Tampilkan postingan dengan label teror. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label teror. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Desember 2022

teror



JASON BROWN.
Desember, 1999

Laporan ini saya teliti pada akhir bulan September sampai Desember, 1999. saat  penelitian itu, saya berjalan ke Surabaya, Probolinggo, Jember, dan
Banyuwangi agar memperoleh  informasi. Kebanyakan waktu itu saya tinggal di Desa Gintangan, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi. laporan ini  bisa saya tulis berkat  bantuan dari banyak orang yang menyediakan waktu bagi saya untuk memperoleh  keterangan
dan fakta  terhadap ilmu hitam di Banyuwangi dan  suasana politik yang adadi Banyuwangi pada tahun yang lalu (1998).Saya tak mungkin menyebut semua orang yang membantu saya, namun  ada
beberapa orang yang berhak mendapat sebutan khusus.Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Amanu dari Desa Gintangan. Dia menjadi pemandu dan teman akrab saya. Apa lagi, saya ingin menucapkan terima kasih kepada Bapak Haji Hatib dan keluarganya,
khususnya Mas Kris, yang sudah  membolehkan saya tinggal di rumah mereka. di antaranya adalah Bapak Hasan Ali,Bapak Haji Achmad Dasuki, Bapak Azhar, Bapak Sugihartoyo, Bapak Asari, Bapak Arsali, Bapak Sudarisman, Bapak Hasnan Singodimayan, Mas Mukhlisin, Bapak Faduri, Bapak Kyai Ahmad Siddiq, Bapak Kyai Abdullah Wahid, dan
Bapak Yadi Yatok Pramono.
Di Surabaya saya ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan Bapak Choriul Anam dan Bapak Kacung Marijan, pengamat politik di Fakultas Ilmu
Sosiologi dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga.
Di Jember saya ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan Bapak Kusnadi MA, seorang staf pengajar di Fakultas Sastra, Universitas Jember.
Akhimya, di Probolinggo saya ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan Bapak Nur Hidayat, wartawan Jawa Pos, dan kawan-kawan saya di Lembaga Studi Islamika dan Pemberdayaan Sosial.
Laporan ini tentang peristiwa pembunuhan dukun santet yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi dan sekitarnya pada tahun 1998. Peristiwa itu yaitu 
suatu kutukan atas peta kehidupan warga   Banyuwangi. Memang pada tahun 1998 wilayah  Banyuwangi mengalami perang. Pada bulan September dan Oktober waktu peristiwa pembantaian dukun santet itu mencapai puncaknya, hampir setiap hari korban tewas bisa diketahui. warga  Banyuwangi diselimuti  rasa takut. Pada malam hari orang-orang  takut keluar rumah mereka. Semua pintu dikunci. isu  menyebar dari mulut ke mulut dalam suatu suasana yang dipenuhi teror, Saya pertama kali tertarik dalam peristiwa pembunuhan itu sesudah  berita
terhadap pembunuhan dukun santet dan para algojo atau ninja muncul di halaman berbagai-media surat kabar di  Australia. Memang peristiwa pembantaian  itu dengan cepat menjadi berita internasional - sesuatu cerita dengan unsur-unsur
mistik, namun  waktu saya terjun ke lapangan saya mencari cerita yang jauh lebih berbeda dibandingkan  yang diterbit dalam halaman-halaman koran itu. Saya tinggal di Desa Gintangan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi antara pada bulan Oktober  sampai awal Desember, 1999. Pada tahun yang lalu ada dua orang yang diduga sebagai dukun santet yang dibunuh oleh massa di Desa Gintangan, sedangkan 34orang lagi dituduh memiliki ilmu hitam. Apa lagi di Kecamatan Rogojampi korban pembunuhan sebanyak 35 orang, terbanyak di Banyuwangi. awalnya saya memiliki   pertanyaan.Apakah peran persis ilmu hitam dalam kebudayaan warga  Banyuwangi?
Mengapa dukun santet menjadi sasaran dalam suatu peristiwa pembunuhan yang paling parah dalam sejarah Banyuwangi? , saya bertemu dengan kyailokal, anggota keluarga korban tewas, seorang pembunuh di Penjara Malang, ahli politik dan dosen-dosen lain, tokoh politik lokal dan  tokoh agama Banyuwangi.a berbicara bersama dengan orang biasa yang  mengalami kejadian teror, 
kesuburan Banyuwangi itu bukan hanya terhadap tanahnya, namun  juga budaya spiritualis  keagamaan.  Sebagai basis Nahdlatul Ulama (NU) agama Islam penting sekali dalam kehidupan sehari-hari orang Banyuwangi. namun  pada
sisi yang lain, ilmu gaib sangat dominan dalam budaya Banyuwangi juga. Ilmu gaib itu termasuk ilmu putih, atau ilmu gaib penolak dan ilmu gaib produktif. Yang penting untuk penyelidikan saya adalah ilmu hitam, yaitu santet, sihir, atau
tenung. ilmu hitam sering dinamakan    'santet'  ilmu hitam sebetulnya  dikenal sebagai 'sihir'. Bahkan, santet dalam budaya Banyuwangi ada artinya ilmu pengasih atau pelet. Akibatnya, saya
memakai  istilah sihir itu seluruh laporan ini untuk menjelaskan ilmu hitam.  bahwa ilmu sihir itu sangat kuat dalam budaya dan kepercayaan Banyuwangi. Memang kyai yang paranormal bertindak sebagai 'penengah' antara dunia spiritualis tradisional dan dunia spiritualis gaib. Kyai itu juga melakukan peranan sebagai hakim sosial di tingkatan desa terhadap permasalahan ilmu sihir. Budaya Banyuwangi memiliki  kode etik khas bersama dengan sumpah pocong yang sering dipakai  di mesjid untuk menghabiskan
permasalahan ilmu sihir itu. namun  pada tahun yang lalu kode etik khas dan sumpah pocong ini  tidak lagi dihormati. Rupanya, warga  Banyuwangi
membelok pada tindak kekerasan yang sebetulnya menelan kira-kira 150 orang tewas.  Mengapa tiba-tiba orang Banyuwangi memutuskan main hakim sendiri?  peristiwa pembantaian dukun sihir
yaitu  fenomena sosial yang sebetulnya  menjadi sesuatu noda merah darah atas proses Reformasi di Negara Indonesia. Kepercayaan dalam ilmu sihir tinggi sekali di Banyuwangi dan perasaan dendam warga  sangat kuat. Zaman Reformasi memberikan orang Banyuwangi kesempatan sesuai untuk membalas dendam. Selama Orde Baru kekuasaan didominasi secara massif oleh negara, yaitu
kekuasaan vertikal. Namun demikian, sesudah  Soeharto jatuh dan kekuasaan pemerintah berkurang secara tiba-tiba kekerasan-kekerasan massal muncul, yaitu kekuasaan horizontal.
. Pada pihak politik, zaman Reformasi menciptakan suatu 'pembelahan dua' dalam warga , yaitu baik-buruk atau pro-Reformasi - anti-Reformasi. Yang
buruk - semua tokoh politik Orde Baru - harus dipecat atau dihapuskan dari susunan warga . Secara sosial, tukang sihir itulah yaitu  kelompok buruk dalam pengertian baik-buruk ini . Dalam kesadaran kolektif warga  Banyuwangi dukun sihir selalu bertanggung jawab untuk semua permasalahan, baik macam-macam penyakit, kegagalan hasil,  persoalan perjodohan dan
Iain-lain. Era Reformasi yang baru itu yaitu  zaman membingungkan. Adanya euforia sesudah  Soeharto turun, salah persepsi terhadap kekuasaan hukum Indonesia, polisi lokal yang takut bertindak secara keras, perasaan frustrasi dan stres akibat
sebuah ekonomi yang hancur,  Semua unsur ini  menciptakan suasana siap untuk peristiwa pembunuhan massa dalam sesuatu warga 
dihantui perasaan dendam. Selain masalah sosial ini  ada tindakan politik lokal yang juga dipengaruhi
oleh zaman Reformasi. Di sinilah muncul peristiwa peneroran atau isu ninja yang dialami oleh kyai dan tokoh ulama NU lain. Saya tidak memiliki  bukti  kuat yang menandakan  peristiwa nasional elite politik  menurut pendapat saya isu-isu nasional itu dibesar-besarkan oleh media massa,  Sama dengan pasukan ninja yang sebetulnya  hanya isu untuk menakut-takuti sesuatu kelompok warga .
