Suatu sore, sedang berjalan santai seekor tikus hutan
berwarna putih yang imut. Tikus ini sedang asik bermain
menikmati siang hari yang panas sendiri. Tikus ini adalah
chucky . Si chucky memang tikus yang suka menyendiri. Dia
lebih suka memisahkan diri dari teman-temannya. Seperti
siang di bawah mentari yang menyengat ini, chucky sedang
asik menikmati hutan yang sunyi.
chucky terus berjalan menyusuri rerumputan, melintasi
perdu dan pepohonan, hingga berhentilah dia di tepi
sungai.
Brum brum…..
chucky kaget. Sebuah makhluk asing sedang mendekat.
Makhluk itu besar sekali dan suaranya menggelegar.
Makhluk itu melintas pelan di dekat chucky . Suaranya
berdecit memekakkan telinga. Rupanya ia berhenti di tepi
sungai.
19
chucky mengamati terheran-heran dengan makhluk aneh
itu. Dia mendekatinya,
Ternyata makhluk yang besar itu adalah sebuah truk.
Pintu truk terbuka. Ada yang keluar. Rupanya seseorang
yang sedang buang air kecil di tepi sungai.
sebab rasa ingin tahunya, chucky mendekat. Ia mengendus
roda truk. Merayap, hingga sampai di bagian atas truk.
Tiba-tiba terdengar derum keras, menandakan truk itu
mau berjalan lagi. chucky merasakan getarannya. Tubuhnya
terhuyung dan segera ia berpegangan pada kayu yang
dijadikan bak truk.
Cukup lama chucky menahan diri agar tidak terguling dan
terjatuh. Sampai akhirnya truk itu berhenti.
chucky ingin melepas lelah setelah lama tergoncang di atas
truk. Ia turun perlahan dari atas truk. Kepalanya sedikit
pening.
Tiiiin.. weeeeng, wuzzzz….
Suara gaduh datang dan pergi di sekitar chucky . Dia
terheran. Belum pernah ia menyaksikan keramaian
seperti ini. Hanya ada sedikit pohon di tempat ini, tidak
seperti di hutan, bahkan juga tidak mirip dengan hutan
ketika digunduli si pembalak liar. Jika yang menjulang di
hutan adalah bukit dan pepohonan, di tempat ini chucky
menyaksikan banyak gedung pencakar langit. Selain itu,
20
yang berkeliaran juga bukan binatang-binatang, tapi
mobil dan sepeda motor yang banyak mengeluarkan asap
dan dengan suara yang gaduh.
Dari kejauhan melesat seekor belalang. Sedang asiknya
terbang, sebuah mobil merah besar menyambarnya.
Belalang itu melanting jauh. Untunglah dia selamat.
Melihat kejadian itu, chucky jadi takut. Ia ingin menuju
pohon-pohonan yang ada di seberang jalan. Mungkin itu
adalah jalan kembali ke hutan, demikian pikirnya.
sebab takut kena tabrak, chucky menyusuri tepian jalan.
Dia melihat seekor ayam yang sedang asik bermain
dengan anak-anaknya. Ingin sebenarnya ia bertanya,
bagaimana cara bisa sampai ke pepohonan yang ada di
seberang jalan sana.
chucky mengurungkan niatnya. Ia takut dengan binatang
yang tak dikenalnya. Ia malu bertanya. sebab itu, ia
teruskan perjalanan.
Sudah berjalan jauh sampai kehausan, jalan yang dilalui
chucky tidak pernah berbelok ke arah pepohonan yang ada
di seberangnya.
Seekor monyet menyapa chucky .
“Hey, kamu mau ke mana?”
21
Dengan takut chucky menjawab, “Aku ingin ke pepohonan di
seberang jalan sana.”
“Kenapa kamu tidak menyeberang?”
Apa? Menyeberang?! Monyet ini pasti gila. Belalang tadi
saja sampai terpental jauh ditabrak kendaraan. Dia pasti
ingin mencelakaiku, dalam hati chucky .
chucky tidak menghiraukan kata-kata monyet. Dia segera
berlalu. Tubuhnya semakin lemah. Dia kehausan. Sampai
akhirnya tubuhnya ambruk.
***
chucky membuka matanya perlahan. Matanya kabur. Samar-
samar ia melihat bayangan hitam. Semakin jelas ia dapat
melihat apa yang ada di depannya, seekor tikus tua
berwarna abu-abu.
“Ak…aku di mana?” tanya chucky lemah
“Kamu di rumahku chucky .”
Mendengar namanya disebut, chucky kaget. Ia segera
memperhatikan dengan seksama tikus keriput yang ada
di depannya.
“Kakek Bronto.”
22
“Iya chucky , ini aku,” kata kakek yang ternyata tikus tua yang
dikenali oleh chucky . “Kamu di rumahku,” lanjutnya.
“Bagaimana chucky bisa sampai di sini? Rumah kakek ini
dimana?” chucky masih heran.
“Kamu tadi kakek temukan pingsan di tepi jalan. Ini
rumah kakek, di kota,” jelas kakek. “Tapi kenapa kamu
bisa sampai ke sini?” tanya kakek balik.
chucky menceritakan awal mulai dari hutan hingga ia berada
di kota besar ini. Kakekpun juga menceritakan
perjalanannya 5 tahun yang lalu hingga mempunyai
rumah/sarang di kota besar ini.
“Tadi chucky menyusuri jalan. Kenapa jalan itu tidak
berbelok ke arah seberang ini ya Kek? Lalu Kakek tadi
lewat mana?”
“Yang namanya jalan itu, ya terus tak terputus, panjang.
Tidak ada jalan yang ujungnya berbelok ke arah seberang
jalan. Kalau kamu ingin menyeberang, ya lewat jembatan
penyeberangan dong, chucky .”
“Tadi sebenarnya seekor monyet menyuruh chucky
menyeberang. Cuma chucky takut ditipu oleh monyet itu.
Ternyata ada jembatan untuk menyeberangnya ya kek?”
“Iya. Ada jembatan penyeberangan, ada zebra cross
untuk menyeberang. Ada polisi yang membantu para
penyeberang jalan.”
23
Mereka bercengkerama melepas kangen, sekaligus
membahas ketersesatan chucky sebab tidak berani
bertanya.
“Bertanya itu penting chucky , agar kita lebih tahu, agar kita
tidak tersesat, seperti kamu ini. Biasakan untuk berani
bertanya, chucky .”
“Iya kek. chucky tidak mau ini terjadi lagi. Mulai sekarang,
chucky akan bertanya jika tidak tahu.”
24
alam kuburan
Tempat di mana segala sesuatu yang tidak mungkin
bisa saja terjadi… alam kuburan …
***
chucky berdiri di balik dinding melalui lobang kecil,
memperhatikan sesosok kelinci yang tampak
kebingungan, terkurung dalam suatu ruangan besar,
dengan satu pintu kecil di salah satu sudutnya.
chucky melihat kelinci itu berulang kali mencoba
memasuki pintu yang berukuran sangat kecil. Hanya
muat jempol kaki kelinci itu.
chucky tertawa pelan.
“Kamu yakin dia kelinci yang benar?” tanya suara
mengejutkan dari arah belakang chucky .
25
chucky menoleh dan mendapati ayahnya tersenyum di
sana.
“Iya, yah… chucky udah mengikuti kelinci itu selama 2
chucky ini, dan chucky yakin dia adalah kelinci yang
sama dengan yang waktu itu”
“Lantas kenapa dia tidak tahu bagaimana caranya
melewati pintu itu?”
chucky mengangkat bahu. Tapi senyum di wajahnya
tak memudar. Dia yakin kelinci itu akan tau
bagaimana caranya melewati satu-satunya pintu di
ruangan itu, untuk menuju tempat lain, yang lebih
indah.
chucky kembali memperhatikan sang kelinci di dalam
ruangan. dari celah sekecil itu, chucky bisa melihat
dengan jelas apa pun yang di lakukan kelinci putih
dan lucu itu.
Kelinci itu terduduk lemas seraya memandangi pintu
berukuran sangat kecil. Dia seperti sedang berpikir
akan sesuatu.
