Tampilkan postingan dengan label kudeta 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kudeta 5. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Desember 2022

kudeta 5

sedang  unsur PKI berkekuatan sekitar tiga juta anggota. Itu didukung oleh sekitar 7 juta 
anggota organisasi organisasi onderbouw PKI seperti BTI, SOBSI dan Gerwani. Dengan jumlah 
itu PKI merupakan partai komunis terbesar ketiga di dunia sesudah  RRT dan Uni Soviet. Dalam 
Pemilu 1957 PKI menempati urutan ke 4. Dan, biasanya  partai besar, PKI juga memiliki anggotanya di kabinet.  Mereka yaitu  DN Aidit, Menko/Ketua MPRS, Lukman sebagai Menko Wakil Ketua DPRGR  dan Nyoto Menteri Urusan Land reform. sebetulnya , sejak 17 Oktober 1952 pemerintahan Soekarno sudah mulai digoyang. Kubu Nasution membentuk Dewan Banteng dan Dewan Gajah di Sumatera Selatan. Yang disebut dewan ini hanya penggalangan massa oleh kubu Nasution, namun mereka terang terangan menyebut diri sebagai pemerintahan tandingan. Penyebab utamanya yaitu  sebab  mereka tidak suka melihat kemesraan hubungan Soekarno  PKI. pergerakan  Kubu Nasution tidak cukup   hanya menggalangmassa sipil, namun juga mempengaruhi militer agar ikut mendukung pergerakan nya. Sebagai petinggi militer, bagi Nasution, itu yaitu  hal mudah.  Caranya, antara lain, Perjuangan Pembebasan Irian Barat dipakai  untuk membentuk pergerakan  Front Nasional yang aktif di kegiatan politik. Inilah awal usaha melibatkan militer ke dalam kegiatan politik yang kelak dilestarikan oleh Orde Baru. Di sisi lain, Kubu Nasution menggalang simpati rakyat dengan membentuk sukarno S yang melibatkan para pemuda, partai politik, para petani, yang menyatu dengan militer di bawah payung TNI AD. Saat itu saya langsung memicu  hasil penelitian : Inilah doktrin perang  tingkat regional (sebab  memanfaatkan Perjuangan  Pembebasan Irian Barat) hingga tingkat desa (melibatkan petani). Maka, lengkaplah suatu pergerakan  menentang pemerintah yang terencana dengan rapi, cerdik dan memiliki kekuatan cukup  potensial. Berdasarkan laporan intelijen saya, CIA berada di belakang Nasution Presiden Soekarno akhirnya mengetahui  pergerakan  menentang pemerintah itu. Soekarno mengetahui  bahwa pemerintah sedang terancam. Ia juga mengetahui  bahwa biang keroknya yaitu  Nasution. Maka, Soekarno pun langsung menghantam ulu hati persoalan dengan cara membatasi peran  Nasution. Jabatan Nasution sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata tetap dipertahankan, namun   peran nya dibatasi. Nasution diberi misi  oleh Soekarno dalam urusan administratif pasukan. Nasution dilarang ikut campur urusan operasional prajurit. Itu sama artinya Nasution dimasukkan ke dalam kotak.  pergerakan  Presiden itu diimbangi dengan pengangkatan Letjen A. Yani sebagai Menpangad. 
misi nya, secara formal, jelas memimpin pasukan TNI AD, namun di balik itu Yani memperoleh  
misi khusus dari Presiden agar membatasi desakan Kubu Nasution terhadap pemerintah. Ini 
seperti  operasi intelijen. Akibatnya, hubungan Nasution dengan Yani memburuk. Mulanya, konflik Nasution Yani tidak tampak di permukaan. Hanya kalangan elite saja yang memahami situasi yang sebetulnya , sejak Yani diangkat. namun  , beberapa waktu lalu  Yani  mengganti beberapa Panglima Daerah Militer (Pangdam) . Para Pangdam yang diganti lalu  diketahui  bahwa mereka yaitu  orang nya Nasution. sebab  itu, tampaklah peta situasi yang sebetulnya .  Itu pergerakan  militernya. sedang  pergerakan  sipilnya, Presiden Soekarno bersama Wakil Perdana  Menteri I, Dr. soebandrio   (saya) memindahkan kedudukan Nasution dari Kepala Staf Angkatan Bersenjata ke Penasihat Presiden. Itu terjadi menjelang akhir tahun  1963. Tentu saja Nasution harus tunduk pada perintah Presiden. Tidak ada alasan dia untuk mbalelo. Sebab, di kalangan tentara sendiri sudah khawatir terjadi perpecahan saat  hubungan nasution dengan A. Yani memanas, sehingga jika seandainya Nasution melakukan tindakan membangkang, pasti tidak akan didukung oleh pasukan di tingkat bawah. Dan, kemungkinan ini pasti sudah dihitung secara cermat oleh Nasution. Itu sebabnya ia tunduk.  Langkah selanjutnya bagi Soekarno yaitu tinggal menggunduli sisa sisa kekuatan Kubu nasution. Antara lain, PARAN (Panitia Retooling Aparatur negara, sebuah komisi penyelidik anti korupsi yang dibentuk Nasution) dibubarkan pada awal tahun  1964. Sebagai gantinya, Soekarno 
membentuk Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi (KOTRAR) yang dipimpin oleh 
orang kepercayaan Soekarno, Dr. soebandrio   (saya). Untuk memperkuat, Yani ditunjuk oleh 
Presiden menjadi Kepala Staf KOTRAR. Dari perpektif Soekarno, retaknya hubungan antara 
Yani dan Nasution sudah merupakan kemenangan. Apalagi, lalu  Nasution dicopot dari posisi strategis dan dimasukkan ke dalam kotak. Dengan begitu, politik Negara dalam Negara yang sempat diciptakan oleh Nasution berubah menjadi sangat lemah. Melihat kondisi demikian, para pimpinan Angkatan Bersenjata justru cemas. Mereka khawatir, konflik antara Nasution dan Yani itu akan merembet ke prajurit di lapisan bawah. jika  itu terjadi, tentu akibatnya bisa fatal. Kekhawatiran ini lalu  disampaikan kepada Presiden. sebab  itu, Presiden Soekarno menugaskan beberapa perwira senior, termasuk Mayjen Soeharto dan Pangdam Jawa Timur Basuki Rahmat, untuk menemui Nasution. misi nya, menyarankan kepada Nasution agar menyesuaikan diri dengan jalur yang sudah digariskan oleh Presiden Soekarno. Jangan sampai ada pembangkangan.  2 kubu yag berkonflik itu pada dasarnya sama sama anti PKI. Meskipun Yani berada di pihak sukarno , namun Yani tidak menyukai PKI akrab dengan sukarno . Sementara, Soeharto yang dipekerjakan  menjadi perantara  mendamaikan Nasution dan Yani, cenderung berpihak kepada Nasution.  Konflik antara Nasution dan Yani itu ternyata tidak gampang didamaikan. Suatu hari di awal tahun  1965 ada pertemuan penting yang dihadiri  12 jenderal AD di Mabes AD. sebetulnya  Nasution dan Yani juga diundang dalam pertemuan itu, namun keduanya sama sama tidak datang. Mereka diwakili oleh penasihat masing masing. Padahal, pertemuan itu diselenggarakan dalam usaha  mendamaikan Nasution dengan Yani. Alhasil, pertemuan penting itu tidak mencapai tujuan utamanya, sebab  mereka yang berkonflik tidak datang sendiri dan hanya diwakili.  Pada pertengahan April 1965 ada pertemuan yang lebih besar lagi. Kali ini pertemuan dihadiri  oleh sekitar 200 perwira militer di Mabes AD. Dalam pertemuan itu Nasution dan Yani juga tidak datang. Namun pertemuan itu melahirkan doktrin baru yang diberi nama: Tri Ubaya Sakti. 
Pencetusnya yaitu  Soeharto. Intinya berisi tiga janji jujur dari jajaran AD. Saya sudah lupa isi 
lengkapnya, namun substansinya demikian: TNI berhak memberikan saran dan misi  politik tak 
terbatas kepada Presiden RI .  Doktrin itu memicu  kecemasan baru di kalangn elite politik dan masyarakat intelektual, sebab  dengan begitu semakin jelas bahwa AD mempertahankan politik Negara dalam Negara yang sudah dirintis oleh Nasution. Ini juga berarti bahwa Kubu Nasution menang terhadap Kubu Yani yang didukung oleh Presiden Soekarno.  Soeharto, salah satu perwira yang dipekerjakan  menjadi perantara  mendamaikan Yani dan Nasution, berada di posisi yang tidak enak, sebab  Soeharto memiliki memori buruk dengan Nasution maupun Yani. pemicunya  yaitu  perilaku Soeharto sendiri yang buruk. Itu terjadi saat Soeharto masih di Divisi Diponegoro.  
Ceritanya, saat di Divisi Diponegoro Soeharto menjalin hubungan dengan pengusaha Cina, Liem 
Sioe Liong (kelak memperoleh  perlakuan istimewa dari Soeharto, sehingga Liem menjadi 
pengusaha terbesarnegara kita  ). Perkawanan antara Soeharto dan Liem ini, antara lain, 
menyelundupkan berbagai barang. Soeharto pernah  berdalih bahwa penyelundupan itu untuk 
kepentingan Kodam Diponegoro. Berita penyelundupan itu cepat menyebar. Semua perwira saat itu mengetahui nya. Bahkan terungkap bahwa penyelundupan itu bukan untuk kepentingan Kodam, namun   uang nya masuk kantong Soeharto dan Liem.  Saat mengetahui  ulah Soeharto, kontan Yani marah. Pada suatu kesempatan Yani bahkan sampai menempeleng Soeharto, sebab  penyelundupan itu dinilai memalukan korps. AH Nasution lalu  mengusulkan agar Soeharto diadili di mahkamah militer dan segera dipecat dari AD. Namun, Mayjen Gatot Subroto mencegah, dengan alasan bahwa perwira ini masih bisa dibina. Gatot lalu  mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar Soeharto diampuni dan disekolahkan di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung.  
Presiden Soekarno setuju saja. sebab  itu, Soeharto masuk Seskoad dan diterima oleh Dan 
Seskoad Brigjen Suwarto. Saat itu Seskoad tidak hanya mengajarkan pendidikan kemiliteran, 
namun  juga bidang ekonomi dan pemerintahan.Para perwira di Seskoad berfungsi sebagai guru teori Negara dalam Negara. sebab  itulah, saat Soeharto dipekerjakan  menjadi perantara  mendamaikan  Yani dengan Nasution, ia berada di posisi serba tidak enak. Yani pernah  menempelengnya, sedang  Nasution pernah  mengusulkan agar dia dipecat dari AD dan diadili di Mahkamah Militer. namun  , toh Soeharto memilih berpihak ke Nasution, sehingga yang kelihatan yaitu  bahwa Soeharto berada di dalam Kubu Nasution.  Namun akhirnya Soeharto membangun kubu sendiri. Kubu Soeharto terbentuk saat  kepercayaan AS terhadap Nasution mulai luntur. Ini disambungkan oleh fungsi Nasution terhadap pemberontakan Permesta, kampanye pembebasan Irian Barat dan slogan GanyangMalaysia tidak efektif. Tiga hal itu memicu  kepentingan AS terhadapnegara kita  khususnya dan Asia Tenggara umumnya, terganggu, sehingga AS tidak lagi akrab dengan Nasution.KeakrabanAS dengan Nasution    dari perspektif AS    awalnya perlu untuk mengimbangi kebijakan sukarno  yang cenderung lunak pada PKI. Di saat kepercayaan AS terhadap Nasution luntur dan Soeharto sudah menjadi Pangkostrad, Soeharto membangun kubu sendiri.  Awal Januari 1965 di kantor KedutaanBesarRI untuk Yugoslavia di Beograd, datang sepucuksurat yang ditujukan kepadaDubesRI untukYugoslavia , Yoga Soegama (kelak dijadikan Kepala Bakin oleh Soeharto). Pengirimnya yaitu  Pangkostrad Soeharto. Isinya: Yoga ditawari pulang  keJakarta dengan jabatan baru: Kepala Intelijen Kostrad. Tawaran itu menarik bagi Yoga. sebab  itu, pada 5 Februari 1965 , Yoga sudah tiba di Jakarta, langsung menghadap Panglima Kostrad di rumahnya, Jalan H Agus Salim. Mereka bermusyawarah disana . Itulah awal terbentuknya Kubu Soeharto. Pemanggilan Yoga Soegama dari Beograd oleh Soeharto itu mengandung tiga indikasi: Pertama, Yoga kembali kenegara kita  tidak melalui jalur normal. Seharusnya penarikan Yoga dari jabatan 
DutaBesarRI untuk Yugoslavia di Beograd dilakukan oleh Menpangad Yani, sebab Yoga yaitu  perwira AD. namun  , fakta nya Yoga ditarik olehsurat panggilan Pangkostrad Mayjen 
Soeharto. Kedua, tujuan kepulang an Yoga ke tanah air yaitu  bersama sama Soeharto menyabot 
(sabotase) politik politik sukarno . Ketiga, mereka bertujuan menghancurkan PKI. 3 indikasi ini bukan hasil penelitian  saya. namun  , ini diungkapkan oleh Ali Moertopo (salah satu 
anggota trio Soeharto Yoga) dengan rasa bangga dan tanpa tedeng aling aling (secara blak  blakan). Ali mengungkap hal itu dengangaya seperti orang tidak berdosa.  Bagi Soeharto, menarik seorang pejabat dengan cara begitu yaitu  hal biasa. Padahal dia sudah  melangkahi garis hubungan hierarki dan komando. Dengan cara yang melanggar aturan itu dia membentuk kubunya. Pokok pokok masalah yang menjadi perhatian kubunya sama sekali tidak menyangkut hal yang berkaitan dengan Panglima AD, namun   menyangkut politik nasional dan internasional. Perhatian kubu itu tertuju pada sukarno  dan PKI.  
Kubu Soeharto disebut juga Trio Soeharto Yoga Ali. Untuk selanjutnya kita sebut kelompok 
Bayangan Soeharto. Mereka bersatu dengan cara cara tersamar. Mereka bergerak di bawah 
permukaan. Awalnya teman lama dan sudah merupakan satu tim kompak saat  sama sama 
berada di Kodam Diponegoro. Kekompakan trio ini sudah teruji saat mematahkan rencana  pimpinan AD memilih Pangdam Diponegoro.  Kekompakan mereka dilanjutkan diJakarta . mengenai  kekompakan trio Soeharto mematahkan 
rencana pimpinan AD, ceritanya demikian: Saat itu pimpinan AD mencalonkan Kolonel  Bambang Supeno menjadi Pangdam Diponegoro. Rencana pencalonan Bambang itu lalu  diketahui  oleh para perwira disana . Soeharto yang saat itu masih berpangkat Letnan Kolonel, juga mendengar. Hebatnya, meskipun pangkat Soeharto lebih rendah dibanding Bambang Supeno, namun ia berani merebut posisi Pangdam. Caranya, dengan memakai  strategi yang kotor namun terselubung.  
Di saat rencana pengangkatan Bambang Supeno menjadi Pangdam Diponegoro bocor, ada 
sebuah rapat gelap di Kopeng, Jateng, yang dihadiri  beberapa perwira Kodam Diponegoro. Rapat itu dikoordinir oleh Soeharto melalui salah satu anggota trionya, Yoga Soegama. namun  , 
Soeharto sendiri tidak hadir pula . Intinya, rapat memutuskan bahwa Soeharto harus tampil sebagai Pangdam Diponegoro. Jika tidak, Yoga dan Soeharto akan manggalang kekuatan untuk bersama sama menolak pencalonan Bambang Supeno. Saat itu pencalonan Bambang menjadi Pangdam belum ditandatangani oleh Presiden, sehingga Soeharto yang berusaha  merebut jabatan itu harus berpacu dengan waktu.  
Namun, ternyata skenario Soeharto (melalui Yoga) ini tidak didukung oleh para perwira Anggota   
rapat. Dari puluhan perwira yang hadir pula , hanya seorang perwira kesehatan Kolonel dr.Suhardi  yang menandatangani, tanda setuju atau mendukung pernyataan sikap itu. Yang lain tidak. 
Yoga semula mengaku bahwa pertemuan itu tidak diberitahu  kan lebih dahulu  kepada Soeharto. Ini 
bisa diartikan bahwa bukan Soeharto pembuat skenario. saat  dua orang utusan Kodam 
Diponegoro hendak keJakarta untuk meminta tanda tangan Presiden mengenai  pengangkatan 
Bambang Supeno, barulah rapat gelap itu disebarkan. Berdasarkan memori Yoga yang terungkap  lalu , rapat itu yaitu  gagasan Soeharto. Pengakuan awal Yoga bahwa Soeharto tidak 
mengetahui  rapat ini     dikatakan Yoga    agar ridak memicu  kecurigaan dariJakarta bahwa Soeharto menggalang kekuatan, menolak pencalonan Bambang Supeno. namun  , mengenai  hal ini tidak ada konfirmasi, apakah benar rapat gelap itu dikoordinir Soeharto melalui Yoga atau 
atas inisiatif Yoga sendiri.  Sebagai pembanding: salah seorang anggota trio Soeharto, Ali Moertopo, menyatakan bahwa pada saat itu ia yaitu  komandan pasukan Raiders yang diminta membantu Yoga melancarkan  operasi intelijen. Tidak dirinci bentuk operasi intelijen yang dimaksud, namun tujuannya yaitu  mengusahakan agar Soeharto menjadi Panglima Diponegoro. namun  , Ali sama sekali tidak menjelaskan siapa yang meminta dia, Yoga atau Soeharto. Atau mungkin kedua duanya. terlepas dari apakah Yoga berbohong atau tidak soal koordinator rapat gelap itu, namun   rangkaian pernyataan Yoga dan Ali Moertopo itu menunjukkan adanya suatu komplotan Soeharto. Komplotan yang bergerak dalam operasi intelijen. Soeharto yaitu  dalang yang sedang memainkan wayang wayangnya. Tentu, dalangnya tidak perlu terjun langsung. Akhirnya, nasib mujur bagi para wayang ini , sebab  komplotan ini berhasil. Bambang Supeno tidak jadi Pangdam, melainkan Soeharto yang tampil menjadi Pangdam Diponegoro.  Dari proses komplotan itu bekerja, bisa digambarkan jika seandainya Soeharto tidak jadi Pangdam dan skenario rapat gelap itu terbongkar sehingga diketahui  pimpinan AD, maka pasti  Soeharto akan terhindar dari jerat hukum. Ia bisa dengan mudah berkhianat sebab ia tidak ikut  rapat gelap itu. Yang paling berat risikonya tentu yaitu  Kolonel dr. Suhardi. Saya  menyimpulkan demikian, sebab hal itu pernah  dilakukan oleh Soeharto dan komplotannya saat  ia melakukan percobaan kudeta pada 3 Juli 1946. Namun kudeta itu gagal dan Soeharto berbalik arah mengkhianati komplotannya sendiri. Soeharto menangkap komplotannya dan berdalih 
mengamankan negara.  Soal itu, sekilas saya ceritakan sebagai berikut: Percobaan kudeta 3 Juli 1946 dilancarkan di bawah pimpinan Tan Malaka dari Partai Murba. Tan Malaka mengajak kalangan militer Jawa Tengah, termasuk Soeharto. Yang akan digulingkan yaitu  Perdana Menteri Sjahrir. Awalnya, 20 Juni 1946 PM Sjahrir dan kawan kawan diculik diSurakarta . Penculiknya yaitu  kelompok militer di bawah komando Divisi III dipimpin oleh Sudarsono. Soeharto selaku salah seorang komandan militer Surakarta terlibat dalam penculikan itu.  2 Juli 1946 kelompok penculik berkumpul di markas Soeharto sebanyak 2 batalyon. Pasukan lalu  dikerahkan untuk menguasai beberapa sektor strategis seperti RRI dan Telkom. tengah malam  itu  juga mereka menyiapkansurat keputusan pembubaran Kabinet Sjahrir dan menyusun kabinet baru yang sedianya akan ditandatangani oleh Presiden Soekarno di Istana NegaraYogyakarta , esok harinya.  SK dibuat dalam empat tingkat. Keputusan Presiden dimuat dalam maklumat nomor 1, 2 dan 3. Semua maklumat mengarah ke kudeta. contohnya , maklumat nomor dua berbunyi demikian: Atas 
desakan rakyat dan tentara dalam tingkatan kedua terhadap Ketua Revolusinegara kita  yag 
berjuang untuk rakyat, maka kami atas nama Kepala Negara hari ini memberhentikan seluruh 
kementrian negara Sutan Sjahrir.Yogyakarta , 3 Juli 1946, tertanda: Presiden RI Soekarno.  
namun   percobaan kudeta ini ternyata gagal.Para pelakunya ditangkap dan ditahan. Persis pada 
saat itu Soeharto berbalik arah. Ia yang semula berkomplot dengan penculik, berbalik 
menangkapi komplotan penculik. Ia berdalih, keberadaannya sebagai anggota komplotan 
penculik merupakan usaha  Soeharto mengamankan penculik.   Itulah karakter Soeharto dan ia bangga dengan hal itu. Soeharto tidak merasa malu berbalik arah dari penjahat menjadi menyelamat. Malah, dalam buku otobiografinya, Soeharto menyebut sekilas peristiwa itu, namun   berdasar keterangan saksi  versi dia yang tentu saja faktanya dia balik sendiri. Pada awal negara kita  merdeka itu Soeharto sudah menerapkan politik Bermuka Dua.   Pada akhir tahun  1963 saya selaku Waperdam dan Menlu berkunjung ke RRT. Ini kunjungan kenegaraan, saya mewakili Presiden Soekarno. Disana saya disambut hangat. Bisa jadi sambutan itu sebab  negara kita  memiliki  PKI. Saya diterima sekaligus oleh tiga pimpinan puncak, Perdana  Menteri Chou En Lai, Presiden Mao Tse Tung (Liu Shao Chi, ) dan Menlu Chen Yi. Kami mengetahui , mereka menaruh simpati pada Presiden Soekarno. Kepemimpinan sukarno  dikagumi oleh 
banyak pemimpin negara negara lain. Konferensi Asia Afrika di negara kita  yag sukses, pergerakan  
negara  negara Non Blok ide sukarno , memicu  beliau dikagumi oleh para pemimpin dunia, termasuk pemimpin RRT.  Inti pembicaraan kami, pimpinan RRT menawarkan kepada negara kita  bantuan peralatan militer untuk 40 batalyon tentara. Ini peralatan lengkap, mulai dari senjata manual, otomatis, tank dan kendaraan lapis baja. Hebatnya, semua itu gratis. Juga tanpa syarat. memperoleh  tawaran itu, saya  atas nama Presiden mengucapkan terima kasih. namun   saya belum bisa menjawab, sebab bukan 
kapasitas saya untuk menerima atau menolak. Saya harus melaporkan hal ini kepada Presiden. 
Dan begitu tiba di tanah air, tawaran itu langsung saya laporkan kepada sukarno . Saya lihat, 
tanpa banyak pikir lagi sukarno  menyatakan: Ya, diterima saja. berdasar keterangan saksi  pandangan saya  pribadi memang seharusnya begitu. Terlepas apa kepentingan RRT memberikan persenjataan gratis kepada kita, asal bantuan itu tidak mengikat, mengapa tidak 
diterima,   Pernyataan Presiden Soekarno menerima bantuan RRT itu lalu  saya sampaikan kepada pimpinan RRT. Mereka gembira mendengarnya. Mereka menyatakan bahwa akan segera menyiapkan barang ini . Mereka juga meminta konfirmasi kepada kami, kapan barang bisa dikirim. Hal ini saya sampaikan kepada sukarno .  Namun, masalah ini macet sampai di sini. sukarno  tidak segera menjawab, kapan barang itu bisa dikirim. Pihak RRT juga tidak mengirimkan barang ini . Baru sekitar awal tahun  1965 sukarno  memiliki  ide membentuk Angkatan Kelima. Tujuannya yaitu  untuk menampung 
bantuan senjata dari RRT. Saat itu persenjataan untuk empat angkatan (Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Angkatan Kepolisian) dianggap sudah cukup  . sebab  itu, agar bantuan senjata ini  bisa dimanfaatkan secara maksimal, sukarno  memiliki  ide membentuk Angkatan Kelima. Jika persenjataan yang dikirim cukup   untuk 40 batalyon, maka Angkatan Kelima berkekuatan sekitar itu. Sebab tujuannya memang untuk memanfaatkan maksimal pemberian senjata gratis RRT.   namun   ini yang sangat penting    sukarno  belum merinci bentuk Angkatan Kelima. Beliau  hanya mengatakan demikian: Angkatan Kelima tidak sama dengan angkatan yang sudah ada. Ini yaitu  pasukan istimewa yang berdiri sendiri, tidak terkait dengan angkatan lain. Hal ini perlu saya tegaskan, sebab  lalu  beredar isu bahwa Angkatan Kelima yaitu  para buruh dan 
petani yang dipersenjatai. PKI memang pernah  mengatakan hal ini, namun   sukarno  belum 
pernah  merinci, bagaimana bentuk Angkatan Kelima itu.  sesudah  sukarno  jatuh dari kekuasaannya, isu ini dijadikan bahan sejarah. Bahkan masuk di dalam buku sejarah yang dipelajari di sekolah. Tentu sukarno  tidak dapat membantah isu  ini  sebab sejak beberapa waktu lalu  praktis sukarno  menjadi tawanan Soeharto 
sampai beliau meninggal dunia. sukarno  sudah menjadi pihak yang terkalahkan, sehingga 
masyarakat tidak lagi berpikir jernih melihat sukarno . jika  masyarakat berpikir jernih, 
pasti muncul analisa , hanya pimpinan bodoh yang mempersenjatai buruh dan petani di negara 
yang relatif baru lahir, sebab  jelas hal itu akan memicu  negara dalam kondisi sangat 
berbahaya. Semua mengetahui  bahwa sukarno  tidak bodoh. Atau, bisa jadi masyarakat saat itu ada  yang berpikiran jernih, namun   mereka tidak berani mengungkapkan. Bukankah pada zaman Orde Baru bicara politik    apalagi membahas sejarah versi Orba    bisa memicu  yang bersangkutan tidak lagi bisa pulang  ke rumahnya,   Meskipun saat ide ini  dilontarkan oleh sukarno  belum ada tambahan l buruh dan petani dipersenjatai, namun   kalangan militer tidak setuju. Menpangad Letjen A Yani sudah 
menyampaikan langsung kepada Presiden bahwa ia tidak setuju dibentuk Angkatan Kelima. Para 
jenderal lainnya mendukung sikap Yani. Mereka tidak setuju ada angkatan lain. Empat angkatan 
dianggap sudah cukup  . sesudah  Yani menyampaikan sikapnya kepada Presiden, masalah ini lalu  menjadi pembicaraan di kalangan elite politik. Dan pembicaraan mengenai  itu menjadi berlarut larut. Juga muncul banyak spekulasi mengenai  bentuk Angkatan Kelima. 
Muncul juga  berbagai praduga mengenai  penolakan Yani terhadap ide sukarno  itu. Sementara, sukarno  sendiri tetap tidak menjelaskan secara rinci bentuk Angkatan Kelima ini . Saya sebagai orang yang paling dekat dengan sukarno  saat itu pun tidak diberitahu  .  Sampai akhirnya sukarno  memanggil Yani. Dijadwalkan, Yani akan diterima oleh Presiden di Istana Negara pada tanggal 1 Oktober 1965 pukul 08.00 WIB. Agendanya, Yani akan ditanya lagi mengenai  Angkatan Kelima. Seorang sumber saya mengatakan, saat  Yani menerima surat 
panggilan dari Presiden, beberapa hari sebelum 1 Oktober 1965, Yani sempat mengatakan: Saya 
mungkin akan dicopot dari Menpangad, sebab saya tidak setuju Angkatan Kelima. Ucapan Yani 
ini juga cepat menyebar. Bahkan beredar isu di kalangan petinggi AD bahwa pengganti Yani 
yaitu  orang kedua di AD, yaitu  Gatot Subroto. Namun Yani dibunuh beberapa jam sebelum ia 
menghadap Presiden Soekarno. Jika diperkirakan Yani dibunuh  sekitar pukul 04.00 WIB, berarti 
4 jam lalu  mestinya ia menghadap Presiden. 
