Tampilkan postingan dengan label penghisap. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label penghisap. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Desember 2022

penghisap


     Akhir Desember, sesaat lewat tengah malam. Belum sejam hujan berhenti. namun  rembulan sudah muncul dari balik sisa-sisa awan pekat kelabu. Cahayanya yang pucat menerangi jalan aspal kelas tiga di pinggir kota. Aspal terasa basah. 
     Lembab. 
     Luapan air dari parit berlumpur di tepi jalan menerbitkan bau tak sedap. Seekor tikus besar
berenang cepat menuju semak belukar tatkala terdengar suara langkah-langkah kaki mendekat. 
     chucky  berjalan tertegun-tegun. Hatinya sedang diliputi kegelisahan. Sesekali ia berhenti. 
     Bimbang. 
     Lantas melangkah kembali. 
     Pulang ke rumah? 
     Lantas minta maaf pada jessica ? 
     Nanti dahulu ! 
     jessica  sudah  meludah. Tidak ke muka chucky , melainkan ke lantai. Namun tetap saja hal itu tidak
dapat dimaafkan. Baiklah. chucky  akan terus keluyuran sepanjang malam. Pagi-pagi, gedor saja pintu
seorang teman. Pinjam seperangkat pakaian. Lalu enyah ke mana saja selama beberapa hari. 
     'Biar jessica  kalang kabut! 
     "Sialan!" 
     chucky  tiba-tiba memaki. Salah satu kakinya terperosok masuk lubang. 
     Sandalnya terlepas. 
     Dan kakinya tergenang air lumpur sampai kepertengahan betis. 
     Dinginnya. ampun! 
     chucky  membungkuk memungut sandalnya. Mengenakannya kembali sambil menggerutu. Betapa
sembrono ia tadi. Menampar jessica  saking tak kuat mengendalikan emosi. lalu  minggat begitu
saja. Lupa, ia cuma bercelana pendek. Alas kaki pun cuma sepasang sandal jepit  yang terasa
semakin licin di telapak kakinya. Mana baju kaos yang ia kenakan mulai pula basah tertimpa
butir-butir air yang jatuh dari pepohonan sepanjang jalan. 
     Lolong anjing menggema di kejauhan. 
     Sayup. 
     Dan lirih menyayat tulang. 
     chucky  menggigil. 
     Bukan karena ratapan anjing yang menyedihkan itu. namun  karena udara tengah malam terasa
semakin dingin. 
     Semakin beku. 
     Apakah ia tidak lebih baik pulang saja? 
     Tidur di bawah selimut hangat, dan Siapa tahu jessica  lebih dahulu  minta maaf. chucky  bimbang
lagi. 
     Ah. Jangan! 
     jessica  akan mentertawakannya, lalu semakin menekan chucky . 
     Sudah berapa lama chucky  selalu merasa tertekan bila berada di samping istrinya? 
     chucky  tersentak waktu terdengar suara wanita lesbian  menjerit keras. Disusul raung tangis
berkepanjangan. Ia mencari arah suara itu. Tampak lampu-lampu sebuah rumah di sebelah kanan
dinyalakan. 
     Oh, mereka kiranya. 
     Pasti Bu tiny  sudah  dipukuli suaminya lagi. 
     Soal apalagi. 

     Kalau bukan suami pulang larut malam membawa bau parfum wanita lesbian  lain, dan menemukan
istri yang tertekan jiwanya sedang mabuk berat. 
     Semua orang sudah tahu. 
     Tak heran, kalau rumah rumah lain tetap tampak tenang. 
     Tak acuh. 
     Para tetangga sudah terbiasa. Percuma saja dinasehati karena suami istri itu sama-sama keras
kepala. 
     chucky  angkat bahu. 
     Kadang kadang ia suka juga mengalah. Sayang tidak demikian halnya dengan jessica .
wanita lesbian  itu sangat teguh pada pendiriannya, tidak mau menerima uluran tangan orang lain. 
     "Aku bisa mengurus diri sendiri." 
     jessica  selalu mendengus. 
     Tentu saja dengan tambahan yang menyakitkan hati: 
     "Tanpa bantuan chucky , toh aku dapat hidup!" 
     chucky  menyumpah serapah dalam hati. 
     Kemarahannya baru agak reda saat  ia tertegun di depan sebuah rumah setengah jadi. Tak ada
penerangan sedikit pun di rumah itu. Saluran listrik sudah  diputuskan PLN untuk sementara. chucky 
sendiri yang meminta, saat  ia mulai membongkar bangunan lama karena ingin lebih leluasa
membentuk arsitektur rumah itu dan para pekerja bangunan terhindar dari kecelakaan yang tidak
dikehendaki. 
     Tanpa ragu-ragu chucky  memasuki halaman rumah setengah jadi itu. Tembok bata semua sudah 
terpasang. Begitu pula semua kusen dan atap. Tinggal pasang pintu-pintu, jendela-jendela kaca dan
lantai teraso. Dan justru semua bahan itu belum tersedia. fredy krueger  kehabisan uang. ibunya.... mertua
chucky ... masih menunggu hasil panen sawah sekitar bulan April. Sumarna akan menikah pula pada
bulan yang sama sehingga ibu mereka sangat hati-hati mengeluarkan persediaan uang yang masih
ada. 
     Dan jessica ? 
     Dengan kepala batunya jessica  berkata: 
     "Hutang Bang fredy krueger  sudah bertumpuk. Biarkan saja rumahnya terbengkalai!" 
     Sinar rembulan semakin terang. namun  di dalam rumah tetap gelap gulita. chucky pun tidak
berminat masuk ke dalam. Ia lebih suka mengitari halaman depan, lalu pekarangan samping.
lalu  di salah satu sudut ia berhenti. Sisa-sisa bahan bangunan yang belum terpakai dibiarkan
terlantar di sudut halaman, campur baur dengan bekas bongkaran bangunan lama yang belum sempat
disingkirkan. Tertumpuk di situ kayu-kayu rapuh barangkal dan seng bekas dak di antara pecahan
genting yang berserakan. 

     Dari tempatnya berdiri. 
     chucky  merasa tidak leluasa memandang, ia lalu berpindah ke bagian lain. Dibantu cahaya
rembulan ia amati pekarangan semrawut itu dengan cermat. ia sudah  lama menyusun rencana. Taman
hias, kolam kecil mungkin dengan sebuah patung di tengahnya akan merubah sudut halaman yang
kini porak poranda itu. fredy krueger  mempercayakan segala sesuatunya pada kejelian mata chucky . Juga
abang iparnya itu sudah  setuju sumur tua di pojok kanan ditutup saja. Toh air ledeng sudah memasuki
daerah mereka sehingga sumur tua itu tidak lagi diperlukan. 
     chucky  merasa kakinya kebas. 
     Ia lalu berjongkok. Persis di tepi sumur. Tak ada lagi lubang yang menganga dalam. Tak ada
kilatan air bening yang tak pernah kering itu, biar musim kemarau panjang sudah  membuat rumah
rumah lain di dekatnya kekurangan air. Sumur tua itu sudah  ditutup. 
     Dengan sampah, tanah galian, barangkal. Pendeknya, apa saja yang dapat masuk ke dalam dan
membuat timbunan semakin tinggi. Permukaan sumur kini tampak hampir rata dengan permukaan
tanah di sekitarnya. 
     Iseng, chucky  melangkah ke permukaan bekas sumur tua itu. 
     Kaki berlapis sandal jepit dijejakkan kuat kuat, namun  dengan hati-hati. Tanah bercampur pasir
dan baru di bawah kakinya, pelan-pelan bergerak. Cepat chucky  menghindar. Karena licin. kembali
sandal jepit yang ia pakai terlepas. 
     chucky  meringis saat  pecahan kaca melukai telapak kakinya. 
     Tidak begitu sakit. Darah pun tidak seberapa keluar. 
     Lupakan saja! 
     Ia akan memanggil seorang kuli untuk memadatkan sumur ini suatu hari kelak. Di sinilah patung
yang ia rencanakan di tempatkan. lalu  air mancur -Tanpa menyadari darah terus menetes dari
luka di telapak kaki, chucky  bergerak ke bagian lain. Pikirannya terpusat penuh pada rencana
mengenai bentuk taman hias itu. Akibatnya, kembali ia harus meringis. Kali ini disertai pekik halus
karena kaget. 
     Betisnya yang telanjang, tergores pula oleh ujung seng yang tajam. Darah menetes lebih banyak. 
     "jadah!" 
     Ia mengutuk 
     Bayangan mengenai taman mungil yang indah perlahan mengabur. Ia bergerak ke beranda rumah,
duduk tersengal-sengal di kusen jendela. Tangan yang satu sibuk merogoh saku, tangan lain menutupi
luka pada betis. 
     Sial! ia tidak bawa saputangan. Lebih celaka lagi, darah terus saja merembes dari sela-sela jari
tangan yang menutupi luka. saat  ia perhatikan. tampaklah samar samar kakinya berubah merah
.Begitu juga telapak kaki. Luka bekas tusukan kaca masih meneteskan darah. 

     Tanpa berpikir panjang lagi, chucky  menanggalkan baju kaos yang ia pakai. Bersusah payah ia
mencoba merobek kaos yang masih baru itu. saat  usahanya berhasil, ia sudah  semakin lemah.
Terlalu banyak mengerahkan tenaga. sementara darah semakin banyak pula merembes keluar. 
     Sial benar, ia tidak menyuruh seseorang menyimpan kotak P3K di rumah ini. Sekarang ia sendiri
yang harus merasakan akibatnya. 
     Dengan sobekan baju kaosnya. chucky  membalut luka baik di betis maupun di telapak kaki.
lalu  ia tersandar di kusen jendela. Letih dan mulai merasakan sakit pada luka-lukanya. 
     Pulang sekarang? 
     Atau pergi ke rumah terdekat? 
     Akal sehatnya melarang. 
     Pulang, berarti jessica  menang. Membangunkan tetangga, sungguh memalukan. Belum jalan
becek berkuman. 
     Maka ia putuskan saja bermalam di bangunan setengah jadi itu. 
     chucky  merangkak turun dari kusen jendela, masuk ke dalam. Udara dingin membuat sekujur
tubuhnya terasa kaku. 
     Entah mengapa, matanya mulai pula diserang kantuk yang hebat. Begitu punggungnya mencapai
lantai tanah, langsung saja ia rebah. Tak perduli alam sekitar. Tak perduli gerimis mulai jatuh lagi.
Juga tak mengambil perduli pada genangan darah dari lukanya saat  ia berjalan meninggalkan sumur
tua itu. 
     Rembulan dengan marah terpaksa menerima rangkulan awan pekat yang kian bergumpal. Malam
semakin gelap gulita. Samar-samar kembali terdengar raungan tangis yang sayup dari rumah Bu
tiny . Lolong anjing tidak mau kalah. Anjing itu terus meratapi langit hitam, lirih, mengerikan.
Gerimis digantikan hujan lebat yang jatuh disertai tiupan angin keras dengan suara berdesah bersuit
dan bersiul nyaring mendirikan bulu roma. 
     Tetesan darah di tanah berumput menyerap bersama air hujan. 
     Genangan air bercampur darah itu dengan sendirinya mencari muara yang rtiny . Dan itu adalah
bekas sumur tua yang sudah  ditimbun segala macam sampah dan barangkal buangan, tanah dan
pasir. Genangan air kemerah-merahan itu menciptakan semacan lubang kecil ke mana air menyerap
masuk. 
     Waktu terus berjalan. 
     chucky  sudah  tertidur. 
     Dan lubang yang diciptakan genangan air tampak semakin membesar. 
     Menganga. 
     Suatu saat, kilat menyambar dari langit kelam. Halaman rumah itu terang benderang selama satu
helaan napas. Namun waktu yang pendek itu sudah  cukup untuk memperlihatkan, bagaimana timbunan

tanah pasir berbatu di bekas sumur tua, bergerak. 
     Timbunan itu seakan hidup. 
     Sekali, menggeliat di sekitar lubang tempat air masuk. Lain saat, timbunan pasir naik turun
seolah didorong kekuatan gaib. Dan saat  petir menyambar lagi,timbunan bergerak semakin tinggi
lantas jatuh berserakan di sekitar pinggiran bekas sumur. Dari lubang yang menganga semakin
lebar,sesuatu menggapai keluar. 
     Tangan seseorang? 
     Ah. Bukan. 
     Sesuatu yang berwarna coklat kehitaman dan licin berlendir. Hampir pula tak berbentuk.
Mula-mula besarnya seinduk jari kaki terjulur panjang keluar lubang. Ujung sesuatu yang hidup dan
ganjil itu lalu  menghunjam di rerumputan. 
     Diam sebentar. 
     Angin malam bersorak, seram. Dan hujan membadai, liar. 
     Dengan ujung tetap melekat di rerumputan, bagian lain dari tubuh sesuatu itu pelan-pelan
melengkung ke atas, menggeliat sebentar, lalu merayap di sekitar lubang. Benda hidup,coklat
kehitaman, basah berlendir itu melepaskan rerumputan, lalu  merayap semakin jauh dari lubang.
Gerakannya menurutkan datangnya air. Air bercampur genangan darah. Bagian ujung makhluk itu
sekali terbuka. memperlihatkan semacam mulut lebar yang gelap untuk menyerap air berbau darah,
lalu menggeliat lagi, melengkungkan tubuh bagian tengah, menarik sisa tubuh lainnya yang masih
tertinggal di sebelah dalam lubang 
     Pacat! 
     Sungguh mati, pacatlah yang keluar dari lubang itu. Namun luar biasa besar. Hampir sebesar
lengan wanita lesbian  dewasa. Bila berhenti, panjangnya cuma selengan pula. namun  bila mulai
melengkungkan tubuh. lalu merayap, panjangnya berubah hampir sepanjang manusia dewasa. 
     Satu dua kali kepalanya terangkat 
     Mencium. 
     Mengendus. 
     Lalu tubuh binatang menyeramkan itu bergerak maju. 
     Tujuannya sudah pasti. 
     yaitu  ke bau tetes darah terakhir masih melekat. Makhluk itu menggeliat pelan saat  menaiki
beranda yang sedikit becek. Desir tubuhnya lalu begitu halus. 
     chucky  bermimpi buruk. 
     Namun terus saja mendengkur. 
     Gelisah. 
     Ia sama sekali tidak melihat, sesuatu menjulur lewat kusen jendela. Tak tampak sinar mata

sepercikpun jua. Hanya garis tipis sebuah mulut yang menyeringai. 
     Buas. 
     Angin malam menjerit. 
     Lengking. 
     Pelayan membuka pintu. 
     fredy krueger  menguap. Lalu masuk. 
     "jessica  ada, Bi?" 
     Ia bertanya seraya terus saja menerobos ke ruang dalam. "Masih tidur, Den fredy krueger ." 
     "Pukul sembilan begini?" 
     Dahi fredy krueger  berkerut. 
     Ia menatap ke sebuah pintu tertutup. 
     "Dan chucky ?" 
     Diam. 
     Tak ada jawaban. 
     fredy krueger  berpaling mengawasi wajah si pelayan. wanita lesbian  setengah umur itu tampak pucat,
mengkerut. fredy krueger  menarik napas panjang. 
     Geleng kepala. 
     lalu  bersungut malas: 
     "Buatkan aku segelas kopi. Bi skandinavia ." 
     Pelayan seperti terbang menuju dapur. Ia sudah  lolos dari lubang jarum. Majikan wanita lesbian  akan
mencaci maki dia habis-habisan, sekali Bi skandinavia  lepas omong pada orang lain menceritakan betapa
riuh rtiny nya rumah ini tadi malam. Sambil lewat, Bi skandinavia  melongok ke pintu kamarnya yang
terbuka. Tampak sesosok bayi mungil meringkal tenang di bawah selimut. 
     Bi skandinavia  tersenyum. 
     Sedih. 
     "Dan anak itu ikut jadi korban," keluhnya. 
     Di ruang dalam, fredy krueger  tidak senang menunggu. 
     Begitu Bi skandinavia  menghilang, langsung saja ia mengetuk pintu tertutup tadi. 

     "jessica ?" 
     fredy krueger  memanggil. 
     Sepi. 
     Diketuknya lebih keras, berulang-ulang. "Sudah siang, jessica !" 
     Ranjang berderit di dalam. 
     Terdengar langkah-langkah kaki mendekat, lalu pintu kamar terbuka. 
     Wajah jessica  kusam. 
     Matanya agak merah, kurang tidur. 
     "Kau kiranya," 
     Ia memberengut. Dan bermaksud menutup pintu kembali, kalau tak keburu fredy krueger  menghalangi
dengan kaki. 
     "Aku mau bicara sebentar, jessica ." 
     "Nanti saja. Aku masih ngantuk." 
     "Kau kira aku tidak?" 
     Tanpa dapat ditahan. fredy krueger  menguap sekali lagi. Ia menyisir rambut dengan jari, memijit
bagian belakang kepala yang terasa berdenyut. 
     "Sepanjang malam aku tak bisa bekerja. Aku kuatir sudah  terjadi sesuatu. Karena itu aku
datang...." 
     jessica  hilang sebentar di kamarnya. Rupanya ia terus ke jamban. 
     Membasuh muka . 
     saat  keluar lagi, ia tampak lebih segar dan cantik. Hanya matanya saja yang kelihatan masih
murung. Duduk berhadapan dengan saudaranya, ia bergumam tanpa semangat: 
     "Aku siap mendengarkan, Bang fredy krueger ." 
     "Begitukah sambutanmu, jessica ?" 
     jessica  angkat bahu. 
     Kemarahan fredy krueger  bangkit. Untung Bi skandinavia  muncul dari dapur. Tahu tamu mereka orang tak
sabaran, pelayan membawa pula segelas air bening untuk majikannya .Dengan biiaksana ia lalu 
menyelinap ke dapur. Meninggalkan dua orang bersaudara itu saling tatap. fredy krueger  yang mengalah. 
     "Aku tak melihat chucky ," 
     Ia memulai, dengan suara dirtiny kan. 
     "Ia pergi. Tengah malam tadi." 
     "Hem. Bertengkar lagi, ya?" 
     jessica  diam saja. 
     "Pasti aku yang jadi benih keributan," 
     fredy krueger  mencicipi kopinya tanpa selera. 

     "Benar, bukan?" 
     "Kalau abang sudah tahu, mengapa bertanya lagi?" sahut jessica . 
     Ketus. 
     "Karena aku ingin kalian berdamai." 
     "Bah!" 
     "Aku terlibat, jessica . Aku tak mau dijadikan biang keladi. Karena itu tadi malam kuputuskan untuk
menghentikan saja pembangunan rumah itu. Biar begitu saja dahulu , untuk setahun dua tahun. Atau
seabad, aku tak perduli. Yang penting aku ingin memberitahu suamimu, supaya melupakan saja niat
baiknya menyelesaikan pembangunan rumah itu dengan mempergunakan uangnya sendiri." 
     "Uangku!" potong jessica , pendek. 
     "He-eh. Uangmu!" 
     fredy krueger  setuju, namun  dengan nada suara jengkel. Ia bangkit dengan marah. Berjalan mundar
mandir, sambil menggerutu: 
     "Kau ini seperti bukan adik kandungku saja, jessica . Baiklah. Uangmu. Pada waktunya, uangmu yang
sudah  terpakai, akan kuganti. Hitung saja bunganya sekalian." 
     "Abang menyindirku," 
     jessica  mendelik. 
     fredy krueger  tertawa. Sumbang. 
     "itu pekerjaanmu, bukan? Membungakan uang, seperti dahulu  dilakukan ayah!" 
     "jangan membangkit kejelekan orang mati," 
     "Oke!" 
     fredy krueger  menyeringai, lalu menadahkan tangan seraya berdo'a dengan suara munafik: 
     "Semoga Tuhan mengampuni dosa almarhum ayah kita. Dan semoga..." 
     Suaranya lebih lembut dan khusuk. 
     "Semoga kami yang masih hidup tidak bercerai berai dikarenakan uang." 
     "Bang fredy krueger " 
     "Uang!" 
     fredy krueger  tidak perduli. 
     "Aku kehabisan uang. lalu chucky  terus saja mendesak. Ia begitu bernafsu untuk menyelesaikan
rumah itu. Tiap hari ia menemuiku. Mengajukan usul agar aku tidak menolak niatnya meminjam uang
ke bank. Padahal di rumahnya sendiri, sudah ada bank yang...." 
     "Hentikan, Bang fredy krueger !" 
     "Diamlah, saudaraku. Sepanjang malam tadi, aku tak bisa menekuni pekerjaan. Entah mengapa,
pikiranku hanya tertuju kepada suamimu. chucky  ingin aku lekas berumah tangga. Dan
mempersembahkan rumah mungil cantik sebagai hadiah perkawinan. Dan aku, si perjaka tua yang tak

beruntung ini, hampir kewalahan menghadapi niat baik adik iparku. Lantas tadi malam aku berpikir,
sekali chucky  meminjam ke bank, dengan usahanya yang morat marit seperti sekarang. Dan terpaksa
uang saudaraku yang pemurah, keluar lagi dari laci." 
     "Kredit dari bank akan keluar besok" tukas jessica . setengah hati. , 
     "chucky  memberitahu hal itu tadi malam. Kami-kami lantas ribut dan aku beritahu dia. Biarpun
aku mencintainya, kali ini aku tak akan memberi ampun. Kelak bila bank mulai menagih dan ia
kepepet, aku tak akan sudi untuk.... Lalu ia mengucapkan sesuatu yang membuatku sangat marah dan
tanpa sadar, ia kuludahi." 
     "La kau:." 
     fredy krueger  terkejut 
     "Astaga apa yang sudah  kau perbuat, jessica ?" 
     "Aku tak kuat membendung emosi, Bang," 
     Suara jessica  tergetar, menahan tangis 
     "Ucapannya itu." 
     "Apa yang diucapkan?" 
     "Ia bilang...." 
     jessica  tak mampu menjelaskan. 
     fredy krueger  mengurut dadanya yang terasa sakit. Berkata: 
     "Persetan dengan uangmu. Uang haram. Itukah yang ia bilang, jessica ?" 
     jessica  manggut manggut. 
     Air matanya merembes keluar. 
     "chucky  tidak pernah berkata sekasar itu. Bang fredy krueger . Ia... ia sebenarnya suami yang baik.
Suami yang mau mengerti bahwa _ bahwa aku harus ikut berusaha untuk menjamin kelanjutan hidup
kami, ia hanya mengomel kalau kalau aku menentukan bunga terlalu besar pada seseorang, atau
kalau terlalu Cepat melaporkan barang jaminan yang ada di tanganku. Ia juga tahu apa yang selama
ini kami makan, lebih banyak dari hasil jerih payahku sendiri. Ia tak pernah...." 
     jessica  terisak-isak. 
     fredy krueger  tercenung di jendela. 
     Menatap keluar. Matahari pagi bersinar terik. Sekelompok laki-laki dan wanita lesbian  berjalan
menuju ke satu arah. fredy krueger  menelan ludah. Lantas bergumam lirih: "Kau tahu ke mana orang orang
itu semua menuju, jessica ?" 
     jessica  yang hatinya terguncang, menyahut ak bersemangat: 
     "Siapa. Bang?" 
     "Mereka di luar sana. Semua pergi ke rumah Bu tiny ." 
     "Oh." 

     "Cuma oh? Tidakkah kau tahu apa yang terjadi tadi malam?" 
     Perhatian jessica  mulai terbangkit. Ia seka air mata di pipi. 
     "Apa yang terjadi? Kukira. paling-paling ia... ia dipukuli suaminya lagi. Eh. Apakah ia... mati?" 
     "Bukan Bu tiny . Tapi anak mereka" 
     "Yang mana?" 
     "Bayi yang lahir. Baru berumur tiga bulan. kalau tak salah," 
     fredy krueger  kembali ke tempat duduknya. Mereguk kopi sampai habis. Dari belakang, terdengar
rengek bayi. Lalu suara Bi skandinavia  membujuk penuh kasih sayang. Dahi fredy krueger  berkerut lagi. 
     "Kau biarkan noni tribuana      tidur dengan pembantu, jessica ?" ia bertanya. 
     "Terpaksa. Bang." 
     jessica  tampak malu. 
     "noni tribuana      menjerit saja sepanjang malam tadi. Aku sampai kewalahan. Baru sesudah  dipangku Bi skandinavia ,
noni tribuana      diam...." 
     "Kalian bertengkar di dekat noni tribuana     ?" 
     "Tidak, Bang. Kenapa?" 
     "Kapan ia mulai menangis?" 
     "Antara pukul satu dan dua, begitu. Aku tak ingat betul. Pokoknya, tak lama sesudah  ayahnya
pergi." 
     "Tuhanku!" bisik fredy krueger . 
     Gemetar. 
     "Ada apa. Bang?" 
     "Pada jam itu pulalah aku tadi malam memukul seorang pegawai percetakan. Aku teringat kau
dan chucky . Lalu mulai gelisah, dan tiba-tiba ingin marah. Pegawai itu kupukul tanpa sebab." 
     "Abang toh tidak...." 
     Wajah jessica  berubah pucat. 
     fredy krueger  memperhatikan arloji di tangannya. 
     "Hampir tengah hari. Dan suamimu belum pulang. Pernah ia minggat selama itu. jessica ?" 
     "Tidak, Bang," 
     jessica  mulai kuatir. 
     "Biasanya ia akan pulang untuk sembahyang subuh. Lantas tanpa sarapan ia pergi lagi. Tentu
saja tanpa pamit." 
     jessica  tersipu malu. 
     Sebuah pikiran muncul di benaknya. Wajah bertambah pucat dan tangan diletakkan di dada
menahan deburan jantung yang berdetak sangat keras. 
     "Bang?" 

     "Heh?" 
     "Abang jangan berpura-pura." 
     "Hai. Apa pula maksudmu?" 
     "Yang mati itu bukan... bukan anak Bu tiny . Abang mengatakan itu hanya karena..." 
     fredy krueger  memburu ke depan begitu ia lihat tubuh adiknya limbung mau pingsan. 
     "Tenangkan hatimu, jessica . Suamimu tidak apa-apa. Paling juga ia nginap di rumah seorang teman.
Dan." 
     Ia membantu jessica  duduk lebih tenang. 
     "Memang yang meninggal bayi Bu tiny . Kebetulan aku lewat di sana sebelum ke rumah ini. Aku
sempat melayat sebentar. Kudengar, sudah  dua minggu anak itu sakit. Kau tahu apa yang kusaksikan.
jessica ? Mayat bayi itu demikian kering. Kurus kering. Tak berdarah. Ada yang bilang, darahnya sudah 
dihisap roh jahat dan.... Eh, jessica . Ada apa dengan kau? jessica ! jessica !" 
     Ternyata jessica  benar-benar pingsan. 
     fredy krueger  menggotongnya ke kamar. Dibaringkan di tempat tidur. Ia sudah tahu di mana letak
obat. Dalam sekejap ia sudah  menggosokkan minyak angin di beberapa bagian tubuh jessica , lalu
mengendus-enduskan di lubang hidung adiknya itu. Bi skandinavia  datang bergegas dari  dapur. 
     'Tak apa. Ia akan segera baik," 
     fredy krueger  memberitahu. 
     "Ada yang perlu saya bantu. Den?" 
     'Tidak usah Urus saja si noni tribuana     ." 
     Bi skandinavia  bimbang namun  lalu  mundur juga. Dan memang jessica  tak lama sesudah nya siuman.
     fredy krueger  mendesah senang. Dan ia sudah siap menyatakan penyesalan karena sudah  menceritakan
sesuatu yang menakutkan mengenai bayi Bu tiny  sehingga jessica  pingsan. namun  begitu jessica 
membuka mata, maka pertanyaan yang pertama keluar dari mulutnya adalah: 
     "chucky ?" 
     "ini aku, jessica ," 
     fredy krueger  menepuk-nepuk pipi adiknya dengan sayang. 
     "ini aku, Abangmu." 
     "chucky ," ulang jessica . 
     "Cari dia sampai ketemu, Bang fredy krueger !" 
     "Oke. Oke. Ia akan kutemukan. chucky  baik baik saja. Kau tidurlah, jessica ." 
     "Aku takut, Bang." 
     "Alaaa..." 
     "Pergilah. Bang. cari dia untukku" 

     Yang pertama-tama dilakukan fredy krueger , menemui Bi skandinavia . wanita lesbian  itu berkata tidak tahu jelas
isi pertengkaran kedua majikannya tadi malam, ia dengar chucky  membanting pintu. namun  tidak tahu
apakah majikan laki-lakinya mengatakan akan pergi ke suatu tempat. Dan Bi skandinavia  tidak pernah tahu
ke mana pula biasanya majikannya ngelayap untuk menghindari kobaran api neraka di rumah mereka.
     fredy krueger  menjangkau telepon, ia tahu beberapa alamat dan ingat satu dua alamat itu selalu
didatangi adik iparnya. Jawaban mereka semua sama. chucky  tidak mengetuk pintu rumah mereka.
fredy krueger  menelpon pula ke kantor biro bangunan. Siapa tahu chucky  memutuskan tidur di kantor malam
tadi. namun  pegawai yang menerima telepon berkata, majikan mereka belum datang di kantor.
Penjaga kantor juga mengatakan hal yang sama. 
     Jantung fredy krueger  berdetak keras. 
     Ia menemui jessica  lagi. Bertanya segala sesuatu dengan gaya tenang, kalem dan tidak terlalu
serius sambil menghibur adiknya dengan janji-janji kosong. lalu  ia tahu, chucky  meninggalkan
rumah tanpa dibekali uang. Ia hanya mengenakan kaos dan celana pendek. Dalam keadaan serupa itu
mustahil chucky  mempermalukan dirinya menemui orang lain. 
     "ia mungkin ke rumah ibu," 
     fredy krueger  menyimpulkan. 
     "Tadi aku belum sempat pulang, jadi tidak tahu apakah ia ada di sana. Baiklah aku pergi
sekarang. jessica -" 
     jessica  memegangi tangan abangnya. 
     Berkata, panik: "Bilanglah, Bang fredy krueger . chucky  masih hidup!" 
     Bukan fredy krueger  yang menjawab. 
     Melainkan ketokan keras di pintu depan. lalu  bunyi bel yang berdering-dering. 
     jessica  sesak nafas. 
     fredy krueger  menghiburnya dengan kata paling manis: 
     "itu chucky  tentunya," 
     Lalu ia bergegas membuka pintu depan,ia mengenali wajah dua orang tetangga 
     Salah seorang, ketua er-te. Ketua er-te itulah yang dengan wajah murung dan suara gagap
memberitahu: 
     "Kami menemukan ma _ eh, menemukan Pak chucky ." 
     Dada fredy krueger  bergemuruh keras. 
     Ia menarik kedua tamu itu menjauhi rumah adiknya, lantas bertanya gelisah: 
     "Di mana?" 
     "Rumahmu. Yang sedang dibangun." 
     "Ia...." 

     Kedua orang tetangganya saling pandang. Enggan mengatakan. 
     Akhirnya fredy krueger  berjalan meninggalkan mereka. ketua er-te dan temannya lalu  menguntit
diam-diam di belakang, sambil berbisik-bisik prihatin. 
     Semakin dekat ke rumah yang dituju, semakin fredy krueger   was-was dan takut, ia mengenali
beberapa orang tetangga yang tadi ia lihat di tempat Bu tiny , kini berjalan setengah berlari ke
arah sama. Membelok di samping jalan, rumah setengah jadi itu mulai tampak di kejauhan. 
     Dan banyak sekali orang berkerumun. 
     Seperempat jam sebelum fredy krueger  diberitahu,seorang penjual sayur lewat di depan rumah itu. 
     Ia tertarik mendengar salak anjing yang ribut. saat  ia menoleh, Ia lihat seekor anjing
melompat-lompat di bagian dalam rumah sambil terus menyalak dan melolong. Sedang anjing lain
mengendus-endus dari luar lewat kusen jendela. 
     Penjual sayur meletakkan pikulannya. 
     Ia masuk ke halaman sambil mengusir kedua ekor anjing itu yang segera kabur terbirit-birit
dengan ekor terlipat di paha. Mendadak si penjual sayur tertegun. Matanya menangkap sebuah kaki
telanjang, kotor dan pucat. Dengan jantung berdebar, ia terus saja mendekat meski hati kecilnya
menyuruh lari. 
     Lalu ia terpekik ngeri. 
     Di lantai tanah, terbujur kaku mayat seorang laki-laki. Wajah dan kulit mayat itu mengeriput. 
     Tak ada darah. 
     namun  dadanya berlubang. 
     
     Jenazah bayi Bu tiny  dimakamkan pukul dua siang. Tidak begitu banyak orang hadir. Mungkin
mengingat reputasi buruk suami istri yang tertimpa musibah itu. Mungkin pula karena sebagian orang
lebih suka ikut sibuk mengerjakan apa saja untuk meringankan beban keluarga jessica  yang tengah
berkabung. Selagi para pengantar jenasah tekun mengikuti pembacaan do'a oleh seorang ustad. Dua
orang laki-laki terus saja bekerja, tidak jauh dari kuburan si bayi. 
     Kedua orang itu sedang menggali liang lahat baru. 
     Paling lambat pukul empat sore, kuburan baru itu harus siap pakai. namun  sampai pukul empat
lebih seperempat, jenasah chucky  belum juga diberangkatkan dari rumahnya. Di antara Suara raung

dan tangis, fredy krueger  sibuk bertengkar dengan seorang pejabat polisi setempat. 
     "Tidak!" 
     Ia berkata ngotot. Mukanya merah padam. 
     "Mayat itu tidak boleh kalian jamah." 
     Lawan bicaranya menerangkan dengan sabar: 
     "namun  kami harus melakukan autopsi. Kuat dugaan, adik ipar Bung fredy krueger  mati dibunuh." 
     "Dibunuh? Oleh siapa?" 
     fredy krueger  menantang. 
     "Terus terang, kami belum tahu," 
     Pejabat polisi itu berkata, sedikit bingung. 
     "Memerlukan tempo untuk mengusutnya. Bung fredy krueger  sudah lihat sendiri. Hampir tak ada jejak
atau petunjuk di tempat mayat ditemukan." 
     "Oke. Kalian carilah pembunuh biadab itu," 
     "Jadi, kami boleh mengambil mayat chucky ?" 
     "Tidak!" 
     Seorang tua datang mendekat. 
     "Aku lurah di daerah ini." 
     Ia mengenalkan diri pada si pejabat. 
     "Boleh saya menengahi?" 
     "Silahkan." 
     "Hiburlah adikmu, Nak fredy krueger ," 
     Lurah mengusir fredy krueger  secara halus, ia menunggu sampai fredy krueger  pergi, lalu  menarik
lengan si polisi menjauhi keramaian orang di dalam rumah. 
     "Tengah malam tadi, chucky  masih hidup." katanya. 
     "Jam berapa tepatnya ia meninggal?" 
     Pejabat polisi membuka buku notes. Lalu: 
     "Menurut dokter kami, chucky  meninggal sekitar pukul satu dua puluh dinihari. Apa yang ingin
bapak ceritakan?" 
     "Tak banyak," 
     Lurah mengelus jenggot putihnya, dengan wajah masygul. 
     'jadi tidak sampai dua belas jam saat  mayatnya ditemukan. Waktu yang teramat singkat untuk
membuat mayat berbau sedemikian busuk," 
     Lurah ingin meludah, namun  ia menahan diri. 
     "Mati karena keracunan dapat saja menimbulkan bau busuk sebelum waktu yang normal," bantah
polisi itu. 

     "Apakah kalian menemukan darah? Walau setetes?" 
     "Itulah yang mengherankan!" 
     Yang ditanya merasa jabatannya tiba-tiba dipertaruhkan. 
     "Tak setetes pun yang tersisa Di sekitar mayat. Bahkan dalam tubuhnya." 
     "Masih ada lagi," 
     Lurah menarik nafas. 
     "Racun apa yang membuat mayat chucky  begitu rusak mengerikan? Kulitnya kering. Berkeriput. Biji
matanya pun sangat menjorok ke dalam. Seolah sesuatu yang masuk ke tubuhnya, lewat dadanya,
ingin sekalian menyedot biji matanya itu." 
     "Pak lurah berlebihan," 
     Mau tak mau, sang polisi bergidik. 
     "Aku mengatakan apa adanya. Kalian tidak akan pernah tahu, makhluk apa yang sudah 
membunuhnya. " 
     Wajah pejabat polisi itu cerah sedikit 
     "Jadi bapak sependapat dengan kami, chucky  sudah  dibunuh. Saya harap, bapak berkenan pula
membujuk keluarga almarhum supaya kami dapat mengurus mayat itu. Melalui pemeriksaan
laboratorium, sebab kematiannya pasti ditemukan." 
     "Menyesal sekali, saya tak dapat" 
     "Oh!" 
     Sang pejabat, kembali patah hati. 
     "Bapak pulang saja ke kantor. Buatlah laporan apa saja. namun  sesudah  itu, lupakanlah mayat
chucky ." 
     "Ini perintah?" 
     Sang pejabat tersinggung. 
     "Maafkan saya," 
     Lurah membungkukkan kepala. Hormat dan menyesal. 
     "Saya harus pergi." 
     "Tidak keberatan saya ikut?" 
     "Saya bukan mau ke dalam rumah, Pak Letnan. Saya akan pergi Ke tempat jauh.  sangat jauh." ! 
     "Ingin menemui seseorang?" 
     "Persis." 
     "Siapa, kalau boleh saya tahu?" 
     Pejabat polisi itu membuka notesnya kembali, siap mencatat. 
     Lurah memandangi notes. Tak acuh. Katanya: 
     "Saya akan menemui bekas guru saya. Ia seorang ahli kebathinan," 

     Lantas lurah berlalu sesudah  mengangguk sopan. Meninggalkan si Letnan Polisi termangu-mangu
sendirian. 
       Seusai-upacara pemakaman chucky , fredy krueger  pulang ke rumah ibunya sebentar untuk berganti
pakaian. lalu  ia kembali ke rumah jessica . Hampir semua keluarga maupun kerabat memenuhi
seisi rumah. Ratap tangis tidak lagi sehebat tadi siang,namun  gaungnya masih tetap saja mengharu
biru. jessica  pingsan berkali-kali. Ia ditemani ibunya dan ibu chucky  di kamar. Di dapur kaum
wanita lesbian  sibuk mempersiapkan jamuan untuk tamu yang mau tahlilan. 
     Habis kencing di jamban, fredy krueger  berpapasan dengan seorang gadis semampai. Rambutnya yang
lebat panjang disanggul di atas kepalanya yang manis bentuknya .Wajahnya tidak begitu cantik.
namun  sinar matanya yang senantiasa tampak sejuk, benar-benar merupakan tempat berteduh paling
menyenangkan. Belum lagi betisnya yang panjang, memberi daya tarik tersendiri. 
     "Hai, Bang," 
     Gadis itu yang mula-mula menyapa. 
     "Oh Kau. nyi girah ," 
     Jantung fredy krueger  berdetak. 
     "Kapan tiba?" 
     "Baru saja. Dijemput Sumarna." 
     "Uh! Mestinya Sumarna tak perlu membuatmu ikut repot," 
     fredy krueger  menyesali adiknya. 
     "Aku toh calon istrinya, Bang fredy krueger ," 
     nyi girah  tersenyum manis. 
     Ucapan itu sebenarnya tidak punya maksud tersembunyi. Namun fredy krueger   diam-diam merasa
terpukul. Agak risih ia balas senyuman nyi girah  
     "Maaf ya. Aku harus menemani tamu-tamu di depan," 
     Lalu fredy krueger  berlalu dengan jantung terasa meleleh. 
     namun  fredy krueger  tak mampu bertindak sebagai tuan rumah yang baik, ia tak bisa menyembunyikan
wajah murung, dan sifat pendiam yang datang tiba-tiba saja. Sampai ia berseru kaget kalau ditegur
seseorang. Raung tangis yang datang dari kamar jessica ,membuat hatinya semakin melilit. Ucapan
belasungkawa yang setiap saat ia terima dan tamu, tidak mengurangi tekanan jiwanya 
     Ia lalu menemui Sumarna. 
     "Aku pergi sebentar," katanya. 
     "Abang mau ke mana?" 

