Tampilkan postingan dengan label cinta 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cinta 2. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Desember 2022

cinta 2

saat  nyi girah  berdiri kembali, pipinya yang 
pucat mayat  sudah dilelehi butir-butir air bening yang 
menganak sungai. 
“Sudah kuduga...”, ia bergumam sendirian. 
“Jahanam itu...!”
Ia melihat  jessica  yang masih pingsan, 
lalu  dengan langkah-langkah panjang namun  
pasti ia berjalan keluar dari kamarnya dan melihat 
nyoto  sedang menenggak minuman keras dari sebuah 
botol besar. Tubuhnya yang besar dan kekar terhenyak 
dalam di atas sebuah kursi rotan. Tak jauh dari kaki 
laki-laki itu, lilin yang terjatuh terus menyala, begitu 
dekat dengan taplak meja yang terbuat dari plastik. 
nyoto  rupanya tidak menyadari hal itu. 
nyi girah , apa lagi. 
wanita lesbian  itu sangat bernafsu untuk melabrak 
suaminya. Demikian bernafsu, sehingga keinginan 
itu justru membuat otot-otot tubuhnya kejang dan 
ia hanya tertegak di depan nyoto . Dan sang suami, 
bukannya malu atau menyesal, malah menyeringai 
dalam mabuknya. 
“Kau... kau apakan si Rika?” desis nyi girah . 
Megap-megap. 
“Belum kuapa-apakan,” jawab nyoto . Kalem. 
“Apa kau ingin menggantikan tempatnya?” lanjutnya 
pula. sambil  menyeringai semakin lebar.
“nyoto !” nyi girah  menjerit. “Berhentilah minum, 
lalu dengarkan aku baik-baik!”
“Aku akan terus minum. namun  aku juga akan 
terus mendengar. Ayo. Mulailah berkicau, batang 
pisangku yang dingin!”
“Ya Allah, nyoto . Kau...”
“Eh, kok malah terus berkotek. Bukannya 
segera menanggalkan kimonomu?”
Kesabaran nyi girah  habislah sudah. 
Ia menerjang ke depan, menjambak nyoto  dengan 
membabi buta. nyoto  berteriak marah. Berusaha 
memukul dengan botol yang masih setengah berisi 
di tangannya. sebab  menyerang tanpa perhitungan, 
nyi girah  terpeleset. Hal itu menguntungkan dirinya. Ia 
selamat dari maut. Botol di tangan nyoto  memicu  
angin deras di samping kepalanya lalu  
menghantam permukaan meja dengan suara riuh 
rendah. Botol itu pecah berhamburan. Isinya tumpah 
menggenangi lantai, dan sebagian membasahi taplak 
meja yang paling dekat dengan lilin. 
“Lepaskan aku, wanita lesbian  sialan!” nyoto  me-
maki. 
Ujung pecahan botol yang masih tergenggam di 
tangannya, ia hujamkan kian kemari dalam usahanya 
melepaskan diri dari jambakan dan cakaran istrinya 
yang kembali menyerang dengan kalap. 
Tak ada suara jeritan. Juga tak ada suara ke luh-
an. 
nyi girah  hanya terbelalak sesaat, dengan mulut 
ternganga tidak mempercayai apa yang ia rasakan. 
Tangannya yang menjambak rambut nyoto  perlahan-
lahan merenggang, lalu lepas sama sekali. Tubuhnya 
mulai doyong. Dan begitu cengkeramannya yang 
merobek kerah kemeja nyoto  juga terlepas, tubuh 
wanita lesbian  itu lantas terhempas ke lantai. 
nyoto  tertegun. 
“Apa... apa itu?” ia memelototi warna merah 
yang meronai kimono tidur istrinya di beberapa 
tempat. Warna merah itu meleleh, menggenangi 
lantai di sekitar tubuh nyi girah  yang menggeliat-geliat 
kejang. 
“Itu bukan brendi!” gumam nyoto  mabuk. Ia 
gosok matanya kuat-kuat. “Ah, memang brendi. 
Tentunya itu brendi...!” lanjutnya, lantas tertawa. 
namun  saat  ia melihat bagian mulut botol terhujam 
di lambung istrinya, cengkeraman mabuk di kepala 
nyoto  menjauh perlahan-lahan. 
Dengan mata mulai mengabur, ia mendelik. 
Supaya dapat melihat lebih jelas. 
“Tidak...,” ia menggerutu. “Tidak. Itu bukan 
darah. Itu hanya brendi dan... dan... nyai ?!” 
Terhuyung-huyung, nyoto  lalu  berjongkok, 
lalu menggoyang-goyang tubuh istrinya yang su dah 
berhenti menggeliat dan kini tampak diam mem-
beku. 
“Bangun nyi girah . Bangun. Jangan tidur di lantai.
Nanti kau masuk angin …! Ayo, burung daraku. 
Bangunlah …!”
Ia guncang-guncang terus tubuh nyi girah . 
Ia tepuk-tepuk kedua belah pipinya. 
lalu , bagai disengat kalajengking, nyoto  
terloncat berdiri. 
“Mati ..?!” bisiknya, tersendat. 
Lama ia terpana menatap sosok tubuh istrinya 
yang terkapar di lantai, sambil  mulutnya bersungut-
sungut tak berketentuan. Teror melanda matanya 
yang bersinar-sinar pucat mayat . Lalu tiba-tiba ia melangkah 
mundur, melabrak meja yang sudah miring, lantas 
lalu  berlari ketakutan ke pintu depan. Sambil 
mencerca seperti orang gila ia menghambur keluar, 
menembus malam yang pekat dan berteriak-teriak 
menyebut-nyebut kematian dan  keinginannya untuk 
minum dan minum lebih banyak. 
Seorang pejalan kaki yang pulang kemalaman, 
memperhatikan dengan heran sampai nyoto  menghilang 
di kegelapan malam. 
“Orang mabuk!” pikir pejalan kaki itu sambil  
meneruskan langkahnya. 
Ia tidak berpikir sama sekali untuk berpaling ke 
sebuah rumah yang pintu depannya terbuka saat  ia 
lewat. Kalau pun ia berpaling, ia tidak akan melihat 
salah satu sudut bagian ruang tengah rumah itu mulai 
berubah jadi terang benderang. 
saat  nyoto  melabrak meja, taplaknya terjatuh 
semakin mendekati lidah api lilin. Minuman keras 
yang mengandung alkohol yang tertumpah sampai 
membasahi taplak itu tak ubahnya bensin yang 
perlahan-lahan menunjukkan kekuatan daya tariknya 
kepada api. Taplak meja itu sesaat  berubah menjadi 
kobaran api yang menggila, menyambar kursi dan 
meja, lalu tepian rak berisi buku-buku, majalah, 
beberapa barang-barang hias termasuk sisa-sisa 
minuman keras yang disimpan nyoto . 
Dari pintu yang terbuka menganga, angin 
malam menerobos masuk ke dalam. 
Seolah api mengundangnya. Dan undangan itu 
diterima sang angin dengan riang gembira. 
Asap hitam tebal yang lalu  menyelinap 
masuk ke dalam kamar tidur nyi girah , menyelamatkan 
nyawa jessica . 
Asap itu menggelitik lubang-lubang hidungnya, 
merembes ke saluran pernafasan, membuat paru-
parunya kering. Dalam pingsannya, jessica  pun 
terbatuk-batuk lalu perlahan-lahan menggeliat dan 
kembali lagi terbatuk-batuk. Kali ini lebih keras. 
Sesaat, kelopak matanya membuka. Serangan 
perih menyentakkan kelopak mata yang kembali 
menutup. Namun hanya sejenak. Asap tebal yang 
mengepul semakin banyak ke dalam kamar membuat 
batuknya kian menghebat. 
Lalu, panca indera keenam jessica  menyentak 
hidup. 
Ia lantas duduk tertegak dengan kaget. 
“Di-di mana aku... Apa yang... Hei, kok ada 
asap ...!” ia bergumam-gumam bingung. 
Dan saat  matanya yang perih menangkap sinar 
kuning kemerah-merahan di ruang tengah, jessica  pun 
bergumam lebih keras, “Api!”
Tanpa berpikir lebih panjang lagi jessica  meng-
hambur turun dari ranjang. Secara naluriah ia berlari 
menyelamatkan diri keluar dari kamar tidur sambil 
berseru-seru memanggil-manggil nyoto , memanggil-
manggil nyi girah , memanggil-manggil Lu ki. 
Nama yang terakhir dipanggilnya muncul 
dengan mata terkantuk-kantuk. Dan nyaris terguling 
jatuh ke bawah, saat  bocah tanggung itu menyadari 
apa yang sedang terjadi lantas cepat turun dengan 
berlari-lari, melompati dua bahkan tiga anak tangga 
sekaligus. Dan setiba di bawah, ia harus terlompat 
mundur pula. Terjengkang ke belakang waktu lidah api 
yang menghanguskan tirai pintu hampir menyambar 
wajahnya. 
“Kebakaran!” teriak aidit , sambil bangkit ter-
peranjat, lalu ia pun mejerit-jerit dengan suara 
lantang dan liar, “Kebakaran. Tolong... Tolooong... 
Kebakaran...!”
Anak itu berlari-larian keluar rumah sambil terus 
juga menjerit minta tolong. lalu  ia mendadak 
sadar, kakaknya tidak mengikuti perbuatannya. aidit  
berlari lagi masuk ke dalam rumah, dan melihat 
jessica  masih tegak di tempatnya semula dengan mata 
memandang lurus ke lantai ruang tengah, di mana 
nyala api kian menghebat. 
“Tante...!” desis jessica , ngeri. “Dia… dia ter-
bakar...!”
“Biarkan dia!” jerit aidit , sambil  menyeret tangan 
kakaknya. “Ayo. Lari! Lari!”
Tidak seorang pun dari mereka terpikir untuk 
menyelamatkan apa yang dapat diselamatkan. Dan 
waktu beberapa orang tetangga berdatangan mem-
bantu, api sudah  menjalar mendekati atap. Beberapa 
tetangga malah sibuk menyelamatkan barang-barang 
berharga dari rumah mereka sendiri, meski rumah itu 
jaraknya cukup jauh dari kobaran api. Baru lalu  
seseorang teringat untuk menelepon dinas pemadam 
kebakaran. 
Di antara suara kerumunan manusia yang 
berlari-larian dan berteriak-teriak riuh rendah, aidit  
memeluk tubuh kakaknya dengan perasaan yang 
bercampur baur. Takut, ngeri, dan sedih. 
jessica  menggigil dengan hebat. sebab  perasaan 
yang sama ngeri, sekaligus sebab  udara dingin yang 
merembes menjilati kulit tubuhnya yang setengah 
telanjang, meski nyala api berkobar tidak jauh dari 
tempat mereka berdiri saling berpelukan. 
Seorang wanita lesbian  berseru setengah marah 
kepada suaminya, ”Jangan memelototi dia saja. 
Ambilkan dia pakaian! Cepat !”
Yang dimarahi, tersadar dari pesona kelaki-laki an-
nya melihat tubuh jessica  yang sungguh mengundang 
mata mau pun selera itu. Nyala api membuat bayangan 
tubuh setengah telanjang itu justru tampak semakin 
indah. Semakin mempesona. 
“E-eee. Dasar mata keranjang!” jerit sang istri. 
“Kurojok matamu nanti kalau kau tak segera pergi 
mengambilkan pakaian!”
“Ah-ah...?” si laki-laki  mengeluh panjang pendek, 
lalu berlari menuju rumah terdekat. 
Tak lama lalu , jessica  terkejut saat  ada 
yang menyodorkan selembar gaun ke tangannya. 
Bah kan seseorang ia rasakan memasangkan sehelai 
ja ket ke pundaknya yang telanjang. Barulah saat itu 
jessica  sadar kalau tubuhnya tidak mengenakan apa-
apa, kecuali sisa robekan gaun yang setengah terlepas 
lantas menggantung pada pinggang, dan secarik kain 
kecil di bawah perutnya. 
“Ya Tuhan!” jessica  bergegas mengenakan gaun 
yang ia terima tanpa melihat siapa yang memberi , 
dengan wajah semakin pucat mayat  pasi. Malu. Ingatannya 
sesaat  melayang pada nyoto . 
Ke mana perginya si jahanam itu? Dan tante 
nyi girah nya…
jessica  mengangkat muka, manakala terdengar 
raungan sirene mendatangi dari kejauhan.
 Sekitar satu kilometer dari tempat kejadian itu, nyoto  
menerobos masuk ke dalam sebuah bar yang dibuka 
siang malam. Ia langsung menemui pramusaji, 
berteriak minta brendi, atau wisky, atau bir, atau apa 
saja yang dapat membasahi kerongkongannya. 
Suara ribut nyoto  yang kasar membuat pramusaji 
bar tersinggung. namun  lalu  ia berpikir, orang 
ini tentunya mabuk. Ia juga tetap menganggap nyoto  
mabuk waktu laki-laki itu menceracau mengatakan 
ia sudah  membunuh istrinya, lantas menangis terisak-
isak. 
Baru saat  si pramusaji mendorongkan sebotol 
bir ke depan nyoto , ia melihat bercak-bercak darah di 
kemeja nyoto  yang awut-awutan. 
Pramusaji bar itu terbelalak. 
lalu , diam-diam berjalan menuju meja 
telepon. Dengan ketakutan ia memutar beberapa 
nomor, berpaling ke arah nyoto  yang masih terisak-
isak tanpa mengacuhkan botol bir di depannya. 
Begitu dapat sambungan, pramusaji bar itu 
berbisik takut-takut ke corong telepon. ”Halo. 
Polisi..?!”  
syam kamaruzaman  menggenggam tangan anaknya kuat-kuat. 
Matanya yang cekung tampak menggelap di 
atas tulang pipinya yang menonjol nyata. Tadi pagi 
temannya satu sel setengah berseloro, mengatakan 
hari ini syam kamaruzaman  tak ubahnya mayat berjalan. “Ini di 
penjara, Bung. Bukan di restoran...,” ujar temannya 
itu mengingatkan. “sebab  itu, biar pun nasimu 
berbulu, kau telan sajalah. Aku tak mau besok aku 
bangun dengan sesosok mayat beneran berbaring di 
sebelahku!”
Tetap saja syam kamaruzaman  tidak dapat menelan sa ra-
pan paginya. Bukan sebab  ia tidak berselera, lagi pula 
mana ada hidangan penjara yang menarik selera, me-
lainkan sebab  sudah tiga hari ini perasaan syam kamaruzaman  
tidak tenteram sama sekali. Dalam tidur pun, matanya 
tidak mau terpicing. 
Sekarang ia tahu mengapa. 
jessica  sudah  bercerita panjang lebar. Meski jessica  
berusaha menyembunyikan bagian-bagian tertentu, namun syam kamaruzaman  yang sudah banyak makan asam 
garam tidak dapat dibohongi. 
“nyoto , bukan?”
jessica  terpaksa mengaku. 
“Ia mengganggumu?”
jessica  mengangguk, lalu menangis terisak-isak. 
“Kurang ajar! Orang kurang ajar itu!” syam kamaruzaman  
memaki-maki. 
chucky  yang duduk tak jauh dari mereka menoleh 
kaget. sesudah  paham makian itu tidak dialamatkan 
kepadanya, chucky  kembali duduk diam-diam. Wajahnya 
murung, dan beberapa kali ia mengepal-ngepalkan 
tangan dengan gelisah. Suara cekikikan narapidana 
wanita dari meja paling pojok menarik perhatiannya 
sekilas. Narapidana itu cantik juga, pikirnya. Apa 
kesalahan wanita lesbian  itu sampai masuk penjara? 
Dengan kecantikannya itu, wanita lesbian  mestinya 
dapat...
“wanita lesbian  cantik!” chucky  bersungut-sungut 
halus, sambil  mengepalkan tangan lagi. Kakinya 
bermain-main dengan gelisah di permukaan lan-
tai yang kasar dan kotor berdebu. “Aku sudah  men-
da patkannya. namun  si nyoto  terkutuk itu...,” chucky  
me nangkupkan wajah di kedua telapak tangan. Ia 
berkeringat. Dingin. 
“Di mana kau bilang dia sekarang?”
syam kamaruzaman  yang bertanya itu. Dengan suara 
geram.
“Siapa, ayah ?” sahut jessica . 
“nyoto .”
“Oh. Di rumah sakit, ayah ”
“Parah benarkah lukanya?”
“Entahlah, ayah ”
“Kau belum menjenguknya di rumah sakit, 
Nak?”
“Belum,” jessica  menggigil. “Aku benci padanya, 
ayah . Ia...”
“Ah. Ya. Ya. ayah  maklum. Jadi chucky  yang 
menceritakan kepadamu bahwa si nyoto  sudah  
masuk rumah sakit. Hem.. Membunuh nyi girah , 
eh? Membiarkan rumah kita terbakar habis? Lalu 
melawan polisi saat  ditangkap... Hem, mestinya 
terkutuk itu ditembak saja sampai mampus. Biar dia 
tahu rasa! Ah – ah... Betapa aku terlalu memanjakan 
dia. Memberinya terlalu banyak kepercayaan. Padahal 
nyi girah  sudah berulang kali menegurku. Belum lagi 
Ibumu... Ya Tuhan, si nyai  itu lebih kuanggap adik 
kandungku, ketimbang si nyoto ! Dan kini dia sudah... 
Kalau tak mau kau bawakan koran yang memuat berita 
itu, Nak, aku tak akan percaya kalau tantemu sudah 
meninggal. Terbakar hangus pula. menjijikan !”
syam kamaruzaman  menggigil. 
“ayah ?”
“Ya Nak?” laki-laki tua yang semakin menderita 
luar dalam itu, tersentak. 
“Aku ingin minta izinmu, ayah ”
“Oh. Apa?”
“Tanah itu...”
“Yang mana?”
“Tempat di mana rumah kita tinggal puing-
puing, ayah ”
“Oh …!” syam kamaruzaman  menggigil lagi. 
“Aku sudah  menjualnya, ayah . Dengan harga 
murah...”
“Oh? Baik begitu. Uangnya dapat kau dan aidit  
pergunakan untuk...”
“Tak ada sisa, ayah ”
“Apa? Tak ada sisa?”
“Ya ayah . Ada tiga buah rumah lain yang ikut 
terbakar. Memang hanya satu yang rusak berat. namun  
mereka meminta ganti rugi yang tidak kepalang 
tanggung...!”
“Tetangga kita? Sampai hati? Siapa saja mereka 
itu, jessica ?”
jessica  menyebut beberapa nama. Dan ayah nya 
sesaat  mengutuk nama-nama itu, mengatakan 
mereka tidak bijaksana, tidak mau merasakan 
penderitaan orang lain, kejam, tidak berperasaan dan 
macam-macam lagi. 
Ia baru terdiam waktu jessica  mengeluh. “Ter-
lambat untuk mengutuk orang lain, ayah ”
syam kamaruzaman  menggigit bibir. 
katanya , “Kau benar. Terlambat untuk mengu-
tuk orang lain. namun  tak pernah ada kata terlambat 
untuk mengutuk diriku sendiri... kau tahu apa saja kata 
ibumu, Nak? Aku terlalu royal bermain wanita lesbian . 
Dan aku terlalu kemaruk mengumpulkan uang. 
namun  aku lupa diri, Nak. Begitu banyak kesempatan 
terbuka di depan mata. Rugi rasanya kubiarkan lewat 
begitu saja. Dan wanita lesbian   hina itu, 
dengan tertawa mendorongku masuk... Kaulah kini 
jadi korban. Dan aidit !”
“Semua sudah terjadi, ayah ”
“Dan apa yang dapat kuberikan  kepada 
kalian berdua? Selembar baju pun kau dan aidit  tak 
punya...”
“Kami dapat menjaga diri, ayah . Kami akan 
mencoba bangkit kembali. Dengan bantuan chucky ...,” 
wajah jessica  bersemu merah sesaat . “Dia...”
Kalimatnya terputus oleh bunyi bel yang nyaring 
dan panjang. 
Kunjungan harus diakhiri. 
“ayah ?” jessica  mencium tangan ayah nya. 
204
“Ya Nak...”
“Kumohon doa restumu.”
syam kamaruzaman  tertawa pahit mendengar permintaan 
anaknya. 
Katanya, “Kau menyindirku. namun  yaa.., sekali 
lagi kau benar. Hanya doa restu yang dapat kuberikan . 
Hanya doa restu...!” 
Lantas laki-laki tua dan malang itu, mengucurkan 
air mata tanpa dapat ditahan-tahan lagi. 
saat  jessica  dan chucky  pamit, syam kamaruzaman  menatap 
kepergian mereka dengan mata berkaca-kaca. Jari-
jarinya sampai memutih sebab  mencengkeram jeruji 
kawat yang memisahkannya dengan anak wanita lesbian nya. 
