Rabu, 14 Desember 2022

melayu 1

prinsip  persatuan  yang menunjukkan kesetiaan rakyat kepada negara dan Raja atau pucuk pimpinan sesuatu negeri, negara dan area  menjadi unsur penting dalam gerakan kebangsaan atau kebangsaan . Gerakan kebangsaan  dalam bentuk moden dihayati  dalam kalangan orang  Asia Tenggara di abad ke-20 melawan  
penjajahan  Barat terutama kerajaan inggris  di Burma, Tanah Melayu, Singapura, Brunei, Sabah, 
Sarawak, Perancis di Indoncina, Sepanyol dan Amerika di Filipina, Belanda di Indonesia 
 Menjelang abad ke-20, bergelora  semangat persatuan  mempertahankan  kedaulatan Raja dan negeri yaitu  melalui media seperti brosur , majalah, buku dan  organisasi  Melayu yang berunsur politik. Semangat persatuan  dalam kalangan orang Melayu ini lebih kuat dan bersatu di bawah ide  mempertahankan  kelangsungan  orang Melayu dan menuntut kemerdekaan sebagai pewaris yang setia dan  memiliki  kekuatan jati diri bangsa.
 persatuan  yang menjadi teras kebangsaan  yaitu  prinsip  dalam kalangan  penghuni sesuatu area  yang tertentu. prinsip  ini dapat dilihat jika  rakyat sesuatu  area  itu memakai  lambang-lambang tertentu seperti sempadan dan ibu kota 
bagi menentukan taraf hidup rakyat  kepribadian  kebangsaan, kewarganegaraan,  bahasa kebangsaan, ekonomi, kebudayaan dan kesenian, bendera, lagu kebangsaan dan lain-lain. persatuan   yaitu  prinsip  kesetiaan kepada negara dan 
menjadi unsur  kebangsaan,  faktanya  kebangsaan  yaitu  satu gerakan kesadaran  yang menumpukan 
perhatian bagi menentukan nasib sendiri, negeri  untuk mencapai  kebebasan dan kesejahteraan dan  memupuk kepribadian  sejati. Ini meningkat  dibandingkan   tekanan dan pengaruh asing atau penjajah sehingga kita  merasa lemah dan  tertinggal dalam bidang  ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan. Pada awal abad  ke-20, kebangsaan  menjadi masalah  yang menonjol di Asia Tenggara. Pendidikan Barat  sudah  memberi  makna baru pada hak asasi manusia, persamaan, kebebasan dan  kemerdekaan.  di melayu , orang melayu  sudah  berperan  dalam  memperjuangkan nasib bangsanya pada zaman penjajahan inggris . Pengertian  ‘kebangsaan’ dihayati oleh orang melayu  sebab  ia dikaitkan dengan perjuangan  menegakkan kemerdekaan  negeri  dalam melawan  penjajah.  biasanya , peneliti  sejarah menggolongkan  tahap perkembangan 
gerakan kebangsaan sebelum Malaysia mencapai kemerdekaan menjadi  empat  peringkat:
 1906-1941 - Gerakan Awal Zaman inggris 
  1942-1945 - Gerakan Zaman jepang 
 1946-1957 - Gerakan Menjelang Kemerdekaan
 1957-2012 - Gerakan Pengisian Kemerdekaan
 peneliti  sejarah seperti Radin Soenarno dan William R. Roff menjadikan  1906 sebagai tahun bermulanya gerakan kebangsaan. Peringkat awal gerakan ini  yaitu  melalui pengaruh agama. Pengaruh dari Timur Tengah sudah  mendorong 
kemunculan gerakan pembaharuan Islam di melayu  yang dipimpin oleh Syeikh  Tahir Jalaluddin, Haji Abas Muhammad Taha dan Syed Syeikh Ahmad Al-Hadi. Mereka  bergerak melalui majalah Al-Imam (1906), Tunas Melayu (1913), Al-Ikhwan (1926), mengeluarkan artikel , syarahan-syarahan agama dan meterbentuk kan madrasah-madrasah. Sebelum Perang Dunia II, tanggapan orang Melayu terhadap politik berlainan 
dibandingkan  apa yang muncul mulai 1945. agustus  Melayu waktu sebelum perang lebih  mengenali ‘watan’ dibandingkan  ‘negara’ dan ‘siasat/siasah’ dibandingkan  ‘politik’. Cita-cita politik mereka seluruhnya agak terbatas – mereka niat  menciptakan  pemerintahan di bawah 
naungan kerajaan inggris  dan taat setia yang diberikan kepada seorang raja lebih kuat dibandingkan  prinsip  ‘kebangsaan’ (dalam konteks yang lebih luas yaitu  tertumpu kepada Tanah  Melayu sebagai satu entiti politik). Walaupun dalam tahun-tahun 1920-an dan 1930-
an sudah  muncul golongan yang bersikap radikal, yaitu  melawan  penguasa  dan membayangkan kemungkinan bergabung  dengan Indonesia, jumlah  aktivis radikal ini tidaklah besar.
 Dengan munculnya Kesatuan Melayu Singapura (KMS) pada 1926, orang Melayu  di Semenanjung Tanah Melayu turut mendukung  pertumbuhan  dan bercita-cita  pula meterbentuk kan persatuan kesatuan yang berunsur politik. Sesudah  diterbentuk kan 
organisasi  Melayu di beberapa negeri Melayu, mereka berharap   supaya diadakan Kongres Melayu (diwakili oleh organisasi  negeri  
Melayu) dan seterusnya meterbentuk kan Persekutuan Melayu yaitu  gabungan persatuan-persatuan negeri  Melayu yang berpusat di Kuala Lumpur. Banyak juga persatuan  Melayu lahir di sekitar tahun 1937-1941. Walau bagaimanapun, mereka hanya sukses   mengadakan Kongres Melayu yang pertama pada 6 agustus  1938 di Kuala Lumpur dan  Kongres Melayu yang kedua pada 25 dan 26 desember  1940 di Singapura.
 Cita-cita mereka untuk meterbentuk kan gabungan organisasi  Melayu di  seluruh Semenanjung Tanah Melayu masih menemui jalan buntu. singkatnya  orang  Melayu, sehingga tahun 1941, masih belum sukses  lagi meterbentuk kan satu persatuan 
yang meliputi  semua persatuan Melayu Semenanjung Tanah Melayu. Pada tahun 1926, Kesatuan Melayu Singapura (KMS) diasaskan. KMS yaitu   pergerakan separuh politik Melayu yang pertama dan dipimpin oleh Mohd. Yunus 
Abdullah. Antara tujuan penting KMS yaitu  menggalakkan ahli-ahlinya bergerak aktif 
dalam urusan-urusan dan pemerintahan  , memperjuangkan kemajuan dan kelangsungan  
orang Melayu dalam bidang  politik dan pelajaran, membuat permohonan kepada  pihak inggris  berhubung dengan hak dan kebebasan orang Melayu dan mengambil  berat tentang pelajaran tinggi dan  teknik dalam kalangan orang Melayu.
 KMS yang aktif di Singapura itu sudah  memperoleh  perhatian warga  di  Tanah Melayu. media masa  Melayu berperan  dengan memberi  kesadaran  kepada pembaca-pembaca tentang perlunya diterbentuk kan persatuan politik di  negeri  Melayu seperti KMS. Wartawan dan penulis ini tidaklah bertujuan menghina   pemerintahan inggris , mereka ingin menjadikan organisasi  ini  sebagai 
salah satu saluran bagi membela nasib orang Melayu dalam hubungan dengan pihak 
inggris . organisasi  ini  hendaklah menyusun satu tradisi   mengikut undang-undang negeri dan  mentaati kerajaan inggris  dan raja-raja Melayu.
 Pada tahun 1927, pemerintahan   inggris  sudah  melantik empat orang wakil Melayu di dalam majelis  permusyawaratan rakyat  Persekutuan bagi mewakili orang Melayu di dalam  negeri  Melayu Bersekutu. Peluang yang diberikan oleh pihak inggris  ini 
,  
sudah  memperoleh  perhatian gologan wartawan dan cerdik pandai Melayu saat  itu bagi 
memperkukuhkan kedudukan mereka dengan membangun  persatuan-perasatuan yang 
bercorak politik. Melalui persatuan Melayu yang dicadangkan ini, orang Melayu dapatlah 
menyampaikan hasrat mereka kepada pihak inggris  di samping saluran wakil-wakil 
Melayu di dalam majelis  permusyawaratan rakyat  Persekutuan seperti Raja Chulan, Undang Rembau 
dan lain-lain.
 kedatangan  orang asing ke Tanah Melayu yaitu  salah satu faktor yang membangkitkan kesadaran  orang Melayu tentang perlunya diterbentuk kan persatuan politik.  jumlah  orang asing yang bertambah ramai di negeri  Selat dan negeri  
Melayu Bersekutu sudah  menimbulkan kerisauan orang Melayu, lebih-lebih lagi orang  asing terutama Cina dan India, sudah  menguasai bidang  perniagaan dan  bekerja di  lombong, ladang getah malah di pejabat-pejabat kerajaan. Wakil-wakil asing di dalam  majelis  permusyawaratan rakyat , terutama di majelis  Perundangan Negeri Selat, majelis  permusyawaratan rakyat  
Persekutuan dan majelis  permusyawaratan rakyat  di negeri  Melayu Bersekutu sering membela 
kelangsungan  orang asing di melayu . 
 Jika dibandingkan dengan wakil-wakil Melayu (raja-raja dan pembesar-pembesar), 
wakil orang asing ini lebih lantang bertemu ra. Antara wakil-wakil Cina yang aktif di dalam 
majelis  permusyawaratan rakyat  Persekutuan yaitu  Choo Kia Peng (1920-1927), Cheah Cheang 
Lim (1927-1934), San Ah Wing (1931) dan Lai Tet Loke. Wakil India, yaitu  Subbiah 
Naidu Veerasamy buat pertama kalinya dilantik ke majelis  permusyawaratan rakyat  Persekutuan bagi  mewakili orang India di melayu  pada bulan Februari 1928.  Di negeri  Selat, Tan Cheng lock dan Lim Ching Yan yaitu  di antara 
wakil Cina yang aktif di dalam majelis  Perundangan pada tahun 1930-an. Di dalam 
majelis  permusyawaratan rakyat  Persekutuan, Choo Kia Peng pernah melawan  perlaksanaan 
dasar desentralisasi, menggesa pihak inggris  mengambil berat tentang nasib buruh 
Cina yang tidak bekerja, masalah  kerakyatan dan sebagainya. Pada tahun 1931, San Ah 
Wing sudah  menggesa pihak inggris  memberi tanah dan bantuan kepada buruh Cina 
yang tidak berkerja supaya mereka dapat menjalankan pertanian secara kecil-kecilan. 
Di dalam majelis  Perundangan, Tan Cheng Lock turut membuat pembelaan terhadap 
kelangsungan  orang Cina dan beliau tidak setuju  bahasa Melayu dijadikan bahasa  resmi  dan dipakai  oleh warga  dari bangsa asing di negeri  
Selat. 
 Bagi memperoleh  dukungan  dibandingkan  pihak inggris , biasanya wakil-wakil Cina 
ini mempopulerkan  sikap dan membesar-besarkan bangsa Cina yang turut  memajukan Tanah Melayu. saat  pihak inggris  hendak melaksanakan Alien Bill  (yaitu  peraturan bagi mengawal orang asing datang ke Tanah Melayu), wakil Cina di  dalam majelis  permusyawaratan rakyat  Persekutuan yaitu , San Ah Wing sudah  menganggap Alien Bill  sebagai suatu peraturan diskriminasi terhadap orang Cina di melayu . Bagi 
beliau, pemerintahan   inggris  tidak patut berbuat demikian sebab  orang Cina yaitu  
tulang belakang yang membangunkan Tanah Melayu. Dasar desentralisasi (yang lebih 
menguntungkan orang Melayu) sudah  mula dijalankan di jaman  Sir Lawrence Guillemard 
menjadi Pesuruhjaya Tinggi di negeri  Melayu Bersekutu (1920-1927). 
 Pada tahun 1924, pihak inggris  sudah  mula melaksanakan dasar desentralisasi 
(secara beransur-ansur) bagi menambahkan kuasa majelis  permusyawaratan rakyat  Negeri. 
Belanjawan di tiap-tiap negeri sudah  dikemukakan di dalam majelis  permusyawaratan rakyat  Negeri dan  tidak lagi di dalam majelis  permusyawaratan rakyat  Persekutuan.  Pada tahun 1927, Raja Melayu tidak lagi menghadiri permusyawaratan rakyat  di dalam majelis   permusyawaratan rakyat  Persekutuan. Sebagai gantinya, empat wakil Melayu sudah  dilantik menjadi  wakil yang tidak resmi  di dalam majelis  permusyawaratan rakyat  Persekutuan, yaitu  Datuk Setia Raja Abdullah bin Haji Dahan (Undang Rembau) dan Raja Musa Udin bin Sultan Alaidin  Sulaiman Syah (Raja Muda Selangor), Raja Chulan (Raja di Hilir Perak) dan Tengku  Sulaiman (Tengku Besar Pahang). Di dalam majelis  permusyawaratan rakyat  Persekutuan, Undang  Rembau dan Raja Chulan saja  yang selalu membuat pertanyaan dan mengemukakan  rencana  yang berhubung dengan kelangsungan  orang Melayu seperti pelajaran,  ekonomi, tanah simpanan, penglibatan orang Melayu dalam jentera pemerintahan   dan 
sebagainya.  Walau bagaimanapun, Raja-Raja Melayu menjadi simbol perpaduan bagi orang 
Melayu di samping menjadi ketua pengurus  adat resam Melayu dan agama Islam.  Ketaatan orang Melayu kepada raja-raja mereka tetap kekal. Para ilmuwan  Melayu sedar  akan hakikat bahwa  pihak inggris  yaitu  bertanggungjawab tentang pemerintahan  di melayu  – Raja-Raja Melayu hanya menjadi ‘lambang kekuasaan’ dan wakil 
Melayu yang dilantik di dalam majelis  permusyawaratan rakyat  Persekutuan dijadikan sebagai ‘alat’  untuk mewakili suara orang Melayu. Memandangkan organisasi  Melayu  yang sudah  terbentuk  bercorak kenegerian, Ibrahim Hj. Yaakob, (hasil  Maktab Perguruan  
 Sultan Idris, Tanjung Malim) sudah  membangun  Kesatuan Melayu Muda (KMM) pada 
tahun 1938. KMM sudah  tumbuh secara  ‘bawah tanah’ (berpusat di Kuala Lumpur) 
dan memperjuangkan nasib orang melayu  pada keseluruhannya. Pada tahun 
1941, Ibrahim Hj. Yaakob sudah  mempopulerkan  perkembangan  KMM di peringkat negeri dan 
membeli syarikat brosur  Warta Malay dengan memperoleh  bantuan kewangan dibandingkan  
jepang . kebanyakan , ahli-ahli KMM sudah  memakai  brosur  sebagai pentas perjuangan 
nasib bangsa Melayu. di jaman  pendudukan jepang  (1941 hingga 1945), semangat kebangsaan orang-orang Melayu tetap bergerak namun  dalam nada yang berbeda . Kesatuan Melayu Muda 
(KMM) di bawah pimpinan Ibrahim Hj. Yaakob bergerak sehingga tahun 1942. KMM 
sudah  memainkan peranan menyatukan orang melayu  dan bekerjasama dengan  pemerintah jepang  dalam menghadapi kesulitan -kesulitan  saat  itu. para pemimpin  
KMM seperti Ibrahim Hj. Yaakob, Mustapa Husein, Hassan Manan dan Karim Rashid 
memiliki  perhubungan yang rapat dan bekerja dengan jepang . Kebanyakan dibandingkan  
mereka sudah  dilantik menjadi para serdadu kanan dalam angkatan Gui-Gun (pasukan  
pembela tanah air) pada tahun 1943.
 jika  jepang  mulai merasa tidak dapat bertahan lama di melayu  (1944), pemerintah jepang  sudah  memberi kerjasama dan dukungan  moral kepada para pemimpin  KMM untuk bergerak cepat  dalam politik Tanah Melayu. Pemerintah jepang  
memberi dukungan  kepada Ibrahim Hj. Yaakob untuk meterbentuk kan kerjasama dengan 
para pemimpin  kebangsaan Indonesia.
Pada bulan Julai 1945, Ibrahim Hj. Yaakob sudah  membangun  Kesatuan Rakyat  Indonesia Semenanjung (KRIS) bagi menggantikan KMM. pengayom  ini sudah   menimbulkan  satu pertemuan antara Sukarno-Hatta dengan Ibrahim Hj. Yaakob di  Taiping pada 12 agustus  1945. Pertemuan ini sudah  menjanjikan satu persetujuan untuk  memproklamasikan  kemerdekaan Indonesia bersama-sama Tanah Melayu.
 Gerakan kebangsaan di zaman pendudukan jepang  tidak bergerak bebas.  para pemimpin  KMM dan para wartawan , dan  para serdadu jepang  selalu  diawasi, sebaliknya mereka dikehendaki patuh pada pemerintahan jepang  dan 
menjalankan propaganda untuk kelangsungan  jepang . Di antaranya yaitu  propaganda yang 
berkaitan dengan pemerintahan jepang  yang selalu  bertanggungjawab terhadap nasib 
bangsa kaum pribumi . Ini memberi peluang kepada para pejuang  mengambil inisiatif menaikkan semangat rakyat Malaysia, terutama orang-orang  Melayu agar bekerja keras dan memiliki  semangat waja dalam menghadapi segala  kesulitan . Pada masa inilah, para pejuang mengambil kesempatan  mengkritik penjajah inggris  dengan lebih berterus terang. Namun, Indonesia sudah   memproklamasikan  kemerdekaan pada 17 agustus  1945, tanpa Tanah Melayu. Pemimpin- pemimpin KMM/KRIS yaitu  Ibrahim Hj. Yaakob, Hassan Hj. Manan dan A.Karim Rashid  sudah  terbang ke Indonesia untuk meneruskan perjuangan mereka di sana.
 Sesudah  jepang  menyerah kalah pada 14 agustus  1945, Partai  Komunis Malaya (yang 
kebanyakannya terdiri dari orang-orang Cina) sudah  menguasai Tanah Melayu selama 
14 hari. Pemerintah inggris  mula menguasai dan menduduki semula Tanah Melayu di 
bawah pemerintahan   kepasukan an kerajaan inggris . Pada 10 Oktober 1945, Setiausaha bagi Tanah  Jajahan sudah  membuat pengumuman tentang rencana  inggris  untuk meterbentuk kan 
pemerintahan Malayan Union yang bertaraf tanah jajahan. kebanyakan , orang  Melayu membantah rencana  Malayan Union sebab  menjadikan  Tanah Melayu sebagai tanah jajahan inggris  dan Raja-Raja Melayu  tidak memiliki  kuasa seperti sebelum 1941. Walaupun Sir Harold Mac Michael 
sudah  memperoleh  tandatangan dibandingkan  Raja-Raja Melayu secara paksa, orang-orang 
Melayu tetap membantah keras perlaksanaan Malayan Union. Pada 18 Oktober 1945, 
para pejuang yang anti penjajah inggris  sudah  bersatu membangun  Partai  Kebangsaan Melayu Malaya (PKMM) di bawah pimpinan Moktaruddin Laso,  Dr. Burhanuddin Al-Helmi, Dahari Ali, Ahmad Boestamam dan lain-lain. PKMM 
memperjuangkan kemerdekaan Tanah Melayu bergabung dengan Indonesia yang 
membawa slogan “Indonesia-Malaya Satu”.
 Walaupun PKMM yaitu  Partai  politik Melayu yang pertama selepas penduduk jepang , namun  ia tidak sukses  menyatukan  orang  Melayu melawan  penjajah inggris . Sebaliknya, perjuangan PKMM yang inginkan kemerdekaan Tanah Melayu 
sudah  tidak disokong dan disenangi oleh inggris . Pembentukan Malayan Union pada 1 
April 1946 sudah  membangkitkan  lagi semangat orang melayu  bersatu di bawah  satu payung perjuangan. Pada 11 Mei 1946, orang melayu  sudah  membentuk payung pengayom  Kebangsaan Melayu Bersatu (UMNO), di bawah pimpinan Datuk  Onn Jaafar. 

  Perjuangan UMNO yaitu  semata-mata melawan  pemerintahan   Malayan Union  yang merugikan kuasa politik dan masa depan orang melayu . Walaupun UMNO  terbentuk , inggris  sanggup berunding dan bekerjasama dengan tuntutan-tuntutan yang  dibuat oleh UMNO. Ini berbeda  sekali dengan perkembangan  PKMM di mana inggris  tidak  bekerjasama dan melayan permintaan Partai  ini yang menuntut kemerdekaan Tanah  Melayu. Ini menimbulkan  PKMM membesarkan sayapnya, dengan meterbentuk kan 
PUTERA (yang terdiri dibandingkan  API, AWAS dan PKMM) dan bergabung dengan  organisasi  politik bukan Melayu yang Dinamakan AMCJA.
 Pada 1 Februari 1948, inggris  sudah  melayan permintaan UMNO untuk membatalkan 
pemerintahan Malayan Union dan digantikan kepada pemerintahan Persekutuan 
Tanah Melayu. Mulai 1951, UMNO sudah  menjadi tulang belakang memperjuangkan 
kemerdekaan Tanah Melayu di bawah pimpinan Tunku Abdul Rahman. Kali ini UMNO 
sudah  bergabung dengan MCA dan MIC meterbentuk kan PERIKATAN dan akhirnya sukses  
mencapai kemerdekaan Tanah Melayu pada 31 agustus  1957. Dalam era pengisian 
kemerdekaan (1957 hingga sekarang) Kerajaan Barisan Nasional (dahulunya  PERIKATAN) sudah  berperan  mengisi kemerdekaan (bersama 
Sabah dan Sarawak sesudah  menyertai Malaysia pada 1963) dengan melaksanakan 
pembangunan negara Malaysia dengan berbagai  ide  dan dasar bagi melahirkan  warganegara Malaysia yang memiliki  kekuatan jati diri dalam membina negara  bangsa Malaysia yang bersatu padu.
Kesetiaan Kepada Raja
Semangat persatuan  yaitu  semangat cinta dan taat setia rakyat kepada Raja atau  pemimpin negeri, agama dan bangsa di sesuatu area  atau negeri. Rakyat akan  mempertahankan kedaulatan dan taat setia Raja atau pemimpin dengan melawan  
musuh atau pengaruh dari luar yang ingin mengancam dan menjajah negeri atau sesuatu 
kawasan pemerintahan   ketua mereka. Semangat persatuan  cintakan kedaulatan tanah  air dan mempertahankan kekuasaan Raja atau pemimpin sudah  lahir sejak kepimpinan  Raja-Raja Melayu seperti Raja Merong Mahawangsa (Kedah) dan diikuti zaman  Kesultanan Melayu Melaka pada abad ke-15. 
 Pahlawan-pahlawan Melayu bangkit melawan  kesewenangwenangan  orang asing atau 
musuh demi mempertahankan kedaulatan di sesuatu negeri atau kawasan seperti 
semangat persatuan  yang ditunjukkan oleh Bendahara Tun Perak, Laksamana Hang 
Tuah berjuang mempertahankan kepimpinan Raja atau pemimpin Melayu. Begitu juga 
di abad ke-19 dan 20, penentangan orang Melayu seperti Dato’ Bahaman , Mat Kilau  (Pahang), Dato’ Maharajalela (Perak), Tok Janggut (Kelantan), Roslee Dobi (Sabah) dalam  gerakan persatuan   pahlawan Melayu melawan  musuh dan inggris  bagi membela Raja atau pemimpin mereka demi mempertahankan kedaulatan negeri   dan Raja Melayu. Setiap rakyat dan warganegara Malaysia wajib dan patuh kepada tradisi   Persekutuan yang sudah  diterbentuk kan pada 1957 dan Akta-Akta dan  undang-undang yang diterbentuk kan sehingga sekarang. Ia menjadi panduan dan asas yang 
kuat sebagai panduan rakyat dan warga Malaysia yang dikatakan sebagai bangsa  Malaysia atau Malaysian untuk menghayatinya; yaitu , memahami, melaksanakan dan melestarikan  selagi tradisi  Persekutuan sah dari segi undang-undang 
dan menjadi rakyat dan warganegara Malaysia.
 Konsep dan ide  kebangsaan hendaklah dijiwai dan ditanamkan dalam  kalangan rakyat Malaysia. Semangat persatuan  yang menjadi teras kebangsaan  hendaklah dilihat dari segi semangat kebersamaan dalam kalangan rakyat Malaysia. 
Kita berada di sebuah negara yang diiktiraf oleh dunia, khususnya Bangsa-Bangsa 
Bersatu, memiliki  Ketua Negara dan negeri dan  mengiktiraf Institusi Raja-Raja 
Melayu di Perlis, Kedah, Perak, Selangor, Negeri Sembilan, Johor, Pahang, Terengganu 
dan Kelantan. Sistem pemerintahan Demokrasi berdasarkan Raja Berpelembagaan 
yaitu  teras pemerintahan dan pemerintahan   negara dan negeri, di samping diterbentuk kan 
Enakmen dan Undang-Undang Tubuh di setiap negeri di Malaysia. Sebagai sebuah 
negara yang berdaulat pula, Malaysia mengiktiraf Bahasa Melayu sebagai bahasa 
kebangsaan dan Agama Islam diiktiraf sebagai Agama Persekutuan manakala bahasa, 
agama dan kebudayaan bukan Melayu tetap diiktiraf dan bebas mengamalkannya.
 Manakala orang Melayu dan pribumi  pula diiktiraf dalam tradisi  
(Perkara 160) diberikan hak keistimewaan (Perkara 153) di samping rakyat Malaysia 
juga diberi hak kebebasan beragama, berbudaya dan menjamin hak asasi setiap warga 
negara Malaysia yang berdasarkan tradisi  dan Undang-Undang Malaysia. 
 Semuanya ini wajib dihormati dan ia menjadi panduan dan asas kepada jati diri bangsa 
dan suku bangsa dan  jati diri kebangsaan Malaysia.
 Malaysia sebagai sebuah negara terdiri dari gabungan dan kesatuan area  dari 
negeri  Melayu yang Dinamakan Persekutuan Tanah Melayu (Malaya),  Sabah dan Sarawak. Dalam tradisi  Persekutuan tradisi  (Perkara 1) 
menjadikan  Malaysia yaitu  satu Persekutuan yang terdiri dari Johor, Kedah, Kelantan, 
Melaka, Negeri Sabah, Sarawak, Selangor dan Terengganu. Di samping itu diterbentuk kan 
area  Persekutuan Kuala Lumpur (di bawah Akta tradisi  – Pindaan No. 
2, 1973 – sebagian  dari Selangor) dan area  Persekutuan Labuan (di bawah Akta tradisi  – pindaan No. 2, 1984). Ini bermakna, Kuala Lumpur (termasuk  Putrajaya dan Labuan) menjadi sebagai sebuah negeri baru yang Dinamakan 
area  Persekutuan. Perkara 2 pula memperuntukkan bahwa  parlemen  dengan undang-undang  membolehkan (a) memasukkan negeri  lain dalam Persekutuan (b) mengubah 
sempadan mana-mana negeri. Perkara ini pula menetapkan bahwa  sempadan negeri 
tidak boleh diluluskan dengan tiada persetujuan negeri itu dari Badan Perundangan 
Negeri dan majelis  Raja-Raja (tradisi  Persekutuan, hal. 1)
tradisi  Persekutuan digubal berasaskan sejarah dan warisan Institusi Raja-
Raja Melayu yang terbentuk  di Malaysia sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka di abad 
ke-15 dan keterbentuk an negeri  Melayu selepas Kesultanan Melayu Melaka sejak 
abad ke-17. Waris pemerintahan kerajaan Melayu yang berasaskan Institusi Raja-Raja 
Melayu diiktiraf dalam tradisi  Persekutuan dan institusi ini tetap memainkan 
peranan penting dalam sistem pemerintahan negara Malaysia dan negeri  
Melayu di Malaysia. Kita perlu melihat sistem pemerintahan demokrasi Malaysia bukan 
berdasarkan konsep demokrasi ala barat yang kebanyakan  menolak kepimpinan warisan 
yang berdasarkan keturunan dalam memilih Ketua/Raja yang lebih Dinamakan 
negara Republik seperti Indonesia dan China. 
 Sebagai sebuah negara yang berkemerdekaan  dan berdaulat, Malaysia tetap kekal 
dan mengiktiraf Raja Melayu sebagai Raja yang berdaulat dan menjadi Ketua Negara 
Malaysia dan negeri  Melayu. Ini berbeda  dengan negara Indonesia, China, Singapura dan India kekal sebagai Republik yang tidak menerima institusi raja dalam  sistem pemerintahannya. Walaupun pemerintahan asal mereka berdasarkan dan  dipengaruhi kekuatan institusi raja, namun selepas merdeka, negara-negara ini   memperkenalkan sistem pemerintahan demokrasi yang bercorak Republik yang  memilih Ketua Negara dari kalangan rakyat biasa dan bukan dari institusi raja yang 
pernah berperan  sebelum mereka dijajah atau dipengaruhi oleh  kuasa penjajah atau barat. 
 Ini bermakna warisan kepimpinan institusi raja-raja yang terbentuk  dan melambangkan 
nama baik  dan  kebesaran kepimpinan tradisional sudah  di tolak. Namun institusi ini masih 
terbentuk  sekarang dan Dinamakan warisan negara dan bukan sebagai ‘raja’ yang 
berdaulat.
 Bagi melahirkan semangat jati diri kebangsaan kita wajar menghormati institusi 
Raja yang memiliki  warisan budaya. Institusi diraja sebagai asas kekuatan jati diri 
kita. Ini berbeda  dengan negara yang tidak mendaulatkan institusi diraja. Walaupun 
warisan ini masih terbentuk , namun ia “bukan sebagai Raja yang berdaulat” seperti di 
Malaysia yang tetap menjadikan  Institusi Raja-Raja Melayu sebagai “Raja Yang 
Berdaulat”. Sebagai rakyat Malaysia yang patriotik dan memiliki  kekuatan jati diri 
kebangsaan yang menjadi teras kepada warisan peradaban atau tamadun Melayu yang 
terbentuk  sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka dan Kesultanan Melayu (sebelum itu 
terbentuk  di Kedah, Perak dan Singapura). 
 Sebagai warganegara yang setia, kita wajar  menghormati peranan Institusi 
Raja-Raja Melayu dalam sistem pemerintahan Malaysia. Ini bermakna dalam konteks 
Peradaban Malaysia sekarang, setiap rakyat dan warganegara Malaysia wajib 
menghormati dan menghayati warisan Institusi Raja Melayu sebagai kesinambungan 
kepimpinan dan Negara.
 Institusi Raja Melayu bukan hak untuk orang Melayu saja , namun  ia yaitu  
hak setiap rakyat dan warganegara Malaysia yang setia dan cinta kepada negara 
Malaysia. Institusi ini dianggap ‘feudal’ mengikut kacamata Barat, namun  ia yaitu  
warisan kepimpinan yang wajar dihormati bagi melahirkan warganegara yang setia dan 
berterima kasih kepada Malaysia yang masih menciptakan  Institusi Raja Melayu. Ia 
menjadi kekuatan dan teras kepada rakyat dan warganegara Malaysia yang patriotik 
dan kekuatan jati diri sebagai kesinambungan warisan peradaban Melayu yang menjadi 
teras kepada Peradaban Malaysia. Institusi Raja-Raja Melayu ini diiktiraf dalam 
tradisi  Persekutuan jika  Ketua Negara dan negeri  dan  menjadi 
,  
Ketua Agama dan Adat Melayu di Malaysia yaitu  hak dari warisan dan Institusi Raja-
Raja Melayu berdasarkan Undang-Undang tubuh dan hak Institusi Raja-Raja Melayu 
sebagai Raja yang berdaulat. Raja-Raja Melayu hendaklah mengikut tradisi  
dan undang-undang yang ditetapkan di atas bidang kuasa dan hak yang diperuntukkan 
agar baginda tidak bermaharajalela dan bebas bertindak.  Baginda dan warisan Institusi 
Raja-Raja Melayu sewajarnya menjaga dengan baik agar rakyat tetap sayang dan 
hormat Ketua Negara dan negeri dan  Institusi Raja-Raja Melayu sebagai Warisan 
Negara yang wajib dihormati dan menjadi panduan kepada amalan dan kekuatan jati 
diri rakyat Malaysia. Umpama tatacara dan kesopanan rakyat berpakaian dan bertemu 
dengan Raja atau Sultan hendaklah mengikut peratusan adat Institusi Raja Melayu.
 Kuasa Pemerintah bagi Persekutuan yaitu  terletak pada Yang di-Pertuan Agong 
dan, tertakluk kepada peruntukan mana-mana undang-undang persekutuan dan 
peruntukan Jadual Kedua, kuasa itu boleh dijalankan olehnya atau oleh Jemaah Menteri 
atau oleh mana-mana Menteri yang diberi kuasa oleh Jemaah Menteri, namun  parlemen  
boleh dengan undang-undang memberi tugas-tugas pemerintah kepada orang-orang 
lain.
Yang di-Pertuan Agong hendaklah bertindak mengikut nasihat yaitu ;
(1)  Pada menjalankan tugas-tugasnya di bawah tradisi  ini atau di bawah 
undang-undang Persekutuan, Yang di-Pertuan Agong hendaklah bertindak 
mengikut nasihat Jemaah Menteri atau nasihat seorang Menteri yang bertindak 
di bawah kuasa am Jemaah Menteri, kecuali sebagaimana diperuntukkan 
selainnya oleh tradisi  ini; namun  Yang di-Pertuan Agong yaitu  berhak, 
atas permintaannya, memperoleh  apa-apa maklumat mengenai pemerintahan 
Persekutuan yang boleh didapati oleh Jemaah Menteri.
 (1A) Pada menjalankan fungsi-fungsinya di bawah tradisi  ini atau undang-
undang persekutuan, jika Yang di-Pertuan Agong dikehendaki bertindak 
mengikut nasihat, atas nasihat, atau selepas menimbangkan nasihat, Yang 
di-Pertuan Agong hendaklah menerima dan bertindak mengikut nasihat itu.
(2)  Yang di-Pertuan Agong boleh bertindak menurut budi bicaranya pada melaksanakan 
tugas-tugas yang berikut, yaitu  –
 
