Tampilkan postingan dengan label cinta 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cinta 1. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Desember 2022

cinta 1

jessica  duduk membeku di dalam mobil dengan 
wajah pucat mayat . Jari-jemarinya mencengkeram setir, gemetar. Tidak ada pepohonan di sekitar tempat mobilnya  dihentikan. Saat itu ia berada di tempat terbuka, dengan panas matahari yang menggigit. Garang. namun  sekujur tubuhnya menggigil oleh perasaan dingin yang luar biasa menyiksa. Berulang kali jessica   menghirup udara pegunungan sebanyak rongga  dadanya sanggup menerima. Beberapa kali pula ia  menggigit bibir, menahan teriakan-teriakan histeris 
yang meronta-ronta ingin lepas untuk mengusir jauh-jauh beban berat yang menghantui pikirannya. namun  pukulan  menyakitkan itu tetap bertahan, dan terus pula menghasut. Agar jessica  tidak 
menunggu berlama-lama. ditambah  teriakan  sorak yang membahana, “Sekarang! Lakukan sekarang! Dan semuanya akan langsung berakhir…!” 
6Ah ya, benar, Mengapa tidak? 
Toh moncong mobilnya kini sudah berjarak 
tidak sampai satu meter dari bibir tebing dengan 
jurang menganga dalam dan terlihat nyata di de-
pan mata. jessica  tinggal melepaskan rem tangan, 
maka mobil akan meluncur sendiri ke depan, jatuh 
berguling-guling ke dalam jurang yang sudah siap 
menunggu. Mobil akan terbanting-banting sebentar, tangki bensinnya meledak, dan jessica  akan langsung  terbakar. Terbakar hangus bersama mobilnya, yang sekaligus juga membakar hangus pukulan  yang tidak tertahankan itu. Dan jessica  tidak perlu lagi memikirkan sisa hari yang masih sangat panjang, dan  pasti akan semakin menyiksa! . Menggelikan sebetulnya , saat  tadi pagi ia datang menemui dokter dan ia langsung disambut sebuah pertanyaan tak terduga, “Sendirian lagi? Mana  suami Nyonya?” Saat mendengar pertanyaan itu, jessica  sempat  kaget.  Lantas teringat pada kunjungan pertama ia  sudah berjanji untuk membawa dan  laki-laki yang ia katakan suaminya. Sungguh suatu kebetulan bahwa dokter tengah mencari-cari hasil pemeriksaan laboratorium di dalam arsip, sehingga dokter itu tidak sempat melihat perubahan di wajah jessica .Cepat jessica  menguasai diri, mencoba tersenyum 
sambil menyahut terbata-bata. “Maaf, Dokter. Laki-
laki itu, eh, suami saya... Dia seorang penggugup. 
Katanya ia lebih suka menanti kabar gembira itu di 
rumah, daripada nanti ia melonjak-lonjak seperti 
orang gila di depan dokter. Ah, ya. Itu memang sudah  sifatnya sejak dia kukenal. Emosional, namun  sangat pemalu!” Dokter manggut-manggut mengerti. sesudah  melihat  berkas pemeriksaan 
di atas meja, ia lalu  bergumam tanpa memper-
hatikan jessica  yang duduk tegang di seberang mejanya, “Air seni Nyonya positif. Nyonya hamil…!”
Dari rumah, jessica  sudah merancang sebuah 
sandiwara yang menggemparkan. Begitu mendengar keterangan dokter, ia akan terbelalak sebentar, tertawa nyaring lalu , lantas memegang tangan  dokter sambil  mengucapkan terima kasih dengan suara terharu. jessica  juga akan berceramah  seperti  orang setengah sadar mengenai keinginannya agar  yang lahir anak laki-laki, dan  apa rencananya di kelak selanjutnya  dengan anak pertamanya itu. Namun faktanya , jessica  hanya terpaku diam di tempat duduknya. Gemetar, dan takut. Mulutnya  terkatup rapat, dan satu-satunya isi skenario yang sudah ia hafalkan dan berhasil ia tampilkan di depan dokter, hanyalah sepasang mata yang terbelalak membuka. Bukan oleh surprise menggembirakan yang ia dengar. Melainkan, oleh perasaan takut yang sesaat  
merayapi sekujur tubuhnya. Dokter menatap jessica  dengan heran.  Lalu, “Nyonya?”
jessica  mengerjap. Tersadar.
“Ya?”
“Saya ucapkan selamat!” dokter mengulurkan 
tangan ke depan. Dengan kegembiraan yang tulus.
Sejenak, jessica  menatap uluran tangan itu dengan 
bingung, lantas menyambutnya dengan pikiran yang kacau balau. Ia tahu, tangannya gemetar dan dingin, ia  tahu wajahnya juga pucat mayat , namun  ia sudah tidak peduli. Tidak ada lagi yang dapat ia perbuat, sesudah  hasil pemeriksaan laboratorium nyata-nyata meneriakkan  ultimatumnya, positif  hamil. jessica  tidak bisa lagi  menghindar. Ia harus menerima kenyataan itu. Dan  lalu , memikirkan apa yang akan ia lakukan  selanjutnya. 
Dan pukulan pertama itu ia terima begitu 
bangkit dari kursi untuk pamitan. Dokter me ngawasi wajah jessica  dengan sorot mata tajam. Namun, dengan bibir mengulas senyum manis, sambil  berujar  lembut, “Bayi merupakan karunia, Nona. Jangan siasiakan pemberian Tuhan!”
Nona. Bukan lagi, Nyonya! Jadi dokter itu sudah tahu sendiri, tanpa jessica   harus repot-repot menjelaskannya. Dalam perjalanan pulang jessica  memikirkan  ucapan lainnya dokter ini . Bayi merupakan karunia. Pemberian Tuhan. Jangan sia-siakan! Yang  artinya, selain sudah dapat menangkap apa yang  tersirat di balik kebungkaman jessica , dokter juga 
secara halus mengingatkan bahwa menggugurkan 
kandungan bukanlah perbuatan terhormat. 
Tak peduli apakah itu selagi kandunganmu ba ru 
ber wujud tak lebih dari segumpal darah, atau sesudah  Tuhan meniupkan roh ke janin yang sebelumnya  hanya berupa gumpalan darah itu. Yang sesudah   digugurkan, tak perlu bingung-bingung. Lemparkan  saja ke tempat pembuangan sampah. menjijikan . Menyakitkan. Dan jessica  harus menanggungnya sendirian. Usai konsultasi pada dokter spesialis bermata tajam itu, jessica  tidak langsung pulang, melainkan pergi ke lapangan olahraga , di ujung Timur batas 
kota. Lapangan yang resminya dipakai  untuk 
pacuan kuda itu tampak jelek dan mengkhawatirkan, dengan berkeliarannya sejumlah sepeda motor yang setengah terbang dengan suara menderu-deru, lalu sesekali terbanting dengan keras di atas tanah yang  licin berlumpur. Bau tahi kuda bercampur asap knalpot  membuat udara yang seharusnya segar berubah jadi kotor, kering dan membuat perut mual. Namun toh 
penonton yang berkelompok di sana-sini tetap saja 
bersorak-sorai dengan riuh rendah. Menyatakan kekaguman, memberi  dorongan semangat, memaki-maki, bahkan mengejek menertawakan Anggota   latihan motor cross yang bangkit dari lumpur sambil  me nyeret motornya agar tidak mencelakakan rekan-rekan yang terus melaju dengan garangnya. jessica  hampir tidak mengenali chucky . sesudah   melihat nomor-nomor Anggota   yang kotor berlumpur, barulah ia mengetahui chucky  ternyata salah seorang yang memperoleh  ejekan penonton. laki-laki  itu tak ubah nya hantu hitam kecokelatan oleh lumpur yang  mengotori pakaian, wajah, dan sebagian rambutnya. Ia sedang memperbaiki mesin motornya di pinggir 
sirkuit tanpa ada yang memperhatikan apalagi memberi bantuan. Suatu kesempatan buat jessica  dapat  ber bicara leluasa dengan chucky , tanpa ada yang  mendengar.. jessica  tidak langsung membicarakan maksud kedatangannya.. 
Lebih dahulu  ia menyatakan kekhawatirannya 
terhadap kekasihnya itu dengan berujar cemas, “Mengapa tidak pakai helm?”
chucky  menoleh. Tampak kegusaran masih me-
ronai wajahnya yang berselemak lumpur. 
“Hai!”  Itu saja sahutannya. Lalu sibuk lagi, membongkar busi.  jessica  menggigit bibir. “chucky ?”
“Ya?” menyahuti si laki-laki , tanpa berpaling 
dari mesin motornya. 
“Mengapa tidak pakai helm?”
“Aku menyukai sensasi, Rika!”
“Ampun, chucky . Tidak sadarkah kau, kepalamu 
dapat saja terbanting ke tanah keras, atau kayu-kayu palang?”
“Aku dapat menjaga diri.”
“namun  kau membuatku khawatir, chucky !”
“Terima kasih. Nanti saja ungkapan cintamu 
kau sampaikan. Aku sedang sibuk, tidakkah kau 
lihat?” geram chucky , gusar sebab  terganggu.
jessica  menggigit bibir lagi. 
Tidak. Ia tidak akan menanti lebih lama. chucky  
harus tahu!
“chucky ?”
“Apa lagi?”
“Aku hamil!”
“Itu urusanmu dan…,“ chucky  mendadak diam, 
tegang. Lalu cepat berpaling lantas diam melihat wajah jessica . Dengan lumpur menempel hampir di seluruh permukaan wajahnya, sungguh sukar untuk menyelami isi hati chucky  yang tergambar di balik sinar matanya. laki-laki  itu menjilati bibirnya sejenak, tanpa  menyadari bibirnya yang dikotori lumpur. lalu   meludah dengan kasar. Air ludah bercampur serpihan  lumpur dari bibir chucky , sayangnya, jatuh tepat di ujung 
depan sepatu jessica  yang sebelumnya sudah berlelah-lelah menyemir agar terlihat bersih gemerlapan. Mestinya ia tersinggung dan marah sekali. namun  jessica  sadar, ia sedang menghadapi bahaya besar, dan hanya chucky  satu-satunya orang pada siapa ia meminta 
perlindungan. Dengan sabar, ia menahan diri. 
Dengan sabar pula ia mendengar pertanyaan 
chucky  yang dipenuhi kebimbangan, “Kau... Ah, kau tidak bersungguh-sungguh bukan, jessica ?”
“Aku hamil! Dokter yang mengatakannya!” 
jessica  hampir menangis. Ia tidak menduga chucky  akan mengajukan pertanyaan serupa itu. Tadinya ia berharap  chucky  akan bersorak kesenangan, memeluknya, dan lalu  berjanji akan datang menemui orangtua jessica  untuk melamarnya sesaat . Sadar bahwa jessica  kecewa, chucky  perlahan-lahan bangkit. Ia lemparkan kunci busi ke atas rerumputan, lantas memegang tangan wanita lesbian  itu dengan lembut. Tak peduli, kulit yang halus mulus itu menjadi kotor 
sebab nya. Mulutnya kumat-kamit sebentar, rupanya bingung apa yang mau ia ucapkan, namun akhirnya ia sanggup juga mendesah.
“Berapa bulan?”
“Hampir tiga,” jawab jessica , sambil  men ceng-
keram tangan chucky  kuat-kuat, lantas tanpa kuasa mengendalikan diri ia memohon, “Kapan kau akan menemui ayah ?”
Wajah chucky  berubah kaku. 
Ia berpaling, menghindari sorot mata jessica . 
Teman-temannya masih terus melaju di atas lapangan yang buruk itu. Sekelompok penonton di sebelah utara, berjingkrak-jingkrak kesenangan menyaksikan salah satu saingan chucky  dalam beberapa balapan, meninggalkan motor-motor yang lain jauh di depan. Tampaknya ia akan menyelesaikan seluruh lap beberapa menit lebih cepat dari yang biasa ia lakukan. Dan itu berarti seseorang akan membonceng dengan  ketat di belakang chucky  dalam pertandingan yang 
sebetulnya  nanti.  “jessica ,” chucky  berpaling lagi. Wajahnya keruh. Benar-benar keruh. “Mau kau membantuku?”jessica  menahan tangisnya. 
“Apa pun yang kau inginkan, chucky !”
“besok aku harus ke Surabaya. Kesempatan 
bagus untukku, jessica , sebab  untuk pertama kali 
sejumlah Anggota   luar negeri akan ikut bertanding. Pemenangnya akan memperoleh  tiket ke Tokyo. Dan  balapan di depan pemilik pabrik sepeda motor yang kupergunakan, benar-benar suatu impian yang tidak ingin kulepaskan begitu saja.” “Jadi?”
“Tunggulah dalam beberapa hari. Oke?”
“Kau akan menemui ayah ? Berbicara dengan 
Mama?”, jessica  ingin menangis sebab  bahagia. 
“Kubilang, tunggulah dalam beberapa hari. 
Akhir bulan paling lambat. Tidak terlalu lama, 
bukan?”“Tuhanku! Kita akan menikah akhir bulan ini.  Aku akan menunggumu, chucky , akan menunggumu, sayangku. Akhir bulan. Dan aku akan menjadi istrimu. Aku…” 
“jessica …” “Ya, sayangku”
“Aku tidak berbicara tentang menemui orang-
tuamu. Apa lagi pernikahan. Aku hanya menjanjikan,  akhir bulan kita bertemu untuk membicarakan soal  kandunganmu”  “chucky !”
“Maukah kau membiarkan aku sebentar?” 
dengus chucky  sambil  kembali memantau  arena balap. 
“Lihat donald duck . Ia sudah  menyelesaikan lap terakhir sedemikian cepat. Tahukah kau apa artinya itu bagiku, jessica ? Tahukah kau?”Lantas chucky  dengan marah menendang mesin  sepeda motornya dengan kasar, berteriak memanggil 
salah seorang temannya di kejauhan, lalu  terjun 
ke lapangan dengan sepeda motor yang lain namun   masih satu merek. jessica  masih menunggu sampai chucky  menyelesaikan beberapa lap, namun jangankan berhenti. 
Menoleh ke arah jessica  pun, tidak.
Betapa menyakitkan! Pukulan menakutkan dari dokter tadi, tidaklah  seberat pukulan kedua yang diberikan  chucky . Sudut-sudut mata jessica  mulai berlinang. Samar-samar ia melihat gunung yang tampak berwarna kelabu di  kejauhan, langit biru seperti lautan yang teramat  dalam di atasnya. Jauh di bawah, air sungai mengalir  tenang di antara hamparan sawah menghijau. Air 
sungai itu tampak cokelat dan kotor, namun beberapa orang penggali pasir di sungai itu terus saja bekerja  tanpa lelah. 
Ya. jessica  hanya cukup melepaskan rem ta-
ngan.  Lalu…  Sebuah truk pengangkut pasir merangkak dari  bawah, mendaki jalan tanah berlubang-lubang dengan  suara mesin bergerung-gerung memecahkan suasana  hening di sekitar. Supir truk memperhatikan jalan  di depannya dengan mata hampir tidak berkedip.  Dan dua orang teman yang duduk di sampingnya, 
bercakap-cakap dengan suara keras untuk mengatasi deru mesin, sambil tidak henti-hentinya menatap ke atas.  “Aku mencemaskan anak itu!” ujar laki-laki yang  berbahu telanjang, hitam berpeluh. “Sudah hampir  satu jam dia di sana. Tidak keluar-keluar dari mobil.  Dan ya Tuhan, tidakkah kalian lihat! Dia memarkir  mobilnya terlalu ke depan!”
“Biarkan saja,” rengut supir. “Bukan satu dua 
anak orang kaya makan angin di bibir tebing itu. 
Daerah ini tampaknya menarik hati mereka sebagai 
selingan. Menghindari kebisingan kota.”
“Bukan itu. Firasatku mengatakan, dia seper-
tinya… mau bunuh diri!” kata laki-laki berbahu 
telanjang itu lagi. Setengah berteriak untuk mengatasi raungan mesin truk, ia mengulangi. “wanita lesbian  itu akan bunuh diri!” 
“wanita lesbian ? Kau katakan wanita lesbian ?”
“He-eh. Tadi sebelum turun ke sungai, aku 
sempat memperhatikan. Dia tampaknya masih muda.  Cantik pula lagi. namun  wajahnya pucat mayat . Dan ia terus  saja menatap ke bawah sini.”
“Mungkin dia mencari seseorang.”
“Kuulangi lagi. Lihat posisi mobilnya. Jelas dia 
cari mati!”
“Lalu apa yang akan kau lakukan?” orang ketiga, 
dengan puntung rokok menyala hampir mencapai 
bibirnya yang tebal dan kotor, nyeletuk sambil lalu. 
“Kau ingin menjadi pahlawan penyelamat? Itu cuma 
terjadi dalam dongeng, dan kau cuma seorang kuli 
melarat. Hehehe..!”
“Jangan dahulu  tertawa. Aku punya anak wanita lesbian  
sebesar dia,” bersungut laki-laki berbahu telanjang 
itu. Kesal. “Ningrum memang tidak punya keinginan  berlebihan. namun  dia sangat pendiam. Sangat perasa.  Dia pernah tidak mau makan selama beberapa hari, hanya sebab  laki-laki pilihannya tidak kusetujui.” “faktanya  toh, laki-laki itu kau ambil mantu!”“Daripada anakku mati?!”
Mati! jessica  belum ingin mati. Bukankah chucky  sudah berjanji akan menemuinya beberapa hari lagi? jessica  terlalu mencemaskan diri 
sendiri. Tidak memperhatikan kepentingan chucky . Sekali chucky  berhasil di Surabaya, maka penampilannya di Tokyo akan merupakan titik cerah untuk masa depan mereka. Dealer sepeda motor yang jenisnya selalu dipakai  chucky  dalam balapan sudah menjanjikan, kemenangan di Surabaya berarti suatu kesempatan untuk merebut perhatian umum. chucky  akan tampil dalam beberapa promosi perusahaan di media cetak, juga televisi. Dan kalau ia sukses di Tokyo, chucky  – jika berminat, akan diberi pekerjaan tetap di bagian penjualan, tentu saja di luar waktu membalap.
Kalau itu terlaksana, jessica  dapat menemui 
ibunya dengan pikiran tenang dan hati yang tenteram. Ibunya tidak lagi akan menuduh chucky  manusia gelandangan yang tidak menghormati keinginan orangtua. “Aku menyukai anak itu,” ibu jessica  pernah berkata. “namun  sesudah  kusaksikan cara ia membalap motornya di lapangan, kupikir ia lebih mementingkan karir ketimbang dirimu, bahkan dirinya sendiri. Lihat 
kegilaannya membuat sensasi, seolah-olah si chucky  itu memiliki  nyawa cadangan. Tidak! Ia bukan laki-laki yang cocok untuk kau persuami. Masih banyak laki-laki lain, yang memiliki masa depan dan sadar nyawanya cuma satu lembar!”