Menurut teori saya peristiwa  sebetulnya tindakan lokal dengan sasaran pemimpinan NU. Selama Orde Baru kebijakan dwi-fungsi tidak terpencil elite
politik saja, namun  juga di tingkat pedesaan. Maksudnya, orang militer atau tokoh
politik berhubungan dengan militer lokal sering memegang jabatan dominan dalam struktur politik lokal seperti Camat, Lurah, dan Kades, 
Orang-orang ini  merasa diancam oleh zaman Reformasi selain kekuasaan politik baru,
khususnya kyai dan ulama NU lain. Meskipun tokoh politik lokal ini  berfungsi sebagai pemimpin formal di desanya, memang kyai melakukan peranan sebagai pemimpin informal yang sangat dihormati warga . Dalam Reformasi politik, kyai itu memperoleh  suara kuat dalam bidang politik .
 saya tidak berhasil mencari semua jawaban atas peristiwa pembantaian dukun sihir di Banyuwangi pada tahun yang lalu - tentu saja ada
banyak yang tetap misteri -  

Peristiwa pembunuhan itu, yang mulai pada bulan Februari dan mencapai puncaknya pada bulan September dan Oktober, anehnya tiba-tiba menghilang pada bulan November. Sesudah sekitar 9 bulan teror, histeria,  ternyata  pembunuhan itu sudah selasai. Bau amis darah sudah  hilang dari jalan Banyuwangi. namun  apa yang masih membekas sesudah pembantaian itu
selasai adalah misteri, isu , dan teori konspirasi 
Sekitar 500 orang yang mengikuti pembantaian massa itu sudah dihukum. Namun, di antara orang hukuman itu tidak ada satupun oknum politik sama sekali. Ternyata, semua orang yang sudah dihukum adalah orang desa biasa ataupun orang gila. Kalau benar-benar peristiwa pembunuhan dukun santet di Banyuwangi yaitu  peristiwa didasarkan politik, lalu oknum-oknum yang bertanggung jawab untuk peristiwa itu memang masih bebas berkeliaran.
Apakah peristiwa pembantaian dukun santet di Banyuwangi hanya suatu fenomena sosial saja? Kini, lebih dari satu tahun sejak peristiwa pembantaian itu mencapai puncaknya, kita masih menghadapi teori-teori saja mengenai sebab-sebabnya. Akhirnya, lewat laporan ini, saya akan mengusulkan satu teori saya sendiri terhadap peristiwa teror maut itu yang benar-benar sudah menjadi sesuatu cerita rakyat yang misterius  
wilayah  Banywangi terletak paling timur dari Pulau Jawa. Sejak dahulu kala, Banyuwangi yaitu  suatu tempat yang amat strategis. Sebagai palang pintu
wilayah  penghasil devisa Pulau Dewata, Banyuwangi juga selalu terkenal sebagai
wilayah  yang tanahnya luas dan hijau. Memang, wilayah  Banyuwangi sering dinamakan 
sebagai wilayah  Gudang Beras. Pasti wilayah  ini  subur makmur dan tidak hanya beras yang berhasil ditanam di tanah yang subur itu, namun  juga kopi,
cengkeh, coklat, karet, pisang, kelapa,  sayur-sayuran yang bisa tumbuh di setiap jengkal tanahnya. Saya pertama kali tiba di Banyuwangi pada bulan Oktober, 1999. Saya pergi ke Banyuwangi naik sepeda motor dari Jember dan memang melihat bahwa pemandangan antara kedua kota ini  pasti berubah. Sedikit demi sedikit
pemandangan yang saya lihat dari jalan raya berubah menjadi lebih subur, lebih lebat, dan lebih hijau. Ada sawah, pohon kelapa,  berkebunan amat subur di mana-mana.  dihuni sekitar 1,4 juta jiwa, tersebar di 21 kecamatan. Kecamatan ini  meliputi lima wilayah pembantu bupati, 24 kelurahan, dan 167 desa. Menurut pendapat Bapak Kusnadi MA, seorang staf pengajar di Fakultas Sastra, Universitas Jember, Banyuwangi  terkenal sebagai suatu tempat pertanian maupun suatu tempat yang juga terkenal dengan kehidupan yang agamis
dan spiritualis.  yaitu spiritualis tradisional dan spiritualis gaib. Terhadap sisi yang pertama, yaitu  spiritualis tradisional, Banyuwangi dikenal sebagai salah satu wilayah  yang yaitu  basis Nahdlatul Ulama (NU)

Istilah 'santet' adalah istilah Bahasa Indonesia dengan pengertian ilmu hitam. namun  , dalam budaya warga  Bayuwangi istilah 'santet'
memiliki  pengertian yang amat jauh dibandingkan  ilmu hitam. 'Santet' dalam khazanah budayawarga  Osing(penduduk asli Banyuwangi) sebetulnya 
berarti ilmu pengasih. Sebetulnya 'santet' sebagai ilmu pengasih itu sering dipakai  oleh remaja di Banyuwangi untuk membuat atau menambah kasih-sayang dari wanita/Laki-laki  yang mereka inginkan. Memang, menurut budayawan
Banyuwangi Bapak Hasnan Singodimayan, santet dalam budaya Banyuwangi sebetulnya dipakai untuk mencari cinta. Pada dasarnya, santet itu yaitu  dua guna-guna, yaitu jaran goyongdan sabuk mangir. Guna-guna jaran goyong dipakai  oleh laki-laki. Menurut Bapak Hasnan, kalau seorang laki-laki berpikir bahwa ada gadis yang sombong dan tidak mau peduli kepadanya, dia akan memakai pesona jaran goyong sehingga gadis itu akan jatuh cinta padanya. Selama 40 hari gadis yang
menjadi sasaran guna-guna itu tidak bisa berpikir tentang apa saja kecuali laki-laki yang mengirim guna-guna itu. Bahkan, selama 40 hari gadis itu akan menangis sebab  perasaannya terhadap laki-laki itu amat kuat. Hati gadis itu sakit sekali.
