslimin dan untuk mempertahankannya
di tangan Kristen. Belakangan, istilah Cnijndeirtga digunakan untuk
menghadapi kekuatan ottoman (Turki Utsmani). Jadi, istilah Crusade memang membar,t'a kenangan khusus bagi kaum Kristen untuk
melawan dan menaklukkan Islam. Maka, tidak heran, ketika jenderal Geraud datang ke Suriah, setelah Prancis merebut Syria dari tangan Tlrrki Ustmani, ia memasuki Masiid Umayyad di Damaskus,
dan menendang makam Shalahtrdin al-Ayyubi, sambil berteriak,
"Saladin, bangun! kami kembali!"6
Sepanjang sejarah hubungan Islam-Barat, khususnya dalam hal
pendekatan terhadap Islam, Barat menggunakan dua wajah. Satr-r,
wajah yang baik, yang bersahabat, khususnya terhadap kelompok
Mus1im yang bersikap 'manis' dan mau mengikuti pikiran dan kehendak Barat. Yang lain yaitu pendekatan konfrontatif, khususnya
terhadap kaum Mtrslim yang melawan imperialisme Barat. Di zaman
kolonialisme klasik, mereka yang melawan penjajah disebut sebagai
"pemberontak", "ekstremis", dan sejenisnya'
Untuk menaklukkan dan mempertahankan kekuasaannya, pemerintah kolonial Belanda ketika itu--atas nasihat Snouck Hurgronje
--membagi masalah Islam ke dalam tiga ketegori: (1) bidang agama
mumi dan ibadah, (2) bidang sosial kemasyarakatan, (3) bidang
politik. Masing-masing bidang mendapat perlakuan yang berbeda.
Resep Snottck Hurgronje inilah yang dikenal sebagai "Islam Polittek" ,atau kebijakan pemerintah kolonial untuk menangani masalah
Islam di lndonesia. Dalam bidang agarna mumi atau ibadah, peme-
rintah kolonial pada dasarnya memberikan kemerdekaan kepada
umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya, sepanjang tidak
mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda. Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku
dengan cara menggalakkan rakyat agar mendekati Belanda, dan bahkan membantu rakyat menempuJr jalan tersebut. Bahkan, pemerintah kolonial Belanda mengakomodasi kepentingan masyarakat Islam
dalam mengahlr urLtsan sipil seperti nikah, cerai, warisan dengan
syariat Islam, yang berlanjut hingga kini dalam benhrk kantor urlrsan agama (KUA). Dan dalam bidang politik, pemerintah hams mencegah setiap usaha yang akan membawa rakyat kepada fanatisme
dan Pan-Islam.e
Unhrk menutupi kepentingan yang sebenarnya, ada juga yang
mengaku sebagai sahabat Muslim atau bahkan mengaku Muslim,
seperti yang dilakukan Napoleon Bonaparte. sejarawan Mesir terkenal, Abdurrahman al-]abarti, membuat catatan sejarah menarik
tentang kiat Napoleon Bonaparte dalam menggaet dukungan rakyat
Mesir. Ketika ihr, tahun 1798, Napoleon datang dengan 36.000 pasukan diangkut dalam 400 kapal. Napoleon, hrlis Jabarti, menyebarkan panflet kepada rakyat Mesir. Isinya menarik. Diawali dengan
trngkapan "Bistttillaaltirrnhntnnirrahiim. Laa ilanha illallnh, lan walnda
lalru, rua lna syariika fii mulkilti." Dengan nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang. Tidak ada tuhan selain A1lah. Dia tidak
memprmyai anak, dan tidak ada sekutu dalam Kekuasaan-Nya.,,Thk
hanya itu, Napoleon juga mengaku taat beribadah kepada Allah swt.
dan mengagungkan Nabi Muhammad saw. serta Al-eur'an yang
agung. Bangsa Prancis dikatakannya merrlpakan Muslim yang taat,
yang telah menyerbu Roma dan menghancurkan Thhta suci, serta
menaklukkan pasukan Kristen di Malta.l0
Jika dicermati, ciri-ciri "Islam politik" yang digambarkan Hurgronje, mirip dengan ciri-ciri "Islam radikal atau lslam militan,, yang
dipromosikan oleh imuwan-ilmuwan neokonservatif belakangan
ini, seperti "melawan Barat", "memperjuangkan Islam sebagai satu
sistem politik dan hukum", dansebagainya. Dalam kasus terorisme,misalnya, untuk memuluskan misinya dan mencitrakan dirinya "sebagai kawan Islam" dan bukan sebagai "musuh Islam", peiabat-pejabat AS dan sebagainya, tak segan-segan mengunjungi dan membantu lembaga-lembaga Islam, mengrmdang tokoh-tokoh Islam, dan
sebagainya. Mereka juga tak segan-segan berkampanye bahwa AS
dan Inggris yaitu pembela umat Islam. Salah satu argumentasi
yang sering dikemukakan yaitu bahwa AS dan Inggris (melalui
NATO) telah melakukan pengeboman terhadap Serbia yang Kristen
dalam membela Bosnia yang Muslim. Dalam sebuah perdebatan
tentang "jlhad" di SCTV pertengahan Oktober 2001, Dubes Inggris
Richard Grozney ketika ihr mengungkapkan bukti-bukti tindakan
NATO terhadap Serbia itu sebagai alasan bahwa Inggris dan AS
tidak memusuhi Islam.
Unhrk menilai objektivitas argumentasi Inggris dan AS tersebut, dapat dilakukan kilas balik lagi terhadap kasus Bosnia. Pembantaian Mtrslim Bosnia mulai terjadi pada akhir Maret 1992.Hanya
dalam tempo L5 bulan, perang itu telah menelan korban tewas sekitar 200.000 orang. Lebih dari dua juta kaum Muslim menjadi pengungsi. Perang di Bosnia-Herzegovina ihr juga diwarnai dengan
praktik "pembersihan etnis" (ethnic cleansing), sebagai realiasasi gagasan pemimpin Serbia Slobodan Milosevic. Saat itulah dunia menyaksikan AS dan negara-negara Eropa meniadi "penonton yang
baik" terhadap pembantaian kaum Muslim Bosnia. Sikap negara-negara Barat itu sangat jauh berbeda dengan sikap yang mereka pertontonkan saatmenghadapi invasi Irak ke Kuwaityang kaya minyak.
Dunia intemasional ketika itu tak henti-hentinya mengecam keengganan AS dan kawan-kawan Baratnya unhtk melakukan intervensi
ke Bosnia guna mengakhiri kekejaman Serbia.
Berbagai cerita yang sangat memilukan terjadi di bumi Bosnia.
Tetapi, PBB-yang kenyataannya menjadi corong dan kepanjangan
AS dan sekuhr-sekutunya--tidak dapat berbtrat banyak. Kebijakan
"kawasan aman" dan "embargo senjata" PBB terbukti lebih banyak
menrgikan kaum Muslimin Bosnia. Pada 13 Jdi1993, pasukan Serbia berhasil menduduki kawasan aman (safe area) di Srebrenica. Serbia jelas-jelas melanggar resolusi PBB tentang kawasan aman. Selain
menyandera 40.000 warga Muslim, Serbia pun menyandera 40 serdadu Belanda.Unhrk mencegah pembasmian etnis ihr , pada 12 Juli 1993,'Js
anggota DK PBB--termasuk Indonesia mengeluarkan resolusi yang
meminta Serbia segera keluar dari wilayah Srebrenica. Sampai dengan saat ihr, sudah sekitar 70 resolusi yang dikeluarkan Dewan Keamanan sejak akhir 1991, yang sebagian besar dilanggar Serbia. Hal
itu membuktikan semakin runyamnya konflik di Balkan yang berkepanjangan. Karena sangat jengkel, Presiden Bosnia, Alija lzetbegovic,
berniat mengusir pasukan UNPROVOR dari Bosnia jika mandatnya
habis--karena dipandang tidak berdaya menyelarrtatkan Bosnia.
Bemlang-ulang, rakyat Bosnia menjerit terhadap sikap pasukan
UNPROVOR yang masih saja bersikap "netral" rnenghadapi gempuran Serbia. Thk hanya ihr, sejumlah pengamat militer dan rakyat
Bosnia sering mengemukakan bukti, dalam berbagai kasus, pasukan
PBB;'ustm memberi jalan dan membanhr kelancaran agresi serbia.
