Tampilkan postingan dengan label VOC 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label VOC 1. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Desember 2022

VOC 1


Den" Haag, November 1949.

"TIDAKBISA, Bung. Bukan kita, namun mereka yang se-
harusnya membayar. Kita berhak atas Batig Slot!"

Dari balik kacamata bulatnya, Bung Hatta menatap anak

muda itu. Dia tersenyum, namun tidak memberi tanggapan.
Anak muda itu jauh dari kesan seorang pemuda revolusi.
Perawakannya kurus tinggi, kacamata tebal, dan tentu saja
klimis. Sumitro Djojohadikusumo mungkin yang termuda

di antara anggota delegasi yang menghadiri persidangan ma-
raton, Ronde Toftl Conferentie atau Konferensi Mf:!ja Bundar.
Bung Hatta membiarkan anak muda itu mengungkapkan
amarahnya. Lebih dari Sumitro, dia sudah melewati fase
pemberontakan itu. T idak sekali dua kali dia ditangkap dan
dibuang. Neraka Digoel pun pernah dia huni.

"namun , adakah pilihan lain?"

Persidangan yang dimulai sejak 24 Agustus 1949 itu

memasuki babak akhir. Delegasi Belanda menyodorkan klausul
yang menjadi dilema besar di tengah-tengah delegasi republik
muda ini.

. Pihak negerikita harus menanggung beban utang Hindia Belanda sebesar 6,1 miliar gulden. Sebanyak 3,] miliar

gulden

dalam bentuk utang luar negeri dan 3 miliar gulden utang dalam
negeri. Pihak Belanda hanya mau menanggung 500 jut a gulden
sehingga beban utang yang harus dibayarkan oleh negerikita
adalah sebesar 5,6 miliar gulden.

Setelah kehilangan tanah, Belanda tidak mau kehilangan

uang. Tanah dan uang adalah sebuah opsi. Dan, bukan dua

hal yang bersifat komplemen. Tanah atau uang. Delegasi
negerikita kehilangan pilihan. namun pada detik terakhir
perundingan, Sumitro masih bersuara nyaring. Pemegang

gelar Doktor Ekonomi dari Sekolah Tinggi Ekonomi Rotterdam
itu m-enggerutu. Dia menyebut justru pemerintah Belanda

yang harusnya membayar utang pada negerikita . Dia meng-
hitung besaran kelebihan pajak yang diambil pemerintah
Belanda dan tidak pernah dikembalikan ke Hindia Belanda.
Kelebihan pajak itu, Batig Slot, termasuk cicilan bunga, baru
bisa dicicil lunas oleh Belanda selama 350 tahun. Sarna persis
dengan usia kolonialisme Belanda di negerikita .

namun , siapa yang mau repot-repot memerhatikan
perhitungan teoretis Sumitro itu. Zaman tanam paksa sudah
lama lewat, Van den Bosch mungkin tengah bercengkerama
dengan malaikat sekarang. Mereka memang tidak bersiap

untuk bermain dengan angka. T idak ada yang berubah, ke-
cuali sedikit pengurangan angka.

negerikita akan menanggung utang Hindia Belanda sebesar
4,3 miliar gulden, setara dengan 1,13 miliar dolar Amerika.

Ini adalah kesepakatan celaka. Sebab, tujuh puluh persen
beban -utang itu adalah utang kolonial. Yang paling celaka,
empat puluh dua persen dari jumlah utang kolonial yang
hru:us ditanggung itu adalah utang yang ditimbulkan oleh
biaya operasi militer Belanda untuk memberangus revolusi
negerikita .

Bung Hatta mencoba mencari kata tengah. namun , yang

dia dapati hanyalah pertentangan an tara para perunding.
Mulai terdengar suara-suara bahwa utang adalah harga diri.
Menerima utang berarti mengkhianati revolusi. Waktunya
semakin dekat. Kata-pasti masih jauh dari permufakatan.
Konferensi Meja Bundar ini seharusnya menjadi permufakat-
an akhir. namun , mereka tidak mungkin terus terjebak dalam
tabir yang dibentangkan oleh Belanda lewat opsi yang tidak
mungkin ini. Perdebatan tentang utang hanya bisa dibawa

ke alam mimpi . .

Namun, ini adalah masa saat segalanya tampak mung-

kin. Jika manusia menyerah, alam semesta tidak. Ia mengutus
seseorang dari masa lalu.

Dingin malam terasa mencekik. Jalanan di Den Haag

sepi. Trem terakhir melaju membelah salju. Kuda-kuda sudah
dikandangkan dalam istal. Seorang lelaki berjalan melintasi
salju. Langkah kakinya panjang-panjang dan tergesa. Salju
terus terjun. laki-laki itu seperti berpacu dengan waktu.

Dia berhenti di depan pintu bangunan tempat anggota

delegasi negerikita menginap. Tanpa menunggu lebih lama,
lelaki itu mengetuk pintu tiga kali.

Ketukan itu membangunkan seorang anggota delegasi
negerikita . Dia keluar dan memperoleh i lelaki misterius itu di
depan pinrtl. laki-laki asing itu menyerbu masuk seperti buron-
an mencari tempat bersembunyi.

"Ada apa ini?” Pertanyaan itu tertahan di tenggorokan si

tuan rumah.

Tidak ada jawaban untuk pertanyaan yang tidak sempat
disuarakan itu. Dalam tempo yang cepat, sebagian besar ang-
gota delegasi termasuk Bung Hatta sudah berkumpul. laki-laki
misterius itu membentangkan kertas tua berwarna cokelat
pudar. Tulisan, gambar, petunjuk, denah, semua tampak seperti
garis-garis yang menghubungkan masa lalu. Kemudian, k.ertas
itu dia serahkan kepada anggota delegasi. Sebuah rahasia yang
sudah terkubur selama ratusan tahun berpindah tangan.
"Ontvangen maar die onderhandeling. Indonesie heeft niets

te verliezenJ1"
ITerima iN perundingan. negerikita tidak akan rugi

PES A W A T Twin Otter itu terhuyung. Tubuh kecilnya bagai
capung yang terbang di atas gundukan cadas kehijauan
raksasa. Puncak-puncak pegunungan, benteng alam yang
melindungi bumi Papua dari keserakahan global, julang-
menjulang hendak mencium moncong pesawat kecil itu. Nun
di bawah sana, bermukim manusia yang masih berplkir bahwa
mencintai dan mendiami buai sudah cukup tanpa hams
menguasainya.

Lebih dari tiga perempat jam sejak pesawat tinggal landas

dl Merauke. seharusnya, pesawat ini sudah mendarat di Ta-
nah Merah, Boven Digoel. namun , pesawat ini masih ber-
putar-putar seolah-olah mencari puncak terindah untuk me-
nabrakkan diri, menghilang, dan kemudian menyatu dengan
alamo Pukul sepuluh siang, kabut tidak juga beranjak hilang.
Halimun itu menjebak, memaksa pilot pesawat kecil ini
berputar-putar menunggu q.tik terang.

Batu Noah Gultom mulai gelisah. Sejak guncangan ter-

akhir, pendingin udara di dalam pesawat tidak lagi berfungsi.
Keringat mulai mengucur di sela-sela dahinya, campuran
antara panas dan ketegangan. Pesawat inr membawa sebelas
orang penumpang dan diawaki oleh satu orang pilot, kopilot,
dan satu orang teknisi yang sajak berangkat tidak ‘pernah
berhenti lalu-Ialang antara kokpit dan bagian ekor pesawat,
tempat _ di mana dia duduk. Batu duduk tidak jauh dari
teknisi itu.

Pada deret kiri paling depan, temp at di mana Batu

harusn}1] duduk, seorang Rerempuan Papua bertubuh langsing
berusaha mengatasi I<.etegangannya dengan menyumpal
telinga dengan earphone walkman. Tiga penumpang lainnya
adalah penduduk setempat yang mengenakan kemeja pantai.
Tiga keranjang belanjaan dan satu keranjang berisi enam ekor
ayam hidup, mereka bawa dari Merauke. Aroma di dalam
pesawat itu sudah tidak keruan. Keringat dan tahi ayam

menyatu dengan keaegangan.

Laju Twin Otter itu mulai berkurang. Pedahan pilot
mengurangi ketinggian. Guncangan semakin keras saat pesa-
wat itu menembus kabut. Daratan terlihat samar. Bangunan
tampak seperti onggokan-onggokan yang terpisah jauh satu
sarna lain. Dengung mesin pesawat itu semakin nyaring. Tidak
berselang lama, para penumpang tersentaa dari tempat duduk
mereka. Pesawat itu mendarat dengan kasar. Rodanya seolah-,
olah melewati jalur off road. Akhirnya penerbangan yang
menyiksa itu pun berakhir.

Lima puluh dua menit waktu tempuh penerbangan
antara Merauke dan Tanah Merah. Tidak setepat yang di-
janjikan. namun , tidak cukup jelek mengingat ketidakpastian
alam Papua.

Tidak setiap hari pesawat ini singgah di Tanah Merah.
Hanya pada hari Minggu dan I Selasa pesawat Twin Otter
milik pemerintah Kabupaten Merauke ini menyambangi
kabupaten baru hasil pemekaran ini.

"Kaka .... " Sebuah suara lembut menyapa. Batu menoleh

ke belakang. wanita lesbi muda itu mendekatinya. Dia ter-
senyum.

Rahasia Meede 7

"Sonai, bagaimana penerbangan tadi?"

"Di Tanah Papua, kami sudah terbiasa dengan ketidak-
pastian, Kaka." Sonai tersenyum. Gigi putihnya sangat kontras
dengan warna kulitnya. "Kaka, terima kasih untuk tempat
duduknya tadi. Kalau tidak, saya sudah pasti bercengkerama
dengan ayam-ayam. Kaka baik-baik saja?"

"Ya, semoga ayam-ayam itu tidak membawa virus flu
burung ke tanah surga ini," Batu menimpali dengan canda
tawa.

Gigi putih Sonai kembali bersinar di rekah bibirnya.

Mereka sudah berkenalan sejak di Merauke tadi. Perkenalan
yang dipicu oleh sebuah tebakan yang sarna.

"Wartawana"

"Ya. Dan, kau wartawati?"

"Tentu.”

Atas nama solidaritas profesi itu pula, Batu memberikan
tempat duddknya pada Sonai. Faktor gender tena ikut dia
perhitungkan. Mereka datang ke Boven Digoel dengan tujuan .
yang sarna. Untuk sebuah berita yang belum pasti. Kesim-
pangsiuran rumor. Spekulasi yang membuat wartawan lain
masih enggan untuk mengendusnya. Mereka butuh martir
untuk laporan dari pedalaman ini.

Saat mereka menurunkan barang-barang dari dalam pe-
sawat, sebuah mobil Hardtop gardan ganda berwarna hitam
melaju kencang membelah lapangan kecil itu, kemudian ber-
henti persis di depan mereka. Pintu depannya terbuka. Pria
berambut cepak dengan pakaian loreng turun dari mQbil.
"Bapak Batu dari koran negerikita raya?" tanyanya dengan
sopan. Tentu tidak sulit mencari seseorang bernama Batu
yang datang dari Jakarta. Cari saja satu wajah Melayu di
tengah-tengah kumpulan Melanesia.

"Ya. Dan Anda?"

"Sutrisno Mujib, Sersan Satu TN I. Kami ,diperintahkan
untuk menjemput Bapak."
"Dan, yang menyuruh Anda, siapa, Sersan?"

"Siap, Letnan Satu Wiweko Abimanyu.”

Sersan itu lama berdiri dalam posisi tegak. Sikap sem-
pumanya mengundang tawa. namun , di Papua tidak ada tawa
untuk serdadu . Apalagi menertawakan serdadu . Batu meng-
amati Hardtop itu. Tatapannya beralih pada Sonai. Perem-
puan yang bekerja untuk koran lokal, Tanah Papua, itu tentu
tidak memiliki akses seperti yang dia miliki.

"S.L'k," . omu Ke sana nat apar

"Mungkin baru sore nanti, Kaka. Saya mesti tunggu dahulu
mobil milik kabupaten. Nanti bersama gengan rorribongan
polisi dari Merauke."”

"Tadi tidak ada polisi yang satu pesawat dengan kita?"

Batu memandang heran.

"Iya, Kaka. Twin Otter ini, akan terbang lagt ke Merauke
sesudah aampir sebentar di Kabupaten Asmat. Sore nanti,
mereka ada penerbangan ekstra ke Tanah Merah.”

‘apa .tidak ada pesawat lain?" Membayangkan perem-

puan itu sepanjang hari menunggu ketidakpastian, mengusik
simpati Batu. Sonai menggelengkan kepala.

"Bagaimana dengan pesawat misionaris, misi zending?"
tanya Batu lagi.

"Tidak ada, Kaka. Mungkin sudah tidak ada lagi domba-
domba yang tersesat di Boven Digoel.”

Batu tertawa lepas mendengar jawaban itu. Sersan muda

itu menatap mereka, bergeming.

"Kita berangkat sekarang, Pak,” ajaknya.

"Apa masih ada satu kursi koaong?" tanya Batu sambil
menatap Sonai.

9

Sersan itu tidak langsung menjawab. Dia menatap ternan
lorengnya yang duduk di belakang setir.

"namun , kami hanya ......

"Sersan, maaf£ Aku tidak akan ikut kalian kalau nona ini
tidak dibolehkan menumpang. N anti aku yang bicara dengan
komandan Anda."

Sersan Satu Sutrisno Mujib menyerah. Dia tidak mau
lama-lama berdebat. Tentu masih ada kursi kosong. Seharus-
nya, dia bisa menyewakan kursi kosong .itu. Dua ratus ribu

rupiah melayang sesaat .

"Sonai, ayo ikut kami,” ajak Batu bersemangat. Bayangan
petjalanan yang membosankan. dengan dua prajurit TNI sirna
dari kepalanya.

"Terima kasih, Kaka. Nanti sore saja saya berangkatnya.”
‘ayolah ...." desak Batu. "'T'* K ka .. aetapl, a....
Sonai terpaku diam. Seharusnya, dia tidak melewatkan
kesempatan langka ini. Masuk pedalaman dengan cuma-
cuma. Tatapannya penuh selidik. Dia lihat badge pada lengan
kanan seragam loreng Sersan Sutrisno Mujib. Dia tidak tahu
badge itu melambangkan apa. namun yang jelas, serdadu itu
tidak berasal dari Kodam Trikora Jayapura. Mungkin dia
pasukan non-organik yang dikirim langsung dari Jakarta
entah dari kesatuan apa. Semua yang berhubungan dengan
TNI di Papua adalah misterius dan menakutkan. Sonai
menelan ludah.

"T idak, Kaka. Terima kasih." Kali ini suaranya tegas.

"Alm mengerti ketakutanmu,” bisik Batu tepat di telinga
Sonai. "namun , aku akan mertiagamu dengan jiwaku. Percaya-
lah, tidak semua yang datang dari Jakarta itu buruk dan
menakutkan.”

Sonai bergeming. Sersan Sutrisno Mujib mulai gelisah.

10

Roman wajahnya berubah. Dia mulai tidak sabar. Dia bisa
menangkap ketakutan perempuan itu. Dan, itulah yang mem-
buatnya kesal. Ditakuti? Mengapa orang hams bangga jika
orang lain takut kepadanya. Sersan Sutrisno Mujib membuka
pintu belakang Hardtop.

"Nona, bisa ke sini sebentar?" panggilnya.

Sonai melangkah dengan ragu. Di bagian belakang mobil,

di jok belakang yang sempit, dua orang penumpang berkulit
gelap duduk bersama bawaan mereka. Mereka melambaikan
tangan. Sonai membalasnya dengan aenyuman. Entah berapa
ratus ribu mereka membayar untuk perjalanan menuju pe-
dalaman itu.

"Bagaimana?" tanya sersan itu pada Batu. namun , tatapan-
nya diarahkan pada Sonai, seolah-olah dia ingin berkata, kami
sudah hiasa mengangkut hangsa Nona. Dengan selamat tentu-
nya.

"Sonai?" tanya Batu lagi. Dia benar-benar tidak tega
meninggalkan perempuan itu sendirian di Tanah Merah.
Tidak peduli perempuan itu juga berdarah Papua.

"Baiklah. Saya ikut."

Batu menarik napas lega. Dia tersenyum. Ada satu

kebaikan sudah dia lakukan hari ini. Semen tara, Sersan Satu
Sutrisno Mujib menahan dongkol. Tamu komandannya ini
sungguh menyusahkan. Dua ratus ribu melayang untuk kursi
gratis Sonai Sawaki:

Wartawan hiadah!

Boven Digoel. Tanah buangan. Percumbuan pertama nasio-
nalisme negerikita dengan tanah Papua. Delapan puluh

tahun silam, ke, tempat inilah para nasionalis negerikita
dibuang oleh Pemerintah Kolonial Belanda lewat sebuah hak
Wl
luar biasa yang dimiliki oleh Gubernur Jenderal Belanda,
Exorbinte Rechten. Bibit-bibit percintaan itu sudah disemai,
pahon persatuan pun sudah tumbuh menjulang, namun belum
berbuah cinta. Antara Jakarta dan Papua senantiasa tumbuh
curiga. Papua yang kaya tidak berdaya d:1.n Jakarta tamak
berkua! ?a.
Dua jam poerjalanan menuju selatan ridak jadi membosan-
kan. Rencana Batu untuk tidur sepanjang perjalanan buyar.
Sonai terns bercerita. Ceritanya tidak terikat pada satu tema,
keluar begitu saja bagai aliran air mencari celaa di antara
bebatuan. Mulai dari otonomi khusus Papua hingga ekspedisi
Conservation International di tanah Papua.
namun , cerita yang paling menarik perhatian Batu
justru tentang Sonai Sawaki sendiri. wanita lesbi itu lahir di
Nubuai, sebuah kampung pantai di pinggir Teluk Cendra-
wasih, Kabupaten Waropen. Kampung itu tempat berdiam
sebagian besar anggota klan Sawaki. Jauh dari bagian rawa
Waropen yang oleh penduduk setempat disebut tanah pecek.
Kakek Sonai dahulu nya seorang mamhri, panglima perang. Dia
menggambarkan kakeknya sebagai orang pantai bertubuh
besar. laki-laki yang dahulu sering mengayau, manangkap anggota
klan lain un°tuk dijadikan budak klan Sawaki. namun , kebia-
saan lama itu sudah hilang. Punah sarna sekali.
Dua'sersan TNI yang duduk di depan tidak ambit pusing
dengan dialog dua wartawan itu. Semenrnra, dua penumpang
partikelir di belakang tidak mengerti apa yang tengah mereka
bicarakan.
DistrikJair, tujuan mereka, terletak di selatan kota Tanah
Marah. Daerah ini adalah ranah paling maju dari Kabupaten
Boven Digoel. Jauh lebih maju dibandingkan distrik Man-
dobo, wilayah tempat kota kabupaten berada. 5ebahnya, di
distrik Jair ada industri kayu lapis yang dikelola olda
perusahaan patungan negerikita -Korea, PT Korindo yang
berada di kampung Asiki. Di tempat inilah, pendatang dan
penduduk asli berbaur dalam aktivitas ekonomi modern. Pasar,
pos polisi, dan pos TNI yang menjaga keamanan perusahaan
adalah modernisn;e ala Papua.
Pada saat matahari tepat di atas kepala, Hardtop itu
berhenti persis di depan klinik milik PT Korindo. Satu pos
jaga TNI di depannya ditempati oleh tiga orang prajurit
dengan senapan SS] buatan Pindad. Dua orang penumpang
partikelir sudah diturunkan sebelumnya di pasar Asiki.
"Selamat datang di tanah buangan, Bung!"

Seorang dokter muda menyambut kedatangan Batu.
Wajahnya berbinar-binar. Tamu dariJakarta-selain serdadu -
selalu menggembirakan. Di belakangnya berdiri seorang per-
wira TNI dengan umur sepantaran, tidak lebih dari dua puluh
delapan tahun. Dia ikut menyalami Batu.
"Katanya sendirian, tapi, kok... ?" tatapan perwira muda
itu beralih pada Sonai.
"Ops, maaf, " Batu buru-buru mendahului. "Ini Sonai,
wartawan juga, tapi dari Jayapura. Tadi kita satu pesawat.
Perernpuan tidak terlarang masuk karnpung Asiki, kan?" canda
Batu.
uAh, nanti aktivis-ferninis Jakarta bisa rneradang kalau
mendengar pertanyaan Anda, Bung!" Dokter rnuda itu mern-
balas canda Batu.
Mereka tertawa berbarengan. Dokter Desrizal, putra
Aceh lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada
adalah kawan lama Batu. Begitu juga dengan Letnan Satu
Wiweko "Wiwiek" Abimanyu. Entah bagairnana ceritanya,
dua kawan larnanya itu berada di ternpat yang sarna. Yang
jelas Wlwiek karena perintah tugas tang rnernbuat dia me-
ringgalkan kenyamanan di rarkas Kostrad Cilodong. Semen-
13
tara Desrizal, jelas dokter yang aneh. Sudah bukan zamannya
lagi dokter muda merangkai mimpi di tanah pedalaman sebab
mereka biasanya menginginkan kenyamananJakarta. Dia ingin
mengabdi di tengah masyarakat asli Boven Digoel, menyatu-
kan Sabang hingga Boven Digoel. namun , ketiadaan fasilitas
membuat dia terdampar di klinik milik PT Korindo. Dia
sebetulnya memendam kekecewaan yang dalam.
"Omong-omong, terima kasih ya, Wiek,” ucap Batu.
"Anak buahku tidak menyusahkan, kan?"
Batu menggelengkan kepala. T idak ada gunanya dia
menceritakan perdebatan singkat di Tanah Merah tadi. Begitu
juga dengan keberadaan penurnpang gelap di jok belakang.
Bisnis seperti itu tentu sudah direstui sang komandan.
"Jadi, berita macam apa yang"bisa kami dapatkan di tanah
buangan ini?" Batu melirik Sonai. Cadis itu tersenyum.
Makan siang sudah dihidangkan, sebuah berita ten tang ke-
matian menanti mereka.
"Mari kita ke dalam,” ajak Desrizal.
Batu dan Sonai mengikutinya, Letnan Wiwiek meng-
ikuti dari belakang. Klinik itu tidak terlalu besar. Hanya
memiliki tiga orang dokter. Dua di antaranya adalah dokter
tetap yang bermukim di Asiki. Sementara, satu orang dokter
lagi bermukim di" Merauke dan menyambangi klinik sekali
dua minggu. Klinik itu dibantu enam orang suster yang juga

didatangkan dari Merauke. Sesudah melewati tiga kamar pera-
watan dan apotek kecil di ujung belokan, meieka tiba di
ruang mayat.

Mayat itu tertutup kain putih, terbujur. Aroma tidak

sedap menus uk hidung. Walaupun sudah dibalut dengan
beragam aroma obat, aroma tidak sedap itu tetap memenuhi
ruangan. Pada jempol kaki kanan mayat, terikat sebuah kartu
identitas mayat. .

"Amber?" tanya Batu sesudah membaca identitas mayat

itu.

"Sebutan orang Papua untuk orang luar,": Sonai- memo-
tong. "sebetulnya dahulu sebutan itl,] dipakai orang Biak
untuk menyebut pendatang. namun kemudian, istilah itu
berlaku umum di tanah Papua. Orang Papua sendiri menye-
but dirinya sebagai Komen. Tampaknya ada pengaruh Belanda.”
"Benar. Sembari menelusuri identitas aslinya, kami beri

dia identitas sementara," Desrizal melirik Sonai.

"Kenapa Amber?" tanya Batu.

"Bung, rnayat ini jelas bukan penduduk asli. Ciri-ciri
tubuhnya menunjukkan bahwa sosok ini bukan dari ras
Melanesia. Kemungkinan besar ras Melayu.”

Desrizal menyingkap kain putih yang [!enutupi mayat

itu. Sonai nyaris terpekik. Batu tertegun. Mayat itu sudah
rusak. Wajahnya tidak lagi bisa dikenali. Pangkal pipi kanan-
nya sobek hingga gigi belakangnya jelas terlihat. Bola mata
kanannya sudah tidak ada. Lehernya separuh terbalut daging,
begitu juga dengan bagian dada.

"Isi perutnya sudah kosong,” ungkap Desrizal.

"Kenapa dikosongkan?" tanya Batu.

"Bukan kami yang mengosongkan.” Desrizal menarik

napas, "kita belum tahu, mungkin ternan sadis kita yang
melakukannya. Sesudah kosong, perut itu dijahit kembali.”
Desrizal menunjukkan jahitan kasar melingkar pada

bagian perut si Amber. Cukup rapi.

"Polisi sudah melakukan identifikasi?” tanya Sonai.

"Poisek Jair sudah melakukannva. Nanti sore polisi dari
Polres Merauke baru datang. Mungkiri mereka bisa lebih
membantu. namun yang pasti, tidak"ada laporan orang hilang
selama satu minggu terakhir di Boven Digoel. Apalagi, para
pendatang sangat gampang dikenali di sini."

Rahasia Meede

"Jadi maksud Anda, mayat ini berasal darlluar Boven
Digoel?" potong Batu.

"Mungkin luar Papua: Jasad ini sudah kehilangan nyawa
setidaknya sejak lima hari yang lalu. Bisa dibunuh di sini
atau sudah dibunuh sebelumnya dan mayatnya dikirim ke-

mari," Wiwiek menimpali dari belakang.
"Itu sebabnya aku telepon Bung. Bung sendiri yang

bilang ada pejabat tinggi yang hilang di Jakarta, siapa tahu
ini...." Desriul menjelaskan dengan tenang. Seakan-akan dia
sudah lama berkawan dengan kematian. "Ini akan jadi berita
besar dan Bung beruntung menjadi wartawan yang me-

. nulisnya pertama kali!"

"namun itu tidak mungkin, " potong Batu.

"Mungkin saja, Bung. Kami sudah mengirimkan kabar
penemuan mayat ini ke Jayapura beberapa jam sesudah di-
temukan. ltu sebabnya, nona cantik ini juga ingin datang
kemari, " Desrizal melirik Sonai. "Sejauh ini Jayapura belum a
melaporkan berita orang hilang. "

"Boven Digoel terlalu jauh, " Batu masih tidak percaya.
"Bung," Desrizal menepuk pundaknya. "Seorang maniak
punya dunia sendiri. Jarak dan waktu pun menjadi relatif
dalam dunianya. Nah, sekarang mana data fisik yang Bung
janjikan itu? Aku ingin cocokkan."

"Anda terlalu bemafsu, Bung!" .

Desrizal terkekeh. Dia cepat meraih lembaran kertas yang
dikeluarkan Batu, kemudian berlalu me':linggalkan ketiga
orang itu.

"Lima belas menit, dan mayat ini akan jadi berita besar
untuk Bung dan nona cantik ini, " teriak Desrizal dari ke-

jauhan.

"Amber ditemukan oleh Martin Yamkodo, boeah tiga belas
tahun dari suku Muyu: Boeah putus sekolah itu tengah

. menc.ari ikan di sebuah rawa kecil. Tepat di tengah rawa,
ada gundukan tanah mirip pulau keeil yang ditumbuhi
semak setinggi lutut paha orang dewasa. sebab di rawa itu
dipereaya masih hidup kawanan buaya, tidak pernah ada
orang yang berani menyambangi pulau kecil yang hanya
dibatasi air sejauh belasan meter. Martin mungkin orang
pertama sesudah sekian tahun. sebab menemukan ikan mujair
kecil, dia nekat menyeberangi rawa. namun di pulau kecil
itu, boeah pemberani itu malah terpekik. Dia menemukan
sesosok mayat. Laki-laki telanjang tanpa busana. Amber. "
Recorder milik Batu merekam setiap patah kata yang ter-
ucap dari mulut Wiwiek. Sementara, Sonai sibuk mengubah
suara itu menjadi kata dalam tulisan.

"Di mana kami bisa menemui boeah itu?" tanya Batu.

. "Di Tanah Merah,” jawab Wiwiek.

"Jauh sekali boeah itu meneari tempat bermain. T inggal

di Tanah Merah, tapi meneari ikan di sini.”

"Di sini, maksudmu?" Wiwiek mendelik.

"Lho, bukannya mayat Amber itu ditemukafl di distrik
ee >" tnl.

"Ah, wartawan tidak banyak berubah. Selalu ingin tahu
namun lebih sering sok tahu, " Wiwiek tertawa lepas.
Sonai ingin membisikkan sesuatu di telinga Batu. namun ,

dia urungkan niat itu. Jawaban Batu jelas salah.

"Mayat itu ditemukan di Tanah Merah, Bung! Tepatnya

di sebuah rawa kecil yang terletak antara Tanah Merah dan
Tanah Tinggi. Di situlah Martin kecil itu tel[Eekik. " .

"Lalu kenapa dibawa ke sini?" Menyadari kesalahannya,
Batu mala sendiri- namun dia tambah bingung.

"Puskesmas Tanah Merah tidak memadai. Klinik PT

RahaS] a Made 17

Korindo jauh lebih memadai untuk autopsi sementara. Teta-
pi, alasan utamanya adalah evakuasi mayat. T idak rriungkin
dilakukan dengan Twin Otter. Harus lewat jalur sungai. Dari
sini nanti, Amber akan dibawa ke Merauke memakai

ambulans yang sekarang tengah dalam perjalanan Ipenuju .

"Sim.

"Ohh ...." Batu temganga menyadari kekeliruannya. Sonai
tersenyum kecil melihat wartawan Jakarta itu. "Jadi, kami tadi
sudah melewatkan TKP, dong?"

"Besok kalian bisa melihatnya sebelum terbang kembali

ke Merauke. Nanti aku minta anak buahku menemani. TNI
dan wartawan kan tidak hams selalu bermusuhan?"

Batu dan Sonai menyambutnya dengan tawa. Wiwiek
memesona Sonai. namun , pelajaran puluhan tahun di Papua
mengajarkan, tidak ada keramahan yang cuma-cuma.
"Bagaimana?"

Desrizal muncul dengan wajah sumringah. Dia tidak
langsung menjawab pertanyaan Batu. Dia memeluk kedua
orang wartawan itu. IdeJ;ltitas pada jempol kaki kanan dia
copot, kemudian dia ganti dengan identitas bam.

"Kawan kita yang malang ini bukan lagi Amber!" ucapnya
bersemangat.

‘loko Prianto Surono?"

Sonai membaca kertas keeil yang diikatkan pada jempol
kaki kanan itu. Batu hampir tidak percaya.

" Secepat itukah?" Batu menatap tidak percaya pada
Desrizal.

"Tinggi tubuh, rarnbut, dan bentuk tubuh sama. Teng-
korak kepala yang sarna dengan bekas luka di atas telinga
kanan. Bekas operasi pada Jutut kiri dan kuku kelingking
I8E.5.ITO

kaki yang kecil dan terbenam pada daging. Usia, lima puluh
tiga tahun persis dengan perawakan Amber," Desrizal me-
rengkuh bahu Batu. "Bung sudah memecahkan misteri mayat

Amber ini!"

U<;apannya terdengar seperti teriakan yang mengundang

tiga orang suster mendatangi ruang mayat.

"Sudah dapat, Kaka?" tanya mereka berbarengan. Desrizal
menganggukkan kepala, tersenyum puas. Dia tidak ingin lebih
jauh mengetahui siapa sosok Joko Prianto Surono itu.

Batu terdiam. Jantungnya berdetak kencang. Dia men-

jauh dari orang-orang yang mengerumuni Desrizal. Ketakut-
annya sudah tetjawab. Perjalanannya tidak sia-sia. Diam-diam
dia mengeluarkan selembar kertas. Dia membubuhkan tulisan
di bawah tulisan lain yang sudah ada.

BukittinggilSaleh SukiralUlama

Brussels/Santoso WanadjayalPengusaha

l3angkalNursinta Tegarwatil Anggota DPR

Boven DigoellJoko Prianto SuronolBirokrat

Siapa dan di mana lagi? Apakah sebuah tempat yang di-

awali huruf "B" lagi? Batu menyembunyikan tanya dalam
hati

2

MEN CAR I, itulah titah ilmu kepada para pengabdinya.
Pekerjaan yang menggairahkan adalah pem.\.ntasan rasa ingin
tahu. Jika gairah sudah menaungi pekerjaan, waktu tergerus
begitu saja. Hitungannya menyempit, tahun teras a - bulan,
dan bulan tidak lebih dari hitungan hari.

Bagi tiga orang peneliti asal Belanda yang malang me-
lintang di kota tua Jakarta, gairah itu benar-benar sudah
merasuki diri mereka. Dua bulan lebih berada di kota ini,
terasa seperti baru dua hari. Pencarian mereka memang belum
membuahkan hasil. namun , aroma kenikmatan dari masa si-
lam ini, dapat mereka rasakan. Mereka datang untuk mencari,
memetakan, dan menggali.

Katiga orang peneliti itu dikirim oleh Yayasan Oud

Batavie yang berpusat di Amsterdam. Ketiganya berasal dari
disiplin ilmu yang berbeda. guyfawkes yang menjadi pemimpin_
tim kecil ini menekuni sejarah kolonial. fredy krueger memiliki latar
belakang planologi dan pemetaan . temp at. Adapun chucky
adalah seorang ahli arsitektur bangunan lama. Penelitian
modern melibatkan multidisiplin ilmu. Mereka dikirim ke
Jakarta untuk memetakan kembali permukaan Oud Batavie
dan mencari kota di bawahnya. Tugas mereka hanyalah men-
cari, dan mereka dibiayai penuh untuk itu.

20

Hari-hari sebelumnya, rutinitas mereka selalu sarna. Pagi-
pagi sekali menyiapkan segala keperluan di Hotel Omni
Batavia temp at mereka menginap. Menjelang siang, melaku-
kan observasi langsung terhadap titik-titik yang sudah mereka
tentukan. Demikianlah aktiVitas mereka selama dua bulan

ini. Jenuh berarti merintangi harapan. Mereka berusaha untuk
tidak jenuh. Setiap temuan sekecil apa pun adalah asupan
energi untuk mencari yang lebih besar. Cepat atau lamb at,
tempat itu akan mereka temukan. Penggalian tinggal me-

nunggu waktu.

Penjelajahan mereka sudah dimulai dari sisa Benteng

Batavia yang masih menyisakan satu Bastion Culemborg
dekat Pelabuhan Sunda Kelapa. Kubuopertahanan yang men-
jorok ke arah barat laut itu dahulu dipakai untuk meng-
amankan pelabuhan. Pada batas timur Batavia Lama, mereka
memperoleh i bekas dinding-dinding Benteng Tepi Timur Bata-
via yang sering juga disebut Graanpakhuizen atau Gudang
Gandum. Bekas Benteng Timur itu, sekarang sudah menjadi
korban vandalisme. Ketidakpedulian pemerintah dan kemis-
kinan penduduk sekitar tol RE Martadhinata menjadi penye-
babnya. Mereka meruntuhkan °bekas benteng itu untuk men-
dapatkan batu-batunya yang berkualitas tinggi.

Kenyataan yang beabeda mereka temui pada bekas Ben-

teng Barat yang sekarang sudah berubah menjadi Museum
Bahari yang.cukup terawat. Tanah tempat museum itu berdiri
dahulu nya adalah rawa-rawa. Oleh VOC, pada bidang tanah
itu kemudian dibangun Compagnies Timmer-en Scheepswerf,
Bengkel Kayu, dan Galangan Kapal.

Beragam bangunan tua tidak terawat yang ada di

sepanjang jalan Kali Besar tidak luput dari perhatian dan
penelitian mereka. Stasiun Kota Beos yang dibangun pada
1828 bagian luarnya masih sedikit memperlihatkan keaslian-
Ranas ia Made 21

nya. namun pada bagiaa dalam, begitu banyak bagian yang
sudah dialihfungsikan, dari ruang tunggu eksekutif hingga
gudang penyimpanan barang. Bekas gedung NHM yang sudah
beralih fungsi menjadi Museum Bank Mandiri dan De Javasche
Bank yang beralih menjadi gedung Bank In?onesia tampak
masih utuh dan terawat dengan baik Kondisi yang juga cukup
baik mereka temui pada bekas gedung Raad van Justicie.
Bangunan bergaya Indische Empire Stiijl itu sekarang sudah
beralih fungsi menjadi Museum Seni Rupa.

namun , yang paling menarik perhatian mereka di

antara semua bangunan itu adalah gedung Museum Wayang
yang terletak berseberangan jalan dengan bekas gedung baJ.ai-

kota Batavia. Bukan saja karena bangunan itu sarna sekali
tidak memiliki halaman. Suatu hal yang berlawanan dengan
tren bangunan voe pada masanya. yang memiliki ciri ha-
laman dan telundak atau teras yang luas. Melainkan juga,
karena sejarah gedung itu yang cukup panjang. Lebih dari
tiga abad yang lalu, tepatnya tahun 1640, pada lahan itu
dibangun sebuah gereja bernama Oude Holandsche Kerk
yang kemudian berubah nama inenjadi Nieuw Holandsche
Kerk namun kemudian, bangunan gereja itu roboh akibat
gempa. Pada tahun 1808, atas perintah Deandels; sisa ba-
ngunan dibongkar total. Bangunan baru didirikan pada tahun
19]2. Dua puluh empat tahun kemudian, gedung itu dires-
mikan menjadi Museum Oud Batavie.

Dua bulan lamanya, ketiga peneliti Belanda ini sudah
berhasil memetakan kaaasan kota tua Jakarta: seluas 139
hektare lengkap dengan puluhan bangunan tua yang masih
utuh dan terancam punah. Karya intelektual yang akan men-
jadi referensi bagi orang-orang pada masa akan datang. De-
ngan mengamati peta permukaan yang mereka buat, orang-
22E.S.1TD

orang bisa berimajinasi ten tang masa lalu Batavia, Koningin
van eet Oosten, Ratu dari Timur.