     "Bukan urusanmu." 
     Tujuannya tidak begitu jauh. namun  udara malam yang mengandung kabut sungguh tak enak
ditempuh berjalan kaki. Maka ia meninggalkan rumah jessica  dengan mempergunakan mobil adik
iparnya. Sepuluh menit sesudahnya, ia sudah  memasuki pekarangan sebuah rumah besar model lama.
Hampir sama besar dan modelnya dengan rumah ibunya. 
     Tahu ada tamu, tuan rumah lekas membuka pintu. 
     "Oh. Nak fredy krueger  kiranya," sambut seorang wanita lesbian  setengah umur. 
     Ramah, sambil membuka daun pintu lebar-lebar. 
     "Hebat, kau berhasil memukul mundur polisi yang streng itu." 
     "ibu kok tahu?" 
     "Aku dengar kalian berdebat Waktu aku mau pulang dari rumah adikmu," 
     wanita lesbian  setengah umur itu tersenyum. 
     "Kuharap kau baik-baik saja, Nak fredy krueger . Ingin bertemu raden ajeng martini . ya?" 
     fredy krueger  manggut ,tersipu. 
     "Sehari ini ia tidak keluar-keluar dari kamarnya." 
     Si wanita lesbian  bergumam lirih. "Tak masuk dahulu , Nak fredy krueger ?" 
     "Terimakasih, Bu. Dan eh. apakah ia... sakit?" 
     "Entahlah, Nak. Ida tak mau ditemui." 
     "Mudah-mudahan ia tidak mengusirku suka." rungut fredy krueger  lalu  meninggalkan si
wanita lesbian  yang segera menutup pintu. 
     fredy krueger  berjalan ke samping rumah menuju pavilyun. 
     Beranda gelap. 
     Begitu pula bagian dalam pavilyun. 
     fredy krueger  mengetuk. 
     Lama, baru terdengar sahutan: 
     "Siapa?" 
     "Aku." 
     "Aku Siapa?" 
     "Alaaa .Cepatlah buka Aku kedinginan, ida." 
     fredy krueger  sedikit kaget saat  lampu beranda menyala. Disusul lampu ruang depan pavilyun.
Seorang gadis membuka pintu tanpa ragu sesudah  mengenali suara orang yang datang. 
     Tanpa dipersilahkan fredy krueger  melangkah masuk. Si gadis menepi memberi jalan. Sesudah  pintu
ditutup kembali, fredy krueger  berbisik kasar: "Kau satu-satunya orang yang kuharap, namun  tak hadir di
rumah adikku." 
     raden ajeng martini  berbadan sehat dengan lekak lekuk tubuh yang tak puas sekali memandang. namun  pada

saat ia berdiri tepat di bawah lampu yang bersinar terang, kelihatanlah betapa wajahnya pucat. Bibir
atasnya tertonjol ke depan. Parit di bawah hidungnya tak tampak sedikitpun juga 
     "Gusimu kambuh lagi?" 
     fredy krueger  melembutkan suaranya. 
     "Ya" 
     fredy krueger  mengusap pipi raden ajeng martini . Usapan itu beralih ke leher, lalu pundak si gadis. fredy krueger  berkata
terkejut: 
     "Panas sekali!" 
     "Nanti juga sembuh," 
     Si gadis mencoba tersenyum. Sungguh janggal dengan bibir atas menonjol tanpa parit itu. 
     "Sudah ke dokter?" 
     fredy krueger  memeluk raden ajeng martini  dan membimbingnya ke kamar tidur. Karena ia sudah tahu jawaban
raden ajeng martini . Gadis itu paling enggan menemui dokter. Ia jarang sakit. Dan kalau sakit, pastilah pada
tempat yang sama Gusi bengkak, katanya Lalu sedikit demam, namun  dengan beristirahat satu dua
hari penyakitnya akan hilang sendiri. 
     "Bagaimana keadaan di sana?" tanya raden ajeng martini  sambil duduk berjuntai di tepi ranjang, 
     "Seperti neraka." 
     "Adik iparmu sudah dikuburkan?" 
     "Sudah." 
     "Tentu ibumu bertanya-tanya dan kecewa, karena aku tak datang." 
     "Tak seorang pun mengingatmu, Ida. Dalam keadaan kacau begitu, hanya aku saja yang selalu
terkenang. Aku tak tahan mendengar jerit tangis di rumah, lantas aku pergi ke mari," ia mengawasi
raden ajeng martini  yang masih saja duduk, lantas bergumam: 
     "Kau berbaringlah." ' 
     "Aku lebih sehat sekarang, Man. Sesudah  melihatmu," 
     raden ajeng martini  tersenyum. 
     Tetap janggal. 
     "Aku tak sesakit yang kau perkirakan. Hanya ya dengan tampang sejelek ini, tak berani aku
keluar rumah. Kuharap kau tak pula kecewa melihatku." 
     "Bukan sekali dua aku melihat mulut ikanmu," 
     fredy krueger  tertawa. Maju selangkah, lalu  membungkuk mencium bibir raden ajeng martini . Bibir atas raden ajeng martini 
terasa keras di bibir fredy krueger . namun  lidahnya yang menggapai  lembut, hangat dan basah. 
     "Aku merindukanmu, Sayangku," 
     Ia berbisik di telinga gadis itu. 
     raden ajeng martini  merangkulnya erat-erat. 

     Getaran tubuhnya bukanlah getaran birahi. Heran, fredy krueger  bertanya lembut: 
     "Kau yakin, kau akan sembuh tanpa menemui dokter?" 
     raden ajeng martini  mengangguk 
     "Dekap aku lebih kuat. Man," 
     Suaranya bergetar, ganjil. 
     "Oh. Dekap dan ciumlah aku sekali lagi." 
     fredy krueger  mengawasi wajah raden ajeng martini  
     "Kau tampaknya... ketakutan, Ida?" 
     "fredy krueger " 
     "Apa yang kau takutkan?" 
     "Aku tak apa-apa. Aku...." 
     "jangan berdusta. ida. Sudah lama aku mengenalmu dan mengetahui apa yang tersirat di balik
mata maupun Suaramu." 
     raden ajeng martini  melepaskan diri dari rangkulan fredy krueger . Berbaring di ranjang dengan kelopak mata
terpejam. Dadanya naik turun, gelisah. "Aku ingin pulang, fredy krueger ," ia berkata. 
     Datar. 
     "Pulang?" 
     "Ya. Ke orang tuaku. Sudah bertahun tahun aku tidak melihat mereka. Aku memang selalu
mengirim uang. Atau surat. namun  itu tidak cukup. Tiba-tiba aku ingin sekali berkumpul lagi dengan
mereka. Dengan adik-adikku yang masih kecil. Dengan tetangga Kerabat. Teman-teman masa kecil.
Kampungku memang sangat jauh di pedalaman Sumatera, fredy krueger . namun  kampung terpencil itu kini
memanggilku pulang." 
     "Kau tidak serius, ida," 
     fredy krueger  berkata, kecut. 
     "Aku sungguh-sungguh." 
     "namun  kita akan menikah." 
     "Bila?" 
     "Sesudah  rumah kita selesai. Jangan lupa. uangmu ikut tertanam di rumah itu, Ida. Tak lama lagi
kita akan." 
     'Tak lama?" 
     raden ajeng martini  memandang fredy krueger , sedih. Ia geleng-geleng kepala, lantas mengeluh: 
     "Simpananku sudah habis, Sayang. Begitu pula kau. Sedang kita masih memerlukan biaya yang
tidak sedikit untuk menyelesaikan rumah itu. Tidak, fredy krueger . Biarkan aku pulang. Biarkan aku jauh
dari tempat yang menakutkan ini. Aku....." 
     fredy krueger  terkesiap. 

     Ia naik ke ranjang. Duduk di sebelah raden ajeng martini  lalu dengan lembut memegang tangan gadis  itu. 
     "Bukan karena panggilan kampung halaman, kalau begitu." 
     "Apa apa maksudmu?" 
     raden ajeng martini  membuka matanya. 
     "Kau takut. Takut dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Terutama, takut terhadap rumah yang
sedang kita bangun. Katakan saja terus terang, Ida." 
     "fredy krueger , sayangku." 
     raden ajeng martini  menarik tubuh fredy krueger , merangkulnya rapat ke tubuhnya sendiri. Getaran di dadanya,
keras dan tidak teratur. 
     "Kau tak mengerti." 
     "Aku mengerti," desah fredy krueger . getir. 
     "Kau percaya pada tahayul itu. Pada dongeng memuakkan tentang rumah kita!" 
     "Lantas, fredy krueger . Apa pula pendapatmu? Ayahmu meninggal karena rumah itu...." 
     "Ia meninggal terkena arus listrik, Ida!" bentak fredy krueger  marah. 
     Ia lalu  duduk serentak. Marah. 
     "Arus listrik, benar. namun  kabelnya berasal dari rumah itu." 
     "Hanya kebetulan. Semua orang berkata demikian. Ida. Hanya kebetulan saja ayah ada di sana. Ia
mau menagih uang dari pengontrak itu. Kesalahan ayah, cuma tak pandang waktu. Tahu hujan deras
dan petir menyambar, ia pergi juga ke sana. namun  cobalah maklumi ayahku, Ida. " 
     "Pengontrak rumah itu sudah  menunggak satu tahun. Kalau dibiarkan terus.... Hehhh. Mestinya
ayah memilih waktu yang lain saja. namun  itulah takdir, Ida. Takdir menghendaki petir menyambar
saluran kabel ke rumah itu. Salah satu kabel putus, jatuh menimpa ayah. Sederhana, bukan? Tidak ada
unsur jahat dalam peristiwa itu. Apalagi, roh gentayangan." 
     "Bagaimana dengan para penyewa yang menempati rumah itu, fredy krueger ?" 
     raden ajeng martini  tidak mau kalah. 
     "Selama sepuluh tahun, tiga keluarga sudah  menempatinya secara bergiliran. Dan tiap kali mereka
pindah. tiap kali salah satu anggota keluarga mereka tidak ikut pindah." 
     "Tak ada hubungan!" 
     fredy krueger  berkata jengkel. 
     "Kau kan sudah tahu dari cerita orang-orang. Korban pertama mati ditabrak mobil di tengah
kota. Korban kedua, mati sesudah  berkelahi dengan teman sekolahnya. Dan anak kecil malang, korban
terakhir mati karena tetanus." 
     "Ia bukan korban terakhir, fredy krueger -.." 
     Sesaat , fredy krueger  terdiam. Dua tahun terakhir rumah yang diwariskan untuknya tidak lagi disewa
orang. Rumah pembawa sial, begitu bunyinya promosi buruk itu. Dua tahun rumah itu kosong, tak

ditempati .Sesekali fredy krueger  tidur pula di sana. Tak ada gangguan apa-apa. Ia tetap hidup dan sehat.
Lalu chucky  membongkar rumah itu. 
     Dan chucky  mati. 
     "Kematiannya sangat menyeramkan bukan, fredy krueger ?" bisik raden ajeng martini , menggigil. 
     "Tak ada yang tahu apa penyebab kematiannya, itulah yang kudengar dari induk semangku.
Ataukah kau sudah  mengetahuinya, dan tidak mengatakan pada orang lain?" 
     fredy krueger  tidak tahu harus menjawab apa. 
     Ketegangan yang merayapi dirinya semenjak chucky  meninggal, kembali muncul. Ia mencengkeram
sprei tempat tidur, lalu sebagai pelarian ia berkata kesal: 
     "Baiklah Kita pikirkan rumah itu lain kali. Kita dapat menetap di sebuah rumah lain. Jadi kau
tidak perlu pulang kampung sekarang!" 
     "Mendekatlah, sayang," 
     raden ajeng martini  menggapai, lembut. 
     "Aku tahu, seperti aku, kau pun diam-diam menyimpan rasa takut. Ayolah. Peluk aku, kekasih dan
mari kita lupakan obrolan terkutuk itu!" 
     fredy krueger  merangkul raden ajeng martini . Gadis itu membuka mulut, dengan mata setengah terbuka. Bukan
waktu yang tepat. Bukan pula perbuatan yang pantas. namun  mereka berdua sama-sama tegang.
Sama sama memerlukan penyaluran untuk mengurangi ketegangan itu. Dan salurannya cuma satu. 
     Setengah jam berlalu. 
     lalu , baik fredy krueger  maupun raden ajeng martini  sama-sama terkulai di bawah selimut. Letih namun 
menyenangkan. 
     "ida?" 
     fredy krueger  menyeka keringat yang membasahi wajah si gadis. 
     "Mmm?" 
     raden ajeng martini  membuka matanya . 
     Setengah mengantuk. 
     "Apa kata orang, kalau mereka tahu apa yang kita lakukan malam ini?" 
     "Aku tak perduli." 
     "Kau mencintaiku?" 
     "Melebihi segalanya," 
     raden ajeng martini  tersenyum. 
     Ia menyambar apa saja. Yang terpegang, blousenya sendiri. Blouse yang terkapar dekat kakinya
itu dipergunakan sebagai lap untuk menyeka pula peluh yang membanjiri punggung kekasihnya. 
     "Ingin mengatakan sesuatu?" 
     "Ya." 

     "Ayolah. Tak usah malu-malu," 
     raden ajeng martini  mencium bibir fredy krueger . 
     "Kau batal pulang." 
     fredy krueger  bergumam, penuh harap. 
     Usapan tangan raden ajeng martini  di punggung kekasihnya, tertegun sebentar. saat  ia meneruskannya,
suara raden ajeng martini  terdengar bimbang: 
     "Aku tidak tahu." 
     "Aku tak bisa jauh darimu, Ida." 
     "Lebih-lebih aku, fredy krueger  sayang' 
     Mereka berciuman lagi. Dan menikmati hubungan intim seperti tadi, kali ini lebih lama.
Menjelang subuh fredy krueger  pamit, tanpa janji apa-apa dari raden ajeng martini . saat  berjalan menuju mobil yang
terparkir di halaman, dengan cemas fredy krueger  melirik ke rumah induk. Sepi dan gelap. Belum ada
penghuni rumah induk yang bangun. Dan semoga, tidak pula ada yang nguping. 
     fredy krueger  menghidupkan mesin mobil. 
     Gerungnya lembut. 
     Namun toh sempat membuat fredy krueger  kembali melirik ke rumah induk. 
     Masih saja sepi. 
     Ia meluncur ke jalan, diam-diam. Sebelum tancap gas, sempat ia melihat wajah raden ajeng martini  di balik
kaca jendela depan pavilyun. 
     fredy krueger  melambai. 
     Dari tempatnya berdiri, raden ajeng martini  balas melambai. 
     Sambil bergumam, sakit: 
     "Bagaimana aku harus mengatakannya kepadamu, fredy krueger ?" 
     Ia menyeka bibirnya. 
     Yang atas. 
     Tonjolannya tidak sebesar tadi malam. Tak lama lagi, parit di bawah hidungnya akan timbul
kembali,ia akan kembali sehat Kembali lebih cantik. Lebih segar dari semula. 
     namun  hatinya,terasa bertambah sakit. 
     slendrina  menatap tamunya tak senang. Ia berkata dingin: "Bu tiny  boleh saja membiarkan
kuburan anaknya digali. namun  kuburan menantuku, jangan coba" 

     Tamu itu berperawakan kecil Kurus. Pembawaannya tenang, dengan sinar mata jernih dan mulut
senantiasa memperlihatkan senyum bersahabat. Orang semacam dia biasanya tidak suka mencari
musuh namun tak akan menghindar kalau bertemu. 
     "Aku tidak bermaksud buruk," katanya, sabar. 
     "Mungkin tidak. namun  dapatkah bapak memahami bagaimana perasaan kami? Anak wanita lesbian ku
sedang berdukacita. Begitu ia dengar kuburan suaminya dibongkar  penderitaannya akan
bertambah-tambah. Apapun yang bapak perbuat, toh suaminya tidak akan hidup kembali...." 
     "Paling sedikit, kita tahu penyebab kematian suaminya." 
     "Oh ya? Lantas cerita burung yang memalukan akan sampai di telinga semua orang. Ada
segelintir orang yang tidak menyukai jessica . Mengungkapkan rahasia kematian suaminya. akan
membuat namanya semakin tercemar. Lalu apa pula nanti kata besanku, calon mertua Sumarna?
Belum lagi tunangan fredy krueger . Aku sudah tua. Pak! Tak lama lagi aku pun akan mati seperti... seperti
suamiku." 
     slendrina  menelan ludah, pahit. 
     "namun  nama baik keturunanku, harus tetap terjaga." 
     Lurah yang diam saja dari tadi, membuka mulut mau mengutarakan Sesuatu. Namun keburu
dicegah orangtua yang ia antar berkunjung menemui slendrina . 
     "Apa bolah buat. Saya sekedar ingin membantu." 
     Orang tua itu bergumam tenang. Tak ada tanda-tanda kecewa atau sakit hati baik di wajah
maupun dalam nada suaranya .Sambil bangkit dari duduknya, ia berpesan pada tuan rumah 
     "Kurangilah keluar malam. Sedapat mungkin, jauhi pula tempat-tempat yang basah berlumpur." 
     Mereka lalu pamit. 
     Sesudah  lama saling berdiam diri, di tengah perjalanan lurah bertanya: "Apa maksud eyang tadi?" 
     "Yang mana?" 
     "Mengurangi keluar malam. Menjauhi tempat...?" 
     "Oh. itu," 
     Si tua kurus mengusap dagu. 
     "Aku mencium bau busuk di sekitarku." 
     "Mengapa harus malam?" 
     "Roh jahat, nak, hanya berani keluar malam." 
     "Lalu tempat basah berlumpur?" 
     "Bukankah kau sendiri yang bilang? Tak ada setetes darah pun di tubuh chucky . Kau bilang kau
sudah  menyaksikan sendiri di sekujur kulit wajah maupun tubuh chucky  yang mengeriput kering,
terdapat lendir melekat. Lendir berlumpur." 
     "Itu tidak membuktikan apa-apa, Eyang." 

     "Di matamu, tidak. Di bathinku, lain lagi?" 
     Orangtua itu tersenyum . 
     Lurah diam saja. Ia percaya apa yang dituturkan bekas gurunya itu. Lama waktu berselang saat 
ia masih tinggal di padepokan sang guru, ia pernah menjerat seekor celeng hutan yang kesasar.
Sewaktu ia akan menyembelih celeng tersebut, gurunya melarang. 
     "Manusia itu jahat. namun  jangan membunuhnya," ujar sang guru. Mereka lalu  menunggu
matahari terbit sementara celeng yang terjerat memperdengarkan suara mengik-mengik pilu. Begitu
matahari pagi membersit di ufuk Timur, gurunya menutup seluruh tubuh celeng dengan kain sarung.
Berdo'a sebentar, lantas berujar: "Bukalah kain sarung itu." 
     saat  ia buka, bukan celeng yang dilihat lurah. 
     Melainkan sesosok tubuh laki-laki, yang meringkel gemetar dan wajah pucat pasi ketakutan. 
     "Pulanglah," 
     Gurunya berkata pada  laki-laki itu. 
     "Kalau mau cepat kaya, rajinlah berusaha. Temui istrimu, dan minta ampunlah kepada Tuhan.
Jangan coba ulangi perbuatanmu yang jahat itu. Sekali kudengar kau melakukannya lagi, kau akan
kukejar biar ke ujung langit!" 
     'nyoto ?" 
     Lurah tersadar dari lamunan masa lalu. Mereka sudah  sampai di terminal bus, dekat pasar. 
     "Ya, eyang?" 
     "Tentang bayi itu...." 
     "Bayi Bu tiny ?" 
     "He, eh. Bayi malang itu. Aku tak mau berdusta padamu. Karena itu baiklah kujelaskan. Kau
benar. Bayi itu bukan mati karena penyakit kekurangan darah. Kematiannya datang perlahan lahan.
Bukan penyakit. Melainkan, perbuatan roh jahat. Aku belum tahu roh macam apa. Yang aku tahu, roh
itu memuaskan dahaganya dengan menghirup darah bayi...." 
     Pundak Lurah nyoto  meremang. 
     "Dapat kau musnahkan, Eyang?" 
     "Barangkali. Dengan syarat." 
     "Apa?" 
     "Beritahu aku secepatnya, apabila kau dengar ada bayi lain mengalami nasib sama .Agar tidak
merepotkanmu. kujelaskan beberapa penanda. Umur si anak berkisar antara satu dan tiga tahun. Bila
ia terserang roh jahat seperti yang kuduga, biasanya ia menangis menjerit-jerit sejak tengah malam
sampai pagi. Mungkin lebih pendek waktunya. namun  selalu terjadi tengah malam. Tubuhnya panas
seperti bara api. Kulit pucat kering. Jangan cari bekas luka (gigitan atau semacamnya. Lihat saja.
Apakah jari tangan atau jari kaki bayi itu lebih kecil dari biasa." 

     Lurah nyoto  menjilati bibir. 
     "lalu , aku harus berbuat apa eyang?" 
     "Seperti kukatakan tadi." 
     Orangtua itu menjawab ramah. "Cepat hubungi aku" 
     "Eyang... eyang mau pulang sekarang? Tidak menginap dahulu ? Isteriku sudah ..." 
     "Sampaikan salam dan terimakasihku pada isterimu, nyoto . Aku harus pergi. Ada beberapa orang
sakit yang membutuhkan pertolonganku. Dan eh. kau punya tembakau?" 
     Lurah nyoto  merogoh saku kemeja safarinya. Ia keluarkan sebungkus tembakau. Dan sepucuk
amplop. Di dalam amplop sudah  ia selipkan dua lembar uang kertas lima ribuan. Tembakau diterima
dengan senang hati. Amplop ditolak dengan ucapan: 
     "Biasakan untuk tidak mertiny kan martabat gurumu. nyoto ." 
     Lurah nyoto  malu sekali. 
     Satu-satunya bus di terminal yang menuju keluar kota, siap berangkat. Gurunya naik
tertatih-tatih. 
     Mereka saling mengucapkan salam. 
     Kalau ada bayi lain! 
     'Tuhanku!" 
     Lurah nyoto  bergidik. 
     "Jangan lagi. Jangan cucuku!" 
     Disertai do'a sangat egois itu Lurah nyoto  melompat naik sebuah Oplet yang kebetulan lewat. Tiba
di rumah salah seorang anaknya, Lurah nyoto  berlari-lari masuk seraya berseru seru: 
     "Legoh! Cucuku begoh, mana dia hah?" 
     Menantu wanita lesbian nya yang sedang menanak nasi di dapur kaget setengah mati.
Tergopoh-gopoh ia menyongsong mertua yang muncul seperti hantu kesiangan itu. 
     "Legoh Mana dia?" ulang pak lurah, kalang kabut. 
     Sang menantu pergi keluar rumah dan mengambil anaknya yang berusia tiga tahun dan sedang
asyik bermain petak umpet di halaman rumah tetangga. Lurah nyoto  segera menyambar anak itu dan
berteriak panik: 
     "Badannya panas!" 
     'Tentu saja, Pak," sahut menantunya. 
     'Hari sangat panas dan sejak tadi ia bermain di luar." 
     "Legoh, cucuku sayang!" 
     Lurah nyoto  memeluk cucunya yang kebingungan. 
     "Mana tangan dan kakimu. Coba kulihat." 
     Sebentar lalu : 

     "Uh. Bau pesing. Kau menginjak apa tadi, Legoh?" 
     "Tahi ayam. Aki!" 
     Lurah ]okoh bergegas menurunkan cucunya ke lantai. 
     "Hayo. Pergi sana. Cuci kaki!" 
     Ia berteriak. Habis berteriak.Ia  dekatkan tangan yang tadi memegang kaki cucunya.
Digerak-gerakkan di depan hidung lantas menggerutu: 
     "Sial!" 
     "Habis?" 
     Menantunya tertawa hergelak. 
     "Sudah tahu bau. Masih dicium!" 
     Sepeninggal lurah nyoto  dan gurunya, slendrina  bersijingkat menuju kamar tidur anaknya. Hati-hati
pintu ia buka. Sudah dua hari jessica  tidak dapat tidur. Kini tampak ia lelap sekali berkat obat
penenang yang diberikan dokter. Tangan jessica  memeluk noni tribuana      bayinya yang bulan lalu menginjak
usia satu tahun. Bayi itu menggeliat. namun  begitu menemukan puting Susu ibunya yang sengaja
dibiarkan terbuka. noni tribuana      mengenyot lalu tidur kembali. 
     Syukurlah jessica  tak mendengar kedatangan kedua tamu mereka. Pikir slendrina . Pintu ia tutup lalu
mengambil  tasnya. Pergi ke dapur. 
     "Bi?" 
     Pelayan mematikan mesin cuci. 
     "Ada apa. Juragan?" 
     "Kalau jessica  bangun. katakan ibu pulang sebentar. Nanti malam ibu kembali lagi." 
     "Baik, Juragan." 
     "Tutup pintu ini rapat-rapat. Dengung mesin cuci itu dapat membuat jessica  terbangun," 
     slendrina  mengingatkan, dan masuk lagi ke dalam. Bersijingkat pelan saat  melewati kamar
anaknya. Saking hati-hati. ia terpekik sendiri waktu telepon berdering-dering. slendrina  berlari ke meja
kerja chucky  dan mengangkat telepon cepat-cepat. 
     "Ya?" 
     Ia berbisik. 
     Namun tetap saja percuma. Ia lupa telepon itu punya saluran di kamar jessica . Selagi slendrina 
mendengarkan pembicaraan orang di seberang sana, terdengar bunyi detak lembut. Disusul desah
jessica , menyela: 
     "Biarkan kuterima. Bu." 
     Terjengah, slendrina  meletakkan gagang telepon yang ia pegang. 
     lalu  ia duduk. Menunggu. 
     Tak lama, jessica  membuka pintu kamarnya. Kelopak matanya bengkak. Mata pun merah. 

     "Tidurlah lagi," 
     slendrina  menelan ludah. 
     "Ibu mau pulang?" 
     "He, he. Tidurlah lagi." 
     "Nanti saja. Ada yang perlu kukerjakan," 
     jessica  membuka laci meja dan mengeluarkan setumpuk map. 
     "Kau tidak meminum obatmu," 
     slendrina  menuduh. 
     "Kuminum, Bu. Mataku memang mengantuk. namun  pikiranku terus berjalan...." 
     jessica  menemukan map yang ia perlukan lalu sibuk menekuni selembar daftar penuh
angka-angka yang ditulis tangan. Tercantum nama seorang di sudut atas daftar. Tentu si penelepon
tadi. 
     "Dagang lagi?" tanya slendrina , kecewa. 
     "Aku dan anakku harus tetap hidup, Bu." 
     "namun  suamimu...?" 
     "Ia sudah mati, bukan?" rungut jessica . Datar. "Yang ia tinggalkan untuk anaknya, cuma sebuah
perusahaan yang terancam bangkrut. Selama ini pun. uangku lebih banyak ia pakai, ketimbang
gajinya tiap bulan...." 
     "Astaga, Nak!" 
     "Baiklah, Bu," 
     jessica  terhenyak di samping ibunya. "Aku memang tahu, chucky  orang jujur. Ia mau semuanya
berjalan bersih, tanpa setitik noda. Akan namun , ini bisnis, Bu. Dalam dunia bisnis diperlukan
kelihaian. Sifat jujur dan percaya pada orang lain, tak lagi dipakai. Kelihaian, Bu. Kelihaian. Main di
sini. Main di sana. Harus pula pintar sulap. Merubah angka misalnya. Semua orang sudah tahu.
Mereka menerimanya. Asal rejeki dibagi-bagi...." 
     jessica  menghela nafas. Lanjutnya: 
     "chucky  setia membagi rejeki yang ia peroleh. namun  main sulap? Ia tak berbakat!" 
     "Kau membuatku bingung. Nak. Sekaligus. takut." 
     jessica  menyeringai. Sumbang. 
     "Mestinya ibu gembira," katanya. 
     "Orang yang menelpon tadi akan membayar semua tunggakannya dan memesan beberapa kodi
pakaian untuk dijual kredit. Biar aku sudah janda, keuntungan tetap mengalir bukan?" 
     slendrina  berusaha mencerna kata-kata anaknya. Ia juga janda. Sesudah  suaminya meninggal, ia
terpaksa mencari kesibukan untuk mengurangi duka cita. Mengurus anak-anak, teutama si fredy krueger 
petualang yang berandalan itu. Melihat-lihat sawah dan kebuh cengkeh peninggalan si suami.

Mendatangi penyewa rumah, kalau-kalau ada yang perlu diperbaiki. jessica  benar. Usaha dagangnya
harus tetap berjalan . 
     Dengan perasaan terharu, slendrina  berkata: 
     "Kau persis ayahmu. Tak mau melepaskan setiap kesempatan." 
     slendrina  resah gelisah. Apalagi sesudah  ia tiba di rumahnya. fredy krueger  baru saja selesai mandi.
Masih berhanduk, fredy krueger  berkata pada ibunya: 
     "Kupikir hakku atas rumah itu lebih baik kulepaskan, Bu." 
     "Aduh, Nak. Mengapa?" 
     "Bagus dijual saja. Sebagian uangnya pergunakan membayar utangku pada si jessica . Sebagian kecil,
mengembalikan tabungan raden ajeng martini  yang sudah terpakai. Sisanya cukup banyak untuk bekal Sumarna
kawin. April, bukan?" 
     "Kau menyimpan sesuatu," ucap slendrina , kuatir. 
     fredy krueger  terduduk. lesu. 
     Katanya. 
     "Rumah itu berhantu!" 
        Malam itu, penyakit tak bisa tidur hinggap di kepala slendrina . Ia melarang Sumarna pergi untuk
kencan dengan nyi girah . 
     "Besok saja kau temui dia. Besok malam Minggu, bukan?" 
     Lalu Sumarna ia ajak ngobrol tentang apa saja. Sampai mereka berdua mengantuk. 
     Di percetakan, fredy krueger  sama gelisah. 
     Tepatkah keputusannya menjual tanah dan rumah itu? 
     chucky  pasti kecewa. Adik iparnya itu sampai melupakan sebuah proyek lain karena mencurahkan
perhatian pada rumah fredy krueger . 
     "Aku merencanakan sebuah model paling indah yang pernah kubuat," 
     chucky  pernah berkata dengan bersemangat. 
     "Rumah mungil tapi antik. Kau dan raden ajeng martini  akan jatuh cinta pada rumah itu begitu selesai
kurampungkan." 
     Karena kekurangan modal, rencana chucky  terbengkalai. Namun meski demikian, rumah setengah
jadi itu sudah tampak bentuk. Belum pernah fredy krueger  melihat rumah demikian. Biar belum jadi ia sudah 
menyukainya. raden ajeng martini  malah sudah  jatuh hati. 
     "Ditawar berapa pun, haram aku melepaskannya."      Gadis itu sampai bersumpah. 
     Lalu chucky  mati. 
     raden ajeng martini  ketakutan. 
     Bersikeras ingin pulang kampung, Tak acuh sama sekali pada rumah mereka. Rumah pembawa
sial itu ditujukan untuk bangunan lama. Dan untuk bangunan baru lebih mengerikan: rumah berhantu!
     Malam yang sama di sebuah rumah lain. Seorang wanita lesbian  berdiri gelisah di balik jendela kaca.
Matanya sedari tadi tak berkedip menatap langit biru jernih. Ia tidak sedang menghitung jumlah
bintang gumintang. Karena di bola matanya, hanya ada pantulan rembulan empat belas. Mata itu
terpentang lebar. 
     "Mestikah aku melakukannya lagi?" 
     Ia berbisik. ' 
     namun  dadanya begitu kosong. Kerongkongan pun terasa kering kerontang. Menggigit, perih. 
     "Aku haus!" 
     Ia merintih. 
     "Haus! Haus! Haus!" 
     wanita lesbian  itu lalu  bergerak mundur menuju tempat tidur. Kamarnya gelap. Cahaya
rembulan yang mengintai lewat jendela, menjilati wajahnya. Wajah yang tegang. 
     Kaku. 
     "Rembulan. Jangan biarkan aku mati karena dahaga." 
     Sinar rembulan semakin terang. wanita lesbian  itu gemetar hebat. Sambil kumat kamit tak karuan ia
menyusun bantal serta guling di tempat tidur. Ditutupi sehelai selimut. Sepintas lalu tampak seperti
orang tengah tidur pulas. 
     Ia lalu merangkak ke bawah tempat tidur. 
     Di situ sudah tergelar sehelai tikar. Dengan nafas sesak, si wanita lesbian  berbaring di kegelapan
kolong ranjang. Mata dipejamkan. Mulut terus kumat kamit.Kian berisik Kian kacau balau. Lalu
pelan-pelan kedua telapak tangan bergerak ke arah leher jenjang mulus. 
     "Pergilah!" 
     Ia berkata setengah memerintah. Telapak tangan mendorong leher. Makin lama, makin kuat. 
     "Pergilah. Ambilkan aku minuman sejuk segar itu!" 
     Samar-samar, garis hitam muncul di antara batang leher dan kepalanya .Sebuah garis pemisah
yang setiap detik bertambah lebar dan lebar. Tidak ada darah tersembur keluar. 
     Kepala wanita lesbian  itu tanggal begitu saja lalu melayang keluar. Lewat lubang ventilasi. Di
kejauhan lolongan anjing malam berkumandang lirih. Dan di langit, rembulan tersentak kaget. 
     "Anakku!" 
     jessica  tersentak bangun. Ia sudah  bermimpi buruk. Waktu itu sekitar pukul tiga dinihari. Minggu
pertama bulan Januari. Kasur di sebelahnya kosong. Dan dingin. 
     "Tuhan. Kau kemanakan anakku? noni tribuana     . noni tribuana     !" 
     jessica  setengah menjerit begitu ia sadari noni tribuana      tidak pula terjatuh ke lantai. 
     Ia menghambur ke pintu. Pintu itu setengah terbuka. Padahal sebelum tidur ia sudah  menutupnya
rapat-rapat. noni tribuana      tak ada di ruang tengah, begitu pula di ruang depan. Berlari-lari jessica  menuju ke
belakang. Pintu penghubung ke situ juga terbuka. Koridor gelap. namun  ada nyala lampu di dapur.
Sebentuk bayangan jatuh di koridor. Hitam, dan memanjang. 
     Bukankah bayangan seperti itu yang ia lihat dalam mimpinya? 
     Bayangan-bayangan hitam yang melesat masuk ke kamarnya lalu  membawa noni tribuana      hilang
dalam kegelapan. 
     jessica  menahan nafas. 
     Bayang-bayang hitam di koridor tampak bergerak-gerak. Apa yang dikerjakan makhluk itu di
dapur? 
     Mencabik-cabik tubuh noni tribuana     ? 
     Memakani daging bayinya? 
     jessica  dilanda ketakutan yang amat sangat. namun  naluri keibuannya mendesak lebih kuat. 
     "Makhluk terkutuk!" 
     Ia berteriak, lalu menyerbu ke dapur. 
     Pada waktu bersamaan, bayangan itu bergerak pula keluar dapur. Mereka berdua saling
bertubrukan. Tangan-tangan jessica  terangkat sudah siap mencakar. Terdengar suara gelas jatuh ke
lantai. Pecah berderai. jessica  terbelalak. 
     Dan, Bi skandinavia  ternganga. 
     "Ada... ada apa,juragan?" 
     Pelayan itu bertanya gagap sesudah  kejut agak reda di jantungnya. 
     "Apa apa kerjamu di dapur?" 
     "Bikin kopi. Juragan. Kopi kental pahit. Supaya saya jangan mengantuk...." 
     "Kau mau berjaga-jaga?" 
     "Ya, Juragan." 

     "Untuk apa.?" 
     "Neng noni tribuana     ." 
     Barulah jessica  teringat kembali pada anaknya. Curiga ia mengawasi dapur, lewat pundak Bi ljah.
"Mana dia?" 
     "Tidur, Juragan. Di kamarku." 
     "oh!" 
     jessica  menarik nafas lega. Ditemani pelayan yang setia itu ia pergi melihat anaknya .Benarlah.
noni tribuana      tertidur nyenyak di ranjang si pelayan. 
     "Badannya panas!" 
     "Sudah agak turun, Juragan. Dua jam yang lalu panasnya wah. Bagai dipanggang!" 
     "Apa ?" 
     "Aku baru mau tidur sekitar pukul satu, saat  kudengar Neng noni tribuana      menjerit-jerit. Kutunggu
sejenak, kalau-kalau juragan bangun. namun  Neng noni tribuana      terus saja menjerit. Makin lama makin lemah.
Parau. Aku mendatangi kamar juragan. Mengetuk. Karena tak bersahut, kubuka saja. Wah, juragan
pulas bukan main." 
     "Aku menelan pel tidur melebihi takaran," 
     jessica  mengaku. 
     "Apa yang kau lihat?" ia teringat bayangan hitam mengerikan dalam mimpinya 
     'Tak ada, Juragan. Cuma Neng noni tribuana     . Ia setengah menggelupur. Waktu kupegang, suhu badannya
sangat tinggi. namun  ia segera diam sesudah  kubujuk. Juragan menggeliat, dan mengigaukan sesuatu
yang tak kudengar jelas. Lantas pulas lagi. Jadi kubawa saja Neng noni tribuana      ke kamarku. Kukompres.
Belum lima menit ia tidur." 
     jessica  dihinggapi perasaan tak enak. 
     Ia mengambil anaknya dari ranjang pelayan. 
     "Berkemaslah. Kita bawa noni tribuana      ke rumah sakit." 
  
     Bi skandinavia  duduk di jok belakang mobil dengan menggendong noni tribuana      yang terbungkus rapat dalam
selimut. jessica  memegang setir, dan memacu mobil dengan kecepatan tinggi ke pusat kota. Ada
puskesmas di daerah mereka, namun  jessica  ingin anaknya mendapat perawatan kelas satu. 
     Tiba di kota yang masih sunyi sepi, jessica  tiba-tiba membelokkan kendaraan dari tujuan
semula. Karena tak menduga putaran mendadak itu. Bi skandinavia  terpelanting. Kepalanya membentur kaca 
jendela mobil. Perih, tak terkira. namun  ia tidak mengeluh ia hanya meraba kepala yang terasa sakit
tanpa berkata apa-apa. 
     Wah. benjol! 
     Di depan sebuah percetakan besar, mobil berhenti. 

     jessica  keluar. Petugas itu lalu  masuk. Waktu keluar lagi, ia sudah ditemani oleh fredy krueger .
Bersama jessica . fredy krueger  masuk lagi ke mobil. fredy krueger  mengambil alih setir, sedang jessica  duduk
di jok belakang dan mengambil noni tribuana      dari pangkuan Bi skandinavia  
     "Mungkin cuma demam." 
     fredy krueger  bergumam. Bimbang. 
     Mobil melaju ke rumah sakit. 
     "Suhu badannya tak pernah setinggi ini. Bang." 
     "Memang flu Hongkong lagi musim," 
     fredy krueger  masih tetap berusaha menghibur adiknya yang pucat dan panik. 
     "Aku tak yakin." 
     "Punya dugaan, jessica ?" 
     "Bayi Bu tiny " 
     Nafas jessica  sesak. 
     "Ceritakan lagi padaku, Bang, Apa kata mereka mengenai bayi Bu tiny  yang meninggal itu?" 
     "Mereka bilang, perbuatan roh jahat. Alaa, jessica . Sudah.Jangan dengar omong kosong itu. Itu cuma
cerita burung. Semata-mata melampiaskan kekesalan hati mereka terhadap perilaku orang tua si
bayi. Ayah tukang lacur. Ibu pemabuk berat. Anak itu tak terurus jadinya. lalu sakit, dan mati itu
saja." 
     jessica  sedikit tenang sesudah  mendengar penuturan saudaranya .Tidak demikian halnya fredy krueger .
Justru terbalik. fredy krueger  yang panik diam-diam. Bayi Bu tiny  mati kehabisan darah. Kulit kering.
pucat. Jari kaki dan tangan kisut. Lalu chucky . chucky  juga mati kehabisan darah. 
     Kulit mengeriput. Dada berlubang. 
     Benarkah roh jahat sedang gentayangan di sekeliling mereka? 
     Mujur, kepala bagian anak di rumah sakit sedang bertugas. Ia memeriksa noni tribuana      dengan teliti.
Menyenter bola mata, rongga mulut bahkan hidung dan telinga. Sambil memeriksa ia bertanya satu
dua yang penting-penting. Kata katanya yang menghibur tidak memuaskan fredy krueger . Dokter lalu
memeriksa denyut jantung dan tekanan darah noni tribuana     . 
     "Normal," katanya. 
     "Sedikit lebih cepat memang. namun  itu karena ia demam." 
     Dokter mempergunakan beberapa peralatan untuk memeriksa ulang atas desakan fredy krueger .
Hasilnya tetap sama .Dengan tambahan: 
     "Besok juga dia sudah sembuh," 
     Lalu ia menulis resep untuk ditukar di apotek. 
     "Tidak disuntik, Dokter?" 
     "Lebih baik jangan. Obat antibiotika sangat peka, apalagi anak ini masih demam." 