Majalah Tlrc Econotnist 15 Juli 1995 menumnkan laporan berjudnl
"Tlrc lntpotence of Tlrc West". Negara-negaraBarat,masih saja enggan
menumnkan kekuatan militernya unhrk menghentikan Serbia. Konon, dalam pandangan rnereka, sulit menaklukan 80.000 kekuatan
tentara Serbia-Bosnia. "Ancaman NATO tidak berarti apa-apa bagi
kami," kata Radnvan Karadzic, pemimpin Serbia Bosnia, setelah
menjarah Srebrenica. "Krisis terakhir ini memaksa pemerintah Barat
unhrk mengkaji hrjuan-hrjuan mereka atas kawasan bekas yugoslavia itn," hrlis The Econonrist.
Konferensi Internasional tentang Bosnia di London yang dihadiri 16 negara, pada 2l Jt:Ji 1993, juga tak menghasilkan keputusan
berarti, selain "koor" kecaman dan ancaman buat Serbia. Menlu RuziaKozyrcv menolak serangan udara terhadap Serbia. Menumtnya,
"Serangan udara terhadap Serbia terbukti tidak positif, dan meningkatkan rasa permusuiran Serbia." PM Bosnia Haris Siladjzic, seperti
dilaporkan Radio BBC (22/7 /2001) mengomentari hasil konferensi
ihr sebagai'tindakan setengah hati yang hanya memberi peluang kepada Serbia.' "Mereka nanti akan mengadakan konferensi lagi," kata
Siladjzic.
Pada saat yang sama, dalam pertemuan negara-negara kontak
OKI, di Jenewa, Malaysia meminta OKI memecat Sekjen PBB karena
gagal mempertahankan wilayah aman. Pertemuan OKI ini akhimya
menghasilkan keputusan yang menilai bahwa embargo senjata diBosnia tidak sah, dan negaranegara OKI akan mengirimkan
seniata kepada Muslimin Bosnia
agar dapat membela diri. Konferensi GNB di Jakarta 1992,
telah menyemkan hal yang serupa, yaihl pencabutan embargo senjata di Bosnia. Dasar
pemikiranya sederhana: jika
PBB dan negara negara Barat enggan memberikan perlindungan
terhadap penduduk Muslim Bosnia, biarkan mereka mendapat
senjata untuk melawan Serbia yang memiliki persenjataan yang iauh
lebih unggul.
Selama ini, pihak Barat selalu beralasan bahwa pencabutan embargo senjata, tidak akan menyelesaikan krisis Bosnia, dan akan
memperluas perang. Ini kepuhrsan aneh. Sebab, saat embargo senjata diberlakukan, kekuatan senjata antara Bosnia dan Serbia sangat
tidak seimbang apalagi Serbia tems menems mendapat pasokan
banfuan, temtama dari Rusia.
Jadi, ihrlah tindakan AS, Inggris, dan sekuhl-sekutu Baratnya,
terhadap kaum Muslimin Bosnia. Setelah ratusan ribu kaum Muslim
menjadi korban kebiadaban Serbia, bamlah pada pertengahan L995
NATO melakukan serangan udara terhadap Serbia. Pada 30 Agushrs
1995, serangan NATO melibatkan 60 pesawat tempur'yang salah
satr,rnya berpangkalan di kapal induk llSS Theodore Roosevelt di
Laut Adriatik. Ternyata serangan NATO terbukti ampuh melumpuhkan kekuatan Serbia. Jadi, jika AS dan NATO mau melakukan
serangan itu jauh sebelumnya, mestinya tidak jaruJr korban yang begitr-r besar dari pihak Muslim Bosnia. "Mengapa tidak dilakukan dua
tahun lalu?" kata Kol. Andrew Duncan dari Institut Pengkajian Strategi dan Intemasional (IISS) London.l1
Pembantaian Muslimin Bosnia terjadi di pelupuk mata AS dan
sekuhr-sekufu Baratnya. Anehnya, mereka begihl lamban dan berlama-lama dalam membiarkan terjadinya pembantaian tersebut, se-
hingga rahrsan ribu nyawa melayang. Apakah tindakan AS dan Inggris yang seperti ihr yang dibanggakan oleh Gozney dan kawankawan sebagai "membela umat Islam"?
yaitu menarik penjelasan Syamsuddin Arif (majalah ISLAMIA
edisi ke-3, 2004) tentang sikap orang Eropa, khususnya ]erman, terhadap Islam. Sikap orangJerman, kata Syamsuddin, agak sulit digeneralisir. Pada dasarnya mereka cukup toleran dan liberal, tidak opresif dan tidak memusuhi. sikap semacam ini mempakan buah dari
gerakan reformasi, pencerahan (AtrJklnenneg), dan sekularisasi yang
dimulai se;'ak beberapa rahrs tahun yang lalu. Orang Jerman menghargai kebebasan beragama (Glnubensfreiheit). rnimemberikan mang
kepada agama-agama non-Kristen termasuk Islam sehingga bisa berkembang. Sekarang ini jumlah Muslim di Jerman diperkirakan mencapai 4 juta orang, kurang lebih seperempat dari total jumlah Muslim
se-Eropa, yaifr-r sekitar 16;'uta orang. Ini angka yang cukup signifikan, baik secara sosial, politik maupun ekonomi. Wajar kalau kemudian kalangan gereja, pemerintah, mattpun intelektual mulai bimbang dan bersikap ambivalen. Disahr sisi, mereka bemsaha toleran,
liberal dan sekuler. Disisi lain, mereka tidak mau Eropa diislamkan.
Ada kekhawatiran, apa yangpernah terjadi pada Kristen di Anatolia
danAfrika Utara pada abad ke-7 dan 8 Masehi, akan temlang di Eropa, ungkap Klaus Berger, staf pengajar Teologi Perjanjian Bam di
Universitas Heidelberg ("Unsere situration errinert an die christlichen
Laender Anatolien und Nordafrika im 7. und 8. Jahrhundert, als ein
morsches Christenhlm einfach ueberrannt wurde"). Muncullah gagasan "Ertro Islam" atau lslam versi Erop a, yarrg tidak fundamentalis dan tidak fanatik, tetapi liberal dan sekuler. Jangan Eropa yang
dilslamkan, tetapi Islamlah yang hams diEropakan. Begihr kira-kira
mau mereka. Gagasan ini kelihatannya ditanggapi serius oleh pemerintah Jerman. Maka pada tanggal22 Agushrs2004kemarin, sebuah
pusat pendidikan guru agama Islam diresmikan di universitas
Muenster. Tujuannya, sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Dikdasmen, Ute Schaefer, untuk mencetak gum dan mengontrol pengajaran agama Islam di sekolah-sekolah, agar siswa-siswa tidak diajarkan'macam-macam'. Adapun sikap ambivalen agamawan tercermin,
misalnya dalam oposisi mereka terhadap rencana pembangunan
mesjid T[rrki di Kassel. Partai Kristen Demokrat (CDU) setempat beralasan, masjid itr-r bisa meniadi sarang kaum fundamentalis, juga
bisa menggoyahkan kultur Kristen Barat yang ada ("Dies koennte die
christlich-abendlaendisclrc Leitkttlttr ins Wanke bringen"). CDU pula
yang mengusulkan agar kamera pemantau dipasang di setiap masjid
di selumh Jerman.
Pemerintah AS mengaplikasikan "pendekatan ganda" terhadap
Islam, dalam kasus perang melawan terorisme. Jun bicara Gedung
Putih, Ari Fleischer, Selasa (18 September 2001), mengungkap pernyataan tentang politik "carrot and stick" AS terhadap berbagai negara di dunia. "Carrot" (wortel)-berllpa dukungan dan banhlan AS
--akan diberikan kepada negara-negara yang menunjukkan tandatanda dukungan terhadap kebijakan AS dalam memerangi terorisme. Sedangkan "stick" akan diberikan kepada negara-negara yang
tidak mendukung kebijakan negara adidaya itu dalam memerangi
terorisme. Indonesia, kata Fleischer, termasuk yang mendapat
"carrot". Dalam tahap awal, seperti dikutip koran Repfuliktt,20 September 200l, "carrot" untuk Indonesia yaitu bempa pembantan
htrbtrngan militer AS-Indonesia, di mana sejak insiden Santa Crttz,
Dlli, 1995,Indonesia mengalami embargo bantuan militer dari AS.
