Selasa, 13 Desember 2022

kudeta 4







Di sepanjang kesaksiannya, Kolonel Latief tidak sekalipun menjatuhkan nama PKI, sangat 
kontras dengan Syam, Ketua BC PKI. Sayang hal hal di atas tidak dapat dirujuk silang 
dengan narasumber lain maupun sumber sejarah yang dapat dipertanggungjawasukarno an 
[atau belum, ]. Apakah kita akan mimpi memperoleh  tambahan keterangan dari Jenderal 
Besar (Purn) Suharto yang sedang didapuk sebagai koruptor hiu paling akbar di dunia dan 
baru memenangkan Rp 1 triliun di Mahkamah Agung RI menghadapi majalah Time,  
(Dipetik dari Harsutejo, Sejarah Gelap G30S, revisi).  
Jika Latief saat  hidupnya sudi menjelaskan secara rinci, terbuka dan jujur dalam 
menjawab pertanyaan yang pernah  diajukan kepadanya, mungkin akan lebih mudah 
mendudukkan dirinya, meskipun tetap saja akan terbuka kemungkinan kontroversi. Apalagi 
keterangan sejujur dan serinci apa pun yang diberikan sesudah  sekian puluh tahun  
terjadinya suatu peristiwa sejarah, tetap terbuka kemungkinan kerancuan. Sayang 
pertanyaan pertanyaan di bawah ini, yang diajukan saat  dia masih dapat berkomunikasi 
dengan cukup  , tidak pernah dijawabnya dengan jelas. Dapat saya tambahkan bahwa pada 
tahun  tahun  akhir hidupnya dia sulit berkomunikasi sebab  serangan stroke yang sudah  
menutup harapan adanya keterangan berharga yang lain dari pihaknya, kecuali jika ada 
peninggalan tertulis yang belum pernah   dipublikasikan. Pertanyaan ini  di antaranya 
meliputi:  
Dalam beberapa  pertemuan mereka yang menamakan diri Perwira Progresif (termasuk 
Latief) sebelum 1 Oktober 1965, dihadiri  (bahkan dipimpin) beberapa  orang sipil yaitu  
Syam, Pono dan Bono dari Biro khusus sentral  (BC, ejaan lama) PKI. Apakah ini berarti konsep 
G30S dari PKI (baca: Syam/Aidit),  Bagaimana sebetulnya  hubungan orang  militer 
ini dengan BC,  Apa sekedar sebab  sama sama alat revolusi sesuai dengan ajaran Bung 
Karno (sukarno ) dan pendukung sukarno ,  Atau suatu komplotan,  Hubungan ini diungkapkan dalam 
buku putih Orba sebagai komplotan PKI (atau sebetulnya  komplotan Aidit, ).  
Dalam salah satu pertemuan (ke 5 pada 17 September 1965) anak buah Latief, Mayor 
Inf Agus Sigit, Dan Yon 203, mendebat arahan Syam mengenai  rencana G30S yang 
dipandangnya semrawut, tidak profesional. Usulan dia mengenai  penutupan jalan masuk ke 
Jakarta dari arah Bogor, Tangerang dan Bekasi pada saat pergerakan , ditolak sebagai kekiri 
kirian. Ia menyampaikan pertanyaan tajam, apa sebab Presiden tidak memerintahkan 
segera menangkap Dewan Djenderal (DD, ejaan lama),  Apa tidak mampu,  Apa sebab 
orang  dalam pertemuan itu yang harus menangkapnya,  Selanjutnya (sebab  tidak 
setuju) ia tidak lagi mengikuti pertemuan berikutnya, bahkan lalu  pasukannya tidak 
muncul.  Sebelum 1 Oktober Latief setidaknya menemui Jenderal Suharto dua kali. Siapa yang 
menugaskan dirinya,  Apa benar dia datang di RS Gatot Subroto bersama Syam yang  berada di tempat agak jauh seperti kesaksian Syam,   Latief sebagai Dan Brigif I Kodam Jaya membawa bawa hi tiga batalion namun   yang ikut bergerak bersamanya cuma hanya sekedar  dua peleton Detasemen Kompi Markas. Lalu peranserta  apa 
sebetulnya  yang dilakukannya pada 1 Oktober 1965, namanya tidak tercantum dalam 
daftar Komando pergerakan , namun    hanya sebagai anggota Dewan Revolusi, sedang dari 
segi pangkat dia nomor dua sesudah  Brigjen Suparjo. Apa sebab pergerakan  dipimpin Letkol 
Untung, kenapa bukan Brigjen Suparjo yang paling tinggi pangkatnya,   
Berbagai macam persiapan (contohnya  pergerakan  dipimpin Letkol Untung yang baru lima  bulan berada di pasukan Cakrabirawa/Jakarta, pasukan yang mengambil bagian dalam 
pergerakan  tidak jelas atau terlalu sedikit tidak seperti yang dilaporkan, logistik tidak 
memadai), manuscript  manuscript  G30S tidak menyebut kedudukan sukarno . Dekrit No.1 
menyebutkan,  Dengan jatuhnya segenap kekuasaan Negara ke tangan Dewan Revolusi 
negara kita , maka Kabinet Dwikora dengan sendirinya berstatus demisioner ; dalam 
Keputusan No.2 disebut,  Berhubung segenap kekuasaan dalam Negara RI pada 30 
September 1965 diambilalih oleh pergerakan  30 September... lalu ada penurunan pangkat. 
Selanjutnya pasukan G30S membunuh tiga orang jenderal di tempat, membunuh sisanya 
di Pondokgede/Lubang Buaya. Semuanya ini mengarah pada suatu desain agar pergerakan  
itu gagal.  
G30S tidak memiliki  rencana alternatif, namun   hanya ada satu rencana, itu merupakan permulaan kegagalan dari kacamata militer maupun politik seperti ditulis Jenderal Nasution. Atau ini sebetulnya  bagian dari skenario sebab  G30S memang  dirancang untuk gagal,  
Mantan Kolonel Inf Latief tidak pernah menjawabnya sampai maut menjemputnya pada 6 
April 2005 di rumahnya di Tangerang. Kontroversi sejarah G30S masih akan panjang. 
sudah  lama beredar desas desus, Syam Kamaruzaman, gembong G30S yang  
misterius itu masih hidup. sesudah  jatuhnya Suharto pada 21 Mei 1998,  desas desus itu menjadi lebih gencar dalam alam keterbukaan. Bahkan ada yang  mengaku pernah  bertemu dengan Syam di Meksiko. Eksekusi 1986 bersama Supono  Marsudijoyo alias Pono boleh jadi benar, namun   Syam  yang lain, begitu  
argumennya. Amat menarik, pihak AD sudah  mengidentifikasi paling tidak 3  (tiga)  Syam seperti ini  di bawah. Selama itu penampilan Syam  berubah ubah, ia misterius antara lain sebab  riwayat hidupnya yang tidak  jelas. Konon ia membujang sampai umur 40 tahun an, juga tidak diketahui   bagaimana keluarganya. Nama aslinya ialah Syamsul Qomar bin Mubaidah, dalam  
manuscript  1960 an disebut Kamarusaman bin Ahmad Mubaidah. Nama samarannya  
Sjamsuddin, Djiman, Karman, Ali Muchtar, Ali Sastra. Nama terakhir ini  tertera di dalam KTP pada saat ditangkap di Cimahi 8 Maret 1967.  
 berdasar keterangan saksi  Letkol Ali Said SH, Syam bukan tokoh PKI sepele, ia dapat  
disejajarkan dengan DN Aidit. Ia sebagai jendral intel PKI yang menjadi  anggota PKI sejak 1949. Teman teman dekat Syam saat  muda tidak percaya ia  memiliki kaliber seperti  itu. Sejak pindah ke Yogya riwayat yang sebetulnya   
menjadi buram. Ada yang mengatakan ia adik kelas Munir (kelak ketua SOBSI)  di Sekolah Dagang. Ada yang mengatakan ia di Taman Siswa sebab  menjadi  anggota diskusi  Kelompok Pathuk‘ 43 yang mayoritasnya dari Taman Siswa.  
berdasar keterangan saksi  Prof Dr Ir Haryosudirjo, mantan menteri masa sukarno , Syam  
bersekolah di SMT(Teknik).  
 Syam bertindak sebagai intel di Resimen 22 Brigade 10, Divisi Diponegoro  
dengan pangkat Letnan Satu, eks Laskar Gabungan Yogya. Begitu keterangan   
spontan anggota tim Mahmillub, Subono Mantovani SH saat  melihat foto Syam;  
di masa Yogya itu Subono Mantovani juga berpangkat letnan satu, sebelumnya  
berada dalam satu kelompok Pathuk bersama Letkol Suharto. Komandan  resimennya saat  itu Mayor Haryosudirjo ini  di atas. Berdasar  
pengakuan Syam yang diceritakan kepada Latief, ia berada dalam pasukan  Syam seorang pemuda yang memperoleh  arahan Johan Syahruzah, tokoh PSI  di kelompok Pathuk. Para pemuda Pathuk ini yang mempelopori  permintaan agar  
Sri Sultan mengajak anggota sukarno R Suharto untuk berdiplomasi dengan Jepang  guna menyerahkan senjatanya. Di antara para pemuda itu ada  Sumantoro  dan Syamsul Qamar Mubaidah. Bersama Suharto mereka mendatangi markas Jepang  pada masa kemerdekaan itu. Jadi Suharto sudah  mengenal Syam sejak permulaan  
kemerdekaan Demikian tulis AM Hanafi.  
     Sekitar 1947 Syam mulai berkenalan dengan DN Aidit yang mengajaknya  untuk aktif di Pemuda Tani, afiliasi BTI. Sebagai intel pada Batalyon 10  Yogya, Lettu Syam di bawah Letkol Suharto. Sejak itu Syam berhubungan dekat  
dengan Aidit maupun Suharto. Hubungan persahabatannya dengan Suharto  berjalan selama 20 tahun . Suharto tentu saja tak pernah  menyinggung sedikit  pun jika  ia sudah  mengenal orang misterius yang bernama Syam ini sudah  sejak lama, seolah ia orang yang tak pernah  mengetahui  menahu dengan tokoh ini.  
Pada tahun  1949 Syam pindah ke Jakarta membantu Munir di BTI. Sekitar 1950  
Syam mendirikan SBP(Pelayaran) dan SBB(Becak) yang bermarkas di Jl Guntur,  
Jakarta. Sebagai ketua SBP pada 1950 ia membantu pembebasan Aidit yang baru  
datang dari Vietnam [berdasar keterangan saksi  mitos] yang ditahan di Tanjung priok sebab   
tidak memiliki  tiket.  Pada tahun  1950 57 ia di SOBSI Jakarta, lalu sebagai sekretaris. Pada 1957  ia diangkat sebagai pembantu pribadi Aidit, Ketua PKI. Dalam setahun  ia  masuk kepengurusan sebagai anggota Departemen Organisasi. Ia disebut sebagai  pernah  menjadi informan  Komisaris Polisi Mudigdo di Pati yang kelak menjadi  mertua Aidit. mungkin  dari sini juga lah Aidit lalu  menjalin hubungan  dekat dengan Syam, dan  memberikan kepercayaan besar kepadanya. Peter Dale  Scott menyebut Syam sebagai seorang kader PSI, pada tahun  1950 an ini juga  
ia sering datang dan menginap di rumah Suharto di Yogya. berdasar keterangan saksi  soebandrio  ,  yang juga Ketua Badan Pusat Intelijen (BPI), pada 1958 Syam perwira  intelijen AD dan  mitra lokal CIA. maka  Syam memiliki  hubungan  
tertentu dengan CIA, baik secara langsung atau pun tidak. saat  Kolonel  Suharto memasuki Seskoad di Bandung, Syam ikut dan  dalam kursus militer  itu, demikian berdasar keterangan saksi  penyelidikan Poulgrain. Hubungan mereka begitu rumit.  Kolonel Suwarto dididik di Amerika, ia sahabat Guy Pauker, orang penting CIA  
dalam hubungan dengan negara kita , pernah  mengajar di Barkeley, konsultan RAND  
Corporation yang menitikberatkan kontak kontaknya dengan kalangan militer AD  
negara kita . Suwarto pernah  diundang Pauker meninjau perusahaan ini  pada  1962. Pauker memperoleh  misi  melakukan sapu bersih terhadap PKI. Antara lain  lewat Suwarto lah CIA melakukan operasinya contohnya  dengan apa yang disebut  civic mission AD, yang sebetulnya  merupakan civic action CIA dalam melakukan  
kontak kontak dengan kelompok anti komunis di kalangan AD. Rupanya lewat  jalur inilah Suharto pertama kali berhubungan dengan CIA.  
 Berdasar pemeriksaan manuscript  manuscript  yang ada di AS, Belanda dan negara kita ,  
dalam majalah resmi PSI nama Syam tercantum sebagai Ketua PSI Ranting  Rangkasbitung, Banten. Dalam arsip Belanda Syam tercatat sebagai intel  Recomba Jawa Barat. Recomba merupakan pemerintah federal boneka Belanda,  
bisa saja Syam menyelundup menjadi spion untuk mengorek rahasia Belanda,  namun    hal ini aneh. Dalam berbagai koran 1950 an ia disebut sebagai  
informan  dari Komando Militer Kota (KMK) Jakarta. beberapa  narasumber  perwira yang menjadi tahanan Politik  di Salemba menyebutkan Syam pada tahun  1951  tercatat sebagai kader PSI yang memperoleh  pelatihan partai itu di antara  29 kader yang lain.  Pada 1960 an dengan bentuk lebih jelas pada 1964 Syam diangkat menjadi ketua  Biro khusus sentral  (BC), suatu jaringan intelijen PKI yang hanya memiliki  hubungan  langsung dengan Aidit selaku ketua Politbiro CC PKI. misi  Syam, pertama  mengumpulkan kabar  untuk diolah dan diserahkan kepada Aidit. Kedua, membangun  
sel sel PKI di tubuh ABRI dan membinanya. misi  Syam yang lain mengadakan  evaluasi dan melaksanakan misi  misi  yang tak mungkin dilakukan alat alat  formal PKI. BC memiliki  aparatnya sendiri yang tidak diketahui  oleh  
pimpinan formal PKI. Ia memberikan laporan, mengolah informasi  dan  menyampaikannya kepada Aidit secara langsung. Oleh Aidit bahan bahan dan  keputusan disodorkan pada Politbiro untuk disetujui dan dilaksanakan.  berdasar keterangan saksi  orang  PKI yang pernah  dekat dengan dirinya, ia dengan enteng  mengeluarkan pestol dan meletakkannya di meja jika kehendaknya dilawan  .  berdasar keterangan saksi  seseorang yang mengaku sebagai mantan agen CIA, Suharto memperoleh   perhatian cukup   dari BC PKI dan dibina melalui Syam, Untung dan Latief.  Dalam hal ini Suharto memperoleh  kategori sebagai  orang yang dapat dimanfaatkan‘. Hal ini cocok dengan keterangan Untung dan Latief bahwa  Suharto akan membantu pergerakan  mereka, dan dibuktikan dengan didatangkannya  
Yon 530 dan Yon 454 dalam kondisi  siap tempur. Sedang yang lain menamainya  sebagai trio sel PKI.  Pada tahun  1967 majalah Ragi Buana menamai Syam sebagai  mata mata kembar ‘ ia  
menjadi informan  Kodam Jaya sejak 1955 sampai kudeta 1965. Untuk memperdalam  
ilmunya pada 1962 ia dikirim ke RRT, Korea Utara dan Vietnam, termasuk  memperdalam bidang intelijen terutama menyangkut strategi mempersiapkan dan  menggerakkan pemberontakan bersenjata. Di Vietnam ia melakukan pekerjaan  praktek di lapangan. Majalah ini menyebut Syam dan Aidit sudah  terjebak ke  dalam jaring jaring spionase Washington, Peking dan Moskow. Sebutan double  
agent dipakai  koran koran dan radio termasuk radio Nederland saat  itu,  selanjutnya pers tidak lagi memakai  istilah ini . Rupanya Kopkamtib  
lalu  sangat berkeberatan akan penggunaan istilah itu yang dapat  merugikan Jenderal Suharto, lalu melarangnya.   Sebagai Ketua BC PKI, Syam lapor langsung kepada Aidit. sebab  Aidit  satu satunya pimpinan PKI yang membentuk BC dan  mengetahui  personelnya,  maka BC ini merupakan partai dalam partai dengan Syam sebagai orang  tertingginya. Seperti disebutkan oleh Sudisman, BC dibentuk tanpa  persetujuan CC PKI, dalam hal ini Aidit sudah  melanggar konstitusi partai.  maka  BC bukan aparat partai, namun   aparat Aidit. Di pihak lain  yang mengendalikan  seluruh struktur aparat dan sepak terjang BC bukan Aidit,  namun   Syam. Jika Syam seorang agen ganda, maka praktis seluruh struktur BC  merupakan alat dalam kendali musuh PKI.  Banyak saksi sejarah teman teman Syam meragukan peranserta  besarnya dalam G30S.  
Ia sama sekali tidak memberikan kesan sebagai pemikir, artinya ia sekedar  wayang yang dimainkan oleh dalang mahir di balik layar sejarah. Di Yogya ia  memang pernah  berada di lingkungan olah pikir. Kadang kadang ia datang ke  kelompok diskusi Mahameru I, sebuah rumah di belakang SMA 3 Yogya, lalu   menjadi kantor PSI. Tempat itu untuk diskusi antara lain Sutan Syahrir dan  HA Salim. berdasar keterangan saksi  Sumadi Mukajin, Syam dikenal pendiam, tertutup dan… agak  goblok. Sedang Kelompok Pathuk lalu  berkembang menjadi salah satu simpul  terkuat jaringan politik bawah tanah Syahrir. Di situ buku buku Marx, Adam  Smith, Machiaveli, Gandhi, Lenin  menjadi bahan kajian.  ada  persamaan modus operanserta di antara percobaan kudeta 3 Juli 1946 yang  sudah  menculik PM Syahrir dengan G30S. Mula mula Letkol Suharto berada dalam  satu kubu dengan atasannya Komandan Divisi Mayjen Sudarsono. Mereka,  termasuk pasukan Suharto menduduki RRI dan Kantor Telepon Yogya pada 2 Juli  1946. Anehnya lalu  Letkol Suharto berbalik menangkap kelompok yang  mencoba melakukan kudeta. saat  itu Syam sebagai intel Batalion 10 pimpinan  Letkol Suharto. Rupanya G30S merupakan ulangan permainan politik seperti   itu.  Bagaimana sebetulnya  hubungan Syam dengan Letkol Untung cs,  berdasar keterangan saksi  Kolonel  Latief, Syam sudah  memotong jalur atau melakukan intersepsi terhadap pasukan  Lettu Dularip. Ia mengenal Syam sebagai intel pembantu atasannya Letkol  
Untung. saat  Dularip bertanya bagaimana caranya mengajak para jenderal itu  untuk menghadap Presiden Sukarno, maka Syam tegas menjawab dengan mantap,   Tangkap, hidup atau mati . Syam sendiri di Mahmilub menyebutnya sebagai  perintah Aidit, sesuatu yang bertentangan  dengan perintah Letkol Untung.  Tidak ada bukti dan alasan apa pun juga yang dapat diketengahkan apa  sebabnya G30S membunuh para jenderal yang diculiknya dalam kondisi  dengan terpaksa   meskipun beberapa orang memang melawan. maka  ini merupakan  
skenario aslinya.   Siapakah sebetulnya  yang memerintahkan Syam melakukan tindakan seperti  itu,   Yang pasti tindakan itu sama sekali tidak menguntungkan pergerakan  G30S.  Berbagai pengumuman Dewan Revolusi termasuk pembentukan Dewan Revolusi itu  sendiri yang sama sekali tidak menyebut nama Sukarno sangat tidak  menguntungkan baik G30S secara keseluruhan maupun Untung cs dan Aidit.  
Dengan sudah  ditembak matinya Aidit tanpa diajukan ke pengadilan maka Syam  memiliki  kesempatan untuk memonopoli seluruh keterangan mengenai  G30S dalam  hubungannya dengan PKI. Hanya Syam sebagai Ketua BC PKI dan Aidit sebagai  Ketua Politbiro PKI yang mengetahui  seluk beluk biro ini  dalam hubungan  
dengan peristiwa G30S dan  hubungannya dengan beberapa  perwira militer.  Demikianlah keterangan keterangan Syam dalam persidangan Mahmillub, baik  sebagai terdakwa maupun saksi sudah  memonopoli fakta fakta yang seluruhnya  
menjurus kepada digiringnya Aidit dan PKI sebagai terdakwa yang sebetulnya ,  dengan pion pionnya Letkol Untung dan  . Maka Syam bertindak  baik sebagai dirinya maupun sebagai Aidit tanpa secuwil pun keterangan  Aidit.. Nama Syam berada dalam daftar gaji Kodam Jaya. Di Kodam Jaya Syam  berhubungan dengan Latief, di samping hubungannya dengan Kostrad. Agar lebih  mempercayakan  maka dalam semua proses kemunculan Syam, ia digambarkan  sebagai  seorang komunis sejati yang amat dekat dengan Ketua Aidit. Syam selalu  mengakui dia yang memberikan perintah, dan perintah itu semuanya berasal  dari Aidit. Pendeknya Aidit merupakan dalang seluruh peristiwa. Ia toh tidak  
akan membantahnya dari kubur.  Begitu Syam memiliki  kesempatan bicara, ia begitu bernafsu menceritakan apa  saja yang ia ketahui  mengenai  G30S. Di pengadilan ia menyombongkan dirinya  
sebagai otak di belakang pergerakan . Buku Putih menyebutkan salah satu  pekerjaan Syam melakukan penyusupan ke tubuh Angkatan Bersenjata dan  melakukan apa yang disebut pembinaan. Dalam fakta nya ia sudah  melakukan  
pembinasaan, bukan pembinaan terhadap beberapa  besar personel ABRI yang  berhaluan kiri dan pendukung sukarno . Rupanya ia memang memiliki  misi melakukan  infiltrasi ke tubuh ABRI untuk mencari mengetahui  dan mengidentifikasi siapa siapa  yang termasuk 30% personel simpatisan PKI yang sudah  mencoblos palu arit  
dalam pemilu 1955, untuk didepak, dihukum dan dilenyapkan sebagai kelanjutan  rasionalisasi yang tak tuntas masa pemerintahan Hatta. maka  ia  membentuk BC sebagai partai dalam partai dengan pola yang sama seperti yang  dilakukan AD yaitu  negara dalam negara. Demikian analisa  MR Siregar mengenai   peranserta  besar Syam bagi PKI.  Seluruh pengakuan dan  pengakuan dan  tindakan Syam tidak secuwil pun  merupakan pembelaan terhadap PKI atau Aidit. Sebaliknya ia terus menerus  mendiskreditkannya. maka  ia tidak bekerja untuk PKI atau Aidit.  Maka tidak aneh jika banyak orang termasuk para pengamat dan pakar  mempertanyakan orang misterius ini, dan untuk siapa ia bekerja. Seluruh  proses Mahmillub diarahkan untuk menggiring pembenaran tuduhan terhadap PKI  dan  menjeratnya dari segi hukum, sedang di lapangan dilakukan pembantaian  tanpa ampun. maka  seolah segalanya dilandasi hukum. Berbeda dengan tokoh PKI lain yang terus terbaca gerak geriknya selama buron  seperti ditulis Buku Putih, tampaknya buku ini  kesulitan menjelaskan sepak  
terjang Syam di Jawa Barat sebelum ditangkap pada tahun  1967. Bersama itu  intelijen militer mampu mengikuti terus kegiatan bawah tanah pimpinan PKI  kecuali Syam. Begitu hebatkah jenderal intel PKI ini berkelit bagaikan  siluman hingga kegiatannya tidak terdeteksi,    Baru saja didemonstrasikan betapa konyol dan cerobohnya rancangan dan  jalannya peristiwa G30S, sejak dari penculikan, eksekusi para jenderal dan  
pengumuman pengumuman RRI Jakarta atas nama Letkol Untung dengan Dewan  Revolusinya, buruknya logistik . Seperti disebut Jenderal Nasution,  mereka tidak memicu  rencana alternatif, dan ini berarti secara strategis  
sudah suatu kegagalan. Selanjutnya saat  komandan kontrol G30S menghubungi  
tiga sektor yang sudah  mereka bentuk, sebagai disebut Brigjen Suparjo,  semuanya kosong. Bukankah ini salah satu indikasi kuat Syam sebetulnya   berada di kubu lain yaitu  kubu Jenderal Suharto, yang kegiatan sebetulnya   
untuk sang jenderal,  Dia sendiri yang melakukan sabotase terhadap  pergerakan  yang dikendalikannya. pergerakan  ini dirancang untuk gagal. Maka Latief  percaya  Syam tidaklah bertindak atas nama pribadi, dan yang dianggap   
olehnya tak lain dibandingkan  Jenderal Suharto.  
 Betapa rumitnya hubungan Syam yang konon pernah  mengenyam pendidikan  intelijen di Vietnam, Korea Utara dan Cina ini, sekaligus juga pendidikan  Seskoad. Dunia intelijen memang selalu ruwet tidak sederhana, berliku liku,  
terbuka untuk segala hal dan kemungkinan yang paling kontradiktif pun dan   hampir hampir mokal, namun   tertutup rapat bagi dunia luar. Seorang ksatria  pahlawan penumpas kudeta militer berlumuran darah mungkin sekali yaitu   salah satu pelaku utama di baliknya, suatu ironi yang menjungkirbalikkan  segala hal. Dan itu bernama dunia intelijen.  berdasar keterangan saksi  kepercaya an sementara orang seperti tersirat dalam buku Hanafi dan  soebandrio  , bertahun  tahun  Syam sebetulnya  sudah  memasang jebakan untuk Aidit  dengan menjalin hubungan pribadi maupun hubungan organisasi partai. Hubungan  itu terus meningkat dengan meningkatnya keterampilan Syam dalam bidang  
intelijen yang sudah  digaulinya sejak jaman revolusi fisik. Begitu hebatkah  tokoh ini, atau dan begitu bodohnyakah DN Aidit sebagai Ketua Politbiro  ditambah  pendukungnya,   
Syam ditangkap pada 8 Maret 1967 di Cimahi. Berdasarkan manuscript  manuscript  CIA  
yang sudah  dibuka untuk umum seperti dicatat oleh Peter Dale Scott,  pesakitan itu merupakan orang ketiga yang diidentifikasi oleh pihak AD  
sebagai orang yang bernama  Syam‘. Jadi paling tidak ada tiga orang  Syam‘.  Ia ditahan di RTM Budi Utomo Jakarta pada 27 Mei 1967. Beberapa bekas  tahanan politik yang pernah  berkumpul atau dekat dengan sel tempat Syam,  
menyatakan selama ditahan ia bertindak seperti seorang bos. Ia dapat mondar  mandir dengan leluasa di tahanan, mengenal banyak tugas   militer seperti  berada di lingkungannya sendiri. Banyak tahanan politik yang dianggap cukup    
penting dibawa ke RTM untuk dapat diidentifikasi oleh Syam agar bisa   memperoleh  tempat yang tepat . Sering ia tiba tiba tidak berada di tempat  
tanpa diketahui  oleh orang lain akan keberadaannya.   Sangat umum diketahui  para tahanan Politik , ada beberapa  orang yang dekat dengan para  pejabat, memberikan berbagai informasi  yang benar maupun karangannya  
sendiri, saat  diminta atau tidak untuk meringankan dirinya sendiri dan  memberatkan orang lain. Bahkan beberapa orang dijadikan interogator dan ikut  menyiksa teman temannya sendiri, ikut dan  dalam operasi penangkapan .  
Orang seperti  itu biasanya disebut pengkhianat, biasanya dengan cepat dapat  diketahui  oleh tahanan Politik  yang lain. Syam jauh lebih rumit dan lebih  besar  dibandingkan  sekedar kelompok ini.  John Lumengkewas, seorang mantan Wakil Sekjen PNI dan ditahan selama 7 tahun   
menuturkan kesaksiannya saat  ditahan di RTM mengenai  tokoh Syam. Ia memiliki   pengetahuan  ensiklopedis bagi orang  yang dituduh PKI. Ia memperoleh   perlakuan istimewa di RTM, berbeda dengan tahanan Politik  lainnya. Fasilitas di selnya  mewah untuk ukuran waktu itu, menu makanannya berbeda, ia bebas berada di  
luar sel, akrab berbincang bincang dengan tugas  . Dia sebentar sebentar  dipanggil oleh tugas   dari pintu blok, lalu pergi ke kantor RTM. Nampak  
sekali Syam sudah lama berhubungan dengan kalangan ABRI tertentu. Oei Tjoe  Tat SH, mantan Menteri Negara yang juga pernah  ditahan di RTM, menggambarkan  Syam sebagai orang yang tidak mengetahui  diri. jika  ia keluar untuk diperiksa,  
orang lain menjadi tidak tenteram sebab  ulahnya. Ia orang misterius yang  dijauhi oleh para tahanan yang lain.  Syam dijatuhi hukuman mati oleh Mahmillub pada 9 Maret 1968. Di tahun  tahun   
berikutnya ia menyombongkan diri kepada rekan rekannya di penjara bahwa ia  masih bertahan hidup meski sudah dijatuhi hukuman mati. Ia selalu memiliki  informasi  untuk diberikan dalam kesaksian terhadap orang lain yang diadili  
selama bertahun  tahun . Ia mulai masuk penjara Cipinang pada 27 Oktober 1972.  berdasar keterangan saksi  kesaksian para tahanan Politik , Syam dan komplotannya Subono masih bisa keluar  penjara dan  menulis laporan untuk kepentingan AD. Bahkan pada awal tahun   
1980, ia keluar masuk di berbagai instansi militer. berdasar keterangan saksi  keterangan  
seorang mantan perwira Kopkamtib, Syam memang dipakai sebagai informan   militer.  