sebetulnya , dia jatuh cinta, namun  dia merasa murung sebab  menyadan bahwa dia tidak akan memiliki laki-laki itu. Menurut Bapak Hasnan, sesudah 40 hari perasaan cinta ini  akan menghilang. Namun, biasanya gadis yang dikutuk itu belum tentu bebas dari akibat guna-guna itu dan ada kemungkinan bahwa gadis itu akan menjadi pacar bersama dengan laki-laki yang memakai pesona jaran goyong ini , juga ada kemungkinan bahwa kemudian mereka akan menikah. Guna-guna sabuk mangir berperan  sama dengan guna-guna jaran goyong, namun  dipakai  oleh gadis supaya laki-laki yang sombong akan
jatuh cinta. Pesona sabuk mangir itu juga jalan selama 40 hari. Bapak Hasnan, umurnya 69, adalah novelis yang sudah menulis satu novel
yang diterbitkan dengan judul "Kerundung Baju Selubung". Novel itu mengenai santet dan alurnya tentang wanita  yang memakai  ilmu hitam (sihir) untuk menyakitkan isteri baru mantan suaminya. , Bapak Hasnan sudah belajar banyak tentang ilmu hitam dan ilmu putih untuk melatarbelakangi novelnya. "Sebelumnya, budaya Osing tak mengenai tafsir santet sebagai ilmu hitam atau
sihir," ujamya. Memang, sihir atau tenung yaitu  dua istilah yang dipakai  dalam budaya Banyuwangi untuk menjelaskan ilmu hitam.  dahulu sihir tidak begitu populer di Banyuwangi dan hanya baru-baru ini bahwa frekuensinya bertambah terus. Kini, sihir sudah memasuki kesadaran atau membayangi kehidupan warga  Banyuwangi. Banyuwangi  yaitu  tempat pertemuan budaya besar, seperti Jawa dan Bali. Lagi pula,
Banyuwangi sebagai wilayah paling timur di Propinsi Jawa Timur yaitu  ladang subur bertemunya beragam etnik, mulai etnik Jawa, Bali, Bugis, Cina, hingga etnik lokal Osing.
sebetulnya , ilmu hitam ada di mana-mana di Indonesia. Di Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Irian Jaya, dan Sulawesi ada sejenis itu  tentu dengan nama berbeda-beda. Ada teluh, tenung, leak, begu ganyang, tunti
lanak, suwanggi, burong, . Di Banyuwangi orang lazim menyebutnya "sihir". Kasus Santet Banyuwangi yang ditulis oleh Tim Pencari Fakta yang dibentuk Pengurus Wilayah NU (PWNU)
Jatim, dari 167 desa yang ada di Banyuwangi, ada  sekitar 160 pondok pesantren.
Berarti, hampir semua desa ada pondok pesantren. sebab  itu, suasana kehidupan kewargaannya terasa begitu agamis dan spiritualis. Sedangkan tokoh warga (ulama/kyai) tampil sebagai pemimpin informal yang mengayomi dan melindungi warga  dalam segala hal.' orang Banyuwangi juga mempercayai ilmu putih, atau dengan kata lain ilmu gaib produktif dan ilmu gaib penolak.
Menurut Antropolog Bapak Koentjaraningrat ilmu gaib produktif meliputi segala ilmu gaib yang bersangkut paut dengan aktivitas-aktivitas produksi
bercocok tanam dalam warga  perikanan, dengan produksi ternak dalam   beternak, ilmu gaib yang berhubungan dengan pertukangan, kerajinan, dan perdagangan.
 - Kesaksian Tragedi Banyuwangi oleh Tim Pencari
Fakta dibentuk Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jatim.Ketua Tim Pencari Fakta, Bapak Choirul Anam, Pada bulan November, 1998,  sebagian besar dari ilmu gaib produktif bersangkut paut dengan pertanian. 
Apa lagi, Bapak Koentjaraningkat mengatakan bahwa ilmu gaib penolak itu yaitu  segala perbuatan ilmu gaib untuk menghindari dan menolak bencana hama pada tumbuh-tumbuhan dan hewan, atau juga gaib untuk menyembuhkan
penyakit, atau ilmu dukun. Ingat saja adanya bermacam-macam dukun dalam kebudayaan Jawa, di samping dukun umum, ada dukun jampi yang khusus tahu tentang obat-obatan asli; dukun
bayi yang menolong melahirkan anak; dukun pijet yang ahli dalam hal memijet; dukun bong yang ahli dalam hal menyunat; dukun perewangan yang menolak penyakit dengan bantuan suatu roh yang diundang masuk dalam tubuhnya,  bahwa semua jenis dukun yang dinamakan  di atas ada di   Banyuwangi.  biasanya seorang kyai  melakukan peranan sebagai dukun ini . Rupanya, ada campuran antara sisi spiritualis tradisional dan sisi spiritualis gaib.  Ilmu Banyuwangen  menempati urutan pertama dalam pertenungan di Negeri Indonesia., Suku Osing itu memiliki  bahasa sendiri yang juga menunjukkan campuran budaya ini .
Memang, menurut pendapat budayawan Bapak Hasan Ali, warga  Osing memakai  Bahasa Osing
sebagai alat komunikasinya. Kabupaten Banyuwangi didiami oleh beberapa suku bangsa. Suku Madura menempati bagian Kabupaten Banyuwangi sebelah utara,  sebelah barat dan  wilayah  pantai - Kecamatan Wongsorejo, Kecamatan Kalibaru, Kecamatan Glenmore, Kecamataan Muncar. Suku Jawa menempati
bagian selatan - Kecamatan Pesanggaran, Kecamatan Bangorejo, Kecamatan Tegaldlimo, Kecamatan Genteng, Kecamatan Gambiran, dan Kecamatan Purwoharjo.
Suku Osing mendiami (sebagian besar) wilayah Kecamatan Giri, Kecamatan Glagah, Kecamatan Rogojampi, Kecamatan Kabat, Kecamatan Songgon,
Kecamatan Singonjuruh, dan Kecamatan Srono.
Dalam hubungannya degan kondisi geografis, maka
warga  Osing tinggal di wilayah  yang sangat subur.
Antropolog Bapak Kusnadi menyetujui bahwa wilayah  Banyuwangi sangat
subur.   Bukti ilmu magis itu ada dalam kesenian Banyuwangi, seperti tarian suci yang bernama
Seblang. Tarian itu terdiri dari berbagai-bagai tatacara agama Hindu Dharma, namun tarian keagamaan itu mulai dengan doa-doa agama Islam. Kita juga bisa melihat campuran budaya ini  melalui kesenian Iain seperti seni Gandrung.
Alat musik seni Gandrung itu memiliki ciri khas Bali (Majapahit). Tarian-tarian lain yang sering dimainkan termasuk Janger, Jaranan,
Angklung, Lontar (mocopat), Kebo-keboan dan Barong. Janger, contoh , sering diselenggarakan di desa-desa Banyuwangi dalam acara pesta perkawinan dan sunatan. Menurut Bapak Hasnan Singodimayan, seorang penulis dan novelis,
Banyuwangi sebetulnya  yaitu  suatu wilayah  Pulau Bali, bukan Jawa. Dia mengatakan bahwa bukti-bukti itu ada dalam kesenian di Banyuwangi. 
Dalam kesenian, warga  Osing sangat akomodatif
terhadap unsur-unsur budaya lain. Namun ada
kecenderungan bahwa kesenian Osing lebih menonjolkan nuansa kerakyatan dan hiburan dibandingkan  nilai-nilai filosofis seni.