     "Syukurlah," 
     jessica  benar-benar lega sekarang. 
     "Kalian terus saja pulang. Aku akan turun di percetakan. Masih ada peekrjaan yang harus
kuselesaikan dan tak bisa ditangani orang lain," kata fredy krueger . 
     "Pulang dari percetakan, aku akan langsung ke rumahmu untuk melihat-lihat apakah demam noni tribuana     
sudah turun." 
     Nyatanya, fredy krueger  tidak memenuhi janji. 
     Pukul tujuh lewat lima ia keluar dari percetakan dan heran melihat nyi girah  menunggu dalam sebuah
mobil. nyi girah  turun. Matahari pagi menjilati wajannya yang merah Segar, menggapai bibirnya yang
ranum basah, merah dan sangat hidup. 
     "Kau mencariku, nyi girah ?" 
     "Sengaja mencari abang," sahut nyi girah  menegaskan. 
     Matanya yang teduh bersinar-sinar mengawasi fredy krueger  yang tampak letih dan agak kotor.
Memelas dalam hati: pewaris harta jutaan rupiah, namun  memilih jadi pengawas dan tukang
mereparasi mesin-mesin cetak Dengan jumlah gaji yang pasti membuat mahasiswa fakultas tehnik
berkerut dahinya. 
     'Kok tidak dengan Sumarna?" 
     "Nyambil, Bang. Tempat kuliahku tak jauh dari sini. bukan?" nyi girah  masuk ke mobil. Duduk di
depan, namun  mengosongkan tempat untuk pengemudi. fredy krueger  memundurkan mobil ke luar dari
pelataran parkir. 
     "Ada yang perlu kubantu?" 
     "Pertama, tolong antarkan aku ke fakultas." 
     "Hem. Lainnya?" 
     "Februari nanti papa pindah tugas ke lain kota," 
     Liala menyebut nama kota dimaksud. 
     "Untuk itu kau menyatroni aku, nyi girah ?" 
     "Jelasnya," 
     nyi girah  tersenyum manis. Senyum yang tiap kali membuat jantung fredy krueger  berdetak kencang. 
     "Mobil ini suka ngadat. Papa tidak sampai hati meninggalkan mobil rongsokan untuk kami.
Seorang temannya menawarkan mobil bekas namun  masih termasuk baru dan mulus. Uang papa tak
banyak. Jadi mobil ini harus dijual." 
     "Begitu," 
     fredy krueger  dengan cepat menangkap maksud nyi girah . 
     "Terimakasih. komisi tidak kau lempar ke tangan orang lain. Berapa lama ayahmu memberi
tempo?" 

     "Kalau dapat, hari ini juga." 
     "Tambahkan satu hari. Mencari pembeli, gampang. namun  sebelumnya. aku dan beberapa teman
harus menservis dan mereparasi dahulu  mobil ini. Supaya dapat dijual dengan harga tinggi. Eh, sambil
lalu. Berapa patokan harga dari ayahmu?" 
     "Dua setengah. Kalau bisa. tiga juta" 
     "Yang benar!" 
     "Kelewat mahal?" 
     "Sebaliknya. nyi girah ," 
     fredy krueger  berpikir keras. lalu  ia bergumam dengan nada tak suka: 
     "Aku tak ingin menerima balas jasa yang berlebihan, nyi girah . Sungguh mati. Apa yang dahulu 
kulakukan. hanya dorongan naluri. Tanpa pamrih!" 
     nyi girah  terdiam. Sebentar cuma. lalu , ia mengeluh: 
     "Papa bilang, jumlah itu harga pasaran sekarang" 
     "Ayahmu tahu harga jual mobil ini, nyi girah . Jadi beritahu dia nanti. Kepada orang lain. kami minta
komisi 15 sampai 20 persen. Dari ayahmu, cukup 10 persen saja. Itu satu. Yang kedua, sesudah  kami
perbaiki sedikit, mobil ini laku terjual paling tidak empat juta." 
     nyi girah  mau prores. 
     namun  wajah fredy krueger  yang tegang membuatnya terbungkam. Mereka tak berkata apa-apa lagi
sampai mendekati kampus fakultas yang dituju. fredy krueger  yang lebih dahulu  sadar ketegangan itu tidak
semestinya terjadi, ia mencoba tersenyum, lantas bertanya lembut: 
     "jadi papamu pindah tugas ya?" ' 
     "He, eh." 
     Suara nyi girah  masih gusar. 
     "Kau dan ibumu tetap tinggal?" 
     "Aku masih kuliah. Dan mama tak mau jauh dariku." 
     "Hebat. Paling kurang dua atau tiga tahun kalian akan berpisah." 
     "Papa akan pulang tiap Sabtu siang. Berangkat ke tempat tugas lagi Senin paginya" 
     'Bagaimana dengan April nanti?" 
     Suara fredy krueger  mertiny , tanpa berani melihat wajah nyi girah . 
     Lain nyi girah . Ia menatap wajah fredy krueger . Tajam. 
     Lantas mendesah: 
     "Semoga tidak ada halangan," 
     nyi girah  setengah berdo'a, setengah melamun. 
     Jantung fredy krueger  berdetak lagi. Halangan itu tak akan ada, pikirnya dengan gundah. Aku sudah
bertemu raden ajeng martini . Sudah berbuat sangat dalam yang mengharuskan kami segera menikah. 

     Wahai. masa lalu! 
     saat  nyi girah  turun dari mobil di pintu gerbang fakultas, gadis itu bimbang sesaat. lalu : 
     "Bang fredy krueger ?" 
     Ia melongok lewat jendela 
     "Hem?" 
     "Abang mencintai Kak Ida?" 
     fredy krueger  terperanjat mendengar pertanyaan yang di luar dugaan itu. Gagap. ia menyahut: 
     "Ya, eh, kukira. ya," 
     Lalu mengumpat-umpat karena jawabannya terasa ngambang 
     "Mengapa kau tanya?" 
     'Hanya ingin tahu." 
     nyi girah  tersenyum, misteri. 
     lalu  berlalu. 
     fredy krueger  masih tetap memandangi gadis itu pergi. Makin jauh, bayangan nyi girah  makin mengabur.
namun  pinggulnya yang bergoyang gemulai selagi melangkah, justru makin tampak jelas. 
     Pinggul penuh. Padat Dengan rok warna hijau, berbercak merah. Darah. 
       Rasanya baru kemarin terjadi . 
     namun  peristiwa penuh kenangan manis itu sudah  berlalu tiga tahun. nyi girah  baru kelas dua
es-em-a, saat  itu. Harinya Selasa. Tepat tengah hari. Bubaran sekolah. nyi girah  bermaksud pergi ke
rumah seorang famili. Honda bebeknya mogok di tengah jalan. Karena belum hafal soal seluk beluk
mesin nyi girah  mendorong sepeda motor itu sambil mencari-cari bengkel terdekat. 
     Dua buah sepeda motor lain, lalu di dekatnya . 
     Ada tiga orang pemuda di masing-masing jok sepeda motor itu. Menyandang tas sekolah seperti
nyi girah . Dengan seragam sekolah yang sama pula. Bedanya, nyi girah  kelas pagi dan tiga pemuda itu masuk
siang. Bukannya turun untuk menolong. Tiga pemuda berandalan itu tetap saja duduk di kendaraan
mereka, dengan kecepatan diturunkan agar tetap sejajar dengan Honda bebek yang didorong nyi girah . 
     Wajah gadis itu bersimbah peluh. 
     Sekali, ia berhenti untuk menyeka. Baru saat itulah ia tahu kehadiran tiga pemuda tadi. Mereka
tak begitu kenal satu sama lain. Diam-diam nyi girah  mengharapkan teguran ramah dan uluran tangan
budiman. lain yang diharap, lain yang tiba.. 
     Seraya menyeringai lebar, salah seorang pemuda itu berkata pada nyi girah : 
     "Mari kuusap, Neng." 

     
     Teman yang satu. lebih kasar lagi: 
     "Wah, banjir. Boleh kusumbat", 
     nyi girah  yang mandi peluh. tersinggung sesaat . 
     "Jadah!" ia memaki. 
     "Beraninya cuma ngomong! Ayo turun kalau kalian laki-laki!" 
     "Hei. Galak juga! Dan makin cantik saja," 
     Dua kendaraan lain, berhenti. "Apa yang kita tunggu? Ia sudah rela kita kerjai!" 
     Lantas ketiganya turun berbarengan. Barulah nyi girah  menyadari kekeliruannya. Tadi ia terpancing
emosi, dan berharap pemuda itu meninggalkannya karena malu. Ternyata tantangannya dilayani.
Gelisah, ia memandang berkeliling. Malang baginya Jalanan kebetulan sedang sepi. Kalaupun ada
orang lain lalu, tidak ada yang turun tangan. Melihat seragam nyi girah  dan para pemuda itu, orang lain
menduga mereka berempat tentunya teman yang sedang meributkan sesuatu yang tak perlu
dicampuri. 
     Pikiran demikian pulalah yang ada di kepala fredy krueger . 
     Ia dan beberapa temannya sedang menghadapi seorang calon pembeli mobil bekas yang mau
dijual. Tempat mereka mangkal terletak berseberangan dengan tempat keempat orang remaja itu
bertengkar. Untung besar membuat teman-teman fredy krueger  terus sibuk dengan calon pembeli. fredy krueger 
baru saja datang dengan sebuah sepeda motor, juga untuk dijual. Sebelum ke pangkalan, ia sempat
melewati para remaja itu dan mendengar sedikit pertengkaran mereka. 
     Ia simpan motornya di tempat motor lainnya terparkir. 
     Lalu melirik ke seberang jalan. 
     Salah seorang dari tiga pemuda tadi ia lihat menggapai lengan si gadis cantik semampai. Si
gadis menghindar. namun  tasnya terpegang. Terjadi saling betot dan si gadis tampak pucat menahan
marah campur takut. Tiga pemuda berandalan itu tertawa berderai seraya mengucapkan
ajakan-ajakan kotor. 
     fredy krueger  segera tahu apa yang sesungguhnya terjadi. 
     Dengan cepat ia menyeberangi jalan. ia pegang pemuda terdekat. Mendorongnya mundur. Pemuda
lain yang rupanya sudah  berhasil menjamah payudara nyi girah  dan tengah meremasnya, ia renggut
pundaknya .nyi girah  bebas sudah. Ia menangis terisak isak. 
     Tiga pemuda, naik pitam. 
     "Siapa kau, he?" 
     Seorang membentak. 
     Temannya menjawabnya: 
     "ia calo, kukira. Calo motor. namun  tiba-tiba berpikir untuk beralih professi. Mau jadi calo

wanita lesbian . Germo!" 
     Mendengar gerakan yang sukar dilihat. fredy krueger  memutar tubuh dan tinjunya melayang. Pemuda
yang mencapnya germo terjungkal jatuh. lalu  lari terbirit-birit ke sepeda motornya. Tancap gas.
Ngacir. Dua yang lain lebih berani. Bersama-sama mereka mengeroyok fredy krueger . 
     Di pangkalan  teman-teman fredy krueger  melihat apa yang terjadi. Mereka pun datang beramai
ramai. namun  belum sempat ada yang turun tangan dua pemuda berandalan itu sudah  jatuh terkapar di
aspal. Yang satu bangkit terhuyung huyung dengan muka pucat dan mulut meringls kesakitan.
Temannya tidak. Tidak bangun sama sekali. Anak itu jatuh oleh tendangan fredy krueger . sesudah  lebih dahulu 
membentur tiang listrik. 
     Apa yang lalu  dikerjakan teman-teman fredy krueger  hanyalah sibuk mengurus pemuda yang
pingsan terluka itu lalu melarikannya ke rumah sakit. nyi girah  tidak kelihatan batang hidungnya. Waktu
dicari fredy krueger , tampaklah gadis itu tengah bergegas mendorong sepeda motornya tak sampai seratus
meter dari tempat kejadian . 
     Waktu tadi ia menyerbu si pengganggu  sepintas lalu fredy krueger  sudah  melihat ada yang janggal
pada rok si gadis. Menatap nyi girah  yang memunggunginya di kejauhan. fredy krueger  mengamati lebih
seksama lalu  ia susul nyi girah  diam-diam. Begitu sampai. cepat ia pegang tangan si gadis. 
     nyi girah  terkejut. 
     namun  segera memperlihatkan wajah malu: 
     "Maaf, saya lupa mengucapkan terimakasih" 
     "Berikan motormu padaku," 
     fredy krueger  jadi gugup saat  melihat mata nyi girah . 
     "Apa? Kau minta bayaran sebesar itu?" 
     Si gadis kaget setengah mati 
     "Maksudku." 
     fredy krueger  mencoba menjelaskan: 
     "Biarlah motormu ini kuurus. Aku mangkal di sana..." 
     fredy krueger  lalu  menuding ke pangkalan mereka 
     "Aku tak akan membawa kabur milikmu. Dan kau, pulanglah segera. Naik becak, kalau mau. Asal
tidak jalan kaki." 
     "Kok aneh." 
     "Rokmu...?" 
     "Ada ada dengan?" 
     Gadis itu tak meneruskan ucapannya. Dari tadi ia berpikir apa maksud ketiga pemuda dengan
ucapan-ucapan kasar yang memuakkan itu. Pasti bukan semata-mata karena ia mandi peluh. 
     Wah, banjir. Boleh kusumbat? 

     Baru sesudah  fredy krueger  menyinggung tentang roknya, ia tersadar. 
     "Oh!" 
     Ia hampir pingsan saking malu. Lantas mepet ke tembok bangunan toko di dekatnya. Merapatkan
punggung seakan ingin menyelinap masuk ke tembok. Wajahnya pucat pasi. Bibirnya apalagi, ia tak
berani memandang fredy krueger . 
     "Aku... aku tak tahu. Mens-ku terlalu cepat... datangnya...." 
     Pelan-pelan wajahnya memerah kembali. 
     "Boleh minta tolong lagi?" 
     Ia tampak gelisah. 
     "Papa akan marah kalau ia lihat aku pulang tanpa kendaraan itu. Jadi..." 
     "Tunggulah," 
     fredy krueger  berkata. Ia mencari tempat teduh dan terlindung dan sesudah  menemukannya ia ajak
gadis itu ke sana. Buka sana, buka sini. Lalu: 
     "Hem. Platina-nya sudah aus. Harus diganti," 
     fredy krueger  memberitahu sambil menghamplas benda yang ia sebutkan. 
     "namun  untuk sementara masih dapat kau pakai." 
     Pekerjaannya rampung tak lama lalu  ia coba menghidupkan mesin. Nyala  sekali starter. 
     "Namaku nyi girah ," 
     Gadis itu memperkenalkan diri begitu ia duduk di jok Honda bebeknya. "Kapan-kapan.
berkunjunglah ke rumah. Kalau mau," 
     Ia memberikan alamatnya .Tersenyum. Lalu pergi. 
     Tiga hari berlalu tanpa terjadi apa-apa. Kecuali mimpi fredy krueger . Dalam mimpinya ia lihat gadis itu
datang, tersenyum, lalu pergi. Di mimpi lain, gadis itu malah mengecup pipinya. lalu pergi. fredy krueger 
mulai gelisah ingin bertemu nyi girah . 
     Hari keempat, ia beranikan berkunjung. 
     Nyatanya ia cuma lewat saja di depan rumah nyi girah . Tak berani masuk. Rumah keluarga nyi girah 
besar, megah dengan eksterior taman yang mewah. 
     "Berapa kami harus membayarmu?" ia bayangkan ucapan sinis yang mungkin ia terima. 
     fredy krueger  langsung mundur teratur. Ngeper. 
     Hari kelima, dua orang petugas polisi turun dari sebuah mobil dinas di pangkalan jual beli
kendaraan bekas. Mereka bertanya mana yang bernama fredy krueger . Sialnya, pas pula fredy krueger  yang
menerima mereka. 
     "Ikut kami ke kantor," 
     Polisi itu berkata. 
     Satu minggu lalu  ia dihadapkan ke meja hijau. Tuduhan jaksa: penganiayaan, yang

menyebabkan korban menderita gegar otak. Pemuda yang pingsan itu sudah sembuh, ia muncul di
sidang bersama dua temannya, sebagai saksi. 
     Hakim yang mengadili perkara penganiayaan itu membuat fredy krueger  merasa kecut. Benar saja.
saat  sidang dimulai dan jaksa selesai membacakan tuduhannya  maka hakim yang dari tadi
mengawasi fredy krueger  dengan mata tak berkedip. bergumam dingin: 
     "Ketemu lagi, ya?" 
     "Ya. Pak." 
     fredy krueger  menyeringai. Lesu. 
     "dahulu  kau berjanji akan tobat," 
     Hakim mengingatkan. serius. 
     "Walau itu kau tetap ngotot pada pengakuanmu, tidak merasa menadah mobil curian. Katamu,
karena kau menerima Surat-surat lengkap. Tidak tahu kalau surat-surat itu dipalsukan." 
     "Memang begitu. Pak." 
     "Ya. Ya. Memang begitu, menurut pengakuanmu. Dan berdasarkan pengakuanmu itu kau cuma
dijatuhi hukuman tiga bulan penjara. Dengan apa yang dituduhkan bapak penuntut tadi, rupanya kau
ingin nginap dan makan gratis lebih lama. Begitu?" 
     'Tidak, pak. Saya-!" 
     Dan sidang diteruskan. Seperti halnya di depan polisi pemeriksa,tiga orang saksi itu tetap
bersikeras menerangkan bahwa mereka sedang ngobrol dengan seorang teman gadis satu sekolah,
saat  sekonyong-konyong fredy krueger  datang menyerbu. 
     "Sebabnya?" tanya hakim. 
     "Enggak tahu, Pak," jawab saksi utama. 
     "ia menyerbu begitu saja." 
     Dua temannya manggut manggut setuju. namun  segera terdiam waktu hakim mendengus: 
     "Menyerbu begitu saja? Kulihat, tertuduh bukan orang tak waras." 
     Dan kepada fredy krueger  hakim bertanya: 
     "Tentu ada sebabnya, bukan?" 
     fredy krueger  bercerita apa adanya, ia tekankan pada soal kata kata penghinaan yang dilontarkan
ketiga orang saksi sehingga emosinya terpancing lalu memukul mereka Juga, seperti halnya
pengakuan fredy krueger  di depan polisi pemeriksa, ia hanya menceritakan sambil lalu mengenai gadis itu.
Ia tahu tiga saksi tadi melindungi nama dan alamat si gadis karena tak ingin membahayakan posisi
mereka. 
     Celakalah fredy krueger , ia kecewa karena nyi girah  tak pernah menampakkan batang hidung. namun  entah
mengapa, ia sependapat untuk berbuat sama. Mata teduh dan senyum yang mendebarkan jantung itu
terlalu lembut untuk dicemari. ' 

     Baik fredy krueger  maupun tiga saksi lupa hakim bukan orang bodoh. 
     "Dari tadi kudengar disebut-sebut tentang seorang gadis...." ia bersungut. 
     Lantas berpaling ke arah jaksa: 
     "Apakah namanya tidak tercantum dalam daftar kesaksian?" . 
     "Tidak, Pak." 
     Jaksa menelan ludah. 
     "Tiga saksi itu .Sudah Cukup. Lagipula tertuduh tidak ingin menampilkan saksi baru." 
     "Meski itu akan meringankan tuduhan atas dirimu?" 
     Hakim berpaling lagi pada fredy krueger . 
     Yang ditanya diam saja. 
     Hakim yang ingin berlaku adil. berkata datar. 
     "Begini. Bung fredy krueger . Kau dituduh melakukan penganiayaan berat. Bila kau terbukti bersalah,
kau kemungkinan besar akan dihadapkan lagi ke pengadilan perdata dengan tuntutan ganti rugi yang
tidak sedikit. Dua saksi lain sampai hari ini belum mengajukan tuntutan apa-apa. Kami tak akan
heran apabila kelak tuntutan pertama gol, maka dua saksi lain akan berbuat sama." 
     fredy krueger  melirik. 
     Dua saksi dimaksud balas melirik. Keduanya tersenyum mengejek, dengan mata bersinar-sinar
menyetujui ucapan hakim. fredy krueger  melengos marah dan muak. Hampir tak ia dengar suara hakim
yang menyesalkan mengapa fredy krueger  tidak meminta bantuan seorang pembela hukum dan menolak
pula saat  ditawarkan padanya bantuan gratis pembela hukum yang ditunjuk oleh pengadilan. 
     "... kau akan meringkuk di penjara sekian tahun. Dan harus membayar ganti rugi yang
jumlahnya.... Yah. Hanya Tuhanlah yang tahu," ujar hakim, masih tetap ingin besikap adil. 
     Orangtua yang baik, pikir fredy krueger  Dan gadis yang tak tahu berterimakasih, umpatnya. 
     Ia gemetar. Takut. Dan marah. 
     "Bagaimana?" 
     Hakim mendesak. 
     'Panggilah dia sebagai saksi!" jawab fredy krueger  tergopoh-gopoh. 
     Hakim berpaling kepada panitera Juga pada jaksa. Kedua orang itu mengangguk. siap untuk
mencatat. 
     "Nama gadis itu?" tanya Hakim. 
     "nyi girah " 
     "lai...." 
     Hakim mendadak terdiam. Ada sesuatu yang ganjil pada sinar matanya 
     "nyi girah  siapa?" 
     "Tidak tahu, Pak. Ia hanya memberi nama nyi girah  saja." 

     "Hem. Alamat rumahnya" 
     Bukan saja sinar mata, Wajah dan penampilan hakim ikut pula berubah begitu alamat si gadis
disebut tertuduh, lama sekali hakim terdiam. Wajahnya murung. Ia terperanjat saat  jaksa bertanya
hati-hati: 
     "Apakah kami harus memanggil saksi tersebut dengan surat panggilan resmi. Bapak Hakim?" 
     Hakim menjawab lirih: 
     "Tak usah. nyi girah  yang dimaksud anak gadisku sendiri. Ia akan hadir pada sidang berikutnya." 
     Dengan wajah semakin murung hakim lalu  memutuskan sidang ditunda. Orangtua yang
malang karena ingin bertindak adil itu tidak tampil dalam sidang kedua Panitera menjelaskan pendek.
     "Hakim sebelumnya berhalangan karena tidak enak badan." 
     Hakim pengganti meneruskan pemeriksaan perkara. 
     Dari tempat duduknya di bangku saksi, nyi girah  tak berhenti menatap ke arah tertuduh. fredy krueger  tak
sekalipun menoleh ke belakang. Semangatnya luntur sudah. Ia pucat, menyesal dan marah pada diri
sendiri. Sebelum sidang dimulai ia sudah  berbicara dengan nyi girah . Gadis itu menyatakan penyesalan
karena tak dapat menemui fredy krueger  sesudah  mereka berpisah. 
     "Peristiwa hari itu membuatku shock. Aku jatuh sakit hampir satu minggu...." 
     saat  menghadiri sidang, nyi girah  masih tampak lemah. 
     namun  ia tetap memaksakan hadir. Bukan karena diperintahkan ayahnya. Melainkan karena ia
sangat mencemaskan nasib fredy krueger  . 
     Hanya lima kali sidang  perkara itu selesai. 
     Vonis hakim pengganti: 
     "Terdakwa dihukum penjara tiga bulan dengan masa percobaan enam bulan!" Artinya, fredy krueger 
bebas bersyarat. Dan kepada saksi, hakim tak lupa memperingatkan. Mereka sudah  melakukan
sumpah palsu, memberikan keterangan yang menyesatkan. namun  mengingat mereka masih muda
belia, buta hukum dan masih bersekolah dan atas jaminan keluarga untuk mendidik mereka lebih
baik, ketiga saksi tidak diadili atas perilaku mereka yang buruk 
     "Dan jelas," 
     Hakim menyindir. 
     "Saudara fredy krueger  dapat saja mengajukan kalian ke muka hakim dengan tuduhan penghinaan di
tempat umum." 
     Orangtua saksi utama, lesu dan pucat. 
     nyi girah  sudah  membisikkan ke telinga fredy krueger . orangtua itu berpangkat kolonel dan berpengaruh.
namun  rupanya kolonel itu masih memiliki kehormatan diri, ia mendatangi fredy krueger  seusai sidang,
menyalaminya dengan hangat dan berkata sedih: 

     "Kau maafkanlah keteledoran adik adikmu itu. Nak. Mereka bertiga masih mentah, kau tahu." 
     fredy krueger  memeluk orangtua itu. dan lalu  sambil tersenyum haru menjabat tangan ketiga
orang adik-adiknya. 
     Hari kelima puluh tiga. 
     nyi girah  datang berkunjung ke rumah orangtua fredy krueger  dengan sekeranjang oleh-oleh .Begitu pintu
dibuka ibu fredy krueger , pertanyaan gadis itu adalah: 
     "Bang fredy krueger  ada?" 
     fredy krueger  mestinya bersukacita. 
     namun  ia menyambut nyi girah  dengan hati setengah setengah. Sidang-sidang pengadilan yang
mengerikan itu tak lepas dari pikirannya. Juga vonnis tiga bulan penjara yang diancamkan atas
kepalanya, sekali dalam tempo enam bulan berikut ia memukul atau menganiaya orang lain itu tidak
seberapa. Yang sangat ia sesalkan, adalah ketergopohannya menyebut nama dan alamat nyi girah . nyi girah 
yang begitu lembut, manis dan polos. 
     fredy krueger  tidak akan pernah dapat mengampuni kecerobohan terbesar yang pernah ia perbuat.
Betapa tidak. Si gadis terpaksa tampil di pengadilan dengan kondisi kurang sehat  dan masih
dipermalukan dengan kisah "menstruasi yang datang kelewat cepat". nyi girah  tidak menampakkan hati
tersinggung. Namun tetap saja fredy krueger  mempersalahkan diri sendiri. 
     Ia gugup dan malu ngobrol berlama-lama dengan nyi girah . Untunglah Sumarna ikut menemani.
Dengan alasan pusing, fredy krueger  masuk ke kamar tidurnya dan membiarkan nyi girah  ditemani Sumarna. 
     Hari ketujuh puluh satu. 
     Pintu diketuk dari luar. Kali ini Sumarna yang membuka pintu. Pertanyaan masih: 
     "Bang fredy krueger , ada?" 
     nyi girah  waktu itu berusia 18 tahun. Sedang fredy krueger  sudah  menginiak usia 32. Perbedaan yang
sangat menyolok itu ikut pula menghantui fredy krueger . nyi girah  kaya raya pula. Sedang fredy krueger , cuma
seorang calo, dan nyambil malam hari di percetakan. Mana bekas orang hukuman. Kembali fredy krueger 
mundur teratur. Kembali ia biarkan Sumarna yang menemani nyi girah , lalu  mengantar gadis itu
pulang ke kota. 
     Semenjak itu, diperhatikan fredy krueger  bagaimana adiknya yang mahasiswa fakultas ekonomi itu
mulai rajin nampang di kaca lemari, rajin menulis surat bahkan sejumlah puisi. Lalu tepat pada hari
keseratus, nyi girah  seperti biasa mengetuk pintu. Kebetulan, fredy krueger  pula yang membuka. 
     Polos dan tak berdosa, nyi girah  bertanya: 
     "Ada Sumarna, Bang?" 
     'Bang? He. Bang fredy krueger !" 
     fredy krueger  terlonjak. Ia masih duduk di mobil. Masih di depan pintu gerbang fakultas. 
     Wajah nyi girah  muncul di jendela mobil. 

     "Kok abang masih di sini," ujarnya, heran. 
     "Kau... kau tak kuliah?" sahut fredy krueger  gugup. 
     Mesin mobil ia hidupkan dengan rusuh. 
     "Aku sudah masuk, Bang fredy krueger . Di sana, tuh!" 
     Ia menunjuk sederetan kaca di lantai dua fakultas. 
     "Dudukku kebetulan di pinggir jendela. Sesudah  melihatmu masih di sini, aku lantas permisi
sebentar. Apakah abang sakit? Wajah abang pucat." 
     "Oh. ah. Aku agak pusing Kurang tidur. Kau tahu biasanya.. ya. Ya. Biasanya aku tidur dahulu  dua
jam sepulang dari percetakan. Baru ke pangkalan. Dan... dan...." 
     "Pulanglah, Bang fredy krueger ." 
     saat  mobil yang membawa fredy krueger  lenyap di pengkolan jalan, nyi girah  masih berdiri di tempatnya
semula. 
     Air matanya meleleh. 
     Membasahi pipi. 
      "Hai, Papa." 
     ".... Eh, nyi girah . Cepat benar pulang?" 
     Hakim stephen king  meletakkan surat kabar yang tengah ia baca. Matanya mengikuti anak gadisnya
yang masuk ke kamar untuk menyimpan tas kuliah namun  segera kembali lagi. Duduk menemani
ayahnya di ruangan duduk  bermesin pendingin dengan lantai berlapis karpet beludru. 
     Wajah anaknya tampak lain dari biasa. 
     "Kau belum menjawab pertanyaanku tadi, Nak," 
     Hakim stephen king  memperingatkan. Lembut. 
     "Cuma dua mata kuliah, Papa. Dosen bahasa Jerman sakit." 
     "Oh..." 
     Hakim stephen king  melembari kembali surat kabarnya. Ia tidak membaca. Ia pura-pura asyik
membaca. Sedang pikirannya bekerja keras, ingin mengetahui mengapa anak gadisnya kelihatan lesu.
Kehilangan semangat. 
     "Bagaimana hasilnya, Nak?" 
     Hakim stephen king  bergumam sambil lalu. 

     "Apa, Papa?" 
     "fredy krueger . Ia mau?" 
     Sang ayah mengintip dari balik bingkai kacamatanya 
     "Mau, Papa." 
     "Sudah kuduga." 
     Hakim stephen king  mendengus. Puas. 
     "Biar bagaimana pun, fredy krueger  itu tetap saja seorang calo." 
     Melihat sepasang mata anaknya mendelik marah, ia cepat-cepat meneruskan: 
     "Aku tidak bermaksud menghina. Aku hanya ingin mengatakan, orang macam dia, dengan usaha
yang hasilnya tidak berketentuan seperti itu, memang harus bermata jeli. Dan menyambar mangsa
secepatnya, apabila mangsa itu mendatangkan untung besar...." 
     "Papa keliru.' 
     "Maksudmu?" 
     "Bang fredy krueger  memang mau menjualkan mobil itu. namun  ia tidak dapat papa bodohi...." 
     nyi girah  tersenyum senang saat  ia lihat cuping telinga sang ayah bergerak. Itu penanda  pemilik
telinga mengalami kejutan yang ingin disembunyikan 
     "Ia lebih tahu harga pasar, ketimbang papa." 
     "Hem. Lantas?" 
     "Bang fredy krueger  menyinggung selisih harga yang papa tawarkan. Ia bilang, akan berpegang pada
patokan jual beli yang syah." 
     Hakim stephen king  tidak saja meletakkan bacaannya. Ia juga meletakkan kacamatanya .Dan
mengawasi anaknya dengan bingung. 
     "Sungguh tak masuk di akal," 
     Ia berkata. 
     "Jadi fredy krueger  menyebutkan empat. Bukan dua setengah atau tiga juta?" 
     "Persis." 
     "Dungu!" 
     Kelembutan hati Hakim stephen king  terlecut juga akhirnya 
     "Dungu si fredy krueger  itu. Bayangkan, Nak. Selisih harga satu juta .Mungkin satu setengah. Dan
masih ditambah komisi dua puluh persen...." 
     "Sepuluh," 
     nyi girah  membetulkan. 
     "Sama saja, Nak. Jumlahnya tetap saja hampir mencapai dua juta. Sesudah  dibagi dengan teman
temannya, dikurangi pula ongkos servis dan reparasi, paling kurang fredy krueger  bakal menerima lima
ratus ribu rupiah. Dengan jumlah itu ia dapat membeli beberapa lembar pintu jati dan kaca untuk

jendela rumahnya yang terbengkalai itu. Dan kau bilang, ia menolak. Aku sungguh tak mengerti." 
     "Papa pasti mengerti!" tuduh nyi girah  Tajam. 
     Hakim stephen king  manggut-manggut Lemah. 
     "Anak sialan, si fredy krueger  itu!" 
     Ia mengumpat. Dari nada suaranya, nyi girah  tahu kalau ayahnya bukan mengumpat karena marah.
melainkan karena kagum. 
     "Bayangkan. Aku sudah sering mencoba Lewat kau. Lewat Sumarna. Lewat ibunya. Semua gagal.
Hem. Hem. Anak itu rupanya ingin aku meninggal dengan membawa hutang budi yang tak pernah
dapat kupenuhi." 
     "Papa tak perlu begitu kecewa," 
     nyi girah  menghibur. 
     "Tak lama lagi aku toh akan diangkat jadi anggota keluarga mereka. Dan Bang fredy krueger  dengan
sendirinya jadi anggota keluarga papa pula. Jamu ia makan sesekali. Ajak piknik bersama, atas
tanggungan papa. Banyak jalan ke Roma bukan?" _ 
     Sesudah  berkata demikian, nyi girah  bangkit. Mencium pipi ayahnya. 
     'Aku sedikit tak enak badan, Papa. Tak apa kutinggal tidur?" 
     "Pergilah, Anakku," jawab Hakim stephen king , seraya memikirkan usul anak gadisnya .nyi girah  benar. 
     Membalas budi baik orang, tidak selamanya dengan jalan memberi hadiah-hadiah materi. nyi girah 
menghilang ke belakang. Waktu kembali ia membawa sesuatu yang dikepit di ketiak dan membuat
ayahnya tercengang. 
     "Buat apa tikar itu, nak?" tanya sang ayah. 
     "Mestinya hujan, Papa. namun  sudah beberapa hari. panas terus. Tak alang kepalang lagi. Kasur
busa di ranjang tidurku. bikin aku mandi keringat saja." 
     "Itulah!" 
     Hakim stephen king  menyesali anaknya. 
     'Papa 'kan sudah berapa kali bilang. Kita pasang saja AC di kamarmu." 
     "Lantas saat  bangun, aku terserang selesma?" 
     nyi girah  tersenyum manis. Hidungnya mengendus-endus hawa sejuk ruang duduk itu. Purapura bersin
keras sampai ayahnya kaget. Lalu sambil tawanya meledak, nyi girah  menyelinap ke kamar tidurnya. 
     Sesudah  ia sendirian saja di kamar, tawa nyi girah  hilang lenyap sesaat . Wajahnya berubah suram.
Sesungguhnya ia tidak mengantuk. Ia hanya ingin menghindar dari ayahnya. Ingin menikmati
kesendirian. Meresapi hari-hari yang sudah  lalu. Merangkai kenangan-kenangan lama. 
     Jiwanya begitu tertekan, saat ini. 
     Seenak perut ia lemparkan tikar di tangannya Jatuh ke kolong ranjang. lalu  nyi girah  bergerak
ke jendela. Menatap keluar. Suatu saat, bibirnya bergerimit. Pucat. Di saat berikutnya, bibirnya

mengarak senyum. Bibir ranum itu pun lantas tampak kemerahan. Segar. Bergairah. Sebentar
lalu , kembali lagi bergetar. Pucat. 
     Kelopak mata nyi girah  terpejam. 
     Kepalanya terangkat. 
     Menengadah. 
      Jiwa slendrina  juga tertekan. 
     Ia tidak begitu mengkuatirkan jessica . Memang, anak wanita lesbian nya itu kini berstatus janda
seperti dia pula. namun  jessica  ulet berusaha. Dua puluh enam tahun, merupakan usia lagi
matang-matangnya .wanita lesbian  seusia jessica  akan tabah dan mau menghadapi kenyataan. Apalagi
jessica  memiliki modal yang kuat: kecantikan. jessica  akan segera menemukan jodoh yang lain.
Mungkin akan lambat. Karena ia tahu jessica  biar suka mertiny kan namun  jauh di sanubari, tetap
saja mencintai almarhum suaminya. Dan bila saat itu kelak tiba. semoga noni tribuana      belum mengenal apa
perbedaan ayah tiri dengan ayah kandung. . 
     Tidak. Bukan persoalan jessica  yang menekan jiwa slendrina . Bukan pula Sumarna. Anak tengahnya
itu sudah  lulus menempuh ujian sarjana ekonomi. Sudah pula ada pendekatan dengan sebuah
perusahaan terkemuka. Masa depan Sumarna cukup cerah. Konon pula akan didampingi istri secantik
nyi girah . Berpendidikan, keturunan baik-baik dan terhormat pula. Segala puji syukur untukmu, Tuhanku! 
     Hanya, mengapa tak kau cipratkan sedikit karunia-Mu untuk si anak sulung? 
     fredy krueger -lah yang mengganggu pikiran slendrina . 
     Sudah semenjak kecil anak itu memperlihatkan temperamen keras .Ia menaruh harga yang
sangat mahal untuk menerima kompromi. Dengan orang lain, tak apalah. 
     Ini, dengan ayahnya sendiri! 
     "Kalau ayah mau membantu orang, bantulah dengan sukarela. Jangan pasang bunga yang
membuat orang lain sakit jantung. Jangan pula main sewa tukang pukul kalau menagih piutang!" 
     Ucapan itu dilontarkan fredy krueger  pada ayahnya, semasih fredy krueger  berusia 14 tahun. 
     Sayang suami slendrina  berpenyakit darah tinggi. Suaminya berteriak lengking: 
     "Kau pikir, dengan apa kau bernafas fredy krueger ? Dengan apa darahmu mengalir? Apa yang kau
minum? Apa yang kau makan? Apa yang kau pergunakan membayar sekolahmu? Uangku! Dengar?
Uangku!" 
     Ayah yang tidak bijaksana. 
     Malam itu juga fredy krueger  mengemasi pakaiannya. Ia minggat lewat jendela. Pagi-pagi, semua
orang kalang kabut. Jerit tangis histeri memenuhi seisi rumah. Sang ayah seorang saja yang tenang.

Sinis, ia berkata 
     "Berhentikan membuat gempar. fredy krueger  akan kembali." 
     fredy krueger  memang kembali. 
     namun  sekali satu tahun. Paling banyak dua kali  apabila ia dengar salah seorang adik terutama
ibunya sakit. Ia menjual suratkabar di kaki lima. Tidur di emper-emper toko ibukota yang hirup pikuk.
Jadi kuli bangunan. Perantara jual beli. Yang penting asal halal, begitu fredy krueger  pernah mengatakan. 
     Dan fredy krueger  semakin jauh dengan ayahnya. 
     Akibatnya, fredy krueger  baru tahu ayahnya meninggal sesudah  ayahnya itu dikuburkan satu minggu.
Barulah sifat lembut-nya yang tersembunyi  mengalir tumpah. Satu malam fredy krueger  menangis di
makam ayahnya. Pulang ke rumah ibunya, mata fredy krueger  bengkak . 
     "Aku akan kembali ke ibukota." katanya 
     slendrina  menangis. Sumarna gemetar. jessica  berguling-guling di lantai. 
     "Kalian bisa hidup tanpa aku," 
     fredy krueger  bersikeras. 
     "Warisan ayah berlimpah ruah." 
     jessica  merangkul paha saudaranya. Meratap: 
     "Sebelas tahun kau terpisah dari kami, Bang fredy krueger . Haruskah kini kau pergi lagi? Ayah sudah
mtiny ului kita semua. Apa arti semua harta yang ia tinggalkan? Tega kau membiarkan kami
terlunta-lunta tanpa ada yang melindungi?" 
     Barulah mata fredy krueger  basah. 
     Kekerasan hatinya luluh. 
     "Baiklah," katanya. 
     "Aku akan menjaga kau, jessica . Dan kau, Sumarna. Bersama-sama kita merawat ibu. Aku tidak
akan meninggalkan kalian, sebelum kau jessica  dan kau Sumarna, berhasil jadi orang." 
     Ia tetap tinggal di rumah ibunya. 
     Tidak mau menempati salah satu rumah kosong peninggalan ayahnya. 
     "Jual saja," kata fredy krueger . 
     "Pergunakan uangnya untuk biaya sekolah jessica  dan Sumarna." 
     slendrina  memberitahu, harta warisan sebaiknya tidak dijual. Lebih bijaksana ditambah .Selama
kita mampu 
     "Oke. Sewakan, kalau begitu. Ketimbang ambruk tak dihuni" 
     Dan fredy krueger  tetap bertualang. Menempuh Cara hidupnya yang lama. Bedanya sekarang ia tiap
hari ada di rumah. Merawat ibunya. Mengurus adik-adiknya. fredy krueger lah yang menikahkan jessica 
dengan chucky . fredy krueger  pula yang mempertemukan Sumarna dengan nyi girah . 
     Dan ia sendiri? 