 (a) melantik seorang Perdana Menteri;
 (b) tidak mempersetujui permintaan membubar parlemen ;
 (c) meminta supaya diadakan suatu permusyawaratan rakyat  majelis  Raja-Raja yang semata-
mata mengenai keistimewaan, kedudukan, kemuliaan dan kebesaran Duli-
Duli Yang Maha Mulia Raja-Raja dan mengambil apa-apa tindakan dalam 
permusyawaratan rakyat  itu,
dan dalam apa-apa hal lain yang ini  dalam tradisi  ini.
(3) Undang-undang Persekutuan boleh membuat peruntukan bagi mengkehendaki 
Yang di-Pertuan Agong bertindak pada menjalankan tugas-tugas yang lain 
dibandingkan  yang berikut, selepas berunding dengan atau atas syor mana-mana orang 
atau kumpulan orang lain dibandingkan  Jemaah Menteri.
 (a) tugas-tugas yang boleh dijalankan menurut budi bicaranya;
 (b) tugas-tugas lain jika untuk menjalankannya peruntukan ada dibuat dalam 
mana-mana Perkara lain.
Rakyat sesuatu bangsa di dunia ini pasti memiliki  warisan budaya, bahasa, 
kesusasteraan dan sebagainya. Ini jelas jika  Allah berfirman dalam Surah  Al-Hujurat 
(Surah ke-49) bahwa  ia menjadikan manusia berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan 
sudah pasti memiliki  warisan budaya dan bahasa yang berbeda  
“Wahai manusia ! Sungguh, kami sudah  menciptakan kami dan 
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan 
kaum berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling 
mengenali….” 
 Sebagai umat Allah s.w.t, kita hendaklah hormat-menghormati antara satu sama 
lain dan saling mengenali antara satu sama lain. Berdasarkan hakikat ini, setiap bangsa 
memiliki  warisan tersendiri dan setiap rakyat sudah pasti mengamalkan kehidupan 
hariannya berdasarkan lingkungan keluarga dan keorang an. Suasana ini 
menggambarkan citra sesuatu bangsa di sebuah negara atau tanah airnya. Manakala 
orang-orang asing yang datang ke suatu tempat baru atau di luar area nya, wajar 
kenal mengenali dan  menyesuaikan diri dan menghormati keorang an setempat. 
 Biasanya orang asing ini akan membawa bersama warisan bahasa dan budaya dan 
mereka terpaksa menyesuaikan diri dan menghormati negeri baru ini dan  menerima 
hakikat di masa akan datang mereka akan duduk menetap dan menjadi warganegara. 
Kehadiran orang asing ini (di sesuatu area  atau negeri baru ini) sudah pasti 
mengekal dan mengamalkan warisan budayanya, di samping mereka menyesuaikan 
diri menghormati dan warisan budaya setempat. Warisan dan keturunan golongan 
asing tetap memiliki  kekuatan jati diri bangsa asalnya dan mula menghayati dan 
menyesuaikan warisan dan budaya setempat bagi menjadi warganegara atau rakyat 
yang memiliki  jati diri kebangsaan di negara baru. Proses asimilasi dan menyesuaikan 
diri dengan warisan setempat penting bagi melahirkan satu bangsa, orang  dan 
warganegara yang bersatu padu dan setia kepada Raja (melalui institusi Raja yang 
dipilih pemimpin melalui proses demokrasi) dan  negara Malaysia. jika  diiktiraf 
sebagai warganegara, mereka tetap warganegara Malaysia yang wajar patuh kepada 
tradisi  dan Undang-Undang Malaysia.
 Dalam konteks negara Malaysia yang terdiri dari berbagai  bangsa dan suku kaum 
sewajarnya memiliki  warisan bahasa, agama dan kebudayaan dalam kehidupan 
sendiri. Berdasarkan warisan ini setiap bangsa dan suku memiliki  harga diri yang 
menggambarkan watak peribadi yang Dinamakan jati diri. Asas jati diri yaitu  
kekuatan dalaman (jiwa dan prinsip ) ketekalan, ketabahan dan segala yang 
membawa maksud teguh yang berpasak kukuh dalam diri sehingga tidak dapat diganggu 
– gugat. (Abdul Latiff Abu Bakar, Menghayati Fungsi, Komunikasi Puisi Melayu Dalam 
Pembinaan Jati Diri Warga Malaysia, hal.14).
 Sehubungan ini, Malaysia sebagai sebuah negara yang berdaulat dan mengamalkan 
pemerintahan demokrasi berdasarkan Raja berpelembagaan wajar memiliki  rakyat 
yang menjadi warganegara yang setia kepada negara Malaysia dan menghormati 
kepimpinan negara berlandaskan kebenaran sejarah, tradisi , Akta, Enakmen, 
Undang-undang, Rukun Negara dan dasar-dasar dan  ide  pemerintahan demi 
kelangsungan  warganegara Malaysia.
 Bagi melahirkan warganegara yang setia dan bersatu padu, kita perlulah memiliki  
warganegara yang memiliki  kekuatan Jati diri setiap bangsa dan suku kaum dan 
jati diri Kebangsaan Malaysia. Ini selaras dengan Malaysia sebagai sebuah negara 
yang mengamalkan permerintahan demokrasi berdasarkan Raja Bertradisi  
yang berdaulat dan memiliki  kekuatan jati diri yang diiktiraf oleh dunia dan Bangsa-
Bangsa Bersatu.
 Bagi melahirkan warganegara Malaysia yang bersatu-padu dan memiliki  
kekuatan jati diri, kerajaan sudah  mengterbentuk kan beberapa dasar berteraskan kepada 
sejarah, tradisi  dan Rukun Negara dengan mengadakan berbagai  gerakan 
dan ide  seperti Dasar Bahasa Kebangsaan (berdasarkan tradisi  Perkara 
152), Dasar Pendidikan Kebangsaan (berteraskan Akta Pendidikan 1996) dan  Dasar 
Kebudayaan Kebangsaan (1971), ide  Budi Bahasa, Budaya Kita (2005) dan 
 (2009) berdasarkan semangat tradisi  Persekutuan (1957).
 Jati diri Kebangsaan (Malaysia) ini wajib kepada setiap warganegara di samping 
mereka menghayati dan memiliki  kekuatan jati diri bangsa atau suku masing-masing. 
Warganegara Malaysia hendaklah bersungguh menghayati dan menghormati jati diri 
kebangsaan dan merasa malu, sekiranya tidak memiliki warisan jati diri kebangsaan. 
Bagi melahirkan warganegara yang memiliki  kekuatan jati diri kebangsaan yang 
kukuh, Kementerian Pelajaran dan Kementerian Pengajian Tinggi mestilah memiliki  
dasar kebangsaan yang mantap dan tegas melaksanakannya.
 Dasar bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan dan dasar pendidikan terjamin 
dalam tradisi  dalam bentuk akta dan dasar kerajaan. Sewajarnyalah Dasar 
Kebudayaan Kebangsaan (1971) dihayati oleh setiap warga Malaysia dan ia dijadikan 
panduan dan asas penting bagi kita memartabatkan warisan seni budaya rumpun Melayu 
dan menghormati warisan seni budaya rumpun Melayu dan menghormati warisan seni 
budaya berbagai  etnik di Malaysia. Bagi saya, yaitu  perlu bagi kita memahami dan 
menghayati prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Dasar Kebudayaan Kebangsaan 
1971, yaitu :
1. Kebudayaan Kebangsaan Malaysia haruslah berdasarkan kebudayaan asli   
rakyat rantau ini;
2. Unsur-unsur kebudayaan lain yang sesuai dan wajar boleh diterima menjadi   
unsur kebudayaan kebangsaan dan;
3. Islam menjadi unsur penting dalam pembentukan kebudayaan kebangsaan.
Kongres Kebudayaan Kebangsaan yang dianjurkan oleh kerajaan pada tahun 1971 sudah  
memutuskan bahwa  Malaysia sebagai sebuah negara yang memiliki  penduduk 
berbilang kaum wajib memiliki  kebudayaan kebangsaannya dengan dasarnya yang 
tegas bagi mencapai matlamat-matlamat berikut:
1. Mengukuhkan perpaduan negeri  melalui kebudayaan kebangsaan;
2. Memupuk dan memelihara kepribadian  kebangsaan yang tumbuh dibandingkan    
 kebudayaan kebangsaan; dan 
3. Memperkayakan dan mempertingkatkan kualitas  kehidupan kemanusiaan dan   
 kerohanian yang seimbang dengan pembangunan sosioekonomi.
Ini bermakna setiap warga Malaysia sewajarnyalah memiliki  kepribadian  
kebangsaan atau jati diri kebangsaan yang berpandukan kebudayaan kebangsaan. Salah 
satu warisan seni yang boleh ditakrifkan sebagai elemen penting jati diri kebudayaan 
Malaysia yaitu  Kesusasteraan Melayu. Bagi memantapkan jati diri kebangsaan (setiap 
warga Malaysia), sewajarnya menghayati Kesusasteraan Melayu. Ini sudah  diajar di 
dalam sistem pendidikan kita sejak sekolah rendah dan menengah. 
 Bagi merealisasikan dan melahirkan warganegara Malaysia yang memiliki  
kekuatan jati diri Malaysia, Kerajaan Malaysia sudah  melancarkan program Budi Bahasa, 
Budaya Kita pada tahun 2005 sebagai ide  negara yang ingin melahirkan warga 
Malaysia yang memiliki  budi pekerti yang mulia berdasarkan ajaran Islam, warisan 
budaya Melayu dan nilai – nilai murni yang lain. (Budi Bahasa, Budaya Kita, Kementerian 
Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia, 2005)
 Budi bahasa lazimnya merujuk kepada tutur kata, kelakuan, sopan santun, tatatertib, 
akal, kebijaksanaan dan perbuatan kebajikan yang tercantum dalam kata-kata akhlak 
mulia. Tegasnya setiap gerak laku, tutur kata, tatahidup, pemikiran dan prinsip  baik 
terhadap orang lain sebagai peribadi niat pun pergaulan orang  terangkum dalam 
konsep budi bahasa. Konsep-konsep lain yang berkaitan dan melengkapkan nilai budi 
bahasa termasuklah mulia, adil, hormat, bijaksana, berani, setia, malu, sabar, sopan 
dan sebagainya. Nilai dapat kita ertikan sebagai satu konsep yang dijadikan asas oleh 
orang  untuk menilai, mengukur atau membuat pilihan dan  keputusan terhadap 
suatu perkara, darjat, mutu, kualitas , taraf perilaku dan benda mengenai seseorang atau 
kelompok orang sebagai baik, berharga dan bernilai.
 Kedua konsep di atas terangkum di dalam prinsip kelima Rukun Negara yaitu  
Kesopanan dan Kesusilaan. Prinsip ini jelas menekankan bahwa  setiap warganegara 
harus menjaga tatasusila masing-masing dengan tidak menyinggung prinsip  sesuatu 
golongan lain. Tingkah laku sopan juga mengandungi suatu darjah kesusilaan yang 
tinggi dalam kehidupan peribadi dan dalam kehidupan berorang .
 
kebanyakan  nilai-nilai murni yang diterima diamalkan oleh orang  Malaysia yang 
merentasi individu, kekeluargaan, orang  dan kenegaraan yaitu  nilai-nilai sejagat 
yang dituntut oleh agama, kepercayaan, adat resam dan kebudayaan. Antara nilai-nilai 
murni yang universal ini  yaitu  seperti berikut:
Amanah
- Menyedari hakikat bahwa  tugas yaitu  amanah yang perlu dilaksanakan dengan 
sebaik-baiknya.
- Menghindarkan dengan rela hati kelangsungan  diri dari mengatasi kelangsungan  
tugas.
- Menentukan tiada penyelewengan dalam tugas sama ada dari segi masa, kuasa, 
sumber wang dan peralatan dan  tenaga kerja.
Tanggungjawab
- Menerima hakikat akauntabiliti akhir yaitu  terhadap Tuhan, di samping pekerjaan 
dan majikan.
- Melakukan tugas dengan kesadaran  terhadap implikasi baik dan buruknya yaitu  
selalu  waspada dan jujur.
- Bersedia berkhidmat dan menghulurkan bantuan bila-bila saja  diperlukan.
- Bercita-cita untuk tidak mengkhianati kelangsungan  organisasi/institusi/awam dalam 
menjalankan tugas.
- Bersedia menjaga kemerdekaan  agama, negeri .
Ikhlas
- Berhati mulia dalam melaksanakan tugas tanpa mengharapkan balasan dari 
manusia.
- memiliki  niat bertugas sebab  Tuhan, sebab  mencari rezeki yang halal dan  
mencari keredhaannya.
- Mengikis sebarang unsur “kelangsungan  diri” dalam melaksanakan tugas sebagai 
asas pengisian amanah.
- Jujur dalam melaksanakan tanggungjawab.
- Bercakap benar, menepati janji, bertindak berasaskan profesionalisme.
- Cermat dan berhemat dalam membuat keputusan.
- Patuh dan setia dalam melaksanakan tugas dan sanggup menerima teguran dan 
nasihat.
Sederhana
- Menjamin keseimbangan equilibrium dalam diri dan tugasan dan  bersederhana 
dalam setiap amalan hidup, tindakan dan tingkah laku.
Tekun
- Berusaha bersungguh-sungguh untuk mencapai kesempurnaan dalam tugas dan 
kehidupan.
- Rajin mempelajari pengetahuan dan kemahiran yang berkaitan untuk memperbaiki 
taraf hidup.
- Berusaha gigih untuk menghasilkan kerja yang memuaskan sehingga mencapai 
tahap cemerlang.
Bersih
- Mengamalkan kebersihan hati dalam menjalankan tugas seharian.
- Mengamalkan kebersihan pakaian, bangunan dan alam sekitar sebagai satu cara 
hidup.
- Bersih dalam pemilikan harta dan perjalanan tugas.
- Membuat pertimbangan yang teliti dan adil dalam membuat keputusan.
- Menjauhi hawa nafsu dan emosi dari mempengaruhi pekerjaan dan pemikiran 
dalam membuat keputusan.
Berdisiplin 
- Mengetahui kelangsungan  dan mengutamakan yang lebih penting.
- Menilai tinggi masa dan janji.
 
- Mengamalkan cara bekerja yang kemas dan terancang.
- memiliki  etika kerja dan profesionalisme yang tinggi.
Bekerjasama
- Mengamalkan sikap tolong-menolong dalam melaksanakan kerja.
- selalu  secara sukarela menyertai aktiviti-aktiviti organisasi sebagai sebagian  
dibandingkan  usaha mempertingkatkan semangat kerjasama.
- Mengamalkan permuafakatan dalam semua perkara kelangsungan  bersama
- Mengelakkan konflik atau pertembungan kelangsungan  berdasarkan peribadi 
mengorbankan kelangsungan  diri yang bercanggah dengan kelangsungan  organisasi, 
agama, negeri .
Berperibadi Mulia
- Bermanis muka sepanjang masa, bertimbang rasa dan bertolak ansur.
- Menghormati sesama insan.
- selalu  memulakan ‘pertanyaan’ dengan tujuan untuk menolong.
Bersyukur
- Bersyukur sebab  dapat melakukan tugas untuk menjamin kesejahteraan hidup 
sebagai seorang anggota orang .
- Berkhidmat sebagai ibadah dan tidak berbangga dengan kedudukan dan pangkat.
- Tidak membazirkan perbelanjaan untuk perkara yang sia-sia.
Bermuafakat
- ‘Muafakat Membawa Berkat’. Itulah slogan yang harus dipegang oleh setiap rakyat 
Malaysia yang terdiri dibandingkan  berbagai  kaum. Dengan adanya amalan muafakat 
sesama manusia, akan mengeratkan lagi perpaduan yang sudah  lama terjalin.
Bertoleransi 
- Sikap toleransi sesama kaum yaitu  tunjang utama kepada keharmonian dan 
kesejahteraan dalam kehidupan berorang . 
Bertimbang Rasa 
- prinsip  bertimbang rasa yaitu  sebagian  dibandingkan  sikap terpuji tanpa mengira 
perbedaan  latar belakang sesuatu kaum. 
Bersatu Padu
- Pengamalan berterusan budi bahasa dan nilai-nilai murni akan membawa 
kesepaduan dalam kehidupan berorang .
Beretika
- Semangat beretika akan lahir kepada setiap individu sekiranya ia memiliki  nilai 
budi pekerti yang tinggi. 
Tidak Mementingkan Diri Sendiri 
- Seseorang yang kaya dengan budi pekerti dan teguh dengan amalan nilai-nilai 
murninya tidak akan mementingkan diri sendiri.
Tiada prinsip  Curiga/ Syak Wasangka 
- prinsip  curiga/syak wasangka tidak akan mudah terbentuk  dalam setiap individu 
yang memiliki  nilai-nilai murni. 
Amalan Budi Bahasa dan 
Nilai-Nilai Murni 
Amalan dan penerapan budi bahasa dan nilai-nilai murni sama ada dalam komunikasi, 
ucapan, pertuturan atau panggilan atau dalam perlakuan dan pergaulan dapat 
dipraktikkan dalam:
 
- Institusi Kekeluargaan
- Institusi Keorang an
- Institusi Pembelajaran
- Institusi Perkhidmatan
Institusi Kekeluargaan 
Antara Ibu Bapa-Anak –Ibu Bapa
Ibu bapa wajib mendidik, membimbing dan menegur anak-anak supaya bertutur dengan 
baik dan betul dan  memiliki  kelakuan terpuji. Antaranya:
- Patuh, taat, hormat dan menyayangi mereka.
- Menghormati orang lain, menghargai alam sekitar, tumbuh-tumbuhan dan haiwan.
- Beradap, bertingkah laku sopan dan tertib dalam semua keadaan.
- Menjaga kebersihan diri, pakaian dan persekitaran.
Antara Adik Beradik
Hubungan antara adik beradik yaitu  disusun oleh aturan kelahiran: dari sulung kepada 
tengah dan bongsu. Yang muda mesti hormatkan yang tua, adik menghormati kakak 
dan abang dengan memanggil secara baik gelaran atau pangkat yang lazimnya ada  
dalam orang . Antaranya yaitu :
- Gelaran ‘abang long’, ‘abang ngah’, ‘kak cik’ atau sebagainya.
- Pergaulan dan kelakuan antara adik beradik perlulah dengan sopan dan santun.
- Rasa hormat dan menghormati setiakawan dan saling membantu.
Antara Saudara Mara
Hubungan darah dan perkahwinan dengan saudara mara sebelah ibu dan bapa, mertua 
dan ipar dan sebagainya hendaklah berasaskan rasa hormat, sopan dan santun melalui 
tegur sapa dan panggilan pangkat mereka.
- Komunikasi dan pergaulan antara saudara mara juga harus berasaskan rasa 
hormat, sopan dan santun.
- Kunjung mengunjung antara saudara mara yaitu  amat baik dan dapat merapatkan 
hubungan sillaturahim. 
Institusi Keorang an dan 
orang  Umum
 Hubungan antara yang tua dengan yang muda selalu  berada dalam suasana hormat 
menghormati, sayang menyayangi dan bertatasusila. Antaranya yaitu :
- Mendahulukan yang tua.
- Bertegur sapa dengan panggilan ‘pakcik’ atau ‘makcik’; ‘abang’ atau ‘kakak’ atau 
‘adik’ jika lebih muda. 
- Bertutur, bercakap atau berbual dengan nada suara yang lembut, bersopan dan 
rendah diri.
- Tidak berjenaka sesuka hati, memerli atau memandang rendah, membantah dan 
bermegah-megah.
- Yang muda diberi peluang untuk member pendapat atau pandangan.
Pemimpin orang  dan Orang Awam
Hidup berorang  memerlukan tutur kata yang sopan, perangai yang elok dan 
berpekerti yang mulia. Antaranya yaitu :
- Menghormati seseorang yang dipilih menjadi pemimpin.
- mendukung  pemimpin kita untuk menjayakan apa saja rencana  dan tindakan 
untuk kebajikan bersama.
- Bekerja bersama-sama, bermuafakat dan berunding.
- Semangat gotong-royong.
- Pemimpin yang murah hati dan sikap selalu  membimbing dan membantu.
orang  Umum
Anggota orang  yang berbudi yaitu  orang yang menunjukkan perangai, kelakuan 
dan  peribadi yang baik dan selalu  menjaga dirinya dari segala macam kelakuan 
buruk yang tidak disetujui oleh orang . Antara sifat terpuji yaitu :
- Memberi bantuan terutama kepada warga tua, warga istimewa, wanita dan kanak-
kanak.
- selalu  beratur di kaunter bayaran dan memperoleh kan perkhidmatan atau menaiki 
bas dan sebagainya.

 
- Bertimbang rasa, sabar dan baik hati.
- Mengelak dari melakukan kekotoran dan membuang sampah.
Institusi Pembelajaran 
Antara Guru – Pelajar – Guru
Guru mendidik murid-murid termasuklah budi bahasa dan akhlak untuk berkelakuan 
baik, teratur dan sejahtera. Antaranya yaitu : 
- Berdisiplin.
- Bertegur sapa dengan penuh hormat dan bersopan santun. Membiasakan diri 
mengucapkan “Selamat Pagi”, “Assalamualaikum”, “terima kasih” dan sebagainya. 
- Berani mengakui kesalahan yang dilakukan dan  selalu  bersedia untuk memohon 
maaf.
- memakai  bahasa (kata) yang sopan dan beradab.
- Mentaati jadual sekolah dengan mengikuti waktu persekolahan dan tidak ponteng.
- Menjaga kesihatan dan kebersihan.
Antara Pelajar – Pelajar – Rakan Sebaya
Saling menghormati sesama rakan. Antaranya yaitu :
- Membiasakan diri mengucapkan salam atau ucap selamat.
- Menghargai perbedaan  beragama, latar belakang orang  dan budaya masing-
masing.
Institusi Perkhidmatan
Antara Ketua – Anggota Yang Dipimpin – Ketua
Layanan baik dan berbudi oleh ketua terhadap kakitangan bawahan akan menimbulkan 
rasa mesra dan mendorong semua kakitangan berusaha keras untuk membantu ketua 
mencapai matlamat organisasi. Antaranya yaitu :-
- Sikap murah hati, menunjuk ajar dan teladan yang baik.
- Berhemah dan member teguran secara tertib.
- Adil dan saksama.
- Mematuhi undang-undang, prosedur, peraturan dan arahan.
- selalu  menepati masa.
Antara Rakan Sekerja
Sesama rakan sekerja perlulah menunjukkan budi pekerti yang mulia, bahasa yang 
halus dan  bertimbang rasa akan selalu  menarik rakan sekerja untuk bersama 
menjalankan kerja yang bermutu, membina kesatuan organisasi dan juga mencapai 
matlamat dan misi organisasi. Antaranya yaitu : 
- Saling hormat menghormati, setiakawan yang kukuh dan bersopan santun.
- Bantu membanti dan bermuafakat.
- Nasihat menasihati, member teguran dan tunjuk ajar.
- Mematuhi arahan, peraturan dan undang–undang.
Antara Organisasi dan Pelanggan
Anggota perkhidmatan yang berkhidmat di kaunter-kaunter barisan hadapan dan 
perkhidmatan telefonis menjadi cerminan kepada keseluruhan organisasi yang 
diwakilinya. Pelanggan akan merasa senang jika  menerima perkhidmatan seperti 
berikut:
- Penuh beradap dengan tutur kata yang sopan, lembut, terang dan jelas, mesra dan 
selalu  ingin membantu. 
- Adil dan saksama.
- selalu  memberi ucapan salam atau selamat dan berterima kasih dan  memohon 
maaf.
- Jangan membiarkan pelanggan menunggu lama, berbaris panjang dan tidak 
menjawab panggilan telefon lebih dibandingkan  30 saat.
- Bersedia membantu tanpa diminta.
Peranan Pelanggan
Seseorang pelanggan yang ingin berurusan untuk memperoleh kan perkhidmatan dengan 
pihak kerajaan atau swasta hendaklah mempuntai etika dan adab seperti berikut:
 
- Berpakaian kemas, menghormati peraturan dan tanda-tanda larangan.
- Memberi salam atau ucapan selamat sebelum menjalankan sebarang urusan.
- Bertutur dengan bahasa yang baik dan sopan santun.

