Jo kn Hoeppner Moran Crtrz, dalam hrlisannya berjudul
,
''ffi. "Populnr Attitudes touards Islnm in Medieoal Europe" mencatat
?*,,*,f,W banyak data menarik seputar legenda-legenda yang hidup di
kalangan masyarakat pada Zarnan Pertengahan terhadap Islam. Doktrmen Clnnson de Roland (sekitar tahun 1100 M) yang ditemukan di
Inggris pada abad ke-19 memberikan gambaran bahwa kaum Muslimin (yang mereka sebut sebagai Sarncens), yaitu musuh Kristen.
Mtrslimin yaitu penyembah berhala (idoloters) dan akan kalah melawan Kristen, yang hidupnya dibimbing oleh matahari, malaikat
dan Tuhan. Muslim digambarkan banyak terlibat dalam penipuan;
mereka mengorbankan anak pertama mereka; bersifat pengecut, dan
berperang demi mengejar kekayaan, wilayah, dan perempuan. Kaum
Muslimin juga digambarkan akan menghancurkan berhala-berhala
mereka saat mereka kalah dalam peperangan.
Cerita dalam Clnnson de Roland, menumt CrLtz, yaitu sebuah
legenda yang dibuat untuk memberikaninnge kepahlawanan terhadap Charlemagne. Faktanya, pada tahun 778M, saat bemsia muda,Charlemagne tercatat sebagai salah satu pembela gubemur Muslim
Barcelona dan Saragossa melawan Khalifah Umayyah di Cordoba.
Misi Charlemagne gagal. Saat perjalanan pulang, pasukan Charlemagne melakukan pembunuhan dan perampokan di Kota Pamplona.
Pasukan Basque/Wascons (Kristen) kemttdian melakukan pembalasan dan berhasil mengalahkan pasukan Charlemagne. Cerita ini
selaltr disembunyikan oleh Charlemagne. "Uniknya" dalam Chanson
de Roland, Charlemagne digambarkan telah berhasil menaklukkan
semua Spanyol, kecuali Saragossa. Juga, digambarkan seolah-olah
musuh utama Charlemagne bukanlah pasukan Wascons, tetapi kaum
Muslimin (Saracens), yang jahat.l
Cerita tentang Charlemagne ittr tampaknya dikarang untuk menutupi kelemahan Charlemagne, seorang Raja yang dalam seiarah
Kristen memiliki peranan besar dan kemudian dikenal melakukan
terobosan besar dalam sejarah hubungan antara Gereja dengan negara pada zarnatt pertengahan Eropa. Dialah raia Eropa pertama
yang diberi gelar "Entperor of tlte Ronlans" oleh Paus. Sosok ini digambarkan sebagai pahlawan Kristen Eropa yang sukses menaklukkan kaum Muslimin di Spanyol. Menaklukkan katrm Mttslimin saat
itu merupakan prestasi luar biasa dan sangat legendaris, karena kala
itu Muslimin memiliki tingkat peradaban yang lebih ti.ggi ketimbang masyarakat Kristen Eropa. Legenda-legenda tentang raia-raia
semacam ini mempakan hal yang biasa dalam seiarah di berbagai
bagian dunia. Legenda atau cerita kepahlawanan (epic) lain yang
memberikan gambaran buruk tentang Islam yaitu cerita tentang
Aymeri of Narbonne dan putranya, William of Orange. Dalam legenda ini, Muslim digambarkan lebihburuk ketimbang yang ada dalam
Chanson de Roland. Selain digambarkan sebagai penyembah berhala,
Muslim digambarkan sebagai pencipta segala benhrk kejahatan, mtrsuh Ttrhan, dan pemuja setan. Mereka memakan tawanan peranS,
mengkhianati perjanjian, dan menjualbelikan wanita mereka. Mereka yaitu manusia-manusia kejam, pengkhianat, dan menyembah
banyak dewa, seperti Mahomet, Cahu, Apollyon, dan Tervagant.Legenda dan mitos-mitos ternyata memainkan babak-babak sejarah penting dalam hubungan Muslim-Kristen Eropa. Legenda-legenda dan mitos-mitos tentang Islam dan kaum Mttsiim yang dibangun oleh tokoh Gereja, seperti Paus Urbanus II dalam menggelorakan Perang Salib (Crlrsnde) rnernainkan peran penting dalam
perlakuan Pasukan Salib terhadap kaum Muslimin--juga kaum Yahudi dan agama lainnya. Setelah Paus Urbanus II melakukanpidatonya yang terkenal diTlrc Council of Clermont, tahun 1.095,yangmemberikan gambaran, bahwa Muslimin (the Tirks) telah membantai
kaum Kristen dalam gereja-gereja mereka, maka pasukan Salib yang
memasuki Jemsalem (1,099) kemudian melakukan pembantaian besar-besaran terhadap penduduk Kota Suci itlu. Fulclrcr of Clnrtress
menyatakan, bahwa darah begihr banyak tertumpah, sehingga
membanjir setinggi mata kaki: "lf you had been tlrcre your feet wotrld
lmae been stained to tlrc ankles in the blood of the slain." Seorang tentara
Salib mentrlis dalam Gesta Francorunl, bagaimana perlakuan tentara
Salib terhadap kattm Muslimin dan penduduk Jemsalem lainnya,
dengan menyatakan, "bellrm pernah seorang menyaksikan atau
mendengar pembantaian terhadap 'kaum pagan' yang dibakar dalam hrmpukan manusia seperti piramid dan hanya Tuhan yang tahu
berapa jumlah mereka yang dibantai."3
Diperkirakan, penduduk Jemsalem yang dibantai pasukan Salib sekitar 30.000 orang. Puluhan ribu kaum Muslim yang mencari
penyelamatan di atap Masjid al-Aqsha dibantai dengan sangat sadis.
Kekejaman pasukan Salib di Kota Jemsalem memang sangat sulit dibayangkan akal sehat. Setahun sebelumnya, pada 1098, tentara Salib
itur juga telah membunuh rahlsan ribu kaum Muslimin di Marra't
un-Noman, salah sahr kota terpadat di Suriah. yaitu menarik mencermati'legenda-legenda dan mitos-mitos' tentang kaum Muslimin
yang dibangun oleh Paus Urbanus II pada 1095 saat memprovokasi
kaum Kristen agar melakukan Perang Salib tersebut. Patrs, ketika
ihr, menyerukan perang Suci (Crrrsade) melawan "kaum kafir yang
sedang menguasai'makam' Kristus" (tlrc infidels wlrc were in posses'
sion of Christ's sepulcher). Paus juga menjanjikan suahr Pengampunan
dosa kepada siapa saja yang bergabung dengan ekspedisi pasukan
Salib itu. Dan bagi siapa yang mati, dijanjikan masttk sorga. Karena
seruan Paus ihllah, maka kaum Kristen sangat antusias menyambutnya. Ratusan ribu orang bergabung dengan pasukan salib. Bahkan,
banyak yang menjual hartanya dan menjahit sendiri tanda-tanda saIib pada baju yang dikenakan untuk ekspedisi ke Palestina. Paus
urbanns II menyebut musuh kaum Kristen ihr sebagai "The seliuq
Tttrks". "Seljuq Ttffks", kata Paus, yaitu bangsa barbar dari Asia Tengah yang banr saja menjadi Muslim. Bangsa ini telah menaklukkan
sebagian wilayah kekaisaran Imperium Kristen Byzantium. Paus
mendesak agar para ksatria Eropa menghentikan pertikaian antar
mereka dan memusatkan perhatian bersama, unhlk memerangi musuh Tuhan. Bahkan, kata Paus, bangsa Turki itu yaitu bangsa terkutuk dan jauh dari Tlrhan. Maka, Paus menyerLrkan, "membunuh
monster tak bertuhan seperti ihr yaitu suahr tindakan suci; yaitu
suatu kewajiban Kristiani unhrk memusnahkanbangsa jahat itu dari
wilayah kita." Dampak serLlan Paus ittl memang luar biasa pada sikap dan tindakan pasukan salib di Jerusalem dan berbagai wilayah
lain. Di Jemsalem, hampir semlra penduduknya dibantai. Laki-laki,
wanita, anak-anak, tanpa pandang bulu dibantai di jalan-jalan, lorong-lorong, mmah-mmah, dan di mana saja mereka ditemui. Para
tawanan pasukan Salib kemudian dipaksa membersihkan ialanan,
nrmah, dan halam an Haram nl-Syarif , dari puluhan ribu mayat manusia. Mayat-mayat manusia korban pembantaian ihl IaIu dibakar
atatr dibuang begihr saja keluar tembok kota. Ketik a Fulclrcr of Chartres datang ke ]erLsalem dengan Baldwin I, beberapa bulan setelah
peristiwa pembantaian itu, bau mayat manusia yang membusuk
masih menyengat udara Kota Jemsalem. Ia menyatakan, bahwa bau
busuk menyengat di seputar tembok kota, di dalam mauplln di luar,.yang berasal dari mayat orang-orang saracens--sebutan orang Eropa
terhadap kaum Arab/Muslimin ketika inl Fulclrcr of Chartres berkata, "Oh, betapa busuknya bau di sekitar tembok-tembok kota, di
dalam maupun di luaq, yang berasal dari mayat-mayat orang saracens yang membusuk yang dibantai oleh kawan-kawan kita ketika
penaklukan Jerusalem, tergeletak di manapun mereka tertangkap."a
Masyarakat Barat, dalam sejarahnya, hingga kini memang sangat menyukai legenda dan mitologi. Cmz mencatat, berbagai legenda tentang Islam dan kaum Muslim hidup subur dan tersebar di
masyarakat Barat, meskipun ketika ihr, pasukan salib sudah mengenal dan berinteraksi langsung dengan kaum Muslimin dalam tempo
yang sangat panjang. Menunrt Crtrz, orang-orang Kristen Barat lebih
suka mendengar legenda yang sebagian besar dibawa purang oleh
para praiurit dari Thnah Suci.
