Senin, 19 Desember 2022
Home »
jatuh cinta
» jatuh cinta
jatuh cinta
Desember 19, 2022
jatuh cinta
jessica duduk membeku di dalam mobil dengan
wajah pucat mayat . Jari-jemarinya mencengkeram setir, gemetar. Tidak ada pepohonan di sekitar tempat mobilnya dihentikan. Saat itu ia berada di tempat terbuka, dengan panas matahari yang menggigit. Garang. namun sekujur tubuhnya menggigil oleh perasaan dingin yang luar biasa menyiksa. Berulang kali jessica menghirup udara pegunungan sebanyak rongga dadanya sanggup menerima. Beberapa kali pula ia menggigit bibir, menahan teriakan-teriakan histeris
yang meronta-ronta ingin lepas untuk mengusir jauh-jauh beban berat yang menghantui pikirannya. namun pukulan menyakitkan itu tetap bertahan, dan terus pula menghasut. Agar jessica tidak
menunggu berlama-lama. ditambah teriakan sorak yang membahana, “Sekarang! Lakukan sekarang! Dan semuanya akan langsung berakhir…!”
6Ah ya, benar, Mengapa tidak?
Toh moncong mobilnya kini sudah berjarak
tidak sampai satu meter dari bibir tebing dengan
jurang menganga dalam dan terlihat nyata di de-
pan mata. jessica tinggal melepaskan rem tangan,
maka mobil akan meluncur sendiri ke depan, jatuh
berguling-guling ke dalam jurang yang sudah siap
menunggu. Mobil akan terbanting-banting sebentar, tangki bensinnya meledak, dan jessica akan langsung terbakar. Terbakar hangus bersama mobilnya, yang sekaligus juga membakar hangus pukulan yang tidak tertahankan itu. Dan jessica tidak perlu lagi memikirkan sisa hari yang masih sangat panjang, dan pasti akan semakin menyiksa! . Menggelikan sebetulnya , saat tadi pagi ia datang menemui dokter dan ia langsung disambut sebuah pertanyaan tak terduga, “Sendirian lagi? Mana suami Nyonya?” Saat mendengar pertanyaan itu, jessica sempat kaget. Lantas teringat pada kunjungan pertama ia sudah berjanji untuk membawa dan laki-laki yang ia katakan suaminya. Sungguh suatu kebetulan bahwa dokter tengah mencari-cari hasil pemeriksaan laboratorium di dalam arsip, sehingga dokter itu tidak sempat melihat perubahan di wajah jessica .Cepat jessica menguasai diri, mencoba tersenyum
sambil menyahut terbata-bata. “Maaf, Dokter. Laki-
laki itu, eh, suami saya... Dia seorang penggugup.
Katanya ia lebih suka menanti kabar gembira itu di
rumah, daripada nanti ia melonjak-lonjak seperti
orang gila di depan dokter. Ah, ya. Itu memang sudah sifatnya sejak dia kukenal. Emosional, namun sangat pemalu!” Dokter manggut-manggut mengerti. sesudah melihat berkas pemeriksaan
di atas meja, ia lalu bergumam tanpa memper-
hatikan jessica yang duduk tegang di seberang mejanya, “Air seni Nyonya positif. Nyonya hamil…!”
Dari rumah, jessica sudah merancang sebuah
sandiwara yang menggemparkan. Begitu mendengar keterangan dokter, ia akan terbelalak sebentar, tertawa nyaring lalu , lantas memegang tangan dokter sambil mengucapkan terima kasih dengan suara terharu. jessica juga akan berceramah seperti orang setengah sadar mengenai keinginannya agar yang lahir anak laki-laki, dan apa rencananya di kelak selanjutnya dengan anak pertamanya itu. Namun faktanya , jessica hanya terpaku diam di tempat duduknya. Gemetar, dan takut. Mulutnya terkatup rapat, dan satu-satunya isi skenario yang sudah ia hafalkan dan berhasil ia tampilkan di depan dokter, hanyalah sepasang mata yang terbelalak membuka. Bukan oleh surprise menggembirakan yang ia dengar. Melainkan, oleh perasaan takut yang sesaat
merayapi sekujur tubuhnya. Dokter menatap jessica dengan heran. Lalu, “Nyonya?”
jessica mengerjap. Tersadar.
“Ya?”
“Saya ucapkan selamat!” dokter mengulurkan
tangan ke depan. Dengan kegembiraan yang tulus.
Sejenak, jessica menatap uluran tangan itu dengan
bingung, lantas menyambutnya dengan pikiran yang kacau balau. Ia tahu, tangannya gemetar dan dingin, ia tahu wajahnya juga pucat mayat , namun ia sudah tidak peduli. Tidak ada lagi yang dapat ia perbuat, sesudah hasil pemeriksaan laboratorium nyata-nyata meneriakkan ultimatumnya, positif hamil. jessica tidak bisa lagi menghindar. Ia harus menerima kenyataan itu. Dan lalu , memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
Dan pukulan pertama itu ia terima begitu
bangkit dari kursi untuk pamitan. Dokter me ngawasi wajah jessica dengan sorot mata tajam. Namun, dengan bibir mengulas senyum manis, sambil berujar lembut, “Bayi merupakan karunia, Nona. Jangan siasiakan pemberian Tuhan!”
Nona. Bukan lagi, Nyonya! Jadi dokter itu sudah tahu sendiri, tanpa jessica harus repot-repot menjelaskannya. Dalam perjalanan pulang jessica memikirkan ucapan lainnya dokter ini . Bayi merupakan karunia. Pemberian Tuhan. Jangan sia-siakan! Yang artinya, selain sudah dapat menangkap apa yang tersirat di balik kebungkaman jessica , dokter juga
secara halus mengingatkan bahwa menggugurkan
kandungan bukanlah perbuatan terhormat.
Tak peduli apakah itu selagi kandunganmu ba ru
ber wujud tak lebih dari segumpal darah, atau sesudah Tuhan meniupkan roh ke janin yang sebelumnya hanya berupa gumpalan darah itu. Yang sesudah digugurkan, tak perlu bingung-bingung. Lemparkan saja ke tempat pembuangan sampah. menjijikan . Menyakitkan. Dan jessica harus menanggungnya sendirian. Usai konsultasi pada dokter spesialis bermata tajam itu, jessica tidak langsung pulang, melainkan pergi ke lapangan olahraga , di ujung Timur batas
kota. Lapangan yang resminya dipakai untuk
pacuan kuda itu tampak jelek dan mengkhawatirkan, dengan berkeliarannya sejumlah sepeda motor yang setengah terbang dengan suara menderu-deru, lalu sesekali terbanting dengan keras di atas tanah yang licin berlumpur. Bau tahi kuda bercampur asap knalpot membuat udara yang seharusnya segar berubah jadi kotor, kering dan membuat perut mual. Namun toh
penonton yang berkelompok di sana-sini tetap saja
bersorak-sorai dengan riuh rendah. Menyatakan kekaguman, memberi dorongan semangat, memaki-maki, bahkan mengejek menertawakan Anggota latihan motor cross yang bangkit dari lumpur sambil me nyeret motornya agar tidak mencelakakan rekan-rekan yang terus melaju dengan garangnya. jessica hampir tidak mengenali chucky . sesudah melihat nomor-nomor Anggota yang kotor berlumpur, barulah ia mengetahui chucky ternyata salah seorang yang memperoleh ejekan penonton. laki-laki itu tak ubah nya hantu hitam kecokelatan oleh lumpur yang mengotori pakaian, wajah, dan sebagian rambutnya. Ia sedang memperbaiki mesin motornya di pinggir
sirkuit tanpa ada yang memperhatikan apalagi memberi bantuan. Suatu kesempatan buat jessica dapat ber bicara leluasa dengan chucky , tanpa ada yang mendengar.. jessica tidak langsung membicarakan maksud kedatangannya..
Lebih dahulu ia menyatakan kekhawatirannya
terhadap kekasihnya itu dengan berujar cemas, “Mengapa tidak pakai helm?”
chucky menoleh. Tampak kegusaran masih me-
ronai wajahnya yang berselemak lumpur.
“Hai!” Itu saja sahutannya. Lalu sibuk lagi, membongkar busi. jessica menggigit bibir. “chucky ?”
“Ya?” menyahuti si laki-laki , tanpa berpaling
dari mesin motornya.
“Mengapa tidak pakai helm?”
“Aku menyukai sensasi, Rika!”
“Ampun, chucky . Tidak sadarkah kau, kepalamu
dapat saja terbanting ke tanah keras, atau kayu-kayu palang?”
“Aku dapat menjaga diri.”
“namun kau membuatku khawatir, chucky !”
“Terima kasih. Nanti saja ungkapan cintamu
kau sampaikan. Aku sedang sibuk, tidakkah kau
lihat?” geram chucky , gusar sebab terganggu.
jessica menggigit bibir lagi.
Tidak. Ia tidak akan menanti lebih lama. chucky
harus tahu!
“chucky ?”
“Apa lagi?”
“Aku hamil!”
“Itu urusanmu dan…,“ chucky mendadak diam,
tegang. Lalu cepat berpaling lantas diam melihat wajah jessica . Dengan lumpur menempel hampir di seluruh permukaan wajahnya, sungguh sukar untuk menyelami isi hati chucky yang tergambar di balik sinar matanya. laki-laki itu menjilati bibirnya sejenak, tanpa menyadari bibirnya yang dikotori lumpur. lalu meludah dengan kasar. Air ludah bercampur serpihan lumpur dari bibir chucky , sayangnya, jatuh tepat di ujung
depan sepatu jessica yang sebelumnya sudah berlelah-lelah menyemir agar terlihat bersih gemerlapan. Mestinya ia tersinggung dan marah sekali. namun jessica sadar, ia sedang menghadapi bahaya besar, dan hanya chucky satu-satunya orang pada siapa ia meminta
perlindungan. Dengan sabar, ia menahan diri.
Dengan sabar pula ia mendengar pertanyaan
chucky yang dipenuhi kebimbangan, “Kau... Ah, kau tidak bersungguh-sungguh bukan, jessica ?”
“Aku hamil! Dokter yang mengatakannya!”
jessica hampir menangis. Ia tidak menduga chucky akan mengajukan pertanyaan serupa itu. Tadinya ia berharap chucky akan bersorak kesenangan, memeluknya, dan lalu berjanji akan datang menemui orangtua jessica untuk melamarnya sesaat . Sadar bahwa jessica kecewa, chucky perlahan-lahan bangkit. Ia lemparkan kunci busi ke atas rerumputan, lantas memegang tangan wanita lesbian itu dengan lembut. Tak peduli, kulit yang halus mulus itu menjadi kotor
sebab nya. Mulutnya kumat-kamit sebentar, rupanya bingung apa yang mau ia ucapkan, namun akhirnya ia sanggup juga mendesah.
“Berapa bulan?”
“Hampir tiga,” jawab jessica , sambil men ceng-
keram tangan chucky kuat-kuat, lantas tanpa kuasa mengendalikan diri ia memohon, “Kapan kau akan menemui ayah ?”
Wajah chucky berubah kaku.
Ia berpaling, menghindari sorot mata jessica .
Teman-temannya masih terus melaju di atas lapangan yang buruk itu. Sekelompok penonton di sebelah utara, berjingkrak-jingkrak kesenangan menyaksikan salah satu saingan chucky dalam beberapa balapan, meninggalkan motor-motor yang lain jauh di depan. Tampaknya ia akan menyelesaikan seluruh lap beberapa menit lebih cepat dari yang biasa ia lakukan. Dan itu berarti seseorang akan membonceng dengan ketat di belakang chucky dalam pertandingan yang
sebetulnya nanti. “jessica ,” chucky berpaling lagi. Wajahnya keruh. Benar-benar keruh. “Mau kau membantuku?”jessica menahan tangisnya.
“Apa pun yang kau inginkan, chucky !”
“besok aku harus ke Surabaya. Kesempatan
bagus untukku, jessica , sebab untuk pertama kali
sejumlah Anggota luar negeri akan ikut bertanding. Pemenangnya akan memperoleh tiket ke Tokyo. Dan balapan di depan pemilik pabrik sepeda motor yang kupergunakan, benar-benar suatu impian yang tidak ingin kulepaskan begitu saja.” “Jadi?”
“Tunggulah dalam beberapa hari. Oke?”
“Kau akan menemui ayah ? Berbicara dengan
Mama?”, jessica ingin menangis sebab bahagia.
“Kubilang, tunggulah dalam beberapa hari.
Akhir bulan paling lambat. Tidak terlalu lama,
bukan?”“Tuhanku! Kita akan menikah akhir bulan ini. Aku akan menunggumu, chucky , akan menunggumu, sayangku. Akhir bulan. Dan aku akan menjadi istrimu. Aku…”
“jessica …” “Ya, sayangku”
“Aku tidak berbicara tentang menemui orang-
tuamu. Apa lagi pernikahan. Aku hanya menjanjikan, akhir bulan kita bertemu untuk membicarakan soal kandunganmu” “chucky !”
“Maukah kau membiarkan aku sebentar?”
dengus chucky sambil kembali memantau arena balap.
“Lihat donald duck . Ia sudah menyelesaikan lap terakhir sedemikian cepat. Tahukah kau apa artinya itu bagiku, jessica ? Tahukah kau?”Lantas chucky dengan marah menendang mesin sepeda motornya dengan kasar, berteriak memanggil
salah seorang temannya di kejauhan, lalu terjun
ke lapangan dengan sepeda motor yang lain namun masih satu merek. jessica masih menunggu sampai chucky menyelesaikan beberapa lap, namun jangankan berhenti.
Menoleh ke arah jessica pun, tidak.
Betapa menyakitkan! Pukulan menakutkan dari dokter tadi, tidaklah seberat pukulan kedua yang diberikan chucky . Sudut-sudut mata jessica mulai berlinang. Samar-samar ia melihat gunung yang tampak berwarna kelabu di kejauhan, langit biru seperti lautan yang teramat dalam di atasnya. Jauh di bawah, air sungai mengalir tenang di antara hamparan sawah menghijau. Air
sungai itu tampak cokelat dan kotor, namun beberapa orang penggali pasir di sungai itu terus saja bekerja tanpa lelah.
Ya. jessica hanya cukup melepaskan rem ta-
ngan. Lalu… Sebuah truk pengangkut pasir merangkak dari bawah, mendaki jalan tanah berlubang-lubang dengan suara mesin bergerung-gerung memecahkan suasana hening di sekitar. Supir truk memperhatikan jalan di depannya dengan mata hampir tidak berkedip. Dan dua orang teman yang duduk di sampingnya,
bercakap-cakap dengan suara keras untuk mengatasi deru mesin, sambil tidak henti-hentinya menatap ke atas. “Aku mencemaskan anak itu!” ujar laki-laki yang berbahu telanjang, hitam berpeluh. “Sudah hampir satu jam dia di sana. Tidak keluar-keluar dari mobil. Dan ya Tuhan, tidakkah kalian lihat! Dia memarkir mobilnya terlalu ke depan!”
“Biarkan saja,” rengut supir. “Bukan satu dua
anak orang kaya makan angin di bibir tebing itu.
Daerah ini tampaknya menarik hati mereka sebagai
selingan. Menghindari kebisingan kota.”
“Bukan itu. Firasatku mengatakan, dia seper-
tinya… mau bunuh diri!” kata laki-laki berbahu
telanjang itu lagi. Setengah berteriak untuk mengatasi raungan mesin truk, ia mengulangi. “wanita lesbian itu akan bunuh diri!”
“wanita lesbian ? Kau katakan wanita lesbian ?”
“He-eh. Tadi sebelum turun ke sungai, aku
sempat memperhatikan. Dia tampaknya masih muda. Cantik pula lagi. namun wajahnya pucat mayat . Dan ia terus saja menatap ke bawah sini.”
“Mungkin dia mencari seseorang.”
“Kuulangi lagi. Lihat posisi mobilnya. Jelas dia
cari mati!”
“Lalu apa yang akan kau lakukan?” orang ketiga,
dengan puntung rokok menyala hampir mencapai
bibirnya yang tebal dan kotor, nyeletuk sambil lalu.
“Kau ingin menjadi pahlawan penyelamat? Itu cuma
terjadi dalam dongeng, dan kau cuma seorang kuli
melarat. Hehehe..!”
“Jangan dahulu tertawa. Aku punya anak wanita lesbian
sebesar dia,” bersungut laki-laki berbahu telanjang
itu. Kesal. “Ningrum memang tidak punya keinginan berlebihan. namun dia sangat pendiam. Sangat perasa. Dia pernah tidak mau makan selama beberapa hari, hanya sebab laki-laki pilihannya tidak kusetujui.” “faktanya toh, laki-laki itu kau ambil mantu!”“Daripada anakku mati?!”
Mati! jessica belum ingin mati. Bukankah chucky sudah berjanji akan menemuinya beberapa hari lagi? jessica terlalu mencemaskan diri
sendiri. Tidak memperhatikan kepentingan chucky . Sekali chucky berhasil di Surabaya, maka penampilannya di Tokyo akan merupakan titik cerah untuk masa depan mereka. Dealer sepeda motor yang jenisnya selalu dipakai chucky dalam balapan sudah menjanjikan, kemenangan di Surabaya berarti suatu kesempatan untuk merebut perhatian umum. chucky akan tampil dalam beberapa promosi perusahaan di media cetak, juga televisi. Dan kalau ia sukses di Tokyo, chucky – jika berminat, akan diberi pekerjaan tetap di bagian penjualan, tentu saja di luar waktu membalap.
Kalau itu terlaksana, jessica dapat menemui
ibunya dengan pikiran tenang dan hati yang tenteram. Ibunya tidak lagi akan menuduh chucky manusia gelandangan yang tidak menghormati keinginan orangtua. “Aku menyukai anak itu,” ibu jessica pernah berkata. “namun sesudah kusaksikan cara ia membalap motornya di lapangan, kupikir ia lebih mementingkan karir ketimbang dirimu, bahkan dirinya sendiri. Lihat
kegilaannya membuat sensasi, seolah-olah si chucky itu memiliki nyawa cadangan. Tidak! Ia bukan laki-laki yang cocok untuk kau persuami. Masih banyak laki-laki lain, yang memiliki masa depan dan sadar nyawanya cuma satu lembar!”
Akhir bulan, kata chucky . Itu berarti delapan, ah, sepuluh hari lagi. Benar, bayi adalah karunia Tuhan yang tidak boleh disia-siakan seperti kata dokter. namun benar juga, bila chucky sukses, ia akan mampu berdiri sendiri. Tanpa harus
menggerogoti harta orangtuanya, bahkan seringkali juga sebagian uang jajan jessica sendiri. Kemenangan di Surabaya, berarti suatu kesempatan untuk maju. Akhir yang menggembirakan di Tokyo, berarti pula
suatu harapan untuk mulai berhenti mempertaruhkan nyawa, lalu hidup tenang bersama istri dan anak-anak mereka. jessica menarik nafas.“Pergilah berjuang, sayangku!” ia bergumam. “Aku mendoakanmu. Dan ingatlah. Aku lebih suka kau gagal, daripada suatu hari kelak seseorang datang kepadaku untuk mengabarkan kau digotong orang ke kamar mayat…!” jessica harus tetap hidup.Berpikir sampai ke situ, jessica lantas menyesali dan menertawakan niatnya yang memalukan saat membelokkan mobilnya ke tebing berjurang dalam ini . Pejamkan saja mata, tancap gas, dan biarkan mobilmu menyelesaikan semua kesulitanmu! sambil menghela nafas panjang, dengan tangan masih gemetar oleh niat memalukan dan sekaligus menjijikan itu, jessica memutar kunci, menghidupkan mesin mobil yang lalu bergerak mundur ke jalan raya di belakangnya. Mobilnya diputar ke arah semula ia datang. Lantas ia melarikan mobilnya dengan perasaan tenteram, turun ke kota. Tiba di rumah, ia turun dari mobil dengan dagu tegak, sedikit santai dengan wajah yang ia usahakan sedapat mungkin agar tampak menyenangkan dan tidak memicu kecurigaan.
Tante nyi girah yang muncul untuk membuka
pintu. “Ah, syukurlah. Pulang juga kau akhirnya. Tadi aku sudah sempat mencemaskanmu …!”
Sempat terkejut oleh kalimat terakhir tantenya,
jessica cepat menanggapi dengan suara diriang-
riangkan. “Terima kasih, Tante. Perasaan khawatir
tante itu membuat aku semakin menyayangimu..!”
Pipi adik ipar ayah nya itu, ia kecup dengan
hangat, lantas cepat-cerpat berlalu sebelum di-
berondong pertanyaan yang bisa jadi akan berbuntut jessica terpaksa membuka rahasianya, aku hamil, dan tadi…sesudah berganti pakaian, jessica langsung pergi ke dapur. Ia harus mempersiapkan makan siang untuk keluarganya. Ada pembantu di rumah, namun jessica
merasa pekerjaan dapur adalah bagiannya. Suatu saat ia harus menyediakan makan untuk suami dan anak-anaknya sendiri. Ia selalu membayangkan alangkah bahagia melihat suami dan anak-anak bersantap dengan lahap menikmati hasil tangan seorang istri, seorang ibu. Diam-diam jessica mengusap perutnya dengan terharu. Masih rata, namun di dalamnya, ia seakan mendengar sebuah bisikan lembut dan manja, “Aku mencintaimu, Mama …!” Anak laki-lakikah yang berbisik itu? Atau
wanita lesbian ? “jessica ?”
jessica berpaling terkejut. nyi girah berdiri di
ambang pintu dapur, diam memantau .
“Ada apa, Tante?”
“Kau tidak pergi ke sekolah? Sudah hampir
pukul satu siang.”
Sekolah?
Buat apa. chucky toh akan datang, menemui
orangtuanya, lalu mereka menikah. namun itu tidak perlu ia utarakan kepada tantenya. Lalu memilih kata-kata yang tepat untuk menjawab seenaknya, sambil tertawa seenaknya pula. “Lagi males, Tante.”
“E-eeee. Bukankah minggu depan kau harus
ujian?”
“Alaaa. Itu soal gampang, Tante. Ingat Pak
donald duck , guru matematikaku itu? Dia pernah dua kali
datang ke rumah ini. Pura-pura menanyakan mengapa belakangan ini aku sering bolos. namun Tante, aku tahu maksudnya datang. Dia ingin melihat apakah aku sehat-sehat saja, dan berharap suatu hari aku mau diajaknya nonton!”“Lantas?”
“Sebelum tiba waktu ujian, Tante. Akan kudekati
dia, kuterima ajakannya. sesudah ujian selesai dan aku dinyatakan lulus, tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi bukan? Akan kudepak dia keluar rumah pada kesempatan pertama ia muncul!”
nyi girah geleng-geleng kepala. “Kejam nian ..!”
katanya mengomentari.
“Salahnya sendiri! Mengapa mengincar murid
tercantik di sekolah!” “Hah? Siapa yang kau puji, Rika?” nyi girah pura-pura tercengang, dengan mata bersinar mencemoohkan. Namun, diam-diam dalam hati mengakui kebenaran ucapan keponakannya. jessica cuma tertawa,
lantas meneruskan pekerjaannya sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Baru pada waktu makan siang, jessica merasa suatu keanehan.
nyoto , paman yang sejak jessica masih bo cah
biasa dipanggilnya dengan sebutan om, sudah pulang seperti biasa dari pekerjaannya sebagai perantara jual beli mobil-mobil bekas. aidit , adik jessica yang duduk di kelas dua SMP dan baru pulang sekolah, juga sudah siap di meja makan bersama tante dan om mereka. Kursi yang seharusnya diduduki ayah jessica , kosong.
Demikian pula kursi untuk ibunya.
“Kok ayah belum pulang ya?” gumam jessica
sambil lalu sebelum mereka berempat mulai makan. Biasanya ayah nya akan meninggalkan kantor sekitar pukul dua belas siang untuk pulang di rumah, istirahat sebentar lalu kembali lagi ke kantor sampai pukul empat atau lima sore.
“Mungkin sibuk,” ujar nyoto , pamannya yang
berwajah sama tampan dengan ayah jessica sendiri. Tubuhnya yang tinggi kekar memenuhi tempat duduk, dan pundaknya sampai menyentuh tepi meja saat ia membungkuk untuk menjangkau sepiring mangkok berisi kari kambing. “Tak usah menunggu, jessica . Makanlah. Lihat, si aidit sudah kelaparan!”“namun aku juga tidak melihat mama dari tadi” keluh jessica , tidak puas.
nyoto tercengang. “Bukankah mamamu per gi ke
lu ar kota sejak pagi kemarin?” tanyanya, meng ingatkan. “Oh ya. Aku lupa. Benar-benar lupa.”
Tentu saja, pikir jessica sambil mulai bersantap. Ia
melupakan segala sesuatu dan hanya mengisi kepala dengan persoalannya sendiri, persoalan chucky , dan anak dalam kandungannya. Berbentuk apakah anak itu sekarang? Gumpalan daging? Gumpalan da rah? Janin yang masih encer? Seperti siapa pulakah anak itu
nanti? chucky tidak begitu tampan, suka membangkang pula kepada orangtuanya. namun chucky pemberani. Biarlah, jiwa pemberani chucky dimiliki anak mereka kelak, namun tidak sikap pembangkangnya. Jelek sedikit tidak soal, kalau anak mereka laki-laki. namun
bagaimana jika wanita lesbian ?
“Rika?” nyi girah menegur.
“Ya, Tante?” jessica mengangkat muka, ter-
peranjat.
“Kau makin pendiam akhir-akhir ini. Suka
melamun. Apa sih yang kau pikirkan, Rika?”
jessica sibuk mencari jawab. namun tak lama.
Katanya, “Bukankah minggu depan aku harus
ujian?”
“Pendusta besar,” rungut nyoto . “Kau bukan
kutu buku. Makanlah segera. Aku tak ingin ayah mu
nanti menuduhku sudah mendidik kau jadi seorang pembohong yang sakit-sakitan!”
Tawa berderai di sekitar meja makan.
Dan telepon rumah pun berdering.
aidit menikmati makan siangnya dengan pura-
pura menulikan telinga. nyoto tampak terganggu,
sementara istrinya masih mengunyah sepotong daging paha ayam goreng. jessica yang memang bersantap tidak sepenuh dengan hati, cepat bergumam, “Biar olehku!” Lalu ia beranjak menuju ke meja sudut di mana telepon itu berdering untuk kesekian kalinya. jessica membersihkan tenggorokan dengan menelan ludah beberapa kali, mengangkat gagang telepon lantas
menyahut, “Halo?” “Selamat siang. Kau itu, jessica ?” terdengar suara laki-laki di seberang sana. Suara yang terdengar seperti dikeluarkan oleh seorang penderita sesak nafas.
“Ya. Betul. Siapa ini?”
“resi mandala .”
“Ooo. Ada apa, Mas mandala ?” jessica bertanya
sambil membayangkan di benaknya, ajudan pribadi ayah nya itu sedang menderita pilek atau demam. “Kau sakit?”
“Aku sehat-sehat saja, jessica . namun …,” sepi
sebentar, dan jessica dapat mendengar nafas sesak itu lagi. “Ini mengenai Pak syam kamaruzaman , ayah mu. Beliau baru saja meninggalkan kantor, sesudah dijemput oleh
dua orang tamu.”“Lho. Apa anehnya?” jessica hampir saja tertawa.
“Sangat aneh. Kedua orang tamu berwajah
sangat serius itu masuk ke kantor Pak syam kamaruzaman .
Mereka berbicara selama lima menit di balik pintu
tertutup, lalu pergi meninggalkan kantor tanpa
memberitahukan apa-apa padaku. Itu bukan kebiasaan ayah mu, jessica . Dan bukan pula kebiasaannya meninggalkan kantor dengan wajah pucat mayat pasi dan langkah-langkah gontai. Beliau malah hampir jatuh saat menuruni tangga.”
“ayah sakit?” tanya jessica , mendadak cemas.
nyi girah menoleh, kaget. nyoto memandang
jessica dengan dahi berkerut, sedang aidit terus saja menikmati makan siangnya dengan penuh selera. “Aku yakin… percayalah, jessica . Aku yakin
ayah mu sehat-sehat saja. Hanya saja, kedua tamu itu membuatku cemas..!”
“Kenapa, Mas?”
“Mereka memang berpakaian sipil. namun , aku
‘kan tahu betul lingkungan di mana aku bekerja. Kedua orang tamu yang kusebutkan tadi, jelas bertampang perwira, dengan pembawaan kaku. Selain itu, aku
sudah mengintip pula lewat jendela kantor. Kulihat
ayah mu masuk ke dalam sebuah mobil, setengah
didorong oleh salah seorang tamunya. Apa yang
tersirat di pikiranmu, jessica , kalau kukatakan, mobil itu berplat dinas Mabes Polri?” Dug!
Jantung jessica memukul dengan keras. Demikian
kerasnya, sehingga wajah jessica seakan langsung
berhenti dialiri darah, dan gagang telepon terjatuh
dari tangan tanpa ia sadari, bergantung-gantung di
permukaan lantai. ayah nya, seorang Komisaris Besar Polisi yang periang dan bertubuh sehat, tampak pucat mayat dan sakit saat didatangi tamu-tamunya, lalu pergi dengan kendaraan dinas Markas Besar Polri.
Ajun Inspektur Dua atau Aipda resi mandala
setengah berteriak di telepon, “jessica ? Halo! Kau
masih di situ, jessica ? Halo!”
nyi girah mencengkeram tepi meja dengan
bingung. Suatu gambaran ketakutan menari-nari di bola matanya sesudah melihat jessica terduduk lemas dekat meja telepon. aidit , untuk pertama kali membuka telinga dan berhenti makan. Dan nyoto dengan wajah tegang menghambur ke dekat jessica , memegang tangan wanita lesbian itu sesaat untuk meyakinkan jessica tidak
apa-apa, lantas menyambar gagang telepon.
“Ini nyoto . Dengan siapa saya berbicara?” ia
berujar. Suaranya serak dan parau.
6 JAM sudah menunjuk pukul dua, dini hari.
jessica menggeliat di atas sofa. Resah. Betapa
pun ia berusaha, tidak juga otaknya dapat mencerna isi majalah yang ia baca dari tadi. Malah perih saja yang semakin mendera. Dengan wajah lesu dan sedikit pucat mayat , ia memandangi telepon di atas meja, di situ juga sengaja ia simpan telepon selulernya sebagai pilihan kontak nantinya. Dengan pikiran yang tetap tegang, dilembarinya
lagi majalah di tangannya, untuk ke sekian belas kali sejak nyoto meninggalkan rumah malam itu.
Sambil sesekali memantau pesawat komunikasi itu dengan mata yang nyaris tak berkedip. Seolah takut kalau-kalau dering atau nada panggil yang ia tunggu akan meledakkan kedua pesawat komunikasi ditambah meja tempatnya tersimpan, dengan suara dan ledakan membahana yang tiba-tiba. Tanpa jessica mampu menghindar.
Suara mesin mobil menderu di luar rumah,
membuat bola mata jessica bergerak-gerak liar.
namun ia sudah bosan berlari-larian ke jendela ruang depan, mengintip kegelapan malam di luar untuk lalu dikecewakan oleh halaman rumah yang
lengang dan kosong. Mobil yang barusan terdengar, ternyata memasuki halaman depan rumah tetangga
yang lokasinya berseberangan. Dan beberapa kali
sesudah nya, kendaraan lain yang cuma lewat lantas menghilang entah ke mana. Dengan perasaan letih jessica terus saja rebah di sofa. Menatap meja telepon sebentar. Lalu menatap pintu kamar tidur om dan tante-nya yang tertutup rapat. nyi girah yang juga gelisah sepanjang hari dan sore itu, sudah masuk ke kamar sesudah menunggu dengan sia-sia sampai lewat pukul sepuluh malam. Ia hanya keluar satu kali, sebelum pukul sebelas untuk menyuruh jessica tidur saja. Dari kamar tidur aidit yang bersebelahan dengan kamar tidur jessica di lantai atas tidak terdengar suara atau kegiatan apa pun sama sekali.
Mereka memang sudah sepakat membohongi
anak laki-laki tanggung itu dengan mengatakan
ayah mereka sedang berobat ke rumah sakit dan
akan segera pulang. Tentulah aidit sekarang tertidur nyenyak, dengan harapan besok pagi-pagi benar ia dapat bertemu ayah nya dan sebelum berangkat ke sekolah, minta uang jajan seperti biasa, meski aidit sudah diberi jatah uang saku mingguan yang lebih dari cukup.
aidit memang agak boros. namun ia seorang
laki-laki, dan lagi pula, orangtua mereka toh tidak
akan jatuh bangkrut hanya sebab digerogoti oleh
permintaan si bungsu aidit , yang jumlahnya juga tak seberapa. Rika mencoba memejamkan matanya rapat-rapat. Dalam kegelapan pandang, ia bayangkan harta kekayaan orangtuanya. Waktu ayah nya masih berpangkat Ajun Komisaris, mereka punya satu mobil dinas dan satu mobil pribadi. Mobil pribadi itu lalu ditaksikan. Dalam tiga tahun, jumlah itu sudah beranak pinak menjadi lima buah. Taksi pertama didaftarkan
ke sebuah perusahaan resmi, sedang empat lainnya dioperasikan sebagai taksi gelap. sesudah ayah nya naik pangkat menjadi Komisaris Besar, di armada
perusahaan taksi resmi itu sudah terdaftar mobil
mereka sebanyak delapan unit. Sementara taksi liar
dialihkan ke perusahaan travel, sejumlah lima unit.
Pernah jessica bertanya mengapa tidak disatukan
menjadi taksi atau travel sendiri. Jawaban ayah nya
masuk akal, “Diperlukan modal yang jauh lebih besar dan pengelolaan yang jika salah urus, bisa membuat kita langsung jadi kere. Dengan cara seperti sekarang ini, kita ‘kan tinggal terima beres. Dan lagi, toh selain punyamu sendiri, kau juga dapat tetap menggunakan
salah satu yang kau sukai, kapan kau mau…!”
jessica percaya kepada ayah nya, dan bangga atas
perhatian sang ayah terhadap dirinya. Ia lalu semakin sering berdoa semoga rezeki mereka bertambah. Dan kenyataan, mereka sudah memiliki dua buah hunian lain. Yang satu berlokasi di daerah elit dan disewakan
pada sebuah perusahaan asing. Satunya lagi dijadikan tempat peristirahatan sebab letaknya memang di
daerah pinggir pantai di mana mereka sekeluarga
menghabiskan waktu libur dengan riang gembira.
Atau, sesekali berlibur juga ke perkebunan
cengkeh yang luas di lereng gunung itu. Cengkeh
yang juga menghasilkan sebuah tempat peristirahatan yang sengaja dibangun di tengah-tengah perkebunan, dengan jalan masuk berliku-liku, naik turun namun menyenangkan untuk dilalui sebab meski berlokasi di lereng pegunungan terpencil, jalan masuknya
diaspal dengan baik. jessica pernah mengajak chucky ke rumah peristirahatan milik keluarganya itu. Mereka berdua ikut-ikutan memetik cengkeh
bersama buruh-buruh perkebunan, menembak bu-
rung dan memancing di sebuah anak sungai yang
yang mengaliri kaki bukit. Ikan hasil tangkapan chucky
besar-besar, rasanya segar dan manis sesudah di-
panggang. Suatu hari, saking kekenyangan makan
me reka langsung tertidur di pinggir sungai. saat
jessica terbangun, ia terpesona oleh belaian-belaian lembut dan bisikan-bisikan mesra di telinganya.
chucky berulang kali menyatakan cintanya,
sehingga jessica terbuai dan membalas dekapan dan ciuman laki-laki itu dengan penuh kasih sayang. Suatu saat, ia sempat tersentak dan terpekik sakit sebentar. namun kuluman bibir dan remasan tangan chucky membuat jessica seperti pemabuk yang baru saja
menghabiskan berbotol-botol minuman keras. Ia
merasa belum mencapai apa yang sangat ia tunggu-tunggu dengan jantung berdebar manakala chucky menjauhi tubuhnya sesaat, sehingga membuat jessica terpaksa memohon dengan suara memelas, “Lakukan lagi, chucky . Lakukan lagi..!” chucky tersenyum, mendatangi tubuhnya lagi,
mencumbu dan menggelut, sampai jessica melihat
dunianya terbalik. Bumi ada di atas, langit ada di
bawah, dan awan putih berarak mengayun-ayun tubuh mereka dengan lembut. saat jessica mengerang
oleh kebahagiaan tiada tara yang untuk pertama kali ia nikmati dalam hidupnya, ia mendekap tubuh chucky yang dibasahi peluh dengan sekuat-kuatnya, lantas
berbisik di telinga laki-laki itu, “Jangan tinggalkan aku,
chucky . Jangan tinggalkan aku sedetik pun juga…!”
“Aku akan akan selalu bersamamu, jessica
terkasih. Aku akan selalu mengingat hari yang sangat
indah ini.”
jessica , lebih-lebih lagi, tak akan pernah
melupakan hari di mana ia mempersembahkan jiwa raganya kepada chucky . Hari yang lalu berlanjut dengan penjelasan dokter bahwa jessica positif hamil. Dan, apa kata chucky ? Tunggulah, sampai akhir bulan! jessica merintih. Merintih dan merintih. Di ujung rintihannya, jessica tersentak. Mendadak. Telepon berdering! Sejenak, sekujur tubuh jessica terdiam mematung. Tegang. Matanya membelalak memandang telepon di atas meja. Dering lagi. Memanjang. Dua kali. jessica
ingin melarikan diri, menjauhi sesuatu yang tidak ia ketahui apa namun jelas membuatnya sangat keta kutan. Perlahan-lahan ia bangkit. Deringan berikutnya dari telepon itu mendatangkan magnet yang kuat ke arah kaki-kaki jessica yang langsing. Dalam sesaat , jessica sudah menghambur ke meja telepon dan sempat salah menyambar lalu mendekatkan ponselnya ke
mulut, saat bunyi dering berikutnya menyadarkan
jessica bahwa ia salah ambil. Gemetar tangan jessica ganti menyambar gagang
telepon rumah. “Haa—hallo…?” ia cepat menyahuti.
Tergagap-gagap. “Rika? Kau itu, Rika?” terdengar suara gugup di telinga jessica . “Ya, Om. Ini aku. Apakah...”
“Sudah kudapatkan, jessica . Sudah kudapatkan
keterangan mengenai ayah mu. Segala sesuatu rupanya dirahasiakan. Sangat dirahasiakan. namun seorang teman dekat ayah mu di Mabes, akhirnya mau juga membuka mulut. Dengan syarat….”jessica memengang gagang telepon kuat-kuat, lalu menjerit, “Persetan dengan syarat-syaratnya, Om nyoto . Persetan dengan semua tetek bengek itu! Cepatlah katakan. Di mana ayah sekarang?”“Rika..”
“Di mana, Om nyoto ?!”
“Baiklah, kalau kau bersikeras juga. ayah mu
berada di dalam tahanan Mabes Polri ..!”
“Di tahan oleh….,” mulut jessica tiba-tiba
mengatup. Wajahnya berubah seputih kertas. Se-
pasang bola matanya yang indah, membelalak kian
lebar laksana melihat roh jahat tiba-tiba muncul di
depannya. Tanpa terasa, tangannya menjadi lunglai. Gagang telepon jatuh di atas meja dengan bunyi
berderak, bergulir ke tepi, lalu bergantung-gantung
beberapa jengkal di permukaan lantai.
“Om-mukah itu, Rika?” sebuah suara terdengar
di belakang jessica . Ia tidak menyahut. Menoleh pun tidak. Ia tetap diam. Mematung seperti batu.
Cemas, nyi girah yang rupanya sudah terbangun
oleh jeritan jessica tadi, bergegas mengambil telepon yang masih tegantung-gantung itu, langsung di tempelkan ke telinga. Ia mendengarkan lalu berbicara se bentar, dengan wajah yang sama pucat mayat nya dengan
wa jah jessica sendiri, lalu dengan tangan ber-
gemetar menyimpan telepon, tanpa berkata sepatah pun.
Kedua wanita lesbian itu berpandang-pandangan
sebentar. Dengan sinar mata sama terkejut dan
takut.
Lalu, jessica mendadak berlari-lari ke arah pintu
depan, sambil menjerit-jerit histeris, “Aku harus
bertemu ayah ! Aku harus bertemu ayah ! Aku...”
Di pintu, ia terjatuh. Pingsan. jessica masih menangis saat menyambut datangnya
matahari pagi. Apa yang terjadi dan sempat ia perkirakan
mimpi buruk ternyata merupakan kenyataan pahit
dan mengejutkan. nyoto pulang menjelang subuh
untuk menyadarkan jessica dari impian buruknya
dengan menceritakan apa saja yang ia ketahui. ayah
jessica terlibat manipulasi dalam jumlah belasan
milyar rupiah, bersama salah seorang atasannya
yang berpangkat lebih tinggi. Mereka kini tengah
diinterogasi sebuah tim yang khusus dipilih secara
selektif oleh pimpinan Polri.
“Persoalannya belum bocor keluar,” kata nyoto
subuh tadi, begitu jessica siuman dan mulai tenang.
“Teman dekat ayah mu di Mabes baru memperoleh
informasi samar-samar. namun dia berjanji akan menelepon jika kasusnya sudah jelas.”
Perut jessica terasa mual. Terhuyung-huyung ia
turun dari tempat tidur, terus ke kamar mandi dan di sana ia muntah beberapa kali. nyi girah memburunya dengan segelas air hangat, membimbingnya kembali ke tempat tidur lalu menolong memijiti sekujur tubuh
jessica sambil ia sendiri berlinang air mata.
nyoto memperhatikan jessica dengan dahi ber ke-
rut. Sesuatu tengah ia cerna di dalam otaknya, dan
da lam tempo singkat matanya berkilat-kilat penuh
arti. jessica yang mendadak takut melihat pandangan
mata pamannya, lantas memeluk nyi girah sambil
mengeluh. “Apa yang akan mereka perbuat terhadap ayah , Tante?”
nyi girah mencoba tersenyum. “ayah mu akan
segera pulang,” katanya, menghibur. “Istirahatlah.
Biarkan Om nyoto yang mengurus segala sesuatunya.” Dan kepada suaminya ia bergumam, kecut, “Mengapa
tidak segera kau hubungi seorang pengacara?”
“Pengacara?” nyoto menyeletuk seperti orang
tolol. Ia rupanya tengah memikirkan hal lain. Bukan
apa yang terpikirkan oleh istrinya. “Oh ya, ya, ya.
Bang syam kamaruzaman membutuhkan seorang pengacara.“ nyoto lantas bergerak menuju pintu, tertegun sebentar, menyimak wajah jessica lantas wajah istrinya lalu berujar gugup, “Hanya perampok saja yang menggedor pintu rumah seorang ahli hukum di pagi buta begini!”
“Anggaplah dirimu perampok!” bentak nyi girah .
Kesal. Tahu suaminya hanya mencari-cari alasan.
nyoto angkat bahu, lantas tampak enggan ia
lalu keluar. Dan tak lama sesudah nya terdengar
suara mobil berlalu meninggalkan rumah.
Sinar kuning kemilau mentari pagi yang mene-
robos masuk lewat jendela kamar, menjilati lantai,
me rangkaki tempat tidur, menghangati wajah jessica yang dingin dan gemetar. nyi girah yang diam-diam
mengerti jalan pikiran suaminya lalu mengusap-
usap wajah jessica dengan lembut.
Tampak berpikir keras sejenak, baru lalu
sang tante membuka mulut dan berbicara hati-hati,
dan sengaja berputar arah lebih dahulu .
“Jaga tingkah lakumu di depan Om-mu, jessica .
Oke..?”“Ya, Tante.”nyi girah menghela nafas sesaat. Lalu, ”Ah. Kau tidak mengerti maksudku!”
“Ya, Tante?”“Kau sedang hamil, bukan?”
Sebuah tembakan tiba-tiba namun langsung ke
sasaran.
jessica menjadi tegang sesaat . Ia memandangi
nyi girah dengan mata terbelalak, lalu lalu me-
nyadari apa yang tersirat di balik sinar mata yang
menatap penuh kasih namun dengan tusukan yang
tajam menghujam itu, janganlah membuang-buang
energi dengan mendustaiku!
Dengan perasaan yang sangat terpukul, jessica
membasahi bibirnya yang mendadak terasa kering,
lantas setengah terlompat untuk memeluk lantas
menangis di dada nyi girah yang balas merangkul.
“Aku takut, Tante. Aku sangat takut,” isaknya.
nyi girah membelai rambut keponakannya. Sam-
bil berbisik lembut dan penuh pengertian. ”Sudah
berapa bulan?”“Tiga.”nyi girah menggigit bibir. “chucky ?” bisiknya lagi. “Benar, Tante.”
“Dia sudah tahu?”“Sudah...”
“Dia mau bertanggung jawab?”
jessica gemetar lagi, menangis lagi, memeluk
tantenya lagi, lantas menjerit, “Aduh! Mengapa aku
kemarin tidak terjun saja ke jurang itu! Mengapa aku tidak mati saja! Aduh, Tante. Tolonglah. Tolong aku, Tante, aku... .”
Sempat terkejut bahkan pucat mayat mendengar apa yang terlontar dari mulut keponakannya, nyi girah cepat menguasai diri. Lantas berujar dengan sikap seolah-olah apa yang ia dengar tidak lebih dari bisikan angin lalu semata.
Lantas berujar tersenyum. “Pssst! Jangan berisik.
Nanti aidit dengar. Dia tidak boleh tahu, mengerti?”
jessica menahan tangisnya. Lalu
manggut-manggut dengan susah payah. “Nah. Sekarang, tenanglah. Dan jangan ber-
pikiran yang bukan-bukan. Oke?”
Manggut-manggut lagi jessica .
“Jangan bicara soal bunuh diri lagi. Bahkan me-
mikirkannya pun, jangan. Kau membuatku ce mas!”
“Tidak lagi, Tante”
“Bagus. Sekarang, pergilah bangunkan aidit .
Su ruh dia mandi, bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Dan , eh. Bersikaplah wajar. Jangan sampai dia curiga.”saat jessica dengan langkah-langkah gontai keluar dari kamarnya, nyi girah terduduk lemas di pinggir tempat tidur. Ia menyuruh jessica berlaku
wajar, menyuruh jessica bersikap tenang. Akan
namun ia sendiri pada saat itu sangat gugup. Hatinya tergoncang keras. ayah jessica ditahan, dan pagi ini ia dengar sendiri pengakuan jessica bahwa wanita lesbian itu sudah mengandung.
Apa yang ia kerjakan selama ini di rumah?
Tak satu pun. Ia terlalu menutup diri dari semua peristiwa yang berlangsung di sekeliling, dan hanya memikirkan kepentingannya sendiri saja. Mengomeli nyoto yang
tidak mau cari pekerjaan tetap, tidak berpikir untuk
menetap di rumah sendiri. nyoto akan berteriak-
teriak. Beli rumah? Ngontrak? Dari mana uangnya?
Hasil obyekanku atau sesekali menyupir taksi atau
mobil travel itu, hanya cukup untuk membeli rokok
ditambah perangkat kosmetikmu yang bermerek
mahal itu! Sedang di rumah ini? Abang syam kamaruzaman menyediakan apa saja yang kita butuhkan. Ia tidak akan tega melihat kita terlantar…! Yang hanya akan menambah sakit
kepala nyi girah sendiri. nyoto tidak pernah menerima pendapat nyi girah .
