Rabu, 14 Desember 2022
kudeta 5
Desember 14, 2022
kudeta 5
sedang unsur PKI berkekuatan sekitar tiga juta anggota. Itu didukung oleh sekitar 7 juta
anggota organisasi organisasi onderbouw PKI seperti BTI, SOBSI dan Gerwani. Dengan jumlah
itu PKI merupakan partai komunis terbesar ketiga di dunia sesudah RRT dan Uni Soviet. Dalam
Pemilu 1957 PKI menempati urutan ke 4. Dan, biasanya partai besar, PKI juga memiliki anggotanya di kabinet. Mereka yaitu DN Aidit, Menko/Ketua MPRS, Lukman sebagai Menko Wakil Ketua DPRGR dan Nyoto Menteri Urusan Land reform. sebetulnya , sejak 17 Oktober 1952 pemerintahan Soekarno sudah mulai digoyang. Kubu Nasution membentuk Dewan Banteng dan Dewan Gajah di Sumatera Selatan. Yang disebut dewan ini hanya penggalangan massa oleh kubu Nasution, namun mereka terang terangan menyebut diri sebagai pemerintahan tandingan. Penyebab utamanya yaitu sebab mereka tidak suka melihat kemesraan hubungan Soekarno PKI. pergerakan Kubu Nasution tidak cukup hanya menggalangmassa sipil, namun juga mempengaruhi militer agar ikut mendukung pergerakan nya. Sebagai petinggi militer, bagi Nasution, itu yaitu hal mudah. Caranya, antara lain, Perjuangan Pembebasan Irian Barat dipakai untuk membentuk pergerakan Front Nasional yang aktif di kegiatan politik. Inilah awal usaha melibatkan militer ke dalam kegiatan politik yang kelak dilestarikan oleh Orde Baru. Di sisi lain, Kubu Nasution menggalang simpati rakyat dengan membentuk sukarno S yang melibatkan para pemuda, partai politik, para petani, yang menyatu dengan militer di bawah payung TNI AD. Saat itu saya langsung memicu hasil penelitian : Inilah doktrin perang tingkat regional (sebab memanfaatkan Perjuangan Pembebasan Irian Barat) hingga tingkat desa (melibatkan petani). Maka, lengkaplah suatu pergerakan menentang pemerintah yang terencana dengan rapi, cerdik dan memiliki kekuatan cukup potensial. Berdasarkan laporan intelijen saya, CIA berada di belakang Nasution Presiden Soekarno akhirnya mengetahui pergerakan menentang pemerintah itu. Soekarno mengetahui bahwa pemerintah sedang terancam. Ia juga mengetahui bahwa biang keroknya yaitu Nasution. Maka, Soekarno pun langsung menghantam ulu hati persoalan dengan cara membatasi peran Nasution. Jabatan Nasution sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata tetap dipertahankan, namun peran nya dibatasi. Nasution diberi misi oleh Soekarno dalam urusan administratif pasukan. Nasution dilarang ikut campur urusan operasional prajurit. Itu sama artinya Nasution dimasukkan ke dalam kotak. pergerakan Presiden itu diimbangi dengan pengangkatan Letjen A. Yani sebagai Menpangad.
misi nya, secara formal, jelas memimpin pasukan TNI AD, namun di balik itu Yani memperoleh
misi khusus dari Presiden agar membatasi desakan Kubu Nasution terhadap pemerintah. Ini
seperti operasi intelijen. Akibatnya, hubungan Nasution dengan Yani memburuk. Mulanya, konflik Nasution Yani tidak tampak di permukaan. Hanya kalangan elite saja yang memahami situasi yang sebetulnya , sejak Yani diangkat. namun , beberapa waktu lalu Yani mengganti beberapa Panglima Daerah Militer (Pangdam) . Para Pangdam yang diganti lalu diketahui bahwa mereka yaitu orang nya Nasution. sebab itu, tampaklah peta situasi yang sebetulnya . Itu pergerakan militernya. sedang pergerakan sipilnya, Presiden Soekarno bersama Wakil Perdana Menteri I, Dr. soebandrio (saya) memindahkan kedudukan Nasution dari Kepala Staf Angkatan Bersenjata ke Penasihat Presiden. Itu terjadi menjelang akhir tahun 1963. Tentu saja Nasution harus tunduk pada perintah Presiden. Tidak ada alasan dia untuk mbalelo. Sebab, di kalangan tentara sendiri sudah khawatir terjadi perpecahan saat hubungan nasution dengan A. Yani memanas, sehingga jika seandainya Nasution melakukan tindakan membangkang, pasti tidak akan didukung oleh pasukan di tingkat bawah. Dan, kemungkinan ini pasti sudah dihitung secara cermat oleh Nasution. Itu sebabnya ia tunduk. Langkah selanjutnya bagi Soekarno yaitu tinggal menggunduli sisa sisa kekuatan Kubu nasution. Antara lain, PARAN (Panitia Retooling Aparatur negara, sebuah komisi penyelidik anti korupsi yang dibentuk Nasution) dibubarkan pada awal tahun 1964. Sebagai gantinya, Soekarno
membentuk Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi (KOTRAR) yang dipimpin oleh
orang kepercayaan Soekarno, Dr. soebandrio (saya). Untuk memperkuat, Yani ditunjuk oleh
Presiden menjadi Kepala Staf KOTRAR. Dari perpektif Soekarno, retaknya hubungan antara
Yani dan Nasution sudah merupakan kemenangan. Apalagi, lalu Nasution dicopot dari posisi strategis dan dimasukkan ke dalam kotak. Dengan begitu, politik Negara dalam Negara yang sempat diciptakan oleh Nasution berubah menjadi sangat lemah. Melihat kondisi demikian, para pimpinan Angkatan Bersenjata justru cemas. Mereka khawatir, konflik antara Nasution dan Yani itu akan merembet ke prajurit di lapisan bawah. jika itu terjadi, tentu akibatnya bisa fatal. Kekhawatiran ini lalu disampaikan kepada Presiden. sebab itu, Presiden Soekarno menugaskan beberapa perwira senior, termasuk Mayjen Soeharto dan Pangdam Jawa Timur Basuki Rahmat, untuk menemui Nasution. misi nya, menyarankan kepada Nasution agar menyesuaikan diri dengan jalur yang sudah digariskan oleh Presiden Soekarno. Jangan sampai ada pembangkangan. 2 kubu yag berkonflik itu pada dasarnya sama sama anti PKI. Meskipun Yani berada di pihak sukarno , namun Yani tidak menyukai PKI akrab dengan sukarno . Sementara, Soeharto yang dipekerjakan menjadi perantara mendamaikan Nasution dan Yani, cenderung berpihak kepada Nasution. Konflik antara Nasution dan Yani itu ternyata tidak gampang didamaikan. Suatu hari di awal tahun 1965 ada pertemuan penting yang dihadiri 12 jenderal AD di Mabes AD. sebetulnya Nasution dan Yani juga diundang dalam pertemuan itu, namun keduanya sama sama tidak datang. Mereka diwakili oleh penasihat masing masing. Padahal, pertemuan itu diselenggarakan dalam usaha mendamaikan Nasution dengan Yani. Alhasil, pertemuan penting itu tidak mencapai tujuan utamanya, sebab mereka yang berkonflik tidak datang sendiri dan hanya diwakili. Pada pertengahan April 1965 ada pertemuan yang lebih besar lagi. Kali ini pertemuan dihadiri oleh sekitar 200 perwira militer di Mabes AD. Dalam pertemuan itu Nasution dan Yani juga tidak datang. Namun pertemuan itu melahirkan doktrin baru yang diberi nama: Tri Ubaya Sakti.
Pencetusnya yaitu Soeharto. Intinya berisi tiga janji jujur dari jajaran AD. Saya sudah lupa isi
lengkapnya, namun substansinya demikian: TNI berhak memberikan saran dan misi politik tak
terbatas kepada Presiden RI . Doktrin itu memicu kecemasan baru di kalangn elite politik dan masyarakat intelektual, sebab dengan begitu semakin jelas bahwa AD mempertahankan politik Negara dalam Negara yang sudah dirintis oleh Nasution. Ini juga berarti bahwa Kubu Nasution menang terhadap Kubu Yani yang didukung oleh Presiden Soekarno. Soeharto, salah satu perwira yang dipekerjakan menjadi perantara mendamaikan Yani dan Nasution, berada di posisi yang tidak enak, sebab Soeharto memiliki memori buruk dengan Nasution maupun Yani. pemicunya yaitu perilaku Soeharto sendiri yang buruk. Itu terjadi saat Soeharto masih di Divisi Diponegoro.
Ceritanya, saat di Divisi Diponegoro Soeharto menjalin hubungan dengan pengusaha Cina, Liem
Sioe Liong (kelak memperoleh perlakuan istimewa dari Soeharto, sehingga Liem menjadi
pengusaha terbesarnegara kita ). Perkawanan antara Soeharto dan Liem ini, antara lain,
menyelundupkan berbagai barang. Soeharto pernah berdalih bahwa penyelundupan itu untuk
kepentingan Kodam Diponegoro. Berita penyelundupan itu cepat menyebar. Semua perwira saat itu mengetahui nya. Bahkan terungkap bahwa penyelundupan itu bukan untuk kepentingan Kodam, namun uang nya masuk kantong Soeharto dan Liem. Saat mengetahui ulah Soeharto, kontan Yani marah. Pada suatu kesempatan Yani bahkan sampai menempeleng Soeharto, sebab penyelundupan itu dinilai memalukan korps. AH Nasution lalu mengusulkan agar Soeharto diadili di mahkamah militer dan segera dipecat dari AD. Namun, Mayjen Gatot Subroto mencegah, dengan alasan bahwa perwira ini masih bisa dibina. Gatot lalu mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar Soeharto diampuni dan disekolahkan di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung.
Presiden Soekarno setuju saja. sebab itu, Soeharto masuk Seskoad dan diterima oleh Dan
Seskoad Brigjen Suwarto. Saat itu Seskoad tidak hanya mengajarkan pendidikan kemiliteran,
namun juga bidang ekonomi dan pemerintahan.Para perwira di Seskoad berfungsi sebagai guru teori Negara dalam Negara. sebab itulah, saat Soeharto dipekerjakan menjadi perantara mendamaikan Yani dengan Nasution, ia berada di posisi serba tidak enak. Yani pernah menempelengnya, sedang Nasution pernah mengusulkan agar dia dipecat dari AD dan diadili di Mahkamah Militer. namun , toh Soeharto memilih berpihak ke Nasution, sehingga yang kelihatan yaitu bahwa Soeharto berada di dalam Kubu Nasution. Namun akhirnya Soeharto membangun kubu sendiri. Kubu Soeharto terbentuk saat kepercayaan AS terhadap Nasution mulai luntur. Ini disambungkan oleh fungsi Nasution terhadap pemberontakan Permesta, kampanye pembebasan Irian Barat dan slogan GanyangMalaysia tidak efektif. Tiga hal itu memicu kepentingan AS terhadapnegara kita khususnya dan Asia Tenggara umumnya, terganggu, sehingga AS tidak lagi akrab dengan Nasution.KeakrabanAS dengan Nasution dari perspektif AS awalnya perlu untuk mengimbangi kebijakan sukarno yang cenderung lunak pada PKI. Di saat kepercayaan AS terhadap Nasution luntur dan Soeharto sudah menjadi Pangkostrad, Soeharto membangun kubu sendiri. Awal Januari 1965 di kantor KedutaanBesarRI untuk Yugoslavia di Beograd, datang sepucuksurat yang ditujukan kepadaDubesRI untukYugoslavia , Yoga Soegama (kelak dijadikan Kepala Bakin oleh Soeharto). Pengirimnya yaitu Pangkostrad Soeharto. Isinya: Yoga ditawari pulang keJakarta dengan jabatan baru: Kepala Intelijen Kostrad. Tawaran itu menarik bagi Yoga. sebab itu, pada 5 Februari 1965 , Yoga sudah tiba di Jakarta, langsung menghadap Panglima Kostrad di rumahnya, Jalan H Agus Salim. Mereka bermusyawarah disana . Itulah awal terbentuknya Kubu Soeharto. Pemanggilan Yoga Soegama dari Beograd oleh Soeharto itu mengandung tiga indikasi: Pertama, Yoga kembali kenegara kita tidak melalui jalur normal. Seharusnya penarikan Yoga dari jabatan
DutaBesarRI untuk Yugoslavia di Beograd dilakukan oleh Menpangad Yani, sebab Yoga yaitu perwira AD. namun , fakta nya Yoga ditarik olehsurat panggilan Pangkostrad Mayjen
Soeharto. Kedua, tujuan kepulang an Yoga ke tanah air yaitu bersama sama Soeharto menyabot
(sabotase) politik politik sukarno . Ketiga, mereka bertujuan menghancurkan PKI. 3 indikasi ini bukan hasil penelitian saya. namun , ini diungkapkan oleh Ali Moertopo (salah satu
anggota trio Soeharto Yoga) dengan rasa bangga dan tanpa tedeng aling aling (secara blak blakan). Ali mengungkap hal itu dengangaya seperti orang tidak berdosa. Bagi Soeharto, menarik seorang pejabat dengan cara begitu yaitu hal biasa. Padahal dia sudah melangkahi garis hubungan hierarki dan komando. Dengan cara yang melanggar aturan itu dia membentuk kubunya. Pokok pokok masalah yang menjadi perhatian kubunya sama sekali tidak menyangkut hal yang berkaitan dengan Panglima AD, namun menyangkut politik nasional dan internasional. Perhatian kubu itu tertuju pada sukarno dan PKI.
Kubu Soeharto disebut juga Trio Soeharto Yoga Ali. Untuk selanjutnya kita sebut kelompok
Bayangan Soeharto. Mereka bersatu dengan cara cara tersamar. Mereka bergerak di bawah
permukaan. Awalnya teman lama dan sudah merupakan satu tim kompak saat sama sama
berada di Kodam Diponegoro. Kekompakan trio ini sudah teruji saat mematahkan rencana pimpinan AD memilih Pangdam Diponegoro. Kekompakan mereka dilanjutkan diJakarta . mengenai kekompakan trio Soeharto mematahkan
rencana pimpinan AD, ceritanya demikian: Saat itu pimpinan AD mencalonkan Kolonel Bambang Supeno menjadi Pangdam Diponegoro. Rencana pencalonan Bambang itu lalu diketahui oleh para perwira disana . Soeharto yang saat itu masih berpangkat Letnan Kolonel, juga mendengar. Hebatnya, meskipun pangkat Soeharto lebih rendah dibanding Bambang Supeno, namun ia berani merebut posisi Pangdam. Caranya, dengan memakai strategi yang kotor namun terselubung.
Di saat rencana pengangkatan Bambang Supeno menjadi Pangdam Diponegoro bocor, ada
sebuah rapat gelap di Kopeng, Jateng, yang dihadiri beberapa perwira Kodam Diponegoro. Rapat itu dikoordinir oleh Soeharto melalui salah satu anggota trionya, Yoga Soegama. namun ,
Soeharto sendiri tidak hadir pula . Intinya, rapat memutuskan bahwa Soeharto harus tampil sebagai Pangdam Diponegoro. Jika tidak, Yoga dan Soeharto akan manggalang kekuatan untuk bersama sama menolak pencalonan Bambang Supeno. Saat itu pencalonan Bambang menjadi Pangdam belum ditandatangani oleh Presiden, sehingga Soeharto yang berusaha merebut jabatan itu harus berpacu dengan waktu.
Namun, ternyata skenario Soeharto (melalui Yoga) ini tidak didukung oleh para perwira Anggota
rapat. Dari puluhan perwira yang hadir pula , hanya seorang perwira kesehatan Kolonel dr.Suhardi yang menandatangani, tanda setuju atau mendukung pernyataan sikap itu. Yang lain tidak.
Yoga semula mengaku bahwa pertemuan itu tidak diberitahu kan lebih dahulu kepada Soeharto. Ini
bisa diartikan bahwa bukan Soeharto pembuat skenario. saat dua orang utusan Kodam
Diponegoro hendak keJakarta untuk meminta tanda tangan Presiden mengenai pengangkatan
Bambang Supeno, barulah rapat gelap itu disebarkan. Berdasarkan memori Yoga yang terungkap lalu , rapat itu yaitu gagasan Soeharto. Pengakuan awal Yoga bahwa Soeharto tidak
mengetahui rapat ini dikatakan Yoga agar ridak memicu kecurigaan dariJakarta bahwa Soeharto menggalang kekuatan, menolak pencalonan Bambang Supeno. namun , mengenai hal ini tidak ada konfirmasi, apakah benar rapat gelap itu dikoordinir Soeharto melalui Yoga atau
atas inisiatif Yoga sendiri. Sebagai pembanding: salah seorang anggota trio Soeharto, Ali Moertopo, menyatakan bahwa pada saat itu ia yaitu komandan pasukan Raiders yang diminta membantu Yoga melancarkan operasi intelijen. Tidak dirinci bentuk operasi intelijen yang dimaksud, namun tujuannya yaitu mengusahakan agar Soeharto menjadi Panglima Diponegoro. namun , Ali sama sekali tidak menjelaskan siapa yang meminta dia, Yoga atau Soeharto. Atau mungkin kedua duanya. terlepas dari apakah Yoga berbohong atau tidak soal koordinator rapat gelap itu, namun rangkaian pernyataan Yoga dan Ali Moertopo itu menunjukkan adanya suatu komplotan Soeharto. Komplotan yang bergerak dalam operasi intelijen. Soeharto yaitu dalang yang sedang memainkan wayang wayangnya. Tentu, dalangnya tidak perlu terjun langsung. Akhirnya, nasib mujur bagi para wayang ini , sebab komplotan ini berhasil. Bambang Supeno tidak jadi Pangdam, melainkan Soeharto yang tampil menjadi Pangdam Diponegoro. Dari proses komplotan itu bekerja, bisa digambarkan jika seandainya Soeharto tidak jadi Pangdam dan skenario rapat gelap itu terbongkar sehingga diketahui pimpinan AD, maka pasti Soeharto akan terhindar dari jerat hukum. Ia bisa dengan mudah berkhianat sebab ia tidak ikut rapat gelap itu. Yang paling berat risikonya tentu yaitu Kolonel dr. Suhardi. Saya menyimpulkan demikian, sebab hal itu pernah dilakukan oleh Soeharto dan komplotannya saat ia melakukan percobaan kudeta pada 3 Juli 1946. Namun kudeta itu gagal dan Soeharto berbalik arah mengkhianati komplotannya sendiri. Soeharto menangkap komplotannya dan berdalih
mengamankan negara. Soal itu, sekilas saya ceritakan sebagai berikut: Percobaan kudeta 3 Juli 1946 dilancarkan di bawah pimpinan Tan Malaka dari Partai Murba. Tan Malaka mengajak kalangan militer Jawa Tengah, termasuk Soeharto. Yang akan digulingkan yaitu Perdana Menteri Sjahrir. Awalnya, 20 Juni 1946 PM Sjahrir dan kawan kawan diculik diSurakarta . Penculiknya yaitu kelompok militer di bawah komando Divisi III dipimpin oleh Sudarsono. Soeharto selaku salah seorang komandan militer Surakarta terlibat dalam penculikan itu. 2 Juli 1946 kelompok penculik berkumpul di markas Soeharto sebanyak 2 batalyon. Pasukan lalu dikerahkan untuk menguasai beberapa sektor strategis seperti RRI dan Telkom. tengah malam itu juga mereka menyiapkansurat keputusan pembubaran Kabinet Sjahrir dan menyusun kabinet baru yang sedianya akan ditandatangani oleh Presiden Soekarno di Istana NegaraYogyakarta , esok harinya. SK dibuat dalam empat tingkat. Keputusan Presiden dimuat dalam maklumat nomor 1, 2 dan 3. Semua maklumat mengarah ke kudeta. contohnya , maklumat nomor dua berbunyi demikian: Atas
desakan rakyat dan tentara dalam tingkatan kedua terhadap Ketua Revolusinegara kita yag
berjuang untuk rakyat, maka kami atas nama Kepala Negara hari ini memberhentikan seluruh
kementrian negara Sutan Sjahrir.Yogyakarta , 3 Juli 1946, tertanda: Presiden RI Soekarno.
namun percobaan kudeta ini ternyata gagal.Para pelakunya ditangkap dan ditahan. Persis pada
saat itu Soeharto berbalik arah. Ia yang semula berkomplot dengan penculik, berbalik
menangkapi komplotan penculik. Ia berdalih, keberadaannya sebagai anggota komplotan
penculik merupakan usaha Soeharto mengamankan penculik. Itulah karakter Soeharto dan ia bangga dengan hal itu. Soeharto tidak merasa malu berbalik arah dari penjahat menjadi menyelamat. Malah, dalam buku otobiografinya, Soeharto menyebut sekilas peristiwa itu, namun berdasar keterangan saksi versi dia yang tentu saja faktanya dia balik sendiri. Pada awal negara kita merdeka itu Soeharto sudah menerapkan politik Bermuka Dua. Pada akhir tahun 1963 saya selaku Waperdam dan Menlu berkunjung ke RRT. Ini kunjungan kenegaraan, saya mewakili Presiden Soekarno. Disana saya disambut hangat. Bisa jadi sambutan itu sebab negara kita memiliki PKI. Saya diterima sekaligus oleh tiga pimpinan puncak, Perdana Menteri Chou En Lai, Presiden Mao Tse Tung (Liu Shao Chi, ) dan Menlu Chen Yi. Kami mengetahui , mereka menaruh simpati pada Presiden Soekarno. Kepemimpinan sukarno dikagumi oleh
banyak pemimpin negara negara lain. Konferensi Asia Afrika di negara kita yag sukses, pergerakan
negara negara Non Blok ide sukarno , memicu beliau dikagumi oleh para pemimpin dunia, termasuk pemimpin RRT. Inti pembicaraan kami, pimpinan RRT menawarkan kepada negara kita bantuan peralatan militer untuk 40 batalyon tentara. Ini peralatan lengkap, mulai dari senjata manual, otomatis, tank dan kendaraan lapis baja. Hebatnya, semua itu gratis. Juga tanpa syarat. memperoleh tawaran itu, saya atas nama Presiden mengucapkan terima kasih. namun saya belum bisa menjawab, sebab bukan
kapasitas saya untuk menerima atau menolak. Saya harus melaporkan hal ini kepada Presiden.
Dan begitu tiba di tanah air, tawaran itu langsung saya laporkan kepada sukarno . Saya lihat,
tanpa banyak pikir lagi sukarno menyatakan: Ya, diterima saja. berdasar keterangan saksi pandangan saya pribadi memang seharusnya begitu. Terlepas apa kepentingan RRT memberikan persenjataan gratis kepada kita, asal bantuan itu tidak mengikat, mengapa tidak
diterima, Pernyataan Presiden Soekarno menerima bantuan RRT itu lalu saya sampaikan kepada pimpinan RRT. Mereka gembira mendengarnya. Mereka menyatakan bahwa akan segera menyiapkan barang ini . Mereka juga meminta konfirmasi kepada kami, kapan barang bisa dikirim. Hal ini saya sampaikan kepada sukarno . Namun, masalah ini macet sampai di sini. sukarno tidak segera menjawab, kapan barang itu bisa dikirim. Pihak RRT juga tidak mengirimkan barang ini . Baru sekitar awal tahun 1965 sukarno memiliki ide membentuk Angkatan Kelima. Tujuannya yaitu untuk menampung
bantuan senjata dari RRT. Saat itu persenjataan untuk empat angkatan (Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Angkatan Kepolisian) dianggap sudah cukup . sebab itu, agar bantuan senjata ini bisa dimanfaatkan secara maksimal, sukarno memiliki ide membentuk Angkatan Kelima. Jika persenjataan yang dikirim cukup untuk 40 batalyon, maka Angkatan Kelima berkekuatan sekitar itu. Sebab tujuannya memang untuk memanfaatkan maksimal pemberian senjata gratis RRT. namun ini yang sangat penting sukarno belum merinci bentuk Angkatan Kelima. Beliau hanya mengatakan demikian: Angkatan Kelima tidak sama dengan angkatan yang sudah ada. Ini yaitu pasukan istimewa yang berdiri sendiri, tidak terkait dengan angkatan lain. Hal ini perlu saya tegaskan, sebab lalu beredar isu bahwa Angkatan Kelima yaitu para buruh dan
petani yang dipersenjatai. PKI memang pernah mengatakan hal ini, namun sukarno belum
pernah merinci, bagaimana bentuk Angkatan Kelima itu. sesudah sukarno jatuh dari kekuasaannya, isu ini dijadikan bahan sejarah. Bahkan masuk di dalam buku sejarah yang dipelajari di sekolah. Tentu sukarno tidak dapat membantah isu ini sebab sejak beberapa waktu lalu praktis sukarno menjadi tawanan Soeharto
sampai beliau meninggal dunia. sukarno sudah menjadi pihak yang terkalahkan, sehingga
masyarakat tidak lagi berpikir jernih melihat sukarno . jika masyarakat berpikir jernih,
pasti muncul analisa , hanya pimpinan bodoh yang mempersenjatai buruh dan petani di negara
yang relatif baru lahir, sebab jelas hal itu akan memicu negara dalam kondisi sangat
berbahaya. Semua mengetahui bahwa sukarno tidak bodoh. Atau, bisa jadi masyarakat saat itu ada yang berpikiran jernih, namun mereka tidak berani mengungkapkan. Bukankah pada zaman Orde Baru bicara politik apalagi membahas sejarah versi Orba bisa memicu yang bersangkutan tidak lagi bisa pulang ke rumahnya, Meskipun saat ide ini dilontarkan oleh sukarno belum ada tambahan l buruh dan petani dipersenjatai, namun kalangan militer tidak setuju. Menpangad Letjen A Yani sudah
menyampaikan langsung kepada Presiden bahwa ia tidak setuju dibentuk Angkatan Kelima. Para
jenderal lainnya mendukung sikap Yani. Mereka tidak setuju ada angkatan lain. Empat angkatan
dianggap sudah cukup . sesudah Yani menyampaikan sikapnya kepada Presiden, masalah ini lalu menjadi pembicaraan di kalangan elite politik. Dan pembicaraan mengenai itu menjadi berlarut larut. Juga muncul banyak spekulasi mengenai bentuk Angkatan Kelima.
Muncul juga berbagai praduga mengenai penolakan Yani terhadap ide sukarno itu. Sementara, sukarno sendiri tetap tidak menjelaskan secara rinci bentuk Angkatan Kelima ini . Saya sebagai orang yang paling dekat dengan sukarno saat itu pun tidak diberitahu . Sampai akhirnya sukarno memanggil Yani. Dijadwalkan, Yani akan diterima oleh Presiden di Istana Negara pada tanggal 1 Oktober 1965 pukul 08.00 WIB. Agendanya, Yani akan ditanya lagi mengenai Angkatan Kelima. Seorang sumber saya mengatakan, saat Yani menerima surat
panggilan dari Presiden, beberapa hari sebelum 1 Oktober 1965, Yani sempat mengatakan: Saya
mungkin akan dicopot dari Menpangad, sebab saya tidak setuju Angkatan Kelima. Ucapan Yani
ini juga cepat menyebar. Bahkan beredar isu di kalangan petinggi AD bahwa pengganti Yani
yaitu orang kedua di AD, yaitu Gatot Subroto. Namun Yani dibunuh beberapa jam sebelum ia
menghadap Presiden Soekarno. Jika diperkirakan Yani dibunuh sekitar pukul 04.00 WIB, berarti
4 jam lalu mestinya ia menghadap Presiden.
