Tampilkan postingan dengan label junjungan c. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label junjungan c. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Desember 2022

junjungan c

terus-terusan berperang itu. Kini mereka 
yaitu  penguasa di sebuah imperium yang terus berkembang, dan 
pemimpin-pemimpin mereka tampak termotivasi oleh keduniaan 
dan ketamakan. Para aristokrat dan penghuni istana hidup dalam 
kemewahan dan korupsi, sangat berbeda dari kehidupan sederhana 
yang dijalani utusan junjungan   dan para Sahabatnya. Kaum kaum beragama mayoritas yang paling 
saleh menentang pihak penguasa dengan pesan sosialis kitab kaum beragama mayoritas  
dan berusaha  menjadikan kaum beragama mayoritas   tetap relevan dengan kondisi baru 
itu. Berbagai paham dan sekte-sekte yang berbeda bermunculan. 
Solusi yang paling populer ditawarkan oleh para fuqaha dan 
ahli hadis yang berusaha  untuk kembali kepada idealisme utusan junjungan  
dan khulafa' al-rasyidun. Ini memicu  pembentukan hukum 
syariat, undang-undang serupa Taurat yang didasarkan pada kitab kaum beragama mayoritas  
serta kehidupan dan ucapan utusan junjungan  . Pada saat itu sudah  beredar  beberapa  
besar tradisi lisan mengenai  ucapan (Hadis) dan perbuatan (Sunnah) 
utusan junjungan  dan para Sahabatnya. Tradisi-tradisi ini sudah  dikumpulkan 
selama abad ke8  dan kesembilan oleh  beberapa  editor. Yang 
paling terkemuka di antara mereka yaitu  Ismail Al-Bukhari dan 
kaum beragama mayoritas ibn Al-Hijjaj Al-Qusyairi. sebab  utusan junjungan  dipercaya  sudah  
berserah diri secara sempurna kepada yang kuasa  , dia menjadi teladan da-
lam kehidupan sehari-hari kaum kaum beragama mayoritas. Meneladani cara utusan junjungan  
berbicara, mencintai, makan, membersihkan diri, dan beribadah, dapat 
membantu kaum kaum beragama mayoritas untuk menjalani kehidupan yang peka 
terhadap kekuasaan . Dengan menjalani hidup seperti utusan junjungan  , mereka 
berharap untuk mencapai ketundukan batin utusan junjungan   kepada yang kuasa  . Maka 
saat  seorang timurtengah  mengikuti sunnah dengan saling mengucapkan 
"Assalamu'alaikum" (semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu) 
sebagaimana yang biasa dilakukan utusan junjungan  , saat  mereka bersikap 
221 
baik terhadap binatang, menyantuni anak yatim dan fakir miskin, 
berbuat baik dan jujur dalam pergaulan mereka dengan orang lain 
sebagai tindakan yang meneladani utusan junjungan  , mereka menjadi ingat kepada 
yang kuasa  . Tindakan lahiriah ini tidak dipandang sebagai tujuan akhir, 
melainkan hanya sebagai sarana untuk mencapai takwa, "kesadaran 
akan yang kuasa  " yang diterangkan dalam kitab kaum beragama mayoritas  dan dijalani oleh utusan junjungan  , 
berupa ingatan yang tak henti-hentinya kepada junjungan  (zikir). Banyak 
perdebatan di sekitar kesahihan Sunnah dan Hadis: sebagian di antara-
nya dianggap lebih autentik dibanding  yang lain. namun  , sesung-
guhnya masalah  keabsahan historis dapat dikesampingkan jika 
dihadapkan dengan fakta betapa efektifnya tradisi-tradisi itu, yang 
sudah  terbukti mampu menghadirkan rasa sakramental mengenai  yang 
junjungan  dalam kehidupan jutaan orang timurtengah  selama berabad-abad. 
Hadis atau kumpulan ajaran utusan junjungan   selain berkenaan dengan per-
soalan sehari-hari, juga menyangkut masalah  metafisika, kosmologi, 
dan teologi. Sebagian dari ajaran ini dipercaya  yaitu  perkataan  junjungan  
sendiri kepada utusan junjungan  (hadis qudsi). Hadis qudsi menekankan 
kedekatan dan kehadiran junjungan  di dalam diri seorang yang beroyalitas. 
Salah satu hadis terkenal, contohnya, menguraikan tahapan-tahapan 
pemahaman seorang timurtengah  mengenai  kehadiran junjungan  yang seolah 
hampir berinkarnasi dalam dirinya: dimulai dengan menaati perintah-
perintah kitab kaum beragama mayoritas  dan syariat, lalu meningkat ke arah amal baik 
yang dilakukan secara sukarela: 
Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan 
(mengamalkan) apa yang paling Aku sukai dari yang Kuwajibkan 
kepadanya. Dan tidaklah seorang hamba-Ku selalu mendekatkan 
dirinya kepada-Ku dengan (mengamalkan) perbuatan-perbuatan 
yang dianjurkan terkecuali Aku akan mencintainya. Maka jika Aku 
mencintainya, Aku akan menjadi telinganya (yang dipergunakannya) 
untuk mendengar, matanya untuk melihat, tangannya untuk 
memegang, dan kakinya untuk berjalan.
36 
Sebagaimana dalam Yudaisme dan  nasrani  , junjungan  yang transenden 
juga yaitu  kehadiran imanen yang dapat ditemukan di dunia. 
Seorang timurtengah  dapat menanamkan rasa kehadiran junjungan  ini melalui 
cara-cara yang sangat mirip dengan yang ditemukan oleh kedua 
kepercayaan  yang lebih tua itu. 
Seorang timurtengah  yang menegakkan kesalehan berdasarkan teladan 
utusan junjungan  secara umum dinamakan  sebagai ahl al-hadits, kaum 
222 


tradisionis. Mereka menarik bagi orang awam sebab  etika mereka 
yang sangat egalitarian. Mereka menentang kemewahan pemerintah-
an Dinasti Umayah dan Abbasiyah, namun  bukan dalam bentuk taktik-
taktik revolusioner Syiah. Mereka tidak percaya bahwa khalifah 
haruslah seorang yang memiliki kualitas spiritual yang luar biasa: 
khalifah hanyalah seorang administrator pemerintahan. Sungguhpun 
, dengan menekankan kesucian kitab kaum beragama mayoritas  dan Sunnah, setiap 
kaum beragama mayoritas memiliki sarana untuk berhubungan langsung dengan junjungan  
dan berpotensi untuk menjadi sangat kritis terhadap kekuatan absolut. 
Tak dibutuhkan kasta pendeta untuk bertindak sebagai perantara. 
Setiap kaum beragama mayoritas bertanggung jawab di hadapan junjungan  atas nasib dan 
peruntungannya sendiri. 
Di atas segalanya, kaum tradisionis mengajarkan bahwa kitab kaum beragama mayoritas  
yaitu  sebuah fakta  abadi, seperti halnya Taurat atau Logos, yang 
dalam beberapa hal menyangkut junjungan  itu sendiri; fakta  itu sudah  
menghuni  di dalam pikirannya jauh sebekim waktu berawal. 
Doktrin mereka mengenai  ketakterciptaan kitab kaum beragama mayoritas  mengandung 
pengertian bahwa saat  kitab itu dibaca, orang timurtengah  bisa secara 
langsung mendengar junjungan  Yang Mahagaib. kitab kaum beragama mayoritas  mewakili 
kehadiran junjungan  di tengah-tengah mereka. perkataan nya berada di 
bibir mereka pada saat mereka membaca kata-kata suci di dalam 
kitab itu, dan saat  mereka memegang mushaf kitab kaum beragama mayoritas , mereka 
seakan-akan menyentuh kesucian itu sendiri. Orang  nasrani   terdahulu 
memiliki de  mengenai  manusia utusan junjungan   nasrani  dalam cara yang sama: 
Apa yang sudah  ada sejak semula, 
yang sudah  kami dengar, 
yang sudah  kami lihat dengan mata kami, 
yang sudah  kami saksikan 
dan yang sudah  kami raba dengan tangan kami 
mengenai  perkataan  hidup 
itulah yang kami tuliskan kepada kamu.
37 
Pembahasan mengenai  status pasti utusan junjungan   nasrani , sang perkataan , sudah  sangat 
menyibukkan orang  nasrani  . Kini kaum kaum beragama mayoritas pun mulai memper-
debatkan sifat kitab kaum beragama mayoritas : dalam pengertian yang bagaimana manuscript  
berbahasa timurtengah  itu menjadi perkataan  junjungan ? Sebagian kaum beragama mayoritas meman-
dang pengagungan kitab kaum beragama mayoritas  sebagai sesuatu yang berlebihan seperti 
halnya kelompok  nasrani   yang tidak bisa menerima ide  bahwa 
utusan junjungan   nasrani  yaitu  inkarnasi Logos. 
223 

namun  , Syiah secara perlahan-lahan mengembangkan gagas-
an yang lebih dekat kepada teori  Inkarnasi  nasrani  . Sesudah  kema-
tian Husain yang tragis, orang Syiah semakin yakin bahwa hanya 
keturunan ayah Husain, yaitu  Ali ibn Abi Thalib, yang mesti memim-
pin ummah, dan mereka menjadi sekte yang semakin terlihat jelas 
di dalam kaum beragama mayoritas  . Sebagai sepupu dan menantunya, Ali memiliki hubung-
an darah ganda dengan utusan junjungan . sebab  tidak seorang pun dari 
putra utusan junjungan  yang bertahan hidup, Ali menjadi kerabat laki-laki 
utamanya. Di dalam kitab kaum beragama mayoritas , utusan junjungan   sering memohonkan rahmat 
bagi keturunannya. Orang Syiah memperluas pengertian mengenai  
rahmat suci ini dan berkeyakinan bahwa hanya anggota keluarga 
utusan junjungan   melalui garis keluarga Ali saja yang memiliki pengetahuan 
('ilm) sejati mengenai  junjungan . Hanya mereka yang mampu memberi  
bimbingan suci kepada ummah. Jika seorang keturunan Ali berkuasa, 
kaum kaum beragama mayoritas dapat berharap akan menapaki zaman keemasan bagi 
keadilan dan ummah akan dibimbing sesuai dengan kehendak junjungan . 
Antusiasme terhadap pribadi Ali berkembang dalam cara yang 
mengejutkan. Beberapa kelompok Syiah radikal meninggikan Ali 
dan keturunannya ke tingkat yang bahkan lebih tinggi dibanding  
utusan junjungan  sendiri dan memberi mereka status semi-berorientasi junjungan . Mereka 
mengambil tradisi Persia kuno mengenai keluarga pilihan keturunan-
dewa yang akan mewarisi kemuliaan suci dari satu generasi ke 
generasi. Menjelang akhir periode Umayah, sebagian orang Syiah 
mulai berkeyakinan bahwa 'ilm yang autoritatif hanya dapat ditemu-
kan dalam satu garis keturunan Ali tertentu. Kaum kaum beragama mayoritas hanya 
mungkin memperoleh i pribadi yang dipilih oleh junjungan  sebagai imam 
(pemimpin) sejati bagi ummah di dalam keluarga ini. Apakah pribadi 
itu berkuasa secara politis atau tidak, bimbingannya tetap dibutuhkan 
secara mutlak sehingga setiap kaum beragama mayoritas berkewajiban untuk mencarinya 
dan menerima kepemimpinannya. sebab  imam-imam ini dipandang 
sebagai sumber perpecahan, para khalifah menganggap mereka 
musuh negara: menurut kaum Syiah, sebagian dari imam itu diracuni 
dan sebagian lainnya terpaksa menyembunyikan diri. saat  seorang 
imam wafat, dia akan memilih satu di antara keturunannya untuk 
menerima warisan 'ilm. Lambat laun, para imam itu dipuja sebagai 
avatar junjungan : masing-masing mereka menjadi "bukti" (hujjah) keha-
diran junjungan  di bumi dan, dalam pengertian yang misterius, memicu  
yang junjungan  berinkarnasi di dalam diri manusia. Kata-katanya, keputusan 
dan perintah-perintahnya berasal dari junjungan . Sebagaimana orang 
224 

 nasrani   memandang utusan junjungan   nasrani  sebagai Jalan, Kebenaran, dan Cahaya 
yang bisa membimbing manusia menuju junjungan , orang Syiah memuja 
imam-imam mereka sebagai Gerbang (bab) menuju junjungan , Jalan 
(sabil), dan Pembimbing setiap generasi. 
Berbagai aliran Syiah mengurai silsjunjungan  suci itu secara berbeda-
beda. Syiah Dua Belas Imam, contohnya, memuliakan dua belas 
keturunan Ali lewat garis Husain, hingga pada tahun 939, imam 
terakhir bersembunyi dan menghilang dari warga ; tak ada lagi 
keturunan sesudah  dia, sehingga garis itu pun terputus. Syiah Ismaili-
yah, yang dikenal pula sebagai Syiah Tujuh, mempercayai   bahwa imam 
ketujuh dalam garis inilah   yaitu   imam terakhir. Paham 
mengenai  Al-Mahdi muncul di kalangan Syiah Dua Belas yang mempercayai   
bahwa imam kedua belas atau imam yang gaib itu akan kembali 
untuk menahbiskan zaman kegemilangan. Ini yaitu  ide  
yang berbahaya. Bukan hanya subversif secara polilis, namun  ide  
ini cenderung untuk ditafsirkan secara kasar dan gampangan. Oleh 
sebab  itu, kalangan Syiah yang lebih ekstrem mengembangkan tradisi 
esoterik berdasarkan penafsiran simbolik terhadap kitab kaum beragama mayoritas , seperti 
yang akan chucky  saksikan pada bab mendatang. Keyakinan mereka 
terlalu musykil bagi mayoritas kaum beragama mayoritas, yang tidak dapat menerima 
ide  mengenai  inkarnasi, sehingga Syiah biasanya ada  di 
kalangan kelas yang lebih aristokratis dan intelektual. Sejak revolusi 
Iran, orang Barat cenderung melihat Syiah sebagai sekte kaum beragama mayoritas   yang 
secara inheren bersifat fundamentalis. Ini penilaian yang tidak akurat. 
Syiah sudah  berkembang menjadi tradisi yang canggih. sebetulnya , 
Syiah memiliki banyak kesamaan dengan kaum kaum beragama mayoritas yang secara 
sistematik berusaha  mengaplikasikan argumen-argumen rasional ter-
hadap kitab kaum beragama mayoritas . Kaum rasionalis ini, yang dikenal sebagai Mu'tazjunjungan , 
membentuk kelompok tersendiri; mereka juga memiliki komitmen 
politik yang teguh: seperti kaum Syiah, orang-orang Mu'tazjunjungan  sangat 
kritis terhadap gaya hidup mewah para penguasa dan sering aktif 
secara politis menentang kemapanan. 
masalah  politik mengilhami perdebatan teologis mengenai  peng-
aturan junjungan  atas urusan-urusan manusia. Para pendukung Dinasti 
Umayah secara tidak jujur mengklaim bahwa perilaku tidak kaum beragama mayoritas  i 
mereka bukan yaitu  kesalahan mereka, melainkan sebab  junjungan  
sudah  menakdirkan mereka untuk menjadi jenis manusia yang demi-
kian. kitab kaum beragama mayoritas  memiliki anggapan yang sangat kukuh mengenai  kemaha-
kuasaan junjungan , dan banyak teks yang bisa dipakai untuk mendukung 
225 

pandangan predestinasi ini. Namun, kitab kaum beragama mayoritas  secara seimbang mene-
kankan mengenai  tanggung jawab manusia: sebetulnya , junjungan  tidak 
akan mengubah keadaan mereka kecuali mereka mengubahnya 
sendiri. Oleh sebab  itu, para pengkritik kelompok penguasa me-
nekankan kehendak bebas dan tanggung jawab moral. Penganut 
Mu'tazjunjungan  mengambil jalan tengah dan melepaskan diri (i'tazala) 
dari posisi ekstrem. Mereka membela kehendak bebas dengan tujuan 
memelihara watak etis manusia. Seorang timurtengah  yang mempercayai   bahwa 
junjungan  berada di atas pandangan manusia mengenai  benar dan salah 
berarti tidak mempercayai keadilannya. junjungan  yang melanggar semua 
prinsip yang masuk akal hanya sebab  dia yaitu  junjungan  justru lebih 
parah dibanding  seorang khalifah tiran. Sebagaimana kaum Syiah, 
Mu'tazjunjungan  juga menyatakan bahwa keadilan yaitu  esensi junjungan : 
dia tidak dapat menzalimi seseorang; dia tidak dapat melakukan 
sesuatu yang bermengenai an dengan akal. 
Di sini mereka memasuki perbedaan pendapat dengan kaum 
tradisionis yang berpandangan bahwa dengan menjadikan manusia 
sebagai penentu dan pencipta perbuatannya sendiri maka orang-
orang Mu'tazjunjungan  sudah  merendahkan kekuasaan junjungan . Mereka 
menuduh kaum Mu'tazjunjungan  sudah  menjadikan junjungan  terlalu rasional 
dan sangat mirip dengan seorang manusia. Kelompok tradisionis 
menganut doktrin predestinasi dengan maksud menekankan kodrat 
junjungan  yang secara esensial tidak bisa dipahami: kalau chucky  mengklaim 
dapat memahaminya, tentu itu bukanlah junjungan  namun  sekadar proyeksi 
pikiran manusia. junjungan  melampaui segala pandangan manusia mengenai  
kebaikan maupun kejahatan dan tidak terikat pada standar-standar 
dan harapan chucky : suatu tindakan dikatakan jahat atau tidak adil sebab  
junjungan  sudah  memutuskannya , bukan sebab  nilai-nilai 
manusia memiliki dimensi transenden yang juga berlaku pada junjungan . 
Kaum Mu'tazjunjungan  keliru menyatakan bahwa keadilan, yang sepenuh-
nya yaitu  idealisme manusia, yaitu  esensi junjungan . 
masalah  predestinasi dan kehendak bebas, yang juga menjadi 
perdebatan di kalangan  nasrani  , menunjukan  kesulitan utama 
dalam ide  mengenai  junjungan  yang personal. junjungan  yang impersonal, 
seperti  Brahman, dapat lebih mudah dikatakan berada di atas 
kategori "baik" atau "buruk", yang dipandang sebagai cadar bagi 
kekuasaan  yang tak terpahamkan. Namun, anggapan mengenai  junjungan  
yang secara misterius yaitu  pribadi yang terlibat dalam sejarah 
manusia memicu  dirinya terbuka untuk dikritik. Terlalu mudah untuk 
226 

