Tampilkan postingan dengan label raja 12. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label raja 12. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Desember 2022

raja 12

ul patih pitaloka , posisi patih pitaloka  dan 
patih dyahwkertoarjo   sebagai pejuang akan sulit. Selain itu, 
patih ronggolawe  percaya bahwa jika watak mereka yang 
keras kepala ditekan, akibatnya akan muncul di 
lain waktu. 
Dari segi kepemimpinan militer, situasi 
semacam itu sangat berbahaya. Dan yang lebih 
penting lagi. patih ronggolawe  gelisah khawatir  bahwa jika 
patih pitaloka  merasa tidak puas, mpu mojosongo  akan berusaha 
membujuknya untuk membelot ke kubu musuh. 
dasna patih pitaloka  kini bawah anku. Kalau dia 
percaya bahwa dirinya menjadi sasaran desas-desus 
memalukan, dapat dimengerti bahwa dia 
sedemikian tergesa-gesa, kata patih ronggolawe  dalam 
hati. 
Mereka sudah  menemui jalan buntu. dan 
patih ronggolawe  harus mengambil langkah positif untuk 
mengundang perubahan. 
"Itu dia." kata patih ronggolawe  keras-keras. "dibandingkan  
  
menunggu sampai patih pitaloka  datang besok pagi, 
lebih baik kukirim kurir malam ini juga." 
Begitu menerima pesan penting ini, patih pitaloka  
bergegas ke perkemahan patih ronggolawe . Giliran jaga 
keempat sudah  tiba. dan malam masih gelap gulita. 
"Aku sudah memutuskannya, patih pitaloka ." 
"Bagus! Berkenankah Tuan memberiku 
kepercayaan untuk memimpin serangan mendadak 
ke swaradwipa?" 
Kedua laki-laki itu menyelesaikan pembicaraan 
mereka sebelum fajar menyingsing. patih pitaloka  
menemani patih ronggolawe  makan pagi, lalu kembali ke 
girisewo . 
Keesokan harinya medan tempur kelihatan lesu. 
namun di sana-sini terlihat tanda-tanda gerakan 
terselubung. 
Letusan senapan musuh dan sekutu terdengar 
menggema di langit yang berawan  tipis. Suara 
tembak-menembak itu berasal dari arah pajangkidul . Di Jalan Raya sermo , pasir dan debu tampak mengepul. di tempat dua ribu sampai 50000 prajurit centeng  Barat mulai menyerang kubu-
kubu pertahanan musuh. 
"Serangan umum sudah  dimulai!" 
saat  memandang ke kejauhan, para resi  
merasa darah mereka menggelora. Ini memang 
sebuah titik balik dalam sejarah. Siapa pun yang 
keluar sebagai pemenang akan menjadi penguasa 
zaman. 
  mpu mojosongo  tahu bahwa tak ada yang lebih ditakuti 
dan dihormari patih ronggolawe  dibandingkan  aidit . 
Kini tak ada yang lebih ditakuti dan dihormatinya 
dibandingkan  jayabandra . Sepanjang pagi itu tak satu 
bendera pun di perkemahan di Bukit merah  
terlihat bergerak. seakan-akan sudah  ada perintah 
keras untuk tidak menanggapi serangan-serangan 
centeng  Barat yang hendak menguji tekad 
centeng  Timur. 
Senja pun tiba. Satu korps centeng  Barat sudah  
mundur dari pertempuran, guna menyerahkan 
setumpuk selebaran propaganda yang mereka 
pungut di jalan ke perkemahan patih ronggolawe . 
saat  patih ronggolawe  membaca salah satunya, 
amarahnya meledak. 
patih ronggolawe  memicu  Yang Mulia nosferatu . 
putra bekas junjungannya, aidit , melakukan 
bunuh diri. Sekarang dia memberontak terhadap Yang 
Mulia mpu nala . Dia terus-menerus menimbulkan 
kerusuhan di kalangan centeng adipati , membawa   bencana 
bagi rakyat jelata, dan merupakan penghasut utama 
dalam konflik saat ini. Dia menghalalkan segala cara 
untuk mencapai cita-citanya. 
Selanjutnya selebaran itu berkata bahwa mpu mojosongo  
memiliki  alasan kuat untuk mengangkat senjata, 
dan bahwa ia memimpin centeng  penegak 
kewajiban moral. 
Kkspresi marah yang tidak lazim bagi 
patih ronggolawe  mengubah ait muka-nya. "Siapa di 
  
antara mereka yang menulis selebaran ini?" 
tanyanya. 
"mpu harjo   mpu rejo," jawab  salah satu 
pengikutnya. 
"Juru tulis!" patih ronggolawe  berseru. "Siapkan 
pengumuman untuk ditempelkan di mana-mana: 
Barangsiapa berhasil membawa   kepala mpu harjo   
akan menerima imbalan sebesar sepuluh ribu 
gantang." 
namun  seusai memberi perintah itu, kemarahan 
patih ronggolawe  belum juga mereda, dan sesudah  
memanggil para resi  yang kebetulan hadir, ia 
sendiri yang memerintahkan serangan tiba-tiba. 
"Regini rupanya tindak-tanduk mpu harjo   
mpu rejo keparat itu!" ia mengomel. "Kuminta 
kalian membawa   korps cadangan dan membantu 
centeng  kita yang berhadapan dengan mpu rejo. 
Serang dia sepanjang malam. Serang dia besok 
pagi. Serang dia besok malam. Lancarkan serangan 
demi serangan, dan jangan beri dia kesempatan 
menarik napas." 
Akhirnya ia minta dibawa  kan nasi dan 
menyuruh makan malamnya disajikan saat itu 
juga. patih ronggolawe  tak pernah lupa makan. Namun 
pada waktu ia makan pun, kurir-kurir terus 
mondar-mandir antara girisoka  dan girisewo . 
lalu  kurir terakhir tiba dengan membawa   
pesan dari patih pitaloka . Sambil hergumam, patih ronggolawe  
menghirup sup dari dasar mangkuknya. Malam itu 
  
suara tembak-menembak terdengar jauh di balik 
perkemahan utama. Sejak dini hari letusan 
senapan menggema di sana-sini di garis depan, dan 
terus berlanjut sampai esoknya. Sampai sekarang 
pun ini dianggap sebagai awal  serangan umum 
oleh centeng  Barat pimpinan patih ronggolawe . 
Namun sebetulnya  serangan pertama 
kemarin hanya merupakan tipu muslihat. Gerakan 
sebetulnya  adalah persiapan di girisewo  untuk 
serangan mendadak patih pitaloka  ke swaradwipa. 
patih ronggolawe  hendak mengalihkan perhatian 
mpu mojosongo , sementara centeng  patih pitaloka  menyusuri 
jatan-jalan kecil dan menyerang benteng kota utama 
mpu mojosongo . 
centeng  patih pitaloka  terdiri atas empat korps: 
Korps Pertama: enam ribu orang di bawah  
komando dasna patih pitaloka . 
Korps Kedua: 50000 orang di bawah  
komando patih patih dyahwkertoarjo  . 
Korps Ketiga: 50000 orang di bawah  
komando Hori patih ragapati . 
Korps Keempat: 9 ribu orang di bawah  
komando dyahbalitung  ki ageng  jolotundo . 
Korps Pertama dan Kedua membentuk barisan 
utama sekaligus kekuatan utama centeng  
itu  -prajurit-prajurit yang siap menyambut 
kemenangan maupun maut. 
Hari keenam Bulan Keempat sudah  tiba. sesudah  
menunggu sampai tengah malam, kedua puluh 
  
ribu prajurit di bawah  pimpinan patih pitaloka  diam-
diam bertolak dari girisewo . Panji-panji mereka 
tidak dikibarkan, kaki kuda-kuda mereka 
dibungkus kain. Sepanjang malam mereka 
bergerak maju dan menyongsong fajar di 
Monoguruizaka. 
Para prajurit menghabiskan ransum masing-
masing dan beristirahat sejenak, lalu kembali 
berbaris dan berkemah di Desa Kamijo. Dari sana 
rombongan pengintai dikirim ke benteng kota Oteme. 
Sebelumnya, Komandan Bangau Biru, Sanzo, 
sudah  diutus oleh patih pitaloka  untuk menemui 
patihkkertoarjo  Gonemon, komandan benteng kota itu , 
yang sudah berjanji akan membelot dari pihak 
mpu mojosongo . namun  sekarang, sekadar untuk berjaga-jaga. 
Sanzo dikirim sekali lagi. 
patih pitaloka  kini sudah menyusup jauh ke wilayah 
musuh. centeng nya maju langkah demi langkah, 
semakin mendekati benteng kota utama mpu mojosongo . mpu mojosongo  
tentu saja tidak berada di sana, sama halnya 
dengan para resi  dan prajuritnya yang sudah  
menuju garis depan di Bukit merah , terhadap 
rumah kosong, jantung provinsi asal marga 
prabu kertoarjowardana  , yang kini mirip  kepompong 
kopong inilah patih pitaloka  akan melancarkan pukulan 
mematikan. 
Komandan benteng kota Oteme, yang semula 
bersekutu dengan pihak prabu kertoarjowardana   namun  dibujuk 
oleh patih pitaloka , sudah  menerima jaminan dari 
  
patih ronggolawe  atas wilayah senilai lima puluh ribu 
gantang. 
Gerbang benteng kota terbuka lebar, dan komandan 
nya sendiri yang keluar untuk menyambut para 
penyerbu, menunjukkan jalan. Di zaman 
kepandita an lama, bukan kalangan centeng adipati  saja 
yang dilanda kebejatan dan kemerokuyang  akhlak. 
Di bawah  kepemimpinan mpu mojosongo , baik junjungan 
maupun pengikut makan nasi dingin dan bubur; 
mereka terjun ke kancah pertempuran; mereka 
mengangkat cangkul. bekerja di ladang, dan 
menjadi buruh tani untuk menyambung hidup. 
Akhirnya mereka berhasil mengatasi segala 
kesusahan dan menggalang kekuatan memadai 
untuk menentang patih ronggolawe . Meski demikian, di 
sini pun tetap ada centeng adipati  seperti patihkkertoarjo  
Gonemon. 
"Ah, resi  Gonemon." ujar patih pitaloka  dengan 
wajah berseri-seri. "Aku bersyukur bahwa Tuan 
tetap berpegang pada janji Tuan dan menyambut 
kedatangan kami hari ini. Jika semuanya berjalan 
sesuai rencana, proposal sebesar lima puluh ribu 
gantang akan dikirimkan langsung pada Yang 
Mulia patih ronggolawe ." 
"Itu tidak perlu. Semalam aku sudah  menerima 
jaminan dari Yang Mulia patih ronggolawe ." 
Mendengar jawaban pasti Gonemon, patih pitaloka  sekali 
lagi dibuat kagum oleh kewaspadaan dan 
kesungguhan patih ronggolawe . 
  
Para prajurit patih pitaloka  kini membentuk tiga 
centeng  dan mulai menuju Dataran lemahabang. 
Mereka melewati satu benieng lagi, benteng kota 
Iwasaki, yang dipertahankan hanya oleh dua ratus 
tiga puluh orang. 
"Biarkan saja. Percuma kita merebut benteng kota 
sekecil itu. Kita tidak punya waktu untuk bermain-
main." 
Sambil memandang benteng kota Iwasaki dengan 
curiga, baik patih pitaloka  maupun patih dyahwkertoarjo   
melewatinya, seakan-akan benteng kota itu tak berarti 
sama sekali. Namun tiba-tiba saja mereka dihujani 
tembakan dari dalam benteng kota, dan salah satu 
peluru menyerempet panggul kuda patih pitaloka . Kuda 
itu memberontak. dan patih pitaloka  nyaris terlempar 
dari pelana. 
"Kurang ajar!" Sambil mengacungkan pecut, 
patih pitaloka  berseru kepada para prajurit Korps 
Pertama. "Habisi benteng kota kecil itu sekarang juga!" 
Ini merupakan pertempuran perdana bagi 
centeng nya. Sesaat  seluruh energi yang selama 
ini dipendam meledak. Dua komandan masing-
masing membawa   sekitar seribu prajurit dan 
menyerbu benteng kota Iwasaki. benteng kota yang lebih 
kokoh pun tak sanggup menghalau gempuran 
sedemikian hebat, dan benteng kota ini hanya 
dipertahankan oleh segelintir orang. 
Dalam sekejap tembok-ternboknya sudah  
dipanjati, selokannya ditimbun. kobaran api 
  
bermunculan di mana-mana, dan matahari 
terhalang asap hitam. Saat itulah resi  yang 
memimpin centeng  bertahan keluar, dan gugur 
dengan pedang ditangan. Semua anak buahnya 
dibantai, keeuali satu orang yang berhasil 
meloloskan diri dan berlari ke Bukit merah  
untuk melaporkan kepada mpu mojosongo . Selama 
pertempuran singkat itu, Korps Kedua di bawah  
patih dyahwkertoarjo   sudah  memperbesar jarak antara mereka 
dan Korps Pertama. Prajurit-prajuritnya kini 
beristirahat dan menyantap ransum masing-
masing. 
Sambil makan, mereka menoleh dan bertanya-
tanya, dari mana asap yang mengepul-ngepul itu 
berasal. namun  tak lama lalu  seorang kurir dari 
garis depan mengumumkan penaklukan benteng kota 
Iwasaki. Kuda-kuda mereka merumput dengan 
tenang, sementara suara tawa  terdengar 
menggema. 
sesudah  menerima informasi itu , Korps 
Ketiga pun beristirahat di Kanahagiwara. Di 
belakang mereka, Korps Keempat ikut berhenti 
dan menunggu sampai korps-korps di depan mulai 
bergerak maju lagi. 
Musim semi sudah hampir berakhir di 
pegunungan, dan musim panas sudah dekat. 
Birunya langit tampak sangat cerah, bahkan lebih 
kuat dibandingkan  birunya laut. Begitu berhenti, kuda-
kuda mulai mengantuk, dan kicauan burung 
  
bulbul terdengar di ladang-Iadang dan hutan-
hutan. 
Dua hari sebelumnya, pada malam hari keenam 
Bulan Keempat, dua petani dari Desa Shinoki 
merangkak melewati ladang-ladang dan 
menyelinap dari pohon ke pohon, menghindari 
para pengintai centeng  Barat. 
"Ada sesuatu yang harus kami laporkan pada 
Yang Mulia mpu mojosongo ! Kami membawa   berita yang 
sangat penting!" kedua orang itu berseru saat  
mereka berlari ke perkemahan utama di Bukit 
merah . 
Ii Hyobu membawa   mereka ke markas besar 
mpu mojosongo . Sesaat sebelumnya, mpu mojosongo  sempat berbicara 
dengan mpu nala . namun  sesudah  mpu nala  pergi, ia 
mengambil buku berisi bunga rampai Konfusius 
dari atas lemari senjatanya dan mulai membaca 
dengan tenang, tanpa memedulikan suara 
tembakan di kejauhan. 
Dengan selisih umur lima tahun dari 
patih ronggolawe . ia akan merayakan ulang tahun 
keempat puluh dua tahun ini, seorang resi  di 
puncak kejayaannya. Penampilannya begitu lembut 
dan ramah. tubuhnya begitu lembek dan kulitnya 
begitu pucat. sehingga sukar untuk mempercayai 
bahwa ia sudah  mengalami segala macam 
kesusahan, dan bahwa ia pernah terlibat 
pertempuran-pertempuran di mana ia memacu 
centeng nya hanya dengan sorot matanya. 
  
"Siapa itu? Naomasa? Masuklah, masuklah." 
mpu mojosongo  menutup bungai rampai yang tengah 
dibacanya, lalu memutar kursi. 
Kedua petani itu melaporkan bahwa sejumlah 
unit dari centeng  patih ronggolawe  meninggalkan 
girisewo  malam itu dan menuju ke arah dusun nyi kembang . 
"Kalian sudah  berjasa," ujar mpu mojosongo . "Kalian akan 
menerima imbalan yang pantas." 
mpu mojosongo  mengerutkan kening. Jika swaradwipa 
diserang, tak ada yang dapat dilakukannya. Ia 
sendiri pun tak menyangka bahwa musuh akan 
meninggalkan Bukit merah  dan melancarkan 
serangan ke provinsi asalnya, dusun nyi kembang . 
"Panggil mpu , mpu panjalu , dan mpu harjo   sekarang 
juga," katanya dengan tenang. 
Ketiga resi  itu menerima perintah menjaga 
Bukit merah  sementara ia pergi. Ia akan 
memimpin sebagian besar centeng nya dan 
mengejar centeng  patih pitaloka . 
Kira-kira pada waktu yang sama. seorang 
centeng adipati  desa melapor ke perkemahan mpu nala . 
saat  mpu nala  membawa   orang itu  ke 
hadapan mpu mojosongo , sekutunya itu sedang mengadakan 
rapat anggota staf. 
Kuharap Yang Mulia mpu nala  pun turut dan . 
Rasanya tidak berlebihan jika kukatakan bahwa 
pengejaran ini akan berakhir dengan pertempuran 
hebat, dan ketidakhadiran Yang Mulia akan 
mengurangi maknanya." 
  
centeng  mpu mojosongo  dibagi menjadi dua korps, 
dengan jumlah keseluruhan lima belas ribu 
sembilan ratus orang. centeng  patih Tadashige 
yang berkekuatan empat ribu prajurit akan 
bertindak sebagai barisan depan. 
Pada malam hari ke9 bulan itu. korps 
utama di bawah  mpu mojosongo  dan mpu nala  sudah  bertolak 
dari Bukit merah . Akhirnya mereka 
menyeberangi Sungai terawas . Unit-unit di bawah  
komando patih dyahwkertoarjo   dan patih ragapati  berkemah di 
Desa Kamijo yang berjarak kurang dari enam mil. 
Cahaya samar-samar yang meliputi sawah -sawah 
 
 
 

dan kali-kali kecil me-nunjukkan bahwa fajar 
sudah dekat, namun  bayang-bayang hitam masih 
tampak di mana-mana. dan awan -awan  gelap 
menggantung rendah di atas bumi. 
"Hei! Itu mereka!" 
"Tiarap! Tiarap!" 
Di tengah-tengah sawah . di antara semak-semak. 
dalam bayang-bayang pepohonan, di cekungan-
cekungan di tanah, para prajurit centeng  pengejar 
segera membungkuk. Sambil memasang telinga. 
mereka mendengar centeng  Barat berbaris di jalan 
yang menyilang di sebuah hutan di kejauhan. 
centeng  pengejar membagi diri menjadi dua 
korps. dan diam-diam membuntuti barisan 
belakang musuh yang terdiri atas Korps Keempat 
centeng  Barat di bawah  komando Mikoshi 
ki ageng  jolotundo . 
  
Seperti itulah posisi kedua centeng  pada pagi 
hari kesembilan. Komandan yang ditunjuk 
patih ronggolawe  untuk tugas penting ini kepribadian nya 
sendiri, ki ageng  jolotundo  belum menyadari situasi pada 
waktu fajar menyingsing. 
Meskipun patih ronggolawe  menunjuk Hon patih ragapati  
yang sudah sarat pengalaman sebagai pemimpin 
penyerbuan ke dusun nyi kembang , ki ageng  jolotundo -lah yang di-
angkatnya sebagai panglima tertinggi. Namun usia 
ki ageng  jolotundo  baru enam belas tahun, sehingga 
patih ronggolawe  memilih dua resi  senior dan 
memerintahkan mereka untuk menyerbu  
komandan muda itu. 
centeng  Barat masih letih saat  matahari 
mulai terbit. Sadar bahwa para prajurit merasa 
lapar. ki ageng  jolotundo  memberi aba-aba berhenti. 
sesudah  diperintahkan untuk makan, para resi  
dan prajurit duduk, lalu menyantap ransum pagi 
masing-masing. 
Tempat itu bernama Hutan Hakusan, dinamakan  
demikian sebab  Tempat Persembahan Hakusan 
berada di puncak sebuah bukit kecil di sana. Di 
puncak itulah ki ageng  jolotundo  memasang kursinya. 
"Kau masih punya air?" pemuda itu bertanya 
pada seorang pengikut. "Airku sudah habis, dan 
kerongkonganku benar-benar kering." 
la meraih botol yang disodorkan padanya, dan 
mereguk isinya sampai tetes terakhir. 
"Minum terlalu banyak dalam perjalanan tidak 
  
baik. Bersabarlah sedikit. tuanku," seorang 
pengikut menegurnya. 
namun  ki ageng  jolotundo  menoleh pun tidak. Orang-
orang yang ditugaskan patih ronggolawe  untuk 
menyerbu nya merupakan duri dalam daging, la 
berusia enam belas tahun, bertugas sebagai 
panglima tertinggi, dan semangat tempurnya tentu 
saja berkobar-kobar. 
"Siapa itu yang sedang berlari ke sini?" 
*Itu Hotgunungselatan." 
"Hotgunungselatan? Kenapa dia ada di sini?" ki ageng  jolotundo  
menyipitkan mata dan berjinjit agar dapat melihat 
lebih jelas. Hotgunungselatan, komandan korps tombak, 
menghampirinya dan berlutut. Napasnya terengah-
engah. 
"Tuanku ki ageng  jolotundo , kita ada masalah!" 
"Begitu" 
"Sudikah tuanku mendaki ke puncak bukii?" 
"Itu!" Hotgunungselatan menunjuk awan  debu. "Sekarang 
masih jauh, namun  awan  itu bergerak dari 
pegunungan ke arah dataran." 
"Kelihaiannya bukan angin puyuh. Hmm. itu 
pasti sebuah centeng ." "Tuanku harus mengambil 
keputusan." "Musuhkah itu?" 
"Hamba rasa tidak ada jawaban pasti lain." Tunggu, 
benarkah itu centeng  musuh?" 
ki ageng  jolotundo  masih bersikap acuh tak acuh. 
Sepertinya ia tidak percaya bahwa musuh sedang 
menuju ke arah mereka. 
  
namun  begitu para pengikutnya sampai di puncak 
bukit, mereka langsung berseru-seru. 
"Keparat!" 
"Sudah kuduga musuh akan mengikuti kita. 
Siagalah!" 
Tak sabar menanti perintah ki ageng  jolotundo . 
semuanya bergegas menyepak-nyepak rumput dan 
menerbangkan debu. Tanah serasa bergetar, kuda-
kuda meringkik, perwira dan prajurit bersahut-
sahutan. Dalam selang waktu yang diperiukan 
untuk beralih dari suasana makan ke keadaan siap 
tempur, para komandan prabu kertoarjowardana   sudah  
memberikan perintah untuk memberondong 
centeng  ki ageng  jolotundo  dengan tembakan dan 
menghujani mereka dengan anak panah. 
Tembak! Lepaskan anak panah!" "Serbu 
mereka!" 
Melihat kebingungan yang melanda musuh, 
centeng  berkuda dan korps tombak segera 
menerjang. 
"Jangan biarkan mereka mendekati Yang 
Mulia!" 
Di sekeliling ki ageng  jolotundo  kini terdengar teriakan-
teriakan liar untuk me-nyelamatkan nyawa  . 
Serangan musuh datang dari segala arah, dari 
pepohonan, dari semak belukar, dari jalan raya. 
Hanya ada satu kelompok yang tak berhasil 
meloloskan diri, yaitu kelompok yang terdiri atas 
ki ageng  jolotundo  dan para pengikutnya. 
  
ki ageng  jolotundo  mengalami luka ringan di dua atau 
tiga tempat. dan ia mengayun-ayunkan tombaknya 
dengan garang. "Tuanku masih di sini?" "Cepat! 
Mundur! Kembali!" 
saat  para pengikutnya melihatnya, mereka 
menegurnya dengan gusar. Semuanya gugur dalam 
pertempuran itu. Kinoshiu Kageyu melihat bahwa 
ki ageng  jolotundo  kini berjalan kaki sebab  kudanya 
kabur entah ke mana. 
"Ini! Ambil kuda hamba! Gunakan pecut dan 
tinggalkan tempat ini tanpa menoleh ke belakang!" 
sesudah  menyerahkan kudanya pada ki ageng  jolotundo , 
Kageyu menancapkan panjinya di tanah. Tak 
sedikit prajurit tewas di ujung pedangnya, sebelum 
ia pun akhirnya menemui ajal. ki ageng  jolotundo  
berpegangan pada pelana, namun sebelum ia 
sempat naik ke atas kuda, binarang itu mati 
terkena peluru. 
"Berikan kudamu padaku! 
Sambil lari tergopoh-gopoh, ki ageng  jolotundo  melihat 
seorang prajurit berkuda lewat di dekatnya dan 
segera berseru. Orang itu langsung menarik tali 
kekang, lalu menatap ki ageng  jolotundo  dari atas kudanya. 
"Ada apa. tuanku?" 
"Berikan kudamu." 
"Iiu sama saja dengan minta payung seseorang 
pada waktu turun hujan. bukan? Tidak, kudaku 
takkan kuberikan, walaupun atas perintah 
tuanku." "Kenapa tidak?" 
  