Berdasarkan catatan, Syam diambil dari Cipinang pada 27 September 1986 jam  21.00 oleh tugas   Litkrim Pomdam Jaya atas nama Edy B Sutomo (Nrp.27410),  lalu dibawa ke RTM Cimanggis. Tiga hari lalu  tengah tengah malam  bersama dua  
teman temanya  ia dibawa dari Cimanggis dan pada jam 01.00 sampai ke Tanjungpriok.  
Mereka diangkut dengan kapal laut militer ke sebuah pulau  di Kepulau an  Seribu dan dieksekusi pada jam 03.00. Tak ada keterangan mengapa pelaksanaan  eksekusi terhadap Syam   dan beberapa  tokoh yang lain   terus diulur ulur  
hingga 14 tahun  dihitung dari sejak masuk Cipinang, bahkan 18 tahun  bila  dihitung sejak vonis Mahmillub.   Adakah itu Syam yang asli atau  Syam‘ yang lain,  Agaknya akan tetap menjadi  
misteri sebagaimana misteri berbagai hal seputar G30S. berdasar keterangan saksi  pengakuan  
Latief saat  ditahan di Cipinang pada 1990 ia berada satu blok dengan Syam.  Sementara itu seorang pejabat di lingkungan Depkeh RI menyatakan Syam  dikeluarkan dari Cipinang pada September 1986 atas izin Presiden Suharto.  
Antara dua keterangan ini sekedar perbedaan waktu, mungkin saja Latief tidak  akurat. Jalannya peristiwa menunjukkan peranserta  agen Syam menjadi salah satu  kunci penting keberhasilan operasi yang sedang dilancarkan oleh sahabat  
lamanya, Jenderal Suharto. Mungkinkah orang yang agaknya mengetahui  betul akan   isi perut Suharto dalam hubungan dengan G30S dibiarkan hidup bebas,   (Petikan dari Harsutejo,  Sejarah Gelap G30S    revisi).  Diktator Militer Menjarah 35 Miliar Dollar Sudah menjadi keterangan klasik apa yang dikisahkan oleh Kolonel Latief mengenai  2 kali pertemuannya dengan Jenderal Suharto. Pertemuan kedua terjadi beberapa jam sebelum 
penculikan dan pembunuhan beberapa  jenderal yang dilakukan oleh pasukan G30S. Sudah sangat dikenal bahwa dua batalion pasukan Brawijaya dan Diponegoro yang didatangkan ke Jakarta yang lalu  menjadi bagian pasukan G30S didatangkan atas perintah Jenderal Suharto. Pasukan itu pun sesuai dengan perintah bersiap untuk bertempur. Pasukan ini juga  yang lalu  sebagian menyerah bongkokan kepada 
Jenderal Suharto di Kostrad sebab  tiadanya logistik, bahkan para prajuritnya kelaparan 
dan minta makan ke markas Kostrad. Inilah bagian dari skenario G30S yang dirancang 
untuk gagal (lihat analisa  mengenai  Brigjen Suparjo). Bicara mengenai  G30S selalu memuat mengenai  sang dalang. Sudah sejak dini sejarawan Prof Dr Nugroho Notosusanto menuduh Presiden Sukarno sebagai dalangnya (yang lalu  juga dianut oleh Victor M Fic). Rezim Orba dan para kerabatnya menuduh Aidit/PKI, yang lain CIA, Jenderal Suharto, atau dan berbagai kombinasi. beberapa  ahli lebih menitikkan pada dalang peristiwa kelanjutannya berupa pembantaian 500.000 sampai 3 juta rakyat 
yang dituduh terlibat G30S atau PKI dalam waktu beberapa bulan tanpa ada perang . Sebagian orang menguar uarkan mengenai  adanya situasi saat  itu yang digambarkan sebagai  membunuh atau dibunuh untuk mengelakkan tanggungjawab pembantaian massal ini  sebagai ditulis oleh Brigjen (Purn) Samsudin, Sulastomo, Fadly Zon, 
Salahuddin Wahid , sesuatu yang sama sekali tidak ada buktinya dan tidak benar.  beberapa  peristiwa yang menelan korban sebelum 1 Oktober 1965 dan  bentrokan yang terjadi di beberapa tempat segera sesudah peristiwa G30S disebut sebagai situasi membunuh atau dibunuh , sesuatu yang sangat dibesar besarkan. Justru propaganda 
hitam seluruh mesin rezim Orba terus menerus (bahkan sampai tahun an) yang memicu  
panas situasi, mematangkan situasi untuk melakukan pembunuhan massal itu (lihat 
contohnya  Lubang Buaya dan Gerwani). Dalam hubungan ini tidak ada kontroversi, Jenderal 
Suharto yang bertanggungjawab, sedang Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dan beberapa  petinggi militer lain sebagai penanggungjawab lapangan. Tidak berlebihan jika Suharto kita sebut sebagai Sang Jagal. Jenderal Besar (Purn) Suharto, Bapak Pembangunan, Sang Supersemar, Presiden 
Republik Indonesia   (1968 1998), juga Ketua Dewan Pembina Golkar di sepanjang tiga 
dekade kekuasaannya. Selama itu Suharto dipilih sebagai Presiden RI sebanyak 7 kali dengan dukungan penuh Golkar sebagai bagian dari tiga pilar ABG: ABRI, Birokrasi, dan Golkar. Itulah yang disebut sebagai Demokrasi Pancasila. Seorang penulis menyebut  Suharto yaitu  Golkar dan Golkar yaitu  Suharto‘. sebetulnya lah  Suharto yaitu  ABRI dan ABRI yaitu  Suharto‘ di samping  Suharto yaitu  Birokrasi dan Birokrasi yaitu  
Suharto‘, jadi Suharto itu identik dengan kekuasaan negara, bahkan dengan negara itu 
sendiri. Pendeknya Suharto ya negara kita  dan negara kita  ya Suharto. sebab  negara kita  itu juga Suharto, maka tak aneh jika hanya dia yang berhak menafsirkan UUD 1945. Dalam pasal 7 disebutkan  Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa 5 tahun , dan sesudahnya dapat dipilih kembali . Kalimat ini 
dianggap jelas bahwa masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden hanya 5 tahun  pertama dan 5 tahun  kedua jika dipilih. Sama sekali tidak disebutkan bahwa boleh 5 tahun  ketiga .  Siapa berkata  UUD 45 membatasi jabatan presiden cuma hanya sekedar dua kali, tidak ada yang membatasi... begitu Suharto berkata  sebagai tafsirnya. Dalam bahasa gaul kira kira berbunyi  sukak sukak aku . Selanjutnya mengenai  Pasal 33 yang berbunyi  Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipakai  untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat . Itu berarti untuk kemakmuran Suharto, anak cucu cicit,  kroninya dalam dan luar negeri. Kan Suharto itu negara kita  dan negara kita  itu Suharto, tidak ada yang salah bukan,  Rezim militer Orba dibangun oleh Suharto cs lewat lumuran darah para jenderal dan 1000 rakyat negara kita  sesudah  didahului fitnah kotor dongeng horor mengenai  tarian harum bunga Gerwani di Lubang Buaya. Selanjutnya kedudukan Suharto memperoleh  legitimasi dengan apa yang disebutnya Supersemar, surat perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Sukarno yang dipalsukan itu. Legitimasi selanjutnya didapat dengan menafsirkan UUD 1945 seenak  sendiri. Legitimasi yang lain perlu dibangun dengan peranserta  sejarah Letkol Suharto dalam serangan umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta terhadap pendudukan 
Belanda yang diklaimnya sebagai pemilik gagasan dan pelaksana di lapangan. Senyum 
Suharto menggambarkan kata kata yang tak diucapkannya,  Habis petinggi militer yang 
lain pada ngumpet carik slamet, sedang Hamengkubowono IX cuma hanya sekedar k nongkrong di di istananya, maka ya saya sendiri yang tampil menghadapi musuh....... Tentu saja Suharto memperoleh  dukungan barisan kaum intelektual dan cerdik pandai di segala lini yang 
dapat dibelinya. Maka ditulislah sejarah dirinya dengan tinta emas, dibuatlah film kepahlawanan dirinya yang tiada tara seperti  Janur Kuning‘ dan  Pengkhianatan G30S/PKI‘ dan  bangunan  Monumen Yogyakarta Kembali‘ di Yogya yang megah itu. Dunia Barat merasa berutang budi saat  Jenderal Suharto menggulung PKI dan seluruh 
pergerakan  kiri dan akhirnya berhasil menggulingkan Presiden Sukarno, simbol rakyat 
negara kita  dan dunia ketiga dalam menghadapi imperialisme dunia. Maka langkah selanjutnya yaitu  mendepolitisasi rakyat yang menjadi tujuan bersama antara dunia Barat dengan penguasa represif. Dua kekuatan itu bekerja sama menghentikan aksi  mayoritas  penduduk negara kita  dari kehidupan ekonomi dan politik di negara mereka sendiri. Gaya rezim ini yaitu  tiadanya pembangunan politik elementer alias politik tanpa pembangunan politik, soalnya politik itu tabu bagi rakyat. Biarlah politik itu menjadi monopoli Suharto, ABRI, Birokrasi, dan Golkar. Sedang dua partai lain, PPP dan PDI diberi peran  politik pinggiran pupuk bawang sebagai ornamen demokrasi. Suharto masih merasa kurang pas jika belum dilengkapi legitimasi yang lain dibandingkan  yang  lain, yaitu  legitimasi alam gaib. Ia pun dibentengi oleh beberapa  dukun dan azimat yang diatur dari atas, mungkin  oleh Ki Semar. Bukan kebetulan jika Suharto mengidentifikasikan dirinya dengan Ki Semar. Salah seorang dukun yang tersohor sekaligus asisten khusus Suharto ialah Jenderal Sudjono Humardani. Ia pernah  diutus menjemput  kembang wijayakusuma bagi kesaktian dan kemenangan Suharto.. Untuk itu  Suharto melakukan apa yang dalam bahasa Jawa disebut nglakoni, menjalankan olah mental dan spiritual dengan cara berpuasa, kungkum di sungai tertentu yang dianggap istimewa atau wingit dengan air dingin menusuk, tidak sebarang orang tahan dan bisa diterima oleh tempat itu. Suharto bersemadi di pinggir sungai yang seram, di gua atau di pantai Samudera Hindia untuk menghadap Nyai Loro Kidul dalam mitos Jawa, bahkan disebut melakukan perkawinan sakral [bukan perselingkuhan, dengan sang Nyai. Apa 
isterinya tidak cemburu ya,  Dalam hubungannya dengan harta korupsi yang pernah  dijarah Suharto bersama keluarganya, maka ada gagasan Presiden Gus Dur untuk melakukan tawaran damai kepada keluarga Cendana.  ini merupakan langkah persuasif Presiden Gus Dur agar keluarga Cendana  sudi berkontribusi kepada negara dan rakyat . Maka pada akhir Mei 2000 dikirimlah utusan terdiri dari Menteri Pertambangan dan Energi Susilo Bambang Yudoyono, Ketua pergerakan  Pemuda Ansor Saifullah Yusuf dan Zarnuba Arifa Chafsoh alias Yenny, putri Presiden Gus Dur. Jika keluarga Cendana setuju dengan jalan damai, maka rencananya Gus Dur akan mengeluarkan surat pengampunan kepada Suharto dengan imbalan keluarga Cendana mengembalikan harta jarahannya sebesar  90%. Konon harta yang diincar di luar negeri saja sebesar 45 miliar dollar AS. saat  itu jaksa Agung Marzuki Darusman sedang melakukan pengusutan perkara korupsi Suharto. Niat baik Gus  Dur tak terimbangi. Ya mereka hanya mau menjarah dan tak sudi berkontribusi untuk negara dan rakyat. Rakyat jelata memiliki  ungkapan sederhana  mana ada maling mau mengaku . Konon polisi negara kita  memiliki  kiat jitu, bahkan mumi Mesir Kuno pun tak dapat mengelak mengakui umurnya. Ketetapan MPR No.X1/1998 mengamanatkan pemberantasan KKN yang dilakukan siapa pun termasuk mantan Presiden Suharto. Pada tahun  2000 Suharto hendak dituntut dalam perkara  gurem dalam tindak korupsi sebesar Rp1 triliun dan 419 juta dollar AS terhadap uang yayasan yang didirikannya (Yayasan Darmais, Dakab, Supersemar, Amal Bhakti Muslim Pancasila, Dana Mandiri, Gotong Royong dan Trikora). Yayasan yang  bertujuan sosial ini memiliki aset sebesar Rp 4 triliun. Yayasan ini sudah  menghimpun  dana dengan berbagai macam aturan pemotongan gaji pegawai negeri, sebagian laba bank pemerintah dan  BUMN dan  dari para pengusaha kakap. Dalam fakta nya dana itu dibuat bancaan untuk modal perusahaan milik Bob Hasan, Bank Yama milik Tutut, Sempati Air milik Tommy. Ini semua merupakan penyalahgunaan. Akhirnya Jaksa Agung Mei 2006 mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3). 
Suharto memang digdaya. Diberitakan pada akhir Februari 2007 bahwa tim Kejagung, instansi sama yang mengeluarkan SP3 akan melayangkan somasi dengan gugatan perdata terhadap mantan Presiden Soeharto yang harus mengembalikan uang negara sekitar Rp 1,5 triliun yang diduga hasil korupsi saat  mengetuai tujuh yayasan. berdasar keterangan saksi  pakar bidang perkorupsian Junus Aditjondro, hal ini cuma hanya sekedar  akal akalan mencari kepopuleran . Kata Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, Suharto sudah  melakukan pelanggaran pelanggaran hukum, itu yang akan  dipakai  dalam gugatan perdata.  Jatuhnya Suharto pada 1998 tidak dan  sertamerta  mengakhiri rezim lama, pelembagaan hal  hal menyesatkan terus berlangsung. Jenderal Besar (Purn) Suharto ditumbangkan, kuku  kukunya sebagai bagian dari rezim militer Orba masih mencengkeram berbagai aspek  kehidupan bangsa dan negeri ini. Bersamanya ada  suatu lapisan militer dan sipil yang sudah  mencengkeram akumulasi kekayaan amat besar negeri ini yang lalu  menjadi sah secara hukum yang akan tetap memberikan pengaruhnya dalam jangka panjang  dalam bidang politik maupun ekonomi terutama melalui apa yang disebut money politics,  dengan politik kekuatan uang alias politik menyogok, menekan, mengancam dan meneror yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya kekerasan rezim Orba. Kekayaan mereka itu setidaknya sebesar 6 miliar dollar AS saat  Suharto jatuh, hampir  setara dengan 600 triliun rupiah. Sedang realisasi APBN Perubahan 2006 untuk belanja  negara sebesar Rp 508 triliun, artinya Suharto ditambah    kroninya mampu membeli negeri  ini.  Situasi mutakhir Sang Jagal yang  Bapak Koruptor memperoleh  hadiah Rp 1 triliun dari Mahkamah Agung RI dalam perkaranya  dengan majalah Time, diikuti pentahbisan dirinya sebagai penjarah kekayaan negara kelas  hiu nomor wahid di dunia dari StAR (Stolen Assets Recovery) Initiative PBB. Kita ikuti 
seruan penyair Wiji Thukul,  Hanya ada satu kata: Lawan! (Petikan dari naskah belum terbit). 
Prof Teuku Jacob mendaftar ulah kekejaman manusia dengan kata kata lugas yang cukup   
mencengangkan. Penyiksaan dan penganiayaan tahanan dan tawanan menunjukkan kebengisan yang tak terbayangkan, mulai dari mencambuk, mencabut kuku, menjepit ibu  jari, melilit tubuh, membakar bagian badan, menyiram cairan panas, menjepit daging  dengan jepitan membara, memotong urat, membuang, memperbudak, memenggal kepala,  menggantung, melempar dari tempat tinggi, mencekik, membenamkan, mengubur hidup  hidup, mencincang, sampai membunuh atau memperkosa anggota keluarganya di depan  mata, menjemur, tidak memberi makan, menyeret dengan kuda, membakar dalam unggun api, dan sebagainya... sebagian besar dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyatnya sendiri.  Begitu sulit dipercaya bahwa ulah kekejaman seperti  itu dilakukan juga oleh rezim militer Orde Baru terhadap musuh politik mereka atas nama suatu gagasan yang begitu tinggi dan mulia, yaitu  Pancasila! Malahan rezim ini masih menggenapi khasanah 
penyiksaan dan pembunuhan dengan penemuan baru mereka: memasukkan tahanan politik hidup hidup ke dalam luweng atau sumur alam yang amat dalam, memasukkan ke dalam kapal bobrok dan menenggelamkannya, meneggelamkan hidup hidup tahanan dengan beban besi atau batu, menyiram gua dan ruba tempat persembunyian dengan bensin dan membakarnya dan  melemparkan alat peledak, menyetrom kemaluan laki wanita  saat  mereka dipaksa bersetubuh, dan tindakan keji lain yang sulit diterima akal sehat dan akal normal dan sulit dipercaya oleh masyarakat beradab. Dan hebatnya rezim ini berusaha keras untuk menghapusnya dari memori orang banyak dengan segala macam cara termasuk memalsu sejarah dan menggantinya dengan memori rekayasa, Pancasila sakti.  
Perburuan dan pembantaian orang  PKI dan yang disangka PKI dan  seluruh pergerakan  kiri sering dimulai dengan apa yang disebut sebagai  penemuan  manuscript  manuscript  di kantor atau tokoh PKI atau organisasi yang lain mengenai  daftar hitam tokoh tokoh lawan PKI yang hendak dibunuh. Di samping itu juga adanya manuscript  yang berisi rencana rencana gelap dan jahat yang lain. sesudah  1 Oktober 1965 dan sepanjang tahun  1966, koran dan penerbitan di negara kita  penuh dengan berita segala macam kekejian dan 
kekotoran PKI ditambah    ormasnya sampai dengan yang paling ganjil dan tidak masuk akal, 
sudah  memicu  histeria nasional dan histeria bangsa sebagai landasan subur untuk 
melakukan pembasmian terhadap mereka. Tidak selembar pun manuscript  seperti  itu pernah  diajukan di suatu pengadilan. Dalam telegram No. 868 kepada Kemlu AS pada tanggal 5 Oktober 1965, sore hari sesudah  menghadiri  pemakaman para jenderal di Kalibata, Dubes AS Marshall Green memaparkan mengenai  petunjuk dasar dalam membantu rezim militer di negara kita  agar benar benar dijaga kerahasiaannya. Pentingnya disebarkan dongeng kesalahan dan pengkhianatan PKI dan  kebiadabannya, sesuatu yang bersifat amat mendesak. Kedubes Inggris di Jakarta menghubungi kantor besar dinas rahasia mereka di Singapura mengenai  langkah langkah yang perlu segera diambil menghadapi perkembangan situasi di negara kita . perang  urat syaraf alias perang  penyesatan terhadap lawan untuk merongrong dan melemahkan PKI. Tema propaganda berupa kisah kebiadaban PKI dalam 
pembunuhan para jenderal dan puteri Jenderal Nasution, bahwa PKI agen asing. Hal hal itu harus dilaksanakan dengan halus, seolah sama sekali tidak melibatkan Inggris, bahan seperti  itu sebaiknya dikirim dari Pakistan atau Filipina sebagai tercantum dalam telegram rahasia kedubes Inggris No.1835 6 Oktober 1965. 
Sebagai spesialis propaganda Norman Reddaway dipilih oleh Dubes Inggris Gilchrist sebagai orang terbaik untuk pekerjaan kotor itu. Selanjutnya sang spesialis antara lain memanfaatkan jalur koresponden BBC Asia Tenggara, Roland Challis. Ia meminta sang koresponden melakukan apa saja untuk merusak dan menghancurkan Sukarno, di samping PKI dan  mendukung Jenderal Suharto dengan menyiapkan manuscript  manuscript  
untuk dimanfaatkan olehnya. sebab  sang koresponden tak bisa masuk ke negara kita  
sampai pertengahan 1966, maka ia memakai  sumber sumber MI6 yang agen agennya mondar mandir keluar masuk negara kita . Dalam berita berita yang ditulisnya tak satu pun menyinggung adanya pembantaian ribuan orang di negara kita , yang ada perang  saudara dan gerombolan komunis bersenjata. Berita itulah yang muncul dalam koran koran Inggris The Times, Daily Telegraph, Observer, dan Daily Mail. Robert J Martens, seorang agen CIA dengan jabatan Perwira Politik pada Kedubes Amerika di Jakarta sudah  berhasil menyusun daftar terpilih terdiri atas 5.000 orang kader PKI dari tingkat pusat sampai pedesaan ditambah    organisasi massanya dengan rincian jabatannya. Daftar itu dibuat selama dua tahun  (1963 1965) dengan bantuan para pegawai CIA sebagaimana yang dibenarkan oleh Joseph Lazarsky, Deputi Kepala CIA di Jakarta. Selanjutnya diadakan kesepakatan dengan perwira intelijen Kostrad Ali Murtopo, secara berkala yang bersangkutan melaporkan siapa siapa dari daftar itu sudah  ditangkap dan 
siapa siapa sudah  dibunuh. Kostrad menjadi pusat pemantauan terhadap laporan pihak 
militer dari seluruh penjuru mengenai  penangkapan dan pembunuhan terhadap kaum 
komunis dan golongan kiri lain. Demikian tulis Cathy Kadane dalam San Fransisco 
Exeminer, 20 Mei 1990. Penghancuran terhadap PKI dan seluruh pergerakan  kiri pertama  yaitu  membasmi secara fisik para anggota dan pendukungnya. Basmi sampai akar akarnya, itulah yang terus menerus diserukan baik oleh Jenderal Suharto maupun Jenderal Nasution dan  para 
pengikutnya. Kekuasaan, dan segalanya ada di bawah laras senapan. pertama  perlu diingatkan bahwa segala macam aksi terhadap pergerakan  kiri dan pendukung sukarno  yang lain yang antara lain diketuai  oleh KAP (Komite Aksi Pengganyangan) Gestapu, memperoleh  dana dari kekuatan asing yang selalu disebut oleh sukarno  dengan Nekolim. Resminya badan ini didirikan oleh tokoh NU Subchan ZE bersama Harry Tjan, 
namun  di baliknya beberapa perwira Kostrad dengan Brigjen Sucipto sebagai pemrakarsa. 
Pemerintah Amerika dengan CIA nya mendukung dana sebesar Rp50 juta [saat  itu setara dengan US1,2 juta] yang diberikan lewat tangan Adam Malik sebagaimana yang dimintanya. Meskipun jumlah bantuan itu berdasar keterangan saksi  CIA relatif kecil, namun   cukup   berarti untuk kegiatan badan ini. Di pihak lain bantuan ini akan dapat meningkatkan pamor Adam Malik (CIA 2001:379 380), ini berarti pamor sang kancil sudah  dibeli dengan dollar. Pada 17 Oktober 1965, pasukan elite RPKAD di bawah Kolonel Sarwo Edhi, lulusan 
sekolah staf AD Australia, berada di basis PKI segi tiga Boyolali Klaten Sala dengan misi  dengan cara apa pun untuk menghancurkan basis itu. saat  disadari bahwa jumlah pasukan tidak mencukupi untuk misi , maka  Kami memutuskan untuk menggalang barisan anti komunis untuk membantu misi  ini . Di Sala kami mengumpulkan para pemuda kelompok nasionalis dan Islam. Kami memberikan latihan selama dua tiga hari, 
lalu  mengirimkan mereka untuk membantai kaum komunis , demikian kata Sarwo Edhi. Hal ini berlanjut pada akhir Oktober dan permulaan November 1965 di Jawa Timur dan pada Desember 1965 dan permulaan 1966 di Bali. 
Dalam penyelidikannya mengenai  pembantaian di Jawa Timur, terutama di daerah Kediri, 
sejarawan Hermawan Sulistyo menemukan bahwa para perwira tertinggi [AD] setempat 
(Korem, Kodim), perwira intelijen, dalam derajat tertentu memulai pembantaian. lalu  juga pimpinan partai politik dan tokoh setempat termasuk beberapa ulama berpengaruh. 
Lapis selanjutnya yaitu  organisasi seperti Ansor dengan Banser nya. Dalam beberapa 
masalah , si pembunuh menjilati darah korban, meskipun hal itu dilarang oleh para kiai, namun   
jalan terus. Dan dengan rasa kesetanan mereka membantai korban korban berikutnya. 
Algojo kadang memotong alat kelamin korban, untuk menyebarkan teror. Di Sumatra Utara, pembunuhan pembunuhan sudah  dimulai sejak 1 Oktober 1965. Brigjen Kemal Idris yang sedang bekerja   di daerah itu mengambil inisiatif membersihkan wilayahnya dari orang  komunis dalam radius 5 km dari pengkalan mereka di Tebing Tinggi. saat  perintah datang dari Jakarta, ia sudah  membunuh 20% buruh perkebunan 
karet di Medan area. Dalam banyak masalah  para kader dan aktivis komunis dibunuh ditambah    seluruh keluarganya, agar di belakang hari tidak akan muncul  pembalasan dendam atau retaliasi 
Pendeknya pembunuhan menumpas sampai cindil kakak e, sampai bayi yang baru lahir. 
Ini rupanya versi pelaksanaan perintah Jenderal Suharto dan seruan Jenderal Nasution 
'menumpas sampai ke akar akarnya'. 
Di banyak tempat terutama di Jawa Timur, sesudah  dibunuh  beramai ramai mayat mereka 
ditinggalkan begitu saja berserak di berbagai tempat sampai berhari hari tak seorang pun 
berani mengurusnya. Atau mayat mayat itu beramai ramai diseret dilempar ke sungai. 
memperoleh  laporan kondisi  itu Presiden Sukarno dalam pidatonya pada 18 Desember 
1965 mengutuk pembunuhan pembunuhan dan mengingatkan akan perintah agama mengenai  soal merawat jenasah. Di Bali ribuan orang komunis atau yang disebut komunis diburu dan dibunuh . Ribuan anak anak dan wanita  diusir dari desa mereka, lalu desa itu diluluhlantakkan dengan api. Dari tengah malam  yang satu ke tengah malam  yang lain, api menyala di banyak desa di Bali, menghancurkan pemukiman ditambah    penghuninya dalam kuburan massal. Adakah desa desa yang hancur itu lalu  diresaikel. Seseorang bercerita bahwa di bawah hotel 
Oberoi yang mewah itu sampai ke pantai terkubur 200 mayat mereka yang dibunuh . Mungkin berbeda dengan di Jawa, di Bali tempat tempat kuburan massal seperti  itu dijadikan sasaran pemerintah Orba untuk mendirikan proyek proyek sebagai cara untuk menghilangkan jejak secara permanen. Konon beberapa  tengkorak manusia sering ditemukan dalam proyek seperti  itu, sesuatu yang biasa bagi orang Bali, dan mereka 
mengetahui  tengkorak macam apa itu. Hal ini tidak pernah diberitakan media massa [selama 
rezim Orba, hs] Penjagalan Terhadap tahanan Politik  Ratusan ribu orang ditahan dalam ratusan rumah tahanan dan penjara dan  tahanan 
darurat di seluruh Jawa, Sumatra, dan pulau  pulau  lain. Kata kata Jenderal Suharto, 
 Siapa yang akan memberi makan mereka,   dilaksanakan dengan sebaik baiknya di 
banyak tempat. Umumnya pada tengah malam  hari puluhan atau ratusan tahanan, tergantung 
pada kapasitas tahanan atau pun pada besarnya logistik yang dapat mereka siapkan berupa truk dan tenaga pembantai. Mereka dinaikkan truk truk untuk dipindah, namun   tangan mereka dalam kondisi  terikat. Sesampai di suatu tempat yang sudah  ditentukan, maka lubang lubang besar sudah siap untuk menelan mereka selama lamanya, sesudah  para pembantai beraksi serentak baik dengan senjata api mau pun senjata tajam. Sebuah kuburan massal. Mereka berasal dari penjara penjara Kalisosok Surabaya, Lowokwaru Malang, Banyuwangi, Madiun, Kediri, Tulungagung, Blitar, Sala, Sragen, Yogya, Wonosobo, Semarang, Ambarawa Nusakambangan dan dari banyak tempat tahanan lain  termasuk Jakarta dan Bandung.  pulau  Kemarau terletak di tengah Sunga Musi. Di situ ada  bangunan bekas tempat usaha penimbunan besi tua yang diubah sebagai tempat tahanan. Pada permulaan Maret 1966 para tahanan memperoleh  jatah makan sekali sehari sebanyak tiga sendok. lalu  makanan ini diganti jagung sebanyak 25 butir tiap kepala. Pada 1 Juni 1966 semua sel dikunci, selama 3 hari 3 tengah malam  para tahanan tidak diberi makan maupun minum. Maka satu per satu mereka menjadi tengkorak dan mayat. Mayat ditumpuk jadi satu 
disusun selang seling kepala dan kaki, lalu dibungkus karung dan diikat. Dengan diganduli 
besi, karung karung ini  dibuang ke Sungai Musi. Kejadian ini berlangsung hampir sebulan lamanya. Dari seluruh penjuru Jawa Tengah dan Timur, ribuan tahanan Politik  diangkut ke penjara penjara Nusakambangan, mencapai 10.000 orang. Di samping yang mati kelaparan dan penyakit, maka tiap tengah malam  berpuluh tahanan Politik  dibawa ke Pasir Putih di bagian  barat pulau  untuk dibunuh  dan dikubur secara massal. Selama 1966 1969 jatah makanan  begitu buruknya, tiap orang menunggu kematian.  