Bekerja sebagai perantara jual beli mobil bekas,
dan diserahi salah satu taksi milik abangnya untuk
ia operasikan sendiri, cukup banyak hasilnya untuk
mereka makan berdua. Cukup untuk mencicil tanah
di pinggir kota, lalu membangun rumah sederhana
tahap demi tahap. namun seringkali nyoto pulang dengan tangan kosong. Bukan sebab tidak memperoleh obyek atau tidak memperoleh penumpang. Melainkan sebab uang yang ia peroleh siang hari, malamnya langsung ia habiskan di selangkangan kekasih-kekasih gelapnya.
nyi girah sudah berusaha sedapat-dapatnya memenuhi kebutuhan seks suaminya. Namun hor mon nyoto terlalu besar dan seakan tak pernah habis. Ia terlalu
kuat hanya untuk dilayani oleh nyi girah seorang,
bagaimana pun juga nyi girah memaksakan diri. Yang akhirnya hanya membuat nyoto kecewa lantas marah-marah.
Sayangnya, nyi girah ingin menyimpan rahasia
itu sendiri saja. Ia tidak memberitahukannya kepada iparnya suami istri. Ia tidak ingin dicap tukang mengadu, tukang menjelek-jelekkan suami sendiri. Apalagi, ia lebih tidak ingin dituduh wanita lesbian
dingin, wanita lesbian lemah syahwat dan sebagainya.
Jangan lupa pula, ia hanya orang luar di rumah ini,
sedang nyoto …
nyoto dengan sendirinya makin menjadi-jadi,
sebab tidak ada yang menasihati. Terkadang,
nyi girah ngeri sendiri. Ia tidak dapat membayangkan,
tubuhnya dijangkiti penyakit kotor yang dibawa nyoto pulang sebagai oleh-oleh dari gundik-gundiknya yang menjijikkan itu!“Tante…?”
nyi girah tersentak.
aidit berdiri di ambang pintu. Sudah berpakaian
rapi, dengan tas sekolah tersandang di bahu.
“Ada apa, aidit ?” nyi girah mencoba tersenyum.
“Kak Rika...”
“Ya?”
“Dia menangis dari tadi. Benarkah ayah
sakit?”
“Oh. Ya. ayah mu sakit. namun akan segera
sembuh,” jawab nyi girah cepat-cepat.
“namun mengapa ayah tidak memberitahu kita?
Mengapa panggilan teleponku tak juga disahut ayah ?
Mengapa kak Rika menangis saja dari tadi malam?
Apakah ayah ... ayah sudah mati?”
Pertanyaan beruntun. Dengan akhir yang terasa
bagai tamparan.
“aidit !” nyi girah menjerit.
aidit menciut. Takut.
nyi girah segera mendekati anak itu, memeluknya
dengan lembut dan berujar sebagaimana seorang ibu berbicara kepada anaknya, dan… ah, betapa ia ingin memperoleh anak sendiri dari nyoto .
“Tak baik berprasangka atau berpikir yang
buruk-buruk mengenai orangtuamu, aidit . ayah mu baik-baik saja, namun dokter tidak memperbolehkan ia meninggalkan rumah sakit dalam beberapa hari. Dan …”Dan sel-sel otak nyi girah cepat menangkap celah.
“Hem. Kau takut tidak dapat uang jajan ya?”
aidit menyeringai. Malu-malu.
“Kau tenang saja. Nanti Tante beri secukupnya.
Oh ya. Sudah sarapan aidit ?”
“Sudah, Tante.”
“Berapa kau butuh hari ini?”
aidit lagi-lagi menyeringai. Polos dan kekanak-
kanakan. nyi girah sampai menggigit bibir sendiri.
aidit sudah remaja tanggung, pikirnya. aidit
seorang anak yang termasuk pintar di sekolah. Anak itu tidak pernah melewatkan siaran berita tiap malam di televisi, dan ia merupakan pembaca pertama tiap kali surat kabar pagi tiba di rumah. Sampai kapan mereka dapat mendustai anak yang suci bersih ini?
Apakah tidak lebih baik berbicara saja terus terang,
dan…
Ah! Masih ada jalan. Jauhkan ia dari televisi,
jauhkan surat kabar dari jangkauannya. Itu akan…
Oh, oh. Sampai kapan pula? Tidakkah aidit
bertanya-tanya? Belum lagi teman-temannya di
sekolah. Kasus menjijikan itu akan segera terungkap.
Dan bocor keluar lebih cepat dari dugaan mereka.
Teman-teman aidit akan ribut bertanya. Lantas
kasak-kusuk di setiap sudut sekolah mereka. Bahkan di dalam kelas.Ya Tuhan!
Ternyata media cetak mau pun juga berita-berita
televisi hari itu tidak sehuruf pun memberitakan
apa-apa mengenai manipulasi besar-besaran yang
melibatkan kalangan atas kepolisian itu. Tepatnya,
belum. sebab televisi dan surat-kabar tidak akan
pernah ada, kalau wartawan-wartawannya tidak
bermata tajam dan tidak tuli telinganya. Sumbu sudah dinyalakan. Tinggal menunggu bom meledak. namun percikan-percikan api berbau mesiu pasti akan segera tertiup oleh embusan angin lantas tercium oleh mereka-mereka yang rajin mengendus-enduskan hidung. Mencari bau tak sedap, namun sangat laku dijual itu.
nyoto sudah berkonsultasi dengan beberapa
orang pengacara. Channel mereka di Mabes sudah
pula memperoleh kan gambaran jelas. Manipulasi yang diduga kuat terkait dengan urusan pajak itu sudah
berlangsung selama bertahun-tahun, dan pagi ini
sudah pula diciduk beberapa orang lain. Atasan
syam kamaruzaman yang pangkatnya lebih tinggi, memiliki reputasi baik sebelum dan sesudah masa reformasi. Konon masa pensiun yang suram membuat matanya melek. Untuk itu, ia kemungkinan hanya akan dikenakan sanksi penurunan pangkat lalu ditarik ke kantor pusat, untuk menangisi meja kosong sampai
masa pensiunnya tiba. Itu, jika ia tidak keburu stres, lantas terkena stroke, lalu mati.
Sementara syam kamaruzaman dan komplotannya yang berpangkat lebih rendah, besar kemungkinan akan dipecat tidak hormat. Ditambah bonus: bersiap-siaplah di-Nusakambang-kan!.
“Ada sedikit kabar baik…,” ujar nyoto dengan
gugup pada istri dan keponakannya yang terus me nyimak dengan wajah yang sama pucat mayat nya. “Hukuman yang akan mereka terima akan lebih
ringan, apa bila uang yang mereka korup dikembalikan pada negara…!”
jessica terloncat dengan wajah berseri-seri.
Jeritnya, “Kita punya belasan unit mobil!”
nyoto terganggu oleh jeritan riang jessica lantas
bersungut-sungut kesal, “Berapalah harga semua
mobil itu...”
“Masih ada kebun cengkeh. Juga beberapa
buah rumah yang dapat dijual. Dan tabungan ayah
di bank... .”
nyoto memotong, “sesudah itu, kau mau tinggal
di mana jessica ? Di kolong jembatan?”
“Aku akan tinggal di rumah nenek!” jawab
jessica , bernafsu.
nyoto hanya nyengir kuda mendengar jawaban
jessica yang terus terang namun tanpa dipikir panjang itu. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut nyoto . Ia langsung mengambil sebuah botol minuman keras, dan menenggak isinya sampai habis. Wajahnya sesaat berubah kemerah-merahan. Peluh mem basahi jidatnya. namun ia belum mabuk. Dan ia tidak mengambil botol lain yang dapat membuat ia benar-benar mabuk. Jalan pikirannya masih tetap lancar.
jessica dan aidit dapat saja tinggal di rumah
nenek. Dapat terus bersekolah. Dapat terus hidup.
namun ia dan istrinya?
nyi girah yang cepat memahami jalan pikiran
suaminya dan ikut dibuat ngeri, berusaha membuang
pikirannya jauh-jauh lantas dengan setengah miris,
cepat mengalihkan percakapan, “Berapa bayaran
yang diminta pengacara?”
“Selangit!” nyoto menghentakkan botol ke atas
meja. Berderak bunyinya, namun tidak sampai pecah.
“Mereka tidak peduli klien mereka orang yang patut
dikasihani atau yang dibenci masyarakat. Kau tahu,
perkara ini terlalu empuk untuk mereka lewatkan
begitu saja. Ahli-ahli hukum terkutuk mereka itu.
Sudah bakal dapat popularitas, mata mereka tetap
saja dipenuhi kuman-kuman duit. Sialan!”
“Kalau begitu,” nyi girah mendesah. “Sela-
mat kanlah apa yang masih dapat kau selamatkan,
sebelum...”
nyoto menatap istrinya.
Alangkah tololnya aku, ia berpikir. nyi girah be-
nar. Selamatkan apa yang masih dapat diselamatkan, sebelum semuanya disita oleh negara. Apa saja yang terdaftar atas namanya sendiri? Atas nama jessica dan
aidit ? Atas nama kakak iparnya, anna michele ?
“Rosa!” ia mendadak terjengah. “Kita harus
memberitahu dia. Ampun, kita sudah melupakan
ibumu, jessica !” Lantas nyoto pun ribut menelepon. Bersama merangkaknya matahari siang. Yang terasa semakin panas, memanggang.
tepuk tangan gegap gempita namun sopan meng-
gema di ruang pertemuan yang luas dan megah di
aula sebuah kantor kabupaten.
anna michele menutup map berisi kertas-kertas pi-
datonya, lalu berjalan turun dari podium dengan
langkah-langkah gemulai. Ia bertubuh semampai,
mengenakan kain kebaya yang pas dan sedikit ketat
di bagian-bagian tertentu sehingga dadanya tampak
menonjol dan pinggulnya padat menantang. Umurnya
menjelang empat puluh, namun salon kecantikan dan
kemajuan dunia kosmetika dan perawatan tubuh
membuat anna michele tampak sepuluh tahun lebih muda,
namun tidak mengurangi kematangannya.
Sejumlah undangan laki-laki sebetulnya lebih
tertarik pada raut wajah dan potongan tubuh anna michele ,
dari pada pidato berapi-api yang ia lemparkan dari
podium. Pidato itu membakar massa wanita yang
berkumpul di sana, dan wajah dan tubuh anna michele
membakar jantung laki-laki -laki-laki yang menatap dengan
mata tidak berkedip saat ia berjalan kembali ke
tempat duduknya semula.
Bupati yang ikut hadir, menjabat tangan anna michele dengan hangat, sambil laki-laki terhormat itu menjaga agar matanya tidak terlalu nakal dan membuka rahasia kelaki-laki annya selama ia mengucapkan selamat dan memuji isi pidato anna michele . wanita lesbian yang berdiri di
sampingnya, istri sang Bupati, mengangguk-angguk setuju, bahkan menambahkan, “Jarang pimpinan kita yang bicara demikian blak-blakan seperti Ibu.”
“Terima kasih,” gumam anna michele , dengan suara rendah tanpa memperlihatkan kesombongan diri. “Ibu benar,” kata istri Bupati lagi. “Kita memang harus mendukung suami, mendorong mereka sukses dalam tugasnya. namun kita jangan melupakan bahwa
kita ini ibu rumah tangga dan punya tanggung jawab yang tidak ringan di dalam rumah!” wanita lesbian itu menarik nafas sesaat, dan dengan jujur melanjutkan. “Saya sangat terkesan dengan perumpamaan Ibu tadi, janganlah hendaknya kita tampak rapi di luar, namun rapuh di dalam!”
anna michele menganggukkan kepala, senang, dan
tetap tanpa kesombongan diri. Ia sudah belajar banyak dari suaminya, bagaimana bersikap dan berbicara sebagai salah seorang pimpinan cabang organisasi
wanita kalau tampil di depan umum, terutama di or-
ganisasi ranting daerah. Ia lalu tekun me ngi kuti
pembicara berikut yang kini muncul di po dium.
Namun pikirannya melantur jauh menembus
atap ruang pertemuan, terbang di awang-awang
yang tinggi, berwarna pekat, dan kelabu. Apakah ia
sendiri sudah mengamalkan apa yang barusan tadi dan sudah demikian sering ia utarakan setiap kali tampil di podium? Rumah tangganya, sebetulnya lah, tampak sangat rapi, dan bahagia di mata orang luar. Namun hanya ia sendiri yang tahu, betapa rumah tangganya demikian rapuh di dalam.
anna michele baru menginjak usia sembilan tahun
saat suatu malam ia melihat ibu dicekik oleh ayahnya. Mata ibunya terbeliak, dan lidahnya setengah terjulur keluar. Hanya sebab kehadiran anna michele yang sangat mendadak menolong ibunya lolos dari cengkeraman
maut. Orangtuanya lalu bercerai satu tahun
sesudah peristiwa menjijikan itu. Ayahnya kawin lagi, dan ibunya tetap tinggal menjanda sampai lalu meninggal sebab penyakit paru-paru.
sejak itu anna michele tidak lagi mau mengenal
ayahnya, meski laki-laki itu tetap berusaha untuk
menyayanginya sebagai putri mereka satu-satunya. Ia lebih suka laki-laki itu tidak lahir saja ke dunia.
sebab apa yang ia perbuat terhadap ibu anna michele , sudah memicu si kecil yang tidak berdosa apa-apa itu lalu mengidap penyakit jantung, juga trauma.
Bayangan menjijikan itu tetap mengganggu
anna michele sampai ia menginjak remaja. Lebih dari selusin laki-laki sudah melamar. namun ia tetap menolak, sebab selalu dihantui oleh bayangan nasib yang dialami
ibunya. Iseng-iseng anna michele lalu menerima
pernyataan cinta syam kamaruzaman , yang waktu itu berpangkat Letnan sekarang Inspektur Polisi. syam kamaruzaman tampan,
bertubuh menarik, dan menyenangkan sebagai
pendamping untuk pergi ke mana-mana. anna michele sebetulnya menerima uluran kasih sayang syam kamaruzaman ,
semata-mata sebab tergoda oleh keinginan untuk
bersaing, yaitu ingin menyingkirkan demikian banyak wanita lesbian yang mendekati pria itu.
Lalu terjadilah peristiwa yang tidak terelakkan
itu. Ia dan syam kamaruzaman kemalaman di tengah jalan sehabis piknik ke pantai. Mobil yang dipinjami ayah syam kamaruzaman , putus tali kipasnya. Jangankan bengkel,
rumah-rumah penduduk pun hampir tidak ada dalam radius belasan kilometer dari tempat mereka terjebak. Hutan rimba di sekeliling membuat anna michele ketakutan.
Kegelapan malam di luar mobil mengancamnya, dan menyuruh ia supaya terus melekatkan diri ke tubuh syam kamaruzaman tanpa sedetik pun mau lepas, saat menunggu ada kendaran lewat yang bisa dimintai pertolongan. Dini hari, udara di dalam mobil berubah dingin membeku.
anna michele menggigil. syam kamaruzaman melepas jaketnya menyelimutkan ke tubuh anna michele . Ternyata belum cukup. syam kamaruzaman lalu membantu anna michele dari
gangguan udara dingin dengan memijit-mijit tubuh
wanita lesbian itu dengan lembut dan penuh rasa cinta. Pijitan itu mula-mula hanya memicu perasaan nyaman
dan hangat. namun lama kelamaan, birahi syam kamaruzaman
bangkit, dan anna michele ikut terangsang. Mereka
saling menatap di dalam kegelapan. Nafas mereka
menggebu, jantung mereka berpacu.
syam kamaruzaman mengulum bibir anna michele . Lembut.
anna michele menerimanya, dengan mata terpejam.
Menikmatinya dengan sepenuh hati. Ia agak kaget
dan tersentak saat syam kamaruzaman bertindak semakin
jauh. Namun udara dingin yang membekukan tubuh
menyerang menjadi-jadi. Persentuhan kulit itu se-
sung guhnyalah mendatangkan perasaan hangat
yang luar biasa. Bara api membercik perlahan-lahan,
membakar, lalu menghanguskan. anna michele tidak lagi memprotes. Ia memang mengeluh. namun bukan keluhan menolak. Apa yang datang ia terima dengan pasrah. Dan ternyata, betapa menakjubkan hubungan
badani yang selama ini ia hindari jauh-jauh itu.
Demikian menakjubkan, sehingga saat ma -
ta hari pagi mulai bersinar menyirami mobil, me re-
ka sudah melakukan perbuatan itu sampai tiga ka li. Sebuah mobil penumpang lewat. Mereka ikut numpang. syam kamaruzaman turun di bengkel pertama yang mereka temui, sementara anna michele terus ikut dengan mo bil penumpang itu, pindah ke sebuah bus waktu
sam pai di terminal. Dalam perjalanan pulang ke ru-
mah, anna michele memikirkan apa yang sudah mereka perbuat. Ia tidak merasa menyesal sama sekali. Lebih-lebih seminggu sesudah peristiwa mengesankan itu,
orangtua syam kamaruzaman datang untuk melamar anna michele sebagai mantu mereka.
Kebahagiaan meliputi perkawinan mereka,
sampai tiba saatnya anak pertama mereka, jessica ,
dilahirkan. anna michele mengalami pendarahan. Penyakit jantungnya kambuh.
Beberapa bulan lalu , syam kamaruzaman mengalami
kecelakaan. Mobilnya tabrakan dengan mobil lain.
syam kamaruzaman selamat, namun berita kecelakaan itu sudah cukup untuk menggoncang jantung anna michele .
Tiga tahun lalu ia masih sanggup melahirkan
aidit . Dengan jantung yang semakin lemah, sehingga dokter tidak lagi memperkenankan perut anna michele dihuni jabang bayi. Bertahun-tahun lalu , dokter malah memberi saran agar anna michele berpisah tempat tidur dengan suaminya.
menjijikan !
Dalam setahun, naluri seks-nya hanya dua kali
dapat memenuhi nafsu syam kamaruzaman . Ia lalu merelakan suaminya mencari pemuasan pada perem puan lain. syam kamaruzaman mula-mula menolak. anna michele bahagia dengan penolakan suaminya. Lalu muncullah nyoto , dan istrinya nyi girah . Nasib menentukan, nyi girah
sama parahnya dengan sejumlah wanita lesbian lain, dan akhirnya syam kamaruzaman tidak lagi dapat mengontrol diri. Kebencian anna michele kadang-kadang timbul jika mengetahui suami dan adik iparnya pergi bersamaan
menemui wanita lesbian yang sama pula!
Maka, ia tidak menolak waktu ditawari jabatan
pimpinan dalam organisasi wanita yang masih ada
hubungan dengan instasi tempat suaminya bekerja. Kegiatan itu ia manfaatkan dengan menyibukkan
diri untuk melupakan anna michele pada tingkah laku suami, bahkan menolongnya dari gangguan serangan jantung. Ia mulai rajin memberi ceramah di sana-sini,
terutama kalau ceramah itu dilangsungkan di luar
kota. Dengan demikian ia dapat memperoleh variasi dari ketegangan-ketegangan yang selalu timbul bila ia berdiam di rumah. Kegiatan amal yang sering dikerjakan organisasi lebih menggembirakan hatinya lagi. Kegiatan itu ia anggap sebagai imbangan dari dosa-dosa yang selama ini ia dan suaminya perbuat.
Malang bagi jessica dan aidit .
Mereka jadi korban. Kurang dapat perhatian.
Dan celakanya, nyi girah yang diharap anna michele sebagai mengganti ibu anak-anak itu, gagal menjalankan
tugasnya. Lihat saja aidit . Mesti pintar di kelas,
namun suka berkelahi. Hanya kedudukan ayah nya
saja yang menolong anak itu lepas dari kesulitan dan ancaman dikeluarkan dari sekolah. Lihat pula jessica . Hubungannya akhir-akhir ini dengan chucky , benar-benar mencemaskan anna michele . chucky memang laki-laki yang menarik.
Penampilannya selalu parlente. Kdonald duck gnya
pun padat. Ia benar-benar merupakan idola wanita lesbian remaja seperti jessica . Sayang, chucky tidak becus di sekolah. Orangtuanya sampai malu, lalu putus
asa. Kegemaran chucky untuk ngebut sehingga pernah memicu korban dua orang anak meninggal
dunia dan beberapa orang lain masuk rumah sakit,
meminta biaya yang tidak sedikit. chucky diusir ayah nya
dari rumah. Ia terpaksa menggantungkan hidupnya
dari sanak keluarga yang lain, dan dari mengorek
dompet pacar-pacarnya, termasuk jessica .
“Hati-hati dengan anak itu!” sering anna michele
memperingatkan jessica .
namun putri kesayangannya itu membangkang.
“Tanpa chucky , aku tak dapat menekuni buku pelajaran!”
kata jessica memberi alasan.
“Bukankah masih banyak laki-laki -laki-laki lain
bersaing merebut cintamu?”
“Benar, Mama. namun hanya ada satu chucky di
hatiku”
“Dia tidak punya masa depan, Nak”
“Dia mungkin tidak. namun aku punya, bukan
begitu Mama?”
“Kau tidak malu punya suami yang hidupnya
luntang-lantung?”
“Mengapa harus malu, Mama. Bukankah Tante
nyi girah tidak malu bersuamikan Oom nyoto ?”
Adik ipar ditambah istrinya yang menyebalkan
itu! Mereka justru menjadi contoh!
anna michele mengeluh.
Jantungnya bagai diiris-iris. Ia terperanjat waktu
istri Bupati menegur, “Kau sakit, Bu?”
anna michele terjengah. “Ah. Tidak. Tidak...”
“namun wajah Ibu tampak pucat mayat . Berpeluh
lagi.”
“Oh ya?” anna michele menyeka wajahnya. Betapa
dingin. Ia gemetar lagi. Bau ruangan yang pengap dan
penuh asap rokok, membuatnya mual. Di panggung, sedang dipertunjukkan tari-tarian daerah. Alunan
musik rakyat terdengar menyakitkan di telinga.
anna michele perlahan-lahan dirayapi perasaan pusing dan ingin muntah.
“Ibu sakit!” istri Bupati meyakinkannya.
“Marilah. Saya antarkan ibu ke hotel...’
Di hotel, sebuah pesan sudah menunggunya.
“Ada telepon untuk Ibu. Dari rumah.”
kata resepsionis hotel dengan suara ramah dan
menenangkan. Melihat wajah tamunya yang pucat mayat ,
resepsionis itu cepat menawarkan, “Apakah Ibu
memerlukan dokter?”
anna michele menggelengkan kepala, mengucapkan
terima kasih atas perhatian resepsionis itu lalu
naik ke kamarnya dibimbing oleh istri Bupati.
Seorang ajudan ikut mengantar mereka sampai ke
pintu kamar.
Di dalam, anna michele diberi minuman dan sebutir
aspirin. Ia lalu berbaring. Ditunggui istri bu-
pati. Ia tertidur sebentar, dan terbangun lagi sebab
denyutan-denyutan jantung yang melecut-lecut. Istri
bupati masih duduk menungguinya.
“Lebih baikan sekarang?” tanya tuan rumahnya
itu. Lunak.
“Entahlah. Jantungku... . .”
“Saya panggilkan dokter ya?”
anna michele menolak.
“Akan kuminta nyoto menyuruh dokter pribadiku
datang kemari. . !” ia mendesah, lalu, “Eh. Apakah tadi
resepsionis mengatakan ada telepon dari rumah?”
Istri bupati mengangguk halus.
Dengan perasaan dingin yang terus menyerang
tubuhnya, anna michele cepat membuka tasnya, mengeluarkan ponsel yang sebelum menghadiri pertemuan
tadi ia matikan agar tidak menganggu.
nyoto sendiri yang menyambut kontaknya di se-
be rang sana. “Kaukah ini, Rosa?”
“He-eh,” rungut anna michele . Ada nada muak dalam
suaranya.
nyoto , hem...!
nyoto selalu menyebutnya dengan panggilan
‘kau’, bukan ‘kakak’ sebagaimana mestinya. Padahal
ia adik syam kamaruzaman , dan usia nyoto berjarak beberapa
tahun lebih muda dari usia anna michele sendiri.
Di matanya lalu terbayang saat-saat
nyoto suka memperhatikan dirinya, bahkan pernah
me masuki kamar mandi tanpa mengetuk selagi
anna michele berendam di bawah pancuran. Telanjang.
anna michele sangat marah. nyoto meminta maaf, lantas
mengundurkan diri. namun masih sering kejadian
nyoto bersikap tidak pantas. Mengecup bibir anna michele
saat anna michele berulang tahun, padahal mestinya ia
mengecup pipi. Pura-pura tak sengaja menjamah
dada anna michele saat bangkit dari meja makan, atau
saat membangunkan anna michele dari tidur yang kelewat
nyenyak, atau saat mereka berayah san di pintu.
Mencubit pantat anna michele jangan dikata lagi. Dengan
lagak, nyoto pura-pura sayang kakak. Huh!
“Kau masih di situ, anna michele ?,” di seberang sana
nyoto setengah berteriak menyadarkan anna michele dari
lamunannya.
“Masih, nyoto ” anna michele menekan perasaan mual.
Tampaknya nyoto sedang gugup. “Ada perlu apa?”
“Pulanglah segera, Rosa!”
“Sekarang?”
“Ya.”
“namun ... sudah jauh malam. Dan perjalanan
dengan mobil akan memakan waktu berjam-jam,
sedang aku sangat letih!”
“Carter saja pesawat!”
“Tak ada pesawat di daerah ini. Kalau pun ada
paling juga pesawat kecil atau pesawat latih. Dan
tidak mungkin ada pilot yang bersedia terbang jauh
malam begini…!”
“Oh. Jangan bertele-tele lagi, Rosa. Kuharap,
pulanglah segera. Malam ini juga. Demi Tuhan,
pulanglah segera!”
anna michele gemetar dan pucat mayat .
“Apa yang terjadi?” ia bertanya, dengan jantung
mulai melilit.
“Tak baik diutarakan di telepon.”
“Mengenai aidit ?”
“Bukan.”
“jessica ?”
Diam sebentar, lalu, “... juga bukan!”
“Abangmu kalau begitu ...?” anna michele mulai
panik.
“Ah. Mengapa hanya bertanya? Pulanglah segera.
Nanti kita bicarakan sesudah kau tiba di rumah.”
“namun ...”
“Berapa orang kalian pergi ke luar kota?”
“Bertiga.”
“Panggillah dua yang lain. Kau jangan pulang
sendirian. namun ingat, sebelum tiba di rumah, ca-
rilah alasan agar teman-temanmu tidak ikut men-
dampingimu ke rumah”
“Kau membuatku bingung, nyoto . Apa yang
sebetulnya terjadi? Katakanlah. Jangan menakut-
nakuti aku dengan...”
“Ya, ampun! Mengapa masih berkicau juga?!”
Lantas, ngiiing...! Telepon diputuskan nyoto
serentak. anna michele sampai tersentak oleh bunyi denging
panjang dan menyakitkan di telinganya itu, lalu
terhempas di tempat duduk. Tubuhnya bergetar
hebat, dan peluh kian membanjiri wajahnya. Ia harus
tahu. Harus tahu apa yang terjadi. Ia tidak mau
pulang dengan pikiran panik dan kacau balau. Nanti
setibanya di rumah, ia harus sudah tahu apa yang ia
hadapi, dan ia harus siap untuk mengatasinya.
Selama beberapa jenak ia duduk diam-diam
diperhatikan istri Bupati dengan pandangan mata
khawatir. wanita lesbian itu baru saja akan membuka
mulut untuk menawarkan bantuan, saat anna michele
meluruskan punggungnya lalu kembali sibuk dengan
telepon seluler yang masih ia pegang.
Teleponnya langsung tersambung.
“Handoko?” anna michele cepat membuka mulut,
setengah mengerang.
Di alat pendengar, bergumam suara rendah dan
setengah mengantuk, “Siapa ini?”
“Rosa. Nyonya syam kamaruzaman . Aku…”
“Kau ada di mana, anna michele ?” suara di seberang
sana mendadak berubah tegang.
anna michele menyebut alamatnya saat itu, dengan
suara gugup, sehingga beberapa kali ia harus
mengulangi kalimat-kalimatnya agar jelas didengar
temannya berbicara di telepon.
Sementara itu, istri Bupati diam-diam keluar
dari kamar, menggamit ajudan yang masih menunggu
dan menyuruh orang itu agar segera mempersiapkan
mobil tamu mereka di depan hotel. lalu ia
kembali masuk ke dalam, dan berpikir apakah pantas
kalau ia bereskan koper-koper tamunya tanpa permisi
lebih dahulu. Dan, ia kebingungan sendiri.
“Apa yang terjadi di rumah, Handoko?”
“Rosa. Dengarkan dahulu . Aku...”
“Tolonglah, Handoko. Jangan mengelak. nyoto
merahasiakan sesuatu. Kelihatannya mengenal sua-
mi ku. Kau sahabat syam kamaruzaman , bukan? Sesuatu me-
ngenai dirinya selama ini, tiba-tiba mencemaskan
aku. Maukah kau berterus terang? Kau punya mata
dan telinga di sana sini, Handoko…”
“anna michele ... “
“Ya Tuhan. Jangan menyiksaku lebih lama,
Handoko!”
“Oke. Oke. Kalau kau memaksa…,” lantas
sahabat karib syam kamaruzaman yang punya kedudukan penting
di Mabes Polri itu, berbicara perlahan-lahan. Sangat
perlahan, namun cukup jelas untuk didengar anna michele .
Istri Bupati yang berpura-pura memantau
ke luar jendela sambil memutuskan begitu nanti
pembicaraan telepon tamunya selesai ia akan pamit lantas pulang, sesaat berpaling terkejut manakala telinganya menangkap suara benda jatuh terhempas ke lantai, yang ternyata ponsel. Disusul suara anna michele mengeluh, pendek.
Istri Bupati yang sedang kebingungan dan kini
dibuat terheran-heran itu, terlambat bergerak dan
masih sempat melihat tubuh anna michele berubah seperti
bunga yang sangat layu, menekuk dengan cepat,
lantas jatuh ke lantai. Pada saat tubuh mempesona
itu lunglai lalu terguling jatuh, kepalanya sempat
membentur tepi meja, dan tiba di lantai, kepala itu
berderak lebih keras lagi.
Istri Bupati terbelalak sesaat dua.
Mulutnya lalu terbuka. Lebar.
Dan lolongannya yang menjijikan , dalam
sesaat langsung membangunkan semua penghuni
hotel dari tidur mereka mereka yang pulas.
DOKTER yang datang buru-buru sesudah dihubungi
per telepon, menjauhi tempat tidur di mana anna michele
berbaring diam dengan wajah putih seperti kertas
dan kelopak mata terpejam rapat. Wajah dokter yang
sudah tua itu datar-datar saja, sangat kontras dengan
belasan wajah yang hampir memenuhi kamar hotel
itu.
Kepada Bupati yang buru-buru datang sesudah
dipanggil dan terus menempelinya dengan ketat,
dokter tua itu bergumam memberitahu, “…Kepala
retak. namun penyebab kematiannya, bukan itu.”
“Apa?”
“Serangan jantung.Aku yakin, hasil pemeriksaan
forensik nanti akan menguatkannya. ”
“Oooo …”
“Kubuatkan surat kematiannya sekarang?”
“Itu lebih baik.”
Dokter menulis di selembar kertas nota, me nye-
rahkannya lalu pada Bupati, yang me ne ruskan
kepada seorang petugas kepolisian ber pang kat Ajun
Inspektur Dua, tanpa membaca isinya lebih dahulu.
Bupati lalu memandangi tubuh yang
terbaring di atas tempat tidur. Teringat, betapa belum
satu jam berselang ia sangat terkesan oleh penampilan
tubuh indah dan wajah cantik menggairahkan itu.
Tadi, di aula, ia sempat menyesali diri, mengapa
tidak mengenal anna michele lebih dahulu sebelum ia
meminang Ningrum. Kini, ia memantau wajah dan
tubuh yang diam tidak bergerak-gerak itu. Masih tetap
cantik, dengan liku-liku tubuh memeta lebih jelas.
namun wajah yang pucat mayat tidak bercahaya itu, sama
sekali tidak membangkitkan gairahnya lagi sebagai
laki-laki. Ia bersyukur Ningrum, istrinya, sangat sehat,
semoga terus demikian, untuk mendampingi dirinya
dan anak-anak mereka sampai akhir hayat.
“Kalau saja berita itu datang lebih siang…,”
dokter bergumam di sampingnya.
“Berita apa, Dokter?” tanya Bupati, terengah.
“Entahlah. Berita di telepon itu pastilah demi-
kian mengejutkan. Tadi istri Anda mengatakan,
pembicara di telepon itu sepertinya menyuruh dia
pulang segera. namun sebab sudah larut malam,
almarhumah tidak dapat menentukan pilihan. Lalu
dia menelepon lagi. Dan telepon kedua itu, benar-
benar mematikan. Ahhh, kalau saja lebih siang...!”
“Sepanjang pagi dan siang dia pergi bersama-
sama kami meninjau beberapa desa. Yah, dokter
benar. Dia mungkin kelelahan, dan… Ah, Anda
benar. Kalau saja lebih siang!” Bupati geleng-geleng
kepala lantas mendengus, ”Apa gunanya berkalau-
kalau sekarang ini?”
Dokter manggut-manggut setuju.
Isak tangis masih memenuhi ruangan. Beberapa
wanita lesbian tampak berpelukan di dekat jendela.
“Keluarganya sudah diberitahu?”
Pertanyaan dokter yang tiba-tiba itu, membuat
Bupati terperanjat. “Astaga! Mengapa tidak ada yang mengingatkan dari tadi!”
Pada saat telepon rumah mereka ribut ber dering-
dering, nyoto sudah keluar. Ia harus mengecek segala
sesuatunya menyangkut setiap taksi milik mereka di pangkalan, begitu pula mobil yang di travel.
nyi girah sudah tidur, dengan mimpi buruk yang
membuat tidurnya resah. Ia lihat dalam mimpinya,
nyoto membawa seorang wanita lesbian lain ke rumah,
meniduri wanita lesbian itu di depan mata nyi girah ,
sementara nyi girah tidak dapat berbuat apa-apa sebab
nyoto mengikatnya kuat-kuat di sebuah kursi.
jessica yang tidak mau terpejam matanya, me-
ngunci diri di kamar aidit . Apa saja ia percakapkan de-
ngan adik laki-lakinya itu, sekadar agar adiknya tidak
tertidur dan membiarkan jessica melamun sendirian,
tidak karuan. sebab bosan dengan pembicaraan ka-
kaknya, aidit membunyikan tape dengan keras, se-
hingga kamarnya dipenuhi suara musik rock yang
hi ngar bingar. Di bagian belakang rumah, suami is tri
pembantu rumah tangga mereka tengah sibuk ber-
gelut di atas tempat tidur yang ribut berderit-derit.
aidit akhirnya tertidur.
Dan jessica mencoba berbaring di sebelah aidit .
Kantuk datang juga akhirnya. namun tidak lama.
Menjelang subuh ia terbangun oleh udara dingin yang
merembes masuk ke dalam kamar. Ternyata mereka
lupa menutup jendela. jessica segera pergi ke kamarnya
sendiri untuk mandi. lalu membantu pelayan
mempersiapkan sarapan pagi di dapur.
Pukul tujuh pagi, aidit pergi ke sekolah.
Setengah jam lalu , nyoto pulang dengan wajah
kusut masai, dan mengomel-ngomel tak tentu alamat
di hadapan nyi girah yang duduk diam-diam di sebuah
kursi, masih teringat mimpi buruknya tadi malam.
Pukul delapan lewat lima, surat kabar pagi datang. tak
ada berita penting mengenai ayah jessica . Kasusnya
masih tertutup rapat rupanya. Pukul sembilan tepat,
jessica keluar rumah dengan maksud pergi ke rumah
chucky .
“Aku mesti bicara sekali lagi dengan dia, sebelum
ia pergi ke Surabaya…,” jessica berbicara dalam hati,
sambil mengeluarkan mobil dari dalam garasi.
Mobil itu baru saja akan ia luncurkan ke jalan
raya, saat bunyi sirene terdengar menjerit-jerit di
kejauhan. Makin lama makin keras bunyinya. Lalu
sebuah ambulan yang dikawal oleh motor voor-rider
polisi, membelok memasuki rumah, dan berhenti
tepat di dekat teras depan jessica .
Terheran-heran jessica menepi lalu turun dari
mobilnya.
Lebih heran lagi saat ia lihat dua, ah, empat
orang laki-laki meloncat dari pintu belakang ambulan
tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu mengangkat
benda aneh dan menjijikan yang langsung mereka
bawa masuk ke dalam rumah lewat pintu depan yang
lupa ditutup jessica .
“Peti mati!” jessica tersedak.
Dan sekujur tubuhnya mendadak bagai diserbu
oleh berbalok-balok es. Siapa itu di dalam peti mati?
Mengapa harus digotong masuk ke dalam rumah
mereka?
Antara sadar dan tidak, jessica pun berlari-lari
memasuki halaman, melewati ambulan, dua motor
besar polisi yang tadi mengawal ambulan itu, langsung
menerobos masuk ke dalam rumah. Dengan kepala
dipenuhi oleh bayangan-bayangan menjijikan ten-
tang ayah nya yang membentur-benturkan kepala ke
tembok kamar tahanan, sampai kepala dan wajah
ayah nya berdarah-darah lantas tubuhnya jatuh
terhempas di atas genangan darah sendiri.
“ayah ! ayah ! Oh, ayah ..!” ia memekik-mekik
setiba di dalam rumah dan langsung menghambur
dan memeluk peti mati diiringi ratap tangis yang tak
berkeputusan.
nyoto cepat menyeret jessica supaya menjauh.
Pendamping ibunya saat berangkat, didampingi
oleh kedua orang polisi pengawal, berbicara sebentar
dengan nyoto , juga nyi girah yang lalu jatuh
bersimpuh di lantai, lunglai. Sementara nyoto dibantu
oleh para petugas ambulan, dengan tangan bergemetar
pelan-pelan membuka penutup peti mati.
jessica menahan nafas.
Ia tidak ingin melihat mayat ayah nya, namun
dorongan naluri yang kuat tetap saja menggerakkan
kaki-kakinya untuk mendekat setengah merangkak
ke arah peti mati di depannya, lalu memanjangkan
lehernya untuk dapat melihat lebih jelas ke sebelah
dalam peti mati.
Matanya mengerjap beberapa kali.
Lalu, jessica pun terkejut. lalu mengerang.
“Mama...?!”
Di sebelah jessica yang sekujut tubuhnya ber-
gemetar hebat sebelum lalu terkulai lantas
jatuh pingsan tanpa ada yang memperhatikan, nyoto
tegak dengan kaku di tempatnya berdiri.
Tidak, nyoto bergumam sakit jauh di sanubari.
Ini bukan wanita lesbian yang sering kugoda, agar sekali
waktu mau bergumul denganku di tempat tidur tanpa
sepengetahuan bang syam kamaruzaman . wanita lesbian ini tidak
pernah tergoda.
Dan, sampai kapan pun tidak akan pernah.
sebab kini wanita lesbian itu tampak terbaring
diam di dalam peti.
Diam yang membeku. Diam yang teramat
pucat mayat . Namun masih tetap memperlihatkan sisa-sisa
kecantikan dan pesona yang memikat di setiap lekuk
tubuhnya.
anna michele sayang. anna michele malang! upacara pemakaman berlangsung di bawah hujan
rintik-rintik yang untungnya cepat berlalu. Seakan tak ingin mengganggu.
Ratusan pasang mata memperhatikan jenazah
anna michele diturunkan ke liang lahat, dengan berbagai
perasaan. Sedih, berduka cita, kehilangan, atau tanpa
perasaan apa-apa. Sebagian di antara pengantar
jenazah tidak menyembunyikan isi hati lewat sinar-
sinar mata mereka, kadang-kadang ditambah bisikan
satu sama lain, sambil melirik ke laki-laki setengah
umur yang berdiri linglung, bergenggaman tangan
dengan seorang wanita lesbian muda belia, cantik jelita namun
tampak menderita.
jessica tahu apa yang tersirat di balik mata me-
reka. Memahami mengapa mereka harus berbisik-
bisik sambil mencuri-curi pandang ke arah dirinya dan
ayah nya. Orang-orang itu relasi-relasi dekat ayah nya,
pegawai-pegawai kalangan tinggi yang dengan ke dudukannya dengan mudah dapat mengetahui apa yang
sudah terjadi. Lebih-lebih sebab syam kamaruzaman muncul di
pemakaman diantar sebuah mobil berplat dinas polisi
dan dikawal dua orang pria yang berpakaian sipil,
namun bertampang kaku dan tidak membuka mulut
sama sekali selama pemakaman berlangsung. Sambil
keduanya menempel ketat di belakang punggung
syam kamaruzaman , dengan sikap waspada dan mata nyaris tak
pernah lepas dari orang yang mereka tempel.
Seakan khawatir orang yang mereka tempel itu
tiba-tiba menguap lantas hilang entah ke mana.
Besok, berita itu sudah akan muncul di surat
kabar dan berita televisi, pikir jessica dengan perasaan
perih. Wartawan-wartawan surat kabar maupun
televisi itu tidak peduli akan kematian ibunya, malah
kematiannya justru membuat surat kabar makin tidak
berbelas kasihan. MATI BERSAMA DOSA-DOSA
SUAMI, demikian dibayangkan jessica bunyi judul-
judul berita yang dimuat di halaman depan dengan
hurup-hurup sebesar gajah bengkak.
Ia genggam tangan ayah nya lebih erat.
“Mestinya kau tidak ikut ke sini…!” bisik
ayah nya, dengan suara yang terdengar sakit..
“Tetaplah bersikap tenang, ayah Aku akan tetap
bersamamu, apa pun kata mereka …!” sahut jessica dengan suara direndahkan..
“namun kau harus ikut menanggung malu,”
kata ayah nya lagi, sambil menggerakkan dagu ke
sekelompok orang yang ribut berbisik-bisik di antara
kilatan-kilatan blitz atau sorotan lampu kamera
televisi yang menyambar-nyambar kian kemari.
Sepasang mata jessica terpejam perih saat
menyahuti ayah nya. Dengan jawaban pendek dan
tegas. “Biar!”
ayah nya diam sebentar. Lalu, “Aku pasti sudah
membuatmu kecewa, Anakku…”
“Tidak, ayah .”
“Aku memperoleh tambahan gelar kini, jessica .
Tikus yang...,” syam kamaruzaman menggigil dengan dahsyat,
sehingga ia pasti sudah jatuh lunglai di tanah kalau
jessica tidak segera mendekapnya.
“Tabahkan hatimu, ayah . Aku tak perduli se-
but an apa pun yang mereka ributkan mengenai di-
rimu. Koruptor kek, bandit kek, tikus penggerogot
uang rakyat atau apa saja. ayah cuma salah langkah.
Dan ayah tetaplah ayah ku. Tak ada yang bisa meng-
ubahnya…!”
“Jangan menyakitiku, jessica !” syam kamaruzaman memelas,
dengan telinga berdenging-denging nyaring.
“Maaf, ayah .”
Diam lagi. Liang kubur sudah ditutup rapat.
Kata sambutan silih berganti, lalu diakhiri doa yang
dibacakan oleh seorang ustad. Kerumunan manusia
di sekeliling mengikuti dengan tekun, termasuk
para penggunjing dalam kelompok-kelompok yang
menyandang kamera foto maupun memanggul
kamera video. Berulang kali terdengar sahutan
berkumandang, Amin, Amin, Amiiiin…!
syam kamaruzaman menggigil lagi.
“Tuhan mengutukku!” ia mengerang, sambil
me mandangi tanah kuburan di depan kakinya, gun-
dukan tanah coklat kemerah-merahan yang kini
sudah bertabur bunga rampai. “Tuhan mengutukku,
dengan mengambil Ibumu dari samping kita...”
jessica menggigit bibir kuat-kuat.
Menahan tangis.
“Rika?”
“Ya ayah ...”
“Kuharap kau baik-baik saja, Nak,” sang ayah
berujar cepat, saat salah seorang dari kedua pria yang
sejak dari tadi berdiri diam di belakang syam kamaruzaman ,
menyentuh lengannya dengan sentuhan pelan namun
setengah menggamit. Sebagai pemberitahuan bahwa
mereka punya waktu yang sangat terbatas, selain
tampaknya mereka tidak suka pada bau kuburan..
“Aku tak tahu, ayah . Aku tak sanggup untuk..”
“Katakanlah kau sanggup, Nak. Katakanlah!”
syam kamaruzaman mendekap anaknya erat-erat.
jessica menangis di dada ayah nya. “Akan kucoba,
ayah ...”
“Jangan pikirkan aku, Nak. Pikirkan dirimu
saja. Oke?”
“Ke mana mereka akan membawa ayah ? Apa
yang mereka lakukan terhadap ayah ?”
“Rika! sudah kukatakan, agar kau jangan...”
“Ke mana ayah ? Aku ingin menjengukmu
se lalu. Ingin berada di dekatmu. Apakah mereka
menyiksamu? Menyakitimu?”
ayah nya gemetar. Lalu, “Aku memang sudah
jadi orang terbuang, Nak. Namun mereka masih
mem perlakukan aku dengan baik. Entah besok...,”
Luk man melepaskan jessica dari dekapannya lantas
me mohon, “Jaga aidit baik-baik, jessica . Om nyoto dan
Tan te nyi girah -mu akan melindungi kalian berdua.
Ja ngan sakiti hati mereka. Dan anggaplah mereka
se bagai pengganti orangtuamu sendiri. Berjanjilah,
jessica !”
“ayah ....” hampir pingsan rasanya jessica .
“Berjanjilah!” bentak ayah nya. Kasar. Dan
bah kan membuat kedua pria pendampingnya yang
bertubuh kekar dan berpenampilan kaku itu, sempat
terkejut.
“Aku... aku berjanji, ayah ”
“Anakku. Anakku...!” sudut-sudut mata syam kamaruzaman
berlinang. Tampak betapa ingin ia memeluk anak
wanita lesbian kesayangannya itu, tanpa melepaskannya.
namun salah seorang dari pria itu sudah
keburu berbisik. Tajam. “Sudah waktunya pergi, Pak
syam kamaruzaman !”
Dan mereka pun pergi, nyaris setengah menyeret
ayah jessica .
wanita lesbian itu menjerit memanggil-manggil, namun
ayah nya terus saja melangkah tanpa menoleh-noleh
ke belakang, masuk ke dalam mobil yang sudah
menunggu lalu berlalu pergi bersama mendung
yang semakin menghitam di langit lepas.
“Akan turun hujan , jessica ,” nyi girah tahu-tahu
sudah berada di sebelah jessica . “Kita harus pulang
sekarang...!”
Curahan tangis dan doa masih mereka
tumpahkan ke tanah kubur sebelum akhirnya mereka
benar-benar pulang bersama turunnya hujan.
Mereka tiba di rumah yang diselimuti suasana
berkabung.
jessica langsung menyelinap ke kamar tidur,
didampingi nyi girah . Sedang nyoto , bergegas pergi ke
rumah tetangga sebelah, sebab di sana ia melihat
aidit tengah bertengkar hebat dengan beberapa
teman sebayanya.
saat nyoto muncul, aidit baru saja memukul
kepala salah seorang anak itu. Yang lainnya segera
mengepung, siap untuk mengeroyok aidit yang tegak
menantang tanpa kenal takut. Namun mereka segera
bubar sesudah melihat nyoto mendekat, sambil tertawa-
tawa mencemooh aidit .
