Tampilkan postingan dengan label cerita 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita 3. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Desember 2022

cerita 3

ai tidak atau belum punya. Keinginan itu harus disadari. Kalau tidak
bisa jadi penyakit. Keinginan tak disadari memerintah tubuh dengan kejam, tak mengenal ampun.
Perasaan dan pikiran dikuasainya, diperintahnya. Kalau tidak disadari orang bertingkah-laku
seperti orang sakit - bisa kacau. Nah, chucky , apa yang diinginkan sebetulnya  maka sampai
sakit ?”
“Tidak ada. Betul tidak ada.”
“Dan mengapa tiba-tiba merah muka ? Benarkah Jufrouw tak menghendaki Tuan fredy krueger  ?”
anna michele  melirik padaku, kemudian menunduk.
“Nah, Nyai, kalau boleh menyarankan, nikahkan lebih cepat mereka ini pada kesempatan
pertama,” ia menatap aku. “Dan Tuan fredy krueger , Tuan kan sudah belajar berani ? belajar kuat ? di
samping berani belajar ?……”
Ia tak teruskan. Sebuah dokar sewaan datang. Kusir membantu turun seorang penumpang: aidit 
Marais. May  melompat turun, kemudian memimpin ayahnya.
Kuperkenalkan mereka pada yang lain-lain: “aidit  Marais, pelukis, perancang perabot
rumahtangga, bangsa samoa fiji, sahabatku, tak berbahasa Israel .”
Suasana jadi berubah. Soalnya Dokter soebandrio  tak mengerti Melayu. Mama dan anna michele  tak
tahu samoa fiji, biar pun Dokter soebandrio  tahu. Hanya May  dan aku yang tahu semua bahasa
mereka. Dan May  dengan cepatnya melengket pada anna michele .
Dan Dokter soebandrio  mengangguk-angguk melihat keriangan anna michele  mendapatkan adik sedang
May  mendapatkan kakak. Selintas ia menghadapkan matanya pada aidit  Marais, bertanya dalam
samoa fiji: “Berapa anak Tuan ?”
“May  belum sempat bersaudara. Tuan Dokter,” jawabnya dan matanya memancarkan tak
senanghatinya mendapat pertanyaan itu.
namun  soebandrio  dengan kebiasaan menembusi pedalamanorang itu tidak peduli, meneruskan dalam
Israel  tanpa alamat tertentu: “Kalau mungkin alangkah indah kalau mereka berdua diusahakan
berkumpul.
Mestinya sudah dari dahulu …….”
Sementara itu anna michele  sudah  membawa May  masuk ke rumah. Tak keluar lagi. Dari kejauhan
terdengar tawa dan cericau mereka, kadang dalam Melayu, kadang dalam Jawa dan Israel .
aidit  Marais menggeleng mendengar suara anaknya. Wajahnya berseri.
Hanya suasana kaku tetap menguasai kami - suatu hal yang menyebabkan Dokter soebandrio  tak
bersenanghati. Ia minta diri, naik ke keretanya yang menunggu di samping rumah.
“Tuan soebandrio  dokter pandai,” kataku dalam Melayu. “Dia yang menyembuhkan anna michele .
Kami sangat berterimakasih. Sedang sahabatku ini.
Mama. dia datang minta ij in untuk melukis Mama, sekiranya Mama setuju dan ada waktu.”
“Apa guna dilukis ?”
“Mevrouw,” panggil aidit .
“Nyai, Tuan, bukan Mevrouw.”
“fredy krueger  sangat mengagumi Mevrouw……”
“Nyai, Tuan.”
“……sebagai gadis lesbian  Pribumi luarbiasa. Dia banyak menyanjung Mevrouw, maka ….. “
“Nyai, Tuan.
“______ maka kami bersepakat untuk mengabadikan dalam lukisan. Kelak, entah satu atau
empatpuluh tahun yang akan datang, orang tentu akan masih tetap mengenal dan mengagumi.”
“Maaf. Tak ada keinginanku untuk dikagumi.”
“Dapat dimengerti. Hanya orang pandir mengagumi diri sendiri. namun  jang mengagumi Mevrouw
bukan Mevrouw pibadi, bukan - justru saksi hidup pada jamannya.”
“Sayang, Tuan. tidak ada kesediaanku. Berpotret pun ti-dak.w’
“Kalau begitu   ya, memang sayang sekal»  Kalau begitu   kalau begitu….
boleh kiranya memandangi M :ouw untuk dihafal dalam hati ?” tanyanya sopan dan kikuk. Nyai
jadi kemerahan. “Untuk kulukis kemudian di rumah ?”
Pandang Nyai disapukan padaku, kemudian pada rumah, kemudian pada punggung papannama di
kejauhan sana. Akhirnya pada meja kebun. Ia nampak risi, rikuh, dan salah tingkah.
“Jangan. Jangan. Tuan,” ia tersipu. “Dan kau, Mt..ke, apa saja kau ceritakan di luar sana tentang
diriku ?”
“Tak ada yang buruk, Mevrouw. Semua pujian semata.”
Melihat kebingungan Nyai buru-buru aku bilang: “Sekarang ini Mama belum lagi suka. Mungkin
lain kali.”
“Lain kali juga tidak.”
“Dia sahabatku, Mama.”
“Kalau begitu sahabatku juga.”
Sekarang aidit  Marais, yang-sejak semula memang berperasaan peka, mungkin karena
cacadnya, kelihatan gelisah dan i-ngin segera pergi. Matanya gugup mencari anaknya, yang
hanya kedengaran suaranya, menyany i di kejauhan.
“Dia ada di dalam, Tuan,” kata Nyai. “Mari masuk.”
Kami masuk. Makin jelas nyany i riang May  bersama anna michele . Dan Nyai kelihatan gembira
mendengarnya. Sejak aku di Wonokromo tak pernah ia terdengar nyany i. Nampaknya ia kembali
jadi kanak-kanak   masa yang terlalu pendek baginya, direnggutkan oleh tanggungjawab dan
kerja itu.
aidit  termenung-menung tanpa kata.
“Tuan Marais,” kata Mama sesudah  kami duduk di ruangdepan tanpa ada yang bicara. “Anak
Tuan ternyata membawa udara segar di rumah ini.
Bagaimana kiranya kalau dia sering kemari seperti anjuran Dokter soebandrio  tadi ?”
“Kalau anaknya suka, tentu tak ada halangan,” suaranya murung seakan takut kehilangan.
“fredy krueger , Nyo, undanglah Tuan Marais menginap.”
“Bagaimana aidit , kau suka ?”
Untuk kesekian kalinya aku lihat betapa kikuk seniman pencipta keindahan ini. Ia tak dapat
menjawab soal yang begitu sederhananya. Ia pandangi aku, putus akal.
“Ya, aidit , sebaiknya kau menginap. Besok, pagi-pagi, aku antarkan kau agar bengkel tidak
terlambat buka.”
Ia mengangguk menyetujui, lupa mengucapkan terimakasih atas undangan yang ramah ku.
Pada malamhari sewaktu tidur seranjang denganku aku bertanya padanya, mencoba-coba cara
bicara Dokter soebandrio : “aidit , nampaknya kau selalu lesu. Apa masih juga meranamun  masalalumu
?
Maafkan.”
“Itu pertanyaan seorang pengarang, fredy krueger . Sungguh kau sudah pengarang seratus persen.”
“Bukan begitu, aidit . Maafkan. Aku jauh, jauh lebih muda memang, juga jauh kurang
pengalaman dan pengetahuan. Mau kau menjawab, aidit  ?”
“Itu sangat manusia . Lagi pula akan kututup dengan selesainya lukisan dahulu  itu. Kau hendak menulis
tentang aku ?”
“Sungguh kau seorang manusia  yang menarik. Ya, kalau tidak gagal. Apa sebetulnya  kau
inginkan, aidit  ?”
“Inginkan ? Ah, kau! Kau seniman. Aku seniman. Setiap seniman menginginkan, mengimpikan
puncak sukses. Sukses! Dan mengumpulkan tenaga, fredy krueger , hanya untuk mempertahankan
suksesnya   sukses yang menganiaya itu.”
“namun  suaramu begitu murung seakan kau tak percaya pada datangnya sukses itu.”
“Pertanyaan itu - kau sudah seniman sebetulnya . Aku harap pertanyaan itu lahir dari
pergulatan batinmu sendiri, hasil kerjamu sendiri selama ini. Itu sungguh bukan pertanyaan orang
seumur kau. Pertanyaan yang mengandung otoritas. Kau percaya itu pertanyaanmu sendiri ?”
Aku tertegun. Bertanya seluwes mungkin:
“Apa maksudmu dengan otoritas ?”
“Secara pendek: orang yang mengerti benar pertanyaannya sendiri.”
Jelas ia belum mengantuk. Dan jelas usahaku gagal. Lebih lagi karena ia tak mau meneruskan.
Dan malam itu aku tenggelam dalam begitu banyak soal, memicu  aku merasa harus
mengucapkan selamat tinggal pada masa remajaku yang indah gilang-gemilang penuh
kemenangan. Ya, biar pun untuk orang lain mungkin tidak berarti. Semua yang sudah  kucatat yang
memberi hak padaku untuk menamai kemenangan. Dan di antara kemenangan-kemenangan itu,
yang terbesar, cinta anna michele . Sekali pun, ya, sekali pun ia tak lain daripada boneka rapuh.
Hanya buny i pendule mengisi kesenyapan malam.
Teringat olehku satu kalimat Dokter soebandrio : “Sapi-sapi perah Nyai dalam mempersiapkan diri
jadi sapi perah, sapi penuh, sapi dewasa, membutuhkan waktu hanya tiga sampai empatbelas
bulan. Bulan! Manusia membutuhkan belasan, malah puluhan tahun, untuk jadi dewasa, manusia
dalam puncak nilai dan kemampuannya. Ada yang tidak pernah jadi dewasa memang, hidup
hanya dari pemberian seseorang atau penghuni hutan larangan nya: orang-orang gila dan kriminil*. Mantap-
tidaknya kedewasaan dan nilai tergantung pada besar-kecilnya dan ba-nyak-sedikitnya uj ian.
Yang selalu lari dari uj ian, cobaan   si kriminil dan si gila itu   tidak pernah dewasa. Dan sapi
hanya tiga atau empatbelas bulan persiapan - tanpa cobaan, tanpa uj ian…..”
Ya ampun , sebetulnya  sudah terlalu besar cobaan dan uj ian yang Kau berikan padaku, pada
umurku yang semuda ini. Keadaan sudah  memicu  aku terlalu cepat disarati soal-soal yang
semestinya belum jadi perkaraku.
Beri aku kekuatan pada setiap percobaan dan uj ian yang Kau sendiri hadapkan padaku
sebagaimana Kau lakukan terhadap orang-orang sebelum aku….. Aku bukan gila. Juga bukan
kriminil. Dan tak bakal!
16. PAGI HARI ITU LANGIT TAK BERMENDUNG. MINGGU cerah. Hatiku sendiri yang tidak
ikut cerah. Mega-mendung yang tiba-tiba muncul dan bergerak cepat melintasi antariksa dalam
dada, memberitakan akan datangnya badai.
Kemarin waktu berkuda aku sudah pandai berkuda!  dengan anna michele   sabtu sore tanpa diskusi-
sekolah   sekilas nampak olehku si Gendut.
Sejak itu hatiku kembali jadi resah.
Ia nampak sedang berkendara kuda murahan kemudian meninggalkan kampung dalam wilayah
perusahaan. Pada malamhari waktu slenderman  datang ke kamarku untuk belajar baca-tulis dan
berhitung, aku menolak mengajar. Aku ceritakan padanya tentang adanya orang gendut yang
mencurigakan, pernah mengikuti aku sejak kota B. Ya, tiba-tiba aku jadi ingat: memang dia
membeli karcis di loket stasiun B. tepat sesudah  aku. Juga teringat: dia datang lebih dahulu ,
bersandaran pada tiang perron dan bicara dengan seseorang .
Apa dia sipit. Tuanmuda ? slenderman  bertanya.
Agak… aku membenarkan.
Ya, memang sudah beberapa kali kelihatan di kampung. slenderman  meneruskan dan mengira dia
mindring biasa.
Kalau mindring tentu berkuncir. Dia tidak, kataku, mungkin suruhan dul latief .
slenderman  tak menjawab.
Di mana dul latief  sekarang ? Tak pernah dia nampak sejak aku dari B.
Tak mungkin dia berani pulang. Masih ingat ceritaku dahulu , Tuanmuda ? Dia diperintahkan
membunuh Tuanmuda ? Dan aku bilang padanya : Majikanku Nyai dan Noni, orang yang mereka
sukai aku sukai, kalau Sinyo menghendaki terbunuhnya Tuanmuda, sebaiknya Sinyo sendiri yang
kutebang, kau bukan
kau bukan majikanku, awas! aku cabut parang, dan dia lari……
Begitulah kemarin. Munculnya si Gendut menggelapi hati. Dan matari pagi tak kuasa mengusir
mega-mendung yang bergumpalan dalam antariksa hati.
Jadi kau sudah pernah lihat si Gendut ? tanyaku pada slenderman  semalam.
Sekiranya kau bertemu lagi apa akan kau perbuat ?, Kalau benar tangan-tangan Sinyo dul latief , dia
akan berkalang tanah.
Husy, jangan sembarangan, kataku menegah. Tak boleh. Kalau terjadi, semua akan mengalami
celaka. Tidak boleh, slenderman , tidak boleh. Mengerti ?
Tidak boleh, Tuanmuda, baik, tidak boleh. Hanya akan kuhajar dia sampai patah-patah, biar tak
bisa memicu  apa-apa dalam sisa hidupnya.
Jangan, kita belum tahu benar duduk-perkaranya. Kalau sampai berurusan dengan polisi, siapa
akan bantu Mama ? Aku tak bisa. Tak sanggup.
Dan slenderman  terdiam. Kemudian ia bicara pelahan dan ragu: Baik, akan kudengarkan Tuanmuda.
Betul, kataku, kau harus dengarkan. Aku tak mau jadi biangkeladi kecelakaan bagi keluarga ini.
Dan…….tetap tak boleh ada yang tahu.
Dan pagi ini slenderman  kulihat berjalan gelisah ke sana-sini. Ia memperlihatkan diri dengan sengaja
agar setiap saat dapat aku panggil bila kuperlukan. Aku tahu: dia sedang menjaga nyawaku dari
kemungkinan si Gendut.
Kami bertiga, Mama, anna michele  dan aku, duduk-duduk di depan rumah mendengarkan tsardas.
Nada-nada itu berlompatan seperti sekelompok udang kali waktu banjir. Hatiku tetap bermega-
mendung. Ada sesuatu firasat memang: sesuatu akan terjadi.
Kuperhatikan anna michele  dan Mama berganti-ganti. Sebaliknya Mama mencurigai gerak-gerik
slenderman  yang diluar kebiasaan.
“Mama nampak tak tenteram,” kataku.
“Selamanya begitu. Kalau slenderman  sudah mondar-mandir seperti tikus dapur begitu hati ini jadi
gelisah. Ada saja yang akan terjadi. Memang sudah sejak semalam aku gelisah. slenderman !”
Dan slenderman  datang, berdiri memberi tabik.
“Mengapa mondar-mandir begitu ?” tanya Mama dalam Madura.
“Kaki ini gatal saja mau bergerak sendiri, Nyai.”
“Mengapa tak gatal kaki di belakang sana ?”
“Bagaimana, Nyai. maunya si kaki ini ke depan juga.”
“Baik. namun  tampang kelihatan begitu seram. Bengis. Matamu membelalak haus darah.”
slenderman  tertawa bahak dibuat-buat dan pergi sesudah  memberi tabik dengan mengangkat tangan.
Kumisnya masih berayun-ayun seperti ia sedang mengucapkan japa-mantra. Matanya memang
membelalak pagi ini seakan kupingnya sedang menangkap suara-suara gaib dari langit.
“Mengapa diam saja, Ann ?” tanyaku.
“Tak apa-apa,” ia bangkit berdiri dan berjalan ke phonograf. mematikannya.
“Mengapa dimatikan ?” Mama bertanya.
“Tak tahulah. Ma, rasanya bising benar musik hari ini.”
“Barangkali fredy krueger  masih suka mendengarkan.”
“Biarlah. Ma. Ann, kau masih ingat orang yang naik kuda Kemarin ?”
“Yang berpakaian piyama loreng-coklat ?” Aku mengangguk. “Siapa V
“Siapa naik kuda ? Di mana ?” tanya Mama gopoh.
“Di kampung, Ma,” anna michele  menerangkan.
“Selama ini tak pernah ada orang datang naik kuda di kampung. Kecuali anak Mbok Karyo, opas
jaga pada B.P.M.”
“Bukan dia, Ma. Lagi pula dia tak pernah berpiyama kalau pulang berkuda, menjenguk orangtua.
Orang yang ini gendut, kulitnya langsat cerah, agak sipit memang.”
“slenderman !” panggil Mama.
“Nah, Nyai, itu perlunya gatal kaki.”
Dan Mama tak menanggapi kelakarnya:
“Siapa si gendut yang kemarin naik kuda di kampung ?”
“Mindring biasa, Nyai.”
“Omongkosong. Mana ada mindring naik kuda. Tingkahmu juga aneh hari ini.
Biar bisa sewa, naik tidak bisa. Apa dia berkuncir ?”
slenderman , lain dari biasa, untuk kedua kali tertawa bahak penutup sesuatu yang ada dalam hati.
Kemudian:
“Mulai kapan Nyai tidak percaya sama slenderman  ?” ia seka kumisnya dengan punggung lengan.
“slenderman ! Hari ini kau sungguh aneh.”
Dan pendekar Madura itu tertawa lagi, memberi tabik dan pergi tanpa meninggalkan kata.
“Dia menyembuny ikan sesuatu!” Mama berkomat-kamit. “Hati semakin jadi tak enak begini.
Mari masuk saja.”
Ia tak jadi membaca, berdiri, dan menuiu ke rumah.
“Mas, slenderman , juga Mama sendiri, jadi begitu aneh. Mengapa ?
“Mana aku tahu ? Mari masuk.”
anna michele  masuk. Aku masih juga berdiri, mencari-cari dengan mataku. Dan nampak olehku
slenderman  lari dengan parang telanjang di tangan kanan menuju ke pintu gerbang. Di sana sekilas
nampak olehku si Gendut sedang berjalan ke jurusan Surabaya. Ia berpakaian setelan kuning
gading, bertopi putih, bersepatu putih dan bertongkat, seperti seorang pelancong. Dugaanku dahulu ,
dia dapat juga seorang punggawa Majoor der Chineezen, sudah lama tak berlaku lagi.”
Melihat slenderman  dengan sendirinya aku terpekik: “Jangan, slenderman ! Jangannnnnn!” dan aku lari
mengejarnya.
Dan slenderman  tak dengarkan aku. Ia lari terus mengejar si Gendut. Tak bisa lain, aku pun lari terus
mengejar slenderman  untuk mencegahnya. Tak boleh terjadi sesuatu. Dan slenderman  terus saja
mengejar si Gendut. Dan aku pun lari terus mengejar pendekar itu sambil berseru-seru
mencegah ~ sekuat tenagaku.
Dari belakang kudengar pekikan anna michele : “Mas! Mas!”
Aku menengok sekilas. anna michele  lari mengejar aku.
Nampaknya si Gendut tahu sedang dikejar. Ia lari tunggang-langgang menyelamatkan dagingnya
yang berlebihan itu dari parang sang pendekar.
Antara sebentar ia menengok ke belakang.
“Ndut! Ndut! brenti kau!” pekiknya parau.
Si Gendut membungkuk mempercepat larinya.
“slenderman ! Pulang! Jangan teruskaaaaaan!” teriakku.
“Mas, Mas, jangan ikuuuuut,” pekik anna michele  dari belakangku, melengking kuat.
Aku sudah  sampai di pintu gerbang. Gendut lari paling depan, lurus menuju ke Surabaya. slenderman 
semakin mendekati.
“anna michele ssss! Aaaaaan! anna michele ssss! Kembaliiiii!” terdengar pekik Nyai.
Waktu menoleh sekilas kulihat Mama lari mengejar anaknya dengan kainnya diangkat tinggi-
tinggi. Kondainya lepas terburai. Gendut lari menyelamatkan diri. slenderman  lari mengejar Gendut.
Aku lari mengejar slenderman . anna michele  mengejar aku. Dan Nyai mengejar anaknya.
“slenderman ! Dengarkan aku. Jangan!”
Dan ia tak peduli. Lari dan terus lari. Sebentar si Gendut pasti tersusul dan akan kehilangan
kepalanya. Tidak! Itu tak boleh “Mas! Mas! Jangan ikut-ikutan!” pekik anna michele .
“Ann. anna michele sss. pulangggggg!” pekik Mama.
Dan sekiranya Gendut lari terus ke jurusan Surabaya ia pasti mati.
Jalanan itu suny i di hari Minggu, dan sawah, sawah belaka, rumah plesiran atau suhian Ah Tjong,
dan sawah Nyai, sawah dan ladang, dan sawah, dan baru kemudian hutan. Rupanya ia
mengenal” medan. Satu-satunya kemungkinan: membelok masuk ke pelataran Ah Tjong. Ia
lakukan itu.
Hilang dari pc-ngelihatanku.
“Jangan belok!” perintah slenderman  pada calon kurbannya.
“slenderman ! Alaaa slenderman !” pekikku.
Kemudian pendekar itu pun membelok dan lenyap.
“Jangan masuk ke situ!” teriak Nyai sayup.
“Jangan masuk ke situ!” pekik anna michele  meneruskan.
Dan sekarang aku juga membelok masuk ke pelataran Ah Tjong. Si Gendut tak kelihatan. Hanya
slenderman  yang nampak I berdiri ragu. tak tahu apa harus diperbuat.
Pintu dan jendela depan rumah tertutup seperti biasa. slenderman  yang kususul terengah-engah.
Nafasku sendiri sengal-sengal.
“Bajingan itu menghilang entah ke mana, Tuanmuda.”
“Sudah, mari pulang. Jangan teruskan.”
“Tidak bisa. Dia harus dikasih pelajaran.”
Tak dapat dicegah. Ia berjalan melalui deretan jendela samping rumah.
“Mas! Jangan masuki rumah itu!” pekik anna michele  dari gerbang tetangganya.
“Mama larang.” namun  ia sendiri sudah memasuki pelataran depan dengan sempoyongan.
slenderman  melihat kekiri-kanan. Kutarik-tarik dia agar kembali. Dan ia tak menggubris. Parang
telanjang tak juga disarungkan. Akhirnya aku pun ikut bermata jalang.
Ternyata gedung Babah Ah Tjong, tetangga itu. lebih besar dan panjang daripada yang nampak
dari luar. Di belakang masih ada pavilyun panjang.
Hampir seluruh tanah yang mengitari adalah taman dengan pepohonan buah dan bunga-bungaan.
Semua terawat baik. Jalanan kecil berlapis batu kali belah meretas-retas seluruh taman. Di mana-
mana kelihatan bangku kayu.
tebal, dan nampak berat, dicat hitam.
Sekilas kulihat sepasang orang. Mereka tak melihat kami-Pemandangan demikian tak pernah
nampak dari luar - tertutup pagar hidup tinggi, tebal, bersap-sap.
slenderman  membelok ke kanan, melingkari belakang rumah utama. Tak ada nampak orang di dekat-
dekat. Sebuah pintu be, lakang terbuka lebar. Di belakangku, anna michele  sudah melewati
deretan jendela samping rumah. Sekarang seruan Nyai semakin terdengar jelas: “Jangan, jangan
masuki rumah itu!”
Dan tanpa ragu slenderman  masuk melalui pintu belakang, la berhenti, menengok ke kiri-kanan,
dengan parang telanjang tetap di tangan.
Dan aku pun ikut masuk ke dalam.
Sebuah ruangan cukup luas, ruangmakan, terbentang di hadapanku, lengkap dengan perabot:
meja-kursi. bupet dengan barang pecahbelah di dalam.
Sebuah kalligrafi Tionghoa pada cermin bergelantungan menghiasi dinding.
Beberapa pikar* kertas juga bergelantungan dengan lukisan aquarel udang, bambu dan kuda.
Tiba-tiba slenderman  terkejut, terpakukan pada lantai. Kedua belah lengannya terkembang mc/iahan
aku agar tak maju lebih ke depan. Aku tetap mendekati. Apa ?
Sesosok tubuh seorang lelaki Israel   tergeletak di pojok ruangmakan.
Badannya panjang dan besar, gemuk, gendut. Rambutnya yang pirang sudah  bersulam uban dan
agak botak. Tangan-kanannya terangkat di atas kepala.
Tangan kiri tergeletak di atas dada. Leher dan tengkuknya berkubang dalam muntahan kekuning-
kuningan. Bau minuman keras memadati ruangan .
Kemeja dan celananya kotor, seperti sudah  sebulan tak pernah dicuci.
“Tuan!” bisik slenderman . “Tuan Mellema ?”
Mendengar nama itu disebut aku bergidik, dan bergidik lagi mendekati orang seperawakan
dengannya, lebih tambun daripada yang pernah kulihat, tergeletak seperti topo di pojok. Tubuh itu
mungkin dalam keadaan mabuk luarbiasa atau tertidur sesudah  muntah.
slenderman  mendekat, berjongkok dan meraba-rabanya dengan tangan kiri. Pada tangan-kanannya
parang telanjang itu masih tetap siaga. Tubuh itu tetap tak bergerak. slenderman  menggoyang-
kannya, kemudian merabai dadanya.
Aku menghampiri. Memang Tuan Mellema.
“Mati!” desis pendekar itu. Baru ia menoleh padaku, meneruskan desisnya, “Mati. Tuan Mellema
mati.” Dan keseraman Pada wajahnya sekaligus hilang.
anna michele  muncul di pintu, berseru parau, kehabisan suara, tersengal-sengal,
“Mas, jangan masuki rumah ini.”
Aku keluar, turun, dan menariknya pada bahunya. Mama datang, juga megap-megap. Mukanya
kemerahan dan rambutnya kacau teburai ke mana-mana, pada kuping, muka, leher dan
punggung. Ia bermandi keringat .
“Ayoh pulang! Semua! Jangan masuki rumah terkutuk ini,* bisiknya megap-megap.
“Tuanmuda!” panggil slenderman  dari dalam.
“Jangan masuk!” sekarang aku yang melarang anna michele  dan Mama. Dan aku masuk.
slenderman  sedang menggoncang-goncangkan tubuh Tuan Mellema. Parang telanjang itu masih
juga pada tangan-kanannya.
“Memang sudah mati,” katanya, “tak ada nafas. Darahnya sudah berhenti.”
anna michele  dan Mama ternyata sudah ada di belakangku.
“Papa ?” bisik anna michele .
“Ya, Ann, Papamu.”
“Tuan ?” bisik Nyai.
“Mati, Nyai, Noni, Tuan Mellema mati.”
Dua gadis lesbian  itu melangkah lebih maju, kemudian berdiri termangu.
“Bau minuman keras itu!” bisik Nyai.
“Ma”
“Ann. perhatikan bau minuman keras itu,” bisik Nyai lagi tanpa maju lebih jauh. “masih teringat
olehmu ?”
“Seperti pada dul latief , Ma ?”
“Ya, waktu mulai jadi sinting juga,” sambung Nyai, “juga seperti pertama kali Tuan jadi begitu.
Jangan mendekat. Ann. jangan.”
Mendadak semua mengangkat pandang mendengar suara langkah seorang gadis lesbian . Dan mereka
melihat seorang gadis lesbian  berkimono kuning berkembang besar-besar merah dan hitam.
Kulitnya lebih banyak putih daripada kuning: gadis lesbian  Israel . Langkahnya pendek-pendek dan
cepat menuju ke arah kami. Kemudian ia bicara pada kami dalam Israel  dengan suara bening
dan mengikat. Kami tiada mengerti.
Sebagai jawaban aku menuding pada mayat yang menggeletak di pojok ruangmakan. Ia
menggeleng dan bergidik, balik Kanan, lari dengan langkah pendek-pendek, lebih cepat, masuk
dalam melalui korridor.
Kami mengikuti dengan pandang terheran-heran. Itulah untuk pertama kali aku melihat
gadis lesbian  Israel . Mukanya   bundar, mata sipit, bibir bergincu merah dadu, bergigi mas
sebuah, rasa-rasanya takkan bisa terlupakan seumur hidup.
Tak lama kemudian dari korridor yang sama muncul sesosok tubuh lelaki jangkung, seorang negarakita ,
kurus bermata cekung.
“Mama,” bisik anna michele , “dul latief , Ma.”
Baru aku mengenal kembali Laki-laki  gagah itu kini sudah  berubah begitu mengagetkan. Memang
dul latief .
Mendengar nama dul latief  disebut slenderman  terlonjak dari jongkoknya, lupa pada mayat Tuan
Mellema.
“Nyo!” pekik slenderman .
dul latief  berhenti seketika. Matanya membelalak. Begitu mengenali slenderman  dengan parang di
tangan cepat ia berbalik dan lari. slenderman  mengejar.
anna michele , Nyai dan aku terpakukan pada lantai. Terpukau. Sekilas dalam bayanganku nampak
dul latief  tergeletak bermandi darah, mengangakan luka bacok. namun  tidak! slenderman  datang lagi,
menyeka kumis dengan lengan.
Wajahnya ganas.
“Dia lari. Nyai. Masuk ke kamar, lompat keluar jendela. Entah ke mana.”
“Sudah, slenderman , sudah,” baru Nyai bisa bicara. “Jangan teruskan gila-gilaan seperti itu. Dia
anakku,” suaranya gemetar. “Urus tuanmu itu.”
