gan nama Kadimah. Anggotanya yaitu para intelekhlal, wartawan, pedagang, dan sebagainya. Tujuannya, menghidupkan dan
menyebarkan pelajaran bahasa Ibrani (Hebrew); mencerahkan, dan
memperkuat kepercayaan agama dengan memajukan shrdi Yahudi.
Aktivitas mereka beragam, seperti peminjaman buku, pengajaran,
diskusi, dan kursus-kursus bahasa Ibrani, sejarah Yahudi, dan shldi
Ibrani secara rlmllm. Kelompok ini juga mendirikan satu perpustakaan yang memiliki buku-buku berbahasa Ibrani maupun bahasa
lainnya. Thpi, faktanya, berbeda dengan asosiasi-asosiasi Yahudi
lainnya di Utsmani, Kadimah bukan hanya meruPakan satu perkumpulan agama. Kelompok ini bahkan tidak disukai oleh Kepala
Rabbi Salonika, sebab anggota-anggotanya tidak tampak melakukan
aktivitas keagamaan sebagaimana layaknya. Karena itu, Esther Benbassa menyebut Kadimah sebagai "a clandestine Zionist association".2l
Avigdor Levy juga mencatat, bahwa Revolusi Turki Muda
(Young Trrk Reaoltttion)bersama dengan CUP dan sejumlah kelompok politik, berjuang untuk mengakhiri apa yang mereka sebut sebagai Abdrtlhandd's despotism dan mendirikan satu rezim konstihrsional, dengan tujuan unhrk menyelamatkan imperium Utsmani
dari keruntuhan. Menyusul Revolusi L908, CUP mendukung elemenelemen nasionalis Thrki. Sampai pada tahap ini Yahudi menempati
posisi yang penting dalam gerakan Turki Muda atau CUP. Di antara
semrla kelompok minoritas Tirrki lJtsmani, hanya Yahudi yang menempatkan tokoh-tokohnya pada iaiaran pimpinan CUI seperti
Emmanuel Carasso (Karasu) dan seorang ideolog penting gerakan
ihr, yaitu Moise Cohen Tekinalp. Semua wakil Yahudi di parlemen
pada tahun 1908-1918 yaitu anggota CIJP-22
CUP yaitu penguasa T[rki yang sebenarnya setelah Revolusi
1908. Dasar-dasar pendirian gerakan Zionis di Turki Utsmani menSambil saat-saat ini. Gerakan ini dimulai dengan pendirian cabang
dari World Zionist Organizatiorz di Istambul tahun L908, di bawah
selrrbtrng instihrsi perbankan, "Tlrc Anglo Leaantine Banking Contpany". Karena sikap dan kebijakanAbdul Hamid II terhadap Zionis,
maka asosiasi Zionis mengambil benhrk gerakan klendestin dengan
menggunakan berbagai selubung.23
Jika dicermati strategi dan taktik gerakan Zionis di Utsmani,
mereka tampak dengan cerdik memposisikan diri. Walaupun me-
nempati posisi-posisi penting di CUP dan parlemen Utsmani, mereka sama sekali tidak mengajukan usulan unhrk memisahkan diri
dari Utsmani, sebagaimana gerakan minoritas lainnya. Mereka menyokong apa yang mereka sebut sebagai " ottonnnistn" ataLr "Turkislt
nntionalism", fantg dipromosikan oleh CUP. Ketika CUP mempromosikan bahasa Turki kepada masyarakat, Gerakan Zionis juga
membuat asosiasi-asosiasi yanE menEajarkan bahasa Turki, sebagai
taktik mereka. Tetapi, pada saat yang sama, mereka juga mengadakan pengajaran bahasa Ibrani. Faktanya, sampai Perang Dunia I,
aktivitas gerakan Zionis terfokus utamanya pada penghidupan bahasa dan kultr.rr Ibrani, setidaknya yang tampak di permukaan. Sampai Deklarasi Balfour (1,917), gerakan Zionis dan asosiasi-asosiasinya
pada tingkat daerah tetap memberikan dukungan kepada prinsipprinsip integritas wilayah Utsmani.2{ Contoh lain, dari cerdiknya
gerakan Zionis dalam menyelubungi misi mereka, dapat dilihat pada sejumlah perdebatan yang terjadi di parlemen Utsmani selama
tahun 1911. Ismail Hakki, seorang tokoh oposisi, menyatakan, bahwa tujuan Zionis yaitu untuk mendirikan negara Yahudi yang
wilayahnya membentang dari Palestina ke Mesopotamia (Iraq). Nissim Masliyah, seorang Yahudi pengacara dan anggota parlemen,
menjawab bahwa ide mendirikan negara Yahudi yaitu ilusi. Emmanuel Carasso, Yahudi anggota parlemen lainnya, juga memainkan peranan sebagai orang yang "anti-Zionism". Pada sesi persidangan berikutnya, anggota parlemen Utsmani yang berasal dari
Jerusalem, yaitu Ruhi al-Khalidi, juga mengangkat kembali masalah
Zionisme.Ia membacakan ayat-ayat Bible yang menyebutkan Palestina sebagai tanah yang dijanjikan unhrk Yahudi. Respons Masliyah
terhadap Khalidi yaitu , ayat-ayat Bible itu tidak berarti apa-apa,
setelah Kitab-kitab Yahudi digantikan oleh Al-Qur'an. Masliyah
bahkan menantang, "Kalan dia (Khalidi) berkeinginan, biarkan pemerintah membakar kitab Torah.25
Sebenarnya, ketika kecurigaan terhadap gerakan Zionis mulai
menguat di sebagian kalangan, posisi Zionis sudah sangat kuat di
kalangan elit Utsmani. Sebab, mereka telah menjalin hubungan erat
dengan kelompok Tirrki Muda atau CUP. Gerakan Tlrrki Muda menerima dtrkungan dari "tlrc Donmes of Salonica", yang dalam pemahaman banyak Muslim ketika ihl, memang identik dengan nama
Yahudi. Sejumlah Yahudi yang aktif dalam organisasi ini yaitu
Avram Galante dan Emmanuel Carasso. Carasso yaitu kehla sebuah loji Freemason di Salonika, dan ia mengizinkan lojinya unhrk
dipakai pertemuan-pertemuan gerakan Turki Muda. Kedekatan hubungan Gerakan Turki Muda dan Yahudi bisa ditelusuri sejak awal
berdirinya CUP tahun L889, yang ketika itur iuga mempakan suatu
"masyarakat rahasia". CUP menjadi penguasa penting di Tlrrki
Utsmani pada periode 1908-1918. Pendiri Turki modern dan juga
tiga presiden pertama Turki yaitu anggota CUP. Hanioglu menyebut bahwa "CUP merupakan sebuah organisasi bawah tanah sejak
pembenhrkan inti pertamanya di tahun L889 sampai revolusi tahun
1908".26
Hanioglu juga menyebutkan bahwa tanpa diragukan, Freemason yaitu salah sahr gerakan oposisi yang aktif melawan pemerintahan Utsmani dalam periode 1876-7908. Kaum Freemason memiliki
hubungan sangat dekat dengan Gerakan Tirrki Muda. Bahkan, bisa
dikatakan, ia memiliki pengaruh besar dalam pembentukan idelogi
dan pemikiran Ttrki Muda. Ketika itu, aktivis Freemason memiliki
htrbtrngan erat dengan kelompok Osmanli Htrriyet Cemiyati (The
Ottomnn Freedom Society) yang dibenhrk tahun L906. Tokoh Freemason ittr yaitu Cleanthi Scalieri, pendiri loii "Tlrc Lights of tlrc East"
(Envar-I Sarkiye), yang keanggotaarrnya meliputi sejumlah politisi,
jurnalis, dan agamawan terkemuka (seperti Ali Sefkati, pemimpin
redaksi koran Istiqbal dan Pangeran Muhammad Ali Halim, pemimpin Free Masonry Mesir). Scalieri memiliki kedekatan hubungan dengan para pejabat penting Utsmani. Dari sinilah, nucleus
Gerakan Tirrki Muda dilahirkan. Fakta-fakta ini menunjukkan, bahwa kepemimpinan Scalieri menenttrkan sejumlah elemen Gerakan
Thrki Muda. Sampai sekitar 1895, loji-loji Freemason sebagian besar
"bermain" dalam benhrk klendestine dan menghindari kontaklangsung dengan kelompok-kelompok Tirrki Muda. Tetapi, faktanya, anggota-anggota loji Freemason memainkan peranan penting
dalam proses liberalisasi dan oposisi terhadap Sultan Abdulhamid
II. Sebagai contoh, anggota loji Scalieri yang bernama Ali Sefkati. Ia
yaitu editor Koran lstikbal. Ia mempunyai kontak dan aktivitas
yang luas di berbagai kota di Eropa. Aktivitas politik Scalieri juga
didukung oleh kekuatan-kekuatan besar, temtama Inggris. Pentingnya Ali Sefkati bagi Freemason sejalan dengan hubungan dekatnya
dengan pemimpin CUP, Atrmed Riza. Bahkan,lingkaran pimpinan
CUP sekitar Ahmed Riza, juga mencakup sejumlah tokoh Freemason, seperti Pangeran Muhammad'Ali Halim, pimpinan Freemason
Mesir, yang telah diketahui oleh Sultan sejak pertengahan 1890-an.
