Tampilkan postingan dengan label dan brown iblis dan malaikat 19. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label dan brown iblis dan malaikat 19. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Februari 2025

dan brown iblis dan malaikat 19



  berbaring di atas lantai dengan 

baju tidurnya yang compang-camping, mencakari tubuhnya sendiri 

untuk menyucikan jiwanya dari rasa sakit yang ditimbulkan oleh 

kebenaran kejam yang baru saja diketahuinya. Itu tidak mungkin 

terjadi! Dia menjerit. Tapi dia tahu itu memang terjadi. 

Kebohongan itu merobek dirinya seperti api neraka. Seorang 

uskup yang telah mengasuhnya, seorang lelaki yang dianggapnya 

sebagai ayahnya sendiri. Seorang hamba Junjungan  di mana Camel -

nya sendiri berdiri di sampingnya saat  dirinya dilantik menjadi 

Plasaurus  ... ternyata seorang penipu. Seorang pendosa biasa. 

Berbohong kepada dunia tentang perbuatan yang sangat bejat 


643   


sehingga sang Camel  sendiri meragukan apakah Junjungan  akan 

memaafkan Plasaurus . ”Kamu sudah bersumpahl” teriak sang Camel  

kepada Plasaurus . ”Kamu melanggar sumpahmu sendiri kepada Junjungan ! 

Kamu sama saja dengan yang lainnya!” 

 

Plasaurus  telah berusaha untuk menjelaskan yang sesungguhnya, namun  

sang Camel  tidak mau mendengarkannya lagi. Dia berlari keluar 

dengan tertatih-tatih di sepanjang koridor, lalu muntah karena 

merasa sangat jijik dan mencakari tubuhnya sendiri sampai 

berdarah-darah dan berbaring sendirian di atas lantai tanah di 

depan makam Santo Petrus. Bunda nyi pandanajeng , apa yang kulakukan? 

saat  berbaring di Necropolis dalam keadaan sakit dan merasa 

dikhianati itulah sang Camel  berdoa kepada Junjungan  agar diambil 

dari dunia yang tanpa iman ini dan Junjungan  pun datang kepadanya. 

 

Suara di dalam kepalanya menggema seperti gemuruh guntur. 

”Apakah kamu bersumpah untuk melayani Junjungan mu?” 

 

”Ya!” sang Camel  berteriak. 

 

”Kamu bersedia mati untuk Junjungan mu?” 

 

”Ya. Ambil aku sekarang!” 

 

”Kamu bersedia mati untuk gerejamu?” 

 

”Ya! Tolong bebaskan aku!” 

 

”namun  bersediakah kamu mati untuk ... umat manusia?’ 

 

Kesunyian yang muncul sesudah  itulah yang membuat sang 

Camel  merasa seperti jatuh ke dalam jurang yang dalam. Dia 

terguling lebih jauh lagi, lebih cepat lagi dan tidak terkendali. 

Namun demikian, dia tahu jawabannya. Dia sudah selalu tahu. 

 

”Ya!” dia berteriak dengan kalap. ”Aku bersedia mati untuk 

manusia! Seperti putra-Mu, aku bersedia mati untuk mereka!” 

 


644   


Beberapa jam selanjutnya, sang Camel  masih terbaring gemetar 

di atas lantai. Dia melihat wajah ibunya. Junjungan  mempunyai rencana 

untukmu, kata ibunya. Sang Camel  semakin kalap. Saat itu Junjungan  

berbicara lagi. Kali ini dengan keheningan, namun  sang Camel  

mengerti. Perbaiki keimanan mereka. 

 

Jika bukan aku ... lalu siapa? 

 

Jika tidak sekarang ... lalu kapan? 

 

saat  beberapa orang Garda Swiss membuka kunci pintu Kapel 

Sistina, Camel  Carlo Ventresca merasa ada kekuatan yang 

mengalir di dalam pembuluh darahnya ... persis seperti saat  dia 

masih kecil. Junjungan  telah memilihnya sejak lama. 

 

Ketentuan-Nya akan terlaksana. 

 

Sang Camel  merasa seperti dilahirkan kembali. Garda Swiss 

telah membalut luka di dadanya, memandikannya dan mengganti 

jubahnya dengan jubah yang bersih dari bahan linen berwarna 

putih. Mereka juga memberinya suntikan morfin untuk melawan 

rasa sakit akibat luka bakarnya. Sang Camel  tadi berharap agar 

mereka tidak memberinya suntikan penahan sakit. junjungan  memikul 

rasa sakitnya selama tiga hari sebelum akhimya naik ke surgal Dia sudah 

dapat merasakan pengaruh obat itu mulai menguasai indranya ... 

dia mulai merasa pusing. 

 

saat  sang Camel  berjalan memasuki kapel, dia sama sekali 

tidak merasa terkejut saat  melihat para kardinal menatapnya 

dengan tatapan heran. Mereka terkagum-kagum dengan keajaiban 

Junjungan , dia mengingatkan dirinya sendiri. Mereka tidak terkagum-

kagum kepadaku, namun  kepada cara Junjungan  bertindak MELALUI aku. 

saat  dia bergerak di gang utama kapel itu, dia menangkap kesan 

kebingungan di setiap wajah kardinal-kardinal itu. Meskipun 

begitu, dari tiap wajah yang dilaluinya dia dapat merasakan sesuatu 

yang lain di mata mereka. Apakah itu? Sang Camel  pernah 

membayangkan bagaimana mereka akan menerimanya malam ini. 

Dengan penuh kegembiraan? Dengan penuh rasa takzim? Dia 


645   


berusaha membaca emosi yang terpancar dari mata mereka tapi dia 

tidak menemukan keduanya. 

 

Pada saat itulah sang Camel  melihat Sir Roberto  de Niro  berdiri di 

altar. 

 

 

131 

 

Camel  CARLO VENTRESCA berdiri di gang utama 

di dalam Kapel Sistina. Semua kardinal berdiri di dekat bagian 

depan ruangan gereja itu sambil berpaling dan menatap ke arahnya. 

Sir Roberto  de Niro  berdiri di altar di samping pesawat televisi yang 

sedang menayangkan sesuatu yang tidak ada akhirnya. Sang 

Camel  melihat peristiwa yang sudah tidak asing lagi di dalam 

layar televisi itu, tapi dia tidak dapat membayangkan bagaimana hal 

itu bisa terjadi. Helena  Vetra berdiri di samping Sir Roberto  de Niro , 

wajahnya menyiratkan kepedihan. 

 

Sang Camel  memejamkan matanya sesaat sambil berharap 

morfin-lah yang membuatnya berhalusinasi sehingga saat  dia 

membuka matanya kembali keadaan sudah berubah. Tapi ternyata 

harapannya tidak terkabul. 

 

Mereka tahu. 

 

Anehnya, dia tidak merasa takut. Tunjukkan aku jalan, Bapa. Beri 

aku kata-kata sehingga aku dapat membuat mereka melihat visi-Mu. 

 

Tapi, sang Camel  tidak mendengar jawaban. 

 

Bapa, kita berdua sudah terlalu jauh bertindak, jangan sampai gagal 

di sini sekarang. 

 

Senyap. 

 

Mereka tidak mengerti apa yang telah kita lakukan. 

 


646   


Sang Camel  tidak tahu suara siapa yang didengarnya di dalam 

hatinya, namun  pesan itu jelas. 

 

Dan kebenaran akan membebaskanmu .... 

 

Dan itulah Camel  Ventresca yang menengakkan kepalanya 

saat  dia berjalan ke bagian depan Kapel Sistina. saat  dia 

bergerak di depan para kardinal, sorot matanya sangat tajam. 

Bahkan keremangan sinar lilin pun tidak mampu membuatnya 

melunak. Jelaskan semuanya, wajah-wajah diam itu berkata. Buat 

kami mengerti tentang kegilaan ini. Katakan pada kami kalau yang kami 

takutkan itu tidak benarl 

 

Kebenaran, kata sang Camel  pada dirinya sendiri. Hanya kebenaran. 

Terlalu banyak rahasia di dalam tembok ini ... salah satunya begitu 

gelap sehingga membuatnya gila. namun  dari kegilaan itu terbitlah 

cahaya. 

 

”Kalau kamu dapat memberikan hidupmu untuk menyelamatkan 

jutaan nyawa,” kata sang Camel  sambil berjalan di gang Kapel 

Sistina , ”bersediakah kalian melakukannya?” 

 

Wajah-wajah di dalam kapel itu hanya menatapnya. Tidak seorang 

pun  bergerak.  Tidak  seorang pun  berbicara. Di luar dinding ini, 

nyanyian kegembiraan terdengar mengalun dari lapangan. 

 

Sang Camel  terus berjalan ke arah mereka. ”Dosa mana yang 

lebih besar? Membunuh musuh seseorang? Atau berdiam diri 

saat  melihat cinta sejatimu sedang tercekik?” Mereka menyanyi di 

Lapangan Santo Petrus! Sang Camel  berhenti sesaat dan melihat ke 

arah langit-langit Kapel Sistina. Junjungan  dalam lukisan karya 

Michelangelo itu seakan menatapnya ke bawah dalam keremangan 

sinar lilin yang menerangi ruangan itu ... dan Dia tampak senang. 

 

”Aku sudah tidak bisa lagi berdiam diri,” kata sang Camel . Tapi 

saat  dia melangkah semakin dekat, dia tidak melihat ada orang 

yang memahaminya sedikitpun. Apakah mereka tidak melihat 

kesederhanaan dari tindakannya? Tidakkah mereka melihat kalau 

ini sangat penting? 