Akhir bulan, kata chucky . Itu berarti delapan, ah, sepuluh hari lagi. Benar, bayi adalah karunia Tuhan yang tidak boleh disia-siakan seperti kata dokter. namun  benar juga, bila chucky  sukses, ia akan mampu berdiri sendiri. Tanpa harus 
menggerogoti harta orangtuanya, bahkan seringkali juga sebagian uang jajan jessica  sendiri. Kemenangan di Surabaya, berarti suatu kesempatan untuk maju. Akhir yang menggembirakan di Tokyo, berarti pula 
suatu harapan untuk mulai berhenti mempertaruhkan nyawa, lalu  hidup tenang bersama istri dan anak-anak mereka. jessica  menarik nafas.“Pergilah berjuang, sayangku!” ia bergumam. “Aku mendoakanmu. Dan ingatlah. Aku lebih suka kau gagal, daripada suatu hari kelak seseorang datang kepadaku untuk mengabarkan kau digotong orang ke kamar mayat…!” jessica  harus tetap hidup.Berpikir sampai ke situ, jessica  lantas menyesali dan menertawakan niatnya yang memalukan saat  membelokkan mobilnya ke tebing berjurang dalam ini . Pejamkan saja mata, tancap gas, dan biarkan mobilmu menyelesaikan semua kesulitanmu!  sambil  menghela nafas panjang, dengan tangan  masih gemetar oleh niat memalukan dan sekaligus  menjijikan  itu, jessica  memutar kunci, menghidupkan  mesin mobil yang lalu  bergerak mundur ke jalan  raya di belakangnya. Mobilnya diputar ke arah semula  ia datang. Lantas ia melarikan mobilnya dengan  perasaan tenteram, turun ke kota. Tiba di rumah, ia  turun dari mobil dengan dagu tegak, sedikit santai  dengan wajah yang ia usahakan sedapat mungkin agar tampak menyenangkan dan tidak memicu  kecurigaan. 
Tante nyi girah  yang muncul untuk membuka 
pintu. “Ah, syukurlah. Pulang juga kau akhirnya. Tadi aku sudah sempat mencemaskanmu …!”
Sempat terkejut oleh kalimat terakhir tantenya, 
jessica  cepat menanggapi dengan suara diriang-
riangkan. “Terima kasih, Tante. Perasaan khawatir 
tante itu membuat aku semakin menyayangimu..!”
Pipi adik ipar ayah nya itu, ia kecup dengan 
hangat, lantas cepat-cerpat berlalu sebelum di-
berondong pertanyaan yang bisa jadi akan berbuntut jessica  terpaksa membuka rahasianya, aku hamil, dan tadi…sesudah  berganti pakaian, jessica  langsung pergi ke dapur. Ia harus mempersiapkan makan siang untuk  keluarganya. Ada pembantu di rumah, namun  jessica  
merasa pekerjaan dapur adalah bagiannya. Suatu saat ia harus menyediakan makan untuk suami dan anak-anaknya sendiri. Ia selalu membayangkan alangkah bahagia melihat suami dan anak-anak bersantap  dengan lahap menikmati hasil tangan seorang istri, seorang ibu. Diam-diam jessica  mengusap perutnya dengan  terharu. Masih rata, namun  di dalamnya, ia seakan  mendengar sebuah bisikan lembut dan manja, “Aku  mencintaimu, Mama …!” Anak laki-lakikah yang berbisik itu? Atau 
wanita lesbian ? “jessica ?”
jessica  berpaling terkejut. nyi girah  berdiri di 
ambang pintu dapur, diam memantau . 
“Ada apa, Tante?”
“Kau tidak pergi ke sekolah? Sudah hampir 
pukul satu siang.”
Sekolah? 
Buat apa. chucky  toh akan datang, menemui 
orangtuanya, lalu mereka menikah. namun  itu tidak  perlu ia utarakan kepada tantenya. Lalu memilih kata-kata yang tepat untuk menjawab seenaknya, sambil   tertawa seenaknya pula. “Lagi males, Tante.”
“E-eeee. Bukankah minggu depan kau harus 
ujian?”
“Alaaa. Itu soal gampang, Tante. Ingat Pak 
donald duck , guru matematikaku itu? Dia pernah dua kali 
datang ke rumah ini. Pura-pura menanyakan mengapa  belakangan ini aku sering bolos. namun  Tante, aku  tahu maksudnya datang. Dia ingin melihat apakah aku sehat-sehat saja, dan berharap suatu hari aku mau  diajaknya nonton!”“Lantas?”
“Sebelum tiba waktu ujian, Tante. Akan kudekati 
dia, kuterima ajakannya. sesudah  ujian selesai dan aku  dinyatakan lulus, tidak ada yang perlu dikhawatirkan  lagi bukan? Akan kudepak dia keluar rumah pada kesempatan pertama ia muncul!”
nyi girah  geleng-geleng kepala. “Kejam nian ..!” 
katanya mengomentari. 
“Salahnya sendiri! Mengapa mengincar murid 
tercantik di sekolah!” “Hah? Siapa yang kau puji, Rika?” nyi girah   pura-pura tercengang, dengan mata bersinar mencemoohkan. Namun, diam-diam dalam hati mengakui  kebenaran ucapan keponakannya. jessica  cuma tertawa, 
lantas meneruskan pekerjaannya sambil  bernyanyi-nyanyi kecil.  Baru pada waktu makan siang, jessica  merasa suatu keanehan.
nyoto , paman yang sejak  jessica  masih bo cah 
biasa dipanggilnya dengan sebutan om, sudah pulang  seperti biasa dari pekerjaannya sebagai perantara jual  beli mobil-mobil bekas. aidit , adik jessica  yang duduk  di kelas dua SMP dan baru pulang sekolah, juga sudah  siap di meja makan bersama tante dan om mereka.  Kursi yang seharusnya diduduki ayah  jessica , kosong. 
Demikian pula kursi untuk ibunya. 
“Kok ayah  belum pulang ya?” gumam jessica  
sambil lalu sebelum mereka berempat mulai makan.  Biasanya ayah nya akan meninggalkan kantor sekitar  pukul dua belas siang untuk pulang di rumah, istirahat  sebentar lalu kembali lagi ke kantor sampai pukul  empat atau lima sore. 
“Mungkin sibuk,” ujar nyoto , pamannya yang 
berwajah sama tampan dengan ayah  jessica  sendiri. Tubuhnya yang tinggi kekar memenuhi tempat duduk, dan pundaknya sampai menyentuh tepi meja  saat  ia membungkuk untuk menjangkau sepiring mangkok berisi kari kambing. “Tak usah menunggu,  jessica . Makanlah. Lihat, si aidit  sudah kelaparan!”“namun  aku juga tidak melihat mama dari tadi”  keluh jessica , tidak puas. 
nyoto  tercengang. “Bukankah mamamu per gi ke 
lu ar kota sejak pagi kemarin?” tanyanya, meng ingatkan.  “Oh ya. Aku lupa. Benar-benar lupa.”
Tentu saja, pikir jessica  sambil  mulai bersantap. Ia 
melupakan segala sesuatu dan hanya mengisi kepala dengan persoalannya sendiri, persoalan chucky , dan  anak dalam kandungannya. Berbentuk apakah anak  itu sekarang? Gumpalan daging? Gumpalan da rah? Janin yang masih encer? Seperti siapa pulakah anak itu 
nanti? chucky  tidak begitu tampan, suka membangkang pula kepada orangtuanya. namun  chucky  pemberani.  Biarlah, jiwa pemberani chucky  dimiliki anak mereka  kelak, namun  tidak sikap pembangkangnya. Jelek  sedikit tidak soal, kalau anak mereka laki-laki. namun  
bagaimana jika wanita lesbian ?
“Rika?” nyi girah  menegur. 
“Ya, Tante?” jessica  mengangkat muka, ter-
peranjat. 
“Kau makin pendiam akhir-akhir ini. Suka 
melamun. Apa sih yang kau pikirkan, Rika?”
jessica  sibuk mencari jawab. namun  tak lama. 
Katanya, “Bukankah minggu depan aku harus 
ujian?”
“Pendusta besar,” rungut nyoto . “Kau bukan 
kutu buku. Makanlah segera. Aku tak ingin ayah mu 
nanti menuduhku sudah  mendidik kau jadi seorang  pembohong yang sakit-sakitan!”
Tawa berderai di sekitar meja makan. 
Dan telepon rumah pun berdering. 
aidit  menikmati makan siangnya dengan pura-
pura menulikan telinga. nyoto  tampak terganggu, 
sementara istrinya masih mengunyah sepotong daging  paha ayam goreng. jessica  yang memang bersantap tidak sepenuh dengan hati, cepat bergumam, “Biar olehku!” Lalu ia beranjak menuju ke meja sudut di mana  telepon itu berdering untuk kesekian kalinya. jessica   membersihkan tenggorokan dengan menelan ludah  beberapa kali, mengangkat gagang telepon lantas 
menyahut, “Halo?” “Selamat siang. Kau itu, jessica ?” terdengar suara  laki-laki di seberang sana. Suara yang terdengar seperti  dikeluarkan oleh seorang penderita sesak nafas. 
“Ya. Betul. Siapa ini?”
“resi mandala .”
“Ooo. Ada apa, Mas mandala ?” jessica  bertanya 
sambil  membayangkan di benaknya, ajudan pribadi ayah nya itu sedang menderita pilek atau demam.  “Kau sakit?”
“Aku sehat-sehat saja, jessica . namun …,” sepi 
sebentar, dan jessica  dapat mendengar nafas sesak  itu lagi. “Ini mengenai Pak syam kamaruzaman , ayah mu. Beliau  baru saja meninggalkan kantor, sesudah  dijemput oleh 
dua orang tamu.”“Lho. Apa anehnya?” jessica  hampir saja tertawa. 
“Sangat aneh. Kedua orang tamu berwajah 
sangat serius itu masuk ke kantor Pak syam kamaruzaman . 
Mereka berbicara selama lima menit di balik pintu 
tertutup, lalu  pergi meninggalkan kantor tanpa 
memberitahukan apa-apa padaku. Itu bukan kebiasaan  ayah mu, jessica . Dan bukan pula kebiasaannya meninggalkan kantor dengan wajah pucat mayat  pasi dan  langkah-langkah gontai. Beliau malah hampir jatuh  saat  menuruni tangga.”
“ayah  sakit?” tanya jessica , mendadak cemas.
nyi girah  menoleh, kaget. nyoto  memandang 
jessica  dengan dahi berkerut, sedang aidit  terus saja  menikmati makan siangnya dengan penuh selera. “Aku yakin… percayalah, jessica . Aku yakin 
ayah mu sehat-sehat saja. Hanya saja, kedua tamu itu  membuatku cemas..!”
“Kenapa, Mas?”
“Mereka memang berpakaian sipil. namun , aku 
‘kan tahu betul lingkungan di mana aku bekerja. Kedua orang tamu yang kusebutkan tadi, jelas bertampang  perwira, dengan pembawaan kaku. Selain itu, aku 
sudah  mengintip pula lewat jendela kantor. Kulihat 
ayah mu masuk ke dalam sebuah mobil, setengah 
didorong oleh salah seorang tamunya. Apa yang 
tersirat di pikiranmu, jessica , kalau kukatakan, mobil  itu berplat dinas Mabes Polri?” Dug!
Jantung jessica  memukul dengan keras. Demikian 
kerasnya, sehingga wajah jessica  seakan langsung 
berhenti dialiri darah, dan  gagang telepon terjatuh 
dari tangan tanpa ia sadari, bergantung-gantung di 
permukaan lantai. ayah nya, seorang Komisaris Besar  Polisi yang periang dan bertubuh sehat, tampak pucat mayat   dan sakit saat  didatangi tamu-tamunya, lalu   pergi dengan kendaraan dinas Markas Besar Polri.
Ajun Inspektur Dua atau Aipda resi mandala  
setengah berteriak di telepon, “jessica ? Halo! Kau 
masih di situ, jessica ? Halo!”
nyi girah  mencengkeram tepi meja dengan 
bingung. Suatu gambaran ketakutan menari-nari di bola matanya sesudah  melihat jessica  terduduk lemas  dekat meja telepon. aidit , untuk pertama kali membuka  telinga dan berhenti makan. Dan nyoto  dengan wajah  tegang menghambur ke dekat jessica , memegang  tangan wanita lesbian  itu sesaat untuk meyakinkan jessica  tidak 
apa-apa, lantas menyambar gagang telepon. 
“Ini nyoto . Dengan siapa saya berbicara?” ia 
berujar. Suaranya serak dan parau.
6 JAM sudah menunjuk pukul dua, dini hari. 
jessica  menggeliat di atas sofa. Resah. Betapa 
pun ia berusaha, tidak juga otaknya dapat mencerna  isi majalah yang ia baca dari tadi. Malah perih saja yang semakin mendera. Dengan wajah lesu dan  sedikit pucat mayat , ia memandangi telepon di atas meja, di  situ juga sengaja ia simpan telepon selulernya sebagai  pilihan kontak nantinya. Dengan pikiran yang tetap tegang, dilembarinya 
lagi majalah di tangannya, untuk ke sekian belas kali  sejak  nyoto  meninggalkan rumah malam itu. 
Sambil sesekali memantau  pesawat komunikasi itu dengan mata yang nyaris tak berkedip. Seolah takut kalau-kalau dering atau nada panggil yang ia tunggu akan meledakkan kedua pesawat komunikasi ditambah   meja tempatnya tersimpan, dengan suara dan ledakan membahana yang tiba-tiba. Tanpa jessica  mampu menghindar. 
Suara mesin mobil menderu di luar rumah, 
membuat bola mata jessica  bergerak-gerak liar. 
namun  ia sudah bosan berlari-larian ke jendela ruang depan, mengintip kegelapan malam di luar untuk lalu  dikecewakan oleh halaman rumah yang 
lengang dan kosong. Mobil yang barusan terdengar, ternyata memasuki halaman depan rumah tetangga 
yang lokasinya berseberangan. Dan beberapa kali 
sesudah nya, kendaraan lain yang cuma lewat lantas menghilang entah ke mana. Dengan perasaan letih jessica  terus saja rebah di sofa. Menatap meja telepon sebentar. Lalu menatap pintu kamar tidur om dan tante-nya yang tertutup rapat. nyi girah  yang juga gelisah sepanjang hari dan sore itu, sudah masuk ke kamar sesudah  menunggu dengan sia-sia sampai lewat pukul sepuluh malam. Ia  hanya keluar satu kali, sebelum pukul sebelas untuk  menyuruh jessica  tidur saja. Dari kamar tidur aidit   yang bersebelahan dengan kamar tidur jessica  di lantai  atas tidak terdengar suara atau kegiatan apa pun sama  sekali. 
Mereka memang sudah sepakat membohongi 
anak laki-laki tanggung itu dengan mengatakan 
ayah  mereka sedang berobat ke rumah sakit dan 
akan segera pulang. Tentulah aidit  sekarang tertidur nyenyak, dengan harapan besok pagi-pagi benar ia  dapat bertemu ayah nya dan sebelum berangkat ke  sekolah, minta uang jajan seperti biasa, meski aidit   sudah  diberi jatah uang saku mingguan yang lebih dari cukup. 
aidit  memang agak boros. namun  ia seorang 
laki-laki, dan lagi pula, orangtua mereka toh tidak 
akan jatuh bangkrut hanya sebab  digerogoti oleh 
permintaan si bungsu aidit , yang jumlahnya juga tak  seberapa. Rika mencoba memejamkan matanya rapat-rapat. Dalam kegelapan pandang, ia bayangkan harta kekayaan orangtuanya. Waktu ayah nya masih  berpangkat Ajun Komisaris, mereka punya satu mobil  dinas dan satu mobil pribadi. Mobil pribadi itu lalu ditaksikan. Dalam tiga tahun, jumlah itu sudah  beranak pinak menjadi lima buah. Taksi pertama didaftarkan 
ke sebuah perusahaan resmi, sedang empat lainnya  dioperasikan sebagai taksi gelap. sesudah  ayah nya  naik pangkat menjadi Komisaris Besar, di armada 
perusahaan taksi resmi itu sudah terdaftar mobil 
mereka sebanyak delapan unit. Sementara taksi liar 
dialihkan ke perusahaan travel, sejumlah lima unit. 
Pernah jessica  bertanya mengapa tidak disatukan 
menjadi taksi atau travel sendiri. Jawaban ayah nya 
masuk akal, “Diperlukan modal yang jauh lebih besar dan pengelolaan yang jika salah urus, bisa membuat  kita langsung jadi kere. Dengan cara seperti sekarang  ini, kita ‘kan tinggal terima beres. Dan lagi, toh selain  punyamu sendiri, kau juga dapat tetap menggunakan 
salah satu yang kau sukai, kapan kau mau…!”
jessica  percaya kepada ayah nya, dan bangga atas 
perhatian sang ayah  terhadap dirinya. Ia lalu semakin  sering berdoa semoga rezeki mereka bertambah. Dan  kenyataan, mereka sudah  memiliki dua buah hunian  lain. Yang satu berlokasi di daerah elit dan disewakan 
pada sebuah perusahaan asing. Satunya lagi dijadikan  tempat peristirahatan sebab  letaknya memang di 
daerah pinggir pantai di mana mereka sekeluarga 
menghabiskan waktu libur dengan riang gembira.
Atau, sesekali berlibur juga ke perkebunan 
cengkeh yang luas di lereng gunung itu. Cengkeh 
yang juga menghasilkan sebuah tempat peristirahatan yang sengaja dibangun di tengah-tengah perkebunan,  dengan jalan masuk berliku-liku, naik turun namun  menyenangkan untuk dilalui sebab  meski berlokasi  di lereng pegunungan terpencil, jalan masuknya 
diaspal dengan baik. jessica  pernah mengajak chucky  ke rumah peristirahatan milik keluarganya itu. Mereka berdua ikut-ikutan memetik cengkeh 
bersama buruh-buruh perkebunan, menembak bu-
rung dan memancing di sebuah anak sungai yang 
yang mengaliri kaki bukit. Ikan hasil tangkapan chucky  
besar-besar, rasanya segar dan manis sesudah  di-
panggang. Suatu hari, saking kekenyangan makan 
me reka langsung tertidur di pinggir sungai. saat  
jessica  terbangun, ia terpesona oleh belaian-belaian  lembut dan bisikan-bisikan mesra di telinganya. 
chucky  berulang kali menyatakan cintanya, 
sehingga jessica  terbuai dan membalas dekapan dan   ciuman laki-laki  itu dengan penuh kasih sayang.  Suatu saat, ia sempat tersentak dan terpekik sakit  sebentar. namun  kuluman bibir dan remasan tangan  chucky  membuat jessica  seperti pemabuk yang baru saja 
menghabiskan berbotol-botol minuman keras. Ia 
merasa belum mencapai apa yang sangat ia tunggu-tunggu dengan jantung berdebar manakala chucky   menjauhi tubuhnya sesaat, sehingga membuat jessica   terpaksa memohon dengan suara memelas, “Lakukan lagi, chucky . Lakukan lagi..!” chucky  tersenyum, mendatangi tubuhnya lagi, 
mencumbu dan menggelut, sampai jessica  melihat 
dunianya terbalik. Bumi ada di atas, langit ada di 
bawah, dan awan putih berarak mengayun-ayun tubuh mereka dengan lembut. saat  jessica  mengerang 
oleh kebahagiaan tiada tara yang untuk pertama kali  ia nikmati dalam hidupnya, ia mendekap tubuh chucky   yang dibasahi peluh dengan sekuat-kuatnya, lantas 
berbisik di telinga laki-laki  itu, “Jangan tinggalkan aku, 
chucky . Jangan tinggalkan aku sedetik pun juga…!”