Ternyata kesenian agak penting dalam warga  Desa Gintangan. Tadi malam saya diundang pesta sunatan yang diadakan oleh satu keluarga yang
tinggal dekat rumah kost saya. namun  pesta ini berbeda dibandingkan  sualu pesta yang saya lihat dua minggu yang lain. Pada saat itu pesta ini  meliputi tarian Janger. Tarian itu meliputi beberapa penari, biasanya anak wanita ,yang menari sendiri. Musik tarian Janger mengingatkan pada musik tarian Jawa atau Bali. Gaya tarian itu juga seperti tarian Jawa dan Bali. Walaupun suasana
di pesta tarian Janger ramah, kebanyakan para penonton tidak begitu ramai. namun  tadi malam saya menonton tarian Gandrung, suatu tarian yang
gayanya sangat berbeda. Diatas panggung ada dua penari wanita . Mereka memakai pakaian adat dan  banyak dandanan muka. Memang penari itu cantik
sekali. Mereka menyanyi dalam Bahasa Osing sambil menari secara bergairah.Rupanya, hampir semua penonton laki-laki, walaupun mereka agama Islam,minum minuman bir. Memang kebanyakan mereka mabuk. Akibatnya, suasana di
pesta itu ramai sekali. Laki-laki yang mabuk menaiki panggung supaya menari bersama dengan penari wanita . Bahkan, laki-laki itu mencoba bercumbu rayu dengan penari wanita , namun  belum berhasil mengena penari yang punya
ketrampilan menghindari hal itu terjadi.
 laki-laki  berhati-hati dalam tarian Gandrung itu sebab  bisa jatuh cinta dengan penari wanita . Dia mengatakan bahwa sering ada laki-laki di Desa Gintangan yang terpesona atau digima-guna
oleh penari wanita  itu.  saya bertempat tinggal di Desa Gintangan, Kecamatan Rogojampi. Saya menentukan tinggal di Desa Gintangan, selain dikenalkan pada
Bapak Haji llatib (adik Bapak llaji Habib) juga desa ini cukup menarik untuk diteliti sebab  pada bulan September tahun yang lalu dua orang yang diduga
sebagai dukun santet dibunuh oleh massa. Apa lagi, 34 orang lain yang dituduh memiliki  ilmu hitam terpaksa melarikan diri dari Desa Gintangan. Bakhan, di Kecamatan Rogojampi korban pembunuhan sebanyak 35 orang, terbanyak di
Banyuwangi. Desa Gintangan, yang terletak 18km ke arah selatan dari Kota Banyuwangi,
yaitu  suaru desa yang biasa di kabupaten itu. Menurut Sensus pada tahun 1987, jumlah penduduk Desa Gintangan sekitar 5800 jiwa. Kini, dugaan jumlah penduduknya kira-kira 7000 orang.
Desa Gintangan tersebar empat dusun, yaitu Dusun Krajan, Dusun Kedungsari, Dusun Kedungbaru, dan Dusun Gumuk Agung. Tanahnya subur
sekali dan akibatnya pertanian yaitu  pekerjaaan pokok yang pertama. Petani Desa Gintangan menanam berbagai macam jenis hasil pertanian termasuk padi, jagung, kelapa, kacang kedele, cabai, ketimun, semangka, dan rambutan.
Selain itu, Desa Gintangan yaitu  pusat kerajinan -bahkan kerajinan bambu di desa ini terbesar di Propinsi Jawa Timur. Barang-barang bambu itu
dikirim keseluruh Indonesia maupun ke luar negeri.
Di Desa Gintangan ada  beberapa warung , satu wartel, warung  jamu, warung  makanan kecil, toko-toko kecil, toko peracangan, dan dua toko pupuk.
Mayoritas warga  Desa Gintangan adalah orang Osing, kemudian orang Jawa, dan orang Madura. Akibatnya, Bahasa Osing, Jawa, dan Madura bisa
didengar di desa ini. Hampir semua orang di desa ini memeluk agama Islam. Adanya tiga mesjid dan  banyak mushola meramaikan kehidupan keagamaan di desa ini. Selain itu, ada tiga pondok pesantren dan 25 surau. Semua anak
diharuskan ke pesantren atau surau ini  oleh keluarganya untuk pengajaran agama Islam.
Di Desa Gintangan ada dua Sekolah Dasar, satu Madrasah Ibtidaiyah, dan satu Madrasah Tsanawiyah. Murid-murid SMP dan SMA harus pergi kekota Rogojampi yang terletak kira-kira enam kilometer dari Gintangan. Ada beberapa peristiwa yang penting dalam kehidupan warga 
Gintangan, termasuk sunatan, perkawinan, dan Khataman Qur'an. Biasanya kedua sunatan dan perkawinan menonjolkan pesta tarian dengan tarian adat seperti Gandrung dan Janger. Satu kali setiap tahun, pesantren-pesantren mengadakan
diawali suatu arak-arakan. Dukun pijet, Desa Gintangan Selain dibandingkan  dukun santet (sihir), di Desa Gintangan ada  macam-macam jenis perdukunan lain. Di antaranya adalah satu keluarga yang memakai  pijet agar menyembuhkan tulang yang patah. Bahkan, pasien pergi ke Gintangan dari seluruh Jawa maupun Bali untuk mencari pengobatan yang unik
itu. Sedangkan perdukunan lainnya adalah dukun untuk menyembuhkan segala macam penyakit, dukun untuk penglaris (agar usaha perdagangan seseorang berhasil) dan  dukun cinta (membuat orangjatuh cinta atau memisahkan dua
orang yang sedang dimabuk cinta, namun  keluarganya tidak menyetujui hubungan
mereka. Saya tidak menghadapi masalah apa pun di Desa Gintangan, 
kadhung anarasan-rasan aran rika
Kalau ada pembicaraan-pembicaraan tentang kamu
ilat kerasa rujak cemplung Ian sotone
Lidah terasa rujak kejut dan sotonya
tenggorokan keseredhen bagiak Ian sale gedhange
Krongkongan tersendat bagiak dan sale pisang
awak kepingin udhudan ambi jagongan ring bathokan
Saya ingin rokok sambil jagongan (santai) di warung
naming isun keweden cemelorote santet sihir!
Namun saya ketakutan adanya kilat santet sihir!
oh Banyuwangi hang sugih seni budaya
oh Banyuwangi yang kaya dengan seni budaya
isun kepincut seblang Ian gandrunge
Saya kepingin selbang dan gandrung
isun deg deg gankuntulan Ian kundarane
Saya berkatajantungnya melihat kuntulan dan kundarane
isun kecanthol patrol Ian angklung caruke
Saya tertarik patrol dan anglkung caruke
isun girap-girap dheleng barongan Ian kebo-keboan
Saya ketakutan melihat barong dan kebo-keboan (tarian kerbau)
isun ketheng ngrungokaken wangsalan, aljin Ian pacul gowange
Saya lurus mendengarkan bacaan, aljin dan pacul gowange
isun dhemen kendhang kempule
Saya cinta kendhang kempulnya
Ian kadhung dheleng damarwulan
dan kalau lihat damarwulan (kerajaan Banyuwangi)
kesagahan sejarah Blambangan, nyabet ati
Kesiapan sejarah Balambangan, menyaiyat hati
Eeh Banyuwangi kudhangane pariwisata
Eeh Banyuwangi kunjungannya pariwisata
alam rika
alam kamu
petilasan rika
tinggalan kamu
ayujebenge
cantik wanita  (anak kecil)
bagus gantengtulike
bogustampang anaklaki-laki
basa Using hang naleni akehe kelir warga
bahasa Osing yang mengikat banyaknya selambu warna
adate lare using
kebiasaan anak Osing
gedigungangenaken
begitu merindukan
Banyuwangi
Banyuwangi
isun demen dadi lare using
saya sukajadi anak Osing
mestine lare kolahiran Banyuwangi
seharusnya anak kelahiran Banyuwangi
nglahiren paran tah?
melahirkan apakah?
mestine larehang urip ring Banyuwangi
seharusnya anakyang hidup di Banyuwangi
urip-uripken paran tah?
menghidup-hidupkan apakah?
sak using-usinge milu nyuksesakan gema wisata
setidak-tidaknya ikut menyukseskan gema wisata
mujudaken rika hangberahmat ambiberiman
Mewujudkan kamu yang berahmat dan beriman
syukur-syukur ulihpenghargaan maning
untung-untung memperoleh  penghargaan lagi
makene Tawang Alun Ian Sayu Wiwit metueseme!
sehingga TawangAlun dan Sayu Wiwit keluar senyumnya!