MisaLrya, legenda bahwa Ida, seorang janda pasukan Salib dikawini seorang Muslim dan menurunkan seorang anak bernama
Zengi (Nuruddin Zengi), pahlawan Islam yang kemudian berhasil
membalik situasi Perang Salib menjadi kemenangan di tangan kaum
Muslimin, menyusul kejatuhan Edessa, tahun lLM. Zengi juga paman dari Shalahuddin al-Ayyubi, seorang keturunan Kurdi yang juga
pahlawan Perang Salib terkenal. Ada juga legenda tentang Eleanor
of Aqtritaine yang diisukan memiliki ffiir dengan Shalahuddin alAyyubl saat ia menemani suaminya, Louis VII, dalam Perang Salib
II. Ada pula legenda tentang Shalahuddin yang dikabarkan merupakan keturunan dari anak perempuanCount of Ponthieu di Utara Prancis. Juga, legenda bahwa Shalahuddin telah dibaptis pada akhir hayatnya. Legenda, bahwa Dome of tlrc Rock di |erusalem menyimpan
banyak berhala sesembahan kaum Muslim. Dan bahwa di Mekkah,
ada seorang pendeta murtad bernama Nicholas, yang dijadikan sesembahan oleh kaum Muslim.
Perlu dicatat, bahwa kegemaran bangsa Kristen Barat mendengar legenda ketimbang fakta-fakta yang nyata, tampaknya berkaitan dengan sejarah masyarakat Yunani yang hidup dengan berbagai
legenda dan mitologi. Jan Bremmer, dalam buku Interpretations of
Greek Mythology, mencatat, bahwa meskipun masyarakat Barat sudah tersekulerkan dan membuang hal-hal yang supranatural, namun
mereka tetap memelihara cerita-cerita tertentu sebagai model perilaku dan ekspresi ideal negara. Meskipun berbeda, Masyarakat Barat memiliki banyak kesamaan dengan masyarakat Yunani. Sebagaimana masyarakat Yunani, mitologi juga banyak menarik bagi masyarakat Barat.5
Apakah yang dimaksud dengan Greek Mytltology? David BeIlingham, dalam buku An Introduction to Greek Mythology, membuat
dekripsi sederhana tentang hal ini. Kata mitos (tnyth) berasal dari kata Ytrnani kuno "muthos" yang asalnya berarti "ltcapart" , dan kemudian berarti "cerita oral atau tertulis". Sedangkan "Legenda" (legend)
biasanya terkait dengan peristiwa nyata, tetapi mengandung unsurunsur yang terkait dengan mitos. Salah satu legenda terkenal dalam
tradisi Yunani yaitu cerita tentang Perang Troya yang menceritakan kepahlawanan Achiles dan AgamefiInon. Pengaruh mitos-mitos
Yunani terhadap masyarakat Barat dapat dilihat dari banyaknya istilah atau nama-nama yang diambil dari nama-nama dewa dalam mitologi Yunani, seperti Titans, Eros, Aether, Uranus, Electra, Hera,
Apollo, Mars, Hermes. Apollo, yang dijadikan nama pesawat pertama Amerika Serikat ke bulan, yaitu dipuja sebagai dewa rasional, dan diasosiasikan dengan budaya dan mttsik. Ia digambarkan
sebagai pria tampan yang memiliki banyak ffiir dengan lakilaki
maupun wanita. Menurut mitologi Yunani, Dewa Apollo dilahirkan
di pulau Delos, yang hingga kini masih disucikan. Dalam perjalanannya ke Delphi, ia membunuh seekor ular besar yang disebut dengan'Python'. Hingga kini, di Delphi masih terdapat sisa-sisa kuil
yang disebut sebagai kuil Dewa Apollo. Hermes, anak Zeus, juga digambarkanmemilikibanyak affair, sepertiApollo. Ia pun dikenal sebagai Dewa para pencuri. Ketika ia tumbuh besar, Zeus menjadikannya sebagai utusan para dewa. Hanya Hermes yang memiliki
izin bebas lewat antara Gunung Olympus, dunia, dan 'underr'rrorld'.
Dari nama Hermes kemudian diambil istilah'hermeneutika', sebuah
metode menginterpretasi Bible Kristen sebagai terobosan terhadap
persoalan-persoalan yang dikandungnya. Cerita-cerita dalam mitologi Yunani memang dipenuhi dengan unsur seksual dan perselingkuhan, baik diantara para dewa maupun antara dewa dengan manusia. Mitos-mitos ihr hidup di tengah masyarakat Yunani, meskipun sebagian mereka juga mengembangkanpemikiran tentang filsafat dan ilmu pengetahuan alam. Di masa modern, Barat pun mengembangkan mitos-mitos yang mirip dengan mitologi Yunani.
Cerita tentang Supernmn danWonderwofllan, misahrya, mirip dengan
cerita dalam mitologi Yunani. Wonderwonlen yar.g diperkenalkan
oleh Charles Moulton, identik dengan cerita Diana dalam mitologi
Yunani. Supernmn, yang tidak dapat dilemahkan kecuali dengan
Kryptonite Hijau, mirip dengan kehebatanAchilles yang tidak dapat
dilukai kecuali pada tumitnyu.u
Bisa dibandingkan, bagaimana produktifnya masyarakat Yuna-
ni dalam memprodtlksi mitos-mitos dengan masyarakat Barat daIam memproduksi berbagai mitos. Bisa disimak, bagaimana pesat
dan berpengamhnya industri film di Barat, yang pekerjaannya jtrga
banyak memproduksi berbagai mitologi dan legenda, yartg temyata
begitu disukai masyarakat Barat. Fitm-film yang menjual mitos dan
legenda, semisal Gltost, Rambo, Robin Hood, Batnmn, Superman, Spidernlan, dan sebagainya. Fitm koy yang bercerita tentang legenda kepahlawananAchiles dan Agammernnon, di masa Yunani kuno,laris
manis diserbu penonton di gedung-gedung bioskop Kuala Lumpur.
Penonton hams rela antri untuk dapat menikmati film yang dibintangi oleh Brad Pitt, Orlando Bloom, dan Eric Bana ini. Filrn Spidertnan 2,juga bukan main hebatnya dalam menyerap penonton. Sampai-sampai penonton dilarang membawa handphone saat masuk ke
dalam gedung bioskop. Sementara, sampai 23 ]uli 2004, flhn Spiderman 2 telah maraup keunhrngan L5 juta USD (sekitar Rp 1a0 milyar),
masih dibawah perolehan film legenda Catuoman yang merattp 1.6,7
jtrta USD. Film King Artlntr, yang bam diedar beberapa saat, sampai
23 Jtrli 2004, sudah meraup keunhrngan3,}4juta USD. FllmTlrc Passion of The Cfuist yang begiht kontroversial, berhasil meraup keunhrngan 19,2 jfia USD, sampai bulan Pebruari 2004. Film ini, meskipun didasarkan pada cerita Perjanjian Baru, tetapi juga dibumbui
dengan berbagai cerita yang sulit diverifikasi kebenarannya. Film
trilogi Tlrc Lord of the Rings, mampu meraup keunhrngan lebih dari
2000 juta USD.