"sebab  tuanku hendak mundur, sedangkan 
hamba masih akan menerjang musuh." 
sesudah  menolak dengan tegas, prajurit itu 
kembali memacu kudanya. Di punggungnya, 
selembar daun bambu tampak berkibar-kibar. 
"Keparat!" ki ageng  jolotundo  menyumpah saat  
memperhatikan orang itu men-jauh. Ia merasa 
dipandang sebelah mata oleh prajurit itu . 
ki ageng  jolotundo  menoleh ke belakang dan melihat awan  
debu yang diterbangkan musuh. namun  sekelompok 
prajurit dari berbagai korps yang sudah  menelan 
kekalahan melihatnya dan berseru-seru agar ia 
berhenti. 
"Tuanku! Jika tuanku berlari ke arah itu, tuanku 
akan bertemu musuh lagi!" 
Mereka segera mengelilingi dan menggiringnya 
ke arah Sungai Kanare. 
saat  menuju ke sana, mereka menangkap 
seekor kuda yang terlepas. dan ki ageng  jolotundo  akhirnya 
memperoleh tunggangan. namun  pada waktu mereka 
beristirahat sejenak di suatu tempat bernama 
Hosogane, mereka kembali diserang musuh dan 
sesudah  menderita kekalahan lagi, melarikan diri ke 
arah semeru . 
Dengan demikian, Korps Keempat digulung 
habis. Korps Ketiga, yang dipimpin oleh Hori 
patih ragapati , berkekuatan sekitar 50000 orang. 
Semua korps saling terpisah sejauh tiga sampai 
lima mi,. dan kurir-kurir terus mondar-mandir, 
  
sehingga jika Korps Pertama beristirahat, korps-
korps berikut-nya pun berhenti, satu demi satu. 
Sekonyong-konyong patih ragapati  menempelkan 
tangan ke telinga. "Bukankah itu suara tembakan?" 
Saat itulah salah satu pengikut ki ageng  jolotundo  
memacu kudanya ke tengah-tengah centeng  yang 
sedang beristirahat. 
"Kami menderita kekalahan telak. centeng  
utama sudah  dibinasakan oleh bala tentara 
prabu kertoarjowardana  , dan nasib Yang Mulia ki ageng  jolotundo  pun 
tidak jelas. Berbaliklah segera!" 
patih ragapati  tampak terkejut, namun  ia menanggapi 
berita itu dengan tenang. 
"Kau anggota korps kurir?" 
"Mengapa tuanku bertanya begitu dalam 
keadaan seperti sekarang?" "Kalau bukan kurir. 
kenapa kau tergopoh-gopoh begini? Kau melarikan 
diri?" 
Tidak! Hamba datang untuk melaporkan 
situasi. Hamba tidak tahu apakah hamba bersikap 
pengecut atau tidak, namun  hamba datang secepat 
mungkin untuk memberitahu Yang Mulia 
patih dyahwkertoarjo   dan Yang Mulia patih pitaloka ." 
lalu  orang itu memacu kudanya dan 
menghilang, menuju korps berikut di depan. 
"sebab  yang datang adalah seorang pengikut. 
bukan seorang kurir, kita terpaksa menyimpulkan 
bahwa barisan belakang kita menderita kekalahan 
mutlak." 
  
Sambil memendam kegelisahan dalam hatinya. 
patih ragapati  tetap duduk di kursinya. 
"Semuanya ke sini!" Para pengikut dan 
perwiranya, yang sudah  memahami situasi, 
berkumpul dengan wajah pucat. "centeng  
prabu kertoarjowardana   sudah siap menyerang. Jangan sia-siakan 
peluru. Tunggu sampai jarak antara kita dan 
musuh tinggal dua puluh meter sebelum kalian 
melepaskan tembakan." sesudah  memberikan 
perintah mengenai penempatan centeng , ia 
menyampaikan pesan terakhir, "Aku akan 
memberikan seratus gantang untuk setiap prajurit 
musuh yang tewas." 
Dugaan patih ragapati  ternyata tidak meleset. 
centeng  prabu kertoarjowardana   yang sebelumnya sudah  
melayangkan pukulan mematikan terhadap korps 
ki ageng  jolotundo  kini menyerang korpsnya dengan 
garang. Para komandan prabu kertoarjowardana   pun tercengang 
melihat semangat tempur centeng  mereka. 
Busa menempel di mulut semua kuda, wajah 
para prajurit tampak tegang, dan baju tempur yang 
datang bergelombang sudah  diselubungi darah dan 
debu. saat  centeng  prabu kertoarjowardana   makin mendekat, 
patih ragapati  menyerbu  mereka dengan cermat, lalu 
memberi aba-aba. 
Tembak!" 
Sesaat  muncul  gemuruh mengerikan dan 
gulungan asap tebal yang mirip  tembok. 
Dengan senapan-senapan kuno yang mereka 
  
gunakan, orang-orang yang terlatih pun 
memerlukan waktu lima sampai enam tarikan 
napas untuk kembali mengisi mesiu dan peluru. 
sebab  itu, mereka memakai sistem berondongan 
bergilir. Setiap berondongan terhadap musuh 
segera diikuti oleh yang berikut. centeng  
penyerang terpontang-panting menghadapi 
pertahanan ini. Dalam sekejap mayat mayat sudah 
mulai ber-gelimpangan di tanah. 
"Mereka sudah menunggu!" 
"Berhenti! Mundur!" 
Para komandan prabu kertoarjowardana   meneriakkan 
perintah mundur, namun  para prajurit mereka tak 
mudah dihentikan. 
patih ragapati  menyadari bahwa saatnya sudah tiba 
dan memerintahkan serangan balasan. 
Kemenangannya sudah pasti, baik secara psikologis 
maupun fisik, tanpa perlu menunggu hasil 
pertempuran. centeng  yang baru saja mencicipi 
kejayaan kini mengalami nasib seperti ki ageng  jolotundo  
beberapa saat sebelumnya. 
Di seluruh jajaran centeng  patih ronggolawe , korps 
tombak Hori patih ragapati  terkenal hebat. Mayat orang-
orang yang menemui ajal di ujung tombak-tombak 
itu kini menghalangi kuda-kuda para komandan 
yang berusaha kabur. Para resi  prabu kertoarjowardana   
berhasil lolos, pedang-pedang panjang mereka 
terayun-ayun pada waktu mereka melarikan diri 
dari tombak-tombak yang terus mengejar. 
  
Langkah Gemilang 
 
 
 
DATARAN lemahabang terselubung asap mesiu, 
bau mayat dan darah terasa menyengat. Dengan 
munculnya matahari, dataran itu tampak 
membara. 
Suasana sudah  kembali tenteram, namun  para 
prajurit yang semula mengobarkan api 
permusuhan kini bergegas ke arah Yazako, 
bagaikan awan  ditiup badai. 
patih ragapati  tidak terpancing untuk bertindak 
gegabah saat  memburu centeng  prabu kertoarjowardana  . 
"Barisan belakang jangan ikut. Ambil jalan 
memutar ke Intole shi dan kejar mereka dari dua 
arah." 
Satu unit berpencar dan menyusuri jalan lain, 
sementara patih ragapati  membawa   enam ratus orang 
untuk mengejar musuh. Korban tewas dan luka 
dari pihak prabu kertoarjowardana   yang ditinggalkan di tepi 
jalan berjumlah lebih dari lima ratus orang, namun  
jumlah anak buah patih ragapati  pun terus menyusut. 
Meskipun korps utama sudah berada jauh di 
depan, dua orang yang masih bernapas di tengah 
mayat-mayat kini beradu tombak. namun , mungkin 
sebab  terlalu menyulitkan, mereka lalu 
mengempaskan senjata-senjata itu dan menghunus 
pedang masing-masing. Sambil bergulat mereka 
  
terjatuh, berdiri lagi, dan terus bertempur tanpa 
henti. Akhirnya salah satu berhasil memenggal 
lawan nya. Diiringi teriakan yang nyaris tak 
terkendali, sang pemenang mengejar rekan-
rekannya di korps utama. Sekali lagi ia menghilang 
di tengah asap dan darah, namun akibat terjangan 
peluru nyasar, ia pun ambruk sebelum sempat 
bergabung dengan centeng nya. 
patih ragapati  berteriak-teriak sampai serak, "Percuma 
saja mereka dikejar-kejar. Genza! Mosuwarjo ! 
Hentikan centeng ! Suruh mereka mundur!" 
Beberapa pengikutnya memacu kuda ke garis 
depan, dan dengan susah payah menghalau anak 
buah mereka. 
"Mundur!" 
"Berkumpul di bawah  panji komandan!" 
Hori patih ragapati  turun dari kuda dan melangkah 
dari jalan ke ujung sebuah tebing. Dari sini 
pandangannya tak terhalang, dan ia pun menatap 
ke kejauhan. 
"Ah, dia datang begitu cepat," gumamnya. 
Roman mukanya menunjukkan bahwa ia tak 
lagi mabuk kemenangan. Sambil berpaling kepada 
para pengikutnya, ia menyuruh mereka melihat ke 
arah itu. 
Di barat, di sebuah daerah agak tinggi yang 
berseberangan dengan matahari pagi, sesuatu 
tampak berkilau-kilau di Gunung sonokelinggane. 
Bukankah itu lambang jayabandra  panji komandan 
  
dengan kipas emas? patih ragapati  angkat bicara, dan 
suaranya bernada pilu, "Hatiku terasa pedih sebab  
terpaksa mengatakan ini, namun  kita tak punya 
strategi untuk menghadapi lawan  setangguh itu. 
Tugas kita di sini sudah selesai." 
patih ragapati  segera mengumpulkan centeng nya dan 
mulai bergerak mundur. namun  pada saat itulah 
empat kurir dari Korps Pertama dan Kedua yang 
datang bersama-sama dari arah lemahabang 
menghadapnya. 
"Yang Mulia diperintahkan berbalik dan 
bergabung dengan barisan depan. Ini perintah 
langsung dari Yang Mulia patih pitaloka ." 
patih ragapati  menolak dengan tegas, "Tidak. Kami 
akan mundur." 
Para kurir hampir tak percaya pada apa yang 
mereka dengar. "Sebentar lagi pertempuran akan 
meletus. Yang Mulia harap kembali dan segera 
bergabung dengan centeng  junjungan kami!" 
mereka mengulangi dengan nada tinggi. 
patih ragapati  meninggikan suara, "Kalau aku bilang 
mundur, aku mundur! Kita harus memastikan 
bahwa Yang Mulia ki ageng  jolotundo  selamat. Lagi pula, 
lebih dari separo centeng  ini sudah  terluka, dan 
jika mereka dipaksa menghadapi musuh yang 
masih segar bugar, bencanalah yang akan terjadi. 
Aku tak mau memulai pertempuran yang aku tahu 
tak dapat kumenangkan. Sampaikan ini pada Yang 
Mulia patih pitaloka  dan Yang Mulia patih dyahwkertoarjo  !" 
  
Dan dengan ini, ia segera memacu kudanya. 
Di sekitar semeru , korps patih ragapati  bertemu 
dengan ki ageng  jolotundo  dan sisa centeng nya yang selamat. lalu , sambil membakar rumah-
rumah petani di sepanjang jalan. mereka berulang 
kali membela diri terhadap serangan centeng  
prabu kertoarjowardana   yang terus mengejar, dan akhirnya  kembali ke perkemahan utama patih ronggolawe  di  girisoka  menjelang matahari terbenam. 
Para kurir yang memohon bantuan patih ragapati  
marah sekali. 
"Pengecut macam apa yang lari ke perkemahan 
utama tanpa mau melihat kesulitan yang dialami 
sekutu-sekutunya?" 
"Rupanya dia dicekam ketakutan." 
"Hari ini Hori patih ragapati  sudah  menunjukkan 
watak sebetulnya . Kita akan mencelanya kalau 
kita kembali dalam keadaan hidup." 
Mereka kini berpaling ke arah korps mereka 
sendiri, yang dipimpin patih pitaloka , dan dengan geram 
mereka memacu kuda masing-masing. 
Memang, kedua korps di bawah  komando 
patih pitaloka  dan patih dyahwkertoarjo   merupakan makanan 
empuk bagi mpu mojosongo . Kedua orang itu  sungguh 
berbeda. Pertempuran antara patih ronggolawe  dan 
mpu mojosongo  saat itu mirip  penandingan sumo 
umuk memperebutkan gelar juara, dan kedua-
duanya saling memahami dengan baik. Sejak dini 
patih ronggolawe  dan mpu mojosongo  sudah  menyadari bahwa 
  
bentrokan bersenjata tak terelakkan, dan mereka 
sama-sama menyadari bahwa musuh bukan orang 
yang dapat ditaklukkan dengan tipu muslihat atau 
gertakan. Namun sungguh malang nasib prajurit 
gagah dan garang yang hanya dituntun oleh 
kebanggaannya sebagai pejuang semata-mata. 
Terdorong oleh semangatnya yang membara, ia tak 
sanggup mengenali musuh maupun kemampuan 
nya sendiri. 
sesudah  memasang kursinya di Gunung 
Rmpu bajul , patih pitaloka  memeriksa lebih dari dua ratus 
kepala musuh yang berhasil dibawa   dari benteng kota 
Iwasaki. 
Hari masih pagi, baru sekitar pertengahan 
pertama Jam Naga. patih pitaloka  sama sekali belum 
mengetahui bencana yang terjadi di belakangnya. 
Pada waktu memandang reruntuhan benteng kota yang 
masih berasap, ia terbuai oleh kesenangan sesaat 
yang begitu mudah mengujawa  kaum prajurit. 
Seusai pemeriksaan kepala musuh dan 
pencatatan jasa-jasa anak buahnya, mereka makan 
pagi. Sambil mengunyah, para prajurit sesekali 
menoleh ke barat laut. Tiba-tiba ada sesuatu yang 
juga menarik perhatian patih pitaloka . 
naranda , apa itu di langit sebelah sana?" tanyanya. 
Semua resi  di sekitar patih pitaloka  menengok ke 
timur laut. "Mungkinkah ada huru-hara, salah satu dari mereka menduga-duga. 
Namun saat  sedang menghabiskan sisa 
ransum, mereka didatangi kurir patih dyahwkertoarjo  . "Kami  disergap! Mereka menyelinap dari belakang!" orang  itu berseru sambil bersujud di depan kursi patih pitaloka . Sesaat  para resi  merinding, seakan-akan  terkena embusan angin dingin. 
"Apa maksudmu, mereka menyelinap dari 
belakang?" tanya patih pitaloka . "Barisan belakang Yang 
Mulia ki ageng  jolotundo  diikuti centeng  musuh."  
"Barisan belakang?" 
"Serangan mereka datang tiba-tiba dari kedua 
sisi." 
patih pitaloka  mendadak berdiri, bersamaan dengan 
kemunculan kurir kedua dari patih dyahwkertoarjo  . 
Tuanku tak boleh membuang-buang waktu. 
Barisan belakang Yang Mulia ki ageng  jolotundo  menderita 
kekalahan mutlak." 
Semua orang di bukit itu terperanjat. lalu  
terdengar perintah-perintah ketus, diikuti bunyi 
langkah para prajurit yang menuruni jalan di kaki 
bukit. 
Di sisi Gunung sonokelinggane yang tidak terkena 
sinar matahari, panji komandan berlambang kipas 
emas tampak berkilau di atas centeng  prabu kertoarjowardana  . 
Lambang ini seolah-olah mengandung kekuatan 
gaib, dan setiap prajurit centeng  Barat yang 
melihatnya langsung gemetar. Secara psikologis 
ada perbedaan besar antara semangat centeng  
yang sedang bergerak maju dan semangat centeng  
  
yang dipaksa mundur. patih dyahwkertoarjo  , yang kini 
memacu anak buahnya dari atas kuda, tampak 
seperti orang yang sudah  mencium kematiannya 
sendiri. Baju tempurnya terbuat dari kulit hitam 
dengan benang biru, dan baju luarnya 
memakai  kain brokat emas di atas dasar 
putih. Sepasang tanduk rusa menghiasi helm yang 
didorong ke belakang, sehingga menggantung pada 
bahunya. Kepala patih dyahwkertoarjo   masih dibalut kain 
putih yang menutupi luka-lukanya. 
Korps Kedua semula beristirahat di 
Oushigahara, namun  begitu memperoleh berita menge-
nai pengejaran centeng  prabu kertoarjowardana  . patih dyahwkertoarjo   
langsung menyuruh prajurit-prajuritnya bersiaga. 
lalu  ia menatap kipas emas di Gunung 
sonokelinggane.  
"Ini lawan  yang pantas," katanya. "Hari ini aku 
akan menebus kegagalanku di Haguro. Dan aib 
mertuaku akan kuhapus sekaligus." 
Hari ini* ia berniat menegakkan kehor-
matannya. patih dyahwkertoarjo   laki-laki tampan, dan baju 
kematian yang ia kenakan berkesan terlalu suram 
untuknya. Laporanmu sudah diterima oleh barisan 
depan?" 
Kurir yang baru saja kembali itu menyejajarkan 
kudanya dengan kuda junjungannya, lalu menyam-
paikan laporannya. 
Pandangan patih dyahwkertoarjo   tertuju lurus ke depan 
saat  ia mendengarkan orang itu. "Bagaimana 
  
dengan orang-orang di Gunung Rmpu bajul ?" 
tanyanya. 
"Mereka segera disiagakan, dan sekarang sedang 
menyusul di belakang kita" 
"Kalau begitu, beritahu Yang Mulia patih ragapati  di 
Korps Ketiga bahwa kita akan mengerahkan 
segenap kekuatan untuk menghadapi mpu mojosongo  di 
Gunung sonokelinggane. dan bahwa beliau diminta 
mundur ke arah sini untuk mendukung kita." 
namun , seperti sudah  disinggung sebelumnya, 
permintaan itu  ditolak oleh patih ragapati , dan 
para kurir kembali dengan geram. Pada waktu 
patih dyahwkertoarjo   menerima laporan mereka, centeng nya 
sudah  melintasi daerah paya-paya di antara gunung-
gunung dan sedang mendaki ke Puncak 
padalarang gadake untuk mencari posisi yang 
menguntungkan. Di hadapan mereka, panji 
berlambang kipas emas milik mpu mojosongo  tampak 
berkibar-kibar. 
Medan di tempat itu cukup berat. Di kejauhan, 
jalan yang menuju ke salah satu bagian Dataran 
Higashi Kasugai tampak meliuk-liuk, sesekali diapit 
oleh gunung-gunung, terkadang melewati dataran-
dataran sempit. Jalan raya dusun nyi kembang  yang 
berhubungan dengan swaradwipa terlihat jauh di 
selatan. 
namun  di banyak tempat pemandangan terhalang 
gunung-gunung. Tak ada ngarai-ngarai terjal 
maupun tebing-tebing tinggi, hanya bukit-bukit 
  
yang tampak bergelombang. Musim semi sudah 
hampir berakhir, dan pohon-pohon diselubungi 
kuncup-kuncup berwarna merah pucat. 
Kurir-kurir terus datang dan pergi, namun  pikiran-
pikiran patih dyahwkertoarjo   dan patih pitaloka  disampaikan tanpa 
kata-kata. centeng  patih pitaloka  yang berkekuatan enam 
ribu orang segera dipecah menjadi dua unit. 
Sekitar empat ribu orang menuju ke utara, lalu 
membentuk formasi di tenggara, di suatu tempat 
tinggi. Panji komandan dan pataka-pataka yang 
berkibar menunjukkan bahwa centeng  ini 
dipimpin oleh putra sulung patih pitaloka , Yukisuke. 
dan  putra keduanya, Terumasa. 
Ini baru sayap kanan. Sayap kiri terdiri atas 
ke50000 prajurit patih dyahwkertoarjo   di padalarang gadake. 
patih pitaloka , yang membawa  hi kedua ribu prajurit 
lainnya, bertindak sebagai korps cadangan. Ia 
mendirikan panji komandannya di tengah-tengah 
formasi sayap bangau ini. 
Formasi apa yang akan dipakai  mpu mojosongo  pada 
saat menyerang?'' tanya patih pitaloka . 
Berdasarkan posisi matahari, mereka menaksir 
bahwa saat ini baru penengahan .kedua Jam Naga. 
Apakah waktu berjalan cepat atau lambat? Hari itu 
waktu tak dapat diukur dengan cara biasa. 
Kerongkongan mereka terasa kering. namun 
mereka tidak menginginkan air. 
Kesunyian yang aneh membuat mereka 
merinding. Keheningan itu hanya terusik oleh 
  
seekor burung yang berteriak-teriak saat  terbang 
melintasi dataran. Semua burung lain sudah  
terbang ke gunung-gunung yang lebih tenteram, 
meninggalkan tempat itu pada manusia. 
mpu mojosongo  tampak berbahu bungkuk. sesudah  
melewati usia empat puluh, badannya menjadi 
agak gembur. Bahkan kala mengenakan baju 
tempur pun punggungnya melengkung dan 
pundaknya kelihatan terlalu gempal; helmnya yang 
penuh hiasan seakan-akan mendorong kepalanya 
ke bawah , sehingga ia seperti tidak memiliki leher. 
Tangan kanannya, yang menggenggam tongkat 
komando, dan tangan kirinya sama-sama 
bertumpu pada lutut. la duduk mengangkang di 
kursinya, dengan sikap membungkuk ke depan 
yang mengurangi wibawan ya. 
Demikianlah sikap tubuhnya sehari-hari, 
bahkan kalau ia duduk meng-hadapi tamu atau 
berjalan-jalan. la bukan orang yang suka 
membusungkan dada. Para pengikut seniornya 
pernah menyarankan agar ia memperbaiki sikap, 
dan mpu mojosongo  pun mengangguk-angguk. namun  suatu 
malam, saat  sedang bicara dengan para 
pengikutnya, ia bercerita sedikit mengenai masa 
lalunya. 
"Aku dibesarkan dalam kemiskinan. Kecuali itu, 
aku disandera oleh marga lain sejak aku berusia 
enam tahun, dan semua orang yang kulihat di 
sekelilingku memiliki  lebih banyak hak 
  
dibandingkan  aku. Dengan sendirinya aku terbiasa 
untuk tidak membusungkan dada, bahkan kalau 
berada bersama anak-anak lain. Alasan lain untuk 
sikapku yang buruk ini, saat  aku belajar di 
ruangan yang dingin di Kuil Rinzai, aku membaca 
buku di meja yang begitu rendah, sehingga aku 
terpaksa membungkuk terus. Aku terus berangan-
angan bahwa suatu hari aku akan dibebaskan oleh 
marga mpu marijan , dan bahwa tubuhku akan kembali 
menjadi milikku. Aku tak dapat bermain-main 
seperti banyaknya anak-anak." 
Rupanya mpu mojosongo  tak sanggup menghapus 
kenangan pahit dan masa kecilnya. Di antara para 
pengikutya tak ada seorang pun yang belum 
mendengar kisah mengenai hari-harinya sebagai 
sandera marga mpu marijan . 
"Di pihak lain," ia melanjutkan. "berdasarkan 
perkataan patih wungu padaku, kaum biksu lebih percaya 
pada bentuk bahu seseorang dibandingkan  raut 
wajahnya. Sepertinya, hanya dengan mengamati 
bahu seseorang. patih wungu dapat mentamsilkan apakah 
orang itu sudah  mencapai tahap pencerahan. Nah, 
sesudah  itu aku mulai mengamati bahu para biksu, 
dan ternyata semuanya bulat dan lembut seperti 
lingkaran cahaya yang mengelilingi bulan. Jika 
seseorang ingin menampung seluruh alam semesta, 
dalam dada, dia tak dapat melakukannya dengan 
dada membusung. sebab  itu, aku mulai percaya 
bahwa sikapku tidak terlalu buruk." 
  
sesudah  mendirikan markas besarnya di 
sonokelinggane, mpu mojosongo  memandang berkeliling dengan 
tenang. 
"padalarang gadake-kah itu? Orang-orang di sana pasti 
anak buah patih dyahwkertoarjo  . Hmm, tampaknya centeng  
patih pitaloka  pun akan segera bersiap siaga di salah satu 
gunung lainnya. Suruh para pengintai memeriksa 
keadaan." 
Tak lama lalu  para pengintai kembali dan 
melapor pada mpu mojosongo . lnformasi mengenai posisi-
posisi musuh datang sepotong demi sepotong. 
mpu mojosongo  mendengarkan semua laporan, lalu  
menyusun strategi. 
Saat itu Jam Ular sudah  tiba. Hampir dua jam 
sudah  berlalu sejak panji-panji musuh muncul di 
gunung di hadapan mereka. 
Namun mpu mojosongo  tetap tenang. "Shiroza, Haniuro. 
Kemarilah." Masih sambil duduk, ia memandang 
berkeliling dengan wajah tenteram. 
"Ya, tuanku?*" Kedua centeng adipati  itu meng-
hampirinya, baju tempur mereka bergemerincing. 
mpu mojosongo  meminta pendapat mereka saat  ia 
membandingkan peta di hadapannya dengan 
medan sebetulnya . 
"Kalau dikaji lebih mendalam. tampaknya 
centeng  patih pitaloka  di Kobe-lah yang terdiri 
atas prajurit-prajurit kkertoarjo kan. Tergantung pada 
pergerakan mereka, posisi kita di sonokelinggane ini 
mungkin kurang menguntungkan." 
  