Juga, diantara aktivis kelompok ini yaitu Talat Bey, yang bergabung
dengan loji Macedonia Risorta, tahun 1903.27
Yang pasti, dampak dari aktivitas kaum Freemason dan gerakangerakan liberal lainnya yaitu pemsakan terhadap pemerintahan
Utsmani pimpinan Sultan. Karena itu, tidaklah mengherankan, jika
gerakan-gerakan seperti ini mendapat dukungan dari kekuatan
Kristen Eropa yang sejak lama memandang Ttrrki Utsmani sebagai
ancaman terhadap mereka. Gerakan pembebasan dan liberalisasi beItrm lama mencapai sukses di Amerika Serikat (1776) dan Prancis
(1789). Gerakan itu dilakukan dengan melakukan perlawanan terhadap kekuatan kolonial dan penindas. Maka, jika ditelaah dalam pertamngan antara Sultan Abdul Hamid dengan Gerakan Ttrrki Muda,
ada trnstrr "clash of ideology". Secara politis, sebenamya ada perbedaan antara kondisi Prancis dan pemerintahan Utsmani. Di Prancis,
kekuasaan raja yang absolut menindas rakyat, didukung oleh kektratan elit bangsawan dan agamawan (clergy). Seorang penulis Turki, Fnver ZiyaKaral,yangbiasanya tidak suka terhadap figur Abdul
Hamid II mencatat tentang Sultan ini, "Inti segala masalah bagi
Sultan yaitu Islam, yang merupakan sahr-sahrnya ikatan kuat yang
menyambung umat Islam satu sama lain di dalam kekuasaan
Utsmani (Tlrc crux of the nmtter for him uns Islam, tlrc only strong tie
zulich connected tlrc Muslints to each otlrcr in tlte Osntanli Dealet)."
Sultan Abdul Hamid II memandang, kebebasan yang digalakkan
oleh Ttrki Muda yaitu suatrl seniata penghancur bagi Turki Utsmani(a destructiae weaponfor the Ottoman Empire). [a menuturkan dalam
kata-katanya: "Memberikan kebebasan sama halnya memberikan
senjata kepada seseorang yang tak tahu bagaimana menggunakannya. Dengan senjata tersebut orang itu bisa sa;'a membunuh ayahnya, ibunya, bahkan dirinya sendiri."28
Sementara itu, bagi para pemimpin CUP, Barat yaitu segalagalanya. Dalam kata-kata Abdullah Cevdet, seorang pendiri CUP:
"Han:rya ada satu peradaban, dan itu yaitu peradaban Eropa. Karenanya, kita hams meminjam dari peradaban Barat baik mawarnya
malrpun durinya." Abdullah Cevdet juga dikenal sebagai simpatisan Judaisme dan gerakan Zionis.2e Pimpinan Tirrki Muda lainnya,
Sabahuddin Bey, menulis, "Sejak kita membangun hubungan dengan peradaban Barat, kebangkitan intelekhral telah terjadi; sebelum hubungan ini terjadi masyarakat kita miskin kehidupan intelekhral." Satu organ CUP yang bernama Osmanli, mengkontraskan antara Eropa dengan Timur dalam kata-katanya, "Bangsa Eropa selalu
melangkah di jalan-jalan dengan kepala terangkat, sedangkan Bangsa Timur berjalan dengan kepada menunduk di bawah tekanan
absolutisme, terbungkuk ke arah tanah dan nyaris merangkak."30
Ideologi penting dari kelompok Turki Muda yaitu positivism,
materialism, dannatiormlism. Ahmed Riza, yang memimpin gerakan
ini antara tahun 1895 sampai 1908, yaitu mahasiswa dari Pierre
Laffitte dan belakangan menjadi aktivis positivisme internasional.3l
Fokus dari nasionalisme Thrki Muda berbasis pada nasionalisme
berbasis ras. Hal ini muncul tidak lama setelah kemenangan ]epang
melawan Rusia tahun 1904. Agenda nasionalisme Turki ini jelas, "Sebuah pemerintah yang kuat, peran dominan yang dimainkan elit
intelektual, anti-imperialisme, sebuah masyarakat di mana Islam
tidak memerankan apa-apa, dan sebuah nasionalisme Tirrki yang
akan bersemi kemudian." Dengan mencerrnati secara serius Weltansclmung Tirrki Muda antara 1889-L902, Hanioglu sampai pada kesim-
pulan bahwa ideologi negara Turki modern memang dibangun di
atas dasar "materialis-positivis dan nasionalisme".32
Dengan ideologi scmacam ihl, dan cara pandang yang terBarat-kan (westernized) tenhr tidak mengherankan, jika Turki Muda
memiliki hrrbungan khusus dengan gerakan Freemasonry atauZionis. Itr.r bisa dilihat dalam cara pandang aktivis Turki Muda terhadap
Zionisme. Selama periode 7902-1908, Gerakan Zionis men;'adi topik
pada jtrrnal-jurnal Turki Muda. Pertama, pada bulan Agushrs 1902,
di Jtrrnal Anadolu yang terbit di Kairo. Tulisan ini memberikan pandangan yang netral tentang sejarah gerakan Zionis, organisasi, dan
ttrjtrannya. Kedua, hrlisan tentang Zionisme--terjemahan dari koran
Perancis--muncul pada bulan |anuari tahun 1904 di jtrrn aLTurk, yang
jtrga terbit di Kairo. Ketiga, artikel yang ditulis Max Nordau, muncul
di Jtrrnal lctilnd yang berbasis di Jenewa. Publikasi terhadap Zionisme dalam posisi netral ini sangatlah mengherankan, mengingat tujuan Zionisme yaitu merebut wilayah Palestina dari T[rrki Utsmani. Pada bulan Desember 1903, jumal Turk, juga mempublikasikan
sahr artikel berjudtrl " APolitical Sunrmatiort: Ttrks nnd leus" . Disebutkan dalam artikel ihr: "Diantara penduduk dtrnia yang telah mengalami penderitaan, ketidakadilan, dan penindasan, bangsa Yahudi
mungkin yang nomor satu. Ketidakadilan dan perlakuan tidak manrrsiawi ihl berasal dari fanatisme dan kebencian agama. Seantero
dunia Kristen memiliki rasa perrnusuhan yang dalam dan kuat terhadap bangsa yang malang ini."33
Fakta-fakta ihr menunjukkan bahwa gerakan Tlrrki Muda memang telah terinfiltrasi atau terpengaruh oleh ide-ide Gerakan
Zionis. Mereka tidak memandang pemisahan Palestina dari Turki
Utsmani sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara mereka. Padahal, Zionisme yaitu benhrk nyata dari pemberontakan dan separatisme. Ini bisa dikatakan sebagai bentuk ketidakpedulian atau
mungkin satlr "konspirasi" antara Turki Muda dengan Gerakan
Zionis. Misahrya, bisa dilihat pada pidato Kemal Attatr-rrk terhadap
Yahtrdi T[rrki pada2 Februari 1923:
Ada sebagian orang kita yang beriman yang nasibnya telah
menyatu dengan bangsa TLrrki yang menSuasai mereka, khuslrsnya kaum Yahudi, yang karena kesetiaannya pada bangsa
ini dan tanah air ini telah temji, menialani hidup mereka dalam
kenyamanan dan keseiahteraan hingga sekarang, dan akan
menjalani kehidupan berikutnya juga dalam kenyamanan dan
kebahagiaan."3{
Pidato Attahrrk ihr menuniukkan adanya semacam kolaborasi
antara gerakan Zionis dengan musuh-musuh Utsmani dalam memisahkan Palestina dari Utsmani. yaitu sangat mengherankan, sebagai tokoh nasionalis, Attaturk bersikap longgar terhadap pemisahan
wilayah Palestina. Namun, pada sisi lain, ini justrL bisa dirnengerti
mengingat nasionalisme Thrki memang berbasis ras Tlrrki, sehingga
palestina yang dihuni oleh penduduk Arab dipandang sudah selayaknya lepas dari Ttrrki. Di sini tampak, tidak ada pertimbangan
agama dalam sikap pelepasan Palestina. Pada sisi lain, sikap Turki
yang melepaskan Palestina bisa iuga dilihat dari kondisi politik riil
ketika itLl, di mana kekalahan Utsmani pada Perang Dunia I telah
memaksanya untuk melepaskan wilayah-wilayah yang didudukinya. Pada bulan Desember l9l7,Jertsalem ditaklukkan oleh pasukan Sekuhr di bawah pimpinan Lord Allenby. Bersama pasukan ini
masuk iuga tiga legiun Yahudi yang beranggotakan ribuan sukarelawan Yahudi. Zionis mencatat bahwa penaklukan Jerusalem oleh
Tentara Sekutu telah mengakhiri 400 tahun pemerintahan Utsmani
di Palestina.35
Merebut kembali Palestina?