Se;'trmlah negara lain yang juga mendapat "carrot" yaitu Jordania, Pakistan, Kuba, dan Sudan. Politik "carrot and stick" sangat populer diterapkan AS di wilayah Timur Tengah, sejak era tahun 1970-
an. "Carrot" diberikan kepada negara-negara atau organisasi-organisasi yang mau mendukung kebijakan AS soal terorisme, tidak
mengganggu kepentingan AS, dan khususnya yang tidak mengganggu Israel. Politik ini sebenarnya merllpakan refleksi keangkuhan dan pelecehan bangsa-bangsa di dunia. Teori yang diambil dari
dunia sirkus ini menggambarkan seorang pelatih binatang yang kedua tangannya memegang tongkat dan wortel. Binatang yang mematuhi instruksi pelatihnya akan diberi wortel, sedangkan yang
membandel akan digebuk dengan tongkat sang pelatih. Di dunia sirkus, pelatih sirkus biasanya bersikap fair. Tapi, dalam faktanya, AS
memainkan politik "carrot and stick" itu sesuai standar dan kepentingannya sendiri. Politik luar negeri AS lebih bercorak pragmatis,
yakni hanya untuk memelihara kepentingan politik dan ekonominya sendiri. Meskipun hal itu dilakukan dengan cara melanggar
nilai-nilai demokrasi dan HAM yang secara formal dinyatakan se-bagai salah satu program kebijakan luar negerinya. Di saat mengungkap kebijakan anti-terorisme intemasionalnya, di era 1970-an, A?
tercatat sebagai pendukung kuat rezim-rezim diktator, otoritet dan
apartheit, seperti Shah Iran dan rezim apartheid di Afrika Selatan.
Apa yang dilakukan oleh AS di berbagai belahan bumi dapat
dilihat dalam perspektif upaya AS untuk memelihara hegemoni imperialnya di berbagai belahan bumi. Tentu, termasuk kebijakan " ar:tt:lterorismenya". Sejak tahun 2001 AS semakin intensif menggalang
kekuatan internasional, menghadapi dan menggebuk "musuhmnsnh" yang dapat mengganggu hegemoni imperiahrya. Pilihan AS
untuk menetapkan sosok Osama bin Laden sebagai "teroris nomor
wahid" tenhr bukan tanpa perhitungan. Sebagaimana dinasihatkan
Lewis dan Huntington, hanya "peradaban Islam" yang dilihat sebagai potensi ancaman serius bagi "peradaban Kristen-Barat." Kebehrlan.. masyarakat Kristen Barat, begifu mudah tersenhrh emosinya
jika berhadapan dengan "Islam" dart" Arab".
AS menggunakan tangan PBB unhrk menghancurkan apa yang
disebrrt sebagai "terorisme" .Pada 28 September 2A01., PBB telah mengesahkan satu resolusi yang disponsori AS unhrk mengambil tindakan-tindakan keras terhadap sumber-sumber finansial serta dukungan logistik bagi kelompok-kelompok teroris. DK-PBB nreminta
kepada selumh anggotanya (189 negara), termasuk Indonesia, agar
menolak rlang, dukungan, maupun perlindungan terhadap teroris.
DK-PBB mengecam keras aksi serangan yang menelan ribuan korban jiwa di New York dan Washington. Peristiwa itu disebut oleh
DK-PBB sebagai "sebuah ancaman bagi perdamaian dan keamanan
internasional".
Resolusi DK-PBB pada 28 Oktober 200L, sebagaimana dikutip
harian Kontpas (30 September 2001), pada intinya mengandung kewajiban bagi pemeritah-pemerintah di dunia sebagai berikut. (1)
Anggota PBB harus menganggap sebagai tindakan kriminal semua
kegiatan pengumpulan uang dengan sengaja, langsung atau tidak
langsung, dari dana yang diketahui digunakan unhrk mendanai teroris. (2) Anggota PBB harus segera membekukan aset finansial serta
sumber-sumber ekonomi dari mereka yang melakukan atau mencoba melakukan tindakan-tindakan teroris. (3) Meminta para negara
anggota PBB, agar melarang kewargaan mereka atau bahkan wila-yahnya untuk pengumpulan dana atau pelayanan serupa yang bisa
diperoleh para teroris. (4). Negara anggota juga diminta AS menolak
memberikan bebas pajak bagi mereka yang mendanai, merencanakan atau pun melakukan tindakan teroris dan juga yang melindungi
teroris. (5) Negara anggota juga harr.s menjamin bahwa para teroris
akan dibawa ke pengadilan serta dihukum dengan hukttman yang
pantas. Diantara sesilna anggota, menurutresolusi PBB, hendaknya
saling memberikan banhran dalam kaitan investigasi kriminal menyangkut terorisme.
Resolusi ini sama sekali tidak secara khusus mendefinisikan apa
ihr seorang teroris, dan tidak juga mengidentifikasi seseorang yang
diduga melakukan serangan ke AS. Kalangan ahli huktrm dan HAM
mengungkapkan kekhawatirannya bahwa rezim-rezim yang represif bisa menggunakan resolusi PBB itu seolah cek kosong trnhrk menindak keras para oposisi politiknya di dalam negeri. Resolusi PBB
ini secara khusus juga mendukung hak AS untuk "mempertahankan
diri secara individual maupun kolektif". Menyambut resolusi tersebut, Kehra Dewan Keamanan PBB Jean-David Levite menyatakan,
"Malam ini Dewan Keamanan mungkin membuat sejarah. Malam
ini kita mengadopsi sebuah strategi yang sangat ambisius, komprehensif, untuk memerangi terorisme dalam segala benfuknya di seluruh dunia."
Lagi-lagi, masalahnya yaitu "definisi yang objektif" tentang
terorisme. Siapa yang disebut teroris dan harus dijahrJrkan sanksi
atasnya? Jika Hamas dicap sebagai teroris karena memperjuangkan
kemerdekaan Palestina dari penjajah Israel, apakah Israel yang jelasjelas menerapkan berbagai aksi terorisme, tidak masuk kategori teroris? Ketidakjelasan definisi semacam ini bisa sangat berbahaya, sebab akan memakan korban yang tidak selayaknya. Kasus pembantaian kaum Muslimin Bosnia oleh Serbia menunjukkan, bagaimana
persepsi yang salah telah memunculkan satu perilaku sangat biadab
kaum Ortodoks Serbia terhadap Muslim Bosnia. Smail Balic, dalam
tulisannya berjudul "Bosnia: Tlrc Clnlenge of n Tolerant lslam", rr:rertcatat bahwa Muslim Bosnia yaitu kaum yang sangat toleran dan
penyokong persaudaraan dan persatuan yang dulu digelorakan oleh
Presiden Josip Bross Tito. Tetapi, dalam propaganda Serbia, kaum
Muslimin Bosnia digambarkan sebagai kaum fundamentalis dan mi-litan. Padahal, sebagian besar Muslimin Bosnia yaitu sekular dan
berorientasi ke Barat. Tetapi, karena mereka Muslim, tetap saja di
pandang sebagai Muslim, dan kemudian diperlakukan dengan sangat biadab oleh Serbia. Ratusan ribu dibantai, dan puluhan ribtr
Muslimah diperkosa, sebagai bagian dari politik pembasmian etnis
Muslim. Semua itu terjadi di depan mata dan hidung bangsa Eropa.
Dalam lima bulan pertama saja, 500 masjid sudah dihancurkan.12
Apa pun, banyak kaum Muslim, dan organisasi Islam, kini menderita karena politik "perang melawan teror" semacam ini. Banyak
organisasi Islam di Indonesia yang biasanya menerima aliran dana
bantuan dari Timur Tengah dengan leluasa, sekarang menjerit. AIiran dana itu, dengan alasan khawatir dikaitkan dengan teroris, tidak
leluasa lagi mengalir ke umat Islam. Sebaliknya, pada saat yang sama, LSM-LSM Barat dengan leluasa mengucurkan dana ke umat Islam, dengan syarat-syarat tertentu, sesuai dengan misi dan kehendak mereka. Misalnya, untuk penyebaran paham liberalisasi Islam
dan pluralisme agama.