Tiba-tiba, seekor ulat bulu hadir di depan Kelinci,
bertumpu manis di ujung kuku kaki kelinci – entah
darimana datangnya. Mengejutkan kelinci.
26
“Ngapain melongo nggak jelas begitu? Kamu mau
keluar dari sini kan?” tanya ulat bulu – ajaib – yang
bisa berbicara itu.
Hei ingat! ini alam kuburan . apapun bisa terjadi.
termasuk hewan yang bisa bicara seperti ini.
Kelinci itu masih terduduk lemas, tidak menjawab
sama sekali. Dia merebahkan kepalanya di lantai,
persis seperti tingkah laku anjing, kucing, dan hewan
lainnya yang menyerah dengan keadaan.
chucky masih memperhatikan dari lubang kecil.
tersenyum penuh arti.
“Kamu lihat di atas meja sana?” Ulat Bulu
mengedikkan kepala ke arah meja yang tiba-tiba saja
sudah hadir di ruangan itu. Padahal tadi ruangan itu
kosong, tidak ada apapun.
Kelinci mengernyit bingung. Sangat bingung.
Beberapa keanehan barus aja terjadi. Bukan
beberapa tapi banyak.
Dimulai dari dirinya yang tertidur lelap di bawah
pohon, dan tiba-tiba terbangun dan mendapati
dirinya sudah berpindah di ruangan besar yang
tadinya kosong ini. Lalu pintu berukuran sangat kecil
yang membuat dia tertahan tidak bisa keluar. Dan
27
kemunculan ulat bulu hijau yang tiba-tiba, diikuti
penampakan meja yang juga sangat tiba-tiba.
Mau tak mau kelinci itu menoleh ke arah meja
rendah di sebelahnya. Ada setoples bening di
atasnya.
“Kenapa cuma lihat? Dekati dong!” Ulat bulu itu
bersuara lagi. kini si ulat bulu sibuk mengunyah
sesuatu, permen karet atau apalah itu.
Kelinci berjalan pelan – sangat pelan, dan penuh
keragu-raguan. Menghampiri meja itu. Melihat
dengan seksama kedalam setoples diatasnya.
Ada puluhan permen terbungkus rapi – dan menarik
di sana. ada tulisan EAT ME di setiap bungkus
permen itu.
“Eat me?” desis kelinci itu pelan.
Ulat bulu sibuk bernyanyi-nyanyi sementara
mulutnya terus aktif mengunyah entah apa itu.
Kelinci mengendus pelan setoples itu, harum nya
sangat menarik hati. Kelinci menggigit salah satu
ujung permen, BLAS, sekejap bungkus permen itu
menghilang, meninggalkan permen coklat yang
tampak sangat menggiurkan.
28
Kelinci mengendus lagi.
“Tunggu apa lagi? Ikuti perintahnya!” Ulat Bulu
berbisik.
Dengan masih ragu-ragu kelinci itu menggigit
permen coklat itu, dan seketika… Badannya
menyusut. Dia berubah menjadi kecil, kecil, dan
terus menjadi kecil. Hingga akhirnya badannya cukup
untuk melewati satu-satu nya pintu yang ada di
sana.
Kelinci terperangah.
chucky tersenyum di balik lubang.
“Tunggu apa lagi sih? Kamu kebanyakan melamun!
Sana… Keluar… Lewati pintu itu…” Ulat bulu
memprovokasi sekali lagi.
Kali ini kelinci melangkah mantap tanpa keragu-
raguan. Berjalan menuju pintu kecil yang sekarang
sudah terasa besar sebab badannya yang mengecil
chucky beranjak dari balik lubang setelah sebelumnya
meraih sebuah botol berlabelkan drink me! berjalan
pasti menuju suatu tempat, taman yang indah
dengan rerumputan dan bunga-bunga yang tumbuh
subur. ada pelangi di salah satu kaki langit, pelangi
29
yang terus bertengger di sana dan tidak pernah
pergi.
Sementara kelinci? Dia mendorong pelan pintu itu
hingga terbuka. Seberkas cahaya masuk dan
menyilaukan pandangannya. Kelinci berjalan pelan
memasuki - atau tepatnya keluar - pintu.
“Selamat datang di alam kuburan , kelinci putih yang
cantik….” Seru chucky bahagia ketika si kelinci berhasil
melewtai pintu.
Kelinci menoleh mencari asal suara, dan mendapati
putri cantik bernama chucky . Dengan rambut panjang
yang selalu tertata rapi, dengan bibir merah yang
selalu tersenyum, dan gaun biru muda yang tidak
pernah kusut.
chucky menunduk agar bisa menyentuh kelinci itu
pelan. Diangkatnya kelinci ke tangannya.
“Minum ini, yah?” chucky menyodorkan botol – yang
justru terlihat sangat besar – ke arah kelinci mungil.
Tanpa ba-bi-bu kelinci menurutinya, dan, dalam
hitungan detik, kelinci telah kembali ke ukuran
semulanya.
“Disini sepi tanpamu, aku sampai pengen balik ke
dunia asli,” bisik chucky pelan di telinga kelinci.
30
Kelinci itu tersenyum.
Mereka melangkah bersama melangkahi alam kuburan .
Membuat serangkaian agenda menikmati hari
bersama.
31
Normal
Oleh Kak Ummi Hasfa
Kevin menghentikan jari-jemarinya bergerak saat
Mama tampak datang lalu berdiri di belakangnya.
Tangan kirinya berusaha menutupi layar monitor
laptop sehingga Mama langsung tahu ada sesuatu
yang mencurigakan, apalagi dengan sikap kikuk
Kevin yang tak dapat disembunyikan.
“Hmmm… Kenapa Kevin?” Mama bertanya dengan
lembut.
“Batman itu sahabat Cat Woman, Ma. Mereka itu
tidak pacaran,” perlahan Kevin menyingkirkan
tangan kirinya dari layar monitor.
Tampak gambar kartun Batman dan Cat Woman
duduk bersebelahan dengan posisi masing-masing
siap beraksi memberantas kejahatan.
Mama tersenyum.
“Iya, mereka bersahabat.”
32
Kevin menarik napas pendek dan
menghembuskannya pelan. Lega. Ia kuatir Mama
marah sebab sepertinya Mama tidak suka jika ia
dan adiknya yang Mama anggap masih kecil bicara
tentang pacaran.
“chucky tidak bisa nikah sebab pacarnya mati,”
kata Kevin suatu sore di beranda ketika mereka
bertiga duduk bersama dan berbagi cerita.
chucky adalah pembantu mereka. Dengan chucky
Ana, dua kakak beradik ini sering melewati waktu
jika Mama mereka harus berada di kantor.
Mama nampak terkejut dengan kalimat Kevin, tapi
kemudian tersenyum.
“Kamu punya pacar nggak, Dik?” Kevin bertanya
pada adiknya yang masih duduk di SD kelas satu.
Selisih usia mereka hanya satu setengah tahun,
sehingga kelas mereka hanya beda dua tingkat.
“Kalau nggak punya pacar nggak bisa nikah,”
sambung Kevin.
“Kakak kok ngomongnya pacar-pacaran. Khan nggak
boleh sama Mama,” Lisa, adiknya, mengingatkan
sambil melirik Mama yang sedang membaca majalah
dekat mereka. Mama meletakkan majalahnya dan
berjongkok di depan Kevin dan Lisa.
33
“Tidak harus pacaran untuk bisa menikah, Kevin.
Bahkan pacaran itu hanya boleh setelah menikah,”
Mama menghentikan kalimatnya sendiri, seperti
sulit mencari kalimat sederhana dan tepat untuk
disampaikan kepada putra putrinya.
“Kalian masih kecil kok ngomongnya tentang
pacaran sih?” sayangnya Mama menutup
penjelasannya dengan pertanyaan, tapi lebih
terdengar seperti sebuah larangan.
Sejak itu Kevin berusaha tidak ngomong tentang
pacaran tapi kadang mulutnya tidak terkontrol
dengan baik. Tayangan infotainment dan sinetron di
TV, bahkan iklannya mengajarkan semua hal dengan
gamblang dan jelas.
