arik menelusuri, mengapa paham Pluralisme
agama kemudian dikembangkan secara besar-besaran oleh Barat,
baik di negara-negara Barat maupun di negara-negara Mttslim.
Banyak dana dikucurkan kepada organisasi Islam dan LSM-LSM
yang mengimani dan bersedia mengkampanyekan paham ini di
Indonesia. Tirlisan ini akan membahas secara singkat problem teologis Kristen yang telah menimbulkan efek traumatis yang mendalam di Barat. Kontroversi teologis Kristen yang tak kunjung habis
dan trauma historis masyarakat Barat terhadap kekejaman Gereja diabad pertengahan bisa dikatakan memberi pengaruh besar terhadap
upaya sebagian pemikir Barat dan teolog Kristen untuk mengajukan
pemikiran pluralisme agama--satu pemikiran yang membongkar
dasar-dasar teologi Kristen sendiri.
Perjalanan intelektual tokoh pluralisme agama John Hick, menunjukkan, dengan paham ini ia telah melakukan penghancuran
dasar-dasar teologi Kristen. John Hick, seorang profesor teologi
Kristen, melakukan hal itu melalui bukunya The Myth of God lncarnnte (L977). Buku ini memuat tiga tema utama: (1) Yesus tidak pernah
mengajarkan bahwa dia yaitu "inkarnasi Tlrhan". (2)yaitu mlrstahil melacak perkembangan doktrin inkarnasi dalam Bible yang
yang sebenarnya dimmuskan dalam Konsili Nicea dan Chalcedon.
(3) Bahasa yang digunakan Bible dalam soal'inkarnasi ketuhanan'
yaitu bersifat metaforis, bukan literal. Buku Hick memunculkan
kehebohan besar di kalangan kaum Kristen. Berminggu-minggu
media massa keagamaan mendikusikan masalah ini. Hick memang
melakukan kritik tajam terhadap doktrin trinitas. Ia menyatakan,
bahwa doktrin Tiinitas bukanlah bagian dari ajaran Yesus tentang
Ttrhan. Yesus sendiri, katanya, mengajarkan Tuhan dalam persepsi
monoteistik Yahudi ketika ihr.17
Kisah intelektual John Hick seyogyanya dikaji secara cermat,
sebelum kaum Muslim memeluk dan menyebarkan paham pluralisme agama. Sebab,Islam sama sekali tidak mengalami problema teologis yang mmit seperti haLrya Kristen. Islam juga tidak mengalami
problema sejarah yang sama dengan sejarah Kristen, sehingga kaum
Muslim secara kolektif tidak mengalami kondisi traumatis ketika
berbicara tentang agama. Kecuali, tenhr sebagian kalangan yang
melihat Islam, dengan kacamata kaum Kristen-Barat-sekuler memandang agama mereka. Sebagaimana dipaparkan pada bab tentang sejarah mengapa Barat menjadi sekuler-liberal, bahwa Teologi
Kristen memang mengalami masalah yang serius tentang masalah
yang sangat mendasar--yaihr masalah Kehrhanan Yesus--sehi.gga
memungkinkan kalangan teolog pluralis dengan mudah melepas
keyakinan akan konsepsi teologi dasar mereka, sebagaimana yang
dilakukan teolog semacam john Hick.
Sebagaimana dikatakan Dr. C. Groenen Ofrn, seorang teolog
Belanda bahwa "sellrrrh permasalahan kristologi di dunia Barat
berasal dari kenyataan bahwa di dunia Barat, Ttrhan rnenjadi sahr
problem". Setelah membahas perkernbangan pemikiran tentang Yesus Krishrs (Kristologi) dari para pemikir dan teolog Kristen yang
berpengamh, ia sampai padA kesimpulan, bahwa kekacauan para
pemikir Kristen di dunia Barat hanya mencerminkan kesimpangsiuran kulhlral di Barat. "Kesirnpang siuran itr.r mempakan akibat
sejarah kebudayaan dunia Barat," tulis Groenen.rS
Dirumuskan dengan Voting
Jadi, dalam sejarah Barat, konsep tentang Tuhan memang bermasalah. Mereka tidak pernah berhenti berdebat dan berdiskusi
tentang siapa Tirhan (Yesus) sebenamya? Masalah utamanya yaitu ,
bahwa doktrin teologi Kristen tidak tersusun di masa Yesus, tetapi
berahrs tahun sesudahnya, yakni pada tahun 325 dalam Konsili
Nicea. yaitu Kaisar Konstantin yang memelopori Konsili Nicea,
yang menyahlkan atau memilih teologi resmi Gereja. Sejak Konsili
Nicea, problem serius dan kontroversial memang masalah 'ketuhanan Yesus'. Bagaimana menjelaskan kepada akal yang sehat, bahwa
Yesus yaitu 'Tuhan' dan sekaligns 'mannsia'. Tentang konsep kehrhanan Yesus, buku Tlrc Messionic Legncy mencatat, bahwa Kristen
yang dikenal saat ini bukan berasal dari zanran Yesus, tetapi dari
Konsili Nicea, yang dicapai melah"ri voting (pemungutan suara).1e
Jika kaum Muslirn tidak pernah menghadapi problema soal
"syahadat", maka justm dalam Kristen, soal "syahadat" menjadi perbincangan dan kontroversi hebat. Konsili Efesus, tahun 431, melarang perubahan apa pun pada 'Svahadat Nicea', dengan ancaman
kutukan Gereja (anathema). Namun, Konsili Chalsedon, tahun 451,
mengubah'Syahadat Nicea'. Kuhrkan terhadap Arius dihapuskan.
Naskah syahadat Konsili Chalsedon berasal dari konsili lokal di
Konstantinopel tahun 381. Sebab, naskah edisi tahun 325 dianggapsudah tidak memaciai unhrk berhadapan dengan sihrasi bam. Bahkan, pada Konsili Toledo III di Spanyol tahrm 589, Gereja Barat melakukan tambahan frasa "dan Pntra" (Filioque), pada penggal kalimat "dan akan Roh Kudus.... yang berasal dari Bapa". Penambahan
itu dimakstrdkan untuk rnenekankan keilahian dan kesc.taraan antara Putra dengan Bapa. Paus, yang mulanya menolak penambahan
itu, akhirnya menerima dan mendukungnya.Namlrn, Gereja Timur
menolak, karena melanggar Konsili Efesus. Penambahan ini kemudian menjadi penyebatr utama terjadinya skisma--perpecahan--
antara dua Gereja (Barat dan Timur) pada abad ke-ll.20
Konciisi teologis semacam ihr tidak dijumpai dalam Islam.
Bahkan, kelompok Syiah pun tidak berbeda pendapat soal konsep
Keesaan Allah dan Kenabian Muhammad saw.. Sejak masa Nabi
Muhammad saw., kaum Muslirn sudah rnewarisi konsep teologi dan
ritual agama Islam dengan sempurna. Bahkan, nama agama ini pun
sudah cliberikan oleh Allah swt., melalui Al-Qur'an. Nama agama
ini, bukan mengacu pada nama tempat atau nama orang, tetapi
namanya yaitu Islam--sahr-satunya nama agalna yang diberikan
oleh Kitab Sucinya (QS al-Maidah: 3). Kaum Muslim melakukan shalat, zakat, puasa, haji, yaitu dengan contoh-contoh yang langsung
dan jelas diberikan oleh Nabi Muhammad saw., bukan dari penafsiran-penafsiran tak langsung. Bahkan, begihl banyak doa yang dicontohkan oleh Nabi (rna'txtr).
Kaum lvluslim juga tidak mengalami trauma historis sebagaimana dialami Barat saat menghadapi hegemoni Gereja yang memegang doktrin eksklusivisme teologis. Dalam kondisi seperti itu, bisa
dipahami, jika Barat kemudian mengembangkan paham pluralisme
agama. Sebab, tidaklah mungkin mempertahankan konsep teologi
Trinitas yang disusun berdasarkan kesepakatan dalam sahr Konsili.
Sejarah pun membuktikan, konsep eksklusivisme Gereja begihr
banyak memakan korban, sebab kaum heresy atau yang berbeda
agama hams dibunuh.
Konsep Islarn tentang Nabi Isa 'Alaihis salam pun sudah jelas
sejak awal bahwa Isa a.s. yaitu manusia, Rasul, utusan Allah, dan
sama sekali bukan Tuhan atau putra Tuhan. Bahkan, sejak awal, Al-
Qur'an telah mengkritik keras konsepsi teologis kaum Kristen
tersebut. Penyebutan Isa a.s. sebagai 'anak Allah' disebut Al-Qur'an
sebagai kesalahan serius (QS Maryarn:89-92, al-Maidah: 72'75).