 Ada peristiwa kecil, namun dibesar besarkan oleh Kelompok Bayangan Soeharto, sehingga lalu  menjadi sangat penting dalam sejarah negara kita . Peristiwa itu yaitu  sakitnya Bung Karno pada awal Agustus 1965. Dalam buku buku sejarah banyak ditulis bahwa sakitnya Bung Karno pada saat itu yaitu  sangat berat. Dikabarkan, pimpinan PKI DN Aidit sampai mendatangkan dokter dari RRT. Dokter RRT yang memeriksa sukarno  menyatakan bahwa sukarno  sedang kritis. Intinya, jika tidak meninggal dunia, sukarno  dipastikan bakal lumpuh. Ini menggambarkan bahwa sukarno  saat itu benar benar sakit parah. 
Dari peristiwa itu (seperti ditulis di berbagai buku) lalu  dianalisa  bahwa PKI  yang saat itu 
berhubungan mesra dengan sukarno     merasa khawatir pimpinan nasional bakal beralih ke 
tangan orang AD. PKI tentu tidak menghendaki hal itu, mengingat PKI sudah bermusuhan dengan AD sejak pemberontakan PKI di Madiun, 1948. berdasar keterangan saksi  analisa  ini , begitu PKI 
mengetahui  bahwa sukarno  sakit keras, mereka menyusun kekuatan untuk merebut kekuasaan. Akhirnya meletus G30S. Ini alibi rekayasa Soeharto yang mendasari tuduhan bahwa 
PKI yaitu  dalang G30S. Ini juga ditulis di banyak buku, sebab memang hanya itu informasi  
yang ada dan tidak dapat dikonfirmasi, sebab  pelakunya    sukarno , DN Aidit dan dokter 
RRT    ketiga tiganya tidak dapat memberikan keterangan sebagai bahan perbandingan. Bung 
Karno ditahan sampai meninggal. Aidit ditembak mati tanpa proses pengadilan; sedang  
dokter RRT itu tidak jelas keberadaannya. Itulah sejarah versi plintiran. 
namun   ada saksi lain selain tiga orang itu, yaitu  saya sendiri dan Wakil Perdana Menteri II, dr. 
Leimena. Jangan lupa, saya yaitu  dokter yang sekaligus dekat dengan sukarno . Saya juga 
mengetahui  secara persis peristiwa kecil itu. Yang benar demikian: memang sukarno  diperiksa oleh seorang dokter Cina yang dibawa oleh Aidit, namun   dokternya bukan didatangkan dari RRT, melainkan dokter Cina dari Kebayoran Baru, Jakarta, yang dibawa oleh Aidit. Fakta lain: sukarno  sebelum dan sesudah diperiksa dokter itu juga saya periksa. Pemeriksaan yang 
saya lakukan didampingi oleh dr. Leimena. Jadi ada tiga dokter yang memeriksa sukarno . 
Penyakit sukarno  saat itu yaitu : demam . Ini jelas dan dokter Cina itu juga mengatakan kepada sukarno  di hadapan saya dan Leimena bahwa sukarno  hanya demam . DN Aidit juga mengetahui  penyakit sukarno  ini. Mengenai pemicunya , sayalah yang mengetahui . 
Beberapa tengah malam  sebelumnya, sukarno  jalan  jalan meninjau beberapa pasar di Jakarta. 
Tujuannya yaitu  melihat langsung harga bahan kebutuhan pokok. Jalan keluar masuk pasar di 
tengah malam  hari tanpa pengawalan yang memadai sering dilakukan sukarno . Nah, itulah 
penyebab demam . namun   kabar yang beredar yaitu  bahwa sukarno  sakit parah. lalu  disimpulkan bahwa sebab  itu PKI lalu  menyusun kekuatan untuk mengambil alih  kepemimpinan nasional. Akhirnya meletus G30S yang didalangi oleh PKI. Kabar itu sama sekali tidak benar. DN Aidit mengetahui  kondisi sebetulnya . Ini berarti bahwa kelompok Soeharto sengaja menciptakan isu yang secara logika membenarkan PKI berontak atau  menyebarkan kesan (image) bahwa dengan cerita itu PKI memiliki alasan untuk melakukan  kudeta. saat  Kamaruzaman alias Sjam diadili, ia memperkuat dongeng kelompok Soeharto. Sjam yaitu  kepala Biro Khusus PKI sekaligus perwira intelijen AD. Sjam mengaku bahwa saat  sukarno  jatuh sakit, ia dipanggil oleh Aidit ke rumahnya pada tanggal 12 Agustus 1965. Ia mengaku bahwa dirinya diberitahu   oleh Aidit mengenai seriusnya sakit Presiden dan adanya kemungkinan Dewan Jenderal mengambil tindakan segera jika  sukarno  meninggal. Masih berdasar keterangan saksi  Sjam, Aidit memerintahkan dia untuk meninjau kekuatan kita dan  mempersiapkan suatu pergerakan . Pengakuan Sjam ini menjadi rujukan di banyak buku. Tidak ada balance, tidak ada pembanding. Yang bisa memberikan balance sebetulnya  ada lima orang yaitu sukarno , Aidit, dokter Cina (saya lupa namanya), Leimena dan saya sendiri. namun   sesudah  meletus G30S semuanya dalam posisi lemah. saat  diadili, saya tidak diadili dengan tuduhan  terlibat G30S, sehingga tidak relevan saya ungkapkan. 
Kini saya katakan, semua buku yang menyajikan cerita sakitnya sukarno  itu tidak benar. 
Aidit mengetahui  persis bahwa sukarno  hanya demam , sehingga tidak masuk akal jika ia 
memerintahkan anak buahnya, Sjam, untuk menyiapkan suatu pergerakan . Ini jika ditinjau dari logika: PKI ingin mendahului merebut kekuasaan sebelum sakitnya sukarno  semakin parah dan kekuasaan akan direbut oleh AD. Logikanya, Aidit akan tenang tenang saja, sebab bukankah sukarno  sudah akrab dengan PKI,  
Mengapa PKI perlu menyiapkan pergerakan  di saat mereka disayangi oleh Presiden Soekarno yang segar bugar, Intinya, pada bulan Agustus 1965 kelompok bayangan Soeharto jelas kelihatan ingin secepatnya memukul mundur  PKI. Caranya, mereka melontarkan provokasi provokasi seperti itu. Provokasi yaitu  cara perjuangan yang dipakai  oleh para jenderal AD kanan untuk mendorong PKI mendahului memukul mundur  AD. Ini taktik untuk merebut legitimasi rakyat. Jika PKI 
memukul mundur  AD, maka PKI ibarat dijebak masuk ladang pembantaian (killing field). Sebab, AD akan    dengan seolah olah dengan terpaksa     membalas serangan PKI. Dan, serangan AD terhadap PKI ini malah didukung rakyat, sebab seolah olah hanya membalas. Ini taktik AD Kubu Soeharto  untuk menggulung PKI. Jangan lupa, PKI saat itu memiliki massa yang sangat besar, sehingga tidak dapat ditumpas begitu saja tanpa taktik yang canggih. namun   PKI tidak juga terpancing. Pelatuk tidak juga ditarik meskipun PKI sudah diprovokasi sedemikian rupa. Mungkin PKI sadar bahwa mereka sedang dijebak. peranserta  Aidit sangat besar, dengan tidak memberikan instruksi kepada anggotanya. namun   toh akhirnya PKI dituduh mendalangi G30S, walaupun keterlibatan langsung PKI dalam peristiwa itu belum pernah   diungkap secara jelas. Pelaku G30S yaitu  tentara dan pergerakan  itu didukung oleh Soeharto yang juga tentara. sedang  Aidit langsung ditembak mati tanpa proses pengadilan. Isu Dewan Jenderal sebetulnya  bersumber dari Angkatan Kelima. Dan seperti diungkap di bagian terdahulu, Angkatan Kelima bersumber dari rencana sumbangan persenjataan gratis dari RRT. 3 hal ini berkaitan erat. Pada bagian terdahulu diungkapkan bahwa tawaran bantuan persenjataan gratis untuk sekitar 40 batalyon dari RRT diterima sukarno . Hanya tawaran  yang diterima, barangnya belum dikirim. sukarno  lalu  memiliki  ide membentuk Angkatan 
Kelima. namun  sukarno  belum merinci bentuk Angkatan Kelima itu.  Ternyata Menpangad Letjen A Yani tidak menyetujui ide mengenai Angkatan Kelima itu. Para perwira ABRI lainnya mengikuti Yani, tidak setuju pada ide sukarno  itu. 4 angkatan  dinilai sudah cukup  . sebab  itulah berkembang isu mengenai adanya sekelompok perwira AD yang tidak puas terhadap Presiden. Isu terus bergulir, sehingga kelompok perwira yang tidak puas terhadap Presiden itu disebut Dewan Jenderal. Perkembangan isu selanjutnya yaitu  bahwa Dewan Jenderal akan melakukan gerakan gerakan  terhadap Presiden. 
Menjelang G30S meletus, Presiden memanggil Yani agar menghadap ke Istana. Yani rupanya 
merasa bahwa ia akan dimarahi oleh sukarno  sebab  tidak menyetujui Angkatan Kelima. 
Yani malah sudah siap kursinya (Menpangad) akan diberikan kepada orang lain. Saat itu juga 
beredar isu kuat bahwa kedudukan Yani sebagai Menpangad akan digantikan oleh wakilnya, 
Mayjen Gatot Subroto. Presiden Soekarno memerintahkan agar Yani menghadap ke Istana pada 1 Oktober 1965 pukul 08.00 WIB. namun   hanya beberapa jam sebelumnya Yani diculik dan 
dibunuh. Yang paling serius menanggapi isu Dewan Jenderal itu yaitu  Letkol Untung Samsuri. 
Sebagai salah satu komandan Pasukan Kawal Istana    Cakra Birawa    ia memang harus tanggap  terhadap segala kemungkinan yang membahayakan keselamatan Presiden. Untung gelisah. lalu  Untung memiliki  rencana mendahului pergerakan  Dewan Jenderal dengan cara menangkap  mereka. Rencana ini disampaikan Untung kepada Soeharto. Menanggapi itu Soeharto  mendukung. Malah Untung dijanjikan akan diberi bantuan pasukan. Ini diceritakan oleh Untung  kepada saya saat kami sama sama ditahan di LP Cimahi, Bandung 
Saya menerima laporan mengenai isu Dewan Jenderal itu pertama kali dari wakil saya di BPI 
(Badan Pusat Intelijen), namun   sama sekali tidak lengkap. Hanya dikatakan bahwa ada 
sekelompok jenderal AD yang disebut Dewan Jenderal yang akan melakukan gerakan gerakan  terhadap Presiden. Segera sesudah  menerima laporan, langsung saya laporkan kepada Presiden. Saya lalu  berusaha mencari mengetahui  lebih dalam. Saya bertanya langsung kepada Letjen Ahmad Yani mengenai  hal itu. Jawab Yani ternyata enteng saja, memang ada, namun   itu Dewan yang bekerja   merancang kepangkatan di Angkatan Bersenjata dan bukan Dewan yang akan melakukan kudeta. Masih tidak puas, saya bertanya kepada Brigjen Soepardjo (Pangkopur II). Dari Soepardjo saya memperoleh  jawaban yang berbeda. Kata Soepardjo: Memang benar. Sekarang Dewan Jenderal sudah siap membentuk menteri baru. Pada 26 September 1965 muncul informasi  yang lebih jelas lagi. informasi  itu datang dari empat orang sipil. Mereka yaitu  Muchlis Bratanata, Nawawi Nasution, Sumantri dan Agus Herman Simatupang. Dua nama yang disebut terdahulu yaitu  orang NU sedang  dua nama belakangnya dri IPKI. Mereka cerita bahwa pada tanggal 21 September 1965 diadakan rapat Dewan Jenderal di Gedung Akademi Hukum Militer di Jakarta. Rapat itu membicarakan antara lain: Mengesahkan kabinet versi Dewan Jenderal. Muchlis tidak hanya bercerita, ia bahkan menunjukkan pita rekaman pembicaran dalam rapat. Dalam rekaman ini  ada suara Letjen S. Parman (salah satu korban G30S) yang membacakan susunan kabinet. Susunan kabinet versi Dewan Jenderal    berdasar keterangan saksi  rekaman itu    yaitu  sebagai berikut: Letjen 
AH Nasution sebagai Perdana Menteri Letjen A Yani sebagai Waperdam I (berarti 
menggantikan saya) merangkap Menteri Hankam, Mayjen MT Haryono menjadi Menteri Luar 
Negeri, Mayjen Suprapto menjadi Menteri Dalam Negeri, Letjen S Parman sendiri menjadi 
Menteri Kehakiman, Ibnu Sutowo (kelak dijadikan Dirut Pertamina oleh Soeharto) menjadi 
menteri Pertambangan. Rekaman ini lalu  saya serahkan kepada sukarno . Jelas rencana Dewan Jenderal ini sangat peka dan sifatnya gawat bagi kelangsungan pemerintahan sukarno . Seharusnya rencana ini masuk klasifikasi sangat rahasia. namun   mengapa bisa dibocorkan oleh empat orang sipil,  Saya menarik hasil penelitian : tiada lain kecuali sebagai alat provokasi. Jika alat provokasi, maka rekaman itu palsu. Tujuannya untuk mematangkan suatu rencana besar yang semakin jelas gambarannya.  Bisa untuk mempengaruhi Untung akan semakin percaya  bahwa Dewan Jenderal    yang semula 
kabar angin    benar benar ada. Hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal, muncul manuscript  Gilchrist. manuscript  
ini sebetulnya  yaitu  telegram (klasifikasi sangat rahasia) dari Duta Besar Inggris untuk negara kita  di Jakarta Sir Andrew Gilchrist kepada Kementrian Luar Negeri Inggris. manuscript  itu bocor saat  hubungan negara kita   Inggris sangat tegang akibat konfrontasi negara kita  Malaysia 
soal Borneo (sebagian wilayah Kalimantan). Saat itu Malaysia yaitu  bekas koloni Inggris yang 
baru merdeka. Inggris membantu Malayia mengirimkan pasukan ke Borneo. Saya yaitu  orang yang pertama kali menerima manuscript  Gilchrist. Saya melihat  manuscript  itu sudah tergeletak di meja kerja saya. manuscript  sudah dalam kondisi  terbuka, mungkin sebab  sudah dibuka oleh staf saya. berdasar keterangan saksi  laporan staf, surat itu dikirim oleh seorang kurir yang mengaku bernama Kahar Muzakar, tanpa identitas lain, tanpa alamat. Namun berdasarkan informasi  yang saya terima, surat ini  mulanya tersimpan di rumah Bill Palmer, seorang Amerika yang tinggal di Jakarta dan menjadi distributor film film Amerika. Rumah Bill Palmer sering dijadikan bulan bulanan demonstrasi pemuda dari berbagai golongan. Para pemuda itu menentang peredaran film  porno yang diduga diedarkan dari rumah Palmer. Isi manuscript  itu saya nilai sangat gawat. Intinya: Andrew Gilchrist melaporkan kepada atasannya di Kemlu Inggris yang mengarah pada dukungan Inggris untuk menggulingkan Presiden Soekarno. Di sana ada pembicaraan Gilchrist dengan seorang Koneksi  Amerikanya mengenai  persiapan suatu operasi militer di negara kita . Saya kutip salah satu paragraf yang berbunyi demikian: rencana ini cukup   dilakukan bersama  our local army friends.‘ Sungguh gawat. Sebelumnya sudah beredar buku yang berisi rencana Inggris dan AS untuk menyerang negara kita . Apalagi, pemerintah Inggris tidak pernah melontarkan bantahan, padahal sudah mengetahui  bahwa manuscript  rahasia itu beredar di negara kita . Saya selaku kepala BPI mengerahkan intelijen untuk mencek otentisitas manuscript  itu. Hasilnya memicu  saya percaya  bahwa manuscript  Gilchrist itu otentik. Akhirnya manuscript  ini  saya laporkan secara lengkap kepada Presiden Soekarno. Reaksinya, beliau terkejut. Berkali kali beliau bertanya kepercaya an saya terhadap keaslian manuscript  itu. Dan berkali kali juga  saya jawab percaya  asli. lalu  beliau memanggil para panglima untuk membahasnya. Dari reaksi sukarno  saya menyimpulkan bahwa manuscript  Gilchrist tidak saja mencemaskan, namun   juga membakar. 
sukarno  sebagai target operasi seperti merasa terbakar. Namun sebagai negarawan ulung, 
beliau sama sekali tidak menunjukkan tanda  kecemasan. berdasar keterangan saksi  penglihatan saya, tentu sukarno  cemas. Saya menyimpulkan, sukarno  sedang terbakar oleh provokasi itu. Terlepas dari asli tidaknya manuscript  itu, saya menilai bahwa ini yaitu  alat provokasi untuk memainkan TNI AD dalam situasi politik negara kita  yang memang tidak stabil. Saya mengatakan provokasi jika ditinjau dari dua hal. Pertama: isinya cukup   memicu  orang yang menjadi sasaran merasa ngeri.  manuscript  sengaja dibocorkan agar jatuh ke tangan pendukung pendukung sukarno  dan PKI. Bagaimana mungkin manuscript  rahasia seperti itu berada di rumah Palmer yang menjadi 
bulan bulanan demo pemuda. Apakah itu bukan suatu cara provokasi,  Saya katakan jika manuscript  Gilchrist sebagai usaha  provokasi, maka itu yaitu  provokasi  pertama. sedang  provokasi kedua yaitu  isu Dewan Jenderal. Jika diukur dari kebiasaan aktivitas terbuka, maka sumber utama dua alat provokasi itu memang cukup   rumit untuk dipastikan. Di sisi lain, Soeharto juga bermain dalam isu Dewan Jenderal. Beberapa waktu sebelum G30S meletus, Yoga diutus oleh Soeharto untuk menemui Mayjen S Parman guna menyampaikan saran agar Parman berhati hati sebab  isu bakal adanya penculikan terhadap jenderal jenderal sudah santer beredar. Namun tidak ada yang mengetahui  siapa yang menyebarkan isu seperti itu. Parman tidak terlalu serius menanggapi saran itu, sebab itu hanya isu. Parman bertanya kepada Yoga: Apakah pak Yoga sudah memiliki  bukti bukti,  Yang ditanya menjawab: Belum, pak. lalu  Parman menyarankan agar Yoga mencari bukti. Jangan hanya percaya isu sebelum ada bukti, kata Parman. Yoga menyanggupi akan mencarikan bukti. sesudah  G30S meletus, saya teringat saran Yoga kepada Parman itu. Yoga yaitu  anggota Trio 
Soeharto. Saya lalu  berhasil penelitian  bahwa informasi  yang disampaikan oleh Yoga kepada 
Parman itu bertujuan untuk mengetahui  reaksi Parman yang dikenal dekat dengan Yani. kabar  
ini  tentu untuk memancing, apakah Parman sudah mengetahui . Sekaligus  jika memungkinkan    mengungkap seberapa jauh atisipasi Parman terhadap isu ini . Dan sebab  Parman yaitu  
teman dekat Yani, reaksi Parman ini bisa disimpulkan sebagai mewakili persiapan Yani. Dengan reaksi Parman seperti itu, maka bisa disimpulkan bahwa Parman sama sekali tidak 
mengantisipasi arah selanjutnya jika seandainya Dewan Jenderal benar benar ada. Parman tidak 
siap meghadapi kemungkinan yang bakal terjadi selanjutnya. Ini juga bisa disimpulkan bahwa 
Yani juga tidak siap. Jika ini saya kaitkan dengan pertanyaan saya pada Yani soal isu Dewan 
Jenderal, maka jelas  bahwa Yani tidak memiliki  persiapan sama sekali. Intinya, kabar  dari Yoga 
kepada Parman berbalas kabar , sehingga kelompok Soeharto memperoleh  kabar  bahwa kelompok  Yani sama sekali belum siap mengantisipasi kemungkinan terjadinya penculikan. Lebih jauh, rencana Soeharto melakukan pergerakan  dengan memanfaatkan Kolonel Latief dan memanipulasi  kelompok Letkol Untung, belum tercium oleh kelompok lawan: Kelompok Yani. Jika seandainya pergerakan  gagal mencapai tujuan (khususnya bila Parman tidak berhasil dibunuh),  maka peringatan Yoga akan lain maknanya. Peringatan itu bisa berubah menjadi jasa Soeharto menyelamatkan Parman. Maka Soeharto tetap tampil sebagai pahlawan. Jadi tindakan Soeharto ini benar benar strategis. 
Apakah AS berperanserta  memlintir isu sakitnya Presiden dan Dewan Jenderal,  Sudah jelas AS takut negara kita  dikuasai oleh komunis. Dan sebab  sukarno  cenderung kiri, maka proyek mereka ada dua: hancurkan PKI dan gulingkan sukarno . Selain tidak suka pada sukarno , AS 
juga memiliki  kepentingan ekonomis di negara kita  dan secara umum di Asia. Sebagai gambaran: Malaysia hanya kaya akan karet dan timah; Brunei Darussalam hanya kaya minyak; sedang  
negara kita  memiliki segalanya di bidang tambang dan hasil bumi. Terlebih wilayahnya jauh lebih luas dibandingkan dengan Malaysia dan Brunei. Secara kongkrit bisnis minyak AS di negara kita  (Caltex) dan  beberapa perusahaan lainnya    bagi AS    harus aman. sebab  itu politik Bung Karno dianggap membahayakan kepentingan AS di negara kita . Namun mereka kesulitan mengubah sikap sukarno  yang tegas. Ada usaha  AS untuk membujuk sukarno  agar 
mengubah sikap politiknya namun   gagal. Secara politis sukarno  juga sangat kuat. Di dalam 
negeri sukarno  didukung oleh Angkatan Bersenjata dan PKI. Tak kalah pentingnya, rakyat 
sungguh kagum dan simpati terhadapnya. Di luar negeri ia memperoleh  dukungan dari negara 
negara Asia Tenggara dengan politik Non Bloknya.
Itulah sebabnya, secara intuitif saya percaya  bahwa AS ikut main di dua isu itu. Soal sakitnya 
Presiden, target mereka bukan menjebak PKI melakukan pergerakan     sehingga PKI masuk ladang pembantaian    sebab Aidit mengetahui  persis Presiden hanya demam . Plintiran isu ini  lebih untuk konsumsi publik. Jika suatu saat ada pergerakan  perebutan kekuasaan, maka akan terlihat  wajar bila pergerakan  itu dilakukan oleh PKI. Jika Presiden sakit keras, wajar PKI merebut 
kekuasaan, sebab  takut negara akan dikuasai oleh militer. Dan sebab  itu, wajar juga  jika PKI 
dihabisi oleh militer. Dewan Jenderal lebih banyak dimainkan oleh pemain lokal, meskipun AS 
bisa membantu dengan isu senjata dari RRT, Angkatan Kelima dan penolakan Yani terhadap 
Angkatan Kelima. namun   manuscript  Gilchrist jelas ada pemain Amerikanya. manuscript  itu 
awalnya disimpan di rumah warga Amerika Bill Palmer. manuscript  ini  berdasar keterangan saksi  saya otentik, namun mengapa dibocorkan,  Itu semua secara intiusi. Faktanya: pada pertengahan November 1965 AS mengirim bantuan obat obatan dalam jumlah besar ke negara kita . Bantuan ini  mengherankan saya. negara kita  tidak sedang dilanda gempa bumi. Juga tidak ada bencana atau perang . Yang ada yaitu  bahwa pada 1 Oktober 1965 terjadi pembantaian 6 jenderal dan seorang letnan. Seminggu sesudahnya, AD di bawah pimpinan Soeharto dan dibantu oleh para pemuda membantai PKI. Pada saat obat  obatan itu dikirim kira kira sudah 40 ribu anggota PKI dan simpatisannya dibunuh . Nah, di sinilah pengiriman obat obatan itu menjadi janggal. Suatu logika yang sangat aneh jika AS membantu obat obatan untuk PKI. Baru beberapa waktu lalu  saya memperoleh  laporan bahwa kiriman obat obatan itu hanya kamuflase; hanya sebuah selubung untuk menutupi sesuatu yang jauh lebih penting. sebetulnya  itu yaitu  kiriman senjata untuk membantu tentara dan pemuda membantai PKI. Sayangnya, pengetahuan  saya mengenai  hal ini sudah sangat terlambat. sukarno  sudah menjelang ajal politik. Paling tidak ini menambah kepercaya an saya bahwa AS ikut bermain dalam rangkaian G30S. Bagi AS, menghancurkan komunis di negara kita  sangat tinggi nilainya untuk menjamin dominasi AS diAsia Tenggara. Di sisi lain, reputasi mereka di bidang subversif sudah dibuktikan dengan tampilnya agen agen CIA yang berpengalaman menghancurkan musuh di berbagai negara, walaupun reputasi itu di dalam negeri malah dikecam  habis habisan oleh rakyat AS sendiri. Salah satu agen CIA yang andal yaitu  Marshall Green (Dubes AS untuk negara kita ). 
Reputasinya di bidang subversif tak diragukan lagi. Sebelum bekerja   di negara kita  ia yaitu  
Kuasa Usaha AS di Korea Selatan. Di sana ia sukses menjalankan misi AS membantu 
pemberontakan militer oleh Jenderal Park Chung Hee yang lalu  memimpin pemerintahan 
militer selama tiga dekade. Di negara kita  ia menggantikan Howard Jones menjelang meletusnya  G30S. Jadi pemain penting asing dalam drama 1 Oktober 1965 itu yaitu  Green dan Jones. Tentu CIA tidak dapat bekerja sendiri menghancurkan komunis di negara kita . Apalagi pada Februari 1965 AS memulai pemboman pertama di Vietnam Utara. Praktis konsentrasinya    khusus untuk penghancuran komunis    terbagi. Baik di negara kita  maupun Vietnam Utara, 
mereka butuh mitra lokal. Di negara kita  mereka merekrut Kamaruzaman yang lebih terkenal 
dengan panggilan Sjam sebagai spion. Sjam yaitu  tentara sekaligus orang PKI. Kedudukan Sjam di PKI sangat strategis yaitu sebagai Ketua Biro Khusus PKI yang bisa berhubungan langsung dengan Ketua PKI DN Aidit. Sebaliknya, para perwira kelompok kontra Dewan Jenderal memberi informasi  kepada saya bahwa Sjam sering memimpin rapat intern AD. Tidak jelas benar, apakah Sjam itu tentara yang disusupkan ke dalam tubuh PKI atau orang PKI yang 
disusupkan ke dalam AD. namun   jelas ia yaitu mitra lokal CIA. Dan CIA beruntung memiliki 
mitra lokal yang berdiri di dua kubu yang berseberangan. namun   permainan Sjam sangat kasar. Ingat pernyataannya bahwa pada tanggal 12 Agustus 1965 ia mengaku dipanggil oleh Aidit untuk membahas betapa seriusnya sakit Presiden. Juga Kemungkinan Dewan Jenderal mengambil tindakan segera jika Presiden meninggal. Itu 
dikatakan sesudah  Aidit dibunuh. Di pengadilan Sjam mengatakan bahwa perintah menembak 
para jenderal datang dari dia sendiri, namun itu atas perintah Aidit yang disampaikan kepadanya. 