Apakah dampak semacam ini mempakan hal yang tidak disengaja atau memang buah dari sahr skenario? Jika dicermati, peristiwa 11 September 2001, lalu diikuti dengan berbagai aksi pengeboman terhadap kepentingan-kepentingan Barat, kemudian diikuti dengan berbagai kebijakan global atau nasional yang menyudutkan
umat Islam. Sebagian umat Islam yang terlibat dalam aksi-aksi ihr
tampaknya tidak menyadari dampak global dari aksi yang mereka
lakukan. Karena ihr, banyak fakta dan analisis yang menunjukkan,
bahwa peristiwa-peristiwa itu seperti sengaja dibiarkan terjadi, unhrk memberikan legitimasi sahr kebijakan atau skenario tertenhr terhadap umat Islam.
Dalam sahr aspek saja, misalnya soal penyebaran paham pluralisme a1arr.a, dampaknya sudah sangat terlihatl'elas di Indonesia.
Organisasi-organisasi dan tokoh-tokoh Islam banyak tergoda unhrk
menyebarkan paham ini, tanpa melakukan kajian kritis yang memadai. Di samping logika yang mudah dicema oleh banyak orang, faktor finansial juga sangat mendukung penyebaran paham tni. The Asia
Forutdatiort, misahrya, melakukan penyaluran dana besar-besaran
unhrk mendukung penyebaran paham yang berdampak serius terhadap asas-asas keimanan Islam ini. Hal semacam inikah yang sebenarnya telah dirancang sebeltrmnya?
Dalam hal ini, Barat tetaplah Kristen, meskipun bersifatnominal,
sekular, liberal. Sentimen-sentimen Kristen tetap bercokol, khususnya dalam memandang Islam. Ihrlah yang terjadi ketika mereka menerima laporan tentang nasib kaum Kristen yang berada di dalam
negeri Islam. Mereka sangat sensitif, dan tidak jarang kemudian bersikap tidak objektif. Simaklah kasus TimorTimur (Timtim) dan peranan Uskup Belo, yang akhimya memaksa Indonesia melepaskan
wilayah yang oleh rakyat Indonesia, melalui MPR, telah disahkan
sebagai salah sahr propinsi di Indonesia. Meskipun sebagai umat
minoritas di Indonesia, Kaum Kristen/Katolik terbukti mampu memenangkan "perang opini" di dunia internasional. Uskup Belo terbukti mampu menipu dunia dengan mengusung isu islamisasi di
Timtim, sehingga mendapat simpati dunia Kristen. Padahal, fakta
yang ada justm sebaliknya. Yang terjadi di masa integrasi yaitu Katolikisasi, bukan Islamisasi. Thhun \972, orangKatolik Timtim hanya
L87.540 dari jtrmlah penduduk 674.550 iiwa (27,8 oh). Tahttn 1994,
jumlah orang Katolik menjadi 722.789 dari 783.086 jumlah pendndrrk (92,3%). Thhun 1994,nrnat Islam di Timtim hanya 3,1 persen.
Jadi dalam tempo 22 tahun di bawah Indonesia, jumlah orang Katolik
Timtim meningkat 356,3"/o. Padahal, Porhrgis saja, selama 450 tahun
menjajah Timtim hanya mampu mengkatolikkan 27,8y" orang
Timtim. Melihat pertambahan penduduk Katolik yang sangat
fantas-tis ihr, Thomas Michel, Sekretaris Eksekutif Federasi Konferensi para Uskup Asia yang berpusat di Bangkok, menyatakan, "Gereja Katolik di Timtim berkembang lebih cepat dibanding wilayah
lain mana pun di dlrnia."l3
Kaum Kristen Indonesia juga berhasil menciptakan opini di tingkat internasional, bahwa mereka terancam dan tertindas di Indonesia--termasuk di Poso dan Maluku. Parlemen Eropa dan pemerintah
AS berulang-ulang menyebut Laskar ]ihad sebagai pembuat masalah
di Maltrku dan Poso. Dalam Resolusi yang berta |uk "loint Motion for
A Resolutio/r" tahrm 2002, Parlemen Eropa menyerukan, "Menyambut penangkapan pemimpin Laskar Jihad, Ja'far Umar Thalib, sebagai sebuah tanda akan komitmen pemerintah Indonesia yang berdiri di belakang proses perdamaian di kawasan itu dan menghadapi
kelompok-kelompok teroris, dan meminta agar ia dibawa ke pengadilan.."
Padahal, siapakah yang memulai konflik di Maluku? Bukankah
Laskar )ihad datang setahun setelah Konflik Maluku berlangsung?
Pihak Kristen Eropa seperti tidak mau tahu fakta yang sebenarnya,
tetapi mereka hanya memjuk pada surat kaum Kristen Maluku:
".. sedangkan beberapa pemimpin gereja, termasuk Uskup Amboina Mgr Mandagi, dan Moderator Sinode Gereja Protestan
Maluku Pdt. Dr. Hendriks, mengirimkan surat tertanggal 29
April2002 kepada Sekjen PBB Kofi Anan, meminta banhran PBB
bagi pemerintah Indonesia guna menghentikan pembantaian
lebih jauh.."
Dengan menciptakan citra bahwa kaum Kristen Indonesia terancam, kaum Kristen berhasil melakukan Kristenisasi dengan relatif
leluasa. Apalagi, banyak tokoh Islam yang kemudian mendukung
mereka. Mantan Presiden Abdurrahman Wahid, misahrya, memrmt
harian Koran Tentpo (29 Januari 2002), pada tanggal 28 Januari 2002,
telah dinobatkan sebagai anggota Legiwn Clristunt (Laskar Krisfus)
di Manado. Sebagai anggota kehormatan, Wahid mendapat hrgas
khusus, yaitu sebagai ujung tombak menolak pemberlakuan Piagam
Jakarta dan melalui NU melindungi orang Kristen di Jawa.
Padahal, misi Kristen di Indonesia telah mencapai sukses yang
luar biasa. Sebuah buku berjudul Gerejn dnn Reforntnsi yang diterbitkan oleh Yayasan Komunikasi Masyarakat-Persekuhran GerejaGereja di Indonesia (Yakoma-PGI) menyebutkan bahwa jumlah
orang Kristen (Protestan) di Indonesia yaitu sekitar 20 "/o, malah
bisa lebih. Faktor meningkatnya jumlah umat Kristen itu temtama
karena terjadinya pembaptisan-pembaptisan massal di berbagai
tempat.l{ Majalah Kristen BAHANA, edisi September 2002 )ttga
memrlat hrlisan Pdt. Dr. August \Ar. Galag, yang be4udtrl "Marujenrcn Misi Gereja, Sudnh Berlnsiiknh? " Disihr dikutip data dari Global
Eaangelization Moaement Dntnbrce yang menyebutkan bahwa jumlah
umat Kristen di Indonesia sudah lebih dari 40 juta. Dalam setahun,
mentrmt data ihr, jumlah urnat Kristen bertambah 6,9 "h.
Tipuan opini--mencitrakan sebagai kaum tertindas--selama puIuhan tahun juga sukses dilakukan oleh kaum Yahudi. Dalam sejarah, kaumYahudiberhasil mencengkeram opini dunia dengan menciptakan mitos "lnllcaust", sehingga selalu mengesankan bangsa Yahudi sebagai bangsa tertindas. Padahal, menumt Ralph Schoenman,
pembantaian sekitar 6 juta warga Yahudi di Jerman (lnlocaust) adalah merupakan buah kerjasama antara tokoh-tokoh Zionis dengan
Nazisme, untuk menciptakan kesan bahwa Yahudi yaitu bangsa
tertindas dan layak mendapat simpati dunia. Schoenman menyodorkan sederet fakta tentang kerja sama Zionis dan Nazi dalam memuluskan upaya pendirian negara Yahudi di Palestina dan "pemaksaan" orang-orang Yahudi agar mau berpindah ke Palestina. Pada
tahtur \937, mllisi Zionis Sosialis Pekerja, Haganah, yang didirikan
oleh Vladimir Jabotinsky, mengirimkan agen (Feivel Polkes) ke Berlin unhrk ditawarkan sebagai mata-mata bagi S.S. Pada bulan Mei
1935, Reindhardt Heydrich, kepala S.S., menulis sebuah artikel yang
memuji orang-orang Yahudi Zionis. "Doa dan niatan baik resmi kita
sejalan dengan mereka," hrlisnya. Adolf Eichman juga pernah berkur,jung ke Palestina dan menjadi tamu Haganah. Polkes pemah
menyatakan, "Kelompok nasionalis Yahtrdi sangat gembira dengan
kebijaksanaan radikal Jerman."ls
Dalam bukunya, Ziortist Relntiorts toith Nnzi Gernnny, Faris Glubb,
seorang sastrawan dan sejarawan Inggris mencatat banyak data septrtar ini, dari sumber-sttmber Yahudi. Para tokoh Zionis sebenarnya
melakukan kerja sama atau kolaborasi dengan Nazi Jerman untuk
menggiring imigran Yahudi ke Palestina. Glubb mencatat pada akhir
bukunya:
"Cerita lengkap mengenai peran Zionisme selama masa Hitler
tidak banyak diketahui, bukan hanya oleh dunia, bahkan oleh
kalangan komunitas Yahudi sendiri. Betapa rapatnya cerita ihl
dihrtupi, dan mitos bahwa kaum Zionis yaitu para pembela
Yahudi banyak beredar, merupakan indikasi telah berhasilnya
gerakan Zionis dalam seni propaganda."L6
Jadi, trauma-trauma yang dialami Kristen Barat terhadap Islam
di masa lalu, memang telah menciptakan mitos-mitos ketakutan terhadap Islam. Tidaklah aneh, jika sensitivitas perasaan masyarakat
Kristen terhadap Islam ini dengan mudah dieksploitasi unhrk kepentingan politik. Dalam berbagai aspek, kaum muslimin sendiri
menyimpan trauma yang mendalam, sehingga menyimpan memori
sensitif terhadap Yahudi dan Nasrani. Sejarah membuktikan, seberat
apapun konfliknya, kaum muslimin tak pernah menjadi pihak yang
memiliki tradisi melakukan pembantaian atau penindasan terhadap
kaum nonmuslim.