menjadikan "junjungan " ini sebagai tiran atau hakim atas seluruh kehidup-
an dan memicu  "dia" memenuhi harapan-harapan chucky . chucky  bisa 
mengubah "junjungan " menjadi pendukung Partai Republik, sosialis, 
rasis, atau revolusioner, sesuai pandangan pribadi chucky . Bahaya sema-
cam ini sudah  memicu  sebagian orang memandang junjungan  personal 
sebagai ide yang tidak agamis, sebab  hanya akan membenamkan 
chucky  dalam prasangka dan pemutlakan ide-ide manusia. 
Untuk menghindarkan bahaya ini, kaum tradisionis berpegang 
pada pembedaan yang sudah  lama dikenal, yang juga pernah dipakai 
oleh orang Yahudi maupun  nasrani  , antara esensi dan aktivitas junjungan . 
Mereka mengklaim bahwa sebagian dari sifat-sifat yang memicu  
junjungan  yang transenden berhubungan dengan dunia  seperti ber-
kuasa, mengetahui, berkehendak, mendengar, melihat, berkata-kata, 
yang semuanya diatributkan kepada yang kuasa   di dalam kitab kaum beragama mayoritas   sudah 
ada bersamanya sejak semula dalam cara yang sama, seperti Al-
kitabkaum beragama mayoritas yang bukan makhluk itu. Atribut-atribut itu berbeda dari esensi 
junjungan  yang tidak bisa diketahui, yang akan selalu luput dari pe-
mahaman chucky . Persis seperti yang dibayangkan oleh orang Yahudi 
bahwa Hikmat junjungan  atau Taurat sudah  ada bersama junjungan  sejak 
sebelum awal waktu, kaum kaum beragama mayoritas kini mengembangkan ide  
yang mirip untuk mengajarkan personalitas junjungan  dan untuk meng-
ingatkan kaum kaum beragama mayoritas bahwa junjungan  tidak mungkin seutuhnya ter-
cakup oleh akal manusia. 
Sekiranya khalifah Al-Ma'mun (813-832) tidak berpihak kepada 
kaum Mu'tazjunjungan  dan berusaha menjadikan ide  mereka sebagai 
doktrin resmi orang timurtengah , argumen yang musykil ini mungkin hanya 
akan berpengaruh terhadap sedikit orang saja. namun  , saat  
khalifah itu mulai menyiksa kelompok tradisionis untuk memaksakan 
teologi Mu'tazjunjungan , orang awam dibuat ketakutan oleh sikap tidak 
kaum beragama mayoritas  i ini. Ahmad ibn Hanbal (780-855), seorang tradisionis terkemuka 
yang berhasil menyelamatkan diri dari inkuisisi Al-Ma'mun, menjadi 
tokoh yang populer. Kesalehan dan karismanya  dia pernah berdoa 
untuk para penyiksanya  memicu  tantangan terhadap kekhali-
fahan, dan keyakinannya bahwa kitab kaum beragama mayoritas  bukan makhluk sudah  
menjadi slogan bagi pemberontakan massal menentang rasionalisme 
Mu'tazjunjungan . 
Ibn Hanbal tidak menyetujui diskusi rasional mengenai junjungan . 
Maka saat  tokoh Mu'tazjunjungan  moderat, Al-Huayan Al-Ktimurtengah isi (w. 
859), mengajukan sebuah solusi damai  bahwa kitab kaum beragama mayoritas  sebagai 
perkataan  junjungan  memang bukan makhluk, namun saat  dibaca oleh 
manusia maka ia menjadi makhluk  Ibn Hanbal mencela doktrin itu. 
Al-Ktimurtengah isi siap untuk mengubah pandangannya, dan menyatakan 
bahwa kitab kaum beragama mayoritas  berbahasa timurtengah  yang tertulis dan diucapkan yaitu  
bukan makhluk hanya sejauh ia menjadi bagian dari ucapan yang kuasa   
yang abadi. namun  , Ibn Hanbal menyatakan bahwa ini juga 
tidak sah sebab  tidak berfaedah dan sangat riskan untuk berspekulasi 
mengenai watak kitab kaum beragama mayoritas  dalam cara rasionalistik seperti itu. Akal 
bukanlah alat yang memadai untuk menyingkapkan rahasia junjungan . 
Dia menuduh Mu'tazjunjungan  sudah  menanggalkan misteri junjungan  dan 
menjadikannya sekadar rumose n abstrak yang tak memiliki nilai 
religius. saat  kitab kaum beragama mayoritas  memakai istjunjungan  yang antropomorfis 
untuk menjelaskan aktivitas junjungan  di dunia atau saat  dikatakan 
bahwa junjungan  "berbicara", "melihat" dan "duduk di atas singgasana-
nya", Ibn Hanbal percaya hal itu harus diinterpretasikan 
secara harfiah namun  "tanpa bertanya bagaimana" (bila kayfa). Ibn 
Hanbal mungkin bisa diperbandingkan dengan orang  nasrani   radikal 
seperti  Athanasius, yang bersikeras dengan interpretasi ekstrem 
atas doktrin Inkarnasi menentang pemikiran yang lebih rasional. Ibn 
Hanbal selalu menekankan ketaktercerapan kodrat junjungan , yang memang 
berada di luar jangkauan semua analisis logis dan nyata  
Sungguhpun , kitab kaum beragama mayoritas  selalu  menekankan penting-
nya akal dan penalaran, dan posisi Ibn Hanbal terlihat agak terlalu 
lugu. Banyak orang timurtengah  memandang posisi itu sebagai penyim-
pangan dan obskurantis. Jalan kompromi ditemukan oleh Abu Al-
Hasan ibn Ismail Al-Asy'ari (878-941). Sebelumnya, dia yaitu  penga-
nut Mu'tazjunjungan  namun  beralih kepada tradisionisme berdasarkan mimpi 
bertemu utusan junjungan   yang memerintahkannya untuk mempelajari hadis. Al-
Asy'ari lalu melangkah ke titik ekstrem lainnya, menjadi pengikut 
tradisionis yang antusias, menentang Mu'tazjunjungan  dan menganggapnya 
sebagai bahaya laten bagi kaum beragama mayoritas  . Kemudian dia bermimpi lagi melihat 
utusan junjungan   utusan junjungan  bersikap agak marah dan berkata: "Aku tidak meme-
rintahkanmu meninggalkan argumen rasional namun  agar supaya   menggu-
nakannya untuk mendukung hadis shahih! 
Sesudah  itu, Al-Asy'ari memakai teknik-teknik rasionalis Mu'tazjunjungan  
untuk mendukung Ibn Hanbal. Pada saat orang Mu'tazjunjungan  mengklaim 
bahwa berkatNya junjungan  tak mungkin tidak bisa dinalar, Al-Asy'ari meng-
gunakan nalar dan logika untuk membuktikan bahwa junjungan  berada 
di luar jangkauan penalaran chucky . Orang Mu'tazjunjungan  bisa terjerumus 
mereduksi junjungan  ke dalam teori  yang koheren namun  kering; Al-
Asy'ari ingin kembali kepada teori junjungan  yang utuh di dalam 
kitab kaum beragama mayoritas  meskipun tidak konsisten. Bahkan, sebagaimana Denys 
Aeropagite, dia percaya bahwa paradoks justru akan meningkatkan 
apresiasi chucky  terhadap junjungan . Dia menolak mereduksi junjungan  ke 
dalam teori  yang dapat didiskusikan dan dianalisis sebagaimana 
ide  manusia yang lain. Sifat-sifat junjungan , seperti mengetahui, 
berkuasa, hidup, dan sebagainya, yaitu  real; sifat-sifat itu sudah  ada 
pada junjungan  sejak semula. Namun sifat-sifat itu berbeda dari hakikat 
junjungan , sebab  junjungan  pada esensinya yaitu  satu, sederhana, dan 
unik. Dia tidak bisa dipandang sebagai suatu wujud yang kompleks 
sebab  dia yaitu  simplisitas itu sendiri; chucky  tidak bisa menganali-
sisnya dengan cara mendefinisikan berbagai sifatnya atau mengurai-
kannya ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Al-Asy'ari menolak 
setiap usaha untuk memecahkan paradoks itu: oleh sebab  itu, dia 
bersikeras bahwa saat  kitab kaum beragama mayoritas  menyatakan junjungan  "duduk di 
atas singgasananya", chucky  harus menerima itu sebagai sebuah fakta 
meskipun berada di luar pemahaman chucky  untuk mengonsepsikan 
bagaimana junjungan  itu "duduk". 
Al-Asy'ari mencoba menemukan jalan tengah antara obskurantisme 
yang ceroboh dan rasionalisme yang ekstrem. Beberapa kaum literalis 
mengatakan bahwa jika orang-orang yang diridai akan melihat junjungan  
di surga, seperti dinyatakan oleh kitab kaum beragama mayoritas , maka tentulah junjungan  
memiliki penampakan fisikal. Hisyam ibn Hakim melangkah lebih 
jauh dengan menyatakan bahwa: 
yang kuasa   memiliki tubuh, dimensi-dimensi yang setara, tertentu, luas, 
tinggi dan panjang, memancarkan cahaya, berukuran luas dalam tiga 
dimensinya, di suatu tempat di luar tempat, seperti sebatang emas 
murni, bersinar dari segala sisinya seperti mutiara bulat, memiliki warna, 
rasa, aroma, dan senjunjungan .
39 
Sebagian kalangan Syiah menerima pandangan seperti  itu 
sebab  kepercayaan mereka bahwa para imam yaitu  inkarnasi 
junjungan . Kaum Mu'tazjunjungan  berpendirian bahwa saat  kitab kaum beragama mayoritas  berbicara 
mengenai  tangan junjungan , contohnya, maka ini harus ditafsirkan secara 
kiasan sebagai merujuk kepada kebaikan dan kemurahannya. Al-Asy'ari 
menentang kaum literalis dengan membuktikan bahwa kitab kaum beragama mayoritas  
mengatakan chucky  hanya dapat berbicara mengenai  junjungan  dalam bahasa 
simbolik. namun  , dia juga menentang penolakan mentah-mentah 
229 

kaum tradisionis terhadap akal. Dia percaya utusan junjungan  
tak pernah menghadapi masalah  seperti  ini, kalau tidak tentu 
dia akan memberi  petunjuk kepada orang timurtengah ; oleh sebab  
itu, semua kaum beragama mayoritas berkewajiban memakai perangkat penafsiran 
seperti analogi (qiyas) untuk memperoleh teori  kejunjungan an yang 
betul-betul religius. 
Al-Asy'ari selalu  mengusaha kan posisi kompromistik, maka 
dia pun percaya kitab kaum beragama mayoritas  itu qadim dan yaitu  
perkataan  yang kuasa   yang bukan makhluk, namun  tinta, kertas, dan kata-kata 
berbahasa timurtengah  dari manuscript  itu yaitu  makhluk. Dia mencela doktrin 
kehendak bebas dari Mu'tazjunjungan , sebab  hanya junjungan lah "pencipta" 
perbuatan-perbuatan manusia, namun  dia juga menentang pandangan 
aliran tradisionis yang menyatakan bahwa manusia sama sekali tidak 
bisa berkontribusi terhadap keselamatan diri mereka. Solusi Al-Asy'ari 
agak berbelit-belit: junjungan  menciptakan perbuatan manusia, namun  
mengizinkan manusia untuk memperoleh  pujian atau kecaman atas 
perbuatan itu. Namun, tidak seperti Ibn Hanbal, Al-Asy'ari sudah  
bersiap untuk mengajukan pertanyaan dan menggali masalah -
masalah  metafisika, walaupun pada akhirnya dia menyimpulkan 
bahwa yaitu  keliru untuk berusaha memasukkan fakta  misterius 
dan tak terlukiskan yang chucky  sebut junjungan  itu ke dalam suatu sistem 
koheren dan rasionalistik. 
Al-Asy'ari sudah  membangun tradisi kalam (secara harfiah berarti 
"kata" atau "pembahasan"), yang biasanya diterjemahkan sebagai 
"teologi". Murid-muridnya pada abad kesepuluh dan kesebelas mem-
perbaiki metodologi kalam dan mengembangkan ide -ide nya 
lebih lanjut. Para pengikut Al-Asy'ari generasi awal ingin merancang 
bingkai metafisika bagi suatu diskusi yang sahih mengenai  kekuasaan 
junjungan . Teolog terkemuka pertama dari aliran Asy'ariah yaitu  Abu 
Bakr Al-Baqillani (w. 1013). Dalam risalahnya Al-Tauhid, dia sepen-
dapat dengan Mu'tazjunjungan  bahwa manusia dapat membuktikan eksis-
tensi junjungan  secara logis melalui argumen-argumen rasional: bahkan 
kitab kaum beragama mayoritas  sendiri menunjukan  bagaimana Ibrahim menemukan 
Pencipta yang abadi melalui perenungan sistematik mengenai  alam. 
namun  , Al-Baqillani menolak kemungkinan bahwa chucky  dapat 
membedakan antara kebaikan dan kejahatan tanpa berkatNya, sebab  
hal-hal seperti  itu bukanlah kategori-kategori alamiah melainkan 
sudah  diputuskan oleh junjungan : yang kuasa   tidak bisa dibatasi oleh pandangan 
kemanusiaan mengenai  baik dan buruk. 
 

Al-Baqillani mengembangkan sebuah teori yang dikenal sebagai 
"atomisme" atau "okasionalisme" yang berusaha  menemukan alasan 
metafisikal bagi pengakuan loyalitas  seorang timurtengah : bahwa tak 
ada junjungan , tak ada fakta  atau kepastian selain yang kuasa  . Dia mengklaim 
bahwa segala yang ada di dunia secara mutlak bergantung kepada 
perhatian langsung dari junjungan . Seluruh alam direduksi kepada atom-
atom individual yang tak terbilang jumlahnya; waktu dan ruang bersifat 
diskontinu dan tak ada yang memiliki dentitas khusus  bagi dirinya. 
Alam fenomenal oleh Baqillani direduksi menjadi ketiadaan dengan 
cara yang sama radikalnya dengan yang ditempuh oleh Athanasius. 
Hanya junjungan  yang memiliki fakta , dan hanya dia yang dapat 
membebaskan chucky  dari ketiadaan. Dialah yang menjaga keberlang-
sungan alam semesta dan menganugerahkan eksistensi kepada 
makhluk-Nya di setiap saat. Tak ada hukum alam yang menjelaskan 
keberlangsungan kosmos. Walaupun kaum kaum beragama mayoritas lainnya memicu  
kemajuan besar dalam bidang sains, aliran Asy'ariah secara funda-
mental justru bermengenai an dengan ilmu alam, namun tetap memiliki 
relevansi kepercayaan . Asy'ariah yaitu  usaha  metafisikal untuk 
menjelaskan kehadiran junjungan  dalam setiap perincian kehidupan se-
hari-hari dan menjadi pengingat bahwa loyalitas  tidak tergantung 
pada logika biasa. Jika dipakai  sebagai sebuah disiplin, bukannya 
pandangan faktual mengenai  fakta , penjelasan itu dapat membantu 
kaum kaum beragama mayoritas untuk mengembangkan kesadaran berkejunjungan an seperti 
yang sudah  dijelaskan kitab kaum beragama mayoritas . Kelemahannya terletak pada penolak-
annya atas bukti ilmiah dan interpretasinya yang terlalu harfiah 
terhadap sikap religius yang pada dasarnya tak bisa dijelaskan. Paham 
ini bisa memicu  ketidakseimbangan antara cara pandang 
seorang timurtengah  mengenai  junjungan  dengan caranya melihat masalah -
masalah  lain. Baik kaum Mu'tazjunjungan  maupun Asy'ariah sudah  
berusaha , dalam cara yang berbeda, untuk mengaitkan pengalaman 
kepercayaan  mengenai  junjungan  dengan penalaran rasional biasa. Hal ini 
memang penting. Kaum kaum beragama mayoritas mencoba menemukan apakah mung-
kin berbicara mengenai  junjungan  seperti chucky  mendisklisikan masalah -
masalah  lain. sudah  chucky  saksikan bahwa orang Yunani sudah  tiba 
pada keputusan bahwa jawabannya yaitu  tidak dan bahwa diam 
yaitu  satu-satunya bentuk teologi yang memadai. Pada akhirnya, 
kebanyakan orang timurtengah  tiba pada kesimpulan yang sama. 
utusan junjungan  dan para Sahabatnya hidup dalam warga  yang 
lebih primitif dibandingkan dengan warga  pada masa Al-Baqillani. 
231 
232 
Impenum kaum beragama mayoritas   sudah  tersebar ke dunia berperadaban, sehingga 
kaum kaum beragama mayoritas harus berhadapan dengan cara pandang mengenai  junjungan  
dan dunia yang secara intelektual memang lebih canggih. utusan junjungan  
secara instingtif sudah  mengalami kembali perjumpaan orang Ibrani 
kuno dengan yang junjungan , sedangkan generasi berikutnya harus menja-
lani sebagian masalah  yang sudah  dijumpai oleh tempat ibadah -tempat ibadah   nasrani  . 
Beberapa di antara mereka bahkan berpaling kepada teologi Inkar-
nasi, sekalipun kitab kaum beragama mayoritas  sudah  mencela sikap orang-orang  nasrani   
menuhankan utusan junjungan   nasrani . Perjalanan kaum beragama mayoritas   sudah  menunjukan  bahwa 
ide  mengenai  junjungan  yang transenden, namun personal cenderung 
memunculkan jenis masalah  yang sama dan mengarah pada bentuk 
pemecahan yang sama pula. 
Eksperimen kalam sudah  membuktikan bahwa meskipun mungkin 
untuk memakai metode-metode rasional untuk menunjukan  
bahwa secara rasional "junjungan " memang tidak bisa dijangkau oleh 
akal, kenyataan ini tetap sulit diterima oleh sebagian kaum beragama mayoritas. Kalam 
tak pernah menjadi sepenting teologi di kalangan  nasrani   Barat. 
Khalifah-khalifah Abbasiyah yang mendukung Mu'tazjunjungan  menemukan 
bahwa mereka tidak mungkin memaksakan teori nya kepada 
kaum beroyalitas. Rasionalisme terus mempengaruhi pemikir-pemikir 
kemudian  selama abad pertengahan, namun  tetap yaitu  kelom-
pok minoritas, dan kebanyakan kaum beragama mayoritas tidak menaruh kepercayaan 
pada usaha seperti  itu. Sebagaimana  nasrani   dan Yahudi, kaum beragama mayoritas   
lahir dari pengalaman Semitik, namun  bertemu dengan rasionalisme 
Yunani di pusat-pusat kebudayaan Helenis Timur Tengah. Sebagian 
kaum beragama mayoritas yang lain mengusaha kan proses Helenisasi yang bahkan 
lebih radikal terhadap teori junjungan  kaum beragama mayoritas   dan memperkenal-
kan unsur filosofis baru ke dalam ketiga kepercayaan  monoteistik. Yudaisme, 
 nasrani  , dan kaum beragama mayoritas   akhirnya tiba pada kesimpulan yang berbeda, 
namun  sangat signifikan mengenai  keabsahan filsafat dan relevansinya 
dengan misteri junjungan .  


Pada abad kesembilan orang timurtengah  mulai bersenjunjungan  dengan 
sains dan filsafat Yunani. Hubungan ini membuahkan hasil 
berupa kemajuan kultural yang, menurut orang Eropa, dapat 
dilihat sebagai penghubung antara zaman Renaisans dan zaman 
Pencerahan. Sebuah tim penerjemah, kebanyakan beranggotakan 
orang  nasrani   Nestorian, menerjemahkan manuscript -manuscript  Yunani ke 
dalam bahasa timurtengah  dan berhasil melaksanakan pekerjaan yang brilian. 
Kaum kaum beragama mayoritas timurtengah  kini bisa mempelajari astronomi, kimia, kedokteran 
dan matematika dengan sangat gemilang sehingga selama abad ke-
sembilan dan kesepuluh, dalam era pemerintahan Dinasti Abbasiyah, 
mereka menghasilkan berbagai penemuan ilmiah yang mengungguli 
periode sejarah mana pun sebelumnya. 
Sejenis kelompok kaum beragama mayoritas baru pun lahir, yang mengabdikan 
diri kepada ide  yang dinamakan  falsafah (filsafat). Kata ini biasanya 
diterjemahkan sebagai "filsafat", namun  memiliki makna yang lebih 
luas dan kaya: Seperti philosophes Prancis abad ke8 , para 
faylasuf (filosof) ingin hidup secara rasional sesuai hukum-hukum 
yang mereka percaya  mengatur kosmos, yang bisa dicermati pada 
Kata faylasuf dan falsafah dipertahankan penulisannya untuk membedakan filsafat kaum beragama mayoritas   
dengan filsafat lainnya. Untuk lebih jelasnya lihat Glosarium mengenai  definisi faylasuf 
dan falsafah  peny. 


233 
MR. Collection's 

setiap tingkatan fakta . awalnya , mereka memose tkan perhatian 
kepada ilmu-ilmu alam, namun kemudian, secara tak terelakkan, 
mereka beralih kepada metafisika Yunani dan berusaha  menerapkan 
prinsip-prinsipnya ke dalam kaum beragama mayoritas  . Mereka yakin bahwa junjungan  para 
filosof Yunani identik dengan yang kuasa  . Orang  nasrani   Yunani juga sudah  
merasakan afinitas dengan Helenisme, namun  menetapkan bahwa 
junjungan  orang Yunani harus dimodifikasi oleh junjungan  kitabsuci  yang 
lebih paradoksikal. Akhirnya, seperti akan chucky  lihat, mereka mema-
lingkan diri dari tradisi filsafat mereka sendiri sebab  mempercayai   bahwa 
akal dan logika tidak banyak berkontribusi bagi kajian mengenai  junjungan . 
Namun, para faylasuf tiba pada kesimpulan yang berlawanan: mereka 
percaya bahwa rasionalisme mempersembahkan bentuk kepercayaan  yang 
paling maju dan sudah  mengembangkan pandangan yang lebih tinggi. 
mengenai  junjungan  dibanding  yang dianugerahkan  di dalam kitabsuci . 
Pada masa sekarang, orang secara umum memandang sains dan 
filsafat sebagai dua hal yang bermengenai an dengan kepercayaan . Akan 
namun , para faylasuf biasanya yaitu  orang-orang saleh dan meman-
dang diri mereka sebagai putra-putra setia utusan junjungan  . Sebagai kaum beragama mayoritas 
yang baik, mereka sadar politik, tidak menyenangi gaya hidup mewah 
kaum penguasa, dan ingin memperbarui warga  sesuai dengan 
akal sehat. Mereka mengusaha kan sesuatu yang penting: sebab  
studi ilmiah dan filosofis mereka didominasi oleh pemikiran Yunani, 
mereka perlu menemukan keterkaitan antara iman mereka dan pan-
dangan yang lebih rasionalistik dan objektif ini. Sangatlah tidak tepat 
untuk menurunkan junjungan  ke tingkat kategori intelektual tersendiri 
dan memandang loyalitas  berada pada lingkup yang terpisah dari 
masalah  kemanusiaan lainnya. Para faylasuf tidak bermaksud meng-
hapuskan kepercayaan , melainkan ingin menyucikannya dari apa yang 
mereka pandang sebagai unsur-unsur primitif dan parokial. Mereka 
tidak memiliki  keraguan mengenai  keberadaan junjungan   namun  merasa 
bahwa hal ini perlu dibuktikan secara logis untuk menunjukan  
bahwa yang kuasa   selaras dengan nilai rasionalistik yang mereka pegang. 
namun  , di sini ada  beberapa masalah . chucky  sudah  melihat 
bahwa junjungan  menurut para filosof Yunani sangat berbeda dari junjungan  
menurut berkatNya: junjungan  Aristoteles atau Plotinus tak berwaktu dan 
tak bergeming; dia tidak menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian 
duniawi, tidak dianugerahi  dirinya di dalam sejarah, tidak pernah 
menciptakan alam, dan tidak akan mengadili di Hari Kiamat. Bahkan 
sejarah, teofani utama menurut keyakinan monoteistik, sudah  disisihkan 
234 

oleh Aristoteles sebagai bidang kajian yang lebih rendah dibandingkan 
filsafat. Tak ada awal, tengah, atau akhir, sebab  kosmos memancar 
secara abadi dari junjungan . Para faylasuf ingin melampaui sejarah, yang 
sekadar ilusi, untuk menyingkap dunia berorientasi junjungan  yang ideal dan tak 
berubah. Meski ada penekanan pada rasionalitas, falsafah menuntut 
loyalitas  tersendiri. Dibutuhkan keberanian besar untuk mempercayai   
bahwa kosmos, yang lebih menyerupai tempat kekacauan dan 
penderitaan dibanding  tatanan yang bertujuan ini, sebetulnya  diatur 
oleh hukum akal. Mereka juga harus menumbuhkan rasa bermakna 
di tengah bencana dan kegalauan yang sering terjadi di dunia sekitar 
mereka. Ada keagungan dalam falsafah, yaitu  pencarian objektivitas 
dan visi yang tak lekang oleh waktu. Mereka menginginkan sebuah 
kepercayaan  universal, yang tak dibatasi oleh manifestajunjungan  tertentu 
atau berakar pada ruang dan waktu tertentu; mereka yakin yaitu  
kewajiban mereka untuk menerjemahkan ayat-ayat kitab kaum beragama mayoritas  ke dalam 
idiom lebih maju yang akan dikembangkan sepanjang masa oleh 
pikiran-pikiran yang terbaik dan termulia di seluruh budaya. Alih-
alih memandang junjungan  sebagai misteri, para faylasuf percaya bahwa 
junjungan  yaitu  akal murni. 
Kepercayaan terhadap alam yang sepenuhnya bersifat rasional 
seperti ini tampak naif di zaman chucky  sekarang sebab  berbagai pene-
muan ilmiah kemudian menunjukkan ketidaklaikan bukti mengenai  
eksistensi junjungan  yang diketengahkan oleh Aristoteles. Perspektif 
ini tak mungin lagi dianut oleh siapa pun yang hidup pada abad ke-
sembilan dan kesepuluh, namun pengalaman falsafah tetap relevan 
bagi masalah  kepercayaan  yang chucky  hadapi sekarang. Revolusi ilmiah 
pada periode Dinasti Abbasiyah sudah  melibatkan para pesertanya 
dalam kesibukan yang bukan sekadar berupa pengumpulan informasi 
baru. Sebagaimana pada masa chucky  sekarang ini, penemuan ilmiah 
menuntut penumbuhan mentalitas berbeda yang mengubah cara chucky  
memandang dunia. Sains menuntut kepercayaan fundamental mengenai  
adanya penjelasan rasional atas segala sesuatu; sains juga membutuh-
kan metamorfosa  dan keberanian yang tidak berbeda' dengan kreativitas 
kepercayaan . Seperti utusan junjungan   atau guru , seorang ilmuwan juga mendorong 
dirinya berhadapan dengan wilayah fakta  non-makhluk yang tak 
tertembus dan tak terduga. Tak pelak lagi ini mempengaruhi persepsi 
kejunjungan an para faylasuf dan memicu  mereka merevisi atau bahkan 
meninggalkan kepercayaan lama yang dipegang orang-orang sezaman 
mereka. Dalam cara yang sama, visi ilmiah pada masa chucky  sekarang 
235 