“Aku akan akan selalu bersamamu, jessica  
terkasih. Aku akan selalu mengingat hari yang sangat 
indah ini.”
jessica , lebih-lebih lagi, tak akan pernah 
melupakan hari di mana ia mempersembahkan jiwa raganya kepada chucky . Hari yang lalu  berlanjut  dengan penjelasan dokter bahwa jessica  positif  hamil. Dan, apa kata chucky ? Tunggulah, sampai akhir bulan! jessica  merintih. Merintih dan merintih. Di ujung rintihannya, jessica  tersentak. Mendadak. Telepon berdering! Sejenak, sekujur tubuh jessica  terdiam mematung. Tegang. Matanya membelalak memandang telepon di atas meja. Dering lagi. Memanjang. Dua kali. jessica  
ingin melarikan diri, menjauhi sesuatu yang tidak ia ketahui apa namun jelas membuatnya sangat keta kutan. Perlahan-lahan ia bangkit. Deringan berikutnya  dari telepon itu mendatangkan magnet yang kuat ke arah kaki-kaki jessica  yang langsing. Dalam sesaat , jessica  sudah  menghambur ke meja telepon dan sempat salah menyambar lalu mendekatkan ponselnya ke 
mulut, saat  bunyi dering berikutnya menyadarkan 
jessica  bahwa ia salah ambil.  Gemetar tangan jessica  ganti menyambar gagang 
telepon rumah. “Haa—hallo…?” ia cepat menyahuti. 
Tergagap-gagap. “Rika? Kau itu, Rika?” terdengar suara gugup di telinga jessica . “Ya, Om. Ini aku. Apakah...”
“Sudah kudapatkan, jessica . Sudah kudapatkan 
keterangan mengenai ayah mu. Segala sesuatu rupanya  dirahasiakan. Sangat dirahasiakan. namun  seorang teman dekat ayah mu di Mabes, akhirnya mau juga  membuka mulut. Dengan syarat….”jessica  memengang gagang telepon kuat-kuat, lalu menjerit, “Persetan dengan syarat-syaratnya, Om nyoto . Persetan dengan semua tetek bengek itu!  Cepatlah katakan. Di mana ayah  sekarang?”“Rika..”
“Di mana, Om nyoto ?!”
“Baiklah, kalau kau bersikeras juga. ayah mu 
berada di dalam tahanan Mabes Polri ..!”
“Di tahan oleh….,” mulut jessica  tiba-tiba 
mengatup. Wajahnya berubah seputih kertas. Se-
pasang bola matanya yang indah, membelalak kian 
lebar laksana melihat roh jahat tiba-tiba muncul di 
depannya. Tanpa terasa, tangannya menjadi lunglai. Gagang telepon jatuh di atas meja dengan bunyi 
berderak, bergulir ke tepi, lalu bergantung-gantung 
beberapa jengkal di permukaan lantai. 
“Om-mukah itu, Rika?” sebuah suara terdengar 
di belakang jessica . Ia tidak menyahut. Menoleh pun  tidak. Ia tetap diam. Mematung seperti batu. 
Cemas, nyi girah  yang rupanya sudah  terbangun 
oleh jeritan jessica  tadi, bergegas mengambil telepon  yang masih tegantung-gantung itu, langsung di tempelkan ke telinga. Ia mendengarkan lalu berbicara se bentar, dengan wajah yang sama pucat mayat nya dengan 
wa jah jessica  sendiri, lalu  dengan tangan ber-
gemetar menyimpan telepon, tanpa berkata sepatah pun. 
Kedua wanita lesbian  itu berpandang-pandangan 
sebentar. Dengan sinar mata sama terkejut dan 
takut. 
Lalu, jessica  mendadak berlari-lari ke arah pintu 
depan, sambil  menjerit-jerit histeris, “Aku harus 
bertemu ayah ! Aku harus bertemu ayah ! Aku...”
Di pintu, ia terjatuh. Pingsan.  jessica  masih menangis saat  menyambut datangnya 
matahari pagi.  Apa yang terjadi dan sempat ia perkirakan 
mimpi buruk ternyata merupakan kenyataan pahit 
dan mengejutkan. nyoto  pulang menjelang subuh 
untuk menyadarkan jessica  dari impian buruknya 
dengan menceritakan apa saja yang ia ketahui. ayah  
jessica  terlibat manipulasi dalam jumlah belasan 
milyar rupiah, bersama salah seorang atasannya 
yang berpangkat lebih tinggi. Mereka kini tengah 
diinterogasi sebuah tim yang khusus dipilih secara 
selektif  oleh pimpinan Polri. 
“Persoalannya belum bocor keluar,” kata nyoto  
subuh tadi, begitu jessica  siuman dan mulai tenang. 
“Teman dekat ayah mu di Mabes baru memperoleh 
informasi samar-samar. namun  dia berjanji akan menelepon jika  kasusnya sudah jelas.”
Perut jessica  terasa mual. Terhuyung-huyung ia 
turun dari tempat tidur, terus ke kamar mandi dan di sana ia muntah beberapa kali. nyi girah  memburunya dengan segelas air hangat, membimbingnya kembali  ke tempat tidur lalu menolong memijiti sekujur tubuh 
jessica  sambil ia sendiri berlinang air mata. 
nyoto  memperhatikan jessica  dengan dahi ber ke-
rut. Sesuatu tengah ia cerna di dalam otaknya, dan 
da lam tempo singkat matanya berkilat-kilat penuh 
arti. jessica  yang mendadak takut melihat pandangan 
mata pamannya, lantas memeluk nyi girah  sambil  
mengeluh. “Apa yang akan mereka perbuat terhadap ayah , Tante?”
nyi girah  mencoba tersenyum. “ayah mu akan 
segera pulang,” katanya, menghibur. “Istirahatlah. 
Biarkan Om nyoto  yang mengurus segala sesuatunya.” Dan kepada suaminya ia bergumam, kecut, “Mengapa 
tidak segera kau hubungi seorang pengacara?”
“Pengacara?” nyoto  menyeletuk seperti orang 
tolol. Ia rupanya tengah memikirkan hal lain. Bukan 
apa yang terpikirkan oleh istrinya. “Oh ya, ya, ya. 
Bang syam kamaruzaman  membutuhkan seorang pengacara.“ nyoto  lantas bergerak menuju pintu, tertegun  sebentar, menyimak wajah jessica  lantas wajah istrinya  lalu berujar gugup, “Hanya perampok saja yang  menggedor pintu rumah seorang ahli hukum di pagi buta begini!”
“Anggaplah dirimu perampok!” bentak nyi girah . 
Kesal. Tahu suaminya hanya mencari-cari alasan.
nyoto  angkat bahu, lantas tampak enggan ia 
lalu  keluar. Dan tak lama sesudah nya terdengar 
suara mobil berlalu meninggalkan rumah.
Sinar kuning kemilau mentari pagi yang mene-
robos masuk lewat jendela kamar, menjilati lantai, 
me rangkaki tempat tidur, menghangati wajah jessica   yang dingin dan gemetar. nyi girah  yang diam-diam 
mengerti jalan pikiran suaminya lalu  mengusap-
usap wajah jessica  dengan lembut.
Tampak berpikir keras sejenak, baru lalu  
sang tante membuka mulut dan berbicara hati-hati, 
dan sengaja berputar arah lebih dahulu . 
“Jaga tingkah lakumu di depan Om-mu, jessica . 
Oke..?”“Ya, Tante.”nyi girah  menghela nafas sesaat. Lalu, ”Ah. Kau tidak mengerti maksudku!”
“Ya, Tante?”“Kau sedang hamil, bukan?”
Sebuah tembakan tiba-tiba namun  langsung ke 
sasaran.
jessica  menjadi tegang sesaat . Ia memandangi 
nyi girah  dengan mata terbelalak, lalu lalu  me-
nyadari apa yang tersirat di balik sinar mata yang 
menatap penuh kasih namun  dengan tusukan yang 
tajam menghujam itu, janganlah membuang-buang 
energi dengan mendustaiku!
Dengan perasaan yang sangat terpukul, jessica  
membasahi bibirnya yang mendadak terasa kering, 
lantas setengah terlompat untuk memeluk lantas 
menangis di dada nyi girah  yang balas merangkul.
“Aku takut, Tante. Aku sangat takut,” isaknya. 
nyi girah  membelai rambut keponakannya. Sam-
bil berbisik lembut dan penuh pengertian. ”Sudah 
berapa bulan?”“Tiga.”nyi girah  menggigit bibir. “chucky ?” bisiknya lagi. “Benar, Tante.”
“Dia sudah tahu?”“Sudah...”
“Dia mau bertanggung jawab?”
jessica  gemetar lagi, menangis lagi, memeluk 
tantenya lagi, lantas menjerit, “Aduh! Mengapa aku 
kemarin tidak terjun saja ke jurang itu! Mengapa aku tidak mati saja! Aduh, Tante. Tolonglah. Tolong aku, Tante, aku... .”
Sempat terkejut bahkan pucat mayat  mendengar apa  yang terlontar dari mulut keponakannya, nyi girah   cepat menguasai diri. Lantas berujar dengan sikap  seolah-olah apa yang ia dengar tidak lebih dari bisikan angin lalu semata.
Lantas berujar tersenyum. “Pssst! Jangan berisik. 
Nanti aidit  dengar. Dia tidak boleh tahu, mengerti?”
jessica  menahan tangisnya. Lalu 
manggut-manggut dengan susah payah. “Nah. Sekarang, tenanglah. Dan jangan ber-
pikiran yang bukan-bukan. Oke?”
Manggut-manggut lagi jessica . 
“Jangan bicara soal bunuh diri lagi. Bahkan me-
mikirkannya pun, jangan. Kau membuatku ce mas!”
“Tidak lagi, Tante”
“Bagus. Sekarang, pergilah bangunkan aidit . 
Su ruh dia mandi, bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Dan , eh. Bersikaplah wajar. Jangan sampai dia curiga.”saat  jessica  dengan langkah-langkah gontai  keluar dari kamarnya, nyi girah  terduduk lemas di  pinggir tempat tidur. Ia menyuruh jessica  berlaku 
wajar, menyuruh jessica  bersikap tenang. Akan 
namun  ia sendiri pada saat itu sangat gugup. Hatinya tergoncang keras. ayah  jessica  ditahan, dan pagi ini  ia dengar sendiri pengakuan jessica  bahwa wanita lesbian  itu sudah mengandung. 
Apa yang ia kerjakan selama ini di rumah? 
Tak satu pun.  Ia terlalu menutup diri dari semua peristiwa yang berlangsung di sekeliling, dan hanya memikirkan kepentingannya sendiri saja. Mengomeli nyoto  yang 
tidak mau cari pekerjaan tetap, tidak berpikir untuk 
menetap di rumah sendiri. nyoto  akan berteriak-
teriak. Beli rumah? Ngontrak? Dari mana uangnya? 
Hasil obyekanku atau sesekali menyupir taksi atau 
mobil travel itu, hanya cukup untuk membeli rokok 
ditambah perangkat kosmetikmu yang bermerek 
mahal itu! Sedang di rumah ini? Abang syam kamaruzaman   menyediakan apa saja yang kita butuhkan. Ia tidak  akan tega melihat kita terlantar…!  Yang hanya akan menambah sakit 
kepala nyi girah  sendiri. nyoto  tidak pernah menerima pendapat nyi girah . 
Bekerja sebagai perantara jual beli mobil bekas, 
dan diserahi salah satu taksi milik abangnya untuk 
ia operasikan sendiri, cukup banyak hasilnya untuk 
mereka makan berdua. Cukup untuk mencicil tanah 
di pinggir kota, lalu membangun rumah sederhana 
tahap demi tahap. namun  seringkali nyoto  pulang dengan tangan kosong. Bukan sebab  tidak memperoleh  obyek atau tidak memperoleh  penumpang. Melainkan sebab  uang yang ia peroleh siang hari, malamnya langsung ia habiskan di selangkangan kekasih-kekasih gelapnya.
nyi girah  sudah  berusaha sedapat-dapatnya memenuhi kebutuhan seks suaminya. Namun hor mon nyoto   terlalu besar dan seakan tak pernah habis. Ia terlalu 
kuat hanya untuk dilayani oleh nyi girah  seorang, 
bagaimana pun juga nyi girah  memaksakan diri. Yang  akhirnya hanya membuat nyoto  kecewa lantas marah-marah. 
Sayangnya, nyi girah  ingin menyimpan rahasia 
itu sendiri saja. Ia tidak memberitahukannya kepada  iparnya suami istri. Ia tidak ingin dicap tukang  mengadu, tukang menjelek-jelekkan suami sendiri.  Apalagi, ia lebih tidak ingin dituduh wanita lesbian  
dingin, wanita lesbian  lemah syahwat dan sebagainya. 
Jangan lupa pula, ia hanya orang luar di rumah ini, 
sedang nyoto … 
nyoto  dengan sendirinya makin menjadi-jadi, 
sebab  tidak ada yang menasihati. Terkadang, 
nyi girah  ngeri sendiri. Ia tidak dapat membayangkan, 
tubuhnya dijangkiti penyakit kotor yang dibawa nyoto   pulang sebagai oleh-oleh dari gundik-gundiknya yang menjijikkan itu!“Tante…?”
nyi girah  tersentak. 
aidit  berdiri di ambang pintu. Sudah berpakaian 
rapi, dengan tas sekolah tersandang di bahu. 
“Ada apa, aidit ?” nyi girah  mencoba tersenyum.
“Kak Rika...”
“Ya?”
“Dia menangis dari tadi. Benarkah ayah  
sakit?”
“Oh. Ya. ayah mu sakit. namun  akan segera 
sembuh,” jawab nyi girah  cepat-cepat. 
“namun  mengapa ayah  tidak memberitahu kita? 
Mengapa panggilan teleponku tak juga disahut ayah ? 
Mengapa kak Rika menangis saja dari tadi malam? 
Apakah ayah ... ayah  sudah mati?”
Pertanyaan beruntun. Dengan akhir yang terasa 
bagai tamparan.
“aidit !” nyi girah  menjerit. 
aidit  menciut. Takut. 
nyi girah  segera mendekati anak itu, memeluknya 
dengan lembut dan berujar sebagaimana seorang ibu  berbicara kepada anaknya, dan… ah, betapa ia ingin memperoleh anak sendiri dari nyoto .
“Tak baik berprasangka atau berpikir yang 
buruk-buruk mengenai orangtuamu, aidit . ayah mu  baik-baik saja, namun  dokter tidak memperbolehkan ia meninggalkan rumah sakit dalam beberapa hari.  Dan …”Dan sel-sel otak nyi girah  cepat menangkap celah. 
“Hem. Kau takut tidak dapat uang jajan ya?”
aidit  menyeringai. Malu-malu. 
“Kau tenang saja. Nanti Tante beri secukupnya. 
Oh ya. Sudah sarapan aidit ?”
“Sudah, Tante.” 
“Berapa kau butuh hari ini?”
aidit  lagi-lagi menyeringai. Polos dan kekanak-
kanakan. nyi girah  sampai menggigit bibir sendiri. 
aidit  sudah remaja tanggung, pikirnya. aidit  
seorang anak yang termasuk pintar di sekolah. Anak itu tidak pernah melewatkan siaran berita tiap malam  di televisi, dan ia merupakan pembaca pertama tiap kali surat kabar pagi tiba di rumah. Sampai kapan  mereka dapat mendustai anak yang suci bersih ini? 
Apakah tidak lebih baik berbicara saja terus terang, 
dan…
Ah! Masih ada jalan. Jauhkan ia dari televisi, 
jauhkan surat kabar dari jangkauannya. Itu akan…
Oh, oh. Sampai kapan pula? Tidakkah aidit  
bertanya-tanya? Belum lagi teman-temannya di 
sekolah. Kasus menjijikan  itu akan segera terungkap. 
Dan bocor keluar lebih cepat dari dugaan mereka. 
Teman-teman aidit  akan ribut bertanya. Lantas 
kasak-kusuk di setiap sudut sekolah mereka. Bahkan di dalam kelas.Ya Tuhan!
Ternyata media cetak mau pun juga berita-berita 
televisi hari itu tidak sehuruf  pun memberitakan 
apa-apa mengenai manipulasi besar-besaran yang 
melibatkan kalangan atas kepolisian itu. Tepatnya, 
belum. sebab  televisi dan surat-kabar tidak akan 
pernah ada, kalau wartawan-wartawannya tidak 
bermata tajam dan tidak tuli telinganya. Sumbu sudah   dinyalakan. Tinggal menunggu bom meledak. namun  percikan-percikan api berbau mesiu pasti akan segera tertiup oleh embusan angin lantas tercium oleh mereka-mereka yang rajin mengendus-enduskan hidung. Mencari bau tak sedap, namun  sangat laku dijual itu. 
nyoto  sudah  berkonsultasi dengan beberapa 
orang pengacara. Channel mereka di Mabes sudah  
pula memperoleh kan gambaran jelas. Manipulasi yang diduga kuat terkait dengan urusan pajak itu sudah  
berlangsung selama bertahun-tahun, dan pagi ini 
sudah pula diciduk beberapa orang lain. Atasan 
syam kamaruzaman  yang pangkatnya lebih tinggi, memiliki  reputasi baik sebelum dan sesudah  masa reformasi. Konon masa pensiun yang suram membuat matanya melek. Untuk itu, ia kemungkinan hanya akan dikenakan sanksi penurunan pangkat lalu ditarik ke kantor pusat, untuk menangisi meja kosong sampai 
masa pensiunnya tiba. Itu, jika ia tidak keburu stres, lantas terkena stroke, lalu  mati.
Sementara syam kamaruzaman  dan komplotannya yang  berpangkat lebih rendah, besar kemungkinan akan  dipecat tidak hormat. Ditambah bonus: bersiap-siaplah di-Nusakambang-kan!. 
“Ada sedikit kabar baik…,” ujar nyoto  dengan 
gugup pada istri dan keponakannya yang terus me nyimak dengan wajah yang sama pucat mayat nya. “Hukuman yang akan mereka terima akan lebih 
ringan,  apa bila uang yang mereka korup dikembalikan pada  negara…!”
jessica  terloncat dengan wajah berseri-seri. 
Jeritnya, “Kita punya belasan unit mobil!”
nyoto  terganggu oleh jeritan riang jessica  lantas 
bersungut-sungut kesal, “Berapalah harga semua 
mobil itu...”
“Masih ada kebun cengkeh. Juga beberapa 
buah rumah yang dapat dijual. Dan tabungan ayah  
di bank... .”
nyoto  memotong, “sesudah  itu, kau mau tinggal 
di mana jessica ? Di kolong jembatan?”
“Aku akan tinggal di rumah nenek!” jawab 
jessica , bernafsu. 
nyoto  hanya nyengir kuda mendengar jawaban 
jessica  yang terus terang namun  tanpa dipikir panjang  itu. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut nyoto . Ia  langsung mengambil sebuah botol minuman keras,  dan menenggak isinya sampai habis. Wajahnya sesaat  berubah kemerah-merahan. Peluh mem basahi jidatnya. namun  ia belum mabuk. Dan ia tidak mengambil botol lain yang dapat membuat ia benar-benar mabuk. Jalan pikirannya masih tetap lancar. 
jessica  dan aidit  dapat saja tinggal di rumah 
nenek. Dapat terus bersekolah. Dapat terus hidup. 
namun  ia dan istrinya?
nyi girah  yang cepat memahami jalan pikiran 
suaminya dan ikut dibuat ngeri, berusaha membuang 
pikirannya jauh-jauh lantas dengan setengah miris, 
cepat mengalihkan percakapan, “Berapa bayaran 
yang diminta pengacara?”
“Selangit!” nyoto  menghentakkan botol ke atas 
meja. Berderak bunyinya, namun  tidak sampai pecah. 
“Mereka tidak peduli klien mereka orang yang patut 
dikasihani atau yang dibenci masyarakat. Kau tahu, 
perkara ini terlalu empuk untuk mereka lewatkan 
begitu saja. Ahli-ahli hukum terkutuk mereka itu. 