“Masuk ke rumah, aidit ”, bentak nyoto tajam.
aidit menghentak-hentakkan kaki ke tanah.
“Mereka pengecut! Mereka kurang ajar!” teriak
aidit , bernafsu.
“Sabar, aidit . Ayo, pulang”
“Sabar? Apakah Om dapat bersabar, kalau ayah
Om dituduh orang sebagai penjahat?”
nyoto terdiam.
Ia lalu memeluk aidit dengan lembut, dan
membujuk lemah. “Lain kali saja kau pukul mereka.
Oke?”
Wajah berang aidit berubah lunak.
Ia tersenyum. Katanya,
“namun lain kali Om jangan muncul. Biarkan
dahulu mereka kuratakan dengan tanah, satu persatu!”
“Ah. Tak usah sampai rata ke tanah, aidit .
Terlalu kejam,” nyoto memaksakan senyum. Teringat
apa kata kakak iparnya di alam kubur, jika mendengar
omongan aidit barusan, “Kita ke rumah sekarang?”
sesudah berada di kamarnya, aidit malah gan ti
menangis, “ayah tidak jahat. ayah hanya me ngum-
pulkan uang sebanyak-banyaknya untuk mem ba ha-
giakan aku, membahagiakan kak Rika. Bukan begitu,
Om nyoto ?”
“Benar, Nak. Benar begitu.”
“ayah tidak akan mereka kirim ke Nusa kam-
bangan seperti kata anak-anak setan tadi, bu kan?”
“Mudah-mudahan tidak, Nak”
“Akan kupukul siapa saja yang berani menyeret
ayah ke Nusakambangan, Om nyoto . Akan kuratakan
mereka dengan tanah!”
“Uh. Tak usah sampai rata ke tanah, aidit ”
nyoto beranjak ke pintu.
“Om nyoto ...”
“Ya?”
“Sore nanti aku mau nonton fi lm. Om punya
duit?”Astaga, pikir nyoto .Belum juga dua jam yang lalu ibunya dimakamkan!
syam kamaruzaman memang dipecat dengan tidak hormat. Hak-haknya di kepolisian, termasuk masa pensiun, dicabut.
Para pengacaranya sudah berjuang dengan su sah
payah membelanya dengan mengingatkan reputasi
syam kamaruzaman di kepolisian dan tidak pernah melakukan kejahat an sebelumnya, juga sudah mengembalikan sebagian dari uang negara yang dituduhkan sudah ia
korupsi. Belum lagi keterbukaannya selama peme-
riksaan pendahuluan ternyata berdampak posi tif,
borok-bo rok yang sudah lama membusuk di kepo-
lisian lalu merembet ke Direktorat Jen deral
Pajak sehingga terungkap lebih banyak la gi uang
rakyat yang berhasil dikembalikan ke kas ne gara.
Pembelaan yang berapi-api itu hanya meng-
hasilkan dua hal. Hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara langsung masuk. Enam tahun lebih rendah dari tuntutan jaksa. Hal kedua, syam kamaruzaman tidak dikirim ke Nusakambangan, melainkan ke penjara kota. Dengan demikian ia tidak akan terpisah terlalu
lama atau terlalu jauh dari keluarganya.
namun hukuman terberat diterima oleh keluarga
yang ia tinggalkan.
jessica dan aidit kehilangan ibu dan lalu
boleh dikata kehilangan ayah pula. Belum lagi aib
yang tercoreng di muka, begitu perkara manipulasi itu
dimuat besar-besaran baik di media cetak, terutama
televisi. Masih untung, apa yang dibayangkan jessica
sebelumnya, tidaklah terlalu menjijikan . Surat-surat
kabar memang memuat berita-berita itu di halaman
depan, namun dengan judul-judul yang lebih
bersahabat. Konon, berkat usaha para pengacara
ayah nya, di samping transfer antar bank oleh nyoto
untuk sejumlah wartawan yang datang ‘mengucapkan
belasungkawa’ ke rumah mereka.
Biarkanlah itu. Biarkan pula wajah-wajah
mencemoohkan. Biarkan saja kata-kata menghina.
“Lama kelamaan semua itu akan reda dengan
sendirinya…,” hibur segelintir sahabat yang menaruh
simpati. Coretan-coretan arang di muka akan lenyap
pula. Tinggal bekas-bekas yang samar, meski masih
tetap terasa menyakitkan.
Perasaan sakit itu menyelinap di balik sinar
mata jessica , saat suatu hari ia menatap chucky yang tengah berbicara panjang lebar dengan ayah jessica
saat mereka mengunjungi syam kamaruzaman di penjara.
laki-laki itu tampak tenang-tenang saja. Bicaranya
lepas, sesekali ia terdengar tertawa. Duduknya pun
sangat rileks. Aneh, pikir jessica dalam hati. chucky sama
sekali belum pernah menunjukkan rasa simpati yang
serius terhadap musibah yang menimpa keluarganya.
Seperti acuh tak acuh. Atau barangkali, malah tidak
peduli.
Apakah sikapnya itu sebab chucky gagal dalam
balapan di Surabaya? Dengan sendirinya gagal pula
ikut ke Tokyo, yang berarti kesempatannya untuk
dapat job di agen perusahaan sepeda motor itu ikut
pula hilang lenyap?
“Kau tahu, jessica ?” ujar chucky , sekeluar mereka
dari penjara.
“Ngg?”
“Tadinya aku sudah membayangkan sebuah
show-room. Dengan modal dari ayah mu...!’
Keterusterangan chucky membuat hati jessica
terluka. namun ia simpan luka hatinya dalam-dalam. Ia mencintai chucky . Dan ia tengah mengandung bayi chucky . “Kita masih dapat berusaha,” ia menanggapi. Dingin.
“Dengan apa?” chucky angkat bahu plus kedua
lengan. Pertanda pasrah. namun dengan wajah
tampak sangat keruh. “ayah ku sudah tidak mengakui
aku lagi sebagai anaknya. Benar, Ibuku masih sering
menyelundupkan sejumlah uang tanpa sepengetahuan
ayah . namun hanya cukup buat beli rokok...”
“Berhentilah merokok!”
“Boleh. Dan uangnya kita kumpulkan sedikit
demi sedikit, begitu maksudmu? sesudah satu tahun,
paling banter uang yang terkumpul hanya cukup
untuk membeli sebuah sepeda motor bekas. Bukan
setumpuk, apalagi sebuah show-room!”
“Aku akan membantu,” hibur jessica .
“Dengan perhiasanmu yang sedikit itu?”
chucky nyeletuk kasar, sambil memantau kalung
berliontinkan berlian yang menggantung manis di
leher jessica . Dan sesudah tercenung beberapa saat,
tiba-tiba chucky tersenyum manis.
Senyuman yang sejak tadi memang sudah
sangat ditunggu-tunggu oleh jessica . Senyum manis,
untuk melipur hati yang lara. Tentu saja, ditambah
harapan berbunga-bunga. yaitu , sebuah pertanyaan
yang lebih ia tunggu-tunggu lagi, “Anak kita. Sudah
sejauh mana perkembangannya?”
Dan yang keluar dari mulut manis chucky , justru
pertanyaan ini, “Eh. Omong-omong, berapa kira-
kira hasil penjualan kalungmu itu kalau kita oper ke
toko?”
Bunga-bunga mawar indah yang sudah sempat
menguncup itu, pada layu sesaat . Tinggal durinya,
yang langsung menusuk-nusuk.
namun , itulah hebatnya cinta!
sesudah terdiam sejenak untuk menahan dan
kembali menanam dalam-dalam pukulan tak terduga
itu, jessica pun mengingat-ingat dan menghitung-
hitung sebentar di kepala. Lalu, “Dua setengah…
Ah! Mungkin tiga juta. Dan kalau masih kurang, aku
menyimpan beberapa potong lagi di rumah. Tinggal sisa-sisa memang, sebab Om nyoto sudah menjual sebagian lainnya untuk membayar keperluan ayah di penjara!”
“Hem. nyoto hanya tahu meminta, ya?”
“Dia tidak bekerja. Tidak punya penghasilan...”
“Dia bekerja. Sambilan memang, namun aku
tahu hasilnya cukup memadai!”
“namun dia ‘kan harus menghidupi empat
kepala?” kata jessica , berusaha membela nama baik pamannya. “Puih!”“Marah?”“Uh. Tidak...”
“Lantas?”
“Aku hanya berpikir. Hem. Kalungmu itu saja
dahulu . Tiga juta ya?”
“Kira-kira. Mungkin lebih. Mungkin kurang...”
“Hem. Taruhlah minimal dua setengah. Rasanya
cukup!” chucky mengusap-usap tangannya dengan wajah membayangkan perasaan lega.
“Cukup untuk apa? Membeli motor bekas?”
“Bukan...” “Lantas?” “Dokter!”
“Dokter?” jessica keheranan. “Siapa yang
sakit?” “Kau.” “... aku?”
“Kau harus pergi ke dokter, jessica . Aku akan
menunjukkan siapa orangnya, dan akan men dam-
pingimu selama ia mengerjaimu!”
“Hei, apa...!” jessica tertegun.
chucky menggenggam tangan jessica erat-erat.
Menatap matanya dengan wajah yang tak berdosa,
menghadiahi wanita lesbian itu dengan senyuman yang jauh
lebih manis bahkan kini bermadu. Lalu, dengan
wajah dan suara yang juga bermadu, akhirnya ada
juga pernyataan dari chucky yang sedikit melegakan hati, “Kita akan memulai dari nol, jessica . sebab itu, kuharap kau turut membantuku berpikir...!”
Bunga yang masih polos dan lugu itu menguncup
lagi. Bahkan mengembang.“Dengan?” tanya jessica , berdebar bahagia.“Menggugurkan kandunganmu!”
Bumi tempat sang bunga tumbuh, terasa
goncang. Kaki-kaki jessica goyah, tubuhnya bagai
dihumbalangkan topan badai kian kemari. Waktu ia
tersadar dan menemukan semangatnya kembali, tak ayal lagi tangan jessica melayang ke udara, lalu hinggap dengan keras di pipi chucky .
Meninggalkan balur-balur merah yang nyata
dan jelas menyakitkan.
Seminggu lamanya chucky tidak mau menemui jessica . Pada hari ke delapan, jessica menekan kebencian dan sakit hatinya jauh ke dalam hati bahkan mungkin menembus sampai ke jantung, saat jessica akhirnya mengangkat telepon.“chucky ?”
Teman sekamar laki-laki itu yang menyahuti,
“Di kamar mandi. Lagi berak!”
“Tolong panggilkan sebentar. Katakan, ini
jessica .”
“Dia lagi berak. Be-er-ak. Jelas?”
“Persetan dia lagi membuang berak atau
memakan beraknya!” jerit jessica marah. “Panggilkan saja!”
Suara chucky yang tersengal-sengal lalu
muncul di telepon. “Kau mengganggu kesenangan
orang lain,” umpatnya, namun tidak terlalu kasar.
Dan sangat jelas nada suaranya menyembunyikan
kegembiraan. “Ada apa, jessica ?” jessica menarik nafas panjang. “Di mana alamat dokter itu?” ia lalu
merintih. Sakit, namun pasrah.
Dokter yang dimaksudkan chucky , bekerja sebagai
dokter resmi di bagian kandungan rumah sakit. namun di bagian belakang tempat praktik pribadinya, tidak hanya tersedia peralatan lengkap untuk pelaksanaan aborsi, namun juga tempat penguburan daging-daging
haram yang kelahirannya tidak dikehendaki itu.
Konon hal itu dilakukan sebab sang dokter su -
dah mengeluarkan biaya yang tak sedikit untuk memperoleh ijazah spesialis kandungan. Dengan ija zah itu, izin resmi juga langsung ia peroleh un tuk membuka praktik pribadi. Tanpa terlebih da hulu men jalani tahun-tahun menyedihkan untuk ber prak tik di pedalaman atau desa-desa terpencil yang sa ngat membutuhkan dokter dengan bayaran murah meriah. Tak heran, dengan uang sebesar dua juta tujuh ratus lima puluh ribu yang disodorkan chucky sesudah melalui tawar-menawar yang alot, dokter itu bersedia
menggugurkan kandungan jessica . Hanya setengah jam. namun setengah yang penuh azab sengsara sehingga jessica sampai pingsan dua kali. Ia tiba di rumah dengan tubuh masih bagai dirobek-robek, sehingga berulang kali ia menggeliat sambil menjerit-jerit histeris di tempat tidurnya. nyi girah yang mengkhawatirkan keadaan jessica datang berlari-lari. Ia terpana melihat wajah jessica yang pucat mayat pasi,
dan peluh yang membanjiri sekujur tubuh anak wanita lesbian itu. Sampai sprei tempat tidur basah dan lembab sebab nya. Masih ada lagi. Bukan keringat saja yang menggenangi sprei.
Melainkan juga, bercak-bercak merah. Bercak-
bercak darah. “jessica ! Ya Tuhan, apa yang terjadi, jessica ?!”
nyi girah mendekap jessica dengan kuat, saking cemas. Dekapan penuh kasih itu sedikit meringankan bpenderitaan jessica . Ia terisak, “Sakit. Tante. Sakit alang kepalang!”
“Apamu, jessica ? Apamu yang sakit?”
“Aduh, Tante! Sakitnya! Tolong...”
jessica kembali jatuh pingsan. saat siuman
dari pingsannya, ia melihat seorang dokter yang
belum pernah ia kenal menjauhi tempat tidurnya, dan berbisik pada nyoto yang berdiri dekat jendela. “Dia akan segera pulih kembali…!”
nyoto mendekat. Juga nyi girah , dengan segelas air dingin di tangannya. “Minumlah, jessica ”
jessica menerima uluran gelas itu dari tangan
nyi girah , namun tidak sanggup meminumnya sehingga nyi girah harus membantu.
“Dia akan kuberi suntikan penenang,” kata
dokter. sesudah menghitung sampai angka tiga puluh empat, jessica jatuh tertidur. Lelap. Tanpa mimpi. Dan saat ia bangun, ia lebih suka bangun di dalam mimpinya saja. sebab paman nyoto nya duduk di pinggir tempat tidur sambil memantau wajah jessica dengan sorot mata tajam menusuk.
Lalu sebagaimana yang jessica takutkan, tanpa
kata pembukaan sang paman pun menggeram,
“Mengapa harus digugurkan, Rika?!”
nyi girah berbisik di telinga suaminya, namun
segera menjauh dengan ketakutan sesudah dibentak nyoto dengan kasar. nyoto membalik lagi kepada jessica . Mengulangi pertanyaannya, “Jawablah, Rika. Mengapa?!” jessica terpejam.
“Jangan pura-pura tidur, jessica ! Jawab saja
per tanyaanku!” nyoto berteriak-teriak sambil mengguncang-guncang pundak jessica . Di belakangnya, nyi girah memperhatikan dengan cemas, namun tidak berdaya mencegah.
jessica membuka matanya kembali.
Dan, “chucky ..!” desisnya. Takut.
“Dia yang menyuruhmu?”
“Ya.”
“Bangsat! Jahanam terkutuk! Di rumah siapa
dia tinggal sekarang?”
“Aku... aku tak tahu!”
“Bohong!” jerit nyoto , dan plak! Tangannya
menggampar wajah jessica dengan dahsyat.
jessica sampai terhumbalang di tempat tidur.
saat ia bangkit, ketakutannya lenyap. Yang muncul, adalah kemarahan yang meluap-luap.
“Kau menamparku!” ia menjerit.
“Dan aku bahkan akan menendangmu, kalau
tidak mau bicara!” nyoto balas menjerit. Lebih keras, malah. “nyoto ...!” nyi girah ikut-ikutan menjerit.
“Diam, wanita lesbian bodoh. Tidak tahukah kau
aib apa lagi yang akan menimpa keluarga ini sekarang? Bertambah seorang lagi anggota keluarga kita sudah dilecehkan orang! Diambil sarinya, lantas dibuang begitu saja!”
nyi girah mundur lagi, ketakutan.
“Akan kutanggung sendiri aib itu! Apa
pedulimu?” tukas jessica , tandas.
nyoto terbelalak. Heran. “Sudah berani melawan
rupanya sekarang eh?!”
“Kau bukan apa-apaku!”
“E-eee” tangan nyoto terangkat tinggi.
“Ayo! Pukullah! Pukullah! Bunuh aku sekalian!
Bunuh! lalu kau dan binimu tidak berhak lagi
tinggal di rumah ini. Ayo, hantam sekarang. Tunggu apa lagi, binatang kotor? Penggoda istri abang kandungnya sendiri? Pukullah! Seperti sering kau lakukan kepada Tante! Atau kau lebih suka memukul
wanita lesbian tak berdaya di kamar-kamar
pelacur dan penyakitan itu?”
“Kau...!” nyoto menggeram. Dengan kulit wajah
bahkan telinga, memerah dadu.
namun tangannya perlahan-lahan turun.
Ia menjauhi tempat tidur. Lantas keluar dari
kamar dengan langkah-langkah gontai, terhuyung-
huyung. Di tempatnya berdiri, nyi girah memandangi jessica dengan mata terbuka lebar, lalu berlari menyusul suaminya. Lalu dari lantai bawah, terdengar mereka bertengkar dengan hebat. “Kau memberitahu anak itu!” bentak nyoto .
“Demi Tuhan, nyoto , bukan aku...”
“Pasti kau! Tidak ada yang tahu!”
“Tidak? Bagaimana dengan wanita lesbian -perem-
puan lacur yang sering kau tiduri, eh? Lupakah kau,
wanita lesbian itu ditiduri juga oleh laki-
laki lain? Bukankah kau sendiri pernah bercerita
kepadaku bahwa kau pernah memergoki salah se-
orang gundikmu tidur dengan chucky ?”
Di ranjang tidurnya, jessica duduk membeku
dengan tiba-tiba.Lama.
lalu , “chucky ..!” ia merintih. Gemetar.
“Mustahil....!”
Lalu jessica lalu menjambaki rambut
sendiri. Sambil terus merintih. Sakit luar biasa. Jauh lebih sakit dari siksaan di tempat praktik dokter kandungan itu. “... Jawablah, chucky ! Katakanlah semua
itu tidak benar! Katakanlah kau mencintaiku. Akuilah, hanya aku satu-satunya wanita lesbian yang pernah kau jamah...! Tidak, chucky ! Aku tidak percaya pada apa yang barusan kudengar. Tidak. Tidaaak...!”Dan, malam pun jatuh.
Butir-butir air hujan sebesar-besar jagung,
menimpa atap rumah dengan suara bersorak-sorai. Riuh rendah. Jendela kamar tidur jessica terhempas menutup, terbuka lagi, menutup, terbuka lagi. Terbanting-banting. Lantas terhempas menutup untuk terakhir kalinya.
Terus diam. Membeku.Di tengah turunnya hujan yang kian men deras.
-malam menjijikan lalu datang
dan berlalu dalam kehidupan jessica , dengan langkah-langkah kejam yang membuatnya semakin rapuh. Resep dokter tidak menolong sama sekali. Ia tahu pamannya pasti selalu mengomel berkepanjangan
sebelum menukarkan resep itu di apotek. namun
bukan itu yang menyebabkan jessica benci dan muak melihat pil maupun kapsul yang bermacam-macam bentuk dan warnanya itu.
Tubuhnya yang menolak. Meski didorong air
berapa gelas pun, obat-obatan itu selalu saja ia muntahkan.
“Sudah kubilang!” nyoto suatu saat menggerutu.
“Makan dahulu , baru minum obatmu!’
namun sebutir nasi pun tidak pernah mampu
melewati kerongkongan jessica . “Coba dengan pisang,” bujuk tantenya, nyi girah . Dan, itu pun gagal.
“Rupanya anak ini lebih suka mampus!” maki
Pa ul pada suatu malam, lalu pergi meninggalkan rumah dengan marah.
nyi girah sangat menyesalkan sikap suaminya,
namun tak berani memprotes. Ia takut melihat ke-
se hatan jessica yang semakin merosot, namun ia lebih takut lagi kehilangan nyoto . Dengan sabar ia menunggui jessica , ikut menangis bersama wanita lesbian itu kalau jessica
mengalami pendarahan lagi yang membuat rahimnya bagai dirobek-robek. Tiap kali terjadi pendarahan, tiap kali jessica menjerit memanggil-manggil ibunya. Kasih sayang yang ditunjukkan nyi girah tetap tidak menolong.
Mimpi-mimpi buruk terus saja menghantui Eri -
ka. Sering ia melihat chucky mencumbu beberapa perempuan sambil tertawa mencemoohan dirinya. Pernah pula ia bermimpi melihat ayah nya sedang menghitung-hitung uang di balik jeruji besi. Banyak se kali jumlahnya. Demikian banyak, sehingga ayah nya putus asa untuk menghitung. Lantas dengan kesal memasukkan lembar demi lembar uang kertas itu ke mulut dan mengunyah-ngunyahnya dengan mata terbeliak-beliak.
Kadang-kadang suara-suara aneh datang pula
mengganggu. Seolah ada peti mati diletakkan di kaki tempat tidur. Dari peti mati itu, mayat ibunya bangkit,
lalu berusaha mencekik leher jessica ditambah sumpah serapah yang menuduh jessica sudah mencemarkan nama baik keluarga mereka.
Untunglah nyi girah yang hampir tidak pernah
tidur selalu siap membangunkan jessica dari mimpi-mimpi buruk yang menjijikan itu, membujuknya dengan kata-kata manis dan menolong jessica mengganti celana dalam atau sprei yang dibasahi peluh jessica , dan terkadang juga dibasahi darah. Betapa terkejutnya nyi girah saat suatu hari ia melihat bintik-bintik merah keputih-putihan menjalar di sekitar paha dan rahim jessica . Dengan cemas ia berlari-lari memperoleh kan suaminya, lalu memberitahu
apa yang ia lihat, dengan kekhawatiran yang sangat.
“Dia harus kita bawa ke rumah sakit, nyoto !”
nyoto mendengus. “Biarkan saja. Nanti juga
sembuh sendiri!”
“Sabar dahulu , nyoto . Mari lihat...”
Dan sesudah nyoto melihat apa yang sebelumnya
sudah dilihat istrinya, wajah nyoto memucat. Ia
bergegas mencari taksi dan bersama-sama istrinya
lalu membawa jessica ke rumah sakit. Sepanjang
perjalanan ke rumah sakit, wajah nyoto tampak sangat
murung. Ia tidak bicara sepatah pun juga, namun
nyi girah dapat memahami isi hati suaminya. nyoto jelas memikirkan uang untuk biaya berobat, bukan kesehatan keponakannya!
Dengan perasaan sedih nyi girah mendekap
jessica , dan menangisinya diam-diam.
Di rumah sakit jessica langsung menjalani tes
laboratorium. Selama itu dokter yang menanganinya berbicara dengan nyoto .
“Infeksi,” katanya, “Mungkin harus dioperasi.”
“Operasi?” wajah nyoto mengeras.
Dokter menganggukkan kepala dengan te-
gas. Ia lalu bertanya apakah jessica sudah
menjalani pemeriksaan sebelumnya, dan obat apa
saja yang sudah dikonsumsi jessica . nyi girah yang ikut
mendengarkan, semakin sedih saat ia melihat
suaminya memperlihatkan salinan resep. Rupanya
nyoto lebih sering membeli obat hanya setengahnya
saja dari yang tertulis pada resep.
Seolah menyadari jalan pikiran istrinya, nyoto
bersungut-sungut, “Habis, bagaimana lagi Dokter.
Dia hampir tidak pernah makan obat-obat yang kami berikan …!”
Alasan yang masuk akal memang. Namun diam-
diam nyi girah merasa sedih oleh kelakuan suaminya. Sekaligus juga memahami penyebabnya, simpanan mereka yang semakin menipis sebab dari hari ke hari terus digerogoti.
“Hem,” dokter geleng-geleng kepala, sambil
meneliti salinan resep itu. “Kalau dimakan, semua ini tidak akan terjadi. Sekarang... namun , ah. Baiklah, kita tunggu saja dahulu hasil pemeriksaan laboratorium.” Hasil pemeriksaan itu datang sore harinya. “Positif,” dokter berkata.
nyoto yang sebelumnya sempat meninggalkan
rumah sakit dan saat datang wajahnya kemerah-
merahan dengan mulut berbau alkohol, menggerutu kecewa. “Tidak bisakah dengan perawatan di rumah saja, Dokter?”
“Menyesal sekali, Bung nyoto . Tanpa operasi,
infek si akan menjalar ke pembuluh darah dan berakhir sampai ke jantung. Bila itu semua terjadi...,” dokter angkat bahu, pertanda jessica tidak lagi memiliki harap an untuk hidup.
Menyadari kemungkinan ini, nyi girah menangis
terisak-isak, sehingga nyoto marah-marah.
“Diamlah!” bentaknya. “Kau membuatku ber-
tambah pusing!” Lalu kepada dokter ia mengeluh dengan suara malu-malu, “Baiklah. Saya setuju jessica dioperasi. namun berapa biayanya?”
Dokter menarik nafas panjang.
“Soal biaya dapat dibicarakan belakangan sa ja,”
ia berkata dengan nada menyesalkan. “Yang pen ting Anda berdua ketahui, adalah kelanjutannya. Ke ponakan Anda akan sehat kembali. namun tidak se cara menyeluruh.”
“Maksud dokter?”
“Seumur hidupnya, kemungkinan besar dia
tidak akan bisa memperoleh keturunan!”
nyi girah menggigil di tempat duduknya. Dengan
cemas, ia menatap suaminya. nyoto terduduk layu,
dengan wajah tegang. Matanya menatap hampa, dan mulutnya terkatup rapat. nyi girah tidak tahu apa yang dipikirkan nyoto . Hanya nyoto sendiri yang tahu. Ia terperanjat, itu pasti. namun nyoto tidak begitu peduli apakah jessica
kelak punya keturunan atau tidak. Yang ia pikirkan
saat ini, hanya uang. Uang, dan sekali lagi, uang!
nyoto sedikit pun tidak mendengar suara dokter
yang berbicara kepadanya dan kepada istrinya,
menerang kan mengapa sampai musibah itu terjadi. Dokter yang sudah menggugurkan kandungan jessica sudah bekerja dengan ceroboh, di samping penyakit kotor yang menggerogoti tubuh jessica sesudah melakukan hubungan jasmani.
Kepala nyoto justru dipenuhi oleh suara berapi-
api jaksa penuntut umum pengadilan Tipikor
yang membedah kasus tindak pidana korupsi yang
dilakukan ayah jessica . Disusul suara ketukan palu hakim yang keras membahana.
Lalu gambaran-gambaran menyakitkan yang
susul menyusul lalu menari-nari di depan mata
nyoto . Eksekusi pengadilan yang menyita mobil-mobil, rumah mewah yang disewa untuk jangka panjang oleh perusahaan asing itu, rumah peristirahatan, ratusan hektar perkebunan cengkeh, simpanan uang di bank. Nyaris tidak satu pun yang berhasil ia selamatkan. sebab begitu abangnya ditangkap, polisi dibantu
pengadilan Tipikor langsung bertindak cepat. Banyak yang bilang dengan nada mencemooh, “Biasa, beraninya hanya kepada yang berpangkat rendahan!” Yang pasti, semua harta kekayaan syam kamaruzaman dan keluarganya langsung diinventarisasi dan dijadikan
sita jaminan, simpanan di bank langsung pula diblokir. Masih untung sejumlah perhiasan peninggalan anna michele terselamatkan, juga mobil yang dibeli anna michele
dari hasil keringatnya sendiri, dan beberapa barang berharga lainnya yang keburu dijual dengan harga obral untuk dapat membayar pengacara. Lantas sisanya, dipakai untuk hidup sehari-hari. Hidup pas-pasan, tentu saja.
Tak ada lagi yang dapat dijual untuk membayar
biaya operasi jessica .
Tinggal rumah yang mereka tempati. Rumah
yang oleh negara tidak diganggu-gugat sebab me-
mang sudah dibangun jauh sebelum ayah jessica terlibat korupsi. Rumah yang telanjang, hampir-hampir tanpa perabotan, dengan garasi besar yang kosong me lompong.
Apakah ia... oh, oh!
Mendadak, nyoto bangkit.
nyi girah berhenti menangis, dan menatap
suaminya dengan cemas. “Ada apa, nyoto ?”
“Aku mau pergi.” bisik nyoto . Kering.
“Ke mana?”
“Ke penjara!” jawab nyoto , lantas menghilang
tanpa pamit pada siapa-siapa.
nyi girah merasa malu pada dokter, namun dokter
itu hanya tersenyum. Maklum. Lalu mengajak nyi girah melihat-lihat keadaan jessica . Tak lama lalu
mereka memasuki sel kelas tiga yang penuh sesak.
Lantainya lembab dan kusam, dengan udara dipenuhi bau obat-obatan bercampur baur dengan bau keringat, bau pesing dari kakus yang pintunya terbuka. dan bau muntahan salah seorang pasien..soebandrio , dokter yang akan menangani jessica orangnya masih muda.
Ia baru beberapa tahun lulus dari fakultas
kedokteran dengan nilai cum laude dan dalam tempo singkat berhasil meraih ijazah spesialis kandungan. namun otaknya yang cemerlang menyerah kalah tiap kali menghadapi jessica .
Ia belum pernah berpikir untuk berumah
tangga, meski sudah punya dua tiga orang kekasih
yang lalu terpaksa ia lepaskan sebab beberapa
faktor. Cerewet, suka cemburu buta, materialis, dan
yang seorang malah menawarkan hubungan seks
tanpa menuntut pernikahan, sehingga ia menganggap kekasihnya yang satu itu berotak kerbau sebab tidak nmemikirkan risiko masa depan anak-anak yang kelak bakan ia berojolkan dari rahimnya. Kini, pikiran untuk berumah tangga itu muncul begitu saja.
Ia sadar jessica dijangkiti penyakit kotor. namun
sesudah beberapa kali mereka berbicara, ia tahu wanita lesbian itu hanya pernah berhubungan jasmani dengan satu
orang laki-laki saja, dan itu pun sebab dorongan
cinta pertama yang ia yakini sebagai sekaligus terakhir,
tanpa menyadari kekasihnya membawa bibit-bibit
penyakit yang dapat merusak masa depannya.
soebandrio juga sadar, jessica tidak akan pernah
punya anak kecuali hanya bila ada keajaiban Tuhan. namun bukankah banyak bayi yang sudah lahir tanpa mengetahui siapa orangtuanya? sudah berulang kali ia menjadi saksi dalam persoalan adopsi anak oleh orang-orangtua yang tidak beruntung memperoleh keturunan. Mengapa ia dan jessica tidak dapat... Apa? Ia dan jessica ?
Astaga! Merah padam wajah dokter muda itu tiap kali pikiran tadi memenuhi kepalanya. Lebih merah padam lagi saat suatu hari ia kelepasan omong di depan jessica . Mula-mula mereka berdua hanya berbasa-basi mengenai rencana-rencana jessica sekeluar dari rumah sakit.
“Aku akan mengikuti ujian susulan.” kata wanita lesbian itu, yang tidak dapat mengikuti ujian akhir SMA pada waktunya sebab harus diopname.
“lalu ?”“Yah. Mungkin melanjutkan ke akademi
bahasa, atau..., ” jessica mendadak teringat ayah nya di penjara, dan pamannya selalu bermuka keruh kalau bicara mengenai uang. Lantas, dengan suara lirih ia melanjutkan, “Mungkin juga, aku langsung kerja!”“Kerja apa, jessica ?”
“Hem. Apa saja. Asal halal dan menghasilkan
uang. namun jangan yang berat-berat. Aku takut tidak mampu. Maklum, selama ini...”
“Wah. Wah. Mana ada pekerjaan ringan yang
menghasilkan uang dalam jumlah besar dan mudah ..!” kata soebandrio berseloro.
“Ada, dokter. Misalnya, menjadi penerima
pasien yang menjadi tamu di tempat... Hem. Apakah Dokter sudah membuka praktik sendiri?”
“Sudah.”“Syarat apa saja yang harus kupenuhi agar
diterima sebagai pegawai? Jadi tukang sapu juga
boleh...”
“Hus.. Jangan begitu!” dokter tertawa. “Mana
pantas tukang sapu di rumahku seorang wanita lesbian muda yang cantik seperti dirimu..!”
“Pantasnya jadi apa dong, Dokter?”
“Jadi nyonya rumah dan...” dokter muda yang
malang itu terkejut sendiri oleh ucapannya, lebih-
lebih sesudah melihat sepasang bola mata jessica
yang indah, terbelalak. Untuk pertama kali soebandrio tersipu-sipu di hadapan seorang wanita lesbian . Cepat-cepat ia memperbaiki posisinya yang salah. “Maaf. Aku tidak
bermaksud...”
“Aku mengerti,” desah jessica sambil tersenyum.
Pahit. “Aku tidak pantas diperistri seorang laki-laki
terhormat. sebab aku... Dokter, tahukah Anda aku
sering bermimpi buruk?”
“Tentang?”
“Mama. Ia bangkit dari peti matinya, mencekik
leherku dan berteriak memaki-maki. Katanya, aku
sudah mencemarkan nama baik keluarga...!” Air mata
berlinang di pipi jessica tanpa ia sadari. Lanjutnya,
terisak, “Mama benar. Aku sudah mencemarkan
nama baik keluarga. Seharusnya aku turuti nasihat
Mama, agar jangan mau didekati chucky ...!” jessica lantas mengeluh berkepanjangan di antara isakannya.
“Sering aku berpikir... ayah masuk penjara sebab aku, dan Mama juga mati sebab perbuatanku. Mengapa dahulu aku tidak terjun saja dengan mobilku ke dalam jurang itu?”
wanita lesbian ini frustrasi, pikir sang dokter muda,
bersimpati. Sifat kemanusiaannya sebetulnya lebih menonjol manakala ia mendampingi jessica baik di sal, maupun di lorong-lorong dan taman dan kantin rumah sakit begitu wanita lesbian itu diperkenankan turun dari tempat tidurnya. namun sifat itu sudah menerbitkan kasih sayang yang semakin berlimpah, tanpa ia sadari.
Matanya baru terbuka sesudah para asisten laki-laki mulai menatap dengan mata iri dan para suster bergunjing di ruang ganti pakaian.
Secara halus, perlahan-lahan soebandrio mulai
menjaga jarak dengan jessica , ditambah niat suatu hari akan berkunjung ke rumah wanita lesbian itu dan melihat perkembangan apa seterusnya yang akan terjadi. Namun diam-diam ia selalu memperhatikan bagaimana jessica dari hari ke hari tumbuh semakin
sehat, semakin cantik, semakin penuh daya tarik.
Diam-diam pula ia menyimpan rasa cemburu kalau
ada teman sejawatnya yang berbicara terlalu intim
dengan jessica , atau bahkan kalau ada teman-teman pria satu sekolah jessica yang datang menjenguk, dan kedatangan mereka disambut jessica dengan senang hati dan wajah berseri-seri. Sekali waktu, ia kebetulan memeriksa salah
seorang pasien yang bersebelahan tempat tidur dengan jessica dan wanita lesbian itu sedang menerima seorang tamu laki-laki yang pasti bukan temannya satu sekolah.
Di antara percakapan mereka, dokter muda itu
mendengar jessica berkata begini, “Mengapa tidak
sekarang?”
“Sabar. Masih banyak waktu.”
“namun saya takut, Pak.”
“Mengapa?”
“Saya sudah lama tidak membuka-buka buku,
dan...”
“Alaaa, tenanglah. Aku akan membantumu,
jessica . Bukankah sudah pernah kukatakan hal itu
kepadamu dahulu ?”
“Benarkah?” jessica menggenggam hangat ta-
ngan laki-laki yang baru belakangan diketahui soebandrio
se bagai guru matematika wanita lesbian itu di sekolahya, tanpa
kedua orang itu mengetahui dokter muda di dekat
mereka melirik curiga.
Betapa menderita batin soebandrio saat me-
nyak sikan, sang guru yang masih terhitung muda itu mengusap-usap tangan jessica dengan manja, dan berbisik lebih manja lagi, “Cepatlah sembuh, jessica manis…!”
“Biarlah wanita lesbian itu tetap sakit!” waktu itu, hati soebandrio menjerit. “Biarlah jessica tetap berbaring di tempat tidurnya, supaya ia tidak jauh-jauh dari sampingku dan kau tidak berkesempatan me manjakannya lagi…!”. Dengan jiwa yang tersiksa soebandrio menyelesaikan tugasnya, lantas meninggalkan sal kelas tiga itu
dengan langkah-langkah lunglai. Tiba di kantor, ia
berpikir keras. Kalau gurunya jessica bisa tanam andil, mengapa aku tidak, pikirnya.
Dan sore hari itu juga ia mendatangi jessica dan
menawarkan, “Kau ingin cepat sembuh, bukan?”
“Tentu saja, Dok...,” jawab jessica , terheran-
heran.
“Kalau begitu kau memerlukan perawatan yang
lebih baik. Mulai hari ini kau akan dipindahkan ke
kelas satu!”
“namun Dokter...”
“Jangan pikirkan soal biaya. Pikirkanlah ke se-
hat anmu saja, jessica . Kau mau, bukan?”
Polos, wanita lesbian itu menyahut dengan terharu. “Terima kasih, Dok. Kau baik sekali kepadaku”
Mendengar itu, girangnya sang dokter bukan
main. Ia langsung menemui kepala administrasi dan memberitahu soal pemindahan jessica . Agar tidak memicu kehebohan, ia berbohong dengan
menjelaskan pemindahan itu atas pemintaan dan
atas tanggungan keluarga pasien mereka. Sebagai
bukti ia tidak ikut terlibat, maka pada waktu jessica
dipindahkan dari kelas tiga yang tidak menyenangkan ke kelas satu yang ruang dan perawatannya lebih lumayan memuaskan itu, sang dokter sengaja tidak bertugas di rumah sakit.
Ia tidur nyenyak di rumahnya.
Dan bermimpi, ia duduk di pelaminan bersama
jessica . Tamu-tamu sudah pada pulang, dan tinggal mereka berdua saja di rumah. Dengan tidak sabar ia mencium jessica , menyeret wanita lesbian itu rebah di kursi
pelaminan yang panjang dan berjok empuk, penuh
ukiran dan hiasan di sana ini. Sehingga wanita lesbian itu memprotes. namun dengan bisikan mesra ditambah remasan-remasan lembut dan menggemaskan, jessica lalu menyerah, dan...
Dan esok paginya ia muncul di rumah sakit
dengan berlagak bodoh. Ia pergi menjenguk ke kelas tiga, dan berpura-pura heran melihat tempat tidur jessica sudah diisi pasien lain.
“Mana pasien sebelumnya?” ia bertanya kepada
suster juga.
Suster yang selama ini mengintip kelakuan atas-
annya dan suka ikut bergunjing di kamar ganti, me-
nyimpan senyum saat menjawab, “Sudah dipindah,
Dokter”
“Lho, kok? Ke mana?”
“Ke tempat yang lebih baik.”
“Oleh siapa?”
“Kalau tidak salah, atas desakan keluarganya!”
“Oooo!”
Dengan perasaan puas atas kemampuannya ber-
sandiwara, dokter itu memasuki kantornya kembali,
memeriksa daftar pasien dan tugas-tugas yang
harus ia lakukan hari itu. Betapa inginnya ia berlari-
lari waktu itu juga ke kelas satu, namun dengan susah
payah ia tekan keinginan itu dalam-dalam. Duduk
di belakang mejanya, ia memikirkan sandiwara lain.
Berpura-pura lewat di depan sel tempat jessica dirawat,
lalu masuk pada saat ada suster atau asisten di
dalam, memandangi jessica dengan wajah heran, lantas berkata sewajar mungkin, “Eh, kau di sini, jessica ?”Bukan jam berkunjung untuk umum, saat
lalu ia benar-benar masuk ke dalam bangsal
kelas satu di mana jessica dirawat, dan dua orang suster tengah menghidangkan makan pagi.
soebandrio memang bertanya. “Eh, kau di sini,
jessica ?”namun dengan mata kecewa!
sebab seorang laki-laki tampak duduk di sisi
pem baringan jessica . Ia berpakaian parlente, sepadan dengan wajahnya yang kekar tampan meski tampak sedikit kusut. jessica sendiri tampaknya tengah menyimpan kemarahan, namun jelas pipinya pagi itu lebih segar dari biasa.
Ia menyambut kedatangan dokter muda itu
dengan senyuman manis yang dibuat-buat, lantas
berujar, “Kenalkan, Dokter. Ini chucky ...”
Dokter muda itu menerima uluran tangan chucky .
Mereka bertatapan sejenak sampai lalu laki-laki
itu bergumam dengan penuh harap, “Aku sangat
berterima kasih atas bantuanmu, Dokter. jessica sudah menceritakan semuanya dan...”
“Ah. Aku hanya melaksanakan tugas…!” tukas
soebandrio dengan cepat. Basa-basi, tentu saja. Sekalian menyembunyikan perasaan tak enak yang entah mengapa tahu-tahu saja mengganggu pikirannya.
“Maukah dokter membantu lagi?” tanya chucky .
“Tentu. Tentu...”
“Sudah kukatakan kepada jessica , betapa aku
menyesal. Aku... aku terpaksa melakukan hal itu...!
Ah, dokter tentunya mengerti apa yang kumaksud.
Aku sudah berobat secara teratur, dan sudah menjauhi perbuatan konyol yang selama ini kulakukan. Namun... Oh, dokter, katakanlah padanya bahwa aku terpaksa
menganjurkan aborsi itu. Semata-mata sebab aku
tidak ingin membahayakan keselamatan dirinya...!”
“Kau hampir saja membunuh wanita lesbian kecil ini!” teriak soebandrio dalam hati. Sambil betapa inginnya ia meninju muka menyebalkan di hadapannya itu. namun di mulut, sambil tersenyum, dokter muda
itu berujar lain, “Apa yang sudah kau perbuat Bung
chucky , memang sudah semestinya...”
“Nah. Kau dengar apa kata dokter?” tanya chucky
dengan riang gembira ke arah jessica .
wanita lesbian itu diam. Tidak menyahut.
Namun matanya tidak bisa menyembunyikan
sinar yang sangat cerah, meski bibirnya cemberut.
“namun Bung chucky ,” soebandrio cepat angkat
suara. “Lain kali, hati-hatilah kalau menyeret wanita lesbian mu lainnya ke dokter yang berpraktik liar itu.” “Tidak akan ada lain kali itu, Dokter. Apa lagi
wanita lesbian lain!” jawab chucky , tuntas dan tampak bangga. “sebab mulai saat ini, hanya ada satu jessica dalam hidupku. Aku akan melakukan apa saja, asal dia bersedia memaafkan kesalahanku di masa lalu. Lain kali, kalau jessica beruntung bisa mengandung lagi, jessica akan kupercayakan sepenuhnya hanya kepada
Anda saja, Dokter…!” Kembali sendirian di kantornya, soebandrio terhempas di kursi dengan wajah pucat mayat dan bersimbah keringat.
Hasil operasi yang sukses memang masih me-
mungkinkan jessica untuk mengandung lagi, meski dengan risiko tinggi. Itu merupakan kebahagiaan tersendiri bagi soebandrio . namun kebahagiaan itu mendadak lenyap begitu saja, manakala menyadari bahwa jessica ternyata milik orang lain.Dokter muda yang malang itu mengerut di tempat duduknya, dan baru terlonjak saat telepon di atas meja kerjanya berdering nyaring. Suster melaporkan ada pasien yang sudah menjalani anestesi dan kini menunggu di kamar bedah, untuk operasi caesar. saat bergegas menuju ruang bedah, dokter muda itu masih memikirkan jessica . Dan masih tak
ingin melepaskan hasratnya untuk meninju teman
laki-laki jessica yang bernama chucky itu, yang di mata soebandrio jelas bertampang tidak bisa dipercaya.Tidak bisa dipercaya?
Astaga, soebandrio . Apa-apaan pula kau ini?!
namun begitu soebandrio menghadapi meja bedah, saat itu juga ia sudah melupakan dan mempersetankan orang lain, tak peduli siapa pun jugaYang ada dalam pikiran soebandrio , hanya satu manusia saja. Ah ya, dua. Sang ibu, dan manusia berikutnya yang sudah tak sabar untuk melihat betapa penuh sesak dan menjijikkannya dunia yang akan ia. masuki. Untuk itu, diperlukan pertolongan dan keterampilan tangan-tangan soebandrio !
cinta dapat memicu benci. namun kebencian itu akan runtuh dengan sendirinya, selama cinta masih tetap berakar di dalam hati. jessica pernah membenci chucky saat laki-laki itu
terus terang meminta ia menggugurkan kandungan. namun toh pada saatnya, kesepian justru semakin
menumbuhkan cintanya, dan ia pun mengabulkan
permintaan chucky . Ia kembali membenci chucky saat pertengkaran paman dan bibi jessica sudah membuka rahasia laki-laki itu. Namun jessica harus mengakui, betapa
ia selama ini hanya berpura-pura riang gembira di
hadapan dokter, suster, paman, bibi, adiknya aidit ,
teman-teman satu sekolah, guru matematikanya Pak donald duck dan lain-lainnya. Ia ingin memperlihatkan kepada mereka bahwa pukulan beruntun yang datang menimpa dirinya itu memang sangat berat namun ia sanggup mengatasinya. Padahal, jauh di sanubari, jessica sebetulnya terus saja digerogoti perasaan sepi yang menjijikan itu. Tiap ada orang membesuknya di rumah sakit, tiap kali pula ia sangat berharap chucky ada di antara mereka. Lantas saat chucky ternyata tidak muncul,
ia kecewa berat, semakin dicekam rasa sepi, yang
buntut-buntutnya, jessica justru semakin merindukan chucky . chucky seperti tahu isi hatinya. laki-laki itu muncul pada waktu yang tepat
pula. yaitu , manakala jessica tengah sibuk mem-
bayangkan chucky pacaran dengan wanita lesbian lain, sehingga kecemburuan menggigit ulu hatinya, laki-laki itu tiba-tiba muncul di pintu ruang rawat, sambil dengan kata-kata manis dapat melunakkan protes suster jaga sebab chucky berkunjung di luar jam besuk. Ingin rasanya jessica menghambur dari tempat tidur. Lari ke
pelukan chucky . namun sisa-sisa kebencian menyuruhya tetap diam. Membungkam seribu bahasa, sementara chucky berkicau panjang lebar.
jessica tak menanggapi, sampai laki-laki itu
membujuk dengan kisah lain.“Tahu kau apa kata tante nyi girah saat aku datang ke rumah kalian? Bila Om nyoto ada, pastilah aku sudah babak belur...!” chucky mencoba tertawa
dengan muka kecut. “Ia akan kubiarkan memukuliku, jessica . Aku pasrah. sebab aku sadar, aku bersalah!”
“Hem!” jessica bersungut. Sekaligus cemberut,
sebab sudah bisa menangkap ke mana arah pem-
bicaraan chucky
“Nah. Mau juga suaramu keluar...!” chucky
tertawa. Gembira.
jessica mengatupkan mulut lagi rapat-rapat.
Dan berpaling menghadap tembok, dengan dada
berdebar-debar.
“Tante nyi girah masih bermurah hati, mau
menerima kedatanganku. Dia...”
“Kau tiduri pula?!” desis jessica . Tajam menusuk.
Sayang, beraninya cuma ke arah tembok.