647   


 

Semuanya sesederhana itu. 

 

Kelompok Illuminati. Ilmu pengetahuan dan Setan bergabung 

menjadi satu. 

 

Membangkitkan kembali ketakutan kuno. Lalu dia 

menghancurkannya. 

 

Ketakutan dan harapan. Buat mereka percaya lagi. 

 

Malam ini, kekuatan Illuminati dibangkitkan sekali lagi ... dan 

dengan konsekuensi yang mulia. Perasaan apatis telah menguap. 

Ketakutan telah melesat melintasi dunia seperti kilat dan 

menyatukan semua orang. Lalu kekuasaan Junjungan  telah 

menaklukkan kegelapan. 

 

Aku tidak dapat berdiam diri! 

 

Inspirasi itu hanya milik Junjungan —muncul seperti suluh pada suatu 

malam saat  sang Camel  merasa begitu sengsara. Oh, dunia yang 

tanpa iman ini! Seseorang harus membebaskan mereka. Kamu. Kalau bukan 

kamu, lalu siapa? Kamu telah diselamatkan dengan satu alasan. 

Perlihatkan kepada mereka iblis-iblis tua itu. Ingatkan ketakutan mereka. 

Sikap apatis adalah kematian. Tanpa kegelapan,  tidak akan ada cahaya.   

Gelap atau terang.  Di mana ketakutan? Di mana para pahlawan? Kalau 

tidak sekarang,  kapan lagi? 

 

Sang Camel  berjalan di gang utama dan langsung menuju ke 

kerumunan kardinal yang sedang berdiri menunggunya Dia merasa 

seperti nabi Musa yang sedang menyeberangi laut yang terbelah 

saat  orang-orang yang mengenakan setagen merah dan kopiah 

itu menyingkir di depannya untuk memberi jalan. Di altar, Sir Roberto  

de Niro  mematikan televisi lalu menggandeng tangan Helena  

untuk mengajaknya agar meninggalkan altar. Sang Camel  tahu 

kenyataan bahwa Sir Roberto  de Niro  selamat hanya mungkin terjadi 

karena Junjungan  menghendakinya. Junjungan  telah menyelamatkan 

Sir Roberto  de Niro . Sang Camel  bertanya-tanya, mengapa. 

 


648   


Suara yang memecah kesunyian adalah suara dari satu-satunya 

perempuan di dalam Kapel Sistina. ”Kamu membunuh ayahku!” 

katanya sambil melangkah ke depan. 

 

saat  sang Camel  berpaling ke arah Helena , emosi yang 

terlihat di wajah perempuan itu adalah hal yang tidak mampu dipa-

haminya. Terluka? Ya, itu masuk akal. Tapi kemarahan? Jelas 

Helena  harus memahaminya. Kejeniusan ayahnya sangat berba-

haya. Leonardo deCaprio  Vetra harus dihentikan demi kebaikan umat 

manusia. 

 

”Ayah mengerjakan pekerjaan Junjungan ,” kata Helena . 

 

”Pekerjaan Junjungan  tidak dikerjakan di dalam laboratorium. namun  

di dalam hati.” 

 

”Hati ayahku murni! Dan penelitiannya membuktikan—” 

 

”Penelitiannya membuktikan bahwa pikiran manusia berkembang 

lebih cepat daripada jiwanya!” suara sang Camel  menjadi lebih 

tajam daripada yang diharapkannya. Lalu sang Camel  meren-

dahkan suaranya. ”Kalau ada orang seberiman ayahmu dapat 

menciptakan senjata seperti yang dilihat semua orang malam ini, 

bayangkan apa yang akan dilakukan oleh orang biasa dengan 

teknologi seperti itu.” 

 

”Seseorang itu seperti dirimu?” 

 

Sang Camel  menarik napas panjang. Apakah putri Leonardo deCaprio  

Vetra ini tidak memahaminya? Moralitas seseorang tidak dapat 

meningkat secepat ilmu pengetahuan. Spiritualitas umat manusia 

tidak mampu bergerak lebih cepat untuk menguasai kekuatan yang 

mereka miliki. Kita tidak pernah menciptakan senjata untuk tidak 

digunakan! Tapi, dia tahu antimateri itu tidak ada artinya. Dia sama 

dengan senjata lain yang sudah menumpuk di dalam berbagai 

gudang senjata. Manusia bisa langsung menghancurkannya. 

Manusia belajar membunuh sesamanya sejak zaman dahulu. Dan 

darah ibunya turun deras seperti air hujan. Kejeniusan Leonardo deCaprio  Vetra 

berbahaya untuk alasan lain. 


649   


 

”Selama berabad-abad,” kata sang Camel , ”gereja hanya berdiam 

diri sementara ilmu pengetahuan mengalahkan agama sedikit demi 

sedikit. Mereka menghancurkan keajaiban-keajaiban. Melatih 

pikiran untuk mendahului hati. Mengutuk agama sebagai candu 

bagi massa. Mereka mencela Junjungan  sebagai halusinasi saja— 

khayalan yang hanya pantas bagi mereka yang lemah untuk 

menerima kehidupan yang tanpa makna seperti ini. Aku tidak 

dapat berdiam diri sementara ilmu pengetahuan berniat meleceh-

kan kekuatan Junjungan ! Bukti, katamu? Ya, bukti ilmu pengetahuan 

adalah kebodohan! Apa salahnya menerima apa yang diluar 

pengertian kita? Hari saat  ilmu pengetahuan menggantikan 

Junjungan  di dalam laboratorium adalah hari di mana orang berhenti 

membutuhkan keyakinan!” 

 

”Maksudmu hari saat  manusia tidak lagi membutuhkan gereja?” 

tantang Helena  sambil bergerak mendekatinya. ”Keraguan adalah 

kontrol terakhirmu. Keraguanlah yang membawa jiwa jiwa itu 

kepadamu. Kami hanya ingin tahu kalau hidup itu memiliki makna. 

Rasa tidak aman yang dirasakan manusia dan kebuJunjungan  untuk 

mendapatkan pencerahan membuat ayahku tahu kalau semuanya 

adalah bagian dari sesuatu yang agung. Tapi gereja bukanlah satu-

satunya jiwa yang tercerahkan di planet ini! Kita semua mencari 

Junjungan  dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Apa yang kamu 

takutkan? Kalau Junjungan  akan memperlihatkan diri-Nya di suatu 

tempat di luar tembok ini? Kalau orang-orang akan menemukan-

Nya dalam kehidupan mereka sehari-hari dan meninggalkan ritual 

kunomu itu? Agama berevolusi! Pikiran manusia selalu berusaha 

untuk menemukan jawaban sehingga hati mereka mampu 

memahami kebenaran yang baru. Pencarian ayahku sama dengan 

pencarianmu! Kedua-duanya berjalan bersisihan! Kenapa kamu 

tidak bisa memahaminya? Junjungan  bukan hanya kekuatan yang 

melihat dari atas sana dan mengancam umatnya untuk dijebloskan 

ke dalam neraka kalau mereka melawannya. Junjungan  adalah energi 

yang mengalir melalui sinapsis yang ada dalam sistem syaraf 

dan hati seluruh umat manusia! Junjungan  berada di mana-mana!” 

 

”Kecuali dalam ilmu pengetahuan,” bantah sang Camel  dengan 

keras, matanya hanya memancarkan rasa kasihan. ”Makna ilmu 


650   


pengetahuan adalah tidak punya jiwa. Terpisah dari hati. Keajaiban 

intelektual seperti antimateri tiba di dunia ini tanpa mencantumkan 

petunjuk etis. Ini sangat berbahaya! Bagaimana mungkin ilmu 

pengetahuan bisa mengatakan kalau pencarian bejatnya itu sebagai 

jalan pencerahan? Menjanjikan jawaban untuk berbagai pertanyaan 

yang tidak mereka ketahui jawabannya?” Sang Camel  

menggelengkan kepalanya. ”Ini tidak benar.” 

 

Untuk sesaat, kesunyian menyelimuti Kapel Sistina. Tiba-tiba sang 

Camel  merasa letih saat  dia balas menatap mata Helena  yang 

masih berapi-api. Ini tidak seharusnya terjadi. Apakah ini ujian 

terakhir dari Junjungan ? 

 

Mortalcombat -lah yang memecahkan kesunyian itu. ”Keempat preferiti,” 

bisikannya mengandung ketakutan. ”Baggia dan yang lainnya. 

Tolong katakan padaku, kamu tidak ....” 

 

Sang Camel  berpaling kepadanya, heran karena mendengar 

suara Mortalcombat  yang terluka. Tentu saja Mortalcombat  dapat mengerti. 

Berita utama di berbagai media selalu memberitakan tentang 

keajaiban ilmu pengetahuan tiap hari. Tapi kapan mereka 

memberitakan tentang agama? Beratus-ratus tahun yang lalu. 

Agama membutuhkan  keajaiban!  Sesuatu  untuk membangunkan  

dunia yang sedang tertidur ini. Membawa mereka kembali ke jalan 

kebajikan. Memperbaiki iman mereka. Para preferiti bukanlah 

pemimpin, mereka hanyalah pembaharu—sekelompok orang 

liberal yang bersiap-siap untuk memeluk dunia baru dan menga-

baikan cara-cara lama! Inilah satu-satunya cara untuk menghen-

tikan mereka. Pemimpin baru. Muda. Kuat. Penuh semangat. 