Fenomena gerakan Zionis di Turki Utsmani ini menunjukkan,
kekuatan imperium yang telah bertahan selama 600 tahun ini bisa
digulung--utamanya dari dalam--oleh kelompok Turki Muda (The
Yotmg Tttrks) yang berkolaborasi dengan kekuatan Zionis dan Barat.
Turki Muda yang berpikiran sekular-liberal dan berorientasi Barat
mengusung ideologi liberalisme, bersekutu dengan Gerakan Freemasonry yang juga mengusung jargon liberty, egnlity, fraternity.
Proses ini memakan waktu yang panjang. Kelemahan internal Turki
Utsmani juga menjadi faktor kondusif merebaknya gagasan westernisasi di rurki Utsmani, khususnya di kalangan kaum elit politik
dan intelektuahrya. sejarah kemudian menyaksikan nasib tragis sebuah kekuatan besar runtuh dan takluk terhadap kemauan Barat
dan Zionis Yahudi.
Fenomena yang terus berkecamuk di palestina belakangan ini
perlu dilihat dalam kerangka sejarah panjang perjalanan yahudi,
Kristen, Zionisme, dan kepentingan imperialis Barat. pemetaan masalah ini dengan tepat-baik berdasarkan nash-nash Al-eur'an dan
hadits, maupun fakta-fakta sejarah--akan memlrngkinkan kaum
Muslim mengambil sikap dan tindakan yang tepat. Bagaimana?
Apakah "bom syahadah" (pers Barat menyebut sebagai ,,stticide
bonfuing") merupakan jalan yang tepat? Atau, harus berdamai dan
bernegosiasi untuk mendapat 20"/" wilayah palestina (Tepi Barat
dan Jalur Ghaza) dengan zionis Israel--dengan konsekuensi mengakui eksistensi negara Zionis itu? wajibkah kaum Muslim merebut
kembali semua wilayah Palestina yang diduduki Israel saat ini dan
sudah disahkan oleh PBB? Ini masalah besar, yang perlu didiskusikan bersama oleh para pemimpin dan cendekiawan Muslim intemasional, untuk segera diambil tindakan-tindakan jangka panjang
yang istiqannh.
Setelah memenangkan pertamngan "kecil-kecilan" melawan
Komunisme di abad ke-20 (ya.g disebut Huntington sebagai
konflik yang bersifat fleeting nnd xryerficiall), Barat menjadi
penguasa hrnggal. Di puncak piramida kekuasaan, duduk suPerpower Amerika serikat, yang memegang kunci-kunci kekuasaan dunia. Dengan segala kehebatannya it:u, ada yang kemudian berpikir,
bahwa setelah era dominasi peradaban Barat, maka tidak ada lagi
peradaban lain, dengan sistem pemikiran dan kehidupan yang berbeda dengan peradaban Barat, yang akan menggantikan peradaban
Barat. Ketika itulah manusia sudah bersepakat untuk menerapkan
Demokrasi Liberal. Era ini merupakan akhir sejarah (The End of
History). Ungkapan Tlrc End of History ihrlah yang sangat populer di
pengujung abad ke-20, yartg menempatkan nama Francis Fukuyama sebagai ilmuwan terpopuler bersama Huntington, selama deka-
de 1990. Huntington populer dengan bukunya Clnsh of Ciuilizntiort
and The Rennking of World Order dan Fukuyama populer dengan
btrkunya Tlrc End of History nnd The Last Mnn. Segera, setelah penerbitannya, buku Fukuyama mendapat banyak pujian.2
Sebagaimana Huntington, yang menulis bukunya setelah perdebatan panjang tentang artikehrya Tlrc Clash of Ciailizations' di lurnal Foreign Affairs (summer 7993), buku Fukuyama juga mempakan
pengembangan dari artikelnya The End of History? di jurnal Tlrc National Interesf (summer L989). Dalam makalahnya itu, Fukuyama,
mencatat, bahwa setelah Barat menaklukkan rival ideologisnya, monarkhi herediter, fasisme, dan komunisme, dunia telah mencapai satu konsensus yang luarbiasa terhadap demokrasi liberal. Ia berasumsi bahwa demokrasi liberal yaitu semacam titik akhir dari evolusi
ideologi atau bentuk final dari bentuk pemerintahan. Dan ini sekaligtrs sebuah 'akhir sejarah' (tlrc end of history).3
Dalam bukunya, Fukuyama memasang sederet negara yang
pada tahun 1990-an memilih sistem demokrasi-liberal, sehingga ini
seolah-olah menjadi indikasi, bahwa--sesuai Ramalan Hegel--maka
akhir sejarah umat manusia yaitu kesepakatan mereka untuk menerima Demokrasi Liberal. Thhun 1790,hanya tiga negara, AS, Swiss,
dan Prancis, yang memilih demokrasi liberal. Thhun 1848, jumlahnya menjadi 5 negara; tahun 7900,13 negara; tahun 1919, 25 negara,
tahtrn 1940,13 negara; tahun 1960,36 negara; tahun 1975,90 negara;
dan tahun L990,6I negara.a
Pada "akhir sejarah", kata Fukuyama, tak ada lagi tantangan
ideologis yang serius terhadap Demokrasi Liberal. Di masa lalu, manusia menolak Demokrasi Liberal sebab mereka percaya bahwa
Demokrasi Liberal yaitu inferior terhadap berbagai ideologi dan
sistem lainnya, seperti monarki, teokrasi, fasisme, komunisme, to-
talitarianisme, atau apaPtm. Tetapi, sekarang, katanya, sudah meniadi konsensus tlmat mantlsia, kecuali dunia Islam, untuk menerapkan Demokrasi Liberal sebagai benhrk Pemerintahan yang paling
rasional.s
Pernyataan Fukuyama bukan saia sangat debntable tapi juga
terbukti kontradiktif dengan sikap Barat sendiri. Dalam memandang'demokrasi', Fukuyama mengadopsi pendapat Huntington,
tentang perlunya proses sekularisasi sebagai prasyarat dari demokratisasi. Karena ihr, ketika Islam dipandang'tidak compatible' dengan
demokrasi, maka dunia Islam juga tidak kondusif bagi penerapan
demokrasi yang bersifat sekular sekaligus liberal. Dalam kaiiannya
tentang "Gelombang Demokratisasi Ketiga", Huntington mengungkap penelitian yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara
Islam dan demokratisasi. Sebaliknya, ada korelasi yang tinggi antara
agama Kristen Barat dengan demokrasi. Di tahun L988, agama Katolik dan Protestan merupakan agama dominan pada 39 dari 46 negara demokratis. Ke-39 negara demokratis itu merupakan 57 persen
dari 68 negara dimana Kristen Barat mempakan agama dominan.
Sebaliknya ,papar Httntington, dari 58 negara yang agama dominannya bukan Kristen Barat, hanya ada7 negara (12 persen) yang dapat
dikategorikan negara demokratis. Jadi, simpul Huntington, demokrasi sangat jarang terdapat di negeri-negeri di mana mayoritas besar
penduduknya beragama Islam, Budha, atau Konftisius. Diaktti oleh
Huntington, korelasi ihr bukan mempakan hubungan sebab akibat.