Dato’ Seri Mohd Najib Tun Abdul Razak, Perdana Menteri Malaysia pula memperkenalkan 
 pada tahun 2009 sebagai satu ide  bagi memupuk perpaduan 
dalam kalangan rakyat Malaysia yang berbilang kaum, berteraskan beberapa nilai-nilai 
penting yang seharusnya menjadi amalan setiap rakyat Malaysia sebagai kesinambungan 
bagi melahirkan warga Malaysia yang memiliki  ide  dan kekuatan jati diri 
Kebangsaan. (1Malaysia, Rakyat Didahulukan, Pencapaian Diutamakan – Edisi ke-2). 
Terbitan Biro Tatanegara, Jabatan Perdana Menteri. 
 Dua asas utama  yaitu  untuk menyuburkan perpaduan 
dan membina negara maju. 1Malaysia yaitu  satu ide  bagi memupuk perpaduan 
dalam kalangan rakyat Malaysia yang berbilang kaum, berteraskan beberapa nilai 
penting yang seharusnya menjadi amalan setiap rakyat Malaysia. Ia bukan satu agenda 
baru negara yang terpisah dibandingkan  agenda kerajaan Barisan Nasional sebelum ini, 
sebaliknya ia yaitu  pelengkap kepada pendekatan-pendekatan sedia ada untuk 
mengukuhkan lagi perpaduan bagi menjamin kestabilan, ke arah mencapai kemajuan 
dan pembangunan yang lebih mampan bagi rakyat dan negara Malaysia.
 Dalam erti kata lain, 1Malaysia yaitu  satu formula yang akan mempercepatkan 
lagi proses untuk menjadikan Malaysia sebuah negara maju sepertimana yang 
dihasratkan melalui Wawasan 2020.
 Pengertian ini berdasarkan hujah bahwa  untuk mencapai status negara maju 
sepertimana yang disasarkan melalui Wawasan 2020, syarat yang paling utama 
yaitu  sebuah negara yang kukuh dan stabil dan ini akan hanya dapat dicapai jika  
rakyatnya bersatu padu.
 Perpaduan yang dikehendaki dalam  amat berbeda  dibandingkan  
konsep asimilasi yang diamalkan di negara-negara lain, iaiu jika  identiti etnik 
dilenyapkan dan digantikan dengan satu identiti nasional yang sama.
 Sebaliknya  menghargai dan menghormati prinsip-prinsip 
tradisi  Persekutuan dan  identiti etnik setiap kaum di Malaysia dan 
menganggapnya sebagai satu aset atau kelebihan yang patut dibanggakan.
 1Malaysia menekankan sikap penerimaan dalam kalangan rakyat berbilang kaum, 
dengan satu kaum menerima keunikan kaum yang lain seadanya agar semua rakyat 
dapat hidup bersama dalam keadaan saling menghormati dalam sebuah negara.
 Asas perpaduan yaitu  prinsip keadilan untuk semua kaum, yang membawa 
maksud nasib semua kaum akan terbela dan tiada pihak yang akan dipinggirkan. 
Dalam konteks ini, keadilan mestilah mengambil kira taraf kemajuan kaum yang berada 
pada tahap yang berbeda . Oleh itu, dasar-dasar kerajaan dan peruntukan-peruntukan 
tradisi  yang memberi  pembelaan kepada golongan yang memerlukannya, 
akan tetap dilaksanakan.
  yaitu  penerusan agenda membina negara. Pra-syarat 
untuk membina negara yaitu  perpaduan. jika  perpaduan dicapai, maka urusan 
pembangunan negara akan berjalan dengan lebih lancar. Ertinya pendidikan dapat 
dimajukan, ekonomi dapat dipacu, kebajikan rakyat dapat dipenuhi dan hasilnya 
terciptalah sebuah negara yang kuat dan maju.
Tagline 1Malaysia
“Rakyat Didahulukan Pencapaian Diutamakan”
Ini yaitu  komitmen atau janji kerajaan kepada rakyat bahwa  dalam pelaksanaan 
program dan projek-projek di bawah , rakyat harus didahulukan. 
Rakyat didahulukan bermakna suara mereka didengari, kebajikan mereka dititikberatkan, 
rakyat memperoleh  khidmat terbaik dan  diberi layanan mesra, dan natijahnya yaitu  rakyat 
berasa mudah, selesa, dihargai, dihormati, terjamin, selamat, memperoleh  keadilan dan 
seterusnya bangga dan  bersyukur menjadi rakyat Malaysia.
 Bagi memastikan kejayaan objektif ini , maka semua pihak harus bekerja kuat 
berasaskan strategi pencapaian diutamakan. 
 ‘Pencapaian Diutamakan’ bermaksud perkhidmatan yang diberi oleh kerajaan 
dan semua pihak kepada rakyat hendaklah berada pada tahap kualitas  yang optimum 
dan terbaik. Oleh itu, agensi pelaksana hendaklah memastikan hasil kerja memberi 
manfaat kepada rakyat, mengutamakan outcome berbanding output, selalu  berfikir 
yang terbaik untuk rakyat dan berfikir secara kreatif dan inovatif bagi memastikan rakyat 
memperoleh  kepuasan.
Aspek-Aspek Utama 1Malaysia  
Dua aspek utama yang akan menjayakan  yaitu :
- Aspek Pertama, Penerapan Teras-Teras Perpaduan
 Menerapkan teras perpaduan sebagai budaya dan amalan semua rakyat Malaysia. 
Teras perpaduan ini yaitu  komponen-komponen asas yang menguatkan semangat 
bersatu padu dalam kalangan rakyat berbilang kaum. Teras perpaduan ini didukungi 
oleh empat nilai murni yang seharusnya mendasari cara hidup rakyat Malaysia.
- Aspek Kedua, Pengalaman Budaya Progresif dan Nilai-Nilai Aspirasi
 Budaya Progresif dan Nilai-Nilai Aspirasi yang digagaskan dalam ide  
1Malaysia yaitu  budaya dan nilai yang perlu ada dalam orang  progresif dan 
dinamik yang akan memacu negara ke arah mencapai status negara maju. Budaya 
progresif dan nilai-nilai aspirasi ini akan membantu dalam usaha meterbentuk kan 
tenaga kerja yang berdaya maju dan mampu bersaing dalam persekitaran global, 
dan seterusnya membantu melonjakkan kedudukan ekonomi negara ke tahap yang 
lebih kukuh dan mantap.
 Budaya progresif yang dimaksudkan yaitu  Budaya Berprestasi Tinggi, Budaya 
Ketetapan, Budaya Inovasi dan Budaya Ilmu. Sementara nilai-nilai aspirasi yang 
dimaksudkan yaitu  kebijaksanaan, kesetiaan, ketabahan dan integriti.
Teras-Teras Perpaduan 
1. Penerimaan
 1Malaysia menekankan sikap penerimaan dalam kalangan rakyat berbilang kaum, 
dengan  sesuatu kaum menerima keunikan kaum yang lain seadanya agar kita 
dapat hidup bersama  dalam keadaan saling menghormati sebagai rakyat dalam 
sebuah negara. Ia yaitu   peningkatan ketara dibandingkan  sikap toleransi semata-
mata.
2.  Prinsip-prinsip Kenegaraan yang berasaskan:
 a. tradisi  Persekutuan
 b. Rukun Negara
3. Keadilan Sosial
 Semua rakyat Malaysia akan terbela dan tiada pihak yang akan dipinggirkan. 
Keadilan ini  mestilah mengambil kira taraf kemajuan kaum yang berada pada 
tahap yang berbeda . Oleh itu, dasar-dasar kerajaan dan peruntukan-peruntukan 
tradisi  yang memberi   pembelaan kepada golongan yang 
memerlukannya, akan tetap dilaksanakan.
Pengalaman Nilai-Nilai 
yang mendukung  Teras Perpaduan 
Ketiga-tiga teras perpaduan ini pula didukungi oleh nilai-nilai berikut:
- Hormat-menghormati: Hormat-menghormati antara kaum termasuk menghormati 
adat resam dan  budaya kaum lain. Rasa hormat ini juga menuntut kita agar tidak 
mengeluarkan kata-kata kesat tentang kaum lain dan juga tidak mempermasalah kan 
peruntukan-peruntukan undang-undang yang menyentuh sensitiviti kaum.
- Rendah hati (tawaduk): Rasa rendah hati atau tawaduk yaitu  prinsip  insaf bahwa  
kita semua yaitu  rakyat dalam sebuah negara yang sama dan kita perlu hidup 
bersama-sama secara harmoni. Ia juga meliputi  pengertian bahwa  setiap 
kaum, malah setiap individu ada kelemahan dan kelebihan masing-masing, dan 
seharusnya kita memanfaatkan kelebihan masing-masing demi memperkukuhkan 
orang  dan negara.
- Kesederhanaan: Pendekatan sederhana dalam apa-apa jua isu yang berbangkit. 
Dalam negara berorang  majmuk seperti Malaysia, tindakan atau tutur kata 
bersifat ekstrem tidak langsung boleh diterima sebab  ia boleh menimbulkan 
masalah ketidakstabilan sosial yang lebih parah.
- Berbudi bahasa: Budi bahasa yaitu  tutur kata dan tingkah laku yang tertib dan 
berdasar  kesantunan dalam segala interaksi dengan pihak lain bagi menjana 
kerjasama dan permuafakatan yang lebih erat.
Pengalaman Budaya Progresif dan 
Nilai-Nilai Aspirasi 
1. Budaya Berprestasi Tinggi: Amalan memastikan setiap perkara dan tugas yang 
dilakukan mencapai tahap yang terbaik. Secara lebih khusus, ia bermaksud setiap 
produk yang dihasilkan dan perkhidmatan yang diberikan mestilah bertaraf dunia 
dan memiliki  nilai tambah. Sikap sambil lewa dan “acuh tak acuh” tidak boleh 
terbentuk  dalam orang  yang berdaya maju.
2. Budaya Ketepatan: Sebagai rakyat sebuah negara yang berhasrat mencapai status 
negara maju, rakyat Malaysia perlu mengamalkan budaya ketepatan. Antara aspek 
ketepatan yang perlu diberi perhatian yaitu  aspek ukuran, janji, masa dan membuat 
keputusan.
3. Budaya Inovasi: Menjadi amalan kita sebagai rakyat Malaysia untuk mencuba 
perkara baru dan berinovasi dalam apa jua bidang yang kita ceburi. Rakyat 
Malaysia perlu Dinamakan individu yang mampu menjadi pemimpin dalam 
bidang masing-masing. Kita mesti berani berubah untuk kebaikan, berani mencari 
penyelesaian baru dalam menangani masalah dan selalu  bersedia untuk menjadi 
perintis dalam setiap bidang yang diterokai.
4. Budaya Ilmu: Sesebuah negara hanya akan benar-benar maju dan sukses  jika  
rakyatnya memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi. Budaya ilmu yaitu  kecenderungan 
untuk selalu  memburu pengetahuan yang terkini dan kesediaan untuk menimba 
ilmu sepanjang hayat.
5. Kebijaksanaan: Cara berhadapan dengan sebarang masalah dengan penuh 
berhemah dan teliti agar tidak berlaku perkara-perkara yang menyinggung hati dan 
prinsip  mana-mana pihak.
6. Kesetiaan: Kesetiaan sepenuhnya kepada negara Malaysia dan kesediaan untuk 
berbakti dan berkorban demi negara yang tercinta.
7. Ketabahan: Ketabahan dalam mengharungi masalah dan kesulitan  yang 
medatangkan. Rakyat Malaysia seharusnya bersifat tidak mundah mengaku kalah, 
sebaliknya perlu memiliki keyakinan diri yang tinggi dan  semangat juang yang 
kental dalam apa-apa jua bidang yang diceburi.
8. Integriti: rakyat Malaysia perlu memiliki integritI yang tinggi dalam melaksanakan 
sebarang tigas dan tanggungjawab agar negeri  selalu  disegani dan 
dihormati oleh semua pihak. Integriti meliputi  sifat-sifat amanah, bersih dan 
cekap dalam melakukan sebarang tugas dan melaksanakan tanggungjawab.
 yaitu  menjadi harapan kita agar setiap warga negara Malaysia memiliki  
prinsip  cinta kepada negara dan taat kepada pemimpin dan  menjadi warga Malaysia 
yang memiliki  kekuatan Jati diri yang saling hormat menghormati, dinamik, amanah 
mengikut ajaran Islam atau nilai-nilai murni. Raja dan pemimpin yang dipilih oleh rakyat 
pula hendaklah menjalankan tugas untuk kelangsungan  rakyat dan membina sebuah 
negara bangsa Malaysia yang kukuh dan bersatu padu.

Semenjak jatuhnya regim komunis-sosialis di Russia dan Eropah pada ujung tahun 
1980-an sudah  muncul ide  dan aliran fikiran yang disebut ‘pascamoden’. Aliran ini 
dimulakan oleh Lyotard dalam laporannya yang terkenal sebagai Report on the Status 
of Knowledge. Penegasan penting gerakan ini yaitu  menafikan segala bentuk keilmuan 
yang mengongkong kebebasan individu atau kelompok kecil yang dinamakan sebagai 
grand narratives sebab  segala macam ilmu yaitu  berbentuk relatif atau nisbi dan  
tidak mutlak dalam ruang masa dan tempat. Dengan demikian setiap individu atau 
kelompok boleh membangun dan menentukan budaya dan  identiti sendiri seperti yang 
ditanggapinya secara subjektif. ide  itu bermakna juga budaya dan identiti setiap 
individu atau kelompok yaitu  amat dinamik dan selalu  berubah bergantung kepada 
konteks dan suasana di mana mereka berada. Tidak ada yang essensi atau asasi kepada 
keterbentuk an sesuatu namun  segalanya yaitu  daya cipta manusia bagi memenuhi segala 
macam keinginan. Dengan itu sudah  muncul berbagai  kajian yang meneliti ide  dan 
realiti sesuatu budaya dan  identiti terutama dalam gerakan ilmu yang Dinamakan 
cultural studies dalam kalangan ilmuwan kesusasteraan moden; yang kemudian 
diterjemah ke dalam penelitian kebudayaan Melayu-Indonesia moden sebagai ‘jati diri’. 
Gerakan ini amat berkait rapat dengan bidang ilmu kesusasteran moden yang terkenal 
sebagai postcolonial studies sebagai gerakan menghurai dan mendedahkan berbagai  
motif yang ada  di sebalik sekian banyak penulisan sasterawan kolonial dalam 
karya-karya dan kritikan sastera di zaman kolonial itu.
 Perhatian yang meluas dan mendalam sudah  berkembang bukan sekadar terhadap 
motif dan gelagat sastera kolonial bahkan juga berbagai  bentuk sub-budaya yang 
muncul di kalangan berbagai  kelompok manusia terutama golongan kecil yang disebut 
sebagai ‘orang bawahan’ atau subaltern dan juga pop culture atau budaya popular 
dalam penelitian culture studies. Maka penentuan terhadap kehadiran dan kekuasaan 
golongan bawahan itu ditandakan oleh  terbentuk nya sub-budaya mereka yang memberi 
kesatuan dan  identiti atau pengenalan kepada mereka sebagai kelompok yang wajar 
diiktiraf dan  berada di tengah orang , dan yang mengucapkan kehendak dan  
keinginan mereka sendiri tanpa tindasan dan pengaburan apalagi pembenaman ke 
dalam budaya dominan yang paling berkuasa di dalam orang  awam. justru  itulah 
penelitian identiti atau jati diri menjadi amat penting sebagai pengiktirafan terhadap hak 
sesuatu kelompok untuk terbentuk  dan bertindak seperlunya di mana saja mereka berada.
 Perkembangan penelitian ini kemudiannya sudah  melahirkan berbagai  bidang ilmu 
lain: sosial dan fizikal, dan  pengertian dan kefahaman terhadap ide  identiti 
sehingga membawa kepada penerapan yang lebih luas dan besar meliputi kajian 
peribadi individu dan juga kebudayaan dan orang  yang lebih luas. Demikian itu 
penelitian ini diterapkan kepada kajian terhadap ciri kebudayaan yang Dinamakan 
jati diri kebudayaan sesebuah orang .
 Apa yang niat  dilakukan dalam kertas ini yaitu  meneliti sedikit akan pengertian 
‘identiti’ atau jati diri itu sebagai sebuah konsep dan meneliti pula fungsi dan  peranan jati 
diri Melayu dalam konteks yang lebih luas dalam peradaban dunia moden. sebagian  
dari penelitian konsep itu sudah  dilakukan dalam sebuah makalah terawal bertajuk ‘Jati 
diri Johor’ dan akan dikutip dengan agak meluas bagi memberi takrifan ide  jati diri 
yang ada  dalam kertas ini.
Jati Diri dan ‘Identiti’ – 
Kekaburan Makna
Keseronokan menimang ide  baru di tangan yang kurang mahir sering kali amat 
mengaburkan maksud. Konsep ‘jati diri’ yaitu  satu dibandingkan  ide  baru yang 
demikian indah dan megah untuk digarap dan dipakai  dalam berbagai  perbincangan. 
Pengucapan  yang berlaku seakan melemaskan penggunanya sehingga tidak pasti apa 
yang diwacanakan. Hal ini bukanlah satu kesalahan, lebih-lebih lagi bukan kekurangan 
sebab  pakar psikologi terulung yang menumpukan bagian  besar tenaga penelitiannya 
terhadap ‘identiti’ yang kini sudah menjadi alih bahasa sebagai ‘jati diri’, yakni, Erik 
Erikson pun terpaksa mengakui bahwa  permasalah an identiti ini, “as unfathomable as its 
is all-pervasive. One can only explore it by establishing its indispensibility in various 
contexts”. 
 Terjemahan terkini ide  ini kepada ‘jati diri’ kelihatan tidak memenuhi keperluan 
ilmiah  yang perlukan ketepatan konsep dan tidak terlalu banyak ketaksaan (ambiguiti) 
yang boleh melenyapkan pengertian umum. Jika terdahulu ‘identiti’ itu difahami sebagai 
‘pengenalan’ dan amat luas dipakai  kepada ‘kad pengenalan’ (identity card) namun 
konsep pengenalan juga kelihatan kurang menarik. Maka saranan penggunaan beralih 
kepada jati diri dalam tempoh kira-kira satu dekad terakhir ini.
 ada  dua masalah berhubung konsep ‘jati diri’. Pertama kosa kata ‘jati’ itu 
membawa dua maksud yang amat berbeda  ditinjau dari akar umbi maknanya. Pada 
satu pihak ‘jati’ bermaksud ‘tulen’ atau ‘asli’ seperti dalam penggunaan ‘Melayu jati’, 
atau ‘anak jati’. Pengertian ini yaitu  bagian  terdekat kepada maksud identiti, 
yakni sifat essensi kepada manusia. Yang asli, tulen dan jati kepada seseorang yaitu  
perilakunya, peribadinya yang terpancar melalui pandangan nilai dan norma dan juga 
ciri-ciri pengenalan lain seperti warna kulit, nama dan  berbagai  ciri budaya yang 
dibawanya.
 Satu lagi maksud ‘jati’ berasal dari akar umbi bahasa Sanskrit yang bermakna 
‘kasta’ seseorang atau kumpulan kasta tertentu. Kasta dalam kalangan orang  
India amatlah banyak. Maka setiap satu kasta yang bernama itu yaitu  ‘jati’ kepada 
pendokongnya. justru  itu, jati bermakna kelompok kasta dalam kalangan orang  
beragama Hindu. Mungkin maksud ini tidak terlalu relevan untuk diperbincang dengan 
luas maka cukup sekadar mengetahui akan adanya sebab  mungkin boleh menimbulkan 
kecelaruan maksud dan pengertian jika segolongan peneliti tidak membezakan konteks 
penggunaan kosakata ini.
 Kembali kepada makna jati sebagai intisari sifat dan ciri asli, maka kata gabungan 
dengan ‘jati-diri’ mungkin membataskannya kepada corak kepribadian  seseorang 
individu. Peribadi itu mengenai sifat mental dan psike ‘seseorang’. Demikian itu ia 
menjadi agak kurang selesa sebagai pencirian ‘kepribadian ’ kelompok. Konsep ‘group 
identity’ atau ‘jati diri kelompok’ yaitu  gabungan dari kepribadian  perseorangan 
hingga muncul ‘pribadi umum’ yang tidak lagi menggambarkan sifat dan bentuk psikologi 
seseorang namun  yaitu  suatu bentuk umum yang membayangkan ciri sebuah kelompok 
besar sebagai gabungan kejiwaan keseluruhan tanpa kaitan khusus dengan seseorang. 
Maka itu, mungkin ia lebih baik dinamakan jati-kelompok sebagai ciri pengelompokan.  
Namun kelihatan tidak menarik atau sesuai. Maka untuk sementara kita gunakan juga konsep ‘jati diri kelompok’ sebagai gambaran kepada esensi dan sifat asli dan   tulen bagi sebuah kelompok seperti terpancar kepada bebarapa ciri keorang an 
dan kebudayaan yang sejagat seperti bentuk fizikal, nama, bahasa, sejarah, agama/kepercayaan dan bangsa.
 Dengan fahaman umum sedemikian tentang adanya jati diri kelompok maka dapat 
kita takrifkan identiti atau ‘jati diri’ kelompok mengikuti saranan Isaacs (1975:38).
To begin with, then, basic group identity consists of the ready-made 
set of endowments and identifications that every individual shares 
with others from the moment of birth by the chance of the family into 
which he is born at that given time in the  given place.
 ada  suatu ulasan yang harus diberikan kepada saranan Isaacs ini. bahwa  
“keluarga” di mana seseorang itu dilahirkan mungkin berbeda  dari keluarga yang 
menjadi lingkungan kehidupannya. Kemudian, melalui proses pertukaran keanggotaan 
kelompok keluarga seperti ‘angkat’ ataupun ‘perkahwinan’ keluar dari keluarga 
asalnya. Perpindahan ini akan mengubah jati dirinya yang asal kepada yang baru 
seperti perubahan ‘nationaliti’ (bangsa), agama, bahasa ataupun nama saat  berlaku 
perpindahan keanggotaan seseorang ke dalam kelompok ‘bangsa’ atau ‘kenegaraan’ 
yang lain. Segala perubahan ini akan sekali gus memberi jati diri baru kepadanya. Maka 
keluarga tempat kelahirannya atau keluarga ‘orientation’  tidak menjadi sumber mutlak 
kepada identiti seseorangn hingga akhir hayatnya. Demikian juga proses kerakyatan 
dan kebangsaan dapat menukar keanggotaan seseorang hingga merubah jati diri 
kelompok bangsanya. 
 justru  demikian, jati diri memiliki  dua dimensi yang amat penting. Pertama ia 
yaitu  segugusan ciri kelompok yang seakan asal dan kekal bagi setiap anggotanya di 
sepanjang masa. Namun seringkali juga gugusan ciri itu mengalami perubahan kepada 
bentuk dan ciri baru yang diperoleh melalui perkembangan sejarah, masa dan suasana 
kehidupan terutama saat  berhubung dalam kelompok atau kebudayaan asing. Jati 
diri kelompok itu dapat ditanggapi sebagai suatu gugusan ciri kelompok yang dinamik, 
berayun (oscillate) dari satu set kepada set yang lain melalui ruang masa dan sejarah 
dan  ruang tempat atau spatial. Pada suatu tahap amat mungkin satu gugusan ciri 
kelompok itu menandai keterbentuk an kelompok itu, pada satu-satu zaman. Pada tahap 
‘zaman’ yang kemudian, satu set atau gugusan ciri kelompok lain menandainya selaras 
dengan desakan dan tuntutan masa dan lingkungan sosiobudayanya.
 Kemungkinan perubahan ini membayangkan pula suatu lagi sifat jati diri manusia. 
bahwa  jati diri itu bukan suatu ciri atau himpunan ciri yang mutlak, kekal dan tidak 
berubah namun  yaitu  selalu  mengalami perubahan seperti nama, pengenalan 
ataupun sejarah seringkali mengalami perubahan yang pesat hingga boleh menimbulkan 
kekeliruan terhadap jati diri seseorang atau kelompok itu. Bahasa Melayu sebagai jati 
diri Melayu sudah berubah kepada ‘bahasa Malaysia’ meskipun bahasa Melayu tetap 
dipakai  oleh kelompok-kelompok yang lebih luas. Namun di Malaysia jati diri asal itu 
akan terpelihara melalui masa dengan penggunaan yang kekal. Demikian juga hal yang 
berkait sejarah. Meskipun kita dapat bercakap tentang ‘sejarah Melayu’ atau sejarah orang 
Melayu, namun fakta sejarah yaitu  selalu  terbuka kepada tafsiran dan penambahan 
baharu. Dengan demikian sejarah boleh berubah dan jati diri berlandaskan sejarah itu 
turut berubah. Manusia Melayu yang disebut oleh golongan imperialis sebagai ‘lanun’ 
kini menjadi ‘pahlawan’ dalam tafsiran baru. Sebaliknya berbagai  golongan kolonialis 
sudah menjadi ’pembelot’ atau ‘penyeleweng’ dalam sejarah Melayu moden. 
 Pentadbir dan  sarjana kolonial  seperti R.O. Winsteadt, misalnya jika  ditafsir 
kembali semua tulisannya dan kegiatannya terhadap sastera dan pendidikan bangsa 
Melayu, ternyata Winsteadt  yaitu  seorang ‘colonialist’ yang amat buruk, semata-
mata menjadi penindas jahat kepada bangsa Melayu dengan membataskan pendidikan 
Melayu hanya setakat darjah tiga rendah. Segala tulisannya mengenai sastera Melayu 
semata-mata bermotifkan ‘penindasan’ dan penaklukan minda Melayu dan meyakinkan 
orang bahwa  bangsa dan tamadun Melayu amat kecil, terbatas, cetek dan tiruan 
atau ambilan dari kebudayaan asing, tanpa sebarang kreativiti asli atau pencapaian 
mendalam yang dapat dibanggakan. 
 Penilaian beliau terhadap sastera tradisional Melayu misalnya, dari ayat pertama 
lagi, dalam preface (prakata) karya terkenal beliau, A History of Classical Malay 
Literature (Suatu Sejarah Sastera Klasik Melayu) beliau sudah memakai  banyak 
superlative yang sengaja mengeji, menghina dan meremehkan bangsa Melayu: 
(Sesiapa saja  yang meninjau bidang kesusasteraan Melayu akan 
terpegun dengan kekayaan bungaan asing dan kejarangan amat akan  
tumbuhan tempatan. Sastera rakyat, sekalipun, yaitu  pinjaman, 
sejumlah  besarnya, dari himpunan  luas  dongeng India, ambilan 
dari zaman Hindu dahulu, dan kemudian dari Islam.)
Perhatikan sikap Winsteadt menyorokkan kejian dan penghinaannya dengan 
metafora bahasa yang amat kononnya halus namun amat kasar terhadap pencapaian 
kesusasteraan bangsa  Melayu dan sengaja menjatuhkan air muka dan  ‘jati diri’ bangsa 
Melayu. Inilah ‘anjing’ kolonialis yang disanjung sebagai pembela peradaban Melayu 
namun  tidak pernah disanggah untuk mendedahkan penghinaan dan  penindasannya 
terhadap bangsa Melayu. Malah ramai yang menyanjung tinggi, termasuk penerbitan 
kembali semua karyanya untuk menegaskan kembali sikap dan penaklukan minda 
Melayu di zaman pergolakan kebudayaan dan jati diri zaman kolonial itu. Winsteadt 
yang hidup berlegar di kalangan raja dan  bangsawan Melayu pada awal abad 
ke-20 sudah pasti memandang hina akan mereka itu sehingga beliau menganggap 
dirinya dengan jati diri panggilan ‘beta’ dalam tulisannya.
 Penilaian kembali dalam suasana pasca-kolonial pasti saja merubah ide  
jati diri yang muncul itu. Namun masih ada golongan yang tidak melihat essensi jati 
diri akan mengalami perubahan. Golongan ini terkenal sebagai ‘essentialist’ yang 
mempertahankan intisari jati diri sebagai kekal dan mutlak. ada  pula  golongan 
penentang yang bercanggah dan  melihat jati diri selalu  mengalami perubahan 
mengikut konteks, suasana dan keadaan. Pada sebarang masa dan konteks, jati diri 
akan selalu  berinteraksi dengan sekitarannya untuk menyesuaikan diri pada bentuk 
dan isi agar terus berfungsi dan releven di zamannya. 
Essensi dan Nisbi
justru  demikian, penelitian terkini terhadap konsep dan tanggapan jati diri atau 
identiti berlegar di sekitar dua pola atau paksi berlandaskan pegangan para pengkaji. 
Sejumlah  pengkaji memahami jati diri sebagai ‘essensi’ atau intisari dan teras kekal 
dan  mutlak tentang binaan dan tumbuhnya ciri-ciri peribadi dari sejak kelahiran 
seorang individu dalam keluarga dan orang nya. Bagi golongan essentialist jati 
diri itu yaitu  percikan dan serpihan dari ciri-ciri orang  dan budaya yang menjadi 
lingkungan pembinaan peribadi atau karektor diri seseorang individu sebagai anggota 
orang . Seorang anak yang lahir membawa bersamanya potensi untuk diwarnai 
dan dibina peribadinya melalui pembelaan atau sosialisasi yang berlaku oleh berbagai  
agen pendewasaan itu – keluarga, rakan sebaya, komuniti setempat dan orang  
umum dan  media massa yang kemudian mempengaruhinya. Ciri-ciri peribadi itu kekal 
dan bakal diturunkan pula kepada keturunannya yang nanti akan diwariskan kepada 
generasi mendatang. Maka satu ciri peribadi itu berlarutan menjadi ciri orang  
melalui interaksi antara anggota yang kemudian melahirkan ketulenan dari ciri itu 
sebagai ciri umum dalam orang . Inilah yang menjadi asas tribalism yang berakar 
umbi dari reaksi manusia terhadap alam dan suasana keterbentuk an dan  survivalnya dari 
ancaman dan kesulitan  alam dan diturun dan  diwariskan kepada orang  melalui 
sosialisasinya.. Ikatan 
dengan orang  inilah yang memberi makna kepada kehidupan dan keterbentuk an 
seseorang. Dalam ‘kurungan’ ikatan orang  itu dia menemukan keselamatan dan 
kepasukan man. Di situ dia menerima berbagai  titisan nilai, norma, perilaku  yang membeku 
sebagai ciri-ciri kepribadian  diri dan orang nya. Maka dia yaitu  pancaran jati diri 
orang nya. Inilah yang katakan oleh E. Shils dan C. Geertz, 
sebagai primordial affinities atau attachments. Geertz menjelaskan bahwa  affinities 
itu yaitu : ‘immediate continuity and kin connection, mainly, but beyond them the 
givenness that stems from being born into a Partai cular religious  community, speaking 
a Partai cular language, or even a dialect of a language, and following Partai cular social 
practices.” Dengan itu orang  membentuk dan menurunkan ‘basic group identity’ 
yang membina peribadi dan jati diri individu bersamaan antara keduanya.
 Namun golongan ‘relativist’ – nisbiah - tidak menerima kemutlakan identiti atau jati 
diri individu apa lagi kelompok yang mengandungi jutaan individu. Meskipun peribadi 
individu itu terbentuk dibandingkan  proses sosialisasi keluarga dan berbagai  agen di 
sekitarnya namun individu manusia tidak selamanya tunduk kepada ikatan dan tekanan 
orang nya. Individu manusia bertindak menurut keperluan dirinya pada masa 
dan keadaan yang strategi. Dia yaitu  penentu kepada keterbentuk annya. Dia membina 
strategi hidupnya demi keterbentuk an dan survivalnya. Dia yaitu  seorang ‘pembina’ – 
constructivist – yang menentukan sekitarannya. Jadi, antara manusia dengan sekitaran 
sosio-budaya dan  fizikalnya, berlaku saling  interaksi yang dinamik disebut oleh Giddens 
sebagai proses ‘structuration’ – membina dan dibina antara keduanya. Dalam sekitaran 
sosiobudayanya, manusia membina dan dibina peribadi individunya sebagai anggota 
orang  oleh sistem keorang annya, dan sebaliknya,  peribadi individu dewasa 
manusia yang menjadi anggota orang anya itu akan memberi pula sumbangan 
dan  membina pula peribadi orang nya secara citra kolektif. Himpunan perilaku 
sekumpulan anggota orang  akan memancarkan atau memberi citra kepada 
perilaku orang nya. 
 orang nya dikenali dan difahami berdasarkan corak perilaku kelompok 
yang kelihatan. Proses antara kedua-dua pembinaan itu yaitu  ‘structuring’ dan 
‘restructuring’ dalam ikatan yang bertimbal–balik. Maka ada  bagian  peribadi 
individu membayangkan orang nya dan orang nya pula membayangkan 
kesan pengaruh peribadi individu anggotanya. Dalam interaksi inilah muncul berbagai  
struktur orang  yang memberi rupa dan ciri kepadanya lalu menjadi identiti atau jati 
dirinya dalam berbagai  sudut pandangan. Segala itu menjadi pula semacam himpunan 
simbol yang melambangkan orang  dan anggotanya. Lambang itu menjelma 
sebagai emergent structures ‘struktur bermunculan’ sebagai petanda kehadiran 
orang . Maka melalui makna dan kepastian akan maksud berbagai  struktur 
itu seperti yang diterima dan dilaksana oleh semua anggota, maka mereka bergaul 
sesama mereka dalam berbagai  suasana. Interaksi seperti inilah yang bukan saja  
relatif sebab  selalu  berubah menurut strategi para pelaku bahkan menjadi simbolik 
bagi seluruh proses pergaulan atau interaksi sesama anggota orang . Maka tidak 
berlaku simbol dan petanda mutlak yang menjadi ciri sepanjang masa. Setiap masa 
simbol itu berubah sesuai dengan perubahan keadaan dan maknanya turut berubah 
dalam pengertian yang muncul sesama keperluan dan strategi para pelaku.
Binaan Jati Diri – 
Homogen dan Heterogen
Anak yaitu  pendokong jati diri keluarganya. Badan dan perawakan tabienya yaitu  
refleksi dibandingkan  gene ibubapa. Dia yaitu  ingatan masa lampau keturunannya. Segala 
corak dan bentuk warna kulit, wajah, tubuh badan, rambut yaitu  warisan dari sejarah 
biologi pewarisnya yang sudah  lampau. Dia yaitu  juga bayangan bangsanya. Dia lahir di 
tempat lahirnya, di kampung halaman dan komunitinya, di negaranya. Segala ini yaitu  
menjadi bagian  dari pengenalan dirinya; Dinamakan anak si-anu, di kampung 
si-anu dengan wajah hitam manis, putih cerah atau rambut keriting, ikal atau lurus. Atau 
dia menjadi anak ‘bangsa’ itu – Melayu, India, atau Cina – sebagai pengenalan dirinya. 
Segala ini yaitu  himpunan endowments atau givens (warisan) yang dibawanya atau 
diturunkan sejak lahir. Segala ini dinamakan oleh Erikson sebagai shared  sameness 
(persamaan bersama) dengan keluarga, komuniti dan bangsanya. 
 Nama yaitu  pengenalan yang paling jelas. Ia menjadi identitinya yang 
berpanjangan. Sebagai lanjutan dari kelahiran itu, dia menerima pula segala layanan 
dalam rangka adat istiadat dan obligasi sistem sosio budayanya. Segala macam ritual  
dan adat istiadat akan dikenakan kepadanya, menyambut kelahirannya – dia diazan 
atau diiqamatkan jika seorang Muslim. Dia dibedong, dibuai, diendoikan, dipotong 
rambutnya kemudian, diaqiqahkan, dibacakan ‘riwayat’ nabinya dalam bentuk ‘berzanji’ 
dengan sebuah acara kenduri yang amat elaborate – panjang lebar. Segalanya menjadi 
bagian  dari simbol pengenalan diri untuk menerimanya itu sebagai anggota baru 
orang . Dia masuk menjadi anggota baru orang nya melalui ritual  itu. 
 Semakin dewasa semakin pula dia menerima ajaran adat dan istiadat komunitinya 
dengan sentuhan nilai dan norma yang menjaga dan  mengatur hidupnya. Dia dididik 
dan ditegur dengan norma komunitinya lalu terbentuk semacam peribadi yang ‘baik’ 
atau ‘nakal’ atau ‘pemalu’, ‘penakut’ atau ‘berani’ atau sebagainya. Sebagai peribadi 
unggul dalam komunitinya dia mesti diharap untuk menjadi ‘budak baik’, ‘berbudi 
bahasa’, ‘berbudi pekerti’ dan ‘berkelakuan mulia’. Dia akan dikenali dengan perangai 
dan tabiatnya dan dipanggil oleh ibubapa, rakan, jiran dan orang  dengan 
pengenalan peribadi dan perilaku itu. Jadilah ia seorang yang ‘amat baik’, ‘amat nakal’, 
‘amat pemalu’ atau sebagainya. Atau malah dia memperoleh  jolokan ‘gelaran’ yang 
memancarkan secara ringkas akan ciri unggul dirinya, sebagai nama ‘timangan’ yang 
selalu  dipanggil: ‘bujang’, ‘manja’, ‘intan’ atau apa saja.
 Dia akan dewasa dalam orang nya. Satu masa dia keluar dan bergaul dengan 
‘orang lain’ maka terpancar pula pada dirinya akan ciri dan nama bangsa, sejarah 
bangsanya, bahasa dan pertuturan bangsanya, agama dan kepercayaan bangsa. Dia 
seorang ‘Melayu’, atau ‘Muslim’, atau seorang berbahasa Melayu. Dia sudah  memperoleh  
seluruh jati diri atau pengenalan bangsanya di tengah-tengah kehadiran berbagai  
jenis manusia yang juga mewarisi berbagai  bentuk jati diri bangsa mereka. Maka dia 
sudah berada dalam konteks keorang an dan menjadi bagian  dari kehidupan 
yang amat berbagai , plural, heterogen. Dia tidak lagi berada dalam suatu lingkungan 
yang sama, homogen namun  amat beragam. Apakah ia akan kekal seperti dahulu di 
zaman berada dalam kalangan bangsanya yang seragam; ataukah akan berubah 
sesuai dengan lingkungan baru yang amat beragam? Pengalaman hidup manusia yang 
berubah kediaman dan perluasan pengalaman akan menerima kedua-dua proses: kekal 
dengan jati diri asalnya sambil menerima ciri-ciri baru yang meluas dan memperkaya 
pengalaman, akal dan mindanya. Dia akan membina strategi baru untuk hidup dan 
suvival – menerima ciri sekitaran baru untuk kekal dengan kediaman baru sambil 
memelihara berbagai  ciri asal jati dirinya. Namun identiti kelompoknya akan berubah. 
Dia menjadi anggota kelompok baru maka dia mendokong jati diri kelompok baru. 
Jadilah dia seorang ‘Cina Peranakan’ atau ‘India Peranakan’ sebab  berada di tengah 
sekitaran yang beragam dan asing di Malaysia. Dia tidak lagi semata-mata ‘Cina’ atau 
‘India’ namun  sudah memperoleh  tempekan gelaran atau affinity lain dan baru. 
 justru  itu, jika dia kekal dalam kelompok asalnya maka jati diri asalnya akan 
mengawal hidupnya sambil memberi kesempatan kepadanya untuk membina komuniti 
baru dangan ciri kehidupan baru pula. Dalam konteks berada dalam dua ‘alam’ atau 
‘dunia’ inilah berlakunya dinamika jati diri kelompok yang ‘berayun’ atau oscillate antara 
esensi asal dengan tempekan gelaran baru (affinity).
 Bagaimana pula pergaulan atau interaksi dengan kelompok yang berdampingan? 
Permasalah an ‘ayunan’ jati diri dalam hubungah antara kelompok yaitu  ditentukan oleh 
nisbi hubungan kuasa antara kelompok. Semakin berkuasa suatu kelompok maka 
semakin muncul jati dirinya yang akan menakrif dan menentukan pula suasana 
jati diri yang lain. Kekuasaan kelompok dalam banyak hal amat bergantung kepada 
jumlah  anggota atau pegangan kuasa politik. Jadi ukuran power atau powerlessness 
– kemampuan dan ketidakmampuan - suatu kelompok akan menjadi penentu kepada 
pegangan terhadap jati dirinya dalam suasana yang beragam dan majmuk. Persaingan 
dan pergolakan antara kelompok dalam menentukan corak hubungan kuasa antara 
mereka akan memiliki  natijah – konsekwensi - yang amat kuat terhadap keterbentuk an 
dan kehadiran jati diri kelompok itu. Pergolakan inilah yang sedang diperhatikan dalam 
suasana kebudayaan di Malaysia kini. Sejauh mana satu gugusan jati diri kelompok 
dapat dipegang sebagai esensi diri atau terkesan oleh pengaruh gugusan ciri dari 
kelompok lain. Kekuatan persaingan dan permasalah an (contestation) antara kelompok itu 
akan menentukan arah ayunan jati diri itu.
Pergolakan Jati Diri
Setiap satu ciri jati diri yang sudah  dibicarakan akan selalu  bergolak dan dinamik, 
dengan erti sering mengalami perubahan. Pergolakan itu akan amat bergantung juga 
kepada ‘kemerdekaan ’ atau ‘harga diri’ atau martabat dan juga kepada kesatuan atau ‘rasa 
bersama’ – seiya sekata - antara anggota kelompok. Harga diri yaitu  cara seseorang 
menghargai dirinya atau memandang dirinya (self-esteem) ataupun dipandang boleh 
‘orang lain’. Kesatuan yaitu  keupayaan merasa menjadi anggota kelompok – merasa 
bangga dan yakin akan keanggotaan itu. Ada individu amat bergantung kepada 