Tepat dua tahun sesudah peristiwa 11 September, harian
W terkemuka Timur Tengah, Al-Syarqut Awsath, menulis,
.fiHt; bahwa bukan saja belum mampu mengatasi aksi terorisme,
Amerika Serikat bahkan banyak menirnbulkan masalah baru karena
konsep terorisme melebar kemana-mana. Harian ifu mengingatkan,
agar AS mendengar usul dunia Arab unhrk menyepakati terlebih dahulu definisi dan maksud dari terorisme. "Mendefinisikan terorisme
merupakan sahr cara untuk keluar dari perang jangka panjang yang
melelahkan. Kita berharap agar kejadian di Irak menyadarkan kelompok konservatif di Washington," demikian laporan harian terbesar Arab itu.
Sejak AS melancarkan apa yang disebut "perang melawan
teror", banyak pemimpin negara berpikir serius tentang hal itu agar
jangan sampai tidak mendapat restu dari AS. Maka, demi mempertahankan kekuasaan atau kemaslahatan tertenfu, berbagai paradoks
akibat konsep "terorisme" terpaksa dibiarkan terjadi. Lihatlah, bagaimana negara Pakistan dapat melakukan tindakan yang kontradiktif terhadap Taliban. Pakistanlah yang menduktrng dan hrnrt
membesarkan Thliban. Tetapi, mereka juga yang kemtrdian memburu Thliban mengikuti jejak AS. Simaklah berbagai paradoks seputar
wacana "terorisme" dan "fundamentalisme" berikut ini.
Hari Kamis, 31 Januai2002, pukul05.00 WIB, Radio BBC menyiarkan wawancara dengan Nakamura, Direkfur lnstitute for PopttI ar D em ocr acy di Filipin a, y afig menungkapkan kekhawa tirannya terhadap kehadiran tentara AS di Filipina. Secara resmi, kata Nakamura, kehadiran tentara AS, yaitu unhlk rnembantu penumpasan
teroris Abu Sayyaf. Tetapi, vang ia baca dari satu situs intemet, setelah menumpas "gang kriminal" Abu Sayyaf, tentara AS akan di
arahkan unfuk memberantas "teroris MILF", lalu "teroris MNLF",
dan seterusnya. jika itu terjadi, maka yang berlaku yaitu perang
total, karena MILF dan MNLF merupakan kelompok politik dan militer dengan puluJran ribu pasukan, dan dukungan luas di dunia
Islam.
Harian Kompas,29 Januari 2002, memberitakan, dunia intemasional mengecam sikap AS yang terlalu menyudutkan Palestina dan
menganakemaskan Israel. AS menyebut pasukan pengamanan Arafat sebagai "teroris" dan berencana menutup penvakilan Palestina
di Washington, DC. "Saya kira diskusi yang menyamakan Arafat dengan teroris ini tidak pantas dan tolol. Ini yaitu kebijakan yang berbahaya," kata Menlu Swedia Anna Lindh. Ia menambahkan, "Ini benar-benar tidak waras. Hal ini bertentangan dengan proses perdamaian menyeluruh.... dan bisa mengarah kepada perang terbuka di
Tirnur Tengah."
Koran Tentpo (12 Novenrber 2001), menumnkan berita berjudul
"Noant Chomsky: Lebilt lttlutt dnri Sernngan Teroris" . Profesor linguistik
di MIT itu menyimpulkan, "Pengeboman atas Afghanistan (oleh pasukan sekuhr yang dipimpin AS) yaitu kejahatan yang lebih besar
daripada teror 11 September." Pendekatan Barat terhadap konflik
Afghanistan yaitu pendekatan yang didasari pandangan aryet dan
sangat berbahaya. "AS yaitu terdakwa negara teroris," tegas
Chomsky.
Pada L6 |anuari 2002, Human Riglfts Watch yang berkedudukan
di New York meluncurkan laporan pelanggaran-pelanggaran HAM
sepanjang tahun 2001. Dalam laporarurya bertajuk, Htnnan RightsReport 2002, organisasi itu menyimpulkan bahwa AS dan Pemerintahan George Walker Bush sebagai pelanggar HAM terbanyak di
dunia. Lembaga ini juga mengecam keras tindakan Bush dan ]aksa
AgungASJohnAshcroft, dalam kasus penangkapan lebih dari 1.100
warga Muslim atau Arab yang ditahan dalam upaya investigasi
mencari pelaku aksi serangan 11 September 2001 ke WTC.
Edward S. Herman, gllru besar di Universitas Penslyvania,
dalam bukunya Tlrc Renl Terror Netuork (1982), mengungkap faktafakta keganjilan kebijakan antiterorisme AS. AS selama ini mempakan pendukung rezim-rezfun "teroris" Garcia di Gtraternala, Pinochet di Chili, dan rezim Apartheid di Afrika Selatan. Di tahun 1970-
an, AS memasukkan PLO, Red Brigades, Cuba, Llbya, sebagai teroris.
Tetapi, rezim Afrika Selatan dan sekuhr-sekuhr AS di Amerika Latin
tidak masuk dalam daftar teroris. Padahal, pada AMei 1978, tentara
Afrika Selatan membunuh lebih dari 600 orang warga di kamp pengungsi Kassinga, Namibia. Sebagian besar yaitu wanita dan anakanak. Tentara Afrika Selatan kulit putih juga terbukti membunuh ratusan penduduk sipil Angola. fumlah ihr jauh lebihbesar dari korban
serangan PLO dan sebagainya. Israel, negara sekutu utama AS di
Timur Tengah dan tokoh-tokohnya juga melakukan berbagai aksi
terorisme. Menachem Begin misalnya, yaitu tokoh kelompok teroris Yahudi "Irgrln" yang terkenal kebrutalannya dalam aksi pembantaian di Deir Yasin, 9 April 1948. Begin bahkan menyebut aksi
kelompoknya sebagai aksi kepahlawanan.l
Perdana Menteri Israel Ariel Sharon, dalam tayangan Panorsrna
BBC, 17 Juni 200L, oleh Jaksa PBB Richard Goldstone, dinyatakan
hams diadili sebagai penjahat perang, karena terbukti bertangprng
jawab atas pembantaian ribuan pengungsi Palestina di Shabra-Satila,
1982. Roger Garaudy dalam bukurtya lsrael dan Praktik'Praktik Zionisllre, menempatkan satu bab berjudul, "Metoda Kebijaksanaan Israel:
Terorisme Negarn". Sejarah pendirian dan perjalanan negara Israel dipenuhi dengan rangkaian teror demi teror terhadap warga Palestina.
Dalam sebuah wawancara dengan koran Yediot Ahoronot,26Meil974,
Ariel Sharon menyatakan, "Kita harus selalu menyerang, menyerang,
tanpa berhenti. Kita harus menyerang mereka di mana pun adanya.