Namun, misi mereka jauh dari selesai. Sesuatu di bawah

sana menunggu mereka. Pinta dari bawah tanah jelas menge-
tuk rasa ingin tahu tiga sekondan itu. Mereka hams meme-
cahkan misteri di bawah kota tua ini. Gunjingan masa lalu
tentang kota bawah dan hilir, Beneden Stad namun , petunjuk
yang mengarah ke sana belum juga mereka dapatkan.
"lisaereetnieaP’

Kata itu terus digemakan oleh guyfawkes kepada dua orang
temannya. Empat abad yang silam, kata-kata itu pula yang
digemakan oleh JP eoen kepada para serdadunya. Mereka
menghabiskan makan malam, kemudian duduk berembuk

di lobi hotel Omni Batavia. Percakapan mereka dalam bahasa
Belanda terasa tidak asing di tengah-tengah pengunjung hotel
itu. Sebagian besar pengunjung hotel itu sarna asalnya dengan
mereka. Orang-orang yang ingin mengenang imperium masa
lampau dari negeri kecil yang mereka warisi.

"Pencarian kita semakiri mendekati kenyataan.”

Kalimat itu mungkin sudah ribuan kali diucapkan guyfawkes .
fredy krueger dan chucky bahkan sudah tidak ingat kapan ucapan
itu pertama kali muncul. Pada awalnya, mereka menanggapi
dengan datar. Tidak ada yang istimewa dari diskusi mereka
pagi ini. Sarna persis seperti hari-hari sebelumnya. Meraba-
raba masa lalu. Menghubungkan setiap kejadian. Kemudian,
meletakkannya dalam bayang banganan fisik yang tertinggal

sebagai warisan budaya.
Ketika layar laptop Toshiba guyfawkes menunjukkan sebuilh
kiriman surat elektronik, malam itu jadi berbeda. Sebuah file
2Jangan kehilangan haraimn.

Rahasza Meede

lengkap memuat data dan peta mas a lamp au dikirimkan

untuk mereka. fredy krueger dan chucky saling berpandangan. Kali
ini tampaknya kata-kata guyfawkes tidak akan disapu desauan
anglO.

"Kapan e-mail itu kauterima?” tanya chucky .

"Baru tadi malam. Kalian tedalu lelah untuk melihatnya

semalam. Gairah yang tidak padam sudah menjadi cahaya

dalam pencarian ini," guyfawkes mengulum senyum.

"Kenapa baru sekarang para bajingan itu mengirimkan

peta ini pada kita?" cetus fredy krueger . Perasaannya campur aduk,
antara kesal dan gembira.

"Sudahlah, masalah itu tidak usah kita bahas,” sela chucky .
"Beneden Stad," seru guyfawkes membuka diskusi. "Benar-

kah itu mengacu pada Kota Bawah Tanah?"

Dia memandangi chucky dan fredy krueger bergantian. Beneden
Stad. Rahasia itu sudah menjadi pergunjingan selama tiga abad
terakhir tanpa seorang pun pernah membuktikan kebenaran-

nya. Mencari kebenaran tentang cerita Kota Bawah itulah

titah yang mereka jalankan. chucky dan fredy krueger tidak menang-
gapi pertanyaan itu. Seharusnya, mereka yang bertanya.
"Menurutmu bagaimana?" fredy krueger balik bertanya.

"Sampai buktinya kita temukan, aku hanya berani mem-

berikan hipotesis.”

- "Bagaimana kalau itu bukan sebuah kota?" chucky ikut

berbicara.

"Apa ?laksudmu?"

"Sekadar istilah mungkin ....

guyfawkes tertawa pendek. Sesudah dua bulan menyusuri
bangunan kolonial dan mendengarkan semua -teori dari fredy krueger
dan chucky , sekarang gilirannya berteori. Tanpa harus tetjebak

lagi pada te<?ri-teori Art Deco, Indische Empire Stijl, atau
Arsitektur Indies. chucky dan fredy krueger sekarang membutuhkan
E.5.1TO

teori dan narasi sejarah meyakinkan yang akan keluar dari

mulutnya.

"sebetulnya Beneden Stad itu memang tidak mengacu

langsung pada Kota Bawah Tanah. Kota Bawah atau hilir

itu mengacu pada daerah Mangga Besar ke arah utara meng-

ikuti aliran sungai menuju muara di Sunda Kelapa. Jadi,

bukan Beneden Stad yang kita cari, melainkan De Onder-
grondse Stad. namun sebetulnya teori tentang Kota Bawah
Tanah itu agak bersifat spekulatif atau bahkan konspirati£”
"Bagaimana kau menjelaskan bahwa teori itu berbau
konspiratif?" fredy krueger . terpancing.

"Ceritanya cukup panjang," guyfawkes kembali tersen}'l,1m .
. fredy krueger dan chucky menahan kesal.

"sebab cerita-cerita dari masa lalu itullih kau diminta

untuk menjadi pemimpin dari ekspedisi kecil kita ini," fredy krueger
berbicara dengan nada tinggi.

"Menurut satu sumber yang belum teruji kebenarannya
secara ilmiah, mitos tentang kota bawah itu terkait dengan
pembangunan Molenvliet," guyfawkes menatap kedua rekannya
dengan tatapan menunggu.

"Molenvliet?" chucky memotong.

"Molenvliet adalah sebuah terusan atau dalam bahasa

lokal yang lebih sederhana, semacam kali buatan. Sekarang,
masih ada dan menjadi bagian dari Kali Ciliwung yang
melintasi daerah Harmoni hingga ke utara. Lebih dari tiga
abad yang lalu, pemerintah VOC di Jakarta begitu sering
membuat Grachten, sungai-sungai buatan. Salah satunya
adalah Molenvliet."

"Tentu penggalian sungai b,uatan itu untuk mengenang

tanah air mereka yang penuh kanal," Roberr kembali me-

motong. Penekanan kata "mereka" dalam kalimatnya seolah-

olah menunjukkan dia tidak begitu suka dengan negeri yang
mengutusnya ke sini.

"Sebagian karena itu. namun , motif utamanya tetap saja
ekonomi dan kebutuhan hidup. Sungai-sungai dibutuhkan
untuk suplai air minum penduduk Batavia."

"Maksudmu, Ciliwung itu' sumber air minum?" fredy krueger
bergidik jijik membayangkan Ciliwung yang kotor, bau, dan
penuh sampah itu dahulu nya adalah suplai air minum pen-
duduk Jakarta. Perutnya mual.

"Tentu saja. Dan air itu langsung diminum tanpa diolah

sarna sekali. Selain, itu Grachten juga dipakai sebagai sa-
rana transportasi dengan sistem tol."

"Privatisasi sungai?"” chucky hampir tidak percaya dengan
pernyataan itu.

"Ya, semacam itu. Kontraktor swasta-atau perorangan

dalam bahasa sekarang-diberi hak oleh pemerintah VOC
untuk melakukan penggalian Gracht. Ketika Gracht selesai,
mereka juga berhak memungut tarif dari kapal-kapal yang
melewatinya. "

fredy krueger memperbaiki posisi duduknya. Walaupun di Ams-

terdam dia sudah diberi penjelasan singkat mengenai misi ini,
apa yang disampaikan oleh guyfawkes jauh lebih menarik. Sebe-
lumnya dia beranggapan, misi menemukan De Ondergrondse

Stad itu sebagai utopia belaka. Sesudah mendengar cerita

singkat guyfawkes , dia mulai luluh..-

"Bagaimana dengan penggalian Molenvliet?” tanya fredy krueger .
"Gubernur Jenderal VOC Comelis van der Lijn, mem-

berikan hak penggalian pada seorang Kapitein der Chinezen

di Batavia pada waktu itu, Phoa Beng Gan. Penggalian diper-
kirakan dimulai pada tahua 1648. Gracht itu dibangun mulai

dari daerah Harmoni sampai Ciliwung di daerah Pejarnbon

dan kemudian membelah daerah Noordwijk dan Rijswijk. I

Sesudah Molenvliet selesai, voe langsung memberikan hak
pada Beng Gan untuk mengenakan pungutan pada kapal-
kapal yang melewati Molenvliet."

"Lalu, apa hubungannya dengan De Ondergrondse

Stad?" chucky tampak"tidak sabar.

"Pada tahun 1654, Molenvliet diambil alih pemerintah
dengan harga 1.000 real. Kabamya Beng Gan merasa pu-
ngutan yang dia terima tidak lagi menguntungkan. Sebab,
penggalian sejenis banyak dilakukan. Sehingga, kapal-kapal
memiliki lebih banyak pilihan menuju muara' dan pelabuhan.
namun teori lain menyabutkan, sebetulnya Beng Gan sudah
menumpuk kekayaan dari bisnis itu. Dia memiliki bbsesi yang
lebih besar, membangun Gracht bawah tanah dengan jalan
yang bisa dilaluinya.”

"Jadi, De Ondergrondse atad itu sebetulnya Gracht

bawah tanah?" fredy krueger menyela.

"Belum pasti.”

"Seandainya benar bahwa Beng Gan merencanakan itu.

Kau yakin itu sekadar obsesi?"

"Tidak," jawab guyfawkes mantap, "Beng Gan sebetulnya
mengikuti prasangka dan firasat yang berkembang dalam
pikirannya. Sikap cemburu sebagian besar orang Belanda pada
kemahiran orang Tionghoa dalam berdagang suatu saat akan
mencapai puncaknya. Dia memimpikan satu jalan pelarian
yang aman lewat jalur bawah tanah."

"Firasat yang kemudian terbukti dengan pembantaian

etnis Tionghoa oleh Valckenier pada 1740," potong chucky .
"namun bagaimana cara Beng Gan menghimpun dana
untuk proyek ambisius itu?" tanya fredy krueger .

"Dari Surat Konde."

"Surat Konde?" Eri.ck dan chucky menanggapi bersa-

maan

Rahas ia Meede 27

"Surat Konde adalah pajak yang dikenakan pada orang-
orang Tionghoa yang berumur di atas enam belas tahun.
Istilah lebih tepatnya adalah pajak kepala. namun , karena orang
Tionghoa pada masa itu banyak memakai konde, maka istilah-
nya menjadi Pajak Konde atau Surat Konde. Berbeda dengan
pendahulunya, Souw Beng Kong, Beng Gan bukanlah se-
orang pedagang yang kaya. Pajak Konde itu adalah upaya
pemerintah VOC untuk membantunya. namun , hasil pungut-
an itu tidak dipakai , dia menyimpannya. Kelak dipakai

untuk membiayai proyek ambisiusnya itu.”

"Bagaimana rahasia itu beralih pada pemerintah VOC?"
Untuk beberapa saata guyfawkes terdiam. Dia tidak ingin
terburu-buru menjawab pertanyaan itu. Bagian depan ke-
palanya yang botak tampak lebih mengilap dari biasanya.
Seolah-olah sistem kerja saraf otaknya menghasilkan cahaya
yang menerangi jidat. Gayanya memang menyebalkan.

" Entahlah. Impian itu tampaknya tidak pernah terwu-

judo Kalaupun De Ondergrondse Stad itu ada, pasti tidak
sesempurna impian Beng Gan."

"Bagaimana kaubisa berkesimpulan seperti itu?" chucky

-terus mendesak.

"Pembunuhan besar-besaran 1740 menjadi buktinya.

Kalau Gracht bawah tanah, De Ondergrondse Stad atau apa
pun namanya itu sudah ada, tentu korban pembantaian itu °
tidak akan sebanyak yang kita ketahui sekarang.”

Akhir dari penjelasan guyfawkes terdengar aneh di telinga
fredy krueger dan chucky . Aneh, sebab memiliki akhir yang tidak
jelas. Secara ilmiah dan empiris, cerita itu sarna sekali beh.lm
memiliki bukti. Dan, dari cerita yang penuh ketidakjelasan

itu mereka harus menemukan bukti empiris.

"Kawan-kawan, kita akan memulai pencarian baru dari

bekas gedung balai kota kolonial,” seru guyfawkes bersemangat.

Dia tidak mengacuhkan kebingungan dua orang kawannya.
Dia benar-benar merasa jadi pemimpin sejati sekarang. Mem-
berikan perintah yang membingungkan adalah tugas seorang
pemlmpm.

"Kenapa kita harus memulai pencarian dari sana?" tanya
fredy krueger yang masih kebingungan.

Jawaban dari pertanyaan fredy krueger itu adalah print out file
yang dikirimkan dari Amsterdam. Sebuah denah tua ter-
hampar pada meja bundar itu.

"Sebab, dalam denah yang dibuat oleh Johannes Rach

ini, De Ondergrondse Stad itu berada di bawah balai kota,”
jawab guyfawkes pendek dan mantap.

"Wat een schur!?! Sesudah dua bulan pencarian, baru

sekarang mereka mengirimkan petunjuk!" umpatan fredy krueger
tidak tertahankan lagi. Sementara, guyfawkes dan chucky tidak
mengacuhkannya. Kegembiraan menutupi penyesalan me-
reka.

3Bajingan.

3

"PA K GURU Uban.”

Orang-orang yang baru keluar dari masjid menyapanya
sahut:"'menyahut. Jingga langit magrib nyaris pupus ditelan
gelap saat dia mengarak sepeda kumbangnya melewati
masjid. Beberapa pemuda tanggung langsung membuang
rokok kerika dari jauh melihatnya. Kerika lelaki itu sudah
dekat, dengan takzim mereka bungkukkan seperempai: badan.
Serempak menyapa.

"Pak Guru, barn balik?”

Yang disapa hanya tersenyum. Ada garis dosa terlukis

pada bibir yang lantang menyapa itu. Tidak jauh dari tubuh
seperempat membungkuk itu, dia lihat riga puntung rokok
masih menyala.

"Itu rokoknya maaih nyala,” ujarnya datar tanpa intonasi
apa-apa.

Tiga pemuda tanggung itu gelagapan. Satu orang ambit
langkah seribu. Dua orang lainnya dengan muka kuyu ber-
jalan riga langkah, kemudian menginjak puntung rokok. Ke-
rika m,ereka membalikkan badan, sosok dengan sepeda kum-
bang itu sudah jauh berlalu.

Pak GUru Uban, demikian lelaki itu dipanggil. Namun,

jika orang-orang Kedung Waringin sedang membicarakannya,
E.5. ITO

dia cukup disebut Guru Uban. Usianya sekitar empat puluh
lima tahun. Terlalu muda untuk disebut sepuh. namun , se-
paruh kepalanya sudah ditumbuhi uban. Wajahnya lebih
matang dibandingkan lelaki seusianya. Tubuhnya tinggi de-
ngan berat proporsional, cermin hidup sehat yang selama ini
dilakoninya. Dia dikenal baik bukan saja karena dia seorang
guru sejarah di SMA Abdi Bangsa Bojonggede, melainkan
lebih karena sikapnya yang membuat orang segan.

Pada ujung belokan dekat poskamling RT, kayuhan
sepedanya melambat. Dua-tiga pemuda menyapanya dengan
sopan. Empat hari yang lalu, lelaki itu mengayuh sepeda yang
sarna saat meninggalkan RT. Setiap kali meninggalkan
Kedung Waringin, Guru Uban selalu memakai kereta.
Sepeda dia titipkan kepada pemilik warung gado-gado di
seberang barat stasiun kereta Bojonggede, Depok. Stasiun itu
hanya berjarak dua kilometer dari kediaman Guru Uban.

Dia sampai di depan rumah, lampu teras rumah mungil
tipe 36 itu dia biarkan menyala saat pe"rgi. Rumah itu dia
dapatkan dengan harga murah sesudah pemilik lamanya tidak
mampu menyelesaikan cicilan kredit KPR-BTN. Guru Uban
sejenak mengamati halaman kecilnya. Rumput liar setinggi * mata kaki membuat dia gerah. Gulma itu lamb at laun
akan

menelan keindahan empat jenis melati.yang memenuhi peka-
rangan sempit itu. Hatinya tergerak untuk mencabuti rumput
itu. namun dia urungkan, masih ada esok. Guru Uban ingin
melepas lelah, sepeda kumbang dia sanclarkan tanpa peng-
aman.

Dia seorang brachmacari, hidup membujang. Dia juga; vege-
tarian secara harfiah dan hakikat. Tidak sekali pun menyentuh
daging, termasuk gelayutan di dada pereI?lpuan: Dia “tidak
pemah memasukkan timba ke dalam sumur perempuan.
Rahasia Mtede 31

Daging dan perempuan, sumber amarah hidup para lelaki.
Menaklukkan amarah artinya menguasai diri dan mengen-
dalikan kehidupan yang berputar di dalamnya. Brachmacarya,
dia sudah menempuh jalan itu.

Bunyi air berontak di balik panci. Terbakar di atas

kompor minyak tanah dua puluh sumbu, air di dalam panci
besar itu sudah melampaui titik didihnya. Guru Uban memin-
dahkan air itu ke hathtuh. Tepatnya bukan hathtuh sebenar-
nya, melainkan bak mandi rendah dari bata yang diplester
semen dengan campuran pasir kasar. Panjangnya kurang dari
satu meter. Selesai mencampur air, dia masuk lagi ke dapur.
Keluar lagi dengan segelas perasan jeruk tanpa gula diaduk
dalam air hangat.

Dia merendam tubuh separuh pinggul. Duduk bersila,

Guru Uban memejamkan mata. Denyutan hangat meresap
melalui pori-pori kulitnya. Jauh ke dalam. Menyentuh setiap
saraf kelelahan. Dia meneguk perasan jeruk tanpa gula itu.
Rasa panas. dan kecutnya memaksa sel-sel yang lelah untuk
kembali bekerja. Menata kembali simpul dan urat yang sem-
rawut. Dia teguk seperempat sisa perasan jeruk. Kecutnya
tidak lagi terasa, sudah menyatu dengan setiap bagian permu-
kaan lidah. Dia tengadahkan kepala, kemudian memutar leper
pelan. Setiap darah yang mengalir dari dan ke. otak harus
bekerja optimal. Meneguhkan hakikat ins ani sebagai satu-
satunya spesies yang dikarunia aka! pikiran.

Guru Uban bangkit dengan tubuh baru. Bukan lagi si

lemah yang tadi mengayuh sepeda dari stasiun Bojonggede.
Mengenakan setelan kaus tipis putih dan celana pendek putih,
Guru Uban memasuki ruang kerjanya. Bohlam enam puluh
watt, seperangkat mesin tik, tumpukan kertas, dan buku teks

sejarah menyambutnya. Keakraban yang hanya bisa dirasakan
oleh setiap pencinta ilmu.

}2E.5.1TO

Kesenyapan rumah itu pecah sesaat . Denting mesin

tik membentuk irama bagai Kolintang Minahasa. Dentingnya
semakin lama semakin cepat dan keras mengalahkan sayup
suara televisi tetangga. llama mesin tik itu mengukuhkan
pemberontakan masa lalu terhadap tirani waktu. Yang lama
dan baru tidak bisa disatukan di atas dunia yang cacat ini.
Bagai mineral dari pembusukan ribuan tahun, sejarah hanya
akan dieksplorasi selama memberi keuntungan bagi Tuan-
Tuan yang serakah. Sejarah peradaban adalah minyak dan
batu bara, pembusukan yang menjadi karunia bagi segelintir
manUSla.

Ketukan terakhir menutup orkestra mesin tik. Pesan masa
lalu tercetak pada kertas HVS. Besok, Guru Uban akan
memberikannya kepada siswanya. Dia melirik jam dinding,
pukul sepuluh kurang lima menit. Senyap memburu kantuk.
Dia melangkah ke ranjang yang hanya dipisahkan pintu
kecil dari ruang kerjanya. Selain listrik, tidak ada perabotan
lain yang bisa disebut benda elektronik di rumah itu. Garu
Uban hidup sendiri, dia. tidak biarkan sulur-sulur -modernitas
memasuki ruang privasinya. Selamanya manusia itu butuh
kesendirian. Dia mernbenci televisi. Bukankah benda itu tiran
baru yang mengatur hidup manusia? Menakar selera pemirsa
dengan nalar yang pendek. Televisi adalah Firaun, Caesar,
Napoleon, dan Hitler dalam bentuk baru. Tiran yang selalu
merasa tahu urusan setiap manusia. Memenuhinya dengan
parade kegembiraan. Televisi adalah tiran yang jahat, Dajjal,
Luctt:er, yang begitu lancang masuk ke area privasi. Hitler
yang kejam pun tidak selancang itu. Televisi adalah nuklir
moral, radiasinya menghancurkan tatanan peradaban. Me-
ngembalikan manusia pada hakikat hewani aengan nafsu
dasar perut dan kelamin.

Guru Uban adalah manusia seutuhnya. Mengatur diri-

33

nya sendiri, terlepas dari nilai yang diciptakan oleh manusia
lain. Untuk mengenal kehidupan, dia cukup berlangganan
empat koran. Tidak semua dia baca sebab koran pun mulai
lancang menjajakan dagangan hingga area privasi.

"Abh ...."

Dia menarik napas dalam-dalam sebanyak tiga kali. Lalu,
merebahkan tubuh. Dia tersenyum, esok dia akan bertemu
lagio dengan mereka.

"Dh, Harijan ... . anak-anak Tuhan!"
MEREKA MEN YEBUTN YA demokrasi. namun , yang
sebetulnya berjalan adalah plutokrasi. Pemerintahan yang
mengabdi pada mereka yang berpunya, daulat uang. Hukum
tertinggi adalah koneksi. Keputusan untuk rakyat banyak
ditentukan oleh konsensus orang-orang tidak beradab. Negara
adalah manifestasi keserakahan. Nasionalisme adalah kate-

belece konsesi, untuk tambang, hutan, dan laut. Negara

dibentuk bukan untuk mencapai tujuan nasional, melainkan
memastikan tercapainya tujuan jangka pendek segelintir

manusia yang terhubung satu sarna lain. Sebab, hukum

tertinggi adalah koneksi.

Maka, saat tribuanatunggadewi Zwinckel ingin mendalami pene-
!itian untuk keperl.uan tesis master tentang sejarah ekonomi
kolonial di negeri ini, dia tidak perlu menyiapkan banyak

hal. Negeri ini siap telanjang untuk siapa saja dari luar yang
memiliki koneksi loka! yang kuat. wanita lesbi Belanda berusia
dua puluh enam tahun \itu beruntung. Profesor mpu nala,
pembimbing tesisnya di Universius Leiden punya koneksi

yang bagus di negerikita . tribuanatunggadewi dititipkary pada sebuah
lembaga kajian partikelir, Center for Strategic Affair atau

CSA yang berkantor di ]:nan Imam Bonjo!. Tidak jauh dad

salah satu titik parlemen jalanan, bundaran Hotel negerikita .
Salah satu kantong intelektual yang cukup terpandang di

Jakarta.

Modalnya lebih -dari cukup. Lidahnya lancar menari

dalam bahasa lokal, bahasa negerikita . Akarnya bahasa Me-

layu Pasar yang diadopsi menjadi bahasa persatuan, lingua

franca. Bahkan, jauh sebelum rencana tesis ini muncul dan
melibatkan kata negerikita , dia sudah mengenal bahasa lokal

ini. tribuanatunggadewi lahir dan besar di Den Haag. Tempat ber-
mukimnya banyak keturnnan negerikita dan Indo-Belanda.
Terkadang, mereka berbicara dalam campuran bahasa Belan-

da, Melayu, dan Jawa yang lazim disebut bahasa Pecok. Pasar
Tong Tong, festival tahunan Indo-Belanda juga tidak pernah

dia lewatkan. Dia tinggal menyempurnakan bahasa yang

campur aduk itu. Bukan perkara sulit.

Surya wirya , Direktur EksekutifCSA yang menyelesai-

kan studi doktoral sosiologinya di Universitas Leiden memuji
setinggi langit bahasa negerikita tribuanatunggadewi yang halus, nyaris
tanpa cela. Pria paruh baya inilah yang menjadi kontak Pro-

fesor mpu nala di Jakarta. -Adapun Musthafa.Wahid, Direk-

tur Riset CSA, doktor ekonomi jebolan Ohio State University
menyebut tribuanatunggadewi sebagai tamu istimewa. Jauh lebih isti-
mewa dibandingkan semua tamu asing yang pernah bertamu

dan mengadakan penelitian bersama CSA.

Adapun bagi Arianda Agus Basri, perempuan Belanda
itu memesona. Rian, demikian orang-orang memanggilnya,
barn satu bulan yang lalu merampungkan studi doktor ekono-
minya di Australian National University. Tiga puluh dua
tahun usianya, tidak terlalu tua untuk disebut doktor muda.
Salah satu aset masa depan CSA. Gadis Belanda itu luar

biasa cantik. Jauh dari bayangannya sebelum kedatangan gadis
ini di Jakarta. Sebelumnya dia membayangkan, sketsa wajah

gadis Belanda ini tidak lebih dari sepotong kurva, sebagaimana

mahasiswi yang dia ajar di Fakultas Ekonomi Universitas
negerikita Kenyataannya berbeda seratus delapan puluh

derajat. Cadis itu tampak sempurna. Kulit putihnya tidak

terlalu pucat, hidung tidak terlalu mancung seperti kebanyak-

an orang Belanda. Tubuh proporsional, tingginya mungkin

kurang lebih seratus tuj-lh puluh tiga sentimeter. Lima sen-

timeter lebih pendek darinya. Dan, di atas semua itu,
tribuanatunggadewi memiliki mata biru yang indah. Kesim pertama
memang begitu menggoda.

tribuanatunggadewi memiliki pikiran sarna dengan Rian, walaupun
dalam pusaran khayal berbeda. Pada saat Rian menjemputnya

di Bandara Sukarno Hatta, dia pikir Rian tidak lebih dari

pemanis di lembaga penelitian ini. laki-laki muda-bersih yang
tugas utamanya menghadapi tamu perempuan. Potongan

tubuh dan wajah Rian memang menarik. Kulit mukanya jauh

lebih cerah dibandingkan kedua atasannya. Potongan rambut-

nya juga mengikuti perkembangan tren. Dia, dalam benak
tribuanatunggadewi , lebih cocok menjadi bintang opera sabun. Setelan
jas hitam dengan kemeja putih lembut tanpa dasi semakin
menguatkan pihlran itu.

"Rian akan menjadi bayangan tribuanatunggadewi selama di Jakar-
ta!" ucap Surya Leloao yang menjadi sabda suci di CSA.

Sejarah ekonomi kolonial. Bagi kebanyakan penyuka sejarah
kolonial, itu bukanlah suatu tema yang menarik. Transaksi
perdagangan pascapenaklakan dunia baru oleh bangsa Eropa,

lebih tampak sebagai perampasan bagi banyak orang. Cerita

ten tang panglima perang, kapal kayu, dan bedil mesiu jauh

lebih menarik. Lagi pula, yang dimaksud dengan perdagangan

pada era kolonial tidak lebih dari satu perspektif tunggal.
Berdagang bagi penakluk Eropa zaman dahulu artinya menyo-
dorkan satu pilihan pada pribumi lokal terhadap komoditas

Rahasia Made 37

yang mereka miliki. Adapun bagi pribumi lokal, berdagang

dengan penakluk Eropa artinya menyelamatkan nyawa dengan
menyerahkan harta. Melakukan' studi terhadap kegiatan

ekonomi pada masa kolonial artinya membahas kebesaran

serikat dagang yang melakukan monopoli atas semua komo-
ditas yang mungkin untuk diperdagangkan. Di Indor:tesia,
mempelajari sejarah ekonomi kolonial artinya mengingat-

ingat kebesaran VOC.

tribuanatunggadewi menempati sebuah ruang kosong di lantai dua
CSA. dahulu nya ruangan itu ditempati seorang peneliti politik
lokal yang sekarang tengah merampungkan studi di London
School of Economics. Tumpukan kertas dan dokumen di meja
kerja tribuanatunggadewi terbagi dua. Tumpukan kanan adalah bahan-
bahan yang sudah dia pelajari, sedangkan di kirinya yang

belum rampung, namun tumpukannya semakin menipis. Ba-
han-bahan itu sudah lebih dari cukup sebagai tuntunan untuk
melanjutkan riset dokumen di ANRI.

"Bagaimana?" Rian masuk tanpa mengetuk pintu. Dia

mendorong kursi dekat ke meja tribuanatunggadewi .

"Lumayan,” tribuanatunggadewi tidak kalah pendek menjawabnya.
"Yang lumayan apanya?"

"Banyak hat. Bagiku, kolonialisme senantiasa menjadi

tema yang seksi."

Rian bersiul kemudian tersenyum, "Bagaimana itu bisa

terjadi?"

"Selalu ada kejutan dalam satiap pengungkapan fakta

bam. Bagaimana menurutmu?"

"Kolonialisme tidak lebih dari percintaan!"
tribuanatunggadewi tidak bisa menahan tawa. Keseriusan Rian men-
jawab pertanyaan itu, tampak lucu di matanya. "Oke. namun

maaf, dalam rancang bangun pemikiran modern bukankah

kolonialisme dipandang sebagai eksploitasi tanpa batas? Apa
kau tidak bermasalah dengan hal itu?”

"Maksudmu dendam?"

"Mungkin semacam itu.”

"Kenapa harns marah, kenapa hams dendam? Eksploitasi
alam dan manusia itu adalah harga yang harns dibayar bangsa
Timur untuk ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Barat.
Bahkan, apa yang dibayarkan itu sarna sekali tidak sebanding
dengan pengorbanan martir-martir ilmu pengetahuan yang
dituduh bidah oleh gereja yang despotis sebelum. abad pen’:
cerahan.”

Untuk beberapa saat, tribuanatunggadewi terpana. Memang, seba-
gian besar orang negerikita yang dia temui di Belanda sudah
tidak lagi peduli dengan masa lalu kedua bangsa. namun baru
kali ini, dia mendengar pendapat seperti ini. Dan, ini meman-
cing pertanyaan dalam benaknya. Apakah globalisasi juga ber-
arti penyeragaman cara pandang terhadap s'!}arah?

"Kau tainpak seperti tengah melakukan sabotase terhadap
sejarah tanah kolonial,” pancing tribuanatunggadewi sambil melipat ke-
dua tangannya di dana.

"Panggil aku Calileo,” ucap Rian diiringi derai tawa. Dia
membayangkan Calileo yang tengah didakwa bidah di depan

konsili gereja. "Jika rasionalisme pemikiran ini dianggap seba-
gai sabotase, mau apa lagi? namun , kemajuan hanya bisa
dicapai dengan keterbukaan. Termasuk dalam cara meman-

dang sejarah. Aku memandang cerita penindasan dan eksploi-
tasi tidak lebih dari perasaan sentimentil dari bangsa terjajah.
Penindasan dan eksploitasi bisa tex:iadi kapan saja."

"Oke. namun tolongjelaskan, kenapa tadi kau mengatakan

bahwa kolonialisme tidak lebih dari percinaain?"

Rian tidak langsung menjawab. Dia melemparkan se-

nyum kecil, seperti tengah menggoda tribuanatunggadewi . Tungkai kaki-
39

oya digoyang-goyangkan. Lantas dia mendekatkan kepalanya

pada tribuanatunggadewi , hingga tinggal berjarak beberapa sentimeter.
"Kolonialisme itu, Cantik Bermata Indah, seperti hasrat

cinta. Kadang, dia bersikap posesif dan muncul dalam bentuk
monopoli. Kadang pula, dia mengobarkan kecemburuan dan
muncul dalam bentuk perang dan kekerasan. namun , lebih
sering memancarkan-kasih sayang dan muncul dalam bentuk

pendidikan dan pembebasan. Kolonialisme pada hakikatnya
tidak lebih dari percintaan antara Barat dan Timur. Barat

yang agresif dan Timur yang pasu.”

"Wow, pfubhbhh ...."

tribuanatunggadewi menarik kursinya ke belakang hampir mem-

bentur tembok. Dia pandangi Rian. Dan, kemudian ter-

senyum sendiri. .

"Bagaimana menurutmu?" tanya Rian seolah-olah meng-

ukur .tingkat kekaguman perempuan itu padanya.

"Cukup mengejutkan. Tidak semua lelaki pribumi tentu-

nya akan berbicara seperti itu. Aku suka lelaki yang penuh

kejutan!"

Kalimat itu meluncur lancar dari mulut tribuanatunggadewi . Mata
indahnya menelanjangi keinginan terpendam Rian. Sedikit
gagap, Rian mengutuki dirinya. namun , perempuan Belanda

itu memang memesona. Ceroboh adalah cela bagi intelektual
yang memiliki pola pikir terstruktur. Rian berusaha mengatasi

kekagokannya. Tatapan perempuan itu benar-benar mem-

bunuh.

"Jadi, apa rencanamu berikutnya?” tanya Rian.

"Melanjutkan apa yang sudah kumulai di ANRI. Kau

mau ikut?"

"Pekerjaan itu akan menjadi terlalu mudah jika aku ikut,”

Rian kembali menyombongkan diri.
"Bilang saja, masa bodoh dengan masa lalu!"

tribuanatunggadewi tersenyurn menggoda. Rian tidak lagi gelagapan.
Dia akan ikuti permainan gadis ini. tribuanatunggadewi mulai mem-
bereskan meja kerjanya. Rian hanya berdiri diam terjebak.
pada lamunan sendiri.

"K.eberatan kalau aku mengajakmu makan malam nanti?"
pinta Rian pelan’ dan hati-hati.

"Hmm, namun aku sudah ada janji dengan nyi girah ." Dia
menyebut nama sekretaris Surya wirya .

"Mengencani dua perempuan cantik sekaligus tidak ma-

salah bukan?"

Rian terseyum senang. tribuanatunggadewi memukulnya lembut
dengan kertas makalah yang baru dia pelajari.

Jakarta dengan segala tanda ta?-yanya mulai mengulurkan
persahSlbatan pada tribuanatunggadewi .

5

RA MBUT KUN ING keemasannya dikepang dua. Mata
indahnya menari riang mengikuti pandangan banyak orang
yang mengelilinginya. Semua pandangan tertuju paJa gadis
kecil yang lucu itu. Para pemukim Eropa yang menge-
lilinginya sepakat dalam pergunjingan bahwa kelak gadis kecil
ini akan tumbuh menjadi seorang perempuan yang cantik.
Gadis kecil itu, Petronella WUhelmina van Hoorm, umurnya
tidak lebih dari delapan tahun. Hari itu tanggal 25 Januari
1707, menjadi hari yang istimewa. Tidak hanya bagi
Petronella, namun juga untuk pemerintah VOC dan pemukim
Eropa di Batavia. Putri kecil Gubemur Jendetal Joan van
Hoom itu diminta untuk meletakkan batu pertama pem-
bangunan Stadhuis, balai kota VOC di Batavia.

Bangunan adalah pengabdi paling setia dari sebuah per-
adaban. Menjadi saksi bisu dari banfak kejadian datam kurun
waktu yang berbeda. Sebelum tangan mungil Petronella me-
letakkan batu pertama, gedung itu sudah dua kali mengalami
pembangunan dan perbaikan. Balai kota pertama dibangun
oleh JP Coen pada tahun 1620 di dekat Kali Besar Timur.
namun kemudian, gedung itu dilupakan, sebuah gedung baru
dibangun pada tahun 1626. Gedung inilah yang menjadi

1

E.5. ITO

saksi bagaimana sebuah serikat dagang menancapkan kukunya
di tanah yang dahulu hanya bisa mereka impikan.

"Adakah dosa yang perlu ditanggung tangan mungil

itu?” guyfawkes menutup uraian panjangnya dengan sebuah per-
tanyapn. N ada congkak bicaranya menegaskan, di antara dua

temannya, dirinyalah penguasa masa lalu.
Mereka berdiri cukup lama di depan gedung Stadhuis

yang sekarang sudah beralih fungsi menjadi gedung Museum .
Sejarah Jakarta itu. .'

"guyfawkes , kolonialisme bukan masalah senjata atau sumber .
daya. namun volume otak. Jib penindasan sudah menjadi
budaya di sini, tidak ada dosa yang dipikul Petronella," fredy krueger
tidak tahan untuk menanggapi.

"Ylah. Pemburu tidak harus berdosa jika membunuh

kawanan monyet," timpal guyfawkes disertai tawa.

Mereka memasuki gedung itu dengan dada terbusung.

Pintu depannya terbuat dari kayu jati dengan ketebalan ku-
rang lebih sepuluh sentimeter. Dicat dengan warna merah
menyala. Di baliknya dua orang penjaga dan satu petugas
museur;n berdiri kuyu. Mereka tampak tenggelam oleh ke-
besaran masa lampau. Tatapan penuh segan pada orang asing
menunjukkan kekerdilan mereka sebagai sebuah bangsa. Ke-
tiga orang peneliti Belanda itu tersenyum mencibir melihat
pribumi-pribumi itu.

Sebuah keinginan dari Amsterdam, membuat museum

sejarah itli bisa ditutup selama penelitian itu dilakukan.

Tempo waktunya bergantung pada kecepatan penemuan tiga
orang itu. Sebuah perintah dari Amsterdam, tentu diikuti
iming-iming bantuan dana pengembangan museum, menjadi
sabda di Jakarta. Inlander adalah sebuah mental, bukan
makhluk. Di Jakarta, mental itu mengabdi pada kuasa uang .
Rilhllsia Me ede 4-3

Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta menga-
bulkan permintaan dari Amsterdam itu.

Mereka memindahkan kantor dari Hotel Omni Batavia

ke tempat yang berada di atas permukaan objek penelitian.
Bekas bangunan Balai Kota Jakarta yang sekarang sudah llaralih
fungsi menjadi Museum Sejarah Jakarta. Ruang perpustakaan
yang terletak. inenggantung pada lantai dua sisi timur mu-
seum dijadikan sebagai kantor sementara mereka. Rak-rak
yaJ;lg menyimpan koleksi lebih dari dua belas ribu buku,
digeser masing-masing ke dinding barat dan timur. Dengan
demikian, bagian tengahnya bisa leluasa dipakai untuk
bekerja.