47 
keanggotaan dengan bangsa atau komunitinya untuk memperoleh  ‘kemerdekaan ’ atau harga diri. 
Ada juga bangsa atau kelompok yang amat memerlukan individunya yang berkemerdekaan  
atau ‘tokoh’ untuk membangun kebanggaan dan harga diri kelompoknya. Jadi kedua 
faktor ini saling berfungsi dalam membina kewibawaan dan sekali gus menegakkan jati 
diri kelompok  di tengah suasana majmuk atau plural. Keperluan untuk membina kemerdekaan  
dan harga diri itulah yang menjadi landasan dan  dorongan terkuat kepada pergolakan 
politik dalam orang  majmuk dan sekali gus juga menentukan kelangsungan jati diri 
dalam pergolakan dinamik antara kelompok. Dengan demikian ada  suatu macam 
daya saing dan daya tahan dalam diri kelompok untuk mempastikan survival dengan 
mempertahan jati diri dibandingkan  tergelek dan luput oleh landaan kekuasaan kelompok 
lain. Pertembungan jati diri antara kelompok tidak yaitu  ‘durian’ dan ‘mentimun’, 
tergelek luka, menggelek luka. namun ,  keadaannya yaitu  lebih dinamik dan  anjal 
dengan daya hidup persistency yang amat kuat walaupun terpaksa tenggelam menjadi 
‘tersirat’ dan latent. Demikian itu yaitu  sifat manusia yang dapat kekal survive – dan  
menyesuaikan diri (adaptable) dalam berbagai  suasana dan  keadaan.
Jati Diri Melayu dalam Sejarah
Berlandaskan takrif di atas kita dapat meneliti berbagai  aspek kehidupan bangsa Melayu 
bukan saja  sebagai ciri kebudayaan bahkan sebagai apa yang tadi difahami sebagai 
jati diri, yakni ciri utama yang menjadi pengenalan kepada bangsa dan orang  
Melayu itu. Nama Melayu itu yaitu  ciri utama yang memberinya satu kesatuan dalam 
berbagai  cirinya bahkan juga sebutan ringkas bagi segala bangsa lain yang bertembung 
dengannya. Sejak zaman dulu lagi nama itu sudah dipakai  sebagai pengenalan 
diri dan bangsa Melayu. Sekurang-kurangnya sejak abad ke-7 nama Melayu sudah  
dipakai  sebagai jati diri bangsa Melayu di zaman kerajaan Sriwijaya/Jambi.
 Dengan demikian bukan saja  ‘Melayu’ sebagai satu jenis bangsa bahkan semua 
anggota orang nya dalam erti yang terbatas dan juga Melayu dalam erti yang 
meluas sebagai ‘Rumpun Melayu’ sudah  dikenali dengan nama ini sehingga seluruh 
area  geopolitik di rantau ini terkenal di luar kawasannya sebagai ’Malaiyur’ (prasasti 

48
Tanjore) (Wikipedia: “Melayu Kingdom”; “Tamil and Sanskrit Inscription in the Malay 
World”)  ‘the Malay Archipelago’ atau Gugusan Kepulauan Melayu. Penggunaan nama 
itu sudah pasti melekat juga kepada semua anggota orang  dan bangsa Melayu 
dan mereka mengenal diri kita sebagai ‘Orang Melayu’. Maka nama itu sudah berfungsi 
sebagai pengenalan yang mantap dan diiktiraf sebagai nama yang wajar dipakai  
oleh sebuah bangsa Melayu yang terbentuk  di dunia dengan segala kesatuan ciri budaya 
dan bentuk peribadi yang sudah  muncul sejak berkurun lamanya.
 Dari penelitian bahasa-bahasa oleh sarjana Eropah seperti Otto Dempwolff dan 
Welhem Schmidt  penggunaan nama Melayu sebagai pengenalan bahasa-bahasa 
‘Malayo-Polinesia’ sebagai sub-kelompok dari bahasa-bahasa “Austronesisch” 
(Austronesian) dan orang  di rantau alam Melayu sudah  meliputi kawasan yang 
amat luas termasuk seluruh kepulauan yang sekarang menjadi negara-negara terpisah 
seperti Malaysia, Indonesia, Filipina, Brunei, Singapura, Selatan Thailand, Selatan 
Vietnam, Selatan Kampuchea dan  kepulauannya. Penjajahan kolonial sudah  memecah-
belahkan semua area  Melayu ini menjadi tanah jajahan berbagai  kuasa Eropah dan 
Asia: Sepanyol, Portugis, Belanda, inggris  dan Siam, hingga mereka tidak lagi dapat 
memahami kedudukan mereka sebagai sebuah bangsa yang besar, memiliki  tanah 
air yang luas dan kesatuan budaya yang masih berakar umbi pada bahasa dan ciri adat-
istiadat yang saling berkaitan. Dengan demikian bangsa itu sudah merasakan dirinya 
kecil, sempit dan  terasing antara satu sama lain.
 Hanya penelitian sejarah serantau melalui ilmu bahasa perbandingan dan kini kajian 
DNA umpamanya, akan dapat menyatukan  ide  dan  tanggapan kesatuan 
yang luas dan diajarkan kepada semua anak Melayu dan bangsa Malaysia untuk 
memahami peranan dan misi sejarah bangsa yang sekian lama sudah  berlaku. Dengan 
demikian amat perlu dikaji dan ditulis sejarah Melayu yang panjang sejak bertapaknya 
bangsa itu di rantau Alam Melayu ini pada zaman pra-sejarah, proto-sejarah dan zaman 
sejarah awal hingga kini. Sebuah sejarah nasional Melayu yang memakan tempoh 
masa kira-kira 5000 tahun perlu dikaji dan dirakam untuk memahami akan keutamaan 
bangsa Melayu itu di bumi dan tanah air yang didiami oleh berbagai  bangsa asli dan  
pendatang dan membentuk pula berbagai  negara yang berasingan dan  berdaulat.

49 
 Keperluan ini agak mendesak kini sebab  ternyata kefahaman terhadap sejarah 
yang panjang itu dan  keberfungsian sejarah sebagai fakta pengiktirafan akan status 
Melayu sebagai pribumi  di rantau ini sering dipertikaikan dan tidak difahami oleh 
berbagai  bangsa dan  generasi muda Melayu. Malah ada  usaha untuk ‘merebut’ 
kepribumi an oleh golongan luar yang melihat berbagai  pengaruh dari India sebagai 
‘penaklukan’ dan ‘penempatan’ orang  India di rantau Alam Melayu. Kenapa 
hal ini perlu yaitu  sebab  pengiktirafan diri dan oleh golongan lain terhadap status itu 
akan menerapkan suatu kenyataan fakta yang tegas dan ulung akan keutamaan diri 
bangsa Melayu terhadap keterbentuk an mereka di rantau ini dan juga menanam pengertian 
kasih dan taat yang mendalam tehadap area  yang kini menjadi negara dan para 
penghuninya sebgaai warganegara dalam negara bangsa yang moden.
 Malangnya sejarah yang diajarkan kepada anak-anak sekolah yaitu  terlalu 
cetek dan ringkas sehingga masalah  yang mendasari berbagai  tuntutan Melayu dalam 
perundangan tradisi  negara juga dalam berbagai  dasar awam yang sedang 
dilaksanakan kini tidak difahami sebaiknya.
 Ciri-ciri kebudayaan berbagai  bentuk terutama bahasa, seni tampak, seni 
persembahan dan sistem sosial termasuk kekeluargaan, politik dan pemerintahan   
tradisional dan juga himpunan ribuan hasil tulisan manuskrip Islami dan  karya seni 
sastera yaitu  pernyataan berbagai  ciri budaya yang memberi petanda tegas dan 
bukti teguh akan keupayaan dan  kreativiti bangsa Melayu menghuni dan berinteraksi 
dengan alam sekitarnya sehingga bukan sekadar menjadi penghuni pasif dalam alam 
itu bahkan mempengaruhi dan membangun peradaban atau tamadun dalam alam 
fizikalnya sehingga membina pengenalan rantau ini sebagai ‘Melayu’. 
 Dari sejak awal tamadunnya di zaman ‘kepawangan’ (shamanism) kepada Hindu-
Buddha dan kemudian Islam dan Barat, bangsa Melayu itu sudah  yaitu  kelompok 
manusia yang aktif membina dan memakai  segala sumber alam sejak ribuan 
tahun hingga merubah wajah alam ini dan memberi nama kepadanya sebagai Alam 
Melayu. Maka keupayaan menguasai dan mempengaruhi bentuk muka bumi dan alam 
sekitar sehingga membina unit politik, pemerintahan dan kenegaraan sehingga ke tahap 
empayar, di dalam kawasan geopolitik itu memberi bangsa Melayu suatu status atau 
kedudukan sebagai satu-satunya kelompok yang diiktiraf sebagai bangsa asal pribumi  
yang membina negara dan empayar, sekali gus peradaban atau tamadun rantau ini. 

50
 Walaupun berbagai  suku bangsa yang berkaitan dengan Melayu seperti ‘Mongolid 
Selatan’ ataupun golongan ‘Orang Austronesia Barat’, dan juga ‘Austro-Asiatik’ 
dikatakan sudah  pernah terdahulu menempatkan diri di rantau Alam Melayu namun 
mereka tidak membina negara apalagi memberi pengenalan atau identity sebagai 
petanda keutamaan kuasa dan wibawa kelompok itu. sebagian  suku Melayu itu tetap 
yaitu  golongan perantau yang berpindah-randah sehingga tidak terbentuk  kesatuan 
negara dan area , kekuasaan dan  kewibawaan sebuah negara. Kelompok ini tidak 
membina dan pemerintahan dan tidak memberi identiti atau pengenalan kepada rantau 
area   ini kecuali berbagai  penempatan terbatas di lembah sungai dan pesisiran 
pantai. Hanya suku bangsa Melayu dan Jawa dalam Rumpun Melayu sudah  berupaya 
menjadikan  segala kewibawan dan kekuasaan ini dan membentuk kenegaraan dan 
memberi nama kepada rantau ini sebagai Melayu atau Jawa. 
 Fakta kuasa dan wibawa ke atas area  ini amat penting disedari sebab  sejarah 
manusia sejak dahulu hingga kini hanya mengiktiraf dan memberi legitimacy terhadap 
kewibawaan bangsa ke atas area  itu sebagai faktor penentu kepada identiti dan 
keterbentuk an negara dan bangsa. Amerika, Australia, New Zealand atau Filipina, 
Columbia, China, India dan sebagainya tidak terbentuk  tanpa kewibawaan bangsa yang 
mencipta pemerintahan ke atasnya meskipun sudah  ada kuasa atau penduduk lain lama 
sebelum datang dan hadirnya bangsa yang dominan dan memerintah sebagai penguasa 
kenegaraan. justru  demikian sejarah akan memainkan peranan dan fungsi yang amat 
utama dan penting dalam menjelaskan ide  kenegaraan dan pemerintahan sebagai 
landasan legitimacy suatu tuntutan dalam negara dan bangsa masa kini.
 berbagai  ciri kebudayaan termasuk bahasa, kesenian dan sistem keorang an 
kekeluargaan, politik, ekonomi dan perundangan dan  kepercayaan yang bertunjang 
kepada alam sekitarnya yaitu  penentu kepada kesatuan dan keutuhan bangsa itu 
sebagai sebuah kelompok manusia yang aktif dan berwibawa di area  kekuasaannya. 
Kebudayaan dan peradaban yaitu  petanda kepada territorial imperatives atau 
tuntutan kearea an manusia ke atas suatu kawasan bumi yang digagaskan oleh 
bangsa Melayu, dalam pepatah ‘di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’. Itulah 
yang difahami dan dimengerti mereka sebagai ikatan emosi dan kuasa di atas muka 
bumi yang bernama ‘tanah air’. Daya cipta yang melahir dan menghasilkan berbagai  

51 
bentuk dan ciri kebudayaan itu yaitu  petanda kepada kreativiti dan  dinamika bangsa, 
dan wibawa kebudayaan dan  peradabannya yang menyebabkan bangsa itu dapat 
membina bukan sekadar peradaban tinggi, agung dan besar bahkan juga memberi 
kesan dan pengaruh yang nyata dan jelas terhadap penggunaan dan  keterbentuk an ciri 
muka bumi dan berbagai  binaan fizikal di mana mereka sudah  meneroka dan berkuasa. 
Inilah tuntutan Melayu yang sah dan legitimate terhadap negara ini sebagai hak 
pribumi  dalam sejarah, tradisi dan jati dirinya kini.
Melayu Konteks Tamadun Dunia
Kesahihan tuntutan bangsa Melayu itu dari sudut geo-politik dunia menerima 
pengiktirafan semua  bangsa di dunia dan berlaku pada pengiktifaran kedaulatan negara 
di mata dunia melalui PBB. Malaysia sudah diiktiraf sebagai sebuah negara berdaulat 
(sovereign state) di persada antarabangsa atas nama Melayunya. ’Malaysia’ yaitu  
“Kepulalaun Melayu” seperti digagaskan asalnya oleh peneliti di Perancis terhadap 
Kepulauan Alam Melayu:
“Following his 1826 expedition in Oceania, French navigator Jules 
Dumont d’Urville invented the terms Malaysia, Micronesia and 
Melanesia, distinguishing these Pacific cultures and island groups 
from the already existing term Polynesia. In 1831, he proposed these 
terms to The Société de Géographie. Dumont d’Urville described 
Malaysia as “an area commonly known as the East Indies”. In 1850, 
the English ethnologist George Samuel Windsor Earl, writing in the 
Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, proposed naming 
the islands of Southeast Asia as Melayunesia or Indunesia, favouring 
the former. (D’Urville dll, 1850)
 Dalam fenomena yang serupa, tuntutan atas sebuah area  berstatus negara sudah  
memakan ribuan nyawa sebelum dapat membina sebuah area  sebagai negara bagi 
bangsa yang  berdaulat. Bangsa Palestin yang beribu tahun mendiami dan memberi 

52
identiti kepada Palestine direbut hak mereka oleh penjajahan sehingga saat ini masih 
berjuang di mata semua penduduk dunia untuk sebuah negara. Perjuangan bangsa 
Gypsy bagi memperoleh kan sebuah negara bagi bangsa mereka untuk menghentikan 
kehidupan berkelana, merana dan menderita penghinaan berbagai  bangsa Eropah 
terhadap mereka akan berterusan selagi ada keinginan untuk mempertahankan 
bangsa. Akan terus berlalu peperangan antara bangsa Kurdish dengan semua jirannya 
di Turki, Iran dan Iraq sebelum mereka dapat membina sebuah negara Kurdistan 
sebagai pengiktirafan akan jati diri mereka sebagai bangsa Kurdis di tanah air mereka. 
Orang Ireland akan terus bersengketa sesama mereka atas nama jati diri Irish yang 
dipecahkan oleh penjajahah Brtitish ke atas Ireland Utara yang kini menjadi negara 
Katholik Ireland dan Northern Ireland yang Anglikan. 
 Segala itu yaitu  fungsi dan peranan wibawa jati diri bangsa dalam menuntut 
kedaulatan mereka ke atas muka bumi yang dapat dinamakan sebagai tanah air dan 
negara berdaulat. Para ilmuwan Islam dalam bidang menyebut ikatan manusia dengan 
area  politiknya sebagai sebagian  dari iman: hubbul watan minal iman – kasihkan 
watan sebagian  iman. Atas landasan keimanan ini maka kita yang sudah bernegara 
wajib mempertahankannya sebagai negara Melayu, yang Dinamakan Persekutuan 
Tanah Melayu dan kemudian menjadi Malaysia. Itulah keimanan yang dituntut sebagai 
Muslim. Tidak ada negara lain di muka bumi yang bernama Melayu.
 berbagai  kesenian, bahasa dan sistem keorang an yaitu  landasan 
keunggulan bangsa Melayu untuk menonjolkan ciri-ciri unggul kepada semua bangsa 
di dunia akan keupayaannya di mata dunia. Segala ciri itu yaitu  bukti yang nyata 
dan tegas bahwa  ia sudah cukup kreatif dan dinamik untuk membentuk area  dan  
corak kehidupan yang tersendiri dan bangga akan keupayaan itu. Ciri-ciri seni dan 
sistem keorang an mereka bukan sekadar untuk menjadi saluran kehidupan harian 
yang biasa bahkan yaitu  penunjuk dan petanda kepada kesanggupan dan keupayaan 
bangsa Melayu mencipta dan membina corak hidup dalam acuan kepandaian dan  
kebijaksanaan mereka sendiri tanpa bergantung kepada bangsa lain. Namun tidak ada 
suatu pun bangsa yang tulen dan jati dengan daya cipta sendiri saja  tanpa pinjaman 
dan penyerapan dari budaya asing. Maka bangsa Melayu sudah  sedia menyerap segala 
kebijaksanaan bangsa lain sesuai dengan gaya hidup dan  sistem nilai budaya mereka. 

53 
Keupayaan menyerap berbagai  ciri asing dan menyesuaikannya dengan sistem budaya 
dan orang  sendiri menjadikan ‘Melayu’ atau ‘masuk Melayu’ yaitu  proses 
dinamika Melayu. Hingga kini, berbagai  ciri asing sudah  diserap dan disesuaikan namun 
jati diri dan nama Melayu tetap terbentuk , kekal dan unggul. Maka dalam hubungan dengan 
berbagai  bangsa dan dalam konteks peradaban dunia, Melayu itu sudah  menciptakan  
jati dirinya di rantau Melayu dan menjadikan tradisi dan sejarah berlangsung dan dapat 
dipertahankan. Kekuatan dinamika budaya Melayu untuk menerima dan  menyerap 
berbagai  unsur luaran dan menapis nilai baik untuk megkayaka kebudayaan bangsa 
harus disedari dan dipelihara demi survival bangsa Malaysia.
 Survival bangsa Malaysia amat bergantung kepada nilai budaya Melayu. Sejarah 
lama dan moden amat jelas memberi iktibar bahwa  bangsa Barat yaitu  bangsa 
selalu  bersedia untuk berperang dan menjajah bangsa lain seperti mana bangsa 
Babarian yang terdahulu dari mereka di Eropah. Kini mereka mewarisi nilai Barbarian 
itu atas nama peradaban bangsa moden. Mereka akan mengadakan sebab (pretext) 
sebagai memberi ancaman terhadap keselamatan mereka walaupun berada jauh 
bagi melakukan penyerangan, peperangan dan penaklukan. Di zaman moden yang 
dikatakan amat bertamadun dan  beradab, naluri liar ‘imperialisme’ sudah  menakluk Iraq 
atau sebarang negara Asia Barat atau negara Islam tidak pernah mengancam Amerika 
atau Eropah. Namun semua negara mereka bersedia untuk menakluk negara Islam 
atas nama peradaban mereka itu. 
 Malaysia sebagai pengenalan konkrit dan sebuah unit geopolitik di muka bumi akan 
kekal bersatu sebagai sebuah negeri  atas nilai budaya Melayu yang amat 
altruistik yang menjadikan  keperluan orang lain sebagai penting. Altruisme yaitu  nilai 
asasi Melayu yang tidak ada tolok bandingnya. Sikap assertive dan ‘kurang ajar’ ataupun 
‘kiasu’  asing yang kini disaran agar diterap ke dalam nilai Melayu dan Malaysia  akan 
membawa kepada padah pergaduhan dan  sengketa yang tidak berputusan antara 
warganegara dan antara negara.  justru  demikian, demi keutuhan negeri  
maka nilai ‘budi’ Melayu yang amat universal sebagai nilai peradaban tertinggi manusia 
yang beradab itu harus dipertahankan dan dimajukan sebagai nilai kebangsaan dalam 
negara dan dunia.