Inilah satu  satunya pernyataan yang memberatkan Aidit selain keberadaan Aidit di Halim pada taggal 30 September 1965 tengah malam . Namun Aidit tidak sempat bicara sebab dia ditembak mati oleh Kolonel Yasir Hadibroto (kelak dijadikan Gubernur Lampung oleh Soeharto) beberapa hari sesudah  G30S di Boyolali, Jateng. Jika Sjam itu seorang tentara, ia ibarat martil. Keterangannya sangat menguntungkan pihak yang menghancurkan PKI. Namun sesudah  bertahun  tahun  berstatus 
tahanan, Sjam diadili dan dihukum mati. Keberpihakannya kepada PKI, AD dan AS akhirnya tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri. 
Ini yaitu  bagian yang mengungkap keterlibatan Soeharto dalam G30S. Dia menjalin hubungan 
dengan dua sahabat lama    Letkol TNI AD Untung Samsuri dan Kolonel TNI AD Abdul Latief    
beberapa waktu sebelum meletus G30S. Untung kelak menjadi komandan pasukan yang 
menculik dan membunuh 7 perwira, sedang  Latief hanya dituduh terlibat dalam peristiwa itu. 
Untung yaitu  anak buah Soeharto saat  Soeharto masih menjabat sebagai Panglima Divisi 
Diponegoro, Jateng. Untung bertubuh agak pendek namun berjiwa pemberani. Selama beberapa bulan berkumpul dengan saya di Penjara Cimahi, Bandung, saya mengetahui  persis bahwa Untung tidak menyukai politik. Ia yaitu  tipe tentara yang loyal kepada atasannya, biasanya   sikap prajurit sejati. Kepribadiannya polos dan jujur. Ini terbukti dari fakta bahwa sampai beberapa saat sebelum dieksekusi, dia masih tetap percaya bahwa vonis hukuman mati terhadap dirinya tidak mungkin dilaksanakan. Percayalah, pak Ban, vonis buat saya itu hanya sandiwara, katanya suatu hari pada saya. Kenapa begitu,  sebab  ia percaya pada Soeharto yang mendukung tindakannya: membunuh para jenderal. Soal ini akan dibeberkan di bagian lebih lanjut. Sekitar akhir 1950 an Soeharto dan Untung pisah kesatuan. Namun pada tahun  1962 mereka berkumpul lagi. Mereka dipersatukan oleh misi  merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Saat itu Soeharto yaitu  Panglima Komando Mandala, sedang  Untung yaitu  anak buah Soeharto yang bekerja   di garis depan. Dalam misi  itulah keberanian Untung tampak menonjol: ia memimpin kelompok kecil pasukan yang bertempur di hutan belantara Kaimana. Operasi pembebasan Irian akirnya sukses. Pada tanggal 15 Oktober 1962 Belanda menyerahkan Irian kepada PBB. lalu  pada tanggal 1 Mei 1963 Irian diserahkan oleh PBB ke pangkuan RI. Keberanian Untung di medan perang  sampai ke telinga Presiden. sebab  itu Untung dianugerahi Bintang Penghargaan oleh Presiden Soekarno sebab  keberaniannya. sesudah  itu Untung dan Soeharto berpisah lagi dalam hubungan garis komando. Presiden  Soekarno menarik Untung menjadi salah satu komandan Batalyon Kawal Istana, Cakra Bhirawa. sedang  Soeharto akhirnya menjadi Pangkostrad. Namun misi  baru Untung itu memicu  Soeharto marah. Soeharto ingin merekrut Untung masuk ke Kostrad menjadi anak buahnya, 
sebab  ia mengetahui  bahwa Untung itu pemberani. namun   apa mau dikata, Presiden sudah terlanjur menarik Untung ke dalam pasukan elite kawal Istana. Soeharto hanya bisa kecewa. Saat itu konflik sukarno  dan PKI di satu sisi dengan para pimpinn AD di sisi lain belum terlalu 
tajam. Dalam perkembangannya, konflik sukarno  dan PKI dengan AD itu semakin memuncak. Konflik itu diikuti oleh polarisasi kekuatan politik dan militer yang semakin meningkat, sehingga dapat disimpulkan bahwa saat  waktu konflik bisa mengarah ke  kondisi yang mengkhawatirkan. 
Sebab sukarno  yaitu  pemimpin yang kharismatik yang didukung oleh rakyat dan sebagian 
besar perwira Angkatan Bersenjata, kecuali sebagian kecil perwira AD. Di sisi lain, PKI    seperti sudah saya sebutkan di muka    saat itu memiliki massa dalam jumlah sangat besar. Bisa 
dibayangkan apa yang bakal terjadi jika konflik ini semakin tajam. Nah, saat konflik meningkat 
itulah justru Soeharto bersyukur bahwa Untung menjadi salah satu komandan Batalyon Kawal 
Istana Cakra Bhirawa. Kedudukan Untung di sana menjadi titik strategis dipandang dari sisi 
Soeharto yang menunggu saat saat  untuk merebut kekuasaan negara. Maka hubungan 
Soeharto Untung kembali membaik, meskipun beberapa waktu sebelumnya Soeharto sempat 
marah dan membenci Untung. Bukti membaiknya hubungan itu yaitu  bahwa beberapa waktu 
lalu , di akhir 1964, Untung menikah di Kebumen dan Soeharto bersama istrinya, Ny. Soehartinah (Tien) menghadiri  resepsinya di Kebumen. 
Seorang komandan menghadiri  pernikahan bekas anak buah yaitu  hal yang sangat wajar, 
memang. namun   jarak antara Jakarta Kebumen tidak dekat. Apalagi saat itu sarana transportasi 
dan terutama kondisi jalan sangat tak memadai. Jika tak benar  benar sangat penting, tidak 
mungkin Soeharto bersama istrinya menghadiri  pernikahan Untung. Langkah Soeharto 
mendekati Untung ini terbaca di kalangan elite politik dan militer saat itu, namun   mereka hanya 
sekadar heran pada perhatian Soeharto terhadap Untung yang begitu besar. Di sisi lain, Soeharto 
juga membina persahabatan lama dengan Kolonel Abdul Latief yang juga bekas anak buahnya di 
Divisi Diponegoro. Latief yaitu  juga seorang tentara pemberani. Ia yaitu  juga seorang yang 
saya nilai jujur. Namun, berbeda dengan Untung, Latief mengantongi rahasia skandal Soeharto 
dalam Serangan Oemoem 1 Maret 1949 di Yogya. Dalam serangan itu Belanda diusir dari Yogya 
(saat  itu ibu kota RI) hanya dalam waktu enam jam. Itu sebabnya serangan ini disebut juga 
Enam jam di Yogya, yang dalam sejarah disebut sebagai Operasi Janur Kuning sebab  saat 
operasi dilaksanakan semua pasukan yang berjumlah sekitar 2000 personil (termasuk pemuda gerilyawan) diharuskan mengenakan janur kuning (sobekan daun kelapa) di dada kiri sebagai tanda. Yang tidak mengenakan tanda khusus ini bisa dianggap sebagai mata mata Belanda dan tidak salah jika ditembak mati. Soeharto (di hari berikutnya ) mengklaim keberhasilan mengusir  Belanda itu atas keberaniannya. Serangan Oemoem 1 Maret 1949 itu katanya, yaitu  ide dia. Soal ini sudah diungkap di berbagai buku, bahwa serangan ini  yaitu  ide Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Soeharto yaitu  komandan pelaksana serangan. Namun bagi Latief  persoalan ini terlalu tinggi. Latief hanya merupakan salah satu komandan kompi. Hanya saja sebab  dia kenal Soeharto saat  masih sama sama di Kodam Diponegoro, ia dekat dengan 
Soeharto. Letief tidak bicara soal ide serangan. Ia hanya bicara soal teknis pertempuran. Tentara kita menyerbu kota dari berbagai penjuru mulai pukul 06.00 WIB, persis saat sirene berbunyi tanda jam tengah malam  berakhir. Diserbu mendadak oleh kekuatan yang begitu besar, Belanda terkejut. Perlawanan mereka sama sekali tidak berarti bagi pasukan kita. Mereka sudah kalah strategi, diserang mendadak dari berbagai penjuru kota oleh pasukan yang jumlahnya demikian banyak. Tangsi tangsi Belanda banyak yang berhasil direbut tentara kita. Namun Belanda sempat minta bantuan pasukan dari kota lain. Walaupun bala bantuan pasukan Belanda datang agak terlambat, namun mereka memiliki persenjataan yang lebih baik dibanding tentara kita. Mereka juga mengerahkan kendaraan lapis baja. Pada saat itulah terjadi pertempuran hebat di seantero Yogyakarta. Pada scope lebih kecil, kelompok pasukan pimpinan Latief kocar kacir digempur serangan balik pasukan Belanda. Dalam kondisi seperti itu Latief memerintahkan pasukannya mundur ke Pangkalan Kuncen sambil tetap berusaha  memberikan tembakan balasan. sesudah  di garis belakang, Latief memeriksa sisa pasukan. Ternyata tinggal 10 orang tentara. Di saat mundur tadi sekilas diketahui  12 orang terluka dan 2 orang gugur di tempat. Mereka yang luka dengan terpaksa  ditinggal di medan pertempuran, sehingga kemungkinan besar juga tewas, sedang  pemuda gerilyawan (juga di bawah kompi Latief) yang tewas 50 orang. Nah, saat Latief bersama sisa pasukannya berada di garis belakang itulah mereka bertemu  Soeharto. Apa yang sedang dilakukan Soeharto,  Dia sedang santai makan soto babat, kata  Latief. saat  itu perang  sedang berlangsung. Ribuan tentara dan pemuda gerilyawan tengah beradu nasib menyabung nyawa, merebut tanah yang diduduki oleh penjajah. Toh, Latief dengan sikap tegap prajurit melapor kepada Soeharto mengenai  kondisi pasukannya. Soeharto ternyata juga tidak berbasa basi contohnya  menawari Latief dan anak buahnya makan. Sebaliknya Soeharto langsung memerintahkan Latief bersama sisa pasukannya untuk menggempur belanda yang ada di sekitar Kuburan Kuncen, tidak jauh dari lokasi mereka. Belanda akhirnya berhasil diusir dari Yogyakarta dalam tempo enam jam. Secara keseluruhan  dalam pertempuran itu pasukan kita menang, meskipun dalam scope kecil pasukan pimpinan  Latief kocar kacir. Komandan dari seluruh pasukan itu yaitu  Soeharto yang    boleh saja    menepuk dada membanggakan keberaniannya. Bahkan Soeharto lalu  bertindak jauh lebih  berani lagi dengan mengakui bahwa ide serangan itu dalah idenya (yang kini terbukti tidak 
benar). Namun soal Soto babat menjadi skandal tersendiri bagi figur seorang komandan pasukan 
tempur di mata Latief. Dan skandal ini diungkap oleh Latief pada saat dia diadili di Mahkamah 
Militer dengan tuduhan terlibat G30S. Kendati begitu, skandal ini tidak menyebar sebab  saat itu 
Soeharto sudah berkuasa. Soeharto sudah menjadi pihak yang menang dan Latief menjadi pihak  yang kalah. Apa pun informasi  dari pihak yang kalah sudah pasti disalahkan oleh pihak yang  menang.  sesudah  Serangan Oemoem 1 Maret, Soeharto Latief pisah kesatuan. Soeharto akhirnya menjadi  Pangkostrad, sementara Latief akhirnya menjadi Komandan Brigade Infanteri I Jaya Sakti,  Kodam Jaya. Posisi Latief cukup   strategis. Maka Soeharto kembali membina hubungan lama  dengan Latief . Jika Untung didatangi oleh Soeharto saat menikah di Kebumen, Latief juga didatangi di rumahnya oleh Soeharto dan istrinya saat Latief mengkhitankan anaknya. Saya menilai, Soeharto mendekati Latief dalam usaha  sedia payung sebelum hujan, sebab suatu saat  nanti Latief akan dimanfaatkan oleh Soeharto.  Kini cerita lama terulang kembali. Jika dahulu  Soeharto membentuk trio bersama Yoga Soegama dan Ali Moertopo, kini bersama Untung dan Latief. Semuanya teman teman lama Soeharto 
saat  masih di Jawa Tengah. namun   trio kali ini (bersama Untung dan Latief) memiliki posisi 
strategis yang lebih tinggi dibanding yang dahulu : Untung yaitu  orang dekat Presiden. Latief 
yaitu  orang penting di Kodam Jaya yang menjaga keamanan Jakarta. Targetnya jelas: menuju 
ke Istana. Tidak ada orang yang bisa membaca konspirasi trio ini  saat itu sebab  selain trio 
ini tidak meledak ledak, mereka juga tidak berada di posisi tertinggi di jajaran militer. Namun 
saya sebagai orang terdekat sukarno  sudah memiliki  feeling bahwa persahabatan mereka bisa menggoyang Istana. Paling tidak mereka bisa memperkuat apa yang sudah dirintis oleh Nasution, yaitu : menciptakan Negara dalam Negara. Sebab konflik antara sukarno  dan AD sudah semakin tajam. Selain membentuk trio, Soeharto juga dekat dengan Brigjen Soepardjo (berasal dari Divisi Siliwangi yang lalu  ditarik Soeharto ke Kostrad menjabat PangKopur II). 
Pertengahan September 1965 suhu politik di Jakarta mulai panas. sebab  hubungan persahabatan    di luar jalur komando    Latief menemui Soeharto. Inilah pertemuan pemting pertama antara Soeharto dan Latief menjelang G30S. Saat itu isu dewan Jenderal sudah menyebar. Begitu  mereka bertemu, Latief melaporkan isu ini  kepada Soeharto. Ternyata Soeharto menyatakan  bahwa ia sudah mengetahui . Beberapa hari yang lalu saya diberitahu   hal itu oleh seorang teman AD dari 
Yogya bernama Soebagyo, katanya. Tidak jelas siapa Soebagyo. Namun berdasar keterangan saksi  Latief, Soebagyo yaitu  tentara teman mereka saat  masih sama sama di Divisi Diponegoro. Pada saat yang hampir bersamaan, pada 15 September 1965 Untung mendatangi Soeharto. Untung juga melaporkan adanya Dewan Jenderal yang akan melakukan gerakan gerakan . Berbeda dengan Latief, Untung menyatakan bahwa ia memiliki  rencana akan mendahului pergerakan  Dewan Jenderal dengan menangkap mereka lebih dahulu , sebelum mereka melakukan kudeta. Untung memang merupakan pembantu setia sukarno . Dalam posisinya sebagai salah satu komandan Pasukan Kawal Istana Cakra Bhirawa, sikapnya sudah benar. Apa jawab Soeharto,  Bagus jika  kamu memiliki  rencana begitu. Sikat saja, jangan ragu ragu, kata Soeharto. Malah Soeharto menawarkan bantuan pasukan kepada Untung: jika  perlu bantuan pasukan, akan saya bantu, katanya. Untung gembira memperoleh  dukungan. Ia menerima tawaran bantuan ini . Dan Soeherto juga tidak main main: Baik. Dalam waktu 
secepatnya akan saya datangkan pasukan dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, katanya. 
Harap dicatat: pertemuan Soeharto dengan Latief tidak berkaitan dengan pertemuan Soeharto 
dengan Untung. Saya lupa lebih dahulu  mana, antara Latief bertemu Soeharto dengan Untung 
bertemu Soeharto. Yang pasti itu terjadi di pertengahan bulan September 1965. Pada awalnya hubungan Soeharto Untung terpisah dari hubungan Soeharto Latief dalam hal Dewan Jenderal. Namun mereka sama sama dari Kodam Diponegoro. Hubungan Untung Latief juga terjalin baik meskipun sudah berpisah kesatuan. Akhirnya mereka mengetahui  bahwa Soeharto mendukung pergerakan  menangkap Dewan Jenderal. Bantuan Soeharto ternyata dibuktikan. Beberapa hari sebelum 1 Oktober 1965, atas perintah Soeharto didatangkan beberapa batalyon pasukan dari Semarang, Surabaya dan Bandung. Perintahnya berbunyi: Pasukan harus tiba di Jakarta dengan 
perlengkapan tempur Siaga I. lalu  secara bertahap pasukan tiba di Jakarta sejak 26 September 1965. Jelas, pasukan ini didatangkan khusus untuk menggempur Dewan Jenderal. Dalam komposisi pasukan penggempur Dewan Jenderal itu, dua pertiganya yaitu  pasukan Soeharto dari daerah dan Kostrad. sesudah  G30S meletus dan Soeharto balik menggempur pelakunya, lalu  ia menuduh pergerakan  itu didalangi PKI. Soeharto memicu  aneka cerita bohong. Soal kedatangan pasukan dari Bandung, Semarang dan Surabaya itu dikatakan untuk persiapan upacara Hari ABRI 5 Oktober. Dari segi logika sudah tidak rasional. Rombongan pasukan tiba di Jakarta sejak 26 September 1965 dengan persiapan tempur Siaga I. Ini jelas tidak masuk akal  jika dikaitkan dengan Hari ABRI. Yang terpenting: dari laporan intelijen yang saya terima dan dikuatkan dengan cerita Untung pada saya saat  kami sudah sama sama dipenjara, pasukan 
bantuan Soeharto itu dimaksudkan untuk mendukung Untung yang akan menggempur Dewan  Jenderal. Ini sudah dibahas oleh Untung dan Soeharto. Pertemuan penting kedua Soeharto Latief terjadi dua hari menjelang 1 Oktober 1965. Pertemuan  dilakukan di rumah Soeharto di Jalan H Agus Salim. Berdasarkan cerita Latief kepada saya pada saat kami sama sama dipenjara, saat  itu ia melaporkan kepada Soeharto bahwa Dewan 
Jenderal akan melakukan kudeta terhadap Presiden. Dan Dewan Jenderal akan diculik oleh 
Pasukan Cakra Bhirawa. Apa reaksi Soeharto,  Dia tidak bereaksi. namun  sebab  saat itu ada tamu 
lain di rumah pak Harto, maka kami beralih pembicaraan ke soal lain, soal rumah, kata Latief. 
Pertemuan terakhir Soeharto Latief terjadi persis pada tanggal 30 September 1965 tengah malam  hari pukul 23.00 WIB di RSPAD Gatot Subroto. Saat itu Soeharto menunggu anaknya Hutomo 
Mandala Putera (Tommy Soeharto) yang ketumpahan sup panas dan dirawat di sana. Kali ini Latief melaporkan penculikan para jenderal akan dilaksanakan pukul 04.00 WIB (sekitar lima 
jam lalu ). Kali ini juga tidak ditanggapi oleh Soeharto. sebetulnya  yang akan melapor 
kepada Soeharto saat itu tiga orang, yaitu  Latief, Brigjen Soepardjo dan Letkol Untung. Sebelum 
Latief menghadap Soeharto, Latief lebih dahulu  bertemu dengan Soepardjo dan Untung. Soepardjo 
dan Untung datang ke rumah saya tengah malam  itu (30 September 1965) pada pukul 21.00 WIB. 
Soepardjo sedang ada urusan, sedang  Untung kurang berani bicara pada Soeharto. Soepardjo 
lalu  mengatakan pada saya: Sudahlah Tif (panggilan Latief), kamu saja yang menghadap. 
Katakan ke pak Harto, kami sedang ada urusan, kata Latief menirukan ucapan Soepardjo. 
sesudah  Latief bertemu Soeharto, ia lalu  kembali menemui Soepardjo dan Untung yang 
menunggu di suatu tempat. Latief dengan wajah berseri seri melaporkan kepada teman temannya 
bahwa Soeharto berada di belakang mereka. Saya ulangi: Pada sekitar pukul 01.00 WIB 1 
Oktober 1965, kata Latief kepada Soepardjo dan Untung: Soeharto berada di belakang mereka. 
Beberapa jam lalu  pasukan bergerak mengambil para jenderal. Ada yang menarik dari 
pengakuan Soeharto soal pertemuan terakhir dirinya dengan Latief pada tanggal 30 September 
1965 tengah malam  di RSPAD Gatot Subroto itu. Ia bercerita kepada dua pihak: Pertama kepada 
wartawan Amerika Serikat bernama Brackman, pada tahun  1968. Saat itu ia ditanya oleh 
Brackman mengapa Soeharto tidak termasuk dalam daftar jenderal yang akan diculik. 
Kepada Brackman dikatakan demikian: Memang benar dua hari sebelum 1 Oktober 1965 anak 
laki laki  saya yang berusia 3 tahun  (Hutomo Mandala Putera alias Tommy Soeharto) ketumpahan sup panas. Dia lalu  dibawa ke RSPAD Gatot Subroto. Pada 30 September 1965 banyak kawan kawan saya menjenguk anak saya dan saya juga berada di RSPAD. Di antara yang datang yaitu   Latief yang menanyakan kondisi anak saya. Saat itu saya sangat terharu atas keprihatinannya pada anak saya. namun   ternyata Latief yaitu  orang penting dalam gerakan gerakan  yang terjadi. Jadi jelas Latief datang ke RSPAD bukan untuk menengok anak saya, namun   untuk memeriksa  keberadaan saya. Untuk membuktikan keberadaan saya, benarkah saya di RSPAD Gatot Subroto,  Ternyata Memang begitu adanya: saya di RSPAD Gatot Subroto hingga tengah tengah malam , lalu  pulang  ke rumah. Pada Juni 1970 Soeharto diwawancarai oleh wartawan Der Spiegel, Jerman. Der Spiegel juga mengajukan pertanyaan yang sama dengan Brackman: Mengapa Soeharto tidak termasuk dalam daftar perwira AD yang diculik pada tanggal 1 Oktober 1965,  Soeharto mengatakan kepada Der Spiegel demikian: Latief datang ke RSPAD pukul 23.00 WIB bersama komplotannya. Tujuannya untuk membunuh saya. namun   itu tidak dilakukan, sebab ia khawatir membunuh saya di tempat umum.  Saat G30S meletus saya tidak berada di Jakarta. Saya melaksanakan misi  keliling daerah yang disebut Turba (Turun ke bawah). Pada 28 September 1965 saya berangkat ke Medan, Sumatera Utara. Beberapa waktu sebelumnya saya keliling Jawa Timur dan negara kita  Timur. Saat ke Medan rombongan saya berangkat bersama rombongan Laksamana Muda Udara Sri Muljono Herlambang. Misinya yaitu  mematangkan Kabinet Dwikora. Namun lalu  kami berpisah. Rombongan Sri Muljono berangkat ke Bengkulu dan Padang, rombongan saya ke Medan. Pada tanggal 2 Oktober saya ditilpun langsung oleh Presiden Soekarno dan diberitahu   kejadian sehari sebelumnya. Dan hari itu juga saya diperintahkan untuk segera ke Jakarta. Ada pesan Presiden agar saya berhati hati: Awas, Ban, hati hati. Pesawatmu bisa ditembak jatuh, pesan Presiden. namun   saya tetap kembali ke Jakarta dengan pesawat. Saya tentu saja sempat was was, sebab yang mengingatkan saya bukan orang sembarangan. Begitu tiba di Jakarta, saya langsung menuju Istana Bogor menemui Presiden Soekarno. Beberapa waktu lalu  saya mengetahui  
alasan kenapa sukarno  memperingatkan saya agar saya hati hati. Sebabnya yaitu  saat Sri 
Muljono menuju ke Jakarta, pesawatnya ditembaki di kawasan Tebet sehingga pesawat berputar putar mencari tempat landasan. Akhirnya pesawat mendarat secara darurat di dekat Bogor. 
Saat saya tiba di Bogor, suasana sudah jauh berubah dibanding sebelum saya berangkat ke 
Medan. Wajah sukarno  tampak tegang. Leimena dan Chaerul Saleh sedang mendiskusikan 
berbagai hal. Saya memperoleh  laporan bahwa pada saat itu sukarno  sudah berada dalam 
tawanan Soeharto. sukarno  tidak diperbolehkan meninggalkan Istana Bogor. Sehari sebelumnya, peristiwa hebat terjadi di Jakarta. Tujuh perwira AD diculik yang lalu  dibunuh pada dini hari. Saya memperoleh  laporan dari para Koneksi  dan para intel anak buah saya di BPI. Sampai berhari hari lalu  saya terus mengumpulkan informasi  dari para Koneksi  dan anak buah saya. Rangkaian informasi  yang saya terima mengenai  kejadian seputar 30 September  1965 hingga pembunuhan para jenderal itu sebagian saya catat, sebagian tidak. Saya masih ingat hampir seluruhnya. Semua informasi  yang saya terima, termasuk berbagai gejala yang sudah saya ketahui  sebelumnuya, dapat saya ungkapkan di sini. Namun paparan saya akan terasa kurang memicu  kenangan yang kuat jika tidak dibandingkan dengan sejarah versi Orde Baru. Itu sebabnya, di beberapa bagian saya kutip sebagian cerita versi Soeharto sebagai pembanding. Pada tanggal 29 September 1965 pagi hari, Panglima AU Oemar Dhani melaporkan kepada Presiden Soekarno mengenai  banyaknya pasukan yang datang dari daerah ke Jakarta. Beberapa waktu sebelumnya, saya melaporkan kepada sukarno  adaya sekelompok perwira AD yang tidak puas terhadap Presiden    yang menamakan diri Dewan Jenderal    termasuk bocoran rencana Dewan Jenderal membentuk kabinet. Saya juga melapor mengenai  manuscript  Gilchrist. Semua laporan bertumpuk menjadi satu di benak sukarno . Dengan akumulasi aneka laporan yang mengarah pada suatu peristiwa besar itu, saya percaya  sukarno  masih bertanya tanya, apa gerangan yang bakal terjadi. berdasar keterangan saksi  pengakuan Soeharto, menjelang dini hari 1 Oktober 1965 ia meninggalkan anaknya di RSPAD Gatot Subroto dan pulang  ke rumahnya di Jalan H Agus Salim. berdasar keterangan saksi nya, saat 
meninggalkan RSPAD itu ia sendirian (tanpa pengawal) dengan mengendarai jeep Toyota. Dari 
RSPAD mobilnya melewati depan Makostrad, lalu  masuk ke Jalan Merdeka Timur. Ia mengaku di sana sempat merasakan suasana yang tidak biasa. Di sekitar Jalan Merdeka Timur 
berkumpul banyak pasukan, namun   Soeharto terus berlalu dan tidak menghiraukan puluhan 
pasukan yang berkumpul di Monas. sesudah  itu Soeharto mengaku pulang  ke rumah dan tidur (ini 
dikatakan Soeharto di beberapa kesempatan terbuka). lalu  pagi harinya pukul 05.30 WIB dia 
mengaku dibangunkan oleh seorang tetangganya dan diberitahu   bahwa baru saja terjadi 
penculikan terhadap para jenderal. sesudah  itu saya langsung menuju ke markas Kostrad, kata 
Soeharto. Pengakuan Soeharto itu luar biasa aneh: . di saat Jakarta dalam kondisi sangat tegang ia menyetir mobil sendirian, tanpa pengawal. 
Jangankan dalam situasi seperti itu, dalam kondisi biasa saja ia selalu dikawal. . ia melewati Jalan Merdeka Timur dan mengaku melihat puluhan prajurit berkumpul dan merasakan sesuatu yang tidak biasa, namun   tidak dia hiraukan. Sebagai seorang komandan pasukan, tidakkah dia ingin mengetahui  apa yang akan dilakukan oleh puluhan prajurit yang berkumpul 
pada tengah tengah malam  seperti itu,  . pada pagi hari 1 Oktober 1965 pukul 05.30 WIB siapa yang bisa mengetahui  bahwa baru saja 
terjadi penculikan terhadap para jenderal,  Saat itu belum ada berita televisi seperti sekarang 
(semisal Liputan 6 Pagi SCTV) yang dengan cepat bisa memberitakan suatu kejadian beberapa 
jam sebelumnya. Radio RRI saja baru memberitakan peristiwa itu pada pukul 07.00 WIB. 