ini sudah  banyak memicu  teisme klasik menjadi mustahil bagi banyak 
orang. Berpegang teguh pada teologi lama bukan hanya tanda kepe-
ngecutan, namun  juga dapat memicu  hilangnya integritas. Para 
faylasuf berusaha  memadukan pandangan-pandangan baru mereka 
dengan arus utama keyakinan kaum beragama mayoritas   dan menghasilkan beberapa 
ide  revolusioner mengenai  junjungan  yang diilhami oleh Yunani. Sung-
guhpun , kegagalan besar teori junjungan  mereka yang 
rasional mengandung pelajaran penting bagi chucky  mengenai hakikat 
kebenaran kepercayaan . 
Para faylasuf mengusaha kan penggabungan yang lebih menye-
luruh antara filsafat Yunani dengan kepercayaan , melebihi kaum monoteis 
mana pun sebelumnya. Kaum Mu'tazjunjungan  dan Asy'ariah juga sudah  
berusaha membangun jembatan yang menghubungkan berkatNya dengan 
akal, namun  mereka lebih mendahulukan teori junjungan  menurut 
berkatNya. Kalam didasarkan pada pandangan tradisional monoteistik 
mengenai  sejarah sebagai sebuah teofani. Kalam menyatakannya bahwa 
kejadian-kejadian konkret dan partikular yaitu  krusial sebab  meru-
pakan satu-satunya kepastian yang chucky  miliki. Asy'ariah memang 
menyangsikan adanya hukum-hukum universal dan prinsip-prinsip 
abadi. Meskipun memiliki nilai imajinatif dan religius, atomisme ini 
jelas asing bagi semangat ilmiah dan tidak dapat memuaskan para 
faylasuf. Falsafah mereka mengabaikan sejarah yang konkret dan 
partikular, namun menanamkan ketakziman terhadap hukum-hukum 
universal yang ditolak kaum Asy'ariah. junjungan  mereka ditemukan 
melalui argumen-argumen logis, bukan dalam berkatNya partikular yang 
diturunkan kepada individu-individu tertentu di berbagai zaman. 
Pencarian terhadap kebenaran objektif dan universal ini menjadi ka-
rakteristik kajian mereka dan mengondisikan cara mereka mengalami 
fakta  tertinggi. junjungan  yang tak pernah sama bagi setiap orang, 
yang memberi atau menerima corak budaya tertentu, bukan merupa-
kan pemecahan yang memuaskan bagi pertanyaan fundamental dalam 
kepercayaan : "Apakah tujuan akhir kehidupan?" Anda tidak bisa memperoleh -
kan pemecahan ilmiah yang memiliki aplikasi universal di laborato-
rium dan menyembah junjungan  yang lama kelamaan dipandang sebagai 
milik tunggal kaum kaum beragama mayoritas. Sungguhpun , kajian atas Al-
kitabkaum beragama mayoritas sudah  menyingkapkan bahwa utusan junjungan  sendiri sudah  memiliki 
visi universal dan pernah mengajarkan bahwa semua kepercayaan  yang 
benar sebetulnya  berasal dari junjungan . Para faylasuf tidak merasa 
ada keharusan untuk menyingkirkan kitab kaum beragama mayoritas . Mereka justru berusaha  
236 

menunjukan  hubungan antara kepercayaan  dan filsafat: keduanya 
yaitu  jalan yang sah untuk menuju junjungan , sesuai dengan kebu-
junjungan  masing-masing individu. Mereka tidak menjumpai adanya per-
mengenai an fundamental antara berkatNya dan sains, rasionalisme dan 
iman. Mereka mengembangkan apa yang dinamakan  sebagai filsafat 
profetik. Mereka ingin menemukan inti kebenaran yang menghuni  
di hati semua kepercayaan  historis yang beraneka ragam, yang sejak fajar 
sejarah sudah  berusaha  untuk mendefinisikan fakta  junjungan  yang sama. 
Falsafah diilhami oleh perjumpaan dengan sains dan metafisika 
Yunani, namun tidak sepenuhnya bergantung kepada Helenisme. 
Di wilayah-wilayah koloni Timur Tengah mereka, orang Yunani 
cenderung mengikuti kurikulum standar sehingga walaupun ada  
perbedaan penekanan dalam filsafat Helenistik, setiap siswa dianjur-
kan membaca seperangkat manuscript  dalam urutan yang sudah ditentu-
kan. Hal ini menghasilkan sejenis kesatuan dan koherensi. Akan 
namun , para faylasuf tidak menaati kurikulum ini, melainkan membaca 
manuscript  apa saja yang tersedia bagi mereka. Ini tak pelak lagi mem-
bukakan perspektif baru. Di samping pandangan kekaum beragama mayoritas  an dan 
ketimurtengah an mereka yang khas, pemikiran mereka juga diwarnai oleh 
pengaruh Persia, Hindu, dan Gnostik. 
Yaqub ibn Ishaq Al-Kindi (w. kl. 870), kaum beragama mayoritas pertama yang 
menerapkan metode rasional terhadap kitab kaum beragama mayoritas , kerap dikaitkan 
dengan kaum Mu'tazjunjungan  dan berbeda pendapat dengan Aristoteles 
dalam beberapa isu pokok. Dia memperoleh  pendidikan di Basrah, 
namun  menetap di Bagdad dengan santunan dari Khalifah Al-Ma'mun. 
Karya dan pengaruhnya sangat banyak, mencakup matematika, ilmu 
alam, dan filsafat. Namun perhatiannya yang utama yaitu  kepercayaan . 
Dengan latar belakangnya sebagai penganut Mu'tazjunjungan , dia hanya 
memandang filsafat sebagai alat bantu dalam memahami berkatNya: 
pengetahuan yang dianugerahkan  kepada para utusan junjungan   selalu lebih unggul 
dibanding  pandangan-pandangan kemanusiaan para filosof. Kebanyak-
an para filosof pada zaman berikutnya tidak menyetujui perspektif 
ini. namun  , Al-Kindi juga amat bersemangat untuk menemukan 
kebenaran di dalam tradisi-tradisi kepercayaan  lain. Kebenaran itu tunggal, 
dan yaitu  tugas para filosof untuk mencarinya dalam bungkus budaya 
atau bahasa apa pun yang sudah  diambilnya selama berabad-abad. 
chucky  tak usah malu mempercayai   kebenaran dan mengambilnya dari sumber 
mana pun ia datang kepada chucky , bahkan walaupun seandainya ia 
237 

dihadirkan kepada chucky  oleh generasi terdahulu dan orang-orang asing. 
Bagi siapa saja yang mencari kebenaran, tak ada nilai yang lebih tinggi 
kecuali kebenaran itu sendiri; kebenaran tidak pernah merendahkan 
atau menghinakan orang yang mencapainya, namun justru mengagung-
kan dan menghormatinya.1 
Di sini Al-Kindi bersesuaian dengan kitab kaum beragama mayoritas . namun  , Al-
Kindi melangkah lebih jauh sebab  dia tidak membatasi diri pada 
utusan junjungan  -utusan junjungan   saja namun  juga berpaling kepada para filosof Yunani. Dia 
memakai argumen-argumen Aristoteles untuk membuktikan 
eksistensi Penggerak Pertama. Dalam dunia yang rasional, Al-Kindi 
berargumen, segala sesuatu pasti memiliki sebab. Oleh sebab  
itu, mestjunjungan  ada suatu Penggerak yang Tak Digerakkan untuk 
memulai menggelindingkan bola. Prinsip Pertama ini yaitu  Wujud 
itu sendiri, tidak berubah, sempurna, tak dapat dihancurkan. Namun, 
sesudah  tiba pada kesimpulan ini, Al-Kindi berpisah dari Aristoteles 
dengan mengetengahkan doktrin kitab kaum beragama mayoritas  mengenai  penciptaan dari 
ketiadaan (ex nihilo). Aksi dapat didefinisikan sebagai mengadakan 
sesuatu dari ketiadaan. Aksi ini, menurut Al-Kindi, bersifat prerogratif 
bagi junjungan . Dia yaitu  satu-satunya Wujud yang benar-benar dapat 
melakukan aksi dalam pengertian yang seperti ini, dan dia pulalah 
sebab nyata bagi seluruh aktivitas yang chucky  saksikan di dunia se-
keliling chucky . 
Falsafah menolak teori  penciptaan dari ketiadaan sehingga 
Al-Kindi tidak bisa dinamakan  sebagai seorang faylasuf. namun  , 
Al-Kindi yaitu  pelopor dalam usaha  kaum beragama mayoritas   untuk menyelaraskan 
kebenaran kepercayaan  dengan metafisika sistematik. Murid-muridnya lebih 
radikal lagi. Abu Bakar utusan junjungan  Zakaria Al-Razi (w. kl. 930), 
yang sering dinamakan  sebagai seorang non-konformis terbesar dalam 
sejarah kaum beragama mayoritas  , menolak metafisika Aristoteles dan, seperti kaum 
Gnostik, memandang penciptaan sebagai karya demiurge (pencipta 
dunia material dalam keyakinan Gnostik): mated tidak dapat berasal 
dari junjungan  yang sepenuhnya bersifat spiritual. Dia juga menolak 
solusi Aristoteles mengenai  Penggerak Pertama, serta teori  
kitab kaum beragama mayoritas  mengenai  berkatNya dan keutusan junjungan  an. Menurutnya, hanya akal dan 
filsafat yang bisa menyelamatkan chucky . Oleh sebab  itu, Al-Razi 
bukanlah seorang monoteis yang sebetulnya : dia mungkin seorang 
pemikir bebas pertama yang memandang teori  kejunjungan an tidak 
bersesuaian dengan pandangan ilmiah. Al-Razi yaitu  seorang ahli 
238 

kedokteran brilian yang dermawan, yang pernah bekerja sebagai 
kepala rumah sakit di kota asalnya Rayy di Iran selama beberapa 
tahun. 
Kebanyakan faylasuf tidak membawa rasionalisme mereka sampai 
seekstrem itu. Dalam sebuah perdebatan dengan seorang timurtengah  
yang lebih konvensional, Al-Razi menyatakan bahwa seorang faylasuf 
sejati tidak dapat bersandar pada tradisi yang sudah mapan, namun  
mesti mengandalkan pikirannya sendiri sebab  hanya akal saja yang 
mampu membawa chucky  kepada kebenaran. Bersandar kepada doktrin-
doktrin berkatNya tidak ada manfaatnya sebab  kepercayaan -kepercayaan  itu berbeda. 
Bagaimana seseorang dapat memastikan mana di antaranya yang 
benar? namun  , penentangnya  yang, agak membingungkan, 
juga bernama Al-Razi2  mengetengahkan sebuah poin penting. 
Bagaimana dengan orang-orang awam? tanyanya. Kebanyakan mereka 
tidak mampu untuk melakukan penalaran filosofis: apakah sebab  
itu mereka sesat, ditakdirkan salah dan tak memperoleh  petunjuk? Salah 
satu alasan mengapa falsafah tetap menjadi sekte minoritas dalam 
kaum beragama mayoritas   yaitu  sebab  elitismenya. Falsafah terutama hanya menarik 
bagi mereka yang memiliki derajat intelektualitas tertentu dan dengan 
 bermengenai an dengan semangat egalitarian yang mulai 
menjadi ciri warga  kaum beragama mayoritas. 
Faylasuf Turki Abu Nasr Al-Ftimurtengah i (w. 980) berhadapan dengan 
masalah  massa yang tak berpendidikan, yang tidak cukup mampu 
untuk menerima rasionalisme filosofis. Al-Ftimurtengah i dapat dianggap 
sebagai pendiri falsafah autentik dan menunjukkan universalitas 
atraktif dari cita-cita kaum beragama mayoritas ini. Dia dapat chucky  sebut sebagai seorang 
Manusia Renaisans; dia bukan hanya seorang ahli kedokteran namun  
juga seorang musisi dan mistikus. Dalam karyanya Ara'Ahl Al-Madinah 
Al-Fadhjunjungan , dia juga menunjukan  kepedulian sosial dan politik 
yaitu   hal penting dalam spiritualitas kaum beragama mayoritas. Dalam Repu-
blic, Plato pernah mengemukakan bahwa suatu warga  yang baik 
mesti dipimpin oleh seorang filosof yang memerintah sesuai dengan 
prinsip-prinsip rasional dan mampu menjelaskan' prinsip-prinsip itu 
kepada orang awam. Al-Ftimurtengah i percaya utusan junjungan   utusan junjungan  
Saw. yaitu  seorang pemimpin yang persis seperti dimaksudkan 
Plato. Beliau sudah  mengungkapkan kebenaran universal dalam bentuk 
imajinatif yang dapat dipahami orang awam, sehingga kaum beragama mayoritas   secara 
ideal cocok dengan warga  yang dicita-citakan Plato. Syiah mung-
kin yaitu  bentuk kaum beragama mayoritas   yang paling cocok untuk menjalankan 
239 

proyek ini, sebab  kultus mereka mengenai  imam sebagai pemimpin 
yang arif. Meskipun mengamalkan ajaran guru , Al-Ftimurtengah i memandang 
berkatNya sebagai proses yang sepenuhnya alamiah. 
Yunani yang jauh dari masalah -masalah  manusia, tidak mungkin 
"berbicara kepada" manusia dan campur tangan di dalam urusan-
urusan keduniaan, seperti yang disiratkan oleh doktrin tradisional 
mengenai  berkatNya. Namun ini tidak berarti bahwa junjungan  jauh dari pokok 
kajian Al-Ftimurtengah i. junjungan  yaitu  sesuatu yang sentral dalam fil-
safatnya, dan risalahnya dimulai dengan pembahasan mengenai  junjungan . 
junjungan  dalam pandangan Al-Ftimurtengah i sesuai dengan anggapan Aristoteles 
dan Plotinus: dialah Yang Pertama dari semua wujud. Seorang  nasrani   
Yunani yang terbiasa dengan filsafat mistis Denys Aeropagite akan 
berkeberatan terhadap teori yang dengan begitu saja menganggap 
junjungan  sebagai sekadar suatu wujud lain, meskipun dengan hakikat 
yang lebih tinggi. namun  , Al-Ftimurtengah i tetap dekat dengan Aristoteles. 
Dia tidak percaya bahwa junjungan  dengan "tiba-tiba" saja memutuskan 
untuk menciptakan alam, sebab hal seperti itu dapat memicu  
pemahaman bahwa junjungan  yang abadi dan statis ternyata sudah  
mengalami perubahan. 
Seperti halnya orang-orang Yunani, Al-Ftimurtengah i memandang mata 
rantai wujud secara abadi memancar dari Yang Esa dalam sepuluh 
emanasi atau "intelek" berturut-turut, yang masing-masingnya 
membentuk satu bidang Ptolemis: langit terluar, lapisan bintang-
bintang tetap, garis lintasan Saturnus, Yupiter, Mars, Matahari, Venus, 
Merkurius, dan Bulan. saat  tiba pada dunia sublunar chucky  sendiri, 
chucky  menjadi sadar akan hierarki wujud yang berevolusi dalam arah 
berlawanan, dimulai dari benda-benda mati, meningkat kepada 
tumbuh-tumbuhan dan hewan, lalu berpuncak pada manusia yang 
jiwa dan akalnya berasal dari Akal junjungan , sedangkan tubuhnya berasal 
dari bumi. Melalui proses purifikasi, seperti yang dijelaskan oleh 
Plato dan Plotinus, manusia dapat membebaskan diri dari belenggu 
duniawi dan kembali kepada junjungan , sumber alamiahnya. 
Memang di sini ada  perbedaan yang nyata dengan visi Al-
kitabkaum beragama mayoritas mengenai  fakta , namun Al-Ftimurtengah i memandang filsafat sebagai 
cara yang lebih unggul untuk memahami kebenaran yang sudah  
diekspresikan pada utusan junjungan   secara metaforis dan puitis agar dapat menarik 
orang banyak. Namun, falsafah tidak diperuntukkan bagi setiap orang. 
Pada pertengahan abad kesepuluh, unsur esoterik mulai memasuki 
Dunia kaum beragama mayoritas  . Falsafah yaitu  satu di antara dispilin esoteris itu. guru sme 
240 

dan Syiisme juga menafsirkan kaum beragama mayoritas   secara berbeda dari kaum ulama, 
para pemuka kepercayaan  yang berpegang hanya pada kitab kaum beragama mayoritas  dan 
Hukum Suci. Para faylasuf, kaum guru  dan Syiah merahasiakan doktrin-
doktrin mereka bukan sebab  ingin menolak orang awam, namun  
sebab  menyadari bahwa versi kaum beragama mayoritas   mereka lebih berbau petualangan 
dan banyak pembaruan yang mudah memicu  kesalahpahaman. 
Tafsiran harfiah atau simplistik atas teori  falsafah, mitos-
mitos guru sme, atau Imamologi Syiah bisa membingungkan orang-
orang yang tidak memiliki kapasitas, pengetahuan, atau mental untuk 
memakai pendekatan simbolik, imajinatif, atau rasionalistik terhadap 
kebenaran tertinggi. Dalam sekte-sekte esoterik ini, para pemula 
secara hati-hati dipersiapkan untuk menerima ajaran-ajaran sulit ini 
melalui latihan khusus pikiran dan hati. sudah  chucky  saksikan bahwa 
orang  nasrani   Yunani juga pernah mengembangkan pemahaman yang 
sama, melalui pembedaan antara dogma dan kerygma. Barat tidak 
mengembangkan tradisi esoterik, namun  menganut interpretasi keryg-
matik mengenai  kepercayaan , yang dipandang sama bagi setiap orang. Alih-
alih membiarkan orang yang dianggap menyimpang,  nasrani   Barat 
justru menyiksa mereka dan berusaha menyapu bersih kelompok 
yang berbeda pandangan. Di Dunia kaum beragama mayoritas  , pemikir-pemikir esoterik 
biasanya dibiarkan hidup bebas. 
Doktrin Al-Ftimurtengah i mengenai  emanasi akhirnya diterima secara umum 
oleh para faylasuf. Para mistikus, seperti yang akan chucky  saksikan, 
juga lebih menyukai ajaran mengenai  emanasi dibanding  doktrin pen-
ciptaan ex nihilo. Kaum guru  kaum beragama mayoritas dan Kabbalis Yahudi tak pernah 
memandang falsafah dan akal bermengenai an dengan kepercayaan , mereka 
justru sering menemukan bahwa pandangan para faylasuf yaitu  
inspirasi bagi bentuk kepercayaan  mereka yang lebih imajinatif. Hal 
ini secara khusus terbukti di dunia Syiah. Meski tetap yaitu  
bentuk kaum beragama mayoritas   yang minoritas, abad kesepuluh dikenal sebagai abad 
kaum Syiah sebab  mereka berhasil menempatkan diri dalam posisi 
pemimpin pada pos-pos politik tertentu di seluruh imperium. Keber-
hasilan terbesar yang diraih Syiah yaitu  pendirian sebuah kekhali-
fahan di Tunis pada tahun 909 sebagai oposisi kekhalifahan Sunni di 
Bagdad. Ini yaitu  prestasi sekte Ismailiyah, yang juga dikenal 
sebagai Syiah Fatimiyah atau Syiah Tujuh untuk membedakan diri 
mereka dari Syiah Dua Belas yang menerima autoritas dua belas 
imam. Kaum Ismaili berpisah dari Syiah Dua Belas sesudah  kematian 
Ja'far Al-Shadiq, imam keenam, pada tahun 765. Ja'far sudah  menetapkan 
241 