Yang sangat umum terjadi selama 1965 sampai 1969 yaitu  sangat buruknya jatah  makanan dan kesehatan di seluruh tahanan dan penjara, di banyak tempat hampir tanpa  layanan medis apa pun. Satu satunya pengecualian yaitu  rumah tahanan Nirbaya, tempat beberapa  menteri ditahan. Tak aneh jika  segala macam penyakit dari hongerudim, tifus, tbc  melanda para tahanan Politik . Ribuan orang dibunuh secara perlahan 
lahan dengan cara ini. Selama tahun  1967/68 di penjara Kalisosok Surabaya, puluhan  orang meninggal setiap harinya, sedang di Nusakambangan rata rata 20 orang tiap 
harinya. Kembali ribuan orang ditangkap sesudah  operasi Trisula di Blitar Selatan. Pendeknya pembunuhan massal sudah  terjadi di banyak tahanan dan penjara. Inilah praktek dari perikemanusiaan yang adil dan beradab model Orde Baru. Para tahanan Politik  yang selama bertahun  tahun  dibuat lapar dan  menderita busung lapar dan  berbagai penyakit lain itu secara ironis pada setiap tahun nya menjelang puasa diajari oleh ulama yang didatangkan dari dunia bebas, mengenai  pentingnya berpuasa, menahan lapar, menahan nafsu...  Demikian Pramoedya mencatat pengalamannya 
 Sasaran pembunuhan yang sudah  direncanakan di samping tokoh  PKI dari puncak sampai ke akar rumput, juga termasuk kader dan aktivis semua lapisan organisasi  massanya. Di samping itu ada  target khusus yang lain berupa kaum intelektual dan tokoh yang duduk di pemerintahan seperti walikota, bupati, juga guru, seniman, kepala 
desa . yang dianggap komunis atau simpatisan komunis. Nampaknya target tertentu ini benar benar sudah  direncanakan dengan matang sesudah  analisa  mendalam mengenai  
kemungkinan hari depan komunisme di negara kita . Mungkin sekali hal ini ada kaitannya 
dengan daftar maut CIA seperti ini  di atas yang dimasak oleh dapur intelijen Jenderal Suharto.  Pemilihan target ini dilakukan baik dengan pembunuhan secara langsung maupun 
ditujukan bagi mereka yang sudah  mendekam di ratusan kamp tahanan dan penjara. maka  rezim militer Orba hendak memastikan bahwa tidak ada peluang lagi bagi kemungkinan kebangkitan mereka. Sebagaimana tak henti hentinya dicanangkan oleh Jenderal Suharto dan Jenderal Nasution yang diikuti oleh media massa, 'pembasmian kaum komunis dan komunisme sampai ke akar akarnya'. Dan yang mereka maksud dan mereka laksanakan pertama  yaitu  pembasmian fisik. Selanjutnya diikuti oleh 
penghapusan dan rekayasa memori sosial dengan penghancuran segala macam manuscript tasi, buku, perpustakaan, dan karya budaya dan intelektual yang lain sebagai bagian dari vandalisme. sebab  itu betapa tidak masuk akalnya jika pembunuhan itu terjadi  secara spontan tanpa perencanaan matang. Biarlah pembantaian itu berjalan terus, toh yang dibunuh orang komunis! Begitulah standar ganda perikemanusiaan dan hak asasi manusia yang dianut rezim Barat yang mereka  terapkan sebagai yang sudah  dianut jurnalisme majalah Time dalam artikel 'Vengeance in Smile' pada 15 Juli 1966 yang melukiskan pembantaian massal itu sebagai  Kabar paling  bagus bagi Barat selama bertahun  tahun  di Asia ,  The West's best news for years in Asia.  Celakanya standar ganda seperti  ini pun masih terus hidup di negara kita  sebagai hasil gelombang fitnah tak berkesudahan termasuk lewat buku pelajaran sejarah dan usaha  cuci otak yang terus menerus dilakukan rezim Orba selama 32 tahun , dalam beberapa hal bahkan sampai saat ini, sering tanpa sadar dianut oleh jutaan rakyat negara kita  termasuk beberapa  kecil intelektualnya. Untuk meletakkan nilai nilai perikemanusiaan yang adil dan  beradab sesuai dengan Pancasila dan ajaran semua agama, diperlukan daya usaha  yang  terus menerus tiada kenal lelah dari semua yang memiliki kesadaran dan kemauan baik dengan memerangi standar ganda ini  di atas. Untuk itu diperlukan waktu, mungkin  setidaknya setara dengan waktu bercokolnya rezim militer Orba Suharto atau lebih. 
Menyebarkan nilai luhur sekaligus memerangi kejahatan memerlukan waktu dan daya  usaha  jauh lebih besar dibandingkan  kebalikannya. jika  terorisme didefinisikan sebagai ancaman, penistaan dan pembantaian terhadap penduduk sipil dalam jumlah amat besar dalam waktu pendek, terhadap mereka yang tidak  mengetahui  menahu urusannya, tidak memiliki kemampuan melawan atau membela diri sendiri  ditambah    keluarganya dan  tanpa peluang menyelamatkan diri, maka ini merupakan terorisme paling hebat dan mengerikan di jaman modern, terorisme yang dilakukan oleh negara. (Dipetik dari Harsutejo,  Sejarah Gelap G30S    revisi).  beberapa  petinggi militer, sebagai yang pernah  ditulis Jnderal Yasir Hadibroto yang membanggakan diri sebagai eksekutor DN Aidit, saat  itu (1965 1966) merupakan kondisi  perang . Selanjutnya beberapa  pelaku dan penulis pendukung Orba seperti 
Sulastomo, Fadly Zon, Mayjen Samsudin, menggambarkan seolah olah saat  itu dalam 
kondisi   membunuh atau dibunuh . Itu semua bohong dan tidak ada buktinya, sekedar 
usaha  mengelakkan tanggungjawab, agar pembantaian itu sah adanya. Apa ada situasi 
 membunuh atau dibunuh  di kamp tahanan dan penjara sebagai yang dipropagandakan 
untuk penyesatan oleh pendukung rezim Orba, agar pembunuhan massal itu dapat diterima sebagai kewajaran. Meski kondisi  politik tegang namun   situasi relatif aman sebagai yang direkam buku yang populer disebut Cornell Paper yang disusun berdasarkan berita koran Orba sampai 
dengan Desember 1965, sebab nya laporan Benedict Anderson dan Ruth McVey ini dinamainya A Preliminary Analysis of the October 1, 1965 Coup in negara kita , 1971. Fakta fakta yang terhimpun dalam buku ini didukung dan dilengkapi dengan fakta fakta berupa  sejarah lisan dari berpuluh puluh narasumber mereka yang mengalami langsung pada  1965/1966 yang antara lain terekam dalam buku John Roosa cs (ed), tahun  yang Tak pernah  Berakhir, , 2004 dan HD Haryo Sasongko, Korupsi Sejarah dan Kisah Derita Akar  Rumput, 2005. Pembunuhan itu dilakukan dengan senjata senapan  oleh pasukan militer, juga dengan memakai  golongan anti komunis yang termakan propaganda hitam dan 
rakyat yang dipaksa dan melakukannya baik dengan senjata api maupun senjata tajam, 
termasuk dengan bambu runcing. Apa pun pembicaraan  mereka, termasuk mencoretnya dari buku buku sejarah yang diajarkan di sekolah, pembunuhan massal terhadap  rakyat tidak berdosa itu merupakan kejahatan berat terhadap kemanusiaan yang tidak akan dapat dilupakan 
dengan Jenderal Besar (Purn) Suharto sebagai pelaku tertingginya.  Pemimpin Muda yang Enerjetik Sudah sejak muda, sejak jaman penjajahan Belanda, Aidit dalam umur belasan tahun  sudah  ikut dan  dalam pergerakan  melawan penjajahan dalam berbagai bentuknya. Sudah sejak muda juga  ia gemar membaca dan tertarik pada marxisme. Di masa revolusi fisik ada sebutan populer di kalangan kaum kiri,  mabuk marxisme  dalam artian positif, giat belajar teori dengan membaca, berdiskusi dan berdebat dan  kursus  politik sejak masa pendudukan Jepang, dan  menerapkannya dalam praktek perjuangan. Selanjutnya juga menuliskan berbagai gagasannya.  Di Menteng 31 bersama banyak pemuda yang lain ia digembleng para pemimpin nasional. beberapa  pemuda di antara mereka itu kemudian menjadi tokoh komunis, di 
samping DN Aidit, di antaranya Wikana (salah seorang tokoh pemuda yang berperanserta  
penting dalam  penculikan  sukarno  dan Bung Hatta pada 15 Agustus 1945), MH Lukman, Sidik Kertapati . Jadi tidak benar jika sejarawan Prof Dr Brigjen Nugroho Notosusanto menyatakan kaum komunis tidak memiliki  peranserta  dalam Proklamasi 17 Agustus 1945, ini bagian dari pemalsuan sejarah. Pada usia 28 tahun  pada 1951 Aidit menjadi pemimpin tertinggi PKI bersama MH Lukman dan Nyoto. Pada 1952, setahun  sesudah  kepemimpinannya, anggota PKI terdiri dari 8.000 orang. namun   pada 1964 mereka sudah  menghimpun jutaan anggota. Dalam pemilu demokratis pertama pada 1955 PKI keluar sebagai partai terbesar keempat, dalam pemilu di Jawa pada 1957 PKI meningkat sebagai partai terbesar pertama. Ini sungguh suatu 
prestasi luar biasa yang dicapai para pemimpin PKI muda usia. Oleh sebab nya pihak  pimpinan AD tidak menyukai pemilu seperti  itu. Sebelum tragedi 1965 PKI mengklaim memiliki 1000 anggota dengan 1 juta pengikut dan simpatisan, di antaranya terhimpun  dalam organisasi massa. PKI menjadi partai komunis terbesar di luar kubu sosialis. maka  Aidit menjadi tokoh komunis internasional yang suaranya tidak dapat 
diabaikan oleh kawan maupun lawan. Namanya berkibar dalam iklim perang  dingin antara 
blok kapitalis dengan blok komunis, perang  ideologi antara komunis  murni  dan komunis 
 revisionis , persaingan dan perkelahian antara blok Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) 
dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Dalam perselisihan ideologi ini PKI di bawah 
pimpinan Aidit cs berusaha bersikap netral secara politik. Sebagai partai massa PKI memiliki disiplin tinggi, keanggotaannya diatur secara berjenjang yang dimulai dengan calon anggota sebelum seseorang diterima sebagai anggota penuh yang didampingi seorang pembina. Hal itu di antaranya didasarkan pada ideologi seseorang dan  pengalaman perjuangan dan kontribusinya terhadap Partai. Dengan kriteria seperti  itulah seseorang dapat menduduki kepengurusan Partai maupun jabatan dalam pemerintahan sesudah  kemenangan pemilu. Untuk hal hal penting seperti  
di atas, butir kredit buat pemimpin kolektif tertinggi PKI, utamanya pada tokoh Aidit. Pemimpin muda ini sangat dinamis, berani, bergerak cepat, dengan daya tahan fisik dan mental luar biasa, bisa jadi beberapa  teman temanya  terkadang tertinggal dengan geraknya. Di samping itu ia pun tak lupa menekankan akan pentingnya kesabaran revolusioner dalam perjuangan jangka panjang. 
Teori Kudeta, Retorika Revolusi Aidit berada dalam rombongan delegasi Indonesa keluar negeri dalam rangka KAA di Aljazair yang gagal pada akhir Juni 1965, sebab  kudeta Kolonel Boumedienne terhadap Presiden Ben Bella yang baru saja terjadi. Delegasi melanjutkan perjalanan ke Paris,. di  kota ini Aidit bertemu dengan 6 orang kameradnya pelarian dari Aljazair. Ia 
menyarankan  mereka kembali ke negerinya untuk mendukung Kolonel Boumedienne. Kudeta itu disebutnya sebagai kudeta progresif. Jika kudeta itu didukung oleh paling tidak 30% rakyat maka hal itu dapat diubah menjadi revolusi rakyat. Demikian kata Aidit sebelum bertolak ke Moskow. mungkin  ia pun mengambil model Revolusi Oktober 1917 yang digerakkan Lenin dan Trotsky berupa pengambilalihan kekuasaan dengan kekuatan militer. meski begitu  banyak pihak di kalangan kaum komunis yang tidak setuju 
dengan teori baru ini, dikatakan sebagai bertentangan  dengan teori marxis. Konon hal ini 
juga menjadi perdebatan di Moskow. Perkembangan politik di tanahair yang relatif damai saat  itu dengan arus pokok berpihak kepada PKI. Dalam bulan Agustus 1965, koran PKI Harian Rakjat memuat pernyataan Aidit berupa isyarat yang mengatakan biarlah mangkok, piring, gelas berpecahan untuk kepentingan 
revolusi. Pada 9 September 1965, di depan sukwati Deppen Aidit menyatakan kaum 
revolusioner bagaikan bidan dari masyarakat baru yang hendak dilahirkan, sang bayi pasti 
lahir dan misi  mereka untuk menjaga keselamatannya dan agar sang bayi cepat menjadi besar. Hal ini disambut dengan pernyataan petinggi PKI yang lain, Anwar Sanusi, tanah air sedang hamil tua. Sementara itu serangkaian sidang Politbiro dan Politbiro yang diperluas selama bulan Agustus dan September 1965 membicarakan mengenai  sakitnya Presiden 
Sukarno dan rencana pukulan dari pihak Dewan Djenderal (DD) saat  sukarno  tak lagi dapat 
menjaga keseimbangan politik. Selanjutnya dilaporkan oleh Aidit adanya beberapa  perwira 
maju yang hendak mendahului guna mencegah kudeta DD. Sangat menarik pesan Aidit kepada kedua adiknya, Sobron Aidit dan Asahan Aidit yang bertemu di Beijing dalam bulan Agustus 1965.  ...Dan juga ingat, sementara ini, mungkin 
bertahun  tahun  ini, jangan dahulu  memikirkan pulang ! ...tanahair dalam kondisi  gawat dan 
semakin akan gawat... .  ...kita ini dalam kondisi  ancaman... dari pihak tentara... Angkatan Darat.  Sedang kepada Asahan sesudah  mengetahui  adiknya baru akan pulang  setahun  lagi, ia menyatakan sayang sebab  ia takkan dapat ikut revolusi.  Revolusi tidak akan menunggumu.  Dalam dua catatan dari dua orang berdasarkan ingatan sesudah  sekian puluh tahun  berlalu itu secara implisit mengandung persamaan penting yaitu  disebut akan terjadinya sesuatu yang gawat, malah yang ke dua disebut sebagai revolusi. 
Sementara itu selama bulan September 1965 terjadi juga serangkaian pertemuan beberapa  
perwira militer (Letkol Inf Untung, Kolonel Inf Latief, Mayor Udara Suyono, Mayor Inf Agus 
Sigit, Kapten Art Wahyudi) yang juga dihadiri  oleh Ketua Biro khusus sentral  (BC) PKI Syam 
ditambah    pembantunya Pono. pergerakan  ini berlanjut dengan penculikan dan pembunuhan 6 
orang jenderal AD dan seorang perwira pertama pada dini hari 1 Oktober 1965 oleh pergerakan  militer yang menamakan dirinya pergerakan  30 September sesuai dengan apa yang 
diumumkan oleh RRI Jakarta pada pagi harinya. 
Diculik atau Dijemput untuk Memimpin pergerakan ,  Dalam salah satu kesaksiannya dr Tanti Aidit, pada 30 September 1965 tengah malam  hari DN Aidit, suaminya, diculik tentara. Murad Aidit yang juga sedang berada di rumah yang sama tidak memberikan gambaran kecuali  dibawa dengan mobil oleh orang yang tidak kukenal  bersama ajudannya Kusno. Memori seorang anak berumur 6 tahun , Ilham Aidit, agaknya lebih jernih,  Ibunya membentak dua orang berseragam militer warna biru di depan rumah  (Tempo 7 Okt.2007:76). Salah seorang yang menjemputnya ialah Mayor Udara Suyono 
(dengan seragam AU warna biru) dan membawa bawa  DN Aidit ke lingkungan PAU Halim. Di 
Halim ia lalu  ditemui oleh Ketua BC PKI Syam. 
Apakah Aidit diculik bersama pengawalnya,  Itu mokal, tidak ada adegan kekerasan di 
rumahnya di Jl. Pegangsaan, ia pun lalu   bebas  pergi ke Yogya bersama pengawalnya  dengan pesawat pada tengah tengah malam  2 Oktober 1965. Apa itu sesuai dengan kehendak dan rencana dirinya,  Ini sulit dijawab sebab  terbukti segala rencana dilakukan oleh Ketua BC Syam, ia toh pembantu Ketua PKI Aidit. Apakah dia tidak mengetahui  rencana G30S,  Mokal jika dia tidak mengetahui , bisa saja pengetahuan  dirinya lalu  
dimanipulasi  oleh Syam. Apalagi jika kita hubungkan dengan teori Aidit mengenai  kudeta 
ini  di atas, lalu retorika oleh Letkol Untung (yang mungkin sekali sekedar wayang), di baliknya lagi lagi Ketua BC Syam. Apa Syam pun bukan sekedar beberapa  petinggi PKI selama bulan Agustus dan September 1965 dan  topik beberapa  sidang Politbiro dan  pesannya kepada kedua adiknya di Beijing. Apakah dia memimpin G30S,  Ini tidak ada buktinya, sebab yang terbukti pergerakan  ini di lapangan dipimpin wayang,  Dari mana Syam menerima segala instruksi,  Lagi lagi ini sulit dijawab. Lebih banyak pertanyaan dibandingkan  jawaban.  Salah satu saksi kunci, DN Aidit sudah  dilenyapkan dengan buru buru atas instruksi Jenderal Suharto, tentu dengan suatu alasan kuat. Ada kepentingan apa Jenderal Suharto menghendaki Aidit cepat cepat dibungkam,  Adakah informasi  yang dapat mencelakakan diri Suharto jika Aidit diberi kesempatan bicara di depan pengadilan, pengadilan sandiwara sekalipun,  Saksi kunci yang lain, Jenderal Suharto, sudah  melenyapkan banyak hal dan memanipulasi  segala sesuatu. Apa yang bisa diharap dari kesaksiannya,  Apa dia masih memiliki  hati nurani untuk bicara yang sebetulnya  terjadi saat  belum  pikun ,  Sementara 
beberapa  pelaku seperti Letkol Untung, Brigjen Suparjo, Mayor Udara Suyono dieksekusi 
mati dengan segera maka Syam yang ditangkap pada 1967, dijatuhi hukuman mati pada 1968, berdasar keterangan saksi  catatan resmi baru dieksekusi pada 1986. Dalam pengakuannya di depan Mahmillub pada 1967 1968, Syam menyatakan seluruh perbuatannya sebagai pelaksanaan instruksi Ketua PKI Aidit termasuk pengumuman dan dekrit yang disampaikan lewat RRI Jakarta berdasar keterangan saksi  pengakuannya disusun oleh Aidit. Segala pengakuan Syam mengenai  G30S boleh diberkata  tidak dapat diperiksa dan dirujuk kebenarannya. manuscript  G30S yang diumumkan pada 1 Oktober 1965 yang terdiri dari pengumuman Letkol Untung, Dekrit No.1, Keputusan No.1 dan Keputusan No.2, rendah mutu politiknya. Dalam pengumuman pertama bernada emosional. Sulit dipercaya manuscript  seperti  itu disusun oleh seorang Aidit, seorang pemimpin politik yang sudah  malang melintang secara nasional dan internasional, pemimpin komunis kaliber dunia. 
manuscript  itu bertentangan  dengan politik front nasional yang mati matian diperjuangkan 
oleh pimpinan PKI. Terlebih lagi manuscript  itu menafikan persekutuannya dengan Presiden 
Sukarno, kekuasaan negara diambilalih oleh Dewan Revolusi, kabinet Presiden Sukarno 
didemisionerkan. Apa mungkin Aidit mengubah dasar politik PKI dalam setengah malam  pada 
saat sukarno  masih segar bugar,  Pendeknya manuscript  manuscript  ini  menyerimpung politik 
PKI saat  itu.  Tidak ada pihak di lingkungan PKI [setidaknya yang pernah  saya ketahui ], di dalam 
maupun di luar negeri yang meragukan kesahihan manuscript  Kritik Otokritik (KOK) Politbiro 
CC PKI, terlepas di mana dan siapa saja penyusunnya. Sesuai dengan namanya, 
manuscript  ini disusun oleh Politbiro CC PKI dengan beberapa  anggota yang pada akhir 
1965 masih hidup sebagai buron rezim militer. Dewasa ini masih ada saksi hidup dalam 
hal proses penyusunan manuscript  ini. Selanjutnya ada manuscript  lain berupa pembelaan yang dibacakan Sudisman di depan Mahmillub pada 21 Juli 1967 yang diberi judul  Uraian Tanggungjawab.  Dari tangan Sudisman masih ada satu manuscript  lagi berupa pernyataan politik (yang belum selesai ditulis) sebelum ia dieksekusi mati beberapa bulan sesudah Oktober 1968. Sejauh ini juga belum ada pihak yang meragukan kesahihan manuscript  yang disusun oleh orang nomor satu PKI ini sesudah  dibunuhnya DN Aidit, Nyoto dan MH 
Lukman [sekali lagi setidaknya yang pernah  saya dengar].  Dalam pembelaannya Sudisman dengan tegas mengakui  Saya pribadi terlibat dalam 
G30S yang gagal.  Adakah ini berarti Sudisman atau Aidit terlibat langsung pada operasional pergerakan  militer G30S, setidaknya memberikan arahan politik,  Tidak ada bukti yang mendukungnya. Di bagian lain Sudisman juga dengan tegas menyatakan  tokoh tokoh PKI, [maksudnya pemimpin teras PKI, hs].... terlibat dalam G30S, namun   PKI sebagai Partai tidak terlibat....  Mari kita cermati, Sudisman memisahkan antara pimpinan teras PKI dengan partai bernama PKI, artinya memisahkan pimpinan itu dengan jutaan anggota dan puluhan juta massa PKI. Bukankah di sini antara lain letak kesombongan  pimpinan PKI, sejak kapan pimpinan PKI harus dipisahkan dengan Partai nya, anggota dan massanya, melangkah sendiri tanpa keterlibatan anggota dan massa pendukung,  Ataukah kata kata Sudisman ini sekedar usaha  terakhir untuk menyelamatkan Partai yang dia ketahui  sudah  berantakan,  Instruksi yang dibawa para utusan dari Jakarta atas petunjuk Aidit,  dengarkan pengumumam RRI pusat dan sokong Dewan Revolusi [DR].  Dan itulah yang 
dilakukan beberapa  massa kiri di Yogyakarta pada 2 Oktober 1965 melakukan demonstrasi 
yang kepancal kereta, saat  pergerakan  di Jakarta sudah  berhenti sehari sebelumnya dan situasi sudah berada dalam genggaman Jenderal Suharto. Instruksi untuk mendukung DR 
tidak dijalankan di tempat lain. Sudisman juga menyatakan,  Dalam mengatur pergerakan  sangat diperlukan  di samping keberanian adanya kepandaian revolusioner dalam menentukan waktu yang tepat dan memimpin pergerakan . Faktor faktor ini tidak dipenuhi oleh G30S sehingga memicu   kegagalannya. Ditambah lagi pergerakan  itu terpisah sama sekali dari kebangkitan massa.  Dapat dikatakan berdasar keterangan saksi  Sudisman secara implisit, setidaknya secara politik, G30S dipimpin oleh para petinggi PKI yang terpisah dari massa anggota dan pendukungnya,  Selanjutnya Sudisman menghubungkan hal ini  dengan kelemahan dan kesalahan PKI di bidang ideologi, politik dan organisasi sebagaimana dibahas dalam KOK. Ada 
keterangan menarik, saat  Aidit baru saja sampai dari Jakarta, ia mengatakan,  Wah celaka, kita ditipu oleh Suharto.  Demikian yang diceritakan oleh seseorang yang pernah  bekerja di kantor CC PKI. Sayang keterangan ini tidak dapat dirujuk silang dengan narasumber lain yang memadai. 