     "Aku akan berumahtangga. kalau aku sudah ingin," 
     Itu jawabnya kalau ditanya slendrina . 
     sudah  banyak lamaran yang terpaksa ditolak. slendrina  hampir panik memikirkan jangan-jangan
anak sulungnya mengidap kelainan seksuil. namun  aneh, penandanya tidak ada sama sekali. 
     Apakah fredy krueger  pernah dikecewakan seseorang? 
     fredy krueger  bukan tidak tahu apa yang digelisahkan ibunya . 
     Dan suatu hari ia membawa seorang gadis ke rumah mereka. 
     "Namanya raden ajeng martini . Orang seberang. Sumatera," 
     fredy krueger  memperkenalkan gadis itu. 
     "Ia temanku sekantor. Maksudku, di percetakan aku dinas malam. Sedang Rasida dinas pagi." 
     slendrina  tenteram hatinya. 
     Malang, tak lama. Persoalan lain segera timbul. fredy krueger  baru mau menikah dengan raden ajeng martini ,
apabila Sumarna sudah berumahtangga seperti jessica . Dengan begitu ia menganggap sebagian
tanggung jawabnya sudah  terpenuhi. Aneh, raden ajeng martini  pun setuju dengan keputusan fredy krueger : Sumarna
yang muda belia, melonjak gembira 
     "Abang jadi juga menikah," teriaknya. 
     "Aku punya usul. Kelak sesudah  kalian menikah, tempati saja rumah yang kosong tak terpakai
itu." 
     Barulah slendrina  mengerti maksud anak tengah-nya. Rumah tersebut sudah  diwariskan untuk
fredy krueger . Juga beberapa petak sawah. Baik rumah maupun sawah itu dahulu nya milik satu orang namun 
lalu  diambil alih suami slendrina  melalui jual beli. Tentu saja, sebagian besar sebagai pembayar
hutang pemilik lama . 
     Dan apa jawab fredy krueger . 
     "Boleh. Boleh. Rumah dan tanahnya akan kami tempati. Sesudah  aku dan raden ajeng martini  membayarnya
harga yang pantas kepada ibu." 
     Perih hati slendrina . 
     namun  segera pula ia tersenyum. begitu dapat akal. 
     Harga tanah dan rumah di atasnya, lantas ditetapkan. Uang tabungan fredy krueger  sekian tahun
ternyata cukup menutupinya. Begitu ia terima, slendrina  menyerahkan uang itu utuh utuh ke tangan
chucky  yang sangat bernafsu membangun rumah model baru sebagai pengganti model lama yang kuno
itu. fredy krueger  mau marah. namun  lalu  terdiam, sesudah  slendrina  berkata: 
     "Ini uangku, bukan?" 
     Ya, uang itu sekarang uang slendrina , bukan uang ayah fredy krueger . 
     "Terimalah. Anggap saja sebagai tanda kasih sayang ibumu." 
     "Beres sudah," 

     Mereka semua waktu itu sependapat 
     "Apa yang beres? chucky  meninggal dunia. lalu fredy krueger  mendadak bilang, rumah miliknya dihuni
hantu. Jual rumah itu! Gampang terdengarnya. lalu apakah slendrina  membiarkan hidup anak sulungnya
tetap terkatung-katung.Tak berketentuan? 
     Rumah bobrok macam apa nanti yang akan ditempati keluarga fredy krueger ? 
     Dengan apa ia memberi makan anak istrinya. 
     Menantu dan cucu slendrina ? 
     Sedang di sini harta mereka berlimpah ruah. Mereka dapat hidup senang  berkecukupan. 
     Hati slendrina  perih lagi. 
     Dengan hati yang perih melilit itu ia tercenung di dangau. Tampaknya ia tengah asyik mengawasi
para penggarap sawahnya bekerja dengan giat. Kejang dan kebas duduk melamun saja, sore hari di
Minggu pertama bulan Januari itu slendrina  turun dari dangau ia berjalan-jalan sepanjang tegalan
sawah. Merendam kaki di saluran air yang sejuk bening. 
     Ia memandang petak sawah di dekatnya. 
     Lalu slendrina  tiba-tiba terkejut. Petak sawah itu ditanami padi yang sudah  berumur satu bulan.
Beberapa hari yang lalu, padi di situ tumbuh subur, hijau segar. Sore hari ini, slendrina  lihat semua padi
di petak itu rebah ke tanah basah berlumpur. Daun-daun padi berwarna coklat, kering layu. 
     "Bu Omi?" 
     slendrina  memanggil salah seorang penggarap. 
     wanita lesbian  yang dipanggil datang bergegas. 
     "Ada apa, Juragan?" 
     "Apa yang terjadi dengan padi-padi ini?" 
     Penggarap sawah bernama Omi itu menarik nafas. 
     "Bukankah sudah  saya beritahu juragan? Tadi, saat  juragan duduk di dangau." 
     "Oh. Aku tak mendengarnya. Mengapa padipadi ini roboh dan layu, Bu Omi?" 
     slendrina  mengulang pertanyaannya, sambil bangkit lalu turun ke tengah sawah yang dilanda
bencana itu. 
     Omi memperhatikan majikannya turun. Berkata bimbang: 
     "Pasti diserang hama, Juragan." 
     "Wereng? Atau tikus?" 
     slendrina  meneliti seonggok pagi. Kakinya terbenam sebatas pertengahan betis, di dalam tanah
basah berlumpur. 
     "Tak ada tanda-tandanya Dan eh. apa pula itu?" 
     slendrina  mengamat-amati garis-garis kecil malang melintang di permukaan lumpur, itu bukan
bekas digaru. Bukan pula pekerjaan usil seseorang, karena garis-garis memanjang itu demikian

banyaknya. Menyilang dan berputar ke berbagai arah. 
     Mungkinkah bekas tikus berlari kian ke mari? 
     namun  garisnya terlalu tipis. Terlalu dangkal. Bukan tikus. barangkali. 
     namun  apa? 
     slendrina  tercekat . 
     Lumpur di kedua kakinya tibatiba bergerak. Pelan dan samar, memang, namun  tetap saja
bergerak. Sebelum slendrina  mengetahui apa sebab lumpur bergerak, sesuatu sudah  mencengkeram
betisnya. Sesuatu di lumpur. Besar dan licin. Darah slendrina  tersirap. Sesuatu yang hidup dan kini
melingkari betis kanannya, terasa menggeliat. Lantas betis slendrina  bagai dihunjam benda lunak
namun  menembus kulit dan daging betisnya lalu mulai menyedot darahnya keluar. 
     Omi melihat wajah majikannya yang tegang, pucat 
     "Eh. Juragan, sedang apa sih?" 
     slendrina  tak menjawab. Tak kuasa meniawab. Denyut jantungnya seakan terhenti saking terkejut
dan panik. Tubuhnya tegak setengah membungkuk. Kejang. kaku. 
     Mungkinkah ia terkencing di celana, pikir Omi. 
     Pikiran itu segera lenyap. tatkala si penggarap sawah yang sudah tua itu melihat sesuatu meliuk
keluar dari dalam lumpur. Warnanya coklat. Atau hitam, berlumur lumpur. 
     Omi ingin menjerit. 
     Sayang, suaranya tak mau keluar. Lidah kelu. Ia cuma mampu menutup mulut dengan tangan
yang justru malah menahan jeritannya bila pun mampu ia lepas. Dengan mata terbelalak, penggarap
sawah itu terpana mengawasi  lumpur di sekitar kaki-kaki majikannya benda aneh tadi lenyap. 
     Salah pandangkah dia? _ 
     Tidak-tidak. Benda itu masih ada. namun  kini lebih kecil. Sangat kecil. Mula-mula hanya beberapa
ekor. lalu  berpuluh-puluh lalu beratus-ratus. 
     "Lintah!" 
     Omi tersentak mundur lantas mampu juga ia menjerit: 
     "Lintah! Lintah! Oh, ob, oh.... Tolonglah. Tolonglah. Ada lintah!" 
     Ia lalu  berlari-lari menemui yang lain. Para penggarap sawah menyongsong terkejut. 
     "Mana Mana lintah itu, Bu Omi?" 
     Mereka memegangi kaki si wanita lesbian  yang menggelupur di rumput. Histeri. 
     "Apa-itu, lintah... kaki kencing... eh, ul-al," sahutnya dengan bola mata berputar-putar. 
     Salah seorang penggarap, laki-laki yang masih terhitung muda, menampar pipi Omi dengan
keras. Begitu deras bunyi tamparan di pipinya tak terdengar, Omi berteriak lantang: 
     "Lintah! Banyak sekali lintah! Cepatlah Juragan slendrina ..." 
     slendrina  jatuh tertelungkup ke lumpur saat  orang-orang itu berlarian mendatangi. Baik kaki,

tangan, punggung maupun leher dan kepala slendrina  penuh dilengketi lintah yang menggeliat geliat
ganas dan buas. Seorang wanita lesbian  kecil jatuh pingsan. Dua yang lain menjauhkan diri dengan
terkejut. Empat terpaku diam di tempatnya berdiri. 
     "Allah ya Robbi!" 
     Terdengar suara laki-laki lalu empunya suara terjun ke lumpur. Melompat-lompat mendekati tubuh
slendrina  yang tertelungkup setengah terbenam. Dua orang lainnya segera menyusul. Mula-mula mereka
hanya menepis-nepis, lalu  memukul-mukul dan akhirnya baru teringat mengangkat tubuh
slendrina  ke tanah kering. 
     Ratusan lintah tetap lekat di sekitar tubuh slendrina  sesudah  ia dibaringkan ke tanah. Para
penolongnya lalu  sibuk pula melepaskan cengkeraman banyak lintah di kaki ataupun tangan
masing-masing. Dua orang lagi wanita lesbian  jatuh pingsan. Yang lain berlari ke dangau. Hanya seorang
saja yang menempuh arah benar. Ia berlari menuju rumah slendrina  yang jaraknya dari sawah itu baru
akan ia capai setengah jam berikutnya. 
     Penggarap sawah yang masih waras otaknya, segera membungkuk. Semua pakaian yang melekat
di tubuh slendrina  cepat ia tanggalkan. Teman temannya segera mengikuti perbuatan orang itu. slendrina 
bugil dalam sekejap. Namun toh masih tersisa puluhan ekor lintah. Sebagian dari lintah itu hanya
tampak ekor, karena sudah terlalu dalam masuk menerobos ke daging tubuh slendrina . 
     Tubuh itu diam. Tak bergerak. 
     Matanya melotot. Menatap matahari senja yang kelabu. 
     Dan tanpa ada yang mengetahuinya dari tegalan petak sawah tadi muncul sebentuk makhluk
yang menggeliat, melengkung, memanjang. pendek lagi dan terus merayap memasuki selokan. Merasa
tubuhnya yang sebesar lengan manusia dewasa itu terbenam dalam di selokan, makhluk itu
melenturkan tubuh. 
     Ia bergerak ke hilir. 
     Mengikuti arus air. 
     "Nafsu makanmu buruk sekali," kata tuan rumah sembari mengawasi Lurah nyoto  tengah
mengunyah-ngunyah dengan tarikan muka mirip orang sakit gigi. 
     "Mabokku belum hilang betul, Eyang," sahut Lurah nyoto , berdusta. 
     Wajahnya memang sedikit pucat. namun  bukan karena mabok perjalanan. Ia mabok melihat

makanan yang terhidang di meja. Tumis daging cincang di piring mengingatkannya pada lintah yang
gepeng dipencet lumat diinjak. Sop jamur dalam pasu besar, tak ubahnya irisan pacat yang
mengambang mati karena kekenyangan menghisap darah. Ayam panggang di depan Lurah nyoto  pasti
menerbitkan air liur orang lain. namun  warnanya yang merah berminyak, mengingatkan Lurah nyoto 
pada tubuh bugil slendrina  yang berlendir. 
     Dua jam isteri tuan rumah berkurung di dapur untuk mempersiapkan hidangan istimewa itu. Dan
tiga menit sesudah  terhidang, Lurah nyoto  meletakkan sendok garpunya. 
     "Permisi, Eyang. Mau ke jamban sebentar.' 
     Lurah nyoto  bersungut-sungut bangkit. Setengah berlari ia pergi ke belakang rumah. Belum sampai
ke sumur, ia sudah meliuk, terbungkuk. Dan, 
     "Woaaak...." 
     Isi perutnya tertumpah ke tanah. 
     Isteri tuan rumah tergopoh-gopoh mengantarkan segelas air. Tak lama lalu , Lurah nyoto 
merasa lebih enakan dan masuk lagi ke rumah. Menemui bekas gurunya yang sudah menunggu di
beranda depan. 
     "Mau aspirin?" 
     Ia bertanya pada tamunya. 
     Lurah nyoto  menggeleng. 
     Belum lama ia henyakkan pantat di sebuah kursi rotan. Istri tuan rumah muncul dengan dua
cangkir teh pahit, Sesudah  melirik kuatir ke arah tamu mereka yang tampak masih pucat, wanita lesbian 
itu mengundurkan diri. Ia tidak terus ke dapur. Melainkan sibuk memeriksa Sisa hidangan di meja. 
     Apakah ada rambut di tumis? 
     Atau kecoa nyelip dalam sop jamur? 
     Tubuh kecil kurus di beranda, menggeliat sebentar. Lalu berkata santai: "Nah. Mari kita bicarakan
masalah yang tadi ingin kau sampaikan. Pertama-tama, mengapa kau begitu lambat?" 
     Lurah nyoto  menelan ludah. 
     "Aku terlalu mencemaskan kesehatan cucuku," 
     Ia menjawab malu malu. 
     Namun toh terselip jua rasa kebanggaan seorang kakek saat  Lurah nyoto  menceritakan
bagaimana ia tiap hari mengunjungi anak wanita lesbian nya di kota. Melihat-lihat apakah Legoh. cucu
satu-satunya dalam keadaan sehat. Memeriksa jari kakinya, jari tangannya, suhu badannya. Sesudah 
puas ia baru pulang. 
     Kemarin ia tiba di rumah lepas isya dan terkejut mendengar slendrina  meninggal. Bergegas ia pergi
ke rumah yang tertimpa musibah itu. Jenasah slendrina  dibaringkan di tengah rumah. Kain selendang
menutupinya dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. fredy krueger  menjaganya dengan ketat. Tidak

seorangpun tamu yang datang melayat diperkenankan membuka kain itu tanpa seijinnya. Ijin itu
cuma diberi pada orang-orang tertentu saja. Melihat kaitan keluarga, atau kedudukan sang tamu.
Lurah nyoto  termasuk salah seorang yang diperkenankan melihat keadaan jenasah. 
     Ia terkejut melihat mata slendrina  melotot. 
     "Astagfirullah!" 
     Ia mengucap. Mengumpulkan kekuatannya baru memberanikan diri mengangkat kain lebih tinggi
sedikit. Tubuh bugil itu berlendir dan ada ratusan lubang-lubang kecil menganga di sana sini.
Gemetar Lurah nyoto  menyelimuti jenasah kembali. Ia mengangguk ke arah fredy krueger  lalu pergi menemui
beberapa orang yang ia perkirakan dapat memberi keterangan. 
     Lurah nyoto  segera memperolehnya. Tiap kali ia bergidik. Ia juga memperoleh sebuah bungkusan
kecil dari salah seorang tetua desa. Ikut tahlilan sebentar terus pulang ke rumah. Sesudah  bersalin
pakaian ia bergegas ke terminal. Sunyi sepi tempat itu. Gelap lagi. Jadi ia pergi menunggu di Pos
Hansip. Merasa tenteram berada dekat orang lain, ia rebahan sebentar. Malang ia tertidur dan bus
antar kota lewat tanpa ia ketahui. Hansip yang bertugas menerangkan mereka sedang pergi
berkeliling saat  bus itu lewat. 
     Baru pukul empat dinihari datang bus lain. 
     Lalu.... 
     "Bagaimana tentang lintah-lintah itu." 
     Orang tua kecil kurus di depannya memotong halus. "Waktu kau datang tadi, kau bilang
jumlahnya ribuan ekor." 
     "Mereka yang bilang. Kukira, mereka melebih-lebihkan," 
     Lurah nyoto  memberengut. 
     'Tidak mustahil mereka benar," bekas gurunya bergumam. 
     "Satu petak sawah." 
     "Lima petak," tukas Lurah nyoto . 
     "Salah seorang pegawaiku sudah  pergi memeriksa tempat itu kembali. Ternyata ada lima petak
yang hancur dimakan hama" 
     "Dimakan lintah." 
     "Eh. Eyang percaya lintah makan batang padi?" 
     "Lintah biasa, tidak. namun  lintah-lintah yang merenggut nyawa slendrina  dan menciderai beberapa
orang lain itu, aku percaya berada di bawah pengaruh dan kekuasaan roh  jahat." 
     Tubuh kurus itu tampak tegang. 
     "Roh jahat dapat berbuat apa saja." 
     Lurah nyoto  mencicipi tehnya. 
     "Lima petak sawah," 

     Ia berdesah lirih. 
     "Dan semua itu bekas milik si Dudung." 
     "Dudung. Siapa dia?" 
     "Orang yang juga dahulu nya pemilik rumah tempat chucky  ditemukan mati...." 
     "Rumah baru itukan punya...." 
     "Rumah sebelumnya, Eyang. Rumah tua. Rumah pembawa sial itu." 
     'Rumah yang merenggut empat nyawa manusia. Begitu kau bilang beberapa hari yang lalu. kalau
tak salah." 
     "Lima. Kalau diurut ke belakang. Dudung mati di rumah itu," 
     Lurah nyoto  memperbaiki. 
     "Dudung lagi. Apa yang membuatmu tertarik pada orang itu?" 
     "Banyak yang bilang, sebelum ia pindah ke daerah kami. Dudung itu di tempat asalnya konon
dikenal sebagai penyihir. Tukang teluh. persisnya." 
     Lurah nyoto  mendecap-decap, tak senang. 
     "Setahuku, ia berperilaku baik dan sopan selama ia tinggal dengan kami. Sayang aku tak bisa
mencegah penduduk yang berusaha memencilkan dia, karena takut ditenung. Jarang orang mau
datang ke rumahnya. Dan tak ada yang mau menggarap sawahnya. Ia mengerjakannya sendiri.
Dibantu anak gadisnya. Ia duda, supaya eyang tahu. Isterinya sudah  meninggal saat  mereka masih
tinggal di kampung asal. Sempat juga aku kasak kusuk sana sini, dan besar kemungkinan istrinya
itulah yang sebenarnya tukang teluh. Isterinya mati dikeroyok penduduk kampung mereka, menyusul
beberapa musibah dan penyakit menular yang melanda kampung itu. Suatu hari, Dudung jatuh sakit.
Sakitnya parah sekali, Eyang. ia terbaring saja di tempat tidur sepanjang hari dan malam. Hanya
satu dua yang mau menjenguk. Anak gadisnya bilang padaku; ayahnya terserang sakit lumpuh.
Dengan sendirinya gadis itu terpaksa...." 
     "Siapa nama anak gadis Dudung itu, nyoto ?" 
     "Nurjanah." 
     "Nama yang kurang enak di telinga," 
     Si tua kurus geleng-geleng kepala. 
     "namun  ia anak baik, Eyang. Cantik. Lembut. Sayang, nama buruk orangtuanya ikut membuatnya
tersisihkan. Ia jadinya sangat pendiam. Dan selalu murung. Ada juga satu dua pemuda yang berusaha
mendekatinya. Tentu saja sembunyi sembunyi. Takut ketahuan orangtua mereka, atau penduduk lain
yang membenci anak beranak itu. Mungkin Nurjanah tahu pemuda pemuda itu cuma iseng dan
menginginkan kecantikannya saja, tanpa mau bertanggungjawab. Ia mengusir mereka. Akibatnya.
musuhnya bertambah." 
     Lurah nyoto  menarik nafas. Prihatin. seakan Nurjanah itu anak gadisnya sendiri. 

     "Apa yang dikerjakan Nurjanah sesudah  ayahnya sakit?" tanya tuan rumah. tertarik. 
     "Mengurus ayahnya. Hanya mengurus ayahnya. Ia tak berani pergi ke sawah sendirian. Eyang kan
maklum. Ia seorang perawan. Tak punya teman." 
     "Hem hem. lantas?" 
     "Yah. Lantas, sawah mereka terlantar. Mata pencaharian mereka dengan sendirinya hilang pula.
Sakit ayahnya bertambah-tambah. Aku membantu juga sedikit-sedikit. Juga pengurus masjid di
daerah kami. namun  jangankan untuk makan. Untuk obat Dudung saja. hampir tak mencukupi.
Nurjanah mulai menjual satu persatu barang barang mereka. Termasuk perhiasan ibunya. Celakanya,
permusuhan dari orang lain, membuat barang-barang itu jatuh harga jauh di bawah pasaran.
Untunglah Rukmana datang menolong. Ia membeli barang-barang itu dengan harga lebih memadai...."
     "Rukmana. Siapa pula itu?" 
     "Suami slendrina . Eyang." 
     "Oh, ya. Ya Rukmana. Suami slendrina . Maaf. Aku lupa." 
     Berlagak pula eyang-ku ini. pikir Lurah nyoto  menahan senyum, ia belum pernah memberitahu
nama suami slendrina  kepada orangtua itu. 
     "Berapa lama sakitnya si Dudung itu?" 
     "Berbulan-bulan. Eyang. Aneh juga. Padahal tubuhnya tinggal kulit berbalut tulang. Jangankan
makan. Minum pun susahnya bukan main. Ahhh, lantas orang pun semakin percaya ia itu terkena
kutuk. Sebagian penduduk ingin mengusir Dudung dan anaknya dari daerah kami. Untunglah dibantu
pengurus masjid, aku dapat menahan kemarahan penduduk. Itu pun dengan janji, aku menyetujui
Dudung dan anaknya harus pindah begitu Dudung sudah sembuh." 
     "Dan, ia tak pernah sembuh." 
     "Ia tak pernah sembuh," keluh Lurah nyoto , mengiyakan. 
     "Hidup mereka semakin morat marit. Sawah mereka lalu ditawarkan pada Rukmana. Uang
penjualan sawah itu pun lama-lama habis pula .Menyusul rumah. ikut dijual dan diambil alih oleh
Rukmana...." 
     "Baik hati benar si Rukmana itu," gumam tuan rumah sambil melinting tembakau dengan kertas
papier. Tembakau dan papier itu tentu saja oleh-oleh yang dibawa Lurah nyoto . Harganya murah sekali.
namun  itu lebih baik. Ketimbang membawa rokok  atau Kueh-kueh mahal. Bisa  sang guru cemberut. 
     "Lintingkan aku satu, Eyang." 
     "Eh? Katamu anti..." 
     Mata orangtua itu mengawasi tamunya. Mata tua namun  sinarnya begitu tajam dan berpengaruh. 
     "Sesudah  melihat mayat slendrina , aku sudah menghabiskan tiga batang rokok, Eyang." 
     "Kasihan," rungut gurunya. Tembakau lintingnya ia sulut, dihisap dengan nikmat. ia tidak

melintingkan yang baru untuk tamunya. Ia cuma berkata: 
     "Minumlah tehmu." 
     Lurah nyoto  mengumpat dalam hati, ia minum tehnya. dan lalu  berpikir maksud orangtua itu
baik. Agar Lurah nyoto  tidak kecanduan. 
     Matahari naik semakin tinggi. Jauh di lembah, di bawah rumah itu, pucuk pepohonan cemara
menimbulkan perasaan tenteram di hati. Sungai yang meliuk-liuk bagai ular tengah merayap keluar
dari sarang, airnya berkilau-kilauan dijilat cahaya matahari. 
     Seekor burung gagak terbang lalu melewati beranda. Si kurus kecil memandang tak tertarik. 
     "Baik benar si Rukmana itu," gumamnya pelan. Mengulangi apa yang tadi ia ucapkan. 
     Lurah nyoto  maklum. 
     "Kecurigaan kakek tidak berlebihan," ia mengakui. 
     "Mengapa harga pembelian harta benda Dudung, memadai. namun  sebagian besar menurutku
dianggap sebagai pembayar hutang. Plus bunganya. Tahu berapa bunganya, Eyang?" 
     "Lima persen," bekas gurunya menebak. 
     "Tiga puluh, Eyang. Tiga puluh persen." 
     "Lintah darat!" 
     Tubuh kurus itu terlonjak di kursinya. Tangannya tanpa sengaja membentur tepi meja. Terdengar
sesuatu menggelinding lalu jatuh berderai di lantai. 
     "Dan si lintah darat itu sudah  membuatku rugi sebuah cangkir yang mahal," 
     Tuan rumah memberengut, kesal. 
     Isterinya segera berlari-lari datang. 
     Dengan cepat ia bersihkan pecahan cangkir di lantai. Sebelum menghilang, ia mengintip kuatir.
Kali ini, ke arah suaminya. 
     "Lintah darat," 
     Si suami yang tak perduli kekuatiran istrinya. bergumam serius. 
     "Kau tahu, nyoto ?" 
     "Apa. Eyang?" 
     "Lintah darah. Apa kata lain untuk lintah darat?" 
     "Pemeras." 
     "Bukan. Yang kumaksud. dalam arti kata harfiah." 
     "Ooo. Pacat. Benar?" 
     "Ya. Pacat. Mendengar ceritamu mengenai kematian chucky , aku sudah curiga. Pacat yang
menyebabkan kematiannya." 
     "Lubang di dada chucky  besar sekali, Eyang. Sebesar lenganku." 
     "Dan sebesar Itu pulalah pacat yang membunuhnya," 

     Tuan rumah berkata acuh tak acuh. 
     "Apakah ada tanda-tanda serupa di tubuh slendrina ?" 
     "Ya. Di betis...." 
     Bibir Lurah nyoto  terasa kering kerontang. Ia menyambar cangkirnya. Ternyata Sudah kosong. Ia
letakkan cangkir itu pelan-pelan, takut ketahuan tuan rumah kalau ia sedang ketiban Sial. 
     orangtua itu sedang termenung. 
     Lama. 
     lalu : 
     'Jadi, si Dudung akhirnya mati," gumamnya. 
     Datar. 
     "Kok eyang tahu?" 
     "Lho. Bukankah kau bilang tadi. Di urut ke belakang. Korban yang mati di rumah itu jadi lima." 
     "Oh ya. Ya Memang eyang benar. Suatu hari Dudung kami temukan mati di kamar tidurnya.
Tergeletak di ranjang. Dengan wajah kering kaku, dan mata melotot. Seolah ia penasaran akan
sesuatu, menjelang ajalnya tiba." 
     "Kalian temukan. Kau bilang, kalian temukan. Mengapa?" 
     "Dudung kami temukan tiga hari sesudah  ia meninggal. Karena ada bau tak sedap datang dari
rumahnya. Lalu seorang tetangganya memanggil aku. Ditemani oleh...." 
     "Anak gadisnya. Nurjanah. Ke mana dia?" potong orang tua itu. 
     Tubuh kurusnya, tampak semakin kecil saja, karena mengkerut dalam di tempat ia duduk. 
     "Hilang!" jawab Lurah nyoto , pendek. 
     "Begitu saja?" 
     "Begitu saja...." sahut Lurah nyoto , dengan pikiran melantur. 
     Ya. Ke mana perginya anak gadis yang malang itu? 
     Apakah ia tak tahan menderita lalu diam-diam kabur meninggalkan ayahnya? 
     Atau barangkali. Ya. Barangkali, sesudah  ia lihat ayahnya mati pada akhirnya, Nurjanah hilang
ingatan. Mungkin ayahnya mati sekitar tengah malam. Karena sore harinya masih ada orang melihat
Nurjanah di jendela rumah. Nurjanah hilang ingatan. hem, hem, mungkin itulah yang paling cocok.
Lalu ia kelayapan keluar rumah. Entah ke mana ia pergi. tak seorang pun tahu. Tidak pula ada orang
melihatnya . 
     Tengah malam buta. 
     Tak heran, bukan? 
     Yang pasti, Nurjanah tak pernah kembali! 
     Kursi rotan berkeriut  Nyaring. Lurah nyoto  melirik. Ia lihat tubuh kurus kecil itu bangkit lalu tegak
memandangi lembah. Arah matanya kesungai. Lalu ke matahari. Berulang-ulang orangtua itu berbuat

sama. 
     Lantas mendengus, kecewa: 
     "Aku sudah  salah mengatakannya" 
     "Mengatakan apa. Eyang?" tanya Lurah nyoto  heran. 
     "Itu. Pada slendrina  memang kuperingatkan agar menjauhi tempat yang basah. Basah berlumpur.
namun  siang hari. Ia kuSuruh mengurangi keluar malam. Entah ia ingat atau tidak pesanku. Entah ia
lakukan atau tidak pula. Nyatanya, roh jahat itu justru muncul di siang hari. Ini mencemaskan aku...."
     Ada rahasia terpendam dalam nada suaranya. 
     Lurah nyoto  ingin tahu. namun  tidak berani bertanya. Entah mengapa, diam-diam ia ikut merasa
cemas. Bukan lagi malam Jum'at. Bukan lagi dari kegelapan. Roh jahat itu muncul di siang bolong! . 
     Tanpa sadar ia masukkan tangan ke saku kemeja. 
     Dan terjengah. 
     "Hem?" 
     "Barangkali ini dapat menolong," 
     Lurah nyoto  mengeluarkan bungkusan kecil yang tadi ia ceritakan. Diletakkan di meja. Ia berharap
tuan rumah yang membuka bungkusan itu, karena ia tak suka melakukannya. namun  mata tua itu
hanya menatap. Tidak berbuat sesuatu. 
     Terpaksalah lurah nyoto  melepaskan kain pembungkus yang ia perlihatkan. Masih ada lapisan
pembungkus daun keladi. Dengan tangan gemetar daun keladi itu diungkapkan Lurah nyoto , lantas
lekas-lekas menjauhkan tangannya 
     "Apa itu?" tanya tuan rumah dengan dahi berkerut. 
     Lurah nyoto  gelagapan. Sadar, gurunya merasa tidak senang. Sayang terlanjur sudah. Maka ia
menerangkan juga: 
     "Ini kuterima dari salah seorang yang mengurus mayat slendrina . Dapat mencabuti dari kulit dan
daging tubuh slendrina ." 
     Ada enam ekor. 
     Semuanya sudah mati. Empat di antaranya menggelembung kecoklatan. Dua yang lain, gepeng
pucat. 
     "Buat apa kau perlihatkan bangkai lintah itu. nyoto ?" 
     "Eh... aku, ah!" 
     Lurah nyoto  menyerah. 
     Ia duduk terhenyak. Patah semangat. "Bangkai tetaplah bangkai.nyoto ," 
     Orangtua di hadapannya bergumam hambar. 
     "Kita cuma dapat memeriksa. Melihat kalau-kalau ada sesuatu petunjuk. Atau sesuatu yang

tersembunyi dan tidak dapat dilihat mata biasa...." 
     Ia mengawasi tamunya dengan sorot mata kecewa. 
     Bertanya: 
     "Kau mengharapkan aku membangkitkan bangkai itu ya, nyoto ? Memanggil rohnya?! Lalu bicara
pada mereka?" 
     "Eyang, aku...!" 
     "Tak apa. Tak apa. Dapat kumengerti. Memang ada juga orang lain berbuat seperti itu. Mampu
berbuat seperti itu. namun  aku, nyoto . Aku tidak diijinkan Tuhan menempuh ilmu sesat itu." 
     "jadi?" 
     Lurah nyoto  mengeluh. 
     "Aku tidak dapat memanggil roh. Aku hanya dapat mengenyahkannya. Dengan ijin Tuhan." 
     Sepi. Hening. 
     Akhirnya Lurah nyoto  menggeliat lalu bangkit dari kursi. 
     "Kukira aku harus pulang sekarang. Banyak tugas menungguku" 
     Ia menatap tuan rumah penuh harap. Mendesah: 
     "Eyang tidak sedang sibuk?" 
     "Kebetulan tidak." 
     Yang ditanya tersenyum manis. 
     Suasana tegang itu mereda melalui senyumannya. 
     "Kalau begitu...?" 
     "Kau terpaksa pulang sendirian, nyoto ." 
     "Wah...." 
     "Aku kurang berkenan. kalau diusir sampai dua kali." 
     orang tua itu cemberut. Mengingatkan Lurah nyoto  atas sambutan slendrina  beberapa hari yang lalu.
Sebelum wanita lesbian  itu mati, karena mengusir bekas gurunya ini, atau karena.... 
     "namun  tak usah kecewa, nyoto ," ujar tuan rumah. 
     Ramah. Dan janjinya sungguh menyenangkan: 
     "Tak usahlah repot-repot memanggilku. Bila waktunya kurasa sudah tepat, aku akan datang
sendiri ke sana." 
     Lurah nyoto  dapat memahami. 
     Orangtua itu perlu bersemadi dahulu . 
     Sesudah  permisi pada kedua tuan rumahnya, Lurah nyoto  melangkah ke jalan setapak menuju jalan
raya. namun  orang yang ditinggalkan, memanggil: 
     "nyoto . Kau melupakan sesuatu." 
     "Ya, Eyang?" 

     "Bangkai-bangkai ini?" 
     Di tengah perjalanan pulang, Lurah nyoto  membuang bungkusan berisi bangkai lintah-lintah yang
menjijikkan itu. 
     Tujuh orang tengah berkumpul di ruang duduk rumah besar itu. 
     Selain fredy krueger  serta dua orang adik kandungnya, ikut hadir pula uwa dan paman mereka yaitu 
saudara kandung slendrina  .lalu  dua orang saudara sepupu fredy krueger , anak uwa-nya. Di tikar yang
tergelar tampak gelas gelas berisi kopi atau teh dan beberapa piring panganan kecil. Di tempat yang
sama dua malam sebelumnya, terbujur mayat slendrina . 
     Suara mereka berdebat tidaklah terlalu keras. Sehingga pantulan suara orang mengaji dan
berdo'a di kamar tamu  tetap terdengar dan tidak terganggu. Perdebatan itu berlangsung tenang dan
damai. jessica  toh sudah menerima bagiannya sebelum menikah dengan chucky . Ia hanya sedikit ribut
meminta beberapa potong perhiasan almarhum ibunya. Dua orang saudara sepupu sama-sama
menyerahkan bagaimana kebijaksanaan orang tuanya. Uwa fredy krueger  tidak begitu ngotot. Ia sudah
cukup kaya. Tambahan sedikit dari peninggalan slendrina  tak berarti apa-apa. 
     Sang paman termasuk pengurus masjid. 
     Jadi ia hanya menuntut apa adanya. 
     "Toh, kalian anak anaknya yang lebih berhak," 
     Ia berkata . 
     Sumarna-lah yang paling blingsatan. 
     "Aku menerima terlalu banyak," katanya. ribut. 
     "Aku tak senang. Aku hanya mau menerima apa yang menjadi hakku. Dan jangan lupa. Bang
fredy krueger  sudah  banyak membantuku selama ini. Mengapa pula sekarang aku harus menerima warisan
yang merupakan bagian dia?" 
     Orang paling tua dari ketujuh orang itu mengangguk setuju. 
     "Benar sekali apa yang dikatakan adikmu, fredy krueger . Tidak usahlah keras kepala begitu. Ayah
kalian sudah lama meninggal dunia. Mengapa kau tetap masih membencinya?" 
     "Aku tidak membenci pribadi ayah, Uwa," jawab fredy krueger . 
     Membela diri. 
     "Aku hanya tak suka caranya menambah kekayaan. Jadi apa yang ia tinggalkan untukku, tetap

saja tidak dapat kuterima" 
     "lalu?" 
     Wajah Sumarna merah padam. 
     "Rumahmu itu. Mengapa harus dijual? Mengapa sebagian hasil penjualannya harus dibagi antara
aku dan jessica ?" 
     Anak muda itu menggerak-gerakan tangan dan dengan mimik muka bagai cacing kepanasan.
lanjutnya: 
     "Bagianmu saja sudah sangat sedikit, Bang fredy krueger . Tidak! Rumahmu tidak akan dijual oleh
siapapun juga." 
     "Rumahku," 
     fredy krueger  tersenyum pahit. 
     "Jadi kalian semua setuju itu rumahku. Jadi aku berhak berbuat apa saja untuk rumahku, bukan?" 
     Semua terdiam. 
     Kecuali Sumarna. Dengusnya: 
     "Uang ibu tertanam di rumah itu. Bang fredy krueger . Ingat apa katanya? Penanda kasih sayang. Mau
kau jual berapa kasih sayang ibu yang tulus ikhlas itu?" 
     "Dan chucky ." 
     jessica  buka suara sebelum Sumarna bernafas dengan tenang. Dengan wajah getir, jessica 
meneruskan: 
     "chucky  sudah  mati. Dan... sebelum ia mati, ia begitu tergila-gila terhadap rencananya merombak
rumah itu. Ia sangat keranjingan untuk memberimu sesuatu yang paling bagus dari semua apa yang
sudah  ia pernah buat. Kau akan mengecewakan suamiku, Bang fredy krueger . Kalau ia tahu rumah yang
sudah  ia bangun dengan susah payah kau jual juga, betapa akan sakit hatinya di alam kubur...." 
     Air mata jessica  menetes. 
     Terkenang suami yang dicintainya. fredy krueger  tahu arti tetesan air mata jessica . Ia pernah jadi
berandalan. Malah sempat masuk bui. Ia sudah  belasan tahun berjuang mempertahankan hidup yang
keras dan kasar. 
     namun  air mata. 
     Air mata jessica  melunakkan hatinya. 
     "Baiklah," 
     Ia mengeluh, kalah. 
     "Aku tak akan menjual rumah itu." 
     Semua bernafas lega. namun  Sumarna kelewat berlebihan mengutarakan kegembiraannya. Ia
melirik ke arah jessica . 
     Berseru riang: 

     "Lihat, jessica . Ia mau juga menerima usul kita. Namun begitu, dari kita semua yang ada di sini.
tetap saja ia paling miskin...." 
     Ia mengangguk sopan setengah minta maaf pada fredy krueger , lalu kembali berpaling pada jessica . Ia
begitu bernafsu. Langsung saja menyerbu: 
     "Bagianmu sudah berlimpah, jessica " 
     "Katakan saja Jangan berbelit," 
     jessica  nyeletuk, 
     "Abang fredy krueger  tak jadi menjual rumahnya. Jadi ia tetap punya hutang padamu. Mana rumahnya
belum rampung. Mengapa tidak kau anggap lunas saja piutanganmu, mulai detik ini?" 
     Sumarna salah duga . 
     fredy krueger  mendelik. namun  terlambat sudah. Tenang dan datar, jessica  mengemukakan
pendiriannya: 
     "Mengenai hutang itu, ia boleh membayar kapan saja ia mau!" 
     Titik. 
     Uwa dan paman mereka saling lirik, lantas tersenyum. Sang Uwa bergumam: 
     "Kukira sudah waktunya kamu pulang." 
     Paman mereka mengatakan akan tetap tinggal bersama istrinya Untuk berdo'a demi keselamatan
mereka semua. Dan membantu apa-apa yang dapat dibantu. 
     Pertemuan keluarga itu berakhir. 
     jessica  pergi buang air ke kamar mandi. Lalu kembali masuk ke dalam membuka sebuah pintu
tertutup. noni tribuana      tertidur lelap diranjang neneknya. Di dekatnya rebah pulas seorang anak laki-laki usia
tujuh tahun, keponakan bungsu jessica . Tak sampai hati mengusik kedua orang anak itu .jessica 
memilih tidur di lantai. Di situ sudah tergelar kasur cadangan . 
     Malam semakin larut 
     Angin berhembus di luar rumah. Lemah dan berbau pengap. Sudah beberapa hari hujan tak jadi
turun. Udara didalam kamar tidur itu sedikit gersang namun  tidak terlalu menggerahkan. jessica 
menelan sebutir pil tidur. 
     "chucky -ku, Sayang!" 
     Ia merintih, lalu berbaring di kasur cadangan. 
     Pengaruh pil tidur itu segera terasa. 
     jessica  menghitung mundur: "... 25 -24 23." 
     Angin keras menerpa jendela tiba-tiba. jessica  membuka kelopak matanya .Menatap kaca jendela
.Tirainya agak tersingkap. Gelap di luar. Sinar rembulan merembes masuk. Lemah. tak berdaya 
     "22 -21 -18-. 12" 
     Hitungan jessica  mulai kacau. 