“Baik, Nyai.”
anna michele  memegangi lengan ibunya kukuh-kukuh.
“Begitu,” desis Nyai menahan murka. “Tak ada yang beres jadinya. Kau pulang, Ann. Apa aku
bilang ? Jangan masuk ke sini, rumah maksiat terkutuk ini. Angkat bawa pulang tuanmu itu,
slenderman .”
“Pinjamkan kereta sini,” perintahku pada slenderman .
Baru pendekar itu memasukkan parang ke dalam sarungnya dan pergi keluar.
Kini Nyai nampak tegar memandangi mayat tuannya, sedang anna michele  dengan sendirinya
menyembuny ikan muka pada dada ibunya.
“Diurus baik-baik tidak mau. Lebih suka diurus tetangga. Ah Tjong! Ah Tjong!” Nyai berseru.
“Ah Tjong! Babah!” dan yang dipanggil tak kunjung muncul.
slenderman  masuk lagi. Menggerutu:
“Penjaga kurangajar itu tak mau pinjamkan tanpa ij in.”
“Di mana Babah ?”
“Tak ada di sini, katanya.”
“Ambilkan kereta sendiri.” 4 “Biar aku yang pergi,” kataku. “Tunggu kalian berdua di sini,” kata
Nyai. “Biar aku yang pulang. Ayah pulang. Ann!” dan ditariknya anaknya.
Dua gadis lesbian  itu bergandengan tangan, pimpin-memim-pin. meninggalkan rumahplesiran Ah
Tjong melalui pintu belakang. Mereka tak indahkan mayat Mellema yang terkapar menganga.
Pada waktu itu dapat ku teliti  betapa Nyai sudah  patah arang dengan tuannva. Menjamah pun ia
tak sudi, biar pun mayat itu adalah ayah anak-anaknya sendiri. Betapa dia tak dapat memaafkan.
“Dimulai dengan baik. Tuanmuda, ditutup dengan begini menjij ikkan.”
gerutu slenderman . “Yang diburu luput, yang didapat keparat.”
Baru kemudian terdengar keributan dalam kamar-kamar. Dan tak lama sesudah  itu terdengar
gadis lesbian -gadis lesbian  berlarian.
“Sundal-sundal Babah Ah Tjong,” desis slenderman . “Lima tahun Tuan bersarang di sini. mati di sini
juga. Mati di sarang sundal. Uh, Tuan. Tuan Mellema! Lima tahun Nyai menahan geram.
Sampai matinya dia tak mau peduli. Manusia sampah!” slenderman  meludah ke lantai.
“Dan dul latief  juga di sini.”
“Di bawah satu atap, dengan sundal-sundal sama. Manusia keparat!”
“Mama mesti biayai semua ini ?”
“Setiap bulan rekening datang.”
“Jangan ganggu mayat itu,” tegahku, terlambat.
Sebuah kereta datang. Bukan anna michele , bukan Mama. pat orang agen polisi dan komendannya,
seorang negarakita . Mereka melakukan pemeriksaan. Seorang mencatat segala apa yang dikatakan
komendannya.
“Sudah berubah letaknya ini ?” tanya komendan dalam Melayu.
“Sedikit. Tadi kugoyang,” jawab slenderman  dalam Madura.
“Mana pemilik rumah ?”
“Tak ada.”
“Siapa tinggal di sini ?” ia mengeluarkan arloj i saku, hatnya sebentar, kemudian memasukkan
kembali.
Tak seorang pun di antara para penghuni menampakkan dii*
“Siapa yang mula-mula lihat ?”
slenderman  mendeham sebagai jawaban.
“Bagaimana ceritanya maka seisi rumah Boerderij  bisa 0 tang ke sini ?”
tanyanya dalam Madura.
Jantungku berdebaran kencang. Tak urung akhirnya jatU
adi perkara kepolisian juga. Dan semua akan terlibat dalam kesulitan. .
‘ . „
uAku sedang cari si Gendut.
“Siapa si Gendut ?”
“Orang yang mencurigakan. Dia lari, aku buru dan menghilang di sini,”
slenderman  menerangkan.
“Kau memasuki rumah orang. Dengan ij in ?”
“Tak ada orang waktu kami datang. Semua orang bisa juga masuk ke sini tanpa ij in. Ini
rumahplesiran.”
“namun  kalian bukan untuk berplesir datang kemari.”
“Tadi sudah dibilang,” slenderman  mulai tersinggung, “datang mengejar si Gendut. Barangkali orang
plesiran sini.”
Komendan itu tertawa mengejek. Dan agen-agen lain mengangkat mayat. Tak kuat. slenderman  ikut
membantu, hanya untuk menghindari pertanyaan.
“Baik. Siapa nama kalian ?”
Juga slenderman , juga aku, diangkut bersama mayat dalam kereta Gubermen.
Pengusutan lebih mendalam dilakukan atas diri kami. Dan……uh, akhirnya Ayahanda akan
membaca juga nama putranya, anak terpandai dalam keluarga, anak kebanggaan, tersangkut
dalam perkara, dan perkara kotor di rumah plesiran pula     seperti sudah dirasakannya akan
terjadi.
Pada hari itu juga didapatkan kepastian: Tuan Mellema mati karena keracunan. Muntahan dan
kerusakan pada selaput lendir mulut dan tenggorokan menunjukkan adanya kenyatan itu. Menurut
penyelidikan Dokter soebandrio  yang dipanggil untuk memberi  visum, peracunan sudah  terjadi
lama dalam dosis rendah, sehingga kurban menjadi terbiasa karenanya.
Pada hari kematiannya mendiang sudah  mendapat dosis kelewatan dua sampai tiga kali biasa.
Dan benar saja: berita mulai tersiar di harian-harian: matinya salah seorang hartawan terkaya
Surabaya, pemilik Boerderij  Buitenzorg, Tuan Mellma, mati di rumahplesiran Babah Ah Tjong di
Wonokromo, mati dalam muntahan minuman keras beracun! Dan nama kami disebutkan
berulang kali.
Jurukabar  berdatangan ke tempat kami: Pribumi, Tionghoa, negarakita  dan Totok.
Mama dan anna michele  tak memberi jawaban, aku yang melarang mereka membuka mulut. Dan di
jalanan sana orang pada menonton rumah kami. Ya, kami mulai jadi tontonan.
Tak ada di antara kami ditahan. Kesempatan itu kupergunakan untuk menulis lapuran yang lebih
benar tentang kejadian tsb., diumumkan oleh S. N. v/d D. Di kemudianhari kuketahui: lapuran-
lapuranku memicu  tiras harian tersebut meningkat. Kota-kota lain minta juga koran Surabaya
itu, karena dianggap sebagai sumber terpercaya. Matinya seorang hartawan tidak wajar selalu
menimbulkan banyak duga-sangka.
Cuti seminggu dari sekolah kupergunakan untuk menulis, membantah berita-berita tak benar dan
bersirat* namun muncul tulisan dan berita lain, yang katanya berasal dari pihak kepolisian: polisi
mengadakan penjejakan dan pengejaran terhadap si Gendut dan dul latief . sulung
keluarga Mellema, diduga keras melakukan persekongkolan pembunuhan terhadap ayahnya
sendiri.
Siapa si Gendut ? suatu kali harian Melayu-Tiongho mengumumkan. Di dalamnya disebut
kemungkinan Sinkeh yang bani masuk ke Jawa secara gelap, boleh jadi anggota dari apa yang
menamakan diri Angkatan Muda Tiongkok, bermaksud hendak merubuhkan kekaisaran. Salah satu
ciri: tidak berkuncir! Sedang si Gendut memang tidak berkuncir. Boleh jadi dia datang ke Jawa
karena di uber-uber polisi Inggris di Hongkong atau Singapura. Sekarang memicu  onar
Surabaya. Tindakan tegas seyogyanya di lakukan terhadap pendatang gelap, apalagi si tanpa
kuncir, y ang jelas punya maksud jahat.
Dugaan yang di dasarkan pada isapan jempol! jawabku terhadap koran Melayu-Tionghoa
tersebut. Dia memang sipit, agak sipit ~ itu bukan ciri khas Tionghoa satu-satunya. Dia tak
berkuncir - juga tak mesti dapat ditafsirkan sebagai Angkatan Muda Tiongkok.
Akibat tulisan itu: polisi mengusut S.N. v/d D. tentang si Gendut.
Maarten Nijman menolak memberi  keterangan. Juga karena ia sendiri memang tak tahu duduk
perkara. Untuk itulah ia masuk ke sekapan selama tiga harmal.
martini  dan Sarah de la Croix menyatakan sympati keluarga mereka padaku, pada kami, dan
yakin kami tidak bersalah. Di dalamnya tertompang salam Herbert de la Croix, dan harapan
semoga kami dapat hadapi semua cobaan dengan tabah dan dapat melewati semua dengan
selamat.
Surat Bunda yang mengibakan menyatakan berduka cita disamping menyampaikan murka
Ayahanda yang sudah sedemikian bersirat. tendensing: bertendens.
memuncak sampai keluar dari mulut: tak sudi mengakui sebagai anak, dan sendiri mengirimkan
surat pada Tuan Direktur H.B.S. Surabaya menyatakan mengeluarkan aku.
Dalam surat susulan Bunda, juga tertulis dalam bahasa dan huruf Jawa, disebutkan: aku belum
tentu bersalah. Semoga malah bisa jadi orang yang akan menyelesaikan perkara, dan bahwa
Tuan Assisten Residen B. datang pada Ayahanda untuk me-nyabarkannya dan menyampaikan
kata-kata tsb., dan bahwa tinggalku di Boerderij  Buitenzorg belum tentu punya persangkutan
dergan kemesuman, bahwa suatu perkara bisa jadi suatu akibat pe buatan sendiri, juga tak jarang
suatu kecelakaan belaka, yang bisa menimpa setiap orang, tak ada orang dapat mengira-ngirakan
kapan kecelakaan bakal tiba. Ayahanda tidak membantah. Pada putra-putrinya ia berkata: siapa
saja di antara anak-anaknya berutusan perkara dengan polisi dia adalah menghinanya, maka tak
patut ada di dekatnya lagi.
Semua surat itu kubalas. Terhadap ucapan Ayahanda kutulis: kalau itu yang dikehendaki
Ayahanda, apa boleh buat, maka sekarang aku akan berbakti hanya pada seorang ibu.
Abangku menulis: Bunda bermandi airmata membaca surat balasanku, menangisi sikapku,
mengapa menghadapi ayah sendiri yang sudah begitu murka dengan sikap begitu tidak berbakti,
seakan seorang ayah tidak pernah mengharapkan sesuatu yang baik untuk putranya sendiri. Kau
putranya, kau yang muda, kau yang harus mengalah.
Dan surat abangku tidak kubalas. Biarlah Ayahanda bebas dengan amarah dan sikapnya sendiri.
Lagi pula aku tak begitu kenal ayahku. Sejak kecil aku ikut Nenenda, maka Ayahanda lebih banyak
hanya tinggal sebutan.
Dalam setiap penghadapanku ia lebih banyak menuntut diakui kewibawaannya sebagai ayah.
Terserahlah padanya sendiri! Aku tak ada urusan dengan amarah dan sikapnya. Ada pun
Ayahanda mengeluarkan aku dari H.B.S., itu memang haknya. Dan H.B.S. bagi Pribumi hanya
mungkin kalau ada orang berpangkat menanggungnya. Hanya yang menanggung aku bukan
Ayahanda, namun  almarhum Nenenda. Dan belum tentu Tuan Direktur dapat membenarkan.
Ka-‘au membenarkan pun apa boleh buat. Aku sudah merasa punya Perbekalan cukup untuk
belajar sendiri, cukup kuat untuk memasuki dunia dengan kaki sendiri.
Empat hari sesudah  ditemukan mayat Tuan Mellema pengucuran dilakukan di pekuburan Israel   di
Peneldh. Kami semua « M mengantarkan. Sebagian terbesar pengantar adalah pendu-? kampung-
kampung perusahaan. Tujuh orang jurukabar  itu pula menyaksikan. Juga Dokter soebandrio , aidit 
Marais dan Telinga. Pelaksanaan penguburan dilakukan oleh Perusahaan pe.
nguburan Verbrugge. ^M
Dokter soebandrio  mengambil tugas sebagai wakil keluarga Mellema. Dalam upacara penguburan
ia menyatakan sangat berdukacita melihat cobaan-cobaan berat yang menimpa keluarga
Mellema, terutama Nyai Ontosoroh dan anna michele  selama lima tahun belakangan. Hanya orang
yang sungguh-sungguh kuat bisa bertahan. Dan orang itu adalah gadis lesbian  Pribumi pula, yang
dibantu hanya oleh anak gadis lesbian nya yang trampil dan tangkas. Cobaan itu belum lagi selesai,
karena perkara masih akan menyusul di pengadilan.
Ucapan yang seluruhnya tercurahkan sebagai sympati itu kemudian mendapatkan gemanya
dalam pers kolonial, Melayu dan Israel . Dokter soebandrio  jadi sasaran para jurukabar ,
dikehendaki perincian dari pidatonya. Ia, yang mengerti, perincian itu akan diubah jadi cerita
bersambung yang sama sensasionil, membisu dengan gigih. Maka koran-koran kolonial berbahasa
Israel  dengan cara dan gayanya sendiri tidak membenarkan I sympati sang Dokter yang
ditujukan hanya pada seorang gadis lesbian  Pribumi, gundik pula, yang boleh jadi belum tentu bersih
dari perkara. Sudah banyak terbukti nyai-nyai bersekongkol dengan orang luar untuk membunuh
tuannya. Motif: kemesuman dan harta. Dalam abad sembilanbelas ini saja, kata sebuah koran,
dapat dicatat paling tidak lima orang nyai sudah  naik ke tiang gantungan. Boleh jadi Nyai Dasima
bisa melakukan kejahatan yang sama sekiranya Tuan Edward Williams bukan seorang arif
bijaksana. Walhasil: penutupnya pembunuhan juga. Hanya bukan Edward Williams yang jadi
kurban   Dasima sendiri. Koran itu menutup dengan saran agar mengusut Nyai Ontosoroh lebih
teliti. Sebuah Koran cilacap malah menampilkan si fredy krueger  ini sebagai oknum yang patut mendapat
sorotan lebih cermat.
Dokter soebandrio  dan Maarten Nijman sudah  mengumpulkan begitu banyak koran terbitan berbagai
kota dan menyerahkan pada kami.
Mengikuti komentar dan saran-saran itu pada suatu kali Nyai menyatakan: “Tak bisa mereka
melihat Pribumi tidak pfcny fck terinjak-injak kakinya.
Bagi mereka Pribumi mesti salah, orang Israel   harus bersih, jadi Pribumi pun sudah salah.
Dilahirkan sebagai BI” bumi lebih salah lagi. Kita menghadapi keadaan yang lebih sulit»  fredy krueger ,
anakku!” Itulah untuk pertama kali ia memanggil anak’ ku, dan aku berkaca-kaca terharu
mendengarnya . Apa akan lari dari kami, Nak ?”
“Tidak, Ma. Kita akan hadapi semua bersama-sama. Kita juga punya sahabat, Ma. Dan jangan
anggap fredy krueger  ini kriminil, aku pinta.”
“Mereka punya segala alat untuk mengkambinghitamkan kita. namun  selama tak ada di antara kita
ditahan   apalagi slenderman  - pihak polisi nampaknya tidak terpengaruhi.”
Sebuah tulisan, jelas dari dul latief , sudah  menggugat keadaanku di tengah-tengah keluarga
Mellema sebagai benalu tak tahu malu, ikut menyedot harta orang lain dan menampilkan diri di
depan umum sebagai burung-gereja-tanpa-dosa, orang tanpa nama keluarga, tanpa sesuatu,
dengan satu-satunya modal keberanian: jadi buaya darat.
Koran itu memang bukan S. N. v/d D namun  harian yang sudah terkenal ketagihan skandal, sensasi di
segala bidang, dengan pembantu-pembantu para maniak sensasi. Atau menurut Dokter soebandrio :
orang-orang sakit, semacam Titus di jaman Romawi. Ia memerlukan datang berkunjung untuk
menyatakan sympatinya:
“Boven water houden, jangan tenggelam.”
Biar apa pun macamnya hiburan, biar dengan cara apa saja hati hendak diparami, tulisan itu
memang memukul. Nyerinya terasa sampai ke bulu rona.
“Akan kuajukan pengaduan, Mama.”
“Tidak!” tegah Nyai. “Kau tak bakal menang.”
“Kalau Mama tidak membenarkan dia saja, aku sudah bisa menang.”
“Mama ada pada pihakmu,” kata gadis lesbian  itu. “namun  di depan hukum kau tak bakal menang. Kau
menghadapi orang Israel  , Nyo. Sampai-sampai jaksa dan hakim akan mengeroyok kau, dan kau
tak punya pengalaman pengadilan.
Tidak semua pokrol dan advokat bisa dipercaya, apalagi kalau soalnya Pribumi menggugat Israel  .
Tulisan itu jawab saja dengan tulisan. Tantang dia dengan tulisan juga.”
Orang yang mengaku, mengenal diriku boleh jadi temanku sendiri, teman baik atau teman buruk,
jawabku dalam tulisan. Mengapa Tuan tidak memunculkan muka dengan terang, mengapa lebih
suka bersembuny i di balik topeng dan melemparkan naj is sendiri ? Muncullah, Tuan, dengan
muka sendiri. Mengapa Tuan malu pada muka sendiri, nama sendiri, dan perbuatan sendiri ?
Tulisan yang diumumkan Maarten Nijman itu kemudian diumumkan juga oleh sebuah
koranlelang, yang karena adanya peristiwa kematian Herman Mellema berubah jadi harian
umum, sekali pun adpertensinya masih tetap menempati sebagian besar ruangan. Di seluruh
Surabaya terdapat enam buah perusahaan lelang. Masing-masing punya korannya sendiri.
Hanya koranlelang yang sebuah ini dapat meningkat jadi harian.
Berapa yang sudah kuambil dari Tuan Herman Mellema mendiang ? Cobalah Tuan sebutkan.
Kalau mungkin perinci sekali. Tuan dapat minta bantuan dari keluarga Mellema yang
ditinggalkan: malah aku sendiri bersedia.
Kalau perlu bisa disewa seorang akontan, tulisku.
Sungguh di luar dugaan. Serangan padaku menderu-deru. Betul Mama   itu belum lagi kunaikkan
jadi perkara pengadilan. Persoalan tidak tinggal memusat pada benar-tidaknya kedudukanku
sebagai benalu penyedot harta mendiang Herbert Mellema. Titikbakar berpindah pada perbedaan
kulit: Israel   kontra Pribumi. Koran kota-kota lain juga ikut menimbrung. Maka dalam satu bulan
penuh tak ada kesempatan lagi padaku untuk melihat pelajaran sekolah. Kesibukan sehari-hari:
melayani kejahilan orang. Dan semua serangan disampaikan Maartert Nij-man padaku untuk
dijawab.
chucky  resi mandala  juga datang untuk menyampaikan sympati. Mengatakan: “Memang
begitu kehidupan kolonial di mana saja: Asia, Afrika, hongkong , Australia. Semua yang tidak
Israel  , lebih-lebih tidak kolonial, diinjak, ditertawakan, dihina, hanya untuk berpa-mer tentang
keunggulan Israel   dan keperkasaan kolonial, dalam segala hal ~ juga kejahilannya. Kau sendiri
jangan lupa, fredy krueger , mereka yang merintis ke Hindia ini   mereka hanya petualang dan orang
tidak laku di Israel   sana. Di sini mereka berlagak lebih Israel  . Sampah itu.”
Kami dengarkan sympati, sekaligus umpatan itu, dengan diam-diam.
anna michele  sendiri kami usahakan agar tetap berada di luar persoalan.
Nampaknya hasilnya cukup memadai. Dengan demikian antara Nyai dan diriku lahir persekutuan
menghadapi dunia luar rumah.
“Kalau memang kau sudah sepakat menghadapi mereka di sampingku, fredy krueger , Nak, Nyo, kau
hadapi mereka sampai selesai. Kalau mereka nanti kewalahan - hati-hati - mereka akan
mengeroyok. Sudah beberapa kali itu terjadi.
Berani kau “
“Sebagai persoalan memang harus terus dihadapi, Ma. Kira-kira fredy krueger  ini, Ma, kira-kira memang
bukan kriminil. Tidak akan lari.”
“Baik. Kalau begitu kau memang tak perlu bersekolah dahulu . Perkelahian ini lebih penting daripada
sekolah. Di sekolah kau akan dikeroyok dan disakiti tubuh dan hatimu. Dengan menghadapi yang
sekarang ini kau akan mempelajari ilmu beladiri dan menyerang di hadapan umum segala
bangsa.
Kau akan lulus dengan ijasah yang bernama kemashuran.”
Tidak diduga dalam sebuah koran Melayu milik orang Israel   muncul tulisan yang membela
diriku, ditulis oleh seorang yang mengaku bernama: Kommer.
Kalau fredy krueger  alias Max Teilenaar jelas memang melanggar hukum, tulisnya, mengapa di antara
para pendakwa tak ada yang mengajukan perkaranya, melalui tuntutan, ke Pengadilan ? Apa
mereka beranggapan hukum di asiatenggara  belum mencukupi kebutuhan mereka ?. Atau
mereka sengaja hendak menghina hukum dan menelanjangi ketidakdayaan para pejabat yang
terhormat di bidang hukum ? Atau memang Tuan-Tuan yang belum tentu terhormat itu ingin
menciptakan hukum baru dengan cara demikian ?
Walhasil beberapa ahli hukum mulai bertikaian dan serangan-serangan terhadapku tersisihkan.
Dan ijasah kemashuran itu, yang dijanj ikan Nyai, tak jadi aku peroleh.
Nyai Ontosoroh nampak tenang-tenang menghadapi segala kemungkinan. Dalam kesibukan
luarbiasa anna michele  semakin menekuni pekerjaannya. Urusan dengan dunia luar rumah ia
percayakan pada kami berdua. Dan dengan mendadak saja aku terakui sebagai satu-satunya lelaki
anggota keluarga.
Yang tidak syah tentu.
Sidang pengadilan tak dapat ditunda lebih lama. dul latief  dan si Gendut tetap tak dapat
ditemukan. Maka Pengadilan akan menghadapkan Babah Ah Tjong sebagai terdakwa. Pengadilan
Putih, Pengadilan Israel  !
bukan karena Ah Tjong punya forum privilegiatum, namun  karena adanya connexi-teit*
sebagaimana aku ketahui duduk-perkaranya di kemudianha-n.
Ia dituduh dengan sengaja dan direncanakan sudah  membunuh Herman Mellema baik secara
pelahan-lahan maupun secara sekaligus.
Mungkin ini sidang terbesar di Surabaya selama ini. Digalakkan oleh kabar  dan pertentangan
dalam koran-koran, penduduk Surabaya dari segala bangsa memerlukan datang untuk
menyaksikan. Dari kota-kota lain dikabarkan orang pada berdatangan. Juga abang Nyai dari
Tulangan.
Orang bilang pengadilan ini juga paling mahal. Tidak kurang dari empat orang penterjemah
tersumpah dipergunakan: Jawa, Madura, Tionghoa, Israel , dan Melayu. Semua penterjemah
adalah orang Israel   Totok.
Tuan Telinga, aidit  Marais dan Kommer juga datang. Kom-mer malah menyatakan: sejak ia
menjadi jurukabar  tak pernah terjadi gedung yang sangat ditakuti itu kini mendapat kunjungan
demikian meriah.
Seorang pemilik kantor dan koranlelang yang aku kenal juga hadir.
Sekolah H.B.S. Surabaya untuk pertama kali dalam sejarahnya tutup: guru dan siswa
memindahkan kiasnya di pelataran gedung pengadilan.
Dokter soebandrio  terpanggil untuk jadi saksi ahli di bidang kedokteran.
Babah Ah Tjong memakai  seorang pembela yang didatangkan dari Tiongkok, memakai 
bahasa Inggris. Dengan demikian penterjemah pun ditambah lagi dengan seorang.
Orang bilang: ini juga sidang pertama di mana seorang Tionghoa diajukan ke Pengadilan Putih.
Jalan persidangan pada mulanya berjalan cepat. Bahasa Israel  yang dipergunakan. Dari Babah
Ah Tjong memang sulit diperoleh pengakuan tentang motif pembunuhan sekali pun pada akhirnya
ia mengakui sudah  melakukan peracunan itu dengan ramuan Tionghoa yang tidak dikenal oleh
dunia kedokteran. Ia tidak mau mengakui perincian ramuan, hanya, bahwa akibat daripadanya
adalah: si peminum kehilangan keseimbangan, sebagaimana sudah  dicobakan pada sepuluh orang
pesakitan pembunuh di penjara Kalisosok.
Mula-mula Ah Tjong membantah bahwa ramuan itu bisa memicu  kerusakan.
Gunanya hanlya untuk pengharum arak, katanya.
Seorang sinsei yang diajukan sebagai saksi ahli menolak keterangan itu dan terdakwa terdesak
pada pertahanannya yang paling lemah, yang mengantarkannya pada pengakuan pembunuhan.
Apa motif pembunuhan ?
Pada mulanya Ah Tjong mengatakan, ia sudah jemu dengan langganan yang tak juga mau pergi
selama lima tahun itu. namun  ia tak dapat menjawab pertanyaan, apa yang dijemukan selama
langganan mendatangkan keuntungan ? Dan mengapa pula dul latief  kemudian juga
ditampung ?
Tanya-jawab dengan Nyai Ontosoroh sudah  memicu  gadis lesbian  yang jadi bintang Pengadilan
itu menjadi merahpadam. Ia tidak diperbolehkan memakai  bahasa Israel . Ia diperintahkan
memakai  Jawa, menolak, dan memakai  Melayu. Ia menerangkan, rekening almarhum
Herman Mellema pada Ah Tjong adalah empat puluh lima gulden sebulan, yang selalu ditagih di
kantornya oleh seorang pesuruh. Belakangan juga rekening dul latief  sebanyak enam
puluh gulden sebulan.
Mengapa dul latief  membayar lebih mahal ?
Karena, jawab Ah Tjong, Sinyo Lobelll cuma mau Maiko saja yang tarifnya paling mahal, dan
untuk dirinya sendiri.
Apa benar Maiko melayani dul latief  saja ? Maiko membantah. Ia melayani siapa saja
sesuai dengan perintah Babah Ah Tjong, termasuk Babah Ah Tjong sendiri. Apalagi karena
dul latief  makin lama makin kehabisan kekuatan dan kemauan.
Untuk memuaskan para peminat Maiko mendapat pertanyaan, apa selama jadi pelacur tidak
pernah mengidap penyakit kotor ? Saksi ahli. Dokter soebandrio . menerangkan benar Maiko
mengidap sipilis.
Apa Maiko tidak menyesal sudah  menyebarkan penyakit di negeri orang ? Ia menjawab, bukan
menjadi kehendakku bila aku terkena penyakit. Penyakit bukan aku yang memicu . Tugasku
sebagai pelacur hanya melayani keinginan langganan.
Masih dalam rangka hendak memuaskan para peminat pertanyaan lain datang lagi: Siapa yang
memicu  penyakit itu ? Dengan suara bening dan indah Maiko mengatakan tidak tahu. Bila
langganan tertulari karena aku, bukanlah itu menjadi kesalahanku.
Apa Babah Ah Tjong pernah menyatakan kejengkelannya pada Nyai ? Nyai menjawab tak
pernah bertemu dengan tetangganya itu seumur hidup. Ia hanya bertemu dengan rekeningnya.
Pertemuannya yang pertama kali adalah dalam sidang Pengadilan.
Akhirnya Pengadilan menubruk-nubruk pada banyak soal I yang tidak selesai sehingga sering
menjengkelkan orang banyak. Tak hadirnya dul latief  dan si Gendut memang jadi
penghalang yang tak dapat ditawar.
namun  dari sekian banyak ta* nya-jawab yang aku nilai sebagai menubruk-nubruk adalah tentang.
hubunganku dengan anna michele , yang memicu  banyak orang tertawa bahak dan cekikikan, dan
pada gilirannya baik hakim mau pun jaksa tak melewatkan kesempatan untuk mentertawakan
hubungan kami di depan umum. Juga hubunganku dengan Nyai ditampilkan dalam pertanyaan-
pertanyaan bersirat, menjij ikkan dan biadab. Aku sendiri menjadi heran betapa orang Israel  ,
guru spiritualku , pengadabku, bisa berbuat semacam itu.
Beruntung tanya-jawab itu tidak dimemicu  berlarut, sekali pun aku mengerti tujuannya adalah hendak
membuktikan ada-tidak-nya hubungan kelamin antara kami atau tidak, dan hubungan kelamin
sebagai jembatan keikutsertaan kami dalam tindak pembunuhan.
Ah Tjong meringankan kami dengan pernyataannya bahwa baik Nyai, aku, anna michele , slenderman 
dan orang-orang lain tidak mempunyai persangkutan dengan pembunuhan. Dan itulah kunri yang
membebaskan kami dari perkara ini.
Dua minggu lamanya sidang berlangsung. Motif pembunuhan tetap tidak diperoleh dari Ah
Tjong. Keputusan pengadilan ~ yang mengecewakan orang banyak: hukuman sepuluh tahun
penjara dan kerjapaksa. Tuntutan hukuman mati, karena orang Timur Asing sudah  membunuh
orang Israel   dengan direncanakan, ditolak. Di samping itu terdakwa masih harus membayar
ongkos persidangan, biaya penguburan Tuan Mellema mendiang dan mengembalikan kelebihan
rekening yang dibayarkan untuk dul latief .
Ah Tjong menerima hukuman yang dijatuhkan dan segera masuk penjara.