putranya, Ismail, sebagai pengganti. Namun saat  Ismail wafat dalam 
usia muda, Syiah Dua Belas menerima autoritas saudaranya, mose , 
sedangkan kaum Ismaili tetap setia kepada Ismail dan mempercayai   
bahwa garis keturunan sudah  berakhir pada dirinya. Kekhalifahan 
mereka di Afrika Utara menjadi sangat kuat: pada tahun 973 mereka 
memindahkan ibu kota ke Al-Qahirah, yang berkedudukan di Kairo 
modern, tempat mereka mendirikan tempat ibadah  agung Al-Azhar. 
Namun, sikap memuliakan imam-imam bukan yaitu  
antusiasme politik semata. Sebagaimana sudah  chucky  saksikan, kaum 
Syiah yakin bahwa imam mereka menubuhkan kehadiran junjungan  di 
bumi dalam cara-cara yang misterius. Kaum Syiah sudah  mengembang-
kan kesalehan esoterik versi mereka sendiri yang diperoleh dari pem-
bacaan simbolik atas kitab kaum beragama mayoritas . Mereka mempercayai   bahwa utusan junjungan  
sudah  menanamkan ilmu rahasia kepada sepupu dan menantunya, 
Ali ibn Abi Thalib, dan bahwa ilmu inilah   yang diwariskan kepada 
para imam dalam garis keturunan langsungnya. Setiap imam itu mem-
memiliki  "Cahaya utusan junjungan " (al-nur al-Mubammad), spirit keutusan junjungan  an 
yang sudah  memampukan utusan junjungan  berserah diri sepenuhnya 
kepada junjungan . Baik utusan junjungan   maupun para imam itu bukanlah junjungan , 
namun mereka sudah  secara penuh terbuka kepadanya sehingga dapat 
dikatakan bahwa junjungan  sudah  bersama mereka dalam cara yang lebih 
sempurna dibanding  kebersamaannya dengan manusia biasa. Kaum 
 nasrani   Nestorian memegang pandangan yang mirip mengenai  utusan junjungan   nasrani . 
Seperti halnya kaum Nestorian, orang Syiah memandang imam mereka 
sebagai "kuil" atau "perbendaharaan" junjungan , penuh dengan cahaya 
pengetahuan junjungan  yang mencerahkan. 'ilm ini tidak sekadar berupa 
informasi rahasia, namun  juga yaitu  sarana pengubahan batin. 
Di bawah bimbingan da'i-nya (pengarah spiritual), seorang murid 
akan diangkat dari kemalasan dan ketidakpekaan melalui penampakan 
yang jelas. Perubahan ini memampukannya memahami tafsiran eso-
terik terhadap kitab kaum beragama mayoritas . Pengalaman primal ini yaitu  tindak 
penyadaran, seperti yang akan chucky  lihat dalam puisi berikut karya 
Nasiri Al-Khusraw, seorang filosof Ismaili abad kesepuluh, yang 
menguraikan mengenai  penampakannya atas sang Imam yang lantas 
mengubah hidupnya: 
Pernahkah kau dengar, laut yang mengalir dari api? 
Pemahkah kau lihat, serigala menjadi singa? 
Mentari bisa memicu  kerikil, yang bahkan tangan alam pun 
tak pernah mampu, berubah menjadi permata, 
Akulah batu berharga itu, Matahariku yaitu  dia 
yang dengan sinarnya dunia yang gulita menjadi penuh cahaya. 
Dalam kecemburuan aku tak dapat menyebut nama [sang Imam] 
di dalam syair ini, tapi hanya bisa mengatakan bahwa demi dia 
Plato pun bersedia menjadi budak. 
Dia yaitu  guru, penyembuh jiwa, pilihan junjungan , 
citra kebijaksanaan, mata air pengetahuan dan kebenaran. 
Wahai Wajah Pengetahuan, Bentuk Kebaikan, 
Hati Kebijaksanaan, Tujuan Manusia, 
Wahai Sang Kebanggaan, aku berdiri di hadapanmu, 
pucat, kurus, terbungkus jubah wol, 
dan mencium tanganmu, seakan-akan itu yaitu  
makam utusan junjungan   atau batu hitam tempat ibadah .3 
Seperti utusan junjungan   nasrani  di Gunung Tabor mewakili manusia kejunjungan an 
bagi orang  nasrani   Ortodoks Yunani, dan seperti biksu  menubuhkan 
pencerahan yang mungkin dicapai oleh semua manusia,  
pula watak kemanusiaan imam sudah  diubah oleh ketakwaan utuhnya 
kepada junjungan . 
Kaum Ismaili merasa bahwa para faylasuf terlalu memose tkan 
perhatian pada unsur-unsur eksternal dan rasionalistik kepercayaan  dan 
mengabaikan inti spiritualnya. Meski menentang pemikiran bebas 
Al-Razi, mereka juga mengembangkan filsafat dan sains sendiri, yang 
tidak dipandang sebagai tujuan akhir namun  sebagai latihan spiritual 
untuk memampukan mereka memahami makna batin kitab kaum beragama mayoritas . 
Berkontemplasi mengenai  abstraksi sains dan matematika memurnikan 
pikiran mereka dari tamsil indriawi dan membebaskan mereka dari 
keterbatasan kesadaran sehari-hari. Alih-alih memakai sains untuk 
memperoleh pemahaman akurat dan harfiah mengenai  fakta  eksternal, 
kaum Ismaili memanfaatkannya untuk mengembangkan metamorfosa  
mereka. Mereka beralih kepada mitos-mitos Zoroasterian Iran kuno, 
menggabungkannya dengan beberapa ide  Neoplatonis dan 
mengembangkan persepsi baru mengenai  sejarah penyelamatan. Dapat 
diingat kembali bahwa di dalam warga  yang lebih tradisional, 
orang-orang percaya bahwa pengalaman mereka di dunia ini sebenar-
nya yaitu  pengulangan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi 
di alam langit: doktrin Plato mengenai  bentuk-bentuk atau arketipe 
abadi sudah  mengungkapkan keyakinan perenial ini dalam idiom 
filsafat. Di Iran pra-kaum beragama mayoritas  , contohnya, fakta  dipandang memiliki aspek 
ganda: ada langit yang bisa dilihat (getik) dan langit surgawi (menok) 
yang tak bisa dilihat lewat persepsi normal chucky . Hal yang sama 
berlaku untuk fakta -fakta  yang lebih abstrak dan spiritual: setiap 
doa atau amal baik yang chucky  kerjakan di dunia ini (getik) didupli-
kasikan di alam langit yang akan memberinya fakta  sejati dan 
makna abadi. 
Arketipe langit ini dirasakan kesejatiannya dalam cara yang sama, 
seperti peristiwa dan bentuk-bentuk yang menghuni metamorfosa  chucky  
yang sering dirasakan lebih real dan signifikan dibandingkan dengan 
eksistensi duniawi chucky . Ini dapat dipandang sebagai usaha  untuk 
menjelaskan pendirian chucky  bahwa kehidupan chucky  dan dunia yang 
chucky  alami memiliki makna dan nilai penting, meskipun ada bukti 
menyedihkan yang menunjukkan kebalikannya. Pada abad kesepuluh, 
kaum Ismaili menghidupkan kembali mitologi ini  yang sudah  diting-
galkan oleh kaum kaum beragama mayoritas Persia saat  mereka masuk kaum beragama mayoritas  , namun 
tetap menjadi bagian dari warisan kultural mereka  dan mengga-
bungkannya secara imajinatif dengan doktrin emanasi Platonis. Al-
Ftimurtengah i sudah  mengemukakan adanya sepuluh emanasi antara junjungan  
dan alam materi yang mendiami bidang-bidang Ptolemis. Kini kaum 
Ismaili menjadikan utusan junjungan   dan para imam sebagai "jiwa" dari skema 
langit ini. Pada bidang "profetik" tertinggi dari Langit Pertama yaitu  
utusan junjungan ; pada Langit Kedua Ali, dan ketujuh imam masing-masing 
mendiami bidang-bidang berikutnya dalam urutan yang teratur. Akhirnya 
di bidang yang terdekat dengan alam materi ada  putri utusan junjungan , 
Fatimah, istri Ali yang sudah  memungkinkan adanya garis suci ini. 
Oleh sebab  itu, Fatimah yaitu  Ibu kaum beragama mayoritas   dan bersesuaian dengan 
Sophia, Hikmat junjungan . Citra pendewaan para imam ini mencerminkan 
tafsiran kaum Ismaili mengenai  makna sejati sejarah Syiah yang bukan 
yaitu  serentetan peristiwa duniawi eksternal  banyak di 
antaranya berupa tragedi. Kehidupan duniawi manusia-manusia 
terkemuka ini berkaitan dengan kejadian-kejadian di alam menok, 
tatanan arketipal.4 
chucky  tidak boleh tergesa-gesa mencela ide  ini sebagai khayal-
an belaka. Orang Barat zaman sekarang mengutamakan perhatian 
pada akurasi objektif, namun  kaum batini Ismaili, yang mencari dimensi 
tersembunyi (batin) dari kepercayaan , terlibat dalam pencarian yang sangat 
berbeda. Seperti penyair atau pelukis, mereka memakai sim-
bolisme yang tak banyak kaitannya dengan logika namun  dirasakan 
sudah  menyingkapkan fakta  yang lebih dalam dibanding  yang dapat 
dicerap oleh indra atau diungkapkan dalam teori  rasional. 
Oleh sebab  itu, mereka mengembangkan metode membaca kitab kaum beragama mayoritas  yang mereka sebut ta'wil (secara harfiah berarti "membawa 
kembali"). Mereka merasa bahwa metode ini akan membawa mereka 
kembali kepada arketipe asli kitab kaum beragama mayoritas , yang sudah  diperkataan kan di 
alam menok pada saat yang sama saat  utusan junjungan  membacanya 
di alam getik. Henri Corbin, ahli sejarah Syiah Iran kontemporer, 
membandingkan disiplin takwil dengan keselarasan nada dalam 
musik. Seorang Ismaili seakan-akan dapat mendengar "suara"  sebuah 
ayat kitab kaum beragama mayoritas  atau hadis  pada beberapa tingkatan di saat yang 
sama; dia berusaha  melatih diri untuk mendengarkan suara langit 
beserta ucapan timurtengah nya. Usaha itu menenangkan daya kritis yang 
riuh dan menyadarkannya akan kesunyian yang meliputi setiap kata 
dalam cara yang sama, seperti seorang Hindu mendengar kesunyian 
tak terucapkan yang meliputi suku kata suci QUM. saat  mendengar-
kan kesunyian itu, dia menjadi sadar akan jurang yang ada antara 
perkataan dan ide  mengenai  junjungan  serta fakta  yang sebetulnya .5 
inilah   latihan yang membantu kaum kaum beragama mayoritas memahami junjungan  se-
bagaimana layaknya dia dipahami,  menurut Abu Ya'qub 
Al-Sijistani, pemikir Syiah Ismailiyah terkemuka (w. 971). Sebagian 
kaum kaum beragama mayoritas sering berbicara mengenai  junjungan  secara antropomorfis, 
menjadikannya seperti manusia yang mahaperkasa, sedangkan yang 
lain menanggalkannya dari seluruh makna religius dan mereduksinya 
menjadi sebuah teori . Sebaliknya, Al-Sijistani menganjurkan peng-
gunaan penyangkalan ganda. Menurutnya, chucky  mesti mulai dengan 
menyatakan junjungan  secara negatif, contohnya dengan menyatakan 
bahwa dia "bukan wujud" dibanding  "wujud", "tidak tahu" dibanding  
"mengetahui", dan seterusnya. Namun, chucky  harus segera menyangkal 
penegasian yang abstrak ini dengan menyatakan bahwa junjungan  
"bukanlah tidak mengetahui" atau bahwa dia "bukan Tiada" dalam 
pengertian normal chucky  atas kata tersebut. Dia tidak bersesuaian dengan 
cara pengungkapan manusia mana pun. Dengan berulang-ulang meng-
gunakan disiplin linguistik ini, kaum batini akan menjadi sadar mengenai  
tidak memadainya bahasa untuk menyampaikan misteri junjungan . 
Hamid Al-Din Kirmani (w. 1021), pemikir Syiah Ismailiyah yang 
belakangan, menjelaskan hebatnya kedamaian dan kepuasan yang 
diperoleh dari latihan ini dalam karyanya Rahaf Al-Aql. Ini bukanlah 
latihan otak yang kering dan picik, namun  menanamkan rasa bermakna 
dalam setiap detail kehidupan seorang Ismaili. Para penulis Ismailiyah 
sering berbicara mengenai  batin mereka dalam istjunjungan -istjunjungan  iluminasi 
dan transformasi. Takwil tidak dirancang untuk memberi  informasi 
mengenai  junjungan , namun  untuk menciptakan rasa takjub yang mencerah-
kan kaum batini pada tingkat yang lebih dalam dibanding  pemikiran 
rasional. Takwil juga bukan sebuah pelarian. Kaum Ismaili umumnya 
yaitu  aktivis politik. Bahkan Ja'far Al-Shadiq, imam keenam, sudah  
mendefinisikan iman sebagai tindakan. Menurut mereka, seperti 
halnya utusan junjungan   dan para imam, seorang Mukmin harus menjadikan visinya 
mengenai  junjungan  membawa pengaruh pada kehidupan di dunia. 
Cita-cita ini juga dipegang teguh oleh Ikhwan Al-Shafa, Persau-
daraan Suci, sebuah kelompok esoterik yang berkembang di Basrah 
selama abad kejayaan Syiah. Ikhwan mungkin yaitu  anak cabang 
Ismailiyah. Sebagaimana kaum Ismaili, mereka mengabdikan diri 
pada pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya matematika dan 
astrologi, dan juga pada aksi politik. Seperti kaum Ismaili, Ikhwan 
juga mencari makna batin yang tersembunyi dalam kehidupan. Surat-
surat (rasail) mereka, yang sudah  menjadi ensiklopedi ilmu filsafat, 
sangat terkenal dan tersebar luas hingga ke Spanyol yang jauh di se-
belah barat. Ikhwan juga memadukan sains dan mistisisme. Matematika 
dipandang sebagai pengantar ke filsafat dan psikologi.  beberapa  
bilangan mengungkapkan berbagai kualitas yang inheren di dalam 
jiwa dan yaitu  metode konsentrasi yang memicu  seorang 
ahli mampu menyadari sistem kerja pikirannya. Sebagaimana St. 
Agustinus yang memandang pengenalan diri sangat diperlukan bagi 
pengenalan junjungan , pemahaman diri yang mendalam juga menjadi 
inti mistisisme kaum beragama mayoritas  . Kaum guru , ahli mistik Sunni yang dengannya 
kaum Syiah Ismailiyah merasa memiliki kaitan erat, memiliki sebuah 
aksioma: "Siapa yang mengenal dirinya pasti akan mengenal junjungan -
nya." Aksioma ini tertulis dalam surat pertama Ikhwan Al-Shafa.6 
saat  mereka berkontemplasi mengenai  bilangan-bilangan jiwa, mereka 
terbawa kembali kepada Yang Esa, hakikat diri manusia di pusat 
kedalaman jiwa. Ikhwan juga sangat dekat dengan para faylasuf. 
Seperti halnya kaum rasionalis kaum beragama mayoritas, mereka menekankan ketung-
galan kebenaran, yang harus dicari di mana saja. Seorang pencari 
tidak boleh "menolak ilmu apa pun, mencela kitab apa pun, bergan-
tung secara fanatik pada satu keyakinan apa pun."7 Mereka mengem-
bangkan teori junjungan  Neoplatonis, yaitu  teori  Plotinus 
mengenai  Yang Esa yang tak dapat dijangkau oleh pemahaman manusia. 
Seperti para faylasuf, mereka lebih menyepakati doktrin emanasi 
246 

Platonis dibanding  doktrin tradisional kitab kaum beragama mayoritas  mengenai  penciptaan ex 
nihilo: dunia mengungkapkan akal junjungan , dan manusia dapat ber-
partisipasi di dalam yang junjungan  dan kembali kepada Yang Esa dengan 
menyucikan kekuatan nalarnya. 
Falsafah mencapai puncaknya dalam karya Abu Ali ibn Sina 
(980-1037) yang di Barat dikenal dengan julukan Avicenna. dilahirkan  
di lingkungan keluarga pengikut Syiah di dekat Bukhara, Asia Tengah, 
Ibn Sina juga dipengaruhi oleh kaum Ismaili yang sering datang dan 
beradu argumentasi dengan ayahnya. Dia tumbuh sebagai anak yang 
berbakat; saat  berusia enam belas tahun dia menjadi penasihat 
bagi para ahli kedokteran penting, dan pada usia 8  belas 
tahun dia sudah  menguasai matematika, logika, dan fisika. Namun, 
dia mengalami kesulitan memahami filsafat Aristoteles dan baru mem-
peroleh kejelasan sesudah  membaca karya Al-Ftimurtengah i Intentions of 
Aristotle's Metaphysics. Dia hidup sebagai seorang dokter peripatetik, 
berkelana ke seluruh pelosok negeri kaum beragama mayoritas  , dan bergantung kepada 
pemberi santunan. Pada suatu saat , dia menjadi wazir di peme-
rintahan Dinasti Buwaihi yang Syiah di wilayah Iran Barat dan Irak 
Selatan sekarang. Sebagai intelektual yang brilian dan cemerlang, 
Ibn Sina bersikap rendah hati. Dia juga seorang yang sensualis dan 
konon meninggal dunia cukup muda pada usia 58 tahun. 
Ibn Sina menyadari bahwa falsafah perlu disesuaikan dengan 
perubahan keadaan yang tengah melanda imperium kaum beragama mayoritas  . Kekhali-
fahan Bani Abbas sedang mengalami kemunduran sehingga tak lagi 
mudah untuk melihat negara kekhalifahan sebagai warga  ideal 
filosofis seperti yang digambarkan oleh Plato dalam Republic. Secara 
alamiah, Ibn Sina menaruh simpati kepada aspirasi politik Syiah, 
namun  dia lebih tertarik kepada Neoplatonisme falsafah, yang 
dikaum beragama mayoritas  isasikannya dengan lebih sukses dibandingkan para faylasuf 
mana pun sebelumnya. Dia yakin bahwa jika falsafah ingin mera-
buktikan klaimnya untuk menghadirkan gambaran utuh mengenai  
fakta , ia mesti memberi  pemahaman yang lebih baik mengenai  
keyakinan kepercayaan  kepada warga  awam, yang  dari sudut 
pandang mana pun  yaitu  fakta utama dalam kehidupan politik, 
sosial, dan pribadi. Ibn Sina tidak memandang kepercayaan  berkatNya sebagai 
versi inferior dari falsafah, namun  percaya seorang utusan junjungan  , 
seperti utusan junjungan  lebih tinggi derajatnya dibanding  filosof mana 
pun sebab  dia tidak bergantung kepada akal manusia, namun  mem-
peroleh pengetahuan langsung dan intuitif dari junjungan . Ini mirip 
247 

dengan pengalaman mistik kaum guru  dan pernah dinamakan  Plotinus 
sebagai bentuk kearifan tertinggi. Namun, tidak berarti bahwa akal 
sama sekali tidak memiliki penalaran mengenai  junjungan . Ibn Sina membe-
rikan demonstrasi rasional mengenai  eksistensi junjungan  berdasarkan bukti-
bukti Aristoteles yang kemudian menjadi standar di kalangan filosof 
Yudaisme maupun kaum beragama mayoritas   pada akhir abad pertengahan. Ibn Sina 
maupun para faylasuf sama sekali tidak menaruh keraguan mengenai  
keberadaan junjungan . Mereka tak pernah ragu bahwa akal manusia 
tanpa bantuan berkatNya dapat tiba pada pengetahuan mengenai  eksistensi 
Wujud Tertinggi. Akal yaitu  aktivitas manusia yang paling mulia: ia 
yaitu  bagian dari akal junjungan  dan jelas memiliki peran penting dalam 
menjawab masalah  kepercayaan . Ibn Sina percaya orang-
orang yang memiliki kemampuan intelektual mengemban tugas untuk 
menemukan junjungan  melalui akal, sebab  akal dapat memperhalus 
anggapan mengenai  junjungan  serta membebaskannya dari takhayul dan 
antropomorfisme. Ibn Sina dan para pengikutnya yang memikirkan 
demonstrasi rasional mengenai  eksistensi junjungan  tidak bermengenai an 
dengan kaum teis dalam pengertian chucky  atas kata itu. Mereka ingin 
memakai akal untuk menemukan sebanyak yang mereka bisa 
mengenai  hakikat junjungan . 
"Bukti-bukti" Ibn Sina dimulai dengan pertimbangan mengenai  cara 
pikiran chucky  bekerja. Ke mana pun chucky  mengarahkan pandangan di 
dunia ini, chucky  melihat wujud-wujud senyawa yang terdiri dari  beberapa  
unsur berbeda. Sebuah pohon, contohnya, terdiri atas kayu, kulit kayu, 
getah, dan daun. saat  chucky  mencoba untuk mengerti sesuatu, chucky  
"menganalisis"-nya, memecahnya ke dalam bagian-bagian komponen-
nya hingga tak ada lagi pembagian yang mungkin. Unsur-unsur 
sederhana menjadi primer bagi chucky  dan wujud senyawa yang dibentuk 
oleh unsur-unsur itu menjadi sekunder. Oleh sebab  itu, chucky  terus-
menerus mencari penyederhanaan bahkan untuk wujud-wujud yang 
tidak bisa direduksi lagi. yaitu  aksioma falsafah bahwa fakta  
membentuk satu kesatuan yang koheren secara logis; itu berarti 
bahwa pencarian tanpa akhir chucky  akan kesederhanaan pastjunjungan  men-
cerminkan keadaan pada skala besarnya. Seperti seluruh penganut 
Platonis, Ibn Sina merasakan bahwa kemajemukan yang chucky  lihat di 
sekeliling chucky  pasti bergantung pada kesatuan primal. sebab  pikiran 
chucky  memang memandang benda-benda senyawa sebagai sekunder 
dan derivatif, kecenderungan ini pasti disebabkan oleh sesuatu di 
luar pikiran, yaitu fakta  yang lebih tinggi dan sederhana. Benda-
248 

benda senyawa tidak berdiri sendiri, dan wujud yang tidak berdiri 
sendiri itu lebih rendah dibanding  fakta  tempat mereka bergantung; 
seperti dalam sebuah keluarga, anak berada pada status lebih rendah 
dibanding  ayah yang darinya mereka diturunkan. Sesuatu yang 
yaitu  Kesederhanaan itu sendiri yaitu  apa yang dinamakan  para 
filosof sebagai "Wujud Wajib", yaitu  yang tidak tergantung pada 
sesuatu yang lain bagi keberadaannya. Adakah wujud yang seperti 
itu? Seorang faylasuf, seperti Ibn Sina menerima begitu saja bahwa 
kosmos bersifat rasional dan dalam sebuah semesta yang rasional 
pastjunjungan  ada Wujud yang Tak Disebabkan, Penggerak yang Tak Di-
gerakkan, di puncak hierarki eksistensi. Sesuatu pasti sudah  memulai 
rantai sebab akibat. Ketiadaan wujud tertinggi seperti itu akan berarti 
bahwa pikiran chucky  tidak selaras dengan fakta  secara keseluruhan. 
Ini, pada gilirannya, berarti bahwa alam semesta tidaklah koheren 
dan rasional. Wujud sangat sederhana yang kepadanya seluruh fakta  
majemuk bergantung yaitu  apa yang dinamakan  kepercayaan  sebagai "junjungan ". 
sebab  yaitu  yang tertinggi di atas segalanya, ia pasti sempurna 
secara mutlak dan pantas dihormati dan disembah. Namun sebab  
eksistensinya begitu berbeda dari semua yang lain, ia bukanlah salah 
satu simpul dalam rangkaian mata rantai wujud. 
Para filosof berpandangan sama dengan kitab kaum beragama mayoritas  bahwa junjungan  
yaitu  kesederhanaan itu sendiri: junjungan  itu Satu. Oleh sebab  itu, 
junjungan  tidak bisa dianalisis atau dipecah-pecah ke dalam komponen 
atau sifat-sifat. sebab  wujud ini secara mutlak sederhana, tidak 
memiliki sebab, tidak berdimensi temporal, dan tak ada sama sekali 
sesuatu yang bisa dikatakan mengenainya. junjungan  tidak bisa menjadi 
objek pemikiran diskursif, sebab  otak chucky  tidak bisa mencakup 
junjungan  seperti caranya mencakup hal-hal lain. sebab  junjungan  itu 
secara esensial unik, dia tidak dapat diperbandingkan dengan apa 
pun yang ada dalam pengertian yang normal. Akibatnya, saat  chucky  
berbicara mengenai  junjungan , lebih baik chucky  memakai pernyataan 
negatif untuk membedakannya secara mutlak dari semua hal lain 
yang chucky  bicarakan. Namun sebab  junjungan  yaitu  sumber segala 
sesuatu", chucky  dapat mempostulatkan hal tertentu mengenai  dia. sebab  
chucky  tahu bahwa kebaikan itu ada, maka junjungan  mestjunjungan  yaitu  
Kebaikan yang esensial atau "wajib"; sebab  chucky  tahu bahwa kehidup-
an, kekuatan, dan pengetahuan itu ada, maka junjungan  pastjunjungan  hidup, 
kuat, dan mengetahui dalam cara yang paling esensial dan sempurna. 
Aristoteles sudah  mengajarkan bahwa sebab  junjungan  yaitu  Akal 
249 