Sudah bakal dapat popularitas, mata mereka tetap 
saja dipenuhi kuman-kuman duit. Sialan!”
“Kalau begitu,” nyi girah  mendesah. “Sela-
mat kanlah apa yang masih dapat kau selamatkan, 
sebelum...”
nyoto  menatap istrinya. 
Alangkah tololnya aku, ia berpikir. nyi girah  be-
nar. Selamatkan apa yang masih dapat diselamatkan,  sebelum semuanya disita oleh negara. Apa saja yang  terdaftar atas namanya sendiri? Atas nama jessica  dan 
aidit ? Atas nama kakak iparnya, anna michele ?
“Rosa!” ia mendadak terjengah. “Kita harus 
memberitahu dia. Ampun, kita sudah  melupakan 
ibumu, jessica !” Lantas nyoto  pun ribut menelepon. Bersama merangkaknya matahari siang. Yang terasa semakin panas, memanggang.  
tepuk tangan gegap gempita namun  sopan meng-
gema di ruang pertemuan yang luas dan megah di 
aula sebuah kantor kabupaten. 
anna michele  menutup map berisi kertas-kertas pi-
datonya, lalu berjalan turun dari podium dengan 
langkah-langkah gemulai. Ia bertubuh semampai, 
mengenakan kain kebaya yang pas dan sedikit ketat 
di bagian-bagian tertentu sehingga dadanya tampak 
menonjol dan pinggulnya padat menantang. Umurnya 
menjelang empat puluh, namun  salon kecantikan dan 
kemajuan dunia kosmetika dan  perawatan tubuh 
membuat anna michele  tampak sepuluh tahun lebih muda, 
namun  tidak mengurangi kematangannya.
Sejumlah undangan laki-laki sebetulnya  lebih 
tertarik pada raut wajah dan potongan tubuh anna michele , 
dari pada pidato berapi-api yang ia lemparkan dari 
podium. Pidato itu membakar massa wanita yang 
berkumpul di sana, dan wajah dan  tubuh anna michele  
membakar jantung laki-laki -laki-laki  yang menatap dengan 
mata tidak berkedip saat  ia berjalan kembali ke 
tempat duduknya semula. 
Bupati yang ikut hadir, menjabat tangan anna michele  dengan hangat, sambil laki-laki terhormat itu menjaga  agar matanya tidak terlalu nakal dan membuka rahasia kelaki-laki annya selama ia mengucapkan selamat dan  memuji isi pidato anna michele . wanita lesbian  yang berdiri di 
sampingnya, istri sang Bupati, mengangguk-angguk  setuju, bahkan menambahkan, “Jarang pimpinan kita yang bicara demikian blak-blakan seperti Ibu.”
“Terima kasih,” gumam anna michele , dengan suara  rendah tanpa memperlihatkan kesombongan diri.  “Ibu benar,” kata istri Bupati lagi. “Kita memang  harus mendukung suami, mendorong mereka sukses  dalam tugasnya. namun  kita jangan melupakan bahwa 
kita ini ibu rumah tangga dan punya tanggung jawab  yang tidak ringan di dalam rumah!” wanita lesbian  itu  menarik nafas sesaat, dan dengan jujur melanjutkan. “Saya sangat terkesan dengan perumpamaan Ibu tadi, janganlah hendaknya kita tampak rapi di luar, namun  rapuh di dalam!”
anna michele  menganggukkan kepala, senang, dan 
tetap tanpa kesombongan diri. Ia sudah  belajar banyak dari suaminya, bagaimana bersikap dan berbicara sebagai salah seorang pimpinan cabang organisasi 
wanita kalau tampil di depan umum, terutama di or-
ganisasi ranting daerah. Ia lalu  tekun me ngi kuti 
pembicara berikut yang kini muncul di po dium. 
Namun pikirannya melantur jauh menembus 
atap ruang pertemuan, terbang di awang-awang 
yang tinggi, berwarna pekat, dan kelabu. Apakah ia 
sendiri sudah  mengamalkan apa yang barusan tadi dan  sudah  demikian sering ia utarakan setiap kali tampil di  podium? Rumah tangganya, sebetulnya lah, tampak  sangat rapi, dan bahagia di mata orang luar. Namun  hanya ia sendiri yang tahu, betapa rumah tangganya demikian rapuh di dalam.
anna michele  baru menginjak usia sembilan tahun 
saat  suatu malam ia melihat ibu dicekik oleh ayahnya. Mata ibunya terbeliak, dan lidahnya setengah terjulur keluar. Hanya sebab  kehadiran anna michele  yang sangat mendadak menolong ibunya lolos dari cengkeraman 
maut. Orangtuanya lalu  bercerai satu tahun 
sesudah  peristiwa menjijikan  itu. Ayahnya kawin lagi,  dan ibunya tetap tinggal menjanda sampai lalu   meninggal sebab  penyakit paru-paru. 
sejak  itu anna michele  tidak lagi mau mengenal 
ayahnya, meski laki-laki itu tetap berusaha untuk 
menyayanginya sebagai putri mereka satu-satunya. Ia lebih suka laki-laki itu tidak lahir saja ke dunia. 
sebab  apa yang ia perbuat terhadap ibu anna michele ,  sudah  memicu  si kecil yang tidak berdosa apa-apa itu lalu  mengidap penyakit jantung, juga trauma. 
Bayangan menjijikan  itu tetap mengganggu 
anna michele  sampai ia menginjak remaja. Lebih dari selusin laki-laki sudah  melamar. namun  ia tetap menolak, sebab   selalu dihantui oleh bayangan nasib yang dialami 
ibunya. Iseng-iseng anna michele  lalu  menerima 
pernyataan cinta syam kamaruzaman , yang waktu itu berpangkat Letnan sekarang Inspektur Polisi. syam kamaruzaman  tampan, 
bertubuh menarik, dan menyenangkan sebagai 
pendamping untuk pergi ke mana-mana. anna michele  sebetulnya  menerima uluran kasih sayang syam kamaruzaman , 
semata-mata sebab  tergoda oleh keinginan untuk 
bersaing, yaitu ingin menyingkirkan demikian banyak wanita lesbian  yang mendekati pria itu. 
Lalu terjadilah peristiwa yang tidak terelakkan 
itu. Ia dan syam kamaruzaman  kemalaman di tengah jalan  sehabis piknik ke pantai. Mobil yang dipinjami ayah  syam kamaruzaman , putus tali kipasnya. Jangankan bengkel, 
rumah-rumah penduduk pun hampir tidak ada dalam  radius belasan kilometer dari tempat mereka terjebak.  Hutan rimba di sekeliling membuat anna michele  ketakutan. 
Kegelapan malam di luar mobil mengancamnya, dan menyuruh ia supaya terus melekatkan diri ke tubuh  syam kamaruzaman  tanpa sedetik pun mau lepas, saat   menunggu ada kendaran lewat yang bisa dimintai  pertolongan. Dini hari, udara di dalam mobil berubah dingin  membeku. 
anna michele  menggigil. syam kamaruzaman  melepas jaketnya menyelimutkan ke tubuh anna michele . Ternyata belum  cukup. syam kamaruzaman  lalu  membantu anna michele  dari 
gangguan udara dingin dengan memijit-mijit tubuh 
wanita lesbian  itu dengan lembut dan penuh rasa cinta. Pijitan  itu mula-mula hanya memicu  perasaan nyaman 
dan hangat. namun  lama kelamaan, birahi syam kamaruzaman  
bangkit, dan anna michele  ikut terangsang. Mereka 
saling menatap di dalam kegelapan. Nafas mereka 
menggebu, jantung mereka berpacu. 
syam kamaruzaman  mengulum bibir anna michele . Lembut. 
anna michele  menerimanya, dengan mata terpejam. 
Menikmatinya dengan sepenuh hati. Ia agak kaget 
dan tersentak saat  syam kamaruzaman  bertindak semakin 
jauh. Namun udara dingin yang membekukan tubuh 
menyerang menjadi-jadi. Persentuhan kulit itu se-
sung guhnyalah mendatangkan perasaan hangat 
yang luar biasa. Bara api membercik perlahan-lahan, 
membakar, lalu  menghanguskan. anna michele  tidak lagi memprotes. Ia memang mengeluh. namun  bukan keluhan menolak. Apa yang datang ia terima dengan  pasrah. Dan ternyata, betapa menakjubkan hubungan 
badani yang selama ini ia hindari jauh-jauh itu. 
Demikian menakjubkan, sehingga saat  ma -
ta hari pagi mulai bersinar menyirami mobil, me re-
ka sudah  melakukan perbuatan itu sampai tiga ka li.  Sebuah mobil penumpang lewat. Mereka ikut numpang. syam kamaruzaman  turun di bengkel pertama yang mereka temui, sementara anna michele  terus ikut dengan  mo bil penumpang itu, pindah ke sebuah bus waktu 
sam pai di terminal. Dalam perjalanan pulang ke ru-
mah, anna michele  memikirkan apa yang sudah  mereka perbuat. Ia tidak merasa menyesal sama sekali. Lebih-lebih seminggu sesudah  peristiwa mengesankan itu, 
orangtua syam kamaruzaman  datang untuk melamar anna michele  sebagai mantu mereka. 
Kebahagiaan meliputi perkawinan mereka, 
sampai tiba saatnya anak pertama mereka, jessica , 
dilahirkan. anna michele  mengalami pendarahan. Penyakit jantungnya kambuh. 
Beberapa bulan lalu , syam kamaruzaman  mengalami 
kecelakaan. Mobilnya tabrakan dengan mobil lain. 
syam kamaruzaman  selamat, namun  berita kecelakaan itu  sudah  cukup untuk menggoncang jantung anna michele . 
Tiga tahun lalu  ia masih sanggup melahirkan 
aidit . Dengan jantung yang semakin lemah, sehingga dokter tidak lagi memperkenankan perut anna michele   dihuni jabang bayi. Bertahun-tahun lalu , dokter malah memberi saran agar anna michele  berpisah tempat  tidur dengan suaminya.
menjijikan !
Dalam setahun, naluri seks-nya hanya dua kali 
dapat memenuhi nafsu syam kamaruzaman . Ia lalu  merelakan suaminya mencari pemuasan pada perem puan lain. syam kamaruzaman  mula-mula menolak. anna michele  bahagia dengan penolakan suaminya. Lalu muncullah  nyoto , dan istrinya nyi girah . Nasib menentukan, nyi girah  
sama parahnya dengan sejumlah wanita lesbian  lain, dan  akhirnya syam kamaruzaman  tidak lagi dapat mengontrol diri.  Kebencian anna michele  kadang-kadang timbul jika   mengetahui suami dan adik iparnya pergi bersamaan 
menemui wanita lesbian  yang sama pula!
Maka, ia tidak menolak waktu ditawari jabatan 
pimpinan dalam organisasi wanita yang masih ada 
hubungan dengan instasi tempat suaminya bekerja. Kegiatan itu ia manfaatkan dengan menyibukkan 
diri untuk melupakan anna michele  pada tingkah laku  suami, bahkan menolongnya dari gangguan serangan  jantung. Ia mulai rajin memberi ceramah di sana-sini, 
terutama kalau ceramah itu dilangsungkan di luar 
kota. Dengan demikian ia dapat memperoleh variasi  dari ketegangan-ketegangan yang selalu timbul bila  ia berdiam di rumah. Kegiatan amal yang sering  dikerjakan organisasi lebih menggembirakan hatinya lagi. Kegiatan itu ia anggap sebagai imbangan dari  dosa-dosa yang selama ini ia dan suaminya perbuat. 
Malang bagi jessica  dan aidit . 
Mereka jadi korban. Kurang dapat perhatian. 
Dan celakanya, nyi girah  yang diharap anna michele  sebagai  mengganti ibu anak-anak itu, gagal menjalankan 
tugasnya. Lihat saja aidit . Mesti pintar di kelas, 
namun  suka berkelahi. Hanya kedudukan ayah nya 
saja yang menolong anak itu lepas dari kesulitan dan  ancaman dikeluarkan dari sekolah. Lihat pula jessica . Hubungannya akhir-akhir ini dengan chucky , benar-benar mencemaskan anna michele . chucky  memang laki-laki  yang menarik. 
Penampilannya selalu parlente. Kdonald duck gnya 
pun padat. Ia benar-benar merupakan idola wanita lesbian   remaja seperti jessica . Sayang, chucky  tidak becus di  sekolah. Orangtuanya sampai malu, lalu  putus 
asa. Kegemaran chucky  untuk ngebut sehingga pernah  memicu  korban dua orang anak meninggal 
dunia dan beberapa orang lain masuk rumah sakit, 
meminta biaya yang tidak sedikit. chucky  diusir ayah nya 
dari rumah. Ia terpaksa menggantungkan hidupnya 
dari sanak keluarga yang lain, dan dari mengorek 
dompet pacar-pacarnya, termasuk jessica . 
“Hati-hati dengan anak itu!” sering anna michele  
memperingatkan jessica . 
namun  putri kesayangannya itu membangkang. 
“Tanpa chucky , aku tak dapat menekuni buku pelajaran!” 
kata jessica  memberi alasan. 
“Bukankah masih banyak laki-laki -laki-laki  lain 
bersaing merebut cintamu?” 
“Benar, Mama. namun  hanya ada satu chucky  di 
hatiku”
“Dia tidak punya masa depan, Nak”
“Dia mungkin tidak. namun  aku punya, bukan 
begitu Mama?”
“Kau tidak malu punya suami yang hidupnya 
luntang-lantung?”
“Mengapa harus malu, Mama. Bukankah Tante 
nyi girah  tidak malu bersuamikan Oom nyoto ?”
Adik ipar ditambah   istrinya yang menyebalkan 
itu! Mereka justru menjadi contoh!
anna michele  mengeluh. 
Jantungnya bagai diiris-iris. Ia terperanjat waktu 
istri Bupati menegur, “Kau sakit, Bu?”
 anna michele  terjengah. “Ah. Tidak. Tidak...”
“namun  wajah Ibu tampak pucat mayat . Berpeluh 
lagi.”
“Oh ya?” anna michele  menyeka wajahnya. Betapa 
dingin. Ia gemetar lagi. Bau ruangan yang pengap dan 
penuh asap rokok, membuatnya mual. Di panggung, sedang dipertunjukkan tari-tarian daerah. Alunan 
musik rakyat terdengar menyakitkan di telinga. 
anna michele  perlahan-lahan dirayapi perasaan pusing dan ingin muntah. 
“Ibu sakit!” istri Bupati meyakinkannya. 
“Marilah. Saya antarkan ibu ke hotel...’
Di hotel, sebuah pesan sudah  menunggunya. 
“Ada telepon untuk Ibu. Dari rumah.” 
kata resepsionis hotel dengan suara ramah dan 
menenangkan. Melihat wajah tamunya yang pucat mayat , 
resepsionis itu cepat menawarkan, “Apakah Ibu 
memerlukan dokter?”
anna michele  menggelengkan kepala, mengucapkan 
terima kasih atas perhatian resepsionis itu lalu  
naik ke kamarnya dibimbing oleh istri Bupati. 
Seorang ajudan ikut mengantar mereka sampai ke 
pintu kamar. 
Di dalam, anna michele  diberi minuman dan sebutir 
aspirin. Ia lalu  berbaring. Ditunggui istri bu-
pati. Ia tertidur sebentar, dan terbangun lagi sebab  
denyutan-denyutan jantung yang melecut-lecut. Istri 
bupati masih duduk menungguinya. 
“Lebih baikan sekarang?” tanya tuan rumahnya 
itu. Lunak. 
“Entahlah. Jantungku... . .”
“Saya panggilkan dokter ya?”
anna michele  menolak. 
“Akan kuminta nyoto  menyuruh dokter pribadiku 
datang kemari. . !” ia mendesah, lalu, “Eh. Apakah tadi 
resepsionis mengatakan ada telepon dari rumah?”
Istri bupati mengangguk halus. 
 Dengan perasaan dingin yang terus menyerang 
tubuhnya, anna michele  cepat membuka tasnya, mengeluarkan ponsel yang sebelum menghadiri pertemuan 
tadi ia matikan agar tidak menganggu.
nyoto  sendiri yang menyambut kontaknya di se-
be rang sana. “Kaukah ini, Rosa?”
“He-eh,” rungut anna michele . Ada nada muak dalam 
suaranya. 
nyoto , hem...!
nyoto  selalu menyebutnya dengan panggilan 
‘kau’, bukan ‘kakak’ sebagaimana mestinya. Padahal 
ia adik syam kamaruzaman , dan usia nyoto  berjarak beberapa 
tahun lebih muda dari usia anna michele  sendiri. 
Di matanya lalu  terbayang saat-saat 
nyoto  suka memperhatikan dirinya, bahkan pernah 
me masuki kamar mandi tanpa mengetuk selagi 
anna michele  berendam di bawah pancuran. Telanjang. 
anna michele  sangat marah. nyoto  meminta maaf, lantas 
mengundurkan diri. namun  masih sering kejadian 
nyoto  bersikap tidak pantas. Mengecup bibir anna michele  
saat  anna michele  berulang tahun, padahal mestinya ia 
mengecup pipi. Pura-pura tak sengaja menjamah 
dada anna michele  saat  bangkit dari meja makan, atau 
saat  membangunkan anna michele  dari tidur yang kelewat 
nyenyak, atau saat  mereka berayah san di pintu. 
Mencubit pantat anna michele  jangan dikata lagi. Dengan 
lagak, nyoto  pura-pura sayang kakak. Huh!
“Kau masih di situ, anna michele ?,” di seberang sana 
nyoto  setengah berteriak menyadarkan anna michele  dari 
lamunannya. 
“Masih, nyoto ” anna michele  menekan perasaan mual. 
Tampaknya nyoto  sedang gugup. “Ada perlu apa?”
“Pulanglah segera, Rosa!”
“Sekarang?”
“Ya.”
“namun ... sudah jauh malam. Dan perjalanan 
dengan mobil akan memakan waktu berjam-jam, 
sedang aku sangat letih!” 
“Carter saja pesawat!”
“Tak ada pesawat di daerah ini. Kalau pun ada 
paling juga pesawat kecil atau pesawat latih. Dan 
tidak mungkin ada pilot yang bersedia terbang jauh 
malam begini…!”
“Oh. Jangan bertele-tele lagi, Rosa. Kuharap, 
pulanglah segera. Malam ini juga. Demi Tuhan, 
pulanglah segera!”
anna michele  gemetar dan pucat mayat .
“Apa yang terjadi?” ia bertanya, dengan jantung 
mulai melilit. 
“Tak baik diutarakan di telepon.”
“Mengenai aidit ?”
“Bukan.”
“jessica ?”
Diam sebentar, lalu, “... juga bukan!”
“Abangmu kalau begitu ...?” anna michele  mulai 
panik. 
“Ah. Mengapa hanya bertanya? Pulanglah segera. 
Nanti kita bicarakan sesudah  kau tiba di rumah.”
“namun ...”
“Berapa orang kalian pergi ke luar kota?”
“Bertiga.”
“Panggillah dua yang lain. Kau jangan pulang 
sendirian. namun  ingat, sebelum tiba di rumah, ca-
rilah alasan agar teman-temanmu tidak ikut men-
dampingimu ke rumah”
“Kau membuatku bingung, nyoto . Apa yang 
sebetulnya  terjadi? Katakanlah. Jangan menakut-
nakuti aku dengan...”
“Ya, ampun! Mengapa masih berkicau juga?!”