Penyebaran paham pluralisme agama di tengah masyarakat
Muslim dapat dilihat sebagai bagian dari upaya Barat mengglobalkan nilai-nilainya, dan meneguhkan hegemoninya, atau upaya
kalangan misionaris Kristen unhrk melemahkan keyakinan kaum
Muslim. Pluralisme--sebagaimana sekularisme--yaitu sejenis "senjata pemusnah massal" terhadap keyakinan fundamental agamaagama. Kristen sudah mengalami hal ihr. Ia lumpuh. Karena ittt,
meskipun pada Kongres Misionaris Internasional diJerusalem, 1928,
menetapkan bahwa sekularisme "dipandang sebagai musuh besar
Gereja dan pesan-pesannya"2l tetapi pada dekade-dekade berikutnya ada banyak kalangan Kristen yang mempromosikan "sekularisme" dalam menjalankan misinya kepada Muslim. Dalam soal penyebaran pluralisme, Barat dan misionaris Kristen-Yahudi dapat
memiliki titik temu misi untuk mencegah'fanatisme'kaum Muslim
dalam memegang keyakinan agamanya.
Jika perbedaan konsepsi dan sejarah antara teologi Kristen dengan Islam benar-benar dikaji secara cermat, seyogyanya tidak perlu
ada kalangan Muslim yang latah menyebarkan paham pluralisme
agama. Dengan konsepsi teologinya, kaum Muslim terbukti tidak
pemah memusnakan agama lain. Islam lahir dalam pluralitas dan
mengajarkan untuk menerima yang plural. Biarlah Barat, dengan
pengalaman traumatisnya terhadap konsep dan praktik keagamaan
mereka, memeluk berbagai paham yang menghancurkan sendi-sendi
agamanya sendiri. Paham Pluralisme Agama sejatinya yaitu sebuah agama baru, dengan konsep teologi bam. Penganut paham ini
bersikap "emoh agart:.a" yang ada, meskipun secara formal masih
bertahan dalam agama masing-masing. Karena ihl, paham ini memang hakikatnya membunuh dan membubarkan agama-agama
yang ada.
Jika peradaban Barat kemudian mengembangkan dan memaksakan paham ini agar dianut oleh pemeluk agama-agama yang ada,dapatlah dimaklumi. Sebab, peradaban Barat pada hakikatnya memang'anti-agama', sebagaimana dikatakan Muhammad Asad (Leopold Weiss):
" ...jndi knrnkteristik Peradtban Barnt ntodern, tidnk bisa diterinta baik
olelt Kristen nlauputl lslnm atau oleh ngnnta-agama lain, knrenn pada
irttinya yang terdalnm ia bersifut kosong-ngama (irreligioLLs)."2?
Karena ihr, sungguh sulit dipahami dengan akal sehat, jika banyak cendekiawan dari kalangan Muslim yang latah dan ikut-ikutan
perilaku Barat dalam 'membunuh agama' mereka sendiri. Paham
pluralisme agama--yang mengakui kebenaran semrla agama--yaitu
paham yang jelas-jelas membunuh konsep teologi Islam. Sebab, Islam
datang memang unhrk melumskan penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan oleh pengikut agama sebelumnya dan agama lain.
Karena ihl, banyak ayatAl-Qur'an yang menyebutkan, bahwa kaum
Yahudi dan Kristen telah menyelewengkan konsep kebenaran dan
mengubah-ubah Kitab Suci mereka. Diuhrsnya Nabi Muhammad
saw. yaitu untuk melumskan penyimpangan yang terjadi atas ajaran Nabi Isa a.s. oleh kaum Kristen, seperti yang diputuskan dalam
Konsili Nicea tersebut. Karena itu, bahkan sejak masih di awal-awal
tr.rrunnya Al-Qur'an di Makkah sudah ditegaskan maksud untuk
melumskan kekeliruan Kristen ihr:
"Katakan, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat memintq. Tidak
Beranak dan Tidak Diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara
dengan Dial' (al-Ikhlash: 1-4)
Bahkan, Al Quran mengecam keras kepercayaan kaum Kristen
ihr:
" Se sungguhn ya t elah kafirlah or ang- or ang y ang berkat a : se sungguhny a
Allah ialah Al-Masih Putra Maryam. Padahal Al-Masih sendiri berkata:'hai
Bani Israil, sembahlah Allah,Tuhanku danTuhanmu. Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan Allah, maka pasti Allah akan mengharamkan sorgabaginya,
dan tempat orang itu ialah di neraka. Tidaklah adabagi orang-orang zalim itu
seorang penolong punl. Sesungguhnya kafirlah orang-oratry yang mengatakan
bahwasanya Allah yaitu salah satu dari yang tigd. Padahal, sekali-kali tidak
ada Tirhan selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang
mereka ucapkan itu, pasti orang-orang kafir diantara mereka akan ditimpa
siksaan yang pedih. Maka ntengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan
memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al-Masih Putra Maryam itu hanyalah seorang Raxi yang sesungguhn y a t el ah ber I alu s eb el um n y a b eb er a p a Ra s u1...1' (al -Maid ah : 7 2-7 5)
Kadangkala ada orang yang mencoba-coba berkhayal "menjadi
Thhan", menetapkan bahwa intisari semua agama yaitu sama.
Tuhan semlla agama yaitu sama saja, hanya namanya yang berbeda-beda. Orang Islam menyebut T[rhannya dengan nama Allah,
orang Kristen menyebut Tuhan Bapa atau Yesus Kristus, orang Barat
menyebtrt God, orang Yahudi Yaluoeh, dan sebagainya. Kata mereka,
padahal, intinya dan maksudnya yaitu sama saja. Begihr juga cara
menyembah Tirhan itu hanya 'tekniknya saja' yang berbeda, tetapi
hakikat dan hrjuannya sama saia.
Cara pandang semacam ihl yaitu tidak benar. Masalah Konsep
T[rhan dan cara menyembah kepada Tuhan bukanlah hal yang
"sepele". Dalam konsepsi Aristotle, Tlr]ran disebut sebagai "unmoved mover" ,yaTttpenggerak yang tidak bergerak. 'Tuhan'Aristotle
yaitu 'Tuhan' filsafat, 'TLrhan' yang ada dalam pikiran, karena ia
harus ada secara logika sebagai penggerak alam semesta yang senantiasa berada dalam keadaan bergerak dan berubah. Karena itu,
tidak ada catatan yang menunjukkan bahwa Aristotle menyembah
'Tlrhan' yang dikonsepsikannya. 'Tirhan'Aristotle hanya tahu dirinya sendiri, dan tidak paham apa yang ada di luar dirinya. Kaum
Epicureans, para penganut filsafat post-Aristotle, mempunyai konsep Tuhan yang mirip dengan Aristotle. 'Ttthan', kata mereka, asyik
dengan dirinya sendiri, dan tidak peduli dengan makhluknya. Karena
itu, manusia tidak perlu berpikir dan peduli dengan 'Tlrltan'. Hidup
manusia yaitu unfuk mengejar kesenangan semata-mata, tanpa peduli Tlrhan atau agama, atau kehidupan setelah mati.
Penyimpangan konsep Tuhan akanberakibat pada cara pandang
dan cara beribadah kepada Tuhan. Karena itu, Al-Qur'an memandang serius penyimpangan yang dilakukan kaum Nasrani dalam
pemahaman konsep Tuhan mereka.Harupir-hampir langit Pecah karena itu dan bmni terbelah, dan gunung
hancur lebur Karena nrcreka menuduh Al-Rafunan nrcmpunyai anakl.' (Maryam:90-91).
Jadi, kesalahan dalam Perumusan konsep Tuhan, bukanlah hal
sepele, dan btikan meruPakan hal yang dapat dikompromikan'
Bagaimana mungkin,lalu muncul paham Pluralisme Agama, bahwa
semua agama yaitu jalan yang sah menuju Tuhan? Bahwa, orang
Islam tidak boleh meyakini hanya Islam saja, satu-saturnya agama
yang diridhai Allah dan sattr-satunya jalan kebenaran dan keselamatan? Bukankah ini sangat naif? Unhrk itLl, tidak ada salahnya
mendiskusikan kembali makna Islam, sebab paham Pluralisme
Agama, memang dimulai dari upaya dekonstmksi terhadap makna
'agarna'dan juga makna 'Islam' itu sendiri.