Huntington memaparkan,
"Namlm, agama Kristen Barat menekankan martabat individu
dan pemisahan antara gereia dan negata (sekuler). Di banyak
negeri, pemimpin-pemimpin Sereia Protestan dan Katolik telah
lama merupakan sosok utama dalam perjuangan menentang
negeri-negeri represif . Tampaknya masuk akal menghipotesakanbahusa meluasnya agama Kristen mendorong perkembangan demokrAsi."6
Tentang htrbungan agama dengan sekrtlarisasi, Fukuyama
mencatat bahwa liberalisme tidak akan muncnl, jika Kristen tidakmelakukan sekularisasi. Dan ihr sudah dilakukan oleh Protestanisme di Barat, yang telah membuang adanya kelas khusus pemuka
agama dan menjauhkan diri dari intervensi terhadap politik. Tulis
Fukuyama,
"Kristen dalam arti tertenfu harus membenfuk dirinya melalui
sekularisasi tujuan-tujuannya sebelum liberalisme bisa lahir.
Agen sekularisasi yang umurmya segera bisa diterima di Barat
yaitu Protestanisme. Dengan menempatkan agama sebagai
masalah pribadi antara Kristen dan Ttrhan, Protestanisme telah
menghilangkan kebuhrhan akan kelas pendeta yang terpisah,
lebih luas lagi tidak ada juga kebuhr-han akan intervensi agama
ke dalam politik."T
Fukuyama menyorot dua kelompok agama yang menurutnya
sangat sulit menerima demokrasi, yaitu Yahudi Ortodoks dan Islam
fnndamentalis. Keduanya dia sebut sebagai "totnlistic religions" yang
i^gi. mengahrr semua aspek kehidupan manlrsia, baik yang bersifat
publik maupun pribadi, termasuk wilayah politik. Meskipun agamaagama ihl bisa menerima demokrasi, tetapi sangat sulit menerima
liberalisme, khususnya tentang kebebasan beragama. Karena itulah,
menumt Fukuyama, tidak mengherankan, jika satu-sahrnya negara
Demokrasi Liberal di dunia Islam yaitu T[rrki, yang secara tegas
menolak warisan tradisi Islam dan memilih bentuk negara sekular
di awal abad ke-20.8
Klaim-klaim Fukuyama sebenamya sangatlah lemah. Tidaklah
benar, saat ini tidak ada tantangan serius secara ideologis terhadap
Demokrasi Liberal. Faktanya, pasca Perang Dingin, Islam masih
dianggap sebagai tantangan ideologis yang serius, sehingga negaranegara Barat sangat khawatir terhadap muncuhrya negara yang menerapkan ideologi Islam. Sebab, menumt Huntington,Islam yaitu
satu-satunya peradaban yang pernah membuat Barat tidak merasa
aman. Kasus dukungan Barat terhadap pembatalan Pemilu di Aljazair yang dimenangkan oleh FIS menuniukkan bahwa Barat menganggap ada tantangan serius terhadap ideologi mereka. MenurutChristoper Ogden (dalam artikel "View from Waslrington", Times, 3
Febrtrari 1992), tindakan AS yang mendukung permainan kekuasaan antidemokrasi merupakan suahr tindakan yang sangat keliru.
sikap As dan Prancis yang menyatakan bahwa kudeta Allazait
"konstihrsional", tidak tain merupakan gejala penyakit gila paranoid (ketakutan tanpa dasar) terhadap Muslim Fundamentalis.
Ogden menulis, anggapan bahwa AS tidak dapat mempengaruhi
penrbahan di Aljazair yaitu nonsenseSesudah peristiwa serangan terhadap menara kembar World
Trade Centre di New York dan gedung departemen pertahanan AS
Pentagon di Virginia, jenis paranoid Barat--khususnya Amerika
Serikat-terhadap Islam semakin beragam. Dari yang benhrknya
paling sederhana dalam kehidupan sehari-hari sampai di tingkat
legislasi pemerintahan. Hanya karena namanya berbau Islam, atau
wajahnya bercorak Arab, maka seseorang yang memasuki negaranegara Barat dapat menerima perlakuan yang tidak manusiawi.
Harian New Straits Times edisi 15 September 2004, memuat
berita berfudul "Turkish uomert denotmce plans to criminalise ndultary
(Kaum wanita Tirrki mengecam rencana menjadikan zina sebagai
perbtratan kriminal)". Diberitakan, bahwa parlemen Turki sedang
mendisktrsikan satu Rancangan Undang-undang yang diajukan
pemerintah yang isinya akan menetapkan perzinaan sebagai satu
bentuk kejahatan kriminal. Menurut PM Turki, Recep Tayyip Erdogan, Undang-undang itu dimaksudkan unhtk melindungi keluarga
dan istri-istri dari perselingkuhan/perzinahan suaminya. RUU itu
kemudian menimbulkan kontroversi hebat. Yang menarik, bukan
kalangan dalam Turki saja yang ribut, tetapi juga pejabat-pejabat
Uni Eropa. Pejabat perluasan Uni Eropa, Gttenter Verheugen/ menyatakan bahwa sikap anti perzinaan dapat menciptakan citra bahwa Undang-undang di Turki mulai mendekati hukum Islam. Bahkan,
Menteri Luar Negeri Inggris, Jack Straw menyatakan bahwa jika
proposal ittr disahkan sebagai Undang-trndang, maka akan "menciptakan kesulitan bagi Tirrki".
Kasus di Ttrrki ini menarik untuk disimak, bagaimana masalah
moral yang menjadi urusan internal dalam negeri satu negeri
Muslim temyata mendapat perhatian besar dari tokoh-tokoh Barat.
Bahkan, dapat berdampak pada masalah politik yang serius. Mengapa orang-orang Barat (Eropa) itu begitu khawatir jika rakyat Ttrrki,
melalui parlemen mereka, memuhtskan bahwa perzinaan yaitu satu benhrk kejahatan? Ada apa dibalik semua ini? Apakah karena
mereka merupakan pelanggan tetap pelacur-pelacur Tirrki, sehingga
.
dengan diundangkannya larangan perzinaan, maka mereka akan
kehilangan kesempatan untuk melampiaskan syahwat mereka? Mengapa mereka tidak membiarkan saja, sesuai jargon demokrasi liberal mereka, rakyat Turki unhrk menenhrkan apa yang baik dan buruk
untuk mereka? Mengapa langsung saja mereka mengingatkan, bahwa undang-undang itu akan mendekatkan Tlrrki kepada Islam?
Kasus Turki ini sekaligus menjadi bukti bahwa Barat bersikap
begifu paranoid terhadap penerapan "hukum Islam", dan sekaligus
mematahkan tesis Fukuyama tentang tidak adanya tantangan ideologis yang serius terhadap Demokrasi Liberal pasca Perang Dingin.
Karena ifu, klaim Fukuyama bahwa telah terjadi konsensus umat
manusia untuk memeluk "Demokrasi Liberal" juga bisa dianggap
berlebihan. Klaim ini terlalu dini dan mendapat banyak kritik.
Kemajuan dan kemenangan, serta apa yang disebut oleh Fukuyama
sebagai'konsensus' dunia internasional--suka atau terpaksa--unfuk
mengambil dan menerapkan nilai dan sistem Barat memang sebuah
fakta yang tidak dapat diingkari. Namun, dimana telah terjadi konsensus umat manusia? Pada sisi ini, sikap Barat juga paradoks. Di
safu sisi mengkampanyekan'pluralisme' sebagai salah sahr elemen
dasar Demokrasi Liberal, tetapi pada sisi lain juga memaksakan
'uniformitas' tentang keharusan menerapkan standar Barat dalam
berbagai aspek kehidupan umat manusia, seperti yang terjadi di
T[rrki. Dukungan Barat terhadap rezirnotoriter yang anti-demokrasi
di dunia Islam--hanya karena rezim-rezim menjamin kepentingan
bisnis dan ekonomi Barat--menambah pekatnya kadar paradoksi
Barat.
Juga, perlu dicatat, bahwa di samping menawarkanbanyak kemudahan dan nilai-nilai positif terhadap umat manusia, seperti nilai
keterbukaan dan pertanggungjawaban (accountibility) dalam sistem
pemerintahan, sistem Demokrasi Liberal Barat pun tidak kurang
mendapat kritik tajam, sepanjang sejarah peradaban Barat sendiri. Demokrasi Liberal bukan hanya memiliki nilai positif, tapi juga
menyimpan kelemahan-kelemahan internal yang ftrndamental. Da-lam sistem inilah, ilmu pengetahuan tidak dihargai. Orang pintar
disamakan haknya dengan orang bodoh. Seorang profesor ilmu
politik memiliki hak suara yang sama dengan seorang pemabuk dan
pezina. Seorang yang taat beragama disamakan hak suaranya dengan seorang preman, pengangguran, atau oportunis.