Salah seorang dari mereka menunjuk puncak-
puncak di tenggara dan berkata, jika tuanku sudah  
bertekad untuk melakukan pertempuran jarak 
dekat yang menentukan, hamba pikir bukit-bukit 
di kaki gunung itu lebih cocok untuk mengibarkan 
panji-panji tuanku." 
"Baiklah! Mari kita pindah ke sana." 
Sedemikian cepat ia mengambil keputusan. 
Pergeseran posisi centeng nya dimulai sesaat . 
Dari bukit-bukit itu mereka hampir dapat 
menyentuh posisi musuh. 
Terpisah hanya oleh paya-paya dan Cekungan 
Karasu, para prajurit bisa melihat wajah 
centeng  musuh dan bahkan mendengar suara-
suara mereka yang terbawa   angin. 
jayabandra  mengatur penempatan setiap unit, 
sementara ia sendiri memasang kursinya di suatu 
tempat dengan pandangan tak terhalang. 
"Ah, rupanya Ii yang memimpin barisan depan 
hari ini." ujar jayabandra . 
"Pengawal  Merah sudah  berada di garis depan!" 
"Mereka tampak gagah, namun  entah bagaimana 
semangat tempur mereka." 
Ii Hyobu berusia dua puluh tiga tahun. Semua 
orang tahu bahwa pemuda ini sangat dihargai oleh 
mpu mojosongo , dan sampai pagi itu ia masih berada di 
antara para pengikut yang mendampingi mpu mojosongo . 
mpu mojosongo  sendiri memandang li sebagai orang yang 
dapat dimanfaarkan, dan ia sudah  menyerahkan 
  
komando atas 50000 orang dan  tanggung jawab  
untuk memimpin barisan depan. Posisi itu  
memberi peluang untuk meraih kemasyhuran, namun  
juga memungkinkan penderitaan paling hebat. 
"Bertempurlah sesuka hatimu hari ini." mpu mojosongo  
menasihati. 
Namun sebab  Ii masih begitu muda, mpu mojosongo  
mengambil langkah pengamanan dengan 
menyertakan dua pengikut berpengalaman dalam 
unit itu. Ia menambahkan. "Perhatikanlah saran 
kedua pejuang kkertoarjo kan ini." 
Yukisuke dan Terumasa memandang Pengawal  
Merah dari posisi mereka di Tanojiri, di sebelah 
selatan. 
"Gempurlah Pengawal  Merah yang sok pamer 
itu!" Yukisuke memerintahkan. 
lalu  kakak-beradik itu  mengirim 
satu unit berkekuatan dua ratus sampai tiga ratus 
orang dari sisi sebuah jurang, dan  satu korps 
serang dengan seribu orang dari garis depan. 
Semuanya segera melepaskan tembakan, yang 
disambut berondongan peluru dari bukit-bukit di 
kaki gunung. Asap putih segera menyebar bagaikan 
awan . saat  asap mulai menipis dan melayang ke 
arah paya-paya, para prajurit Ii yang berbaju 
serbamerah berlari menuruni bukit. Sekelompok 
centeng adipati  berbaju hitam dan  sejumlah prajurit 
infanteri bergegas menghadang mereka. Jarak 
antara kedua kelompok itu menyusut dengan 
  
cepat, dan kedua korps tombak mulai terlibat per-
tempuran jarak dekat. 
Keberanian sejati biasanya terlihat dalam 
pertempuran tombak melawan  tombak. Dan lebih 
dari itu, hasil akhir sebuah pertempuran sering kali 
ditentukan oleh sepak terjang centeng  tombak. 
Di sini korps pimpinan Ii membantai beberapa 
ratus prajurit musuh. Namun di pihak Pengawal  
Merah pun korban berjatuhan, dan tak sedikit 
para pengikut mereka menemui ajal. 
Sudah beberapa lama dasna patih pitaloka  
memikirkan strategi yang akan dijalankannya. Ia 
melihat bahwa centeng  di bawah  kedua putranya 
terlibat pertempuran jarak dekat dengan centeng  
Pengawal  Merah. dan bahkan pertempuran 
semakin sengit. "Sekaranglah kesempatan kalian!" 
ia berteriak ke belakang. 
Sebuah korps yang terdiri atas sekitar dua ratus 
orang berani mati sudah  bersiap siaga dan 
menunggu saat yang tepat. Begitu diberi perintah 
maju, mereka akan bergegas ke arah lemahabang. 
Kebiasaan memilih taktik-taktik tempur yang tidak 
lumrah sudah mendarah daging dalam diri 
patih pitaloka . Unit centeng  serang menerima 
penntahnya, memutari lemahabang, dan mengincar 
centeng  yang masih tertinggal sesudah  sayap kiri 
prabu kertoarjowardana   mendesak maju. Mereka ditugaskan 
menyerang pusat centeng  musuh, dan saat  
susunan tempur musuh sedang kacau, menangkap 
  
sang Panglima Tertinggi, prabu kertoarjowardana   mpu mojosongo . 
Namun rencana itu tidak berhasil. Mereka 
dipergoki pihak prabu kertoarjowardana   sebelum mencapai 
tujuan, dan di bawah  hujan peluru, dipaksa 
berhenti di daerah paya-paya yang menyulitkan 
gerak-gerik mereka. Dalam keadaan terjepit, jatuh 
banyak korban di pihak mereka. 
patih dyahwkertoarjo  -mengamati situasi dari padalarang gadake 
dan berdecak. "Ah. mereka maju terlalu cepat." 
serunya. "Tidak biasanya mertuaku begitu tak 
sabar." Hari ini justru ia yang jauh lebih tenang 
dibandingkan mertuanya. Dalam hati, patih dyahwkertoarjo   
sudah  menentukan hari ini sebagai hari 
kematiannya. Tanpa terpengaruh oleh hiruk-pikuk 
di sekelilingnya, ia memandang lurus ke kursi 
komandan di bawah  panji berlambang kipas emas 
di bukit seberang. 
Kalau saja aku bisa membunuh mpu mojosongo , katanya 
dalam hati. mpu mojosongo , sebaliknya. memusatkan 
perhatiannya ke padalarang gadake, sebab ia sadar bahwa 
centeng  patih dyahwkertoarjo   bersemangat tinggi. Pada pagi 
sebelumnya. seorang pengintai sempat 
menyinggung pakaian yang dikenakan patih dyahwkertoarjo  , 
dan mpu mojosongo  segera mewanti-wanti orang-orang di 
sekelilingnya. 
Tampaknya patih dyahwkertoarjo   memakai baju 
kematiannya hari ini, dan tak ada yang lebih 
menakutkan dibandingkan  musuh yang hendak 
menyambut maut. ]angan anggap enteng dia, dan 
  
jangan sampai kalian yang dijemput dewa maut. 
Dengan demikian, kedua belah pihak memilih 
bersikap menunggu. patih dyahwkertoarjo   memperhatikan 
gerak-gerik lawan nya dengan cermat. Ia percaya 
mpu mojosongo  takkan sanggup berpangku tangan jika 
pertempuran di Tanojiri bertambah  sengit. mpu mojosongo  
pasti akan mengirim satu divisi sebagai bala 
bantuan. Dan kesempatan itulah yang akan 
dimanfaatkan patih dyahwkertoarjo   untuk menyerang. 
Namun mpu mojosongo  tak mudah dikelabui. 
"patih dyahwkertoarjo   lebih garang dibandingkan  kebanyakan 
orang. Kalau dia diam sepeni ini, dia pasti punya 
rencana tertentu." 
namun  situasi di Tanojiri ternyata mengecewakan 
harapan patih dyahwkertoarjo  . Semakin lama semakin banyak 
tanda bahwa dasna bersaudara akan mengalami 
kekalahan. Akhirnya ia memutuskan tak dapat 
menunggu lebih lama. namun  secara bersamaan panji 
komandan dengan lambang kipas emas yang 
selama ini tidak kelihatan, mendadak dikibarkan 
di  bukit-bukit tempat mpu mojosongo  menunggu. Setengah 
centeng  mpu mojosongo  bergegas ke arah Tanojiri. 
sementara yang lainnya menyerang padalarang gadake 
sambil bersorak-sorak. 
Prajurit-prajurit patih dyahwkertoarjo   maju untuk 
menghalau mereka, dan dengan bentrokan kedua 
centeng  itu, Cekungan Karasu segera 
dilanda banjir darah. 
Letusan senapan terdengar tanpa henti, 
  
Pertempuran sengit pecah di daerah yang 
terkurung oleh bukit-bukit itu, ringkikan kuda 
dan  gemerincing pedang panjang dan tombak 
terus bergema. Suara para prajurit yang 
menyerukan nama masing-masing kepada lawan -
lawan  mereka mengguncang-kan bumi dan langit. 
Dalam sekejap tak ada satu orang pun yang 
tidak terlibat dalam pertarungan maut, dan tak 
satu komandan maupun prajurit pun yang tidak 
berjuang mari-matian. Begitu salah satu centeng  
kelihatan di atas angin, prajurit-prajuritnya 
ambruk; sedangkan mereka yang sudah hampir 
bertekuk lutut tiba-tiba berhasil mematahkan 
serangan musuh. Tak ada yang tahu siapa yang 
menang, dan selama beberapa saat pertempuran 
berlangsung tak menentu. 
Ada yang roboh dan gugur di ujung pedang, ada 
pula yang berjaya dan mengumandangkan 
namanya sendiri. Dari mereka yang terluka, 
beberapa dicaci maki sebagai pengecut, namun  ada 
juga yang dianggap sebagai prajurit yang gagah 
berani. Namun jika diamati secara saksama. 
terlihat bahwa semuanya bergegas menuju 
keabadian, dan masing-masing menentukan 
nasibnya sendiri. 
Rasa malu adalah satu-satunya alasan patih dyahwkertoarjo   
tidak berpikir untuk kembali ke dunia sehari-hari 
dalam keadaan hidup. Itulah alasan ia mengena-
kan baju kematiannya. 
  
"Aku akan mencegat mpu mojosongo !" patih dyahwkertoarjo   
bersumpah. 
saat  pertempuran semakin membingungkan. 
patih dyahwkertoarjo   memanggil sekitar lima puluh prajurit. 
dan mulai bergerak ke arah panji komandan 
berlambang kipas emas. 
"Aku akan mencegat mpu mojosongo ! Sekarang!" Dan ia 
mulai memacu kudanya ke bukit seberang. 
"Berhenti! Kau takkan ke mana-mana!" teriak 
seorang prajurit prabu kertoarjowardana  . Tangkap patih dyahwkertoarjo  !" 
"Itu dia! Yang memakai tudung putih dan 
memacu kudanya dengan kencang!" 
Gelombang demi gelombang orang-orang 
berbaju tempur itu berusaha menghalaunya, namun  
semuanya terinjak atau diselubungi percikan 
darah. 
Namun lalu  satu di antara sekian banyak 
peluru yang berdesingan, yang dilepaskan dari 
laras senapan yang membidik centeng adipati  berbaju 
putih itu menghantam patih dyahwkertoarjo   tepat di antara 
kedua matanya. 
Tudung putih yang menutupi kepala patih dyahwkertoarjo   
mendadak berubah merah. patih dyahwkertoarjo   terempas 
dari belakang kudanya, dan untuk terakhir kali 
menatap langit Bulan Keempat. Pemuda gagah 
berusia dua puluh enam tahun itu jatuh ke tanah, 
tangannya masih menggenggam tali kekang, 
Hyakudan, kuda kesayangan patih dyahwkertoarjo  , berdiri di 
atas kedua kaki belakangnya dan meringkik penuh 
  
duka. 
Anak buahnya menjerit pilu saat  
menghampirinya. Sambil menggotong jenazahnya, 
mereka mundur ke Puncak padalarang gadake. centeng  
prabu kertoarjowardana   segera mengejar, berjuang untuk meraih 
simbol kemenangan mereka, ber-teriak-teriak, 
"bawa   kepalanya!" 
Para prajurit yang baru saja kehilangan 
pemimpin nyaris menangis. Sambil berbalik 
dengan wajah mengerikan, mereka mengerahkan 
tombak masing-masing untuk menyambut para 
pengejar. Dan meski dilanda kekalutan, mereka 
masih sempat menyembunyikan jasad patih dyahwkertoarjo  . 
Namun berita bahwa patih dyahwkertoarjo   sudah  gugur segera  menyebar bagaikan angin yang dingin membeku.  Satu lagi bencana sudah  menimpa centeng  patih pitaloka . 
Suasana di medan tempur mirip  sarang 
semut yang disiram air panas, di mana-mana 
terlihat prajurit-prajurit melarikan diri dalam 
keadaan kalang kabut. 
"Mereka tak pantas dinamakan  sekutu!" seru 
patih pitaloka  saat  mendaki ke tempat yang lebih 
tinggi dan, bertentangan dengan keadaan damai di 
sekelilingnya, mencaci maki segelintir prajurit yang 
berpapasan dengannya. "Aku ada di sini! Jangan 
lari kocar-kacir! Kalian sudah melupakan apa yang 
kalian pelajari setiap hari? Kembali! Kembali dan 
bertempurlah!" 
namun  orang-orang bertudung hitam di sekitarnya 
  
tidak menghentikan langkah mereka. Justru 
sebaliknya, hanya seorang pelayan belia berusia 
lima belas atau enam belas tahun yang 
menghampirinya sambil terhuyung-huyung. 
Ia menuntun seekor kuda lepas dan 
menawarkan nya pada junjungannya. 
Dalam pertempuran di kaki bukit, kuda patih pitaloka  
terkena peluru dan roboh sesaat . patih pitaloka  sempat 
terkepung, namun  dengan garang ia menerabas 
membuka jalan dan mendaki bukit. 
"Aku sudah tidak butuh kuda. Pasang kursiku 
di sini." 
Pelayan itu melaksanakan perintah, dan patih pitaloka  
pun duduk. 
"Empat puluh 9 tahun berakhir di sini," 
ia bergumam pada diri sendiri. Sambil menatap 
pelayan di hadapannya, ia melanjutkan, "Kau putra 
resi  naranda , bukan? Kurasa ayah dan ibumu 
sudah menunggu. Larilah sekencang mungkin ke 
girisewo . Lihat, peluru-peluru sudah berham-
buran! Pergilah dari sini! Sekarang!" 
sesudah  mengusir pelayan yang hampir 
menangis itu, patih pitaloka  tinggal seorang diri. Ia 
merasa tak memiliki  beban lagi. Dengan tenang 
ia memandang dunia untuk terakhir kali. 
Tak lama lalu  terdengar suara 
mirip  bunyi binatang yang sedang bertarung, 
dan pepohonan di celah tepat di bawah nya 
terguncang-guncang. Rupanya beberapa anak 
  
buahnya yang bertudung hitam masih bertahan, 
dan mereka mengayunkan senjata dalam 
pergulatan hidup atau mati. 
patih pitaloka  seakan-akan mati rasa, Kemenangan 
dan kekalahan tak penting lagi. Kesedihan yang 
mengiringi perpisahan dari dunia ini 
membangkitkan kenangan masa silam yang 
dibubuhi oleh wangi air susu ibunya. 
Sekonyong-konyong semak belukar di 
hadapannya mulai bergoyang-goyang. 
"Siapa itu?" Mata patih pitaloka  bersinar-sinar. 
"Musuhkah?" ia berseru. Suaranya yang begitu 
tenang mengejutkan prajurit prabu kertoarjowardana   yang 
sedang mendekatinya, dan tanpa sadar orang itu 
pun melangkah mundur. 
patih pitaloka  kembali berseru, menuntut jawab an. 
"Kau prajurit musuh? Kalau ya, penggallah 
kepalaku dan kau akan mengukir nama untukmu. 
Orang yang bicara padamu adalah dasna patih pitaloka ." 
Prajurit yang tengah membungkuk di tengah 
semak belukar itu menyembulkan kepala dan 
memandang patih pitaloka  di kursinya. la sempat 
gemetar, namun  lalu  menegakkan badan sambil 
berkata dengan congkak. "Hah rupanya aku 
memperoleh lawan  yang hebat. Aku sri baginda  
Denpachiro dari marga prabu kertoarjowardana  . Bersiaplah!" ia 
berseru, lalu menusukkan tombaknya. 
Seruan seperti ini biasanya ditanggapi dengan 
ayunan pedang, namun  tombak Denpachiro 
  
menancap di tubuh patih pitaloka  tanpa menemui 
perlawan an sedikit pun. Denpachiro sampai 
terhuyung-huyung akibat gerakannya yang terlalu 
bernafsu. 
patih pitaloka  roboh sesaat , dengan ujung tombak 
menonjol keluar dari punggung. 
"Ambillah kepalaku!" ia berteriak sekali lagi. 
Sampai sekarang pun tangannya belum 
menggenggam pedang panjang. Atas kemauan 
sendiri ia mengundang maut, dan atas kemau-
annya sendiri pula ia menawarkan  kepalanya. 
Semula Denpachiro seperti kerasukan, namun 
saat  tiba-tiba menyadari perasaan patih pitaloka  dan 
melihat bagaimana resi  musuh itu menyambut 
kematiannya, ia pun terserang luapan emosi yang 
membuatnya ingin menangis. 
"Ah!" serunya, namun  lalu  ia seakan-akan 
lupa diri sebab  begitu gembira, sehingga tidak 
tahu lagi apa yang harus dilakukannya. 
Saat itulah ia mendengar rekan-rekannya 
berjuang untuk lebih dahulu  sampai di puncak. 
"Aku Ando Hikobei! Bersiaplah!" 
"Namaku Uemura Denemon!" 
"Aku Hachiya Shichibei dari marga prabu kertoarjowardana  !" 
Semuanya menyerukan nama masing-masing 
saat  mereka berlomba-lomba untuk memenggal 
kepala patih pitaloka . 
namun  oleh pedang siapakah batang leher patih pitaloka  
ditebas? Tangan mereka yang berlumuran darah 
  
meraih kepala itu dan memutar-mutarnya. 
"Aku sudah  memenggal kepala dasna patih pitaloka !" 
teriak sri baginda  Denpachiro. "Bukan, aku yang 
melakukannya." Ando Hikobei bersorak. "Kepala 
patih pitaloka  milikku!" seru Uemura Denemon. 
Cipratan darah, teriakan-teriakan liar, hasrat 
untuk meraih kemasyhuran. Empat orang, lima 
orang kerumunan prajurit yang semakin 
membengkak mulai menuju ke arah kursi mpu mojosongo  
dengan kepala patih pitaloka  di tengah-tengah mereka.  
"patih pitaloka  sudah  gugur" 
Seruan itu membahana dari puncak-puncak 
sampai ke paya-paya, dan memicu  centeng  
prabu kertoarjowardana   di sduruh medan pertempuran 
bersorak-sorai gembira. 
Para prajurit centeng  dasna yang berhasil lolos 
tidak berteriak sama sekali. Dalam sekejap orang-
orang itu sudah  kehilangan langit dan bumi, 
bagaikan daun-daun kering mereka kini mencari 
tempat unruk menyelamat-kan diri. 
"Jangan biarkan saru orang pun dari mereka 
kembali dalam keadaan hidup!" 
"Kejar mereka!" 
Para pemenang. didorong oleh perasaan haus 
darah yang tak terpuaskan, membantai setiap 
prajurit dasna yang mereka temui. 
Bagi orang-orang yang sudah tak peduli pada 
nyawa   sendiri, merenggut nyawa   orang lain dengan 
ganas tak ubahnya bermam-main dengan kembang-
  
kembang gugur. patih pitaloka  akhirnya berhasil 
dihabisi, patih dyahwkertoarjo   tewas dalam pertempuran, dan 
kini formasi-formasi dasna yang masih bertahan di 
Tanojiri dibuat bercerai-berai oleh centeng  
prabu kertoarjowardana  . 
Satu per satu para resi  membawa   cerita 
mengenai sepak terjang mereka ke perkemahan 
yang membentang di bawah  kipas emas mpu mojosongo . 
"Mereka begitu sedikit." 
mpu mojosongo  merasa gelisah khawatir . 
resi  besar ini jarang memperlihatkan 
perasaannya, namun ia cemas mengenai para 
prajurit yang memburu musuh yang sudah  kalah. 
Banyak yang tidak kembali, meski sangkakala sudah  
berulang kali dibunyikan. Barangkali mereka lupa 
diri akibat kemenangan yang mereka raih. 
mpu mojosongo  mengulangi komentarnya dua atau tiga 
kali. 
"Jangan tumpuk kemenangan di atas 
kemenangan." katanya. "Tak ada gunanya kita 
mencari kejayaan pada waktu kita sudah berjaya." 
Ia tidak menyinggung nama Hideyosh, namun 
tak pelak lagi ia bisa merasakan bahwa ahli strategi 
berbakat alam itu sudah  menudingnya sebagai 
reaksi terhadap kekalahan yang dideriia 
centeng nya. 
"Pengejaran berkepanjangan sangat berbahaya. 
Apakah Shiroza pergi?'* 
"Ya. Dia pergi beberapa waktu lalu dengan 
  