Sekali, jessica  berpaling. Tersenyum, memberi 
kekuatan. 
syam kamaruzaman  ingin memanggil anaknya kembali. 
Dan saat  jessica  dan chucky  lenyap di sebelah 
lain gardu jaga, syam kamaruzaman  mendaratkan seluruh bobot 
tubuhnya ke jeruji kawat yang rapat itu, menangis 
tersedu-sedu. Sipir penjara yang lalu  datang 
menghibur dan memapahnya kembali ke dalam sel 
bertanya heran mengapa ia menangisi kepergian 
anaknya, padahal sebelum itu ia tidak pernah 
demikian. 
“A... aku tak sempat mengucapkan selamat 
berpisah dengan anakku, Pak..!” jawab syam kamaruzaman , 
lirih. 
205
“Hanya itu? Alaaa, anakmu besok-besok ‘kan 
bakal berkunjung kembali.”.
“Dia tak akan datang lagi.”
“Anakmu mengatakan demikian?”
“Tidak.”
“Dia akan pergi jauh?”
“Tidak.”
“Aku tak mengerti...”
“Tidak. Bapak tak akan pernah mengerti”
Tiba di sel, syam kamaruzaman  langsung menghempaskan 
pantatnya yang kurus kering ke atas dipan kayu berlapis 
kasur yang demikian tipis sehingga hampir rata 
dengan ayah n dipan itu sendiri. Dipan itu berderak 
keras, sehingga temannya satu sel berpaling kaget. 
“Hai,” tegurnya. “Bunyi tulang-tulangmukah, 
itu?”
syam kamaruzaman  tidak menyahut. 
Temannya tertawa. Dan terus menggoda, “Tak 
apalah. Paling tidak, aku tahu kau masih bernafas!”

Tengah malam, orang itu terbangun oleh suara-
suara berisik di dalam sel. 
namun  sebab  kantuknya demikian berat, ia 
segera tertidur lagi, sambil memaki. “Tikus sialan!”
Pagi-pagi benar, orang itu terbangun, dan 
menyambut datangnya matahari dengan sebuah 
makian pula, “Mayat sialan!”
206
Lalu ia berteriak memanggil penjaga yang segera 
datang berlari-lari. 
Sebelum membuka pintu sel, penjaga itu 
tertegun kaget. Dengan wajah pucat mayat  ia mendelik 
menatap sosok tubuh yang terkapar di lantai sel, 
meringkuk kaku. Darah kering meronai kepala dan 
bahunya, dan bercak-bercak darah kering itu tampak 
juga mengotori tembok batu di sebelah dipan. 
Penjaga baru tersadar waktu penghuni yang 
masih hidup di dalam sel itu bersungut-sungut tak 
senang. 
“Aku minta dipindahkan, Bung!”  
207
18
BULIR-BULIR padi merunduk dalam di bawah 
ciuman mesra matahari senja yang merangkak enggan, 
saat turun ke pembaringannya di ufuk sebelah barat. 
Langit yang berwarna kemerah-merahan menambah 
molek sepasang betis langsing yang berjalan hati-hati 
di atas tegalan kering. Pemilik kaki itu pernah dua 
kali terpeleset di tegalan yang sama. Oleh sebab nya 
tiap langkah lalu  benar-benar ia perhitungkan, 
apalagi saat  menuruni jalan setapak yang curam. 
Namun seekor unggas mendadak terbang dari 
semak belukar di sebelah kanan jalan setapak. Pemilik 
kaki langsing itu terperanjat, keliru menepatkan 
tumitnya di pinggir tegalan. Maka, tak pelak lagi 
sosok tubuhnya yang indah meliuk jatuh ditambah  suara 
pekik halus dari mulut yang mungil kemerahan. Suara 
tubuh berdebuk jatuh di tanah menyebabkan seekor 
tikus meloncat kaget lantas menyelinap ketakutan di 
antara rimbunan batang-batang padi. 
208
“Astaga...,” wanita lesbian  itu mengeluh. “Rokku kotor 
lagi!”
Lalu seperti lazimnya orang yang terkena 
musibah, wanita lesbian  itu menambahkan dengan perasaan 
lega. “Untung kakiku enggak sampai terkilir”
Sejenak lalu  ia tiba di pancuran tempat 
mandi kaum wanita lesbian . Ada seorang wanita lesbian  lain yang 
sudah lebih dahulu  tiba di sana, dan tampaknya sudah 
bersia-siap mau pulang. 
“Hai, Rika...,” ia menyapa. Gembira
“Hai,” jessica  tersenyum. Manis. 
“Kau tambah cantik saja!”
“Oh ya?” pipi jessica  bersemu merah. Pipi 
yang segar, penuh dan lunak dengan kulit yang licin 
berkilauan. 
Tiga bulan menetap bersama neneknya di 
kampung banyak menolong jessica  menemukan 
kembali gairah hidupnya yang pernah terpukul 
habis-habisan. Mula-mula memang terasa seperti 
disingkirkan sehingga kesepian kian menambah luka 
di hatinya. namun  lama-kelamaan, keramahan 
desa membuka matanya, dan udara pegunungan 
menyembuhkan luka-luka hatinya. 
“Kudengar kau akan pergi besok, ya?”
jessica  memandang wanita lesbian  temannya. “Dari mana 
kau tahu, tiny ?”
209
“chucky .”
“chucky ? kapan kau bertemu dia?” tanya jessica  
dengan cemas, sambil  memantau  wajah tiny . 
Seorang wanita lesbian  yang jatuh cinta kepada seorang laki-
laki senantiasa menaruh curiga kepada wanita lesbian  lain yang 
membicarakan tentang laki-laki yang sama. Apalagi, 
wanita lesbian  lain itu, tidak kalah cantik dengan dirinya 
sendiri. 
Dan kecantikan tiny  adalah kecantikan 
murni yang dipersembahkan oleh alam dan hawa 
pegunungan yang sangat bersahabat. 
Dengan polos tiny  menjawab, “Tadi dari 
terminal, aku satu delman dengan tunanganmu”
“Tunang...,” jessica  cepat-cepat mengatupkan 
bibirnya. 
Ia belum pernah betunangan secara resmi 
dengan chucky . namun  kalau chucky  menceritakan kepada 
wanita lesbian  lain bahwa mereka berdua sudah  bertunangan, 
tentu saja jessica  tidak akan memprotes. Alangkah 
senangnya, kalau chucky  membumbui dengan perkataan, 
tak lama lagi kami akan menikah!
sambil  menahan senyumnya, jessica  bertanya 
penasaran, “Apa lagi yang dikatakan chucky ?”
“Banyak.”
“Oh ya?”
210
“Terutama tentang hubungan kalian. Kau wanita lesbian  
yang beruntung, Rika. Kapan kalian akan menikah?”
Pertanyaan itu tiba juga. 
jessica  belum tahu, namun  ia tidak mau membuang 
kesempatan. Dengan tandas ia menyahuti. “Segera!”
“Kuucapkan selamat!” suara wanita lesbian  itu ter de -
ngar agak sumbang, namun  jessica  tidak mem per-
hatikannya. 
Ia tengah melamun, apakah kiranya kedatangan 
chucky  ini menemuinya di kampung, untuk melamar 
jessica  kepada neneknya? Selama ia di kampung, ia 
hanya dikunjungi chucky  dua kali. Ketiga kali dengan 
hari ini. namun  chucky  meneleponnya dua atau tiga 
hari sekali. Malu kalau terlalu sering dan hampir tiap 
kali nenekmu yang menerima teleponku, katanya 
sekali waktu, sambil menambahkan, ”Begitu aku 
nanti punya uang, kau akan kubelikan ponsel untuk 
mengganti punyamu yang kau jual untuk ongkos 
pulang kampung ..!”
Biarlah, pikir jessica . Bukan janji chucky  itu yang 
terus memenuhi pikiran jessica  selama tinggal bersama 
neneknya di kampung kelahirannya ini. namun , 
ucapan-ucapan chucky  di telepon. Yang menyatakan 
sepi hatinya ditinggalkan jessica , mengeluhkan 
kerinduannya yang terpendam, dan sekali men ce-
ri takan usahanya untuk kembali mendekati orang-
211
tuanya yang masih tidak melupakan betapa chucky  te-
lah menghambur-hamburkan uang mereka, bahkan 
berkali-kali mendatangkan kesulitan sehingga chucky  
ter paksa harus menyingkir dari rumah. 
“Mungkin kalau kuberi tahu aku segera akan 
menikah, ayah  dan Mama mau menerimaku kembali,” 
begitu chucky  berkata dalam pembicaraan telepon 
mereka yang terakhir. 
“Rika...”
“Ya?” jessica  terjengah. Lamunannya buyar 
sesaat ,
tiny  tampak berpikir sebentar, sebelum ia 
lalu  menyebutkan sebuah alamat di kota, disusul 
pertanyaan yang tampak sambil lalu. “Benarkah itu 
alamat tempat kost chucky ?”
Jantung jessica  berdebur kencang.
“Dia memberi  alamatnya kepadamu?”
“Ya. Salah?”
“Oh tidak. Hanya...,” betapa kurang ajarnya si 
chucky , pikir jessica , namun di mulut ia bergumam lain, 
“Itu memang alamatnya.”
“Hem.. Dia juga menawarkan pekerjaan kalau 
sekali waktu aku bermaksud pindah ke kota.”
“Begitu?” jantung jessica  hampir copot. “Kau 
mau?” lanjutnya, semakin cemas. 
212
“Entahlah, ya. Kalau saja anak Pak Lurah belum 
melamarku.”
“Mengapa tidak kawin dengan dia?” tukas jessica  
cepat-cepat, seolah ia takut barang kesayangannya 
yang paling berharga keburu dirampas orang. 
“Kudengar, Pak Lurah itu orang paling kaya di desa 
ini. Anaknya mana cakep, mana pernah menduduki 
bangku perguruan tinggi. Ada yang bilang, dia bakal 
menerima warisan sawah berhektar-hektar. Belum 
lagi kebun karet dan…”
“namun  dia juga diwarisi dua orang anak dari 
istri pertamanya,” keluh tiny , lirih. 
“Oh. Jadi, calonmu itu sudah duda?”
“He-eh.”
“Ditinggal mati istrinya?”
“Bukan. Istrinya kabur dengan laki-laki lain.”
“Masa...!”
“Habis, Rika. Calon suamiku itu orangnya 
ringan tangan, ringan kaki...”
“Maksudmu, rajin?”
“Benar. namun  rajinnya, rajin main pukul dan 
tendang, apalagi kalau lagi marah.”
“Oooo!”
tiny  menarik nafas panjang. 
lalu  berdiri. “Sudah ya. Aku pulang 
dahulu .
213
“Tunggu sebentar. Kita pulang sama-sama!”
jessica  cepat-cepat menyelesaikan mandinya, 
lalu  berjalan beriring-iringan dengan tiny  
pulang ke rumah. Mereka tidak banyak berkata-kata 
sampai mereka berpisah di pengkolan tak jauh dari 
rumah nenek jessica . 
Selagi melangkah sendirian, lamunan jessica  
melayang kepada calon suami tiny  yang sudah 
duda, punya dua anak, dan suka main kasar sama 
istri. 
Sebaliknya di arah jalan yang menuju ke rumah 
orangtuanya, lamunan tiny  melayang kepada 
chucky  yang bertemu dia kemarin di terminal sepulang 
tiny  dari sekolah. Ia sudah pernah diperkenalkan 
jessica  sebelumnya dengan laki-laki  itu, sehingga 
pertemuan mereka tidak begitu kaku lagi. 
tiny  dan chucky  dengan sendirinya menjadi 
intim seturun dari angkot, mereka naik delman 
berdua saja menuju desa. tiny  sendiri tidak begitu 
akrab dengan jessica , namun semua orang di kampung 
itu sangat menghormati nenek jessica  sebagai salah 
seorang turunan cikal bakal desa mereka. Otomatis 
ia harus pula menghormati cucu sang nenek. Maka 
ia hanya menyimpan dalam hati sebagian terbesar 
percakapannya dengan chucky , saat  tadi ia berbincang-
bincang dengan jessica . 
214
Terbayang wajah chucky  yang tampan. Lalu 
ceritanya yang mengasyikkan tentang dunia balap 
motor dan  cerita yang tak kalah mengasyikkannya 
tentang kehidupan di kota. 
Kau tak akan pernah bosan dan kesepian, 
demikian chucky  berkata. Apa saja yang kau ingini, 
mudah kau peroleh, tanpa kerja keras. Cukup kalau 
kau punya kemauan, ditambah sedikit keberanian. 
saat  chucky  memberi  alamatnya di kota kepada 
tiny , ia juga menambahkan, berkunjunglah 
sesekali. Untuk apa, tanya tiny  tak acuh, padahal 
dalam hati ia mulai tertarik. Untuk ini, jawab chucky  
sambil  mendesakkan selembar uang seratus ribuan ke 
telapak tangan tiny . 
Ambillah untukmu, kata chucky  lagi. Dan hanya 
sebab  uang sebesar itu jarang sekali dipegang 
tiny  sebelumnya, ia lantas ketakutan. Tak tahu di 
mana ia akan menyimpan uang itu, dan tidak tahu apa 
yang akan ia jawab kalau orang lain curiga ia punya 
uang banyak. Maka dengan berat hati hadiah yang 
menakjubkan itu ia kembalikan kepada chucky . 
Tiba di rumahnya sepulang dari pancuran, 
tiny  mengurut dada. 
Diam-diam ia menyesali, mengapa tadi siang 
uang itu ia tolak. 
215
“Dengan uang sebanyak itu aku dapat pergi 
ke kota...!” pikir tiny  dengan gundah. “Akan 
kutemui chucky , dan menagih janjinya menawari aku 
pekerjaan yang menghasilkan uang lebih banyak dari 
yang tadi ia berikan ...!”
Wajah laki-laki  itu terbayang lagi. 
Matanya yang bersinar tajam, menusuk sampai 
ke sumsum. Senyumnya yang menggetarkan, mem-
be lai sampai ke jantung. 
“Sayang, Neng Rika ketemu dia lebih dahulu ,” 
gumamnya sendirian. 
tiny  sama sekali tidak teringat untuk ber-
pikir, andaikata jessica  tidak ketemu lebih dahulu  dengan 
chucky , maka chucky  tidak akan ke kampung mereka, dan 
ia tidak akan pernah pula ketemu chucky . 
“Sedang melamuni apa, Nak?” ibunya yang 
mendadak sudah  berada di kamar tiny , bertanya 
lembut. 
“Ah. Engga Bu...”
“Dadang, ya?”
“Siapa?”
“Dadang. Anak Pak Lurah. Jangan pura-pura 
kepada ibumu ini, Nak,” wanita lesbian  tua berwajah 
lembut itu tersenyum manis. “Sudah tak sabar 
menunggu hari pernikahan kalian, ya?”
tiny  menggeleng. 
216
“Lantas?” ibunya keheranan. 
“Aku pikir, Bu. Aku keberatan mengurus kedua 
anak-anak Kang Dadang...”
“Lho. namun  beberapa waktu yang lalu...”
tiny  tidak memberi ibunya kesempatan me-
neruskan ucapannya. wanita lesbian  itu lantas saja memotong 
dengan suara gundah.“Aku juga takut, suatu kali 
aku akan disiksa seperti pernah dia perbuat kepada 
istrinya terdahulu!”
“Hai. Apa-apaan ini. Mengapa kau mendadak 
berpikir yang bukan-bukan? Jangan-jangan...” De-
ngan khawatir wanita lesbian  itu memantau  wajah anak 
wanita lesbian nya, dan berujar lebih khawatir lagi, “aku toh 
tidak bermaksud ingin membatalkan janji yang sudah  
kita berikan  kepada Pak Lurah?”
“Itulah yang lagi kupikirkan, Bu!”
Heboh sesaat  terjadi di tengah keluarga 
Neng sih.

Beberapa rumah dari tempat itu, saat  malam baru 
jatuh, chucky  pulang bersama aidit . Mereka membawa 
beberapa ikan besar dan segar-segar, hasil pancingan 
mereka di sungai sepanjang sore hari itu. 
Tanpa memperlihatkan kegembiraan menerima 
oleh-oleh sebagai tambahan lauk makan malam 
itu, nenek jessica  terang-terangan memarahi aidit  di 
217
depan chucky . “Apa-apan ini, aidit ? Pulang ke rumah 
lewat Isya!”
aidit  menyeringai. 
“Keasyikan, Nek!” jawabnya, manja. 
“Sampai lupa sholat?”
“Aduh! Iya-ya...!” 
Lantas aidit  berlari-larian pergi ke dapur 
dan mengambil air dari gentong untuk lalu  
dipakai berwudhu. Neneknya menyusul ke dapur, 
menyerahkan ikan hasil pancingan itu kepada jessica  
yang hampir saja mematikan api di tungku. 
“Goreng kalau kau mau!” sungut sang nenek 
pada cucu wanita lesbian nya, dan menunggu sampai aidit  sele-
sai wudhu. Baru sesudah nya, berkata sambil  tersenyum 
manis kepada cucu laki-lakinya yuang masih bocah 
tanggung itu. “Kalau mau tinggal dengan nenek, 
aidit , jangan lupa sholat lima waktu...”
“Tidak lagi, Nek.”
“Janji?”
“Berani potong kuping, Nek!”
“Ah. Simpan saja kupingmu. Nih, kainmu. Pergi 
sana. Jangan sampai kau terlambat hadir di meja 
makan!”
sesudah  aidit  pergi, jessica  bertanya kepada 
neneknya, “aidit  tetap nenek tahan di sini?”
218
Yang ditanya, terkejut. Sebentar cuma. Lalu, 
“aku tak mau melepaskan dia ke sarang harimau, 
Rika. Bahkan sekali lagi kau kuingatkan. Kau sendiri 
pun sebetulnya  tidak ingin kulepaskan...!”
jessica  menelan ludah. 
“Nenek tetap tak menyukai chucky , ya?”
“Tepat!”
“Mengapa, Nek?”
“Apakah tantemu nyi girah  tak pernah men ce-
ritakan kepadamu? Atau ibumu? Selagi mereka masih 
hidup?”
Sesaat, jessica  gemetar. 
“Mama memang tidak,” sahutnya. “Tante nyai  
sudah!” Lantas sambil  memandang neneknya dengan 
mata memelas, ia bergumam lirih, “namun  aku percaya 
chucky  sudah  berubah!”
“Aku tidak, Rika. Lihat saja. Orang tak pernah 
sholat seperti dirinya, lemah imannya. Tak usah 
jauh-jauh. Lihat saja ayah  dan pamanmu. Yang satu 
korupsi sampai masuk penjara. Yang lain suka judi dan 
mabuk-mabukan, mana keranjingan main wanita lesbian  
pula. Hasilnya, kini masuk rumah sakit. Dan penjara 
sudah menunggu pula, sesudah  membunuh istrinya 
sendiri. Aduh, Cucuku. Dengarkanlah nenekmu yang 
sudah renta ini…!”
219
wanita lesbian  tua itu memeluk jessica  dengan 
tubuh menggigil. 
Setengah terisak, ia lalu  berkata me mo-
hon, “Jangan kembali ke kota, cucuku. Kota akan 
membuat kau lalai dan lupa diri, seperti ayah  dan 
pamanmu. Ya Allah, cucuku. Kalau tidak terlarang 
mengata-ngatai orang yang sudah mati, maulah 
rasanya aku mengutuk mereka berdua. Kalau tidak 
sebab  perubuatan mereka, maka Anakku satu-
satunya, yaitu ibumu, tentulah masih hidup...!”
jessica  ingin menangis. 
namun  ia sudah beberapa kali terpukul sampai ia 
merasa benar-benar hancur. Barangkali ia sudah  mulai 
kebal. Kematian ayah nya, yang lalu  mereka 
kuburkan berdampingan dengan makam ibunya, 
mungkin adalah suatu anti klimaks dari semua 
penderitaan yang ia alami berturut-turut hanya dalam 
tempo yang teramat singkat.
“Yang lalu biarlah berlalu, Nek!” Ia berkata 
menghibur. Kata-kata, yang lebih ia tujukan kepada 
dirinya sendiri. 
Neneknya mengangguk-angguk sependapat. 
namun dengan wajah tetap mempelihatkan perasaan 
kha watir. lalu  hidung tuanya mengendus-
endus kian kemari. 
220
Lalu, saat  matanya memandang ke arah 
tungku perapian, ia mengerutkan dahi. 
“Kau apakan ikan-ikan itu, jessica ?”
“Dipanggang, Nek...”
“Itu?” sang nenek menunjuk ke tungku. 
Waktu menoleh, jessica  juga mencium bau tak 
enak. 
Lantas ia berseru, kaget. “Wah, jadi arang!”  