Lantas, ngiiing...! Telepon diputuskan nyoto  
serentak. anna michele  sampai tersentak oleh bunyi denging 
panjang dan menyakitkan di telinganya itu, lalu  
terhempas di tempat duduk. Tubuhnya bergetar 
hebat, dan peluh kian membanjiri wajahnya. Ia harus 
tahu. Harus tahu apa yang terjadi. Ia tidak mau 
pulang dengan pikiran panik dan kacau balau. Nanti 
setibanya di rumah, ia harus sudah tahu apa yang ia 
hadapi, dan ia harus siap untuk mengatasinya. 
Selama beberapa jenak ia duduk diam-diam 
diperhatikan istri Bupati dengan pandangan mata 
khawatir. wanita lesbian  itu baru saja akan membuka 
mulut untuk menawarkan bantuan, saat  anna michele  
meluruskan punggungnya lalu kembali sibuk dengan 
telepon seluler yang masih ia pegang.
Teleponnya langsung tersambung. 
“Handoko?” anna michele  cepat membuka mulut, 
setengah mengerang. 
Di alat pendengar, bergumam suara rendah dan 
setengah mengantuk, “Siapa ini?”
“Rosa. Nyonya syam kamaruzaman . Aku…”
“Kau ada di mana, anna michele ?” suara di seberang 
sana mendadak berubah tegang. 
anna michele  menyebut alamatnya saat itu, dengan 
suara gugup, sehingga beberapa kali ia harus 
mengulangi kalimat-kalimatnya agar jelas didengar 
temannya berbicara di telepon. 
Sementara itu, istri Bupati diam-diam keluar 
dari kamar, menggamit ajudan yang masih menunggu 
dan menyuruh orang itu agar segera mempersiapkan 
mobil tamu mereka di depan hotel. lalu  ia 
kembali masuk ke dalam, dan berpikir apakah pantas 
kalau ia bereskan koper-koper tamunya tanpa permisi 
lebih dahulu. Dan, ia kebingungan sendiri. 
“Apa yang terjadi di rumah, Handoko?”
“Rosa. Dengarkan dahulu . Aku...”
“Tolonglah, Handoko. Jangan mengelak. nyoto  
merahasiakan sesuatu. Kelihatannya mengenal sua-
mi ku. Kau sahabat syam kamaruzaman , bukan? Sesuatu me-
ngenai dirinya selama ini, tiba-tiba mencemaskan 
aku. Maukah kau berterus terang? Kau punya mata 
dan telinga di sana sini, Handoko…”
“anna michele ... “
“Ya Tuhan. Jangan menyiksaku lebih lama, 
Handoko!”
“Oke. Oke. Kalau kau memaksa…,” lantas 
sahabat karib syam kamaruzaman  yang punya kedudukan penting 
di Mabes Polri itu, berbicara perlahan-lahan. Sangat 
perlahan, namun  cukup jelas untuk didengar anna michele . 
Istri Bupati yang berpura-pura memantau  
ke luar jendela sambil memutuskan begitu nanti 
pembicaraan telepon tamunya selesai ia akan pamit  lantas pulang, sesaat  berpaling terkejut manakala telinganya menangkap suara benda jatuh terhempas ke lantai, yang ternyata ponsel. Disusul suara anna michele  mengeluh, pendek. 
Istri Bupati yang sedang kebingungan dan kini 
dibuat terheran-heran itu, terlambat bergerak dan 
masih sempat melihat tubuh anna michele  berubah seperti 
bunga yang sangat layu, menekuk dengan cepat, 
lantas jatuh ke lantai. Pada saat tubuh mempesona 
itu lunglai lalu terguling jatuh, kepalanya sempat 
membentur tepi meja, dan tiba di lantai, kepala itu 
berderak lebih keras lagi. 
Istri Bupati terbelalak sesaat dua.
Mulutnya lalu  terbuka. Lebar. 
Dan lolongannya yang menjijikan , dalam 
sesaat  langsung membangunkan semua penghuni 
hotel dari tidur mereka mereka yang pulas.  
DOKTER yang datang buru-buru sesudah  dihubungi 
per telepon, menjauhi tempat tidur di mana anna michele  
berbaring diam dengan wajah putih seperti kertas 
dan kelopak mata terpejam rapat. Wajah dokter yang 
sudah tua itu datar-datar saja, sangat kontras dengan 
belasan wajah yang hampir memenuhi kamar hotel 
itu. 
Kepada Bupati yang buru-buru datang sesudah  
dipanggil dan terus menempelinya dengan ketat, 
dokter tua itu bergumam memberitahu, “…Kepala 
retak. namun  penyebab kematiannya, bukan itu.”
“Apa?”
“Serangan jantung.Aku yakin, hasil pemeriksaan 
forensik nanti akan menguatkannya. ”
“Oooo …”
“Kubuatkan surat kematiannya sekarang?”
“Itu lebih baik.”
Dokter menulis di selembar kertas nota, me nye-
rahkannya lalu  pada Bupati, yang me ne ruskan 
kepada seorang petugas kepolisian ber pang kat Ajun 
Inspektur Dua, tanpa membaca isinya lebih dahulu. 
Bupati lalu  memandangi tubuh yang 
terbaring di atas tempat tidur. Teringat, betapa belum 
satu jam berselang ia sangat terkesan oleh penampilan 
tubuh indah dan wajah cantik menggairahkan itu. 
Tadi, di aula, ia sempat menyesali diri, mengapa 
tidak mengenal anna michele  lebih dahulu  sebelum ia 
meminang Ningrum. Kini, ia memantau  wajah dan 
tubuh yang diam tidak bergerak-gerak itu. Masih tetap 
cantik, dengan liku-liku tubuh memeta lebih jelas. 
namun  wajah yang pucat mayat  tidak bercahaya itu, sama 
sekali tidak membangkitkan gairahnya lagi sebagai 
laki-laki. Ia bersyukur Ningrum, istrinya, sangat sehat, 
semoga terus demikian, untuk mendampingi dirinya 
dan anak-anak mereka sampai akhir hayat. 
“Kalau saja berita itu datang lebih siang…,” 
dokter bergumam di sampingnya. 
“Berita apa, Dokter?” tanya Bupati, terengah. 
“Entahlah. Berita di telepon itu pastilah demi-
kian mengejutkan. Tadi istri Anda mengatakan, 
pembicara di telepon itu sepertinya menyuruh dia 
pulang segera. namun  sebab  sudah larut malam, 
almarhumah tidak dapat menentukan pilihan. Lalu 

dia menelepon lagi. Dan telepon kedua itu, benar-
benar mematikan. Ahhh, kalau saja lebih siang...!”
“Sepanjang pagi dan siang dia pergi bersama-
sama kami meninjau beberapa desa. Yah, dokter 
benar. Dia mungkin kelelahan, dan… Ah, Anda 
benar. Kalau saja lebih siang!” Bupati geleng-geleng 
kepala lantas mendengus, ”Apa gunanya berkalau-
kalau sekarang ini?”
Dokter manggut-manggut setuju. 
Isak tangis masih memenuhi ruangan. Beberapa 
wanita lesbian  tampak berpelukan di dekat jendela. 
“Keluarganya sudah diberitahu?”
Pertanyaan dokter yang tiba-tiba itu, membuat 
Bupati terperanjat. “Astaga! Mengapa tidak ada yang mengingatkan dari tadi!” 
Pada saat telepon rumah mereka ribut ber dering-
dering, nyoto  sudah keluar. Ia harus mengecek segala 
sesuatunya menyangkut setiap taksi milik mereka di pangkalan, begitu pula mobil yang di travel. 
nyi girah  sudah tidur, dengan mimpi buruk yang 
membuat tidurnya resah. Ia lihat dalam mimpinya, 
nyoto  membawa seorang wanita lesbian  lain ke rumah, 
meniduri wanita lesbian  itu di depan mata nyi girah , 
sementara nyi girah  tidak dapat berbuat apa-apa sebab  
nyoto  mengikatnya kuat-kuat di sebuah kursi. 
jessica  yang tidak mau terpejam matanya, me-
ngunci diri di kamar aidit . Apa saja ia percakapkan de-
ngan adik laki-lakinya itu, sekadar agar adiknya tidak 
tertidur dan membiarkan jessica  melamun sendirian, 
tidak karuan. sebab  bosan dengan pembicaraan ka-
kaknya, aidit  membunyikan tape dengan keras, se-
hingga kamarnya dipenuhi suara musik rock yang 
hi ngar bingar. Di bagian belakang rumah, suami is tri 
pembantu rumah tangga mereka tengah sibuk ber-
gelut di atas tempat tidur yang ribut berderit-derit. 
aidit  akhirnya tertidur. 
Dan jessica  mencoba berbaring di sebelah aidit . 
Kantuk datang juga akhirnya. namun  tidak lama. 
Menjelang subuh ia terbangun oleh udara dingin yang 
merembes masuk ke dalam kamar. Ternyata mereka 
lupa menutup jendela. jessica  segera pergi ke kamarnya 
sendiri untuk mandi. lalu  membantu pelayan 
mempersiapkan sarapan pagi di dapur. 
 Pukul tujuh pagi, aidit  pergi ke sekolah. 
Setengah jam lalu , nyoto  pulang dengan wajah 
kusut masai, dan mengomel-ngomel tak tentu alamat 
di hadapan nyi girah  yang duduk diam-diam di sebuah 
kursi, masih teringat mimpi buruknya tadi malam. 
Pukul delapan lewat lima, surat kabar pagi datang. tak 
ada berita penting mengenai ayah  jessica . Kasusnya 
masih tertutup rapat rupanya. Pukul sembilan tepat,
jessica  keluar rumah dengan maksud pergi ke rumah 
chucky . 
“Aku mesti bicara sekali lagi dengan dia, sebelum 
ia pergi ke Surabaya…,” jessica  berbicara dalam hati, 
sambil  mengeluarkan mobil dari dalam garasi. 
Mobil itu baru saja akan ia luncurkan ke jalan 
raya, saat  bunyi sirene terdengar menjerit-jerit di 
kejauhan. Makin lama makin keras bunyinya. Lalu 
sebuah ambulan yang dikawal oleh motor voor-rider 
polisi, membelok memasuki rumah, dan berhenti 
tepat di dekat teras depan jessica . 
Terheran-heran jessica  menepi lalu turun dari 
mobilnya. 
Lebih heran lagi saat  ia lihat dua, ah, empat 
orang laki-laki meloncat dari pintu belakang ambulan 
tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu mengangkat 
benda aneh dan menjijikan  yang langsung mereka 
bawa masuk ke dalam rumah lewat pintu depan yang 
lupa ditutup jessica . 
“Peti mati!” jessica  tersedak.
Dan sekujur tubuhnya mendadak bagai diserbu 
oleh berbalok-balok es. Siapa itu di dalam peti mati? 
Mengapa harus digotong masuk ke dalam rumah 
mereka? 
Antara sadar dan tidak, jessica  pun berlari-lari 
memasuki halaman, melewati ambulan, dua motor 
besar polisi yang tadi mengawal ambulan itu, langsung 
menerobos masuk ke dalam rumah. Dengan kepala 
dipenuhi oleh bayangan-bayangan menjijikan  ten-
tang ayah nya yang membentur-benturkan kepala ke 
tembok kamar tahanan, sampai kepala dan wajah 
ayah nya berdarah-darah lantas tubuhnya jatuh 
terhempas di atas genangan darah sendiri.
“ayah ! ayah ! Oh, ayah ..!” ia memekik-mekik 
setiba di dalam rumah dan langsung menghambur 
dan memeluk peti mati diiringi ratap tangis yang tak 
berkeputusan.
nyoto  cepat menyeret jessica  supaya menjauh. 
Pendamping ibunya saat  berangkat, didampingi 
oleh kedua orang polisi pengawal, berbicara sebentar 
dengan nyoto , juga nyi girah  yang lalu  jatuh 
bersimpuh di lantai, lunglai. Sementara nyoto  dibantu 
oleh para petugas ambulan, dengan tangan bergemetar 
pelan-pelan membuka penutup peti mati. 
jessica  menahan nafas. 
Ia tidak ingin melihat mayat ayah nya, namun  
dorongan naluri yang kuat tetap saja menggerakkan 
kaki-kakinya untuk mendekat setengah merangkak 
ke arah peti mati di depannya, lalu memanjangkan 
lehernya untuk dapat melihat lebih jelas ke sebelah 
dalam peti mati. 
Matanya mengerjap beberapa kali. 
Lalu, jessica  pun terkejut. lalu  mengerang. 
“Mama...?!” 
Di sebelah jessica  yang sekujut tubuhnya ber-
gemetar hebat sebelum lalu  terkulai lantas 
jatuh pingsan tanpa ada yang memperhatikan, nyoto  
tegak dengan kaku di tempatnya berdiri. 
Tidak, nyoto  bergumam sakit jauh di sanubari. 
Ini bukan wanita lesbian  yang sering kugoda, agar sekali 
waktu mau bergumul denganku di tempat tidur tanpa 
sepengetahuan bang syam kamaruzaman . wanita lesbian  ini tidak 
pernah tergoda. 
Dan, sampai kapan pun tidak akan pernah. 
sebab  kini wanita lesbian  itu tampak terbaring 
diam di dalam peti. 
Diam yang membeku. Diam yang teramat 
pucat mayat . Namun masih tetap memperlihatkan sisa-sisa 
kecantikan dan  pesona yang memikat di setiap lekuk 
tubuhnya. 
anna michele  sayang. anna michele  malang!  upacara pemakaman berlangsung di bawah hujan 
rintik-rintik yang untungnya cepat berlalu. Seakan tak  ingin mengganggu.
Ratusan pasang mata memperhatikan jenazah 
anna michele  diturunkan ke liang lahat, dengan berbagai 
perasaan. Sedih, berduka cita, kehilangan, atau tanpa 
perasaan apa-apa. Sebagian di antara pengantar 
jenazah tidak menyembunyikan isi hati lewat sinar-
sinar mata mereka, kadang-kadang ditambah  bisikan 
satu sama lain, sambil  melirik ke laki-laki setengah 
umur yang berdiri linglung, bergenggaman tangan 
dengan seorang wanita lesbian  muda belia, cantik jelita namun 
tampak menderita. 
jessica  tahu apa yang tersirat di balik mata me-
reka. Memahami mengapa mereka harus berbisik-
bisik sambil mencuri-curi pandang ke arah dirinya dan 
ayah nya. Orang-orang itu relasi-relasi dekat ayah nya, 
pegawai-pegawai kalangan tinggi yang dengan ke dudukannya dengan mudah dapat mengetahui apa yang 
sudah  terjadi. Lebih-lebih sebab  syam kamaruzaman  muncul di 
pemakaman diantar sebuah mobil berplat dinas polisi 
dan dikawal dua orang pria yang berpakaian sipil, 
namun  bertampang kaku dan tidak membuka mulut 
sama sekali selama pemakaman berlangsung. Sambil 
keduanya menempel ketat di belakang punggung 
syam kamaruzaman , dengan sikap waspada dan mata nyaris tak 
pernah lepas dari orang yang mereka tempel. 
Seakan khawatir orang yang mereka tempel itu 
tiba-tiba menguap lantas hilang entah ke mana.
Besok, berita itu sudah akan muncul di surat 
kabar dan berita televisi, pikir jessica  dengan perasaan 
perih. Wartawan-wartawan surat kabar maupun 
televisi itu tidak peduli akan kematian ibunya, malah 
kematiannya justru membuat surat kabar makin tidak 
berbelas kasihan. MATI BERSAMA DOSA-DOSA 
SUAMI, demikian dibayangkan jessica  bunyi judul-
judul berita yang dimuat di halaman depan dengan 
hurup-hurup sebesar gajah bengkak. 
Ia genggam tangan ayah nya lebih erat. 
“Mestinya kau tidak ikut ke sini…!” bisik 
ayah nya, dengan suara yang terdengar sakit..
“Tetaplah bersikap tenang, ayah  Aku akan tetap 
bersamamu, apa pun kata mereka …!” sahut jessica  dengan suara direndahkan.. 
“namun  kau harus ikut menanggung malu,” 
kata ayah nya lagi, sambil  menggerakkan dagu ke 
sekelompok orang yang ribut berbisik-bisik di antara 
kilatan-kilatan blitz atau sorotan lampu kamera 
televisi yang menyambar-nyambar kian kemari. 
Sepasang mata jessica  terpejam perih saat  
menyahuti ayah nya. Dengan jawaban pendek dan 
tegas. “Biar!”
ayah nya diam sebentar. Lalu, “Aku pasti sudah 
membuatmu kecewa, Anakku…”
“Tidak, ayah .”
“Aku memperoleh  tambahan gelar kini, jessica . 
Tikus yang...,” syam kamaruzaman  menggigil dengan dahsyat, 
sehingga ia pasti sudah jatuh lunglai di tanah kalau 
jessica  tidak segera mendekapnya. 
“Tabahkan hatimu, ayah . Aku tak perduli se-
but an apa pun yang mereka ributkan mengenai di-
rimu. Koruptor kek, bandit kek, tikus penggerogot 
uang rakyat atau apa saja. ayah  cuma salah langkah. 
Dan ayah  tetaplah ayah ku. Tak ada yang bisa meng-
ubahnya…!”
“Jangan menyakitiku, jessica !” syam kamaruzaman  memelas, 
dengan telinga berdenging-denging nyaring. 
“Maaf, ayah .”
Diam lagi. Liang kubur sudah  ditutup rapat. 
Kata sambutan silih berganti, lalu diakhiri doa yang 
dibacakan oleh seorang ustad. Kerumunan manusia 
di sekeliling mengikuti dengan tekun, termasuk 
para penggunjing dalam kelompok-kelompok yang 
menyandang kamera foto maupun memanggul 
kamera video. Berulang kali terdengar sahutan 
berkumandang, Amin, Amin, Amiiiin…!
 syam kamaruzaman  menggigil lagi. 
“Tuhan mengutukku!” ia mengerang, sambil  
me mandangi tanah kuburan di depan kakinya, gun-
dukan tanah coklat kemerah-merahan yang kini 
sudah bertabur bunga rampai. “Tuhan mengutukku, 
dengan mengambil Ibumu dari samping kita...”
jessica  menggigit bibir kuat-kuat. 
Menahan tangis. 
 “Rika?”
“Ya ayah ...” 
“Kuharap kau baik-baik saja, Nak,” sang ayah  
berujar cepat, saat  salah seorang dari kedua pria yang 
sejak  dari tadi berdiri diam di belakang syam kamaruzaman , 
menyentuh lengannya dengan sentuhan pelan namun  
setengah menggamit. Sebagai pemberitahuan bahwa 
mereka punya waktu yang sangat terbatas, selain 
tampaknya mereka tidak suka pada bau kuburan.. 
“Aku tak tahu, ayah . Aku tak sanggup untuk..”
“Katakanlah kau sanggup, Nak. Katakanlah!” 
syam kamaruzaman  mendekap anaknya erat-erat. 
jessica  menangis di dada ayah nya. “Akan kucoba, 
ayah ...”
“Jangan pikirkan aku, Nak. Pikirkan dirimu 
saja. Oke?”
“Ke mana mereka akan membawa ayah ? Apa 
yang mereka lakukan terhadap ayah ?”
“Rika! sudah kukatakan, agar kau jangan...”
“Ke mana ayah ? Aku ingin menjengukmu 
se lalu. Ingin berada di dekatmu. Apakah mereka 
menyiksamu? Menyakitimu?”
ayah nya gemetar. Lalu, “Aku memang sudah 
jadi orang terbuang, Nak. Namun mereka masih 
mem perlakukan aku dengan baik. Entah besok...,” 
Luk man melepaskan jessica  dari dekapannya lantas 
me mohon, “Jaga aidit  baik-baik, jessica . Om nyoto  dan 
Tan te nyi girah -mu akan melindungi kalian berdua. 