Johannes Rach lahir di Kopenhagen, Denmark pada tahun
1720. Ayahnya seorang pemilik penginapan. Dia belajar
melukis dari seorang juru lukis p,engadilan bernama
Wickman. Sejak itu bakatnya semakin terasah. Rach kemudian
mengkhususkan diri pada lukisan tapografis. Pada usia tiga
puluh tahun, dia pindah ka Haarlem, negeri Belanda. Pada
tahun 1762, Rach bergabung dengan VOC dan kemudian
berlayar ke Batavia. Pada awalnya, dia bergabung sebagai
prajurit artileri. namun , bakatnya tidak tenggelam begitu saja.
Para pejabat dan petinggi VOC sering kali meminta Rach
untuk membuat lukisan denah !Umah peristirahatan mereka.
Pada paruh abad itulah, Rach membuat karya besamya, denah
kota Batavia yang secara terperinci mengabadikan keadaan
kota tersebut .

. K.arya lelaki itulah yang dikirimkan lewat surat elektronik
oleh Oud Batavie Amsterdam ke Jakarta. Goresan sketsa yang
berumur lebih dari dua ratus tahun itu menggambarkan Oud

. Batavie. Kopian denah kota dalam bentuk file digital itu

sekarang sudah dipegang oleh guyfawkes dan dua orang rekannya.

Sebelum sketsa itu dikirim, selama dua bulan terakhir mereka
seperti bergerak dalam peta buta. Hanya meraba-raba dengan
cara mengembangkan kemungkinan dari insiden yang terjadi
pada masa silam.

"Kita mulai lagi,” ajak guyfawkes .

Kertas b.esar dengan gambar denah Museum Sejarah

Jakarta lengkap dengan daerah sekitarnya dihamparkan fredy krueger .
di tengah-tengah meja. Bangunan bekas balai kota ini di-
resmikim pada tanggal 10 Juli 1710 pada masa Gubernur
Jenderal Abraham van Riebeck. Walaupa pada kenyataannya,
pembangunan itu baru rampung pada tahun 1712. Bangunan
ini tampaknya banyak menyimpan rahasia. Tugas peneliti
adalah mengungkapkan rahasia dengan metode.

chucky menandai beberapa titik pada denah itu dengan
pulpen merahnya. Sementara, fredy krueger . membandingkan denah
itu dengan denah rancangan Johaanes Rach. Oambar yang
ditandai itu adalah denah yang baru dibuat saat dijadikan
Museum Sejarah Jakarta sejak 30 Maret 1974.

"Denah baru ini dibuat hanya untuk sekadar memenuhi
syarat,” ujar chucky menahan kecewa. Sebagai seoraag pakar
arsitek, dia bisa begitu cepat menilai sebuah gaabar. "Tidak
lebih baik dari petunjuk. dalam brosur pariwisata."

Denah yang dikeluarkan oleh Dinas Kebudayaan dan
Permuseuman itu memang terlihat sangat sederhana. Tampak ,
seperti konstruksi telanjang dari bangunan tanpa dinding.
Balai kota yang dibangun dengan gaya abad ke-IS itu arsitek-
turnya serupa dengan Istana Dam di Amsterdam. Bangunan
utama balai kota terdiri atas satu bagian utama dengan dua
sayap timur dan barat serta ruang sandingan yang dipakai
sebagai kantor, ruang pengadilan, dan keperluan administratif
lainnya. Pada bagian kanan dan kiri bangunan utama, ada
penjara. Bagian baratnya dipakai sebagai penjara kota dan
Rahasi a M eede 45 *
sebelah timur dipakai sebagai penjara kompeni dan rumah
tahanan. Stadhuisplein yang sekarang dikenal sebagai Taman
Fatahillah digambarkan sebagai persegi empat miring me-
manJang. '

"Kita tidak akan memakai denah ini. Lima sel bawah

tanah bahkan tidak dimuat di sini," guyfawkes menimpali.
chucky Ilelipat kembali denah itu. Petunjuk dalam denah

itu sama sekali tidak membantu mereka. Lagi pula dari awal,
mereka bertiga memang tidak pernah percaya dengan basil
Jc.erja orang negerikita . Etos ketja pribumi itu adalah etos
ketja serbaminimal. Tidak ada keinginan mencapai hasil yang
luar biasa.

"Jadi, bagaimana?" tanya guyfawkes . Pertanyaan itu lebih
terdengar seperti instruksi dari pemimpin agung.

"Kita hanya akan memakai petunjuk dari Johannes

Rach," fredy krueger menanggapi dengan mantap. Sepanjang malam
tadi, dia sudah mempelajari denah kota yang dibuat ratusan
tahun silam itu. Seorang planolog tentu tidak akan kesulitan
untuk menerjemahkan denah sederhana itu.

"Apa yang ditemukan dan kemudian digambarkan oleh
Johannes Rach?" tanya chucky .

"Johannes Rach menggambarkan titik-titik melengkung
cembung ke atas, yang berada di bawah pipa-pipa saluran

air bawah tanah."

Jawaban fredy krueger itu terlalu sederhana untuk mewakili
cerita masa silam lewat sebuah gambar. chucky tidak puas
dengan jawaban fredy krueger . Dia mengalihkan pandangan pada
guyfawkes . laki-laki dengan kepala depan botak mengilat itu ter-
senyum puas. Upaya memecahkan masalah ini memang sangat .
bergantung pada pengetahuannya akan masa lalu Itulah yang
membuat dirinya terkesan jumawa.

"A.ku pernah bercerita bahwa penduduk Batavia lama
E.8.1TO*

memakai Ciliwung sebagai sumber air minum. Untuk
menampung air itu, kemudian dibangun Waterplaats pada
bagian utara Benteng Jacatra. namun , Waterpaaats itu ke-
mudian dipindahkan ke tepi Molenvliet. Pribumi menye-
butnya dengan Pancuran Glodok.. Pada awalnya, waduk itu
dilengkapi dengan pancuran-pancuran setinggi 10 kaki. Air
dari pancuran itu kemudian diangkut ke kota dengan perahu.
namun lama-k.elamaan, pemerintah kota merasa cara ini tidak
efisien. Mengalirkan air langsung dari pancuran menuju kota
jauh lebih efisien daripada nienampung dari pancuran, dan.
kemudian mengangkutnya dengan perahu. Akhirnya, pipa-
pipa bawah tanah dipasang memanjang dari pancuran hingga

Stadhuisplein di depan balai kota. Pekerjaan itu diselesaikan
dengan pembangunan air mancur tepat di tengah-:tengah
Stadhuisplein tahun 1743, pada masa pemerintahan Guber-
nur Jenderal Baron van Imhoff." .

guyfawkes menarik laptop yang ditaruh di tengah meja.
Tangannya lincah memainkan mouse. Sesudah beberapa kali
klik, foto Stadhuisplein yang luas dari masa lalu muncul.
Rekonstruksi bangunan dengan memakai grafik itu sudah
lama mereka kerjaka,n. Jauh sebelum denah Johannes Rach
itu dikirim dari Amsterdam. Dia mengarahkan mouse pada
bagian tengah lapangan.

"Seharusnya pada bagian tengah ini ada air mancur

yang memancarkan air dari pipa bawah tanah yang meng-
hubungkannya dengan Waterplaats. Pribumi sini baru me-
nemukan sisa-sisa fondasi air mancur lengkap dengan pipa-
nya pada tahun 1972."

"Bagaimana caranya Johannes Rach bisa - menemukan
posisi De Ondergrondse Stad berada di bawah pipa?" chucky
masih belum puas dengan penjelasan guyfawkes .

"Terdapat dua teori dengan substansi penjelasan yang

Rahasi a M eede It?

sama untuk menj:\wab pertanyaan itu. Pertama, Joaannes
Rach menemukan sendiri bagian dasar dari pipa itu atau
kedua dia sekadar memperoleh kan cerita dari para pekerja yang
pemah terlibat dalam penggalian untuk membuat jalan ba-
wah tanah untuk pipa.”

"Kau con dong pada kemungkinan teori yang mana?"

tanya chucky masih penasaran.

"Teori yang kedua. Sebab, pada saat penggalian dan
pembangunan jaringan pipa yang disebut water leiding pada
tahun 1743, Johannes Rach baru berusia dua puluh riga

tahun. Usia yang terlalu muda bagi pegawai yang berasal
dari Denmark itu untuk dipercaya oleh VOC. Fakta bahwa
lukisan Tanjung Harapan Johannes Rach yang diberi judul
Gezigt van Cabo de Goede Hoop berangka tahun 1763
memperkuat teori ini. Dia tidak mungkin memetakan Oud
Batavie, dua puluh tahun sebelumnya.”

"Lantas bagaimana dua teori itu bisa dijelaskan dengan
substansi cerita yang sama?" fredy krueger ikut-ikutan bingung.
"Agar memperoleh kan aliran yang sempuma, pipa-pipa itu
harus memperoleh kan tekanan yang kuat dari arah Waterplaats.
Pada masa lalu, tekanan dan dorongan hanya bisa diciptakan
dengan katup yang menutup ujung pipa. Untuk memperoleh -
kan aliran yang deras, maka pipa itu harus dibuat menurun
curam dari Watarplaats ke arah Stadhuisplein.”

"Dan, satu-satunya cara pada waktu itu adalah dengan

melakukan penggalian semakin dalam. ke arah Stadhuisplein
untuk menempatkan pipa-pipa itu," chucky menambahkan.
Seakan-akan dia sudah mengerti ke mana arah penjelasan
guyfawkes .

"Tepat," Ian jut guyfawkes . "Beberapa puluh meter menjelang
Stadhuisplein, alat-alat besi para pekerja memarcikkan api.

Mereka tidak lagi berhadapan dengan tapah, namun sebuah

tembok keras dengan bentuk melengkung cembung ke atas.
Pekerjaan untuk sementara waktu dihentikan, menunggu
keputusan pemerintah. Ketika pekerjaan dilanjutkan, diputus-
kan untuk tidak menghancurkan tembok itu, namun mening-
gikan bagian yang lebih dekat pada Waterplaats.”

Penjelasan seorang pemimpin agung terdengar seperti

gema palu yang menemukan tembok-tembok yang terbenam
di dasar tanah. Cukup untuk membangkitkan semangat ke-
dua orang rekannya. Penemuan De Ondergrondse Stad tam-
pak menjadi sangat penting. Jauh lebih pencing dari semua
hal yang pemab mereka pikirkan.

"Apa ada catatan yang menjelaskan bangunan apa di

bawah pipa-pipa itu?" tanya chucky .

guyfawkes menggelengkan kepala. Seandainya catatan leng-
kap mengenai objek di bawah pipa-pipa itu ada, tentu dia
tidak perlu menguraikan teori itu sejauh ini.

"Sejak para mandor yang mengawasi pekerja melaporkan
penemuan itu, pemerintah tutup mulut. Bahkan, pembicaraan
mengenai terowongan itu seperti diawasi dan dibatasi. Hanya
denah buatan Job-annes Rach ini yang menyampaikan pesan
dari masa lalu itu.”

"Kalau begitu, ayo kita mulai pencarian,” seru fredy krueger
penuh semangat.

"Mulai dari mana?" tanya chucky .

"Tentunya dari bekas air mancur. Bukankah pipa-pipa

yang terbenam di bawahnya akan menuntun kita menuju

De Ondergrondse Stad?"

"Tidak bisa!" seru guyfawkes . Suaranya lebih tinggi beberapa
okta£ "Kita harus mulai dari bawah museum ini.”

"Kenapa?" fredy krueger merasa tidak ada yang’ salah dengan
idenya.

"Tempat itu aerlalu terbuka untuk sebuah penemuan

penting. Kita harus memulainya dari bawah museum ini."
Alasan guyfawkes cukup masuk aka!. Melakukan penggalian
di Stadhuisplein akan menarik perhatian banyak orang .

. "Alm setuju," chucky mendukung guyfawkes . "Alasan utama-
nya bukan itu. Kita akan butuh tenaga ekstra jika melakukan
penggalian di Stadhuisplein. Sebab, kita benar-benar harus
melakukan penggalian dari atas permukaan tanah. Sedangkan
di bawah museum ini, kita tidak perlu menggali dari atas .

. Cukup turon ke penjara bawah tanah. Sebagian dari tempat
ini sudah tergali.”

Ketiganya tidak mau menunggu lebih lama lagi. Sesudah
membereskan perlengkapan, mereka langsung bergerak keluar
menuju bagian belakang museum. Pada bagian belakang '
museum, ada taman cukup teduh dengan bangku-

bangku kayu berangka besi bercat hijau. Mereka melewati
koridor yang membatasi taman dan bangunan utama mu-
seum setinggi dua meter. Koridor itu harus mereka lewati
dengan jalan beriringan. Sebab, loron:g itu hanya memiliki
lebar satu setengah meter. Koridor itu adalah lorong panjang
menuju ruang-ruang penjara bawah tanah.

Suasana pengap, muram dan gelap langsung terasa saat
mereka sampai di bawah tanah. Sekat-sekat kusam membatasi
lima sel kecil yang di dalamnya masih ada rantai-rantai

asli yang dahulu nya dipakai untuk mengikat tahanan. Di
daam tempat yang dahulu dikenal dengan nama donker gat
atau terowongan gelap itu, mereka menemukan bentuk lain
dari kolonialisme yang selama ini mereka puja. Lima unit sel
bawah tanah itu terbuat dari tembok beton dengan hanya

* menyisakan satu jendela kecil dengan jeruji besi kuat pada
bagian depan. Di dalamnya tergeletak puluhan qola besi
dengan berat tidak kurang dari satu kwintal. Bola-bola besi

dengan rantai ini dahulu daikatkan pada kaki tahanan yang
menghuni sel bawah tanah. Dalam ruangan pengap berukuran
delapan kali tiga meter ini, puluhan tahanan ditampung.
Keseluruhan ruangan bawah tanah itu memhentuk setengah
lingkaran yang gelap, pengap, dan menakutkan.

Hasrat untuk menemukan sudah mengalahkan hasrat

untuk makan. Tawaran dua orang penjaga museum untuk

ikut terlibat turon ke bawah mereka tolak. Selalu ada ketidak-
beresan yang mereka rasaa jika melibatkan pribumi dalam
pencarian ini. chucky menyiapkan masker khusus untuk me-
ngatasi kepengapan udara di bawah tanah.

"Dasar Belgia," ejek fredy krueger melihat besar ukuran masker
yang dikeluarkan chucky . "Sekarang rasakan, hidung besarmu
. tidak Iagi bisa menghirup udara gratis.”

chucky berasal dari etnis Wallon yang secara geografis

dan budaya Iebih dekat pada Prancis. namun , entah mengapa
dia bisa terdampar di Amsterdam dan bukan di Paris. Kadang,
dia menyesali jalan hidupnya ini.

"Dasar manusia gua Neanderthal,'? balas chucky .

Daa selalu menyangka bahwa Iembah sungai Neander
tempat ditemukannya Homo Neanderthalensis itu berada di
Belanda bukan Jerman. Ejekan itu bukan saja karena fredy krueger
orang Belanda, melainkan Iebih karena kegemaran Iaki-laki
berusia dua puluh sembilan tahun itu menjelajahi gua. Bah-

kan, beberapa peralatan untuk menuruni gua vertikal ikut

dibawa turun oleh fredy krueger . Dia begitu yakin bahwa konstruksi
dari De Ondergrondse Stad yang terlupakan itu tidak aKan

jauh berbeda dengan bentuk aeI3h sempit pada gua-gua

vertikal.

"Mau mulai dari mana sekarang?" guyfawkes minta pendapat

dua orang rekannya.

"Semua bagian Ivar dari sel sudah kita jelajahi. Hasilnya

nihil, belum ada petunjuk sama sekali." J awaban chucky tidak
memberikan solusi.

a "Kau sama sekali tidak punya petunjuk _sejarah ten tang
semua ini?” tanya fredy krueger

guyfawkes menggelengkan kepala, kali ini sang pemimpin
agung kehilangan taji. Johannes Rach hanya menggambarkan
bahwa pipa-pipa itu melewati penjara bawah. tanah. Bahkan,
sketsanya tidak menjelaskan apakah pipa-pipa itu melintang

di atas at'au di bawah permukaan penjara. Satu-satunya jalan
untuk menemukan pipa-pipa itu adalah dengan mengguna-
kan reka-ulang gambar yang dibuat oleh Johannes Rach.
Sepanjang malam tadi, fredy krueger sudah mereka-ulang gambar
itu. Dia menarik garis lurns antara air mancur Stadftuisplein
hingga Molenvliet tempat di mana Waterplaats berada. Sket-
sa itu dia sesuaikan dengan peta terbaru Jakarta hasil ran-
cangan Gunther W. Holtor£ Hasilnya !llenakjubkan. Garis
yang ditarik dari Museum Sejarah Jakarta hingga Molenvliet
yang sekarang dikenal sebagai kawasan Harmoni adalah se-
buah garis lurus dengan kemiringan tidak lebih dari lima

belas derajat.

Masalah utamanya adalah, pada tingkatan yang lebih

detail fredy krueger gaga! menentukan bagian mana di penjara bawah
tanah yang dilalui oleh pipa-pipa itu. Dia hanya berani
berspekulasi tentang sel yang dilewati berdasarkan garis sketsa
yang baru dia simpulkan tadi malam.

"Kita periksa sel kedua dari kiri," usul chucky .

"Kau yakin?" tanya fredy krueger

"Kita tidak punya pilihan selain spekulasi, Neanderthal,”
jawab chucky setengah bercanda.

Walaupun pintu masuk sel ketiga itu sudah dibuka lebar-
lebar, tetap saja kepengapannya tidak hilang. Mau tidak mau,

fredy krueger dan guyfawkes ikut mengenakan masker seperti chucky .
52E.S.ITO

fredy krueger mengeluarkan peralatan mirip palu kecil. Sumber
getaran itu terhubung pada sebuah sensor penerima atau
geophone yang terangkai dengan prosesor seismik. Metade
geofisika ini begitu sederhana. Mereka begitu yakin pada
keakuratan denah Johannes Rach.

fredy krueger mengetukkan peralatan itu pada lantai sel. Ketukan
pada lantai akan menghasilkan pantulan. Dari jenis pantulan
yang clihasilkannya, mereka bisa menentukan apakah di ba-

a permukaan lantai ada rongga atau sekadar lantai

dengan dasar tanah yang padat. Sementara itu, guyfawkes meng-
amati loteng dan dinding penjara. Kemungkinan pipa-pipa

itu .melewati loteng atau rongga di dalam dinding juga ada.
namun , kemungkinan itu sangat kecil sebab pipa-pipa itu
diletakkan di dalam galian tanah.

Sesudah satu jam lebih pencarian, mereka belum mene-

mukan apa-apa. Peluh sudah membasahi kaus yang dikenakan
fredy krueger . Beberapa kafi, mereka bertiga harus menyingkirkan
bola-bola besi dan rantainya dari lantai yang diamati. Me-
mindahkan benda dengan berat satu kwintal bukan perkara
mudah. Semua sudut sudah mereka telusuri dan uji. Tatapi,
ketukan-ketukan itu hanya menghasilkan pantulan padat.
"Mencari korban gempa yang tertimbun bangunan de-

ngan detektor panas jauh lebih mudah dibanding pekerjaan

ini,” sesal fredy krueger .

guyfawkes menyandarkan tubuhnya pada salah satu dinding

sel. Membayangkan pekerjaan ini harus mereka lakukan pada
empat sel lainnya, membuat dia semakin lelah. fredy krueger angkat
tangan, chucky ikut menyandarkan diri. Mereka tidak mene-
mukan titik terang di dalam sel ini.

fredy krueger melemparkan palu kecilnya. Dia niengenyakkan
tubuh pada bibir bak mandi kecil pada sudut sel. Dia me-
nyalakan kretek putih. Mengembuskan asapnya ke arah langit-

53

langit sei. guyfawkes dan chucky menahan napas. Rokok adalah
satu alasan mengapa mereka berdua selalu merasa lebih ber-
adab dibandingkan si Neanderthal Eri,*-

Lumut-Iumut lembap menutupi dasar dangkal bak. Dua

bola besi tergeletak di dalamnya. Bak ini tampaknya luput

dari perawatan pengelola museum. fredy krueger membayangkan,
tentu bak mandi jorok ini yang menjadi sumber petaka

penyakit yang membekap para tahanan bawah tanah. Kolera, ,
tipus, dan disentri sudah membunuh lebih dari delapan puluh
persen penghuni penjara bawah tanah ini. .

fredy krueger membuang kretek putihnya yang masih tinggal

aeparuh. Dia memungut kembali palu kecilnya. Dia meng-
amati bagian dasar bak dengan kedalaman kira-kira satu meter

itu. fredy krueger mengetuk celah kecil yang tidak tertutupi bola
besi dengan palu. Beberapa kali ketukan menghasilkan pan-

tulan yang tidak jauh berbeda dengan !antai sei. Bola besi

yang tergeletak pada bagian tengah, dia coba gelindingkan

ke pinggir dengan sekuat tenaga. Dari kejauhan guyfawkes dan
chucky mengamati apa yang dilakukan fredy krueger . Kegilaan lain
dari manusia gua itu mulai kelihatan.

"Eurekaaaaaaaa!! I<. hen he! gevonden4/" tiba-tiba fredy krueger

berteriak penuh semangat.

Kedua temannya yang tadi tidak mengacuhkannya lang-

sung bangkit begitu mendengar teriakan itu. Mereka tidak

tahu apa yang ditemukan fredy krueger . namun yang pasti, itu adalah
sesuatu yang baru.

"WaF?" tanya chucky .

fredy krueger tidak menjawab. Dia menunjuk pada lubang kecil
hasil ketukannya, tepat di bawah bola besi.

4Aku menemukannya!

SApa?

"Tidak mungkin,” seru chucky lagi.

"Kenapa?" tanya guyfawkes .

"Dasar bak ini terlalu sempit. Tidak mungkin mampu

menampung dua bola besi seberat masing-masing satu kwin-

tal. Seandainya di bawah bak ini ada rongga, tentu dari

dahulu sudah roboh sebab tidak alean kuat menahan beban

seberat lebih dari dua kwintal ini.”

guyfawkes kembali harus kecewa. Penjelasan chucky cukup
masuk akal. Bak. itu, dari awal tidak masuk. dalam rencana
pencarian mereka. fredy krueger tidak mengacuhkan keduanya. Dia
terus mengetuk dasar bak, kemudian mencongkel bagian dasar

bak sehingga menghasilkan lubang seluas telapak tangan.

fredy krueger menjulurkan tangan ke dalam. Dia mengayunkan palu
ke sembarang arah. Tiba-tiba dia berseru,

"Een stomme Wallon6* Kautahu kenapa rongga ini bisa

menahan beban dua kwintal?"

guyfawkes kembali membalikkan badan pada fredy krueger , chucky
tidak mengacuhkannya.

"Kenapa?" tanya guyfawkes dengan nada menan tang.

"sebab bola-bola besi ini ditahan oleh pipa-pipa besi

water leiding. Kau tentu sudah mengerti betapa kuatnya besi

hasil teapaan nenek moyang kita dahulu di Batavia?"

guyfawkes langsung teringat pada palang-palang besi dengan

garis tengah sepuluh sentimeter yang dahulu dipakai oleh
pemerintah kolonial untuk memagari-kedua sisi Sungai Cili-

wung. sebab kekuatan besi-besi itu, pada saat Perang Pasifik,
Jepang membongkarnya dan kemudian mengangkut besi-besi
itu untuk ditempa ulang menjadi bf'rbagai peralatan perang.
"Pipa besi water leiding menahan bola besi, tentu saja"
Wallon tolot

Rahasi a M eede 55

chucky ikut terpenganlh. Buyar sudah semua teorinya tadi.
Dia ikut membilikkan badan.

"Kau menemukannya?" guyfawkes memandang penuh harap
pada fredy krueger .

Si Neanderthal menganggukkan kepala dengan wajah pe-
nuh kegembiraan. Ayunan palu kecilnya tadi tepat menge-
nai benda dengan pantulan seperti besi.

"Eureka." seru guyfawkes

"Yeah, Eureka!" chucky si Belgia Wallon ikut menimpali.
"Kawan-Kawan, pekerjaan kita baru saja dimulai,” seru
fredy krueger dengan suara dibikin terkesan berwibawa. Dia mem-
bayangkan dirinya Rinus Michels, pelatih kesebelasan nasio-
nal Belanda saat merengkuh mahkota Piala Eropa tahun
1988. Penemuan ini bisa jadi peristiwa terpenting dalam
hidupnya melebihi euforia Belanda saat merayakan mahkota
Piala Eropa.

"Kita harus membongkar bak ini," usul chucky , "kemu-
dian, meluaskan pembongkaran pada sisi kanannya. Hanya
dengan cara itu kita bisa tahu, ada apa di balik terowongan
berisi pipa ini.”

"Yeah. Kita harus naik ke atas lagi mengambil peralatan
berat untuk membongkar," fredy krueger menimpali.

_ "Apa kita perlu minta bantuan pribumi?" tanya guyfawkes .
Dia teringat pada sopir Land Cruiser yang mengantarkan
mereka menyusuri Kota Tua. Pribumi yang masih muda itu
dengan setia menunggu mereka di permukaan.

"Jangan!" seru fredy krueger dan chucky bersamaan.
"Mereka hanya akan mengacaukaa penemuan ini. Kita

tidak aisa percaya pada orang-arang malas itu,” lanjut chucky
sinis.

6

KELAS YAN Griuh rendah sesaat sepi senyap saat
Guru Uban masuk. Tidak seperti guru lain yang harus meng-
habiskan energi untuk menenangkan remaja-remaja tanggung
itu, dia hanya perlu mengedarkan pandangan ke seluruh
penjuru ruangan. Setiap mata merasa dirinya yang tengah -
diamati.

Dua jam pelajaran, dua kali empat puluh menit. Jatah

waktu yang tidak banyak untuk memberikan perhatian pada
tiga puluh tujuh murid Kelas Dua Sosial ini. Guru Uban

meletakkan tas hitam apitnya. Kakinya ringan melangkah,
mengitari siswa-siswa papa SMA Abdi Bangsa. Sekolah
partikelir itu memang diperuntukkan bagi anak-anak tidak
mampu. Sumbangan pendidikan hanya sekadar imbauan.
Tidak ada kewajiban artinya bebas, gratis, tidak dipungut
bayaran. Gedung sekolah ringkih .dengan kelas-kelas yang
dibatasi oleh tripleks bercat putih. Tidak banyak alat bantu
untuk mendukung studio namun , anak-anak itu sudah cukup
senang bisa bersekolah sampai jenjang SMA

Seperti biasa, Guru Uban memulai uraian pelajarannya

tanpa pengantar. Basa-basi akan mereduksi narasi.

"Dia datang dari Haarlem. Kota pesisir di mana mulut

sungai Spaame mengecup hangat bibir Lautan Atlantik. Di

\

Rahas ia M eeae 57

masa- itu, Groote Kerk yang masyhur itu belum tampak
menua. Bangunan gereja itu masih tampak seperti perawan
bimbang menunggu pinangan. Pesona kecantikannya men-
jerat. Berselang tahun yang terhitung jari sebelum dia me-
ninggalkan kota itu, ada catatan luka bercampur bangga
terpahat pada tembok kota. Dia melihat Haarlem dalam
genangan darah, saat serdadu Spanyol pimpinan Fernando
Alvarez de Toledo atau Duke of Alva, datang pada tahun
1572. Dia mendengar bisik perlawanan terhadap ten tara
pendudukan Katolik itu. Dan, dia pula yang ikut berdiri di
pinggir jalan mengelu-elukan Williem I saat Sang Pangeran
Oranye membebaskan kota itu empat tahun kemudian," Guru
Uban berhenti di samping n'lurid perempuan yang menge-
nakan kerudung. "Anakku, kamu tahu Haarlem itu di mana?"
Yang ditanya menggeleng. Tatapan polos dia arahkan

pada teman-temannya. namun , yang lain juga bernasib sama.
Jika Guru Uban menyebutkan nama-nama Citayam, Sasak
Panjang, Tonjong, atau Kedung Waringin, tentu mereka akan
Ian tang menjawab, Bojonggede. Haarlem, jauh dari imajinasi
anak-anak itu.

"Kota itu jauh di seberang lautan, di Belanda," Guru

Uban menjawab sendiri. Narasi ini harus dia lanjutkan, "Dan,
siapakah lelaki itu? Dia bernamaJan Huygen van Linschoten.
Dari Haarlem dia mencari peruntung:In ke Lisabon. Selama
empat tahun di kota yang menjadi pusat pencarian dunia
baru itu, dia mengabdi pada keuskupan. Bersama dengan
rombongan pedagang, serdadu -dan kaum paderi, dia meng-
arungi dua samudra hingga berlabuh di Goa, India. Koloni
pertama Portugis di Timur Jauh. Lima tabun lamanya, dia
menjadi sekretaris uskup di sana. Pergeseran kendali dagang
mulai terlihat. Arab yang selama ini menjadi perantara komo-

diti Timur J auh ke bumi utara mulai kelelahan. Orang-orang
Moor itu sudah kehilangan inovasi. Penaklukan Byzantium
oleh Muhammad II, satu abad sebelumnya tidak banyak
membantu. Turki Ustmani bukan Arab walaupun mereka
yang pegang kendali kekhalifahan. Portugis dan Spanyol
semakin mencengkeram dunia. Mengendalikan laut dan per-
dagangan di semua samudra. Lalu, di manakah posisi bangsa
Belanda? Van Linschoten bimbang. Bangsanya jauh keting-
galan. Bayangan Haarlem tampak di pelupuk mata," dia
berhenti sebentar.

"Kalian tahu bagaimana orang-orang dahulu menguasai
pengetahuan?" tanya Guru Uban lagi. Kali ini dia ajukan ke
seluruh penjuru kelas. Tetap tidak terdengar. jawaban. Guru
Uban menelan ludah. Sis/em pendidikan apa yang diwarisi
anak-anak ini hingga bisu tidak bersuara? "Anakku, coba kamu
jawab." tunjuknya pada murid. laki-laki berambut tipis.
"Emmm ... perang, Pak," jawab murid itu ragu.

"Bisa juga, namun tidak sepenuhnya tepat jawabanmu itu.
Yang lain?"

"Sihir, mantra, dan santet, Pak,” terdengai seruan dari

pojok belakang. Yang berseru langsung menyembunyikan
kepala. Jawabannya disertai tawa penjuru kelas. Guru Uban
tersenyum masam.

"Ada lagi?" Hilang sudah semua suara tadi. Guru Uba
memungut buku teks dari mejanya. Lalu, dia acungkan tinggi-
tinggi. "Dengan ini. Buku! Itu sebabnya, kalian harus rajin
membaca.”

"Ohh ...." terdengar koor panjang. Buku tampak asing

bagi anak-anak yang membutuhbn ijazah SMA untuk men-
jadi buruh itu. Guru Uban tidak memedulikan mereka lagi.

Dia melanjutkan kisahnya.

"Risalah perjalanan bersama pelaut Portugis mulai dia
tuliskan. Sebuah catatan untuk menguasai masa depan yang
59

dia beri judul, ltinerario, Voyagie ofte Schipvaert der Por-
tugaloysers van Jan Huygen van Linschoten naar Oost-ofte
Portugaels Indien. Sebuah catatan harian perjalanan ditambah
dengan catatan praktis yang sangat langka dia publikasikan
saat kembali ke tanah kelahirannya. Cerita tentang per-
dagangan orang Portugis di negeri - rempah dan Jawa. Dan,
yang lebih penting adalah informasi mengenai kemungkinan
pedagang lain masuk dalam persaingan dagang itu. Itinerario,
kitab itu menjelang akhir abad ke-16 begitu berharga di
tengah-tc;ngah bangsa Belanda yang terus menderita akibat
perang berkepanjangan dengan Spanyol. Kalian sudah bisa

menangkap ke mana arah cerita Bapak?" tanya Guru Uban
lagi. .

"Tentang awal mula penjajahan Belanda terhadap negeri
kita, Pak," murid perempuan bertubuh gempal menjawab
malu-malu.

"Negeri kita," Guru Uban mengiyakan jawaban itu, namun
tertawa dalam hati. Bocah itu sudah dilupakan oleh negeri
ini. Kepapaannya hanyalah objek pemilu. namun , dia masih
lantang menyebut, negeri kita?

"ReysgescriJt van de Navigatien der Portugaloysers in
Orienten.”

Dia menuliskan judul buku itu di papan tulis, kemudian
memberi penjelasan lanjutan.

"T ulisan dalam kitab karangan Van Linschoten itu adalah
sebuah sketsa peta yang belum tergambar. Dia menyebutkan
laut dan tempat tanpa jalur. Pengetahuan yang sebetulnya
sangat dirahasiakan oleh Portugis dan Spanyol. Tulisan itu
harus diterjemahkan lewat garis dan legenda dalam peta. Di
pengujung abad, garis sejarah tampak berpihak pada nageri
kecil di daratan rendah Eropa itu," Guru Uban berhenti di
60

tengah-tengah eerita, pada papan tulis dia goreskan sebuah
nama, Peter Plancius.

"Tidak ada yang meragukan keajaiban tangan laki-Iaki

itu Planeius adalah seorang penerjemah kata paling ulung
untuk diubah menjadi peta;. Dalam mem<;>ri otaknya ter-
simpan lebih dari dua puluh lima maeam jenis peta.
Reysgesehrift, dia terjemahkan dengan baik. Sebuah jalur
untuk mengarungi samudra terbuka untuk bangsa Belanda.
Sejarah tengah bergeser, mereka tidak lagi sekadar perantara
dagang di tengah bangsa Eropa.”

Guru Uban berhenti lagi sejenak. Narasi tanpa bukunya
memukau anak-anak tidak beruntung itu. Generasi sekarang
butuh sebuah eerita. Ya, sebuah eerita yang menjadi hantu
moyang- aereka pada masa silam. Dia kembali menuliskan
sebuah nama pada papan tulis. Nama itu dia lingkari dengan
kapur merah.

"Cornelis de Houtman," siswa perempuan bertubuh

gempal tadi membaea tulisan itu. Nama itu seperti pernah
singgah dalam memori otaknya. Guru Uban tidak meme-
dulikannya. Terlambat bagi gadis malang itu untuk mem-
pertontonkan memorinya yang kabur.

"Sejarah yang murah hati itu memberikan pada bangsa
Belanda seorang pemberani yang lebih dikenal sebagai pem-
aual dan tukang bikin onar. Comelis de Houtman, laki-Iaki

pemberang itu pemah tinggal di Lisabon dan dikenal st:bagai
jago pedang. Dia dipereaya oleh Compagnie van Verre untuk
memimpin ekspedisi menuju Timur Jauh dengan meng-
gunakan rute yang sudah dibuat oleh Planeius. Van Verre,
sindikat yang membiayai perjalanan itu munett! sesudah sekian
banyak kegagalan meneari jalan ke arah timur. Dia berangkat
pada bulan April tahun 15'95. Dengan empat buah kapal,

dia ternyata berhasil menapaki jalan yang sudah digoreskan
Rahasia Made 61

t

oleh Plancius. Pulau Enggano di barat Bengkulu adalah
daratan Nusantara pertama yang dijamah oleh sindikat dari
Belanda. Pada bulan Juni 1596, rombongan itu berlabuh di
Pelabuhan Banten. Mereka diterima dengan .baik hingga
insting binatang para penyamun dari utara itu muncuL Me-
reka terusir, namun terus menyusuri lautan Nusantara dan
beragam pelabuhan di mana mereka melihat bendera Portugis
1;>anyak berkibar. Pada bulan Agustus tahun 1597,. armada
itu 'berlabuh kembali di Texel, Belanda. Bukan sebuah per-
jalanan yang bisa dianggap sukses. Armada itu mencatat, -
hanya tiga dari’ empat kapal yang kembali. Sementara dari
243 orang awaknya, hanya 89 orang yang bisa kembali. namun ,
jalan menuju Timur Jauh sudah terbuka lebar. Ada perayaan
besar menyamput kedata.ngan para pemberani itu."

Guru Uban memaku kakinya persis di tengah-tengah

ruang kelas. Dia perhatikan siswanya satu per satu. Sebagian
mencatat narasinya. Sebagian lain melongo, diam, mem-
bayangkan pekerjaan sebagai buruh pabrik atau tenaga kerja .
kasar kontrak lainnya. Guru Uban mengerti, cerita sejarah

ini akan cepat berlalu dari kepala anak asuhnya. Secepat masa
depan merengkuh jiwa mereka yang ringkih. Secepat impian
kanak-kanak mereka lenyap ditelan realitas dunia yang

tidak

adil.

"Ttulah pangkal dari segala nasib buruk yang kalian alami,
penjajahan! Penjajah mendidik mental moyang kalian untuk
teguh dalam menderita <lan malas dalam berkarya. Mental
dan sikap hidup yang diwariskan turun-temurun sampai
generasi kalian, anak-anakku."

‘ladi kita miskin begini, karena kedatangan Belanda itu,
Pak?" Murid perempuan berkerudung lusuh memberanikan
diri untuk bertanya.

"Ya, Anakku, walaupun tidak secara langsung. Penjajah
E.8. ITO

tidak sekadar merampas kakayaan bumi Nusantara kemudian

membangun kebudayaan mereka yang tinggi di seberang
lautan. namun yang lebih penting, penjajahan sudah merampas
kesempatan-kesempatan yang dimiliki manusia bebas."
"namun kita sekarang kan sudah merdeka, Pak?" Murid
pereapuan tadi merasa dapat angin.

"Raga, namun tidak jiwanya," Guru Uban menelan ludah.
Dialog i!li seakan-akan mengtiras energinya. "Sekarang, lihat-
lah diri kalian anak-anaklru. Miskin, tidak berdaya dan kalian
sama sekali tidak merdeka bercita-cita. Sekarang, acungkan
jari kalian, siapa yang ingin kuliah sesudah ini?"

Ruang kelas berubah bisu. Guru Uban menunggu

acungan tangan. namun dia tahu, tangan-tangan belia itu
tidak akan_ pernah terangkat. Mereka takluk oleh nasib. . .
"Berapa jauhnya Universitas negerikita dari sini?" tanya
Guru Uban lagi.