221
19
SEBELUM pergi tidur, sang nenek minta bicara 
empat mata dengan chucky . laki-laki  yang masih ciut 
hatinya sesudah  tadi disindir secara tidak langsung 
bahwa dialah yang sudah  menyebabkan aidit  melalaikan 
sholat maghrib. 
chucky  duduk dengan dada seakan berkerut 
di depan wanita lesbian  tua yang wajahnya pasti 
menyenangkan untuk dipandang. Itu, kalau sepasang 
matanya tidak bersinar-sinar tajam, setajam mata 
elang yang siap untuk menyambar mangsa. Dan 
mangsanya, adalah chucky .
Sang elang pun tidak pula main basa-basi.
Ia langsung menyerbu ke sasaran, “Tetap akan 
memboyong jessica  ke kota?”
chucky  membasahi bibirnya yang kering. Ia ingin 
mengucapkan kata “iya, nek”, namun  lidahnya kelu, 
dan ia hanya dapat menganggukkan kepala. Itu pun, 
kaku dan samar-samar, sehingga lehernya terasa 
kejang. 
222
“Kalian belum sah menjadi suami istri!” tuduh 
nenek jessica . 
Dada chucky  makin berkerut. Sampai sesak 
nafasnya. 
“Kami harus mengumpulkan uang dahulu , Nek,” 
sahutnya, takut-takut. 
“Uang? Hanya sebab  uang?”
“Masih ada lagi, Nek. Orangtua saya...”
“Oh ya. Kudengar mereka pernah mengusirmu. 
Sudah berbaik-baikan?”
“Belum lagi, Nek.”
“Belum? Dan kau berani membawa cucuku 
pulang ke kota?”
chucky  memberanikan diri.
“Itulah, Nek. Saya ingin membawa jessica  
menemui ayah  dan Mama. Mereka pernah bertemu 
namun  belum kenal intim. Dengan janji kami akan 
menikah bila waktunya tiba, ayah  dan Mama akan 
mau menerima saya lagi.”
“Bagaimana kau tahu?”
“Om saya yang membisikkan.”
“Kalau begitu, beritahu saja mereka lebih dahulu . 
Baru sesudah nya, jessica  kau bawa...!”
“Wah, Nek. ayah  dan Mama tak akan percaya 
kalau tidak mendengar sendiri dari mulut jessica , 
bahwa dia sudah setuju saya peristri. Lagi pula, besar 
223
harapan saya, begitu persetujuan kami terima, ayah  
dan Mama langsung akan menghadapkan kami 
berdua ke penghulu...”
“Heeem...,” nenek jessica  tercenung. Lama. chucky  
gelisah, berkeringat. Seolah ia duduk di atas tungku 
perapian yang menyala. “Ingat janjimu saat  kau 
terakhir kali berkunjung ke sini, chucky ?”
“Apa, Nek?” chucky  tersentak oleh pertanyaan 
itu. 
“Astaga. Jadi kau sudah lupa!”
“Bukan lupa, Nek. namun ...,” chucky  mencoba 
membela diri, namun di dalam hati ia kebingungan 
setengah mati. Ia benar-benar lupa apa yang sudah  ia 
janjikan, malah lupa bahwa ia pernah menjanjikan 
sesuatu kepada wanita lesbian  di hadapannya. 
Seakan ada mukjizat dari langit, dari dalam 
kamar terdengar suara aidit  mengomeli jessica , 
“Sajadahku kau injak, Kak...!”
Terang benderang sesaat  otak chucky . 
Sambil tersenyum-senyum malu, ia berujar 
kepada nenek jessica , “Saya terus belajar dari hari ke 
hari, Nek.”
“namun  sore tadi kau dan aidit  melalaikan sholat 
Maghrib!”
“Bukan salah aidit , Nek,” chucky  tanam andil 
dengan bangga. “Soalnya, saya kira dia juga sedang 
224
musafi r seperti saya...!” Dan di hati kecilnya, chucky  
berteriak dengan senang hati, “Kalah telak kau, nenek 
peot!”
Seperti tahu isi hati chucky , si nenek bergumam 
dingin. “Berhati-hatilah di hadapan Tuhan, chucky ...” 
Ia menarik nafas panjang berulang-ulang, baru 
melanjutkan. “Dan berhati-hatilah menjaga cucuku. 
Aku tak akan pernah rela, manakala kelak kudengar 
jessica  sudah  salah menentukan pilihan”
“Akan kuingat-ingat itu, Nek.”
“Hem!”
Sepi lagi. 
Leher chucky  tercekik rasanya. Mengapa orang tua 
renta ini tak juga pergi tidur? Tidakkah ia tahu malam 
sudah  semakin larut, dan jessica  pasti sudah mengantuk 
lalu tertidur pulas. Padahal chucky  belum mencium 
wanita lesbian  itu, sejak  kedatangannya ke rumah ini!
Nenek jessica  masih ngobrol sedikit. 
Kali ini basa basi, sebagai penutup pembicaraan 
empat mata itu, lantas lalu  benar-benar pergi 
ke kamarnya. 
Begitu si nenek menutup pintu, begitu jessica  
menyelinap keluar menemui chucky  di ruang depan. 
wanita lesbian  itu cekikikan menyaksikan chucky  menyeka 
keringat dingin dari dahinya. chucky  mencubitnya 
dengan marah. Hampir saja jessica  terpekik, kalau 
225
tidak ingat pekikannya dapat menggemparkan seluruh 
kampung, terutama menggemparkan hati neneknya. 
“Nakal kau!” bisik jessica  sambil  duduk di sebelah 
chucky . “Sengaja mencubitku di dekat itu... .!”
“Kuingin mencubit itu-mu malah!” rungut 
chucky , dongkol. 
“Jangan coba-coba ya!”
“Kalau kucoba?”
“Aku berteriak!”
Tanpa berpikir panjang lagi, chucky  mencubit 
bagian tubuh jessica  yang mereka maksud. wanita lesbian  
itu ternyata tidak menjerit. Bukan saja sebab  chucky  
mencubit tidak terlalu keras. Boleh dibilang, meremas 
malah. namun  juga, kerinduan yang membabi buta 
tiap kali ia berdampingan dengan chucky , membuat 
jessica  pasrah. Dicubit seribu kali pun ia rela. Dan ia 
benar-benar pasrah waktu chucky  memeluk lalu  
mencium bibirnya dengan bernafsu.
“chucky ku. chucky ku sayang!” jessica  merintih. 
Tangan chucky  menggapai liar. 
Tersentak jessica  sesaat . 
“Jangan!”
chucky  memaksa.
Dan jessica  menamparnya. 
Kaget, chucky  melepaskan tubuh jessica . Wajahnya 
pucat mayat . 
226
“Mengapa...”
“Maafkan aku, chucky ,” kembali jessica  memeluk-
nya dengan perasaan menyesal sesudah  melihat bekas 
tangannya di pipi chucky . “Aku tidak bermaksud kasar. 
Hanya... ini di kampung, sayangku. Bukan di kota, di 
mana kita dapat berbuat sekehendak hati.”
“Ah…”
“Kau senang-senang ya, selama kutinggalkan di 
kota?” jessica  mengalihkan pembicaraan. 
“Senang nenekmu!...”
“E-eee. Koq membawa-bawa nenekku sega-
la...”
“Aku kesepian, jessica . Aku hampir gila sebab  
jauh darimu.”
“Bohong!”
“Demi Tuhan, jessica !”
“Alaaa, berlagak. Sepertinya kau sudah melalap 
buku pelajaran agama yang pernah diberikan  nenek 
kepadamu. Hem-hem... Kau kira aku percaya kalau 
kau bersumpah dengan nama Tuhan?”
“Hai, jessica . Apa-apaan...”
“Habis! Di kampung ini saja, kau sudah berani. 
Apalagi di kota!”
“Berani apa?”
“Main wanita lesbian ...”
227
“Hei! Gila benar. Kau tentunya tidak ber sung-
guh-sungguh jessica !”
“Lalu mengapa sampai kau memberi  alamat-
mu kepada tiny ?”
“Ooo, dia...,” chucky  kepepet sebentar. Namun 
pengalaman yang matang menunjukkan jalan yang 
lapang di depan matanya. Segera saja ia menyambung, 
dengan pura-pura mencemooh. “wanita lesbian  kampungan 
itu? Dia kelewat banyak bertanya. Mendesak segala, 
sehingga terpaksalah kuberikan  alamatku. Tak ada 
salahnya, bukan? Nanti di kota, dia hanya menemukan 
alamatku yang lama...”
“Maksudmu?”
“Aku sudah mengontrak sebuah pavilyun 
di tempat lain, jessica . Untuk kita tempati berdua, 
sepulang dari sini.”
jessica  hampir memeluk chucky  sebab  gembira. 
Bukan pikiran akan menempati sebuah pavilyun 
bersama chucky  yang menggembirakan hatinya, me-
lainkan bayangan tiny  tentunya akan tertipu 
kalau coba-coba menggunting dalam lipatan. Namun 
pertemuannya sore itu dengan tiny  masih terasa 
membekas. Di antara kegembiraan hatinya, ia masih 
merasa cemas. 
Dengan gaya merajuk, ia menuduh, “Kudengar, 
kau juga mengajaknya pindah ke kota. Malah 
menjanjikan pekerjaan...”
228
“Siapa yang bilang?”
“tiny .”
“Uh. Dia jelas membual, wanita lesbian  tak tahu diri 
itu!” dan untuk meyakinkan jessica , ia menambahkan 
dengan suara mengeras marah. “Aku lupa yang mana 
rumahnya. Mau kau tunjukkan, jessica . Dia akan 
kudatangi sekarang juga, supaya lain kali dia tidak 
berani mengusikmu...!”
“Jangan, chucky . Sudah malam.”
“Kalau begitu, besok pagi!” chucky  mendengus-
dengus. Memperlihatkan ketidaksabarannya. 
“Jangan!”
“Ia harus diberi pelajaran!”
“Aduh, chucky . Kumohon, lupakanlah. Tahan 
dirimu. Kau mau membuat malu nenekku, ya?”
Dengan gaya menyesal, chucky  mengurut dada. 
Katanya, “Kalau tidak mengingat nenekmu...”
“Hanya nenek?”
“Dan mengingat kau...”
“Cium lagi aku, chucky .”
chucky  merunduk. Bibir mereka baru saja ber -
sentuhan, saat  dari kamar tidur nenek jessica , 
wanita lesbian  tua itu terdengar batuk-batuk ber-
kepanjangan, lalu disusul suara teriak lirih. “Rika?”
“Ya Nek?” jessica  terlonjak dari duduknya. 
“Tolong ambilkan nenek air dingin!”
229
“Baik, Nek...”
Baru saja jessica  berjalan beberapa langkah 
menuju dapur, pintu kamar neneknya sudah terbuka. 
wanita lesbian  itu tampak mengelus-ngelus dada seperti 
orang kesakitan, sehingga jessica  menjadi khawatir. 
namun  neneknya segera memperlihatkan seu-
las senyum, sambil  bergumam, “Aku hanya batuk 
sedikit. Biarlah kuambil sendiri minuman untukku, 
cucuku...”
namun  jessica  bersikeras pergi ke dapur.
“Sudahlah. Pergilah tidur...!” kata si nenek 
kepada cucunya, sementara kepada chucky  ia berpaling 
dan bertanya heran, “Belum mengantuk, chucky ? 
Istirahatlah. Bukankah kalian akan berangkat pagi-
pagi benar?”
chucky  kena batunya. 
Dengan tersenyum-senyum kecut ia melangkah 
masuk ke kamar di mana ia tidur bersama aidit , 
menutup pintunya sekaligus. 
Di dapur, jessica  mendengar semuanya, 
menggigit bibir dengan perasaan malu yang amat 
sangat. Ia tidak berani memandang wajah neneknya 
saat  ia memberi  gelas berisi air dingin untuk 
wanita lesbian  tua itu. Diam-diam ia berjalan dengan 
kepala merunduk menuju kamar tidurnya sendiri, lalu 
tertegun waktu namanya dipanggil sang nenek. 
230
jessica  pun cepat berpaling menghadapi pe-
rem puan tua yang sangat ia hormati itu. Lalu diam 
menunggu. Dengan tatapan cemas. 
Neneknya berujar, lembut, “Kalau kalian 
pulang besok pergi, cucuku. Ingatlah. Nenek akan 
selalu merindukanmu…!”
Terpesona, jessica  berlari memeluk neneknya, 
dan menangis di dada yang kerempeng itu. Tak lama 
lalu  ia menghilang ke kamar, di bawah tatapan 
mata sang nenek yang bersinar pudar.
Diam beberapa saat lamanya, wanita lesbian  
tua itu lalu  berbisik masygul kepada dirinya 
sendiri. “Apakah aku sudah sedemikian tua. Sehingga 
pikiranku jadi berlebihan. Dan, menganggap cucuku 
sedang memasuki sarang harimau...?!”  
231
20
chucky  menyeringai lebar saat  melihat reaksi jessica  
begitu memasuki rumah yang akan mereka tempati. 
Sebuah rumah kecil yang terletak di bagian kota atas 
yang sepi dan tenang. Meski kecil, desainnya jelas 
hasil karya seorang ahli dengan selera seni yang tinggi. 
Halaman depan tidak begitu luas namun  nyaman 
dipandang sebab  taman mininya yang artistik. 
jessica  sampai tertegun sendiri saat  melangkah 
naik ke beranda. Sambil bergumam kagum atas 
pilihan kekasihnya, “Kukira kita akan menempati 
rumah kontrakan di bagian kota yang kumuh, padat, 
lagi jorok!”
“Dengan kamar sempit dan pepak di atas 
bengkel motor yang selalu hingar bingar dan berbau 
oli?” sahut chucky , setengah mengejek tempat ia 
berkubang bersama seorang teman sejak  terusir 
dari rumah orangtuanya. “Tidak, jessica . Itu bukan 
tempat yang cocok untuk seorang putri rupawan yang 
232
pernah bergelimang kemewahan. Dan jangan pula 
kau lupakan...,” chucky  cepat menyeringai waktu jessica  
agak cemberut. “Kedudukanku sudah naik. Bukan 
lagi montir yang selalu bergelimang oli, melainkan 
sub-dealer yang bergelimang uang…”
“Baru calon, chucky . Calon sub-dealer!” jessica  
menyindir. 
“namun  hasilnya sudah boleh kita nikmati, 
bukan?” balas chucky  tidak mau kalah. “Masuklah ke 
dalam, kalau tidak percaya.”
Tercengang jessica  sesudah  mereka memeriksa 
seisi rumah. Perabotannya lengkap, dan jelas bukan 
dari kelas murahan. Baik kamar tamu, ruang tengah, 
ruang tidur, dapur sampai ke kamar mandi. Belum 
lagi langit-langit akustik dan  aidit san-aidit san dinding, 
televisi berwarna 29 inchi yang dilengkapi seperangkat 
audio, lemari pendingin, rak minuman, dan sebuah 
rak besar di mana terdapat banyak sekali buku-buku 
bacaan, majalah dan  perabotan hias. Plus tempat 
tidur besar, toilet antik dan lemari pakaian berpintu 
empat di kamar tidur dengan pemandangan taman 
mini di luar jendela samping.
jessica  terhenyak di sebuah sofa. 
Matanya menatap chucky  seperti mata orang yang 
sedang bermimpi. 
“Mustahil...” ia mendesah, tak percaya. 
233
“Apanya yang mustahil, Sayangku?” chucky  
menyodorkan segelas minuman ringan kepada jessica , 
yang menerimanya dengan tangan gemetar. 
“Aku tak pernah berpikir, selama aku minggat 
ke kampung, kau sudah  mengumpulkan harta karun 
sedemikian banyak…!” jessica  berbisik terengah-
engah. 
“Astaga. Kuharap aku tidak bakal mengecewakan 
calon istriku,” gumam chucky  dengan wajah berubah 
gundah. 
“Ada apa, chucky ?”
“Baik rumah maupun segala isinya, bukan milik 
kita jessica ...”
“Ah!”
“Ada seorang tua kaya raya, jessica . Punya empat 
istri, sekian orang anak, dan seorang cucu paling 
disayang. Rumah dan segala isinya ini dia persembah-
kan untuk cucunya yang ingin hidup menyendiri. 
Suatu kebetulan yang ajaib saja, bahwa cucu tersayang 
si kakek hartawan itu, teman bermainku di masa 
kecil. Dia sering mengajakku tinggal bersamanya di 
rumah ini. namun  selalu kutolak. Biar dia tidak pernah 
mengatakan nya, namun aku tetap beranggapan ada 
pamrih di balik ajakan itu…”
“Maksudmu?”
“Dia seorang waria.”
234
“Oh!” jessica  bergidik, seram. “Jadi itu sebabnya 
salah satu kamar tidur berbau wanita lesbian . Toilet 
yang kosmetiknya begitu lengkap, gaun-gaun indah 
di lemari, rak dengan sepatu-sepatu bertumit tinggi. 
Dan tempat tidur...”
“Jangan khawatir, Kekasih” chucky  memegang 
tangan jessica  dengan usapan lembut. “Dia sudah  
setuju menyediakan semua yang serba baru dan cocok 
dengan ukuranmu. Sepatu, gaun, bahkan sprei dan 
sarung-sarung bantal. Malah gambar-gambar laki-laki  
yang erotik dan selalu menempel di dinding kamar 
itu, sudah  ia singkirkan jauh-jauh. Kamar untukmu 
bersih, jessica ...”
“Dia mau?” jessica  terbelalak. “Bukankah 
seorang waria benci kepada wanita lesbian ?”
“Benci sih tidak, cuma tak suka saja!”
“Lantas?”
“sebab  aku yang meminta, ketidaksukaan itu 
dia simpan untuk dirinya sendiri. Beberapa kali dia 
kubantu mengumpat cerca orang lain, dan pernah 
kutolong dari keroyokan beberapa orang laki-laki  
berandalan yang sedang mabuk. Jadi persetujuan yang 
dia berikan , katakanlah semacam balas budi...”
“Sehingga dia sendiri rela menyingkir dari 
rumah ini,” jessica  geleng-geleng kepala, tak habis 
pikir. “Untuk seorang wanita lesbian , lagi!”
235
“Dia tidak sengaja menyingkir, jessica . Seorang 
teman kencannya yang paling akrab, pergi studi ke 
luar negeri. Sang kakek, tentu saja gembira mendengar 
cucunya tersayang bermaksud memperdalam ilmunya 
di luar negeri pula. Maka, kita dapat menempati 
rumah ini dua tahun, mungkin sampai empat tahun. 
Tanpa harus membayar. Itulah yang kukatakan, suatu 
kebetulan yang ajaib. Apakah kau kecewa, jessica ?”
jessica  menatap chucky  dengan penuh kasih. 
Ia rebahkan wajahnya di dada laki-laki  itu, 
sambil  berbisik mesra, “Aku bahagia, chucky ”
chucky  mengangkat dagu jessica . Membelai 
pipinya yang putih bersinar-sinar, mengecup matanya 
yang indah, lalu  mengulum bibir ranum yang 
merah segar itu dengan pagutan yang kuat. Sentuhan-
sentuhan birahi itu sempat merangsang jessica . 
Namun jessica  dengan cepat melepaskan diri 
dari pelukan chucky , manakala laki-laki  itu mengajak 
dengan suara bergetar, “Kita ke kamar, ya?”
“Jangan!” bisik jessica  ketakutan, sambil  menjauhi 
chucky . “Jangan!”
“Kenapa, jessica ?” tanya chucky , kecewa. 
“Aku sudah berjanji kepada diriku sendiri, tidak 
mau terjerumus sampai dua kali!”
“jessica ...”
236
“Maaf, chucky ,” jessica  bangkit dari sofa. “Aku 
bukannya menolak. namun  aku baru mau melakukan 
perbuatan itu, kalau kita sudah sah jadi suami istri...”
“Lagakmu seperti perawan saja!” dengus chucky , 
tersinggung. 
“Memang!” jessica  sama tersinggung. “Dan 
jangan pernah lupa, kaulah yang merenggut 
keperawananku…!”
“Hem.”
“Kau ingin aku pulang saja ke rumah nenek di 
kampung?” jessica  mengancam, dengan sudut-sudut 
mata mulai digenangi butir-butir air bening. 
“Astagaaa!” chucky  mendadak sadar. “Mengapa 
kita bertengkar jadinya?” ia bergerak ke ruang depan, 
dan kembali dengan koper kecil milik jessica  yang 
segera ia masukkan ke kamar tidur yang tersedia 
untuk wanita lesbian  itu. Agak lama ia di dalam kamar. saat  
kembali ke ruang tengah, ia lihat jessica  masih tegak di 
tempat semula, dengan wajah pucat mayat  dan pipi basah.