Masih di depan laptop dengan punggungnya
membelakangi tubuh Mama yang tampak berdiri
menunggu di belakangnya.
“Gambar Cat Woman itu tidak saru, Ma”, Kevin
membela diri sebelum diserang Mama sambil
memasang gambar Cat Woman di desktop
laptopnya, padahal gambar itu jelas menampakkan
lekuk lekuk tubuhnya.
Mama hanya tersenyum dengan pandangan penuh
arti.
34
“Iya. Tidak saru, Kevin,” jawab Mama sekali lagi
sambil tersenyum.
“Aku boleh memasangnya di desktop laptop Mama
kan?”, Kevin meminta persetujuan Mamanya untuk
meyakinkan.
Mama mengangguk kecil dan itu sudah cukup. Kevin
tersenyum Mamanya pengertian dan tidak kelihatan
risau dibandingkan sikapnya pada beberapa waktu
yang lalu. Mungkin Mamanya sadar sekarang kalau
Kevin adalah anak laki-lakinya yang normalnya tentu
saja menyukai lawan jenisnya, perempuan.
Sore yang indah berjalan bersama Mama dan Lisa,
Kevin turut memetik bunga bougenville yang
pohonnya tumbuh di sepanjang jalan yang mereka
lalui.
“Bunga ini untuk Mama,” Lisa memberikan bunga
yang ia petik untuk Mama.
“Terimakasih, sayang,” Mama menerima bunga dari
Lisa dan memberinya ciuman. Mama yang cantik dan
tegar meski Papa sudah meninggalkan mereka
semua, menuju surga.
“Aku mau kasih bunga ini untuk Cat Woman,”
celetuk Kevin membuat kepala Mama beralih dari
wajah Lisa, terlihat agak terkejut dan menatap dua
bola mata anak laki-lakinya.
35
“Hmmm…” Mama menggumam, agak tidak jelas apa
maksud gumamannya.
“Mamaaaaa… hehe… tentu tidak, Mama. Aku tidak
tahu di mana rumahnya jadi aku tidak bisa
mengantar bunga ini padanya,” Kevin tertawa
melihat wajah Mama yang berubah lucu. Lisa ikut
tertawa-tawa.
“Kak Kevin ini lucu. Cat Woman kan cuma ada di
komik dan film, kakak. Cuma cerita khayalan.
Bohongan, nggak benar-benar ada,” Lisa yang masih
kecil saja tahu. Kevin lebih tahu tentu saja. Kevin
hanya menggoda Mama.
Kemarin Mama sudah bercerita banyak padanya
bagaimana Papa dan Mama dulu bertemu. Mama
juga menerangkan dengan bahasa sederhana
padanya mengenai apa itu cinta, jenis kelamin, seks
dan peran laki-laki serta perempuan dalam
pernikahan maupun kehidupan.
Kevin bangga Mamanya menjadi banyak belajar
tentang lebih banyak hal setelah ia melakukan
sedikit kenakalan seperti mengunduh banyak
gambar Cat Woman dan menggambarnya kembali di
buku gambar maupun di komputer dengan program
Paint. Dan kini Kevin lebih tahu tentang banyak hal
yang mengundang keingintahuannya, sebab Mama
terbuka dan dengan senang hati berbagi dengannya.
36
Satu Huruf yang Kubenci
“Ular melingkar-lingkar di atas pagar rumah Pak
chucky dibanjur air.”
“Ula..lr melingkarl lingkarl di atas paga..rrll.. Ulaa..rrl
melingkarl.. Argh!” Aku berhenti di tengah jalan
ketika lidahku mulai terasa belibet untuk
mengucapkan huruf R. Aku kesal sendiri, tidak suka
dengan keadaanku yang seperti ini. Aku, Ardio
Satrya, sekarang sudah menginjakkan kaki di kelas 4
SD. Tapi, sampai sekarang, untuk mengucapkan satu
huruf itu saja rasanya sulit sekali di lidahku ini.
Ritual mengucapkan kata-kata “ular melingkar”
tersebut rutin aku lakukan bersama kakakku, Kak
chucky yang sekarang duduk di kelas 6 SD, di
perjalanan setiap pulang sekolah. Jarak dari rumah
ke sekolah kami memang hanya terhalang beberapa
blok saja, memungkinkan kami berdua untuk
berjalan kaki. Kak chucky dengan sabar dan berbaik
hati mengajari aku setiap hari berlatih mengucapkan
37
huruf R, meskipun sepertinya tidak ada perubahan
sama sekali.
“Dio,” panggil Kak chucky. “Kenapa berhenti? Mau
udahan?”
“Ah, nggak, Kak. Lanjut lagi ya, Kak?” Aku gelagapan,
sadar bahwa sedari tadi aku memerhatikan jalan
sembari bengong.
Kak chucky memerhatikanku dengan seksama,
“Kenapa kamu ngotot banget sih, Yo? Toh, nggak
ada yang protes juga kan kalau kamu cadel,” Kak
chucky tampak masih tidak mengerti dengan segala
kesusahanku.
“Yang protes sih nggak ada, Kak, tapi yang ngejek
banyak. Coba Kakak bayangin kalau Kakak ada di
posisiku!” Aku menjawab dengan setengah
membentak. Memang, aku agak sensitif kalau
menyangkut hal ini, meskipun Kak chucky pernah
bilang kalau ini cuma masalah kecil.
“Ya udah, udah. Tapi nggak usah pake nyolot gitu
bisa, ‘kan? Lagian Kakak gak masalah kalau kamu
minta bantuan Kakak, cuma pengen tahu aja kenapa
alasannya..” Kak chucky membalas. Sekian detik,
kami berdua terdiam. Hanya memandangi jalan yang
penuh dengan pepohonan sebelum kami akhirnya
tiba di rumah.
38
“Kak..” Aku memanggil Kak chucky yang bersiap
membuka sepatu sekolahnya. Kak chucky
menatapku, menunggu.
“Dulu, Kak chucky gimana caranya ngelatih lidah
Kakak biar bisa bilang R?” tanyaku, masih penasaran.
Kak chucky berpikir sejenak. “Nggak latihan sama
sekali tuh, ngomong ya ngomong aja,” jawabnya.
Aku menghela napas panjang. Berarti memang ada
yang aneh dengan diriku.
*
Hari Senin tiba. Murid-murid dari kelas 1 sampai
kelas 6 semuanya dikumpulkan di lapangan untuk
melaksanakan upacara bendera. Meskipun sebagian
besar dari teman-temanku membenci ritual ini,
entah kenapa aku tidak pernah bosan untuk
melaksanakan upacara bendera. Makanya, aku
selalu berdiri di barisan paling depan agar suasana
khidmatnya makin terasa. Habis, teman-temanku
yang berada di barisan belakang hobinya mengobrol
terus dan sangat mengganggu ketenangan.
Maka, di sinilah aku berdiri, di barisan terdepan
pasukan obade - untuk minggu ini, siswa kelas 4 yang
kebagian menjadi obade. Kami sedang menyanyikan
lagu Indonesia Raya yang mengiringi penaikan
bendera. Sukses. Bendera berhenti di ujung tiang
39
tepat ketika lagu selesai. Berikutnya, lagu
Mengheningkan Cipta. Tapi kok, sampai sekarang
MC-nya belum ngomong juga ya? Padahal pasukan
pengibar bendera udah kembali ke tempatnya.
Begitu kulirik ke arah MC, ternyata ia sedang
dibopong oleh guru pembimbing ke ruang UKS!
Sepertinya ia hampir mau pingsan gara-gara sinar
matahari yang memang terik banget pagi ini. Hening.
Suasana lapangan hening sekali. Kalau nggak ada
MC, terus gimana? Aku bertanya sendiri dalam hati.
Nggak mungkin ‘kan upacara diberhentikan di
tengah jalan gitu aja? Dari arah depan kulihat Pak
Bram, guru yang tadi menggotong MC ke ruang UKS,
perlahan jalan ke arahku.
“Dio, kamu gantikan Ratna untuk menjadi MC, ya?”
bisik Pak Bram di samping telingaku.