Ja ngan sakiti hati mereka. Dan anggaplah mereka 
se bagai pengganti orangtuamu sendiri. Berjanjilah, 
jessica !”
“ayah ....” hampir pingsan rasanya jessica . 
“Berjanjilah!” bentak ayah nya. Kasar. Dan 
bah kan membuat kedua pria pendampingnya yang 
bertubuh kekar dan berpenampilan kaku itu, sempat 
terkejut.
“Aku... aku berjanji, ayah ”
“Anakku. Anakku...!” sudut-sudut mata syam kamaruzaman  
berlinang. Tampak betapa ingin ia memeluk anak 
wanita lesbian  kesayangannya itu, tanpa melepaskannya. 
namun  salah seorang dari pria itu sudah 
keburu berbisik. Tajam. “Sudah waktunya pergi, Pak 
syam kamaruzaman !”
Dan mereka pun pergi, nyaris setengah menyeret 
ayah  jessica . 
wanita lesbian  itu menjerit memanggil-manggil, namun  
ayah nya terus saja melangkah tanpa menoleh-noleh 
ke belakang, masuk ke dalam mobil yang sudah 
menunggu lalu  berlalu pergi bersama mendung 
yang semakin menghitam di langit lepas. 
“Akan turun hujan , jessica ,” nyi girah  tahu-tahu 
sudah  berada di sebelah jessica . “Kita harus pulang 
sekarang...!”
Curahan tangis dan doa masih mereka 
tumpahkan ke tanah kubur sebelum akhirnya mereka 
benar-benar pulang bersama turunnya hujan.
Mereka tiba di rumah yang diselimuti suasana 
berkabung. 
jessica  langsung menyelinap ke kamar tidur, 
didampingi nyi girah . Sedang nyoto , bergegas pergi ke 
rumah tetangga sebelah, sebab  di sana ia melihat 
aidit  tengah bertengkar hebat dengan beberapa 
teman sebayanya. 
saat  nyoto  muncul, aidit  baru saja memukul 
kepala salah seorang anak itu. Yang lainnya segera 
mengepung, siap untuk mengeroyok aidit  yang tegak 
menantang tanpa kenal takut. Namun mereka segera 
bubar sesudah  melihat nyoto  mendekat, sambil tertawa-
tawa mencemooh aidit . 
“Masuk ke rumah, aidit ”, bentak nyoto  tajam. 
aidit  menghentak-hentakkan kaki ke tanah. 
“Mereka pengecut! Mereka kurang ajar!” teriak 
aidit , bernafsu. 
“Sabar, aidit . Ayo, pulang”
“Sabar? Apakah Om dapat bersabar, kalau ayah  
Om dituduh orang sebagai penjahat?”
nyoto  terdiam. 
Ia lalu  memeluk aidit  dengan lembut, dan 
membujuk lemah. “Lain kali saja kau pukul mereka. 
Oke?”
Wajah berang aidit  berubah lunak. 
Ia tersenyum. Katanya, 
“namun  lain kali Om jangan muncul. Biarkan 
dahulu  mereka kuratakan dengan tanah, satu persatu!”
“Ah. Tak usah sampai rata ke tanah, aidit . 
Terlalu kejam,” nyoto  memaksakan senyum. Teringat 
apa kata kakak iparnya di alam kubur, jika mendengar 
omongan aidit  barusan, “Kita ke rumah sekarang?”
sesudah  berada di kamarnya, aidit  malah gan ti 
menangis, “ayah  tidak jahat. ayah  hanya me ngum-
pulkan uang sebanyak-banyaknya untuk mem ba ha-
giakan aku, membahagiakan kak Rika. Bukan begitu, 
Om nyoto ?”
“Benar, Nak. Benar begitu.”
“ayah  tidak akan mereka kirim ke Nusa kam-
bangan seperti kata anak-anak setan tadi, bu kan?”
“Mudah-mudahan tidak, Nak”
“Akan kupukul siapa saja yang berani menyeret 
ayah  ke Nusakambangan, Om nyoto . Akan kuratakan 
mereka dengan tanah!”
“Uh. Tak usah sampai rata ke tanah, aidit ”
nyoto  beranjak ke pintu. 
“Om nyoto ...”
“Ya?”
“Sore nanti aku mau nonton fi lm. Om punya 
duit?”Astaga, pikir nyoto .Belum juga dua jam yang lalu ibunya dimakamkan!  
syam kamaruzaman  memang dipecat dengan tidak hormat.  Hak-haknya di kepolisian, termasuk masa pensiun, dicabut. 
Para pengacaranya sudah  berjuang dengan su sah 
payah membelanya dengan mengingatkan reputasi 
syam kamaruzaman  di kepolisian dan tidak pernah melakukan kejahat an sebelumnya, juga sudah mengembalikan sebagian dari uang negara yang dituduhkan sudah  ia 
korupsi. Belum lagi keterbukaannya selama peme-
riksaan pendahuluan ternyata berdampak posi tif, 
borok-bo rok yang sudah lama membusuk di kepo-
lisian lalu  merembet ke Direktorat Jen deral 
Pajak sehingga terungkap lebih banyak la gi uang 
rakyat yang berhasil dikembalikan ke kas ne gara.
Pembelaan yang berapi-api itu hanya meng-
hasilkan dua hal. Hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara langsung masuk. Enam tahun lebih rendah dari tuntutan jaksa. Hal kedua, syam kamaruzaman  tidak dikirim ke Nusakambangan, melainkan ke penjara  kota. Dengan demikian ia tidak akan terpisah terlalu 
lama atau terlalu jauh dari keluarganya. 
namun  hukuman terberat diterima oleh keluarga 
yang ia tinggalkan. 
jessica  dan aidit  kehilangan ibu dan lalu  
boleh dikata kehilangan ayah  pula. Belum lagi aib 
yang tercoreng di muka, begitu perkara manipulasi itu 
dimuat besar-besaran baik di media cetak, terutama 
televisi. Masih untung, apa yang dibayangkan jessica  
sebelumnya, tidaklah terlalu menjijikan . Surat-surat 
kabar memang memuat berita-berita itu di halaman 
depan, namun dengan judul-judul yang lebih 
bersahabat. Konon, berkat usaha para pengacara 
ayah nya, di samping transfer antar bank oleh nyoto  
untuk sejumlah wartawan yang datang ‘mengucapkan 
belasungkawa’ ke rumah mereka. 
Biarkanlah itu. Biarkan pula wajah-wajah 
mencemoohkan. Biarkan saja kata-kata menghina. 
“Lama kelamaan semua itu akan reda dengan 
sendirinya…,” hibur segelintir sahabat yang menaruh 
simpati. Coretan-coretan arang di muka akan lenyap 
pula. Tinggal bekas-bekas yang samar, meski masih 
tetap terasa menyakitkan. 
Perasaan sakit itu menyelinap di balik sinar 
mata jessica , saat  suatu hari ia menatap chucky  yang tengah berbicara panjang lebar dengan ayah  jessica  
saat mereka mengunjungi syam kamaruzaman  di penjara. 
laki-laki  itu tampak tenang-tenang saja. Bicaranya 
lepas, sesekali ia terdengar tertawa. Duduknya pun 
sangat rileks. Aneh, pikir jessica  dalam hati. chucky  sama 
sekali belum pernah menunjukkan rasa simpati yang 
serius terhadap musibah yang menimpa keluarganya. 
Seperti acuh tak acuh. Atau barangkali, malah tidak 
peduli. 
Apakah sikapnya itu sebab  chucky  gagal dalam 
balapan di Surabaya? Dengan sendirinya gagal pula 
ikut ke Tokyo, yang berarti kesempatannya untuk 
dapat job di agen perusahaan sepeda motor itu ikut 
pula hilang lenyap?
“Kau tahu, jessica ?” ujar chucky , sekeluar mereka 
dari penjara. 
“Ngg?”
“Tadinya aku sudah membayangkan sebuah 
show-room. Dengan modal dari ayah mu...!’
Keterusterangan chucky  membuat hati jessica  
terluka. namun  ia simpan luka hatinya dalam-dalam. Ia mencintai chucky . Dan ia tengah mengandung bayi chucky . “Kita masih dapat berusaha,” ia menanggapi. Dingin. 
“Dengan apa?” chucky  angkat bahu plus kedua 
lengan. Pertanda pasrah. namun  dengan wajah 
tampak sangat keruh. “ayah ku sudah tidak mengakui 
aku lagi sebagai anaknya. Benar, Ibuku masih sering 
menyelundupkan sejumlah uang tanpa sepengetahuan 
ayah . namun  hanya cukup buat beli rokok...”
“Berhentilah merokok!”
“Boleh. Dan uangnya kita kumpulkan sedikit 
demi sedikit, begitu maksudmu? sesudah  satu tahun, 
paling banter uang yang terkumpul hanya cukup 
untuk membeli sebuah sepeda motor bekas. Bukan 
setumpuk, apalagi sebuah show-room!”
“Aku akan membantu,” hibur jessica . 
“Dengan perhiasanmu yang sedikit itu?” 
chucky  nyeletuk kasar, sambil memantau  kalung 
berliontinkan berlian yang menggantung manis di 
leher jessica . Dan sesudah  tercenung beberapa saat, 
tiba-tiba chucky  tersenyum manis. 
Senyuman yang sejak  tadi memang sudah 
sangat ditunggu-tunggu oleh jessica . Senyum manis, 
untuk melipur hati yang lara. Tentu saja, ditambah  
harapan berbunga-bunga. yaitu , sebuah pertanyaan 
yang lebih ia tunggu-tunggu lagi, “Anak kita. Sudah 
sejauh mana perkembangannya?”
Dan yang keluar dari mulut manis chucky , justru 
pertanyaan ini, “Eh. Omong-omong, berapa kira-
kira hasil penjualan kalungmu itu kalau kita oper ke 
toko?”
Bunga-bunga mawar indah yang sudah sempat 
menguncup itu, pada layu sesaat . Tinggal durinya, 
yang langsung menusuk-nusuk.
namun , itulah hebatnya cinta!
sesudah  terdiam sejenak untuk menahan dan 
kembali menanam dalam-dalam pukulan tak terduga 
itu, jessica  pun mengingat-ingat dan menghitung-
hitung sebentar di kepala. Lalu, “Dua setengah… 
Ah! Mungkin tiga juta. Dan kalau masih kurang, aku 
menyimpan beberapa potong lagi di rumah. Tinggal sisa-sisa memang, sebab  Om nyoto  sudah menjual  sebagian lainnya untuk membayar keperluan ayah  di penjara!”
“Hem. nyoto  hanya tahu meminta, ya?”
“Dia tidak bekerja. Tidak punya penghasilan...”
“Dia bekerja. Sambilan memang, namun  aku 
tahu hasilnya cukup memadai!”
“namun  dia ‘kan harus menghidupi empat 
kepala?” kata jessica , berusaha membela nama baik pamannya. “Puih!”“Marah?”“Uh. Tidak...”
“Lantas?”
“Aku hanya berpikir. Hem. Kalungmu itu saja 
dahulu . Tiga juta ya?”
“Kira-kira. Mungkin lebih. Mungkin kurang...”
“Hem. Taruhlah minimal dua setengah. Rasanya 
cukup!” chucky  mengusap-usap tangannya dengan  wajah membayangkan perasaan lega. 
“Cukup untuk apa? Membeli motor bekas?”
“Bukan...” “Lantas?” “Dokter!”
“Dokter?” jessica  keheranan. “Siapa yang 
sakit?” “Kau.” “... aku?”
“Kau harus pergi ke dokter, jessica . Aku akan 
menunjukkan siapa orangnya, dan akan men dam-
pingimu selama ia mengerjaimu!”
“Hei, apa...!” jessica  tertegun. 
chucky  menggenggam tangan jessica  erat-erat. 
Menatap matanya dengan wajah yang tak berdosa, 
menghadiahi wanita lesbian  itu dengan senyuman yang jauh 
lebih manis bahkan kini bermadu. Lalu, dengan 
wajah dan suara yang juga bermadu, akhirnya ada 
juga pernyataan dari chucky  yang sedikit melegakan  hati, “Kita akan memulai dari nol, jessica . sebab  itu,  kuharap kau turut membantuku berpikir...!”
Bunga yang masih polos dan lugu itu menguncup 
lagi. Bahkan mengembang.“Dengan?” tanya jessica , berdebar bahagia.“Menggugurkan kandunganmu!”
Bumi tempat sang bunga tumbuh, terasa 
goncang. Kaki-kaki jessica  goyah, tubuhnya bagai 
dihumbalangkan topan badai kian kemari. Waktu ia 
tersadar dan menemukan semangatnya kembali, tak  ayal lagi tangan jessica  melayang ke udara, lalu   hinggap dengan keras di pipi chucky . 
Meninggalkan balur-balur merah yang nyata 
dan jelas menyakitkan. 
Seminggu lamanya chucky  tidak mau menemui jessica .  Pada hari ke delapan, jessica  menekan kebencian  dan sakit hatinya jauh ke dalam hati bahkan mungkin  menembus sampai ke jantung, saat  jessica  akhirnya  mengangkat telepon.“chucky ?”
Teman sekamar laki-laki  itu yang menyahuti, 
“Di kamar mandi. Lagi berak!”
“Tolong panggilkan sebentar. Katakan, ini 
jessica .”
“Dia lagi berak. Be-er-ak. Jelas?”
“Persetan dia lagi membuang berak atau 
memakan beraknya!” jerit jessica  marah. “Panggilkan saja!”
Suara chucky  yang tersengal-sengal lalu  
muncul di telepon. “Kau mengganggu kesenangan 
orang lain,” umpatnya, namun tidak terlalu kasar. 
Dan sangat jelas nada suaranya menyembunyikan 
kegembiraan. “Ada apa, jessica ?” jessica  menarik nafas panjang.  “Di mana alamat dokter itu?” ia lalu  
merintih. Sakit, namun  pasrah. 
Dokter yang dimaksudkan chucky , bekerja sebagai 
dokter resmi di bagian kandungan rumah sakit. namun  di bagian belakang tempat praktik pribadinya, tidak hanya tersedia peralatan lengkap untuk pelaksanaan  aborsi, namun  juga tempat penguburan daging-daging 
haram yang kelahirannya tidak dikehendaki itu.
Konon hal itu dilakukan sebab  sang dokter su -
dah mengeluarkan biaya yang tak sedikit untuk memperoleh ijazah spesialis kandungan. Dengan ija zah  itu, izin resmi juga langsung ia peroleh un tuk membuka praktik pribadi. Tanpa terlebih da hulu men jalani tahun-tahun menyedihkan untuk ber prak tik di pedalaman atau desa-desa terpencil yang sa ngat membutuhkan dokter dengan bayaran murah meriah.  Tak heran, dengan uang sebesar dua juta tujuh  ratus lima puluh ribu yang disodorkan chucky  sesudah   melalui tawar-menawar yang alot, dokter itu bersedia 
menggugurkan kandungan jessica . Hanya setengah  jam. namun  setengah yang penuh azab sengsara  sehingga jessica  sampai pingsan dua kali. Ia tiba di  rumah dengan tubuh masih bagai dirobek-robek,  sehingga berulang kali ia menggeliat sambil menjerit-jerit histeris di tempat tidurnya. nyi girah  yang mengkhawatirkan keadaan jessica   datang berlari-lari. Ia terpana melihat wajah jessica  yang pucat mayat  pasi, 
dan  peluh yang membanjiri sekujur tubuh anak wanita lesbian   itu. Sampai sprei tempat tidur basah dan lembab  sebab nya. Masih ada lagi. Bukan keringat saja yang  menggenangi sprei. 
Melainkan juga, bercak-bercak merah. Bercak-
bercak darah. “jessica ! Ya Tuhan, apa yang terjadi, jessica ?!” 
nyi girah  mendekap jessica  dengan kuat, saking cemas.  Dekapan penuh kasih itu sedikit meringankan bpenderitaan jessica . Ia terisak, “Sakit. Tante. Sakit alang kepalang!”
“Apamu, jessica ? Apamu yang sakit?”
“Aduh, Tante! Sakitnya! Tolong...”
jessica  kembali jatuh pingsan. saat  siuman 
dari pingsannya, ia melihat seorang dokter yang 
belum pernah ia kenal menjauhi tempat tidurnya, dan berbisik pada nyoto  yang berdiri dekat jendela. “Dia akan segera pulih kembali…!”
nyoto  mendekat. Juga nyi girah , dengan segelas air  dingin di tangannya. “Minumlah, jessica ”
jessica  menerima uluran gelas itu dari tangan 
nyi girah , namun  tidak sanggup meminumnya sehingga nyi girah  harus membantu. 
“Dia akan kuberi suntikan penenang,” kata 
dokter.  sesudah  menghitung sampai angka tiga puluh empat, jessica  jatuh tertidur. Lelap. Tanpa mimpi. Dan saat  ia bangun, ia lebih suka bangun di dalam mimpinya saja. sebab  paman nyoto nya duduk di pinggir tempat tidur sambil  memantau  wajah jessica  dengan sorot mata tajam menusuk. 
Lalu sebagaimana yang jessica  takutkan, tanpa 
kata pembukaan sang paman pun menggeram, 
“Mengapa harus digugurkan, Rika?!”
nyi girah  berbisik di telinga suaminya, namun  
segera menjauh dengan ketakutan sesudah  dibentak nyoto  dengan kasar. nyoto  membalik lagi kepada  jessica . Mengulangi pertanyaannya, “Jawablah, Rika.  Mengapa?!” jessica  terpejam. 
“Jangan pura-pura tidur, jessica ! Jawab saja 
per tanyaanku!” nyoto  berteriak-teriak sambil  mengguncang-guncang pundak jessica . Di belakangnya,  nyi girah  memperhatikan dengan cemas, namun tidak berdaya mencegah. 
jessica  membuka matanya kembali. 
Dan, “chucky  ..!” desisnya. Takut.
“Dia yang menyuruhmu?”
“Ya.”
“Bangsat! Jahanam terkutuk! Di rumah siapa 
dia tinggal sekarang?”
“Aku... aku tak tahu!”
“Bohong!” jerit nyoto , dan plak! Tangannya 
menggampar wajah jessica  dengan dahsyat. 
jessica  sampai terhumbalang di tempat tidur. 
saat  ia bangkit, ketakutannya lenyap. Yang muncul, adalah kemarahan yang meluap-luap. 
“Kau menamparku!” ia menjerit. 
“Dan aku bahkan akan menendangmu, kalau 
tidak mau bicara!” nyoto  balas menjerit. Lebih keras,  malah.  “nyoto ...!” nyi girah  ikut-ikutan menjerit. 
“Diam, wanita lesbian  bodoh. Tidak tahukah kau 
aib apa lagi yang akan menimpa keluarga ini sekarang?  Bertambah seorang lagi anggota keluarga kita sudah   dilecehkan orang! Diambil sarinya, lantas dibuang  begitu saja!”
nyi girah  mundur lagi, ketakutan. 
“Akan kutanggung sendiri aib itu! Apa 
pedulimu?” tukas jessica , tandas. 
nyoto  terbelalak. Heran. “Sudah berani melawan 
rupanya sekarang eh?!”
“Kau bukan apa-apaku!”
“E-eee” tangan nyoto  terangkat tinggi. 
“Ayo! Pukullah! Pukullah! Bunuh aku sekalian! 