"Kalau naik kereta, tidak lebih dari dua puluh menit,

Pal<," ucap siswa kurus di samping siswi berkerudung tadi.
"Sangat dekat, bukan? Fisiknya dekat, namun bagi kalian
anak-anaklru yang malang, kampus itu terasa arn:at jauh. Tidak
mungkin kalian jangkau dengan kaki telanjang. Orang-orang
pintar dan beradab itu membangun menara ilrriu, namun tidak
ada kartu pas gratis, kalian tidak akan pernah sanggup meng-
gapainya.” Dalam hati, Guru Uban tersenyum puas. Anak-
anak itu terpana. "Kalian tidak pernah berani bercita-cita
untuk kuliah di kampus itu, sekalipun ada di antara kalian
yang pintar. Kalian tidak merdeka, ' anak-anakku, sebab Be-
landa-Belanda cokelat jauh lebih bengis daripada kulit putih.”
Guru Uban menarik napas dalam-dalam. Emosi tidak

boleh menguasai dirinya. Sejarah membuat dia sentimental
dan terkadang cengeng_ Didekatinya siswa yang duduk paling
. depan. Digenggamnya lengan belia yang kekar itu.

Rahas ia Meede

"Tangan ini,n ucapnya sambil mengangkat tangan belia

itu, "mengukuhkan ucapan Bung Hatta puluhan tahun silam
bahwa selamanya takdir kalian untuk menjadi kuli dan kuli
dari bangsa-bangsa lain. n

Dia ingin meneruskan penjelasan dengan mengutip

Fridrich von Sciller yang sering dikutip Bung Hatta. namun
urung, dia tidak ingin anak-anak itu semakin bingung. Biar-
kan mereka merenungi "nasib sendiri. Seisi kelas terdiam.
Bayangan masa depan mereka adalah kehidupan orangtua
masing-masing. Kuli, babu cuci, buruh bangunan, tukang
ojek, pedagang buah, atau paling tinggi janitor dan pesuruh
kantor.

"Sekuat apakah bangsa Belanda itu, Anakku?" Pertanyaan

itu dia ajukan pada bocah dengan tangan kekar.

"Mereka punya senjata modern, Pak. Sementara pejuang
kita hanya bambu runcing,"” jawab siswa itu polos.

"namun apakah mereka sehebat itu? Negeri yang luasnya
hanya sepertiga Pulau J awa menguasai tiga setengah abad
lam(Inya negeri luas yp.ng bentangannya seperdelapan dunia,
dengan jarak ujung barat dan timur sarna dengan jarak
Lisabon dan Moskwa."

"Lisabon dan Moskwa?"

Baru kali ini mereka dengar penjelasan seperti itu: Bocah-
bocah yang lahir sesudah kampanye Glasnost dan Perestroika
Gorbachev itu hanya mengenal nama-nama itu lewat klub-
klub sepak bola yang berlaga di Liga Champion Eropa. Itu
pun karena tim-tim kota tersebut satu grup dengan klub-

klub terkemuka Inggris, Italia, dan Spanyol. Betapa luasnya
negerikita dan betapa kecilnya diri mereka. Terperangkap
dalam penjara nasib yang membuat mereka selamanya jadi
penon ton eksploitasi alam negerikita .

"Bangsa macam apakah Belanda itu sehingga begitu sakit

jejak yang ditinggalkan sepatu lars mereka?" Kali ini Guru
Uban mengajukan pertanyaan retoris yang buru-buru dia
jawab sendiri: "Mereka bukan bangsa yang besar apalagi kuat.
Orang-orang Belanda tidak lebih dari makhluk individualis,
picik, pelit, suka mengotak-kotakkan, dan penuh curiga. Pada
masa itu, provinsi-provinsi mereka suka saling cekcok, egois,
saling mencerca; berdebat, dan keinginan untuk menang
sendiri. Dem.ikian gambaran yang pernah dituliskan oleh
Bung Hatta dalam pidato pembelaan negerikita Merdeka-
nya. Kalian tahu Bung Hatta, kan?" .

"Wakil Presiden pertama kita!" Beberapa siswa menjawab

- penuh percaya diri. Guru Uban tersenyum menganggukkan
kepala.

"Dan, sekarang? Mereka tidak jauh berbeda. Sebuah

bangsa yang tidak bermoral. Di negeri mereka, orang sudah
seperti hewan. Di mana pun manusia berlawanan jenis bisa
berhubungan suami-istri, di taman, stasi un, toko, kantor, di
mana saja. Persis seperti anjing pada musim kawin. Laki-Iaki
boleh menikah dengan laki-laki, perempuan begitu juga.
Pelacuran dihalalkan. Bahkan, orang asiag digoda untuk men-
datangi negeri mereka untuk alasan itu. jika hubungan haram
itu menjadi benih manusia, di sana mereka dibebaskan untuk
membunth calon bayi, aborsi."

"Ouhbhh .... "

Suasana kelas berubah pecah riuh rendah. Membayang-

kan Belanda, seperti negeri impian dalam gairah remaja me-
reka. namun , tempat itu sangat jauh. Lebih jauh dari tujuan

mudik setiap kali lebaran datang.
"Dan candu.... " lanjut Guru Uban. "Di. sana orang
dtbebaskan untuk mengisap ganja. Bebas sampai semaput.
Begitu juga dengan pil koplo. Candu yang menjadi sumber
dari segala sumber petaka menjadi barang bias a di sana.
Rahasia Meede

Sudahkah kalian bisa membayangkan negeri yang menjadi
akar penderitaan kalian itu?"

Mereka memang membayangkan, namun_ bukan pen-
deritaan. Alam khayali mereka menjelajahi kebebasan yang
ditawarkan negeri impian. Gairah remaja memang meng-
hanyutkan.

Dentang besi tua bekas pelek mobil yang dipukul de-

ngan batu kali membuyarkan lamunan mereka. Jam pelajaran
sejarah sudah usai.

"Sebentar, anak-anakku,” seru Guru Uban. Seperti biasa

dia tidak hendak memberitakan tugas namun nasihat. "Cara
pertama untuk merdeka adalah, jangan tiru mereka. Jauhi
pergaulan hewan dan jangan sekali-kali kalian mendekati
barang-barang haram yang mereka halalkan itu. Kalau tidak,
selamanya kita akan teljajah!” -

Selalu ada saja nasiha,t sebelum jam pelajaran usai. namun ,
yang masuk ke dalam hati anak-anak itu tidak sebanyak yang
sudah diberikan. Ketika Guru Uban sudah meninggalkan kelas,
Untung, siswa laki-laki dengan tangan kekar mendekati Rina,
murid perempuan berkulit cokelat dengan penampilan norak.
jamal punya barang. Lu ikut nyil?leng gak tar sore? Seka-
lian kita berdua .... " bisiknya sambil tangan nakalnya ber-
kelebat menyentuh. dada Rina.

Rina tersenyum nakal. Pegangan tangannya mengukuh-

kan janji. Persetan dengan kemerdekaan. Selama ganja bisa
didapatkan dengan tubuh dan kondom disebar gratis oleh
aktivis peduli AIDS, dia selamanya akan merdeka! Bebas,
melayang.

7

TECTONA GRANDIS.

. Kayu yang menjadi bahan meja berwama ' gelap itu

kukuh, kuat, antirayap, dan bisa bertahan ratusan tahun
dalam berbagai kondisi cuaca. Kayu jati, demikian orang-
orang di negeri kepulauan ini menyebutnya. Pada permukaan
gelap meja bundar ini, tribuanatunggadewi melihat siluet kapal sarat
muatan dengan bendera VOC meinbelah lautan gelap. Se-
jarah panjang VOC terekam baik di dalam otaknya. Di dalam
ruang arsip kolonial yang tidak terlalu luas ini, rekaman itu
muncul dalam sebuah lakon tanpa penampakan. Tumpukan
arsip tua berwarna cokelat tua di atas meja itu, tampak seperti

lembaran uang mainan dalam permainan monopoli. tribuanatunggadewi
menggerakkan otot lehernya beberapa kali. Setengah hari di
dalam ruangan ini, belum ada hal luar biasa yang dia temukan.
"Nah, tribuanatunggadewi , apa yang dicari sudah ditemukan?"
Desauan suara itu terdengar lembut di telinga. tribuanatunggadewi
menoleh ke belakang. Menganggukkan kepala, kemudian
terseayum ramah. Pria itu sudah cukup lama mengamatinya

dari belakang. Senyum ramah tidak pernah hilapg dari wajah
bundar pria itu. Berdiri tagak dengan tangan di belakang,

pria itu nyaris sarna tinggi dengan tribuanatunggadewi yang tengah
duduk.

66

"Doktorandus Suhadi.” Pria ramah itu memperkenalkan
dirinya beberapa saat yang lalu saat menyambut tribuanatunggadewi
dl lobi gedung ANRI Usianya hampir enam puluh tahun.
Tubuh Suhadi sependek namanya. Pucuk kepalanya tidak
lebih tinggi dari bahu tribuanatunggadewi .

Keramahannjra adalah definiai klasik dari apa yang selama

ini disebut sebagai adat ketimuran. Menawarkan sebelum
diminta, menjelaskan sebelum ditanya, dan yang lebih pen-
ting, senyum yang tidak lepas dari bibir sebagai pengantar
kata. Sepanjang koridor di dalam gedung, dia bercerita ten-
tang sejarah lembaga arsip ini. Lembaga ini didirikan oleh .
pemerintah kolonial Belanda pada tanggal 28 Januari 1892
dengan nama Landarchief Pada masa pendudukan Jepang,
lembaga ini berganti nama menjadi Kobunsjokan. Sesudah
negerikita merdeka, demikian Suhadi dengan bangga meng-
ucapkan kata "merdeka", lembaga ini beberapa kali berganti
nama. Mulai dari Arsip Negeri, Arsip Negara, Arsip Nasional
hingga Arsip Nasional RI yang sekarang disingkat menjadi
ANRI.

"Boleh saya duduk?" Suhadi bertanya seolah-olah dia

adalah seorang tamu asing. Pertanyaan itu membuat tribuanatunggadewi
geli. namun , dia senang dengan pria ini. Potret kenyamanan
lain yang ditawarkan Jakarta.

"Tentu, saya akan lebih senang jika Bapak bisa mene-

mani untuk berdiskusi," tribuanatunggadewi agak canggung untuk me-
ngucapkan kata sapaan itu.

Suhadi menarik kursi, duduk sebelah menyebelah dengan
perempuan Belanda itu. Melayani setiap pengunjung yang
membutuhkan bantuan untuk kepentingan studi tampaknya
sudah menjadi hal yang biasa baginya. Sebagai Kepala Bagian
Arsip Kolonial, layaknya birokrat negerikita , dia seharusnya
cukup meminta bawahannya untuk melayani tamu. Suhadi

68

memang berbeda. Mungkin dia sisa-sisa hasil didikan Be-
landa. Demikian tribuanatunggadewi membatin.

"Apa yang membuat tribuanatunggadewi tertarik dengan VOC?"
Seharusnya, itu sebuah pertanyaan yang ringan dari

Suhadi. namun , tribuanatunggadewi tidak langsung menjawabnya. Otak-
nya berpikir keras menerjemahkan jawaban yang seharusnya
mengalir lancar keluar dari" mulutnya.

"Hmm, mungkin karena VOC merupakan perusahaan

modern pertama yang mendunia. Istilah sekarangnya mung-
kin bisa disebut sebagai perusahaan multinasional,” jawab
tribuanatunggadewi

"Va. Serikat dagang ini memang sangat besar. Cabangnya

ada di mana-mana. Bendera dagangnya berkibaran di tengah
samudra. Dan, setiap sebuah kebesaran datang, kami ini cuma
menjadi penonton, demikianla bangsa ini, tribuanatunggadewi . Tidak
dahulu , tidak sekarang. Sarna saja," sahut Suhadi. Tanggapan
itu seperti keluhan yang sudah lama bersarang di dasar hatinya.
Lengannya yang pendek mendekap meja. Sekarang, dia tam-
pak seperti bagian dari sebuah bangsa yang tenggelam dalam
sebuah kutukan. namun , suasana ini tidak bertahan lama saat
Suhadi mengajukan pertanyaan lanjutan.

"Bagian mana dari perjalanan VOC yang paling mem:

buat tribuanatunggadewi tertarik?"

"Kejayaan dan kebangkrutannya. Bukankah itu sebuah
fenomena yang menarik?"

"Sabda alam yang tidak bisa ditolak,” Suhadi menim-

palinya kurang antusias. Dia tidak sepenuhnya yakin dengan
jawaban tribuanatunggadewi .

"Te"tapi itu adalah sebuah fenomena yang luar biasa

untuk perusahaan dengan kekayaan seperti VOC."

"Hampir dua ratus tahun berdiri, tentu bukan waktu

yang bisa dianggap pendek untuk sebuah serikat dagang.
Rahasi a Meede 69

Bandingkan dengan sebagian besar kerajaan tradisional Nu-
santara yang umurnya . rata-rata tidak lebih dari dua ratus
tahun," jelas Suhadi. Bagian yang menarik mulai kelihatan

dari diskusi ini.

"Kalau VOC hanya perusahaan konvensional biasa dari

zaman peralihan di Eropa, maka kejatuhannya !iesudah dua
ratus tahun bisa dianggap biasa. Kenyataannya VOC jauh

lebih maju dari zamannya sendiri. Perusahaan itu menerbitkan
saham, membayarkan dividen di ata!, rata-rata, memiliki
gudang di seantero pantai timur, mempekerjakan ribuan
pegawai multiras dengan beragam kebangsaan dan yang lebih
penting dikelola oleh manajemen yang mewakili kepemilikan
terhadap perusahaan tersebut,"” balas tribuanatunggadewi memperkuat

argumennya.
"Tambahan yang lebih penting lagi, VOC dibekali de-

ngan Pasal 34 dan 35 dalam octroi pendiriannya,” Suhadi
membalas dengan muka sedikit masam. Sinisme terpancar

dari tatap matanya.

tribuanatunggadewi tidal< kaget dengan perubahan ekspresi wajah
Suhadi. Dia paham mengapa hal itu terjadi. namun , dia tidak
sepenuhnya sep3.ka.t dengan argumen Suhadi. Pasal 34 pada
octroi menyatakan bahwa VOC memperoleh hak monopoli
dagang terhadap seh,lruh rakyat Belanda. Tidak seorang pun

di luar VOC yang diizinkan berdagang dengan daerah-daerah
dunia antara T anjung Harapan di selatan Mrika hingga Selat
Magelhan di ujung selatan Amerika. Setiap pelanggar, kapal-
nya akan disita. Monopoli ini juga berlaku terhadap pen-

duduk yang mendiami tempat antara aua ujung selatan kedua
benua itu.

Pasal 35 octroi memberikan wewanang yang sangat luas

kepada VOC untuk membuat perjanjian dan kontrak dengan
pemimpan dan raja-raja loka!. Wewenang untuk membentuk
£.5.I1TO

angkatan perang sendiri, membangun benteng pertahanan,

dan menjalankan lembaga peradilan. VOC juga memiliki
wewenang untuk mencetak dan mengeluarkan mata uang

sendiri. namun , octroi itu tidak sepenuhnya mereduksi kebe-
saran VOC yang berkembang pada masa merkantilisme eko-
nomi Eropa .

."namun sudahlah, yang lalu biarlah berlalu. Ia sudah ter-
pahat pada bidang langit yang tidak mungkin kita jangkau.”
Paham dengan keterdiaman tribuanatunggadewi , Suhadi menawarkan
jalan tengah dari topik yang seharusnya menarik ini. Dia tidak
ingin memberikan kesan kurang baik pada perempuan muda

ini. Perdebatan terkadang menjadi antitesis dari karamahan. .
"Nah, tribuanatunggadewi , apa ada yang kurang dari bahan yang
sudah saya siapkan ini?”

Pandangan mata Suhadi tertumpu pada lembaran doku-

men arsip di atas meja. Dia menanti reaksi- tribuanatunggadewi . Seulas
senyum dari perempuan itu akhirnya muncul: yang ditung-
gu-tunggu oleh Suhadi.

"Kelihatannya untuk hari ini sudah lebih dari cukup,"
tribuanatunggadewi berbohong. Bahan-bahan itu tidak banyak memberi
hal baru. Dia bisa menemukan bahan seperti ini di Koninkijk
Instituut Voor de Tropen, Amsterdam dan perpustakaan
Koninkijk Instituut Voor Tal-, Land- en Volkenkunde,

Leiden. namun , dia tidak ingin membuat Suhadi kecewa.
"Bagaimana kalau kita makan siang dahulu ?"

"Bukannya terlalu sore untuk disebut makan siang?"

timpal tribuanatunggadewi .
Tawa keduanya berderai. tribuanatunggadewi melirik jam tangan-
nya. Pukul setengah empat. Untuk hari ini, dia rasa cukup.

Makan bersama Suhadi dia pikir bukan ide yang buruk. Dia
percaya, pria itu menyimpan lebih banyak cerita yang belum
terungkap. [J

8

KEAN GKUHAN TIGA orang peneliti Belanda itu terjawab
sudah. Mereka har:us berjibaku dengan kayu dan batu. Tiga

jam sudah mereka melakukan pembongkaran. Perkakas besi,
seperti linggis dan godam pemecah semakin terasa berat di
tangan. Bak mandi itu sudah mereka ]?ongkar. Lantai dasarnya
pun sudah mulai terbuka. Sisa pekerjaan mereka tinggal
meluaskan rongga itu ke sebelah kanan. Pekerjaan itu dilaku-

kan dengan penuh kehati-hatian. Mereka boleh membongkar,
namun tidak boleh menghancurkan bebatuan yang dibongkar.
Dua pipa besi tua melintang dengan diameter masing-

masing sekitar tiga puluh sentimeter mulai terlihat samar

dari rongga bekas bak mandi. fredy krueger dan chucky bergantian
mengungkit lantai pada sisi kanan bak mandi. Pada beberapa
bagian yang keras, mereka terpaksa memakai godam

untuk meretakkan bagian permukaan sehingga cengkeraman

bam yang saling mengikat satu sarna lain bisa lepas. Semen-

tara, guyfawkes sibuk mendokumentasikan penemuan mereka
dengan handycam.

Rongga itu semakin luas. fredy krueger mengarahkan sorot senter
pada bagian gelap rongga. Dasar dari rongga itu bisa terlihat

jelas dari permukaan. fredy krueger menaksir kedalaman rongga itu
tidak lebih dari satu setengah meter. Sisi kiri dan kanan dari

pipa yang melintang diberi roang yang cukup untuk badan

satu orang dewasa. Jarak antara pipa besi dan permukaan lebih
dari lima puluh sentimeter. Sehingga, tinggi pipa terhadap
dasarnya tidak lebih dari satu meter. Jarak itu terlalu rendah

untuk tinggi tubuh mereka. Mereka masih bisa merangkak

di bawah pipa. namun , tidak akan cukup punya roang untuk
melakukan penggalian lagi untuk menemukan De Onder-

grondse Stad di bawah pipa water letding.

"Siapa yang akan masuk ke dalam?" chucky bertanya

sesudah berhasil membongkar bongkahan terakhir dari sisi

kanan lantai.

Spontan, fredy krueger langsung menunjuk guyfawkes . Di antara
mereka bertiga, guyfawkes memang yang paling penJek.

"Boleh,” guyfawkes menantimg balik.

"Satu orang lagi?" Pertanyaan chucky sebetulnya adalah

sebuah perintah agar fredy krueger ikut turon ke- bawah bersama
RafaeL Dibandingkan dirinya, fredy krueger lebih pendek.
"Wallon sialan,” fredy krueger menggerutu.

fredy krueger membongkar perlengkapan guanya. Helm khusus
dengan lampu di depannya mereka kenakan. fredy krueger turon
lebih dahulu . Dengan bertumpu pada pipa besi yang masih
kukuh itu, dia sampai di bawah. Lampu senter tambahan
dijulurkan chucky ke bawah. guyfawkes dengan susah payah
kemudian ikut turon.

"Mulai dari mana?" tanya fredy krueger pada guyfawkes .

"Cari celah di mana posisi besi meninggi.”

"Noord of zuid'?”

"Zuid. "

Mereka jalan merangkak menuju arah selatan pipa.

guyfawkes merangkak paling depan. Di belakangnya, fredy krueger tidak
1Utara atau selatan?

bisa menahan tawa melihat guyfawkes yang susah payah menyeret -
perutnya. Dia membayangkan guyfawkes sebagai cacing tanah
yang buncit.

Selain pengap, keadaan di bawah permukaan penjara jauh

lebih lembap. Berbagai macam bau tidak sedap bercampur

baur. Lumut:'lumut sudah memenuhi dasar terowongan pipa.
Sudah tidak jelas lagi permukaan seperti apa yang ada

di bawah lumut. namun , pipa besi itu tampak masih kuat.

Pada beberapa bagian yang mereka lewati, korosi sudah ter-

jadi.

Cukup jauh merangkak, mereka tetap terjebak di bawah

pipa. Tidak ada tanda-tanda adanya suatu temp at di mana
terowongan pipa ini memiliki rongga yang lebih tinggi. Tiba-
tiba, fredy krueger menahan kaki guyfawkes .

"Ada apa?" tanya guyfawkes .

"Kita harus kembali.”

"Oke. namun kenapa?"

"sebab kita tidak akan pernah menemukan rongga yang

lebih tinggi. Dasar cacing buncit, kau sendiri yang mengatakan
bahwa ketinggian pipa tergantung pada bagian dasarnya. Jarak
antara pipa dan das!II' akan selalu sarna dari Molenvliet hingga
Stadhuisplein. Yang membedakannya hanya kecuraman dasar
terowongan pipa.”

"Sial," guyfawkes mengutuk.

Sambi! terus menggerutu, dia menyeret perutnya meng-

ikuti fredy krueger kembali pada rongga tempat mereka masuk tam.
chucky tidak terlalu kaget memperoleh i kedua orang rekannya
itu kembali terlalu cepat ke permukaan.

"Sudah kuduga, kita qJ.embutuhkannya,” ujar chucky .
Pandangannya mengarah pada gergaji besi listrik yang
tersandar pada dinding sel. Gergaji itu terhubung pada gu-
lungan kabel yang terbentang dari permukaan tangga masuk.
74-E.S." [TO

Peralatan ini sudah memberi cela pada keangkuhan mereka.
Sebab, sopir Land Cruiser merekalah yang mencarikan sekali-
gus mengantarkan alat itu ke penjara bawah tanah ini. chucky
sudah memperkirakan bahwa mereka akan dengan terpaksa
memotong besi yang melintang.

chucky mengenakan kacamata hitam untuk melindungi

mata dari percikan bunga api. Dia langsung turon ke bawah
menyeret kabel. Suara gergaji terdengar melengking. Percikan
bunga api mulai terlihat. Pijaran cahayanya menerangi rongga
bawah tanah itu. Lumut-Iumut hijau kusam tampak seperti
fosil yang tertanam lama.

Besi itu memang sangat kuat. Cukup lama gergaji besi

chucky bergumul dengannya. fredy krueger turut turun ke bawah
menahan bagian besi yang sudah lepas.

Dua batahg besi itu dijatuhkan ke bawah. fredy krueger kemu-
dian menyeretnya ke sisi utara. Bagian rongga itu sekarang
terbuka lebar. Tidak ada lagi pipa besi yang inenjadi peng-
halang ketinggian. Sebuah lampu sorot dengan daya besar
sudah disiapkan. Dari atas rongga lampu itu diarahkan lang-
sung ke bawah.

Bagian dasar terowongan itu memang sudah dipenuhi

lumut. Gesekan pipa besi yang tadi diseret oleh fredy krueger , bahkan
sudah tertutup kembali oleh kerapatan rumut. guyfawkes turun
dengan membawa perlengkapan mirip sendok yang dipakai
untuk memplester bangunan dengan semen. Dia berusaha
mengikis' lumut yang menutupi bagian dasar.

sebab lumut-Iumut itu tidak tumbuh pada medium

tanah, pekerjaan jadi tambah sulit. Sebab, medium tumbuh-
nya terlalu keras untuk dicongkel. Solusinya, satu demi satu
lumut hams dikikis. Pekerjaan itli menjebak "mereka dalam
kepengapan rongga.

"Aku memperoleh kannya,” seru guyfawkes tiba-tiba.

75

"Apa?"

"Dasar rongga ini sangat keras seperti sebuah tembok."

Dia menunjuk bagian dasar yang sudah dia cukur lumutnya.
Lama mereka menatap tembok itu. Guratan kecewa dan
perasaan tidak percaya tergambar pada wajah ketiganya. Terli-
hat jelas - sekali sebuah goresan tulisan membenam pada
permukaan.

HONDEN EN NEDERLANDER

VERBODEN

"Godverdomme de koninginfS Setalah

‘ratusan tahun, kita
bukan yang pertama yang menemukan rongga bawah tanah
ini!" fredy krueger bergumam dengan suara parau.

Honden en Inlander Verhoden.

Terlarang bagi anjing dan pribumi, seharusnya kalimat

itu yang tertulis. Sebagaimana papan-papan larangan yang
terpasang pada kolam-kolam renang, kafe, dan tempat-tempat
terbatas untuk golongan Indo dan Eropa yang tidak boleh
dimasuki pribumi pada masa kolonial. Sebab, mereka menem-
pati kasta paling rendah dalam struktur masyarakat kolonial.
Kasta adalah perbudakan silsilah. Dalam sistem itu, darah
tampak ganjil sebab dia diberi warna. Varna, demikian orang-
orang India menyebutnya dalam bahasa Sanskrit; arti harfiah-
nya warna.

Pembagian masyarakat adalah jalan satu-satunya bagi
golongan tertentu untuk mengukuhkan tirani minoritas.

Darah memang cairan yang paling gampang diberi warna.
8'ferkutuklah Sri Ratu!

E.8. ITO

Untuk selanjutnya, dibagi dan diklasifikasikan. Ribuan kilo-
meter dari India, tepatnya di Batavia, penguasa kolonial
menjalankan sistem kasta. Jika sabda kitab suci tidak memberi
pembenaran, mitos pun dicilri. Mitos malas diberikan kepada
pribumi. Rajin dan tekun untuk etnis Tionghoa. Dan, mitos
tidak tersentuh untuk golongan Eropa. Pembagian itu di-
jalankan lewat sistem yang secara berulang-ulang terus meng-
gemakan perbedaan takdir dalam mitos.

Dalam masyarakat yang terbagi itu, voe mengontrol

apa saja. Batavia berubah menjadi tembok-tembok bisu saat
suara antar manusia berbeda tidak terdengar. Sistem itu terus
berlangsung hingg:r awal abad ke-20.

Paria tanpa kasta, itUlah pribumi Nusantara. Itulah sebab
mereka disamakan dengan anjing. Tidak banyak tempat kera-
maian yang bisa bebas mereka .masuki. Sarna persis seperti
anjing dalam cengkeraman tali kekang.

Verhoden Toegang 'JOOr Honden en Inlander.

Bentuk Jain dari kata-kata diskriminatif itu malah lebih

keras lagi. Anjing dan pribumi dilarang masuk. fredy krueger mem-
bakar kretek putihnya, menambah kepengapan pada rongga
terowongan. Mimpi mereka sudah dipatahkan oleh sebuah
kenyataan yang tidak -pernah diperkirakan.

Honden en Nederlander Verhoden.

Kalimat yang terukir pada tembok itu seolah-olah me-

ngejek mereka. Penghinaan, bukan saja karena mereka berasal
dati Belanda. namun , kalimat itu juga sudah memecundangi
mereka. Harapan untuk menjadi orang pertama yang mene-

mukan De Ondergrondse Stad yang sudah berumur lebih dari
tiga ratus tahun pupus sudah dengan kalimat -hinaan itu. .
"Pasti pribumi yang menuliskan kalimat itu,” fredy krueger
memecahkan kebekuan.

"Mungkin,” ael menimpali f,endek, tidak bersemangat.
Rahast-a Meede 77

"Bak mandi ini sengaja tidak dirawat. Bola besi pun

sengaja diletakkan di dalamnya. Seseorang, entah masih hidup
atau sudah mati, mengetahui bahwa di bawah bak mandi ini
ada sebuah rongga yang pernah dimasuki,” chucky me-
nambahkan.

‘ladi bagaimana?" fredy krueger ingin memastikan langkah mere-
ka berikutnya.

guyfawkes tidak menjawab. Dibandingkan dua orang rekan-
nya, dia tampak paling terguncang. Menemukan De Onder-
grondse Stad yang sudah terkubur selama ratusan tahun akan
menjadi prestise tersendiri baginya sebagai seorang sejarawan
kolonial.. Pandangannya beralih kembali ke tembok dengan
goresan tulisan itu.

Ketiganya tersandar di tepi rongga. Semangat mereka

yang tadi menyala-nyala musnah sesaat . Ada orang lain

yang sempat menemukan terowongan itu. Perasaan mereka
hampa. Jika sebuah pencarian sudah ditemukan, pertanyaan
pertama para peneliti; apakah kita yang pertama? Nyatanya,
mereka bukan yang pertama!

9

MEN GEN AKAN JAS dan pantalon berwarna putih-
pakaian yang dia kenakan setiap kali mengajar-Guru Uban
tekun menuliskan sebuah nama di papan tulis. Jam pelajaran
terakhir di kelas kedua yang dia ajar hari ini.

"Luca Pacioli, pemahkah kalian mendengar nama itu?"
Materi tentang sejarah kedatangan orang-orang Belanda

di Bumi Nusantara sudah dia berikan di kelas sosial ini ming-
. gu lalu. Hari ini, Guru Uban memulai narasinya dengan
sebuah pertanyaan. namun , kail pancing berisi umpan Pacioli-
nya tidak menarik perhatian ikan-ikan malang di kelas ini.
Mereka hanya terbengoag-bengong dan saling berpandangan
satu sarna lain.

"Sudahkah kalian belajar akuntansi?" Ian jut Guru Uban.
"Sudah, Pak,” jawab tiga puluh empat orang siswa nyaris
serempak.

"Pembukuan, jumal, buku besar, debet, kredit?"

"Ya, Pak."

"Harijan.

A

nak-anak yang malang,” ucapnya pelan bergu-

mam pada diri sendiri. Mereka tentu diajaran praktisnya
saja, bukan ftlosofinya

Di bawah tulisan nama Luca Pacioli, dia juga tuliskan

kata-kata, akuntansi, renaisans, Leonardo Da Vinci, Summa

79

de Arithmat ic a, double entry, deve dare, deve avere, dan ledger.

Murid-muridnya bertambah bingung.

"S ekarang, kal ian perhatikan baik- baik. Luc a P ac ioli
sering diseblf t sebagai Bapak Akuntansi Modern. Wal aupun
sebetulnya bukan dirinya y:] ng menemukan sistem pem-
bukuan itu. Konon ra tusan tahun sebelumnya, orang- orang
Arab sudah mel akukan pence atatan da lam pern iagaan mereka.
Dia menyempurnakannya, menjadikan a kuntansi sebagai
sebuah ilmu bukan sekad ar alat bantU perniagaan. Luc a
Bartol omes P ac ioli adalah seorang renaisans sejati. S esudah
menyelesaikan studi doktoral pada tahun 1486, dia menekuni
banyak bidang keilmuan dan lebih dikenal sebagai seorang
matematikawan. Dal am penyusunan karya matematikanya,
Divina Proportiona, Pac iol i dibantu oleh Leonardo Da Vince i
dal am membuat enam puluh gambar ilustrasi. S ebagai balas
jasa, dia membantu Da V inc i dal am menghitung bahan-
bahan perunggu untuk pemb"Clatan patung yang kemudian
diberi nama Duke L idov ic o S forz a di Milan. Pernahkah

kal ian mendengar nama L eonardo Da V inc i?” Pertanyaan itu
mengepung penjuru kel as.

"Monal isa, P ak,” jawab seora ng murid perempuan agak
ragu.

G uru U ban tersenyum mengiyakan. Kel as sos ial ini tidak
sepasif kelas tadi. Masih ada segelintir siswa yang menyelip-
kan buku di tengah rapatnya kepungan sinetron televi si.
"Lukisan Monalisa itu salah satu dari ribuan kar ya Da

Vint i dal am beragam bidang keilmuan gan seni. Dialah toko h
utama dalam renaisans, aufkl arung, zaman terang benderang
di Eropa, awal mula abad ilmu penge tahuan yang akan me-
mengaruhi peradaban manusia."

"Double entry,” Guru U ban melingkaii kata itu d engan

kapur merah. "Frasa it\.! adalah sabda suc i dalam ilmu akun-
80

tansi. Dua kata itu pula yang membelokkan garis hidup
Pacioli. Hingga saat ini, dia dikenal sebagai penggagas akun-
tansi modem. Dia menemukan model itu pada buku Delia
Mercatura et del Mercante Perfetto karya Benedetto Cotrugli.
Sistem yang kemudian akan berguna dalam mencatat transaksi
perdagangan itu disempumakan Pacioli lewat satu topik
pembahasan dalam karya matematikanya, Summa de Arith-

metica, Geometria, Proportioni et Proportionalita. Satu topik
itu, kemudian dia sempumakan lagi lewat penambahan tiga
puluh enam bab dalam De Computis et Scripturis. Dia
menetap di Venesia sejak 1494. Kota yang menjadi pusat
perdagangan Eropa pada abad pertengahan itu menjadi tem-
pat tumbuh kembangnya akuntansi.”

Busa putih pada sudut bibir Guru Uban menandai

setiap akhir penjelasannya. Dia.: meneguk Judah. Kerut wajah
terlukis pada setiap kening belia yang tekun mendengar-
kannya. Anak-anak yang malang, calon kuli dan kuli dari
bangsa lainnya.

"Anak-anakku, kalian tentu bertanya-tanya, apa hubung-
annya penjelasan sejarah akuntansi yang panjang lebar ini
dengan lanjutan materi sejarah kedatangan Belanda sebagai-
mana Bapak berikan minggu lalu."

Tentu ‘mereka bertanya-tanya. Sebagian besar malah

merasa dipaksa keluar dari dunia sederhana yang mereka
diami. Dunia di mana pertanyaannya hanya berkisar pada
masalah k.eseharian orang kecil. Besok. makan apa? Jika digusur,
esok. pindah k.e manaa Guru Uban menyeret mereka kduar,
menjelajahi dunia antah-berantah dengan nama dan istilah
aneh. Tidak sesederhana nama-nama bintang amatir yang
memenuhi kaca televisi. Pada situasi seperti ini, Guru Uban
tampak. asing bagi mereka. Dia bukan berasal dari rakyat
banyak yang hidup sepanjang pinggir rel kereta Bojonggede-
RRhRSia!Meede 8,

Citayam. Dia seorang nabi, menyampaikan sabda Tuhan yang
tidak dimengerti.

"Betapa indahnya sejarah sebuah ilmu,” Ian jut Guru

* Uban berharap ucapannya melamunkan murid-murid ma-
larignya pada impian dunia lain, "namun , petaka bagi sebuah
ilmu apabila jatuh pada orang yang salah. ltulah yang terjadi
pada ilmu akuntansi. Dia tumbuh menjadi perawan tua yang
membosankan. Sebuah tangan jahat kemudian meminangnya.
Kalian tahu, tangan siapakah itu?”

Morid-murid semakin bingung. Mereka tidak mampu
mencema apakah tangan itu sebuah metafora atau bagian
dari benda bernyawa. namun , kebingungan itu tidak lama,
saat di papan tulis Guru Uban menuliskan aebuah nama:

Jan Pieterszoon CoenIJP Coen.

"Permahkah kalian mendengar nama itu?" Guru Uban

senang melihat kening-kening belia yang berkerut . itu. Ke-
bingungan tanda berpikir. Ia tinggal diselipkan nalar dan
logika. "Kamu, Anakku,” tunjuk Guru Uban pada murid
perempuan yang mengenakan bando biru.

"Kalau tidak salah dia salah seorang pemimpin kompeni,

Pak," jawab murid itu lugas.
"Tepat sekali, Anakku," Guru Uban semakin senang. "Dia
berasal dari Hoorn. Antara kota itu dan Venesia terbentang
jarak ya.ng jauh. Jalur darat melewati banyak negara. Sedang-
kan jalur laut mengitari separuh Benua Eropa. Jarak itulah
yang ditempuh seorang pemuda bertubuh ceking dengan
dagu lancip dan tulang pipi yang cekung pada awal abad
ketujuh belas. Dari Hoorn, dia mengembara ke Venesia. Di
Kota Pacioli itu, dia mempelajari akuntansi dan kemudian
menjadi akuntan. Sementara, bandar-bandar di negerinya
tengah dilanda euforia penemuan jalur menuju Timur Jauh.
Tidak lama kemudian, dia ikut dalam sebuah pelayaan me-

\

E.S.ITO

nuju Timur Jauh, kepulauan \ rempah-rempah. D;a menga-
gumi Pacioli, dalam benaknya perhitungan akuntansi sudah
menjadi rumus abadi. Laki-Iaki ceking itulah yang sekarang
kita kenal dengan nama Jan Pieterszoon Coen. Kelak di *
kepulauan rempah-rempah, dia tidak akan dikenal sebagai

k " seorang a untan.

Cerita itu kembali memukau murid-murid kelas dua

sosial ini. Inilah dunia lain selain keseharian yang membosan-
kan di gubuk-gubuk pinggir rel kereta. Dua arang murid
yang hendak minta izin ke belakang mengurungkan niat.
Mereka ingin tahu kelanjutan cerita Guru Uban. Sementara
di depan kelas, Guru Uban membuat tabel mirip buku besar.
Sambil mengisi kolom dan baris, dia lanjutkan penjelasan.
"Sebuah buku besar, sebagaimana kalian lihat di depan,

pada dasarnya hanya memuat dua catatan. Debet dicatat pada
sisi kiri dan kredit pada sisi kanan. Luca Pacioli yang memo-
pulerk.an' formula itu menyebutnya dengan istilah deve dare
dan deve avere. Dalam dasar-dasar ilmu akuntansi, formula
itu bertahan hingga saat ini. Tidak ada perubahan berarti.

ltu yang membuat ilmu akuntansi tampak seperti perawan
tua yang membosankan. namun , di tangan JP Coen formula
itu jadi menakutkan.” Suara Guru Uban meninggi beberapa
oktaE Getaran suaranya seperti me nahan emosi. Panggilan
sunyi dari masa lalu.