54
Melayu dan Islam
Sejak abad ke-11 Masihi, Islam sudah menjadi intisari jati diri Melayu. Meskipun 
Islam menyerap secara beransur-ansur ke dalam diri bangsa Melayu; dengan erti 
penyerapannya berlaku dari penerimaan golongan atasan di istana ke lapisan bawahan 
orang  dari kota ke desa pedalaman. berbagai  anasir ‘animisme’ kekal berfungsi 
di dalam orang , namun Islam itu sudah menyatu beridentifikasi dengan seluruh 
kehidupan Melayu. Islam berupaya membentuk jati diri Melayu dan menjadi penentu 
(determinant) kepada setiap yang bernama Melayu. berbagai  anasir dalaman dan 
luaran yang sudah  lama terserap sudah  memperoleh  ‘saringan’ dan ketetapan Islami untuk 
menjadikannya Melayu, termasuk berbagai  anasir yang dilihat sebagai ‘khurafat’ atau 
‘bid’ah’ dari saringan hukum Islam. Intisari nilai yang dulu diterima dari sejarah Hindu-
Buddha kini sudah  tersaring di dalam tapisan Islam dengan kandungan spiritualisme 
atau kerohanian Islam meskipun pada permukaannya dan bentuk ide  itu masih 
memperlihatkan warisan asalnya dari zaman pra-Islam. 
 ide  rukun Islam seperti ‘sembahyang’ atau ‘puasa’ dan hukum seperti ‘dosa’ 
dan ‘pahala’ ataupun alam semesta seperti ‘syurga’ dan ‘neraka’ yaitu  warisan 
dari zaman pra-Islam itu yang sudah  dibersihkan intisari kerohanian asalnya dan kini 
sepenuhnya difahami sebagai tulen Islami dengan ‘keesaan’ Tuhan sebagai asas 
‘tauhid’ yang mendasari semua ide  itu. justru  demikian, Islam sebagai asas jati diri 
Melayu tidak lagi menjadi permasalah an meskipun masih ada  keberfungsian berbagai  
anasir orang  dan kebudayaan Melayu yang memperlihatkan bentuk pra-Islaminya. 
Anasir yang paling jauh dari kandungan Islam pun perlu memperoleh  kesahihannya dan 
kemujarabannya (efficacy) berasaskan kerohanian Islam, seperti ‘jampi’, ‘serapah’, 
‘mantera’ yang dari sudut Islam yaitu  yaitu  doa. Setiap ucapan yang bernama 
jampi atau serapah akan mengandungi ucapan asasi wibawa  memohon kuasa Allah, 
Rasul, Nabi dan berbagai  watak para sahabat Nabi untuk mempastikan kemujaraban 
serapah itu. Ini bermakna, Islam dan seluruh sifatnya yaitu  bagian  dari personaliti 
(sahsiah), sistem dan ciri kehidupan Melayu. 
 Hanya yang menjadi permasalah an yaitu  betapa kognisi dan alam fikiran Melayu, daya 
pengetahuan, masih kekal Melayu melalui bahasa Melayu. Bahasa Arab sebagai bahasa 

55 
al-Quran menjadi kemahiran golongan ilmuwan dan sebagian  para pelajarnya yang 
kekal melangsungkan keilmuan Islam dalam orang  Melayu.  justru  demikian, 
ilmu Islam yang terserap ke dalam alam fikiran Melayu melalui bahasa Melayu 
seringkali tidak mencapai kedalaman ilmu Islam dalam tradisi bahasa Arab meskipun 
sudah  berlaku terjemahan dan saduran berbagai  pemikiran klasik Islam ke dalam 
bahasa Melayu. Kelihatan berlaku semacam jurang pemahaman dan pengertian antara 
golongan terdidik dalam bahasa Melayu dan bahasa Arab dari sudut pengertian Islami. 
Hasilnya terbentuk  lapisan pengertian yang berbeda  dalam kalangan lapisan orang  
dan golongan ilmuwan Melayu terhadap Islam itu sebagai hukum, anasir kehidupan 
dan kepakaran. Positifnya sudah  banyak usaha menerbitkan buku risalah Islam dalam 
bahasa Melayu untuk merapatkan jurang pengertian dalam kalangan orang  awam 
agar lebih substentif dan berisi.
Melayu-Islam dan Global
Kesan dari perkembangan di jaman , kedalaman pengertian Islam dalam orang  
yaitu  kemunculan usaha dan saranan terkini untuk menegakkan nilai ‘wasatiyyah’ 
sebagai intisari nilai dalaman orang  Melayu dan diperluas pula ke seluruh dunia 
yang bertunjangkan Islam dan ajaran al-Quran, sebagai petanda kepada peranan 
dan keberfungsian jati diri Melayu dan kenegaraannya di mata dunia. Maka berlaku 
suatu sentesis baru pada jati diri Melayu-Islam di persada global. Melayu sebagai 
rupa bangsa terawal dan nama etnik yang hanya berfungsi dalam lingkungan negara, 
sudah  bertukar kepada Islam dengan sistem kenegaraannya (Malaysia) menjadi identiti 
global Melayu itu. Kita melihat suatu perkembangan linear, kaitan erat antara Melayu 
dan Islam, sebagai ide  jati diri itu untuk berfungsi pada tahap global. sebagian  
dari fenomena ini pastilah sebab  kemunculan Islam sebagai ‘nama’ penting dalam 
sejarah dan peradaban dunia dan kini memperoleh  label atau jolokan yang kontroversi: 
dari peradaban hingga kepada keganasan. Dan, Malaysia memberi  rupa dan wajah 
‘moden’ dan  ‘moderate’ kepada tanggapan global itu. 

56
 Dalam konteks sedemikian maka amat wajar Malaysia sebagai sebuah negara 
Melayu memainkan peranan yang besar dan bermakna untuk membentuk kembali 
wajah dan esensi Islam pada tahap global sebab  belum ada  depiction atau 
gambaran citra negatif terhadap wajah Melayu-Islam di mata dunia. Setakat ini wajah 
Islam-Melayu yang ini  dan tergambar yaitu  amat positif, aktif dan proaktif dalam 
mencorakkan kehidupan global melalui berbagai  peranan di PBB dan  serba macam 
tindakannya dari segi ekonomi, pendidikan, sosial niat pun politik dan kepasukan an. 
Dari sudut itu, Malaysia yang intisarinya yaitu  Melayu yaitu  citra terbaik dan terulung 
bagi Islam  pada tahap dunia dan global.
 Perkembangan sedemikian memiliki  dua lapis makna dan  fungsi yang amat 
positif dan  mendalam bagi perkembangan peradaban Melayu di Malaysia dan pada 
tahap global. Pertama, anjakan jati diri Melayu sebagai wakil dan wajah Islam di 
luar negara menegaskan sepenuhnya akan berfungsi Islam sebagai intisari Melayu 
seluruhnya. Hal ini membawa kesan baik bagi identifikasi dalam negara: Malaysia 
sebagai negara Islam untuk meneguhkan pembinaan bangsa dan  berbagai  institusi 
Islam. Kedua, Melayu sebagai wajah Islam global dan antarabangsa memberi alternatif 
terhadap citra Islam yang lebih benar dan wajar berasaskan intisari nilai Islami  yangn 
hakiki – salam, selamat, aman, penyerahan - di mata dunia. Penonjolan ‘wasatiyyah’ 
sebagai citra baru Islam berlandaskan sahsiah, peribadi atau personality Melayu 
yaitu  gerakan positif membentuk kognisi dan pengertian baru orang  dunia 
terhadap Islam. Lebih utama lagi yaitu  penonjolan bahwa  konsep ‘wasatiyyah’ itu 
mengandungi bukan sekadar ide  ‘moderate’ atau ‘pertengahan’ bahkan ‘keadilan’ 
dan ‘perimbangan’ sebagai hakikat  dan esensi seluruh ide  itu (al-Baqarah: 143). 
 Gerakan Melayu sebagai wajah Islam pada tahap global itu amat wajar dan 
wajib dilakukan sebab  ia dapat membina kembali atau rekonstruksi  wajah yang 
sudah  lama dihitamkan atau kini dikatakan demonised sejak zaman Perang Salib yang 
mengejutkan tamadun Barat akan keliaran dan barbarism mereka. Islam yaitu  
spiritualisme subversif bagi mereka yang mempermasalah  dan  memberi tafsiran baru dan 
lain dari ide  iman mereka berasaskan trinity ataupun original sin. Sejak itu, Islam 
yaitu  musuh dan mesti dihancurkan. Hingga kini sikap bermusuh terhadap Islam 
kekal sebagai gerakan Barat, yang diperteguh dengan tindakan ganas segolongan 

57 
orang  Islam yang melampaui batas hukum Islam sendiri sehingga membentuk 
citra atau nama baik  Islamophobia global dan eurobia di Eropah. Maka wajah dan sahsiah 
Melayu, yang esensinya terbentuk dalam ide -ide  Islami ‘berbudi bahasa’, 
‘berbudi pekerti’ dan ‘berbudi bicara’ dengan kefahaman ‘bahasa’ sebagai esensi yang 
bukan saja  wajah itu baik bahkan berilmu dan  bijaksana, yaitu  wajah yang amat 
positif pada tahap global. 
 Wajah ‘aman’ dan ‘selamat’ dalam bentuk ‘budi’ itu harus kembali dinamik dengan 
suntikan dinamika ‘jihad’ yang benar dan hakiki. Pada tahap ini, jihad sudah menjadi 
esensi terburuk yang melahirkan ‘citra ganas’ bagi wajah Islam. Padahal, anasir 
keganasan  yang sama tetap berlaku dalam semua kuasa dan bangsa terutama Barat. 
Semua kuasa besar kini memperteguh citra ‘perkasa’ mereka terutama Amerika untuk 
mengingatkan semua bangsa lain akan ‘awe and shock’ layanan mereka terhadap 
sebarang usikan terhadap dari luar. Citra ganas yang membunuh ratusan ribu manusia 
asing itu yaitu  ‘kemanusiaan’ dan ‘keamanan’ bagi mereka. Jihad dan segala bentuk 
penentangan terhadap keganasan mereka yaitu  terrorism yang mesti perangi. 
justru  itu, jihad sebagai dinamika membela, memelihara dan menciptakan  ‘salam’, 
‘wasatiyyah’ dan  Islam melalui ‘bela diri’ dan pertahanan yang selalu  ‘siap siaga’ 
dari serangan manusia lain terhadap orang  Islam wajar ditanam ke dalam sahsiah 
dan personaliti Islam-Melayu sebagai pancaran sahsiah dinamik untuk memastikan 
tidak berlaku penindasan dan sekali gus menghancur dan menghapuskan umat Islam di 
dunia.
 justru  demikian, sintesis Melayu-Islam yaitu  yaitu  sinergi citra dan esensi 
nilai yang amat positif untuk menjadi landasan baru keberfungsian jati diri Melayu-Islam 
itu bahkan memberi sumbangan kepada citra Islam sejagat. Inilah misi jati diri Melayu-
Islam pada zaman ini.
 Dinamika jihad  dalam bentuk yang benar dan betul dapat mengelak dari berlakunya 
sikap dan tindakan negatif yang sudah  lama tertanam dalam peribadi Melayu-Islam 
di Alam Melayu. Lanjutan dibandingkan  nilai budi dari warisan lampau Buddha itu, sudah  
muncul berbagai  ide  terbitannya dalam berbagai  bentuk terutama ‘tolak-ansur’ 
atau altruisme itu memiliki  akhiran atau terminal logis, seringkali menjadi kalah atau 
menyerah. Dalam pada itu berlaku juga personaliti atau peribadi yang bertegas dan 

58
berkeras sesudah  terlalu banyak bertolak ansur, terlampau  mengakomodasi kelangsungan  
dan keperluan orang lain. justru  ide  ‘beri betis hendakkan peha’ muncul, sebagai 
peringatan dan membina sikap melawan  permintaan yang terlampau melebih dari 
yang patut, yang tidak wajar atau yang tidak adil. Pada tahap itu, nilai asasi keadilan, 
berpatutan atau padan dengan keperluan akan beroperasi untuk mengimbangi altruisme 
Melayu. Perubahan nilai dan norma dari mengalah dan  menyerah kepada melawan  
dan menuntut keadilan atau keberpadanan layanan dan sikap akan menyebabkan 
muncul sikap yang lebih keras dan nekad seperti ‘menyeluk pekasam, biar sampai ke 
pangkal lengan’, ‘alang-alang mandi biar basah’, ‘alang-alang berdakwat biar hitam’ 
atau lebih keras dan nekad yaitu  niat ‘amuk’. 
 Jika terlampau ditolak dan diansur hingga terdesak ke sudut tembok dan tidak 
dapat lagi jalan keluar maka yang terakhir yaitu  pengorbanan diri yang tidak mengalah: 
mengamuk. Ibarat kata, ‘rajanya mati, negerinya alah’. Rakyat Melayu sudah 
mempertontonkan kesetiaan terhadap nilai budi dan amuk itu dalam jiwa keperwiraan 
Melayu di mata dunia dengan jati dirinya. Keperwiraan itulah yang harus menjadi 
panduan dalam menghadapi desakan dan kesulitan  dunia masa kini. Semensudah an pula 
Melayu itu yaitu  Muslim, maka pengorbanan dijalan Tuhannya sudah  dijanjikan pahala 
tertinggi, dan syurga. Keperwiraan itu yaitu  ‘jihad’ yang benar yakni perjuangan di 
landasan yang diredhai membela yang tertindas dan terpinggir dan  terdesak. Inilah 
intisari kemelayuan di hati Melayu-Islam  yang kini menjadi wajah ‘wasatiyyah’  untuk 
tatapan dan keberfungsian di mata dunia yang sedang bertemu dan  berhadapan 
dengannya dalam  kalangan warga Malaysia dan warga dunia di PBB.

59 
Bibliografi
Bellwood, Peter, Fox, James, Tryon, Darrell, 1995. The Austronesians: Historical and Comparative 
Perspectives. Australian National University Department of Anthropology.
During, Simon, 2003. The Cultural Studies Reader. 2nd ed. London New York: Routledge.
D’Urville, Jules-Sébastien-César Dumont; Isabel Ollivier, Antoine de Biran, and Geoffrey 
Clark. “On the Islands of the Great Ocean”. The Journal of Pacific History (Taylor & 
Francis, Ltd.) 38 (2). JSTOR 25169637. ; Earl, George S. W. (1850). “On The Leading 
Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations”. Journal of 
the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 119) – Wikipedia: Malaysia)
Isaacs, Harold Robert, 1975. Idols of the Tribe: Group Identity and Political Change. Harvard 
University Press, 1975.
Lyotard, Jean-François, 1979. The Postmodern Condition: A Report on Knowledge. Trans. 
Geoffrey Bennington and Brian Massumi. Minneapolis: University of Minnesota Press, 
1984 [La Condition postmoderne: Rapport sur le savoir. Paris: Éditions de Minuit].
Malaysia: Wikipedia. the free encyclopedia.
Oppenheimer, Stephen, Journey Of Mankind - The Peopling of the World, http://www.
bradshawfoundation.com/journey/
Winstedt, R.O., 1996. A History of Classical Malay Literature, MBRAS, (Y. A. Talib).

60
Peradaban Dan
Jati Diri Melayu
Zainal Abidin Borhan*
Yayasan Karyawan Malaysia
* Datuk Zainal Abidin Borhan yaitu  Pengarah Eksekutif Yayasan Karyawan Malaysia 
merangkap Ketua Dua GAPENA

62
Pendahuluan
Artikel ini akan membincangkan tiga perkara pokok yaitu  konsep peradaban, peradaban 
Melayu dan jati diri Melayu. Konsep peradaban boleh disamakan dengan konsep 
tamadun. Kata peradaban berakar kata adab yang berasal dari kata Arab yang 
bermaksud kesusasteraan. namun  adab dalam bahasa Melayu bermaksud perilaku atau 
pekerti yang baik, sopan, halus dan bertatasusila. Tamadun pula berasal dari kata Arab 
maddana, satu kata-kerja yang merujuk kepada perbuatan membuka bandar atau kota 
dan  perbuatan memperhalus budi pekerti. Dari kata kerja maddana, ada  perkataan 
madani yang merujuk kepada sifat sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan 
perbandaran dan  budi pekerti yang halus. Kata maddana dan madani berasal dari 
kata deen yang bermaksud  kehidupan beragama.
 Kehidupan beragama dan daya keberagamaan bukan sekadar perilaku yang 
ritualistik saja , namun  menuntut interaksi yang amat mendalam antara makhluk dengan 
Khalik. Suatu tuntutan yang habluminallah, yang menyatu antara yang ritualistik dengan 
ketaqwaan dan keimanan, juga interaksi perilaku dan tutur kata yang habluminannas 
sesama manusia.
 Natijah dari pentakrifan ringkas di atas, peradaban yaitu  pencapaian tatasusila, 
moral dan etika yang tinggi. Peradaban di dalam kerangka natijah berkenaan menuntut 
manusia untuk melaksanakan nilai yang tauhidik dan manusiawi.
 Manusia sebagai makhluk Allah diberikan fungsi yang amat besar yaitu  untuk 
menegakkan keadilan dan kebenaran Tuhan di muka bumi sebagai khalifat-ul-ardh 
atau wakil Tuhan di muka bumi. Sebagai khalifah, manusia bukan saja  tunduk 
dan taat kepada perintah Allah S.W.T., melaksanakan fungsi memakmur dan 
membawa  kesejahteraan hidup dunia dan akhirat. Kemakmuran dan kesejahteraan 
sewajibnya dengan memanfaatkan seluruh khazanah bumi yang dianugerah Allah 
untuk kemanusiaan. Kemakmuran dan kesejahteraan juga dilaksanakan melalui 
hukum peraturan dan perundangan untuk memastikan kemanusiaan di atas landasan 
akhlak, susila, moral dan etika. Oleh sebab itu peradaban bukan saja  permasalah an 
pencapaian kehidupan melalui kemajuan kota dan bandar yang penuh pencakar langit 
atau kemajuan ekonomi yang berasaskan sains dan teknologi, namun  apa yang lebih 
Peradaban dan Jati Diri Melayu
63 
penting yaitu  kejayaan manusia memanusiakan dirinya pada orang nya di dalam 
kehidupan yang berakhlak, bertatasusila, bermoral, beretika dan beradab.
 Seluruh natijah peradaban dan ketamadunan yaitu  suatu yang ideal yang sudah  
diungkapkan oleh para pemikir dan sarjana peradaban dan  ketamadunan. Di Malaysia 
secara khusus di universiti awam dan swasta ada  kursus Tamadun Islam dan 
Tamadun Asia (TITAS) dan ada  juga buku teks khasnya yang diedit oleh Chandra 
Muzaffar dan lain-lain pada tahun 2001 kemudian diulang cetak pada 2002.  Buku ini 
menjadi panduan kepada seluruh siswa pengajian tinggi di Malaysia.
 Walau bagaimanapun permasalah an peradaban atau ketamadunan digerakkan dan 
dikembangkan oleh manusia melalui orang  dan kebudayaan. Secara evolusi 
kebudayaan berkembang dari orang  sederhana (tribe) atau puak ke orang  
yang kompleks, dari budaya rendah ke budaya tinggi. Peradaban atau ketamadunan 
dengan rancaknya berkembang di orang  yang kompleks dan berbudaya tinggi.
 Di dalam kerangka tatasusila dan hukum peraturan, orang  sederhana 
memiliki  tatasusila dan hukum peraturan yang mengutamakan permuafakatan dan 
nilai-nilai kolektif dan  egalitarian, walau pun ada  puak yang memiliki sistem hierarki. 
orang  kompleks memiliki tatanan (struktur) sosial, ekonomi dan politik yang 
kompleks; lazimnya berhieraki dan jauh lebih maju berbanding orang  sederhana. 
Lazimnya orang  kompleks dan maju bermukim di kawasan bandar atau kota 
manakala orang  sederhana di desa atau di luar bandar atau pendalaman.
Peradaban Melayu
Peradaban Melayu sudah  lama bertapak di Asia Tenggara. Peradaban ini sudah  
berkembang dari kebudayaan Melayu, dan orang Melayu yaitu  di antara penduduk 
asal rantau ini (Nik Hassan Suhaimi, 1993). area  peradaban atau ketamadunan 
ini  dikenali dengan berbagai  nama seperti gugusan Kepulauan Melayu (Malay 
Archipelago), Nusantara, Alam Melayu dan Tanah Jawi. Dua perkara penting yang 
mewarnai peradaban area  ini yaitu  bahasa Melayu yang menjadi lingua franca dan 
agama Islam yang yaitu  pelengkap pembentukan peradaban ini.

64
 Memperkatakan peradaban Melayu, merujuk kepada kemunculan orang  
yang memiliki  struktur sosial yang kompleks seperti orang  yang pernah terbentuk  
di pusat-pusat kerajaan Melayu awal. Pusat-pusat berkenaan terbentuk  di berbagai  negara-
kota (city-states) atau pusat bandar (urban-centres). Srivijaya, Pasai dan Melaka yaitu  
antara negara-kota Melayu pada zaman lalu.
 Di Asia Tenggara manifestasi peradaban Melayu terawal berlaku di jaman  
pembentukan  kerajaan Melayu awal (Ahmad Hakimi, 1998). Antara kerajaan Melayu 
pra-Islam awal yaitu  Funan, Langkasuka, Kuala Selinsing (Perak) dan Lembah Bujang 
(Kedah). Dengan dukungan  sistem ekonomi yang kuat khasnya dalam penghasilan 
sumber makanan mampu menampung keperluan penduduk kota atau bandar. Walaupun 
ada  peradaban di Asia Tenggara yang berasaskan pertanian atau orang  
agraris, namun sebagian  besar kerajaan Melayu awal yaitu  kerajaan maritim.
 Kerajaan-kerajaan Melayu awal sudah  terbentuk  sekurang-kurangnya 2500 tahun lalu di 
Malaysia seandainya berasaskan penemuan kesan-kesan arkeologi di Lembah Bujang 
dan Kuala Selinsing (Ahmad Hakimi, 1998, Bellwood, 1997).  Kedua-dua  kerajaan awal 
ini  meninggalkan bukti arkeologi yang membuktikan ada  pelabuhan yang 
didirikan oleh mereka yang terlibat  dalam perdagangan jarak jauh. Perdagangan jarak 
jauh ini memerlukan rangkaian perhubungan yang besar dan petempatan yang agak 
lama dan tetap dan  sistem kepimpinan yang efektif, satu tanda terbentuk nya orang  
yang kompleks. Petempatan yang terbentuk nya di bagian  utara Sumatera dan di 
Segenting Kera dan  di Semenanjung Tanah Melayu meterbentuk kan jaringan orang  
dan komuniti yang disebut oleh Andaya (2008:14) sebagai the sea of Malayu.
 Kebudayaan dan peradaban orang Melayu terbentuk  dan muncul pada masa itu sebab  
teknologi perkapalan Melayu pada masa itu mampu untuk menguasai perdagangan 
jarak jauh yang melalui perairan  yang dikuasai oleh kerajaan Melayu, khasnya Selat 
Melaka. Empayar Funan dan Srivijaya menguasai laluan perdagangan di kawasan 
mereka. 
 Salah satu cara pemikiran sosio-politik Melayu pada masa itu yaitu  pembentukan 
kerajaan-kerajaan dan empayar-empayar berdasarkan pengaruh. Konsep ini berbeda  
dengan pemikiran Eropah Barat yang mengembangkan area  melalui penaklukan 
dan penetapan sempadan area  secara fizikal. Oleh sebab orang  Melayu 
Peradaban dan Jati Diri Melayu
65 
pada dasarnya yaitu  kumpulan manusia yang tinggal di kawasan kepulauan, mereka 
kurang memberi perhatian kepada penguasaan fizikal area  mereka. Seandainya ada 
yang tidak setuju dengan mana-mana jua kekuasaan mereka boleh keluar dari sesuatu 
tempat untuk menuju ke tempat lain. Penguasaan kawasan bukannya semata-mata 
berdasarkan kepada penguasaan tanah, namun  juga berteraskan kepada penguasaan 
laluan air dan  kebolehan menarik orang datang ke sesuatu tempat.
 Sebelum kedatangan agama Islam, peradaban Melayu terawal dipengaruhi oleh 
agama-agama Hindu dan Buddha. selalu  ada  persaingan antara peradaban 
Melayu yang beragama Hindu dengan peradaban Buddha untuk menguasai laluan 
perdagangan, dengan kemunculan agama Islam sudah  mengubah bentuk-bentuk 
peradaban Melayu dan dengan memeluk agama Islam membolehkan mereka 
menguasai perdagangan di kawasan ini.
 Selepas Funan, Srivijaya, Kutei, Langkasuka, dan Majapahit, sudah  muncul 
kerajaan dan kesultanan Melayu seperti Pasai, Brunei, Melaka, Johor-Riau, Sambas, 
Aceh, Manila, Pagarruyung, Palembang, Jambi, Bugis-Makassar, Buton, dan lain-
lain dari abad ke-14 hingga ke-18. Kesemua kesultanan ini sudah  berkembang dari 
pelabuhan kecil di berbagai  terusan perdagangan sehingga menjadi pelabuhan yang 
ternama  yang kemudiannya pada abad ke-16 dikuasai oleh kuasa Eropah. Dari abad 
ke-14 hingga ke-17 yaitu  abad yang penting kepada Ismail Hussien (1990:72) sebagai 
zaman keemasan kesadaran  Melayu. Pada zaman inilah yang disebut oleh Ried (1993) 
sebagai zaman perdagangan yang hebat (the age of commerce).
 Selain dari perdagangan, kesultanan ini juga berperanan sebagai pusat peradaban 
Melayu khasnya dari segi persuratan. Hikayat Raja-Raja Pasai, Salalatus Salatin 
(Sejarah Melayu), Hikayat Hang Tuah, Hikayat Sambas, Hikayat Aceh, Hikayat Siak, 
Hikayat Banjar, Hikayat Patani, Hikayat Merong Mahawangsa, Misa Melayu (Perak) 
dan lain-lain salasilah seperti Salasilah Melayu-Bugis atau syair seperti Syair Perang 
Makasar dan Syair Awang Semaun (Brunei) yaitu  di antara hasil-hasil kesusasteraan 
yang muncul dari abad ke-14 hingga ke-19, meriwayatkan berbagai  pensejarahan atau 
historiografi Melayu yang meriwayatkan asal-usul kerajaan atau kesultanan berkenaan. 
 Hikayat, salasilah niat pun syair ini  melengkapi kitab-kitab agama, naskhah 
saduran dan berbagai  naskhah kepustakaan Melayu yang ditulis dan disalin dalam 

66
tulisan Jawi. Teuku Iskandar (1995) sudah  menyenaraikan sejumlah  besar kitab-kitab 
dan naskhah yang sudah  dihasilkan sama ada secara saduran dan ditulis oleh penulis 
tempatan. Pada zaman transisi Hindu-Islam sudah  disesuaikan kitab Ramayana ke 
Hikayat Sri Rama; kitab Mahabharata ke Hikayat Pendawa Jaya. Dengan masuknya 
Islam dihasilkan Hikayat Nur Muhammad, Hikayat Iskandar Dzulkarnain. Pada zaman 
kesultanan Melaka disebut dalam Sulalatus Salatin, ada kitab yang datang dari Pasai 
bernama Durr al-Mandhum. Di kurun ke-16, di Aceh disalin kitab Aqaid al-Nasafi, di 
samping karya-karya  Hamzah Fansuri seperti Asrar al-Ariffin, Syair Perahu dan lain-
lain. Seorang lagi ulama Aceh, Syamsuddin Pasai sudah  menulis di antaranya Mir’at-al-
Qulub; Nuruddin al-Raniri pula dengan Sirat al-Mustaqim, Bustan-al-Salatin dan lain-
lain lagi.
 Di samping kitab-kitab agama ada  juga naskhah-naskhah perundangan seperti 
Undang-Undang Melaka (Hukum Kanun Melaka), yang kemudiannya menjadi asas 
kepada  Undang-Undang Johor, Undang-Undang Aceh, Undang-Undang Pahang dan 
Undang-Undang Kedah. ada  juga kitab-kitab ketatanegaraan seperti Taj-ul-Salatin, 
Thamarah al-Muhimmah dan Kitab Nasihat Raja-Raja. Kitab-kitab ini dikatakan disadur 
dari Nasihat al-Mulk (karya al-Ghazali) dan lain-lain karya Parsi seperti Qabusnama 
(Jelani Harun, 2003).
 Seluruh kitab-kitab atau naskhah-naskhah yang dihasilkan di dalam tulisan Jawi 
yang berkembang sebagai tulisan Melayu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa  
bahasa Melayu berasal dari hulu sungai Kapuas di Kalimantan Barat (Adelaar, 1995; 
Collins, 1995). Hipotesis ini berdasarkan andaian bahwa  di Hulu Kapuas ada  
lebih banyak variasi bahasa Melayu. Hipotesis ini mungkin benar namun belum ditolak 
oleh para pengkaji bahasa dan linguistik Melayu. Bahasa Melayu menjadi lingua franca 
lantaran ada nya peranan kesultanan Melayu yang mengembangluaskan bahasa 
berkenaan melalui perdagangan serantau dan antarabangsa pada masa itu. Surat-surat 
raja-raja dan sultan-sultan Melayu dan  pembesar Melayu kepada para serdadu 
kerajaan inggris  dan Belanda ditulis dalam bahasa Melayu (Gallop, 1994; Drakard, 1999).
 Kitab-kitab dan naskhah-naskhah Melayu ditulis dengan aksara Jawi membantu 
menyebarluaskan bahasa Melayu. Di Aceh, bahasa Melayu yaitu  bahasa istana, 
malah Hikayat Aceh juga ditulis dalam bahasa Melayu (Braginsky, 2003). 
Peradaban dan Jati Diri Melayu
67 
 Kemunculan dan kehadiran Islam dalam peradaban Melayu tidak boleh dipisahkan 
dibandingkan  Islamisasi yang lebih luas yang berlaku di Asia Tenggara, khususnya di 
Nusantara atau alam Melayu. Berdasarkan fakta sejarah yang sudah  ada, dapat 
dirumuskan bahwa  lautan ini sudah  menerima pengaruh Islam dari berbagai  penjuru, 
dari Tanah Arab, China, India dan Parsi yang dibawa oleh para pendakwah sama ada 
peniaga, ahli sufi atau para mubaligh. Islam berkembang di berbagai  tempat, bukan di 
satu tempat saja  (Mohammad Abu Bakar, 2000: 23-24).
 Islam sudah  membawa perubahan yang transformatif, dari mengamalkan 
kepercayaan tradisi yang animistik kepada kepercayaan yang tauhid  dan bertaqwa 
kepada Tuhan yang esa. Walaupun Islam berkembang secara sinkretis namun secara 
beransur-ansur  transformasi ini  berlaku secara menyeluruh, mensenyawakan 
satu sintesis yang amat erat sehingga menjadi faktor yang mentakrif Melayu sama ada 
dari segi kebudayaan dan konstitusi. Sintesis atau transformasi kebudayaan tidak akan 
berlaku seandainya pengaruh yang datang itu tidak kuat, tidak praktikal berbanding 
dengan kepercayaan yang sedia ada.
 Penerimaan Islam oleh kesultanan Melayu, seperti Melaka sebagai contoh, 
membuka lembaran baru dalam sejarah Islam kebanyakan  dan sejarah orang  dan 
budaya Melaka khasnya. Penerimaan Islam melalui istana maka rakyat turut sama 
menerimanya seperti terakam di dalam Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu). Transformasi 
terpenting yaitu  konsepsi dan pandangan dunia bahwa  raja yaitu  bayangan Tuhan 
di muka bumi sudah  ditukar kepada wakil Tuhan di muka bumi (khalifat-ul-ardh). Nilai 
politik Islam diubahsuai seperti mana terkandung di dalam Hukum Kanun Melaka. Yang 
menarik Adat Raja yang dibawa dari Palembang, atau ada yang menyebutnya sebagai 
Adat Temenggung yang diwarisi oleh Melaka terus berfungsi dengan orientasi Islam.
 Kedatangan Islam bukan saja  sudah  membawa kebudayaan berpangkal kepada 
ajaran Tauhid bahkan menukarkan kepercayaan tradisi dari Hindu-Buddha kepada 
Islam. Jiwa kebudayaan Melayu dan Islam dapat dilihat dari cara pemakaian, minum, 
pengembangan ilmu pengetahuan, kesenian dan persuratan dan falsafah. Islam menjadi 
jiwa dan roh Melayu dan kemelayuan, malah menjadi ideologi Melayu.