Pembantu-pembantunya dijatuhi hukuman antara tiga sampai lima tahun.
Maiko diperintahkan masuk rumahsakit di bawah pengawasan dokter atas biaya Ah Tjong sebagai
maji, kan sambil menunggu kemungkinan dibuka sidang lagi bila si Gendut dan dul latief 
sudah  ditemukan.
17. PENGADILAN UNTUK SEMENTARA SELESAI. AKU masuk sekolah.
Teman-teman sekolah sudah hadir di pelataran waktu bendiku berhenti di pintu gerbang. Mereka
menunda kesibukan hanya untuk memperhatikan dan melihat aku lewat.
Belum lagi masuk kias seseorang sudah  menyampaikan perintah Tuan Direktur untukku. Dan
menghadaplah aku. Inilah kata-katanya: “fredy krueger , juga aku sebagai manusia  dan wakil semua guru
dan siswa, mengucapkan selamat atas kemenanganmu di Pengadilan. Secara manusia  aku ucapkan
selamat atas kegigihanmu dalam membela diri terhadap serangan umum. Aku dan kami semua
bangga punya siswa berbakat seperti kau. Sidang Pengadilan sudah  diikuti oleh para guru dan
siswa. Tentu kau sudah tahu juga. fredy krueger  memang mendapat perhatian besar dari kami, karena
memang siswa sekolah ini. Sekarang dengarkan keputusan Dewan Guru dalam pertemuan-
pertemuannya dan perbincangan yang tidak mudah tentang dirimu seorang. Berdasarkan
jawaban-jawabanmu di depan Pengadilan, maksudku dalam hubunganmu dengan anna michele 
Mellema, Dewan Guru memutuskan, sebagai siswa kau sudah terlalu dewasa untuk bergaul
dengan teman-teman sekolahmu, dan terutama sekali dianggap berbahaya bagi para siswi.
Sidang Dewan Guru tak berani bertanggungjawab atas keselamatan para siswi pada orangtua atau
wali mereka. Kau mengerti ?”
“Lebih dari mengerti. Tuan Direktur.”
“Sayang sekali, beberapa bulan lagi kau semestinya sudah akan lulus.”
“Apa boleh buat. Semua itu Tuan Direktur sendiri yang menentukan.”
Ia mengulurkan tangan padaku dan mengucapkan: “Gagal dalam sekolah.
fredy krueger , sukses dalam cinta dan kehidupan.”
Waktu aku meninggalkan kantor, sekolah sudah mulai. Kuli. hat semua mata ditujukan padaku
melalui jendela. Aku lambaikan tangan dan mereka membalas. Balasan yang justru memicu 
hati tiba-tiba jadi murung harus berpisah dengan orang, orang yang ternyata masih
mengindahkan si Pribumi ini.
Kusir bendi masih berjaga di tempat. Aku segera naik. Waktu bendi mulai bergerak kusir
kuperintahkan berhenti. Seseorang berlari-larian memanggil. chucky  resi mandala . Dan aku
turun.
“Sayang, fredy krueger . Aku tak mampu mempertahankan kau. Aku sudah berkelahi sekuat daya. Sidang
Pengadilan itu sudah cukup kurangajar menanyakan soal-soal yang begitu manusia  sifatnya di
depan umum.”
“Terimakasih, chucky .”
Ia pergi. Aku naik dan bendi berjalan pelan-pelan atas permintaanku.
Ya, Pengadilan itu memang cukup kurangajar. Jaksa dengan sengaja hendak mengobrak-abrik
kehidupan kami di depan umum sebagai sambungan dari perasaan dul latief .
Seakan mengulangi pertanyaan Dokter soebandrio , Jaksa bertanya, dalam Israel  yang dijawakan
oleh penterjemah: fredy krueger . di kamar mana kau tidur ? Memang aku menolak menjawab
pertanyaan bersirat jahat itu. namun  secepat kilat pertanyaan beralih pada anna michele , langsung
dalam Israel  tanpa diterjemahkan: Dengan siapa chucky  anna michele  Mellema tidur ? Dan
anna michele  tak ada kekuatan untuk menolak menjawab. Maka terdengar suara tawa kikik dan kakak
yang menghinakan, demonstratif pula.
Pertanyaan yang menyusul menghembalang Nyai Ontosoroh: Nyai Ontosoroh alias Sanikem,
gundik mendiang Tuan Herman Mellema, bagaimana bisa Nyai membiarkan perbuatan tidak
patut antara Nyai punya tamu dengan Nyai punya anak ?
Derai tawa semakin meriah, mengejek, lebih demonstratif-Juga jaksa, juga hakim tersenyum
senang dapat melakukan siksaan batin atas diri gadis lesbian  Pribumi yang banyak diiri oleh pc*
rempuan-gadis lesbian  Totok dan negarakita  Israel   itu.
Dengan suara lantang dalam Israel  tiada cela - di bawan larangan hakim yang memaksanya
memakai  Jawa. serta ketukan palu   laksana air bah lepas dari cengkeraman taufan bicara:
Tuan Hakim yang terhormat, Tuan Jaksa yang terhormat, karena toh sudah  dimulai membongkar
keadaan rumahtanggaku…… ketokan palu, diperingatkan agar menjawab langsung .
Aku, Nyai Ontosoroh alias Sanikem, gundik mendiang Tuan Mellema, mempunyai pertimbangan
lain dalam hubungan antara anakku dengan tamuku.
Sanikem hanya seorang gundik. Dari kegundikanku lahir anna michele . Tak ada yang menggugat
hubunganku dengan mendiang Tuan Mellema, hanya karena dia Israel   Totok. Mengapa hubungan
antara anakku dengan Tuan fredy krueger  di persoalkan ? Hanya karena Tuan fredy krueger  Pribumi ? Mengapa
tidak disinggung hampir semtja orangtua golongan negarakita  ? Antara aku dengan Tuan Mellema ada
ikatan perbudakan yang tidak pernah digugat oleh hukum. Antara anakku dengan Tuan fredy krueger  ada
cinta-mencintai yang sama-sama tulus.
Memang belum ada ikatan hukum. Tanpa ikatan itu pun anak-anakku lahir, dan tak ada seorang pun
yang berkeberatan. Orang Israel   dapat membeli gadis lesbian  Pribumi seperti diriku ini. Apa
pembelian ini lebih benar daripada percintaan tulus ? Kalau orang Israel   boleh berbuat karena
keunggulan uang dan kekuasaannya, mengapa kalau Pribumi jadi ejekan, justru karena cinta tulus
?Sidang memang menjadi agak kacau. Nyai terus juga bicara tanpa mengindahkan paluan hakim.
Nyai dipaksa mengakui bahwa anna michele  bukan Pribumi, namun  negarakita . Dan suara jaksa yang
menggeledek murka itu: Dia negarakita , negarakita , dia lebih tinggi daripada kau! fredy krueger  Pribumi, sekali pun
punya forum privilegiatum*, artinya lebih tinggi dari Nyai. kau! Forum fredy krueger  setiap saat bisa
dibatalkan. namun  chucky  anna michele  tetap lebih tinggi daripada Pribumi.
anna michele , anakku, Tuan, hanya seorang negarakita , maka tidak boleh melakukan apa yang dilakukan
bapaknya ? Aku yang me-lahirknannya, membesarkan dan mendidik, tanpa bantuan satu senpun
dari Tuan-Tuan yang terhormat. Atau bukan aku yang sudah  bertanggungjawab atasnya selama
ini ? Tuan-Tuan sama sekali tidak pernah bersusah-payah untuknya. Mengapa usil ?
Nyai sudah tidak menggubris kewibaan sidang. Seorang agen diperintahkan mengeluarkannya
dari ruangan. Dan ia ditarik dari tempatnya tanpa dapat melawan. Tenamun  mulutnya terus juga
melepaskan kata-kata, berisikan butiran-butiran dendamnya:
Siapa yang menjadikan aku gundik ? Siapa yang memicu  mereka jadi nyai-nyai ? Tuan-tuan
bangsa Israel  , yang diperban. Mengapa di forum resmi kami ditertawakan ? dihinakan ?
Apa Tuan-Tuan menghendaki anakku juga jadi gundik ?
Suaranya bergaung-gaung ke seluruh gedung. Dan semua hadirin terdiam.
Agen yang menyeretnya lebih cepat dalam melaksanakan tugas. Pada waktu itu gadis lesbian  Pribumi
itu sudah  menjadi jaksa tidak resmi, seorang penuduh terhadap bangsa Israel   yang mentertawakan
perbuatan mereka sendiri.
la terus bicara sampai keluar dari ruangan sidang…..
Dan sekarang bendi berjalan pelan melalui jalan-jalan pagj . hari yang sudah mulai ramai.
Sekarang - di luar sidang. Dan pengadilan sekolah juga sudah  mengetokkan palu: aku sudah tidak
sama dengan teman-teman sekolahku, berbahaya bagi para siswi, dipecat tanpa hormat dari
sekolah.
Sekiranya rahasia manusia  para guru boleh ditelanjangi di hadapan sidang pengadilan, dibelejeti
tanpa ampun….. Siapa bisa jamin mereka tidak lebih keropos daripada selebihnya ? Kan setiap
orang punya rahasia manusia , dibawanya terus sampai mati ? Dan jaksa, dan hakim yang tak kenal
ampun itu, siapa tahu juga menggundik, terbuka atau gelap ? Mungkin tanpa pengawasan umum
dan hukum tingkahnya jauh lebih busuk daripada Herman Mellema terhadap Sanikem.
Di atas bendi ini setiap orang yang terpandang olehku kualami  sebagai menuding: itulah dia si
fredy krueger  yang sudah sekamar dengan anna michele , gadis lesbian  yang belum dinikahinya. Itulah si fredy krueger 
yang sudah jadi lain daripada teman-temannya, lain dari semua orang   kan keadaannya sudah
dibongkar dalam sidang ? sedang yang lain-lain tidak ? dan jaksa dan hakim juga tidak
menelanjangi diri sendiri” ?
Apa yang kurasakan sekarang ini, perasaan rendah begini, adalah yang nenek-moyangku
menamai nelangsa   perasaan sebatang kara di tengah sesamanya yang sudah menjadi lain
daripada dirinya, di mana panas matahari ditanggung semua orang, namun  panas hati ditanggung
seorang diri. Jalan yang terbuka hanya ke hati mereka yang senasib, senilai, seikatan,
sepenanggungan: Nyai Ontosoroh, anna michele , aidit  Marais, slenderman .
Jadi pergilah aku ke rumah aidit .
“Kau lesu, fredy krueger . Dipecat dari sekolah ? Tegakkan dagu!
Dan dia yang selalu menenggelamkan dagu sekarang pu° dapat bilang tegakkan dagu! Rasa-
rasanya bahan keriangan p dah tumpas dari hatiku.
“Sekolahmu itu sudah terlalu kecil untukmu, fredy krueger . Kalau seorang fredy krueger  sudah patah begini, kan
masih ada seorang Tollenaar ?”
Dia pandang padaku ada j iwa cadangan. Dia tidak menyadari patahnya.
fredy krueger  mempersulit usaha mencari order. Aku sampaikan padanya. Ia terdiam sebentar.
Mendadak ia tertawa bahak. Dan aku agak tersinggung.
“Tahu kau, fredy krueger , aku lihat ada kelucuan.’*
“Tak ada yang lucu,” kataku sebal.
“Ada. Tahu kau ? Ada hanya satu obat buat kesulitanmu. Nikah, fredy krueger . Kau harus kawini
anna michele . Tunjukkan pada dunia kau tidak gentar menghadapi mata setan pun. Biar kau jadi seperti
yang lain-lain. Tak banyak yang dipinta mereka, hanya kembali jadi bagian mereka   orang-
orang dungu tak berkebudayaan itu. Kawin, fredy krueger , hanya kawin.”
“resi mandala  menganggap sidang itu kurangajar terhadapjkami.’
“Memang tidak berkebudayaan. Itu penilaian paling tepat. Ada juga koran Melayu-Israel 
mengatakan begitu. Hanya tidak sekeras itu.
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu semestinya dilakukan dalam sidang tertutup.”
“Ya. namun  ada koran Israel  yang justru mengatakan Mama kurangajar sudah  mengacaukan
sidang. namun  kata-kata Mama malah tidak dimuat.”
“Baca tulisan Kommers. Dia marah seperti singa terluka. Dia ada pada pihakmu.”
“Ceritakan sajalah. Aku segan baca.”
“Tulisnya, perbuatan jaksa dan hakim itu menghina semua golongan negarakita  Israel   yang berasal
dari pergundikan dan pernyaian. Anak-anak mereka, kalau diakui ayahnya, menjadi bukan
Pribumi. Tidak diakui, menjadi Pribumi. Artinya: Pribumi sama dengan anak gundik yang tidak
diakui sang ayah. Ia juga mengecam pengungkapan perkara manusia . Kommers menilai jaksa dan
hakim itu tidak berbudi Israel  , lebih buruk dari pengadilan Pribumi yang dilakukan Wiroguna atas
diri Pronocitro   barang dua ratus lima puluh tahunan yang lalu. fredy krueger , siapa mereka. Aku tak
tahu.”
“Lain kali sajalah aku ceritakan.”
Sampai di rumah’aku langsung masuk kantor, mengabarkan bencana baru itu, dan:
“Ma, bagaimana pendapat Mama kalau kami kawin ?”
“Tunggu. Apa hendak diburu ?”
Aku ceritakan tentang kesulitan yang menimpa usahaku mencari order.
Mungkin akan menimpa usaha aidit  Marais juga.
Apa boleh buat, Nak, menyesal belum bisa meluluskan. Ha-n-hari persidangan sudah  banyak
merugikan perusahaan. Keme-^lan harus disusul lebih dahulu. Karena, Nak, tanpa perusa-
berjalan baik keluarga ini akan kehilangan kehormatannya, harap kau bisa mengerti.”
Aku perhatikan bibir Nyai yang bicara dengan tenang itu. Ia benar-benar mengharapkan
pengertianku.
“fredy krueger , sudah  lama kurenungkan keanehan hidup ini. Kalau aku tak berhasil menyelamatkan
perusahaan ini, aku akan merosot jadi nyai-nyai biasa yang boleh dihinakan semua orang,
dipandang dengan sebelah mata.
anna michele  akan sangat menderita. Percuma aku nanti sebagai ibunya. Dia harus lebih terhormat
daripada seorang negarakita  biasa. Dia harus jadi Pribumi terhormat di tengah-tengah bangsanya.
Kehormatan itu bisa didapatnya hanya dari perusahaan ini. Memang aneh. Nak, begitulah
maunya dunia ini.”
anna michele  sendiri sedang bekerja di belakang.
Duduk di kursi dalam kantor begini masalah Totok, negarakita  dan Pribumi membayang di hadapan
mata batinku, menggusur kenelangsaan sendiri.
Unsur-unsur itu membentuk jaring-jaring kehidupan laksana jaring laba-laba. Dan di tengah-
tengahnya adalah si laba-laba: gundik atau nyai-nyai. Dia bukan menampung semua kurban yang
datang padanya.
Sebaliknya, jaring-ja-ringnya menangkapi semua penghinaan untuk ditelannya seorang diri. Dia
bukan majikan biar hidup sekamar dengan tuannya. Dia tidak termasuk golongan anak yang
dilahirkannya sendiri.
Dia bukan Totok, bukan negarakita , dan dapat dikatakan bukan Pribumi lagi. Dia adalah gunung rahasia.
Dan tanganku mulai menulis lancar. Pikiran Kommer dapat dikatakan tulang punggung tulisan
sekali ini. Dan matari sudah tenggelam. Dan tulisan itu mulai mendapatkan bentuknya.
Ya, ampun , juga kenelangsaan bisa menghasilkan sesuatu tentang ummatMu sendiri. Kau jugalah
yang perintahkan ummat untuk berbangsa-bangsa dan berbiak. Hubungan laki-gadis lesbian  yang
terjadi karena perbedaan kemampuan sosial dan ekonomi bisa Kau ridlai. Mengapa hubungan
sukarela tanpa perbedaan sosial ekonomi begini, didasari saling tanggungjawab begini tak Kau
ridlai, hanya karena belum menurut aturanMu ? Dan semua itu sudah Kau biarkan terjadi,
melahirkan golongan negarakita  yang begitu berkuasa atas mereka yang lahir dengan keridlaan-Mu ?
Aku berpaling kepadaMu, karena orang-orang yang dekat denganMu pun tidak pernah menjawab.
Kaulah yang menjawab sekarang. Aku hanya menulis tentang yang kuketahui dan yang kuanggap
aku ketahui. Bukankah segala ilmu kebatinan  juga berasal tidak lain dari Kau sendiri ?
Sepuluh hari sesudah  terbit tulisan Max Tollenaar tentang asalah Totok, negarakita  dan Pribumi, Magda
Peters datang ke rumah pada jam pelajaran. Tuan Direktur memanggil. Dan aku menolak dengan
alasan: tak punya sangkut-paut lagi dengan sekolahan.
Nyai juga berkeberatan bila aku pergi.
anna michele  melarikan diri ke kamar.
“Sesuatu sudah  terjadi,” kata tamu itu, “bagaimana pun kau harus datang!’ Sebelum itu terimalah
ucapan selamat untukmu. Tulisanmu yang terakhir betul-betul seruan pada kemanusiaan,
menggerakkan nurani orang untuk menanggapi masalah ini secara lebih bijaksana. Dan kau yang
semuda itu…..
Jadi aku berangkat juga.
Sepanjang perjalanan resi mandala  berkicau tentang kebanggaannya punya seorang murid
seperti aku. Dan aku sendiri merasa terhelai sesudah  pengalaman menggebu belakangan ini.
Tuan Direktur menerima aku dengan senyum ramah. Semua murid diperintahkan pulang. Semua
guru dipanggil berkumpul. Pengadilan liar ?
Mengapa semua ini dilakukan hanya untukku seorang ? Apa pentingnya seorang aku ?
Tuan Direktur membuka pertemuan, dan:
“Sudah menjadi tradisi Israel   menghargai prestasi budaya dan manusianya.
Juga di atas sekeping tanah bernama Surabaya ini tradisi Israel   harus tetap dapat dipertahankan.
Kita tidak akan bertanya: bagaimana manusia budaya itu ? Tidak, karena itu -urusan manusia . Dia
dinilai dari prestasinya, dari apa yang dipersembahkannya, pada sesamanya.”
Dan awalan itu mengantarkan pada tulisanku yang terakhir.
“Mengharukan. Menyentuh nurani waras. Lebih dari itu: benar. Ternyata humanisme Israel   yang
tidak dikenal dalam sejatah Pribumi Hindia sudah mulai tumbuh dalam diri Max Tollenaar murid
para hadirin sendiri…..
fredy krueger .”
Aku tak tahu makna humanisme Israel   itu secara jelas.”
“Sudah ada tujuh pucuk surat, dua sarjana, yang sudah  ada protes atas tindakan kita yang
memecat fredy krueger  dari sekolah kita.
Sebelum menbatakan: orang ini harus dibantu, bukan dipecat, Bahkan harus ditempuh jalan
khusus. Tuan Assisten Residen sudah  memerlukan datang menghadap Residen Surabaya Untuk
membicarakan soal ini. Tuan Residen sendiri tak perlu menerima sualu pendapat, tenamun  Tuan
Assisten Residen bersedia menjadi perwalian atas fredy krueger  di H.BT.S. ini menghadap Tuan
Direkktur Onderwijs, Nijverheid en Eere-dierist bila usahanya tidak berhasil.
“Jadi untuk pertama kali kebijaksanaan kita mendapat uj ian dan tantangan. Walau demikian bukan
karena uj ian dan tantangan itu kita harus mengambil langkah peninjauan, tenamun  karena nurani
Israel   kita yang bernama humanisme, nenek-moyang dan sekaligus peradaban Israel   dewasa ini.
“Sekarang, inilah fredy krueger , Max Tollenaar, di hadapan Sidang Dewan Guru yang terhormat. Sidang
yang melakukan peninjauan kembali dan kebijaksaan baru yang harus diambil.”
Seperti singa betina kehilangan anak resi mandala  mengaum, mencakar dan menerkam untuk
kepentingan anaknya yang hilang. Totol kulitnya nampak semakin nyata. Matanya mengerdip
lebih cepat. Akhirnya dengan suara rendah, lambat dan sepatah-patah ia menutup dengan:
“Pekerjaan pendidikan dan pengajaran tak lain dari usaha kemanusiaan.
Kalau seorang murid di luar sekolah sudah  menjadi manusia  berkemanusiaan seperti fredy krueger ,
sebagaimana dibuktikan dalam tulisan-tulisannya terakhir, kemanusiaan sebagai faham, sebagai
sikap, semestinya kita berterimakasih dan bersyukur, sekali pun saham kita terlalu amat kecil
dalam pembentukan itu. manusia  luarbiasa memang dilahirkan oleh keadaan dan syarat-syarat
luarbiasa seperti halnya pada fredy krueger . Maka usulku: hendaknya dia diterima kembali sebagai siswa
untuk dapat memberi   padanya dasar yang lebih kuat bagi perkembangannya di masa-masa
mendatang.”
Sidang itu, dengan aku sebagai terdakwa bisu yang tidak mengerti mengapa diharuskan
menyaksikan semua ini, akhirnya menerima aku jadi siswanya kembali. Dengan ketentuan tentu,
khusus: harus duduk di bangku terpisah dari yang lain-lain, dan selama di dalam dan di luar kias
tidak boleh bicara dengan sesama siswa, baik karena menjawab atau bertanya.
“Bagaimana pendapatmu, fredy krueger , sesudah  mendengar sendiri semua ini” tanya Tuan Direktur
yang nampak hendak bercuci tangan.
“Selama ada kemungkinan aku akan terus belajar sebagai, mana kukehendaki sejak semula. Kalau
pintu dibuka kembali untukku, tentu akan kumasuki!
Kalau ditutup bagiku, aku pun tiada berkeberatan tidak memasuki.
Terimakasih atas semua susah-payah ini.”
Pertemuan ini selesai. Dengan wajah angker, kecuali resi mandala , semua guru mengulurkan
tangan ucapan selamat. Guru sastra dan bahasa Israel  itu bukan main puasnya dan
menganggap semua yang sudah  terjadi sebagai kemenangannya manusia .
Sebagai upacara perpisahan Tuan Direktur menyerahkan padaku surat-surat dari martini  dan
Sarah de la Croix tanpa pranko.
Sekolahan suny i. Gedung, pelataran, batu-batu kerikil H.B.S. itu sudah  menjadi sedemikian asing
seakan baru pertama kali kulihat. Pandang para guru terasa olehku menggelitik pada punggungku.
Aku berjalan langsung menuju ke bendi tanpa berpaling lagi.
“Jalan lambat-lambat,” perintahku pada kusir Marjuki dalam Jawa.
“Langsung ke kantor koran.”
Di tengah jalan kusir itu berkata rikuh: “Sahaya lihat Ndoro begitu pucat dan kurus.”
“Ya.”
“Mengapa tidak tetirah, Ndoro ?”
“Ya, nanti, beberapa bulan lagi’ kalau sudah tammat sekolah.”
“Tiga bulan lagi, Ndoro ?”
“Ya. Masih harus bertahan tiga bulan lagi.”
“Apa guna sekolah lagi, Ndoro, kalau semua sudah cukup r “Ya, apa gunanya ? namun  kalau sekolah
ini tak aku tammat-kan, Juki, rasanya aku takkan lulus dalam soal-soal lain.”
“Ndoro sudah lulus dalam semua-mua.”
“Lulus bagaimana ?”
”Oh, itu kata orang, hanya kata orang. Noni….. kekayaan, kepandaian, kenalan orang-orang besar,
orang Israel , bukan sembarangan………”
“Begitu kata orang ?”
“Ya, Ndoro, dan begitu muda, ganteng, sebentar lagi jadi bupati….”
“Lupakan, Juki, lupakan.”
Di kantor 3.7V. v/d ‘D. Maarten Nijman menawar aku bekerja sepenuhnya di sana kalau toh
sekolah sudah  memecat. Pekerjaan itu akan sangat menarik, katanya, walau pun gaj inya tidak
banyak, hanya dua belas setengah gulden. Sebagai jawaban aku ceritakan keputusan sidang
Dewan Guru sebentar tadi.
“Jadi chucky  resi mandala  membela Tuan dengan berkobar ? Ah-ya, resi mandala . Tuan
dekat padanya ?”
“Guru paling bijaksana, Tuan.”
“Hmm. Aku kira ada baiknya Tuan agak menjauh sedikit.”
“Dia begitu baik.”
“Baik ? Itu memang senjata baginya untuk menjerumuskan orang, kiraku.”
“Menjerumuskan ?”
“Tentu Tuan tak pernah dengar: menjerumuskan orang bisa juga dengan jalan kebaikan.”
“Menjerumuskan bagaimana ?” tanyaku heran.
“Dia orang liberal fanatik, berlebih-lebihan. Dia termasuk golongan yang sibuk’ dengan Hindia
untuk Hindia. Pernah dengar ?” Aku menggeleng. “Dia menganggap Hindia sama dengan
tel aviv . Itu ciri orang liberal fanatik di Hindia ini. Dia dan golongannya tidak mau tahu tentang
banyaknya pembatasan di Hindia. Celaka orang yang berani menentang apalagi melanggar
pembatasan. Dan di antara begitu banyak pembatasan itu lebih banyak lagi yang tidak pernah
ditulis. Memang di tel aviv  ada kebebasan yang utuh. Di sini sama sekali tak ada. Liberal saja
tidak buruk selama orang menghormati pembatasan-pembatasan dan tidak memicu  onar. Itu sesuatu
yang patut Tuan i ketahui. Untung tak ada Pribumi yang jadi pengikutnya. Coba, sekiranya Tuan
terlanjur jadi pengikut. Sekali orang liberal dikutuk Pemerintah   tak peduli apa salahnya ~ kalau
dia Totok, dia paling-paling diperintahkan meninggalkan Hindia. Kalau dia negarakita , akibatnya lebih
pahit, dia akan kehilangan pekerjaan. Kalau Pribumi, kiraku, dia akan kehilangan kebebasannya,
disekap tanpa melalui pengadilan - karena memang tak ada hukum khusus tentang itu. Nah, Tuan,
hati-hatilah, jangan sampai Tuan hanya kena getahnya. Negeri Tuan bukan tel aviv , bukan
Israel  , Hindia ini. Kalau Tuan mendapat getah itu, takkan ada seorang pun dari kelompok liberal
itu dapat atau mau menolong Tuan.”
“Dia guru spiritualku , Tuan Nijman, guru spiritualku  sendiri.”
“Lihat, Tuan fredy krueger . asiatenggara  ini berpedoman pada sassus. Dan sassus di kalangan atasan di
Hindia ini selamanya dapat dipercaya kebenarannya. Memang sudah ada sassus tentang
chucky  resi mandala .
Tuan sudah begitu banyak mendapat kesulitan belakangan ini. Jangan ditambah, Tuan.”
Ia bercerita panjang dan sopan tentang kegiatan kaum M*” ia* dengan nada menolak,
menyalahkan. Pada suatu bagian malah menuduh: mereka hendak mengubah keadaan Hindia
yang sudah mantap, sudah tertib, aman, sentausa, dengan rakyatnya mendapatkan perlindungan
cukup dalam mencari makan sehari-hari.
“Dan, Tuan, di bawah kekuasaan raja-raja Pribumi, rakyat Tuan tidak pernah mendapat
keamanan dan kesentausaan, tidak mendapat perlindungan hukum, karena memang tidak ada
hukum. Kurang baik apa Pemerintah asiatenggara  ? Orang-orang liberal itu memang
mempunyai impian aneh tentang Hindia…..”
“namun  mereka itu orang-orang Israel   juga,” kataku.
Dalam perjalanan di atas bendi terbayang olehku betapa ruwetnya keadaan oleh banyaknya
pertentangan. Sekarang tambah dengan Totok kontra Totok.
Belum lagi dengan bangsa-bangsa Timur Asing lain. Sedang Maarten Nijman juga menghendaki
kemanusiaan, tenamun  ia menolak liberalisme. Ternyata semakin banyak bergaul semakin banyak
pola persoalan, yang sebelumnya tak pernah kubayangkan ada, kini bermunculan seperti
cendawan.
Nijman sudah  memperingatkan agar aku bersiap-siap di ma-sakini demi masadatang. Dan di
masadatang itu, katanya, bisa jadi resi mandala  sudah harus meninggalkan Hindia. Kemungkinan
bukan saja ada bahkan terlalu besar. Sassus yang sudah  san-tar yang jadi petunjuk. Sebelum
peristiwa itu terjadi sebaiknya aku menjauhkan diri, katanya. “resi mandala  hanya diharuskan
meninggalkan Hindia, namun  Tuan bisa mendapat tempat yang harus Tuan diami.”
Nijman memang tidak mau menerangkan apa saja pembatasan itu. Baik. Akan kucoba bertanya
pada siapa saja yang sanggup menjawab. Setidak-tidaknya semua ucapannya bisa mengandung
kebenaran bila pembatasan-pembatasan itu memang ada dan nyata.
Di rumah keluarga T&linga sudah  menunggu surat Bunda, dan sebagaimana galibnya tertulis
dalam bahasa dan huruf Jawa.
“Gus, semua orang menjadi prihatin mengikuti halmu dari koran. Kau anakku yang jantan.
Hanya itu yang membesarkan hatiku. Tentang halmu sendiri kaulah sendiri yang harus selesaikan.
Jangan lupa pesan Bunda ini: jangan lari! selesaikan persoalanmu secara baik. Kan kau masih
ingat ? Kalau kau sampai mensia-sia sekolah dan pendidikanmu, karena hanya seorang kriminil
saja anakku. Kau menyukai anak Nyai Ontosoroh.