Definisi Islam: antara al-Attas dan W.C. Smith
Pada tanggal1,-2 Maret 2004, diadakan satu Seminar Nasional
di Kampus universitas Muhammadiyah surakarta (uMS) bertemakarl., "Pentikiran lslntn Mttlmnunadiynh Respons terhadnp Fenomenn
Liberalisme lslant". Ketika ihr penulis menyamPaikan satu makalah
berjudul Mendiskusikan kembali makna Islam. Pada sahr sisi--
sebenarnya merupakan seslratrl yang memprihatinkan--bahwa lembaga dakwah Islam yang sangat terkenal terpaksa harls mendiskusikan kembali hal yang sangat ftrndamental, hal yang sudah'alma'ltnn minnd din bid dhnrtffy", sesuahl yang sangat jelas, sebagaimana konsep tentang "kafrr", konsep bahwa Al-Qur'an yaitu lnfzhan rua fl7a'nan dari Allah", ke-ma'shum-an para nabi, haramnya
khamr, zina,wailbnya shalat, haramnya muslimah menikah dengan
laki-laki non-Muslim, dan sebagainya. Bagi Muslim, sudah jelas,
bahwa seorang disebut Muslim--dan diakui sebagai Muslim, sehingga mendapat hak-hak sebagai Muslim--jika dia membaca dua
kalimat syahadat dan tidak melakukan hal-haI yang membatalkan
syahadat.
Makna "Islam" itu sendiri digambarkan oleh Nabi Muhammad
saw. dalam berbagai sabda beliau. Imam al-Nawawi dalam Kitab
hadits-nya yang terkenal, al-Arba'in al-Nawawiyah, menyebutkan
definisi Islam pada hadits kedua,Islsnt adalalr balnvasnnya engkau bersoksi balnva senurgguhnya tiada
Tihsn selnin Allah danbnhwo sexutggilutya Muhanmnd yaitu tftLtsan Allah,
engkau rnenegakkan shalat, rnenunaikan zakat, ntelaksanakan slnwn Ramadlnn, dan nrcnunaikan ibadah haji ke Baitullah-- jika engkau berkennmptnn
tnelaksannkann y a!' (HR Muslim)
Pada hadits ketiga juga disebutkan, bahwasanya Nabi Muhammad Saw bersabda,
"Islam ditegakkan di atas linn hal: persaksian bshwn tidak ada Tilnn
selain Allalt dan Muhanunad adalnh utusan Allah, penegakan shalat,
penunaian zakat, pelaksanaan haji ke Baitullah, dan shaum Ranndhan!' (HR
Bukhari dan Muslim)
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang menegaskan perbedaan yang tajam antara orang yang beriman dan beramal shaleh, dengan orang-orang kafir. Surah al-Fatihah mengajarkan, agar kita
senantiasa memohon berada di jalan yang lurr.s (al-shirat al-mnstaqim) dan bukan berada di jalan orang-orang yang dimurkai (almaghdhub) dan jalan orang-orang yang tersesat (al-dhaallin). Dalam
kitab lqtidln' sslt-slirnth ol-Mttstnqim Mtrkhnalafatn Ashhnltil lnhiirn,
Ibn Taymiyah menulis sahr sub-bab berjudul "Al Mnghdhtrb'olnhim:
nl-yaluntd, rus ndbdlnallwn: nn-Noslmra" (Kaum yang dimurkai Allah
yaitu Yahudi, yang tersesat yaitu Nashrani). Dalam Kitabnya ihr,
Ibn Thymiyah mengutip sabda Nabi saw. yang menyatakan,
"Senmggulmya orang-orang Yaludi yaitu yang dimurkai, sedangkan
kawn Nasrani yaitu kaum yang tersesatl'(HR Tirmidzi)
Selama berahls tahun, kaum Muslim sangat mafhum, bahwa
kaum di luar Islam, yaitu kaum kafir. untuk mereka ada berbagai
stattrs, seperti zlinmti,lmrbi, nrr$tn'nnn, atau m{altad. Al-eur'an pun
menggrmakan sebutan "kafir ahl-Kitab" dan "kafir musyrik" (eS 98).
stahrs mereka memang kafir, tetapi mereka tidak boleh dibunurr
karena kekafirannya--sebagaimana dilakukan kaum Kristen Eropa
terhadap kaum lrcretics--atau dipaksa memeluk Islam. Jadi, bangunan dan sistem Islam ihr begihr jelas, bukan hanya dalam konsepsi
teologis, tetapi juga konsepsi sosial, ekonomi, politik, kebudayaan,
peradaban, dan sebagainya. Misahrya, dalam hukum bidang perkawinan, sudah jelas, bahwa laki-laki kafir (non-Muslim) haramhukumnya dinikahkan dengan wanita muslimah (QS 60: 10). Ini
bukan berarti, seorang yang secara formal yaitu Muslim, otomatis
akan selamat di akhirat dan masuk surga. Banyak ayat AI-Qur'an
yang menjelaskan terjadinya proses murtad, nifaq, atau fasiq. Tetapi,
kaum Muslim memahami Islam sebagai sebuah jalan yang benar,
yang mengandung ajaran-ajaran dari Allah swt.. Tergantung pada
individu Muslim itu sendiri, apakah ia mengikuti jalan yang benar
ihl, atau ia akan meninggalkan bahkan melawan Islam, secara diamdiam. Ia bisa menjadi Mukmin yang benar atau menjadi munafik,
yang secara formal Islam, tetapi tempatnya di akhiratnanti yaitu di
dasar neraka. Konsep dan pemahaman semacam in sudah begihr
jelas dan gamblang dalam tradisi Islam, selama ratusan tahun.
Namun, masalahnya menjadi lain, ketika ada upaya-upaya
serius dari berbagai kalangan, termasuk kalangan Muslim sendiri,
yang mencoba trntuk melakukan dekontsmksi terhadap berbagai
konsep baku dalam Islam. Upaya dekonstruksi atau reduksi makna
dan konsep Islam sebagai satu nama agama (proper name), atau sebagai sattr sistem keagamaan (orgartized religion) berkembang pesat
sejalan dengan penyebarluasan dan propaganda paham pluralisme
agama di dunia internasional.
Di Indonesia, ide ini sudah pulujran tahun laltt dikembangkan,
namrln ketika itu, tampaknya kurang mendapat respon serius secara
intelektual dari kalangan Muslim. Kini, ide ini semakin menyebar,
sejalan dengan proses sekularisasi dan liberalisasi yang semakin
meruyak. Islam kemudian banyak dimaknai hanya dengan makna
generik atau makna bahasa sebagai "tindakan pasrah kepada Tlrhan"
(subnission to God), tanpa melihat, bagaimana cara pasrah kepada
Ttrhan ihr--apakah kepasrahan kepada Tuhan itr-r menggunakan ajaran Nabi Muhammad saw. atau ajaran Gatholoco?
Upaya dekonstmksi makna Islam sebenarnya merupakan bagian dari upaya dekonstmksi istilah-istilah kunci dalam Islam, yang
merupakan bagian dari dekonstmksi Islam secara keselumhan. Jika
makna Islam didekonstruksi, maka akan terdekonstruksi juga makna
" kafir", " r\Lrrtad", "mttnafik", " al-haq", " dakw a}l.", " jihad", " amat
maknrf nahi munkar", dar:. sebagainya. Jika dicermati, dalam berbagai penerbitan di Indonesia, upaya-upaya dekonstmksi istilahistilah ihr bisa dilihat dengan jelas. Bahkan, rlpaya dekonstmksi ituter,.rs berlanjtrt ke konsep-konsep dasar Islam, seperti "wahyLr"," AlQttr'an", "rnLr' jizat", dan sebagaiayu.,,
Dekonstruksi makna Islam, dan mereduksinya hanya dengan
makna "sttbutission", berdampak pada tidak boleh adanya klaim
kebenaran (trt.th claim) pada Islam. Kata mereka,Islambukan sahrsahrnya agama yang benar. Ada banyak agama yang benar. Atau,
"semua agama yang benar" bisa disebut "Islarn". Kebenaran tidak
satu, tetapi banyak. Sehingga, orang Islam tidak boleh mengklaim
sebagai pemilik sahr-sahrnya agama yang benar.2{
Tidaklah mengherankan, jika ide dekonstmksi dan reduksi
makna Islam, biasanya berjalan beriringan dengan propagand a agar
masing-masing pemeluk agama menghilangkan pikiran dan sikap
merasa benar sendiri. Jika orang Muslim tidak boleh meyakini bahwa Islam yaitu sahl-sahlnya agama yang benar, dan agama lain
yaitu salah, maka bisa ditanyakan, unhrk apa ada konsep dan
lembaga dakwah? Jika seorang tidak yakin dengan kebenaran yang
dibawanya--karena semua kebenaran dianggapnya relatif-maka
unturk apa ia berdakwah atau berada dalam organisasi dakwah?