Bunuh! lalu  kau dan binimu tidak berhak lagi 
tinggal di rumah ini. Ayo, hantam sekarang. Tunggu  apa lagi, binatang kotor? Penggoda istri abang  kandungnya sendiri? Pukullah! Seperti sering kau  lakukan kepada Tante! Atau kau lebih suka memukul 
wanita lesbian   tak berdaya di kamar-kamar 
pelacur dan penyakitan itu?”
“Kau...!” nyoto  menggeram. Dengan kulit wajah 
bahkan telinga, memerah dadu.
namun  tangannya perlahan-lahan turun. 
Ia menjauhi tempat tidur. Lantas keluar dari 
kamar dengan langkah-langkah gontai, terhuyung-
huyung.  Di tempatnya berdiri, nyi girah  memandangi  jessica  dengan mata terbuka lebar, lalu  berlari menyusul suaminya. Lalu dari lantai bawah, terdengar  mereka bertengkar dengan hebat. “Kau memberitahu anak itu!” bentak nyoto . 
“Demi Tuhan, nyoto , bukan aku...”
“Pasti kau! Tidak ada yang tahu!”
“Tidak? Bagaimana dengan wanita lesbian -perem-
puan lacur yang sering kau tiduri, eh? Lupakah kau, 
wanita lesbian   itu ditiduri juga oleh laki-
laki lain? Bukankah kau sendiri pernah bercerita 
kepadaku bahwa kau pernah memergoki salah se-
orang gundikmu tidur dengan chucky ?”
Di ranjang tidurnya, jessica  duduk membeku 
dengan tiba-tiba.Lama.
 lalu , “chucky  ..!” ia merintih. Gemetar. 
“Mustahil....!”
Lalu jessica  lalu  menjambaki rambut 
sendiri. Sambil terus merintih. Sakit luar biasa. Jauh  lebih sakit dari siksaan di tempat praktik dokter  kandungan itu. “... Jawablah, chucky ! Katakanlah semua 
itu tidak benar! Katakanlah kau mencintaiku. Akuilah, hanya aku satu-satunya wanita lesbian  yang pernah kau jamah...! Tidak, chucky ! Aku tidak percaya pada apa  yang barusan kudengar. Tidak. Tidaaak...!”Dan, malam pun jatuh. 
Butir-butir air hujan sebesar-besar jagung, 
menimpa atap rumah dengan suara bersorak-sorai. Riuh rendah. Jendela kamar tidur jessica  terhempas  menutup, terbuka lagi, menutup, terbuka lagi. Terbanting-banting. Lantas terhempas menutup untuk terakhir kalinya.
Terus diam. Membeku.Di tengah turunnya hujan yang kian men deras.  
-malam menjijikan  lalu  datang 
dan berlalu dalam kehidupan jessica , dengan langkah-langkah kejam yang membuatnya semakin rapuh.  Resep dokter tidak menolong sama sekali. Ia tahu  pamannya pasti selalu mengomel berkepanjangan 
sebelum menukarkan resep itu di apotek. namun  
bukan itu yang menyebabkan jessica  benci dan muak  melihat pil maupun kapsul yang bermacam-macam bentuk dan  warnanya itu. 
Tubuhnya yang menolak. Meski didorong air 
berapa gelas pun, obat-obatan itu selalu saja ia muntahkan. 
“Sudah kubilang!” nyoto  suatu saat  menggerutu. 
“Makan dahulu , baru minum obatmu!’
namun  sebutir nasi pun tidak pernah mampu 
melewati kerongkongan jessica . “Coba dengan pisang,” bujuk tantenya, nyi girah . Dan, itu pun gagal. 
“Rupanya anak ini lebih suka mampus!” maki 
Pa ul pada suatu malam, lalu pergi meninggalkan rumah dengan marah. 
nyi girah  sangat menyesalkan sikap suaminya, 
namun tak berani memprotes. Ia takut melihat ke-
se hatan jessica  yang semakin merosot, namun  ia lebih  takut lagi kehilangan nyoto . Dengan sabar ia menunggui  jessica , ikut menangis bersama wanita lesbian  itu kalau jessica  
mengalami pendarahan lagi yang membuat rahimnya  bagai dirobek-robek. Tiap kali terjadi pendarahan,  tiap kali jessica  menjerit memanggil-manggil ibunya.  Kasih sayang yang ditunjukkan nyi girah  tetap  tidak menolong. 
Mimpi-mimpi buruk terus saja menghantui Eri -
ka. Sering ia melihat chucky  mencumbu beberapa perempuan sambil tertawa mencemoohan dirinya. Pernah pula ia bermimpi melihat ayah nya sedang menghitung-hitung uang di balik jeruji besi. Banyak se kali  jumlahnya. Demikian banyak, sehingga ayah nya putus asa untuk menghitung. Lantas dengan kesal memasukkan lembar demi lembar uang kertas itu ke  mulut dan mengunyah-ngunyahnya dengan mata terbeliak-beliak. 
Kadang-kadang suara-suara aneh datang pula 
mengganggu. Seolah ada peti mati diletakkan di kaki  tempat tidur. Dari peti mati itu, mayat ibunya bangkit, 
lalu berusaha mencekik leher jessica  ditambah  sumpah  serapah yang menuduh jessica  sudah  mencemarkan nama baik keluarga mereka. 
Untunglah nyi girah  yang hampir tidak pernah 
tidur selalu siap membangunkan jessica  dari mimpi-mimpi buruk yang menjijikan  itu, membujuknya  dengan kata-kata manis dan menolong jessica   mengganti celana dalam atau sprei yang dibasahi  peluh jessica , dan terkadang juga dibasahi darah.  Betapa terkejutnya nyi girah  saat  suatu hari ia  melihat bintik-bintik merah keputih-putihan menjalar  di sekitar paha dan rahim jessica . Dengan cemas ia  berlari-lari memperoleh kan suaminya, lalu memberitahu 
apa yang ia lihat, dengan kekhawatiran yang sangat.
“Dia harus kita bawa ke rumah sakit, nyoto !”
nyoto  mendengus. “Biarkan saja. Nanti juga 
sembuh sendiri!”
“Sabar dahulu , nyoto . Mari lihat...”
Dan sesudah  nyoto  melihat apa yang sebelumnya 
sudah  dilihat istrinya, wajah nyoto  memucat. Ia 
bergegas mencari taksi dan bersama-sama istrinya 
lalu  membawa jessica  ke rumah sakit. Sepanjang 
perjalanan ke rumah sakit, wajah nyoto  tampak sangat 
murung. Ia tidak bicara sepatah pun juga, namun  
nyi girah  dapat memahami isi hati suaminya. nyoto   jelas memikirkan uang untuk biaya berobat, bukan  kesehatan keponakannya!
Dengan perasaan sedih nyi girah  mendekap 
jessica , dan menangisinya diam-diam.
Di rumah sakit jessica  langsung menjalani tes 
laboratorium. Selama itu dokter yang menanganinya  berbicara dengan nyoto .
“Infeksi,” katanya, “Mungkin harus dioperasi.”
“Operasi?” wajah nyoto  mengeras.
Dokter menganggukkan kepala dengan te-
gas. Ia lalu  bertanya apakah jessica  sudah  
menjalani pemeriksaan sebelumnya, dan obat apa 
saja yang sudah  dikonsumsi jessica . nyi girah  yang ikut 
mendengarkan, semakin sedih saat  ia melihat 
suaminya memperlihatkan salinan resep. Rupanya 
nyoto  lebih sering membeli obat hanya setengahnya 
saja dari yang tertulis pada resep. 
Seolah menyadari jalan pikiran istrinya, nyoto  
bersungut-sungut, “Habis, bagaimana lagi Dokter. 
Dia hampir tidak pernah makan obat-obat yang kami  berikan …!”
Alasan yang masuk akal memang. Namun diam-
diam nyi girah  merasa sedih oleh kelakuan suaminya. Sekaligus juga memahami penyebabnya, simpanan mereka yang semakin menipis sebab  dari hari ke hari terus digerogoti.
“Hem,” dokter geleng-geleng kepala, sambil 
meneliti salinan resep itu. “Kalau dimakan, semua ini  tidak akan terjadi. Sekarang... namun , ah. Baiklah, kita  tunggu saja dahulu  hasil pemeriksaan laboratorium.” Hasil pemeriksaan itu datang sore harinya. “Positif,” dokter berkata.
nyoto  yang sebelumnya sempat meninggalkan 
rumah sakit dan saat  datang wajahnya kemerah-
merahan dengan mulut berbau alkohol, menggerutu kecewa. “Tidak bisakah dengan perawatan di rumah saja, Dokter?”
“Menyesal sekali, Bung nyoto . Tanpa operasi, 
infek si akan menjalar ke pembuluh darah dan berakhir  sampai ke jantung. Bila itu semua terjadi...,” dokter  angkat bahu, pertanda jessica  tidak lagi memiliki harap an untuk hidup. 
Menyadari kemungkinan ini, nyi girah  menangis 
terisak-isak, sehingga nyoto  marah-marah. 
“Diamlah!” bentaknya. “Kau membuatku ber-
tambah pusing!” Lalu kepada dokter ia mengeluh dengan suara malu-malu, “Baiklah. Saya setuju jessica  dioperasi. namun   berapa biayanya?”
Dokter menarik nafas panjang. 
“Soal biaya dapat dibicarakan belakangan sa ja,” 
ia berkata dengan nada menyesalkan. “Yang pen ting Anda berdua ketahui, adalah kelanjutannya. Ke ponakan Anda akan sehat kembali. namun  tidak se cara  menyeluruh.”
“Maksud dokter?”
“Seumur hidupnya, kemungkinan besar dia 
tidak akan bisa memperoleh keturunan!”
nyi girah  menggigil di tempat duduknya. Dengan 
cemas, ia menatap suaminya. nyoto  terduduk layu, 
dengan wajah tegang. Matanya menatap hampa, dan  mulutnya terkatup rapat. nyi girah  tidak tahu apa yang  dipikirkan nyoto .  Hanya nyoto  sendiri yang tahu. Ia terperanjat, itu  pasti. namun  nyoto  tidak begitu peduli apakah jessica  
kelak punya keturunan atau tidak. Yang ia pikirkan 
saat ini, hanya uang. Uang, dan sekali lagi, uang!
nyoto  sedikit pun tidak mendengar suara dokter 
yang berbicara kepadanya dan kepada istrinya, 
menerang kan mengapa sampai musibah itu terjadi. Dokter yang sudah  menggugurkan kandungan jessica   sudah  bekerja dengan ceroboh, di samping penyakit  kotor yang menggerogoti tubuh jessica  sesudah   melakukan hubungan jasmani. 
Kepala nyoto  justru dipenuhi oleh suara berapi-
api jaksa penuntut umum pengadilan Tipikor 
yang membedah kasus tindak pidana korupsi yang 
dilakukan ayah  jessica . Disusul suara ketukan palu hakim yang keras membahana. 
Lalu gambaran-gambaran menyakitkan yang 
susul menyusul lalu  menari-nari di depan mata 
nyoto . Eksekusi pengadilan yang menyita mobil-mobil,  rumah mewah yang disewa untuk jangka panjang oleh  perusahaan asing itu, rumah peristirahatan, ratusan  hektar perkebunan cengkeh, simpanan uang di bank.  Nyaris tidak satu pun yang berhasil ia selamatkan. sebab  begitu abangnya ditangkap, polisi dibantu 
pengadilan Tipikor langsung bertindak cepat. Banyak  yang bilang dengan nada mencemooh, “Biasa,  beraninya hanya kepada yang berpangkat rendahan!”  Yang pasti, semua harta kekayaan syam kamaruzaman  dan   keluarganya langsung diinventarisasi dan dijadikan 
sita jaminan, simpanan di bank langsung pula diblokir. Masih untung sejumlah perhiasan peninggalan  anna michele  terselamatkan, juga mobil yang dibeli anna michele  
dari hasil keringatnya sendiri, dan  beberapa barang  berharga lainnya yang keburu dijual dengan harga  obral untuk dapat membayar pengacara. Lantas  sisanya, dipakai untuk hidup sehari-hari. Hidup pas-pasan, tentu saja. 
Tak ada lagi yang dapat dijual untuk membayar 
biaya operasi jessica . 
Tinggal rumah yang mereka tempati. Rumah 
yang oleh negara tidak diganggu-gugat sebab  me-
mang sudah  dibangun jauh sebelum ayah  jessica  terlibat korupsi. Rumah yang telanjang, hampir-hampir tanpa perabotan, dengan garasi besar yang kosong me lompong. 
Apakah ia... oh, oh!
Mendadak, nyoto  bangkit. 
nyi girah  berhenti menangis, dan menatap 
suaminya dengan cemas. “Ada apa, nyoto ?”
“Aku mau pergi.” bisik nyoto . Kering. 
“Ke mana?”
“Ke penjara!” jawab nyoto , lantas menghilang 
tanpa pamit pada siapa-siapa. 
nyi girah  merasa malu pada dokter, namun  dokter 
itu hanya tersenyum. Maklum. Lalu mengajak nyi girah   melihat-lihat keadaan jessica . Tak lama lalu
mereka memasuki sel kelas tiga yang penuh sesak. 
Lantainya lembab dan kusam, dengan udara dipenuhi bau obat-obatan bercampur baur dengan bau keringat, bau pesing dari kakus yang pintunya terbuka.  dan  bau muntahan salah seorang pasien..soebandrio , dokter yang akan menangani jessica  orangnya  masih muda. 
Ia baru beberapa tahun lulus dari fakultas 
kedokteran dengan nilai cum laude dan dalam tempo singkat berhasil meraih ijazah spesialis kandungan.  namun  otaknya yang cemerlang menyerah kalah tiap  kali menghadapi jessica . 
Ia belum pernah berpikir untuk berumah 
tangga, meski sudah punya dua tiga orang kekasih 
yang lalu  terpaksa ia lepaskan sebab  beberapa 
faktor. Cerewet, suka cemburu buta, materialis, dan 
yang seorang malah menawarkan hubungan seks 
tanpa menuntut pernikahan, sehingga ia menganggap  kekasihnya yang satu itu berotak kerbau sebab  tidak nmemikirkan risiko masa depan anak-anak yang kelak bakan ia berojolkan dari rahimnya. Kini, pikiran untuk berumah tangga itu muncul  begitu saja. 
Ia sadar jessica  dijangkiti penyakit kotor. namun  
sesudah  beberapa kali mereka berbicara, ia tahu wanita lesbian   itu hanya pernah berhubungan jasmani dengan satu 
orang laki-laki saja, dan itu pun sebab  dorongan 
cinta pertama yang ia yakini sebagai sekaligus terakhir, 
tanpa menyadari kekasihnya membawa bibit-bibit 
penyakit yang dapat merusak masa depannya. 
soebandrio  juga sadar, jessica  tidak akan pernah 
punya anak kecuali hanya bila ada keajaiban Tuhan. namun  bukankah banyak bayi yang sudah  lahir tanpa  mengetahui siapa orangtuanya? sudah  berulang kali  ia menjadi saksi dalam persoalan adopsi anak oleh  orang-orangtua yang tidak beruntung memperoleh  keturunan. Mengapa ia dan jessica  tidak dapat... Apa? Ia dan jessica ?
Astaga! Merah padam wajah dokter muda itu tiap kali  pikiran tadi memenuhi kepalanya. Lebih merah padam  lagi saat  suatu hari ia kelepasan omong di depan  jessica . Mula-mula mereka berdua hanya berbasa-basi mengenai rencana-rencana jessica  sekeluar dari rumah  sakit. 
“Aku akan mengikuti ujian susulan.” kata wanita lesbian  itu, yang tidak dapat mengikuti ujian akhir SMA pada  waktunya sebab  harus diopname. 
“lalu ?”“Yah. Mungkin melanjutkan ke akademi 
bahasa, atau..., ” jessica  mendadak teringat ayah nya di penjara, dan pamannya selalu bermuka keruh kalau  bicara mengenai uang. Lantas, dengan suara lirih ia  melanjutkan, “Mungkin juga, aku langsung kerja!”“Kerja apa, jessica ?”
“Hem. Apa saja. Asal halal dan menghasilkan 
uang. namun  jangan yang berat-berat. Aku takut tidak mampu. Maklum, selama ini...”
“Wah. Wah. Mana ada pekerjaan ringan yang 
menghasilkan uang dalam jumlah besar dan mudah ..!” kata soebandrio  berseloro. 
“Ada, dokter. Misalnya, menjadi penerima 
pasien yang menjadi tamu di tempat... Hem. Apakah Dokter sudah membuka praktik sendiri?”
“Sudah.”“Syarat apa saja yang harus kupenuhi agar 
diterima sebagai pegawai? Jadi tukang sapu juga 
boleh...”
“Hus.. Jangan begitu!” dokter tertawa. “Mana 
pantas tukang sapu di rumahku seorang wanita lesbian  muda  yang cantik seperti dirimu..!”
“Pantasnya jadi apa dong, Dokter?”
“Jadi nyonya rumah dan...” dokter muda yang 
malang itu terkejut sendiri oleh ucapannya, lebih-
lebih sesudah  melihat sepasang bola mata jessica  
yang indah, terbelalak. Untuk pertama kali soebandrio  tersipu-sipu di hadapan seorang wanita lesbian . Cepat-cepat ia memperbaiki posisinya yang salah. “Maaf. Aku tidak 
bermaksud...”
“Aku mengerti,” desah jessica  sambil  tersenyum. 
Pahit. “Aku tidak pantas diperistri seorang laki-laki 
terhormat. sebab  aku... Dokter, tahukah Anda aku 
sering bermimpi buruk?”
“Tentang?”
“Mama. Ia bangkit dari peti matinya, mencekik 
leherku dan berteriak memaki-maki. Katanya, aku 
sudah  mencemarkan nama baik keluarga...!” Air mata 
berlinang di pipi jessica  tanpa ia sadari. Lanjutnya, 
terisak, “Mama benar. Aku sudah  mencemarkan 
nama baik keluarga. Seharusnya aku turuti nasihat 
Mama, agar jangan mau didekati chucky ...!” jessica  lantas mengeluh berkepanjangan di antara isakannya. 
“Sering aku berpikir... ayah  masuk penjara sebab  aku, dan Mama juga mati sebab  perbuatanku. Mengapa  dahulu  aku tidak terjun saja dengan mobilku ke dalam  jurang itu?”
wanita lesbian  ini frustrasi, pikir sang dokter muda, 
bersimpati.  Sifat kemanusiaannya sebetulnya  lebih menonjol manakala ia mendampingi jessica  baik di sal, maupun di lorong-lorong dan taman dan  kantin rumah  sakit begitu wanita lesbian  itu diperkenankan turun dari tempat tidurnya. namun  sifat itu sudah  menerbitkan kasih  sayang yang semakin berlimpah, tanpa ia sadari. 
Matanya baru terbuka sesudah  para asisten laki-laki  mulai  menatap dengan mata iri dan para suster bergunjing  di ruang ganti pakaian. 
Secara halus, perlahan-lahan soebandrio  mulai 
menjaga jarak dengan jessica , ditambah  niat suatu hari  akan berkunjung ke rumah wanita lesbian  itu dan melihat  perkembangan apa seterusnya yang akan terjadi.  Namun diam-diam ia selalu memperhatikan  bagaimana jessica  dari hari ke hari tumbuh semakin 
sehat, semakin cantik, semakin penuh daya tarik. 