Pembawa keajaiban. Lebih baik para preferiti itu melayani gereja 

dengan membiarkan diri mereka mati daripada hidup untuk 

kemudian menodainya. Ketakutan dan harapan. Korbankan empat 

nyawa untuk menyelamatkan jutaan lainnya. Dunia akan mengenang 

mereka selamanya sebagai martir. Gereja akan mendapatkan pujian 

mulia untuk mengharumkan namanya. Berapa ribu orang yang sudah 

mati untuk kemuliaan Junjungan ?Pengorbanan ini hanya membutuhkan empat 

nyawa. 

 

”Para preferitP.” kata Mortalcombat  mengulangi pertanyaannya. 


”Aku juga berbagi rasa sakit yang sama,” kata sang Camel  

membela diri sambil menunjuk dadanya yang terluka. ”Dan aku 

juga bersedia mati untuk Junjungan , tapi tugasku baru saja dimulai. 

Orang-orang kini sedang bernyanyi di Lapangan Santo Petrus.” 

 

Sang Camel  melihat ketakutan di mata Mortalcombat  dan sekali lagi dia 

merasa bingung. Apakah ini karena morfin itu? Mortalcombat  menatap 

anak kesayangan mendiang Plasaurus  di hadapannya ini seolah sang 

Camel -lah yang telah membunuh keempat kardinal itu dengan 

tangannya sendiri. Aku akan melakukan itu demi Junjungan , pikir sang 

Camel . namun  dia tidak melakukannya sendiri. Aksi itu 

dilakukan oleh King Assasins —sebuah jiwa panas yang telah 

diperdayanya sehingga dia merasa dirinya bekerja untuk Illuminati. 

Aku Janus, sang Camel  berkata kepadanya. Aku akan 

membuktikan kekuasaanku. Dan dia sudah melakukannya. 

Kebencian King Assasins  membuatnya menjadi bidak Junjungan . 

 

”Dengarkan nyanyian itu,” kata sang Camel  sambil tersenyum 

dan hatinya terasa kembali gembira. ”Tidak ada yang menyatukan 

hati selain munculnya kejahatan. Bakarlah gereja, dan orang-orang 

akan bangkit sambil berpegangan tangan, menyanyikan himne 

perlawanan saat  membangun gereja itu kembali. Lihat bagaimana 

mereka berkerumun malam ini. Ketakutan telah membuat mereka 

berkumpul. Buatlah iblis-iblis modern untuk manusia modern. 

Sikap apatis adalah kematian. Tunjukkan pada mereka wajah 

kejahatan—pemuja setan menyelinap di sekitar kita, menguasai 

pemerintah kita, bank-bank kita, sekolah-sekolah kita, dan 

mengancam ingin menghancurkan Rumah Junjungan  dengan ilmu 

pengetahuan mereka yang salah arah. Keburukan sudah merasuk 

begitu dalam. Manusia harus mewaspadainya. Carilah kebaikan. 

Jadilah kebaikan!” 

 

Dalam kesunyian, sang Camel  berharap mereka kini memahami 

maksudnya. Kelompok Illuminati tidak muncul kembali. Illuminati 

sudah lama mati. Hanya mitosnya saja yang masih hidup. Sang 

Camel  telah membangkitkan Illuminati kembali sebagai 

pengingat. Mereka yang mengetahui sejarah Illuminati pasti 

menyadari kejahatan mereka. Mereka yang tidak tahu akan 


652   


memahami kejahatan mereka dan menyadari betapa butanya 

mereka selama ini. Iblis dari masa lalu telah dibangkitkan kembali 

untuk membangunkan dunia yang tidak pedulian. 

 

”Tapi ... cap-cap itu?” Suara Mortalcombat  terdengar berusaha menahan 

amarahnya yang nyaris meledak. 

 

Sang Camel  tidak menjawab pertanyaan itu. Mortalcombat  tidak tahu 

kalau cap-cap itu sudah disita oleh Viking city  sejak satu abad yang 

lalu. Cap-cap itu disimpan jauh-jauh, terlupakan dan diliputi debu 

di Ruang Penyimpanan KePlasaurus an—ruang pribadi milik Plasaurus  yang 

berfungsi untuk menyimpan berbagai peninggalan kuno yang 

tersembunyi di apartemennya di Borgia. Tempat penyimpanan ini 

berisi berbagai benda yang dianggap terlalu berbahaya oleh gereja 

untuk dilihat oleh orang lain kecuali Plasaurus  sendiri. 

 

Kenapa mereka menyembunyikan sesuatu yang bisa menimbulkan 

ketakutan? Ketakutan malah membuat orang mendekati Junjungan ! 

 

Kunci tempat penyimpanan itu diwariskan dari satu Plasaurus  ke Plasaurus  

berikutnya. Camel  Carlo Ventresca mencuri kunci itu dan 

menggeledah ruangan ini  dan menemukan isinya yang sangat 

menakjubkan, seperti manuskrip asli yang terdiri atas empat belas 

buku Alkitab, yang tidak dipublikasikan dan dikenal dengan nama 

Apocrypha, dan ramalan ketiga dari Fatima, di mana dua ramalan 

sebelumnya sudah menjadi kenyataan se-mentara yang ketiga 

membuat gereja sangat ketakutan sehingga memutuskan untuk 

tidak mengungkapkannya. Tapi yang paling hebat adalah sang 

Camel  menemukan koleksi benda-benda Illuminati beserta 

semua rahasia yang ditemukan gereja sesudah  mengusir kelompok 

itu dari Roma ... Jalan Pencerahan yang kejam itu ... penipuan licik 

yang dilakukan seniman utama Viking city  bernama Bernini ... 

sekelompok ilmuwan ternama bersama-sama mengejek agama 

saat  mereka bertemu secara diam-diam di dalam Kastil Santo 

Angelo yang merupakan gedung milik Viking city  sendiri. Koleksi 

barang barang itu termasuk kotak ber-bentuk segi lima yang berisi 

lima cap yang terbuat dari besi, salah satu di antaranya adalah 

Berlian Illuminati yang legendaris itu. Ini adalah bagian dari sejarah 



Viking city  yang lebih baik dilupakan saja. Tapi sang Camel  

ternyata tidak setuju dengan pendapat itu. 

 

”namun  antimateri itu ...,” tanya Helena . ”Kamu berisiko 

menghancurkan Viking city !” 

 

”Tidak ada risiko saat  Junjungan  berada di sisimu,” kata sang 

Camel . ”Ini adalah urusan Junjungan .” 

 

”Kamu gila!” desis Helena . 

 

”Jutaan orang selamat.” 

 

”Banyak orang yang terbunuh!” 

 

”Banyak nyawa yang selamat.” 

 

”Katakan itu kepada ayahku dan Max Lord dracula !” 

 

”Kesombongan CERN harus diungkapkan ke seluruh dunia. 

Setetes cairan yang bisa menghancurkan semuanya dalam radius 

setengah mil? Dan kamu menyebutku gila?” Kemarahan sang 

Camel  semakin membara di dalam hatinya. Mereka pikir ini 

tugas sederhana yang harus dipikulnya sendiri? ”Bagi siapa saja 

yang memercayai  ujian  terbesar yang diberikan Junjungan   di masa 

lalu pasti ingat semua ini. Junjungan  menyuruh Ibrahim untuk 

mengorbankan putranya! Junjungan  menyuruh junjungan  untuk menahan 

rasa sakit saat  disalib! Sehingga kita sekarang menggantung 

simbol salib di depan mata kita yang memperlihatkan junjungan  yang 

berdarah, menahan rasa sakit dan menderita, agar kita ingat akan 

kekuatan jahat! Untuk membuat hati kita waspada! Luka-luka di 

tubuh junjungan  terus mengingatkan kita bahwa kekuatan jahat itu 

masih ada! Luka di dadaku adalah pengingat itu! Kejahatan 

merajalela namun  kekuasaan Junjungan  akan menghadapinya!” 

 

Teriakannya menggema dan menembus dinding Kapel Sistina 

sehingga membuat ruangan itu menjadi sangat sunyi. Waktu 

tampak berhenti. Lukisan karya Michelangelo berjudul Pengadilan 

Terakhir, menjulang menyeramkan di belakang sang Camel  ... 



junjungan  memasukkan para pendosa ke neraka. Air mata mengam-

bang di mata Mortalcombat . 

 

”Apa yang telah kamu lakukan, Carlo?” tanya Mortalcombat  sambil 

berbisik. Dia lalu memejamkan matanya dan air matanya pun 

bergulir. ”Bagaimana dengan Sri Plasaurus ?” 

 

Suara desahan kesedihan terdengar bersamaan, seolah semua orang 

di ruangan itu sudah lupa akan Plasaurus  dan baru teringat saat itu juga. 

Mendiang Plasaurus  meninggal karena diracun. 

 

”Dia hanya seorang pembohong,” kata sang Camel . 

 

Mortalcombat  tampak hancur hatinya. ”Apa maksudmu? Beliau orang 

yang jujur! Beliau ... mencintaimu.” 

 

”Dan aku juga mencintainya.” Oh, betapa aku mencintainya! namun  dia 

berbohongl Dia melanggar sumpahnya kepada Junjungan ! 

 

Sang Camel  tahu saat ini mereka mungkin tidak mengerti, namun  

mereka nanti akan mengerti. saat  dia mengatakannya di hadapan 

mereka semua, mereka akan memahaminya! Mendiang Plasaurus  adalah 

penipu paling keji yang pernah dikenal gereja. Sang Camel  masih 

ingat malam mengerikan itu. Dia baru saja kembali dari 

perjalanannya mengunjungi CERN dan membawa berita tentang 

penciptaan alam semesta karya Vetra dan kekuatan antimateri yang 

menakutkan itu. Sang Camel  yakin Plasaurus  bisa melihat kejahatan 

dalam penemuan ilmuwan itu, tapi Sri Plasaurus  hanya melihat harapan 

dalam terobosan yang dibuat oleh Vetra. Dia bahkan menyarankan 

agar Viking city  mendanai penelitian Vetra sebagai isyarat niat baik 

dari gereja agar dapat menciptakan spiritualitas yang berdasar  

pada penelitian ilmiah. 