Ada peristiwa kecil, namun dibesar besarkan oleh Kelompok Bayangan Soeharto, sehingga lalu menjadi sangat penting dalam sejarah negara kita . Peristiwa itu yaitu sakitnya Bung Karno pada awal Agustus 1965. Dalam buku buku sejarah banyak ditulis bahwa sakitnya Bung Karno pada saat itu yaitu sangat berat. Dikabarkan, pimpinan PKI DN Aidit sampai mendatangkan dokter dari RRT. Dokter RRT yang memeriksa sukarno menyatakan bahwa sukarno sedang kritis. Intinya, jika tidak meninggal dunia, sukarno dipastikan bakal lumpuh. Ini menggambarkan bahwa sukarno saat itu benar benar sakit parah.
Dari peristiwa itu (seperti ditulis di berbagai buku) lalu dianalisa bahwa PKI yang saat itu
berhubungan mesra dengan sukarno merasa khawatir pimpinan nasional bakal beralih ke
tangan orang AD. PKI tentu tidak menghendaki hal itu, mengingat PKI sudah bermusuhan dengan AD sejak pemberontakan PKI di Madiun, 1948. berdasar keterangan saksi analisa ini , begitu PKI
mengetahui bahwa sukarno sakit keras, mereka menyusun kekuatan untuk merebut kekuasaan. Akhirnya meletus G30S. Ini alibi rekayasa Soeharto yang mendasari tuduhan bahwa
PKI yaitu dalang G30S. Ini juga ditulis di banyak buku, sebab memang hanya itu informasi
yang ada dan tidak dapat dikonfirmasi, sebab pelakunya sukarno , DN Aidit dan dokter
RRT ketiga tiganya tidak dapat memberikan keterangan sebagai bahan perbandingan. Bung
Karno ditahan sampai meninggal. Aidit ditembak mati tanpa proses pengadilan; sedang
dokter RRT itu tidak jelas keberadaannya. Itulah sejarah versi plintiran.
namun ada saksi lain selain tiga orang itu, yaitu saya sendiri dan Wakil Perdana Menteri II, dr.
Leimena. Jangan lupa, saya yaitu dokter yang sekaligus dekat dengan sukarno . Saya juga
mengetahui secara persis peristiwa kecil itu. Yang benar demikian: memang sukarno diperiksa oleh seorang dokter Cina yang dibawa oleh Aidit, namun dokternya bukan didatangkan dari RRT, melainkan dokter Cina dari Kebayoran Baru, Jakarta, yang dibawa oleh Aidit. Fakta lain: sukarno sebelum dan sesudah diperiksa dokter itu juga saya periksa. Pemeriksaan yang
saya lakukan didampingi oleh dr. Leimena. Jadi ada tiga dokter yang memeriksa sukarno .
Penyakit sukarno saat itu yaitu : demam . Ini jelas dan dokter Cina itu juga mengatakan kepada sukarno di hadapan saya dan Leimena bahwa sukarno hanya demam . DN Aidit juga mengetahui penyakit sukarno ini. Mengenai pemicunya , sayalah yang mengetahui .
Beberapa tengah malam sebelumnya, sukarno jalan jalan meninjau beberapa pasar di Jakarta.
Tujuannya yaitu melihat langsung harga bahan kebutuhan pokok. Jalan keluar masuk pasar di
tengah malam hari tanpa pengawalan yang memadai sering dilakukan sukarno . Nah, itulah
penyebab demam . namun kabar yang beredar yaitu bahwa sukarno sakit parah. lalu disimpulkan bahwa sebab itu PKI lalu menyusun kekuatan untuk mengambil alih kepemimpinan nasional. Akhirnya meletus G30S yang didalangi oleh PKI. Kabar itu sama sekali tidak benar. DN Aidit mengetahui kondisi sebetulnya . Ini berarti bahwa kelompok Soeharto sengaja menciptakan isu yang secara logika membenarkan PKI berontak atau menyebarkan kesan (image) bahwa dengan cerita itu PKI memiliki alasan untuk melakukan kudeta. saat Kamaruzaman alias Sjam diadili, ia memperkuat dongeng kelompok Soeharto. Sjam yaitu kepala Biro Khusus PKI sekaligus perwira intelijen AD. Sjam mengaku bahwa saat sukarno jatuh sakit, ia dipanggil oleh Aidit ke rumahnya pada tanggal 12 Agustus 1965. Ia mengaku bahwa dirinya diberitahu oleh Aidit mengenai seriusnya sakit Presiden dan adanya kemungkinan Dewan Jenderal mengambil tindakan segera jika sukarno meninggal. Masih berdasar keterangan saksi Sjam, Aidit memerintahkan dia untuk meninjau kekuatan kita dan mempersiapkan suatu pergerakan . Pengakuan Sjam ini menjadi rujukan di banyak buku. Tidak ada balance, tidak ada pembanding. Yang bisa memberikan balance sebetulnya ada lima orang yaitu sukarno , Aidit, dokter Cina (saya lupa namanya), Leimena dan saya sendiri. namun sesudah meletus G30S semuanya dalam posisi lemah. saat diadili, saya tidak diadili dengan tuduhan terlibat G30S, sehingga tidak relevan saya ungkapkan.
Kini saya katakan, semua buku yang menyajikan cerita sakitnya sukarno itu tidak benar.
Aidit mengetahui persis bahwa sukarno hanya demam , sehingga tidak masuk akal jika ia
memerintahkan anak buahnya, Sjam, untuk menyiapkan suatu pergerakan . Ini jika ditinjau dari logika: PKI ingin mendahului merebut kekuasaan sebelum sakitnya sukarno semakin parah dan kekuasaan akan direbut oleh AD. Logikanya, Aidit akan tenang tenang saja, sebab bukankah sukarno sudah akrab dengan PKI,
Mengapa PKI perlu menyiapkan pergerakan di saat mereka disayangi oleh Presiden Soekarno yang segar bugar, Intinya, pada bulan Agustus 1965 kelompok bayangan Soeharto jelas kelihatan ingin secepatnya memukul mundur PKI. Caranya, mereka melontarkan provokasi provokasi seperti itu. Provokasi yaitu cara perjuangan yang dipakai oleh para jenderal AD kanan untuk mendorong PKI mendahului memukul mundur AD. Ini taktik untuk merebut legitimasi rakyat. Jika PKI
memukul mundur AD, maka PKI ibarat dijebak masuk ladang pembantaian (killing field). Sebab, AD akan dengan seolah olah dengan terpaksa membalas serangan PKI. Dan, serangan AD terhadap PKI ini malah didukung rakyat, sebab seolah olah hanya membalas. Ini taktik AD Kubu Soeharto untuk menggulung PKI. Jangan lupa, PKI saat itu memiliki massa yang sangat besar, sehingga tidak dapat ditumpas begitu saja tanpa taktik yang canggih. namun PKI tidak juga terpancing. Pelatuk tidak juga ditarik meskipun PKI sudah diprovokasi sedemikian rupa. Mungkin PKI sadar bahwa mereka sedang dijebak. peranserta Aidit sangat besar, dengan tidak memberikan instruksi kepada anggotanya. namun toh akhirnya PKI dituduh mendalangi G30S, walaupun keterlibatan langsung PKI dalam peristiwa itu belum pernah diungkap secara jelas. Pelaku G30S yaitu tentara dan pergerakan itu didukung oleh Soeharto yang juga tentara. sedang Aidit langsung ditembak mati tanpa proses pengadilan. Isu Dewan Jenderal sebetulnya bersumber dari Angkatan Kelima. Dan seperti diungkap di bagian terdahulu, Angkatan Kelima bersumber dari rencana sumbangan persenjataan gratis dari RRT. 3 hal ini berkaitan erat. Pada bagian terdahulu diungkapkan bahwa tawaran bantuan persenjataan gratis untuk sekitar 40 batalyon dari RRT diterima sukarno . Hanya tawaran yang diterima, barangnya belum dikirim. sukarno lalu memiliki ide membentuk Angkatan
Kelima. namun sukarno belum merinci bentuk Angkatan Kelima itu. Ternyata Menpangad Letjen A Yani tidak menyetujui ide mengenai Angkatan Kelima itu. Para perwira ABRI lainnya mengikuti Yani, tidak setuju pada ide sukarno itu. 4 angkatan dinilai sudah cukup . sebab itulah berkembang isu mengenai adanya sekelompok perwira AD yang tidak puas terhadap Presiden. Isu terus bergulir, sehingga kelompok perwira yang tidak puas terhadap Presiden itu disebut Dewan Jenderal. Perkembangan isu selanjutnya yaitu bahwa Dewan Jenderal akan melakukan gerakan gerakan terhadap Presiden.
Menjelang G30S meletus, Presiden memanggil Yani agar menghadap ke Istana. Yani rupanya
merasa bahwa ia akan dimarahi oleh sukarno sebab tidak menyetujui Angkatan Kelima.
Yani malah sudah siap kursinya (Menpangad) akan diberikan kepada orang lain. Saat itu juga
beredar isu kuat bahwa kedudukan Yani sebagai Menpangad akan digantikan oleh wakilnya,
Mayjen Gatot Subroto. Presiden Soekarno memerintahkan agar Yani menghadap ke Istana pada 1 Oktober 1965 pukul 08.00 WIB. namun hanya beberapa jam sebelumnya Yani diculik dan
dibunuh. Yang paling serius menanggapi isu Dewan Jenderal itu yaitu Letkol Untung Samsuri.
Sebagai salah satu komandan Pasukan Kawal Istana Cakra Birawa ia memang harus tanggap terhadap segala kemungkinan yang membahayakan keselamatan Presiden. Untung gelisah. lalu Untung memiliki rencana mendahului pergerakan Dewan Jenderal dengan cara menangkap mereka. Rencana ini disampaikan Untung kepada Soeharto. Menanggapi itu Soeharto mendukung. Malah Untung dijanjikan akan diberi bantuan pasukan. Ini diceritakan oleh Untung kepada saya saat kami sama sama ditahan di LP Cimahi, Bandung
Saya menerima laporan mengenai isu Dewan Jenderal itu pertama kali dari wakil saya di BPI
(Badan Pusat Intelijen), namun sama sekali tidak lengkap. Hanya dikatakan bahwa ada
sekelompok jenderal AD yang disebut Dewan Jenderal yang akan melakukan gerakan gerakan terhadap Presiden. Segera sesudah menerima laporan, langsung saya laporkan kepada Presiden. Saya lalu berusaha mencari mengetahui lebih dalam. Saya bertanya langsung kepada Letjen Ahmad Yani mengenai hal itu. Jawab Yani ternyata enteng saja, memang ada, namun itu Dewan yang bekerja merancang kepangkatan di Angkatan Bersenjata dan bukan Dewan yang akan melakukan kudeta. Masih tidak puas, saya bertanya kepada Brigjen Soepardjo (Pangkopur II). Dari Soepardjo saya memperoleh jawaban yang berbeda. Kata Soepardjo: Memang benar. Sekarang Dewan Jenderal sudah siap membentuk menteri baru. Pada 26 September 1965 muncul informasi yang lebih jelas lagi. informasi itu datang dari empat orang sipil. Mereka yaitu Muchlis Bratanata, Nawawi Nasution, Sumantri dan Agus Herman Simatupang. Dua nama yang disebut terdahulu yaitu orang NU sedang dua nama belakangnya dri IPKI. Mereka cerita bahwa pada tanggal 21 September 1965 diadakan rapat Dewan Jenderal di Gedung Akademi Hukum Militer di Jakarta. Rapat itu membicarakan antara lain: Mengesahkan kabinet versi Dewan Jenderal. Muchlis tidak hanya bercerita, ia bahkan menunjukkan pita rekaman pembicaran dalam rapat. Dalam rekaman ini ada suara Letjen S. Parman (salah satu korban G30S) yang membacakan susunan kabinet. Susunan kabinet versi Dewan Jenderal berdasar keterangan saksi rekaman itu yaitu sebagai berikut: Letjen
AH Nasution sebagai Perdana Menteri Letjen A Yani sebagai Waperdam I (berarti
menggantikan saya) merangkap Menteri Hankam, Mayjen MT Haryono menjadi Menteri Luar
Negeri, Mayjen Suprapto menjadi Menteri Dalam Negeri, Letjen S Parman sendiri menjadi
Menteri Kehakiman, Ibnu Sutowo (kelak dijadikan Dirut Pertamina oleh Soeharto) menjadi
menteri Pertambangan. Rekaman ini lalu saya serahkan kepada sukarno . Jelas rencana Dewan Jenderal ini sangat peka dan sifatnya gawat bagi kelangsungan pemerintahan sukarno . Seharusnya rencana ini masuk klasifikasi sangat rahasia. namun mengapa bisa dibocorkan oleh empat orang sipil, Saya menarik hasil penelitian : tiada lain kecuali sebagai alat provokasi. Jika alat provokasi, maka rekaman itu palsu. Tujuannya untuk mematangkan suatu rencana besar yang semakin jelas gambarannya. Bisa untuk mempengaruhi Untung akan semakin percaya bahwa Dewan Jenderal yang semula
kabar angin benar benar ada. Hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal, muncul manuscript Gilchrist. manuscript
ini sebetulnya yaitu telegram (klasifikasi sangat rahasia) dari Duta Besar Inggris untuk negara kita di Jakarta Sir Andrew Gilchrist kepada Kementrian Luar Negeri Inggris. manuscript itu bocor saat hubungan negara kita Inggris sangat tegang akibat konfrontasi negara kita Malaysia
soal Borneo (sebagian wilayah Kalimantan). Saat itu Malaysia yaitu bekas koloni Inggris yang
baru merdeka. Inggris membantu Malayia mengirimkan pasukan ke Borneo. Saya yaitu orang yang pertama kali menerima manuscript Gilchrist. Saya melihat manuscript itu sudah tergeletak di meja kerja saya. manuscript sudah dalam kondisi terbuka, mungkin sebab sudah dibuka oleh staf saya. berdasar keterangan saksi laporan staf, surat itu dikirim oleh seorang kurir yang mengaku bernama Kahar Muzakar, tanpa identitas lain, tanpa alamat. Namun berdasarkan informasi yang saya terima, surat ini mulanya tersimpan di rumah Bill Palmer, seorang Amerika yang tinggal di Jakarta dan menjadi distributor film film Amerika. Rumah Bill Palmer sering dijadikan bulan bulanan demonstrasi pemuda dari berbagai golongan. Para pemuda itu menentang peredaran film porno yang diduga diedarkan dari rumah Palmer. Isi manuscript itu saya nilai sangat gawat. Intinya: Andrew Gilchrist melaporkan kepada atasannya di Kemlu Inggris yang mengarah pada dukungan Inggris untuk menggulingkan Presiden Soekarno. Di sana ada pembicaraan Gilchrist dengan seorang Koneksi Amerikanya mengenai persiapan suatu operasi militer di negara kita . Saya kutip salah satu paragraf yang berbunyi demikian: rencana ini cukup dilakukan bersama our local army friends.‘ Sungguh gawat. Sebelumnya sudah beredar buku yang berisi rencana Inggris dan AS untuk menyerang negara kita . Apalagi, pemerintah Inggris tidak pernah melontarkan bantahan, padahal sudah mengetahui bahwa manuscript rahasia itu beredar di negara kita . Saya selaku kepala BPI mengerahkan intelijen untuk mencek otentisitas manuscript itu. Hasilnya memicu saya percaya bahwa manuscript Gilchrist itu otentik. Akhirnya manuscript ini saya laporkan secara lengkap kepada Presiden Soekarno. Reaksinya, beliau terkejut. Berkali kali beliau bertanya kepercaya an saya terhadap keaslian manuscript itu. Dan berkali kali juga saya jawab percaya asli. lalu beliau memanggil para panglima untuk membahasnya. Dari reaksi sukarno saya menyimpulkan bahwa manuscript Gilchrist tidak saja mencemaskan, namun juga membakar.
sukarno sebagai target operasi seperti merasa terbakar. Namun sebagai negarawan ulung,
beliau sama sekali tidak menunjukkan tanda kecemasan. berdasar keterangan saksi penglihatan saya, tentu sukarno cemas. Saya menyimpulkan, sukarno sedang terbakar oleh provokasi itu. Terlepas dari asli tidaknya manuscript itu, saya menilai bahwa ini yaitu alat provokasi untuk memainkan TNI AD dalam situasi politik negara kita yang memang tidak stabil. Saya mengatakan provokasi jika ditinjau dari dua hal. Pertama: isinya cukup memicu orang yang menjadi sasaran merasa ngeri. manuscript sengaja dibocorkan agar jatuh ke tangan pendukung pendukung sukarno dan PKI. Bagaimana mungkin manuscript rahasia seperti itu berada di rumah Palmer yang menjadi
bulan bulanan demo pemuda. Apakah itu bukan suatu cara provokasi, Saya katakan jika manuscript Gilchrist sebagai usaha provokasi, maka itu yaitu provokasi pertama. sedang provokasi kedua yaitu isu Dewan Jenderal. Jika diukur dari kebiasaan aktivitas terbuka, maka sumber utama dua alat provokasi itu memang cukup rumit untuk dipastikan. Di sisi lain, Soeharto juga bermain dalam isu Dewan Jenderal. Beberapa waktu sebelum G30S meletus, Yoga diutus oleh Soeharto untuk menemui Mayjen S Parman guna menyampaikan saran agar Parman berhati hati sebab isu bakal adanya penculikan terhadap jenderal jenderal sudah santer beredar. Namun tidak ada yang mengetahui siapa yang menyebarkan isu seperti itu. Parman tidak terlalu serius menanggapi saran itu, sebab itu hanya isu. Parman bertanya kepada Yoga: Apakah pak Yoga sudah memiliki bukti bukti, Yang ditanya menjawab: Belum, pak. lalu Parman menyarankan agar Yoga mencari bukti. Jangan hanya percaya isu sebelum ada bukti, kata Parman. Yoga menyanggupi akan mencarikan bukti. sesudah G30S meletus, saya teringat saran Yoga kepada Parman itu. Yoga yaitu anggota Trio
Soeharto. Saya lalu berhasil penelitian bahwa informasi yang disampaikan oleh Yoga kepada
Parman itu bertujuan untuk mengetahui reaksi Parman yang dikenal dekat dengan Yani. kabar
ini tentu untuk memancing, apakah Parman sudah mengetahui . Sekaligus jika memungkinkan mengungkap seberapa jauh atisipasi Parman terhadap isu ini . Dan sebab Parman yaitu
teman dekat Yani, reaksi Parman ini bisa disimpulkan sebagai mewakili persiapan Yani. Dengan reaksi Parman seperti itu, maka bisa disimpulkan bahwa Parman sama sekali tidak
mengantisipasi arah selanjutnya jika seandainya Dewan Jenderal benar benar ada. Parman tidak
siap meghadapi kemungkinan yang bakal terjadi selanjutnya. Ini juga bisa disimpulkan bahwa
Yani juga tidak siap. Jika ini saya kaitkan dengan pertanyaan saya pada Yani soal isu Dewan
Jenderal, maka jelas bahwa Yani tidak memiliki persiapan sama sekali. Intinya, kabar dari Yoga
kepada Parman berbalas kabar , sehingga kelompok Soeharto memperoleh kabar bahwa kelompok Yani sama sekali belum siap mengantisipasi kemungkinan terjadinya penculikan. Lebih jauh, rencana Soeharto melakukan pergerakan dengan memanfaatkan Kolonel Latief dan memanipulasi kelompok Letkol Untung, belum tercium oleh kelompok lawan: Kelompok Yani. Jika seandainya pergerakan gagal mencapai tujuan (khususnya bila Parman tidak berhasil dibunuh), maka peringatan Yoga akan lain maknanya. Peringatan itu bisa berubah menjadi jasa Soeharto menyelamatkan Parman. Maka Soeharto tetap tampil sebagai pahlawan. Jadi tindakan Soeharto ini benar benar strategis.
Apakah AS berperanserta memlintir isu sakitnya Presiden dan Dewan Jenderal, Sudah jelas AS takut negara kita dikuasai oleh komunis. Dan sebab sukarno cenderung kiri, maka proyek mereka ada dua: hancurkan PKI dan gulingkan sukarno . Selain tidak suka pada sukarno , AS
juga memiliki kepentingan ekonomis di negara kita dan secara umum di Asia. Sebagai gambaran: Malaysia hanya kaya akan karet dan timah; Brunei Darussalam hanya kaya minyak; sedang
negara kita memiliki segalanya di bidang tambang dan hasil bumi. Terlebih wilayahnya jauh lebih luas dibandingkan dengan Malaysia dan Brunei. Secara kongkrit bisnis minyak AS di negara kita (Caltex) dan beberapa perusahaan lainnya bagi AS harus aman. sebab itu politik Bung Karno dianggap membahayakan kepentingan AS di negara kita . Namun mereka kesulitan mengubah sikap sukarno yang tegas. Ada usaha AS untuk membujuk sukarno agar
mengubah sikap politiknya namun gagal. Secara politis sukarno juga sangat kuat. Di dalam
negeri sukarno didukung oleh Angkatan Bersenjata dan PKI. Tak kalah pentingnya, rakyat
sungguh kagum dan simpati terhadapnya. Di luar negeri ia memperoleh dukungan dari negara
negara Asia Tenggara dengan politik Non Bloknya.
Itulah sebabnya, secara intuitif saya percaya bahwa AS ikut main di dua isu itu. Soal sakitnya
Presiden, target mereka bukan menjebak PKI melakukan pergerakan sehingga PKI masuk ladang pembantaian sebab Aidit mengetahui persis Presiden hanya demam . Plintiran isu ini lebih untuk konsumsi publik. Jika suatu saat ada pergerakan perebutan kekuasaan, maka akan terlihat wajar bila pergerakan itu dilakukan oleh PKI. Jika Presiden sakit keras, wajar PKI merebut
kekuasaan, sebab takut negara akan dikuasai oleh militer. Dan sebab itu, wajar juga jika PKI
dihabisi oleh militer. Dewan Jenderal lebih banyak dimainkan oleh pemain lokal, meskipun AS
bisa membantu dengan isu senjata dari RRT, Angkatan Kelima dan penolakan Yani terhadap
Angkatan Kelima. namun manuscript Gilchrist jelas ada pemain Amerikanya. manuscript itu
awalnya disimpan di rumah warga Amerika Bill Palmer. manuscript ini berdasar keterangan saksi saya otentik, namun mengapa dibocorkan, Itu semua secara intiusi. Faktanya: pada pertengahan November 1965 AS mengirim bantuan obat obatan dalam jumlah besar ke negara kita . Bantuan ini mengherankan saya. negara kita tidak sedang dilanda gempa bumi. Juga tidak ada bencana atau perang . Yang ada yaitu bahwa pada 1 Oktober 1965 terjadi pembantaian 6 jenderal dan seorang letnan. Seminggu sesudahnya, AD di bawah pimpinan Soeharto dan dibantu oleh para pemuda membantai PKI. Pada saat obat obatan itu dikirim kira kira sudah 40 ribu anggota PKI dan simpatisannya dibunuh . Nah, di sinilah pengiriman obat obatan itu menjadi janggal. Suatu logika yang sangat aneh jika AS membantu obat obatan untuk PKI. Baru beberapa waktu lalu saya memperoleh laporan bahwa kiriman obat obatan itu hanya kamuflase; hanya sebuah selubung untuk menutupi sesuatu yang jauh lebih penting. sebetulnya itu yaitu kiriman senjata untuk membantu tentara dan pemuda membantai PKI. Sayangnya, pengetahuan saya mengenai hal ini sudah sangat terlambat. sukarno sudah menjelang ajal politik. Paling tidak ini menambah kepercaya an saya bahwa AS ikut bermain dalam rangkaian G30S. Bagi AS, menghancurkan komunis di negara kita sangat tinggi nilainya untuk menjamin dominasi AS diAsia Tenggara. Di sisi lain, reputasi mereka di bidang subversif sudah dibuktikan dengan tampilnya agen agen CIA yang berpengalaman menghancurkan musuh di berbagai negara, walaupun reputasi itu di dalam negeri malah dikecam habis habisan oleh rakyat AS sendiri. Salah satu agen CIA yang andal yaitu Marshall Green (Dubes AS untuk negara kita ).
Reputasinya di bidang subversif tak diragukan lagi. Sebelum bekerja di negara kita ia yaitu
Kuasa Usaha AS di Korea Selatan. Di sana ia sukses menjalankan misi AS membantu
pemberontakan militer oleh Jenderal Park Chung Hee yang lalu memimpin pemerintahan
militer selama tiga dekade. Di negara kita ia menggantikan Howard Jones menjelang meletusnya G30S. Jadi pemain penting asing dalam drama 1 Oktober 1965 itu yaitu Green dan Jones. Tentu CIA tidak dapat bekerja sendiri menghancurkan komunis di negara kita . Apalagi pada Februari 1965 AS memulai pemboman pertama di Vietnam Utara. Praktis konsentrasinya khusus untuk penghancuran komunis terbagi. Baik di negara kita maupun Vietnam Utara,
mereka butuh mitra lokal. Di negara kita mereka merekrut Kamaruzaman yang lebih terkenal
dengan panggilan Sjam sebagai spion. Sjam yaitu tentara sekaligus orang PKI. Kedudukan Sjam di PKI sangat strategis yaitu sebagai Ketua Biro Khusus PKI yang bisa berhubungan langsung dengan Ketua PKI DN Aidit. Sebaliknya, para perwira kelompok kontra Dewan Jenderal memberi informasi kepada saya bahwa Sjam sering memimpin rapat intern AD. Tidak jelas benar, apakah Sjam itu tentara yang disusupkan ke dalam tubuh PKI atau orang PKI yang
disusupkan ke dalam AD. namun jelas ia yaitu mitra lokal CIA. Dan CIA beruntung memiliki
mitra lokal yang berdiri di dua kubu yang berseberangan. namun permainan Sjam sangat kasar. Ingat pernyataannya bahwa pada tanggal 12 Agustus 1965 ia mengaku dipanggil oleh Aidit untuk membahas betapa seriusnya sakit Presiden. Juga Kemungkinan Dewan Jenderal mengambil tindakan segera jika Presiden meninggal. Itu
dikatakan sesudah Aidit dibunuh. Di pengadilan Sjam mengatakan bahwa perintah menembak
para jenderal datang dari dia sendiri, namun itu atas perintah Aidit yang disampaikan kepadanya.