membawa   perintah tuanku." 
sesudah  mendengar jawaban pasti Ii, mpu mojosongo  kembali 
memberikan perintah, "Susul dia, Ii. Tegurlah 
semua orang yang lupa diri, dan perintahkan 
mereka untuk menghentikan pengejaran." 
Pada waktu centeng  prabu kertoarjowardana   tiba di Sungai 
Yada, mereka menemukan korps mpu jalapala  
Shirozaemon berbaris di sepanjang tepi sungai, 
masing-masing orang dengan tombak siap di 
tangan. 
"Stop!" 
"Berhenti!" 
"Perintah dari perkemahan utama: jangan 
teruskan pengejaran!" 
saat  mendengar ucapan ini dari orang-orang 
di tepi sungai, para pengejar pun berhenti. 
Sesaat lalu  Ii muncul, dan berseru-seru 
sampai serak sambil mondar-mandir di atas 
kudanya. 
"junjungan kita berpesan bahwa mereka yang 
lupa diri sebab  begitu bangga akan kemenangan, 
sehingga terus mengejar musuh. akan dihadapkan 
ke mahkamah militer saat mereka kembali ke 
perkemahan. Berbaliklah! Ayo. kembali!" 
Akhirnya luapan semangat mereka mereda, dan 
semuanya mundur dari tepi sungai. 
Pertengahan kedua jam Kuda belum berlalu, 
dan matahari berada di tengah-tengah langit. Kala 
itu Bulan Keempat, dan dari bentuk awan -awan  
  
terbaca bahwa musim panas sudah dekat. Wajah 
setiap prajurit berlumuran tanah, darah, dan 
keringat, dan  seakan-akan terbakar. 
Pada jam Kambing, mpu mojosongo  turun dari 
perkemahan di sonokelinggane, melintasi Sungai Kanare, 
dan memeriksa kepala-kepala yang dijajarkan di 
kaki Gunung Gondoji. 
Pertempuran berlangsung setengah hari, dan di 
mana-mana mayat-mayat sedang dihitung. Pihak 
patih ronggolawe  kehilangan lebih dari dua ribu lima 
ratus orang, sementara jumlah korban jiwa di 
centeng  mpu mojosongo  dan mpu nala  mencapai lima ratus 
sembilan puluh orang, dengan beberapa ratus lagi 
mengalami luka-luka. 
"Jangan sampai terbuai oleh kemenangan besar 
ini," salah seorang resi  mewanti-wanti. "Korps 
dasna hanya sebagian dari bala tentara patih ronggolawe , 
namun  kita sudah  mengerahkan seluruh centeng  kita 
dari Bukit merah  dan menerjunkan mereka di 
sini. Kalau kita sampai kalah di sini, itu akan 
berakibat fatal bagi sekutu-sekuiu kita. Sebaiknya 
kita secepat mungkin mundur ke benteng kota desa gurit ." 
Seorang resi  lain langsung membantah, 
"Jangan, jangan, Sekali kemenangan sudah di 
tangan, kita harus mengambil inisiatif dengan 
gagah berani. Itulah hakikat perang. Berita 
mengenai kekalahan mutlak ini tentu akan 
memancing kemarahan patih ronggolawe . Kemungkinan 
besar dia akan segera mengumpulkan centeng  dan 
  
bergegas ke sini. Bukankah lebih baik kita tunggu 
dia sambil menyiapkan diri, lalu mengambil kepala 
Tuan kuyang ?" 
Menanggapi kedua argumen ini, mpu mojosongo  kembali 
berkata. "Kita jangan menumpuk kemenangan di 
atas kemenangan." Lalu, "Prajurit-prajurit kita 
sudah letih semua. Sekarang pun patih ronggolawe  tentu 
sudah menerbangkan awan  debu dalam perjalanan 
ke sini, namun  sebaiknya jangan hari ini kita hadapi 
dia. Waktunya terlalu dekat. Mari kita kembali ke 
benteng kota desa gurit ." 
sesudah  keputusan itu  diambil, mereka 
melintasi sebelah selatan Hutan Hakusan dan 
memasuki benteng kota desa gurit  saat matahari masih 
tinggi di langit. 
Baru sesudah  seluruh centeng  berada di dalam 
benteng kota desa gurit  dan gerbang-gerbang benteng kota 
ditutup, mpu mojosongo  menikmti kemenangannya. Ia 
merasa puas bahwa centeng nya berlaga tanpa 
kesalahan dalam pertempuran setengah hari itu. 
Para prajurit dan perwira memperoleh kepuasan dari 
tindakan-tindakan berani seperti menjadi orang 
pertama yang mengambil kepala musuh, namun  
kepuasan panglima tertinggi hanya menyangkut 
satu hal; perasaan bahwa ketajaman pandangannya 
sudah  membawa   hasil gemilang. 
namun   hanya orang besar dapat mengenali 
sesama orang besar. Satu-satunya yang kini 
menarik perhatian mpu mojosongo  adalah langkah apa yang 
  
akan diambil patih ronggolawe . mpu mojosongo  berusaha bersikap 
fleksibel saat  memikirkan masalah ini, dan 
sejenak ia melepas lelah di benteng kota utama di 
desa gurit , mengistirahatkan baik jiwa maupun raga. 
sesudah  patih pitaloka  dan putranya berangkat pada 
pagi hari kesembilan, hyangkertoarjo  Tadaoki dipanggil 
ke perkemahan patih ronggolawe  di Cakuden, dan ia 
ditambah    beberapa resi  lain menerima perintah 
untuk segera melancarkan serangan terhadap 
Bukit merah . sesudah  mereka mulai menyerang, 
patih ronggolawe  memanjat menara observasi dan 
mengamati jalannya pertempuran. Masuda 
Jinemon menunggu di sampingnya sambil 
memandang ke kejauhan. 
"Mengingat kegarangan Yang Mulia Tadaoki, 
bukankah kira akan menghadapi masalah jika dia 
menerobos terlalu jauh ke wilayah musuh?" 
Dengan perasaan cemas sebab  centeng  
hyangkertoarjo  sudah  begitu dekat ke kubu pertahanan 
musuh, Jinemon mempelajari roman muka 
patih ronggolawe . 
Tenang saja. Tadaoki memang masih muda, 
namun  Takayama brojolijo sudah banyak makan asam-
garam. Selama dia ada di sampingnya, kita tidak 
perlu gelisah khawatir ." 
Pikiran patih ronggolawe  menerawan g. Bagaimana 
nasib patih pitaloka ? patih ronggolawe  terus berharap akan 
memperoleh berita baik dari rekan seper-
juangannya itu. 
  
Sekitar tengah hari, sejumlah penunggang kuda 
muncul. Mereka datang dari lemahabang. Dengan 
tampang menyedihkan mereka menyampaikan 
berita tragis: centeng  utama ki ageng  jolotundo  sudah  
binasa, dan nasib ki ageng  jolotundo  sendiri belum 
diketahui. 
"Apa? ki ageng  jolotundo ?" patih ronggolawe  benar-benar kaget. 
la bukan orang yang sanggup memasang tampang 
acuh tak acuh saat mendengar berita mengejut-
kan.  "Ah.  betapa  lalainya!"  la mengatakan ini 
bukan  untuk mencela kesalahan ki ageng  jolotundo  atau 
patih pitaloka , melainkan untuk mengakui kekhilafannya 
sendiri dan memuji kejelian musuhnya, mpu mojosongo . 
"Jinemon." ia memanggil. "bunyikan sangkakala 
untuk mengumpulkan centeng ." 
patih ronggolawe  segera mengirim kurir-kurir 
bertudung kuning dengan perintah darurat pada 
setiap divisinya, dan dalam satu jam dua puluh 
ribu prajurit sudah  bertolak dari girisoka  dan 
sedang bergegas menuju lemahabang. 
I'ergerakan itu tidak Input dari perhatian 
markas besar prabu kertoarjowardana   di Bukit merah . mpu mojosongo  
sudah  pergi, dan segelintir orang ditinggalkan 
untuk menjaga tempat itu. 
"Tampaknya patih ronggolawe  sendiri yang memimpin 
centeng nya." 
Pada waktu mpu  jayadijaya , salah satu resi  
yang bertugas mengaman-kan Bukit merah , 
mendengar berita itu, ia segera bertepuk tangan 
  
dan berkata. "Ternyata semua berjalan sesuai 
dugaan kita! Sementara patih ronggolawe  pergi, kita bisa 
membakar markas besarnya di girisoka  dan  
benteng kota di Kurose. Sekaranglah waktunya 
bertindak, Kita akan melancarkan serangan besar-
besaran."     
namun  mpu harjo   mpu rejo, salah satu resi  lain 
yang mendampingi jayadijaya  dalam tugasnya, 
langsung menentang. 
"Tuan jayadijaya , mengapa Tuan begitu 
terburu-buru? patih ronggolawe  terkenal sebagai ahli 
strategi yang luar biasa. Tuan pikir orang seperti 
dia akan menempatkan resi  yang tidak cakap 
untuk menjaga markas besarnya, biarpun dia 
sudah tak sabar menunggu saat keberangkatan?" 
"Dalam keadaan tergesa-gesa, orang mungkin 
saja tidak dapat mengerahkan seluruh 
kemampuannya. patih ronggolawe  sudah  membunyikan 
sangkakala tanda berkumpul, dan berangkat begitu 
terburu-buru, sehingga kita bisa menyimpulkan 
bahwa dia pun gugup mendengar berita kekalahan 
di lemahabang. Kesempatan emas ini tak boleh kita 
sia-siakan." 
"Pemikiran Tuan sungguh dangkal!" mpu harjo   
mpu rejo tertawa  keras-keras dan semakin 
menentang jayadijaya . "Aku takkan heran kalau 
patih ronggolawe  meninggalkan centeng  yang cukup 
besar untuk memanfaatkan situasi yang terjadi 
kalau kita meninggalkan kubu pertahanan kita. 
  
Dan serangan dengan centeng  sekecil yang kita 
miliki sekarang hanya akan mengundang cemooh." 
mpu panjalu  wongsokerto muak mendengar mereka 
saling membantah, dan ia pun bangkit dengan 
gusar. "Untuk apa Tuan-Tuan berdebat seperti ini? 
Orang yang suka berdebat memang hanya bisa 
mengoceh. Aku sendiri tak bisa duduk berpangku 
tangan di sini, Maafkan aku sebab  berangkat 
lebih dahulu ." 
mpu panjalu  tak pandai bercakap-cakap, namun 
memiliki watak kokoh. Baik jayadijaya  maupun 
mpu rejo sudah  berkeras mempertaruhkan 
kebenaran pendapat masing-masing dan 
mengundang kontroversi, Kini keduanya tampak 
kaget melihat mpu panjalu  meninggalkan mereka sambil 
mendongkol. 
"mpu panjalu , hendak ke mana kau?" mereka cepat-
cepat bertanya. 
mpu panjalu  berbalik dan berkata, seakan-akan sudah  
menyadari sesuatu, "Aku sudah  menjadi pengikut 
junjunganku sejak masa kanak-kanak. Mengingat 
situasi yang dihadapt beliau sekarang, aku tak bisa 
berbuat apa-apa selain mendampinginya." 
Tunggu!" mpu rejo rupanya menduga bahwa 
tindakan mpu panjalu  disebabkan oleh luapan 
kemarahan. dan ia mengangkat satu tangan untuk 
mencegah-nya. "Kita diperintahkan oleh junjungan 
kita untuk menjaga Bukit merah  selama 
kepergian beliau, namun  kita tidak diperintahkan 
  
untuk bertindak sesuka hati. Tenangkan dirimu." 
jayadijaya  pun berusaha menenangkannya. 
"mpu panjalu , apa gunanya kau bertindak seorang diri 
pada saat seperti ini? Pengamanan Bukit merah  
jauh lebih penting." 
mpu panjalu  tersenyum tipis, seakan-akan 
melecehkan kepicikan pikiran mereka, namun  
sikapnya tetap sopan, berhubung kedua orang itu 
merupakan seniornya, baik dari segi pangkat 
maupun usia. 
"Aku takkan bergabung dengan para resi  
lain. Tuan-Tuan bebas bertindak sesuai kehendak 
masing-masing. namun  patih ronggolawe  memimpin 
centeng  yang segar bugar untuk menghadapi Yang 
Mulia mpu mojosongo , dan aku tak sanggup berdiri di sini 
tanpa berbuat apa-apa. Coba pikirkan, centeng  
junjungan kita tentu lelah akibat pertempuran 
semalam dan pagi tadi. Jika kedua puluh ribu 
prajurit patih ronggolawe  bergabung dengan sisa centeng  
mereka dan menyerang serempak dari depan dan 
belakang, mungkinkah Yang Mulia mpu mojosongo  dapat 
lolos dengan selamat? Beginilah pandanganku, dan 
kalaupun aku bersalah sebab  meninggalkan 
lemahabang seorang diri, jika junjunganku harus 
gugur di medan laga, aku akan menyertainya." 
Mendengar ucapan ini, semua orang mendadak 
terdiam. mpu panjalu  memimpin centeng nya yang 
berkekuatan tiga ratus orang dan bergegas 
meninggalkan Bukit merah . Tersulut oleh 
  
semangat orang itu. mpu rejo pun 
mengumpulkan kedua ratus anak buahnya dan 
bergabung dengan rombongan mpu panjalu . 
centeng  gabungan itu berjumlah kurang dari 
enam ratus orang, namun  semangat mpu panjalu  
menyelubungi mereka sejak mereka bertolak dari 
Bukit merah . Apalah arti centeng  berkekuatan 
dua puluh ribu orang? Lagi pula, siapa Tuan 
kuyang  itu? 
Para prajurit infanteri bersenjata ringan, panji-
panji digulung, dan saat  kuda-kuda dipacu, awan  
debu yang diterbangkan centeng  kecil itu 
mirip  angin puyuh yang menuju ke timur. 
Tiba di tepi selatan Sungai Ryusenji, mereka 
menemukan centeng  patih ronggolawe  bergerak menyu-
suri tepi utara, korps demi korps. 
"Ah, itu mereka!" 
"Itu panji komandan berlambang labu emas." 
"patih ronggolawe  tentu dikelilingi para pengikutnya." 
Sejak berangkat dari Bukit merah , mpu panjalu  dan 
anak buahnya terus memacu kuda masing-masing 
tanpa henti. Kini mereka memandang ke tepi 
seberang, sambil menuding-nuding dengan riuh 
dan melindungi mata. Semuanya sudah tak sabar 
untuk bertindak.   
Jaraknya begitu dekat, sehingga seandainya anak 
buah mpu panjalu  berteriak, balasan dari seberang akan 
terdengar jelas oleh mereka. Wajah para prajurit 
musuh pun terlihat, dan bunyi langkah kedua 
  
puluh ribu laskat yang bercampur baur dengan 
gemerincing langkah kuda melintasi sungai dan 
mengguncangkan dada orang-orang yang 
mengamati mereka. 
"mpu rejo!" mpu panjalu  berseru ke belakangnya. 
"Ada apa?" 
"Kaulihat itu di tepi seberang?" 
"Ya, centeng  yang besar sekali. Sepertinya 
barisan mereka lebih panjang dari sungai ini. 
"Itulah kelebihan patih ronggolawe ." ujar mpu panjalu  sambil 
tertawa . "Dialah yang sanggup menggerakkan 
centeng  sebesar ini, seakan-akan merupakan per-
panjangan tangan dan kakinya sendiri. Dia 
memang musuh, namun  kita harus mengakui 
kehebatannya." 
"Sudah agak lama aku memperhatikan mereka, 
Kaupikir patih ronggolawe  ada di sebelah sana, tempat 
panji komandan berlambang labu emas kelihatan 
berkibar-kibar?" 
"Tidak, tidak. Aku percaya dia bersembunyi di 
tengah-tengah sekelompok orang lain. Dia takkan 
berkuda di tempat dia bisa dibidik oleh seseorang." 
"Para prajurit bergerak cepat, namun  semuanya 
menoleh ke sini dengan curiga." 
'Tugas kita sudah jelas. Kita harus 
memperlambat gerakan patih ronggolawe  di jalan yang 
menyusuri Sungai Ryusenji, biarpun hanya sesaat 
saja."  
"Apakah kita harus melancarkan serangan?" 
  
"Jangan. Musuh memiliki  dua puluh ribu 
prajurit, sedangkan kekuatan kita hanya lima ratus 
orang. Kalau kita menyerang, dalam sekejap 
permukaan sungai sudah merah oleh darah kita. 
Aku bersedia mengorbankan nyawa  , namun  aku tak 
sudi mati sia-sia." 
"Ah, kau hendak memberikan waktu kepada 
centeng  junjungan kita di lemahabang untuk bersiap 
siaga dan menunggu kedatangan patih ronggolawe ." 
Betul. mpu panjalu  mengangguk sambil memukul 
pelananya. "Untuk mencuri waktu bagi sekutu-
sekutu kita di lemahabang, kita harus menghambat 
perjalanan patih ronggolawe  dan serangannya -meski 
hanya sebentar dengan memberikan nyawa   kita. 
Bertindaklah sambil mengingat-ingat ini, 
jayadijaya ." 
"Baiklah. Aku paham." 
mpu rejo dan mpu panjalu  memutar kuda masing-
masing. 
"Para penembak akan membentuk tiga 
kelompok. Sambil berlari menyusuri sungai, setiap 
kelompok berlutut dan menembak musuh di 
seberang secara bergiliran." 
Musuh bergerak cepat di tepi seberang, hampir 
menandingi arus yang deras. Anak buah mpu panjalu  
harus melakukan segala sesuatu dengan irama yang 
sama, namun  dua kali lebih cepat dan sambil terus 
berlari, saat mereka menyerang atau menyusun 
barisan. 
  
sebab  mereka begitu dekat ke air, suara 
tembakan bergema jauh lebih keras dibandingkan  
biasanya, dan asap mesiu menyebar bagaikan tirai 
raksasa. saat  satu unit melompat ke depan dan 
melepaskan tembakan, unit berikut menyiapkan 
senapan. lalu  unit itu melompat maju, 
menggantikan tempat unit pertama, dan segera 
memberondong musuh di tepi seberang. 
Sejumlah prajurit patih ronggolawe  jatuh terguling-
guling, dan tak lama lalu  barisannya mulai 
goyah. 
"Siapa yang berani menantang kita dengan 
centeng  sekecil itu?" 
patih ronggolawe  terperanjat. Ia kelihatan kaget sekali, 
dan tanpa sadar menghentikan kudanya. 
Para resi  dan  semua orang di sekelilingnya 
segera melindungi mata dengan satu tangan dan 
memandang ke tepi seberang, namun tak seorang 
pun dapat menjawab  pertanyaannya dengan cepat. 
"Hanya komandan yang luar biasa gagah akan 
menantang musuh berkekuaian seperti kita 
dengan centeng  berjumlah kurang dari seribu 
orang. Adakah yang mengenalinya?" 
Berulang kali patih ronggolawe  mengajukan 
pertanyaan itu sambil memandang orang-orang di 
depan maupun di belakangnya. 
Orang yang akhirnya angkat bicara adalah semeru  
Ittetsu, komandan benteng kota njemanu di blambangan . Meski 
sudah  mencapai usia yang patut dimuliakan, ia 
  
bergabung dengan pihak patih ronggolawe  dan sejak awal  
mendampinginya sebagai penasihat. 
"Ah. Ittetsu. Kau mengenali resi  musuh di 
seberang sungai itu?" 
"Hmm, melibat tanduk rusa di helmnya dan  
jalinan pita putih di baju tempurnya, aku percaya itu 
tangan kanan mpu mojosongo , mpu panjalu  wongsokerto. Aku 
masih mengingatnya dari pertempuran di Sungai 
Ane bertahun-tahun lalu." 
saat  patih ronggolawe  mendengar ini, ia tampak 
seolah-olah akan mencucurkan air mata. "Ah, 
betapa perkasanya orang ini. Dengan segelintir 
prajurit dia menyerang dua puluh ribu orang. 
Kalau itu memang mpu panjalu , keberaniannya tak 
perlu diragukan. Sungguh mengharukan bahwa 
dia berusaha membantu mpu mojosongo  melarikan diri 
dengan menghambat kita di sini dan 
mengorbankan nyawa  ," ia bergumam. Dan 
lalu , "Dia patut memperoleh simpati kita, 
jangan lepaskan satu anak panah atau satu peluru 
pun ke arahnya, seberapa gencar pun dia 
menyerang kita. Jika ada hubungan karma antara 
kami, suatu hari nanti aku akan mengangkatnva 
sebagai pengikutku. Dia orang yang patut 
disayangi. Jangan menembak, biarkan saja dia." 
Selama itu ketiga regu tembak di tepi seberang 
tentu saja sibuk mengisi senapan dan menembak 
tanpa henti. Satu-dua peluru bahkan berdesing di 
dekat patih ronggolawe . Saat itulah pejuang berbaju 
  
tempur yang terus diperhatikan patih ronggolawe  
mpu panjalu , orang yang mengenakan helm berhiaskan 
tanduk rusa  menghampiri batas air, turun dari 
kuda, lalu membasuh moncong kudanya dengan 
airn dari sungai. 
Terpisah oleh sungai, patih ronggolawe  memandang 
orang itu, sementara mpu panjalu  menatap kelompok 
resi  salah satu dari mereka jelas-jelas 
patih ronggolawe   yang sudah  menghentikan kuda 
masing-masing. 
Korps senapan patih ronggolawe  mulai melepaskan 
tembakan balasan, namun  patih ronggolawe  sekali lagi 
memarahi seluruh centeng nya, "Jangan 
menembak! Teruskan perjalanan! Bergegaslah!" 
Dan lalu  ia memacu kudanya semakin 
kencang. 
saat  mpu panjalu  melihat adegan di tepi seberang, 
ia berseru keras-keras. "Jangan biarkan mereka 
lolos!~ dan ia pun menambah kecepatan. Sambil 
menyusuri sungai, ia sekali lagi melancarkan 
serangan sengit terhadap centeng  patih ronggolawe . 
Namun patih ronggolawe  tidak terpancing, dan tak lama 
lalu  ia mengambil posisi di sebuah bukit 
yang berdekatan dengan Dataran lemahabang. 
Begitu tiba di tempat tujuan, patih ronggolawe  
langsung memerintahkan tiga resi nya untuk 
membawa   beberapa unit kavaleri ke medan 
tempur. "Kerahkan segala daya untuk menghalau 
centeng  prabu kertoarjowardana   yang hendak mundur dari 
  
lemahabang ke desa gurit ." 
Markas besarnya didirikan di bukit itu, 
sementara kedua puluh ribu prajurit menyebar di 
bawah  matahari senja, memamerkan niat mereka 
untuk menuntut balas kepada mpu mojosongo . 
patih ronggolawe  menugaskan dua orang sebagai 
pemimpin unit pengintai, dan mereka diam-diam 
menyelinap ke arah benteng kota desa gurit . sesudah  itu 
patih ronggolawe  segera menyusun rencana pergerakan 
bagi seluruh centeng nya. namun  sebelum perintah-
perintahnya sempat disebarluaskan, sebuah pesan 
penting tiba: 
"mpu mojosongo  tak lagi berada di medan pertempuran." 
"Tidak mungkin!" semua resi  berkata 
serempak. patih ronggolawe  duduk membisu pada waktu 
ketiga komandan yang dikirimnya ke lemahabang 
bergegas kembali. 
"mpu mojosongo  dan centeng  utamanya tdah mundur ke 
desa gurit . Kami menemui beberapa kelompok musuh 
yang terpencar-pencar dan tertinggal di belakang 
rekan-rekan mereka, namun  yang lainya rupanya 
berada satu jam di depan kami," mereka 
melaporkan. 
Dari ketiga ratus prajurit prabu kertoarjowardana   yang 
mereka habisi, tak satu pun merupakan resi  
tersohor. 
"Kita terlambat." patih ronggolawe  tak dapat melam-
piaskan kemarahannya yang tampak membara di 
wajahnya. 
  