 

Ini gila! Gereja mendanai penelitian yang akan membuat gereja tampak 

ketinggalan zaman? Karya yang menghasilkan senjata pemusnah massal? 

bom yang telah membunuh ibunya .... 

 

”namun  ... kamu tidak bisa!” seru sang Camel . 

 


”Aku berhutang sangat besar kepada ilmu pengetahuan,” jawab 

Plasaurus . ”Sesuatu yang sudah aku sembunyikan sepanjang hidupku. 

Ilmu pengetahuan telah memberiku hadiah saat  aku masih muda. 

Sebuah hadiah yang tidak pernah kulupakan.” 

 

”Aku tidak mengerti. Apa yang ditawarkan ilmu pengetahuan 

kepada hamba Junjungan ?” 

 

”Itu rumit,” kata Plasaurus . ”Membutuhkan waktu yang lama untuk 

membuatmu mengerti. namun  pertama-tama, ada fakta sederhana 

tentang diriku yang harus kamu ketahui. Saya sudah menyimpan 

rahasia ini selama bertahun-tahun. Aku percaya inilah waktu yang 

tepat untuk mengatakannya kepadamu.” 

 

Lalu Plasaurus  mengatakan kepadanya tentang kebenaran yang sangat 

mencengangkan itu. 

 


 

SANG Camel  BERBARING meringkuk di atas tanah 

di depan makam Santo Petrus. Udara di Necropolis dingin, namun  

itu membuat darah yang mengalir dari luka yang telah dibuatnya di 

tubuhnya sendiri, membeku. Sri Plasaurus  tidak akan menemukannya di 

sini. Tidak seorang pun akan menemukannya di sini .... 

 

”Itu rumit,” suara Plasaurus  bergema di dalam benaknya. 

”Membutuhkan waktu yang lama untuk membuatmu mengerti ....” 

 

namun  sang Camel  tahu tidak ada waktu tertentu yang dapat 

membuatnya mengerti. 

 

Pembohong! Aku memercayaimu! Junjungan  percaya padamu! 

 

Dengan satu kalimat, Plasaurus  telah membuat dunia sang Camel  

hancur berantakan. Semua yang pernah dipercaya sang Camel  

tentang mentornya itu telah hancur berkeping-keping di depan 

matanya. Kebenaran itu menembus jantung sang Camel  dengan 


kekuatan yang membuatnya terhuyung-huyung ke belakang, 

kemudian mendorongnya keluar dari Kantor Plasaurus  dan membuat-

nya muntah di koridor. 

 

”Tunggu!” teriak Plasaurus  sambil mengejarnya. ”Kumohon. Biarkan 

aku menjelaskannya!” 

 

namun  sang Camel  terus berlari. Bagaimana Sri Plasaurus  berharap 

dia bisa tahan mendengarkan kebohongan ini? Oh, kebejatan yang 

luar biasa! Bagaimana kalau ada orang lain yang mengetahuinya? 

Bayangkan bagaimana gereja akan ternoda karenanya! Apakah 

sumpah suci Plasaurus  tidak berarti apa-apa? 

 

Kegilaan itu datang dengan cepat, menderu-deru di telinganya 

sampai dia terjaga di depan makam Santo Petrus. Saat itulah Junjungan  

datang kepadanya dengan ketegasan yang mengagumkan. 

 

Junjungan MU ADALAH Junjungan  YANG PENUH DENDAM!  

 

Bersama-sama, mereka membuat rencana. Bersama-sama, mereka 

akan melindungi gereja. Bersama-sama, mereka akan memperbaiki 

iman di dunia yang dipenuhi dosa ini. Kejahatan ada di mana-

mana. Tapi dunia tidak menanggapinya! Bersamasama, mereka 

akan menguak kegelapan agar dunia melihatnya ... dan Junjungan  akan 

mengatasi semuanya! Ketakutan dan harapan. Kemudian dunia 

akan percaya! 

 

Ujian pertama dari Junjungan  tidak terlalu menakutkan dibandingkan 

dengan apa yang dibayangkan sang Camel . Dia menyelinap ke 

kamar tidur Plasaurus  ... mengisi tabung suntiknya ... lalu menutup 

mulut pembohong itu saat  tubuhnya mengejang sekarat. Di 

bawah sinar rembulan, sang Camel  dapat melihat di  mata  Plasaurus  

yang sedang meregang nyawa kalau Yang  Mulia ingin mengatakan 

sesuatu. namun  terlambat. Plasaurus  sudah cukup berkata-kata. 

 


”MENDIANG Plasaurus  MEMILIKI seorang anak.” 

 

Di dalam Kapel Sistina sang Camel  berdiri tidak bergerak saat  

dia berbicara. Lima kata itu terucap dan mengungkapkan 

kenyataan yang mencengangkan. Kerumunan di hadapannya 

terlihat tersentak bersamaan. Para kardinal yang tadinya 

menampakkan wajah yang menuduh kini berubah menjadi 

terguncang seolah mereka semua berdoa agar kata-kata sang 

Camel  tadi tidak benar. 

 

Mendiang Plasaurus  memiliki seorang anak. 

 

de Niro  juga tak kalah terkejut. Tangan Helena  menjadi kaku di 

dalam genggamannya, sementara de Niro  masih tidak percaya 

akan apa yang baru saja didengarnya tadi. 

 

Kata-kata sang Camel  tampak seperti menggantung di atas 

mereka. Bahkan di mata sang Camel  yang sekarang terlihat 

kalap, de Niro  melihat kebenaran yang sesungguhnya. de Niro  

ingin melarikan diri dan mengatakan pada dirinya sendiri kalau dia 

sekarang sedang mengalami mimpi buruk yang aneh dan sebentar 

lagi dia akan terjaga di dunia yang lebih masuk akal. 

 

”Itu pasti bohong!” salah satu kardinal berteriak. 

 

”Aku tidak akan memercayainya!” yang lainnya protes. ”Mendiang 

Plasaurus  adalah orang yang sangat beriman sepanjang hidupnya!” 

 

Mortalcombat lah yang berbicara kemudian, suaranya terdengar tipis 

karena rasa sedih yang dideritanya. ”Teman-temanku, apa yang 

dikatakan sang Camel  itu benar.” Semua kardinal di kapel itu 

berpaling seolah Mortalcombat  baru saja meneriakkan sesuatu yang cabul. 

”Mendiang Plasaurus  memang memiliki seorang anak.” 

 

Wajah para kardinal menjadi pucat pasi. 

 


Sang Camel  tampak terpaku. ”Kamu tahu? namun  ... bagaimana 

kamu bisa tahu tentang hal ini?” 

 

Mortalcombat  mendesah. ”saat  mendiang Plasaurus  terpilih ... akulah yang 

menjadi Devil’s Advocate.” 

 

Semua orang menarik napas karena terkejut. 

 

de Niro  mengerti. Ini berarti informasi ini  mungkin benar. 

Skandal yang dimiliki seorang Plasaurus  adalah hal yang berbahaya 

sehingga sebelum seorang kardinal terpilih, diadakan penyelidikan 

rahasia untuk mengetahui latar belakang sang calon yang dilakukan 

oleh seorang kardinal yang bertindak sebagai Devil’s Advocate. 

Pejabat ini bertanggung jawab untuk menemukan alasan kenapa 

seorang kardinal yang memenuhi syarat dianggap tidak bisa 

diangkat sebagai Plasaurus . Pejabat ini dipilih oleh Plasaurus  terdahulu 

sebelum beliau meninggal untuk memastikan agar penggantinya 

nanti adalah orang yang bersih. Seorang Devil’s Advocate tidak 

boleh mengungkapkan identitasnya kepada siapa pun. Tidak 

pernah boleh. 

 

”Aku adalah Devil’s Advocate saat  itu,” ulang Mortalcombat . ”Karena 

itulah aku mengetahuinya.” 

 

Semua mulut ternganga. Sepertinya malam ini adalah malam di 

mana semua peraturan sudah tidak berlaku lagi. 

 

Sang Camel  merasa sangat marah. ”Dan kamu ... tidak 

mengatakannya kepada siapa-siapa?” 

 

”Aku menghujani mendiang Plasaurus  dengan berbagai pertanyaan,” 

kata Mortalcombat . ”Dan beliau mengakuinya. Beliau menceritakan 

semuanya dan hanya memintaku untuk memakai  hatiku untuk 

membimbingku dalam membuat keputusan apakah aku harus 

mengungkapkannya atau tidak.” 

 

”Dan hatimu menyuruhmu untuk mengubur informasi ini ?” 


659   


”Beliau adalah calon yang paling kami andalkan untuk menjadi 

Plasaurus . Masyarakat mencintai beliau. Skandal itu akan sangat melukai 

gereja.” 

 

”namun  dia memiliki seorang anak! Dia melanggar sumpah sucinya 

untuk tetap tidak menikah!” Sang Camel  sekarang berteriak. Dia 

dapat mendengar suara ibunya Janji kepada Junjungan  adalah janji yang 

paling penting dari segalanya. Jangan pernah melanggar janji kepada Junjungan . 