Inilah satu satunya pernyataan yang memberatkan Aidit selain keberadaan Aidit di Halim pada taggal 30 September 1965 tengah malam . Namun Aidit tidak sempat bicara sebab dia ditembak mati oleh Kolonel Yasir Hadibroto (kelak dijadikan Gubernur Lampung oleh Soeharto) beberapa hari sesudah G30S di Boyolali, Jateng. Jika Sjam itu seorang tentara, ia ibarat martil. Keterangannya sangat menguntungkan pihak yang menghancurkan PKI. Namun sesudah bertahun tahun berstatus
tahanan, Sjam diadili dan dihukum mati. Keberpihakannya kepada PKI, AD dan AS akhirnya tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri.
Ini yaitu bagian yang mengungkap keterlibatan Soeharto dalam G30S. Dia menjalin hubungan
dengan dua sahabat lama Letkol TNI AD Untung Samsuri dan Kolonel TNI AD Abdul Latief
beberapa waktu sebelum meletus G30S. Untung kelak menjadi komandan pasukan yang
menculik dan membunuh 7 perwira, sedang Latief hanya dituduh terlibat dalam peristiwa itu.
Untung yaitu anak buah Soeharto saat Soeharto masih menjabat sebagai Panglima Divisi
Diponegoro, Jateng. Untung bertubuh agak pendek namun berjiwa pemberani. Selama beberapa bulan berkumpul dengan saya di Penjara Cimahi, Bandung, saya mengetahui persis bahwa Untung tidak menyukai politik. Ia yaitu tipe tentara yang loyal kepada atasannya, biasanya sikap prajurit sejati. Kepribadiannya polos dan jujur. Ini terbukti dari fakta bahwa sampai beberapa saat sebelum dieksekusi, dia masih tetap percaya bahwa vonis hukuman mati terhadap dirinya tidak mungkin dilaksanakan. Percayalah, pak Ban, vonis buat saya itu hanya sandiwara, katanya suatu hari pada saya. Kenapa begitu, sebab ia percaya pada Soeharto yang mendukung tindakannya: membunuh para jenderal. Soal ini akan dibeberkan di bagian lebih lanjut. Sekitar akhir 1950 an Soeharto dan Untung pisah kesatuan. Namun pada tahun 1962 mereka berkumpul lagi. Mereka dipersatukan oleh misi merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Saat itu Soeharto yaitu Panglima Komando Mandala, sedang Untung yaitu anak buah Soeharto yang bekerja di garis depan. Dalam misi itulah keberanian Untung tampak menonjol: ia memimpin kelompok kecil pasukan yang bertempur di hutan belantara Kaimana. Operasi pembebasan Irian akirnya sukses. Pada tanggal 15 Oktober 1962 Belanda menyerahkan Irian kepada PBB. lalu pada tanggal 1 Mei 1963 Irian diserahkan oleh PBB ke pangkuan RI. Keberanian Untung di medan perang sampai ke telinga Presiden. sebab itu Untung dianugerahi Bintang Penghargaan oleh Presiden Soekarno sebab keberaniannya. sesudah itu Untung dan Soeharto berpisah lagi dalam hubungan garis komando. Presiden Soekarno menarik Untung menjadi salah satu komandan Batalyon Kawal Istana, Cakra Bhirawa. sedang Soeharto akhirnya menjadi Pangkostrad. Namun misi baru Untung itu memicu Soeharto marah. Soeharto ingin merekrut Untung masuk ke Kostrad menjadi anak buahnya,
sebab ia mengetahui bahwa Untung itu pemberani. namun apa mau dikata, Presiden sudah terlanjur menarik Untung ke dalam pasukan elite kawal Istana. Soeharto hanya bisa kecewa. Saat itu konflik sukarno dan PKI di satu sisi dengan para pimpinn AD di sisi lain belum terlalu
tajam. Dalam perkembangannya, konflik sukarno dan PKI dengan AD itu semakin memuncak. Konflik itu diikuti oleh polarisasi kekuatan politik dan militer yang semakin meningkat, sehingga dapat disimpulkan bahwa saat waktu konflik bisa mengarah ke kondisi yang mengkhawatirkan.
Sebab sukarno yaitu pemimpin yang kharismatik yang didukung oleh rakyat dan sebagian
besar perwira Angkatan Bersenjata, kecuali sebagian kecil perwira AD. Di sisi lain, PKI seperti sudah saya sebutkan di muka saat itu memiliki massa dalam jumlah sangat besar. Bisa
dibayangkan apa yang bakal terjadi jika konflik ini semakin tajam. Nah, saat konflik meningkat
itulah justru Soeharto bersyukur bahwa Untung menjadi salah satu komandan Batalyon Kawal
Istana Cakra Bhirawa. Kedudukan Untung di sana menjadi titik strategis dipandang dari sisi
Soeharto yang menunggu saat saat untuk merebut kekuasaan negara. Maka hubungan
Soeharto Untung kembali membaik, meskipun beberapa waktu sebelumnya Soeharto sempat
marah dan membenci Untung. Bukti membaiknya hubungan itu yaitu bahwa beberapa waktu
lalu , di akhir 1964, Untung menikah di Kebumen dan Soeharto bersama istrinya, Ny. Soehartinah (Tien) menghadiri resepsinya di Kebumen.
Seorang komandan menghadiri pernikahan bekas anak buah yaitu hal yang sangat wajar,
memang. namun jarak antara Jakarta Kebumen tidak dekat. Apalagi saat itu sarana transportasi
dan terutama kondisi jalan sangat tak memadai. Jika tak benar benar sangat penting, tidak
mungkin Soeharto bersama istrinya menghadiri pernikahan Untung. Langkah Soeharto
mendekati Untung ini terbaca di kalangan elite politik dan militer saat itu, namun mereka hanya
sekadar heran pada perhatian Soeharto terhadap Untung yang begitu besar. Di sisi lain, Soeharto
juga membina persahabatan lama dengan Kolonel Abdul Latief yang juga bekas anak buahnya di
Divisi Diponegoro. Latief yaitu juga seorang tentara pemberani. Ia yaitu juga seorang yang
saya nilai jujur. Namun, berbeda dengan Untung, Latief mengantongi rahasia skandal Soeharto
dalam Serangan Oemoem 1 Maret 1949 di Yogya. Dalam serangan itu Belanda diusir dari Yogya
(saat itu ibu kota RI) hanya dalam waktu enam jam. Itu sebabnya serangan ini disebut juga
Enam jam di Yogya, yang dalam sejarah disebut sebagai Operasi Janur Kuning sebab saat
operasi dilaksanakan semua pasukan yang berjumlah sekitar 2000 personil (termasuk pemuda gerilyawan) diharuskan mengenakan janur kuning (sobekan daun kelapa) di dada kiri sebagai tanda. Yang tidak mengenakan tanda khusus ini bisa dianggap sebagai mata mata Belanda dan tidak salah jika ditembak mati. Soeharto (di hari berikutnya ) mengklaim keberhasilan mengusir Belanda itu atas keberaniannya. Serangan Oemoem 1 Maret 1949 itu katanya, yaitu ide dia. Soal ini sudah diungkap di berbagai buku, bahwa serangan ini yaitu ide Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Soeharto yaitu komandan pelaksana serangan. Namun bagi Latief persoalan ini terlalu tinggi. Latief hanya merupakan salah satu komandan kompi. Hanya saja sebab dia kenal Soeharto saat masih sama sama di Kodam Diponegoro, ia dekat dengan
Soeharto. Letief tidak bicara soal ide serangan. Ia hanya bicara soal teknis pertempuran. Tentara kita menyerbu kota dari berbagai penjuru mulai pukul 06.00 WIB, persis saat sirene berbunyi tanda jam tengah malam berakhir. Diserbu mendadak oleh kekuatan yang begitu besar, Belanda terkejut. Perlawanan mereka sama sekali tidak berarti bagi pasukan kita. Mereka sudah kalah strategi, diserang mendadak dari berbagai penjuru kota oleh pasukan yang jumlahnya demikian banyak. Tangsi tangsi Belanda banyak yang berhasil direbut tentara kita. Namun Belanda sempat minta bantuan pasukan dari kota lain. Walaupun bala bantuan pasukan Belanda datang agak terlambat, namun mereka memiliki persenjataan yang lebih baik dibanding tentara kita. Mereka juga mengerahkan kendaraan lapis baja. Pada saat itulah terjadi pertempuran hebat di seantero Yogyakarta. Pada scope lebih kecil, kelompok pasukan pimpinan Latief kocar kacir digempur serangan balik pasukan Belanda. Dalam kondisi seperti itu Latief memerintahkan pasukannya mundur ke Pangkalan Kuncen sambil tetap berusaha memberikan tembakan balasan. sesudah di garis belakang, Latief memeriksa sisa pasukan. Ternyata tinggal 10 orang tentara. Di saat mundur tadi sekilas diketahui 12 orang terluka dan 2 orang gugur di tempat. Mereka yang luka dengan terpaksa ditinggal di medan pertempuran, sehingga kemungkinan besar juga tewas, sedang pemuda gerilyawan (juga di bawah kompi Latief) yang tewas 50 orang. Nah, saat Latief bersama sisa pasukannya berada di garis belakang itulah mereka bertemu Soeharto. Apa yang sedang dilakukan Soeharto, Dia sedang santai makan soto babat, kata Latief. saat itu perang sedang berlangsung. Ribuan tentara dan pemuda gerilyawan tengah beradu nasib menyabung nyawa, merebut tanah yang diduduki oleh penjajah. Toh, Latief dengan sikap tegap prajurit melapor kepada Soeharto mengenai kondisi pasukannya. Soeharto ternyata juga tidak berbasa basi contohnya menawari Latief dan anak buahnya makan. Sebaliknya Soeharto langsung memerintahkan Latief bersama sisa pasukannya untuk menggempur belanda yang ada di sekitar Kuburan Kuncen, tidak jauh dari lokasi mereka. Belanda akhirnya berhasil diusir dari Yogyakarta dalam tempo enam jam. Secara keseluruhan dalam pertempuran itu pasukan kita menang, meskipun dalam scope kecil pasukan pimpinan Latief kocar kacir. Komandan dari seluruh pasukan itu yaitu Soeharto yang boleh saja menepuk dada membanggakan keberaniannya. Bahkan Soeharto lalu bertindak jauh lebih berani lagi dengan mengakui bahwa ide serangan itu dalah idenya (yang kini terbukti tidak
benar). Namun soal Soto babat menjadi skandal tersendiri bagi figur seorang komandan pasukan
tempur di mata Latief. Dan skandal ini diungkap oleh Latief pada saat dia diadili di Mahkamah
Militer dengan tuduhan terlibat G30S. Kendati begitu, skandal ini tidak menyebar sebab saat itu
Soeharto sudah berkuasa. Soeharto sudah menjadi pihak yang menang dan Latief menjadi pihak yang kalah. Apa pun informasi dari pihak yang kalah sudah pasti disalahkan oleh pihak yang menang. sesudah Serangan Oemoem 1 Maret, Soeharto Latief pisah kesatuan. Soeharto akhirnya menjadi Pangkostrad, sementara Latief akhirnya menjadi Komandan Brigade Infanteri I Jaya Sakti, Kodam Jaya. Posisi Latief cukup strategis. Maka Soeharto kembali membina hubungan lama dengan Latief . Jika Untung didatangi oleh Soeharto saat menikah di Kebumen, Latief juga didatangi di rumahnya oleh Soeharto dan istrinya saat Latief mengkhitankan anaknya. Saya menilai, Soeharto mendekati Latief dalam usaha sedia payung sebelum hujan, sebab suatu saat nanti Latief akan dimanfaatkan oleh Soeharto. Kini cerita lama terulang kembali. Jika dahulu Soeharto membentuk trio bersama Yoga Soegama dan Ali Moertopo, kini bersama Untung dan Latief. Semuanya teman teman lama Soeharto
saat masih di Jawa Tengah. namun trio kali ini (bersama Untung dan Latief) memiliki posisi
strategis yang lebih tinggi dibanding yang dahulu : Untung yaitu orang dekat Presiden. Latief
yaitu orang penting di Kodam Jaya yang menjaga keamanan Jakarta. Targetnya jelas: menuju
ke Istana. Tidak ada orang yang bisa membaca konspirasi trio ini saat itu sebab selain trio
ini tidak meledak ledak, mereka juga tidak berada di posisi tertinggi di jajaran militer. Namun
saya sebagai orang terdekat sukarno sudah memiliki feeling bahwa persahabatan mereka bisa menggoyang Istana. Paling tidak mereka bisa memperkuat apa yang sudah dirintis oleh Nasution, yaitu : menciptakan Negara dalam Negara. Sebab konflik antara sukarno dan AD sudah semakin tajam. Selain membentuk trio, Soeharto juga dekat dengan Brigjen Soepardjo (berasal dari Divisi Siliwangi yang lalu ditarik Soeharto ke Kostrad menjabat PangKopur II).
Pertengahan September 1965 suhu politik di Jakarta mulai panas. sebab hubungan persahabatan di luar jalur komando Latief menemui Soeharto. Inilah pertemuan pemting pertama antara Soeharto dan Latief menjelang G30S. Saat itu isu dewan Jenderal sudah menyebar. Begitu mereka bertemu, Latief melaporkan isu ini kepada Soeharto. Ternyata Soeharto menyatakan bahwa ia sudah mengetahui . Beberapa hari yang lalu saya diberitahu hal itu oleh seorang teman AD dari
Yogya bernama Soebagyo, katanya. Tidak jelas siapa Soebagyo. Namun berdasar keterangan saksi Latief, Soebagyo yaitu tentara teman mereka saat masih sama sama di Divisi Diponegoro. Pada saat yang hampir bersamaan, pada 15 September 1965 Untung mendatangi Soeharto. Untung juga melaporkan adanya Dewan Jenderal yang akan melakukan gerakan gerakan . Berbeda dengan Latief, Untung menyatakan bahwa ia memiliki rencana akan mendahului pergerakan Dewan Jenderal dengan menangkap mereka lebih dahulu , sebelum mereka melakukan kudeta. Untung memang merupakan pembantu setia sukarno . Dalam posisinya sebagai salah satu komandan Pasukan Kawal Istana Cakra Bhirawa, sikapnya sudah benar. Apa jawab Soeharto, Bagus jika kamu memiliki rencana begitu. Sikat saja, jangan ragu ragu, kata Soeharto. Malah Soeharto menawarkan bantuan pasukan kepada Untung: jika perlu bantuan pasukan, akan saya bantu, katanya. Untung gembira memperoleh dukungan. Ia menerima tawaran bantuan ini . Dan Soeherto juga tidak main main: Baik. Dalam waktu
secepatnya akan saya datangkan pasukan dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, katanya.
Harap dicatat: pertemuan Soeharto dengan Latief tidak berkaitan dengan pertemuan Soeharto
dengan Untung. Saya lupa lebih dahulu mana, antara Latief bertemu Soeharto dengan Untung
bertemu Soeharto. Yang pasti itu terjadi di pertengahan bulan September 1965. Pada awalnya hubungan Soeharto Untung terpisah dari hubungan Soeharto Latief dalam hal Dewan Jenderal. Namun mereka sama sama dari Kodam Diponegoro. Hubungan Untung Latief juga terjalin baik meskipun sudah berpisah kesatuan. Akhirnya mereka mengetahui bahwa Soeharto mendukung pergerakan menangkap Dewan Jenderal. Bantuan Soeharto ternyata dibuktikan. Beberapa hari sebelum 1 Oktober 1965, atas perintah Soeharto didatangkan beberapa batalyon pasukan dari Semarang, Surabaya dan Bandung. Perintahnya berbunyi: Pasukan harus tiba di Jakarta dengan
perlengkapan tempur Siaga I. lalu secara bertahap pasukan tiba di Jakarta sejak 26 September 1965. Jelas, pasukan ini didatangkan khusus untuk menggempur Dewan Jenderal. Dalam komposisi pasukan penggempur Dewan Jenderal itu, dua pertiganya yaitu pasukan Soeharto dari daerah dan Kostrad. sesudah G30S meletus dan Soeharto balik menggempur pelakunya, lalu ia menuduh pergerakan itu didalangi PKI. Soeharto memicu aneka cerita bohong. Soal kedatangan pasukan dari Bandung, Semarang dan Surabaya itu dikatakan untuk persiapan upacara Hari ABRI 5 Oktober. Dari segi logika sudah tidak rasional. Rombongan pasukan tiba di Jakarta sejak 26 September 1965 dengan persiapan tempur Siaga I. Ini jelas tidak masuk akal jika dikaitkan dengan Hari ABRI. Yang terpenting: dari laporan intelijen yang saya terima dan dikuatkan dengan cerita Untung pada saya saat kami sudah sama sama dipenjara, pasukan
bantuan Soeharto itu dimaksudkan untuk mendukung Untung yang akan menggempur Dewan Jenderal. Ini sudah dibahas oleh Untung dan Soeharto. Pertemuan penting kedua Soeharto Latief terjadi dua hari menjelang 1 Oktober 1965. Pertemuan dilakukan di rumah Soeharto di Jalan H Agus Salim. Berdasarkan cerita Latief kepada saya pada saat kami sama sama dipenjara, saat itu ia melaporkan kepada Soeharto bahwa Dewan
Jenderal akan melakukan kudeta terhadap Presiden. Dan Dewan Jenderal akan diculik oleh
Pasukan Cakra Bhirawa. Apa reaksi Soeharto, Dia tidak bereaksi. namun sebab saat itu ada tamu
lain di rumah pak Harto, maka kami beralih pembicaraan ke soal lain, soal rumah, kata Latief.
Pertemuan terakhir Soeharto Latief terjadi persis pada tanggal 30 September 1965 tengah malam hari pukul 23.00 WIB di RSPAD Gatot Subroto. Saat itu Soeharto menunggu anaknya Hutomo
Mandala Putera (Tommy Soeharto) yang ketumpahan sup panas dan dirawat di sana. Kali ini Latief melaporkan penculikan para jenderal akan dilaksanakan pukul 04.00 WIB (sekitar lima
jam lalu ). Kali ini juga tidak ditanggapi oleh Soeharto. sebetulnya yang akan melapor
kepada Soeharto saat itu tiga orang, yaitu Latief, Brigjen Soepardjo dan Letkol Untung. Sebelum
Latief menghadap Soeharto, Latief lebih dahulu bertemu dengan Soepardjo dan Untung. Soepardjo
dan Untung datang ke rumah saya tengah malam itu (30 September 1965) pada pukul 21.00 WIB.
Soepardjo sedang ada urusan, sedang Untung kurang berani bicara pada Soeharto. Soepardjo
lalu mengatakan pada saya: Sudahlah Tif (panggilan Latief), kamu saja yang menghadap.
Katakan ke pak Harto, kami sedang ada urusan, kata Latief menirukan ucapan Soepardjo.
sesudah Latief bertemu Soeharto, ia lalu kembali menemui Soepardjo dan Untung yang
menunggu di suatu tempat. Latief dengan wajah berseri seri melaporkan kepada teman temannya
bahwa Soeharto berada di belakang mereka. Saya ulangi: Pada sekitar pukul 01.00 WIB 1
Oktober 1965, kata Latief kepada Soepardjo dan Untung: Soeharto berada di belakang mereka.
Beberapa jam lalu pasukan bergerak mengambil para jenderal. Ada yang menarik dari
pengakuan Soeharto soal pertemuan terakhir dirinya dengan Latief pada tanggal 30 September
1965 tengah malam di RSPAD Gatot Subroto itu. Ia bercerita kepada dua pihak: Pertama kepada
wartawan Amerika Serikat bernama Brackman, pada tahun 1968. Saat itu ia ditanya oleh
Brackman mengapa Soeharto tidak termasuk dalam daftar jenderal yang akan diculik.
Kepada Brackman dikatakan demikian: Memang benar dua hari sebelum 1 Oktober 1965 anak
laki laki saya yang berusia 3 tahun (Hutomo Mandala Putera alias Tommy Soeharto) ketumpahan sup panas. Dia lalu dibawa ke RSPAD Gatot Subroto. Pada 30 September 1965 banyak kawan kawan saya menjenguk anak saya dan saya juga berada di RSPAD. Di antara yang datang yaitu Latief yang menanyakan kondisi anak saya. Saat itu saya sangat terharu atas keprihatinannya pada anak saya. namun ternyata Latief yaitu orang penting dalam gerakan gerakan yang terjadi. Jadi jelas Latief datang ke RSPAD bukan untuk menengok anak saya, namun untuk memeriksa keberadaan saya. Untuk membuktikan keberadaan saya, benarkah saya di RSPAD Gatot Subroto, Ternyata Memang begitu adanya: saya di RSPAD Gatot Subroto hingga tengah tengah malam , lalu pulang ke rumah. Pada Juni 1970 Soeharto diwawancarai oleh wartawan Der Spiegel, Jerman. Der Spiegel juga mengajukan pertanyaan yang sama dengan Brackman: Mengapa Soeharto tidak termasuk dalam daftar perwira AD yang diculik pada tanggal 1 Oktober 1965, Soeharto mengatakan kepada Der Spiegel demikian: Latief datang ke RSPAD pukul 23.00 WIB bersama komplotannya. Tujuannya untuk membunuh saya. namun itu tidak dilakukan, sebab ia khawatir membunuh saya di tempat umum. Saat G30S meletus saya tidak berada di Jakarta. Saya melaksanakan misi keliling daerah yang disebut Turba (Turun ke bawah). Pada 28 September 1965 saya berangkat ke Medan, Sumatera Utara. Beberapa waktu sebelumnya saya keliling Jawa Timur dan negara kita Timur. Saat ke Medan rombongan saya berangkat bersama rombongan Laksamana Muda Udara Sri Muljono Herlambang. Misinya yaitu mematangkan Kabinet Dwikora. Namun lalu kami berpisah. Rombongan Sri Muljono berangkat ke Bengkulu dan Padang, rombongan saya ke Medan. Pada tanggal 2 Oktober saya ditilpun langsung oleh Presiden Soekarno dan diberitahu kejadian sehari sebelumnya. Dan hari itu juga saya diperintahkan untuk segera ke Jakarta. Ada pesan Presiden agar saya berhati hati: Awas, Ban, hati hati. Pesawatmu bisa ditembak jatuh, pesan Presiden. namun saya tetap kembali ke Jakarta dengan pesawat. Saya tentu saja sempat was was, sebab yang mengingatkan saya bukan orang sembarangan. Begitu tiba di Jakarta, saya langsung menuju Istana Bogor menemui Presiden Soekarno. Beberapa waktu lalu saya mengetahui
alasan kenapa sukarno memperingatkan saya agar saya hati hati. Sebabnya yaitu saat Sri
Muljono menuju ke Jakarta, pesawatnya ditembaki di kawasan Tebet sehingga pesawat berputar putar mencari tempat landasan. Akhirnya pesawat mendarat secara darurat di dekat Bogor.
Saat saya tiba di Bogor, suasana sudah jauh berubah dibanding sebelum saya berangkat ke
Medan. Wajah sukarno tampak tegang. Leimena dan Chaerul Saleh sedang mendiskusikan
berbagai hal. Saya memperoleh laporan bahwa pada saat itu sukarno sudah berada dalam
tawanan Soeharto. sukarno tidak diperbolehkan meninggalkan Istana Bogor. Sehari sebelumnya, peristiwa hebat terjadi di Jakarta. Tujuh perwira AD diculik yang lalu dibunuh pada dini hari. Saya memperoleh laporan dari para Koneksi dan para intel anak buah saya di BPI. Sampai berhari hari lalu saya terus mengumpulkan informasi dari para Koneksi dan anak buah saya. Rangkaian informasi yang saya terima mengenai kejadian seputar 30 September 1965 hingga pembunuhan para jenderal itu sebagian saya catat, sebagian tidak. Saya masih ingat hampir seluruhnya. Semua informasi yang saya terima, termasuk berbagai gejala yang sudah saya ketahui sebelumnuya, dapat saya ungkapkan di sini. Namun paparan saya akan terasa kurang memicu kenangan yang kuat jika tidak dibandingkan dengan sejarah versi Orde Baru. Itu sebabnya, di beberapa bagian saya kutip sebagian cerita versi Soeharto sebagai pembanding. Pada tanggal 29 September 1965 pagi hari, Panglima AU Oemar Dhani melaporkan kepada Presiden Soekarno mengenai banyaknya pasukan yang datang dari daerah ke Jakarta. Beberapa waktu sebelumnya, saya melaporkan kepada sukarno adaya sekelompok perwira AD yang tidak puas terhadap Presiden yang menamakan diri Dewan Jenderal termasuk bocoran rencana Dewan Jenderal membentuk kabinet. Saya juga melapor mengenai manuscript Gilchrist. Semua laporan bertumpuk menjadi satu di benak sukarno . Dengan akumulasi aneka laporan yang mengarah pada suatu peristiwa besar itu, saya percaya sukarno masih bertanya tanya, apa gerangan yang bakal terjadi. berdasar keterangan saksi pengakuan Soeharto, menjelang dini hari 1 Oktober 1965 ia meninggalkan anaknya di RSPAD Gatot Subroto dan pulang ke rumahnya di Jalan H Agus Salim. berdasar keterangan saksi nya, saat
meninggalkan RSPAD itu ia sendirian (tanpa pengawal) dengan mengendarai jeep Toyota. Dari
RSPAD mobilnya melewati depan Makostrad, lalu masuk ke Jalan Merdeka Timur. Ia mengaku di sana sempat merasakan suasana yang tidak biasa. Di sekitar Jalan Merdeka Timur
berkumpul banyak pasukan, namun Soeharto terus berlalu dan tidak menghiraukan puluhan
pasukan yang berkumpul di Monas. sesudah itu Soeharto mengaku pulang ke rumah dan tidur (ini
dikatakan Soeharto di beberapa kesempatan terbuka). lalu pagi harinya pukul 05.30 WIB dia
mengaku dibangunkan oleh seorang tetangganya dan diberitahu bahwa baru saja terjadi
penculikan terhadap para jenderal. sesudah itu saya langsung menuju ke markas Kostrad, kata
Soeharto. Pengakuan Soeharto itu luar biasa aneh: . di saat Jakarta dalam kondisi sangat tegang ia menyetir mobil sendirian, tanpa pengawal.
Jangankan dalam situasi seperti itu, dalam kondisi biasa saja ia selalu dikawal. . ia melewati Jalan Merdeka Timur dan mengaku melihat puluhan prajurit berkumpul dan merasakan sesuatu yang tidak biasa, namun tidak dia hiraukan. Sebagai seorang komandan pasukan, tidakkah dia ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh puluhan prajurit yang berkumpul
pada tengah tengah malam seperti itu, . pada pagi hari 1 Oktober 1965 pukul 05.30 WIB siapa yang bisa mengetahui bahwa baru saja
terjadi penculikan terhadap para jenderal, Saat itu belum ada berita televisi seperti sekarang
(semisal Liputan 6 Pagi SCTV) yang dengan cepat bisa memberitakan suatu kejadian beberapa
jam sebelumnya. Radio RRI saja baru memberitakan peristiwa itu pada pukul 07.00 WIB.