Di dalam negeri, di negeri Arab, dan bahkan di seberang lautan sekalipun. Semuanya pasti akan dapat dilakukan."2
Pandangan politik seperti Sharon inilah yang didukung penuh
oleh pemerintahan Amerika serikat, bukan saja secara politis, tetapi
juga secara keuangan dan militer.
Ihrlah tindakan "Sang Kaisar" di sebuah dunia yang dikatakan
Prof. Hunter Wade dari London School of Economics, sebagai,,unbalanced world". Posisi dan tindakan AS itu mengingatkan "kisah legenda" tentang "Kaisar" dan "bajak laut" yang dengan manis dimetaforkan oleh Noam Chomsky. Chomsky menyebut AS dan Israel sebagai "dua negara yang dipimpin oleh dua komandan teroris dunia,,.
"Sang Kaisar" yang mengacau samudera, dengan kapal raksasa,
membunuhi jutaan orang dan melakukan kekejaman dimana-mana
--dalam istilah Prof. Herman disebut sebagai "wlnlesale aiolence"--
tetap diberi julukan mulia, yakni "Kaisa{' . Sementara "bajak laut"
yang melakukan "kekerasan kecil-kecilan"--dalam istilah prof. Herman disebut sebagai "retnil aiolence" sudah dicap sebagai "teroris',,
yang "wajib diperangi" dan dimusnahkan. Orang-orang yang mau
menjadi "hamba Sang Kaisar" juga diberi kedudukan dan anugerah
mulia, yang dalam istilah Arie Fleisher, jubir Gedung putih, disebut
mendapat "carrot". Sebaliknya, orang-orang yang pernah atau
punya hubungan dengan "sang bajak laut" diberikan "hukurrtar{',
yang dalam istilah Fleiscer disebut sebagai "stick". Maka, ketika berpidato di Kongres AS,20 September 2001, Presiden Bush memberikan ultimatum,
"Setiap bangsa di semua kawasan kini hams memutuskan:Apakah Anda bersama kami, atau Anda bersama teroris. Sejak hari
ini, bangsa manapun yang masih menampung atau mendukung
terorisme akan diperlakukan oleh Amerika serikat sebagai rezim
musuh."
Dengan posisinya sebagai "Kaisar" yang menguasai makna
"Demokrasi Liberal" maka AS berleluasa menerapkan berbagai kebijakan untuk membuat "hitam" dan "putih" dunia internasional.
Pada 31 Januari 2002, koran-koran di Indonesia kembali memuat
pemyataan George W. Bush, bahwa AS akan terus membum teroris
dan memperingatkan negara-negara yang masih ragu-ragu unhlk
memerangi terorisme. "Jika mereka tidak bertindak, Amerika akan
bertindak," kata Bush. Dalam perang melawan terorisme, tidak ada
wilayah abu-abu @rey aren), yang ada yaitu "hitam-putih". Mengutip Nezoszr.reek, Koran Tentpo (31 Januari 2002), memberitakan, bahwa
Indonesia termasuk yang dinilai tidakbersikap tegas. Indonesia juga
dikabarkan ikut membanhr lima anggota Al-Qaeda keluar dari
Indonesia. Padahal, kelimanya telah berencana menyerang Kedubes
AS di Jakarta. Sikap Indonesia ini bembah total setelah peristiwa
Bom Bali, 12 Oktober 2002. Bush juga menegaskan lagi bahwa Iran,
Korea [Jtara, dan Irak, sebagai "Poros Setan", dan menyatakan
secara terbuka, bahwa dalam waktu dekat, ketiganya akan menjadi
target perang AS melawan terorisme. Kehra Parlemen Irak, Salem alQtrbaissi, menyatakan, "AS bersama Zionis Israel yaitu sahl-sahlnya negara di dunia ini yang mempraktikkan terorisme negara terhadap rakyat dan pemerintahan yang tidak mau menumti keinginannya. Mereka melakukan ihl semua atas nama perang melawan
terorisme." Salama Ahmed Salama, analis di koran pemerintah
Mesir, Al-Altram, mencatat, "Dengan ini Bush telah memancing
terorisme barLr." Said Kamal, Asisten Sekjen Liga Arab, menyayangkan Bush yang tidak pernah marl memasukkan Israel sebagai negara
yang bermasalah yang dapat memancing konflik di Timur Tengah.
Hanya beberapa hari setelah 11 September 2001, Bush sudah
mengeluarkan daftar "28 teroris", y ang semuanya kelompok Muslim.
Setelah mendapat kritik dari berbagai pihak, pada awal November 2001, AS mengeluarkan daftar "25 teroris" yar.g kali ini tidak semuanya muslim. Diantara 25 organisasi ihr, ada Abu Nidal Organization, Aum Shinrikyu, Basque Fatherland and Liberation (Eta), Gamaa al-Isla miy a, Hamas-Izzudin al-Qassam, Hezb ollah Ex temal Security Organization, Lashkar e-Thayyaba (Kashmir), dan Jihad Islam.
Mengapa pemerintah Bush kini begitu bersemangat meluaskan perang ke berbagai penjuru dunia, khususnya ke berbagai pihak yang
disebut sebagai "Islam militan"? Selain faktor legitimasi dan keselamatan politik pemerintahan George W. Bush, jarvabannya dibuat
oleh Michele Steinberg,f angpada26 Oktober 2001, menulis analisis
berjtrdul 'Wolfowitz Cabnl' ls on Enenty \tlithin Li.S. di jurnal Exeaiiue
lntelligence Reaiew.
Tulisan Steinberg ihr dirnulai dengan cerita tentang keterlibatan
Irak dalam Serangan 11 September 2001, seperti dimuat dalam harian tlrc Obseroer, London edisi 14 Oktober 2001. Berita yang diberi judrrl " Irrtk Belind L[.5. Antlrnx Outbreaks" ihr ternyata salah total. Berita salah ihr mengutip sumbernya dari pernyataan tanpa bukti dari
kalangan "American Hawks"--sebutan bagi pejabat-pejabat AS yang
bersemangat dalam melancarkan perang--yang menyatakan bahwa
"ada banyak bukti yang menunjukkan keterlibatan Presiden Irak
Saddam Hussein dalam peristiw-a aksi pembajakan 11 September
2001. Salah seorang "hawk''' yang tidak disebutka-n namanya menyatakan kepada koran yang terbit di London ihr, bahwa '[ony Blair
yaitu sekutu telpercaya dalam peperangan melawan terorisme. Pejabat AS itu juga menegaskan, bahwa jika perang melawan teror ini
berarti kita harus berperang ratusan tahun lamanya, maka kita akan
melakukannya.
Siapakah kelompok maniak perang di AS tersebut? Itulah yang
disebut Steinberg sebagai "Wolfouitz cabal" atau komplotan rahasia
Wolfowitz (mantan Dubes AS unhlk Indonesia yang kini menjabat
Deputi Menteri Pertahanan AS). Menttrut Koran The NeuYorkTimes
yang menerbitkan bocoran aktivitas komplotan tersebtrt pada 12
Oktober 2001, komplotan itu menginginkan agar segera dilakukan
perang terhadap Irak, menyusttl seranganAS ke Afghanistan. Perang
itulah yang mereka harapkan akan menyeret AS ke kancah perang
global yang mereka inginkan. Steinberg mencatat:
"Tetapi Irak sebenam)/a hanya batu lompatan lain guna mendorong 'perang' anti-teroris menjadi ledakan besar 'benturan
peradaban' (clash of cir:ilizatiorzs), di mana kawasan Islam akan
menjadi simbol musuh dalam sebuah Perang Dingin barlr."