Kelemahan dan bahaya internal demokrasi ihr pernah diingatkan Plato, filosof Yunani Kuno. Plato (429-347 Sl|l{) menyebut empat
kelemahan demokrasi. Salah sahrnya, pemimpin biasanya dipilih
dan diikuti karena faktor-faktor nonesensial, seperti kepintaran
pidato, kekayaan, dan latar belakang keluarga' Plato memimpikan
munculnya "orang-orang paling bijak (the wisest people)" sebagai
pemimpin ideal di suatu negara, "Orang-orang paling bijak dalam
negara, akan menangani persoalan-persoalan manusia dengan akal
dan kearifan yang dihasilkan dari dunia gagasan yang kekal dan
sempurna." Penyair terkenal Muhammad Iqbal juga banyak memberikan kritik terhadap konsep pemerintahan yang menyerahkan
keputusannya kepada massa yang berpikiran rendah. Kata Iqbal,
bagaimana ptln, para semut tidak akan mampu melampui kepintaran seorang Sulaiman. Ia mengajak meninggalkan metode demokrasi, sebab pemikiran manusia tidak akan keluar dari 200 'keledai'. Demikian dihrlisnya dalam syair Payam-e-Masyriq,
"Do yott seek tlw uenlth of meaningfrom low nntured men? From ants
cnrutot proceed the brilliance of a Solonton. Flee from tlrc methods of
democracy because lunnnn thinking can not issue out of the brains of
two lumdred asses."e
Sebenarnya, Barat pun sadar benar, Demokrasi Liberal tidak
dapat diterapkan pada semua aspek kehidupan umat manusia,khususnya di dunia internasional. Mereka tidak percaya, bahwa
umat manusia yang mayoritas dapat menghasilkan keputusan yang
baik buat dunia internasional, jika bertentangan dengan kemauan
mereka. Karena itu, sejak awal berdirinya pBB, 24 Oktober 1945,
Barat memaksakan sistem "aristokratik", dimana kekuasaan pBB
diberikan kepada beberapa buah negara yang dikenal sebagai ,,The
Big Five" (AS, Rusia, Prancis, Inggris, Cina). Kelima negara inilah
yang mendapat hak istimewa berupa hak'Veto'(dari bahasa
Latin: aeto, artinya: saya melarang). Lima negara ini mempakan anggota tetap dari L5 anggota Dewan Keamanan pBB. Sisanya,lO negara, dipilih setiap dua tahun oleh Majelis umum pBB. pasal Z4piagam
PBB menyebutkan, bahwa Dewan ini mempunyai tugas yang sangat
vital yaifu "bertanggung jawab unfuk memelihara perdamaian dan
keamanan intemasional". Jika sahl resolusi diveto oleh salah safu
anggota tetap Dewan Keamanan PBB, maka resolusi itu tidak dapat
diterapkan. Dalam pasal 29 PiagarnPBB dikatakan,
"Decision of the security Council on all other matters shail be
made by an affirmative vote of nine members including the
concurring votes of the permanent members.,,lo
Falsafah PBB yang meletakkan sistem aristokratis ini menunjukkan bahwa Demokrasi Liberal yaitu sebuah pilihan yang tidak
selalu didukung oleh Barat. Jika percaya pada falsafah demokrasi,
bahwa "suara rakyat yaitu suara Tuhan" (oox popttli aox dei),mengapa Barat selalu menolak melakukan restrukfurisasi pBB, yang sudah puluJran tahun dituntut oleh mayoritas negara di dunia? Dunia
seringkali disuguhi tontonan ironis di PBB, ketika mayoritas anggo-
ta PBB di Majelis Umum menyetuiui sahr resolusi, tetapi hanya karena sahr negara anggota tetap Dewan Keamanan tidak setuju, maka
keputusan PBB itu menjadi tidak bergigi. Dewan Keamanan PBB
juga tidak pernah berhasil mengeluarkan resolusi yang mengecam
berbagai tindakanAS. Sebab, dalam falsafah dan sistem PBB terkandtrng kesepakatan yang tidak tertulis, bahwa Amerika Serikat 'can do
no wrong'. Dalam kasus penyerbuan AS ke Panama, misalnya, ada
dua draft resolusi yang diveto oleh AS. Bagaimana r4ungkin dalam
siturasi seperti ini, Fukuyama menyatakan adanya s remarknble consensus terhadap Demokrasi Liberal? Dimana ada kesepakatan umat
manusia untuk menerima Demokrasi Liberal, sebagaimana diklaim
oleh Fukuyama?
Pada satu sisi, Barat sendiri terbukti tidak konsisten dalam menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, yang konon memberikan ruang
dan hak yang sama kepada setiap manusia, sesuai prinsip "equality". Namun, pada sisi lain, apa yang dilakukan Barat, juga merupakan realita Demokrasi Liberal itu sendiri, yarrg pada praktiknya
memiliki asumsi-asumsi ideologis mirip dengan Marxisme-Leninisme, yang mengenal diskriminasi kelas sosial. yaitu pakar komunikasi Walter Lipmann yang mengajtrkan teori A Progressiae Theory of
Liberal Democratic Tlrcught. Dalam teori 'demokrasi progresif', disebutkan, bahwa untuk menjalankan demokrasi secara lebih baik,
maka masyarakat dibagi dalam kelas-kelas.
Satu, yaitu kelas khusus, jumlahnya sedikit dalam masyarakat. Kelas ini aktif menjalankan urusan-urusan umum kemasyarakatan. Mereka mempakan orang-orang yang aktif dalam analisis,
pelaksanaan, dan pembuatan keputusan di bidang politik, ekonomi,
dan sistem ideologi. Kelas lain, di luar kelas khusus, yaitu jumlah
mayoritas dalam masyarakat, yang oleh Lipmann disebut "tlrc bewildered herd" (golongan manusia yang bingung). Dalam teori Demokrasi Liberal progresif, kedua kelas, yaitu 'kelas khusus' dan
'kelas bingung' sama-sama memiliki fungsi. Fungsi kelas khsusus
jelas, yaitu menentukan berbagai kebijakan dalam masyarakat. Sedangkan fungsi tlrc bewildered herd dalam Demokrasi Liberal Progresif yaitu sebagai 'penonton' (spectators). Tetapi, karena dalam
sistem demokrasi--dan bukan sistem totaliter--maka kelas bingung
jtrga kadang diberi hak untuk menyuarakan pendapatnya, untukmemilih salah satu anggota 'kelas khusus'sebagai pemimpin mereka.
Itulah yang disebut sebagai election (pemilihan umum). Tetapi, jika
mereka selesai memilih, maka mereka kembali ke posisi semula, sebagai spectntor, sebagai penonton, dan bukan 'pemain'. Ihllah yang
disebut sebagai fungsi demokrasi yang tepat dan baik. Dalam teori
ini juga ada asumsi ideologis bahwa yaitu sahr kebodohan jika
membiarkan kelas bingung mengahlr urLrsan mereka sendiri. Karena itu, tidak tepat dan tidak bermoral, membiarkan mereka melakukan hal itu. sama hahrya membiarkan anak umur tiga tahun unhrk
menyebarangi jalan sendirian. Anak seusia ini tidak akan tahu bagaimana menggrmakan kebebasan yang diberikan kepadanya. 11
Paradoks Demokrasi di Barat
Fenomena teori Demokrasi Liberal Progresif versi Lipmann ihr
tampak mencolok dalam pemilihan Presiden AS tahun 2000. Jika gabungan kata'demos' dan'kratos' diartikan sebagai "pemerintahan
oleh rakyat" (goaernment by tlrc people), maka biasanya pemerintahan
yang demokratis diindikasikan dengan dukungan mayoritas rakyat
terhadap pemerintah terpilih. Namun, ihrlah yang justru terl'adi pada kasus pemilihan Presiden AS tahun 2000. Pada 5 Desember 2000,
Mahkamah Agung AS (LfS Supreme Court),memenangkan George W.
Bush atas calon Demokrat, Al-Gore. Kasus ini telah memunculkan
perdebatan sengit di AS. Vincent Bugliosi, misalnya, menulis sebuah
buktr berjtrdul rhe Betrayal of Anrerica: How The supreme Cotrt LlnderminedTlrc Constittttion and Chose our Presidenf. Bugliosi mengungkap
sebuah realitas ironis tentang demokrasi: 'Pengkhianatan Amerika'.
Bagaimana sebuah pemilihan kepala negara terkuat dan negara demokrasi terbesar di dunia, akhimya justru diserahkan keputusannya kepada lima orang hakim di sebuah lembaga tinggi negara.