Yang sebetulnya terjadi: Soeharto sudah mengetahui bahwa pasukan yang berkumpul di dekat Monas itu akan bergerak mengambil para anggota Dewan Jenderal. Toh dia sendiri yang mendatangkan sebagian besar (kira kira dua pertiga) pasukan ini dari Surabaya, Semarang dan Bandung. Ingat: Soeharto menawarkan bantuan pasukan yang diterima dengan senang hati oleh Untung. Pasukan dari daerah dengan perlengkapan tempur Siaga I itu bergabung dengan Pasukan Kawal Istana Cakra Bhirawa pimpinan Untung. Mereka berkumpul di dekat Monas. Selain itu, beberapa jam sebelumnya Soeharto menerima laporan dari Latief bahwa pasukan sudah dalam kondisi siap mengambil para jenderal. Maka wajar saja tengah tengah malam itu Soeharto mengendarai jeep sendirian, meskipun Jakarta dalam kondisi sangat tegang. Malah ia dengan tenangnya melewati tempat berkumpulnya pasukan yang beberapa saat lagi berangkat membunuh para jenderal. Bagi
Soeharto tidak ada yang perlu ditakutkan. Ia justru melakukan kesalahan fatal dengan
mengatakan kepada publik bahwa ia sempat melihat sekelompok pasukan berkumpul di dekat
Monas dan ia membiarkan saja. Jika ia memposisikan diri sebagai orang yang tidak mengetahui rencana pembunuhan para jenderal, mestinya ia tidak menyatakan seperti itu dalam buku biografinya dan di berbagai kesempatan terbuka. Dengan pernyataannya membiarkan pasukan bergerombol di dekat Monas, bisa menyeret dirinya dalam kesulitan besar. Masak seorang Panglima Kostrad membiarkan sekelompok pasukan bergerombol di dekat Monas pada tengah tengah malam , padahal dia
melihatnya sendiri. Yang sebetulnya terjadi yaitu bahwa tengah tengah malam itu ia tidak pulang ke rumah seperti ditulis dalam buku biografinya. Yang benar: sesudah melewati Jalan Merdeka Timur dan melihat persiapan sekumpulan pasukan, ia lalu menuju ke Markas Kostrad. Di Makostrad ia memberi pengarahan kepada beberapa pasukan bayangan dan operasi Kostrad yang mendukung pergerakan pengambilan para jenderal. Dengan kronologi yang sebetulnya ini, maka seharusnya tidak perlu ada cerita Soeharto pulang ke rumah lalu tidur. Dengan pengakuannya itu Soeharto rupanya ingin menunjukkan seolah olah ia jujur dengan
mengatakan bahwa pada dini hari 1 Oktober 1965 ia memang berada di Makostrad. namun
prosesnya dari RSPAD, pulang dahulu , lalu tidur, dibangunkan tetangga dan diberitahu ada
penculikan pukul 05.30 WIB, baru lalu berangkat ke Makostrad. jika Soeharto memposisikan diri sebagai orang yang tidak bersalah dalam G30S, maka pengakuannya itu merupakan kesalahan yang sangat fatal. Sebab tidak mungkin ada orang yang tinggal di Jalan H Agus Salim (tetangga Soeharto) mengetahui ada penculikan para jenderal dan membangunkan tidur Soeharto pada pukul 05.30 WIB. Padahal penculikan dan pembunuhan para jenderal baru terjadi beberapa menit sebelumnya, sekitar pukul 04.00 WIB. Satu pertanyaan sangat penting dari tragedi pagi buta 1 Oktober 1965 yaitu mengapa para jenderal itu tidak dihadapkan kepada Presiden Soekarno. Logikanya jika anggota Dewan Jenderal diisukan akan melakukan kudeta, mestinya dihadapkan ke Presiden Soekarno untuk diminta penjelasannya mengenai isu rencana kudeta. Masalahnya tentu bakal menjadi lain jika para jenderal tidak dibunuh, namun diajukan kepada Presiden untuk konfirmasi. Namun G30S sebagai suatu kekuatan sebetulnya sudah ditentukan jauh sebelum peristiwanya meletus. Dari perspektif Soeharto, masa hidup pergerakan ini tidak ditentukan oleh kekuatannya melainkan oleh masa kegunaannya. sesudah para jenderal dibunuh , maka habislah masa kegunaan G30S. Dan sejak itu juga masa hidupnya harus diakhiri. Meskipun Untung, Latief dan Soepardjo berusaha ingin mempertahankan kelanggengan G30S, namun umurnya hanya beberapa jam saja. sesudah itu pelakunya diburu dan dihabisi. Soeharto dengan melikuidasi G30S memicu kesan bahwa ia setia kepada atasannya, Yani dan teman teman jenderal yang dibunuh. Ia tampil sebagai pahlawan. Soal Mengapa Dewan Jenderal diculik, bukan dihadapkan ke Presiden, ada pengakuan dari salah satu pelaku penculikan. Menur ut Serma Boengkoes (Komandan Peleton
Kompi C Batalyon Kawal Kehormatan) yang memimpin prajurit penjemput Mayjen MT
Haryono, di militer tidak ada perintah culik. Yang ada yaitu tangkap atau hancurkan. Perintah
yang saya terima dari Komandan Resimen Cakra Bhirawa Tawur dan Komandan Batalyon
Untung yaitu tangkap para jenderal itu, kata Boengkoes sesudah ia bebas dari hukuman.
Namun MT Haryono dengan terpaksa dibunuh sebab rombongan pasukan tidak diperbolehkan masuk rumah oleh istri MT Haryono. Sang istri curiga, suaminya dipanggil Presiden kok dini hari.
sebab itu pintu rumah ini didobrak dan MT Haryono tertembak. Tidak jelas apakah
Haryono langsung tewas di tempat atau dibunuh lalu sesudah semua jenderal dikumpulkan
di Pondok Gede (Lubang Buaya). sedang saat dijemput oleh beberapa pasukan di rumahnya, Letjen A Yani terkejut. Bukan sebab penjemputnya pasukan berseragam loreng, namun sebab pada hari itu ia memang
dijadwalkan untuk menghadap Presiden Soekarno di Istana Merdeka, pada pukul 08.00 WIB.
Presiden sedianya akan bertanya kepada Yani soal Angkatan Kelima. Yani menolak ide Presiden
mengenai Angkatan Kelima sejak beberapa waktu sebelumnya. Malah sudah beredar isu bahwa
Yani akan digantikan oleh wakilnya yaitu Gatot Subroto. Dengan dijemput tentara dini hari mungkin Yani merasa pertemuan dengan Presiden Soekarno diajukan beberapa jam. Ia dibangunkan dari tidurnya oleh istrinya dan masih mengenakan
piyama. Meskipun kedatangan tentara penjemputnya memicu kegaduhan di keluarga Yani yang terkejut, namun Yani berdasar keterangan saksi . Ia menyatakan kepada penjemputnya akan ganti pakaian. namun saat tentara penjemputnya menyatakan Tidak perlu ganti baju, jenderal, maka sesaat Yani menempeleng tentara ini . Perkataan prajurit seperti itu terhadap jenderal memang sudah luar biasa tidak sopan. lalu Yani masuk ke kamar untuk ganti pakaian. Yani diberondong tembakan.
Untuk penculikan para jenderal yang lain mungkin cerita saya mirip dengan yang sudah banyak
ditulis di berbagai buku, baik versi Orde Baru maupun buku yang terbit sesudah Soeharto
tumbang. Kurang lebih mirip seperti itu sehingga tidak perlu saya ceritakan lagi. Yang penting, peristiwa berdarah di pagi buta pada tanggal 1 Oktober 1965 (G30S) itu sampai kini masih ditafsirkan secara berbeda beda, baik di dalam maupun di luar negeri. namun jelas substansi peristiwa itu tidak seperti mitos yang dibuat AD yaitu percobaan kudeta yang didalangi oleh PKI. Versi AD ini sama sekali tidak benar. Peristiwa itu merupakan provokasi yang didalangi oleh jenderal jenderal fasis AD didukung dengan baik oleh imperialisme internasional. Peristiwa itu yaitu provokasi yang dimanipulasi secara licik dan efektif dan dikelola secara maksimal oleh seorang fasis berbaju kehalusan feodal Jawa yang haus kekuasaan dan harta. Dialah Panglima Kostrad Mayjen Soeharto. Pada sisi intern, peristiwa itu bukan hanya merupakan puncak manifestasi konflik antara pimpinan AD dan PKI, namun juga pertikaian antara pemimpin politik konservatif dengan aspirasi kapitalisme yang pembangunannya bergantung pada imperialisme internasional di satu fihak, melawan PKI dengan prinsip politik anti imperialisme dengan aspirasi negara yang merdeka penuh dan demokrasi berkeadilan sosial di pihak lain. Peristiwa itu yaitu puncak kelicikan para pemimpin politik konsevatif yang mengklaim sebagai paling demokrat dari sistim demokrasi parlementer. Mereka berhadapan dengan kemajuan kemajuan pesat PKI yang dicapai secara damai dalam sistim demokrasi liberal. Dari konflik ini para pimpinan AD dan sekutunya lalu mencabut hak hidup PKI dengan cara mambantai anggota dan keluarganya, lalu membubarkan PKI. Dari kacamata internasional terutama disebarkan oleh mantan Dubes AS untuk negara kita
Howard Jones peristiwa itu yaitu spontan kekejian rakyat yaitu penyembelihan rakyat yang
dilakukan PKI. Sebaliknya ini yaitu bagian dari intrik berdarah yang direncanakan secara
seksama di Mabes Kostrad pimpinan Soeharto. Pagi 1 Oktober 1965 sukarno berada di Halim. tengah malam harinya ia menginap di rumah istri Dewi Soekarno di Slipi (Wisma Yaso). Pagi pagi sesudah memperoleh kabar mengenai penculikan para jenderal, ia berangkat bersama ajudan Parto menuju Istana negara, namun menjelang sampai Istana, jalanan diblokade oleh tentara. berdasar keterangan saksi ajudan, pasukan ini tidak dikenal, sebab memang tidak
ada jadwal blokade jalan menuju Istana.
Dalam waktu cepat Parto mengambil inisiatif dengan tidak meneruskan perjalanan ke Istana.
Mungkin ia menangkap firasat bahaya jika Presiden ke Istana. lalu Parto mengusulkan
Sebaiknya ke Halim saja, pak. jika ada apa apa dari Halim akan dengan cepat terbang ke
tempat lain, katanya. sukarno berdasar keterangan saksi saja. Dalam protokoler pengamanan presiden, jika pasukan pengaman merasa presiden dalam bahaya, maka tujuan utama yaitu lapangan terbang. Dengan begitu presiden bisa diterbangkan ke mana saja secara cepat. Itu asal muasal presiden berada di Halim. Mungkin Parto (juga sukarno ) tidak mengetahui bahwa para jenderal diculik dan dibawa ke Halim. Sesampainya ke Halim pun sukarno belum mengetahui apa yang sebetulnya terjadi. Baru sesudah beberapa saat di Halim, beliau diberitahu oleh para pengawal. lalu ia menerima laporan dari Brigjen Soepardjo. Aidit pagi itu juga berada di Halim. Inilah keanehannya: para tokoh sangat penting berkumpul di Halim. jika Oemar Dhani berada di sana, itu masih wajar sebab ia yaitu pimpinan AURI. namun keberadaan Aidit di sana sungguh mengherankan. sukarno dan Oemar Dhani berada di satu tempat, sedang Aidit berada di tempat lain sekitar Halim. sesudah sukarno terbang ke Istana Bogor (prosesnya dirinci di bagian lebih lanjut), Aidit terbang ke Jawa Tengah. Beberapa hari lalu Aidit ditembak mati oleh Kolonel Yasir Hadibroto di Brebes, Jawa
Tengah. berdasar keterangan saksi kabar resmi Aidit ditembak sebab saat ditangkap ia melawan. namun berdasar keterangan saksi laporan intelijen kami Aidit sama sekali tidak melawan. Soeharto memang memerintahkan tentara untuk menghabisi Aidit, katanya. Dengan begitu Aidit tidak dapat bicara yang sebetulnya . Saya lebih percaya pada laporan intelijen kami, sebab istri Aidit lalu cerita bahwa pada tanggal 30 September 1965 tengah malam hari ia kedatangan tamu beberapa orang tentara. Para tamu itu memaksa Aidit meninggalkan rumah. Suami saya diculik tentara, kata nya. sesudah itu Aidit tidak pernah pulang lagi sampai ia ditembak mati di Brebes. Hanya beberapa jam sesudah para jenderal dibunuh sekitar pukul 11.00 WIB, 1 Oktober 1965, Presiden Soekarno dari pangkalan udara Halim mengeluarkan instruksi yang disampaikan melalui radiogram ke markas Besar ABRI. Saat itu sukarno hanya menerima informasi bahwa beberapa jenderal baru saja diculik. Belum ada informasi mengenai nasib para jenderal,
meskipun sebetulnya para jenderal sudah dibunuh. Inti instruksi sukarno yaitu bahwa
semua pihak diminta tenang. Semua pasukan harap stand by di posisinya masing masing. Semua pasukan hanya boleh bergerak atas perintah saya selaku Presiden dan Panglima Tertinggi ABRI. Semua persoalan akan diselesaikan pemerintah/Presiden. Hindari pertumpahan darah. Demikian antara lain isi instruksi Presiden. Instruksi itu ditafsirkan Soeharto bahwa Untung dan kawan kawan sudah kalah, sebab pergerakan menculik dan membunuh para jenderal tidak didukung oleh Presiden. Instruksi lalu disambut Soeharto dengan memerintahkan anak buahnya menangkap Untung dan kawan kawan. Jelas ini membingungkan Untung. Ia sudah melapor ke Soeharto soal Dewan Jenderal yang akan melakukan gerakan gerakan terhadap Presiden
Soekarno. Untung juga mengutarakan niatnya untuk mendahului pergerakan Dewan Jenderal
dengan cara menangkap mereka lebih dahulu . Semua ini didukung oleh Soeharto. Bahkan Soeharto malah memberi bantuan pasukan. sesudah anggota dewan Jenderal dibunuh, Soeharto malah menyuruh Untung ditangkap.
Mengenai soal ini saya ingat cerita Untung kepada saya saat kami sama sama dipenjara di
Cimahi. Untung dengan percaya mengatakan bahwa ia tidak akan dieksekusi meskipun pengadilan sudah menjatuhkan hukuman mati. Sebab Soeharto yang mendukung saya menghantam Dewan Jenderal. Malah kami didukung pasukan Soeharto yang didatangkan dari daerah, katanya. Teman teman sesama narapidana politik juga mengetahui bahwa Untung yaitu anak emas Soeharto. namun akhirnya Untung dihukum mati dan benar benar dieksekusi. Hampir bersamaan dengan keluarnya instruksi Presiden mungkin hanya selisih beberapa menit lalu Soeharto memanggil ajudan sukarno , Bambang Widjanarko yang berada di Halim agar menghadap Soeharto di Makostrad. Ini mungkin hampir bersamaan waktunya dengan perintah Soeharto agar Untung dan kawan kawan ditangkap. Di Makostrad Bambang Widjanarko diberitahu Soeharto agar Presiden Soekarno dibawa pergi dari Pangkalan Halim sebab pasukan dari Kostrad di bawah pimpinan Sarwo Edhi Wibowo sudah disiapkan untuk menyerbu Halim. Saat Bambang menyampaikan pesan Soeharto itu, sukarno geram sekaligus bingung. Instruksi agar semua pasukan stand by di tempat masing masing tidak ditaati Soeharto. Sebaliknya Soeharto malah memerintahkan agar sukarno menyingkir dari Halim. Jika Bung Karno bertahan di Halim, tentu akan sangat berisiko. Sebaliknya jika sukarno
meninggalkan Halim, berarti ia patuh pada perintah Soeharto. sukarno lalu minta nasihat
para pembantu militernya. Brigjen Soepardjo mengusulkan agar sukarno terbang ke Bali.
sedang Menteri Panglima Angkatan Udara Oemar Dhani mengusulkan agar sukarno
pergi ke Madiun, Jawa Timur. Wakil Perdana Menteri II Leimena mengatakan sukarno harus berhati hati. Dan langkah paling hati hati yaitu jika sukarno berangkat ke Istana Bogor. Dari berbagai nasihat itu sukarno menyimpulkan bahwa kondisi memang gawat dan ia harus meninggalkan Halim. Akhirnya sukarno memutuskan untuk menuju ke istana Bogor
berdasar keterangan saksi i nasihat Leimena dengan jalan darat. Menjelang petang rombongan sukarno tiba di Istana Bogor. Ternyata benar. Gempuran pasukan Kostrad ke Halim dilaksanakan menjelang fajar. Penggempuran itu saya nilai sudah tidak tertuju kepada pelaku G30S, sebab seperti saya sebutkan terdahulu sekitar dua pertiga pasukan pelaksanaan G30S yaitu orang nya Soeharto. Jadi penggempuran itu hanya merupakan tekanan psikologis terhadap sukarno
yang saat itu benar benar bingung. Seumur hidupnya belum pernah sukarno ditekan tentara
seperti saat itu. Sekitar pukul 14.00 WIB masih pada 1 Oktober 1965 kepada Kapten Kuntjoro (ajudan Komandan Cakra bhirawa Letkol Marokeh) Soeharto menyatakan bahwa ia yaitu anggota Dewan Jenderal. Saat itu pembunuhan terhadap para jenderal sudah selesai. Nasution yang lolos dari target penculikan sedang diamankan di Markas Kostrad. Saya berhasil penelitian Soeharto berani mengatakan bahwa dirinya yaitu anggota Dewan Jenderal sesudah ia percaya bahwa posisinya aman, sehingga tidak perlu lagi menutupi wajahnya. Kepada Kapten Kuntjoro Soeharto mengatakan: Dewan Jenderal memang ada. Saya termasuk anggotanya. namun itu dewan untuk mengurus kepangkatan, bukan untuk kudeta. Pernyataan Soeharto ini menunjukkan betapa Soeharto berdiri di dua sisi. saat Untung menyatakan akan menghabisi Dewan Jenderal, Soeharto mendukung, bahkan membantu pasukan. sesudah Dewan Jenderal dihabisi ia menyatakan bahwa ia yaitu anggota Dewan Jenderal. Pernyataan ini mengingatkan saya pada tindakan Soeharto ikut dalam kudeta 3
Juli 1946. Soeharto berdiri di dua sisi. Hanya saja kudeta 3 Juli 1946 yaitu kudeta yang gagal,
sedang G30S yaitu awal suatu kudeta merangkak yang berhasil. Dalam kudeta yang disebut terakhir ini, Soeharto memperoleh dua manfaat: ia tampil sebagai pahlawan dan akhirnya
merebut kepemimpinan nasional. Dalam kudeta 3 Juli 1946 Soeharto hanya memperoleh predikat
pahlawan sebab menggempur komplotan penculik Perdana Menteri Sjahrir. Namun pada hari itu (Jumat 1 Oktober 1965) kondisi negara benar benar tidak menentu. Berbagai pihak saling memanfaatkan situasi. Pengumuman pertama mengenai penculikan para jenderal melalui RRI disiarkan oleh Untung. Intinya diumumkan bahwa kelompok Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta sudah digagalkan. Anggota Dewan Jenderal sudah diculik dan Presiden Soekarno dalam kondisi aman. Untuk sementara pemerintahan dikendalikan oleh Dewan Revolusi. Maka diumumkan anggota Dewan Revolusi. Di sana tidak ada nama Soekarno. Pengumuman demi pengumuman terus berkumandang di radio. sesudah Untung beberapa kali menyampaikan pengumuman, lalu disusul oleh Oemar Dhani. Masyarakat bingung. Sekitar pukul 21.00 WIB Soeharto berpidato di radio dan mengumumkan bahwa pagi hari itu sudah terjadi penculikan terhadap beberapa perwira tinggi oleh kelompok pimpinan Untung. Tindakan ini yaitu kudeta kontra revolusioner melawan Presiden Soekarno. Juga diumumkan bahwa Soeharto mengambil kendali AD (Menpangad) sebab Menpangad A Yani diculik. Perubahan demi perubahan dalam sehari itu benar benar membingungkan sukarno . Ia tidak mengetahui apa yang sebetulnya terjadi. Ia tidak mengetahui siapa sedang berperang melawan siapa, sebab ia tidak mengetahui rencana penculikan Dewan Jenderal. sukarno juga heran dengan pengumuman Soeharto mengambil alih kendali AD. Padahal beberapa jam sebelumnya (siang hari) Bung Karno sudah memutuskan untuk mengambil alih fungsi dan misi misi Menpangad dan menunjuk Mayjen Pranoto Rekso sebagai pelaksana sehari hari (care taker) Menpangad. Esoknya, 2 Oktober 1965 Soeharto didampingi oleh Yoga Soegama dan anggota kelompok bayangannya mendatangi sukarno di Istana Bogor. Soeharto bersama rombongan mengenakan pakaian loreng dan bersenjata masuk Istana. Dalam kondisi biasa, hanya pasukan pengawal presiden yang boleh membawa bawa senjata masuk ke dalam Istana. Namun mungkin sebab kondisi saat itu berbeda dengan kondisi biasa, mereka diperbolehkan masuk dengan bersenjata. Kedatangan Soeharto ini tidak pernah disebut dalam buku buku sejarah atau buku kesaksian pelaku sejarah. sukarno menerima mereka. Intinya, Soeharto menyatakan tidak setuju terhadap pengangkatan Mayjen Pranoto untuk memegang pelaksana komando AD. Selain protes, Soeharto juga meminta agar sukarno memberikan kuasa kepada Soeharto untuk memulihkan keamanan. Juga meminta Presiden mengambil tindakan terhadap pimpinan AU yang diduga terlibat dalam G30S. sebab persoalan cukup rumit sukarno menunda pembicaraan dan memanggil para panglima AU, AL, Kepolisian, Mayjen Pranoto dan Mayjen Mursid. sesudah mereka berkumpul baru diadakan rapat bersama Soeharto untuk membahas semua tuntutan Soeharto itu. Rapat berlangsung alot sekitar lima jam. Akhirnya sukarno memberi surat kuasa kepada Soeharto untuk memulihkan keamanan (sebagai Panglima Pemulihan Keamanan). Inilah awal Soeharto memetik kemenangan dari rangkaian proses kudeta merangkak itu. Surat kuasa yang diterima oleh Soeharto saat itu juga merupakan surat kuasa pertama. Namun ini tidak pernah disebut dalam sejarah. Mungin jika disebut dalam sejarah akan terasa aneh. Presiden yaitu Panglima Tertinggi ABRI yang pegang kendali militer. Pembunuhan para jenderal baru terjadi sehari sebelumnya. Itu pun beberapa jam lalu Presiden sudah mengeluarkan instruksi untuk ABRI. Ini menunjukkan bahwa Presiden masih memegang kendali militer. Bahkan Presiden sudah mengambil alih misi Menpangad sebab Menpangad Yani diculik. Maka kedatangan Soeharto minta surat kuasa untuk memulihkan keamanan, apa namanya jika bukan memotong kewenangan Presiden, Namun toh akhirnya surat kuasa dikeluarkan oleh Presiden. berdasar keterangan saksi memori Yoga, proses keluarnya surat kuasa itu sangat alot. Dalam rapat
Soeharto menekan Soekarno. namun jika kita kembali mengingat bahwa sehari sbelumnya
Soeharto melalui RRI sudah menyatakan mengambil alih pimpinan AD, maka wajar bahwa surat kuasa itu dikeluarkan. Sebelum surat kuasa dikeluarkan saja Soeharto sudah berani mengambil alih pimpinan AD. Sebelum Soeharto dan kelompok bayangannya meninggalkan Istana Bogor, Soeharto menyatakan agar Presiden tidak meninggalkan Istana Bogor demi keamanan. Sejak itu Presiden Soekarno sudah menjadi tawanan Soeharto. sesudah para pembantu dekat sukarno sadar bahwa sukarno menjadi tawanan Soeharto, para pembantu jadi teringat bahwa saran menuju Istana Bogor itu datang dari Leimena. Bukankah brigjen Soepardjo menyarankan Bung Karno untuk pergi ke Bali, Menpangau Oemar Dhani menyarankan ke Madiun, Jawa Timur, Leimena menyarankan yang paling hati hati ke Istana Bogor. Di kalangan orang dekat Bung Karno muncul pembicaraan, seandainya sukarno berdasar keterangan saksi i saran Soepardjo atau Oemar
Dhani, tentu akan lain ceritanya. Saya sangat percaya Leimena benar benar tidak memiliki maksud tertentu, apalagi menjerumuskan
sukarno . Beliau yaitu orang yang loyal terhadap sukarno . Sarannya ke Istana Bogor memang langkah hati hati. Selain sebab jaraknya lebih dekat (dibanding Bali atau Madiun) istana bogor memang tempatnya presiden atau termasuk simbol negara. Siapa sangka Soeharto berani mendatangi sukarno , bahkan menawan sukarno di sana, Namun sebab pembicaraan beredar menyesalkan saran Leimena, esok harinya Leimena mendatangi Soeharto di Makostrad. Tujuannya mengingatkan Soeharto agar jangan bersikap begitu keras terhadap Presiden. Leimena berkata kepada Soeharto: jangan begitu, dong. namun apa jawaban Soeharto, Pak Leimena jangan ikut campur. Pak Leimena urusi misi nya sendiri. Saya yang kuasa sekarang. Mendengar itu Leimena mundur. Tidak berapa lama lalu (masih hari itu juga) ganti Waperdam III Chaerul Saleh mendatangi Soeharto. Maksudnya juga sama dengan Leimena. Jawaban Soeharto juga sama seperti yang tadi: Saya yang kuasa sekarang. Pak Chaerul Saleh jangan ikut campur, kata Soeharto.
Hebatnya, beberapa waktu lalu Soeharto membantah menerima surat kuasa dari Presiden.
Dia menyatakan kurang lebih demikian: Dalam kehidupan militer tidak mungkin ada dua
panglima (dia dan Mayjen Pranoto yang sudah ditunjuk oleh Presiden menjadi caretaker
Menpangad) yang ditunjuk dalam waktu bersamaan. Maka praktis pengangkatan terhadap
mayjen Pranoto sebagai caretaker Menpangad tidak berjalan sama sekali. Sebaliknya Soeharto
sebagai Panglima Pemulihan Keamanan dan Ketertiban terus bertindak, sehingga pergolakan di
kalangan elite politik pun tidak dapat dicegah.
Inilah awal kudeta terselubung itu. Sejak itu sebetulnya sukarno sudah tidak lagi memiliki
power untuk memimpin negara. Esoknya pembantaian terhadap anggota PKI dan keluarganya dimulai. PKI dituduh menjadi dalang G30S. Sejak itu negara kita banjir darah. Yang digempur bukan hanya tokoh PKI, namun semua yang berbau PKI dibunuh tanpa proses hukum. Di
kota, desa, dusun, di berbagai sudut negeri dilakukan pembantaian besar besaran, suatu tindakan yang sangat mengerikan. Pembantaian PKI dimulai beberapa saat sesudah Presiden Soekarno mengumumkan (3 Oktober 1965) Pangkostrad Mayjen Soeharto dipercaya sebagai pelaksana Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).