Unhrk apa ia mengajak atau menyeru orang lain unhrk mengikuti
kebenaran dan menjauhi kemunkaran, sedangkan ia sendiri tidak
meyakini apa yang disebut benar (nl-ma'ntfl dan apa yang dikata-
kan salah (nl-nuu*nr). Pada akhirnya, golongan "ragu-ragu" akan
'berdakwah' mengajak orang trnhrk bersikap ragu iuga. Mereka
sejatinya telah memilih sahr jenis keyakinan bam, bahwa tidak ada
agama yang benar atau semllanya benar. Artinya, hakikatnya, ia
memilih sikap unhrk tidak beragama, atau telah memeluk agama
banr, dengan teologi baru, yang disebut sebagai "teologi semua
agama".
Upaya dekontsmksi dan reduksi makna Islam terr.s berjalan
dan ironisnya jika ihr dikembangkan oleh tokoh-tokoh dan cendekiar,r,an yang bukan hanya dianggap mempunyai otoritas dalam
keilmuan Islam, tetapi juga dihormati di lembaga-lembaga keagamaan. Ironisnya lagi, tidak banyak kalangan ulama dan cendekiawan yang menganggap hal ini sebagai masalah yaug serius bagi
perkembangan masa depan umat atau dakwah Islam di Indonesia. 2-5
Dalam soal definisi Islam, yaitu menarik membandingkan
konsep yang dipaparkan oleh dua cendekiawan, yaihr Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan Wilfred Cantwell Smith. Konsep dua
cendekiar,van ini banyak meniadi mjukan para ilmuwan lain dalam
memberikan definisi agama, khttsusnya Islam. Sejak tahun 1'970-an,
al-Attas sudah dikenal sebagai ilmuwan Muslim dengan gagasangagasannya yang membongkar bahaya sekularisasi dan westemisa-
si di dunia Islam dan mengingatkan adanya konflik abadi antara
peradaban dan pemikiran Islam dengan Barat.26 Ia mengajukan
gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang kemudian direalisasikannya dalam sebuah instihrsi bernama ISTAC (Intemational Insti
hrte of Islamic Thought and Civilization) di Kuala Lumpur. Sedangkan W.C. Smith dikenal sebagai seorang Kristen Presbiter, tokoh
orientalis terkemuka, pendiri Islamic stu<iies di McGitl University
Kanada.27
Kedua pemikir ini sempat bertemu dan berdiskusi panjang di
McGill University, Kanada, dan kemudian tampak dalam kajian tentang makna Islam, kedtranya mempunyai pendapat yang bersebrangan. Pandangan AI-Attas dikutip dari buku Prolegontenn to The
Metnphysics of lslnm, (Kuala Lumpur: ISTAC, 7995), sedangkan pandangan W.C. Smith diambil dari buku Tlrc Menning nnd End of
Re I igion, (Minneapolis: Fortress Press, 1997).
Dalam soal makna Islam, pandangan al-Attas sangat jelas dan
Iugas. Ia katakan,
"Hanya ada satu agama wahyu yang asli, dan namanya sudah
diberikan (Allah) yaihl Islam, dan orang-orang yang mengikuti
agama ini dipuji oleh Allah sebagai yang terbaik diantara umat
manusia.... Islam, karenanya, bukan semata-mata sebuah kata
kata kerja yang bermakna kepasrahan (subrrtission); ia juga nama
sebuah agama yang menjelaskan cara kepasrahan yang benar,
juga sekaligus menjelaskan definisi agama (secara umum): kepasrahan kepada Tuhan. "26
Dan, kata al-Attas, tata cara dan benhrk penyerahan diri (s^rrbmission) kepada Tirhan yang terdapat dalam satu agama, pasti terkait
dengan konsepsi tentang Tirhan dalam agama itu. Sebab itr.r, konsepsi tentang Tirhan dalam agama tersebut, yaitu sangat menentukan
dalam memmuskan bentuk artikulasi yang afuntission yang benar.
Dan konsepsi tentang Tlrhan, haruslah memadai unhrk menjelaskan
hakikat T[rhan yang sebenamya, yang hanya mungkin di dapat dari
wahytr (Reaelntion), bukan dari tradisi etnis atau budaya, atau dari
ramlran antara tradisi etnis, budaya, dan wahyu, atau dari spekulasi
filosofis (pltilosoplticnl speailntion). Agama yang benar (the true religion)
btrkan hanya menegaskan konsep The Llnity of God (at-tawhid), tetapi
jrrga menjelaskan tata cara dan benhrk submission yang dibawa oleh
Nabi terakhir (Muhammad saw.).2e
Jika bicara tentang xtbnission, maka Al-Qur'an menyebutkan
adanya dua jenis submissiort (aslama), yaitu secara sukarela (conscious and uilling subrrtissiorr) atau tidak sukarela (unconsciotrc snd unwilling subnission) (Ali Imran: 83). Menurut al-Attas, tlte real subnission yaitu yang dilakukan dengan sadar dan atas kemauannya
sendiri. Tlrc Renl Submission juga berarti ketaatan terhadap hukumhukum-Nya (obedience to God's lau). Allah menegaskan, "Dnn siapnknh ynng lebih baik din-nya dnripadn orang ynng ikhlns rnenyernltknn
dirinyn kepndo Alloh, sedong din pwt nrcrtgerjaknn keboikan, dan in nrcngikuti rrtillolt lbralim ynng lmnif." (an-Nisaa': 125).30
Kata din dalam an-Nisaa': 125 ihr tidak lain dan tidak bukan
hanya memjuk kepada Islam. Tidak ada keraguan, bahwa ada berbagai benhrk din lainnya. Tetapi, menumt al-Attas, yang melakukan
totnl subntission (istislorn) kepada Thhan Yang Sahr yaitu yang benar,
dan din semacam itulah yang merupakan sahr-sahrnya din yang
diterima Tirhan, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
"Barangsiapa yang nrcncnri din selain Islam, nnka sekali-kali tidakloh
aknn diterima (din itu) dari padanya; dan di akhirat dia ternnsuk orang-orang
yang merugi:'(Ali Imran: 85).
Juga firman-Nya:
"Sesungguhnya ad-din (yang diridhai) Allah lnnyalah Islnnt. Tiada berselisih orang-orang yang diberi nl-Kitab, kecuali sesttdah datang pengetahuan
kepada mereka, karena kedengkian diantara rnerekal'(Ali Imran: 19)
Menurut al-Attas, manusia tidak mungkin terlepas dari sattr
din, sebab semuanya tunduk (aslnmn) kepada kehendak Tuhan. Dari
situ jelas, bahwa istilah din, juga digunakan--walaupun secara
metaforis--untuk menttnjuk kepada agama-agama lain, selain din alIslam. Tetapi, yang membuat Islam berbeda dengan din lainnya,
ialah bahwa submissio,? menurLrt Islam yaitu sincere dan total
submissiort terhadap kehendak Tthan. Dan inilah yang menjadikan
adanya ketaatan terhadap hukum-hukum yang diwahyukan oleh-
Nya, dengan ketaatan yang sttkarela dan mutlak (willittgly and lbsolute obedience).