Teori "Claslt of Cioilizations", menurut Steinberg, yaitu teori
yang dikembangkan oleh Profesor Harvard University yang menjadi penasihat keamanan Presiden Cartet yaltuZbigniew Brzezinskydan sejumlah anak didiknya, termasuk Samuel P. Huntington. Brzezinsky bermaksud menggtlnakan "kartu lslam" untuk melawan Uni
Soviet, dan setelah itu mernposisikan Islarn fundarnentalis unhrk
berhadapan dengan Islam moderat serta pemerintahan Arab dan
dunia Islam yang pro-Barat. Analisis ini juga menyebutkan bahwa
"Wolfowitz cabnl" yang mempromosikan teori "Claslt of Cioilizatio't't"
kurang lebihnya mempakan "musuh dalam selimut bagi Amerika
Serikat". Komplotan ini memiliki jaringan di Dephan, Deplu, Gedung Putih, dan Dewan Pertahanan Nasional AS. Mereka mampu
membajak kebijakan AS dan dapat menyeret kekacauan di Afghanistan saat ini ke dalam satu Perang Global. Pada 12 Oktober 2001,
NeruYork Tirnes mengungkap perpecahan yang serius di dalam hrbuh
pemerintahan Bush. "Cabal" ingin melenyapkan Irak, menempatkan
Presiden Palestina Yasser Arafat dan Pemerintahan Otonomi Palestina dalam daftar teroris, dan mengumumkan perang terhadap sejtrmlah negara. Majalah Tintes pemah mengungkapkan, pada 22
September 2001, Presiden Bush menolak rekomendasi "cabal" untuk
menyerang lrak. Tapi, menurut Steinberg, "cabal" mampu merancang operasi "negara dalam negara" sebagaimana pernah terjadi dalam kastrs "Iran-Contra". Apalagi, "cabal" menempatkan tokohtokoh penting dalam jajaran pengambilan kebijakan pertahanan AS,
seperti Ketua Badan Kebijakan Pertahanan (Defence Policy Board),
Richard Perle. Tokoh ini telah bekerjasama dengan Wolfowitz selama lebih dari dua dekade sebagai "agents of influence" darifaksi sayap
kanan Israel. Wolfowitz dan Perle pernah disebut-sebut termasuk
daftar "X Cornmittee" yang diduga terkait dengarr operasi |onathan
Jay Pollard, yartg pada tahun L985 ditangkap karena melakukan
pekerjaan mata-mata bagi Israel. Jadi, "Wolfowitz cabal" ditengarai
tengah mendorong AS agar mengikuti kebijakan " sayap kanan Israel"
yang sangat berbahaya, termasuk kemungkinan serangan nuklir
Israel ke negara-negara Arab. Tidak ada konfirmasi tentang dugaan
keterlibatan Wolfowitz dalamkasus Pollard yang sangat spektakuler.
Pollard akhirnya dijahrhi hukuman seurnur hidup. Seymour Hersh,
dalam bukunya, "The Samson Option", menyebut Pollard sebagai
mata-mata nuklir Israel yarrg pertama. Dalam L8 bulan, Pollard mencuri lebih dari 1000 dokttmen rahasia. Lebih dari 800 di antaranya
tergolong sangat rahasia. Menurut Hersh, mengingat banyaknya dokumen yang dicuri tersebut, memllnculkan kecurigaan bahwa
Pollard dibanhr oleh dua atau lebih "orang AS yang berkedudukan
tinggi". Oleh orang-orang Yahudi, aksi spionase Pollard ini dipandang sebagai tindakan terpuji. Ia dipuja sebagai pahlawan. Pada23
Oktober 1992, sejtrmlah besar rabbi Yahudi di AS memasang sebuah
iklan sehalaman penuh di Nezu YorkTimes, yang isinya meminta agar
Presiden Bush segera membebaskan Pollard. Saatberkampanye, Bill
Clinton juga pernah menjanjikan akan meninjau kembali kasus
Pollard.a
Meskipun tidak disertai dengan referensi yang mendalam, tetapi analisis Steinberg, cukup menarik, karena fakta-fakta kemudian
banyak yang sejalan dengan analisis tersebut. Analisis ini juga sejalan dengan berbagai analisis tentang kelompok "neo-konservatif" di
AS yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Pengamh dan cengkeraman kelompok sayap kanan di AS banyak sekali diungkap. Penempatan kelompok "militan Islam" sebagai musuh utama Barat juga diberikan legitimasi ilmiah oleh Huntington dan Lewis, dengan
mengeksploitasi doktrin clash of ciailizations. Kebijakan ini kemudian
dijadikan sebagai konsep global yang harus diterapkan oleh selumh
negara di dunia. Sama halnya ketika dunia hams menjadikan komunisme sebagai musuh bersama. Sebagai contoh, yaitu pemyataan
bertrlangkali tokoh oaerseas clrinese, Lee Kuan Yew, yang menekankan, bahwa Indonesia yaitu sarang Islam militan. Menumt Lee, seperti dikut ip Ko r n n Te ntp o, 2 ]uni 2002 dan Me d ia ln d o n e s i a, 3 J :uni 2002,
Muslim militan di Asia Tenggara sedang berkomplot unhrk menggulingkan pemerintah; Ia;'uga mendesak AS agar membantu militer
Indonesia, karena hanya militer yang dapat menumpas Muslim
militan.
Di lapangan, pengertian "teroris", "militan" dart "fundamentalis" tidaklah jelas dan sangat bias, terganhrng kepentingan. Sebagai
contoh, Harian Kotnpns (3L ]anuari 2002) dalam berita yang diberi
judul " AS Mulai Perang Terorisnte di Filipinn", ditulis kata-kata sebagai berikut.
"PasukanAmerika Serikat (AS) membuka frontbam dalamme-
merangi terorisme. Kamis (3L / 1), mereka mulai menggelar operasi yang dirancang unhrk memberi pelatihan memerangi kelompok militan."
Di majalah Neus,.ueek, Special Daaos Edition, December 2001-FebrLrary 2002,Francis Fukuyama juga mencatat:
"Islamis radikal, yang tidak toleran terhadap semua bentuk keragaman dan suara yang berbeda, telah menjadi kaum fasis di
zaman kita. Merekalah yang sedang kita lawan."
Jika "militan Islam", "fundamentalis Islam" dan "radikal Islam"
mempakan musuh Barat yang paling utama saat ini, sehingga dikatakan Fukuyama, mereka harus diperangi, maka tenhlnya perlu
didefinisikan terlebih dahulu, siapakah yang disebut sebagai "militan", "fLtttdamentalis" atau "radikal" itu? Dan apakah dunia bisa
secarafnir dan adil menerapkan definisi ihr unhrksemua jenis manusia, bangsa, dan negara? Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Bernard Lewis dalam bukunya Tlrc Crisis of Islam menyatakan, bahwa
fundamentalis lslam yaitu jahat dan berbahaya, dan menyebutkan
bahwa fundamentalis yaitu anti-Barat.
Definisi Lewis ini tentu saja sangat bias dan kenyal untuk diterapkan bagi siapa saja yang mengkritik Barat. Padahal, faktanya, Barat memang banyak terlibat dalamberbagai aksi kekerasan dan teror
serta memberikan dukungan terhadap rezim-rezim represif dan otoriter. Namun, lagi-lagi, masalahnya, yaitu soal standar. Apakah
standar undamentalis atau teroris diterapkan secara adil?
Majalah Tinrc edisi 30 September 2002 menumnkan sahr tulisan berjudul, "TakingTlrc Hard Rond" . Tulisan ihr dibuka dengan katakata yang sangat memojokkan posisi Indonesia, "Indonesia menghadapi pilihan sulit: menggulung kaum ekstrimis dan risikonya
mendapat reaksi keras dari umat Islam--atau mengundang kemarahan Amerika." Kata majalah ini pula, "Kegagalan Indonesia
dalam bertindak atas JI (Jamaah Islamiyah) atau Ba'asyir, menurut
para pejabat AS, dapat mempercepat serangkaian sanksi ekcnomi
seperti pembatalan pinjaman danaoting yang menolak bantuan dari
IMF."
Time sangat serius "berbnru" Ba'asyir. Sekurangnya, selama
tahun 2002, sudah empat kali (edisi 11 Febmari, 1April,23 Septem-ber, dan 30 September),Tinte membuat laporan yang memunculkan
Ba'asyir sebagai seorang gembong teroris. Pesan dari laporan-laporan tentang Ba'asyir ifu sangat gamblang: Abu Bakar Ba'asyir, pimpinan PP Al Mukmin Ngruki, Solo, yaitu orang berbahaya bagi AS,
dan karena itu harus ditangkap dan diperlakukan sebagai "teroris".
Pada edisi 30 Septemb er 2002, pesan AS itu begiru jelas. Bahwa, jika
Indonesia tidak menangkap Ba'asyu, maka Indonesia terancam mendapat sanksi ekonomi. Pada L6 September 2002, Presiden Bush
menelepon Presiden Megawati. Konon, menurut Time , Bush meminta agar Megawatimengambil tindakan tegas terhadap Islammilitan.