“Maafkan kekonyolanku, jessica ,” chucky  mencoba 
tersenyum sambil  menggenggam sebuah kunci ke 
telapak tangan wanita lesbian  itu. “Kalau kau bermaksud 
pergi tidur, kuncilah kamarmu dari dalam. Demikian 
pula pintu penghubung. Lalu biarkan setiap anak 
kunci tetap pada lubangnya, agar aku tidak dapat 
memasukkan kunci duplikat untuk menyatronimu 
tengah malam buta...”
237
Selesai menjelaskan panjang lebar begitu, chucky  
mengecup pipi jessica , lalu beranjak ke pintu depan. 
jessica  terperangah. 
“Mau ke mana, chucky ?”
“Pergi.”
“Kau biarkan aku sendirian di sini?”
“Aku tak lama, jessica . Dan hari masih sore, 
bukan?”
“Kau marah!”
“Tidak,” chucky  tersenyum. “Seorang putri 
rupawan, tidak patut dimarahi. Apalagi, sang putri 
sedang jatuh cinta!”
jessica  mendekati laki-laki  itu. 
Memegang tangannya. 
“Kau mencintaiku, chucky ?”
“Lebih dari aku mencintai diriku sendiri, 
jessica .”
“Kalau begitu, jawablah. Siapa yang akan kau 
temui? Jangan marah. Kita akan menikah, bukan? 
Seorang istri boleh saja ingin tahu apa yang dikerjakan 
suaminya di luar rumah …”
chucky  menyeringai senang. 
“Pertama,” katanya, “Aku akan menemui cukong 
yang akan memberiku kesempatan memperbaiki 
hidupku yang sudah  berantakan. Kedua, jessica , 
menemui orangtuaku. Kau tahu apa yang kumaksud, 
bukan?”
238
jessica  tidak menyahut. 
Ia hanya mengecup kedua belah pipi chucky , lalu 
berbisik di telinga laki-laki  tampan yang ia puja-puja 
itu, “Pergilah, Sayangku. Dan cepatlah kembali …!”
Mereka berciuman sejenak.
Lembut dan hangat.
Lalu berpisah.  
239
21
SATU minggu berlalu sudah. 
Jawaban dari kedua orangtua chucky  belum 
terdengar juga. 
namun  laki-laki  itu tidak berputus asa. “Aku sudah  
menghubungi beberapa kerabat dekat ayah  agar mau 
melunakkan hati mereka,” begitu chucky  berkata pada 
suatu malam kepada jessica , saat  ia pulang dengan 
wajah letih lesu. 
jessica  berusaha menahan tangis dan kecewa 
ha tinya, dengan menyediakan makan malam yang 
enak untuk mereka nikmati berdua, sementara chucky  
ke mudian dengan gembira menceritakan bahwa 
usahanya untuk dapat membuka cabang perusahaan 
sepeda motor berjalan lancar. Namanya yang populer 
di arena balap motor dan  usaha yang pernah ia 
jalankan membuka bengkel, merupakan jaminan. 
“Mereka bilang, paling kurang aku bakal 
diterima jadi kepala teknisi,” ia berkata riang selesai 
240
mereka makan malam. “Apakah kau kesepian selama 
kutinggalkan sendirian di rumah ini, jessica ?”
“Aku merindukan saat-saat kau pulang ke rumah, 
chucky . namun  aku tidak pernah kesepian. Aku dapat 
membaca buku, belum lagi sibuk mengurusi rumah. 
Dan kau lihat, dua orang temanku sekolah dahulu , 
sesekali datang berkunjung untuk menemani...!”
“Syukurlah...”
“namun  mereka itu, chucky ...”
“Mereka siapa?”
“Anak-anak begajul yang suka berkumpul-
kumpul di simpang jalan itu. Mereka suka mondar-
mandir di depan rumah. Kadang-kadang sambil 
berteriak-teriak tidak karuan. Entah mengapa, aku 
merasa, teriakan mereka itu sebagian ditujukan 
kepada kita.”
“Ah. Kau mungkin salah terima, jessica .”
“Tidak. Aku yakin. Tadi sore, waktu aku 
menyiram bunga di taman, mereka lewat. Lima orang, 
chucky . Tampang-tampang mereka membuatku takut. 
Kau tahu apa yang mereka perbuat?”
“Apa?” desak chucky , cemas. 
“Mereka berhenti di depan pintu pagar kita...”
“Lalu?” wajah chucky  memerah padam. Dengan 
gusar ia menambahkan dengan dengusan marah, 
“Dia pakan saja kau oleh anak-anak sialan itu?”
241
“Tidak diapa-apakan, chucky ...,” jessica  berusaha 
tersenyum, menghibur kekasihnya. “Aku dapat 
menjaga diri. Lagi pula mereka hanya bertanya-tanya 
saja. Cuma ya, itu. Caranya saja yang kurang ajar …”
“Apa yang mereka tanya, jessica ?”
“Sambil mengedipkan mata, salah seorang 
bertanya begini, kapan pacuan kuda dibuka kembali? 
Teman-temannya melotot, menunggu apa jawabanku. 
sebab  aku diam saja, yang seorang lagi berteriak, aku 
mau jadi joki. Asal gratis!” jessica  mengatakan  semua 
itu dengan wajah bingung. “Mereka lantas tertawa 
terbahak-bahak, lalu  pergi begitu saja...”
“Hem. Mereka tentu bertanya ke alamat yang 
salah,” chucky  menarik nafas. “Tenangkan saja hatimu, 
jessica . Aku akan mengurus anak-anak itu besok pagi-
pagi benar.”
“Kau... kau akan mengapakan mereka?” jessica  
yang kini khawatir. 
“Oh. Tak usah cemas. Aku akan mengurus 
mereka melalui tangan orang lain. Yang penting, 
mereka tutup mulut dan tidak mengusikmu lagi!”
“namun  aku tetap tidak mengerti. Mengapa 
mereka bertanya tentang pacuan kuda? Lalu 
menawarkan jadi joki? Pake gratis segala!”
“Sudah kubilang jessica , mereka salah alamat. 
Barangkali itu hanya sebab  mereka pernah melihat 
242
aku sesekali berkunjung ke rumah ini saat  
pemiliknya masih di sini. Lantas mereka menduga 
aku juga seorang homo, dan yaaa... Setahu mereka 
kita ini suami istri, lantas mereka berprasangka buruk. 
Mereka mungkin berpikir, aku tidak memberi mu 
apa yang semestinya diberikan  seorang laki-laki 
kepada wanita lesbian  yang menjadi istrinya.”
“Ya Allah!” jessica  terkejut. 
“Ah. Sudahlah. Lupakan saja. Aku akan 
mengurus mereka besok pagi. Sekarang, mari 
bereskan bekas kita makan. Lalu, kau bersoleklah!”
“Bersolek?”
“He-eh. Kita akan terima tamu sekitar pukul 
sembilan nanti.”
“Orangtuamu?” jessica  menahan nafas. 
“Sayangnya, bukan. namun  kedatangannya sama 
penting. Orang ini cukong yang akan memberi  
pekerjaan. Tadi siang dia sedang rapat. Lalau 
sekretarisnya memberitahu, dia akan menemuiku di 
rumah kita sendiri. Katanya ada hal penting yang 
akan dia bicarakan empat mata, dan sekalian dia ingin 
berkenalan dengan istriku...”
“Istri!” jessica  hampir tertawa. Sekaligus terharu, 
sebab  chucky  mengaku pada setiap orang, bahwa 
mereka berdua seudah menjadi suami istri. Diam-
diam, perasaan cintanya semakin dalam kepada 
laki-laki  itu. 
243
“Jangan melongo saja. Cepatlah berdandan. 
Sudah pukul delapan lebih dua puluh menit sekarang 
ini!”
jessica  membutuhkan tempo tiga puluh lima 
menit untuk berhias di kamar. 
Ia memilih gaun yang paling menarik di lemari, 
dan mengenakan make-up yang sedikit mencolok 
namun  serasi. Memandangi wajahnya yang cantik 
rupawan di cermin, ia teringat pada ibunya yang 
senantiasa berusaha muncul di depan tamu-tamu 
ayah nya dengan penampilan yang menarik dan  
menyenangkan. 
“Hal itu akan banyak membantu sesuatu yang 
ingin dicapai suamimu bila kelak kau sudah  berumah 
tangga dan menghadapi urusan yang sama,” demikian 
ibunya sering menasihati jessica . 
Air matanya tanpa terasa menitik. 
Ingat kepada ibunya yang suatu hari pulang dari 
luar kota dengan penampilan tetap menarik, namun  
terbaring diam di dalam peti mati. Teringat pula ia 
kepada ayah nya yang selalu bangga akan reputasi 
yang sudah  ia capai, namun lalu  diketemukan 
sudah  menjadi mayat di lantai sel penjara yang kotor 
dan berbau busuk. 
“Hai. Lama benar bersoleknya!”
244
Seruan lembut itu menyadarkan jessica . Le wat 
cermin ia lihat chucky  berdiri di pintu kamar, mem-
perhatikan. Cepat-cepat jessica  menyeka pipinya lalu 
memperbaiki riasan wajah yang sempat dirusak oleh 
lelehan air mata. 
Sambil melemparkan seulas senyum manis 
kepada chucky , ia bergumam dengan suara tersendat-
sendat, “Apakah aku… kelihatan cantik?”
“Aku malah ingin kau kelihatan jelek!” jawab 
chucky . 
“Lho, mengapa?”
“Dengan penampilanmu yang seperti ini, jessica . 
Aku takut, dia akan melamarmu, lalu  kalian 
berdua mendepakku keluar rumah!”
jessica  tertawa begelak. 
sambil  dalam dada, menyimpan perasaan bang-
ga oleh pujian kekasihnya tercinta.

Dan tepat seperti yang dijanjikan, tamu mereka 
muncul. 
Pukul sembilan malam persis, sebuah mobil 
mulus memasuki pekarangan rumah. Sementara jessica  
membereskan apa-apa yang ia perkirakan kurang 
pantas di ruang tamu dan dalam hati dengan gemetar 
berdoa agar urusan chucky  malam ini membawa karu-
nia, maka chucky  sendiri pergi menjemput si pendatang 
di beranda. 
245
jessica  segera menyongsong ke pintu, dengan 
senyuman manis yang pernah dihadiahkan ibunya 
kepada tamu ayah nya, melekat di bibirnya yang 
merah basah, manakala chucky  muncul dengan seorang 
laki-laki lain di belakangnya. 
Laki-laki itu sedikit lebih tinggi dari chucky , 
dengan tubuh yang padat berisi namun tidak 
terlalu berlemak, berpakaian sangat mahal sebagai 
lambang kehidupannya yang sukses. chucky  sudah 
pernah memberi sedikit gambaran mengenai relasi 
pentingnya ini. Maka jessica  tidak perlu heran, sesudah  
mengetahui tamu terhormat mereka itu bermata sipit 
dan berkulit kuning dengan dahi yang licin. Parfum 
yang ia pakai, seolah beradu harum dengan parfum 
jessica  sendiri. Demikian pula senyuman dan tatapan 
matanya yang berseri-seri.
chucky  memperkenalkan mereka berdua. 
“Kau tak pernah mengatakan kalau kau 
menyimpan bidadari secantik ini di rumahmu, chucky  
…!” ujar tamu itu, berseloro. 
jessica  tersipu, sedang chucky  tertawa bergelak. 
“Jangan coba-coba menjamah dia, Om Tanu!” 
katanya, berlagak mengancam. 
“Oh!” dul latief , sang tamu dengan nama 
yang pasti orang keturunan itui, pura-pura terkejut. 
“Apakah istrimu ini galak?’
246
“Dia sih penurut, percayalah. namun  anjing 
penjaganya, selalu siap melindungi dengan waspada. 
Seperti ini...,“ chucky  lalu  mengubah mimik 
wajahnya menjadi sedemikian seram, dengan kedua 
telapak tangan teracung ke depan dan  jari-jemari 
seakan mau mencabik-cabik apa saja yang tidak 
ia sukai. Ruang tamu yang kecil namun  nyaman itu 
segera menjadi penuh kegembiraan. jessica  yang 
tadinya merasa tegang, perlahan-lahan menjadi rileks 
dan dapat berbasa-basi dengan tamu mereka tanpa 
perasaan segan sedikitpun juga. Dengan cepat mereka 
menjadi intim. 
“Mengobrollah kalian sebentar. Akan kubuatkan 
minum,” ujar chucky  suatu saat. 
jessica  bangkit dengan malu. 
“Biar olehku, chucky ”
“Tenang-tenang sajalah, Sayangku,” chucky  
tersenyum. “Om Tanu bosan melihat wajahku terus-
terusan. Sedang wajahmu, siapa yang akan pernah 
bosan?” ia mengerling nakal, lalu  berlalu. 
“Kau beruntung punya suami seperti chucky ,” 
desah dul latief , sesudah  mereka hanya tinggal 
berdua saja. “Sudah lama kalian menikah?”
jessica  terperanjat. 
“Kami belum... Eh, maksud saya, belum begitu 
lama, Om.”
247
“Masih hangat-hangatnya, tentu!” kata Tanu-
direja menggoda, dan tatap matanya yang menjilati 
wajah dan sekujur liku-liku tubuh jessica  di balik 
gaun malam merah darah yang membungkus ketat 
tubuhnya yang memesona, lebih menggoda lagi. 
“Ah, Om ini, bisa saja!” jessica  pura-pura cem-
berut. Perasaannya mendadak tidak enak. 
Untuk mengelakkan pembicaraan yang jelas 
sudah  melantur itu, ia berkata sekenanya saja, “Oh ya. 
Tentunya Oom Tanu yang punya perusahaan sepeda 
motor yang merknya selama ini dipakai  chucky  
untuk balapan ya?”
“Hem. Aku ini cuma distributor, jessica ,” sahut 
laki-laki itu tersenyum. Ia tidak mempergunakan 
sebutan nyonya, namun  jessica  tidak berprasangka 
apa-apa. Toh memang ia belum menikah dengan 
chucky , dan lagipula ia hanya “istri” seorang bawahan 
orang itu. “Perusahaan perakitannya ada di Jakarta, 
dan dimiliki oleh orang lain yang sayang sekali, tidak 
ada hubungan keluarga denganku. Hanya hubungan 
bisnis saja. Tak lebih.”
“Dan chucky ?”
“Suamimu beruntung. Namanya yang populer 
jelas sangat banyak membantu promosi hasil per-
usahaan. Bahkan aku sudah mengajukan usul tentang 
pembukaan sub-agen baru ke kantor pusat. namun  
248
tadi siang aku memperoleh info, suamimu mungkin 
tidak langsung jadi sub-agen. Besar harapan, ia 
akan ditugaskan untuk permulaan, bagian dari sales 
manajer. Menjajaki pemasaran baru di beberapa 
tempat yang selama ini promosinya belum begitu 
meluas...”
Mereka lantas berbincang-bincang mengenai 
apa saja yang akan dikerjakan chucky . Calon suaminya 
itu akan memperoleh gaji yang lumayan besar, 
ditambah bonus kalau dapat memperluas pemasaran. 
namun  untuk itu, chucky  mungkin harus sering pergi ke 
luar kota, atau ke luar daerah. 
jessica  senang sekali mendengar penjelasan 
tamunya bahwa akan diberikan  kebijaksanaan khusus, agar jessica  diperkenankan ikut kemana pun chucky   pergi. 
“Ikut dan nya seorang wanita lesbian  muda dan 
cantik, senantiasa memberi pengaruh positif  untuk 
seorang petugas pemasaran,” kata dul latief  memberi  nasihat . “Tentu saja kami terpaksa mengeluarkan 
biaya ekstra. namun  untuk mencapai tangga sukses, 
orang harus berkorban, bukan?’
jessica  mengangguk setuju. 
Dapat ia bayangkan, demi sukses karier 
suaminya, maka ia tidak hanya menyertai chucky  pergi 
ke berbagai kota. Itu bukan pengorbanan, sebab  
249
mengikuti chucky  dan senantiasa berada di dekat 
laki-laki  itu, benar-benar suatu karunia yang ingin 
selalu ia raih. Namun apa yang ia korbankan, tentu 
saja harus ada pula. Bersolek terus menerus agar tetap 
cantik dan menarik, sedikit tersenyum menggoda, 
kalau terpaksa bersedia dijamah relasi, asal tidak 
melampaui batas. 
Untuk itulah tentunya dul latief  katanya 
bersedia mengeluarkan biaya ekstra. 
“Hem, saya rupanya akan diperalat, ya?” gumam 
jessica  menyindir. Sebuah sindiran manis, tentu.
dul latief  terpojok. 
Untunglah chucky  segera muncul dengan baki 
berisi tiga sloki minuman yang warna dan baunya 
menggugah selera. Lebih dahulu  ia meletakkan sloki 
yang isinya lebih sedikit di depan jessica , baru 
lalu  menyerahkan sloki lain untuk tamu mereka, 
dan satunya lagi ia ambil untuk dirinya sendiri. Agak 
tidak sopan, pikir jessica , namun maklum bahwa chucky  
adalah seorang laki-laki dan mungkin sedikit gugup, 
sehingga tidak meletakkan minuman yang pertama di 
depan tamu, sebagaimana layaknya. 
Mereka masih ngobrol ngalor-ngidul sebelum 
tiba pada pembicaraan pokok. chucky  mengerling pada 
jessica . Yang dikerling, merasa kehadirannya tidak 
dibutuhkan untuk beberapa lama, sampai nanti tamu 
250
mereka pulang dan ia harus ikut mengantar sampai 
ke pintu. 
jessica  tidak tersinggung. 
Ia justru gembira, dapat menyingkir dari 
percakapan yang mulai melelahkan itu. 
Belakang kepalanya berdenyut saat  ia berdiri 
dan pamit untuk masuk ke dalam. Ah, betapa 
lelahnya ia bekerja seharian mengurus rumah, belum 
lagi memikirkan perbuatan iseng laki-laki  berandalan 
tadi sore. Sekarang baru terasa betapa ia letih, malah 
sedikit pusing, agak limbung saat  ia melangkah ke 
kamar tidurnya. 
jessica  tidak mengunci pintu. Toh ia nanti akan 
keluar lagi. 
Lima menit lalu , jessica  terbaring letih di 
atas ranjang yang besar, empuk, dan hangat. Udara 
malam yang dingin menerobos masuk lewat celah-
celah ventilasi jendela. Betapa pun jessica  berusaha 
melawan, toh kantuknya terus saja menyerang dengan 
hebat. Tanpa berpikir panjang lagi, ia memadamkan 
lampu kamar dan berharap tamu mereka tidak kecewa 
sebab  tidak diantar pulang oleh nyonya rumah. 
Makin lama jessica  berbaring, bukan saja kantuk 
yang datang. 
Diam-diam, sesuatu yang aneh merayapi diri-
nya. 
251
Ia ingin tidur, namun  sebaliknya ia juga ingin 
tetap terjaga. Ia berharap pembicaraan yang sayup-
sayup sampai dari ruang depan segera berakhir, dan 
chucky  muncul di kamar, memeluknya, menciumnya, 
dan membujuknya agar segera bermimpi indah. 
Anehnya, jessica  saat ini tidak peduli, apakah chucky  
tidak hanya sekadar memeluk dan menciumnya. 
Biar pun jessica  sudah berjanji pada dirinya 
sendiri, malam ini ia dengan rela akan menerima 
kehadiran chucky  di tempat tidurnya. Ia tidak akan 
memperkenankan chucky  mengunci diri di kamar tidur 
yang lain sebagaimana mereka perbuat sejak  
tinggal di rumah ini. 
Oh, oh. Apakah ia tadi menutup pintu? 
Menguncinya pula? Rasanya tidak. Dan ah, pintu 
terusan jelas masih terbuka. Oh, chucky . hentikan 
semua omong kosong itu. 
Persetan dengan masa depan. Aku membu-
tuhkanmu sekarang!
Sekarang, chucky !
Sekarang juga, perlakukanlah aku sebagai istri-
mu. Soal pernikahan dapat kita bicarakan lain kali!
Langkah-langkah kaki yang samar, terdengar 
memasuki kamarnya. 
jessica  menatap dalam kegelapan. 
“chucky ?”
252
“Ya, sayang,” ia dengar sahutan setengah 
berbisik, sepertinya sangat jauh. 
“Mendekatlah, chucky …”
Sosok tubuh itu mendekat dalam kegelapan, 
lalu  merangkak naik ke tempat tidur. Demikian 
lambat dan ragu-ragu, sehingga dengan tidak sabar 
jessica  merenggutnya, sehingga tubuh mereka terasa 
bersatu padu, hangat berapi-api. 
“Oh, chucky , chucky ! Jangan biarkan aku tersiksa 
sebab  menunggu. Jangan biarkan, Sayangku. Oh, 
chucky , aku mencintaimu...”
lalu  ia terhempas-hempas dalam kegila-
an. 
Paginya jessica  terbangun dan menemukan chucky  
berbaring di bawah selimut, telanjang seperti dirinya 
sendiri. saat  ia belai rambut laki-laki  itu, chucky  
membuka matanya, dan tersenyum mesra. 