Dalam tradisi masyarakat Barat, misalnya, juga sangat terkenal
legenda dan mitos tentang Santa Claus dan Suartepif, dalam kaitan
dengan Perayaan Natal atau kelahiran ]esus (Natus, natalis, dalam
bahasa Latin berarti "kelahiran"). Cerita ini sama sekali tidak ada
kaitan dengan agama Kristen. Tetapi, toh, tetap mendominasi suasana Natal di Barat dan berbagai penjuru dunia lainnya. Setiap menjelang dan selama berlangsungnya hari Natal, hotel-hotel, mal-mal
memasang patung dan gambar Santa Claus, yang biasanya digambarkan dengan pakaian merah dan topi merah berjambul. Bahkan,
tidak jarang, ramai orang ikut-ikutan berpakaian ala Santa Claus.
Cerita tentang Santa Claus sendiri sebenamya tidak jelas benar. Konon, ia berasal dari seorang bernama Nicholas, dilahirkan di kota
Lycia, pelabuhan kuno di Patara (Asia Kecil). Nicholas digambarkansebagai usktlp yang ramah, suka menolong anak dan orang miskin.
Namun, Iegenda Santo Nicholas juga bercampur dengan legenda
lain tentang 'pemberi hadiah' dari kalangan kaum pagan yang memiliki kekuatan sihir yang menghukum anak-anak nakal dan memberi hadiah kepada anak-anak yang baik. Dia biasa menaiki kereta
terbang yang ditarik rusa kuhrb. Namun, ada juga legenda tentang
Sinterklaas yang menggambarkan orang tua berjanggut putih panjang berpakaian usktqp menaiki kuda yang bisa terbang ke atap
rumah, dibantu budaknya Swnrte Piet. Sinterklans datang tanggal25
Desember malam, ke rumah-rumah untuk memberi hadiah bagi
anak-anak yang baik melalui cerobong asap. Gambaran Sinterklnas,
yang berkulit putih dan pemurah kepada anak-anak, bisa dijadikan
sebagai bahan propaganda tentang kebaikan orang kulit putih. Sebaliknya, budak hitam Swarte Piet pembantunya, budak berkulit
hitam, digambarkan bersifat kejam, dan suka mencambuk anak-anak
nakal. Karena sejarah kehidupan Nicholas tidak jelas, Paus Paulus
VI menanggalkan perayaan Santo Nicholas dari kalender resmi
gereja Roma Katolik pada tahun L969. Ada juga Santa Claus versi
Amerika, yang berasal dari Kutub Utara. Santa Claus di AS yaitu
ciptaan dari Public Relatiotts Mnnager untuk mempromosikan produk
minuman tertentu. Karena orang Amerika tidak mau disebut rasis,
maka Santa Claus di AS tidak ditemani oleh pembantunya yang berkulit hitam.
sinterklas, pengaruh
mitologi Barat terhadap
Kristen
Banyak kalangan Kristen yang prihatin
dengan kondisi Perayaan Natal yang lebih
menonjolkan legenda dan mitos tentang Santa Claus, ketimbang sosok Jesus. Seorang
aktivis Kristen di Indonesia, misalnya, menulis: "Mengenang maraknya perayaan
Natal di akhir tahun 2003 yang lebih menonjolkan figur Santa Klaus daripada figur Tirhan
Yesus, sudah tiba saatnya umat Kristen sadar
dan menempatkan dirinya lebih berpusat
Injil dan berhati Tuhan Yesus, dan tidak makin jauh terpengaruh komersialisasi yang sudah begitu jauh dimanfaatkan oleh toko-toko mainan, makanan & minuman, dan bisnis
hiburan itu." (www.yabina.org).Sebenarnya, bukan hanya figur Santa Claus dan Suartepit yang
bersifat mitos. Perayaan Natal pada 25 Desember pun sarat dengan
mitos-mitos dan pengamh paganisme, sehingga tens memunculkan perdebatan panjang di kalangan kaum Kristen. Remi Sylado, seorang budayawan dan seniman Kristen, menulis sebuah kolom di
majalah Gatra, (27 Desember 2003). Judulnya "Gatal di Natal". Ia menulis antara lain sebagai berikut.
(1) "Sebab, memang tradisi pesta ceria Natal, yang sekarang
gandrung dinyanyikan bahasa kereseh-reseh Inggris, belum lagi terlembaga. Sapaan Natal, "Merry Christmas"--dari bahasa
Inggris Lama, Clristes Maesse, artinya "misa Krisfus"--bam terlembaga pada abad ke-L6, dan perayaannya bukan pada 25
Desember, melainkan 6Jantari." (2) "Dengan gambaran ini, keramaian Natal sebagai perhihrngan tahun Masehi memang berkaitan dengan leluri Barat, istiadat kafiq, atau tradisi pagan,
yang tidak berhtrbungan dengan Yesus sendiri sebagai sosok
historis-antropologis bangsa Semit, lahir dari garis Ibrahim dan
Daud, yang merupakan bangsa tangan pertama yang mengenal
monoteisme absolut lewat Yehwah." (3) Saking gempitanya
pesta Natal ihr, sebagaimana yang tampak saat ini, karuan nilai-nilai rohaninya tergeser dan kemudian yang menonjol adalah kecendemngan-kecenderungan duniawinya semata: antara
lain di Manado orang mengatakan "makang riki pum polote en
minung riki mabo" (makan sampai pecah pert.t dan minum
sampai mabuk). (4) "Demikianlah, soal Natal sekali lagi merupakan gambaran pengamh Barat, dan persisnya Barat yang kafir,yang dirayakan dengan kelim."
Kritikan tajam terhadap budaya Natal dari kalangan Kristen itu
sebenamya sudahbanyak dilakukan. Seorang pendeta bemama Budi Asali M.Div., menulis artikel panjang tentang Natal berjudul ProKontra Pernyaan Nilal, dan disebarluaskan melalui jaringan internet.
Pendeta ini membuka hrlisannya dengan ungkapan: "Akhir-akhir
ini makin banyak orang-orang kristen yang menentang perayaan
Natal, dan mereka menentang dengair cara yang sangat fanatik dan
keras, dan menyerang orang-orang kristen yang merayakan Natal.
Kalau ini dibiarkan, maka Natal bisa berkurang kesemarakannya,dan menurut saya ihr akan sangat memgikan kekristenan. Karena
itr.l mari kita membahas persoalan ini, suPaya bisa memberi jawaban
kepada orang-orang yang anti Natal."
Jelas, banyak kalangan Kristen yang "anti-Natal", meskipun
mereka tenggelam oleh gegap gempita peringatan Natal, yang begitu gemerlap. Di Malaysia,2T Desember 2003, ada perayaan Natal
Bersama di Lapangan Olahraga Kinabalu, Sabah, yang dihadiri rahrsan ribu orang. Selain ada pawai lampion, nyanyi-nyanyi lagulagu Natal, ada juga acara Peragaan bttsana batik, yang dilakukan
oleh beberapa peserta lomba rahl kecantikan dari berbagai negara.
Acara ini disiarkan langsung oleh TV1 Malaysia. Seperti halnya di
berbagai belahan dunia lainnya, sosok Santaklatrs sudah iau-h lebih
popular daripada sosok Jesus. Pohon cemara yang sttlit dicari di Palestina, sudah menjadi simbol Natal.
Sebenarnya, jika ditelusuri, kisah Natal ihr sendiri sangat menarik. Bagaimana sahr tradisi kafir (pagan) di wilayah Romawi kemudian diadopsi menjadi tradisi keagamaan Kristen. Banyak literatur menyebutkan, bahwa tanggal 25 Desember memang mentpakan
hari peringatan Dewa Matahari yang di Romawi dikenal sebagai Sol
Inaicttts. Setelah Konstantin mengeluarkan the Edict of Milan, pada
313 M, maka ia kemudian mengeltrarkan sejumlah perafuran keagamaan yang mengadopsi tradisi pagan. Pada tahun 32L, ia memerintahkan pengadilan libur pada hari "Hari Matahari" (smt-day), yang
dikatakan sebagai "hari mulia bagi matahari". Sebelumnya, kaum
Kristen--sama dengan Yahudi-meniadikan hati Snbbnth sebagai hari
suci. Maka, sesuai peraturan Konstantin, hari suci ihl diubah, menjadi Sunday. Sampai abad ke-4 M, kelahiran Yesus diperingati pada 6
Januari, yang hingga kini masih dipegang oleh kalangan Kristen Ortodoks tertentu. Namun, kemudian, sebagai penghormatan terhadap
Dewa Matahari, peringatan Hari Kelahiran Yesus diubah menjadi 25
Desember.