Tidak disangka jika lembaga yudisial ini kelak menjadi sangat ditakuti rakyat. Hanya dengan
menyebut Kopkamtib saja orang sudah ngeri. Beberapa tahun berikutnya namanya diganti
menjadi Bakorstanas, namun tetap saja nama yang menakutkan bagi masyarakat. Semua
tindakan masyarakat yang tidak sesuai dengan keinginan Soeharto pasti ditumpas oleh
Kopkamtib yang lalu berubah nama menjadi Bakorstanas atau Bakorstanasda di daerah.
Lembaga ini menjadi senjata Soeharto untuk menumpas orang yang tidak setuju pada
keinginannya. Perkembangan ini tentu di luar dugaan sukarno selaku pemberi kuasa. Pada tanggal 16 Oktober 1965 Presiden Soekarno mengangkat Soeharto menjadi Menpangad,
menggantikan A Yani. lalu pada akhir Oktober 1965 di rumah Menteri Perguruan Tinggi dan
Ilmu pengetahuan Brigjen Syarif Thayeb, atas perintah Soeharto dibentuklah Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI). Inilah embrio pergerakan mahasiswa yang didukung oleh tentara. KAMI lalu sering berdemo dengan didukung oleh pasukan RPKAD dan Kostrad. Di beberapa buku sejarah G30S banyak pertanyaan, mengapa Presiden Soekarno tidak mendukung G30S. Logikanya, jika Dewan Jenderal berniat melakukan gerakan gerakan , lalu dewan Jenderal dibunuh oleh pasukan Cakra Bhirawa dibantu pasukan Soeharto, mestinya sukarno langsung mendukung G30S begitu mendengar para jenderal diculik. namun mengapa sukarno malah menghentikan pergerakan itu, Jawabnya yaitu sebab sukarno tidak mengetahui rencana penculikan para jenderal itu. Ini sekaligus menjawab pertanyaan mengapa nama sukarno tidak tercantum dalam Dewan Revolusi yang diumumkan oleh Untung beberapa jam sesudah pembunuhan para jenderal. Dewan Revolusi ini yaitu buatan Untung sendiri tanpa konsultasi dengan Presiden. Drama 1 Oktober 1965 dalam sekali pukul menghasilkan keuntungan bagi Soeharto:
. Mengubah fakta adanya komplotan Dewan Jenderal, di mana Soeharto merupakan salah
satu anggotanya, menjadi seperti fiksi belaka.
Sebaliknya mengubah fiksi menjadi nyata bahwa yang sungguh sungguh melakukan kudeta
bukanlah Dewan Jenderal, melainkan G30S pimpinan Untung (yang sebetulnya didukung oleh Soeharto). . Melikuidasi kelompok Yani sebagai rival potensial Soeharto. Membuka peluang Soeharto tampil sebagai pahlawan yang akhirnya benar benar terwujud. Nasution meninggal dunia menjelang buku ini naik cetak, 6 September 2000. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, dengan upacara militer. Semoga arwahnya diterima di sisi Allah SWT, Amin. Dialah perwira yang paling tinggi pangkatnya sesudah Yani tiada. Saat itu dia sudah menyandang bintang empat, sedang Soeharto masih bintang tiga. Di saat TNI AD terpecah (secara tidak transparan) dalam kubu kubu di tahun 1960 an, Kubu Nasution ditakuti oleh kubu Yani dan Kubu Soeharto. Banyak politikus saat itu yang mengatakan bahwa Letjen TNI AH Nasution paling pantas menggantikan Presiden Soekarno. Dia terkenal anti PKI, memiliki dedikasi yang tinggi dan termasuk jenderal yang diculik pelaku G30S (dia lolos, namun anaknya tewas) sehingga wajar menyandang gelar pahlawan. Selain sangat berpengalaman di bidang militer, Nasution juga matang berpolitik. Dialah pencetus ide Dwi Fungsi ABRI melalui jalan tengah tentara. Ia berpengalaman melakukan manuver manuver politik yang dikoordinasi dengan memakai kekuatan militer, agar tentara bisa masuk ke dalam lembaga lembaga negara secara efektif di pusat dan daerah. Yang tidak banyak diketahui orang yaitu bahwa dari sekian perwira senior yang paling ditakuti Presiden Soekarno saat itu yaitu Nasution. Presiden Soekarno menjuluki Nasution sebagai
pencetus gagasan Negara dalam Negara. Itu berarti ia berani menentang kebijakan sukarno
Di saat Yani masih sedang , spekulasi yang berkembang yaitu bahwa jika Bung Karno meninggal atau sudah tidak lagi mampu memimpin negara kita , maka pengganti yang
paling cocok yaitu : Yani atau Nasution. Kans mereka menjadi presiden sama besarnya. namun
Nasution dilipat oleh Soeharto. Ia seperti halnya Yani tidak mewaspadai isu Dewan Jenderal.
Dia benar benar tidak awas soal berbagai kemungkinan yang bakal terjadi akibat isu ini .
Dia benar benar tidak mengetahui bahkan tidak menduga bahwa Soeharto yang pangkatnya lebih rendah berhasil menggosok Letkol Untung untuk menghantam Dewan Jenderal. Akibatnya
nyaris merenggut nyawa Nasution, namun meleset sehingga Ade Irma Suryani Nasution gugur sebagai Bunga Bangsa.
Pertanyaannya yaitu : mengapa Soeharto dalam mengambil tindakan tindakan penting AD tidak
melibatkan Nasution, Jawabnya: Soeharto memang memakai Nasution sebagai umpan
untuk menarik kekuatan kekuatan anti komunis, baik militer maupun sipil yang berada di bawah
pengaruh Nasution. Pada sisi lain Nasution dipakai oleh Soeharto menjadi momok bagi Bung
Karno sebab ia mengetahui Nasution yaitu orang yang paling berani menentang gagasan sukarno .
Saya mengatakan Soeharto mengambil tindakan tindakan penting tanpa melibatkan Nasution,
tentu ada contohnya. Salah satunya berdasarkan informasi akurat yang saya terima yaitu
sebagai berikut: sesudah lolos dari penculikan, sekitar pukul 09.00 WIB Nasution bertemu
dengan Soeharto. Pada waktu hampir bersamaan pagi itu 1 Oktober 1965 Soeharto
memerintahkan para petinggi AD berkumpul dan rapat di Makostrad. namun Soeharto minta
bantuan Kodam Jaya untuk menyembunyikan Nasution. Tujuannya seolah olah untuk
mengamankan Nasution yang mungkin saja masih dikejar oleh pelaku G30S, sehingga rapat di
Makostrad itu tidak dihadiri oleh Nasution.
berdasar keterangan saksi memori Yoga, dalam rapat langsung ditegaskan oleh Soeharto bahwa penculikan para jenderal yang baru saja terjadi itu didalangi oleh PKI. Soeharto juga berhasil mengajak Komandan RPKAD Sarwo Edhi Wibowo agar menyatukan pasukannya di bawah pasukan
Kostrad untuk menggempur pelaku G30S dan PKI. Dibahas juga instruksi Presiden ke Mabes 10
ABRI agar semua pasukan tidak bergerak selain diperintah oleh Presiden (baca Dari Detik ke
Detik). Rapat akhirnya sepakat menolak perintah Presiden. Alasannya: Nasib para jenderal yang
diculik belum diketahui dengan pasti. Operasi pengejaran terhadap para penculik sudah
disiapkan di Makostrad. Bila Menpangad tiada (Menpangad A Yani diculik) maka yang
menggantikan yaitu Pangkostrad. Artinya Soeharto menunjuk dirinya sendiri. (Pada bagian
terdahulu disebutkan: tengah malam nya Soeharto mengumumkan di RRI bahwa ia mengambil alih
kendali AD). Maka rapat memutuskan bahwa instruksi Presiden tidak perlu dipatuhi. Selain itu
secara otomatis disetujui bahwa keputusan Presiden mengambil alih kendali militer dan
menunjuk Mayjen Pranoto sebagai pelaksana sehari hari (caretaker) Menpangad tidak perlu
dipatuhi. sesudah rapat memutuskan banyak hal penting, Soeharto lalu memerintahkan anak buahnya untuk mengambil Nasution keluar dari persembunyiannya dan membawa bawa nya ke Makostrad. Nasution tiba di Makostrad dalam kondisi masih stres berat (sebab baru saja lolos dari pembunuhan) dan langsung dimasukkan ke dalam ruang rapat. Anggota rapat masih berkumpul lengkap, namun sore itu rapat sudah hampir selesai. Keputusan keputusan sudah diambil beberapa jam sebelumnya. Nasution hanya diberitahu bahwa rapat sudah berlangsung sejak pagi dan sudah hampir selesai. Dengan cara seperti itu Soeharto sudah menang setengah hari dari Nasution. Dalam kondisi biasa setengah hari mungkin tidak ada artinya, namun pada masalah itu menjadi sangat penting. Rapat itu menentukan kondisi negara negara kita sesudah G30S. Nasution ternyata tidak marah bahwa dirinya tidak dilibatkan dalam rapat. sebab , pertama, dengan dimasukkan ke Makostrad berarti dia harus menghormati Pangkostrad Soeharto. Dari cara Nasution disembunyikan Soeharto, lalu Nasution dibawa ke Makostrad, bisa jadi memicu ia merasa seolah olah menjadi tawanan Soeharto. Apalagi ia masih stres berat sesudah lolos dari rentetan tembakan. Kedua, rapat toh sudah hampir selesai dan ia tidak mengetahui apa isinya. Dari peristiwa itu tampak kecerdikan Soeharto memasukkan Nasution dalam ruang rapat. Dengan begitu seolah olah Nasution ikut menyetujui keputusan keputusan yang diambil dalam rapat. Selain itu, tindakan itu juga memicu kesan umum bahwa Nasution pun dibawa ke Makostrad dan diamankan oleh Soeharto. Itu bisa memicu kesan: Soeharto berada di atas Nasution. Juga menguatkan asumsi bahwa G30S didalangi PKI sebab Nasution dikenal anti komunis. Ini sekaligus untuk menarik kekuatan kekuatan anti komunis baik dari militer maupun sipil ke pihak Soeharto. Yang paling vital, kehadiran Nasution di Makostrad saat itu dijadikan momok oleh Soeharto untuk menakut nakuti Presiden Soekarno. Ada satu kalimat Nasution yang ditujukan kepada Soeharto sesaat sebelum rapat selesai.
Bunyinya demikian: Sebaiknya Mayjen Soeharto secepatnya memulihkan keamanan agar
masyarakat tenang. Pernyataan ini terlontar secara spontan saja. Ia menginginkan agar
secepatnya diambil tindakan untuk menenangkan masyarakat (atau mungkin untuk menenangkan
diri Nasution sendiri). namun bagi Soeharto kalimat itu ibarat Pucuk dicinta, ulam tiba. Soeharto memang sedang menunggu orang yang bisa memberi dia kuasa. Saran Nasution itu merupakan kuasa yang bisa dia kembangkan kepada Presiden Soekarno. Tidak perlu menunggu lama, esoknya dia bersama Yoga dan kelompok bayangannya beragkat ke Istana Bogor untuk menemui Presiden Soekarno. Di sana Soeharto memaksa sukarno minta kuasa. Akhirnya Soeharto benar benar memperoleh nya: Pangkopkamtib Ada masa di mana negara kita lowong kepemimpinan: sejak awal Oktober 1965 sampai Maret 1966 atau selama sekitar enam bulan. sukarno masih sebagai presiden, namun sudah tidak memiliki kuasa lagi. Beliau dilarang meninggalkan Istana Bogor atau lebih tepat menjadi tawanan Soeharto. Sepanjang masa itu juga tidak ada keputusan penting yang dikeluarkan oleh pemerintah. Soeharto lebih banyak menentukan kebijakan negara, namun secara formal dia yaitu Menpangad. sukarno pada tenggang waktu itu belum benar benar sampai pada ajal politik. Beliau masih memiliki pengaruh, baik di Angkatan Bersenjata maupun di kalangan Parpol Parpol besar dan kecil. Para pimpinan Parpol umumnya mendukung Angkatan Darat untuk membasmi PKI, namun mereka juga mendukung sukarno yang berusaha memulihkan
wibawa, walaupun sukarno akrab dengan PKI.
Sepintas tampak ada dualisme sikap para pimpinan Parpol. Di satu sisi anti PKI, di sisi lain
mendukung sukarno . sedang di kalangan Angkatan Bersenjata umumnya juga menentang PKI, namun sebagian mendukung sukarno . biasanya menghadapi masa transisi, sebagian perwira merasa khawatir mengenai posisi mereka. Mereka tidak mengetahui apa yang akan terjadi jika Soeharto menjadi pemimpin kelak. Di sisi lain, proses kudeta merangkak belum berakhir. Manuver Soeharto merebut kekuasaan tertinggi ada empat tahap:
menghentikan aksi saingan beratnya sesama perwira tertinggi. . Menghabisi PKI, partai besar
yang akrab dengan sukarno 3. Melumpuhkan para menteri pembantu presiden . Melumpuhkan sukarno . Mengapa harus empat tahap, Jawabnya yaitu bahwa sebelum G30S Soeharto bukan perwira yang diperhitungkan. sebab selain pangkatnya masih Mayjen, ia juga pernah memiliki cacat saat menyelundupkan barang di Jateng sehingga untuk mencapai pimpinan puncak ia harus melewati proses panjang. Sampai di sini sudah dua tahap tercapai: para jenderal saingannya sudah dihabisi dan PKI sudah digempur. Kendati demikian, sukarno masih juga memiliki pengaruh. Selain itu para menteri juga masih ada walaupun sudah tidak berfungsi.
Untuk mengimbangi lebih tepat melumpuhkan sisa sisa kekuatan sukarno , Soeharto
mengerahkan mahasiswa. Seperti disebut di bagian terdahulu, pada akhir Oktober 1965 di rumah Brigjen Sjarif Thajeb, atas perintah Soeharto dibentuk KAMI. Nah, sejak itu demo mahasiswa didukung oleh tentara terus bergerak mengkritik Presiden Soekarno. Saat itulah muncul slogan Tritura (tri atau tiga tuntutan rakyat):
1. bubarkan PKI
2. bersihkan anggota kabinet dari unsur unsur PKI 3. turunkan harga kebutuhan pokok.
sukarno yang masih menjabat sebagai presiden lalu membubarkan KAMI. namun sesudah KAMI bubar muncul kelompok sejenis berganti nama menjadi KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar negara kita ). Tujuannya tetap sama: berdemo mengkritik Presiden Soekarno. Dan sebab demo itu didukung oleh tentara tentu saja para pemuda dan mahasiswa berani. Ini
yang lalu disebut kelompok pemuda Angkatan ‘66, kelompok yang diprakarsai oleh Soeharto. Sementara itu harga kebutuhan pokok rakyat memang melambung tinggi. Saya mengetahui
persis melonjaknya harga itu terjadi sebab rekayasa Soeharto. Tepatnya Soeharto dibantu oleh dua pengusaha Cina: Liem Sioe Liong (dahulu bekolaborasi menyelundupkan barang) dan Bob Hasan (juga teman Soeharto saat di Jawa Tengah). Itu dilakukan di tenggang waktu antara Oktober 1965 sampai Maret 1966. Akibat selanjutnya: inflasi melambung sampai 600%, defisit anggaran belanja negara semakin parah sampai 300%. Rakyat tercekik. Untuk membeli beras, gula dan minyak orang harus antri. Inilah operasi intelijen yang sukses melumpuhkan ekonomi negara. mengenai hubungan bisnis Soeharto dengan Liem Sioe Liong dan Bob Hasan di Jateng yang paling mengetahui yaitu Mayjen Pranoto. Saat Soeharto sebagai Panglima Divisi Diponegoro, Pranoto yaitu kepala stafnya. Pranoto sudah sangat jengkel pada Soeharto mengenai bisnis memanfaatkan jabatan yang dilakukan Soeharto, dibantu Liem Sioe Liong dan Bob Hasan. Sangat mungkin ulah Soeharto dan Liem menyelundupkan barang dahulu dibongkar oleh Pranoto sehingga akhirnya diketahui Menpangad Yani, sampai sampai Yani menempeleng Soeharto. Jadi tindakan Soeharto menjegal Pranoto yang diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi caretaker Menpangad (1 Oktober 1965) bukan semata mata perebutan jabatan (dengan cara kotor) namun juga ada faktor dendam pribadinya. Sementara, pergerakan mahasiswa menuntut pemerintah semakin gencar. Tritura terus diteriakkan hampir setiap hari. Soeharto merekayasa agar harga kebutuhan pokok melambung. Dia juga yang mengerahkan mahasiswa berdemo menuntut penurunan harga. sedang rakyat jelas mendukung pergerakan mahasiswa sebab tuntutan mereka sejalan dengan keinginan rakyat. Siapa pun yang menjadi presiden saat itu pasti tidak dapat berbuat banyak. Apalagi Presiden Soekarno dilarang meninggalkan Istana Bogor. Di sini semakin jelas kelicikan Soeharto. Cara Soeharto menjatuhkan Soekarno benar benar efektif walaupun di mata rakyat saat itu tidak kelihatan. Saya menilai hanya sebagian mahasiswa yang berdemo dengan motivasi tercekik oleh harga bahan kebutuhan pokok sebab mereka bukan orang awam, mereka bukan anak kecil. Sebagian dari mereka pasti mengetahui bahwa harga kebutuhan pokok melejit akibat rekayasa Soeharto. Mereka yaitu kaum intelektuil yang mengikuti perkembangan negara mereka. namun pergerakan mereka didukung oleh tentara dan rakyat dua kekuatan utama bangsa ini sehingga sebagian yang sadar akan kondisi yang sebetulnya tidak berani menentang arus. Semua pasti mencari selamat bagi diri sendiri. Mereka dengan terpaksa terbawa arus, ikut menentang pemerintah. Pada tanggal 10 Januari 1966 ribuan mahasiswa berkumpul di Fakultas Kedokteran Universitas negara kita di Salemba. Mereka meneriakkan Tritura. Komandan RPKAD (kelak diganti menjadi Kopassus) Sarwo Edhi berpidato di tengah ribuan mahasiswa untuk mengobarkan semangat mahasiswa berdemo. Usai Sarwo Edhi berpidato ribuan mahasiswa bergerak turun ke jalan menuju kantor P&K untuk menyampaikan tuntutan ini . Di P&K mereka bertemu dengan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh. Mahasiswa menyampaikan tuntutan mereka kepada Chaerul Saleh. Tuntutan ditanggapi Chaerul sambil lalu. lalu mahasiswa melanjutkan demo turun ke jalan. Pendapat umum yang dibentuk melalui surat kabar menyebutkan bahwa tuntutan mahasiswa itu murni. Ini jelas menyesatkan masyarakat. Bahan kebutuhan pokok sengaja dimusnahkan oleh Soeharto. Di sisi lain, mahasiswa bergerak didukung oleh tentara yang dipimpin Soeharto. Jadi mana bisa tuntutan
mereka dikatakan murni, Satu satunya tuntutan mahasiswa yang murni berdasar keterangan saksi saya yaitu : bubarkan PKI.
Sebagai gambaran: kelak sesudah Soeharto berkuasa dan kepentingan politiknya sudah tercapai, ia membasmi mahasiswa. Caranya dengan memerintahkan menteri P&K mengeluarkan peraturan NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) dan sukarno K (Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Itu terjadi di pertengahan 1970 an. Intinya: mahasiswa dilarang berdemo. Saya di dalam penjara mengikuti berita itu dan mengamati bahwa ternyata Soeharto ngeri dengan bekas salah satu senjatanya, mahasiswa. Akhirnya ia juga jatuh tersungkur antara lain akibat tekanan ribuan mahasiswa yang menduduki Gedung DPR/MPR pertengahan Mei 1998. Saya tidak pernah menyesal pada sikap pemuda dan mahasiswa Angkatan 66. Kondisi dan situasi negara saat itu memungkinkan mereka bersikap begitu. Generasi muda di mana pun di dunia ini cenderung berpihak pada pembaharuan. Karakteristik ini dimanfaatkan dengan baik oleh orang yang haus kuasa. Apalagi secara de facto pemimpin negara kita sejak 1 Oktober 1965 yaitu Soeharto, walau secara de jure ia yaitu Menpangad. sukarno memang masih sebagai Presiden RI dan pemerintah masih berdiri, namun kondisi negara tak terkendali, baik oleh penggempuran besar besaran tentara terhadap rakyat untuk membersihkan PKI maupun oleh kondisi perekonomian yang rusak berat. Orang tidak perlu susah susah mencari mengetahui apakah ini
hasil rekayasa atau murni ketidak mampuan pemerintah, sehingga rakyat secara jelas
melihat drama kejatuhan sukarno dari tampuk kekuasaannya. Namun pergerakan mahasiswa ternyata ditanggapi sukarno . Pada 15 Januari 1966 dalam Sidang Kabinet Presiden Soekarno berpidato menjawab Tritura yang dikobarkan oleh mahasiswa. berdasar keterangan saksi Presiden Soekarno Tritura yaitu hasil rekayasa TNI AD. Dengarkan cuplikan pidato Soekarno yang sebagian sempat saya catat. Bunyinya demikian:
Saya tidak akan mundur sejengkal pun. Saya tetap Pemimpin Besar Revolusi. Maka saya tidak
dapat bicara lain. Ayo¡¦.Siapa yang membutuhkan Soekarno, setuju dengan Soekarno sebagai
Pemimpin Besar Revolusi, maka satukan seluruh kekuatanmu. Pertahankan Soekarno. Berdirilah
di belakang Soekarno. Tunggu komando¡¦
Inilah pernyataan sukarno di depan publik yang paling keras. Dengan pidato sukarno yang berapi api, semua pihak menjadi cemas. sukarno masih memiliki pendukung, termasuk dari Angkatan Bersenjata. Para menterinya masih lengkap. Jabatannya masih Presiden RI. Maka
semua pihak khawatir negara kita bakal memasuki pergolakan sangat hebat dalam waktu dekat dan bakal terjadi pertumpahan darah yang jauh lebih besar dari G30S. Maka sesudah itu pada tengah malam hari berikutnya saya selaku Wakil Perdana Menteri I membentuk Barisan Soekarno. Anggotanya semua menteri. Tujuannya tentu untuk membela Presiden. Front Nasional yang sudah ada sebelumnya harus masuk ke Barisan Soekarno. Pada tanggal 20 Januari 1966 para menteri berkumpul di Istana. Mereka menyatakan sepakat menjadi bagian paling depan dari pendukung Soekarno. Itu merupakan bagian dari usaha pendukung Soekarno untuk come back, walaupun secara formal Soekarno masih Presiden RI, pun secara formal pendukung terdepan masih Menteri Negara. Namun sukarno tidak
melakukan follow up, tidak ada tindak lanjut dari pidatonya yang keras itu. Tidak ada perintah
apa pun meski ia mengetahui pendukungnya
sudah siap membela. Para pendukungnya pun tidak bergerak sebab dalam pidatonya sukarno
antara lain menyerukan: tunggu komando¡¦Seruan ini ditaati para pendukungnya. Dan komando
ternyata tidak juga kunjung datang. Seandainya komando benar benar diserukan, saya tidak bisa
membayangkan bagaimana jadinya negara kita .
Sebuah sumber saya mengatakan bahwa pada tanggal 10 Maret 1966 Soeharto mengadakan
pertemuan di rumahnya di Jalan H Agus Salim. Pertemuan dihadiri oleh Pangdam Jaya Mayjen
Amir Machmud, Pangdam jawatimur Mayjen Basuki Rahmat dan Mayjen M Yusuf. Inti
pembicaraan: Soeharto selaku Menpangad minta dukungan untuk memperoleh suatu mandat
penuh dari Presiden RI Soekarno. Tujuannya yaitu agar dapat mengatasi kesulitan kesulitan
yang dihadapi negara, di samping untuk menciptakan suasana aman dan politik yang stabil. Tiga jenderal yang menghadap akhirnya sepakat dengan ide Menpangad. lalu Soeharto menyampaikan pidato penting. Pidatonya berapi api mengkritik kondisi negara yang tidak menentu, sedang para menteri tidak dapat menyelesaikan persoalan bangsa. Mereka hanya bicara di sidang sidang, tidak melakukan tindakan kongkrit. Ia menyerukan: para mahasiswa dari Jakarta, Bandung dan Bogor untuk boleh saja berdemo di saat Sidang Kabinet yang akan diselenggarakan esok harinya (11 Maret 1966) di Istana Merdeka. Akibatnya luar biasa: Pagi pagi sekali sebelum sidang dibuka ribuan mahasiswa datang berbondong bondong menuju Istana. Mereka mendesak masuk ke halaman Istana. Pasukan Kawal Presiden Cakra Bhirawa berusaha menahan mereka di pagar Istana. tugas sampai dengan terpaksa meletuskan tembakan peringatan ke udara. kondisi ternyata tidak mudah dikendalikan oleh Pasukan Kawal
Presiden. Soeharto tidak hanya menggerakkan mahasiswa, namun juga memberi dukungan
kepada mereka dengan mengerahkan tentara (belakangan saya ketahui tiga kompi RPKAD
didukung oleh pasukan Kostrad pimpinan Kemal Idris). Tujuan mereka antara lain menangkap
saya. Soeharto juga sudah setuju. Tentara mengenakan seragam loreng, bersenjata lengkap namun tanpa tanda pengenal. Mereka
bersama mahasiswa menyebar di jalanan yang akan dilewati oleh mobil menteri Anggota sidang.
Begitu melihat mobil menteri mereka langsung mencegat. Ban mobil digembosi. Istana pun
dikepung sedemikian rupa. Pasukan tanpa tanda pengenal itu herhadap hadapan dengan Pasukan
Cakra Bhirawa dalam jarak dekat. Saya berhasil penelitian bahwa Soeharto mengharapkan dengan begitu Soekarno akan menyerah tanpa syarat. kondisi benar benar gawat, sebab bisa muncul korban yang sangat besar. Saya menilai Soeharto yaitu pembunuh berdarah dingin, dia tega membunuh siapa saja demi terwujud ambisi politiknya. Coba bayangkan jika Pasukan Cakra
Bhirawa saat itu bertindak keras menghalau mahasiswa, tentu bakal terjadi pertumpahan darah yang luar biasa. Sebab mahasiswa akan bertahan mati matian sebab merasa memperoleh angin dan didukung oleh tentara. Juga bisa terjadi perang kota antara pasukan Cakra Bhirawa melawan pasukan tanpa identitas. Hebatnya, dalam Sidang Kabinet itu Soeharto tidak datang dengan alasan sakit batuk.informasi sakitnya Soeharto ini disampaikan oleh Amir Machmud beberapa waktu lalu . berdasar keterangan saksi pengakuan Amir Machmud seusai mengikuti Sidang Kabinet ia bersama Basuki Rachmat dan
M Yusuf mendatangi rumah Soeharto. Soeharto sakit tenggorokan sehingga tidak dapat bicara
keras. Saat kami datang ke rumahnya dia masih mengenakan piyama dengan leher dibalut, kata
Amir Machmud. namun seorang intelijen saya melaporkan bahwa pada sore harinya Soeharto
memimpin rapat di Makostrad. Di sini semakin jelas bahwa Soeharto yaitu pembohong besar.