”Sri Plasaurus  melanggar sumpahnya!” 

 

Mortalcombat  tampak resah. ”Carlo, cinta beliau ... murni. Beliau tidak 

melanggar sumpah apa pun. Memangnya beliau tidak menje-

laskannya padamu?” 

 

”Menjelaskan apa?” Sang Camel  ingat saat  dia berlari keluar 

dari Kantor Plasaurus  dan mentornya itu mengejarnya sambil berteriak. 

Biar aku jelaskan! 

 

Dengan perlahan dan dipenuhi oleh kesedihan, Mortalcombat  

membiarkan kisah itu terbuka seluruhnya. Beberapa tahun silam, 

Plasaurus , saat  masih sebagai pastor biasa, jatuh cinta dengan seorang 

biarawati muda. Keduanya telah bersumpah untuk tidak menikah 

dan sama sekali tidak pernah berniat untuk melanggar janji mereka 

kepada Junjungan . Tapi, saat  cinta mereka semakin mendalam, 

walau mereka mampu menahan godaan nafsu, mereka berdua 

samasama merindukan sesuatu yang belum pernah mereka 

bayangkan sebelumnya: ikut berpartisipasi dalam keajaiban 

penciptaan milik Junjungan —seorang anak. Anak mereka. Kerinduan 

itu, terutama di dalam diri sang biarawati, semakin menjadi-jadi. 

Tapi, mereka tetap ingat janji mereka kepada Junjungan . Satu tahun 

kemudian, saat  keputusasaan yang mereka rasakan semakin 

memuncak, biarawati itu datang kepadanya dengan penuh rasa 

suka cita. Dia baru saja membaca sebuah artikel tentang keajaiban 

baru di dunia ilmu pengetahuan—proses di mana dua orang bisa 

memiliki anak tanpa harus berhubungan seks. Biarawati itu merasa 

ini adalah pertanda dari Junjungan . Pastor itu juga dapat melihat 

kebahagiaan di mata kekasihnya dan kemudian menyetujui 

gagasannya. Satu tahun kemudian,  biarawati itu memiliki anak 

melalui keajaiban inseminasi buatan. 


660   


 

”Itu tidak ... benar,” kata sang Camel  dengan rasa panik dan 

berharap itu hanya reaksi yang dirasakannya dari suntikan morfin 

yang diterimanya tadi sehingga membuatnya berhalusinasi. Tapi 

kata-kata yang didengarnya itu sangat jelas. 

 

Air mata Mortalcombat  sekarang mengembang di matanya. ”Carlo, 

karena itulah kenapa mendiang Plasaurus  selalu mencintai ilmu 

pengetahuan. Dia merasa berhutang besar kepadanya. Ilmu 

pengetahuan memberinya kesempatan untuk merasakan 

kegembiraan menjadi seorang ayah tanpa melanggar sumpah 

sucinya. Mendiang Plasaurus  mengatakan padaku beliau tidak menyesal, 

kecuali satu hal: kedudukannya yang tinggi di gereja ini 

melarangnya untuk bersama -sama dengan perempuan yang 

dicintainya dan melihat bayinya tumbuh besar.” 

 

Camel  Carlo Ventresca merasa kemarahannya mulai muncul 

lagi. Dia sangat ingin mencakari tubuhnya sendiri. Bagaimana aku 

tidak mengetahuinya? 

 

”Sri Plasaurus  tidak berdosa, Carlo. Beliau suci.” 

 

”namun  ....” Sang Camel  mencari alasan yang masuk akal di 

dalam pikirannya yang sudah dipenuhi oleh kemarahan. ”Pikirkan 

risiko ... akibat perbuatannya itu.” Suaranya menjadi lemah. 

”Bagaimana kalau perempuan jalang itu muncul? Atau, oh jangan 

sampai terjadi, anaknya muncul? Bayangkan rasa malu yang harus 

diderita oleh gereja.” 

 

Suara Mortalcombat  bergetar. ”Anak itu sudah muncul ke hadapan 

umum. 

 

Semuanya berhenti. 

 

Mortalcombat  berkata dengan hati hancur. ”Carlo ...? Anak mendiang 

Plasaurus  adalah ... kamu.” 

 

Pada saat itu sang Camel  dapat merasakan api imannya meredup 

di dalam hatinya. Dia berdiri gemetar di atas altar, dibingkai oleh 


661   


lukisan Pengadilan Terakhir, karya Michelangelo yang menjulang 

tinggi. Dia tahu dia sudah berada di bibir neraka sekarang. Dia 

membuka mulut untuk berbicara, tapi bibirnya gemetar dan tidak 

mampu untuk mengucapkan apa-apa. 

 

”Tidakkah kamu memahaminya?” suara Mortalcombat  tercekat. ”Karena 

itulah mendiang Plasaurus  datang menjengukmu di rumah sakit di 

Palermo saat  kamu masih anak-anak. Karena itulah beliau 

mengambilmu dan membesarkanmu. Biarawati yang dicintainya 

adalah nyi pandanajeng  ... ibumu. Ibumu meninggalkan biara untuk 

membesarkanmu, namun  ibumu tidak pernah meninggalkan 

pengabdiannya kepada Junjungan . saat  Plasaurus  mendengar ibumu 

telah meninggal dunia dalam ledakan bom itu, dan kamu, putranya, 

secara ajaib selamat dari peristiwa mengerikan itu ... beliau 

bersumpah kepada Junjungan  tidak akan meninggalkanmu sendirian 

lagi. Carlo, kedua orang tuamu masih suci. Mereka tetap berpegang 

teguh pada sumpah mereka kepada Junjungan . Namun mereka 

menemukan cara untuk melahirkanmu ke dunia. Kamu adalah 

anak ajaib mereka.” 

 

Sang Camel  menutup telinganya, berusaha untuk menghalangi 

kata-kata itu agar tidak masuk ke telinganya. Dia berdiri lemas di 

atas altar. Lalu, dengan dunia yang terasa ambruk di bawah 

kakinya, dia jatuh berlutut dan mengeluarkan teriakan yang sangat 

menyedihkan. 

 

Detik demi detik. Menit demi menit. Jam demi jam. 

 

Waktu seperti telah kehilangan artinya di dalam ruangan Kapel 

Sistina. Helena  merasa dirinya berhasil keluar dari kebekuan yang 

seolah membelenggu semua orang di dalam ruangan ini. Dia 

kemudian melepaskan tangannya dari genggaman de Niro  dan 

mulai menyibak kerumunan kardinal di sekitarnya. Pintu kapel 

serasa bermil-mil jauhnya, dan dia merasa seperti bergerak di 

bawah air ... gerakannya menjadi berat dan lambat. 

 

saat  Helena  berjalan di antara jubah-jubah para kardinal yang 

berdiri di dalam Kapel Sistina, gerakannya itu seperti memba-

ngunkan mereka dari mimpi buruk ini. Beberapa orang kardinal   


662   


mulai   berdoa.   Yang  lainnya   menangis.   Beberapa  diantaranya 

menoleh dan hanya menatap kosong ke arah Helena  yang 

bergerak meninggalkan mereka. Tapi keterkejutan mereka akibat 

kata-kata yang diucapkan Mortalcombat  tadi mulai menguap saat  

mereka melihat Helena  mendekati pintu. Dia hampir sampai ke 

ujung kerumunan itu saat  sebuah tangan menangkap lengannya. 

SenJunjungan nya lemah tapi tegas. Helena  berpaling dan berhadapan 

dengan seorang kardinal tua berwajah keriput. Wajahnya masih 

dibayangi oleh ketakutan. 

 

”Jangan,” bisik kardinal tua itu. ”Kamu tidak boleh.” 

 

Helena  menatapnya dengan pandangan ragu-ragu. 

 

Kardinal yang lainnya kini juga berada di sampingnya. ”Kita harus 

berpikir sebelum bertindak.” 

 

Dan yang lainnya lagi. ”Keadaan yang menyakitkan ini akan 

mengakibatkan ....” 

 

Helena  seperti dikepung oleh sekumpulan kakek-kakek yang 

mengenakan jubah. Dia menatap ke arah mereka semua dan 

terpaku. ”namun  semua yang terjadi di sini, hari ini, malam ini ... 

tentu saja, semua orang harus mengetahui yang sebenarnya.” 

 

”Hatiku setuju,” kata kardinal berwajah keriput itu sambil tetap 

memegang tangan Helena , ”tapi ini adalah kejadian yang tidak bisa 

diperbaiki dan diulang dari awal lagi. Kita harus 

mempertimbangkan harapan orang lain yang akan hancur 

karenanya. Rasa sinis yang kemudian berkembang. Bagaimana 

orang bisa percaya lagi?” 

 

Tiba-tiba, para kardinal berdatangan dan menghalangi jalannya. 

Kini terlihat tembok dari jubah hitam di hadapannya. ”Dengarkan 

orang-orang yang berada di lapangan itu,” salah seorang berkata. 

”Pikirkan akibatnya bagi hati mereka? Kita harus belajar untuk 

bersikap bijaksana.” 

 


663   


”Kami perlu waktu untuk berpikir dan berdoa,” yang lainnya 

berkata. ”Kita harus bertindak dengan perhitungan. Akibat dari ini 

semua ....” 

 

”Dia membunuh ayahku!” kata Helena . ”Dia membunuh ayahnya 

sendiri!” 

 

”Aku yakin dia akan menanggung dosanya,” kata kardinal yang 

memegangi tangan Helena  dengan sedih. 