Ada sebagian kalangan Kristen yang berargumen, bahwa tanggal25 Desember itu diambil supaya perayaan Natal dapat menyaingi perayaan kafir tersebut. Tetapi, apa yang terjadi sekarang, tampaknya seperti yang dikatakan oleh Remi Sylado, bahwa perayaan
Natal sudah didominasi oleh tradisi perayaan kaum kafir. Maka,
muncullah, di kalangan Kristen, gerakan untuk menentang Perayaan Natal pada 25 Desember. Apalagi ada yang kemudian melihat,
penciptaan tokoh Sinterklaas, sebenarnya merupakan bagian dari
rekayasa Barat unhlk melanggengkan hegemoni imperialistik yu,
yakni i^gi. menciptakan citra, bahwa Barat yaitu dermawan, baik
hati, suka bagi-bagi hadiah, seperti Sinterklaas itu. Begihrlah bagian
dari tradisi Kristen.
Mencermati perilaku masyarakat Barat itu tampaknya pemyataan fan Bremmer perlu digarisbawahi, "yaitu kaitan mereka
(masyarakat Barat) dengan Yunani yang menjadikan mitologi masih
digemari dewasa ini, karena betapapun berbedanya kita dengan
bangsa Yunani, mereka juga banyak kesamaannya dengan kita."
Mitos-Mitos di Zaman Modern
Mitos-mitos tentang Islam tampaknya masih tetap hidup subur
di Barat di zaman modern dan post-modern. Thhun l992,Joln L. Esposito menulis sahr buku terkenal berjudul Tlrc lslamic Threat: Myth
or Reality? Wacana tentang "ancaman Islam" (lslnmic tfuent), memang
gencar dimunculkan oleh media massa dan sejumlah tokoh dan pakar politik di Barat. Menurut Fred Halliday, untuk mempertahankan dominasinya, kapitalisme tetap membutr.rhkan "musuh". Dan
setelah musuh kapitalisme (komunis) berhasil dikalahkan, maka
musuh yang sedang dicermati saat ini, diantaranya yaitu Islam.T
Tetapi, menurut Esposito, penempatan Islam sebagai musuh
Barat bukan hanya terjadi pada era pasca Perang Dingin, dan bukan
hanya karena anggapanbahwa Islam yaitu penghambat demokratisasi. Bagi Barat yang telah lama terbiasa dengan visi global dan kebijaksanaan asing yang didasarkan persaingan antamegara adidaya
untuk mendapat pengaruh global, terlalu menggoda untuk tidak
mengidentifikasi ancaman ideologis global lainnya dalam mengisi
"kekosongan ancaman" yang timbul karena runhrhnya komunisme.
Kekosongan yang ditimbulkan oieh berakhimya Perang Dingin telah
diisi dengan rasa takut yang berlebihan yang menganggaP Islam
sebagai "kerajaan setan" yang bangkit untuk berperang melawan
Thta Dunia Barl dan tantangan terhadap stabilitas global. Store Tal-
bot menulis di Majalah Tinrc,25 Febmari 799I, bahwa bagaimana
pun dan kapan pun perang berakhir, amarah Islam telah mengancam stabilitas rezim-rezim pro-Barat tradisional dari Maroko sampai
Yordania dan Pakistan. Menurut Esposito, para pembuat kebijaksanaan AS, seperti media massa, sering memandang dunia Islam dengan pandangan picik. Mereka memandang dunia Islam dan gerakan-gerakan Islam sebagai monolitik dan semata-mata dalam istilah
ekstremisme dan terorisme. Patrick J. Buchanan, dalam hrlisannya
"Is Islsm an Enemy of the Llnited Stntes?" seperti dikutip Esposito,
mencatat, "Bagi sebagian orang Amerika, yang mencari musuh baru
unhrk uji coba kekuasaan setelah mntuhnya komunisme, Islam adalah pilihannya."8
Mitos-mitos tentang ancaman Islam ihrlah yang secara konsisten dibangun pada era Pasca Perang Dingin. Mitos itu semakin mengental pasca Peristiwa 11 september 2001. Ancaman terhadap Barat
--secara fisik, sebagaimana dilakukan oleh sebagian kalangan Muslim
dan berbagai kelompok anti-Kapitalis atau anti-globalisasi-- bukannya tidak ada. Tetapi, fakta itu kemudian bercampur dengan begihr
banyak mitos dan legenda. Cerita tentang bahaya Osama bin Laden
dan terorisme sudah begitu banyak bercampur dengan mitos dan
melegenda. yaitu sebuah mitos bahwa sebuah negara yang memiliki kekuatan angkatan perang terkuat dalam sejarah umat manusia,
sepertiAS, justru menjadikan seorang Osama bin Laden sebagai musuh utamanya. Seolah-olah Osama mampu memnhlhkan negara
adikuasa itu. Sejak pengeboman besar-besaran terhadap Afghanistan, tahun 2001, Osama bagai lenyap ditelan bumi. Tidak diketahui
dengan pasti, apakah dia masih hidup atau sudah mati. Lagipula,
ada logika yang perlu dipertanyakan, jika Osama dianggap sebagai
musuh besar umat manusia, bukankah selama bertahun-tahun AS
dan sekutu-sekutunya, Arab Saudi dan Pakistan, merupakan penyokong utama Osama bin Laden? Dalam kasus ini tampak kebil'akan
politik yang pragmatis bisa mengalahkan aspek ideologis. pembahan hubungan AS dan al-Qaeda menunjukkan, aspek ideologis dikesampingkan, demi kepentingan temporal. Meskipun al-Qaeda dulu
dibanhr AS dalam menghadapi musuh bersama--Uni Soviet--tetapi
setelah mnh*rnya Soviet, al-Qaeda yang oleh pers Barat sebelumnya
disebut-sebut dengan istilah "mujahidin", kemudian ganti dimitoskan oleh AS sebagai "musnh dunia" yang paling berbahaya. Bahkan
seolah-olah lebih berbahaya dan lebih dahsyat kekuatannya ketimbang Uni Soviet.
Mitos ancaman terorisme Islam--khususnya al-Qaeda-ini sebenamya lebih banyak berkaitan dengan masalah "kepentingarr" (interesf), meskipun bisa dicarikan legitimasinya dalam sejarah konflik
"Islam-Barat" atalr "Islam-Kristen". Ancaman ifu mungkin ada. Tetapi, bahwa al-Qaeda dicitrakan lebih dahsyat dan lebih berbahaya
dari Uni Soviet dan sekutunya, tentu saja sebuah mitos. Ini ada kaitannya dengan mitologi Amerika yang menempatkan faktor "ketakutan" sebagai hukum pertama dalam mitologi Amerika.e
Guru Besar Sarah Lawrence College, Fawaz A Gergez menganalisis, meski pemimpin-pemimpin AS secara resmi menolak hipotesis c/aslr of ciailizntions, tapi kebijakan Amerika pasca perang dingin
tampak dipengamhi oleh ketakutan adanya "ancaman kaum Islamis
(Islamist tltreat)" . Dalam pandangan Amerika, beberapa kaum Islamis menampakkan retorika dan program yang menakutkan. Thpi, di
samping itu kaum elit AS juga melihat adanya kelompok-kelompok
Islam yang 'baik" yangapolitis, yang moderat, dan pro-Barat seperti
pemerintah Saudi, Mesir, Tunisia, Turki, Pakistan, Malaysia dan
Indonesia.lo
Kebijakan pemerintah AS yang "paranoid" terhadap kaum
Islamis ini mungkin juga dipengaruhi oleh pandangan warganegaranya. Pada tahun 1990, sebuah polling yang ditujukan ke warga
Amerika yang plural, menghasilkan pandangan terhadap Islam yang"rtegatif". Polling ifu menyimpulkan, "Orang-orang muslim cenderung fanatik danAgama Islam yaitu agama yang anti-demokrasi."11
Dengan kata lain, bagi rakyat Amerika (non-Islam), Islam dilihat sebagai sebuah kebudayaan yang antagonis dan sebagai sebuah ancaman bagi kepentingan dan nilai-nilai kebudayaan mereka.
Sikap kaum intelektual Amerika terhadap kelompok Islam politik, dibagi dua oleh Gerges. Yaihr, kelompok konfrontasionis dan
kelompok akomodasionis. Kelompok konfrontasionis yaitu kelompok cendekiawan yang menggolongkan Islam--yakni kelompok
Islam fundamentalis--seperti kelompok totalitarian komunis yang
anti-demokrasi dan sangat anti-Barat. Intelektual yang berpandangan seperti ini diantaranya yaitu Bernard Lewis dan Gilles Kepel.