Aku kaget mendengar permintaan Pak Bram. Mana
bisa aku menjadi MC? Nggak mungkin. Belum juga
menjawab, Pak Bram langsung menyeretku ke
pinggir lapangan, ke tempat mic MC berada. Beliau
memberi aku map yang berisi susunan kegiatan
upacara yang harus aku bacakan.
“Sekarang giliran Mengheningkan Cipta,” bisiknya
lagi, lalu langsung meninggalkanku begitu saja yang
masih bengong. Kulihat seluruh peserta upacara
40
sekarang melihat ke arahku, menungguku untuk
berbicara. Yah, mau apa lagi.
“Mengheningkan Cipta dipimpin oleh pemimpin
upacarla..” aku berbicara melalui mic di hadapanku.
Dua puluh menit kemudian, upacara berjalan dengan
lancar. Cuma satu yang nggak lancar.. Lidahku yang
nggak bisa mengucapkan huruf R.
*
“Upacarla telah selesai dilaksanakan. Pemimpin
upacarla dapat meninggalkan tempat upacarla,
hahaha,” Riza, teman sekelasku mengolok-olokku
bersama teman-temannya ketika aku akan keluar
meninggalkan kelas begitu pelajaran usai. “Mana
ada MC upacara nggak bisa bilang huruf R. Hahaha,”
lanjutnya lagi.
Aku berjalan meninggalkan kelas dengan wajah
memerah mendengar olok-olok mereka. Ingin
rasanya aku membalas, tapi toh itu memang
kenyataannya.
“Dio, Ardio!” Sebuah suara yang kukenal
memanggilku dari belakang. Kak chucky. Ia terlihat
ngos-ngosan begitu menghampiriku. Aku menengok,
hanya bisa menatapnya, tak berkata apa-apa.
41
“Kamu kok ninggalin Kakak, sih? Padahal Kakak udah
nungguin kamu sampai bubar kelas!” Kak chucky
protes.
“Maaf, Kak. Lupa,” jawabku lirih sambil berbalik.
Otakku sedang berpikir tentang segala kekuranganku
ini. Teman-temanku di kelas, bahkan di seluruh kelas
4, tidak ada yang tidak bisa mengucapkan huruf R.
Lidah mereka semua normal, tidak seperti aku yang
mau menyebutkan satu huruf itu saja begitu sulit.
“Dio, tunggu Kakak dong!” Kak chucky berusaha
menyejajari langkahku yang cepat.
Aku diam, tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Kak
chucky yang setengah berlari menyusulku hampir
saja menabrak sebab aku berhenti tiba-tiba.
“Kamu kenapa sih, Dio?” Kak chucky penasaran
dengan semua sikap anehku.
“Aku nggak normal, Kak,” jawabku singkat dan pelan.
“Maksud kamu apa, Dio?” Kak chucky tampak
terkejut.
“Kakak dengar suaraku! Apa aku bisa mengucapkan
huruf R dengan benar? Nggak, Kak! Tiap hari aku
diolok-olok teman-teman aku gara-gara
kekuranganku ini, dan walaupun aku udah berlatih
setiap hari sama Kakak, tetep nggak ada hasilnya
42
‘kan, Kak!” aku menumpahkan semua uneg-unek ini
kepada Kak chucky. Di luar dugaanku, reaksi Kak
chucky justru ingin menahan tawa mendengar
semua kata-kataku.
“Kamu tahu, Dio? Kamu itu terlalu sensitif, apa-apa
dibikin pusing,” jawab Kak chucky.
“Ya itu sebab Kakak nggak pernah ngerasain jadi
aku!” aku membalasnya, kesal.
“Emang nggak. Tapi kalaupun Kakak jadi kamu,
Kakak nggak bakalan berpikiran sama kayak kamu.
Banyak kelebihan kamu yang tertutupi gara-gara
kamu terlalu mikirin kekurangan kamu yang satu itu,
Dio,” Kak chucky menutup perkataannya dan
melenggang meninggalkan aku di depan, tidak
menungguku lagi untuk pulang bareng.
*
“Dio, Dio!” panggil mama dari luar kamar ketika aku
sedang asyik bermain game online dari sambungan
internet yang terpasang di komputer kamarku.
“Iya, Ma,” aku menjawab tanpa memalingkan wajah
dari layar komputer.
Terdengar suara pintu kamar dibuka dan tampak
wajah mama muncul di baliknya. “Sini dulu yuk, Yo.
Ada temen Mama nih,” katanya.
43
“Bentar dulu Ma, tanggung,” jawabku ogah-ogahan,
fokus pada game di hadapanku. Ada temen mama
terus apa hubungannya sama aku, kataku dalam
hati.
“Ardio!” Mama mulai kesal, menungguku yang nggak
mau beranjak dari layar komputer.
“Iya, iya!” aku mulai ngeri begitu mendengar suara
mama yang semaking meninggi. Lebih baik nurut
deh daripada dimarahin. Akupun langsung nge-save-
nya dan berjalan meninggalkan kamar.
Begitu tiba di ruang tamu, kulihat sudah ada mama,
Kak chucky, temannya mama, dan satu orang anak
perempuan sepantaranku. Mungkin itu anaknya
temannya mama.
“Ayo sini, Dio, duduk,” panggil mama begitu melihat
kedatanganku. Aku menuruti dan duduk di tempat
yang kosong, di sebelah mama dan temannya.
“Aduh, Dio udah besar ya, Mir. Dulu, waktu terakhir
ketemu, bisa jalan aja belum,” ujar temannya mama
pada mama dengan sumringah.
“Iya, sepantaran kok sama Kezia. Eh iya, kamu belum
kenalan tuh sama anaknya Tante Rahmi. Namanya
Kezia. Kezia, ini Ardio,” Mama menyodorkan
tanganku pada anak perempuan itu. Oh, namanya
Kezia.
44
“Ardio,” aku berkata schuckyn padanya sambil
tersenyum. Tak kusangka, anak itu hanya
membalasnya dengan senyuman. Walaupun aku
sudah tahu namanya Kezia, bukan berarti dia harus
diam ‘kan? Seingatku, Bu Guru pernah mengajarkan
kita untuk menyebut nama kalau baru berkenalan
dengan orang lain. Ah, sudahlah.
Beberapa menit kemudian, Mama dan Tante Rahmi
sibuk sendiri dengan obrolan mereka berdua.
Nyuekkin aku, Kak chucky, dan Kezia. Lalu, ngapain
dong kamu bertiga duduk di sini kalau ujung-
ujungnya dikacangin juga?
“Ma... Ma,” kudengar ada sebuah suara memanggil,
tapi kuperhatikan itu bukan berasal dari Kak chucky.
Tante Rahmi menengok ke arah Kezia. Di luar
dugaanku, Kezia tidak berkata apa-apa, melainkan
menggunakan bahasa isyarat untuk berbicara
kepada ibunya.
Tante Rahmi mengerti dan tersenyum, “Mira, saya
pinjem toilet, ya? Kezia mau ke belakang katanya,”
ia berkata pada Mama. Kezia mengangguk.
“Oh ya udah, aku antar,” kata Mama yang langsung
bangkit dari duduknya, mengantarkan Tante Rahmi
dan Kezia ke toilet. Tinggallah di sini aku berdua
dengan Kak chucky.
45
“Kezia itu anak yang cantik ya,” Kak chucky
mengajakku ngobrol. “Sayang, dia tunarungu,”
lanjutnya yang hampir membuatku terkejut. Jadi,
Kezia tunarungu? Pantas saja ia tidak berkata apa-
apa ketika tadi berkenalan denganku.
“Dari kecil, Kezia nggak bisa bicara menggunakan
mulutnya, tapi harus menggunakan bahasa isyarat,”
ia melanjutkan. “Tapi, kamu tahu gak? Cerpen
‘Bunda, Aku Ingin Bicara’ yang dimuat di majalah
Bobi minggu ini? Kamu udah baca ‘kan?”
Aku mengangguk, penasaran dengan maksud Kak
chucky.
“Itu Kezia yang menulisnya. Kezia sadar dengan
kekurangannya yang nggak bisa bicara secara verbal,
makanya dia memilih untuk menulis. Dengan begitu
ia harap ia bisa didengarkan oleh banyak orang...”