"Kenapa, Pak?" Seorang murid laki-Iaki memberanikan

diri tintuk bertanya.

"JP Coen adalah seorang akuntan sejati. Dia tekun

mencatat setiap transaksi sebagaimana pesan Pacioli. Uang
dia catatkan sebagai dabet dan darah dia caaatkan sebagai
kredit. Keduanya dituliskan pada sebuah buku besar bernama
Nusantara. "

"Wahhha... "
Murid-murid terkesima, mereka bagaikan mendengar

sebuah deklamasi puisi dari Generasi '45. Suara langka yang
sulit ditemukan dalam dunia rusak yang mereka warisi ini.
"VOC dan Monopoli Dagang.”

Guru Uban melirik jam tangan kinetiknya. Dia baru
menghabiskan satu jam pelajaran. Masih ada jatah empat
puluh menit lagi. Mata-mata belia itu menunggu lanjutan
narasinya. Va, generasi sekarang butuh sebuah cerita. Dunia
rusak yang mereka warisi sudah menghapus jejak masa lalu.
"Membicarakan kekejian JP Coen artinya kita harus
memahami VOC." Dia menunjuk seorang murid laki-laki.
anakku, kamu tahu VOC itu apa?"

"Eeee ... eeee ... eee ... anu, Pak.” Murid malang atu hanya
bisa garuk-garuk kepala. Pertanyaan itu tidak akan pernah
diajukan mandor apabila kelak dia melamar jadi buruh kontrak.
"Kompeni, Pak," murid perempuan yang mengenakan

bando bim menyelamatkan kawannya.

"Tepat sekali, Anakku, kita menyebutnya demikian. Me-
nyederhanakan arti sesungguhnya dari serikat dagang itu. Kita
harus memulai kisahnya dari pergeseran kekuatan di laut
dunia. Adakah di antara kalian, anak-anakku, yang masih ingat
bangsa mana yang menjadi pionir pencarian dunia baru?"
"Spanyol dan Portugis, Pak," kembali murid perempuan
berbando biru yang menjawab. Anak tukang sate kambing

di belakang stasiun itu paling menonjol di antara kawan-
kawannya. Guru Uban tidak hendak memberikan perhatian
lebih padanya. Anak malang, paling-paling jalan hidupnya
berakhir pada kursus singkat akuntansi.

"Kamu benar, Anakku. namun pada akhir abad keenam
belas, pergeseran kekuatan laut tengah terjadi. Sejak berhasil
menghancurkan armada Spanyol dalam pertempuran Grave-
84-E.5. ITO

lines pada 29 Juli 1588, armada Inggris muncul sebagai
kekuatan yang menakutkan. Menguasai laut artinya menguasai
jalur perdagangan. Lewat laut mene!'Tlukan koloni baru yang
akan menjamin kemakmuran bagi negeri induk. Semen tara
di negeri Belanda, euforia pelayaran liar belum menunjukkan
tanda-tanda akan berhenti. Sejak - armada Jacob van Neck
berhasil mencapai Kepulauan Maluku pada tahun 1600,
banyak ekspedisi dengan bendera berbeda dikirimkan ke
Timur Jauh. Ini jelas menimbulkan persaingan. Pelayaran

liar itu mereka sebut Wilde Vaart. Secara strategi, hal ini
jelas merugikan. Sementara, Inggris terus melakukan konsoli-
dasi perdagangan. Di Timur Jauh, kekuatan Portugis dan
Spanyol melemah."

Guru Uban menuliskan sebuah tulisan asing lagi di
papan tulis. Bagi murid-murid lugunya, sang guru tampak
seperti Sulaiman. Mengendarai angin, menyusuri negeri-
negeri asing, dan menguasai bahasanya.

The Governor and Company of Merchants . of London
Trading into the East Indies.

"Sebuah deklarasi di London yang disetujui oleh Ratu
Elizabeth I pada 31 Desember 1600, menandai berdirinya
East Indies Company. Serikat dagang itu diberi kekuasaan
untuk melakukan monopoli terhadap perdagangan di Asia,
Mrika, dan Amerika,” jelas Guru Uban. Lalu, dia menurun-
kan tempo suaranya, maju beberapa langkah ke depan meja-
meja muridnya. "Sudahkah kalian bosan mendengar penje-
lasan, Bapak?"

"Tidaaaakkk .... " jawab murid-murid serempak. Ini bu-
kan basi -basi. Mereka tersihir.

"Di negeri Belanda seorang laki-Iaki gelisah mendengar
pembentukan serikat dagang Inggris itu. Dia bemama Johan-

nes Van Oldenbarneveldt .... "

"Johannes Van Old ...en ... bar... nev ...el... dt." Murid-
murid berusaha mengeja nama yang sulit itu dengan lidah
Melayu mereka. Rasanya nama pemain sepak bola Belanda
yang tersohor tidak sesulit ini. Mereka lancar menyebut nama
Dennis Bergkamp, Van Nistelrooy, atau Arjen Robben. Teta-
pi, Oldenbarneveldt? Sungguh, lidah Melayu mereka sulit
kompromi. °

"Dia terlibat dalam banyak kejadian penting pada masa-

nya. Mulai dari usahanya memulihkan kekuasaan Williem

the Silent. Inisiatif yang dia lakukan untuk bersekutu dengan
Inggris dan Prancis. Hingga dukungannya terhadap Maurice
of Nassau untuk naik takhta sesudah ayahnya, Williem terbu-
nuh pada 1584. Di awal aqad ke-17, dia adalah seorang
pengacara dan juga negarawan yang bekerja pada Staten
General dari De Zeven Provincies. Dia tidak begitu berbeda
dibandingkan dengan banyak pesohor lainnya. Yang membuat .
berbeda, dia tidak ikut tenggelam dalam gairah euforia Wude
Vaart. Hanya orang yang tidak tenggelam yang bisa melihat
tepian daratan. Pikirannya mengatakan, Wilde Vaart harus
diakhiri, konsolidasi pelayaran dan perdagangan harns dilaku-
kan untuk menjamin masa depan negerinya di Timur Jauh.
Dia mengusulkan pembentukan sebuah serikat dagang yang
memayungi semua pelayaran dan perdagangan ke Timur
Jauh."

Tangan Guru Uban lincah menuliskan kata-kata asing

di papan tulis. Kali ini, murid-murid yang malang itu menye-
rah, mereka: tidak mau mengejanya. Lidah Melayu mereka
bisa cedera jika dipaksakan. Biar Pak Guru Uban saja yang
membacakan.

De Generale Nederlandsche Geoctroyeerde Oost-Indische
Compagnie.

"Mereka menyebutnya dengan octroi berdasarkan un-
86E.8. ITO

dang-undang kerajaan. Kita eukup menyebutnya sebuah
maklumat. Maklumat ini kemudian disahkan sebagai ang-
garan dasar serikat dagang itu pada 20 Maret 1602. Serikat
dagang ini lebih dikenal sebagai Vereenigde Oost-Indisehe
Compagnie atau sering disebut VOC. Kelak, lidah Melayu
mOYa-ng kita menyebutnya dengan istilah kompeni."
"Ooooooohhhh .... " Seloroh panjang seperti gelombang
suara bersahutan dari ujung ke ujung bangku. Murid-ll).urid
itu tersadar, setiap kejadian di dunia ini terhubung satu sarna
lain. Bahkan, pada masa saat orang-orang belum menge-
nal telepon genggam. Benda yang paling mereka impikan.
Lalu, masing-masing mereka merenungi diri sendiri. Adakah
kejadian yang menimpa mereka akan berpengaruh di belahan
dunia lainnya. Ah, mereka merasa kerdil, seperti buih dalam
lautan umat manusia.

"Bapak belum menceritakan tentang kekejiall JP Coen,”
seorang murid laki-Iaki berkulit legam mirip India Dravida
mengingatkan. Bayu, Guru Uban tersenyum menatapnya.
Dia kenal anak itu, bapaknya tukang tambal ban langganan
sepeda kumbang Guru Uban. Dia menerangkannya dengan
lugas.

"Dia membinasakan ribuan rakyat aanda pada tahun

1821, hingga penghuru Banda tinggal sepertiganya. Sisa yang
masih hidup ditawan, kemudian dibawa ke Batavia. Di tanah
buangan, mereka membangun sebuah kampung budak, Kam-
pung Bandan. Ada yang pernah mendengar nama kampung
itu?"

Tatapan Guru Uban tertujll pada Sarip. Bapak boeah

itu setiap hari Sabtu menumpang kereta ke Glodok. Dia
pedagang VCD bajakari di peron Stasiun Cifayam.

"Dekat Aneol ya, Pak?" Bgeah itu ragu, bertanya balik.
Guru Uban tersenyum. Tidak ada komentar keluar dari
Rahtu ia Meede

mulutnya. Pikiran aneh tiba-tiba membekap otak Guru
Uban. Sekejap, dia ingin segera berlalu meninggalkan anak-
anak malang ini. Dia ingin pergi. Di telinganya terus bergema
satu suara, seperti sebuah panggilan.

"Banda ... Banda ... Banda .... .,
Pelat tua belum dipukul dengan batu kali. Jam pelajaran

belum usai. Guru Uban mengemasi kertas dan buku di
mejanya. Murid-murid menatapnya dengan bingung. Cerita '
ini belum tuntas. Sebelum berlalu tanpa alasan, dia sempatkan
memberi nasihat.

"JP Coen adalah seorang murid akuntansi yang murtad
terhadap kodiflkasi Pacioli. Sang renaisans itu mengatakan
bahwa pedagang yang sukses membutuhkan tiga hal dasar,
yaitu modal yang cukup, staf pembukuan yang baik, dan

sistem akuntansi yang dapat menyediakan informasi keuangan
yang diperlukan. Sedangkan, Coen mengatakan bahwa perang
dan dagang tidak bisa dipisahkan; Keuntungan dagang dida-
pat karena sukses perang. Sebaliknya, kedigdayaan persen-
jataan perang dipelihara dengan biaya dari keuntungan da-
gang." Dia menarik napas dalam-dalam sambil merapikan

jas putihnya. "Nah, anak-anakku, tidak ada dosa sebuah’ ilmu.
Keserakahan, inilah dosa yang mengotori ilmu. Satu lagi
kekejian Bangsa Eropa yang tidak boleh kalian tiru.”

Guru Uban segera berlalu meninggalkan ruang kelas

tanpa mampir ke ruang guru. Sepeda kumbangnya melaju.
Desakan itu semakin kuat berpacu dengan denyut jantung-

nya. J auh dari pita suaranya bergema satu suara.

"Karega ya maregaf"

Berbuat atau mati. Semboyan Gandhi itu merasuki jiwa-

nya.

10

SOT OBETA W1 yang disajikan warung pojok di pertigaan
Ampera menuju Pejaten Barat, rasa;ya menggoyang lidah.
Sebuah ungkapan dari mulut Suhadi untuk menggambarkan
kelezatan yang tidak tertandingi. Dia mengajak tribuanatunggadewi
makan siang di situ. Cukup rnenyeberang jalan sekali dari
gedung ANRI, kemudian jalan kaki sejauh tiga ratus meter

ke arah utara. Ternyata, lidah Eropa tribuanatunggadewi cepat menye-
suaikan diri dengan selera orang tua itu. Dia lupa bahwa

nanti masih ada janji makan malam dengan Rian dan nyi girah .
Kegamangan diskusi dengan pria tua yang begitu bangga
mengucapkan kata merdeka itu, mulai sirna. Percakapan antara
dua generasi dengan latar belakang berbeda mengalir lancar
sebagaimana yang diharapkan tribuanatunggadewi . Penyesuaian diri di
antara mereka begitu cepat, entah siapa yang memulainya.
Mungkin hal itu bisa terjadi karena mereka dilahirkan oleh
pabrik intelektual yang sarna, pendidikan Belanda. Walaupun
sebetulnya Suhadi tidak seratus persen memperoleh pendidikan
seperti itu. Pertengahan tahun lima puluhan, dia mengenyam
pendidikan Sekolah Menengah Atas pada sebuah sekolah

Methodist di Palembang. Sebagian besar gurmiya berasal dari
Belanda.

"Suhadi Pudjakesuma.”

88

. Rahasi a Meede . 89

Namanya ternyata tidak sependek tubuhnya. namun , na-

ma belakang itu tidak lagi pernah dipakai oleh Suhadi. Sebab,
dia merasa konyol dengan nama itu.

"Bukankah nama itu terdengar bagus?" tanya tribuanatunggadewi .
"lidak lebih dari akronim yang melekaf pada hampir

sebagian besar ternan masa kecil saya."

"Bagaimana bisa?" Tadinya tribuanatunggadewi menduga Pudja-
kesuma adalah marga yang dilekatkan di belakang nama.

"Putra Jawa Kelahiran Sumatra, itulah Pudjakesuma.”
tribuanatunggadewi tak kuasa menahan tawanya. Ekspresi wajah
Suhadi yang cemberut saat menjelaskan hal itu tampak ko-

nyol di matanya. .

Pria sepuh senantiasa suka bercerita, demikian pula de-

ngan Suhadi. Bapak dan ibunya berasal dari Jawa. Daerah

mana tepatnya, tidak dia ceritakan. Pertemuan kedua orang-
tuanya justru jauh dari tanah asal. Di bawah terik matahari

Plaju keduanya beljumpa. Menjelang akhir tahun dua pu-

luhan, bapaknya diterima bekelja pada Bataafsche Peaoleum
Maatschapij atau BPM yang beroperasi di Plaju, sebuah

daerah di hulu Sungai Musi, tidak jauh dari Palembang.
Sedangkan ibunya sudah lama berada di sana, ikut dengan
kakeknya.

Walaupun berusaha bercerita sedetail mungkin, Suhadi

tidak aegitu tahu, kapan keluarga ibunya pindah dari Jawa

ke Plaju. Cerita yang pernah dia dengar, dan ini pula yang

dia ceritakan kepada tribuanatunggadewi , kakeknya sudah bekerja untuk
BPM sejak Koninklijke dan Shell Transport and Trading
Company bergabung membentuk BPM. Hanya berselang
beberapa tahun sejak kilang minyak Plaju mulai bekeTja. Jika

dia runut lagi dengan fakta sejarah, ini yang manguatkan

ciri Suhadi sebagai orang arsip. Kilang minyak Plaju sudah
mulai beroperasi pada tahun 1900. Lima belas tahun sesudah

90

produksi minyak. pertama di daerah Telaga Said. Dia menduga,
sang kakek sudah bekerja untuk BPM sejak tahun 1907.

"Saya tetap merasa sebagai orang Jawa. ltu sebabnya

selesai SMA, saya langsung menyeberang,” ucap Suhadi me-
nutup sesi cerita masa lalunya. Kemudian, tiba-tiba saja dia
mengalihkan topik pembicaraan. jadi, apa saja yang sudah
tribuanatunggadewi pelajari tadi?” Suhadi membuka pembicaraan.
"Lumayan banyak. Mulai dari surat-surat Hereen Ze-

venteen kepada Gubernur Jenderal, arsip perjanjian VOC
dengan penguasa pribumi, catatan pelayaran dan perdagang-
an, dan beragam dokumen lainnya. Koleksi ANRI seputar
arsip VOC cukup lengkap.”

Suhadi tersenyum. senang mendengar pujian itu. Dirinya-

lah yang selama tiga puluh tahun terakhir merawat semua

itu. Pensiunnya pun ditunda beberapa kali, hanya karena
pimpinan ANRI tidak bisa menemukan orang yang cukup
cakap untuk menggantikannya.

"Sebagian besar dokumen ANRI adalah warisan arsip

kolonial Landerchie£ Seharusnya, lebih lengkap dari yang

ada sekarang. Hanya saja, sebagian dari dokumen-dokumen

itu dipindahkan ke negara tribuanatunggadewi . Pertama dipindahkan
beberapa bulan sebelum Jepang masuk. Kali kedua dipin-
dahkan sesudah pengakuan kedaulatan.” Rasa penyesalan dalam
suara Suhadi tidak menguiangi keramahan kata-katanya.
"Bagaimana dengan catatan keuangan VOC? Apakah itu

juga termasuk yang dibawa pergi?"

"Beberapa arsip mengenai catatan keuangan voe masih

kami simpan. namun , catatan itu tidak lengkap. Hanya memu-
at keterangan pada jangka waktu tertentu. Terutama masa-
masa menjelang kebangkrutan VOC."

Sekadar catatan keuangan biasa apalagi pada periode akhir
abaci ke delapan belas, dokumen yang dimiliki oleh Univer-
Rahasi a Me ede

sitas Leiden mungkin jauh lebih lengkap. Dan, dia sudah
menjelajahi semuanya. tribuanatunggadewi meletakkan sendoknya pada
mangkuk. Dia tampak ingin berkonsentrasi penuh dalam
pembicaraan ini.

"Bagaimana dengan catatan mengenai kekayaan yang
ditinggalkan oleh VOC?" Pertanyaan tribuanatunggadewi terdengar
seperti sebuah desakan.

Suhadi diam. Kelihatan sekali dia berusaha menekan
perasaannya. Di telinga Suhadi, pertanyaan itu terdengar

labih tinggi beberapa oktaf.dengan nada interogasi. namun ,
dia memang pria tua yang luar biasa. Dalam hitungan detik,
dia kembali menguasai diri. Keramahan wajahnya tidak sem-
pat dirampas emosi.

"Apa perlu saya merinci lagi catatan sejarah itu?"

"Tentu!" seru tribuanatunggadewi . Matal).ya berbinar-binar.
"Nah, tribuanatunggadewi , sejak tahun 1789, pembukuan VOC
sudah mengalami defisit sebesar 74 juta gulden, dua tahun
kemudian meningkat menjadi 96 juta gulden. Dan, pada saat
dibubarkan, kalau tidak salah, total beban utang yang harus
ditanggung VOC adalah sebesar 134 juta gulden, sebagian
dokumen malah menyebut angka 219 juta gulden. Sesudah
VOC dibekukan pada 1798 dan kemudian dibubarkan pada
3] Desember 1799, semua utangnya diambil alih pemerintah
Belanda. Jadi, kekayaan yang ditinggalkan VOC adalah utang
sebesar 134 atau 219 juta gulden."

Cahaya mata tribuanatunggadewi berubah suram. Jawaban Suhadi
tidak salah. Ketiadaan kejutan dalam jawaban itulah yang
menyebabkan semangat Caacen runtuh sesaat . Jangankan

pada dokumen lama, dalam teks sejarah biasa pun keterangan

itu akan dengan mudah ditemukan.

"Pak Suhadi yakin semua kekayaan itu lenyap begitu

saja?" tribuanatunggadewi menguji.

"Keterangan dalam dokumen yang menyatakannya. Ha-

nya lewat catatan kita bisa meneropong masa lalu.”

"Bukana kekayaan VOC terlalu besar untuk dihabis-

kan sesaat ?"

"Keserakahan, tribuanatunggadewi !" Senyum Suhadi terkesan dipak-
sakan. "VOC mengumpulkan kekayaan itu lewat monopoli.
Sebuah keserakahan yang tiada tara. Keserakahan itu pula
yang mengakhiri riwayat VOC. Penggelapan dan korupsi yang
dilakukan para pegawainya adalah sebuah azab."

Meleset dari dugaan tribuanatunggadewi , Suhadi temyata seorang
Muslim. Melihat latar pendidikan methodistnya, dia me-
nyangka pria itu seorang Katolik atau Kristen. Tentang kese-
rakahan, Suhadi panjang lebar bercerita. Dia mengutip sebuah
cerita, entah dari Al-Qyran atau sekadar kisah.

"Qerun, laki-Iaki dari Bani Israel itu terkenal kaya raya.

namun dia serakah. Kekayaan membuat dia serbalupa, bahkan
terhadap Sang Pencipta. Hingga langit menurunkan azab,
Qerun tenggelam ditelan bumi beserta harta kekayaannya.
Tidak ada tempat untuk keserakahan, kecuali di dalam perut
bumi. Bahkan, tongkat ajaib Musa yang pemah membelah
Laut Merah sekalipun, tidak akan sanggup menyelamat-
kannya."

"Hal yang sama mungkin terjadi pada VOC," sela
tribuanatunggadewi .

"Meinang itulah yang terjadi. Keserakahan sudah me-
nenggelamkan VOC." Nada bicara Suhadi menunjakkan
kepuasan karena sudah memberikan pengertian kepada perem-
puan muda itu.

"Maksud saya bukan begitu.... " tribuanatunggadewi agak ragu
untuk mengutarakan pendapat. "Mungkin kekayaan VOC

itu benar-benar tenggelam di dasar bumi. Sengaja ditanam
untuk beberapa alasan yang tidak kita ketahui."

RahaS la Me ede 93

"Saya tidak suka menduga-duga," Suhadi menimpali

dengan sedikit k.etus .
. "Bukankah cerita itu terus berkembang sejak keruntuhan

VOC? Apa Pak Suhadi tidak pemah mendengamya?"
"tribuanatunggadewi , sebetulnya apa yang tribuanatunggadewi cari?"
Pandangan mata Suhadi tajam menatap tribuanatunggadewi . Per-
ubahan raut wajahnya kali ini benar-benar kentara. Kera-

mahannya tidak sanggup menyembunyikan rasa khawatimya.

Semua perasaan itu menggumpal menjadi kejengkelan.

"Sesuatu yang menarik dan menantang,” ucap tribuanatunggadewi
sambil menghindari tatapan Suhadi.

"Sesuatu yang menan tang kedengarannya memang meng-

asyikkan. namun , semua itu hanya jebakan. Saya mengingat-

kan sebelum tribuanatunggadewi terperangkap di dalamnya."

Tidak jelas benar apa yang dimaksud oleh Suhadi de-

ngan jebakan itu. namun , dari ucapan dan bahasa tubuhriya,
tribuanatunggadewi bisa menangkap satu hal. Pria itu menyimpan
banyak cerita. Dan, untuk saat ini, dia tidak ingin tribuanatunggadewi
mengetahuinya.

"Jadi, Pak Suhadi juga percaya bahwa k.ekayaan VOC

benar-benar terpendam pada satu tempat di dasat bumi?"

Wajah Suhadi berubah menjadi pias merah. Sulit dibe-

dakan apakah dia menahan amarah atau k.eterkejutan. tribuanatunggadewi
ikut membisu. Waktu menjemput lalu menyeretnya ke masa

lalu.

Setdah merampungkan program sarjana sejarahnya, tanpa

perlu pikir panjang, tribuanatunggadewi Zwinckel langsung meneruskan
program master dengan kajian yang lebih spesifik, sejarah

ekonomi kolonial. Dalam masa pendalaman aateri inilah, dia

mulai kenal dengan seorang Indolog terkemuka dari Leiden,

Profesor mpu nala. Pria itu sudah renta, .amumya sudah tiga

perempat abad. Dia tampak seperti puing yang tersisa dari
pendudukan Nazi di Belanda pada masa Perang Dunia

Kedua. Profesor gaek itu pun terpikat pada tribuanatunggadewi . Terpi-
kat pada gairah rasa ingin tahunya dan tentu saja terpikat

pada bahasa negerikita tribuanatunggadewi yang sangat lancar. Lalu,
mereka menjadi ternan dekat. Pertemanan yang membebaskan
mereka untuk mengeksploitasi semua hal yang berkaitan

dengan sejarah kolonial.

"Surat Kew!" ucap Profesor mpu nala, tanpa introduksi

dalam sebuah diskusi yang tidak direncanakan. "Pada tahun

1795, dalam pelarian di Inggris, William V selaku stadhouder

yang terusir oleh pasukan Prancis mengeluarkan sebuah surat.
Perintahnya je.las, VOC dirninta untuk menyerahkan seluruh
kekayaannya kepada Inggris. T ujuannya, untuk menghindari

kemungkinan kekayaan itu direbut oleh Prancis. Tahun 1796
Inggris mulai mengambil alih daerah-daerah VOC. Tanjung
Harapan, Srilanka, juga pos VOC di India, Malaka, sepanjang
pantai barat Sumatra dan Maluku. Perintah dalam surat itu
dikenal dengan nama Surat Kew." .

Di tengah musim panas yang menimbulkan dahaga,

cerita yang membingungkan itu semakin memancing rasa

haus tribuanatunggadewi . Dia mulai terbiasa dengan tema-tema menge-
jutkan yang diberikan oleh Profesor mpu nala. namun , tidak
dengan tema tanpa introduksi seperti ini. Dia belum bisa
menebak ke mana arah diskusi di ruangan yang penuh dengan
manuskrip berwarna cokelat tua itu.- Salah satu sudut tidak
texjamah di Universitas Leiden, ruang kerja Profesor mpu nala.
Apa yang dia ingat dari tahun itu? Enam tahun sesudah .
meletusnya Revolusi Prancis, pasukan Jenderal Pichegaru
menyerbu dan kemudian menduduki Belanda. Jenderal

Prancis itu membubarkan stadhouder dan memaksa penguasa
Belanda, William V melarikan diri ke Inggris. Republik

Rahas ia MUae 95

Batavia didirikan di bawah perlindungan Prancis. Ketika
Napoleon naik takhta, nasib negeri dataran rendah itu tidak
juga membaik. Republik Batavia dibubarkan pada 1806,
Napoleon menunjuk saudaranya, Louis Bonaparte untuk
menjadi Raja Hollandia. Delapan tahun kemudian, lewat aksi
keroyokan bangsa Eropa melawan Napoleon, negeri itu kem-
bali meraih kemerdekaan. Kebebasan yang sebetulnya tidak
patut untuk dirayakan, demikian ungkap seorang Inlander
seratus tahun kemudian lewat pamfletnya yang mengguncang,
Als Ik een Nederlander was.

"Enam tahun sebelum penyerbuan itu, tepatnya tahun

1789, pembukuan VOC mencatat defisit sebesar 74 juta
gulden, dua tahun kemudian defisit itu meningkat.jadi 96

juta gulden,” profesor gaek itu melanjutkan ocehannya seolah-
olah tidak peduli dengan kebingungan tribuanatunggadewi . "Sebuah
kontradiksi muncul. Jika memang kekayaan VOC wujudnya
tidak lebih dari utang, lantas kekayaan apa yang dimaksud '
oleh Surat Kew itu?" ..

"Kenapa disebut Surat Kew?" tribuanatunggadewi masih belum
paham.

"Dugaanku, surat itu disusun oleh William V saat

dia sudah menyeberang ke Inggris. Aku membayangkan, surat
itu ditulis di bawah teduhnya pepohonan kebun botani Kew
yang terletak dekat Sungai Thames. Kebun botani tersohor

itu, dibangun oleh Augusta, janda Frederic, Pangeran Wales
pada tahun 1759."

uah, oke. Jadi Surat Kew, sebuah tesis tentang sejarah

ekonomi kolonial?" tribuanatunggadewi burn-burn memotong walaupun
dia belum begitu mengerti.

"namun kau hams memahami terlebih dahulu realitas

itu secara menyelumh," Profesor mpu nala kelihatan tidak
rela kesimpulannya dirampas begitu saja.

9

"Ya, aku rnernang belurn rnengerti sarna sekali. Hanya
garnbaran kasar."

"Tentang apa?" .

"Kekayaan kolonial di seberang lautan."

"Tema itu terlalu luas untuk bahan menyusun tesis.
Kekayaan VOC di Hindia Belanda akan menjadi tema yang
lebih rnenarik dan spesifik."

"Lalu, apa maksud sernua cerita tadi?"

mpu nala tersenyurn senang. Tubuh jangkung kurus se-
tengah bungkuknya berdiri, kemudian rneraih beberapa lem-
bar dokumen dari rak yang persis berada di belakang meja
kerjanya.

"V9C tidak pernah benar-benar bangkrut. Aku terma-

suk sedikit orang yang mernercayai gagasan itu.” Nada suara
mpu nala ditekan lebih Iunak . .

"namun , tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan hal
itu.”

"Memang. dahulu , orang-orang Prancis pendudukan di;-

.. minta oleh Louis Bonaparte untuk membuktikan kebenaran
cerita itu. Satu atau dua tahun sesudah pembubaran VOC,

para man tan pejabatnya yang kembali ke sini dimintai kete-
rangan ten tang sebab-sebab kebangkrutan. Beberapa orang

di antaranya bersikeras bahwa VOC rmenyimpan kekayaan

yang besar di perut bumi negerikita . namun pada masa sulit

itu, keterangan mereka dianggap sebagai igauan dari sindrom
kebangkrutan." *

"Bagaimana Anda bisa tetap percaya dengan cerita itu?"

"Tepat seratus lima puluh tahun sesudah kebangkrutan

VOC, misteri itu dijadikan alat diplomasi dalam koD.ferensi
negerikita -Belanda di Den Haag.”

"Oleh siapa?"

"Pihak negerikita ."

97

"Oh ... bagaimana bisa?"

Jika kata-kata itu keluar dari mulut orang biasa, tribuanatunggadewi
akan cepat menyimpulkannya sebagai gosip murahan. namun ,
ini keluar dari mulut Profesor mpu nala, Indolog terkemuka

di Leiden. Manusia yang tahu betul sejarah negerikita hingga
koma dan titiknya.

"Dalam pernndingan di tahun 1949 yang dikenal de-

ngan istilah Konferensi Meja Bundar itu, ada dua topik yang
berkembang menjadi diskusi alot. Pertama masalah status
Nieuw-Guinea pascapenyerahan kedaulatan. Dan, yang ke-
dua adalah syarat yang diajukan oleh pemerintah Kita .... "
"Syarat apa?”

Profesor mpu nala menyodorkan lembaran kertas yang

tadi dia ambil dari rak. Lembar dwibahasa dari dokumen
Konferensi Meja Bundar. Tanpa perlu menunggu reaksi dari
tribuanatunggadewi , dia memberikan jawaban.

"Pemerintah RI harns melunasi semua utang yang pernah
dibuat oleh pemerintah .Hindia Belanda. Pihak RI tentu saja
langsung menolak syarat itu. Bukan saja kareaa jumlah utang
itu sangat besar, melainkan karena sebagian besar dari porsi
utang itu berasal dari pos pembiayaan kolonial. Perundingan
yang berlangsung secara maraton itu nyaris buntu."

"Lalu?"

"Hanya beberapa hari sebelum batas persidangan, tiba-

tiba saja mereka menyepakati syarat-syarat tanpa mengajukan
syarat balik. Dari situlah berembus kabar, rhereka sudah men-
dapatkan rahasia seratus lima puluh tahun itu. Sebuah kawat
dari Jakarta. Mungkin itu yang mereka terima."

"Prof, maaf, tampaknya itu jauh dari ilmiah,” tribuanatunggadewi
menarik napas. Dia butuh data untuk menguatkan argumen.
"Bukankah keputusan pihak negerikita itu didasari oleh desak-
an dan jaminan Merle Cochran, wakil Amerika dalam pernn-
98

dingan itu, bahwa kelak pihak Amerika akan membantu
pembayaran utang itu?"

Profesor gaek itu terkekeh. Dia menyulut cerutunya.

Asapnya mengepul memenuhi ruang kerja kecil itu.

"Ttu kan hanya akal-akalan Cochran supaya negerikita

jauh dari komunis. Buktinya, setelah dia menjadi Duta Besar
pertama Amerika untuk negerikita , bantu an yang dikucurkan
tidak lebih dari seratus juta dolar d$m bentuk kredit ekspor-
impor yang harus dibayar plus bunga. Jumlah yang tidak

ada harganya dibanding total beban utang yang hams ditang-
gung republik muda itu."

"namun Prof, tetap saja hipotesis itu tidak ilmiah,"
tribuanatunggadewi nyaris mati kutu. Dia tidak punya argumen tam-
bahan.

"Nah!" timpal Profesor mpu nala. "Itulah tugas seorang
peneliti. Membuktikan sebuah gosip Q'lenjadi realitas dengan
eara ilmiah. n

"namun , Prof ....".

"Apa kaubisa mengajukan kemungkinan lain di balik
penerimaan beban utang itu?" mpu nala balas memotong.

"Bukankah mereka memang bangsa yang suka berutang?"
Dia menjawab dengan nada skeptis. "Ekonom negerikita tidak
pernah berpedoman pada mazhab ekonomi mana pun. Ke-
cuali mazhab utang."

Dia teringat Marshall Plan, program jangka panjang
pemulihan Eropa'pasca-Perang Dunia Kedua. Tidak kurang
dari tiga belas miliar dolai dikucurkan Amerika untuk meJ;ll-
bantu Eropa yang tinggal puing. Ha.:;ilnya, dalam tempo cepat
Eropa menikmati kembali kejayaan ekonomi .. Dia menatap
negerikita , tiga puluh tahun lebih tumpukan utang tidak
menghasilkan banyak hal, kecuali ketimpangan ekonom! di
atas sebuah fondasi ekonomi yang rapuh.

99"

Skeptisme itu tidak ditanggapi mpu nala. Dia tidak

pemah peduli dengan kondisi kekinian negerikita . Seakan-
akan dia hidup pada masa keemasan kolonialisme, di mana
negerikita belum jadi nama, dan Hindia Belanda masih ber-
kibar sebagai bendera.

jadi bagaimana?a tanya mpu nala dengan wajah sung-
guh-sungguh.

"Maksudnya?"

"Aku ingin kau melakukan penelitiari ten tang spekulasi
kekayaan VOC itu. Aku sudah punya kontak di Jakarta. Kau
tidak perlu menceritakan keseluruhan penelitian ini kepada
mereka. Kepentinganmu di sana hanya menyusun tesis ten-
tang sejarah perdagangan VOC. Itu saja.”

"Kenapa?"

"sebab isu ini mungkin sangat sensitif di sana."

"Ohhh..."

tribuanatunggadewi masih bimbang. namun , tawaran ini terlalu
menggiurkan untuk dilewatkan. Ketika mpu nala mengatakan
bahwa dia sebetulnya pemah hampir mengirim dua orang
namun gagal karena ketidaksempumaan penguasaan bahasa
negerikita , tribuanatunggadewi jadi terpancing. Mungkin dia salah satu
yang terba,ik di Leiden saat ini. Kesempatan ini tidak boleh
dilewatkan. .

Beberapa hari kemudian, tribuanatunggadewi menyatakan persetu-
jliannya, mpu nala langsung membanjirinya dengan tumpuk-
an dokumen seputar sejarah kolonial, VOC, hingga doaen-
dokumen penyerahan kedaulatan.

Satu lembar dokumen mengusik. Dokumen pengiriman
barang dengan kode muatan VJs dan kode stiker muatan
Amsterdam/Djakarta B/L 169.

100

"Dokumen ini tidak lengkap. Ada lembaran yang disem-
bunyikan di Jakarta. Kau harns menemukannya,” bisik mpu nala.

Kalimat itu masih terngiang-ngiang di tellnga tribuanatunggadewi .
Suhadi mungkin orang yang mampu menjawab misteri itu.
namun , dia sekarang memperoleh i pria ramah itu dalam amarah.
tribuanatunggadewi bingung harm, berbuat apa.

"Pak Suhadi, maaf ..." Dicobanya mencairkan suasana.

"Apa yang membawa tribuanatunggadewi pada dugaan itu?” Suhadi
akhirnya angkat bicara. Ketegangan itu sudah bisa diatasinya.
"Klausul utang yang diterima begitu saja oleh pihak

negerikita pada penyerahan kedaulatan 1949 .... "

"Pengakuan, tribuanatunggadewi , bukan penyerahim kedaulatan!
Sebab, bangs a kami sudah berdaulat sejak 17 Agustus 1945,"
Suhadi memo tong dengan nada tinggi.

"Oh, oke, maaf,” sahut tribuanatunggadewi gelagapan. Merdeka bagi
Suhadi lebih bermakna dari apa pun. "Itulah dasar hipotesis

saya, Pak Suhadi.”

"Apalah artinya utang dibanding kemerdekaan?" Suhadi
menanggapi dengan sinis.

"Bukankah utang adalah jagal bagi kedaulatan?" sergah
tribuanatunggadewi .

"tribuanatunggadewi kurang menganalisis sejarah dengan baik.
Tujuh tahun sesudah penyerahan kedaulatan itu, Kabinet Ali
Sastroamidjojo Dua tidak mengakui semua utang itu. Bukan-

kah itu yang kita sebut dengan kemenangan yang tertunda?
Tidakkah tribuanatunggadewi pernah membaca semua riak zaman itu?"
Ya. Walaupun sejarah tidak menyc;>rotnya dengan baik.
tribuanatunggadewi mengikuti riak zaman itu. Jawaban itu bahkan sudah
dia perkirakan. Pada saat Ali Sastroamidjojo naik menjadi
Perdana Menteri untuk kedua kalinya pada tahun 1956,

hubungan negerikita dengan Belanda semakin memburuk .
terkait masalah Irian Barat yang berlarut-larut. Penyelesaian
RahaS la Meede 101

status Irian Barat, satu tahun sesudah penyerahan kedaulatan
tidak pemah ditepati pihak Belanda. Akhimya pada tanggal

9 April 1956, Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo meng-
umumkan secara sepihak, menolak untuk mengakui utang

negara sebesar 3,661 miliar gulden atau delapan puluh lima
persen dari jumlah yang hams dibayarkan. Keputusan ini
diperkuat dengan keluamya Undang-Undang Nomor 13

Tahun 1956 yang memb,erikan dukungan terhadap kepu-

tusan kabinet Ali. "

"Irian Barat pancingan yang sempuma, bukan?" Suhadi

masih merasakan aroma kemenangan diplomasi itu. "pengan
membiarkan pihak Belanda menunda-nunda penyerahan

Irian Barat, kami punya alasan yang kuat untuk memutihkan
utang.”