Semua pengintai memberikan laporan yang 
sama. Gerbang benteng kota di desa gurit  sudah  ditutup 
rapat-rapat, dan suasana di sana tenang-tenang 
saja. Ini suatu bukti bahwa mpu mojosongo  sudah  berada di 
dalam benteng kota dan sedang menikmati 
kemenangannya sambil beristirahat. 
Di tengah perasaannya yang tak menentu, 
patih ronggolawe  tanpa sadar bertepuk tangan dan 
mengucapkan selamat pada mpu mojosongo . "Itulah mpu mojosongo ! 
Kecepatannya luar biasa. Dia mundur ke sebuah 
benteng kota dan menutup gerbangnya tanpa 
menyombongkan diri. Burung yang satu ini takkan 
bisa kita tangkap dengan umpan maupun jaring. 
namun  tunggu saja, dalam beberapa tahun mpu mojosongo  
akan bersikap sedikit lebih tahu diri, dan akan 
bersujud di hadapanku." 
Hari sudah  senja, dan serangan malam terhadap 
sebuah benteng kota pada umumnya dihindari. Kecuali 
itu, centeng  patih ronggolawe  sudah  menempuh perjalan-
an dari girisoka  tanpa istirahat sejenak pun, 
sehingga kegtatan-kegiatan selanjutnya ditunda 
untuk sementara waktu. Perintah segera diubah. 
Para prajurit dlsuruh makan dahulu . Asap api 
unggun mengepul-ngepul di langit senja. 
Para pengintai yang menyusup dari desa gurit  
kembali dalam waktu singkat. sebetulnya  mpu mojosongo  
sudah tidur, namun  ia bangun lagi untuk 
mendengarkan laporan mereka. sesudah  menge-
tahui situasi ia mengumumkan bahwa semua 
  
orang akan segera kembali ke Bukit merah . Para 
resi nya menggebu-gebu menyarankan serangan 
tengah malam terhadap patih ronggolawe , namun mpu mojosongo  
hanya tertawa  dan bertolak ke Bukit merah  
melalui jalur memutar. 
  
patih  
 
 
sebab  tak ada pilihan lain, patih ronggolawe  berputar 
haluan dan kembali ke perkemahannya di 
girisoka . Ia tak dapat memungkiri bahwa 
kekalahan yang dialaminya di lemahabang merupa-
kan pukulan serius, meskipun kekalahan itu 
disebabkan oleh semangat patih pitaloka  yang meluap-
luap tak terkendali. Namun juga tak dapat 
disangkal bahwa dalam kesempatan ini patih ronggolawe  
terlambat bertindak. 
Penyebabnya bukan sebab  patih ronggolawe  baru 
sekali ini mengadu kekuatan dengan mpu mojosongo . Ia 
sudah  mengenal mpu mojosongo  jauh sebelum meng-
hadapinya di medan tempur. Masalahnya bentrok-
an ini merupakan bentrokan antara dua resi  
ulung, pertarungan antar juara, sehingga 
patih ronggolawe  bersikap lebih hati-hati dibandingkan  
biasanya. 
"Jangan hiraukan benteng kota-benteng kota kecil di 
sepanjang jalan. Jangan buang-buang waktu." 
patih ronggolawe  sempat mengingatkan, namun  patih pitaloka  
sudah  ditantang oleh garnisun di Iwasaki dan 
berhenti untuk menghancurkan benteng kota itu. 
Kemampuan mpu mojosongo  dan patih ronggolawe -lah yang 
akan meneniukan hasil pertempuran. saat  
mendengar berita mengenai kekalahan di 
lemahabang. patih ronggolawe  merasa percaya bahwa 
  
kesempatannya sudah  tiba. Kematian patih pitaloka  dan 
patih dyahwkertoarjo   merupakan umpan tepat untuk 
menangkap mpu mojosongo  hidup-hidup. 
namun  musuh muncul seperti api, dan meng-
hilang bagaikan angin, dan sesudah  mereka pergi, 
suasana jadi sehening hutan. Pada waktu mpu mojosongo  
mundur ke Bukit merah , patih ronggolawe  merasa gagal 
menangkap seekor kelinci ketakutan, namun  dalam 
hati ia berkata bahwa ia hanya menderita luka 
kecil di jarinya. Kekuatan militernya memang 
nyaris tak terpengaruh, namun secara psikologis ia 
sudah  memberikan kemenangan kepada pihak 
mpu mojosongo . 
namun  bagaimanapun, seusai pertempuran sengit 
selama setengah hari di lemahabang, kedua orang itu bersikap sangai hati-hati, dan masing-masing 
mengamati gerak-gerik lawan  dengan cermat. Dan 
sementara menunggu-nunggu kesempatan baik, 
tidak terpikir oleh kedua-duanya untuk melancar-
kan serangan gegabah. Namun usaha-usaha untuk 
memancing musuh dilakukan berulang kali. 
Sebagai comoh, saat  patih ronggolawe  mengirim 
keenam puluh dua ribu prajuritnya ke Gunung 
merapi  pada hari kesebelas Bulan Keempat, 
tanggapan di Bukit merah  hanya berupa senyum 
masam yang tenang. 
lalu , pada hari kedua puluh dua di bulan 
yang sama, pihak mpu mojosongo -lah yang melancarkan 
provokasi. centeng  gabungan berjumlah 9 
  
belas ribu orang dibagi-bagi menjadi enam belas 
unit dan bergerak ke timur. 
Sambil menabuh genderang dan melepaskan 
teriakan-teriakan perang, barisan depan di bawah  
komando mpu  jayadijaya  dan Ii Hyobu berkali-
kali menghampiri musuh, seakan-akan hendak 
berkata, "Keluarlah, patih ronggolawe !" 
Pagar kayu runcing dengan selokan pertahanan 
di depannya dijaga oleh Hori patih ragapati  dan wiro gunung  
Ujisato. saat  memandang centeng  musuh yang 
riuh rendah, patih ragapati  mengertakkan gigi. 
sesudah  lemahabang, musuh sudah  menyebarkan 
desas-desus bahwa prajurit-prajurit patih ronggolawe  takut 
menghadapi laskar prabu kertoarjowardana  . namun  patih ronggolawe  
sudah  menegaskan bahwa bala tentaranya dilarang 
melancarkan serangan tanpa perintah langsung 
darinya, sehingga mereka tak dapat berbuat apa-
apa selain mengirim kurir-kurir ke perkemahan 
utama. 
saat  salah satu kurir tiba, patih ronggolawe  tengah 
bermain go. 
"centeng  prabu kertoarjowardana   berkekuatan besar sedang 
mendekati orang-orang kita di selokan ganda." 
orang itu memberitahunya. 
Sejenak patih ronggolawe  mengalihkan pandang dari 
papan go dan bertanya pada kurir itu . 
"Apakah mpu mojosongo  berada di antara mereka?" 
"Yang Mulia mpu mojosongo  tidak turut dan ." 
patih ronggolawe  meraih biji berwarna hitam, 
  meletakkannya di papan permainan, dan tanpa 
menoleh ia berkata. "Beritahu aku kalau mpu mojosongo  
muncul. Kecuali dia sendiri yang memimpin 
centeng nya. patih ragapati  dan Ujisato bebas memilih 
bertempur atau tidak." 
Kira-kira secara bersamaan, Ii Hyobu dan mpu  
jayadijaya  di garis depan dua kali mengirim kurir 
pada mpu mojosongo  di Bukit merah . 
"Sekaranglah waktu yang tepat untuk datang ke 
medan tempur. Jika tuanku melakukannya dengan 
segera, kita pasti sanggup memberikan pukulan 
mematikan kepada centeng  utama patih ronggolawe ." 
mpu mojosongo  menanggapi dengan tenang. "Apakah 
patih ronggolawe  sudah melangkah? Kalau dia masih di 
Gunung merapi , aku pun tak perlu turun 
tangan." 
Pada akhirnya mpu mojosongo  tidak meninggalkan Bukit 
merah . 
Sementara itu, patih ronggolawe  memuji para prajurit 
yang berjasa dalam pertempuran lemahabang dan 
menyalahkan mereka yang gagal melaksanakan 
tugas. la sangat hati-hati saat  mengumumkan 
kenaikan upah atau memberi penghargaan, namun  
tidak mengucapkan sepatah kata pun pada 
kepribadian nya, ki ageng  jolotundo . sesudah  melarikan diri 
dari lemahabang, ki ageng  jolotundo  sendiri tampak salah 
tingkah di hadapan pamannya. saat  tiba di 
perkemahan, ia hanya melapor bahwa ia sudah  
kembali. Baru lalu  ia berusaha menjelaskan 
  
alasan kekalahannya. namun  patih ronggolawe  hanya 
berbicara dengan para resi  lain yang duduk di 
sekelilingnya. Tak sekali pun ia memandang wajah 
ki ageng  jolotundo . 
"Akulah yang bersalah, sehingga patih pitaloka  
menemui ajal." kata patih ronggolawe . "Sejak muda kami 
berbagi kemiskinan. Kami mencari hiburan malam 
bersama-sama, dan main wanita lesbian  bersama-
sama. Aku takkan pernah melupakannya." 
Setiap kali ia bicara mengenai teman lamanya 
itu, matanya berkaca-kaca. 
Suatu hari, tanpa menjelaskan jalan pikirannya 
pada siapa pun, patih ronggolawe  memerintahkan 
pembangunan kubu pertahanan di Oura. Dua hari 
lalu , pada hari terakhir Bulan Keempat, ia 
memberikan perintah lebih lanjut. "Besok aku 
akan melakukan pertempuran paling penting 
dalam hidupku. Kita akan melihat siapa yang 
tumbang, mpu mojosongo  atau patih ronggolawe . Beristirahatlah 
dengan baik, persiapkan diri, dan jangan lengah." 
Hari berikutnya adalah hari pertama Bulan 
Kelima. Dengan anggapan bahwa hari itu mereka 
akan berlaga dalam pertempuran menentukan 
semua prajurit sudah  mempersiapkan diri sejak 
malam sebelumnya. Kini, pada waktu patih ronggolawe  
akhirnya tampil di hadapan mereka para prajurit 
mendengarkan kata-katanya dengan heran. 
"Kita akan kembali ke kahuripan ! Seluruh centeng  
ditarik mundur." lalu  ia memberikan 
  
perintah selanjutnya. "Korps-korps di bawah  
Kursinuhun  keraton  dan Akashi Yoshiro akan 
bergabung dengan centeng  di selokan ganda. 
Posisi barisan belakang akan ditempati oleh 
hyangkertoarjo  Tadaoki dan wiro gunung  Ujisato." 
Enam puluh ribu orang berpindah tempat, 
Sambil mengarah ke timur, mereka mengawal i 
gerakan mundur pada waktu matahari pagi 
muncul di cakrawal a. Hori patih ragapati  ditinggalkan di 
girisoka  dan resi  Mitsuyasu di benteng kota 
girisewo . Selain mereka. seluruh centeng  
menyeberangi Sungai brantas  dan memasuki Oura. 
Gerak mundur mendadak ini menimbulkan 
tanda tanya dalam benak para resi  patih ronggolawe . 
patih ronggolawe  tenang-tenang saja saat  memberikan 
perintah, namun  menarik mundur centeng  sebesar 
itu bahkan lebih sukar dibandingkan  memimpinnya 
melancarkan serangan. Tugas membuat barisan 
belakang dipandang paling berat, dan konon 
hanya mereka yang paling perkasa yang sanggup 
mengemban tanggung jawab  itu. 
saat  orang-orang di markas besar mpu mojosongo  
melihat centeng  patih ronggolawe  mendadak mundur ke 
timur pagi itu, semuanya diliputi keragu-raguan, 
dan mereka melaporkan kejadian itu pada mpu mojosongo . 
Semua resi  yang berada di sana sepenuhnya 
sependapat. "Tak perlu diragukan lagi. Kita sudah  
meluluhlantakkan semangat tempur musuh." 
"Kalau kita mengejar dan menyerang mereka, 
  
centeng  Barat akan hancur lebur dan kita akan 
merebut kemenangan besar." 
Mereka mendesak-desak mpu mojosongo  agar melancar-
kan serangan. dan masing-masing memohon diberi 
kepercayaan sebagai pemimpin centeng . namun  
mpu mojosongo  tidak tampak gembira. Dengan tegas ia 
melarang pengejaran centeng  musuh. 
Ia sadar bahwa orang seperti patih ronggolawe  takkan 
menarik mundur sebuah centeng  besar jika tidak 
sebab  alasan tertentu. Ia juga sadar bahwa meski 
ia sanggup bertahan, kekuatannya tidak memadai 
untuk menghadapi patih ronggolawe  dalam suatu 
penempuran di tempat terbuka. 
"Perang bukan judi. Apakah kita harus 
mempertaruhkan nyawa   untuk sesuatu yang 
hasilnya tak dapat kita ramalkan? Jangan bertindak 
sebelum percaya waktunya sudah tiba." 
mpu mojosongo  tidak suka mengambil risiko. Ia juga 
mengenal dirinya dengan baik. Dalam hal itu, ia 
bertolak belakang dengan mpu nala . mpu nala  selalu 
membayangkan bahwa ia memiliki karisma dan 
kemampuan yang sama seperti aidit . Ia tak 
sanggup berdiam diri, walaupun semua resi  
lain duduk membisu sesudah  permohonan mereka 
ditolak oleh mpu mojosongo . 
Kata orang, prajurit sejati menghormati peluang 
yang diberikan kepadanya. Kenapa kita hanya 
duduk di sini dan membiarkan kesempatan emas 
ini berlalu begitu saja? Perkenankanlah aku 
  
memimpin pengejaran." Sikap mpu nala  semakin 
berapi-api. 
mpu mojosongo  mengingatkannya dengan dua atau tiga 
patah kata, namun  mpu nala  semakin gigih memamer-
kan keberaniannya. Sambil berdebat dengan 
mpu mojosongo , ia bertingkah seperti anak manja yang tidak 
mau mendengarkan siapa pun. 
"Kalau begitu, apa boleh buat. Lakukanlah apa 
yang Tuan anggap perlu.- 
mpu mojosongo  memberi izin, meski sadar bahwa 
bencanalah yang akan muncul. mpu nala  segera 
membawa   centeng nya sendiri dan mengejar 
patih ronggolawe . 
sesudah  mpu nala  pergi, mpu mojosongo  menunjuk mpu panjalu  
sebagai pemimpin sejumlah prajurit dan 
menyuruh mereka mengikuti mpu nala . Seperti sudah  
diduga oleh mpu mojosongo , mpu nala  menggempur barisan 
belakang patih ronggolawe  yang sedang mundur, dan 
walaupun ia sempat kelihatan unggul, ia segera 
dikalahkan. Dengan cara ini, ia memicu  
banyak pengikutnya menemui ajal dalam 
pertempuran. 
Seandainya bala bantuan mpu panjalu  tidak muncul, 
bukannya tak mungkin mpu nala  sendiri pun 
menjadi salah satu hadiah terbesar bagi barisan 
belakang patih ronggolawe . saat  kembali ke Bukit 
merah . mpu nala  tidak segera menghadap mpu mojosongo . 
namun  mpu mojosongo  memperoleh laporan terperinci dari 
mpu panjalu , la hanya mengangguk dan berkata. 
  
"Memang sudah kuduga." 
Meski sudah  memutuskan untuk mundur, 
patih ronggolawe  tidak bermaksud pulang dengan tangan 
kosong. saat  centeng nya bergerak menyusuri 
jalanan, ia berkata kepada para pengikutnya, 
"Bagaimana kalau kita membawa   tanda mata dari 
sini?" 
benteng kota Kaganoi berdiri di tepi kiri Sungai 
brantas , di sebelah timur laut benteng kota kedhiri . Dua 
pengikut mpu nala  berkubu di sana, siap bertindak 
sebagai salah satu sayap centeng  mpu nala  dalam 
keadaan darurat. 
"Rebut benteng kota itu." Perintah itu  
diberikan patih ronggolawe  kepada para resi nya, 
seakan-akan menunjuk buah kesemek yang 
tergantung di pohon. 
centeng nya menyeberangi Sungai brantas  dan 
mengambil posisi di Kuil Seitoku. patih ronggolawe , yang 
berada di tengah-tengah centeng  cadangan, mem-
buka serangan pada pagi hari keempat bulan itu. 
Sesekali ia menaiki kudanya dan mengamati 
jalannya pertempuran dari sebuah bukit di dekat 
bratanggede. 
Dalam pertempuran keesokan harinya, 
komandan benteng kota itu gugur. Namun benteng kotanya 
sendiri baru takluk menjelang malam hari keenam. 
patih ronggolawe  memerintahkan pembangunan kubu 
pertahanan di sebuah titik strategis di Taki, dan 
mundur sampai ke Ogaki pada hari ketiga belas. 
  
Di benteng kota Ogaki ia bertemu dengan para anggota 
keluarga patih pitaloka  yang selamat. dan menghibur istri 
dan ibu rekan seperjuangannya itu. 
"Aku bisa membayangkan kesepianmu. namun  
jangan lupakan masa depan anak-anakmu yang 
penuh harapan. Usahakanlah untuk melewatkan 
sisa hidupmu dalam keharmonisan. Amatilah 
pertumbuhan pohon-pohon kecil dengan gembira, 
dan nikmatilah bunga-bunga yang sedang mekar." 
patih ronggolawe  juga memanggil kedua putra patih pitaloka  
yang masih hidup dan berpesan agar mereka selalu 
tabah. Malam itu ia bersikap seperti anggota 
keluarga, dan selama berjam-jam ia membicarakan 
kenangannya mengenai patih pitaloka . 
"Aku berbadan pendek, sama halnya dengan 
patih pitaloka . Pada waktu laki-laki pendek itu menjamu 
resi -resi  yang lain, dia sering menampilkan 
tari tombak kalau sudah mabuk. Kurasa dia belum 
pernah memamerkan kebolehannya di hadapan 
keluarganya sendiri, namun  gerakannya kira-kira 
seperti ini." la menirukan patih pitaloka , dan semuanya 
tertawa . patih ronggolawe  tinggal selama beberapa hari, 
namun  akhirnya. pada hari kedua puluh satu, ia 
kembali ke benteng kota kahuripan  melalui Jalan Raya 
gunungselatan. 
kahuripan  sudah  berkembang menjadi kota besar, 
sangat berbeda dari pelabuhan kecil di Naniwa 
dahulu , dan saat  centeng  patih ronggolawe  tiba, para 
warganya berkerumun di jalan-jalan dan di sekitar 
  
benteng kota, mengelu-elukan mereka sampai matahari 
terbenam. 
Pembangunan bagian luar benteng kota kahuripan  sudah  
rampung. Seiring datangnya malam, peman-
dangan luar biasa mulai terlihat. Lentera-lentera 
memancarkan cahaya terang benderang dari 
jendela-jendela yang tak terhitung banyaknya di 
menara bertingkat lima di benteng kota utama, juga 
dari benteng kota kedua dan ketiga, menghiasi langit 
malam dan menerangi batas-batas benteng kota: di 
timur, Sungai mojolaban  ; di utara, Sungai watangsewu ; di 
barat, Sungai Yokoboh; dan di selatan, selokan 
pertahanan yang kering. 
patih ronggolawe  sudah  meninggalkan perkemahannya 
di girisoka , berubah pikiran dan menjalankan 
strategi "awal  baru". namun   bagaimana tanggapan 
mpu mojosongo  terhadap perubahan itu ? la duduk dan 
memperhatikan centeng  patih ronggolawe  bergerak 
menjauh. Dan meskipun ia memperoleh berita 
mengenai kesulitan yang dialami sekutu-sekutunya 
di benteng kota Kaganoi, ia tidak mengirim bala 
bantuan. 
"Ada apa ini?" Suara-suara sumbang mulai 
terdengar di antara bawah an-bawah an mpu nala . 
Namun mpu nala  sudah pernah mengabaikan 
peringatan mpu mojosongo , menyerang barisan belakang 
patih ronggolawe , menderita kekalahan memalukan dan 
akhirnya hatus diselamatkan oleh mpu panjalu . sebab  
itu, ia merasa sudah  kehilangan hak bicara. 
  