“... Aku malu sekali, chucky ,” bisik jessica . 
“Mengapa?”
“Janjiku sudah  kulanggar”
“namun  kau menyukainya, bukan?”
jessica  mengangguk, malu. 
“Kau masih ingin?”
“Ya, chucky ...”
Dan chucky  menggelutinya. 
Tidak segarang dan sekasar tadi malam. 
253
Alangkah jauh perbedaannya. chucky  pagi ini, 
begitu lembut, begitu mesra, begitu penuh kasih 
sayang. Sampai saat  itu berakhir, jessica  sempat 
menitikkan air mata. 
Ia membuat perjanjian baru. 
Akan mengikuti chucky , kemana pun laki-laki  itu 
pergi. Dan melakukan apa saja, selama laki-laki  itu 
menghendaki. 
Dan, ya. 
Soal pernikahan, dapat mereka bicarakan kapan 
saja. 

Kapan saja! 
jessica  begitu berbahagia, sehinga ia tidak ambil 
peduli waktu sekelompok laki-laki  lewat siang harinya 
di depan rumah. Mereka berkerumun di bawah 
sebatang pohon, sambil saling mencemoohkan satu 
sama lain dengan teriakan-teriakan lantang. 
“Apa kubilang? Jokinya Cina! Kau sih, sudah 
budek, item, punya duit pun cuma recehan melulu. 
Sudah deh, cari saja ayam murahan. Biar kudisan, 
dagingnya toh tetap enak dikerjain!” 
Yang diejek membalas marah, “E, menghina 
ya. Belum tahu ya, bagaimana buta item kalau lagi 
ngamuk? Ini, awas...!” ia memungut sebuah batu, yang 
254
lantas dilemparkan. Terlalu tinggi untuk mengenai 
temannya, dan tak pula teman-teman lain mencegah. 
Batu itu terus melayang, melewati pekarangan 
rumah yang ditempati jessica , dan menghantam kaca 
jendela dengan keras. 
Sesaat , jendela kaca pecah berantakan. 
Bagai kena sambaran petir di siang bolong, jessica  
yang tengah menikmati mie bakso di beranda depan, 
terlonjak kaget. Mangkok mie terlepas dari tangannya. 
Jatuh ke lantai, pecah berderai pula. Sebagian kuah 
mie mengenai betisnya. Panas menggigit. Saking 
terperanjat, ia hanya berdiri bengong. 
Penjual mie bakso diam saja. Tidak berani 
menegur para laki-laki  berandalan itu, yang kini 
beramai-ramai mendekati pintu pagar. 
Salah seorang berkata dengan nada menyesal, 
“Maaf, Neng. Engga sengaja!”
Lantas sambil  tertawa cekakakan, mereka kemu-
dian berlalu begitu saja. 
jessica  jatuh terduduk di kursi beranda. Masih 
terperanjat, ia dengar penjual mie bakso bergumam 
lirih.
“Biasa, Non. Mereka selalu begitu, kalau lagi 
butuh uang …!”
Penjual mie bakso itu lalu  mengumpulkan 
pecahan mangkok di lantai beranda, lalu  berdiri 
diam. Menunggu. 
255
jessica  cepat-cepat masuk ke rumah, lalu 
lalu  kembali untuk membayar mie bakso yang 
baru ia cicipi kuahnya saja, saat  batu menghantam 
jendela. Ia juga sekalian membayar mangkok yang 
pecah, meski penjual bakso pura-pura memprotes. 
Sambil berjalan pergi, penjual mie bakso itu 
menasihati, “Uang, Non. Dengan dua atau tiga puluh 
ribu perak, anak-anak itu akan tutup mulut!”
Apa? jessica  harus membayar?
Mereka yang harus membayar ganti rugi. 
jessica  akan mengadukan laki-laki -laki-laki  be-
gajul itu kepada ketua RW setempat. namun  siapa, 
dan yang mana rumah ketua RW? Ah, kalau saja chucky  
belum pergi... Ataukah sebaiknya jessica  lapor saja 
ke polisi? Astaga. Ia, seorang anak Komisaris Besar 
Polisi, sudah  dihina orang sedemikian rupa!
Terhuyung-huyung jessica  masuk kembali ke 
dalam rumah. 
Ia terhenyak di sebuah kursi berjok tebal, 
dan dengan mata nanar menatap meja ruang tamu 
di depannya. Meja itu tampak menganga, buruk. 
Permukaan kacanya sudah  hilang sebagian. Tinggal 
keping-keping yang tercerai berai di sekitar tempat 
ia duduk. Dan di dekat kakinya, tergelimpang batu 
besar, hitam dan kotor berdebu itu. 
256
Tergelimpang diam, dengan pandangan meng-
hina. 
“Ya Allah,” bisik jessica , gemetar. “Ada apa 
sebetulnya  dengan rumah ini?”
Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang keliru. 
Tidak tahu apa, namun  mendadak ia merasa 
takut.  
257
22
jessica  ingin jadi istri yang baik seperti ibunya. 
Setiap orang di rumah harus dapat mengurus diri 
sendiri, dan persoalan-persoalan kecil harus sudah 
selesai begitu ayah  pulang. Dengan demikian ayah  
dapat rileks sesudah  lelah bekerja seharian di kantor, 
atau dapat meneruskan pekerjaan yang terbengkalai 
tanpa terganggu. 
namun  jessica  belum menjadi istri chucky . Dan ia 
sangat terhina!
Oleh sebab  itu ia biarkan saja jendela depan 
melongo. Begitu pula pecahan kaca ia biarkan 
berhamburan di lantai. Batunya pun tidak ia usik. 
Ia teruskan pekerjaan sehari-hari. Membersihkan 
rumah, mempersiapkan makan malam, mandi, lalu 
duduk di depan televisi sambil membuka-buka 
majalah menunggu chucky  pulang. 
Namun tak satu pun acara televisi yang menarik 
hatinya. Sudah lima majalah ia buka-buka, dan te-
258
tap sia-sia. Bahkan saat  chucky  pulang menjelang 
pukul delapan malam, pipi jessica  yang pucat mayat  masih 
bersimbah air mata. Ia membuka pintu untuk chucky , 
dan membiarkan laki-laki  itu terheran-heran melihat 
jendela dan meja tamu yang pecah berantakan. saat  
ia melihat batu yang bergelimpang dekat kaki kursi, 
keheranan chucky  segera lenyap. 
“Mereka...?” ia berbisik, parau.
jessica  mengangguk sambil menahan tangis. 
Lalu menuntut. “Katamu kau akan mengurus 
mereka?”
“Aku lupa,” chucky  mengeluh, sambil  terenyak di 
sebuah kursi. “Aku benar-benar lupa...”
“Kita harus lapor ke polisi, chucky !”
“Alaaa. Soal sepele begini. Tak usahlah dibesar-
besarkan. Nanti bikin heboh saja,” chucky  mencoba 
tertawa. “Lagi pula...”
“Temui mas Tom!”, potong jessica , tajam. 
“Siapa?”
“Ajun komisaris resi mandala . Mantan ajudan ayah . 
Dia akan...”
“jessica , sayang!” chucky  bangkit lalu memeluk 
jessica  dengan lembut. 
Terasa betapa wanita lesbian  itu gemetar dalam peluk-
annya, sehingga chucky  sendiri diam-diam merasa ge-
lisah.
259
 “Dengarlah. Aku akan mengurus anak-anak 
sialan itu saat ini juga. Tak perlu kita gembar gembor 
ke sana-sini. Dan ah... lagi pula kau sendiri bilang, 
resi mandala  itu mantan, bukan lagi ajudan ayah mu. Tak 
pantas kita berharap pertolongan dari seseorang yang 
tidak kita tahu isi hatinya. Siapa tahu...”
“Dia orang baik. Dia akan membantu!”
“Oke. Oke. namun  itu nanti saja. Kalau aku 
gagal menangani anak-anak itu malam ini. Sekarang, 
bersihkanlah lantai, ya? Aku akan mencari sesuatu 
untuk menutupi jendela. Kau tak ingin maling 
menyelinap diam-diam lewat jendela itu, dan tahu-
tahu sudah berdiri di samping tempat tidurmu, 
bukan?”
jessica  akhirnya mengalah. 
Meski tidak puas dengan jawaban chucky , ia 
bersihkan juga pecahan kaca yang berhamburan, 
dengan hati-hati agar tidak sekeping kecil pun pecahan 
yang terlewatkan. lalu  ia membuangnya ke tong 
sampah bersama batu yang menjijikkan hatinya itu, 
lantas membantu chucky  memasukkan sebilah ayah n 
kecil yang ditemukan laki-laki  itu di gudang. Jendela 
tidak tertutup semuanya. namun  dengan menutupkan 
tirai gorden angin tidak lagi merembes masuk, dan 
cukup aman dari gangguan maling. Yang tahu-tahu 
berdiri di samping tempat tidur, hiiii!
260
Mereka berdua makan malam tanpa banyak 
bicara. 
jessica  masih syok dan terhina, sedang chucky  
tampaknya sedang memikirkan hal-hal lain yang 
rupanya mengganggu pikirannya. 
Agak ragu-ragu, chucky  lalu  berujar hati-
hati, “jessica . Malam ini aku ada acara di hotel...”
“Oh ya?” sahut jessica , tak bernafsu. 
“Kau mau ikut? Atau mau tinggal sendirian 
di rumah?” tanya chucky , sambil  menekankan kata 
’sendirian’ itu, sehingga jessica  bergidik. ayah n itu 
jelas lebih kuat dari kaca, namun toh perasaan tidak 
aman terus menggoda hati jessica , lebih-lebih saat  
ia teringat lagi tingkah laku laki-laki -laki-laki  begajul 
yang sering mengganggunya. 
“Aku ikut!” ia cepat-cepat memutuskan. 
Sepasang mata chucky  bersinar-sinar terang. 
Namun, suaranya rupanya ia tahan supaya terdengar 
biasa-biasa saja saat  ia menjelaskan, “Mungkin kita 
terpaksa bermalam”
“Oke!”
chucky  bangkit, lalu berjalan ke pintu. “Kau 
dandanlah. Bawa perlengkapanmu seperlunya saja, 
asal yang rapi dan menambah kecantikanmu,” katanya 
sambil melempar senyuman mesra yang senantiasa 
membuat jantung jessica  dag-dig-dug. “Aku akan 
menemui anak-anak itu sebentar.”
261
Barulah jessica  tersentak.
“Jangan sekarang!” ia mendengus, khawatir.
“Mengapa?”
“Aku takut. Dan kau hanya sendirian…”
“Aku mampu menjaga diri sendiri, jessica . 
Kau tahu itu, bukan?” chucky  secara tidak langsung 
mengingatkan jessica  bahwa sebagai seorang pemba-
lap. chucky  cukup terampil agar tidak cidera, antara lain 
dengan tekun mengikuti latihan bela diri. 
Namun toh jessica  merasa cemas juga sesudah  
chucky  pergi dan baru merasa lega saat  tak lama 
lalu  chucky  pulang dengan wajah cerah. 
“Beres!” ia berkata dengan puas. “Dan kau?”
jessica  tidak perlu menjawab dengan kata-kata. 
Pakaian dan dandanan yang ia kenakan, demikian 
memesona, sehingga chucky  hampir tidak percaya 
bahwa jessica  sedemikain cantik jelitanya. laki-laki  itu 
termangu-mangu sebentar, lalu  maju ke depan, 
memeluk dan mencium jessica  dengan campuran 
birahi dan sayang. 
“Kalau aku tak ada janji, maulah aku menyeretmu 
sekarang juga ke tempat tidur, jessica ,” ia berbisik 
dengan suara gemetar. 
“Kau dapat melakukannya, Sayang. Nanti, di 
hotel.” kata jessica  tersenyum, manis sekali. “Ba gai-
mana kau membereskan anak-anak itu? Memukul 
mereka?”
262
“Hanya menggertak. Dan ah, sorry jessica , 
terpaksa kucatut juga nama dan pangkat mantan 
ajudan ayah mu itu…,” chucky  tersenyum malu-malu. 
“Mereka sampai menyembah-nyembah jessica , bah-
kan berjanji akan memperbaiki jendela maupun meja 
yang rusak itu.”
“Wah. Apa kubilang. Nama mas Tom keramat 
juga, bukan?” jessica  tertawa senang. “Kita berangkat 
sekarang?”
Mereka meninggalkan rumah dengan mem-
pergunakan sebuah taksi yang rupanya sudah  dipesan 
pula diam-diam oleh chucky . Membayangkan akan 
bersenang-senang di hotel sesudah  sekian lama 
jessica  tertekan oleh siksaan batin yang seolah tak 
habis-habisnya, menyebabkan wanita lesbian  itu setengah 
terlena di jok belakang mobil. Ia memeluk chucky , dan 
merebahkan wajahnya di dada laki-laki  itu dengan 
mata terus terpejam. 
chucky  balas memeluk, namun wajahnya tanpa 
setahu jessica , tampak gundah. 
Tiga orang laki-laki  yang baru saja keluar dari 
sebuah bar dekat persimpangan jalan, melihat taksi 
itu lewat. 
“Itu mereka pergi,” kata yang seorang.
“Cari joki lagi!” rungut yang lain. 
Orang ketiga tertawa mengejek. 
263
Katanya, “Pokoknya, kita tetap dapat uang, 
bukan? wanita lesbian  itu bukan makanan kita. Kita 
dapat mencari yang lebih murahan di Gang Lontar. 
Oh ya, berapa tadi chucky  membjessica u uang, Item?”
“Lima puluh ribu!” jawab yang ditanya, berpikir-
pikir sebentar lantas sambil  tertawa menyeringai, ia 
mengusulkan, “Bagaimana kalau di Gang Longtar 
nanti kita borongan saja? Aku tahu yang namanya 
si Marice. Dia mungkin akan protes sedikit, namun  
biasanya hanya pura-pura. Percayalah, dia paling suka 
beramai-ramai di ranjang. Dia sangat kuat, tahu?”
Acuh tak acuh, temannya mendengus, “Kau 
bohong. Kudengar tadi, jumlah yang kau terima 
seratus lima puluh ribu …!”
“He-eh. namun  yang seratus, untuk mengganti 
kaca jendela yang pecah...”
“Wah. Banyak amat!” temannya geleng-geleng 
kepala. “Bagaimana kalau kita beli saja kaca murahan. 
Uang lebihannya, dapat kita pergunakan untuk beli 
minuman. Kita bikin Marice mabuk semabuk-
mabuknya, baru dia kita kerjai!”
Dua yang lain menggumamkan persetujuan 
dengan senang.  
265
23
chucky  mendaftarkan mereka sebagai suami istri di 
buku tamu hotel. Orang yang melayani mereka mula-
mula agak rewel menanyakan soal identitas, namun 
tak banyak omong lagi sesudah  chucky  menyebut sebuah 
nama yang ia katakan om-nya dan pasti sudah tidak 
sabar menunggu kedatangan mereka berdua.
saat  berada dalam lift yang membawa mereka 
ke lantai empat, jessica  menggumamkan tanya, “Siapa 
tadi nama yang kau sebut-sebut?”
“Tobar. Tobar Maninang”
“Nama yang aneh...”
“Dia orang Pare-Pare. Ada sedikit turunan 
Philipina.”
“Kau bilang dia Om-mu”
“Hanya panggilan,” chucky  tertawa kecil, dan 
membimbing jessica  keluar saat  lift berhenti dan 
pintu terbuka. “Hanya untuk mengertak orang itu 
tadi.”
266
“Nama keramat juga eh?” desah jessica  sambil  
mengagumi lantai karpet beludru warna merah hati 
di lorong lantai empat yang adem-ayem dan  sejuk 
nyama oleh sapuan mesi pendingin.
“Dia seorang pejabat tinggi di kota ini, jessica .”
“Oooo.”
Mereka memasuki kamar bernomor 437 untuk 
dua orang. 
Kamar kelas satu yang lebih adem dan nyaman 
lagi. Tempat tidurnya besar-besar, mewah, ada televisi, 
lemari pendingin, aidit san cat minyak di dinding, dan  
lampu-lampu antik yang bersinar lembut dekat setelan 
meja tamu. chucky  memasukkan tas pakaian yang tadi 
ia tolak untuk dibawakan seorang portir, langsung ke 
dalam lemari, cuci muka sebentar di wastafel lantas 
menyeringai masam saat  ia lihat jessica  langsung 
tergeletak di tempat tidur. 
“Kukira pertemuan itu sudah berakhir,” ia 
bergumam. “Om Tobar dan Om Tanu mestinya 
sedang menunggu kita...”
jessica  membuka matanya. 
Malas, ia bertanya, “Apakah aku harus hadir?”
“Kita tidak menginap gratis di sini, jessica .”
“Oh!”
sesudah  merapikan dandanannya sejenak, jessica  
lalu  mengikuti chucky  pergi ke kamar lain yang 
267
letaknya ternyata bersebelahan. Sebuah suite-room 
yang lebih mewah lagi, dan benar saja kedua orang 
yang disebut-sebut chucky  sudah  menunggu mereka. 
jessica  sudah mengenal dul latief , cukong chucky  dari 
agen perakitan motor itu. 
Mereka bertegur sapa dengan ramah, lalu 
diperkenalkan kepada orang yang konon berdarah 
Philipina itu. Ia sama sekali berwajah pribumi asli, 
dengan kulit coklat kehitaman, pipi tertonjol kuat, 
dagu keras, dan sepasang mata yang hampir terbenam 
di bawah alis yang tebal dan nyaris bersatu di pangkal 
hidung. 
“Senang berkenalan dnegan Anda, jessica . 
Silahkan duduk,” ujar orang itu sambil memperhatikan 
jessica  dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, 
dengan sorot mata yang membuat jessica  tidak enak. 
Ia lebih tidak enak lagi harus ikut mengobrol dengan 
mereka yang tidak ada sama sekali hubungan dengan 
kepentingannya hadir di situ. 
Dari pembicaraan mereka, samar-samar jessica  
dapat menduga dul latief  bermaksud memasukkan 
kredit sepeda motor besar-besaran di sebuah instansi 
dan Tobar Maninang akan membuka jalan melalui 
pengaruhnya di instansi dimaksud. 
Oleh sebab  itu ia maklum mengapa lalu  
chucky  berbisik di telinganya, “Bermanis-manislah. 
Jangan bermuka masam begitu.”
268
Lalu sesekali jessica  memberi  senyuman 
manisnya tiap kali Tobar Maninang melirik ke arah 
dirinya, yang seolah lirikan tidak disengaja. Namun, 
lirikan itu terlalu tajam dan menusuk sehingga 
timbul pikiran dalam hati jessica  untuk suatu saat  
memprotes chucky . 
Rasanya ia tak ubah dengan boneka mainan 
yang harus tertawa atau bermain mata dengan gerak 
monoton tanpa dorongan gairah sama sekali, sekadar 
untuk menyenangkan hati sang bocah yang sedang 
berulang-tahun. 
Sadar jessica  gelisah saja, dul latief  memberi 
usul, “Mengapa tidak kau putar saja DVD player 
itu, chucky ? Biar jessica  rileks selama kita teruskan 
pembicaran bisnis kita…”
Atas persetujuan Tobar Maninang, chucky  
lalu  menyetel DVD yang ada di kamar itu, 
lalu  kembali nimbrung dengan laki-laki -laki-laki  
yang lain sesudah  ia yakin jessica  merasa senang dapat 
duduk menyendiri. 
faktanya , beberapa kali jessica  bermuka merah 
padam, terkadang menarik nafas, terkadang gemetar 
dengan gelisah. Betapa tidak, fi lm yang diputar pada 
DVD player, adalah sebuah fi lm remaja produksi 
Thailand, yang mesti ceritanya bagus namun adegan-
adegannya ada yang kelewat jorok dan memalukan. 
269
Ia senang sekali saat  fi lm itu akhirnya tamat, 
dan pembicaraan bisnis seolah ikut tamat pula. 
dul latief  berdiri untuk pamit pulang. chucky  
demikian pula, dan jessica  mau tidak mau harus 
menerima uluran tangan penghuni kamar yang orang 
penting itu, sebelum pergi. 
Orang ini  melempar seulas senyuman 
manis yang dibumbui kalimat yang lebih manis lagi. “Jarang aku lihat wanita lesbian  secantik Nona …!”
“Terima kasih,” jawab jessica  tersipu-sipu. 
Di depan pintu kamar 437, mereka bertiga 
berhenti. 
dul latief  penyebabnya. 
“Ah, hampir saja aku lupa!” ia berkata, membuka 
tasnya lalu menyodorkan sebuah kotak kecil ke tangan 
jessica . “Untukmu...”
jessica  bingung. 
namun  chucky  menggamitnya, sebagai tanda 
setuju. 