Juga Huntington. Huntington misaLrya, bahkan menyimpulkan Islam secara intrinsik yaitu non-demokratis. Menurutnya, negara
Arab yang melanjutkan demokrasi hanya Lebanon pada periode
Kristen Lebanon. "Bila Muslim mejadi mayoritas, maka demokrasi
di Libanon akan kolaps," kata Huntington.l2
Kaum intelek konfrontasionis ini menganggap pertamngan antara Islam dan Barat tidak hanya pada kepentingan politik dan materi, tapi merupakan cl ssh kebtdayaan dan peradaban. "Ancaman bam
itu sama jahatnya dengan Imperium Jahat yang lama (maksudnya
Turki Utsmani)," kata Charles Krauthammer, ilmuwan AS lainnya.
Terhadap Islam, beberapa ilmuwan Amerika (seperti Indyk,
Kirkpatrick dan Miller), berkesimpulan:
Pertama, Orang Arab atau Muslim telah diberi peluang unhrk
memilih pemerintahan secara bebas tetapi mereka memilih pemerintahan otokrasi. Kedua,Islam politik secara alamiah yaitu anti
demokrasi dan anti Barat. Ketiga, tidak seperti kelompok masyarakat lainnya, kaum Muslimin tidak siap unhrk demokrasi. Keempat,
pembangunan regim yang otoriter yaitu pilihan lebih baik dari pilihan jelek dua setan (the least of two eoils--maksudnya setan yang
Iainnya yaitu Islam fundamentalis) dan karena itLr AS mesti terus
menyokong rezirn yang otoriter ihr. "Jadi meskipun banyak kaum
konfrontasionis merasa pemerintahan Tirnur Tengah memperlakukan rakyatnya secara buruk, tapi rezim-rezirn ihr telah membantu
AS untuk menetralisir Islam radikal--Islam politik--dan juga melindungi kepentingan AS," kata Gerges. Bahkan intelektual Perancis,
Maxime Rodinson menyatakan bahwa kaum Kristen Barat melihat
Dunia Muslim sebagai sebuah bahaya sebelum mereka melihat
problem sebenarnya. Begitu juga sejawaran Inggris, Albert Hourani
melihat Islam sebagai agama yang salah dan Muhammad bukan Nabi serta Islam dikembangkan dengan pedang. Menurut penulis Israel Haim Baram, sejak hancumya Uni Soviet dan komunisme, pemimpin-pemimpin Israel telah mengusulkan kepada AS dan Eropa
trnttrk berperang melawan Islam fundamentalis. Awal 1992, Presiden Israel Herzog di depan parlemennya menyatakan, "Penyakit
(Islam Fundamentalis) sedang menyebar secara cepat dan mempakan sebuah bahaya tidak hanya untuk masyarakat Yahudi, tapi juga
bagi kemanusiaan secara umtlm (The Guardian,19 Jrtni1992)."
Dalam kunjungan-kunjungannya ke AS, PM Yitzak Rabin seringkali menggunakan istilah "Bahaya Islam" (lslamic Peril) wrtuk meyakinkan warga Amerika bahwa Iran yaitu sama bahayanya dengan Moskow di waktu lalu. Begitu juga mantan PM Shimon Peres
menyatakan, "setelah hrmbangnya komunisme, fundamentalisme
telah menjadi bahaya paling besar di zaman klta." Peres juga menyebut ancaman fundamentalisme Islam itu seperti Perang melawan
setan Nazisme dan Komunisme.l3
Dan menurut seorang pejabat senior Departemen Pertahanan
AS, pendapat-pendapat pemimpin Israel tentang Islam itu sangat
mempengaruhi pejabat-pejabat AS. Politik luar negeri Amerika, menurut mantan anggota Kongres AS Paul Findley, memang banyak dipengaruhi oleh lobi Israel. Pengamat terkemuka AS, William Quandt
mengakui, sebagian besar kebijakan potitik AS menyangkut konflik
Arab Israel dirancang oleh Israel atau para loyalisnya. Menurut
Quandt, dalam setiap diskusi untuk rnengambil keputusan menyangkut Timur Tengah, Israel atau para loyalisnya selalu diberi
peluang memberi pengaruh terhadap suahr kepuhrsan yang akan
diambil.l{
Hal yang sama juga diungkap mantan pejabat tinggi di Deplu
AS, Arthur Lowrie. Menurutny a, para loyalis Yahudi berada di balik
pemerintahan Bill Clinton dalam sanksi ekonomi terhadap Iran tahun 1995 dan tindakan keras terhadap gerakan-gerakan [slam politik.
Selain ihr, pemerintah AS juga senantiasa menentang keras Llpaya
negara-negara Islam untuk memperoleh senjata non-konvensional
atau senjata pemusnah massal. Karena ihl, Amerika tems menekan
Cina, Rusia dan Korea Lltara, agar tidak mengekspor teknologi senjata non-konvensional ifu ke negara-negara Iran,Irak, Libya, Suriah,
Sudan, dan lain-lain. Sementara ihr, kaum Intelekhral akomodasionis AS, menolak anggapan kaum konfrontasionis bahwa kaum Islamis yaitu inheren anti-Barat dan antidemokrasi. Mereka membedakan antara aksi-aksi politik kelompok Islamis dan kelompok
minoritas ekstrimis Islam. Di antara intelektual yang kritis kepada
pemerintah AS dan bersikap adomodatif terhadap Islam, yaitu
]ohn L Esposito, Noam Chomsky, dan Leon T. Hadar.
Menurut Esposito, gambaran ancaman Islam yang monolitik
baik dimasa lalu maupun sekarang, yang terjadi di Barat, telah memisahkan realitas sejarah Muslim sesungguhnya. Islam sesungguhnya jauh dari anti demokrasi dan selain itu timbul perbedaan interpretasi--di kalangan Muslim sendiri--tentang demokrasi dan diktator, republik, monarkhi, juga tentang kelenhrran terhadap nornanorna tradisi Islam.15
Kaum akomodasionis juga mempertanyakan komitmen Barat
terhadap pemerintahan Islam yang menerapkan demokrasi. Robin
Wright di Los Angeles Tintes, menyindir sikap pemerintahan George
Bush (senior) yang dijuluki "polisi dunia" pada demokrasi yang terjadr Aljazair. Ia mempertanyakan kenapa Bush berdiam diri terhadap
penundaan proses demokrasi Aliazair (pembatalan pemilu, karena
dimenangkan oleh FIS) padahal dimana-mana AS aktif melakukan
kampanye pluralisme. Intelektual lain, Jochen Hippler mengkritik
kebijakan Barat yang menentang "Islamic Bomb" karena ketakutan
pada negara dunia ketiga yang mencoba keluar dari dominasi negara super poI.uer.
Kaum akomodasionis jtrga melihat bahwa Islam politik yaitu
produk dari tekanan yang keras pada bidang politik dan sosial ekonomi. Islam bukanlah sebuah ideologi yang radikal utopis, sebagai
anggapan kaum konfrontasionis. Mereka menyatakan, gerakan-gerakan Islam dengan variasi yang berbeda, didasari motivasi untuk
pembebasan dari tekanan politik dan ekonomi. Kelompok Islamis
ini, memang menentang terus berlangsungnya dominasi Barat pada
dunia Islam. Mereka juga mengkritik kebijakan Washington yang
mendukung rezim di Timur Tengah yang kort.p dan represif. Di
samping juga dukungan AS untr.rk Israel, yang menyebabkan Muslim di dunia ini menentang habis-habisan Amerika. Intelektual akomodasionis ini malah menyarankan pemerintahan AS untuk tidak
menentang penerapan hukum Islam atau gerakan-gerakan aktivis
Islam, selama program mereka tidak mengancam kepentingan vital
Amerika. "Kanm Islamis yang dominan sekarang ini, merepresentasikan sebuah tantangan daripada ancaman kepada AS dan sekuhrnya di Timur Tengah," kata Gerges.