Dengan demikian, perselisihan yang terus 
memburuk menjadi tilik lemah dalam centeng  
sekutu. Disamping itu, tokoh utama di balik 
pertempuran besar ini bukanlah mpu mojosongo , melainkan 
mpu nala . mpu nala -lah yang menggembar-gemborkan 
kewajiban moral, dan sang Penguasa dusun nyi kembang  
memutuskan untuk membantunya. mpu mojosongo  
berkedudukan sebagai sekutu, sebab  itu ia sukar 
membatasi sepak terjang mpu nala . Akhirnya ia 
mengajukan usul, "Sementara patih ronggolawe  berada di 
kahuripan , cepat atau lambat dia akan menyerbu Ise. 
Nyatanya memang sudah ada tanda-tanda yang 
mencemaskan bagi sekutu-sekutu kita. Kurasa 
sebaiknya Tuan secepat mungkin kembali ke 
benteng kota utama Tuan di bukit tengkorak . 
mpu nala  memanfaatkan kesempatan ini dan 
segera pulang ke Ise. Selama beberapa waktu 
mpu mojosongo  masih bertahan di Bukit merah , namun  
sesudah  menyerahkan komando kepada mpu  
jayadijaya , ia pun akhirnya bertolak ke kedhiri . 
Para warga kedhiri  menyambut kedatangan mpu mojosongo  
dengan sorak-sorai kemenangan, namun  jumlah 
mereka tak dapat menyamai jumlah penduduk 
kahuripan  yang mengelu-elukan patih ronggolawe . 
Para warga dan prajurit memandang 
pertempuran di lemahabang sebagai kemenangan 
besar bagi marga prabu kertoarjowardana  , namun mpu mojosongo  
mengingatkan para pengikutnya agar mereka tidak 
berbangga hati secara berlebihan, dan mengirim 
  
pesan berikut ini kepada centeng nya: 
Dari srgi militer, lemahabang merupakan kemenangan, 
namun  dalam hal benteng kota dan wilayah, patih ronggolawe -lah yang 
menarik keuntungan. Jangan sampai ada yang mabuk 
kemenangan. 
Selama mpu mojosongo  berada di Bukit merah , sekutu-
sekutu patih ronggolawe  tidak tinggal diam. Di Ise, yang 
sudah beberapa lama tidak dilanda pertempuran, 
mereka berhasil merebut benteng kota-benteng kota di tunjung , 
Kanbe, Kokulu, dan Hamada. dan  menyerbu dan 
menghancurkan benteng kota di Nanokaichi. Sebelum 
orang lain menyadarinya, sebagian besar Ise sudah  
jatuh ketangan patih ronggolawe . 
patih ronggolawe  berada di benteng kota kahuripan  selama 
kurang-lebih satu bulan, menangani urusan 
pemerintahan, menyusun rencana untuk mengatur 
daerah-daerah di sekitar ibu kota dan menikmati 
kehidupan pribadinya. Untuk sementara ia 
menganggap krisis Bukit merah  sebagai masalah 
orang lain. 
Di Bulan Ketujuh ia pulang-pergi ke blambangan . 
lalu  pada sekitar pertengahan Bulan 
Ke9 ia berkata, "Sungguh menjemukan 
kalau urusan ini dibiarkan berkepanjangan. Dalam 
musim gugur ini aku harus menyelesaikannya 
sampai tuntas." 
Sekali lagi ia mengumumkan bahwa sebuah 
centeng  besar akan bertolak ke garis depan. 
Selama dua hari sebelum keberangkatannya, bunyi 
  
seruling  dan genderang dari penunjukan Noh 
menggema di dalam benteng kota utama. Dan sesekali 
suara tawa  riuh pun terdengar. 
patih ronggolawe  menampilkan rombongan pemain 
Noh, dan  mengundang ibu, istri, dan kerabatnya 
di benteng kota untuk bersuka ria bersama-sama selama 
satu hari. 
Di antara para tamu ada ketiga putri yang 
dipingit di benteng kota ketiga. Tahun itu subanda 
berusia tujuh belas, adiknya riga belas, sedangkan 
si bungsu baru sepuluh tahun. 
Baru satu tahun berlalu sejak ketiga bersaudara 
itu menatap asap yang menyelubungi kematian ibu 
dan ayah angkat mereka, nyoto  dijoyo , saat  
benteng kota lumajangan takluk di tangan centeng  
patih ronggolawe . lalu  mereka dipindahkan dari 
perkemahan di wilayah Utara, dan ke mana pun 
mereka memandang, mereka hanya melihat orang-
orang yang asing bagi mereka. Selama beberapa 
waktu mata mereka tampak sembap, siang dan 
malam, dan tak satu kali pun terlihat senyum 
menghiasi wajah-wajah belia yang seharusnya riang 
gembira itu. Namun lambat laun ketiga putri itu 
mulai terbiasa dengan orang-orang di dalam 
benteng kota, dan sebab  terhibur oleh pembawa  an 
patih ronggolawe  yang menyenangkan, mereka mulai 
menyukainya sebagai "paman yang lucu". 
Hari itu, seusai sejumlah pertunjukan, si paman 
yang lucu pergi ke ruang ganti, mengenakan 
  
kostum, lalu muncul di panggung. 
"Lihai! Itu Paman!" salah satu dari kakak-
beradik itu berseru. 
"Wah, dia kelihatan lucu sekali!" 
Tanpa menghiraukan kehadiran orang lain, 
kedua putri yang lebih kecil bertepuk tangan dan 
menunjuk-nunjuk sambil tertawa  tanpa henti. 
namun , seperti bisa diduga, si sulung subanda segera 
menegur mereka. "jangan menuding. Nonton saja 
tanpa banyak bicara," ia berkata. Ia pun berusaha 
duduk dengan tenang, namun  tingkah polah 
patih ronggolawe  begitu lucu. Sehingga subanda akhirnya 
terpaksa menyembunyikan wajah di balik lengan 
jubah nya dan tertawa  terpingkal-pingkal. 
"Apa ini? Kalau kami tertawa , kami dimarahi. 
namun  sekarang Kakak malah ikut tertawa ." 
Dipermainkan seperti itu oleh kedua adiknya. 
subanda semakin tak kuasa menahan diri. 
Ibu patih ronggolawe  pun tertawa  dari waktu ke wakiu 
saat  melihatlihat  tarian jenaka yang ditampilkan 
putranya, namun   nyi momo , yang sudah  terbiasa 
menghadapi tingkah polah dan senda gurau 
suaminya dalam keluarga, kelihatan tidak terlalu 
senang. 
nyi momo  lebih tertarik untuk mengamati gundik-
gundik suaminya yang duduk di sana-sini, 
dikelilingi pelayan-pelayan. 
saat  mereka masih tinggal di lojibenteng , 
patih ronggolawe  hanya memiliki  dua gundik. namun  
  
sesudah  mereka pindah ke benteng kota kahuripan , sebelum 
nyi momo  menyadarinya sudah ada gundik di benteng kota 
kedua, dan satu lagi di benteng kota ketiga. 
Memang sukar dipercaya, namun  saat  kembali 
dari perang di Utara, patih ronggolawe  membawa   pulang 
ketiga putri jawa  kalasan  yang sudah  yatim-piatu, 
dan membesarkan mereka dengan penuh kasih 
sayang di benteng kota kedua. 
Hati para dayang yang melayani nyi momo  istri 
pertama patih ronggolawe  terasa pedih sebab  subanda 
malah lebih cantik lagi dibandingkan  ibunya. 
"Putri subanda sudah berumur tujuh belas 
tahun. Mengapa Yang Mulia memandanginya 
seperti memandang bunga dalam vas?" 
Mereka hanya memperburuk keadaan dengan 
komentar-komentar seperti itu, namun  nyi momo  hanya 
tertawa . 
"Apa boleh buat, ini seperti goresan pada 
sebutir mutiara." 
dahulu  ia pun merasa cemburu seperti lazimnya 
seorang istri, dan saat  masih tinggal di 
lojibenteng , ia bahkan pernah mengeluh pada 
aidit , yang lalu mengirim balasan tertulis: 
Kau dilahirkan sebagai wanita lesbian , dan secara 
kebetulan kau bertemu dengan laki-laki yang sangat luar 
biasa. Aku percaya bahwa orang seperti itu pun 
memiliki  kekurangan, namun  kelebih-annya banyak 
sekali. Jika kau memandang dari lereng sebuah gunung 
besar, kau takkan paham seberapa besar gunung itu. 
  
Tenangkanlah hatimu, dan nikmatilah hidup bersama 
orang itu dengan cara yang diinginkannya. Aku tidak 
mengatakan bahwa rasa cemburu itu buruk. Sampai 
taraf tertentu, kecemburuan justru merupakan bumbu 
bagi kehidupan suami-istri 
Jadi, pada akhirnya nyi momo -lah yang menerima 
teguran. nyi momo  menarik pelajaran dari pengalaman 
itu, dan ia bertekad untuk lebih mengujawa  diri. Ia 
pun berniat menjadi wanita lesbian  yang dapat 
menutup mata terhadap penyelewengan suaminya. 
Namun belakangan ini adakalanya ia merasa 
terancam dan bertanya-tanya, apakah suaminya 
tidak mulai terlalu berlebihan. 
Bagaimanapun. patih ronggolawe  kini mendekati usia 
empat puluh tujuh tahun, masa kejayaan seorang 
laki-laki. Sementara sibuk menangani masalah-
masalah eksternal seperti pertempuran di Bukit 
merah , ia juga direpotkan oleh persoalan internal 
seperti pengaturan urusan ranjang. Dengan 
demikian ia tak puas-puasnya menjalani hidup, 
hari demi hari dengan semangat laki-laki yang 
gagah perkasa. la sedemikian terlarut sehingga 
orang lain mungkin bingung bagaimana ia dapat 
memisahkan yang biasa dari yang luar biasa sikap 
murah hati dari sikap bijaksana, dan tindakan 
untuk umum dari perbuatan yang seharusnya 
disembunyikan. 
"Menonton orang menari memang 
mengasyikkan, namun  kalau aku menari di panggung. 
  
rasanya sama sekali tidak menyenangkan, malah 
melelahkan." 
patih ronggolawe  sudah  menyusup ke belakang ibunya 
dan nyi momo . Ia baru saja meninggalkan panggung, 
diiringi tepuk tangan para penonton, dan 
sepertinya ia masih terbawa   oleh luapan 
kegembiraan tadi. 
"nyi momo ," katanya. "mari kita habiskan malam 
dengan tenang di ruanganmu. Dapatkah kau 
menyiapkan jamuan?" 
saat  pertunjukan berakhir, lentera-lentera 
langsung dinyalakan, dan para tamu kembali ke 
benteng kota ketiga dan kedua. 
patih ronggolawe  kini mampir di ruangan nyi momo , 
diikuti serombongan pemain sandiwara dan 
pemusik. Ibunya sudah  kembali ke kamarnya, 
sehingga tinggal suami-istri itu bersama tamu-tamu 
mereka. 
sudah  menjadi kebiasaan bagi nyi momo  untuk 
memperhatikan orang-orang seperti itu ditambah    
para pelayan mereka. Khususnya sesudah  
pertunjukan tadi, ia merasa gembira saat  
mengucapkan terima kasih, melihat mereka saling 
memberi baskom anggur , dan berbincang-bincang 
dengan para penonton. 
patih ronggolawe  duduk menyendiri sejak pertama, 
dan sebab  sepertinya tak ada yang memper-
hatikannya, ia tampak agak murung. 
nyi momo , kurasa tak ada salahnya kalau aku ikut 
  
minum anggur ."   katanya. 
"Begitukah?" 
"Apakah aku harus menonton yang lain 
bersenang-senang? Kaupikir untuk apa aku datang 
ke kamarmu?" 
"Tadi ibumu berkata. 'Besok lusa anak itu akan 
berangkat ke Bukit merah  lagi,' dan aku disuruh 
mengoleskan moxa ke tulang kering dan 
pinggangmu sebelum kau benolak ke garis depan." 
"Apa? Kau disuruh mengoleskan moxa?" 
"Ibumu gelisah khawatir  medan tempur masih diliputi 
panasnya musim gugur, dan jika kau minum air 
yang tidak baik, kau mungkin jatuh sakit. Sekarang 
kuoleskan moxa dahulu , sesudah  itu kau kuberi 
sebaskom anggur ." 
"Jangan konyol. Aku tidak suka moxa" 
"Suka atau tidak, itulah perintah ibumu." 
"Dan sebab  itu aku akan menjauhi kamarmu. 
Dari semua orang yang menonton penunjukan 
tadi sore, hanya kau yang tidak tertawa . Kau 
kelihatan begitu serius." 
"Begitulah aku. Kalaupun kau menyuruhku 
bersikap seperti gadis lesbian-gadis lesbian cantik itu, aku tidak 
sanggup.- nyi momo  tampak agak gusar. lalu . 
tiba-tiba saja, ia meneteskan ait mata saat  
teringat zaman dahulu , saat  ia seumur subanda dan 
patih ronggolawe  berusia dua puluh lima tahun dan 
dikenal dengan nama betari durga . 
patih ronggolawe  menatap istrinya dengan pandangan 
  
bertanya-tanya dan berkata. "Kenapa kau 
menangis?" 
"Aku tidak tahu," jawab  nyi momo  sambil 
membuang muka, dan patih ronggolawe  menoleh agar 
dapat menatapnya dari depan. 
"Maksudmu, kau akan kesepian kalau aku 
berangkat ke garis depan lagi?- 
"Sejak awal  perkawinan kita, berapa hari yang 
kauhabiskan di rumah?" 
Tak ada yang bisa dilakukan sebelum kita 
berhasil membawa   kedamaian di dunia, meskipun 
kau tidak menyukai perang." balas patih ronggolawe . 
"Dan seandainya Yang Mulia aidit  tidak 
tertimpa musibah, kemungkinan besar aku kini 
menjadi komandan sebuah benteng kota di pedalaman, 
yang hanya duduk dan terpaksa berada di sisimu 
seperti kauinginkan." 
"Orang-orang itu akan mendengar kata-kata 
jahat yang keluar dari mulutmu. Aku tahu persis 
apa yang tersimpan dalam hati laki-laki." 
"Dan aku pun dapat menyelami hati 
wanita lesbian ." 
"Kau selalu mengolok-olokku. Aku tidak 
menggugatmu sebab  cemburu, seperti wanita lesbian  
biasa." 
"Setiap istri akan berkata demikian." 
"Maukah kau mendengarkanku tanpa meng-
anggap semuanya ini sebagai lelucon?" 
"Baiklah. Aku akan mendengarkanmu dengan 
  
penuh hormat." 
"Aku sudah lama pasrah pada keadaan. Jadi aku 
takkan mengeluh bahwa aku merasa kesepian 
mengurus benteng kotamu saat kau pergi berperang." 
"wanita lesbian  berbudi luhur, istri yang setia! 
Inilah alasan betari durga  dahulu  menaruh hati 
padamu." 
"Jangan keterlaluan kalau bergurau. Itulah 
sebabnya ibumu memberi nasihat padaku." 
"Apa katanya?" 
"Ibumu berpendapat bahwa aku- terlalu patuh, 
sehingga kau lupa diri dan berfoya-foya terus. 
Ibumu menasihati agar aku sesekali bicara terus 
terang dengan mu." 
"sebab  itukah kau disuruh mengoleskan moxa?" 
ujar patih ronggolawe  sambil tertawa . 
"Kau tak pernah memikirkan kecemasan ibumu. 
sebab  terlalu banyak minum, kau lupa bahwa kau 
wajib menyayangi ibumu."  
"Kapan aku terlalu banyak minum?" 
"Bukankah dua malam yang lalu kau ribut-ribut 
sampai dini hari mengenai sesuatu di kamar Putri 
Sanjo?" 
Para pembantu dan pemain sandiwara yang 
sedang minum-minum di ruang sebelah berlagak 
tidak mendengarkan percekcokan yang jarang  
hmm, mungkin tidak begitu jarang antara suami-
istri itu. Tiba-tiba saja patih ronggolawe  berseru pada 
mereka, "Hei, bagaimana pendapat penonton 
  
tentang penampilan kami?" 
Salah satu pemain sandiwara menjawab . Terus 
terang, ini mirip  pertandingan bola sepak 
antara dua orang buta." patih ronggolawe  tertawa . 
"Benar, takkan ada habisnya kalau kedua pihak 
sama-sama mau menang sendiri." 
"Hei, pemain gending, bagaimana menurutmu?" 
"Hmm. hamba melihatlihat  tuanku seakan-
akan hamba sendiri yang terlibat. Entah siapa yang 
salah dan siapa yang benar." 
Sekonyong-konyong patih ronggolawe  merenggutkan 
jubah  luar nyi momo  dan melemparkannya sebagai 
hadiah. 
Keesokan harinya keluarga patih ronggolawe  tak 
sempat melihatnya, meskipun mereka berada di 
benteng kota yang sama. Sepanjang hari patih ronggolawe  
sibuk memberikan instruksi kepada para pengikut 
dan resi nya. 
Pada hari kedua puluh enam Bulan Ke9, 
mpu mojosongo  menerima laporan penting bahwa 
patih ronggolawe  akan datang. Bersama mpu nala  ia 
bergegas dari kedhiri  ke iwakkuro, dan menempati 
posisi yang berhadap-hadapan dengan patih ronggolawe . 
Ia sekali lagi mengambil sikap bertahan, dan 
mengingatkan anak buahnya agar tidak membuka 
serangan tanpa diperintah. 
"Orang ini tidak tahu kapan harus berhenti." 
patih ronggolawe  sudah  merasakan sendiri bahwa 
kesabaran mpu mojosongo  sangat merepot-kan, namun ia 
  
pun tidak kekurangan akal. Ia tahu bahwa kulit 
kerang tak dapat dibuka paksa, bahkan dengan 
memakai  palu pun, namun  jika bagian ekornya 
dipanggang, dagingnya dapat diambil dengan 
mudah. Akal sehat seperti inilah yang kini 
melandasi pemikirannya. Mengirim Niwa 
Nagahide untuk mempelajari kemungkinan 
dibentuknya perjanjian damai tak ubahnya 
memanaskan ekor kerang. 
Niwa merupakan pengikut paling senior di 
antara para pengikut marga sinuhun . Ia tokoh yang 
bertanggung jawab  dan populer. sesudah  dijoyo  
tiada dan danakertoarjo   ngabeni berada dalam 
keadaan melarat. patih ronggolawe  tak lupa betapa 
pentingnya mengambil hati orang itu sebagai 
"buah catur cadangan sebelum penempuran pecah 
di Bukit merah . 
Niwa berada di Utara bersama lnuchiyo. namun  
dua resi nya, Kanapatih Kingo dan Hachiya 
Yoritaka, turut berperang di pihak patih ronggolawe . 
Diam-diam kedua resi  ini beberapa kali 
mondar-mandir antara perkemahan patih ronggolawe  dan 
provinsi asal mereka, radenkanjeng . 
Isi surat yang dikirim tidak diketahui siapa pun, 
termasuk oleh para utusan sendiri, namun 
akhirnya Niwa menempuh perjalanan rahasia ke 
kedhiri  dan bertatap muka dengan mpu mojosongo . 
Kerahasiaan pembicaraan seperti ini dijaga 
dengan sangat ketat. Di pihak patih ronggolawe  hanya 
  
tiga orang yang tahu, yaitu Niwa dan kedua 
resi nya. Atas usul patih ronggolawe , mpu harjo   
mpu rejo bertindak sebagai penengah. 
Namun akhirnya seseorang dalam tubuh marga 
prabu kertoarjowardana   membocorkan desas-desus bahwa 
perundingan damai sudah  di mulai secara rahasia. 
Berita itu menimbulkan pergolakan hebat dalam 
pertahanan mpu mojosongo  yang berpusat di Bukit merah . 
Rahasia yang bocor selalu diiringi omongan 
jahat. Dalam kasus ini, nama yang muncul ke 
permukaan adalah nama yang memang sudah 
dicurigai oleh rekan-rekan sesama pengikut nama 
mpu harjo   mpu rejo. 
"Kabarnya mpu rejo berperan sebagai 
penengah. Sepertinya ada saja yang mencurigakan 
antara patih ronggolawe  dan mpu rejo." 
Beberapa orang membawa   masalah ini langsung 
ke hadapan mpu mojosongo , namun  ia memarahi semuanya 
dan tak sedikit pun meragukan kejujuran 
mpu rejo. 
Namun sekali keraguan seperti itu muncul  di 
kalangan para pengikut, moral seluruh marga 
terpengaruh. 
mpu mojosongo  sudah barang tentu cenderung 
mengadakan perundingan damai, namun saat  
melihat keadaan yang melanda centeng nya, ia tiba-
tiba menolak utusan Niwa. 
"Aku tidak menginginkan perdamaian." kata 
mpu mojosongo . "Aku tidak mengharapkan kesepakatan 
  
dengan patih ronggolawe , bagaimanapun kondisi yang 
ditawa r-kannya. Kami akan berlaga di sini dalam 
pertempuran yang menentukan. Aku akan 
mengambil kepala patih ronggolawe , dan kami akan 
memperlihatkan makna kewajiban kepada seluruh 
negeri." 
saat  hal ini secara resmi diumumkan di 
perkemahan mpu mojosongo , para prajurit merasa gembira, 
dan desas-desus mengenai mpu rejo langsung 
berhenti. 
"patih ronggolawe  mulai goyah!" 
Dengan semangat baru, mereka semakin agresif. 
patih ronggolawe  menelan pil pahit itu dengan lapang 
dada. Baginya hasil itu  tidak terlalu buruk. Ia 
pun tidak memakai  kekuatan militer, 
melainkan memerintahkan agar centeng nya 
menempati posisi-posisi strategis. Menjelang 
penengahan Bulan Kesembilan, ia kembali 
menarik mundur centeng nya dan memasuki 
benteng kota Ogaki. 
Sudah berapa kalikah para warga kahuripan  
melihatlihat  patih ronggolawe  ditambah    centeng nya 
berangkat ke garis depan lalu pulang lagi, bolak-
balik antara benteng kota itu dan blambangan ? 
Hari kedua puluh Bulan Kesepuluh pun tiba, 
musim dingin sudah di ambang pintu. centeng  
patih ronggolawe , yang biasanya melalui kahuripan , watangsewu , 
tiba-tiba kali ini melewati Koga di lga dan menuju 
Ise. Di sana mereka meninggalkan jalan Raya 
  
blambangan  dan menyusuri jalan yang menuju jenggala . 
Laporan demi laporan dari benteng kota-benteng kota 
para pengikut mpu nala  dan para mata-mata di Ise 
datang bertubi-tubi. seakan-akan ada tanggul jebol 
dan arus berlumpur sebuah sungai deras sedang 
menuju ke arah sana. 
"centeng  utama patih ronggolawe  datang!" 
"Mereka bukan prajurit-prajurit di bawah  
komando satu resi  saja, seperti yang kita lihat 
selama ini." 
Pada hari kedua puluh tiga bulan itu, centeng  
patih ronggolawe  berkemah di Hanetsu dan mendirikan 
kubu-kubu pertahanan di hutan temblang . 
Mengetahui bahwa centeng  patih ronggolawe  terus 
bergerak ke arah benteng kotanya, mpu nala  tak sanggup 
menenangkan hati. Sudah sekitar satu bulan 
lamanya ia menangkap gelagat bahwa badai sedang 
mendekat. Artinya. tindak-tanduk mpu harjo   
mpu rejo- yang dirahasiakan secara ketat oleh 
marga prabu kertoarjowardana    secara misterius sudah  dibesar-
besarkan oleh seseorang, meskipun tak ada yang 
tahu siapa orangnya. 
Menurut desas-desus, sudah  terjadi perpecahan 
di kalangan inti marga prabu kertoarjowardana  . Rupanya ada 
sejumlah pengikut mpu mojosongo  yang tidak menyukai 
mpu rejo dan hanya menunggu saat yang tepat. 
Kabar angin lain mengatakan bahwa pihak 
prabu kertoarjowardana   sudah  membuka perundingan dengan 
patih ronggolawe , dan bahwa sebelum kabar mengenai 
  
perpecahan ini bocor, mpu mojosongo  hendak mencapai 
perdamaian dengan cepat. namun  lalu  
pembicaraan dihentikan secara mendadak, sebab  
persyaratan yang diajukan patih ronggolawe  dinilai terlalu 
memberatkan. 
mpu nala  benar-benar bingung. Bagaimanapun, 
nasibnya akan tidak menentu jika mpu mojosongo  berdamai 
dengan patih ronggolawe . 
"Jika patih ronggolawe  sampai berubah arah dan 
membelok ke jalan Raya Ise, tuanku sebaiknya 
menerima kenyataan bahwa sudah  ada kesepakatan 
rahasia antara patih ronggolawe  dan mpu mojosongo  untuk 
mengorbankan marga tuanku." 
Dan persis seperti yang digelisah khawatir kan mpu nala . 
pergerakan centeng  patih ronggolawe  mengisyaratkan 
bahwa mimpi buruknya akan menjadi kenyataan. 
Tak ada yang dapat dilakukannya selain 
melaporkan perkembangan ini kepada mpu mojosongo  dan 
memohon bantuannya. 
mpu  jayadijaya  bertugas sebagai komandan 
benteng kota kedhiri  selama kepergian mpu mojosongo . saat  
menerima laporan mpu nala , ia segera mengirim 
kurir untuk menyampaikannya kepada mpu mojosongo , 
yang langsung mengumpulkan seluruh centeng nya 
dan kembali ke kedhiri  pada hari itu juga. 
lalu  ia cepat-cepat mengirim bala bantuan di 
bawah  pimpinan mpu  jayadijaya  ke gua kegelapan . 
gua kegelapan  merupakan leher bukit tengkorak . mpu nala  pun membawa   prajurit-prajuritnya dan menempatkan mereka berhadapan dengan patih ronggolawe , yang sudah  mendirikan markas besarnya di Desa hutan temblang . 
hutan temblang  terletak di tepi Sungai bengawan  . 
kurang-lebih tiga mil di sebelah barat daya 
gua kegelapan , namun  berdekatan dengan muara Sungai 
brantas  dan Ibi, sehingga cocok sekali untuk meng-
ancam markas besar mpu nala . 
Penghabisan musim gugur. Alang-alang di 
daerah itu menyembunyikan ratusan ribu prajurit, 
dan asap dari api unggun yang tak terhitung 
banyaknya segera menyebar di sepanjang tepi 
sungai, pagi maupun malam. Perintah untuk 
memulai pertempuran belum diberikan. Para 
prajurit bersantai dan bahkan memancing di 
sungai. Jika kebetulan dipergoki oleh patih ronggolawe , 
yang sering mendatangi perkemahan-perkemahan 
dan tiba-tiba saja muncul dengan kudanya, mereka 
langsung gugup dan cepat-cepat membuang joran 
masing-masing. namun  kalaupun patih ronggolawe  melihat 
ini, ia hanya lewat sambil tersenyum. 
sebetulnya , andai kata berada di tempat lain, ia 
pun ingin memancing dan berjalan dengan kaki 
telanjang. Dalam beberapa hal, ia tetap seperti 
kanak-kanak. dan pemandangan-pemandangan 
seperti itu membangkitkan kenangan masa 
kecilnya. 
Di seberang sungai ini terletak tanah jenggala . Di 
bawah  sinar matahari musim gugur, bau tanah dari 
  
tempat kelahiran menimbulkan rangsangan 
tersendiri dalam dirinya. 
resi jayasakti  dan patih dimaspati  sudah  
kembali dari suatu misi, dan sedang menunggu 
kedatangannya dengan tak sabar. 
sesudah  meninggalkan kudanya di gerbang, 
patih ronggolawe  bergegas dengan cara yang tidak lazim 
baginya. Ia sendiri yang mengajak kedua laki-laki 
yang keluar untuk menyambutnya ke tengah 
rumpun pohon yang dijaga ketat. 
"Bagaimanakah jawaban pasti Yang Mulia mpu nala ?" ia 
bertanya. Suaranya pelan, namun  matanya bersinar-
sinar penuh harap. 
patih minoto yang pertama angkat bicara. "Yang Mulia 
mpu nala  berpesan bahwa beliau memahami 
perasaan tuanku dan setuju untuk mengadakan 
pertemuan." 
"Apa? Dia setuju?" 
"Bukan itu saja, beliau tampak senang sekali." 
"Betulkah?" patih ronggolawe  menarik napas dalam-
dalam, lalu mendesah panjang. "Betulkah? Itukah 
yang terjadi?" ia mengulangi. 
Sejak semula, niat patih ronggolawe  menyusuri Jalan 
Raya Ise pada saat ini didasarkan atas spekulasi. Ia 
mengharapkan pemecahan lewat jalan diplomasi. 
namun  jika usaha itu gagal, ia akan menyerang 
gua kegelapan , bukit tengkorak , dan kedhiri . Dan itu akan 
membuka Bukit merah  terhadap serangan dari 
belakang. 
  