Padahal, popular aote, sttara rakyat, lebih banyak berpihak kepada
Gore. Dengan jumlah pemilih kurang dari 60 persen dari rakyat AS,
maka faktanya, Presiden AS juga hanya didukung oleh minoritas
rakyatnya. Pemenangan Bush oleh Mahkamah Agt-g AS ittr digam-
barkan Btrgliosi sebagai "like the dny of Kennedy nssassirntion" -12
Setelah Bush memangku jabatan Presiden AS, kontroversi demi
kontroversi terus merebak ke selumh penjtrm dunia. Apalagi, setelah Bush memerintahkan tentaranya menduduki Irak, Maret 2003.
Belum pernah dalam sejarah, dunia menyaksikan gelombang aksi
unjuk rasa anti-AS yang begihr ramai di berbagai penjuru dunia seperti pada tahrrn 2003. Sampai-sampai ribuan orang warga AS sendiri harus ditahan, menyusul aksi mereka menentang serangan Irak,
di berbagai kota di AS. Kantor berita Associated Press, (21 Maret 2003)
melaporkan, lagu kebangsaan AS, Tlrc Star-Spangled Banner, sudah
dijadikan olok-olokan di Kanada, menyusul merebaknya aksi puIuhan ribu orang di negara tetangga AS ihl.
Semua ihr berpangkal dari otak dan lidah seorang PresidenAS,
bemama George W. Bush. Kamis (20 Maret 2003) Presiden Bush mengumumkan Perang terhadap Irak, setelah sebelumnya menempatkan ratusan ribu tentaranya di sekitar Irak. Negara yang sudah dilumpuhkan sistem persenjataanya, dan diembargo selama 12 tahun
itr.r segera dihajar habis-habisan dengan peluru-peluru kendali Tomahawk. Ribuan korban berjahrhan. AS akhirnya berhasil menduduki Irak dan menempatkan pemerintahan baru, sesuai yang dikehendakinya, menggantikan pemerintahan Saddam Hussein yang
memang sangat otoriter dan kejam terhadap rakyatnya. Namun,
sukses AS di Irak secara militer, terus-menerus memunculkan badai
kecaman dan gugatan terhadap AS. Bagaimana pun, AS menyerang
Irak tanpa persettrjuan dan mandat Dewan Keamanan PBB--satu
tata aturan yang telah ditetapkan sendiri oleh AS dan sekutu-sekutu
Perang Dunia II.13
Maka, serangan AS terhadap Irak, tanpa mandat PBB, secara
jelas menunjukkan, akhir dari tata dunia yang diahrr oleh AS. Hu-
kum internasional diabaikan, demi kepentingan AS. Kekuatan adaIah kebenaran. Migltt is riglrt. Kontroversi merebak di selunrh dunia.
Bahkan, demonstrasi terbesar yang dihadiri jutaan orang menentang tindakan AS-Inggris justm dilakukan masyarakat Barat. Barat
terbelah. Barat tidak sahr lagi. Barat, yang sahl, seperti saat menghadapi komunisme, di era Perang Dingin (Cold War),sudah berakhir.
Barat seperti itu sudah menjadi masa lalu. Dunia internasional sebenarnya secara mayoritas sering berseberangan dengan AS dan tata
dunia yang dipimpinnya. Hanya karena faktor kekuatan dan pengaruh AS yang masih begitu kuat, maka muncul pikiran pragmatis untuk mengikuti saja apa kehendak dan perintah AS. Di dunia Islam,
berbagai kasus semacam ini terlihat begitu mencolok, seperti dalam
kasus Pakistan dan Thliban. Jika di masa Perang Dingin sampai tahun 1996, Pakistan yaitu pendukung kuat Thliban, maka situasi ihr
berubah total setelah AS menetapkan Taliban sebagai musuhnya.
Mengapa Taliban yang dulunya sahabat dan mendapat dukungan
AS-juga Pakistan, Arab Saudi--kemudian dihabisi? Tidak terlalu sulit untuk membaca misi AS di Afghan. Dari dulu, AS sudah tahu
siapa Taliban. Seperti diungkap Mackenzie (1999), beberapa jam
setelah Thliban menaklukkan Kabul, September 1996, Glyn Davies,
pejabat pembantu ]uru Bicara Deplu AS, menyatakan bahwa AS
tidak punya keberatan penerapan hukum Islam versi Thliban di wilayah-wilayah yang dikuasainya. Mulanya, banyak harapan AS pada Thliban. Di antaranya, AS mengharapkan Taliban sebagai "satparrt" untuk mengamankan proyek pipanisasi minyak dari negaranegara eks-Soviet yang melalui Afghan menuju Pakistan. Bemlang kali pejabat-pejabat AS melakukan pertemuan dengan pejabat Tali
ban. Data kebuhrhan minyak AS yang dikeluarkan Energy Information Administrntion, menunjukkan, pada tahun 2020, AS harus mengimpor minyak sekitar 18,8 juta barrel per hari. John I. Maresca, Vice
President International Relations UNOCAL Corporation, pada 12
Februari 1998, memaparkan alternatif rencana pipanisasi minyak sepanjang 440 mil melalui Afghanistan. Jalur pipanisasi inilah yang
paling menguntungkan. Ia mengakui, UNOCAL telah melakukan
kontak dengan semua faksi di Afghanistan untuk memuluskan rencana tersebut. Ketika semua kesepakatan dengan Taliban gagal dan
kepentingan AS tidak dapat dipelihara oleh Taliban, maka muncullah sihrasi dan kebijakan bam. Apakah karena Thliban merupakan
militan Islam, sehingga hams dimusuhi dan dijadikan sebagai musuh utama oleh Barat, sebagaimana dikatakan Huntington dan
Bernard Lewis? ]ika itu dasamya, bagaimana dengan rezim Saudi
yang I'uga dianggap sebagai militan Islam? Mengapa rezim Saudi
masih dipertahankan dan masih tetap didukung oleh AS, padahal
rezim ini jelas-jelas tidak demokratis? Bagaimana dengan berbagai
rezirn diktator dan pelanggar HAM yang banyak mendapat dukungan dari AS dan negara-negara Barat lainnya?
Sebtrah pepatah Arab menyatakan: "Mtrkhthi'un, man thanna
yaluman anna li-asysya'labi diinna." yaitu keliru, orang yang menyatakan bahwa serigala ihr punya agama. Pepatah ini menarik untuk
direnungkan, setidaknya jika membaca sebuah artikel di International Herald Tribune (3 Januari 2002), berjudul "Atnerica's Empire
Rtiles an Unbalanced World", yang ditulis Prof. Robert Hunter Wade,
gunr besar ekonomi politik di London Sclrcol of Econontics. Dalam
tulisannya itu, Wade menyamakan posisiAS di dunia saat ini, seperti posisi Kekaisaran Romawi (Romnn Emperor) yang berlaku sewenang-wenang terhadap dunia. Benarkah posisi Amerika Serikat (AS)
saat ini identik dengan posisi Kekaisaran Romawi?
Legenda pembentukan kota Roma menyebutkan bahwa kota
ini dulunya didirikan oleh kakak beradik Romulus dan Remus. Kedtranya merupakan cucu Askanius, Raja Lavinikum,yang dibuang
ke Sungai Tiber oleh saudaranya sendiri, bernama Amulius. RomuIus dan Remus konon diselamatkan dan dirawat oleh seekor serigala
betina. Pada sekitar tahun 753 SM, kedua saudara ihr mendirikansebuah kota baru di bukit Palatine, yang berlokasi di Kota Roma saat
ini. Tetapi, keduanya terus-menems bertengkar, dan akhirnya Romulus membunuh saudaranya sendiri. Kota ihrlah yang kemudian
dinamakan Roma, mengambil nama Romulus.
Apakah "darah serigala" itu yang kemudian mengalir di tubuh
peradaban Romawi dan pewarisnya? Sejarah per;'alanan peradaban
Barat sendiri jauJr dari nilai-nilai demokrasi dan pluralisme. sejarah
menunjtrkkan, bagaimana sebuah peradaban yang bernart:ra "Barat"
melakukan berbagai tindakan yang sulit dibayangkan oleh akal
sehat. Ketika mereka mulai bangkit, mereka melakukan berbagai penindasan dan pemusnahan terhadap berbagai kelompok dan suku
umat manusia: suku Indian, suku Inca, Aborigin, dan sebagainya.