Pada L7 September 2002, Dir:ektur Urusan Asia National Security
Council AS, Karen Brooks, mengunjungi Jakarta, secara diam-diam'
Apa pun cerita tentang JI dan Baasyu, kemudian faktanya, Baasyir
ditangkap dengan tuduhan terlibat terorisme. Ia akhimya dijahrhi
vonis karena kasus pelanggaran imigrasi (sebuah pelanggaran yang
dilakukan ratusan orang setiap tahunnya di Indonesia), bukan
terorisme.
Terlepas dari berbagai masalah hukum yang kemudian diterapkan kepada Baasyir, bagi kaum Muslirnin secara luas, muncul pertanyaan, aditkah perlakuan dunia internasional, khususnya AS terhadap Baasyir dan kawan-kawan, jika dibandingkan dengan perlakuan mereka terhadap Ariel Sharon, misalnya? Tokoh Yahudi "sekuler kanan" dari Partai Likud ini iuga sudah sangat tersohor berbagai aktivitas teromya. Sharon tidak pemah menyesali kunjungan
provokatifnya ke komplek Al-Aqsha pada 28 September 2000, yang
memicu terjadinya pembunuhan terhadap lebih dari 3000 warga
warga Palestina. Track-record Sharon dalam soal pembantaian terhadap warga Palestina sulit dilupakan. Thhun 1953, saat memimpin
Unit 10L, yang dibentuk untuk melakukan pembasmian di Tepi Barat,
Sharon melakukan pembantaian di Desa Kibya dan membunuh 69
warga Palestina--setengahnya wanita dan anak-anak. Yang paling
dramatis tentu saja saat menjabat Menhan Israel, tahun 1982, Sharon
membiarkan terjadinya pembantaian terhadap ratusan--ada yang
menyebut angka 2000-3000 jiwa-pengungsi Palestina oleh pasukan
Kristen Phalangis. Sharon hanyalah bagian kecil dari apa yang disebut oleh Roger Garaudy sebagai kebijakan negara Israel yang secara sistematis menerapkan metode "Terorisme Negara". Namun,kejahatan-kejahatan Sharon dan Israel justm ten.s dibela oleh AS.
Israel ditetapkan sebagai partner utama AS dalam memerangi terorisme. "Secara tradisional, Israel merupakan pendukung terkuat
Amerika Serikat dalam perang melawan terorisme," demikian laporan Deplu AS bertajuk Pattern of Global Terrorism, yang diluncurkan27 Mei 2002.
Media massa juga menjadi bagian penting dari penyebaran kerancuan terminologi dan definisi tentang terorisme dalam kaitannya
dengan Islam. Sebagai contoh yaitu pemberitaan media massa di
Indonesia tentang "kelompok Abu Sayyaf". Harian Kompas menggtrnakan istilah yang beragam unhrk Abu Sayyal yaittt (l) "kaum
ntilitan", seperti dihrlis dalam tajuknya (20 Juni 2002), "Dalam kasus
penculikan awal pekan ini segera terlihat betapa berbahayanya kegiatan kaum militan di Filipina Selatan." (2) "Kelompok gerilya
Muslim", seperti ditulis dalam berita Kompas (19 Juni 2002), "... Noble
Energy, yang berpangkalan di Singapura telah mengidentifikasi para
penculik itu sebagai anggota Abu Sayyaf, kelompok gerilya Mtrslirn
yang diketahui beberapa kali melakukan penculikan, termasuk
orang asing. Setidaknya tiga warga Amerika dan sekitar 100 warga
Filipina diculik tahun lalu." (3) "Gerilya\ /an separatis". Ditr"rlis da.
lam tajuk Kompas, "Peristiwa perampokan hari Senin 17 ]uni berlangsung di wilayah dan perairan yang selama ini dikenal dikuasai
gerilyawan separatis Abu Sayyaf."
Harian Medin lndonesia (19 Juni 2002) menggunakan istilah "kelompok pemberontak" unhrk Abu Sayyaf. Koran Tentpo (19 Juni 2002)
menggunakan istilah "gung penculik", Sementara pada edisi esoknya, Koran Tempo tidak menggunakan sebutan apa pun, dan hanya
menyebut kelompok ini sebagai "kelompok Abu Sayyaf". SedangkanRepublikn (20 Juni 2002) menggLrnakan sebutan "kelompok gerilya Abtr Sayyaf".
Istilah "militan" dan "gerilya Muslim" yang digunakan Kompns
terhadap kelompok Abu Sayyaf , yang telah dicap sebagai "penculik", "perompak" , "pertrberontak", "separatis",sadar atau tidak berkaitan dengan pembentukan citra Islam. Mengapa? Karena pada
saat yang sama Kompas tidak menyebut "teroris Yahudi" pada Israel
dan "pembantai Kristen" pada tokoh-tokoh Kristen yang tindakan
pembunuhan dan terorisme di Serbia, atau Timothy McVeigh yangmembom gedung WTC di Oklahoma City tahun 1996. Meskipun tercatat sebagai Kristen fundamentalis, apakah Presiden Tmman yang
mendukung Israel juga dapat dikatakan sebagai teroris? Bagaimana
dengan Ferdinand Marcos, yang Katolik, dan tokoh Yahudi Ariel
Sharon? Bisa dibandingkan, bagaimana trsck record Ariel Sharon,
George Bush (senior), Presiden Johnson--dalam Perang Vietnam--
Ferdinand Marcos, dan Abu Sayyaf dalam melakukan berbagai aksi
pembunuhan terhadap umat manusia.
Dalam Perang Teluk, L99L, Angkatan Udara AS menjahrhkan
88.000 ton bom di Irak, jumlah yang setara dengan hrjuh kali lipat
yang dijahrhkan di Hiroshima. Media Barat dan koran-koran di Indonesia, menumt wartawan kawakan Willem Oltmans, dalam buktrnya, Di Balik Keterlibatan ClA, (2001:4), tidak memberitakan peristiwa Pengadilan Kejahatan Perang Amerika (Tribunal for American
War Crimes) di New York, yang dihadiri 22 hakim dari 18 negara
bagian. Kepuhrsan pengadilan ihr menetapkan: AS dan para pejabat
terasnya dinyatakan bersalah atas 19 tuduhan kejahatan perang.s
Dengan kepuhrsan pengadilan ihr, mengapa George Bush senior tidak dijuluki oleh media massa sebagai "militan Kristen"? Jika
Osama yang dicurigai sebagai otakpenghancur Gedung WTC sudah
dicap sebagai "militan" dan "teroris", begihl juga Abu Sayyaf yang
Mrrslim melakukan penculikan dicap sebagai "militan", "teroris",
dan "gerilya Muslim", mengapa Ariel Sharon yang jelas-jelas bertanggung jawab terhadap pembantaian Shabra-Shatila tidak disebut
sebagai "militan dan teroris Yahudi"? Mengapa banyak media massa tidak memberikan sebutan semacam ihl?
Pada edisi 20 Juni 2002, Kompas menurtlnkan berita tentang Israel berjtrdtrl, "Israel Kembali Duduki Jenin dan Kalkiliya". Kontpns
tidak memberikan sebutan apa plm unhrk Israel dan Ariel Sharon.
Misalrrya, Israel diberi julukan sebagai "rtegara peniajah Yahudi"
atau "teroris Yahudi". Padahal, Israel sendiri tak segan-segan menyebut dirinya sebagai "Tlte leuislt State". Ariel Sharon juga hanya
dittrlis Kontpas sebagai "PM Ariel Sharon" tanpa embel-embel "teroris", "pettjagal", "tokoh garis keras" atau "militan" Yahudi.
Kerancuan penggunaan istilah "militan" dan "teroris" masih
terus terulang. Sebagai contoh, pada pemberitaannya yang bequdul
"Italia Investigasi Teroris" (Kotnpas,19 Juni 2002), terhrlis, "Pejabat
antiterorisme Italia menginvestigasi 547 orang yang diduga berkait
dengan jaringan militan." Jadi, menumt berita ini, siapa pun yang
punya kaitan dengan organisasi "militan" pantas dicurigai sebagai
"teroris" dan boleh diinterogasi. Siapakah yang disebut sebagai "organisasi militan"? Apakah yang militan pasti terkait dengan terorisme? Kerancuan seperti itu akan selalu temlang selama media massa
menempatkan dirinya sebagai bagian dari alat "hegemoni AS dan
Barat" tanpa mau berpikir dan bersikap