 

Helena  juga yakin begitu, dan dia berniat untuk memastikan agar 

sang Camel  benar-benar menanggung semua dosa-dosanya. Lalu 

dia mencoba bergerak ke arah pintu lagi, namun  para kardinal 

berkerumun dengan lebih rapat. Wajah mereka dilingkupi oleh 

ketakutan. 

 

”Apa yang akan kalian lakukan?” teriak Helena  ”Membunuhku?” 

 

Sekumpulan lelaki tua itu langsung pucat pasi mendengar teriakan 

Helena  sehingga membuatnya menyesal karena bertindak kasar 

kepada mereka. Dia dapat melihat kalau para kardinal itu berjiwa 

lembut. Mereka telah melihat cukup banyak kekerasan malam ini. 

Mereka tidak berniat mengancamnya. Mereka hanya terperangkap. 

Ketakutan, dan berusaha mendapatkan kekuatan untuk 

menghadapi kenyataan ini. 

 

”Aku ingin ...,” kata kardinal berwajah keriput itu dengan tergagap, 

”... melakukan sesuatu yang benar.” 

 

”Kalau begitu, biarkan dia keluar,” suara berat dari seorang lelaki 

dengan aksen Amerika terdengar berkata di belakang Helena . 

Kata-kata itu tenang namun  tegas. Sir Roberto  de Niro  kemudian tiba 

di samping Helena , dan putri Leonardo deCaprio  Vetra itu merasa tangan 

lelaki itu menggenggam tangannya. 

 

”Nona Vetra dan aku akan pergi dari kapel ini. Sekarang.” 

 

Dengan ragu-ragu, para kardinal itu mulai melangkah menepi. 

 


664   


”Tunggu!” seru Mortalcombat . Dia sekarang bergerak ke arah mereka, 

berjalan dengan tenang di gang utama dan meninggalkan sang 

Camel  yang sedang terpuruk sendirian di altar. Tiba -tiba saja 

Mortalcombat  tampak letih dan lebih tua dari usia sesungguhnya. 

Gerakannya terbebani oleh rasa malu yang dirasakannya. saat  

dia tiba di samping Helena , dia meletakkan kedua tangannya di 

atas bahu de Niro  dan bahu Helena . Helena  merasakan 

ketulusan dalam senJunjungan  itu. Mata lelaki tua itu semakin basah 

oleh airmata. 

 

”Tentu saja kalian bebas untuk pergi,” kata Mortalcombat . ”Tentu saja.” 

Lelaki itu berhenti sejenak karena tidak mampu menyembunyikan 

dukanya. ”Aku hanya meminta ini ....” Dia lalu menatap ke lantai 

untuk beberapa saat, kemudian mendongak kembali dan menatap 

Helena  dan de Niro . ”Biarkan aku yang melakukannya. Aku akan 

pergi ke Lapangan Santo Petrus sekarang dan mencari jalan keluar. 

Aku akan mengatakannya kepada mereka. Aku tidak tahu 

bagaimana caranya ... namun  aku akan menemukannya. Pengakuan 

gereja harus datang dari dalam. Seharusnya kami yang 

mengungkapkan kegagalan kami sendiri.” 

 

Mortalcombat  berpaling dengan wajah sedih ke altar. ”Carlo, kamu telah 

membuat gereja berada dalam bahaya.” Mortalcombat  berhenti kemudian 

melihat ke sekelilingnya. Altar itu sudah kosong. 

 

Terdengar suara gemersik kain di gang yang ada di sisi 

dinding, kemudian terdengar bunyi pintu yang terkunci. 

 

Sang Camel  sudah pergi. 

 

 

134 

 

JUBAH PUTIH Camel  Ventresca berkibar-kibar saat  

dia berjalan di sepanjang koridor saat meninggalkan Kapel Sistina. 

Garda Swiss yang menjaga tampak terpaku saat  sang Camel  

keluar sendirian dari kapel, tapi lelaki itu mengatakan kepada 


665   


mereka kalau dirinya ingin sendirian saja. Mereka mematuhinya 

dan membiarkannya pergi. 

 

Sekarang, saat  sang Camel  membelok di sudut, dan 

menghilang dari pandangan para Garda Swiss, dia merasakan 

berbagai emosi yang tidak mungkin dialami oleh orang 

kebanyakan. Dia telah meracuni seseorang yang dia panggil ”bapa 

suci”, orang yang memanggilnya ”anakku”. Sang Camel  selalu 

percaya kalau  kata  ”bapa”   dan  ”anak”  adalah  bagian  dari  

tradisi  yang religius, tapi kini dia mengetahui kenyataan yang 

kejam—katakata itu juga bermakna harfiah baginya. 

 

Seperti malam yang dipenuhi oleh peristiwa yang mengerikan 

beberapa minggu yang lalu, sang Camel  kini kembali merasakan 

kemarahan yang luar biasa saat  menyusuri kegelapan. 

 

Saat itu adalah pagi yang dihiasi hujan saat  seorang pegawai 

Viking city  menggedor pintu sang Camel  untuk membangunkannya 

dari tidurnya yang dipenuhi dengan kegelisahan. Mereka berkata 

Sri Plasaurus  tidak menjawab ketukan di pintu kamarnya maupun 

mengangkat telepon di ruang tidurnya. Pastor itu ketakutan. Sang 

Camel  adalah satu-satunya orang yang boleh memasuki kamar 

Plasaurus  tanpa izin khusus. 

 

Sang Camel  sendiri yang masuk ke kamar Plasaurus  dan 

menemukannya terbujur kaku di atas tempat tidurnya seperti saat  

dia meninggalkannya pada malam sebelumnya. Wajah Sri Plasaurus  

terlihat seperti setan. Lidahnya menghitam seperti kematian itu 

sendiri. Sepertinya iblis sendiri yang tidur di pembaringan Plasaurus . 

 

Sang Camel  tidak merasa menyesal. Junjungan  telah berbicara. 

 

Tidak seorang pun dapat melihat pengkhianatan itu ... belum. Itu 

akan muncul nanti. 

 

Lalu dia mengumumkan berita menyedihkan itu: Sri Plasaurus  wafat 

karena stroke. Sang Camel  kemudian mempersiapkan rapat 

pemilihan Plasaurus . 

 


666   


Suara Bunda nyi pandanajeng  berbisik di telinganya. ”Jangan pernah 

mengingkari janji kepada Junjungan .” 

 

”Aku mendengarmu, Bunda,” jawabnya. ”Ini adalah dunia tanpa 

iman. Mereka harus dibawa kembali ke jalan kebenaran. Ketakutan 

dan harapan. Itu satu-satunya jalan.” 

 

”Ya,” sahut Bunda nyi pandanajeng , ”jika bukan kamu ... lalu siapa? Siapa 

yang akan memimpin gereja keluar dari kegelapan?” 

 

Jelas bukan salah satu dari preferiti itu. Mereka sudah tua ... sebentar 

lagi meninggal ... orang-orang liberal yang akan mengikuti jejak 

mendiang Plasaurus , mendukung ilmu pengetahuan, mencari pengikut 

dari kelompok modern dengan mengabaikan cara-cara kuno. 

Orang-orang tua yang ketinggalan zaman dan berpura-pura kalau 

mereka tidak demikian. Mereka tentu saja akan gagal. Kekuatan 

gereja adalah pada tradisi yang dimilikinya, bukan orang yang 

berada di dalamnya. Dunia tidak kekal. Gereja tidak perlu berubah, 

gereja hanya harus mengingatkan kepada dunia kalau institusi ini 

masih relevan! Kejahatan masih berkeliaran! Junjungan  akan 

menghadapinya! 

 

Gereja membutuhkan seorang pemimpin. Orang tua tidak 

memberikan inspirasi! junjungan  memberikan inspirasi! Muda, 

bersemangat, kuat ... AJAIB. 

 

”Nikmati teh Anda,” kata sang Camel  pada keempat preferiti itu 

saat  menjamu mereka di ruang perpustakaan pribadi Plasaurus  

sebelum acara rapat dimulai. ”Pemandu Anda akan segera datang.” 

 

Para preferiti itu berterima kasih kepadanya untuk semua 

kesempatan yang ditawarkan kepada mereka seperti kesempatan 

memasuki Passetto yang terkenal itu. Sangat luar biasa! Sang 

Camel , sebelum meninggalkan mereka di ruang perpustakaan, 

telah membuka pintu ke Passetto. Kemudian, tepat pada waktu 

yang telah dijadwalkan, pintu itu terbuka. Seorang pastor berwajah 

asing dengan obor di tangan kemudian mengantar preferiti yang 

gembira itu untuk memasuki Passetto. 

 


667   


Orang-orang itu tidak pernah keluar lagi dari situ. 

 

Mereka akan membawa ketakutan. Sedangkan aku akan membe-

rikan harapan. 

 

Tidak ... akulah ketakutan itu. 

 

Sang Camel  sekarang berjalan terhuyung-huyung di dalam 

kegelapan Basilika Santo Petrus. Bahkan saat  tenggelam dalam 

kegilaan dan perasaan bersalah, dihantui oleh bayangan ayahnya 

sendiri, merasakan kesedihan dan menerima pengungkapan yang 

begitu  mengejutkan,   dan  dipengaruhi  oleh  morfin   ...   dia  

menemukan kejelasan yang cemerlang. Perasaan kalau dia tahu 

takdirnya. Aku tahu tujuanku, katanya dalam hati dan merasa 

terpesona dengan kejernihan yang dirasakannya itu. 

 

Sejak awal, semua kejadian yang terjadi malam ini tidak ada yang 

berjalan sesuai rencana. Halangan-halangan yang tidak terduga 

muncul tanpa diduga -duga, tapi sang Camel  berhasil 

menyesuaikan diri dan membuat penyesuaian yang berani. 