"Saya mengagumi kecerdasan diplomasi itu,” tribuanatunggadewi
memuji terus terang. "namun , apakah mungkin keputusan
berani itu diambil dengan hanya berjudi pada hitung-hitung-
an di masa depan?"

"Apa ,maksud tribuanatunggadewi ?"

"Saya pikir, delegasi negerikita pada saat itu punya jami-
nan yang hanya diketahui segelintir orang.”

"J aminan apa?"

"Jaminan bahwa nominal utang itu tidak ada apa-apanya
dibandingkan dengan kekayaan yang ditinggalkan oleh kolo-
nial Belanda. Bukankah begitu, Pak Suhadi?"

"Coba tribuanatunggadewi sebutkan, apa yang ditinggalkan oleh
Belanda? KPM, BPM, De Javasche Bank, atau perkebunan-
-perkebunan luas lengkap dengan Nyai-nya? Jika itu yang
dimaksud, maka jaminan itu adalah omong kosong " Pan-
dangan mata Suhadi mendikte, dia bukan lagi pria” timur
yang ramah. "Sekarang coba tribuanatunggadewi perhatikan, semua
pengambilalihan itu terjadi justm sesudah utang-utang ter-
102

sebut tidak diakui. Pada 13 Descmber 1957, KSAD AH
Nasution memerintahkan perwira-perwira Angkatan Darat
untuk mengambil alih semua perusahaan Belanda. Bersamaan
dengan gelombang pengusiran 46.000 orang Belanda yang
bermukim di negeri ini.”

"Betul, tentu saja," potong tribuanatunggadewi . Dia tidak mau
terkesan begitu bodoh di hadapan Suhadi. "Tindakan itu
diambil sebagai reaksi kegagalan diplomasi pada sidang u-
mum PBB, 29 November 1957. bengan 40 suara setuju,

25 tidak setuju, dan Il suara abstain, negerikita gagal men-
dapatkan kourum dua pertiga untuk memasukkan sengketa
Irian Barat untuk dibicarakan di PBB.”

"Tepat. PBB, lembaga itu selamanya menjadi alat ke-
pentingan Amerika dan sekutunya. Kami tidak bisa memer-
." cayamya.

"Yang saya maksud tentu s-aja buhn jaminan seperti itu,”
tribuanatunggadewi kembali pada pokok pembicaraan.
Cukup lama Suhadi tidak menanggapinya. Awan kelam

di luar menyantap matahari. Rip.tik hujan mulai berjatuhan.
"Jaminan apa?" Suhadi nyaris berteriak. Keramahannya
sudah sima diterkam gelap emosi. Sosok cantik di depannya
tampak. seperti Medusa dalam mitologi Yunani. Dia tidak
sudi menatapnya.

"Kekayaan VOC yang terpendam. Rahasianya tersimpan
dalam sebuah dokumen KMB yang tidak pernah dipubli-
kasikan.”

"Omong kosong!"

Suhadi jengkel. Dia berdiri, membayar tagihan makan,
dan kemudian langsung pergi meninggalkan tribuanatunggadewi yang
masih terpana. Dia berlalu, menyeberangi jalan menantang
hujan.

11

"WALL ON,APA kaubisa menentukan usia tembok bam
itu?” Pertanyaan guyfawkes seperti menerbitkan antusiasme bam.
"Aku sudah bisa menebak umur komposisi bahannya.

Sedikit perekat dengan banyak pasir ditambah sedikit cam-
puran pasir putih. Usianya antara lima puluh hingga delapan
puluh tahun. Dalam rentang umur kolonialisme, tembok itu
cukup muda. namun , dibanding kecepatan putaran pembahan
sekarang, tembok itu . cukup tua."

"Asumsikan bahwa benar pribumi yang menuliskan se™

mua ini. Tentu mereka menuliskannya sesudah turon ke bawah.
Untuk apa mereka tumn ke bawah?" guyfawkes seolah-olah ber-
tanya pada dirinya sendiri.

"Untuk mengejek kita, n fredy krueger menanggapi sekenanya.
"Tunggu dahulu ," guyfawkes memotong. Wajah muramnya
bembah menjadi cerah. "fredy krueger , apa kau membawa turun
sketsa water leiding?"

fredy krueger mengeluarkan selembar kertas dari kantong baju-
nya, kemudian memberikannya kepada guyfawkes . Pria separuh
botak itu, mengamati sketsa alur pipa bawah tanah yang

dibuat oleh fredy krueger .

"Pulpen?” pinta guyfawkes pada chucky .

Sebuah garis hubung dia tambahkan pada sketsa. Garis

103

to'r

itu ditarik dari air mancur pada Stadhuisplein sampai ujung
selatan. Dia mengamati tambahan garis itu, kemudian ter-
senyum sendiri. fredy krueger dan chucky . melongo diam. Peluh
mereka sudah menguap, tidak ada lagi peluh untuk semangat
yang menggebu-gebu yang terus bertucuran. guyfawkes memberi
isyarat kepada keduanya untuk mendekat.

"Asumsikan garis lurus ini aku tarik dengan kemiringan

yang sarna, kurang dari lima belas derajat. Terus ke arah utara.
Kalian tahu, di mana ujung dari garis ini?”

"Pelabuhan Sunda Kelapa," fredy krueger spontan menjawab.
"namun , pipa water leiding tidak sampai ke sana,” potong
chucky .

"Memang tidak. namun ., bagaimana dengan De Onder-

grondse Stad? Seandainya kemiringan jalur pipa konsisten
dengan kemiringan De Ondergrondse Stad," jawab guyfawkes
mengandaskan pikirlln chucky . '

. "sebetulnya hipotesis apa yang sekarang berkembang

dalam benakmu?" chucky tidak sabar.
"De Ondergrondse Stad bukan sebuah kota, namun_ tero-
wongan panjang. Ujung utaranya adalah bibir pantai pada
Pelabuhan Sunda Kelapa,” jdas RafaeJ dengan singkat dan
mantap.

"Lantas, kira-kira apa yang dilakukan oleh pribumi yang
mungkin pernah . turun ke bawah?" fredy krueger kurang antusias
menanggapi. Dia masih terpaku pada masalah siapa yang

pernah turon ke bawah.

‘aAl{U sudah menemukan sebuah teori," guyfawkes menjawab
dengan nada sedikit pongah.

"Apa?" tanya fredy krueger .

"Kalau perkiraanmu tentang umur tembok barn ini tepat,

maka De Ondergrondse Stad akan memberikan sebuah teori
mendasar kenapa Hindia Belanda.begitu mudah ditaklukkan

oleh J epang.”

"Hah?"

chucky dan fredy krueger terperangah tidak percaya. Kerangka
teori yang diqangun oleh guyfawkes tampak seperti fatamorgana
dalam keputusasaan. Sebelum mereka bertanya kembali, guyfawkes
memberi isyarat dengan meletakkan telunjuk pada bibir.

"Kita hams membuktikan dahulu bahwa De Ondergrondse

Stad itu adalah sebuah terowongan bawah tanah."

"Kau yakin bisa menjelaskan teorimu itu?" chucky mera-

gukan akal sehat guyfawkes .

"Tentu saja. Aku rela dikutuk menjadi pribumi dengan

memakai samng dan blankon J awa, kalau gagal menjelaskan
teori itu.”

"Hahaha .... " Mereka tertawa bersamaan.

"Dasar 'cacing gendut,” gerutu fredy krueger .

chucky naik kembali ke atas untuk memungut alat-alat

untuk membongkar tembok. Tembok bam pada dasar tero-
wongan pip a itu luasnya kira-kira empat meter persegi.

Ukuran yang cukup luas untuk bisa melewatkan tubuh satu

orang dewasa.

Mereka membongkar tembok itu dengan" hati-hati. fredy krueger
mengetuk beberapa bagian tembok. Beberapa titik ditandai

untuk memulai pembongkaran. Dia mengetuk lagi, kemudian
tersenyum senang. Dia cepat memungut godam besar. Benda

itu dia hantamkan pada bagian tengah tembok.

Satu kali pukulan, terdengar bunyi remntuhan bergema

dalam lorong itu. Tembok itu sangat rapuh sesuai dengan
perkiraan fredy krueger . Delapan besi panjang melintang satu sarna
lain dari ujung ke ujung sebagai penyangga. Dengan perban-
dingan pasir dan perekat yang terlalu jomplang, tembok itu

tidak kuat untuk menahan satu hantaman keras.
"Buatan pribumi,” ejeJ<. chucky .

Rongga di" bawahnya cukup dalam. Cahaya lampu sorot

di permukaan samar menjangkaunya. Ketinggian rongga di
bawah terowongan pipa itu belum bisa diperkirakan.
"Neanderthal, kautumn dahulu an,” perintah guyfawkes .

fredy krueger terlihat senang dengan permintaan itu. Sebagai
mantan Ketua Caving Club di Utrecht, dia sudah menelusuri
banyak gua vertikal. Yang paling dia ingat tentu saja saat
melakukan ekspedisi penelusuran gua vertikal Fairies di
Languedoc, Prancis. Gua pertama yang ditelusuri secara
modern oleh Louis Marsalliers pada tahun 1780.

Helm lengkap dengan lampu sorot, dia lekatkan di kepa-

la. Sarung tangan dipasang. Dari tangkapan samar lampu

sorot, dia memperkirakan kedalaman rongga di bawah pipa

air ini belasan meter.

Matanya mencari-cari tumpuan yang tepat u'ntuk dijadi-

kan sebagai jangkar pengaman. Seandainya tadi mereka tidak
memotong dua pipa besi water leiding yang melintang di

atas rongga, tentu dia tidak akan kesulitan inenentukan

jangkar pengaman. Dia memeriksa kembali dua ujung pipa
betjacak sekitar dua meter itu. Besi-besi itu cukup kuat untuk
me nahan beban tubuhnya. *

fredy krueger melubangi pipa itu tidak jauh dari ujungnya ma-
sing-masing memakai gergaji besi. Dia memasukkan

ujung tali pada masing-masing lubang. Dia menguatkannya
dengan membuat simpul sesudah dua belitan pada pipa.
Jangkar pengamannya sudah siap, tali pun tetjulur. Beragam
peralatan untuk tumn sudah terpasang pada tubuh fredy krueger .
"Take nothing but picture, leave nothing butfootprint, kill
nothing but time,” dia meneriakkan slogan penelusur gua.

fredy krueger menumni rongga itu memakai teknik yang
Rahasia Meede 107

paling lazim dipakai, Single Rope Technique. Dengan meng-
gunakan peralatan Bobin Single Rope, dia menuruni tali.

sebab alat itu tidak. memiliki kunci pengaman, fredy krueger me-
ngontrol kecepatan turunnya dengan memakai tangan.

Tidak lama kaki fredy krueger menjejak permukaan. Dia sedikit
kecewa, rongga itu tidak sedalam perkiraannya. Kedalamannya
tidak. lebih sepuluh meter dari pipa water leiding. fredy krueger
melepaskan peralatannya, kemudian mengamati bagian kanan
dan kiri rongga. Baik ke arah utara m,aupun selatan, rongga

itu semakin menyempit. Ketinggian vertikal sekitar tujuh

meter hanya merupakan rongga kecil. Sementara pada bagian
kiri dan kanannya, ketinggiannya konstan sekitar dua meter.
fredy krueger menyorotkan senter ke arah utara dan selatan bergan-

tian. Dia menahan napas. guyfawkes benar, pikimya.
"Raffa, kau benar. De Ondergrondse Stad ini adalah

sebuah terowongan panjang,” suara fredy krueger bergema hingga ke
atas permukaan.

"Kami segera menyusul ke bawah," guyfawkes menyahut.

‘langan dahulu ,” sergah fredy krueger . "Tunggu aku naik ke atas,"
Tubuh tambun guyfawkes tidak mungkin bisa menuruni

tali. Dengan kedalaman yang cukup dangkal dan celah yang

cukup besar, fredy krueger punya ide yang lebih baik. Tangga gantung
berbahan aluminium tentu bisa dipakai sebagai peralatan

naik dan turun. Peralatan itu dia tinggalkan di dalam mobil.
"Ambil tangga gantung di dalam mobil,” teriak. fredy krueger .
"Oke," jawab guyfawkes . ."Selagi kami menyiapkan semua

bekal dan perlengkapan, kautelusuri dahulu terowongan itu.
Setengah jam dari sekarang, kita bertemu lagi di permukaan.”
Tanpa diberi tahu pun fredy krueger sudah meniatkan hal itu.
Cahaya dari lampu senter di tangannya menari-nari mene-

rangi dinding dan langit-langit terowongan. Dia menelusuri

108 E.8.ITO

terowongan ke arah utara. Langit-Iangit terowongan itu cukup

kuat untuk menahan guncangan. Beberapa penyangga buatan

dari bamn besi terlihat menahan langit-Iangit. Semakin ke

arah utara, komposisi batuan pada kiri dan kanan terowongan
tampak semakin beragam dengan batu pasir lebih dominan.

Dasar terowongan itu tidak rata. Tonjolan-tonjolan tajam

akan melukai kaki telanjang.

Terowongan panjang itu seperti tidak ada ujungnya.

Sebuah misteri yang amat disukai oleh penelusur gua. Ke-.
tinggian konstan dua ‘meter itu amat mengagumkan. Besi-

besi penyangga jelas dipakai untuk menahan langit-langit

yang sebagiannya sudah diruntuhkan untuk menjaga keting-

gian yang sama sepanjang terowongan.

Semakin ke utara, kelembapan terowongan itu semakin

terasa. Tiba-tiba, langkah fredy krueger terhenti. Cahaya lampu sen-
ternya menangkap sebuah objek di sisi kiri dinding tero-

wongan. Dia mendekatinya. fredy krueger terlonjak kaget. Hampir
saja dia terpekik.

"Godverdomme de Koningin," dia setengah berteriak.

Sebuah kerangka tubuh manusia tersandar tidak berdaya

pada dindi.ng terowongan. Rangka i,tu masih utuh, namun

tidak menyisakan satu potong daging pun untuk menutupi

tulang. Pada dindirtg datar di belakangnya, fredy krueger menangkap
satu goresan tulisan yang masih jelas terbaca.

NEDERLAND ZAL HERRIJZEN

LEVE DE KOI--UNGIN

"Nederland akan bangkit kembali. Hidup Sri Ratu."

fredy krueger mengulangi kalimat di belakang mayat yang tlnggal
kerangka itu.

Wajah fredy krueger berubah pucat. Sesudah menelusuri sekian
banyak gua dan terowongan di berbagai negara, baru kali ini
dia mengalami ketakutan seperti ini. Perasaan yang tidak bisa
dijelaskan oleh pikirannya. Dia buru-buru berbalik arah
kembali menuju rongga turun. Dia harus memberitahukana
temtian ini kepada guyfawkes .

12

MAL AMPERTEMU ANN Y A dengan anak muda itu sebe-
narnya tidak istimewa. Sarna seperti malam-malam lainnya,
dia merasa lelah fisik dan mental. Meninggalkan negerikita raya
dengan wajah bersungut-sungut dan sumpah serapah. Hari-
hari yang mengesalkan, lebih satu bulan lamanya dia tidak
ditemani vespa. Sesudah kecelakaan yang nyaris berujung maut,
istrinya melarang Parada Gultom menunggangi benda antik
dari [ talia itu.

Masuk ke dalam taksi yang menunggu penumpang, dia
bersiap untuk kebosanan lain menyusuri Cipinang Muara,
lokasi kantor harian negerikita raya, dan kemudian masuk ke
jalan Pahlawan Revolusi. Hanya kartu identitas yang digan-
tung pada spion: dalam mobil menarik perhatiannya. Di situ
tertulis nama pengemudi muda itu.

"Batu Noah Gultom"

Parada mengulum senyum. Berapa banyak Gultom di
Jakarta, dia tidak pernah hitung. namun , baru kali ini dia
menumpang taksi dengan sopir yang satu marga dengannya.
"Hei, kau Gultom nomor berapa?"” tanyanya dengan

suara berat.

"Abang Gultom juga?" Sopir muda itu balik bertanya.

"Ah kau, ditanya malah balik bertanya."

110

Rahas ia Mude II]

"Tya, aku Gultom. Abang baca sendiri di bawah spion."

‘J adi kau nomor berapa?"

Gultom mengulangi pertanyaannya. Itulah pertanyaan

wajib antara dua orang satu marga yang baru berjumpa.
Dalam keada"an normal, urutan itu dibutuhkan untuk meng-
identifikasi panggilan apa yang harns dipakai untuk me-
nyapa. Dalam taromho, silsilah marga, nomor itu diurutkan
dari pemangku marga pertama. Tarombo Gultom dimulai
dari si Gultom.

"Tujuh belas,” jawab sopir itu sekenanya. namun , cukup
untuk membuat Parada percaya. "Abang sendiri?"”

"Lima belas. Seharusnya kau memanggil aku ‘opung'.”

Parada tertawa kecil membayangkan panggilan itu. Empat
puluh satu tahun, dia terlalu muda untuk dipanggil opung
atau kakek. Dia berselisih dua generasi dengan sopir muda
Im.

"Opung, tentu saja! namun aku tidak mau membuat

Abang terlihat aa. Aku panggil ‘abang’ sajalah.”

"Ya. Aku baru mau bilang itu. Nanti kalau kaupanggil
‘opung’, istriku bisa minta cerai dan cari laki yang lebih
muda."

Mereka berdua tertawa.

‘a, kau keturunan dari Gultom yang mana? Tujuanlaut,
Hutapea, Hutabagot, atau Hutabalian?” Parada menguji-uji
sopir taksi itu. Malam yang dingin jadi hangat jika mengingat
tanah asal.

"Hutabagot,” jawab sopir itu pendek, "dan Abang sen-

diri?"

"Tujuanlaut,” sahut Gultom, kemudian tertawa kecil. Dia
lihat roman wajah sopir itu begitu antusias menyambut setiap
pertanyaannya. Tentunya bukan sekali ini anak muda itu
dapat penumpang GultomJakarta. namun , tidak sering tentu-
112

"nya mereka membicarakan tarombo. "Stop, cukup di situ tanya
jawab kita tentang tarombo. Selebihnya alm banyak tidak
tahu. Aku lahir dan besar di Jakarta. Aku baru lima kali
seumur hidup pulang ke Medan.” Parada akhirnya membuat
pengakuan. "Dan kau sendiri dari mana?"

"Medan Bang. Kampung aku tepatnya di Samosir." Ja-
waban sopir muda itu penuh semangat. Seolah-olah dia baru
memenangi pertarungan dalam hal tarombo.

"Kau BTL, ya?!’

BTL, Batak Tembak Langsung, istilah pntuk orang Ba-

tak yang langsung merantau ke Jakarta dari tanah asal. Sopir
muda itu menganggukkan kepalanya. Satu dari ribuan urban
Medan yang mencari peruntungan di Metropolitan.

"Kau terlalu muda untuk jadi sopir taksi. Apa pekerjaan

kau sebelumnya?"

"Aku mahasiswa tahun akhir di IISIp, Bang,” ucapnya
bangga, menyebut kata mahasiswa.

"Ah, luar biasa kau, ya. Institut Ilmu SosiaJ. dan imu
Politik Lenteng Agung. Ambil apa kau di sana?"
"Jumalistik, Bang.”

"Ah kau, tentu kau sering berkeliaran di depan gedung-
gedung media, ya? Sambil menyelam minum air, kau ya?
Duit dapat, eh kau juga dapat penumpang macam aku."
"Abang kerja di negerikita mya?"

"Bah, kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu.

Aku menjadi salah seorang redaktur di situ." Parada selalu
bangga setiap kali mengungkapkan pekerjaannya. Jenjang
karier yang sudah dia rintis dari bawah. Dari wartawan curut
di koran kuning. "Mau jadi wartawan, kau?"

"Niat aku begitu, Bang.” Na'da suaranya penuh harap.

"Kau selesaikan dahulu itu kuliah kau. Nanti kalau perun-

tungan kau baik, siapa tahu kaubisa bertemu aku lagi."

"T" ka ‘h B" .lenma SI, ang.

ll}

Taksi itu melambat. Parada memberi petunjuk gang

mana yang harus dilewati untuk sampat di rumah seder-
hananya.

"Sering kaupulang ke Medan?" tanya Parada tidak habis-
habisnya.

Berbeda dengan sebelumnya, kali int Batu Noah Gultom
tidak langsung menjawab. Roman wajahnya berubah drastis.
Kakinya seperti menyeret masa lalu dengan langkah tertatih-
tatih.

"Hei, sering kaupulang?"

"Tidak pernah lagi, Bang."

"Tidak kasihan kau sarna mamak kau di sana?"

"Aku punya masa lalu yang kelam di sana. Aku lari ke
Jakarta."

Wajahnya benar-benar muram sekarang. Ketika taksi itu
berhenti persis di depan rumah Parada Gultom, sopir muda
itu buru-buru membukakan pintu. Dia tidak ingin diburu
masa lalu. Parada tidak ingin menyelidikinya lebih jauh.
"Kauambil saja kembaliannya. Baik-baik kau, ya!"

Setiap kali kebaktian Minggu, gereja HKBP Pondok Bambu
senantiasa dipenuhi jemaat. Keluarga Parada Gultom salah
satunya. Huria Kristen Batak Protestan, bukan sekadar
perkumpulan ibadah, melainkan juga budaya. Area di mana
suara-suara keras dengal! nada tinggi sahut-menyahut. Derai
tawa lebih kencang dari biasanya. Kemudian, tenang dan diam
dalam kebaktian. Sesudah itu pecah lagi, puluhan profesi
memisahkan hari-hari jemaat ini.

"Eh, kau..."

Satu sosok di bangku tengah menghentikan langkah

Parada yang tengah menggiring anak bungsu dan istrinya

1;

keluar gereja. Wajah itu dia kenali. Tidak terlalu akrab, namun
dia pernah mengenalnya.

"Eh, Abang,” balas sosok itu.

"Sering kau kebaktian di sini?”

"Tidak juga, Bang. namun aku senang keliling HKBP
seputar Jakarta."
"Sambi! cari penumpang kau, ya?" goda Gultom.

"Minggu pagi sampai siang, aku libur, Bang .. "

"Hebat juga kau. Ah ya, bagrumana kalau kaumampir

ke rumahku sekarang?" Insting jurnalis Parada bangkit. Men-
desak untuk menjebak wajah lugu itu. Dia ingin tahu cerita
kelam masa lalu Gultom muda itu.

Tidak butuh waktu lama menunggu anggukan kepala

Batu Noah Gultom. Basa-basi dengan Nyonya Gultom, dia
sepakat untuk bertamu ke rumah sang redaktur. Pikir Gultom,
tentulah anak muda itu berharap dia akan direkrut sebagai
wartawan negerikita raya. Kalau benar kisah kelamnya benar-
benar tragis, sedikit simpati pantas diulurkan untuk Gulaom
malang ini.

Sesudah menghabiskan satu porsi nasi goreng buatan Nyonya
Gultom, mereka pindah duduk ke teras. Nyonya Gultom
menemani si bungsu makan. Semen tara, anak sulung dan
tengah mereka tinggal di gereja, mengikuti sekOlah minggu.
Parada melempar sebungkus Djarum Super. Tidak lama asap
rokok sudah mengepung pelataran depan rumah.

"Jadi, ceritanya kau pelarian di sini? Apa yang sudah

kau perbuat di Medan sana?" Tanpa basa-basi, Parada lang-
sung pada alasan mengapa Gultom muda itu dia ajak kemari.
"Ah.... "

Mendung menggelayati wajah mirip Portugis milik

Batu. Ada keinginan untuk bercerita, namun timbul pula

kekuatan mencegahnya. Batu tersendat pada tepian curam
penuh karang.

"Ceritanya panjang, Bang."

"Ceritakanlah, siapa tahu aku bisa bantu kau. Atau teng-
gorokan kau perlu dipancing dengan secangkir kopi?"

"Ah, tak usahlah, Bang.”

"Kopi Luwak, kau ta mau?"

"Nanti saja.”

"Ceritalah. Ah, mana mungkinlah GultomJakarta macam
aku akan biarkan kauhidup macam begitu?"

"Kenyataannya, itu pernah terjadi, Bang.”

"Nh mana []}ungkin? BatakJakarta macam aku saja masih
mengerti bagaimana kuatnya kekerabatan marga.”

"Ketika pertama kali datang ke sini, aku tinggal bersama
Amang Uda. Ada barang sebulan lamanya. namun , dia men-
dapat kabar dari kampung. Tidak lama aku diusirnya." Tanpa
sadar, Batu masuk perangkap. Dia mulai bercerita.

"Wh, tidak mungkin. Adik Bapak kau tega mengusir?"

. "Ya. Hukuman setimpal untuk lalaki yang dituduh men-

cemarkan nama marga di Samosir."
"Bagaimana ceritanya?" Parada menggeser duduknya.
Kepalanya diruncingkan. Permukaan wajahnya berubah jadi
telinga. Siap mendengarkan sebuah cerita. Perlu secangkir kopi
luwak untuk mendorong cerita ini mengalir bersama darah

ke otak. "Ros, kaubikinkan dua cangkir kopi!" teriaknya kepada
sang istri.

"Semenjak SMA di Sa.mosir, aku sudah dijodohkan dengan
paribanku. Adat kebiasaan yang masih dipertahankan. Anggap
namanya Rotua. Ya, memang namanya Rotua. Dia dua tahun
di bawahku. Tanpa dijodohkan pun, aku sudah jatuh cinta
padanya sejak kelas tiga SMP. Kulitnya cokelat, rambut

no

keriting. Aku suka perempuan berambut keriting,” Batu
melirik Parada. Dia duga lelaki itu akan tersenyum, namun
ternyata tidak. "Perjanjiannya, kami akan menikah sesudah aku
lulus kuliah. Kemudian, aku berangkat ke Medan, kuliah
hukum di Nomensen. Tidak ada perempuan yang menarik
bagiku, di hatiku hanya ada nama Rotua. - Dua tahun
kemudian, dia menyusul ke Meaan. Kuliah hukum juga,
namun di usu. Abang tahu USU, kan?" Dia intip lagi roman
muka Parada. laki-laki itu menganggukkan kepala. Pertanyaan
itu sekadar memastikan Parada masih mengikuti. "Bukankah
masa depan kami berdlJ,a tampak indah di depan mata?
Sesudah aku lulus nanti, kami kawin. -Lalu, lsami berdua bisa
ke mana saja dengan gelar sarjana hukum itu. Ah, Abang

tentu mengerti, pada saat kita dilamun keindahan, satu-
satunya yang kita takutkan adalah kejutan. Hal itu yang

datang beberapa saat sesudah aku wisuda....

"Apa yang terjadi?" Parada tertegun. Cerita yang lumayan
untua minggu siang yang panas di Pulo Gadung.

"Rotua hamil.”

o "Kau menghamilinya?"

"Ah, sarna saja pikiran Abang itu dengan orang kam-
pungku. Sampai sekarang, ‘barang' ini hanya aku gunakan
untuk kencing. Aku tidak mau mempermainkan perempuan
dengan kemaluan. Terlarang!"

"Hebat juga kau. Jadi, siapa yang menghamilinya kalau
begitu?"

‘andai aku tahu, aku tidak berada di Jakarta sekarang,"
Gultom membakar lagi satu batang rokok.

jda"al.

"Yang orang tahu di kampung, di Medan Rotua hanya

dekat dengankuo ltu memang betul. namun yangO tidak kami
Rahasta Mude 17

tahu, Rotua ternyata juga main di belakangku. Kalau bukan "

dengan laki-[aki lain, apa mungkin dia dihamili setan?"
"Apa berikutnya yang terjadi?"

"Aku aituduh menghamilinya. J elas aku tidak terima.

Aku minta Rotua terus terang, dia bungkam. Aku memang
mencintainya, namun harga diriku sudah dicabik-cabiknya. Aku
dipaksa secepatnya menikahi Rotua. Harus!"

"Kau langsung lari ke Jakarta?" Parada menyorongkan

lag;i wajahnya ke depan muka Batu seolah-olah mau berbisik.
"Belum. Aku menghadiri pertemuan dua keluarga. An-

tara marga Gultom dan marga ibuku, Simbolon. Rotua tetap
tidak mau cerita. Aku yang disalahkan, dituduh main dengan
perempuan lain sehingga tidak bertanggung jawab pada
Rotua. Aku dibilang mempermalukan Gultom! Pesta se-
adanya sudah disiapkan, aku tetap tidak tahu siapa laki-Iaki
yang menghamili Rotua. Tidak ada jalan lain, aku nekat kabur
ke sini. Sampai sekarang.” Suara Batu melemah mengikuti
alur cerita yang naik-turun.

"Bagaimana dengan Rotua?"

"A.h, tidak tahulah aku, Bang. Ini bukan kisah sinetran

yang hams ada akhirnya."”

Bukan kisah sinetron, tentu. saja. Kartel India yang me-
nguasai dunia sinetron negerikita !idak akan tertarik untuk
menjadikannya sinetron. Tidak layak jual sebab bukan kisah
Metropolitan. namun , ini jelas cerita yang menarik. Seorang
laki-Iaki Batak terbuang dari marganya.

"Dali-ban Na Tolu, tiga tungku,” Gultom "mengucap-

kannya dengan nada lirih. "Itulah sistem kekerabatan yang
kita, orang Batak, banggakan. Setiap orang bisa jadi pemim-
pin sekaligus yang dipimpin. Setiap perbuatan terkait orang
lain akan terpaut dengan marga. Pernikahan di Batak, bukan
118

. sekadar persatuan dua keluarga melainkan dua marga. namun
bagi kau, hubungan macam itu jadi bencana."

Tidak terdengar tanggapan dari 'mulut Batu. Hanya
gumpalan asap rokok yang terus-menerus menggerus udara
bersih. Lama Parada menatap Batu. Dia pikir, malang betul
nasib anak ini. Usianya masih muda, namun kakinya tertatih-
tatih menyeret masa lalu.

"namun kauambil kuliah jumalistik di sini. Bukannya dahulu
kau kuliah hukum di Nomensen?" Parada mengalihkan pem-
bicaraan. Gultom muda ini sudah merebut simpatinya.

‘au mencintai dunia jumalistik. Kuliah hukum hanya
mengikuti tren.” Dia tertawa keci!. ‘au dahulu ikut menghi-
dupkan pers mahasiswa di Universitas Nomensen.”

"Ah, hebat kali kau," sahut Parada.

Dipandanginya lagi Gultom muda yang malang itu.

Cultom Jakmta harus saling bantu, telanjur dia mengucapkan
itu tadi.

"Kapan kuliah kau selesai?"

"Minggu depan aku sidang, Bang. Makanya akhir-akhir

ini aku sempatkan ikut kebaktian, biar lancarlah."

. "Benar kau itu?"

"Tya, Bang.”

"Ah, macam inilah.” Parada menepuk pundak Batu.

Anak ini harus dibantu, pikimya. "Selesai sidang, langsung
kau main ke negerikita raya. Nah, kaucari aku di situ. Tidak
ada yang tidak kenal dengan Parada Namora Gultom di sana.
Salah seorang redaktur koran negerikita raya. Paham kau?"
Batu Noah Gultom menganggukkan kepala. Wajah mu-
rungnya berubah cerah. Dia meneguk kopi luwak. Pahitnya
ditelan manis. Pangkal lidahnya mati rasa karena gembira.
Tawaran itu yang dia tunggu-tunggu dari tadi. Sementara,
Rahas ta Mude

Parada Gultom menatap riang. Menyelamatkan satu Gultom
di belantara Jakarta adalah tugas muha.

Dia masuk sesudah dua kali keakan pintunya disambut suara
bariton Parada dari dalam ruangan. Batu masuk dengan ragu.
Terlambat sepuluh menit, biasanya akan berbuntut makian
dan umpatan Parada tidak kurang dari setengah jam. namun
perkiraannya meleset, Parada tidak mengacuhkan keterlam-
batannya. Dia terlalu gembira dengan cerita yang diantarkan
Batu dari Papua. Lima bulan beketja "di negerikita raya, anak
muda itu semakin matang saja.

"Selain kau, apa ada wartawan lain yang menjamah Boven
Digoel?" tanya Parada dingin. Tidak tampak riak gembira
pada wajahnya.

"Satu orang, Ban . Sonai Sawaki dari Tanah Papua.”

"Koran lokaI?"

Batu mengan kkan kepala. Mungkin baru malam ini,
wartawan lain di akarta berangkat ke Boven Digoel. Atau,
paling mung ' mereka memakai koresponden lokal di
Papua.

"Kita menang satu hari. Esok hari, liputan kau Cok, kita
jadikan kepala berita."

Senyum tipis Parada mengukuhkan keangkuhan. laki-laki
muda di hadapannya itu baru bergabung dengan negerikita -
raya lima bulan yang lalu. namun , sejak awal sudah dia per-
kirakan bisa diandalkan. Pekerja- keras, tidak banyak bicara,
dan tidak suka sensasi. Hanya mengeyjar berita, itu saja.

joko Prianto Surono, pejabat eselon satu Departemen
Keuangan,” lanjut Parada terkesan mendikte. "Bukankah

rumor yang berkembang menyebutkan dia juga termasuk
lingkar dalam Istana? Penasihat Senior Presiden uJ.ltuk masa-
lab anggaran?"

120

"Rumornya begitu, Bang,” suara Batu terdengar lemas.

Dia masih hams menyelesaikan berita itu. Parada tampak
tidak ambil pusing.

"Empat kematian orang penting dalam tempo lima bu-

lan. Luar biasa. namun_ polisi tgmpaknya masih tenang-tenang . " sap.
"Tiga kematian sebelumnya tidak terkait satu sarna lain,
Bang.”

"Ah kau, percaya begitu saja pada omongan polisi. Bukti-
nya tidak satu pun dari kasus itu yang terungkap. Kaupercaya
ada yang ditutup-tutupi di sini?”

"Maksud Abang?"

"Ya, kematian itu sebetulnya teakait satu sarna lain. Cok,
apa yang kautemukan?" tatapannya penuh selidik.

"Tidak ada, Bang. Ehmm ... kecuali sedikit sensasi dari
lokasi ditemukannya mayat. Semua tempat itu diawali dengan
huruf B,” Batu ragu-ragu mengungkapkannya. Dia tidak
ingin mulut kasar Parada mendampratnya tidak ilmiah.

"N ah, apa kubilang. Piklran kau sarna persis dengan apa
yang berkembang di benakku. Bukankah itu sebuah sensasi?
Haji Saleh Sukira, ulama terkemuka di utara Jakarta tewas

di Bukittinggi; Santoso Wanadjaya, pengusaha yang juga
makelar senjata TNI terbunuh di Brussels. Dan, Nursinta
Tegaraati, ah feminis binal itu, anggota DPR, tewas di
Bangka. Terakhir JP Surono, Boven Digoel." Parada tergelak
kecil seperti menertawakan kematian orang-orang itu. Mata
Batu awas memerhatikan. dB... B...B... dan B, tidakkah
itu luar biasa?"

"namun Bang, kita tidak bisa menduga-duga,” potong Batu
ragu-ragu.

"Siapa yang bilang menduga-duga? Eh, kauingat ini, Okita
ini negerikita raya bukan koran gosip. Mochtar Lubis di alam
Rahasia Meede 121

kubur akan rriengutuk kita, jika- nama yang kita pinjam dari
apa yang sudah dia bangun di masa lalu ini dikotori dengan
." gOSIp.

"Lantas?"

"Ah, dugaan kita ini tidak usah diberitakan, Cok. Kau-
kembangkan sendiri dengan insting investigatif Aku yakin,
tempat-tempat itu bukan sebuah kebetulan. Kaucoba curi-
curi berita di Trunojoyo, siapa tahu ada bocoran dari polisi.

* Jika dugaan kita ini betul, mungkin kita bisa perkirakan di
tempat mana lagi akan ditemukan mayat orang penting."

Rentetan kalimat itu dengan ringan keluar dari mulut
Parada. Mayat lagi, Batu memandang jijik. Parada Gultom
tidak jauh berbeda dengan pembunuh JP Surono, sarna-sarna
maniak. Satu maniak nyawa, satu lagi maniak berita.

"Tempat yang diawali huruf B Iagi?" pancing Batu.

"Ya, kau kira-kiralah tempatnya.”

"Kira-kira tempatnya?" Batu hampir tidak percaya. Ba-

tinnya mengumpat: Cultom Idiot. Berapa banyak tempat dz
dunia ini yang diawali huru! B? Banda Aceh, Balige, Bandung,
Bali, Bima, Banjarrnasin, Bulukumba, Bone ... atau .... Barcelo-
na, Boston, Brisbane, Bombay, atau Botswana di Afrika. Berapa
banyak? Seluruh jemari di gedung negerikita raya ini tidak akan
cukup untuk menghitungnya.

"Kau "boleh keluar. sekarang. Talis berita yang bagus,

tidak perlu dramatis. Jangan ada kesan Obituari. Kita bukan
koran cengeng,” ucap Parada tanpa beban.

Batu berlalu dari hadapannya. Batinnya terus-menerus
mengumpat. Interupsi Parada Gultom menambah beban
penulisan berita. Dia teringat Sonai, semoga gadis manis

Papua itu tidak punya redaktur setan seperti Parada Gultom.

13

LADIES NIGHT di Centro.

Musik, tubuh-tubuh molek setengah terbuka, derai tawa,
denting gelas minuman menyatu dalam sebuah pesta di klub
Centro yang terletak di daerah Dharmawangsa. Salah satu

titik kemakrnuran di selatan Jakarta. Tema ladies night malam
ini adalah Woman on Top. Jeritan dan goyang perempuan
mengundang berahi setiap pria yang beredar di mangan itu.
Semakin malam suasana bertambah menggairahkan. Amelia
nyi girah ana tidak salah membawa tribuanatunggadewi dan Rian menghabis-
kan maam di tempat ini.

nyi girah ,.demikian dia minta dipanggil, adalah tipikal gadis
pribumi sejati. Kulitnya cokelat tarang, rambut hitam sebahu,
mata belok indah, hidung kecil, dengan sedikit lesung pipi.
Tinggi badannya rata-rata perempuan "negerikita , tidak lebih
dari seratus enam puluh lima sentimeter. Tubuh lincah de-

ngan raut muka menyenangkan. Dia adalah gadis pribumi

tulen yang akan membuat iri perempuan yang menginginkan
kecantikan artifisial.