Sesudah mereka ada di kamar mereka sendiri, 
chucky  bersungut-sungut senang. “Bukalah kotak itu. 
Pastilah kau takjub.”
“Oh ya?” jessica  meletakkan kotak itu begitu 
saja di atas meja. “Perhiasan, kuduga. Cincin? Kalung emas? Atau...”“Buka sajalah!”
Dan jessica  lalu  takjub sesudah  melihat 
dalam kotak itu tersimpan manis sebuah liontin 
bermata satu dengan warna hijau tua yang sangat 
mencolok. “Zamrud!” ia berseru, tak percaya. 
“Dan pasti mahal sekali!” chucky  menimpali. 
“Kehadiranmu malam ini banyak menolong bis-
nis dul latief . Jadi, anggaplah sebagai komisi,” 
chucky  tersenyum lebar. “Mau dikenakan sekarang?  Bukankah kau selalu membawa kalung emas yang kubelikan sepulang dari kampung?”
Belakang kepala jessica  berdenyut-denyut.
“Besok sajalah,” bisiknya. 
“Lho...”
“Aku agak pusing, chucky . Kukira tadi aku terlalu 
banyak minum. Dan fi lm itu...”
“Oke. Kau bawa obat tidurmu?”
“He-eh”
“Minumlah sebutir. Lalu bersantailah”
sesudah  menelan sebutir pil tidur, jessica  lalu  
rebah di ranjang. chucky  masuk ke kamar mandi, dan waktu keluar lagi langsung mengikuti jessica . 
Wajahnya kelihatan sedikit pucat mayat , saat  ia 
berbisik dengan suara gemetar,
“Aku menginginkanmu, jessica .”
jessica  belum mengantuk benar. Dan rangsangan 
film tadi sedikit banyak ikut mempengaruhi naluri-
nya. “Oke,” ia mendesah lirih. “Matikan dahulu  
lampu.”
chucky  memadamkan lampu kamar tidur. Kemu-
dian membuka pakaiannya. 
Baru dua kancing kemeja yang ia lepas. chucky  
mendadak bersungut gusar, “Astaga. Catatan penting 
itu tertinggal di kamar Om Tobar! Sialan benar! Tak 
apa kutinggalkan sebentar?”
“Terserah,” keluh jessica , mulai mengantuk. 
chucky  pergi. Rasanya lama sekali ia baru kem-
bali. 
Tahu-tahu saja dalam kegelapan sesosok tubuh 
yang yang tampak kehitaman sudah  naik ke tempat 
tidur, dan rebah di sebelah jessica  dengan nafas 
tersengal-sengal, seolah baru berlari jauh. 
jessica  yang sudah setengah tertidur, bersungut 
malas, “chucky ?”
“Mmm...”
“Rasanya.. aku mengantuk sekali …!”
namun  sebagai balasan, yang ia rasakan justru 
gerakan yang semakin liar pada tubuhnya. Ia ingin 
menolak kehadiran tubuh yang menghimpitnya, 
namun seluruh tenaganya seolah-olah dikuras habis  oleh keinginan untuk segera pulas. 
Akhirnya jessica  hanya mampu mengeluh, ”Oh, 
chucky , Sayangku …!”
Dan esok harinya, jessica  bangun agak siang dan 
juga mengeluh, “Rasanya kau kok tadi malam berat 
sekali, chucky . Seolah yang meniduriku bukan kau, 
namun  si Tobar yang gemuk itu!”
chucky  tertawa renyah. 
Jawabnya. “Makanya. Kalau mau begituan, bu-
a ng dahulu  obat tidurmu!”
“Apakah aku melayanimu dengan manis tadi 
malam, chucky ?”
“Manis sekali. Sangat manis!”
“Aku tak menikmatinya, chucky .”
“Kukira aku kelewat cepat,” chucky  menyesali diri 
sendiri. “namun  kalau kau mau...”
“Oh. Nanti saja. Sekarang, aku ingin berenang 
dahulu !”
sesudah  mengantarkan jessica  ke kolam renang 
yang terletak di bagian tengah gedung perhotelan 
megah itu, chucky  meninggalkan jessica  sendirian. Katanya ia akan menemui beberapa orang relasi yang  ikut dalam pertemuan malam tadi dan menginap di  lantai enam. 
jessica  mandi selama seperempat jam, berjemur 
lima menit lalu kembali ke kamar mereka.  
saat  ia akan melangkah masuk ke lift, dari 
salah satu ujung lorong ia melihat lewat tiga orang 
wanita lesbian  muda dan cantik-cantik bersama seorang laki-laki  yang baru saja turun lewat tangga lantai lobby. Sekilas jessica  terkejut. 
“Bukankah dia chucky ?” rungut jessica  sendirian. 
“Katanya relasi...”Ia bermaksud keluar lagi, namun  lift sudah  naik. Di lantai berikutnya ia bermaksud turun, namun  ada dua orang tamu yang sudah tua masuk ke dalam lift yang berhenti dan sedang menuju ke atas pula. Terpaksa jessica  mengurungkan niatnya, dan 
lalu  berjalan ke kamar begitu lift berhenti di 
lantai empat. Dari jendela kamar ia meninjau keluar. Ketiga wanita lesbian  itu tampak baru saja masuk ke dalam sebuah taksi. Laki-laki yang menemani mereka tidak kelihatan batang hidungnya. 
Baru saja jessica  mau melongokkan kepala lebih 
keluar, telepon di kamar berdering.
Buru-buru jessica  menyambarnya.
“Halo?”“Kaukah itu, jessica ?”
“Oh, chucky . Dari mana kau tadi?” jessica  bertanya curiga. “Pertanyaan apa itu?” chucky  protes. “Aku di sini saja dari tadi. Dengan relasi-relasi yang kumaksud. Tak  kau dengar suara mereka?” dan lewat alat pendengar, 
jessica  menangkap suara gelak tawa, lalu percakapan  dalam bahasa yang tidak ia mengerti. 
jessica  hanya dapat mengira-ngira, tentulah 
mereka menggunakan bahasa Jepang. 
“Di kamar berapa kau, chucky ?”
“612. Mengapa?”
“Ah. Tidak. Hanya, aku sangat lapar…”
“Pesanlah makan pagi untuk dua orang. Sebentar 
lagi aku datang.”
Sebelum memesan makan pagi, jessica  tanpa 
berpikir panjang segera memutar telepon kamar 612.  sesudah  dua kali deringan, telepon diangkat. Lalu ia  dengar laki-laki beraksen kasar menyahuti teleponnya, 
“Halo?”
“Dengan siapa ini?” tanya jessica  dalam bahasa 
Inggris. 
“Akira takasimurakurosawah. Ada perlu apa, Nona?” suara 
itu berubah lembut, sesudah  mendengar suara jessica  
yang merdu. “Siapa Anda, kalau boleh saya tahu?”
“Oh. Nama saya tidak penting, Mr. takasimurakurosawah. 
Saya hanya ingin bicara sebentar dengan chucky !”
“Hem. Tunggu sebentar …”
Dan chucky  muncul di telepon dengan suara 
gusar, “Kau menyelidiki aku, ya?”
“Pertanyaan apa itu?” jessica  mengulangi ucapan 
chucky  tadi, sambil  tertawa lega. “Aku hanya mau dengar, 
apa yang kau ingini untuk makan pagi kita?”
chucky  menyebut menu yang ia kehendaki. 
Dan buat jessica , yang penting bukan soal menu, 
melainkan kepastian bahwa yang tadi ia lihat bersama  ketiga wanita lesbian  muda itu bukan chucky  adanya.  Maka, begitu chucky  muncul di kamar, ia langsung  menyambut kedatangan laki-laki  itu dengan ciuman  mesra di bibir, lalu mengajak chucky  bersantap pagi yang 
sudah terhidang. Sambil makan, chucky  menceritakan  betapa bingung menghadapi tamu-tamu orang Jepang  itu. Kalau tak ada penerjemah – Mr takasimurakurosawah, pastilah 
chucky  lebih suka mengurung diri bersama jessica. “Mereka cuma tiga orang!” keluh chucky , men-
cemooh. “namun  kalau lagi ngomong serempak, 
seolah-olah kita tengah berada di tengah-tengah 
pasar!”
“Orang-orang penting eh, chucky ?”
“Dari Kobe. Utusan perusahaan yang mem-
produksi sepeda motor yang selama ini ikut aku 
promosikan di arena balap.”
“Oh …!”“Tiga orang, uh. namun  rewelnya, minta am-
pun!” chucky  geleng-geleng kepala. 
Dan tiga orang wanita lesbian , terlintas pikiran itu di benak jessica . Namun segera lenyap, begitu chucky  mengatakan   berbicara, “Siang ini aku harus ke luar kota. Bisnis, 
tentu saja. Melihat urusannya, aku pasti akan sibuk. 
Kalau kau ingin...”“Biarlah aku tinggal, chucky , kalau kau ingin aku tinggal”
chucky  membelai pipi jessica . Lembut. “Aku harap 
kau tidak kesepian, jessica ”
Dan mereka mengurung diri hampir satu 
jam lamanya di tempat tidur, sebelum lalu  
meninggalkan hotel dan pulang ke rumah mereka 
yang kecil mungil itu.  Baru juga mereka masuk ke dalam rumah, dua dari laki-laki  begajul yang menakutkan itu sudah   muncul dengan membawa dua lembar kaca dan  peralatannya. Saking tidak senang dengan kehadiran  mereka, jessica  sembunyi saja di kamar membantu 
membereskan pakaian-pakaian dan keperluan chucky  ke dalam koper. 
Andai saja ia lebih berkepala dingin sedikit, 
tentunya ia dapat ngobrol dengan laki-laki -laki-laki  
urakan itu sebagai tetangga baik. Paling tidak, 
mengapa begitu datang mereka sudah membawa kaca yang ukurannya sangat pas baik di jendela maupun 
untuk meja tamu, seolah mereka sudah tahu dan 
hapal benar apa yang dibutuhkan. 
laki-laki -laki-laki  itu sudah menghilang saat  
chucky  sudah siap berangkat. 
Kaca jendela sudah terpasang. Demikian pula 
kaca lapis meja. 
jessica  senang melihat semuanya sudah beres 
seperti semula, dan sambil merangkul leher chucky , ia  berbisik,“Cepatlah pulang, kekasih”
“Demi kau, sayangku” balas chucky .  Mereka lalu  berciuman. Lama.  
lewat tiga hari, chucky  belum juga pulang. 
Hari kelima, jessica  dengan dua orang teman wanita lesbian   bekas satu sekolah pergi nonton fi lm. Dari bioskop,  mereka lebih dahulu  ke butik untuk mengambilkan pakaian yang dipesan jessica  minggu sebelumnya.  Butik itu letaknya tidak jauh dari sebuah motel, hanya 
dipisahkan oleh dua buah rumah saja, sejajar pula. 
Dalam mobil, jessica  dan teman-temannya se-
dang asyik menggunjingkan pak donald duck , guru yang pernah patah hati akibat perlakuan jessica , dan kini  konon sudah kawin, namun suka uring-uringan di ruang kelas. 
saat  mereka membelok memasuki halaman 
butik, teman jessica  bernama anna michele  mendadak berseru, “Hai. Bukankah itu chucky -mu?”
jessica  kaget.  Mula-mula ia melihat ke butik, berharap chucky  tahu ia datang dan menunggu di situ. namun  temannya  menuding ke halaman parkir motel, tak sampai dua  ratus meter dari tempat mereka. jessica  tidak melihat 
apa-apa, kecuali mobil-mobil yang diparkir, dan dua  orang pembersih rumput sedang bekerja di taman  samping motel. 
“Ia sudah ke dalam!” kata anna michele , meyakinkan. 
“chucky ? Pasti kau salah lihat,” farida , teman 
lainnya, menyalahkan, sebab  setahu farida , chucky  sedang ke luar kota, sebagaimana yang diberitahukan  jessica .
“Salah lihat? Aku juga pengagum chucky , apakah 
kau lupa? Bahkan aku yang memperkenalkan kamu 
dengan chucky . Itu pasti dia!”
“namun ...,” jessica  mulai ragu-ragu. 
“Mari kita buktikan!” anna michele  memberi usul. 
Mereka mundurkan mobil yang disetir oleh 
farida , lalu  melaju memasuki halaman parkir 
motel. Kedua orang pembersih kebun menghentikan pekerjaan mereka, dan memperhatikan saat  wanita lesbian -wanita lesbian  muda dan manis-manis itu masuk ke motel  dengan pandangan curiga.  Mereka berdua lalu  berbisik-bisik satu  sama lain.
“Semuda itu!”“Cantik-cantik lagi.”“Sayang...!”
Sementara di bagian penerima tamu, anna michele  de-
ngan bernafsu menemui resepsionis motel, dan 
bertanya nekat, “Kami ingin bertemu chucky . Kamar berapa?”
“chucky ?” resepsionis itu wanita lesbian , dan me-
nyelidiki tamu-tamunya dengan pandangan tidak 
senang. “Saya belum pernah dengar...”
“Dia baru saja masuk. Dengan seorang pe-
rempuan berblus merah darah, dan celana slack biru  ketat.”“O, itu. Sebentar …”
Resepsionis itu mengangkat telepon, berbicara 
sebentar lalu teringat untuk menyuruh tamu-tamunya  duduk menunggu. 
Lima menit lalu , wanita lesbian  yang ber-
blus merah darah dan berslack biru ketat, muncul. 
Ia menanyakan ada keperluan apa mereka dengan 
dirinya. Tanpa basa basi, anna michele  langsung menembak, “Bukan denganmu. namun  chucky !”
“chucky ?” wanita lesbian  itu menatap bingung. 
“Yaah. Teman laki-laki yang menyertaimu 
tadi.”“Ooo. Tunggu sebentar?”
wanita lesbian  itu pergi pula, dan muncul tak lama 
lalu  muncul lagi ditambah  seorang laki-laki  yang 
lebih tua usianya beberapa tahun. Tinggi tubuhnya 
lebih kurang serupa dengan chucky , hanya ia gemuk. “Perkenalkan,” ia mengulurkan tangan. “Aku, syam kamaruzaman . Anda?”
Berputar arah ke butik yang mereka tuju 
sesudah  insiden kecil di motel itu diselesaikan dengan “pemintaan maaf ” dan “salah lihat orang”, anna michele   bergumam resah. “Aneh. Rasanya aku cukup kenal chucky . Yang kulihat tadi pasti bukan si gemuk yang  menyebalkan itu!”
farida  tertawa. 
“Sudah kubilang sejak dari rumah, pakai 
kacamatamu kalau mau bepergian. Namun, hem. 
Dari sebelah mana tadi kau lihat dia?”
“Belakang, memang. namun  sempat...”
“Celananya warna apa?”
“Tak begitu kuperhatikan. namun  dia me-
ngenakan jaket, yang warnanya sama dengan jaket 
yang dipakai si gemuk tadi.” anna michele  geleng-geleng 
kepala lagi, ingin diterima pendapatnya. “Jaket balap, tidak semua orang bisa memilikinya, bukankah  demikian?”“Si gemuk juga pembalap, siapa tahu?” kata   farida . Masih bernada menyalahkan.jessica  diam saja.  Ia baru merasa lega dan tidak was-was lagi saat   mereka pulang ke rumah. Seorang laki-laki  menanti 
mereka di beranda. Yang, kalau tak salah, dipanggil 
Item.  Seringainya membuat ketiga wanita lesbian  itu muak ,  namun kabar yang ia bawa dengan segera men jernihkan semua perdebatan. 
“Maaf, saya mengganggu,” Item berkata dengan 
suara serak, sambil matanya larak-lirik menilai wanita lesbian -wanita lesbian  itu, seperti seorang koki menilai ayam mana  yang harus ia masak. Menjilati bibirnya yang memang 
hitam kerontang benar, ia lalu  menjelaskan, 
“Aku baru menerima telepon dari Al -- eh, Om chucky .  Interlokal.” Sesaat , jessica  menyukai laki-laki  yang semula  sempat membuatnya jijik itu. “Apa katanya?” ia bertanya dengan bernafsu. 
“Dia.. eh, sakit!.” “Haa, apa?”
“Tak begitu parah, katanya. Rupanya dia harus 
mengikuti balapan, untuk demonstrasi. namun  sebab  di Surabaya sedang hujan badai, dia terserang flu dan  harus beristirahat beberapa hari. Katanya dia sudah  baikan, dan tolong disampaikan bahwa dia akan  pulang sore ini juga”
“Syukurlah.” 
Dengan senang hati jessica  membuka dompetnya. 
Ia baru saja menarik ritsleting dompet, saat  Item 
dengan lagak sok suci berkata memelas, “Tak usah. Saya pantang menerima tip untuk sesuatu yang saya  kerjakan demi orang lain.” 
laki-laki  itu menyeringai lagi, memperlihatkan 
gigi yang tidak lengkap, dan sebagian kuning 
kecokelatan sebab  terlalu banyak merokok, lalu 
pamit. Dan begitu ia lenyap, kembali perasaan tidak 
suka pada laki-laki  begajul itu menyelinap dalam hati  jessica . 
“Lagaknya, hem. Bukan main!” ia mencibir. 
farida  tertawa menyeringai. anna michele  angkat bahu, rupanya kecewa tebakannya 
sudah keliru. anna michele  lantas berjanji pada dirinya sendiri, 
untuk selalu mengenakan kaca mata tiap kali ia akan 
keluar rumah. Lantas, mendadak seperti teringat 
sesuatu ia memantau  wajah jessica  sejenak. Lalu 
bertanya heran. “Mengapa harus lewat orang lain?”
“Lewat orang lain apanya?” jessica  balas bertanya. 
Tak kurang heran.
“Ponselmu…”
“Ponselku?”
anna michele  manggut-manggut. Lantas memperjelas 
pertanyaannya yang misterius tadi. “Katanya, sakit. 
Jika ya, siapa yang lebih dahulu  harus dia telepon?”
285
Sempat bingung sejenak, jessica  lalu  
menangkap maksud anna michele , lantas menyahuti murung. 
”Kau sepertinya lupa, sesudah  kebakaran itu dan aku 
pulang ke rumah nenekku di kampung, aku cuma 
membawa pakaian yang melekat di badanku saja. 
Jangan kata lagi, ponsel. Yang malah sudah terjual 
jauh-jauh hari sebelumnya...!”
Sementara farida  tampak terharu, anna michele  yang 
memang dikenal tak suka diam itu, terus saja berkotek. 
“Kau bilang, chucky -mu punya duit. Lantas, kok.”
”Untuk enam atau tujuh setel busanaku 
yang ada sekarang ini pun, belum lagi sepatu lalu 
kosmetik, sebagian diperoleh dari hasil chucky  nge-bon 
di kantornya. Haruskah aku menuntut lebih banyak, 
anna michele ?”
anna michele  masih tak puas dan sudah akan membuka 
mulutnya lagi saat  farida  menguap lebar lalu 
berujar bosan, “Rasanya aku mendadak rindu ranjang 
tidurku yang belum dua hari dibelikan Mama itu..!”
Dan saat  mereka berdua berlalu lantas masuk 
ke dalam mobil farida  sesudah  lebih dahulu  pamit 
pada jessica  yang berdiri memantau  dari beranda, 
farida  tampak berbisik-bisik tak senang pada anna michele . 
Yang juga balas berbisik dengan gerak tangan seperti 
membela diri. farida  sampai membantingkan pintu 
mobil saat  sudah duduk di belakang kemudi, dan 
membuat anna michele  tampak menunduk terdiam.
”Kasihan anna michele ,” jessica  membatin smbil masuk 
ke dalam rumah.”Padahal dia bermaksud baik…!”
Dan jessica  malu sendiri saat  lalu  
secara tak sengaja melihat telepon rumah di sudut 
ruang tengah. Andaikata farida  apa lagi anna michele  tahu 
bahwa telepon itu pun sudah diblokir, sebab  uang 
yang dikumpulkan chucky  untuk membayar tagihannya 
bulan ini keburu pula terpakai. 
Tak ada hujan tak ada angin, nenek jessica  
menelepon dari kampung untuk memberitahu ba-
yaran dan keperluan sekolah aidit  sudah ditutup 
olehnya. Lalu nenek jessica  menambahkan, “aidit  
ngadat. Minta dibelikan sepatu kikir, kuker atau apa 
gitu. Dan tak ada yang menjualnya di pasar desa..!”
Nah. Ditambah uang belanja dapur yang terpak-
sa harus dikurangi, maka uang untuk pembayaran 
tagihan telepon pun dibelikanlah sepatu merek Kicker 
lalu dipaketkan Akex dengan segera. Supaya aidit  
berhenti ngadat. “Dan nenekmu akan mendongeng 
pada tetangga sekitar bahwa dia bakal punya cucu 
mantu yang sangat perhatian pada orangtua…!” 
tambah chucky , tertawa.