     Mengapa kamar tiba-tiba terasa sangat dingin? 
     9 -8 -7... 
     jessica  merasa lemah sekujur tubuh. Kantuk menyerang semakin hebat. 
     4 -3... 
     Angin menerpa jendela lagi. jessica  sudah terlelap. Sesuatu tampak mengambang di luar jendela.
Dari kegelapan muncul sepasang titik kemerahan. Menyerupai titik api. Semakin dekat ke kaca
jendela, semakin berbentuk titik api itu. 
     Ternyata sepasang mata merah menyala. 
     Seraut wajah pucat namun  berkeriput menanggung azab sengsara melayang semakin dekat ke
jendela. noni tribuana      mulai merengek. Kepala tanpa tubuh di balik jendela, menyeringai seram. Gigi taringnya
putih gemerlapan. Lidahnya semerah darah. 
     Hiihhhh.... 
     sayup-sayup ada desah lirih tertiup angin masuk lewat ventilasi jendela . 
     Mendadak orang yang sedang mengaji di depan memperkeras suaranya. Orang itu rupanya baru
saja disuguhi segelas lagi kopi kental hangat. Tanpa mengetahui apa yang tengah berlangsung tidak
jauh dari kamar depan itu. 
     Di luar jendela kamar tempat jessica ,anak dan ponakannya terlelap, sesaat  itu juga terlihat
gerakan meliuk yang keras. Wajah pucat berkulit keriput itu menjauhi jendela, disertai keluhan perih.
Gaung ayat-ayat suci membuat kepalanya Seakan meledak. Panas bagai bara api. Benda misterius itu
terbang tinggi. Hilang di rimbun pepohonan selama beberapa menit. 
     Kepala itu hinggap di salah satu dahan pohon yang gelap. Sepasang matanya yang merah
bersinar-sinar merah. Sel-sel jarum otaknya menggerakkan mulut yang kering hitam, dan
memperdengarkan bisikan setajam sembilu: 
     "Ssssial... saaakit.. nyaaahhh...." 
     Terdengar bunyi nafas naik turun. Sesak . 
     Kebanyakan kopi buat orang tertentu dapat menyebabkan ia tetap terjaga .namun  untuk orang
tertentu pula, justru mendatangkan kantuk lebih cepat. Tak heran kalau suara gaung mengaji dari
rumah besar itu kembali mertiny  dan mulai tersendat-sendat. 
     Bayangan hitam melesat keluar dari pohon. 
     Kepala tanpa tubuh itu bermaksud menerobos masuk melalui ventilasi  tentu saja dengan
melenturkan kepala sedemikian rupa.. saat  ia tertegun. Cahaya yang samar di kamar tidur tadi
memperlihatkan tanda-tanda ada orang bergerak di dalam. Wajah di luar, mengintip ke dalam. 
     fredy krueger  sedang mengawasi noni tribuana     . 
     Mengusap-usap rambutnya, supaya anak yang merengek dari tadi itu tertidur kembali. Ia sudah 
mendengar noni tribuana      menangis lalu masuk diam diam. Meraba leher anak itu, ia menarik nafas. 

     "Panas lagi," 
     fredy krueger  berpikir. 
     "Demamnya belum sembuh juga rupanya...." 
     Sel-sel otak di kepala tanpa tubuh yang mengintip dari luar jendela, menyeringai putus asa. Ia
mampu meninabobokkan siapa saja yang ada di kamar itu. 
     namun  fredy krueger ...! 
     fredy krueger  duduk di pinggir tempat tidur. noni tribuana      sudah terlelap kembali. Namun fredy krueger  tak beranjak
dari tempatnya. Ia ingin berjaga-jaga, kalau kalau noni tribuana      bertambah tinggi suhu badannya. 
     Wajah di luar jendela, bertambah keriput. Bertambah pucat. 
     Dengan desahan tajam yang mendirikan bulu kuduk, wajah itu lenyap lagi dalam kegelapan. Tidak
menyelinap kerimbunan pohon tadi. Melainkan terus saja melayang di bawah sinar rembulan.
Berpindah dari satu rumah ke lain rumah. Lantas memperdengarkan ratapan kematian yang semayup
sampai. 
     Lolong anjing yang lirih, memusiki ratapannya. 
     Sudah dua malam berturut-turut mangsanya menginap di rumah lain. Dua malam berturut turut 
banyak orang mengaji di dekat mangsa yang segar bugar itu. Malam ini tidak segegap gempita
malam sebelumnya. namun  laki-laki yang ada di kamar itu, 
     hhhheeeeeehhhh! 
     Bayangan hitam itu terus saja melesat. 
     Rambutnya yang tergerai lebat dan panjang, berkibar-kibar. Liar. Mata merah menyala semakin
ganas. 
     "Haus! Haus! Aku tak tahan lagi...!" 
     Terdengar suara merintih kesakitan di antara tiupan angin malam yang dingin membeku. 
     Lampu belakang salah satu rumah penduduk. tiba-tiba menyala terang. ' 
     Penghuninya sedang bertengkar berbisik, di seling rengekan tak sabar seorang anak kecil. 
     " aku ngantuk. Harus masuk kerja pagi-pagi sekali. Kau bawalah Jajang ke kakus," 
     Suara seorang laki-laki, bermalas-malasan. 
     "Dasar!" 
     Berengut suara wanita lesbian . Sambil membopong anaknya keluar menuju pekarangan belakang,
wanita lesbian  itu menggerutu: 
     "Dan, kau. Berak tengah malam!" 
     Mendekati sumur, anak laki-laki yang Juni nanti berusia tiga tahun itu dibiarkan sang ibu
berjalan sendiri. Merasa terbebas, anak itu langsung jongkok. 
     "He. Jangan di sini. Dan buka celanamu dahulu !" hardik si ibu. 
     "Enggak tahan, Mah," jawab si anak satu kata demi satu kata namun  rangkaian kata itu sangat

fasih. Tidak cadel. 
     Sesuatu melayang di atap. 
     Anak itu melihatnya. 
     "Mah?" 
     Sang ibu yang tengah membukakan celana si anak. mendengus: 
     "Uh?" 
     "Ada burung" 
     "Iya. Burungmu!" 
     Ibunya tertawa juga, mendengar ucapan si anak. 
     "Burung!" 
     Si kecil ngotot. 
     "Iya-iya..lbu tahu. Ayo, jongkok tuh di sana. Di lubang kakus!" 
     "Mah,..." 
     "Katanya mau berak!" 
     "Bu-rung di...." 
     "Burung lagi! Burung lagi! Anak nakal, mau berak kagak?!" 
     Sang ibu mencak-mencak. Mula mula blingsatan marah. lalu  gerakannya berubah semakin
perlahan. 
     "Cepatlah, Jang." desahnya, lemah. 
     "Ibu ngantuk nih...." 
     Lantas wanita lesbian  itu menguap. Panjang. 
     Waktu menguap, lumrah kelopak matanya terpejam. Maka, meski ia tertengadah ia tidak melihat
benda aneh kehitam-hitaman meluncur dari atas langsung ke arah mereka. Jajang kecil melihat
sepasang mata merah semerah saga. Dasar anak, bukannya takut, ia malah merentangkan kedua
lengan untuk menyambut. 
     "Ke sini... ke sini... ayo!" 
     Lalu tiba-tiba anak itu dapat menangkap lebih jelas wajah mengerikan yang melayang mendekat.
Mata merah menyala. Lidah lebih merah lagi. terjulur-julur keluar. Lalu taring-taring runcing,
mengancam. 
     "Mamaaah!" 
     Anak itu menjangkau ibunya . 
     Angin kosong yang terpegang. Rupanya ibunya sudah terkulai di tanah lembab basah. Jatuh
tertidur. 
     Si anak meronta-ronta melepaskan sesuatu yang melekat sangat kuat di lehernya. Saking takut
dan terperanjat anak itu tak mampu lagi bersuara. Ia terus bersikutet dengan makhluk yang hinggap

di pundak dan merasakan bibir panas memanggang kulit lehernya. Si kecil tidak tahu arus apa yang
mengalir sangat cepat dalam tubuhnya. Mengalir naik ke atas  semakin banyak dan banyak lalu
bermuara pada lehernya. Tangannya yang memegang seonggok rambut hitam panjang makin lemah.
Anak itu lantas terkulai. 
     Kepalanya membentur tepi sumur. 
     Si kecil terjerembab jatuh. Membawa serta kepala mengerikan yang lengket seperti lintah pada
lehernya. 
     Suara berisik di luar sampai ke dalam rumah. Si laki-laki yang tadi merepeti istrinya. mendengar
suara anaknya memanggil: 
     "Mamaaah!" 
     Ia berlari keluar. Naluri kebapakan membisikkan sesuatu sudah  mengancam keselamatan anaknya.
     Mendengar suara langkah-langkah kaki di dalam rumah, makhluk yang tengah memuaskan
dahaganya itu secepat kilat melepaskan bibir dan sedotan lidahnya di leher si anak. Lebih cepat lagi,
melesat tinggi. Terbang menuju rembulan, lalu  sirna tak berbekas. 
     "Nina? Jajang? Hei, apa yang kalian..?" 
     Si ayah berlari-lari ke dekat sumur. 
     Ia menyambar tubuh anaknya dari tanah, memeluknya kuat-kuat dan panik melihat dahi anaknya
mengeluarkan darah. 
     Apakah istrinya sudah  terluka pula? 
     "Nina! Nina... he, bangun. Bangun! Mengapa kau tidur di sini?" 
     wanita lesbian  itu bangun perlahan-lahan. 
     Kucak kucek mata, lantas menjerit saat  melihat dahi anaknya mengucurkan darah. 
     "Kenapa dia?" 
     "Kenapa! Goblok! Dungu! Ibu tak tahu diuntung! Tidur tak pandang tempat. Lihat. Lihat anakmu!
Kau biarkan ia jatuh terpeleset...!" 
     Beriring-iringan mereka lari ke dalam rumah. 
     Si kecil dibaringkan di tempat tidur. Luka di dahinya dibersihkan. Dicuci dengan air garam. Lalu
dikasih obat merah .Dipoles minyak jelantah .Sesudah  itu lukanya diperban dan ditutup dengan plester.
Sang ibu tak henti-hentinya menangis gegerungan. 
     Ayah si anak tak perduli. 
     Ia membuka semua pakaian anaknya. Memeriksa kalau-kalau ada luka yang lain. Setiap jengkal
ia teliti. Termasuk leher. Leher anak itu agak merah, namun tidak tampak bekas luka. Mungkin
terbentur pula, pikir si ayah dan menggosok leher anak itu pakai minyak angin. 
     Beberapa menit lalu , si kecil meringis. . Mulutnya terbuka: 

     "Bu... rung..." 
     Ibunya menjerit lagi. 
     "Dari tadi ia mengatakan..." 
     "Diamlah!" bentak si suami. 
     "Kau dapat membangunkan tetangga dengan jerit tangismu yang memalukan itu. Bantu aku
memasangkan baju si Jajang." 
     "Badannya panas sekali," 
     Si istri berdesah cemas selagi memasangkan pakaian bersih ke anak laki-lakinya. 
     "Tenanglah. Besok juga ia sembuh." 
     "Kita bawa saja ke Puskesmas...." 
     "larut malam begini?" 
     Si suami mengeluh. Ia perhatikan anaknya dengan perasaan iba. 
     Jajang masih mengerang-erang, namun  sudah mulai tidur. 
     Menjelang pagi suhu badannya menurun. Dan ibunya tidak heran saat  anak itu mengigau: 
     "Ada bu-rung.... Burung naga...." 
     Hujan bagai tercurah dari langit. 
     Lalu lintas di luar bar tampak sepi. Lengang. Saat itu Sabtu siang, akhir minggu kedua bulan
Januari. Seorang pejalan kaki lari menghindari terpaan badai. Tempat berteduh terdekat cuma bar itu.
Ia masuk dengan pakaian basah kuyup. 
     Dari mejanya, nyi girah  memperhatikan pria itu berdiri bimbang di ambang pintu. Tidak segera
mencari tempat duduk. Mata si pria berpindah pindah mengawasi tempat macam apa yang ia masuki.
Tampak pria itu risih menghadapi suasana eksklusif dalam bar yang berperabotan serba mewah. Di
sepanjang lemari rak makanan serta minuman tercium bau serba mahal. 
     Untuk orang berpenampilan sesederhana dia, mungkin kurang tepat masuk ke tempat serupa itu.
Pertengahan bulan begini. 
     Namun toh ia mengambil tempat duduk juga. Dekat pintu. 
     Pelayan segera mendatangi. Melirik tak senang ke lantai di sekitar pria itu. Lantai itu digenangi
air yang jatuh dari celana maupun sepatu si pria. 
     "Pesan apa, Bung?" Bukan: 

     "Pesan apa. Tuan?" 
     "Teh manis." 
     nyi girah  terkejut. Tangannya ada yang menjamah. saat  berpaling ia lihat senyum kecil bermain di
bibir Sumarna. 
     "Oh," 
     nyi girah  mengeluh. 
     "Kau melamun dari tadi," bisik Sumarna, lembut. 
     "Pria itu bukan tipemu. Aku tak cemburu. Karena tahu kau menjadikan kehadiran pria itu sebagai
pelarian dari kegelisahan hatimu." 
     "Kau banyak omong. Nana." 
     "Karena belakang ini kau semakin pendiam." 
     Sumarna menusukkan sinar matanya yang tajam langsung ke bola mata nyi girah . 
     "Matamu pudar sekali. Tak bergairah." 
     "Sejak dari rumah sudah kubilang. Aku tak enak badan," kata nyi girah  getir. 
     Ia dekatkan sloki Martini ke bibirnya yang kaku. Meneguk kaku pula. Kerongkongannya terasa
hangat. namun  hatinya tetap dingin. Membeku. 
     "Kekeliruan apa yang sudah  kuperbuat, nyi girah ?" 
     "Tak ada." 
     "namun  tampaknya kau tengah berusaha menjauhi aku...." 
     "Ah!" 
     nyi girah  meletakkan sloki minumannya. Beralih pandang keluar jendela yang basah. Tak satu apapun
yang mampu ia lihat .Matanya nanar. Nanar sekali. Dalam cuaca seperti ini ia ingin sendirian. Ingin
berkurung di kamarnya .namun  Sumarna tidak bersalah. Waktu mereka meninggalkan rumah nyi girah ,
cuaca masih cerah. 
     "nyi girah ?" 
     "Mmm...." 
     "Apa yang ada di benakmu yang sebeku salju itu?" 
     Suara Sumarna lembut. Namun tusukannya tajam. Mengiris-iris. nyi girah  tetap saja menatap ke luar
lewat jendela yang ditetesi butiran-butiran air hujan. 
     Di benakmu yang sebeku salju! 
     Lebih dua tahun ia bergaul intim dengan Sumarna. Hanya kemunafikan saja yang ia lakukan,
ucapkan, berikan pada Sumarna. Sedang pemuda itu begitu tulus hati. Dua tahun lebih. Dan Sumarna
terlalu tulus hati untuk menyadari bahwa nyi girah  sudah  keliru melangkah sejak semula 
     "Aku...." 
     nyi girah  meneguk habis minumannya, untuk menggapai keberanian yang hampir pergi kabur. 

     "Aku harap kau tidak berprasangka buruk." 
     Ia berbisik getir. 
     Sumarna tercenung. 
     Menikmati deburan jantungnya yang lebih keras dari biasa .Kenikmatan paling akhir. yang akan
ia pilih. 
     "Haruskah aku berjanji?" 
     nyi girah  diam. 
     "April nanti aku tepat 30 tahun," 
     Sumarna berkata Di bathin: dan nyi girah  baru 21. Itukah sebabnya? 
     Sumarna menelan ludah 
     "April nanti. Itulah maka kupilih pernikahan kita berlangsung pada bulan yang sama. Kuanggap
sebagai hadiah ulang tahun. Paling indah. Mungkin juga paling buruk: April nanti aku berhenti
membujang," 
     Sumarna tertawa lunak. 
     Tapi segera tawanya ia tahan, manakala dilihatnya wajah nyi girah  berubah pucat. Gadis itu
menggigit bibir dengan keras. 
     "nyi girah ?" 
     Sumarna menggenggam tangan kekasihnya . 
     "Ulang tahunmu harus tetap dilangsungkan. Nana." ujar si gadis. 
     Tersendat. 
     Makin keras deburan jantung Sumarna. 
     Ulang tahun. Hanya ulang tahunnya. 
     "Bagaimana dengan hadiahnya?" 
     Ia bertanya hati-hati. Dan tiba-tiba sadar, pertanyaan itu mestinya ia simpan untuk dirinya
sendiri. Karena ia sudah meraba jawaban nyi girah . 
     "Kita tunda saja. Oh, Sumarna!" 
     Dengan berlinang air mata, nyi girah  berpaling menatap pemuda di sampingnya. 
     "Aku tidak bermaksud mengucapkannya. Aku...." 
     Wajah Sumarna tegang. 
     "Kau sudah  mengucapkannya!" 
     Ia merintih. Dengan emosionil ia lepaskan tangannya dari genggaman nyi girah . Ia ingin
membalikkan meja di hadapannya. Ingin menyambar sebuah kursi dan melemparkannya ke jendela.
Denyut jantungnya bagai terhenti. Dan ia masih tetap hidup. Masih tetap bernafas. 
     Atau sekedar mimpi celaka belaka? 
     Ujung kakinya ditekan kuat ke ujung sepatu. 

     Sakit. 
     Sumama tidak sedang bermimpi. 
     "Sumarna?" 
     nyi girah  menatap cemas. 
     Sumarna diam. 
     "Ayolah. Kita pulang saia. Ah, ah. Bukan pulang." 
     nyi girah  kalang kabut sendiri. 
     "Maksudku, kita teruskan niat kita. Nonton. Film apa tadi? Di bioskop mana? Apakah kita belum
terlambat.?" 
     Sumama berdiri. 
     Ia berjalan dengan kepala tegak ke pintu. Terjengah, nyi girah  membuka tas. Tanpa menghitung lagi.
ia letakkan beberapa lembar uang di meja mereka lantas berlari mengikuti Sumarna. Waktu ia lewat,
tanpa sengaja menyenggol meja dekat pintu. Meja tergetar. Gelas berisi teh manis di meja itu,
tumbang. isinya tertumpah membasahi kemeja pria yang duduk di belakang meja itu. 
     Pria itu diam saja . 
     "Orang-orang kaya. Biasa," 
     Ia mengeluh dalam hati. Di mobil, Sumarna menjauhi setir. Terlintas dalam benaknya: Mengapa
aku masuk ke mobil ini. 
     Inikan mobil dia! 
     namun  nyi girah  sudah memegang kemudi. memutar kunci kontak dan mobil itu pun melaju ke jalan
raya yang licin dan basah. Mobil melaju tak tentu arah. Dan nyi girah  memegang kemudi dengan hidung
terisak-isak. 
     "Nana. Bicaralah. Bicaralah. Katakanlah apa saja jangan membuatku tersiksa begini," tangis
nyi girah . 
     "Kalau bulan April buatmu sangat...." 
     "April," 
     Mendadak Sumarna buka mulut. 
     Denyut jantungnya sudah terasa lagi. 
     "Ya, Nana? Ya? Ya?" 
     Sumarna mengawasi jalan kelabu di depan mereka. Jalan yang diterpa hujan badai habis habisan.
Dan Sumarna tidak ingin berhabis habisan, ia mencintai nyi girah . Sesungguh hati. Sesudah  April, masih
ada bulan-bulan lainnya 
     "Jangan berzig zag," ia coba tersenyum. 
     "Bisa membahayakan kita." 
     "Aku gugup, Nana." 

     "Tenanglah." 
     Mobil melaju lebih perlahan sekarang. 
     Sukar sekali melakukan hal yang sama dengan jiwa kita sendiri! 
     "Tidak marah lagi?" 
     nyi girah  melirik. 
     "Aku berhak kau damprat, Sumarna." . 
     "Marilah kita bersikap dewasa," kata Sumarna. 
     "Sebentar tadi, aku sempat jadi anak kecil yang tolol. Akulah yang pantas didamprat, nyi girah ." 
     "Aku gembira mendengarnya," 
     nyi girah  menarik nafas lega. 
     Heran. Terpaan hujan perlahan-lahan ikut pula mereda. Betapa senangnya. 
     namun , bukankah sudah waktunya bersenang-senang? 
     "nyi girah ?" 
     "Aku masih di sini, Nana." 
     "Boleh kugenggam tanganmu?" 
     "Kok lucu!" 
     nyi girah  tertawa. Tawa munafik yang sama selama dua tahun lebih. 
     "Ambillah," 
     Ia ulurkan lengan kirinya yang segera disambut Sumarna dengan genggaman kuat. Tangan
pemuda itu terasa panas dan gemetar. Bibirnya saat  mencium tangan nyi girah , lebih panas lagi. Lebih
gemetar. nyi girah  hampir menangis kembali. namun  ia sudah lama bermain sebagai aktris kawakan. 
     "Hai. Hai. Jangan dihabiskan sekarang!" katanya dengan tawa berderai. 
     Sumarna justru menggigit. 
     "Au!" 
     nyi girah  terpekik. Manja. 
     "Bulan apa, nyi girah ?" 
     Kembali nyi girah  terpekik. lebih keras. Kali ini, dalam hati. 
     Bulan apa? 
     Tentu saja. Kalau bukan April, lantas bulan apa? 
     nyi girah  hampir gila memikirkan jawabannya. 
     Ajaib, justru pertolongan datang dari mulut Sumarna: 
     "Baiklah. lain kali saja kita rembukkan mengenai bulan apa yang paling cocok pernikahan kita
dilangsungkan...." 
     Sumarna diam sejenak. lalu : 
     "Akulah penyebabnya, nyi girah ?" 

     "Penyebab apa, Nana?" 
     "Kau mundur." 
     "Sudah kubilang, tidak." 
     "Ibumu? Papamu?" 
     "Mereka menyenangimu. bukan? Apalagi selama ini sudah kau buktikan sendiri. Papa
memperlakukan kau bagai anak kandung sendiri...." 
     nyi girah  tersenyum manis. Ia ingat papanya. Yang tak beruntung punya anak laki-laki. Ia ingat pula
hutang budi papanya, yang tak pernah ter-balaskan. Menerima kehadiran Sumarna, hampir-hampir
jalan keluar satu-satunya. 
     Sesudah  lama terdiam, Sumama berkata bingung: 
     "Kalau begitu, tinggal dua hal penyebabnya. nyi girah ." 
     "Oh. ya?" 
     "Satu. Kematian yang susul menyusul dalam keluargaku." 
     Sumarna bergumam murung. nyi girah  terpaksa mengusap paha pemuda itu, untuk menentramkan
hatinya. 
     Ujar nyi girah  bersimpathi: 
     "Semua orang akan mati juga. Nana." 
     "Tidak dengan cara chucky  mati. Cara ibuku mati." 
     "Duh. Nana. Mengapa kita tibak ngobrol soal lain saja. Misalnya...?" 
     "Kematian yang mengerikan. Dengan sejuta desas desus yang lebih mengerikan lagi," 
     Sumarna berkata tak perduli. 
     "Itulah sebabnya, nyi girah ? Desas desus tentang kutukan masa silam? Tentang roh jahat yang
meminta tumbal?" 
     "Hentikan!" 
     nyi girah  menggigil. 
     "Kau membuatku takut, Sumarna." 
     nyi girah  membelokkan mobil. Membelokkan begitu saja saat  ia bertemu simpangan tanpa punya
tujuan tetap. Lanjutnya: 
     "... setiap orang menanggung dosa dosanya sendiri. Persetan dengan dosa turunan! Dan roh
jahat. Roh jahat hanya ada di film-Film horror!" 
     "Itu pendapatmu sendiri?" 
     "Aku. Dan mama. Dan papa," 
     nyi girah  meyakinkan. 
     "Jadi hentikan saja omong kosong yang tak sedap itu. Kau punya dua kemungkinan. bukan?" 
     "Ah. Ya. Sebab kedua kau menunda perkawinan kita. Kau kecewa. Mamamu kecewa. Papamu 

kecewa!" 
     "Terhadap apa?" 
     "Penolakan fredy krueger !" 
     nyi girah  tergetar. Aneh, masih mampu ia tertawa. Ujarnya: 
     "Aku tahu apa maksudmu. fredy krueger  tidak menolak. Bisnis yang ditawarkan ayah, tetap diterima
Bang fredy krueger . Selama masih dalam batas batas kewajaran. Lalu...?" 
     "Awas!" 
     Sumarna berteriak. 
     nyi girah  membanting setir ke kanan. Mobil zig zag dengan keras dan hampir saja membentur
tembok di pinggir jalan. namun  dengan terampil nyi girah  berhasil juga menguasai kemudi. Laju mobil
terkendali. nyi girah  menghela nafas panjang. Melirik pucat ke kaca spion. Lantas mengumpat: 
     "Anjing. Cuma anjing. Kukira orang yang menyeberang." " 
     "Anjing juga makhluk Tuhan. nyi girah ." 
     "Syukur kau peringatkan," 
     nyi girah  berterimakasih. "Kau lihat anjing itu tadi? Hitam sekali. Dari kepala sampe ke kaki. Aku tak
suka warna serba hitam begitu. Mengingatkan aku pada Suasana dukacita di pekuburan." 
     "Kau membenci upacara kematian?" 
     "Benci sekali!" 
     "Kalau begitu, semoga aku yang lebih dahulu  mati sebelum kau.-." 
     Sumarna tertawa geli. 
     "Jadi kau tidak harus membenci upacara penguburan jenasahku!" 
     "Sudah! Sudah!" 
     nyi girah  mendengus. Dongkol. 
     "Tak baik omong sembarangan. Bisa termakan sendiri." 
     "Kata siapa?" _ 
     "Moyangku." 
     "namun  aku tetap berharap. aku lebih dahulu  mati dari kau. Jadi, aku pun tidak harus menghadiri
pemakamanmu. Bila kau meninggal dan aku tetap hidup, aku lebih suka terjun bersamamu ke liang
kubur. Agar roh kita...." 
     "Nana...!" 
     nyi girah  merajuk. 
     'Tak usah jengkel," 
     Sumarna tertawa renyai. "Aku cuma ingin mengalihkan pikiranku yang sedang kusut ini." 
     "Semua akan berjalan lancar. Nana" 
     "Mestinya begitu. namun  Bang fredy krueger  memang keterlaluan. Niat baik papamu ikut andil

membangun rumah Bang fredy krueger  secara tak langsung, ditolaknya mentah-mentah. Aku lantas
berpikir saudaraku itu memang orang tak berperasaan!" 
     Coba fredy krueger  mendengarnya, pikir nyi girah . 
     Dan nyi girah  sakit hati. 
     "nyi girah ..." 
     "Hem?" 
     Suara Sumarna terdengar serius: 
     "Kau tega membiarkan aku nanti malam tidak bisa tidur?" 
     "Eh. Apa pula ini?" 
     "Semua dugaanku menurutmu salah. Tak ada satu pun yang benar. Kalau demikian, mengapa tidak
kau sendiri yang mengatakan?" 
     "Mengatakan apa, Sumarna?" 
     "Penundaan waktu." 
     Sumarna melihat ke sepanjang jalan yang mereka tempuh. Rumah rumah penduduk, kebun,
petak-petak sawah yang menghampar, sungai yang mengalir deras. "Kulihat saat ini kau pun dengan
sengaja mengantar aku langsung pulang ke rumahku. Aku cukup dewasa untuk tidak berbuat hal-hal
yang diperbuat pemuda lainnya yang sedang patah hati. Tanpa kau antarpun." 
     "Kau masih mempersoalkan itu!" 
     nyi girah  mulai jengkel. 
     "Sepanjang kau tidak memberitahu masalah sebenarnya, nyi girah . Aku tidak ingin jadi pecundang
tanpa punya kesempatan membela diri." 
     "Tadi kau sudah setuju melupakannya." 
     "Soal rembukan waktu, memang. Mengenai sebab musababnya, tidak." 
     "Oh," 
     Kelopak mata nyi girah  bengkak rasanya. 
     "Rumahku sudah dekat. nyi girah . lalu  kaupun akan segera pulang. Dan seperti biasa, semenjak
ibuku meninggal. Kau enggan kuajak kencan. Senyummu pun sangat mahal. Apa salahnya
berbuka-buka kartu sekarang saja. nyi girah ?" 
     "Kau... kau marah lagi." 
     "Maaf." 
     "Sebentar tadi kita Sudah berbaikan," 
     nyi girah  menggigit bibir keras-keras. 
     "Belum pernah kau seperti sekarang. Tidak berpendirian..." 
     "Aku ingin tahu, nyi girah . Itu saja." 
     "Jangan mendesak aku, Nana." 

     "Oh. Oh. Bukankah kau yang memulai di bar tadi?" 
     Sepasang mata Sumarna tampak menggelap. Tarikan mukanya membuat nyi girah  merasa takut.
Selama tiga hari terakhir ini ia sudah menduga akan mengalaminya. namun  nyi girah  tidak dapat
menunggu berlama-lama. April memang masih tiga bulan lagi. Namun itu terlampau singkat untuk
merelakan masa depannya terancam. 
     Ancaman itu semakin jelas terukir saat  belum lama berselang ia duduk di pinggir jendela ruang
kuliah dan melihat mobilnya masih belum beranjak dari gerbang fakultas. Ia tahu apa yang tengah
berkecamuk dalam pikiran fredy krueger . Keyakinan nyi girah  semakin kuat sesudah  ia pergi ke mobil itu dan
menyaksikan sendiri betapa sakit mata fredy krueger . Dua tahun nyi girah  ingin menikmati pemandangan itu.
Atau, tiga tahun? 
     Lalu saat  saat yang ia nanti-nantikan itu datang juga, datangnya sudah terlampau kasip. 
     April! 
     Betapa singkat dan mengerikan. Betapa ingin nyi girah , agar rencana pernikahan yang Sudah ia
setujui itu hanya sekedar mimpi. 
     Kecewa oleh kebungkaman nyi girah , menusuk hati Sumarna. 
     'Terimakasih aku kau antar pulang, 
     Dan sebelum nyi girah  tersadar apa makna ucapan itu, Sumarna menegaskan: 
     'Tak usah sampai ke rumah!" 
     "Nana!" 
     nyi girah  tersentak. 
     "Berhentilah. Sebelum aku meloncat keluar." kata Sumarna. 
     Tenang dan datar. 
     Tapi menyakitkan. 
     Sorot mata Sumarna tidak ingin dibantah. Perpisahan yang aneh. nyi girah  membiarkan Sumarna
turun, memutar mobil dan kembali menempuh arah ke kota. Tak seorang pun mereka berdua yang
ingin berpaling ke belakang. nyi girah  juga sudah lama menanti-nanti saat semacam ini tiba. Cuma tak
menduga datangnya secepat itu. 
     Semasih pacaran. boleh saja nyi girah  bersikap munafik. 
     Begitu akad-nikah diucapkan kemunafikan itu harus dibunuh. Dan nyi girah  tidak akan pernah mampu
melakukan pembunuhan paling tersadis itu: membunuh kemunafikan. 
     Kaki melangkah. Dagu terangkat. Sumarna berjalan terus. Kepalanya gegap gempita. 
     Mengapa? 
     Sumarna tidak akan memperoleh jawaban pertanyaan itu sampai kapanpun juga. Karena ia
memilih kuliah di jurusan ekonomi. Coba, andaikata Sumarna memperdalam psikologi. maka ia akan
tahu. 
     Diam di rumah malah membuat bathin semakin tertekan. Memang ada kerabat yang masih
tinggal atau baru datang dari tempat jauh untuk menyatakan belasungkawa yang. 
     "Semoga belum terlambat, Anakku." 
     Sumarna mengenal mereka dengan baik. namun  tidak sebaik ia mengenal ibunya, fredy krueger  dan
jessica . Mungkin kesalahannya sendiri. Jarang bergaul. Kurang pula berkunjung. . 
     Jadi Sumarna menganggap rumah itu tetap kosong melompong. Dan memuakkan: seorang tua
nyinyir tidur di bekas ranjang ibunya. Dan tiga anak tanggung berlari-larian dari satu ke lain ruangan
dengan suara riuh rtiny . Ia pergoki pula seorang wanita lesbian  tetangga di dapur, sudah  bergunjing
dengan salah seorang kerabat. Pantas fredy krueger  tak betah di rumah. Abangnya itu tentu minggat ke
kota. Melarikan kegundahan hati dengan berkumpul bersama teman-temannya di pangkalan tempat
jual beli kendaraan bekas itu. 
     Ataukah fredy krueger  sedang mengunjungi jessica ? 
     Ah, ya. Mengapa ia tidak berbuat sama. Kalaupun nanti fredy krueger  tidak ada di sana, paling mis
jessica  mau diajak bertukar pikiran. Ia mungkin terlalu membabi buta selama bersama nyi girah  tadi.
Dan jessica  barangkali dapat memberi petunjuk. Siapa tahu, dapat pula menebak apa gerangan yang
menyebabkan perilaku nyi girah  berubah drastis dan menganggap bulan pernikahan yang sudah demikian
matang dimasak, tak lebih dari April mop. 
     Sumarna lalu minta maaf dan pamit pada satu dua orang tamu yang ia anggap patut dihormati.
lalu  berjalan keluar. Pintu terbuka lebar. Tidak ada benda apapun yang menghalangi. Lantai
bersih. Tidak licin. Malah agak kotor berdebu bekas banyak kaki keluar masuk. 
     saat  melalui pintu. toh Sumarna terpeleset. 
     Tanpa sebab. 
     Salah seorang tamu segera mendekati Sumarna dan membantunya berdiri. 
     "Kau cidera?" 
     "Syukur tidak. Oom," sahut Sumarna bingung sesudah memeriksa kaki maupun tangannya dan
sia-sia mencari sumber gara-gara ia sampai terjerembab. 
     "Sudahlah. Tinggal di rumah." 
     "Aku mau ketemu jessica , Oom." 
     "Lebih baik batalkan saja. Nak." 

     "Kenapa?" 
     'Yang barusan kau alami. Oom rasa. itu pertanda buruk. Tak baik meneruskan perjalanan
sekarang. Dan aku lihat -hari mendung pula. Hujan akan turun lagi." 
     "Dekat kok, Oom," rungut Sumarna lantas berlalu dengan kesal. 
     Tentulah oom-nya itu sudah mendengar banyak gunjingan para tetangga. Cuma terpeleset. Dan
dia bilang, pertanda buruk. Huh! 
     Namun satu hal oom-nya benar. 
     Hujan deras tiba-tiba turun tanpa pemberitahuan. Sumarna ribut mencari tempat berteduh. Ia
bersyukur hujan turun pas ia lewat di depan rumah fredy krueger  yang masih terbengkalai itu. Tidak
berpikir dua kali, Sumarna langsung masuk ke halaman dan berlindung di keteduhan beranda. Angin
menerpa mukanya dengan keras disertai butir-butir air hujan. Sumarna mundur, memasuki ruang tamu
yang menganga karena belum diberi pintu dan kaca jendela. 
     Ia menggigil kedinginan. 
     Mengumpat diri sendiri, tidak menuruti petuah oom-nya. Dan semua ini gara-gara nyi girah  Hem.
hem. Gara-gara memikirkan nyi girah  pulalah ia tadi terpeleset di pintu rumah. Omong kosong dengan
pertanda buruk. Tetangga usilan yang suka bergunjing itu akan ia damprat suatu hari . 
     Dan Sumarna tertegun. 
     Diam mendengarkan. 
     Suara samar yang tadi menyentuh gendang telinganya, terdengar semakin jelas. Krasak-kresiiikk
Uff-ufff, duuk-duk-duk. Krasak kresiiikk. 
     Apakah ada orang sembunyi di para? 
     Atau tikus mengorek sesuatu? 
     Sumarna tengadah. Ia tidak menemukan apa yang ia cari. 
     Angin kencang bertiup lebih ribut. 
     Hujan kian membadai. Kalau tak salah masih sekitar pukul tiga. Masih siang. namun  mendung
gelapnya bukan main. Pekat, menjemukan. 
     "Kreeesaaak...!" 
     Sumarna memutar tubuh. 
     Suara asing itu datang dari ruangan dalam yang teram-temaram. 
     Anjing nyasar? 
     Tanpa curiga apa-apa, Sumarna melangkah hati-hati memasuki ruang dalam. Suasana di situ
mestinya lebih hangat. Ternyata jauh lebih dingin. dan berbau sedikit aneh. Ia sukar menebak. 
     Bau harumkah itu? 
     Atau bau busuk? 
     "Kresaaak, ufff." 