Mereka juga mengangkut dan memperjualbelikan budak-budak dari Afrika. Dalam lintasan sejarah Afrika, tidak ada yang lebih kontroversial selain kasus perdagangan budak trans-atlantik dari Afrika ke
negara-negara Barat. J.D. Fage, dalam bukunya, A History of Africa
(1988), menyebutkan bahwa dalam tempo 220 tahun (1650-1870), sekitar 10 juta manusia, diekspor sebagai budak dari Afrika ke 'Dunia
Baru'.14
Bartolome de Las Casas (1474-7567), seorang pastor dari ordo
Dominikan, menceritakan perilaku tentara Kristen Spanyol terhadap penduduk asli Amerika. Mereka membantai siapa saja yang
ditemui, tanpa peduliwanita, anak-anak atau orang hra. Dibuat juga
peraturan, jika ada seorang Kristen terbunuh, maka sebagai balasannya, 100 orang Indian juga hans dibunuh. Las Casas menulis,
"Orang-orang Kristen, dengan kuda, pedang, dan tombak,
membantai dan melakukan kebnrtalan yang mengherankan.
Mereka menerobos ke sebuah negeri dan tidak menyisakan
anak-anak maupun kaum lanjut usia, tidak peduli wanita
hamil, anak yang baru lahiq, fubuh-tubuh mereka semua ditabrak dan dihajar habis-habisan, seumpama mereka sedang
membantai segerombolan domba... dan dikarenakan, sekali
dua kali orang-orang Indian membunuh beberapa orang
Kristen sekadar unfuk membalas, mereka membuat hukum
sendiri di antara mereka tmluk setiap orang Kristen yang dibtrnuh Indian, maka harus dibtrnuh seratLrs orang Indian."15
Sejarah perlakuan peradaban Barat terhadap Yahudi, misahrya,
juga tercatat dengan tinta hitam. Kebencian terhadap Yahudi memiliki landasan teologis yang kuat dalam Bible. "Mengenai Injil mereka
yaitu seteru Allah oleh karena kamu, tetapi mengenai pilihan
mereka yaitu kekasih Allah oleh karena nenek moyang." (Roma,
11:28). Di antara Neru Testanterf, Matius dan Yohanes dikenal paling
'hostile' terhadap )udaisme. Yahudi secara kolektif dianggap bertanggung jawab terhadap penyaliban Jesus. "Dan selumh rakyat itu
menjawab: "Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas
anak-anak kami." (Matius, 27:25). Yahudi juga diidentikkan dengan
kektratan jahat. "Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamtt." (Yohanes, 8:44). Sikap-sikap
anti-Yahudi yang dikembangkan tokoh-tokoh Gereja kemudian,
yaitu variasi atau perluasan dari tuduhan-tuduhan yang tercantum
dalam Injil.16
Persekusi terhadap Yahudi di Eropa bahkan tems berlanjut
sampai abad ke-20 digambarkan sebagai kebencian Kristen Eropa
terhadap Yahudi. Marvin Perry mencatat masalah ini,
"Anti-Semitisme di Eropa memptlnyai sejarah yang panjang
dan berlumuran darah. Itu berasal dari dua hal: ketakutan yang
tidak masuk akal dan kebencian terhadap 'orang luar' dengan
berbagai cara yang ielas, dan mitos yang diterima secara umtlm
bahwa Yahudi yaitu bangsa terkutuk secara kolektif dan abadi karena menolak Krishrs. Kaum Kristen melihat Yahudi sebagai pembunuh Krishrs--sahr gambaran yang telah mendorong
muncuhrya kemarahan dan kebencian yang mengerikan. Seca-
ra periodik, massa melakukan penistaan, penyiksaan, dan pembantaian terhadap Yahudi. sedangkan para penguasa Kristen
mengusir Yahudi dari negara-negara mereka. Karena sering
dilarang memiliki tanah dan dikeluarkan dari lapangan kerja
manufakhrr, Yahudi di abad pertengahan mengkonsentrasikan
diri pada usaha perdagangan dan peminjaman uang--jenis pekerjaan yang seringkali menyebabkan kondisi mereka semakin
membumk. Pada abad ke-16, Yahudi di berbagai wilayah dipaksa unhrk tinggal di tempat terpisah dari penduduk kota,
yang dikenal sebagaig/rctto. Anti-Semitisme kaum Kristen pada
abad pertengahan, yang menggambarkan yahudi yaitu jahat
dan Judaisme yaitu (agama) yang menjijikkan, telah menyuburkan lahan bagi Anti-Semitisme di masa modem).rz
Dalam buku Western Ciailizntion A Brief History, Marvin perry
mengutip seorang tokoh anti-Yahudi Jerman yang menggambarkan
kadar rendahnya kualitas ras Yahudi dan menyamakan mereka sebagai parasit atau kuman kolera. "Jika seseorang membuat gambaran atas selumh bangsa Yahudi, maka ia akan memahami bahwa
kualitas rasial dari bangsa ini sedemikian bahwa dalam perjalanannya nanti, mereka tidak dapat bersesuaian dengan kualitas rasial
dari masyarakat Jerman; dan bahwa setiap yahudi yang sekarang
tidak melakukan sahl pun hal yang bumk, mungkin nantinya pada
kondisi yang tepat akan melakukan hal ihr, sebab kualitas rasialnya
memang mendorongnya unhrk melakukan hal itu.... (yahudi ...
beroperasi seperti parasit ....Yahudi yaitu kuman kolera).,,1s
Pandangan Barat terhadap kaum Yahudi yang berdasarkan
unsllr keagamaan dan diskriminasi rasial itu mewarnai sejarah peradaban Barat dalam kurt.n waktu yang amat panjang, sejak awalawal Kekristenan pada abad ke-4 M sampai abad ke-20. Dampak ihl
masih berlangsung hingga kini, dan ironisnya,;'ustru penduduk palestina--yang tidak ikut apa-apa dalam pembantaian yahudi-yang
kemudian menanggung derita akibat dukungan Barat terhadap Zio-
nisme modern yang berhasil mendirikan negara Yahudi di Palestina
dan mengusir penduduk aslinya. Dukungan Barat yang terus-menems terhadap Israel telah menjadi salah sahr pangkal masalah kemmitan dan kekacauan dunia internasional. Dtrkungan Barat terhadap Israel ini sekaligus juga mempakan paradoks demokrasi pada
tingkat global, dimana tirani minoritas yang kuat menghegemoni
dan memaksakan pendapat dan kekuasannya kepada dunia intemasional. Sebab, dalam masalah Israel, mayoritas anggota PBB lebih
mendukung perjuangan rakyat Palestina, tetapi suara mereka dikalahkan oleh kelompok minoritas--temtama AS--yang duduk di
Dewan Keamanan.le
Nicholas Lash, seorang gum besar di Uniaersity of Cambridge,
mentrlis sahr bab berjudul 'Beyond Tlrc End of History? dalam bukunya, The Beginning and The End of Religion. Lash menyebut gagasan
Ftrkrryama tentang 'Tlrc End of History' sebagai 'lelucon gila tentang
akhir sejarah' (tltc nnd joke of tlrc end of history).Ia mencatat,
"Sayangnya, terlepas dari hasil renungannya bahwa 'akhir sejarah akan menjadi masa-masa vant menyedihkan'karena yang
tersisa bagi urnat manusia (atau mungkin maksudnya, bagi
kaum lelaki kulit putih Amerika) hanyalah peran sebagai penjaga 'museum sejarah', Fukuyama masih menduga bahwa tak ada
lagi alternatif yang terpikirkan oleh seorang sejarawan bahwa
memahami sejarah yaitu memahami hikayat tentang'progres',
sebuah'evolusi dari masa primitif ke masa modenr'."20
Kritik terhadap tesis Fukuyama bisa disimak dari basis filosofis
yang digunakannya. Tesis Fukuyama yang didasarkan pada basis
asumsi unilinier listorical progress yaitu mempkan elemen umrlm
dalam filsafat Marxis dan Hegel. Pada perspektif ini, teori Fukuyama hanyalah reformulasi dari poshrlat-postulat dasar abad ke-19.
Maka, keruntuhan komunisme, seharnsnya juga diikuti dengan pengujian kembali terhadap postulat-poshrlat tersebut yang diasumsikan memproduksi Demokrasi-Liberal dan Tiadisi Sosialis. Kosmologi mekanik Newtonian, epistemologi anthroposentris, dan rasionalitas moral yang merupakan elemen-elemen dasar dari paradigma
Barat pada zarnan perrcerahan (tlte Age of Enliglienntent), telah menciptakan atmosfir bagi hrmbuJrnya ide tentang 'unilinier progress/.