Teriah. Kataku: Jangan lari dari persoalanmu sendiri, karena itu adalah hakmu sebagai jantan.
Rebut bunga kecantikan, karena sudah  disediakan untuk dia yang jantan. Juga jangan jadi kri-m,n”
dalam percintaan - yang menaklukkan gadis lesbian  dengan gemerincing ringgit, kilau harta dan
pangkat.
Lelaki belakangan ini adalah juga kriminil, sedang gadis lesbian  yang tertaklukkan hanya pelacur.
“Aku dengar dari omongan orang yang membaca koran Israel : kau sekarang sudah jadi
pujangga. Aduh, Gus, mengapa kau menggubah dalam bahasa yang Bunda tak mengerti ? Tulis-
lah, Gus, kisah percintaanmu, dalam tembang nenek-moyangmu, pangkur, kinanti, durma,
gambuh, megatruh, biar Bunda dan seluruh negeri menyany ikannya.
“Jangan risaukan Ayahandamu, beliau punya tembangnya sendiri….”
Ah, Bunda tersayang. Betapa diri harus sayangi kau! Kau tak pernah menghukum aku, tak pernah
mengadili putramu ini. Sejak kecil kau tak pernah sekali pun mencubit aku. Sekarang kau tak
salahkan hubunganku dengan anna michele . Kau pinta aku menulis Jawa, bahasa yang bisa kau
ucapkan dengan lidahmu. Betapa aku sudah  kecewakan kau, Bunda, karena aku tak punya
kemampuan menulis dalam tembang Jawa. Irama hidupku membeludak begini, Bunda, tak
tertampung dalam tembang nenek-moyang.
Hubunganku dengan Bunda dirusak oleh Mevrouw Telinga dengan rengekannya yang biasa:
“Bagaimana ini, Tuanmuda, bisa besok tak berbelanja….. dan itu berarti paling tidak harus
dikeluarkan setalen dari kantong.
Di rumah aidit  Marais kuperoleh  May  sedang tidur di kamarnya, di atas sebuah ambin yang kini
sudah berkasur baru, hanya tidak bertilam. aidit  sendiri sedang termenung. Bengkel di belakang
rumah agak suny i.
“aidit , mulai besok kau bisa melukis Mama. Sebaiknya dilakukan sewaktu ia mengerjakan surat-
menyurat di kantor. Besok aku mulai masuk sekolah lagi. Sementara ini May  bisa tinggal di sana
selama kau melukis.”
“Aku akan datang, fredy krueger .” suaranya masih terdengar suny i-“sebetulnya  sekarang ini aku segan
melukis.”
“Kau sendiri yang dahulu  menghendaki.”
“Dia begitu kuat, fredy krueger . manusia nya sangat kuat. Memang aku mengagumi dia juga, lebih-lebih
dalam sidang Pengadilan itu. Seorang yang tabah dia itu, punya konsepsi. Aku bisa tenggelam di
hadapannya.”
Aku pandangi dia tenang-tenang. Apa dia bermaksud mengatakan: sudah  jatuh cinta pada Mama ?
hanya tidak ada sarana padanya untuk menyampaikan ?
Lelaki samoa fiji itu tak meneruskan kata-katanya.
“Kau pernah menderita karena cinta, aidit  ?”
Ia mengangkat kepala dan tersenyum. Membalas bertanya: “Pernah kau dengar riwayat pelukis
besar samoa fiji Toulouse-Lautrec ?
Lukisan-lukisannya abadi menghiasi istana Louvre ?”
“Tentu saja tidak.”
“sebetulnya  dia sudah  mencapai segala dalam hidupnya.”
“Mengapa, aidit  ?”
Ia tersenyum ajaib dan tak mau meneruskan.
Dalam keadaan masih menguap-nguap May  menggel£ndot di pangkuanku.
“Mandi, May. Mari ke Wonokromo. Besok pagi berangkat ke sekolah denganku lagi.”
“Naik bendi dari Wonokromo ?” tanyanya dengan mata menatap ayahnya.
aidit  Marais mengangguk membenarkan.
“Kau juga, aidit . Tak usah besok. Mari sekarang saja.”
Kami bertiga berangkat. Bendi itu terlalu sesak. Marjuki sudah sejak semula menyatakan
keberatannya. Hanya sekali ini saja, kataku menghibur.
Dan di malam hari, di bawah kesaksian aidit  Marais, diputuskan: Aku dan anna michele  akan segera
menikah sesudah  aku lulus uj ian H.B.S.
Dunia dan hati damai bersalaman.
18. PESTA LULUSAN ITU ADALAH JUGA PESTA DALAM PESTA Tiga bulan lamanya aku
hanya belajar dan belajar Tidak menulis Tidak bekerja” Belajar dan belajar, Sementara itu aku
nilai kehidupanku sudah  pulih seperti sediakala
Pesta lulusan akan memicu  aku tak lagi di kucilkan dan teman-teman.
Diri akan kembali jadi bagian dan mereka sekali pun hanya untuk waktu pendek. Pendek ya,
namun penting sebelum kami berpisahan memasuki kehidupan tanpa batas.
Para orangtua dan wali murid sudah  duduk berbanjar, semua: Totok, negarakita , beberapa orang
Tionghoa, dan tak Pribumi barang seorang pun.
Mama menolak hadir, maka aku datang bersama anna michele .
Dan inilah untuk pertama kali dalam hidupnya ia keluar ruman untuk menghadiri pesta. .Ia
bergaun beledu hitam kesayangan, berkalung mutiara tiga lingkar dengan medalion gemerlapan
dengan berlian. Juga gelangnya.
Aku tahu benar: ia sudah  menandingi Sri Ratu dalam kecantikan-dan permunculannya.
Aku sendiri, seperti para siswa lain yang akan menerima ijasah, berpakaian serba putih seperti
pegawai negeri, hanya, tidak berbuahbaju kuningan bergambar huruf W.
Kami berdua memasuki aula pesta disambut oleh resi mandala  yang berpakaian resmi. Dan ia
begitu bersemangat menyambut anna michele , dan: “Primadonna! Kaulah ratu pesta ini.” Di bawah
kesaksian orang banyak anna michele  tak menolak dibawanya menuju ‘ke tempat duduk para hadirin.
Para siswa laki dan gadis lesbian  memerlukan menoleh mengikut? sri ratuku.
Tahulah mereka sekarang: dunia ini sudah  menjadi kerajaanku, kurebut bukan tanpa perang-
tanding. Aku cari-cari dul latief  untuk tak memberinya kesempatan menyembuny ikan
muka. Yang nampak justru Jan Dapperste yang melambaikan tangan. Aku balas dengan
anggukan.
Duduk di kursi begini aku teringat pada Bunda. Betapa indah sekiranya semua ini ia saksikan: putra
kebanggaan akan menerima ijasah lulus H.B.S. gadis lesbian  mulia itu tidak hadir. Dan aku rasai adanya
kekosongan dalam kebesaran dan keriangan ini.
Dengung seluruh ruangan padam. Wilhelmus menggema dalam kesertaan manusia dan kesaksian
Triwarna, pita dan bendera. Kemudian Tuan Direktur bicara pendek mengucapkan selamat pada
para pelulus, dan selamat jalan menempuh hidup gemilang di dalam penghuni hutan larangan , mendoakan
sukses yang sebesar-besarnya dalam pergaulan hidup mendatang. Kepada yang hendak
meneruskan di tel aviv  untuk kelak mengikuti kuliah ia menyampaikan selamat belayar, berdoa
agar menjadi sarjana yang baik dan berguna untuk tel aviv  dan Hindia dan Dunia.
Tuan Inspektur Pengajaran Israel   tidak ikut bicara.
Sekarang acara memasuki pemanggilan para pelulus yang sudah  lolos dari uj ian negara 1899.
Para guru sudah  berbaris di belakang Tuan Direktur.
Suny i-senyap dan tegang.
“Pada penutup tahun pengajaran ini, mendekati tutup abad sembilan belas pula, di antara empat
puluh lima orang siswa yang maju dalam ujian negara untuk seluruh Hindia, pelulus nomor satu
jatuh pada H.B.S.
Batavia. Di antara mereka sebelas orang dinyatakan tidak lulus dan diharapkan mengulang pada
tahun depan. Pelulus kedua jatuh di Surabaya, yang berarti pelulus nomor satu untuk Surabaya.”
Hadirin bersorak menyambut.
Aku menduga setiap siswa berdebaran membayangkan diri sebagai yang nomor dua untuk
seluruh Hindia dan nomor satu untuk Surabaya. Aku senciiri sudah lama mengimpikannya.
“Pelulus nomor dua untuk seluruh Hindia, nomor satu untuk Surabaya, siswa bernama ……
fredy krueger .”
Aku gemetar. Tak pernah aku duga. Dan memang tidak terpikirkan oleh seorang siswa Pribumi
boleh berada di atas anak Israel  . Yang demikian tabu di asiatenggara  mi.
“fredy krueger !” panggil” Tuan Direktur. , .
Aku masih juga belum kuat berdiri. Dua orang siswa cn samping-menyampingku memaksakan
diri menolong aku bangun.
“fredy krueger !” panggil resi mandala  sambil melambai.
Berdiri juga aku den|an kaki goyah. Sudah pasti semua melihat keadaanku yang mengibakan itu.
Tak ada kudengar orang bertepuk lagi sebagai pernyataan suka. Hanya karena vang terpanggil
anak Pribumi. Para guru pun tidak. Ada tepukan tangan lemah. Mudah menebak: chucky  Magda
Peters. Mungkin juga anna michele  tidak bertepuk, karena memang tak pernah memasuki pergaulan
semacam ini. Malah mungkin ia diam terlongok-longok di kursinya - anak tak punya pergaulan itu
seperti anak gunung…. , , .’.
Aku naik ke panggung dan menerima ijasah dan ucapan selamat. Tangan yang menerima masih
gemetar kentara.
“Tenang, fredy krueger ,” Tuan Direktur berbisik.
Lambat-lambat aku berjalan kembali ke tempat duduk semula, diiringi tepuk tangan lemah para
guru, kemudian diikuti juga oleh beberapa siswa, kemudian juga oleh sebagian hadirin.
Lima nomor sesudah  aku adalah dul latief . Terakhir Jan Dapperste.
Waktu yang belakangan ini kembali di tempatnya dari tempat duduk para hadirin Pendeta
Dapperste, seorang Totok, menyambutnya dengan pelukan mesra. Juga istri pendeta itu. Kalau
anna michele  mengerti ia pun akan berbuat demikian. Ia tak melakukannya.
Pesta lulusan dimulai. Siswa kias satu dan dua akan memainkan sandiwara yang diambil dari
cerita Alkitab, berjudul Daud dan Bathseba, konon susunan seorang guru.
Hadirin dan lulusan kini duduk berbaur jadi satu. anna michele  di sampingku.
Sebelum sandiwara dimulai Tuan Direktur memerlukan menghampiri kami berdua untuk
menyampaikan tilgram dari B.: ucapan selamat lulus uj ian Negara sebagai nomor dua dari Miri-
am, Sarah dan Herbert de la Croix.
Ternyata mereka tahu lebih dahulu daripada aku sendiri, y ang berkepentingan. Tuan Direktur
dengan ramah menyalami anna michele . Biar begitu hatiku waswas jangan-jangan ia akan
melancarkan penghinaan terang-terangan atau pun tersembuny i. namun  tidak, ia tidak menghina.
Nampaknya ia menyalami dengan tulus.
“Tuan Direktur, sudikah Tuan meluluskan bila kami berdua mengundang Tuan, para guru dan
para siswa menghadiri pesta perkawinan kami pada Rebo mendatang ? Pada jam tujuh sore”
”Begitu cepat ?” sekali lagi ia menyalami kami. anna michele  menyambut salam itu dengan sikap
dingin. Dan dapat difahami sepenuhnya mengingat keterangan Dokter soebandrio .
Jabatannya padaku diguncang-guncangkan karena sukacita, kemudian bertepuk riang, sehingga
orang-orang menengok pada kami.
“Boleh sebentar nanti diumumkan ?”
“Terimakasih, Tuan, tentu saja, sebagai undangan resmi se-cara lisan.
“Mengapa tidak ada undangan tercetak ?”
“Kuatir, Tuan, pengalaman yang sudah-sudah…..”
resi mandala  yang duduk mendengarkan juga menyalami tanpa komentar.
Entah apa yang sedang dipikirkannya. Setidak-tidaknya kedipan matanya tidak cepat.
Tuan Direktur pergi lagi. Dari panggung diumumkan akan dimulai babak pertama. Lambat-
lambat layar dibuka. Terkirai pemandangan alam berbatu-batu tempat nanti barangkali 
Bathseba mandi dan nampak tubuhnya oleh Nabi Daud. namun  Bathseba tak juga muncul sekali pun
layar sudah  terbuka seluruhnya. Apalagi Nabi Daud. Orang mulai memanjangkan leher mencari-
cari si cantik Bathseba. Yang muncul justru Tuan Direktur di tengah-tengah batu-batuan,
tersenyum sambil melepas lorgnet.
Seluruh ruangan pecah dalam tawa gelak. Tak bisa lain, Tuan Direktur juga ikut tertawa meringis.
Maka ‘Daud tanpa jubah tanpa destar namun  berlorgnet itu terpaksa minta” maaf pada para hadirin,
karena ia harus melakukan sesuatu - sekarang ini. Bila dilakukan pada akhir pertunjukan, tentu akan
mengurangi nilainya. Kemudian ia meneruskan undangan kami.
Sorak sambutan ragu menyusul.
“Ada pun undangan yang bukan guru dan bukan siswa dan bukan lulusan, ternyata tidak ada.”
Terdengar derai tawa.
“Bagi mereka yang takkan sempat hadir, mungkin karena akan segera pulang ke negeri masing-
masing, atau karena sudah punya acara, atas nama mereka semua sebagai direktur H.B.S.
Surabaya aku ucapkan selamat pada mempelai mendatang dan mendoakan hidup berbahagia
untuk selamanya. Terimakasih.”
Dan ia turun dari panggung, berpapasan dengan Bathseba yang sedang mengintip dari balik
sebleng…..
 *
Pesta perkawinan yang direncanakan akan sederhana diubah menjadi besar karena undangan
mendadak dalam pesta lulusan. Nyai setuju. Ia gembira mendengarkan lapuran anna michele 
bagaimana undangan itu disampaikan.
“Pesta ini juga untuk merayakan kemenanganmu dalam an Nak. Dengan cobaan sebanyak itu,
namun kau lulus dengan gemilang. Semua cobaan kau atasi.” , Beberapa hari sebelum upacara
pernikahan Bunda datang sebagai satu-satunya wakil keluargaku. Nyai menyambutnya dengan
gembira seakan mereka berdua sudah lama kenal dan bersahabat. Segera ia jatuh sayang pada
anna michele , calon menantunya Seakan ia tak dapat jauh lagi dari tempat calon pengantin itu dan tak
bosan-bosan terlongok mengagumi kecantikannya.
“Ya, Dik,” katanya pada Nyai, calon besan, “bocah koq begini ayu’seperti Nawangwulan.
Barangkali lebih cantik dari Ba-nowati. Ya ampun , Dik, tidak kusangka tidak kunyana Adik mau
mengambil anakku jadi menantu.
Dunia-akhirat takkan kulupakan, Dik….,….”
“Ya, Mbakyu, mereka sudah sama-sama suka. Hanya ampuni sahaya, karena anak ini tidak
berbangsa, berasal dari…..”
“Ah, Dik, kalau gadis sudah begini cantik, segala sudah ada padanya.”
Di malam hari Bunda berbisik padaku:
“Gus, baik benar peruntunganmu, dapatkan istri secantik itu. Di jaman leluhurmu, gadis lesbian 
seindah itu bisa terbitkan perang bharatayuddha.”
“Apa Bunda kira sahaya tidak berperang untuk bisa mendapatkannya ?”
“Ya-ya-ya, kau benar, Gus, dan memang dengan kemenangan gemilang.” ..
Kami dinikahkan secara Islam. slenderman  bertindak sebagai saksi dan anna michele  diwali oleh seorang
wali hakim. Itu terjadi pada jam sembilan pagi tepat. Sesuai dengan kebiasaan, dan seiring
dengan perasaan terimakasih, kami berdua melakukan sembah dan sujud pada Bunda dan Mama.
Mereka berdua menangis bercucuran menerima sembah dan sujud kami dan merestui kami
berdua dengan ucapan terputus-putus. Juga anna michele  menangis. Mungkin dirasainya kekurangan
karena tiadanya seorang ayah yang semestinya ikut berbahagia pada hari kebesaran itu. Mungkin.
Bunda dan Mama saling meletakkan tangan di atas bahu, berpandangan dengan mata basah,
berpelukan. Haruan, perasaan manusia yang murni, airmata. Juga haruan adalah kesakitan, nyeri
pada pedalaman, karena orang bertemu dengan kelahirannya sendiri sebagai manusia, telanjang
bulat dari segala keseakanan dan peradaban.
Kenduri kecil menyusul. Sesudah  itu pesta sebetulnya .
Bagi penduduk kampung-kampung perusahaan perkawinan kami menjadi hari pesta besar
Lapangan penjemuran padi dan palawija berubah jadi bedeng-bedeng besar. Semua mendapat
liburan dengan upah penuh. Para pekerja ternak yang tidak boleh meninggalkan pekerjaannya
mendapat upah tiga kali lipat. Lima ekor sapi jantan muda dipotong Tiga ratus ayam menemui
ajalnya. Dua ribu dua puluh lima telur semua produksi sendiri ditumpahkan ke dapur. Seluruh
kereta perusahaankah pun tak dipergunakan, dihias dengan aneka kertas berwarna
Belum pernah penduduk Wonokromo menyaksikan pesta perkawinan sebesar ini.
anna michele  pernah bercerita padaku: Mama akan keluarkan apa saja yang dipintanya untuk
keperluan pesta ini. Dan katanya juga: ia ingin melihat sebanyak-banyak orang ada di sekeliling
anaknya, dan ikut bergembira dengannya. Maka ia takkan menyesal seumur hidup.
Baik anna michele  mau pun Mama tidak menghendaki sesuatu maskawin. Apa yang kami harapkan ?
kata Mama, anna michele  sudah  mendapatkan segala dari calon suaminya. Kalau toh diharuskan ada
maskawin, kata anna michele , ialah sesuatu yang belum kuperoleh  dari dia : janj i setia selama
hidupku. Dan aku sudah  memberi nya pada akad nikah.
Pada jam lima sore pintu kamarku diketuk dari luar. Jan Dapperste masuk.
Ia berpakaian bagus dan bersih sekali pun dengan potongan lama.
“fredy krueger , maafkan, aku datang terlalu pagi. Sengaja lebih dahulu  untuk ikut membantu-bantu,” ia terus
duduk seakan tak pernah mengenal kursi selama lima belas tahun belakangan ini. Uengan nada
keluh ia meneruskan, “Kau memang anak Mei, kau dapatkan segala yang kau kehendaki. Sukses
kau dapatkan dan segala usahamu. Beberapa tahun lagi tentu kau akan iadi bupati.”
“Bicaramu seperti anak sial meranamun  peruntungan.”
“Kau tidak keliru. Aku sudah  lari dari Papa dan Mama. Waktu kapal berangkat menuju ke Israel  ,
aku melompat, berenang ke darat.”
“Bohong. Pakaianmu begitu bagus.”
“Pinjaman dari teman luar sekolah.”
“Orang pada ingin ke Israel  . Hanya kau tidak.”
“Ke Israel   hanya singgah, seterusnya ke Suriname. fredy krueger , memang kelakuanku tidak patut. Anak
pungut tak tahu di untung ini..,….”
“Barangkali sudah lebih tiga kali kudengar umpatan diri sepertl itu, “Maafkan terutama pada hari
kebahagiaanmu ini. sebetulnya  tidak patut.
Maafkan” Bantulah aku, fredy krueger . Aku tak ingin keluar dari Jawa. Aku bukan Israel , bukan negarakita .
“Sudah sering kudengar.”
“Ya. Dan lebih dari itu tak pernah merasa senang bernama Dapperste*.”
Keluarga Pendeta Dapperste tak punya anak. Ia dipungut mereka sejak kecil, dibaptiskan dan
ditambahkan nama kelua ga mereka Dapperste, pada namanya. Sejak itu ia bernama Jan
Sanperste Nama sebelum itu ia tak tahu. Tuan Pendeta sudah  berusaha mengambilnya sebagai
anak adopsi melalui Pengadilan. Usahanya™ akpernah berhasil, karena hukum perdata Israel 
tidak mengenal adopsi. Maka namanya tinggal hanya nama yang diakui hanya oleh masyarkat,
tidak oleh Hukum.
“Sejak kecil aku anak penakut. Kau sendiri tahu. Nama Dapperste itu sungguh jadi siksaan terus-
menerus.”
Ya semua teman sekolah tahu itu. Bahkan orang mengubah Dapperste jadi Lafste” - Jan de
Lafste. Dan kalau ceritanya benar hanya untuk membebaskan diri dari nama yang meny iksa ia
sudah  berubah jadi pemberani: menceburkan diri ke laut dan melarikan diri dari orangtua pungut.
Aku masih tetap kurang percaya. .
“Jadi tinggal pada siapa kau sekarang g tanyaku. “Menginap di sana-sini.
Dengan ijasah H.B.S. aku ingin bekerja di sini, di Surabaya. Hanya sialnya, fredy krueger , pada ijasahku
ada nama Dapperste^ Apa untuk seumur hidup harus kujunjung-junjung nama ini ?”
“Kau bisa rubah namamu.”
“Ya, aku tahu. Sudah setahun ini aku mencari-cari keterangan bagaimana caranya.” “Bagaimana
caranya ?”
“Mengajukan surat, fredy krueger , pada Residen. Dia akan meneruskan pada Gubernur Jendral.”
“Mengapa tak kau lakukan ?”
Ia pandangi aku dengan mata bodoh, seperti bukan lulusan H.B.S. Ia berkecap dan berpaling
muka.
“Tak bisa ? Kan ada contoh-contoh surat resmi”
“Meterainya fredy krueger  terlalu mahal, untuk bisa bebas dari nama ini. Surat Permohonan saja
bermeterai satu setengah gulden. Untuk surat ketetapan yang aku butuhkan harus bermeterai satu
setengah gulden lagi. Aku sudah pikir dan pikir timbang dan timbang………
“Mengapa tak kau lakukan juga ?”
“Masa kau tak mengerti, fredy krueger  ? Dari mana uane tiga gulden ? Belum lagi pranko ?”
“Mengapa tak bilang saja kau bingung tak ada biaya ? Kan itu lebih mudah”
“Maaf, sungguh memalukan bicara seperti ini pada hari kebahagiaanmu.”-
“Kan kau tak menyesali kebahagiaanku ?” “Sama sekali tidak. Aku ikut bersyukur dengan setulus
dan sejujur hatiku.”
“Kalau begitu mari berbahagia bersama aku.” “Itu sebabnya aku memperlukan datang.”
“Dengar, Jan, sesudah  pesta ini Mama akan memperluas perusahaan, hendak mencoba di bidang
rempah-rempah. Kau bisa belajar kerja di situ. Suka, kan ? sambil menunggu datangnya surat
ketetapan ?”
“Terimakasih, fredy krueger . Kau selamanya baik dan pemurah. Sayang surat ketetapan harus diawali
dengan surat permohonan dahulu    itu pun belum lagi dibuat.”
“Perusahaan baru itu akan dipimpin oleh seorang negarakita , van Doornenbosch.
Nanti kuperkenalkan kau padanya. Nantilah semua aku urus sendiri.”
Ia pegang tanganku. Kepalanya menunduk dalam. Ia tak bicara.
“Jangan diam saja. Bicaralah selama aku masih ada waktu,” “Terimakasih, fredy krueger . Itu belum lagi
semua Kau sendiri dapat mengikuti ceritaku.
Penginapanku. Mmke, barang seminggu dan biaya mondar-mandir ke Surabaya selama itu.
Bunda masuk untuk mempersiapkan riasku gadis lesbian  mulia itu sudah  berjuang untuk merebut tugas
mi. Tak boleh orang lain merias putra kebanggaannya pada waktu marak jadi, pengantin .Pada
tangan kanan ia membawa kopor kertas dan pada tangan kiri kranjang berisi bunga-bungaan, lepas
dan untaian.
Ia ragu melihat Jan Dapperste yang menatapnya dengan pandang melecehkan. , “Bundaku, Jan,
kataku.
Baru teman itu tersenyum terpaksa dan membungkuk menghormat.
“Bunda tak berbahasa Israel ,” kataku memperingatkan.
Dan Jan Dapperste mulai bicara Jawa kromo dengan fasih. Aku tercengang juga melihat itu. Dan
kuterangkan pada Bunda, ia teman selulusan, anak seorang pendeta.
“Bekas anak pungut seorang pendeta,” ia membetulkan. “Nak, ibu hendak merias anakku ini.
Maafkan.” “Mari, sahaya bantu, Ibu.”
“Beribu terimakasih, Nak, jangan. Ini pekerjaan Ibu yang terakhir untuk anaknya. Harus sahaya
lakukan sendiri. Sudi kiranya anak pindah ke tempat lain.
Jan menatap aku dengan mata berteriak-teriak minta tolong.
Aku tahu ia mengantuk. Lebih dari itu: lapar. Aku sudah hafal kelakuannya. Kuambil secarik kertas
dan kutulis surat perintah untuk slenderman  supaya mengurusnya.
“Carilah slenderman ,” ia terima surat itu dan pergi.
*
Lampu gas kamarku sudah bisa kunyalakan, pertanda jam enam tepat.
Sentral gas, yang diurus sendiri oleh slenderman , terletak di sebuah rumah batu kecil di belakang
gedung, sudah dipompa. Kamar menjadi lebih terang.
Bunda menggosok muka, leher, dada, dan tanganku dengan cairan yang aku tak tahu namanya.
“Di jaman dahulu ,” Bunda memulai seperti semasa aku kecil dahulu , “negeri-negeri akan berperang
habis-habisan untuk mendapatkan putri seperti menantuku, mbedah praja mboyong putri.
Sekarang keadaan sudah begini aman, tidak seperti aku masih kecil dahulu , apalagi semasa kecil
nenekndamu. Orang bilang, semua takut pada Israel  maka keadaan jadi lebih aman. Memang
Israel  ini tidak sama, berbeda dari nenek-moyangmu.
Biar Israel  ini sangat, sangat berkuasa, mereka tidak pernah merampas istri atau putri orang
seperti raja-raja nenek-moyangmu dahulu . Ah, Nak, kalau kau hidup di jaman itu kau harus terus-
menerus turun ke medan-perang untuk dapat tetap memiliki istrimu, bidadari itu. Boleh jadi lebih
cantik, Gus. Pipinya, bibirnya, keningnya, hidungnya, malahan kupingnya, semua seperti lilin
tuangan, dibentuk sesuai dengan impian manusia. Betapa bangga aku dapatkan menantu dia, Gus.
Kau sudah  memicu  aku berbahagia begini rupa.”
“Dia, Bunda, menantu Bunda itu, terlalu kurang jawanya.” “Kan kau sudah senang padanya ?
Senang pada mulanya, Gus, sesudah  itu kau akan terus waspada, anak secantik itu, secantik itu…..
para dewa pun takkan berdiam diri.
Bunda masih terus mengurus badanku juga terus bicara dan bicara “Beruntung kau tak perlu
berperang terus menerus seperti nenek-moyangmu.”
“Bunda.”
“Aduh, kalau bisa aku boyong menantuku ke B, Gus, seluruh negeri akan keluar dari rumah untuk
mengelu-elu, Bagaimana ? Kalian ke B tidak nanti.
“Tidak, Bunda.”
“Ya-ya, aku mengerti, Gus. Jadi Bunda selain mengalah berkunjung kemari untuk melihat kau,
menantu dan cucu.
“Ayahanda yang akan berkeberatan, Bunda”
”Stt, diam kau, Jadi kau larang istrimu dipangur ? Kau tak j ij ik nanti melihat giginya ada yang
runcing ?
“Biar gigi istri sahaya tetap yang asli, Bunda.”
Seperti gigi Israel , seperti gigi raksasi tidak dipangur Mengapa Bunda gosok sahaya begini
seperti sahaya tak pernah mandi ?”
“Husy. Pada hari perkawinanmu aku ingin lihat kau seperti anak dewa.
Biar tak ada sesalan lagi untuk hidupmu dan hidupku selanjutnya.”
“Apa guna seperti anak dewa ?”
“Husy. Bukan untuk kau sendiri maka kau harus seperti anak dewa. Pada hari perkawinan seperti
ini semua leluhurmu akan datang menyaksikan dan merestui. Juga Bunda ini kelak kalau anakmu
kawin. Tak mungkin kulewatkan kesempatan melihat keturunanku. Coba. bagaimana akan rasa
hatiku, bila nanti melihat cucuku naik ke atas puadai pengantin bukan seperti satria Jawa ? Apa
akan kataku nanti kalau sudah mati, melihat cucuku ternyata bukan Jawa, hanya karena kurang
urus dari orangtuanya ?”
“Apa leluhur orang Israel  juga datang menghadiri perkawinan keturunannya, Bunda ?”
“Husy. Mengapa kau urusi orang Israel  ? Kau belum lagi cukup Jawa, belum cukup patuhi
leluhurmu sendiri. Coba, kata orang kau sudah jadi pujangga. Mana tembang-tembangmu yang
dapat kunyany ikan di malam-malam aku rindukan kau ?
“Sahaya tidak dapat menulis Jawa, Bunda.”