"Maka apakah mercka mencari din selain din Allah, padahal kepada
Allah-lah berserah diri (aslann) segala aPa yang di langit dan di bumi, baik
dengan sukarela atau terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikem'
balikanl.' (Ali Imran: 83)
Benhrk (fornt) dari subntission yang dilakukan atau diekspresikan yaitu sanr form dari din. Di sinilah terjadi berbagai perbedaan
antara sattt dirr dengan din yang lain (al-Attas memberi catatan, ini
bukan berarti bahwa perbeclaan antar-agama hanyalah dalam hal
fonn saja. Sebab perbedaan dalarn fornr juga berimplikasi pada perbedaan konsepsi tentang Tuhan, tentang hakikat-Nya, nama-namaNya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya). Benhrk slrbmissiorr ihrlah yang diekspresikan dalam konsep millalt.Islam menSiktrti konsep millnlt Ibrahim, yang juga millalt dari para nabi lainnya
(alaihittr al-slmlatu uat-salant). Millah para nabi itu yaitu merupakan
fonn dari agama yang benar, din al-qayyitrt. Millobnillah mereka
berkembang menuju kesempurnaan, dan mencapai kesempurnaannya di masa Nabi Muhammad saw..31
Kesempurnaan Islam, sejak masa Kenabian Muhammad saw.,
menumt al-Attas, sangat berbeda dengan agama-agama lairurya,yarfg benhrk penyerahan dirinya (fornts of atbntissior)-nya berkembang sesuai dengan tradisi budaya, yang tidak berbasis pada ntillalt
Ibrahim. Misalnya, agama dari Ahli-Kitab (People of the Book) telah
berkembang melalui gabungan antara tradisi kultural mereka dengan tradisi yang berbasis pada wahyu.32
Berbagai bentuk stftnissiort yang tidak Islami itu, menurut Attas,
dapat dimasukkan ke dalam jenis sttbmission yang tidak sukarela
(tmwilling). Dan itu yaitu sahr jenis htfr. yaitu kelim jika dinyatakan, bahwa percaya kepada Ttrhan Yang Sahl saja sudah dikatakan
sebagai benhlk agama yang benar (tnrc religion), dan sudah menjamin keselamatan (salantion). Iblis (Setan), meskipun ia percaya
kepada Ke-Sahr-an TuJran, tetap saja ia termasuk kafir. Karena ihr,
menunrt al-Attas, intisari yang ftindamental dari tnte religion yaitu
submission yang benar (the renl submission), yakni submission yarrg
dicontohkan olehNabi terakhi{, Muhammad saw.. Bentuk (fornfi dari
tlrc real sttbmission ihrlah yang telah disahkan, diwahyukan, dan
diperintahkan oleh Allah, sebagai model atau tata cara subntission
yang sah. Tlrc real stfuntission yaitu manifestasi, konfirmasi, dan
afirmasi dari keyakinan (beliefl yang benar dan gentine.33
Dalam bukunya, al-Attas sangat menekankan pentingnya katrm
Muslim memahami konsep-konsep atau istilah-istilah kunci (key
terms) dalam Islam, dalam kerangka worldaieu (pandangan hidup)
Islam. Ia mengemukakan terjadinya proses "deislaruizntion tf
lnngunge", dimana sejumlah istilah-istilah kunci dalam kosa kata
dasar dalam Islam telah digantikan dan dijadikan absurd di dalam
kerangka bidang-bidang asing dari makna Islam. Ketidakpedulian
dan kekacauan (ignorance nnd confircion), menyebabkan terjadinya
peluang masuknya konsep-konsep asing--di luar Islam. Ia menekankan bahaya proses sekularisasi dalam menyebarkan kekacauan
makna terhadap istilah-istilah kunci di dalam Islam, seperti konsepikl'rtiyar, 'ndl, adnb, 'ilm, dan sebagainya. Kerancuan makna itu
ironisnya justnt banyak terjadi di kalangan sarjana. Al-Attas menulis:
"sekularisasi intelektual yang meluas karena ketidakfahaman
tentang Islam sebagai agama vvahytt yang benar, manifestasinya sebagai peradaban, dan visinya tentang realita dan kebenaran sebagai prandangan hidup cendemng membingungkan
banyak sarjana dan cendekiawan kita dan para Pengikutnya
sehingga mereka menjiplak berbagai slogan modemitas/ yang
mengakibatkan pembahan dan pengetatan makna dari berbagai istilah kunci yang mencerminkan sistem nilai kita."3{
lslam versi W.C Smith
Dalam buku The Mennittg and End of Religiorts, Smith meletakkan pembahasan tentang konsepsi dan makna Islam ke dalam bab
khtrstrs berjudul "The Specinl Case of lslnn{' . Menumtnya, Islam adalah sattr-satr-rnya agama yang "brtilt-in nonrc". Kata lslnm terdapat
dalam Al-Qur'an itu sendiri, dan kaum Muslim tetap bertahan untuk
menggunakan istilah ihr untuk menjelaskan sistem keagamaan
mereka. Namun, meskipun demikian, Smith memberikan penjelasan yang bersifat reduktif terhadap makna Islam ihr sendiriIstilah Islam, menumtnya, jika ditelaah secara cermat dalam AlQur'an, kurang begitu banyak digunakan. Contohnya, istilah 'Tuhan'
mtrncul 2.697 kali, sedangkan Islnnthanya muncul 8 kali dalam AlQur'an. Dan jika istilah Islam digunakan, maka bisa jadi bermakna--
dan dalam banyak kasus pasti bermakna--bukan nama suahl sistem
sosial, tetapi mempakan tanda aktivitas personal. Smith menulis,
"lslnm odnlnh kntn ker jn, nnmail sekitar sepertign kali irtrnlnlt ketnutcrilon kntn kerjn nsolnya 'aslanm' (hmduk, bersernh diri secarn keselunthan, nunrberiknrt diri ke1tndn konitnten total). la nrerupakan knttr
kerja; nanm sebunh bentuk tindnknn, bukan sebualt institrtsi; sebualt
keputusnn pribodi, huknn sebunh sistem sosiol."
Dalam beberapa hal, katanya, bentuk verbal dari Islam jelas
terlihat (at-Thubah:74, al-Hrjurat: L7). Smith mengartikan Ali Imran:
85 sebagai berikut, "Jika seseorang memilih selain dari penyerahan6diri sebagai sebuah norma, itu tidak akan diterima daripad anya.,,
Bisa disimak, bahwa gagasan Smith yaitu mengartikan Islam
sebagai aktivitas penyerahan diri kepada Tlrhan dan bukannya nama
sahl instihlsi. Istilah Islam, dengan makna sahl sistem keagamaan,
baru muncul dalam proses sejarah. yaitu hal menggelikan, kata
smith, jika istilah Islam diartikan dengan makna sahr sistem keagamaan (n religiotts systent). Padahal, makna seperti ihr adatah hasil
dari perkembangan sejarah berikutnya. Tentang makna ayat,,lnnn
nl-dirm'indnllnli nl-Islarn",Smith menulis sebagai berikut,
"wlnt in modern tinrcs hns become 'verily the religion irt the eyes of
God is Islnnt, origirnlly nrcnnt.... rnther tlnt to condrtct oneserf dtily
before God is to occeptt His Conmmnds; tlrc proper ruay to uorship Hint
is to obey Hitn--or sintply, tnrc religiott (not 'tlrc tnrc religion') is
obeisnnce."35
Jadi, memrrut Smith, agama yang benar, bukan menunjuk pada
nama agama tertentu, tetapi yaitu sahl bentuk aktivitas, yakni sahl
benhrk kepasrahan atau ketundukan (obeisance). Ia menekankan
bahwa istilah'Islam'dalam Al-Qur'an tidak menunjuk pada agama
tertenhr, tetapi lebih mempakan tantangan (chnllenge). smith sama
sekali tidak menyebut kriteria subntissiort to God yang benar menurut
Islam, sebagaimana banyak disebutkan dalam ayat Al-eur'an dan
hadits Nabi yang mewajibkan kaum Muslim mengikuti sunnah
Rasulullah saw..
Pendapat Smith ini berbeda dengan James Robson, yang mentrlis artikel berjudul 'Islnnt' os A Ternt, di |umal (Misi Kristen)
Muslim World edisi April 1954. Ia menulis, "Ketika kata Islam digunakan ia memiliki makna yang berbeda. Terkadang ia jelas menrpakan nama agart:.a." Robson menunjuk ayat lnna il-Diinn'indn
Allalti al-lslant sebagai contohnya. |uga ayat " Al yal"unla akmaltu laktun
.... Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Islam bukan hanya berma.kna
"submissiort to God" tetapi sudah berkembang menjadi nama sahl
agama (proper nanre). Robson mengutip sejumlah m;'ukan klasik
seperti tafsir al-Baidhawi dan beberapa kamus bahasa Arab yang
menjelaskan bahwa makna Islam, disamping submission to God
yaitu nama sahl agama.
Agama Apa yang Benar?
Penjelasan al-Attas tentang makna din dan Islam, memberikan
gambaran yang jelas, bahwa din yang benar dan diakui Allah yaitu
Islam. Ihrlah din para nabi yang disempumakan oleh Nabi terakhir,
Nabi Muhammad saw. Islam mempakan agama universal dan Nabi
Muhammad saw. diutus oleh Allah unhrk menjadi rahmat bagi
seluruh manusia (QS. Al-Anbiya': 107,Saba':28). |adi, sebagai sebuah
jalan, Islam yaitu jalan yang lurLrs, jalan yang benar, jalan yang
IurLrs, shirath al-mustaqim, menuju kepada Ttrhan. Karena itu, semua amal ibadah, disyaratkan berdasar kepada iman. Tidak sah
amal ibadah seseorang, kecuali dia beriman kepada hal-hal yang
memang wajib diimani, sesuai konsepsi Islam, yang pokok-pokoknya dijelaskan dalam arknnul inmn.