Jika seandainya dalam Sidang Kabinet Soeharto ikut (sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat
seharusnya dia ikut) maka ada 3 risiko yang bakal dihadapi oleh Soeharto:
1. dalam kondisi Istana dikepung oleh mahasiswa dan tentara tentu dalam sidang sukarno
akan bertanya kepada Soeharto: Harto, engkau yang sudah kuangkat menjadi Panglima Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, ayo bergerak. Bereskan pengacau pengacau itu. Maka perintah Presiden itu bakal ibarat buah simalakama bagi Soeharto: dimakan ibu mati, tak dimakan bapak tewas.
2. Jika Soeharto melaksanakan perintah, maka namanya bakal merosot di mata para demonstran
yang ia gerakkan sendiri. Ini berarti peluang bagus bagi Nasution untuk tampil sebagai presiden.
3. Jika Soeharto menolak perintah di depan Sidang Kabinet, maka bisa berakibat fatal bagi
Soeharto. Tentu sukarno bisa segera memerintahkan Pasukan Cakra Bhirawa untuk
menangkap Soeharto sesaat itu juga.
Akhirnya cara terbaik bagi Soeharto untuk menghindari semua kemungkinan buruk itu yaitu
nyakit (pura pura sakit). Bukankah ini membuktikan bahwa Soeharto licin dan pembunuh berdarah dingin, Ia tidak peduli bahwa tindakannya mengerahkan ribuan mahasiswa dan tentara bisa memicu konflik besar yang menghasilkan banjir darah bangsanya sendiri. Sidang Kabinet 11 maret 1966 dibuka oleh Presiden Soekarno. Di beberapa buku juga disebutkan bahwa sesudah Presiden Soekarno membuka sidang, lalu pengawal presiden, Brigjen
Sabur, menyodorkan secarik kertas ke meja presiden. Isinya singkat: Di luar banyak pasukan tak dikenal. lalu Presiden keluar meninggalkan ruang sidang. Pimpinan sidang diserahkan kepada Leimena. Saya lalu menyusul keluar. Banyak ditulis saat keluar sepatu saya copot sebab terburu buru. Memang benar. dahulu saat sidang kabinet biasanya para menteri
mencopot sepatu mungkin sebab kegerahan duduk lama bersepatu namun sepatu yang
dicopot itu tidak kelihatan oleh Anggota sidang sebab tertutup meja. Saya juga biasa melakukan
hal itu. Nah, saat kondisi genting sehingga Presiden meninggalkan ruang sidang secara
mendadak, saya keluar terburu buru sehingga tidak sempat lagi memakai sepatu. Begitu keluar dari ruang sidang ini yang tidak ada di dalam buku buku sejarah saya sempat bingung, akan ke mana, Saya memperoleh informasi , pasukan tak dikenal itu sebetulnya mengincar keselamatan saya. Padahal begitu keluar ruangan saya tidak melihat sukarno yang keluar ruangan lebih dahulu . Dalam kondisi bingung saya lihat sebuah sepeda, entah milik siapa. Maka tanpa banyak pikir lagi saya naiki sepeda itu. Toh mobil saya dan mobil semua menteri sudah digembosi oleh para demonstran. Dalam kondisi hiruk pikuk di sekitar Istana saya keluar naik sepeda. Ternyata tidak ada yang mengetahui bahwa saya yaitu soebandrio yang sedang diincar tentara. Padahal saya naik sepeda melewati ribuan mahasiswa dan tentara yang meneriakkan yel yel Tritura dan segala macam kecaman terhadap sukarno . Memang, saat menggenjot sepeda saya selalu menunduk, namun jika ada yang teliti pasti saya ketahuan . Sepeda saya terus meluncur ke selatan.
Tujuan saya pulang . Sampai di Bundaran Air Mancur (perempatan Bank Indonesia ) saya melihat begitu banyak mahasiswa dan tentara. Mereka tidak hanya berada di sekitar Istana namun juga menyemut di Jalan Thamrin. Sampai di sini perasaan saya jadi tidak enak. Memang sejauh ini saya sudah lolos. namun bisakah melewati ribuan mahasiswa yang menyemut itu, Maka sesaat itu juga saya memutuskan untuk kembali, berbalik arah. Saya kembali ke Istana. Hebatnya, saya sampai di Istana lagi tanpa diketahui oleh para demonstran. Di dalam buku buku sejarah disebutkan bahwa begitu keluar dari ruang sidang, saya langsung memburu sukarno naik helikopter. Yang sebetulnya terjadi seperti saya sebutkan ini: Begitu tiba kembali di Istana, saya lihat ada helikopter. Saya tidak ahu apakah sejak tadi heli itu sudah ada atau baru datang. Atau mungkin sebab saya panik, saya tadi tidak melihat heli yang ada di sana sejak tadi. Namun yang melegakan yaitu bahwa lalu saya melihat sukarno didampingi oleh para ajudan berjalan menuju heli. sebab itu sepeda saya geletakkan dan saya berlari menuju heli. Mungkin saat itulah saat berlari menuju heli tanpa sepatu saya dilihat banyak orang sehingga ditulis di koran koran: Dr. soebandrio berlari menyusul sukarno menuju heli tanpa sepatu. Akhirnya saya bisa masuk ke dalam heli dan terbang bersama sukarno menuju Istana Bogor. Jadi sebetulnya begitu meninggalkan ruang sidang sukarno tidak langsung menuju heli, namun ada tenggang waktu cukup lama. Saya sudah menggenjot sepeda dari Istana ke Bundaran Air Mancur dan kembali lagi. Mungkin sesudah meninggalkan ruang sidang sukarno masih mengadakan pertemuan dengan para ajudan dan penasihat militer untuk membahas situasi, sehingga hal itu
menguntungkan saya. Seandainya tidak bertemu sukarno , entah bagaimana nasib saya. sesudah peristiwa itu saya merenung. Untungnya saat itu saya dan Leimena lolos dari target penangkapan mereka. Seandainya saya tertangkap atau dihabisi, maka bakal terjadi bentrokan hebat. sukarno dan
pasukannya yang masih setia tidak akan tinggal diam. Akibatnya bisa banjir darah. jika itu
terjadi pasti Soeharto akan berbalik mengkhianati teman temannya yang semula dia misi kan
untuk mengerahkan pasukan mengepung Istana. Percobaan kudeta 3 Juli 1946 yang gagal
menjadi dasarnya. Juga bantuan pasukan Soeharto kepada Letkol Untung untuk membantai para jenderal menjadi buktinya. Menjelang petang Istana Bogor didatangi oleh tiga jenderal (Basuki Rachmat, Amir Machmud dan M Yusuf). saat itu tiga Waperdam (saya, Leimena dan Chaerul Saleh) sudah di sana. Leimena dan Chaerul menyusul kami ke Istana Bogor melalui jalan darat. Kami bertiga sempat istirahat di paviliun. saat tiga jenderal datang sukarno menerima mereka di gedung utama. Mereka berbicara cukup lama. Para Waperdam hanya siaga di paviliun. Beberapa jam lalu saya, Chaerul dan Leimena dipanggil oleh sukarno masuk ke ruang pertemuan. Di sana ada tiga jenderal itu. Namun saat kami masuk sudah ada kesepakatan antara mereka dan sukarno . Saya masuk ruang pertemuan. sukarno sedang membaca surat. Basuki Rachmat, Amir
Machmud dan M Yusuf duduk di depannya. lalu saya disodori surat yang dibaca oleh Bung
Karno, sedang Chaerul Saleh duduk di sebelah saya. Isi persisnya saya sudah lupa namun
intinya ada 4 hal. Presiden Soekarno memberi mandat kepada Soeharto untuk:
mengamankan wilayah Jakarta dan sekitarnya. Untuk itu harus dijalin kolaborasi dengan
unsur unsur kekuatan lainnya. Penerima mandat wajib melaporkan kepada Presiden atas semua tindakan yang akan dilaksanakan . Penerima mandat wajib mengamankan Presiden dan seluruh keluarganya . Penerima mandat wajib melestarikan ajaran sukarno . Soal urutannya mungkin terbalik balik namun intinya berisi seperti itu. Bagaimana Ban, kau setuju, Tanya sukarno . Beberapa saat saya diam. Saya pikir, sukarno sebetulnya hanya mengharapkan saya menyatakan setuju, padahal dalam hati saya tidak setuju. Bukankah Presiden yaitu Panglima Tertinggi ABRI dan seharusnya kendali keamanan negara berada di tangan Presiden, Saya merasa sukarno sudah ditekan. Terbukti ada kalimat Mengamankan pribadi Presiden dan keluarganya, artinya keselamatan Presiden terancam oleh pihak yang menekan agar surat ini dikeluarkan. namun kalimat unik ini tidak ada dalam sejarah versi Orde Baru. Bahkan lebih hebat lagi, naskah Supersemar yang memicu Soeharto ditunjuk sebagai
pengemban Supersemar (menjadi presiden tanpa melalui proses pemilu dan dipilih MPR) kini
sudah tiada. Tidak jelas keberadaan surat yang begitu penting.
Bagaimana, Ban, setuju, Tanya sukarno lagi. Ya, bagaimana, bisa berbuat apa saya, Bung
Karno sudah berunding tanpa kami jawab saya. lalu dipotong oleh sukarno : namun kau
setuju, jika bisa, perintah lisan saja kata saya memberanikan diri. Saya lirik, tiga jenderal itu
melotot ke arah saya namun saya tidak takut. Mereka pasti geram mendengar kalimat saya yang
terakhir itu. namun saya mengetahui mereka tidak bisa berbuat banyak. Suasana saat itu terasa tegang.
lalu Amir Machmud menyela: Bapak Presiden tanda tangan saja. Bismillah saja, pak..
sukarno rupanya sudah ditekan tiga jenderal itu saat berunding tadi. Raut wajahnya terlihat
ragu ragu, namun seperti mengharapkan dukungan kami agar setuju. Akhirnya saya setuju.
Chaerul dan Leimena juga menyatakan setuju. sukarno lalu teken (tanda tangan). Tiga
jenderal langsung berangkat kembali ke Jakarta menemui Soeharto yang mengutus mereka.
Bahkan mereka menolak saat ditawari sukarno untuk makan tengah malam bersama. Maaf, pak.
sebab hari sudah tengah malam , kata salah seorang dari mereka. Dengan wajah berseri mereka
membawa bawa surat bersejarah yang lalu dinamakan Supersemar. Esoknya, 12 Maret 1966,
Soeharto langsung mengumumkan pembubaran PKI. Uniknya, pembubaran PKI itu
memakai surat keputusan Presiden nomor 113
tahun 1966. Saat diumumkan juga dibacakan ditandatangani oleh Presiden Soekarno. Enam hari
lalu 15 menteri yang masih aktif ditangkapi. Tentu saja Soeharto tidak melapor lebih
dahulu kepada Presiden. Untuk pembubaran PKI, surat malah baru sampai ke tangan Soeharto
tengah tengah malam dan esok siangnya ia langsung mengambil kebijakan itu. Untuk penangkapan 15
menteri, alasannya yaitu agar para menteri itu jangan sampai menjadi korban sasaran
kemarahan rakyat yang tidak terkendali. namun ia juga menyampaikan alasan yang kontradiktif
yaitu : para menteri hanyalah pembantu presiden, bukan bentuk kolektif pemerintahan. Jadi bisa
saja ditangkap. Yang jelas, begitu ditangkap para menteri langsung ditahan. Tuduhannya
gampang: terlibat G30S/PKI tuduhan yang sangat ditakuti seluruh rakyat negara kita sepanjang Soeharto berkuasa. Mengkritik kebijaksanaan pemerintahan Soeharto bisa dituduh PKI. Surat Perintah 11 Maret 1966 sudah diselewengkan. Soeharto menafsirkannya sebagai: Bung Karno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto, bukan perintah memulihkan keamanan
Ibukota. Sebagai orang yang mengetahui persis kondisi saat itu, saya sangat percaya tujuan Soeharto membubarkan PKI dan menangkapi 15 menteri yaitu rangkaian strategi untuk meraih puncak kekuasaan. Seperti disebut di muka, strategi Soeharto ada empat tahap: habisi para jenderal saingan hancurkan PKI copoti para menteri jatuhkan sukarno . Kini yang dicapai Soeharto sudah tiga tahap. Tinggal tahap terakhir. sukarno pun bereaksi. Tidak benar jika sukarno diam saja. Beliau memerintahkan Leimena menemui Soeharto menanyakan hal itu: Bagaimana ini, Surat perintah hanya untuk mengamankan Jakarta, bukan untuk pembubaran PKI. Kok malah main tangkap, kata Leimena kepada Soeharto.namun Soeharto tidak menggubris. Seperti terjadi pada tanggal 3 Oktober 1965 saat Leimena protes pada Soeharto sebab sukarno ditawan di Istana Bogor Soeharto menyatakan: Pak Leimena jangan ikut campur. Sekarang saya yang kuasa. Leimena kembali ke Istana Bogor melaporkan reaksi Soeharto. Dan sukarno terdiam, namun dari wajahnya kelihatan jelas bahwa beliau sedang marah. Dari laporan Leimena kami mengetahui bahwa saat itu situasi Jakarta sangat tegang: tank dan kendaraan lapis baja bersiaga di setiap ujung jalan, tentara ada di mana mana. Mereka dikenali sebagai pasukan Kostrad dan Brigade Para 3 Yon Siliwangi. Kali ini untuk menakut nakuti anggota PKI yang jumlahnya masih sangat besar saat itu. Mungkin juga ditujukan untuk memberikan tekanan psikologis terhadap sukarno yang sudah kehilangan kuasa agar tidak menghalang halangi pembubaran PKI atau mungkin juga ditujukan untuk kedua duanya. 15 menteri yang ditangkapi yaitu : . Saya (Waperdam I merangkap Menlu, merangkap Kepala BPI) . Waperdam II Chaerul Saleh . Menteri Tenaga Listrik S. Reksoprojo
. Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Sumardjo . Menteri Keuangan Oei Tjoe Tat
. Menteri Bank Sentral dan Gubernur BI Yusuf Muda Dalam . Menteri Pertambangan Armunanto
. Menteri Irigasi dan Pembangunan Desa Ir. Surahman . Menteri Perburuhan Sutomo Martoprojo . Menteri Kehakiman Andjarwinata
. Menteri Penerangan Asmuadi . Menteri Urusan Keamanan Letkol Imam Syafi‘i . Menteri Sekretaris Front Nasional Ir. Tualaka . Menteri Transmigrasi dan Koperasi Ahmadi . Menteri Dalam Negeri merangkap Gubernur Jakarta Raya Sumarno Sastrowidjojo
Meskipun sudah menangkap 15 menteri yang masih aktif menjalankan misi , namun Soeharto
tanpa rasa malu sedikit pun menyatakan bahwa kekuasaannya diperoleh secara konstitusional.
Padahal saat menangkap kami (para menteri) perintah Soeharto kepada tentara yang
melaksanakan berbunyi demikian: Tangkap dahulu mereka, alasannya cari lalu . Itulah filsafat
Soeharto dalam logika kekerasannya. Persis seperti dilakukan Soeharto pada tragedi 1 Oktober
1965. Beberapa jam sesudah para jenderal dibunuh, kelompok bayangan Soeharto langsung
mengumumkan: G30S didalangi PKI. lalu Soeharto memerintahkan: Basmi dahulu partai itu
(PKI), bukti bukti cari lalu . Apakah ini konstitusional seperti yang sangat sering dikatakan Soeharto saat dia memerintah,
Kini sudah tinggal setengah tahap lagi dari bagian tahap terakhir: jatuhkan sukarno . sesudah
Supersemar saat Soeharto membubarkan PKI dan menangkapi para menteri setia Bung
Karno sebetulnya sudah setengah jatuh. Beliau sudah tidak berdaya dan para menterinya yang
masih aktif ditangkapi. Maka ajal politik tinggal tunggu waktu. sesudah PKI resmi dibubarkan,
tiga tokoh pimpinan PKI yaitu DN Aidit, Njoto dan Lukman ditangkap hidup hidup. Presiden
Soekarno yang sudah kehilangan powernya menolak memerintahkan mengadili mereka (entah
mengapa). Persoalan ini lalu diambil alih oleh Soeharto. Para pimpinan PKI itu diadili dengan
cara tersendiri. Soeharto memerintahkan tentara menembak mati ketiganya. Dan ketiganya
memang ditembak tanpa melalui proses hukum yang berlaku. Dengan perlakuan Soeharto seperti itu sangat wajar jika saya katakan bahwa Soeharto tidak ingin kedoknya (memanipulir G30S) terbongkar di pengadilan jika tiga pimpinan PKI itu diadili. sedang saya yang mengalami semua kejadian ini jelas percaya bahwa Soeharto terlibat G30S. sesudah Supersemar, Soeharto membongkar pasang keanggotaan DPRGR yang merupakan bagian dari MPRS. Caranya dengan merampas kursi yang semula diduduki oleh anggota PKI dan menggantinya dengan orang Soeharto sendiri. lalu Soeharto menyuruh MPRS (yang sebagian besar sudah diisi orang orangnya) bersidang. Inti sidang yaitu mengukuhkan Supersemar secara konstitusional.
Bersamaan dengan itu pembantaian besar besaran terhadap anggota PKI sudah dilegalkan.
Keluarga anggota PKI, teman teman mereka, bahkan ada juga rakyat yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengan PKI ikut terbunuh. Darah orang PKI, keluarga dan teman
mereka halal bila ditumpahkan. Inilah pembantaian terbesar sepanjang sejarah negara kita . Tidak ada yang mengetahui persis berapa jumlah rakyat yang terbunuh. Ada yang mengatakan 1.000, ada yang mengatakan 500. Yang paling tinggi yaitu pernyataan Sarwo Edhi Wibowo yang katanya mencapai 1000 manusia.
Dalam sidang MPRS Juni 1966 Soeharto menetapkan RI kembali ke UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Juga memerintahkan mencabut Ketetapan MPRS tahun 1963 yang mengangkat sukarno sebagai presiden seumur hidup. Juga menyatakan pemberian gelar Pemimpin Besar Revolusi terhadap sukarno tidak memiliki kekuatan hukum. Asal diketahui , pengangkatan sukarno sebagai presiden seumur hidup bukan datang dari sukarno . Juga bukan dari pendukung setia sukarno (PKI). Pengangkatan itu atas usulan perwira AD sendiri, yaitu Brigjen Suhardiman. Pada awal Juli 1966 Soeharto menyetujui Nasution menjadi ketua MPRS. Beberapa hari lalu 5 Juli 1966 MPRS mengeluarkan ketetapan: Soeharto selaku
Pengemban Supersemar diberi wewenang membentuk kabinet. Maka dibentuklah Kabinet
Ampera menggantikan Kabinet Dwikora. Kabinet baru ini tidak lagi berada di bawah kekuasaan
Presiden Soekarno, namun sudah di bawah Soeharto selaku Ketua Presidium Kabinet. Sejak itu secara formal berakhirlah pemerintahan Presiden Soekarno. Nasution yang baru terpilih menjadi ketua MPRS segera menyanyikan lagu gubahan Kelompok Bayangan Soeharto. Tap MPRS yang lahir sebelum Nasution tampil, yang meminta Presiden Soekarno melengkapi pertanggung jawaban kepada MPRS mengenai sebab sebab G30S lalu dinyatakan ditutup begitu saja. Pada Desember 1966 Panglima AU Oemar Dhani ditangkap, menyusul lalu para perwira pendukung sukarno lainnya. Mereka semua dihukum bertahun tahun tanpa kesalahan yang jelas. Proses selanjutnya: praktis Soeharto memimpin negara kita . Perlahan namun pasti Soeharto melenggang menuju kantor di Istana Negara. Soekarno (yang katanya akan dikudeta oleh PKI) secara politis sama sekali sudah tidak berdaya. Melalui UU nr. 10 tahun 1966, DPRGR dan MPRS meminta pertanggung jawaban Presiden atas peristiwa berdarah G30S. Menanggapi itu sukarno menolak, sebab berdasar keterangan saksi sukarno , berdasarkan UUD 1945 yang harus dipertanggungjawabkan mandataris MPRS hanya persoalan yang ada dalam GBHN. sedang peristiwa G30S ada di luar GBHN yang berarti Presiden tidak dapat dimintai pertanggung jawaban. Sejak itu sukarno (secara formal) dilarang mengeluarkan ketetapan ketetapan atau peraturan. Secara non formal sukarno sudah ditahan di Istana Bogor sejak 2 Oktober 1965. AD yang diprakarsai oleh Soeharto dan didukung oleh Nasution menyokong keputusan Soeharto untuk kembali ke UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Saat itu juga Soeharto memerintahkan Ketua MPRS untuk meninjau kembali semua ketetapan MPRS yang dibuat antara tahun 1960 hingga 1963.
Dalam Sidang Kabinet pada bulan Juni 1966 sukarno masih boleh hadir pula dalam kapasitas
tetap sebagai Presiden RI. Namun dalam sidang itu sukarno diharuskan oleh Soeharto agar
bicara yang intinya mengutuk G30S dan harus mengakui bahwa sukarno terlibat di dalamnya. Juga harus membenarkan pembantaian massal PKI dan antek anteknya. Di luar dugaan, ternyata sukarno sudah menyiapkan pidato yang diberi judul Nawaksara. Inti pidato ini sama sekali menyimpang dari yang diperintahkan oleh Soeharto. Pidato sukarno itu intinya juga tidak mengandung penyesalan akibat proses pengambil alihan kekuasaan. namun pidato ini dilawan oleh para opsir dan para ulama. Pada tanggal 17 maret 1967 MPRS menyelenggarakan Sidang Istimewa. Intinya: dikeluarkan Tap MPRS yang menurunkan Presiden Soekarno dan secara resmi menyerahkan kepemimpinan nasional kepada Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai terpilih presiden oleh MPRS hasil pemilu yang akan datang. Dengan begitu Soeharto sudah benar benar menggantikan Soekarno. Saat itulah Soeharto menegaskan bahwa tentara memiliki peranserta sosial politik yang tidak terbatas
(kelak hal ini diterjemahkan menjadi Dwifungsi ABRI) dalam negara. saat itu juga ditetapkan bahwa Pancasila sebagai azas tunggal negara. Soeharto saat itu mulai menyusun kekuatan agar kekuasaan berada di satu tangan: tangan dia sendiri. Sebaliknya, terhadap Presiden
Soekarno, MPRS mengeluarkan keputusan sebagai berikut: Presiden Soekarno dinilai tidak dapat memenuhi tanggung jawab konstitusionalnya Presiden Soekarno dinilai tidak dapat menjalankan Haluan Negara. sebab itu MPRS memutuskan melarang Presiden Soekarno melakukan kegiatan politik sejak saat itu sampai dengan Pemilu yang akan datang
Juga menarik mandat MPRS terhadap presiden yang diatur dalam UUD 1945 dan mengangkat
pengemban MPRS nr. 9 sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Presiden Soeharto hingga terpilihnya presiden hasil Pemilu. Pjs Presiden tunduk dan bertanggung jawab terhadap MPRS. Persoalan hukum yang menyangkut Presiden Soekarno ditentukan sesuai hukum yang berlaku dan pelaksanaannya diserahkan kepada Pjs Presiden. Secara garis besar tindakan Soeharto sejak sebelum G30S sampai pembubaran kabinet bentukan sukarno disebut pegamat asing sebagai creeping coup (kudeta merangkak). Proses kudetanya tidak langsung menghantam dan musuhnya jatuh, melainkan kudeta yang dilakukan secara mengendap endap. Kata mereka itu kudeta khas negara kita . Coba saja, sesudah kekuasaan beralih sukarno masih berstatus sebagai Presiden RI. Saat itu bahkan sampai sekarang saya
melihat proses peralihan kekuasaan ini sangat unik. Selain unik, juga sangat membahayakan Soeharto sendiri seandainya perkembangan situasi mengalami pembalikan. namun rupanya Soeharto sudah memperhitungkan semua dengan sangat matang. Terbukti, sama sekali tidak ada bahaya. Malah, sesudah itu Soeharto memperkukuh kekuasaannya dengan
memreteli semua keputusan MPRS yang dirasa memberi kewibawaan kepada sukarno .
sebetulnya kudeta merangkak bukan pilihan Soeharto. Jika prosesnya bergerak secara
merangkak, itu sebab dengan terpaksa . Soeharto tidak bisa begitu saja tampil ke puncak pimpinan
nasional. Ia harus melewati para jenderal senior dan berhadapan dengan sukarno yang saat
itu begitu kuat. sesudah ditangkap saya langsung ditahan. Saya diadili di Mahkamah Militer Luar Biasa dengan tuduhan subversi dan dijatuhi hukuman mati. Jalur hukum di atas vonis pengadilan seperti naik banding dan kasasi sengaja ditutup sehingga mau tidak mau saya harus menerima vonis hukuman mati itu. Jelas saya sangat terpukul pada saat itu. Dari posisi orang nomor dua di Republik ini, saya mendadak sontak diadili sebagai penjahat dan dihukum mati. Saya menjalani hukuman awal di Penjara Cimahi Bandung. Di sana berkumpul orang orang yang senasib dengan saya (dituduh sebagai penjahat yang terlibat G30S). Di antaranya yaitu Letkol Untung yang memang komandan G30S. Selama beberapa bulan kami berkumpul di penjara walaupun berbeda ruangan. Saya dan Untung sudah sama sama divonis hukuman mati. Baik saya maupun Untung tidak diberi hak untuk menempuh jalur hukum yang lebih tinggi yaitu naik banding, apalagi kasasi. Sampai suatu hari di akhir 1966 Untung dijemput dari selnya oleh beberapa sipir. diberitahu kan bahwa Untung akan dieksekusi. Itulah saat saat terakhir Untung menjalani hidupnya. Saya dan Untung yang sudah akrab selama berada dalam satu penjara benar benar terhanyut dalam suasana haru. Saya bukan hanya terharu namun juga bingung, sedih, bahkan panik. Sebab Ahmad Durmawel (oditur militer yang mengadili saya) saat itu memberitahukan bahwa saya akan
memperoleh giliran (dieksekusi) empat hari lalu . Saya ingat saat itu hari Selasa. Berarti saya
akan dieksekusi pada hari Sabtu. Sebelum Untung dijemput untuk dibawa keluar penjara, saya sempat menemui Untung. Saat itu
ia sudah ditanya mengenai permintaan terakhir, seperti umum nya orang yang akan dieksekusi.