Memang semua budayawan yang saya wawancarai setuju bahwa dalam budaya Banyuwangi istilah santet sebetulnya  artinya adalah ilmu pengasih,
sedangkan istilah sihir dipakai  untuk menyebut ilmu hitam. namun  walaupun generasi tua di Banyuwangi masih mengenal santet sebagai ilmu
pengasih dan sihir sebagai ilmu hitam, generasi muda semakin banyak menganggap santet sebagai ilmu hitam saja. Ada kemungkinan besar bahwa
alasannya adalah media massa Indonesia yang memakai  istilah santet dalam semua laporannya yang menjelaskan ilmu hitam. Walaupun demikian, untuk menghindari kebingungan dalam laporan ini saya akan memakai istilah sihir untuk
melukiskan ilmu hitam.Memang menurut pendapat saya, sihir masih sangat kuat dalam budaya
Banyuwangi. sesudah  hanya satu hari saya tinggal di Desa Gintangan, saya mendengar cerita tentang seorang di desa itu yang meninggal dunia akibat terkena sihir. Berdasarkan wawancara dan observasi awal di desa itu, katanya:
Seorang wanita  meninggal dunia di Desa Gintangan kemarin, Orang desa menegaskan bahwa dia mati sebab  disihir. Perutnya menjadi besar sekali.nDia tidak bisa mengeluarkan angin dari dalam perutnya. Menurut Kris (teman
saya) gejala seperti itu sering terjadi pada korban dukun sihir. Bahkan, Kris mengingatkan bahwa saya harus  berhati-hati sihir. Di desa ini ada 34 orang yang diduga memiliki  ilmu hitam. Apa yang menarik untuk saya adalah 34 orang
ini  melarikan diri dari Desa Gintangan pada tahun yang lalu sesudah masalah pembantaian dukun sihir munculdi wilayah  ini. namun  sesudah 
masalah itu selesai mereka pulang kembali dan dengan tiba-tiba orang Desa Gintangan mulai ada yang sqkit lagi. Menurut pendapat Kris, dukun sihir 
sekarang membalas dendam akibat penderitaannya yang terjadi pada tahun yang
lalu. Pada tanggal 10 November 1999, saya mewawancarai Bapak Kyai Ahmad Siddiq, asal dari Desa Kertosari, yang sering menyembuhkan orang desa yang disihir. Menurut pendapat Bapak Kyai Siddiq, timbulnya sihir di Banyuwangi
tidak lebih banyak dibandingkan  timbulnya ilmu hitam di tempat lain di Indonesia. namun  menurut ahli lain, ilmu sihir di Banyuwangi sebetulnya  menempati urutan pertama dalam strata pertenungan di Negara Indonesia. Orang seperti
Bapak Kusnadi, dosen Antropologi, yang berpikir bahwa geografis Banyuwangi sempurna untuk memperkembangkan ilmu hitam. Oleh sebab  tanahnya yang sangat subur, Banyuwangi sejak semula yaitu  wilayah  pertanian. "Budaya
petani amat dekat dengan mistik. Nan, santet (sihir) tumbuh dalam tradisi semacam itu," kata Bapak Kusnadi. Ada sejarawan dan budayawan Banyuwangi yang berpikir bahwa adanya sihir di wilayah  itu sejak asal mula sejarah. namun  ada yang lain yang berpikir fenomena sihir di Banyuwangi relatif baru. Menurut dosen Antropologi Bapak Kusnadi, ilmu hitam berkaitan dengan geografis. Dia mengatakan bahwa tempat-tempat di Indonesia yang tanahnya sangat subur biasanya juga memiliki kepercayaan ilmuhitam. Terhadap Banyuwangi sendiri, Bapak Kusnadi mengatakan bahwa  Banyuwangi yaitu  suatu "buffer-zone "antara Jawa dan Bali. Menurut pendapat Bapak Kusnadi, sejak semula Banyuwangi
yaitu  wilayah  pertanian. Apa lagi, budaya petani yang mengembangkan di Banyuwangi memang dekat dengan hal-hal magis. Menurut budayawan Hasan Ali, dalam hubungannya dengan kondisi geografis, maka warga  Osing tinggal di
wilayah  yang sangat subur. Banyuwangi membentuk obsesinya ke arah alam kebatinan.
warga  Osing sebagian besar agama Islam, meskipun agama Islam masuk ke bumi Blambangan baru pada adab 16. Bahkan, pada desa Cungking, agama Islam masuk abad 18. Namun, keyakinan warga  Osing dengan
agama Islam belnm dapat mengubah tradisi warga 
Osing yang berwujud keyakinan terhadap kekuatan gaib seperti danyang, roh-roh halus, , Choirul
Anam mengemukakan satu versi lain sejarah budaya sihir. Menurut laporan sementara itu, yang ditulis oleh Tim Pencari Fakta NU pada tahun yang lalu (1998), ilmu sihir muncul dari perebutan kekuasaan antara kelompok Hindu dan
kelompok Islam pada masa kerajaan Mataram.
Menurut cerita, pada abad 8 pemerintah kerajaan Mataram mengalami masa kejayannya. Pada masa itu, kepercayaan yang dianut warga  (animisme dan
dinamisme) mengalami akulturasi ke arah pembentukan kepribadian dengan ritual
keagamaan. Akibatnya, kerajaan Mataram dinamakan  Mataram Hindu. Pada abad 16, Sultan Muhammad Kerajaan Turki mengutus 9
ulama ke Jawa Dwipa (yaitu wilayah  Blambangan yang kemudian dinamakan  Banyuwangi) dengan misi menyebarkan Islam Ahlussunnah wal Jama'ah.
Kesembilan ulama ini  dikenal dengan sebutan Wali Sanga dan dalam sejarah Wali Sanga itu anggotanya berubah 21 kali. Seorang wali yang cukup terkenal, bernama Syekh Siti Jenar, mengembangkan ajaran Wihdatul Wujud yang lebih
berorientasi pada kekuatan batin dengan cara bermeditasi guna memperoleh kesaktian tertentu. namun  ajaran Siti Jenar dinilai para wali sangat
membahayakan akidah dan menyesatkan warga  awam. Oleh sebab  itu, Sunan Kudus selaku senopati para wali kala itu segera melaksanakan tugas membunuh Siti Jenar. sesudah  jenazah Siti Jenar dimakamkan.terdengar suara dari
 kubur bahwa Siti Jenar tidak menerima perlakuan para wali dan akan menuntut balas di kemudian hari. Menurut laporan, sesudah kejadian itu warga  Jawa Dwipa menghadapi rangkaian pergolakan. Akibatnya, warga  terpisah menjadi dua kelompok,
yaitu Mataram Hindu yang tinggal di Banyuwangi selatan, dan suku Osing dari laskar Islam yang menetap di Banyuwangi utara. Katanya, suku Osing mengalami zaman kejayaannya. Namun, para mantan pasukan Mataram Hindu tidak rela dan
selalu berusaha menjatuhkan suku Osing dengan menyebar fitnah.  mereka juga memakai  ilmu serangan jarak jauh yang, agaknya, dipengaruhi oleh ajaran Siti Jenar yang dikembangkan muridnya, Ariya Pengging. Perseteruan antara suku Osing dan keturunan Mataram Hindu terus
berlangsung hingga datangnya penjajah Belanda.