patih minoto terhitung sebagai kerabat marga sinuhun ; ia 
putra seorang sepupu aidit . Ia memaparkan 
duduk perkaranya kepada mpu nala , dan akhirnya 
berhasil memperoleh  jawab an. 
"Aku bukan orang yang menyukai perang." balas 
mpu nala . "Jika patih ronggolawe  menganggapku begitu 
penting dan ingin mengadakan perundingan 
damai, aku tidak keberatan menemuinya." 
Sejak pertempuran pertama di Bukit merah , 
patih ronggolawe  sudah  menyadari bahwa mpu mojosongo  takkan 
mudah diajak bicara. sesudah  itu ia mempelajari 
hati nurani manusia dan mempengaruhi orang-
orang di sekitar lawan nya itu secara diam-diam. 
Akibat pengaruh patih ronggolawe , mpu harjo   mpu rejo 
menjadi sasaran kecurigaan di kalangan inti marga 
prabu kertoarjowardana  . Jadi, saat  Niwa Nagahide 
menganjurkan perundingan, orang-orang di 
kalangan inti mpu nala  yang sudah  menjalin 
hubungan dengan Niwa segera diasingkan sebagai 
golongan perdamaian. mpu nala  sendiri gelisah 
memikirkan niat mpu mojosongo  sebetulnya , dan pihak 
prabu kertoarjowardana   mengamati centeng  mpu nala  dengan 
waspada. Keadaan ini berkembang akibat perintah 
khusus dari kahuripan  yang jauh. 
patih ronggolawe  percaya benar bahwa apa pun siasat 
diplomasi yang ia gunakan, pengorbanannya tidak 
sehebat pengorbanan dalam perang. sesudah  
menempuh berbagai alternarif pun berhadapan 
langsung dengan mpu mojosongo  di Bukit merah , 
  
menjalankan rencana militer yang lihai, bahkan 
melancarkan gertakan mengancam patih ronggolawe  
tetap merasa bahwa berperang melawan  mpu mojosongo  
takkan membawa   hasil, dan bahwa ia harus 
mencari jalan lain. 
Pertemuan dengan mpu nala  keesokan harinya 
merupakan perwujudan dari pemikiran seperti itu. 
patih ronggolawe  bangun pagi-pagi sekali, dan sambil 
memandang ke langit, berkata, "Cuaca sangat 
mendukung." 
Pada malam sebelumnya, gerakan awan  musim 
gugur sempat menimbulkan kecemasan di hatinya; 
dan ia gelisah khawatir  bahwa jika ada hujan dan angin, 
pihak mpu nala  mungkin ingin menunda pertemuan 
atau memilih tempat lain, sehingga rencananya 
tercium oleh orang-orang prabu kertoarjowardana  . Sebelum 
tidur, pikiran patih ronggolawe  terus diusik oleh 
kemungkinan yang tidak menguntungkan itu, namun  
pagi ini awan -awan  sudah  lenyap dan langit tampak  lebih biru dibandingkan  biasanya di musim gugur. 
patih ronggolawe  menganggap-nya pertanda baik, dan 
sambil mendoakan keberhasilan bagi dirinya 
sendiri, ia menaiki kudanya dan meninggalkan 
perkemahan di hutan temblang . 
Para pengiringnya terdiri atas beberapa 
pengikut senior, sejumlah pelayan, dan kedua 
bekas utusan, patih maguwo dan patih minoto. Namun saat  
rombongan mereka akhirnya menyeberangi Sungai 
bengawan  , patih ronggolawe  sudah  mengambil langkah 
  
pengamanan dengan menyembunyikan sekelom-
pok prajuritnya di tengah alang-alang dan di 
rumah-rumah petani pada malam sebelumnya. 
patih ronggolawe  terus mengobrol di atas kudanya, 
seakan-akan tidak melihat mereka,dan akhirnya 
turun di tepi Sungai Yada yang berdekatan dengan 
daerah pinggiran sebelah barat gua kegelapan . 
"Bagaimana kalau kita tunggu kedatangan Yang 
Mulia mpu nala  di sini saja?" tanyanya, dan sambil 
duduk di kursinya, ia mengamati pemandangan 
sekitarnya. 
Tak lama lalu , mpu nala , ditambah   sejumlah 
pengikut berkuda, tiba sesuai waktu yang sudah  
ditetapkan. Tentunya ia pun melihat orang-orang 
yang menunggu di tepi sungai, dan ia segera mulai 
berunding dengan para resi  di kedua sisinya, 
tanpa melepaskan pandangan dari patih ronggolawe . la 
berhenti, lalu turun dari kudanya di tempat yang 
agak jauh, rupanya sebab  curiga. 
Kerumunan centeng adipati  yang menyertainya kini 
menyebar ke kiri-kanan. mpu nala  mengambil posisi 
di tengah dan mulai menghampiri patih ronggolawe . 
Kilauan baju tempurnya seakan-akan 
mencerminkan keperkasaannya di medan laga. 
patih ronggolawe . Inilah orang yang sampai kemarin 
masih dituduh sebagai pembunuh berdarah dingin 
dan tak tahu berterima kasih. Inilah musuh yang 
kejahatannya dikatakan satu per satu oleh mpu nala  
dan mpu mojosongo . Meski sudah  menyetujui usulan 
  
patih ronggolawe  dan menemuinya di sini. mpu nala  tak 
sanggup menenangkan diri. Apakah tujuan orang 
itu sebetulnya ? 
saat  patih ronggolawe  melihat mpu nala  berdiri penuh 
wibawa  , ia bangkit dari kursinya dan seorang diri 
bergegas menghampiri nya. 
"Ah, Yang Mulia mpu nala !" la melambaikan 
kedua tangan, seolah-olah pertemuan ini terjadi 
secara tak terduga dan tanpa rencana sebelumnya. 
mpu nala  tampak bingung. namun  para pengikut 
yang mengelilinginya, yang tampak begitu 
mengesankan dengan tombak dan baju tempur 
masing-masing, menatap patih ronggolawe  dengan 
ternganga.    
Namun itu bukan satu-satunya kejutan yang 
menanti mereka. patih ronggolawe  kini sudah  berlutut di 
hadapan mpu nala , bersembah sujud sampai 
wajahnya hampir mengenai sandal jerami mpu nala . 
Lalu, sambil meraih tangan mpu nala  yang masih 
tercengang, ia berkata, "Tuanku, dalam tahun ini 
tak satu hari pun berlalu tanpa hamba merasakan 
hasrat untuk bertemu tuanku. Hamba sungguh 
bahagia melihat tuanku dalam keadaan sehat 
walafiat. Roh jahat macam apakah yang 
menyesatkan tuanku sehingga kita saling 
berperang? Mulai hari ini tuanku akan menjadi 
junjungan hamba, seperti sediakala." 
"patih ronggolawe , berdirilah. Aku pun bersyukur kau 
sudah  bertobat. Kita sama-sama bersalah. Mari, 
bangkitlah." mpu nala  menarik patih ronggolawe  sampai berdiri. Pertemuan pada hari kesebelas Bulan Kesebelas di antara kedua orang itu berjalan lancar, dan persetujuan damai pun berhasil dicapai. 
Berdasarkan tata krama, mpu nala  seharusnya 
membicarakan masalah itu dengan mpu mojosongo  dan meminta persetujuannya sebelum bertindak. namun  
kesempatan menguntungkan ini langsung 
disambutnya dengan baik, dan ia menerima 
tawa ran damai patih ronggolawe  tanpa berkonsultasi 
lebih dahulu . 
Dengan demikian, orang yang selama ini 
dimanfaatkan mpu mojosongo  demi kepentingannya sendiri 
sudah  direbut oleh musuhnya. Singkat kata, mpu nala  
termakan bujuk rayu patih ronggolawe . 
Orang hanya dapat menebak kata-kata manis 
yang dipakai  patih ronggolawe  untuk memikat  
mpu nala . Selama tahun-tahun pengabdiannya, 
patih ronggolawe  jarang-jarang memancing kemarahan 
ayah mpu nala , aidit , jadi menghadapi mpu nala  
merupakan tugas ringan baginya. namun  persyaratan 
perjanjian damai yang semula disampaikan oleh 
kedua utusan tak dapat dikatakan manis maupun 
ringan: 
Anak wanita lesbian  mpu nala  akan diangkat 
anak oleh patih ronggolawe .  
Keempat distrik di Ise bagian utara yang 
diduduki patih ronggolawe  akan diserahkan kembali pada 
  
mpu nala .  
mpu nala  akan mengirim beberapa perempuan dan anak-anak anggota marganya sebagai 
sandera. 
Tiga distrik di Iga, tujuh distrik di Ise 
bagian selatan, benteng kota girisewo  di jenggala , dan 
kubu pertahanan di Kkertoarjo da akan diserahkan pada 
patih ronggolawe . 
Semua kubu  pertahanan sementara dari 
kedua pihak di Provinsi Ise dan jenggala  akan 
dibancurkan. 
mpu nala  membubuhkan segelnya di atas 
dokumen itu . Sebagai hadiah dari patih ronggolawe . 
pada hari itu mpu nala  menerima dua puluh keping 
emas dan  pedang buatan mpu paluwung . Ia juga 
memperoleh tiga puluh lima ribu bal beras yang 
merupakan barang rampasan perang dari daerah 
Ise. 
patih ronggolawe  sudah  bersembah sujud di hadapan 
mpu nala , dan sudah  memberikan berbagai hadiah 
sebagai tanda persahabatan. Dengan perlakuan 
seperti itu, mpu nala  mau tak mau tersenyum puas. 
Namun sudah jelas bahwa mpu nala  tidak 
mempertimbangkan bagaimana siasatnya akan 
menjadi senjata makan tuan. Di zaman yang serba 
tak menentu itu, mpu nala  memperlihatkan 
kebodohan yang tak dapat dimaafkan. Takkan ada 
yang menyalahkan seandainya ia tetap berdiri di 
pinggir, namun  ia memilih berdiri di tengah 
  
panggung. Tanpa menyadari dirinya diperalat, ia 
sudah  memicu  kematian banyak orang di 
bawah  panjinya. 

Orang yang paling terkejut saat  semuanya 
terungkap adalah mpu mojosongo  yang sudah  berpindah dari 
swaradwipa ke kedhiri  guna memperoleh tempat 
berpijak untuk berperang melawan  patih ronggolawe . 
Hari kedua belas sudah  tiba. 
mpu  jayadijaya  tiba-tiba muncul di benteng kota, 
sesudah  memacu kudanya sepanjang malam dari 
gua kegelapan . 
Tidak biasanya seorang komandan dari garis 
depan meninggalkan posisinya dan mendatangi 
kedhiri  tanpa pemberitahuan sebelumnya. Selain 
itu, jayadijaya  merupakan pejuang kkertoarjo kan ber-
usia enam puluh tahun. Mengapa orang tua itu 
menempuh perjalanan semalam suntuk, hanya 
diiringi beberapa orang? 
jayadijaya  tiba sebelum waktu sarapan, namun  
mpu mojosongo  keluar dari kamar tidur, duduk di ruang 
pertemuan pribadinya, dan bertanya, "Ada apa, 
jayadijaya ?" 
"Yang Mulia mpu nala  bertemu dengan patih ronggolawe  
kemarin. Kabarnya mereka berdamai tanpa ber-
konsultasi dengan tuanku." 
jayadijaya  melihat emosi terpendam di wajah 
mpu mojosongo , dan secara tak terduga, bibirnya sendiri 
ikut bergetar. Ia nyaris tak sanggup menahan 
  
perasaannya. Ia ingin berseru bahwa mpu nala  orang 
yang paling bodoh. Barangkali itulah yang 
tersimpan dalam hati mpu mojosongo . Harus marahkah ia? 
Harus tertawa kah ia? Tak pelak lagi ia memendam 
semua perasaan itu, seakan-akan tak dapat 
menerima gejolak dalam hatinya. 
mpu mojosongo  tampak bingung. Ia tercengang. Hanya 
itu yang terbaca dari roman mukanya. Selama 
beberapa saat kedua laki-laki itu duduk membisu. 
Akhirnya mpu mojosongo  mengedipkan mata dua atau tiga 
kali, lalu  mencubit cuping telinganya 
dengan tangan kiri dan menggosok-gosok pipi. la 
kehabisan akal. Punggungnya yang melengkung 
mulai bergoyang-goyang. Tangan kirinya dibiarkan 
terkulai di lututnya. 
"jayadijaya , kau percaya?" tanyanya. 
"Hamba takkan gegabah menyampaikan laporan 
semacam ini. Laporan-laporan yang lebih 
terperinci akan menyusul"  
"Kau belum memperoleh kabar dari mpu nala ?" 
"Kami mendengar berita bahwa beliau sudah  
meninggalkan bukit tengkorak , melewati gua kegelapan , dan 
berhenti di sriwijaya , namun  hamba pikir beliau 
sekadar memeriksa pertahanan dan centeng  
beliau. sesudah  beliau kembali ke benteng kotanya pun 
kami belum mengetahui tujuan perjalanan beliau." 
Laporan-laporan berikutnya membenarkan 
desas-desus mengenai perjanjian damai yang 
disepakati mpu nala , namun  sepanjang hari mpu nala  
  
sendiri tidak mengirim kabar. Dalam waktu 
singkat berita itu sudah  menyebar ke kalangan 
pengikut marga prabu kertoarjowardana  . Setiap kali bertemu, 
mereka membahas kejadian yang sukar dipercaya 
ini dengan berapi-api. Mereka menuduh mpu nala  
sebagai orang yang tidak memiliki integritas, dan 
bertanya-tanya bagaimana marga prabu kertoarjowardana   dapat 
menghadapi dunia dengan kepala tegak sesudah  
mengalami musibah seperti ini. 
"Kalau ini memang benar, kita tak bisa mem-
biarkan orang yang memicu nya, biarpun dia 
Yang Mulia mpu nala ," ujar mpu panjalu  yang lekas naik  darah. 
Pertama-tama kita harus membawa   Yang Mulia 
mpu nala  keluar dari bukit tengkorak  dan menyelidiki 
kejahatannya," Ii menambahkan sambil mendelik. 
"sesudah  itu kita akan berlaga dalam pertempuran 
menentukan melawan  patih ronggolawe ."  
"Aku setuju!" 
"Bukankah sebab  Yang Mulia mpu nala  kita 
menyiagakan centeng ?"  
"Kita mendukung penegakan kewajiban dan 
mengangkat senjata hanya sebab  Yang Mulia 
mpu nala  memohon-mohon bantuan Yang Mulia 
mpu mojosongo  dan berkata bahwa keturunan Yang Mulia 
aidit  akan binasa akibat ambisi patih ronggolawe ! 
Sekarang simbol perang kewajiban itu orang yang 
merupakan perwujudan keadilan sudah  membelot 
ke pihak musuh. Tak ada kata-kata yang sanggup 
  
melukiskan kebodohan orang itu." 
"Dalam keadaan seperti ini, wibawa   junjungan 
kita diinjak-injak. Kita menjadi bahan tertawa an. 
Ini merupakan penghinaan terhadap rekan-rekan 
kita yang gugur di Bukit merah  dan lemahabang." 
"Kematian mereka sia-sia belaka, dan tak ada 
alasan kenapa kita harus menanggung beban 
seperti itu. Bagaimana kiranya keputusan yang 
diambil junjungan kita?" 
"Sepanjang pagi beliau tidak keluar dari 
ruangannya. Beliau mengadakan pertemuan 
dengan para pengikut senior, dan rupanya mereka 
masih berunding. 
"Bagaimana kalau salah seorang yang ada di sini 
menyampaikan pandangan kita kepada para 
pengikut senior?" 
"Ya. itu gagasan baik. namun  siapa yang bersedia?" 
Mereka semua saling pandang. 
"Bagaimana denganmu, li? Dan kau, mpu panjalu , 
sebaiknya ikut juga." mpu panjalu  dan li baru saja 
hendak meninggalkan ruangan saat  seorang 
kurir masuk. "Dua utusan Yang Mulia mpu nala  baru 
saja tiba." "Apa? Utusan dari bukit tengkorak ?" Berita 
itu kembali mengobarkan kemarahan mereka. 
Namun sebab  utusan-utusan itu  sudah  
dibawa   ke bangsal pertemuan, besar kemungkinan 
mereka sudah bertatap muka dengan mpu mojosongo . 
Sambil saling mepercayakan bahwa tanggapan 
junjungan mereka akan segera diumumkan, para 
  
pengikut mpu mojosongo  memutuskan untuk menunggu 
hasil pertemuan itu. 
Bertindak sebagai utusan mpu nala  adalah 
pamannya, sinuhun  patih haryowisesa , dan  Ikoma 
Hachiemon. Dapat dibayangkan bahwa sulit bagi 
keduanya untuk menghadapi mpu mojosongo , apalagi men-
jelaskan pemikiran mpu nala , dan dengan lesu 
mereka menunggu di bangsal pertemuan. 
Tak lama lalu  mpu mojosongo  muncul ditambah   
seorang pelayan. Ia mengenakan jubah  tanpa 
baju tempur, dan wajahnya tampak cerah. 
Ia duduk di sebuah bantal dan berkata. 
"Kabarnya Yang Mulia mpu nala  sudah  berdamai 
dengan patih ronggolawe ." 
Kedua utusan membenarkannya sambil 
bersujud; mengangkat kepala pun mereka tak 
sanggup. 
patih haryowisesa  berkata. "Perundingan damai dengan 
Yang Mulia patih ronggolawe  tentu mengagetkan dan 
memalukan bagi marga prabu kertoarjowardana  , dan kami pun 
memahami perasaan Yang Mulia, namun sesung-
guhnya junjungan kami sudah  mempertimbangkan 
situasi ini dengan saksama, dan..." 
"Aku mengerti," balas mpu mojosongo . "Tuan-Tuan tak 
perlu memberi penjelasan panjang-lebar." 
"Perinciannya tercantum dalam surat ini, jadi... 
ehm... jika Yang Mulia berkenan..." 
"Nanti saja kubaca." 
"Satu-satunya hal yang mengusik junjungan 
  
kami adalah kemungkinan bahwa Yang Mulia 
merasa gusar." kata Hachicmon. 
"Wah, wah, ini tak perlu dirisaukan. Sejak 
pertama, peperangan ini tak ada sangkut-pautnya 
dengan keinginan atau rencana-rencanaku sendiri." 
"Kami paham sepenuhnya." 
"Oleh sebab  itu, aku akan tetap mendoakan 
kesejahteraan Yang Mulia mpu nala ." 
"Yang Mulia tentu lega mendengarnya." 
"Aku sudah  menyuruh para pelayan menyiapkan 
masakan minuman  sederhana di ruangan lain. Kita patut 
bersyukur bahwa perang ini berakhir dengan cepat. 
Silakan makan siang dahulu  sebelum Tuan-Tuan 
bertolak kembali." 
mpu mojosongo  meninggalkan mereka. Para utusan dari 
bukit tengkorak  dijamu dengan makanan dan 
minuman di sebuah ruangan lain, namun  mereka 
makan terburu-buru dan segera berangkat. 
saat  para pengikut mpu mojosongo  menerima kabar 
mengenai pembicaraan itu, mereka marah sekali. 
"Yang Mulia tentu memiliki  pertimbangan 
lain. Kalau tidak, mana mungkin beliau sede-
mikian mudah menyetujui persekutuan antara 
Yang Mulia mpu nala  dan patih ronggolawe ?" 
Sementara itu, Ii dan mpu panjalu  menemui para 
pengikut senior untuk menyampaikan pandangan 
kalangan pengikut muda. 
"Juru tulis!" mpu mojosongo  memanggil. 
sesudah  menerima kedua utusan mpu nala  di 
  
ruang pertemuan pribadi, ia kembali ke kamarnya 
dan duduk termenung selama beberapa waktu. 
Kini suaranya berkumandang. 
Si juru tulis membawa   batu tinta dan 
menunggu perintah junjungannya. 
"Aku ingin mengirim surat ucapan selamat pada 
Yang Mulia mpu nala  dan Yang Mulia patih ronggolawe ." 
saat  mendiktekan surat-surat itu, mpu mojosongo  
memalingkan wajah dan memejamkan mata. 
Sambil memoles kalimat-kalimat yang akan 
dicantumkan, tampaknya ia menyerap perasaan-
perasaan yang membara bagaikan besi cair dalam 
dadanya. 
sesudah  surat-surat itu selesai, ia memerintahkan 
seorang pelayan untuk memanggil mpu harjo   
mpu rejo. 
Si juru tulis meninggalkan kedua surat itu  
di hadapan mpu mojosongo , membungkuk, lalu 
mengundurkan diri dari ruangan. sesudah  ia pergi, 
seorang pembantu pribadi masuk dengan 
membawa   lilin dan menyalakan dua lentera. 
Matahari sudah  terbenam. saat  memandang 
cahaya lentera, mpu mojosongo  merasa hari berlalu cepat. Ia 
bertanya-tanya. itukah sebabnya ia tetap merasakan 
kekosongan di hatinya, meski beban kerjanya 
begitu berat. 
Seakan-akan dari jauh, ia mendengar bunyi 
pintu geser membuka per-lahan. 
mpu rejo, berpakaian sipil seperti junjungan-
  