68
 Permasalah an peradaban Melayu menjadi fokus Anthony Milner (2008) untuk 
membicarakan permasalah an kemelayuan. ada  empat perkara yang menjadi fokus 
kemelayuan, yaitu  raja atau sultan Melayu, agama Islam, bahasa dan kebudayaan atau 
adat (Reid, 2004; Shamsul Amri, 2004).
Jati Diri Melayu
Sering terdengar dan terbaca bahwa  apa itu Melayu.  Di Persekutuan Malaysia seperti 
yang termaktub di dalam Perkara 160 tradisi nya menyatakan bahwa  Melayu 
itu “ertinya seseorang yang menganut agama Islam, lazim bercakap Melayu, menurut 
adat istiadat Melayu”. Pentakrifan yang konstitusi ini juga dipakai  secara kebudayaan 
di alam Melayu, walaupun Melayu itu dikatakan satu etnik di Singapura dan Indonesia.
 Pentakrifan ini membuktikan bagaimana sintesis antara Melayu dan Islam berlaku. 
Islam menjadi faktor pentakrif Melayu. Ia juga boleh yaitu  takrif kebudayaan 
sehingga yang bukan Melayu, jika  memeluk Islam dan berkahwin dengan perempuan 
atau Laki-laki  Melayu dikatakan masuk Melayu dan akhirnya jadi Melayu.  Ia bukan sekadar 
penanda kultural namun  juga ideologikal.
 Dari takrifan berkenaan dapat dikesan tiga perkara pokok yang menentukan 
Melayu, yaitu  Islam, bahasa dan adat Melayu. Dari perbincangan di atas permasalah an 
kemelayuan yang diperkatakan di atas turut mengesahkan faktor yang sama. Selain 
dibandingkan  raja atau sultan Melayu, yang masih kekal pada masa kini di Persekutuan 
Malaysia, Islam turut berperanan mentakrif Melayu.  Walaupun faktor raja dan sultan 
tidak menjadi faktor di Singapura dan Indonesia dan  juga daerah Melayu lain, namun 
Islam, bahasa dan  adat Melayu tetap menjadi teras kemelayuan.
 Sembilan raja-raja Melayu yang sedia ada di Persekutuan Malaysia yaitu  lanjutan 
dan kesinambungan masa lalu. Sultan Kedah dan kesultanannya  yaitu  di antara yang 
terawal dan tertua. Walaupun Kesultanan Melaka sudah  tiada dyaitu kan oleh Portugis 
pada tahun 1511, namun disambung oleh Kesultanan Johor (1528) dan Kesultanan 
Perak (1528). Kelang yang pada abad ke-15 yaitu  Jajahan Melaka dan pada 
abad ke-16 hingga 17 menjadi jajahan takluk Johor-Riau, namun pada tahun 1743 Raja 
Peradaban dan Jati Diri Melayu
69 
Lumu menjadi Sultan Selangor pertama. Seandainya disemak dari Sulalat-al-Salatin 
kerajaan dan Kesultanan Pahang Inderapura, Terengganu dan Kelantan sudah sedia 
terbentuk  sezaman dengan Melaka.
 Sebagai pelajar bidang Pengajian Melayu, amat disedari bahwa  bahasa dan 
adat Melayu itu dinamik. Bahasa Melayu yang berkembang ribuan tahun lalu mungkin 
berbeda  dengan bahasa Melayu kini dari segi kosa-kata, tata-bahasa, pembangunan 
dan perkembangannya. Bahasa Melayu menjadi bahasa kebangsaan di Malaysia 
seperti yang termaktub di dalam Perkara 152 tradisi  Persekutuan Malaysia. 
Permasalah an yang bakal dikemukakan di antara kedinamikan bahasa Melayu yaitu  
permasalah an kesantunannya yang menjiwai kemelayuan itu. Maka isu jati diri Melayu 
sewajarnya juga dibincangkan bukan saja  dari sudut jati diri lahiriah saja  namun  
juga dari sudut batiniah.
 Dari sudut lahiriah Melayu itu lazimnya bersawo-matang warna kulitnya. Walau 
pun ada orang Melayu yang putih kuning dan hitam manis; kadang kala ada juga yang 
hitam legam niat pun putih melepak. Orang Melayu lazimnya tidak tinggi yang rata-rata 
sekitar antara 1.5 meter hingga 1.6 meter. Ada yang tinggi lampai walaupun ada yang 
rendah dan jarang pula katek. Ada yang langsing, berisi, gempal, gemuk dan agam. 
Rambut mereka ikal mayang, kerinting dan halus.
 bahwa  jati diri Melayu itu ada jiwa dan rohnya. Kemelayuan bukan saja  dilihat 
dari sudut siratan yang bertali kepada asal usul sejarah, bahasa, budaya, agama dan 
area . Penerokaan selanjutnya yaitu  menyelusuri aspek dalaman atau batiniah 
Melayu. Aspek batiniah ini bukan sekadar rasa atau emosi, atau sekadar permasalah an 
cinta kasih sayang seperti yang dihadapi oleh remaja Melayu kini. Ada permasalah an yang 
besar dari rasa atau emosi.  Apakah yang mendasari atau permasalah an utama di dalam the 
Malay mind itu, atau di dalam the Malay psyche itu(?).
 Untuk meneroka permasalah an ini, perlu disedari, ada  khazanah kepustakaan 
seperti mitologi, kesusasteraan lisan dan tulisan, perundangan dan adat, malah ideologi 
dan falsafah yang terkandung di dalam pepatah, peribahasa gurindam, pantun dan 
sebagainya boleh dikaji untuk memahami permasalah an ini. Tenas Effendy (2004, 2007), 
Harun Mat Piah (2001) di antaranya sudah  menghimpun dan mengkaji pemikiran Melayu 
dari sumber-sumber berkenaan. Muhammad Haji Salleh (1991, 1999, 2000) sebagai 

70
contoh juga sudah  berusaha menyelongkar dari perut  khazanah kesusasteraan Melayu 
akan permasalah an ini.
 Di dalam naskhah Adat Raja-Raja Melayu yang dikarang oleh Datuk Zainuddin 
pada 1779, ada  satu fasal khusus “Asal Mulanya Nama Melayu”, yang di antaranya 
tercatat:
 “Fasal pada menyatakan, ada-nya erti Melayu ini ada-lah ia 
melayukan diri-nya, yaitu  yang di-ibaratkan orang dahulu kala 
dibandingkan  erti Melayu, ada-lah sa-umpama puchok kayu yang 
melayukan diri-nya dan bukan layu-nya itu sebab  kena panas 
atau api.  Bahasa-nya dengan saja 2 ini juga yang melayukan 
diri-nya, ya’ani ia merendahkan diri-nya dan tiada ia niat  
membesarkan diri-nya, baik dibandingkan  adab-tertib-nya atau dibandingkan  
bahasa peratoran-nya atau dibandingkan  adab makan minum-nya dan 
perjalanan-nya dan kedudukan-nya sama ada  di-dalam majelis  
atau pada tempat yang lain.  Maka dibandingkan   perkara itu, tiada 
di-perbuat-nya itu dengan mamang, melainkan ada-lah dengan 
perangai-nya yang lemah lembut, tiada dengan berlebih-lebihan  
dan dengan kekurangan itu-lah ada-nya. Hamba terima dibandingkan  
Tuan Haji Abdul ‘Arif di-dalam Riau ada-nya. Entah al-kalam dari-
pada sa-genap perkara-nya, itu-lah erti Melayu yang dibahagikan 
orang dahulu.
 Shahadan maka lagi ada-lah yang di-kehendaki oleh isti’adat orang 
Melayu itu dan di-bilangkan anak yang majelis , ia itu jika  ada ia 
mengada ia atas sa-suatu kelakuan melainkan dengan pertengahan 
jua ada-nya, ya’ani dibandingkan  segala  kelakuan dan perbuatan dan 
pakaian dan perkataan dan makanan dan perjalanan-nya sekalian 
itu tiada dengan berlebih-lebehan dan dengan kekurangan melainkan 
sekalian di-adakan-nya dengan keadaan yang sederhana juga ada-
nya. Maka orang  itu-lah yang di-bilangkan anak yang majelis ; 
tambahan pula dengan adab pandai ia menyimpan diri-nya, maka 
berlebih2 lendib atau sidib ada-nya, seperti kata hukama: “Hendak-
Peradaban dan Jati Diri Melayu
71 
lah  kamu hukum-kan kerongkongan kamu di-dalam majelis  makan 
dan hukumkan mata-mu tatkala melihat perempuan dan teguhkan 
lidah-mu dibandingkan  banyak perkataan yang sia2 dan tulikan telinga-
mu dibandingkan  perkataan yang keji2. “Maka jika  sampai-lah sa-
orang kepada segala syarat ini, yaitu -lah orang yang majelis  nama-
anya dan demikian lagi perkataan segala orang yang ‘arif budiman 
kepada hamba yang daif ini.”
 Apa yang sudah  dirakamkan bukanlah satu rakaman mengenai ciri-ciri fizikal atau 
tempat asal usul namun  lebih yaitu  catatan mengenai adat, adab, perangai, tingkah 
laku, peribadi, perlakuan dan pengucapan. Satu kenyataan yang menggambarkan 
perwatakan atau karakter Melayu yang cukup khas. Beberapa perkara yang menarik 
untuk direnungkan mengenai jati diri Melayu antaranya:
 a) Melayukan diri – yaitu  merendahkan diri, tiada niat  membesarkan diri, baik 
dari segi adab tertib, bahasa pertuturan, adab makan minum, perjalanan dan 
kedudukan.
 b) Tidak mamang – yaitu  lemah lembut (tidak kasar), tidak berlebih-lebihan, tidak 
berkurangan.
 c) Anak atau orang yang majelis  – dengan pertengahan (sederhana) sama ada 
perlakuan, perbuatan, perkataan, pakaian, makanan dan perjalanannya.
 d) Adab pandai menyimpan diri – mengawal prinsip 
 Apa yang dikemukakan oleh fasal yang berkenaan yaitu  ciri keunggulan 
perwatakan kemelayuan. Frasa-frasa ‘melayukan diri’ dan ‘anak yang majelis ’ yaitu  
penghuraian kepada keunggulan akhlak dan budi pekerti Melayu. Persepsi pengarang 
terhadap watak unggul Melayu itu terpancar ke dalam maksud bahwa  Melayu itu 
beradab dan beradat, berakhlak dan beretika. Sesuai dengan persepsi ini , 
ada  satu konsep yang sudah sebati dengan Melayu dan kemelayuan yaitu  budi. 
Budi yaitu  satu fakulti, alam jiwa, yang  mengamal, mengatur akhlak atau pekerti, 
etika, adab dan moral manusia.  Sebagai fakulti ia yaitu  hikmah yang menerangkan, 

72
mengetahui dan mampu membuat pilihan. Lantaran itu budi yaitu  struktur batiniah 
Melayu yang terpancar dari hikmah yang Maha Tinggi (Allah).
 Dalam hal yang demikian ‘akal budi’, ‘hati budi’, ‘budi bicara’ yaitu  fakulti atau 
alam fikiran yang menentukan kewarasan akal dan kejernihan prinsip  (hati atau qalbu) 
untuk membuat tindakan yang bijaksana. Lantaran itu akhlak atau budi pekerti atau 
‘melayukan diri’ atau ‘anak yang majelis ’ yaitu  satu keseluruhan kesan struktur lahiriah 
dari pancaran struktur batiniah. Struktur lahiriah ini  dapat dilihat dari pengucapan, 
tatatertib, kesantunan, adab, adat,  resam, sambaan cakap, perangai, tindakan dan 
keputusan, atau keseluruhan perlakuan fizikal manusia yang berlaku di berbagai  tahap 
interaksi sosial setiap insan.
 Persepsi ‘melayukan diri’ dan ‘anak yang majelis ’ yaitu  persepsi yang menjelaskan 
watak manusia Melayu yang ‘budiman’. Penerapan nilai ‘budiman’ bertujuan untuk 
melahirkan manusia Melayu yang bermoral, berakhlak, beretika, beradab, beradat, 
berhati mulia, berakal, berilmu, bijaksana, tahu membalas budi, cukup ajar dan yang 
paling penting yaitu  beriman dan bertakwa kepada Allah. Lantaran itu ‘melayukan diri’ 
dan ‘anak yang majelis ’ atau ‘budi’ dan ‘budiman’ yaitu  teras kemanusiaan, moraliti dan 
etika Melayu yang berdasar  ketauhidan atau ketuhanan.
 Kata kunci penting yaitu  budi dan segala gugusan berhubung dengannya yaitu  akal 
budi, hati budi, budi bicara, budi bahasa, dan budi pekerti. Budi yaitu  suatu konsep 
yang menyeluruh yang menyatakan permasalah an tatasusila yang dibincangkan awal di 
atas.
 Namun kadangkala permasalah an ini sering bertindih dengan satu lagi konsep tatasusila 
Melayu yaitu  adat.  Walaupun berasal dari kosa-kata Arab yaitu  addah namun perkataan 
ini sudah sedia ada dalam orang  di Alam Melayu. Lantaran perkataan atau kosa 
kata ini  sudah menjadi kosa kata Melayu, namun  makna asal kosa kata itu yaitu  
kebiasaan, namun ia  yaitu  salah satu dibandingkan  kategori dan tahap makna adat.
 Secara generic atau secara umum adat merujuk kepada satu cara hidup atau 
budaya. Orang Melayu di Alam Melayu sering menyebut mengenai sesuatu fenomena 
budaya sebagai “ini adat kami” atau “ini cara kami”.  Adat yaitu  satu konsepsi yang 
menjelaskan satu keseluruhan cara hidup orang Melayu di Alam Melayu. Perlu disedari 
sebelum kata budaya atau kebudayaan dipakai , orang Melayu menyebut adat untuk 
maksud budaya tau kebudayaan.
Peradaban dan Jati Diri Melayu
73 
 Adat juga bermaksud usaha atau cara manusia mengatur kehidupan. Setiap 
orang  di dunia bermatlamat agar kehidupan mereka aman, rukun, teratur, 
tersusun dan sejahtera, dan mereka berusaha menghindari hidup yang penuh kacau 
bilau dan  porak peranda.  orang  mengadakan berbagai  institusi seperti sosial, 
ekonomi, politik, sistem nilai, sistem hukum dan sebagai untuk mengatur kehidupan 
berorang . orang  Melayu mengatur kehidupan dengan adat, seperti hukum 
adat yang meliputi adat beraja, adat bernegeri, adat memerintah dan sebagainya.
 Konsep adat dalam orang  Melayu di Alam Melayu memancarkan kesan 
hubungan yang mendalam lagi bermakna antara sesama manusia, antara manusia 
dengan alam sekeliling, termasuk  alam tabie, alam sosial, dan alam ghaib. Setiap 
hubungan diucapkan sebagai adat yang dapat dilihat dalam perlakuan, sikap, dan acara 
atau ritual .
 Seperti budi, adat yaitu  struktur atau binaan asas yang menghubung 
seluruh kehidupan manusia Melayu yang menegaskan sifat atau ciri kepribadian  
sesebuah orang . Lantaran itu dalam orang  tradisi Melayu di Alam Melayu 
adat memiliki  cerita asal-usulnya, ada legenda, ada watak asal-usul yang gagah, 
bijaksana dan unggul. Cerita asal-usul ini memberi asas makna dan mengabsah setiap 
perkara atau peristiwa yang berlaku dalam pusingan kehidupan manusia, keterbentuk an 
setiap institusi dalam orang .
 Adat memancarkan kepada orang nya tata-perlakuan yang betul dan halus, 
suatu kehidupan yang bermatlamat kesejahteraan sosial, bukannya keporak-perandaan, 
untuk mengekal kesejahteraan sosial, maka adat meterbentuk kan sistem hukum dan 
peraturannya. Sistem hukum dan peraturan Melayu berlandaskan perjumlah  “biar 
mati anak jangan mati adat”, yang bermaksud menegakkan keadilan dan kebenaran 
walau pun anak sendiri yang bersalah. Adat di dalam perjumlah  ini  bermaksud 
hukum peraturan.
 Adat bukan saja  yaitu  struktur terkuat orang  Melayu namun  juga 
memberi jati diri kepada mereka. Adat  yaitu  jati diri yang menyatukan  seluruh 
anggota orang . Adat yaitu  struktur atau binaan yang mengukuh kepribadian  
setiap  anggota orang  seperti seorang yang ‘beradat’,  atau “tahu adat”. Adat 
yaitu  satu kehalusan perlakuan, sikap, tindakan, yang dapat diterima sebagai betul 

74
dan wajar. Seorang yang beradat atau tahu adat yaitu  seorang yang bersahsiah tinggi, 
berwatak, memiliki  karakter yang baik, bermoral, beretika, yang semuanya diperoleh 
dari satu proses sosialisasi dan enkulturasi atau pembudayaan yang sudah  diatur dan 
ditetapkan oleh adat.
 Setiap anak Melayu akan menempuh berbagai  adat istiadat rites de passage seperti 
cukur jambul, bersunat, mengaji, bertunang, kahwin dan mati. Istiadat ini bukan sekadar 
satu ritual   peningkatan tahap, dari tahap dalam perut ibu, ke tahap bayi, ke tahap 
kanak-kanak, remaja dan dewasa. Ia yaitu  lambang kepada  peningkatan kemelayuan 
yang berlaku di dalam pusingan kehidupan mereka. Dia dimelayukan melalui istiadat 
atau ritual  berkenaan.
 Adat Melayu mengalami perubahan lantaran perubahan orang , di samping 
prinsip adat mengizinkan perubahan, “sekali air bah, sekali pandai berubah”. Adat yang 
berubah disebut sebagai adat baru, seperti yang berlaku di dalam istiadat perkahwinan 
Melayu. Di dalam adat perkahwinan Melayu setiap tetamu akan dibekalkan kuih-muih, 
pulut dan telur. Sekarang ini diganti dengan buah-buahan, jeli, coklat dan gula-gula.
 Telur dan bunga telur yang dibekalkan yaitu  satu perlambangan tentang 
kehidupan dan kesuburan. Telur di dalam orang  Melayu yaitu  lambang 
kejantanan, keberanian di samping lambang kesuburan dan kehidupan; bunga telur 
pula yaitu  pohon kesuburan atau kehidupan. Lantaran itu perkahwinan yaitu  usaha 
meneruskan  kehidupan dan membuktikan kesuburan. jika  diganti dengan gula-
gula atau coklat, maka makna perlambangan itu  sudah berbeda .  Gula membawa erti 
manis, ibarat manis tebu, atau ibarat manis di bibir.  Manis tebu di pangkal tidak serupa 
ke pucuk, sedangkan manis di bibir tidak kekal ia sementara. Perkahwinan bukannya 
penyatuan kesementaraan dalam konteks orang Melayu, ia yaitu  hubungan antara 
keturunan untuk memperoleh  zuriat. 
 Perkahwinan yaitu  di antara institusi yang melanjutkan kemelayuan. Melalui 
hubungan perkahwinan orang Melayu menyusur-galurkan zuriat dan keturunan. Orang 
Melayu tidak melihat semata-mata dari pihak ibu saja  atau pihak bapa saja . Orang 
Melayu menyusur-galurkan keturunan melalui kedua-dua pihak, yaitu  pihak bapa dan 
ibu. Sistem ini dinamakan sebagai sistem bilateral  atau duasisi atau duanisab. Ada 
juga orang Melayu yang melihat kerabatnya dari satu nisab, yaitu  nisab ibu seperti orang 
Minangkabau atau nisab bapa seperti orang Batak. 
Peradaban dan Jati Diri Melayu
75 
 Di atas tadi sudah  menyebut di antara psyche orang Melayu, dan cuba memberi 
penjelasan dengan memetik fasal usul nama Melayu dari teks Adat Raja-Raja Melayu. 
Kekuatan semangat, jiwa dan roh Melayu dan kemelayuan dimantapkan oleh Islam, 
selain dari apa yang sudah  dihuraikan di atas.
 Islam dan adat Melayu yaitu  dua elemen yang saling melengkapi, terintegrasi 
di dalam wadah kemelayuan. Kedua-dua bukan saja  boleh terbentuk  sendirian, bukan 
saja  dualistik, namun  diintegrasi ke dalam wadah kemelayuan itu. Wadah yang 
terintegrasi ini dapat dilihat secara luaran jika  kita melihat tafsiran Melayu dan 
kemelayuan di dalam tradisi  Persekutuan Malaysia, Perkara 160. Sedangkan 
wadah batiniah atau dalamannya dapat dilihat di dalam seluruh akal budi, hati budi 
Melayu itu. 
 Adat Melayu menjadikan  keutamaan orang yang majelis , yang halus pekertinya, 
santun bahasanya, berilmu, waras akalnya, adil dan  saksama hati budi dan  budi 
bicaranya. Seluruh aspek akhlak dan moral Melayu itu terpancar dibandingkan  karektor 
Melayu yang berkualitas  tinggi. kualitas  atau nilai tertinggi yang perlu ada di dalam diri 
seorang Melayu yaitu  nilai keilahian  atau ketauhidan seperti yang dituntut oleh Islam. 
Paling tidak kesempurnaan lahiriah ini membentuk seseorang menjadi manusia, menjadi 
orang.
 Di satu sisi, seorang yang beradat yaitu  seorang yang tahu mengatur tuntutan 
fardhu ‘ainnya, dan sisi lain pula tahu tuntutan fardhu kifayahnya. Seorang Melayu yang 
beradat tahu di dalam  paksi vertikal kehidupannya, ia tidak memutuskan hubungan 
sejati lagi abadi dirinya dengan Allah, dan selalu  pasrah kepada Allah. Secara 
horizontal tahu akan keterbentuk an orang lain. Melayu tahu apa yang dimaksudkan dengan 
habluminallah dan habluminannas.
 Pancaran Islam ke dalam diri Melayu, khasnya ketamadunan Melayu di Alam 
Melayu cukup kuat dan mantap. Islam berkembang melalui bahasa Melayu dan 
perdagangan maritim, di samping menjadi agama resmi  kesultanan Melayu. Islam 
memancar  cahayanya  ke dalam tradisi keilmuwan tualan Melayu seperti yang terkandung 
di dalam korpus kesusasteraan Melayu. Islam memancarkan cahaya ketauhidan dan 
ilmu kepada Melayu dan kemelayuan sehingga sukar untuk memisahkan Melayu dari 
Islam, dan Islam jadi faktor denitif kemelayuan. Benarlah kata perjumlah  adat Melayu 
untuk membuktikan betapa terintegrasi Melayu dan Islam:

76
Adat bersendikan hukum
Hukum bersendikan syara’
Syara’ bersendikan kitabullah
Perjumlah  atau ungkapan di atas membuktikan betapa sintesis Melayu Islam itu 
berlaku di dalam sistem perundangan Melayu. Namun di dalam menghadapi kesulitan  
kehidupan moden sama ada Melayu di Malaysia atau di Singapura, ada  ungkapan 
menyebut
Agama dijunjung
Adat dipangku
Moden dikelek
Sebagai satu orang  dan budaya yang bijak menyesuaikan (adaptif) diri, mewarisi 
unsur keterbukaan lantaran hidup di dalam suasana kepulauan, maka Melayu 
tahu menghadapi kemodenan. Walaupun mereka kadangkala lemas di dalam arus 
kemodenan, namun  perlu dihadapi. Perubahan-perubahan yang berlaku secara reformatif 
niat pun transformatif sudah  ditanggapi oleh para penggerak obor perubahan yaitu  
para ilmuwan tual mereka. Abdullah Munshi pada abad ke-19; Syed Sheikh al-Hadi dan 
Sheikh Tahir Jalaluddin dan Zainal Abidin Ahmad (Za’ba) sudah  turut mengemukakan 
pandangan kepada permasalah an transformasi pada awal abad ke-20; termasuk juga 
buku Malay Dilemma (1970) karangan Mahathir Mohammad; Revolusi Mental (1970) 
oleh Senu Abdul Rahman. Para ilmuwan tual yang terdiri dibandingkan  para pendidik (guru), 
wartawan, sasterawan, agamawan malah ahli-ahli politik yaitu  para pejuang 
yang menyeru kepada kebijaksanaan Melayu menciptakan  jati diri yang sesuai untuk 
menghadapi perubahan. 
 Di sebalik akan segala perubahan yang transformatif, budayawan agung Riau, 
Tenas Effendy (2004) di dalam karya besarnya Tunjuk Ajar Melayu, sudah  menggariskan 
tanda-tanda kejatian Melayu.
Peradaban dan Jati Diri Melayu
77 
Apa tanda Melayu jati
dengan Islam ia bersebati
Apa tanya Melayu jati
kepada ibu bapa ia berbakti
Apa tanda Melayu jati
adil dan benar pelita hati
Apa tanda Melayu jati
belajarnya tekun sampai mati
Apa tanda Melayu jati
orang berilmu ia dekati
Apa tanda Melayu jati
berkorban tidak mengharap ganti
Seandainya ditelusuri secara mendalam akan seluruh bingkai-bingkai ungkapan Tenas 
Effendy akan ditemui nilai yang essential (pati atau sari) kepada jati diri kemelayuan, 
khasnya yang mengisi aspek lahiriah dan batiniah Melayu.

78
Kesimpulan
Nilai-nilai essential yang di antaranya dikemukakan sama ada tatasusila, akhlak, moral 
dan etika yang dikemukakan di atas menggambarkan suatu kehalusan manusia Melayu 
yang dicernakan melalui budi dan adat. Namun amat disedari bahwa  jati diri yaitu  
suatu yang dinamik, boleh dikenal pasti dari berbagai   sudut dan  dimensi dan secara 
berterusan akan sering berubah dan akan ditakrif lagi sesuai dengan konteks zaman. 
Kedinamikan ini  amat bergantung pada perkembangan sosio-budaya  yang 
berlaku. Melayu sebagai satu konsep kebudayaan dan kemelayuan sebagai unsur 
essential peradaban akan menghadapi kesulitan  perubahan. yaitu  amat diharapkan 
jati diri batiniah Melayu akan terus kekal. Namun seandainya bahasa Melayu atau dialek 
Melayu ditarik keluar dari jiwa raga dan  benak akal Melayu, akan mengurangkan salah 
satu unsur kemelayuan. Begitu juga jika agama Islam ditolak keluar dari jiwa dan roh 
Melayu, maka runtuhlah benteng utama kemelayuan. Jarang ada  di dunia jati diri 
seseorang itu ditakrif berdasarkan bahasa dan agama. Konsep etnisiti yang dipakai  
di tempat lain tidak  dijiwai oleh faktor bahasa dan agama.                  
Peradaban dan Jati Diri Melayu
79 
Bibliografi
Adelaar, K.A, 1995. “Borneo as a Crossroad for Comparative Austronesian Linguistic”, dlm. 
Belwood. P, Fox. J and Tryon. D, (ed.)s. The Austronesian. Canberra: Department of 
Anthropology, PSPAS, ANU, hlm. 75-95.
Ahmad Hakimi Khairuddin, 1998. “Arkeologi Pra-Sejarah dan Pengajian Melayu”, dlm. Hashim 
Awang, Zahir Ahmad dan Zainal Abidin Borhan, (ed.). Pengajian Sastera dan Sosio-
Budaya Melayu: Memasuki Alaf Baru,  Universiti Malaya: Akademi Pengajian Melayu.
Andaya, L.Y, 2008. Leaves of the Same Tree, Trade and Ethniaty in the Straits of Melaka. 
Honolulu: Universiti of Hawaii Press.
Bellwood. P, 1997. Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago. Honolulu: University of Hawaii 
Press.
Braginsky. V.I, 2003. Satukan Hangat dan Dingin, Kehidupan Hamzah Fansuri: Pemikir dan 
Penyair Sufi Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Collins. J.T, 1995. “Pulau Borneo Sebagai Titik Tolak Pengkajian Sejarah Bahasa Melayu” dlm. 
Dewan Bahasa, 39  vol. hlm. 868-879.
Drakard, Jane, 1999. A Kingdom of Words: Language and Power ini Sumatera. Kuala Lumpur: 
Oxford University Press.
Gallop, Annabel Teh, 1994. The Legacy of Malay Letters. London: The kerajaan inggris  Library, 
Harun Mat Piah, 2001. Pantun Melayu, Bingkisan Permata. Kuala Lumpur: Yayasan Karyawan.
Ismail Hussein, 1990, “Between Malay and National Culture”, dlm. Malay Literature 3, 2, vol. 
54-74.
Jelani Harun, 2003, Pemikiran Adab Ketatanegaraan Kesultanan Melayu. Kuala Lumpur: Dewan 
Bahasa Pustaka.
Mahathir Mohammad, 1970. The Malay Dilemma. Singapore: Donald Moore
Milner, Anthony, 2008; The Malays; Wiley-Blackwell; United Kingdom.
Mohammad Abu Bakar, 2000. “Islam dalam Pembinaan Tamadun di Malaysia”, dlm. Mohd Taib 
Osman dan A. Aziz Deraman, (ed), Tamadun Islam di Malaysia. Kuala Lumpur: Dewan 
Bahasa dan Pustaka. hlm. 21-65.
Muhammad Haji  Salleh, 1991. Yang Empunya Ceritera: Mind of The Malay Author. Kuala 
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
___________________, 1999. Menyeberang Sejarah. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan 
Pustaka.
____________________, 2000.  Puitika Sastera Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan 
Pustaka.