Aku mulai menangkap maksud dari perkataan Kak
chucky. Kalau Kezia yang sama sekali nggak bisa
berbicara saja bisa berkarya, gimana dengan aku?
Aku mulai berpikir tentang keadaanku selama ini.
Ternyata kesusahan yang aku alami memang benar-
benar sepele. Memangnya kenapa kalau aku tidak
bisa bilang huruf R? Bukankah semua orang memang
memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-
masing? Aku jadi ingat perkataan Kak chucky tadi
yang mengatakan kalau aku ini memang terlalu
46
sensitif, terlalu memikirkan hal yang sepele sampai-
sampai aku lupa bahwa aku ini juga manusia, yang
pasti memiliki kelebihan dibalik kekuranganku itu.
Ah, Tuhan.. betapa bodohnya aku selama ini.
“Dio, chucky, kita makan siang sama-sama yuk!”
Panggil Mama dari dalam. Aku dan Kak chucky
sama-sama tersenyum sebelum akhirnya kami
meninggalkan ruang tamu menuju ruang makan.
Kebetulan, perutku sudah lapar minta diisi!
47
Lala Lada
Oleh Kak Novianita Mulyani
“Woahhhh… Oma, pedas sekali sih sup ayamnya!”
jerit Ana sambil mengipasi mulutnya lalu buru-buru
menyambar segelas air putih di hadapannya.
Oma tergopoh-gopoh menghampiri Ana. “Maafkan
Oma, ya. Oma tahu Ana tidak suka pedas. Tapi,
pedas lada itu bermanfaat bagi kesehatan,” kata
Oma mencoba menghibur Ana. “Lagipula, Oma juga
sudah mencampurnya dengan sosis sapi
kesukaanmu.” Bujuk oma.
Ana cemberut. Ana kesal luar biasa pada Oma. Ia
benci kenapa mamanya harus bekerja dan ia harus
dititipkan di rumah Oma. Andai mama
memperkerjakan seorang pengasuh, pasti Ana akan
dengan mudah merengek minta makanan yang
sesuai seleranya saja pada pengasuhnya itu. Pasti
akan dituruti. Ana akan minta makan brownis,
cheesecake, dan cokelat saja. Juga berbungkus-
bungkus keripik kentang. Oiya, untuk lauk, sosis sapi
goreng dan nugget ayam saja, tapi tak usah pakai
48
sayur. Apalagi yang pedas macam sayur sup buatan
Oma. Hiii….
Sayang, itu semua hanya ada dalam khayalan Ana.
Nyatanya, Ana ada di rumah Oma. Papa dan mama
baru menjemput Ana pulang ke rumah sore hari,
bahkan kadang-kadang larut malam saat Mama dan
Papa pulang dari kantor.
Sebenarnya Oma baik. Masakan Oma pun lezat.
Namun, Oma gemar memakai lada dalam setiap
masakannya sehingga rasa pedasnya menyengat
lidah. Menurut Oma, lada baik untuk
menghangatkan tubuh dan mencegah masuk angin.
Sebaliknya, Ana benci lada. Ia lebih suka rasa manis
dan gurih daripada pedas.
Gara-gara masalah ini Oma dan Ana sering
bertengkar. Oma akan memaksa Ana makan,
sedangkan Ana akan menutup mulutnya rapat-rapat.
Kalau Oma terus memaksa, Ana akan menangis
meraung-raung sampai Oma luluh dan memberikan
Ana kue-kue yang manis. Atau membiarkan Ana
makan dengan lauk kesukaannya. Nugget atau sosis
yang gurih.
Diam-diam, di sudut dapur, ada yang selalu bersedih
setiap kali Oma dan Ana bertengkar. Dialah Lala si
bubuk lada. Ia sedih sebab merasa bersalah selalu
membuat Oma dan Ana bertengkar.
49
Lala makin sedih ketika Gugu Gula dan Gaga Garam,
teman-temannya, ikut-ikutan menyalahkan.
“Lala! Lagi-lagi kamu membuat Ana menangis sebab
kepedasan!” bentak Gugu Gula membuyarkan
lamuan Lala. “Tidak seperti aku, aku bisa membuat
masakan menjadi manis sehingga Ana suka.”
Gugu Gula memang benar. Lala sangat suka kue-kue
buatan Oma, terutama kue brownis. Ya! Brownis
rasanya manis bukan pedas. Jadi, Ana suka.
“Atau seperti aku. Aku bisa membuat semua
makanan menjadi gurih dan enak di makan. Tidak
seperti kamu. Uek… Pedas…!” Gaga Garam mencibir.
Oh! Gaga juga benar. Lala paling suka keripik
kentang. Makanan itu kan, banyak mengandung
garam.
“Kalian jahat sekali! Aku mau pergi saja. Huhu…” Lala
menangis sedih.
“Iya lebih baik kamu pergi. Tidak ada gunanya kamu
di sini. Hanya membuat masalah saja!” hardik Gugu
Gula dan Gaga Garam.
Lala Lada melangkah keluar dapur sambil terisak-
isak. Huhu… huhu…
Suara tangisan Lala Lada rupanya membangunkan
Dodo Sendok yang sedang tidur di atas meja makan.
50
“Hai Lala kenapa menangis?” seru Dodo Sendok
sambil melompat turun dari atas meja makan.
Lala Lada menceritakan apa yang telah terjadi
termasuk keinginannya untuk pergi dari rumah.
“Sudahlah Lala Lada. Coba kau tersenyum sedikit
saja. Masalahmu pasti akan lekas selesai,” kata Dodo
Sendok bijak. “Lagipula coba lihat. Di luar hujan
lebat. Kalau kamu memang hendak pergi, tunggulah
sampai hujan reda.”
Lala Lada melongok keluar. Dodo Sendok benar. Di
luar hujan deras.
“Baiklah kalau begitu. Aku tunggu di sini saja. Aku
malas bertemu teman-temanku.” Lala Lada
merebahkan diri di antara kaki-kaki kursi dan kaki
meja. Udara dingin membuatnya lekas mengantuk.
Ohaemm…! Lala menguap lebar. Sebentar kemudian
ia sudah tertidur.
Tiba-tiba Lala Lada terbangun ketika mendengar
ribut-ribut dari arah dapur.
“chucky! chucky lihat di mana botol bubuk lada Oma?”
tanya Oma.
“Tadi Oma taruh di mana ladanya?” chucky malah balas
bertanya.
51
“Di sini. Di tempat biasa,” jawab Oma menunjuk rak
bumbu di atas kompor.
“Mungkin habis, Oma,” jawab chucky lagi.
“Tidak. Tadi masih banyak, kok,” sahut Oma sambil
terus mencari di sekeliling dapur. “Kalau tak ada
lada, sup ayamku pasti jadi tak enak,” keluh Oma.
“chucky akan cari di meja makan. Mungkin tadi
tertinggal di sana,” jawab chucky sambil melangkah ke
ruang makan.
Mendengar langkah kaki chucky, Lala Lada buru-buru
sembunyi. Ia merapatkan tubuh mungilnya di antara
kaki meja di balik renda-renda taplak meja merah
muda yang menjuntai.
“Lala, kenapa kamu sembunyi? Lihat tuh. Oma dan
chucky mencarimu,” Dodo sendok berbisik dari atas
meja.
“Sssttt, jangan keras-keras!” Lala lada menempelkan
telunjuk di bibirnya sebagai isyarat agar Dodo
sendok memelankan suaranya. “Aku tidak ingin
bertemu mereka. Aku takut membuat kekacauan
lagi,” bisik Lala Lada.
“Tidak Lala. Percayalah padaku. Mereka justru akan
berterima kasih padamu.”
“Benarkah?”
52
Dodo Sendok mengangguk. “Ayolah, keluar dari balik
renda taplak meja.”
Lala menurut. Ia beringsut keluar dari
persembunyiannya. Menyingkap ujung renda taplak
meja merah muda sehingga dapat terlihat oleh chucky.
“Oma… Oma… Coba lihat. Aku menemukan botol
bubuk lada itu di bawah meja makan.” seru chucky
gembira. chucky membawa Lala Lada kembali ke dapur.