Ketika mereka menemukan sebuah tempat enak di salah

satu sudut mangan, kepala nyi girah mendekati telinga tribuanatunggadewi .
"Pesta sampai pagi. Minum, goyang, dan mabuk," Icap-

nya bersemangat. "wanita lesbi mabuk akan punya banyak
anak." .

122

Rahasia Meede

"Bagaimana bisa?" tribuanatunggadewi memandangnya heran.
"Sebab, kita tidak tahu kapan dibikinnya,” bisik nyi girah
dengan pandangan nakal. Suaranya nyaris ditelan ingar-bingar

musik.

"Hahaha ...." tawa tribuanatunggadewi lepas. "namun , anak kita tidak
akan tahu siapa bapaknya."”

"Kamu memang gadis Belanda yang aneh. wanita lesbi

cantik tidak akan sulit mencari bapak untuk anaknya. Kon-

sepsi bapak biologis sudah hilang, yang penting bapak materi . .
Anak kita tidak hidup dari sejarah setetes sperma, namun dari" uang.
"Hahaha ... sarkastik!" tawa tribuanatunggadewi kembali pecah.
Klub malam adalah pelarian sempurna dari masalah yang

dia hadapi dengan Suhadi tadi siang.

"Hei, bisik-bisik, ngomongin apa?" Rian yang dari tadi

diam, jadi terpancing.

"Mau tau aja, urusan perempuan," jawab nyi girah sekenanya.
Dari arah panggung, terdengar jeritan bersahutan. Leng-

kingan itu makin kuat saat dari balik panggung muncul
sekelompok pria. Sebuah band yang tengah digandrungi
.perempuan Jakarta.

"Donnie ... Donnie ... Donnie ... 1"

Mereka memanggil-manggil sebuah nama di atas pang-

gt!ng. Blitz kamera telepon genggam sambar-menyambar
mengabadil,<an tubuh dan senyum andah sang bidua:wan.
Seorang perempuan nekat naik ke atas panggung,’ setengah

gila dia rengkuh tubuh pria itu, clumannya mendarat di
mana-mana. wanita lesbi lain di bawah panggung menjadi
senewen, lantas berteriak-teriak.

"Mau dong, Donnie ... mau dong ciumannya .... "

Kegilaan khas perempuan mapan ibu kota. Manusia-

manusia mekanik yang tidak punya gagasan untuk mengubah .

dunia. nyi girah ikut terpancing. Dia berdiri, tangan kirinya
menarik tribuanatunggadewi .

"Ayo ke sana," ajaknya. namun tribuanatunggadewi bimbang, dia
melirik Rian.

a da Band, ya?" tanya Rian sinis.

"Yo'1. Gila, aku pengen lihat Donnie Sibarani dari de kat, ..

nyi girah semakin tidak sabar. "Ayo tribuanatunggadewi ."

‘au di sini saja dengan Rian," tribuanatunggadewi menolaknya

. halus. Dia tidak suka terlibat -dalam keriuhan. Cukup menon-
ton saja dari jauh. nyi girah angkat bahu, kecewa. Dia kemudian
berlalu, berbaur dengan kegilaan sporadis.

"Ada Band?" tribuanatunggadewi masih belum mengerti.

"Band lokal yang mengaku paling mengeai wanita,”

jawaban Rian semakin terdengar sinis.
tribuanatunggadewi tidak kuasa menahan tawa. Sangat wajar pria
seperti Rian cemburu pada sabuah band yang sudah me-
ngalihkan perhatian perempuan-perempuan dari dirinya.

"Mau minum apa?" tanya Rian.

"Aku ikut kamu saja,” tribuanatunggadewi menjawab setengah
tersenyum.

Tangan Rian cepat terangkat memanggil pelayan. Tam-

paknya dia sudah merencanakan minuman yang tepat untuk

. Menemani malam bersama mahasiswa S2 Leiden yang cantik
ini. "Dom Perignon!"

"dahulu kami punya Suharto."

Sadar pesona tubuhnya sudah dikalahkan oleh penampilan
Ada Band, Rian menghidangkan sebuah topik pembicaraan
pada tribuanatunggadewi . Sehebat-hebatnya Donnie 'ada Band", tentu
pria itu hanya bisa melantunkan lagu sendu dan cengeng.

Dia tidak akan mampu menelaah masalah sosial-ekonomi
sehebat Rian.

Rahasi'a Made 125

"Dia semacam antibodi yang perlahan menggerogoti

tubuh. dahulu , bangsa ini memilikinya. namun , tiga dasawarsa
terlalu lama untuk seorang penguasa. Keadaan berubah, justru
dirinya kemudian yang menguasai bangsa ini. Stabilitas dan
pembangunan!" lanjut Rian penuh semangat.

"Kamu benci pada Suharto?" tribuanatunggadewi terpancing.
"Secara personal, tidak.”

"Bukankah dia saorang pend<?sa? Setidaknya, itulah trade-
mark yang diberikan oaeh golongan intelektual muda Indo-
nesia padanya.”

"Sikap membenci Suharto hanya euforia. Semua orang

aidup dari kentut Suharto.”

. "Artinya Suharto tidak bersalah?" Gambaran Suharto

yang pernah didengar tribuanatunggadewi begitu menakutkan. Dia
membayangkan agresi militer negerikita ke Timor Leste.
Penyingkiran orang-orang yang dicap ekstrem kiri dan kanan
dan tentu saja korupsi yang dilakukan kroninya. Sebuah
monumen korupsi yang belum ada bandingannya di Asia.
"Pemimpin negara mana yang tidak punya kesaJ-ahan dan
dosa? Tunjuk satu pemimpin, maka ribuan orang akan meng-
urnbar dosa-dosa politik dan sosialnya. Kejatuhan Suharto
pada tahun 1998 hanyalah siklus politik biasa. Kelahiran
generasi '98 tidak pantas untuk dibesar-besarkan. Generasi
kami harusnya berterima kasih pada Suharto. Sarna hrunya
generasi '45 yang harus berterirna kasih pada Belanda dan
generasi '66 yang berutang budi pada Sukarno.” Rian ter-
senyum puas. Sebuah nama bisa menarik perhatian perem-

puan muda itu. "Begitulah cara kami berpolitik. Sedikit anarki
dan kekacauan untuk pergantian kepemimpinan nasional. Jejak
masa lalu dihapuskan, lantas tiap generasi dan angkatan
merasa punya tugas moral untuk membangun negerikita
baru."

126

"Menggapai yang baru dengan menghapuskan jejak masa

lalu?" potong tribuanatunggadewi .

"Apalah arti sebuah jejak? Ia bisa dihapus atau setidak-

nya dimanipulasi menjadi bentuk yang berbeda. Kejadian di

masa lalu, tidak berarti banyak untuk masa sekarang. Tiap

. generasi meretas jalannya sendiri: Hubungan kausalitas tidak
memiliki makna. Jika masa lalu bisa menentukan masa depan,
lantas apa gunanya kita bekerja hari ini? Aku termasuk orang

yang skeptis terhadap studi sejarah. Pada abad percepatan

teknologi informasi ini, studi sejarah harusnya dihapuskan.
Runtuhnya. tembok Berlin dan pembantaian Tiananmen

hanya bermakna pada 1989, sekarang .tidak lagi berarti apa-

apa. Demikian juga dengan cerita kedaulatan negerikita , hanya
bermakna pada 27 Desember 1949, juga tidak berarti banyak

untuk saat ini. Tiap tindakan. hanya terkait dengan tempo

waktu peristiwanya. Dan, ingat ...." Rian menaikkan satu jari
telunjuknya. "Sejarah adalah milik pihak yang menang. Tidak
pemah benar-benar objektif"

Sleeptis terhadap studi sejarah, sebatas itu tribuanatunggadewi masih
bisa menoleransi pernyataan Rian. namun , saat pria itu
mengatakan penghapusan studi sejarah, tribuanatunggadewi tidak bisa
menahan kejengkelannya. Dia sudah menekuni bidang itu

cukup lama. Saat ini juga, dia ingin menampar Rian, supaya

pria itu tidak lagi bisa menyeringai saat menertawakan

sejarah. namun , semua itu sebatas imajinasi. Dia tidak mau
menambah masalah baru. Tidak menanggapi kata-kata Rian,
tribuanatunggadewi malah termeriung.

Sejarah, bagi tribuanatunggadewi lebih dari sebuah gairah. Ibu dari segala
. cabang ilmu sosial. Dia tidak mengerti jalan pikiran Rian

dan mungkin sebagian besar manusia negerikita yang meng-
anggap sejarah tidak lebih dari omong kosong. Waktu dipecah
Rahasia Meede 127

dalam konteks yang terpisah. Hubungan kausalitas dianggap

tidak lebih dari sebuah kebetulan .. Di Eropa, puing sejarah
senantiasa dijadikan monumen. Tidak hanya agar orang ingat

pada sebuah kejadian, juga agar orang-orang bersiap bahwa

pada suatu saat kejadian yang sarna dalam bentuk berbeda

akan terjadi. Sejarah bukanlah jejak namun udara, memberi

hidup pada setiap masa.

Seperti tidak menyadari perubahan rona wajah tribuanatunggadewi ,

Rian meneruskan ocehannya. Tiga tegukan Dom Perignon
menghangatkan tenggorokannya.

"Kautahu apa yang menarik dari minuman tersohor ini?”
Rian mengangkat botol Dom Perignon tepat di depan wajah
tribuanatunggadewi . "dahulu , gelembung yang ada pada anggur
putih ini dianggap sebagai cacat produksi. Gelembung yang
terperangkap di dalam botol itu pertama kali ditemukan pada
ruang penyimpanan anggur Biara Hautvillers oleh biarawan
ordo Benediktin bemama Dom Perignon. Kejadian itu ber-
langsung di daerah Champagne, Prancis." Rian menyeringai
senang. Dia seperti tengah menertawakan jalan pikiran
tribuanatunggadewi . "Sejarah tidak lebih dari rentetan kebetulan, bukan?
Sebuah cacat produksi menghasilkan minuman yang tersohor.
Untuk membedakan anggur bergelembung putih ini dengan
anggur biasa, diberikan nama sesuai tempat ditemukannya.
Kita sekarang fasih menyebutnya dengan istilah sampanye.
aedangkan merknya, diambil dari nama biarawan yang ber-
tanggung jawab terhadap gudang anggur. Dom Perignon pun
menjadi gaya hidup yang melintasi batas ruang dan waktu.
Sejarah tidak lebih dari sebuah kebetul!J.n, btikan? Omong
kosong masa lalu yang kita beri makna berlebihan pada masa
sekarang.”

Analogi yang menarik, namun sarna sekali tidak menyen-

tuh jantung logika berpikir tribuanatunggadewi . Kesimpulan Rian tidak

ilmiah walaupun cukup menarik. tribuanatunggadewi memilih untuk
bungkam.

"Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah gelembung

yang dihasilkan rezim pembangunan dan stabilitas Suharto."
Rian melanjutkan ocehannya. "Gelembung itu adalah sebuah
cacat. Sebuah generasi memperoleh kan momentumnya saat
krisis moneter menerpa. Suharto jatuh, orang-orang meng-
inginkan perubahan wajah negerikita . Cerita Dom Perignon
pun berulang di negerikita . Generasi yang menemukan cacat
itu diagungkan dengan nama angkatan '98. Perubahan wajah
itu diben naina reformasi. Sekarang lihat saja, reformasi adalah
kata paling populer di negerikita . Padahal, semuanya tidak
lebih dari omong kosong. sebetulnya , generasi '98 tidak
pemah memikirkan perubahan, kecuali apa yang kami dapat-
kan dari sebuah momentum. Lihatlah angkatan '98 yang dahulu
dielu-elukan itu, kami menyapih pada puting botjuisme.

Kami melahap caviar, mendorongnya masuk kerongkongan
dengan Dom Perignon sambil sesekali mengoceh tentang

dosa

Suharto. Sejarah negerikita tidak lebih besar dari hikayat

sebotol sampanye!"
Rian memang seorang penutur cerita yang luar biasa.

Tidak berhasil menggoda tribuanatunggadewi dengan persepsi barn

ten tang kolonialisme, dia menyatut nama Suharto. Gagal

membangkitkan emosi tribuanatunggadewi , dia merusta sejarah. tribuanatunggadewi
tidak bereaksi. Di dalam pikirannya berkecamuk banyak hal.

Sepenggal hikayat masa lalu, itu alasan utama kedatangannya

ke Jakarta. Itu pula yang membuat negeri ini tampak seksi

dalam alam pikirannya. Dia terombang-ambing.

Dia menatap Rian, namun yang dilihatnya adalah seringai

sebuah generasi. Dia memikirkan negerikita , menderetkan

ocehan Rian dalam sebuah penjumlahan.

Suharto + '98 + Dom Perignon =

. Bangsa yang.Sekarat!

Dia coba membayangkan Orde Bam, yang terlintas da-

lam pikirannya adalah VOC. Dia mereka wajah Suharto yang

pernah dia lihat dalam liputan Time, yang terbayang adalah

sketsa wajah JP Coen.

Rian memandang tribuanatunggadewi . Dia kaget memperoleh i wajah
cantik yang mumng. Dia tidak menyangka ucapannya akan

melukai perempuan itu. Mulut hangatnya menyentuh cuping

telinga tribuanatunggadewi .

"Hei, kami adalah bangsa yang senantiasa trauma dengan

sejarah, tidak ada hubungannya dengan apa yang kaudalami.

Maaf ...."" Tangan Rian merengkuh bahu tribuanatunggadewi . "Oh Tuhan,
kenapa lidah ini begitu lancang mengguncang bidadari ini?”
tribuanatunggadewi tenggelam dalam pelukan Rian. Rengkuhan itu
semakin kuat. Sebuah ciuman mencumbu keningnya.
tribuanatunggadewi mengumpat dalam hati. Pesona Rian menjeratnya.
14

PENE-MUANADALA H gairah, malam teras a terang ben-
derang. Tikus-tikus mondok Amsterdam itu memutuskan

untuk meneruskan penelusuran mereka.

guyfawkes tidak terkejut dengan temuan fredy krueger . Dia malah
mengatakan arick cukup beruntung karena hanya menemu-

kan satu mayat yang tinggal tulang. Dalam terowongan yang

sudah berusia lebih dari tiga ratus tahun, segala kemungkinan

bisa terjadi. Apalagi dalam rentang waktu itu, pasang surut

rezim penguasa sudah berganti sekian kali. Lengkap dengan
kekejaman dan pembunuhan yang dilakukannya.

Mereka berencana untuk menyusuri terowongan hingga

tengah malam nanti. Semua perbekalan sudah diturunkan.

Tangga gantung aluminium yang dipasang fredy krueger cukup kuat
untuk menahan berat tubuh guyfawkes . namun , tetap saja cara
turun guyfawkes yang penuh kehati-hatian menjadi sumber tawa.

"Menurutmu mayat ini berkebangsaan apa?" tanya fredy krueger
pada guyfawkes saat mereka sampai di tempat penemuan ke-
rangka itu.

"Entahlah,” jawab guyfawkes .

chucky jongkok di depan kerangka. Dia meraba tungkai

kaki mayat itu, kemudian meluruskannya. Sejenak dia berpi-
kir. Dan, kemudian begitu cepat menyimpulkan.

1}0

Rahasia. Meede 131

"Kaukasoid, mayat ini mungkin berasal dari temp at yang
sarna dengan kita."

"Kesimpulan yang terlalu cepat, Wallon!" ejek fredy krueger .
"Tungkai kakinya melebihi panjang rata-rata pribumi,"
chucky membela kesimpulannya.

"Klasifikasi ras tidak sesimpel itu," sergah fredy krueger lagi.
"Mau bagaimana lagi? Kita tidak bisa memeriksa go-

langan darah dan faktor Rh. Bahkan, untuk sekadar tahu

tanda pada permukaan seperti rambut dan kulit pun tidak
bisa."

"Tidak usah diperdebatkan,” guyfawkes menengahi. "Mayat
ini memang orang Belanda atau paling tidak Indo-Belanda.
Tidak mungkiri pribumi yang menuliskan itu menjelang
detik-detik kematiannya."

NEDERLAND ZAL HERRIJZEN

LEVE DE KONINGIN

guyfawkes . menyorotkan senternya pada dinding. fredy krueger sudah
menceritakan tulisan itu kepada mereka. Itu sebabnya dia
sudah bisa menyimpulkan kebangsaan mayat itu. Sesudah
mereka amati lebih jauh, goresan tidak hanya ada pada tulisan.
Goresan pada dinding seperti mengikuti alur tangan mayat.
Terus turun ke bawah liingga temp at tangan itu tersandar.
Posisi mayat sebetulnya tidak lurus, namun duduk agak me-
nyaPlping pada dinding.

"Tulisan itu dibuat dengan darah," guyfawkes menyimpul-
kan.

"Apa kita tengah berhadapan dengan mayat yang sudah
berumur ratusan tahun?" tanya fredy krueger sambi! bergidik ngeri.
Dia membayangkan mayat itu adalah bekas Gubernur
Jenderal Belanda di Sri Lanka, Petrus Vuyst yang dimasukkan
13

ke penjara bawah tanah Batavia karena mengidap penyakit
gila. ltu sebabnya, fredy krueger begitu ketakutan saat menemukan
sosok mayat yang tinggal kerangka itu. Dia sedikit trauma
berhadapan dengan orang gila. Bahkan, mayatnya pun dia
takuti. Penelusur gua yang aneh.

"Mungkin,” timpal chucky .

"Tidak. Kalian berdua salah,” guyfawkes mandebat dengan
keras. "Umur mayat ini tidak lebih dari enam puluh lima
tahun."

"Bagaimana kaubisa menyimpulkan itu?" chucky dan

fredy krueger kembali dibuat bingung oleh kesimpulan guyfawkes . J auh
di bawah permukaan bumi ini, pengetahuan sejarah guyfawkes
masih menguasai mereka.

"sebab tulisan ini,” guyfawkes langsung meraba dinding
dengan tangannya.

NEDERLAND ZAL HERRIJZEN

"Apa kau ingin mengatakan bahwa slogan itu baru tercip-

ta tidak lebih dari enam puluh tahun yang lalu?” chucky
menebak.

."Tepat. Slogan itu muncul dalam pidato radio Gubernur
Jenderal Tjarda van Starkerborgh Stachuower -untuk mene-
nat;tgkan penduduk Hindia Belanda, hanya beberapa saat
sesudah kejatuhan Nederland ke tangan Nazi Jerman pada

awal Mei 1940. Slogan ini pada awalnya dimaksudkan hanya
untuk tanah Nederland, bukan untuk semua bangsa Neder-
land."

. "Lalu, apa hubungannya dengan mayat ini?" fredy krueger me-

nyela penuh kebingungan.

"Mayat ini akan semakin menguatkan teoriku,” jawab

Ratael penuh teka teki.

Rah asia Mude 133

"Jadi, kita sekarang ke arah mana?" tanya chucky .

"Kita telusuri arah selatan. Aku yakin, ujung utara dari
terowongan ini sudah bisa ditebak, laut. Sedangkan di selatan
lata belum tahu, apa yang menunggu.”

Tidak ada yang keberatan dengan usul fredy krueger . Argumen
dari manusia gua itu cukup beralasan. Mereka mulai bergerak
meninggalkan mayat menuju arah selatan.

"Kau belum menjelaskan teorimu tentang hubungan

antara pribumi yang turun ke sini dengan pendudukan Jepang
terhadap Hindia Belanda." Di tengah perjalanan, chucky

masih sempat mengingatkan guyfawkes .

"T ulisan, terlarang bagi anjing dan Belanda, jelas menun-
jukkan kebencian pribumi yang sangat dalam terhadap pel)le-
rintahan kolonial. Dan, kebencian hanya bisa terungkap saat
mereka melihat sebuah harapan. Aku mendukung pendapat
fredy krueger , umur tembok bikinan pribumi itu tidak lebih dari
tujuh puluh tahun. Dan, mereka turun ke bawah persis
menjelang saat-saat penyerbuan balaserdadu J epang ke J awa."
"Tunggu dahulu ," potong fredy krueger . "Sepupu kakekku yang
dahulu pernah tinggal di Noordwijk Batavia menjelang Perang
Pasifik, sering menceritakan kisah kesetiaan pribumi mendu-
kung pemerintah. Pada saat kejatuhan tanah Nederland ke
aangan Nazi, di masjid-masjid mereka memanjatkan daa
untuk keselamatan Sri Ratu. Bahkan Mangkoenegoro, raja
Jawa di Solo, melakukan kirab bersama rakyatnya untuk
mendoakan Sri Ram juga. Yang paling mengagumkan dari
kesetiaan para pribumi irtI tentu saja uang yang mereka sum-
bangan dengan jumlah yang sangat royal untuk dana perta-
hanan Hindia Belanda. Lalu, pribumi seperti apa yang mau

berkhianat Seperti itu?"

guyfawkes tertawa pendek mendengar cerita fredy krueger yang
BAE.5. ITO
penuh semangat itu. Seolah-olah sekarang ini kolonialisme
Belanda masih berkuasa terhadap negeri ini.

"Mulut mereka untuk Sri Ratu, namun hati mereka untuk
Sukarno," guyfawkes pendek menanggapi.

"Kau terlalu mengikuti perasaan bencimu terhadap pri-
bumi," fredy krueger mendebat.

"Sama sekali tidak. F akta sejarah yang berbicara. Mereka
bilang setia pada pemerintah, namun pada saat yang-sama pula
pribumi-pribumi Batavia berbondong-bondong menghadiri
pemakaman Husni Thamrin, pengkhianat Volksraad dan agen
J epang yang meninggal dalam tahanan rumah. Harapan yang
senantiasa dihidupkan oleh Sukarno dan kawan-kawannya
jauh lebih menggugah mereka dibanding janji pemerintah
kolonial. Lagi pula, buat apa mereka memercayai janji Sri
Ratu, seorang perempuan tua yang mungkin tengah mengi-

dap penyakit pikun dan parkinson dari suatu tempat berjarak
ribuan mil dibanding janji kemerdekaan yang ditiupkan anak-
anak muda seperti Sukarno dan Hatta di negeri mereka
sendiri?"

Kemerdekaan, kata itu membuat ketiganya bisu. Tema

itu tidak pernah masuk dalam pencarian rahasia masa lalu.
Sekarang, kata itu muncul. Tanah Belanda terbayang di pelu-
Plik mata mereka.

Satu celah dalam pemaparan guyfawkes adalah egosentrisme masa
lalu. Tampaknya bagi sang pemimpin agung ini, sejarah adalah
hitam-putih keberpihakan. chucky bisa menangkap kesan itu.
Dirinya yang keturunan Belgia dan lebih dekat ke Paancis,
merasa tidak punya sangkut paut denan sejarah koloilial
Hindia Belanda. Lain halnya dengan guyfawkes " yang garis
keturunannya tidak pernah beranjak dari daratan Belahda.

135

chucky malah curiga, nenek moyang guyfawkes adalah pelaut yang

iJrut berlayar m'enaklukkan Batavia.
‘ladi kau berada pada posisi mana dalam memandang .

sejarah kolonial ini?" pancing chucky .

"Sejarah tidak lebih dari objek masa lalu. Kita tidak perlu

ambil bagian di dalamnya,” guyfawkes menjawab dengan serius.
Terlihat jelas dia ingin menetralisasi pemaparan sebelumnya
yang penuh pretensi.

"Baik, kami menerima penjelasanmu," fredy krueger mengaborsi
perdebatan. Dia ingin menyelesaikan semua misteri ini sece-
patnya. "Sekarang, jelaskan a teorimu dengan segala asumsi
sejarah yang kaukembangkan. Apa yang dilakukan pribumi

di dalam De Oridergrondse Stad ini?"

. guyfawkes tersenyum senang, fredy krueger menyelamatkannya dari .
cecaran pertanyaan chucky . Untuk kesekia.n kalinya, dia me-
muji dirinya sendiri di dalam hati. Dia memang orang yang
paling pantas memimpin tim kecil ani. Di bawah kedalaman
stadhuisplen ini, suaranya bergema bak sabda pemimpin

agung.

"Aku mulai cerita ini dari desas-desus menjelang penye-

rangan Jepang dalam Perang Pasiftk,” dia menghentikan
langkah. Memaku ketiganya pada satu lorong yang gelap.

"Ada empat ribu lebih nelayan Jepang yang mengarungi

lautan Hindia Belanda menjelang detik-detik Perang Pasiftk..
Sebagian besar dari mereka melakukan kegiatan mata-mata
untuk Angkatan Laut Jepang. Aku yakin terowongan ini

sudah dipakai oleh pribumi sebagai pengbubung mereka
dengan nelayan Jepang. Data yang lebih rinci mengenai
kekuatan Hindia Belanda bisa mereka berikan lewat jalan

bawah tanah yang terhubung langsung dengan laut ini. Keti-

ka Jepang berhasil masuk, mereka menutup kembali celah
menuju terowongan."

ES. ITO

"Apa kau tidak punya kemungkinan lain?" fredy krueger menyela.
"Terlalu banyak kemungkinan yang bisa .dikembangkan.
Orang-orang NSB mungkin tedibat dan memakai tero-

wongan ini untuk menghubungkan mereka dengan kapal-

kapal yang akan membawa mereka menuju Pulau Onrust,

tempat banyak agen Jerman ditahan pemerintah Hindia
Belanda."

"NSB?"

Ingatan fredy krueger langsung tertuju kembali pada cerita sepu-
pu kakeknya. Nationaal Socialistische Bond adalah sebuah

partai di Nederland yang pro pendudukan Nazi. Gerak orang-
orang NSB di Batavia sesudah pendudukan Nederland men-
jadi ancaman tersendiri bagi pemerintah kolonial. Propaganda
mereka meresahkan umum. Banyak dari anggota NSB yang

ditangkapi pada masa itu.
"namun , aku tetap berkeyakinan bahwa terowongan ini
dipakai oleh pribumi untuk melakukan kontak dengan
Jepang,” guyfawkes mementahkan sendiri kemungkinan yang dia
kembangkan.

"Kenapa?" tanya chucky yang sejak tadi diam.’

"sebab jauh-jauh hari sebelum kedatangan pasukannya,
propaganda Jepang sudah lebih dahulu inenyelusup masuk

’ Pribumi percaya bahwa Jepang adalah saudara tua yang akan
membebaskan mereka. Sebuah kepercayaan dengan akhir yang
sangat tragis.”

"Apa yang membuatmu yakin dengan semua teori itu?"
chucky masih rperagukan penjelasan guyfawkes .

"Hindia Belanda terlalu mudah jatuh. Apa yang kau-

ketahui tentang perang Hindia Belanda dengan Jepang?"
"Pertempuran gagah beran'i armada Karel Doorman di

Laut J awa," jawab chucky bersemangat.

"Jawaban yang sarna akan keluar dari mulut semua orang.
RahaS Itl M teae 137

Selain itu, tidak ada aksi heroik pahlawan Hindia Belanda
melawanJepang. Seperti mengikuti negeri induk yang dengan
mudah ditaklukkan Nazi, demikian juga Hindia Belanda.
Kenapa tidak ada perlawanan sarna sekali?" guyfawkes terus meng-
giring chucky .

"sebab kekuatan armada ternpur Hindia Belanda tidak
memadai untuk rnenghadapi Jepang," lagi-lagi chucky yang
menanggapi dengan penuh semangat.

"Apa 350.000 serdadu KNIL, jumlah yang kurang?"

pancing guyfawkes. .

"namun , mereka memakai paralatan yang usang,"

chucky rnendebat lagi.

"Pesawat pengebom Glen Martin B-IO, Brewster Buffa-*

10 dan Curtiss Hawk tersedia untuk menghajar kapal-kapal
Jepang. Semen tara, pemburu paling canggih Hindia Belanda,
P-36 dan Curtiss Hawk H-75-A7 tidak rnungkin akan
tertandingi oleh pesawat Jepang. Hal ini didukung juga

dengan kondisi keuangan pemerintah yang boleh dikatakan
stabil." Data yang keluar dari mulut guyfawkes tampaknya akan

menghabisi argumen chucky .

"Perhitungan yang salah," chucky belum menyerah. Dia
menyukai perdebatan ini. "Pesawat-pesawat itu tidak berkutik
saat berhadapan dengan pemburu Navy Tipe 0 ReIsen
dengan julukan Zero milik Jepang. Kelak hanya Grumman

F -6F Hellcat milik Amerika yang bisa menandingi Zero."

Pikiran guyfawkes mengatakan, justru dirinya yang masuk
dalam jebakan. chucky sudah membelokkan pembicaraan ini
pada skenario Perang Dunia Kedua yang memang menjadi
kegemarannya. Selain cerita mengenai Battle of Bulge di
hutan Ardennes yang pernah terjadi di negeri asalnya, dia
juga menggemari kisah Perang Pasifik. Seti;tp pertero._puran

dan persenjataan yang dipakai dia hafal luar kepala.

fredy krueger yang dari . tadi diam tidak terlibat, mendengus.
Matanya berapi-api menatap chucky . Kepongahan chucky
akan pengetahuannya ten tang Perang Dunia Kedua adalah

hal yang paling dia benci dari si Belgia Wallon itu. Dia punya
trauma tersendiri dalam perdebatan seperti ini. .

"namun , kenapa GG Tjarda dan Letnan Jenderal Ter

Poorten begitu mudah menandatangani akta penyerahan
kepada J epang? Kenapa mereka tidak mehtkukan pertempuran
yang habis-habisan?" guyfawkes berusaha keluar dari jebakan
diskusi perang chucky .

Bukankah kebiasaan bangsa Belanda memang begitu?
Gampang menyerah, kemudian pemimpinnya melarikan din ke
nageri lain. J awaban itu sudah hampir keluar dari mulut
chucky . namun , dia urungkan. Lebih baik dia menghindari
konflik terbuka dengan dua ternan Belandanya ini.

Bayangan kekalahan dan sikap mudah takluk bangsa

Belanda itu, dia usirjauh-jauh dari pikirannya. chucky .mem-
berikan jawaban yang lebih netral, "Kare!la mereka sebetulnya
sarna sekali tidak terikat dengan tanah air ini.”

Tanggapan itu melegakan guyfawkes . Dia rasa skenarionya
berjalan dengan sempurna. chucky menjauhkan perdebatan
ini dari zona perang. namun , dia masih ingin membenamkan
chucky .

"Alm rasa bukan karen a itu. Alasannya mudah, Jepang

sudah mengetahui titik-titik penting dari kekuatan Hindia
Belanda atau mungkin lebih dari itu. Kekalahan tinggal
menunggu waktu. Kalaupun semua armada sekutu yang
tersisa di pangkalan Australia bergabung membantu, keka-
lahan itu tetap tidak akan terelakkan. Batavia sudah berada
dalam genggaman Jepang, bahkan jauh-jauh hari sebelum
merek:t memasukinya." .

chucky tidak lagi berminat menanggapi guyfawkes Pemim-
Rahasza Mude 139

pin agung itu terlalu keras kepala untuk mendengarkan
pendapat orang lain. Egonya terlalu tinggi jika berbicara
sejarah. namun , chucky tidak bisa menerima teori bahwa
terowongan ini dipakai pribumi untuk kepentingan J epang.
Perjalanan dilanjutkan dalam diam. Langkah mereka

teras a semakin berat saat melewati permukaan kasar yang
penuh dengan tonjolan batu. Perjalanan ini 'terasa begitu

berat bagi guyfawkes . namun , semangatnya untuk membuktikan
sebuah teori mengalahkan kelemahan tubuhnya.

"Tena mayat tadi ditusuk oleh samurai Jepaog," fredy krueger
tiba-tiba berujar dengan sikap sok tahunya. Dia ingin meme-
cahkan kebekuan kata. Dalam lorong gelap ini, bunyi adalah
sesuatu yang asing.

guyfawkes tertawa. "Mungkin saja," katanya. Dia terpancing
untuk menanggapi, setiap celah bisa dipakai untuk Ple-

nguatkan teorinya. "Mayat itu pasti dibunuh memakai

senjata tajam, bukan senjata api. Hanya dengan menusukkan
senjata tajam, darah yang banyak. bisa didapatkan. Samurai
Jepang, pasti itu benda tajamnya!" Dia kembali tertawa.

Sesudah dua kali istirahat, mereka melanjutkan perjalanan

ke selatan. Setiap bagian yang menarik direkam q,engan

kamera. Di atas permukaan tanah, mereka tidak. tahu apakah
keadaan masih terang.

Belokan tajam pada satu bagian terowongan menghenti-

kan langkah mereka. Teori garis lurus dengan kemiringan

tidak lebih dari lima belas derajat yang ada dalam sketsa

buatan fredy krueger berbenturan dengan kenyataan ini. Belokan itu
terlalu tajam untuk dianggap konsiaten kemiringan jalurnya.
fredy krueger ternganga, dari balik kantong baju, dia mengeluarkan
peta modern Jakarta buatan Gunther W. Bohort.

"Kira-kira ke mana arah tikungan ini?" guyfawkes mengarah-

kan pandangan pada fredy krueger .

E.S.-ITO

‘lika penyimpangan kemiringan jalur ini konsisten, maka

kita akan melewati bagian bawah Istana Presiden!" fredy krueger tidak
percaya dengan temuannya itu. a

"Hah?" chucky dan guyfawkes tidak kalah kaget.

"T eoriku akan terbukti dengan analisis yang sangat eks-

trem," ujar guyfawkes penuh semangat.

fredy krueger dan chucky melongo, diam. Ada pemaksaan teori
yang mereka rasakan dari ungkapan guyfawkes .

15

A DAY AN G aneh dari tingkah Gatot. Lepas tengah malam,
dia, masih belum beranjak dari ruang kerja wartawan. Pada

saat semua orang sudah meninggalkan ruangan itu, dia me-
ngendap menuju loker pribadi yang terletak menyamping
dinding utama. Dia membobol loker paling bawah, kemudian
mengeluarkan seblJah map. Dia bisa saja mengendap-ngendap,
namun keaneha!] ini ternyata tidak luput dari perhaaan Batu.
Batu bersembunyi di balik pintu ruang kerja Parada, diam-

diam mengarrtati tindak tanduk Gatot Ya.ng mencurigakan.
Batu menunggu waktu yang tepat untuk keluar dari persem-
bunyian.

Getar vibra telepon genggam di saku Gatot memberinya
kesempatan. Gatot bergegas keluar ruangan, entah untuk apa.
Batu menunggu beberapa saat. Terdengar suara kaki menjejak
tangga ke bawah. Dia cepat melin,tasi ruangan, menyipitkan
mata pada sudut jendela. Dia lihat Gatot keluar, kemudian
menyeberangi j.alan. Batu tidak ingin menyia-nyiakan kesem-
patan. Dia langsung menggandakan tujuh lembar kertas
dalam map berwarna cokelat. Mesin fotokopi di sudut ruang-
an tidak butuh waktu lama menduplikasinya. Beres, dia
kembali meringkuk di balik pintu ruang kerja Parada. Tidak
lama Gatot kembali. Membereskan dan kemudian mengem-
ILJ.1

balikan map cokelat itu ke dalam loker. Dia segera berlalu
dari ruang kerja wartawan.

Dia menyalakan lampu baca di ruang kerja Parada. Batu
mengamati lembaran duplikasinya. Tujuh lembar kertas de-
ngan tujuh pola gambar berbeda. Tidak ada tulisaQ. yang
menjelaskan gambar-gambar tersebut. Batu aeckun menga-
matinya.

I.

Rahasia Meede

. 145

ca... "(
Pola gambar dan garis itu membuat Batu pusing. Apa
pentingnya pola gambar dan garis itu sehingga Gatot harus
mengeluarkannya lepas terigah malam yang senyap ini? Dia
menatap lembaran kertas terakhir. Garis dan gambar itu tidak
berdiri sendiri" namun_ terbingkai dalam sebuah bidang.
Dia memperoleh kannya. Pola pada lembar terakhir seperii
tergambar pada punggung atau perut. Lembar keenam ter-
gambar pada bidang mirip tungkai kaki. Gambar pada lembar
kelima sarna dengan lembar keenam. Pada lembar keempat,

bidangnya adalah lengan tangan. Lembar ketiga dan kedua
sarna dengan yang keempat. Lembar pertama, perkiraan Batu
kalau tidak fiagian atas punggung atau dada laki-laki.

"Pola garis dan gambar ini adalah tato!" Batu membatin.
"namun . apa arti semua inl] dan hubungannya dengan Gatot?"
Dia kembali memeriksa lembaran kertas itu satu per satu.
Selain pC 71a galT\bar dan garis pada bidang tubuh, dia belum
menemukan petunjuk lainnya. Pada lembar kertas kelima,
jemari Batu berhenti menyisirnya. Pada ujung kanan bawah.
dia menemukan gores pensil membentuk tulisan. Jika tidak
teliti mengamatinya gores. pensil itu tidak akan terbaca.

E.5. ITO

Inspektur Satu Daudy Gusti Nur.

Puslahfor Mahes Pain

Batu bum-bum mencatat nama itu. Tatapan matanya

beralih pada loker tempat dokumen asli tato tersimpan.
Dengan langkah hati-hati, dia menyeberangi mangan itu.
Tangan kanannya coba menarik pintu loker. Bemntung, Gatot
lupa menguncinya. Jemari Batu leluasa menggerayangi isi
loker. namun , kecuali satU bangkai kecoa, dia tidak menemu-
kan apa-apa. Tangannya merayap ke atas. Kemudian, terhenti.
Ada bagian tidak rata pada langit-Iangit loker. Sebuah laci
kecil dengan pintar disembunyikan. Batu coba menariknya,
namun logam itu bergeming.