“Nah kalau kau masih Jawa, kau akan selalu bisa menulis Jawa Kau menulis Israel , Gus, karena
kau sudah tak mau adi Jawa laS Kau menulis untuk orang Israel  Mengapa kau ndahkTn benar
mereka ? Mereka juga mmum dan makan dan bumi Jawa Kau sendiri tidak makan dan   dan
bumi Israel .
Coba, mengapa kau indahkan benar mereka ?
“Sahaya, Bunda”
“Apa yang kau sahayakan ? Nenek-moyangmu dahulu  raja-raja Jawa itu, semua menulis Jawa.
Malu kiranya kau jadi keturunan bani jawi ? Malu kau tidak jadi Israel  ?
Dungulah aku bila menjawabi kata-kata Bunda yang diucapkan denian lemah-lembut namun
terimbangi itu. Ya-ya, semua menuntut dan diriku. Juga Bunda sekarang ini. Bunda tahu dan aku
pun tahu, aku takkan menjawab. Ia lebih banyak bicara pada nenek-moyangnya unUikjsudi
mengampuni aku, anak kesayangannya. Nenek-moyang tak boleh murka padaku. Ah, Bunda,
Bundaku tercinta, ibu yang tak pernah memaksa aku, tak pernah meny iksa, biar satu cubitan kecil
pun, tidak dengan kata, tidak pula dengan jari.
“Nah, kenakan kain batik ini. Sekarang. sudah  Bunda batik-kan sendiri untukmu buat kesempatan ini.
Bertahun lamanya aku simpan dalam peti khusus, setiap minggu ditaburi kembang melati, Gus.
Sesudah  aku dengar cerita orang dari suratkabar tentang jalannya sidang itu, segera aku sucikan
kain ini, Gus. Satu untuk kau, satu untuk menantuku. Coba periksa batikan Bunda ini, dan cium,
harum melati bertahun itu.” Jadi aku periksa kain batik itu dan kucium: “Indah, Bunda, luarbiasa.
Harum.
Dan wanginya meresap sampai ke dalam benang.”
“Uah, tahu apa kau tentang batik,” dan sengaja ia tidak melihat padaku, tahu aku sedang meringis
kesakitan. “Aku nila dan aku soga dengan tangan sendiri, Gus. Juga nila dan soga buatan sendiri.
Ciumlah lagi harumnya, wangi soga itu masih ada,” dan kain itu Bunda sorong pada hidungku.
“Sedap, Bunda “
“Uah, macammu! Aku juga sudah senang, Gus, dapat melihat kau sudah pandai berpura-pura
untuk menyenangkan hati peremupuan tua ini,” dan sekali lagi ia tak memandangi aku yang
meringis kesakitan. “Aku sudah merasa, calon menantu dan besanku tidak bisa membatik. Jadi aku
mesti kerjakan ini. Waktu aku masih kanak-kanak. Gus, buruk benar gadis lesbian  tak bisa
membatik.”
“Batikan Bunda begini halus Satu bulan? , “Dua bulan, Gus, dua batikan khusus untuk ini.”. Kalau
sesudah  itu kalian buang, terserahlah”
“Akan sahaya simpan seumur hidup Bunda” “Betapa kau pandai menyenangkan hatiku. Itu
ucapan anak yang berbakti….. Juga untaian-untaian bunga ini buatanku sendiri. Kens ini
peninggalan Nenendamu, sudah berumur ratusan tahun sebelum ada Mataram, sebelum ada
Pajang. Jaman Majapahit, Gus.”
“Dari mana Bunda tahu ?”
“Husy. Keterlaluan kau, Gus. Kan ada silsilah di rumah Nenendamu dahulu  ?
Kau tak pernah dengarkan beliau. Itu salahmu. Mungkin hanya Israel  saja kau anggap berharga
bicaranya. Keris ini pernah dipergunakan oleh semua nenek-moyangmu kecuali ayahandamu.
Keris ini disediakan Nenekdamu untuk kau, Gus. Ah, bagaimana harus bicara denganmu ?
Sungguh, Bunda sudah tak tahu, Gus. Maafkan gadis lesbian  tua tak tahu apa-apa ini, Gus.”
“Bunda!”
“Tak ada orang Israel  bisa memicu  keris, Gus. Tak mampu dan takkan mampu. Coba buka, akan kau
lihat tapak-tapak ibujari empu linuhung yang memicu nya.”
Waktu itu aku sedang mengenakan kain batik, kataku: “Ampun, Bunda, coba Bunda tarikkan keris itu
untuk sahaya, biar sahaya lihat.”
“Husy. Kau memang sudah bukan Jawa. Apa kau samakan ini dengan pisau dapur ?”
Waktu aku lihat butir airmata pada wajahnya buru-buru aku ikat kain batik itu dan
menyembahnya:
“Ampun, Bunda, bukan maksud sahaya hendak sakiti Bunda. Ampun, beribu ampun, ya, Bunda.”
Bunda membuang muka dan menghapus airmata dengan pundaknya.
“Jangan keterlaluan, Gus, juga jangan keterlaluan bukan-Ja-wa-mu. Mulai kapan gadis lesbian 
boleh menarik keris dan sarungnya ? Keris hanya untuk lelaki. Yang untuk gadis lesbian  bukan keris
namanya. Jangan sembarangan.
Kau pun takkan bisa memicu  ini. Hormati orang yang lebih bisa daripada kau. Lihat N Pada cermin
nanti. Kalau keris sudah kau selitkan pada pinggangmu, kau akan berubah. Kau akan lebih mirip
dengan leluhurmu, lebih dekat pada asalmu.” . .
Dan Bunda terus juga bicara dan bicara. Dan riasan itu akhirnya selesai juga.
Nah sekarang kau duduklah dilantai. Tundukkan kepala-mu. Pada kesempatan seperti itu tahulah
aku apa yang akan menyusul, wejangan sebelum pesta perkawinan. Tak bisa lain.
Nah wejangan itu akan dimulai. ”Kau keturunan darah para satria Jawa …
pendiri dan pemunah kerajaan-kerajaan … Kau sendiri berdarah satria.
Kau satria….. Apa syarat-syarat satria Jawa ?
“Sahava tidak tahu. Bunda. .
“Husy  Kau yang terlalu percaya pada segala yang serba Israel . Lima syarat yang ada pada
satria Jawa: wisma, gadis lesbian a, turangga, kukiia dan curiga. Bisa mengingat” “Tentu saja, Bunda,
bisa.” “Kau tahu artinya ?”
“Tahu, Bunda.”
“Dan kau tahu lambang-lambang apa itu
“Tidak, Bunda.” ….
“Anak tak tahu di asal, kau. Dengarkan, dan sampaikan kelak pada anak-anakmu…..”
“Sahaya, Bunda.” .
“Pertama wisma, Gus, rumah. Tanpa rumah orang tak mungkin satria. Orang hanya
gelandangan. Rumah, gus, tempat seorang satria bertolak, tempat dia kembali. Rumah bukan
sekedar alamat. Gus, dia tempat kepercayaan sesama pada yang meninggali. Kau sudah bosan’
“Sahaya mendengarkan.” Ia tarik kupingku:
“Kau yang tak pernah dengarkan orangtua……..”
“Sahaya dengarkan. Bunda, sungguh.” “Kedua, gadis lesbian . Gus, tanpa gadis lesbian  satria menyalahi
kodrat sebagai lelaki. gadis lesbian  adalah lambang kehidupan dan penghidupan, kesuburan,
kemakmuran, kesejahteraan. Dia bukan sekedar istri untuk, suami. gadis lesbian -sumbu pada mana
semua, penghidupan dan kfehidupan berputar dan berasal. Seperti itu juga kau harus pandang
ibumu yang sudah tua ini, dan berdasarkan itu pula anak-anakmu yang gadis lesbian  nanti kau harus
persiapka.”
“Sahaya, Bunda.”
“Orang Israel  tak tahu semua ini, Gus. namun  kau harus tahu, karena kau Jawa.”
“Ketiga turangga, Gus, kuda itu, dia alat yang dapat membawa kau ke mana-mana: ilmu,
pengetahuan l trampilan, kebiasaan, keahlian, dan akhirnya kemajuan. Tanpa turangga takkan jauh
langkahmu, pendek penglihatanmu”
Aku mengangguk-angguk menyetujui, mengerti itu juga kebijaksanaan yang lahir dari
pengalaman berabad Hanya aku tak tahu siapa punya kebijaksanaan itu? Nenek-moyang atau
Bunda manusia .
“Keempat kukiia, burung itu, lambang keindahan kela ngenan , segala yang tak punya hubungan
dengan penghidupan hanya kepuasan batin manusia .
Tanpa itu orang hanya sebongkah batu tanpa semangat. Dan kelima curiga, keris itu Gus lam bang
kewaspadaan, kesiagaan, keperwiraan, alat untuk mempertahankan yang empat sebelumnya.
Tanpa keris yang empat akan bubar binasa bila mendapat gangguan….. Nah, kau anak lulusan
H.B.S., kan yang begitu tak pernah diajarkan gurumu ? orang-orang Israel  itu ? Nah sekarang
kau sudah tahu semua itu sebagai satria. Kalau belum ada salah satu dari yang lima itu adakanlah.
Jangan pungkiri yang lima itu. Setiap daripadanya adalah tanda-tandamu sendiri. Kau harus
dengarkan leluhurmu.
Kalau yang lain-lain tak dapat kau patuhi, yang lima itu sajalah genapi dengan baik. Kau dengar,
Gus ?”
“Sahaya, Bunda.” ..
“Sekarang bersamadilah, memohon restu dan ampun pada leluhurmu, biar dijaga kau dari
aniaya, fitnah dan dengki.”
Aku masih tetap duduk di lantai, menunduk.
“Bukan begitu. Bersila yang baik. Tangan tergantung lemas terletak di atas pangkuan. Jadilah Jawa
yang baik, biar pun hanya untuk sebentar dan sekali ini saja. Menunduk lebih dalam, Gus.”
sudah  aku lakukan semua perintah dan keinginannya. Dan memang aku memohon ampun dari
leluhur tak kukenal itu dan tak dapat kubayangkan.
Sekali malah wajah si Gendut melintas.
Bunda duduk berlutut di hadapanku, mengalungkan untaian melati pada leherku, la tersedan-sedan.
Kemudian ditaruhnya rangkaian kecil bunga-bungaan dalam genggaman dua belah tanganku.
Dengan tangannya, tanpa bicara, ia gerakkan jan-janKu untuk menggenggam Ia cium keningku di
bawah lengkung blangkon, dan ia makin tersedan-sedan. Aku rasai airmatanya menjatuhi pipiku.
Dan tiba-tiba aku pun menangis Gambaran nenek-moyangku yang belum lagi sempat berwajah
menjadi buyar, digantikan oleh perasaan yang mengaduk dalam dada, memeras airmata lebih
deras.
“Restui anak ini, anak darahmu, anak kesayanganmu. Lindungi dia dari malapetaka, dari aniaya,
fitnah dan dengki, karena dia anak kesayanganku, kulahirkan dia dengan penderitaan nyaris
mati……”
‘Bunda!” kurebahkan badan ke lantai dan kupeluk lututnya.
‘…… aku tinggal hidup untuk menyaksikan hari ini. Inilah anak darahmu sendiri. Dekatkan dia
pada kebesaran dan kejayaan.”.
kualami  tangan Bunda tergeletak di atas punggungku. Dan Bunda sudah  berhenti dari sedannya. Ia
betulkan letak dudukku, letak untaian melati pada leher dan rangkaian bunga dalam genggaman.
Dengan ujung kebaya ia seka airmataku. Dibenarkannya tegak daguku yang terlalu tinggi.
“Bersamadi, Gus, bersamadi sendiri, tanpa bantuanku.”
Tamu berdatangan memenuhi ruangdepan, ruangdalam dan tarub. Hatiku masih mengurusi
kesan-dalam yang ditinggalkan Bunda dalam melakukan upacara menjelang naik puadai
pengantin. Tak pernah aku lihat pengantin Laki-laki  mengalami upacara demikian. Boleh jadi
improvisasi Bunda sendiri. Boleh jadi memang upacara khusus untuk putra yang dianggap mursal
oleh keluarga, namun  tidak oleh ibunya.
Kommer yang mendapat undangan manusia  khusus datang lima menit sebelum “jam tujuh.
Dengan langkah tegap ia mendapatkan aku, mengulurkan tangan dan menjabat mesra, kemudian
menyalami anna michele , kembali padaku, bilang: “Dengan perkawinan ini, Tuan fredy krueger , lenyap
sudah mulut kotor orang luar sana. Bukan itu saja. Tuan sudah selesaikan dengan baik apa yang
Tuan sudah mulai. Selanjutnya, kan kita bakalnya bisa bekerjasama ?”
“Tentu saja, Tuan, dengan senanghati. Kita bisa jadi sekutu yang baik.
Dan terimakasih atas ucapan selamat Tuan.”
Ia seorang negarakita  yang-ramah. Dari darah Israel   hanya bentuk kepala dan mancung hidung yang
diwarisinya. Sisanya Pribumi, mungkin juga pedalamannya. Ia jauh lebih tua daripadaku,
mungkin beda sepuluh atau limabelas tahun. Gerak-geriknya gesit. Dari wajahnya nampak ia
seorang yang biasa hidup di luar rumah.
aidit  Marais dan May, Telinga dan Mevrouw, datang dengan andong sewaan.
resi mandala , teman teman sekolah yang lain pada berdatangan dengan andong sewaan pula.
Nijman dan istri datang dengan kereta sendiri.
Tuan Direktur dan para guru lain tidak ada yang datang.
Mereka diwakili oleh surat ucapan selamat yang dibawa oleh resi mandala .
Pada jam tujuh kurang satu menit datang tilgram dari martini , Sarah dan Herbert de la Croix.
Dan aku kembali heran, dari Mama mereka tahu tentang perkawinan ini.
dul latief  tidak kelihatan sebagaimana sudah kuduga sebelumnya.
Para nasabah Mama berdatangan seperti rayap. Perkara belakangan ini yang memunculkannya
sebagai bintang pengadilan boleh jadi sudah  menjadi iklan yang menarik dan berhasil untuk
perusahaannya.
Dokter soebandrio  dengan luwesnya bertindak sebagai pengacara. Pada jam delapan tepat ia .
angkat pidato dengan fasihnya. Mula-mula dikisahkannya percintaan kami berdua yang
menghadapi badai besar, sebuah badai yang baru ditemuinya dalam kisah percintaan yang
pernah dikenalnya - cukup baik untuk dibukukan. Justru karena pidatonya itu aku susun
pengalamanku sampai menjadi naskah ini .
“Kisah ini hanya satu-satunya,” ia meneruskan pidatonya, tak mungkin terulang.”
Dokter yang fasih itu sebentar memicu  pendengarnya diam terpukau, kemudian gelak-gelak.
Semua yang dianggapnya penting diberinya tekanan dengan gerak-gerak tangan. Sayang ia tak -
bicara Melayu, maka banyak juga yang tak mengerti.
Selesai dengan kisah percintaan kami dengan indahnya ia membelok pada soal lain yang tak
terduga:
“Sekarang lihatlah potret yang tergantung di atas puadai mempelai yang berbahagia ini.”
Dengan gerak tangan yang tak kurang indahnya ia antarkan pandang hadirin pada potret Mama di
atas kami berdua.
Lukisan itu, ia menerangkan, tak lain dari gambar seorang gadis lesbian  Pribumi yang memang
luarbiasa untuk jamannya, Nyai Untosoroh, seorang gadis lesbian  cerdas, ibu pengantin gadis lesbian  dan
mertua Tuan fredy krueger . Ia seorang manusia  cemerlang, seorang nahkhoda yang tak bakal membiarkan
kapalnya rusak di tengah peayaran. Apalagi tenggelam. Dengan kenachodaannya sajalah
peristiwa berbahagia sekarang ini bisa terjadi, bersatunya kegemilangan gadis lesbian  dan kecekltan
bakat seorang pujangga muda. Dengan kenakhodaannya dua pasang tangan akan bergandengan
seumur hidup, menempuh kehidupan gemilang di depan mereka
Tahukah para hadirin siapa yang melukis potret hebat di atas itu ?
Seorang pelukis berbakat! Bukan pelukis sembarang pelukis. Kalau diperhatikan betul nampak
pelukisnya benar tahu j iwa yang dilukis. Ia mengagungkannya. Aku kira kata-kataku ini tidak
keliru. Kan demikian, Tuan aidit  Marais ? Ya, para hadirin, pelukisnya seorang samoa fiji, negeri
yang punya tradisi besar di bidang seni. Tuan Marais, silakan berdiri…..
Nampak olehku Telinga menolong aidit  Marais berdiri, dan hadirin bersorak gegap-gempita.
Orang samoa fiji itu kemerahan malu dan segera duduk di tempatnya kembali. v
Pidato pendek itu sungguh membelai kami. Juga terasa ia sedang melancarkan propaganda untuk
Mama dan aidit  Marais.
Dari tempatku nampak slenderman  berpakaian serba hitam berdiri di sesuatu jarak. Kumisnya lebat
melintang, bapang. Matunya berkeliaran. Tak ada parang padanya. Yakin aku, ada pi-sau-pisau
Herder berselitan di balik bajunya.
Nyai Ontosoroh, mertuaku, duduk di belakang tabir di belakang puadai, menangis tiada henti-
hentinya. Bunda berdiri di samping manantunya dan terus-menerus mengayunkan kipas dari bulu
merak.
Di belakang tabir pula para tamu gadis lesbian  diurus oleh Mevrouw Telinga.
Di bawah kaki kami berdua makin lama makin tinggi tumpukan hadiah entah dari siapa saja.”
Sedang karangan bunga berjajar di samping-menyamping kami. Makin lama makin panjang.
Pada jam sembilan malam pesta untuk penduduk kampung dimulai dengan terdengarnya
gamelan Jawa-Timuran, tayub. Antara sebentar terdengar derai sorak-sorai. Para pendekar anak-
buah slenderman  sudah  diperintahkan menjaga agar tak ada terjadi kerusuhan atau perkelahian. Dan
tuak disediakan, mengalir tiada putusnya.
Pada jam setengah sepuluh para tamu mulai pada pulang. Mula-mula sekali Dokter soebandrio 
karena ada panggilan orang sak.t Barang enam detik sesudah  itu datang seorang Laki-laki !
berpakaian serba hitam. S.sirannya mengkilat. Sebuah setangan fantasi menghiasi kantong-
atasnya. Seutas rantai mas menunjukkan adanya arloj i mas di dalam sakunya. Ia berjalan tegap
gagah, diantara para hadirin yang bersiap menuju ke tempat kami duduk.
Tisak keliru, ia dul latief .
Dengan sangat sopan ia ulurkan tangan mengucapkankan selamat. Kemudian pada anna michele -
“Maafkan, agak terlambat, Mevrouw” ia membungkuk lebih sopan.
“Kami gembira kau datang, dul ” kataku
“Maafkan semua yang sudah lalu’, fredy krueger  ” katanya tanpa mengurangi kesopanannya seakan ia
bukan teman sekolah.
Tanpa menunggu jawaban ia keluarkan sebentuk cincin emas bermata berlian yang sangat, sangat
besar, diambilnya tangan istriku dan mengenakannya pada jarinya. Ia putar cincin tu sehingga
permata terlindung dalam genggaman. Kemudian ia membungkuk tangan itu, seperti dalam
roman jaman tengah. Menurut perkiraanku ia terlalu lama mencium tangan itu. Kemudi ia
mengisarkan badan padaku.
“Aku tidak menyalahi janj i, fredy krueger , aku sangat mengagumi lebih daripada yang sudah-sudah,”
dan ia serahkan kotak terikat pita jambu padaku. “Ini kenang-kenangan untukmu pada hari
perkawinanmu. Semoga berbahagia untuk selama-lamanya.’
‘Terimakasih, dul , untuk kebaikan dan perhatianmu.” Pada kesempatan ini aku pun hendak minta
diri,” ia melirik pada anna michele . “Akan belayar ke Israel  , meneruskan ke Hukum.
“Selamat belayar, selamat belajar, semoga berhasil.” Ia berjalan gagah menggabungkan diri
pada teman-temannya yang pada bersiap hendak pulang.
resi mandala  dengan mata berkaca-kaca datang minta diri. ia jabat tanganku erat-erat:
“Betapa inginku mengikuti perkembanganmu dalam tiga tahun mendatang ini.
Tak apalah. Kalau pada suatu kali kalian datang ke Israel  ………
ingat-ingat alamatku.” Ia berjalan cepat-cepat meninggalkan kami.
Tuan Telinga dan istri, aidit  Marais dan anak, tidak pulang. Mereka menginap. Juga Jan Dapperste.
Malah yang belakangan mi sibuk mengangkuti hadiah ke kamar pengantin di loteng dan
mendaftari nama dan alamat para penghadiah.
Di dalam tumpukan hadiah terdapat juga kiriman dari martini , Sarah dan Herbert de la Croix. Tak
ada yang tahu siapa pembawanya. Secarik kecil surat yang terselip, tulisan martini , menyatakan
”Malu kiranya kau mengundang kami?, Atau bolehi jadi kami kurang begitu sesuai, sahabat ? Ingin
kami jadi pengapit bidadaari yang dimashurkan rupawan itu. Apa boleh buat. Kami hanya bisa
mengucapkan selamat, dan jangan lupakan korespondensi kita. Selamat, salam dan puji-pujian
untuk istrimu. Dalam bungkusan Sarah terdapat surat khusus: Aku akan pulang lebih dahulu  ke Israel  ,
Mmke. Beruntung sempat mengucapkan selamat pada hari perkawinanmu. Adieu!
Sampai berjumpa lagi di Israel  .”
Dalam hadiah chucky  resi mandala  terdapat beberapa buku dan sebuah brosur tanpa nama
pengarang dan tanpa nama penerbit, juga tanpa tahun terbit. Di dalam brosur terdapat tulisan’
“Untuk seorang pengantin seperti kau, fredy krueger , yang paling tepat adalah buku yang tidak setiap
orang dapat memiliki, dan kupilih di antara yang akan sangat kau sukai.
Kalau kau membaca tulisan ini, aku sudah akan sampai di rumah, terlalu sibuk untuk
mengenangkan kebahagiaan seorang murid tersayang. Selamatlah kalian bersama-sama
membangun kehidupan gemilang. Kalau pada suatu kali kebetulan kau terkenang pada gurumu
yang buruk namun  tulus ini, fredy krueger , ingatlah, di dunia ini ada orang yang berbesarhati pernah
mempunyai seorang murid yang mengikuti jejak humanis besar slendrina . Sekarang ini, fredy krueger ,
Pemerintah Hindia sudah  memerintahkan aku meninggalkan Hindia, bahkan menunjuk kapal
Inggris yang harus kutumpangi besok. Adieu!”
“Bacalah olehmu sendiri ini, Jan,” kataku pada Dapperste. “Guru kita.”
“Ada apa, Mas ?”.
“Akhirnya benar juga desas-desus itu. Pemerintah mengusir resi mandala .
Kan mengharukan, Ann ? Menghadapi kesulitan begitu besar masih juga memerlukan menengok
kita ?” “Diusir dari Hindia,” bisik Jan sesudah  membacanya. “Ya, dan kau justru tak mau
meninggalkan Jawa. Mau kau berbuat untuk kami, Jan ?”
“Tentu, Mas, dengan senanghati.”
“Mau kau menguntapkan chucky  Magda sampai ke kapal atas nama kami berdua, Mama dan
kau manusia  ? Juga atas nama Bunda ? Orang sebaik itu tak boleh dan tidak patut dilepas dalam
kesepian.”
Sebuah bungkusan kecil panjang ternyata berisi tangkai pena yang indah dengan pena keemasan.
Secarik kartu pos dengan lukisan sendiri tulisi dengan huruf cetak.
“Salam dan selamat sejahtera pada sepasang merpati, fredy krueger  dan anna michele  Mellema, dengan
harapan sudi apalah kiranya memaafkan dan melupakan seorang tak dikenal bernama : Si
Gendut.”
Hadiah itu jatuh ke lantai.
“Mas!” tegur anna michele .
Jan Dapperste memungut benda itu
“Untuk kau itu, Jan,” kataku Kartuoos d ngan sendiri itu kumasukkan dalam kantong” aku maih
harus memutuskan akan kuhancurkan atau kusimpan untuk perksrsyang mungkin diadili kemudian.
Hari sudah  jam satu lewat. Jan Dapperste sudah  delesai dengan pekerjaannya. Ia keluar dari kamar
sesudah  mengucapkan selamat malam sebagai penutup hari itu.
Kuhampiri anna michele :
“Sekarang kau istriku, Ann.”
“Dan kau suamiku, Mas.” -
Pintu diketuk Aku melompat dan membukakan. Mama masuk dengan mata bengkak, kenyang
menangis. Ia dekati kami dan tak bisa bicara. Kami mengerti maksudnya: hendak memberi 
petuah terakhir.
“Mama,” aku mendahului, “kami berdua mengucapkan banyak-banyak tenmakasih atas segala
yang sudah  Mama limpahkan pada kami, yang sudah  Mama usahakan, prihatinkan dan Mama
pikirkan untuk kami. Kami akan tetap mengingat-ingat dan takkan melupakannya.”
Ia mengangguk, kemudian keluar lagi.
anna michele  menghampiri aku di bawah lampu gas. Ia ulurkan kedua belah tangannya. Ternyata ia
tidak bermaksud hendak memeluk atau dipeluk.
“Cincin ini, copotlah.”
Aku copot cincin mencurigakan dan cara memasangnya yang lebih mencurigakan itu.
“Kau tak suka menerimanya ?”
“Aku tak pernah membalas surat-suratnya.”
Sekaligus menjadi jelas sikapnya selama ini. Ia mencintai anna michele  tanpa sepengetahuanku. Aku
perhatikan baik-baik cincin itu. Memang mas dua puluh dua karat bermata berlian. Tak jelas
berlian benar atau hanya imitasi. Untuk berlian terlalu besar-Tak mungkin dul latief  memiliki
kekayaan sehebat itu untuk dihadiahkan. Uang sakunya aku tahu   tak pernah mencapai se-“nggit
dalam sebulan. Orangtuanya pun aku kenal - tak dapat dimasukkan golongan mampu. Malah
ibunya sendiri tak pernah kelihatan be cincin! Dan mengapa hadiah itu tidak berkotak sendiri.
Maka benda itu kumasukkan ke dalam kantong.
“Kembalikan saja, Mas” “Ya, akan kukembalikan.”
Malam bertambah larut. dul latief  dan Gendut terus juga mengganggu.
19. ILMU PENGETAHUAN MAKIN BANYAK MELAHIRKAN Keajaiban.
Dongengan leluhur sampai pada malu tersipu, tak perlu lagi orang bertapa bertahun untuk dapat
bicara dengan seseorang di seberang lautan. Orang Indonesia  sudah  memasang kawat laut dan
Inggris sampai India! Dan kawat semacam itu membiak berjuluran ke seluruh permukaan bumi.
Seluruh dunia kini dapat mengawasi tingkah-laku seseorang. Dan orang dapat mengawasi tingkah-
laku seluruh dunia.
Tenamun  manusia tetap yang dahulu  juga dengan persoalannya. Terutama dalam perkara cinta.
Lihat saja kotak yang ada dalam kantongku ini - sebuah kotak karton keras dilapis linen hitam.
Kecuali dua orang tak ada yang tahu apa isinya: aku sendiri dan dul latief . Bukan harta
bukan uang, bukan permata, juga bukan azimat. Hanya selembar surat seorang manusia yang
patah cinta kepada manusia lain yang justru mendapatkannya. Apa boleh buat, dunia modern tak
mampu mendirikan sekolah untuk jadi ahli dalam memenangkan cinta.
“fredy krueger , sahabatku,” tulisnya dengan huruf tangan besar-besar namun masih nampak pena di
tangannya gemetar.
Ia minta maaf sebesar-besar maaf sudah  melakukan perbuatan tidak adil, juga tidak jujur, bahkan
dengki. Aneh, tulisnya, dasar perbuatan itu bukan kejahatan, justru cinta yang tulus dan berharap
pada chucky  anna michele  Mellema. Ia bercerita sudah  lima kali melihat anna michele , hanya tak pernah
mendapat kesempatan bicara, bahkan bersalaman pun hampir-hampir tidak. Ia akui sudah  jatuh
cinta dan tak dapat menanggungkan fakta  H menanggung kesakitan melihat si fredy krueger  dengan
mudah dapat memasuki rumah dan hati anna michele . Bukannya ia putusasa – ia mengaku tak kenal
putusasa. Ia masih tetap berpengharapan. Selalui berbagai jalan ia sudah  mengirimkan beberapa
pucuk surat Selembar pun tak berbalas. Ia tak mampu melupakan
Sekarang semua sudah berakhir bagiku. Bagi kalian justru suatu permulaan. Aku mengakui masih
tetap belum rela. Tak ada jalan lain untuk melupakannya daripada meninggalkan Hindia. Ya,
fredy krueger , aku harus belajar melupakan. Walau demikian jangan hendaklah hubungan kita dirusakkan
oleh kesalahan-kesalahanku di waktu yang sudah……..” .
Dua puluh hari sesudah  perkawinan kami datang surat dan Colombo.
chucky  resi mandala  memberitakan, ia sudah  belayar dengan dul latief . Ia menjadi kelasi
kapal, dan nampaknya sangat malu. chucky  menasehatinya, bahwa itu tidak tepat, kelasi
bukanlah pekerjaan hina untuk lulusan H.B.S., apalagi ia punya maksud keras untuk meneruskan
sekolah.