saat  PKI dan seluruh organisasi massa pendukungnya diobrak abrik oleh pasukan militer 
Jenderal Suharto dengan dukungan massa kanan, maka ada instruksi dari pimpinan PKI yang tersohor di kalangan anggota bawah, yaitu  apa yang disebut  defensif aktif.' Suatu istilah yang tidak dikenal dalam yargon mereka, instruksi kabur yang membingungkan tanpa keterangan jelas. Umumnya mereka menafsirkan sebagai  selamatkan diri, jangan melakukan perlawanan apa pun.  sebab  tidak ada lagi tempat untuk menyelamatkan diri dan berlindung maka berbondong bondonglah orang menyerahkan diri kepada musuh, sebagian dengan ilusi akan memperoleh  perlindungan. fakta  tiadanya perlawanan sebagai yang digembar gemborkan pimpinan PKI saat  damai ini cukup   mengejutkan 
pihak pasukan Suharto dan para aktivis kanan. Maka tidak aneh jika sejarawan Jacques 
Leclerc lalu  menyebut PKI sebagai raksasa berkaki lempung. namun   hampir dapat 
dipastikan Leclerc akan menulis yang lain jika ia lakukan sebelum tragedi, terlebih jika  ia menghadiri  parade 45 tahun  PKI pada 23 Mei 1965. Bagaimanapun PKI sebuah partai politik, tidak memiliki barisan bersenjata. Di pihak lain pimpinan PKI mengklaim memiliki pengaruh besar di kalangan angkatan bersenjata. Dalam fakta nya pengaruh ini tidak memiliki  peranserta  dalam memperkecil korban. beberapa  batalion yang disebut  merah  yang ditarik dari Kalimantan dalam rangka konfrontasi, lalu  dilucuti dan dijebloskan ke penjara. Pembersihan di kalangan angkatan bersenjata dilakukan bertahap dan sangat sistimatis. Sebagian besar pendukung sukarno  terutama di kalangan angkatan bersenjata sampai akhir 1965 dan permulaan 1966 berharap sukarno  akan segera memberikan perintah untuk menindak keras para pembangkang, Jenderal Suharto cs, sebelum mereka lebih merajalela dan menjerumuskan negeri ini. Itulah yang juga ditunggu pimpinan PKI untuk waktu tertentu, setidaknya suatu penyelesaian politik yang tidak kunjung tiba, sampai PKI hancurluluh. Sebagaimana diuraikan dalam KOK, pimpinan PKI tidak bertindak independen, namun  menggantungkan diri pada Presiden Sukarno. Diukur dari ajaran sukarno  maka apa yang sudah  dilakukan Jenderal Suharto sepenuhnya sombong , kita tak dapat berharap yang lain dari dirinya. Para pemimpin lain yang memiliki kapasitas untuk melakukan perlawanan terhadap kegiatan berdarah Jenderal Suharto dan  menghentikannya juga sudah  sombong  sebab  praktis membiarkan Suharto 
merajalela .Surat Terbuka Pramoedya Ananta Toer  kepada Keith Foulcher  Jakarta, 5 Maret 1985 , Surat 26 Februari 1985 saya terima kemarin, juga surat terbuka Achdiat K. Mihardja untuk 
teman teman (sarjana) Australia yang dilampirkan. Terimakasih. Lampiran itu memang 
mengagetkan, apalagi menyangkut nyangkut diri saya, dan tetap dalam kesatuan semangat 
kaum manipulator  pada taraf sekarang: membela diri dan membela diri tanpa ada serangan 
sambil merintihkan kesakitannya masa lalu, yang sebetulnya  lecet pun mereka tidak menderita 
sedikit pun. Total jendral dari semua yang dialami oleh kaum manipulator  dalam periode 
terganggu kesenangannya, belum lagi mengimbangi penganiayaan, penindasan, penghinaan, perampasan dan perampokan yang dialami oleh satu orang Pram. sesudah  mereka berhasil ikut mendirikan rezim militer, dengan meminjam kata kata dalam surat terbuka ini .:  All forgotten and forgiven  dan revisiannya:  We've forgiven but not forgotten.  Saya hanya bisa mengelus dada. kelicikan  dan keangkuhan dalam paduan yang tepat, seimbang dengan kekecilan nyalinya dalam masa ketakutan. Dan Bung sendiri mengetahui , perkembangan sosial  budaya politik  
di sini negara kita   bukan semata mata ulah perorangan, lebih banyak satu prosedur nasional 
dalam memperoleh  identitas nasional dan mengisi kemerdekaan. Tak seorang pun di antara 
para manipulator  pernah  menyatakan simpati    jangan bayangkan protes    pada lawannya 
yang dibunuhi, kias atau pun harfiah. Sampai sekarang. contohnya  terhadap seniman nasional 
Trubus. Japo[, ] Lampong. Apalagi seniman daerah yang tak masuk hitungan mereka. Di mana 
mereka sekarang. Di mana itu pengarang lagu Genjer genjer,  Soekarno mengatakan: Yo 
sanak, yo kadang, yen mati m[, a]lu kelangan. Yang terjadi yaitu     masih memakai  suasana Jawa: tego larane, tego patine.  Masalah pokok pada waktu itu sederhana saja: perbenturan antara dua pendapat; revolusi sudah atau belum selesai. Yang lain lain yaitu  masalah ikutan dibandingkan  nya. Saya sendiri berpendapat, memang belum selesai. Buktinya belum pernah   muncul sejarah revolusi negara kita . sebab  memang belum ada distansi dengannya. Belum merupakan kebulatan yang selesai. Maka para sejarawan takut. Malah kata revolusi nasional cenderung dinamai dan dibatasi sebagai perang  kemerdekaan.  pertikaian  manipulasi  dan pihak kami dahulu  tidak lain cuma hanya sekedar  soal polemik. Memang keras, namun  tak sampai membunuh, kan,  Kan itu memang satu jalan untuk memperoleh  kebenaran umum, yang bisa diterima oleh umum,  Bahwa pada waktu itu terjadi teror yang dilakukan oleh orang  Lekra sebagaimana dituduhkan sekarang, betul  betul saya belum bisa dipercaya kan. Beb Vuyk dalam koran Belanda menuduh: teror sudah  dilakukan orang  Lekra terhadap beberapa orang, antaranya Bernard IJzerdraad. Waktu ia datang ke negara kita  dan 
menemuinya sendiri, IJzerd raad menjawab tidak pernah diteror. Dan Beb Vuyk tidak pernah 
mengkoreksi tulisannya. Beb Vuyk sendiri meninggalkan negara kita  sesudah  kegagalan pemberontakan PRRI Permesta, lalu  minta kewarganegaraan Belanda. Mungkin ia merasa 
begitu pentingnya bagi negara kita  sehingga dalam usianya yang sudah lanjut merasa 
berkepentingan untuk mendirikan menutup diri  terutama untuk menyudutkan saya. pada hal 
dalam polemik polemik ini . saya hanya memakai  hak saya sebagai warganegara merdeka 
untuk menyatakan pen dapat. Dan saya sadari hak saya. Seperti sering kali saya katakan: 
kewarga negaraan saya peroleh dengan pergulatan bukan hadiah gratis. Dan apa sebetulnya  kudeta gagal G 30S/PKI itu,  Saya sendiri tidak mengetahui . Sekitar tanggal 24 
bulan lalu saya menerima fotokopi dari seorang wartawan politik Eropa dari Journal of 
Contemporary Asia, tanpa nomor dan tanpa tahun , berjudul:  Who's Plot  New Light on the 
1965 Events,  karangan W.F. Wertheim. Itulah untuk pertama kali saya baca uraian dari orang 
yang tak berpihak. Juga itu informasi  pertama sesudah  20 tahun  belakangan ini. Rupa rupanya 
sebab  ketidakmengetahui an saya itu saya harus dirampas dari segala galanya selama 14 tahun  2 
bulan + hampir 6 tahun  tahanan kota (tanpa pernyataan legal), tanpa pernah  melihat dewan 
hakim yang mendengarkan pembelaan saya. Memang sangat mahal harga kewarganegaraan 
yang harus saya bayar. Maka juga kewarganegaraan saya saya pergunakan semak simal mungkin. Itu pun masih ada saja orang yang tidak rela. Juga surat pada Bung ini saya tulis 
dengan menjunjung tinggi  kewarganegaraan saya. Sekarang akan saya tanggapi tulisan A.K.M. Ia tidak ada di negara kita  waktu meletus peristiwa 
1965 itu. namun   saya sendiri mengalami. Saya akan ceritakan sejauh saya alami sendiri, untuk 
tidak memicu  terlalu banyak kesalahan. 
 Pada 1 Oktober 1965 pagihari saya dengar dari radio adanya pergerakan  Untung. lalu  berita 
mengenai  susunan nama Dewan Revolusi. Sebelum itu pengumuman naik pangkat para prajurit  yang ikut dalam pergerakan  Untung dan penurunan pangkat bagi mereka yang jadi perwira di atas letkol. Sudah pada waktu itu saya terheran heran, kok belum belum sudah mengurusi pangkat,  Ini pergerakan  apa, oleh siapa,  Saya lebih banyak di rumah dibandingkan  tidak. Kerja rutine ke luar 
rumah yaitu  dalam rangka menyiapkan Lentera dan mengajar pada Res Publika. Dan sangat 
kadang kadang ke pabrik pensil di mana saya  diangkat  jadi  penasihat.  Jadi di rumah itu saja 
saya  ketahui   beberapa hal yang terjadi dari suara suara luar yang datang. Mula mula datang 
Abdullah S.P., itu penantang Hamka, waktu itu baru saja bekerja di sebuah surat kabar Islam 
yang baru diterbitkan, dan yang sekarang saya lupa namanya. Ia mengatakan merasa tidak 
aman dan hendak mengungsi ke tempatku. Saya keberatan, sebab  memang tidak mengetahui  situasi yang sebetulnya . Seorang pegawai tatausaha Universitas Res Publika datang ke rumah  menyerahkan honor, dan mengatakan Universitas ditutup sebab  kondisi  tidak aman. Ia 
menyerahkan honor lipat dari biasanya. Beberapa hari lalu  datang pegawai dari pabrik pensil, juga menyerahkan honor, juga lipat dari biasanya, sebab  pabrik dengan terpaksa  ditutup, kondisi  gawat. lalu  datang seorang teman yang memberitakan, rumah Aidit dibakar, demikian juga beberapa rumah lain. Ia juga memberitakan mengenai  cara massa bergerak. Mereka menyerang rumahtangga orang, lalu  datang para tugas   berseragam yang tidak melindungi malah menangkap yang diserang.  Saya percaya  Bung akan diperlakukan begitu juga,  katanya. Soalnya apa dengan saya,  tanyaku.  Kesalahan bung, sebab  bung tokoh.  Itu saja,  Tempatku di sini, kataku akhirnya. Seorang penjahit, yang pernah  dibisiki larangan menjahitkan pakaian saya oleh tetangga anggota PNI   penjahit itu juga tetangga  menawarkan tempat aman pada saya nun di Brebes (jika  saya tidak salah ingat). Saya ucapkan terimakasih. Mengherankan betapa orang lain  dapat melihat, keamananku dalam ancaman. Seorang teman lain datang dan menyarankan   agar saya lari. Mengapa lari,  tanya saya. Apa yang saya harus larikan,  Diri saya,  dan mengapa,  lalu  datang seorang pengarang termuda yang saya kenal. Biasanya ia langsung masuk ke belakang dan membuka sendiri lemari makan. Ia tidak mengu langi kebiasaannya. Tingkahnya memicu  kecurigaan. Saya masih ingat kata  kata yang saya ucapkan 
kepadanya: saya seorang diri dari dahulu , jika  pengeroyok memang hendak datangi saya akan 
saya hadapi seorang diri; tempat saya di sini. 
 kondisi  makin lama makin gawat. Isteri saya baru dua bulan melahirkan. yaitu  tepat bila ia 
dan anak anak untuk sementara menginap di rumah mertua. Papan nama saya, dari batu 
marmer, bertahun  tahun  hanya tergeletak, sengaja saya pasang di tembok depan dengan lebih dahulu memahat tembok. Sebagai pernyataan: saya di sini, jangan nyasar ke alamat yang salah. Di tempat lain isteri kedua mertua saya mengadakan selamatan untuk keselamatan saya. Sementara itu saya tetap tinggal di rumah menyiapkan ensiklopedi sastra negara kita . Dalam kondisi  lelah saya saya beralih mempelajari Hadits Bukori. di tengah malam  hari semua lampu saya padamkan dan saya duduk seorang diri di beranda. Teman saya hanya seorang, adik saya yang pulang  ke negara kita  untuk menyiapkan disertasinya , Koesalah Soebagyo Toer. lalu  datang tanggal 13 Oktober 1965 jam 23.00. mengetahui  mengetahui  rumah saya sudah dikepung. Lampu pagar dari 200 watt  waktu tegangan hanya 110, namun dapat dianggap terlalu mewah untuk kehidupan kampung  saya nyalakan. Di depan pintu saya lihat orang lari menghindari cahaya. Mukanya bertopeng. Tangannya mem bawa pikar. tengah malam  tengah malam , dengan topeng juga , 
langsung terpikir oleh saya, barang itu tentu habis dirampoknya dari rumah yang habis diserbu. 
Saya mengetahui  itu pikiran jahat. apa boleh buat sebab  suara  suara gencar memberitakan ke 
rumah, pihak militer mengangkuti anak anak sekolah ke atas truk dan disuruh berteriak 
teriak menentang Soekarno. Saya tidak pernah melihat sendiri. Saya percaya, sebab  pelda 
(atau peltu, ) yang tinggal di depan rumah saya, sudah dua tengah malam  berturut  turut bicara keras di gang depan rumah, bahwa militer memiliki  politik sendiri, Soekarno sudah tidak ada artinya. Konon ia bekas KNIL. Malah pada tengah malam  kedua ia buka mulut keras keras sambil mondar mandir, dan saya merasa itu ditujukan pada saya, rokok kretek saya cabut dari bibir dan saya lemparkan padanya. Terdengar ia melompat sambil memekik. Jadi jika  saya memiliki  pikiran 
jahat seperti itu bukan tidak pada tempatnya. Nah, setiap lampu pagar saya matikan, muncul 
gerombolan di depan pintu. Bila saya nyalakan lagi mereka lari. Jelas mereka muka muka yang 
saya sudah  kenal. Tak lama lalu  batu batu kali tetangga samping, yang dipersiapkan untuk 
membangun rumah, berlayangan ke rumah saya. Itu tidak mungkin dilemparkan oleh tenaga 
satu orang. Paling tidak dua orang dengan jalan membandulnya dengan sarung atau dengan 
lainnya. jika  anak anak saya masih di rumah, terutama bayi 2 bulan itu, saya tak dapat 
bayangkan apa yang bakal terjadi. Batu besar berjatuhan di dalam rumah menerobosi genteng 
dan langit langit. Jadi benar benar orang menghendaki kematian saya. Saya ambil tongkat 
pengepel dari kayu keras, juga mempersenjatai diri dengan samurai kecil (pemberian Joebaar 
Ajoeb sekembalinya dari Jepang). Ini hari terakhir saya, di sini, di tempat saya. Saya mengetahui , 
takkan mungkin dapat melawan satu gerombolan, namun  saya toh harus membela diri,  Jalan 
kedua untuk bertahan yaitu  memberi gerombolan itu sesuatu yang mereka ingat seumur 
hidup: kata kata yang lebih ampuh dari senjata. 
 Dengan suara cukup   keras saya memekik: Ini yang kalian namai berjuang,  jika  hanya 
berjuang aku pun berjuang sejak muda. namun  bukan begini caranya. Datang ke sini pemimpin 
kalian! Berjuang macam apa begini ini,  
 hIngar bingar terhenti. Juga lemparan batu. Tiba tiba sebongkah besar batu kali menyambar 
paha saya dan melesat mengenai pintu depan yang sekaligus hancur. Lemparan batu menjadi 
hebat kembali. Lampu pagar sengaja dihancurkan dengan lemparan juga. 
 Saya dengar suara: Mana minyaknya. Sini, bakar saja. namun   saya dengar juga suara orang tua 
tetangga sebelah kiri saya, seorang dukun cinta: jangan, jangan dibakar, nanti rumah saya ikut 
terbakar. Tak lama lalu  terdengar suara lagi: jangan lewat di tanah saya. Waktu saya lihat 
ke dalam rumah adik saya sudah tidak ada. Rupanya ia meloloskan diri dari pintu pagar 
belakang dan langsung memasuki tanah sang dukun cinta. Dan betul saja kata teman itu: lalu  datang orang  orang berseragam. Metode kerja yang kelak akan terus  menerus dapat dilihat. Mereka terdiri dari polisi dan militer. Saya belum lagi sempat memakai  tongkat dan samurai saya, mereka belum lagi memasuki pekarangan 
rumah saya. Komandan militer operasi dan gerombolannya saya bukakan pintu. Mereka masuk dan langsung menyalahkan saya: sia sia melawan rakyat. Kontan saya jawab: Gerombolan, bukan rakyat. sesudah  mereka memeriksa seluruh rumah ia berkata  lagi: Siapkan, pak mari kami amankan, segera pergi dari sini. Saya berteriak memanggil adik saya. Dia muncul, entah dari mana. Dijanjikan akan diamankan, saya siapkan naskah saya Gadis Pantai untuk diselesaikan  dan mesin tulis. Pada seorang polisi dalam team itu saya bertanya: kenal saya,  Kenal, 
pak. Tolong selamatkan semua kertas dan perpustaka an saya. di situ yaitu  perkerjaan 
sukarno  (waktu itu saya belum sampai selesai menghimpun cerpen cerpen Bung Karno, dan korespondensi Soekarno Sartono Thamrin masih belum memadai untuk diterbitkan). Dia berjanji untuk menyelamat kan. Mereka giring kami berdua melalui gang. Gerombolan itu berjalan mengepung di samping dan belakang. Ada yang membawa bawa  tombak, keris, golok, belati. Benar, alat negara itu tidak menangkap gerombolan penyerbu, malah menangkap yang diserbu. Dan sebanyak itu 
dikerahkan untuk menumpas satu dua orang. Hebat benar membuat  saat saat  qua perjuangan. Sampai di sebuah lapangan gang jurusan belakang rumah, sebelum dinaikkan ke atas Nissan mereka ikat tanganku ke belakang dan menyangkutkan ke leher, sehingga rontaan 
pada tangan akan menje rat leher. Tali mati. Bukan simpul mati yang diajarkan di kepanduan. 
Tali mati. Macam ikatan yang dipakai  untuk tangkapan yang akan dibunuh saat  revolusi dahulu . Tentu saja saya menyesal akan mati dalam kondisi  seperti ini. Lebih indah bila 
dengan bertarung di atas tanah tempat saya tinggal. Melewati jembatan depan rumah sakit 
umum pusat Koptu Sulaiman menghantamkan gagang besi stennya pada mataku. Cepat saya 
palingkan kepala dan besi segitiga itu tak berhasil mencopot bola mata namun   meretakkan 
tulang pipi. Saya memahami kemarahannya, bukan padaku sebetulnya , namun  pada atasannya, sebab  tak boleh ikut memasuki rumah saya. Mereka bawa kami ke Kostrad, jika  saya tidak keliru. Yang sedang piket yaitu  seorang Letkol. Kami diturunkan di situ, dan pada perwira itu saya minta agar kertas manuscript tasi dan perpustakaan diselamatkan. jika  Pemerintah 
memang menghendaki agar diambil, namun  jangan dirusak. Ia menyanggupi. Dari situ kami 
dibawa memasuki sebuah kompleks perumahan yang saya tak mengetahui  kompleks apa. Dari jendela nampak puncak emas Monas. lalu  saya dapat mengenali rumah itu; hanya masuknya 
tidak berkelok kelok melalui kompleks, namun   langsung dari jalan raya, sebab  pada 1955 di 
ruang yang sama saya pernah  menemui Erwin Baharuddin, bekas sesama tahanan Belanda di 
penjara Bukitduri. Piket mengambil semua yang saya bawa di tangan, naskah dan mesin tulis, juga samurai yang tersisipkan dalam kaos kaki. Waktu ia tinggal seorang diri rolex saya dikembalikan, berpesan agar   jangan kelihatan, sembunyikan baik baik. kami dipersilakan ke sebuah ruangan tempat di mana sudah menggeloyor di lantai beberapa orang. Seorang yaitu  Daryono dari suatu SB (entah SB apa) dan seorang perjaka jangkung tetangga sendiri. Piket yang mengembalikan  jamtangan itu memasuki ruangan tempat kami tergolek di lantai. Di sebuah papantulis besar tertulis dengan kapur: Ganyang PKI. Ia pergi ke situ dan menghapus tulisan itu sambil  berguman: apa saja ini! Seorang bocah berpangkat kopral, bermuka manis, menghampiri dan menanyai ini itu. Saya tanyakan apa pangkatnya. Ia menjawab dengan pukulan dan tempeleng, lalu  pergi. Kurang lebih dua jam lalu  saya lihat Nissan patrol datang dan menurun nurunkan barang. Beberapa contoh ditaruh di atas meja di ruangan tempat kami menggeletak di lantai. Saya kenal benda benda itu: kartotik file saya sendiri, manuscript tasi potret sejarah, malah juga klise timah yang saya siapkan untuk saya pergunakan dalam jangka panjang. Saya jadi mengerti perpustakaan dan manuscript  tasi saya, jerih payah selama lima belas tahun  sudah  dibongkar, 300 jilid buku dan beberapa ton koleksi suratkabar. Angka angka itu saya dapatkan dari sarjana perpustakaan yang sekitar dua tahun  membantu saya. Tangkapan tangkapan baru terus berdatangan. Ada yang sudah tak bisa jalan dan dilemparkan ke lantai. lalu  datang tangkapan yang langsung mengenali saya. Ia bertanya mengapa saya berlumuran darah. Baru waktu itu saya sadar kemejaku belang bonteng kena darah 
sendiri, demikian juga celana, yang rupanya teriris batu kali yang dilemparkan. Dialah yang 
bercerita, semua kertas saya diangkuti militer. Massa menyerbu dan merampok apa saja yang 
ada, sampai sampai mangga yang sedang sarat berbuah digoncang buahnya. Tak ada satu 
cangkir atau piring tersisa. Rumah bung tinggal jadi bolongan kosong blong. 
Jangan dikira ada perasaan dendam pada saya; tidak. Justru yang teringat yaitu  satu kalimat 
dari Njoto, yang A.K.M. juga kenal: Tingkat budaya dan peradaban angkatan perang  kita cukup   
rendah, memprihatinkan, kita perlu meningkatkannya. Saya juga teringat pada kata kata lain lagi: jika  kau memperoleh  kebiadaban, jangan beri kebiadaban balik, jika  mampu, beri dia 
keadilan sebagai belasan. Dalam tahanan di RTM tahun  1960 saya memperoleh  kata baru dari 
dunia kriminal: brengsek. Sekarang saya dapat kata baru juga : di aman kan, yang berarti: 
dianiaya, sama sekali tidak memiliki  sangkut paut dengan aman dan keamanan. Sebelum itu saya 
memiliki  patokan cadangan bila orang bicara denganku: ambil paling banyak 50% dari 
omongannya sebagai benar. Sekarang saya memperoleh  tambahan patokan: jika  yang 
berkuasa berkata  A, itu berarti minus A. Apa boleh buat, pengalaman yang mengajarkan.  Di antara orang kesakitan di kiri dan kanan saya, di mana orang tidak bisa dan tidak boleh ditolong, terbayang kembali wartawan Afrika  saya sudah tidak ingat dari Mali, Ghana atau Pantai Gading  yang waktu naik mobil pertanyakan: Apa Nasakom itu mungkin,  Apa itu bukan utopi,  Saya jawab: di negara kita  diperlukan suatu jalan. Setiap waktu bom waktu kolonial bisa meletus. Itu kami tidak kehendaki. Nampaknya Nasakom sebagai fakta  masih dalam pembinaan. Dia berkata : jika  Nasakom gagal,  Bukankah itu berarti punahnya pemerintah sipil, sebab  Nasakom tersapu,  Jawasukarno u: Kami hanya bisa berusaha. Dia berkata  lagi: jika  Nasakom disapu, tidak akan lagi ada kekuatan nasionalis, agama maupun komunis! Dialog selanjutnya saya sudah tak ingat. Pagi itu itu diawali kedatangan serombongan wartawan Antara, tanpa sepatu, semua lututnya berdarah. Di antaranya paman saya sendiri, R. Moedigdo, yang saya tumpangi hampir 3,5 tahun  saat  pendudukan Jepang. Dia pun tak terkecuali. lalu  saya dengar, mereka 
baru datang dari tangsi CPM Guntur dan habis dipaksa merangkak di atas kerikil jalanan. 
Menyusul datang power. Orang  orang militer melempar lemparkan tangkapan baru itu dari atas 
geladak dan terbanting ke tanah. Ruangan sudah  penuh  sesak dengan tangkapan baru, sampai 
di gang gang. Itu berarti semakin banyak erangan dan rintihan. Di antaranya ada  beberapa  wanita. Sedang gaung dari pers yang menyokong militer sudah sejak belum ditangkap, tak henti  hentinya memukul  gendang untuk membangkitkan emosi rakyat terhadap PKI dan organisasi massanya: Gerwani di Lubangbuaya memotongi kemaluan para jendral dan melakukan tarian cabul dan seperti nya, tipikal buah pikiran orang yang tak pernah  memiliki  cita cita. Bulu kuduk berdiri bukan sebab  tak pernah  menduga orang negara kita  bisa memicu  kreasi begitu kejinya. 
 lalu  datang waktu pemeriksaan. Saya dibawa ke ruang pemeriksaan, yang sepanjang jam, siang dan tengah malam  diisi oleh raungan dan pekikan. Juga dari mulut wanita. Memang ruang yang saya masuki waktu itu tidak seriuh biasanya. Alat alat penyetrum tidak dikerahkan. Di pojokan seorang KKO bertampang Arab, hitam, tinggi dan langsing, dingan kaki bersepatu bot menginjak kaki telanjang yang diperiksanya. Dan di antara jari jemari pemuda malang itu disisipi batang pensil dan tangan itu lalu  diremas si pemeriksa sambil tersenyum dan bertanya: Ada apa,  Ada apa kok memekik,  Di samping pemuda itu yaitu  saya, diperiksa oleh seorang letnan (atau kapten, ) bernama Nusirwan Adil. Di luar dugaan pemeriksaan terhadap saya tidak ditambah   penganiayaan seperti dideritakan pemuda malang di samping kiri saya. Pemeriksa itu tenang dan sopan, dan mungkin cukup   terpelajar dan beradab. Ia memulai dengan pertanyaan mengapa saya berdarah darah.  Jawab: terjatuh.  namun  itu bukan termasuk dalam acara pemeriksaan. Pertanyaan: Bagaimana pendapat mengenai  pergerakan  Untung,   Jawab: tidak mengetahui  sesuatu mengenai nya. 
 Pertanyaan: Apa membenarkan pergerakan  itu,  
 Jawab: jika  memperoleh  kesempatan mempelajari fakta   fakta nya yang authentik 
mungkin dalam lima tahun  sesudahnya saya akan bisa menjawab pertanyaan itu. 
 Sebelum meneruskan mengenai  pemeriksaan ini saya sisipkan dahulu  beberapa hal sebelum 
penangkapan saya. Pertama: sejak semula saya sependapat bahwa pergerakan  Untung, yang 
lalu  dinamai G 30S/PKI, yaitu  pergerakan  dalam tubuh angkatan darat sendiri. Pendapat 
itu tetap bertahan sampai sekarang, juga sebelum membaca tulisan Wertheim dalam Journal of 
Contemporary Asia. Berita berita pengejaran dan pembunuhan semakin hari semakin banyak 
dan menekan. Kedua: seorang perwira intel pernah  datang berkunjung khusus untuk 
menyampaikan, bahwa militer akan memainkan peran  kucing terhadap PKI sebagai tikus. 
dua mahasiswa UI sudah  dilynch di jalanan raya yang baru dibangun, masih lengang, di sekitar kampus. Keempat: pemeriksaan terhadap para tangkapan berkisar pada dua hal,  keterlibatan dalam peristiwa Lubangbuaya,  keanggotaan Pemuda Rakyat dan PKI. beberapa hari sebelum penangkapan seorang pegawai Balai Pustaka mengumumkan dalam harian Api Pancasila di Jakarta, bahwa saya yaitu  tokoh Pemuda 
Rakyat. sebab  sebagai pelapor ia menyebutkan diri pegawai Balai Pustaka, jadi saya datang 
menemui direktur BP    waktu itu Hutasuhut, jika  saya tidak salah ingat    dan mengajukan 
protes sebab  BP dipakai  sebagai benteng untuk menyebarkan informasi  yang salah mengenai  saya. Direktur BP menolak protes saya. Pegawai yang menulis itu tinggal beberapa puluh langkah dari rumah saya. Dalam peristiwa plagiat Hamka ia pernah  mengirimkan surat pembelaan untuk Hamka dan hanya sebagian dibandingkan nya saya umumkan.  Dan memang ruangan rumah saya pernah  dipinjam untuk pendirian ranting Pemuda Rakyat. namun   itu bukan satu  satunya. jika  sore ruangan belakang juga menjadi tempat taman kanak kanak (reportase mengenai nya pernah  ditulis oleh Valentin Ostrovsky, jika  saya tidak meleset mengingat). Setiap Kamis tengah malam  ruangan depan dipakai  untuk tempat diskusi Grup diskusi Simpat Sembilan. Setiap pertemuan didahului dengan pemberimengetahui an pada kelurahan. Jadi tidak ada sesuatu yang dapat dituduhkan illegal.   seseorang menyampaikan pada saya, mungkin juga pada beberapa  orang lagi, jika   diperiksa adakan anggota PKI atau ormasnya, akui saja ya  tidak peduli benar atau tidak; soalnya mereka tidak segan segan membuat  orang jadi invalid seumur hidup untuk menjadi tidak berguna bagi dirinya sendiri pun untuk sisa umurnya selanjutnya. Dan, tidak semua orang ini ., dapat saya sebut namanya, sebab  memang tidak mampu mengingat  hampir 20 tahun  sudah  lewat .  Jadi waktu pemeriksa menanyakan apakah saya anggota PKI, saya jawab ya.  Pertanyaan: Apakah percaya negara ini akan jadi negara komunis,  
 Jawab: Tidak dalam 40 tahun  ini. Sebabnya,  
 Faktor geografi dan konservativitas negara kita . 
 cuma hanya sekedar  itu sebetulnya  isi pemeriksaan pokok. namun   sebab  selama dalam penahanan itu harian Duta Masyarakat memberitakan reportase mengenai  penyerbuan gerombolan itu ke rumah saya dan rumah S. Rukiah Kertapati, di mana disebutkan di rumah saya ditemukan buku buku curian dari musium pusat dan di rumah Rukiah setumpuk permata, jadi pemeriksaan berpusat pada soal pencurian ini . Memang saya pernah  meminjam satu beca majalah, harian dan buku dari musium pusat. Yang belum saya kembalikan yaitu  Door Duisternis to Licht Kartini dan harian Medan Prijaji tahun  1911 dan 1912. jika  arsip itu tersusun baik, akan bisa ditemu kan, bahwa sumbangan saya ada 10 kali lebih banyak dari pada yang masih saya pinjam.  maka  pemeriksaan selesai. Benar tidaknya omongan saya ini dapat dicek pada  proces verbal, sekiranya masih tersimpan baik pada instansi yang berwenang. 
 Bila ada selisih, soalnya sebab  waktunya sudah terlalu lama. Mungkin Bung bertanya dari mana saya mengetahui  ada berita dalam Duta Masyarakat yang menuduh  saya mencuri. Ya, pada suatu pagi muncul seorang kapten di ruang tempat serombongan  tahanan. Ia langsung mengenali saya, sebaliknya saya mengenal dia sebagai sersan di RTM  tahun  1960. Ia bertubuh tinggi, berkulit langsat dan bibir atasnya suwing. Saya tak dapat  mengingat namanya. Suatu tengah malam  ia kunjungi aku di kamar kapalselam (sel isolasi) di RTM itu. Banyak mengobrol, antara lain ia bercerita pernah  ikut pasukan merah dalam Peristiwa Madiun. 