     Sumarna menyerbu masuk. Mau berteriak: 
     "Anjing buduk, enyahlah!" 
     Sesaat  itu juga ia terpaku. Dengan mulut mangap menahan teriakan yang tak jadi keluar.
Seseorang yang tengah membungkuk di lantai tanah, bangkit berdiri. Sama terperanjatnya seperti
Sumarna. Di remang remang cahaya sekitar rtaangan itu, terlihat sangat kontras gaun panjangnya
yang berwarna putih. Atau barangkali krem. Ia berkulit kuning langsat. dengan wajah mempesona dan
rambut hitam panjang tergerai di depan dua bukit dadanya yang mencuat penuh. 
     "Sss... siapa... kau?" 
     wanita lesbian  itu berbisik. 
     Sumarna menghirup udara segar dan mengisi rongga dadanya dengan udara itu, supaya terasa
lebih ringan dan lapang. 
     "Mestinya pertanyaan itu aku yang mengajukan," ia mencoba tersenyum, namun tetap bersikap
waspada. 
     Ekor matanya mengintai ke sekitar dan segera mengetahui kalau wanita lesbian  itu cuma seorang
diri. 
     Seorang diri. 
     Muda belia Elok rupawan pula! 
     "Apa kerjamu di sini?" 
     Sumarna memperdengarkan suara keras menghardik biarpun sesungguhnya ia ingin bersikap
lembut ramah. 
     "Aku... aku kehujanan," 
     Gadis itu mepet ke tembok bata. 
     "Siapa kau?" 
     "Sumarna. Aku adik pemilik rumah ini. Dan kau?" 
     "Oh. Jadi kau adik pemilik rumah ini," 
     Samar samar senyum si wanita lesbian  mengambang di bibirnya. Meski gelap, tergambar jelas bibir
kecil mungil, ranum kemerah-merahan. Sepasang bola matanya yang bundar bersinar terang
benderang. bagai kerlip bintang kejora di langit kelam. 
     "Maaf. Aku masuk tadi tanpa permisi" 
     "Hem. Tak apa," 
     Sumarna mendekat. 
     Gadis itu semakin rapat ke tembok. 
     "Jangan takut," 
     Senyum Sumarna, mulai tertarik pada kecantikan dan cara berpakaian serampangan gadis itu
sehingga tak tahu kalau kancing atas gaunnya terlepas memperlihatkan bundaran payudaranya yang

seputih salju. Pandangan Sumarna lalu  beralih ke tanah. Lantas bertanya heran: "Kau yang
membuat lubang besar ini?" 
     "Aku... eh, iya Aku." 
     Suara gadis itu terdengar gelisah. 
     "Buat apa?" 
     "Yah... Sekedar pengisi waktu saja. Menunggu hujan reda." 
     "000. Rumahmu di mana?" 
     "Di sini. Eh... maksudku tak jauh dari sini." 
     "Aku tak pernah melihatmu," 
     Sumarna menyimak wanita lesbian  itu dari ujung rambut ke ujung kaki. Gadis itu telanjang kaki.
Tangan yang satu dipergunakan menutupi dadanya yang setengah terbuka. Tangan lain
mencengkeram bagian bawah gaun yang ia pakai. Rupanya ia mencoba menguasai ketakutan dengan
cara begitu, pikir Sumarna. Tak sadar si gadis, kalau perbuatannya menyebabkan gaunnya sedikit
terangkat, memperlihatkan betis putih mulus dan panjang semampai. 
     "Aku dari tempat lain." ujar si gadis. 
     "Bibiku sudah lama tinggal di sini...." 
     Gadis itu membelalak ngeri waktu angin topan membuat atap genteng di atas mereka
berderak-derak. Beberapa tetes hujan jatuh menimpanya. Saking terkejut gadis itu terlonjak ke
depan. Jatuh dalam pelukan Sumarna. 
     'Tenang sajalah" bujuk Sumarna melihat bayangan ketakutan di wajah si gadis. "Sebentar juga
reda. Kau akan kuantar pulang." 
     "namun  aku takut." 
     'Tak perlu takut. Kau tak akan...." 
     "Dingin sekali. Aku tak tahan." 
     Gadis itu menggigil dalam pelukan Sumarna. 
     'Hiii, dingin sekali." 
     Sumarna merangkul gadis itu rapat ke tubuhnya. Dada mereka menyatu. 
     Hangat. Berapi-api. 
     "Neng,..." 
     "Mmh?" 
     Si gadis tengadah. 
     Sumarna tergagap jadinya. karena wajah mereka begitu rapat. Hendusan nafas gadis itu malah
terasa hangat menyapu pipinya. Setengah bermimpi, Sumarna bergumam: 
     "Jadi namamu Neng Atau Neneng ya?" 
     "Terserah kau saja. Mau panggil apa," 

     Gadis itu tersenyum untuk pertama kali. Senyum yang memabukkan. Tanpa menjauhkan wajahnya
pula. 
     Dada Sumarna meledak-ledak Kelelakiannya menuntut penyaluran hasrat yang tidak terkendali. 
     Selintas terbayang di matanya wajah nyi girah . 
     Ia bimbang. 
     Lalu terngiang ucapan nyi girah : 
     "Kita tunda saja...." 
     "Apa yang kau pikirkan?" 
     Si gadis berbisik Lirih. 
     Sumarna terkejut. Menyahut seenak perut: 
     "Kau." 
     "Aku? Kenapa?" 
     Mulut gadis itu setengah terbuka. Memperlihatkan lidahnya yang lembut basah
kemerah-merahan. 
     "Kau cantik," bisik Sumarna gemetar. 
     "Aku... aku ingin menciummu." 
     Gadis itu menaikkan tumit. 
     Bibir mereka bertemu. 
     Perasaan mabuk Sumarna menyerang semakin hebat. saat  tubuh mereka berdua pelan pelan
meluncur turun dan bersimpuh di tanah masih tetap saling berpelukan, dengan kedua pasang paha
saling bersilang, lengkaplah sudah perasaan itu. Sumarna tenggelam dalam birahi mabuk kepayang. 
     "Oh. Jangan-.." gadis itu berbisik saat  Sumarna meremas payudaranya yang semakin terbuka. 
     "Jangan," katanya. namun  tidak ada usaha penolakan pada pisiknya. Malah penerimaan yang
pasrah. Gadis itu merintih pelan. 
     Sesuatu yang sangat diingini Sumarna dari nyi girah  namun  dengan teguh dipertahankan gadis itu,
menjelma dalam benak Sumarna yang sudah kehilangan akal sehat itu. "Aku menginginimu," ia
berbisik di telinga si gadis, 
     "Ohhh," 
     Gadis itu merangkul lehernya. 
     "Aku akan bertanggungjawab..." 
     Sumarna bergumam setengah gila manakala ia rebahkan gadis itu dipermukaan tanah berpasir
dan dengan gerakan kasar tak sabar menanggalkan kain penutup si gadis. 
     Pasrah. Benar-benar pasrah wanita lesbian  misterius itu. 
     Sumarna tak tahu apa sebabnya. Dan ia tak mau tahu. Ia berbuat dan bekerja mengikutkan
naluri seksuilnya yang menggebu-gebu. Pun juga ia tidak tahu kalau kulit tubuh mulus yang menyatu

dengan tubuhnya perlahan-lahan berubah warna jadi coklat lalu  lebih hitam. Sumarna terpejam
menghayati senggama itu seutuhnya. 
     Tidak perduli, bagaimana rambut hitam panjang itu sirna begitu saja.Tinggal kepala gundul. Dan
kepala itu pun coklat kehitam-hitaman. Tampak denyut-denyut lemah yang makin lama makin kuat.
Itu bukan denyut dari ubun-ubun, melainkan denyut dari keseluruhan kepala yang lalu  berubah
bentuk. 
     Atau, tanpa bentuk. 
     Kecuali bulat memanjang, seperti juga seluruh anggota tubuhnya yang dengan cepat sekali saling
bertaut untuk mengikuti pembentukan wujud sesungguhnya. 
     "Kok seperti memeluk bantal guling." pikir Sumarna mulai tergugah. 
     "Dan eh, dinginnya Licin pula lagi. Eh. eh, makin mengecil _ hai. Apa ini yang menggeliat di
pahaku? Dan apa yang merayapi dadaku. Hei.." 
     Sumarna membuka matanya lebar-lebar. 
     Ia tidak melihat wanita lesbian  itu. 
     Yang ia saksikan. hanya makhluk mengerikan yang merayap sepanjang perut sampai ke dadanya.
Sumarna pun terbadai, lantas menjerit setinggi langit. 
     Lalu sesuatu yang lunak licin, menghunjam ke jantungnya. 
     Lalu menghirup darahnya. 
     Buas. 
     Baru esok paginya mayat Sumarna di ketemukan orang dalam keadaan tidak saja bugil. namun 
dengan lubang menyeramkan di dada. 
       Pagi hari yang sama fredy krueger  dijemput jessica  lagi ke percetakan. Sesudah  mengambil alih kemudi
dari tangan jessica  yang pucat lesi, fredy krueger  tancap gas ke rumah sakit. 
     
     "mengapa tidak kau bawa serta Bi skandinavia ?" 
     "Aku panik," bisik jessica  gemetar seraya mendekap bayinya rapat ke dada. 
     "Aku panik. Aku hanya ingat'. noni tribuana      harus kubawa ke rumah sakit." 
     "Bagaimana kau menyetir dari rumah?" 
     jessica  diam saja. ia sendiri tidak pernah ingat bagaimana ia dapat mengendarai mobil dengan
satu tangan memegang kemudi dan satu tangan lagi merangkul noni tribuana     . 
     "Syukurlah kau mampir ke percetakan," ucap fredy krueger . 
     "Dan lebih penting, syukurlah kau dan anakmu selamat," 

     Ia mengawasi bayi dalam dekapan adiknya 
     "Bagaimana terjadinya?" 
     "Seperti dahulu . Dan ah. sejak aku kembali dari rumah ibu ke rumahku. peristiwa itu berulang lagi.
noni tribuana      menjerit-jerit. Tubuhnya panas sekali. Tadi malam, sesudah  dinina bobokkan Bi skandinavia  ia mau tidur.
Sesudah  kuberi obat, panasnya turun. Lalu tadi. suaranya begitu lemah. ia tak mau diam. Dan obat
habis." 
     fredy krueger  bergidik. 
     Gidikannya baru reda sesudah  noni tribuana      ditangani dua orang dokter di rumah sakit. noni tribuana      dibantu
dengan transfusi darah yang tampaknya cukup banyak. jessica  terus saja menangis hingga fredy krueger 
sibuk mendiamkannya sambil menjawab sejumlah pertanyaan dokter. 
     Mereka berdua diajak ke kamar pribadi salah seorang dokter itu. 
     Sesudah  duduk berhadapan dan tangis jessica  mereda, dokter berkata dengan nada menghibur: 
     "Tidak usah cemas. Anak anda tidak menderita kelainan apa-apa." 
     "namun  kulitnya, Dokter?" 
     fredy krueger  mendesak. 
     "Sudah tidak asing buat kami. Kulit pucat, kering. Itu biasa. Bung fredy krueger . Gejala kurang darah." 
     "Parah benarkah dia." 
     "Mungkin harus diapname. Paling lama, besok pagi sudah dapat kalian bawa pulang. Tak ada
yang perlu dikuatirkan..." 
     Dokter tersenyum, namun membathin di hati: 
     "Benarkah tidak ada? Bagaimana sampai bayi itu kehilangan cairan tubuh sedemikian banyak,
tanpa terluka?" 
     Zuster masuk tiba-tiba. 
     "Saudara fredy krueger ?" 
     fredy krueger  berpaling. 
     "Ya?" 
     "Ada telepon." 
     fredy krueger  dan jessica  bertukar pandang. jessica  pucat pasi lagi. fredy krueger  menoleh pada dokter dan
berkata: 
     "Boleh melihat noni tribuana     " 
     "Silahkan." 
     fredy krueger  memaksa jessica  pergi mengikuti dokter menuju tempat noni tribuana      dirawat dan sedang diberi
transfusi. Ia sendiri lantas menguntit di belakang suster tadi menuju kantor bagian perawatan
anak-anak. Tangan fredy krueger  gemetar saat  memegang gagang telepon. 
     "Halo?" 

     "Nak fredy krueger ?" 
     "Ya. Ini siapa?" 
     "nyoto ." 
     "Eh, Pak Lurah. Kukira siapa. Aku sedang...." 
     "Ngiiing...." 
     Telinga fredy krueger  berdenging nyaring. 
     "Lurah nyoto . Mengapa? Ada apa, Pak Lurah? Darimana bapak menelepon? Kok bapak tahu aku ada
di sini?" 
     Ia mengajukan serentetan pertanyaan dengan bernafsu. 
     "Segeralah pulang." 
     "Pak Lurah?" 
     fredy krueger  mendesak 
     "Baiklah. Aku mencari kau ke rumahmu. Tapi tak ada. Lalu aku ke rumah adikmu. Dari pelayannya
aku tahu kau ke sini. lantas...." 
     "Lantas?" 
     fredy krueger  merasakan sekujur bulu kuduknya merinding. 
     chucky  sudah. 
     Ibunya sudah. 
     Siapa sekarang? 
     "Sumarna," 
     Sayup-sayup ia dengar suara lurah di seberang sana. Ia tidak mendengar lagi lanjutannya.
Telepon di tangan fredy krueger  lepas begitu saja. Jatuh dan tergantung di antara meja dan lantai kantor.
Ia tegak mematung. 
     Dengan wajah kelabu. 
     Lalu, mendadak patung itu hidup kembali dan terbang ke pintu. 
     Pada saat itu Hakim stephen king  sedang berdiri tegang menghadap ke jendela. Matanya suram. 
     "Mengapa kami tidak kau beritahu sebelumnya?" 
     Ia mengeluh, getir. 
     nyi girah  yang berbaring di ranjang dan yang rambutnya sedang diusah-usap penuh kasih sayang
oleh sang ibu, menangis lagi. 
     "Maafkan aku, Papa," 
     Ia menjawab tertata-bata. 

     "Niat buruk itu tiba-tiba saja muncul di kepalaku...." 
     "Memutuskan hubungan dengan Sumarna. 
     "Hem!" 
     Tubuh Hakim stephen king  semakin tegang. 
     "Anak kita tadi bilang, hanya menunda, Mas," 
     Ibu nyi girah  mengingatkan. 
     "Apa bedanya?" 
     "Banyak." 
     "Banyak atau sedikit, tetap saja menggemparkan. Nama kita akan tercemar!" 
     "Mas! Kasihanilah anak ini. Coba lihat bagaimana ia menderita. Dan apa salahnya menunda
beberapa waktu? Barusan tadi nyi girah  toh memutuskan akan tetap menikah dengan Sumarna, bila itu
yang mas kehendaki." 
     Dering telepon memutus pertengkaran itu. 
     Hakim stephen king  meninggalkan jendela. Ia berjalan setengah hati menuju ruang duduk untuk
menerima telepon itu. 
     Apa-apaan si nyi girah . Sepanjang malam menangis saja. Membanting bantingkan diri di ranjang
seperti orang kesurupan. Dan sesudah  orang lain kalang kabut habis-habisan, baru mau mengatakan
sebabnya. 
     Menunda pernikahan. 
     Tak bilang-bilang. 
     Uh! 
     "Hallo? stephen king . Ini siapa?" 
     Istrinya mendengar sambutan kasar si suami di telepon. 
     Si istri mengurut dada. 
     Lalu kembali membujuk anak gadis kesayangannya dengan kata-kata menghibur. Suara Hakim
stephen king  di ruang duduk semakin rtiny  saja. lalu  hening. Tak lama. Telepon diletakkan.
Langkah-langkah kaki ke arah belakang, dan suara memerintah pada pelayan mereka yang laki-laki: 
     "Jang! jajang! Siapkan mobil, aku mau pergi." 
     waktu masuk lagi ke kamar, wajah Hakim stephen king  biasa-biasa saja. 
     "Kalian berdua, teruskan. Pikirkan jalan bagaimana caranya kita akan minta maaf pada...." 
     Ia pura-pura mengawasi telapak tangan yang dibolak balik tak menentu. 
     "Kalian kutinggal dahulu  sebentar." 
     Suaranya tenang .Sikapnya pun tenang. 
     Ia lalu  berjalan ke pintu depan sesudah  terdengar bunyi mesin mobil dihidupkan. 
     "Mas?" 

     Hakim stephen king  tidak berpaling. 
     "Ya?" 
     "Gantilah dahulu  piyamamu. Dan pakai sepatu." 
     "Astaga!" 
     Hakim stephen king  mengeluh. Kaget sendiri. ia bersalin pakaian di kamarnya dengan bantuan sang
istri. Namun tidak mengatakan apa-apa. Masih saja ia memperlihatkan wajah dan sikap tenang luar
biasa. isterinya berpikir, tak aneh! 
     Bukan dokter saja yang sering menerima panggilan mendadak. Menyangkut perkara-perkara
besar, hakim pun bisa Jadi. sang iStri tidak berprasangka apa-apa saat  ia mengantar suaminya
sampai ke pintu. Saling melambai. Lalu kembali menemui anaknya. Baru sesudah  mobil meluncur di
jalan raya, wajah Hakim stephen king  berubah sepucat kertas. Keringat membercik di jidatnya. Sekujur
tubunya gemetar. Lantas bergumam parau: 
     "Tuhanku! Mengapa... mengapa justru Sumarna yang mati?" 
     Lurah nyoto  membuka pintu. 
     "Eyang terlambat," katanya murung. "Satu mayat lagi sudah  dikuburkan tadi siang." 
     Tamunya menyahut datar: "Aku sudah tahu." 
     "Eyang sudah tahu?! Dan eyang tidak berbuat apa-apa?" 
     "Janganlah cemberut begitu, nyoto . Aku dapat tahu dari orang yang berpapasan di jalan ke mari...."
     Tubuh kecil kurus itu menggerak gerakkan kaki. 
     "Boleh masuk? Makin peot, makin tak kuat aku berdiri lama-lama." 
     Tersipu-sipu Lurah nyoto  mempersilahkan tamunya duduk. Tergopoh pula ia menyelinap ke belakang
memberitahu istrinya bahwa ada tamu. isteri Lurah nyoto  keluar menyambut.Cium pipi kiri dan kanan
sang eyang, berbasa basi sebentar lalu kembali ke dapur untuk membuatkan minuman. 
     'Jadi si fredy krueger  sudah " 
     "Bukan fredy krueger . Eyang. Sumarna, adiknya." 
     "Ah. Aku salah dengar tadi, kalau begitu. Penanda yang sama dengan chucky , kira-kira?" 
     "Mirip eyang. Bedanya, chucky  masih pakai celana. Sedang Sumarna, bugil sama sekali.
Pakaiannya tertumpuk dekat kakinya. Kuat dugaanku ia lebih dahulu  bercumbu dengan seseorang.
sebelum makhluk itu menyerangnya." 
     "Atau, ia sudah  bercumbu dengan makhluk itu sendiri." 

     "Yang benar. Eyang! Entah pacat entah lintah, namun  bercumbu dengan manusia.... Jangan-jangan
eyang mulai pikun ya?" lurah nyoto  tertawa sumbang. 
     Isterinya muncul dengan hidangan. 
     Mau ikut nimbrung ngobrol namun  mundur dengan wajah memberengut sesudah  dipelototi
suaminya. 
     "Aku menyesal pernah punya murid macam kau. nyoto ." 
     Tamu tua renta itu mengeluh _ it. 
     "Sumarna bercumbu dengan seseorang.  Dan kenapa wanita lesbian  itu tidak ikut diserang?
Umpamakan, wanita lesbian  itu pergi dahulu an? Kenapa Sumarna tidak segera mengenakan pakaiannya
kembali? Kudengar, hujan terus turun malam itu. Udara dingin membeku. Umpamakan pula ia
ketiduran lalu ditinggalkan si wanita lesbian . Hanya satu jenis wanita lesbian  yang mau berbuat begitu. Kau
menyimpan pelacur di kelurahan ini, nyoto ?" 
     "Setahuku, tak seorang pun." 
     Lurah nyoto  bingung sendiri. namun  ia tidak mau kesalahan ditimpakan atas kepalanya seorang.
Maka dengan suara ketus ia berkata: 
     "Bercumbu dengan wanita lesbian  nakal atau dengan roh jahat. sama saja eyang. Sumarna toh sudah
mati. Dan itu tidak akan terjadi seandainya eyang tidak datang terlambat." 
     "Bagus. Bagus caramu mencari kambing hitam," 
     Si tua renta meneguk tehnya. Dengan nikmat! Lalu: 
     "Kalau Tuhan menghendaki besok hari seratus orang mati di suatu tempat, apakah aku harus
hadir di sana untuk mencegahnya?" 
     Wajah Lurah nyoto  yang tadi cemberut, berubah kemerahan menahan malu. 
     "Maafkan aku. Eyang." 
     "Sudahlah .Antarkan saja aku menemui fredy krueger ," orang tua itu bangkit seraya menjinjing
bungkusan yang tadi ia letakkan dekat kakinya. 
     "Jangan sampai kita terlambat pula" 
     Lurah nyoto  pergi memberitahu istrinya. 
     lalu  bersama sama mereka meninggalkan rumah. Malam belum larut. Masih sekitar pukul
sembilan. namun  langit gelap tertutup mendung tebal. Hempasan angin di rumpun bambu
mendesahkan suara suara gaib yang tak seorang pun tahu maknanya. 
     "Bukankah rumah yang di sana itu? Kok kita menyimpang," 
     Sang eyang bertanya heran. 
     "fredy krueger  lebih suka tinggal bersama adiknya. Eyang. Si jessica . Semua tersedia lengkap di situ.
Mobil, telepon, pelayan. Jadi gampang bertindak kalau terjadi apa-apa." 
     Lurah nyoto  mengintip ke jinjingan di tangan orangtua itu. Bertanya menyelidik: 

     "Eh, Eyang. Omong omong, ke mana saja eyang beberapa hari ini? Dan tumben, muncul
sekarang." 
     "Aku pergi ke Pantar Cicarita. Menggarang air laut." 
     "Menggarang apa?" 
     Lurah nyoto  kaget. 
     "Air laut. Biar air berlimpah ruah di pantai, hujan pun tetap punya hak turun di sana.Jadi aku
terpaksa menggarang air laut. Dengan bantuan seorang nelayan sahabatku. Selain karena matahari
malas keluar, dengan menggarang air laut aku memperoleh endapan garam dengan khasiat yang lebih
manjur." 
     "Garam? Cuma untuk mengambil garam. eyang buang tempo dan enerji?" 
     "Apa itu, enerji?" 
     "Uh, ah. Tenaga, begitu?" 
     "Hem. Hem. Supaya kau tahu, garam dapur paling banter mampu mematikan makhluk-makhluk
kecil menjijikkan yang bangkainya pernah kau bawa sebagai oleh-oleh untukku." 
     Si kecil kurus tersenyum dan ikut mengangguk ramah bersama pak lurah kepada beberapa orang
pemuda yang berpapasan dengan mereka. Lurah nyoto  rikuh dengan sindiran itu. 
     "Bungkusan ini. nyoto ...." 
     Lanjut bekas gurunya tak acuh. 
     "..E en, en apa tadi?" 
     "Enerji. Tenaga." 
     "Ah ya Enerji yang tersimpan di bungkusan ini bukan enerji sembarangan. Garam mentah, kau
tahu. Kuendapkan sendiri. Dengan caraku sendiri pula." 
     "Cara yang bukan sembarangan, aku percaya," 
     Lurah nyoto  tersenyum. . 
     "Pujianmu tak kuperlukan." 
     Ia mendapat jawaban ketus. 
     "Lebih baik kau ceritakan sedikit sedikit mengenai kehidupan dua orang bersaudara yang akan
kita temui." 
     "fredy krueger  dan jessica  adalah.... Eh, Eyang. Kenapa eyang cuma memusatkan perhatian pada mereka?
Masih ada kematian-kematian lain yang juga patut diperhatikan." 
     "namun  tidak seperti matinya chucky , slendrina  lalu Sumarna. Tentang bayi, baru bayi Bu tiny .
Sepengetahuanku, nyoto . selama belum terlambat maka serangan terhadap anak kecil semacam bayi
Bu tiny  masih dapat diselamatkan. Lain halnya dengan roh jahat yang menyerang keluarga fredy krueger .
Camkan. Yang terbunuh, semua keluarga fredy krueger . Sudah terbuka otak budekmu sekarang?" 
     "Alaa, eyang ini. Jangan sewot begitu dong." 

     "fredy krueger  dan jessica . Bagaimana tadi?" 
     Memberengut si eyang. Tak acuh. 
     Karena sudah diberitahu lebih dahulu  oleh lurah nyoto . fredy krueger  tidak heran kedatangan tamu tidak
dikenal yang memasuki rumahnya berdua dengan Lurah nyoto . Namun toh sempat juga ia dibuat
tercengang melihat penampilan orang itu. Sudah tua bangka, kurus dan kecil pula lagi Wajah pun
biasa-biasa. Tutur kata teratur dan sopan. 
     Tadinya fredy krueger  berharap akan melihat tubuh yang kuat, sehat. Biarpun tua bangka, tetap kekar
dan kuat. 
     Bukankah punya ilmu? 
     Lalu, ia juga tadinya membayangkan akan melihat kain hitam melilit kepala. Bukan peci. Pakai
sarung hitam, dan telanjang kaki. Bukan kemeja dan celana, berselop. Sepasang matanya merah
saga. Bukan mata bening jernih. Mulut tak berhenti menceracau. kumat kamit setengah kesurupan.
Bukan mulut tersenyum ramah, simpatik. Bau keringat busuk memualkan. Bukan bau keringat biasa,
seperti keringat fredy krueger  sendiri. 
     Hampir saja ia bertanya pada pak lurah. apakah kepala daerahnya itu tidak membawa orang yang
keliru. namun  orangtua sederhana lagi necis yang duduk santai di depannya, mtiny ului dengan
kata-kata: 
     "Aku tidak membutuhkan ramu ramuan atau jimat, Nak fredy krueger . Yang sangat kubutuhkan dan
harus kuterima dengan ikhlas, cuma satu. Kepercayaan!" 
     fredy krueger  terhenyak. 
     Maluu 
     "Apa yang dapat kubantu, Pak tua?" 
     Ia mendesah. Lirih. 
     "Namaku resi mandala . Kalau kau suka. sebut saja Aki Udin," 
     Orangtua yang tampaknya "tidak punya apa-apa" itu tersenyum manis. 
     'Dan yang perlu dibantu, adalah kau dan adikmu jessica ." 
     "Terimakasih. Aki Udin." 
     "Percaya pada kebesaran Tuhan, Anakku?" 
     "Ah, Aki Udin...." 
     fredy krueger  melengos tanpa menyolok. 
     "Aku menempuh kehidupan yang buruk hampir selama dua puluh tahun. Jadi...?" 
     "Dapat dimengerti," 
     Eyang resi mandala  manggut manggut. 

     "Juga dari apa yang kudengar dari orang lain tentang kehidupan saudara wanita mu, dapatlah
aku menjelaskan dengan ringkas. Rumah yang bersih, sebenarnya tidak perlu ditepung tawari." 
     Orang lain itu tentunya lurah. rungut fredy krueger  di sanubari. Namun ia tidak berkecil hati .Berkat
kalimat tamunya yang menyindir sedemikian halus rumah yang bersih. tak perlu ditepung-tawari.
chucky  memang seorang yang soleh. namun  chucky  sudah  gagal membagi kesolehannya kepada istrinya
sendiri, jessica . 
     Pikir fredy krueger  lagi: 
     "Kalau si tua bangka ini menyebut rumah yang bergelimang dosa. biarpun mungkin benar,
tentulah ia sudah kutendang keluar?" 
     Di mulut, fredy krueger  berkata ingin tahu: 
     "Boleh aku tahu dengan apa Aki Udin akan menepung tawari rumah ini?" 
     "Ini." 
     Eyang resi mandala  meletakkan bungkusan di meja. saat  dibuka, tampaklah setumpuk bubuk halus
berwarna putih kekuning kuningan. 
     "Apa ini?" 
     "Garam mentah." 
     "000." 
     Pada saat itu Bi skandinavia  masuk untuk menghidangkan minuman dan penganan. Karena ketiga orang
laki-laki yang tengah berembuk itu rupanya tidak merasa terganggu oleh kehadirannya, Bi skandinavia 
bekerja berlamhat-lambat. Nguping, biasa. 
     "Garam ini taburkanlah di sekeliling rumah," 
     Eyang resi mandala  menerangkan. 
     "Utamakan celah celah pintu. jendela atau kalau mau boleh pula di para-para itu kalau kalian
berangkat tidur. Dan kalau salah satu dari kaliar keluar rumah, bekalilah segenggam garam di saku.
Dengan demikian saya harap apa yang sudah  menciderai almarhum keluargamu, tidak berani
mendekati kau dan adikmu" 
     Bi skandinavia  melirik ke bungkusan terbuka di meja, saat  ia pura-pura membetulkan letak pot bunga
di atas rak .Berpikir. 
     "Garam Aku punya banyak di dapur." 
     "Eh, aku tidak melihat lpah," 
     Lurah nyoto  menukas ingin tahu. 
     Bi skandinavia  segera berlalu. 
     "Ia ada di kamar, Pak Lurah. Sejak tadi malam, terus-terusan menelan pil tidur. Kalau tak kujaga,
maulah ia habiskan satu ples penuh." 
     fredy krueger  geleng-geleng kepala, sedih. Mudah-mudahan saja tidak ia telan pula nanti garam ini. 

     Garam. Hem. 
     "Dan noni tribuana     ?" tanya pak lurah lagi. 
     "Di rumah sakit. Pak. Jadinya saya terpaksa pulang-pergi sepanjang hari. noni tribuana      diopname." 
     "Sakit apa, nak?" ' 
     "Demam." jawab fredy krueger , pendek. Di benaknya masih berputar pikiran yang sama: garam. Hem,
betapa sederhananya. Pacat. Lintah. Dan garam. Mengapa ia tidak berpikir ke arah itu? 
     Betapa sederhana. Dari pikiran seorang tua bangka yang sederhana pula. namun  apakah yang ia
cemaskan, sesederhana itu penanganannya? 
     Mereka bertiga terus berembuk. Serius. 
     Wajah Bi skandinavia  saat  tadi meninggalkan kamar duduk. tenang dan biasa saja. Begitu ia tiba di
koridor, wajahnya pun berubah serius. Sangat serius. Ia langsung menghambur ke dapur. Mengambil
segenggam garam. Garam segenggam itu ia taburkan di sekeliling dapur, kamar mandi. kamar cuci
dan kamar tidurnya Bila kurang. ia berlari lagi mengambilnya ke dapur. 
     lalu  ia berdiri agak jauh, menyimak apakah "daerah kekuasaan" nya itu sudah terlindung
aman. Cukup, pikirnya. sambil masuk ke kamar tidur. Berbaring di dipan, rupanya ia masih gelisah. Ia
menatap curiga ke celah pintu.Bubuk garam bertaburan di sekitar celah pintu itu. 
     namun  apakah ia sendiri sudah aman? 
     Bi skandinavia  berpikir keras. 
     Lalu ia bangkit dari dipan. Membuka pintu dan berlari-lari ke dapur. Kali ini ia bawa  satu
mangkok penuh garam. Kembali ke kamar. sesudah  mengunci pintu, Bi skandinavia  menanggalkan semua
pakaiannya .Tinggal kutang dan celana dalam. Lalu garam semangkok itu ia tabur dan oleskan ke
Setiap sudut tubuhnya, tak dilewatkan seincipun juga. Malah diselundupkan juga sejumput bubuk
garam di balik kutangnya. Ragu-ragu sebentar, lantas menaruh pula sejumput di balik celana dalam. 
     Ia merasa geli sedikit. 
     namun  ketimbang mati dengan dada berlubang? 
     Bi skandinavia  mengenakan pakaiannya kembali. Baru sesudah ia dapat berbaring di dipan dengan
perasaan aman. 
     Di kamar duduk, Lurah nyoto  bergumam: 
     "Berani kau berdua saja di rumah ini? Tanpa ada yang menemani?" 
     "Aku punya pisau komando. Dan sudah  pula kusiapkan sebilah golok," 
     fredy krueger  mengaku. 
     "Tetap saja kalian perlu ditemani. Kulihat, banyak keluargamu di rumah ibumu. Mengapa tidak
meminta bantuan mereka saja" 
     fredy krueger  menjawab kesal: "Yang ada belum pulang, yang lain sudah datang pula. Mereka harus
kuberi makan semua. namun  bukan itu yang membuatku tak senang. Mereka semua tiap kali menatap

waswas padaku dan jessica . Sampai aku berpikir, mereka menginap berlama-lama karena ingin tahu,
siapa di antara kami berdua yang akan menyusul chucky , Ibu, Sumarna? Kurang ajar. Benar-benar
kurang ajar!" 
     "Sabar, Nak. Sabar. Mereka bertujuan baik. Turut berdukacita. Ikut memanjatkan do'a. Oh ya.
Apakah tahlilan terus saja diadakan di masjid? Tidak di salah satu rumah kalian?" 
     "Lebih baik tetap di masjid, Pak lurah. Kalau di rumah ibu. aku terpaksa harus hadir dan
meninggalkan jessica  sendirian di sini. jessica  tak mau beranjak dari ranjang. Ia terpukul. Sangat terpukul.
Aku juga. Dan ah, kalau diadakan di rumah ini pula, yah. Bagaimana ya. Aku dan jessica  sangat ingin
sendirian. Tanpa terganggu. Kami berdua ingin tetap berduaan satu sama lain. dan merenungi
bersama mengapa kutuk yang mengerikan itu hanya tertimpa atas kami saja..?" 
     Di kamar pembantu. Bi skandinavia  tersentak bangun. 
     Suara apa itu? 
     "Kresak kresek, seeerrrr." 
     Lalu tak tik tak suara lembut kaki melangkah .Dengan wajah takut. Bi skandinavia  mencari mangkoknya.
Masih ada garam tersisa. Lekas ia genggam, lantas ditaburkan semua di sekitar dipan  sambil mulut
kumat-kamit memanjatkan do'a.Sebentar lalu  suara ganjil itu menjauh. Lalu lenyap. 
     "Besok akan kubeli lebih banyak garam di pasar," desah Bi ljah lega. 
     Sosok tubuh yang barusan melewati kamar pembantu sambil melakukan sesuatu, tampak
membuka pintu samping lalu menghilang dalam kegelapan malam di luar rumah. 
     Bi skandinavia  tak bisa tidur. 
     Dan di kamarnya, jessica  sebaliknya, justru tidur pulas. Malah sampai mendengkur. Ia tidak
perduli pada alam sekitar. Pil-pil yang dibeli fredy krueger  di apotek melalui resep dokter. malam itu ia
telan sampai tiga butir. 
     Tak heran ia lupa menutup tirai jendela kaca. 
     Kegelapan malam tampak menganga di luar jendela. Rembulan bersinar pucat, menerangi alam
sekitar. Dari balik rimbunan daun rambutan yang rindang, membersit sepasang kilatan merah
bernyala. Tak lebih dari titik api besarnya. Kilatan mata itu menatap lurus ke jendela kamar tidur
jessica . Karena tirai terpentang membuka dengan sendirinya tampak nyata bahwa di kamar itu
hanya ada jessica  seorang. 
     Mana sang bayi? 
     Bayangan hitam itu melesat dari pohon  rambutan dan terbang  melayang memperhatikan
jendela jendela yang lain, terutama kamar tidur pembantu. Tetap sama bayi yang darahnya segar
bugar itu, tidak terlihat. Tidak ada petunjuk bayi itu di dalam rumah. 
     Di mana bayi itu mereka sembunyikan? 
     Sesosok tubuh kehitaman muncul dari belakang rumah. Sepasang mata merah saga itu

melihatnya, lantas membawa kepalanya melesat terbang sejauh mungkin dan lenyap ditelan
kegelapan malam . 
     Anjing melolong lirih. 
     Entah di mana. 
     "... baiklah," 
     Di kamar duduk, fredy krueger  menarik nafas panjang sesudah  ia mengambil keputusan yang bulat. 
     "Aku tak keberatan, Pak Lurah. namun  Bi skandinavia  tetap di kamarnya. Sungguh tak pantas kalau pak
lurah serta Aki resi mandala  tidur dikamar pembantu. Begini saja .Aku akan pindah dari kamar tidur
untuk tamu dan menempati kamar kerja chucky . Pak lurah dan Aki resi mandala  menempati kamar yang
kutinggalkan." 
     "Do'akan saja, agar semua ini  lekas berlalu. sahut Lurah nyoto , puas. 
     "Berapa lama kira-kira, Pak Lurah?" 
     "Mana aku tahu. Eyang meramalkan, satu minggu ini hujan akan turun terus menerus. Dua
minggu atau mungkin satu bulan sesudah nya. panas dan kering lagi. Karena itu ia yakin. terjadinya
ah, maksudku, makhluk terkutuk itu akan muncul kembali hari-hari ini juga." 
     "Makhluk terkutuk!" 
     fredy krueger  mengeluh. 
     "Seperti apa kira-kira bentuk maupun rupanya, Pak Lurah?" 
     Lurah nyoto  tidak mampu menjelaskan. Dan tidak sempat. Sosok tubuh kurus kecil dari Eyang
resi mandala  sudah masuk lewat pintu depan yang terbuka. Bungkusan yang tadi ia bawa ke dapur terus
ke sekeliling rumah sudah berkurang isinya. 
     "Selesai, Eyang?" tanya Lurah nyoto . 
     "Sebagian. Tinggal kamar jessica . Itu tugas Nak fredy krueger lah." 
     Orangtua itu duduk keletihan di kursi semula, lantas seraya menahan senyum ia berkata: 
     "Kalian tahu?" 
     "Apa. Aki Udin?" 
     "Tadi aku temukan banyak sekali garam bertaburan. Bukan garamku." 
     "Ah, masa Di mana?" 
     "Di dapur, di kamar mandi, di kamar cuci. Dan bertumpuk tumpuk di celah pintu kamar pelayan." 
     "Bi skandinavia . Astagaaa...." 
     fredy krueger  menggeleng dan untuk pertama kali sesudah  chucky  meninggal dunia, fredy krueger  lalu 
tertawa berderai-derai. 
     Siang yang mendung berhujan, pertengahan minggu kedua bulan Januari. 
     Di rumah Hakim stephen king , dua orang wanita lesbian  tengah berbincang bincang dengan nada duka. 
     "Kau tak kuliah lagi, nyi girah ." 
     nyi girah  meletakkan buku saku yang tengah ia baca. Buku saku yang sudah  ia baca empat hari
terus-menerus, tanpa mengerti satu kata pun jalan ceritanya .Padahal selamanya ia menghabiskan
paling banyak tiga jam untuk menelan seluruh isi cerita buku saku karya Harold Robbins itu. 
     Ia tidak sedang menangis. 
     Namun kelopak matanya masih saja sembab, saat  ia menatap ibunya yang masuk ke kamar
dengan suara menyesalkan namun  bibir mengulas senyuman sayang. 
     "Aku tak dapat konsentrasi, Mama" 
     "Mestinya kau keluar. Jalan-jalan." 
     "Aku tak bernafsu, Mama" 
     Dan ibu membereskan sprei tempat tidur anaknya yang makin kurang rapih belakang ini. 
     Lantas berpaling kaget waktu mendengar anaknya bertanya: 
     "Apa yang mama dan papa rahasiakan?" 
     "Rahasia?" 
     wanita lesbian  yang lebih tua, mendekat ke tempat anaknya duduk dekat jendela. Mengusap rambut
hitam berkilauan dan harum semerbak itu dengan campuran haru dan kasih sayang. 
     "Buat apa kami menyimpan rahasia? Terhadap kau, puteri kami satu satunya?" 
     "Mama berbohong." 
     "nyi girah , Anakku!" 
     "Mama berbohong. Mama kira aku tak tahu bahwa ada yang sudah  berubah di rumah ini?" 
     "Berubah? Apanya yang berubah, nyi girah ?" 
     "Mama Dan papa" 
     "Hem. Kami tetap mengasihimu. Tidak ada yang...!" 
     "Pura-pura .Mama pura pura tak tahu. Sudah berapa hari ini. mama dan papa jarang bercakap
cakap. Kalaupun pernah kupergoki. kalian berdua lantas memutuskan pembicaraan sesaat , dan
berlaku manis padaku. Manis pura-pura. Masih ada lagi: mama dan papa semakin jarang mengungkit
rencana pernikahanku dengan Sumarna. Padahal, kemarin-kemarin ini, wah, mengeroyokku
habis-habisan!" 
     Mata sang ibu berkilat perih. 
     Mulut tetap saja tersenyum, luar biasa, lalu : 
     "Anakku, Manis. Bukankah kau sendiri yang bermaksud menundanya?" 
     "Dan papa marah, ya? Papa marah sekali!" 

     "Tidak. Papamu tidak marah." 
     "lantas? Apa yang menyebabkan tingkah papa dan mama tampak sangat ganjil?" 
     Sang ibu mengawasi wajah anaknya dengan seksama. Sinar matanya kelihatan tegang sejenak,
lalu  sembari menarik nafas, ia mendesah: 
     "Cobalah berterus terang pada ibumu, nyi girah . Siapa sebenarnya yang kau cintai?" 
     nyi girah  menatap heran. Lantas bergumam bingung: 
     "Ya. Dua-duanya. Cinta mama. Cinta papa" 
     "Kau tahu apa yang ibu maksud, nyi girah ," 
     Ibunya menyerang. 
     "Mama...." 
     Sudut-sudut mata nyi girah  mulai basah. 
     "Siapa, anakku? Siapa di antara mereka berdua yang sesungguh sungguhnya kau cintai?" 
     nyi girah  merangkul ibunya kuat-kuat. 
     Menangis tersedu-sedu. 
     "Jangan tanyakan itu padaku, Mama jangan! Aku takut. Takut sendiri menjawabnya!" 
     ibunya ikut menangis. 
     Tak lama lalu  ia berkata lembut: "Ayo. Kau perlu istirahat. Minumlah obatmu. Lihat. Betapa
kau tambah pucat dan kurus hari-hari belakangan ini...." 
     Ia mengulas senyuman lirih. "Siapapun juga yang kau cintai, nyi girah , yakinlah mereka tak akan
senang melihat penampilanmu seburuk sekarang." 
     Tangis nyi girah  menurun. 
     "Minum obat sekarang?" 
     "Ya, Mama" 
     "Nih...." 
     Lalu: 
     "Tidurlah ya, nyi girah ?" 
     "Ya, Mama." 
     Sesudah  menunggui anaknya hampir satu jam dan yakin nyi girah  sudah pulas, wanita lesbian  yang lebih
tua beranjak ke pintu. Menutupnya hati-hati. Lalu kembali duduk menunggu, di kamar depan. Bersama
curah hujan yang membanjir dari langit kelam, sebuah mobil memasuki halaman sekitar pukul tiga
siang. 
     wanita lesbian  itu menyambut suaminya di pintu. 
     Sambil membantu melepaskan dasi sang suami, ia bergumam pelan: "nyi girah  membuatku makin
cemas. Pak." 
     "Mana dia?" 