“Meniduri siapa, jessica ?”
jessica bungkam. Dalam hati, menyesal membawa-bawa tantenya
yang tidak berdosa apa-apa.
chucky benar. Tante nyi girah wanita lesbian baik hati dan bermurah hati. Ia baru mengenal wanita lesbian itu baru sekitar satu tahun lebih, beberapa bulan sesudah menikah dengan paman nyoto nya. Paman yang tidak begitu ia kenal pula, sebab sering berpindah-pindah kota untuk cari kerja yang lebih mapan, yang selalu gagal pula sehingga ayah jessica memanggilnya untuk ikut bersama mereka saja. Itu sebabnya jessica lebih suka memanggil nyoto dengan sebutan Om ketimbang Paman, apalagi nyoto bukan seorang paman yang baik. Suka keluyuran, dan sering memotong belanja dapur yang diberikan ibu jessica kepada tante nyi girah , bahkan dengan berani seseekali dia juga memotong uang saku jessica dan aidit . Kalau saja tante Sunati tidak begitu baik hati untuk berusaha dengan susah payah menjadi ibu pengganti selama ibu jessica yang seringkali bolak- balik meninggalkan rumah sebab urusan organisasi yang sedemikian sibuk dan sangat menyita waktu berkumpulnya bersama anak-anak dan suami. Tak peduli apakah nyoto dan nyi girah dapat hidup atau tidak, atau malah memilih jadi parasit di rumah orang
lain yang kebetulan toh keluarga sendiri pula.
Lalu apa maksud chucky tadi, “Bila Om nyoto
ada, pastilah aku sudah babak belur …”? Diapakan
pula tante nyi girah nya oleh chucky ? chucky yang banyak akal untuk meruntuhkan hati orang? Dalam setiap kesempatan?
Lihat saja tadi, dokter muda itu pun tidak
dilewatkan oleh chucky .
chucky masih berkicau saat dokter muda yang
ju ga sama baik hatinya dengan tante nyi girah itu masuk lalu diperkenalkan jessica dengan kekasihnya. chucky langsung memanfaatkan kesempatannya. Ia berbicara blak-blakan dengan dokter itu supaya jessica mendengar dan mau memaafkan chucky . saat dokter itu
lalu pergi, pelan-pelan hati jessica menjadi lu nak.
Betapa pun, ia masih mencintai chucky , dan selama satu setengah tahun kencan mereka yang begitu manis dan hangat, jessica sedikit pun tidak berminat membuka walau cuma sebelah matanya saja untuk melirik laki-laki lain.
“Kemana saja kau selama ini?” akhirnya jessica
berbalik punggung juga, lantas bersungut-sungut
Maunya sih marah. namun kok pertanyaan yang ia
lontarkan, malah justru menyiratkan kerinduannya.
Ya, ampun kau ini jessica !
“Cari kerja… !” jawab chucky . Serius.
“Ooo. Mulai mengingat masa depan, ya?”
“Demi kau, jessica .” chucky tampak makin serius
saja.“Oh...!” jessica pun runtuh, dan membiarkan
saja chucky membelai rambutnya, bahkan saat suster tidak ada dan memang satu-satunya tempat tidur lain di ruangan itu tidak diisi pasien, membiarkan pula
chucky mencium bibirnya. Ia tidak memberi reaksi sebab masih menyimpan benih-benih kebencian. Namun, diam-diam ia mulai menikmati ciuman itu meski tidak dengan sepenuh hati. Bahkan jessica sudah mulai membuka bibirnya, dengan lidah yang sudah siap untuk….
namun chucky tahu-tahu sudah menarik bibirnya
dengan cepat. Lantas mengeluh, “Kau dingin, jessica . Kau masih marah...!”jessica diam saja.
Dan jauh di dalam hatinya, ia menangis bahagia
melihat wajah chucky yang tampak seperti orang
terpukul. Giliranmu sekarang, jessica membatin.
“Baiklah...” chucky bangkit dari sisi tempat tidur.
“Aku memang tidak pantas untuk meminta belas
kasihanmu lagi. Biarlah aku pergi. Dan melupakan,
betapa sebetulnya aku ingin menikahimu sesegera
mungkin...!” Jantung jessica memukul keras. Untuk beberapa saat lamanya, pukulan balik yang mengejutkan itu membuat jessica seakan mendadak lumpuh. Dan saat ia tersadar lantas berpaling, ia melihat chucky
sudah sampai di pintu. Siap untuk melangkah keluar. “chucky ...?!” cepat jessica memanggil. Tegang. laki-laki itu memutar tubuhnya.
“Ya?”
“Jangan pergi.”
“Tidak, jessica . Aku...,” wajah chucky terlihat
murung luar biasa. Suaranya gemetar dan parau,
dan semakin melumpuhkan pertahanan jessica yang sebelumnya memang sudah rapuh.
“Jangan pergi...!” jessica mengulangi per mo hon-
annya. chucky tampak bimbang.
“Duduklah di sini, chucky …!” bisik jessica , me-
nunjuk sisi tempat tidur. Ragu-ragu, chucky duduk. Tidak memandang jessica , namun menekuri lantai.
“Ucapkan sekali lagi, chucky !” jessica kembali
memohon. dengan suara bergemetar.
“Apa?” chucky mengangkat muka.
“Bahwa kau akan….,” jessica tak berani me ne-
ruskan.
chucky -lah yang meneruskan. Dengan wajah dan
suara yang terdengar takut-takut. “Akan menika-
himu...?”
“Kapan, chucky ?”
Itu bukan lagi permohonan. Melainkan, sebuah
tuntutan tak sabar.
“Bila kau menghendaki...,” chucky ragu-ragu.
“Oh, chucky . Lupakan saja dahulu soal waktu!”
“Apa?”
“Ciumlah aku, chucky . Ciumlah. Kumohon …!”
Dan chucky menciumnya.
Membawa jessica terbang tinggi di awang-awang,
tanpa sedikit pun menyadari bahwa selagi mata jessica
terpejam rapat menikmati ciuman bibirnya, sepasang
mata chucky tampak membuka nyalang.
Mata yang menerawang jauh. Benar-benar jauh
dan tak terduga.
yaitu ke suatu tempat di mana jessica akan
terbanting kembali ke bumi.
Sebuah bantingan, yang akan teramat kejam
dan ti dak mengenal belas kasihan.
jessica memandangi wajahnya di kaca. Pipinya tidak semontok dahulu , namun merah segar dengan mata berseri-seri. Ia hampir tidak percaya, segala sesuatu sudah berubah demikian cepat. Tadi malam ia masih berharap nyoto yang menjemputnya ke rumah sakit. Atau nyi girah dengan aidit . namun yang datang justru
chucky .
“Ommu memberiku izin,” kata chucky , begitu ia
muncul di pintu ruang rawat. “Mereka setuju untuk
menunggu kedatanganmu di rumah”
jessica membelalak. Heran.
“Om nyoto ? Kau sudah temui dia?”“Ya”
jessica memantau wajah chucky dengan cemas.
Kulitnya bersih dan licin. Malah tampaknya ia sudah bercukur lebih dahulu . chucky tertawa.
Katanya, tetawa. “Tenanglah. Pamanmu yang
galak itu agaknya sedang tidak berminat. meng-
hajarku!”
Benar-benar ajaib, pikir jessica takjub sambil
me nyimpan kaca hiasnya ke dalam tas. Ia mem perhatikan chucky yang sedang sibuk membenahi pakaian-pakaian jessica ke dalam koper kecil. Kemarin laki-laki itu datang, meminta maaf dan berjanji akan menikahinya. Hanya dengan sebuah syarat yang kedengarannya sangat sederhana. Terlalu sederhana malah, selesaikan dahulu ujianmu, baru sesudah itu kita kawin!
“...chucky ?” laki-laki itu menutup koper, dan menguncikannya sekaligus. “Mmm...?”
“Apakah tidak terlalu cepat?”
chucky memungut sepasang sandal jessica , dan
memasukkannya ke dalam kdonald duck g plastik bersama
benda-benda kecil lainnya.
“Pulang hari ini?” ia bergumam.
“Bukan...”
“Lantas?”
“sesudah aku selesai ujian…! Itu berarti, paling
lambat dua minggu di muka!”
chucky menggenggam kedua tangan jessica . Lem-
but. Dan menatap mata jessica , lembut. Suaranya lebih
lembut lagi. “Kau keberatan?”
“Aku bahagia, chucky .”
“Beres, kalau begitu!”
“Belum.”
“Apalagi?”
“Kau harus siap, bukan?”
“Sudah!”
“Sudah?”
“Lamaranku di perakitan sepeda motor itu
sudah diterima, jessica . Begitu aku menerima gaji
per tamaku, kita kawin!” chucky mengucapkan kalimat
terakhir sambil menyeringai.
jessica membalas genggaman chucky .
Dan bertanya serius. “Berapa gajimu sebulan?”
“Satu juta rupiah per bulan. Sebagai percobaan,
katanya...!”
“Satu juta, hem. Dengan jumlah itukah kau
melamarku, chucky ?”
“Bukan daftar gajiku yang melamarmu, jessica .
namun cintaku”
“Ahhh.”
chucky tertawa. “Siap?”
“Oke!”
Dan jessica meloncat dari tempat tidur, de-
mi kian keras sehingga lambungnya terasa sakit. Ia
menyeringai, namun dengan cepat ia tertawa. Pa-
sien yang baru malam harinya menempati ranjang
lain di kamar itu, membuka sebelah matanya. Mem-
perhatikan. namun segera mengatupkan kembali
manakala jessica men dekati ranjangnya.
chucky bersungut lembut, “Biarkan dia tidur...”
jessica tidak jadi pamit dengan teman sekamarnya
itu. Lalu keluar bersama suster yang sudah menunggu di pintu, disusul chucky yang menjinjing koper di tangan kanan dan kdonald duck g plastik di tangan kiri. Segala
sesuatu yang berhubungan dengan administrasi sudah diselesaikan chucky di kantor, atas nama nyoto . Mereka masih berayah san dengan beberapa perawat yang dikenal baik oleh jessica selama ia dirawat. Berbasa-basi sebentar, saling mengucapkan terima kasih,
selamat jalan, selamat tinggal, dan sebagainya.
chucky sudah mendahului belasan langkah di
depan, saat sebuah pintu terbuka tiba-tiba di sebelah
jessica . Dokter muda yang baik hati itu muncul dengan
wajah berkeringat. Matanya kelihatan liar, namun
segera menjadi tenang begitu melihat jessica .
“Kami akan merasa kehilangan kau, jessica ,”
katanya, tersenyum. “namun jangan datang lagi
kemari!”
“Apa pula itu?” jessica melongo, sambil menerima
uluran tangan dokter muda itu.
Tangan laki-laki itu hangat, dan jessica merasakan
suatu getaran aneh di dadanya. Ah, bukan di dadanya. Melainkan, di telapak tangan dokter muda ini .
“Untuk berkunjung, silahkan. namun untuk
dirawat, jangan!” jawab dokter itu, bingung oleh
keterangannya yang kacau balau.
Untunglah suster yang berdiri di samping jessica ,
cepat menolong. “Yang dimaksud Pak Dokter, Nona. Diopname di rumah sakit bukanlah istirahat yang
menarik!”
“Ooo...,” jessica masih berbicara sebentar
dengan dokter itu, untuk mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kebaikan hatinya selama ia dirawat. chucky sementara itu berhenti, berpaling memperhatikan mereka. Dokter sedang melihat ke
arah lain, lalu melangkah cepat ke tempat itu. Di
atas rerumputan tertulis dalam huruf cetak besar:
‘DILARANG MEMETIK BUNGA’, namun dokter
muda tadi dengan sikap tak acuh memetik setangkai bunga mawar yang baru mekar, merah menyala. Lalu menyerahkannya ke tangan jessica sambil berujar, “Demi kesehatanmu, jessica ”
soebandrio masih memperhatikan jessica sampai tiba di sebuah petigaan koridor, di mana jessica berjabatan tangan lalu berpisah dengan suster yang berjalan bersamanya. Sang suster meneruskan langkah ke kanan, sementara jessica ditemani chucky berbelok ke kiri, lantas lenyap di balik tembok ruang pemisah yang seakan tertawa mengejek ke arah soebandrio .Tampak murung, dokter muda itu lalu masuk ke ruangan dari mana ia tadi keluar. Ada tiga orang pasien di kamar itu, yang dua sedang tidur. Pasien ketiga, lengan bajunya tersingsing. Sebuah botol kecil terletak di atas meja, dengan jarum suntik
yang ujungnya berkilauan dijilati mentari pagi yang
menerobos lewat jendela, masih menempel pada
katup penutup botol dimaksud.
Dokter muda itu berjalan ke samping jendela,
dan mengintip ke pelataran rumah sakit.
chucky membimbing jessica ke sebuah taksi yang
menunggu di ujung utara pelataran itu. Sopir tak si
membuka bagasi dan memasukkan koper dan kan-
tong plastik ke dalamnya, menutup pintu bagasi
rapat-rapat lalu duduk di belakang setir. Kunci
kontak diputar. Mesin berdengung, lembut.
“Apa yang kau pegang itu, jessica ?” tanya chucky ,
dengan dahi berkerut.
“Bunga.” jawab jessica , polos.
“Buang saja. Lebih banyak bunga menunggumu
di rumah!”
“Ini hadiah, chucky .”
“Aku tahu. Dari seorang laki-laki!”
“Apa salahnya?” tanya jessica , gelisah, sementara
mobil berputar untuk dapat meluncur mulus melalui pintu gerbang.
“Salahnya? Itu bunga mawar merah!” rungut
chucky . Sesaat , jessica maklum. Ia tersenyum, membujuk.
Sebuah mobil tua membelok memasuki pintu
gerbang dua arah. Taksi terpaksa mundur untuk
mem beri jalan masuk, dan menunggu mobil tua itu
mem peroleh tempat yang leluasa. Sayangnya, sebuah
se peda motor mau meluncur pula keluar, tidak mau
mun dur. Mobil tua itu mengalah. Mundur ke jalan be-
sar, sehingga sepeda motor itu dapat melewati pintu
ger bang yang sempit.
Selama semua adegan singkat itu berlangsung,
di jok belakang taksi, chucky menggerutu. “Mengapa
belum kau buang juga?”
“chucky , aku tak sampai hati. Ini ‘kan...”
“Berapa laki-laki ada di hatimu, jessica ?” tanya
chucky . Lunak, namun menusuk tajam.
“Hei. Aku ‘kan tidak...”
“Berapa?”
“... Satu!”
“Siapa, jessica ?”
jessica memantau wajah chucky , semakin gelisah.
Dokter muda itu begitu baik menghadiahkan se-
kuntum bunga mawar merah untuknya. Ia percaya,
tiada maksud apa-apa. Hanya saja kebetulan itu bu-
nga mawar, kebetulan berwarna merah darah, ke-
betulan...
namun chucky akan menikahinya. jessica tidak
ingin kelak ia selalu berada di bawah perintah suami.
Sebaliknya, ia tidak pula ingin menjadi kepala keluarga
di rumah tangganya. Salah satu harus mengalah.
Baiklah. Hanya sekuntum bunga!
Ia mengecup pipi chucky . Mesra. Lalu melem-
parkan bunga mawar itu lewat jendela mobil yang
terbuka. Mobil tua tadi sudah meluncur masuk. Taksi
pun bergerak keluar pintu gerbang.
Dan di sebelah dalam jendela salah satu kamar
kelas utama rumah sakit itu, soebandrio masih berdiri
memperhatikan ke arah gerbang keluar masuk di-
mak sud. Ia menggigit bibir saat melihat sesuatu dilemparkan keluar jendela taksi. Sesuatu itu lalu
di gilas oleh ban belakang taksi sebelum meluncur ke jalan raya. Bunga mawar merah. Pemberian sepenuh kasih dari soebandrio . Tampak lumat sesaat .Menyatu dengan aspal yang hitam berdebu... chucky benar.
Ada lebih banyak bunga menyambut kepulangan jessica di rumah.Sebuah buket kecil, justru melulu terdiri dari bunga mawar. Hanya warnanya saja yang lain. Kuning,
bukan merah namun betapa nyaman dipandang.
Sebuah kartu kecil, tergantung pada buket itu. Atas
nama paman nyoto , dengan ucapan, “Selamat datang di rumah kita”. Masih ada buket lain, anggrek susun tiga. chucky yang mengirim, dengan ucapan, “Demi masa depan, diiringi kasih sayang”
Hadiah lainnya masih tersedia. Sebuah bung-
kusan kado besar dari pamannya juga, dan hidangan di atas meja makan yang khusus dimasak bibinya. Tidak banyak, namun benar-benar mengundang selera. Bistik
lidah, goreng ikan asin, saus tomat, sambal ditambah
lalap, lalu minuman bul sebagai penutup. Semuanya kegemaran jessica , sehingga dengan terharu wanita lesbian itu mengatakan terima kasihnya kepada nyi girah yang
memeluknya dengan penuh kasih sayang.
aidit sudah mengambil tempat lebih dahulu,
dengan mata liar memandangi hidangan di atas meja makan. Ia agak tersentak saat jessica mencium pipinya, dan bertanya setengah berseloro, “Mana hadiah darimu, aidit ?”
aidit melirik sejenak ke bistik lidah, lalu menilik
ke arah nyoto . “Ayo. Mana hafalanmu, anak cakep?” sang paman berkata mendorong.
aidit menelan ludah dua kali, tersenyum ka-
ku kepada kakaknya lantas berujar dengan gaya
menghafalkan pelajaran sekolah.
“Untukmu Kak Rika, aku berjanji tidak akan
nakal lagi!” Dan tanpa menunggu reaksi kakaknya, aidit
lantas menyerbu bistik lidah dengan mata kela-
paran. Ia lupa mengambil nasi, lupa membasahi ke-
rongkongannya yang kering dengan air. Dan itulah
lalu yang terjadi, sepotong besar bistik lidah,
ia keluarkan lagi dari mulutnya, dengan mata merah berair!Yang lain saling berpandangan, menahan ketawa.
aidit bersungut kesal. “Kalian sering bilang,
lidah ketemu lidah enak rasanya...!” Wah!
Makan siang itu, meski tanggung waktunya,
toh berjalan lancar dan menyenangkan. aidit segera menghambur keluar rumah begitu seorang temannya bersuit-suit dari seberang pagar. nyi girah menghilang di belakang, menyibukkan diri bersama pelayan mencuci piring gelas. jessica sadar bahwa ia juga harus menyingkir. Maka dengan hati dag-dig-dug ia bersembunyi di kamar tidurnya yang sudah diatur
bibinya demikian rapi dan disemprot dengan obat
penyegar. Di ruang duduk, chucky menggeliat di kursinya. Gelisah.
Ia satu-satunya orang yang tidak merasakan
kegembiraan di meja tadi. nyoto berbicara kepada
se tiap orang, kecuali kepadanya. nyi girah yang tidak ingin memperoleh hadiah omelan, berkomplot pula dengan suaminya. Terpaksa. Sedang jessica terlalu bahagia pulang ke rumah, sehingga tidak menyadari ada yang salah.
Dan kini, chucky tak ubahnya dengan seorang pe-
sakitan yang sedang menunggu palu hakim dike tuk. Ketukan itu berabad-abad rasanya baru ber-
gema dalam bentuk parau lewat mulut nyoto yang
menggurat tajam, “Pikirkanlah lagi, bung chucky . Ini bukan soal melamar pekerjaan …!”
chucky membasahi bibirnya yang kering.
Lalu, “Keputusanku sudah tetap, Om”
“Kau beri makan apa keponakanku, dengan
satu juta rupiah sebulan?”
“Itu hanya percobaan, Om. Sesudahnya...”
“Itu dia! sesudah nya!” nyoto bertepuk tangan.
“Maksud Om?” chucky tegang sesaat .
“Kau punya tempo tiga bulan. Pada bulan
keempat, bung chucky , kita bicarakan kembali. Siapa tahu, segala sesuatu sudah lebih baik keadaannya. Dan jangan lupa apa yang mau kukatakan berikut ini
…!” nyoto berhenti sejenak dan menatap lurus-lurus ke mata chucky .
Yang ditatap tidak mengelak.
Pertautan mata mereka jelas, saling tidak
menyukai satu sama lain.nyoto menyeringai.
“Aku tidak bermaksud mencabik-cabikmu,”
katanya, dingin. “sebab kusadari norma yang
berlaku. wanita lesbian yang sudah bukan perawan, akan sukar menemukan jodoh. Kalau pun mudah, akan lebih sukar lagi menerangkan mengapa ia sudah tidak perawan. Kecuali, bila jodohnya itu adalah laki-laki yang sudah memerawani si wanita lesbian !”chucky terdiam. pucat mayat .
namun , dalam umur belum mencapai dua puluh
lima tahun, ia sudah banyak makan asam garam.
sebab kemanjaan yang berlebihan dari orang tua-
nya. sebab ia tampan, dan tahu kapan ia harus ber-
mulut manis, kapan ia harus menjauh meski harus
meninggalkan bekas-bekas yang menjijikan . Se-
hing ga wanita lesbian nya berubah membencinya, dan orang tua mereka pasti menyesal sudah keliru dalam cara mewujudkan kasih sayang.
Maka, dengan wajah bersungguh-sungguh,
chucky pun menanggapi. Tenang. “Terima kasih. Om sudah membuka mataku. Kalau aku harus menunggu sepuluh tahun lagi, aku akan menunggu. Selama itu, kukira aku dapat menabung. Bila saja jessica ...”
“Dia pasti setuju!” tukas nyoto , datar.
“Aku juga berharap demikian...,” chucky mencoba
tersenyum meski kedua lututnya terasa goyah, dan
dadanya bagai dirobek-robek oleh kemarahan.
“Masih ada yang harus kupikirkan, selama waktu
menunggu?” ia bertanya, setengah menyindir.
“Oh, tentu. Tentu. Lain kali, bung chucky , aku
tidak menghendaki kau yang bicara. Melainkan,
orangtuamu. Jelas?”chucky memerlukan tempo tiga menit berlalu, sebelum ia mengangguk-anggukkan kepala. Tersuruk-suruk, lalu bangkit dengan gontai, dan berjalan dengan langkah digagah-gagahkan dan kepala tegak
menuju pintu depan. “chucky ?”
“Ya Om?” chucky berpaling. Mukanya tegang,
warnanya merah dadu. nyoto menyeringai lebar. “Kau melupakan sesuatu.”
chucky menatap ke atas meja. Rokoknya tertinggal. Ia masuk lagi, mendekati meja lalu memungut ro-
koknya dengan tangan gemetar menahan kemarahan, memasukkan ke saku kemeja.
“Hem. Rupanya kau tidak mengerti maksudku,”
nyoto bergumam dengan mata mencemoohkan, lantas menggerakkan bahu ke pintu kamar jessica di lantai atas. Yang tertutup rapat. “Bersikaplah seolah tidak terjadi apa-apa. Dan, chucky ! Hanya untuk pamitan. Lebih dari itu, sabarlah sampai waktunya tiba. Paham?!”
chucky menggemeratakkan gigi, dan berjalan de-
ngan langkah-langkah mengambang ke lantai atas.
Me langkahi anak tangga demi anak tangga, se akan bagai merangkaki lereng bukit demi lereng bukit, Hebat, bahwa ia akhinya tiba juga di depan pintu kamar tidur jessica , tanpa jatuh tersungkur lalu ditertawakan oleh nyoto yang terus memantau dari lantai bawah.
Baru sekali ketuk, pintu sudah terbuka. Dan
jessica tampak berdiri di hadapannya, menatap diam dengan air mata berlinang-linang. chucky tertegun. Gugup. sesudah menarik nafas panjang untuk mengisi paru-parunya dengan gelembung-gelembung udara, seperti orang kepayahan berlari chucky pun mendengus. “Aku mau pulang.”
jessica mencoba tersenyum. Dan membuka ra-
ha sianya, “Aku mendengar. namun Omku kukira
benar....!’’Sial! Ingin rasanya chucky memaki. Tadi di rumah sakit, jessica tampak begitu mudahnya menyerah!“Kau akan menunggu?” bisiknya. Tersedak.
“Sampai mati.” wanita lesbian itu balas berbisik.
Barulah chucky dapat tersenyum.
“Jangan!” katanya lebih cerah. “Jangan mati,
sebelum kita naik pelaminan...!”
Lalu mereka berpisah.
Tanpa jabat tangan, tanpa lambaian, apalagi
cium mesra.
Lidah di dalam mulut chucky sesaat terasa bagai
menggeliat, gatal. Lidah jessica lebih gatal lagi.
aidit jelas tidak memahami apa yang ia omelkan
sesudah menyemburkan potongan bistik lidah dari
mulutnya. Kalau anak itu paham, pasti bistik itu ia gasak habis-habisan.
jessica lebih dahulu menyempatkan diri menjenguk pa panya di penjara, sebelum mengikuti ujian su sul an .
“Doakan aku, ayah ,” ia memohon.
Selesai membaca hasil pengumuman sepuluh
hari sesudah nya, ia berlari-lari menemui ayah nya lagi. “Doamu terkabul, ayah !” ayah nya menangis.
jessica menangis. Ia bahagia, sekaligus malu kepada dirinya sendiri.
Goncangan pikiran selama minggu-minggu
terakhir sebelum ujian, benar-benar mengganggu
konsentrasinya. Ia hampir tidak bisa belajar sebelum maju ke meja ujian susulan itu. Maka, begitu ujian hari terakhir selesai, ia tidak menolak undangan guru
matematika kencan malam harinya. Hanya makan
malam di sebuah restoran, lalu nonton di bioskop.
Selama fi lm diputar, tidak ada hal-hal menjurus yang mereka percakapkan, kecuali remasan-remasan tangan Pak donald duck di tangan jessica , sesekali di paha dan satu kali usapan lembut yang seolah tak disengaja, pada payudaranya.
Guru yang tengah ngebet itu, berani melanggar
kode etik. namun ia tidak cukup berani untuk menyatakan isi hati sampai ia pamit di pintu rumah muridnya yang muda belia dan cantik itu.
Ia hanya mampu mengatakan ini saja, “Malam
yang menyenangkan, jessica .”
jessica pun memberi hati. “Sangat menyenang-
kan, Pak donald duck !”
“Bukan yang pertama, kuharap,” guru bujangan
itu sedikit lebih berani. Namun toh ditambah dengan
nafas sesak, seolah lehernya tercekik.
“namun , Pak donald duck . Malam pertama selalu lebih berkesan!”
“Ah, ya. Kau benar.” dan guru matematika
yang malang melintang itu, pulang ke rumah kosnya. Dan jessica yakin betul bahwa si pelanggar kode etik itu pasti langsung rebah di tempat tidur dan sekejap
lalu malaikat cinta sudah membawanya terbang
menuju langit ketujuh.
Seminggu sesudah pengumuman hasil ujian,
jessica berlari-lari memperoleh kan tantenya.
“Tante, Tante...,” bisiknya, terengah-engah.
“Ada tamu di depan.” nyi girah tercengang.
“Untukku?”“Tidak...”“Kau?”“Ya”
“Lalu mengapa aku harus...”
“Katakan aku pergi, Tante. Mau, ya? Mau?”
jessica memohon.
Pelan-pelan, senyuman nakal bermain di bibir
tantenya. nyi girah geleng-geleng kepala, seakan
menyesalkan, namun dukungan moril tetap ia
sumbangkan dengan sukarela kepada keponakan
yang disayanginya itu.
“Kau sempat dilihatnya?” ia bertanya.
“Belum. Aku kebetulan mau membuka jendela
kamar tidurku, saat aku melihat sepeda motornya
memasuki halaman...!“
“Oke. Masuklah lagi ke kamarmu. Sembunyi di
kolong tempat tidur. Jangan lupa, sprei tarik sampai
rata dengan lantai!”
Lalu sambil menahan ketawa yang ingin
meledak, nyi girah berjalan ke ruang tamu begitu bel berbunyi. Ia mencubit pahanya keras-keras, sampai terasa sakit, agar ketawanya tidak keluar dan wajahnya tampak serius. Baru sesudah itu, pintu ia buka, dan sambil tersenyum lebar, ia menyapa. “Hai, Pak donald duck
kiranya. Silakan... silakan...!”
Guru matematika itu ngobrol sambil minum
teh dengan nyi girah , lebih dari setengah jam. sesudah
ia pergi dengan janji nyi girah “akan memarahi
keponakanku lama benar meninggalkan rumah”,
nyi girah mengurut dadanya yang sesak dan lalu
berjingkat memasuki kamar tidur jessica .
Tempat tidur kosong. Ia memanggil, tak ada
sahutan. saat ia lihat tepi bawah sprei rata dengan
lantai, pelan-pelan ia menyikapkannya.
Ternyata jessica rebah di kolong ranjang, rata
dengan lantai. Tidur.
Mendengkur, lagi..
Pukul empat sore lebih lima menit, jessica
terbangun. Kepalanya terantuk besi-besi penahan
kasur. Dengan muka meringis, ia mendatangi nyi girah
yang membantu pelayan memasak mempersiapkan
makan malam di dapur.
“Tante. Tante...,” ia bergumam, linglung.
“Rumah ini berhantu!”
“Apa?” nyi girah terperanjat.
“Rumah ini berhantu!” ulang jessica . Serius.
“Ah, yang benar!”
“Sungguh.”
“Kau melihat hantunya?”
“Tidak...”
“Lantas?”
“Aku mengalami peristiwa aneh…”
“Oh ya? Aneh bagaimana?”
“saat aku terbangun, aku kaget setengah
mati!” “Hem. Kenapa?”
“Aku... aku tidur di kolong ranjang. Padahal
sebelumnya tidak pernah. Bukankah itu pekerjaan
hantu, Tante?”
Selama satu detik, nyi girah melongo.
Detik berikutnya, ia tertawa terkekeh-kekeh
sam bil memegangi perut. Pelayan memandang bi-
ngung. jessica lebih bingung lagi. Dan nyi girah se ma-
kin terkekeh. Seluruh tubuhnya terguncang-guncang.
Bahkan sampai terduduk di lantai, dengan air mata
bercucuran saking tidak kuat menahan geli.
Malamnya di meja makan, nyi girah menceritakan
peristiwa itu kepada suaminya. nyoto bergelak-gelak, dan aidit yang ikut nguping, ikut pula tertawa. namun anak itu rupanya berpikir lebih dewasa dari usianya. Habis tertawa, ia memandangi kakaknya dan langsung mengajukan protes. “Kakak tidak jujur...”“Apa?” jessica melotot.
“Itu durhaka namanya. Melangkahi guru!”
Diam berpikir sejenak, jessica cepat menangkap
maksud pembicaraan adiknya lantas membela diri.
“Guru matematikaku itu tidak kulangkahi, aidit .”
“Tidak? Malah Kakak mengencinginya!”
“E-eee, kapan pula kau melihat aku membuka
celana di depan Pak donald duck ?”
aidit merah mukanya.
Dengan marah ia berkata, “Kalau guru ma te-
matikamu itu datang lagi, kakak kulaporkan!”
jessica terkesiap. nyi girah berhenti tertawa, sedang
nyoto membungkam tiba-tiba. Diam-diam ia menyesal
sudah membicarakan sesuatu yang tidak patut di depan
anak yang masih polos itu.
Cepat nyoto memutar otak, lantas berujar halus.
“Siapa yang kau sukai, aidit ? chucky atau Pak donald duck ?”
“Bang chucky , dong, Om. Dia sering membelikan
burger atau pizza, dan berjanji kalau sudah punya
duit segerobak, akan membelikan aku sepeda motor, dan lalu mengajari aku ngebut. Dia bilang, aku akan menjadi pembalap terkenal seperti dia!”
“Begitu. Kau tahu, mengapa guru kakakmu
datang ke sini?”
“Mau ketemu kakak. Apa lagi!” dengus aidit .
“Artinya?”
“Hem, apa yaaa. Oh, aku tahu!” aidit tiba-tiba
bersemangat. “Dia mau merebut Kakak dari bang
chucky …!”
“Akan kau relakan dia berbuat demikian,
aidit ?”
“Uh! Tidak! Tidak sudi. Dia harus melangkahi
mayatku dahulu . namun dia tidak akan berhasil. sebab aku akan membantingnya. Sampai rata dengan tanah!” “Duh, galaknya. Membanting guru. Itu tidak baik.”
“Jadi, harus bagaimana aku Om?” aidit kebi-
ngungan. “Tutup mulut. Itu saja!”
aidit mengatupkan mulutnya. Rapat-rapat.
jessica , nyoto dan nyi girah , tertawa terbahak-
bahak. aidit ingin ikut tertawa bersama mereka, namun ia tahan keinginan itu kuat-kuat. Pendiriannya jelas, ia ingin jadi anak baik, sebab itu ia harus tetap menutup mulut rapat-rapat.
Satu jam lalu , aidit pergi tidur.
nyi girah menekuni pekerjaannya, merajut popok
bayi. saat jessica masih di rumah sakit, nyi girah sering diserang perasaan merasa mual tanpa sebab, muntah beberapa kali, lalu menyempatkan diri menemui dokter. Sekarang, ia merajut popok bayi itu dengan
mata berkilau gemerlapan. Tujuh bulan mendatang,
nyi girah tidak saja menjadi pengganti ibu buat jessica dan aidit . Ia malah akan menjadi ibu dari anaknya sendiri. “...Rika?”
jessica sedang asyik menonton fi lm akhir pekan
di ruang tengah. Sebuh televisi empat belas inci,
pengganti televisi berwarna ukuran 29 inci yang bulan sebelumnya sudah mereka jual, sesaat menghentikan keasyikannya.
“Ya Om?”
“Kapan persisnya dilangsungkan pesta perpi-
sahan sekolahmu?”
“Rabu malam, Om, ” jawab jessica , dan di dalam
hati ia merasa bahagia. Paman nyoto yang selama ini kurang memperhatikannya, berlaku keras terhadap setiap kesalahan yang ia perbuat, benar-benar sudah berubah belakangan ini. Ia begitu peramah, begitu memperhatikan kepentingannya dan kepentingan aidit .
“Hem. Rabu malam ya. chucky sudah tahu?”
Bola mata jessica berkilau cemerlang.
Indahnya mata itu, rungut nyoto dalam hati.
Dari mata, ia mencuri pandang ke bagian yang lain
di tubuh jessica . Dan ia bergidik, menyadari betapa
indahnya bagian-bagian yang terpajang di depan
mata. Rok jessica sedikit tersingkap, dan nyoto melirik sekejap ke arah itu sesudah mana berpaling dengan gigi gemeletuk. Nyaris tak mendengar jawaban jessica .
“Belum, Om …”
“Beritahulah dia besok. Dia orang yang cocok
untuk menemanimu, bukan?”
Dada jessica berbunga-bunga. Omku yang
baik, jeritnya dalam hati. Mengapa tidak kupanggil ia sesekali dengan sebutan paman?
Namun saat suaranya keluar, tetap saja
lidahnya latah menyebut panggilan yang biasa.
“Terima kasih, Om nyoto !”
“Ah, tak perlu berterima kasih. Aku hanya ingin
mengingatkan, pada malam perpisahan itu pilihlah
pakaianmu yang terbaik. Oke?”
Lamunan jessica lantas melayang pindah ke
dalam lemari pakaiannya.
Ia bingung. Mana yang terbaik?
“Kau tidak menyukai hadiah yang kuberikan
saat kau pulang dari rumah sakit, ya jessica ?”
Di sudut, nyi girah mengangkat muka.
namun merundukkan kepala lagi dengan segera,
pura-pura tidak mendengar. Jari-jemarinya gemetar. Dan telinganya mendengar jessica menjawab perlahan,
“Oh. Aku sangat menyukainya, Om. Gaun malam
yang benar-benar cantik…!”
“Kalau begitu, mengapa tidak kau pakai-pakai
juga?” jessica terdiam. Ia berpaling ke televisi. Wajahnya. namun tidak matanya. Matanya melirik ke arah tantenya yang sibuk merajut popok.
jessica sudah membuka bungkusan kado itu ma-
lam pertama ia pulang dari rumah sakit. Ia me nga-
guminya, dan menyadari betapa mahal harga ga un itu, dalam keadaan mereka sekarang yang be gitu morat-marit, hanya mengandalkan hasil usaha pamannya jadi calo jual beli mobil.
Pada waktu guru matematikanya mengajak
kencan, jessica sempat mematut-matut diri di depan kaca dengan gaun malam itu. nyi girah membantunya, supaya dandanannya benar-benar memikat hati. Pada saat nyi girah membenahi rambut jessica , secara kebetulan jessica melihat garis kecokelat-cokelatan melingkar di jari manis tantenya. Hari terakhir nyi girah
menjenguknya di rumah sakit, jari manis itu masih
dilingkari cincin berlian, hadiah perkawinan dari ibu
jessica . Gaun malam ini tidak jadi dipakai jessica
saat jessica lalu memenuhi ajakan nonton
sebagai balas budi atas bantuan guru matematikanya itu menolong kelulusan jessica dalam ujian susulannya. Disaksikan oleh tantenya yang terheran-heran, jessica langsung melepas lalu melipat hati-hati gaun ini . Lalu sambil menahan tangis, ia menyimpannya di
dalam lemari. Ia bayangkan buket bunga, bistik lidah, minuman bul, dan sejumlah besar uang yang atas nama pamannya oleh chucky dibayarkan di bagian administrasi rumah sakit. Tahulah jessica , tantenya sudah mengorbankan cincin kawin kesayangan yang tidak pernah berpisah dengan jari manisnya. “Apakah kurang pas dengan tubuhmu, Rika?”jessica terjengah.
“Pas, Om. Begitu tepat Om memilih ukurannya,
” jessica mencoba tersenyum.
“Jadi?”jessica menatap sekilas ke arah tantenya, lalu berpaling kepada sang paman.
Lalu berkata, memutuskan. “Aku pasti akan
tampak cantik sekali mengenakan gaun itu dalam
pesta perpisahan sekolahku Rabu nanti. Benar bukan, Om?”Wajah nyoto memerah, tanpa sebab.
“Kau memang cantik,” gumamnya, tersendat.
nyi girah mengangkat muka sekali lagi.
Matanya basah. pesta perpisahan sekolah untuk murid-murid yang sudah lulus ujian itu berlangsung dengan meriah. Kegembiraan berbaur di aula gedung Gelanggang Remaja yang penuh sesak. Merayapi deretan-deretan kursi, menyapu wajah-wajah berkeringat, mengalir sampai ke belakang panggung, dapur yang ditempati bagian konsumsi, sampai ke kebun di mana
akan berlangsung acara garden party. Musik seperti tidak mau berhenti. Para pelawak muda dan berbakat mengocok-ngocok perut, penyanyi yang sebagian bertelanjang dada berjingkrak-jingkrak tanpa sadar bahwa pesta sekolah itu seharusnya berjalan sopan. Kepala sekolah tahu diri.
Pidatonya singkat, dengan suara tersendat-
sendat melepas kepergian sebagian murid-murid,
memberi nasihat kepada mereka yang tidak beruntung lulus dalam ujian akhir. Wakil orangtua murid agak bertele tele, namun selingan humor dan sindiran-sindirannya sering melahirkan tawa membahana dan juga applause yang riuh rendah. Pemberian piagam-piagam, tanda
kenang-kenangan bercampur baur dengan hiruk
pikuknya ucapan-ucapan selamat dan teriakan-
teriakan simpang siur. Melanjutkan kemana? Mau jadi apa? Wah, bahasa Inggrismu jelek, mana kau diterima di akademi sekretaris! Apa? Mau ke luar negeri? Wah, kau kependekan, tak bakal diterima masuk TNI! Langsung buka bengkel? Rudin ya?
Bahkan murid-murid yang tidak lulus, ikut
berkicau. nUntuk melampiaskan kesedihan, sebagian mereka menyelusup ke dapur dan mencampur minuman keras di antara gelas-gelas berisi kopi atau teh yang diedarkan tanpa henti-hentinya. Malah ada yang na kal
menyelundupkan ekstasi atau sabu-sabu. Tak he ran, meski daftar acara tidak mencantumkan acara melantai, begitu tiba saat istirahat seorang dua hadirin de ngan nekad meloncat ke podium dan mulai menari-nari. Beberapa guru yang masih sadar, tertegun. namun guru-guru yang sial kebagian teh yang sudah di-campuri minuman keras dengan kadar alkohol tinggi,
bertepuk tangan memberi semangat. Malah di antara guru itu ada pula yang latah, ikut berteriak-teriak sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya yang tepos.
Salah seorang di antaranya, adalah Pak donald duck guru matematika yang terkenal galak di depan kelas, terutama kepada murid laki-laki . saat mencium gelas-nya berbau alkohol, ia bukannya marah, namun malah isinya langsung ditenggak sekaligus dan meminta tambah, tambah dan tambah lagi. Ia ingin mabuk. Ia ingin melupakan pemandangan yang mendirikan bulu roma sebelum pesta dimulai. jessica mun cul
dalam gaun cemerlang, digandeng laki-laki gan teng yang banyak dibicarakan sebab reputasinya di arena balap motocross. Ia dengar namanya chucky , yang saat melihat donald duck mendekati jessica untuk ber salaman, menyapa setengah menantang:“Hai, Pak Guru. Enggak punya teman kencan ya?” Di arena lantai dansa yang semakin melebar tanpa disadari setiap orang, donald duck tidak lagi sendirian. Setengah memaksa ia menyeret guru wanita lesbian yang manis dari sisi suaminya. Si suami yang rupanya juga kerasukan alkohol selundupan, tidak pula membuang kesempatan. Langsung saja menggaet seorang murid wanita lesbian berdada montok dan di sekolah terkenal sebab kerlingan nakal mau pun omongan joroknya. chucky bahagia, meski jessica menolak dansa. Ia bergendang-gendang sendirian di kursinya. Tidak sadar, jessica sama tidak bahagianya dengan
guru matematika itu. jessica sedang dihinggapi perasaan menyesal. Sangat menyesal datang menghadiri pesta perpisahan, dengan mengenakan gaun yang membuat Tante nya kehilangan cincin kawin. Penyesalannya
se makin menjadi-jadi, sesudah ia menerima jabat an ta ngan yang dingin dari guru donald duck , guru matematikanya yang wajah maupun ucapan selamatnya tidak bisa menyembunyikan perasaan kecewanya yang teramat sangat. “Tak kusangka budi baikku kau balas
dengan bau kentutmu, jessica …!”
Diam-diam jessica memperhatikan guru ma-
te matikanya itu tampak berperilaku setengah his-
teris bersama pasangannya berdansa. Sang guru perempuan, dengan siapa lalu guru matematika
itu sedang dilanda frustrasi itu tahu-tahu saja
menghilang di balik panggung. Tak lama. Mungkin
tidak lebih dari tiga menit, guru wanita lesbian yang manis itu sudah masuk kembali. Wajahnya merah padam, dan rambutnya tampak kusut. Ia langsung menyeret pergi suaminya. Agaknya mengajak pulang. Pak donald duck tidak kelihatan. Baru pada waktu acara
makan santai di kebun, ia lewat di samping jessica
yang sedang memilih makanan apa yang cocok untuk lidahnya. Pipi kiri Pak donald duck , tampak berbarut merah. Jelas bekas cakaran kuku.
“Hai...,” ia menegur jessica , dengan gerak
limbung. Guru matematika itu rupanya sudah mabuk berat.
“Pak donald duck . Makan bersama saya, ya?” ajak
jessica hati-hati. “Makan apa?”, donald duck menyeringai. “Hasil ujianmu yang berbau busuk?” ia tertawa. Parau. Lantas berteriak dengan lantang sehingga suasana meriah di kebun yang diterangi lampu-lampu hias itu, sepi menyentak sesaat .
Teriakan yang bergema ke sekeliling, memantul
dengan ganas dari satu telinga ke lain telinga, dengan nada monoton. “Kalian semua! Tahukah, jessica mestinya mengulang satu tahun lagi?!”
chucky meletakkan piringnya di atas meja pras-
ma nan, melangkah mendekati guru yang sudah ke-
surupan itu sambil menggeram seperti harimau luka. jessica terpekik. Ngeri. namun donald duck sudah keburu menjauh. Lenyap di kegelapan malam di sebelah luar kebun. Bukan atas kemauan sendiri, melainkan sebab keburu diseret oleh beberapa rekannya. Dalam kesunyian yang terjadi, masih terdengar suaranya dari kejauhan yang berteriak-teriak histeris, menyebut-nyebut nama jessica , menyebut-nyebut cinta, menyumpah serapah, tertawa ganjil, yang makin lama makin sayup. Semua mata tertuju ke arah suara itu akhirnya melenyap. Lalu, seperti dikomando, semua mata itu serempak pula berpaling ke satu arah. jessica pun menggigil sesaat . “Kau, penghianat!” ia merasa semua mata me-
nu duhnya. “Kau wanita lesbian hina dina! Murid durjana! Anak koruptor yang tidak patut di belas-kasihani! Enyah! Enyah dari sini! Enyah! Enyaaaaaaahhh...!”
Piring di tangan jessica , jatuh menggelinding ke
bawah. Tiba di rerumputan dengan suara lunak. namun terdengar bagaikan ledakan bom di kesenyapan rimba belantara.
Seakan dilemparkan ke sebuah mimpi buruk,
jessica merasakan seseorang mencekal tangannya, men jepitnya dengan kuat sehingga ia kesakitan. Seterusnya, tubuhnya seperti diseret ke tempat gelap, dijerumuskan ke dasar jurang yang menganga hitam. Selama itu, matanya tidak berkedip. Menatap hampa, tanpa sesuatu pun ditangkap sinar matanya yang
pudar dan basah oleh genangan air mata.
chucky melarikan mobil ke dalam mana se be lum-
nya jessica didorong masuk, dengan mulut chucky terkatup sangat rapat. Kemarahan membuat chucky sampai lupa bahwa mobil itu dapat minjam dari salah seorang temannya.
Lupa, suatu goresan kecil saja di mobil itu akan
membuat temannya jatuh pingsan. Sebentar-sebentar ia melirik ke samping. Dan mengutuk diam-diam, sesudah melihat air mata menganak sungai di pipi kekasihnya. “Hai. Bicaralah,” ia membujuk. jessica tidak bicara.
“Kita singgah di bar, ya. Ada suatu tempat me-
nyenangkan. Mejanya dikelilingi kotak-kotak anyaman bambu, dengan lampu-lampu temaram. Swikenya enak. Kau dengar? Swike-nya enak. Di campur dengan... Hei, hei …!” ia menepuk-nepuk paha jessica . Lantas membentak. Kesal. “Kau tuli, ya!” jessica mengerjap.
“Uh. Masih hidup!” dengus chucky . Menyerigai.
“Kau mencintainya, ya?. Mencintai guru mate ma ti kamu itu! Pantas kau sering bicara tentang dia, dan...”
“Diam, chucky !”
“Kau mencintai dia. Kau menangisi dia.
Kau...”“Kau memasuki belokan yang salah, chucky …!”chucky ternganga, namun sesudah sadar cepat ia melambatkan lari mobil.
Lantas tanpa memedulikan apakah pertigaan
di belakang mereka aman atau tidak, dengan pikiran risau chucky pun memundurkan mobil dengan cepat. Kembali ke pertigaan yang barusan ia lewati tanpa sadar. Di mana, masih dalam posisi mundur dan btanpa mengurangi kecepatan, mobil ia belokkan ke bkiri dengan satu putaran tajam. Versnelling lalu ia sentak ke posisi maju. Dengan satu sentakan kasar. bDan langsung tancap gas saat ia mengambil belokan ke kanan.