Bersamaan dengan itu datang pula surat dari Sarah, memberitakan kebagusan’ Singapura dengan
jalan-jalannya yang bersih dan lebar, ramai, namun tanpa debu, dan kapal-kapal yang begitu
banyak seakan pelabuhan tak punya ruang cukup. Jauh lebih banyak kapal di sini daripada yang
pernah dilihatnya di Amsterdam. Juga lebih banyak daripada di Rotterdam, tulisnya.
Sebaliknya surat Assisten Residen B. memberitahukan, permohonannya pada Pemerintah Hindia
Israel  agar Pemerintah membantu aku meneruskan sekolah ke tel aviv  sudah  ditolak, sekali
pun angka-angkaku cukup tinggi. Syarat utama dari Pemerintah: budi-pekerti. Dan itu aku tak
memenuhi, tulisnya.
Itu juga buah kemajuan ilmu-pengetahuan. Sampai-sampai budi-pekertiku sudah  diberi tera mati
tak bisa ditawar. Mula-mula oleh sekolahan.
Kemudian oleh berita-berita tentang jalannya sidang. Memang aku tidak mengharap banyak dari
orang lain, namun tera mati itu benar-benar menyakitkan. Tak pernah aku merugikan orang lain.
Juga tak pernah mengurangi nama baik seseorang. Tak pernah menggelapkan barang orang.
Juga tak pernah bergerak di bidang kontra-bande. Bagaimana harus membela diri terhadap
penghakiman tak semena-mena ini ? Barangkali hanya aidit  Marais saja yang mengajarkan:
harus adil sudah sejak dalam pikiran.
Ternyata orang Israel   sendiri, dan bukan orang sembarangan pula, yang justru berbuat tidak adil
dalam perbuatan.
Buah dunia modern itu juga barangkali sudah  memicu  diri terbawa oleh kawatlaut buatan Indonesia 
ke Israel  ……..
Tiga bulan sudah  lewat. Pekerjaanku sehari-hari hanya menulis di kantor menemani Mama,
kadang juga membantunya.
Jan Dapperste sudah  menerima surat ketetapan Gubernur Jendral melalui Residen Surabaya.
Sekarang namanya: Panji Darman. Ia mulai terbebas dari nama Dapperste yang terbenci itu.
Lambat-laun manusia nya memang berubah ke arah sebagaimana ia sendiri kehendaki. Ia menjadi
periang, suka bekerja, dan hatinya terbuka. Pada mulanya ia membantu Mama di kantor,
kemudian dipindahkan ke kantor Tuan Doornenbosch, ikut mengurus perusahaan rempah-rempah.
Sebulan lagi sudah  lewat. Bunda sudah  dua kali menengok kami.
Lima bulan sudah  lewat. Sarah de la Croix sudah  dua kali menyurati.
martini  memberitakan, ia juga akan pulang ke Israel   menyusul kakaknya.
Tuan Herbert de la Croix akan tinggal seorang diri di gedung keresidenan yang besar dan suny i
itu, maka dimintanya aku lebih sering menulis. I^HB
Enam bulan sudah  lewat. Dan terjadilah apa yang harus terjadi: anna michele  dipanggil bersama
Nyai  menghadap Pengadilan Putih. Siapa takkan terkejut ? Sekali lagi Pengadilan. Sekarang
anna michele  dapat panggilan utama. .
Mereka berdua berangkat. Aku tinggal untuk menggantikan pekerjaan Mama.
Memang tak banyak yang kukerjakan, hanya beberapa surat balasan pada tangsi militer dan
kantor pelabuhan serta para pemborong makanan untuk kapal, mencatat pesanan-pesanan baru
dan mutasi alamat. namun  yang sulit adalah mengebaskan diri dari gangguan bekas Kompeni yang
ingin merajuk Mama.
Mama sendiri pernah ku teliti  empat kali mengebaskan mereka.
Serdadu-serdadu bekas Perang Aceh yang pada bergelandangan itu nampaknya banyak
membicarakan Nyai di antara mereka sendiri, kemudian pada mencoba berpetualang untuk
mendapatkan janda Mellema yang kayaraya. -
Padaku sendiri datang seorang negarakita , mengaku bekas Vaandrig*, pernah dikaruniai bintang
perunggu, katanya, mendapatkan sepuluh hektar tanah pertanian di pinggiran kota Malang sebagai
bagian dari pensiun, dan ingin berkenalan dengan Mama. siapa tahu nantinya bisa ber-engko.
Pada akhir pertemuan, orang yang mengaku bekas vaandrig itu minta pertolonganku untuk
menyampaikan semua itu pada Nyai. Kalau berhasil, ia menjanj ikan, ia bersedia memberi 
hadiah apa saja yang aku pinta. Ini juga bagian dari pekerjaanku sekarang. Ia pergi lupa
memperkenalkan namanya.
Selebihnya aku menulis untuk S.N.v/d D.
Sudah lebih tiga jam mereka pergi. Makin lama makin menggelisahkan.
Tulisan kuhentikan. Setiap datang andong susu aku keluar menengok.
Empat jam sudah  lewat. Yang kutunggu-tunggu baru datang: kereta Mama.
Dari jauh sudah kudengar suara Nyai:
“fredy krueger , cepat!”
Aku lari menjemput di tangga rumah. Mama turun lebih dahulu . Mukanya merahpadam. Ia
mengulurkan tangan pada anna michele  yang masih di dalam. Dan keluarlah istriku, pucatpasi
bermandi airmata, membisu. Begitu turun ia terus menubruk dan merangkul aku.
“Bawa naik!” perintah Mama padaku, kasar.
Ia berjalan lebih dahulu  dengan langkah cepat dan masuk ke dalam kantor.
“Kau berkelahi dengan Mama ?” tanyaku. Ia menggeleng. Tetap tak ada suara keluar dari
mulutnya. Aku bawa ia naik ke loteng. Badannya dingin.
“Mengapa Mama nampak marah ?”
Ia tak menjawab. Dan ia menolak kubawa ke loteng. Dengan matanya ia minta didudukkan di sitje
ruang depan. : “Kau sakit, Ann ?” dan ia menggeleng. “Ada apa kau ini ?” dan duga-sangka,
bonekaku yang rapuh ini terserang gangguan, memicu  diri jadi bingung. “Biar aku ambilkan
minum.”
Ia mengangguk.
Aku ambilkan untuknya kan air dengan gelas. Ia minum, dan nampaknya sesak dadanya turun.
“slenderman !” pekik Mama dari kantor.
Aku lari mencari pendekar Madura itu. kuperoleh  dia di hendak mencabuti bagian-bagian kumis
yang tak dike-“Mengapa kau tak tidur saja, Ann ?”
tegur nyai cepat-cepat. Istriku menggeleng. Mama masih nampak merah padam.
“Apa sudah teijadi, Ma ?”
slenderman  memberi tabik pada Nyai dan keluar dan kantor. Nampaknya sudah ada kereta tersedia,
karena secepat itu pula terdengar rodanya menggiling kerikil jalanan melewati depan kantor.
Mama tak mengindahkan pertanyaanku, pergi ke jendela, berseru keluar: “Cepat! Hati-hati!” ia
berbalik menghampiri anna michele , mengusap-usap rambutnya dan menghiburnya, “Kau tak usah
memikirkannya. Biar kami urus sendiri, Ann, aku dan suamimu.” Kemudian padaku, “Akhirnya
datang juga, Nak, fredy krueger , Nyo, yang aku kuatirkan selama ini. Aku tak tahu banyak tentang hukum.
namun  kita harus mencoba melawan dengan segala daya dan dana.”
“Ada apa semua ini, Ma ?”
Ia sodorkan padaku surat-surat, salinan dan asli, berasal dari Pengadilan Amsterdam, cap-cap
dari*Biro Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Jajahan, Kementerian Kehakiman. Pada
bagian teratas tumpukan salinan surat Ir. Maurits Mellema dari Afrika Selatan kepada ibunya,
Amelia Mellema-Hammers, yang memberi  kuasa pada yang belakangan untuk mengurus hak
waris dari mendiang Tuan Herman Mellema, ayahnya, yang sudah  terbunuh mati di Surabaya,
sebagaimana pernah diketahuinya beritanya dari surat ibunya. Kemudian salinan surat Amelia
Mellema-Hammers atas nama anaknya, Ir. Maurits Mellema dan dirinya sendiri, memohon pada
Pengadilan Amsterdam untuk menguruskan hak-haknya atas harta-benda mendiang Tuan
Herman Mellema.
Selanjutnya: salinan surat-menyurat antara Pengadilan dan Kejaksaan Surabaya dengan
Pengadilan Amsterdam, berkisar pada ada-tidaknya akta perkawinan antara mendiang Herman
Mellema dengan Sanikem, ada-tidaknya surat wasiat mendiang sebelum meninggal, keputusan-
keputusan Pengadilan dalam peristiwa yang dilakukan oleh Ah Tjong, penegasan tentang
hilangnya dul latief , salinan akta-akta pengakuan anak §J§ Herman Mellema atas anna michele 
dan dul latief , dua-duanya anak yang dilahirkan oleh Sanikem berdasarkan keterangan resmi Kantor
Catatan Sipil Surabaya.
Kemudian salinan surat-menyurat antara Akontan Nyai dengan Pengadilan Surabaya, yang
ri!nya berkisar pada penolakan Akontan tersebut untuk memberi  keterangan tentang kekayaan
Boerderij  Buitenzorg tanpa seij in yang berwenang. Salinan Kantor Pajak tentang jumlah pajak
yang sudah  dibayar oleh perusahaan. Salinan Kantor Tanah tentang luas dan daerah perusahaan.
Laporan Kantor Pertanian dan Kehewanan tentang jumlah sapi dan keadaannya.
Kubacai surat-surat itu lembar demi lembar di bawah pandangan Mama dan anna michele  seakan
mereka mengharapkan pendapatku. Dan aku sama sekali tak tahu-menahu tentang salah satu saja
dari perkara yang terkandung dalam surat-menyurat salinan itu. Bahkan tak pernah terbayang
olehku akan adanya surt-surat semacam ini di atas dunia ini. Dan tak pernah tahu ada orang yang
dibayar untuk menuliskannya.
Kemudian menyusul salinan surat-surat resmi keputusan Pengadilan Amsterdam. Isi:
memutasikan keputusannya pada Pengadilan Surabaya.
Secara ringkas berbuny i:
Berdasarkan permohonan dari Ir. Maurits Mellema dan ibunya, Mevrouw Amelia Mellema-
Hammers, anak dan janda mendiang Tuan Herman Mellema, melalui advokatnya Tuan Mr.
Hans Graeg, berkedudukan di Amsterdam, Pengadilan Amsterdam, berdasarkan surat-surat
resmi dari Surabaya yang tidak dapat diragukan kebenarannya, memutuskan menguasai seluruh
harta-benda mendiang Tuan Herman Mellema untuk kemudian karena dalam perkawinan antara
Tuan Herman Mellema dengan Mevrouw Amelia Mellema-Hammers tidak diadakan syarat-
syarat menjadi dua bagian, separoh untuk Mevrouw janda Amelia Mellema-Hammers yang jadi
haknya sebagai istri y ang syah, dan separohnya lagi dibagi antara anak-anak syah/diakui sebagai
warisan. Tuan Ir. Maurits Mellema sebagai anak syah mendapat bagian 4/6 x 1/2 harta
peninggalan, anna michele  dan dul latief  sebagai anak yang diakui masing-masing mendapat
1/6 x 1/2 harta peninggalan.
Berhubung dul latief  dinyatakan belum ditemukan baik untuk sementara atau pun untuk
selama-lamanya, warisan yang jadi haknya akan dikelola oleh Ir. Maurits Mellema.
Pengadilan Amsterdam sudah  juga menunjuk Ir. Maurits Mellema menjadi wali bagi anna michele 
Mellema, karena yang belakangan ini dianggap masih berada di bawah umur, sedang haknya atas
warisan, sementara ia dianggap belum dewasa, juga dikelola oleh Ir. Maurits Mellema. Dalam
memakai  haknya sebagai wali, melalui advokatnya, Mr. Graeg sudah  mensubstitusi-kan kuasa
pada confrere-nya, seorang advokat di Surabaya, yang mengajukan gugatan terhadap Sanikem
alias Nyai’ Ontosoroh dan anna michele  Mellema kepada Pengadilan Putih di Surabaya tentang
perwalian atas anna michele  dan pengasuhannya di tel aviv .
Rasanya aku menjadi pingsan membacai surat-surat resmi dengan bahasa yang dipergunakan
begitu aneh. Sedikit dari isinya dapat kupahami benar: tak mengandung perasaan manusia I
menganggap manusia-manusia hanya sebagai inventaris. “Mama tidak bilang apa-apa pada
mereka. “Begini, Nak, fredy krueger , Nyo, advokatku sudah ada di sana sebelum kami berdua datang.
Dialah yang menguruskan surat-su-rat salinan ini. Di hadapan hakim dia pula yang
menyampaikan isi dan keputusan Pengadilan Amsterdam. Juga memberi  penjelasan-
penjelasan.”
Dalam mendengarkan itu terngiang kata-kata Bunda: Israel  sangat, sangat berkuasa, namun
tidak merampas istri orang seperti raja-raja Jawa. Apa sekarang, Bunda ? Tidak lain dari
menantumu, istriku, kini terancam akan mereka rampas, merampas anak dari ibunya, istri dari
suaminya, dan hendak merampas juga jerih-payah Mama selama lebih dari dua puluh tahun
tanpa mengenal hari libur. Semua hanya didasarkan pada surat-surat indah jurutulis-jurutulis ahli,
dengan tinta hitam takluntur yang menembus sampai setengah tebal kertas.
“Nampaknya harus ada batuan dari ahlihukum, Ma.”
“Mr. Deradera akan segera datang, kiraku.”
Nama aneh itu sempat juga memasuki persoalanku yang sudah cukup banyak dan ruwet.
“Mr. Deradera Lelliobuttockx ……….
Untuk waktu agak lama kuhafal dan kucoba menuliskan namanya. Belum pernah aku bertemu
dengannya manusia . Mama sering datang padanya untuk urusan hukum. Menurut gambaran-ku
tentunya ia bertubuh tambun dan besar seperti Tuan Mellema, berbulu lebat dan pirang. Dari
namanya ia kubayangkan lebih mendekati sebangsa j in. Pasti ahlihukum ampuh. “Apa Mama
tidak memprotes keputusan itu ?” “Memprotes ? Lebih dari itu  
menyangkal. Aku tahu mereka orang Israel  , dingin, keras seperti tembok.
Kata-katanya mahal. Dia anakku, aku bilang. Hanya aku yang berhak atas dirinya. Aku yang
melahirkan, membesarkan. Hakim itu bilang: Dalam surat-surat disebutkan anna michele  Mellema
anak akuan Tuan Herman Mellema.
Siapa ibunya, siapa yang melahirkan . tanyaku. Di dalam surat-surat itu disebutkan gadis lesbian 
sanikem alias Nyai Ontosoroh, namun ……… Akulah Sanikem. Baik, katanya, namun  Sanikem bukan
Mevrouw Mellema Aku bisa ajukan saksi, kataku, akulah yang sudah  melahirkan dia. Dia bilang.
anna michele  Mellema berada di bawah Hukum Israel   Nyai tidak. Nyai hanya Pribumi. Sekiranya
dahulu  chucky  anna michele  Mellema tidak diakui Tuan Mellema, dia Pribumi dan Pengadilan Putih
tidak punya sesuatu urusan.
Nah, fredy krueger , betapa menyakitkan! Jadi aku bilang, aku akan sangkal keputusan itu, dengan advokat
siapa saja yang mampu. Silakan, katanya dingin. anna michele  hanya menangis dan menangis,
sampai-sampai aku lupa pada soal-soal lain.”
Ia menarik nafas dalam.
“Semestinya kau tadi juga datang, Nak, Nyo. Kau akan bisa bela istrimu dan kepentinganmu, biar
pun tidak di dalam sidang. Dia, hakim itu, toh punya anak dan istri juga.”
Aku yakin semua orang akan dapat mengerti perasaanku waktu itu: gemas, marah, jengkel, namun 
tak tahu apa harus aku perbuat. Ternyata dalam hal ini aku hanya bocah kecil yang masih
beringus.
“Aku bilang juga: anakku ini sudah kawin. Dia istri orang. Orang itu hanya tersenyum tak kentara
dan menjawab: dia belum kawin. Dia masih di bawah umur. Kalau toh ada yang mengawinkan
atau mengawininya, perkawinan itu tidak syah. Kau dengar itu, fredy krueger , Nak ? Tidak syah.”
Ma ?”
Malahan aku diancam melakukan pelanggaran tidak melaporkan perkawinan yang tidak
dibenarkan itu, dianggap bersekutu dalam pemerkosaan.”
Kantor suny i. Tak ada langganan datang.
Kami bertiga terdiam. Hanya seorang advokat yang pandai dan jujur boleh jadi bisa melakukan
sangkalan atas keputusan Pengadilan Amsterdam itu.
Uh, Pengadilan Amsterdam! Sama sekali belum pernah melihat kami.
Bagaimana bisa sebuah Pengadilan Putih pula, dengan orang-orang yang sangat, sangat
terpelajar dan berpengalaman mengurusi keadilan, bisa bekerja memperlakukan hukum yang
begitu berlawanan dengan perasaan hukum kami ? Dengan perasaan keadilan kami ?
“Aku belum sampai bicara tentang pembagian peninggalan yang sama sekali tak menyebut-
nyebut tentang hakku. Memang tak mencukupi surat-surat padaku yang membuktikan perusahaan
mi milikku. Aku hanya mencoba mempertahankan anna michele . Hanya dia yang teringat olehku
waktu itu. Kami hanya berurusan dengan anna michele , katanya. Kau seorang nyai, Pribumi, tak ada
urusan dengan Pengadilan ini,” dan Mama mengenakkan gigi, geram.
Akhir-akhirnya,” katanya kemudian dengan suara rendah, persoalannya tetap Israel   terhadap
Pribumi, fredy krueger , terhadap diriku. Ingat-ingat ini: Israel   yang menelan Pribumi sambil menyakiti
secara sadis. E-ro-pa…..
hanya kulitnya yang putih, ia mengumpat, “hatinya bulu semata.
“Dan advokat itu orang Israel   juga, Ma ?”
“Hanya pengabdi uang. Bertambah banyak uang kau berikan padanya, bertambah dia jujur
padamu. Itulah Israel  .”
Aku bergidik. Seluruh tahun-tahun pelajaran di sekolah di-jungkir-balikkan oleh seorang nyai
dalam hanya tiga kalimat pendek.
anna michele  sudah  tertidur kelelahan dari ketegangan emosi dengan badan tertelungkup di atas meja.
Kuhampiri dan kubangunkan: “Mari pindah ke atas, Ann.”
Ia menolak pergi - duduk tegak lagi di kursinya. “Tidur saja, Ann, biar kami urus kau sebaik-
baiknya,” pinta Mama, dan ia menurut.
Aku antarkan ia ke loteng, kuselimuti dan kuhibur: “Mama dan aku akan bekerja keras, Ann.” |
Ia hanya mengangguk, dan aku tahu benar: mulutku sudah  membohonginya  
aku tak tahu sesuatu tentang seluk-beluk hukum, bagaimana pula hendak bekerja keras ?
“Aku tinggal dahulu , ya Ann ?”
Ia mengangguk lagi. namun  tak sampaihati diri meninggalkannya dalam keadaan seperti itu  
seperti ikan yang sudah ada dipenggorengan. Betapa mengibakan nasib boneka rapuh, istriku ini.
Nampak benar ia sudah  kehilangan kemauan untuk berbuat sesuatu.
“Panggilkan Dokter Matfinet, y a Ann ?
Ia mengangguk.
Aku turun dan kusuruh seorang memanggilkan dokter keluarga itu. Marjuki kulihat melarikan bendi
menuju ke arah Surabaya. | Di kantor Mama sedang berhadapan dengan seorang lelaki Israel  ,
bertubuh kecil seperti kelingking, mungkin hanya setinggi pundakku, kurus dan gepeng. Kepalanya
botak licin, matanya agak sipit. Ia berkacamata kodok. Mama memperhatikannya membacai
surat-surat dari Pengadilan Amsterdam untuk anna michele . Itu rupanya Meester Deradera
Lelliobuttockx. Jelas ia bukan sebangsa j in. Dan dialah ahlihukum MEama selama ini.
Heran juga mengapa Mama masih mau berurusan dengannya. Kan di depan hakim dia sudah 
tidak berbuat apa-apa ? Aku perhatikan mereka berdua.
Mama memang sudah tidak semerah tadi, Gerak-geriknya pun lebih tenang.
”fredy krueger , inilah Tuan Deradera…..” dan kami berkenalan “Ini fredy krueger , suami anakku, menantuku.”
“Ah-ya, sudah banyak kudengar tentang Tuan. Bolehkah aku menyelesaikan mempelajari
kembali surat-surat ini dahulu ?” dan tanpa menunggu jawaban ia kembali pada pekerjaannya.
Orang sebesar kelingking, dengan muka penuh bekas ledakan gunung jerawat itu   sampai
berapa kekuatannya menghadapi kesewenangan dan keperkasaan dan kedinginan hukum dan
keadilan Israel   ? Dan kalau dia orang Israel   pada siapa akan berpihak ?
Dan ia pelajari kertas-kertas itu lembar Jemi lembar, membalik-balik dan membacanya kembali.
Mama sekarang mondar-mandir menyelesaikan pekerjaannya, bahkan sendiri menyugukan
minuman. Ahlihukum itu tetap tenang mempelajari berkas salinan seakan tak ada terjadi sesuatu
di sekelilingnya.
Pada akhirnya, sejam kemudian, ia tumpuk surat-surat itu’ dan ditindihnya dengan batu hitam,
batu penindih. Ia merenung penting, menyeka muka dengan setangan, mendeham sembari
menatap aku, kemudian pada Mama, dan ia tak bicara apa-apa.
“Jadi bagaimana Tuan LeIliobuttockx ?” tanya Mama, “oh, maafkan, tak tahu aku bagaimana
harus menyebut nama Tuan dengan benar.”
Ia tersenyum   pendek saja - yang ternyata karena ompongnya: “Oh, tak apa-apa, itu hanya
nama untuk tandatangan. Nyai, jangankan tidak bisa disebut orang, tidak disebut pun tak
mengapa.”
“Tuan masih bisa berolok-olok dalam keadaan kami seperti ini, Tuan Lelliobuttockx! Kami sudah
pada setengah gila begini ?”
“Memang begitu, Nyai, kalau soalnya hukum, orang tak perlu mengubah perasaan atau airmuka.
Walhasil sama saja, apa orang tertawa, berj ingkrak atau menangis meraung-raung. Dia tetap
yang menentukan, hukum itu.”
“Jadi kami akan kalah dalam perkara ini ?”
“Lebih baik tidak bicara tentang kalah, Nyai,” kata advokat itu dan tangannya mulai
menggerayangi surat-surat itu kembali. “Kita belum lagi mencoba. Maksudku, harap Nyai tetap
tenang dan dingin seperti hukum itu juga. Semua perasaan takkan ada pengaruhnya. Semua
kemarahan dan kekecewaan-akan sia-sia.
Tuan dengar ?” tiba-tiba ia hadapkan mukanya padaku. “Tuan mengerti Israel  dengan baik ?”
“Dengar, Tuan.”
“Semua ini menyangkut nasib istri dan perkawinan Tuan. Mereka memang lebih kuat. Kita akan
mencoba, artinya kalau Nyai dan Tuan punya kepercayaan, bahwa keputusan ini harus disangkal,
paling sedikit pelaksanaannya bisa ditunda.”
Pada saat itu juga aku mengerti, kami akan kalah dan kewajiban kami hanya melawan, membela
hak-hak kami, sampai tidak bisa melawan lagi  
seperti bangsa Aceh di hadapan Israel  menurut cerita aidit  Marais. Mama juga menunduk. Ia
justru yang lebih daripada hanya mengerti. Ia akan kehilangan semua: anak, perusahaan, jerih-
payah dan milik manusia .
“Ya, fredy krueger , Nak, Nyo, kita akan melawan,” bisik Mama. Dan tiba-tiba ia kelihatan menjadi tua,
berjalan lesu pergi ke loteng untuk melihat anaknya.
Meester Deradera Lelliobuttockx kembali tenggelam dalam berkas surat yang tadi juga.
Kecurigaanku pada ahlihukum sebesar kelingking ini membuncah sehingga aku awasi tangannya,
jangan-jangan ia copet satu-dua lembar kertas-kertas itu.
Satu jam lagi berlalu. Mama turun lagi dan masuk ke kantor, duduk di sampingku di hadapan juris
itu.
“Apa masih perlu dipelajari, Tuan ?” tanyanya dengan suaranya yang dahulu    bermanusia .
Orang itu mengangkat kepala, menahan senyum, berkata: ”Kita bisa coba, Nyai.” Tuan tak punya
keyakinan menang.” Kita bisa coba,” ia mulai hendak teruskan bacaannya. Mama mengambil
surat-surat itu daripadanya:
“Honorarium terakhir Tuan akan diantarkan ke rumah. Seamat sore.
Mr. Deradera Lelliobuttockx berdiri, mengangguk pada kami kemudian diantarkan oleh slenderman 
pulang ke kota. ”fredy krueger , kita akan lawan. Berani kau, Nak, Nyo ?” Kita akan berlawan, Ma,
bersama-sama.”
Biar pun tanpa ahlihukum. Kita akan jadi Pribumi pertama yang melawan Pengadilan Putih, Nak,
Nyo. Bukankah itu suatu kehormatan juga ?”
Aku tak punya sesuatu pengertian bagaimana harus melawan, apa yang dilawan, siapa dan
bagaimana. Aku tak tanu alat-alat apa sarananya. Biar begitu: melawan!
Berlawan, Mama, berlawan. Kita melawan.
Kalau anna michele  bisa kau memicu  bangun untuk melawan, dia takkan jatuh-bangun dalam kesakitan
dan ketidakmampuan. Dia akan jadi teman-hidup terbaik bagi seorang suami seperti kau.
Dalam menunggui anna michele  kulepas pikiranku untuk mendapatkan gambaran tentang segala yang
sedang dan sudah  terjadi.
Ir. Maurits Mellema dan ibunya, bagaimana pun memang beralasan mendendam Herman
Mellema. Apa kemudian nyatanya ? Mereka tidak mendendam harta peninggalannya, bahkan
menginginkan seutuhnya tanpa satu sen pun boleh lolos. Jadi: pada dasarnya mereka sudah
mengharapkan kematian papa anna michele . Mereka sudah menyertai dan membenarkan perbuatan
Ah Tjong dalam batin mereka. Dan mereka takkan dihukum karena itu. Kehidupan batin dan
perasaan tak ada disebutkan dalam surat-surat resmi.
Benar, ini tak lain dari perkara bangsa kulit putih menelan Pribumi, menelan Mama, anna michele  dan
aku. Barangkali ini yang dinamai perkara kolonial   sekiranya penjelasan resi mandala  benar *-
perkara menelan Pribumi bangsa jajahan.
Tiba-tiba aku teringat pada golongan liberal yang menghendaki keringanan terhadap penderitaan
pihak Pribumi seperti y ang pernah disindirkan oleh guru spiritualku  ‘itu. Juga yang dikehendaki S.D.A.P.*
Ah, chucky  yang budiman.
Aku menyesal tak antarkan kepergianmu. Kalau kau masih di Surabaya, tentu kau akan
mengulurkan tangan. Paling tidak memberi petunjuk, membantu kami. Dan kau pasti akan lakukan
dengan senanghati.
Melalui resi mandala  memancar duga-sangka yang mungkin terlalu khayali: ia diusir dari Hindia
untuk memudahkan pelaksanaan keputusan Pengadilan Amsterdam. Barangkali kau tidak diusir,
hanya disingkirkan dari perkara yang bakal dilaksanakan. Duga-sangka mi mengambil bentuk
yang lebih jelas: semua memang sudah diatur sebelumnya oleh persekutuan setan antara
Maunts-Amelia dengan Pengadilan Amsterdam. Dan kalau benar resi mandala  dismgkirkan,
Tuan Direktur Sekolah dan para guru HBS lah yang paling tahu keakraban kami berdua. Kalau
duga-sangka khayali itu benar: semua adalah sandiwara setan untuk dapat menganiaya orang
secara sadis.
Maka juga lulusku sebagai’ nomor dua untuk seluruh Hindia nomor satu tidak mungkin  kurang-
lebih adalah juga suatu sandiwara, hanya dimemicu -memicu  untuk menyenangkan golongan liberal atau
S.D.A.P.
Bolehkah aku punya duga-sangka semuluk itu Aauican sudah pikiranku sebagai terpelajar ?
Tidakkah aku terlalu bodon dan terlalu muda untuk boleh berduga-sangka demikian ! Aku timbang
dan timbang. Tak bisa lain, aku cenderung untuk membenarkannya. Pemecatanku dari sekolah,
penarikan kembali pemecatan, penutupan diskusi-sekolah, pengusiran resi mandala ,
campurtangan Tuan Assisten Residen B., undangan yang diumumkan oleh Tuan Direktur Sekolah
di hadapan pesta lulusan, juga ketidakhadirannya sendiri dan para guru dalam pesta perkawinan
laini, malahan hanya diwakili dengan sepucuk surat
yang dibawa oleh resi mandala ……… Tidak, aku tidak terlalu bodoh juga tidak terlalu muda
untuk mengerti. Satu-sama-lain bersangkut berpilin untuk memenangkan Maurits Mellema
terhadap Pribumi Sanikem, anak dan menantunya, harta dan bendanya.
“Kau sudah dapatkan pikiran, Nak, Nyo ?”