“Hem,” pikir jessica , sambil memasukkan 
pakaian-pakaian kotor ke mesin cuci (Ah, yang 
ini juga punya orang lain dan aku harus hati-hati 
memakai nya!).”Apakah sudah waktunya aku 
menagih janji chucky  saat  aku masih di kampung. 
Untuk membelikan ponsel? Blackberry, mungkin?”.
Atau, jual saja liontin zamrud itu. Hadiah dari 
Om dul latief .  namun  …
Menjelang tengah malam, chucky  tiba di rumah. 
jessica  sengaja mengenakan gaun malam yang 
seronok untuk menyambut kedatangan chucky . Mereka 
berangkulan, dan saling berciuman di balik pintu 
yang tertutup, bertukar sapa mengenai hal-hal sepele. 
chucky  setuju untuk memanfaatkan air hangat yang 
sudah  disediakan jessica , menolak untuk makan malam 
sebab  katanya masih letih dan kenyang. 
Namun di tempat tidur, ia kembali menjadi 
chucky  yang patut dipuja-puja. jessica  tak henti-hentinya 
berdesah-desah, sampai akhirnya ia jatuh tertidur dan 
besoknya bangun kesiangan. 
“Kita kedatangan tamu nanti malam,” ujar chucky  
sebelum ia pergi meninggalkan rumah. 
“Siapa?”
“Relasi. Punya arti penting untuk pemasaran 
di Surabaya. Dia tidak akan menginap, oleh sebab  
itu daripada di hotel dia kuminta datang ke rumah 
288
ini saja. Ada surat-surat penting yang akan dia bawa 
dan harus kuberikan  pada Om Tanu. sebetulnya  dia 
dapat melakukannya sendiri, namun  lebih dahulu  aku 
ingin melihat surat-surat itu. Aku berkepentingan, 
bukan?”
“Asal tidak melanggar kode etik, chucky -ku.”
“Bisnis tidak kenal kode etik, jessica !”
Dan malam itu chucky  pulang bersama seorang 
laki-laki kecil kurus, namun berpakaian parlente, 
mengenakan jam tangan bersepuh emas, pakai kalung 
aneh pula, dan sempat jessica  melihat tanpa sengaja 
dalam tasnya demikian banyak uang. 
chucky  yang menghidangkan minuman, seperti 
biasa. 
Dan jessica  bertugas untuk menemani tamu 
mereka berbincang-bincang, untuk memperintim 
hubungan bisnis yang dijalin. Pembicaraan ternyata 
sampai larut malam, sehingga jessica  tak tahan dan 
pamit untuk masuk ke dalam kamar sebab  kepalanya 
terasa berat sekali. 
Heran, akhir-akhir ini ia seringkali merasa pu-
sing-pusing, limbung dan tiap kali sesudah berbaring, 
hampir tidak mengenal suasana dalam kamar ti-
durnya sendiri. Semuanya seolah-olah menari-nari 
liar, mengajak, mengundang, menghina, sekaligus 
merangsang.  Dalam keadaan terkantuk-kantuk, ia sadari  seseorang naik ke tempat tidurnya. 
“chucky ?” ia berbisik setengah mengantuk. 
Tak ada sahutan.  Yang ada cuma gelutan, liar dan menggebu-gebu. 
Betapa ringan dan mudah menguasai chucky , 
malam itu. jessica  seakan menggeluti anak kecil, namun   memiliki nafsu kelewat besar. 
jessica  menyukai keadaan itu, dan tertawa-tawa 
saja waktu esoknya chucky  memberengut marah. “Patah tulang-tulangku kau buat!”  
DAN, tibalah hari yang kelabu itu. 
Dokter memantau  wajah jessica  dengan seksama, 
lantas sambil  bersandar di tempat duduknya, ia 
bertanya lembut, “Apakah Nyonya seorang frigid?”
“Apa, Dok?”
“Dingin di tempat tidur.”
jessica  tertawa renyai. Dengan nakal ia menggoda 
dokter spesialis penyakit dalam yang berpostur gagah  dan tampan itu: 
“Sayang, Dokter bukan suami saya,” ia geleng 
kepala, seolah benar-benar menyesalkan hal itu. 
“Kalau ya, Dokter akan terbakar setiap malam. Saya 
lebih panas dari bara api, kalau mau tahu!”
“Aneh,” sang dokter menganggap sepi per-
nyataan jessica . Ia sudah biasa digoda oleh pasien-pasien wanita lesbian , dan ia cukup kebal. Apalagi  godaan dari pasiennya ini, jelas bukan godaan sungguh-sungguh. “Apakah Nyonya menyukainya?”
“Menyukai apa, Dok?”
“Hubungan badan.”
“Menikmatinya, kalau itu yang Dokter 
maksud!” Pernyataan terus terang itu mau tidak mau  membuat wajah sang dokter bersemu merah. Ia menahan senyum di bibir, lalu  menyimak 
kembali laporan dari laboratorium yang tadi dibawa 
jessica  atas permintaannya pada pemeriksaan minggu sebelumnya.  Dengan mengetuk-ngetukkan kepala pulpen  pada kertas diagnosa itu, ia bersungut-sungut halus, 
“Apa yang pernah minggu kemarin saya utarakan 
kepada Nyonya, sekarang tak dapat dibantah lagi.”
“Penggunaan obat tidur yang berlebihan?” 
celetuk jessica , sabar. 
“Dan obat perangsang!” dokter menatap mata 
jessica  dengan serius. “Perangsang seks atau birahi, yang dapat membahayakan tidak saja kandungan Nyonya, namun  juga kesehatan Nyonya sendiri. Masih sering pening dan lesu?”
“Masih, Dok.”
“Bagaimana dengan obat yang saya berikan ?”
“Agak menolong. namun  cuma satu-dua jam...,” 
lalu sambil  menarik nafas panjang, jessica  lalu  
mengaku: “lalu  saya membuangnya!”
“Membuangnya!” dokter meluruskan duduk-
nya. “Mengapa?”“Suami saya marah-marah.”
“sebab ?”
“Katanya, dia lebih suka kalau kami ber hu -
bungan badan manakala saya bukan dalam keadaan  setengah tertidur namun sebaliknya, justru setengah  gila mengharapkan cumburayu. Kadang-kadang kami bertengkar, dan dia sering merajuk lantas pergi  meninggalkan rumah. namun  saya tahu, dia cinta pada  saya. Dia akan kembali pada waktunya, dengan sikap  yang lebih manis. Jadi saya imbangi sikap manisnya 
itu dengan mengalah. Dalam hal-hal tertentu...”
“Hem. Betapa ingin saya konsultasi dengan 
suami Nyonya”
“Sayang, Dok. Dia akan menolak. Pernah saya 
bujuk. namun  suami saya seorang yang sangat sibuk  sehingga tidak punya kesempatan untuk mengurus soal-soal sepele. Apalagi yang menyangkut hubungan  seks”
“Masih sering meninggalkan rumah?”
“Ya. Kadang-kadang, sampai sepuluh hari. 
namun  dokter,” jessica  tersenyum menggoda lagi. 
“Tiap kali dia pulang, tiap kali cintanya makin 
menggebu-gebu. Sering saya kewalahan sendiri. Itu  juga saya rasakan, jika  kami bepergian bersama.  Baik waktu menginap satu-dua malam di hotel dalam  kota, maupun waktu kami di luar kota…” jessica  diam sebentar. lalu , ia mengemukakan pendapatnya  sendiri, “Jadi, saya yakin benar. Dia bukan saja  seorang suami yang menyenangkan, namun  juga sehat 
dan kuat. Sangat kuat, dokter...!”Dokter menyeringai mendengar ucapan jessica  
yang terakhir.  “Tentunya Nyonya puas. Dan bahagia” “Persis.”
“Bagaimana dengan pernyataan Nyonya sebe-
lum ini?”
“Tentang?”
“Pengalaman-pengalaman aneh di tempat tidur, 
sebagaimana yang sudah diceritakan sebelum ini. 
Kadang bobot suamimu terasa jauh lebih berat dari 
biasa. namun  lain kali, malah berubah ringan seperti  kapas. Beberapa kali berbuat kasar, menyakitkan, dan  pada waktu berbeda, lembut, memesona. Adakalanya  cepat sekali dia selesai namun  pada malam-malam lain, 
dia begitu ketagihan sehingga meski Nyonya sudah 
letih, malah kata Nyonya pernah sampai sakit, dia 
tetap ingin mengulanginya...?”
“Oh, dia memang suami yang hebat,” jessica  
tertawa lunak, sedikit malu-malu. “Tahu berbagai 
macam variasi.”
“Variasi?”
“Ah, masa iya Dokter tidak tahu?” jessica  ter-
senyum. “Atau Dokter suka bermain kura-kura dalam  perahu?”
Diam berpikir sesaat, spesialis penyakit dalam 
itu lalu  balas tersenyum. “Nyonya sungguh 
beruntung...,” Ia diam lagi sebentar, berpikir. Lalu, 
“Bagaimana bau nafasnya?” “Biasa-biasa saja, Dok”
“Bau keringat?” “Berubah-ubah. namun  itu lumrah, bukan? 
Tergantung, dia minum atau makan apa sebelumnya. 
Mungkin pula sebab  lingkungan di mana dia me-
nyibukkan diri. Saya tidak merasa adanya keanehan 
dari soal sepele semacam itu, Dok. Jadi...”
“Ingin sekali saya bicara dengan dia. Ingin 
sekali,” dokter bergumam, seolah pada diri sendiri, 
mengulangi apa yang sebelumnya ia ucapkan. lalu  dengan menekan kekecewaan, ia menambahkan, 
“Sayang, ia menolak. Cobalah bujuk lagi dia!”
“Akan saya usahakan, Dok.”
“Dan kalau dia menolak,” sang dokter berubah 
serius. “Katakan kepadanya, kebiasaan kalian di tempat tidur harus segera diubah. Saya tidak ingin melukai  hati Nyonya, namun  saya terpaksa. Penggunaan obat bbius secara terus menerus, ditambah pula dengan perangsang seks yang over dosis, bisa berdampak  pada kelumpuhan otak. Saya malah khawatir anak nNyonya nantinya… Ah, bagaimana ya?”“... lahir cacat, Dokter?”
“Apa lagi?” “Oh!”
sambil  membayangkan anaknya bakal terlahir 
cacat, jessica  meninggalkan tempat praktik dokter 
dengan gelisah. Yakin resep yang diberikan  dokter 
ikut menentukan kelanjutan hidup dan masa depan 
anaknya di kelak selanjutnya , ia masukkan hati-
hati resep itu ke dalam tas tangan, lalu menggenggam  tas itu kuat-kuat, seolah-olah takut ada yang mau  me rampas bukan hanya tas, namun  juga resep di dalamnya..  Ia langsung pergi ke apotek.  Lalu duduk menunggu giliran obatnya selesai  dibuat, sambil memantau  poster-poster yang ada di  dalam apotek. Ada poster mengenai perkembangan 
anak sesudah  lahir, ada pertumbuhan saat  masih 
dalam kandungan. Syukurlah, tidak ada poster yang 
menakutkan mengenai anak-anak yang terlahir ke 
dunia dengan kondiasi cacat yang menjijikan . 
Dari apotek ia terus ke pasar. 
Sudah tiga hari chucky  di sidoarjo , dan katanya 
akan pulang sore ini juga. Ia tentunya sangat lelah, dan  merindukan jessica  dan  jabang bayi mereka. Maka di  pasar, jessica  membeli barang keperluan dapur untuk menghidangkan makanan terlezat kesukaan chucky ,  masuk toko untuk membeli sebuah setelan bagus 
buat chucky , dan  bahan-bahan keperluan bayi. 
Lalu. ia akan duduk menunggu chucky  sambil 
menyulam. Selesai berbelanja, jessica  mencari taksi yang  kosong. nnamun  pelataran parkir sepi dari taksi, kecuali bmobil-mobil pribadi. Yang lewat di jalan pun, pada  terisi semua. Sambil menunggu taksi kosong, jessica  berteduh di ujung pelataran parkir, dalam bayangan 
atap bangunan sebuah toko. Dan diam-diam bersyukur 
chucky  sudah menjanjikan sepulang dari sidoarjo  
akan mengreditkan sebuah mobil untuk jessica . 
Meski mobil kecil dan bekas pakai, jessica  tetap akan  menerimanya dengan lapang dada, dan menganggap 
itu sebagai hadiah pengganti pernikahan mereka yang  tak kunjung terlaksana juga. 
Orangtua chucky  tetap tidak mengakui laki-laki  
itu sebagai anak apalagi pewaris. jessica  pun sudah berulang kali meminta chucky  jangan mengemis kasih  sayang dari orangtuanya lagi. Mereka dapat menikah  kapan saja. Tak usah dengan pesta besar-besaran 
seperti yang diharapkan chucky . Uang yang sudah 
mereka kumpulkan, dan  perhiasan-perhiasan yang 
mereka beli, ataupun terima sebagai hadiah, tidak 
akan jessica  hambur-hamburkan untuk pesta pora. chucky  katanya letih jadi sales terus-menerus, dan tetap  ingin membuka usaha sendiri. 
Hem, berapa lama dan berapa banyak lagi 
uang yang harus mereka kumpulkan, sehingga dapat  dipakai sebagai jaminan ke perusahaan agar chucky   dikukuhkan sebagai sub-agen?
Sebuah taksi berhenti tak jauh dari tempat jessica  
berdiri. Ia bergegas mendekatinya, takut kedahuluan  orang lain. Dengan sabar ia menunggu penumpangnya  turun. Dan ia sudah demikian tidak sabar untuk segera  menerobos masuk ke dalam taksi, saat  penumpang 
yang baru turun itu menatapnya dengan mata lebar.
Lantas berseru setengah kaget, “jessica , kau!”
jessica  balas menatap. Tertegun, lantas berseru 
pula dengan riang gembira. “Astaga, tiny . Apa 
kabar?” wanita lesbian  itu kelihatan ragu-ragu saat  mereka 
bersalaman, dan berusaha menghindari pandangan 
mata jessica  tiap kali mata mereka bertemu. Ke li hatannya ia menyesali pertemuan tak terhindarkan itu. namun  jessica  yang sangat gembira ketemu teman satu kampung, tidak memperhatikan hal itu. 
Sambil memeluk tiny  dengan mesra, jessica  
berkata, “Kau kelihatan jauh berubah!”
“Oh ya?”
“Tidak lagi seperti saat  masih di kampung. 
Oh, kau tinggal di kota ini juga?”
“He-eh”
“Dengan suamimu?”
Agak lama, baru tiny  menganggukkan ke-
pala. “Kapan kalian tiba dari kampung?”
“Oh. Aku berangkat sendiri dari kampung. 
Ketemu suamiku di kota ini, lalu... yah, menikah!” 
tiny  tersenyum kecut. “Aku tinggalkan kampung 
kita, hanya satu hari sesudah  kau pergi dengan chucky .  Oh ya, taksimu menunggu. Aku pun mau berbelanja dahulu . Bagaimana kalau kita ...”
jessica  cepat menyela. Dengan bersemangat. 
“Kita harus merayakan pertemuan ini, tiny . Ayo, 
kita minum di sana!” 
Dan jessica  pun dengan cepat sudah menarik 
tangan tiny  yang lalu  setengah diseret 
masuk ke sebuah restoran. Sambil wajah yang diajak  tampak jelas mengikuti dengan perasaan terpaksa. 
Mereka lalu  duduk, memesan minuman 
dan makanan sesuai selera masing-masing, sambil 
mengobrol kian kemari. jessica  bertanya banyak sekali 
mengenai kabar di kampung, terutama mengenai 
neneknya, dan adiknya aidit . Tentu saja tiny  
tidak tahu. Toh ia meninggalkan kampung beda satu  hari dengan jessica , dan belum pernah pulang lagi.  “Mungkin tidak akan pulang-pulang,” ia mengakhiri, gundah. 
“Hai. Mengapa?”
“Ya ampun, apa yang sudah  kuucapkan?” Neng-
sih tampak terkejut sendiri oleh jawabannya, yang 
lalu  cepat ia koreksi. Sambil tampak gugup.. 
“Eh, maksudku, tidak dalam waktu dekat ini …! Ya, 
ya. Itulah yang aku maksud. Dan ….”
jessica  sesaat  menangkap gelagat, lan tas me-
nyela. Lembut, namun  menekan. ”Kau menyem bunyikan sesuatu  ..!” “Aku, eh. Aku tidak …!” 
Dari gugup, tiny  mulai berubah ketakutan.
Cepat jessica  menggapai lantas menggenggam 
erat tangan tiny  yang bergemetar dengan tangan 
kirinya, sementara tangan kanan jessica  ia tepuk-
tepukkan dengan lembut ke punggung tangan 
tiny  yang ia genggam. 
Lalu ditambah  senyuman mendorong, jessica  pun 
berujar tenang. “ Tak ada yang perlu kau takutkan, 
tiny . Aku ada di sini, bersamamu…!”
Dan tiny  mendadak terisak-isak.  
jessica  bukan duduk. Melainkan, terduduk. 
Begitu tiba di rumah pukul dua siang, ia duduk 
terenyak di kursi depan. Tas belanjaannya ia biarkan  terguling di lantai. Sebagian isinya berhamburan. Juga  ia biarkan. Air mata melelehi pipinya yang pucat mayat  seperti  kertas. Jatuh membasahi blus-nya, menggenang, 
lembab. Biarkan, biarkan! Ia duduk, dan duduk terus,  tanpa bergerak-gerak, malah dengan mata yang tak bpernah berkedip.  chucky  tidak di sidoarjo . Ia ada di kota ini, sejak  ia pergi tiga hari yang  lalu. Bahkan lebih menjijikan  lagi, chucky  tetap ada  di kota ini, setiap kali ia mengatakan pergi bertugas  keluar daerah, tanpa jessica  ikut mendampingi.  Kalaupun chucky  memang di luar kota, tanpa jessica ,  tentulah ia selalu dengan tiny , atau dengan wanita lesbian -wanita lesbian  lainnya yang seperti tiny .Seperti tiny ? 
Mengapa bukan seperti jessica  sendiri?!
Betapa menjijikan  apa yang dikisahkan oleh 
tiny , si wanita lesbian  desa yang lembut, perasa dan  terutama sebagaimana wanita lesbian   desa lainnya, juga lugu. Si wanita lesbian  desa bermimpi tentang indahnya kota.  chucky  datang, dan tiny  pun terjebak. Terjebak oleh 
bujuk rayu chucky  saat  chucky  pulang menjemput jessica  di kampung dan bertemu tiny . Bukan hanya  satu kali seperti yang dikatakan chucky . namun  sudah  beberapa kali. tiny  malah menunjukkan sepucuk  surat yang sudah kumal dan lusuh sebab  selalu ia  simpan sebagai kenang-kenangan, dan dibawa ke mana saja ia pergi. 
Dalam surat itu, chucky  tidak saja berjanji akan 
memberi tiny  pekerjaan yang menghasilkan uang 
banyak, namun  juga bersedia menikahi tiny . Dan 
begitu entengnya chucky  menyelinapkan dusta besar dalam suratnya, “Aku jemput jessica  sebab  terpaksa.  Kami sudah lama tidak cocok satu sama lain. Kami 
akan mencoba lagi. namun  dapat kuyakinkan kau, 
tiny . Kami pasti akan gagal dan gagal lagi…!”
tiny  benar-benar menyusul chucky . 
Kalau pun nanti ia gagal menikah dengan 
laki-laki  yang ia kagumi itu, paling tidak tiny  akan 
memperoleh pekerjaan di kota, dapat menghidupi 
dirinya bahkan keluarganya yang ayah . Sehingga 
ia tidak lagi harus menyerah pada paksaan untuk 
menikah dengan seorang duda dengan dua anak, 
pencemburu dan suka main pukul. 
chucky  memang menunggu.  Di kamar yang terletak di bagian atas bengkel  sepeda motor yang hingar bingar dan menyesakkan  nafas itu. chucky  tidak menyinggung soal pernikahan, 
tantu saja. Baru permulaan, bukan? chucky  hanya 
menjanjikan perkerjaan menarik, dengan gaji besar 
yang akan menyelimuti tiny  dengan kemewahan 
yang bahkan dalam mimpi indahnya tentang kota, 
tidak pernah ia bayangkan. tiny  begitu yakin, 
apa lagi sesudah  chucky  membawanya tinggal di sebuah rumah kecil mungil, bagus potongannya, dan lengkap perabotannya.
“Untukmu, tiny ,” kata chucky . “Aku tahu kau 
akan datang!”Beberapa hari tidak terjadi apa-apa. Tidak lamaran pernikahan, tidak pula surat lamaran pe kerjaan untuk ditandatangani. Lalu suatu malam, mereka 
minum-minum berdua, sambil mendengar kan mu-
sik, dan lalu  suatu kepasrahan yang aneh men-
dorong tiny  untuk menyetujui saja ajakan chucky  
ke tempat tidur. ditambah ya dengan jessica , perut tiny  sering mual kalau terus dicekoki minuman keras, tidak suka  menelan obat tidur sebab  merasa tidak ada gunanya. nKalau terpaksa, ia akan membuangnya diam-diam. Ia ingin menanti chucky  di tempat tidur, dalam 
keadaan sadar yang seutuh-utuhnya, ingin menikmati  kebahagiaan mereka seutuhnya pula. 