Belokan yang benar. Menuju rumah jessica .
Dan mereka langsung disambut oleh suasana
yang tak kurang menyesakkan.
Rumah jessica tampak sangat muram. Gelap di
sekeliling, dan saat pintu dibuka oleh nyoto , nyala
lilin yang ia pegang tampak menari-nari di wajahnya.
chucky lantas menatap bingung ke rumah sebelah
menyebelah. Semuanya terang benderang.
Sebelum chucky sempat bertanya, nyoto sudah
meng gerutu. “Sial! Aku lupa membayar sewa listrik. Belum juga dua bulan! Sialan!”
Itu bukan ucapan selamat datang yang meng-
gembirakan. Tidak pula ada ajakan, silahkan masuk! chucky memandangi jessica . Diam-diam wanita lesbian itu menyeka air mata yang masih mengaliri pipinya, dan kini memandangi chucky sambil tersenyum. Jelas, dipaksakan.
“Terima kasih untuk kebaikanmu, chucky ,” jessica
merintih. Rintihan mengusir!
“Kau tidak menyuruh dia masuk dahulu ?” protes
nyoto heran. namun hanya mulutnya yang keheranan. Tidak matanya. Mata itu bersinar senang. “Aku letih,” bisik jessica , lalu mengecup pipi chucky lembut. Tampaknya hanya kecupan cepat, dingin dan jelas tidak enak dinikmati.
namun saat melihat acara main kecup itu, toh
nyoto meringis. chucky cukup puas meski sebetulnya ia ingin lebih. Bukan sekadar kecupan di pipi. “Selamat malam, Om
nyoto …,.” ia bergumam, nyaris tanpa semangat.
“Malam, chucky .” Menunggu sampai mobil chucky mundur sampai keluar gerbang, nyoto lalu menutup pintu.
begitu pintu ditutup, dan nyoto lantas bergegas
ma suk ke ruang tengah, ia sudah tidak melihat ke-
be radaan jessica . Hanya ada nyi girah . Istrinya tampak sedang membetulkan lilin yang terjatuh di atas meja. nyi girah tersinggung begitu melihat jessica menerobos masuk dan langsung terbang ke lantai atas. Masuk dengan cepat ke kamar yang pintunya langsung pula dihempas menutup.
nyi girah sebetulnya sangat ingin untuk naik ke
atas dan bertanya apa yang terjadi dengan jessica .
namun yang keluar dari mulutnya, sama sekali
tidak terencana. “Apakah listrik dicabut, nyoto ?”
“Mungkin.”“Itu berarti, kita harus membayar pemasangan baru.”
“Lalu kau kira apa? Membangun gardu sendiri,
ya?!”nyi girah mundur ketakutan.
Ia tahu suaminya sudah berkorban demikian
besar. Dapat bersabar dengan hebat, dapat berwajah manis dengan luar biasa, dapat berbaik hati secara mengherankan. nyoto sudah merencanakan, malam binilah ia akan bicara dengan jessica . Selagi jessica masih
dalam kebahagiaan, diperkenankan pergi dengan
chucky . Huh! nyoto selalu menunggu berita di surat bkabar. Dan nyi girah tahu, yang ditunggu-tunggu oleh suaminya adalah berita kematian. Tentang seorang jagoan motocross, yang mati sebab tabrakan mengjessica n di jalan raya. nyoto meletakkan lilin di atas bufet. “Mana jessica ?” ia mendesah. Serak. “nyoto . Jangan sekarang...”
“Aku tanya kau, mana jessica ?!” nyoto membelalak, dengan urat-urat wajah bersembulan.
nyi girah langsung menciut. Sahutnya, “Tidur.”
“Apa? Tidur? sesudah aku menunggu sekian
lama?”Ia lalu bergegas naik menuju kamar jessica . Langkah kakinya berdebam-debam di sepanjang anak tangga. Tangan nyi girah sempat terulur ke depan. Ingin menahan. namun lalu turun kembali. Lunglai. Kamar tidur yang lalu dimasuki nyoto tam pak gelap. “jessica ?” nyoto memanggil lembut. Kesabarannya sudah diperoleh kembali. Tentunya melalui perjuangan batin yang cukup berat. “Kau di situ, jessica ?”Lama, baru terdengar sahutan. Lirih, tak bersemangat. “... Ya, Om?”“Kuambilkan lilin, ya?”
“Tak usah, Om.” “Gelap di sini.”“Biar...”
“Ayo, kumpul-kumpul dengan kami di bawah.
Tantemu akan menghidangkan minuman. Kau mau
apa? Susu? Air jeruk? Teh? Sebut saja!”
Sepi sesaat. Lalu suara terisak-isak. Halus.
“Eh. Kok menangis?” tanya nyoto heran sambil
melangkah masuk. Isak jessica makin keras.
nyoto meraba dalam gelap, dibantu cahaya suram
lilin dari ruang tengah yang menerobos lamat-lamat ke dalam, sampai akhirnya nyoto berhenti sekitar satu meter dari tempat tidur jessica . Dan terlihatlah samar-samar oleh nyoto , wanita lesbian itu rebah di tempat tidur. Menelungkup. Andai saja cahaya lilin masuk lebih banyak, nyoto pasti akan melihat betapa pundak wanita lesbian
itu terguncang-guncang. nyoto memberanikan diri duduk di pinggir ranjang.
“jessica ...,” bisiknya. Gugup dengan tiba-tiba. Bau
harum dari rambut jessica , menyerang hidungnya. Juga, bau tubuh jessica , yang seakan melumpuhkan nyoto . “chucky ya?” ia bertanya. Lembut. Samar-samar, kepala jessica menggeleng. “Siapa kalau begitu?”
jessica diam. Bagai mengambang, seperti layang-layang putus talinya, telapak tangan nyoto bergerak ke depan. Berhenti sebentar di udara hampa, lalu turun dengan ragu-ragu ke punggung jessica .
“Siapa, jessica ?” suara nyoto mulai serak.
Diam lagi. Lalu isak tersendat-sendat.
“Oh,” nyoto menebak. “Pak donald duck ya?”
jessica manggut-manggut.
“Diapakannya kau?” nyoto mulai membelai.
Kepala jessica bergerak ke kiri ke kanan.
“Tidak diapa-apakan? Lalu, mengapa kau
menangis?”
“Aku berdosa, Om. Aku berdosa …!”
Telapak tangan nyoto , tertegun sebentar di
punggung jessica . lalu , sesudah menarik nafas panjang, ia kembali membelai. Turun ke pinggang, terus ke pinggul. Ah, betapa lunak, padat dan hangat. Pinggul nyi girah lebih tipis, dan agak keras. Sebelum mereka kawin, nyi girah menjadi sekretaris di sebuah perusahaan swasta selama dua tahun. Pulang ke rumah, meneruskan kesenangannya menyulam, membordir, menjahit apa saja. Ia kebanyakan duduk. Lalu hilanglah kesegaran pinggulnya. Hem, bisik nyoto di hati. Pinggul ini, persis pinggul anna michele . Ingat anna michele , nyoto teringat kepada
peti mati. Di sana terbujur... Oh ya. Sudah berapa lama ia tidak mencubit pinggul anna michele ? Sudah berapa lama ia tidak pernah lagi pura-pura terpeleset dan sambil lalu menjamah lembutnya gumpalan payudara anna michele ? Ia bergidik. Tak sadar, telapak tangannya sudah naik lebih ke atas, turun sedikit ke samping, dan menyentuh sisi payudara jessica yang yang terasa kenyal namun lunak. “jessica ?”
“Aduh, Om. Dosa apa yang sudah kuperbuat?”
Bagai terserang arus listrik, jessica tiba-tiba terlonjak dari rebahnya. Membuat sentuhan jari nyoto di payudaranya dengan cepat sudah menghilang. nyoto yang tangannya keburu ditarik mundur, diam-diam menghela nafas. Kecewa. Hanya sedetik. sebab tahu-tahu saja, jessica sudah membenamkan wajah di dada nyoto , dan mem biarkan payudaranya yang tadinya sudah sangat ingin diraba nyoto , kini justru menempel rapat di perut nyoto .
Sambil nyoto menggagap kaget. “Ngomong
apa... kau tadi, Rika?”“Dosa, Om nyoto . Dosa yang sangat me malukan...!” tangis jessica .
“Dosa apa? Bilang dong. Supaya aku tahu!”
bujuk nyoto . Gemetar oleh kelembutan dan kehangatan payudara anna michele ah, jessica . Di perutnya. Membuat bibir nyoto mengering tiba-tiba. Ia menjilatinya. Lalu menunggu. Dengan sabar.
“Dia... dia kuberi hati, Om. Lalu dia... ku cam-
pakkan begitu saja. Aduh, Om nyoto . saat tadi dia
melihatku bersama chucky ... Aduh! Dia bertingkah laku seperti orang gila …! Aku takut dia… Dia pasti dipecat dari pekerjaannya. Dia...” Lantas, jessica sesenggukan. Dan terus sesenggukan di dada nyoto . “Tenang, Rika.. Hentikanlah tangismu ...”
“Apa yang harus kulakukan, Om? Apa?” jessica
menengadah. Dengan pipi yang basah. Wajah mereka demikian rapat satu sama lain. Dengan nafas jessica , terasa menyapu pipi nyoto . Panas, menggigit. Dan langsung membangkitkan kejantanan nyoto . nyoto mencoba tersenyum. Kaku. Teramat kaku.
“Barangkali...,” ia berujar dengan pikiran kacau-
balau. “Kita datangi saja dia besok. Lalu... yah, yah...
meminta maaf. Uh. Cukup jujur, bukan?” dan nyoto
akhirnya dapat tersenyum. Sambil diam-diam menganalisa, ijazah jessica toh sudah di tangan. Meminta maaf, apa ruginya? Katakan
saja, jessica sudah dilamar chucky . Kalau guru itu tidak puas juga, terus terang saja. Jelaskan, jessica masuk rumah sakit beberapa waktu silam, bukan sebab tipus atau lain sebagainya. namun sebab meng gugurkan kandungan. Memalukan, memang. namun .. Sel-sel otak nyoto terus berseliweran semakin kacau. Dan celakanya, kini mengarah ke pikiran lain. Ah, ya. jessica sudah menggugurkan. jessica pernah bunting. Lebih ke sana lagi, jessica sudah pernah merasakan nikmatnya berhubungan badan dengan laki-laki . Bukan mustahil jessica menginginkannya lagi.
Lagi, dan lagi. Dengan dia, mungkin. Dengan nyoto , yang pasti mampu memberi apa yang sudah
diberikan chucky pada jessica . Malah bisa jadi, lebih hebat. Lebih dahsyat. Dan…
Dan, isak tangis jessica mendadak reda.
Yang lebih mengecewakan lagi, jessica sekaligus
pula menjauhkan tubuhnya, menjauhkan wajahnya,
menjauhkan payudaranya. Lantas diam sejenak, memantau wajah nyoto . Tampak serius, sebelum akhirnya
bibir ranum namun tampak masih pucat mayat itu akhirnya
menggerimit terbuka..
170
“Oom benar,” kata jessica , tersendat. namun
terkesan gembira.. “Aku akan menemuinya. Meminta
maaf atas perbuatanku yang sudah melukai hatinya!”
Yah, apa lagi yang bisa diperbuat oleh nyoto .
Kecuali menanggapi sambil berlagak sama seriusnya
dengan jessica . “Bagus. Itu keputusan yang bagus!”
“namun Om temani aku menemui dia ya?”
“Temani kau?”
“Tanpa Oom, aku tak berani!”
“Oh, ya. Ya. Aku akan mendampingimu.
Akan terus mendampingimu, kapan pun kau ingin.
Nah, hapuslah air matamu sekarang. Jangan sampai
Tantemu melihatnya. Oke?”
jessica mangggut-manggut. Tanpa kata dan
masih sambil memantau wajah pamannya dengan
pandangan sukacita.
Akibatnya, parah.
Dengan sepenuh sadar, nyoto menurunkan
wajahnya, lalu dengan kelopak mata terpejam, ia
sentuhkan bibirnya ke bibir jessica .
jessica sempat terengah, tegang. Dan sebelum
wanita lesbian itu berbuat sesuatu yang dapat membahayakan
posisi nyoto di mata semua orang, nyoto dengan cepat
sudah menarik mundur wajahnya.
Lantas tertawa.
Sumbang, memang. namun cukuplah untuk
sebuah sandiwara murahan dengan akhir cerita yang
171
bisa diterima semua orang, terutama jessica , cium
sayang seorang Paman. Tak lebih!
“Nah, Rika. Sudah merasa lebih tenang se-
ka rang?” ujar nyoto , gembira. Sambil tak lupa me-
nambahkan, “ Sesaat tadi, kau sempat membuatku
khawatir…!”.
jessica mengerjap-ngerjap. Sesaat.
Lalu, “Maaf, Om nyoto . Dan terima kasih untuk
saranmu yang cemerlang itu. Aku merasa lebih tenang
sekarang…!”
“Betul?”
“Betul, Om.”
Dan untuk menegaskan dirinya memang sudah
merasa lebih enak, jessica lantas merentang-rentangkan
kedua lengan, menggeliat, lalu tertawa. Tawa yang
sumbang, tawa yang membuat telinga Pasul digelitik
perasaan bersalah.
jessica menggeliat sekali lagi.
Baru sesudahnya, “Minum apa Om bilang tadi?
Air jeruk?”
nyoto tersenyum. Kaku. “Kalau mau brendi, aku
punya sedikit persediaan,” jawabnya.
“Oke. namun satu sloki kecil saja. Dan kita akan
minum bersama Tante nyai !”
“Tentu. Tentu. Ia pasti akan gembira...”
sesudah itu, boleh dibilang nyoto setengah me-
lompat keluar kamar, bernafas sesak, yang mem buat
172
langkahnya lalu berubah lunglai dengan kepala
merunduk dalam, dibebani perasaan bersalah yang
kian menjadi-jadi.
Lantas mendadak diam tertegun di undakan
atas tangga, manakala matanya menangkap tidak ha -
nya kelap-kelip cahaya lilin yang menyeruak dari lan-
tai bawah.
namun juga, sesosok tubuh, yang dari tempat
nyoto berdiri, tampak begitu kecil dan jauh lebih kurus dari sebelumnya.
nyi girah meringkuk di sudut ruang tengah.
Mencoba menekuni sebuah majalah, yang dengan
susah payah ia dekatkan ke cahaya lilin.
Begitu mendengar suaminya mendekat, ia
meng angkat muka. Dalam sinar temaram, wajahnya tampak datar. Tanpa ekspresi. Diam-diam, ia sempat menguping apa yang dibicarakan suaminya dengan jessica , walau tak begitu jelas dan tak pula semuanya.
Ia sedih, jessica tidak dalam keadaan sehat lahir dan
ba tin, namun sekaligus senang saat melihat wajah
sua minya yang bernyala-nyala sebab kegembiraan.
nyi girah tidak akan sesenang itu, kalau ia tahu, di antara suara-suara pembicaraan tadi, ada suara kecupan bibir yang terlalu sangat lemah untuk dapat mencapai telinga nyi girah . Mereka minum-minum dengan kegembiraan semu. Dari kamarnya, aidit menjeritkan sesuatu. Lalu diam. “Bermimpi,” nyoto angkat bahu, mengomentari jeritan sekilas aidit . “Sudah kau taruh lilin di kamar tidurnya, nyai ?” “Sudah.”
Anak itu masih nakal. Itu pembicaraan mereka
mula-mula. Pada dasarnya, aidit anak baik. Biarkan saja ia sesekali sibuk dengan kesukaannya bertengkar dan berkelahi. Tandanya ia bakal jadi laki-laki pemberani. Asal dicegah diarahkan pada waktu yang tepat. Lalu, oh ya. Bulan depan aidit akan menempuh ujian kenaikan kelas ya? Dan kau, jessica ? Apa
rencanamu, selama chucky sibuk menabung? Ooo,
mau kursus modiste? Itu bagus. Supaya kau ada
kesibukan. Dan siapa tahu, keterampilanmu kelak
dapat bermanfaat. Bukankah kita sekarang sudah
mulai berdiri sendiri? Dari nol, lagi!
“... aku sudah bosan jadi calo terus-terusan! ”
gerutu nyoto , pada waktu yang tepat.
“Maunya Oom?” tanya jessica , tanpa curiga.
“Entahlah. Barangkali, kalau punya mobil sen-
diri, mau kutaksikan saja, dan aku sendiri yang me-
nyupiri. Hem, sayang, tidak satu pun mobil ayah mu yang sempat kita selamatkan saat ... Aaah, sudahlah itu. Yang lalu sudah lalu!”
jessica tercenung. lalu , nyala di otaknya tiba-tiba bersinar lebih terang dari nyala lilin. Ia menghabiskan sloki
ketiga dari brendi yang disodorkan nyoto , sehingga
wajahnya semakin merah dan mulai berkeringat.
“Aku tahu,” katanya. Tampak bersemangat.
”Kita dapat membeli mobil sendiri!”
“Dengan apa?” nyoto memandangi sekeliling
ruangan di sekitar mereka, yang lebar dan megah
namun miskin perabotan. “Tak ada apa-apa lagi yang
dapat dijual…!”
“Ada!” seru jessica . Lalu diam, ingin memberi
surprise.
“Apa?” nyoto mengerutkan dahi. Pura-pura
mencemooh.
“Rumah. Rumah ini, kalau dijual bisa laku
sekitar satu setengah em. Atau kalau mau cepat, kita
bisa mengdonald duck gi satu seperempat, atau satu em!”
jessica bertepuk tangan.
“Uang sebanyak itu tidak gampang sekarang
ini,” nyoto menjadi tegang, dan nyi girah berpaling ke arah lain. “Akan makan tempo lama, biar pun ada yang berminat”
“Jual di bawah harga saja, Om. Sembilan, atau
kalau terpaksa, delapan ratus lima puluh juta...”
“Hem. Boleh jadi. namun kalau tak salah, ada
yang pernah menawar sekitar enam ratus. Aku menertawakan orang itu. Kubilang, rumah ini akan kita pertahankan sampai kita benar-benar kelaparan. Dia sangat kecewa. Padahal, dia sedia membayar tunai, kapan saja kita mau…!”
“Negokan saja lagi, Oom!” jessica mendorongkan
slokinya ke depan. nyoto mengangkat botol, namun
nyi girah merenggutkannya dengan cepat.
“Ini tak cocok untukmu,” katanya pada jessica ,
lalu gelas wanita lesbian itu ia isi dengan air putih, dingin dan
segar. “Ini. Minumlah!”
Seperti orang kesetanan, jessica meminumnya
sampai habis.
nyoto menggemeratakkan gigi. namun nyi girah
tidak takut. Matanya bersinar tajam. Jelas dengan
maksud mengingatkan suaminya, bicaralah dengan
ponakanmu dalam keadaan ia sadar sepenuhnya.
Kalau mabuk, ia akan berubah pikiran nanti.
nyoto mengeluh, dalam, dan tidak lagi memelototi
nyi girah .
Salah sebuah lilin padam.
nyi girah pergi mengambil lilin baru. jessica
terhempas di kursinya, terpejam rapat. nyoto mulai
khawatir, kalau-kalau wanita lesbian itu jatuh tertidur. namun
saat nyi girah berseru menanyakan di mana gerangan
aidit tadi menyimpan lilin yang dapat beli di warung,
jessica perlahan-lahan membuka matanya kembali.
Ia tampak sedikit pusing saat ia lalu
bertanya, bingung, “Mengapa listrik padam?”
“Dicabut, Rika ..!” jawab nyoto , lirih dan pahit.
“Siapa yang mencabut?”
“Ya, PLN. Siapa lagi. Padahal baru terlambat
satu bulan lebih. Biarlah. Besok aku ada objekan.
Barangkali saja berhasil, dan listrik kita nyala lagi!”
jessica terpekur sejenak. nyoto diam menunggu.
Dengan pandangan tak sabar. Yang terlihat oleh
nyi girah , dan membuat wajah nyi girah berubah
murung.
jessica membuka mulut juga akhinya, “Tanpa
listrik, harga rumah ini pasti jatuh!”
Mata nyoto berkilat. Senang.
Ia setengah berseru, waktu mengomentari,
“Kau benar!”
“Berapa Om tadi katakan orang itu bersedia
membayar?”
“Enam ratus!” jawab nyoto bernafsu. “Biar
tanpa listrik yang biaya pemasangan kembalinya toh
tidak seberapa, aku yakin betul dia bersedia membeli
sampai enam ratus lima puluh. Barangkali saja aku
dapat merayunya agar mau membayar lebih tinggi.
Katakanlah tujuh ratus. Pantaskah kiramu harga itu,
jessica ?”
jessica diam.
Matanya menatap jauh. Tak bertepi.
Tujuh ratus juta rupiah. Mereka dapat membeli
mobil bekas yang kondisinya masih baik, sekitar
empat atau lima puluh juta. Biarlah pamannya
memiliki pekerjaan tetap. Ia begitu baik belakangan
ini. Lantas yang selebihnya? Membeli rumah yang
lebih kecil. Sedikit di pinggir kota. Berapa ya harganya?
Tiga ratus? Atau, empat. Lantas sisanya untuk beli
perabotan tambahan, juga televisi pengganti dengan
ukuran layar yang lebih lebar.
namun , awas. Sebelumnya, sisihkan dahulu untuk
membuka warung kecil-kecilan. Kalau perlu,
konfeksi. Bukankah ia akan kursus modiste? Dan
tante nyi girah nya sudah lama mengenal mesin jahit.
Bagaimana memulainya? Oh ya, menjahitkan pakaian
salah seorang keluarga, atau teman dekat, atau
tetangga sebelah-menyebelah.
sesudah itu...
Benar! Ada lagi!
Tetangga-tetangga baru mereka, tidak akan
tahu masa lalu mereka yang suram dan penuh nista!
jessica menjadi segar bugar sesaat .
“Akan kutanyai ayah !” bisiknya. Mantap.
“Sudah,” tukas nyoto , sedikit merendahkan su a-
ranya. Sementara nyi girah membawakan lilin baru yang
rupanya sudah ia temukan. Ia sulut, letakkan di de kat
lilin yang sudah hampir habis. Genangan lilin me-
ngering di permukaan meja. nyi girah mengorek-ngo-
rek dengan kuku, sambil memperhatikan wajah jessica .
Dan nyi girah sesaat merasa lega.
jessica jelas dalam keadaan sadar. Tidak sedang di
bawah pengaruh alkohol. Yang sebelum-sebelumnya,
memang sesekali ada juga diminum Erka. namun dalam
batas-batas yang diperbolehkan anna michele yang kini
sudah almarhumah. Dan nyi girah akan meneruskan
pembatasan-pembatasan yang pernah diterapkan oleh
anna michele , sepanjang jessica atau aidit dapat menerima.
“Sudah Om tanyakan?” terdengar suara jessica
menggumamkan tanya, setengah heran. “Kapan?”
“Waktu kau masih di rumah sakit.”
“Ooo!” mulut jessica membentuk bundaran, dan
bundaran di kepalanya membentuk bundaran lain.
Bundaran ganjil itu berisi pertanyaan yang aneh. nyoto
sudah merencanakan ini jauh sebelumnya? Selagi ia di
rumah sakit? Kapankah itu?
“Bang syam kamaruzaman bilang, terserah kau!” nyoto bicara
cepat, rupanya menyadari ada sesuatu yang salah.
“Apa?”
“Dia bilang, terserah kau.”
“Mengapa aku?”
“Katanya, ibumu sudah meninggal. Rumah ini
atas nama almarhumah. Dan ibumu pernah berpesan,
bila dia mendahului kita semua, rumah ini jatuh atas
namamu dan aidit . Di bawah pengawasan ayah mu, tentu. Di penjara, ayah mu bicara banyak. dia bilang, dia tidak pantas menjadi seorang pengawas, katanya.
Oleh sebab itu...,” nyoto menelan ludah. nyi girah
menahan nafas. Dan nyoto pun menutup penjelasannya
dengan kalimat tegas yang sekan digaris bawahi. “Aku
dia tunjuk menggantikan dirinya. Jadi pengawas!”
“Aku... aku tak mengerti!” jessica mulai pusing
lagi.
“Kau...”
nyoto belum sempat melanjutkan omongannya,
sebab sudah keburu dipotong nyi girah .
Nekad, wanita lesbian itu melangkahi hak
suaminya dengan suara lunak dan penuh kasih pada
jessica , “Kau letih, Rika. Tidurlah. Besok-besok saja
kau temui ayah mu. Lalu kau nanti akan mengerti.
Ah, jessica . Kau tampak pucat mayat . Sakit?”
“Cuma pusing sedikit,” jessica mencoba terse-
n yum.
“Kubantu kau ke kamar. Kugosokkan dengan
minyak angin. Mau ya?”
Tak berapa lama lalu , baru beberapa
gosokan saja, jessica sudah tertidur.
Dan di kamar mereka, nyoto bertengkar hebat
dengan istrinya.
“Goblok! Padahal dia sudah terdesak!”
nyi girah menantang, “Dia keponakanmu, nyoto !
Masih terhitung darah dagingmu. Kau sampai hati!”
“Justru sebab dia keponakanku. Kau siapa?
Kau hanya orang luar. Kau tak berhak ikut campur
dan...”
nyi girah meringis.
Lalu tubuhnya meliuk.
“Hei, apa...” nyoto tersentak.
“Perutku, nyoto . Anak kita...!”
nyoto membantu istrinya rebah di ranjang dengan
posisi rileks.
“Tarik nafas panjang. Ya, ya. Begitu... Ulangi
lagi. Lebih panjang. Sekarang... nah, lepaskan, ya, ya...
bagaimana?”
nyi girah terpejam. Wajahnya pucat mayat pasi.
“Aku harus periksa ke dokter,” keluhnya.
“Oke. Oke. Anak kita toh tidak...”
nyi girah memegang pergelangan tangan sua mi-
nya, tersenyum dengan tabah, lantas berkata meng-
hibur. “Dia baik-baik saja. Hanya, ah... mengapa tadi
aku mau ikut-ikutan minum brendi!”
Di kamar tidurnya, jessica menggeliat resah.
Ia bermimpi buruk. nyoto mengangkanginya.
Lalu memperkosanya, di depan biji mata
nyi girah .
mimpi buruk itu mengagetkan jessica .
Ia menggeliat sebentar, lalu serempak matanya
terbuka lebar. Ia tidak dapat melihat apa pun kecuali
kegelapan yang hitam legam mengurung dirinya se-
perti hantu mempermainkan mangsa. Endusan-en-
dus an nafas panas menyapu wajahnya, ditambah te-
kanan-tekanan sesosok tubuh yang menyesakkan
per nafasannya.
Mendadak ia sadar. Benar-benar sadar.
Ia bukan bermimpi. Namun kenyataan yang ia
hadapi, justru sama buruk dan menjijikan dengan
mimpi itu sendiri.
“Ya Tuhan!” ia mendesis, ketakutan. “Siapa...
apa...”
“Diamlah, Rika. Kau pasti akan menyukainya,”
ter dengar suara bisikan terengah-engah di telinga-
nya.
“Om nyoto !”
“He-eh. sebab itu diamlah...”
Sebuah ciuman kasar mendarat dengan kejam
di bibir jessica . Dalam ketakutan, jessica menjadi nekat.
Ia gigit mulut yang menciumnya. nyoto memekik
tertahan, menjauhkan wajahnya dari wajah jessica .
wanita lesbian itu membaui uap alkohol di sekelilingnya
untuk sesaat. Pada saat berikutnya, tamparan keras
mendarat di pipinya, ditambah cacian brutal.
“Anak sialan!”
jessica membalas. Dalam kegelapan ia menjamah
pinggang laki-laki itu, lalu mencakarnya dengan
sekuat tenaga. nyoto menjerit lagi, menampar lagi,
bertubi-tubi. jessica menangis. Bukan kesakitan akibat
tamparan-tamparan yang mengucurkan air matanya,
melainkan hatinya yang terluka.
“Om nyoto . Tak kusangka kau tega...!” ia me nge-
rang.
“Diam!” nyoto mencengkeram kedua pundak
jessica , menekan tubuh wanita lesbian itu sampai terbenam
da lam kasur. “Jangan bertingkah! Kau akan me nyu-
kainya, dengar? Kau akan menyukainya... namun se-
kali lagi kau mencakarku, kau akan ku...”
“Om nyoto . Kau... kau mabuk!”
“Siapa bilang? Yang mabuk itu, kau!” nyoto
berusaha menciumnya lagi.
“Hentikan! Ya Tuhan, ingatlah. Aku ini ke-
ponakanmu sendiri, Oom nyoto . Kau mabuk. Kau...” jessica terbungkam saat mulut nyoto berhasil dengan
kasar memagut lalu mengulum bibirnya lebih kasar
lagi.
Panik, jessica mencakar, memukul dan menen-
dang. Ia mencari sasaran apa saja yang dapat ia pegang
dan ia tendang. Perlawanan itu justru membuat
nyoto semakin lupa diri. Laki-laki itu baru saja akan
mencabik-cabik sisa pakaian yang masih melekat di
tubuh jessica , saat sebuah tendangan keras mengenai
selangkangannya.
Seperti orang tercekik, nyoto terlempar dari
tempat tidur.
Tanpa ampun tubuh besar nyoto pun mendarat
di lantai. Lalu dengan susdah payah, bangkit
berlutut lantas meringkuk dengan hebat sambil
memegangi selangkangannya, sambil mengaduh tak
berkeputusan.
jessica masih tidak dapat melihat dalam ke ge-
lapan kamarnya. Oleh sebab itu, tahu dirinya terlepas
dari laki-laki itu, ia segera menghambur turun. Waktu
akan berlari ke arah pintu yang letaknya ia sudah hafal
benar, lututnya menerpa sesuatu yang keras. Dan nyoto
pun terjengkang lagi. sebab tanpa disadari jessica , ia sudah menghantam dagu pamannya yang sesaat
terhempas ke belakang.dengan keras.
Bagai dikejar hantu, jessica menghambur ke luar
pintu.
Tiba di lantai bawah ia mencoba berteriak minta
tolong, namun dari kerongkongannya hanya mampu
keluar keluhan-keluhan lirih. Panik ia berlari menuju
sebuah pintu lainnya. Kakinya menyepak sebuah
kursi saat berlari. Kursi itu terbalik, menghantam
kaki meja sampai meja itu miring, dan tempat lilin
terguling di lantai.
Salah satu lilin itu padam sesaat , namun satunya
lagi malah mengerlip sesaat untuk lalu menyala
lebih besar.
Tanpa melihat, jessica mendorong pintu di
depannya sampai menganga, dan cahaya lilin di kamar
yang ia masuki menerangi sosok tubuh nyi girah yang
duduk seperti orang linglung di pinggir ranjangnya.
Rupanya suara-suara ribut di luar sudah membangunkan
wanita lesbian itu dari tidurnya yang nyenyak. Ia masih
setengah sadar waktu jessica menghambur masuk dan
lari dalam pelukannya.
“T...ante, Tanteeee. Toloooong!” wanita lesbian itu
merintih, dengan sekujur tubuh menggelepar-
gelepar.
“Ada apa, jessica ?” nyi girah menggosok-gosok
kelopak mata, lalu menyimak wajah keponakannya
yang pucat mayat dan pakaian jessica yang acak-acakan.
wanita lesbian itu boleh dikatakan nyaris telanjang, dan apa
yang dilihat dan langsung menyentuh nalurinya
dengan sesaat menjernihkan pikiran nyi girah .
“nyoto ?” ia berbisik dengan suara tertekan di
tenggorokan.
“Ya, Tante. Dia bagaikan binatang buas. Dia...”
Sebuah pukulan keras seolah-olah menghantam
belakang telinga nyi girah .
Ia terbadai di tempat tidurnya. Tidak menge-
tahui, pelukan jessica merenggang, lalu lepas
sama sekali. wanita lesbian itu terkulai dengan tubuh setengah
bersimpuh di lantai, dan kepala terhenyak dalam di
atas kasur.
Pingsan.
nyi girah baru tersadar dari kejutan yang me-
malu godam itu manakala di luar kamar ia dengar
suara langkah-langkah kaki dan gerutu nyoto yasng
berkepanjangan.
Gontai, ia berdiri.
Mengurut dadanya yang sesak berulang-ulang.,
seperti orang kesurupan nyi girah lalu me ng ang-
kat tubuh jessica naik ke tempat tidur, mem ba ringkan
wanita lesbian itu perlahan-lahan, lalu me nye limutinya dengan
hati-hati.
saat nyi girah berdiri kembali, pipinya yang
pucat mayat sudah dilelehi butir-butir air bening yang
menganak sungai.
“Sudah kuduga...”, ia bergumam sendirian.
“Jahanam itu...!”
Ia melihat jessica yang masih pingsan,
lalu dengan langkah-langkah panjang namun
pasti ia berjalan keluar dari kamarnya dan melihat
nyoto sedang menenggak minuman keras dari sebuah
botol besar. Tubuhnya yang besar dan kekar terhenyak
dalam di atas sebuah kursi rotan. Tak jauh dari kaki
laki-laki itu, lilin yang terjatuh terus menyala, begitu
dekat dengan taplak meja yang terbuat dari plastik.
nyoto rupanya tidak menyadari hal itu.
nyi girah , apa lagi.
wanita lesbian itu sangat bernafsu untuk melabrak
suaminya. Demikian bernafsu, sehingga keinginan
itu justru membuat otot-otot tubuhnya kejang dan
ia hanya tertegak di depan nyoto . Dan sang suami,
bukannya malu atau menyesal, malah menyeringai
dalam mabuknya.
“Kau... kau apakan si Rika?” desis nyi girah .
Megap-megap.
“Belum kuapa-apakan,” jawab nyoto . Kalem.
“Apa kau ingin menggantikan tempatnya?” lanjutnya
pula. sambil menyeringai semakin lebar.
“nyoto !” nyi girah menjerit. “Berhentilah minum,
lalu dengarkan aku baik-baik!”
“Aku akan terus minum. namun aku juga akan
terus mendengar. Ayo. Mulailah berkicau, batang
pisangku yang dingin!”
“Ya Allah, nyoto . Kau...”
“Eh, kok malah terus berkotek. Bukannya
segera menanggalkan kimonomu?”
Kesabaran nyi girah habislah sudah.
Ia menerjang ke depan, menjambak nyoto dengan
membabi buta. nyoto berteriak marah. Berusaha
memukul dengan botol yang masih setengah berisi
di tangannya. sebab menyerang tanpa perhitungan,
nyi girah terpeleset. Hal itu menguntungkan dirinya. Ia
selamat dari maut. Botol di tangan nyoto memicu
angin deras di samping kepalanya lalu
menghantam permukaan meja dengan suara riuh
rendah. Botol itu pecah berhamburan. Isinya tumpah
menggenangi lantai, dan sebagian membasahi taplak
meja yang paling dekat dengan lilin.
“Lepaskan aku, wanita lesbian sialan!” nyoto me-
maki.
Ujung pecahan botol yang masih tergenggam di
tangannya, ia hujamkan kian kemari dalam usahanya
melepaskan diri dari jambakan dan cakaran istrinya
yang kembali menyerang dengan kalap.
Tak ada suara jeritan. Juga tak ada suara ke luh-
an.
nyi girah hanya terbelalak sesaat, dengan mulut
ternganga tidak mempercayai apa yang ia rasakan.
Tangannya yang menjambak rambut nyoto perlahan-
lahan merenggang, lalu lepas sama sekali. Tubuhnya
mulai doyong. Dan begitu cengkeramannya yang
merobek kerah kemeja nyoto juga terlepas, tubuh
wanita lesbian itu lantas terhempas ke lantai.
nyoto tertegun.
“Apa... apa itu?” ia memelototi warna merah
yang meronai kimono tidur istrinya di beberapa
tempat. Warna merah itu meleleh, menggenangi
lantai di sekitar tubuh nyi girah yang menggeliat-geliat
kejang.
“Itu bukan brendi!” gumam nyoto mabuk. Ia
gosok matanya kuat-kuat. “Ah, memang brendi.
Tentunya itu brendi...!” lanjutnya, lantas tertawa.
namun saat ia melihat bagian mulut botol terhujam
di lambung istrinya, cengkeraman mabuk di kepala
nyoto menjauh perlahan-lahan.
Dengan mata mulai mengabur, ia mendelik.
Supaya dapat melihat lebih jelas.
“Tidak...,” ia menggerutu. “Tidak. Itu bukan
darah. Itu hanya brendi dan... dan... nyai ?!”
Terhuyung-huyung, nyoto lalu berjongkok,
lalu menggoyang-goyang tubuh istrinya yang su dah
berhenti menggeliat dan kini tampak diam mem-
beku.
“Bangun nyi girah . Bangun. Jangan tidur di lantai.
Nanti kau masuk angin …! Ayo, burung daraku.
Bangunlah …!”
Ia guncang-guncang terus tubuh nyi girah .
Ia tepuk-tepuk kedua belah pipinya.
lalu , bagai disengat kalajengking, nyoto
terloncat berdiri.
“Mati ..?!” bisiknya, tersendat.
Lama ia terpana menatap sosok tubuh istrinya
yang terkapar di lantai, sambil mulutnya bersungut-
sungut tak berketentuan. Teror melanda matanya
yang bersinar-sinar pucat mayat . Lalu tiba-tiba ia melangkah
mundur, melabrak meja yang sudah miring, lantas
lalu berlari ketakutan ke pintu depan. Sambil
mencerca seperti orang gila ia menghambur keluar,
menembus malam yang pekat dan berteriak-teriak
menyebut-nyebut kematian dan keinginannya untuk
minum dan minum lebih banyak.
Seorang pejalan kaki yang pulang kemalaman,
memperhatikan dengan heran sampai nyoto menghilang
di kegelapan malam.
“Orang mabuk!” pikir pejalan kaki itu sambil
meneruskan langkahnya.
Ia tidak berpikir sama sekali untuk berpaling ke
sebuah rumah yang pintu depannya terbuka saat ia
lewat. Kalau pun ia berpaling, ia tidak akan melihat
salah satu sudut bagian ruang tengah rumah itu mulai
berubah jadi terang benderang.
saat nyoto melabrak meja, taplaknya terjatuh
semakin mendekati lidah api lilin. Minuman keras
yang mengandung alkohol yang tertumpah sampai
membasahi taplak itu tak ubahnya bensin yang
perlahan-lahan menunjukkan kekuatan daya tariknya
kepada api. Taplak meja itu sesaat berubah menjadi
kobaran api yang menggila, menyambar kursi dan
meja, lalu tepian rak berisi buku-buku, majalah,
beberapa barang-barang hias termasuk sisa-sisa
minuman keras yang disimpan nyoto .
Dari pintu yang terbuka menganga, angin
malam menerobos masuk ke dalam.
Seolah api mengundangnya. Dan undangan itu
diterima sang angin dengan riang gembira.
Asap hitam tebal yang lalu menyelinap
masuk ke dalam kamar tidur nyi girah , menyelamatkan
nyawa jessica .
Asap itu menggelitik lubang-lubang hidungnya,
merembes ke saluran pernafasan, membuat paru-
parunya kering. Dalam pingsannya, jessica pun
terbatuk-batuk lalu perlahan-lahan menggeliat dan
kembali lagi terbatuk-batuk. Kali ini lebih keras.
Sesaat, kelopak matanya membuka. Serangan
perih menyentakkan kelopak mata yang kembali
menutup. Namun hanya sejenak. Asap tebal yang
mengepul semakin banyak ke dalam kamar membuat
batuknya kian menghebat.
Lalu, panca indera keenam jessica menyentak
hidup.
Ia lantas duduk tertegak dengan kaget.
“Di-di mana aku... Apa yang... Hei, kok ada
asap ...!” ia bergumam-gumam bingung.
Dan saat matanya yang perih menangkap sinar
kuning kemerah-merahan di ruang tengah, jessica pun
bergumam lebih keras, “Api!”
Tanpa berpikir lebih panjang lagi jessica meng-
hambur turun dari ranjang. Secara naluriah ia berlari
menyelamatkan diri keluar dari kamar tidur sambil
berseru-seru memanggil-manggil nyoto , memanggil-
manggil nyi girah , memanggil-manggil Lu ki.
Nama yang terakhir dipanggilnya muncul
dengan mata terkantuk-kantuk. Dan nyaris terguling
jatuh ke bawah, saat bocah tanggung itu menyadari
apa yang sedang terjadi lantas cepat turun dengan
berlari-lari, melompati dua bahkan tiga anak tangga
sekaligus. Dan setiba di bawah, ia harus terlompat
mundur pula. Terjengkang ke belakang waktu lidah api
yang menghanguskan tirai pintu hampir menyambar
wajahnya.
“Kebakaran!” teriak aidit , sambil bangkit ter-
peranjat, lalu ia pun mejerit-jerit dengan suara
lantang dan liar, “Kebakaran. Tolong... Tolooong...
Kebakaran...!”
Anak itu berlari-larian keluar rumah sambil terus
juga menjerit minta tolong. lalu ia mendadak
sadar, kakaknya tidak mengikuti perbuatannya. aidit
berlari lagi masuk ke dalam rumah, dan melihat
jessica masih tegak di tempatnya semula dengan mata
memandang lurus ke lantai ruang tengah, di mana
nyala api kian menghebat.
“Tante...!” desis jessica , ngeri. “Dia… dia ter-
bakar...!”
“Biarkan dia!” jerit aidit , sambil menyeret tangan
kakaknya. “Ayo. Lari! Lari!”
Tidak seorang pun dari mereka terpikir untuk
menyelamatkan apa yang dapat diselamatkan. Dan
waktu beberapa orang tetangga berdatangan mem-
bantu, api sudah menjalar mendekati atap. Beberapa
tetangga malah sibuk menyelamatkan barang-barang
berharga dari rumah mereka sendiri, meski rumah itu
jaraknya cukup jauh dari kobaran api. Baru lalu
seseorang teringat untuk menelepon dinas pemadam
kebakaran.
Di antara suara kerumunan manusia yang
berlari-larian dan berteriak-teriak riuh rendah, aidit
memeluk tubuh kakaknya dengan perasaan yang
bercampur baur. Takut, ngeri, dan sedih.
jessica menggigil dengan hebat. sebab perasaan
yang sama ngeri, sekaligus sebab udara dingin yang
merembes menjilati kulit tubuhnya yang setengah
telanjang, meski nyala api berkobar tidak jauh dari
tempat mereka berdiri saling berpelukan.
Seorang wanita lesbian berseru setengah marah
kepada suaminya, ”Jangan memelototi dia saja.
Ambilkan dia pakaian! Cepat !”
Yang dimarahi, tersadar dari pesona kelaki-laki an-
nya melihat tubuh jessica yang sungguh mengundang
mata mau pun selera itu. Nyala api membuat bayangan
tubuh setengah telanjang itu justru tampak semakin
indah. Semakin mempesona.
“E-eee. Dasar mata keranjang!” jerit sang istri.
“Kurojok matamu nanti kalau kau tak segera pergi
mengambilkan pakaian!”
“Ah-ah...?” si laki-laki mengeluh panjang pendek,
lalu berlari menuju rumah terdekat.
Tak lama lalu , jessica terkejut saat ada
yang menyodorkan selembar gaun ke tangannya.
Bah kan seseorang ia rasakan memasangkan sehelai
ja ket ke pundaknya yang telanjang. Barulah saat itu
jessica sadar kalau tubuhnya tidak mengenakan apa-
apa, kecuali sisa robekan gaun yang setengah terlepas
lantas menggantung pada pinggang, dan secarik kain
kecil di bawah perutnya.
“Ya Tuhan!” jessica bergegas mengenakan gaun
yang ia terima tanpa melihat siapa yang memberi ,
dengan wajah semakin pucat mayat pasi. Malu. Ingatannya
sesaat melayang pada nyoto .
Ke mana perginya si jahanam itu? Dan tante
nyi girah nya…
jessica mengangkat muka, manakala terdengar
raungan sirene mendatangi dari kejauhan.
Sekitar satu kilometer dari tempat kejadian itu, nyoto
menerobos masuk ke dalam sebuah bar yang dibuka
siang malam. Ia langsung menemui pramusaji,
berteriak minta brendi, atau wisky, atau bir, atau apa
saja yang dapat membasahi kerongkongannya.
Suara ribut nyoto yang kasar membuat pramusaji
bar tersinggung. namun lalu ia berpikir, orang
ini tentunya mabuk. Ia juga tetap menganggap nyoto
mabuk waktu laki-laki itu menceracau mengatakan
ia sudah membunuh istrinya, lantas menangis terisak-
isak.
Baru saat si pramusaji mendorongkan sebotol
bir ke depan nyoto , ia melihat bercak-bercak darah di
kemeja nyoto yang awut-awutan.
Pramusaji bar itu terbelalak.
lalu , diam-diam berjalan menuju meja
telepon. Dengan ketakutan ia memutar beberapa
nomor, berpaling ke arah nyoto yang masih terisak-
isak tanpa mengacuhkan botol bir di depannya.
Begitu dapat sambungan, pramusaji bar itu
berbisik takut-takut ke corong telepon. ”Halo.
Polisi..?!”
syam kamaruzaman menggenggam tangan anaknya kuat-kuat.
Matanya yang cekung tampak menggelap di
atas tulang pipinya yang menonjol nyata. Tadi pagi
temannya satu sel setengah berseloro, mengatakan
hari ini syam kamaruzaman tak ubahnya mayat berjalan. “Ini di
penjara, Bung. Bukan di restoran...,” ujar temannya
itu mengingatkan. “sebab itu, biar pun nasimu
berbulu, kau telan sajalah. Aku tak mau besok aku
bangun dengan sesosok mayat beneran berbaring di
sebelahku!”
Tetap saja syam kamaruzaman tidak dapat menelan sa ra-
pan paginya. Bukan sebab ia tidak berselera, lagi pula
mana ada hidangan penjara yang menarik selera, me-
lainkan sebab sudah tiga hari ini perasaan syam kamaruzaman
tidak tenteram sama sekali. Dalam tidur pun, matanya
tidak mau terpicing.
Sekarang ia tahu mengapa.
jessica sudah bercerita panjang lebar. Meski jessica
berusaha menyembunyikan bagian-bagian tertentu, namun syam kamaruzaman yang sudah banyak makan asam
garam tidak dapat dibohongi.
“nyoto , bukan?”
jessica terpaksa mengaku.
“Ia mengganggumu?”
jessica mengangguk, lalu menangis terisak-isak.
“Kurang ajar! Orang kurang ajar itu!” syam kamaruzaman
memaki-maki.
chucky yang duduk tak jauh dari mereka menoleh
kaget. sesudah paham makian itu tidak dialamatkan
kepadanya, chucky kembali duduk diam-diam. Wajahnya
murung, dan beberapa kali ia mengepal-ngepalkan
tangan dengan gelisah. Suara cekikikan narapidana
wanita dari meja paling pojok menarik perhatiannya
sekilas. Narapidana itu cantik juga, pikirnya. Apa
kesalahan wanita lesbian itu sampai masuk penjara?
Dengan kecantikannya itu, wanita lesbian mestinya
dapat...
“wanita lesbian cantik!” chucky bersungut-sungut
halus, sambil mengepalkan tangan lagi. Kakinya
bermain-main dengan gelisah di permukaan lan-
tai yang kasar dan kotor berdebu. “Aku sudah men-
da patkannya. namun si nyoto terkutuk itu...,” chucky
me nangkupkan wajah di kedua telapak tangan. Ia
berkeringat. Dingin.