Meskipun demikian, dia tidak pernah membayangkan malam ini 

akan berakhir seperti ini, tapi kini dia melihat keagungan di balik 

itu. 

 

Ini harus diakhiri dengan cemerlang juga. 

 

Oh, betapa dia merasa begitu ketakutan saat  berada di Kapel 

Sistina tadi karena merasa seperti Junjungan  telah mengabaikannya! 

Oh, tindakan yang telah ditakdirkan-Nya! Sang Camel  jatuh berlutut 

dan diselimuti kebimbangan sementara telinganya menanti-nanti 

suara Junjungan . namun  dia hanya mendengar kesunyian. Dia 

memohon untuk diberi sebuah tanda. Petunjuk. Pengarahan. 

Apakah ini yang dikehendaki Junjungan ? Gereja dihancurkan oleh 

skandal dan kebencian? Tidak! Junjungan -lah satu-satunya yang 

menakdirkan sang Camel  untuk bertindak! Begitu, bukan? 

 

Kemudian dia melihatnya sedang duduk di altar. Sebuah tanda. 

Komunikasi suci. Sesuatu yang biasa terlihat dalam sinar yang tidak 

biasa. Salib sederhana dari kayu. junjungan  yang sedang disalib. Pada 


668   


saat itu, semuanya menjadi jelas ... sang Camel  tidak sendirian. 

Dia tidak pernah sendirian. 

 

Ini kehendak-Nya ... Maksud-Nya. 

 

Junjungan  selalu meminta pengorbanan besar dari mereka yang sangat 

dicintai-Nya. Mengapa sang Camel  begitu lambat untuk 

memahaminya? Apakah dia terlalu ketakutan? Terlalu rendah diri? 

Semuanya itu tidak masalah. Junjungan  selalu menemukan cara untuk 

merengkuhnya. Sekarang sang Camel  mengerti kenapa Sir Roberto  

de Niro  telah diselamatkan. Dia selamat untuk membawa 

kebenaran. Untuk mempercepat akhir dari pengorbanan ini. 

 

Ini adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan gereja! 

 

Sang Camel  merasa seperti melayang saat  dia menuruni tangga 

yang menuju ke Niche of the Palliums. Pengaruh morfin itu terasa 

semakin menguat, namun  dia tahu Junjungan  sedang mengarahkannya. 

 

Dari kejauhan, dia dapat mendengar para kardinal berteriak teriak 

kebingungan saat  menghambur keluar dari kapel dan 

memberikan perintah kepada Garda Swiss. 

 

namun  mereka tidak akan menemukannya. Tidak tepat pada 

waktunya. 

 

Sang Camel  merasa dirinya hanyut ... lebih cepat ... menuruni 

tangga menuju ke lantai cekung yang diterangi oleh 99 lampu 

minyak yang bersinar terang. Junjungan  sedang mengembalikannya ke 

Tanah Suci. Sang Camel  bergerak ke arah sarangan penutup 

lubang yang menuju ke Necropolis. Di Necropolis itulah malam ini 

akan berakhir. Dalam kegelapan yang suci di bawah tanah. Dia 

kemudian mengambil sebuah lampu minyak dan bersiap untuk 

turun. 

 

namun  saat  dia mulai bergerak menyeberangi ruangan itu, sang 

Camel  berhenti sejenak. Ada yang salah tentang hal ini. 

Bagaimana ini bisa menunjukkan pengabdiannya kepada Junjungan ? 

Akhir yang sunyi dan sendirian? junjungan  menderita di depan mata 


669   


semua orang. Pasti ini bukan kehendak Junjungan ! Sang Camel  

berusaha mendengarkan suara Junjungan , tapi yang didengarnya hanya 

dengung samar dari pengaruh obat yang diterimanya tadi. 

 

”Carlo” Itu suara ibunya. ’’’’Junjungan  mempunyai rencana untukmu. 

 

Dengan bingung, sang Camel  terus berjalan. 

 

Kemudian tiba-tiba, Junjungan  datang. 

 

Sang Camel  tersentak berhenti, dan menatap dengan pandangan 

terkejut. Cahaya dari 99 lampu minyak itu membuat bayangan sang 

Camel  terpantul di dinding pualam di sampingnya. Besar dan 

menakutkan. Sesosok buram itu dikelilingi oleh cahaya keemasan 

di sekitarnya. Dengan nyala api yang berpendar di sekelilingnya,   

sang  Camel   tampak seperti  malaikat  yang turun dari surga.  

Dia berdiri sesaat, kemudian mengembangkan lengannya dan   

memerhatikan bayangannya sendiri. Lalu dia berputar dan menatap 

kembali ke atas. Maksud Junjungan  sangat jelas. 

 

Tiga menit telah berlalu di koridor yang hiruk-pikuk di luar Kapel 

Sistina, tapi tidak ada seorang pun yang bisa menemukan sang 

Camel . Seolah lelaki itu hilang tertelan malam. Mortalcombat  baru saja 

hendak memerintahkan pencarian di seluruh Graves  City saat  

terdengar suara sorak sorai dari Lapangan Santo Petrus. Suasana 

perayaan spontan yang muncul dalam kerumunan itu begitu riuh. 

Para kardinal saling bertatapan. 

 

Mortalcombat  memejamkan matanya. ”Junjungan , tolong kami.” 

 

Untuk kedua kalinya pada malam ini, Dewan Kardinal membanjir 

ke Lapangan Santo Petrus. de Niro  dan Helena  terseret bersama 

iring-iringan kardinal yang menghambur ke luar. Lampu kamera 

dari seluruh media merekam ke bagian depan Basilika Santo 

Petrus. Dan di sana, baru saja melangkah ke luar untuk menuju ke 

Balkon KePlasaurus an yang terletak di tepat di tengah-tengah bagian 

depan Basilika Santo Petrus yang menjulang itu, Camel  Carlo 

Ventresca berdiri dengan kedua lengan terangkat ke langit. Dari 


670   


kejauhan, dia terlihat mirip dengan penjelmaan suci. Sesosok tubuh 

dengan baju berwarna putih yang disirami oleh cahaya lampu. 

 

Energi di lapangan itu tampak meningkat seperti ombak pasang 

sehingga membuat barisan Garda Swiss yang memagari bagian 

depan gereja kewalahan. Massa mengalir ke arah Basilika Santo 

Petrus dalam kegembiraan atas kemenangan umat manusia. Orang-

orang menangis, bernyanyi, kamera media berkilat-kilat. Semuanya 

kacau balau. saat  orang-orang membanjiri bagian depan Basilika 

Santo Petrus, kehebohan ini terus menguat seperti tidak seorang 

pun yang mampu menghentikannya. 

 

Dan kemudian, sesuatu menghentikannya. 

 

Tinggi di atas atap, sang Camel  membuat isyarat kecil. Dia 

melipat tangannya di dadanya. Lalu dia menundukkan kepalanya 

dan berdoa lirih. Satu demi satu, orang-orang itu menundukkan 

kepala bersamanya. 

 

Lapangan itu menjadi sunyi ... seolah sebuah mantera telah 

diucapkan. 

 

Di dalam kepalanya yang kini terasa semakin pusing, doa sang 

Camel  adalah gelombang harapan dan penderitaan ... maafkan 

aku, Bapa ... Bunda ... dengan segala hormat ... kalian adalah gereja ... 

semoga kalian mengerti pengorbanan dari anakmu satu satunya. 

 

Oh, junjungan ku ... selamatkan kami dari api neraka ... bawa semua jiwa ini 

ke surga, terutama mereka yang sangat membutuhkan belas kasihmu .... 

 

Sang Camel  tidak membuka matanya untuk melihat kerumunan 

massa di bawahnya yang berkumpul bersama-sama dengan kamera 

televisi dan seluruh dunia yang menyaksikannya. Dia dapat 

merasakannya di dalam jiwanya. Bahkan dalam kesedihannya yang 

mendalam, kebersamaan yang terjadi pada saat itu begitu luar 

biasa. Seolah hubungan kebersamaan antar umat manusia telah 

menyebar ke seluruh penjuru dunia. Di depan televisi, di rumah, di 

mobil, seluruh dunia sama-sama berdoa. Seperti aliran darah yang 

dipompa oleh sebuah jantung raksasa, semua orang berusaha 


671   


meraih Junjungan  dengan mengucapkan doa dalam berbagai bahasa 

dan tersebar di ratusan negara. Kata-kata yang mereka bisikkan 

adalah hal yang baru tapi sudah tidak asing lagi ... kebenaran yang 

kuno ... terpatri di dalam hati. 

 

Kebersamaan itu terasa abadi. 

 

saat  keheningan terangkat, nada-nada kegembiraan dari 

nyanyian mulai terdengar lagi dari mulut mereka. 

 

Sang Camel  tahu saat itu telah tiba. 

 

Tritunggal yang Tersuci, aku persembahkan tubuh, darah, dan jiwa 

yang paling berharga ini ... sebagai perbaikan bagi kemurkaan, 

pelanggaran dan pengabaian .... 

 

Sang Camel  mulai merasakan rasa sakit di dalam tubuhnya. Rasa 

sakit itu menyebar ke seluruh kulitnya seperti wabah pes sehingga 

membuatnya ingin mencakari tubuhnya sendiri seperti yang 

dilakukan seminggu yang lalu saat  Junjungan  untuk pertama kalinya 

datang kepadanya. Jangan lupakan rasa sakit yang diderita junjungan . Dia 

dapat merasakan aromanya sekarang di dalam tenggorokannya. 