     "Tidur. Jangan terlalu keras suaramu." 
     Ia menarik suaminya ke kamar mereka sendiri, menutup pintu rapat-rapat. Curah hujan ribut
bukan main. Toh wanita lesbian  itu tetap berbicara dengan bisik-bisik 
     "Apakah tidak sebaiknya ia kita beritahu saja?" 
     Lama, baru ada sahutan: 
     "Tunggulah. Kita harus pasti dahulu ." 
     "namun  ia tidak juga mau menjelaskan, siapa sebenarnya yang paling ia dambakan dari  kedua
orang pemuda itu." 
     "Hem" 
     "Bagaimana, Pak?" 
     "Biar saja seperti ini dahulu . Sampai kita yakin benar. Kalau ia mencintai Sumarna, aku ngeri
membayangkan apa yang bakal terjadi atas diri anak kita." 
     "lalu. kalau bukan Sumarna?" 
     Suaminya tersenyum. Lantas berujar, munafik: 
     "Aku malah berharap. bukan Sumarna. Konon pula Sumarna sudah . Eh. Bu. Kau tetap berada di
dekat telepon, bukan?" 
     "Benar, Pak. Untung kau nasihatkan keluarga Sumarna agar jangan berbicara langsung dengan
nyi girah . Dan ah, ya. Mujur pula, anak kita malas keluar dari kamar. Kerjanya cuma berkurung dan
berkurung. Makan pun, susahnya bukan main." 
     "Kau hibur teruslah dia. Dan..." 
     "Dan apa, Pak?" 
     "Kebiasaan buruknya sekarang ini, kukira sebagai penebus dosa. Tanpa ia sadari. ia tengah
menjalaninya." 
     Mereka lalu  berpelukan. 
     Erat. 
     Dengan tangan-tangan sama gemetar . 
     Karena riuh rtiny nya hutan di seputar rumah, mana berbisik bisik pula, nyi girah  tidak mendengar
apa yang dipercakapkan ibunya. Ia tidak pula tidur seperti dugaan ibunya. 
     Mata nyi girah  terbuka Lebar. Bola mata itu kemerah-merahan. 
     Ia turun dari ranjang. Mendekat ke jendela .Menatap hujan dan diam-diam menikmati hempasan
angin topan di luar. _ 
     "Aku harus pasti," bisiknya, nekad 
     "Aku harus berani melakukannya!" 
     Hujan kian membadai. 
     Malam pertama saat  garam ditaburkan, hujan turun rintik rintik .namun  tidak ada sesuatu yang
terjadi. Paginya jessica  bangun dengan mata terkantuk kantuk. Ia tidak mau mandi. Tidak mau
sarapan. jessica  minta fredy krueger  mengantarkannya ke rumah sakit untuk membesuk noni tribuana     . Kesehatan
bayi itu bertambah baik. namun  masih perlu dirawat satu dua hari, untuk menormalkan kulit tubuhnya.
     Mereka singgah di restoran untuk makan Siang. 
     Tak satu pun hidangan dapat mereka nikmati dengan baik ke percetakan. Ia sudah menelepon
tidak akan masuk untuk jangka waktu yang ia sendiri tidak bisa menentukan. 
     Pulang dari kota, fredy krueger  menyempatkan singgah di rumah kost raden ajeng martini . Gadis itu tak ada di
tempat. Rupanya fredy krueger  lupa waktu ia menelpon ke percetakan, ia sempat bicara dengan Rasida.
Gadis itu mengatakan ia sudah agak baikan. Gusinya masih bengkak, tinggal benjolan kecil. ia
bekerja dengan saputangan tetap terpegang di depan benjolan mulutnya, malu dilihat orang. 
     Dari rumah kost raden ajeng martini , fredy krueger  dan jessica  menjenguk kaum kerabat yang masih tinggal di
rumah ibu mereka. Sebagian sudah pulang, rupanya. Sesudah  melihat-lihat apa yang kurang dan
diperlukan oleh sisa keluarga yang masih bermaksud menginap, keduanya lalu  pamit dan pulang
ke rumah jessica . 
     Hujan badai menyambut mereka setiba di rumah. 
     Pak Lurah nyoto  sedang pergi ke rumahnya. Eyang resi mandala  tengah ngobrol dengan Bi skandinavia  di
beranda belakang. Eyang minum teh pahit dan obrolan boleh dikata diborong semua oleh Bi skandinavia  yang
sesekali melirik teman bicaranya dan tertawa-tawa genit. 
     jessica  langsung ke kamar. 
     Tidur. 
     Ia sudah  melupakan urusan dagangnya, membuang keuntungan jauh-jauh dengan memberitahu
fredy krueger  agar telepon dari relasi relasinya ditolak saja untuk sementara. Sebelum tidur, diawasi
fredy krueger  dengan seksama. jessica  menelan hanya satu butir pil. 
     Garam ditaburkan lagi oleh Eyang resi mandala . Jejak-jejak kaki rupanya membuat celah-celah
masuk yang tidak disenangi orangtua yang apik itu. 
     Tengah malam, jessica  terbangun. ia tidak tahu, apakah tadi ia bermimpi buruk. atau sekedar
gelisah saja sehingga tidurnya terganggu. Badannya terasa panas. Lamat-lamat ia dengar suara
orang ngobrol di kamar duduk. Lurah nyoto  rupanya sudah bergabung lagi. 
     Udara dalam kamar terasa sangat gerah. 
     Dan punggung jessica , gatal. 
     Oh. Sudah dua hari ia tidak mandi rupanya. Dan meski saat itu tengah malam, ia tidak tahan

gerah dan segera masuk ke kamar mandi yang terletak di pojok kiri, bersatu dengan kamar tidur
tersebut. 
     Tanpa prasangka sedikit pun. ia membuka keran air. Dua-dua sekaligus. Yang bertitik biru. 
     
     Dan bertitik merah. Seraya menunggu air hangat mengalir masuk semakin banyak ke bak air,
jessica  menanggalkan gaun tidurnya. Pintu kamar mandi ia biarkan tetap terbuka. Toh, pintu kamar
tidur terkunci dari dalam. 
     Sekilas ia lihat taburan garam mentah di luar pintu kamar mandi. 
     "Pekerjaan sia-sia," 
     Ia menggeleng. lantas sikat gigi. 
     Habis ia sikat gigi, bak air baru terisi setengah. jessica  melangkah masuk ke bak porselen itu.
Kaki-kaki telanjangnya sangat bagus dan cantik. Sebelum berendam di dalam air, ia tanggalkan pula
kutang dan celana dalam. Dengan berbugil ia lalu  rebah. Berbaring telentang. Santai. 
     Lima menit ia nikmati kehangatan air di sekujur tubuhnya, tanpa bergerak. Kraan air sudah  ia
matikan, karena bak hampir penuh. Dijangkaunya sabun mandi lantas mulai menggosoki tuhuh
bugilnya yang mulus halus, ia bayangkan chucky  yang membelainya. Matanya merem, dengan telapak
tangan terus membelai, mengusap, membiarkan busa sabun memenuhi permukaan air, dan menikmati
orgasme dengan bibir gemetar mengeluarkan erang dan rintih. 
     Sesudah  itu, sejenak ia terkulai. 
     Lemah. 
     Lalu dengan kakinya, ia tarik rantai pengikat tutup lobang keluar air di dasar bak. Genangan
sabut semakin mertiny , mertiny  dan mertiny  bersama arus air yang mengalir ke lubang
pembuangan. Merasa semua air dan kotoran akibat tadi ia mengalami orgasme, sudah  terbuang
semua, maka jessica  membuka lagi kran. Titik biru dahulu  baru merah. Air dingin sejuk mengalir
sedikit. Begitu pula air panas. 
     Macet? 
     Pikir jessica , dan lupa menutup lubang pembuangan. 
     Dengan menaikkan leher, ia gapai kran-kran air dan memutarnya sampai titik maksimal.
Campuran air dingin dan panas mengucur lebih banyak. lalu  arusnya mengecil lagi. Ia tidak
melihat busa di sekitar kakinya bergerak. Dan pelan-pelan bercampur warna. Putih busa.
digoyang-goyang oleh makhluk-makhluk kecil berwarna coklat, yang menjulur masuk lewat lubang
pembuangan dan menggelupur serta menggeliat ribut di dasar bak yang licin. 
     "Sialan!" 
     jessica  memaki. 
     Lalu memukul-mukul kran dengan perasaan kesal. Aneh. Air mengalir kembali. Lebih deras dari

tadi. Wajah jessica  lega. Berbaring santai seperti semula dan meresapi kehangatan air yang jatuh
membasahi rambut, wajah, leher, pundak lalu dadanya yang menggelembung padat. 
     "Hei, apa ini...." ia tertegun, saat  merasakan sesuatu yang dingin dan lunak merayapi betisnya.
Mula-mula satu. Lalu bertambah  banyak. Kedua betisnya merasakan kegelian yang amat sangat,
apalagi sesudah  telapak kakinya mulai pula diserang. 
     Air mampet lagi. 
     Sambil mengawasi gerakan busa di sekitar kaki dan pahanya, tangan jessica  menggapai kepala
kran. Dipukul-pukul lagi. Pukulan yang mujarab. 
     Sangat mujarab! 
     Karena yang keluar dari kran, baik bertitik putih maupun bertitik merah, bukan air dingin dan air
panas. Melainkan potongan-potongan kecil sepanjang dan sebesar jari kaki ayam. Warnanya coklat.
Kulitnya lunak. Dingin. Licin. Berlendir. 
     Dan, hidup! 
     Ratusan lintah dan pacat mengalir deras dari pipa-pipa kran, menggelinding di kepala jessica .
Menggelupur, menggeliat lalu merayapi wajahnya, pundak, leher, dada dan semua tubuhnya. Lima detik
jessica  terpana saking tak percaya. 
     Detik keenam. ia tersadar. 
     Terutama, sesudah  ia mulai merasakan tusukan demi tusukan disertai sedotan demi sedotan pada
sekujur kulit tubuhnya. Busa sudah  berubah warna sama sekali. Coklat. Hanya coklat. Menggeliat,
menggempur, merayap, menusuk, menyedot. Ribut sekali. 
     jessica  serempak bangun. 
     Dengan ratusan, mungkin ribuan lintah dan pacat lengket menggigiti dan menerobos kulit
memasuki daging-daging tubuhnya. Lidah jessica  terlalu kelu untuk berteriak .Mulutnya mangap.
namun  nafaspun hampir tak mampu ia keluarkan. 
     jessica  limbung. 
     Terkulai ke lantai kamar mandi. Dengan posisi duduk. Punggung menghempas tembok. 
     Di kamar duduk, pak lurah menguap. 
     "Suara apa itu?" 
     Eyang resi mandala  diam mendengarkan. 
     fredy krueger  mengamati kartu-kartu bridge yang ia pegang, kecewa melihat Lurah nyoto  menguap.
lantas mendengus: 
     "jessica . Pasti bermimpi buruk lagi." 
     Dan jessica , si jessica  malang menggeliat-geliat dalam usahanya untuk melepaskan diri dari
terkaman teror yang dahsyat itu. Selintas, di tengah rasa sakit, perih, nyeri, geli dan seram
sekaligus, terbelalak matanya menatap kran air. Dari mulut salah satu pipa kian air itu, pelan-pelan

meluncur turun makhluk sejenis dengan yang kini memenuhi bak dan lantai kamar mandi. 
     namun  yang turun itu lain sekali. 
     Warnanya lebih hitam sedikit. Dan, makhluk itu turun seorang diri. Dengan susah payah pula,
karena berusaha sedemikian rupa mengecil dan memanjangkan tubuh agar dapat lolos dari pipa.
Mencapai setengah meter, makhluk itu meliuk keras menggapai tepi bak. Sisa tubuhnya melengkung
tinggi, dan dengan satu kali sentak, keluar semua dari pipa kran. Jatuh terhempas di pangkuan
jessica . Bentuknya pun berubah. Tambah pendek, namun tambah besar pula. Sampai mencapai
panjang dan sebesar lengan atau paha jessica . 
     itulah dia. 
     Kejutan puncak dari ribuan kejutan yang sudah  menggerogoti jessica . Kesadarannya tinggal
sedikit. Tenaganya apalagi. Melawan ia tak mampu. Meronta, pun tak kuat. 
     namun  kejutan puncak di haribaannya. 
     Menggelinding-gelinding menimpa ratusan kejut lain yang sudah  lebih dahulu  menempati haribaan
itu. 
     Sisa kesadaran dan naluri di tubuh jessica . melahirkan suatu jerit lengking menyayat tulang,
mengiris sumsum. 
     "Duuuaaarrr, buk!" 
     Pintu kamar tidur yang terkunci itu terhempas membuka oleh tendangan kaki yang disertai
tenaga berlipat ganda. Cemas memukirkan nyawa adik wanita lesbian nya, fredy krueger  memperoleh tenaga di
luar ukuran normal. Begitu pintu terbuka ia menghambur masuk disertai jerit marah: 
     "jessica ! jangan! Jangan jessica !" 
     Lurah nyoto  merungkut di kursinya. 
     Pucat. 
     Sesosok tubuh yang lebih kurus dan lebih kecil. serta jauh lebih tua dari Lurah nyoto , dengan
tangkas bangkit dan menyerbu masuk kamar di belakang punggung fredy krueger . Sambil bangkit, sambil
ia sambar bungkusan garam mentah yang tak pernah jauh dari tangannya. 
     Lampu kamar tidur menyala terang benderang. 
     Begitu pula lampu kamar mandi. Pintu kamar mandi itu terbuka. dan ratusan lintah yang merayap
keluar, serempak tertegun saat  mencium bau garam. Ada pula yang nekad maju menerobos
rintangan di ambang pintu kamar mandi. Puluhan ekor banyaknya, yang segera menggempur-gelupur.
Mati. 
     Tampak betis jessica  terjulur. 
     Pucat. Dilengketi warna coklat yang hidup. menggeliat-geliat. fredy krueger  menderu masuk ke kamar
mandi. 
     "Saripaaaah!" 

     Ia dalam posisi setengah berdiri setengah bungkuk. Maksud semula, merenggut tubuh sang adik
yang sudah diam, membeku. Sepasang mata jessica  terpentang lebar. Menatap mohon perlindungan.
Namun, tanpa sinar kehidupan walau sepercik. di bola mata yang tadinya bundar indah itu. 
     Sinar mata itulah yang membuat fredy krueger  mendadak membeku. 
     Di belakangnya tanpa mengeluarkan Suara apa-apa kecuali menyebut kebesaran nama Tuhan.
Eyang resi mandala  menaburkan bubuk garam sebanyak-banyaknya ke pintu, ke lantai, ke bak mandi.
Gerakan liar dengan suara yang riuh rtiny  bergalau di kamar mandi. Ribuan yang mati. namun 
beratus-ratus ekor makhluk makhluk kecil menjijikkan itu mampu juga lolos. Melarikan diri lewat
lubang pembuangan. Saling berdesak desak, dan membuat lebih banyak mati terkena siraman bubuk
garam. 
     Karena terhalang oleh tubuh besar dan kekar milik fredy krueger , Eyang resi mandala  tidak melihat
makhluk yang mestinya jadi sasaran utama. Hanya fredy krueger  seorang yang melihat dengan mata tak
berkedip. Makhluk ajaib namun  laknat itu tegak di haribaan mayat jessica . Seolah memiliki sepasang
mata, ujung paling atas makhluk itu meliuk dan "menatap" langsung ke mata fredy krueger . 
     lalu , makhluk itu sirna. Dalam sekejap mata. 
     Dan fredy krueger  merasakan uap dingin merasuki kepala, lalu  seluruh tubuhnya. Kebekuan itu,
mengendur. Perlahan, fredy krueger  meluruskan tegaknya lalu berusaha lolos dan ambang pintu kamar
mandi. 
     Sesaat, Eyang resi mandala  menepi. Naluriah, memberi jalan. 
     Saat berikutnya, Eyang resi mandala  melihat kelainan dalam sinar mata fredy krueger . 
     Orangtua itu kaget. 
     Melompat-lompat mundur ke tengah kamar. Menghalangi jalan ke pintu. 
     "Berhenti. kau!" 
     Ia membentak. 
     Sinar mata bening dan ramah di bola mata Eyang resi mandala  berubah ngeri bercampur marah,
tatkala ia lihat leher fredy krueger  terputar. Sungguh, terputar mengikuti arah jarum jam. lalu 
berlawanan dengan arah jarum jam lalu kembali dengan posisi semula. Leher fredy krueger  bagaikan
terbuat dari mainan plastik saja, yang digerakkan Otomatis dengan bantuan batu baterai. 
     " biarkan... aku... lalu!" 
     Mulut fredy krueger  terbuka. 
     Suara yang terdengar, bukan suara fredy krueger  yang gagah dan parau. Melainkan suara lirih seorang
wanita lesbian . 
     Lutut Eyang resi mandala  goyah. 
     'Si... siapa engkau?" 
     Ia menggagap. 

     "Nurjanah!" 
     Selasa.Ya Hari itu Selasa Memasuki minggu ketiga bulan Januari yang lembab. Basah berkabut.
Pukul lima, pagi. Belum terang benar namun  lalu lintas di depan rumah nyi girah  sudah mulai hidup.
Seperti biasa, sehabis sembahyang subuh kedua orangtuanya kembali tidur untuk bangun lagi sekitar
pukul tujuh. 
     nyi girah  meluncurkan mobil hati-hati dari dalam garasi ke jalan raya yang berlapis kabut. Sesudah 
menemukan putaran yang benar, mobil langsung dikebut. Beberapa belokan, lalu  lurus menuju
pinggir kota. Mendekat tujuan utama. nyi girah  menyimpang lalu menghentikan kendaraan di depan
sebuah rumah. 
     raden ajeng martini  sendiri yang membuka pintu. 
     "Kau, nyi girah  Tumben, pagi begini." sambutnya dengan mata setengah mengantuk. 
     Wajahnya kelihatan tidak sehat. 
     "Kumohon," 
     nyi girah  tidak berbasa basi lagi. 
     "Demi masa depanku yang terancam, sudilah Kak Ida ikut dengan aku...." 
     Terpesona sebentar, raden ajeng martini  lalu  tergugah oleh bunyi suara dan sorot mata nyi girah  yang minta
dibelas kasihani. 
     "Tunggulah sebentar." 
     Tak lebih dari lima menit, raden ajeng martini  sudah duduk di sebelah nyi girah  dalam mobil. ia sudah  bersalin
pakaian. Dan memberi pupur merah jambu pada pipinya yang... hanya raden ajeng martini  saja yang tahu... kering
pucat. Mobil pun melaju kembali. 
     "Ke mana kita, nyi girah ?" tanya raden ajeng martini , lembut. 
     "Menemui Bang fredy krueger ." ' 
     Terjadi ketegangan sebentar. raden ajeng martini  memberengut mengatakan tujuan mereka terdengar aneh.
dan nyi girah  tanpa tedeng aling-aling menjawab dengan penanyaan: 
     "Kak Ida. Cintakah engkau pada Bang fredy krueger ?" 
     "Oh. Aku kira." 
     "Cinta?" 

     "Kau menghendaki jawaban yang jujur?" 
     raden ajeng martini  menantang. 
     Ngeri membayangkan kemungkinan jawaban apa yang ia terima, nyi girah  berbisik: "Berikan saja
pengakuan dusta" 
     Dan saat  pengakuan raden ajeng martini  keluar juga, nyi girah  yakin itu adalah pengakuan yang tulus: 
     "Cinta." 
     Namun ada keraguan di mata Rasida. nyi girah  tidak mengetahuinya, dan hati nyi girah  menjerit-jerit
sakit. 
     "Tapi. nyi girah ..." 
     nyi girah  menekan keperihan di dada. 
     "namun  apa, Kak Ida?" 
     "Aku meragukan fredy krueger ." 
     jeritan di hati nyi girah , melemah. Mulutnyalah kini sebaliknya yang hampir menjerit: 
     "Mengapa kau meragukan Bang fredy krueger ?" 
     "Ia tidak sungguh-sungguh mencintaiku." 
     Sepi. 
     jalanan keluar kota itu, lebih sepi lagi. Sebentar gerimis. Sesudah  gerimis, kabut 
     "Dari mana Kak ida tahu?" 
     nyi girah  merintih. Padahal, ia ingin bersorak sorai. 
     "Naluri wanita lesbian , nyi girah ." 
     Sepi lagi. 
     lalu : 
     "Kau mencintai fredy krueger ?' 
     Pertanyaan raden ajeng martini  itu sudah diharapkan nyi girah . Ia sudah menerima jawaban tulus ikhlas. Maka ia
pun harus mengimbanginya. jawab nyi girah , gemetar: 
     "Aku sangat mendambakannya." 
     "Aku mengerti." 
     Tidak tergambar nada sakit hati atau marah maupun tersinggung dalam ucapan raden ajeng martini  itu. Ia
mengerti. Itu saja. Tanpa embel embel. nyi girah  tidak tahu apa sebabnya, dan memang hanya raden ajeng martini 
seorang saja yang tahu. Ramah dan bersimpati, raden ajeng martini  bergumam: 
     "Apa rencanamu?" 
     "Buka kartu!" sahut nyi girah , bernafsu. 
     "Mendengar dari mulut Bang fredy krueger  bahwa ia mencintaimu, dan bersedia menikahimu. Sesudah 
itu Kak Ida. Apa boleh buat. Aku akan menyerah .Bersedia menikah dengan Sumarna." 
     raden ajeng martini  menatap kuatir: 

     "Kau belum tahu?" 
     Jantung nyi girah  berdetak. Ia tidak bertanya, namun  ia siap mendengarkan. Diam diam ia berpikir, di
sinilah terletak kunci pembuka rahasia tingkah laku papa dan mamanya yang lain dari biasa. 
     Tanpa berperasaan, raden ajeng martini  memasukkan anak kunci ke lubang rahasia lalu  memutarnya
dengan suara berdetak nyaring: 
     "Sumarna sudah mati." ' 
     "Ci-ci-ciiiittt...!" 
     Mobil zig zag, lalu terhempas diam di tepi jalan. 
     nyi girah  mencengkeram kemudi kuat-kuat, seakan ingin mematah matahkannya. 
     Pandangan matanya gelap. 
     Masih hari selasa. Awal minggu ketiga bulan Januari yang sama. 
     Pada pukul lima pagi itu fredy krueger  tampak masih berdiri. Tegak mematung di antara kamar mandi
dan pintu kamar tidur jessica . Suara berisik tajam dari kamar mandi sudah lama menghilang. namun 
di lantai kamar mandi itu masih tetap tertumpuk beribu-ribu ekor bangkai lintah dan pacat. Hampir
tertutupi tumpukan bangkai menjilikkan itu terlihat pula sebelah kaki mayat jessica  terjulur kaku. 
     Tiga jam lebih fredy krueger  berdiri tanpa bergerak. 
     Toh, tegaknya tetap kokoh. Mata kelabu, tak berkedip. 
     Di hadapannya  duduk tegang dan pucat Lurah nyoto  pada sebuah kursi yang sudah  ia seret dari
kamar duduk ke dalam kamar tidur jessica . Kursi itu ditempatkan persis memenuhi ambang pintu. 
     Sebelumnya, sekitar pukul dua pagi lebih lima menit. Lurah nyoto  yang hampir semaput karena
terkejut dan takut, memasuki kamar tidur jessica  dan dengan ngeri memandang terpelotot suasana
di sekitarnya .Betis jessica , ribuan bangkai memuakkan, dan fredy krueger  yang berdiri dalam sikap aneh.
Lurah nyoto  merapat ke punggung Eyang resi mandala , dan mendengar bekas gurunya itu bertanya
gagap: 
     "Sss... siapa... engkau?" 
     fredy krueger  menjawab. Bukan suaranya sendiri. namun  suara lain. Suara lirih wanita lesbian . 
     "Nurjanah!" 
     Lurah nyoto  merasakan lutut Eyang resi mandala  goyah. Lurah nyoto , jangan dikata lagi. Terasa
sesuatu mengalir deras pada bagian bawah tubuhnya. 
     Eyang resi mandala  berbisik: 
     "Kau membasahi celanaku." 
     "Celanamu?" 
     Mulut fredy krueger  memperdengarkan suara Nurjanah. 
     "Aku tidak membasahi celanamu." 
     "Bukan kau," sahut Eyang resi mandala  cepat cepat. Lututnya tidak goyah lagi. 

     "Ini, murid yang nempel di punggungku. ia kencing di celana, dan ikut membasahi celanaku pula." 
     Diam. 
     "Nurjanah?" 
     "Aku masih di sini...." sahut roh Nurjanah, 
     Dingin. 
     "Apakah kau ini Nurjanah, anak gadis Dudung yang dinyatakan hilang?" 
     "Dari mana kau tahu?" 
     Ia mulai tertarik. pikir Eyang resi mandala  dengan sukacita. 
     Anak ini dapat diajak bicara. Anak ini, dahulu nya, pasti memiliki sifat-Sifat lembut. Peka. Dan
Eyang resi mandala  tidak takut lagi. 
     "Aku banyak mengetahui, Anakku." 
     Eyang resi mandala  berujar lembut. Terasa irama belas kasih pada alunan kata katanya yang lembut
mengalun itu. 
     "Kau sangat menderita. bukan?" 
     Tubuh fredy krueger  tergetar. 
     namun  suara Nurjanah yang keluar dari mulut pemuda itu agak tenang: 
     "Bagaikan tersiksa api neraka. Gelap sekali di mana mana. Sunyi mengerikan. Aku tak bisa
melarikan diri...." 
     "Kau akan kulindungi, Anakku." 
     "Kau? Kau akan melindungi aku?' 
     Terdengar tawa rtiny . Pahit. Menyakitkan. 
     "Aku sudah lama mati. Sudah lama mati. Dengar? Aku tidak mungkin tertolong lagi." , 
     "Rohmu, Anakku. Rohmu yang ingin kulindungi. Kau tentunya teramat sengsara, karena tak
diterima langit tak diterima bumi, bukan?" 
     "Eh. Ya. Aku sangat takut." 
     "Kami juga takut, Anakku." 
     "Kalian takut? Aneh. Mengapa kalian takut? Hanya aku dan ayahku saja yang pantas menerima
ketakutan itu. Hanya aku dan ayahku. Serta ibuku. Kami bertiga tidak pernah kalian perkenankan
mencicipi sedikit kebahagiaan. Kalian semua...." 
     Suaranya mendadak naik, lengking: 
     "Kalian membakar ibuku! Kalian membakar ibuku!" 
     "Kami tidak pernah bertemu dengan ibumu. Nak. Belasungkawa kami untuknya. Terimalah. Dan
ayahmu" 
     "Si Rukmana membunuhnya" 
     Eyang resi mandala  terdiam. 

     Bingung. 
     Di belakang. Lurah nyoto  berbisik tanpa melepaskan pandangan matanya yang melotot cemas ke
arah fredy krueger  berdiri. 
     "Rukmana Ayah fredy krueger ." 
     Eyang resi mandala  manggut-manggut. Dia ingat sekarang. 
     Katanya. 
     "Apa yang sudah  diperbuat Rukmana? Sungguh, percayalah. Kami semua tidak tahu. Kalau kami
tahu." 
     Suara eyang mengancam, namun  tanpa lanjutan ancaman yang jadinya mengambang itu. "Apa
yang diperbuatnya?" 
     "Ia memeras ayahku. Menimbuni kami dengan hutang budi, dan lalu  mengambilnya kembali
lewat kekayaan kami yang tidak seberapa. ia, si lintah darat itu...." 
     Tubuh fredy krueger  bergetar hebat lagi. Getaran amarah yang meluap luap. Mulut fredy krueger  yang
terbuka kaku, memperdengarkan jerit lengking: 
     "Lintah darat! ia lintah darat terkutuk! Karena itulah, dengan bantuan roh ayah dan ibuku, aku
bangkit kembali. Bangkit dalam wujud yang mestinya dimiliki Rukmana. Melalui wujud lintah akan
kulakukan apa yang ia perbuat padaku, pada ayahku. Menghisap darahnya. Menghisap darahnya
sampai tidak tersisa sebutirpun juga!" 
     "Rukmana sudah menerima hukumannya, Anakku." 
     "Aku tahu! Aku tahu! namun  bukan tanganku yang melakukan. Alam mtiny ului aku. Dan sebelum
alam mtiny ului lagi, maka kupikir tidak ada salahnya menghisap darah semua keluarga Rukmana.
Toh mereka semua pernah hidup dari penghasilan Rukmana Dari darahku. Darah ayahku!" 
     "Maafkan, Nak." 
     "Maaf. Kepada roh jahat terkutuk? " 
     Lurah nyoto  tak mengerti. Tetap lengket di punggung Eyang resi mandala . ia dengarkan juga lanjutan
kata-kata eyang itu: 
     "Perbuatanmu tidak patut." 
     Hening. 
     Menyentak. Lebih-lebih, curah hujan di luar rumah sudah reda betul. Angin pun seolah enggan
bertiup. 
     Hampir pingsan Lurah nyoto  waktu sekonyong konyong keheningan itu dipecahkan suara melolong
Nurjanah: 
     "Demi setan yang diusir dari syurga! Demi setan penghuni neraka! Berani kau katakan
perbuatanku tidak patut?" 
     Leher fredy krueger  bergerak. Terdengar nafas sesak tak berkeputusan. 

     "Apakah patut. perbuatan Rukmana? Ia memperkosa aku. Kalian dengar? Ia memperkosa aku. Di
depan mata ayahku sendiri!" 
     Lurah nyoto  mengucap istigfar. 
     Eyang resi mandala  bertanya getir: "Kapan terjadinya peristiwa terkutuk itu. Anakku?" 
     "Malam itu. Sudah lima belas tahun berlalu! Dan umurku pun saat  itu persis lima belas tahun
pula. Ia datang ke rumah. Menerobos masuk tanpa mengetuk pintu. Ia... ia mengingatkan ayah pada
hutang-hutang kami yang belum terlunasi. Dengan bunganya sekalian. Sedang sawah dan rumah
kami sudah lebih dahulu  dirampasnya. Lalu ia bilang, aku akan dinikahinya, sebagai pembayar hutang
ayah. Demi ayahku, aku setuju... hi. aku setuju. Malu aku mengakuinya. Demi ayahku.. namun  dia... si
lintah darat jahanam itu. Dia marah sekali sesudah  mendengar penolakan ayah. Ayahku bilang. lebih
baik ia mati berkalang tanah daripada melihat putri kesayangannya dinodai makhluk terkutuk macam
Rukmana 
     Bajuku dipretelinya! 
     Aku berusaha melawan. namun  sia sia. Aku baru 15 tahun. Miskin, kurang makan. Lemah karena
hampir tak pernah tidur demi mengurus ayahku yang terlantar. Aku tak berdaya... Lalu ayahku yang
lumpuh, tiba-tiba bangkit! Hebat dia. bukan? Demi aku, anaknya, ia bangkit dari  lumpuhnya
lalu " 
     Suara Nurjanah melemah, berubah jadi rintihan pilu: 
     "lalu ... ayah terjerembab kembali di dipan. Itulah gerakan terakhir yang ia lakukan. Ia
mati." 
     Lurah nyoto  merasakan punggung eyang terguncang. ' 
     Sayang, Lurah nyoto  berdiri di belakang si kunis kecil tua bangka itu. Kalau ia panjangkan leher
untuk  melihat, ia akan tahu kalau Eyang resi mandala  mengucurkan air mata. 
     "Anak malang...." desah Eyang resi mandala  terbata-bata. 
     Melalui pundak fredy krueger  ia lihat cahaya terang-terang ayam mulai masuk melalui jendela. Entah
sejak kapan, hujan reda. 
     "Apa yang lalu  kau lakukan. Anakku?" 
     "Menangisi ayah. apalagi!" jawab Nurjanah. Kasar. 
     "Ia meninggal. Baiklah. namun  mengapa kau menghilang?" . 
     "Siapa bilang aku menghilang?" teriak Nurjanah. 
     Lalu suaranya mertiny  lagi. Getir dan sakit: 
     "Aku... aku bangun sesudah  Rukmana pergi. Tahu ayahku mati aku tak punya apa-apa lagi, tak
punya siapa-siapa... aku berlari keluar. Kuikat badanku dengan tali. Ujung tali yang lain kuikatkan
pula ke batubatu besar. Tahu sajalah. Takut megap megap dan aku berteriak minta tolong, maka
kupergunakan batu-batu itu. Supaya aku terbenam sekaligus. Mati. Menyusul roh ayah. Roh ibu." 

     "Terbenam. Di mana?" 
     "Di mana lagi. Di sumur. tentu. Sumur yang terletak di depan rumah kami!" 
     Lalu sepasang mata fredy krueger  terpejam. Dari mulutnya terdengar suara megap-megap. suara
mengerang merintih dan kutukan-kutukan semoga arwah ayah dan arwah ibunya membantu Nunjanah
untuk membalaskan dendam. 
     "Oh. ayah dan ibu. Oh, setan yang diusir dari syurga. yang menghuni neraka. Biarkan aku hirup
darahnya, darah turunannya, darah...." 
     Suara lirih mengerikan itu, terdiam tiba-tiba. 
     Jam dinding di ruang duduk berdentang lima kali. Mata fredy krueger  terpentang lagi. Desah nafasnya
terkejut, saat  ia tidak melihat Eyang resi mandala . Yang ia lihat cuma Lurah nyoto  seorang, tengah
sibuk menggeser kursi besar dan berat ke pintu, lantas menghenyakkan pantat di situ. Duduk
mematung. bagaikan ranjau penghalang. namun  dengan kepala dan dada dipenuhi ketakutan. 
     namun  ini perintah. 
     Perintah Eyang resi mandala  agar ia menahan fredy krueger  selama ia mampu. Lurah nyoto  mencoba
santai di kursi. Berlagak berani, sambil mengumpat bekas gurunya yang menghilang entah ke mana. 
     Eyang pengecut, pasti Lurah nyoto  memaki, kalau tak sadar tentulah eyangnya sudah  pergi ke
sumur yang dimaksud Nurjanah. namun  astaga. 
     Tahukah eyang bahwa Sumur itu sudah  ditimbun? 
     Ketakutan kian menjadi-jadi menghantui Lurah nyoto . 
     Lebih-lebih saat  kelopak mata fredy krueger  terbuka  menampakkan bola mata kelabu, disusul Suara
rintihan marah: "Mengapa kau menghalangi jalanku?" 
     Lurah nyoto  mengumpulkan keberaniannya. 
     Menjawab, bukan main! Seenak perut; 
     "Emangnya kau mau ke mana, Nurjanah?" 
     "Pulang!" 
     "Pulang ke mana?" 
     "Rumahku." 
     "Ini juga rumah. Mengapa tidak tinggal di sini. Hangat pula." 
     "Aku merindukan kelembaban dasar sumur itu. Merindukan kesejukan dan persahabatan abadi
yang sudah  ia berikan selama lima belas tahun. Ayo menyingkirlah. Hari sudah pagi. Aku tak dapat
menunggu lama-lama." 
     "Pergilah. namun  tinggalkan fredy krueger  di sini." 
     "Tidak!" 
     "Apa susahnya?" 
     Lurah nyoto  makin berani. Tak percuma ia pernah berguru pada Eyang resi mandala . 

     "Tanpa tubuh ini aku tak dapat pergi. Aku melihat garam mentah. Aku mencium bau laut. Dengan
mempergunakan tubuh ini, aku akan mampu melaluinya...." 
     Lalu membentak tiba-tiba: 
     "Minggir!" 
     Kaget, Lurah nyoto  menciut di kursi. 
     "Tunggu. Masih ada yang ingin kutanyakan." 
     Tubuh fredy krueger  dengan roh Nurjanah di dalamnya. emoh menunggu. Hanya tiga kali lompatan
tangkas dan cepat. Disusul gerakan membungkuk yang lebih cepat lagi. Tahu-tahu saja kursi di mana
Lurah nyoto  duduk sudah  terangkat tinggi  melayang sebentar dan lalu  terhempas di lantai kamar
duduk. 
     Lurah nyoto  terguling. 
     Pingsan. 
     fredy krueger  beranjak keluar. Tergetar sebentar menyambut datangnya pagi yang berkabut. lalu 
melangkah pasti ke jalan. Beberapa orang tetangga berpapasan dengannya. Mereka menyapa lalu
mereka tercengang. fredy krueger  tak menyahuti, melirik pun tak sudi. 
     "Pasti kesurupan." bisik seseorang. 
     fredy krueger  lebih dari sekedar kesurupan! 
     nyi girah  sudah  menguasai dirinya kembali. Ia ingin menjerit. Ingin menangis meraung raung. Namun
yang mampu ia keluarkan adalah desah cemas, kuatir. Seakan tidak menyadari kehadiran raden ajeng martini  di
sebelahnya. mobil langsung dikebut. 
     "Bang fredy krueger . Bang fredy krueger . Ia pasti sedang dilanda dukacita yang menyedihkan...." 
     Hanya itu yang ada di benak nyi girah . 
     Tiba di rumah keluarga fredy krueger , nyi girah  menghambur turun dari mobil. Berlari-larian masuk, dan
waktu keluar ia tampak malu sekali. lalu  masuk ke mobil, sekilas ia menampak raden ajeng martini  duduk
dengan wajah menekuri sepatu. 
     nyi girah  tak perduli. 
     raden ajeng martini  begitu tak berperasaan tadi. 
     nyi girah  pun bisa! 
     Setengah gila ia memacu kendaraan di jalan sempit berlubang-lubang itu menuju rumah jessica .
Mereka terhanting-banting dalam mobil. nyi girah  tidak merasakannya. Dan aneh, raden ajeng martini  pun diam saja. 
     Lalu nyi girah  melihatnya. 
     Jalan yang ditempuh mobil nyi girah  terletak lebih tinggi dari desa di bawah sana. Menepi sejenak ke

pinggir tebing terbuka, nyi girah  sudah dapat melihat rumah jessica . Tampak menyolok di antara
rumah-rumah lainnya. karena modelnya yang mutakhir dan atap asbes-nya yang berwarna hijau tua.
Seseorang baru saja keluar dari dalam rumah itu. Samar-samar memang, karena udara pagi masih
diselaputi kabut tipis. 
     nyi girah  segera mengenalinya. Mengenali perawakan tinggi besar dan cara berjalannya yang gagah.
setengah tak acuh. 
     "fredy krueger . Pasti dia. 
     Bukan begitu. Kak Ida?" tanya nyi girah  lirih sambil memacu mobil kembali menempuh jalan menurun
dan berbelok panjang. 
     raden ajeng martini  yang tetap duduk menekuri sepatu, tak menyahut sepatah pun. Melirik sekilas, nyi girah 
melihat wajah wanita lesbian  itu berubah pucat dengan cepat, dan tampak agak kering. 
     "Tuhanku, aku sudah  membuat dia ini sakit!" 
     nyi girah  menjerit dalam hatinya lantas mengeluh: 
     "Aku tidak sebiadab yang kau duga, Kak ida. Selagi Bang fredy krueger  menetapkan ia tetap akan
menikahimu, aku akan segera berlalu...." 
     Berlalu. 
     Ke mana? 
     Pada siapa? 
     Sumarna sudah  mati. 
     Apakah papa dan mama masih mau memaafkan nyi girah ? 
     Memasuki mulut desa, sejumlah anak kecil sudah mulai bermain main di jalan, campur baut
dengan ternak yang berkeliaran. Kecepatan mobil ia turunkan sedikit demi sedikit. Lalu mendadak ia
berhenti. Pas di ujung jalan yang dipotong jalan membujur ke kiri ke kanan. Simpang tiga siku siku.
Dan di seberang, berhadapan lurus dengan mobil, tegak rumah fredy krueger  yang hampir jadi Itu. 
     Rumah itu tidak selengang biasa . 
     Tampak beberapa orang lelaki bertubuh kekar tengah sibuk membersihkan pekarangan.
Menyingkirkan segala macam bekas reruntuhan lama. potongan-potongan balok kayu dan
berteriak-teriak pula menyuruh sekelompok anak-anak yang ingin ikut ambil bagian agar enyah
sejauh mereka dapat. Disertai umpatan-umpatan kotor dan kasar sehingga kelompok anak-anak itu
ngacir serabutan. Halaman depan yang tadinya acak-acakan itu sebentar saja sudah tampak jauh
lebih luas dan bersih lapang. 
     Mau apa mereka itu? 
     Dan siapa laki-laki tua bangka bertubuh kurus kecil yang ribut memerintah ini itu. sambil tak
henti hentinya menaburkan bubuk putih yang aneh di pintu masuk dan di seputar halaman? 
     Tak puas tampaknya. orang tua itu lalu  mengangkat sebuah jeriken besar dibantu salah

seorang laki-laki kekar itu. Lalu menumpahkan isinya mengitari pojok kanan pekarangan. 
     "Kau tahu siapa mereka itu, Kak Ida?" 
     nyi girah  nyeletuk. Bingung. 
     raden ajeng martini  mengangkat muka. Ikut memperhatikan. Jawab yang keluar dari bibirnya tidak relevan. 
     "Aku mencium bau busuk" 
     Lantas ia terpekur lagi. 
     "Perhatikan baik-baik, Kak Ida. Beberapa dari mereka kukenali sebagai tetangga Kak jessica . Aku
lihat pula dua orang kerabat Bang fredy krueger . lalu... ah, kalau tak salah yang sedang membawa ember
ember itu adalah tangan kanan pak lurah. Orang tua kurus itu, asing buatku. Kau kenal, Kak Ida?" 
     Desah raden ajeng martini  semakin getir: 
     "Busuk. Aku mencium bau busuk," 
     Lalu raden ajeng martini  tampak gemetar dan semakin pucat. 
     "Kak Ida mungkin betul. namun  sebaiknya kudatangi saja mereka itu...." gumam nyi girah  tanpa
memahami nada suara raden ajeng martini . 
     nyi girah  baru saja akan membuka pintu mobil saat  dari simpang kanan, datang berlari-larian
seorang laki-laki lain. Mereka berbicara cepat. Menunjuk-nunjuk ke arah lelaki itu barusan datang.
Sikap mereka segera berubah. Kesibukan terhenti. Digantikan wajah wajah gelisah sambil saling
berbisik-bisik. 
     nyi girah  segera tahu apa sebabnya. . Dari arah orang terakhir tadi muncul. tampak sejumlah orang
pula datang bergegas. Mereka semua bergabung di tengah halaman dan memperlihatkan sikap tengah
menunggu sesuatu. 
     lalu , fredy krueger  muncul. 
     nyi girah  tersentak. Dan kerumunan orang di halaman, semakin gelisah. nyi girah  turun dari mobil.
Ragu-ragu. lalu  berjalan mendekat. Paman fredy krueger  yang ada di tengah kerumunan orang itu,
melihatnya lantas bergegas mendatangi: 
     "Pergilah. Mau apa kau di sini, Nak?" 
     Ia melirik ke mobil. 
     "Ah. Dengan si ida pula lagi. Wah!" 
     Paman fredy krueger  tampak cemas dan ketakutan. 
     nyi girah  tak mau pergi. 
     "Aku mau bertemu Bang fredy krueger ," gumamnya. keras kepala. 
     "fredy krueger , Anakku? Kau kira fredy krueger  yang muncul di depan kita itu?" 
     nyi girah  menatap paman fredy krueger  dengan bingung. 
     Ia mau bertanya. Tak jadi. Perhatiannya keburu tertarik pada orangtua bangka tadi, yang dengan
langkah-langkah tenang menyongsong kedatangan fredy krueger . 