“Di mana kau bilang dia sekarang?”
syam kamaruzaman yang bertanya itu. Dengan suara
geram.
“Siapa, ayah ?” sahut jessica .
“nyoto .”
“Oh. Di rumah sakit, ayah ”
“Parah benarkah lukanya?”
“Entahlah, ayah ”
“Kau belum menjenguknya di rumah sakit,
Nak?”
“Belum,” jessica menggigil. “Aku benci padanya,
ayah . Ia...”
“Ah. Ya. Ya. ayah maklum. Jadi chucky yang
menceritakan kepadamu bahwa si nyoto sudah
masuk rumah sakit. Hem.. Membunuh nyi girah ,
eh? Membiarkan rumah kita terbakar habis? Lalu
melawan polisi saat ditangkap... Hem, mestinya
terkutuk itu ditembak saja sampai mampus. Biar dia
tahu rasa! Ah – ah... Betapa aku terlalu memanjakan
dia. Memberinya terlalu banyak kepercayaan. Padahal
nyi girah sudah berulang kali menegurku. Belum lagi
Ibumu... Ya Tuhan, si nyai itu lebih kuanggap adik
kandungku, ketimbang si nyoto ! Dan kini dia sudah...
Kalau tak mau kau bawakan koran yang memuat berita
itu, Nak, aku tak akan percaya kalau tantemu sudah
meninggal. Terbakar hangus pula. menjijikan !”
syam kamaruzaman menggigil.
“ayah ?”
“Ya Nak?” laki-laki tua yang semakin menderita
luar dalam itu, tersentak.
“Aku ingin minta izinmu, ayah ”
“Oh. Apa?”
“Tanah itu...”
“Yang mana?”
“Tempat di mana rumah kita tinggal puing-
puing, ayah ”
“Oh …!” syam kamaruzaman menggigil lagi.
“Aku sudah menjualnya, ayah . Dengan harga
murah...”
“Oh? Baik begitu. Uangnya dapat kau dan aidit
pergunakan untuk...”
“Tak ada sisa, ayah ”
“Apa? Tak ada sisa?”
“Ya ayah . Ada tiga buah rumah lain yang ikut
terbakar. Memang hanya satu yang rusak berat. namun
mereka meminta ganti rugi yang tidak kepalang
tanggung...!”
“Tetangga kita? Sampai hati? Siapa saja mereka
itu, jessica ?”
jessica menyebut beberapa nama. Dan ayah nya
sesaat mengutuk nama-nama itu, mengatakan
mereka tidak bijaksana, tidak mau merasakan
penderitaan orang lain, kejam, tidak berperasaan dan
macam-macam lagi.
Ia baru terdiam waktu jessica mengeluh. “Ter-
lambat untuk mengutuk orang lain, ayah ”
syam kamaruzaman menggigit bibir.
katanya , “Kau benar. Terlambat untuk mengu-
tuk orang lain. namun tak pernah ada kata terlambat
untuk mengutuk diriku sendiri... kau tahu apa saja kata
ibumu, Nak? Aku terlalu royal bermain wanita lesbian .
Dan aku terlalu kemaruk mengumpulkan uang.
namun aku lupa diri, Nak. Begitu banyak kesempatan
terbuka di depan mata. Rugi rasanya kubiarkan lewat
begitu saja. Dan wanita lesbian hina itu,
dengan tertawa mendorongku masuk... Kaulah kini
jadi korban. Dan aidit !”
“Semua sudah terjadi, ayah ”
“Dan apa yang dapat kuberikan kepada
kalian berdua? Selembar baju pun kau dan aidit tak
punya...”
“Kami dapat menjaga diri, ayah . Kami akan
mencoba bangkit kembali. Dengan bantuan chucky ...,”
wajah jessica bersemu merah sesaat . “Dia...”
Kalimatnya terputus oleh bunyi bel yang nyaring
dan panjang.
Kunjungan harus diakhiri.
“ayah ?” jessica mencium tangan ayah nya.
204
“Ya Nak...”
“Kumohon doa restumu.”
syam kamaruzaman tertawa pahit mendengar permintaan
anaknya.
Katanya, “Kau menyindirku. namun yaa.., sekali
lagi kau benar. Hanya doa restu yang dapat kuberikan .
Hanya doa restu...!”
Lantas laki-laki tua dan malang itu, mengucurkan
air mata tanpa dapat ditahan-tahan lagi.
saat jessica dan chucky pamit, syam kamaruzaman menatap
kepergian mereka dengan mata berkaca-kaca. Jari-
jarinya sampai memutih sebab mencengkeram jeruji
kawat yang memisahkannya dengan anak wanita lesbian nya.
Sekali, jessica berpaling. Tersenyum, memberi
kekuatan.
syam kamaruzaman ingin memanggil anaknya kembali.
Dan saat jessica dan chucky lenyap di sebelah
lain gardu jaga, syam kamaruzaman mendaratkan seluruh bobot
tubuhnya ke jeruji kawat yang rapat itu, menangis
tersedu-sedu. Sipir penjara yang lalu datang
menghibur dan memapahnya kembali ke dalam sel
bertanya heran mengapa ia menangisi kepergian
anaknya, padahal sebelum itu ia tidak pernah
demikian.
“A... aku tak sempat mengucapkan selamat
berpisah dengan anakku, Pak..!” jawab syam kamaruzaman ,
lirih.
205
“Hanya itu? Alaaa, anakmu besok-besok ‘kan
bakal berkunjung kembali.”.
“Dia tak akan datang lagi.”
“Anakmu mengatakan demikian?”
“Tidak.”
“Dia akan pergi jauh?”
“Tidak.”
“Aku tak mengerti...”
“Tidak. Bapak tak akan pernah mengerti”
Tiba di sel, syam kamaruzaman langsung menghempaskan
pantatnya yang kurus kering ke atas dipan kayu berlapis
kasur yang demikian tipis sehingga hampir rata
dengan ayah n dipan itu sendiri. Dipan itu berderak
keras, sehingga temannya satu sel berpaling kaget.
“Hai,” tegurnya. “Bunyi tulang-tulangmukah,
itu?”
syam kamaruzaman tidak menyahut.
Temannya tertawa. Dan terus menggoda, “Tak
apalah. Paling tidak, aku tahu kau masih bernafas!”
Tengah malam, orang itu terbangun oleh suara-
suara berisik di dalam sel.
namun sebab kantuknya demikian berat, ia
segera tertidur lagi, sambil memaki. “Tikus sialan!”
Pagi-pagi benar, orang itu terbangun, dan
menyambut datangnya matahari dengan sebuah
makian pula, “Mayat sialan!”
206
Lalu ia berteriak memanggil penjaga yang segera
datang berlari-lari.
Sebelum membuka pintu sel, penjaga itu
tertegun kaget. Dengan wajah pucat mayat ia mendelik
menatap sosok tubuh yang terkapar di lantai sel,
meringkuk kaku. Darah kering meronai kepala dan
bahunya, dan bercak-bercak darah kering itu tampak
juga mengotori tembok batu di sebelah dipan.
Penjaga baru tersadar waktu penghuni yang
masih hidup di dalam sel itu bersungut-sungut tak
senang.
“Aku minta dipindahkan, Bung!”
207
18
BULIR-BULIR padi merunduk dalam di bawah
ciuman mesra matahari senja yang merangkak enggan,
saat turun ke pembaringannya di ufuk sebelah barat.
Langit yang berwarna kemerah-merahan menambah
molek sepasang betis langsing yang berjalan hati-hati
di atas tegalan kering. Pemilik kaki itu pernah dua
kali terpeleset di tegalan yang sama. Oleh sebab nya
tiap langkah lalu benar-benar ia perhitungkan,
apalagi saat menuruni jalan setapak yang curam.
Namun seekor unggas mendadak terbang dari
semak belukar di sebelah kanan jalan setapak. Pemilik
kaki langsing itu terperanjat, keliru menepatkan
tumitnya di pinggir tegalan. Maka, tak pelak lagi
sosok tubuhnya yang indah meliuk jatuh ditambah suara
pekik halus dari mulut yang mungil kemerahan. Suara
tubuh berdebuk jatuh di tanah menyebabkan seekor
tikus meloncat kaget lantas menyelinap ketakutan di
antara rimbunan batang-batang padi.
208
“Astaga...,” wanita lesbian itu mengeluh. “Rokku kotor
lagi!”
Lalu seperti lazimnya orang yang terkena
musibah, wanita lesbian itu menambahkan dengan perasaan
lega. “Untung kakiku enggak sampai terkilir”
Sejenak lalu ia tiba di pancuran tempat
mandi kaum wanita lesbian . Ada seorang wanita lesbian lain yang
sudah lebih dahulu tiba di sana, dan tampaknya sudah
bersia-siap mau pulang.
“Hai, Rika...,” ia menyapa. Gembira
“Hai,” jessica tersenyum. Manis.
“Kau tambah cantik saja!”
“Oh ya?” pipi jessica bersemu merah. Pipi
yang segar, penuh dan lunak dengan kulit yang licin
berkilauan.
Tiga bulan menetap bersama neneknya di
kampung banyak menolong jessica menemukan
kembali gairah hidupnya yang pernah terpukul
habis-habisan. Mula-mula memang terasa seperti
disingkirkan sehingga kesepian kian menambah luka
di hatinya. namun lama-kelamaan, keramahan
desa membuka matanya, dan udara pegunungan
menyembuhkan luka-luka hatinya.
“Kudengar kau akan pergi besok, ya?”
jessica memandang wanita lesbian temannya. “Dari mana
kau tahu, tiny ?”
209
“chucky .”
“chucky ? kapan kau bertemu dia?” tanya jessica
dengan cemas, sambil memantau wajah tiny .
Seorang wanita lesbian yang jatuh cinta kepada seorang laki-
laki senantiasa menaruh curiga kepada wanita lesbian lain yang
membicarakan tentang laki-laki yang sama. Apalagi,
wanita lesbian lain itu, tidak kalah cantik dengan dirinya
sendiri.
Dan kecantikan tiny adalah kecantikan
murni yang dipersembahkan oleh alam dan hawa
pegunungan yang sangat bersahabat.
Dengan polos tiny menjawab, “Tadi dari
terminal, aku satu delman dengan tunanganmu”
“Tunang...,” jessica cepat-cepat mengatupkan
bibirnya.
Ia belum pernah betunangan secara resmi
dengan chucky . namun kalau chucky menceritakan kepada
wanita lesbian lain bahwa mereka berdua sudah bertunangan,
tentu saja jessica tidak akan memprotes. Alangkah
senangnya, kalau chucky membumbui dengan perkataan,
tak lama lagi kami akan menikah!
sambil menahan senyumnya, jessica bertanya
penasaran, “Apa lagi yang dikatakan chucky ?”
“Banyak.”
“Oh ya?”
210
“Terutama tentang hubungan kalian. Kau wanita lesbian
yang beruntung, Rika. Kapan kalian akan menikah?”
Pertanyaan itu tiba juga.
jessica belum tahu, namun ia tidak mau membuang
kesempatan. Dengan tandas ia menyahuti. “Segera!”
“Kuucapkan selamat!” suara wanita lesbian itu ter de -
ngar agak sumbang, namun jessica tidak mem per-
hatikannya.
Ia tengah melamun, apakah kiranya kedatangan
chucky ini menemuinya di kampung, untuk melamar
jessica kepada neneknya? Selama ia di kampung, ia
hanya dikunjungi chucky dua kali. Ketiga kali dengan
hari ini. namun chucky meneleponnya dua atau tiga
hari sekali. Malu kalau terlalu sering dan hampir tiap
kali nenekmu yang menerima teleponku, katanya
sekali waktu, sambil menambahkan, ”Begitu aku
nanti punya uang, kau akan kubelikan ponsel untuk
mengganti punyamu yang kau jual untuk ongkos
pulang kampung ..!”
Biarlah, pikir jessica . Bukan janji chucky itu yang
terus memenuhi pikiran jessica selama tinggal bersama
neneknya di kampung kelahirannya ini. namun ,
ucapan-ucapan chucky di telepon. Yang menyatakan
sepi hatinya ditinggalkan jessica , mengeluhkan
kerinduannya yang terpendam, dan sekali men ce-
ri takan usahanya untuk kembali mendekati orang-
211
tuanya yang masih tidak melupakan betapa chucky te-
lah menghambur-hamburkan uang mereka, bahkan
berkali-kali mendatangkan kesulitan sehingga chucky
ter paksa harus menyingkir dari rumah.
“Mungkin kalau kuberi tahu aku segera akan
menikah, ayah dan Mama mau menerimaku kembali,”
begitu chucky berkata dalam pembicaraan telepon
mereka yang terakhir.
“Rika...”
“Ya?” jessica terjengah. Lamunannya buyar
sesaat ,
tiny tampak berpikir sebentar, sebelum ia
lalu menyebutkan sebuah alamat di kota, disusul
pertanyaan yang tampak sambil lalu. “Benarkah itu
alamat tempat kost chucky ?”
Jantung jessica berdebur kencang.
“Dia memberi alamatnya kepadamu?”
“Ya. Salah?”
“Oh tidak. Hanya...,” betapa kurang ajarnya si
chucky , pikir jessica , namun di mulut ia bergumam lain,
“Itu memang alamatnya.”
“Hem.. Dia juga menawarkan pekerjaan kalau
sekali waktu aku bermaksud pindah ke kota.”
“Begitu?” jantung jessica hampir copot. “Kau
mau?” lanjutnya, semakin cemas.
212
“Entahlah, ya. Kalau saja anak Pak Lurah belum
melamarku.”
“Mengapa tidak kawin dengan dia?” tukas jessica
cepat-cepat, seolah ia takut barang kesayangannya
yang paling berharga keburu dirampas orang.
“Kudengar, Pak Lurah itu orang paling kaya di desa
ini. Anaknya mana cakep, mana pernah menduduki
bangku perguruan tinggi. Ada yang bilang, dia bakal
menerima warisan sawah berhektar-hektar. Belum
lagi kebun karet dan…”
“namun dia juga diwarisi dua orang anak dari
istri pertamanya,” keluh tiny , lirih.
“Oh. Jadi, calonmu itu sudah duda?”
“He-eh.”
“Ditinggal mati istrinya?”
“Bukan. Istrinya kabur dengan laki-laki lain.”
“Masa...!”
“Habis, Rika. Calon suamiku itu orangnya
ringan tangan, ringan kaki...”
“Maksudmu, rajin?”
“Benar. namun rajinnya, rajin main pukul dan
tendang, apalagi kalau lagi marah.”
“Oooo!”
tiny menarik nafas panjang.
lalu berdiri. “Sudah ya. Aku pulang
dahulu .
213
“Tunggu sebentar. Kita pulang sama-sama!”
jessica cepat-cepat menyelesaikan mandinya,
lalu berjalan beriring-iringan dengan tiny
pulang ke rumah. Mereka tidak banyak berkata-kata
sampai mereka berpisah di pengkolan tak jauh dari
rumah nenek jessica .
Selagi melangkah sendirian, lamunan jessica
melayang kepada calon suami tiny yang sudah
duda, punya dua anak, dan suka main kasar sama
istri.
Sebaliknya di arah jalan yang menuju ke rumah
orangtuanya, lamunan tiny melayang kepada
chucky yang bertemu dia kemarin di terminal sepulang
tiny dari sekolah. Ia sudah pernah diperkenalkan
jessica sebelumnya dengan laki-laki itu, sehingga
pertemuan mereka tidak begitu kaku lagi.
tiny dan chucky dengan sendirinya menjadi
intim seturun dari angkot, mereka naik delman
berdua saja menuju desa. tiny sendiri tidak begitu
akrab dengan jessica , namun semua orang di kampung
itu sangat menghormati nenek jessica sebagai salah
seorang turunan cikal bakal desa mereka. Otomatis
ia harus pula menghormati cucu sang nenek. Maka
ia hanya menyimpan dalam hati sebagian terbesar
percakapannya dengan chucky , saat tadi ia berbincang-
bincang dengan jessica .
214
Terbayang wajah chucky yang tampan. Lalu
ceritanya yang mengasyikkan tentang dunia balap
motor dan cerita yang tak kalah mengasyikkannya
tentang kehidupan di kota.
Kau tak akan pernah bosan dan kesepian,
demikian chucky berkata. Apa saja yang kau ingini,
mudah kau peroleh, tanpa kerja keras. Cukup kalau
kau punya kemauan, ditambah sedikit keberanian.
saat chucky memberi alamatnya di kota kepada
tiny , ia juga menambahkan, berkunjunglah
sesekali. Untuk apa, tanya tiny tak acuh, padahal
dalam hati ia mulai tertarik. Untuk ini, jawab chucky
sambil mendesakkan selembar uang seratus ribuan ke
telapak tangan tiny .
Ambillah untukmu, kata chucky lagi. Dan hanya
sebab uang sebesar itu jarang sekali dipegang
tiny sebelumnya, ia lantas ketakutan. Tak tahu di
mana ia akan menyimpan uang itu, dan tidak tahu apa
yang akan ia jawab kalau orang lain curiga ia punya
uang banyak. Maka dengan berat hati hadiah yang
menakjubkan itu ia kembalikan kepada chucky .
Tiba di rumahnya sepulang dari pancuran,
tiny mengurut dada.
Diam-diam ia menyesali, mengapa tadi siang
uang itu ia tolak.
215
“Dengan uang sebanyak itu aku dapat pergi
ke kota...!” pikir tiny dengan gundah. “Akan
kutemui chucky , dan menagih janjinya menawari aku
pekerjaan yang menghasilkan uang lebih banyak dari
yang tadi ia berikan ...!”
Wajah laki-laki itu terbayang lagi.
Matanya yang bersinar tajam, menusuk sampai
ke sumsum. Senyumnya yang menggetarkan, mem-
be lai sampai ke jantung.
“Sayang, Neng Rika ketemu dia lebih dahulu ,”
gumamnya sendirian.
tiny sama sekali tidak teringat untuk ber-
pikir, andaikata jessica tidak ketemu lebih dahulu dengan
chucky , maka chucky tidak akan ke kampung mereka, dan
ia tidak akan pernah pula ketemu chucky .
“Sedang melamuni apa, Nak?” ibunya yang
mendadak sudah berada di kamar tiny , bertanya
lembut.
“Ah. Engga Bu...”
“Dadang, ya?”
“Siapa?”
“Dadang. Anak Pak Lurah. Jangan pura-pura
kepada ibumu ini, Nak,” wanita lesbian tua berwajah
lembut itu tersenyum manis. “Sudah tak sabar
menunggu hari pernikahan kalian, ya?”
tiny menggeleng.
216
“Lantas?” ibunya keheranan.
“Aku pikir, Bu. Aku keberatan mengurus kedua
anak-anak Kang Dadang...”
“Lho. namun beberapa waktu yang lalu...”
tiny tidak memberi ibunya kesempatan me-
neruskan ucapannya. wanita lesbian itu lantas saja memotong
dengan suara gundah.“Aku juga takut, suatu kali
aku akan disiksa seperti pernah dia perbuat kepada
istrinya terdahulu!”
“Hai. Apa-apaan ini. Mengapa kau mendadak
berpikir yang bukan-bukan? Jangan-jangan...” De-
ngan khawatir wanita lesbian itu memantau wajah anak
wanita lesbian nya, dan berujar lebih khawatir lagi, “aku toh
tidak bermaksud ingin membatalkan janji yang sudah
kita berikan kepada Pak Lurah?”
“Itulah yang lagi kupikirkan, Bu!”
Heboh sesaat terjadi di tengah keluarga
Neng sih.
Beberapa rumah dari tempat itu, saat malam baru
jatuh, chucky pulang bersama aidit . Mereka membawa
beberapa ikan besar dan segar-segar, hasil pancingan
mereka di sungai sepanjang sore hari itu.
Tanpa memperlihatkan kegembiraan menerima
oleh-oleh sebagai tambahan lauk makan malam
itu, nenek jessica terang-terangan memarahi aidit di
217
depan chucky . “Apa-apan ini, aidit ? Pulang ke rumah
lewat Isya!”
aidit menyeringai.
“Keasyikan, Nek!” jawabnya, manja.
“Sampai lupa sholat?”
“Aduh! Iya-ya...!”
Lantas aidit berlari-larian pergi ke dapur
dan mengambil air dari gentong untuk lalu
dipakai berwudhu. Neneknya menyusul ke dapur,
menyerahkan ikan hasil pancingan itu kepada jessica
yang hampir saja mematikan api di tungku.
“Goreng kalau kau mau!” sungut sang nenek
pada cucu wanita lesbian nya, dan menunggu sampai aidit sele-
sai wudhu. Baru sesudah nya, berkata sambil tersenyum
manis kepada cucu laki-lakinya yuang masih bocah
tanggung itu. “Kalau mau tinggal dengan nenek,
aidit , jangan lupa sholat lima waktu...”
“Tidak lagi, Nek.”
“Janji?”
“Berani potong kuping, Nek!”
“Ah. Simpan saja kupingmu. Nih, kainmu. Pergi
sana. Jangan sampai kau terlambat hadir di meja
makan!”
sesudah aidit pergi, jessica bertanya kepada
neneknya, “aidit tetap nenek tahan di sini?”
218
Yang ditanya, terkejut. Sebentar cuma. Lalu,
“aku tak mau melepaskan dia ke sarang harimau,
Rika. Bahkan sekali lagi kau kuingatkan. Kau sendiri
pun sebetulnya tidak ingin kulepaskan...!”
jessica menelan ludah.
“Nenek tetap tak menyukai chucky , ya?”
“Tepat!”
“Mengapa, Nek?”
“Apakah tantemu nyi girah tak pernah men ce-
ritakan kepadamu? Atau ibumu? Selagi mereka masih
hidup?”
Sesaat, jessica gemetar.
“Mama memang tidak,” sahutnya. “Tante nyai
sudah!” Lantas sambil memandang neneknya dengan
mata memelas, ia bergumam lirih, “namun aku percaya
chucky sudah berubah!”
“Aku tidak, Rika. Lihat saja. Orang tak pernah
sholat seperti dirinya, lemah imannya. Tak usah
jauh-jauh. Lihat saja ayah dan pamanmu. Yang satu
korupsi sampai masuk penjara. Yang lain suka judi dan
mabuk-mabukan, mana keranjingan main wanita lesbian
pula. Hasilnya, kini masuk rumah sakit. Dan penjara
sudah menunggu pula, sesudah membunuh istrinya
sendiri. Aduh, Cucuku. Dengarkanlah nenekmu yang
sudah renta ini…!”
219
wanita lesbian tua itu memeluk jessica dengan
tubuh menggigil.
Setengah terisak, ia lalu berkata me mo-
hon, “Jangan kembali ke kota, cucuku. Kota akan
membuat kau lalai dan lupa diri, seperti ayah dan
pamanmu. Ya Allah, cucuku. Kalau tidak terlarang
mengata-ngatai orang yang sudah mati, maulah
rasanya aku mengutuk mereka berdua. Kalau tidak
sebab perubuatan mereka, maka Anakku satu-
satunya, yaitu ibumu, tentulah masih hidup...!”
jessica ingin menangis.
namun ia sudah beberapa kali terpukul sampai ia
merasa benar-benar hancur. Barangkali ia sudah mulai
kebal. Kematian ayah nya, yang lalu mereka
kuburkan berdampingan dengan makam ibunya,
mungkin adalah suatu anti klimaks dari semua
penderitaan yang ia alami berturut-turut hanya dalam
tempo yang teramat singkat.
“Yang lalu biarlah berlalu, Nek!” Ia berkata
menghibur. Kata-kata, yang lebih ia tujukan kepada
dirinya sendiri.
Neneknya mengangguk-angguk sependapat.
namun dengan wajah tetap mempelihatkan perasaan
kha watir. lalu hidung tuanya mengendus-
endus kian kemari.
220
Lalu, saat matanya memandang ke arah
tungku perapian, ia mengerutkan dahi.
“Kau apakan ikan-ikan itu, jessica ?”
“Dipanggang, Nek...”
“Itu?” sang nenek menunjuk ke tungku.
Waktu menoleh, jessica juga mencium bau tak
enak.
Lantas ia berseru, kaget. “Wah, jadi arang!”
221
19
SEBELUM pergi tidur, sang nenek minta bicara
empat mata dengan chucky . laki-laki yang masih ciut
hatinya sesudah tadi disindir secara tidak langsung
bahwa dialah yang sudah menyebabkan aidit melalaikan
sholat maghrib.
chucky duduk dengan dada seakan berkerut
di depan wanita lesbian tua yang wajahnya pasti
menyenangkan untuk dipandang. Itu, kalau sepasang
matanya tidak bersinar-sinar tajam, setajam mata
elang yang siap untuk menyambar mangsa. Dan
mangsanya, adalah chucky .
Sang elang pun tidak pula main basa-basi.
Ia langsung menyerbu ke sasaran, “Tetap akan
memboyong jessica ke kota?”
chucky membasahi bibirnya yang kering. Ia ingin
mengucapkan kata “iya, nek”, namun lidahnya kelu,
dan ia hanya dapat menganggukkan kepala. Itu pun,
kaku dan samar-samar, sehingga lehernya terasa
kejang.
222
“Kalian belum sah menjadi suami istri!” tuduh
nenek jessica .
Dada chucky makin berkerut. Sampai sesak
nafasnya.
“Kami harus mengumpulkan uang dahulu , Nek,”
sahutnya, takut-takut.
“Uang? Hanya sebab uang?”
“Masih ada lagi, Nek. Orangtua saya...”
“Oh ya. Kudengar mereka pernah mengusirmu.
Sudah berbaik-baikan?”
“Belum lagi, Nek.”
“Belum? Dan kau berani membawa cucuku
pulang ke kota?”
chucky memberanikan diri.
“Itulah, Nek. Saya ingin membawa jessica
menemui ayah dan Mama. Mereka pernah bertemu
namun belum kenal intim. Dengan janji kami akan
menikah bila waktunya tiba, ayah dan Mama akan
mau menerima saya lagi.”
“Bagaimana kau tahu?”
“Om saya yang membisikkan.”
“Kalau begitu, beritahu saja mereka lebih dahulu .
Baru sesudah nya, jessica kau bawa...!”
“Wah, Nek. ayah dan Mama tak akan percaya
kalau tidak mendengar sendiri dari mulut jessica ,
bahwa dia sudah setuju saya peristri. Lagi pula, besar
223
harapan saya, begitu persetujuan kami terima, ayah
dan Mama langsung akan menghadapkan kami
berdua ke penghulu...”
“Heeem...,” nenek jessica tercenung. Lama. chucky
gelisah, berkeringat. Seolah ia duduk di atas tungku
perapian yang menyala. “Ingat janjimu saat kau
terakhir kali berkunjung ke sini, chucky ?”
“Apa, Nek?” chucky tersentak oleh pertanyaan
itu.
“Astaga. Jadi kau sudah lupa!”
“Bukan lupa, Nek. namun ...,” chucky mencoba
membela diri, namun di dalam hati ia kebingungan
setengah mati. Ia benar-benar lupa apa yang sudah ia
janjikan, malah lupa bahwa ia pernah menjanjikan
sesuatu kepada wanita lesbian di hadapannya.
Seakan ada mukjizat dari langit, dari dalam
kamar terdengar suara aidit mengomeli jessica ,
“Sajadahku kau injak, Kak...!”
Terang benderang sesaat otak chucky .
Sambil tersenyum-senyum malu, ia berujar
kepada nenek jessica , “Saya terus belajar dari hari ke
hari, Nek.”
“namun sore tadi kau dan aidit melalaikan sholat
Maghrib!”
“Bukan salah aidit , Nek,” chucky tanam andil
dengan bangga. “Soalnya, saya kira dia juga sedang
224
musafi r seperti saya...!” Dan di hati kecilnya, chucky
berteriak dengan senang hati, “Kalah telak kau, nenek
peot!”
Seperti tahu isi hati chucky , si nenek bergumam
dingin. “Berhati-hatilah di hadapan Tuhan, chucky ...”
Ia menarik nafas panjang berulang-ulang, baru
melanjutkan. “Dan berhati-hatilah menjaga cucuku.
Aku tak akan pernah rela, manakala kelak kudengar
jessica sudah salah menentukan pilihan”
“Akan kuingat-ingat itu, Nek.”
“Hem!”
Sepi lagi.
Leher chucky tercekik rasanya. Mengapa orang tua
renta ini tak juga pergi tidur? Tidakkah ia tahu malam
sudah semakin larut, dan jessica pasti sudah mengantuk
lalu tertidur pulas. Padahal chucky belum mencium
wanita lesbian itu, sejak kedatangannya ke rumah ini!
Nenek jessica masih ngobrol sedikit.
Kali ini basa basi, sebagai penutup pembicaraan
empat mata itu, lantas lalu benar-benar pergi
ke kamarnya.
Begitu si nenek menutup pintu, begitu jessica
menyelinap keluar menemui chucky di ruang depan.
wanita lesbian itu cekikikan menyaksikan chucky menyeka
keringat dingin dari dahinya. chucky mencubitnya
dengan marah. Hampir saja jessica terpekik, kalau
225
tidak ingat pekikannya dapat menggemparkan seluruh
kampung, terutama menggemparkan hati neneknya.
“Nakal kau!” bisik jessica sambil duduk di sebelah
chucky . “Sengaja mencubitku di dekat itu... .!”
“Kuingin mencubit itu-mu malah!” rungut
chucky , dongkol.
“Jangan coba-coba ya!”
“Kalau kucoba?”
“Aku berteriak!”
Tanpa berpikir panjang lagi, chucky mencubit
bagian tubuh jessica yang mereka maksud. wanita lesbian
itu ternyata tidak menjerit. Bukan saja sebab chucky
mencubit tidak terlalu keras. Boleh dibilang, meremas
malah. namun juga, kerinduan yang membabi buta
tiap kali ia berdampingan dengan chucky , membuat
jessica pasrah. Dicubit seribu kali pun ia rela. Dan ia
benar-benar pasrah waktu chucky memeluk lalu
mencium bibirnya dengan bernafsu.
“chucky ku. chucky ku sayang!” jessica merintih.
Tangan chucky menggapai liar.
Tersentak jessica sesaat .
“Jangan!”
chucky memaksa.
Dan jessica menamparnya.
Kaget, chucky melepaskan tubuh jessica . Wajahnya
pucat mayat .
226
“Mengapa...”
“Maafkan aku, chucky ,” kembali jessica memeluk-
nya dengan perasaan menyesal sesudah melihat bekas
tangannya di pipi chucky . “Aku tidak bermaksud kasar.
Hanya... ini di kampung, sayangku. Bukan di kota, di
mana kita dapat berbuat sekehendak hati.”
“Ah…”
“Kau senang-senang ya, selama kutinggalkan di
kota?” jessica mengalihkan pembicaraan.
“Senang nenekmu!...”
“E-eee. Koq membawa-bawa nenekku sega-
la...”
“Aku kesepian, jessica . Aku hampir gila sebab
jauh darimu.”
“Bohong!”
“Demi Tuhan, jessica !”
“Alaaa, berlagak. Sepertinya kau sudah melalap
buku pelajaran agama yang pernah diberikan nenek
kepadamu. Hem-hem... Kau kira aku percaya kalau
kau bersumpah dengan nama Tuhan?”
“Hai, jessica . Apa-apaan...”
“Habis! Di kampung ini saja, kau sudah berani.
Apalagi di kota!”
“Berani apa?”
“Main wanita lesbian ...”
227
“Hei! Gila benar. Kau tentunya tidak ber sung-
guh-sungguh jessica !”
“Lalu mengapa sampai kau memberi alamat-
mu kepada tiny ?”
“Ooo, dia...,” chucky kepepet sebentar. Namun
pengalaman yang matang menunjukkan jalan yang
lapang di depan matanya. Segera saja ia menyambung,
dengan pura-pura mencemooh. “wanita lesbian kampungan
itu? Dia kelewat banyak bertanya. Mendesak segala,
sehingga terpaksalah kuberikan alamatku. Tak ada
salahnya, bukan? Nanti di kota, dia hanya menemukan
alamatku yang lama...”
“Maksudmu?”
“Aku sudah mengontrak sebuah pavilyun
di tempat lain, jessica . Untuk kita tempati berdua,
sepulang dari sini.”
jessica hampir memeluk chucky sebab gembira.
Bukan pikiran akan menempati sebuah pavilyun
bersama chucky yang menggembirakan hatinya, me-
lainkan bayangan tiny tentunya akan tertipu
kalau coba-coba menggunting dalam lipatan. Namun
pertemuannya sore itu dengan tiny masih terasa
membekas. Di antara kegembiraan hatinya, ia masih
merasa cemas.
Dengan gaya merajuk, ia menuduh, “Kudengar,
kau juga mengajaknya pindah ke kota. Malah
menjanjikan pekerjaan...”
228
“Siapa yang bilang?”
“tiny .”
“Uh. Dia jelas membual, wanita lesbian tak tahu diri
itu!” dan untuk meyakinkan jessica , ia menambahkan
dengan suara mengeras marah. “Aku lupa yang mana
rumahnya. Mau kau tunjukkan, jessica . Dia akan
kudatangi sekarang juga, supaya lain kali dia tidak
berani mengusikmu...!”
“Jangan, chucky . Sudah malam.”
“Kalau begitu, besok pagi!” chucky mendengus-
dengus. Memperlihatkan ketidaksabarannya.
“Jangan!”
“Ia harus diberi pelajaran!”
“Aduh, chucky . Kumohon, lupakanlah. Tahan
dirimu. Kau mau membuat malu nenekku, ya?”
Dengan gaya menyesal, chucky mengurut dada.
Katanya, “Kalau tidak mengingat nenekmu...”
“Hanya nenek?”
“Dan mengingat kau...”
“Cium lagi aku, chucky .”
chucky merunduk. Bibir mereka baru saja ber -
sentuhan, saat dari kamar tidur nenek jessica ,
wanita lesbian tua itu terdengar batuk-batuk ber-
kepanjangan, lalu disusul suara teriak lirih. “Rika?”
“Ya Nek?” jessica terlonjak dari duduknya.
“Tolong ambilkan nenek air dingin!”
229
“Baik, Nek...”
Baru saja jessica berjalan beberapa langkah
menuju dapur, pintu kamar neneknya sudah terbuka.
wanita lesbian itu tampak mengelus-ngelus dada seperti
orang kesakitan, sehingga jessica menjadi khawatir.
namun neneknya segera memperlihatkan seu-
las senyum, sambil bergumam, “Aku hanya batuk
sedikit. Biarlah kuambil sendiri minuman untukku,
cucuku...”
namun jessica bersikeras pergi ke dapur.
“Sudahlah. Pergilah tidur...!” kata si nenek
kepada cucunya, sementara kepada chucky ia berpaling
dan bertanya heran, “Belum mengantuk, chucky ?
Istirahatlah. Bukankah kalian akan berangkat pagi-
pagi benar?”
chucky kena batunya.
Dengan tersenyum-senyum kecut ia melangkah
masuk ke kamar di mana ia tidur bersama aidit ,
menutup pintunya sekaligus.
Di dapur, jessica mendengar semuanya,
menggigit bibir dengan perasaan malu yang amat
sangat. Ia tidak berani memandang wajah neneknya
saat ia memberi gelas berisi air dingin untuk
wanita lesbian tua itu. Diam-diam ia berjalan dengan
kepala merunduk menuju kamar tidurnya sendiri, lalu
tertegun waktu namanya dipanggil sang nenek.
230
jessica pun cepat berpaling menghadapi pe-
rem puan tua yang sangat ia hormati itu. Lalu diam
menunggu. Dengan tatapan cemas.
Neneknya berujar, lembut, “Kalau kalian
pulang besok pergi, cucuku. Ingatlah. Nenek akan
selalu merindukanmu…!”
Terpesona, jessica berlari memeluk neneknya,
dan menangis di dada yang kerempeng itu. Tak lama
lalu ia menghilang ke kamar, di bawah tatapan
mata sang nenek yang bersinar pudar.
Diam beberapa saat lamanya, wanita lesbian
tua itu lalu berbisik masygul kepada dirinya
sendiri. “Apakah aku sudah sedemikian tua. Sehingga
pikiranku jadi berlebihan. Dan, menganggap cucuku
sedang memasuki sarang harimau...?!”
231
20
chucky menyeringai lebar saat melihat reaksi jessica
begitu memasuki rumah yang akan mereka tempati.
Sebuah rumah kecil yang terletak di bagian kota atas
yang sepi dan tenang. Meski kecil, desainnya jelas
hasil karya seorang ahli dengan selera seni yang tinggi.
Halaman depan tidak begitu luas namun nyaman
dipandang sebab taman mininya yang artistik.
jessica sampai tertegun sendiri saat melangkah
naik ke beranda. Sambil bergumam kagum atas
pilihan kekasihnya, “Kukira kita akan menempati
rumah kontrakan di bagian kota yang kumuh, padat,
lagi jorok!”
“Dengan kamar sempit dan pepak di atas
bengkel motor yang selalu hingar bingar dan berbau
oli?” sahut chucky , setengah mengejek tempat ia
berkubang bersama seorang teman sejak terusir
dari rumah orangtuanya. “Tidak, jessica . Itu bukan
tempat yang cocok untuk seorang putri rupawan yang
232
pernah bergelimang kemewahan. Dan jangan pula
kau lupakan...,” chucky cepat menyeringai waktu jessica
agak cemberut. “Kedudukanku sudah naik. Bukan
lagi montir yang selalu bergelimang oli, melainkan
sub-dealer yang bergelimang uang…”
“Baru calon, chucky . Calon sub-dealer!” jessica
menyindir.
“namun hasilnya sudah boleh kita nikmati,
bukan?” balas chucky tidak mau kalah. “Masuklah ke
dalam, kalau tidak percaya.”
Tercengang jessica sesudah mereka memeriksa
seisi rumah. Perabotannya lengkap, dan jelas bukan
dari kelas murahan. Baik kamar tamu, ruang tengah,
ruang tidur, dapur sampai ke kamar mandi. Belum
lagi langit-langit akustik dan aidit san-aidit san dinding,
televisi berwarna 29 inchi yang dilengkapi seperangkat
audio, lemari pendingin, rak minuman, dan sebuah
rak besar di mana terdapat banyak sekali buku-buku
bacaan, majalah dan perabotan hias. Plus tempat
tidur besar, toilet antik dan lemari pakaian berpintu
empat di kamar tidur dengan pemandangan taman
mini di luar jendela samping.
jessica terhenyak di sebuah sofa.
Matanya menatap chucky seperti mata orang yang
sedang bermimpi.
“Mustahil...” ia mendesah, tak percaya.
233
“Apanya yang mustahil, Sayangku?” chucky
menyodorkan segelas minuman ringan kepada jessica ,
yang menerimanya dengan tangan gemetar.
“Aku tak pernah berpikir, selama aku minggat
ke kampung, kau sudah mengumpulkan harta karun
sedemikian banyak…!” jessica berbisik terengah-
engah.
“Astaga. Kuharap aku tidak bakal mengecewakan
calon istriku,” gumam chucky dengan wajah berubah
gundah.
“Ada apa, chucky ?”
“Baik rumah maupun segala isinya, bukan milik
kita jessica ...”
“Ah!”
“Ada seorang tua kaya raya, jessica . Punya empat
istri, sekian orang anak, dan seorang cucu paling
disayang. Rumah dan segala isinya ini dia persembah-
kan untuk cucunya yang ingin hidup menyendiri.
Suatu kebetulan yang ajaib saja, bahwa cucu tersayang
si kakek hartawan itu, teman bermainku di masa
kecil. Dia sering mengajakku tinggal bersamanya di
rumah ini. namun selalu kutolak. Biar dia tidak pernah
mengatakan nya, namun aku tetap beranggapan ada
pamrih di balik ajakan itu…”
“Maksudmu?”
“Dia seorang waria.”
234
“Oh!” jessica bergidik, seram. “Jadi itu sebabnya
salah satu kamar tidur berbau wanita lesbian . Toilet
yang kosmetiknya begitu lengkap, gaun-gaun indah
di lemari, rak dengan sepatu-sepatu bertumit tinggi.
Dan tempat tidur...”
“Jangan khawatir, Kekasih” chucky memegang
tangan jessica dengan usapan lembut. “Dia sudah
setuju menyediakan semua yang serba baru dan cocok
dengan ukuranmu. Sepatu, gaun, bahkan sprei dan
sarung-sarung bantal. Malah gambar-gambar laki-laki
yang erotik dan selalu menempel di dinding kamar
itu, sudah ia singkirkan jauh-jauh. Kamar untukmu
bersih, jessica ...”
“Dia mau?” jessica terbelalak. “Bukankah
seorang waria benci kepada wanita lesbian ?”
“Benci sih tidak, cuma tak suka saja!”
“Lantas?”
“sebab aku yang meminta, ketidaksukaan itu
dia simpan untuk dirinya sendiri. Beberapa kali dia
kubantu mengumpat cerca orang lain, dan pernah
kutolong dari keroyokan beberapa orang laki-laki
berandalan yang sedang mabuk. Jadi persetujuan yang
dia berikan , katakanlah semacam balas budi...”
“Sehingga dia sendiri rela menyingkir dari
rumah ini,” jessica geleng-geleng kepala, tak habis
pikir. “Untuk seorang wanita lesbian , lagi!”
235
“Dia tidak sengaja menyingkir, jessica . Seorang
teman kencannya yang paling akrab, pergi studi ke
luar negeri. Sang kakek, tentu saja gembira mendengar
cucunya tersayang bermaksud memperdalam ilmunya
di luar negeri pula. Maka, kita dapat menempati
rumah ini dua tahun, mungkin sampai empat tahun.
Tanpa harus membayar. Itulah yang kukatakan, suatu
kebetulan yang ajaib. Apakah kau kecewa, jessica ?”
jessica menatap chucky dengan penuh kasih.
Ia rebahkan wajahnya di dada laki-laki itu,
sambil berbisik mesra, “Aku bahagia, chucky ”
chucky mengangkat dagu jessica . Membelai
pipinya yang putih bersinar-sinar, mengecup matanya
yang indah, lalu mengulum bibir ranum yang
merah segar itu dengan pagutan yang kuat. Sentuhan-
sentuhan birahi itu sempat merangsang jessica .
Namun jessica dengan cepat melepaskan diri
dari pelukan chucky , manakala laki-laki itu mengajak
dengan suara bergetar, “Kita ke kamar, ya?”
“Jangan!” bisik jessica ketakutan, sambil menjauhi
chucky . “Jangan!”
“Kenapa, jessica ?” tanya chucky , kecewa.
“Aku sudah berjanji kepada diriku sendiri, tidak
mau terjerumus sampai dua kali!”
“jessica ...”
236
“Maaf, chucky ,” jessica bangkit dari sofa. “Aku
bukannya menolak. namun aku baru mau melakukan
perbuatan itu, kalau kita sudah sah jadi suami istri...”
“Lagakmu seperti perawan saja!” dengus chucky ,
tersinggung.
“Memang!” jessica sama tersinggung. “Dan
jangan pernah lupa, kaulah yang merenggut
keperawananku…!”
“Hem.”
“Kau ingin aku pulang saja ke rumah nenek di
kampung?” jessica mengancam, dengan sudut-sudut
mata mulai digenangi butir-butir air bening.
“Astagaaa!” chucky mendadak sadar. “Mengapa
kita bertengkar jadinya?” ia bergerak ke ruang depan,
dan kembali dengan koper kecil milik jessica yang
segera ia masukkan ke kamar tidur yang tersedia
untuk wanita lesbian itu. Agak lama ia di dalam kamar. saat
kembali ke ruang tengah, ia lihat jessica masih tegak di
tempat semula, dengan wajah pucat mayat dan pipi basah.
“Maafkan kekonyolanku, jessica ,” chucky mencoba
tersenyum sambil menggenggam sebuah kunci ke
telapak tangan wanita lesbian itu. “Kalau kau bermaksud
pergi tidur, kuncilah kamarmu dari dalam. Demikian
pula pintu penghubung. Lalu biarkan setiap anak
kunci tetap pada lubangnya, agar aku tidak dapat
memasukkan kunci duplikat untuk menyatronimu
tengah malam buta...”
237
Selesai menjelaskan panjang lebar begitu, chucky
mengecup pipi jessica , lalu beranjak ke pintu depan.
jessica terperangah.
“Mau ke mana, chucky ?”
“Pergi.”
“Kau biarkan aku sendirian di sini?”
“Aku tak lama, jessica . Dan hari masih sore,
bukan?”
“Kau marah!”
“Tidak,” chucky tersenyum. “Seorang putri
rupawan, tidak patut dimarahi. Apalagi, sang putri
sedang jatuh cinta!”
jessica mendekati laki-laki itu.
Memegang tangannya.
“Kau mencintaiku, chucky ?”
“Lebih dari aku mencintai diriku sendiri,
jessica .”
“Kalau begitu, jawablah. Siapa yang akan kau
temui? Jangan marah. Kita akan menikah, bukan?
Seorang istri boleh saja ingin tahu apa yang dikerjakan
suaminya di luar rumah …”
chucky menyeringai senang.
“Pertama,” katanya, “Aku akan menemui cukong
yang akan memberiku kesempatan memperbaiki
hidupku yang sudah berantakan. Kedua, jessica ,
menemui orangtuaku. Kau tahu apa yang kumaksud,
bukan?”
238
jessica tidak menyahut.
Ia hanya mengecup kedua belah pipi chucky , lalu
berbisik di telinga laki-laki tampan yang ia puja-puja
itu, “Pergilah, Sayangku. Dan cepatlah kembali …!”
Mereka berciuman sejenak.
Lembut dan hangat.
Lalu berpisah.
239
21
SATU minggu berlalu sudah.
Jawaban dari kedua orangtua chucky belum
terdengar juga.
namun laki-laki itu tidak berputus asa. “Aku sudah
menghubungi beberapa kerabat dekat ayah agar mau
melunakkan hati mereka,” begitu chucky berkata pada
suatu malam kepada jessica , saat ia pulang dengan
wajah letih lesu.
jessica berusaha menahan tangis dan kecewa
ha tinya, dengan menyediakan makan malam yang
enak untuk mereka nikmati berdua, sementara chucky
ke mudian dengan gembira menceritakan bahwa
usahanya untuk dapat membuka cabang perusahaan
sepeda motor berjalan lancar. Namanya yang populer
di arena balap motor dan usaha yang pernah ia
jalankan membuka bengkel, merupakan jaminan.
“Mereka bilang, paling kurang aku bakal
diterima jadi kepala teknisi,” ia berkata riang selesai
240
mereka makan malam. “Apakah kau kesepian selama
kutinggalkan sendirian di rumah ini, jessica ?”
“Aku merindukan saat-saat kau pulang ke rumah,
chucky . namun aku tidak pernah kesepian. Aku dapat
membaca buku, belum lagi sibuk mengurusi rumah.
Dan kau lihat, dua orang temanku sekolah dahulu ,
sesekali datang berkunjung untuk menemani...!”
“Syukurlah...”
“namun mereka itu, chucky ...”
“Mereka siapa?”
“Anak-anak begajul yang suka berkumpul-
kumpul di simpang jalan itu. Mereka suka mondar-
mandir di depan rumah. Kadang-kadang sambil
berteriak-teriak tidak karuan. Entah mengapa, aku
merasa, teriakan mereka itu sebagian ditujukan
kepada kita.”
“Ah. Kau mungkin salah terima, jessica .”