Pagi itu ternyata ia berpangkat kapten. Langsung ia bertanya di mana Sjam. Itu untuk pertama 
kali saya dengar nama itu. namun  ia segera membatalkan pertanyaanya dengan kata kata: Ah, 
Pak Pram sastrawan, tentu tidak mengetahui  siapa dia. Ramahnya luarbiasa, bawahannya 
diperintahkannya untuk mengambilkan kopi dan menyedia kan veldbed untuk saya. Dan hanya 
perintah pertama yang dilaksanakan. sesudah  ia pergi seorang sersan gemuk yang terkenal 
galak, dari Sulawesi, jika  tak salah ingat, juga seorang haji, memanggil saya dengan 
ramahnya dan menyuruh saya membaca Duta Masyarakat itu.  
Nah Bung, sesudah  pemeriksaan satu rombongan dikirim ke CPM Guntur. Sebelum pergi saya 
minta pada Nusyirwan Adil untuk membebaskan adik saya, sebab  baru saja datang ke 
negara kita  untuk menyiapkan disertasinya . Ia luluskan permintaan saya, diketikkan surat 
pembebasan. Sebelum pergi ia saya titipi jam tangan saya, untuk dipakai  belanja istri saya. 
 Di Guntur hanya untuk didaftar dan dirampas apa yang ada dalam kantong para tangkapan. 
Sepatu sampai sikaigi dan ikatpinggang. Waktu itu baru saya sadari di dalam kantong saya 
masih tersimpan honorarium dari Res Publika dan pabrik pensil. Semua dirampas dengan 
alasan: nanti dalam tahanan agar tidak dicuri temannya. Dari guntur kami dibawa ke Salemba. 
Tangan tetap di atas tengkuk dan tubuh harus tertekuk, tidak boleh berdiri tegak, setinggi para 
penangkap. Dalam pelataran pelataran penjara itu nama dibaca satu persatu oleh seorang 
militer. Waktu sampai pada giliran saya ia berhenti dan berseru: Lho, Pak Pram, di sini ketemu 
lagi,  Peltu (atau pelda) itu yaitu  pengawal bersepedamotor yang mengawal sebuah sedan 
biru tua dalam bulan November 1960 dari Peperti Peganggsaan ke RTM Jl. Budi Utomo. Dalam 
sedan itu saya, sesudah  diminta  diwawancarai  oleh Sudharmono, mayor BC Hk. Dan peltu atau 
pelda di depanku Oktober 1965 itu yaitu  Rompis. 
 Sejak itu berkelanjutan perampasan hak hak kewarganegaraan dan hak hak sipil saya selama 
hampir 20 tahun  ini. Dan Bung Keith, tidak satu orang pun dari kaum manipulator  itu terkena 
lecet, tidak kehilangan satu lembar kertas pun. Sampai sekarang pun mereka masih tetap hidup 
dalam andaian, sekiranya kaum kiri menang. Dari menara andaian itu mereka menghalalkan 
segala: perampasan, penganiayaan, penghinaan, pembunuhan. Tetap hidup dalam kulit telur 
keamanan dan kebersihan, suci, anak baik baik para orangtua, dan anak emas dewa kemenangan. Paling tidak sepuluh tahun  lamanya saya melakukan kerjapaksa, mereka satu jam pun tidak pernah . Nampaknya mereka masih tidak rela melihat saya hidup keluar dari kesuraman. Waktu saya baru pulang  dari Buru, banyak di antaranya yang memperlihatkan sikap manis. Bukan main. namun   sesudah  saya menerbitkan BM, wah, kembali muncul keberingasan. 8
 mengenai  A.K.M. sendiri pertama kali saya mengenalnya pada tahun  1946, di sebuah hotel di 
Garut. Ia tidak mengenal saya. Waktu itu saya sedang dalam sebuah missi militer. Ia datang ke 
hotel itu dan berbicara  dengan pemiliknya. Namanya tetap teringat, sebab  waktu itu 
ia redaktur majalah Gelombang Zaman yang terbit di Garut. Pertemuan kedua ialah di Balai Pustaka, waktu ia masih jadi pegawai Balai Pustaka yang 
dikuasai oleh kekuasaan pendudukan Belanda. sesudah  penyerahan kedaula tan ia jadi sep 
saya dalam kantor yang sama  ya saya sebagai pegawai negeri dengan pengalaman saat  
revolusi sama sekali tidak diakui, sebab  semua pegawainya bekas pegawai kekuasaan 
Belanda. saat  ia hidup aman di Australia, ternyata ia masih dalam hidup dalam andaian, dan sebagaimana yang lain  lain tetap membiakkan pengalaman kecil mengecil saat  Soekarno untuk jadi gabus apung dalam menyudutkan orang  orang seperti  saya. Titik tolaknya tetap andaian. Semua tidak ada yang mencoba menghadapi saya secara berdepan, dari dahulu  sampai detik saya menulis ini.  Dalam pada itu yang dirampas dari saya sampai detik ini belum dikembalikan. Rumah saya diduduki oleh militer, dari sejak berpangkat kapten sampai mayor atau letkol, bahkan bagian 
belakang disewakan pada orang lain. Itu pun hanya rumah kampung, namun memiliki  nilai 
spiritual bagi keluarga dan saya sendiri. mungkin  ada gunanya saya ceritakan.  Saya mendirikannya pada tahun  1958 bulan bulan tua. pajak Honoraria seorang pengarang yaitu  15 persen, langsung dipotong oleh penerbit. Waktu saya menyiarkan protes mengenai  tingginya pajak yang 15 persen, tidak lebih dari seminggu lalu  perdana menteri Djuanda menaikkannya jadi 20 persen, sama dengan pajak lotre. Maka juga pendirian rumah itu melalui ancang ancang panjang. Kumpul kumpul dahulu  kayu dari meter kubik pertama hingga sampai sepuluh . Saya merencanakan rumah berdinding bambu sesuai dengan kekuatan. Sepeda 
motor saya, BSA 500cc.  sepeda motor militer sebetulnya   juga dikorban kan. Tiba tiba mertua 
laki laki  datang dan mengecam: mengapa mesti bambu,  Itu terlalu mahal biayanya. Menyusul 
perintah: tembok! Ternyata bukan asal perintah. Ia tinggalkan pada saya dua puluh ribu rupiah. 
jika  sudah ada, kembalikan, katanya lagi. Maka jadilah rumah tembok yang terbagus di 
seluruh gang. Ternyata tidak sampai di situ ceritanya. Rekan rekan yang tidak bisa mengerti, 
seorang pengarang bisa mendirikan rumah, mulai dengan desas desusnya. Satu pihak 
mengatakan, saya sudah  kena sogok Rusia. ada yang mengatakan RRT. Teman teman yang 
dekat mengatakan saya sudah  kena sogok Amerika. Orang tetap tidak percaya seorang 
pengarang bisa membangun rumah sendiri. Mereka lupa, dalam Bukan Pasar tengah malam  sudah  saya janjikan pada ayah saya untuk memperbaiki rumah, dalam tahun  pertama saya keluar dari penjara Belanda. yang saya lakukan lebih dibandingkan  apa yang saya janjikan, saya bangun baru, dan pada masanya yaitu  rumah terbagus di seluruh kompleks, sekali pun hanya berdinding kayu jati. (Sekarang memang jati lebih mahal dari tembok). Kami sempat meninggali rumah kampung itu hanya sampai tahun  1965 atau 7 tahun . Orang  yang tidak berhak justru selama hampir 20 tahun . Iseng iseng pernah  saya tanyakan; jawabnya seenaknya: apa bisa membuktikan rumah itu bukan pemberian partai,  Habis sampai di situ. Pada yang lain memperoleh  jawaban: jual saja rumah itu, setengah nya berikan pada penghuninya. Dan saya berkata : saya tidak ada prasangka orang yang menghuni rumah saya itu dari golongan pelacur. Walhasil sampai sekarang tetap begitu saja. Baik, kaum manipulator  masih belum puas dengan segala yang saya alami. Saya sama sekali tidak memiliki  sedikitpun perasaan dendam. Setiap dan semua pengala man indrawi mau pun jiwai, bukan hanya sekedar modal, malah menjadi fondasi bagi seorang pengarang. Apa yang dialamai A.K.M. saat  Soekarno masih belum apa apa dibandingkan yang saya alami. Peristiwa Kemayoran,  Pada 1958 sepulang  dari Konferensi Pengarang A   A di Tasykent lewat Tiongkok saya tidak diperkenankan lewat Hongkong dan dengan terpaksa  lewat Mandalay, Burma. Artinya, dengan kesulitan tak terduga. Sampai di Rangoon pihak Kedutaan RI tidak mau membantu memecahkan kesulitan saya. Apa boleh buat, tidak ada jalan bagi saya dibandingkan  mengancam akan memanggil para wartawan Rangoon dan Jawatan Imigrasi Burma, memberikan pernyataan, bahwa ada kedutaan yang tak mau mengurus warganegaranya yang terdampar. Mereka dengan terpaksa  mengurus saya sampai tiba di Jakarta. Dari Rangoon lalu  datang surat yang menuntut beragam . Saya hanya menjawab dengan caci maki dengan tembusan pada menteri luarnegeri, waktu itu Dr. soebandrio  . Saya harap surat itu masih tersimpan dalam arsip. Peristiwa itu terjadi berdekatan dengan hari saya menghadap Bung 
Karno untuk menyerahkan manuscript  keputusan Konferensi di samping juga bingkisan dari 
Ketua Dewan Menteri Uzbekistan, Syaraf Rasyidov, kepadanya, disaksikan oleh beberapa orang, diantara nya Menteri Hanafi. Tak terduga dalam pertemuan itu terjadi sedikit pertikaian dengan sukarno . Ia memberi saya suatu instruksi dan saya menolak, sebab  sebagai  pengarang saya memiliki  porsi kerja sendiri. Pertikaian ini lalu  melarut, yang saya anggap  wajar, sampai akhirnya atas perintah Nasution saya ditahan di RTM, lalu  ke tempat lebih keras di Cipinang, sebab  menentang PP 10. Hampir satu tahun  dalam penjara, lalu  dilepaskan dalam satu rombongan dan dengan satu nafas dengan para pemberontak PRRI Permesta sebagai hadiah terbebasnya Irian Barat. Pada hal tidak lebih dari 3 tahun  sebelumnya Nasution itu itu juga memberi saya surat penghargaan no. 0002 untuk bantuan pada angkatan perang  dalam melawan PRRI di SumBar. Penahanan 1960 61 itu merupakan pukulan pahit bagi saya. Bukan saya yang melakukan yaitu  kekuasaan Pemerintah saya sendiri. Juga sama sekali tidak ada setitik pun keadilan di dalamnya. Saya merasa hanya menuliskan apa yang saya anggap saya ketahui , dan berdasarkan padanya pendapat saya sendiri. Dengan nama jelas, lengkap. Alamat saya pun 
jelas, bukan seekor keong yang setiap waktu dapat memindahkan rumahnya. Saya 
membutuhkan pengadilan. Dan itu tidak diberikan kepada saya. Dalam isolasi ketat di Cipinang 
saya kirimkan surat pada sukarno  melalui Ngadino, lalu  mengganti nama jadi 
Armunanto, kepala redaksi Bintang Timur dan anggota DPA. Surat itu bertujuan untuk 
memperoleh  hukuman yang justified, entah sebagai pengacau, entahlah sebagai penipu. Setidak tidaknya bukan yang seperti sekarang. Ia tidak meneruskannya, dengan alasan ada orang lain menyimpan tembusannya. Orang itu yaitu  H.B. Jassin. Saya percaya  surat itu masih tersimpan.  Dapat Bung bandingkan, bahwa andaian kesulitan saat  Soekarno masih tidak berarti dengan fakta  kesulitan yang saya sendiri alami. Saya heran, bahwa di dalam halaman 2 A.K.M. menyatakan keheranannya mengapa namanya 
dicoret dari daftar pencalonan Front Nasional. Terasa lucu dan naif, selama ia sendiri tidak 
memiliki  kekuasaan untuk menentukannya. Katanya Lekra membakari bukunya,  Saya baru mengetahui  dari halaman itu. Mungkin Boen S. Oemarjati yang berhak memberi penjelasan. 
 Di halaman 3 alinea pertama ada  kisah yang mengagumkan mengenai  Taslim Ali. Saya 
sering datang ke tempatnya di gedung perusahaan Intrabu. Jadi dalam gambaran saya orang 
yang  selalu menterornya dengan meletakkan pestol di atas meja   nya itu yaitu  saya. 
Pramoedya Ananta Toer. Soalnya surat Goenawan Muhammad tertanggal 28 November 1980 pada Sumartana mengatakan :  Achdiat pernah  bercerita, bahwa Pram pernah  datang ke Balai Pustaka dengan meletakkan pistol di meja.  Kapan itu terjadi,  Pestol siapa,  Siapa yang saya temui dan saya teror,  Kiranya, jika  Goenawan tak berandai  andai, A.K.M. sendiri yang berhak menjawab. Dalam alam kemerdekaan nasional memang pernah  saya bersenjata api. Suatu hari dalam 1958. Bukan pestol, namun  parabellum. Tempat: dalam sebuah jeep dalam  perjalanan antara Bayah dengan Cikotok. Saksi: seorang letnan angkatan darat. Ia membutuhkan bantuan saya untuk menyelidiki benar  tidaknya ada boulyon boulyon emas disembunyikan oleh Belanda sebelum meninggalkan Jawa pada 1942 di dasar tambang mas Cikotok, dengan hasil penelitian , bahwa semua itu omong kosong belaka. Mengapa bersenjata,  sebab  sebelumnya sebuah kendaraan umum sudah  dicegat DI, dibakar. Dan bangkainya masih nongkrong di pinggir jalan. Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada kekuatan kata dibandingkan  kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik. Dan saya pun tidak pernah bisa dipercaya kan ada orang datang untuk menteror Taslim Ali. Apa yang bisa didapatkan dari dia,  Sebaiknya A.K.M. menyebut jelas siapa nama penteror itu. 
Di halaman 5 tulisan A.K.M. alinea terbawah ditulis bahwa:  di depan rumahnya saya sempat 
menyusukan selembar 10 ribu rupiah ke dalam kepalannya. Dia agaknya begitu terharu, 
sehingga nampak matanya basah tergenang,  dan  saya mengetahui  Pram tentu butuh uang  saat  itu.  Memang agak janggal menampilkan saya saya seperti  itu. Pada waktu itu saya tidak dapat 
dikatakan dalam kesulitan keuangan. Segera sesudah  pulang  dari Buru beberapa  bekas tahanan Buru datang pada saya minta dibantu memecahkan kesulitan mereka mencari penghidupan. Memang pihak gereja sudah  banyak membantu, dan saya menghormati dan menghargai jasanya pada mereka dengan tulus. namun   selama status dan namanya bantuan barang tentu tidak mencukup  i kebutuhan apalagi untuk keluarganya. Jadi saya dirikan sebuah PT pemborong bangunan, sebuah usaha yang bisa menampung banyak tenaga. Pada waktu A.K.M. datang ke rumah sudah  36 orang ditampung, sebagian berkeluarga. Tidak kurang dari 5 rumah dikerjakan, di antara 2 rumah mewah. Ada di antara mereka menumpang ada saya. Usaha ini sudah  dapat memberi hidup (terakhir) 60 orang dengan keluarganya. namun  kesulitan itu,   
Beberapa kali datang intel, yang dengan lisan mengatakan, rumah saya jadi tempat berkumpul 
tahanan Politik . Beberapa orang dari kantor kotapraja memberi ultimatum untuk menyediakan uang sekian ratus ribu dalam sekian hari. Seseorang datang dan mengibar ngibarkan kartu 
identitasnya sebagai intel Hankam. Seorang datang mengaku sebagai pegawai sospol Depdag 
dengan tambahan keterangan, teman temannya orang Batak banyak, dan orang tidak selamanya waspada. Tak akan saya katakan apa maksud kedatangan mereka. Itu yang datang dari luar. Kesulitan dari dalam pun tak kalah banyaknya. Teman teman bekas tahanan Politik  rata rata 
sudah surut tenaganya sebab  tua. Mereka belum terbiasa dengan teknik baru pembangunan 
rumah sekarang. Mereka tidak terbiasa dengan material baru dan pengerjaannya. Di samping 
itu kerjapaksa berbelas tahun  tanpa imbalan tanpa penghargaan, setiap hari terancam 
hukuman, sudah  berhasil merusakkan mental sebagian dari mereka. Dalam pekerjaan yang 
mereka hadapi mereka tidak berbekal ketrampilan vak. Sedang impian berbelas tahun  dalam 
posisinya sebagai budak budak Firaun yaitu  terlalu indah. Seorang yang di Buru memiliki  
setiakawan begitu tinggi dan diangkat jadi kepala kerja, lalu  lari membawa bawa  uang, dan 
bukan sedikit. Seorang yang relatif masih muda, suatu tengah malam  datang dengan membawa bawa  truk dan mengangkuti material bangunan yang sudah  tersedia dan menjualnya di tempat lain dengan harga rendah untuk dirinya sendiri. Seorang lagi yang juga tergolong muda, sama sekali tanpa ketrampilan tukang, mendadak mengorganisasi pemogokan dengan tuntutan berlipat dari hasil kerjanya. Pick up Luv Chevrolet, sumbangan teman  teman Savitri, dalam 3 bulan sudah berban gundul dan penyok penyok. 
Pukulan lain yang tak kurang menyulitkan datang. Memang sudah diselesaikan sekitar 8 rumah 
dengan kondisi  seperti itu. lalu  dua di antara yang dibangunkan rumahnya tidak mau 
melunasi kewajibannya, mengetahui  kedudukan hukum kami lemah. Berkali kali Savitri minta 
pertanggungjawaban atas bantuan teman temannya yang diberikan. Saya tak mampu lakukan itu. Tidak lain dari saya sendiri yang akan merasa malu, dan semua harus saya telan sendiri. 
Akhirnya saya perintahkan pembubaran PT itu tanpa pernah  memberikan pertanggungjawaban 
pada teman  teman Savitri. Nah Bung, seperti itu situasi waktu terima selembar sepuluh ribu itu, yang sama sekali tidak pernah  saya kira akan dipakai  oleh A.K.M. untuk memperindah gambaran mengenai  dirinya. Semua kebaikan tidak akan sia sia memang bila tidak berpamrih. Dengan pamrih pun tentu saja tidak mengapa, sejauh setiap tindak manusia yang sadar pasti memiliki  motif. namun   bila pemberian dipakai  sebagai investasi, yang setiap waktu dikutip ribanya, sekalipun hanya riba moril, itu memang betul betul investasi, bukan pemberian. Dan siapa di dunia ini tidak pernah menerima,  Waktu saya baru datang dari Buru dan beberapa  orang yang 
datang hanya untuk bersumbang. Jumlahnya dari 60 sampai 100 ribu, di antaranya 3 mesin 
tulis, yang tiga tiganya langsung diteruskan untuk tahanan Politik  yang lebih memerlukan. Demikian juga halnya dengan uang pemberian. Saya pribadi praktis tidak ada uang dalam kantong. Itu akan 
kelihatan bila berada di luar rumah. Di Buru pun ada beberapa  pemberi, dari lingkungan dalam 
dan luar tahanan Politik , dari satu sampai sepuluh ribu. Dalam kondisi  sulit di Buru pun orang normal tidak bisa tinggal jadi penerima saja. Terutama pihak gereja Katholik pernah  memberi keperluan tulis menulis saya setiap bulan. Bahkan pernah  saya terima 2 kali berturut satu kardus besar berisi kacamata, dan pakaian untuk saya pribadi. (Sampai sekarang saya simpan.) Maksud 
saya hanya untuk menerangkan, pada bangsa bangsa terkebelakang, atau berdasar keterangan saksi  redaksi baru bangsa bangsa yang berkembang, memberi yaitu  keluarbiasaan dan menerima yaitu  kebiasaan yang perlu dinyatakan. 
 Jangan dikira saya menulis demikian dengan emosi. Tidak. Suatu dialog bagi saya tetap lebih 
menyenangkan dibandingkan  monolog. Setidak tidaknya dialog yaitu  pencerminan jiwa 
demokratis. namun   ucapan all forgiven and forgotten atau we've forgiven but not forgotten, 
benar   benar produk megalomaniak yang disambungkan mendadak bisa melesat dari kompleks inferiornya, bukan sebab  kekuatan dalam, namun  luar dirinya. mengenai  Pancasila di hlm. 6, saya takkan banyak bicara kecuali menyarankan untuk membuka buka kembali pers negara kita  saat  Soekarno, khususnya sekitar sebab mengapa presiden RI membubarkan konstituante itu. Golongan mana yang menolak dan mana yang menerima Pancasila sebelum dapat interpretasi atau pun revisi, formal ataupun non  formal. Dalam hubungan ini saya teringat pada ucapan Nyoto, jika  tidak salah di alun alun Klaten pada tahun  1964, bahwa nampak ada kecenderungan pada suatu golongan masyarakat (saya takkan mungkin mampu mereproduksi redaksinya) yang membaca kalimat kalimat Pancasila menjadi: Satu, Ketuhanan yang Maha Esa; Dua, Ketuhanan yang Maha Esa; Tiga, Ketuhanan yang Maha Esa; Empat, Ketuhanan yang Maha Esa; dan Lima, Ketuhanan yang Maha Esa. Dia tidak dalam kondisi  bergurau. 
Selama 14 tahun  dalam tahanan ucapan Nyoto bukan saja menjadi kebenaran, lebih dari itu. 
Dakwah dakwah yang diberikan, atau lebih tepatnya dengan istilah orde baru santiaji, orang 
tidak menyinggung sila sila lain sesudah sila pertama, jika  menyinggung pun hanya sekedar 
penyumbat botol kosong: beragama dan tidak beragama berarti sembahyang. Tidak 
bersembahyang berarti tidak pancasilais, bisa juga anti pancasila. Ya, buntut panjang itu 
rupanya diperlukan untuk menter jemahkan alam pikiran formalis Pribumi negara kita , tidak 
mampu membebaskan diri dari lambang lambang, upacara, hari peringatan, pangkat dan tanda nya  dan bagi suku Jawa cukup   lengkap di dideretkan dalam sastra wayang.  Berdasarkan pengalaman sendiri saya dapat katakan: Revolusi negara kita  tidak digerakkan oleh Pancasila; ia digerakkan oleh patriotisme dan nasionalisme. Baru pada 1946 saya pernah  memperoleh  misi  untuk memberi penerangan mengenai  Pancasila dan PBB kepada pasukan. Selanjutnya tetap tidak ada pertautan antara Pancasila dengan Revolusi. 
 Saya menghormati pandangan A.K.M. mengenai  Pancasila yang ia percaya i, sekali pun dengan 
Pancasila itu juga orang  orang sejenis kami di buru kan sampai 10 tahun , dan A.K.M. tidak 
pernah  melakukan sesuatu protes. Dan pertanyaan lalu , apakah ia tetap berpandangan 
demikian  artinya tak perlu melaksanakannya dalam praktek  pada waktu kepentingan dan 
keselamatan jiwanya terancam,  Bicara di lingkungan aman memang lebih mudah untuk 
siapapun, dan: tanpa pembuktian. Dalam hubungan Pancasila dengan demokrasi barat di  sebagai pesan A.K.M. pada rekan rekannya sarjana Australia saya memiliki  kisah. Pada 1984, Mr. Moh. Roem terkena serangan jantung dan dirawat di RSCM. Seorang dokter menjemput saya, mengatakan, Pak Roem menginginkan kedatangan saya. Saya tak pernah  mengkaji apakah itu keinginan Pak Roem atau ambisi si dokter itu saja. Langsung saya berangkat bersama dengannya. Di ruang itu Pak Roem tidur dalam kondisi  masih dikaitkan  pada alat pengontrol jantung. Penjemput saya langsung menemani perawat sehingga hanya kami berdua di situ tanpa saksi. Menghadapi orang dalam kondisi  gawat tentu saja saya tidak bicara apa apa. hanya beliau yang bicara sampai lelah, sebagai pertanda saya 
harus mengundurkan diri untuk menghemat tenaga yang beliau perlukan sendiri. Terlalu banyak yang disampaikannya pada saya untuk orang dalam kondisi  gawat seperti itu. Satu hal yang berhubungan dengan Pancasila dan demokrasi Barat, dan beliau sebagai ahli hukum, yaitu : 50 + 1,  Ya, biar begitu perlu dipertimbangkan dengan adil, tidak seperti selama ini dinilai. Dalam sejarah kita sudah  dibuktikan, bahwa kesatuan negara kita  terwujud hanya sebab  demokrasi parlementer Barat. 
 Nah, Bung Keith, inti persoalan dengan kaum manipulasi  cukup   jelas: saya memakai  hak 
saya sebagai warganegara negara kita , hak yang juga ada pada kaum manipulasi . Omong kosong 
bila dikatakan pada waktu itu mereka tak memiliki  media untuk menerbitkan sanggahan. Waktu 
sekarang, waktu secara formal hak sanggah melalui mass media tidak ada, saya tetap 
menyanggah dengan berbagai cara yang mungkin, jika  memang ada yang perlu disanggah. 
Sedang ucapan Pak Roem ini ., ternyata yaitu  pesan politik terakhir. Beberapa minggu lalu  beliau meninggal dunia. Saya belum selesai. Masih ada satu hal yang perlu disampaikan, hanya di luar hubungan dengan surat terbuka Achdiat K. Mihardja. Tak lama sesudah  pertemuan kita terakhir saya menerima surat dari M.L., yang intinya tepat suatu jawaban terhadap saya. Tentu saja saya memperoleh  kesan kuat, pembicaraan kita Bung teruskan padanya. Terima kasih, bahwa hal hal yang tidak jelas sudah dibuat  terang olehnya.  Untuk tidak keliru membuat  estimate mengenai  saya dalam persoalan khusus ataupun umum ada manfaatnya saya sampaikan bahwa saya menyetujui kehidupan bipoler. Saya membenarkan adanya dua superpower, bukan saja sebagai fakta , juga sebagai pernyataan makro nurani politik ummat manusia. jika  hanya ada satu superpower akibatnya seluruh dunia akan jadi bebeknya. Dua superpower mewakili kekuatan ya dan kekuatan tidak, kekuasaan dan opposisi. Dalam tingkat nasional saya menyetujui kehidupan bipoler. Ada kekuasaan ada opposisi. jika  tidak, rakyat akan jadi bebek pengambang, dengan kepribadian tidak berkembang. Demokrasi 
dengan opposisi yaitu  juga pernyataan makro nurani politik nasional. Dia yaitu  juga pencerminan mikro nurani pribadi manusia, yang tindakannya ditentukan oleh ya atau tidak. 
Hewan dengan serba naluri tak memerlukan nurani. Ia tak mengenal ya ataupun tidak. 
 Semoga surat kelewat panjang ini  lebih tepat usaha penmanuscript tasian diri sendiri  ada 
manfaatnya. Saya tidak ada keberatan bila diperbanyak.  Salam pada semua yang saya kenal, juga pada M.L. dan Savitri yang pernah  saya kecewakan. Belakangan ini kesehatan saya agak membaik. Soalnya saya memakai  ramuan tradisional byang ternyata mengagumkan. Dengan pengamatan melalui tes urine dengan benedict kadar gula yang positif dalam 24 jam dapat menjadi negatif, yang tidak dapat saya peroleh melalui sport dan kerja badan selama 2 minggu. 
Salam hangat untuk Bung sendiri dan keluarga. 