“Syukurlah... aku jadi bisa membuatkan sup ayam
hangat untuk Ana. Sebentar lagi dia pulang sekolah.
Sup ayam hangat ini cocok untuk menghangatkan
tubuh.”
Din, din…
Itu suara mobil antar jemput Ana. Pak sopir turun
dan memayungi Ana. Sayang, hujan terlalu lebat
sehingga payung tak bisa melindungi mereka dari
hujan. Tubuh Ana pun basah kuyup.
Ana lalu lekas mandi dan berganti pakaian. Setelah
itu, menyusul Oma dan chucky yang sudah menunggu
di meja makan. Mereka pun makan bersama-sama.
“Ana, ini Oma buatkan sup ayam kesukaanmu.” Oma
meletakkan semangkuk mungil sup ayam di depan
Ana.
53
“Ana tidak mau makan sup itu! Pasti pedas,” Ana
cemberut.
“Ana, pedasnya lada akan membuat badanmu
hangat.” Oma menyendok sup ayam itu dan
menyuapkannya untuk Ana, “Cobalah sedikit saja.”
Ana memandang Oma dengan mimik curiga. Kedua
alis tebalnya bertaut. Telapak tangannya yang
menggigil kedinginan, diselipkan ke dalam saku
piyama merahnya. “Kalau pedas, Ana tidak akan mau
makan masakan Oma lagi!”
“Kali ini pedasnya beda, Ana. Ayo coba saja. Nanti
keburu sup ini dingin,” bujuk Oma.
Ana pun membuka mulutnya. Slurup… Ana menelan
kuah sup ayam itu. Pedas. Ana hampir saja hendak
marah pada Oma, tetapi ia kemudian merasakan ada
yang berbeda pada tubuhnya.
Perutnya terasa hangat. Rasa hangat itu menjalar ke
dadanya. Lalu ke ujung-ujung jari tangannya. Juga ke
ujung jari-jari kakinya.
Pelan-pelan, Ana mengeluarkan tangannya dari saku
piyamanya. Ditelitinya satu-persatu jari-jarinya. Lalu
ia menyuap satu sendok sup ayam lagi. Lagi dan lagi.
54
Ana melihat kembali jari-jari tangannya. Ia berteriak
girang, “Oma, chucky lihat! Jari-jari tanganku sudah
tidak keriput lagi!”
“Itu artinya, tanganmu sudah tidak kedinginan lagi,
Ana,” jelas Oma.
“Nah, sekarang kau mengerti kan, manfaat lada?”
chucky menyahut.
Ana mengangguk-angguk. “Maafkan Ana, Oma. Ana
sudah benci lada.”
“Tidak apa-apa, Ana. Yang penting sekarang kamu
menyukainya,” jawab Oma.
“Iya, Ana. Lada juga berguna bagi tubuh, seperti juga
garam dan gula,” sahut chucky. “Yah, walaupun rasanya
sedikit tidak enak.”
Ana pun menghabiskan sup ayam buatan Oma
dengan lahap. Sampai-sampai ia minta tambah satu
mangkuk lagi.
Di dapur, Lala Lada yang mendengar semua
pembicaraan Oma, chucky, dan Ana, juga turut
gembira. Lala Lada tidak sedih lagi. Meskipun
tubuhnya kecil dan rasanya pedas, ternyata rasa
pedas itu juga bisa bermanfaat dan membawa
kebahagiaan bagi orang lain, seperti halnya rasa
manis dan asin.
55
Gugu Gula dan Gaga Garam malu-malu mendekati
Lala Lada, “Maafkan kami Lala. Kami sudah
mengejekmu.”
“Sudahlah, tidak apa-apa.” Sahut Lala lada ramah.
“Yang penting, kita sama-sama membuat masakan
Oma menjadi enak, juga membuat Ana sehat dan
gembira.”
Gugu Gula dan Gaga Garam mengangguk setuju.
Ketiganya berpelukan erat.
56
Putri yang Selalu
Mengantuk
Oleh Kak Amalia Achmad Mandala dan Kak Heni
Anggraini Mandala
Di sebuah istana yang cantik penuh dengan bunga-
bunga yang menyebarkan wangi harum hiduplah
seorang putri yang selalu mengantuk bernama Putri
Letargia. Putri Letargia sebenarnya memiliki wajah
yang cantik namun sayang entah mengapa ia selalu
mengantuk. Make up tebal selalu menutupi
wajahnya yang kuyu sebab mengantuk, lingkaran
mata hitam tertutup oleh bedak tebal. Kadang-
kadang Putri Letargia tidak sempat mandi sebab
bangun kesiangan, baginya memakai make up dan
memilih gaun terindah lebih penting daripada mandi
pagi, padahal kan mandi pagi sangat penting untuk
kesehatan, iya kan? Untuk menutupi bau badan
sebab tidak mandi pagi Putri Letargia selalu
memakai parfum banyak-banyak, membuat pelayan
istana bersin- bersin mencium wanginya, hihihi…
57
Raja dan Ratu khawatir sebab Putri semakin sering
mengantuk di siang hari. Ketika Ibu Guru istana
sedang mengajarkan sejarah sepakbola, Putri
Letargia malah mengigau di atas buku. Ketika sedang
ada kunjungan pejabat dari istana seberang, Putri
Letargia menguap lebar-lebar. Yang paling parah,
Putri sempat terlempar dari atas kuda yang berderap
kencang ketika sedang berlatih berkuda, sebab apa
coba? Ya, sebab dia tertidur. Akhirnya Raja
menyelenggarakan sayembara demi kesembuhan
Putri Letargia dari penyakit mengantuknya. Para
dokter dan tabib terbaik berbondong-bondong
berusaha menyembuhkan, mengadakan tes ini itu
pada Putri Letargia, namun tak ada satupun yang
berhasil menyembuhkan Putri sampai-sampai Putri
bosan sendiri dan meminta Raja menghentikan
sayembara.
Sementara di luar istana seorang chucky Tampan
sederhana yang baru datang dari negeri seberang
berusaha mencari tahu penyebab Putri Letargia
selalu mengantuk. chucky Tampan itu bertanya-
tanya pada pelayan istana tentang kebiasaan Putri
Letargia sebelum tidur.
“Ooohh… biasanya Putri Letargia suka membaca
majalah-majalah yang memajang foto putri-putri
tercantik di seluruh dunia” kata ahli rias Putri
Letargia.
58
“Lalu biasanya Putri akan sibuk memilih-milih gaun
apa yang akan dikenakannya besok. Memilih gaun
itu bukan pekerjaan mudah loh, koleksi gaun Putri
kan disimpan di sebuah kamar sebesar lapangan
bola di kelurahan, buanyaaaak sekali,” ujar penata
rambut Putri Letargia.
“Kadang-kadang Putri sibuk berlatih merias diri
sekalian memilih warna make up apa yang paling
bagus untuk dipakai besok,” pelayan istana yang
bertugas menghias kuku-kuku Putri Letargia
menambahi.
“Oh, belum lagi soal sepatu. Kamu tahu berapa
banyak sepatu Putri Letargia? Mungkin ada seribu
pasang lebih!”
“Aksesoris! Ya, gelang, cincin, anting, kalung harus
serasi! Jadi harus dipikirkan sejak malam...”
“Kemudian setelah itu semua selesai, malam sudah
terlalu larut dan pagi sudah akan menjelang
sehingga Putri memutuskan untuk tidak tidur supaya
tidak bangun kesiangan, bisa-bisa dia terlambat
sarapan pagi dengan Raja dan Ratu.”
Ooohhh… jadi begitu kebiasaan Putri Letargia
sebelum tidur setiap malamnya, selalu memikirkan
penampilan! Pikir si chucky Tampan.
59
chucky Tampan memperhatikan sekelilingnya,
begitu banyak rakyat miskin yang tak sempat
memikirkan penampilan di jalanan tepat di luar
gerbang istana yang tinggi. Apakah Putri Letargia
tidak tahu keadaan ini, atau malah tidak peduli?
chucky Tampan ingin menyembuhkan penyakit
Putri Letargia, ia lalu menyamar menjadi seorang
pelayan istana, tugasnya adalah mengantarkan
majalah-majalah untuk dibaca Putri sebelum tidur.