. Obeng pipih yang tergeletak pada satu meja wartawan
membantunya. Batu mencongkei celah dalam. Kemudian,
menarik Jaci dari sisi yang berlawanan.

Terdengar suara logam terseret.

Batu berhasil membongkarnya. Dia menemukan bebe-

rapa lembar kertas di dalamnya. Dia terpana diam. Keringat
dingin menyusup dari pori-pori wajahnya.

"Catatan Harian AM!" dia bergumam pelan penuh tanda
tanya.

Dia membacanya.

12/02/02

Empat helas mohil hak terhuka mengangkut polisi pamong
praja, satu kompi pasukan polisi hersiaga ditamhah lagi dengan
satu peleton pasukan dari Kodim mengepung Pasar Luo.r Depan.
Menghajar seliap pedagang yang coha untuk hertahan. Aku keha-
gian helasan pukulan pentungan ditamhah injakan sepatu lars
aparat. Di helakang mereka, helasan kendaraan herat, huldoser
dan heko .siap merataaan hangunan. Darah dan dehu hercampur
Rahas ia Meeae

dalam tangis dan keputusasaan. Pasar Luar Depan jatuh pada
yang herpunya. Aku sudah menduga, aparat negara tidak lehih

dari sekresi kapitalisme-hirokrasi.
Fehruari 2002, tidak ada kasih sayang di utara Jakarta.

namun nanti malam, rihuan perawan - ingusan akan melepas
keperawanannya dalam sehuah persemhahan kasih sayang.
Faunus, sang dewa kesuhuran dirayakan lewat-pesta {eks liar di
penjuru Jakarta. Tidak ada kesuhuran dan

‘ kasih sayang untuk

mereka yang tidak herpunya. Masyarakat kelas empat itu di-
kerangkeng dalam sehuah penjara keputusasaan. Aku tetjehak di
dalamnya.

namun aku tidak herpikir demikian. Aku tidak mau memhe-
rikan pipi kiri sesudah pipi kanan ditampar. Darah harus dihayar
dengan darah. Dehu akan menutup kuhuran mereka.

28/02/02

Wajah asing itu menatapku. Ada celah kecil di halik pos

jaga. Dia terus menatapku. Gerak hihirnya mengundangku da-
tang. Tatap penjaga memhuat dia huru-huru menyelinap pergi.
Dia memanggilku namun terlalu sumhang untuk menyimpul-

kan panggilan itu.

02/03/02

Hei kalian para pewaris anarki sejati. Terpenjara tidak enak
hukan? namun hersyukurlah setidaknya ada yang tahu kalian
sekarang. Setidaknya ada yang tahu, itu aku!

Sudah kuduga, mereka sama- saja. Dasar manusia lemah.
Teruslah hidup dalam penderitaan .kalian. Pedagang-pedagang
kecil itu sama soja, daripada huntung Ithih haik herdiam dan
pergi. Mereka tidak lagi hersemangat untuk menggugat. Peda-
gang-pedagong korhan pentungan itu. Bagi mereka, satu rupiah
Wj.8E.6.1TO

lebih berarti danpada kehidupan itu send in. Sudahlah, lupakan .
mereka. Aku tidak akan melakukannya untuk mereka.

Ini sudah jadi masalah pribadi.

Catat;jangan pernah percaya pada para pedagang. Hitung-
Imnya cuma untung-rugi .

. 6/03/02

Aku :nemikirkan mereka. Para pewaris anarki sejati. Tidak
enak hati jika aku terus berdiam diri.

Aku jelas gelisah.

8/03/02

.Setan alas! Benarkah semua cerita itu2

Ini bukan perkara biasa rupanya.

namun , bagaimana aku bisa mengungkapnya lewat Indone-
siaraya?

HARUS!

namun untuk apa, toh mereka salah!

Pewaris anarki sejati, bagaimana nasib mereka selanjutnya?
Jika punah tidak akan ada yangjengah. Bagai nyamuk digampar
tangan.

15/03/02

Kabar baik (buruk?) dari Bandung. Ada kontak di Pusat
Persenjataan Infonteri. Laki-la.ki yang Guga) membenci hierarki .
. Aneh, apakah ini semacam jebakan kuno dari intelijen? namun
ia mejakinkan.

Selusin pucuk SS] lengkap dengan magasin, dia bisa sedia-
kan. Belum termasuk pistoi PI. Pengiriman dan Bandung ke
Jakarta tidak masalah.

Galesong desak aku untuk tmma itu tawaran. Ini bukan

r

Raltasia Mude ILt9

sekadar pembalasan biasa sebagaimana anak-anak lakukan.
Anarki Nusantara melangkah lebih jauh.

Galesong datang tepat pada pergantian hari.

Aku bilang setuju, silakan tanya yang lain. Ini bukan dunia
hierarki.

17/03/02

Mereka tahu aku tahu.

Ini bukan pembangunan ke atas namun penggaaian ke bawah.
Mereka tahu aku tahu.

20/03/02

Laporan pandangan mata.

Pergantaan jaga : 4 x Sehari (12.00, 18.00, 00.00,

06.00)

Kekuatan Penjaga: 5 x 2 x 5-1 (Pos jaga keempat yang
menghadap parit hanya dijaga empat

orang)

Senjata : M-16, pistol, belati, pentungan (juma

lah tidak diketahui pasti)

fewaris anarki sejati: + 40 orang

Titik Lemah : Pos jaga menghadap parit. Pantai di

depannya bisa didarati perahu. Tepat

pada pergantian jaga 00.00

Baik, kita ada kerjaan besar sekarang. Ini bukan sekadar.
"aksi perusakan biasa.

Darah untuk darah. Debu akan menutupi kuburan mereka’
NB: Ada peristiwa yang tidak perlu dirayakan hari ini.

E.s. 110

26/03/02

Ada kiriman cinta dari Bandung. Dia kasih bon'!-f enam
granat tangan. Sejak kapan aku mencintai senjata pembunuh?
Milist beri dukungan setuju. Ini pengalaman pirtama, mung-
kin bukan yang terakhir.

Gandhi tidak akan melangkah sejauh ini. Dia hanya bisa
menggerakkan parade man usia yang gandrung mengorbankan
diri sendiri.

Hatta, setali tiga uang, dia lebih senang mengorbankan

diri sendiri. .

namun , aku mencintai Gandhi dan Hatta. Kesalahan mere-

ka dalam membangun anarkisme dan pembangkangan hanya
satu. Mereka tidak berani melangkah lebih jauh. Terlalu suci
untuk berkubang dalam darah.

. Koreksi: Satyagraha dan politik nonkooperatif mustahil
tanpa kekerascm.

27/03/02

Tidak biasanya aku tegang seperti ini.

1/04/02

Lebih baik aku meminjam sajaknya Sitor Situmorani (dia
kasih judul pendaratan malam).

Tentara tak berbekal

mendarat

Di malam disuburkan

lapar .

(Jika fajar bawa ber.i.ta

kayu apung istirahat mereka)

Tentara tak berbekal

mendarat

Di malam disuburkan

lapar

Darah sudah berbalas dllrah

Debu pun menutupi kuburan mereka

4/04/02

151

Media (termasuk negerikita raya, hehehehe) bilang aksi sabo-
tase itu sebagai terorisme. Peduli setan!

Tentara bilang ini agresi dari komunis baru. Aku tidak

peduli. Kalau sempat, bahkan aku ingin mengencingi kuburan-
nya Marx.

Orang ramai menuding aksi ini pembangkangan terhadap
negara. Pelakunya mesti dihukum mati. Puihhh, sejak kapan
kami mengakui eksistensi negara ini? Bahkan, orangtua saja aku
tidak punya, apalagi negara. Seliap arena darah, daerah bebas,
Bung!

Kami adalah anak haram peradaban. T.idak kenai batas
wilayah, negara, dan beragam istilah yang merumitkan kehidup-
an primitif Kami tidak hidup dalam hukum kapitalisme, pena-
waran dan permintaan. namun pada hukum alam, kebutuhan,

.dan ketersediaan. Lalu, mereka marah pada kami!
namun , mereka aau marah sama siapa? Bahkan, Tuhan
pun mungkin tidak tahu siapa yang melakukan pendaratan
malam itu.

Terima kasih untuk pengirim cinta dari PusseniJ Bandung.
Granat tangannya hanya tiga yang dilemparkan.

NB: Parada curiga padaku. Apakah aku perlu buka cerita
pada Batak setan itu. Aku terla/a baik di depan matanya.
Entahlah. Biar dinding menyumpal telinganya.

15/04/02

Yang aku takutkan akhirnya terjadi juga. Mereka mulai
memburu. Benar-benar -memburu.

EVAKUASI SEKARANG JUGA!

Pewans anarki sejati mesti diselamatkan.

18/04/02

Terlambat sudah, mereka memperoleh kan enam orang
Galesong tidak bisa memperoleh kan kapal.

Tiga orang.

Dua.

Tiga.

Satu.

Mereka terlalu mudah dikenali Dibinasakan oleh Petrus.
20/04/02

Oh Petrus.

Aku tzdak sanggup lagi. Mereka tidak bisa Ian. Mereka
terjebak. Term dihabisi.

Kenapa akhirnya jadi begini.

Aku terkt;pung.

SEMUANYA HABIS

Darah berbalas. darah.

Debu menutup kuburan kami.

Attar Malaka.

Nama itu pernah menggetarkan Jakarta. namun , hanya
sesaat. Untuk kemudian hilang ditelan rutinitas keseharian
kuli zaman. aalaupun ada yang mengingat nama itu, pastilah
pencium jejak terbaik yang tidak pemah percaya pada berita
kematiannya.

Rahasia Meeae 153

Pada mulanya dia hanyalah laki-[aki biasa. Nyaris tiada
beda dengan ribuan anak muda yang menjaring mimpi di
Ibu Kota. Kuli disket itu bekerja untUk koran negerikita raya:
Kehidupannya tidak lebih dari keseharian wartawan [bu Kota.
Memasang kuping untuk kemudian bergerak mengendus
berita. namun , dia tampaknya tidak mau terjebak dalam
rutinitas. Jika memberitakan saja sudah cukup untuk wartawan
biasa, dia tidak berpikir seperti itu. Dia memiliki kehidupan
ganda. Layaknya impian kanak-kanak tentang superhero. Dia
bisa menyembunyikannya dengan sempuma. Hingga sebuah
kejadian di utara Jakarta membongkar topengnya.

Batu tidak pemah menyangka dia akan menemukan

catatan harian anarkis itu. negerikita raya tidak pernah secara
terbuka mengakui bahwa warta':]'an mereka itu terlibat dalam
kelompok Anarki Nusantara. Perusuh tanpa identitas yang
melakukan penyerangan bersenjata terhadap lokasi pem-
bangunan tempat pelelangan ikan terpadu di utara Jakarta.
Sesudah penyerangan itu, pekerjaan proyek terhenti sarna
sekali. Ditinggalkan hingga saat ini.

Sesudah kejadian itu, satu per satu gerombolan pengacau
anarkis itu djtemukan tewas. Petrus, penembak misterius.
Masyarakat membiarkan hukum alam berlaku. Aparat ke-
amanan tidak memberi tempat untuk kehidupan mereka.
Penjara terlalu penuh. Tidak berselang lama, Attar Malaka
diberitakan tewas dalam sebuah kecelakaan bus di jurang
Palupuah, Sumatra Barat. Dia dalam perjalanan menuju Aceh
untuk meliput konflik di sana. Kematia,n yang senantiasa
dicurigai sebagai pembebasan.

"Tato-tato ini," Batu kembali memerhatikan goresan

sketsa gambar pada kertas, "berasal dari tubuh anarkis yang sudah
mati. Mungkin mereka yang disebut anarkis sejati. Ehm ...

Daudy Gusti Nur, mungkin aku perlu mencarinya.”

Satu lembar kertas jatuh begitu saja dari tumpukan yang
dirapikan Batu.

22/04/02

Parada mengetahuinya

Apa yang harm aku lakukan?D

16

PUS PABAN GSA, Jasminum Sambac. Melati putih itu
mekar berkembang. Sisa embun semalam luruh, pupus

diterpa sinar pagi sang surya. Di pekarangan rumah yang

tidak terlalu luas itu juga ada tiga jenis melati lainnya.
Jasminum Rex lazim disebut melati raja, Jasminum -Multi-
jlorum atau Star Jasmine dan Jasminum Officinale atau melati
casablanca, wanginya dipakai untuk bahan parfum. namun
melati putih, bunga nasional, tampak dominan dibandingkan
tiga jenis kerabatnya. Tumbuh jadi sasak panjang di bawah
pagar kayu yang dicat merah. Sang saka membingkai pekarang-
an, merah-putih.

Guru Uban menyeka keringat. Peluh itu terus mengalir

bagai mata air yang muncul pada pori-pori kulit. Rumput

liar, gulma pengganggu itu sudah dia kikis habis. Dicabut

sampai uratauratnya. Tidak ada yang boleh merampas keiJ;]-
dahan melati yang tengah mekar. Lalu-Ialang orang tidak
henti menyapanya. Mereka mengagumi ketekunan Guru
Uban. Kehidupan yang dijalankan sepenuh hati. Tidak terbu-
ru-buru, tiada pernah dikejar waktu. Untuk kesekian kalinya,
Guru Uban menatap kotak surat yang terpancang di dekat
gerbang pagar. Dia sudah memeriksanya subuh hari tadi. Tidak
ada surat yang masuk. Dia menahan napas. Membereskan
155

E.8.ITO

sisa rerumputan yang berjatuhan dari keranjang sampah.
Kemudian, membersihkan kak] dan tangan, masuk !agi ke
dalam rumah.

Sayur bayam bening, tempe, dan tahu rebus serta se-

tengah piring keci! oncom, menu dan penganan hariannya.
Tidak ada garam dan bumbu y'ang akan menjadi .pangkal

. syahwat dan keinginan. Tidak ada juga minyak goreng yang
menjadi biang dari segala keserakahan yang murtcul dalam
bentuk lemak. Makanan tanpa rasa dengan nasi sebagai po-
koknya. Menginginkan saja sudah cukup tanpa harus me-
makan semua yang dihidangkan kehidupan. Dia tidak boleh
terpikat pada pesona dunia yang menua. Justru dunia yang
terpikat dan terus menggodanya. Cinta yang tidak akan

. pernah dia balas. Brachmacarya dan vegetarian membuat dia
teguh sebagai man usia. .

Sayup-sayup terdengar bunyi motor. Semakin mendekat,
motor itu semakin melambat. Lalu, berhenti tanpa memati-
kan mesin. namun sekejap kemudian, terdengar raungan me-
sinnya. Meninggalkan jejak pada debu jalanan di depan
rumah Guru Uban. Setengah berlari dia keluar, memperoleh i
tidak ada siapa-siapa di depan rumah. namun , dia sadar apa
yan:g tengah terjadi, langkahnya ringan menuju kotak surat:
Tangan + kanannya merogoh ke dalam kotak aluminium itu.
Sepucuk surat dia dapatkan. Masih licin dan mulus, ini
mungkin tangan ketiga yang menyentuhnya. °

Guru Uban mendekap surat itu di dada, tatapannya meng-
awang ke angkasa. Senyum kecil tersungging di bibimya. Dia
kembali masuk ke dalam. Jemarinya lembut rnembuka surat.
Tulisan tangan tanpa nama. Dibuka dengan sebuah salam.
Karega ya marega!

Empat baris berikutnya, dia baca dalam hati. Diresapi

jauh di dasar naluri. Insting luar biasa yang muncul dalam

Rahas Ui Mude 157
bentuk denyut kegelisahan. Dia meneguk perasan air jeruk
tanpa gula. Empat baris tulisan tangan itu dia bacll ulang:

Tulisan terpisah pada baris paling bawah menguatkan tekad-
nya. Sebagaimana tekad-tekad sebelumnya.

Gandhi amar rahe.9

Dia mesti berangkat hari ini. Laju kereta listrik Bojonggede
Express menyiangi hari. Penumpangnya tidak banyak. Sisa
dari komuter yang terlambat masuk kerja. Guru Uban
menumpang di gerbong depan. Sesekali terderrgar pekik
klakson kereta saat akan membelah perlintasan jalan raya.
Kereta ini hanya berhenti di daa Stasiun, Gambir dan
kemudian Stasiun Jakarta Kota yang menjadi tujuannya.
Tidak ada jadwal mengajar hari ini. Surat itu datang

tepat pada hari kosong. Kosong dari mata-mata belia. Dia
hanya akan pergi selama tiga hari. Dua kelas yang ditinggal-
kannya akan mengerti, Guru Uban ada urusan di luar kota.
Dia sudah menitipkan surat kepada seorang guru SMA Abdi
Bangsa yang tinggal tidak jauh dari kediamannya. Lengkap
dengan arahan materi untuk guru sejarah yang akan meng-
gantikannya selama dua hari itu. Materi yang akan dijelaskan
dengan eara membosankan tentunya. Guru-guru muda terlalu
menyandarkan keberhasilan mengajarnya pada Ronsep tugas.
Itu tentu dibenci para murid. Pikiran Guru Uban melayang,
membayangkan mata para belia yang kecewa karena dia tidak
masuk. Va, generasi sekarang butuh sebuah cerita. Dunia rusak
yang mereka warisi sudah menghapus jejak masa lalu.
Lepas Stasiun Gambir, kereta terasa mulai Iengang.

Separuh penumpang sudah turun, tumpah ruah memenuhi
pengap udara Ibu Kota. Cabikan rel pada pengantar -listrik
9Gandhi tidak pernah mati.

melaj"ukan kereta semakin eepat. Stasiun Jakarta Kota di
depan mata. Kereta berhenti pada jalur sepuluh. Guru Uban

bergegaa turun.

Mengapit tas tipis, langkah kakinya ringan menuju pintu
utara stasiun. Pemeriksaan kareis hanya basa-basi. Dua orang
petugas ditemani seorang polisi khusus kereta api. Guru Uban
berbelok Re kanan. Masuk ke dalam ruang penitipan barang
untuk dikirimkan ke pedalaman Jawa memakai jasa

kereta api. Dua orang petugas yang tengah merapikan tum-
pukan barang tersenyum padanya. Guru Uban punya sebuah
loker di dalam ruang penyimpanan. "

Loker itu" adalah deretan lemari besi memanjang sepan-
jang dinding yang memb'atasi ruang penyimpanan dengan
ruang tunggu kereta. Tidak lebih dari dua puluh loker dalam
deretan panjang itu. Masing-masing ujungnya diberi sekat
kayu “yang lebih lebar tiga puluh sentimeter dibandingkan

loker. Menjelang siang hari ini, Guru Uban satu-satunya
pemilik loker yang berkeliaran di situ. T angan kirinya merogoh
saku, mengeluarkan kunei.

Guru Uban tersenyum. Loker itu sudah diisi. Beberapa
lembar pakaian. Sebuah kartu identitas baru dan nama se-
orang kontak yang harus dia hubungi. Di dalamnya ada

pesan yang lebih detail dibandingkan empat baris kalimat
yang dia terima tadi pagi. Dia akan berangkat lepas siang

ini. T ugas Ronda RT malam nanti harus dia lupakan.

Dari dalam tas tipisnya, Guru Uban mengeluarkan se-

tangkai melati putih. Masih segar, menggantikan kembang
sarna yang sudah layu, hitam tidak berbentuk dalam loker.
Dia berueap pelan,

"Menyuru.”

Demikian orang-orang di Banda melafalkan melati.D

17

TIKUS MOND OK menyongsong musim dingin. Ketiga
peneliti asing itu terns menggali, membuat perapian hangat
dari tumpukan rasa ingin tahu. Dua hari lamanya, mereka
keluar-masuk De Ondergrondse Stad. Bisu, tidak seorang pun
di permukaan yang tahu penemuan besar mereka. Sebuah
terowongan besar panjang dalam misteri dunia bawah tanah
membelah Jakarta. Dua hari, waktu yang cukup untuk
membuat mera akrab dengan pengap dan lembapnya alam
bawah tanah. Tidak banyak waktu yang disisakan untuk
memanjakan tubuh. Jika jiwa berkelana dalam dunia tidak
terduga, raga tinggal jadi media.

Dengan membandingkan linta’'San perjalanan mereka .
dengan peta permukaan Gunther W. Holdorf, terowongan
yang mereka lalui seharusnya melewati kompleks Istana Presi-
den, lurns menuju Koningsplein. Belokan tajam ke arah timur
kembali mereka dapati. namun pada bagian itu, terowongan
semakin menyempit hingga menumbuk satu celah sempit
yang tidak mungkin lagi bisa dilalui. Terowongan kecil itu
mtingkin hanya dapat melewatkan satu tubuh kecil pribumi.
Menurnt perkiraan fredy krueger , terowongan itu mungkin di-
rencanakan akan lurns terns ke arah timur hingga sampai di
bawah permukaan Waterlooplein, daerah Lapangan Banteng.
159

Namun tampaknya rencana itu tidak pernah terlaksana. Prak-
tis, bisa disimpulkan "terowongan itu berakhir di Koning-
spiein. Sejenak, mereka menghentikan penelusuran. Duduk
bersama, sebuah teori menunggu mmusan.

Mereka langsung duduk melingkar pada meja bundar

mang perpustakaan Museum Sejarah Jakarta. Mendengarkan

kesimpulan guyfawkes , itulah pokok diskusi mereka Iewat pukul
sembilan pagi ini. fredy krueger dan chucky mendengarkannya dengan
mata terkantuk-kantuk. Tidur hingga pukul delapan pagi

belum bisa memulihkan tenaga mereka. Ketiganya bam naik

ke atas permukaan mendekati pukul dua belas malam. Pene-

Iusuran mereka ke arah selatan terowongan memberi kejutan

yang tidak diduga.

"Dugaanku semakin mengarah pada satu kenyataan yang

semakin terbukti. Batavia sudah ditinggalkan jauh sebelum
pendaratanJepang." Kalimat gantung itu yang disebut aael

sebagai sebuah kesimpulan.

"Lalu?" fredy krueger menanggapi dengan sinis. _
jepang-Jepang itu dengan petunjuk pribumi tentu sudah

bisa masuk Batavia Iewat terowongan itu, bahkan sangat
mungkin merea dengan mudah memasuki kediaman Guber-
nur Jenderal. Ini sebabnya, pengungsian dari Baaavia menuju
Bandung dilakukan dengan tergesa-gesa," lanjut guyfawkes mene-
gaskan teorinya. Tatapannya menerawang, membayangkan
masa lalu. "5 Maret 1942, Balaserdadu Dai Nippon mendu-
duki Batavia tanpa perlu melepaskan satu butir peluru pun.
Penduduk pribumi menyambut dengan sorak-sorai sambil
mengibarkan bendera Jepang. Tidak satu pun pejabat tinggi
kolonial yang masih tinggal di Jakarta pada saat itu. Baik
pejabat sipil maupun militer sudah mengungsi ke Bandung.

Tidak ada Iagi trem di Batavia. Tukang-tukang becak mulai

berani aenolak untuk mengangkut orang-orang Eropa. Pri-
bumi-pribumi fasis, pengikut Sukarno!"

"Oke ... oke," chucky dan' fredy krueger menanggapinya berba-
rengan. Mereka tampak sudah jemu dengan teori masuknya

J epang yang dikembangkan guyfawkes .

guyfawkes sudah akan melanjutkan pemaparan teorinya. Ke-
tukan pada pintu menyelamatkan fredy krueger dan chucky dari
kejemuan. Seorang petugas museum mengantarkan sarapan

pagi untuk mereka. Nasi goreng udang khas Sunda Kelapa
mereka san tap dengan lahap. Tidak terdengar lagi cercaan
kuliner Nusantara yang keluar dari mulut guyfawkes . Teori ten-
tang terowongan dan masuknya Jepang sudah membuat dia

lupa pada hal-hal . lainnya. .

"guyfawkes , apa kita bisa melupakan semua teorimu tentang
masuknya Jepang ke Batavia?" Sesudah perutnya hangat oleh
makanan, chucky akhirnya berani menyatakan keberatannya
pada guyfawkes . .

"Kenapa?"

"Tidak ada yang salah dengan penelitian yang kaukem-

bangkan. namun masalahnya, bukan itu esensi penelitian yang
kita lakukan."

"Sudahlah,” guyfawkes menepuk pundak chucky . "Kita bukan
penemu pertama terowongan itu. Mengalihkan studi ini pada
masuknyaJepang di Batavia akan menyelamatkan muka kita.”
Dugaan chucky tidak keliru. Segala macam teori masuk-

nya Jepang yang tengah dikembangkan oleh guyfawkes , tidak
lebih dari pelarian. guyfawkes kecewa pada kenyataan bahwa
orang lain sudah mendahului mereka menemukan terowongan
itu.

"Kita yang pertama kali menemukannya secara ilmiah,"

chucky coba meyakinkan.

"namun , kita tidak bisa berbohong dengan mengatakan
bahwa kita yang pertama.”

"Memang tidak. namun , klta yang pertama kali qlenemu-
kannya untuk kepentingan studi ilmiah. Tidak ada yang akan
meragukannya. Pribumi yang mungkin menemukannya enam
puluh tahun yang lalu tidak meninggalkan satu catatan pun
mengenai penemuannya. Sesudah sketsa yang dibuatJohannes
Rach, kita tetap yang pertama."

"chucky benar, guyfawkes ," fredy krueger mendukung dengan penje-
lasan yang terkesan lebih bijak. "Membatasi penelitian kita
pada teori masuknya Jepang sarna dengan menyia-nyiakan
keseluruhan penelitian yang klta lakukan. Esensi dari sebuah
penelitian bukan sekadar masalah penemuan. Melainkan ada-
lah keseluruhan dari proses menemukan; memetakan, dan
kemudian menjelaskannya secara ilmiah dengan melibatkan
begitu banyak determinan. Pribumi itu tidak melakukannya.
Kita yang akan melakukannya.”

guyfawkes termenung, dalam hati dia membenarkan kata-
kata dua orang kawannya. Egoisme dan perasaan superioritas
sudah membekapnya, hampir menjauhkan tim kecil ini dari .
misi ilmiah yang mereka emban. Dia tertawa kecil, menyadari
betapa bodoh dirinya. Ego hampir memecundanginya.-

"Oke, kali ini kalian seratus persen benar. Aku mengaku

salah. Kita buang Jepang-Jepang itu dari otak. Kita hitung

lagi sejarah besar nenek moyang kita di tanah pribumi ini.”
"We wachten op die, hoorPO" Sambung fredy krueger bersemangat.
Rasa kantuk yaag tadi menyelimuti fredy krueger dan chucky
tiba-tiba saja hilang. Mereka tidak mau lagi mendengar kata
Jepang. Satu-satunya yang mengganggu mereka hanyalah
laptop Toshiba milik guyfawkes . namun untuk masalah itu, mereka
JONah, itu yang kami tunggu!

RahaslI-] Made

tidak punya pilihan. Laptop yang mereka sebut sebagai rona-

sokan dari Jepang itu satu-satunra yang terserua.
"Apa mungkin terowdngan setinggi dua meter dengan

lebar satu set'engah meter itu dibangun senrurian oleh Beng
Gan?" chucky membuka kembali ruskusi.

"Kenapa kau meragukannya?" guyfawkes balik bertanya.
"Terowongan itu bukan 'gracht bawah tanah sebagaimana
yang kita perkirakan.”

"namun , tetap saja terowongan kering itu bisa rungunakan
sebagai jalan pelarian menuju laut. Bahkan, lebih efisien
dibanding membangun sungai bawah tanah.”

"apa mungkin Beng Gan membuatnya tanpa sepenge-

tahuan pemerintah?" tanya chucky lagi.

"Tidak mungkin!" jawab guyfawkes .

"Lalu, kenapa pemerintah mengizinkannya?"

"Kaupunya gagasan lain aentang ini semua?" guyfawkes curi-
ga pada pertanyaan bertubi-tubi yang terlontar dari mulut
chucky . Si Belgia Wallon itu tentu menyembunyikan sesuatu.
"Aku yakin, Beng Gan tidak senrurian membangun De
Ondergrondse Stad itu." Mulai jelas kelihatan si Wallon
diam-ruam mengembangkan teori sendiri.

"Lalu?" guyfawkes benar-benar penasaran. Kepalanya yang
mirip semangka dicondongkan pada chucky .

"Pemerintah voe tidak hanya mernbeli Gracht Molen-

vliet dari Beng Gan, namun pada saat bersarnaan juga mern-
beli rencana besar Beng Gan ini. Kemudian, Beng Gan me-
ngerjakannya untuk pemerintah."

Argumen chucky sangat masuk akal. Mernbangun tero-
wongan bawah tanah dengan kedalarnan yang cukup besar
itu tentu tidak mungkin dilakukan tanpa kerja sarna antara

Beng Gan dan pemerintah.

"Jadi gracht untuk pelarian itu, menurutmu hanya mi-

tos?" fredy krueger ikut menguji chucky .

"Ya. Phoa Beng Gan bukanlah seorang pemimpi seperti

itu. Dia dikenal sebagai tokoh Tionghoa yang konkret dalam
memikirkan kesejahteraan masyarakat. Sebidang tanah di
Tanah Abang yang diberikan oleh pemerintah atas jasa-
jasanya ditanami dengan tebu uhtuk membuat gula. Dengan
uang yang dimilikinya, Beng Gan juga mendirikan balai
pengobatan untuk masyarakat Tionghoa. Terowongan itu

tidak mungkin dimaksudkan untuk pelarian. Pada masa
kepemimpinan Phoa Beng Gan, hubungan masyarakat
Tionghoa dengan pemerintah VOC tengah bagus-bagusnya."
Penjelasan yang meyakinkan. Keangkuhan guyfawkes semakin
runtuh saja. guyfawkes kaget mendengar penjelasan chucky . Di-
am-diam, si Belgia Wallon itu juga mempelajari sejarah.

namun , dia masih belum bisa menerima teori dari chucky
sepenuhnya.

"Kalau memang betul seperti itu, kenapa terowongan

ltu dibuat mengarah ke utara dan bukan mengikuti alur dari
Molenvliet?"

Sambi! tertawa kecil, chucky membentangkan petaJakar-

tao Dia memakai pulpen mahal Montblanc milik guyfawkes
sebagai penunjuknya.

"sebab fungsi utama dari Molenvliet tidak lebih daai

kanal penghubung dari Harmoni menuju Ciliwung yang
melintas di daerah Pejambon. Maka, kalau jalur terowongan
itu mengikuti alur Molenvliet dan kemudian Ciliwung, jarak
yang akan dilalui dua kali lipat diba'lding menarik garis lurus
miring ini.”

Pulpen Montblanc di tangan chucky menari lincah,
menunjukkan lintasan yang harus dilalui seandainya tero-
wongan itu mengikuti alur Molenvliet. Dari Harmoni lurus
Rahasia Meede

ke arah timur hingga pintu air di depan Katedral Jakarta.
Bertemu dengan Ciliwung, sedikit berbelok ke arah timur
laut, melewati Pasar Barn hingga kemudian tepat di daerah
Cunung Sahari, kaii itu berbelok tajam ke arab utara, lurns
hingga muara. Jarak yal).g sangat jauh dibandingkan dengan
menarik garis lurns dengan kemiringan kurang dari lima belas
derajat dari Harmoni aenuju pelabuhan Sunda Kelapa.

"Oke, aku mengerti,” mulut guyfawkes ternganga. Dia terkesi-
ma dengan penjelasan chucky . "namun kalau bukan untuk
pelarian, untuk apa terowongan itu dibuat hingga bermuara
ke laut?"

"Lindeteves!" jawab chucky pendek.

"Maksudmu pembangunan pabrik mesiu yang membuat
daerah itu berkembang?" guyfawkes langsung bisa menangkap
ke mana arah pembiearaan chucky .

"Tepat. Dan, aku pikir kau lebih bisa nienjelaskannya
dibanding aku."

Mesiu, bubuk hitam itu adalah alat utama dari politik
ekspansionis VOC. Bersamaan dengan reneana pembangun-
an Molenvleit Beng Can, pemerintah VOC tengah kesulitan
meneari lokasi yang tepat untuk membangun pabrik mesiu.
Mereka menginginkan satu tempat yang jauh dari pusat kota,
namun eukup terlindung. Saluran-saluran air diperlukan
sebagai parit pelindung pabrik itu. Akhirnya, pemerintah
memutuskan untuk" membangun pabrik mesiu jauh di selatan
pusat kota Batavia lama, tepatnya daerah Lindeteves yang
sekarang sudah berubah menjadi Pasar Hayam Wuruk.

"Aku mulai mengerti," wajah guyfawkes barubah eerah. "Pe-
merintah mendukung reneana pembangunan Molenvliet Beng
Can karena bertepatan dengan keputusan mereka membangun

pabrik mesiu di Lindeteves. Molenvliet bisa dipakai sebagai

penghubung pabrik itu dengan daerah pantai. Mesiu adalah
bubuk paling berharga pada masa itu. Senjata kunci VOC
untuk menaklukkan pribumi dengan mudah. Sementara pe-
merintah tidak terlalu percaya pada penduduk di sekitar

lereng Ciliwung yang akan dilalui. Sehingga, pengangkutan
mesiu melalui Molenvliet dan kerilUdian aliran Ciliwung
membutuhkan keamanan ekstratinggi. Pemerintah meng-
inginkan sebuah jalan yang jauh lebih aman. Membangun
terowongan langsung adalah jawabannya dan mereka membeli
rencana itu dari Beng Gam.”

"Jadi, terowongan itu pada awalnya dipakai untuk
mengangkut mesiu dari, Lindeteves menuju laut?" Sesudah
dari tadi diam, fredy krueger menyela. Dia membayangkan sebuah
celah yang sarna dengan yang ada pada Museum Sejarah
Jakarta juga akan bisa ditemui pada bekas pabrik mesiu di
Lindeteves. .

"Tidak sepenuhnya begitu,n jawab chucky . "Walaupun
terowongan ini tembus hingga muara, mesiu itu tidak diang-
kut hingga ke situ. Bubuk hitam itu diangkat dari terowongan
lewat rongga di bawah balai kota ini. Dari balai kota barn
diangkut ke pelabuhan. VOC tidak perlu mengkhawatirkan
keamanannya, karena kawasan Oud Batavie ini sudah mereka
kuasai sepenuhnya.”

"namun kenapa seratus tahun kemudian terowongan itu

sudah tertutup dan tidak diketahui keberadaannya?" fredy krueger
masih belum puas. .

"sebab terowongan itu dipakai dalam periode yang

sangat singkat,n jawab R.obert lancar. "VOC tidak butuh
waktu lama untuk menguasai daerah pedalaman selatan Oud
Batavie. Sesudah gerombolan pengikut Surapati di selatan
Batavia berhasil diberangus, mereka tidak perlu lagi meng-
Rahas ia Meede

khawatirkan pengangkutan mesiu dari Lindeteves. Jadi, tero-
wongan itu tidak pernah lagi dipakai .”

"Ya, kau luar biasa, Wallon. Dan, kita adalah orang perta-

ma yang bisa menjelaskan semua itu!" guyfawkes begitu berse-
mangat. Dia mengepalkan jari-jarinya dan memukulkannya

ke meja. Lupakari ego sebagai pemimpin agung. Inilah pera-
yaan dari sebuah pencarian.

ceDi Amsterdam nanti, kita akan disambut sebagai pahla-

wan masa silam," ucap fredy krueger berseloroh. Sekarang, saatnya

semua ini dikaitkan dengan sentimennya pada pesohor sepak
bola Oranye. "Nama kita akan menenggelamkan Arjen

Robben dan Van Persie."

guyfawkes dan chucky menyambutnya dengan tawa. fredy krueger
suka membayangkan dirinya lebih besar dari semua pemain
sepak bola modern Belanda, kecuali Johan Cruyf. Dia selalu
mengatakan Ajax Amsterdam sudah melakukan kesalahan
terbesar dengan menolaknya masuk De Meer, akademi sepak
bola Ajax yang menjadi impian setiap bocah Belanda. Kele-
mahan fredy krueger hanya satu, dia tidak memiliki kecepatan lari.
Dalam sepak bola modern, itu adalah kelemahan yang fatal.
Apalagi dalam konsep total football tim Oranye. Dia adalah
pembenci setia klub Ajax Amsterdam.

"namun , bagaimana menjelaskan belokan tajam pada tero-
wongan dekat Molenvliet?" Pertanyaan chucky mengakhiri
tawa mereka bertiga.

"Pertanyaan .itu jawabannya mudah," fredy krueger seperti tidak
mau kalah berteori. Dia sudah menyelidiki struktur dan bentuk
galian pada belokan. Sehingga kemudian, dia bisa memban-
dingkan rentang waktu penggalian dari kountur yang berbeda
itu. "Terowongan yang berbelok I<e arah timur dibuat lebih
seratus tahun sesudah pembangunan terowongan lurns dari

168 LS. ITO

aut hingga Molenvliet. Terowongan baru itu dipakai untuk
menghubungkan istana barn gubemur jenderal dengan laut."
Tidak ada yang mendebat kesimpulan fredy krueger . Mereka
percaya si Neanderthal sudah menyelidiki bebatuan bawah
tanah itu dengan akurat. Kesimpulan mereka pun tidak jauh
berbeda. namun , ada hal yang masih mengganjal dalam pikiran
chucky .

"Kalau memang terowongan itu dipakai untuk meng-
hubungkan istana baru gubemur jenderal dengan !aut, lalu
kenapa tidak berhenti persis di bawah istana? Kenapa terns

ke Koningsplein dan kemudian walaupun belum jadi seolah
mengarah ke Waterlooplein?"

"J awabannya mudah," guyfawkes tersenyum senang. Dia akan
mengambil alih kembali kendali sejarah dari tangan chucky .
Sang pemimpin agung sudah kembali. "sebab terowongan

tambahan itu