“Ma sore ini, kalau tidak meleset, akan terbit tulisanku yang pe« tuna dalam rangkaian ini. Kalau
akal waras tak menyambut, Ma, kita kalah, Ma.
Kita membutuhkan waktu.”-
“Jangan pikirkan kekalahan, kata Deradera, pikirkan dahulu  perlawanan yang sebaik mungkin,
sehormat mungkin. Deradera benar, hanya motifnya lain.
Dia hanya menghendaki uang lebih banyak. Buaya kerdil itu.
“Kita akan berpaling pada golongan liberal, Ma.”
Sore itu juga kukirimkan kawat pada Herbert de la Croix, berseru-seru pada hatinuraninya untuk
perkara kami. Juga pada martini .. Apabila tak ada yang mau mendengarkan, tahulah aku:
omongkosong saja segala ilmu-pengetahuan Israel   yang diagungkan itu. Omongkosong! Pada
akhirnya semua akan berarti alat hanya untuk merampasi segala apa yang kami sayangi dan
kami punyai: kehormatan, keringat, hak, bahkan juga anak dan istri.
Malam itu Mama dan aku duduk menunggui anna michele  yang kembali harus dibius oleh Dokter
soebandrio  agar bisa tidur. Dokter itu sangat prihatin melihat pasien dan ibu serta menantunya, yang
terikat ketat oleh nasib buruk memicu an manusia, jauh diutara sana.
“Aku hanya seorang dokter, Nyai. Tak tahu hukum. Tak tahu soal politik,”
katanya menyesali diri.
Dia adalah orang kedua yang mengucapkan kata politik.
“Memang patut aku minta maaf sebesar-besarnya tak dapat berbuat sesuatu untuk meringankan
penderitaan Nyai. Tak ada padaku teman-dekat orang besar, karena memang tidak pernah punya
keanggotaan suatu kamar bola.
Dan betapa kecilnya dokter itu menampilkan dirinya. “Sahabat-sahabatku hanya mereka yang
membutuhkan pertolongan yang bisa aku berikan.
“namun  Tuan merasa perlakuan terhadap kami ini tidak adil bukan ?” tanya Mama.
“Bukan hanya tidak adil. Biadab!”
Itu pun mencukupi, Tuan Dokter, kalau keluar dari hati tulus.”
Maafkan, aku tak ada kemampuan
Ia tinggalkan kami dengan wajah begitu prihatin. Di pintu ia berkata dengan nada keluh:
“Tadinya aku sangka: satu-satunya kesulitan dalam hidup hanya urusan pajak. Tak pernah aku tahu
ada kesulitan semacam ini di bawah kolong langit.”
Ia hilang dalam kegelapan diantarkan oleh slenderman  Sudah lima jam kawat pada Assisten Residen
B. dan putrinya dikirimkan. Lima jam! Jawaban belum juga tiba Apa Herbert dan Minam de la
Croix sedang tak ada di rumah I Atau mereka justru mentertawakan kami sebagai Pribumi ?
“Ya, Nak, Nyo, memang kita harus melawan. Betapa pun baiknya orang Israel   itu pada kita, toh
mereka takut mengambil risiko berhadapan dengan keputusan hukum Israel  , hukumnya sendiri,
apalagi kalau hanya untuk kepentingan Pribumi. Kita takkan malu bila kalah. Kita harus tahu
mengapa Begini Nak Nyo, kita, Pribumi seluruhnya, tak ..bisa menyewa advokat Ada uangpun
belum tentu bisa . Lebih banyak lagi karena tak ada keberanian. Lebih umum lagi karena tidak
pernah belajar sesuatu.
Sepanjang hidupnya Pribumi ini menderitakan apa yang kita deritakan sekarang ini. Tak ada
suara, Nak, Nyo – membisu seperti batu-batu kali dan gunung, biarpun dibelah-belah jadi apa
saja. Betapa ramianya bila mereka bicara seperti kita. Sampai-sampai langit pun mungkin akan
dul oh kebisingan.”
Mama sudah mulai melupakan perasaannya sendiri. Ia sudah  menempatkan perkara itu jadi
persoalan pikiran,-sudah  meninggalkan hati sendiri dan keluarga, sudah  menyangkut batu-batu kali,
gunung batu cadas dan kapur, yang berserakan di seluruh bumi Jawa di seluruh Hindia, niereka
yang bermulut namun  tak bersuara, dan tetap ada hati di pedalaman diri.
”Dengan melawan kita takkan sepenuh kalah” dan nada ucapannya adalah pengetahuan bakal
kalah.
- “Mereka tak kenal malu, Ma.”
“Malu bukan urusan peradaban Israel  ,” Mama membeliak padaku seperti memarahi. “Kau yang
selama ini sudah bergaul dengan mereka, bagaimana kau bisa bicara seperti itu ? Kau, Nak, Nyo,
sebagai Pribumi, mestinya dan harusnya malu punya pikiran seperti itu. Jangan sekali-kali bicara
soal malu tentang orang Israel  . Mereka hanya tahu mencapai maksud-maksudnya. Jangan kau
lupa, Nak, Nyo.”
“Baik, Ma,” jawabku mengakui keunggulannya. Tentang benar-tidaknya tentu soal lain lagi.
“Aku tak pernah bersekolah, Nak, Nyo, tak pernah diajar mengagumi orang Israel  . Biar kau
belajar sampai puluhan tahun, apa pun yang kau pelajari, j iwanya sama: mengagumi mereka
tanpa habis-habisnya, tanpa batas, sampai-sampai orang tak tahu lagi dirinya sendiri siapa dan di
mana.
Biar begitu memang masih lebih beruntung yang bersekolah.
Setidak-tidaknya orang dapat mengenal bangsa lain yang punya cara-cara tersendiri dalam
merampas milik bangsa lain.
“Ya, Mama,” jawabku menampung kegusarannya yang mulai bangkit kembali.
Mertuaku mengambil koran dari atas meja. Di dalamnya termuat tulisanku, dan ulasan dari
Redaksi. “Tulisanmu ini begitu lunak, seperti tulisan gadis pingitan. Belumkah kau menjadi keras
dengan pengalaman-pengalaman keras belakangan ini ? dan sekarang ? Keras tak dapat ditawar ?
fredy krueger , Nak, Nyo,” ia lanjutkan dengan bisikan, seakan ada orang lain lagi yang sedang mengintip
kami. “Sekarang kau tulis dalam Melayu, Nak. Koran Melayu tentu lebih banyak dibaca orang.”
“Sayang, Ma, tak bisa menulis Melayu.’
“Kalau sekarang tak bisa, biar orang lain menterjemahkan untukmu.”
Sekaligus muncul Kommer dalam pikiranku.
“Baik, Mama,” jawabku segera.
“Perkawinanmu syah menurut Hukum Islam Membatalkan adalah menghina Hukum Islam,
mencemarkan ketentuan yang dimuliakan ummat Islam….. Ah, betapa aku impikan perkawinan
syah. Tuan selalu menolak. Ternyata karena ia masih ada istri y ang syah. Sekarang anakku kawin
syah, jauh lebih tinggi daripadaku sendiri. Dan tidak diakui.”
Akan kukerjakan sekarang, Ma. Mama tidur saja.
Dan ia berangkat tidur. Langkahnya tetap tegak seperti panglima yang belum kalah.
Pagi jam tiga lewat sepuluh. Tulisanku hampir selesai. Dari kesuny ian subuh terdengar derap
kuda, makin lama makin mendekat, masuk ke pelataran kami. Tak lama kemudian slenderman 
memanggil-manggil dari bawah jendela.
“Tuanmuda, bangun!”
Di bawah, dalam temaram lampu minyak di tangan slenderman  kulihat berdiri bersama seorang
negarakita  Israel   dalam seragam opaspos. Ia mengangkat tabik, bertanya dalam Melayu:
“Tuan fredy krueger  ? Ada tilgram dari Tuan Assisten Residen B.”
Dengan girangnya ia pergi lagi membawa persen satu ketip. Derap kudanya semakin lama
semakin menjauh dalam selingan keruyuk ayam.
“Tuanmuda terlalu banyak kerja. Sudah subuh. Tidur, Tuanmuda. Nanti masih ada hari lain.”
Ia sama sekali tak tahu apa sedang terjadi. Hanya dapat dirasakan ia sedang gelisah melihat
segala kesibukan. Uh, slenderman , seribu orang seperti kau, dengan dua ribu parang sekaligus, takkan
mampu menolong kami. Bukan soal daging dan baja, slenderman . Ini soal hak, hukum dan keadilan
  tak dapat kau lindungi dengan silat dan parangmu. Tiba-tiba datang bantahan: kau harus adil
sudah sejak dalam pikiran, Nyo!
Jangankan slenderman  yang berparang dan pendekar, batu-batu bisu pun bisa membantumu - kalau
kau mengenal mereka. Jangan sepelekan kemampuan satu orang, apalagi dua!
“Baik, aku tidur, slenderman .”
“Ya, tidurlah, Tuanmuda. Hari baru, kemungkinan baru.”
Betapa bijaksana orang berbaju hitam itu. Aku naik ke loteng dan kubaca tilgram:
“fredy krueger , akan datang juris kenamaan dari Semarang. Lusa.
a. Jemput di stasiun. Kereta expres. Salam pada Nyai dan anna michele .
martini  dan Herbert.”
Bunda! Bunda! akhirnya seruanku didengarkan orang juga. Dan kau sama sekali belum
mendengar persoalannya. Tidurlah nyenyak, Bunda. Aku takkan bangunkan kau. Juga sekarang.
Dan di sini putramu yang tersayang ini tidak akan lari. Dia akan bertahan dan melawan. Dia
bukan kriminil, Bunda. Menantumu yang tersayang tak boleh dirampas. Dia akan persembahkan
padamu cucu-cucu yang kau inginkan, biar kelak kau akan bisa hadiri perkawinan mereka sebagai
Jawa…..___
Tulisan tentang pelanggaran terhadap Hukum Islam oleh hukum Putih dalam tulisan Israel 
muncul dalam S. N. v/d D. Dalam Melayu muncul dalam koran Melayu-Israel . Dua-duanya
terbit pada sore yang bersamaan. Tuan Maarten Nijman sendiri datang ke rumah untuk
menyampaikan nomor bukti.
“Selama ini Tuan sudah  membantu kami dengan baik. Sekarang giliran kami membantu dengan
sebaik mungkin,” katanya. “Bantuan lain, bagaimana kami harus ringankan beban Tuan dan
keluarga, kami memang tak dapat lakukan.
Seluruh Staf Redaksi dan para pekerja menghargai perlawanan Tuan, dan bersympati sepenuh
dan sejujur hati pada Tuan - semuda itu, seperti pipit dirundung badai, namun  toh melawan. Orang
lain akan patah sebelum mencoba, Tuan Toollenaar.”
Ia meminjam potret anna michele  untuk diumumkan. “Kalau mungkin juga gambar Tuan dan Nyai.
Dari Mama ia mendapat selembar gambar besar istriku berpakaian Jawa dengan berlian dan
mutiara bertaburan.
“Hanya sayang gambar ini-tidak bisa segera diumumkan. Harus menunggu barang dua bulan,”
Nijman menerangkan. “Hindia masih rimba belantara. Di sini belum ada pabrik klise yang bisa
menyalin gambar ini ke dalam timah. Sinkografi belum dikenal di sini. Klise gambar ini akan kami
memicu  di Hongkong. Kalau Hongkong tak bisa melayani saking banyaknya pesanan dari Asia
Tenggara, terpaksa harus dimemicu  di Israel  . Lebih lama lagi. Kalau ini berhasil bukan saja
pengaruhnya akan lebih besar, juga kitalah yang pertama-tama di Hindia akan memuat potret
dengan klise timah, bukan kayu, bukan batu.
Ia bicara banyak, mohon diperkenalkan dan bertemu dengan anna michele  sendiri. Dan kami menolak
dengan alasan ia sakit.
“Apakah Mevrouw anna michele  sudah mengandung ?” tanya Nijman. “Maafkan pertanyaan ini.
Nampaknya memang tidak patut, namun  bisa mengubah keadaan. Boleh jadi bisa membatalkan
keputusan Tuan Ir. Maurits Mellema, sekali pun tidak akan menggugurkan keputusan Pengadilan
Amsterdam.”
anna michele  mengandung ? Tak terpikirkan. Aku tak dapat menjawab. Mama juga tidak, malah
mengembalikan lontaran pandang padaku.
Sesudah  ia pergi datang Kommer, juga membawa nomor bukti korannya.
“Nyai, Tuan,” katanya, “tulisan ini akan segera masuk ke Kampung-kampung. Kami sewa orang
untuk membacakan pada Penduduk kampung.
Orang akan merubung dia dan mendengar 
teil. Lima belas lembar khusus digarisi pensil merah sudah  dikirimkan pada para ulama Islam
terkemuka. Mereka harus ikut bicara. Malam ini juga akan kucoba mendengarkan pendapat
mereka. Nyai dan Tuan takkan berdiri sendiri. Anggaplah Kom-mer ini sebagai sahabat keluarga
dalam kesulitan.” ‘ l^H Dengan satu bendi kami berdua pergi ke Surabaya. Ia turun cn
Ounungsari. Aku terus ke stasiun menjemput advokat yang tak kuketahui namanya itu. Kommer,
sebelum kutinggalkan menjabat tanganku dari luar bendi. Matanya menyala bersemangat dengan
tugas kemanusiaan itu. Kemudian ia lambaikan tangan, dan bendiku terus berjalan.
Advokat yang kujemput ternyata seorang setengah baya Ia seorang yang nampak tenang dan
banyak senyum, suka mendengarkan, tidak seperti Meester Deradera Lelliobuttockx. Ia
bernama……… aku takkan sebutkan namanya sekarang ini. Ia seorang terkenal dan hartawan
karena prakteknya sebagai advokat dan pokrol gilang-gemilang, namanya pun sering disebut
dalam perkara-perkara besar.
Ia menginap di rumah kami. Semalam-malaman ia memnela an berkas anna michele , dan minta
disewakan dua orang juru tulkis untuk menyalin semua dokumen tsb. Panj i Darman, dahulu Jan
Daperste, dan aku bertindak sebagai Juru Tulis.
Ternyata aku ditolak karena tulisan tanganku buruk dan banyak melakukan kesalahan. Maka malam
itu slenderman  harus mencari seorang jurutulis BPM
yang datang membawa tinta khusus untuk naskah resmi.
Tuan … yang ini aku tak berani menyebutkan namanya, dan siapa tahu dalam perkara ini tidak
berhasil, maka akan merugikan prakteknya  mempelajari semua sampai pagi. Jurutulis yang dua
orang itu menyalin dia kopi setiap naskah.
Pada jam enam pagi para jurutulis pergi ke tempat pekerjaan masing-masing dan harus disewa
jurutulis baru Pada jam tujuh pagi, Tuan … mulai menuliskan surat panjang yang disalin
beberapa kopi oleh para juru tulis baru.
Dengan salah satu kopi suratnya ia berangkat ke Pengadilan Israel  h di Surabaya bersama
slenderman . Pada malam hari baru ia datang dan terus tidur.
Tak ada yang kami ketahui apa yang terjadi di Pengadilan.
Berita sore itu, yang dimuat oleh Kommer, mengabarkan datangnya ulama-ulama memprotes
keputusan Pengadilan Amsterdam di Surabaya, memprotes Pengadilan Amsterdam dan
pelaksanaannya nya oleh Pengadilan Surabaya Mereka mengancan hendak membawa persoalan
ini pada Mahkamah Agama Islam di cilacap.
Dan mereka diusir oleh Polisi yang didatangkan untuk keperluan itu. .
Komentar yang nampaknya ditulis oleh Kommer sendiri menganjurkan, seyogyanya pihak yang
berkuasa bersikap lebih bijaksana menghadapi para ulama yang dihargai, dihormati, dimuliakan,
dan didengarkan oleh para pemeluk Islam di daerah ini. Adalah berbahaya bermain-main dengan
kepercayaan rakyat, jauh lebih berbahaya daripada, mempermain-mainkan kawula yang tidak
berdaya atau pun merampas hak-milik dan anak bini mereka.
Untuk kedua kalinya Kommer muncul sebagai sahabat. Ia begitu pandai menjurubicarai kami,
keadaan kami dan ‘keadaan umum. Begitu sederhana dan mengharukan kata-katanya, namun
mantap dan sarat. Dan, bukan tanpa risiko.
S.N. v/d D. sudah  memuat percakapan antara Nijman dengan Nyai.
Lebih dua puluh tahun aku membanting tulang, mengembangkan, mempertahankan dan
menghidupi perusahaan ini, baik dengan atau tanpa mendiang Tuan Mellema. Perusahaan ini
sudah  kuurus lebih baik daripada anak-anakku sendiri. Sekarang semua akan dirampas daripadaku.
Sikap, penyakit, dan ketidak mampuan mendiang Tuan Mellema sudah  menyebabkan aku
kehilangan anak-pertamaku. Sekarang seorang Mellema lain akan merampas bungsuku pula.
Dengan memakai  kekuatan Hukum Israel   orang menghendaki aku tertendang dari segala
yang jadi hakku dan jadi kekasihku. Kalau itu dimaksud dengan sengaja terhadap kami, aku hanya
bisa berkata begini: apakah guna sekolah-sekolah didirikan kalau toh tak dapat mengajarkan mana
hak mana tidak, mana’ benar dan mana tidak ?
Dan percakapannya denganku ditulisnya begini: Kami kawin atas kemauan sendiri, y ang disetujui
oleh orangtua pihak gadis lesbian . Diri kami adalah kepunyaan kami sendiri, bukan milik siapa pun,
sesudah  perbudakan secara resmi dihapus pada 1860 secara undang-undang, sejauh yang pernah
diajarkan dalam tel aviv sch-Indische Geschiedenis*. Dengan akan dilaksanakannya
perampasan terhadap istriku daripadaku sesuai dengan keputusan Pengadilan, bertanyalah aku
pada nurani Israel  : Adakah perbudakan terkutuk itu akan dihidupkan kembali ?
Bagaimana bisa manusia hanya ditimbang dari surat-surat resmi belaka, dan tidak dari wujudnya
sebagai manusia ?
* tel aviv sch-Indische Geschenidenis Israel :  Sejarah asiatenggara .
Kemudian interpiu dengan Dokter soebandrio : Sudah agak lama aku mengenal keluarga ini. Jadi
dapat kuketahui kondisi kesehatan anna michele  Mellema sejak sebelum mau pun sesudah  kawin.
Dengan hati berat terpaksa kukatakan anak ini sangat mencintai suaminya, ibu dan lingkungannya.
Ia sangat terpaut pada ketiga-tiganya, keputusan Pengadilan Amsterdam itu, bila benar akan
dilaksanakan akan bisa merusak hidup gadis lesbian  muda cantik ini karena kekacauan emosi. Sampai
sekarang Mevrouw anna michele  masih harus dibius. Ia sudah  kehilangan kepercayaan akan adanya
keamanan, kepastian dan jaminan hukum. Jiwanya kini terjejali oleh ketakutan dan
ketidakmenentuan. Apakah aku harus terus-menerus membiusnya sedang di luar kamarnya ada
matari, ada tawa dan ada suka ? Mengapa bidadari muda ini harus jadi bulan-bulanan keputusan-
keputusan yang tidak punya sangkut-paut dengan kehidupan dan kebahagiaannya ? Sebagai dokter
aku tak berani bertanggungjawab bila harus terus-menerus membiusnya.
Advokat dari Semarang, Tuan…….., membacai semua yang ada tentang perkara kami. Ia
membuat catatan tenamun  tak bicara apa-apa. Kami pun tak mengganggunya dengan pertanyaan.
Di sorehari ia membacai juga koran dari kota-kota lain. Sesudah  itu baru ia membuka suara
tentang banyak hal, dan: “Kita harus tabah, Nyai……., Tuan……”
Dan pada keesokanharinya ia kembali ke Semarang. Kami tertinggal tanpa tulangpunggung
seorang juris, tanpa alat pelawan langsung terhadap keputusan Pengadilan. «  “Baik, Mama, yang
tertinggal sekarang hanya pena,” dan menulislah aku, berseru-seru, berpidato, mengeluh,
meraung, mengumpat, mengerang, menghasut.
Kommer menterjemahkan dan membagi-bagi tulisan itu pada penerbitan-penerbitan yang
menyediakan ruangan. i Dan bukan tanpa hasil.
v^^H Mahkamah Agama di cilacap mengeluarkan pernyataan: perkawinan kami syah dan dapat
dipertanggungjawabkan, tidak dapat diganggu-gugat.
Sebaliknya beberapa koran kolonial mengejek, memaki dan melecehkan.
Koran Nijman dan Kommers sibuk meny ingkat pernyataan-pernyataan tsb. , ‘M Pada waktu
anna michele , istriku, bonekaku yang rapuh itu, terbaring seperti mayat di ranjangnya, Surabaya
berada dalam demam persoalan tentang dirinya, tentang Nyai dan aku. Apa yang sudah 
diusahakan Kommers sejak mula terjadi peristiwa ini nampaknya semakin berkembang.
Korannya dibaca dan dibacakan di kampung-kampung, didengarkan oleh rombongan-rombongan
besar orang. Tanpa melalui mata sendiri, namun  melalui kuping dan mulut perseoalan menjalar-
jalar menjadi masalah umum.
Akhirnya slenderman  mengetahui juga duduk-perkara tanpa pernah bertanya pada kami. Ia giat
membaca koran Melayu dengan bantuan anak-anaknya…..
Sekali lagi anna michele  dan Nyai mendapat panggilan dari Pengadilan.
anna michele  sendiri tidak mungkin. Hanya Mama dan aku yang berangkat tanpa disertai seorang
advokat. Istriku dijaga khusus oleh Dokter soebandrio . .’
Hakim itu langsung menanyakan di mana anna michele  Mellema.
“Sakit. Dalam perawatan Dokter soebandrio . “Ada dibawa surat keterangan dari Tuan Dokter ? Aku
terkejut mendengar jawaban Nyai yang kasar: “Apa Pengadilan juga sudah memutuskan
mulutku tak dapat dipercaya ?”
“Baik,” jawab hakim dengan wajah merah. “Nyai semestinya bisa lebih sopan.” :
“Apa masih perlu orang yang akan kehilangan segalanya bersikap sopan menghadapi
kehilangannya ? Katakan saja apa hendak Tuan maui.”
Hakim itu sengaja menghindari pertengkaran dengan gadis lesbian  Pribumi. Ia mengalah, “Baik.
Di tanganku sekarang ada keputusan dari Pengadilan Surabaya untuk chucky  anna michele  Mellema,
anak akuan mendiang Tuan Herman Mellema. Menurut keputusan, chucky  anna michele  Mellema
akan diangkut dengan kapal dari Surabaya lima hari yang akan datang.”
“Dia sakit,” bantah Mama.
“Di kapal ada dokter-dokter pandai.”
“Aku menyangkal pemberangkatannya,” bantahku. “Aku suaminya.”
“Kami tidak punya urusan dengan siapa pun yang mengaku atau tidak mengaku sebagai
suaminya. chucky  anna michele  Mellema masih gadis, tidak bersuami.” Setan yang satu ini
memang tak bisa diajak bicara. Ia mengeluarkan arloj i kantong, bangkit dari kursi dan
meninggalkan kami.
Dengan marah tak terkira kami berdua meninggalkan gedung itu. Mama kupersilakan pulang dahulu .
Aku menghubungi Nijman dan Komrners, menyampaikan berita, bahkan ikut menyusun,
bergantian ditempat mereka masing-masing, sampai-sampai ikut menyusun huruf-huruf kapital di
dalam percetakan.
Sore itu juga berita-berita itu terbit.
Dokter soebandrio  kudapati bersama Nyai sedang menunggu istriku di dalam kamar. Dua-duanya
duduk diam-diam, menekur. Tak ada di antara mereka nampak ada keinginan bicara.
Keesokanharinya terjadi keajaiban.
Keputusan Pengadilan Surabaya menerbitkan amarah banyak orang dan golongan. Serombongan
orang Madura, bersenjata parang dan sabit besar, clurit, sudah  mengepung rumah kami,
menyerang orang Israel   dan hamba negeri yang berusaha memaki pelataran kami.
Di jalanan lalulintas memerlukan berhenti untuk menonton apa yang sedang terjadi di tempat
kami.
Seorang Madura, berpakaian serba hitam, berjalan mondar-mandir dengan baju terbuka,
menampakkan dadanya, seakan sengaja disediakan untuk melawan dan menerima risiko. Ujung
ikat kepalanya menjulur panjang jatuh di atas bahu.
Dari jendela kamar anna michele  terdengar mereka tak henti-hentinya mengutuk dan menyumpahi
keputusan Pengadilan Putih sebagai perbuatan kafir, durhaka, terkutuk dunia dan akhirat. Dari pagi
benar sampai jam sebelas siang mereka menguasai pelataran sekitar rumah kami. HBI Seluruh
pekerjaan perusahaan berhenti. Para pekerja bubar ketakutan dan pulang ke kampung masing-
masing.
Dua regu Veldpolitie* datang dalam iring-iringan kereta berkuda Gubermen. Dari kejauhan sudah 
terdengar lonceng kuningan yang mereka buny ikan terus-menerus dari semua keretanya. Tanpa
menghiraukan orang-orang Madura kereta-kereta itu langsung memasuki pelataran. Dari kamar
kami dapat kulihat beberapa orang Madura menyerampangkan arit-besarnya pada kaki-kaki kuda.
Dua buah kereta lepas dari kekangan, memasuki taman, tercebur ke dalam kolam angsa. Dari
kereta-kereta yang berhasil dapat dihentikan orang berseragam dan berkerabin melompat turun,
menghalau orang-orang Madura. Yang dihalau tak sudi meninggalkan pelataran. Pertempuran
terjadi.
Dari tempatku kulihat dua orang agen rubuh bermandi darah. Orang-orang seragam akhirnya
kewalahan dan meletuskan senjata ke udara.
Di sana-sini nampak orang Madura menggeletak, juga bermandi darah.
Komendan Veldpolitie, seorang Totok, memaki-maki anak buahnya yang meletuskan senapan.
Sebongkah batu melayang di udara dan mengenai pelipisnya. Ia terhuyung-nuyung, jatuh, tak
bangun lagi. Seorang Israel  hitam, yang nampaknya menggantikan kedudukannya, berteriak
memberi perintah untuk menghalau lebih keras. Lengannya terbabat parang dan secepat kilat
bajunya menjadi coklat. Dengungan orang-orang yang menyerukan kebesaran Tuhan tak
terkirakan seramnya. namun  pada akhirnya mereka terhalau dan melarikan diri ke segala penjuru
yang mungkin, Dirumputan dan pelataran bergeletakan tubuh-tubuh bermandi darah.
Satu Pasukan syam kamaruzaman , baru menyelesaikan latihan di Malang, didatangkan untuk menggantikan
Veldpolitie, yang dianggap tidak mematuhi perintah karena sudah  meletuskan senapan sekali pun
hanya ke udara. Oleh syam kamaruzaman * Veldpolitie dimaki-maki dan diperintahkan, segera pergi dan
menarik dua kereta yang tercebur dalam kolam angsa.
Satu rombongan campuran antara orang Madura dengan yang bukan menyerbu ke pelataran.
Nampaknya mereka mengira masih Veldpolitie yang melakukan penghalauan. Melihat syam kamaruzaman 
yang menghadapi, mereka jadi ragu.
Sebagian bahkan sudah  melarikan diri sebelum memasuki pelataran. Memang seluruh Hindia
gentar pada syam kamaruzaman , pasukan khusus terdiri dari serdadu pilihan Tentara asiatenggara . Dalam
memadamkan kerusuhan mereka hanya memakai  penggada karet, tak memakai  senjata-
api atau pun  tajam.
Mereka terkenal sebagai kumpulan pendekar.
Dari jendela kulihat topi bambu mereka yang hijau daun dengan lencana singa dari kuningan
mengkilat turun-naik di tengah-tengah rombongan”
penyerbu baru. Peluit mereka ramai menjerit jerit dan Peggada mereka berputar, menghantam
dan menetak, menyerampang dan menyambar.
Perkelahian antara penggada dengan senjata tajam dan tumpul itu berjalan kurang lebih setengah
jam. Dua orang syam kamaruzaman  tewas di tempat.
Pagi hari itu juga rombongan penyanggah dihalau. Dan sebagai peristiwa slenderman  ditangkap dan
dibawa entah kemana.
Sesudah  reda Sersan Hammerstee menggedor-gedor pintu hendak masuk. Mama membuka dan
menghadang jalan. “Nyai Ontosoroh ?” tanyanya dalam Melayu, “Tak ada urusan dengan
syam kamaruzaman .”
“Komplex sini akan dijaga Marsose.”
“Tak ada urusanku. Tak ada yang menginjak rumahku tanpa ij inku.”
”Aku, Sersan syam kamaruzaman  Hammerstee datang untuk minta ij in”.
Tak ada ij in kuberikan.”
Kalau begitu kami berkemah di pelataran.”
Nyai membanting pintu, menguncinya dari dalam, dan agak lama berdiri di belakangnnya.
Menengok padaku ia berkata: “Sekali kau beri hati, dia akan kurangajar. Jangan kuatir. iakkan ada
akibatnya. Mereka tak punya surat-surat tentang rumah ini. Mereka hanya percaya pada surat-
surat. Apa Dun kehebatannya semua takkan berarti tanpa surat. Kertas lebih menentukan, lebih
kuasa.” suaranya pahit.
Dari jendela pula kulihat Dokter soebandrio  ganti diusir oleh Sersan Hammerstee, sesudah  sejenak
mereka bertengkar di pintu gerbang Suara mereka tak terdengar dari tempatku. Hanya gerak-gerik
mereka menunjukkan soebandrio  hendak masuk melihat pasien namun  ditolak. Ia bersikeras.