Dernokrasi [,iberal dan Marxisme yaitu produk dari atmosfir zaman itu. Karena itu, runtuhnya Komunisme bukan hanya merupakan kerunhrhan satu sistem ekonomi dan instihrsi politik tertentu,
tetapi juga mempakan kemntuhan dari basis filosofisnya.2l
The End of the West?
Gagasan Fukuyama semakin tidak menarik ketika dunia Barat
sendiri terbelah sikapnya dalam bebagai masalah, sehingga memunctrlkan gagasan tentang Tlrc End of Tlrc Wesf, Akhir Sejarah Barat atau
Akhir Peradaban Barat. Benarkah 'Tlrc West'telah berakhir? Thomas
[.. Fricdman, menulis satu kolom di lrttt'rrntionnl Hernld Tribwrc (3
November 2003), berjudul " ls tlis tlur hd of tlrc West? " Barat memang
telah pecah. AS dan Eropa, khususnya Jerman dan Prancis, telah
berbeda dalam banyak hal prinsip. Carl Bildt, mantan PM Swedia,
menyatakan, bahwa selama satu generasi, Amerika dan Eropa bersepakat dalam satr.r hal (tahun): 1945. Selama puluJran tahun, Aliansi
Atlantik Utara membangun komitmen bersama untuk menciptakan
pemerintahan demokratis, pasar bebas, dan rnenangkal pengaruh
komunisme Uni Soviet. Namun, kini, semua ittr sudah bembah. Bagi
Eropa, tahun penting adaiah 1989 (kerunhrhan Soviet), sedang bagi
AS yaitu 2001 (Tragedi WTC). Eropa dan AS juga gagal unhrk
membangtrn visi bersama dalam menghadapi isu-isu global. "Kita
juga gagal mengembangkan visi yang sama tentang hendak kemana
kita dalam menghadapi istr-isu global yang menghadang kita," kata
Bildt.
Thhtur 2003 (akhir musim semi 2003), dunia internasional disuguhi perdebatan menarik antara Samuel l{untington (I{arvarrl University) dan Anthony Giddens (Tlrc Lotdort School of Econornics) yang
diselenggarakan oleh Ih. Asltt'rt ltrstitute ltnlia. Diskusi kedua tokoh
terkenal itu diekspos dengan judul "Tzuo Wests" (Dua Barat). Salah
satu hal menarik yang dikemukakan Giddens tentang problem yang
tersisa pasca Perang Dingin adala^h "tlrc nrcanhtg of tlrc Wesf"--disamping "the identity of Europe" dan "IJS military power in relation to
Europe". Kedua pakar ini banyak mendiskusikan tentang perbedaan
masyarakat AS dan Eropa, temtama dari segi sikap keagamaan mereka. Huntington menyebtrt bahwa masyarakat AS yaitu masyarakat religius, dibandingkan masyarakat Eropa yang lebih sekular.
Bahkan, agama di AS telah mengalarrri politisasi. Ia katakan,
"Apakah agama di AS telah terpolitisasi? Ya. Ia telah menjadi
sangat politis. Pada tahurr 2000, setiap calon presiden--kecuali
loe Lieberman--harus menyatakan secara terbuka akan ketnanannya kepada Yesus Krishrs. Hal ihr tak pernah terjadi sebeIumnya di clalam politik Amerika."
Huntington juga mengakui, meskipun Barat saat ini memiliki
kekuatan, tetapi mereka menghadapi problem legitimasi. AS, meskipun merniliki kekuatan hebat, tetapi di mata sebagian besar dunia internasional, kekurangan dalam legitimasi. Ia mengatakan,
"...tetapi Barat memiliki masalah legitimasi. Lebih tepatnya:
dunia menghadapi masalah berupa jurang antara kekuasaan
dan legitimasi. Pemerintahan yang efektif dan otoritatif hanya
bisa berjalan jika kedua hal itu ada. saat ini, AS punya kekuasaan/ namlln di mata hampir selumh dunia, ia kekurangan
legitimasi."
Artinya, kekuatan dan superioritas Barat tidakrah direshri oreh
umat manusia. Demokrasi pada level global tidak berjalan. pada level ini, demokrasi lebih mempakan jargon. Bahkan, se;'ak berdirinya,
PBB mempertahankan stmkhrmya yang tidak demokratis. DK pBB
yang merllpakan inti PBB, didominasi oleh lima negara--AS,Inggris,
Prancis, Rusia, Cina-yang memiliki hak istimewa bempa veto.
Meskipun realitas dan peta kekuatan politik ekonomi sudah bembah setelah lebih dari setengah abad umur PBB, tetapi strukhrr yang
tidak adil itu tetap dipertahankan. Kasus Palestina menunjukkan,
bagaimana bemlangkali Majelis Umum PBB mengeluarkan berbagai
resolusi yang mengutuk Israel, tetapi tidak dapat direalisasikan karena dimentahkan di DK-PBB. Namun, meskipun tanpa resolusi
DK-PBB, AS dapat menjalankan mesin perangnya ke berbagai belahan bumi. Kecaman demi kecaman silakan dilakukan. Tetapi, perhrnjukan tetap berlangsung. Dunia boleh teriak apa saja tentang ketidakadilan, tentang dottble standard, tentang ketimpangan distribusi
kekayaan, tentang tatanan perdagangan internasional yang tidak
adil, tentang ketidakdilan utang luar negeri .Tlrc shoru must go on.Bertrlangkali negara-neg ar a N on-Al igned Moaement (Ger akan Non-Blok)
menyerukan pembahan struktur (restrukturisasi) pBB, tetapi tidak
digubris. Thta hubungan internasional ini yaitu bentuk nyata bahwa Barat sendiri sebenarnya tidak menghendaki demokrasi, jika demokrasi akan memgikan kepentingannya.Di PBB, jumlah terbesar
anggotanya berkumpul di Majelis Umum PBB. Tetapi, justru Majelis
Umum ini tidak memiliki kekuasaan sebesar Dewan Keamanan.2Karena itu, ketika Fukuyama melontarkan pendapah:rya tentang Tlrc End of History dengan kemenangan akhir di pihak
Demokrasi-Liberal Barat, banyak yang menggugat benarkah? Akhir
sejarah yang bagaimana? Pasca serangan terhadap Irak tahun 2003,
jtrstenr mtrlai bermunculan wacana "Tlrc End of tlrc West" ataLr "The
End of Americn".Dalam pidatonya pada Pembukaan Sidang negaranegara Non Align Movement (NAM), 24 Febrtari 2003, Perdana
Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyampaikan kritik-kritik
keras terhadap kebijakan negara-negara kuasa besar, khususnya
Amerika Serikat (AS). Mahathir menyebut negara superpower ihr
telah melakukan politik yang "blntnnt dotfule standard" . AS bersikap
lembut terhadap Korea Utara yang jelas-jelas memiliki senjata nuklir.
Tetapi, bersikap ganas terhadap Irak, yang tidak memiliki senjata
ntrklir. Pada Desember 1999, Aidn Parker Newsletter, menyebarkan
sahr artikel melalui internet berjudul "END OF AMERICA"S EMPIRE?"yang memaparkan kondisi Imperium Romawi menjelang kejahrhannya. Dihrlis dalam artikel ihr bahwa sebelum kemnhrhannya,
seorang orator Romawi, Cicero, memberikan nasehat, agar Romawi
menyeimbangkan anggarannya, mengurangi utang publik, mengontrol keangkuhannya, dan mengurangi banhran terhadap wilayah-wilayah asing. Nasihat Cicero ihr tidak dilaksanakan. Dan pada
476 M, Romawi mntuh. Seperti kata Bemard Shaw, "Romawi rt.ntuh, Babylon rtnhrh, dan akan tiba giliran Amerika."23
Sebagai kekuatan hegemonik, Barat dalam hal ini AS memang
tidak mau disaingi. Ia ingin menjadi kekuatan hrnggal. Berbagai intervensi AS dilakukan dalam rangka memelihara hegemoni atas dunia internasional. William Blum, mantan pejabat Deplu AS, menyebutkan, ada empat tujuan invasi-invasiAS, yaitu: (1) membuat dtmia
terbuka dan nyaman unhrk globalisasi, temtama unhlk pemsahaanperusahaan multinasional milik AS; (2) meningkatkan pendapatan
kontraktor-kontraktor pertahanan yang telah banyak "bermurah
hati" kepada anggota Kongres dan penghuni Gedung Putih; (3)
mencegah munculnya masyarakat mana pun yang dapat memunculkan contoh altematif bagi model kapitalis; (4) memperluas hegemoni politik, ekonomi, dan m