Suatu hari, chucky Tampan menyelipkan koran
negeri di antara tumpukan majalah. Di koran itu
ditulis protes rakyat sebab harga pajak yang naik.
“Pelayan! Siapa yang tadi mengantarkan majalah ke
kamarku? Panggil orangnya ke sini!” Putri berteriak
memanggil pelayan istana. Ia sangat terkejut
mendapati lembaran koran berwarna coklat yang
lusuh dengan gambar-gambar hitam putih yang tidak
menarik, tidak seperti majalah langganannya yang
selalu cantik dan wangi.
Si chucky Tampan baru sekali ini berdiri sangat
dekat dengan Putri Letargia. Biasanya Putri selalu
tampil dengan make up tebal namun kali ini chucky
Tampan melihat wajahnya cantik tanpa make up
walaupun ada lingkaran hitam di matanya sebab
kurang tidur.
“Maafkan hamba tuan Putri sebab telah lancang
menyelipkan koran di tumpukan majalah langganan
60
tuan Putri,” ujar chucky Tampan sambil bersimpuh
di hadapan Putri Letargia.
Putri Letargia memintanya berdiri.
“Jadi, kamu sengaja menyelipkan koran itu?
Hmmm… apakah benar rakyat negeri ini sedang
kesusahan, pelayan?”
“Iya, tuan Putri.”
“Ohh… Aku tak tahu,” wajah Putri Letargia tampak
sedih. Dia tak pernah tahu keadaan di luar istana
yang sebenarnya. Selama ini Putri hanya bertemu
rakyat ketika ada pawai dalam acara- acara resmi
istana, dimana Putri akan berdiri di atas kereta kuda
lalu melambai-lambaikan tangan, dan sepertinya
rakyat tidak ada yang menderita pada saat-saat itu,
semua berpakaian bagus dan tersenyum bahagia.
Kemudian, Putri Letargia banyak mengobrol dengan
chucky Tampan tentang keadaan istana, ia kini
menjadi mengerti keadaan negerinya. Sampai suatu
hari, “Ajak aku melihat rakyatku, pelayan,” kata Putri
Letargia.
“Baiklah,” jawab chucky Tampan.
“Tunggu, aku harus membetulkan lipstikku dan
mengganti gaunku dulu yang ini tidak bagus.”
61
“Jangan, jika Putri ingin melihat keadaan rakyatmu
yang sebenarnya, Putri harus terlihat seperti
mereka, Putri harus menyamar seperti mereka.”
“Apa?! Maksudmu pergi keluar istana tanpa make
up dan gaun indah?!”
“Ya, hapuslah make up- mu dan pinjamlah gaun
sederhana dari pelayan istana.”
“Hmm… baiklah.”
Putri Letargia berjalan di jalan sempit pasar negeri
ditemani chucky Tampan. Betapa sedihnya Putri
Letargia melihat pengemis-pengemis di jalanan. Putri
tak bisa membayangkan susahnya hidup mereka.
Lalu Putri melihat seorang anak perempuan kecil
yang sedang keberatan mengangkat sekeranjang
penuh buah jeruk.
“Apakah jeruk ini dijual?” tanya Putri Letargia pada
anak perempuan kecil itu.
“Iya Nona cantik.”
Putri terkejut mendengar panggilan ‘nona cantik’ itu.
Padahal Putri merasa amat sangat jelek dengan
rambut berantakan, wajah polos tanpa make up dan
gaun sederhana berwarna coklat.
“Baiklah, aku beli semuanya.” Putri mengeluarkan
satu lempeng emas. Mata anak perempuan kecil itu
62
berbinar-binar kesenangan, ia tidak percaya ketika
melihat lempeng emas di tangannya, padahal harga
sekeranjang jeruk ini tidak lebih dari satu lempeng
perunggu. Putri Letargia membagi-bagikan jeruk
yang baru dibelinya pada para pengemis jalanan,
dan mereka semua berseru, “Terimakasih, Nona
cantik.”
“Putri, sebaiknya jangan hanya membagikan jeruk
pada pengemis-pengemis itu, jangan menjadikan
mereka pemalas, berikanlah pekerjaan bagi
mereka,” bisik chucky Tampan pada Putri Letargia.
“Baiklah, akan aku bicarakan hal ini pada Ayahanda
Raja, juga tentang pajak yang semakin tinggi itu”
jawab Putri Letargia mantap.
Putri Letargia sudah bicara pada Raja dan Ratu, dan
mereka bersedia meninjau kembali kebijakan-
kebijakan istana, dan tak lupa berjanji membuka
lebih banyak lapangan pekerjaan. Raja dan Ratu tak
habis pikir mengapa Putri Letargia tertarik pada hal-
hal selain make up dan gaun indah, tapi mereka
bangga sebab Putri Letargia ternyata memiliki jiwa
sosial yang tinggi. Malam itu, Putri Letargia tidur
nyenyak tanpa mempedulikan persiapan
penampilannya esok hari. Untuk pertama kalinya
dalam beberapa tahun terakhir, Putri Letargia bisa
tidur dengan nyenyak.
63
Esok harinya, Putri Letargia bangun tepat waktu dan
merasa segar. Putri merasa sangat bahagia sebab
telah melakukan kebaikan untuk orang lain, lebih
bahagia daripada ketika mendapatkan hadiah sepatu
atau gaun baru yang cantik dari Ratu. Sayang,
chucky Tampan tiba-tiba menghilang dari istana,
hanya ada sepucuk surat pendek darinya untuk
Putri; Hati Tuan Putri ternyata secantik wajahmu.
Terima kasih, semoga kelak kita bertemu lagi.
Beberapa chucky berlalu, Putri Letargia tak lagi
mengantuk sebab ia tak pernah lagi kekurangan
tidur. Putri sekarang terlibat di dewan pejabat istana
yang mengurusi perpajakan negeri. Putri jarang
menggunakan make up tebal dan gaun-gaun panjang
sebab tidak cocok dipakai bekerja. Putri menjalani
hari- harinya dengan semangat dan tidur dengan
nyenyak setiap malam sekarang.
Malam ini ada acara perjamuan makan dengan
Pangeran dari negeri seberang yang akan dilanjutkan
dengan pesta dansa. Putri memilih gaun sederhana
namun cantik dan make up tipis namun membuat
wajahnya seperti bercahaya. Putri Letargia tak
terlalu berlebihan lagi dalam berdandan sekarang.
Dia mengerti kecantikan dari dalam hati lebih
berharga daripada make up tebal dan gaun mahal.
Pangeran negeri seberang berkali-kali mencuri
pandang sambil tersenyum penuh arti pada Putri
64
Letargia ketika mereka sedang menikmati makan
malam dengan Raja dan Ratu serta beberapa pejabat
istana. Putri Letargia ingin membalas pandang tapi ia
malu. Sampai pada saat dansa dimulai, Putri Letargia
berpasangan dengan Pangeran negeri seberang, ia
bisa melihat dengan jelas wajah tampan Pangeran.
Wajah yang sangat dikenalnya. Ya, Pangeran negeri
seberang adalah chucky Tampan itu. Mereka
berpandangan dengan rasa bahagia.
“Selamat datang kembali, pelayan, eh, maksudku,
Pangeran,” bisik Putri malu- malu.
“Percayalah, Putri, engkau terlihat jauh lebih cantik
dari sekarang,” jawab Pangeran Tampan.
“Terimakasih kepada Anda, Pangeran.”
“Memang benar, kecantikan dari dalam hari akan
lebih berharga daripada kecantikan di luar saja.”
Putri Letargia setuju dengan perkataan Pangeran
Tampan. Kamu, tentu setuju juga, kan?