80
Nik Hassan Suhaimi, 1993. “Menyusuli Asal Usul Orang  Melayu: Dari Perspektif Arkeologi 
Semenanjung Malaysia”, dlm. Nik Hassan Suhaimi, Mohd. Samsuddin dan 
Kamaruzzaman Yusoff, ed, Sejarah dan Proses Pemantapan hidup rakyat  
Prosiding Kongres Sejarah Malaysia Kedua, Jilid II, Persatuan Sejarah Malaysia, 
Kuala Lumpur.
Reid, Anthony, 1993. Southeast Asia in the Age of Commerce. New Haven: Yale University 
Press.
___________, 2004. “Understanding Melayu (Malay) as a Source of Diverse Modern Identities”, 
dlm. Barnard, Timothy, (ed.). Contesting Malayness, Malay Identity Across Boundaries. 
Singapore: Singapore University Press, National University of Singapore.
Senu Abdul Rahman, 1970. Revolusi Mental. Kuala Lumpur: Utusan Publication.
Shamsul, A.B, 2004. “A History of an Identity, an Identity of a History: The Idea and Practice 
of Malayness Malaysia Reconsidered, dlm Barnard, Timothy (ed.). Contesting 
Malayness, Malay Identity Across Boundaries. Singapore: Singapore University Press, 
National University of Singapore.
Tenas Effendy, 2004. Tunjuk Ajar Melayu. Jogjakarta: Balai Kajian Pengembangan Budaya 
Melayu dan Penerbit Adicipta.
____________, 2007. Khazanah Pantun Melayu Riau. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan 
Pustaka.
Teuku Iskandar, 1995. Kesusasteraan Klasik Melayu Sepanjang Abad. Selangor: Malindo 
Printers, Shah Alam.
Zainal Kling, 1997a. “Adat Collective Self Image”, dlm. Hitchock and King, Victor, (ed.). Images of 
Malay Indonesian Identity. Kuala Lumpur: Oxford University Press,  hlm. 45-52.
___________, 1997b. “Adat: Dasar Budaya Melayu”, dlm. Parnikel, Boris, (ed.). Kebudayaan 
Nusantara Keberbagai an dalam Kesatuan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan 
Pustaka hlm. 42-65.
                                                                                                                                                       
Jati Diri Melayu Dan 
Semangat persatuan 
Mengikut
Kacamata Islam
Shaykh Muhammad ‘Uthman El-Muhammady*
ISTAC IIUM, IIM, Yayasan Karyawan
* Dr. Syeikh Muhammad ‘Uthman El-Muhammady yaitu   felo ISTAC, Universiti Islam 
Antarabangsa Malaysia dan Yayasan Karyawan

82
Pendahuluan
Bi’awnika ya Latif! Dalam ceramah ringkas ini saya menegaskan dan berhujah bahwa  
jati diri Melayu-Islam itu yaitu  sesuatu hakikat yang ada dan ‘real’, bukan khayalan 
dalam sejarah bangsa ini dan budayanya semenjak berlakunya penerimaan Islam di 
rantau ini dan penerimaan faham alam (worldview) berdasarkan tauhid-Nya. Takrif 
‘jati diri’ dalam Kamus Dewan (2007: 613) sangat jelas; ia ‘sifat atau ciri yang unik 
dan istimewa (dari segi adat, bahasa, budaya, agama dsb.) yang menjadi teras dan 
lambing kepribadian  seseorang individu, sesuatu bangsa dsb., identiti’. Takrif ini 
dipakai  dalam artikel ini. Kemudian akan dibicarakan juga bagaimana jati diri 
ini dan kemudiannya semangat kebangsaan atau persatuan  membawa kejayaan 
kepada Malaysia dan ia serasi dengan ajaran Islam, bukan  bercanggah dengannya. 
Seterusnya tanpa  memakai  masa  untuk melihat sejarah itu  saya rasa lebih baik 
saya  terus pergi kepada konsep jati diri Melayu antaranya sebagaimana yang ada 
dalam isi kandungan hikmah kebijaksanaannya.  
 Dalam kertas kerja penulis di Brunei tidak lama sebelum ini saya berbicara 
berkenaan dengan isi kandungan kebijaksanaan Melayu. Dalam memperkatakan tajuk 
itu antaranya, saya ulangi di sini, yaitu  saya menyatakan bahwa  maksud  hikmah 
kebijaksanaan Melayu itu yaitu  nilai-nilai, kata-kata dan tingkah laku dan  perbuatan yang 
menunjukkan kebenaran dan kebaikan yang tinggi dalam pemikiran, pegangan, sikap, 
renungan dan perbuatan dalam kalangan orang Melayu. Ini yaitu  sebagaimana yang 
terbayang dalam kata-kata terkenal: Hidup bersendikan adat, adat bersendikan syarak 
dan syarak bersendikan kitabullah. Ia menggabungkan dalam satu kesepaduan antara 
panduan wahyu dan nubuwwah, faedah dibandingkan  pengalaman manusia yang terjelma 
dalam adat yang serasi dengannya dan  percubaan dalam hidup yang dianggap terbaik 
dan paling unggul dalam hidup mereka. Pada hemat penulis, ini sangat harmonis dan 
selaras dengan pegangan dan amalan Ahli Sunnah Wal-Jamaah yang menjadi anutan 
rantau ini.
Hikmah kebijaksanaan Melayu boleh didapati dalam pantun-pantun, kata-
kata pepatah, ungkapan-ungkapan tradisional dan sudah tentu dari segi agamanya ia 
terkandung dalam teks-teks yang menerangkan Qura’n, hadith-hadith nabi, pegangan 
 
83 
akidah, hukum-hakam, prinsip-prinsip akhlak, tatacara menyusun orang  dan 
negeri  dan  penyuburan ilmu pengetahuan dengan keberbagai an cawangan.
Dalam Qur’an diterangkan dalam ayat;
Dan antara ayat-ayat-Nya yaitu   (Ia) menciptakan langit dan bumi 
dan berlain-lainan  pada pertuturan bahasa kamu dan warna kulit 
kamu  (ar-Rum:22);  dengan itu kita melihat kenyataan dari Allah 
Taala berkenaan dengan adanya ayat-ayat Tuhan pada bahasa-
bahasa pertuturan dan juga warna kulit umat manusia. 
Ini terbayang lagi dalam ayat Qur’an 
Dan sesungguhnya Kami (Allah) menjadikan kamu berbangsa-bangsa 
dan bersuku-suku supaya kamu kenal-mengenal antara sesama kamu 
(atau saling pelajari ilmu pengetahuan antara sesama kamu) dan 
sesungguhnya yang paling mulia di kalangan kamu yaitu  orang yang 
paling bertaqwa (al-Hujurat:13).
Nampaknya  yang boleh disimpulkan sebagai ‘hikmah kebijaksanaan Melayu’ 
yaitu  intisari pengajaran yang   terkandung dalam ‘tunjuk ajar Melayu’ itu. Ini dipakai  
oleh Pak Tenas Effendy antaranya dalam bukunya ‘Tunjuk Ajar Melayu’ (terbitan Dewan 
Kesenian Riau, percetakan Yayasan  KBMR Keluarga Besar Melayu Riau,  1994).
‘Tunjuk ajar Melayu’ itu yaitu  ‘segala jenis petuah, amanah, petunjuk, nasehat, 
amanat, pengajaran, contoh tauladan, yang bermanfaat bagi kehidupan manusia 
dalam arti luas’. (1994: 5). Ini diikuti dengan kenyataan bahwa  pada orang tua-tua 
Melayu ‘tunjuk ajar Melayu yaitu  segala petuah dan amanah, suri tauladan, nasihat 
dan amanat, yang membawa manusia kejalan yang lurus dan diredhai Allah, yang 
berkahnya menyelamatkan  manusia dalam kehidupan di dunia dan di akhirat’.(1994:5).

84
Berkenaan dengan ‘tunjuk ajar’ atau hikmah kebijaksanaan ini ia sedemikian 
rupa sifatnya sehingga  dikatakan tentangnya ‘Yang disebut tunjuk ajar tua:
Petunjuknya mengandung tuah
Pengajarannya berisi marwah
Petuahnya berisa berkah
Amanahnya berisi hikmah
Nasehatnya berisi manfaat
Pesannya berisi iman
Kajinya mengandung budi
Contohnya pada yang senonoh
Teladannya di jalan Tuhan’   (1994: 6)
 Apakah kandungan tunjuk ajar itu? Tunjuk ajar itu mengandungi nilai-nilai unggul 
(dari agama Islam), budaya dan nilai-nilai keorang an yang menjadi pegangan ahli 
orang nya. Dikatakan oleh orang tua-tua ‘di dalam tunjuk ajar agama memancar’ 
atau ‘di dalam tunjuk ajar Melayu tersembunyi berbagai ilmu’ (1994: 6-7). Tentang isi 
kandungan tunjuk ajar itu diungkapkan:
Apalah isi  tunjuk ajar
ilmu yang benar
apalah isi tunjuk ajar
segala petunjuk ke jalan yang benar
apa isi tunjuk ajar Melayu
kepalanya Syara’
tubuhnya ilmu
apa isi tunjuk ajar Melayu:
penyuci akal
penenang kalbu
apa isi  tunjuk ajar Melayu
pendinding aib
 
85 
penjaga malu
apa isi  tunjuk ajar Melayu
sari akidah patinya ilmu
menciptakan  tuah sejak dahulu  (1994: 7)
 Tentang kelangsungan  dan nilai tunjuk ajar (atau hikmah kebijaksanaan) itu jelas 
dibandingkan   kata-kata bijaksana  seperti di bawah:
Apa tanda Melayu jati
Tunjuk ajarnya dipegang mati
Apa tanda Melayu amanat
Memegang tunjuk ajar sampai ke lahat
Apa tanda Melayu berbudi
Tunjuk ajarnya dijunjung tinggi
Apa tanda melalu bertuah
Terhadap tunjuk ajar tiada lengah
Apa tanda Melayu budiman
Tunjuk ajar dijadikan pakaian
Apa tanda Melayu berakal
Tunjuk ajar dijadikan bekal
Apa tandanya Melayu terpilih
Tunjuk ajarnya tiada beralih  (1994: 7)
 Demikianlah seterusnya untaian kata-kata yang menunjukkan hikmat bijaksana 
dijadikan pegangan yang sebati dengan peribadi dan tidak berubah-ubah melainkan 
elemen-elemen yang memerlukan sebetul betulnya kepada perubahan. Demi untuk 
memastikan bahwa  tunjuk ajar ini kekal dalam orang  sebagai tradisi yang 
dipegangi dan dilaksanakan maka diajarkanlah untaian kata-kata:
Kalau duduk  duduk berguru
Kalau tegak tegak bertanya
Lalu pergi mencari ilmu 
 Sikap berpegang kepada ilmu dan pengalaman yang berharga dan teruji dalam 
hidup terbayang dalam kata-kata berikut:
bertemu  ulama minta petuah
Bersama guru meminta ilmu
bertemu  raja meminta daulat
bertemu  hulubalang minta kuat
bertemu  orang tua minta nasehat   
 Pewarisan dan kesinambungan tunjuk ajar itu dipastikan dengan berlakunya 
amalan pada generasi yang terdahulu sebelum ia diturunkan ilmunya kepada generasi 
yang berikutnya. Ini dapat difahami dibandingkan  untaian kata-kata yang penuh bermakna 
seperti di bawah:
Sebelum mengajar, banyak belajar
Sebelum memberi contoh 
Bersifat senonoh
Sebelum  memberi teladan
Betulkan badan
Sebelum menasehati orang
Nasehati diri  sendiri   (1994: 13)
 Mudarat mengajarkan ilmu tanpa tauladan yang baik terlebih dahulu dijelaskan 
dalam kata-kata:
Kalau contoh tidak senonoh
Yang mencontohi akan bergaduh
atau:
Bila mengajar tidak benar
Yang diajar akan bertengkar 
 Pewarisan tunjuk ajar itu, demi memastikan kesinambungannya dalam peradaban, 
dijadikan kemestian oleh adat,  seperti berikut:
Petunjuk wajib ditunjukkan
Pengajaran wajib diajarkan
Yang petunjuk dipanjangkan
Yang pengajaran dibendangkan (asal tebal)
dengan tunjuk ajar adat berakar
dengan tunjuk ajar  imu mengakar
dengan tunjuk ajar
yang kecil menjadi besar
dengan tunjuk ajar
agama menjalar
apa tanda orang beriman
tunjuk ajar ia turunkan (1994: 13)
 Dalam pengertian yang senada dengan yang di atas  dikatakan:
Tanda orang hidup beradat
Mewariskan tunjuk ajar ia ingat
Supaya hidup selamat
Tunjuk ajar diingat-ingat
Diturunkan bercepat-cepat
Diwariskan saat  ingat
Disampaikan di mana sempat 
 Prinsip mementingkan contoh tauladan yang dilihat secara nyata yaitu  jelas 
diungkapkan:
Mencontoh kepada yang nampak
Meniru kepada yang nyata 
 Prinsip ini menyebabkan orang-orang yang bicaranya baik-baik namun  tauladan 
dan amalannya sebaliknya tidak  diambil berat oleh orang dalam orang  Melayu 
tradisional. Dengan itu terkenal untaian kata-kata: Mulut bermadu perangai macam 
hantu, atau mulut manis, kelakuan macam iblis. Terkenal juga kata-kata berkenaan 
dengan orang ‘lidah bercabang’:
Bila bercakap lidah bercabang
Seumur hidup tak dipercaya orang
Atau dikatakan:
Bila bercakap bercabang lidah
Pantang sekali memegang amanah
 Menarik juga dalam prinsip kebijaksanan Melayu ini yaitu  konsep ‘tua’ dalam erti 
ilmuwan tual dan budaya. Ini jelas ternyata dalam ungkapan berikut:
Kalau menjadi tua orang
Langkahnya dilihat lidahnya dipegang
Kalau menjadi orang tua
Sesuaikan langkah dengan bicara
Kalau sudah dituakan orang
Lahir batin jangan bercabang  
Kalau menjadi tua orang
Pantang sekali berlaku sumbang 
 Gambaran tentang manusia berbahagia pula, disebut sebagai ‘manusia bertuah’ 
yaitu :
Apa tanda manusia bertuah
Kecil menjadi tuah rumah
Besar menjadi tuah negeri
Bertuah hidup bertuah mati 
 Dan orang yang memperoleh  faedah yang paling banyak dibandingkan  ‘tunjuk ajar’ yaitu  
orang yang berakal yang cepat memperoleh  iktibar:
Untuk memahami tunjuk ajar
Banyakkan faham dan  iktibar
Untuk memahami  tunjuk ajar
Tajamkan mata banyak mendengar
Untuk memahami tunjuk ajar
Tekunkan menyemak, kuat belajar
Untuk memahami tunjuk ajar
Banyak ilmu perlu didengar
Dan  ketepatan dalam faham sangat diutarakan  seperti berikut:
Salah tangkap
Badan mengidap
Salah makna
Badan celaka
Salah erti
Rusak pekerti
Salah pakai
Kerja terbengkalai
Salah tafsir
Kerja membazir.  
 Berkenaan dengan kandungan tunjuk ajar itu ia jelas  seperti berikut:
Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah
Adat yaitu  syarak semata
Adat semata Quran dan sunnah
Adat sebetulnya  adat yaitu  kitabullah dan sunnah Nabi
Syarak mengata adat memakai
Ya kata syarak , benar kata adat
Adat tumbuh dari syarak, syarak tumbuh dari kitabullah
Berdiri  adat sebab  syarak
Apa tanda Melayu jati
Bersama Islam hidup dan mati 
 Dalam teks Pak Tenas Effendy, ini diikuti dengan beberapa hakikat dalam 
kehidupan Melayu yang menunjukkan kesebatian hikmah kebijaksanaan yang meresap 
dan sebati dalam hidup yang pada gambaran ini ia menjadi ‘malakah pemerintahan ’ 
(istilah ibn Khaldun dalam Muqaddimah)  pada diri Melayu itu.
 Antaranya bagaimana Islam ‘melekat dihati’nya, ‘dengan Islam ia bersebati’, 
‘hidup taqwa kepada Allah’, ‘hidup mati bersama akidah (Ahli Sunnah Wal-Jamaah)’, 
‘memeluk Islam ianya kekal’, ‘membela Islam tahan dipenggal’, ‘hidup matinya dalam 
beriman’, ‘taat setia menyembah Tuhan’, ‘memeluk Islam tidak beralih’, ‘membela Islam 
tahan sembelih’, ‘kepada Allah tercurah kasih’, ‘membela Islam tahan dipijak’, ‘di dalam 
Islam beranak pinak’, ‘kepada Allah tempatnya ingat’, ‘syarak dipegang sunnah diingat’, 
‘mengingat Allah tiada bertempat’, ‘membela Islam tahan dibakar’, ‘ajaran Islam ia 
mengakar’, ‘kepada syarak ia menepat’ dan seterusnya, 
 Tanda orang Melayu yaitu  ‘membela Islam tahan dicincang’, ‘mendirikan Islam 
tiada bercabang’,  …’dengan Islam ia menyatu’, ‘Islam menjadi kain dan baju’, ‘Islam 
semata dalam kalbu’ 
 Cara hidup Melayu mengikut hikmat kebijaksanaannya yaitu : ‘yang kaji dihalusi, 
yang amal diperkekal, yang syarak disimak, yang sunnah dimamah, yang iman 
dipadatkan, yang hati disucikan,  yang akal disempurnakan’ 
 Butir-butir tunjuk ajar itu cukup untuk menjadikan Melayu sebagai bangsa 
yang memiliki  prinsip-prinsip kehidupan bagi menjaga hubungannya dengan 
Tuhannya, dengan sesama manusianya, dengan alam sekitar dan sejarah, dan  
dengan keabadiannya. Ia berupa panduan yang digabungkan dibandingkan  ajaran wahyu, 
nubuwwah, pengamatan manusia dengan kelengkapan-kelengkapan dirinya dan  
sejarah yang berlaku dan pengalaman manusiawinya.
 Dalam teks Tunjuk Ajar Melayu itu ada  bimbingan kebijaksanaan Melayu 
tentang ketaqwaan kepada Tuhan, ketaatan kepada ibu bapa, ketaatan kepada 
pemimpin, persatuan dan kesatuan dengan gotong-royongnya, tentang keadilan dan 
kebenaran, kelebihan menuntut ilmu pengetahuan (bab-bab 1-6), berkenaan dengan 
nilai-nilai pembentukan peribadi dan kalbu dengan sifat-sifat ikhlas dan rela berkorban, 
sifat rajin dan tekun dalam pekerjaan,  sikap mandiri, sikap berbudi, bertanggungjawab, 
sifat malu bertempat, kasih sayang,  (bab-bab 7-13), berkenaan dengan hak dan milik, 
permusyawaratan rakyat  dan muafakat, keberanian dan kejujuran, sifat berhemat dan cermat, sifat 
rendah hati,  bersangka baik terhadap makhluk, sifat rajuk, tahu diri, keterbukaan, sifat 
pemaaf dan pemurah, sifat amanah, sikap memanfaatkan waktu, berpandangan jauh 
ke depan, mensyukuri ni’mat Ilahi, sikap hidup sederhana (tidak terpengaruh dengan 
kepenggunaan untuk menunjuk-nunjuk – ‘conspicuous consumerism’) (bab 14-29). 
Sifat-sifat dan  sikap yang ini  itu datang dibandingkan  bangsa Melayu yang sifat-sifat 
unggulnya ditarbiah dengan kesempurnaan agama Islam. Melayu dan agama Islam 
yaitu  kesebatian yang sukar digambarkan.
 Dalam teks yang sama (1994: 397-610) ada  prinsip-prinsip kebijaksanaan 
Melayu berhubungan  dengan amanah, yang sekarang banyak  diperkatakan dalam hal 
memantapkan budaya integriti: amanah  guru kepada murid, amanah orang tua kepada 
anaknya, amanah dalam hidup rumahtangga atau kekeluargaan, amanah 
amanah dalam mendidik dan membela anak-anak, amanah dalam kesetiakawanan, 
amanah berhubungan dengan alam yang kekal abadi, pembinaan rumahtangga dan 
keluarga yang bahagia, tentang kepimpinan, alam sekitar (bab 1-10).
 Nampaknya sifat-sifat dan prinsip-prinsip inilah yang tergambar dalam ‘Sejarah 
Melayu’, ‘Hikayat Hang Tuah’,  ‘Tuhfatun Nafis’, ‘Gurindam Dua Belas’, ‘Taj al-Salatin’, 
‘Sair al-Salikin’, ‘Turjuman al-Mustafid’, teks-teks seperti ‘as-Sirat al-Mustaqim’, ‘Kash 
al-Litham’, ‘Furu’ al-Masa’il’,  ‘Nihayah al-Zain’,  ‘Asuhan Budi’ dan ‘Hadiqatul-Azhar’ 
dan beberapa naskhah lain termasuk hikayat-hikayat, yang berupa catitan abadi 
tentang prinsip-prinsip dan nilai-nilai pegangan Melayu sepanjang zaman. Nilai-
nilai ini dalam sastera klasik ada pada Hang Tuah  yang berupa lambang peribadi 
terunggul dan prinsip-prinsip yang menciptakan  jati diri Melayu dan tamadunnya 
yaitu  kesejatian dalam kesetiaan, amanah, kebenaran, keberanian, keteguhan azam, 
kesungguhan dalam juang, kesetiakawanan, kemampuan komunikasi taraf tinggi dan 
rendah,  kelicinan usaha bertugas dengan tepat, kematangan  rohani dan  fikir, jiwa 
mementingkan bangsa dan umat mengatasi kelangsungan  diri yang sempit, pandangan 
yang jauh dan tajam. Sayangnya setengahnya menganggap ini nilai-nilai feudalisme 
yang wajib digantikan dengan ‘nilai-nilai progresif’ tanpa menyedari ini yaitu  nilai 
sarwajagat dan bukan ‘nilai-nilai feudal’. Ia bukan time-bound namun  reality-bound dalam 
pengertian fitrah yang universal  itu’. 
 jika  dan bila menyebut Hang Tuah – apapun juga kedudukannya dari 
segi sejarah - ia melambangkan nilai-nilai universal yang menjamin keutuhan dan 
kesinambungan hidup peribadi dan tamadun umat. Ia bukan nilai-nilai feudal; kesetiaan 
Hang Tuah kepada raja yaitu  kesetiaan kepada institusi atau tonggak peradaban Islam 
di kalangan bangsa Melayu yang tanpanya Melayu akan menjadi cultural barbarian - 
meminjam kata rakan kita Haji Ghazali PK, ‘kaum biadab dalam budaya’. Ia dari institusi 
yang disahkan oleh tradisi dalam ajaran dan sejarah Islam. Ia gabungan antara Islam 
dan Melayu seutuhnya.
 Kita memerlukan Hang Tuah abad ke-21 dalam kalangan kita; kita mesti mengelak 
dibandingkan  peribadi Hang Jebat yang yaitu  pemberontakan tanpa prinsip 
(unprincipled rebellion). Dalam psikologi rohaniah tradisional ia melambangkan nafsu 
ammarah bissu’, yang yang mengarah kepada kejahatan, manakala Hang Tuah yaitu  
  melambangkan nafsu al-mutma’innah yang teguh tenang dan  aktif dalam kebaikan 
yang berterusan. Kita memerlukan  susuk peribadi seperti ini  dalam suasana masa kini. 
Ia seumpama angin puting beliung yang dilihat dari segi positif, dengan  titik tengahnya 
tenang tak bergerak, dengan tafakur dan zikir,  tetap dengan bagian  luarnya bergelora 
tangkas dengan kerjanya; kalbu Melayu tradisional tenang tetap dengan zikir dan fikir, 
dan  firasat, dalam keimanan, tawakal dan redha, badannya cepat  ligat dalam bakti 
yang berterusan.  
 Nilai-nilai ini saya bicarakan dalam memahami pandangan tradisional Melayu 
berhubung ketaqwaan dan iman, budaya ilmu dan menjaga kehidupan yang baik 
dan berkemerdekaan , menjaga alam sekitar dan hubungan baik antara  sesama manusia, 
juga tugas menjaga negeri  dengan baik dan  berkesan. Ia gugusan prinsip-prinsip 
dan nilai  yang menjamin kejayaan hakiki dunia dan akhirat dan  menjadi asas-asas 
pembentukan peradaban yang  dikehendaki bagi menjadikan ianya alam di mana kalam 
Ilahi dan nama-Nya  dimuliakan  setinggi-tingginya.
 Kalau konsep hikmah kebijaksanaan Melayu melukiskan jati dirinya dengan prinsip-
prinsip hidup dan nilai-nilainya, maka cintanya kepada tanah air memberi gambaran 
tentang tautannya dengan peradaban dan bangsanya. Ia tidak boleh disamakan  dengan 
sifat rasis dan nasionalis sekular sebagaimana yang cuba diketengahkan oleh setengah 
dalam kalangan mereka yang tidak begitu berhati-hati dalam memberi ungkapan tentang 
idea-idea yang diketengahkan; akibatnya ia membawa kebencanaan. 
 masalah  kebangsaan Melayu yang bukan ‘asabiyyah yang terlarang dan bukan 
kebangsaan  sekular ala Barat itu saya sudah kemukakan sebelum ini  dalam ceramah 
saya di UPSI tidak lama sebelum ini. Saya menyatakan bahwa  kebangsaan  Melayu 
dan sifat kasih kepada bangsa atau persatuan  itu yaitu  prinsip yang selari dengan 
ajaran Islam. persatuan  Melayu membawa kepada munculnya gerakan kebangsaan 
Melayu, yang akhirnya, dengan izin Tuhan, tercapailah kemerdekaan tanpa 
pertumpahan darah. persatuan  ini juga membawa kepada terselamatnya Malaysia, 
dahulunya Malaya, dibandingkan  terbelenggu di bawah rencana  MacMichael;  semangat 
persatuan  ini juga membawa kepada sukses nya perjuangan melawan  gerakan 
Komunis;  semangat ini juga, dengan dokongan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam 
membawa kepada  keamanan dan kemakmuran yang mengubah Malaysia dibandingkan  
ekonomi yang hampir seratus peratus pertanian, menjadi ekonomi sangat tinggi 
kadar pencapaian tahapnya kepada ekonomi berdasarkan pengetahuan dan industri. 
Kejayaan itu berterusan hingga sekarang, dinikmati kesan baiknya oleh generasi 
sekarang. Dan ini mewajibkan Muslimin bersyukur kepada Tuhan atas kejayaan ini 
dan wajib juga bersyukur kepada para pejuang dan pemimpin yang menyebabkan ini 
semua berlaku. Ini hasil dibandingkan  persatuan  yang ada dalam sejarah Malaysia. Dan 
persatuan  ini bukan ‘secular nationalism’ sebagaimana yang cuba  diketengahkan oleh 
setengah pihak  yang tidak setia kepada kebenaran  ilmu dan sejarah dan  perjuangan 
Melayu   dengan kerjasama mereka dari kaum-kaum lain yang setia dengan perjuangan 
kemerdekaan dan  seterusnya.
 Kebangsaan Melayu bukan asabiyyah yang dilarang oleh Islam,  saya menyatakan 
antaranya bahwa  apa yang dicapkan oleh setengah pihak  sebagai ‘asabiyyah yang 
dilarang oleh Islam, sehingga difahami dan dilabelkan oleh  setengah pihak sebagai 
‘asabiyyah yang dilarang oleh Nabi salla’Llahu alaihi wa sallam dalam hadith yang 
selalu disebut-sebut;
Tidak termasuk di kalangan kami orang yang menyeru kepada faham 
kebangsaan (‘asabiyyah) itu tidak tepat mengikut hakikat yang 
sebetulnya nya. 
Bagi melihat permasalahan ini elok diberikan perhatian kepada beberapa perkara 
seperti di bawah ini. Pertamanya hadith tentang asabiyyah itu. Hadith itu yaitu :
Hadith: Wahai Rasulullah apa itu ‘asabiyyah? Jawab  baginda: 
[Asabiyyah yang dilarang itu] yaitu  engkau menolong kaum engkau 
dalam melakukan kezaliman [kepada orang lain atau kepada kaum 
lain.]  
 Dalam syarah Sunan Abi Daud dinyatakan bahwa  hadith ini dikeluarkan oleh 
Abu Daud, Nasa’I, dan ibn Majah.Pengarang Sharah Abu Daud menyatakan tentang 
‘menolong kaum engkau melakukan kezaliman’  ertinya seseorang itu taksub dengan 
kaumnya walhal mereka itu zalim, maka jadilah ia membantu mereka [dalam kezaliman 
seperti menindas kaum lain], termasuk juga orang yang membantu kaumnya atas 
perkara yang bukan hak. Prinsip asalnya yaitu  orang yang terkena zalim itu hendak diberi 
pertolongan dan bantuan, orang yang melakukan kezaliman itu hendak disekat dibandingkan  
melakukan kezaliman (melalui islamweb.net). Hadith yang bermaksud ‘Tidak termasuk 
di kalangan kami orang yang menyeru kepada asabiyyah’ itu diulas agak panjang oleh 
al-Munawi dalam al-Faid al-Qadir (islamweb.net jilid 5 hlm. 492) maksudnya tidak 
terlepas dibandingkan  apa yang diterangkan itu.
 Huraian yang panjang yang memberi penerangan yang nyata tentang aspek positif 
asabiyyah ini boleh didapati dalam penerangan Mulla ‘Ali al-Qari berkenaan dengan 
hadith itu dalam ‘Mirqat al-Fawatih syarah ‘Mishkat al-Masabih’ (almashkat.net, 14: 184-
185). Beliau menyatakan riwayat dari Wathilah bin al-Asqa’ rd katanya: Dari Wathilah 
bin Al-Asqa’ rd katanya: “Aku berkata: Wahai Rasulullah apakah itu ‘asabiyyah, yakni 
asabiyyah Jahiliyyah?” Sabda baginda: “bahwa  anda menolong kaum anda /sanak 
saudara anda atas perkara yang zalim, yakni wajib atas anda mengikut yang hak 
tanpa melihat kepada ‘mulahazah al-hak’”; sebab  itu maka kata Ali mengikut apa yang 
dirawayatkan oleh Darimi dan ibn ‘Asakir dari Jabir, marfu’, ‘hendaklah anda menolong 
saudara anda baik ia zalim atau terkena  zalim, kalau ia zalim maka tolak ia dari 
perbuatan zalimnya, kalau ia terkena zalim maka tolonglah ia [untuk menyelesaikan 
kezaliman atas dirinya itu]; Diriwayatkan oleh Abu Daud dan demikian pula [oleh] ibn 
Majah dari Suraqah  bin Malik.
 Tambahan lagi kita boleh sebut lagi dukungan  Sa’id Nursi terhadap konsep asabiyyah 
yang positif ini. Ini terkandung dalam huraian-huraiannya tentang hal ini. 
 Dalam kalangan orang Melayu masalah  identiti antara bangsa dan agama yaitu  
sesuatu yang tidak dapat dipisahkan; dan ini faktor kekuatan yang sangat besar 
nilainya. Ini membawa kepada renungan tentang kedudukan orang  Timur seperti 
Melayu-Islam dengan orang  barat. Pada Melayu asas identitinya berada pada 
agamanya. Dengan itu kebangsaannya tidak berpisah dengan agamanya. Ini nyata 
dibandingkan  pengarang-pengarang yang menulis dalam memperjuangkan kemerdekaan, 
yang mereka sebutkan demi alif, ba, ta, yakni demi agama, bangsa dan tanah air. 
Tok Kenali di Kelantan pun memakai  kata-kata itu dalam menulis  dalam majalah 
Pengasuh yang hingga sekarang masih diterbitkan oleh majelis  Ugama Islam Kelantan.
 Berkenaan dengan pentingnya identiti yang tidak terpisah antara kebangsaan dan 
agama, Sa’id Nursi menyatakan:
The unity between religion and nationality necessitates the Islamic 
identity having the highest position in the identity hierarchy. This is 
also the most significant difference between Western societies, which 
have as their basis a nationalist identity, and Eastern societies, whose 
religion and nationalities form an inseparable whole. The reply of the 
Old Said to a question about religious zeal and national zeal asked 
him during Sultan Reshad’s Rumelia tour, summarizes very succinctly 
his attitude to the matter:
 “Pada kita Muslimin agama dan kebangsaan (nationhood) 
menjadi bersatu, walaupun ada ada  perbedaan  dari segi teori 
yang kelihatan pada lahiriah dan bersifat berkebetulan antara 
keduanya. Sesungguhnya agama yaitu  hayat dan roh bagi bangsa.
Bila keduanya dilihat berlainan dan berpisah satu dari yang satu 
lagi itu, semangat pemerintahan  meliputi  orang awam dan dan 
orang kelas atasannya, manakala semangat kebangsaan dirasai 
oleh seorang dalam seratus orang, yakni, orang yang bersedia 
untuk mengorbankan kelangsungan -kelangsungan  dirinya demi untuk 
bangsanya. Maka bila demikian halnya, semangat pemerintahan  mesti 
menjadi asas berhubungan dengan hak-hak semua orang, manakala 
semangat kebangsaan menjadi pihak yang memberi khidmat 
kepadanya dan menjadi benteng baginya.”
      Menurut Said Nursi:
 “Ini terutamanya sebab  kita orang Timur ini tidak seperti mereka 
di Barat: hati kita dipandu oleh kesadaran  kita tentang agama. 
Hakikatnya di Asia lah takdir Ilahi menentukan yang kebanyakan 
para rasul diutus di sana, dan itu menandakan bahwa  hanya  
 kesadaran  agama yang boleh membangkitkan orang Timur dan 
memberangsangkannya ke arah kemajuan. Satu hujah yang 
meyakinkan untuk ini yaitu  bahwa  zaman nabi Muhammad 
salla’Llahu alaihi wa sallam dan mereka yang mengikut semangat 
Baginda. Semangat pemerintahan  dan semangat kebangsaan menjadi 
bergabung  di kalangan Orang Turki dan Orang Arab,   dan sekarang 
tidak mungkin berpisah. Semangat Islam berupa seperti rantai yang 
bercahaya gemilang dan teguh yang bukan datang dari alam dunia 
ini.Ia berupa dokongan yang teguh dan tentu, dan  tidak akan gagal. 
Ia kota teguh yang tidak boleh dirobohkan.
Kemudian kita boleh perhatikan lagi pandangannya tentang kebangsaan itu yang 
disebutnya sebagai positif dan negatif. Katanya:
“Tambahan lagi, dalam semangat kebangsaan (nationalisme) ada  
satu prinsip  dan semangat gembira dalam jiwa, satu kesukaan 
yang sangat kuat, satu kuasa yang ada unsur tidak baiknya. sebab  
itu mereka yang terlibat dalam kehidupan keorang an zaman 
ini tidak boleh disuruh supaya meninggalkan konsep kebangsaan 
ini. Bagaimanapun semangat kebangsaan ada dua jenis. Satu yang 
negatif, tidak baik, dan berbahaya; ia menjadi semarak dengan 
menelan pihak lain, ia kekal melalui perseteruan dengan pihak lain, 
dan ia tahu apa yang sedang dilakukannya. kebangsaan  yang positif 
timbul dibandingkan  keperluan dalaman dalam hidup keorang an 
dan ia menjadi 
Sebab bagi berlakunya sikap tolong menolong dan persatuan; ia 
memastikan adanya kekuatan yang mendatangkan faedah; ia yaitu  
alat untuk menguatkan lagi persaudaraan Islam. Konsep tentang 
kebangsaan  yang positif ini mesti berkhidmat untuk Islam, ia mesti 
menjadi kota perlindungannya dan perisai baginya; ia mesti tidak 
mengambil tempat Islam itu sendiri”. 