Yang sebetulnya  terjadi: Soeharto sudah mengetahui  bahwa pasukan yang berkumpul di dekat Monas itu akan bergerak mengambil para anggota Dewan Jenderal. Toh dia sendiri yang mendatangkan sebagian besar (kira kira dua pertiga) pasukan ini  dari Surabaya, Semarang dan Bandung. Ingat: Soeharto menawarkan bantuan pasukan yang diterima dengan senang hati oleh Untung. Pasukan dari daerah dengan perlengkapan tempur Siaga I itu bergabung dengan Pasukan Kawal  Istana Cakra Bhirawa pimpinan Untung. Mereka berkumpul di dekat Monas. Selain itu, beberapa jam sebelumnya Soeharto menerima laporan dari Latief bahwa pasukan sudah dalam kondisi  siap mengambil para jenderal. Maka wajar saja tengah tengah malam  itu Soeharto mengendarai jeep  sendirian, meskipun Jakarta dalam kondisi sangat tegang. Malah ia dengan tenangnya melewati  tempat berkumpulnya pasukan yang beberapa saat lagi berangkat membunuh para jenderal. Bagi 
Soeharto tidak ada yang perlu ditakutkan. Ia justru melakukan kesalahan fatal dengan 
mengatakan kepada publik bahwa ia sempat melihat sekelompok pasukan berkumpul di dekat 
Monas dan ia membiarkan saja. Jika ia memposisikan diri sebagai orang yang tidak mengetahui  rencana pembunuhan para jenderal, mestinya ia tidak menyatakan seperti itu dalam buku biografinya dan  di berbagai kesempatan terbuka. Dengan pernyataannya membiarkan pasukan bergerombol di dekat Monas, bisa menyeret dirinya dalam kesulitan besar. Masak seorang Panglima Kostrad membiarkan sekelompok pasukan bergerombol di dekat Monas pada tengah tengah malam , padahal dia 
melihatnya sendiri. Yang sebetulnya  terjadi yaitu  bahwa tengah tengah malam  itu ia tidak pulang  ke rumah seperti ditulis dalam buku biografinya. Yang benar: sesudah  melewati Jalan Merdeka Timur dan melihat persiapan sekumpulan  pasukan, ia lalu  menuju ke Markas Kostrad. Di Makostrad ia memberi pengarahan kepada beberapa  pasukan bayangan dan operasi Kostrad yang mendukung pergerakan  pengambilan para jenderal. Dengan kronologi yang sebetulnya  ini, maka seharusnya tidak perlu ada cerita Soeharto pulang  ke rumah lalu  tidur. Dengan pengakuannya itu Soeharto rupanya ingin menunjukkan seolah olah ia jujur dengan 
mengatakan bahwa pada dini hari 1 Oktober 1965 ia memang berada di Makostrad. namun  
prosesnya dari RSPAD, pulang  dahulu , lalu  tidur, dibangunkan tetangga dan diberitahu   ada 
penculikan pukul 05.30 WIB, baru lalu  berangkat ke Makostrad. jika  Soeharto memposisikan diri sebagai orang yang tidak bersalah dalam G30S, maka pengakuannya itu merupakan kesalahan yang sangat fatal. Sebab tidak mungkin ada orang yang tinggal di Jalan H Agus Salim (tetangga Soeharto) mengetahui  ada penculikan para jenderal dan membangunkan  tidur Soeharto pada pukul 05.30 WIB. Padahal penculikan dan pembunuhan para jenderal baru terjadi beberapa menit sebelumnya, sekitar pukul 04.00 WIB. Satu pertanyaan sangat penting dari tragedi pagi buta 1 Oktober 1965 yaitu  mengapa para jenderal itu tidak dihadapkan kepada Presiden Soekarno. Logikanya jika anggota Dewan Jenderal diisukan akan melakukan kudeta, mestinya dihadapkan ke Presiden Soekarno untuk diminta penjelasannya mengenai  isu rencana kudeta. Masalahnya tentu bakal menjadi lain jika para jenderal tidak dibunuh, namun   diajukan kepada Presiden untuk konfirmasi. Namun G30S sebagai suatu kekuatan sebetulnya  sudah ditentukan jauh sebelum peristiwanya meletus. Dari perspektif Soeharto, masa hidup pergerakan  ini tidak ditentukan oleh kekuatannya melainkan oleh masa kegunaannya. sesudah  para jenderal dibunuh , maka habislah masa kegunaan G30S. Dan sejak itu juga  masa hidupnya harus diakhiri. Meskipun Untung, Latief dan Soepardjo berusaha  ingin mempertahankan kelanggengan G30S, namun   umurnya hanya beberapa jam saja. sesudah  itu pelakunya diburu dan dihabisi. Soeharto dengan melikuidasi G30S memicu  kesan bahwa ia setia kepada atasannya, Yani dan teman teman jenderal yang dibunuh. Ia tampil sebagai pahlawan. Soal Mengapa Dewan Jenderal diculik, bukan dihadapkan ke Presiden, ada pengakuan dari salah satu pelaku penculikan. Menur ut Serma Boengkoes (Komandan Peleton 
Kompi C Batalyon Kawal Kehormatan) yang memimpin prajurit penjemput Mayjen MT 
Haryono, di militer tidak ada perintah culik. Yang ada yaitu  tangkap atau hancurkan. Perintah 
yang saya terima dari Komandan Resimen Cakra Bhirawa Tawur dan Komandan Batalyon 
Untung yaitu  tangkap para jenderal itu, kata Boengkoes sesudah  ia bebas dari hukuman. 
Namun MT Haryono dengan terpaksa  dibunuh sebab rombongan pasukan tidak diperbolehkan masuk  rumah oleh istri MT Haryono. Sang istri curiga, suaminya dipanggil Presiden kok dini hari. 
sebab  itu pintu rumah ini  didobrak dan MT Haryono tertembak. Tidak jelas apakah 
Haryono langsung tewas di tempat atau dibunuh lalu  sesudah  semua jenderal dikumpulkan 
di Pondok Gede (Lubang Buaya). sedang  saat dijemput oleh beberapa  pasukan di rumahnya, Letjen A Yani terkejut. Bukan sebab  penjemputnya pasukan berseragam loreng, namun   sebab  pada hari itu ia memang 
dijadwalkan untuk menghadap Presiden Soekarno di Istana Merdeka, pada pukul 08.00 WIB. 
Presiden sedianya akan bertanya kepada Yani soal Angkatan Kelima. Yani menolak ide Presiden 
mengenai  Angkatan Kelima sejak beberapa waktu sebelumnya. Malah sudah beredar isu bahwa 
Yani akan digantikan oleh wakilnya yaitu Gatot Subroto.  Dengan dijemput tentara dini hari mungkin Yani merasa pertemuan dengan Presiden Soekarno diajukan beberapa jam. Ia dibangunkan dari tidurnya oleh istrinya dan masih mengenakan 
piyama. Meskipun kedatangan tentara penjemputnya memicu  kegaduhan di keluarga Yani  yang terkejut, namun Yani berdasar keterangan saksi . Ia menyatakan kepada penjemputnya akan ganti pakaian. namun   saat  tentara penjemputnya menyatakan Tidak perlu ganti baju, jenderal, maka sesaat  Yani menempeleng tentara ini . Perkataan prajurit seperti itu terhadap jenderal memang sudah luar biasa tidak sopan. lalu  Yani masuk ke kamar untuk ganti pakaian. Yani diberondong tembakan. 
Untuk penculikan para jenderal yang lain mungkin cerita saya mirip dengan yang sudah banyak 
ditulis di berbagai buku, baik versi Orde Baru maupun buku yang terbit sesudah  Soeharto 
tumbang. Kurang lebih mirip seperti itu sehingga tidak perlu saya ceritakan lagi. Yang penting, peristiwa berdarah di pagi buta pada tanggal 1 Oktober 1965 (G30S) itu sampai kini masih ditafsirkan secara berbeda beda, baik di dalam maupun di luar negeri. namun   jelas substansi peristiwa itu tidak seperti mitos yang dibuat AD yaitu  percobaan kudeta yang didalangi oleh PKI. Versi AD ini sama sekali tidak benar. Peristiwa itu merupakan provokasi yang didalangi oleh jenderal jenderal fasis AD didukung dengan baik oleh imperialisme internasional. Peristiwa itu yaitu  provokasi yang dimanipulasi  secara licik dan efektif dan  dikelola secara maksimal oleh seorang fasis berbaju kehalusan feodal Jawa yang haus kekuasaan dan harta. Dialah Panglima Kostrad Mayjen Soeharto. Pada sisi intern, peristiwa itu bukan hanya merupakan puncak manifestasi konflik antara pimpinan AD dan PKI, namun   juga pertikaian  antara pemimpin politik konservatif dengan aspirasi kapitalisme yang pembangunannya bergantung pada imperialisme internasional di satu fihak, melawan PKI dengan prinsip politik anti  imperialisme dengan aspirasi negara yang merdeka penuh dan demokrasi berkeadilan sosial di pihak lain. Peristiwa itu yaitu  puncak kelicikan  para pemimpin politik konsevatif yang mengklaim sebagai paling demokrat dari sistim demokrasi parlementer. Mereka berhadapan dengan kemajuan kemajuan pesat PKI yang dicapai secara damai dalam sistim demokrasi liberal. Dari konflik ini  para pimpinan AD dan sekutunya lalu  mencabut hak hidup PKI dengan cara mambantai anggota dan keluarganya, lalu  membubarkan PKI. Dari kacamata internasional    terutama disebarkan oleh mantan Dubes AS untuk negara kita  
Howard Jones    peristiwa itu yaitu  spontan kekejian rakyat yaitu  penyembelihan rakyat yang 
dilakukan PKI. Sebaliknya ini yaitu  bagian dari intrik berdarah yang direncanakan secara 
seksama di Mabes Kostrad pimpinan Soeharto.  Pagi 1 Oktober 1965 sukarno  berada di Halim. tengah malam  harinya ia menginap di rumah istri Dewi Soekarno di Slipi (Wisma Yaso). Pagi pagi sesudah  memperoleh  kabar mengenai penculikan para jenderal, ia berangkat bersama ajudan Parto menuju Istana negara, namun menjelang sampai Istana, jalanan diblokade oleh tentara. berdasar keterangan saksi  ajudan, pasukan ini  tidak dikenal, sebab  memang tidak 
ada jadwal blokade jalan menuju Istana. 
Dalam waktu cepat Parto mengambil inisiatif dengan tidak meneruskan perjalanan ke Istana. 
Mungkin ia menangkap firasat bahaya jika Presiden ke Istana. lalu  Parto mengusulkan 
Sebaiknya ke Halim saja, pak. jika  ada apa apa dari Halim akan dengan cepat terbang ke 
tempat lain, katanya. sukarno  berdasar keterangan saksi  saja. Dalam protokoler pengamanan presiden, jika pasukan pengaman merasa presiden dalam bahaya, maka tujuan utama yaitu  lapangan terbang. Dengan begitu presiden bisa diterbangkan ke mana saja secara cepat. Itu asal muasal presiden berada di Halim. Mungkin Parto (juga sukarno ) tidak mengetahui  bahwa para jenderal diculik dan dibawa ke Halim. Sesampainya ke Halim pun sukarno  belum mengetahui  apa yang sebetulnya  terjadi. Baru sesudah  beberapa saat di Halim, beliau diberitahu   oleh para pengawal. lalu   ia menerima laporan dari Brigjen Soepardjo. Aidit pagi itu juga berada di Halim. Inilah keanehannya: para tokoh sangat penting berkumpul di  Halim. jika  Oemar Dhani berada di sana, itu masih wajar sebab  ia yaitu  pimpinan AURI. namun   keberadaan Aidit di sana sungguh mengherankan. sukarno  dan Oemar Dhani berada di satu tempat, sedang  Aidit berada di tempat lain sekitar Halim. sesudah  sukarno  terbang ke Istana Bogor (prosesnya dirinci di bagian lebih lanjut), Aidit terbang ke Jawa Tengah. Beberapa hari lalu  Aidit ditembak mati oleh Kolonel Yasir Hadibroto di Brebes, Jawa 
Tengah. berdasar keterangan saksi  kabar resmi Aidit ditembak sebab  saat ditangkap ia melawan. namun   berdasar keterangan saksi  laporan intelijen kami Aidit sama sekali tidak melawan. Soeharto memang memerintahkan tentara untuk menghabisi Aidit, katanya. Dengan begitu Aidit tidak dapat bicara yang sebetulnya . Saya lebih percaya pada laporan intelijen kami, sebab istri Aidit lalu  cerita bahwa pada tanggal 30 September 1965 tengah malam  hari ia kedatangan tamu beberapa orang tentara. Para tamu itu memaksa Aidit meninggalkan rumah. Suami saya diculik tentara, kata nya. sesudah  itu Aidit tidak pernah  pulang  lagi sampai ia ditembak mati di Brebes. Hanya beberapa jam sesudah  para jenderal dibunuh sekitar pukul 11.00 WIB, 1 Oktober 1965, Presiden Soekarno dari pangkalan udara Halim mengeluarkan instruksi yang disampaikan melalui radiogram ke markas Besar ABRI. Saat itu sukarno  hanya menerima informasi  bahwa beberapa jenderal baru saja diculik. Belum ada informasi  mengenai nasib para jenderal, 
meskipun sebetulnya  para jenderal sudah dibunuh. Inti instruksi sukarno  yaitu  bahwa 
semua pihak diminta tenang. Semua pasukan harap stand by di posisinya masing masing. Semua pasukan hanya boleh bergerak atas perintah saya selaku Presiden dan Panglima Tertinggi ABRI. Semua persoalan akan diselesaikan pemerintah/Presiden. Hindari pertumpahan darah. Demikian antara lain isi instruksi Presiden. Instruksi itu ditafsirkan Soeharto bahwa Untung dan kawan kawan sudah kalah, sebab  pergerakan  menculik dan membunuh para jenderal tidak didukung oleh Presiden. Instruksi lalu  disambut Soeharto dengan memerintahkan anak buahnya menangkap Untung dan kawan kawan. Jelas ini membingungkan Untung. Ia sudah melapor ke Soeharto soal Dewan Jenderal yang akan melakukan gerakan gerakan  terhadap Presiden 
Soekarno. Untung juga mengutarakan niatnya untuk mendahului pergerakan  Dewan Jenderal 
dengan cara menangkap mereka lebih dahulu . Semua ini didukung oleh Soeharto. Bahkan Soeharto malah memberi bantuan pasukan. sesudah  anggota dewan Jenderal dibunuh, Soeharto malah menyuruh Untung ditangkap. 
Mengenai soal ini saya ingat cerita Untung kepada saya saat kami sama sama dipenjara di 
Cimahi. Untung dengan percaya  mengatakan bahwa ia tidak akan dieksekusi meskipun pengadilan sudah menjatuhkan hukuman mati. Sebab Soeharto yang mendukung saya menghantam Dewan Jenderal. Malah kami didukung pasukan Soeharto yang didatangkan dari daerah, katanya. Teman teman sesama narapidana politik juga mengetahui  bahwa Untung yaitu  anak emas Soeharto. namun  akhirnya Untung dihukum mati dan benar benar dieksekusi. Hampir bersamaan dengan keluarnya instruksi Presiden   mungkin hanya selisih beberapa menit lalu     Soeharto memanggil ajudan sukarno , Bambang Widjanarko yang berada di Halim agar menghadap Soeharto di Makostrad. Ini mungkin hampir bersamaan waktunya dengan perintah Soeharto agar Untung dan kawan kawan ditangkap. Di Makostrad Bambang Widjanarko diberitahu   Soeharto agar Presiden Soekarno dibawa pergi dari Pangkalan Halim sebab pasukan dari Kostrad di bawah pimpinan Sarwo Edhi Wibowo sudah disiapkan untuk menyerbu Halim. Saat Bambang menyampaikan pesan Soeharto itu, sukarno  geram sekaligus bingung. Instruksi agar semua pasukan stand by di tempat masing masing tidak ditaati Soeharto. Sebaliknya Soeharto malah memerintahkan agar sukarno  menyingkir dari Halim. Jika Bung Karno bertahan di Halim, tentu akan sangat berisiko. Sebaliknya jika  sukarno  
meninggalkan Halim, berarti ia patuh pada perintah Soeharto. sukarno  lalu  minta nasihat 
para pembantu militernya. Brigjen Soepardjo mengusulkan agar sukarno  terbang ke Bali. 
sedang  Menteri Panglima Angkatan Udara Oemar Dhani mengusulkan agar sukarno  
pergi ke Madiun, Jawa Timur. Wakil Perdana Menteri II Leimena mengatakan sukarno  harus berhati  hati. Dan langkah paling hati hati yaitu  jika sukarno  berangkat ke Istana Bogor. Dari berbagai nasihat itu sukarno  menyimpulkan bahwa kondisi memang gawat dan ia harus meninggalkan Halim. Akhirnya sukarno  memutuskan untuk menuju ke istana Bogor 
   berdasar keterangan saksi i nasihat Leimena    dengan jalan darat. Menjelang petang rombongan sukarno  tiba di Istana Bogor. Ternyata benar. Gempuran pasukan Kostrad ke Halim dilaksanakan menjelang fajar. Penggempuran itu saya nilai sudah tidak tertuju kepada pelaku G30S, sebab    seperti saya sebutkan terdahulu    sekitar dua pertiga pasukan pelaksanaan G30S yaitu  orang nya Soeharto. Jadi penggempuran itu hanya merupakan tekanan psikologis terhadap sukarno  
yang saat itu benar benar bingung. Seumur hidupnya belum pernah   sukarno  ditekan tentara 
seperti saat itu. Sekitar pukul 14.00 WIB    masih pada 1 Oktober 1965    kepada Kapten Kuntjoro (ajudan Komandan Cakra bhirawa Letkol Marokeh) Soeharto menyatakan bahwa ia yaitu  anggota Dewan Jenderal. Saat itu pembunuhan terhadap para jenderal sudah selesai. Nasution yang lolos dari target penculikan sedang diamankan di Markas Kostrad. Saya berhasil penelitian  Soeharto berani mengatakan bahwa dirinya yaitu  anggota Dewan Jenderal sesudah  ia percaya  bahwa posisinya aman, sehingga tidak perlu lagi menutupi wajahnya. Kepada Kapten Kuntjoro Soeharto mengatakan: Dewan Jenderal memang ada. Saya termasuk anggotanya. namun  itu dewan untuk mengurus kepangkatan, bukan untuk kudeta. Pernyataan Soeharto ini menunjukkan betapa Soeharto berdiri di dua sisi. saat  Untung menyatakan akan menghabisi Dewan Jenderal, Soeharto mendukung, bahkan membantu pasukan. sesudah  Dewan Jenderal dihabisi ia menyatakan bahwa ia yaitu  anggota Dewan Jenderal. Pernyataan ini  mengingatkan saya pada tindakan Soeharto ikut dalam kudeta 3 
Juli 1946. Soeharto berdiri di dua sisi. Hanya saja kudeta 3 Juli 1946 yaitu  kudeta yang gagal, 
sedang  G30S yaitu  awal suatu kudeta merangkak yang berhasil. Dalam kudeta yang disebut terakhir ini, Soeharto memperoleh dua manfaat: ia tampil sebagai pahlawan dan akhirnya 
merebut kepemimpinan nasional. Dalam kudeta 3 Juli 1946 Soeharto hanya memperoleh  predikat 
pahlawan sebab  menggempur komplotan penculik Perdana Menteri Sjahrir. Namun pada hari itu (Jumat 1 Oktober 1965) kondisi negara benar benar tidak menentu. Berbagai pihak saling memanfaatkan situasi. Pengumuman pertama mengenai  penculikan para jenderal melalui RRI disiarkan oleh Untung. Intinya diumumkan bahwa kelompok Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta sudah digagalkan. Anggota Dewan Jenderal sudah diculik dan Presiden Soekarno dalam kondisi  aman. Untuk sementara pemerintahan dikendalikan oleh Dewan Revolusi. Maka diumumkan anggota Dewan Revolusi. Di sana tidak ada nama Soekarno. Pengumuman demi pengumuman terus berkumandang di radio. sesudah  Untung beberapa kali menyampaikan pengumuman, lalu disusul oleh Oemar Dhani. Masyarakat bingung. Sekitar pukul 21.00 WIB Soeharto berpidato di radio dan mengumumkan bahwa pagi hari itu sudah  terjadi penculikan terhadap beberapa  perwira tinggi oleh kelompok pimpinan Untung. Tindakan ini  yaitu  kudeta kontra revolusioner melawan Presiden Soekarno. Juga diumumkan bahwa Soeharto mengambil kendali AD (Menpangad) sebab  Menpangad A Yani diculik. Perubahan demi perubahan dalam sehari itu benar benar membingungkan sukarno . Ia tidak mengetahui  apa yang sebetulnya  terjadi. Ia tidak mengetahui  siapa sedang berperang  melawan siapa, sebab  ia tidak mengetahui  rencana penculikan Dewan Jenderal. sukarno  juga heran dengan pengumuman Soeharto mengambil alih kendali AD. Padahal beberapa jam sebelumnya (siang hari) Bung Karno sudah memutuskan untuk mengambil alih fungsi dan misi  misi  Menpangad dan  menunjuk Mayjen Pranoto Rekso sebagai pelaksana sehari hari (care taker) Menpangad. Esoknya, 2 Oktober 1965 Soeharto didampingi oleh Yoga Soegama dan anggota kelompok bayangannya mendatangi sukarno  di Istana Bogor. Soeharto bersama rombongan mengenakan pakaian loreng dan bersenjata masuk Istana. Dalam kondisi biasa, hanya pasukan pengawal presiden yang boleh membawa bawa  senjata masuk ke dalam Istana. Namun mungkin  sebab  kondisi saat itu berbeda dengan kondisi biasa, mereka diperbolehkan masuk dengan bersenjata. Kedatangan Soeharto ini tidak pernah disebut dalam buku buku sejarah atau buku kesaksian pelaku sejarah. sukarno  menerima mereka. Intinya, Soeharto menyatakan tidak setuju terhadap pengangkatan Mayjen Pranoto untuk memegang pelaksana komando AD. Selain protes, Soeharto juga meminta agar sukarno  memberikan kuasa kepada Soeharto untuk memulihkan keamanan. Juga meminta Presiden mengambil tindakan terhadap pimpinan AU yang diduga terlibat dalam G30S. sebab  persoalan cukup   rumit sukarno  menunda pembicaraan dan memanggil para panglima AU, AL, Kepolisian, Mayjen Pranoto dan Mayjen Mursid. sesudah  mereka berkumpul baru diadakan rapat bersama Soeharto untuk membahas semua tuntutan Soeharto itu. Rapat berlangsung alot sekitar lima jam. Akhirnya sukarno  memberi surat kuasa kepada Soeharto untuk memulihkan keamanan (sebagai Panglima Pemulihan Keamanan). Inilah awal Soeharto memetik kemenangan dari rangkaian proses kudeta merangkak itu. Surat kuasa yang diterima oleh Soeharto saat itu juga merupakan surat kuasa pertama. Namun ini tidak pernah  disebut dalam sejarah. Mungin jika  disebut dalam sejarah akan terasa aneh. Presiden yaitu  Panglima Tertinggi ABRI yang pegang kendali militer. Pembunuhan para jenderal baru terjadi sehari sebelumnya. Itu pun beberapa jam lalu  Presiden sudah mengeluarkan instruksi untuk ABRI. Ini menunjukkan bahwa Presiden masih memegang kendali militer. Bahkan Presiden sudah mengambil alih misi  Menpangad sebab  Menpangad Yani diculik. Maka kedatangan Soeharto minta surat kuasa untuk memulihkan keamanan, apa namanya jika  bukan memotong kewenangan Presiden,  Namun toh akhirnya surat kuasa dikeluarkan oleh Presiden. berdasar keterangan saksi  memori Yoga, proses keluarnya surat kuasa itu sangat alot. Dalam rapat 
Soeharto menekan Soekarno. namun   jika  kita kembali mengingat bahwa sehari sbelumnya 
Soeharto melalui RRI sudah menyatakan mengambil alih pimpinan AD, maka wajar bahwa surat kuasa itu dikeluarkan. Sebelum surat kuasa dikeluarkan saja Soeharto sudah berani mengambil alih pimpinan AD. Sebelum Soeharto dan kelompok bayangannya meninggalkan Istana Bogor, Soeharto menyatakan agar Presiden tidak meninggalkan Istana Bogor demi keamanan. Sejak itu Presiden Soekarno sudah menjadi tawanan Soeharto. sesudah  para pembantu dekat sukarno  sadar bahwa sukarno  menjadi tawanan Soeharto, para pembantu jadi teringat bahwa saran menuju Istana Bogor itu datang dari Leimena. Bukankah brigjen Soepardjo menyarankan Bung Karno untuk pergi ke Bali,  Menpangau Oemar Dhani menyarankan ke Madiun, Jawa Timur,  Leimena menyarankan    yang paling hati hati    ke Istana Bogor. Di kalangan orang dekat Bung Karno muncul pembicaraan, seandainya sukarno  berdasar keterangan saksi i saran Soepardjo atau Oemar 
Dhani, tentu akan lain ceritanya. Saya sangat percaya  Leimena benar benar tidak memiliki  maksud tertentu, apalagi menjerumuskan 
sukarno . Beliau yaitu  orang yang loyal terhadap sukarno . Sarannya ke Istana Bogor memang langkah hati hati. Selain sebab  jaraknya lebih dekat (dibanding Bali atau Madiun) istana bogor memang tempatnya presiden atau termasuk simbol negara. Siapa sangka Soeharto berani mendatangi sukarno , bahkan menawan sukarno  di sana,  Namun sebab  pembicaraan beredar menyesalkan saran Leimena, esok harinya Leimena mendatangi Soeharto di Makostrad. Tujuannya mengingatkan Soeharto agar jangan bersikap begitu keras terhadap Presiden. Leimena berkata kepada Soeharto: jangan begitu, dong. namun   apa jawaban Soeharto,  Pak Leimena jangan ikut campur. Pak Leimena urusi misi nya sendiri. Saya yang kuasa sekarang. Mendengar itu Leimena mundur. Tidak berapa lama lalu  (masih hari itu juga) ganti Waperdam III Chaerul Saleh mendatangi Soeharto. Maksudnya juga sama dengan Leimena. Jawaban Soeharto juga sama seperti yang tadi: Saya yang kuasa sekarang. Pak Chaerul Saleh jangan ikut campur, kata Soeharto. 
Hebatnya, beberapa waktu lalu  Soeharto membantah menerima surat kuasa dari Presiden. 
Dia menyatakan kurang lebih demikian: Dalam kehidupan militer tidak mungkin ada dua 
panglima (dia dan Mayjen Pranoto yang sudah ditunjuk oleh Presiden menjadi caretaker 
Menpangad) yang ditunjuk dalam waktu bersamaan. Maka praktis pengangkatan terhadap 
mayjen Pranoto sebagai caretaker Menpangad tidak berjalan sama sekali. Sebaliknya Soeharto 
sebagai Panglima Pemulihan Keamanan dan Ketertiban terus bertindak, sehingga pergolakan di 
kalangan elite politik pun tidak dapat dicegah. 
Inilah awal kudeta terselubung itu. Sejak itu sebetulnya  sukarno  sudah tidak lagi memiliki 
power untuk memimpin negara. Esoknya pembantaian terhadap anggota PKI dan keluarganya dimulai. PKI dituduh menjadi dalang G30S. Sejak itu negara kita  banjir darah. Yang digempur bukan hanya tokoh  PKI, namun   semua yang berbau PKI dibunuh  tanpa proses hukum. Di 
kota, desa, dusun, di berbagai sudut negeri dilakukan pembantaian besar besaran, suatu tindakan yang sangat mengerikan. Pembantaian PKI dimulai beberapa saat sesudah  Presiden Soekarno mengumumkan (3 Oktober 1965) Pangkostrad Mayjen Soeharto dipercaya sebagai pelaksana Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). 