65
Kamu Boleh
l
Kamu boleh sekolah di mana saja
Selama kamu menyayangi teman-temanmu
Kamu boleh sekolah di mana saja
Selama kamu menyayangi gurumu
Kamu boleh sekolah di mana saja
Sekolah di desa kecil maupun di kota besar
Kamu boleh sekolah di mana saja
Sekolah dengan gedung kecil maupun besar
Kamu boleh sekolah di mana saja
Selama hatimu senang, riang gembira
Kamu boleh sekolah di mana saja
Selama dirimu merasa nyaman di dalamnya
Kamu boleh sekolah di mana saja
sebab semua sekolah adalah sekolah terhebat
Kamu boleh sekolah di mana saja
sebab semua sekolah mendidik murid hebat
66
Kamu boleh sekolah di mana saja
Selama kamu menyukai pelajaran di sana
Kamu boleh sekolah di mana saja
Selama kamu betah belajar di sana
Kamu boleh belajar di mana saja
Di sekolah, rumah, taman, kebun, hutan, sawah, di
mana saja
Kamu boleh belajar kapan saja
Pagi, siang, sore, malam, hari sekolah, hari libur,
kapan saja
Kamu boleh belajar di mana saja
Belajar itu ketika kamu mengamati dunia sekitar
Kamu boleh belajar di mana saja
Belajar itu ketika kamu tahu roda itu tengah
berputar
Kamu boleh belajar di mana saja
Belajar itu ketika kamu melihat bunga-bunga
bermekaran
Kamu boleh belajar di mana saja
Belajar itu ketika kamu melihat kucing-kucing
berkejaran
Kamu boleh belajar di mana saja
Belajar itu ketika kamu melompat ke dalam air
Kamu boleh belajar di mana saja
Belajar itu ketika kamu melihat ikan di dalam air
67
Kamu boleh belajar di mana saja
Belajar itu ketika kamu mengeja kata maupun
menari
Kamu boleh belajar di mana saja
Belajar itu ketika kamu berhitung atau berpuisi
Kamu boleh belajar dari mana saja
Dari orang tua, guru, teman, maupun tokoh
kartunmu
Kamu boleh belajar dari mana saja
Dari buku pelajaran, internet maupun buku
harianmu
Kamu boleh belajar di mana saja
Selama kamu merasa percaya diri
Kamu boleh belajar di mana saja
Selama kamu menjadi diri sendiri
Kamu boleh
68
Janji Pelangi
“Ibu, mengapa pelangi memiliki banyak warna di
langit sana? Bukankah satu warna cerah saja sudah
cukup membuatnya indah?” tanya Luna kecil saat
hujan berhenti.
“sebab Tuhan mencintai perbedaan. Tuhan bilang,
kalau dunia ini penuh dengan warna-warni, maka
dunia yang berwarna akan menjadi menarik.”
“Seperti pensil warna aku ya, Bu?” lanjut Luna
penasaran.
“Betul. Supaya kamu bisa mewarnai gambarmu
dengan indah. Makanya, Tuhan menunjukkan
kebesaranNya melalui warna pelangi,” jawab Ibu
menjelaskan.
“Tapi kenapa pelangi hanya ada sehabis hujan saja,
bu?” tanyanya lagi.
“Kamu takut tidak ketika hujan turun?”
69
“Takut, Bu.”
“Itu janji Dia pada kita, Nak. Meski hujan turun, Dia
tetap menyertai kita. Dan janjiNya adalah pelangi itu.
Bahwa Dia menyediakan sesuatu yang indah, seusai
awan gelap.”
70
Monik dan Kaos Kaki
Dia selalu percaya atas semua yang telah
dilakukannya. Dia percaya kebahagiaan pasti akan
datang sebab dia telah berusaha mengundangnya.
Dia percaya kebahagian adalah takdir, sesuatu yang
hanya perlu dinanti dengan berpikir tentangnya. Dia
percaya kebahagian akan datang untuk mereka-
mereka yang telah berusaha keras, membuat yang
tiada menjadi ada walau meski terkadang kembali
menjadi tiada. Dia percaya kegagalan. Kegagalan
yang membuatnya yakin dengan tak pernah berhenti
mengirim pesan setiap malamnya. Dia percaya suatu
saat kotak pesan itu akan penuh dan meluap keluar
maka di saat itulah dia yakin Tuhan akan
mengabulkan permintaannya.
Matanya menyapu langit-langit. Abu- abu melekat di
dinding, dia merasa pelan- pelan menyatu.
Lompatan- lompatan material yang melingkarinya
menyentuh setiap inci tubuhnya, ingatan-ingatan
berubah menjadi barisan gambar-gambar yang
71
berputar berulang-ulang. Bayangannya konstan di
balik remang-remang lampu meja. Rautnya datar,
ruang kosong kembali disaji di dalam cermin. Tak
ada suara di dua malam terakhir, pertama sebab dia
tak memilih pulang dan membiarkan kosong ruang
fantasinya dan kedua sebab dia tak lagi ingin
berbicara apa-apa. Laki-laki diam yang tahu
bagaimana caranya tenang menghadapi gelombang
dan menyebutnya indah dengan sebutan ochucky itu
lupa bagaimana membenarkan posisi duduknya, dia
baru lagi merasakan jatuh dan bertanya-tanya di
mana letak pegangan yang pantas untuk
menahannya.
Tangannya mencoba meraih teralis, menerobos tirai
dan menjamah daun jendela untuk menemukan
dingin tiap tetes air yang melucur bebas dari atap
tapi ternyata diapun lupa bagaimana rasanya dingin.
Dirinya sendiri sudah lebih dari sekedar pantas untuk
disebut kedinginan. Perasaannya membeku, kaki
tangannya pucat. Dia menggigil meski tetap yakin
bahwa bagian tebal bertuliskan kecewa itu tetaplah
akan selesai. Baginya setiap manusia memilih jalan
dan hanya yang memilih jalanlah yang mengerti
bagaimana curamnya turunan dan bagaimana
tajamnya tikungan dan bahkan ketika semua orang
menghakiminya dengan menyebutnya dengan sakit
serta memvonis kalah sekalipun, manusia yang
memilih itu tetaplah pemenang, hidup masih akan
72
ada dan datang lagi padanya kecuali pilihan sesudah
itu melambung melampaui takdir. Dia tidak memilih
mati, dia memilih sakit, dia memilih kalah sebab
terlanjur percaya kegagalan adalah jalan terbaik
menuju takdir yang pasti lebih baik.
“Manusia akan selalu berada di persimpangan dan
waktu tak akan pernah menunggu. Manusia harus
selalu memilih jalan, bukan dengan cepat tapi
dengan tepat. Kadang kita seperti mendahului takdir
dengan membayangkan akhir, padahal
sesungguhnya perjalanan manusia dihidup ini adalah
perjalanan menuju pulang, akan selalu ada banyak
yang datang dan pergi tapi yang tetap dan
selamanya itu pasti dipertemukan. Kita hanya perlu
menjalani hidup ini hingga selesai, itu yang pilihan
yang paling tepat.”
Laki-laki itu ingat benar bahwa hidup adalah tentang
menikmati berapa kali keliru, berapa kali khilaf atau
bahkan berapa kali salah dalam memilih. Perempuan
itu selalu mengingatkan bahwa hidup adalah belajar
menjalani proses. Salah memilih berarti menerima
gagal, menerima gagal berarti menerima kecewa dan
hanya dengan kecewa manusia akan tahu
bagaimana caranya berbesar hati.
“Setelah ini aku yakin kamu tidak akan pernah lagi
mau menggubrisku. Aku yakin bagimu aku setelah ini
tak lebih dari orang jahat yang merampas
73
kebahagiaanmu, merampas hatimu dan terlebih-
lebih merampas hidupmu. Kamu baik maka
sebaiknya aku memilih pergi sebab belum ingin
merasa terlalu baik atas hidup ini,” laki-laki di
hadapannya hanya memandang lurus, tak bergeming
sedikitpun. Bagi perempuan itu laki-laki yang
menjalani tiga setengah tahun terakhir bersamanya
terlalu diam, terlalu sabar dan terlalu baik untuknya.
“Aku sudah menyakitimu satu kali dan aku tak ingin
lagi melakukan itu meski kamu telah memaafkan itu.
Kamu yang selalu bilang bahwa hanya kamu yang
benar- benar mengerti tentang aku jadi aku percaya
kamu juga pasti tahu benar bahwa aku
menginginkan laki-laki itu, aku ingin hidup
dengannya, entah untuk apa dan u











.jpeg)
.jpeg)