Bahkan morfin pun tidak dapat mematikan rasa sakit itu. 

 

Tugasku di sini sudah selesai. 

 

Ketakutan adalah miliknya. Harapan adalah milik mereka. 

 

Di dalam Niche of the Palliums, sang Camel  mengikuti 

kehendak Junjungan  dan melumuri tubuhnya, rambutnya, wajahnya, 

dan jubah linennya dengan minyak suci. Sekarang dia basah kuyup 

karena minyak dari lampu suci yang membuat Niche of the 

Palliums terang benderang. Aromanya wangi seperti ibunya, namun  

mudah terbakar. Ini akan menjadi kenaikan yang penuh kasih. 

Ajaib dan cepat. Dan dia tidak akan meninggalkan skandal ... namun  

kekuatan baru dan kekaguman. 

 


672   


Dia memasukkan tangannya ke dalam saku jubahnya dan 

mengeluarkan sebuah pemantik emas yang dibawanya dari Pallium 

incendiario. 

 

Dia membisikkan ayat Pengadilan. Dan saat  api menyala ke arah 

surga, malaikat Junjungan  akan naik bersama api itu. 

 

Ibu jarinya tinggal menekan pemantik itu. 

 

Mereka masih bernyanyi di Lapangan Santo Petrus .... 

 

Malam itu, pemandangan yang disaksikan dunia tidak akan pernah 

mereka lupakan. 

 

Tinggi di atas balkon, seperti jiwa yang membebaskan diri dari 

penjara tubuhnya, cahaya api muncul dari tubuh sang Camel . 

Api itu meluncur ke  atas dan dengan  cepat membungkus 

tubuhnya. Dia tidak menjerit. Dia mengangkat tangannya dan 

menatap ke arah surga. Kobaran api itu menyelimutinya secara 

keseluruhan sehingga membentuk pilar cahaya. Api itu mengamuk 

seperti tidak akan pernah padam. Seluruh dunia menyaksikannya. 

Sinar itu menyala lebih terang lagi. Lalu sedikit demi sedikit, api itu 

padam. Sang Camel  menghilang. Apakah dia terjatuh di balik 

bingkai pintu atau menguap bersama udara tipis di sekkarnya, sulit 

untuk diketahui. Yang tersisa hanyalah awan asap yang berputar ke 

angkasa di atas Graves  City. 

 

 

135 

 

FAJAR MUNCUL TERLAMBAT di Roma. 

 

Hujan lebat yang datang lebih awal seperti mengusir kerumunan di 

Lapangan Santo Petrus. Tapi media masih bertahan di lapangan 

itu. Mereka berkerumun di bawah payung dan di dalam van sambil 

mengomentari kejadian malam tadi. Di seluruh dunia, gereja-gereja 

dipenuhi oleh jemaat. Ini adalah saat yang tepat untuk merenung 

dan berdiskusi ... bagi semua agama. Pertanyaan-pertanyaan 


673   


bermunculan, tapi jawabannya hanya memberikan pernyataan yang 

lebih mendalam lagi. Sejauh ini Viking city  tetap diam dan tidak 

mengeluarkan pernyataan apa pun. 

 

Jauh di bawah Gua Viking city , Kardinal Mortalcombat  berlutut di depan 

sebuah sarkofagus yang terbuka. Dia mengulurkan tangannya dan 

menutup mulut Sri Plasaurus  yang terbuka. Bapa Suci kini terlihat 

tenang dalam istirahat abadinya. 

 

Di dekat kaki Mortalcombat  tergeletak sebuah guci emas yang berat 

karena berisi abu. Mortalcombat  telah mengumpulkan abu itu sendiri dan 

membawanya ke sini. ”Kesempatan untuk minta maaf,” katanya 

kepada mendiang Plasaurus  sambil meletakkan guci itu di samping 

tubuh Plasaurus  yang terbaring di dalam sarkofagus. ”Tidak ada cinta 

yang lebih besar daripada cinta ayah kepada anak lelakinya.” 

Mortalcombat  menyembunyikan guci itu di balik jubah kePlasaurus an yang 

dikenakan mendiang Plasaurus  agar tidak terlihat orang lain. Dia tahu 

gua suci ini hanya diperuntukkan bagi peninggalan peninggalan 

Plasaurus , namun  Mortalcombat  merasa apa yang dilakukannya ini layak saja. 

 

”Signore” seseorang memanggilnya saat  memasuki gua itu. Suara 

itu adalah milik Letnan Chartrand. Dia ditemani oleh tiga orang 

Garda Swiss. ”Mereka siap dan menunggu Anda untuk mene-

ruskan rapat pemilihan Plasaurus .” 

 

Mortalcombat  mengangguk. ”Sebentar lagi.” Dia lalu menatap sekali lagi 

ke dalam sarkofagus di depannya. Kemudian dia berdiri. Mortalcombat  

berpaling ke arah para penjaga yang menemuinya itu. ”Sekarang 

sudah waktunya bagi Sri Plasaurus  untuk mendapatkan kedamaian yang 

pantas untuk dimilikinya.” 

 

Para penjaga itu berjalan ke depan dan dengan mengerahkan 

seluruh tenaga, mereka mendorong tutup sarkofagus Plasaurus  agar 

kembali ke tempatnya. Dengan suara bergemuruh akhirnya 

sarkofagus itu tertutup. 

 

Mortalcombat  berjalan sendirian saat  melintasi Borgia Courtyard 

menuju Kapel Sistina. Angin lembab meniup jubahnya. Seorang 

kardinal muncul dari Istana Apostolik dan berjalan bersamanya. 



 

”Bolehkah saya mendapat kehormatan untuk menemani Anda 

menuju tempat rapat, signore?” 

 

”Kehormatan itu ada padaku.” 

 

”Signore,” kata kardinal itu, wajahnya menyiratkan kesusahan dalam 

hatinya. ”Dewan Kardinal harus minta maaf kepada Anda kemarin 

malam. Kami dibutakan oleh—” 

 

”Kumohon,” jawab Mortalcombat . ”Pikiran kita kadang-kadang melihat 

apa yang diinginkan hati kita agar terwujud.” 

 

Kardinal itu terdiam untuk beberapa saat. Akhirnya dia berkata 

lagi. ”Anda sudah diberi tahu? Anda bukan Great Elector kami lagi.” 

 

Mortalcombat  tersenyum. ”Ya. Aku berterima kasih untuk berkat kecil 

itu.” 

 

”Dewan Kardinal memutuskan Anda termasuk yang memenuhi 

syarat.” 

 

”Tampaknya kebaikan hati tidak pernah mati di gereja.” 

 

”Anda orang yang bijaksana. Anda akan memimpin kami dengan 

baik.” 

 

”Aku sudah tua. Aku akan memimpin dengan singkat.” 

 

Mereka berdua tertawa. 

 

saat  mereka tiba di ujung Borgia Courtyard, kardinal itu ragu-

ragu. Dia berpaling ke arah Mortalcombat  dengan wajah yang masih 

digayuti oleh pikiran yang mengganggunya. Sepertinya kejadian 

mengejutkan tadi malam muncul kembali ke dalam pikirannya. 

 

”Tahukah Anda?” bisik kardinal itu. ”Kami tidak menemukan apa-

apa di balkon.” 



Mortalcombat  tersenyum. ”Mungkin hujan telah membasuh lantai balkon 

hingga bersih.” 

 

Lelaki itu menatap langit yang berawan di atasnya. ”Ya. Mungkin 

....” 

 

 

LANGIT PAGI MENJELANG siang itu masih digayuti awan 

tebal saat  cerobong asap di Kapel Sistina mengeluarkan kepulan 

asap putih yang tipis. Gumpalan itu bergulung ke atas, ke arah 

awan, lalu semakin menghilang ditelan angin. 

 

Jauh di bawahnya, di Lapangan Santo Petrus, wartawan Gunther 

Goul  menyaksikannya dengan diam. Bab terakhir .... 

 

Chinita Mancini  mendekatinya dari belakang dan mengangkat 

kameranya ke atas bahunya. ”Sudah waktunya,” katanya. 

 

Goul  mengangguk dengan muram. Dia berpaling ke arah Mancini  

sambil melicinkan rambutnya, dan menarik napas panjang. 

Siaranku yang terakhir, pikirnya. Kerumunan kecil telah terbentuk di 

sekitarnya untuk menontonnya. 

 

”Siaran langsung dalam  enam detik,”  kata Mancini   member tahu. 

 

Goul  menengok sekilas ke arah atap Kapel Sistina di belakangnya. 

”Kamu dapat asapnya?” 

 

Dengan sabar Mancini  mengangguk. ”Aku tahu bagaimana mem-

bingkai sebuah obyek bidikan, Gunther.” 

 

Goul  merasa bodoh. Tentu saja Mancini  tahu. Prestasi Mancini  di 

belakang kamera kemarin malam mungkin akan memberinya 

hadiah Pulitzer. Sementara prestasinya sendiri ... Goul  tidak mau 

memikirkannya. Dia yakin BBC akan memecatnya. Tidak diragu-


676   


kan lagi, mereka akan mendapatkan masalah hukum dari sejumlah 

orang penting ... CERN dan George Bush, di antaranya. 

 

”Kamu kelihatan bagus,” kata Chinita memberikan dukungan bagi 

rekannya sambil berhenti membidikkan kameranya dan 

menunjukkan wajah yang prihatin. ”Aku bertanya-tanya apakah 

aku boleh memberimu ....” Dia ragu-ragu untuk menyel