Tidak disangka jika lembaga yudisial ini kelak menjadi sangat ditakuti rakyat. Hanya dengan 
menyebut Kopkamtib saja orang sudah ngeri. Beberapa tahun  berikutnya namanya diganti 
menjadi Bakorstanas, namun tetap saja nama yang menakutkan bagi masyarakat. Semua 
tindakan masyarakat yang tidak sesuai dengan keinginan Soeharto pasti ditumpas oleh 
Kopkamtib yang lalu  berubah nama menjadi Bakorstanas atau Bakorstanasda di daerah. 
Lembaga ini menjadi senjata Soeharto untuk menumpas orang  yang tidak setuju pada 
keinginannya. Perkembangan ini tentu di luar dugaan sukarno  selaku pemberi kuasa. Pada tanggal 16 Oktober 1965 Presiden Soekarno mengangkat Soeharto menjadi Menpangad, 
menggantikan A Yani. lalu  pada akhir Oktober 1965 di rumah Menteri Perguruan Tinggi dan 
Ilmu pengetahuan  Brigjen Syarif Thayeb, atas perintah Soeharto dibentuklah Kesatuan Aksi 
Mahasiswa Indonesia   (KAMI). Inilah embrio pergerakan  mahasiswa yang didukung oleh tentara. KAMI lalu  sering berdemo dengan didukung oleh pasukan RPKAD dan Kostrad. Di beberapa buku sejarah G30S banyak pertanyaan, mengapa Presiden Soekarno tidak mendukung G30S. Logikanya, jika Dewan Jenderal berniat melakukan gerakan gerakan , lalu  dewan Jenderal dibunuh oleh pasukan Cakra Bhirawa dibantu pasukan Soeharto, mestinya sukarno  langsung mendukung G30S begitu mendengar para jenderal diculik. namun  mengapa sukarno  malah menghentikan pergerakan  itu,  Jawabnya yaitu  sebab  sukarno  tidak mengetahui  rencana penculikan para jenderal itu. Ini sekaligus menjawab pertanyaan mengapa nama sukarno  tidak tercantum dalam Dewan Revolusi yang diumumkan oleh Untung beberapa jam sesudah  pembunuhan para jenderal. Dewan Revolusi ini yaitu  buatan Untung sendiri tanpa konsultasi dengan Presiden. Drama 1 Oktober 1965 dalam sekali pukul menghasilkan keuntungan bagi Soeharto: 
. Mengubah fakta  adanya komplotan Dewan Jenderal, di mana Soeharto merupakan salah 
satu anggotanya, menjadi seperti  fiksi belaka. 
 Sebaliknya mengubah fiksi menjadi nyata bahwa yang sungguh sungguh melakukan kudeta 
bukanlah Dewan Jenderal, melainkan G30S pimpinan Untung (yang sebetulnya  didukung  oleh Soeharto). . Melikuidasi kelompok Yani sebagai rival potensial Soeharto.  Membuka peluang Soeharto tampil sebagai pahlawan yang akhirnya benar benar terwujud. Nasution meninggal dunia menjelang buku ini naik cetak, 6 September 2000. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, dengan upacara militer. Semoga arwahnya  diterima di sisi Allah SWT, Amin. Dialah perwira yang paling tinggi pangkatnya sesudah  Yani tiada. Saat itu dia sudah menyandang bintang empat, sedang  Soeharto masih bintang tiga. Di saat TNI AD terpecah (secara tidak transparan) dalam kubu kubu di tahun  1960 an, Kubu  Nasution ditakuti oleh kubu Yani dan Kubu Soeharto. Banyak politikus saat itu yang mengatakan bahwa Letjen TNI AH Nasution paling pantas menggantikan Presiden Soekarno. Dia terkenal  anti PKI, memiliki dedikasi yang tinggi dan termasuk jenderal yang diculik pelaku G30S (dia lolos, namun  anaknya tewas) sehingga wajar menyandang gelar pahlawan. Selain sangat berpengalaman di bidang militer, Nasution juga matang berpolitik. Dialah pencetus ide Dwi Fungsi ABRI melalui jalan tengah tentara. Ia berpengalaman melakukan manuver manuver politik yang dikoordinasi dengan memakai  kekuatan militer, agar tentara bisa masuk ke dalam lembaga lembaga negara secara efektif di pusat dan daerah. Yang tidak banyak diketahui  orang yaitu  bahwa dari sekian perwira senior yang paling ditakuti Presiden Soekarno saat itu yaitu  Nasution. Presiden Soekarno menjuluki Nasution sebagai 
pencetus gagasan Negara dalam Negara. Itu berarti ia berani menentang kebijakan sukarno  
Di saat Yani masih sedang , spekulasi yang berkembang yaitu  bahwa jika Bung  Karno meninggal atau sudah tidak lagi mampu memimpin negara kita , maka pengganti yang 
paling cocok yaitu : Yani atau Nasution. Kans mereka menjadi presiden sama besarnya. namun   
Nasution dilipat oleh Soeharto. Ia    seperti halnya Yani    tidak mewaspadai isu Dewan Jenderal. 
Dia benar benar tidak awas soal berbagai kemungkinan yang bakal terjadi akibat isu ini . 
Dia benar benar tidak mengetahui     bahkan tidak menduga    bahwa Soeharto yang pangkatnya lebih rendah berhasil menggosok Letkol Untung untuk menghantam Dewan Jenderal. Akibatnya 
nyaris merenggut nyawa Nasution, namun  meleset sehingga Ade Irma Suryani Nasution gugur sebagai Bunga Bangsa. 
Pertanyaannya yaitu : mengapa Soeharto dalam mengambil tindakan tindakan penting AD tidak 
melibatkan Nasution,  Jawabnya: Soeharto memang memakai  Nasution sebagai umpan 
untuk menarik kekuatan kekuatan anti komunis, baik militer maupun sipil yang berada di bawah 
pengaruh Nasution. Pada sisi lain Nasution dipakai  oleh Soeharto menjadi momok bagi Bung 
Karno sebab ia mengetahui  Nasution yaitu  orang yang paling berani menentang gagasan sukarno . 
Saya mengatakan Soeharto mengambil tindakan tindakan penting tanpa melibatkan Nasution, 
tentu ada contohnya. Salah satunya   berdasarkan informasi  akurat yang saya terima    yaitu  
sebagai berikut: sesudah  lolos dari penculikan, sekitar pukul 09.00 WIB Nasution bertemu 
dengan Soeharto. Pada waktu hampir bersamaan pagi itu    1 Oktober 1965    Soeharto 
memerintahkan para petinggi AD berkumpul dan rapat di Makostrad. namun   Soeharto minta 
bantuan Kodam Jaya untuk menyembunyikan Nasution. Tujuannya seolah olah untuk 
mengamankan Nasution yang mungkin saja masih dikejar oleh pelaku G30S, sehingga rapat di 
Makostrad itu tidak dihadiri  oleh Nasution. 
berdasar keterangan saksi  memori Yoga, dalam rapat langsung ditegaskan oleh Soeharto bahwa penculikan para jenderal yang baru saja terjadi itu didalangi oleh PKI. Soeharto juga berhasil mengajak Komandan RPKAD Sarwo Edhi Wibowo agar menyatukan pasukannya di bawah pasukan 
Kostrad untuk menggempur pelaku G30S dan PKI. Dibahas juga  instruksi Presiden ke Mabes 10
ABRI agar semua pasukan tidak bergerak selain diperintah oleh Presiden (baca Dari Detik ke 
Detik). Rapat akhirnya sepakat menolak perintah Presiden. Alasannya: Nasib para jenderal yang 
diculik belum diketahui  dengan pasti. Operasi pengejaran terhadap para penculik sudah 
disiapkan di Makostrad. Bila Menpangad tiada (Menpangad A Yani diculik) maka yang 
menggantikan yaitu  Pangkostrad. Artinya Soeharto menunjuk dirinya sendiri. (Pada bagian 
terdahulu disebutkan: tengah malam nya Soeharto mengumumkan di RRI bahwa ia mengambil alih 
kendali AD). Maka rapat memutuskan bahwa instruksi Presiden tidak perlu dipatuhi. Selain itu 
secara otomatis disetujui  bahwa keputusan Presiden mengambil alih kendali militer dan 
menunjuk Mayjen Pranoto sebagai pelaksana sehari hari (caretaker) Menpangad tidak perlu 
dipatuhi. sesudah  rapat memutuskan banyak hal penting, Soeharto lalu  memerintahkan anak  buahnya untuk mengambil Nasution keluar dari persembunyiannya dan membawa bawa nya ke Makostrad. Nasution tiba di Makostrad dalam kondisi masih stres berat (sebab  baru saja lolos dari pembunuhan) dan langsung dimasukkan ke dalam ruang rapat. Anggota   rapat masih berkumpul lengkap, namun   sore itu rapat sudah hampir selesai. Keputusan keputusan sudah diambil beberapa jam sebelumnya. Nasution hanya diberitahu   bahwa rapat sudah berlangsung sejak pagi dan sudah hampir selesai. Dengan cara seperti itu Soeharto sudah menang setengah hari dari Nasution. Dalam kondisi biasa setengah hari mungkin tidak ada artinya, namun   pada masalah  itu menjadi sangat penting. Rapat itu menentukan kondisi negara negara kita  sesudah  G30S. Nasution ternyata tidak marah bahwa dirinya tidak dilibatkan dalam rapat. sebab , pertama, dengan dimasukkan ke Makostrad berarti dia harus menghormati Pangkostrad Soeharto. Dari cara Nasution disembunyikan Soeharto, lalu  Nasution dibawa ke Makostrad, bisa jadi memicu  ia merasa seolah olah menjadi tawanan Soeharto. Apalagi ia masih stres berat sesudah  lolos dari rentetan tembakan. Kedua, rapat toh sudah hampir selesai dan ia tidak mengetahui  apa isinya. Dari peristiwa itu tampak kecerdikan Soeharto memasukkan Nasution dalam ruang rapat. Dengan begitu seolah olah Nasution ikut menyetujui keputusan keputusan yang diambil dalam rapat. Selain itu, tindakan itu juga memicu  kesan umum bahwa Nasution pun dibawa ke Makostrad dan diamankan oleh Soeharto. Itu bisa memicu  kesan: Soeharto berada di atas Nasution. Juga menguatkan asumsi bahwa G30S didalangi PKI sebab  Nasution dikenal anti komunis. Ini sekaligus untuk menarik kekuatan kekuatan anti komunis    baik dari militer maupun sipil    ke pihak Soeharto. Yang paling vital, kehadiran Nasution di Makostrad saat itu dijadikan momok oleh Soeharto untuk menakut nakuti Presiden Soekarno. Ada satu kalimat Nasution yang ditujukan kepada Soeharto sesaat sebelum rapat selesai. 
Bunyinya demikian: Sebaiknya Mayjen Soeharto secepatnya memulihkan keamanan agar 
masyarakat tenang. Pernyataan ini terlontar secara spontan saja. Ia menginginkan agar 
secepatnya diambil tindakan untuk menenangkan masyarakat (atau mungkin untuk menenangkan 
diri Nasution sendiri). namun   bagi Soeharto kalimat itu ibarat Pucuk dicinta, ulam tiba. Soeharto memang sedang menunggu orang yang bisa memberi dia kuasa. Saran Nasution itu merupakan kuasa yang bisa dia kembangkan kepada Presiden Soekarno. Tidak perlu menunggu lama, esoknya dia bersama Yoga dan kelompok bayangannya beragkat ke Istana Bogor untuk menemui  Presiden Soekarno. Di sana Soeharto memaksa sukarno  minta kuasa. Akhirnya Soeharto benar benar memperoleh nya: Pangkopkamtib  Ada masa di mana negara kita  lowong kepemimpinan: sejak awal Oktober 1965 sampai Maret 1966 atau selama sekitar enam bulan. sukarno  masih sebagai presiden, namun   sudah tidak memiliki  kuasa lagi. Beliau dilarang meninggalkan Istana Bogor atau lebih tepat menjadi tawanan Soeharto. Sepanjang masa itu juga tidak ada keputusan penting yang dikeluarkan oleh pemerintah. Soeharto lebih banyak menentukan kebijakan negara, namun secara formal dia yaitu  Menpangad. sukarno  pada tenggang waktu itu belum benar benar sampai pada ajal politik. Beliau masih memiliki  pengaruh, baik di Angkatan Bersenjata maupun di kalangan Parpol Parpol besar dan kecil. Para pimpinan Parpol umumnya mendukung Angkatan Darat untuk membasmi PKI, namun mereka juga mendukung sukarno  yang berusaha  memulihkan 
wibawa, walaupun sukarno  akrab dengan PKI.  
Sepintas tampak ada dualisme sikap para pimpinan Parpol. Di satu sisi anti PKI, di sisi lain 
mendukung sukarno . sedang  di kalangan Angkatan Bersenjata umumnya juga menentang PKI, namun sebagian mendukung sukarno . biasanya  menghadapi masa transisi, sebagian perwira merasa khawatir mengenai  posisi mereka. Mereka tidak mengetahui  apa yang akan terjadi jika Soeharto menjadi pemimpin kelak. Di sisi lain, proses kudeta merangkak belum berakhir. Manuver Soeharto merebut kekuasaan tertinggi ada empat tahap: 
menghentikan aksi  saingan beratnya sesama perwira tertinggi. . Menghabisi PKI, partai besar 
yang akrab dengan sukarno  3. Melumpuhkan para menteri pembantu presiden . Melumpuhkan sukarno .  Mengapa harus empat tahap,  Jawabnya yaitu  bahwa sebelum G30S Soeharto bukan perwira yang diperhitungkan. sebab  selain pangkatnya masih Mayjen, ia juga pernah  memiliki cacat saat menyelundupkan barang di Jateng sehingga untuk mencapai pimpinan puncak ia harus melewati proses panjang. Sampai di sini sudah dua tahap tercapai: para jenderal saingannya sudah dihabisi dan PKI sudah digempur. Kendati demikian, sukarno  masih juga memiliki  pengaruh. Selain itu para menteri juga masih ada walaupun sudah tidak berfungsi. 
Untuk mengimbangi    lebih tepat melumpuhkan    sisa sisa kekuatan sukarno , Soeharto 
mengerahkan mahasiswa. Seperti disebut di bagian terdahulu, pada akhir Oktober 1965 di rumah Brigjen Sjarif Thajeb, atas perintah Soeharto dibentuk KAMI. Nah, sejak itu demo mahasiswa didukung oleh tentara terus bergerak mengkritik Presiden Soekarno. Saat itulah muncul slogan Tritura (tri atau tiga tuntutan rakyat):  
1. bubarkan PKI 
2. bersihkan anggota kabinet dari unsur unsur PKI  3. turunkan harga kebutuhan pokok.  
sukarno     yang masih menjabat sebagai presiden    lalu  membubarkan KAMI. namun   sesudah  KAMI bubar muncul kelompok sejenis berganti nama menjadi KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar negara kita ). Tujuannya tetap sama: berdemo mengkritik Presiden Soekarno. Dan sebab  demo itu didukung oleh tentara tentu saja para pemuda dan mahasiswa berani. Ini 
yang lalu  disebut kelompok pemuda Angkatan ‘66, kelompok yang diprakarsai oleh Soeharto. Sementara itu harga kebutuhan pokok rakyat memang melambung tinggi. Saya mengetahui  
persis melonjaknya harga itu terjadi sebab  rekayasa Soeharto. Tepatnya Soeharto dibantu oleh dua pengusaha Cina: Liem Sioe Liong (dahulu  bekolaborasi  menyelundupkan barang) dan Bob Hasan (juga teman Soeharto saat  di Jawa Tengah).  Itu dilakukan di tenggang waktu antara Oktober 1965 sampai Maret 1966. Akibat selanjutnya: inflasi melambung sampai 600%, defisit anggaran belanja negara semakin parah sampai 300%. Rakyat tercekik. Untuk membeli beras, gula dan minyak orang harus antri. Inilah operasi intelijen yang sukses melumpuhkan ekonomi negara. mengenai  hubungan bisnis Soeharto dengan Liem Sioe Liong dan Bob Hasan di Jateng yang paling mengetahui  yaitu  Mayjen Pranoto. Saat  Soeharto sebagai Panglima Divisi Diponegoro, Pranoto yaitu  kepala stafnya. Pranoto sudah sangat jengkel pada Soeharto mengenai  bisnis memanfaatkan jabatan yang dilakukan Soeharto, dibantu Liem Sioe Liong dan Bob Hasan.  Sangat mungkin ulah Soeharto dan Liem menyelundupkan barang dahulu  dibongkar oleh Pranoto sehingga akhirnya diketahui  Menpangad Yani, sampai sampai Yani menempeleng Soeharto. Jadi tindakan Soeharto menjegal Pranoto yang diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi caretaker Menpangad (1 Oktober 1965) bukan semata  mata perebutan jabatan (dengan cara kotor) namun   juga ada faktor dendam pribadinya.  Sementara, pergerakan  mahasiswa menuntut pemerintah semakin gencar. Tritura terus diteriakkan hampir setiap hari. Soeharto merekayasa agar harga kebutuhan pokok melambung. Dia juga  yang mengerahkan mahasiswa berdemo menuntut penurunan harga. sedang  rakyat jelas mendukung pergerakan  mahasiswa sebab  tuntutan mereka sejalan dengan keinginan rakyat. Siapa pun yang menjadi presiden saat itu pasti tidak dapat berbuat banyak. Apalagi Presiden Soekarno dilarang meninggalkan Istana Bogor. Di sini semakin jelas kelicikan Soeharto. Cara Soeharto menjatuhkan Soekarno benar benar efektif walaupun di mata rakyat saat itu tidak kelihatan.  Saya menilai hanya sebagian mahasiswa yang berdemo dengan motivasi tercekik oleh harga bahan kebutuhan pokok sebab mereka bukan orang awam, mereka bukan anak kecil. Sebagian dari mereka pasti mengetahui  bahwa harga kebutuhan pokok melejit akibat rekayasa Soeharto. Mereka yaitu  kaum intelektuil yang mengikuti perkembangan negara mereka. namun   pergerakan  mereka didukung oleh tentara dan rakyat    dua kekuatan utama bangsa ini    sehingga sebagian yang sadar akan kondisi yang sebetulnya  tidak berani menentang arus. Semua pasti mencari selamat  bagi diri sendiri. Mereka dengan terpaksa  terbawa arus, ikut menentang pemerintah.  Pada tanggal 10 Januari 1966 ribuan mahasiswa berkumpul di Fakultas Kedokteran Universitas negara kita  di Salemba. Mereka meneriakkan Tritura. Komandan RPKAD (kelak diganti menjadi Kopassus) Sarwo Edhi berpidato di tengah ribuan mahasiswa untuk mengobarkan semangat mahasiswa berdemo. Usai Sarwo Edhi berpidato ribuan mahasiswa bergerak turun ke jalan  menuju kantor P&K untuk menyampaikan tuntutan ini . Di P&K mereka bertemu dengan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh. Mahasiswa menyampaikan tuntutan mereka kepada Chaerul Saleh. Tuntutan ditanggapi Chaerul sambil lalu.  lalu  mahasiswa melanjutkan demo turun ke jalan. Pendapat umum yang dibentuk melalui surat kabar menyebutkan bahwa tuntutan mahasiswa itu murni. Ini jelas menyesatkan masyarakat. Bahan kebutuhan pokok sengaja dimusnahkan oleh Soeharto. Di sisi lain, mahasiswa bergerak didukung oleh tentara yang dipimpin Soeharto. Jadi mana bisa tuntutan 
mereka dikatakan murni,  Satu satunya tuntutan mahasiswa yang murni    berdasar keterangan saksi  saya    yaitu : bubarkan PKI.  
Sebagai gambaran: kelak sesudah  Soeharto berkuasa dan kepentingan politiknya sudah tercapai, ia membasmi  mahasiswa. Caranya dengan memerintahkan menteri P&K mengeluarkan peraturan NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) dan sukarno K (Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Itu terjadi di pertengahan 1970 an. Intinya: mahasiswa dilarang berdemo. Saya di dalam penjara mengikuti berita itu dan mengamati bahwa ternyata Soeharto ngeri dengan bekas salah satu senjatanya, mahasiswa. Akhirnya ia juga jatuh tersungkur antara lain akibat tekanan ribuan mahasiswa yang menduduki Gedung DPR/MPR pertengahan Mei 1998.  Saya tidak pernah menyesal pada sikap pemuda dan mahasiswa Angkatan 66. Kondisi dan situasi negara saat itu memungkinkan mereka bersikap begitu. Generasi muda di mana pun di dunia ini cenderung berpihak pada pembaharuan. Karakteristik ini dimanfaatkan dengan baik oleh orang yang haus kuasa. Apalagi secara de facto pemimpin negara kita  sejak 1 Oktober 1965 yaitu  Soeharto, walau secara de jure ia yaitu  Menpangad. sukarno  memang masih sebagai Presiden RI dan pemerintah masih berdiri, namun   kondisi negara tak terkendali, baik oleh penggempuran besar besaran tentara terhadap rakyat untuk membersihkan PKI maupun oleh  kondisi perekonomian yang rusak berat. Orang tidak perlu susah susah mencari mengetahui  apakah ini 
hasil rekayasa atau murni ketidak mampuan pemerintah, sehingga rakyat secara jelas 
melihat  drama kejatuhan sukarno  dari tampuk kekuasaannya.  Namun pergerakan  mahasiswa ternyata ditanggapi sukarno . Pada 15 Januari 1966 dalam Sidang Kabinet Presiden Soekarno berpidato menjawab Tritura yang dikobarkan oleh mahasiswa. berdasar keterangan saksi  Presiden Soekarno Tritura yaitu  hasil rekayasa TNI AD. Dengarkan cuplikan pidato Soekarno yang sebagian sempat saya catat. Bunyinya demikian: 
 Saya tidak akan mundur sejengkal pun. Saya tetap Pemimpin Besar Revolusi. Maka saya tidak 
dapat bicara lain. Ayo¡¦.Siapa yang membutuhkan Soekarno, setuju dengan Soekarno sebagai 
Pemimpin Besar Revolusi, maka satukan seluruh kekuatanmu. Pertahankan Soekarno. Berdirilah 
di belakang Soekarno. Tunggu komando¡¦   
Inilah pernyataan sukarno  di depan publik yang paling keras. Dengan pidato sukarno  yang berapi api, semua pihak menjadi cemas. sukarno  masih memiliki  pendukung, termasuk dari Angkatan Bersenjata. Para menterinya masih lengkap. Jabatannya masih Presiden RI. Maka 
semua pihak khawatir negara kita  bakal memasuki pergolakan sangat hebat dalam waktu dekat dan bakal terjadi pertumpahan darah yang jauh lebih besar dari G30S. Maka sesudah  itu    pada tengah malam  hari berikutnya    saya selaku Wakil Perdana Menteri I membentuk Barisan Soekarno. Anggotanya semua menteri. Tujuannya tentu untuk membela Presiden. Front Nasional yang sudah ada sebelumnya harus masuk ke Barisan Soekarno.  Pada tanggal 20 Januari 1966 para menteri berkumpul di Istana. Mereka menyatakan sepakat menjadi bagian paling depan dari pendukung Soekarno. Itu merupakan bagian dari usaha  pendukung Soekarno untuk come back, walaupun secara formal Soekarno masih Presiden RI, pun secara formal pendukung terdepan masih Menteri Negara. Namun sukarno  tidak 
melakukan follow up, tidak ada tindak lanjut dari pidatonya yang keras itu. Tidak ada perintah 
apa pun meski ia mengetahui  pendukungnya  
sudah siap membela. Para pendukungnya pun tidak bergerak sebab dalam pidatonya sukarno  
antara lain menyerukan: tunggu komando¡¦Seruan ini ditaati para pendukungnya. Dan komando 
ternyata tidak juga kunjung datang. Seandainya komando benar benar diserukan, saya tidak bisa 
membayangkan bagaimana jadinya negara kita .  
 Sebuah sumber saya mengatakan bahwa pada tanggal 10 Maret 1966 Soeharto mengadakan 
pertemuan di rumahnya di Jalan H Agus Salim. Pertemuan dihadiri  oleh Pangdam Jaya Mayjen 
Amir Machmud, Pangdam jawatimur  Mayjen Basuki Rahmat dan Mayjen M Yusuf. Inti 
pembicaraan: Soeharto selaku Menpangad minta dukungan untuk memperoleh  suatu mandat 
penuh dari Presiden RI Soekarno. Tujuannya yaitu  agar dapat mengatasi kesulitan kesulitan 
yang dihadapi negara, di samping untuk menciptakan suasana aman dan politik yang stabil. Tiga jenderal yang menghadap akhirnya sepakat dengan ide Menpangad.  lalu  Soeharto menyampaikan pidato penting. Pidatonya berapi api mengkritik kondisi negara yang tidak menentu, sedang  para menteri tidak dapat menyelesaikan persoalan bangsa. Mereka  hanya bicara di sidang sidang, tidak melakukan tindakan kongkrit. Ia menyerukan: para mahasiswa dari Jakarta, Bandung dan Bogor untuk boleh saja berdemo di saat Sidang Kabinet yang akan diselenggarakan esok harinya (11 Maret 1966) di Istana Merdeka. Akibatnya luar biasa: Pagi pagi sekali sebelum sidang dibuka ribuan mahasiswa datang berbondong bondong  menuju Istana. Mereka mendesak masuk ke halaman Istana. Pasukan Kawal Presiden Cakra Bhirawa berusaha  menahan mereka di pagar Istana. tugas   sampai dengan terpaksa  meletuskan tembakan peringatan ke udara. kondisi  ternyata tidak mudah dikendalikan oleh Pasukan Kawal 
Presiden. Soeharto tidak hanya menggerakkan mahasiswa, namun juga memberi dukungan 
kepada mereka dengan mengerahkan tentara (belakangan saya ketahui  tiga kompi RPKAD 
didukung oleh pasukan Kostrad pimpinan Kemal Idris). Tujuan mereka antara lain menangkap 
saya. Soeharto juga sudah setuju.  Tentara mengenakan seragam loreng, bersenjata lengkap namun tanpa tanda pengenal. Mereka 
bersama mahasiswa menyebar di jalanan yang akan dilewati oleh mobil menteri Anggota   sidang. 
Begitu melihat mobil menteri mereka langsung mencegat. Ban mobil digembosi. Istana pun 
dikepung sedemikian rupa. Pasukan tanpa tanda pengenal itu herhadap hadapan dengan Pasukan 
Cakra Bhirawa dalam jarak dekat. Saya berhasil penelitian  bahwa Soeharto mengharapkan dengan  begitu Soekarno akan menyerah tanpa syarat. kondisi  benar benar gawat, sebab bisa muncul  korban yang sangat besar. Saya menilai Soeharto yaitu  pembunuh berdarah dingin, dia tega membunuh siapa saja demi terwujud ambisi politiknya. Coba bayangkan jika  Pasukan Cakra 
Bhirawa saat itu bertindak keras menghalau mahasiswa, tentu bakal terjadi pertumpahan darah  yang luar biasa. Sebab mahasiswa akan bertahan mati  matian sebab  merasa memperoleh  angin dan didukung oleh tentara. Juga bisa terjadi perang  kota antara pasukan Cakra Bhirawa melawan pasukan tanpa identitas.  Hebatnya, dalam Sidang Kabinet itu Soeharto tidak datang dengan alasan sakit batuk.informasi  sakitnya Soeharto ini disampaikan oleh Amir Machmud beberapa waktu lalu . berdasar keterangan saksi  pengakuan Amir Machmud    seusai mengikuti Sidang Kabinet  ia bersama Basuki Rachmat dan 
M Yusuf mendatangi rumah Soeharto. Soeharto sakit tenggorokan sehingga tidak dapat bicara 
keras. Saat kami datang ke rumahnya dia masih mengenakan piyama dengan leher dibalut, kata 
Amir Machmud. namun   seorang intelijen saya melaporkan bahwa pada sore harinya Soeharto 
memimpin rapat di Makostrad. Di sini semakin jelas bahwa Soeharto yaitu  pembohong besar. 