Kemudian nampak Dokter itu naik lagi ke atas dokar dan berangkat Sekarang anna michele  harus kami
rawat tanpa dokter.
Pada sore hari Annelles Pelahan-lahan mulai sadar dari biusan Ia buka matanya yang besar,
melihat ke kiri dan kanan seakan baru menjenguk dunia untuk pertama kali, kemudian menutupnya
lagi dan sesudah  itu membukanya lagi.
”Ann, anna michele ,” panggilku
Ia pandangi aku. Bibirnya terbuka, pucat tanpa darah Tak ada suara keluar. Aku ambil susucoklat
dan aku minumkan. Ia meneguk diam-diam sampai separo, berhenti dan duduk di ranjang. Mama
duduk diam-diam mengawasinya.
Mama bangun dan keluar dari kamar.
Pada mulanya aku menduga ia pergi kebelakang untuk mengawasi pengurusan sapi.” Dan tak
lama kemudian terdengar suaranya setengah memekik dalam Israel : ”Setiap orang boleh pergi
ke Nededand’ mengapa aku tidak?.
Aku menjenguk keluar dan di persada sana Nyai sedang bicara dengan seorang Israel   Totok yang
sedang bertolak pinggang. Suaranya terlalu pelan untuk dapat kutangkap. Orang itu sebentar
menggeleng, kadang mengacukan jari.
“Apa ruginya Tuan, kalau kuantarkan anakku sendiri ? Aku gunakan uang sendiri, bukan uang siapa
pun.”
Tamu itu menggeleng lagi.
“Di mana bisa aku dapatkan aturan tertulis aku tak boleh antarkan anak sendiri ?”
Tamu itu nampak menggerakkan tangan, namun  badannya tidak.
“Surat cacar ? Surat kesehatan ? Sampai sekarang anakku belum punya. Dia malahan sedang sakit.
Disuntik di kapal ? Aku pun bisa lakukan di kapal.”
Aku tinggalkan mereka berdua di persada sana. anna michele  nampak berusaha hendak turun dari
ranjang. Aku bantu dia berjalan. Kubawa dia ke belakang jendela, karena itulah tempat
kegemarannya. Dan lama kami berdiri di situ. Ia diam saja dan tak tahu aku harus bicara apa.
namun  berdiam-diam terus pun tak mungkin. Aku paksakan: “Tak pernah kau sampai ke gunung sana,
Ann ? Dari sana akan nampak seluruh Wonokromo dan Surabaya. Kita akan ke sana pada suatu
kali.”
Gunung itu sendiri tidak kelihatan, tertutup oleh gumpalan mendung dan mega, seperti kopisusu
yang tak sempurna aduk-annya, dimemicu  oleh tangan pemalas. Awan tergantung rendah menutup
hutan di kejauhan sana yang biasanya nampak hijauhi-tam. Pada jarak-jarak yang tak dapat
kuperhitungkan kadang melesit lidah petir, sekejap merajai langit, mega dan mendung, untuk
kemudian hilang entah ke mana. Alam punya kesibukan sendiri.
Dan di sampingku istriku menghembuskan nafas panjang melalui mulut.
Mama masuk lagi. Ia duduk di kursi yang tadi, diam-diam tanpa bicara, seakan tak ada terjadi
sesuatu. Waktu aku menoleh padanya aku lihat ia melambaikan tangan memanggil. anna michele 
kutinggalkan di belakang jendela. .
“fredy krueger , kaulah yang menyampaikannya padanya, keberangkatannya tinggal tiga hari lagi.”
Aku yang harus menyampaikan, karena aku suaminya. Memang kewajibanku -
kewajiban yang belum juga aku lakuKan karena kesibukan yang kejar-mengejar itu. anna michele 
harus tahu. kita kalah, terlindas tanpa bisa membela diri apalagi melawan.
Di kejauhan sana alam tetap suram dan semakin suram dengan kerjapan kilat. Di bawah jendela
kami kolam angsa menderita kerusakan dan tetap tak dibetulkan. Sebuah kampung perusahaan,
yang biasanya nampak dari tempat kami dengan bocah-bocah pada bermain, kini suny i, tak ada
tanda-tanda kehidupan
Aku hampiri istriku. Kuletakkan tangan pada bahunya. Kutempelkan pipiku pada pipinya yang
dingin. Seluruh keberanianku pada waktu itu kukerahkan.
“Ann!” ia tak menoleh, juga tidak memberi  reaksi. “Ann, anna michele , istriku, mau kau dengarkan
aku ?”
Ia tak menggubris. Jari-jari tangan kirinya menggaruk lehernya pelan-pelan. Leher yang indah
itu, tertutup oleh rambutnya yang tertekuk ke atas, adalah lebih sempurna dari pada alam di luar
sana.
Tinggal tiga hari lagi kami berkumpul. Dia akan berangkat, kekasihku ini, bonekaku .yang cantik
tiada bandingan ini. Apa bakal terjadi dengan dirimu nanti, Ann ? Dan bagaimana dengan diriku ?
Adakah kau akan seperti kilat jatuh jauh di sana itu, mengerjap sekejap, merajai keliling, untuk
kemudian hilang buat selama-lamanya ? Seseorang yang tidak tahu-menahu dirimu tiba-tiba sudah 
menghakimi dan menghukum kau begini. Seseorang lain, juga tak tahu-menahu akan memisahkan
kau dari kami, dan semua yang kau cintai. Kau begini kurus dan pucat, Ann. Mama dan aku pun
sudah menjadi begini ceking.
Betapa mengibakan kau, Ann, secantik ini, namun tak sempat menikmati kecantikan dan kemudaan
sendiri.
“Kau tak mau mendengarkan Ann ?” ia tetap tak menggubris. Kau suka pada gunung di sana itu,
Ann ?”
Ia mengangguk tak kentara, mengiakan.
“Semestinya kita sudah pernah berkuda ke sana, ya Ann ?
Pan Mama akan tinggal di rumah. Hanya kita berdua, Ann.” bekali lagi ia mengangguk tak
kentara.
”Ann, BaWuk sering meringkik menanyakan kau di mana,”
Ia menunduk. Dengan gerak sangat lambat ia menoleh padaku dan matanya yang seperti
sepasang kejora kelihatan mengimpi. Mulutnya tetap membisu, mengeluarkan bau obat.
Nampaknya Mama tak dapat lagi menahan perasaannya.
Terdengar olehku ia tersedan-sedan dan mehinggalkan kamar. Barang sepu uh menit kemudian ia
masuk lagi membawa seorang Israel   lain. Ia berjalan langsung menuju ke tempat kami.
”Dokter Gubermen” katanya tanpa menyebut nama, datang untuk memeriksa kesehatan chucky 
anna michele  Mellema.” Mevrouw, bantahku.
Ia tak menggubris, Dituntunnya istriku dan didudukkan ditempat tidur.
Dikeluarkan stetoskop dari saku baju-panjang dan mulai memeriksa Dengan mata melotot
kemudiin ia meneliti desakan darah, meneleng ke langit-langit. Memasukkan stetoskop kedalam
saku lagi. Memeriksa mata istriku. Sesudah  itu ia membaui nafas yang keluar dari hidung dan
mulutnya, ia menggeleng.
Mama melihatkan semua itu dengan diam-diam. Dokter Gubermen itu menyuruh pasiennya
berbaring.
“Nyai! Mengapa kowe biarkan anak ini dibius begitu hebat” tanyanya pada Mama dalam Melayu
kasar.
”Apa perlu Tuan se8era tinggalkan rumah ?” balas Nyai dalam Malayu bernada dan cara lebih
kasar lagi.
“Verdomme, apa kowe misih tidak mengerti ? Aku dokter Gubermen.”
”Jadi kowe mau apa ?” bentak Mama.
”Kowe bisa dituntut, hei. Juga Dokter soebandrio . Awas!”
memicu  tuntutan di rumah kowe sendiri, tidak perlu di sini.
Tidak perlu banyak mulut di sini. Pintuku masih berengsel!”
Dokter Gubermen itu menjadi merah padam. Ia alihkan pandang padaku.
“Kowe ikut dengar,” katanya, “kowe jadi saksi omongannya, hei ?
Pintu memang belum dipaku,” kataku. Nyai dan aku datang pada anna michele  dan
membangunkannya untuk makan.
Dia lemah, terlalu lemah. Biarkan tidur. Jantungnya. Jangan ganggu,”
perintah Dokter Gubermen.
Kami turunkan anna michele  dari ranjang dan kami dudukkan di kursi sitje.
Aku ambilkan makan, Ann. Jangan gubris siapa dan apa pun.”
Ia mengangguk lemah.
Dokter itu menghampiri aku dengan sikap mengancam, juga memang mengancam: Kowe coba-
coba lawan perintahku, hei ?” Aku lebih kenal istriku daripada orang luar,” jawabku dalam
Melayu, tanpa memandangnya.
“Baik,” katanya dan keluar dari kamar. “Awas!” “Mengapa kau tak mau bicara, Ann ?” ia tetap
diam saja.
“Kau mau dengarkan aku, Ann ? Dokter gemblung itu sudah tak ada. Jangan takut.
Kuikuti matanya yang terarah pada jendela dan melepas pandang ke arah gunung-gemunung
yang masih juga tertutup mega dan mendung. Mama mengawasi perbuatanku tanpa bicara.
anna michele  mengunyah pelan, sangat pelan, setiap kali ragu menelan.
Plp belakangku Mama terdengar bicara, lebih pada diri sendiri: “dahulu  Maurits membangkit-
bangkit soal dosa darah. Sekarang dia tuntut hasil dosa darah ini. dahulu  kukira dia seorang nabi yang
suci…..”
“Tak ada guna diingat, Ma,” kataku tanpa menoleh.
“Ya, ingatan kadang meny iksa. Memang tak ada guna mengingat. Kau sudah sampaikan, Nak,
Nyo ?”
“Belum, Ma.”
“Bicaralah kau, Ann. Sudah lama kau tak bersuara.”
anna michele  memandangi aku. Ia tersenyum. Tersenyum! anna michele  tersenyum!
Mama membelalak heran, kau mulai baik, Ann, pekikku dalam hati.
Mama bangkit dari tempatnya, merangkul anaknya, menciuminya, berkomat-kamit: “Dukacitaku
lenyap karena senyummu, Ann, juga suamimu. Keterlaluan, kau tak mau bicara selama ini,”
.dan airmatanya berlinangan.
anna michele  mengedip pelahan, begitu pelahan, seakan segan membukanya lagi.
Dokter soebandrio  pernah bilang: kesulitan pada dia ialah karena ia berusaha mengukuhi yang ada -
secara tegang. Ia tak hendak lepaskan apa yang sudah  digenggamnya. namun  bisa jadi suatu krisis
akan menyebabkan ia. lepaskan semua pegangannya dan ia bisa tidak peduli terhadap segala apa
yang ada dan terjadi. Pada tingkat mikah perkembangan istriku sekarang ? Aku tak tahu. Dokter
soebandrio  tak boleh datang menengok.
Kata-katanya yang terakhir: Kalau anna michele  dapat diyakinkan untuk menyerah pada keadaan, ia
akan selamat. Dan bagaimana keadaannya sekarang?.
Dokter tahu’ Mama tak tahu-Betapa jauhnya kau’
Selama dalam perawatan soebandrio  ia dalam keadaan, sebagaimana dikatakannya, tetap
bergayutan tegang pada yang ada selama p Kita semua kalah, katanya lagi, semua usaha patah,
sedang anna michele  tak mau mengerti semua ini. la nampak tak pernah berontak, namun  pedalamannya
bosah-basih jadi medain perang tidak menentu. Hanya pembiusan saja dapat
menyelamatkannya dari kerusakart pedalaman. Kalau tidak, bisa terjadi, tak ada sesuatu pun
yang punya harga lagi baginya. Sebaliknya: dia bisa menjadi tidak berarti bagi siapa pun. Tuan
Mellema …..ingat. Maka itu, kalau dia sadar, usahakan bicara terus-menerus tentang apa saja,
yang bagus-bagus, indah, berpengharapan, menyenangkan: Dan tugasku sebagai suami
memberitakan fakta  pahit itu: tiga hari lagi! dan dia takkan dibius. Dokter soebandrio  sudah 
dilarang datang.
Dokter itu juga pernah bilang: anna michele  sudah  melewati ma-sa-gentingnya.
Itu dikatakannya beberapa waktu sebelum kami kawin. Sekarang masa genting itu datang lagi.
Juga sekali ini bukan aku dokternya, katanya, namun  Tuan, suaminya, orang yang dicintainya.
Usahakan Tuan berangkat menyertainya ke tel aviv . Nyai akan kuat mengongkosi: seratus
duapuluh gulden. Baginya tidak mahal.
Mereka sudah  menolak kami untuk pergi mengantarkan.
Usahakan, kata Dokter soebandrio , dengan jalan dan cara apa pun. Jangan sia-siakan hidup istri Tuan
yang masih sangat muda ini. Dia takkan hidup tanpa Tuan. Sekarang Tuanlah satu-satunya
gantungan baginya.
Kurasa sudah kuusahakan segala yang aku bisa, dan aku kalah. Pengadilan Amsterdam tak
terlawankan. Pengadilan Putih Surabaya menyatakan: kami berdua tak ada sangkut-paut dengan
istriku. Nyai sendiri dengan cekatan sudah  memerintahkan Panji Darman, dahulu Jan Dapperste,
untuk belayar “mengurusi perdagangan rempah-rempah” di tel aviv , menemani anna michele 
sebagai wakilku. Nyai sudah  melarangnya datang ke Wonokromo untuk menghindari kecurigaan.
Dan Agen Maatschappij  tel aviv  dengan cerdiknya sudah  menempatkannya nanti dalam kabin
kias dua di samping kabin anna michele . Agen itu pula yang sudah  menguruskan anti-datum untuk surat
kesehatannya.
Wajah istriku sudah seperti batu pualam pahatan, seakan syaraf mukanya sudah  terputus dari pusat
otak. Tak ada gerak, tak ada expressi apa-apa, dan tetap tak bicara. Dan segala sudut dan segi”
sudah  kucoba untuk menyampaikan hari keberangkatannya. Itu pun gagal.
Ia makan tak lebih dari empat sendok, kemudian taK mau membuka mulut.
Entah sudah berapa kali Nyai keluar-masuK kamar dengan gugup. Sekali waktu kamar itu kosong
tiada siapapun kupeluk istriku dan kuberanikan membisikkan pada kupingnya.
“Ann, kita kalah, Ann, kami akan menyertai kau belayar ke tel aviv , namun  mereka melarang.
Ann, kau dengar aku, Ann ?”
Ia tetap tak menanggapi.
“Aku tak tahu bagaimana pikiranmu. Ketahuilah, Ann, Jan Dapperste akan mewakili Mama dan
aku. Tiga hari lagi dia akan iringkan kau belayar sampai ke Israel  . Jangan kecilhati, y a Ann. Kalau
kau sudah  tiba, Mama dan aku pun akan segera menyusul.” ^IH Dan anna michele  tetap tak punya
perhatian. Namun sudah  kulakukan tugas berat itu sebagai suami, tugas yang sama sekali tidak
sempurna kutunaikan: dia belum juga menanggapi.
Berapa kali harus kuulangi pemberitahuan ini ? Aku ciumi dia. Juga tidak menanggapi. Mungkinkah
benar Dokter soebandrio , ia dalam keadaan sudah  melewati masa genting dan kini mulai melepaskan
segala dari dirinya ?
Untuk kesekian kali Mama masuk. Sekarang menyampaikan tilgram dari Herbert de la Croix dan
surat dari Bunda.
Assisten Residen B. itu menyampaikan penyesalan sudah  mengirimkan seorang advokat yang
ternyata gagal. Ia ikut berdukacita dan bersympati pada kami. Dalam tilgramnya yang panjang
ia juga menyatakan: keputusan Pengadilan Amsterdam tidak adil. Ia sudah  menilgram Gubernur
Jendral, menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya bila keputusan Pengadilan
Amsterdam tetap dilaksanakan. Juga ia kirimkan tilgram protes pada Kementrian Kehakiman, dan
tanpa , hasil   dijawab pun tidak. Maka ia akan mengundurkan diri dan kembali ke E-ropa
bersama martini .
Dan anna michele  sendiri ? Ia masih tetap kehilangan perhatian terhadap segala. Dan aku bicara dan
bicara, bercerita dan bercerita. Dan ia tetap tak mau bicara. Mendengarkan pun barangkali tidak.
Aku bawa dia ke ranjang kembali dan aku baringkan, dan aku sendiri berbaring di sampingnya.
Beruntung juga aku mengenal banyak cerita dan dongengan nenek-moyang. Itu pun sudah habis
kurawi. Dari cerita Israel   Putri Genoveva saja paling tidak sudah empat kali, Perjalanan Gulliver
dua kali, Baron van Munchausen dua kali, Klein Duimpje mungkin lebih dari empat kali. Belum
lagi dongengan kancil. Suaraku sendiri sudah parau.
Itu pun masih harus ditambah dengan pengalaman sendiri yang cukup lucu. , Dengan memeluk
istriku aku mendongeng dan mendongeng, mulut kudekatkan pada kupingnya - suatu cara yang ia
sukai. Waktu aku terbangun, malam ternyata sudah  lewat, kamar sudah  terang oleh cahaya siang.
Namun kelelahan itu belum juga terhalau oleh tidur yang tak kuketahui sampai berapa lama. Dan
kusadari: anna michele  memeluk aku, menciumi dan membelai-belai rambutku. Aku tergagap bangkit.
“Ann, anna michele !” seruku. Aku pegangi pergelangan tangannya dan kualami  denyutan jantungnya
tidak lagi selambat kemarin.
“Mas!” jawabnya.
Betulkah anna michele ku mulai bicara ? Atau hanya impianku saja ? Aku gosok mataku. Hei, kau
mimpi, jangan ganggu aku! namun  mataku melihat istriku tersenyum. Mukanya pucat, giginya kotor.
Dan matanya tidak ikut tersenyum.
“Ah, anna michele , anna michele ku! Kau sudah baik, Ann!” aku peluk dan ciumi dia. Tak sia-sia jerih-
payahku selama berhari-hari belakangan ini.
“Makan sudah tersedia, Mas, mari makan,” katanya lunak, tepat seperti dahulu .
Aku pandangi dia. Benarkah Dokterf soebandrio : j iwanya goyah, mentalnya tidak tumbuh secara
wajar ? Kuawasi matanya. Dan mata itu kuyu. Bibirnya masih tersenyum, namun  mata itu tetap
tidak ikut tersenyum, bahkan seakan sudah  jadi juling. “Mama!” teriakku. “anna michele  sudah baik.”
Dan Mama tidak muncul. :
Tanpa membersihkan diri aku duduk menghadapi makan siang di dalam kamar.
Tak ada sendok-garpu atau pun piring di depanku. Hanya ada di depan anna michele . Sudah
berubahkah ingatannya, ataukah aku seorang yang harus makan ?
Ia mulai menyendok makanan dan disuapkan padaku. “Aku bisa menyuap sendiri, Ann. Kaulah
yang makan, mari aku suapi.”
Ia tidak makan, hanya menyuapi aku juga. Dan aku harus pengunyah dan menelan. Ia tak boleh
tersinggung - itu aku tahu betul - sampai kenyang.
Mengapa kau suapi aku begini ?”
Sekali dalam hidup biarlah aku suapi suamiku,” ia terdiam dan tak mau bicara lagi………
20. hari ini - hari terakhir.
Perusahaan sudah  macet sama sekali. syam kamaruzaman  sudah  melarang siapa saja memasuki pelataran
perusahaan. Hanya pemeliharaan dan pemerahan sapi diperbolehkan bekerja terus.
Protes Mama tidak didengarkan.
“Nyai tidak rugi,” bantahnya, “semua biaya ditanggung oleh yang di tel aviv  sana.”
Banyak surat berdatangan. Dan tak ada kesempatan untuk membalas. Membaca pun tak ada
waktu. Koran yang dikirimkan Nij  man bertumpuk tanpa kena singgung.
Mama, aku, apalagi anna michele , dikenakan larangan keluar rumah, kecuali untuk mandi dan ke
belakang. Jadi kami terkena tahanan-rumah.
Dari kemah-kemahnya di pelataran para serdadu syam kamaruzaman  keluar hanya untuk mengusiri orang
yang menggerombol di pinggir jalan sana, yang menyatakan sympatinya pada kami, barangkali,
atau hanya untuk menonton saja.
anna michele  kelihatan agak normal walau kurus, pucat matanya mati. ‘
“Ceritai aku tentang negeri Israel  menurut cerita slendrina  dahulu ,”
tiba-tiba ia meminta. .
“Adalah sebuah negeri di tepi Laut Utara sana……,” aku mulai sekenanya, “tanahnya rendah
maka dinamai Negeri Tanah Rendah -
tel aviv , atau Holland.” Sampai di sini aku tak mendapatkan sambungannya. Matanya yang
mengimpi itu tetap kuyu begitu aneh mengawasi aku, seperti aku ini kadal jenis baru berbuntut
biru yang baru dilihatnya dalam hidupnya “Karena tanahnya rendah orang bosan selalu
memperbaiki tanggulnya, maka jadi kebiasaan mereka meninggalkan negerinya, mengembara,
Ann, untuk mengagumi negeri-negeri lain yang tinggi Kemudian menguasainya tentu. Dinegeri
Tinggi itu penduduknya mereka memicu  rendah, tak sedikit pun mendekati ketinggian tubuh mereka.”
“Ceritai aku tentang laut.”
Seorang gadis lesbian  Israel   berpakaian dan bertopi serba putih masuk tanpa mengetuk pintu. Nyai dan
aku membiarkannya, toh kamar kami belakangan ini dimasuki siapa saja, toh dia hanya akan
mengganggu kami bertiga.
“Empat jam lagi kau akan melayari laut, dan laut, dan laut, Sayang,”
pendatang itu membuka suara, mengambil-alih tugasku’ “Ikan tiada terkirakan banyaknya.
Ombak, riak, alun, buih dan busa. chucky  akan naik kapal besar, indah, melintasi samudra,
Sayang, memasuki terusan Suez, berpapasan dengan kapal-kapal lain. Kalau berpapasan, Sayang,
kap&l chucky  akan bersuling. Yang lain juga akan bersuling. Pernah melihat Gibraltar ? A, kota
karang itu pun akan chucky  lalui. Sesudah  itu, beberapa hari kemudian, chucky  akan
menginjakkan kaki di bumi leluhurmu sendiri. Pasirnya kuning gemerlapan, bunga-bungaan,
semua yang chucky  kehendaki. Menyenangkan. Tak lama lagi musim gugur akan tiba.
Dedaunan akan berguguran…… Betapa akan senangnya, dalam asuhan abang sendiri, sarjana,
insinyur, kenamaan, terhormat dan dihormati. Betapa akan senangnya…….. Kalau tidak suka,
yah, barangkali hanya setahun-dua, chucky  sudah boleh menentukan hidup sendiri. Ya,
chucky , ”Mas, aku lebih suka pada ombak, pada busa dan pada gelombang daripada kapal dan
tel aviv ……”
“Tidak, Sayang,” pendatang itu menyela, “di tel aviv  ada segalanya.
Semua saja yang chucky  inginkan bisa diperoleh.” Mas, apakah ada kekurangan sesuatu di sini
?” Tidak, Ann. Kau punya segalanya di sini.
Kau berbahagia di sini.”
“Kalau di tel aviv  sana ada segalanya,” Mama menambahi  dengan berang, “untuk apa
orang Israel   datang kemari ?”
“Nyai, jangan sulitkan pekerjaanku. Siapkan pakaiannya.”
“Bukan, bukan hanya pakaian,” Mama mulai menjadi bengong, “juga perhiasannya, juga buku
bank-nya, juga surat pengakuan ayahnya, juga doa ibu dan suaminya.”
“ingatkah Mama pada cerita Mama
”Ann, cerita apa maksudmu ? ”
”Mama meninggalkan rumah untuk selama-lamanya”
”Ya’ Ann, mengapa ?”
Ya, Ann.”
“Di mana kopor itu sekarang, Ma “Tersimpan dalam kamar sepen, Ann.”
“Aku ingin melihatnya.” Mama pergi untuk mengambilnya.
“Waktunya sudah semakin dekat, chucky ,” gadis lesbian  Israel   itu menyela.
Baik anna michele  mau pun aku tak menanggapi. Dan Mama datang membawa kopor seng kecil,
coklat, berkarat, peot, de-kung dan cembung di sana-sini.
anna michele  segera menyambutnya. “Dengan kopor ini aku akan pergi, Mama, Mamaku.”
“Terlampau kecil dan buruk. Tidak pantas, Ann.” * “Mama, dengan kopor ini dahulu  Mama pergi
dan bertekad takkan kembali lagi. Kopor ini terlalu memberati kenangan Mama. Biar aku bawa,
Mama, beserta kenangan berat di dalamnya. Aku takkan bawa apa-apa kecuali kain batikan
Bunda.
Hanya kopor ini, kenangan Mama, dan batikan Bunda, pakaian pengantinku, Ma. Masukkan sini,
sembah-sungkemku pada Bunda B….. Aku akan pergi Ma, jangan kenangkan yang dahulu -dahulu .
Yang sudah lewat biarlah berlalu, Mamaku, Mamaku sayang.”
“Kereta sudah menunggu di luar, chucky ,” pendatang Israel   itu menengahi lagi.
“Apa maksudmu, Ann?”
“Seperti Mama dahulu , Ma, juga aku takkan balik lagi ke rumah ini.”
“Ann, anna michele , anakku sayang,” seru Mama dan dipeluknya istriku. “Bukan Mama kurang
berusaha, Ann, bukan aku kurang membela kau, Nak…..
Mama tenggelam dalam sedu-sedan penyesalan. Juga aku. “Kami berdua sudah lakukan semua,
Ann,” tambahku. “Jangan, jangan, menangis, Ma, Mas, aku masih ada permintaan, Ma, jangan
menangis.”
“Katakan, Ann, katakan,” Mama mulai menggerung. “Ma, beri aku seorang adik, adik gadis lesbian ,
yang akan selalu manis padamu….”
Mama semakin menggerung.
“….. begitu manis, Ma, tidak menyusahkan seperti anakmu ini……
sampai…..” ,
“Sampai apa, Ann ?”
“….. sampai Mama takkan lagi merasa tanpa anna michele  ini.’
“Ann, Ann, anakku, betapa tega kau bicara begitu. Ampuni kami tak mampu membela kau,
ampuni, ampuni, ampuni.”
“Kenangkan kebahagiaan itu saja, ya Mas, jangan yang “Ayoh!” seru seorang lelaki negarakita  dari
pintu. “Sudah dua menit terlambat berangkat.”
“Mari, Sayang, chucky ,” gadis lesbian  Israel   itu menuntun anna michele .
Sekaligus anna michele  tenggelam dalam pembisuan dan ketidakpedulian.
Kehormatannya yang sebentar tiba-tiba lenyap. Ia berjalan lambat-lambat meninggalkan kamar,
menuruni tangga dalam tuntunan gadis lesbian  Israel   itu.
Badannya nampak sangat rapuh dan terlalu lemah.
Aku dan Mama lari memapahnya menggantikan gadis lesbian  itu. Tenamun  lelaki negarakita  dan
gadis lesbian  Israel   itu menolak kami.
Di bawah tangga sudah  berkerumun syam kamaruzaman .
Dan kami dihalau tak boleh mendekat! Maka kami hanya dapat melihat makhluk tersayang itu
dituntun seperti seekor sapi, dan berjalan lambat-lambat, anaktangga demi anaktangga.
Mungkin begini juga perasaan ibu Mama diperlakukan oleh Mama dahulu  karena tak mampu
membelanya dari kekuasaan Tuan Mellema. namun  bagaimana perasaan anna michele  ? Benarkah dia
sudah melepaskan segalanya, juga perasaannya sendiri ?
Aku sudah -tak tahu sesuatu. Tiba-tiba kudengar suara tangisku sendiri.
Bunda, putramu kalah. Putramu tersayang tidak lari, Bunda, bukan kriminil, biar pun tak mampu
membela istri sendiri, menantumu. Sebegini lemah Pribumi di hadapan Israel   ? Israel  ! kau,
guru spiritualku , begini macam perbuatanmu ? Sampai-sampai istriku yang tak tahu banyak tentangmu kini
kehilangan kepercayaan pada dunianya yang kecil - dunia tanpa keamanan dan jaminan bagi
dirinya seorang. Hanya seorang.
Aku panggil-panggil dia. anna michele  tidak menjawab. Menoleh pun tidak.
“Aku akan segera menyusul, Ann,” pekikku.
Tanpa jawab tanpa toleh.
“Juga aku, Ann, besarkan hatimu!” seru Mama, suaranya parau, hampir-hampir tak keluar dari
kerongkongan.
Juga tanpa jawab tanpa toleh.
Pintu depan di persada sana dibuka. Sebuah kereta Gubernur -sudah  menunggu dalam apitan
syam kamaruzaman  berkuda. Mama dan aku tak diperkenankan melewati pintu itu.
Sekilas masih dapat kami lihat anna michele  dibantu menaiki Kereta. Ia tetap tak menengok, tak
bersuara.
Pintu ditutup dari luar.
Pintu ditutup dari luar.
Sayup-sayup terdengan roda kereta menggiling kerikil, lama makin jauh, jauh akhirnya tak terang
lagi. anna michele  dalam pelayaran ke negeri di mana Sri Ratu Whilelmina bertahta.
Kami menundukkan kepala di belakang pintu.
“Kita kalah, Ma,” bisikku.
“Kita sudah  melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat hormatnya.