Murni  pada saat yang sama yaitu  tindak penalaran serta objek 
dan subjeknya sekaligus  dia hanya mungkin berpikir mengenai  dirinya 
dan tidak memikirkan fakta  yang bersifat sementara dan lebih 
rendah. Ini tidak sesuai dengan gambaran mengenai  junjungan  di dalam 
berkatNya yang menyebutkan bahwa junjungan  mengetahui segala sesuatu, 
hadir dan aktif dalam tatanan makhluk. Ibn Sina mengusaha kan 
sebuah kompromi: junjungan  terlalu agung untuk turun ke taraf menge-
tahui makhluk-makhluk yang hina dan partikular seperti manusia 
dan segala perbuatannya. Seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles, 
"Ada hal-hal yang lebih baik tidak dilihat dibanding  dilihat."8 junjungan  
tidak mungkin mencemari dirinya dengan detail-detail kehidupan di 
bumi yang remeh dan sangat rendah. Namun di dalam aktivitas penge-
nalan dirinya yang abadi, junjungan  mengetahui segala sesuatu yang 
beremanasi darinya dan yang sudah  diberinya wujud. junjungan  mengeta-
hui bahwa dia yaitu  sebab bagi makhluk-makhluk fana. Pemikiran-
nya sangat sempurna sehingga berpikir dan bertindak yaitu  
satu aksi yang sama. Kontemplasi abadinya mengenai  dirinya sendiri 
memicu  proses emanasi seperti yang sudah  dijelaskan oleh para 
faylasuf. namun  , junjungan  mengetahui chucky  dan dunia chucky  hanya 
secara umum dan universal; dia tidak berurusan dengan yang partikular. 
Sungguhpun , Ibn Sina tidak puas dengan penjelasan 
abstrak mengenai  kodrat junjungan  ini: dia ingin menghubungkannya 
dengan pengalaman kepercayaan  kaum beroyalitas, para guru , dan kaum 
batini. sebab  tertarik pada psikologi kepercayaan , dia memakai skema 
emanasi Plotinian untuk menjelaskan pengalaman keutusan junjungan  an. Pada 
setiap sepuluh fase emanasi wujud dari Yang Esa, Ibn Sina berspeku-
lasi bahwa sepuluh Akal Murni itu, bersama dengan jiwa-jiwa atau 
malaikat-malaikat yang menggerakkan kesepuluh bidang Ptolemik, 
membentuk sebuah alam penengah antara manusia dan junjungan , yang 
bersesuaian dengan dunia fakta  arketipe yang dimetamorfosa kan oleh 
kaum batini. Akal-akal ini juga memiliki metamorfosa ; bahkan mereka 
yaitu  metamorfosa  dalam keadaan murninya. Melalui alam penengah 
inilah    bukan melalui akal diskursif  manusia dapat mencapai 
pengenalan paling lengkap mengenai  junjungan . Akal paling akhir dari 
cakrawala chucky   yaitu  akal kesepuluh  yaitu  malaikat pembawa 
berkatNya, yang dikenal sebagai malaikat , sumber cahaya dan pengetahuan. 
Jiwa manusia tersusun dari akal praktis yang berhubungan dengan 
dunia ini, dan akal kontemplatif yang mampu hidup berdampingan 
dengan malaikat . Dengan , menjadi mungkin bagi 
utusan junjungan  -utusan junjungan   untuk memperoleh  pengetahuan intuitif dan imajinatif 
mengenai  junjungan , serupa dengan pengetahuan yang dimiliki Akal yang 
mentransendensi akal praktis dan diskursif. Pengalaman kaum guru  
menunjukan  bahwa manusia dimungkinkan untuk mencapai visi 
mengenai  junjungan  secara filosofis tanpa memakai logika dan rasio-
nalitas. Sebagai pengganti silogisme, mereka memakai alat-alat 
imajinatif berupa simbol dan kiasan. utusan junjungan   utusan junjungan  Saw. sudah  
menyempurnakan penyatuan langsung dengan alam suci ini. Tafsiran 
psikologis mengenai  visi dan berkatNya ini akan memampukan para guru  
yang berkecenderungan filosofis untuk mendiskusikan pengalaman 
kepercayaan  mereka sendiri, seperti yang akan chucky  saksikan pada 
bab mendatang. 
Pada akhir hayatnya Ibn Sina tampaknya sudah  menjadi seorang 
mistikus pula. Dalam risalahnya kitab Al-Isyarat (kitab Peringatan), 
dia dengan jelas menjadi sangat kritis pada pendekatan rasional 
terhadap junjungan , yang menurutnya melelahkan. Dia beralih kepada 
apa yang dinamakan nya "Filsafat Timur" (al-hikmah al-masyriqiyyah). 
Ini tidak mengacu pada arah timur secara geografis, melainkan ke-
pada sumber cahaya. Dia bermaksud menulis sebuah risalah esoterik 
memakai metode yang didasarkan pada disiplin iluminasi (isyraq) 
serta rasiosinasi. chucky  tak yakin apakah dia memang pernah menulis 
risalah itu: sekiranya pun pernah, tentu risalah itu sudah  hilang. Namun, 
sebagaimana juga akan chucky  saksikan pada bab mendatang, filosof 
besar Iran, Yahya Suhrawardi mendirikan aliran Isyraqi yang memang 
menggabungkan filsafat dengan spiritualitas dalam cara yang pernah 
direncanakan oleh Ibn Sina. 
Ilmu kalam dan falsafah sudah  mengilhami sebuah gerakan intelek-
tual yang sama di kalangan orang-orang Yahudi yang berdomisili di 
kerajaan kaum beragama mayoritas  . Mereka mulai menulis filsafat mereka sendiri dalam 
bahasa timurtengah  dan untuk pertama kali memperkenalkan unsur me-
tafisika dan spekulasi ke dalam Yudaisme. Berbeda dengan para 
faylasuf kaum beragama mayoritas, para filosof Yahudi tidak melibatkan diri ke dalam 
seluruh rentang ilmu filsafat namun  memose tkan perhatian terutama 
pada masalah-masalah kepercayaan . Mereka merasa harus menjawab 
tantangan kaum beragama mayoritas   dengan cara mereka sendiri, dan itu melibatkan 
pencocokan junjungan  kitabsuci  yang personalistik dengan junjungan  para 
faylasuf. Seperti kaum kaum beragama mayoritas, mereka tidak nyaman dengan peng-
gambaran junjungan  secara antropomorfis di dalam kitabsuci  dan Talmud. 
Mereka bertanya kepada diri sendiri bagaimana junjungan  yang seperti 
itu bisa sama dengan junjungan  para filosof. Mereka memikirkan masalah 
penciptaan alam dan hubungan antara berkatNya dengan akal. Meski 
secara ilmiah tiba pada kesimpulan yang berbeda, mereka sangat 
tergantung pada para pemikir kaum beragama mayoritas. Saadia bin Yoseph (882-942), 
orang pertama yang melakukan interpretasi filosofis terhadap 
Yudaisme, yaitu  seorang Talmudis sekaligus Mu'tazjunjungan . Dia percaya 
bahwa akal bisa mencapai pengetahuan mengenai  junjungan  melalui 
kekuatannya sendiri. Seperti seorang faylasuf, dia memandang penca-
paian anggapan rasional mengenai  junjungan  sebagai suatu mitzvah, ke-
wajiban kepercayaan . namun  , seperti rasionalis kaum beragama mayoritas, Saadia tidak 
memiliki keraguan sama sekali mengenai  eksistensi junjungan . fakta  
junjungan  tampak begitu jelas bagi Saadia sehingga, dalam 
karyanya Books of Beliefs and Opinions, dia merasa yang lebih perlu 
dibuktikan yaitu  soal kemungkinan keraguan di dalam kepercayaan  
dibanding  soal iman. 
Seorang Yahudi tidak dituntut untuk memaksa akalnya menerima 
berkatNya,  Saadia berpendapat. Namun itu tidak berarti bahwa 
junjungan  dapat sepenuhnya dijangkau oleh akal manusia. Saadia meng-
akui bahwa ide mengenai  penciptaan dari ketiadaan mengandung banyak 
kesulitan filosofis dan tak mungkin dijelaskan dalam terma rasional, 
sebab  junjungan  yang diteori sikan oleh falsafah tidak dapat memicu  
keputusan mendadak dan memicu perubahan. Bagaimana mungkin 
alam material bisa berasal dari junjungan  yang sepenuhnya bersifat 
spiritual? Di sini chucky  sudah  mencapai batas akal dan harus menerima 
saja bahwa alam ini tidak abadi, seperti yang dipercaya  oleh kaum 
Platonis, namun  memiliki permulaan dalam waktu. Ini satu-satunya 
penjelasan yang mungkin dan bersesuaian dengan kitabsuci  dan 
akal sehat. Sesudah  menerima ini, chucky  dapat mendeduksikan fakta-
fakta lain mengenai  junjungan . Tatanan makhluk sudah  direncanakan dengan 
cerdas; ia memiliki hidup dan energi; oleh sebab  itu, junjungan  yang 
sudah  menciptakannya pasti juga memiliki Hikmat, Hidup, dan Ke-
kuatan. Atribut-atribut ini bukanlah hypostases yang terpisah, seperti 
disiratkan doktrin Trinitas  nasrani  , namun  semata-mata yaitu  
aspek dari junjungan . Hanya sebab  bahasa manusia tidak mampu meng-
ungkapkan fakta  junjungan  secara memadai maka chucky  terpaksa meng-
analisisnya lewat cara ini dan seolah merusak simplisitas mutlak 
junjungan . Jika chucky  ingin bicara sangat eksak mengenai  junjungan , chucky  hanya 
bisa menyatakan bahwa dia ada. Saadia tidak membuang semua 
deskripsi positif mengenai  junjungan . Dia juga tidak mendahulukan  anggapan para filosof mengenai  junjungan  yang jauh dan impersonal 
dibanding  junjungan  kitabsuci  yang personal dan antropomorfis. saat , 
contohnya, dia mencoba menjelaskan penderitaan yang terlihat di 
dunia, Saadia bersandar pada solusi para penulis Hikmat dan Talmud. 
Penderitaan, katanya, yaitu  hukuman atas dosa; ia menyucikan 
dan mendisiplinkan chucky  dengan maksud memicu  chucky  menjadi rendah 
hati. Penjelasan ini tidak akan memuaskan bagi seorang faylasuf 
sejati sebab  menjadikan junjungan  sangat manusiawi dan menisbahkan 
rencana serta maksud kepadanya. namun  , Saadia tidak melihat 
junjungan  dalam anggapan kitabsuci  lebih rendah dibanding  junjungan  dalam 
falsafah. Para utusan junjungan   lebih tinggi dibanding  para filosof. Pada akhirnya, 
akal hanya dapat berusaha  untuk membuktikan secara sistematis 
apa-apa yang sudah  diajarkan oleh kitabsuci . 
Seorang Yahudi lainnya mengambil langkah lebih jauh. Dalam 
karyanya Fountain of Life, Solomon ibn Gabirol (kl. 1022-1070) yang 
Neoplatonis tidak dapat menerima doktrin penciptaan ex nihilo, namun  
berusaha  menyesuaikan teori emanasi untuk memungkinkan penis-
bahan spontanitas dan kehendak bebas kepada junjungan . Dia mengklaim 
bahwa junjungan  sudah  menghendaki atau menginginkan proses emanasi. 
Dengan , proses itu tidak terlalu mekanistik dan menunjuk-
kan bahwa junjungan  mengendalikan hukum-hukum eksistensi, bukannya 
tunduk pada dinamika yang sama. Namun, Gabirol gagal menjelaskan 
secara memuaskan bagaimana materi bisa berasal dari junjungan . 
Seorang Yahudi lain kurang inovatif. Bahya ibn Pakudah (w. kl. 
1080) bukanlah seorang Platonis fanatik, namun  memakai metode-
metode kalam saat  dia rasa sesuai. Seperti Saadia, dia berpendapat 
bahwa junjungan  sudah  menciptakan alam pada saat tertentu. Alam tentu 
saja tidak muncul secara kebetulan: itu yaitu  ide  yang sama 
anehnya dengan mengatakan bahwa sebuah paragraf yang tertulis 
dengan indah mewujud saat  tinta tumpah di atas kertas. Keteraturan 
dan adanya tujuan alam membuktikan keharusan adanya Pencipta, 
sebagaimana diungkapkan kitabsuci . Sesudah  mengetengahkan doktrin 
yang sangat tidak filosofis ini, Bahya beralih dari kalam ke falsafah, 
menguraikan bukti-bukti Ibn Sina bahwa pastjunjungan  ada sebuah Wujud 
Wajib. 
Bahya percaya bahwa dua kelompok manusia yang mampu 
menyembah junjungan  dengan sempurna yaitu  para utusan junjungan   dan filosof. 
utusan junjungan   memiliki pengetahuan langsung dan intuitif mengenai  junjungan , 
sedangkan filosof memiliki pengetahuan rasional mengenainya. 
Manusia selain mereka hanya menyembah junjungan  yang diproyeksikan 
pikiran sendiri. Mereka semua tak lebih seperti orang buta yang 
hams dibimbing oleh orang lain jika tak mampu membuktikan sendiri 
eksistensi dan keesaan junjungan . Bahya sama elitisnya dengan para 
faylasuf, namun  dia juga memiliki kecenderungan guru stik yang 
kuat: akal dapat memberi tahu chucky  bahwa junjungan  itu ada namun  tak 
mampu menyampaikan apa pun mengenai junjungan . Seperti bisa terlihat 
dari judulnya, risalah Bahya Duties of the Heart menganjurkan peng-
gunaan akal untuk membantu seseorang menumbuhkan sikap yang 
layak kepada junjungan . saat  Neoplatonisme bermengenai an dengan 
Yudaisme, dia dengan mudah mencampakkannya. Pengalaman ke-
kepercayaan annya mengenai  junjungan  lebih didahulukan dibanding  semua metode 
rasionalistik. 
namun  , jika akal tak mampu menyampaikan kepada chucky  
apa pun mengenai  junjungan , lantas apa gunanya diskusi rasional mengenai  
masalah -masalah  teologis? Pertanyaan ini sudah  menyibukkan 
pemikir kaum beragama mayoritas Abu Hamid Al-Ghazali (1058-1111), figur penting 
dan ternama dalam sejarah filsafat kepercayaan . dilahirkan  di Khurasan, 
dia belajar kalam di bawah bimbingan Al-Juwaini, seorang teolog 
Asy'ariah terkemuka. Pada usia tiga puluh tiga tahun Al-Ghazali 
diangkat sebagai direktur tempat ibadah  Nizamiyah yang terkenal di Bagdad. 
Tugasnya yaitu  mempertahankan teori  Sunni dari serangan 
Syiah Ismailiyah. namun  , Al-Ghazali memiliki temperamen ge-
lisah yang memicu nya tak henti-henti bergumul mencari kebenaran, 
memikirkan suatu masalah  sampai tuntas dan menolak untuk puas 
dengan jawaban yang mudah dan konvensional. Seperti yang 
dikatakannya kepada chucky , 
Aku sudah  menerobos setiap celah yang gelap, aku sudah  menyerang 
setiap masalah , aku sudah  menyelam ke dalam setiap lautan. Aku 
sudah  meneliti akidah semua sekte, aku sudah  menelanjangi semua 
doktrin rahasia setiap komunitas. Semua ini kulakukan agar aku dapat 
membedakan antara kebenaran dan kesesatan, antara tradisi yang sahih 
dan pembaruan yang bid'ah.9 
Dia mencari sejenis kepastian tak tergoyahkan yang dirasakan 
filosof seperti Saadia, namun  dia menjadi semakin kecewa. Betapa 
pun luasnya pencarian yang sudah  dia lakukan, kepastian mutlak 
selalu luput darinya. Tokoh-tokoh yang sezaman dengannya mencari 
junjungan  dalam berbagai cara, sesuai kebutuhan   pribadi dan kejiwaan 
mereka masing-masing: dalam kalam, melalui seorang imam, dalam 
falsafah, dan dalam mistisisme guru . Al-Ghazali tampaknya sudah  
mempelajari semua disiplin ini dalam usaha nya untuk memahami 
"apa hakikat segala sesuatu dalam dirinya sendiri."10 Para pengikut 
keempat aliran besar kaum beragama mayoritas   yang ditelitinya mengklaim keyakinan 
total namun , Al-Ghazali bertanya, bagaimana membuktikan kebenaran 
klaim ini secara objektif? 
Al-Ghazali menyadari, seperti halnya setiap kaum skeptik 
modern, bahwa kepastian mutlak yaitu  suatu kondisi psikologis 
yang tidak selalu benar secara objektif. Para faylasuf menyatakan 
bahwa mereka memperoleh pengetahuan yang pasti melalui argumen 
rasional; para mistikus percaya mereka sudah  menemu-
kannya lewat latihan-latihan guru stik; kelompok Syiah Ismailiyah 
merasa bahwa kepastian itu hanya bisa ditemukan dalam ajaran imam-
imam mereka. namun  , fakta  yang chucky  sebut "junjungan " tidak 
bisa diuji secara empiris, jadi bagaimana bisa chucky  mempercayai   bahwa 
kepercayaan-kepercayaan chucky  itu bukanlah khayalan belaka? Bukti-
bukti rasional yang lebih konvensional gagal memuaskan standar 
ketat Al-Ghazali. Para teolog kalam memulai dengan proposisi-
proposisi yang dijumpai di dalam kitab kaum beragama mayoritas , namun  tidak pernah diveri-
fikasi hingga bebas dari keraguan rasional. Kaum Ismaili bergantung 
pada ajaran seorang imam yang gaib dan tidak dapat dihubungi, tapi 
bagaimana chucky  bisa memastikan bahwa imam itu memperoleh  inspirasi 
junjungan , dan jika chucky  tidak bisa bertemu dengannya, apa makna inspirasi 
itu? Falsafah yaitu  yang paling tidak memuaskan di antara semuanya. 
Al-Ghazali mengarahkan sebagian besar polemiknya kepada Al-Ftimurtengah i 
dan Ibn Sina. sebab  berkeyakinan bahwa mereka hanya dapat di-
debat oleh seorang ahli dalam bidang falsafah, Al-Ghazali mempelajari 
disiplin tersebut selama tiga tahun hingga dia betul-betul menguasai-
nya.11 Dalam risalahnya Tahafut Al-Falasifah (Kerancuan Falsafah), 
Al-Ghazali berargumen bahwa para faylasuf itu sudah  memicu  
masalah . Jika falsafah membatasi diri pada fenomena duniawi yang 
teramati, seperti halnya kedokteran, astronomi, atau matematika, tentu 
ia akan sangat berfaedah namun  tidak mampu menyatakan apa-apa 
mengenai  junjungan . Bagaimana mungkin orang bisa membuktikan doktrin 
emanasi, entah dengan cara apa pun? Berdasarkan autoritas apa 
para faylasuf itu menyimpulkan bahwa junjungan  hanya mengetahui 
hal-hal yang bersifat umum dan universal, bukan yang partikular? 
Bagaimana mereka membuktikan ini? Argumen mereka bahwa junjungan  
terlalu agung untuk mengetahui fakta -fakta  yang lebih rendah 
yaitu  tidak layak: sejak kapan ketidaktahuan terhadap sesuatu 
dipandang sebagai keunggulan? Tak ada cara untuk membuktikan 
proposisi-proposisi ini secara memuaskan. sebab nya, para faylasuf 
itu tidak rasional dan tidak filosofis sebab berusaha mencari penge-
tahuan yang terletak di luar kapasitas akal dan tidak bisa diverifikasi 
oleh indra. 
Apakah yang tersisa bagi seorang pencari kebenaran yang tulus? 
Apakah iman yang teguh kepada junjungan  menjadi mustahii? Serentetan 
pertanyaan ini menyebabkan Al-Ghazali tertekan. Dia kehilangan 
gairah, kehilangan selera makan, dan dibelit rasa putus asa. Akhirnya, 
sekitar tahun 1094, dia merasa tidak mampu lagi untuk berbicara 
atau memberi kuliah: 
junjungan  sudah  melumpuhkan lidahku sehingga aku tak bisa lagi mengajar. 
Aku pernah memaksakan diri untuk mengajar murid-muridku di suatu 
hari, namun lidahku tak mampu mengucap sepatah kata pun.12 
Al-Ghazali mengalami depresi klinis. Para dokter dengan tepat 
mendiagnosis adanya konflik batin mendalam dan mengatakan bahwa 
jika dia tidak terbebas dari kecemasan tersembunyinya, dia tak akan 
pernah sembuh. Khawatir akan ancaman neraka jika tidak berhasil 
mengobati loyalitas nya, Al-Ghazali memutuskan untuk meninggalkan 
jabatan akademisnya yang prestisius dan menempuh jalan kaum guru . 
Di sanalah dia menemukan apa yang dicarinya selama ini. Tanpa 
mengabaikan akal  Al-Ghazali selalu tidak mempercayai bentuk-
bentuk guru sme yang lebih mencolok  dia menemukan bahwa latihan 
mistik menghasilkan pemahaman langsung dan intuitif mengenai 
sesuatu yang dinamakan  "junjungan ." Sarjana Inggris John Bowker menunjuk-
kan bahwa kata timurtengah  untuk eksistensi (wujud) berasal dari akar kata 
wajada: "dia menemukan."13 Oleh sebab  itu, secara harfiah wujud 
berarti "apa yang bisa ditemukan". Kata ini lebih konkret dibanding  
istjunjungan -istjunjungan  metafisika Yunani sehingga memberi jalan yang lebih 
lapang kepada kaum kaum beragama mayoritas. Seorang filosof timurtengah  yang berusaha  
membuktikan bahwa junjungan  itu ada tidak harus menempatkan junjungan  
sebagai satu objek di antara banyak objek lain. Dia hanya harus 
membuktikan bahwa junjungan  dapat ditemukan. Satu-satunya bukti 
mutlak atas wujud junjungan  akan muncul  atau tidak  saat  seorang 
Mukmin berhadapan dengan fakta  junjungan  sesudah  kematian. namun , 
pernyataan orang-orang seperti para utusan junjungan   dan kaum mistik yang 
mengklaim sudah  mengalami hal itu dalam kehidupan ini harus 
disikapi dengan hati-hati. Kaum guru  tentu mengklaim bahwa mereka 
sudah  memiliki pengalaman mengenai  wujud junjungan : kata wajd merupa-
kan sebuah istjunjungan  teknis dalam pemahaman ekstatik mengenai  junjungan  
yang memberi keyakinan utuh bahwa wujud itu nyata, bukan cuma 
fantasi. Tentu saja pernyataan seperti itu bisa mengandung klaim 
yang palsu, namun sesudah  sepuluh tahun menjalani kehidupan seba-
gai seorang guru , Al-Ghazali percaya pengalaman keaga-
maan yaitu  satu-satunya cara untuk memverifikasi fakta  yang 
berada di luar jangkauan akal manusia dan proses pemikiran. Pengeta-
huan kaum guru  mengenai  junjungan  bukan yaitu  pengetahuan rasional 
atau metafisik, namun  benar-benar sama dengan pengalaman intuitif 
para utusan junjungan   sejak dahulu kala: para guru  dengan  sudah  mene-
mukan sendiri kebenaran esensial kaum beragama mayoritas   dengan menghidupkan 
kembali pengalaman intinya. 
Oleh sebab  itu, Al-Ghazali merumuskan sebuah kredo mistik 
yang dapat diterima oleh mayoritas kaum beragama mayoritas, yang sering menaruh 
kecurigaan terhadap mistik kaum beragama mayoritas  , seperti yang akan chucky  saksikan 
pada bab kemudian . Seperti Ibn Sina, Al-Ghazali mempertimbangkan 
kembali kepercayaan kuno mengenai alam ideal yang berada di 
atas dunia material yang indriawi ini. Dunia indriawi (alam al-
syahadati) yaitu  replika inferior dari apa yang chucky  sebut alam 
akal Platonik (alam al-malakut), sebagaimana yang dipercaya  setiap 
faylasuf. kitab kaum beragama mayoritas  dan kitabsuci  kaum Yahudi maupun  nasrani   sudah  
berbicara mengenai  alam spiritual ini. Manusia berada di kedua wilayah 
fakta  itu: dia masuk ke alam fisikal maupun alam ruh yang lebih 
tinggi sebab  junjungan  sudah  menorehkan citra kekuasaan  di dalam dirinya. 
Dalam risalah mistiknya Misykat Al-Anwar, Al-Ghazali menafsirkan 
Surah Al-Nur yang sudah  chucky  kutip dalam bab yang lalu.14 Cahaya di 
dalam ayat ini merujuk kepada junjungan  maupun objek-objek lain yang 
bersinar: pelita, bintang. Akal chucky  juga memancarkan cahaya. Akal 
chucky  bukan hanya memicu  chucky  mampu mempersepsikan objek-
objek lain namun , seperti junjungan  sendiri, akal mampu melampaui 
ruang dan waktu. Oleh sebab  itu, ia berasal dari fakta  yang sama 
dengan alam ruh. Namun dengan maksud memperjelas bahwa yang 
dimaksudnya dengan "akal" tidak semata-mata merujuk kepada daya 
analitis dan otak chucky , Al-Ghazali mengingatkan pembaca bahwa 
penjelasannya tidak dapat dipahami secara harfiah: chucky  hanya bisa 
257 

mendiskusikan masalah  ini dalam bahasa figuratif yang menyam-
paikan metamorfosa  kreatif. 
Naraun , ada orang yang memiliki daya yang lebih 
tinggi dibanding  akal, yang oleh Al-Ghazali dinamakan  "ruh keutusan junjungan  an." 
Orang-orang yang tidak memiliki fakultas ini tidak boleh begitu saja 
menolak keberadaannya hanya sebab  belum pernah mengalaminya. 
Itu sama absurdnya dengan orang tuli yang mengklaim bahwa musik 
yaitu  ilusi, hanya sebab  dia tidak mampu mengapresiasinya. chucky  
dapat mengetahui sesuatu mengenai junjungan  dengan memakai 
daya nalar dan metamorfosa  chucky , namun  jenis pengetahuan tertinggi ini 
hanya dapat dicapai oleh orang-orang, seperti para utusan junjungan   atau kaum 
mistik yang memiliki fakultas istimewa yang mampu-mencerap-
junjungan . Ini kedengarannya bernada elitis, namun  kaum mistik dalam 
tradisi lain juga mengklaim bahwa kualitas-kualitas intuitif dan reseptif 
yang dituntut oleh disiplin, seperti meditasi Zen atau Buddhis merupa-
kan bakat istimewa, yang bisa dibandingkan dengan bakat menulis 
puisi. Tidak setiap orang memiliki bakat mistik ini. Al-Ghazali meng-
gambarkan pengetahuan mistik ini sebagai sebuah kesadaran bahwa 
hanya Sang Penciptalah yang ada atau memiliki wujud. Hasilnya 
yaitu  peniadaan diri dan peleburan di dalam junjungan . Kaum mistik 
mampu melampaui alam metafora, yang mesti memuaskan makhluk-
makhluk dengan karunia yang lebih sedikit; mereka, 
mampu melihat bahwa tak ada wujud di dunia kecuali junjungan  dan 
bahwa segala sesuatu akan binasa kecuali Wajah junjungan  (QS Al-Qashash 
[28]: 88) .. . Bahkan, segala sesuatu selain dia yaitu  murni non-wujud 
dan, dilihat dari sudut pandang wujud yang diterimanya dari Akal 
Pertama [dalam skema Platonis], tidak memiliki wujud dengan 
sendirinya melainkan bergantung pada wajah Penciptanya, sehingga 
satu-satunya yang ada hanyalah Wajah junjungan .15 
junjungan  bukanlah Wujud objektif eksternal yang eksistensinya dapat 
dibuktikan secara rasional, namun  yaitu  fakta  yang menyelimuti 
semua dan yaitu  eksistensi tertinggi yang tidak bisa dipersepsi-
kan seperti chucky  mempersepsikan wujud-wujud yang bergantung 
kepadanya dan menjadi bagian dari eksistensinya yang wajib: chucky  
harus mengembangkan cara melihat yang khusus. 
Al-Ghazali akhirnya kembali kepada tugas mengajarnya di Bagdad, 
namun  tak pernah surut dalam keyakinannya bahwa yaitu  mustahil 
membuktikan keberadaan junjungan  dengan logika dan bukti rasional. 
258 
Nurul Huda Kariem MR. 
MR. Collection's eBook oleh : 