.. Dengan semangat dan keyakinan semacam itulah, kaum Muslim
sepanjang sejarahnya bersemangat menyebarkan Islam ke seluruh
penjum dunia. Mereka yakin, bahwa Islam yaitu satu-satunya
jalan keselamatan. Keyakinan ini tidak mengizinkan kaumMuslim
unhlk memaksakan agamanya, apalagi membunuh manusia lain,
karena perbedaan agama. Jika siknp senncnm itu dikatnkan sebngni
sikap "eksklusif dalam teologi", terbukti, sikap ihr tidak membawa
akibat bumk bagi umat manusia yang beragama lain. Ini berbeda
dengan sejarah Kristen saat mereka menerapkan "eksklusivitas
teologis" dan menetapkan katrm heresy atau kaum kafir sebagai
pihak yang harr.s dimusnahkan. Pada bagian sebelumnya telahdijelaskan bagaimana brutalnya instihrsi Inquisisi Gereja di abad
pertengahan terhadap pemeltik agama non-Kristen.
Anehnya, karena pengamh hegemoni dan invasi pemikiran
Barat dalam "Pluralisrne Agama", sebagian kalangan Nluslim sendiri kemudian menggugat konsepsi tentang Islam sebagai satusahrnya jalan keselamatan dan kebenaran. Ada yang menyatakan,
apakah adil, jika orang non-Muslim yang dilihatnya bersikap baik
kepada manusia, bersikap sopan, ramah, dermawan, dan sebagainya,
kemudian--hanya karena ia tidak secara formal memeluk Islam--lalu
dijebloskan ke dalam neraka. Adilkah Tuhan jika bersikap seperti
itu? Logika semacam ini terus dikembangkan di kalangan Muslim,
sehingga bukan tidak mungkin telah menimbulkan keragu-an pada
banyak kalangan Muslim lainnya, bahwa "agama forrnal" tidaklah
penting, yang penting yaitu sikap dan perilaku pribadi. Apakah
seorang beriman kepada kerasulan Muhammad atau tidak, ihr tidak
penting. Yang penting ia baik. Dalam beberapa kesempatan diskusi,
muncul pertanyaan, apakah Bunda Theresa akan masuk neraka
hanya gara-gara dia tidak beragama Islam dan tidak beriman
kepada Nabi Muhammad saw.? Apakah Sidarta Budha Gautama
bukan seorang Nabi?37
Soal surga dan neraka yaitu urusan Allah. Benarkah Theresa
yaitu baik dan pantas masuk surga, itu umsan Allah. Bagaimana
dengan Abu Thalib yang banyak menolong Rasulullah saw.? Orangorang yang meragukan kebenaran Islam secara eksklusif sebenamya
sedang membuat logika dan mengukur "Pikiran Tuhan" dengan
"pikirannya" sendiri. Ketetapan Allah tentang agama Islam, sebagai
sahr-sabunya agarrra yang benar, yaitu hal yang jelas dan gamblang. Karena itulah, dalam berbagai kesempatan, Rasulullah saw.
senantiasa menyeru umat manusia unhrk beriman kepada Allah dan
mengakui bahwa beliau yaitu Rasul uhrsan Allah. Ditetapkan pula
pinhr gerbang memasuki agama Islam yaitu membaca Kalimah
Syahadat: " Aku bersnksi balnoa tiada Ttlnn selnin Allalt dan aku bersnksi
bnhzun Mtilnrnnmd ndalnlt utusan Allal{'.
Di kalangan Kristen, diskusi semacam ini juga cukup panas.
Katrm inklusifis dan pluralis Kristen yang menolak klaim eksklusif
Gereja tems berkampanye unhrk menumbangkan doktrin eksklusif
Gereja, extra ecclesiam nulla snlus (outside tlrc clnrclt no snlaation), di
Itrar gereja tidak ada keselamatan. Hanya jalan Gereja yang benal
sebagai jalan keselamatan. Itu doktrin eksklusif mereka yang berhasil dimodifikasi dalam Konsili Vatikan 1I,1,962-'1.965. Bagi Kristen,
pertanyaan semacam itu memang sangat problematis, sebab mereka
sendiri terpecah dalam berbagai agama (Protestan, Katolik, Orthodoks). Gereja mana yang benar? Apakah Katolik atau Protestan atau
Ortodoks? Karena bingung dan fmstasi, maka keluarlah jawaban
"asal-asalan" semuanya yaitu jalan kebenaran dan keselamatan.
Hans Kung, seorang Profesor teologi Katolik, memaparkan
adanya empat posisi dalam soal kebenaran agama: (1) Semua agama
yaitu salah, (No religiort is true ntau all religions nre equally winte).lni
yaitu posisi kaum ateis. (2) Hanya satu agama yang benar (Only one
religion is true, ntnu nll other religions ore untrue). Ini yaitu posisi
Katolik tradisional, seperti vang dipaparkan tokoh-tokoh Kristen
awal: Origen, Cyprian, Augustine, dan dibakukan dalam Konsili
Lateran IV (1215). Konsili Fl<-rrence (1442) menegaskan, jalan keselamatan yaitu menjadi anggota Gereja Katolik. Posisi kedua ini akan
kita bahas lebih lanjut, karena mempakan fenomena sejarah penting
dalam peradaban Barat yang kemudian memuncttlkan sekularisasi,
Iiberalisasi, dan pluralisme teologis. (3) Semua agama yaitu benar
(Euery religiort is tnrc, atnu All religiotts nre eqiutlly true). Jlka semua
agama benar, padahal faktanya, agama-agama ihr berbeda-beda,maka agama yang mana yang dianggap benar. Lebih pelik lagi,
ketika mendefinisikan apa yang disebut dengan agama ihr sendiri.
(a) Satr.r agama yaitu yang benar dan semua agama berpOran dalam
kebenaran sahr agama (One religiort is tlrc tnte one otnu All religions
porticipate in tlrc trutlt of tlrc one religiort). Gagasan in cendemng
mengarah pada sinkretisasi atau pembentukan agama barr. yang
berbeda dengan agama yang ada.
Diskusi tentang masalah kebenaran agama ihr sendiri terbenhrr
pada pertanyaan: apa kriteria sesuatu dianggap benar? Hans Kung
mengajukan gagasan, bahwa Tidak ada monopoli kebenaran pada
Kristen, dan tidak semua yang ada pada Kristen yaitu benar. Ia
lebih jauh menyatakan,
"Itu nrtinya tidnk senrun yong ndo dnlant aganm-agonn drutio ndnlalt
snnn bennrttyo don bniknyn; ndn jugo boginn-baginn dnlam keinnnan
dnn tradisi, dalom ritus sertn anmlan keagnnman, stntktur lentbaga
dan kekunsaan, yang tidok benar, tidnk baik."
Ia mengajak semua agama tmtuk bersikap yang sama. Menurutnya/ secara alamiah, tidak ada agama yang dapat menerapkan
dengan sempurna kriteria kebenarannya sendiri untuk diterapkan
terhadap agama-agama lainnya.3s
Pengalaman kaum Kristen seperti yang dialami Hans-Kung,
John Hick, atatr WC Smith, biasanya ditelan begihr saja oleh sebagian kalangan Muslim yang menerima dan mempercayai paham
Pluralisme Agama, meskipun harus mengorbankan akidah Islamnya. Seolah-olah pendapat mereka ihr objektif, karena berasal dari
kalangan non-Muslim. Padahal, pendapat mereka itu tentu ada
kaitannya dengan pengalaman pribadi mereka sebagai para pemikir
dan teolog Kristen. Karena itulah, kiranya para cendekiawan muslim
perlu memahami dan menyampaikan secara jujur, bahwa antara
Islam dan Kristen--disamping terdapat berbagai persamaan--terdapat perbedaan yang sangat fundamental, baik dalam konsep Tirhan,
kenabian, bahkan perjalanan sejarahnya. Jika kaum Muslim tidak
kritis memahami sejarah keagamaan di Barat, lalu menjiplak begitu
saja berbagai pendapat atau teori yang diadopsi dari pakar-pakar
Kristen/Yahudi tentang "kajian keagamaan" (Religiorts Studies),
maka akibatnya bisa fatal. Islam lalu diteropong dan dianalisis berdasarkan kerangka plkir (frnrneruork) pengalaman dan ajaran agama
lain.