Pendapat para intelektual akomodasionis dengan konfrontasionis memang seringkali bertentangan. Dalam serangan Amerika
ke Afghanistan, Noam Chomsky salah seorang intelektual akomodasionis, mengecarrmya. Professor Linguistik ini menyarankan Amerika lebih mengevaluasi kebijakan
Iuar negerinya dan memahami kemarahan
Osama atau Dunia Islam daripada main bomboman. Chomsky menyatakan,
"Seperti pihak-pihak lain di kawasan ini, Bin Laden juga meradang karena dukungan panjang AS atas pendudukan brutal
militer Israel vang sekarang memasuki tahun ke-35: intervensi
diplomatik, militer dan ekonomi yang menentukan dari Washington; mendukung pembantaian, serangan yang keji dan
destmktif selama bertahun-tahun. Dan seperti yang lain, Bin
Laden membedakan (mengecam) dukungan yang diberikan Washington dalam kejaha tan-kejahatan tersebut dengan serbuan AS-Inggris terhadap warga sipil Irak, yang telah menghancurkan masyarakat dan menyebabkan rahlsan ribu orang tewas
sementara terus memperkuat Saddam Hussein--yang menjadi
sahabat baik dan sekutu AS-Inggris dalam melakukan tindakantindakan kejam termasuk pemusnahan suku Kurdi. Lri merupakan tindak kekejaman yang tidak mungkin terlupakan oleh
rakyat di kawasan ihr, meskipun seandainya Barat memilih
unhrk melupakannya. Sentimen tersebut sudah sangat tersebar
lLras."
Dalam wawancara dengan radio B92 Belgrade itu, Chomsky
mengkritik pemerintahan AS yang tidak mau susah-susah memahami latar peristiwa 11 September itu. Lanjutnya, "AS dan kebanyakan
negara Barat,lebih suka mendengar versi yang lebih menyenangkan. Mengutip analisis utama New York Times (edisi 16 September
200L), para pelaku kejahatan itu bertindak atas dasar 'Kebencian pada nilai-nilai yang dijunjung tinggi di Barat, seperti kebebasan, toleransi kesejahteraan, pluralisme agama dan hak pilih'."t0 Uraian
Chomsky ini memang sangat berbeda dengan uraian-trraian yang
dikemukakan para pakar politik AS lainnya, misalnya komentar pakar politik dari Universitas Ohio, William Liddle. Bila Chomsky memaparkan aksi 11 September itu agar pemerintah Amerika "mengevaluasi" kepada kebijakan-kebijakan luar negerinya, Liddle melihat kejadian hancurnya WTC dan Pentagon itu sebagai perang
terhadap AS.17
Dengan kata lain, Liddle sebenamya ingin mengatakan perang
harus dibalas dengan perang. Begitu pula Indonesianis lainnya,
Donald K. Emmerson juga menyetujui dilancarkannya perang ke pemerintah Afghanistan--karena dianggap melindungi Osama bin
Laden dan jaringan al-Qaedanya. Intelektual konfrontasionis, Emmerson, menyangkal pendapat Chomsky dengan menyatakan "Pembantaian September bukanlah usaha perdebatan soal kebijakan luar
negeri. Itu usaha membuat keganasan.... Namun, apa yang terjadi diAS pada 1L September ptln membutuhkan jawaban militer."1s
Intelektual kritis lainnya, John L. Esposito, menulis artikel menarik yang diterbitkan situs Islamonline.net ber1udul America's Neu)
Crisis : Llnderstanding tlte Mtrclim's W orld. Ia mengaiukan pertanyaan
penting bagi masyarakat Barat "Mengapa umat Islam membenci
kita (Why do they hate us)?" . Berikut jawaban Esposito sendiri.
"yaitu waktr.rnya kita menyadari bahwa mereka melihat lebih
banyak dari yang kita lihat. Anti-Amerika tidaklah muncul hanya karena fanatisme yang luar biasa terhadap agama yang diyakininya, tapi juga karena frustasi dan marah melihat dominasi politik Amerika di dunia Muslim. Tidak seperti yang lalulalu, kini mereka menyaksikan tiap hari kekejaman dan kekerasan yang bmtal di Palestina, dimana Israel menggunakan
sen;'ata-senjata yang dipasok olehAS dalam aksinya ihr--seperti
pengunaan pesawat F16 dan Helikopter Apache oleh Israel."
Esposito juga menyatakan, kebijakan luar negeri AS selama ini
sangat mengecewakan dunia Islam, baik di Kosovo, Kashmit,
Chechnya, Bosnia dan lain-lain. Akhirnya, berlawanan dengan Emmerson, Esposito menyarankan agar AS menguji kembali kebijakan
ltrar negerinya. "Karenanya, ini saat yang kritis unfuk mengadopsi
strategi jangka panjang maupun jangka pendek yang didasari pada
pengu;'ian ulang kebijakan luar negeri AS dan keterbukaan untuk
menekan sekuhl-sekuhr kita, dan unhrk menantang diri kita agar
mempertimbangkan kembali berbagai kebijakan, strategi dan taktik
yang mengakibatkan konflik dan benturan yang akan dihadapi generasi mendatang," demikian Esposito.le
Soal sikap mendua atau penerapan double stnndart, bukanlah
hal bam bagi AS. Dalam kasus Sudan misalnya, Washington melakukan tekanan yang keras dengan menjatuhkan sanksi ekonomi kepada pemerintah Omar Hassan Al-Bashir di Sudan. Hal yang sama
tidak dilakukan AS ketika Mttsharaf mengambil alih pemerintahan
dengan mengkudeta presiden Nawaz Sharif (tahun 2000). Masalahnya, Hassan Bashir dianggap anti-Amerika, sehingga dikhawatirkan
Sudan akan menjadi kekuatan fundamentalis Islam yang bam. Bashir dianggap terlalu dekat hubungannya dengan Front Nasionalis
Islam pimpinan Hassan Ttrrabi. sedangkan Musharaf yaitu jende.
ral sekuler dan mau tunduk kepada Amerika. Tekanan dari Washington itu akhimya memaksa Osama bin Laden yang tinggal di
Khartoum saat itu, harus meninggalkan Sudan tahun 1996. Waktu
itu, Amerika juga menyerang Sudan dengan menghancurkan pabrik
farmasi Asy-Syifa dengan rudal-rudahrya, dengan alasan sebagai
balasan atas pengeboman Kedubesnya di Kenya dan Tanzania.
Amerika Serikat, menurut Sardar dan David, "Ada gagasan
sebelum ia jadi negara, negara itu kemudian dibentuk dengan mulus
menjadi gagasan berikutnya. Gagasan tentang Amerika diciptakan
oleh kepentingan publisitas, PR dan propaganda dengan maksud
tertenfu."2O Maka, bisa dipahami, bahwa dalam kehidupan di AS,
propaganda dan penciptaan mitologi yaitu bagian dari kehidupan
sehari-hari. Bisa disimak, bagaimana berbagai mitos tentang kejahatan Thliban tiba-tiba bermunculan sekitar setahun sebelum serangan terhadap Afghanistan yang menjatuhkan Thliban. padahal,
mitos-mitos semacam itu belum muncul ketika Thliban masih bersahabat dengan AS, termasuk ketika duta besar kelilingnya mengunjungi George W. Bush yang kala itu menjabat Gubernur Texas.
Dalam kaitan dengan sejarah hubungan "Islam-Barat",
banyak peristiwa sejarah yang masih meniadi memori
kelabu dalam memori kolektif Barat. Jika peristiwa itu diungkit atau dibangkitkan, maka mereka dengan mudah akan mengingatkan dan membangkitkan kebencian bahkan kemarahan terhadap Islam. Perasaan anti-Islam dengan mudah tersebar luas di kaIangan masyarakat Barat. Misalnya, istilah Crusade atau Perang Salib.
Para politisi yang ingin meraih dukungan masyarakat Kristen, sangat mungkin melakukan aksi penggalangan emosi masyarakat Barat dengan mengeksploitasi adanya ancaman Islam. Misalnya, peristiwa L1 September, jika dibandingkan dengan serangan Jepang ke
Pearl Harbour dalam Perang Dunia II. Pearl Harbour tidak serta
merta membentuk memori kolektif "anti-Jepang" atalu "anti-Shinto".
Peradaban Barat memang tidak dapat dipisahkan dengan unsur Yahtrdi-Kristen (Judeo-Christian), karena keduanya merupakan
unsur-unsur penting yang membentuk peradaban Barat saat ini.