“kesadaran  dan bangkitnya kebangsaan  itu sama ada positif, dalam 
hal ini ia bangun melalui rasa kasih sayang kepada kaum bangsa 
seseorang, dan ia sebab bagi kenal mengenali antara satu dengan 
lain dan  perbuatan tolong-menolong antara sesama mereka; atau ia 
negatif, bila ia ditimbulkan oleh semangat rasis, dan menjadi sebab 
kebencian dan permusuhan antara satu dengan lain. Dan ini ditolak 
oleh Islam. 
     Kita tidak boleh meninggalkan tajuk ini dengan melupakan Ibn Khaldun. Beliaulah 
yang memberi huraian yang memberi keabsahan bagi asabiyyah yang positif itu, yang 
dipanggil oleh Said Nursi sebagai  kebangsaan  yang positif. Ibn Khaldun menjadikan  
asas kejayaan dengan kenyataan yang dibuatnya yaitu  bahwa  bila semangat 
pemerintahan  yang sebetulnya  bergabung dengan asabiyyah, itu akan menjadi kekuatan 
yang tidak boleh dyaitu kan. Dan beliau mendasarkan huraian ini berdasarkan hadith;
 Kebijakan dan kebijaksanaan (hikmah) budaya yaitu  wahana dan wacana 
suatu perbendaharaan pemikiran dan falsafah yang halus sekali. Warisan budaya itu 
berkaitan dengan keilmuan budaya yang terhasil dan  boleh dianggap sebagai suatu 
perbendaharaan atau khazanah yang besar, luas dan mendalam. Status sesuatu 
perbendaharaan itu sebagaimana Hamzah Fansuri sebut dalam Asrar al-Ariffin yang 
berbunyi: 
“Adapun misal perbendaharaan itu seperti pohon kayu, sepohon 
dalam bijinya. Biji itu perbendaharaan, pohon kayu yang di dalamnya 
itu isi perbendaharaan, tersembunyi dengan lengkapnya; akarnya 
dan batangnya, dengan cabangnya, dengan dahannya, dengan 
rantingnya, dengan daunnya, dengan bunganya, dengan buahnya – 
sekalian lengkap di dalam biji sebiji itu”.
Analogi sepohon dalam bijinya itu ada pada peradaban Melayu. Salah satunya 
yaitu  warisan budaya Melayu dan sudut paling besar dari warisan budaya bangsa 
serumpunnya. Corak geografi Malaysia yang dipisahkan Laut China Selatan 
membentuk tiga area  penting berasaskan Semenanjung Tanah Melayu, Sabah dan 
Sarawak dengan demografinya yang unik. Keberbagai an warisan budayanya lahir dari 
etnik dan suku bangsa yang berbeda . Suku bangsa di bawah kategori keserumpunan 
rakyat asalnya itu terdiri dari puluhan jenis, mewarisi asas-asas budaya keserumpunan, 
manakala rakyat Malaysia keturunan Cina dan India masih mewarisi sifat-sifat asal 
budaya mereka sejak zaman kolonial. Perubahan mungkin ada namun  tidak terbentuk 
suatu citra pola tempatan yang lengkap. Keberbagai an di Malaysia itu juga dapat 
dilihat dalam perbedaan  agama, kesenian, bahasa, dialek, adat resam dan nilai hidup. 
Sungguhpun begitu Dasar Kebudayaan Kebangsaan (DKK) yang digubal pada tahun 
1971 sudah  memberi  konsep dan prinsip-prinsip pembentukan sebuah budaya bangsa 
dengan panduan yang jelas antara citra kebudayaan kebangsaan dengan kebudayaan 
kesukuan. Dasar ini sudah  digubal hasil perakuan Kongres Kebudayaan Kebangsaan 
1971. Konsepnya amat jelas disimpulkan oleh Allahyarham Tun Abd. Razak Hussein,  
Perdana Menteri Malaysia Kedua, sewaktu meresmi kan Kongres ini  dengan 
menyebut bahwa :
“... nenek moyang bangsa kita yang mendiami rantau Nusantara 
ini meninggalkan pusaka kebudayaan yang kaya raya dan tinggi 
mutunya. Maka, sudah sewajarnya kita menerima ide  bahwa  
Kebudayaan Kebangsaan yang sedang dibentuk dan dicorakkan 
itu hendaklah berlandaskan kebudayaan rakyat asal rantau ini. 
Bagaimanapun, patutlah juga kita mengambil unsur kebudayaan 
yang datang ke rantau ini dan membawa pengaruh ke atasnya sejak 
beberapa lama supaya pengaruh yang bermanfaat dapat menyegarkan 
dan menentukan corak kebudayaan Malaysia bagi masa hadapan. 
Namun, haruslah diingat, dalam mencari bentuk dan menentukan 
corak kebudayaan, kita tidak melupakan hakikat orang  yang 
berbilang bangsa. Kita hendaklah selalu  berpandu kepada cita-
cita membentuk sebuah negara dengan rakyatnya dibandingkan  berbagai-
bagai kaum dan golongan dijalin dalam satu ikatan yang padu. 
Saya percaya selagi kita sedar dan insaf akan hakikat ini, kita tidak 
akan melencong dibandingkan  matlamat untuk mendirikan bangsa yang 
bersatu”.
Dalam hal yang demikian tidak timbul lagi permasalah an bahwa  jati diri Malaysia boleh 
dilakukan secara caca marba, berasaskan kepada kesamarataan semua bidang, 
termasuk ke arah keterbentuk an budaya bangsanya, namun  sebaliknya akan mendukung 
matlamat ke arah menegakkan perpaduan dan kesatuan bangsa, membina kepribadian  
dan memupuk kehidupan kemanusiaan dan kerohanian yang seimbang dalam konteks 
pembangunan negara. Keunikan situasi ini jarang kedapatan di negara-negara lain 
Latar Belakang Persepsi
Di Malaysia isu dan masalah kebudayaan timbul lazimnya disebabkan persepsi dan 
perspektifnya yang diletakkan dalam kerangka yang begitu sempit dan terhad. Tafsiran 
luasnya tidak dirujuk dan ada kedangkalan faham sehingga disamakan dengan seni 
semata-mata, hatta istilah kesenian yang sudah luas cakupan bidangnya pun dipakai  
sebagai merujuk kepada seni tari, seni muzik, seni teater atau persembahan seni. 
Kedangkalan ilmu sedemikian mungkin saja  terjadi merentasi generasi disebabkan 
tidak ada celik budaya dan buta sejarah. Jadi dalam persepsi umum permasalah an wawasan, 
ide , dasar dan program negara gagal dihayati kenapa kesemuanya dibangun 
dan dibina berpedomankan laluan sejarah, realiti di jaman  dan jaminan masa depan 
kemakmuran negara demi perpaduan bangsa, keharmonian dan keamanan negara. 
Bak seruan Allahyarham Tun Abd. Razak “Kita hendaklah selalu  berpandu kepada 
cita-cita membentuk sebuah negara dengan rakyatnya dibandingkan  berbagai-bagai kaum 
dan golongan dijalin dalam satu ikatan yang padu”. Dalam hal yang demikian, konsep 
 itu dicetuskan demi ‘kesatuan’ dan bukan tendensi yang difahami 
sebagai kesamarataan yang menolak hak dan keadilan, menolak faktor sejarah tanpa 
suatu kesinambungan silam yang mendukung tujuan kelahiran bangsa Malaysia dan 
menolak prinsip-prinsip tertentu.  
 jika  istilah kebudayaan dipakai  dalam kekeliruan konsep dan bertindih 
maknanya, maka jarang benar dapat kita lihat pembinaan aspek-aspek nilai warisan 
budaya dihubungkaitkan dengan pembinaan bangsa secara menyeluruh. Warisan 
budaya bolehlah diumpamakan sebagai harta atau pusaka kehidupan orang  
dan bangsa yang diwarisi turun-menurun dalam bentuk kebendaan (material culture) 
atau bukan kebendaaan (non-material culture). Kadangkala dalam persepsi biasa, 
peninggalan bangsa itu pun dipersempitkan atau dikekalkan kepada warisan seni 
saja  dalam konteks seni etnik atau seni klasik yang berbentuk muzik, tari dan teater 
seperti Mak Yong dan Wayang Kulit di Kelantan, Ketoprak dan Kuda Kepang di Johor, 
Talempong dan Randai di Negeri Sembilan, Sumazau di Sabah, Ngajat di Sarawak, 
seni Opera Cina, Tarian Singa, Bharata Natyam atau seni persembahan yang lain. Di 
kalangan orang  Malaysia ada ada  kesenian rakyat yang bersifat penyertaan 
(Partai cipatory) dirujuk kepada Tarian Inang, Joget dan Zapin atau seni mempertahankan 
diri seperti silat, kungfu, kalampayat atau unsur seni baharu yang dipelajari dari warisan 
budaya Korea, jepang  dan China seperti Tae Kwando, Judo, Karate, Kungfu, Wushu. 
Warisan budaya dalam bentuk kesenian di Malaysia ada  dalam berbagai  jenisnya, 
misalnya seni silat yang kian kurang memperoleh  tempat untuk berkembang maju di 
institusi pendidikan dari peringkat persekolahan rendah hingga ke pusat-pusat pengajian 
tinggi. Kalau ada pun mungkin sedikit pilihan secara berkelompok, berbanding dengan 
seni asing seperti Tae Kwando dan Judo tadi yang mudah memperoleh  tempat sejak 
kanak-kanak memasuki tadika. Sikap dan tabiat orang Malaysia kelihatan lebih senang 
memilih begitu, pengaruh penjajahan minda ‘sesuatu yang asing lebih baik dari milik 
sendiri’. 
 Sesuai dengan istilah keluasan takrifnya, orang  tidak melihat kebudayaan 
itu dengan makna hakikinya atau memakai  istilahnya kepada suatu keseluruhan 
cara hidup yang meliputi segala aspek sama ada berbentuk kebendaan atau bukan 
kebendaan, benda budaya dan budaya spiritual. Kedua-keduanya memang ada 
dalam warisan budaya sesuatu bangsa, orang  atau etnik. Di Malaysia masih ada 
tendensi menciptakan  pengertian sempitnya itu termasuk di kalangan institusi dan para 
perancang pembangunan kebudayaan, walhal apa yang kelihatan di mata itu, tidak lebih 
dari cebisan warisan yang maha luas. Pengamal atau penggerak budaya menjadi lebih 
tidak beretika lagi jika  kata ‘kebudayaan’ itu dipakai  untuk menamakan sesuatu 
seni persembahan (performing arts) atas nama ‘Persembahan Kebudayaan’, sedangkan 
ia merujuk kepada hanya satu kegiatan memperagakan fesyen atau persembahan 
nyanyian. Maka warisan budaya itu pun diaplikasikan kepada seni pentas dan apa-apa 
benda budaya yang berkaitan dengannya termasuk alat muzik, busana atau peralatan 
lain. orang  kita masih gagal melihat keluasan isi empat bidang utamanya yakni 
falsafah dan pemikiran, kebendaan, kesenian dan aspek nilai dan norma yang boleh 
dipecahkan lagi jenisnya.
  Sesungguhnya kalau persepsi dan perspektif ‘kebudayaan’ dimengertikan, maka 
Malaysia memiliki kekayaan warisan budaya yang sangat hebat. Hasil-hasilnya tercerna 
dari kekuatan pemikiran kepada penciptaan dan pemilikan yang luar biasa, dari warisan 
berbentuk pemikiran melalui bahasa dan sastera kepada warisan fizikal berbentuk 
bangunan dan peralatan hidup yang lain. Itulah maknanya takrif ilmu kebudayaan yang 
merujuk kepada keseluruhan cara hidup manusia yang meliputi minda (akal budi atau 
fikiran) dan  daya ciptaan bagi memenuhi kehendak biologi, keorang an, dan  
alam sekeliling yang sesuai dengan keperluan jasmani dan rohani. namun  apakah 
kemajuannya sudah  tercerna dalam sistem kehidupan bangsa Malaysia?  Hal  demikian, 
membolehkan kita bertanya apakah warisan budaya itu sudah dapat dilihat dalam sifat 
kebudayaannya dibandingkan  segala hasil pemikiran atau sesuatu yang berbentuk bukan 
kebendaan atau rohaniah (spiritual) dan segala hasil ciptaan manusia atau perkara 
yang berbentuk kebendaan (fizikal). Jika bidang kebudayaan itu dilihat melalui aspek 
falsafah dan fikiran atau idea akan termasuk ke dalamnya ilmu pengetahuan, bahasa, 
falsafah, persuratan, mitos, lagenda, kesusasteraan, kepercayaan, dan tradisi atau 
cerita lisan; kebendaan akan merujuk kepada seni bina, bangunan, peralatan, pakaian, 
makanan, ubat-ubatan, dan perabot]; kesenian boleh dilihat dari dua bidang kemahiran, 
yaitu  seni lakon (tarian, teater, muzik, dan nyanyian) dan seni tampak (ukiran, lukisan, 
seni pahat, tenunan, tekatan, dan anyaman); dan aspek nilai dan norma yang meliputi 
hal-hal seperti peraturan, undang-undang, budi bahasa, adat resam, gaya, perlakuan, 
pantang larang, ritual  dan nilai pemerintahan .  
 Keempat-empat aspek bidang kebudayaan itu diperturunkan orang nya dari 
satu ke satu generasi sebagai warisan budaya. Warisan budaya itu bukan saja  
memperlihatkan hasil yang berasaskan sesuatu yang abstrak atau tidak kelihatan, 
namun  juga yang bercorak kebendaan dalam hubungan spiritual dan fizikalnya. Misalnya, 
pertalian antara apa yang difikir dengan apa yang dilakukan dan apa yang dimiliki, 
dapat digambarkan melalui ketinggian mutu seni ukir yang lahir dibandingkan  pemikiran 
dan falsafah yang tinggi, dijelmakan dibandingkan  perbuatan mengukir dan akhirnya ukiran 
menjadi hasil warisan budaya. Di sisinya ada ungkapan falsafah yang sangat mendalam 
maknanya: 
Tumbuh meningkat 
Punca penuh rahsia
Tumbuh tidak menunjak kawan
Tumbuh tidak memaut lawan
namun  melengkar penuh mesra. 
 Segala kerja seni atau warisan budaya memiliki potensinya tersendiri, boleh 
dibangunkan sebagai industri budaya (cultural industries), misalnya pembikinan perahu, 
kapal layar, songket, batik, emas, perak, ukiran kayu, jika diupayakan kreativiti dan 
inovasinya akan mengembangkan perusahaan berasaskan warisan budaya. Sumber 
kepakaran atau keahlian dan kemahiran tempatan yang sedia ada dibangunkan dan 
tenaga pelapis generasi muda akan lahir sebagai usahawan di berbagai  lokasi area  
budaya di Malaysia, di area  timur Semenanjung atau di Sabah dan Sarawak. 
Warisan budaya itu berkait dengan penciptaan atau proses kreatif dan inovatif manusia 
pendukungnya yang menggambarkan ketinggian akal budi (minda) dan keupayaan 
modal insannya. 
 Di dalam kebudayaan, banyak yang boleh dipelajari dari tradisi falsafah, kesenian 
dan aspek-aspek kebendaannya. Misalnya seperti yang dibayangkan tadi, sebuah seni 
ukir Melayu mendukung falsafahnya tersendiri, kerja-kerja pertukangan, pembikinan 
perahu atau kapal layar, tukang rumah, pandai emas, perak dan besi, songket dan 
batik, kerajinan tangan seperti kehalusan ciptaan kelarai dan tekatan, permainan tradisi 
dengan wau, gasing dan congkak, seni mempertahankan diri seperti silat; semuanya 
membawa mesej dan nilai-nilai pembangunan modal insan yang khusus. Kita jarang 
melihat potensi budaya dalam pengukuhan sumber daya manusia atau modal insan. 
Ada banyak himpunan aspek nilai dan norma seperti terpancar melalui bahasa dan 
sastera yang boleh membangunkan jiwa politik dan kepemimpinan, persatuan , budi 
bahasa, kesetiaan, kerajinan, kesadaran , ketekunan, kesabaran dan banyak nilai-nilai 
terpuji yang terselit, namun  selagi kita tidak tahu memberi  makna dan menghayatinya 
secara mendalam, maka manfaatnya tidak dipakai  bagi membangunkan seseorang 
insan itu lebih cemerlang. Malahan di dalam bahasa dan kesusasteraan itu sebagai 
salah satu bidang warisan budaya, ada amat banyak unsur-unsur pendidikan dan nilai 
pembangunan modal insan cemerlang. Cuba kaji ungkapan Melayu tentang pemimpin. 
Kaji juga karangan berangkap berbentuk pantun, syair, bait, nazam, gurindam, seloka 
dan sajak dan  dalam peribahasa, bahasa kiasan dan berbagai ragaman bahasa lagi 
(Za’ba:1934, 2002). Rahsia kecemerlangan pembangunan sumber daya manusia 
melalui warisan budaya dan sastera itu menuntut suatu macam transformasi khusus. 
 dan Pembinaan 
Negara Bangsa 
Pembinaan negara bangsa (nation state) Malaysia dipercayai akan menjadi lebih kukuh 
jika  diperkenalkan konsep dan , dengan syarat prinsip-prinsip 
dan ciri-ciri khususnya dan  nilai-nilai budayanya dihayati dan diamalkan. ide  Satu 
Malaysia atau 1Malaysia dicetuskan ideanya sebagai satu ide  baru, diperkenalkan 
oleh YAB Dato’ Sri Mohd Najib, Perdana Menteri (PM) ke-6 sewaktu mengangkat 
sumpah jawatan pada 3 April 2009. Beliau menganggapkannya sebagai aspirasi demi 
satu transformasi besar buat negara dengan semangat slogan ‘Satu Malaysia – Rakyat 
Didahulukan, Pencapaian Diutamakan’. Hasrat beliau untuk berkhidmat kepada rakyat 
dan negara disebutkannya sebagai “lahir hasil dari inspirasi dan dorongan dan  suri 
teladan” ayahanda beliau, Allahyarham Tun Abdul Razak, PM Ke-2. Dalam beberapa 
hal dijangka mungkin beliau akan mengambil pendekatan dan strategi baru dalam 
menegakkan perpaduan dan kesatuan bangsa.
 Formula 1Malaysia akan terlaksana dalam dua aspek utama yaitu  penerapan teras-
teras perpaduan dan nilai-nilai aspirasi. 
Teras-Teras Perpaduan:
- Penerimaan antara semua kaum dan rakyat Malaysia.
- Prinsip-prinsip kenegaraan berasaskan tradisi  Persekutuan dan Rukun 
Negara.
- Keadilan sosial.
 Nilai-Nilai Aspirasi meliputi :
- Budaya kecemerlangan dalam melaksanakan semua tugas dan tanggungjawab.
- Budaya ketepatan dari segi menghormati waktu dan meningkatkan kecekapan.
- Keberanian untuk berinovasi dan meneroka peluang-peluang baru.
- Meritokrasi dalam memberi  tugasan kepada yang paling layak melaksanakannya 
berlandaskan tradisi  Persekutuan dan dasar negara. 
- Kesetiaan yang tidak berbelah bahagi kepada negara.
- Ketabahan mengharungi kesulitan  mendatang dan integriti dalam segala urusan 
dan transaksi. 
 Ciri-ciri khusus 1Malaysia itu jika niat  diperhatikan sememangnya menuntut 
penerimaan terhadap keberbagai an dan realiti kemajmukan rakyat sebagai sumber 
kekuatan. Jika realiti difahami, dan nilai aspirasinya yang diterima, maka laluan masa 
hadapan Malaysia akan lebih cerah. Rakyat hanya perlu memahami bahwa  ada 
perbedaan  antara tuntutan negara sebagai hak kenegaraan dengan tuntutan kaum 
sebagai hak-hak kaum yang sudah dijelaskan konsep dan falsafahnya. Tanggapan dan 
penerimaan tidak menjadi mudah, jika rakyat menolak hakikat sejarah dan kesejarahan. 
Malaysia itu terbentuk oleh suatu proses sejarah yang panjang, paling kurang sudah 
lebih 2,000 yakni sejak awal Masihi yang boleh diukur dari tamatnya zaman prasejarah. 
Pengalaman-pengalaman sejarah, warisan budaya dalam sistem pemerintahan 
tradisional, kegiatan ekonomi dan struktur sosialnya banyak menentukan sifat-sifat 
yang kita miliki pada hari ini. Jadi penerimaan kita tidak boleh lari dari undang-undang 
tertinggi negara yakni tradisi  Persekutuan. 
 Keutuhan sesebuah negara bangsa ditunjangi ikatan-ikatan persamaan yang 
dikongsi secara sedar dan insaf misalnya perkongsian nilai-nilai utama 1Malaysia tadi. 
Aspek nilai lahir dari warisan budaya atau nilai-nilai baru. Warganegara memiliki  hak 
dan tanggungjawab, tidak terlalu taksub terhadap tuntutan hak sehingga melupakan 
tanggungjawab sebagai warganegara. Seluruh lapisan rakyat mesti memahami 
tonggak-tonggak kenegaraan dan penghayatan yang mendalam terhadap aspirasi 
tradisi . Rakyat hendaklah sedar dan insaf dengan memahami maksud 
penerimaan tentang keberbagai an yang ada dan matlamat kesatuan dalam konteks 
ikatan kenegaraan tadi yang yaitu  warisan budaya yang utama. Perkara-perkara 
pokok seperti Institusi Yang Di Pertuan Agong dan institusi kesultanan atau Raja-
Raja Melayu (konsep ketua negara atau ketua negeri), Islam sebagai agama negara, 
kedudukan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa resmi  yakni 
bahasa negara, kedudukan istimewa Melayu dan pribumi  dan  kebebasan asasi. 
Negara akan bertambah mantap jika falsafah Rukun Negara, dasar-dasar nasional di 
bidang ekonomi, pendidikan, kebudayaan, sosial dan sebagainya itu didukung bersama 
dan tidak dijadikan agenda politik perkauman atau kelangsungan  kePartai an puak semata-
mata. 
 Konsep 1Malaysia itu tetap sama, yakni untuk rakyat dan negara; suatu penerusan 
matlamat ke arah mencapai perpaduan negara dan melahirkan bangsa Malaysia 
yang teguh bersatu padu. tradisi  Persekutuan itu yaitu  tradisi  
kemerdekaan yang mengkanunkan tonggak-tonggak pokok kenegaraan dan 
sebagian nya yaitu  warisan budaya yang utama. Faktor sejarah dan kebudayaan 
menjadi induk yang mengikat falsafah federalisme atau konsep persekutuan, selain 
dari pembagian  kuasa legislative, judiciary dan executive. Manakala Rukun Negara 
atas sifatnya mendukung idealogi negara menjadikan  lima prinsip utamanya selain 
Kepercayaan Kepada Tuhan yaitu  Kesetiaan Kepada Raja dan Negara; Keluhuran 
tradisi , Kedaulatan Undang-Undang, dan  Kesopanan dan Kesusilaan. Kelima-
lima prinsip ini  yaitu  suatu rumusan dibandingkan  laluan sejarah dan budaya Malaysia 
zaman berzaman. orang  Malaysia sejak mula sudah ada sistem kepercayaan dan 
kehidupan beragama, ada sistem pemerintahan berasaskan hukum dan peraturan, 
mewarisi tradisi kesultanan dan sistem beraja, dan berpegang kepada nilai-nilai budaya 
positif. Rukun Negara menjadi suatu imbangan dan pembetulan dalam kaedah baharu 
persepsi rakyatnya. Jadi jelas bahwa  1Malaysia tidak sama dengan konsep ‘Malaysian 
Malaysia’, suatu ide  kelangsungan  politik perkauman. Kini kita sendiri tahu betapa 
tohornya fahaman rakyat akibat Rukun Negara diabaikan begitu lama. Orang sudah 
lama lupa akan Rukun Negara. Kerap pula prinsip-prinsip itu hanya dihafal namun  tidak 
difahami konsep dan falsafahnya, sebab musabab diadakannya dan tidak diberikan 
latar belakang yang tepat. Sepatutnya mana-mana Partai  politik atau kumpulan etnik dan 
kaum sekalipun berpegang kepada tradisi  dan Rukun Negara.
 Orang yang meneliti aspirasi tradisi  akan memperoleh i bahwa  tonggak-
tonggak kenegaraan yang disepakati dalam ‘kontrak sosial’ itu sebetulnya -benar 
dijelmakan dari warisan budaya negara dan warisan serantau. tradisi  tidak 
memisahkan hak-hak kaum dalam batas-batas tertentu, maknanya ada kebebasan 
dan hak asasi. Kedudukan institusi Raja-Raja Melayu sudah  mewariskan kita ‘demokrasi 
berparlemen  dan raja bertradisi ’. Kedudukan bahasa Melayu sebagai status  
bahasa negara, terhasil dari sebab akibat ribuan tahun perkembangannya di rantau 
dunia Melayu ini yang sukses  menjadi bahasa pemersatu serantau. Dalam konteks kini 
sebagai bahasa ilmu, bahasa lingua franca lebih dari 500 tahun dan bahasa perpaduan 
Malaysia. Bangsa Malaysia tidak akan mungkin mencapai perpaduan melalui bahasa 
asing disebabkan perbedaan  geografi dan geobudaya dunia. Demikian juga status Islam 
sebagai agama negara, ada natijah dari kekuatannya dalam budaya umat, panduan nilai 
kehidupan berbangsa dan bernegara sebab  itulah agama yang dominan asal bertapak 
di Semenanjung dan tersebar ke area -area  kesultanan di Sabah dan Sarawak di 
Borneo dan  ke serata Kepulauan Melayu.
 Pembangunan ekonomi dan apa juga dasar atau program negara akan melihat 
kepada prinsip keadilan sosial tanpa mengira kaum demi kesejahteraan untuk semua. 
jika  kedudukan istimewa ditentukan untuk Melayu dan pribumi  dikanunkan, 
sebetul betulnya tiada konsep warganegara kelas kedua dan setiap anak Malaysia 
yaitu  potensi modal insan. Peruntukan itu bertujuan membetulkan keadaan secara 
adil dan saksama sebab  kolonial tidak pernah memberi ruang dan peluang bagi 
kemajuan pribumi. Kolonial memerintah kira-kira 500 tahun dan hak-hak Melayu dan 
pribumi  dinafikan, maka pembangunan semula bukan dapat dilakukan dalam 
tempoh yang pendek. Malahan kemakmuran Malaysia semenjak merdeka pun, tidak 
perlu dipertikaikan banyak sekali dinikmati bukan pribumi , termasuk di jaman  
tempoh Dasar Ekonomi Baru (DEB), 1971-1990. Rakyat pribumi terus tertinggal dan 
berada dalam kedaifan dalam hampir semua bidang terutama ekonomi, kerjaya dan 
pendidikan. Untuk itu program transformasi dalam  menjadi sanga