Dalam risalah biografisnya Al-Munqidz min Al-Dhalal (Pembebas 
dari Kesesatan), dengan bersemangat dikemukakannya bahwa baik 
falsafah maupun kalam tidak bisa memuaskan seseorang yang tengah 
berada dalam bahaya hilangnya loyalitas . Dia sendiri pernah jatuh 
ke dalam jurang skeptisisme (safsafah) saat  disadarinya bahwa 
sama sekali tak mungkin untuk membuktikan eksistensi junjungan  secara 
rasional. fakta  yang chucky  sebut "junjungan " berada di luar persepsi 
indra dan pemikiran logis sehingga sains dan metafisika tidak bisa 
membuktikan maupun menolak bukti wujud yang kuasa  . Bagi mereka 
yang tidak dikaruniai bakat mistikal atau keutusan junjungan  an khusus, Al-Ghazali 
sudah  merancang suatu disiplin yang memampukan seorang timurtengah  
menumbuhkan kesadaran mengenai  fakta  junjungan  dalam setiap perin-
cian kehidupan sehari-hari. Al-Ghazali sudah  memicu  kesan yang 
tak terhapuskan di dalam kaum beragama mayoritas  . Takkan pernah lagi kaum kaum beragama mayoritas 
memicu  asumsi ceroboh bahwa junjungan  yaitu  sama seperti wujud 
lain yang eksistensinya dapat didemonstrasikan secara ilmiah atau 
filosofis. Sejak saat itu filsafat kaum beragama mayoritas menjadi tak terpisahkan dari 
spiritualitas dan pembahasan yang lebih mistikal mengenai  junjungan . 
Al-Ghazali juga berpengaruh terhadap Yudaisme. Filosof Spanyol 
Joseph ibn Saddiq (w. 1143) memakai dalil Ibn Sina mengenai  
eksistensi junjungan , namun  secara hati-hati menyimpulkan bahwa junjungan  
bukan sekadar wujud yang lain  satu dari sekian banyak hal yang 
"ada" dalam pengertian lazim chucky  atas kata tersebut. Kalau chucky  
mengklaim memahami junjungan , maka berarti junjungan  itu terbatas dan 
tidak sempurna. Pernyataan paling tepat yang bisa chucky  buat mengenai  
junjungan  yaitu  bahwa dia tidak bisa dipahami, sangat jauh dari 
jangkauan daya intelektual alamiah chucky . chucky  bisa saja berbicara mengenai  
aktivitas junjungan  di dunia dalam terma-terma positif namun tidak me-
ngenai esensi junjungan  (Al-Dzaf), yang akan selalu  luput dari chucky . 
Ahli kedokteran dari Toledo, Judah Halevi (1085-1141), menjadi 
pengikut setia Al-Ghazali. junjungan  tidak bisa dibuktikan secara rasional; 
ini tidak berarti bahwa loyalitas  kepada junjungan  menjadi tidak rasional 
melainkan bahwa demonstrasi logis mengenai  eksistensi junjungan  tidak 
memiliki nilai kepercayaan . Bukti logis itu menyampaikan informasi 
yang sangat sedikit: tak ada cara untuk memastikan tanpa ragu 
bagaimana junjungan  impersonal yang begitu jauh itu dapat menciptakan 
alam material atau apakah dia berhubungan dengan alam melalui 
cara tertentu. saat  para filosof mengklaim bahwa mereka menjadi 
satu dengan Akal junjungan  yang mengatur kosmos melalui penggunaan 
akal, mereka sudah  menipu diri mereka sendiri. Satu-satunya kelompok 
manusia yang memiliki pengetahuan langsung mengenai  junjungan  
yaitu  para utusan junjungan  , yang tak memiliki kaitan apa-apa dengan falsafah. 
Halevi tidak memahami filsafat sebaik Al-Ghazali, namun dia 
sepakat bahwa pengetahuan yang terandalkan mengenai  junjungan  yaitu  
melalui pengalaman kepercayaan . Seperti Al-Ghazali, dia juga mem-
postulatkan adanya daya religius khusus, namun  mengklaim bahwa 
kemampuan itu hanya dimiliki oleh orang Yahudi. Dia mencoba 
memperlunak ini dengan menyatakan bahwa goyim (orang bukan 
Yahudi) dapat mencapai pengetahuan mengenai  junjungan  melalui hukum 
alam, namun  tujuan karya filosofis terbesarnya, The Kuzari, yaitu  
untuk menjustifikasi keunikan posisi Israel di antara bangsa-bangsa 
lain. Seperti para Rabi Talmud, Halevi percaya bahwa setiap orang 
Yahudi dapat memperoleh ruh keutusan junjungan  an melalui penunaian mitzvot 
secara saksama. junjungan  yang ditemukannya bukanlah sebuah fakta 
objektif yang eksistensinya bisa didemonstrasikan secara ilmiah, namun  
yaitu  pengalaman yang secara esensial bersifat subjektif. Dia 
bahkan bisa dipandang sebagai perluasan diri "alamiah" orang Yahudi: 
kekuasaan  menanti orang yang sesuai untuk menjadi tempat berse-
mayamnya, untuk menjadi junjungan  baginya, sebagaimana dalam kasus 
para utusan junjungan   dan orang suci.. . Seperti halnya jiwa yang menanti untuk 
masuk ke dalam janin hingga kekuatan hidupnya disempurnakan untuk 
memampukannya menerima keadaan yang lebih tinggi ini. Dengan 
cara yang sama, Alam menanti tibanya iklim yang baik agar dia dapat 
menyuburkan tanah dan menumbuhkan tanaman.16 
Dengan , junjungan  bukanlah fakta  yang asing, orang 
Yahudi bukanlah wujud autonom yang terjauhkan dari yang junjungan . 
junjungan , menurut Halevi, bisa dilihat sebagai penyempurnaan manusia, 
pemenuhan potensi manusia; lebih jauh lagi, "junjungan " yang dijumpai-
nya secara unik yaitu  miliknya sendiri, suatu ide  yang akan 
chucky  telaah lebih dalam pada bab mendatang. Halevi dengan hati-
hati membedakan antara junjungan  yang dapat dialami oleh orang Yahudi 
dari esensi junjungan  itu sendiri. saat  para utusan junjungan   dan orang suci meng-
klaim pernah mengalami "junjungan ", yang mereka alami bukanlah zatnya 
melainkan hanya aktivitas junjungan  melalui seperti  berkas kilasan cahaya 
dari fakta  transenden yang tak bisa dijangkau. 
namun  , falsafah tidak sepenuhnya mati akibat polemik yang 
diangkat oleh Al-Ghazali. Di Kordoba, seorang filosof kaum beragama mayoritas terkenal 
mencoba menghidupkannya kembali dan mempertahankannya 
sebagai bentuk tertinggi kepercayaan . Abu Al-Walid ibn Ahmad ibn Rusyd 
(1126-1198), yang di Eropa dikenal sebagai Averroes, menjadi autoritas 
di Barat bagi kalangan Yahudi maupun  nasrani  . Selama abad ketiga 
belas, karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dan 
Latin, dan komentar-komentarnya mengenai  Aristoteles memicu  
pengaruh besar terhadap teolog-teolog terkemuka, seperti Maimonides, 
Thomas Aquinas, dan Albert yang Agung. Pada abad kesembilan 
belas, Ernest Renan menghormatinya sebagai pribadi yang merdeka 
dan pelopor rasionalisme menentang kepercayaan buta. Namun, di 
Dunia kaum beragama mayoritas   sendiri, Ibn Rusyd hanya menjadi figur marjinal. Melalui 
karya dan pengaruh yang ditimbulkan Ibn Rusyd sesudah  wafatnya, 
chucky  bisa melihat perbedaan cara pendekatan dan anggapan antara 
Timur dan Barat mengenai  junjungan . Ibn Rusyd dengan bersemangat 
menolak kritik Al-Ghazali terhadap falsafah dan cara Al-Ghazali raen-
diskusikan masalah -masalah  esoterik ini secara terbuka. Berbeda 
dari pendahulunya, Al-Ftimurtengah i dan Ibn Sina, Ibn Rusyd yaitu  seorang 
qadi, hakim kepercayaan , sekaligus pula seorang filosof. Kaum ulama 
selalu menaruh kecurigaan terhadap falsafah dan teori junjungan -
nya yang sangat berbeda, namun  Ibn Rusyd berhasil menyatukan 
Aristoteles dengan ajaran kaum beragama mayoritas   yang lebih tradisional. Dia yakin 
bahwa tidak ada pertentangan apa pun antara kepercayaan  dan rasionalisme. 
Keduanya mengekspresikan kebenaran yang sama melalui cara yang 
berbeda; keduanya juga mengarah kepada junjungan  yang sama. Namun, 
tidak semua orang mampu memahami pemikiran filosofis sehingga 
falsafah hanya untuk kalangan elit intelektual. Falsafah akan membi-
ngungkan orang awam dan menjerumuskan mereka ke dalam kesesat-
an yang membahayakan keselamatan abadi mereka. Di sinilah   letak 
pentingnya tradisi esoterik, yang menjaga teori  berbahaya 
ini dari mereka yang tidak layak menerimanya. Sebagaimana halnya 
dengan guru sme dan telaah batini Syiah Ismailiyah; jika orang yang 
tidak pantas mengusaha kan latihan-latihan mental seperti  ini, 
mereka bisa jatuh sakit dan mengalami berbagai bentuk gangguan 
psikologis. Kalam juga sama bahayanya. Kalam hampir serupa dengan 
falsafah sejati dan memberi kesan menyesatkan bahwa seseorang 
terlibat dalam diskusi rasional yang wajar padahal sebetulnya  tidak 
. Akibatnya, kalam hanya memicu  perdebatan-per-
debatan doktrinal yang tidak berfaedah, yang hanya akan melemahkan 
iman orang awam dan menggelisahkan mereka.  
Ibn Rusyd berkeyakinan bahwa penerimaan kebenaran-kebenar-
an tertentu yaitu  hal yang esensial bagi keselamatan di akhirat. 
Ini yaitu  pandangan baru dalam Dunia kaum beragama mayoritas  . Para faylasuf merupa-
kan autoritas utama dalam doktrin: hanya merekalah yang mampu 
menafsirkan kitabsuci  dan yaitu  orang-orang yang digambarkan 
oleh kitab kaum beragama mayoritas  sebagai golongan yang "mengakar kuat pada ilmu."17 
Semua orang lain wajib membaca kitab kaum beragama mayoritas  secara harfiah, namun  
kaum faylasuf mampu mengusaha kan penafsiran simbolis. Namun 
, para faylasuf pun mesti menaati "kredo" teori  
wajib, yang disusun Ibn Rusyd sebagai berikut: 
1. Eksistensi junjungan  sebagai Pencipta dan Pelindung alam semesta. 
2. Keesaan junjungan . 
3- Sifat-sifat mengetahui, berkuasa, berkehendak, mendengar, 
melihat dan berkata-kata di dalam kitab kaum beragama mayoritas  sudah  dinisbahkan 
kepada yang kuasa  . 
4. Keunikan dan ketiadaan sekutu bagi junjungan , yang secara jelas 
sudah  ditegaskan : "Tak 
ada sesuatu yang serupa dengan-Nya." 
5. Penciptaan alam oleh junjungan . 
6. Keabsahan keutusan junjungan  an. 
7. Keadilan junjungan . 
8. kebangkitan  jasmani di Hari Akhir.18 
teori  mengenai  junjungan  harus diterima in toto, sebab  Al-
kitabkaum beragama mayoritas menyatakannya dengan teramat gamblang. Falsafah tidak selalu 
berkenaan dengan kepercayaan pada penciptaan alam, contohnya, 
sehingga tidak jelas bagaimana seharusnya memahami doktrin 
kitab kaum beragama mayoritas  mengenai hal itu. Walaupun kitab kaum beragama mayoritas  dengan tegas me-
nyatakan bahwa junjungan lah yang menciptakan alam, namun  tidak 
dijelaskan bagaimana junjungan  melakukannya atau apakah alam 
diciptakan pada saat tertentu. Ini memicu  para faylasuf bebas meng-
adopsi keyakinan kaum rasionalis. Di samping itu, kitab kaum beragama mayoritas  menyata-
kan bahwa junjungan  memiliki sifat-sifat seperti mengetahui, namun  chucky  
tidak tahu pasti apa arti sifat itu sebab  anggapan chucky  mengenai  pe-
ngetahuan bersifat manusiawi dan tidak sempurna. Oleh sebab  itu, 
pernyataan kitab kaum beragama mayoritas  bahwa junjungan  mengetahui segala apa yang 
chucky  kerjakan tidak secara mutlak bermengenai an dengan keyakinan 
para filosof. 
Dalam Dunia kaum beragama mayoritas  , mistisisme sangatlah penting sehingga 
teori junjungan  Ibn Rusyd, yang didasarkan sepenuhnya pada 
teologi kaum rasionalis, tak banyak berpengaruh. Ibn Rusyd yaitu  
tokoh yang terhormat dengan kedudukan sekunder di dalam kaum beragama mayoritas  , 
namun  dia justru menjadi sangat penting di dunia Barat. Sebab, melalui 
dirinyalah dunia Barat menemukan Aristoteles dan mengembangkan 
anggapan yang lebih rasionalistik mengenai  junjungan . Kebanyakan orang 
Barat memiliki pengetahuan yang sangat terbatas mengenai  kebudayaan 
kaum beragama mayoritas   dan tidak mengetahui perkembangan filsafat sesudah Ibn Rusyd. 
sebab nya sering muncul dugaan bahwa karier Ibn Rusyd menandai 
akhir filsafat kaum beragama mayoritas  . sebetulnya  pada masa kehidupan Ibn Rusyd, 
dua filosof besar yang sangat berpengaruh di Dunia kaum beragama mayoritas   mulai 
menuliskan karya mereka di Irak dan Iran. Yahya Suhrawardi dan 
Muhyiddin Ibn Al-timurtengah i, yang lebih mengikuti jejak Ibn Sina dibanding  
Ibn Rusyd, berusaha  menyandingkan filsafat dengan spiritualitas. 
chucky  akan menelaah karya mereka di dalam bab mendatang. 
Pengikut Ibn Rusyd yang terkemuka di dunia Yahudi yaitu  
seorang Talmudis dan filosof, Rabi mose  ibn Maimun (1135-1204), 
yang biasa dikenal sebagai Maimonides. Seperti Ibn Rusyd, Maimonides 
asli kelahiran Kordoba, ibu kota Spanyol kaum beragama mayoritas  . Di kota ini ada  
konsensus bahwa ada jenis filsafat yang sangat esensial untuk men-
dapatkan pengertian yang lebih mendalam mengenai  junjungan . Namun, 
Maimonides mesti meninggalkan Spanyol saat  nyawanya terancam 
oleh sekte Berber fanatik, Al-Morawi, yang memerangi warga  
Yahudi. Benturan menyakitkan dengan fundamentalisme abad perte-
ngahan ini tidak memicu  Maimonides memusuhi kaum beragama mayoritas   secara ke-
seluruhan. Bersama orangtuanya, dia menetap di Mesir. Di sini dia 
memperoleh  jabatan tinggi dalam pemerintahan dan bahkan menjadi 
dokter bagi sultan. Di kota ini pula dia menulis risalahnya yang 
populer The Guide for the Perplexed, yang mengetengahkan argumen 
bahwa keyakinan Yahudi bukan yaitu  seperangkat doktrin yang 
arbitrer, melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip yang rasional. 
Seperti Ibn Rusyd, Maimonides percaya bahwa falsafah, sebagai 
bentuk pengetahuan kepercayaan  yang paling maju dan membentangkan 
jalan menuju junjungan , tidak boleh diungkapkan kepada orang awam 
namun  harus disimpan oleh para elit. Namun, berbeda dengan Ibn 
Rusyd, dia berkeyakinan bahwa orang awam bisa diajar untuk menaf-
sirkan kitabsuci  secara simbolis, agar mereka terhindar dari pandangan 
antropomorfis mengenai  junjungan . Dia juga percaya bahwa ada beberapa 
doktrin yang penting bagi penyelamatan dan mengusulkan tiga belas 
kredo yang sangat mirip dengan yang disusun Ibn Rusyd: . 
1. Eksistensi junjungan . 
2. Keesaan junjungan . 
3. junjungan  bukan materi. 
4. Keabadian junjungan . 
5. Larangan menyembah berhala. 
6. Keabsahan keutusan junjungan  an. 
7. mose  yaitu  yang paling utama di antara pada utusan junjungan  . 
8. Kebenaran berasal dari junjungan . 
9. Keabsahan abadi Taurat. 
10. junjungan  mengetahui perbuatan manusia. 
11. Dia akan menghakimi dengan adil. 
12. Dia akan mengutus seorang Al-Mahdi. 
13. kebangkitan  orang yang sudah  mati.19 
Ajaran ini dianggap bid'ah dalam Yudaisme dan tidak penah 
diterima sepenuhnya. Sebagaimana dalam kaum beragama mayoritas  , ortodoksi (sebagai 
lawan dari ortopraksi) tidak dikenal dalam pengalaman kepercayaan  
Yahudi. Kredo Ibn Rusyd dan Maimonides menyarankan bahwa 
pendekatan rasionalistik dan intelektualistik terhadap kepercayaan  akan 
mengarah kepada dogmatisme dan identifikasi "iman" sebagai 
"kepercayaan yang benar". 
Sungguhpun , Maimonides dengan hati-hati menyatakan 
bahwa junjungan  secara esensial tidak bisa dipahami dan tak dapat 
dijangkau oleh akal manusia. Dia membuktikan eksistensi junjungan  
dengan memakai argumen-argumen Aristoteles dan Ibn Sina 
namun  bersiteguh bahwa junjungan  tetap tidak bisa dijangkau atau 
dijelaskan sebab  simplisitas absolutnya. utusan junjungan  -utusan junjungan   pun memakai 
kiasan dan mengajarkan kepada chucky  bahwa pembicaraan yang 
bermakna mengenai  junjungan  hanya mungkin dilakukan dengan menggu-
nakan bahasa simbolis dan perumpamaan. chucky  tahu bahwa junjungan  
tidak dapat diperbandingkan dengan apa pun yang ada. Oleh sebab  
itu, lebih baik chucky  memakai terminologi negatif saat  berusaha  
menguraikannya. dibanding  mengatakan bahwa "dia ada" lebih baik 
chucky  menyangkal ketiadaannya, dan seterusnya. Sebagaimana kaum 
Ismaili, penggunaan bahasa negatif dipandang sebagai latihan yang 
dapat meningkatkan apresiasi chucky  terhadap transendensi junjungan , 
mengingatkan chucky  bahwa faktanya  sangat berbeda dari ide  
apa pun yang dapat diteori sikan manusia mengenai junjungan . chucky  
bahkan tidak bisa mengartikan bahwa junjungan  itu "baik" sebab  dia 
jauh melampaui apa pun yang chucky  pahami sebagai "kebaikan". inilah   
cara untuk mengakali ketidaksempurnaan chucky , mencegah chucky  dari 
memproyeksikan harapan dan keinginan chucky  kepadanya sebab  hal 
itu akan menjadikan junjungan  memiliki citra dan kemiripan dengan 
chucky . Namun , chucky  bisa memakai Via Negativa untuk mem-
bentuk pernyataan positif mengenai  junjungan . saat  chucky  berkata bahwa 
junjungan  "tidak lemah" (sebagai pengganti menyatakan bahwa dia 
perkasa), secara logis berarti bahwa junjungan  pasti mampu untuk bertin-
dak. sebab  junjungan  "bukan tidak sempurna", tindakannya pasti juga 
sempurna. saat  chucky  mengatakan junjungan  "tidak bodoh" (artinya 
dia mahabijaksana), chucky  dapat mendeduksikan bahwa dia mengetahui 
dan bijak secara sempurna. Deduksi seperti  ini hanya dapat dilaku-
kan sejauh menyangkut aktivitas junjungan  dan tidak mengenai  esensinya 
yang tetap berada di luar jangkauan akal chucky . 
saat  dihadapkan pada pilihan antara junjungan  kitabsuci  dan junjungan  
para filosof, Maimonides selalu memilih yang pertama. Meskipun 
doktrin creatio ex nihilo secara filosofis tidak ortodoks, Maimonides 
menganut doktrin kitab  tradisional dan meninggalkan ide  
filosofis mengenai  emanasi. Seperti yang dikemukakannya, creatio ex 
nihilo maupun emanasi tidak bisa dibuktikan secara definitif oleh 
akal semata. Dia juga memandang keutusan junjungan  an lebih tinggi dibanding  
filsafat. Baik utusan junjungan   maupun filosof berbicara mengenai  junjungan  yang 
sama, namun  utusan junjungan   pastjunjungan  lebih unggul secara imajinatif maupun 
intelektual. utusan junjungan   memiliki pengetahuan intuitif langsung mengenai  junjungan  
yang lebih tinggi dibanding  pengetahuan yang diperoleh lewat penalar-
an diskursif. Maimonides tampaknya juga yaitu  seorang mis-
tikus. Dia bicara mengenai  kemabukan menggetarkan yang menyertai 
pengalaman intuitif mengenai  junjungan , sebuah emosi yang "diakibatkan 
oleh penyempurnaan daya imajinatif."20 Meskipun sangat menekankan 
rasionalitas, Maimonides menyatakan bahwa pengetahuan tertinggi 
mengenai  junjungan  lebih banyak berasal dari metamorfosa  bukan dari akal 
semata. 
ide -ide  Maimonides menyebar luas di kalangan orang 
Yahudi di Prancis Selatan dan Spanyol sehingga pada permulaan 
abad keempat belas, muncul apa yang kemudian menjadi pencerahan 
filsafat Yahudi di area  itu. Beberapa di antara para filosof Yahudi 
ini lebih rasionalistik dibanding  Maimonides. Levi ben Gershom (1288-
1344) dari Bagnol di Prancis Selatan, contohnya, menolak anggapan 
bahwa junjungan  mengetahui hal-hal yang bersifat duniawi. Dia mengam-
bil teori junjungan  para filosof, bukan junjungan  menurut kitabsuci . 
Tak pelak muncul beberapa reaksi. Sebagian orang Yahudi beralih 
ke mistisisme dan mengembangkan disiplin esoterik Kabbalah, seperti 