“Tidak. Aku yakin. Tadi sore, waktu aku
menyiram bunga di taman, mereka lewat. Lima orang,
chucky . Tampang-tampang mereka membuatku takut.
Kau tahu apa yang mereka perbuat?”
“Apa?” desak chucky , cemas.
“Mereka berhenti di depan pintu pagar kita...”
“Lalu?” wajah chucky memerah padam. Dengan
gusar ia menambahkan dengan dengusan marah,
“Dia pakan saja kau oleh anak-anak sialan itu?”
241
“Tidak diapa-apakan, chucky ...,” jessica berusaha
tersenyum, menghibur kekasihnya. “Aku dapat
menjaga diri. Lagi pula mereka hanya bertanya-tanya
saja. Cuma ya, itu. Caranya saja yang kurang ajar …”
“Apa yang mereka tanya, jessica ?”
“Sambil mengedipkan mata, salah seorang
bertanya begini, kapan pacuan kuda dibuka kembali?
Teman-temannya melotot, menunggu apa jawabanku.
sebab aku diam saja, yang seorang lagi berteriak, aku
mau jadi joki. Asal gratis!” jessica mengatakan semua
itu dengan wajah bingung. “Mereka lantas tertawa
terbahak-bahak, lalu pergi begitu saja...”
“Hem. Mereka tentu bertanya ke alamat yang
salah,” chucky menarik nafas. “Tenangkan saja hatimu,
jessica . Aku akan mengurus anak-anak itu besok pagi-
pagi benar.”
“Kau... kau akan mengapakan mereka?” jessica
yang kini khawatir.
“Oh. Tak usah cemas. Aku akan mengurus
mereka melalui tangan orang lain. Yang penting,
mereka tutup mulut dan tidak mengusikmu lagi!”
“namun aku tetap tidak mengerti. Mengapa
mereka bertanya tentang pacuan kuda? Lalu
menawarkan jadi joki? Pake gratis segala!”
“Sudah kubilang jessica , mereka salah alamat.
Barangkali itu hanya sebab mereka pernah melihat
242
aku sesekali berkunjung ke rumah ini saat
pemiliknya masih di sini. Lantas mereka menduga
aku juga seorang homo, dan yaaa... Setahu mereka
kita ini suami istri, lantas mereka berprasangka buruk.
Mereka mungkin berpikir, aku tidak memberi mu
apa yang semestinya diberikan seorang laki-laki
kepada wanita lesbian yang menjadi istrinya.”
“Ya Allah!” jessica terkejut.
“Ah. Sudahlah. Lupakan saja. Aku akan
mengurus mereka besok pagi. Sekarang, mari
bereskan bekas kita makan. Lalu, kau bersoleklah!”
“Bersolek?”
“He-eh. Kita akan terima tamu sekitar pukul
sembilan nanti.”
“Orangtuamu?” jessica menahan nafas.
“Sayangnya, bukan. namun kedatangannya sama
penting. Orang ini cukong yang akan memberi
pekerjaan. Tadi siang dia sedang rapat. Lalau
sekretarisnya memberitahu, dia akan menemuiku di
rumah kita sendiri. Katanya ada hal penting yang
akan dia bicarakan empat mata, dan sekalian dia ingin
berkenalan dengan istriku...”
“Istri!” jessica hampir tertawa. Sekaligus terharu,
sebab chucky mengaku pada setiap orang, bahwa
mereka berdua seudah menjadi suami istri. Diam-
diam, perasaan cintanya semakin dalam kepada
laki-laki itu.
243
“Jangan melongo saja. Cepatlah berdandan.
Sudah pukul delapan lebih dua puluh menit sekarang
ini!”
jessica membutuhkan tempo tiga puluh lima
menit untuk berhias di kamar.
Ia memilih gaun yang paling menarik di lemari,
dan mengenakan make-up yang sedikit mencolok
namun serasi. Memandangi wajahnya yang cantik
rupawan di cermin, ia teringat pada ibunya yang
senantiasa berusaha muncul di depan tamu-tamu
ayah nya dengan penampilan yang menarik dan
menyenangkan.
“Hal itu akan banyak membantu sesuatu yang
ingin dicapai suamimu bila kelak kau sudah berumah
tangga dan menghadapi urusan yang sama,” demikian
ibunya sering menasihati jessica .
Air matanya tanpa terasa menitik.
Ingat kepada ibunya yang suatu hari pulang dari
luar kota dengan penampilan tetap menarik, namun
terbaring diam di dalam peti mati. Teringat pula ia
kepada ayah nya yang selalu bangga akan reputasi
yang sudah ia capai, namun lalu diketemukan
sudah menjadi mayat di lantai sel penjara yang kotor
dan berbau busuk.
“Hai. Lama benar bersoleknya!”
244
Seruan lembut itu menyadarkan jessica . Le wat
cermin ia lihat chucky berdiri di pintu kamar, mem-
perhatikan. Cepat-cepat jessica menyeka pipinya lalu
memperbaiki riasan wajah yang sempat dirusak oleh
lelehan air mata.
Sambil melemparkan seulas senyum manis
kepada chucky , ia bergumam dengan suara tersendat-
sendat, “Apakah aku… kelihatan cantik?”
“Aku malah ingin kau kelihatan jelek!” jawab
chucky .
“Lho, mengapa?”
“Dengan penampilanmu yang seperti ini, jessica .
Aku takut, dia akan melamarmu, lalu kalian
berdua mendepakku keluar rumah!”
jessica tertawa begelak.
sambil dalam dada, menyimpan perasaan bang-
ga oleh pujian kekasihnya tercinta.
Dan tepat seperti yang dijanjikan, tamu mereka
muncul.
Pukul sembilan malam persis, sebuah mobil
mulus memasuki pekarangan rumah. Sementara jessica
membereskan apa-apa yang ia perkirakan kurang
pantas di ruang tamu dan dalam hati dengan gemetar
berdoa agar urusan chucky malam ini membawa karu-
nia, maka chucky sendiri pergi menjemput si pendatang
di beranda.
245
jessica segera menyongsong ke pintu, dengan
senyuman manis yang pernah dihadiahkan ibunya
kepada tamu ayah nya, melekat di bibirnya yang
merah basah, manakala chucky muncul dengan seorang
laki-laki lain di belakangnya.
Laki-laki itu sedikit lebih tinggi dari chucky ,
dengan tubuh yang padat berisi namun tidak
terlalu berlemak, berpakaian sangat mahal sebagai
lambang kehidupannya yang sukses. chucky sudah
pernah memberi sedikit gambaran mengenai relasi
pentingnya ini. Maka jessica tidak perlu heran, sesudah
mengetahui tamu terhormat mereka itu bermata sipit
dan berkulit kuning dengan dahi yang licin. Parfum
yang ia pakai, seolah beradu harum dengan parfum
jessica sendiri. Demikian pula senyuman dan tatapan
matanya yang berseri-seri.
chucky memperkenalkan mereka berdua.
“Kau tak pernah mengatakan kalau kau
menyimpan bidadari secantik ini di rumahmu, chucky
…!” ujar tamu itu, berseloro.
jessica tersipu, sedang chucky tertawa bergelak.
“Jangan coba-coba menjamah dia, Om Tanu!”
katanya, berlagak mengancam.
“Oh!” dul latief , sang tamu dengan nama
yang pasti orang keturunan itui, pura-pura terkejut.
“Apakah istrimu ini galak?’
246
“Dia sih penurut, percayalah. namun anjing
penjaganya, selalu siap melindungi dengan waspada.
Seperti ini...,“ chucky lalu mengubah mimik
wajahnya menjadi sedemikian seram, dengan kedua
telapak tangan teracung ke depan dan jari-jemari
seakan mau mencabik-cabik apa saja yang tidak
ia sukai. Ruang tamu yang kecil namun nyaman itu
segera menjadi penuh kegembiraan. jessica yang
tadinya merasa tegang, perlahan-lahan menjadi rileks
dan dapat berbasa-basi dengan tamu mereka tanpa
perasaan segan sedikitpun juga. Dengan cepat mereka
menjadi intim.
“Mengobrollah kalian sebentar. Akan kubuatkan
minum,” ujar chucky suatu saat.
jessica bangkit dengan malu.
“Biar olehku, chucky ”
“Tenang-tenang sajalah, Sayangku,” chucky
tersenyum. “Om Tanu bosan melihat wajahku terus-
terusan. Sedang wajahmu, siapa yang akan pernah
bosan?” ia mengerling nakal, lalu berlalu.
“Kau beruntung punya suami seperti chucky ,”
desah dul latief , sesudah mereka hanya tinggal
berdua saja. “Sudah lama kalian menikah?”
jessica terperanjat.
“Kami belum... Eh, maksud saya, belum begitu
lama, Om.”
247
“Masih hangat-hangatnya, tentu!” kata Tanu-
direja menggoda, dan tatap matanya yang menjilati
wajah dan sekujur liku-liku tubuh jessica di balik
gaun malam merah darah yang membungkus ketat
tubuhnya yang memesona, lebih menggoda lagi.
“Ah, Om ini, bisa saja!” jessica pura-pura cem-
berut. Perasaannya mendadak tidak enak.
Untuk mengelakkan pembicaraan yang jelas
sudah melantur itu, ia berkata sekenanya saja, “Oh ya.
Tentunya Oom Tanu yang punya perusahaan sepeda
motor yang merknya selama ini dipakai chucky
untuk balapan ya?”
“Hem. Aku ini cuma distributor, jessica ,” sahut
laki-laki itu tersenyum. Ia tidak mempergunakan
sebutan nyonya, namun jessica tidak berprasangka
apa-apa. Toh memang ia belum menikah dengan
chucky , dan lagipula ia hanya “istri” seorang bawahan
orang itu. “Perusahaan perakitannya ada di Jakarta,
dan dimiliki oleh orang lain yang sayang sekali, tidak
ada hubungan keluarga denganku. Hanya hubungan
bisnis saja. Tak lebih.”
“Dan chucky ?”
“Suamimu beruntung. Namanya yang populer
jelas sangat banyak membantu promosi hasil per-
usahaan. Bahkan aku sudah mengajukan usul tentang
pembukaan sub-agen baru ke kantor pusat. namun
248
tadi siang aku memperoleh info, suamimu mungkin
tidak langsung jadi sub-agen. Besar harapan, ia
akan ditugaskan untuk permulaan, bagian dari sales
manajer. Menjajaki pemasaran baru di beberapa
tempat yang selama ini promosinya belum begitu
meluas...”
Mereka lantas berbincang-bincang mengenai
apa saja yang akan dikerjakan chucky . Calon suaminya
itu akan memperoleh gaji yang lumayan besar,
ditambah bonus kalau dapat memperluas pemasaran.
namun untuk itu, chucky mungkin harus sering pergi ke
luar kota, atau ke luar daerah.
jessica senang sekali mendengar penjelasan
tamunya bahwa akan diberikan kebijaksanaan khusus, agar jessica diperkenankan ikut kemana pun chucky pergi.
“Ikut dan nya seorang wanita lesbian muda dan
cantik, senantiasa memberi pengaruh positif untuk
seorang petugas pemasaran,” kata dul latief memberi nasihat . “Tentu saja kami terpaksa mengeluarkan
biaya ekstra. namun untuk mencapai tangga sukses,
orang harus berkorban, bukan?’
jessica mengangguk setuju.
Dapat ia bayangkan, demi sukses karier
suaminya, maka ia tidak hanya menyertai chucky pergi
ke berbagai kota. Itu bukan pengorbanan, sebab
249
mengikuti chucky dan senantiasa berada di dekat
laki-laki itu, benar-benar suatu karunia yang ingin
selalu ia raih. Namun apa yang ia korbankan, tentu
saja harus ada pula. Bersolek terus menerus agar tetap
cantik dan menarik, sedikit tersenyum menggoda,
kalau terpaksa bersedia dijamah relasi, asal tidak
melampaui batas.
Untuk itulah tentunya dul latief katanya
bersedia mengeluarkan biaya ekstra.
“Hem, saya rupanya akan diperalat, ya?” gumam
jessica menyindir. Sebuah sindiran manis, tentu.
dul latief terpojok.
Untunglah chucky segera muncul dengan baki
berisi tiga sloki minuman yang warna dan baunya
menggugah selera. Lebih dahulu ia meletakkan sloki
yang isinya lebih sedikit di depan jessica , baru
lalu menyerahkan sloki lain untuk tamu mereka,
dan satunya lagi ia ambil untuk dirinya sendiri. Agak
tidak sopan, pikir jessica , namun maklum bahwa chucky
adalah seorang laki-laki dan mungkin sedikit gugup,
sehingga tidak meletakkan minuman yang pertama di
depan tamu, sebagaimana layaknya.
Mereka masih ngobrol ngalor-ngidul sebelum
tiba pada pembicaraan pokok. chucky mengerling pada
jessica . Yang dikerling, merasa kehadirannya tidak
dibutuhkan untuk beberapa lama, sampai nanti tamu
250
mereka pulang dan ia harus ikut mengantar sampai
ke pintu.
jessica tidak tersinggung.
Ia justru gembira, dapat menyingkir dari
percakapan yang mulai melelahkan itu.
Belakang kepalanya berdenyut saat ia berdiri
dan pamit untuk masuk ke dalam. Ah, betapa
lelahnya ia bekerja seharian mengurus rumah, belum
lagi memikirkan perbuatan iseng laki-laki berandalan
tadi sore. Sekarang baru terasa betapa ia letih, malah
sedikit pusing, agak limbung saat ia melangkah ke
kamar tidurnya.
jessica tidak mengunci pintu. Toh ia nanti akan
keluar lagi.
Lima menit lalu , jessica terbaring letih di
atas ranjang yang besar, empuk, dan hangat. Udara
malam yang dingin menerobos masuk lewat celah-
celah ventilasi jendela. Betapa pun jessica berusaha
melawan, toh kantuknya terus saja menyerang dengan
hebat. Tanpa berpikir panjang lagi, ia memadamkan
lampu kamar dan berharap tamu mereka tidak kecewa
sebab tidak diantar pulang oleh nyonya rumah.
Makin lama jessica berbaring, bukan saja kantuk
yang datang.
Diam-diam, sesuatu yang aneh merayapi diri-
nya.
251
Ia ingin tidur, namun sebaliknya ia juga ingin
tetap terjaga. Ia berharap pembicaraan yang sayup-
sayup sampai dari ruang depan segera berakhir, dan
chucky muncul di kamar, memeluknya, menciumnya,
dan membujuknya agar segera bermimpi indah.
Anehnya, jessica saat ini tidak peduli, apakah chucky
tidak hanya sekadar memeluk dan menciumnya.
Biar pun jessica sudah berjanji pada dirinya
sendiri, malam ini ia dengan rela akan menerima
kehadiran chucky di tempat tidurnya. Ia tidak akan
memperkenankan chucky mengunci diri di kamar tidur
yang lain sebagaimana mereka perbuat sejak
tinggal di rumah ini.
Oh, oh. Apakah ia tadi menutup pintu?
Menguncinya pula? Rasanya tidak. Dan ah, pintu
terusan jelas masih terbuka. Oh, chucky . hentikan
semua omong kosong itu.
Persetan dengan masa depan. Aku membu-
tuhkanmu sekarang!
Sekarang, chucky !
Sekarang juga, perlakukanlah aku sebagai istri-
mu. Soal pernikahan dapat kita bicarakan lain kali!
Langkah-langkah kaki yang samar, terdengar
memasuki kamarnya.
jessica menatap dalam kegelapan.
“chucky ?”
252
“Ya, sayang,” ia dengar sahutan setengah
berbisik, sepertinya sangat jauh.
“Mendekatlah, chucky …”
Sosok tubuh itu mendekat dalam kegelapan,
lalu merangkak naik ke tempat tidur. Demikian
lambat dan ragu-ragu, sehingga dengan tidak sabar
jessica merenggutnya, sehingga tubuh mereka terasa
bersatu padu, hangat berapi-api.
“Oh, chucky , chucky ! Jangan biarkan aku tersiksa
sebab menunggu. Jangan biarkan, Sayangku. Oh,
chucky , aku mencintaimu...”
lalu ia terhempas-hempas dalam kegila-
an.
Paginya jessica terbangun dan menemukan chucky
berbaring di bawah selimut, telanjang seperti dirinya
sendiri. saat ia belai rambut laki-laki itu, chucky
membuka matanya, dan tersenyum mesra.
“... Aku malu sekali, chucky ,” bisik jessica .
“Mengapa?”
“Janjiku sudah kulanggar”
“namun kau menyukainya, bukan?”
jessica mengangguk, malu.
“Kau masih ingin?”
“Ya, chucky ...”
Dan chucky menggelutinya.
Tidak segarang dan sekasar tadi malam.
253
Alangkah jauh perbedaannya. chucky pagi ini,
begitu lembut, begitu mesra, begitu penuh kasih
sayang. Sampai saat itu berakhir, jessica sempat
menitikkan air mata.
Ia membuat perjanjian baru.
Akan mengikuti chucky , kemana pun laki-laki itu
pergi. Dan melakukan apa saja, selama laki-laki itu
menghendaki.
Dan, ya.
Soal pernikahan, dapat mereka bicarakan kapan
saja.
Kapan saja!
jessica begitu berbahagia, sehinga ia tidak ambil
peduli waktu sekelompok laki-laki lewat siang harinya
di depan rumah. Mereka berkerumun di bawah
sebatang pohon, sambil saling mencemoohkan satu
sama lain dengan teriakan-teriakan lantang.
“Apa kubilang? Jokinya Cina! Kau sih, sudah
budek, item, punya duit pun cuma recehan melulu.
Sudah deh, cari saja ayam murahan. Biar kudisan,
dagingnya toh tetap enak dikerjain!”
Yang diejek membalas marah, “E, menghina
ya. Belum tahu ya, bagaimana buta item kalau lagi
ngamuk? Ini, awas...!” ia memungut sebuah batu, yang
254
lantas dilemparkan. Terlalu tinggi untuk mengenai
temannya, dan tak pula teman-teman lain mencegah.
Batu itu terus melayang, melewati pekarangan
rumah yang ditempati jessica , dan menghantam kaca
jendela dengan keras.
Sesaat , jendela kaca pecah berantakan.
Bagai kena sambaran petir di siang bolong, jessica
yang tengah menikmati mie bakso di beranda depan,
terlonjak kaget. Mangkok mie terlepas dari tangannya.
Jatuh ke lantai, pecah berderai pula. Sebagian kuah
mie mengenai betisnya. Panas menggigit. Saking
terperanjat, ia hanya berdiri bengong.
Penjual mie bakso diam saja. Tidak berani
menegur para laki-laki berandalan itu, yang kini
beramai-ramai mendekati pintu pagar.
Salah seorang berkata dengan nada menyesal,
“Maaf, Neng. Engga sengaja!”
Lantas sambil tertawa cekakakan, mereka kemu-
dian berlalu begitu saja.
jessica jatuh terduduk di kursi beranda. Masih
terperanjat, ia dengar penjual mie bakso bergumam
lirih.
“Biasa, Non. Mereka selalu begitu, kalau lagi
butuh uang …!”
Penjual mie bakso itu lalu mengumpulkan
pecahan mangkok di lantai beranda, lalu berdiri
diam. Menunggu.
255
jessica cepat-cepat masuk ke rumah, lalu
lalu kembali untuk membayar mie bakso yang
baru ia cicipi kuahnya saja, saat batu menghantam
jendela. Ia juga sekalian membayar mangkok yang
pecah, meski penjual bakso pura-pura memprotes.
Sambil berjalan pergi, penjual mie bakso itu
menasihati, “Uang, Non. Dengan dua atau tiga puluh
ribu perak, anak-anak itu akan tutup mulut!”
Apa? jessica harus membayar?
Mereka yang harus membayar ganti rugi.
jessica akan mengadukan laki-laki -laki-laki be-
gajul itu kepada ketua RW setempat. namun siapa,
dan yang mana rumah ketua RW? Ah, kalau saja chucky
belum pergi... Ataukah sebaiknya jessica lapor saja
ke polisi? Astaga. Ia, seorang anak Komisaris Besar
Polisi, sudah dihina orang sedemikian rupa!
Terhuyung-huyung jessica masuk kembali ke
dalam rumah.
Ia terhenyak di sebuah kursi berjok tebal,
dan dengan mata nanar menatap meja ruang tamu
di depannya. Meja itu tampak menganga, buruk.
Permukaan kacanya sudah hilang sebagian. Tinggal
keping-keping yang tercerai berai di sekitar tempat
ia duduk. Dan di dekat kakinya, tergelimpang batu
besar, hitam dan kotor berdebu itu.
256
Tergelimpang diam, dengan pandangan meng-
hina.
“Ya Allah,” bisik jessica , gemetar. “Ada apa
sebetulnya dengan rumah ini?”
Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang keliru.
Tidak tahu apa, namun mendadak ia merasa
takut.
257
22
jessica ingin jadi istri yang baik seperti ibunya.
Setiap orang di rumah harus dapat mengurus diri
sendiri, dan persoalan-persoalan kecil harus sudah
selesai begitu ayah pulang. Dengan demikian ayah
dapat rileks sesudah lelah bekerja seharian di kantor,
atau dapat meneruskan pekerjaan yang terbengkalai
tanpa terganggu.
namun jessica belum menjadi istri chucky . Dan ia
sangat terhina!
Oleh sebab itu ia biarkan saja jendela depan
melongo. Begitu pula pecahan kaca ia biarkan
berhamburan di lantai. Batunya pun tidak ia usik.
Ia teruskan pekerjaan sehari-hari. Membersihkan
rumah, mempersiapkan makan malam, mandi, lalu
duduk di depan televisi sambil membuka-buka
majalah menunggu chucky pulang.
Namun tak satu pun acara televisi yang menarik
hatinya. Sudah lima majalah ia buka-buka, dan te-
258
tap sia-sia. Bahkan saat chucky pulang menjelang
pukul delapan malam, pipi jessica yang pucat mayat masih
bersimbah air mata. Ia membuka pintu untuk chucky ,
dan membiarkan laki-laki itu terheran-heran melihat
jendela dan meja tamu yang pecah berantakan. saat
ia melihat batu yang bergelimpang dekat kaki kursi,
keheranan chucky segera lenyap.
“Mereka...?” ia berbisik, parau.
jessica mengangguk sambil menahan tangis.
Lalu menuntut. “Katamu kau akan mengurus
mereka?”
“Aku lupa,” chucky mengeluh, sambil terenyak di
sebuah kursi. “Aku benar-benar lupa...”
“Kita harus lapor ke polisi, chucky !”
“Alaaa. Soal sepele begini. Tak usahlah dibesar-
besarkan. Nanti bikin heboh saja,” chucky mencoba
tertawa. “Lagi pula...”
“Temui mas Tom!”, potong jessica , tajam.
“Siapa?”
“Ajun komisaris resi mandala . Mantan ajudan ayah .
Dia akan...”
“jessica , sayang!” chucky bangkit lalu memeluk
jessica dengan lembut.
Terasa betapa wanita lesbian itu gemetar dalam peluk-
annya, sehingga chucky sendiri diam-diam merasa ge-
lisah.
259
“Dengarlah. Aku akan mengurus anak-anak
sialan itu saat ini juga. Tak perlu kita gembar gembor
ke sana-sini. Dan ah... lagi pula kau sendiri bilang,
resi mandala itu mantan, bukan lagi ajudan ayah mu. Tak
pantas kita berharap pertolongan dari seseorang yang
tidak kita tahu isi hatinya. Siapa tahu...”
“Dia orang baik. Dia akan membantu!”
“Oke. Oke. namun itu nanti saja. Kalau aku
gagal menangani anak-anak itu malam ini. Sekarang,
bersihkanlah lantai, ya? Aku akan mencari sesuatu
untuk menutupi jendela. Kau tak ingin maling
menyelinap diam-diam lewat jendela itu, dan tahu-
tahu sudah berdiri di samping tempat tidurmu,
bukan?”
jessica akhirnya mengalah.
Meski tidak puas dengan jawaban chucky , ia
bersihkan juga pecahan kaca yang berhamburan,
dengan hati-hati agar tidak sekeping kecil pun pecahan
yang terlewatkan. lalu ia membuangnya ke tong
sampah bersama batu yang menjijikkan hatinya itu,
lantas membantu chucky memasukkan sebilah ayah n
kecil yang ditemukan laki-laki itu di gudang. Jendela
tidak tertutup semuanya. namun dengan menutupkan
tirai gorden angin tidak lagi merembes masuk, dan
cukup aman dari gangguan maling. Yang tahu-tahu
berdiri di samping tempat tidur, hiiii!
260
Mereka berdua makan malam tanpa banyak
bicara.
jessica masih syok dan terhina, sedang chucky
tampaknya sedang memikirkan hal-hal lain yang
rupanya mengganggu pikirannya.
Agak ragu-ragu, chucky lalu berujar hati-
hati, “jessica . Malam ini aku ada acara di hotel...”
“Oh ya?” sahut jessica , tak bernafsu.
“Kau mau ikut? Atau mau tinggal sendirian
di rumah?” tanya chucky , sambil menekankan kata
’sendirian’ itu, sehingga jessica bergidik. ayah n itu
jelas lebih kuat dari kaca, namun toh perasaan tidak
aman terus menggoda hati jessica , lebih-lebih saat
ia teringat lagi tingkah laku laki-laki -laki-laki begajul
yang sering mengganggunya.
“Aku ikut!” ia cepat-cepat memutuskan.
Sepasang mata chucky bersinar-sinar terang.
Namun, suaranya rupanya ia tahan supaya terdengar
biasa-biasa saja saat ia menjelaskan, “Mungkin kita
terpaksa bermalam”
“Oke!”
chucky bangkit, lalu berjalan ke pintu. “Kau
dandanlah. Bawa perlengkapanmu seperlunya saja,
asal yang rapi dan menambah kecantikanmu,” katanya
sambil melempar senyuman mesra yang senantiasa
membuat jantung jessica dag-dig-dug. “Aku akan
menemui anak-anak itu sebentar.”
261
Barulah jessica tersentak.
“Jangan sekarang!” ia mendengus, khawatir.
“Mengapa?”
“Aku takut. Dan kau hanya sendirian…”
“Aku mampu menjaga diri sendiri, jessica .
Kau tahu itu, bukan?” chucky secara tidak langsung
mengingatkan jessica bahwa sebagai seorang pemba-
lap. chucky cukup terampil agar tidak cidera, antara lain
dengan tekun mengikuti latihan bela diri.
Namun toh jessica merasa cemas juga sesudah
chucky pergi dan baru merasa lega saat tak lama
lalu chucky pulang dengan wajah cerah.
“Beres!” ia berkata dengan puas. “Dan kau?”
jessica tidak perlu menjawab dengan kata-kata.
Pakaian dan dandanan yang ia kenakan, demikian
memesona, sehingga chucky hampir tidak percaya
bahwa jessica sedemikain cantik jelitanya. laki-laki itu
termangu-mangu sebentar, lalu maju ke depan,
memeluk dan mencium jessica dengan campuran
birahi dan sayang.
“Kalau aku tak ada janji, maulah aku menyeretmu
sekarang juga ke tempat tidur, jessica ,” ia berbisik
dengan suara gemetar.
“Kau dapat melakukannya, Sayang. Nanti, di
hotel.” kata jessica tersenyum, manis sekali. “Ba gai-
mana kau membereskan anak-anak itu? Memukul
mereka?”
262
“Hanya menggertak. Dan ah, sorry jessica ,
terpaksa kucatut juga nama dan pangkat mantan
ajudan ayah mu itu…,” chucky tersenyum malu-malu.
“Mereka sampai menyembah-nyembah jessica , bah-
kan berjanji akan memperbaiki jendela maupun meja
yang rusak itu.”
“Wah. Apa kubilang. Nama mas Tom keramat
juga, bukan?” jessica tertawa senang. “Kita berangkat
sekarang?”
Mereka meninggalkan rumah dengan mem-
pergunakan sebuah taksi yang rupanya sudah dipesan
pula diam-diam oleh chucky . Membayangkan akan
bersenang-senang di hotel sesudah sekian lama
jessica tertekan oleh siksaan batin yang seolah tak
habis-habisnya, menyebabkan wanita lesbian itu setengah
terlena di jok belakang mobil. Ia memeluk chucky , dan
merebahkan wajahnya di dada laki-laki itu dengan
mata terus terpejam.
chucky balas memeluk, namun wajahnya tanpa
setahu jessica , tampak gundah.
Tiga orang laki-laki yang baru saja keluar dari
sebuah bar dekat persimpangan jalan, melihat taksi
itu lewat.
“Itu mereka pergi,” kata yang seorang.
“Cari joki lagi!” rungut yang lain.
Orang ketiga tertawa mengejek.
263
Katanya, “Pokoknya, kita tetap dapat uang,
bukan? wanita lesbian itu bukan makanan kita. Kita
dapat mencari yang lebih murahan di Gang Lontar.
Oh ya, berapa tadi chucky membjessica u uang, Item?”
“Lima puluh ribu!” jawab yang ditanya, berpikir-
pikir sebentar lantas sambil tertawa menyeringai, ia
mengusulkan, “Bagaimana kalau di Gang Longtar
nanti kita borongan saja? Aku tahu yang namanya
si Marice. Dia mungkin akan protes sedikit, namun
biasanya hanya pura-pura. Percayalah, dia paling suka
beramai-ramai di ranjang. Dia sangat kuat, tahu?”
Acuh tak acuh, temannya mendengus, “Kau
bohong. Kudengar tadi, jumlah yang kau terima
seratus lima puluh ribu …!”
“He-eh. namun yang seratus, untuk mengganti
kaca jendela yang pecah...”
“Wah. Banyak amat!” temannya geleng-geleng
kepala. “Bagaimana kalau kita beli saja kaca murahan.
Uang lebihannya, dapat kita pergunakan untuk beli
minuman. Kita bikin Marice mabuk semabuk-
mabuknya, baru dia kita kerjai!”
Dua yang lain menggumamkan persetujuan
dengan senang.
265
23
chucky mendaftarkan mereka sebagai suami istri di
buku tamu hotel. Orang yang melayani mereka mula-
mula agak rewel menanyakan soal identitas, namun
tak banyak omong lagi sesudah chucky menyebut sebuah
nama yang ia katakan om-nya dan pasti sudah tidak
sabar menunggu kedatangan mereka berdua.
saat berada dalam lift yang membawa mereka
ke lantai empat, jessica menggumamkan tanya, “Siapa
tadi nama yang kau sebut-sebut?”
“Tobar. Tobar Maninang”
“Nama yang aneh...”
“Dia orang Pare-Pare. Ada sedikit turunan
Philipina.”
“Kau bilang dia Om-mu”
“Hanya panggilan,” chucky tertawa kecil, dan
membimbing jessica keluar saat lift berhenti dan
pintu terbuka. “Hanya untuk mengertak orang itu
tadi.”
266
“Nama keramat juga eh?” desah jessica sambil
mengagumi lantai karpet beludru warna merah hati
di lorong lantai empat yang adem-ayem dan sejuk
nyama oleh sapuan mesi pendingin.
“Dia seorang pejabat tinggi di kota ini, jessica .”
“Oooo.”
Mereka memasuki kamar bernomor 437 untuk
dua orang.
Kamar kelas satu yang lebih adem dan nyaman
lagi. Tempat tidurnya besar-besar, mewah, ada televisi,
lemari pendingin, aidit san cat minyak di dinding, dan
lampu-lampu antik yang bersinar lembut dekat setelan
meja tamu. chucky memasukkan tas pakaian yang tadi
ia tolak untuk dibawakan seorang portir, langsung ke
dalam lemari, cuci muka sebentar di wastafel lantas
menyeringai masam saat ia lihat jessica langsung
tergeletak di tempat tidur.
“Kukira pertemuan itu sudah berakhir,” ia
bergumam. “Om Tobar dan Om Tanu mestinya
sedang menunggu kita...”
jessica membuka matanya.
Malas, ia bertanya, “Apakah aku harus hadir?”
“Kita tidak menginap gratis di sini, jessica .”
“Oh!”
sesudah merapikan dandanannya sejenak, jessica
lalu mengikuti chucky pergi ke kamar lain yang
267
letaknya ternyata bersebelahan. Sebuah suite-room
yang lebih mewah lagi, dan benar saja kedua orang
yang disebut-sebut chucky sudah menunggu mereka.
jessica sudah mengenal dul latief , cukong chucky dari
agen perakitan motor itu.
Mereka bertegur sapa dengan ramah, lalu
diperkenalkan kepada orang yang konon berdarah
Philipina itu. Ia sama sekali berwajah pribumi asli,
dengan kulit coklat kehitaman, pipi tertonjol kuat,
dagu keras, dan sepasang mata yang hampir terbenam
di bawah alis yang tebal dan nyaris bersatu di pangkal
hidung.
“Senang berkenalan dnegan Anda, jessica .
Silahkan duduk,” ujar orang itu sambil memperhatikan
jessica dari ujung rambut sampai ke ujung kaki,
dengan sorot mata yang membuat jessica tidak enak.
Ia lebih tidak enak lagi harus ikut mengobrol dengan
mereka yang tidak ada sama sekali hubungan dengan
kepentingannya hadir di situ.
Dari pembicaraan mereka, samar-samar jessica
dapat menduga dul latief bermaksud memasukkan
kredit sepeda motor besar-besaran di sebuah instansi
dan Tobar Maninang akan membuka jalan melalui
pengaruhnya di instansi dimaksud.
Oleh sebab itu ia maklum mengapa lalu
chucky berbisik di telinganya, “Bermanis-manislah.
Jangan bermuka masam begitu.”
268
Lalu sesekali jessica memberi senyuman
manisnya tiap kali Tobar Maninang melirik ke arah
dirinya, yang seolah lirikan tidak disengaja. Namun,
lirikan itu terlalu tajam dan menusuk sehingga
timbul pikiran dalam hati jessica untuk suatu saat
memprotes chucky .
Rasanya ia tak ubah dengan boneka mainan
yang harus tertawa atau bermain mata dengan gerak
monoton tanpa dorongan gairah sama sekali, sekadar
untuk menyenangkan hati sang bocah yang sedang
berulang-tahun.
Sadar jessica gelisah saja, dul latief memberi
usul, “Mengapa tidak kau putar saja DVD player
itu, chucky ? Biar jessica rileks selama kita teruskan
pembicaran bisnis kita…”
Atas persetujuan Tobar Maninang, chucky
lalu menyetel DVD yang ada di kamar itu,
lalu kembali nimbrung dengan laki-laki -laki-laki
yang lain sesudah ia yakin jessica merasa senang dapat
duduk menyendiri.
faktanya , beberapa kali jessica bermuka merah
padam, terkadang menarik nafas, terkadang gemetar
dengan gelisah. Betapa tidak, fi lm yang diputar pada
DVD player, adalah sebuah fi lm remaja produksi
Thailand, yang mesti ceritanya bagus namun adegan-
adegannya ada yang kelewat jorok dan memalukan.
269
Ia senang sekali saat fi lm itu akhirnya tamat,
dan pembicaraan bisnis seolah ikut tamat pula.
dul latief berdiri untuk pamit pulang. chucky
demikian pula, dan jessica mau tidak mau harus
menerima uluran tangan penghuni kamar yang orang
penting itu, sebelum pergi.
Orang ini melempar seulas senyuman
manis yang dibumbui kalimat yang lebih manis lagi. “Jarang aku lihat wanita lesbian secantik Nona …!”
“Terima kasih,” jawab jessica tersipu-sipu.
Di depan pintu kamar 437, mereka bertiga
berhenti.
dul latief penyebabnya.
“Ah, hampir saja aku lupa!” ia berkata, membuka
tasnya lalu menyodorkan sebuah kotak kecil ke tangan
jessica . “Untukmu...”
jessica bingung.
namun chucky menggamitnya, sebagai tanda
setuju.
Sesudah mereka ada di kamar mereka sendiri,
chucky bersungut-sungut senang. “Bukalah kotak itu.
Pastilah kau takjub.”
“Oh ya?” jessica meletakkan kotak itu begitu
saja di atas meja. “Perhiasan, kuduga. Cincin? Kalung emas? Atau...”“Buka sajalah!”
Dan jessica lalu takjub sesudah melihat
dalam kotak itu tersimpan manis sebuah liontin
bermata satu dengan warna hijau tua yang sangat
mencolok. “Zamrud!” ia berseru, tak percaya.
“Dan pasti mahal sekali!” chucky menimpali.
“Kehadiranmu malam ini banyak menolong bis-
nis dul latief . Jadi, anggaplah sebagai komisi,”
chucky tersenyum lebar. “Mau dikenakan sekarang? Bukankah kau selalu membawa kalung emas yang kubelikan sepulang dari kampung?”
Belakang kepala jessica berdenyut-denyut.
“Besok sajalah,” bisiknya.
“Lho...”
“Aku agak pusing, chucky . Kukira tadi aku terlalu
banyak minum. Dan fi lm itu...”
“Oke. Kau bawa obat tidurmu?”
“He-eh”
“Minumlah sebutir. Lalu bersantailah”
sesudah menelan sebutir pil tidur, jessica lalu
rebah di ranjang. chucky masuk ke kamar mandi, dan waktu keluar lagi langsung mengikuti jessica .
Wajahnya kelihatan sedikit pucat mayat , saat ia
berbisik dengan suara gemetar,
“Aku menginginkanmu, jessica .”
jessica belum mengantuk benar. Dan rangsangan
film tadi sedikit banyak ikut mempengaruhi naluri-
nya. “Oke,” ia mendesah lirih. “Matikan dahulu
lampu.”
chucky memadamkan lampu kamar tidur. Kemu-
dian membuka pakaiannya.
Baru dua kancing kemeja yang ia lepas. chucky
mendadak bersungut gusar, “Astaga. Catatan penting
itu tertinggal di kamar Om Tobar! Sialan benar! Tak
apa kutinggalkan sebentar?”
“Terserah,” keluh jessica , mulai mengantuk.
chucky pergi. Rasanya lama sekali ia baru kem-
bali.
Tahu-tahu saja dalam kegelapan sesosok tubuh
yang yang tampak kehitaman sudah naik ke tempat
tidur, dan rebah di sebelah jessica dengan nafas
tersengal-sengal, seolah baru berlari jauh.
jessica yang sudah setengah tertidur, bersungut
malas, “chucky ?”
“Mmm...”
“Rasanya.. aku mengantuk sekali …!”
namun sebagai balasan, yang ia rasakan justru
gerakan yang semakin liar pada tubuhnya. Ia ingin
menolak kehadiran tubuh yang menghimpitnya,
namun seluruh tenaganya seolah-olah dikuras habis oleh keinginan untuk segera pulas.
Akhirnya jessica hanya mampu mengeluh, ”Oh,
chucky , Sayangku …!”
Dan esok harinya, jessica bangun agak siang dan
juga mengeluh, “Rasanya kau kok tadi malam berat
sekali, chucky . Seolah yang meniduriku bukan kau,
namun si Tobar yang gemuk itu!”
chucky tertawa renyah.
Jawabnya. “Makanya. Kalau mau begituan, bu-
a ng dahulu obat tidurmu!”
“Apakah aku melayanimu dengan manis tadi
malam, chucky ?”
“Manis sekali. Sangat manis!”
“Aku tak menikmatinya, chucky .”
“Kukira aku kelewat cepat,” chucky menyesali diri
sendiri. “namun kalau kau mau...”
“Oh. Nanti saja. Sekarang, aku ingin berenang
dahulu !”
sesudah mengantarkan jessica ke kolam renang
yang terletak di bagian tengah gedung perhotelan
megah itu, chucky meninggalkan jessica sendirian. Katanya ia akan menemui beberapa orang relasi yang ikut dalam pertemuan malam tadi dan menginap di lantai enam.
jessica mandi selama seperempat jam, berjemur
lima menit lalu kembali ke kamar mereka.
saat ia akan melangkah masuk ke lift, dari
salah satu ujung lorong ia melihat lewat tiga orang
wanita lesbian muda dan cantik-cantik bersama seorang laki-laki yang baru saja turun lewat tangga lantai lobby. Sekilas jessica terkejut.
“Bukankah dia chucky ?” rungut jessica sendirian.
“Katanya relasi...”Ia bermaksud keluar lagi, namun lift sudah naik. Di lantai berikutnya ia bermaksud turun, namun ada dua orang tamu yang sudah tua masuk ke dalam lift yang berhenti dan sedang menuju ke atas pula. Terpaksa jessica mengurungkan niatnya, dan
lalu berjalan ke kamar begitu lift berhenti di
lantai empat. Dari jendela kamar ia meninjau keluar. Ketiga wanita lesbian itu tampak baru saja masuk ke dalam sebuah taksi. Laki-laki yang menemani mereka tidak kelihatan batang hidungnya.
Baru saja jessica mau melongokkan kepala lebih
keluar, telepon di kamar berdering.
Buru-buru jessica menyambarnya.
“Halo?”“Kaukah itu, jessica ?”
“Oh, chucky . Dari mana kau tadi?” jessica bertanya curiga. “Pertanyaan apa itu?” chucky protes. “Aku di sini saja dari tadi. Dengan relasi-relasi yang kumaksud. Tak kau dengar suara mereka?” dan lewat alat pendengar,
jessica menangkap suara gelak tawa, lalu percakapan dalam bahasa yang tidak ia mengerti.
jessica hanya dapat mengira-ngira, tentulah
mereka menggunakan bahasa Jepang.
“Di kamar berapa kau, chucky ?”
“612. Mengapa?”
“Ah. Tidak. Hanya, aku sangat lapar…”
“Pesanlah makan pagi untuk dua orang. Sebentar
lagi aku datang.”
Sebelum memesan makan pagi, jessica tanpa
berpikir panjang segera memutar telepon kamar 612. sesudah dua kali deringan, telepon diangkat. Lalu ia dengar laki-laki beraksen kasar menyahuti teleponnya,
“Halo?”
“Dengan siapa ini?” tanya jessica dalam bahasa
Inggris.
“Akira takasimurakurosawah. Ada perlu apa, Nona?” suara
itu berubah lembut, sesudah mendengar suara jessica
yang merdu. “Siapa Anda, kalau boleh saya tahu?”
“Oh. Nama saya tidak penting, Mr. takasimurakurosawah.
Saya hanya ingin bicara sebentar dengan chucky !”
“Hem. Tunggu sebentar …”
Dan chucky muncul di telepon dengan suara
gusar, “Kau menyelidiki aku, ya?”
“Pertanyaan apa itu?” jessica mengulangi ucapan
chucky tadi, sambil tertawa lega. “Aku hanya mau dengar,
apa yang kau ingini untuk makan pagi kita?”
chucky menyebut menu yang ia kehendaki.
Dan buat jessica , yang penting bukan soal menu,
melainkan kepastian bahwa yang tadi ia lihat bersama ketiga wanita lesbian muda itu bukan chucky adanya. Maka, begitu chucky muncul di kamar, ia langsung menyambut kedatangan laki-laki itu dengan ciuman mesra di bibir, lalu mengajak chucky bersantap pagi yang
sudah terhidang. Sambil makan, chucky menceritakan betapa bingung menghadapi tamu-tamu orang Jepang itu. Kalau tak ada penerjemah – Mr takasimurakurosawah, pastilah
chucky lebih suka mengurung diri bersama jessica. “Mereka cuma tiga orang!” keluh chucky , men-
cemooh. “namun kalau lagi ngomong serempak,
seolah-olah kita tengah berada di tengah-tengah
pasar!”
“Orang-orang penting eh, chucky ?”
“Dari Kobe. Utusan perusahaan yang mem-
produksi sepeda motor yang selama ini ikut aku
promosikan di arena balap.”
“Oh …!”“Tiga orang, uh. namun rewelnya, minta am-
pun!” chucky geleng-geleng kepala.
Dan tiga orang wanita lesbian , terlintas pikiran itu di benak jessica . Namun segera lenyap, begitu chucky mengatakan berbicara, “Siang ini aku harus ke luar kota. Bisnis,
tentu saja. Melihat urusannya, aku pasti akan sibuk.
Kalau kau ingin...”“Biarlah aku tinggal, chucky , kalau kau ingin aku tinggal”
chucky membelai pipi jessica . Lembut. “Aku harap
kau tidak kesepian, jessica ”
Dan mereka mengurung diri hampir satu
jam lamanya di tempat tidur, sebelum lalu
meninggalkan hotel dan pulang ke rumah mereka
yang kecil mungil itu. Baru juga mereka masuk ke dalam rumah, dua dari laki-laki begajul yang menakutkan itu sudah muncul dengan membawa dua lembar kaca dan peralatannya. Saking tidak senang dengan kehadiran mereka, jessica sembunyi saja di kamar membantu
membereskan pakaian-pakaian dan keperluan chucky ke dalam koper.
Andai saja ia lebih berkepala dingin sedikit,
tentunya ia dapat ngobrol dengan laki-laki -laki-laki
urakan itu sebagai tetangga baik. Paling tidak,
mengapa begitu datang mereka sudah membawa kaca yang ukurannya sangat pas baik di jendela maupun
untuk meja tamu, seolah mereka sudah tahu dan
hapal benar apa yang dibutuhkan.
laki-laki -laki-laki itu sudah menghilang saat
chucky sudah siap berangkat.
Kaca jendela sudah terpasang. Demikian pula
kaca lapis meja.
jessica senang melihat semuanya sudah beres
seperti semula, dan sambil merangkul leher chucky , ia berbisik,“Cepatlah pulang, kekasih”
“Demi kau, sayangku” balas chucky . Mereka lalu berciuman. Lama.
lewat tiga hari, chucky belum juga pulang.
Hari kelima, jessica dengan dua orang teman wanita lesbian bekas satu sekolah pergi nonton fi lm. Dari bioskop, mereka lebih dahulu ke butik untuk mengambilkan pakaian yang dipesan jessica minggu sebelumnya. Butik itu letaknya tidak jauh dari sebuah motel, hanya
dipisahkan oleh dua buah rumah saja, sejajar pula.
Dalam mobil, jessica dan teman-temannya se-
dang asyik menggunjingkan pak donald duck , guru yang pernah patah hati akibat perlakuan jessica , dan kini konon sudah kawin, namun suka uring-uringan di ruang kelas.
saat mereka membelok memasuki halaman
butik, teman jessica bernama anna michele mendadak berseru, “Hai. Bukankah itu chucky -mu?”
jessica kaget. Mula-mula ia melihat ke butik, berharap chucky tahu ia datang dan menunggu di situ. namun temannya menuding ke halaman parkir motel, tak sampai dua ratus meter dari tempat mereka. jessica tidak melihat
apa-apa, kecuali mobil-mobil yang diparkir, dan dua orang pembersih rumput sedang bekerja di taman samping motel.
“Ia sudah ke dalam!” kata anna michele , meyakinkan.
“chucky ? Pasti kau salah lihat,” farida , teman
lainnya, menyalahkan, sebab setahu farida , chucky sedang ke luar kota, sebagaimana yang diberitahukan jessica .
“Salah lihat? Aku juga pengagum chucky , apakah
kau lupa? Bahkan aku yang memperkenalkan kamu
dengan chucky . Itu pasti dia!”
“namun ...,” jessica mulai ragu-ragu.
“Mari kita buktikan!” anna michele memberi usul.
Mereka mundurkan mobil yang disetir oleh
farida , lalu melaju memasuki halaman parkir
motel. Kedua orang pembersih kebun menghentikan pekerjaan mereka, dan memperhatikan saat wanita lesbian -wanita lesbian muda dan manis-manis itu masuk ke motel dengan pandangan curiga. Mereka berdua lalu berbisik-bisik satu sama lain.