 Pramoedya Ananta Toer, Sumber: Demi Demokrasi 2 (1985) 
Penahanan Pramoedya dan masa sesudah nya 
Selain pernah  ditahan selama 3 tahun  pada masa kolonial dan 1 tahun  pada masa 
Orde Lama, selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun  ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan. 13 Oktober 1965    Juli 1969   Juli 1969    16 Agustus 1969 di pulau  Nusakambangan  Agustus 1969    12 November 1979 di pulau  Buru  November    21 Desember 1979 di Magelang  Pramoedya bersama rekan rekan saat sedang melakukan kerja paksa di pulau  Buru  Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di pulau  Buru, namun tetap mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia, serial 4 kronik 
novel semi fiksi sejarah negara kita . Tokoh utamanya Minke, bangsawan kecil Jawa, 
dicerminkan pada pengalaman RM Tirto Adisuryo seorang tokoh pergerakkan pada zaman kolonial yang mendirikan organisasi Sarekat Priyayi dan diakui oleh Pramoedya sebagai organisasi nasional pertama. Jilid pertamanya dibawakan secara oral pada para kawan sepenjaranya, dan sisanya diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi pengarang Australia dan lalu  diterbitkan dalam bahasa Inggris, Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan memperoleh  surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat G30S/PKI, namun  masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta hingga 1992, dan  tahanan kota dan tahanan 
negara hingga 1999, dan juga wajib lapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun . Catatan Kronologis G30S/PKI (Oleh:Mayjen. Pranoto Reksosamodra)  Di bawah ini, yaitu  beberapa catatan ringkas dari saya, sekitar kejadian dan peristiwa, baik yang saya alami maupun saya ketahui , sekitar pergerakan  G.30 S/PKI yang terjadi pada  tanggal 1 Oktober 1965. Singkatnya secara kronologis  sbb: ,  
pada tanggal 1 Oktober 1965 k.l jam 06.00, pada saat saya sedang mandi, maka datanglah Brigjen. Dr. Amino (Ka.Dep. Psychiatri RSGS Jakarta), yang dengan dan  sertamerta  memberitahukan  mengenai  diculiknya Letjen. A. Yani ditambah    beberapa Jenderal lainnya oleh sepasukan bersenjata yang belum dikenal, sedang  nasib para jendral yang diculik itu pun belum diketahui . Sesudah mandi, maka saya segera berangkat ke MBAD dengan mengenakan pakaian dinas lapangan. setibanya di MBAD dan sesudah  menampung beberapa berita dari beberapa sumber, maka oleh sebab  pada saat itu saya kebetulan sebagai Pati yang berpangkat tersenior, saya segera mempelopori  untuk mengadakan rapat darurat di antara para Asisten MenPangad atau wakilnya yang hadir pula  pada saat itu di MBAD, yaitu para pejabat teras SUAD dari 
Asisten MenPangad sampai Asisten VII MenPangad termasuk Irjen. PU dan pejabat 
Sekretariat. sesudah  menampung beberapa laporan dan keterangan dari sumber yang dapat dipercaya, maka rapat menyimpulkan: secara positif bahwa Letjen. A. Yani ditambah    lima orang Jenderal lainnya sudah  diculik oleh sepasukan penculik, yang pada saat itu belum dapat dikenal secara nyata. Berikutnya, rapat memutuskan untuk menunjuk Mayjen. Soeharto Pangkostrad agar bersedia mengisi pinpinan A.D yang ada  vacum. Melalui kurir khusus, maka keputusan rapat kita sampaikan kepada MayJen Soeharto di MAKOSTRAD. pada hari itu juga tanggal 1 Oktober 1965 k.l jam 09.00 WIB saya menerima laporan dari salah seorang Pamen (lupa namanya) dari MBAD yang mengatakan bahwa berdasar keterangan saksi  siaran RRI saya ditunjuk oleh Presiden/Panglima Tertinggi untuk menjabat sebagai Caretaker Men/Pangad. Oleh sebab  baru merupakan berita, maka saya tetap tinggal di Pos Komando MBAD untuk menunggu perintah lebih lanjut ,  bahwa pada hari itu juga tanggal 1 Oktober 1965 sesudah saya menerima berita mengenai  penunjukan saya untuk menjabat sebagai Caretaker Men/Pangad, maka berturut turut datanglah utusan dari Presiden/Panglima Tertinggi yaitu:  
1. Letkollnf. Ali Ebram, Kasi 1 Staf Resimen Cakrabirawa, yang datang k.l jam 09 .30  
2. Brigjen TNI Soetardio, Jaksa Agung bersama Brigjen Soenarjo, Ka.Reserse Pusat Kejaksaan Agung yang datang bersama  pada jam: 10.00 (k.l).  3. Kolonel KKO Bambang Widjanarka, Ajudan Presiden/ Pangti yang datang sekitar jam 
12.00 WIB.  Oleh sebab , saya sudah terlanjur masuk dalam hubungan komando taktis di bawah 
Mayjen. Soeharto (vide titik 2 di atas), maka saya tidak dapat secara langsung menghadap 
Presiden/ Pangti dengan tanpa seizin Mayjen Soeharto sebagai pengganti Pimpinan AD 
saat itu. Atas dasar panggilan dari utusan utusan Presiden/ Pangti ini  di atas, saya pun berusaha memperoleh  izin dari Mayjen Soeharto. namun   , Mayjen Soeharto selalu melarang saya untuk menghadap Presiden/ Pangti dengan alasan bahwa dia (Mayjen. Soeharto) tidak berani menjamin,  kemungkinan tambahnya korban 
Jenderal lagi jika  dalam kondisi  yang sekalut itu saya pergi menghadap Presiden. Saya tetap menanti perintahnya untuk tinggal di MBAD. ,  
pada tengah malam  hari berikutnya, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar 19.00 WIB saya 
dipanggil oleh Jenderal Nasution, KASAB, di markas KOSTRAD untuk menghadiri  rapat. 
Kecuali Jenderal Nasution yang hadir pula , juga dihadiri  oleh Mayjen Soeharto, Mayjen 
Moersyid, Mayjen Satari, dan Brigjen. Oemar Wirahadikoesoemah. Jenderal Nasution secara resmi menjelaskan, bahwa saya mulai ini hari ditunjuk oleh Presiden/ Pangti untuk menjabat sebagai Caretaker Men/ Pangad yang selanjutnya 
menanya kepada saya bagaimana pendapat saya secara pribadi. Saya menjawab, bahwa sampai saat itu saya sendiri belumlah menerima 
pengangkatannya secara resmi secara hitam di atas putih. Maka saya berpendapat agar 
sementara waktu belum dikeluarkannya pengangkatan resmi (tertulis) dari Presiden/Pangti entah nantinya kepada siapa di antara kita, lebih baik kita menaruh perhatian kita dalam 
usaha menertibkan kembali kondisi  yang darurat pada saat itu yang ditangani langsung oleh Pangkostrad (Mayjen Soeharto) yang juga kita percayakan untuk sementara menggantikan Pimpinan AD. namun   , mengingat pada saat itu suara dan kesan dari media massa, yang memuat 
berita berita adanya usaha untuk menentang keputusan Presiden/Pangti, mengenai  penunjukan saya sebagai Caretaker Men/Pangad, maka oleh Jenderal Nasution saya diminta agar pada tanggal, 2 Oktober 1965 pagi mengadakan wawancara pers yang di rencanakan di Senayan. Saya bersedia  tanggal 2 Oktober 1965, menjelang waktu saya akan mengadakan wawancara pers, maka tiba tiba Mayjen Soeharto dan saya memperoleh  panggilan dari Presiden/Pangti, yang pada saat itu sudah meninggalkan pangkalan udara Halim Perdana Kusumah dan menempati kembali di Istana Bogor. Oleh sebab  itu, maka wawancara pers dengan terpaksa  saya tunda waktunya. Mayjen Soeharto bersama saya dan Brigjen. Soedirgo (Dan Pomad) segera berangkat menghadap Presiden/Pangti di Istana Bogor. Di istana Bogor diadakan rapat, di mana hadir pula  juga  Bpk. Dr.Leimena, Bpk. Chaerul Saleh, Martadinata, Omardani, Cipto Yudodihardjo, Moersyid, M. Yusuf dan beberapa menteri lagi. 
Keputusan rapat: Presiden/Pangti memutuskan, bahwa Pimpinan A.D langsung dipegang  oleh Pangti, sedang  Mayjen Soeharto diperintahkan untuk menjalani misi  operasi militer, lalu  kepada saya dimisi kan sebagai Caretaker Men/ Pangad dalam urusan sehari hari, tanggal 4 Oktober 1965, sesudah  melalui beragam  proses kejadian, maka Mayjen. Soeharto diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat dengan membentuk susunan staf 
nya yang baru. Kedudukan saya menjadi Pati diperbantukan kepada KASAD, tanggal 16 Februari 1966, atas perintah dari KASAD Mayjen Soeharto, saya ditahan di Blok P Kebayoran Baru Jakarta dan dituduh terlibat dalan G.30 S/PKI, dengan Surat Perintah Penangkapan/Penahanan No. 37/2/1966, tanggal 16 Februari 1966. ,  
dengan perubahan status penahanan dari Ketua Tim Pemeriksa Pusat, ini  dalam  Surat Perintahnya No.Print. 018/TP atau 3/1966 saya memperoleh  perubahan penahanan  rumah mulai pada tanggal 7 Maret1966. Dengan Surat Perintah Penangkapan/Penahanan No.Print. 212/TP atau 1/1969, tanggal 4  Maret 1969 saya kembali ditahan di Inrehab NIRBAYA Jakarta yang tetap dalam tuduhan yang sama. dengan Surat Keputusan Menteri HANKAM/Panglima ABRI yang ini  dalam Surat  Keputusan No. Kep./E/645/1I/1970, tanggal 20 November 1970, yang ditanda tangani oleh Jenderal M. Panggabean, saya mulai dikenakan skorsing dalam status saya sebagai anggota AD, yang berikutnya pada bulan Januari 1970 saya sudah tidak menerima gaji 
skorsing dan hak penerimaan lainnya lagi. sedang  Surat Pemberhentian ataupun Pemecatan secara resmi dan keanggotaan AD ini pun sampai sekarang belum/ tidak pernah  saya terima. ,  
atas dasar Surat Keputusan dari Panglima KOPKAMTIB yang ini  dalam surat No.SKEP atau 04/KOPKAM/I/1981, maka dalan pelaksanaannya oleh KA. TEPERPU ini  dalam Surat Perintahnya No. SPRIN, 481/1I/1981 TEPERPU, saya baru dibebaskan dari tahanan pada tanggal16 Februari 1981. Jadi jika  saya perhatikan tanggal, bulan dan tahun  mulai dan berakhirnya saya 
mengalami penahanan yaitu  selama waktu 15 (limabelas) tahun , tanpa kurang atau pun 
lebih, yaitu dari tanggal16 Februari 1966 sampai pada tanggal16 Februari 1981. ,  selama waktu saya ditahan, sepanjang waktu limabelas tahun  itu, saya merasa belum pernah  mengalami pemeriksaan melalui proses dan pembuatan berita acara yang resmi. Saya hanya menjalani interogasi secara lisan, yang di  lakukan oleh Tim Pemeriksa dari TEPERPU pada tahun  1970. Sesudah itu saya tidak pernah diinterogasi lagi, sampai saatnya saya dibebaskan pada 16 Februari 1981. , untuk waktu berikutnya, maka apa, di mana, dan bagaimana yang dapat saya 
lakukan sebagai seorang yang tanpa berstatus, polos selagi telanjang tanpa hak milik materi barang sedikit pun yang bernilai, yang memungkinkan untuk melanjutkan amal kebaktian saya pada Tanah Air dan Bangsa, yang pernah  saya rintiskan dalam turut dan  mulai perang  Kemerdekaan 1945 yang tanpa absen itu,  Segala penjuru lapangan kerja tertutup untuk kehadir pula anku, justru aku dipandang sebagai orang yang beratribut bekas tahanan G .30  S atau PKI, bahkan mungkin berdasar keterangan saksi  persepsi mereka, saya ini sebagai  dedengkot  nya G.30 S/PKI dari segala aspek. Saya harus berani menelan pil, yang sepahit ini, dan harus juga  berani membaca  fakta  dalam hidup dan penghidupan saya yang sudah  menjadi suratan dan takdir llahi 
kepada saya sebagai umatnya. Terus terang saja jika  saya merasa malas dan enggan untuk berkunjung dan berkomunikasi dengan bekas rekan perjuangan, teman atau pun kenalan yang dahulunya saya anggap dekat/ akrab. Justru bagi mereka, yang tidak mengetahui  ujung pangkal 
dalam duduk perkara, saya tiada setapak pun mau maju mendekat dan bertatap muka secara hati ke hati. Kebanyakan lalu pergi menyelinap dan menghindar, yang mungkin ada merasa takut disorot, yang akibatnya dapat merugikan diri. 
Namun tidak sedikit juga , bekas rekan rekan seperjuangan dan teman/kenalan, yang masih mau berkunjung ke rumah saya, sungguh pun tempat tinggal saya sekarang ini di pinggiran kota, yang sebagian perjalanannya harus ditempuh dengan jalan kaki. Di antaranya saya merasa terkesan dengan kunjungan Letjen(P) Soedirman anggota Dewan Pertimbangan Agung, yang pada suatu tengah malam  buta berkenan meluangkan kakinya, untuk mengunjungi saya di rumah Kramatjati yang sesempit itu. Saat pertama bertemu   kembali dengan saya, sedikitpun saya tidak melihat adanya perubahan wajah, sebagaimana wajah cerah amikal selagi sikapnya yang brotherly/fatherly, sebagaimana yang mula mula saya mengenal beliau sebagai rekan 
Komandan Resimen yang tersenior. Beliau mengutamakan rasa kemanusiaannya dari 
pada rasa sebagai perwira tingginya. Beliau terkenal rajin berkunjung kepada keluarga 
anak buah, yang suaminya sedang mengalami penahanan, atau pun yang ditinggal bekerja   operasi oleh suaminya. Beliau pun tidak ada rasa ragu mengunjungi bekas bawahannya yang berada dalam tahanan. Toleransi terhadap penderitaan teman atau pun anak buah bagi beliau tidak pernah menutup mata dan telinga, lepas dari persoalan atau pun perkara, yang sedang mereka pertanggungjawabkan  masing masing. Sikap yang layak terpuji dan dihargai oleh khalayak orang timur, jika  orang itu dapat 
berteladan pada panutan sikap dan sifat, sebagaimana yang dimiliki Letjen(P) Soedirman 
itu. Maka kunjungan yang seperti  itulah yang selalu dapat membasahi, ibarat embun  yang menyiram hati saya. Jakarta, 1 April 1989 
Pembuat catatan kronologis,  
Ttd.  
Pranoto Reksosamodra  
Sumber dari Buku : Memoar Mayor Jenderal Raden Pranoto Reksosamodra jika  kita bayangkan bahwa tahun  tahun  ini sedang terjadi perubahan politik yang bersejarah di negara kita . Sebetulnya sejak kemerdekaan, ini merupakan kedua kalinya kita menemui titik balik yang begini drastis. Perubahan sekarang mudah mudahan tidak akan mengundang pertumpahan darah seperti yang kita alami sebelumnya. Pada perubahan drastis yang terjadi satu generasi yang lalu yaitu pada peristiwa pergerakan  pergerakan  30 September, terjadi pertumbahan darah yang luar biasa besarnya, bukan saja untuk ukuran negara kita  namun  juga untuk dunia. Perkiraan jumlah korban yang jatuh antara 100 ribu sampai sejuta, namun  ada orang berkata  sekitar 500 ribu, tidak pernah akan ada yang mengetahui . sebab  bagaimana pembunuhan itu terjadi yaitu  diluar lampu sorot politik apalagi lampu sorot pers. jika  peristiwa G30S dan munculnya pemerintah Suharto sesudahnya, dibayangkan sebagai suatu pertikaian  antara rezim Sukarno yang menaungi partai komunis, dengan pemerintah baru yang diketuai  oleh Angkatan Darat. Pada waktu itu masyarakat negara kita  dan internasional menganggap bahwa korban korban yang jatuh sebagian besar oleh emosi masyarakat yang melawan kegiatan orang  komunis, orang  PKI yang opresif, yang keras. namun    pandangan 
sejarah yang lahir sesudahnya dan sekarang, mempertanyakan juga apakah memang demikian 
hitam putihnya. Mungkin juga suatu unsur yang ada dibelakang pembunuhan itu untuk motif 
motif politik. Itu kita akan tinggalkan pada ahli sejarah, namun  korban manusianya yang ratusan 
ribu mati dibunuh, ribuan orang tahanan politik, mulai dari yang ringan seperti diambil hak hak 
politiknya, sampai pada yang masuk pembuangan di pulau  Buru, masuk penjara, dan yang 
kabur atau diasingkan keluar negeri. Dengan pergantian rezim menjadi pemerintah yang lebih 
manusiawi, berangsur angsur para pihak yang bersimpati kepada golongan kiri diijinkan untuk 
muncul kembali. Mereka muncul dari tahanan, mulai dari sastrawan terkemuka seperti 
Pramoedya Ananta Toer sampai pada tokoh  politik. Dengan wawasan yang tertempa oleh pengasingan dan penderitaan sekian puluh tahun , tamu Perpektif Baru kita sekarang yaitu  Bapak Hardoyo yang pada waktu kejadian G30S sebagai Ketua Umum Consentrasi pergerakan  Mahasiswa Indonesia   (CGMI), yang waktu itu sangat disegani dan ditakuti oleh pihak pihak yang tidak senang pada komunis. sebab  CGMI dianggap sebagai onderbow atau organisasi dalam lingkungan Partai Komunis  Indonesia   (PKI). Sekarang sesudah  ditahan sekian lama, pak Hardoyo akan menceritakan langsung pengalamannya kepada pemandu Perspektif 
Baru, Wimar Witoelar. agar   generasi sekarang mengerti, Bapak itu ketua umum CGMI (Consentrasi pergerakan  Mahasiswa Indonesia  ), waktu itu sebesar apa dan bagaimana liputan organisasi Bapak dan apa hubungannya dengan Partai Komunis  Indonesia  ,  CGMI lahir tahun  56 dari fusi CMB Bandung, CMY Yogya, dan GMI Bogor. Ketua pertamanya Kapten Ir. Agus Wiyono yang nanti menjadi Mayor Jendral dan Sekjen Departemen Perindustrian. Saya ketua umum pusat ketiga tahun  60 63 namun  justru itu tahun  yang amat berat. sebab  waktu itu dalam demokrasi terpimpin ada nasakomisasi. Pada tahun  64, CGMI ditantang, jika  CGMI tidak menyatakan kom dalam dewan dewan mahasiswa tidak boleh duduk sebagai Dewan, sebab  dewan mahasiswa harus nasakom, katanya HMI dan 
sebagainya. Akhirnya CGMI tanya sama PKI, bolehkah CGMI menyatakan dirinya kom,  Ya, 
nggak bisa, kamu komnya siapa ,  wong CGMI beragam . Akhirnya ada kompromi, tahun  
64 saya sudah tidak ketua umum lagi CGMI menjadi Organisasi Mahasiswa Komunis dan 
Progresif Non Komunis. 
Jadi tidak didirikan oleh PKI dan waktu berdiri tidak ada hubungannya dengan PKI. namun  
ideologinya apakah memang komunisme,  Tidak ada hubungannya dengan PKI. CGMI waktu berdiri ideologinya tidak seneng ada partai 
partai, malah mendukung sukarno  untuk menyederhanakan partai partai. mungkin  bung 
Wimar masih ingat di Bandung CGMI seperti Soekarno Yugen. tahun  64 lain lagi. Untuk CGMI 
bisa berkembang harus menerima mewakili kom padahal sebetulnya  dalam CGMI yang disebut kom itu mungkin anak anaknya PKI yang mungkin tidak lebih dari 2 persen. Anggota CGMI tahun  64 sebanyak 18 ribu. Pada waktu ditahan, Bapak menjadi anggota DPRGR mewakili didalam fraksi,  
Saya tahun  60 diangkat oleh sukarno  saat  pembaharuan DPR ke DPRD, saya mewakili 
fraksi Golongan Karya Pemuda. Fraksi Golkar ya, lucu juga. namun  tentu kondisi nya sangat berbeda. lalu  Bapak ditahan kapan, berapa lama dan tuduhannya apa,  Saya ditahan mulai 10 November 66 dan bebas tanggal 9 Desember 79, dalam tuduhan yang disebut berindikasi G 30 S PKI. Jadi ditahan sesudah Super Semar.  
Bapak tidak terlibat dalam G30S,   Tidak, dan saya tidak pernah diadili. Jadi pada waktu kegiatan mahasiswa yang melawan Sukarno, kegiatan Bapak di CGMI apa saja,  jika  waktu melawan Sukarno tahun  65 66, saya sembunyi sebab  sudah mulai dikejar kejar. Menyelamatkan diri. 
Apa Bapak memiliki  pengalaman dengan orang  yang sesudah  dikejar kejar lalu  ditangkap atau dibunuh, untuk mengungkap misteri sekitar pembunuhan tahun  66. Apa Bapak memiliki  pengalaman pribadi,  Nggak ada cuma hanya sekedar  saya kan dikumpulkan dalam camp dengan berberagam  orang. Jadi saya bisa cerita beragam , saya mendengar. Campnya di mana pak Hardoyo,  Saya pertama ditangkap dimasukan Kodim Kalong di Jakarta Pusat dekat Air Mancur, 
lalu  dipindahkan ke RTM, rumah tahanan militer, di Salemba sebentar, kembali lagi RTM. Jadi jika  diurut di RTM 8,5 tahun , di Nirbaya 1,5 tahun , selebihnya masa terakhir di Salemba. Di RTM itu kan ada berberagam  orang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan PKI atau komunisme, bahkan bukan orang kiri. Bahkan ada yang sekarang masuk pemerintahan. Bisa anda sebut beberapa rekan anda di RTM waktu itu,  
Saya bersyukur bahwa saya bisa bertemu dengan segala macam teman dari semua kalangan, 
termasuk saat  Malari masuk saya ketemu Marsillam, Rahman Toleng, Sjahril, Hariman 
Siregar. Bahkan juga suami Megawati, Taufik Kemas. Terus anda berdiskusi politik nggak waktu itu,  Tentu, itu kan kesempatan sangat bagus. 
Apa yang anda bisa ceritakan secara singkat mengenai pandangan politik anda yang latar belakang CGMI dengan dengan orang  seperti itu dari mulai Hariman Siregar sampai Sjahril, Marsillam segala macam. Persamaan perbedaannya dimana, Saya kira pada waktu jaman sukarno , kami semua percaya bahwa sosialisme negara kita  akan terjadi di negara kita . namun  tiba tiba terjadi seperti itu kan seperti petir datang dan berubah segalanya. lalu  kami lihat dan mendengar apa dan kenapa ada G30S, apa itu G30S, sampai hari ini bagi saya sebetulnya  masih misteri. Itu apa ,  Jadi G30S itu sebagai suatu peristiwa tidak diketahui  oleh seorang aktivis CGMI seperti Bapak, seorang anggota DPR, G30S itu terpisah dari kegiatan CGMI,  Terpisah. Kami juga pernah  mendengar seperti  situasi politik katanya Dewan Jendral mau kudeta. Itu saja. namun  tidak pernah ada satu persiapan bagaimana melawan kudeta, saya juga 
heran. jika  PKI mau melawan kudeta, mestinya kan buruhnya dikerahkan, taninya dikerahkan, namun  itu tidak ada. Sepertinya orang antri mati saja. Bapak kenal orang  yang tokoh PKI nggak,  
Kenal banyak. Apakah mereka terlibat G30S sebelum terjadinya,  Didalam penjara saya bertanya pada mereka dan hampir semuanya tidak mengetahui . mungkin  yang mengetahui  cuma hanya sekedar  yang disebut biro khusus. 
Biro khusus seperti  biro politik dan orang dalam sekali ya,  Biro khusus itu seperti anak buahnya Samlah (maksudnya Sam Kamaruzaman). Itulah yang sampai sekarang juga menjadi misteri untuk kami, sebab  nggak pernah  melihat wajah itu. 
Malah ada yang berkata , dari teman teman PKI itulah partai in the party. Sam Kamaruzaman yang misterius itu. Bapak 13 tahun  dipenjara lalu  keluar, bagaimana kondisi dikeluarkannya Bapak, apakah sesudah  keluar bisa kembali aktif 
dalam masyarakat,  Keluarga saya kan ketakutan semua. Jadi saat  saya didalam penjara ada untung masih ada ibu saya dan beberapa adik saya yang tidak takut, masih mengirim makanan. jika  nggak ada makanan, saya mesti hidup dari makanan penjara yang sangat tipis. sebab  itu waktu teman teman Malari datang ya kami merasa untung. Banyak makanan dari teman teman Malari. Kami jadi lebih sehat dan banyak membantu kami memang.  orang  seperti Sjahril, Marsillam, itu yaitu  aktivis bahkan pemimpin dalam pergerakan  mahasiswa angkatan 66, dan lawannya yaitu  rejim Sukarno, waktu di penjara 
anda merasa diri sebagai lawan politik mereka atau tidak,  Saya kira tidak. Pak Badio saat  saya masih SD, pernah  bicara di Tulung Agung, waktu itu saya tanya Pak Badio kenapa begini ,  Kita ini hanya menjadi korban perang  dingin saja, diadu 
domba seperti itu. Itu kata kata beliau yang sampai sekarang saya pikirkan. perang  dingin dalam arti konteks internasional antara negara Barat dan negara Komunis. lalu  pak Hardoyo keluar dari tahanan, masuk dalam masyarakat yang sudah dalam tahun  kesekian pemerintah Suharto. Apa kesan kesan waktu itu,  Kami tetap gagap, sebabnya takut, hidup ini bagaimana,  Yang aneh, saat dibebaskan kami teken pernyataan 7 pasal, nggak boleh masuk partai, nggak boleh ini, nggak boleh itu. Juga ada 
9 pekerjaan yang tertutup bagi kami termasuk menjadi wartawan, jadi pendeta, jadi pengacara, 
guru, lalu kami juga meneken tidak akan menuntut ganti rugi pada pemerintah. Pikiran saya 
waktu itu yang penting saya bebas sebagai manusia biasa dan cari hidup. Saya segera ditolong oleh teman teman seperti Aristides Katopo, Satyagraha Hoerip, yang memberikan saya pekerjaan untuk terjemahan. Kadang kadang saya juga menjadi editor, selebihnya saya juga 
dibantu oleh adik adik saya sambil masih marah marah, kamu sudah ikut politik ya,  Diam saja 
jangan ikut ikut politik nanti keluarga susah. Saya peduli semua itu. 
Sekarang bagaimana pendapat pak Hardoyo mengenai politik ini atau jika  ditarik cepat 
sekali dari sejak keluar jaman Suharto sampai kepada jatuhnya Suharto, bagaimana 
pandangan pak Hardoyo berubah,  
Saya terkejut , bagaimana kok Suharto bisa jatuh. Saya terkejut  sekali. Terlalu cepat perkembangan 
itu berdasar keterangan saksi  logika saya. 
Berapa banyak dari hak hak warga negara pak Hardoyo masih dicabut sampai selesai 
rejim Suharto, apa yang masih tersisa atau sebagai cap pada pak Hardoyo,  
Waktu rezim Suharto akan berakhir tahun  95 stigma ET dari KTP dicabut. Itu kami sedikit lega. 
namun  instruksi Mendagri nomor 32 tahun  81, Amir Machmud pada waktu itu sampai sekarang 
belum dicabut sekalipun Gus Dur katanya sudah memerintahkan Mendagri yang sekarang 
untuk dicabut, namun  belum dicabut. Padahal itu banyak ketentuan yang memicu  kami kena 
beberapa  diskriminasi. contohnya  jika  mau pindah rumah harus ada pihak ketiga yang 
bertanggung jawab. Itu sampai sekarang ketentuannya masih ada dan belum dicabut. Jadi kami sebetulnya  masih terkena banyak pembatasan. Termasuk bekerja di 9 pekerjaan sekalipun dalam praktek sudah mulai longgar. namun  saya dengar di Priok, teman saya yang tua tua itu masih kena wajib lapor entah sebulan atau dua bulan sekali. Yogya juga katanya masih begitu.  Sekarang sepengetahuan   pak Hardoyo, tahanan tahanan politik yang berhubungan dengan G30S itu apa sudah keluar semua,  
Semua sudah bebas, terakhir Latief Cs itu.  