yang akan chucky  saksikan nanti. Yang lain meninggalkan filsafat saat  
musibah menimpa, sebab  merasa bahwa junjungan  falsafah yang jauh 
itu ternyata tidak mampu melipur lara mereka. Selama abad ketiga 
belas dan keempat belas, Perang Penaklukan  nasrani   mulai berhasil 
menekan wilayah-wilayah kaum beragama mayoritas   di Spanyol dan menyebarkan anti-
Semitisme Eropa Barat ke semenanjung itu yang akhirnya bermuara 
pada kehancuran Yahudi Spanyol. Selama abad keenam belas orang-
orang Yahudi meninggalkan falsafah dan mengembangkan teori  
yang sama sekali baru, yang lebih diilhami oleh mitologi dibanding  
logika ilmiah. 
Gerakan penyebaran  nasrani   oleh orang Barat memicu  kepercayaan  
itu terpisah dari tradisi-tradisi monoteistik lain. Perang Salib tahun 
1096-1099 menandai keluarnya Eropa dari periode panjang barbaris-
me yang dikenal sebagai Zaman Kegelapan. Roma baru, didukung 
oleh negara-negara  nasrani   Eropa Utara, berusaha  untuk memperoleh 
kembali jalan masuk ke kancah intemasional. Namun  nasrani   Anglikan, 
Saxon, dan Frank tidak banyak berkembang. Mereka yaitu  orang-
orang agresif dan suka berperang, serta mendambakan kepercayaan  yang 
agresif pula. Selama abad kesebelas, para pendeta Benediktin dari 
biara-biara Cluny dan cabang-cabangnya sudah  berusaha untuk mengait-
kan semangat tempur mereka dengan tempat ibadah  dan mengajari mereka 
nilai-nilai  nasrani   sejati melalui praktik peribadatan, seperti ziarah. 
bala tentara  Salib generasi pertama memandang ekspedisi mereka ke 
Timur Dekat sebagai ziarah ke Tanah Suci. Namun, mereka masih 
memiliki anggapan yang sangat primitif mengenai  junjungan  dan kepercayaan . 
Para rahib pejuang, seperti St. George, St. Mercury, dan St. Demetrius 
digambarkan melebihi junjungan  dalam kebaikan mereka dan, dalam 
praktik, hanya sedikit berbeda dari para resi  pagan. utusan junjungan   nasrani  lebih 
dipandang sebagai pemimpin feodal Perang Salib dibanding  sebagai 
inkarnasi Logos: dia mengumpulkan para kesatrianya untuk merebut 
kembali pusakanya  Tanah Suci  dari kaum kafir. saat  perjalanan 
mereka dimulai, sebagian prajurit bertekad untuk membalas kematian 
utusan junjungan   nasrani  dengan menumpas komunitas Yahudi yang tinggal di sepanjang 
Lembah Rhine. Meski bukan bagian dari ide  awal Paus Urban II 
saat  dia menyerukan Perang Salib, namun tampaknya bala tentara  
Salib bertindak terlalu kejam untuk mengadakan perjalanan sejauh 
3.000 mil demi memerangi kaum kaum beragama mayoritas yang sama sekali belum 
mereka kenal, pada saat orang-orang yang diduga sudah  betul-betul 
membunuh utusan junjungan   nasrani  malah dibiarkan hidup dan diperlakukan dengan 
baik di depan mata mereka sendiri. Selama perjalanan panjang dan 
berat menuju Yerusalem, banyak di antara bala tentara  nyaris menemui 
akhir hayatnya. Mereka hanya dapat menggantungkan daya tahan 
mereka pada asumsi bahwa merekalah bangsa pilihan junjungan , yang 
sudah  memperoleh perlindungan khusus darinya. junjungan  sudah  mem-
bimbing mereka memasuki Tanah Suci seperti yang pernah dilakukan-
nya terhadap orang-orang Israel kuno. Dari sudut pandang praktik, 
junjungan  mereka masih yaitu  dewa kesukuan primitif yang 
diceritakan dalam chucky b-kitab awal kitabsuci . saat  akhirnya berhasil 
menaklukkan Yerusalem pada musim panas tahun 1099, mereka 
menumpas habis penduduk Yahudi dan kaum beragama mayoritas di kota itu dengan 
semangat Yoshua dan membantai mereka dengan kebrutalan yang 
bahkan mencengangkan warga  sezamannya. 
Sejak saat itu orang  nasrani   Eropa memandang Yahudi dan kaum beragama mayoritas 
sebagai musuh junjungan ; untuk waktu yang lama mereka juga sudah  
merasakan antagonisme mendalam terhadap  nasrani   Ortodoks Yunani 
di Byzantium, yang memicu  mereka merasa sebagai kaum barbar 
dan hina.21 Namun keadaannya tidak selalu . Selama abad 
kesembilan, beberapa orang  nasrani   Barat yang lebih terpelajar sudah  
diilhami oleh teologi Yunani. Filosof Celtic Duns Sectus Erigena 
(810-877), contohnya, yang meninggalkan tanah kelahirannya di 
Irlandia untuk bekerja di istana Charles The Bold, Raja Frank Barat, 
sudah  menerjemahkan banyak karya para Ia tempat ibadah  Yunani ke 
dalam bahasa Latin agar bisa dimanfaatkan oleh orang  nasrani   Barat, 
khususnya karya-karya Denys Aeropagite. Erigena sangat percaya 
bahwa iman dan akal tidak saling eksklusif satu sama lain. Seperti 
halnya para faylasuf Yahudi dan kaum beragama mayoritas, dia memandang filsafat se-
bagai jalan membentang menuju junjungan . Plato dan Aristoteles yaitu  
guru bagi orang-orang yang memerlukan penjelasan rasional mengenai  
kepercayaan   nasrani  . kitabsuci  dan tulisan para Ia tempat ibadah  mungkin di-
ilhami oleh disiplin penalaran logis dan rasional. Ini bukan berarti 
penafsiran harfiah: beberapa bagian kitabsuci  harus ditafsirkan secara 
simbolis sebab , sebagaimana dijelaskan Erigena dalam karyanya 
Exposition of Denys's Celestial Hierarchy, teologi yaitu  "sejenis puisi." 
Erigena memakai metode dialektika Denys dalam pembahas-
annya mengenai  junjungan , yang hanya bisa dijelaskan dengan mengguna-
kan paradoks yang mengingatkan chucky  kembali pada keterbatasan 
nalar kemanusiaan chucky . Baik pendekatan positif maupun negatif 
kepada junjungan  yaitu  sama absahnya. junjungan  tidak bisa dipahami: 
bahkan para malaikat pun tidak mengetahui atau memahami hakikat 
esensial junjungan . namun  , pemyataan positif, seperti "junjungan  itu 
bijaksana," bisa dibenarkan sebab  bila chucky  merujukkan pernyataan 
itu kepada junjungan , maka chucky  menyadari bahwa chucky  tidak mengguna-
kan kata "bijaksana" dalam pengertian lazimnya. kemudian  chucky  
mengingatkan diri chucky  mengenai  hal ini melalui pernyataan negatif, 
dengan mengatakan "junjungan  tidak bijaksana." Paradoks ini mendorong 
chucky  bergerak ke jalan ketiga yang ditempuh Denys saat  berbicara 
mengenai  junjungan , saat  chucky  menarik kesimpulan: "junjungan  lebih dari 
bijaksana." inilah   apa yang oleh orang Yunani dinamakan  sebagai pernya-
taan apofatik sebab  chucky  tidak memahami apa makna "lebih dari 
bijaksana" itu. Lagi-lagi, ini bukan sekadar permainan kata melainkan 
sebuah disiplin: penyejajaran dua pernyataan yang saling bermengenai -
an itu akan membantu chucky  menanamkan rasa misteri yang dikandung 
dalam kata "junjungan ", sebab  dia tidak pernah bisa dibatasi oleh kon-
sepsi manusia biasa. 
saat  menerapkan metode ini pada pernyataan "junjungan  itu ada," 
Erigena tiba, sebagaimana mestinya, pada sintesis: "junjungan  lebih dari 
ada." Adanya junjungan  tidak sama seperti adanya makhluk yang 
diciptakannya dan dia bukanlah wujud yang setara dengan semua 
makhluk itu, seperti yang dikemukakan oleh Denys. Ini lagi-lagi 
yaitu  pernyataan yang tidak bisa dipahami, sebab , Erigena 
berkomentar, "apa yang lebih dari 'ada' itu tidaklah dijelaskan. sebab  
dikatakannya bahwa junjungan  bukanlah salah satu dari yang ada 
melainkan lebih dari segala yang ada, tapi apakah yang 'ada' itu, 
tidak pernah didefinisikan."23 Pada faktanya , junjungan  itu "Tiada." 
Erigena sadar bahwa ini terdengar mengejutkan, namun dia memper-
ingatkan pembacanya untuk tidak khawatir. Metodenya hanya 
bermaksud mengingatkan chucky  bahwa junjungan  bukanlah sebuah objek; 
dia tidak "mengada" dalam cara apa pun yang bisa chucky  pahami. 
junjungan  yaitu  "Dia yang lebih dari ada" (aliquo modo superesse).24 
Modus eksistensinya berbeda dari chucky  seperti perbedaan wujud chucky  
dari binatang dan perbedaan wujud binatang dari batu. Namun jika 
junjungan  itu "Tiada", dia sekaligus yaitu  "Segalanya": sebab  "eksistensi 
super" ini berarti bahwa hanya junjungan  yang memiliki wujud sejati; 
dialah esensi segala sesuatu yang meminjam wujud darinya. Oleh 
sebab  itu, setiap ciptaannya yaitu  sebuah teofani atau tanda 
kehadiran junjungan . Kesalehan Celtic Erigena  yang terumuskan dalam 
doa terkenal dari St. Patrick: "junjungan  hadir di dalam pikiranku dan di 
dalam pemahamanku"  memicu  dia memberi penekanan pada 
imanensi junjungan . Manusia, yang dalam skema Neoplatonis merangkum 
segenap ciptaan dalam dirinya, yaitu  teofani paling sempurna, 
dan, seperti Agustinus, Erigena mengajarkan bahwa chucky  dapat 
menemukan sejenis trinitas di dalam diri chucky , meski hanya lewat 
pantulan cermin yang buram. 
Dalam teologi paradoksikal Erigena, junjungan  yaitu  Tiada sekaligus 
Segalanya; kedua istjunjungan  itu saling menyeimbangkan satu sama lain 
dan berada dalam ketegangan kreatif yang menyiratkan misteri yang 
hanya dapat disimbolkan oleh kata "junjungan ". saat  seorang murid 
bertanya kepadanya mengenai  apa yang dimaksudkan Denys bahwa 
junjungan  itu Tiada, Erigena menjawab bahwa Kebaikan junjungan  tidak bisa 
dipahami sebab  hal itu yaitu  "supra-esensial"  artinya, lebih dari 
Kebaikan itu sendiri  sekaligus supra-natural. Maka, 
saat  ia merenungkan dirinya sendiri, ia tidak ada kini, dahulu atau 
nanti, sebab  ia dipahami bukan sebagai sesuatu yang ada sebab ia 
melampaui segala sesuatu. namun  , jika disebabkan oleh sesuatu 
yang tak terucapkan itu ia jatuh ke dalam keberadaan, ia hanya ada di 
dalam tatapan pikiran, hanya ia yang ada di dalam segala sesuatu, dan 
ia ada kini, dahulu, dan nanti.25 
Oleh sebab  itu, saat  chucky  memikirkan fakta  junjungan  di dalam 
dirinya sendiri, "tidaklah masuk akal untuk menyebutnya 'Tiada'," 
namun saat  Ketiadaan suci ini memutuskan untuk "keluar dari 
Tiada menuju Ada," setiap ciptaannya "bisa dinamakan  sebagai teofani, 
yaitu  penampakan junjungan ."26 chucky  tidak bisa melihat junjungan  sebagai-
mana dia dalam dirinya sendiri sebab junjungan  yang dimaksudkan dan 
dituju dalam hal ini tidak ada. junjungan  yang dapat chucky  lihat hanyalah 
junjungan  yang menghidupkan alam ciptaan dan mengungkapkan dirinya 
di dalam bunga, burung-burung, pepohonan, dan manusia-manusia 
lainnya. Namun, ada  masalah  dalam pendekatan ini. Bagaimana 
dengan kejahatan? Apakah, seperti yang dipercaya  orang Hindu, 
kejahatan juga yaitu  salah satu manifestasi junjungan  di dunia? 
Erigena tidak berusaha membahas masalah kejahatan secara men-
dalam, namun  para Kabbalis Yahudi belakangan berusaha  menempat-
kan kejahatan di dalam esensi junjungan : mereka juga mengembangkan 
sebuah teologi yang menggambarkan junjungan  muncul dari Ketiadaan 
menjadi Ada melalui cara yang sangat mirip dengan uraian Erigena, 
meskipun hampir mustahil ada seorang Kabbalis yang pernah mem-
baca karyanya. 
Erigena sudah  menunjukan  betapa orang Latin bisa belajar 
banyak dari orang Yunani, namun  pada tahun 1054 tempat ibadah  Timur dan 
Barat saling memutuskan hubungan sebab  perpecahan yang ternyata 
bertahan untuk waktu yang lama  walau tak seorang pun pada masa 
tersebut menginginkannya. Konflik ini berdimensi politik, yang tidak 
akan dibahas di sini, namun  juga berkisar pada masalah Trinitas. Pada 
tahun 796, sebuah sinode uskup-uskup Barat mengadakan pertemuan 
di Freijus, Prancis Selatan, dan sudah  menyisipkan klausa tambahan 
ke dalam kredo Nicene. Klausa itu menetapkan bahwa Roh Kudus 
bukan hanya berasal dari Ia, melainkan juga dari Putra (filioque). 
Uskup-uskup Latin bermaksud menekankan persamaan antara Ia 
dan Putra, sebab  sebagian dari mereka menganut pandangan Arius. 
Menyatakan Roh Kudus berasal dari Ia sekaligus Putra, menurut 
mereka, akan menekankan kesetaraan status ketiganya. Meskipun 
Charlemagne, yang akan segera menjadi Kaisar Barat, sama sekali 
tidak paham soal-soal teologis, dia menerima klausa sisipan tersebut. 
namun  , orang Yunani mengutuknya. Orang Latin tetap pada 
pendirian mereka dan bersikeras bahwa Ia-Ia mereka sendiri 
yang mengajarkan doktrin ini. St. Agustinus, contohnya, memandang 
Roh Kudus sebagai kesatuan dasar di dalam Trinitas, sebagai perwu-
judan cinta antara Ia dan Putra. Oleh sebab  itu, yaitu  benar jika 
dikatakan bahwa Roh Kudus berasal dari keduanya, dan klausa 
tambahan itu menekankan ketunggalan esensial ketiga oknum itu. 
namun  , orang Yunani selalu menaruh kecurigaan terhadap 
teologi Trinitarian Agustinus, sebab  terlalu antropomorfis. Kalau 
Barat memulai dengan ajaran mengenai  keesaan junjungan  kemudian 
memandang ketiga oknum berada di dalam kesatuan itu, orang Yunani 
justru mengawalinya dengan tiga hypostases dan menyatakan bahwa 
keesaan junjungan   esensinya  berada di atas jangkauan pengetahuan 
chucky . Mereka percaya orang Latin sudah  menjadikan Trinitas 
terlalu mudah dipahami, mereka juga mencurigai bahwa bahasa Latin 
tak mampu mengungkapkan ide  Trinitas ini secara cukup akurat. 
Klausa filioque terlalu menekankan ketunggalan ketiga oknum dan, 
menurut orang Yunani, alih-alih menunjukkan kemisteriusan esensial 
junjungan , sisipan itu memicu  Trinitas menjadi terlalu rasional. Klausa 
itu menjadikan junjungan  bersatu dengan ketiga aspek atau modus keber-
adaan. sebetulnya , tak ada bid'ah apa pun dalam keyakinan Latin 
itu, sekalipun tidak selaras dengan spiritualitas apofatik Yunani. Konflik 
ini bisa dihilangkan seandainya ada keinginan untuk berdamai, namun  
ketegangan antara Timur dan Barat meningkat cepat selama Perang 
Salib, terutama saat  bala tentara  Salib keempat mencaplok Konstanti-
nopel ibu kota Byzantium pada tahun 1204 dan memorakporandakan 
kekaisaran Yunani secara fatal. 
Keretakan akibat filioque ini menyingkapkan bahwa orang Yunani 
dan Latin memiliki teori junjungan  yang sangat berbeda. Trinitas 
tak pernah menjadi tema sentral dalam spiritualitas Barat sebagaimana 
halnya di kalangan orang Yunani. Orang Yunani merasa bahwa dengan 
menekankan keesaan junjungan  melalui cara ini, Barat sudah  menyamakan 
junjungan  dengan "esensi sederhana" yang bisa didefinisikan dan didis-
kusikan, seperti junjungan  para filosof.27 Pada bab-bab kemudian  akan 
chucky  saksikan bahwa  nasrani   Barat sering kesulitan menghadapi doktrin 
Trinitas dan bahwa, selama Zaman Pencerahan abad ke8  belas, 
banyak di antara mereka yang mencampakkannya begitu saja. Secara 
sadar, banyak orang Barat yang tidak menganut Trinitarian. Mereka 
mengeluh bahwa doktrin Tiga Oknum dalam Satu junjungan  sungguh 
tidak bisa dipahami, tanpa menyadari bahwa bagi orang Yunani itu 
justru yaitu  inti ajaran terpenting. 
Sesudah  perpecahan itu, orang Yunani dan Latin menempuh jalan 
terpisah. Dalam Ortodoksi Yunani, theologia, studi mengenai  junjungan , 
tetap tak berubah, terbatas pada kontemplasi mengenai  junjungan  dalam 
teori  mistikal Trinitas dan Inkarnasi. Mereka berpendapat 
ibahwa "teologi pengampunan" atau "teologi keluarga" mengandung 
kontradiksi dalam terma. Mereka sama sekali tidak tertarik pada 
diskusi-diskusi teoretis dan definisi isu-isu sekunder. Barat justru 
semakin menaruh perhatian pada masalah  ini dan membentuk suatu 
pandangan standar yang mengikat bagi setiap orang. Reformasi, misal-
nya, sudah  membagi dunia  nasrani   menjadi kubu-kubu yang saling 
bersitegang sebab  orang nasrani  dan Protestan tidak bisa bersepakat 
mengenai  bagaimana penyelamatan terjadi dan apa persisnya makna 
Ekaristi.  nasrani   Barat terus menantang Yunani untuk mengeluarkan 
pendapat mereka mengenai  isu-isu sensitif ini. namun  , orang Yunani 
selalu ketinggalan dan, andaikata mereka menjawab, jawaban mereka 
sering terdengar agak membingungkan. Mereka tidak percaya kepada 
rasionalisme, menganggapnya sebagai sarana yang tidak memadai 
untuk berdiskusi mengenai  junjungan  yang berada di luar teori  maupun 
logika. Metafisika dapat diterima dalam studi-studi sekular, namun  
orang Yunani semakin merasa bahwa hal itu dapat membahayakan 
loyalitas . Metafisika menarik bagi pikiran yang riuh rendah, yang 
sibuk berbicara, padahal theoria mereka bukan yaitu  opini 
intelektual melainkan sikap diam yang berdisiplin di hadapan junjungan  
yang hanya bisa diketahui melalui pengalaman religius dan mistik. 
Pada tahun 1082, filosof dan humanis John Italos diadili sebagai 
pembid'ah sebab  terlalu banyak memakai filsafat dan anggapan 
Neoplatonis mengenai  penciptaan. Penolakan filsafat ini terjadi tidak 
lama sebelum Al-Ghazali melakukan hal yang sama di Bagdad dan 
meninggalkan kalam untuk menjadi seorang guru . 
Oleh sebab  itu, sungguh ironis bahwa orang  nasrani   Barat justru 
masuk ke dunia filsafat persis pada saat orang Yunani dan kaum beragama mayoritas 
mulai meninggalkannya. Plato dan Aristoteles tidak pernah dibicarakan 
di dunia Latin selama Zaman Kegelapan sehingga tak pelak Barat 
sudah  ketinggalan. Pertemuan dengan filsafat sudah  begitu merangsang 
dan membangkitkan semangat. Teolog abad kesebelas, Anselm dari 
Canterbury, yang pandangan-pandangannya mengenai  Inkarnasi sudah  
dibahas pada Bab 4, kelihatannya percaya segala sesuatu 
dapat dibuktikan. junjungan nya bukan Tiada melainkan wujud tertinggi 
dari segalanya. Bahkan seorang yang tidak beroyalitas bisa membentuk 
ide mengenai  wujud yang kudus  itu, yaitu   "satu watak, 
tertinggi di antara segala sesuatu, mahatunggal dan berkecukupan 
dalam kedamaian abadi."28 Sungguhpun , dia juga mengajar-
kan bahwa junjungan  hanya mungkin dikenal melalui iman. Ini tidaklah 
separadoks kelihatannya. Dalam doanya yang terkenal, Anselm 
merefleksikan sabda yesya  : "Jika engkau tak beroyalitas, engkau 
takkan mengerti": 
Aku ingin memahami kebenaranmu yang dipercaya  dan dicintai oleh 
hatiku. sebab  aku mencari pemahaman bukan agar aku beroyalitas 
melainkan aku beroyalitas agar aku memahami (credo ut intellegam). 
sebab  aku bahkan percaya kepada ini: aku takkan mengerti kecuali kalau aku beroyalitas.
Credo ut intellegam yang sering dikutip ini bukanlah yaitu  
penolakan akal. Anselm tidak mengklaim menganut kredo itu secara 
membabi buta dengan harapan bahwa pernyataan seperti  itu kelak 
akan menjadi bermakna. Penegasannya sebetulnya  harus diterjemah-
kan sebagai: "Aku berserah diri agar aku bisa mengerti." Pada saat 
itu, kata credo belum memiliki bias intelektual dari kata "kepercayaan" 
seperti sekarang namun  berarti sikap amanah dan setia. Penting untuk 
dicatat bahwa bahkan dalam gelombang pertama rasionalisme Barat, 