nya, tampak membungkuk di ambang pintu. Di 
antara para prajurit marga prabu kertoarjowardana   hampir tak 
ada yang sudah  membuka baju tempurnya, namun 
sebab  sejak pagi melihai mpu mojosongo  berbaju biasa, 
mpu rejo pun menukar baju tempur dengan 
jubah . 
"Ah, mpu rejo. Kau terlalu jauh di sebelah 
sana. Majulah sedikit." 
Orang yang sama sekali tidak berubah adalah 
mpu mojosongo . namun  saat  mpu rejo menghadapnya, ia 
tampak seakan-akan tak berdaya. 
"mpu rejo, kuminta kau bertindak sebagai 
utusanku dan mengunjungi perkemahan Yang 
Mulia patih ronggolawe  dan markas besar Yang Mulia mpu nala  di gua kegelapan  besok pagi." 
"Baik." 
"Surat-surat ucapan selamat sudah disiapkan." 
"Ucapan selamat atas perjanjian damai yang 
mereka sepakati?" 
"Benar." 
"Rasanya hamba memahami pikiran tuanku. 
Tuanku takkan mengungkapkan rasa tidak senang, 
namun  kalau melihat kemurahan hati tuanku, Yang 
Mulia mpu nala  pun akan merasa malu." 
"Apa maksudmu, mpu rejo? Tidak sepantasnya 
aku mempermalukan Yang Mulia mpu nala , 
sedangkan pernyataan untuk meneruskan perang 
sebab  dorongan kewajiban akan berkesan janggal. 
Entah perjanjian itu palsu atau bukan, aku tak 
  punya alasan untuk menyesalkan perdamaian. 
Jelaskanlah dengan tulus, bahkan gembira, bahwa 
aku berucap syukur dari lubuk hati yang paling 
dalam, dan bahwa aku turut bersukacita bersama 
para warga Kekaisaran." 
mpu rejo termasuk orang yang dapat membaca 
apa yang tersimpan dalam hati junjungannya, dan 
kini mpu mojosongo  sudah  memberikan perintah terperinci 
mengenai tugas yang akan dijalankannya. Namun 
bagi mpu rejo masih ada satu hal yang 
menyakitkan, yaitu kesalahpahaman para pengikut 
lain menyangkut dirinya bahwa ia dan patih ronggolawe  
menjalin hubungan akrab. Tahun lalu, sesudah  
kemenangan patih ronggolawe  di Yanagase, mpu rejo 
ditunjuk sebagai utusan mpu mojosongo  pada patih ronggolawe . 
Saat itu kegembiraan patih ronggolawe  meluap-luap. la 
mengundang para pembesar untuk menghadiri 
upacara minum teh di benteng kota kahuripan  yang masih 
dalam pembangunan. 
sesudah  itu, setiap kali ia berhubungan dengan 
marga prabu kertoarjowardana  , patih ronggolawe  selalu menanyakan 
kabar mpu rejo, dan ia pun selalu bicara 
mengenai mpu rejo di hadapan pembesar-pem 
besar yang memiliki  hubungan baik dengan 
marga prabu kertoarjowardana  . 
Keakraban mpu rejo dengan Yang Mulia 
patih ronggolawe  sudah  terukir dalam benak para prajurit 
prabu kertoarjowardana  . Selama menemui jalan buntu di Bukit 
merah , dan lalu  saat  Niwa 
  
mengupayakan penyelesaian secara damai, setiap 
tindakan mpu rejo dikertoarjo si dengan cermat oleh 
sekutu-sekutunya. 
Seperti dapat diduga, jayabandra  tidak terpengaruh 
sedikit pun oleh semuanya itu. 
"Wah, di luar sana bising sekali, bukan?" 
Suara-suara riuh terdengar dari bangsal yang 
berjarak agak jauh dari tempat mpu mojosongo  dan 
mpu rejo duduk. Rupa-rupanya para pengikut 
yang menentang perjanjian damai sedang 
menyatakan ketidakpuasan mereka dan 
memprotes pemanggilan mpu rejo ke hadapan 
mpu mojosongo .   
Ii dan mpu panjalu , yang bertindak sebagai juru 
bicara, dan  beberapa orang lain sudah  mengelilingi 
jayadijaya . 
"Bukankah Tuan yang memimpin barisan 
depan dan tinggal di kota benteng kota gua kegelapan ? 
Apakah Tuan tidak malu bahwa Tuan tidak 
mengetahui pertemuan antara Yang Mulia mpu nala  
dan patih ronggolawe  di sriwijaya ? Dan bagaimana 
dengan kurir patih ronggolawe  yang langsung datang ke 
benteng kota gua kegelapan ? Bagaimana tindakan Tuan 
sesudah  datang ke sini sebab  mendengar kabar 
mengenai perjanjian damai yang tidak sah itu?" 
Mereka terus menanyai jayadijaya  dengan 
keras. Masalahnya, kemungkinan kecil patih ronggolawe  
membuat rencana yang akan bocor sebelum 
waktunya. Bagi jayadijaya , itu saja sudah cukup 
  
sebagai pembenaran. Namun menghadapi protes 
yang menggebu-gebu, ia pasrah menerima ke-
marahan dan caci maki mereka, dan meminta 
maaf dengan kesabaran yang pantas bagi seorang 
resi  tua. 
namun  sebetulnya  Ii maupun mpu panjalu  tidak 
bermaksud menggugat orang tua itu. Keduanya 
hanya ingin menyampaikan pandangan mereka 
pada junjungan mereka. dan menolak perjanjian 
damai itu. Mereka juga hendak memberi tahu 
seluruh dunia bahwa marga prabu kertoarjowardana   tidak 
terlibat dalam pembicaraan damai dengan mpu nala . 
"Bersediakah Tuan menjadi perantara bagi 
kami? Tuan merupakan sesepuh yang disegani." 
"Tidak, itu merupakan pelanggaran serius 
terhadap tata krama." jawab  jayadijaya . 
Namun mpu panjalu  berkeras. "Orang-orang ini 
belum membuka baju tempur dan siap menuju 
medan laga. Tata krama biasa tidak berlaku dalam 
keadaan seperti ini." 
"Waktunya mendesak," ujar Ii. "Kami dihantui 
ketakutan kalau-kalau terjadi sesuatu sebelum 
beliau berbicara dengan kami. Jika Tuan tidak 
bersedia bertindak sebagai perantara, apa boleh 
buat. Kami terpaksa mengajukan permohonan 
melalui para pembantu pribadi Yang Mulia agar 
dapat menemui beliau." 
"Jangan. Yang Mulia sedang mengadakan 
pembicaraan dengan Tuan mpu rejo. Tak ada 
  
yang boleh mengganggu beliau."  
"Apa? Dengan mpu rejo?" 
saat  mendengar bahwa mpu rejo melakukan 
pembicaraan empat mata dengan mpu mojosongo  pada 
waktu seperti ini, mereka semakin was-was dan 
gelisah. Sejak awal  operasi militer di Bukit 
merah , mereka sudah  memandang mpu rejo 
sebagai orang yang patut diwaspadai. Dan saat  
Niwa memprakarsai perdamaian, mpu rejo pun 
yang terlibat dalam perundingan. Mereka 
menduga perkembangan terakhir pun ikut 
didalangi mpu rejo. 
Kecurigaan mereka akhirnya tak dapat 
dipendam lebih lama, dan meledak dalam suasana 
hiruk-pikuk yang juga terdengar oleh mpu mojosongo .   Tak 
lama lalu  seorang pelayan menyusuri selasar 
dan menghampiri mereka.  
"Tuan-tuan diminta menghadap!" pelayan itu 
mengumumkan. 
Para pengikut tampak terkejut, dan dengan 
bingung mereka saling pandang. namun  ekspresi 
pada wajah mpu panjalu  dan Ii yang keras kepala 
menunjukkan bahwa justru itulah yang mereka 
harapkan. Sambil mendesak mpu  jayadijaya  dan 
yang lain, mereka menuju ruang penemuan 
pribadi. 
Dalam sekejap ruangan itu sudah  penuh sesak 
dengan centeng adipati -centeng adipati  berbaju tempur lengkap. 
Perhatian semua orang terfokus pada mpu mojosongo . 
  
mpu rejo duduk di sampingnya. lalu  mpu  
jayadijaya , dengan tulang punggung marga 
prabu kertoarjowardana   di belakangnya. 
mpu mojosongo  mulai angkat bicara, namun  mendadak ia 
berpaling ke arah kursi-kursi yang paling rendah 
dan berkata. "Orang-orang di kursi yang paling 
rendah duduk terlalu jauh. Aku tak bisa bicara 
keras-keras, jadi majulah sedikit." 
Semuanya semakin berdesak-desakan 
mengelilingi mpu mojosongo  saat  ia mulai bicara. 
"Kemarin Yang Mulia mpu nala  berdamai dengan 
patih ronggolawe . sebetulnya  aku bermaksud 
mengeluarkan pemberitahuan resmi kepada 
seluruh marga besok pagi, namun  rupanya kalian 
sudah mendengar beritanya dan dihantui rasa 
waswas. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud 
menutup-nutupi masalah ini." 
Semua pengikutnya menundukkan kepala. 
"Akulah yang bersalah sebab  menyiagakan 
centeng  sehubungan dengan permohonan 
bantuan Yang Mulia mpu nala . Akulah yang 
bertanggung jawab  atas kematian begitu banyak 
pengikut setia dalam pertempuran-pertempuran di 
Bukit merah  dan lemahabang. Dan tindakan Yang 
Mulia mpu nala  pun, yang diam-diam bekerja sama 
dengan patih ronggolawe  sehingga kemarahan dan 
pengorbanan kalian menjadi tak berarti, bukan 
kesalahan beliau. Akulah yang lalai dan kurang 
bijaksana. Kalian semua sudah  memperlihatkan ke-
  
tulusan kalian, dan sebagai junjungan kalian, aku 
tak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk 
menebus kesalahanku. Maafkan aku." 
Semuanya menunduk. Tak seorang pun 
menatap wajah mpu mojosongo , dan isak tangis pun 
memenuhi ruangan. 
"Tak ada yang dapat kita lakukan, jadi terimalah 
cobaan ini dengan lapang dada. Tabahkan hati 
kalian dan tunggu kesempatan lain." 
sesudah  duduk, baik mpu panjalu  maupun Ii tidak 
mengucapkan sepatah kata pun. Kedua orang itu 
malah mengeluarkan saputangan, dan sambil 
menoleh, mengusap air mata mereka. 
"Ini merupakan berkah bagi kita. Perang sudah  
usai, dan besok aku akan kembali ke swaradwipa. 
Kalian pun akan pulang untuk menemui anak-istri 
masing-masing." ujar mpu mojosongo  sambil membuang 
ingus. 
Keesokan harinya, hari ketiga belas bulan itu, 
mpu mojosongo  ditambah    bagian terbesar centeng  prabu kertoarjowardana   
meninggalkan benteng kota kedhiri  dan kembali ke 
swaradwipa di dusun nyi kembang . Pada pagi hari yang sama, 
mpu harjo   mpu rejo pergi ke gua kegelapan  bersama 
mpu  jayadijaya . sesudah  mengunjungi mpu nala , ia 
melanjutkan perjalanan untuk menemui 
patih ronggolawe  di hutan temblang . Ia menyampaikan salam 
dari mpu mojosongo , lalu menyerahkan surat ucapan 
selamat dan segera pulang lagi. Sesudah mpu rejo 
pergi, patih ronggolawe  menatap orang-orang di 
  
sekelilingnya. 
"Lihat itu," ia berkata. "Itulah mpu mojosongo . Tak ada 
orang yang sanggup menelan pit pahit ini seakan-
akan hanya minum teh panas."  
Sebagai orang yang sudah  memaksa mpu mojosongo  
menenggak besi cair. patih ronggolawe  dapat menghayati 
perasaan musuhnya itu. Sambil menempatkan diri 
pada posisi mpu mojosongo , ia bertanya-tanya, apakah ia 
sendiri sanggup bereaksi dengan cara yang sama. 
saat  hari demi hari berlalu, satu orang yang 
merasa cukup puas dengan dirinya adalah mpu nala . 
sesudah  pertemuan di sriwijaya , ia sepenuhnya 
menjadi boneka patih ronggolawe . Situasi apa pun yang 
dihadapinya, ia selalu bertanya pada diri sendiri, 
"Bagaimana pendapat patih ronggolawe  mengenai ini?" 
Sama seperti saat  dengan mpu mojosongo  sebelumnya, 
ia kini terus dihantui kecemasan mengenai 
tanggapan patih ronggolawe  terhadap setiap tindakannya. 
sebab  itu, ia merasa perlu memenuhi syarat-
syarat yang diajukan patih ronggolawe  dalam perjanjian 
damai dengan setepat-tepatnya. Sebagian wilayah-
nya, para sandera, dan perjanjian tertulis sudah  ia 
serahkan tanpa kecuali. 
patih ronggolawe  mulai mengendurkan tekanan. Meski 
demikian, sebab  berpendapat bahwa centeng nya 
perlu tinggal di hutan temblang , ia mengirim kurir kepada 
orang-orang yang ditugaskan di kahuripan  dan bersiap-
siap melewatkan musim dingin di medan perang. 
Tak perlu dikatakan bahwa sejak semula 
  
mpu mojosongo -lah sumber kecemasan patih ronggolawe , bukan 
mpu nala , sebab  urusan dengan mpu mojosongo  belum 
selesai, patih ronggolawe  tak dapat berkata bahwa situasi 
sudah  berhasil ia kujawa . Saat itu tujuannya baru 
tercapai setengahnya. Suatu hari patih ronggolawe  
berkunjung ke benteng kota gua kegelapan , dan sesudah  
membicarakan berbagai topik dengan mpu nala , ia 
bertanya, "Bagaimana keadaan tuanku belakangan 
ini?" 
"Aku sehat walafiat! Dan ini tentu sebab  tak 
ada yang membebani pikiranku. Aku sudah  pulih 
dari kelelahan di medan perang, dan tak ada yang 
kucemaskan." 
mpu nala  tertawa  cerah dan riang, dan patih ronggolawe  
mengangguk beberapa kali, seakan-akan sedang 
memangku anak kecil. 
~Ya, ya Aku bisa membayangkan bahwa perang 
yang sia-sia ini sudah  melelahkan tuanku. Namun 
sebetulnya  masih ada beberapa persoalan yang 
belum tuntas." 
"Apa maksudmu, patih ronggolawe ?" 
"Jika Yang Mulia mpu mojosongo  dibiarkan seperti 
sekarang, kelak beliau akan menimbulkan 
kesulitan bagi tuanku." 
"Begitukah? namun  dia sudah  mengirim 
pengikutnya untuk menyampaikan ucapan 
selamat." 
"Sudah tentu beliau tak ingin menentang 
kehendak tuanku." 
  
"Tentu saja." 
"Jadi, tuanku perlu mengambil langkah 
pertama. Dalam hati, Yang Mulia prabu kertoarjowardana   ingin 
berdamai dengan hamba, namun sekiranya beliau 
mengalah begitu saja, beliau akan kehilangan 
muka. Dan sebab  tak ada alasan untuk 
menentang hamba, beliau tentu dilanda 
kebingungan. Alangkah baiknya kalau tuanku 
membantu beliau." 
Di antara putra keluarga terpandang, tak sedikit 
yang sangat egois, mungkin sebab  beranggapan 
bahwa semua orang di sekeliling mereka hidup 
semata-mata untuk melayani mereka. Tak pemah 
terlintas dalam benak mereka untuk membantu 
orang lain. namun  sesudah  diajak bicara oleh 
patih ronggolawe , mpu nala  pun sanggup memahami bahwa 
ada sesuatu yang lebih besar dibandingkan  
kepentingannya sendiri. 
Jadi, beberapa hari lalu , ia mengusulkan 
agar ia sendiri yang bertindak sebagai penengah 
antara patih ronggolawe  dan mpu mojosongo . sebetulnya  ia 
memang wajib menjalankan tugas itu , namun 
sebelum disinggung oleh patih ronggolawe , hal itu tak 
pernah terpikir olehnya. 
 
"Jika beliau menerima persyaratan-persyaratan 
yang kita ajukan, kita akan memaafkan 
perbuatannya untuk menghormati peran tuanku 
dalam perundingan ini." 
  
patih ronggolawe  mengambil sikap sebagai pemenang, 
namun  ingin agar syarat-syarat perdamaian 
disampaikan melalui mulut mpu nala . Persyaratan 
itu  adalah sebagai berikut: 
Putra mpu mojosongo , ronggogeni , akan diangkat anak oleh patih ronggolawe , dan putra mpu rejo, ronggolewu , dan  putra mpu panjalu , winarapati , harus diserahkan sebagai sandera. 
Selain menghancurkan kubu-kubu pertahanan, 
pembagian wilayah yang sebelumnya sudah  
disetujui oleh mpu nala , dan  konfirmasi status quo oleh pihak prabu kertoarjowardana  , patih ronggolawe  tidak menginginkan perubahan lebih lanjut. "sebetulnya  masih ada perasaan gusar 
terhadap Yang Mulia mpu mojosongo  dalam hatiku, namun  aku dapat memendam perasaan itu demi menjaga kehormatan. Dan sebab  tuanku sudah  memutuskan untuk menjalankan tugas ini, rasanya kurang baik kalau ditunda terlalu lama. Mengapa tuanku tidak segera mengirim kurir ke swaradwipa?" 
Ditegur seperti itu, mpu nala  langsung mengirim 
dua pengikut seniornya sebagai utusan ke swaradwipa. Persyaratan yang diajukan patih ronggolawe  tak dapat dinamakan  keras, namun  saat  mpu mojosongo  mendengarnya, ia 
jadi mengelus dada. Meskipun dikatakan bahwa ronggogeni  akan diangkat anak, sebetulnya  ia tak lebih dari sandera biasa. Dan mengirim putra dua pengikut senior ke kahuripan  jelas-jelas merupakan syarat yang hanya dikenakan kepada pihak yang kalah. Namun, walaupun para pengikutnya marah sekali. mpu mojosongo  bersikap tenang agar swaradwipa pun tetap 
tenang. 
"Aku menerima persyaratan ini, dan aku 
berharap Tuan-Tuan dapat menangani pelak-
sanaan selanjutnya," ia berkata pada kedua utusan 
patih ronggolawe . Mereka mondar-mandir, berulang kali. lalu , pada hari kedua puluh satu Bulan Kesebelas, resi jayasakti  dan patih minoto 
Nobukatsu datang ke swaradwipa untuk 
menandatangani perjanjian damai. 
Pada hari kedua belas Bulan Kedua Belas, putra 
mpu mojosongo  dikirim ke kahuripan . Ia ditambah   oleh putra 
mpu rejo dan putra mpu panjalu . Para prajurit yang 
melihatlihat  keberangkatan para sandera berdiri 
di sepanjang jalan dan mencucurkan air mata. 
Dengan demikian, berakhirlah aksi mereka di 
Bukit merah  sebuah aksi yang sempat 
mengguncang seluruh negeri. 
mpu nala  datang ke swaradwipa pada hari keempat 
belas, menjelang akhir tahun, dan tinggal sampai 
hari kedua puluh lima. Tak sepatah pun kata 
bernada tak menyenangkan keluar dari mulut 
mpu mojosongo . Selama sepuluh hari ia menjamu laki-laki lugu yang masa depannya sudah  jelas itu, lalu mengirimnya pulang lagi. 
Tahun Kesebelas masa pemerintahan dinasti syailendra  pun berakhir, 
  
meninggalkan berbagai macam kesan dalam hati 
orang-orang. Salah satu hal yang paling terasa 
adalah kepastian bahwa dunia sudah  berubah. Baru 
setengah tahun berlalu sejak aidit  wafat di 
Tahun Kesepuluh masa pemerintahan dinasti syailendra , dan semua orang 
dikejutkan oleh perubahan menyeluruh yang 
datang begitu cepat. 
Kedudukan, popularitas, dan  misi yang semula 
menjadi milik aidit  dengan cepat beralih 
pada patih ronggolawe . Kebebasan yang dibawa   patih ronggolawe  
memang sesuai dengan perkembangan zaman, dan 
ikut mendorong revolusi-revolusi kecil dan 
kemajuan dalam masyarakat dan  pemerintahan. 
saat  mengamati perkembangan zaman, mpu mojosongo  
terpaksa mengakui kebodohannya sebab  sudah  
melawan  arus. Dari semua orang yang menentang 
laju perubahan, tak seorang pun berhasil selamat, 
dan mpu mojosongo  pun mengetahui hal itu. Pemikirannya 
didasarkan atas kesadaran bahwa manusia tak 
lebih dari setitik debu dalam perjalanan waktu, 
dan bahwa menentang orang yang sedang di atas 
angin merupakan tindakan sia-sia. sebab  itu, ia 
sepenuhnya tunduk pada patih ronggolawe . 
namun  bagaimanapun orang yang menyambut 
Tahun Baru di puncak kemakmuran adalah 
patih ronggolawe . Ia kini berusia empat puluh sembilan 
tahun. Dalam usia kelima puluh, satu tahun lag, ia 
akan menikmati masa keemasannya sebagai laki-
laki. 
  
Jumlah tamu Tahun Baru berlipat ganda 
dibandingkan tahun lalu, dan dengan mengenakan 
pakaian kebesaran, mereka memenuhi benteng kota 
kahuripan . Melihat mereka, orang memperoleh kesan 
bahwa musim semi sudah dekat. 
mpu mojosongo  tentu saja tidak muncul, dan segelintir 
pembesar provinsi yang berpihak padanya 
mengikuti contohnya. Disamping itu, sekarang 
pun masih ada kalangan tertentu yang menentang 
patih ronggolawe  dan diam-diam melakukan persiapan 
militer dan  mengumpulkan laporan-laporan 
rahasia. Orang-orang itu pun enggan mengikat 
kuda mereka di gerbang benteng kota kahuripan . 
patih ronggolawe  memperhatikan semuanya itu saat  
ia menyambut tamu demi tamu. 
Memasuki Bulan Kedua, mpu nala  berkunjung 
dari Ise. Andai kata ia datang pada Tahun Baru 
seperti para pembesar provinsi yang lain, kesannya 
ia mendatangi patih ronggolawe  untuk menyampaikan 
ucapan selamat Tahun Baru, dan itu dianggap 
merendahkan martabatnya. 
Tak ada yang lebih mudah dibandingkan  
memuaskan kesombongan mpu nala . Dengan sikap 
hormat seperti yang ditunjukkannya saat  
berlutut di hadapan mpu nala  di sriwijaya , 
patih ronggolawe  memperlihatkan ketulusan sewaktu 
menyambut tamunya. Ucapan patih ronggolawe  di 
sriwijaya  iernyata tidak bohong, pikir mpu nala . 
saat  muncul  desas-desus mengenai mpu mojosongo , mpu nala  
  
segera mencela watak penuh perhitungan yang 
dimiliki orang itu, sebab  menyangka bahwa 
dengan cara demikian ia dapat menyenangkan hati 
patih ronggolawe . namun  patih ronggolawe  hanya mengangguk 
sambil membisu. 
Pada hari kedua Bulan Ketiga, mpu nala  kembali 
ke Ise dalam keadaan gembira. Selama 
kunjungannya di kahuripan , ia diberitahu bahwa 
berkat jasa baik patih ronggolawe , ia dianugerahi gelar 
istana. mpu nala  tinggal di trowulan  selama lima hari 
dan menerima ucapan selamat dari banyak tamu. 
Baginya matahari seakan-akan tak mungkin terbit 
kalau bukan sebab  patih ronggolawe . 
Perjalanan para pembesar provinsi dari dan ke 
kahuripan  selama Tahun Baru dilaporkan secara 
terperinci ke bratangbinangun. Namun mpu mojosongo  tak dapat 
berbuat apa-apa selain berdiri di tepi dan 
mengamati cara patih ronggolawe  menenteramkan 
mpu nala .