Jadi dalam pandangan bapak apa yang sekarang bisa diharapkan dalam suasana politik 
yang baru sesudah  bapak mengalami berbagai suasana politik. Sekarang bagaimana 
pandangan Bapak mengenai perkembangan politik di tanah air,  Saya kira bangsa negara kita  sekarang ini menghadapi globalisasi, saya pernah  mendengar ini neo liberalisme yang akibatnya banyak memicu  rakyat kecil menderita. Saya pikir warisan masa lalu termasuk berbagai konflik perlu diselesaikan, perlu ada rekonsiliasi. Jika tidak, mau kemana bangsa negara kita  ini,  mungkin  semua kalangan termasuk kalangan saya sendiri 
harus berpikir, semua ambil bagian dari satu kesalahan masa lalu. Ini berarti sekali ucapan Bapak, sebabnya jika  mau rekonsiliasi yang paling harus didengar suaranya itu para korban ketidakadilan dahulu . Lalu jika  sekarang ada 
rekonsiliasi, bagaimana anda menutup buku terhadap ketidak adilan yang berdasar keterangan saksi  persepsi Bapak sudah  melanda kehidupan Bapak dahulu . Dibiarkan saja begitu,  Saya kira mungkin tidak seluruhnya. Saya setuju dengan gagasan Gus Dur untuk membentuk 
komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Mungkin kita bisa belajar dari Nelson Mandela, namun  jika  di 
Nelson Mandela kan hanya satu masalah , apartheid. Di negara kita  banyak sekali masalah  tidak hanya tahun  65 yang menjadi korban dan luas jumlahnya masalah  saya membayangkan betapa sulitnya. namun  saya senang sekali mendengar katanya medio Maret nanti Menteri Yusril akan mengajukan rancangan Undang undang komisi kebenaran dan rekonsiliasi ke DPR. Mudah mudahan DPR sudah siap menghadapi itu. Kadang kadang saya juga pesimis, jika  saya ingat 
omongannya Dr. Riswanda Himawan, bangsa negara kita  itu mengidap budaya tumpas kelor, 
akar politik harus dihabiskan. Ini susah untuk rekonsiliasi. Sekarang terbit bukunya Pramoedia 
Ken Dedes Ken Arok. Yang intinya sejarah mata rantai dendam yang terus menerus diantara 
raja raja di Jawa. Malah kemarin ada satu seminar yang diadakan dalam rangka sebelas Maret, itu ada yang menceritakan, sebetulnya  G30S itu kan seperti orang dibuat  perang kap apa, bikin sombong, dan beragam , itu seperti dijadikan kebo ijo dalam masalah  empu gandring. Tadi 
tengah malam  saya dengar itu. PKI berhenti dalam satu peristiwa yang mendadak dan berdarah. Pemikiran pemikiran didalamnya selain pemikiran komunis partai, tentunya banyak juga pemikiran kiri, pemikiran sosialis, yang memiliki  suatu validitas tertentu. Sekarang bagaimana 
pemikiran kiri di negara kita , terwakili oleh siapa dan apa masih perlu jaman sekarang dibandingkan dengan dahulu ,  Saya kira sebagai satu pandangan kiri dalam arti membela untuk social justice dan sebagainya itu masih perlu. Bahkan mungkin sebagai seperti  counter culture juga penting. cuma hanya sekedar  yang 
perlu ditegaskan hantu yang dikatakan PKI masih hidup itu salah. Sudah finish, selesai. Coba 
gambarkan represif demikian hebat itu memicu  trauma, anak anak trauma, keluarga rata rata 
60 % ke atas cerai. Anak anak menjadi anti orang tua, dan jika  pak Wimar lihat contohnya  dari 
pergerakan  reformasi, apa ada anak komunisme. namun  bahwa ada ide ide mengenai  kiri dalam arti untuk social justice, kita lihat saja Dawam Raharjo, Adi Sasono. Apalagi sekarang banyak buku buku yang tidak ditutup masuk negara kita , pasti semua orang mengetahui , terbuka. Saya kira jika  berdasar keterangan saksi  saya nanti kekuatan demokratis untuk di reformasi damai itu saya kira kaum kiri. Bapak Hardoyo sebagai orang kalangan kiri, dan dekat dengan berbagai organisasi kiri, percaya  sekarang contohnya  PKI sudah mati dan komunis dokriner sudah mati. namun  berdasar keterangan saksi  perasaan bapak apakah kepercaya an itu akan ada pada pihak tentara, pada pihak masyarakat lain, masih ada kecurigaan tidak terhadap PKI atau terhadap Bapak pribadi,   Saya kira iya, bahwa kecurigaan kan kita lihat beberapa teman dari komisi dua, atau Arief Budiman sendiri sesudah  kesini, ini gimana , , semua boleh asal nggak dengan PKI. Artinya bahaya laten PKI sebagai satu musuh yang harus terus menerus ada itu diperlukan. Itu ilmiah atau tidak, ya silahkan dipikirkan para pakar, yang terang saya menyesalkan kenapa kaum demokrat, kaum humanis tidak membahas soal itu. Apakah PKI perlu dievaluasi kembali dalam perspektif sejarah,  Klarifikasi mengenai PKI dan semuanya termasuk peristiwa 1 Oktober sangat perlu. Tempo hari LIPI kan sudah mulai dalam menjernihkan masalah  65 dimana Gerwani ternyata tidak memotong motong para Jendral. Itu sudah ada visum, padahal berita itu sendiri cukup   mengobarkan pembunuhan massal di daerah daerah. Saya kira itu penting jika  Bapak melihat politik sekarang mulai yang konkritlah, seperti kawan kawan di PRD atau pergerakan  mahasiswa, masuk kategori mana jika  dibandingkan dengan pemikiran 
rekan rekan Bapak dahulu ,  PRD ini pergerakan  anak anak muda yang radikal, namun  sama sekali bukan komunis. Saya senang saat  Budiman menjelaskan dia senang untuk memperjelas posisi dia, PRD ini hendaknya 
disamakan dengan Partai Buruh Brazil yang kalah sedikit suara diluar Cardozo, sebuah partai 
sosialis namun  didalamnya banyak faksi, dan itu demokratis sekali. jika  sudah demikian mau 
dicap komunis yang macam mana PRD ini. 
berdasar keterangan saksi  Bapak apakah kiri itu kiri seperti PRD atau yang ada dalam organisasi 
kelompok kelompok yang tidak terorganisir akan memiliki  kontribusi terhadap warna politik atau struktur politik dimasa depan yang 5,10 tahun  ini,  Saya kira ya, saya sudah mulai melihat bahwa kelompok kelompok sosial demokrasi akan 
tumbuh di mana mana dengan latar belakang bisa Islam, Kristen, bisa juga tidak apa apa, nasionalis, itu nanti akan mewarnai pertumbuhan pemikiran kiri baru di negara kita . Salah satu issu yang sekarang muncul di dalam dan diluar organisasi politik yaitu  yang tadi Bapak singgung juga globalisasi, internasionalisme. Komunisme itu kan sangat internasional sebetulnya namun  sangat anti kapitalistik. Sekarang jika  kita bicara 
internasional, itu dengan sendirinya yaitu  kapitalisme sebab  komunisme internasional 
tidak ada. Tadi Bapak mengatakan agar waspada terhadap globalisme namun  lawannya apa, 
nasionalisme atau bagaimana itupenyeimbangnya,  Saya kira bagi negara negara yang sedang berkembang mau tidak mau menuju ke kapitalis. 
cuma hanya sekedar  jika  istilah teman teman kapitalisme yang berkeadilan, dan memang sosial demokrasi yang bisa menghadapi ini. Seperti kita ditekan IMF, teman teman PRD menyuarakan soal 
kenaikan harga listrik dan minyak. Itu kan sebetulnya  mendukung Gus Dur untuk berani 
melawan IMF, agar   jangan sampai korbannya orang kecil terlalu banyak. Saya kira seperti itu 
saja, namun  tidak anti kapitalisme. Berarti soal pasar bebas sebagai satu prinsip ekonomi, Bapak tidak berkeberatan pada saat ini,  fakta  didunia sekarang seperti saat  saya berbicara di Melbourne, saat  saya mau bebas saya ditanya apakah Pak Hardoyo masih Marxis komunis,  jawaban saya dari Marxisme yang saya ambil, bahwa yang abadi yaitu  perubahan. So Iam what Iam, lihat saja nanti jika  saya bebas, apakah saya Marxis atau neo fasis. Mengenai hubungan dengan TNI bagaimana, pasti Bapak pengalamannya banyak dengan TNI, ABRI jaman dahulu . Arah perkembangan masyarakat dalam memandang TNI itu bagaimana,  Hubungan dengan TNI yang paling sering saat  saya di DPR, saya kan satu fraksi sama TNI, praktikal dengan Golongan Karya. Jadi saya mempelajari jalan pikiran mereka. Saya pikir jika  dalam sejarah, TNI juga korban sejarah kok sebetulnya, kenapa sampai menjadi seperti begini. Nah, sekarang dalam jaman demokrasi memang perjuangan TNI dalam demokrasi penting sekali. Sepertinya ideologi memang sudah mati mungkin  di dunia atau di negara kita , sebab  Bapak saja sangat realistis bahkan pragmatis dalam melihat jalannya sejarah. Bagaimana lalu  jaminan kemanusiaan kedepan, hak azasi manusiakah, atau di agama, 
bagaimana nantinya kan nggak bisa juga kita terlalu melihat realitas,  Saya belum pernah   membaca bukunya Fukuyama mengenai  ideologi. mungkin  jika  kita bicara konsep ideologi dahulu , ideologi itu apa ,  Manifestasi kepentingan kelas, golongan, kelas dalam arti sosiologi dahulu . Saya tidak mengetahui  apakah itu slogan mati apa tidak, namun  saya pikir dunia kita sekarang lebih melihat masalah manusia lebih tajam. Seperti juga generasi hak azasi manusia pertama tahun  48 itu sangat anggotanya alistis, namun  pada generasi kedua, ketiga sudah mulai kelompok, sosial, golongan. Jadi tidak saja liberalistis masih ada pengertian kolektif dan sebagainya. Itu kan menarik. Jika demikian halnya, pikiran pikiran yang dahulu  hidup membela kapitalisme juga diimbangi pengertian sosialisme dalam beberapa  konvensi human right ini. sebab  itu saya berpendapat perjuangan untuk demokrasi dan HAM itu nomor satu. jika  memang terjadi komisi kebenaran dan rekonsiliasi, atau pergerakan  kebenaran dan rekonsiliasi, apa pak Hardoyo bersedia untuk aktif menyuarakan pendapatnya dalam pihak yang mempromosikan rekonsiliasi,  
Saya tempo hari diundang di antara 31 orang oleh Elsam untuk menyusun Rancangan Undang 
undang untuk RUU kebenaran itu, dan yang jelas sudah selesai. Katanya nanti disumbangkan 
pada pemerintah, medio Maret akan dibawa ke DPR. Saya tentu akan mendukung itu sebab  itu 
pendidikan politik dan kebudayaan yang baik untuk bangsa. Di ruang kerjanya yang penuh dengan aneka barang yang bertumpuk disegala sudut, Kolonel Latief membongkar sebuah kardus berisi koleksi foto foto lusuh para napol PKI 
yang pernah  berada di LP Cipinang. Beberapa foto dipenuhi dengan tanda silang.  Aku bertanya pada Kolonel Latief apa arti tanda silang ini .   Setiap kali ada napol PKI yang dihukum mati atau meninggal dunia di Cipinang sini, saya memberikan coretan silang di foto mereka. Jadilah koleksi foto sang Kolonel penuh dengan tanda 
silang. Anehnya pada foto pak Asep Suryaman, Bungkus dan Marsudi juga diberikan tanda silang, padahal ketiganya masih hidup dan ditahan di Cipinang. Kolonel Latief berkata dengan tawa.‘Harusnya dia sudah mati, namun  tidak jadi dieksekusi sebab  dapat tekanan dari dunia internasional‘. Pada atahun  l990, Soeharto hendak mengeksekusi Pak Bungkus, Marsudi, dan Asep Suryaman, tiga napol PKI yang sudah 
hampir 25 tahun  dipenjara. Keputusan eksekusi ini betul betul mengejutkan, sebab  mereka semua sudah tua dan sakit sakitan sesudah  25 tahun  mendekam di penjara.  sesudah  memperoleh  tekanan internasional eksekusi ini  dibatalkan. Namun Kolonel Latief sudah terlanjur memberi tanda silang pada ketiganya. Dengan berkelakar 
ia berkata  saya berkawan dengan hantu.‘ Bila ketiganya betul betul dieksekusi, pastilah 
pak Latief tidak kan tertawa lebar menceritakan sejarah coretan silang ini , seperti raut mukanya yang sedih menceritakan mereka yang betul betul sudah  dieksekusi. saat  kami masuk ke LP Cipinang masih ada  lima orang napol yang dituduh sebagai PKI. Tiga orang dari militer yang tersangkut dengan peristiwa penculikan para 
Jendral yang diangkut ke Lubang Buaya yaitu, Kolonel Latief, Bungkus dan Marsudi. Dari banyak pembicaraan dengan ketiganya, saya mengambil kesan tampaknya mereka lebih merupakan  Sukarnois‘ dibandingkan  seorang kader PKI. Ketiganya terlibat dalam masalah  Gestok dengan anggapan ingin menyelamatkan kekuasaan konstitusional sukarno , bukan dalam kerangka kepentingan PKI. Untuk itu ketiganya hanya di peralat, itu suatu kemungkinan yang juga harus bisa diterima. Pak Bungkus, yang pernah  bekerja   sebagai Pengawal Presiden mengatakan 
bahwa ia paling berkesan dengan kebandelan Megawati yang saat itu masih kecil.   Coba banyangkan ia ingin bermain badminton di halaman depan istana. dengan terpaksa lah 
saya sebagai pengawal presiden harus memegangi net atau ikut bermain badminton. 
Megawati tidak mau dilarang. Namun dangan pandangan menerawang ia berguman,‘ 
mungkin Megawati sudah tidak ingat lagi, sebab  waktu itu masih kecil.‘ Selain ketiga napol yang berlatar belakang militer juga ada  dua anggota CC PKI yaitu Pak Asep Suryaman dan Pak Sukatno. Pak Asep seorang yang tenang dan 
tampak sebagai seorang pemikir. Ia ditangkap saat  sedang membangun basis gerilya 
di sekitar gunung Merapi dan Merbabu di Jawa Tengah, pada tahun  l967. berdasar keterangan saksi  kisahnya, ia ditangkap sebab  kurir mereka, yang seorang anak kecil ditangkap dan 
dipaksa untuk memberitahu  persembunyian mereka. Ia divonis hukuman mati, namun  
entah mengapa luput dari eksekusi hingga 20 tahun  lebih ditahan. Ia merasa memperoleh  kesempatan kedua‘ untuk hidup saat  eksekusi yang hendak dilakukan pada tahun  l990 dibatalkan sebab  tekanan internasional.  Setiap tengah malam  sesudah  pengumuman pemerintah akan mengeksekusi kami, saya menunggu kedatangan tim eksekutor didalam sel. Situasinya begitu mencekam, namun  saya termasuk beruntung sebab  terlambat dieksekusi lebih dari 20 tahun .‘  Kata katanya bahwa  saya termasuk beruntung‘ betul betul mengagetkan saya, sebab  ia menganggap penantian eksekusi yang panjang bukanlah sebagai hal yang 
menegangkan dan harus dipikirkan. Selama penantian eksekusi yang tak kunjung datang , ia tetap melakukan hal hal wajar yagn biasa sehari hari ia lakukan dipenjara Dan nyatanya, meskipun ia gagal dieksekusi ditahun  l990, vonis hukuman matinya tidak dirubah sama sekali. mengenai  pak Sukatno sendiri tidak banyak kami ketahui . saat  kami masuk ke penjara Cipinang kondisinya sudah sangat parah akibat stroke dan komplikasi penyakit lainnya. Ia hanya berbaring ditempat tidur dirawat oleh kawan kawan napol PKI dan seorang korvenya. Ia sudah tidak dapat berbicara dan mengenali lingkungan sekitarnya. 
Rambutnya sudah putih ditumbuhi uban dan badannya kurus kering seperti kulit membalut tulang. berdasar keterangan saksi  pak Asep kondisinya semakin hari semakin parah. Sehari 
sebelum hari raya Idul Adha 1997 ia sudah menunjukan tanda  menjelang ajal. Para Napol di Cipinang berdatangan ke sel pak Katno, dan itu yaitu  terakhir kali kami menemuinya didalam penjara.   Di depan selnya saya menemui  seorang perwira militer berpakaian lengkap berpangkat Kapten. berdasar keterangan saksi  Nuku Sulaeman orang ini  dari Bakorstanas, ia 
dipanggil oleh pihak LP sebab  mereka butuh ijin dari militer untuk membawa bawa nya 
kerumah sakit Polri. Akhirnya Pak Katno dibawa ke RS Polri dan meningal dunia disana, tanpa kawan kawan setianya dari penjara Cipinang.  
 lalu  kami mendengar jenazahnya diurus oleh Yayasan Hidup Baru dan dimakamkan di Jakarta. Para napol PKI tampaknya sangat sedih sekali, teutama, mereka tidak dapat berada disamping pak Katno menjelang ajal menjemputnya. Aku 
sendiri berpendapat kematian sudah  membebaskan pak Katno dari sakit dan 
penderitannya yang panjang. Dan kematiannya didalam penjara sekaligus membuktikan sudah  matinya kemanusiaan ditangan para penguasa Orde Baru. Di seluruh negara kita  sendiri mnurut laporan Amnesti Internasional masih ada  14 
orang napol PKI yang sudah tua dan sakit sakitan dan tersebar dalam berbagai LP di Jakarta, Padang, Semarang, Medan, Ujung Pandang, Kali Sosok dan Pamekasan. Kondisi para napol PKI ini sudah tua tua dan menderita berbagai penyakit berat. Di Penjara Cipinang sebagai contoh, kolonel Latief sejak tahun  l994 terkena Stroke hingga 
bagian kanan badannya menjadi lumpuh dan tidak bisa berbicara dengan jelas. Hanya dengan tekad dan kesabarannya, ia tetap bertahan mengatasi penyakit yang berat ini  dengan semangat dan stamina yan masih tersisa di hari tuanya. Pak Asep Suryaman menderita sakit maag dan lever. Pak Bungkus terkena maag dan rematik 
sementara pak Katno sudah tekena stroke dan hanya berbaring ditempat tidur. Pak Katno lalu meninggal pada hari raya Haji dibulan Maret l997 didalam penjara  Sejak masuk Cipinang para napol PKI dipenjara di blok II D, atau yang disebut dengan blok Eki (Ekstrim Kiri), sebab  blok ini memang diperuntukan untuk para napol PKI. Pak 
Asep, pak Bungkus, Pak Marsudi dan Kolonel Latief tinggal sendiri didalam sel masing 
masing, dan tiap orang mempuyai korve sendiri. Puluhan tahun  dipenjara memicu  sel mereka tampak penuh sesak dengan berbagai jenis barang, persis seperti gudang. Untuk mengisi kesibukan harian para napol PKI juga aktif dalam berbagai kegiatan. Pak Asep Suryaman menjabat sebagai ketua PBNC (Persatuan Badminton Narapidana Cipinang). Setiap Hari Selasa dan Jum‘at pagi ia mengkoordinir latihan PBNC di aula Blok IIIE, dibelakang sel para tahanan Politik  PRD.  Pak Bungkus sibuk membuka usaha jahit didalam selnya. Para narapidana dan tugas   seringkali menjahit, mempermak atau menambal baju dan celananya pada pak Bungkus dengan imbalan tertentu. Pak Marsudi disibukan dengan kegiatan rohani di Gereja. Ia sudah  menyerahkan seluruh hidupnya pada Jalan Tuhan Sementara Kolonel Latief sibuk dengan kegiatan di Bidang 
Kerja (Bidker), menjadi menejer tim sepakbola bloknya, menulis dan memberi kursus 
bahasa Inggris (berhenti sesudah  ia terkena stroke). saat  para tahanan Politik  PRD masuk kepenjara Cipinang kami menemui sang Kolonel sebagai orang yang familiar dan penuh humor. Bayangan sang Kolonel seperti yang 
digambarkan film G 30 S PKI versi Orde Baru tidak tampak sama sekali. Hampir setiap pagi sang Kolonel datang ke sel kami untuk membangunkan kami atau sekedar menceritakan berita dari BBC dan radio Nederland yang baru ia dengar tengah malam  tadi. Aku, yang kebetulan sering bangun paling pagi, mendengarkan semua berita radio 
yang disampaikan oleh sang kolonel. Dari semua napol PKI, berbicara dengan sang kolonel yang senang berceita yaitu  yang paling menyenangkan. Kolonel Latief ditangkap pada bulan Oktober l965 dan di Mahmilusukarno an tigabelas tahun  lalu  yaitu pada tahun  l978. Vonis yang diberikan 
semula yaitu  hukuman mati, namun  memperoleh  Grasi dari Soeharto hukumannya diubah menjadi penjara seumur hidup.  Saat ditangkap, kaki kanan Kolonel latief luka parah terkena bayonet. Kakinya yang luka ini  tidak diobati namun  didiamkan hingga bernanah dan berbelatung. saat  
diobati, ia menjadi pincang dan harus memakai  tongkat untuk berjalan, atau sepatu khusus dengan sol yang tebal sebelah. Ia ditahan dalam sel isolasi di Blok N Rutan Salemba. Selama di tahan di sel Isolasi ia memakan apa saja yang bisa dimakan, termasuk cicak, tikus, kecoa   saat  ditahan di Salemba jangan ditanya apa yang kami makan, namun  tanyalah apa saja yang belum kami makan , katanya. Menjelang vonis Mahmilub ia menulis catatan dengan tulisan tangannya; 
   Aku buat sebuah nyanyian pada waktu akan di adili di Mahkamah Militer Tinggi. Hukuman yang akan dijatuhkan perkiran saya paling tinggi  mati , paling rendah pun mati. Aku buat saat  dalam kondisi  parah kakiku lutut kiri, paha kanan yang dibayonet di balut dengan gibs membengkak dan membusuk sehingga berbau busuk sampai 
sampai tahun  l966. Bersamaan dengan meninggalnya anak ku tertua  Gatot Waspodo 
Harjono . Meninggal tertubruk mobil tentara di  Patung Tani kaki dan badanku dikerumuni ulat ulat atau belatung. Aku disel isolasi berat di Blok  N Penjara Salemba. Di kunci terus menerus/ditutup dobel pintu (doeble door)  Salemba l0 tahun  dari tanggal l Oktober l965 s/d l975. 
 Bersama Pak Latief aku sibuk mengedit tulisan dia mengenai  Serangan Umum Satu Maret l949‘ atau yang lebih dikenal dengan peristwa  Enam Jam di Yogyakarta.‘ Naskah tulisan pak Latief ini memiliki  sejarah yang heboh . Draft tulisan ini sudah ia buat sejak tahun  l984 sebagai usaha nya untuk meluruskan literatur disekitar peristiwa ini . Pada tahun  l994 ia menyerahkan draft ini  pada teman temanya  seorang mantan napol PKI untuk diketik ulang dan diedit. Namun sampai tahun  l996, teman temanya  ini  tidak jelas kabar beritanya. Pak Latief sudah pasrah bahwa naskahnya pastilah hilang. Tiba tiba saja seseorang yang mengaku dari kerabat teman temanya  yang mengetik naskah ini  datang kepanjara membawa bawa  naskahnya dan mengatakan bahwa   bapak yang mengetik 
naskah ini sudah meninggal dunia setahun  yang lalu dan meminta agar naskah ini di berikan kepada pak Latief di penjara Cipinang. 
 sesudah  naskah kembali ketangan pak Latief bencana baru muncul. Suatu hari Kolonel 
Latief menunjukan naskah ini  ke pihak LP dan meminta ijin untuk memicu  copy dari naskahnya. Pihak LP bukannya memberi ijin namun  malahan menyita naskah dari pak Latief ini . Kolonel Latief berang dengan penyitaan ini  sebab  ia sudah 
memperoleh  surat ijin dari pihak LP untuk menulis naskah ini .  Naskah yang disita dikembAlikan sesudah  pak Latief dapat menunjukan surat ijin untuk menulis naskah ini  dari Kalapas sebelumnya. Aku diberikan naskah ini  oleh Pak Latief dan diminta untuk mengetik ulang dan mengeditnya. sesudah  aku edit dengan 
mesin ketik, aku kirim naskah ini  kepada kawan kawan JKB di luar penjara untuk diketik ulang dengan komputer.  Dalam literatur sejarah Orde Baru digambarkan bahwa Soeharto lah yang memiliki  ide dan memimpin penyerbuan Serangan Umum Satu Maret di Yogyakarta. Serangan 
ini  dilakukan bersamaan dengan pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York dengan tujuan untuk membuktikan bawa pemerintah Republik Indonesia   yang berdaulat masih ada dan tidak tunduk di bawah agresor Belanda.  
 Bantahan atas peranserta  Soeharto in pertama kali dilakukan oleh Wertheim, yang mengatakan justru saat  operasi sedang berlangsung Soeharto sedang asyik diwarung Soto. Sementara pak latief sendiri mengatakan bahwa rencana penyerangan ini  yaitu  inisiatif dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedang  Soeharto hanyalah pelaksana lapangan.   Hal lain yang di coba dihilangkan yaitu  peran  dari Kolonel Latief dalam penyerangan ini . Padahal pak Latief sendiri, berdasar keterangan saksi  kisahnya, ikut memimpin pasukan menyerbu kedalam kota Yogya.   Bahkan seorang anak buah saya mati tertembak kepalanya. Soeharto di jaman Revolusi, ternyata sudah merupakan Soeharto yang licik . berdasar keterangan saksi  pak Latief, kesatuan pak Harto memiliki beberapa bus rampasan perang  yang lalu  di  obyek‘ kan dengan rute Solo Yogyakarta. Hasil obyekan ini  tidak jelas keman larinya. Soeharto juga mengambil beberapa Jeep warisan tentara sekutu yang seharusnya menjadi milik Sri Sulatan Hamengkubuwono IX. Namun dengan akal bulusnya jeep jeep ini  diambil alih untuk kesatuan dan keperluan pribadinya.  mengenai  terjerumusnya Soeharto dalam hal mengobyekan jabatan dan kesatuannya untuk kepentingan ekonomis berdasar keterangan saksi  dugaan pak Latief mungkin ditembak ong oleh istrinya ibu Tien Soeharto. Ibu Tien ini, sebagai putri keraton sudah sejak lama telibat dalam 
jual beli perhiasan. Dan kebanyakan barang baarng ini  didapat dari para pedagang Cina. Hoby berdagang ini yang lalu  ditularkan pada Soeharto, anak desa yang introvet berhadapan dengan istrinya yang dari  keraton‘. Bahkan kontak 
Soeharto dengan para pedagang Cina,kemungkinan juga didapat dari ibu Tien, sebab  
ibu Tien yang berpengalaman dalam hal urusan dagang dengan orang  peranserta akan Cina dalam jual beli perhiasan.Ini mungkin dapat menjelaskan bagimana mungkin seorang  anak desa ‘ seperti Soeharto dapat memiliki  motif sebagai pedagang.  Di dalam penjara aku juga memperoleh  Copy dari pledoi pak Latief, dalam kondisi sudah mengenaskan, banyak bagian yang sudah tak bisa terbaca lagi. Aku tanya kepada pak Latief dimana pledoi aslinya.   Yang asli dipinjam oleh si C dan sampai sekarang belum dikembalikan,  katanya dengan nada suara meninggi.  mengenai  peristiwa Gestok l965 sendiri, Kolonel Latief percaya  bahwa Soeharto temasuk orang yang harus bertanggungjawab. Kesaksian Latief ini penting sebab , membuktikan 
bahwa Soeharto yaitu  orang yang paling diuntungkan dengan pembunuhan para jendral yang menjadi  rival‘nya dan situasi kaos yang ia ciptakan. Di dalam penjara sendiri Kolonel Latief percaya , Soeharto memunyai  plot‘ tersendiri sesudah  mengetahui  akan terjadinya penculikan para jendral. Plot itu pada awalnya kurang begitu nampak, namun paska Gestok l965 nyata sekali bahwa plot ini  bertujuan menggulingkan 
kekuasaan konstitusional presiden Soekarno dan menjadi  dirinya sebagai penguasa tertinggi di RI. Soeharto dan Ibu Tien sendiri yang ia ajukan sebagai saksi ternyata ditolak dalam persidangan mahmilub. Membantah keterangan Soeharto bahwa ia ke RS tengah malam  menjelang meletusnya Gestok l965 untuk memeriksa  dan membunuhnya dikatakan dalam kesaksian Kolonel Latief ;  2 hari sebelum peristiwa tanggal l Oktober l965, saya ditambah    keluarga mendatangi ke rumah keluarga Bapak Jendral Soeharto di Jalan Haji Agus Salim, yang waktu itu 
beliau masih menjabat sebagai panglima Pangkostrad. Di samping acara kekeluargaan 
saya juga bermaksud:  Menanyakan dengan adanya kabar  Dewan Jendral, sekaligus 
melaporkan kepada beliau . Beliau sendiri justru memberitahukan  kepada saya: Bahwa 
sehari sebelum datang ke rumah beliau, ada seorang bekas anak buahnya berasal dri 
Yogyakarta bernama Subagiyo, memberitahukan  mengenai  adanya kabar  Dewan Jenderal, 
yan akan mengadakan Coup d‘etat terhadap kekuasaan pemerintahan presiden Soekarno... Yang sebetulnya , bahwa saya pada tengah malam  itu di samping memang menengok putranya yang sedang terkena musibah, sekaligus untuk saya laporkan akan adanya pergerakan  pada besok agi harinya, untuk menggagalkan rencana Coup D‘etat dri Dewan Jendral, di mana beliau sudah mengetahui  sebelumnya. sesudah  menyelesaikan naskah Serangan Umum Satu Maret l949, pak Latief mencoba untuk menulis autobiografinya. Ide ini tidak sempat ia laksanakan sebab  penyakit stroke menyerang badan sebelah kanannya pada tahun  l995. Sejak itu pak Latief lebih banyak berkosentrasi pada pemulihan kesehatannya.  saat  saya masuk kedalam penjara Cipinang pak Latief membicarakan kembali niatnya untuk memicu  autobiorafi, namun  ia tidak bisa menyelesaikannya sendiri, sebab  
keterbatasannya secara fisik. Aku lalu menyangupi untuk membantu pak Latief untuk 
menulis autobiografinya. Dalam metode penulisan aku usulkan pada pak Latief agar ia memulai dari kejadian kejadian penting yang menyangkut sejarah politik Soeharto contohnya  pada masa 
revolusi dan menjelang meletusnya G 30 S PKI. Selain itu masa masa ini  relatif masih banyak yang diingat oleh pak Latief. Metode ini aku usulkan sebab  sang kolonel  tetap memaksa memicu  autobiografi secara kronologis, sejak ia lahir, masa kecil, masa remaja, jaman Jepang, Revolusi dan seterusnya.  Rentang waktu yang panjang ini , ingatannya yang sudah mulai lemah dan kondusi kesehatannya yang memburuk menjadi pertimbangannku untuk memulai 
autobiografinya dari tahun  tahun  terakhir menjelang G 30 S PKI, sebab  saat  ini  sangat penting untuk memahami keterlibatan Soeharto dan juga PKI didalam skenario penculikan ini . Namun sang kolonel menunjukan padaku sebuah buku autobiografi yang memuat riwayah hidup seorang tokoh yang aku lupa namanya sejak 
ia masih kecil.   Seperti ini jika  menulis autobiopgrafi‘ katanya.  Sejak saat itu sang kolonel mulai menulis diatas kertas folio dengan tulisan tangannya.  sesudah  menulis beberapa lembar tiba tiba saja pak Latief merasa tak enak badan dan tanganya gemetar bila menulis. berdasar keterangan saksi  korvenya, pak Latief sering telat tidur sebab  menulis riwayat hidupnya ini .sebab  memaksakan diri ini  akhirnya ia sakit, 
 mungkin demam ‘, kata sang korve. dengan terpaksa  penulisan dihentikan dan dilanjutkan 
kembali saat  ia sudah kembali sehat. Aku katakan pada pak Latief,  bapak jangan memaksakan diri sampai begadang segala, santai saja, tulis apa yang bapak ingat saja‘. sesudah  memakan waktu sekitar 4 bulan, kami sudah menyelesaikan draft riwayat hidup sang kolonel hingga kedatangan jaman Jepang. Tebalnya sekitar 70 halaman. 