Sebagian orang yang beranggapan bahwa cara pandang pluralis Barat terhadap agama yaitu sumber kema;'uan dan kedamaian
dunia, perlu melakukan evaluasi pemikiran yang serius. Sejak berakhirnya kolonialisme klasik, Barat mulai membangun pusat-pusat
kajian Islam yang sangat serits. Banyak diantaranya yang kemudian
berhasil mendidik cendekiawan Muslim sesuai kerangka berpikir
Barat-sekular, yang secara aktif menl'adi agen penyebaran paham
sempa di dunia Islam. Ketika Barat tidak lagi percaya bahwa Bible
yaitu kata-kata Ttrhan (Thc Word of God/dei aerbun), maka mereka
pun mengajak kaum Muslim untuk meyakini hal yang sama seperti
mereka. Hans Kung, misalnya, menulis soal Al-Qur'an sebagai katakata Allah,
"Hnrus diingnt, bolnun btknn lnnyn mnnt lslarn yarrg nteyokininyn;
kourn Kristen ftmdnntentnlis menrnndnng Bible dengnn cara yang
snrna. Knurt Kristen futdomentolis nungntaknn: Sernua ini didikteknn oleh Ttilmn, dari porogrnf pertanm santpni yang teraklir. Tok adn
ynng benfunlt, tnk ndo yang ltorus diinterpretasi. Sentuanya jelns."zs
Kondisi Islam sangat berbeda dengan Kristen, termasuk soal
konsep dan problem Kitab Suci. Hingga kini, misahtya, unhrk nama
Tuhan dalam Bible saja terdapat banyak versi.{0 Nama agama mere-
ka juga tidak diberikan sejak awal mula agama ini lahir. Tetapi
ditenhrkan dalam sejarah pekembangannya kemudian. HaI ini pun
sangat berbeda dengan Islam, yang sejak awal mula, namanya
strdah built-in dalam Al-Qur'an dan diberikan oleh Allah swt.. Berabad-abad, kalangan misionaris-Kristen dan orientalis Barat mencoba menyebut Islam dan kaum Muslim, dengan berbagai nama,
tetapi akhimya mereka tidak berhasil, dan kini tidak bisa tidak,
menyebut Islam dan kaurn Muslim, dengan sebutan Islam dan
Muslim. Berbeda dengan sebutan Kristen yang tidak terdapat dalam
Bible, dan baru muncul kemudian.{l
Berbagai fakta tentang sejarah peradaban Barat, konsep teologis Kristen, dan realitas teks Bible, seyogyanya dikaji dengan mendalam dan dibandingkan dengan cermat dengan seiarah, tradisi,
konsep teologis Islam, dan realitas teks Al-Qur'an. Masing-masing
peradaban memiliki pandangan hidup (uorlduiew) yang khas.
Sejarah perjalanan Kristen Barat telah melahirkan seorang filsuf
terkenal bemama Bertrand Russell yang menulis sebuah buku Wlry I
ant not A Cltristinrz. Ia menjelaskan dua hal: mengapa dia tidak
percaya kepada Tuhan dan kepada keabadian (immortality). Kedua,
mengapa dia tidak memandang bahwa Christ (Kristus) yaitu
manusia terbaik dan paling bijaksana. Bahkan Russell juga menjelaskan mengapa ia keluar dari Kristen, dengan menyatakan, "Agama
Kristen, sebagaimana yang diahrr dalam Gereja-gerejanya, merupakan mtrstrh mendasar dari kemajuan moral di dunia (l say quite
deliberately tlutt tlte Clrristian Religion, as orgnnized in its Clntrches,ltnsbeen and still is tlrc prfucipal enemy of ntornl progress in tlrc world)."t2
Gerakan-gerakan yang mendekonstmksi Teologi Kristen begihr
kuat berlangsung di kalangan para teolog Kristen sendiri. Tahun
1987, |ohn Hick dan Patrl F. Knitter mengedit dan menerbitkan
sebtrah bttku berjudul The Myth of Clristian Uniqueness: Tozoard a
PluralisticTlrcology of Religions (New York: Orbis Book, 1987). Da-lam
artikelrrya "7'1rc non-Absoluteness of Christinnity", John Hick menyebutkan sejumlah dampak buruk sik-ap Kristen yang merasa superior
terhadap agama atau bangsa lain selama berahls-ratus tahun. Teologi superior (eksklusif) itulah yang telah menyebabkan kaum
misionaris Kristen begihr aktif menyebarkan agama mereka ke
berbagai penjum dunia, hingga kini. Itu yaitu fakta. Apakah hal
yang sama bisa diaplikasikan terhadap Islam? Apakah Islam tidak
boleh merasa benar sendiri atau menyebarkan dakwah ke berbagai
penjum dunia, agar mereka memeluk dan mengaplikasikan Islam?
Masalah ini perlu dikaji dengan teliti dan mendalam. Sebab, begihr
banyak ayat-ayatAl-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad saw. yang
memerintahkan kaum Muslim untuk berdakwah, memerintahkan
yang makmf dan mencegah kemunkaran. Nabi saw. menegaskan,
bahwa Islam yaitu ya'lu ua la yila'nlnihi. Dalam sejarah, terbukti,
sikap dan sifat superior Islam sangat berbeda dampaknya dengan
sikap superior Kristen dan Barat.
Barat yang traumatis terhadap "orgnnized religion" of Cltristian
akhimya mengajukan jalan sekuler, liberal, dan pluralisme teologi
dalam kehidupan mereka. Sebagaimana penjajah Kristen dan misionaris yang aktif menyebarkan agama, Barat yang sekuler pun aktif
menyebarkan ideologinya dan memaksakan kepada manusia. Setiap
tahun, Amerika Serikat mengeluarkan laporan negara-negara yang
demokratis dan tidak demokratis, menurut standar AS. AS dan
sejumlah negara Barat juga aktif memonitor dan campur tangan
dalam banyak kasus politik di dtrnia Islam, membanhr kelompokkelompok sekuler dan mencegah naiknya kekuasaan kelomp-ok nonseknler (lslanists). Kasus pelarangan jilbab dan sejunlah sinlbol
agama di sekolah-sekolah negara di Perancis juga bisa dijadikan
salah satu contoh.
Di Indonesia, tekanan-tekanan terus dilakukan agar kaum
muslim juga mengganti keyakinannya bahwa Islam yaitu sattr
satunya agama yang benar dan yang menyelamatkan umat manusia.
Kaum muslim juga diminta menghapus cita-citanya menegakkan
Islam dalam berbagai aspek kehidupan. secara terang-terangan,
tokoh-tokoh Kristen memperjuangkan sekularisasi, pluralisme teologis, dan terakhir, bahkan meminta agar Mukaddimah UUD 1945
diubah, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diganti, dan Indonesia
dinyatakan sebagai negara sekular.{3
Sebagai sahr peradaban yang masih eksis, meskipun sedang
dalam kondisi terhegemoni, Islam masih menunjukkan dinamika
dan karakteristiknya yang khas. Khazanah Islam masih tersimpan
dengan baik di berbagai perpustakaan dan lembaga-lembaga penelitian dan pendidikan. Tidaklah wajar, jika kaum muslim dengan
mudah menjiplak dan mengikuti begihr saja tradisi, sunnah, atau
perkembangan yang terjadi pada kaum Kristen/Yahudi atau agama
dan peradaban lain, apalagi yang menyangkut perombakan konsepkonsep dasar dalam Islam. Laktnn dirutktun zoa liyndin.
Pada tahun 2004, Pendeta Dr. Jan S. Aritonang menerbitkan
--ffi sebuah buku tebal berju d:ul "sejnrnh Perjrnnpnnn Kristen dan
i*1r.,1, ,trii{* lslam di lndonesin" (fakarta: BPK Gunung Mulia, 2004).
Buku ini menarik karena--di samping dilengkapi dengan data-data
sejarah yang melimpah--juga disertai dengan saran dan harapan
unhrk mengatasi konflik Islam-Kristen di Indonesia. Di antara
sejumlah rekomendasi yang dihrjukan kepada golongan Kristen
yaitu (1) Orang Kristen tidak perlu ragu bahwa keselamatan ada di
dalam dan oleh Yesus Krishrs. Tetapi, keyakinan ihr tidak boleh
membuat orang Kristen merasa lebih selamat atau lebih unggul dari
umat beragama lain. Sebab, Yeslrs Kristus tidak datang unhlk mendirikan sebuah agama dan tidak dapat dikuasai atau dipenjarakan
oleh sebuah agama yang namanya Kristen. Umat Kristen bukanlah
pemilik hrnggal keselamatan. Tidak zamannya lagi mempertahankan semboyan extra ecclesiam nulln snlus.