     "Siapa dia, Paman?" 
     "Eyang resi mandala . Dan ia akan menyelamatkan fredy krueger ." 
     "Ia akan apa?" 
     "Ssstt!' 
     Kabut tipis sudah menghilang. Matahari belum muncul, namun nyi girah  dengan takjub menyaksikan
fredy krueger  terus saja memasuki pekarangan tanpa mengacuhkan semua orang yang ada di situ. Ia
langsung bergerak kesebelah kanan pekarangan. Melewati Eyang resi mandala  yang lalu  merasa
tersinggung dan berteriak membentak: 
     "Berhenti kau di situ, Anakku!" 
     fredy krueger  tertegun. Tubuhnya tetap membelakangi Eyang resi mandala . namun  kepalanya! 
     Kepalanya berputar 90 derajat. Menghadap lurus pada eyang itu. 
     nyi girah  membelalak Ngeri. 
     "... kau mempecundangi aku, Kakek tua!" 
     Terdengar suara lirih. tajam bermusuhan. Dan itu bukan suara serak parau laki-laki melainkan
suara seorang wanita lesbian . . 
     Bulu roma nyi girah  berdiri tegak . 
     Tangannya menggapai ke samping. Sesudah  menemukan tangan paman fredy krueger  tanpa malu malu
lagi ia langsung merangkulnya kuat-kuat. 
     Kepala Heman berputar lagi. Bukan kembali. namun  berputar terus mengikuti putaran semula.
berhenti sesaat mengawasi sejumlah laki-laki yang berkumpul ketakutan di depannya. 
     "Kau mempecundangi aku. Kakek tua," 
     Suara mengerikan itu mengulangi kata-kata tadi. "Mengapa membawa begitu banyak orang?" 
     Eyang resi mandala  bergerak ke depan, menghadapi fredy krueger . 
     "Kau pun mempecundangi aku, Anakku," 
     Suaranya lebih lembut. Bersahabat. 
     "Dengan caramu yang lihai, kau kentuti rintangan rintangan yang kupasang di rumah itu.
Mengenai orang-orang ini, Lurah nyoto  yang memberi perintah .Sebelum kau menyatroni kamar mandi
jessica , lurah sudah  menyuruh orang-orangnya berjaga-jaga di sekeliling rumah." 
     "Kalian bermaksud menjebakku?" 
     Terdengar tawa meringkik. 
     "Air lautmu tidak lagi membuatku mabuk. Kakek tua. Dengan mempergunakan tubuh ini, aku
malah akan mengencinginya!" 
     "Aku tahu. Bubuk garam itu pekerjaan sia-sia saja," 
     Eyang resi mandala  mengakui, pelan. Lalu: 
     "Kumohon, Nurjanah. Kumohon. pergilah dengan cara baik-baik. Aku bermaksud menolongmu,

bukan mencelakakan engkau. Pergilah. Tinggalkan jasad yang tak berdosa ini!" 
     "Menyingkir dari jalanku, Tua bangka!" 
     Mulut kaku fredy krueger  megap-megap mengeluarkan suara jerit lengking Nurjanah 
     "Aku akan tetap menguasai jasad ini. Membawanya ke tempatku berkubang. Menyingkirlah!" 
     "Sekali lagi kumohon. Nurjanah. Atau kau terpaksa harus enyah dengan penuh kesengsaraan!" 
     Suara Eyang resi mandala  meninggi. 
     Marah. 
     Mulut fredy krueger  terbuka lebar. 
     Mengeluarkan ringkik kematian. Sambil meringkik, tangannya menjangkau ke depan. Eyang
resi mandala  tidak keburu berkelit. Tubuhnya yang kecil tahu-tahu saja sudah terangkat tinggi di atas
kepala fredy krueger . Tidak seorang pun mampu membuka mulut, apalagi untuk bergerak menolong tubuh
kecil yang memelaskan hati itu. Malah ada yang jatuh pingsan sesaat  itu juga. 
     Terdengar suara angin bersiul. 
     Tangan fredy krueger  yang terangkat tegak lurus ke atas, bagaikan batang asa baling-baling
helikopter, berputar cepat di persendiannya. Dengan tubuh kecil kurus dan peot itu, sebagai pengganti
baling-baling. Makin lama makin cepat, sampai bayangan tubuh Eyang resi mandala  tinggal bayangan
samar belaka. 
     Putaran itu menyebabkan angin bertiup lebih keras. 
     nyi girah  menggigil dengan pegangan paman fredy krueger , lantas menjerit-jerit histeris: 
     "fredy krueger . Abang fredy krueger . Jangaaaaan!" 
     fredy krueger  tidak berpaling. 
     Pamannya yang berdiri rapat di samping nyi girah . kumat kamit membaca ayat-ayat kitab suci.
Dengan wajah dibanjiri peluh dingin. Entah karena do'a suci itu, entah karena jerit histeris nyi girah , atau
karena memang sudah puas mempermainkan mangsanya. putaran baling-baling di atas kepala
fredy krueger  melemah, melemah dan bayangan tubuh Eyang resi mandala   semakin jelas dan jelas. Lalu
tibatiba dilontarkan begitu saja. Langsung ke tempat kelompok laki-laki kekar yang sudah  menciut
hatinya itu. Mereka semua jatuh tunggang langgang ditimpa tubuh Eyang resi mandala  yang hinggap
tanpa pemberitahuan itu. 
     Terdengar lagi suara meringkik. 
     Seram. 
     Lalu acuh tak acuh fredy krueger  melangkah panjang menuju pojok. Ia menuju bekas sumur tua yang
sudah ditimbuni segala macam sampah itu. Tertegun sejenak. 
     Mencium-cium. 
     "Bau apa... ini?" 
     Nurjanah menceracau, bingung 

     Eyang resi mandala  bergerak bangkit. Terhuyung-huyung. Limbung. Yang lain mengikuti. Orang tua
itu berteriak terputus-putus: "A... yooo. Bakar. Bakar!" 
     Kaum lelaki itu mulai bertindak. 
     Dua tiga buah batu bensin dan korek api menyala sesaat  .Dilemparkan susul menyusul. Tanah di
sekitar sumur tua itu lembab becek. namun  di situ sebelumnya sudah  mereka taburkan sampah sampah
kering. sudah  pula disirami bensin. 
     Huuuuuppp...! 
     Api menjilati sampah berbau bensin. Mula mula kecil dan lemah saja. namun  dengan segera Sudah
berkobar menyala-nyala. membentuk lingkaran api dengan tubuh fredy krueger  terperangkap di
tengah-tengahnya. 
     Terdengar jerit kaget dari mulut fredy krueger . 
     "Neraka! Api neraka! Tidak. tidak, tidaaak." 
     fredy krueger  berputar-putar dalam lingkaran api berusaha mencari lubang untuk lolos. Tampak salah
seorang dari kerumunan lelaki itu mengambil jeriken dan menumpahkan bensin yang masih tersisa ke
kobaran api yang segera saja tambah bernyala-nyala. 
     nyi girah  menjerit lagi. Menjerit dan menjerit: 
     "Jangaaaan! Ya Tuhan," 
     Ia meronta-ronta dari pegangan paman fredy krueger  yang membetotnya kuat-kuat. 
     "Oh kalian akan membunuh fredy krueger ku. Kalian membakar kekasihku!" 
     nyi girah  menangis meraung raung. 
     Dari kobaran api, terdengar suara tangis lain. 
     Tangisan perih, menyayat hati. 
     lalu  tubuh fredy krueger  samar-samar tampak limbung. Jatuh terkulai di tanah lembab basah.
Sebelah kakinya tergeletak tak jauh dari lidah api. 
     "Air. Air. Air...." 
     Entah siapa yang berteriak 
     Lalu ember-ember tadi memperlihatkan kegunaannya. Dari ember ember itu. setiap orang yang
memeganginya dengan tergopoh-gopoh dan kacau balau menyiramkan air sebanyak mungkin.
Sebagian disiramkan ke api. Sebagian lain ke tengah lingkaran api itu, langsung membasah kuyupkan
fredy krueger . 
     Belum lagi api padam. nyi girah  sudah berhasil lepas. 
     Ia menghambur tanpa dapat dicegah. Menghambur ke pekarangan, melompati sisa-sisa kobaran
api yang kian mengecil lalu memeluk tubuh fredy krueger  yang basah kuyup oleh air dan lumpur. Meraung
lagi: 
     "Bangunlah, fredy krueger . Bangunlah! Katakanlah kau masih hidup. Ayo fredy krueger . Sayangku!" 

     fredy krueger  menggeliat. 
     Mengaduh. 
     Setengah gila. 
     nyi girah  mengangkat wajah fredy krueger  yang tertelungkup. Ia melihat kelopak mata fredy krueger  terbuka.
Mendengar suara fredy krueger  merintih: 
     "Apa yang... siapa." 
     Suara fredy krueger . fredy krueger  yang sesungguh sungguhnya. 
     Saking Sukacita. nyi girah  menciumi fredy krueger . Menciumi wajah berselemak lumpur itu bertubi tubi. 
     Matahari mulai bersinar di ufuk Timur. Satu dua orang yang baru saja terlepas dari pengaruh gaib
yang mengerikan itu, berpaling menyaksikan pemandangan yang jauh berbeda. Bibir nyi girah  masih terus
mengulum bibir fredy krueger . 
     lalu  orang-orang itu berpaling ke arah lain. Berlagak tidak melihat apa-apa. 
     Mereka maklum. 
     Hati mereka semua memang masih tergoncang oleh peristiwa sebelumnya. 
     Coba, kalau mereka berpikir sedikit lebih jernih. Maka mereka akan terperanjat: nyi girah  yang
tadinya mereka kenal sebagai calon istri Sumarna, menciumi fredy krueger . Dan raden ajeng martini  yang mereka
ketahui sebagai calon istri fredy krueger , duduk diam-diam saja di dalam mobil. 
     Coba, kalau mereka juga mengawasi raden ajeng martini  dengan seksama. 
     Perhatikan sinar matanya. 
     Mata itu merah. Berapi-api. 
     Hanya satu orang saja yang melihat nyala api di mata raden ajeng martini . Orang itu adalah Eyang resi mandala .
Masih mabok karena sempat dijadikan baling baling bernyawa, ia sangat berharap seseorang datang
menawarkan obat sakit kepala .Syukur syukur diberi obat gosok sekalian. karena tulang tulangnya
pun masih terasa linu. 
     namun  tidak seorang pun memperdulikan Eyang resi mandala . Semua orang yang ada di tempat itu
berkumpul dalam beberapa kelompok dan ribut menceritakan perasaan, pengalaman dan malah ada
juga kehebatan dirinya menumpas roh jahat penghuni api neraka itu. nyi girah  dan fredy krueger  jangan dikata
lagi. Kedua anak muda itu punya kesibukan tersendiri. 
     Kecewa, Eyang resi mandala  memandang berkeliling. 
     Ah. itu sebuah mobil. Biasanya di mobil bagus seperti itu ada tersedia kotak obat. lalu Eyang
resi mandala  bertindak maju. Dua tiga langkah cuma lalu  berhenti. Sekujur tubuhnya tegang lagi. 
     Lewat kaca depan mobil, di dalam ia lihat seraut wajah yang asing baginya. namun  sinar mata
itu.... 
     Sinar mata itu pernah dilihatnya . 
     raden ajeng martini  memperhatikan wajahnya di cermin. 
     "Aku masih tetap muda dan cantik," 
     Ia bergumam, mengagumi diri sendiri. Namun tanpa nada kebahagiaan. Malah sebaliknya.
Gumaman itu pedih. 
     Menderita. 
     Gadis itu mendekatkan bibir ke kaca. 
     Parit di bawah hidungnya semakin menggurat nyata. namun  lekuk sebelah dalam, masih belum
sempurna. Kurang dalam. 
     Gusi bengkak? 
     Ia tersenyum, pahit. Sampai kapan ia selalu mengemukakan omong kosong yang sama: gusi
bengkak! 
     Dirabanya lekukan tipis itu. 
     Terasa keras. 
     Dan panas menggigit. Bibirnya yang atas. tetap saja masih mencuat ganjil. Benar, tidak
semenonjol hari-hari sebelumnya. Namun toh tetap tampak tidak menarik dan jelas merusak
keindahan wajahnya yang elok. 
     "Biarlah. Tak lama lagi," 
     Kembali raden ajeng martini  bergumam. 
     "Besok atau lusa, akan elok lagi. Aku pun bertambah cantik. Bertambah muda Hem. hem. Berapa
ya usiaku sekarang?" 
     raden ajeng martini  mereka-reka. 
     Lantas ia mengalah pada diri sendiri. Buat apa dihitung hitung. Dari dahulu  juga tidak. raden ajeng martini  tak
pernah takut pada ketuaan. Karena tiap kali parit bibirnya lenyap lalu  muncul kembali. ia
merasa jauh bertambah muda saja. 
     Dan fredy krueger , hanya satu dari sekian ratus orang. 
     fredy krueger  tak perlu mengkuatirkan raden ajeng martini  bakal jadi perawan tua.fredy krueger  tak perlu berdo'a semoga
raden ajeng martini  dapat jodoh yang lebih sesuai dan lebih bertanggungjawab atas perbuatannya. Suatu saat 
kelak, bila roh-roh nenek moyang sudah memberi ijin, raden ajeng martini  tertawa kecil. jodohnya akan datang
sendiri. Seorang lakilaki yang sepadan dengannya. Seketurunan dengannya. Dan mereka akan
melahirkan keturunan-keturunan yang lebih baik. 

     Sungguh tolol si fredy krueger . 
     Berpura-pura menyesal, saat  ia menelpon tadi siang. 
     Ah apa saja pembicaraan mereka tadi? 
     "... luka-luka bakar di tubuhku belum sembuh benar, Ida. Maaf. aku belum sempat datang
langsung." 
     Begitu antara lain kata fredy krueger  di telepon. Luka-luka bakar. 
     Hem. raden ajeng martini  tahu benar. Tak lebih dari luka lecet belaka. Dan sudah hilang berkat rawatan
telaten dan kuatir tangan tangan halus nyi girah . 
     "Kau baik-baik saja, Ida?" tanya fredy krueger  pula. 
     "Ah. Biasa" 
     Ia jawab. 
     "Bagaimana gusimu?" 
     "Infeksinya sudah hilang." 
     "Syukurlah. Dan eh. Ida...." 
     "Mmh?" 
     "jadi pulang kampung?" 
     Itulah semuanya. fredy krueger  sudah  membuka belangnya  Sendiri. fredy krueger  yang belum lama berselang,
mati matian menahannya. 
     Oh, fredy krueger -ku yang baik hati! 
     "Kukira aku akan tetap  pulang, fredy krueger ." 
     "Kau akan kuantar," 
     Suara fredy krueger  terdengar mengambang. 
     "Ah. Terimakasih. namun  lebih baik jangan!" 
     "Kenapa?" 
     'Tidak pantas. Kau masih dalam suasana berkabung. Biarlah segala sesuatunya berjalan lancar
dan senang. Baru pikirkan hal hal lainnya," 
     Ia dorong pemuda itu supaya enyah jauh jauh dari sisinya. 
     "Kau penuh pengertian. Ida." 
     Terdengarnya sih penuh haru, pernyataan fredy krueger  itu. 
     "Selalu begitu, bukan?" jawab raden ajeng martini , kalem. 
     Sudah berapa kali ia mengutarakan pengertian itu. Sekali aku mengerti. kenapa kau tidak mau
mendekati ayahmu. Lain kali aku mengerti. kenapa kau tidak sehebat adik-adikmu. Lain kali lagi aku
mengerti, betapa sedihnya orang masuk bui. Dan kemaren dahulu  itu. saat  ia melihat nyi girah  menciumi
fredy krueger . raden ajeng martini  pun, sudah  berusaha mengerti. 
     "martini ?" 

     "Mmh?" 
     "Segera sesudah  aku sembuh benar...." 
     "Aku tahu," potong raden ajeng martini , memperdengarkan tertawa menggembirakan. 
     "Aku tahu, kau akan datang. namun  ah, tidak usahlah hiraukan betul diriku ini. Aku sudah dewasa,
fredy krueger . Aku dapat menjaga diri." 
     "Apa maksudmu?" 
     fredy krueger  terkejut. Pura pura, jelas. 
     "Sudahlah. Kirim saja salamku pada nyi girah ," 
     Suara raden ajeng martini  datar-datar saja. 
     "Ida, aku.... Ah. Bagaimana aku harus mengatakannya padamu. Aku sudah ... dan aku tidak...?" 
     "Tak usah gugup, Sayang. Apa yang sudah  kita perbuat selama hubungan kita yang manis, sudah
biasa dilakukan orang-orang lain bukan? Nah. Mereka akhirnya dapat berpisah baik-baik. Mengapa
kita tidak?" 
     Lama, baru fredy krueger  membuka mulutnya. 
     "Betapa mulia hatimu. ida." 
     "Semoga!" 
     raden ajeng martini  mengangguk sendiri. 
     Sepi lagi. 
     raden ajeng martini  tak suka dengan kesepian itu. Lalu: 
     "Bagaimana keadaan di sana?" 
     "Baik. Sehari yang lalu. jenasah jessica  sudah dikuburkan. Juga tulang belulang Nurjanah, yang
ditemukan di dasar sumur tua itu. Tulang belulangnya sudah  dikuburkan semestinya. dengan upacara
semestinya pula. Rohnya tidak lagi...!" 
     "Hehhh!" 
     raden ajeng martini  mendengus. 
     Seram. 
     "Jangan bicara soal roh macam itu lagi, fredy krueger . Kau tahu." 
     raden ajeng martini  tercekat. 
     "Aku tak tahan!" 
     Dan itu sesungguhnyalah, memang benar. 
     "Kita obrolkan saja tentang mereka yang masih hidup." 
     fredy krueger  bergumam setuju. Riang gembira ia memberitahu: 
     "Oh ya. noni tribuana      sudah pulang. Kini ia bersamaku. Di rumah jessica . Kau tahu? Ia lebih segar bugar
sekarang...!" 
     raden ajeng martini  meletakkan cerminnya. 

     Parit bibir di bawah hidungnya  terasa panas lagi. Perih menggigit. Bagai ditusuk beribu-ribu
jarum. Ia sudah lupa apalagi yang tadi siang diomongkan fredy krueger  di telepon. Tersengal-sengal ia
berjalan ke tempat tidur. Darahnya menggelegak. 
     Ia mulai menyusun bantal dan guling. Serapih mungkin. 
     Hari itu tengah malam jumat Kliwon. Angin musim penghujan minggu ketiga bulan Januari bertiup basah.
Ramalan Eyang resi mandala  mengenai curah hujan, rupanya mirip ramalam jawatan meteorologi 
sering-sering meleset. langit yang menutupi pedesaan di pinggir kota tampak biru jernih. Ribuan
bintang berkontes, siapa yang paling cemerlang. 
     Hanya rembulan saja yang tampak menyendiri. Berwajah suram. Barangkali cemas melihat
gumpalan awan pekat masih mengancam dari beberapa jurusan. Atau barangkali juga, karena berpikir
prihatin: mengapa sepanjang umur bumi, rembulan tidak pernah memperoleh pasangan. 
     Dari masjid. terdengar suara orang mengaji. 
     Bergaung ramai. Maklum, malam Jumat. Mana Sekalian tahlilan untuk mendo'akan sejumlah
arwah yang belum lama berangkat dengan sengsara dari desa mereka. . 
     Rumah jessica  tampak tenang dari luar. 
     Tak ada kesibukan yang menyolok. Bi skandinavia  sudah  menyapu bersih garam dapur dari tubuhnya.
namun  sesudah  Eyang resi mandala  minta disediakan semangkok penuh bawang putih yang sudah
diiris-iris halus, Bi skandinavia  kembali repot lagi. Sesudah  memenuhi permintaan tamu mereka, Bi skandinavia 
cepat-cepat mengunci diri. Ke kamar tidurnya ia bawa batu penggilingan dan seonggok bawang putih.
Bawang putih digiling sampai lumat. Dioleskan ke setiap sudut tubuhnya. 
     Lalu ia berbaring ketakutan di dipan. 
     Tak ayal lagi, sampai pagi esoknya ia tidak dapat terpejam. Selain karena perasaan takutnya.
juga karena polesan bawang putih yang luar biasa melebihi ukuran itu membuat sekujur tubuhnya
bagai terpanggang dalam bara api. 
     Di tengah rumah, tiga orang lain sibuk bekerja. fredy krueger , Eyang resi mandala  dan Lurah nyoto . Lurah
nyoto  sesekali mengeluh. Sambil melirik dongkol pada fredy krueger , tentu. Sakit pinggangnya masih terasa
linu. Habis dibanting fredy krueger  dua malam yang lalu. 
     "... aku masih belum memahami satu hal, Aki Udin." gumam fredy krueger  seraya menaburkan hati hati
sejumput irisan bawang putih di tempat tempat mana sebelumnya Eyang resi mandala  pernah
menaburkan garam mentah. 
     "Katakan saja. Tak usah malu-malu." sahut Eyang resi mandala  sopan. 
     Orangtua itu tengah sibuk menggantungkan beberapa helai benang benang hitam di bagian
dalam pintu kamar mandi yang terbuka. Agak curiga, melirik juga si kecil kurus itu ke bak mandi.
Siapa tahu dari lubang pembuangan yang sudah licin dibersihkan itu ia kena dipecundangi lagi. 
     "Mengapa Aki menduga dia orangnya yang kita tunggu?" 
     "Berkat pengalaman, Anakku. Pengalaman sepanjang hidupku yang sudah 80.an tahun ini." 
     "Itu bukan jawaban," rungut fredy krueger , kecil hati. 
     Melirik ke tempat tidur di mana noni tribuana      tertidur pulas. Si kecil itu sebenarnya belum sembuh benar.
Memang wajahnya sudah kemerah merahan lagi. namun  kulit tubuhnya masih mengelupas kering di
beberapa tempat. Terbayang di matanya wajah dokter yang menahan marah karena noni tribuana      diambil dari
rumah sakit . 
     Jam dinding berdentang dua belas kali. 
     Dan Eyang resi mandala  mematikan lampu kamar mandi, sehingga gelap gulita sesaat  di tempat
itu. 
     "Kau dengar aku, nyoto ?" 
     Orangtua itu berbisik . 
     Lurah nyoto  yang tengah mengurut pinggang di kamar duduk, menjawab tersengal: 
     "Ya, Eyang." 
     "Sudah waktunya!" . 
     Lurah nyoto  dengan enggan berjalan keluar rumah. Menyusuri  kegelapan di sepanjang tembok
lalu  duduk diam diam di balik lindungan rumpun mawar. Angin malam melecut wajahnya.
Nyamuk datang pula menggigit. Dan bawang putih di telapak tangannya, benar-benar membuatnya
mau muntah. 
     "Selalu aku yang kebagian sialnya," 
     Ia menggerutu pelan, seraya menengadah mengawasi langit biru temaram, mengawasi sekeliling
atap mengawasi pepohonan rambutan. 
     Apakah nanti ia bakal terkencing lagi di celana? 
     Bergidik. 
     Lurah nyoto  mengintai ke jendela kamar tidur jessica . 
     Serupa apa kali ini, yang akan muncul? 
     Lurah nyoto  seterusnya menekuri rerumputan di sekitarnya. Rerumputan basah itu tampak
kecoklatan dijilat rembulan. Lurah nyoto  melotot: 
     jangan-jangan itu bukan rumput! 
     Betapa sunyi sepinya desa itu sekarang. 
     Ronda malam pun, sudah tak berani keluar. Biar dibayar berapapun juga. Lantas mengapa Lurah
nyoto  mau disiksa serupa ini? 
     Tanggungjawab? 

     Bukan. 
     Ia harap roh itu muncul dan Eyang resi mandala  memusnahkannya. Dengan begitu, Lurah nyoto  tidak
perlu lagi mencemaskan keselamatan Legoh. 
     "Aki?" 
     fredy krueger  berbisik pelan di dalam kegelapan kamar mandi jessica . 
     "Heh?" 
     "Benang-benang ini. Untuk apa?" 
     "Menyerap pengaruh sihir yang mungkin membuatku kau tertidur tanpa kau sadari." 
     "Aki?" 
     "Mengapa tidak kau tutup saja mulutmu? Biarkan aku berdo'a dengan tenang!" rungut Eyang
resi mandala , hilang sabar. 
     fredy krueger  terdiam. Tadi ia sudah diberitahukan mengenai semua itu. namun  karena gelisah, ia ingin
saja membuka mulut. Ia begitu letih. fredy krueger  sudah  melalui hari-hari yang tidak saja melelahkan
namun  juga menakutkan . 
     Ketakutan itu pun menjalarinya kini. Dalam bentuk lain. 
     Ia tidak takut menghadapi kematian. Sudah terlalu banyak ia saksikan.chucky , ibunya, Sumarna
lalu jessica . 
     Hantu? 
     Hantu berupa apapun tidak pula membuatnya cemas sekarang. Ia sudah  kebal semanjak ia
terkesima memandangi mayat jessica  di kamar mandi ini dengan makhluk terkutuk di haribaan
adiknya, tegak menatap lurus ke mata fredy krueger . Makhluk itu. ditambah ribuan lagi yang menggempur
di sekelilingnya, merupakan puncak kecerahan yang pernah dialami fredy krueger . Keseraman itu tidak
terasa melecut malam ini. Selain kebal, juga karena ia sudah tahu. 
     Yang ditakutkan fredy krueger  cuma satu. Sarafnya. 
     Ia ingin semua ini cuma mimpi buruk yang terus menerus menteror. Dan begitu ia sadar semua
ini memang kenyataan. barulah fredy krueger  merasakannya. Merasakan takut. Takut. ia sudah  gila.
Buktinya ada di depan biji mata. Tubuh noni tribuana      kecil malang. noni tribuana      yang sudah yatim piatu. Kalau
fredy krueger  masih waras, ia tidak akan mengambil noni tribuana      dengan paksa dari tangan dokter yang
merawatnya . 
     Bukan seperti sekarang  merelakan noni tribuana      sebagai umpan. 
     fredy krueger  merintih. Ngeri membayangkan chucky  dan jessica  menggeliat marah di kubur mereka. 
     Hampir putus asa pula, fredy krueger  mengamati di kegelapan kamar mandi ke tangan Eyang
resi mandala  yang mengepal sesuatu hati-hati. Tidak tampak jelas. namun  fredy krueger  sudah melihatnya
sebelum lampu di situ dipadamkan. Ngilu tulang tulangnya mengetahui sebilah kulit tipis dari bambu.
Sembilu itu mau rasanya ia rampas. karena sadar untuk apa dan siapa dipergunakan. 

     lalu  ia menyesal dengan niat  buruk itu. 
     Sesudah  ia melihat apa yang mereka tunggu, muncul pada saat Eyang resi mandala  memperlihatkan
perasaan kecewa karena waktu terus berlalu tanpa ada pertanda apa apa. 
     "Lihat!" 
     Eyang resi mandala  berbisik rapat ke telinga fredy krueger . 
     Sesuatu berkelebat di luar jendela kaca. 
     Apakah itu Lurah nyoto ? 
     Ah. Bukan. 
     Itu adalah seraut wajah samar-samar yang mengintip ke dalam kamar. Wajah pucat sepucat
mayat. Menempel kuat di jendela, seolah ingin mendobraknya. 
     Bau busuk memasuki kamar tidur. 
     noni tribuana      menggeliat. 
     Resah. 
     Dan fredy krueger  semakin gelisah dan panik. 
     Ia biarkankah noni tribuana      sengsara dalam tidurnya? 
     Mengapa ia tidak menyerbu saja sekarang. 
     Menyerbu langsung ke jendela! 
     Bayangan wajah itu menghilang dari kaca. 
     "Ke...." 
     fredy krueger  mau bertanya, ke mana makhluk itu? 
     namun  mulutnya lekas lekas ditutupi telapak tangan Eyang resi mandala . fredy krueger  tercekat. Bukan
dikarenakan nafasnya tersumhat telapak tangan kurus kecil itu. fredy krueger  tercekat, waktu bau busuk
menyerang semakin hebat, mendesak isi perut, mendatangkan mual yang amat sangat. Lalu sesuatu
muncul melalui ventilasi jendela. Sesuatu yang bentuknya pipih dan lebar. 
     Namun sesudah lolos dari lubang ventilasi bentuk pipih lebar itu kembali pada bentuknya semula. 
     Wajah yang tadi mengintip di jendela. 
     Wajah pucat. keriput mengerikan, dengan sepasang mata memancarkan titik api melayang
mengitari kamar tidur, tertegun sebentar di depan pintu kamar mandi. 
     Menatap curiga. Lantas menyeringai seram. 
     fredy krueger  merungkut di belakang tubuh Eyang resi mandala . 
     namun  disertai rambutnya yang panjang berkibar-kibar, bayangan itu melesat dengan cepat
menuju tempat tidur. Hinggap di dada noni tribuana      yang mulai merengek. fredy krueger  tidak kuasa menahan diri.
Bukannya maju menyerbu ke tempat tidur. Tubuhnya malah lunglai, jatuh terkulai ke lantai sebelum
Eyang resi mandala  sempat menahannya. fredy krueger  terkulai, begitu melihat wajah yang barusan
menyeringai ke arahnya. Biar pucat dan kisut mengeriput. ia dapat mengenalinya samar samar. 

     Betapa tidak. 
     Ia sudah  mengenal pemilik wajah itu dalam rupa yang lebih halus dan elok. Mengenalnya luar
dalam! 
     Suara berisik di kamar mandi membuat makhluk tanpa tubuh itu bangkit sesaat  dari tempatnya
hinggap, meninggalkan noni tribuana      merengek semakin kuat. Terdengar rintihan tajam menusuk. Dari mulut
yang menyeringai itu keluar uap busuk yang membius. 
     Eyang resi mandala  mengumpat. 
     Ia poles hidung dengan irisan bawang putih, lantas melompat keluar. Makhluk itu lebih cepat lagi.
Meringkik liar, makhluk itu melayang ke arah pintu. Irisan bawang putih merintangi jalannya
Bagaikan kilat makhluk itu melayang ke jendela, darimana tadi ia masuk .namun  sambil berteriak
teriak seperti orang gila saking ketakutan, di luar sana lurah nyoto  sudah  pula menaburkan bawang
putih ke kaca jendela dan ventilasi di atasnya . 
     "Hiii...!" 
     Melengking keras suara pilu. Kepala wanita lesbian  tanpa tubuh itu menggelepar-gelepar di lantai,
menggelinding kian ke mari dan dengan cepat terbang berpindah pindah arah untuk menghindari
serbuan tangan Eyang resi mandala  yang memegang sembilu. 
     Suatu saat yang mencekam, kepala itu merapat ke langit langit. Tubuh kurus kecil di bawahnya,
mau tak mau harus melompat-lompat ke atas untuk mencapai sasarannya. Malang, tak kesampaian
juga dan akhirnya Eyang resi mandala  terpeleset dan jatuh terjerembab di lantai. 
     Tiba-tiba ada suara berderak pelan. 
     Dari kamar mandi, setengah sadar setengah mimpi fredy krueger  menyaksikan bagaimana makhluk
terkutuk itu mendorong ke atas. Berusaha memecahkan langit-langit yang terbuat dari teak-wood.
Suara berderak yang semakin keras membuat Eyang resi mandala  juga terdongak, lalu berusaha bangkit
dengan sebelah kaki keseleo. 
     Ia tidak akan sesusah payah itu, kalau fredy krueger  tidak membikin ribut. Ia dapat melontarkan
senjatanya dengan tenang dan hatihati dari kamar mandi bilamana wajah itu masih melekat di dada
noni tribuana     . Sekarang, ia terpaksa untung-untungan. Kalau semula ia bermaksud menembus ubun ubun
makhluk terkutuk itu, maka sasarannya kini ditujukan ke bagian bawah kepala makhluk itu. 
     Bagian yang tampak kemerahan memperlihatkan seonggok daging bergelimang darah. bagian itu
saja yang tertinggal karena selebihnya sudah menerobos langit-langit. 
     Eyang resi mandala  mengucap Bismillah. 
     Lalu melontarkan sembilunya, dengan gerakan berputar. Hanya untung untungan. namun  sembilu
itu melayang dan berputar dengan gerakan mengiris pada bagian bawah kepala itu. Terdengar suara
jerit kesakitan yang memelas. Lalu suara berdetak yang keras waktu makhluk itu terus melesat ke
atas. menghantam kaso-kaso, mendobrak atap genteng dan lalu  suara itu menghilang semakin

jauh dan jauh lalu tak terdengar lagi sama sekali. 
     Lurah nyoto  menghambur masuk. 
     "Kau baik baik saja, Eyang?" 
     "Baik nenekmu. Lihat kakiku!" 
     Eyang resi mandala  memijiti kakinya yang keseleo, membengkak. Tak jauh dari tempat Eyang
resi mandala  duduk terhenyak kesakitan, tergelimpang sembilu miliknya. 
     Sembilu itu berlumur darah. 
     "Bangunkan si fredy krueger  dari kegilaannya!" rungut Eyang resi mandala . 
     "Ayo kita lihat apakah kita berhasil atau gagal." 
     noni tribuana      dititipkan pada istri Lurah nyoto . 
     Bertiga mereka lalu  naik mobil yang dilarikan fredy krueger  dengan pikiran kacau balau. 
     Aku sudah  menikmati sedikit kebahagiaan dari gadis itu, ia mengerang, dan apa yang kuberikan
sebagai imbalannya? 
     "Sudah pastikah eyang, dia orangnya?" 
     Bertanya Lurah nyoto . 
     "Sepasti bahwa kau ini muridku paling bebal." 
     "Sewot lagi," 
     Memberengut Lurah nyoto . 
     "namun  bagaimana sampai eyang mengetahuinya? Dan... tolong jangan bilang, berkat pengalaman
80-an tahun." 
     "Ingat saat  beberapa malam yang lalu aku menaburkan garam mentah ke sekeliling rumah
jessica ? saat  itu aku mencium bau tak sedap. Datangnya dari rimbunan pohon rambutan. Aku terus
saja bekerja, namun  mengintip dari celah ketiak. Kulihat sepasang titik api. Cuma elang. atau kalong.
Begitu aku berpikir. Kalong yang sedang menyantap mangsa," 
     Eyang resi mandala  bersungut-sungut menyesali ketololannya. 
     "Habis," 
     Ia melanjutkan 
     "Waktu itu ingatanku hanya terpusat pada makhluk berupa pacat dan lintah. Mahluk yang mundul
dari dalam tanah. Bukan dari langit...." 
     Eyang resi mandala  meringis lagi menahan sakit di kakinya. Bernafas cepat sebentar. menghirup
udara segar yang masuk lewat jendela, lalu desah nafasnya  kembali normal. "Sudah baikan." 
     Ia pijit  kakinya. 
     "Begitulah. Waktu aku dihempaskan fredy krueger  di depan rumahnya, aku begitu kesakitan. saat 
mencari apa yang dapat mengobati sakitku, kulihat mobil nyi girah ..." 
     "nyi girah ?" 
     Lurah nyoto  terperanjat 
     "Kubilang, mobilnya. Dan di mobil itu, muridku yang berotak budek dan bebal. aku lihat sepasang
titik api yang sama...." 
     Mereka tiba di rumah yang dituju. 
     Rumah besar dan kuno itu terang benderang .Penghuni rumah induk tampak tengah
menggedor-gedor pintu masuk pavilyun. Di dalam gelap sekali. Waktu melihat fredy krueger , pemilik rumah
datang menyongsong, 
     "Syukurlah kau muncul, Nak fredy krueger ," katanya. 
     "Barusan tadi kami dengar suara-suara ribut yang menakutkan di pavilyun. namun  raden ajeng martini  tak juga
mau membuka pintu." 
     "Boleh kudobrak?" 
     "Separah itu benarkah, Nak fredy krueger ?" 
     "Aku akan membayar ganti rugi," kata fredy krueger . 
     Dan dengan kepala dipenuhi kepenasaran, ia hantam pintu sampai tanggal dari engselnya. Suara
menggempur itu sunyi sepi sesaat . Pemilik rumah menyalakan lampu depan pavilyun. Memanggil: 
     "Nak ida?" . 
     Tetap sunyi sepi. 
     Lampu dihidupkan lagi. Kali ini, di dalam kamar tidur gadis itu. Di ranjang, hanya ada bantal dan
guling terbungkus selimut. lalu , genangan darah merembes di lantai, membasahi ujung sprei.
Pucat dan gemetar, pemilik rumah menyingkap sprei itu. 
     Beralas sehelai tikar, raden ajeng martini  tampak berbaring di kolong ranjang. Lebih banyak darah tergenang.
Mengalir keluar dari leher raden ajeng martini  yang menganga. Wajahnya yang muda dan elok rupawan, dipenuhi
goresan luka. Tampak serpihan teak-wood terhunjam pada pipi, dan bubuk genteng melekat di untaian rambutnya. 
     nyi girah  terbelalak. 
     Blouse dan kutangnya terasa hangat, basah kuyup. noni tribuana      kecil merem-melek di pelukannya.
lantas, seraya membuka mata lebar lebar menatap wajah nyi girah , noni tribuana      kecil tersenyum puas. Dengan
suara bocahnya, ia bertanya: 
     "Aa... gggiii...'nte?" 
     'Apa dia bilang?" 

     nyi girah  berpaling pada fredy krueger  yang sedang asyik mencorat coret di sehelai kertas. Menyusun
daftar undangan. 
     "Dia bilang," sahut fredy krueger  tanpa menoleh. 
     "Apa kau mau lagi?" 
     "Dikencingi?" 
     fredy krueger  berpaling kaget. 
     "Astaga," katanya dengan nada menyesali. "Dia memipisimu? Di mana?" 
     "Ini...." nyi girah  memperlihatkan dadanya. 
     "Oh. Oh. Oh. Kasihan. Mari kubuka." 
     nyi girah  mengulurkan noni tribuana      kecil ke depan. namun  fredy krueger  melampauinya dengan kalem. Tangannya
terus terjulur. Ke tempat yang basah. 
     nyi girah  terpekik. *** 
     Dan dari kamar kerjanya, Hakim stephen king  mengeluh: 
     "Ada apa lagi, nyi girah ?" 
     "Ada tangan gentayangan. Papa-' 
     "Bilang pada yang empunya tangan,' 
     Terdengar suara Hakim stephen king  mengancam: 
     "Dia harus tunggu sampai bulan April. Atau. ia akan kulemparkan kembali ke dalam bui!" 
     Dan sekarang baru hari pertama Februari. 
     Dingin lagi. 
     "Mertua sadis!" 
     fredy krueger  memberengut. 
     Dan terpaksa harus menunggu. 
     April. 
     Ah. Lama benar! 
     Mana hujan terus berderai-derai di luar rumah. Berdesah lirih. Meniupkan bisikan halus dari alam
gaib. 
     lalu . 
     Sesuatu tampak menggeliat di rerumputan yang basah. 
     Seekor lintah.