Jika seandainya dalam Sidang Kabinet Soeharto ikut (sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat 
seharusnya dia ikut) maka ada 3 risiko yang bakal dihadapi oleh Soeharto:  
1. dalam kondisi  Istana dikepung oleh mahasiswa dan tentara tentu dalam sidang sukarno  
akan bertanya kepada Soeharto: Harto, engkau yang sudah  kuangkat menjadi Panglima Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, ayo bergerak. Bereskan pengacau pengacau itu. Maka perintah Presiden itu bakal ibarat buah simalakama bagi Soeharto: dimakan ibu mati, tak dimakan bapak tewas.  
2. Jika Soeharto melaksanakan perintah, maka namanya bakal merosot di mata para demonstran 
yang ia gerakkan sendiri. Ini berarti peluang bagus bagi Nasution untuk tampil sebagai presiden.  
3. Jika Soeharto menolak perintah di depan Sidang Kabinet, maka bisa berakibat fatal bagi 
Soeharto. Tentu sukarno  bisa segera memerintahkan Pasukan Cakra Bhirawa untuk 
menangkap Soeharto sesaat  itu juga.  
Akhirnya cara terbaik bagi Soeharto untuk menghindari semua kemungkinan buruk itu yaitu  
nyakit (pura pura sakit). Bukankah ini membuktikan bahwa Soeharto licin dan pembunuh berdarah dingin,  Ia tidak peduli bahwa tindakannya mengerahkan ribuan mahasiswa dan tentara  bisa memicu  konflik besar yang menghasilkan banjir darah bangsanya sendiri. Sidang Kabinet 11 maret 1966 dibuka oleh Presiden Soekarno. Di beberapa buku juga disebutkan bahwa sesudah  Presiden Soekarno membuka sidang, lalu   pengawal presiden, Brigjen 
Sabur, menyodorkan secarik kertas ke meja presiden. Isinya singkat: Di luar banyak pasukan tak dikenal. lalu   Presiden keluar meninggalkan ruang sidang. Pimpinan sidang diserahkan kepada Leimena. Saya lalu  menyusul keluar. Banyak ditulis saat keluar sepatu saya copot sebab  terburu buru. Memang benar. dahulu  saat sidang kabinet biasanya para menteri 
mencopot sepatu    mungkin sebab  kegerahan duduk lama bersepatu    namun   sepatu yang 
dicopot itu tidak kelihatan oleh Anggota   sidang sebab  tertutup meja. Saya juga biasa melakukan 
hal itu. Nah, saat kondisi genting sehingga Presiden meninggalkan ruang sidang secara 
mendadak, saya keluar terburu buru sehingga tidak sempat lagi memakai sepatu.  Begitu keluar dari ruang sidang    ini yang tidak ada di dalam buku buku sejarah    saya sempat bingung, akan ke mana,  Saya memperoleh  informasi , pasukan tak dikenal itu sebetulnya  mengincar keselamatan saya. Padahal begitu keluar ruangan saya tidak melihat sukarno  yang keluar ruangan lebih dahulu . Dalam kondisi  bingung saya lihat sebuah sepeda, entah milik siapa. Maka tanpa banyak pikir lagi saya naiki sepeda itu. Toh mobil saya    dan mobil semua menteri    sudah digembosi oleh para demonstran. Dalam kondisi hiruk pikuk di sekitar Istana saya keluar naik sepeda. Ternyata tidak ada yang mengetahui  bahwa saya yaitu  soebandrio   yang sedang diincar tentara. Padahal saya naik sepeda melewati ribuan mahasiswa dan tentara yang meneriakkan yel  yel Tritura dan segala macam kecaman terhadap sukarno . Memang, saat menggenjot sepeda saya selalu menunduk, namun   jika  ada yang teliti pasti saya ketahuan . Sepeda saya terus meluncur ke selatan. 
Tujuan saya pulang . Sampai di Bundaran Air Mancur (perempatan Bank Indonesia ) saya melihat begitu banyak mahasiswa dan tentara. Mereka tidak hanya berada di sekitar Istana namun   juga menyemut di Jalan Thamrin. Sampai di sini perasaan saya jadi tidak enak. Memang sejauh ini saya sudah lolos. namun   bisakah melewati ribuan mahasiswa yang menyemut itu,  Maka sesaat  itu juga saya memutuskan untuk kembali, berbalik arah. Saya kembali ke Istana. Hebatnya, saya sampai di Istana lagi tanpa diketahui  oleh para demonstran. Di dalam buku buku sejarah disebutkan bahwa begitu keluar dari ruang sidang, saya langsung memburu sukarno  naik helikopter. Yang sebetulnya  terjadi seperti saya sebutkan ini: Begitu tiba kembali di Istana, saya lihat ada helikopter. Saya tidak ahu apakah sejak tadi heli itu sudah ada atau baru datang. Atau mungkin sebab  saya panik, saya tadi tidak melihat heli yang ada di sana sejak tadi. Namun yang melegakan yaitu  bahwa lalu   saya melihat sukarno  didampingi oleh para ajudan berjalan menuju heli.  sebab  itu sepeda saya geletakkan dan saya berlari menuju heli. Mungkin saat itulah    saat  berlari menuju heli tanpa sepatu    saya dilihat banyak orang sehingga ditulis di koran koran: Dr. soebandrio   berlari menyusul sukarno  menuju heli tanpa sepatu. Akhirnya saya bisa masuk ke dalam heli dan terbang bersama sukarno  menuju Istana Bogor. Jadi sebetulnya  begitu meninggalkan ruang sidang sukarno  tidak langsung menuju heli, namun   ada tenggang waktu cukup   lama. Saya sudah menggenjot sepeda dari Istana ke Bundaran Air Mancur dan kembali lagi. Mungkin sesudah  meninggalkan ruang sidang sukarno  masih mengadakan pertemuan dengan para ajudan dan penasihat militer untuk membahas situasi, sehingga hal itu 
menguntungkan saya.  Seandainya tidak bertemu sukarno , entah bagaimana nasib saya. sesudah  peristiwa itu saya merenung. Untungnya saat itu saya dan Leimena lolos dari target penangkapan mereka. Seandainya saya tertangkap atau dihabisi, maka bakal terjadi bentrokan hebat. sukarno  dan 
pasukannya yang masih setia tidak akan tinggal diam. Akibatnya bisa banjir darah. jika  itu 
terjadi pasti Soeharto akan berbalik mengkhianati teman temannya yang semula dia misi kan 
untuk mengerahkan pasukan mengepung Istana. Percobaan kudeta 3 Juli 1946 yang gagal 
menjadi dasarnya. Juga bantuan pasukan Soeharto kepada Letkol Untung untuk membantai para jenderal menjadi buktinya.  Menjelang petang Istana Bogor didatangi oleh tiga jenderal (Basuki Rachmat, Amir Machmud dan M Yusuf). saat  itu tiga Waperdam (saya, Leimena dan Chaerul Saleh) sudah di sana. Leimena dan Chaerul menyusul kami ke Istana Bogor melalui jalan darat. Kami bertiga sempat istirahat di paviliun. saat  tiga jenderal datang sukarno  menerima mereka di gedung utama. Mereka berbicara cukup   lama. Para Waperdam hanya siaga di paviliun. Beberapa jam lalu  saya, Chaerul dan Leimena dipanggil oleh sukarno  masuk ke ruang pertemuan. Di sana ada  tiga jenderal itu. Namun saat kami masuk sudah ada kesepakatan antara mereka dan sukarno .   Saya masuk ruang pertemuan. sukarno  sedang membaca surat. Basuki Rachmat, Amir 
Machmud dan M Yusuf duduk di depannya. lalu  saya disodori surat yang dibaca oleh Bung 
Karno, sedang  Chaerul Saleh duduk di sebelah saya. Isi persisnya saya sudah lupa namun   
intinya ada 4 hal. Presiden Soekarno memberi mandat kepada Soeharto untuk: 
mengamankan wilayah Jakarta dan sekitarnya. Untuk itu harus dijalin kolaborasi  dengan 
unsur unsur kekuatan lainnya.  Penerima mandat wajib melaporkan kepada Presiden atas semua tindakan yang akan dilaksanakan  . Penerima mandat wajib mengamankan Presiden dan  seluruh keluarganya  . Penerima mandat wajib melestarikan ajaran sukarno .  Soal urutannya mungkin terbalik balik namun intinya berisi seperti itu. Bagaimana Ban, kau setuju,  Tanya sukarno . Beberapa saat saya diam. Saya pikir, sukarno  sebetulnya  hanya mengharapkan saya menyatakan setuju, padahal dalam hati saya tidak setuju. Bukankah Presiden yaitu  Panglima Tertinggi ABRI dan seharusnya kendali keamanan negara berada di tangan Presiden,  Saya merasa sukarno  sudah ditekan. Terbukti ada kalimat Mengamankan pribadi Presiden dan keluarganya, artinya keselamatan Presiden terancam oleh pihak yang menekan agar surat ini  dikeluarkan. namun   kalimat unik ini tidak ada dalam sejarah versi Orde Baru. Bahkan lebih hebat lagi, naskah Supersemar yang memicu  Soeharto ditunjuk sebagai 
pengemban Supersemar (menjadi presiden tanpa melalui proses pemilu dan dipilih MPR) kini 
sudah tiada. Tidak jelas keberadaan surat yang begitu penting.  
Bagaimana, Ban, setuju,  Tanya sukarno  lagi. Ya, bagaimana, bisa berbuat apa saya,  Bung 
Karno sudah berunding tanpa kami jawab saya. lalu  dipotong oleh sukarno : namun  kau 
setuju,  jika  bisa, perintah lisan saja kata saya memberanikan diri. Saya lirik, tiga jenderal itu 
melotot ke arah saya namun   saya tidak takut. Mereka pasti geram mendengar kalimat saya yang 
terakhir itu. namun   saya mengetahui  mereka tidak bisa berbuat banyak. Suasana saat itu terasa tegang. 
lalu  Amir Machmud menyela: Bapak Presiden tanda tangan saja. Bismillah saja, pak.. 
sukarno  rupanya sudah ditekan tiga jenderal itu saat berunding tadi. Raut wajahnya terlihat 
ragu ragu, namun   seperti mengharapkan dukungan kami agar setuju. Akhirnya saya setuju. 
Chaerul dan Leimena juga menyatakan setuju. sukarno  lalu  teken (tanda tangan). Tiga 
jenderal langsung berangkat kembali ke Jakarta menemui Soeharto yang mengutus mereka. 
Bahkan mereka menolak saat  ditawari sukarno  untuk makan tengah malam  bersama. Maaf, pak. 
sebab  hari sudah tengah malam , kata  salah seorang dari mereka. Dengan wajah berseri mereka 
membawa bawa  surat bersejarah yang lalu  dinamakan Supersemar. Esoknya, 12 Maret 1966, 
Soeharto langsung mengumumkan pembubaran PKI. Uniknya, pembubaran PKI itu 
memakai  surat keputusan Presiden nomor 113  
tahun  1966. Saat diumumkan juga dibacakan ditandatangani oleh Presiden Soekarno. Enam hari 
lalu  15 menteri yang masih aktif ditangkapi. Tentu saja Soeharto tidak melapor lebih 
dahulu kepada Presiden. Untuk pembubaran PKI, surat malah baru sampai ke tangan Soeharto 
tengah tengah malam  dan esok siangnya ia langsung mengambil kebijakan itu. Untuk penangkapan 15 
menteri, alasannya yaitu  agar para menteri itu jangan sampai menjadi korban sasaran 
kemarahan rakyat yang tidak terkendali. namun   ia juga menyampaikan alasan yang kontradiktif 
yaitu : para menteri hanyalah pembantu presiden, bukan bentuk kolektif pemerintahan. Jadi bisa 
saja ditangkap. Yang jelas, begitu ditangkap para menteri langsung ditahan. Tuduhannya 
gampang: terlibat G30S/PKI    tuduhan yang sangat ditakuti seluruh rakyat negara kita  sepanjang  Soeharto berkuasa. Mengkritik kebijaksanaan pemerintahan Soeharto bisa dituduh PKI.  Surat Perintah 11 Maret 1966 sudah diselewengkan. Soeharto menafsirkannya sebagai: Bung Karno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto, bukan perintah memulihkan keamanan 
Ibukota. Sebagai orang yang mengetahui  persis kondisi saat itu, saya sangat percaya  tujuan Soeharto membubarkan PKI dan menangkapi 15 menteri yaitu  rangkaian strategi untuk meraih puncak kekuasaan. Seperti disebut di muka, strategi Soeharto ada empat tahap:    habisi para jenderal saingan    hancurkan PKI    copoti para menteri    jatuhkan sukarno .  Kini yang dicapai Soeharto sudah tiga tahap. Tinggal tahap terakhir. sukarno  pun bereaksi. Tidak benar jika sukarno  diam saja. Beliau memerintahkan Leimena menemui Soeharto menanyakan hal itu: Bagaimana ini,  Surat perintah hanya untuk mengamankan Jakarta, bukan untuk pembubaran PKI. Kok malah main tangkap, kata Leimena kepada Soeharto.namun   Soeharto tidak menggubris. Seperti terjadi pada tanggal 3 Oktober 1965    saat Leimena protes  pada Soeharto sebab  sukarno  ditawan di Istana Bogor    Soeharto menyatakan: Pak Leimena jangan ikut campur. Sekarang saya yang kuasa. Leimena kembali ke Istana Bogor melaporkan reaksi Soeharto. Dan sukarno  terdiam, namun   dari wajahnya kelihatan jelas bahwa beliau sedang marah. Dari laporan Leimena kami mengetahui  bahwa saat itu situasi Jakarta sangat tegang: tank dan kendaraan lapis baja bersiaga di setiap ujung jalan, tentara ada di mana  mana. Mereka dikenali sebagai pasukan Kostrad dan Brigade Para 3 Yon Siliwangi. Kali ini  untuk menakut  nakuti anggota PKI yang jumlahnya masih sangat besar saat itu. Mungkin juga   ditujukan untuk memberikan tekanan psikologis terhadap sukarno  yang sudah kehilangan kuasa agar tidak menghalang halangi pembubaran PKI atau mungkin juga ditujukan untuk kedua duanya. 15 menteri yang ditangkapi yaitu :  . Saya (Waperdam I merangkap Menlu, merangkap Kepala BPI)  . Waperdam II Chaerul Saleh  . Menteri Tenaga Listrik S. Reksoprojo  
. Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Sumardjo  . Menteri Keuangan Oei Tjoe Tat  
. Menteri Bank Sentral dan Gubernur BI Yusuf Muda Dalam  . Menteri Pertambangan Armunanto  
. Menteri Irigasi dan Pembangunan Desa Ir. Surahman  . Menteri Perburuhan Sutomo Martoprojo  . Menteri Kehakiman Andjarwinata  
. Menteri Penerangan Asmuadi  . Menteri Urusan Keamanan Letkol Imam Syafi‘i  . Menteri Sekretaris Front Nasional Ir. Tualaka  . Menteri Transmigrasi dan Koperasi Ahmadi  . Menteri Dalam Negeri merangkap Gubernur Jakarta Raya Sumarno Sastrowidjojo  
Meskipun sudah menangkap 15 menteri yang masih aktif menjalankan misi , namun Soeharto 
tanpa rasa malu sedikit pun menyatakan bahwa kekuasaannya diperoleh secara konstitusional. 
Padahal saat  menangkap kami (para menteri) perintah Soeharto kepada tentara yang 
melaksanakan berbunyi demikian: Tangkap dahulu  mereka, alasannya cari lalu . Itulah filsafat 
Soeharto dalam logika kekerasannya. Persis seperti dilakukan Soeharto pada tragedi 1 Oktober 
1965. Beberapa jam sesudah  para jenderal dibunuh, kelompok bayangan Soeharto langsung 
mengumumkan: G30S didalangi PKI. lalu  Soeharto memerintahkan: Basmi dahulu  partai itu 
(PKI), bukti bukti cari lalu . Apakah ini konstitusional seperti yang sangat sering dikatakan Soeharto saat  dia memerintah,     
Kini sudah tinggal setengah tahap lagi dari bagian tahap terakhir: jatuhkan sukarno . sesudah  
Supersemar    saat  Soeharto membubarkan PKI dan menangkapi para menteri setia    Bung 
Karno sebetulnya  sudah setengah jatuh. Beliau sudah tidak berdaya dan para menterinya yang 
masih aktif ditangkapi. Maka ajal politik tinggal tunggu waktu. sesudah  PKI resmi dibubarkan, 
tiga tokoh pimpinan PKI    yaitu DN Aidit, Njoto dan Lukman    ditangkap hidup hidup. Presiden 
Soekarno yang sudah kehilangan powernya menolak memerintahkan mengadili mereka (entah 
mengapa). Persoalan ini lalu  diambil alih oleh Soeharto. Para pimpinan PKI itu diadili dengan 
cara tersendiri. Soeharto memerintahkan tentara menembak mati ketiganya. Dan ketiganya 
memang ditembak  tanpa melalui proses hukum yang berlaku.  Dengan perlakuan Soeharto seperti itu sangat wajar jika saya katakan bahwa Soeharto tidak ingin kedoknya (memanipulir G30S) terbongkar di pengadilan jika tiga pimpinan PKI itu diadili. sedang  saya yang mengalami semua kejadian ini jelas percaya  bahwa Soeharto terlibat G30S. sesudah  Supersemar, Soeharto membongkar pasang keanggotaan DPRGR yang merupakan bagian dari MPRS. Caranya dengan merampas kursi yang semula diduduki oleh anggota PKI dan menggantinya dengan orang  Soeharto sendiri. lalu  Soeharto menyuruh MPRS (yang sebagian besar sudah diisi orang  orangnya) bersidang. Inti sidang yaitu  mengukuhkan Supersemar secara konstitusional.  
Bersamaan dengan itu pembantaian besar besaran terhadap anggota PKI sudah dilegalkan. 
Keluarga anggota PKI, teman teman mereka, bahkan ada juga rakyat yang tidak ada 
hubungannya sama sekali dengan PKI ikut terbunuh. Darah orang PKI, keluarga dan teman 
mereka halal bila ditumpahkan. Inilah pembantaian terbesar sepanjang sejarah negara kita . Tidak ada yang mengetahui  persis berapa jumlah rakyat yang terbunuh. Ada yang mengatakan 1.000, ada yang mengatakan 500. Yang paling tinggi yaitu  pernyataan Sarwo Edhi Wibowo yang katanya mencapai  1000 manusia.  
Dalam sidang MPRS Juni 1966 Soeharto menetapkan RI kembali ke UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Juga memerintahkan mencabut Ketetapan MPRS tahun  1963 yang mengangkat sukarno  sebagai presiden seumur hidup. Juga menyatakan pemberian gelar Pemimpin Besar Revolusi terhadap sukarno  tidak memiliki kekuatan hukum. Asal diketahui , pengangkatan sukarno  sebagai presiden seumur hidup bukan datang dari sukarno . Juga bukan dari pendukung setia sukarno  (PKI). Pengangkatan itu atas usulan perwira AD sendiri, yaitu  Brigjen Suhardiman. Pada awal Juli 1966 Soeharto menyetujui Nasution menjadi ketua MPRS. Beberapa hari lalu     5 Juli 1966    MPRS mengeluarkan ketetapan: Soeharto selaku 
Pengemban Supersemar diberi wewenang membentuk kabinet. Maka dibentuklah Kabinet 
Ampera menggantikan Kabinet Dwikora. Kabinet baru ini tidak lagi berada di bawah kekuasaan 
Presiden Soekarno, namun sudah di bawah Soeharto selaku Ketua Presidium Kabinet. Sejak itu secara formal berakhirlah pemerintahan Presiden Soekarno.  Nasution yang baru terpilih menjadi ketua MPRS segera menyanyikan lagu gubahan Kelompok Bayangan Soeharto. Tap MPRS yang lahir sebelum Nasution tampil, yang meminta Presiden Soekarno melengkapi pertanggung jawaban kepada MPRS mengenai  sebab sebab G30S lalu  dinyatakan ditutup begitu saja. Pada Desember 1966 Panglima AU Oemar Dhani ditangkap, menyusul lalu  para perwira pendukung sukarno  lainnya. Mereka semua dihukum bertahun  tahun  tanpa kesalahan yang jelas.  Proses selanjutnya: praktis Soeharto memimpin negara kita . Perlahan namun pasti Soeharto melenggang menuju kantor di Istana Negara. Soekarno (yang katanya akan dikudeta oleh PKI) secara politis sama sekali sudah tidak berdaya. Melalui UU nr. 10 tahun  1966, DPRGR dan MPRS meminta pertanggung jawaban Presiden atas peristiwa berdarah G30S. Menanggapi itu sukarno  menolak, sebab berdasar keterangan saksi  sukarno , berdasarkan UUD 1945 yang harus dipertanggungjawabkan  mandataris MPRS hanya persoalan yang ada dalam GBHN. sedang  peristiwa G30S ada di luar GBHN yang berarti Presiden tidak dapat dimintai pertanggung jawaban. Sejak itu sukarno  (secara formal) dilarang mengeluarkan ketetapan ketetapan atau peraturan. Secara non formal sukarno  sudah ditahan di Istana Bogor sejak 2 Oktober 1965. AD yang diprakarsai oleh Soeharto dan didukung oleh Nasution menyokong keputusan Soeharto untuk kembali ke UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Saat itu juga  Soeharto memerintahkan Ketua MPRS untuk meninjau kembali semua ketetapan MPRS yang dibuat antara tahun  1960 hingga 1963.  
Dalam Sidang Kabinet pada bulan Juni 1966 sukarno  masih boleh hadir pula  dalam kapasitas 
tetap sebagai Presiden RI. Namun dalam sidang itu sukarno  diharuskan oleh Soeharto agar 
bicara yang intinya mengutuk G30S dan harus mengakui bahwa sukarno  terlibat di dalamnya. Juga harus membenarkan pembantaian massal PKI dan antek anteknya. Di luar dugaan, ternyata sukarno  sudah menyiapkan pidato yang diberi judul Nawaksara. Inti pidato ini  sama sekali menyimpang dari yang diperintahkan oleh Soeharto. Pidato sukarno  itu intinya juga tidak mengandung penyesalan akibat proses pengambil alihan kekuasaan. namun   pidato ini dilawan   oleh para opsir dan para ulama.  Pada tanggal 17 maret 1967 MPRS menyelenggarakan Sidang Istimewa. Intinya: dikeluarkan Tap MPRS yang menurunkan Presiden Soekarno dan secara resmi menyerahkan kepemimpinan nasional kepada Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai terpilih presiden oleh MPRS hasil pemilu yang akan datang. Dengan begitu Soeharto sudah benar benar menggantikan Soekarno. Saat itulah Soeharto menegaskan bahwa tentara memiliki peranserta  sosial politik yang tidak terbatas 
(kelak hal ini diterjemahkan menjadi Dwifungsi ABRI) dalam negara. saat itu juga  ditetapkan bahwa Pancasila sebagai azas tunggal negara. Soeharto saat itu mulai menyusun kekuatan agar kekuasaan berada di satu tangan: tangan dia sendiri. Sebaliknya, terhadap Presiden 
Soekarno, MPRS mengeluarkan keputusan sebagai berikut:    Presiden Soekarno dinilai tidak dapat memenuhi tanggung jawab konstitusionalnya    Presiden Soekarno dinilai tidak dapat menjalankan Haluan Negara. sebab  itu MPRS memutuskan melarang Presiden Soekarno melakukan kegiatan politik sejak saat itu sampai dengan Pemilu yang akan datang 
  Juga menarik mandat MPRS terhadap presiden yang diatur dalam UUD 1945 dan mengangkat 
pengemban MPRS nr. 9 sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Presiden Soeharto hingga terpilihnya presiden hasil Pemilu.  Pjs Presiden tunduk dan bertanggung jawab terhadap MPRS.    Persoalan hukum yang menyangkut Presiden Soekarno ditentukan sesuai hukum yang berlaku dan pelaksanaannya diserahkan kepada Pjs Presiden.  Secara garis besar tindakan Soeharto sejak sebelum G30S sampai pembubaran kabinet bentukan sukarno  disebut pegamat asing sebagai creeping coup (kudeta merangkak). Proses kudetanya tidak langsung menghantam dan musuhnya jatuh, melainkan kudeta yang dilakukan secara mengendap endap. Kata mereka itu kudeta khas negara kita . Coba saja, sesudah  kekuasaan beralih sukarno  masih berstatus sebagai Presiden RI. Saat itu    bahkan sampai sekarang    saya 
melihat proses peralihan kekuasaan ini  sangat unik. Selain unik, juga sangat membahayakan Soeharto sendiri seandainya perkembangan situasi mengalami pembalikan. namun   rupanya Soeharto sudah memperhitungkan semua dengan sangat matang. Terbukti, sama sekali tidak ada bahaya. Malah, sesudah  itu Soeharto memperkukuh kekuasaannya dengan 
memreteli semua keputusan MPRS yang dirasa memberi kewibawaan kepada sukarno . 
sebetulnya  kudeta merangkak bukan pilihan Soeharto. Jika prosesnya bergerak secara 
merangkak, itu sebab  dengan terpaksa . Soeharto tidak bisa begitu saja tampil ke puncak pimpinan 
nasional. Ia harus melewati para jenderal senior dan berhadapan dengan sukarno  yang saat 
itu begitu kuat.  sesudah  ditangkap saya langsung ditahan. Saya diadili di Mahkamah Militer Luar Biasa dengan tuduhan subversi dan dijatuhi hukuman mati. Jalur hukum di atas vonis pengadilan    seperti naik banding dan kasasi    sengaja ditutup sehingga mau tidak mau saya harus menerima vonis hukuman mati itu. Jelas saya sangat terpukul pada saat itu. Dari posisi orang nomor dua di Republik ini, saya mendadak sontak diadili sebagai penjahat dan dihukum mati. Saya menjalani hukuman awal di Penjara Cimahi Bandung. Di sana berkumpul orang  orang yang senasib dengan saya (dituduh sebagai penjahat yang terlibat G30S). Di antaranya yaitu  Letkol Untung yang memang komandan G30S. Selama beberapa bulan kami berkumpul di penjara walaupun berbeda ruangan. Saya dan Untung sudah sama sama divonis hukuman mati. Baik saya maupun Untung tidak diberi hak untuk menempuh jalur hukum yang lebih tinggi yaitu  naik banding, apalagi kasasi.  Sampai suatu hari di akhir 1966 Untung dijemput dari selnya oleh beberapa sipir. diberitahu  kan bahwa Untung akan dieksekusi. Itulah saat saat terakhir Untung menjalani hidupnya. Saya dan Untung yang sudah akrab selama berada dalam satu penjara benar benar terhanyut dalam suasana haru. Saya bukan hanya terharu namun   juga bingung, sedih, bahkan panik. Sebab Ahmad Durmawel (oditur militer yang mengadili saya) saat itu memberitahukan  bahwa saya akan 
memperoleh  giliran (dieksekusi) empat hari lalu . Saya ingat saat itu hari Selasa. Berarti saya 
akan dieksekusi pada hari Sabtu.  Sebelum Untung dijemput untuk dibawa keluar penjara, saya sempat menemui Untung. Saat itu 
ia sudah ditanya mengenai  permintaan terakhir, seperti umum nya orang yang akan dieksekusi. 