Huston Smith menyebut, peradaban Yahudi (Jewish Ciailization)-
yang secara nominal jumlahnya sangat kecil--sangat berpengamh
terhadap peradaban Barat sekarang. Kata Smith, "Diperkirakan sepertiga dari peradaban Barat kita mengandung tanda-tanda leluhur
Yahudi."1
William H. McNeill, dalam bukunya, The Rise of the West, mencatat, bahwa unsrtr-unsur warisan Yunani, Romawi, dan JudeoChristian telah membenhrk kerangka dasarperadaban Eropa (Barat)
baik di zamartpertengahan dan modem.2 Kristen memang merlrpakan agama mayoritas di Barat, meskipun secara umum dapat dikatakan, orang-orang Barat telah menjadi Kristen nominal. Ada yang
menyebut sebagai "Kristen empat roda", yang datang ke gereja (dengan mobil) hanya tiga kali dalam hidupnya, yaitu saat dibaptis,
perkawinan, dan kematian. Di negara-negara Eropa Barat, jumlah
pemeluk Kristen yang pergi ke Gereja seminggu sekali tidak sampai
10 persen. sudah lama Barat menjadi sekuler, dan menolak campur
tangan agama Kristen dalam rlrllsan politik dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Namun, mereka tetaplah Kristen. Mereka memang
tidak lagi menjadikan Bible sebagai mjukan utama dalam hidupnya
--kecuali sebagian kecil kelompok fundamentalis atau ortodoks. Mereka telah menjadi sekular dan liberal. Tetapi, banyak diantara mereka yang tidak secara tegas menolak Bible, tetapi kemudian bemsaha
mengotak-atik metode pendekatan atau pemahaman Bible. Meskipun begifu, mereka tetap mengaku sebagai bangsa atau masyarakat
Kristen. Mahkamah Agung AS, pada 1811, mendeklarasikan ,,,We are
n Cltristian people." Di tengah perang saudara, Abraham Lincoln juga
menyatakan, bahwa Amerika yaitu masyarakat Kristen. Thhun 1892,
Mahkamah Agung AS kembali menegaskan, "Tlis is a Clfistian
Nation."3
Dalam penjelasan kepada majalah ISLAMIA (edisi ke-3,2004),
Syamsuddin Arif-yang kala ihr sedang menyelesaikan ph.D. keduanya di Orientalisches Seminar, lJniversitas Frankftrrt--menyatakan,bahwa secara umlrm, sikap masyarakat Barat modern terhadap agama cenderung apatis, masabodo dan tidak peduli. Semakin banyak
yangbersikap skeptis dan agnostis terhadap doktrin-doktrin agama.
Efeknya makin sedikit yang behrl-betul mengamalkan ajaran agamanya. Sebaliknya makin banyak yang memilih keluar atau bahkan
menjadi ateis. Namun kemudian mereka merasakan ada sesuatu
yang hilang. Mereka yang putus asa, merasa hidup tak bermakna
apa-apa (life is ntenningless), memilih jalan pintas bunuh diri. Mereka
yang bertahan, berusaha mengisi kekosongan jiwanya dengan cara
masuk agama lain, seperti Islam, ikut pseudo-agama dan aliran-aliran sempalan, seperti theosofi, anthroposo fi, Baha' i, ataupun praktikpraktik meditasi spirihral seperti Brahma Kumaris, Ananda Marga,
Sahaya Yoga, dan lain sebagainya. Sebagaimana kata seorang ahli
sosiologi agama, Peter L. Berger, trennya sekarang ini yaitu setiap
orang akan memilih sendiri apa yang ia inginkan, seslrai dengan kebnhrhan dan kesukaannya. Istilah sosiologinya pntclnuork religion,
agama bikinan sendiri, hasil'comot' sana-sini.
Fenomena semacam ini juga terjadi di Jerman. Menumt data
REMID (Religionswissenschaftlicher Medien und Informationsdienst
e.v.), dua pertiga penduduk jerman yaitu penganut Kristen, dengan komposisi Katolik kurang lebth 26,6 juta dan Protestan 26,3
jtrta orang. Tetapi dari jumlah ini, hanya 72"/"saja yang mempercayai
doktrin trinitas, dan cuma sekitar l}%yang aktif dan mtin ke gereja.
Pada tahun 1988, hampir separuh pejabat pemerintah Jerman menolak bersumpah dengan nama Tuhan. Mereka enggan mengucapkan
"so zualu mir Gott lrclfe". Menumt jajak pendapat yang dilakukan
McKinsey baru-baru ini, kredibilitas gereja di |erman merosot drastis.
Setiap tahun, gerya kehilangan rata-rata 300.000 anggotanya. Juga
semakin banyak yang menolak bayar sumbangan wajib untuk gereja
melalui potongan gaji perbulanS/" hingga 107o. Seorang karyawan,
yang tidak i.gi. disebutkan namanya, misalnya bilang, dia bayar ke
gereja setiap bulan tidak kurang dari 100 Euro. Jika dikalikan dengan 53 juta orang, berarti dana yang masuk ke gereja bisa mencapai
5,3 Miliar Euro (kurang lebih sama dengan 53 Triliun Rupiah). Kalau ditanya, mengapa meninggalkan gereja? ]awaban yang dilontarkan orang Jerman yaitu : "Viele sind oon Christentwn enttaeuscht"
(Banyak yang kecewa dengan Kristen), "Religion und Kirclrc sind zueiatrscliedene Dinge" (Agama dan gereja yaitu dua hal yang berbeda,
makstrdnya harus dipisahkan), "Dns Problem der Kirclrcn ist, dnss sie
sclton lange keines melr sind" (Masalahnya yaitu , gereia sudah lama
tidak berarti apa-apa lagi).
Situasi konkritnya digambarkan oleh Heiner Koch, salah seorang pengums gerela di Koel-n, "Banyak orang di |erman sekarang
ini menyamakan gereja dengan toko atau supermarket. Mereka
membeli produk-produknya, semisal sekolah untuk anak-anak mereka, TK sampai SMU, dan upacara-upacaranya. Sementara pendeta
dan ahrran hukumnya dicuekin. Mereka bayar iuran gereja dikasir,
lalu menunggu;'asa pelayanan segera. Besoknya, pergi ke toko sebelah, lihat produk apa yang dijual astrologi, psikoterapi, atau Budhisme. Lalu minggu depan belanja lain di t'oko lain," demikian paparan
Syamsuddin Arif.
Agama Kristen bisa dikatakan sebagai salah satLr "korban"
Westemisasi dan hegemoni peradaban Barat. Agama Kristen mulai
bersinar di Eropa ketika pada tahun 313 M, Kaisar Konstantin mengeltrarkan surat perintah (edikt) yang isinya memberi kebebasan
warga Romawi unhrk memeluk agama Kristen. Bahkan, pada tahun
380, Kristen dijadikan sbagai agama negara oleh Kaisar Theodosius.
Menurtrt edikt Tlrcodosilrs, semua warga negara Romarn i diwajibkan
menjadi anggota gereja Katolik. Agama-agama kafir dilarang. Bahkan sekte-sekte Kristen di luar "gereia resmi" pun dilarang. Dengan
berbagai keistimewaan yang dinikmatinya, Kristen kemudian menyebar ke berbagai penjuru ciunia, hingga kini jumlah pemeluknya
mencapai sekitar 1,9 milyar jiwa. Tapi, jika dicermati lebih jaujr, perkembangan gereja-gereja di Eropa--asal persebaran Kristen--cukup
menyedihkan. Sebuah buku yang dihrlis Herlianto--seorang aktivis
Kristen asal Bandur.g-berjudrl Gereja Modern, Mau Kemann? (7995)
memaparkan dengan jelas kehancuran gereja-gereja di Eropa. Kristen kelabakan dilrantam nilai-nilai sekularisme, modernisme, iiberalisme, dan "klenikisme".
Di Amsterdam, misalnya, 200 tahun lalu 99 persen penduduknya beragama Kristen. Kini, tinggal 10 persen saja yang dibaptis dan
ke gereja. Kebanyakan mereka sudah tidak terikat lagi dalam agatna
atau sudah menjadi sekuler. Di Perancis, yang 95 persen penduduknya tercatat beragama Katolik, hanya L3 persennya saja yang menghadiri kebaktian di gereja senringgu sekali. Pada L987, di Jerman,
mentrnrt laporan lnstitute for Public Opininn Researclt,46 persen penduduknya rnengatakan, bahwa " agama sudah tidak diperiukan lagi."
Di Finlandia, yang97 persen Kristen, hanya 3 persen saja yang pergi
ke gereja tiap minggu. Di Norwegia, yang 90 persen Kristen, hanya
setengahnya saja yang percaya pada dasar-dasar kepercayaan Kristen. |uga, hanya sekitar 3 persen saja yang rutin ke gerela tiap minggu.
Masyarakat Kristen Eropa juga tergila-gila pada paranormal alias
dukun, mengalahkan kepercayaan mereka pada pendeta atau imam
Katolik. Di Jerman Barat--sebelum bersahr dengan Jerman Timur--
terdapat 30.000 pendeta. Tetapi jumlah peramal (dukun klenik/
ruitcltcraft) mencapai 90.000 orang. Di Prancis terdapat 26.000 imam
Katolik, tetapi jumlah peramal bintang (astrolog) yang terdaftar
mencapai 40.000 ora-ng.