“Itulah sebabnya aku tahu, mengapa yang 
naik ke tempat tidurku bukan chucky , melainkan 
orang lain…!” terngiang-ngiang ucapan tiny  
di telinga jessica . Ucapan yang ditambah  sedu sedan,  yang membuat mereka berdua jadi perhatian para  pengunjung restoran. “Yang lebih menjijikan  lagi,  lalu  aku tahu pula dari pengakuan chucky  sendiri. 
Malam di mana keperawananku hilang, bukan dia 
yang merenggut. Melainkan majikan chucky  yang 
bernama dul latief  itu...!”Lalu tiny  pun mengalami hal-hal aneh yang dialami jessica . chucky  yang selalu datang ke tempat tidur, kemu-
dian pergi untuk suatu keperluan. Katanya sebentar. Entah ke kamar mandi, entah untuk menutupkan 
jendela. Lalu dalam kegelapan, ternyata yang muncul laki-laki lain.  Kata tiny  tadi di restoran, “Laki-laki, yang naluri seksnya ganjil. keranjingan menyetubuhi wanita lesbian  yang ia percaya sebagai istri orang lain!” tiny  menyeka air matanya, “Maka lalu ,  meski pun aku sudah tahu nasib yang kujalani, oleh  chucky  aku tetap dipaksa untuk berbuat seolah-olah  aku istrinya, seolah-olah aku tidak sadar bukan dia  yang naik ke atas tubuhku.”
Seorang pengunjung restoran mendekati mere-
ka. Orang tua yang baik hati, dan berujar simpatik, 
“Kalian butuh bantuan?”
Mereka memang bicara dengan suara rendah 
agar tidak didengar orang lain. Hanya saja tiny  
tidak dapat menahan tangis, yang membuat mereka  jadi sasaran perhatian. 
jessica  yang sangat terpukul, masih mampu 
menolak uluran tangan orang tua yang baik hati itu. 
“Terima kasih. Kami baik-baik saja”
Dan mereka meneruskan mengobrol sesudah  
jessica  mengantar tiny  ke rumah yang ditempati 
wanita lesbian  satu kampungnya itu. sesudah  mana lalu   baru jessica  pulang ke rumah yang ‘disediakan’ chucky   untuk jessica -nya seorang. Rumah modelnya hampir  sama, dengan suasana yang juga hampir sama, dan   bualan tentang penghuni sebelumnya yang jelas-jelas 
sama, si waria kaya raya dan sedang berkeliling ke luar negeri. Padahal, menurut pengakuan chucky  kepada tiny , rumah-rumah itu memang sudah  disediakan  oleh majikan chucky  demi memuaskan kebutuhan  seks mereka yang tidaknormal , sekalian berguna untuk 
kelancaran urusan bisnis.  tiny  katanya malu pulang ke kampung.  Dan akan bertahan di kota. Kota yang sebelumnya 
ia jadikan mimpi-mimpi indahnya, namun  kini 
akan menjadi nerakanya. Neraka yang tak akan 
membiarkannya bebas, ke mana pun pergi 
jessica  bukan saja malu. Ia terluka. Belum pernah 
ia terluka seperti hari itu. Demikian besar luka yang 
menganga di jantungnya, sehingga ia masih duduk 
diam di kursinya, sampai malam jatuh, dan chucky  pulang menjelang pukul sembilan. 
chucky , yang menurut tiny , hari itu tengah 
mengantarkan seorang wanita lesbian  lain menemui relasi  mereka.  Itulah rupanya arti sesuatu yang dirasakan jessica  Rasa takutnya, terhadap rumah yang ia tempati. 
Agaknya sudah mengetahui apa yang terjadi, begitu  masuk ke dalam rumah, chucky  tidak bertanya mengapa  jessica  tampak seperti orang yang sakit parah.  chucky  memang gelisah, namun berusaha duduk  dengan tenang di hadapan jessica , dan bertanya, 
“Baiklah. Apa yang ingin kau tanyakan, jessica ?”
sesudah  sekian jam hanya terdiam dalam duduk 
yang mematung dan kebekuan yang menyiksa, jessica   ternyata masih bisa membuka mulut, agar telepas  dari jahitannya.
Dan suara yang keluar dari celah bibir-bibir 
yang pucat mayat  kebiruan itu terdengar lebih mirip   bisikan yang keluar dari liang kubur. 
Dingin, menusuk.“Anak siapa bayi yang kukandung, chucky ?”chucky  tidak menjawab. 
Tentu saja, pikir jessica , hampir gila. Dan tidak 
sampai berperilaku histeris hanya disebab kan tu-
buhnya seolah sudah  menyatu dengan kursi yang ia  terus duduki tanpa beranjak seinci pun sejak  tadi  siang.  Tentu saja, chucky  juga tak tahu, anak siapa yang  dikandung jessica ! Pertanyaan kedua, lebih tegas. “Kau ingin aku  menggugurkannya seperti dahulu , bukan?” Juga tak ada jawaban. 
Dan jessica  pun memberitahu chucky  dengan khidmat, “Akan kugugurkan sekarang juga, chucky . Dan semoga kematiannya ikut mengutuk dirimu sampai kau  mati, sampai kau membusuk di neraka!” Dan sebelum chucky  menyadari apa yang dimaksud jessica , wanita lesbian  itu sudah  menyambar jambangan  bunga dari atas meja tamu, menghantamnya ke tangan  kursi yang ia duduki. 
Lalu dengan kecepatan yang hampir tidak dapat 
ditangkap mata, ujung pecahan jambangan campuran  kristal dan kaca yang tersisa di tangannya, ia hujamkan  dengan cepat dan kuat.
Langsung ke lambung sendiri.
chucky  sesaat  terlompat. Ngeri.  
TEMBOK putih, langit-langit putih, tirai jendela 
putih, sprei putih, benar-benar warna menjemukan. 
Dan seolah-olah ingin mengubah kejemuan itu 
menjadi ketenangan yang syahdu, tersimpanlah 
dengan megah di atas meja dekat kepala ranjang 
rawat, sebuket kembang ros merah jambu dengan 
dedaunannya yang hijau segar. 
Sambil memeriksa denyut nadi jessica , suster 
berwajah oval dengan seragam yang juga putih-putih,  bergumam lembut, setengah iri. “Tidak terhitung  berapa banyak wanita lesbian  yang ingin dikirimi kembang oleh ndokter soebandrio . Mereka semua sia-sia berharap...!”  suster itu tersenyum, manis, lalu menambahkan, sama  manisnya, “Hanya kau seorang yang beruntung, Dik 
Rika!” Tanpa sedikit pun merasa bangga, jessica  menyela 
lirih. “Dokter soebandrio ... Pernahkah aku mendengar nama itu, Suster?”
“Pernah?” suster membelalak, heran. “Bukankah 
dia yang merawatmu dahulu , saat  pertama kali kau  diopname di rumah sakit ini?”
“Ooo,” jessica  jadi malu hati. “Jangan bilang ke 
dia, aku lupa ya, Suster?”
“Boleh. Dengan syarat” “Apa?”
“Jangan kau remas-remas lagi pembalut luka di 
perutmu, Dik. Dalam dua hari ini tiga kali sudah kau 
melakukannya, sehingga kami semua kalang kabut...!”“Maafkan, Suster.”
“Tak apa. Lagi pula kau lakukan itu dalam 
keadaan tidak sadar. Pingsan dua hari terus menerus 
cukup mencemaskan bukan? Jadi kami semua 
bersyukur pagi ini keadaanmu jauh lebih baik!” 
Suster yang peramah dan perhatian itu me nye -
lesaikan tugasnya, dan bertanya sebelum pergi, “Apa-kah kau membutuhkan sesuatu?”
“Hanya ingin minum, Suster.”
“Siap. Pesanan akan diantarkan segera …!” kata 
suster tersenyum, lalu  berlalu.
Yang lalu  muncul dengan minuman, 
bukan suster tadi, melainkan dokter muda yang sudah dikenal baik oleh jessica . Kecuali, tentu bahwa dahulu  ia  sudah  lupa menanyakan siapa nama orang ini. Mereka 
bertukar sapa dengan senang hati disusul protes 
berbau munafi k dari mulut dokter soebandrio .
“Kau melanggar perintahku, jessica !”
“Oh ya? Apakah itu?”“Kau boleh datang, namun  bukan sebagai pasien!”
“Astaga, betapa pelupanya aku ini!” jessica  ikut-
ikutan munafi k. “Apakah aku akan dihukum?”
“Kalau kau minum dengan rakus, ya. namun  
kalau kau rela kuberi setetes demi setetes, paling juga  kami tidak jadi melemparkanmu ke kamar mayat…!”
Tetes demi tetes air putih yang rasanya sangat 
tidak nyaman, mana berbau obat pula lagi, lalu  
menyelinap masuk di antara celah-celah bibir jessica  yang pucat mayat  namun  kata soebandrio  sudah mulai kemerah merahan itu.
Sempat berlalu kebisuan yang menggigit, se te-
lah nya. Sampai lalu  jessica  membuka mulut dan 
bertanya murung. “Mengapa kalian menyelamatkan 
aku, Dokter?” soebandrio  tersenyum. 
Jawabnya, “Menuruti dinas, sebab  kewajiban. 
Menuruti kata hati, sebab  takut. Kalau mau jawaban  yang lebih jelas, sebab  banyak orang yang mestinya  masih hidup, terpaksa harus mati!”
“Kalau begitu, kalian dokter-dokter ternyata 
bersifat kejam dan jahat!” “Lho, apa pula itu?”
“Banyak orang yang mestinya harus mati, 
terpaksa masih hidup. Kalian sudah  memaksa aku, 
dokter soebandrio ...” sudut-sudut mata jessica  berkaca-kaca. “Kalian semestinya membiarkan aku mati saja!”soebandrio  menggapai telapak tangan pasiennya. Ia  genggam dengan lunak, dan tanpa ia sadari, telapak  tangannya sendiri bergetar dengan tiba-tiba. katanya , 
“Jangan sia-siakan karunia Tuhan, jessica .”
“Karunia, Dokter? Apakah perasaan terhina 
seumur hidup, merupakan karunia? Kau tahu siapa 
aku sebetulnya , Dokter? Tahu apa kerjaku selama 
ini?”“Aku tahu,” jawab soebandrio . Tenang.
“sebab  aku mengigau?”
“sebab  kau mengigau. Dan sebab  aku senang 
membaca berita-berita menarik di surat-surat kabar maupun televisi…!”. 
“Berita!” jessica  terjengah. “Apa yang mereka 
ceritakan tentang si wanita lesbian  berlumur dosa ini,  Dokter?” soebandrio  menggeleng-geleng, prihatin. “Tidak 
satu pun dari mereka menyebut kata dosa, jessica . 
namun , hikmah!”
jessica  mengerutkan dahi. Terbingung-bingung, 
“Hikmah?” Dokter muda itu mengangguk. “Mereka semua  bilang, berkat dirimu …!”
“Nah. Apa lagi, ini?!”
“Biar kujelaskan, jessica . namun  garis besarnya 
saja, ya?” 
soebandrio  menarik nafas panjang sebentar, tak 
ubahnya seorang guru yang sabar mempersiapkan 
diri untuk menyusun sebuah persoalan yang mudah 
untuk dicerna oleh murid-muridnya yang bodoh. 
Lalu, dokter muda itu pun memulai.
“... chucky  menduga kau sudah mati. Sesaat  
ia panik. lalu  berpikir untuk menghilangkan 
jejak. Ia pinjam mobil dari seseorang, dibawa pulang  ke rumah yang kalian tempati, dengan maksud  membuang mayatmu di sebuah tempat. Hem, sudah  kuduga, kau akan terperanjat. Tenanglah, jessica ,  dan dengarkan saja lanjutan ceritaku...!” soebandrio   menepuk-nepuk punggung tangan jessica  dengan 
penuh kasih sayang.  Dengan singkat ia menceritakan, bagaimana  chucky  sebab  panik dan tergesa-gesa, sudah  membiarkan 
mesin mobil tetap hidup dan kedua lampu depan 
menyala terang benderang. Sekelompok laki-laki  
melihatnya, curiga, lalu mendatangi. 
Mereka memergoki chucky  sedang menyeret 
tubuh jessica  di beranda. sesudah  sama-sama kaget  sejenak, laki-laki -laki-laki  pengangguran itu lantas  memeras chucky  habis-habisan. Rupanya permintaan  mereka terlalu tinggi, juga ingin pembayaran sesaat   sebab  kata mereka, chucky  sering tidak menepati janji. Terjadi pertengkaran.
Seorang tetangga yang sudah lama tidak 
menyukai gerombolan laki-laki  itu, menelepon polisi.  Pihak berwajib datang dengan cepat, tepat saat   chucky  dan para laki-laki  itu mencapai kompromi  dan setuju bekerja sama. Terjadi keributan sebentar  sebab  gerombolan laki-laki  itu bermaksud melarikan  diri. chucky  yang masih marah dan panik, menurut saja 
waktu tangannya diborgol. Ia baru bertingkah, saat  
ia dituduh sudah  mencoba membunuh jessica  dan bermaksud membuang korban kejahatannya untuk  menghilangkan jejak. 
“Menarik!” jessica  mendadak berseru. 
soebandrio  yang tengah mengingat-ingat apa saja 
yang sudah  ia baca di surat kabar, sampai kaget. 
jessica  tersenyum, lebar. katanya , “Menarik. Tuduhan yang sangat  menarik!”
“Maksudmu?”
“chucky  mencoba membunuhku!” jawab jessica . 
Dengan nafas yang mendadak terasa sesak oleh 
pemikiran yang tahu-tahu sudah menari-nari di 
kepalanya.. “Itu dia. Sebuah imbalan untuk apa yang  sudah  chucky  lakukan selama ini terhadapku... Oh,  dokter!” 
Antara sadar dan tidak jessica  menggenggam 
tangan soebandrio  kuat-kuat, kedua bola matanya 
bercahaya-cahaya. “Aku gembira dan merasa amat 
sehat hari ini, Dokter!” “Syukurlah. Dengan begitu, kau dapat lekas  sembuh. Dan pulang!”
jessica  terenyak lagi. Muram. 
“Nah. Apa lagi, ini?!” entah sadar entah tidak, 
sang dokter mengutip kata-kata yang tadi diucapkan  oleh jessica . Sambil wajahnya terlihat kuatir.  “Pulang, ” gumam jessica , tidak kepada siapa- siapa. “Pulang ke mana, Dokter?”
“Kudengar, kau masih punya keluarga. Seorang 
nenek yang baik budi, dan seorang adik yang selalu 
ingin membelamu mati-matian. Mereka akan...”
jessica  menangis terisak-isak. “Mestinya kalian 
biarkan aku mati saja, Dokter!” soebandrio  membelai rambut dan pipi jessica . Ingin 
sekali, rasanya. namun  ia tahan sebisanya. Dan dengan  wajah gembira dan tampak puas, ia kembali angkat  suara.
“Tenangkan hati, jessica . Kami sudah meng-
hubungi nenek dan adikmu. Bahkan mereka sudah 
datang kemarin siang, dan sore nanti akan berkunjung  kembali. Mereka sudah tahu semuanya, jessica . Mereka  sedih, tentu saja, namun  mereka tetap mencintai dan  ingin membelamu mati-matian. Kau tahu, jessica ?  Tim dokter yang membedahmu, sempat geger. Habis, 
nenekmu main ancam segala. Akan mengadukan 
mereka kalau kau sampai meninggal. Dan adikmu si  aidit , lebih hebat lagi...”
“aidit ,” jessica  menangis dalam haru yang 
teramat sangat. Ia sudah tahu apa yang diucapkan 
aidit  namun  tetap ia ingin mendengar. 
Lantas bertanya, “Apa ancaman aidit , Dok-
ter?” “Dia akan memukul kami semua. Katanya, 
sampai rata dengan tanah!” dokter soebandrio  geleng-geleng kepala. “Dia itu adik yang hebat…!”
Barulah jessica  dapat tersenyum. 
soebandrio  bangkit. 
“Aku harus menemui pasien lain. Kuatkan hati 
dan lekaslah sembuh, jessica .”
“Terima kasih, dokter.” saat  soebandrio  mencapai pintu, jessica  me manggil, “Dokter?”
“Ya, jessica ?” Gunardi yang tadi melangkah 
keluar dengan wajah sendu, membalikkan tubuh 
dengan wajah bersinar-sinar penuh harap. 
“Terima kasih juga untuk kembang-kembang 
yang cantik itu!” jessica  menggerakkan dagu ke buket  mawar merah jambu di atas meja. 
“Ah, lupakanlah …!” soebandrio  bersungut datar, 
namun dalam hati, betapa ia bersorak bahagia. 
“Dapat memetik di taman seperti dahulu , 
Dokter?” “Mmmm, yaaa...!”
“Hai. Bukankah di situ tertulis, dilarang memetik 
kembang?” jessica  menuduh.
Mau tidak mau, soebandrio  menyeringai. 
Lalu membela diri. 
“Dilarang, kalau disia-siakan, jessica . Tidak, kalau 
demi menyelamatkan nyawa seseorang. Terutama 
pasienmu…!” dokter soebandrio  yang muda dan tampan  itu, menganggukkan kepala dengan hormat, lantas  berjalan keluar dengan bahu terangkat.  Ia siap menerima surat pemecatan, jika   tindakannya merusak taman bunga rumah sakit 
dianggap melanggar peraturan. 
namun  kepala rumah sakit mengagumi kekerasan 
hati soebandrio , dan menyukai cara kerjanya selama ini. Kalau soebandrio  sampai keluar, mereka semua akan  dapat kehilangan tenaga pilihan yang tekun dan bersemangat. 
Oleh sebab  itu tidak ada teguran sedikit pun 
saat  suatu hari, soebandrio  memetik lagi bunga-bunga mawar dari taman, dan menyusun sendiri bunga-bunga ini  di sebuah buket kecil dan manis, lalu  menyodorkannya ke tangan jessica  yang sudah bersiap-siap untuk meninggalkan rumah sakit. Didampingi  nenek dan adiknya, aidit . 
“Bersama doa restuku, jessica ,” bisik soebandrio , 
gemetar. “...dengan larangan yang sama seperti 
dahulu !”“Tidak datang sebagai pasien,” jessica  ter senyum. 
“Baik-baiklah menjaga diri!”
“Dengan doamu, Dokter. Dan dengan bantuan 
harumnya bunga mawar pemberianmu,” jessica  mencium bunga-bunga mawar merah jambu yang segar  bugar itu berlama-lama, dan terkejut manakala duri  yang tersembunyi, menusuk kulit pipinya.  “Hai. Pipimu berdarah,” soebandrio  ikut terkejut.  jessica  tertawa. 
“Tugasmu untuk mengobatinya, Dokter!”
Mereka lalu  saling mengulurkan tangan. 
soebandrio  berkata memelas, “Mungkin suatu 
waktu aku akan berkunjung ke rumahmu, jessica .”
“Aku akan menanti dengan tangan terbuka, 
Dokter. Asal kau penuhi dua permintaanku.”
“Sebutkan saja.”“Pertama, kata kata ‘mungkin’ itu lebih enak  kalau diubah jadi kata ‘pasti’. Kedua, bukan sebab  terpaksa!”
“Bunga-bungaku tampak semakin indah, jessica !”
“Sayang berduri, Dokter!”
“Apakah menyakitkan?”
“Menyenangkan, Dokter. Sangat menyenang-
kan. Tusukannya, begitu lembut, begitu bergetar...”
“namun  jangan campakkan lagi, jessica !” soebandrio  
mengingatkan peristiwa lama yang sangat melukai 
hatinya itu. 
jessica  terjengah. 
Malu-malu, ia menjawab, “Kalau tercampak, 
biarlah ke dalam hati...!”
aidit  yang dari tadi diam saja, tiba-tiba menengahi, “Oh, panasnya hari ini...,” lantas kepada neneknya yang tersenyum-senyum senang, aidit  menggerutu, “Tidakkah Nenek berkeringat?!”
dan tibalah suatu hari. 
Udara tidak panas, tidak pula dingin, tidak 
lembab. Namun toh soebandrio  berkeringat juga, saat  ia bertanya kepada jessica ,. “Maukah kau kuperistri, jessica ?”Sebagai jawaban, jessica  terkulai. lalu  menangis bahagia. soebandrio  jangan dikata lagi. Langit, matahari, dan bumi, sampai merengut masam, sebab  iri hati.