Mungkin sebab  Untung sedang panik, ia tidak minta apa apa. Untung juga sudah mengetahui  bahwa saya akan dieksekusi hari Sabtu. Maka pertemuan saya dan Untung benar benar luar biasa. Kami memang hanya berhadap hadapan dengan pakaian seragam narapidana, namun hati kami tidak karuan. Untung segera akan ditembak, sedang  saya 4 hari lagi.  Saat itu ada kalimat perpisahan Untung yang saya ingat hingga sekarang. Bahkan saya ingat suasana hening saat Untung menyampaikan kata perpisahannya pada saya. Para sipir dan tentara berwajah angker yang selalu siaga menjaga Untung, mengawasi kami dari jarak agak jauh. Mereka seperti maklum dan memberi kesempatan terakhir bagi Untung untuk berpesan kepada saya. Untung mengatakan demikian: Pak Ban, selamat tinggal. Jangan sedih. 4 hari lagi kita ketemu lagi di sana katanya sambil menunjuk ke atas. Untung mengucapkan kata perpisahan dengan suara bergetar. Matanya kelihatan berkaca kaca. Tentara yang gagah berani itu tidak menangis, namun   saya mengetahui  ia dalam kondisi sangat panik. Ia benar benar tidak menyangka bakal 
dikhianati oleh Soeharto.  Jika menengok hari hari sebelumnya, Untung begitu sering mengatakan kepada saya bahwa tidak mungkin Soeharto akan mengkhianati dia. Sebab dia yaitu  sahabat Soeharto dan ia mengatakan bahwa Soeharto mengetahui  rencana G30S, bahkan memberi bantuan pasukan. sebab  itu dia sangat percaya  bahwa dia tidak akan dikhianati oleh Soeharto. namun   toh fakta nya berakhir demikian. Menanggapi perkataan Untung, saya tidak bisa bicara apa apa. Saya hanya mengangguk angguk. Para sipir dan tentara yang menjaga kami melihat  semua adegan singkat namun  mengharukan ini.  
Menjelang senja, Untung dengan pengawalan ekstra ketat berjalan menuju pintu gerbang untuk 
meninggalkan Penjara Cimahi. Saya mengamati keberangkatan Untung dari penjara. Ia berjalan 
tegap. Mungkin ia segera bisa menguasai perasaannya yang begitu gundah. namun   mungkin juga  ia sudah pasrah kepada takdir Allah bahwa memang sampai di situlah perjalanan hidupnya. Saya lalu  mendengar bahwa Untung dieksekusi di sebuah desa di luar kota Bandung. Saya sudah tidak sempat sedih lagi memikirkan nasib Untung, hidup saya sendiri akan berakhir sebentar lagi. Bila mengingat hari hari itu, saya membayangkan Untung kecele (salah duga) dengan kata perpisahannya kepada saya sesaat sebelum meninggalkan penjara sebab  ternyata dia tidak menemui  saya di alam sana.  Terus terang, sesudah  Untung dieksekusi, saya benar benar gelisah. Manusia mana yang tidak 
takut jika hari kematiannya sudah ditentukan. namun      inilah keajaiban    Presiden Amerika 
Serikat Lyndon B. Johnson dan Ratu Inggris Elizabeth, di luar sepengetahuan  saya, mengirimkan surat kawat kepada Soeharto. Saya mengetahui  ini dari seorang sumber beberapa hari lalu . Isi surat dua petinggi negara adidaya itu    ini juga ajaib    hampir sama. Intinya berbunyi demikian: soebandrio   jangan ditembak. Saya mengetahui , dalam G30S dia tidak terlibat. Soal, apakah ini merupakan intervensi asing atau bukan, bagi saya tidak perlu dipikirkan lagi. Sejak dahulu  pun negara kita  selalu diintervensi oleh negara lain. Yang penting bagi saya, mereka sudah membantu saya dalam kondisi sangat panik. Dan ternyata kawat singkat itu ampuh luar biasa. Akhirnya saya tidak jadi ditembak mati. mengenai  mengapa dua orang pimpinan negara 
Barat membantu saya, sungguh tidak saya ketahui . Yang mengetahui  persis hanya mereka berdua. Saya tidak pernah meminta bantuan mereka. Logikanya, tidak ada waktu bagi saya untuk minta 
bantuan kepada orang lain, apalagi pimpinan negara lain. Hitung saja, saya diberitahu   mengenai  hari eksekusi saya sekitar 5 hari sebelumnya. Selama menunggu, saya hanya panik dan panik.  Lagijuga , bagaimana caranya saya minta bantuan kepada mereka,  Saya berada di dalam penjara dan dalam pengawasan ekstra ketat, terutama pada hari hari menjelang eksekusi. Namun jangan lupa, saya dahulu  yaitu  Menteri Luar Negeri. Saya akrab dengan mereka berdua. saat  perundingan mengenai  pembebasan Irian Barat, saya banyak melobi pejabat di 2 negara itu. Juga dalam misi  misi  yang lain. namun   bagaimana pun saya juga tetap tidak mengetahui  bagaimana mereka begitu percaya  bahwa saya tidak terlibat G30S sampai sampai mereka dengan keputusan yang luar biasa berani mengirimkan kawat ke Jakarta. Akibat kawat itu juga  hukuman saya diubah dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.  ”10 Januari 1966, demonstrasi mahasiswa meletus di Jakarta, sebagai reaksi terhadap kenaikan harga harga. Demonstrasi ini melahirkan Tri Tuntutan Rakyat yang lalu  
dinamakan Tritura. Tiga tuntutan itu meliputi: Bubarkan PKI, ritul Kabinet Dwikora dan Turunkan harga harga. kondisi  ekonomi rakyat sebelum 10 Januari demikian terhimpitnya oleh harga harga yang makin membubung tinggi. Pemerintah menunjukkan sikap yang ambivalen”. Antara konsolidasi dan akrobat politik dalam bulan Oktober 1965, hanya selangbeberapa hari sesudah  Peristiwa pergerakan  30 September, beberapa organisasi mahasiswa antara lain HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia  ), Somal (Sekretariat Organisasi 
Mahasiswa Lokal), dan PMII (pergerakan   Mahasiswa Islam negara kita ) mendesak agar PPMI (Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia  ) yang merupakan wadah yang menghimpun organisasi mahasiswa ekstra universiter di masa Orde Lama Soekarno   yang didominasi oleh organisasi organisasi seperti CGMI (Consentrasi pergerakan  Mahasiswa Indonesia  ), GMNI Asu (pergerakan  Mahasiswa Nasional negara kita , yang pro PNI Ali Surachman), Perhimi (Perhimpunan Mahasiswa Indonesia  ) dan Germindo (pergerakan  Mahasiswa Indonesia  )   untuk segera 
mengadakan kongres. Desakan para mahasiswa  garis seberang‘ itu ditolak oleh GMNI yang 
dipimpin oleh Bambang Kusnohadi dan organisasi mahasiswa ideologi kiri lainnya, dengan alasan masih menunggu solusi politik dari Presiden Soekarno sesudah  Peristiwa 30 September 1965. Beberapa organisasi pengusul kongres akhirnya mengultimatum akan menyelenggarakan sendiri 
kongres bilamana pimpinan PPMI tidak mau melaksanakan kongres ini . memperoleh  
ultimatum, pimpinan PPMI melaporkan hal ini  kepada Menteri PTIP (Perguruan Tinggi dan 
Ilmu pengetahuan ) Dr Sjarif Thajeb, dengan menambahkan bumbu insinuasi bahwa Somal 
merencanakan memicu  huru hara dalam kongres pada saat kongres itu berlangsung. Pada 
awalnya Sjarif Thajeb percaya kepada insinuasi ini, lalu memanggil pimpinan Somal dan meminta mereka jangan dahulu  memaksakan kongres. sesudah  menerima penjelasan dari Somal, 
Sjarif Thajeb lalu menyarankan pertemuan antara seluruh organisasi mahasiswa, pada 25 Oktober 1965 di rumah nya. Namun, pertemuan itu ternyata berlangsung tanpa kehadiran CGMI, Germindo dan Perhimi yang yaitu  organisasi mahasiswa onderbouw PKI dan partai dan  organisasi ideologi kiri lainnya. Hanya GMNI yang hadir pula  berhadapan dengan organisasi 
organisasi pengusul Kongres. Pertemuan di rumah rumah  Sjarif Thajeb ini berlangsung alot. Para pemimpin organisasi mahasiswa menyetujui  membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia   disingkat KAMI, dengan program utama  mengganyang‘ pergerakan  30 September dan PKI. Dalam pertemuan itu, Sjarif Thajeb memperlihatkan kebimbangan kebimbangan, antara lain terkait dengan kedekatannya saat itu dengan Soekarno sebab  bagaimanapun ia yaitu  menteri Soekarno. Namun di sisi lain terjadi arus perkembangan baru yang sebetulnya  memiliki perspektif perubahan yang menggoda sebagai  investasi‘ masa depan namun pada tahap itu mengarah kepada penentangan terhadap Soekarno sebagaimana yang ditunjukkan oleh para mahasiswa. Maka, agaknya seakan satu jalan tengah, Sjarif Thajeb lalu  bersikeras‘ agar GMNI duduk sebagai pimpinan dalam wadah baru kemahasiswaan, KAMI, yang akan dibentuk itu dan memadukannya dengan organisasi organisasi lainnya. Saat itu, seperti diungkapkan Marsillam Simanjuntak, Sjarif Thajeb memiliki  jalan pikiran 
atau patron yang menilai satu organisasi berdasarkan ranking urutan partai yang menjadi induk organisasi ini . sebab  PNI formal yaitu  partai yang terbesar, maka GMNI pun 
ditempatkannya di urutan teratas. Sebaliknya, HMI yang sebetulnya  justru yaitu  organisasi 
mahasiswa yang terbesar massanya, diabaikan Sjarif Thajeb, sebab  HMI memang tidak memiliki  
induk politik. PMII yang anggotanya amat sedikit, apalagi dibandingkan HMI, memperoleh  posisi 
sebab   anak‘ Partai NU. Somal yang merupakan  federasi‘ nasional dengan anggota anggota 
berbagai organisasi mahasiswa lokal, dianggap memenuhi syarat, seperti PMKRI yang yaitu  
anak Partai Katolik dan Mapantjas sebab  yaitu  organisasi sayap IPKI. Kelima organisasi 
mahasiswa itu ditunjuk untuk duduk dalam Presidium KAMI, yaitu  GMNI, PMKRI, Somal, 
PMII dan Mapantjas. namun   GMNI sendiri akhirnya menyatakan tidak bersedia ikut duduk 
dalam Presidium KAMI dan bahkan tidak ikut bergabung sama sekali dengan KAMI, sebab  
berpendapat PPMI masih harus dipertahankan. Pilihan Bambang Kusnohadi ini, akan tercatat 
lalu  sebagai awal tersisih dan rontoknya GMNI sebagai suatu organisasi mahasiswa 
dengan massa terbesar saat itu. 
Belakangan, ketidakdan an GMNI Asu di bawah Bambang Kusnohadi digantikan oleh GMNI 
pimpinan Surjadi yang berseberangan dengan PNI pimpinan Ali Sastroamidjojo SH dan Ir 
Surachman. Dr Sjarif Thajeb yang awalnya bimbang, sebab  tak memiliki  pendirian yang jelas, akhirnya ikut arus dan menyetujui lahirnya KAMI dan namanya pun lalu tercatat sebagai tokoh 
yang ikut membidani lahirnya KAMI. Posisinya terhadap Soekarno pada mulanya tentu saja 
menjadi dilematis dan sulit, saat  ternyata KAMI lalu  menjadi penentang kuat yang akhirnya ikut menjatuhkan Soekarno dari kekuasaannya. Sampai sampai ia pernah  membekukan 
 organisasi‘ yang kelahirannya dibidani olehnya itu. Namun saat  pada akhirnya kejatuhan 
Soekarno terjadi, hal itu mengakhiri juga  dilema Sjarif Thajeb dan dilema pun berubah menjadi 
seperti  berkah bagi tokoh ini dan  menjadi tiket baginya turut dalam kekuasaan baru pada 
masa berikutnya. Masalahnya, walau Sjarif Thajeb memang dianggap berjasa dalam berdirinya 
KAMI, namun   sekaligus juga sering  tidak disukai mahasiswa sebab  beberapa  tindakannya 
merugikan mahasiswa. Pada masa awal pemerintahan Soeharto, sebagai Menteri PTIP, beberapa kali ia melakukan tindakan represif di kampus kampus. KAMI terbentuk di Bandung tanggal 1 Nopember 1965, hanya selang beberapa hari dengan terbentuknya KAMI di Jakarta. Rapat pembentukannya mengambil tempat di Margasiswa  PMKRI Jalan Merdeka 9 Bandung. Mengikuti pola KAMI Pusat, organisasi ini juga dipimpin oleh 1 Presidium. Pertama kali, Presidium terdiri dari Majedi Sjah (PMII), RAF Mully (PMKRI), Rohali Sani (Somal), Daim A. Rachim (Mapantjas), yang didampingi para sekertaris Ta‘lam Tachja (HMI) dan Mansur Tuakia (IMM). Pembentukan KAMI Bandung diikuti oleh pembentukan KAMI di ITB. namun   dalam perjalanan kegiatannya, seperti yang digambarkan Hasjrul Moechtar, aksi aksi KAMI Bandung sampai Desember 1965 tidak mampu 
menggambarkan potensi yang sebetulnya  dari mahasiswa Bandung. Para pimpinan KAMI Bandung, sejalan dengan pikiran Menteri PTIP Sjarif Thajeb, berpikir terlalu formal organisatoris, bahwa hanya mahasiswa mahasiswa organisasi ekstra, terutama yang memiliki  induk politik, yang mampu menggerakkan mahasiswa   sesuai kepentingan politik faktual saat itu   untuk menghadapi PKI. Padahal pada beberapa perguruan tinggi terkemuka di  Bandung, khususnya di ITB, merupakan fakta bahwa organisasi intra lebih populer dan lebih 
mewakili keseluruhan mahasiswa dibandingkan dengan organisasi ekstra universiter. Faktanya, 
 walaupun sama sama anti PKI, Dewan dewan Mahasiswa tidak merasa perlu untuk 
menggerakkan mahasiswa di kampusnya mengikuti aksi aksi KAMI . Di mata Dewan dewan 
Mahasiswa, kehadiran KAMI tak lebih dari sekedar perubahan wajah saja dari PPMI minus 
CGMI, GMNI Asu, Perhimi dan Germindo. 
Dengan penilaian atas KAMI seperti itu, maka 24 Nopember 1965, Dewan dewan Mahasiswa 
maupun Senat senat Mahasiswa dari 20 perguruan tinggi se Bandung sepakat membentuk 
Kesatuan Organisasi Mahasiswa Intra Universiter negara kita  (KOMII), yang sekaligus juga 
menjadi pengganti MMI yang mereka tak percayai lagi. Ketua Umum pertama KOMII yaitu  
Rachmat Witoelar dari ITB. Rachmat yang saat itu yaitu  Ketua Umum DM ITB dianggap 
mewakili wajah kampus ITB yang betul betul a politis. Ketua ketua KOMII yang lain yaitu  
Soegeng Sarjadi dari Universitas Padjadjaran yang waktu itu belum bergabung sebagai anggota 
HMI, Asmawi Zainul dari IKIP dan AP Sugiarto dari Universitas Parahyangan. Sekertaris 
Umum Hermanto Hs dari ITB dengan Sekertaris sekertaris Anis Afif (Akademi Tekstil) dan 
Sadan Sapari dari Universitas Pasundan. Tiga bendahara yaitu  R. Hasoni dari AKMI, I Gede 
Artika (APN) dan Tatang Haris dari Universitas Pantjasila. Untuk beberapa bulan, hingga Pebruari 1996, aksi aksi kedua organisasi ini berjalan terpisah. namun  saat  aksi aksi mahasiswa makin meningkat, 24 Pebruari, terjadi kesepakatan untuk 
berintegrasi dalam artian unsur unsur KOMII masuk ke dalam Presidium. Dalam Presidium 
duduk 4 unsur ekstra universiter dan 4 unsur intra universiter. Terjadi perubahan signifikan. 
Masuknya unsur intra memicu  pergerakan  pergerakan  KAMI Bandung lebih impresif dan selalu diikuti dengan massa yang jauh lebih besar. sebetulnya , sebelum terjadi penggabungan, 
beberapa  aktifis mahasiswa yang menjadi penggerak Pernyataan 1 Oktober   menolak Dewan Revolusi   berinisiatif mengkoordinasi suatu pergerakan  bersama antara KAMI dan KOMII pada 13 Januari 1966 di Bandung, tiga hari sesudah  aksi Tritura di Jakarta. Hasilnya heboh , sehingga membuka mata semua aktivis mahasiswa untuk memikirkan suatu kebersamaan yang lebih baik. Pola memasukkan unsur intra ke dalam Presidium ini akhirnya diikuti juga  oleh 
KAMI konsulat Jakarta, dan juga menghasilkan peningkatan efektifitas pergerakan . namun   KAMI 
Pusat dan KAMI daerah daerah lainnya, tidak mengikuti pola itu. Masalahnya memang, di 
kampus kampus perguruan tinggi kota lainnya, yaitu  merupakan fakta bahwa organisasi ekstra 
universiter memang lebih dominan dalam kehidupan kampus. sesudah  Peristiwa 30 September 1965 organisasi ekstra yang paling dominan di kampus kampus berbagai kota selain Bandung, yaitu  HMI, terutama di luar Jawa. 
Tanggal 10 Januari 1966, demonstrasi mahasiswa meletus di Jakarta, sebagai reaksi terhadap kenaikan harga harga. Demonstrasi ini melahirkan Tri Tuntutan Rakyat yang lalu  dikenal 
sebagai Tritura. Tiga tuntutan itu meliputi: Bubarkan PKI, ritul Kabinet Dwikora dan Turunkan 
harga harga. kondisi  ekonomi rakyat sebelum 10 Januari demikian terhimpitnya oleh harga harga yang makin membubung tinggi. Pemerintah menunjukkan sikap yang ambivalen. Di satu 
pihak mereka menyarankan  dan bahkan melarang kenaikan harga harga, namun   pada pihak lain pemerintah sendiri menaikkan tarif dan menaikkan harga beberapa  kebutuhan pokok. Pada tanggal 3 Januari 1966, pemerintah menaikkan harga bensin menjadi Rp. 1000 per liter. Padahal harga bensin itu baru saja dinaikan harganya pada 26 Nopember menjadi Rp. 250 per liter. Harga beras sementara itu tak terkendali. Di Jakarta, harga beras yang semula Rp. 1000 per kilogram mendadak melonjak menjadi Rp. 3500 per kilogram. Waperdam III Chairul Saleh yang sebetulnya  cukup   dihormati masyarakat, dengan nada arogan mengatakan bahwa pemerintah takkan meninjau kembali kenaikan tarif dan harga harga. Ini katanya untuk mencegah jangan sampai terjadi defisit anggaran belanja negara, sehingga 
pemerintah dengan terpaksa  untuk mencetak uang. Alasan yang tampaknya rasional ini dibantah oleh mahasiswa sebagai alasan yang dicari cari, sebab  mahasiswa melihat bahwa penyebab utama defisit yaitu  ketidakbecusan para menteri dan tidak memahami tanggungjawabnya. Mereka mengatasi kondisi  dengan bertindak asal asalan tanpa memperhatikan dampaknya terhadap 
kehidupan rakyat banyak. Dalam pada itu, menteri menteri lainnya, terutama Waperdam I 
soebandrio   lebih menyibukkan diri melontarkan provokasi provokasi politik. ”Untuk beberapa lama, soal Soekarno ini menjadi salah satu perbedaan strategi pergerakan  antara mahasiswa Bandung dengan Jakarta. Perbedaan ini berlangsung cukup   lama. Dalam demonstrasi demonstrasinya, mahasiswa Jakarta masih sering  meneriakkan yell yell ‟Hidup sukarno ‟, ‟Kami tetap mendukung sukarno ‟ seraya meneriakkan hujatan hujatan terhadap tokoh lainnya, seperti soebandrio   yang menjadi sasaran favorit. Sementara itu, dalam pergerakan  pergerakan  mahasiswa Bandung, sikap anti Soekarno sudah tampil sejak dini dalam kadar yang amat tinggi”. kondisi  ekonomi akibat kenaikan harga harga yang menghimpit kehidupan rakyat ini lah sebetulnya  yang menjadi concern utama mahasiswa Jakarta saat itu. Dan itulah sebabnya mereka merancang suatu demonstrasi besar besaran untuk menuntut penurunan harga. Untuk memenuhi‘ ketentuan keamanan, beberapa  anggota KAMI dari Jakarta, Marsillam Simanjuntak  dan kawan kawan datang ke Kodam untuk menyampaikan pemberitahuan  akan diselenggarakannya demonstrasi pada 10 Januari. Di Kodam, mereka bertemu Kepala Staf 
Kodam Jaya Kolonel A.J. Witono. Perwira itu menanyakan, apa yang menjadi tujuan 
demonstrasi, dijawab untuk menuntut penurunan harga.  Masa hanya itu saja ,  Itu tidak cukup   , 
kurang lebih demikian dikatakan Witono. Apa lagi ,  Ia mengusulkan, ajukan tuntutan lain juga. 
Saat itulah, muncul usulan tuntutan pembubaran PKI dan rituling Kabinet Dwikora. Bagi 
mahasiswa saat itu, kepentingan utama hanyalah bagaimana harga bisa turun. sesudah  
dipertimbangkan, saran Witono itu dianggap tidak akan merugikan. Maka Tritura pun terumuskan dan menjadi tema tuntutan dalam demonstrasi 10 Januari 1966. Marsillam mengakui, Tritura itu tidak lahir dari suatu proses perumusan yang muluk muluk, namun   yaitu  sesederhana seperti apa yang dituturkannya. mengenai  lahirnya rumusan Tritura ini, Cosmas Barubara, memberikan gambaran yang tidak sesederhana ucapan Marsillam. berdasar keterangan saksi  Cosmas,  Sehari sebelum tanggal 10 Januari 1966 di kantor Sekretariat Presidium KAMI Pusat, di Jalan Sam Ratulangi No.1, diadakan rapat 
lengkap . Dalam rapat itu berkembang berbagai pandangan yang bermuara kepada masalah 
harga harga, masalah unsur PKI di kabinet, dan masalah komunis. sesudah  rapat berlangsung 
cukup   lama mendengar pandangan Anggota   rapat, maka rapat memutuskan menugaskan tiga 
orang menjadi perumus hasil rapat. Ketiga orang itu yaitu  Nazar Nasution, Savrinus Suardi dan 
Ismid Hadad.  Ketiga anggota Presidium ini  merumuskan suatu pernyataan berdasarkan 
masukan masukan yang ada dan menghasilkan apa yang lalu  terkenal dengan sebutan 
Tritura yaitu: 1    Turunkan Harga, 2    Rombak kabinet dan 3    Bubarkan PKI . Apa yang 
sebetulnya  terjadi,  Salah satu kemungkinan yaitu  bahwa masukan dalam pertemuan Marsillam 
cs di Kodam Jaya itu juga sampai ke tim perumus di Jalan Sam Ratulangi 1, atau sebaliknya. 
Atau, pada waktu bersamaan, gagasan itu memang sudah terpikirkan dan dimiliki banyak aktivis dan perwira militer sehaluan sebab  pembacaan yang sama terhadap situasi. 
Keresahan terhadap kondisi  ekonomi yang makin memburuk dan menghimpit kehidupan rakyat 
sehari hari, sebetulnya  dirasakan juga  oleh beberapa  aktivis mahasiswa di Bandung.Sebagian dari mereka termasuk di antara yang mempelopori  pernyataan penolakan terhadap Dewan Revolusi 1 Oktober dan appel dan  pergerakan  anti PKI 5 Oktober. Keresahan mereka bukan hanya kepada perkembangan ekonomi, namun   juga perkembangan politik biasanya , terutama yang terkait dengan sederetan tindak tanduk politik Soekarno, yang tetap membela PKI dan menolak membubarkannya. Sehari sebelum Natal di tahun  1965 itu, Alex Rumondor yang bertemu seorang aktivis Gemsos, Bonar Siagian, menyampaikan ajakan untuk mengorganisir suatu pertemuan di antara para aktivis mahasiswa Bandung, sebab  berdasar keterangan saksi  Alex sudah saatnya untuk mengambil tindakan 
tindakan menghadapi perkembangan situasi. Ajakan serupa disampaikan Alex kepada Adi 
Sasono. Untuk itu, Alex menyiapkan suatu draft Petisi Amanat Rakyat, yang isinya menggugat 
langsung Soekarno, sikap politik maupun kebijakan ekonominya. Pertemuan tak dapat segera dilakukan sebab  berimpitnya libur libur natal dan akhir tahun , yang bersamaan juga  dengan bulan puasa.  Pertemuan yang direncanakan segera sesudah  perayaan akhir tahun , ternyata baru bisa berlangsung 8 Januari 1966. Di antara yang hadir pula  tercatat nama nama seperti Rahman Tolleng dan Muslimin Nasution, dua orang yang dahulu  terkait Peristiwa 10 Mei 1963. Lalu ada Rachmat  Witoelar yang yaitu  Ketua KOMII. hadir pula  juga  beberapa  aktifis yang berlatar belakang HMI 
seperti Bagir Manan dan Iwan Sjarif. Nama nama lain yaitu  Soegeng Sarjadi yang belakangan 
diajak bergabung sebagai anggota HMI, Erna Walinono, Fred Hehuwat, Rohali Sani, Jakob 
Tobing, Robby Sutrisno, Rudianto Ramelan, Aswar Aly, Hasjroel Moechtar dan Mangaradja 
Odjak Edward Siagian yang juga yaitu  seorang perwira cadangan jalur wajib militer. Mereka 
ini semua berlatar belakang campuran, mulai dari organisasi organisasi mahasiswa lokal yang 
menjadi cikal bakal Somal, Pelmasi, Mahasiswa Pantjasila sampai yang berhaluan independen. 