Fenomena Kristen Eropa menunjukkan, agama Kristen kelabakan menghadapi serbuan arr...s budaya Barat yang didominasi nilai-nilai liberalisme, sekularisme, dan hedonisme. Serbuan praktik
perdukunan juga tidak rnampu dibendung. Di sejumlah gereja, arus
liberalisasi mulai melanda. Misalnya, gereja mulai menerima praktikpraktik homoseksualitas. Eric |ames, seorang pejabat gereja Inggris,
dalam btrkunya berjudui Homosexrtlity and n Pastoral Clutrch mengimbau agar gereja memberikan toleransi pada kehidupan homoseksual dan mengijinkan perkawinan homoseksual antara pria dengan pria atau wanita dengan wanita.
Belanda kini sudah menjadi sahr-satunya negara yang melakukan "revolusi jingga", karena secara resmi telah mengesahkan perkawinan sejenis. Parlemen Jerman masih tems memperdebatkan
undang-undang sempa. Di berbagai negara Barat, praktik homoseksual bukanlah dianggap sebagai kejahatan. Begitu juga praktikpraktik perzinaan, minuman keras, pornografi, dan sebagainya. Barat tidak mengenal sistem dan standar nilai (baik-bumk) yang pasti.
Semua serba relatif; diserahkan kepada "kesepakatan" dan "kepantasan" rlmum yang berlaku. Maka, orang berzina, menenggak alkohol, mempertontonkan aurat, dan sejenisnya bukanlah dipandang
sebagai suatu kejahatan, kecuali jika masyarakat menganggapnya
jahat. Pandangan "relativitas" dan "progresivitas" nilai moral semacam ini juga kemudian diadposi oleh sebagian kalangan Muslimyang mempromoasikan gagasan liberalisme, sebagaimana dalam
tradisi Kristen dan Yahudi.
Jadi, meskipun secara faktual masyarakat Kristen Barat sudah
menjadi sekular-liberal, dan sudah tidak menghargai lagi ajaranajaran Kristen, tetapi mereka tetaplah orang-rang Kristen, yang memiliki semangat kolektif Kristen, temtama ketika berhadapan dengan Islam. Bisa dikatakan, dalam lintasan sejarahnya , Barat sejatinya tidak bembah dalam memandang Islam. Meskipun, sepanjang
sejarahnya, ada saja sebagian cendekiawan atau tokoh masyarakat
yang bersimpati terhadap Islam. Tetapi, sebagai sebuah peradaban
yang cukup mapan dengan pandangan hidup dan sistem kehidupannya sendiri, Barat tetap memandang Islam sebagai rival utama. Diantara berbagai peradaban lain, hanya Islam-lah sahr-sahrnya peradaban yang pernah menaklukkan Barat selama beratus-ratus tahun.
Islam pernah menduduki Spanyol selama hampir 800 tahun (711-
1.492). Kekuatan Islam, yang ketika ihr diwakili oleh Ttrrki Ustmani,
selama berahls-rahrs tahun menjadi "momok" yang sangat menakutkan bagi Barat. Selama dua kali (1529 dan 1683) kota Wina dikepung oleh Ttrrki Ustmani, yang ketika ihr menjadi"Tlrc Superpouer of
tlrc World".a
Thhun 1453, Kota Konstantinopel ditaklukkan oleh T[rrki Ustmani di bawah pimpinan Sultan Muhammad al-Fatih, yang ketika
itu bemsia 29 tahun. Peristiwa ini tenhr saja menjadi pukulan Berat
bagi Barat. Selama berahls-rahls tahun, kaum Muslim berusaha merebut Konstantinopel, tetapi belum pernah berhasil. Dalam Musnad
Imam Ahmad disebutkan, Rasulullah saw. pernah bersabda, bahwa
kota Konstantin pasti akan dibuka oleh kaum Muslim. Maka, terpujilah pimpinan dan anggota pasukan yang membebaskan Konstantinopel. Konstantin yaitu nama Kaisar Romawi yang dianggap
begihr besar jasanya bagi perkembangan agama Kristen. Setelah
runtuhnya imperium Romawi Barat, maka Imperium Romawi Timur masih tetap bertahan sampai masuknya pasukan Islam di
bawah pimpinan al-Fatih pada 1453. Selama dua bulan, sejak 6 April
sampai 29 Mei 1453, pasukan al-Fatih mengepung Konstantinopel
yang dikenal memiliki pertahanan sangat kuat. Meskipun mengala-
mi perpecahan dalam paham keagamaan dengan Kristen Ortodoks
di Romawi Timur, Paus Nicholas V di Roma, mengirimkan tiga kapal perang untuk membantu melawan pasukan al-Fatih. Di kalangan pemuka agama Romawi Timur sendiri muncul perpecahan. Ada
yang lebih suka bergabung dengan Turki Ustmani ketimbang bersahl dengan Paus.
"sayalebih suka melihat turban T[rrki di Byzantitrm daripada
topi Sang Kardinal," kata Granduke Notaras, seorang tokoh
Kristen Byzantium.s
Pukulan berat yang diterima Barat dari kaum Muslimin yaitu
kekalahan mereka dalam Perang Salib (Crrrsade).Bagi Barat, Perang
Salib memang memiliki dua sisi memori kolektif yang paradoks.
Pada sahr sisi, ketika ihr Barat berhasil menghimpun kekuatan secara maksimal, bersatu padu, melupakan perbedaan antar mereka,
dalam menghadapi Islam. Pada sisi lain, memori kolektif Barat terhadap Perang Salib juga mempakan kenangan pahit, bahwa pada
akhimya, setelah mengerahkan segala kekuatan mereka, dan berhasil mendtrduki Jemsalem selama sekitar 88 tahun (7099-L187), pasukan Salib akhirnya hengkang dari dunia Islam, setelah mengalami
kekalahan dari pasukan Islam di bawah Shalahudin al-Ayyubi. Memori kolektif inilah yang masih tems terpelihara di Barat. Karen
Armstrong menggambarkan fenomena Parang Salib dan pengamhnya terhadap masyarakat Barat dalam bukunya Holy War: Tlrc Cnsades and Tlrcir lntpact ort Today's World, (London: McMillan London
Limited, 1.991).
Aspek-aspek traumatis historis kalangan masyarakat Kristen
Barat terhadap Islam ihllah yang kemudian dieksploitasi dengan
baik dan cerdik oleh ilmuwan neo-konservatif seperti Huntington
dan Bernard Lewis, unhrk melegitimasi kepentingan politik negaranegara Barat khususnya AS. Sebutlah kasus Cnrsnde. Di abad ke-21
ini ptrn, pengamh Crusade, masih bisa disimak. Saat Presiden George
W. Bush menggelorakan Perang Salib melawan terorisme, pasca
peristiwa 11 September 200L, sejatinya Bush tidak sedang terpeleset
lidah. Sebagai seorang Kristen yang 'terlahir kemball' (reborn), dan
menjadikan Jesus sebagai filosof idamannya, Bush sedang mengtrngkap alam bawah sadarnya, bahwa semangat Cnrcnde kini diperIukan menggalang kekuatan Barat. Berakhimya Perang Dingin (Cold
War),yang ditandai dengan mntuhnya Uni Soviet, telah mengubah
peta dunia. Barat, dengan serangkaian ideologinya, tidak lagi legitirzafe trnhrk eksis. Semangat Cntsade dibuhrhkan, menurut Huntington, trntuk self-definition dan membangun motivasi, manusia perlu
rival dan musuh.6
Menurut Armstrong, Crusnde yaitu proyek kerjasama besarbesaran Eropa di masa kegelapan mereka. Mereka dicengkeram dengan semangat Kristen yang tinggi. ]elas, Cmsade mempakan
jawaban terhadap kebuhrhan Kristen Eropa ketika itu(Clearly, cntsading nnswered a deep need in tlrc Cldstian of Europe).7 Di kalangan
misionaris Kristen, penggunaan istilah Cntsnde mempakan hal yang
Itrmrah. Bisa disimak, misalnya, toebsite Billy Graham, tokoh terkemuka Kristen fundamentalis AS (www.billygraham.org). Dalam
website ini bisa ditemukan banyaknya digunakan istilah Cnrcade ttnhlk menggambarkan bahwa aktivitas misionaris Kristen di AS dan
dtrnia lain