Menurut cerita,ajaran Wihdatul Wujud yang dikembangkan oleh Ariya Pengging, agaknya,sudah  mampu mempengaruhi rakyat Mataram Hindu, yang
kemudian menjelma menjadi ajaran Islam Manunggaling Kawulo-Gusti. Mereka
mengembangkan ajaran ini dengan bantuan Belanda guna menghancurkan Islam
Ahlussannah wal Jama'ah yang dikembangkan oleh suku Osing. Perpecahan antara Islam Mataram Hindu dan suku Osing mencapai puncaknya pada tahun 1887 melalui Perang Puputan Bayu. Hampir semua suku Osing gugur. Beberapa tahun kemudian, ulama-ulama dari Madura mengirim putra-putri dan santrinya ke Blambangan guna membangun kembali Islam Ahlussunnah wal
Jama'ah dengan cara gerilya. sesudah  melakukan konsolidasi dan membangun kembali kekuatan suku Osing yang sudah berserakan, terjadilah masalah kembali antara Islam Manunggaling Kawulo-Gusti dan para ulama Madura pendukung
suku Osing. Namun, pada saat ini, pertentangan mereka lebih bersifat tertutup melalui kekuatan ilmu jarak jauh. Ternyata, banyak korban jatuh dari kedua belah pihak. Ilmu jarak jauh yang bisa melumpuhkan dan membunuh lawan inilah yang
kemudian di Banyuwangi dikenal dengan nama ilmu sihir atau ilmu santet.
Menurut laporan, ilmu sihir yaitu  perpaduan kepercayaan animisme dan ilmu Islam yang diambil dari potongan ayat suci Al Qur'an. Jadi, sihir
yaitu  budaya Mataram Hindu (penganut Manunggaling Kawulo-Gusti) yang
dikembangkan untuk menghadapi suku Osing (penganut Islam Ahlussunnah wal Jama'ah). Namum, menurut laporan, dalam perkembangan selanjutnya, suku Osing yang umumnya awan justru terobsesi untuk mempelajari sekaligus memiliki ilmu santet (sihir). Sehingga terbentuklah kesan bahwa suku Osing identik dengan
sihir. Padahal, sebetulnya , tidak demikian. Kesan itu, menurut laporan, justru dipolitisir oleh penganut paham Manunggaling Kawulo-Gusti untuk menghancurkan ulama Sunni.
Ternyata, sejarah sihir di Banyuwangi yang ditulis di atas memiliki purbasangka melawan sesuatu kelompok agama, yaitu kelompok Manunggaling
Kawulo-Gusti. Kita harus mempertimbangkan bahwa sejarah itu ditulis dengan perspektif NU. sejak semula warga  Banyuwangi sering mengalami pergolakan, perang, kekerasan, dan dendam yang mengakibatkan perubahan struktur dan sistem sosial. Apa lagi, rupanya orang
Banyuwangi sering dipengaruhi oleh pihak-pihak dan kepercayaan dari luar.
Bahkan, ada teori lain bahwa ilmu sihirdi Banyuwangi sebetulnya berasal dari Tulung Agung. wilayah  kabupaten di bagian barat Propinsi JawaTimur ini, Menurut Bapak Kyai Hji Anwar Iskandar: "dahulu , orang Banyuwangi
berguru ilmu santet (sihir) ke Tulung Agung. sesudah  merasa cukup  mereka kembali.
Singkatnya, dalam hal persantetan, Tulung Agung justru  lebih tua dibanding Banyuwangi. Hanya saja, ilmu hitam ini, di tempat asalnya (Tulung Agung) tidak berkembang dan kurang diminati warga . Sehingga, lambat laun, nama Tulung Agung kalah populer dibanding Banyuwangi. Ternyata, budaya Banyuwangi yaitu  sinkretisme agama Islam dengan
keyakinan terhadap dayang atau roh-roh halus ditampakkan dalam acara-acara upacara ritual. Menurut Hasan Ali, kini ada tiga tempat yang terkenal di Indonesiabsebagai tempat ilmu hitam, yaitu Banyuwangi (Jawa Timur), Banten (Jawa Barat), dan Pulau Lombok. Terhadap Banyuwangi, kata Hasan Ali, prosesi upacara ritual dalam warga Osing tidak dapat dilepaskan dari peranan pemandu upacara, yang biasanya adalah seorang tokoh adat(dukun) tokoh agama, atau seseorang
yang dituakan. Peranan dukun meliputi tanggung jawab terhadap seluruh aspek pelayanan warga , seperti keamanan, kesehatan, pertanian, dan sebagainya.
Bayangkan  orang-orang yang memiliki  barang-barang aneh di dalam perut mereka termasuk jarum, ijuk, paku, pisau silet, pecahan kaca, ataupun binatang seperti kalajengking.
 juga seseorang yang perutnya menjadi besar. Korban itu tidak bisa buang air,tidak bisa mengeluarkan angin. Kondisinya semakin lama semakin parah sampai kematian.Bagaimana orang-orang yang dengan tiba-tiba menjadi buta atau tuli? Orang yang pada suatu hari bangun menemukan bahwa tidak bisa berjalan kaki lagi -
menjadi si pincang. Ataupun orang dengan tangan gemetaran terus-menerus?
Semua gejala yang dinamakan  di atas yaitu  gejala ilmu hitam di Banyuwangi.  ada orang dengan gejala-gejala aneh sekali baik orang yang muntah darah sampai mati maupun orang yang
berubah menjadi seekor binatang. Apakah penyakit korban itu benar-benar akibat ilmu sihir atau apakah penyakit ini  hanya penyakit biasa atau penyakit psikologis sangat sulit dijelaskan?
Memang, setiap korban sihir yang saya wawancarai mengatakan bahwa dia pertama-tama mencari bantuan dari dokter umum. Namun demikian, obat biasa tidak bisa menyembuhkannya. Akibatnya, dia harus mencari bantuan dari dukun atau kyai yang paranormal. Kasus berikut ini juga lebih memperjelas fenomena sihir yang ada di Banyuwangi. Saya bertemu dengan Pak Darwis di Desa Gintangan, seorang yang ahli ilmu tenaga dalam. Pak Darwis menceritakan tentang pengalamannya dengan ilmu sihir yang terjadi kira-kira 10 tahun yang lalu . Perutnya tiba-tiba menjadi
besar dan dia tidak bisa kentut. membuang air, mengeluarkan angin, dan sebagainya. Setiap malam Pak Darwis bermimpi dan dalam mimpinya ada  bayang'bayang wajah orang desa yang menyihir dia. Bahkan, dahulu Pak Darwis
berkelahi dengan orang ini . Mereka memiliki  perselisihan masalah sawah. Sesudah berkelahi itu Pak Darwis jatuh sakit. Pertama-tama dia pergi ke dokter umum, namun  obat dokter itu tidak
berhasil. Jadi, Pak Darwis pergi ke dukun dan mencoba minum obat tradisional, yaitu kayu hitam. Obat itu berhasil, namun  gejala penyakitnya segera datang lagi. Pak Darwispun muntah darah. Jadi dia minum kencing sendiri sebagai obat.Sesudah itu dia tidak muntah darah lagi, namun perutnya tetap sakit. Akhirnya, dia melakukan mantra-mantra untuk mengembalikan sihirnya kepada dukun yang menyihir dia. Dalam upacara yang amat aneh itu, Pak Darwis harus minum air suci kemudian berdoa sebagian dari Al Qur 'an 4400 kali. Sesudah upacara ini  Pak Darwis langsung sembuh dan, katanya, orang yang menyihir dia jatuh sakit dan perutnya  besar. Pak Darwis mengatakan
bahwa upacara itu berhasil sebab  sihir itu kembali ke dukun yang mengirim.
Menurut pendapat Bapak Faduri, mantan Kepala Dusun Kerajan, Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, ilmu hitam di Banyuwangi dikenal dengan dua
istilah.Yang pertama adalah sihir - ilmu hitam yang dipakai  untuk membunuh orang lain. Yang kedua adalah rapuh - ilmu hitam yang dipakai  untuk
menyakitkan orang lain.
Saiful Rahim, seorang wartawan yang sudah menulis sebuah buku yang judulnya "Merah Darah Santet di Banyuwangi" mengatakan bahwa sihir di
Banyuwangi sangat mirip dengan teluh di JawaBarat.15 Korban bisa dibuat mati
Tulisan harian pribadi, Desa Gintangan, pada tanggal 12 Oktober, 1999.