Dan tentu saja hadir pula  tiga pencetus awal, yaitu  Alex Rumondor, Bonar Siagian dan Adi Sasono,  yang ketiganya kebetulan memiliki  latar belakang berbeda. Alex yaitu  tokoh IPMI yang berlatar  belakang Kristen, Bonar berlatar belakang sosialis anggota Gemsos, dan  Adi Sasono seorang  tokoh HMI namun dikenal memiliki  kecenderungan pemikiran sosialistis. Adi yaitu  cucu seorang  tokoh Masjumi yang termasyhur, Mohammad Roem. namun   yang terbanyak sebetulnya  yaitu   mahasiswa mahasiswa tanpa latar belakang pemikiran politis samasekali seperti contohnya  Erna Walinono   belakangan dinamakan Erna Witoelar   mahasiswi yang terselip di antara aktivis yang umumnya mahasiswa putera.  Pada masa berikutnya, pergerakan  pergerakan  mahasiswa di Bandung diikuti oleh mayoritas  mahasiswa seperti Erna sehingga pergerakan  pergerakan  itu lebih menonjol sebagai pergerakan  moral dan 
pergerakan  masyarakat. Motivasi yang menggerakkan mereka yaitu  pertama sikap yang dari semula tidak menyenangi PKI sebagai partai yang berpenampilan otoriter dan provokatif, dan  
realitas ekonomi rakyat yang makin memburuk di bawah rezim Soekarno. Pada akhirnya juga , 
sebab  Soekarno memperlihatkan ciri ciri otoriter dan terlalu dekat dengan PKI, rasa tidak 
senang mahasiswa juga mengarah kepada dirinya, ditambah lagi sikapnya yang mengabaikan 
perbaikan bidang ekonomi. Pertemuan pertama berlangsung di salah satu ruangan Berita berita ITB, sebuah buletin harian  yang diterbitkan para mahasiswa di kampus Ganeca, yang entah bagaimana bisa bocor ke pihak intelijen, sehingga pada waktu pertemuan berlangsung beberapa  intel berseliweran di kampus ITB mencari tepatnya di mana pertemuan berlangsung. Pertemuan yang tadinya diperkirakan bisa cepat mengambil keputusan keputusan, baik mengenai petisi yang akan dipelopori  maupun  aksi aksi yang akan segera dilakukan, ternyata berlangsung berlarut larut.  Persoalan yang paling menyita waktu yaitu  mengenai Soekarno. Beberapa rumusan mengenai 
Soekarno tak dapat diterima oleh beberapa  di antara yang hadir pula  dengan berbagai argumentasi.  Ada yang menghendaki agar predikat predikat yang ditujukan kepada Soekarno jangan terlalu  keras, seperti contohnya  terminologi  the top of the ruling class’. Begitu juga , ada yang  menghendaki agar kritikan yang akan dilontarkan kepada Soekarno lebih diperlunak. Hasjroel  mengutip pemaparan Alex bahwa meskipun dalam soal anti komunis semua yang hadir pula  bersatu,  namun   rasa ketimuran yang negatif seperti bapakisme, rasa takut kepada yang berkuasa, takut  ditangkap dan rasa tidak aman sudah  berpadu menjadi penyebab berlarut larutnya diskusi. Selain itu, wadah wadah organisasi yang ada ternyata kurang siap, sehingga harus didesak desak untuk bertindak.  Banyak dari yang hadir pula  merupakan fungsionaris dan pimpinan organisasi mahasiswa, 
seperti Dewan Mahasiswa, KAMI Komisariat Universitas dan sebagainya. Mereka merasa harus mengadakan rapat dan konsultasi dahulu  dengan pengurus lainnya. Bahkan, beberapa diantaranya  mengatakan, bahwa mereka  memiliki  massa‘, jadi harus mempertanggungjawasukarno an keselamatan 
dan keamanan massanya terhadap risiko yang mungkin terjadi. Berbeda dengan pribadi pribadi 
yang mengambil prakarsa, mereka hanya bertanggungjawab atas dirinya sendiri sebab  tidak memiliki  massa . Alhasil, berkepanjangan. 
namun  akhirnya dengan beberapa  perubahan, petisi ditandatangani juga oleh duapuluh delapan 
mahasiswa. namun   sebab  sudah terlalu sore dan waktu berbuka puasa sudah tiba, diputuskan 
pertemuan akan dilanjutkan esok tengah malam , 9 Januari 1966, di rumah  Alex Rumondor di Jalan 
Merak 4 Bandung. Pertemuan berikut itu untuk persiapan rencana aksi dan finalisasi Petisi 
Amanat Rakyat. Untuk persiapan awal sudah dilakukan pembagian misi . Tanggal 8 Januari 
tengah malam  itu, beberapa mahasiswa melanjutkan pertemuan untuk persiapan rencana demonstrasi. Mereka yaitu  beberapa  mahasiswa ITB, yaitu  Rudianto Ramelan, Thojib Iskandar, Fred  Hehuwat, Pande Lubis dan Zainal Arifin (Iping), bersama beberapa  mahasiswa dari suatu 
kelompok yang dinamakan group Bangbayang. 
Pertemuan pertemuan lanjutan ternyata tetap saja tidak mudah. Malah masih berkepanjangan 
sampai dengan 12 Januari. Sementara itu, mahasiswa Jakarta sudah berhasil bergerak pada 
tanggal 10 Januari 1966 dan mencetuskan Tri Tuntutan Rakyat. Mahasiswa Jakarta berhasil lebih  menyederhanakan‘ persoalan dengan tidak menyentuh lebih dahulu  mengenai Soekarno dan 
membatasi diri terutama pada masalah kenaikan harga, dan mencukup  kan diri dengan sedikit 
muatan tambahan bersifat politis, mengenai pembubaran PKI dan rituling kabinet, seperti yang 
dituturkan Marsillam Simanjuntak. Untuk beberapa lama, soal Soekarno ini menjadi salah satu perbedaan strategi pergerakan  antara 
mahasiswa Bandung dengan Jakarta. Perbedaan ini berlangsung cukup   lama. Dalam 
demonstrasi demonstrasinya, mahasiswa Jakarta masih sering  meneriakkan yell yell  Hidup 
sukarno  ,  Kami tetap mendukung sukarno  seraya meneriakkan hujatan hujatan terhadap tokoh lainnya, seperti soebandrio   yang menjadi sasaran favorit. Sementara itu, dalam 
pergerakan  pergerakan  mahasiswa Bandung, sikap anti Soekarno sudah tampil sejak dini dalam kadar yang amat tinggi.  Pada tanggal 12 Januari 1966 itu, kami berhasil penelitian , jika debat debat 
terlalu lama, tindakan aksi harus dijalankan saja , demikian Alex Rumondor mencatat. Maka 
Alex mengusahakan agar pressure group berkumpul lagi di Jalan Merak 4 untuk membahas 
rencana pergerakan  secara lebih rinci.  Biarpun tengah malam  itu masih terjadi debat yang seru, namun   akhirnya konsep dapat diterima. Yang hadir pula  saat itu yaitu  Rahman Tolleng, Bonar Siagian, Rudianto Ramelan, Fred Hehuwat, Zainal Arifin, Thojib Iskandar, Robert Sutrisno, Awan 
Karmawan Burhan dan beberapa orang lainnya lagi . Termasuk Alex sendiri.  sesudah  konsep disetujui, muncul  pertanyaan bagaimana pelaksanaan demonstrasi besoknya,  Apakah aksi akan berjalan tanpa dipertangggungjawasukarno an secara organisatoris,  Jika ada apa apa, siapa yang akan bertanggungjawab,  . Alex lalu mengusulkan agar KAMI dan KOMII 
dikerahkan. Untuk itu harus dicari orang nya. Rachmat Witoelar Ketua KOMII datang 
menjelang pukul 23.00. Daim A. Rahim Ketua KAMI Bandung, tak berhasil ditemukan, namun   
sebagai gantinya, Robby Sutrisno berhasil membawa bawa  datang  Sekertaris KAMI Mohammad  Ta‘lam Tachja. Bersamaan dengan itu, Adi Sasono juga datang. KOMII dan KAMI setuju bergerak bersama sama. Pengerahan mahasiswa dari kampus Universitas Parahyangan dijamin oleh Awan Karmawan Burhan. Sedang pengerahan mahasiswa Universitas Padjadjaran 
diserahkan kepada Iwan Sjarif, yang untuk itu merasa perlu untuk meminta izin rektor lebih dahulu . ‘Beruntung‘ bahwa Rektor Sanusi Hardjadinata, tidak berkeberatan. Pengerahan di ITB sudah terlebih dahulu disiapkan oleh Group Bangbayang. ”namun   sikap mendua seperti itu, bukan hanya milik Sjarif Thajeb seorang, sebab  
faktanya hampir kebanyakan tokoh, baik yang berada dalam pemerintahan maupun dalam kehidupan politik kepartaian, pada masa „tak menentu‟ itu memang memilih sikap opportunistik sebagai „prinsip‟. Sikap dan perilaku yang memicu  tanda tanya di kalangan mahasiswa, sering  kali ditunjukkan juga  oleh Brigjen Amirmahmud yang saat itu menjadi Panglima Kodam Jaya menggantikan posisi Mayjen Umar 
Wirahadikusumah”. sejak pagi pagi tanggal 10 Januari 1966 mahasiswa Jakarta berkumpul di kampus Universitas negara kita  Salemba mengadakan appel. Massa mahasiswa selain dari Universitas Indonesia   sendiri, juga berasal dari berbagai perguruan tinggi lainnya di Jakarta, dengan beberapa pengecualian. sesudah  itu mereka bergerak menuju Sekretariat Negara Jalan Veteran untuk menyampaikan resolusi mereka. namun   di Sekretariat Negara para mahasiswa hanya ditemui oleh Wakil Sekertaris Negara, sehingga mahasiswa tak mau menyerahkan resolusi mereka dan tak bersedia membubarkan diri. Bersamaan dengan itu, kelompok kelompok mahasiswa lainnya berkeliling ke beberapa penjuru kota untuk menyampaikan penjelasan penjelasan kepada masyarakat mengenai tiga tuntutan mereka. Simpang simpang jalan yang strategis diduduki mahasiswa dan di tempat itu mahasiswa memancangkan spanduk spanduk yang berisi tiga tuntutan mahasiswa. Baru pada sore hari, sekitar 16.00 Waperdam III Chairul Saleh muncul dan menemui mahasiswa. 
Ketua Presidium KAMI Pusat Cosmas Batubara lalu menyampaikan pernyataan mahasiswa yang 
berisi Tri Tuntutan Rakyat. Chairul Saleh menerima pernyataan itu dan menanggapi bahwa 
 segalanya tergantung pada kemauan Presiden Soekarno . Kabinet bisa dirubah, harga harga 
bisa diturunkan, kata Chairul Saleh, asal Presiden Soekarno memerintahkannya, maka semuanya 
akan dilaksanakan. Demonstrasi di Sekretariat Negara berakhir sekitar 17.00. Dalam perjalanan 
pulang  mahasiswa meneriakkan yell yell mengumandangkan tiga tuntutan mereka. Mahasiswa menyerukan agar para penumpang bus hanya membayar tarif Rp.200 dan tidak Rp.1000 seperti keputusan pemerintah. 
Demonstrasi hari pertama ini, keesokan harinya diikuti dengan aksi mogok kuliah oleh mahasiswa Jakarta. Aksi mahasiswa Jakarta ini disusul oleh demonstrasi besar ribuan massa mahasiswa Bandung, 13 Januari 1966, melibatkan KOMII dan KAMI dalam satu pergerakan  bersama, hasil rancangan Alex Rumondor dan kawan kawan. Para mahasiswa Bandung ini mencetuskan  Resolusi Amanat Penderitaan Rakyat , yang antara lain menyatakan solidaritas mahasiswa Bandung terhadap aksi aksi yang dilancarkan mahasiswa Jakarta dan memperkuat 
tuntutan tuntutan 10 Januari 1966 itu. Bersamaan dengan resolusi ini , dipelopori  juga   Petisi Amanat Penderitaan Rakyat yang disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat Mashudi 
untuk diteruskan kepada Presiden Soekarno. Sejak 10 Januari dan 13 Januari itu, aksi aksi 
mahasiswa lalu marak dan berlangsung terus menerus di kedua kota itu yang lalu  disusul 
oleh mahasiswa di kota kota besar lainnya. 
Akhir Januari, Menteri PTIP Brigjen Dr Sjarif Thajeb, mengeluarkan instruksi agar mahasiswa 
menghentikan mogok kuliah. Presidium KAMI Pusat ikut mengeluarkan anjuran agar mahasiswa 
mematuhi instruksi Menteri PTIP itu. namun    KAMI Bandung menolak instruksi itu, sehingga KAMI Pusat pun menyatakan bahwa penghentian mogok kuliah hanya berlaku di lingkungan KAMI Jakarta Raya. Namun hanya 4 hari sesudah nya, 4 Februari, mahasiswa Jakarta 
melakukan mogok kuliah tahap kedua. Sebelumnya, 2 Februari, di depan kampusnya, mahasiswa ITB berikrar akan terus melakukan aksi aksi dan mogok kuliah sampai tuntutan dalam Tritura dipenuhi. Mereka tak mau mematuhi instruksi Menteri PTIP. Ikrar serupa dilakukan juga  mahasiswa Jakarta pada tanggal 10 Februari. Langsung pada tanggal yang sama, Menteri PTIP mengulangi instruksinya agar mogok kuliah dihentikan. Meskipun tercatat peran nya dalam membidani kehadiran KAMI, Sjarif Thajeb sering kali menunjukkan sikap mendua bila itu  menyangkut Soekarno. namun   sikap mendua seperti itu, bukan hanya milik Sjarif Thajeb 
seorang, sebab  faktanya hampir kebanyakan tokoh, baik yang berada dalam pemerintahan 
maupun dalam kehidupan politik kepartaian, pada masa  tak menentu‘ itu memang memilih 
sikap opportunistik sebagai  prinsip‘. Sikap dan perilaku yang memicu  tanda tanya di kalangan mahasiswa, sering  kali ditunjukkan juga  oleh Brigjen Amirmahmud yang saat itu menjadi Panglima Kodam Jaya menggantikan posisi Mayjen Umar Wirahadikusumah. Pada pertengahan Januari, segera sesudah  Soekarno memberi komando untuk pembentukan Barisan Soekarno, maka terjadi konsolidasi yang berlangsung cepat di kalangan pendukung Soekarno. Menteri Penerangan Achmadi 
contohnya , 17 Januari 1966, untuk sebagian berhasil mewujudkan perintah Soekarno itu. Cikal 
bakal Barisan Soekarno segera terbentuk dan mulai bergerak antara lain dengan menyebarkan 
pamflet pamflet yang menyerang KAMI dan bahkan memprovokasi beberapa  benturan fisik. 
Justru pada saat itu Panglima Kodam Jaya Amirmahmud mengeluarkan pengumuman yang 
melarang penyelenggaraan demonstrasi dalam bentuk apapun di Jakarta.  Demi menjaga dan 
terpeliharanya suasana tenang dan tertib dalam rangka pengamanan guna tercapai tujuan 
revolusi . sebab  yang melakukan demonstrasi hanyalah mahasiswa yang tergabung dalam 
KAMI, maka dengan sendirinya KAMI lah yang terpojok. Larangan ini memecah konsentrasi 
mahasiswa Jakarta yang tergabung dalam KAMI, sekaligus cenderung melemahkan kekuatan 
mereka. Sjarif Thajeb lalu  melengkapkan tekanan dengan larangan terhadap mogok kuliah 
yang dijalankan mahasiswa. Meskipun ada larangan demonstrasi, mahasiswa Jakarta tetap saja melakukan pergerakan  pergerakan . 
Mereka mengganti istilah demonstrasi dengan  berkunjung ramai ramai . Salah satu sasaran 
kunjungan ramai ramai itu yaitu  Departemen Luar Negeri yang dipimpin soebandrio  , Selasa 18 
Januari. Gagal bertemu soebandrio   di sana para mahasiswa menuju rumah  resmi Menlu di 
Jalan Merdeka Selatan, dan bisa bertemu soebandrio  . Mulanya soebandrio   hanya mau menemui delegasi mahasiswa, dan menjelaskan mengenai  ucapan ucapannya sebelumnya yang menuduh mahasiswa ditunggangi Nekolim dan menyatakan aksi aksi mahasiswa tidak sopan. saat  diminta untuk berbicara langsung di depan massa mahasiswa, ia malah mengatakan  Saya juga memiliki  massa . Spontan delegasi mahasiswa balik bertanya  Apakah bapak bermaksud mengadu domba antara massa bapak dengan massa kami,  .  Bukan… bukan itu maksud saya , kata nya pada akhirnya,  Baiklah, saya akan bicara….. . Begitu muncul di depan massa mahasiswa, ia disambut teriakan  Ganyang Haji Peking! ,  Kami tidak memusuhi sukarno  ,  Kami 
memusuhi Durno . Jadi, seperti tentara yang taktis terhadap Soekarno, hingga sebegitu jauh, 
mahasiswa pun masih bersikap taktis juga  terhadap Soekarno. Dan yaitu  pada hari itu juga , 
delegasi KAMI bertemu dengan Soekarno. Ini yaitu  yang kedua kalinya. Delegasi KAMI terdiri 
antara lain dari Cosmas Batubara, David Napitupulu, Zamroni, Mar‘ie Muhammad, Elyas, Lim Bian Koen, Firdaus Wajdi, Abdul Gafur dan Djoni Sunarja. mengenai  pertemuan ini, David 
Napitupulu pernah  mengisahkan betapa Soekarno masih berhasil menunjukkan wibawa dan 
memicu  beberapa tokoh mahasiswa  melipatkan‘ dan merapatkan tangan di depan perut dengan 
santun. Salah satu anggota delegasi menjelaskan kepada Soekarno bahwa jika  ada ekses ekses 
yang terjadi dalam aksi aksi KAMI, semisal corat coret dengan kata kata kotor, itu  yaitu  
pekerjaan tangan tangan kotor yang menyusup ke dalam  barisan mahasiswa progressif 
revolusioner . Delegasi KAMI lalu menyampaikan tiga tuntutan rakyat. Dan Soekarno menjawab  Saya mengerti sepenuhnya segala isi hati dan tuntutan para mahasiswa , dan tidak 
menyangsikan maksud maksud baik mahasiswa. namun   dengan keras Soekarno menyatakan 
tidak setuju cara cara mahasiswa yang menjurus ke arah vandalisme materil dan vandalisme 
mental, yang berdasar keterangan saksi  sang Presiden bisa ditunggangi golongan tertentu dan Nekolim, yang tidak menghendaki persatuan sukarno  dan mahasiswa. mengenai  pembubaran PKI, kembali Soekarno tidak memberikan jawaban memenuhi tuntutan pembubaran, dan hanya menyuruh mahasiswa menunggu keputusan politik yang akan diambilnya. Awal Pebruari, sekali lagi Amirmahmud melakukan seperti  akrobatik politik, yang menyenangkan Soekarno. Selasa 1 Pebruari di lapangan Banteng berlangsung suatu rapat umum yang difasilitasi oleh Amirmahmud dan  berhasil‘ menelurkan suatu ikrar dari 120 organisasi politik dan organisasi massa se Jakarta Raya yang menyatakan  sanggup untuk melaksanakan 
komando Presiden , sesuai amanat Presiden 15 Januari mengenai pembentukan Barisan 
Soekarno. Keesokan harinya, Amirmahmud menghadap Soekarno di istana menyampaikan ikrar itu. Usai menghadap, kepada pers, Amirmahmud dengan bersemangat menyampaikan pernyataan  120 orpol dan ormas itu otomatis menjadi Barisan Soekarno . Mungkin saja, peranserta  yang dijalankan oleh Amirmahmud ini masih termasuk dalam kawasan taktis, seperti pendapat beberapa tokoh mahasiswa yang direkam Hasjroel Moechtar. Dengan melihat kedua tindakan Amirmahmud itu sebagai sesuatu yang tak terlepas dari sikap Angkatan Darat, berdasar keterangan saksi  pendapat yang disimpulkan Hasjroel, maka tindakan itu tak boleh tidak dimaksudkan sebagai usaha  taktis Angkatan Darat mencoba mengambilalih situasi dari soebandrio   dan pendukung pendukung fanatik sukarno . Dan masih cukup   banyak aktivis yang mempercayai itu sebagai tindakan taktis, yang menyelamatkan mahasiswa dari benturan benturan fisik yang berbahaya dengan para pendukung Soekarno. Namun tak bisa dihindari bahwa kedua tindakan itu memberi hasil akhir yang membingungkan masyarakat dan terutama para mahasiswa yang merasa dipojokkan “Presiden tetap bersikeras untuk tidak mau membubarkan PKI, sebagaimana yang dituntut mahasiswa dalam Tura ketiga. Soekarno memilih sikap keras kepala….”. “Maka 
pada saat pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan, 24 Pebruari, mahasiswa di 
Jakarta  turun ke jalan….. Pada hari itu, barisan demonstran mahasiswa berhasil menembus pagar betis penjagaan tentara hingga ke depan pintu Istana Negara dan berhadapan langsung dengan Pasukan Cakrabirawa. Di situlah terjadi penembakan oleh Tjakrabirawa terhadap barisan mahasiswa dan memicu   gugurnya Arief Rahman 
Hakim dan  memicu   luka berat seorang anggota puteri KAPPI, Siti Zubaedah. Anggota KAPPI ini akhirnya meninggal beberapa waktu lalu …”. 
CATATAN Jenderal AH Nasution mengenai  Barisan Soekarno ini menarik untuk dipinjam di sini, terutama sebab  memiliki nuansa penilaian yang berbeda. Apakah tindakan Amirmahmud saat itu masih termasuk tindakan taktis, ataukah murni akrobatik politik,  jika  ternyata 
Amirmahmud melakukannya dengan kesepakatan para pimpinan Angkatan Darat, apakah itu 
sekaligus menunjukkan bahwa para jenderal memang sudah  melakukan akrobatik politik, 
mengutamakan  permainan‘ dan tak segan menempatkan mahasiswa sekalipun dalam posisi pion yang saat  waktu bisa saja dikorbankan untuk meraih kemenangan,  Apalagi, dalam persepsi tokoh kesatuan aksi, RAF Mully, Angkatan Darat memang hanya menempatkan mahasiswa dalam posisi untuk dimanfaatkan.  Tidak sepenuhnya Angkatan Darat bisa diharapkan sebagai pelindung bagi mahasiswa . yaitu  suatu fakta di lapangan, bahwa pasukan pasukan Kodam Jaya kala itu tak selalu menunjukkan sikap bersahabat dengan para mahasiswa. Adakalanya mereka begitu garang dalam menghadapi demonstrasi mahasiswa. Ini berbeda dengan pasukan pasukan yang ada di bawah garis komando Mayjen Kemal Idris yang menggantikan Soeharto sebagai Panglima Kostrad, atau pasukan pasukan RPKAD, yang oleh para mahasiswa bisa dirasakan memiliki sikap melindungi, setidaknya tak bermusuhan. 
Adanya dua jenis perilaku tentara ini sangat terasa oleh kelompok mahasiswa. Bila sikap tidak 
bersahabat itu ditunjukkan oleh kalangan militer yang dekat dengan Soekarno, tentu tidak 
mengherankan. namun   bagaimana jika  kasat mata ia memiliki kedekatan dengan Soeharto, 
namun   saat  berhadapan dengan mahasiswa menunjukkan permusuhan ,  Tak lain hal itu berarti, sejak mula Soeharto pun sudah mulai memelihara beberapa  perwira berperilaku otoriter di dekatnya. maka , sikap berbeda beda di kalangan tentara bukanlah semata mata soal pro atau kontra Soekarno. Jenderal Abdul Harris Nasution menggambarkan  Barisan Soekarno mulai menjadi fakta  fisik. tokoh  politik, mahasiswa dan militer tertentu terus dipanggil ke istana dan bekerja untuk itu . Waperdam III Chairul Saleh yang sudah  dimisi kan memimpin Barisan Soekarno menunjuk Kolonel Sjafei   yang dinamakan  raja‘ para copet Jakarta   sebagai Komandan. Di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan dan kota kota lain sampai hangat demonstrasi kontra demonstrasi dan terjadi bentrokan bentrokan fisik . Bahkan Soeharto, tutur Nasution, menampung persoalan pergerakan  baru ini berupa perlombaan atau jor joran menyatakan setia kepada Presiden, dengan menginstruksikan  appel appel kesetiaan , melalui 
Pengumuman O1/Koti/1966.  Panglima Kodam Jaya Jenderal Amirmahmud melakukannya secara besar besaran, 120 utusan parpol dan ormas Jakarta bersama panglima menyampaikan kesetiaan kepada Presiden. Panglima 
Siliwangi Mayor Jenderal Ibrahim Adjie menyatakan bahwa Sam Karya yang diterima Siliwangi yaitu  identik dengan Soekarno dan dibela oleh Siliwangi. sukarno  sudah  dimasukkan dalam catur laksana Korps Siliwangi . 
namun , fakta yang paling tak dapat diabaikan, seperti juga dikatakan Nasution, yaitu  bahwa para 
Panglima di Jawa dewasa itu, di Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya, meskipun dikenal 
sebagai orang  yang anti PKI, namun   juga secara pribadi kuat mendukung Soekarno. 
Bagaimanapun,  isu pembentukan Barisan Soekarno sudah  memicu  berbagai  tanggapan, 
yang satu sama lain berbeda dan dapat membingungkan . Panglima Siliwangi Mayjen Ibrahim Adjie, meskipun seorang pendukung kuat Soekarno, melarang Barisan Soekarno di wilayah 
hukumnya. Panglima Kodam Jaya Brigjen Amirmahmud, selaku Pepelrada, mengeluarkan 
instruksi yang mengatur penyaluran pembentukan Barisan Soekarno di wilayahnya. Sementara 
itu, Panglima Komando Wilayah Sumatera Jenderal Mokoginta dengan tegas menyatakan 
Barisan Soekarno sebagai kontra revolusi. 
Waperdam I soebandrio   melihat Barisan Soekarno sebagai alat pertarungan untuk 
mempertahankan kekuasaan Soekarno, sehingga ia menekankan aspek fisik. Dalam suasana yang 
menghangat, 15 Pebruari 1966, Presiden Soekarno didampingi Waperdam I soebandrio   
mengadakan pertemuan terbatas dengan pimpinan GMNI Asu, Germindo, Presidium MMI dan Dewan Mahasiswa Universitas sukarno , di Istana Merdeka. Pada forum ini  Dr soebandrio   kembali menyerukan pembentukan Barisan Soekarno, sebagai suatu barisan berbentuk fisik, memenuhi seruan Soekarno sendiri pada 15 Januari yang menginginkan penyusunan barisan pendukung yang berdiri di belakangnya.  Bentuklah Barisan Soekarno sekarang juga , kata  soebandrio  . Setiap organisasi mahasiswa yang hadir pula  dimintanya untuk turut membentuk Barisan Soekarno itu,  biar cuma hanya sekedar  seratus orang, tak apa, asal ulet . Barisan dalam bentuk fisik ini terbukti lalu  di beberapa daerah memang dimaknai dalam artian fisik yang sebetulnya  dan kesiapan bertarung untuk membela Soekarno. Hingga beberapa bulan, pemaknaan yang demikian terus berlangsung. Pada 19 Agustus 1966, saat  mahasiswa Bandung makin gencar melakukan pergerakan  pergerakan  anti Soekarno, Barisan Soekarno menyerbu Konsulat KAMI Bandung di Jalan Lembong. Dalam Peristiwa 19 Agustus 1966 ini  jatuh korban jiwa, Julius Usman, mahasiswa Universitas Parahyangan. Ia tewas di depan 
kampusnya Jalan Merdeka, tak jauh dari Jalan Lembong. sesudah  terjadinya serangkaian bentrokan fisik antara mahasiswa anggota KAMI dengan massa Front Marhaenis sayap Ali Surachman pada akhir Pebruari hingga awal Maret, Panglima Kodam Jaya Brigjen Amirmahmud melontarkan gagasan  jalan tengah‘ Persatuan Nasional Mahasiswa negara kita , 7 Maret. Gagasan ini sebetulnya  berasal dari ide pembentukan National Union of  Student (NUS) yang dilontarkan sebelumnya oleh Soekarno 14 Januari sesudah  mendengarkan  saran dan laporan Wakil Panglima Besar Komando Ganyang Malaysia (Wapangsar Kogam) bidang Sosial Politik, Ruslan Abdulgani. saat  gagasan NUS itu untuk pertama kali dilontarkan  oleh Soekarno dan Ruslan, muncul penolakan yang keras dari mahasiswa Bandung dalam sebuah  pernyataan 2 Pebruari 1966. Mahasiswa Bandung mencurigai pembentukan NUS ini , yang  dilontarkan justru bertepatan dengan saat PKI dan simpatisannya mulai dibersihkan dari kabinet  dan berbagai lembaga negara. Mahasiswa Bandung curiga bahwa pembentukan NUS  dimaksudkan untuk mendegradasi setahap demi setahap KAMI, sambil memasukkan unsur  unsur Front Marhaenis Ali Surachman ke dalam tubuh kemahasiswaan, yang tentu saja  berbahaya terhadap usaha  pembubaran PKI. Front Marhaenis per saat itu dalam anggapan 
mahasiswa mahasiswa Bandung ini  yaitu  partner terdekat PKI di zaman pra G30S.  Dalam suatu demonstrasi dan aksi corat coret yang dilakukan mahasiswa mahasiswa di Bogor,  rumah  Nyonya Hartini Soekarno, kebagian coretan  Gerwani Agung . Julukan  Gerwani Agung‘ yang ditujukan kepada Hartini ini memicu  Soekarno amat marah. Di Bandung pada waktu yang hampir bersamaan, mulai bermunculan coretan yang ditujukan langsung kepada  Soekarno, seperti tulisan  Soekarno, No dan  berbagai serangan lain yang menunjukkan bahwa  mahasiswa tak lagi menginginkan Soekarno sebagai pemimpin negara. Gedung MPRS, Gedung  Merdeka di Jalan Asia Afrika Bandung diserbu dan dicoreti mahasiswa dengan tulisan  Gedung Komidi Stambul . Dalam nyanyian nyanyiannya mahasiswa menyindir  MPRS…. Yes, yes,