pengalaman kepercayaan  mengenai  junjungan  tetap lebih utama, mendahului 
penjelasan atau pemahaman logis. 
Meskipun , seperti halnya para faylasuf kaum beragama mayoritas dan 
Yahudi, Anselm percaya bahwa eksistensi junjungan  dapat dipertahankan 
secara rasional, dan dia mengemukakan dalil-dalilnya sendiri, yang 
bisa dinamakan  sebagai argumen "ontologis". Anselm mendefinisikan 
junjungan  sebagai "sesuatu yang tak terpikirkan ada hal lain yang 
melebihi keagungannya" (aliquid quo nihil maius cogitari possif).30 
sebab  menyiratkan bahwa junjungan  bisa menjadi objek pikiran, definisi 
ini berimplikasi bahwa junjungan  bisa diteori sikan dan dipahami oleh 
pikiran manusia. Anselm percaya Sesuatu ini pasti ada. 
sebab  bereksistensi lebih "sempurna" atau lengkap dibanding  non-
eksistensi, wujud sempurna yang chucky  bayangkan ini haruslah 
bereksistensi, kalau tidak dia akan menjadi tidak sempurna. Dalil 
yang disodorkan Anselm dapat dikatakan cerdas dan efektif di dunia 
yang didominasi oleh pemikiran Platonis, yang mempercayai   bahwa ide-
ide merujuk kepada arketipe abadi. Namun, dalil itu kelihatannya 
tidak dapat meyakinkan seorang skeptik zaman sekarang. Seperti 
yang ditegaskan oleh teolog Inggris John Macquarrie, Anda bisa saja 
membayangkan memiliki uang 100 dolar, namun  chucky ngnya bayangan 
itu tidak akan memicu  uang tersebut menjadi sebuah fakta  di 
dalam saku Anda.31 
Oleh sebab  itu, junjungan  Anselm yaitu  Wujud, bukan Tiada yang 
sudah  digambarkan oleh Denys dan Erigena. Anselm bermaksud untuk 
bicara mengenai  junjungan  dalam terma yang jauh lebih' positif dibanding 
para faylasuf terdahulu. Dia tidak mengusulkan cara Via Negativa, 
namun  cenderung berpikir mengenai  kemungkinan untuk tiba pada 
ide  yang layak mengenai  junjungan  melalui akal alamiah, persis seperti 
yang dipersoalkan orang Yunani terhadap teologi Barat. Sesudah  puas 
dengan dalil yang diajukannya mengenai  eksistensi junjungan , Anselm 
kemudian berusaha membuktikan doktrin Inkarnasi dan Trinitas, yang 
selalu dikedepankan oleh orang Yunani meski bermengenai an dengan 
akal dan teori tualisasi. Dalam risalahnya, Why God Became Man 
yang sudah  disinggung pada Bab 4, Anselm lebih banyak bersandar 
pada logika dan pemikiran rasional dibanding  berkatNya  kutipan dari 
kitabsuci  dan ujaran para Ia tampak insidental saja dalam pemaparan 
argumennya, yang, seperti sudah  chucky  saksikan, secara esensial menis-
bahkan motivasi manusia kepada junjungan . Anselm bukanlah satu-satu-
nya orang  nasrani   Barat yang mencoba menguraikan misteri junjungan  
dalam terma rasional. Tokoh sezaman dengannya, Peter Abelard 
(1079-1147), filosof karismatik dari Paris, juga sudah  mengembangkan 
penafsiran mengenai  Trinitas yang menekankan keesaan junjungan  dengan 
agak mengurbankan perbedaan antara Tiga Oknum itu. Dia juga me-
ngembangkan penjelasan yang canggih dan dinamis mengenai  misteri 
penebusan dosa: nasrani  sudah  disalib demi menggugah rasa kasih 
chucky ng chucky  dan dengan melakukan itu dia menjadi Juru Selamat chucky . 
Abelard pada dasarnya seorang filosof dengan corak teologi 
yang agak konvensional. Dia menjadi pelopor kebangkitan  intelektual 
di Eropa selama abad kedua belas dan memiliki banyak pengikut. 
Ini memicu nya berkonflik dengan Bernard, pemimpin Biara 
Cistercian Clairvaux di Burgundi, yang dapat dikatakan yaitu  
tokoh paling berpengaruh di Eropa. Paus Eugene II dan Raja Louis 
VII dari Prancis ada di dalam saku Bernard. Kemahirannya beretorika 
sudah  mengilhami revolusi monastik di Eropa: sekelompok besar 
anak muda meninggalkan rumah-rumah mereka untuk bergabung 
dengannya di dalam ordo Cisterian yang berusaha  mereformasi kehi-
dupan religius Benediktin. saat  Bernard menyerukan Perang Salib 
II pada tahun 1146, rakyat Prancis dan Jerman  yang sebelumnya 
agak apatis terhadap ekspedisi itu  nyaris mencabik-cabiknya lantaran 
antusiasme mereka, ramai-ramai datang untuk bergabung dengan 
tentara dalam jumlah begitu besar sehingga, menurut laporan yang 
ditulis Bernard dengan bangga kepada Paus, desa-desa menjadi 
kosong akibat ditinggalkan penghuninya. Bernard seorang yang 
cerdas, yang sudah  memberi dimensi batiniah baru bagi kesalehan 
Eropa Barat yang agak bersifat lahiriah. Ajaran Cistercian tampaknya 
sudah  mempengaruhi legenda Holy Grail, yang menggambarkan 
perjalanan spiritual ke sebuah kota simbolik yang tidak berada di 
dunia ini namun  mewakili visi mengenai  junjungan . 
Bernard sama sekali tidak percaya pada intelektualisme para 
sarjana seperti  Abelard dan, oleh sebab  itu, berusaha untuk 
membungkamnya. Dia menuduh Abelard "berusaha  menodai iman 
 nasrani   sebab  mengatakan bahwa akal omanusia bisa memahami 
semua aspek junjungan ."32 Dengan merujuk pada himne St. Paulus, 
Bernard mengklaim bahwa filosof itu tidak memiliki cinta  nasrani  : 
"Dia melihat ketiadaan sebagai sebuah teka-teki, ketiadaan seperti 
dalam sebuah cermin, namun  melihat segala sesuatu secara berhadap-
hadapan."33 Oleh sebab  itu, cinta dan penggunaan akal menjadi dua 
hal yang bermengenai an. Pada tahun 1141, Bernard memanggil Abelard 
ke hadapan Majelis Sens, yang sudah  dipenuhinya dengan pendukung-
pendukungnya sendiri. Beberapa di antara anggota majelis itu berdiri 
di luar untuk mengintimidasi Abelard saat  dia datang. Tak terlalu 
sulit baginya untuk melakukan ini sebab , pada saat itu, Abelard ke-
mungkinan besar sudah  terkena penyakit Parkinson. Bernard menye-
rangnya dengan kefasihan luar biasa yang memicu  Abelard jatuh 
pingsan dan meninggal dunia tahun berikutnya. 
Ini yaitu  saat-saat simbolik yang menandai perpecahan antara 
akal dan hati. Dalam Trinitarianisme Agustinus, hati dan akal tidak 
terpisahkan. Para faylasuf kaum beragama mayoritas, seperti Ibn Sina dan Al-Ghazali 
sudah  tiba pada kesimpulan bahwa akal semata tidak akan mampu 
menemukan junjungan , namun  mereka akhirnya menggagas sebuah filsafat 
yang diilhami oleh cinta dan mistisisme. chucky  akan melihatlihat  
bahwa selama abad kedua belas dan ketiga belas, para pemikir 
besar Dunia kaum beragama mayoritas   berusaha  untuk menggabungkan akal dan hati 
serta memandang filsafat sebagai tak terpisahkan dari spiritualitas 
cinta dan metamorfosa  yang diketengahkan oleh kaum guru . namun  , 
Bernard kelihatannya menaruh kecurigaan terhadap akal dan bermak-
sud untuk terus memisahkannya dari bagian pikiran yang lebih 
emosional dan intuitif. Ini berbahaya, sebab  bisa membawa pada 
pemjunjungan an tak sehat yang sama parahnya dengan rasionalisme yang 
kering. Perang Salib yang dikumandangkan Bernard yaitu  ben-
cana, sebagian sebab  penyandarannya pada idealisme yang tak di-
dukung akal sehat dan secara nyata bermengenai an dengan etos kasih 
 nasrani  .34 Perlakuan Bernard terhadap Abelard pun jelas-jelas hampa 
dari sikap kasihsayang , namun  dia mendorong bala tentara  Salib untuk 
membuktikan kecintaan mereka kepada nasrani  dengan cara mem-
bunuhi kaum kafir dan mengusir mereka dari Tanah Suci. Bernard 
boleh saja takut pada rasionalisme yang berusaha  menjelaskan misteri 
junjungan  dan mengancam menghapuskan rasa takjub dan takzim dari 
kepercayaan , namun  subjektivitas yang gagal menguji prasangkanya sendiri 
dapat membawa pada sikap berlebihan yang berakibat lebih jelek 
lagi terhadap kepercayaan . Yang dibutuhkan justru subjektivitas yang 
berdasar dan cerdas, bukan emosionalisme "cinta" yang mengekang 
akal dengan ketat dan menghapuskan kasihsayang  yang semestinya 
menjadi ciri kepercayaan  junjungan . 
Beberapa pemikir lain sudah  memberi konstribusi yang lestari 
bagi  nasrani   Barat, seperti Thomas Aquinas (1225-74) yang meng-
usaha kan sintesis filsafat Yunani dan Agustinus. Selama abad kedua 
belas, para sarjana Eropa berbondong-bondong ke Spanyol untuk 
mempelajari khazanah ilmu kaum kaum beragama mayoritas. Dengan bantuan kaum 
intelektual kaum beragama mayoritas dan Yahudi, mereka melakukan proyek penerje-
mahan besar-besaran untuk memboyong kekayaan intelektual ini ke 
Barat. Terjemahan berbahasa timurtengah  atas filsafat Plato, Aristoteles, dan 
filosof-filosof kuno lainnya kini diterjemahkan lagi ke dalam bahasa 
Latin dan untuk pertama kalinya tersedia bagi warga  Eropa 
Utara. Para penerjemah itu juga menggarap karya terbaru sarjana 
kaum beragama mayoritas, termasuk karya Ibn Rusyd serta penemuan para ilmuwan 
dan ahli kedokteran timurtengah . Pada saat yang sama saat  sebagian 
orang  nasrani   Eropa berjuang menghancurkan kaum beragama mayoritas   di Timur Dekat, 
kaum kaum beragama mayoritas Spanyol sedang membantu Barat membangun peradab-
an mereka sendiri. Summa Theologiae dari Thomas Aquinas merupa-
kan usaha  untuk mengintegrasikan filsafat baru itu dengan tradisi 
 nasrani   Barat. Aquinas secara khusus terkesan pada penjelasan Ibn 
Rusyd atas Aristoteles. namun  , berbeda dengan Anselm dan 
Abelard, dia tidak percaya bahwa misteri seperti  Trinitas dapat 
dibuktikan oleh akal dan membedakan secara cermat antara fakta  
junjungan  yang tak terucapkan dengan teori  manusia mengenai-
nya. Dia sependapat dengan Denys bahwa hakikat sejati junjungan  
tidak bisa dijangkau oleh pikiran manusia: "Dengan , batas 
akhir dari semua yang dapat diketahui oleh manusia mengenai  junjungan  
yaitu  mengetahui bahwa dia tidak mengetahui junjungan , sebab  ma-
nusia tahu bahwa junjungan  mengungguli semua hal yang dapat dipahami 
mengenainya."35 Ada sebuah kisah yang menceritakan bahwa saat  
selesai mendiktekan kalimat terakhir dari Summa, Aquinas dengan 
sedih menelungkupkan kepala di atas lengannya. saat  juru tulis ber-
tanya apa yang terjadi, Aquinas menjawab bahwa segala yang sudah  
ditulisnya tampak tak berharga dibanding apa yang sudah  dilihatnya. 
usaha  Aquinas untuk meletakkan pengalaman religiusnya dalam 
konteks filsafat baru yaitu  penting untuk mendialogkan loyalitas  
dengan fakta  lain dan tidak memisahkannya ke sebuah area  
tersendiri. Intelektualisme yang berlebihan akan merusak iman, namun  
agar junjungan  tidak dijadikan alat untuk mendukung egoisme chucky  sendiri, 
pengalaman kepercayaan  harus disertai penilaian akurat mengenai  
kandungannya. Aquinas mendefinisikan junjungan  dengan cara merujuk 
pada definisi yang junjungan  berikan sendiri kepada mose : "Aku yaitu  
Aku." Aristoteles pernah mengatakan bahwa junjungan  yaitu  Wujud 
Wajib; Aquinas kemudian mengaitkan dengan 
junjungan  kitabsuci  dengan menyebut junjungan , "Dia Yang Ada" (Qui est). 
Ditegaskannya secara mutlak bahwa junjungan  bukan sekadar wujud 
lain seperti diri chucky  sendiri. Definisi junjungan  sebagai Wujud Itu Sendiri 
sudah memadai "sebab  tidak merujuk pada bentuk tertentu kecuali 
wujud itu sendiri (esse seipsum)."36 yaitu  keliru untuk menyalahkan 
Aquinas atas pandangan rasionalistis mengenai  junjungan  yang kemudian 
berkembang di Barat. 
Namun chucky ngnya, Aquinas memicu  kesan bahwa junjungan  
bisa didiskusikan dengan cara yang sama seperti chucky  mendiskusikan 
ide-ide filsafat atau fenomena alam. Dia mengawali diskusi mengenai  
junjungan  dengan pembuktian eksistensi junjungan  berdasarkan filsafat alam. 
Ini menyiratkan bahwa chucky  dapat mengetahui junjungan  dengan cara 
yang sama, seperti fakta -fakta  duniawi. Aquinas menyusun lima 
"dalil" eksistensi junjungan  yang akan menjadi sangat penting di dunia 
nasrani  dan juga akan dipakai oleh orang Protestan: 
1. Argumen Aristoteles mengenai  Penggerak yang Tak Digerakkan. 
2. "Dalil" serupa yang mengemukakan bahwa tak mungkin ada 
rangkaian sebab yang tak terbatas: pasti ada sebuah titik awal. 
3. Argumen mengenai  sifat ketergantungan yang mengharuskan 
adanya satu Wujud Wajib, seperti diuraikan oleh Ibn Sina. 
4. Argumen Aristoteles dalam Philosophy yang menyatakan bahwa 
hierarki kesempurnaan di dunia ini mengimplikasikan adanya 
Kesempurnaan yang paling baik di atas segalanya. 
5. Argumen mengenai  rancangan alam, keteraturan dan adanya tujuan 
dalam apa yang chucky  lihat di alam semesta tidak mungkin hanya 
yaitu  hasil suatu kebetulan. 
Dalil-dalil ini tak bisa dipertahankan pada masa sekarang. Bahkan 
dari sudut pandang kepercayaan , dalil-dalil ini agak meragukan, dengan 
pengecualian argumen mengenai  rancangan alam, setiap dalil ini secara  
implisit menyatakan bahwa "junjungan " hanyalah sebuah wujud yang 
lain, satu simpul lain dalam rantai eksistensi. Dia yaitu  Wujud Ter-
tinggi, Wujud Wajib, dan Wujud yang Paling Sempurna. Benar bahwa 
penggunaan istjunjungan -istjunjungan , seperti "Sebab Pertama" atau "Wujud Wajib" 
menyiratkan bahwa junjungan  bukanlah sesuatu seperti wujud-wujud 
yang chucky  ketahui, melainkan yaitu  sumber atau syarat bagi 
keberadaan wujud-wujud yang lain itu. inilah   yang sangat ditekankan 
oleh Aquinas. Meskipun , para pembaca Summa tidak selalu 
berhasil menangkap pembedaan penting ini dan berbicara mengenai  
junjungan  seakan-akan dia sekadar yaitu  Wujud Tertinggi dari 
semua wujud lain. Ini bersifat reduktif dan bisa memicu  Wujud 
Super ini menjadi berhala, yang dibentuk dalam citra chucky  sendiri 
dan dengan mudah beralih menjadi suatu Super-Ego yang melangit. 
Barangkali bukan tidak akurat untuk mengatakan bahwa banyak orang 
di Barat memandang junjungan  sebagai Wujud yang seperti ini. 
usaha  pengaitan junjungan  dengan arus Aristotelianisme baru ini 
penting dilakukan di Eropa. Para faylasuf juga sudah  memperingatkan 
bahwa ide mengenai  junjungan  harus terus diperbarui menurut perkem-
bangan zaman. Dalam setiap generasi, ide  dan pengalaman 
mengenai  junjungan  harus selalu  diperbarui. namun  , kebanyakan 
kaum kaum beragama mayoritas sudah   dapat dikatakan   berpuas diri dan 
merasa bahwa Aristoteles tidak banyak berkontribusi pada kajian 
mengenai  junjungan , meskipun dia tetap sangat berpehgaruh dalam bidang 
lain, seperti ilmu alam. chucky  sudah  melihat bahwa bahasan Aristoteles 
mengenai  hakikat junjungan  sudah  dinamai meta ta physica ("Sesudah  
Physics") oleh editor karya-karyanya: junjungan  menurut pandangan 
Aristoteles juga lebih yaitu  kelanjutan fakta  fisik dibanding  
sebuah fakta  dari tatanan yang sama sekali berbeda. Oleh sebab  
itu, dalam Dunia kaum beragama mayoritas  , diskusi paling mutakhir mengenai  junjungan  men-
campurkan filsafat dengan mistisisme. Akal saja tidak bisa mencapai 
pemahaman religius mengenai  fakta  yang chucky  sebut "junjungan ", namun  
pengalaman religius perlu dilengkapi dengan daya pikir kritis dan 
disiplin filsafat jika tidak ingin sekadar menjadi emosi yang melantur, 
berlebihan, atau bahkan berbahaya. 
Tokoh Fransiskan yang sezaman dengan Aquinas, Bonaventura 
(1217-74), memiliki pandangan yang hampir sama. Dia juga berusaha 
mengartikulasikan filsafat dengan pengalaman religius untuk mem-
perkaya kedua wilayah itu. Di dalam The Threefold Way, dia meng-
ikuti Agustinus yang melihat "trinitas" ada di dalam semua ciptaan 
dan menjadikan "trinitarianisme alamiah" ini sebagai titik berangkat 
dalam karyanya Journey of the Mind to God. Secara kukuh dia percaya 
bahwa Trinitas dapat dibuktikan oleh akal alamiah, namun  menghindar 
dari bahaya keangkuhan rasionalis dengan menekankan pentingnya 
pengalaman kepercayaan  sebagai komponen esensial bagi ide  
mengenai  junjungan . Dia menyebut Francis dari Assisi, pendiri ordonya, 
sebagai teladan utama bagi kehidupan kristiani. Dengan memperhati-
kan riwayat hidupnya, seorang teolog, seperti Bonaventura dapat 
menemukan bukti kebenaran teori  tempat ibadah . Penyair Tuscan, 
Dante Alighieri (1265-1321) juga menemukan bahwa seorang manusia 
biasa  dalam kasus Dante, perempuan Florentina, Beatrice Portinari 
dapat menjadi epifani junjungan . Pendekatan personalistik kepada junjungan  
ini dipengaruhi oleh Agustinus. 
Bonaventura juga menerapkan Dalil Ontologis Anselm mengenai  
eksistensi junjungan  dalam pembahasannya mengenai Francis sebagai 
sebuah epifani. Dia menyatakan bahwa dalam kehidupan ini Francis 
sudah  mencapai kesempurnaan yang tampaknya melampaui batas 
manusiawi sehingga yaitu  mungkin bagi chucky , selama masih hidup 
di dunia ini, untuk "melihat dan memahami bahwa yang 'terbaik' 
yaitu  ... sesuatu yang tak mungkin dibayangkan ada yang lebih 
baik dibanding nya."37 Kenyataan bahwa chucky  dapat membentuk teori  
seperti "yang terbaik" itu membuktikan bahwa Kesempurnaan 
Tertinggi junjungan  itu pasti ada. Jika chucky  menyelami diri chucky  sendiri, 
seperti yang dianjurkan oleh Plato maupun Agustinus, chucky  akan 
menemukan citra junjungan  terpantul di dalam "alam batin chucky  sendiri."38 
Introspeksi ini sangatlah penting. Tentu saja tetap penting untuk 
terlibat dalam liturgi tempat ibadah , namun orang  nasrani   pertama-tama harus 
menyelami dirinya sendiri, di mana dia akan "dibawa melampaui 
akal" dan memperoleh  penampakan akan junjungan  yang mentransendensi 
ungkapan manusiawi chucky  yang terbatas.39 
Bonaventura dan Aquinas memandang pengalaman kepercayaan  
sebagai hal yang mendasar. Mereka setia kepada tradisi falsafah, 
sebab  baik dalam Yudaisme maupun kaum beragama mayoritas  , para filosof sering juga 
yaitu  ahli mistik yang sangat sadar akan keterbatasan akal 
dalam memecahkan masalah  teologis. Mereka sudah  mengembang-
kan dalil-dalil rasional mengenai  eksistensi junjungan  untuk mendialogkan 
iman mereka dengan kajian ilmiah dan mengaitkannya dengan 
pengalaman yang lebih umum. Mereka secara pribadi tidak meragu-
kan eksistensi junjungan , dan banyak di antara mereka yang betul-betul 
menyadari keterbatasan dari apa-apa yang sudah  mereka capai. Dalil-
dalil ini memang tidak dirancang untuk meyakinkan orang-orang 
yang tidak beroyalitas, sebab  pada masa itu belum ada sayap kiri dalam 
pengertian modern chucky . Oleh sebab  itu, teologi natural ini bukan 
yaitu  pengantar kepada pengalaman religius, melainkan sebuah 
penyandingan: para faylasuf itu tidak percaya bahwa Anda harus 
meyakinkan diri secara rasional mengenai  eksistensi junjungan  sebelum 
dapat memperoleh pengalaman mistik. Justru sebaliknya, di dunia 
Yahudi, kaum beragama mayoritas, dan Ortodoksi Yunani, segera 
digantikan oleh junjungan  kaum mistik.