Sampai jaman ini sang kolonel mandeg. Aku meminta pak Latief untuk memeriksa draft 
yang aku ketik dan meminta ia untuk mengedit dan menambahkan data data baru yang 
sudah ia ingat kembali. Keluarga para Napol PKI juga tidak sering berkunjung. Keluarga Pak Asep Suryaman tinggal di Tasikmalaya, Jawa Barat, mereka hanya datang tiap hari hari besar seperti 
Lebaran. namun  cucu pak Asep, seorang mahasiswi cantik yang kuliah di Jakarta sering 
datang membawa bawa kan obat obatan dan keperluan sehari hari pak Asep.  Keluarga Pak Bungkus tinggal di Madiun, dan hanya membesuk ke penjara pada hari haris besar seperti Lebaran. Namun berapa aktif LSM secara reguler mengunjungi pak Bungkus, seperti Maria Pakpahan dari Komite Pembebasan tahanan Politik atau Napol. Pak Marsudi keluarganya tinggal di Yogyakarata, dan datang membesuk pada hari hari besar agama seperti Natal atau Paskah. Sementara Kolonel Latief keluarganya tinggal di Surabaya. Cucu sang Kolonel yang tinggal di Jakarta sering  datang kepenjara untuk membawa bawa  obat obatan dan keperluan sang Kolonel. 
Namun secara umum para keluarga napol PKI tidak begitu sering membesuk mereka 
ke penjara. Setiap tahun  sekali pihak ICRC mengorganisir kunjungan resmi keluarga napol PKI kepenjara Cipinang. Pihak ICRC menanggung seluruh biaya transportasi dan akomodasinya. Jarangnya anggota keluarga yang berkunjung, mungkin disengaja, untuk melindungi anak, cucu dan famili mereka dari stigma PKI sehingga tidak 
memperoleh  kesulitan dalam kehidupan sehari hari. Seperti di ketahui  Orde Baru memberikan lebel ET (Eks tahanan Politik ) kepada seluruh mantan napol PKI dan keluarganya hingga ke anak cucu. Dengan label yang dicantumkan di 
KTP ini, persis seperti bintang David yang dikenakan pada kaum Jahudi oleh Hitler, 
para mantan napol dan keluarganya kehilangan hak haknya secara sosial, ekonomi dan politik. Mereka menjadi warga negara kelas dua, yang harus diawasi dan berbahaya, meskipun anak cucu yang saat  Gestapu meletus masih bayi atau cucu mereka yang lahir dijaman Orde Baru dan tak mengetahui  menahu mengenai  masa lalu kakeknya. Para pembesuk setia para napol PKI di Cipinang yaitu  rombongan ibu ibu mantan 
Napol PKI. Usia mereka sudah tua tua, sama tuanya dengan para napol PKI di Cipinang. Setiap bulan mereka datang berombongan sekitar 5 l0 orang dengan membawa bawa  kebutuhan sehari hari dan obat obatan bagi para napol PKI. Tidak lupa mereka membawa bawa  pisang goreng, lontong, bakwan, mengetahui  goreng atau kadang kadang nasi uduk dalam bungkusan daun. Dari para pembesuk ini biasanya mereka memperoleh  
kabar mengenai  sakitnya   si anu‘ atau‘ meninggalnya   si anu‘. Nampaknya pembebasan tahanan Politik atau napol PKI masih belum menemui jalan terang . Pembebasan Sri Bintang Pamungkas, Mochtar Pakpahan, Andi Sjahputra dan Nuku Sulaiman yang dilakukan oleh rejim Habibie hanyalah untuk kebutuhan diplomasi 
mencairkan pinjaman utang luar negeri dari IMF. Secara politik pemerintahan yang baru 
tetaplah tak berubah. Dalam penjelasanya mengenai  pembebasan tahanan Politik atau napol pihak pemerintah menyatakan bahwa para tahanan Politik atau napol yang dibebaskan haruslah tidak termasuk kriteria; terlibat G 30 S PKI; Perjuangan bersenjata; Anti ideologi Pancasila. Dengan kriteria kriteria yang kental dengan ideologi politik Orba, maka nasib para sahabat sahabat tua saya di penjara Cipinang semakin tidak pasti. Berbagai kampanye dari Komite Pembebasan tahanan Politik atau Napol, kelompok Ham, tekanan internasional untuk membebaskan mereka dengan alasan kemanusiaan tidak mengubah mental  perang  dingin‘ dari para 
penguasa rejim Habibie.  Apapun argumentasinya, sudah tidak masuk diakal untuk menganggap para napol PKI sebagai musuh ideologis dari rejim dan membiarkan mereka menderita sakit sakitan di 
dalam penjara. Dalam salah satu dialog dengan kawan kawan PRD kami sepakat, bila 
pembebasan kami datang berupa amnesti, kami akan meminta pemerintah menukarnya 
dengan pembebasan napol PKI, sebab  mereka lebih membutuhkannya dibandingkan  kami 
yang masih muda dan segar.   Demi kemanusiaan, kami siap menukar pembebasan kami dengan para Napol PKI bila itu diperkenankan,‘ demikian kata Budiman Sudjatmiko. Sementara Xanana Gusmao dalam pertemuan dengan Muladi dan pihak Dirjen Pemasyarakatan selalu mengatakan.   bapak bapak napol PKI yang tua tua ini 
harus segera dibebaskan, semata atas dasar kemanusiaan.‘  Meskipun para pejabat rejim Habibie ini  tidak memberikan jawaban, kami mengetahui  bahwa mereka masih akan memberlakukan kriteria  harus tidak terlibat dalam G 30 S PKI   sebagai syarat pemberian amnesti. Dan dengan begitu, makin nyatalah bahwa 
situasi kemanusiaan di luar penjara belum banyak berubah. Artikel ini dapat dibaca dalam buku Wilson,   Dunia Di Balik Jeruji: Catatan Perlawanan    Omar Dhani:  
“CIA Terlibat dan Soeharto Tangan yang Dipakai ... ” Buku  Pergunakanlah Hati, Tangan dan Pikiranku: Pledoi Omar  Dani  yaitu  satu dari sekitar seratus buku mengenai  G30S. Jelas 
buku ini penting sebab  ditulis oleh salah satu pelaku utama. sesudah  dibungkam selama 29 tahun , baru kali ini bekas pucuk pimpinan Angkatan Udara itu bicara. Ia baru dibebaskan dari penjara Cipinang pada tahun  1995    fotonya baru belakangan ini dipajang di Markas besar AU sebagai KSAU kedua.  Daned, begitu ia disapa, lahir di Solo pada 1924. Putra KRT Reksonegoro, Asisten Wedana Gondangwinangun, Klaten, 
menapaki karir penerbang pada akhir 1950 di Taloa, Amerika Serikat. tahun  1956 ia bekerja   belajar di Royal Air Force Staff College di Andover, Inggris. pulang  dari Inggris, ia terlibat dalam berbagai misi , contohnya  menumpas pemberontakan PRRI di Sumatera. Dan belum genap 38 tahun , pada 19 Januari 1962, Omar Dani menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara menggantikan Laksamana Udara Surjadi 
Suryadarma. Peristiwa G 30 S seperti menjungkirbalikkan karirnya yang cemerlang, ia 
dituduh terlibat.  Dua hari sesudah  merayakan ulang tahun  yang ke 77, bapak lima anak ini menerima tim redaksi TEMPO. Wawancara berlangsung di rumahnya, di kawasan Kebayoran Baru yang asri, ia didampingi oleh A. Andoko, bekas deputi Men/Pangau bidang logistik. 
Berikut petikannya:  Bisa Anda ceritakan situasi pada tanggal 30 September 1965,   Tanggal 30 September 1965, sore jam 16.00, laporan pertama masuk dari Letkol Udara Heru Atmodjo, Asisten Direktur Intel AURI, bahwa ada pergerakan  di lingkungan AD yang akan menjemput jendral AD untuk dihadapkan kepada sukarno . Itu reaksi dari para perwira muda AD yang tidak puas terhadap kondisi  AD. Lalu saya minta dia untuk memeriksa  
kebenarannya. lalu  jam 20.00 tengah malam  dia datang lagi.  Apa yang disampaikan Heru Atmodjo,   Saya tanya jam berapa operasi akan dilakukan. Heru menjawab (operasi bisa terjadi) jam 23.00 (30 September), bisa 01.00 atau jam 04.00 (1 Oktober 1965). Kami heran, sudah kurang 24 jam kok (operasi) itu belum dipastikan jamnya. lalu  ada yang menanyakan daftar yang akan diculik. Disebutkan, A. Yani, Nasution, DI Panjaitan dan 
seterusnya. Saya pribadi berpendapat, jika  orang hendak melakukan pemberontakan, pantasnya targetnya yaitu  jenderal yang memegang komando, contohnya , Yani (Menpangad), Soeharto (Pangkostrad), Sarwo Edie (Komandan RPKAD), Umar Wirahadikusumah (Pangdam Jaya). Lha Nasution kan nggak pegang komando. Saya pribadi tambah merasa aneh sebab  Nasution dan A. Yani dalam satu paket sasaran, 
padahal keduanya bertentangan  terus. Lalu keesokan paginya, Mayor Soejono datang melaporkan pembunuhan terhadap para jenderal, namun  Anda masih beristirahat. Bagaimana detilnya,   Soejono itu komandan resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan. Bahwa dia itu memiliki  
hubungan dengan PKI dan Latief, saya tidak mengetahui  sama sekali. Baru dalam sidang 
Mahmilub soal ini  ditanyakan. Saya jawab, saya nggak kenal Latief. Sebagai Menpangau, yang saya kenal ya paling paling Umar Wirahadikusumah. Wakilnya Umar 
saja saya tidak mengetahui . Apa pertimbangan di balik keluarnya perintah harian Menpang/KSAU pada tanggal 1 Oktober 1965,   (Andoko menjawab pertanyaan ini: Ada tiga macam pengumuman waktu itu. Pertama surat perintah harian tadi, lalu kedua pada tanggal 2 Oktober 1965 jam 14.00, saya yang buat. Pada saat itu Menpangau berada di Lanud Iswahyudi, Madiun. Beliau juga 
memicu  konsep kelanjutan dari pengumuman pertama. jika  dibaca keduanya sama isinya: menolak adanya Dewan Revolusi. Omar Dani dari Madiun langsung kembali ke Bogor, ketemu sukarno , dan menunjukkan pengumuman itu. Tanggal 3 pagi dinihari baru diumumkan). 
Saya memicu  pernyataan , isinya mendukung pergerakan  yang antirevolusioner, atas saran 
Heru Atmodjo. Katanya agar rakyat mengetahui . Kebodohan saya mungkin, sebab  saya 
kurang ngerti politik. mengetahui  mengetahui  paginya, sekitar jam 07.00 pada 1 Oktober 1965, ada siaran dari RRI mengenai  pergerakan  yang menamakan diri G 30 S. Dan tiba tiba Presiden 
Soekarno mau pulang  ke istana pun tak bisa. Yang menjaganya pasukan yang ditakuti, 
pasukan yang tak diketahui .  Kenapa Bapak memicu  pernyataan seperti itu,   sebab  setengah malam  sebelumnya, intel AURI melaporkan bahwa tengah malam  itu ada pergerakan  
dari perwira perwira muda AD terhadap atasannya yang didukung seluruh bawahan dan sipil dari empat angkatan. Lho untuk apa,  Ternyata akan menculik jenderal jenderal. Bagaimana awalnya sukarno  berada di Halim hari itu,   Pagi itu saya sedang ada di Halim Perdanakusuma, mengetahui  mengetahui  Letkol Soeparto, sopir dan ajudan sukarno  menelpon saya. Dia menelepon dari rumah saya, Wisma Angkasa. Saya bertanya, Mas lha ini ada apa. Sudahlah nanti saya ceritakan, Bapak (sukarno ) saya bawa ke Halim, jawabnya. Saya menawarkan diri untuk menjemput, dia berkata  nggak usah. Saya nggak mengetahui  jika  dia berada di Wisma Angkasa. Terus dia kembali 
ke sukarno , lalu sukarno  pergi ke Halim. Jadi saya nggak minta sukarno  datang ke Halim namun   itu merupakan keputusan sukarno  sendiri. lalu , sebab  sukarno  hendak datang ke Halim, saya lalu  mencoba menyetop pernyataan saya yang sudah terkirim ke Markas Besar AU. 
Begitu sukarno  datang, di Halim kami mengobrol. Tak lama, datang Brigjen Soepardjo, datang sendiri menghadap sukarno . Lha, saya mengetahui  Brigjen Soepardjo itu salah satu orang yang mengetahui  dari pergerakan  dalam AD ini . Walaupun dia lain angkatan, dia itu 
anak buah saya di Komando Mandala Siaga.  
Soeharto dikabarkan menolak menghadap sukarno  pada 1 4 Oktober 1965, itu merupakan suatu keanehan ataukah tidak,   (Terdiam sesaat) jika  Harto dipanggil nggak datang itu bukan keanehan lagi. Itu artinya menentang atasan, apalagi atas perintah Panglima Tertinggi. Ini artinya subordinasi. jika  dipanggil Pangti harus datang, apapun situasinya. Jawaban Harto 
waktu itu sebab  AD sudah kehilangan banyak jenderal, jadi dia nggak mau mengambil 
risiko lagi. namun   saya pikir tetap nggak boleh. jika  A. Yani meninggal, katanya dia 
terus hendak mengambil alih Panglima AD juga, padahal tidak bisa dilakukan begitu 
saja. Banyak analisa yang menyebutkan bahwa Soeharto terlibat dalam G 30 September,  Bagaimana berdasar keterangan saksi  Anda,   
Kilas baliknya lebih kentara lagi. contohnya  Komando Siaga Mandala, wadahnya Koti 
(Komando Tertinggi). Dalam hirarki kemiliteran, waktu A Yani dijadikan Menpangad, Nasution itu sebetulnya  pingin menjadi Menhankam/Pangad. namun   saya mengetahui  maksudnya dia ingin berkuasa di AD. Itu sudah saya lihat gelagatnya sedari 1945. Jadi kita mengetahui  contohnya  di AURI ada peristiwa peristiwa pengganjalan. Peristiwa Soejono 1955 di Halim Perdanakusuma, 
Pak Suryadarma (Panglima AU pertama) diganjal terus saat  hendak dibentuk Wakil KSAU.  
Para jenderal dikorbankan oleh siapa,   
Dua orang. Soeharto dan Nasution. Itu sudah ada rekayasa. Kok mengetahui  mengetahui  muncul 
istilah G 30S/PKI. Sejak kapan kok terus PKI disangkutkan,  Buktinya apa,  Heru Atmodjo, Soejono, nggak pernah  menandatangani pernyataan Dewan Revolusi. saat  Letkol Untung jadi saksi dalam persidangan Soepardjo, hakim menanyakan siapa yang memimpin aksi G 30S, Untung langsung menyahut: saya. Keanehan yang lain soal pengumuman Dewan Revolusi 1 Oktober, bahwa pangkat di atas Letnan Kolonel harus 
dicopot menjadi Letkol. Brigjen Soepardjo, waktu 1 Oktober 1965 pergi ke Halim menghadap sukarno , memakai pangkat Brigjen.  PKI dikorbankan juga,   
Oh, iya. Gambaran seperti pesta pesta di Lubang Buaya itu isapan jempol. jika  memang ada rekamannya, mengapa nggak dibuat film khusus manuscript ter dan diputar. Itu semua rekayasa. Saya mempertanyakan, mulai kapan kok ada istilah G 30 S diembeli dengan PKI ,  Tanggal 1 Oktober 1965 petang, saya sudah memperoleh  
informasi  bahwa AD menguber PKI. Itu pun yang diuber bukannya massa, namun  pasukan 454 dari Jawa Tengah. Mereka pada jam 16.00 hendak masuk ke Halim namun   ditutup oleh Pasukan Gerak Tjepat (PGT) AURI yang dipimpim Pak Wisnu Djajengminardo. sukarno  ada di Halim waktu itu.  berdasar keterangan saksi  Anda, apakah PKI sama sekali tidak terlibat dalam G30S,   PKI itu tidak memiliki  kekuatan bersenjata. Kira kira, sebagai analisa dari Syam Kamaruzaman, tentunya Syam berkata  kepada Aidit,  dibandingkan  kita (PKI) melatih orang 
mahal, kan sudah ada ABRI. Kita pengaruhi saja mereka. Kan gampang.  Sementara, saya duga, Aidit nya yang tidak memiliki  pengalaman segera menyambar,  Benar juga, ya.  jika  berdasar keterangan saksi  saya, itu bisa terjadi, cara berpikir gampangan begitu. Lalu TNI dipengaruhi, fakta nya memang begitu. Di mana letak keterlibatan CIA dalam pembunuhan para jenderal ini  ,  Apakah ada  dalam peranserta  Syam Kamaruzaman, yang membelokkan perintah penangkapan menjadi pembunuhan,  Latief mengaku demikian saat  diwawancarai TEMPO 
beberapa waktu lalu. Akibatnya Kol. Latief dan Brigjen Soepardjo terkejut .  Saya menjadi saksinya Soejono dan Soepardjo dalam Mahmilti, saya nggak mengetahui  ada Heru atau tidak di situ. Soejono sendiri waktu di persidangan Mahmilub menuturkan saat  para penculik membawa bawa  mereka ke desa Lobang Buaya, mereka mengaku terkejut  kok pasukan dibawa ke tempat latihan seperti itu. Ada apa ini,  Ngapain ini,  Kok ribut ribut di desa Lubang Buaya.  Kata Kol. Latief, sebelumnya sudah beberapa kali ia melakukan pertemuan dengan Heru Atmodjo, lalu lalu  Mayor Soejono,   Terus terang saya nggak pernah  mengetahui  jika  Heru Atmodjo itu memiliki  hubungan dengan Latief atau berkumpul dengan orang PKI di rumah Latief. Saya nggak pernah  mengetahui , apalagi Syam Kamaruzaman. Heru tidak pernah melaporkannya. Dan jika  dia 
contohnya  bergaul dengan orang PKI, yang namanya orang intel ya begitu. Bukankah dia 
sebagai intel harus masuk ke mana mana.  
Soal manuscript  Gilchrist, sejauhmana otentitasnya,   Desas desus Dewan Jenderal sudah lama kami mendengarnya. Tidak hanya itu, (juga soal) penilaian pers luar negeri (mengenai siapa) yang akan menjadi pengganti Bung 
Karno. Yang steady itu empat orang. soebandrio  , Chaerul Saleh, Nasution dan DN Aidit. Dewan Jenderal (terdengar) pertama kali saat  Yani menghadap sukarno  dan ditanyai soal itu. Yani menjelaskan (Dewan Jendral itu) untuk kepangkatan. Waktu itu saya tidak mendengar langsung melainkan dari Pak Mulyono Herlambang yang mewakili saya. Jadi, saat pembahasan Gilchrist ini  saya tidak ada di tempat.  Dalam buku soebandrio   yang tidak jadi beredar, ada soal trio Soeharto Ali Moertopo Yoga Soegama yang disebut manuscript  Gilchrist sebagai our local army friends. Bagaimana pendapat Anda,  Bahwa G 30 S itu suatu rekayasa, memang begitulah. berdasar keterangan saksi  saya CIA itu sangat terlibat, dan Harto yaitu  tangan yang dipakai. G 30 S itu buatan  Harto. 
Pada waktu itu, nggak ada jenderal di negara kita  yang bisa memicu  suatu operasi 
intelejen yang begitu canggih seperti G 30 S yang sampai sekarang belum ada titik 
terangnya. Yani itu termasuk yang dikorbankan, seperti para jenderal itu.  
jika  melihat ambisi Soeharto, apakah (saat itu) tidak ada usaha  usaha  untuk 
menghentikannya,  Dari mana pun.  
Dari AU tidak bisa, sebab  berlainan angkatan.  
jika  dari AD sendiri,   
Kelihatannya pengaruh Harto itu besar sekali. Entah sebab  uang atau kekuasaan.  
Anda loyalis Sukarno ya,   
Oh, ya. Saya Soekarnois. Saya bukan komunis. namun   saya juga tidak antikomunis. 
Kenapa,  sebab  jika  saya anti komunis itu berarti saya bukan demokrat. jika  ada 
PKI memberontak terhadap pemerintah, lha saya akan menghantamnya.  
namun  apa betul di AURI banyak yang masuk PK,   
Amerika menganggap juga begitu. The Indonesia Air Force communist invested up to 
senior commander. Berarti dari bawah sampai ke atas. Bagi saya sikap ini  biasa 
saja sebab  orang yang tidak mengekor kepada Amerika sejak 1950 an mulai dicap 
komunis. Jadi sukarno  ingin netral, non aligned, itu dicap amoral. Soal keikutsertaan  prajurit 
AURI ke PKI, mungkin secara rahasia. Kami (para petinggi) tidak mengetahui . 
Apakah itu sebab  Anda sangat toleran kepada PKI, sebab  tidak anti komunis,   
Berkali kali saya mengatakan mengenai  Nasakom. Di pers tidak diambil intinya persatuan 
kesatuan, namun   komunisnya. Di RRC ada politik Komisar dari partai yang kuasa sekali 
dan tentara. jika  antri beli karcis di bioskop ada yang menyelonong, ya ditempeleng di 
depan orang banyak. Para anggota militer nggak berani terhadap anggota politik 
Komisar. Nah, andaikan Nasakomisasi yang dimaksud oleh sukarno  itu berarti 
memerintahkan agar anggota ABRI ikut partai politik. Di mata angkatan berarti perintah. 
Saya nggak takut anak buah menjadi komunis atau sebaliknya menjadi ultra Islam, atau 
ultra nasionalis.  
Sekarang ini bisakah Anda gambarkan dengan kalimat singkat mengenai  Soeharto,   
Dia tidak mau ada orang di atasnya. Dan dia orang yang memiliki  sifat kejam dan 
pendendam. Ambisius. Saya perhatikan, sebab  saya juga orang Jawa Solo, Harto itu 
jika  bersalaman posisi tangannya seperti memicu  orang menunduk. Arah jari jarinya ke bawah. Lain dengan cara bersalaman kebanyakan yang berposisi sejajar. Mau tak mau orang yang bersalaman dengannya pasti berada dalam posisi bawah.  Apa saja yang dilakukan di penjara, mungkin hobi berkebun, beternak,   Oh nggak. sebab  jika  di penjara Nirbaya dahulu  ada yang beternak, (maka) harus setor ke POM atau CPM saat  lebaran tiba. Memang tidak berupa upeti, melainkan mereka meminta 10 20 ekor ayam dibeli dengan harga di bawah harga pasaran. Melihat itu saya jadi malas. Apalagi soebandrio  yang nggak suka beternak. Waktu di sana, dia lebih suka baca baca Qur'an. Saya sendiri nggak belajar ngaji. Apalagi saya sama sekali 
nggak bisa baca huruf arab.  Waktu (Baharuddin) Lopa suatu hari di tahun  1992, mengunjungi kami, dia menawarkan  agar para napi bisa sholat Jumat bersama. Spontan soebandrio  bersuka,  Mau mau Pak.  saat  ditanyakan kepada saya, saya jawab,  Lho, bukannya suka atau tidak. Melainkan soalnya boleh atau tidak boleh.  sebab  faktanya dari dahulu  kami nggak boleh (mengikuti 
sholat Jumat bersama). Apa kegiatan yang rutin tiap hari saat ini,   Ngobrol obrol, baca baca buku. Yang dahulu  dahulu  saya baca namun   belum sempat dibaca sebab  ditahan, sekarang saatnya. contohnya  Di Bawah Bendera Revolusi saya sudah memiliki  satu set. Juga negara kita  Menggugat. Yang saya cari sekarang pidato Bung 
Karno di forum PBB. Saya tidak pernah membaca buku bukunya Harto, pun buku Nasution. sebab  saya sudah mengetahui  dan bergaul dengan mereka. Saya tidak menilai orang dari apa yang dikatnamun    dari tindakan. Dari karakternya. 
 negara kita  1960 an termasuk negara yang tidak disukai oleh blok Barat pimpinan Amerika Serikat (AS). Di era perang  Dingin itu konflik utama dunia terjadi antara Kapitalis (dipimpin AS) melawan Komunis (RRT dan Uni Soviet). AS sedang bersiap siap mengirim ratusan ribu pasukan untuk menghabisi komunis di Korea Utara. Sementara di negara kita  Partai Komunis (PKI) merupakan partai legal. Saat kebencian AS terhadapnegara kita  memuncak dengan menghentikan bantuan, Presiden Soekarno menyambutnya dengan pernyataan keras: Go to hell with your aid. Sebagai pemimpin negara yang relatif baru lahir, Presiden Soekarno menerapkan kebijakan berani: Berdiri pada kaki sendiri.  Dasar sikap Soekarno itu jelas: Alamnegara kita  kaya raya. Minyak di Sumatera dan Sulawesi, hutan maha lebat diKalimantan , emas di Irian, dan  ribuan pulau  yang belum terdeteksi kandungannya. Semua itu belum mampu dieksplorasi oleh bangsa kita. Kekayaan alam ini dilengkapi dengan lebih dari 100 juta penduduk yang merupakan pasar potensial, sehingga ada harapan sangat besar bahwa pada suatu saatnegara kita  akan makmur tanpa bantuan Barat. Ini juga  yang mengilhami sikap konfrontatif sukarno : Ganyang Nekolim (neo kolonialisme & imperialisme). sukarno  menyatakan,negara kita  hanya butuh pemuda bersemangat untuk 
menjadi bangsa yang besar.  
Akibatnya, sikap AS juga menjadi jelas: Gulingkan Presiden Soekarno.SikapAS ini didukung 
oleh komplotannya, Inggris danAustralia .SejakAS menghentikan bantuannya, mereka malah 
membangun hubungan dengan faksi faksi militernegara kita . Mereka melengkapi dan melatih para 
perwira dan pasukannegara kita  . Melalui operasi intelijen yang diketuai  oleh CIA, mereka 
menggelitik militer untuk merongrong sukarno . Usaha kudeta muncul pada bulan November 
1956. Deputi Kepala Staf TNI AD Kolonel Zulkifli Lubis berusaha menguasai Jakarta dan 
menggulingkan pemerintah. Namun usaha ini dipatahkan. lalu , di Sumatera Utara dan 
Sumatera Tengah militer berusaha  mengambil alih kekuasaan, namun   juga gagal. Militer    
dengan pasokan bantuan AS    seperti memperoleh  angin untuk menganggu sukarno .  
Namun, sukarno  masih mampu menguasai kondisi , sebab  banyak perwira militer yang 
sangat loyal pada sukarno , kendati usaha AS menjatuhkan sukarno  terus dirancang. 
Sayangnya, konstelasi politik dalam negerinegara kita  pada saat itu juga tidak stabil. sukarno  
berusaha  keras menciptakan kestabilan, namun kondisi memang sangat rumit.Ada tiga unsur 
kekuatan yang mendominasi politiknegara kita  , yaitu: . Unsur Kekuatan Presiden RI . Unsur Kekuatan TNI AD . Unsur Kekuatan PKI (Partai Komunis Indonesia   ).  Unsur kekuatan Presiden RI, yaitu  Presiden RI sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Perdana Menteri, Pemimpin Besar Revolusi dan Presiden seumur hidup, yaitu  Ir. Soekarno yang  akrab dipanggil sukarno . Anggota Kabinet Dwikora masuk dalam unsur kekuatan ini. Unsur kekuatan TNI AD ada dua kubu: Kubu Yani (Letjen TNI Ahmad Yani) dan Kubu Nasution (Letjen TNI Abdul Haris Nasution). Soeharto awalnya termasuk dalam Kubu Nasution, walaupun kelak mendirikan kubu sendiri.