(2) Umat Kristen tidak lagi mencemoott ajaran, kitab Suci, atau
tokoh-tokoh Islam, dan tidak membiasakan diri memjuk atau
menafsir Al-Qur'an dengan tujuan mencari pembenaran atas Kitab
Suci atau ajaran Kristen. (3) Umat Kristenperlu mempertimbangkan
perasaan umat Islam ketika hendak mendirikan mmah ibadah. (4)
Umat Kristen juga perlu mempertimbangkan perasaan umat Islam
ketika hendak mengadakan acara-acara ibadah atau perayaan keagamaan, baik di gedung gerEa, gedung pertemuan umtrm, atatr
melalui media massa. (5) Tidak perltr bersikap alergik dan traumatik
terhadap kaum N{uslim yang berbicara tentang penerapan Syariat
Islam. Pdt. Jan S. Aritonang juga mengimbau agar kaum Kristen
bersikap lebih simpatik dan bersahabat terhadap kaum Muslim:
"Memandang mereka sebagai seterlr, pihak yang mengancam,
.atau pun yang harus ditaklukkan demi Injil atau demi apa pun,
yaitu tindakan bodoh dan tidak terpuji."
Saran-saran Pdt. Jan S. Aritonang itu tampak cukup simpatik.
Beberapa diantaranya pernah penulis sampaikan dalam berbagai
kesempatan. Berikut ini telaah ringkas tentang sejarah dan solusi
Konflik Islam-Kristen di Indonesia. Masaiah ini perlu diangkat
karena dalam banyak haf masalah Kristen di Indonesia tidak dapat
dilepaskan dengan strategi dan kepentingan Barat terhadap dunia
Islam, termasuk di Indonesia. Jika dulu "Gold, Gospel, dan Glory"
menjadi semboyan kolonialisme klasik, dalam beberapa hal, semboyan itu tidak berubah. Meskipun berbeda dalam banyak hal, unsurunsrlr Barat sekuler-liberal kadang bisa bertemu dengan kepentingan "misi Kristen", atau "sentimen Kristen." Konflik-konflik keagamaan--khususnya Islam-Kristen--sering kali men;'adi isu internasional, terutama pembenhrkan citra bahwa kaum Kristen di Indonesia tertindas dan tidak mendapat hak yang layak sebagai
kaum minoritas. Padahal, dibandingkan dengan umat Islam di AS
dan negara-negara Barat lainnya, kaum Kristen Indonesia dan
penganut agama minoritas lainnya, mendapat hak-hak sosial,
politik, ekonomi, yang sangat besar. Dalam bidang politik, mereka
selalu mendapat jatah kursi menteri dalam kabinet-sesuatu yang
belum pemah terjadi dalanr sejarah AS.Konflik di Masa Kolonial
Sejarah konfl ik Islam-Kristen-baik Kristen Protestan malrpun
Katolik-di Incionesia bisa ditelusuri sejak kedatangan penjajah Belanda dan Portugis ke Indonesia. Kedua bangsa kolonial ittr datang
ke Indonesia melaksanakan program "trilogy intperialisnte", yainr
Gospel, Gold, srtd Glory. Jadi, disamping mereka mencari dan menguasai kekayaan alam, temtama rempah-rempah, para penjajah itu
juga menyebarkan agama Kristen. Sebab ihr, banyak kaum Muslimin
di Indonesia yang tetap memandang agama Kristen identik dengan
agama kolonial.
Tokoh-tokoh Kristen Indonesia--seperti Dr. W.B. Sidjabat dan
TB. Simatupang-biasanya bemsaha mengelak bahwa kekuasaan
kolonial Belanda ikut membantu penyebaran agama Kristen di Indonesia. Menumt mereka, kaum misionaris sama sekali tidak ada
kaitarurya dengan ambisi duniawi kaum kolonialis. Penyebaran
agama Kristen, lebih disebabkan oleh kuasa Alkitab dan bukan terutama disebabkan oleh orang-orang Kristen. Tetapi, bukti-bukti
sejarah sangat sulit menerima argumentasi tokoh-tokoh Kristen semacam itur. Banhlan dan camprlr tangan kaum kolonialis dalam
Kristenisasi sulit dipungkiri dalam sejarah.I
Mengutip hrlisan sejarawan KM Panikkar dalam bukunya ,4sra
nnd Western Dontinance, Prof. Dr. Bilveer Singh rnencatat, "Yang mendorong bangsa Porhrgal (unhrk menjajah di Asia yaitu ) strategi
besar melawan kekuatan politik Islam, meiakukan Kristenisasi, dan
keinginan unhrk memonopoli perdagangan rempal'r-rempah." Sebagaimana dihrnjukkan oleh Panikkar, sementara bagi negaranegara Eropa Ba-rat lainnya Islam hanyalah ancaman yang jauh, bagi
orang-orang yang tinggal di kepulauan Iberia, Castile, Aragon, dan
Portugal, Islam mewakili sesrlatrl yang mengancam, perkasa, dan
selalu siap siaga di depan beranda mmah mereka. Dari sudut pandang ini, kata Panikkar, "Islam yaitu musrilr dan hams diperangi
dimana-mana. Banyak tindakan Porhlgal di Asia tidak akan dapat
dipahami kecuali fakta ini selalu diperhatikan.ladi, disamping unhrk Kristenisasi atas "wilayah kafir", Islam hams dilawan di jan-
tungnya, dengan menyerangnya dari belakang. Hal ini juga diharapkan akan menguntr.rngkan secara ekonomis."
Dalam kaitan ini, Pangeran Henry Sang Pelattt (1394-1460) melancarkan "strategi besar" dengan tujuan unhlk mengepung kekuatan Muslim dan membawa agama Kristen langsung ke wilayah
Samudera Hindia. Ketika berhasil menduduki Malaka, Alfonso
d'Albuquerqe berpidato,
"T[rgas besar yang harus kita abdikan kepada Ttrhan kita dalam
mengusir orang-orang Moor (Muslim) dari negara ini dan memadamkan api Sekte Muhammad sehingga ia tidak muncul
lagi sesudah ini.... Saya yakin, jika kita berhasil merebut;'alur
perdagangan Malaka ini dari tangan mereka (orang-orang
Moor), Kairo dan Mekkah akan hancur total dan Venice tidak
akan menerima rempah-rempah kecuali para pedagangnya
pergi dan membelinya di Porhrgal."2
Karena itu, bukan hal aneh, jika penjajahan (kolonialisme) Barat
di dunia Islam, selalu bekerjasama dengan misionaris Kristen unhrk
melanggengkan kekuasaannya. Mengutip pengakuan Alb C. Kruyt
(tokoh Nederlands bijbelgenootschap) dan OJH Graaf van Limburg
Stimm, Dr. Aqib Suminto mencatat,
"Bagaimanapun juga Islamharts dihadapi, karena semua yang
meng-untungkan Islam di Kepulauan ini akan memgikan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Dalam hal ini diakui bahwa kristenisasi mempakan faktor penting dalam proses penjajahan dan zending Kristen merupakan rekan sepersekuhran
bagi pemerintah kolonial, sehingga pemerintah akan membanttr menghadapi setiap rintangan yang menghambat perluasan
zending."3
Keterkaitan erat antara gerakan Kristenisasi dengan pemerintah kolonial banyak diungkap oleh para ilmuwan Indonesia, seperti
Aqib Strmrnto (Politik lslnm Hindin Belandn), Deliar Noer (Gerakarz
Islsm Modern) dan juga Alwi Shihab (Mentbendtmg Anrc--Respot.ts
6Gernknn Mtilnrnmadiyah terlndop Penetrasi Misi Kristen di Indonesin).
Politik netral agama yang diktmandangkan oleh pemerintah Belanda terbukti tidak benaL sebab dalam kenyataannya, mereka sangat
mendukung gerakan misi Kristen di lndonesia.
Sejumlah dekrit kerajaan Belanda dikeluarkan unhrk mendukung misionaris Kristen di Indonesia. Pada tahun 1810, Raja William
I dari Belanda mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa para
misionaris akan diutus ke Indonesia oleh dan atas biaya pemerintah.
Pada 1835 dan 1840, ada dekrit lain yang dikeluarkan, yang menyatakan bahwa administrasi gereja di Hindia Belanda ditempatkan di
bawah naungan GubemurJenderal pemerintah kolonial. Pada 1854,
sebuah dekrit lain dikeluarkan, yang mencerminkan bahwa kedua
badan di atas saling berkaitan. Dekrit ihr menyebutkan bahwa administrasi gerela antara lain berftingsi mempertahankan doktrin agama
Kristen. Karena ihr, sejumlah fasilitas diberikan kepada para misionaris, termasuk subsidi pembangunan gereja, biaya pulang pergi
misionaris Indonesia-Belanda, dan pembayaran gaji para pendeta,
disamping subsidi unhrk sekolah, mmah sakit, dan rumah yatimpiatu, serta berbagai keringanan pajak. Pada tahun 1888, Menteri
Umsan Kolonial, Keuchenis, menyatakan dukungannya terhadap
semua o