Mungkin sebab Untung sedang panik, ia tidak minta apa apa. Untung juga sudah mengetahui bahwa saya akan dieksekusi hari Sabtu. Maka pertemuan saya dan Untung benar benar luar biasa. Kami memang hanya berhadap hadapan dengan pakaian seragam narapidana, namun hati kami tidak karuan. Untung segera akan ditembak, sedang saya 4 hari lagi. Saat itu ada kalimat perpisahan Untung yang saya ingat hingga sekarang. Bahkan saya ingat suasana hening saat Untung menyampaikan kata perpisahannya pada saya. Para sipir dan tentara berwajah angker yang selalu siaga menjaga Untung, mengawasi kami dari jarak agak jauh. Mereka seperti maklum dan memberi kesempatan terakhir bagi Untung untuk berpesan kepada saya. Untung mengatakan demikian: Pak Ban, selamat tinggal. Jangan sedih. 4 hari lagi kita ketemu lagi di sana katanya sambil menunjuk ke atas. Untung mengucapkan kata perpisahan dengan suara bergetar. Matanya kelihatan berkaca kaca. Tentara yang gagah berani itu tidak menangis, namun saya mengetahui ia dalam kondisi sangat panik. Ia benar benar tidak menyangka bakal
dikhianati oleh Soeharto. Jika menengok hari hari sebelumnya, Untung begitu sering mengatakan kepada saya bahwa tidak mungkin Soeharto akan mengkhianati dia. Sebab dia yaitu sahabat Soeharto dan ia mengatakan bahwa Soeharto mengetahui rencana G30S, bahkan memberi bantuan pasukan. sebab itu dia sangat percaya bahwa dia tidak akan dikhianati oleh Soeharto. namun toh fakta nya berakhir demikian. Menanggapi perkataan Untung, saya tidak bisa bicara apa apa. Saya hanya mengangguk angguk. Para sipir dan tentara yang menjaga kami melihat semua adegan singkat namun mengharukan ini.
Menjelang senja, Untung dengan pengawalan ekstra ketat berjalan menuju pintu gerbang untuk
meninggalkan Penjara Cimahi. Saya mengamati keberangkatan Untung dari penjara. Ia berjalan
tegap. Mungkin ia segera bisa menguasai perasaannya yang begitu gundah. namun mungkin juga ia sudah pasrah kepada takdir Allah bahwa memang sampai di situlah perjalanan hidupnya. Saya lalu mendengar bahwa Untung dieksekusi di sebuah desa di luar kota Bandung. Saya sudah tidak sempat sedih lagi memikirkan nasib Untung, hidup saya sendiri akan berakhir sebentar lagi. Bila mengingat hari hari itu, saya membayangkan Untung kecele (salah duga) dengan kata perpisahannya kepada saya sesaat sebelum meninggalkan penjara sebab ternyata dia tidak menemui saya di alam sana. Terus terang, sesudah Untung dieksekusi, saya benar benar gelisah. Manusia mana yang tidak
takut jika hari kematiannya sudah ditentukan. namun inilah keajaiban Presiden Amerika
Serikat Lyndon B. Johnson dan Ratu Inggris Elizabeth, di luar sepengetahuan saya, mengirimkan surat kawat kepada Soeharto. Saya mengetahui ini dari seorang sumber beberapa hari lalu . Isi surat dua petinggi negara adidaya itu ini juga ajaib hampir sama. Intinya berbunyi demikian: soebandrio jangan ditembak. Saya mengetahui , dalam G30S dia tidak terlibat. Soal, apakah ini merupakan intervensi asing atau bukan, bagi saya tidak perlu dipikirkan lagi. Sejak dahulu pun negara kita selalu diintervensi oleh negara lain. Yang penting bagi saya, mereka sudah membantu saya dalam kondisi sangat panik. Dan ternyata kawat singkat itu ampuh luar biasa. Akhirnya saya tidak jadi ditembak mati. mengenai mengapa dua orang pimpinan negara
Barat membantu saya, sungguh tidak saya ketahui . Yang mengetahui persis hanya mereka berdua. Saya tidak pernah meminta bantuan mereka. Logikanya, tidak ada waktu bagi saya untuk minta
bantuan kepada orang lain, apalagi pimpinan negara lain. Hitung saja, saya diberitahu mengenai hari eksekusi saya sekitar 5 hari sebelumnya. Selama menunggu, saya hanya panik dan panik. Lagijuga , bagaimana caranya saya minta bantuan kepada mereka, Saya berada di dalam penjara dan dalam pengawasan ekstra ketat, terutama pada hari hari menjelang eksekusi. Namun jangan lupa, saya dahulu yaitu Menteri Luar Negeri. Saya akrab dengan mereka berdua. saat perundingan mengenai pembebasan Irian Barat, saya banyak melobi pejabat di 2 negara itu. Juga dalam misi misi yang lain. namun bagaimana pun saya juga tetap tidak mengetahui bagaimana mereka begitu percaya bahwa saya tidak terlibat G30S sampai sampai mereka dengan keputusan yang luar biasa berani mengirimkan kawat ke Jakarta. Akibat kawat itu juga hukuman saya diubah dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. ”10 Januari 1966, demonstrasi mahasiswa meletus di Jakarta, sebagai reaksi terhadap kenaikan harga harga. Demonstrasi ini melahirkan Tri Tuntutan Rakyat yang lalu
dinamakan Tritura. Tiga tuntutan itu meliputi: Bubarkan PKI, ritul Kabinet Dwikora dan Turunkan harga harga. kondisi ekonomi rakyat sebelum 10 Januari demikian terhimpitnya oleh harga harga yang makin membubung tinggi. Pemerintah menunjukkan sikap yang ambivalen”. Antara konsolidasi dan akrobat politik dalam bulan Oktober 1965, hanya selangbeberapa hari sesudah Peristiwa pergerakan 30 September, beberapa organisasi mahasiswa antara lain HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia ), Somal (Sekretariat Organisasi
Mahasiswa Lokal), dan PMII (pergerakan Mahasiswa Islam negara kita ) mendesak agar PPMI (Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia ) yang merupakan wadah yang menghimpun organisasi mahasiswa ekstra universiter di masa Orde Lama Soekarno yang didominasi oleh organisasi organisasi seperti CGMI (Consentrasi pergerakan Mahasiswa Indonesia ), GMNI Asu (pergerakan Mahasiswa Nasional negara kita , yang pro PNI Ali Surachman), Perhimi (Perhimpunan Mahasiswa Indonesia ) dan Germindo (pergerakan Mahasiswa Indonesia ) untuk segera
mengadakan kongres. Desakan para mahasiswa garis seberang‘ itu ditolak oleh GMNI yang
dipimpin oleh Bambang Kusnohadi dan organisasi mahasiswa ideologi kiri lainnya, dengan alasan masih menunggu solusi politik dari Presiden Soekarno sesudah Peristiwa 30 September 1965. Beberapa organisasi pengusul kongres akhirnya mengultimatum akan menyelenggarakan sendiri
kongres bilamana pimpinan PPMI tidak mau melaksanakan kongres ini . memperoleh
ultimatum, pimpinan PPMI melaporkan hal ini kepada Menteri PTIP (Perguruan Tinggi dan
Ilmu pengetahuan ) Dr Sjarif Thajeb, dengan menambahkan bumbu insinuasi bahwa Somal
merencanakan memicu huru hara dalam kongres pada saat kongres itu berlangsung. Pada
awalnya Sjarif Thajeb percaya kepada insinuasi ini, lalu memanggil pimpinan Somal dan meminta mereka jangan dahulu memaksakan kongres. sesudah menerima penjelasan dari Somal,
Sjarif Thajeb lalu menyarankan pertemuan antara seluruh organisasi mahasiswa, pada 25 Oktober 1965 di rumah nya. Namun, pertemuan itu ternyata berlangsung tanpa kehadiran CGMI, Germindo dan Perhimi yang yaitu organisasi mahasiswa onderbouw PKI dan partai dan organisasi ideologi kiri lainnya. Hanya GMNI yang hadir pula berhadapan dengan organisasi
organisasi pengusul Kongres. Pertemuan di rumah rumah Sjarif Thajeb ini berlangsung alot. Para pemimpin organisasi mahasiswa menyetujui membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia disingkat KAMI, dengan program utama mengganyang‘ pergerakan 30 September dan PKI. Dalam pertemuan itu, Sjarif Thajeb memperlihatkan kebimbangan kebimbangan, antara lain terkait dengan kedekatannya saat itu dengan Soekarno sebab bagaimanapun ia yaitu menteri Soekarno. Namun di sisi lain terjadi arus perkembangan baru yang sebetulnya memiliki perspektif perubahan yang menggoda sebagai investasi‘ masa depan namun pada tahap itu mengarah kepada penentangan terhadap Soekarno sebagaimana yang ditunjukkan oleh para mahasiswa. Maka, agaknya seakan satu jalan tengah, Sjarif Thajeb lalu bersikeras‘ agar GMNI duduk sebagai pimpinan dalam wadah baru kemahasiswaan, KAMI, yang akan dibentuk itu dan memadukannya dengan organisasi organisasi lainnya. Saat itu, seperti diungkapkan Marsillam Simanjuntak, Sjarif Thajeb memiliki jalan pikiran
atau patron yang menilai satu organisasi berdasarkan ranking urutan partai yang menjadi induk organisasi ini . sebab PNI formal yaitu partai yang terbesar, maka GMNI pun
ditempatkannya di urutan teratas. Sebaliknya, HMI yang sebetulnya justru yaitu organisasi
mahasiswa yang terbesar massanya, diabaikan Sjarif Thajeb, sebab HMI memang tidak memiliki
induk politik. PMII yang anggotanya amat sedikit, apalagi dibandingkan HMI, memperoleh posisi
sebab anak‘ Partai NU. Somal yang merupakan federasi‘ nasional dengan anggota anggota
berbagai organisasi mahasiswa lokal, dianggap memenuhi syarat, seperti PMKRI yang yaitu
anak Partai Katolik dan Mapantjas sebab yaitu organisasi sayap IPKI. Kelima organisasi
mahasiswa itu ditunjuk untuk duduk dalam Presidium KAMI, yaitu GMNI, PMKRI, Somal,
PMII dan Mapantjas. namun GMNI sendiri akhirnya menyatakan tidak bersedia ikut duduk
dalam Presidium KAMI dan bahkan tidak ikut bergabung sama sekali dengan KAMI, sebab
berpendapat PPMI masih harus dipertahankan. Pilihan Bambang Kusnohadi ini, akan tercatat
lalu sebagai awal tersisih dan rontoknya GMNI sebagai suatu organisasi mahasiswa
dengan massa terbesar saat itu.
Belakangan, ketidakdan an GMNI Asu di bawah Bambang Kusnohadi digantikan oleh GMNI
pimpinan Surjadi yang berseberangan dengan PNI pimpinan Ali Sastroamidjojo SH dan Ir
Surachman. Dr Sjarif Thajeb yang awalnya bimbang, sebab tak memiliki pendirian yang jelas, akhirnya ikut arus dan menyetujui lahirnya KAMI dan namanya pun lalu tercatat sebagai tokoh
yang ikut membidani lahirnya KAMI. Posisinya terhadap Soekarno pada mulanya tentu saja
menjadi dilematis dan sulit, saat ternyata KAMI lalu menjadi penentang kuat yang akhirnya ikut menjatuhkan Soekarno dari kekuasaannya. Sampai sampai ia pernah membekukan
organisasi‘ yang kelahirannya dibidani olehnya itu. Namun saat pada akhirnya kejatuhan
Soekarno terjadi, hal itu mengakhiri juga dilema Sjarif Thajeb dan dilema pun berubah menjadi
seperti berkah bagi tokoh ini dan menjadi tiket baginya turut dalam kekuasaan baru pada
masa berikutnya. Masalahnya, walau Sjarif Thajeb memang dianggap berjasa dalam berdirinya
KAMI, namun sekaligus juga sering tidak disukai mahasiswa sebab beberapa tindakannya
merugikan mahasiswa. Pada masa awal pemerintahan Soeharto, sebagai Menteri PTIP, beberapa kali ia melakukan tindakan represif di kampus kampus. KAMI terbentuk di Bandung tanggal 1 Nopember 1965, hanya selang beberapa hari dengan terbentuknya KAMI di Jakarta. Rapat pembentukannya mengambil tempat di Margasiswa PMKRI Jalan Merdeka 9 Bandung. Mengikuti pola KAMI Pusat, organisasi ini juga dipimpin oleh 1 Presidium. Pertama kali, Presidium terdiri dari Majedi Sjah (PMII), RAF Mully (PMKRI), Rohali Sani (Somal), Daim A. Rachim (Mapantjas), yang didampingi para sekertaris Ta‘lam Tachja (HMI) dan Mansur Tuakia (IMM). Pembentukan KAMI Bandung diikuti oleh pembentukan KAMI di ITB. namun dalam perjalanan kegiatannya, seperti yang digambarkan Hasjrul Moechtar, aksi aksi KAMI Bandung sampai Desember 1965 tidak mampu
menggambarkan potensi yang sebetulnya dari mahasiswa Bandung. Para pimpinan KAMI Bandung, sejalan dengan pikiran Menteri PTIP Sjarif Thajeb, berpikir terlalu formal organisatoris, bahwa hanya mahasiswa mahasiswa organisasi ekstra, terutama yang memiliki induk politik, yang mampu menggerakkan mahasiswa sesuai kepentingan politik faktual saat itu untuk menghadapi PKI. Padahal pada beberapa perguruan tinggi terkemuka di Bandung, khususnya di ITB, merupakan fakta bahwa organisasi intra lebih populer dan lebih
mewakili keseluruhan mahasiswa dibandingkan dengan organisasi ekstra universiter. Faktanya,
walaupun sama sama anti PKI, Dewan dewan Mahasiswa tidak merasa perlu untuk
menggerakkan mahasiswa di kampusnya mengikuti aksi aksi KAMI . Di mata Dewan dewan
Mahasiswa, kehadiran KAMI tak lebih dari sekedar perubahan wajah saja dari PPMI minus
CGMI, GMNI Asu, Perhimi dan Germindo.
Dengan penilaian atas KAMI seperti itu, maka 24 Nopember 1965, Dewan dewan Mahasiswa
maupun Senat senat Mahasiswa dari 20 perguruan tinggi se Bandung sepakat membentuk
Kesatuan Organisasi Mahasiswa Intra Universiter negara kita (KOMII), yang sekaligus juga
menjadi pengganti MMI yang mereka tak percayai lagi. Ketua Umum pertama KOMII yaitu
Rachmat Witoelar dari ITB. Rachmat yang saat itu yaitu Ketua Umum DM ITB dianggap
mewakili wajah kampus ITB yang betul betul a politis. Ketua ketua KOMII yang lain yaitu
Soegeng Sarjadi dari Universitas Padjadjaran yang waktu itu belum bergabung sebagai anggota
HMI, Asmawi Zainul dari IKIP dan AP Sugiarto dari Universitas Parahyangan. Sekertaris
Umum Hermanto Hs dari ITB dengan Sekertaris sekertaris Anis Afif (Akademi Tekstil) dan
Sadan Sapari dari Universitas Pasundan. Tiga bendahara yaitu R. Hasoni dari AKMI, I Gede
Artika (APN) dan Tatang Haris dari Universitas Pantjasila. Untuk beberapa bulan, hingga Pebruari 1996, aksi aksi kedua organisasi ini berjalan terpisah. namun saat aksi aksi mahasiswa makin meningkat, 24 Pebruari, terjadi kesepakatan untuk
berintegrasi dalam artian unsur unsur KOMII masuk ke dalam Presidium. Dalam Presidium
duduk 4 unsur ekstra universiter dan 4 unsur intra universiter. Terjadi perubahan signifikan.
Masuknya unsur intra memicu pergerakan pergerakan KAMI Bandung lebih impresif dan selalu diikuti dengan massa yang jauh lebih besar. sebetulnya , sebelum terjadi penggabungan,
beberapa aktifis mahasiswa yang menjadi penggerak Pernyataan 1 Oktober menolak Dewan Revolusi berinisiatif mengkoordinasi suatu pergerakan bersama antara KAMI dan KOMII pada 13 Januari 1966 di Bandung, tiga hari sesudah aksi Tritura di Jakarta. Hasilnya heboh , sehingga membuka mata semua aktivis mahasiswa untuk memikirkan suatu kebersamaan yang lebih baik. Pola memasukkan unsur intra ke dalam Presidium ini akhirnya diikuti juga oleh
KAMI konsulat Jakarta, dan juga menghasilkan peningkatan efektifitas pergerakan . namun KAMI
Pusat dan KAMI daerah daerah lainnya, tidak mengikuti pola itu. Masalahnya memang, di
kampus kampus perguruan tinggi kota lainnya, yaitu merupakan fakta bahwa organisasi ekstra
universiter memang lebih dominan dalam kehidupan kampus. sesudah Peristiwa 30 September 1965 organisasi ekstra yang paling dominan di kampus kampus berbagai kota selain Bandung, yaitu HMI, terutama di luar Jawa.
Tanggal 10 Januari 1966, demonstrasi mahasiswa meletus di Jakarta, sebagai reaksi terhadap kenaikan harga harga. Demonstrasi ini melahirkan Tri Tuntutan Rakyat yang lalu dikenal
sebagai Tritura. Tiga tuntutan itu meliputi: Bubarkan PKI, ritul Kabinet Dwikora dan Turunkan
harga harga. kondisi ekonomi rakyat sebelum 10 Januari demikian terhimpitnya oleh harga harga yang makin membubung tinggi. Pemerintah menunjukkan sikap yang ambivalen. Di satu
pihak mereka menyarankan dan bahkan melarang kenaikan harga harga, namun pada pihak lain pemerintah sendiri menaikkan tarif dan menaikkan harga beberapa kebutuhan pokok. Pada tanggal 3 Januari 1966, pemerintah menaikkan harga bensin menjadi Rp. 1000 per liter. Padahal harga bensin itu baru saja dinaikan harganya pada 26 Nopember menjadi Rp. 250 per liter. Harga beras sementara itu tak terkendali. Di Jakarta, harga beras yang semula Rp. 1000 per kilogram mendadak melonjak menjadi Rp. 3500 per kilogram. Waperdam III Chairul Saleh yang sebetulnya cukup dihormati masyarakat, dengan nada arogan mengatakan bahwa pemerintah takkan meninjau kembali kenaikan tarif dan harga harga. Ini katanya untuk mencegah jangan sampai terjadi defisit anggaran belanja negara, sehingga
pemerintah dengan terpaksa untuk mencetak uang. Alasan yang tampaknya rasional ini dibantah oleh mahasiswa sebagai alasan yang dicari cari, sebab mahasiswa melihat bahwa penyebab utama defisit yaitu ketidakbecusan para menteri dan tidak memahami tanggungjawabnya. Mereka mengatasi kondisi dengan bertindak asal asalan tanpa memperhatikan dampaknya terhadap
kehidupan rakyat banyak. Dalam pada itu, menteri menteri lainnya, terutama Waperdam I
soebandrio lebih menyibukkan diri melontarkan provokasi provokasi politik. ”Untuk beberapa lama, soal Soekarno ini menjadi salah satu perbedaan strategi pergerakan antara mahasiswa Bandung dengan Jakarta. Perbedaan ini berlangsung cukup lama. Dalam demonstrasi demonstrasinya, mahasiswa Jakarta masih sering meneriakkan yell yell ‟Hidup sukarno ‟, ‟Kami tetap mendukung sukarno ‟ seraya meneriakkan hujatan hujatan terhadap tokoh lainnya, seperti soebandrio yang menjadi sasaran favorit. Sementara itu, dalam pergerakan pergerakan mahasiswa Bandung, sikap anti Soekarno sudah tampil sejak dini dalam kadar yang amat tinggi”. kondisi ekonomi akibat kenaikan harga harga yang menghimpit kehidupan rakyat ini lah sebetulnya yang menjadi concern utama mahasiswa Jakarta saat itu. Dan itulah sebabnya mereka merancang suatu demonstrasi besar besaran untuk menuntut penurunan harga. Untuk memenuhi‘ ketentuan keamanan, beberapa anggota KAMI dari Jakarta, Marsillam Simanjuntak dan kawan kawan datang ke Kodam untuk menyampaikan pemberitahuan akan diselenggarakannya demonstrasi pada 10 Januari. Di Kodam, mereka bertemu Kepala Staf
Kodam Jaya Kolonel A.J. Witono. Perwira itu menanyakan, apa yang menjadi tujuan
demonstrasi, dijawab untuk menuntut penurunan harga. Masa hanya itu saja , Itu tidak cukup ,
kurang lebih demikian dikatakan Witono. Apa lagi , Ia mengusulkan, ajukan tuntutan lain juga.
Saat itulah, muncul usulan tuntutan pembubaran PKI dan rituling Kabinet Dwikora. Bagi
mahasiswa saat itu, kepentingan utama hanyalah bagaimana harga bisa turun. sesudah
dipertimbangkan, saran Witono itu dianggap tidak akan merugikan. Maka Tritura pun terumuskan dan menjadi tema tuntutan dalam demonstrasi 10 Januari 1966. Marsillam mengakui, Tritura itu tidak lahir dari suatu proses perumusan yang muluk muluk, namun yaitu sesederhana seperti apa yang dituturkannya. mengenai lahirnya rumusan Tritura ini, Cosmas Barubara, memberikan gambaran yang tidak sesederhana ucapan Marsillam. berdasar keterangan saksi Cosmas, Sehari sebelum tanggal 10 Januari 1966 di kantor Sekretariat Presidium KAMI Pusat, di Jalan Sam Ratulangi No.1, diadakan rapat
lengkap . Dalam rapat itu berkembang berbagai pandangan yang bermuara kepada masalah
harga harga, masalah unsur PKI di kabinet, dan masalah komunis. sesudah rapat berlangsung
cukup lama mendengar pandangan Anggota rapat, maka rapat memutuskan menugaskan tiga
orang menjadi perumus hasil rapat. Ketiga orang itu yaitu Nazar Nasution, Savrinus Suardi dan
Ismid Hadad. Ketiga anggota Presidium ini merumuskan suatu pernyataan berdasarkan
masukan masukan yang ada dan menghasilkan apa yang lalu terkenal dengan sebutan
Tritura yaitu: 1 Turunkan Harga, 2 Rombak kabinet dan 3 Bubarkan PKI . Apa yang
sebetulnya terjadi, Salah satu kemungkinan yaitu bahwa masukan dalam pertemuan Marsillam
cs di Kodam Jaya itu juga sampai ke tim perumus di Jalan Sam Ratulangi 1, atau sebaliknya.
Atau, pada waktu bersamaan, gagasan itu memang sudah terpikirkan dan dimiliki banyak aktivis dan perwira militer sehaluan sebab pembacaan yang sama terhadap situasi.
Keresahan terhadap kondisi ekonomi yang makin memburuk dan menghimpit kehidupan rakyat
sehari hari, sebetulnya dirasakan juga oleh beberapa aktivis mahasiswa di Bandung.Sebagian dari mereka termasuk di antara yang mempelopori pernyataan penolakan terhadap Dewan Revolusi 1 Oktober dan appel dan pergerakan anti PKI 5 Oktober. Keresahan mereka bukan hanya kepada perkembangan ekonomi, namun juga perkembangan politik biasanya , terutama yang terkait dengan sederetan tindak tanduk politik Soekarno, yang tetap membela PKI dan menolak membubarkannya. Sehari sebelum Natal di tahun 1965 itu, Alex Rumondor yang bertemu seorang aktivis Gemsos, Bonar Siagian, menyampaikan ajakan untuk mengorganisir suatu pertemuan di antara para aktivis mahasiswa Bandung, sebab berdasar keterangan saksi Alex sudah saatnya untuk mengambil tindakan
tindakan menghadapi perkembangan situasi. Ajakan serupa disampaikan Alex kepada Adi
Sasono. Untuk itu, Alex menyiapkan suatu draft Petisi Amanat Rakyat, yang isinya menggugat
langsung Soekarno, sikap politik maupun kebijakan ekonominya. Pertemuan tak dapat segera dilakukan sebab berimpitnya libur libur natal dan akhir tahun , yang bersamaan juga dengan bulan puasa. Pertemuan yang direncanakan segera sesudah perayaan akhir tahun , ternyata baru bisa berlangsung 8 Januari 1966. Di antara yang hadir pula tercatat nama nama seperti Rahman Tolleng dan Muslimin Nasution, dua orang yang dahulu terkait Peristiwa 10 Mei 1963. Lalu ada Rachmat Witoelar yang yaitu Ketua KOMII. hadir pula juga beberapa aktifis yang berlatar belakang HMI
seperti Bagir Manan dan Iwan Sjarif. Nama nama lain yaitu Soegeng Sarjadi yang belakangan
diajak bergabung sebagai anggota HMI, Erna Walinono, Fred Hehuwat, Rohali Sani, Jakob
Tobing, Robby Sutrisno, Rudianto Ramelan, Aswar Aly, Hasjroel Moechtar dan Mangaradja
Odjak Edward Siagian yang juga yaitu seorang perwira cadangan jalur wajib militer. Mereka
ini semua berlatar belakang campuran, mulai dari organisasi organisasi mahasiswa lokal yang
menjadi cikal bakal Somal, Pelmasi, Mahasiswa Pantjasila sampai yang berhaluan independen.
Dan tentu saja hadir pula tiga pencetus awal, yaitu Alex Rumondor, Bonar Siagian dan Adi Sasono, yang ketiganya kebetulan memiliki latar belakang berbeda. Alex yaitu tokoh IPMI yang berlatar belakang Kristen, Bonar berlatar belakang sosialis anggota Gemsos, dan Adi Sasono seorang tokoh HMI namun dikenal memiliki kecenderungan pemikiran sosialistis. Adi yaitu cucu seorang tokoh Masjumi yang termasyhur, Mohammad Roem. namun yang terbanyak sebetulnya yaitu mahasiswa mahasiswa tanpa latar belakang pemikiran politis samasekali seperti contohnya Erna Walinono belakangan dinamakan Erna Witoelar mahasiswi yang terselip di antara aktivis yang umumnya mahasiswa putera. Pada masa berikutnya, pergerakan pergerakan mahasiswa di Bandung diikuti oleh mayoritas mahasiswa seperti Erna sehingga pergerakan pergerakan itu lebih menonjol sebagai pergerakan moral dan
pergerakan masyarakat. Motivasi yang menggerakkan mereka yaitu pertama sikap yang dari semula tidak menyenangi PKI sebagai partai yang berpenampilan otoriter dan provokatif, dan
realitas ekonomi rakyat yang makin memburuk di bawah rezim Soekarno. Pada akhirnya juga ,
sebab Soekarno memperlihatkan ciri ciri otoriter dan terlalu dekat dengan PKI, rasa tidak
senang mahasiswa juga mengarah kepada dirinya, ditambah lagi sikapnya yang mengabaikan
perbaikan bidang ekonomi. Pertemuan pertama berlangsung di salah satu ruangan Berita berita ITB, sebuah buletin harian yang diterbitkan para mahasiswa di kampus Ganeca, yang entah bagaimana bisa bocor ke pihak intelijen, sehingga pada waktu pertemuan berlangsung beberapa intel berseliweran di kampus ITB mencari tepatnya di mana pertemuan berlangsung. Pertemuan yang tadinya diperkirakan bisa cepat mengambil keputusan keputusan, baik mengenai petisi yang akan dipelopori maupun aksi aksi yang akan segera dilakukan, ternyata berlangsung berlarut larut. Persoalan yang paling menyita waktu yaitu mengenai Soekarno. Beberapa rumusan mengenai
Soekarno tak dapat diterima oleh beberapa di antara yang hadir pula dengan berbagai argumentasi. Ada yang menghendaki agar predikat predikat yang ditujukan kepada Soekarno jangan terlalu keras, seperti contohnya terminologi the top of the ruling class’. Begitu juga , ada yang menghendaki agar kritikan yang akan dilontarkan kepada Soekarno lebih diperlunak. Hasjroel mengutip pemaparan Alex bahwa meskipun dalam soal anti komunis semua yang hadir pula bersatu, namun rasa ketimuran yang negatif seperti bapakisme, rasa takut kepada yang berkuasa, takut ditangkap dan rasa tidak aman sudah berpadu menjadi penyebab berlarut larutnya diskusi. Selain itu, wadah wadah organisasi yang ada ternyata kurang siap, sehingga harus didesak desak untuk bertindak. Banyak dari yang hadir pula merupakan fungsionaris dan pimpinan organisasi mahasiswa,
seperti Dewan Mahasiswa, KAMI Komisariat Universitas dan sebagainya. Mereka merasa harus mengadakan rapat dan konsultasi dahulu dengan pengurus lainnya. Bahkan, beberapa diantaranya mengatakan, bahwa mereka memiliki massa‘, jadi harus mempertanggungjawasukarno an keselamatan
dan keamanan massanya terhadap risiko yang mungkin terjadi. Berbeda dengan pribadi pribadi
yang mengambil prakarsa, mereka hanya bertanggungjawab atas dirinya sendiri sebab tidak memiliki massa . Alhasil, berkepanjangan.
namun akhirnya dengan beberapa perubahan, petisi ditandatangani juga oleh duapuluh delapan
mahasiswa. namun sebab sudah terlalu sore dan waktu berbuka puasa sudah tiba, diputuskan
pertemuan akan dilanjutkan esok tengah malam , 9 Januari 1966, di rumah Alex Rumondor di Jalan
Merak 4 Bandung. Pertemuan berikut itu untuk persiapan rencana aksi dan finalisasi Petisi
Amanat Rakyat. Untuk persiapan awal sudah dilakukan pembagian misi . Tanggal 8 Januari
tengah malam itu, beberapa mahasiswa melanjutkan pertemuan untuk persiapan rencana demonstrasi. Mereka yaitu beberapa mahasiswa ITB, yaitu Rudianto Ramelan, Thojib Iskandar, Fred Hehuwat, Pande Lubis dan Zainal Arifin (Iping), bersama beberapa mahasiswa dari suatu
kelompok yang dinamakan group Bangbayang.