“Semuda itu!”“Cantik-cantik lagi.”“Sayang...!”
Sementara di bagian penerima tamu, anna michele de-
ngan bernafsu menemui resepsionis motel, dan
bertanya nekat, “Kami ingin bertemu chucky . Kamar berapa?”
“chucky ?” resepsionis itu wanita lesbian , dan me-
nyelidiki tamu-tamunya dengan pandangan tidak
senang. “Saya belum pernah dengar...”
“Dia baru saja masuk. Dengan seorang pe-
rempuan berblus merah darah, dan celana slack biru ketat.”“O, itu. Sebentar …”
Resepsionis itu mengangkat telepon, berbicara
sebentar lalu teringat untuk menyuruh tamu-tamunya duduk menunggu.
Lima menit lalu , wanita lesbian yang ber-
blus merah darah dan berslack biru ketat, muncul.
Ia menanyakan ada keperluan apa mereka dengan
dirinya. Tanpa basa basi, anna michele langsung menembak, “Bukan denganmu. namun chucky !”
“chucky ?” wanita lesbian itu menatap bingung.
“Yaah. Teman laki-laki yang menyertaimu
tadi.”“Ooo. Tunggu sebentar?”
wanita lesbian itu pergi pula, dan muncul tak lama
lalu muncul lagi ditambah seorang laki-laki yang
lebih tua usianya beberapa tahun. Tinggi tubuhnya
lebih kurang serupa dengan chucky , hanya ia gemuk. “Perkenalkan,” ia mengulurkan tangan. “Aku, syam kamaruzaman . Anda?”
Berputar arah ke butik yang mereka tuju
sesudah insiden kecil di motel itu diselesaikan dengan “pemintaan maaf ” dan “salah lihat orang”, anna michele bergumam resah. “Aneh. Rasanya aku cukup kenal chucky . Yang kulihat tadi pasti bukan si gemuk yang menyebalkan itu!”
farida tertawa.
“Sudah kubilang sejak dari rumah, pakai
kacamatamu kalau mau bepergian. Namun, hem.
Dari sebelah mana tadi kau lihat dia?”
“Belakang, memang. namun sempat...”
“Celananya warna apa?”
“Tak begitu kuperhatikan. namun dia me-
ngenakan jaket, yang warnanya sama dengan jaket
yang dipakai si gemuk tadi.” anna michele geleng-geleng
kepala lagi, ingin diterima pendapatnya. “Jaket balap, tidak semua orang bisa memilikinya, bukankah demikian?”“Si gemuk juga pembalap, siapa tahu?” kata farida . Masih bernada menyalahkan.jessica diam saja. Ia baru merasa lega dan tidak was-was lagi saat mereka pulang ke rumah. Seorang laki-laki menanti
mereka di beranda. Yang, kalau tak salah, dipanggil
Item. Seringainya membuat ketiga wanita lesbian itu muak , namun kabar yang ia bawa dengan segera men jernihkan semua perdebatan.
“Maaf, saya mengganggu,” Item berkata dengan
suara serak, sambil matanya larak-lirik menilai wanita lesbian -wanita lesbian itu, seperti seorang koki menilai ayam mana yang harus ia masak. Menjilati bibirnya yang memang
hitam kerontang benar, ia lalu menjelaskan,
“Aku baru menerima telepon dari Al -- eh, Om chucky . Interlokal.” Sesaat , jessica menyukai laki-laki yang semula sempat membuatnya jijik itu. “Apa katanya?” ia bertanya dengan bernafsu.
“Dia.. eh, sakit!.” “Haa, apa?”
“Tak begitu parah, katanya. Rupanya dia harus
mengikuti balapan, untuk demonstrasi. namun sebab di Surabaya sedang hujan badai, dia terserang flu dan harus beristirahat beberapa hari. Katanya dia sudah baikan, dan tolong disampaikan bahwa dia akan pulang sore ini juga”
“Syukurlah.”
Dengan senang hati jessica membuka dompetnya.
Ia baru saja menarik ritsleting dompet, saat Item
dengan lagak sok suci berkata memelas, “Tak usah. Saya pantang menerima tip untuk sesuatu yang saya kerjakan demi orang lain.”
laki-laki itu menyeringai lagi, memperlihatkan
gigi yang tidak lengkap, dan sebagian kuning
kecokelatan sebab terlalu banyak merokok, lalu
pamit. Dan begitu ia lenyap, kembali perasaan tidak
suka pada laki-laki begajul itu menyelinap dalam hati jessica .
“Lagaknya, hem. Bukan main!” ia mencibir.
farida tertawa menyeringai. anna michele angkat bahu, rupanya kecewa tebakannya
sudah keliru. anna michele lantas berjanji pada dirinya sendiri,
untuk selalu mengenakan kaca mata tiap kali ia akan
keluar rumah. Lantas, mendadak seperti teringat
sesuatu ia memantau wajah jessica sejenak. Lalu
bertanya heran. “Mengapa harus lewat orang lain?”
“Lewat orang lain apanya?” jessica balas bertanya.
Tak kurang heran.
“Ponselmu…”
“Ponselku?”
anna michele manggut-manggut. Lantas memperjelas
pertanyaannya yang misterius tadi. “Katanya, sakit.
Jika ya, siapa yang lebih dahulu harus dia telepon?”
285
Sempat bingung sejenak, jessica lalu
menangkap maksud anna michele , lantas menyahuti murung.
”Kau sepertinya lupa, sesudah kebakaran itu dan aku
pulang ke rumah nenekku di kampung, aku cuma
membawa pakaian yang melekat di badanku saja.
Jangan kata lagi, ponsel. Yang malah sudah terjual
jauh-jauh hari sebelumnya...!”
Sementara farida tampak terharu, anna michele yang
memang dikenal tak suka diam itu, terus saja berkotek.
“Kau bilang, chucky -mu punya duit. Lantas, kok.”
”Untuk enam atau tujuh setel busanaku
yang ada sekarang ini pun, belum lagi sepatu lalu
kosmetik, sebagian diperoleh dari hasil chucky nge-bon
di kantornya. Haruskah aku menuntut lebih banyak,
anna michele ?”
anna michele masih tak puas dan sudah akan membuka
mulutnya lagi saat farida menguap lebar lalu
berujar bosan, “Rasanya aku mendadak rindu ranjang
tidurku yang belum dua hari dibelikan Mama itu..!”
Dan saat mereka berdua berlalu lantas masuk
ke dalam mobil farida sesudah lebih dahulu pamit
pada jessica yang berdiri memantau dari beranda,
farida tampak berbisik-bisik tak senang pada anna michele .
Yang juga balas berbisik dengan gerak tangan seperti
membela diri. farida sampai membantingkan pintu
mobil saat sudah duduk di belakang kemudi, dan
membuat anna michele tampak menunduk terdiam.
”Kasihan anna michele ,” jessica membatin smbil masuk
ke dalam rumah.”Padahal dia bermaksud baik…!”
Dan jessica malu sendiri saat lalu
secara tak sengaja melihat telepon rumah di sudut
ruang tengah. Andaikata farida apa lagi anna michele tahu
bahwa telepon itu pun sudah diblokir, sebab uang
yang dikumpulkan chucky untuk membayar tagihannya
bulan ini keburu pula terpakai.
Tak ada hujan tak ada angin, nenek jessica
menelepon dari kampung untuk memberitahu ba-
yaran dan keperluan sekolah aidit sudah ditutup
olehnya. Lalu nenek jessica menambahkan, “aidit
ngadat. Minta dibelikan sepatu kikir, kuker atau apa
gitu. Dan tak ada yang menjualnya di pasar desa..!”
Nah. Ditambah uang belanja dapur yang terpak-
sa harus dikurangi, maka uang untuk pembayaran
tagihan telepon pun dibelikanlah sepatu merek Kicker
lalu dipaketkan Akex dengan segera. Supaya aidit
berhenti ngadat. “Dan nenekmu akan mendongeng
pada tetangga sekitar bahwa dia bakal punya cucu
mantu yang sangat perhatian pada orangtua…!”
tambah chucky , tertawa.
“Hem,” pikir jessica , sambil memasukkan
pakaian-pakaian kotor ke mesin cuci (Ah, yang
ini juga punya orang lain dan aku harus hati-hati
memakai nya!).”Apakah sudah waktunya aku
menagih janji chucky saat aku masih di kampung.
Untuk membelikan ponsel? Blackberry, mungkin?”.
Atau, jual saja liontin zamrud itu. Hadiah dari
Om dul latief . namun …
Menjelang tengah malam, chucky tiba di rumah.
jessica sengaja mengenakan gaun malam yang
seronok untuk menyambut kedatangan chucky . Mereka
berangkulan, dan saling berciuman di balik pintu
yang tertutup, bertukar sapa mengenai hal-hal sepele.
chucky setuju untuk memanfaatkan air hangat yang
sudah disediakan jessica , menolak untuk makan malam
sebab katanya masih letih dan kenyang.
Namun di tempat tidur, ia kembali menjadi
chucky yang patut dipuja-puja. jessica tak henti-hentinya
berdesah-desah, sampai akhirnya ia jatuh tertidur dan
besoknya bangun kesiangan.
“Kita kedatangan tamu nanti malam,” ujar chucky
sebelum ia pergi meninggalkan rumah.
“Siapa?”
“Relasi. Punya arti penting untuk pemasaran
di Surabaya. Dia tidak akan menginap, oleh sebab
itu daripada di hotel dia kuminta datang ke rumah
288
ini saja. Ada surat-surat penting yang akan dia bawa
dan harus kuberikan pada Om Tanu. sebetulnya dia
dapat melakukannya sendiri, namun lebih dahulu aku
ingin melihat surat-surat itu. Aku berkepentingan,
bukan?”
“Asal tidak melanggar kode etik, chucky -ku.”
“Bisnis tidak kenal kode etik, jessica !”
Dan malam itu chucky pulang bersama seorang
laki-laki kecil kurus, namun berpakaian parlente,
mengenakan jam tangan bersepuh emas, pakai kalung
aneh pula, dan sempat jessica melihat tanpa sengaja
dalam tasnya demikian banyak uang.
chucky yang menghidangkan minuman, seperti
biasa.
Dan jessica bertugas untuk menemani tamu
mereka berbincang-bincang, untuk memperintim
hubungan bisnis yang dijalin. Pembicaraan ternyata
sampai larut malam, sehingga jessica tak tahan dan
pamit untuk masuk ke dalam kamar sebab kepalanya
terasa berat sekali.
Heran, akhir-akhir ini ia seringkali merasa pu-
sing-pusing, limbung dan tiap kali sesudah berbaring,
hampir tidak mengenal suasana dalam kamar ti-
durnya sendiri. Semuanya seolah-olah menari-nari
liar, mengajak, mengundang, menghina, sekaligus
merangsang. Dalam keadaan terkantuk-kantuk, ia sadari seseorang naik ke tempat tidurnya.
“chucky ?” ia berbisik setengah mengantuk.
Tak ada sahutan. Yang ada cuma gelutan, liar dan menggebu-gebu.
Betapa ringan dan mudah menguasai chucky ,
malam itu. jessica seakan menggeluti anak kecil, namun memiliki nafsu kelewat besar.
jessica menyukai keadaan itu, dan tertawa-tawa
saja waktu esoknya chucky memberengut marah. “Patah tulang-tulangku kau buat!”
DAN, tibalah hari yang kelabu itu.
Dokter memantau wajah jessica dengan seksama,
lantas sambil bersandar di tempat duduknya, ia
bertanya lembut, “Apakah Nyonya seorang frigid?”
“Apa, Dok?”
“Dingin di tempat tidur.”
jessica tertawa renyai. Dengan nakal ia menggoda
dokter spesialis penyakit dalam yang berpostur gagah dan tampan itu:
“Sayang, Dokter bukan suami saya,” ia geleng
kepala, seolah benar-benar menyesalkan hal itu.
“Kalau ya, Dokter akan terbakar setiap malam. Saya
lebih panas dari bara api, kalau mau tahu!”
“Aneh,” sang dokter menganggap sepi per-
nyataan jessica . Ia sudah biasa digoda oleh pasien-pasien wanita lesbian , dan ia cukup kebal. Apalagi godaan dari pasiennya ini, jelas bukan godaan sungguh-sungguh. “Apakah Nyonya menyukainya?”
“Menyukai apa, Dok?”
“Hubungan badan.”
“Menikmatinya, kalau itu yang Dokter
maksud!” Pernyataan terus terang itu mau tidak mau membuat wajah sang dokter bersemu merah. Ia menahan senyum di bibir, lalu menyimak
kembali laporan dari laboratorium yang tadi dibawa
jessica atas permintaannya pada pemeriksaan minggu sebelumnya. Dengan mengetuk-ngetukkan kepala pulpen pada kertas diagnosa itu, ia bersungut-sungut halus,
“Apa yang pernah minggu kemarin saya utarakan
kepada Nyonya, sekarang tak dapat dibantah lagi.”
“Penggunaan obat tidur yang berlebihan?”
celetuk jessica , sabar.
“Dan obat perangsang!” dokter menatap mata
jessica dengan serius. “Perangsang seks atau birahi, yang dapat membahayakan tidak saja kandungan Nyonya, namun juga kesehatan Nyonya sendiri. Masih sering pening dan lesu?”
“Masih, Dok.”
“Bagaimana dengan obat yang saya berikan ?”
“Agak menolong. namun cuma satu-dua jam...,”
lalu sambil menarik nafas panjang, jessica lalu
mengaku: “lalu saya membuangnya!”
“Membuangnya!” dokter meluruskan duduk-
nya. “Mengapa?”“Suami saya marah-marah.”
“sebab ?”
“Katanya, dia lebih suka kalau kami ber hu -
bungan badan manakala saya bukan dalam keadaan setengah tertidur namun sebaliknya, justru setengah gila mengharapkan cumburayu. Kadang-kadang kami bertengkar, dan dia sering merajuk lantas pergi meninggalkan rumah. namun saya tahu, dia cinta pada saya. Dia akan kembali pada waktunya, dengan sikap yang lebih manis. Jadi saya imbangi sikap manisnya
itu dengan mengalah. Dalam hal-hal tertentu...”
“Hem. Betapa ingin saya konsultasi dengan
suami Nyonya”
“Sayang, Dok. Dia akan menolak. Pernah saya
bujuk. namun suami saya seorang yang sangat sibuk sehingga tidak punya kesempatan untuk mengurus soal-soal sepele. Apalagi yang menyangkut hubungan seks”
“Masih sering meninggalkan rumah?”
“Ya. Kadang-kadang, sampai sepuluh hari.
namun dokter,” jessica tersenyum menggoda lagi.
“Tiap kali dia pulang, tiap kali cintanya makin
menggebu-gebu. Sering saya kewalahan sendiri. Itu juga saya rasakan, jika kami bepergian bersama. Baik waktu menginap satu-dua malam di hotel dalam kota, maupun waktu kami di luar kota…” jessica diam sebentar. lalu , ia mengemukakan pendapatnya sendiri, “Jadi, saya yakin benar. Dia bukan saja seorang suami yang menyenangkan, namun juga sehat
dan kuat. Sangat kuat, dokter...!”Dokter menyeringai mendengar ucapan jessica
yang terakhir. “Tentunya Nyonya puas. Dan bahagia” “Persis.”
“Bagaimana dengan pernyataan Nyonya sebe-
lum ini?”
“Tentang?”
“Pengalaman-pengalaman aneh di tempat tidur,
sebagaimana yang sudah diceritakan sebelum ini.
Kadang bobot suamimu terasa jauh lebih berat dari
biasa. namun lain kali, malah berubah ringan seperti kapas. Beberapa kali berbuat kasar, menyakitkan, dan pada waktu berbeda, lembut, memesona. Adakalanya cepat sekali dia selesai namun pada malam-malam lain,
dia begitu ketagihan sehingga meski Nyonya sudah
letih, malah kata Nyonya pernah sampai sakit, dia
tetap ingin mengulanginya...?”
“Oh, dia memang suami yang hebat,” jessica
tertawa lunak, sedikit malu-malu. “Tahu berbagai
macam variasi.”
“Variasi?”
“Ah, masa iya Dokter tidak tahu?” jessica ter-
senyum. “Atau Dokter suka bermain kura-kura dalam perahu?”
Diam berpikir sesaat, spesialis penyakit dalam
itu lalu balas tersenyum. “Nyonya sungguh
beruntung...,” Ia diam lagi sebentar, berpikir. Lalu,
“Bagaimana bau nafasnya?” “Biasa-biasa saja, Dok”
“Bau keringat?” “Berubah-ubah. namun itu lumrah, bukan?
Tergantung, dia minum atau makan apa sebelumnya.
Mungkin pula sebab lingkungan di mana dia me-
nyibukkan diri. Saya tidak merasa adanya keanehan
dari soal sepele semacam itu, Dok. Jadi...”
“Ingin sekali saya bicara dengan dia. Ingin
sekali,” dokter bergumam, seolah pada diri sendiri,
mengulangi apa yang sebelumnya ia ucapkan. lalu dengan menekan kekecewaan, ia menambahkan,
“Sayang, ia menolak. Cobalah bujuk lagi dia!”
“Akan saya usahakan, Dok.”
“Dan kalau dia menolak,” sang dokter berubah
serius. “Katakan kepadanya, kebiasaan kalian di tempat tidur harus segera diubah. Saya tidak ingin melukai hati Nyonya, namun saya terpaksa. Penggunaan obat bbius secara terus menerus, ditambah pula dengan perangsang seks yang over dosis, bisa berdampak pada kelumpuhan otak. Saya malah khawatir anak nNyonya nantinya… Ah, bagaimana ya?”“... lahir cacat, Dokter?”
“Apa lagi?” “Oh!”
sambil membayangkan anaknya bakal terlahir
cacat, jessica meninggalkan tempat praktik dokter
dengan gelisah. Yakin resep yang diberikan dokter
ikut menentukan kelanjutan hidup dan masa depan
anaknya di kelak selanjutnya , ia masukkan hati-
hati resep itu ke dalam tas tangan, lalu menggenggam tas itu kuat-kuat, seolah-olah takut ada yang mau me rampas bukan hanya tas, namun juga resep di dalamnya.. Ia langsung pergi ke apotek. Lalu duduk menunggu giliran obatnya selesai dibuat, sambil memantau poster-poster yang ada di dalam apotek. Ada poster mengenai perkembangan
anak sesudah lahir, ada pertumbuhan saat masih
dalam kandungan. Syukurlah, tidak ada poster yang
menakutkan mengenai anak-anak yang terlahir ke
dunia dengan kondiasi cacat yang menjijikan .
Dari apotek ia terus ke pasar.
Sudah tiga hari chucky di sidoarjo , dan katanya
akan pulang sore ini juga. Ia tentunya sangat lelah, dan merindukan jessica dan jabang bayi mereka. Maka di pasar, jessica membeli barang keperluan dapur untuk menghidangkan makanan terlezat kesukaan chucky , masuk toko untuk membeli sebuah setelan bagus
buat chucky , dan bahan-bahan keperluan bayi.
Lalu. ia akan duduk menunggu chucky sambil
menyulam. Selesai berbelanja, jessica mencari taksi yang kosong. nnamun pelataran parkir sepi dari taksi, kecuali bmobil-mobil pribadi. Yang lewat di jalan pun, pada terisi semua. Sambil menunggu taksi kosong, jessica berteduh di ujung pelataran parkir, dalam bayangan
atap bangunan sebuah toko. Dan diam-diam bersyukur
chucky sudah menjanjikan sepulang dari sidoarjo
akan mengreditkan sebuah mobil untuk jessica .
Meski mobil kecil dan bekas pakai, jessica tetap akan menerimanya dengan lapang dada, dan menganggap
itu sebagai hadiah pengganti pernikahan mereka yang tak kunjung terlaksana juga.
Orangtua chucky tetap tidak mengakui laki-laki
itu sebagai anak apalagi pewaris. jessica pun sudah berulang kali meminta chucky jangan mengemis kasih sayang dari orangtuanya lagi. Mereka dapat menikah kapan saja. Tak usah dengan pesta besar-besaran
seperti yang diharapkan chucky . Uang yang sudah
mereka kumpulkan, dan perhiasan-perhiasan yang
mereka beli, ataupun terima sebagai hadiah, tidak
akan jessica hambur-hamburkan untuk pesta pora. chucky katanya letih jadi sales terus-menerus, dan tetap ingin membuka usaha sendiri.
Hem, berapa lama dan berapa banyak lagi
uang yang harus mereka kumpulkan, sehingga dapat dipakai sebagai jaminan ke perusahaan agar chucky dikukuhkan sebagai sub-agen?
Sebuah taksi berhenti tak jauh dari tempat jessica
berdiri. Ia bergegas mendekatinya, takut kedahuluan orang lain. Dengan sabar ia menunggu penumpangnya turun. Dan ia sudah demikian tidak sabar untuk segera menerobos masuk ke dalam taksi, saat penumpang
yang baru turun itu menatapnya dengan mata lebar.
Lantas berseru setengah kaget, “jessica , kau!”
jessica balas menatap. Tertegun, lantas berseru
pula dengan riang gembira. “Astaga, tiny . Apa
kabar?” wanita lesbian itu kelihatan ragu-ragu saat mereka
bersalaman, dan berusaha menghindari pandangan
mata jessica tiap kali mata mereka bertemu. Ke li hatannya ia menyesali pertemuan tak terhindarkan itu. namun jessica yang sangat gembira ketemu teman satu kampung, tidak memperhatikan hal itu.
Sambil memeluk tiny dengan mesra, jessica
berkata, “Kau kelihatan jauh berubah!”
“Oh ya?”
“Tidak lagi seperti saat masih di kampung.
Oh, kau tinggal di kota ini juga?”
“He-eh”
“Dengan suamimu?”
Agak lama, baru tiny menganggukkan ke-
pala. “Kapan kalian tiba dari kampung?”
“Oh. Aku berangkat sendiri dari kampung.
Ketemu suamiku di kota ini, lalu... yah, menikah!”
tiny tersenyum kecut. “Aku tinggalkan kampung
kita, hanya satu hari sesudah kau pergi dengan chucky . Oh ya, taksimu menunggu. Aku pun mau berbelanja dahulu . Bagaimana kalau kita ...”
jessica cepat menyela. Dengan bersemangat.
“Kita harus merayakan pertemuan ini, tiny . Ayo,
kita minum di sana!”
Dan jessica pun dengan cepat sudah menarik
tangan tiny yang lalu setengah diseret
masuk ke sebuah restoran. Sambil wajah yang diajak tampak jelas mengikuti dengan perasaan terpaksa.
Mereka lalu duduk, memesan minuman
dan makanan sesuai selera masing-masing, sambil
mengobrol kian kemari. jessica bertanya banyak sekali
mengenai kabar di kampung, terutama mengenai
neneknya, dan adiknya aidit . Tentu saja tiny
tidak tahu. Toh ia meninggalkan kampung beda satu hari dengan jessica , dan belum pernah pulang lagi. “Mungkin tidak akan pulang-pulang,” ia mengakhiri, gundah.
“Hai. Mengapa?”
“Ya ampun, apa yang sudah kuucapkan?” Neng-
sih tampak terkejut sendiri oleh jawabannya, yang
lalu cepat ia koreksi. Sambil tampak gugup..
“Eh, maksudku, tidak dalam waktu dekat ini …! Ya,
ya. Itulah yang aku maksud. Dan ….”
jessica sesaat menangkap gelagat, lan tas me-
nyela. Lembut, namun menekan. ”Kau menyem bunyikan sesuatu ..!” “Aku, eh. Aku tidak …!”
Dari gugup, tiny mulai berubah ketakutan.
Cepat jessica menggapai lantas menggenggam
erat tangan tiny yang bergemetar dengan tangan
kirinya, sementara tangan kanan jessica ia tepuk-
tepukkan dengan lembut ke punggung tangan
tiny yang ia genggam.
Lalu ditambah senyuman mendorong, jessica pun
berujar tenang. “ Tak ada yang perlu kau takutkan,
tiny . Aku ada di sini, bersamamu…!”
Dan tiny mendadak terisak-isak.
jessica bukan duduk. Melainkan, terduduk.
Begitu tiba di rumah pukul dua siang, ia duduk
terenyak di kursi depan. Tas belanjaannya ia biarkan terguling di lantai. Sebagian isinya berhamburan. Juga ia biarkan. Air mata melelehi pipinya yang pucat mayat seperti kertas. Jatuh membasahi blus-nya, menggenang,
lembab. Biarkan, biarkan! Ia duduk, dan duduk terus, tanpa bergerak-gerak, malah dengan mata yang tak bpernah berkedip. chucky tidak di sidoarjo . Ia ada di kota ini, sejak ia pergi tiga hari yang lalu. Bahkan lebih menjijikan lagi, chucky tetap ada di kota ini, setiap kali ia mengatakan pergi bertugas keluar daerah, tanpa jessica ikut mendampingi. Kalaupun chucky memang di luar kota, tanpa jessica , tentulah ia selalu dengan tiny , atau dengan wanita lesbian -wanita lesbian lainnya yang seperti tiny .Seperti tiny ?
Mengapa bukan seperti jessica sendiri?!
Betapa menjijikan apa yang dikisahkan oleh
tiny , si wanita lesbian desa yang lembut, perasa dan terutama sebagaimana wanita lesbian desa lainnya, juga lugu. Si wanita lesbian desa bermimpi tentang indahnya kota. chucky datang, dan tiny pun terjebak. Terjebak oleh
bujuk rayu chucky saat chucky pulang menjemput jessica di kampung dan bertemu tiny . Bukan hanya satu kali seperti yang dikatakan chucky . namun sudah beberapa kali. tiny malah menunjukkan sepucuk surat yang sudah kumal dan lusuh sebab selalu ia simpan sebagai kenang-kenangan, dan dibawa ke mana saja ia pergi.
Dalam surat itu, chucky tidak saja berjanji akan
memberi tiny pekerjaan yang menghasilkan uang
banyak, namun juga bersedia menikahi tiny . Dan
begitu entengnya chucky menyelinapkan dusta besar dalam suratnya, “Aku jemput jessica sebab terpaksa. Kami sudah lama tidak cocok satu sama lain. Kami
akan mencoba lagi. namun dapat kuyakinkan kau,
tiny . Kami pasti akan gagal dan gagal lagi…!”
tiny benar-benar menyusul chucky .
Kalau pun nanti ia gagal menikah dengan
laki-laki yang ia kagumi itu, paling tidak tiny akan
memperoleh pekerjaan di kota, dapat menghidupi
dirinya bahkan keluarganya yang ayah . Sehingga
ia tidak lagi harus menyerah pada paksaan untuk
menikah dengan seorang duda dengan dua anak,
pencemburu dan suka main pukul.
chucky memang menunggu. Di kamar yang terletak di bagian atas bengkel sepeda motor yang hingar bingar dan menyesakkan nafas itu. chucky tidak menyinggung soal pernikahan,
tantu saja. Baru permulaan, bukan? chucky hanya
menjanjikan perkerjaan menarik, dengan gaji besar
yang akan menyelimuti tiny dengan kemewahan
yang bahkan dalam mimpi indahnya tentang kota,
tidak pernah ia bayangkan. tiny begitu yakin,
apa lagi sesudah chucky membawanya tinggal di sebuah rumah kecil mungil, bagus potongannya, dan lengkap perabotannya.
“Untukmu, tiny ,” kata chucky . “Aku tahu kau
akan datang!”Beberapa hari tidak terjadi apa-apa. Tidak lamaran pernikahan, tidak pula surat lamaran pe kerjaan untuk ditandatangani. Lalu suatu malam, mereka
minum-minum berdua, sambil mendengar kan mu-
sik, dan lalu suatu kepasrahan yang aneh men-
dorong tiny untuk menyetujui saja ajakan chucky
ke tempat tidur. ditambah ya dengan jessica , perut tiny sering mual kalau terus dicekoki minuman keras, tidak suka menelan obat tidur sebab merasa tidak ada gunanya. nKalau terpaksa, ia akan membuangnya diam-diam. Ia ingin menanti chucky di tempat tidur, dalam
keadaan sadar yang seutuh-utuhnya, ingin menikmati kebahagiaan mereka seutuhnya pula.
“Itulah sebabnya aku tahu, mengapa yang
naik ke tempat tidurku bukan chucky , melainkan
orang lain…!” terngiang-ngiang ucapan tiny
di telinga jessica . Ucapan yang ditambah sedu sedan, yang membuat mereka berdua jadi perhatian para pengunjung restoran. “Yang lebih menjijikan lagi, lalu aku tahu pula dari pengakuan chucky sendiri.
Malam di mana keperawananku hilang, bukan dia
yang merenggut. Melainkan majikan chucky yang
bernama dul latief itu...!”Lalu tiny pun mengalami hal-hal aneh yang dialami jessica . chucky yang selalu datang ke tempat tidur, kemu-
dian pergi untuk suatu keperluan. Katanya sebentar. Entah ke kamar mandi, entah untuk menutupkan
jendela. Lalu dalam kegelapan, ternyata yang muncul laki-laki lain. Kata tiny tadi di restoran, “Laki-laki, yang naluri seksnya ganjil. keranjingan menyetubuhi wanita lesbian yang ia percaya sebagai istri orang lain!” tiny menyeka air matanya, “Maka lalu , meski pun aku sudah tahu nasib yang kujalani, oleh chucky aku tetap dipaksa untuk berbuat seolah-olah aku istrinya, seolah-olah aku tidak sadar bukan dia yang naik ke atas tubuhku.”
Seorang pengunjung restoran mendekati mere-
ka. Orang tua yang baik hati, dan berujar simpatik,
“Kalian butuh bantuan?”
Mereka memang bicara dengan suara rendah
agar tidak didengar orang lain. Hanya saja tiny
tidak dapat menahan tangis, yang membuat mereka jadi sasaran perhatian.
jessica yang sangat terpukul, masih mampu
menolak uluran tangan orang tua yang baik hati itu.
“Terima kasih. Kami baik-baik saja”
Dan mereka meneruskan mengobrol sesudah
jessica mengantar tiny ke rumah yang ditempati
wanita lesbian satu kampungnya itu. sesudah mana lalu baru jessica pulang ke rumah yang ‘disediakan’ chucky untuk jessica -nya seorang. Rumah modelnya hampir sama, dengan suasana yang juga hampir sama, dan bualan tentang penghuni sebelumnya yang jelas-jelas
sama, si waria kaya raya dan sedang berkeliling ke luar negeri. Padahal, menurut pengakuan chucky kepada tiny , rumah-rumah itu memang sudah disediakan oleh majikan chucky demi memuaskan kebutuhan seks mereka yang tidaknormal , sekalian berguna untuk
kelancaran urusan bisnis. tiny katanya malu pulang ke kampung. Dan akan bertahan di kota. Kota yang sebelumnya
ia jadikan mimpi-mimpi indahnya, namun kini
akan menjadi nerakanya. Neraka yang tak akan
membiarkannya bebas, ke mana pun pergi
jessica bukan saja malu. Ia terluka. Belum pernah
ia terluka seperti hari itu. Demikian besar luka yang
menganga di jantungnya, sehingga ia masih duduk
diam di kursinya, sampai malam jatuh, dan chucky pulang menjelang pukul sembilan.
chucky , yang menurut tiny , hari itu tengah
mengantarkan seorang wanita lesbian lain menemui relasi mereka. Itulah rupanya arti sesuatu yang dirasakan jessica Rasa takutnya, terhadap rumah yang ia tempati.
Agaknya sudah mengetahui apa yang terjadi, begitu masuk ke dalam rumah, chucky tidak bertanya mengapa jessica tampak seperti orang yang sakit parah. chucky memang gelisah, namun berusaha duduk dengan tenang di hadapan jessica , dan bertanya,
“Baiklah. Apa yang ingin kau tanyakan, jessica ?”
sesudah sekian jam hanya terdiam dalam duduk
yang mematung dan kebekuan yang menyiksa, jessica ternyata masih bisa membuka mulut, agar telepas dari jahitannya.
Dan suara yang keluar dari celah bibir-bibir
yang pucat mayat kebiruan itu terdengar lebih mirip bisikan yang keluar dari liang kubur.
Dingin, menusuk.“Anak siapa bayi yang kukandung, chucky ?”chucky tidak menjawab.
Tentu saja, pikir jessica , hampir gila. Dan tidak
sampai berperilaku histeris hanya disebab kan tu-
buhnya seolah sudah menyatu dengan kursi yang ia terus duduki tanpa beranjak seinci pun sejak tadi siang. Tentu saja, chucky juga tak tahu, anak siapa yang dikandung jessica ! Pertanyaan kedua, lebih tegas. “Kau ingin aku menggugurkannya seperti dahulu , bukan?” Juga tak ada jawaban.
Dan jessica pun memberitahu chucky dengan khidmat, “Akan kugugurkan sekarang juga, chucky . Dan semoga kematiannya ikut mengutuk dirimu sampai kau mati, sampai kau membusuk di neraka!” Dan sebelum chucky menyadari apa yang dimaksud jessica , wanita lesbian itu sudah menyambar jambangan bunga dari atas meja tamu, menghantamnya ke tangan kursi yang ia duduki.
Lalu dengan kecepatan yang hampir tidak dapat
ditangkap mata, ujung pecahan jambangan campuran kristal dan kaca yang tersisa di tangannya, ia hujamkan dengan cepat dan kuat.
Langsung ke lambung sendiri.
chucky sesaat terlompat. Ngeri.
TEMBOK putih, langit-langit putih, tirai jendela
putih, sprei putih, benar-benar warna menjemukan.
Dan seolah-olah ingin mengubah kejemuan itu
menjadi ketenangan yang syahdu, tersimpanlah
dengan megah di atas meja dekat kepala ranjang
rawat, sebuket kembang ros merah jambu dengan
dedaunannya yang hijau segar.
Sambil memeriksa denyut nadi jessica , suster
berwajah oval dengan seragam yang juga putih-putih, bergumam lembut, setengah iri. “Tidak terhitung berapa banyak wanita lesbian yang ingin dikirimi kembang oleh ndokter soebandrio . Mereka semua sia-sia berharap...!” suster itu tersenyum, manis, lalu menambahkan, sama manisnya, “Hanya kau seorang yang beruntung, Dik
Rika!” Tanpa sedikit pun merasa bangga, jessica menyela
lirih. “Dokter soebandrio ... Pernahkah aku mendengar nama itu, Suster?”
“Pernah?” suster membelalak, heran. “Bukankah
dia yang merawatmu dahulu , saat pertama kali kau diopname di rumah sakit ini?”
“Ooo,” jessica jadi malu hati. “Jangan bilang ke
dia, aku lupa ya, Suster?”
“Boleh. Dengan syarat” “Apa?”
“Jangan kau remas-remas lagi pembalut luka di
perutmu, Dik. Dalam dua hari ini tiga kali sudah kau
melakukannya, sehingga kami semua kalang kabut...!”“Maafkan, Suster.”
“Tak apa. Lagi pula kau lakukan itu dalam
keadaan tidak sadar. Pingsan dua hari terus menerus
cukup mencemaskan bukan? Jadi kami semua
bersyukur pagi ini keadaanmu jauh lebih baik!”
Suster yang peramah dan perhatian itu me nye -
lesaikan tugasnya, dan bertanya sebelum pergi, “Apa-kah kau membutuhkan sesuatu?”
“Hanya ingin minum, Suster.”
“Siap. Pesanan akan diantarkan segera …!” kata
suster tersenyum, lalu berlalu.
Yang lalu muncul dengan minuman,
bukan suster tadi, melainkan dokter muda yang sudah dikenal baik oleh jessica . Kecuali, tentu bahwa dahulu ia sudah lupa menanyakan siapa nama orang ini. Mereka
bertukar sapa dengan senang hati disusul protes
berbau munafi k dari mulut dokter soebandrio .
“Kau melanggar perintahku, jessica !”
“Oh ya? Apakah itu?”“Kau boleh datang, namun bukan sebagai pasien!”
“Astaga, betapa pelupanya aku ini!” jessica ikut-
ikutan munafi k. “Apakah aku akan dihukum?”
“Kalau kau minum dengan rakus, ya. namun
kalau kau rela kuberi setetes demi setetes, paling juga kami tidak jadi melemparkanmu ke kamar mayat…!”
Tetes demi tetes air putih yang rasanya sangat
tidak nyaman, mana berbau obat pula lagi, lalu
menyelinap masuk di antara celah-celah bibir jessica yang pucat mayat namun kata soebandrio sudah mulai kemerah merahan itu.
Sempat berlalu kebisuan yang menggigit, se te-
lah nya. Sampai lalu jessica membuka mulut dan
bertanya murung. “Mengapa kalian menyelamatkan
aku, Dokter?” soebandrio tersenyum.
Jawabnya, “Menuruti dinas, sebab kewajiban.
Menuruti kata hati, sebab takut. Kalau mau jawaban yang lebih jelas, sebab banyak orang yang mestinya masih hidup, terpaksa harus mati!”
“Kalau begitu, kalian dokter-dokter ternyata
bersifat kejam dan jahat!” “Lho, apa pula itu?”
“Banyak orang yang mestinya harus mati,
terpaksa masih hidup. Kalian sudah memaksa aku,
dokter soebandrio ...” sudut-sudut mata jessica berkaca-kaca. “Kalian semestinya membiarkan aku mati saja!”soebandrio menggapai telapak tangan pasiennya. Ia genggam dengan lunak, dan tanpa ia sadari, telapak tangannya sendiri bergetar dengan tiba-tiba. katanya ,
“Jangan sia-siakan karunia Tuhan, jessica .”
“Karunia, Dokter? Apakah perasaan terhina
seumur hidup, merupakan karunia? Kau tahu siapa
aku sebetulnya , Dokter? Tahu apa kerjaku selama
ini?”“Aku tahu,” jawab soebandrio . Tenang.
“sebab aku mengigau?”
“sebab kau mengigau. Dan sebab aku senang
membaca berita-berita menarik di surat-surat kabar maupun televisi…!”.
“Berita!” jessica terjengah. “Apa yang mereka
ceritakan tentang si wanita lesbian berlumur dosa ini, Dokter?” soebandrio menggeleng-geleng, prihatin. “Tidak
satu pun dari mereka menyebut kata dosa, jessica .
namun , hikmah!”
jessica mengerutkan dahi. Terbingung-bingung,
“Hikmah?” Dokter muda itu mengangguk. “Mereka semua bilang, berkat dirimu …!”
“Nah. Apa lagi, ini?!”
“Biar kujelaskan, jessica . namun garis besarnya
saja, ya?”
soebandrio menarik nafas panjang sebentar, tak
ubahnya seorang guru yang sabar mempersiapkan
diri untuk menyusun sebuah persoalan yang mudah
untuk dicerna oleh murid-muridnya yang bodoh.
Lalu, dokter muda itu pun memulai.
“... chucky menduga kau sudah mati. Sesaat
ia panik. lalu berpikir untuk menghilangkan
jejak. Ia pinjam mobil dari seseorang, dibawa pulang ke rumah yang kalian tempati, dengan maksud membuang mayatmu di sebuah tempat. Hem, sudah kuduga, kau akan terperanjat. Tenanglah, jessica , dan dengarkan saja lanjutan ceritaku...!” soebandrio menepuk-nepuk punggung tangan jessica dengan
penuh kasih sayang. Dengan singkat ia menceritakan, bagaimana chucky sebab panik dan tergesa-gesa, sudah membiarkan
mesin mobil tetap hidup dan kedua lampu depan
menyala terang benderang. Sekelompok laki-laki
melihatnya, curiga, lalu mendatangi.
Mereka memergoki chucky sedang menyeret
tubuh jessica di beranda. sesudah sama-sama kaget sejenak, laki-laki -laki-laki pengangguran itu lantas memeras chucky habis-habisan. Rupanya permintaan mereka terlalu tinggi, juga ingin pembayaran sesaat sebab kata mereka, chucky sering tidak menepati janji. Terjadi pertengkaran.
Seorang tetangga yang sudah lama tidak
menyukai gerombolan laki-laki itu, menelepon polisi. Pihak berwajib datang dengan cepat, tepat saat chucky dan para laki-laki itu mencapai kompromi dan setuju bekerja sama. Terjadi keributan sebentar sebab gerombolan laki-laki itu bermaksud melarikan diri. chucky yang masih marah dan panik, menurut saja
waktu tangannya diborgol. Ia baru bertingkah, saat
ia dituduh sudah mencoba membunuh jessica dan bermaksud membuang korban kejahatannya untuk menghilangkan jejak.
“Menarik!” jessica mendadak berseru.
soebandrio yang tengah mengingat-ingat apa saja
yang sudah ia baca di surat kabar, sampai kaget.
jessica tersenyum, lebar. katanya , “Menarik. Tuduhan yang sangat menarik!”
“Maksudmu?”
“chucky mencoba membunuhku!” jawab jessica .
Dengan nafas yang mendadak terasa sesak oleh
pemikiran yang tahu-tahu sudah menari-nari di
kepalanya.. “Itu dia. Sebuah imbalan untuk apa yang sudah chucky lakukan selama ini terhadapku... Oh, dokter!”
Antara sadar dan tidak jessica menggenggam
tangan soebandrio kuat-kuat, kedua bola matanya
bercahaya-cahaya. “Aku gembira dan merasa amat
sehat hari ini, Dokter!” “Syukurlah. Dengan begitu, kau dapat lekas sembuh. Dan pulang!”
jessica terenyak lagi. Muram.
“Nah. Apa lagi, ini?!” entah sadar entah tidak,
sang dokter mengutip kata-kata yang tadi diucapkan oleh jessica . Sambil wajahnya terlihat kuatir. “Pulang, ” gumam jessica , tidak kepada siapa- siapa. “Pulang ke mana, Dokter?”
“Kudengar, kau masih punya keluarga. Seorang
nenek yang baik budi, dan seorang adik yang selalu
ingin membelamu mati-matian. Mereka akan...”
jessica menangis terisak-isak. “Mestinya kalian
biarkan aku mati saja, Dokter!” soebandrio membelai rambut dan pipi jessica . Ingin
sekali, rasanya. namun ia tahan sebisanya. Dan dengan wajah gembira dan tampak puas, ia kembali angkat suara.
“Tenangkan hati, jessica . Kami sudah meng-
hubungi nenek dan adikmu. Bahkan mereka sudah
datang kemarin siang, dan sore nanti akan berkunjung kembali. Mereka sudah tahu semuanya, jessica . Mereka sedih, tentu saja, namun mereka tetap mencintai dan ingin membelamu mati-matian. Kau tahu, jessica ? Tim dokter yang membedahmu, sempat geger. Habis,
nenekmu main ancam segala. Akan mengadukan
mereka kalau kau sampai meninggal. Dan adikmu si aidit , lebih hebat lagi...”
“aidit ,” jessica menangis dalam haru yang
teramat sangat. Ia sudah tahu apa yang diucapkan
aidit namun tetap ia ingin mendengar.
Lantas bertanya, “Apa ancaman aidit , Dok-
ter?” “Dia akan memukul kami semua. Katanya,
sampai rata dengan tanah!” dokter soebandrio geleng-geleng kepala. “Dia itu adik yang hebat…!”
Barulah jessica dapat tersenyum.
soebandrio bangkit.
“Aku harus menemui pasien lain. Kuatkan hati
dan lekaslah sembuh, jessica .”
“Terima kasih, dokter.” saat soebandrio mencapai pintu, jessica me manggil, “Dokter?”
“Ya, jessica ?” Gunardi yang tadi melangkah
keluar dengan wajah sendu, membalikkan tubuh
dengan wajah bersinar-sinar penuh harap.
“Terima kasih juga untuk kembang-kembang
yang cantik itu!” jessica menggerakkan dagu ke buket mawar merah jambu di atas meja.
“Ah, lupakanlah …!” soebandrio bersungut datar,
namun dalam hati, betapa ia bersorak bahagia.
“Dapat memetik di taman seperti dahulu ,
Dokter?” “Mmmm, yaaa...!”
“Hai. Bukankah di situ tertulis, dilarang memetik
kembang?” jessica menuduh.
Mau tidak mau, soebandrio menyeringai.
Lalu membela diri.
“Dilarang, kalau disia-siakan, jessica . Tidak, kalau
demi menyelamatkan nyawa seseorang. Terutama
pasienmu…!” dokter soebandrio yang muda dan tampan itu, menganggukkan kepala dengan hormat, lantas berjalan keluar dengan bahu terangkat. Ia siap menerima surat pemecatan, jika tindakannya merusak taman bunga rumah sakit
dianggap melanggar peraturan.
namun kepala rumah sakit mengagumi kekerasan
hati soebandrio , dan menyukai cara kerjanya selama ini. Kalau soebandrio sampai keluar, mereka semua akan dapat kehilangan tenaga pilihan yang tekun dan bersemangat.
Oleh sebab itu tidak ada teguran sedikit pun
saat suatu hari, soebandrio memetik lagi bunga-bunga mawar dari taman, dan menyusun sendiri bunga-bunga ini di sebuah buket kecil dan manis, lalu menyodorkannya ke tangan jessica yang sudah bersiap-siap untuk meninggalkan rumah sakit. Didampingi nenek dan adiknya, aidit .
“Bersama doa restuku, jessica ,” bisik soebandrio ,
gemetar. “...dengan larangan yang sama seperti
dahulu !”“Tidak datang sebagai pasien,” jessica ter senyum.
“Baik-baiklah menjaga diri!”
“Dengan doamu, Dokter. Dan dengan bantuan
harumnya bunga mawar pemberianmu,” jessica mencium bunga-bunga mawar merah jambu yang segar bugar itu berlama-lama, dan terkejut manakala duri yang tersembunyi, menusuk kulit pipinya. “Hai. Pipimu berdarah,” soebandrio ikut terkejut. jessica tertawa.
“Tugasmu untuk mengobatinya, Dokter!”
Mereka lalu saling mengulurkan tangan.
soebandrio berkata memelas, “Mungkin suatu
waktu aku akan berkunjung ke rumahmu, jessica .”
“Aku akan menanti dengan tangan terbuka,
Dokter. Asal kau penuhi dua permintaanku.”
“Sebutkan saja.”“Pertama, kata kata ‘mungkin’ itu lebih enak kalau diubah jadi kata ‘pasti’. Kedua, bukan sebab terpaksa!”
“Bunga-bungaku tampak semakin indah, jessica !”
“Sayang berduri, Dokter!”
“Apakah menyakitkan?”
“Menyenangkan, Dokter. Sangat menyenang-
kan. Tusukannya, begitu lembut, begitu bergetar...”
“namun jangan campakkan lagi, jessica !” soebandrio
mengingatkan peristiwa lama yang sangat melukai
hatinya itu.
jessica terjengah.
Malu-malu, ia menjawab, “Kalau tercampak,
biarlah ke dalam hati...!”
aidit yang dari tadi diam saja, tiba-tiba menengahi, “Oh, panasnya hari ini...,” lantas kepada neneknya yang tersenyum-senyum senang, aidit menggerutu, “Tidakkah Nenek berkeringat?!”
dan tibalah suatu hari.
Udara tidak panas, tidak pula dingin, tidak
lembab. Namun toh soebandrio berkeringat juga, saat ia bertanya kepada jessica ,. “Maukah kau kuperistri, jessica ?”Sebagai jawaban, jessica terkulai. lalu menangis bahagia. soebandrio jangan dikata lagi. Langit, matahari, dan bumi, sampai merengut masam, sebab iri hati.