S. Saiful Rahim, Merah Darah Santet di Banyuwangi, PT Metro Po, Jakarta, 1998, h, 55-56.
seketika, bisa pula dibuat menderita sepanjang hayat. Penyakitnya tidak tampak dan tidak bisa dideteksi dengan peralatan kedokteran modern sehingga dokter tidak akan bisa mengobatinya.
Dukun ilmu hitam bisa memakai  boneka atau telur supaya menyihir korbannya. Seperti boneka voodoo yang dipakai oleh tukang ilmu hitam di Negara Haiti, dukun Indonesia juga memakai boneka yang sudah dibacakan mantra entah
apa yang bisa menjadi semacam prototype orang yang disihir. Bila tangan boneka dipelintir, maka objeknya saat itu juga akan teriak-teriak di tempatnya nun jauh di sana, sebab  tangannya bagaikan dipatahkan orang. Sedangkan menyihir dengan memakai  telur, prakteknya lain dan
akibatnya pun berbeda. Konon sesudah  telur dibacakan mantra, kemudian dengan kekuatan gaib dimasukkan ke dalam telur itu beling, jarum, miang bambu, silet, kalajengking, dan entah apa lagi. Kemudian dukun akan memanggil jin yang
tugasnya adalah menerbangkan telur dengan segenap isinya itu. Ketika telur itu
mendarat di sasarannya, maka orang yang jadi sasaran sihir akan terbangun bila
sedang tidur dan langsung muntah darah.
Sejak penelitian saya mulai, saya mendengar beberapa cerita tentang sejenis
bola api yang dipakai oleh tukang sihir di Banyuwangi. sebetulnya , bola api itu
yang biasanya berwarna biru adalah telur yang dipakai  oleh dukun sihir untuk
mengirim sihirnya. Cerita seperti ini sering saya dengar baik dari mulut orang desa
maupun dari mulut dosen dan wartawan.
Antropolog Bapak Kusnadi, yang berasal dari Banyuwangi, mempercayai
dalam ilmu sihir dan fenomena bola api ini . Dia mengatakan bahwa waktu masih kecil dia dan temannya sering melihat bola api yang berwarna biru terbang melintas. Bapak Nur Hidayat, wartawan JawaPos dan Raden Bromo di
Probolinggo, juga mempercayai dalam fenomena bola api itu. Dia menjelaskan bola api itu sebagai sinar kosmik yang menerbang di langit. Menurut Bapak Hidayat, kalau warna api berubah menjadi merah, sinar kosmik itu akan kembali
ke dukun sihir yang pengirim. namun  kalau warna api tetap biru dan mengena sasarannya, korban itu pasti disihir. Bapak Hidayat mengatakan bahwa
ada kemungkinan korban itu akan menjadi seekor binatang.Selanjutnya Bapak Faduri dari Desa Aliyan mengatakan bahwa biasanya tukang sihir mengirim sihirnya melalui berbagai-bagai cara. contoh , tukang sihir yang bertelanjang bulat berjalan ke hutan dan sawah. Kemudian dia berguling di tanah dan lumpur sambil bermantra. Lewat tindakan ini  tukang sihir itu bisa
membuat bola api yang kemudian dikirim ke rumah sasarannya. Satu cara lain adalah melewati telur yang dipakai  tukang sihir. Telur itu dipegang dengan dua
belah telapak tangan tukang sihir dan kemudian dia akan bermantra. Sesudah itu,
telur ditiupkan oleh tukang sihir dan dengan tiba-tiba telur itu berubah menjadi
bola api yang akan terbang ke rumah korbannya. Menurut Bapak Faduri, api gaib
ini  bisa masuk rumah-rumah dengan macam-macam cara. Salah satunya
adalah api itu berubah menjadi binatang seperti belalang atau sejenis serangga Iain. Siapa yang membunuh belalang atau serangga itu akan langsung terkena sihir.
Tukang sihir juga memakai  makanan atau minuman untuk menyihir korbannya. Bapak Faduri mengatakan bahwa makanan atau minuman dira cuni sihir dan kemudian tukang sihir akan memberikan makanan atau minuman itu
kepada sasarannya. Ternyata ada banyak jenis sihir yang dipakai  oleh dukun sihir di
Banyuwangi. Yang paling parah adalah sihir busung - kondisi berbahaya yang
menghasilkan perut korban besar. Penyakit ini yang diderita Pak Darwis di Desa
Gintangan. Namun, biasanya orang yang kena busung akan meninggal dunia.
Kebanyakan korban busung tidak beruntung sebagaimana Pak Darwis yang sudah 
diuraikan sebelumnya.
Walaupun busung paling parah, ada jenis ilmu hitam lain yang dinamakan 
sebagai rapuh. Dengan rapuh orang-orang yang kena biasanya tidak meninggal
dunia, namun  korban rapuh itu pasti mengalami penderitaan sepanjang hayatnya.
Apa yang sangat menarik bagi saya adalah, rupanya, hampir setiap orang
Banyuwangi kalau pendidikannya rendah ataupun tinggi, mempercayai ilmu
hitam. Seperti Leo, orang Desa Gintangan yang berumur 18. Saya bertemu dengan
Leo waktu ada pesta sunatan dekat rumah kost saya.
"Kamu percaya pada perdukunan?" tanya saya.
"Tentu saja! Hampir semua orang di desa ini bisa lakukan ilmu gaib, seperti tenaga dalam. Kawan saya di sana, dia ahli tenaga dalam. Tahun yang lalu dua orang dibunuh di sini sebab  mereka dukun santet (sihir)," dia menjawab.
Apa lagi, dengan cepat saya memahami bahwa sihir tidak  lucu untuk orang di Desa Gintangan. Saya hanya beberapa hari tinggal di desa itu waktu salah satu ibu tetangga ibu kost saya menunjuk pada sabuk uang yang ada sekeliling pinggang saya.
"Banyak uang. Pasti kamu kaya sekali" dia berkata.
"Tidak sabuk uang Bu, perut saya saja. Perut saya gemuk. Mungkin saya sudah disihir," kata saya.
"Tsssss! jangan begitu," ujarnya, secara marah.
Satu bapak yang duduk dekat kami setuju dengan ibu itu.
"Ya hati-hati," dia memperingatkan.
Saya memperhatikan peringatan yang dikatakan oleh bapak yang dinamakan 
di atas. Benar-benar isu sihir di Banyuwangi yaitu  isu yang serius dan senstif
sekali. Oleh sebab itu, saya memutuskan bertemu dengan tukang sihir. namun , keinginan itu tidak begitu gampang untuk dilaksanakan. Memang, orang desa merasa takut kepada orang diduga sebagai dukun sihir. Mereka tidak mau
mengantar saya ke dukun sihir sama sekali sebab  takut mereka akan disihir. Apa lagi, dukun sihir pasti malu membicarakan tentang kehidupannya dan tindakannya. Walaupun demikian, satu kali saya memiliki  berkesempatan untuk bertemu
seseorang dari Desa Gintangan yang diduga sebagai tukang sihir. Kesempatan bertemu dengan tukang sihir itu saya jelaskan berikut ini.
Malam ini saya bertemu dengan seorang Desa Gintangan yang dituduh sebagai dukun sihir. Pada tahun yang lalu (1998) sesudah pembantaian dukun
sihir terjadi di Banyuwangi orang itu, yang saya akan memanggil Bapak X, melarikan diri bersama keluarganya dari Desa Gintangan. Menurut cerita, adik Bapak X adalah salah satu korban yang dibunuh massa di Desa Gintangan pada
tahun yang lalu. Katanya, ayah Bapak X juga mempraktekkan ilmu hitam. Bapak
X sendiri hanya pulang sesudah teror maut di Banyuwangi selesai. Pertemuan antara saya dan Bapak X harus dilakukan secara rahasia.