Pertemuan pertemuan lanjutan ternyata tetap saja tidak mudah. Malah masih berkepanjangan
sampai dengan 12 Januari. Sementara itu, mahasiswa Jakarta sudah berhasil bergerak pada
tanggal 10 Januari 1966 dan mencetuskan Tri Tuntutan Rakyat. Mahasiswa Jakarta berhasil lebih menyederhanakan‘ persoalan dengan tidak menyentuh lebih dahulu mengenai Soekarno dan
membatasi diri terutama pada masalah kenaikan harga, dan mencukup kan diri dengan sedikit
muatan tambahan bersifat politis, mengenai pembubaran PKI dan rituling kabinet, seperti yang
dituturkan Marsillam Simanjuntak. Untuk beberapa lama, soal Soekarno ini menjadi salah satu perbedaan strategi pergerakan antara
mahasiswa Bandung dengan Jakarta. Perbedaan ini berlangsung cukup lama. Dalam
demonstrasi demonstrasinya, mahasiswa Jakarta masih sering meneriakkan yell yell Hidup
sukarno , Kami tetap mendukung sukarno seraya meneriakkan hujatan hujatan terhadap tokoh lainnya, seperti soebandrio yang menjadi sasaran favorit. Sementara itu, dalam
pergerakan pergerakan mahasiswa Bandung, sikap anti Soekarno sudah tampil sejak dini dalam kadar yang amat tinggi. Pada tanggal 12 Januari 1966 itu, kami berhasil penelitian , jika debat debat
terlalu lama, tindakan aksi harus dijalankan saja , demikian Alex Rumondor mencatat. Maka
Alex mengusahakan agar pressure group berkumpul lagi di Jalan Merak 4 untuk membahas
rencana pergerakan secara lebih rinci. Biarpun tengah malam itu masih terjadi debat yang seru, namun akhirnya konsep dapat diterima. Yang hadir pula saat itu yaitu Rahman Tolleng, Bonar Siagian, Rudianto Ramelan, Fred Hehuwat, Zainal Arifin, Thojib Iskandar, Robert Sutrisno, Awan
Karmawan Burhan dan beberapa orang lainnya lagi . Termasuk Alex sendiri. sesudah konsep disetujui, muncul pertanyaan bagaimana pelaksanaan demonstrasi besoknya, Apakah aksi akan berjalan tanpa dipertangggungjawasukarno an secara organisatoris, Jika ada apa apa, siapa yang akan bertanggungjawab, . Alex lalu mengusulkan agar KAMI dan KOMII
dikerahkan. Untuk itu harus dicari orang nya. Rachmat Witoelar Ketua KOMII datang
menjelang pukul 23.00. Daim A. Rahim Ketua KAMI Bandung, tak berhasil ditemukan, namun
sebagai gantinya, Robby Sutrisno berhasil membawa bawa datang Sekertaris KAMI Mohammad Ta‘lam Tachja. Bersamaan dengan itu, Adi Sasono juga datang. KOMII dan KAMI setuju bergerak bersama sama. Pengerahan mahasiswa dari kampus Universitas Parahyangan dijamin oleh Awan Karmawan Burhan. Sedang pengerahan mahasiswa Universitas Padjadjaran
diserahkan kepada Iwan Sjarif, yang untuk itu merasa perlu untuk meminta izin rektor lebih dahulu . ‘Beruntung‘ bahwa Rektor Sanusi Hardjadinata, tidak berkeberatan. Pengerahan di ITB sudah terlebih dahulu disiapkan oleh Group Bangbayang. ”namun sikap mendua seperti itu, bukan hanya milik Sjarif Thajeb seorang, sebab
faktanya hampir kebanyakan tokoh, baik yang berada dalam pemerintahan maupun dalam kehidupan politik kepartaian, pada masa „tak menentu‟ itu memang memilih sikap opportunistik sebagai „prinsip‟. Sikap dan perilaku yang memicu tanda tanya di kalangan mahasiswa, sering kali ditunjukkan juga oleh Brigjen Amirmahmud yang saat itu menjadi Panglima Kodam Jaya menggantikan posisi Mayjen Umar
Wirahadikusumah”. sejak pagi pagi tanggal 10 Januari 1966 mahasiswa Jakarta berkumpul di kampus Universitas negara kita Salemba mengadakan appel. Massa mahasiswa selain dari Universitas Indonesia sendiri, juga berasal dari berbagai perguruan tinggi lainnya di Jakarta, dengan beberapa pengecualian. sesudah itu mereka bergerak menuju Sekretariat Negara Jalan Veteran untuk menyampaikan resolusi mereka. namun di Sekretariat Negara para mahasiswa hanya ditemui oleh Wakil Sekertaris Negara, sehingga mahasiswa tak mau menyerahkan resolusi mereka dan tak bersedia membubarkan diri. Bersamaan dengan itu, kelompok kelompok mahasiswa lainnya berkeliling ke beberapa penjuru kota untuk menyampaikan penjelasan penjelasan kepada masyarakat mengenai tiga tuntutan mereka. Simpang simpang jalan yang strategis diduduki mahasiswa dan di tempat itu mahasiswa memancangkan spanduk spanduk yang berisi tiga tuntutan mahasiswa. Baru pada sore hari, sekitar 16.00 Waperdam III Chairul Saleh muncul dan menemui mahasiswa.
Ketua Presidium KAMI Pusat Cosmas Batubara lalu menyampaikan pernyataan mahasiswa yang
berisi Tri Tuntutan Rakyat. Chairul Saleh menerima pernyataan itu dan menanggapi bahwa
segalanya tergantung pada kemauan Presiden Soekarno . Kabinet bisa dirubah, harga harga
bisa diturunkan, kata Chairul Saleh, asal Presiden Soekarno memerintahkannya, maka semuanya
akan dilaksanakan. Demonstrasi di Sekretariat Negara berakhir sekitar 17.00. Dalam perjalanan
pulang mahasiswa meneriakkan yell yell mengumandangkan tiga tuntutan mereka. Mahasiswa menyerukan agar para penumpang bus hanya membayar tarif Rp.200 dan tidak Rp.1000 seperti keputusan pemerintah.
Demonstrasi hari pertama ini, keesokan harinya diikuti dengan aksi mogok kuliah oleh mahasiswa Jakarta. Aksi mahasiswa Jakarta ini disusul oleh demonstrasi besar ribuan massa mahasiswa Bandung, 13 Januari 1966, melibatkan KOMII dan KAMI dalam satu pergerakan bersama, hasil rancangan Alex Rumondor dan kawan kawan. Para mahasiswa Bandung ini mencetuskan Resolusi Amanat Penderitaan Rakyat , yang antara lain menyatakan solidaritas mahasiswa Bandung terhadap aksi aksi yang dilancarkan mahasiswa Jakarta dan memperkuat
tuntutan tuntutan 10 Januari 1966 itu. Bersamaan dengan resolusi ini , dipelopori juga Petisi Amanat Penderitaan Rakyat yang disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat Mashudi
untuk diteruskan kepada Presiden Soekarno. Sejak 10 Januari dan 13 Januari itu, aksi aksi
mahasiswa lalu marak dan berlangsung terus menerus di kedua kota itu yang lalu disusul
oleh mahasiswa di kota kota besar lainnya.
Akhir Januari, Menteri PTIP Brigjen Dr Sjarif Thajeb, mengeluarkan instruksi agar mahasiswa
menghentikan mogok kuliah. Presidium KAMI Pusat ikut mengeluarkan anjuran agar mahasiswa
mematuhi instruksi Menteri PTIP itu. namun KAMI Bandung menolak instruksi itu, sehingga KAMI Pusat pun menyatakan bahwa penghentian mogok kuliah hanya berlaku di lingkungan KAMI Jakarta Raya. Namun hanya 4 hari sesudah nya, 4 Februari, mahasiswa Jakarta
melakukan mogok kuliah tahap kedua. Sebelumnya, 2 Februari, di depan kampusnya, mahasiswa ITB berikrar akan terus melakukan aksi aksi dan mogok kuliah sampai tuntutan dalam Tritura dipenuhi. Mereka tak mau mematuhi instruksi Menteri PTIP. Ikrar serupa dilakukan juga mahasiswa Jakarta pada tanggal 10 Februari. Langsung pada tanggal yang sama, Menteri PTIP mengulangi instruksinya agar mogok kuliah dihentikan. Meskipun tercatat peran nya dalam membidani kehadiran KAMI, Sjarif Thajeb sering kali menunjukkan sikap mendua bila itu menyangkut Soekarno. namun sikap mendua seperti itu, bukan hanya milik Sjarif Thajeb
seorang, sebab faktanya hampir kebanyakan tokoh, baik yang berada dalam pemerintahan
maupun dalam kehidupan politik kepartaian, pada masa tak menentu‘ itu memang memilih
sikap opportunistik sebagai prinsip‘. Sikap dan perilaku yang memicu tanda tanya di kalangan mahasiswa, sering kali ditunjukkan juga oleh Brigjen Amirmahmud yang saat itu menjadi Panglima Kodam Jaya menggantikan posisi Mayjen Umar Wirahadikusumah. Pada pertengahan Januari, segera sesudah Soekarno memberi komando untuk pembentukan Barisan Soekarno, maka terjadi konsolidasi yang berlangsung cepat di kalangan pendukung Soekarno. Menteri Penerangan Achmadi
contohnya , 17 Januari 1966, untuk sebagian berhasil mewujudkan perintah Soekarno itu. Cikal
bakal Barisan Soekarno segera terbentuk dan mulai bergerak antara lain dengan menyebarkan
pamflet pamflet yang menyerang KAMI dan bahkan memprovokasi beberapa benturan fisik.
Justru pada saat itu Panglima Kodam Jaya Amirmahmud mengeluarkan pengumuman yang
melarang penyelenggaraan demonstrasi dalam bentuk apapun di Jakarta. Demi menjaga dan
terpeliharanya suasana tenang dan tertib dalam rangka pengamanan guna tercapai tujuan
revolusi . sebab yang melakukan demonstrasi hanyalah mahasiswa yang tergabung dalam
KAMI, maka dengan sendirinya KAMI lah yang terpojok. Larangan ini memecah konsentrasi
mahasiswa Jakarta yang tergabung dalam KAMI, sekaligus cenderung melemahkan kekuatan
mereka. Sjarif Thajeb lalu melengkapkan tekanan dengan larangan terhadap mogok kuliah
yang dijalankan mahasiswa. Meskipun ada larangan demonstrasi, mahasiswa Jakarta tetap saja melakukan pergerakan pergerakan .
Mereka mengganti istilah demonstrasi dengan berkunjung ramai ramai . Salah satu sasaran
kunjungan ramai ramai itu yaitu Departemen Luar Negeri yang dipimpin soebandrio , Selasa 18
Januari. Gagal bertemu soebandrio di sana para mahasiswa menuju rumah resmi Menlu di
Jalan Merdeka Selatan, dan bisa bertemu soebandrio . Mulanya soebandrio hanya mau menemui delegasi mahasiswa, dan menjelaskan mengenai ucapan ucapannya sebelumnya yang menuduh mahasiswa ditunggangi Nekolim dan menyatakan aksi aksi mahasiswa tidak sopan. saat diminta untuk berbicara langsung di depan massa mahasiswa, ia malah mengatakan Saya juga memiliki massa . Spontan delegasi mahasiswa balik bertanya Apakah bapak bermaksud mengadu domba antara massa bapak dengan massa kami, . Bukan… bukan itu maksud saya , kata nya pada akhirnya, Baiklah, saya akan bicara….. . Begitu muncul di depan massa mahasiswa, ia disambut teriakan Ganyang Haji Peking! , Kami tidak memusuhi sukarno , Kami
memusuhi Durno . Jadi, seperti tentara yang taktis terhadap Soekarno, hingga sebegitu jauh,
mahasiswa pun masih bersikap taktis juga terhadap Soekarno. Dan yaitu pada hari itu juga ,
delegasi KAMI bertemu dengan Soekarno. Ini yaitu yang kedua kalinya. Delegasi KAMI terdiri
antara lain dari Cosmas Batubara, David Napitupulu, Zamroni, Mar‘ie Muhammad, Elyas, Lim Bian Koen, Firdaus Wajdi, Abdul Gafur dan Djoni Sunarja. mengenai pertemuan ini, David
Napitupulu pernah mengisahkan betapa Soekarno masih berhasil menunjukkan wibawa dan
memicu beberapa tokoh mahasiswa melipatkan‘ dan merapatkan tangan di depan perut dengan
santun. Salah satu anggota delegasi menjelaskan kepada Soekarno bahwa jika ada ekses ekses
yang terjadi dalam aksi aksi KAMI, semisal corat coret dengan kata kata kotor, itu yaitu
pekerjaan tangan tangan kotor yang menyusup ke dalam barisan mahasiswa progressif
revolusioner . Delegasi KAMI lalu menyampaikan tiga tuntutan rakyat. Dan Soekarno menjawab Saya mengerti sepenuhnya segala isi hati dan tuntutan para mahasiswa , dan tidak
menyangsikan maksud maksud baik mahasiswa. namun dengan keras Soekarno menyatakan
tidak setuju cara cara mahasiswa yang menjurus ke arah vandalisme materil dan vandalisme
mental, yang berdasar keterangan saksi sang Presiden bisa ditunggangi golongan tertentu dan Nekolim, yang tidak menghendaki persatuan sukarno dan mahasiswa. mengenai pembubaran PKI, kembali Soekarno tidak memberikan jawaban memenuhi tuntutan pembubaran, dan hanya menyuruh mahasiswa menunggu keputusan politik yang akan diambilnya. Awal Pebruari, sekali lagi Amirmahmud melakukan seperti akrobatik politik, yang menyenangkan Soekarno. Selasa 1 Pebruari di lapangan Banteng berlangsung suatu rapat umum yang difasilitasi oleh Amirmahmud dan berhasil‘ menelurkan suatu ikrar dari 120 organisasi politik dan organisasi massa se Jakarta Raya yang menyatakan sanggup untuk melaksanakan
komando Presiden , sesuai amanat Presiden 15 Januari mengenai pembentukan Barisan
Soekarno. Keesokan harinya, Amirmahmud menghadap Soekarno di istana menyampaikan ikrar itu. Usai menghadap, kepada pers, Amirmahmud dengan bersemangat menyampaikan pernyataan 120 orpol dan ormas itu otomatis menjadi Barisan Soekarno . Mungkin saja, peranserta yang dijalankan oleh Amirmahmud ini masih termasuk dalam kawasan taktis, seperti pendapat beberapa tokoh mahasiswa yang direkam Hasjroel Moechtar. Dengan melihat kedua tindakan Amirmahmud itu sebagai sesuatu yang tak terlepas dari sikap Angkatan Darat, berdasar keterangan saksi pendapat yang disimpulkan Hasjroel, maka tindakan itu tak boleh tidak dimaksudkan sebagai usaha taktis Angkatan Darat mencoba mengambilalih situasi dari soebandrio dan pendukung pendukung fanatik sukarno . Dan masih cukup banyak aktivis yang mempercayai itu sebagai tindakan taktis, yang menyelamatkan mahasiswa dari benturan benturan fisik yang berbahaya dengan para pendukung Soekarno. Namun tak bisa dihindari bahwa kedua tindakan itu memberi hasil akhir yang membingungkan masyarakat dan terutama para mahasiswa yang merasa dipojokkan “Presiden tetap bersikeras untuk tidak mau membubarkan PKI, sebagaimana yang dituntut mahasiswa dalam Tura ketiga. Soekarno memilih sikap keras kepala….”. “Maka
pada saat pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan, 24 Pebruari, mahasiswa di
Jakarta turun ke jalan….. Pada hari itu, barisan demonstran mahasiswa berhasil menembus pagar betis penjagaan tentara hingga ke depan pintu Istana Negara dan berhadapan langsung dengan Pasukan Cakrabirawa. Di situlah terjadi penembakan oleh Tjakrabirawa terhadap barisan mahasiswa dan memicu gugurnya Arief Rahman
Hakim dan memicu luka berat seorang anggota puteri KAPPI, Siti Zubaedah. Anggota KAPPI ini akhirnya meninggal beberapa waktu lalu …”.
CATATAN Jenderal AH Nasution mengenai Barisan Soekarno ini menarik untuk dipinjam di sini, terutama sebab memiliki nuansa penilaian yang berbeda. Apakah tindakan Amirmahmud saat itu masih termasuk tindakan taktis, ataukah murni akrobatik politik, jika ternyata
Amirmahmud melakukannya dengan kesepakatan para pimpinan Angkatan Darat, apakah itu
sekaligus menunjukkan bahwa para jenderal memang sudah melakukan akrobatik politik,
mengutamakan permainan‘ dan tak segan menempatkan mahasiswa sekalipun dalam posisi pion yang saat waktu bisa saja dikorbankan untuk meraih kemenangan, Apalagi, dalam persepsi tokoh kesatuan aksi, RAF Mully, Angkatan Darat memang hanya menempatkan mahasiswa dalam posisi untuk dimanfaatkan. Tidak sepenuhnya Angkatan Darat bisa diharapkan sebagai pelindung bagi mahasiswa . yaitu suatu fakta di lapangan, bahwa pasukan pasukan Kodam Jaya kala itu tak selalu menunjukkan sikap bersahabat dengan para mahasiswa. Adakalanya mereka begitu garang dalam menghadapi demonstrasi mahasiswa. Ini berbeda dengan pasukan pasukan yang ada di bawah garis komando Mayjen Kemal Idris yang menggantikan Soeharto sebagai Panglima Kostrad, atau pasukan pasukan RPKAD, yang oleh para mahasiswa bisa dirasakan memiliki sikap melindungi, setidaknya tak bermusuhan.
Adanya dua jenis perilaku tentara ini sangat terasa oleh kelompok mahasiswa. Bila sikap tidak
bersahabat itu ditunjukkan oleh kalangan militer yang dekat dengan Soekarno, tentu tidak
mengherankan. namun bagaimana jika kasat mata ia memiliki kedekatan dengan Soeharto,
namun saat berhadapan dengan mahasiswa menunjukkan permusuhan , Tak lain hal itu berarti, sejak mula Soeharto pun sudah mulai memelihara beberapa perwira berperilaku otoriter di dekatnya. maka , sikap berbeda beda di kalangan tentara bukanlah semata mata soal pro atau kontra Soekarno. Jenderal Abdul Harris Nasution menggambarkan Barisan Soekarno mulai menjadi fakta fisik. tokoh politik, mahasiswa dan militer tertentu terus dipanggil ke istana dan bekerja untuk itu . Waperdam III Chairul Saleh yang sudah dimisi kan memimpin Barisan Soekarno menunjuk Kolonel Sjafei yang dinamakan raja‘ para copet Jakarta sebagai Komandan. Di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan dan kota kota lain sampai hangat demonstrasi kontra demonstrasi dan terjadi bentrokan bentrokan fisik . Bahkan Soeharto, tutur Nasution, menampung persoalan pergerakan baru ini berupa perlombaan atau jor joran menyatakan setia kepada Presiden, dengan menginstruksikan appel appel kesetiaan , melalui
Pengumuman O1/Koti/1966. Panglima Kodam Jaya Jenderal Amirmahmud melakukannya secara besar besaran, 120 utusan parpol dan ormas Jakarta bersama panglima menyampaikan kesetiaan kepada Presiden. Panglima
Siliwangi Mayor Jenderal Ibrahim Adjie menyatakan bahwa Sam Karya yang diterima Siliwangi yaitu identik dengan Soekarno dan dibela oleh Siliwangi. sukarno sudah dimasukkan dalam catur laksana Korps Siliwangi .
namun , fakta yang paling tak dapat diabaikan, seperti juga dikatakan Nasution, yaitu bahwa para
Panglima di Jawa dewasa itu, di Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya, meskipun dikenal
sebagai orang yang anti PKI, namun juga secara pribadi kuat mendukung Soekarno.
Bagaimanapun, isu pembentukan Barisan Soekarno sudah memicu berbagai tanggapan,
yang satu sama lain berbeda dan dapat membingungkan . Panglima Siliwangi Mayjen Ibrahim Adjie, meskipun seorang pendukung kuat Soekarno, melarang Barisan Soekarno di wilayah
hukumnya. Panglima Kodam Jaya Brigjen Amirmahmud, selaku Pepelrada, mengeluarkan
instruksi yang mengatur penyaluran pembentukan Barisan Soekarno di wilayahnya. Sementara
itu, Panglima Komando Wilayah Sumatera Jenderal Mokoginta dengan tegas menyatakan
Barisan Soekarno sebagai kontra revolusi.
Waperdam I soebandrio melihat Barisan Soekarno sebagai alat pertarungan untuk
mempertahankan kekuasaan Soekarno, sehingga ia menekankan aspek fisik. Dalam suasana yang
menghangat, 15 Pebruari 1966, Presiden Soekarno didampingi Waperdam I soebandrio
mengadakan pertemuan terbatas dengan pimpinan GMNI Asu, Germindo, Presidium MMI dan Dewan Mahasiswa Universitas sukarno , di Istana Merdeka. Pada forum ini Dr soebandrio kembali menyerukan pembentukan Barisan Soekarno, sebagai suatu barisan berbentuk fisik, memenuhi seruan Soekarno sendiri pada 15 Januari yang menginginkan penyusunan barisan pendukung yang berdiri di belakangnya. Bentuklah Barisan Soekarno sekarang juga , kata soebandrio . Setiap organisasi mahasiswa yang hadir pula dimintanya untuk turut membentuk Barisan Soekarno itu, biar cuma hanya sekedar seratus orang, tak apa, asal ulet . Barisan dalam bentuk fisik ini terbukti lalu di beberapa daerah memang dimaknai dalam artian fisik yang sebetulnya dan kesiapan bertarung untuk membela Soekarno. Hingga beberapa bulan, pemaknaan yang demikian terus berlangsung. Pada 19 Agustus 1966, saat mahasiswa Bandung makin gencar melakukan pergerakan pergerakan anti Soekarno, Barisan Soekarno menyerbu Konsulat KAMI Bandung di Jalan Lembong. Dalam Peristiwa 19 Agustus 1966 ini jatuh korban jiwa, Julius Usman, mahasiswa Universitas Parahyangan. Ia tewas di depan
kampusnya Jalan Merdeka, tak jauh dari Jalan Lembong. sesudah terjadinya serangkaian bentrokan fisik antara mahasiswa anggota KAMI dengan massa Front Marhaenis sayap Ali Surachman pada akhir Pebruari hingga awal Maret, Panglima Kodam Jaya Brigjen Amirmahmud melontarkan gagasan jalan tengah‘ Persatuan Nasional Mahasiswa negara kita , 7 Maret. Gagasan ini sebetulnya berasal dari ide pembentukan National Union of Student (NUS) yang dilontarkan sebelumnya oleh Soekarno 14 Januari sesudah mendengarkan saran dan laporan Wakil Panglima Besar Komando Ganyang Malaysia (Wapangsar Kogam) bidang Sosial Politik, Ruslan Abdulgani. saat gagasan NUS itu untuk pertama kali dilontarkan oleh Soekarno dan Ruslan, muncul penolakan yang keras dari mahasiswa Bandung dalam sebuah pernyataan 2 Pebruari 1966. Mahasiswa Bandung mencurigai pembentukan NUS ini , yang dilontarkan justru bertepatan dengan saat PKI dan simpatisannya mulai dibersihkan dari kabinet dan berbagai lembaga negara. Mahasiswa Bandung curiga bahwa pembentukan NUS dimaksudkan untuk mendegradasi setahap demi setahap KAMI, sambil memasukkan unsur unsur Front Marhaenis Ali Surachman ke dalam tubuh kemahasiswaan, yang tentu saja berbahaya terhadap usaha pembubaran PKI. Front Marhaenis per saat itu dalam anggapan
mahasiswa mahasiswa Bandung ini yaitu partner terdekat PKI di zaman pra G30S. Dalam suatu demonstrasi dan aksi corat coret yang dilakukan mahasiswa mahasiswa di Bogor, rumah Nyonya Hartini Soekarno, kebagian coretan Gerwani Agung . Julukan Gerwani Agung‘ yang ditujukan kepada Hartini ini memicu Soekarno amat marah. Di Bandung pada waktu yang hampir bersamaan, mulai bermunculan coretan yang ditujukan langsung kepada Soekarno, seperti tulisan Soekarno, No dan berbagai serangan lain yang menunjukkan bahwa mahasiswa tak lagi menginginkan Soekarno sebagai pemimpin negara. Gedung MPRS, Gedung Merdeka di Jalan Asia Afrika Bandung diserbu dan dicoreti mahasiswa dengan tulisan Gedung Komidi Stambul . Dalam nyanyian nyanyiannya mahasiswa menyindir MPRS…. Yes, yes,