Maksudnya, saya tidak boleh menyebut masalah dukun sihir ataupun ilmu hitam. Bahkan, saya berkunjung ke rumahnya sebagai orang asing(turis) saja - bukan mahasiswa yang sedang meneliti tentang ilmu sihir. Bapak X diperkenalkan kepada saya oleh seorang teman. Kita basa-basi
saya melihat Bapak X. Pada dasarnya Bapak X, yang bekerja sebagai petani, rupanya seperti orang biasa saja. Dia memiliki  isteri dan satu anak.
Rumahnya bersih. Dia memakai kaos oblong dengan motifnya NU dan  sarung. namun  saya segera menyadari bahwa mata Bapak X aneh sekali.
Matanya hitam. Dia tidak pernah menetap mata saya secara tajam. Apa lagi, dia bertindak seolah-olah orang yang sangat malu. Walaupun isterinya berbicara banyak, Bapak X jarang omong-omong. Kalau dia ingat bertanya, pertanyaan itu
ditujukan kepada teman saya saja. Sepanjang waktu, matanya selalu kelihatan agak terlutup. Apa yang menarik juga adalah Bapak X dan isterinya tidak memberi minuman atau makanan kecil. Ini pertama kali dalam penelitian saya bahwa minuman tidak diberikan kepada saya sebagai tamu. Menurut pendapat teman saya, Bapak X dan isterinya tidak pernah memberikan minuman kepada tamunya sebab  biasanya tamu itu menolak minum. "Mereka (tamu) takut kena sihir kalau minum atau makan dalam rumah itu, "penjelaskan teman saya sesudah  kami pulang.
 Bapak Amanu, salah satu teman saya, mengatakan bahwa orang yang diduga sebagai dukun sihir biasanya tinggal sendiri seperti pertapa dan tidak suka berkomunikasi bersama oranglain.
Apa lagi, kelihatannya kadang-kadang kotor sekali sedangkan rambutnya panjang.
Menurut Bapak Amanu satu tanda lain yang yang menandakan  bahwa orang itu
memiliki  sihir adalah dia akan bertindak secara malu dan tidak ingin melihat kepada mata orang lain, seperti Bapak X tadi. Dengan demikian, kalau ada ilmu hitam di suatu wilayah  pasti juga ada ilmu
putih atau ilmu gaib penolak. Di Banyuwangi ada macam-macam dukun termasuk dukun yang memiliki  jin halus (dukun perewangan) yang menolak penyakit dengan bantuan jin atau roh. Biasanya dukun seperti ini akan melakukan beberapa peranan. contoh , mereka membantu menolak sihir, membantuvmenolak
penyakit biasa, memberikan nasihat atas berbagai-bagai hal seperti masalah keuangan, masalah kekeluargaan, masalah pernikahan, 
pertemuan saya dengan dukun perewangan sebagai berikut. Malam ini saya bertemu dengan seorang dukun di Desa Gintangan yang
membantu menolak sihir. Namanya Bapak Arsali, juga dipanggil Pak Bak, umurnya "hampir 70 tahun ". Dia tinggal di rumah kecil dan sederhana yang
dibikin dari bambu. Ternyata Pak Buk orang yang baik hati. Dia ramah sekali, selalu tertawa, dan waktu dia tersenyum gigi emasnya bisa dilihat.
Menurut Pak Buk, hampir setiap hari  dia menolong orang yang disihir. Lagi pula, dia menolong orang dengan persoalan cinta dan  orang yang ingin
tahu tentang nasibnya. Orang-orang yang mencari keberuntungan banyak juga pergi ke Pak Buk untuk minta bantuan. Bahkan, Pak Buk sangat terkenal. Orang dari mana-mana pergi ke Desa Gintangan untuk bertemu dia dan kadang-kadang
Pak Buk akan menjemput mereka. Orang dari Jawa Barat, Malang, Madura, bahkan sejauh Negara Australia sudah mendengar narna Pak Buk
Pada tahun yang lalu (1998) kebanyakan orang yang pergi ke Pak Buk. memiliki  masalah sihir. Orang dengan perutnya besar (busung), orang yang
tiba-tiba menjadi buta, orang yang tidak bisa berjalan kaki, orang dengan tangan gemetaran, dan sebagainya. Pak Buk mengatakan bahwa pengobatan tergantung pada penyakitnya. Ada mantra-mantra -doa dari Al Qur an dan yang dalam
Bahasa Jawa kuno. Dia juga memakai  air suci dan bila korban memiliki  barang dalam tubuhnya, seperti jarum, Pak Buk akan memakai pijet untuk
mengeluarkan barang itu. Tahun ini, dalam periode krisis moneter, kebanyakan orang yang pergi
kepada Pak Buk meminta bantuan untuk meramal nasibnya. Seringkali ada orang yang membalas jasanya dengan memberikan banyak uang kepada Pak Buk atas bantuannya. namun , kalau orang yang tidak mampu kasih uang, Pak Buk tidak peduli. Bahkan, dia sebetulnya  tidak tertarik terhadap
uang. Sudah beberapa kali dia menolak hadiah seperti rumah yang baru dan besar atau sepeda motor yang ditawarkan oleh orang kaya. Pak Buk tidak ingin menjadi kaya. Dia senang kalau bisa makan saja. Yang paling penting, Pak Buk
senang dengan hubungan diri dengan Tuhanbyang Maha Esa. Pak Buk bertanya kalau saya cukup kuat berlatih untuk menjadi dukun ilmu gaib? Saya berpikir tidak.
Pak Buk mulai melakukan pelatihan ilmu perdukunan waktu dia berumur 30-an. Sebelumnya, kata Pak Buk, otak orang tidak begitu kuat atau siap dan ada kemungkinan bahwa orang yang lebih muda itu bisa menjadi gila. Pertama-tama
Pak Buk berpuasa selama 30 hari. Dia tidak makan atau minum apa saja selama waktu itu. Lalu, selama 30hari lagi, dia hanya makan nasi - tidak makan baik daging maupun sayur-sayuan. Sesudah itu dia menjadi sigembel seperti orang
gila. Dia tidak memotong rambutnya dan tidak mandi. Sebagai orang musaflr dia berjalan ke mana-mana selama satu tahun. saat  itu, Pak Buk belum pemah minta makanan dan hanya menerima makanan yang dikasih. Waktu dalam
keadaan itu, Pak Buk bersembayang dan bermeditasi terus-menerus supaya menciptakan hubungan bersama dengan Tuhan yang Maha Esa. Pak Buk yakin bahwa dia memiliki  ketrampilan ilmu gaib sesudah pengetahuan itu masuk
melalui mimpinya. Meskipun tokoh politik NU
menegaskan bahwa kyai sebetulnya  menjadi korban dalam peristiwa pembantaian dukun sihir, tidak ada bukti yang menunjukkan ada satupun kyai
atau tokoh ulama yang dibunuh di Banyuwangi.
Memang, kyai melakukan peranan yang amat penting dalam kehidupan warga  Banyuwangi, yang yaitu  basis kuat Nahdlatul Ulama (NU).
Menurut budayawan Hasan Ali, budaya Osing memiliki  sinkretisme agama Islam dengan keyakinan terhadap dayang, roh-roh halus, dan hal-hal magis lain. Lagi pula, menurut penulis Moch. Nurhasim, dalam sejarah sosial warga 
tradisional, sering  seluruh persoalan hidupnya ditempuh melalui dua cara. Yang pertama melalui religi atau agama, sedangkan yang kedua melalui sandaran dukun.