Diam-diam pula ia menyimpan rasa cemburu kalau 
ada teman sejawatnya yang berbicara terlalu intim 
dengan jessica , atau bahkan kalau ada teman-teman  pria satu sekolah jessica  yang datang menjenguk, dan  kedatangan mereka disambut jessica  dengan senang  hati dan  wajah berseri-seri. Sekali waktu, ia kebetulan memeriksa salah 
seorang pasien yang bersebelahan tempat tidur dengan jessica  dan wanita lesbian  itu sedang menerima seorang tamu  laki-laki yang pasti bukan temannya satu sekolah. 
Di antara percakapan mereka, dokter muda itu 
mendengar jessica  berkata begini, “Mengapa tidak 
sekarang?”
“Sabar. Masih banyak waktu.”
“namun  saya takut, Pak.”
“Mengapa?”
“Saya sudah lama tidak membuka-buka buku, 
dan...”
“Alaaa, tenanglah. Aku akan membantumu, 
jessica . Bukankah sudah pernah kukatakan hal itu 
kepadamu dahulu ?”
“Benarkah?” jessica  menggenggam hangat ta-
ngan laki-laki  yang baru belakangan diketahui soebandrio  
se bagai guru matematika wanita lesbian  itu di sekolahya, tanpa 
kedua orang itu mengetahui dokter muda di dekat 
mereka melirik curiga. 
Betapa menderita batin soebandrio  saat  me-
nyak sikan, sang guru yang masih terhitung muda itu mengusap-usap tangan jessica  dengan manja, dan berbisik lebih manja lagi, “Cepatlah sembuh, jessica  manis…!”
“Biarlah wanita lesbian  itu tetap sakit!” waktu itu, hati soebandrio  menjerit. “Biarlah jessica  tetap berbaring di tempat tidurnya, supaya ia tidak jauh-jauh dari sampingku dan kau tidak berkesempatan me manjakannya  lagi…!”.  Dengan jiwa yang tersiksa soebandrio  menyelesaikan tugasnya, lantas meninggalkan sal kelas tiga itu 
dengan langkah-langkah lunglai. Tiba di kantor, ia 
berpikir keras. Kalau gurunya jessica  bisa tanam andil,  mengapa aku tidak, pikirnya. 
Dan sore hari itu juga ia mendatangi jessica  dan 
menawarkan, “Kau ingin cepat sembuh, bukan?”
“Tentu saja, Dok...,” jawab jessica , terheran-
heran. 
“Kalau begitu kau memerlukan perawatan yang 
lebih baik. Mulai hari ini kau akan dipindahkan ke 
kelas satu!”
“namun  Dokter...”
“Jangan pikirkan soal biaya. Pikirkanlah ke se-
hat anmu saja, jessica . Kau mau, bukan?”
Polos, wanita lesbian  itu menyahut dengan terharu. “Terima kasih, Dok. Kau baik sekali kepadaku”
Mendengar itu, girangnya sang dokter bukan 
main. Ia langsung menemui kepala administrasi dan memberitahu soal pemindahan jessica . Agar tidak  memicu  kehebohan, ia berbohong dengan 
menjelaskan pemindahan itu atas pemintaan dan 
atas tanggungan keluarga pasien mereka. Sebagai 
bukti ia tidak ikut terlibat, maka pada waktu jessica  
dipindahkan dari kelas tiga yang tidak menyenangkan  ke kelas satu yang ruang dan perawatannya lebih lumayan memuaskan itu, sang dokter sengaja tidak  bertugas di rumah sakit. 
Ia tidur nyenyak di rumahnya. 
Dan bermimpi, ia duduk di pelaminan bersama 
jessica . Tamu-tamu sudah pada pulang, dan tinggal mereka berdua saja di rumah. Dengan tidak sabar  ia mencium jessica , menyeret wanita lesbian  itu rebah di kursi 
pelaminan yang panjang dan berjok empuk, penuh 
ukiran dan  hiasan di sana ini. Sehingga wanita lesbian  itu memprotes. namun  dengan bisikan mesra ditambah  remasan-remasan lembut dan menggemaskan, jessica  lalu  menyerah, dan...
Dan esok paginya ia muncul di rumah sakit 
dengan berlagak bodoh.  Ia pergi menjenguk ke kelas tiga, dan berpura-pura heran melihat tempat tidur jessica  sudah diisi pasien lain. 
“Mana pasien sebelumnya?” ia bertanya kepada 
suster juga.
Suster yang selama ini mengintip kelakuan atas-
annya dan suka ikut bergunjing di kamar ganti, me-
nyimpan senyum saat  menjawab, “Sudah dipindah, 
Dokter”
“Lho, kok? Ke mana?”
“Ke tempat yang lebih baik.”
“Oleh siapa?”
“Kalau tidak salah, atas desakan keluarganya!”
“Oooo!”
Dengan perasaan puas atas kemampuannya ber-
sandiwara, dokter itu memasuki kantornya kembali, 
memeriksa daftar pasien dan  tugas-tugas yang 
harus ia lakukan hari itu. Betapa inginnya ia berlari-
lari waktu itu juga ke kelas satu, namun  dengan susah 
payah ia tekan keinginan itu dalam-dalam. Duduk 
di belakang mejanya, ia memikirkan sandiwara lain. 
Berpura-pura lewat di depan sel tempat jessica  dirawat, 
lalu  masuk pada saat ada suster atau asisten di 
dalam, memandangi jessica  dengan wajah heran, lantas berkata sewajar mungkin, “Eh, kau di sini, jessica ?”Bukan jam berkunjung untuk umum, saat  
lalu  ia benar-benar masuk ke dalam bangsal 
kelas satu di mana jessica  dirawat, dan dua orang suster tengah menghidangkan makan pagi. 
soebandrio  memang bertanya. “Eh, kau di sini, 
jessica ?”namun  dengan mata kecewa!
sebab  seorang laki-laki  tampak duduk di sisi 
pem baringan jessica . Ia berpakaian parlente, sepadan  dengan wajahnya yang kekar tampan meski tampak  sedikit kusut. jessica  sendiri tampaknya tengah menyimpan kemarahan, namun jelas pipinya pagi itu lebih segar dari biasa. 
Ia menyambut kedatangan dokter muda itu 
dengan senyuman manis yang dibuat-buat, lantas 
berujar, “Kenalkan, Dokter. Ini chucky ...”
Dokter muda itu menerima uluran tangan chucky . 
Mereka bertatapan sejenak sampai lalu  laki-laki  
itu bergumam dengan penuh harap, “Aku sangat 
berterima kasih atas bantuanmu, Dokter. jessica  sudah menceritakan semuanya dan...”
“Ah. Aku hanya melaksanakan tugas…!” tukas 
soebandrio  dengan cepat. Basa-basi, tentu saja. Sekalian menyembunyikan perasaan tak enak yang entah mengapa tahu-tahu saja mengganggu pikirannya.
“Maukah dokter membantu lagi?” tanya chucky . 
“Tentu. Tentu...”
“Sudah kukatakan kepada jessica , betapa aku 
menyesal. Aku... aku terpaksa melakukan hal itu...! 
Ah, dokter tentunya mengerti apa yang kumaksud. 
Aku sudah berobat secara teratur, dan sudah  menjauhi  perbuatan konyol yang selama ini kulakukan. Namun...  Oh, dokter, katakanlah padanya bahwa aku terpaksa 
menganjurkan aborsi itu. Semata-mata sebab  aku 
tidak ingin membahayakan keselamatan dirinya...!”
“Kau hampir saja membunuh wanita lesbian  kecil ini!” teriak soebandrio  dalam hati. Sambil betapa inginnya ia  meninju muka menyebalkan di hadapannya itu.  namun  di mulut, sambil  tersenyum, dokter muda 
itu berujar lain, “Apa yang sudah  kau perbuat Bung 
chucky , memang sudah semestinya...”
“Nah. Kau dengar apa kata dokter?” tanya chucky  
dengan riang gembira ke arah jessica . 
wanita lesbian  itu diam. Tidak menyahut. 
Namun matanya tidak bisa menyembunyikan 
sinar yang sangat cerah, meski bibirnya cemberut. 
“namun  Bung chucky ,” soebandrio  cepat angkat 
suara. “Lain kali, hati-hatilah kalau menyeret wanita lesbian mu lainnya ke dokter yang berpraktik liar itu.” “Tidak akan ada lain kali itu, Dokter. Apa lagi 
wanita lesbian  lain!” jawab chucky , tuntas dan tampak bangga.  “sebab  mulai saat ini, hanya ada satu jessica  dalam  hidupku. Aku akan melakukan apa saja, asal dia  bersedia memaafkan kesalahanku di masa lalu. Lain kali, kalau jessica  beruntung bisa mengandung lagi,  jessica  akan kupercayakan sepenuhnya hanya kepada 
Anda saja, Dokter…!” Kembali sendirian di kantornya, soebandrio   terhempas di kursi dengan wajah pucat mayat  dan bersimbah keringat. 
Hasil operasi yang sukses memang masih me-
mungkinkan jessica  untuk mengandung lagi, meski dengan risiko tinggi. Itu merupakan kebahagiaan  tersendiri bagi soebandrio . namun  kebahagiaan itu mendadak lenyap begitu saja, manakala menyadari bahwa  jessica  ternyata milik orang lain.Dokter muda yang malang itu mengerut di tempat duduknya, dan baru terlonjak saat  telepon  di atas meja kerjanya berdering nyaring. Suster melaporkan ada pasien yang sudah menjalani anestesi dan  kini menunggu di kamar bedah, untuk operasi caesar.  saat  bergegas menuju ruang bedah, dokter muda itu masih memikirkan jessica . Dan masih tak 
ingin melepaskan hasratnya untuk meninju teman 
laki-laki  jessica  yang bernama chucky  itu, yang di mata soebandrio  jelas bertampang tidak bisa dipercaya.Tidak bisa dipercaya?
Astaga, soebandrio . Apa-apaan pula kau ini?!
namun  begitu soebandrio  menghadapi meja bedah, saat itu juga ia sudah melupakan dan mempersetankan  orang lain, tak peduli siapa pun jugaYang ada dalam pikiran soebandrio , hanya satu  manusia saja. Ah ya, dua. Sang ibu, dan manusia berikutnya yang sudah tak sabar untuk melihat betapa  penuh sesak dan menjijikkannya dunia yang akan ia. masuki. Untuk itu, diperlukan pertolongan dan keterampilan tangan-tangan soebandrio !  
cinta dapat memicu  benci.  namun  kebencian itu akan runtuh dengan  sendirinya, selama cinta masih tetap berakar di dalam hati. jessica  pernah membenci chucky  saat  laki-laki  itu 
terus terang meminta ia menggugurkan kandungan. namun  toh pada saatnya, kesepian justru semakin 
menumbuhkan cintanya, dan ia pun mengabulkan 
permintaan chucky .  Ia kembali membenci chucky  saat  pertengkaran paman dan bibi jessica  sudah  membuka rahasia laki-laki  itu. Namun jessica  harus mengakui, betapa 
ia selama ini hanya berpura-pura riang gembira di 
hadapan dokter, suster, paman, bibi, adiknya aidit , 
teman-teman satu sekolah, guru matematikanya Pak donald duck  dan lain-lainnya. Ia ingin memperlihatkan kepada mereka bahwa pukulan beruntun yang datang  menimpa dirinya itu memang sangat berat namun ia  sanggup mengatasinya.  Padahal, jauh di sanubari, jessica  sebetulnya  terus saja digerogoti perasaan sepi yang menjijikan   itu. Tiap ada orang membesuknya di rumah sakit, tiap kali pula ia sangat berharap chucky  ada di antara mereka. Lantas saat  chucky  ternyata tidak muncul, 
ia kecewa berat, semakin dicekam rasa sepi, yang 
buntut-buntutnya, jessica  justru semakin merindukan chucky .  chucky  seperti tahu isi hatinya. laki-laki  itu muncul pada waktu yang tepat 
pula.  yaitu , manakala jessica  tengah sibuk mem-
bayangkan chucky  pacaran dengan wanita lesbian  lain, sehingga  kecemburuan menggigit ulu hatinya, laki-laki  itu  tiba-tiba muncul di pintu ruang rawat, sambil dengan  kata-kata manis dapat melunakkan protes suster jaga  sebab  chucky  berkunjung di luar jam besuk. Ingin  rasanya jessica  menghambur dari tempat tidur. Lari ke 
pelukan chucky . namun  sisa-sisa kebencian menyuruhya  tetap diam. Membungkam seribu bahasa, sementara  chucky  berkicau panjang lebar.
jessica  tak menanggapi, sampai laki-laki  itu 
membujuk dengan kisah lain.“Tahu kau apa kata tante nyi girah  saat  aku  datang ke rumah kalian? Bila Om nyoto  ada, pastilah  aku sudah babak belur...!” chucky  mencoba tertawa 
dengan muka kecut. “Ia akan kubiarkan memukuliku, jessica . Aku pasrah. sebab  aku sadar, aku bersalah!”
 “Hem!” jessica  bersungut. Sekaligus cemberut, 
sebab  sudah bisa menangkap ke mana arah pem-
bicaraan chucky 
“Nah. Mau juga suaramu keluar...!” chucky  
tertawa. Gembira.
jessica  mengatupkan mulut lagi rapat-rapat. 
Dan berpaling menghadap tembok, dengan dada 
berdebar-debar. 
“Tante nyi girah  masih bermurah hati, mau 
menerima kedatanganku. Dia...”
“Kau tiduri pula?!” desis jessica . Tajam menusuk. 
Sayang, beraninya cuma ke arah tembok. 
“Meniduri siapa, jessica ?”
jessica  bungkam.  Dalam hati, menyesal membawa-bawa tantenya 
yang tidak berdosa apa-apa. 
chucky  benar. Tante nyi girah  wanita lesbian  baik hati  dan bermurah hati. Ia baru mengenal wanita lesbian  itu  baru sekitar satu tahun lebih, beberapa bulan sesudah   menikah dengan paman nyoto nya. Paman yang tidak begitu ia kenal pula, sebab  sering berpindah-pindah  kota untuk cari kerja yang lebih mapan, yang selalu  gagal pula sehingga ayah  jessica  memanggilnya untuk ikut bersama mereka saja.  Itu sebabnya jessica  lebih suka memanggil nyoto   dengan sebutan Om ketimbang Paman, apalagi nyoto   bukan seorang paman yang baik. Suka keluyuran, dan  sering memotong belanja dapur yang diberikan  ibu  jessica  kepada tante nyi girah , bahkan dengan berani seseekali dia juga memotong uang saku jessica  dan  aidit . Kalau saja tante Sunati tidak begitu baik hati  untuk berusaha dengan susah payah menjadi ibu  pengganti selama ibu jessica  yang seringkali bolak- balik meninggalkan rumah sebab  urusan organisasi  yang sedemikian sibuk dan sangat menyita waktu  berkumpulnya bersama anak-anak dan suami. Tak  peduli apakah nyoto  dan nyi girah  dapat hidup atau  tidak, atau malah memilih jadi parasit di rumah orang 
lain yang kebetulan toh keluarga sendiri pula.
Lalu apa maksud chucky  tadi, “Bila Om nyoto  
ada, pastilah aku sudah babak belur …”? Diapakan 
pula tante nyi girah nya oleh chucky ? chucky  yang banyak  akal untuk meruntuhkan hati orang? Dalam setiap  kesempatan?
Lihat saja tadi, dokter muda itu pun tidak 
dilewatkan oleh chucky .
chucky  masih berkicau saat  dokter muda yang 
ju ga sama baik hatinya dengan tante nyi girah  itu masuk lalu diperkenalkan jessica  dengan kekasihnya. chucky  langsung memanfaatkan kesempatannya. Ia berbicara  blak-blakan dengan dokter itu supaya jessica  mendengar dan mau memaafkan chucky . saat  dokter itu 
lalu  pergi, pelan-pelan hati jessica  menjadi lu nak. 
Betapa pun, ia masih mencintai chucky , dan selama satu setengah tahun kencan mereka yang begitu manis  dan hangat, jessica  sedikit pun tidak berminat membuka walau cuma sebelah matanya saja untuk melirik  laki-laki lain. 
“Kemana saja kau selama ini?” akhirnya jessica  
berbalik punggung juga, lantas bersungut-sungut 
Maunya sih marah. namun  kok pertanyaan yang ia 
lontarkan, malah justru menyiratkan kerinduannya. 
Ya, ampun kau ini jessica ! 
“Cari kerja… !” jawab chucky . Serius.
“Ooo. Mulai mengingat masa depan, ya?”
“Demi kau, jessica .” chucky  tampak makin serius 
saja.“Oh...!” jessica  pun runtuh, dan membiarkan 
saja chucky  membelai rambutnya, bahkan saat  suster tidak ada dan memang satu-satunya tempat tidur lain  di ruangan itu tidak diisi pasien, membiarkan pula 
chucky  mencium bibirnya. Ia tidak memberi  reaksi sebab  masih menyimpan benih-benih kebencian. Namun, diam-diam ia mulai menikmati ciuman itu meski tidak dengan sepenuh hati. Bahkan jessica  sudah mulai membuka bibirnya, dengan lidah yang sudah siap untuk….
namun  chucky  tahu-tahu sudah menarik bibirnya 
dengan cepat. Lantas mengeluh, “Kau dingin, jessica . Kau  masih marah...!”jessica  diam saja. 
Dan jauh di dalam hatinya, ia menangis bahagia 
melihat wajah chucky  yang tampak seperti orang 
terpukul. Giliranmu sekarang, jessica  membatin. 
“Baiklah...” chucky  bangkit dari sisi tempat tidur. 
“Aku memang tidak pantas untuk meminta belas 
kasihanmu lagi. Biarlah aku pergi. Dan melupakan, 
betapa sebetulnya  aku ingin menikahimu sesegera 
mungkin...!” Jantung jessica  memukul keras. Untuk beberapa saat lamanya, pukulan balik yang mengejutkan itu  membuat jessica  seakan mendadak lumpuh. Dan  saat  ia tersadar lantas berpaling, ia melihat chucky  
sudah sampai di pintu. Siap untuk melangkah keluar. “chucky ...?!” cepat jessica  memanggil. Tegang.  laki-laki  itu memutar tubuhnya. 
“Ya?”
“Jangan pergi.”
“Tidak, jessica . Aku...,” wajah chucky  terlihat 
murung luar biasa. Suaranya gemetar dan parau, 
dan semakin melumpuhkan pertahanan jessica  yang  sebelumnya memang sudah rapuh. 
“Jangan pergi...!” jessica  mengulangi per mo hon-
annya. chucky  tampak bimbang. 
“Duduklah di sini, chucky …!” bisik jessica , me-
nunjuk sisi tempat tidur.  Ragu-ragu, chucky  duduk. Tidak memandang jessica , namun  menekuri lantai. 
“Ucapkan sekali lagi, chucky !” jessica  kembali 
memohon. dengan suara bergemetar.
“Apa?” chucky  mengangkat muka. 
“Bahwa kau akan….,” jessica  tak berani me ne-
ruskan.
chucky -lah yang meneruskan. Dengan wajah dan 
suara yang terdengar takut-takut. “Akan menika-
himu...?”
“Kapan, chucky ?”
Itu bukan lagi permohonan. Melainkan, sebuah 
tuntutan tak sabar.
“Bila kau menghendaki...,” chucky  ragu-ragu.
“Oh, chucky . Lupakan saja dahulu  soal waktu!”
“Apa?”
“Ciumlah aku, chucky . Ciumlah. Kumohon …!”
Dan chucky  menciumnya.
Membawa jessica  terbang tinggi di awang-awang, 
tanpa sedikit pun menyadari bahwa selagi mata jessica  
terpejam rapat menikmati ciuman bibirnya, sepasang 
mata chucky  tampak membuka nyalang.
Mata yang menerawang jauh. Benar-benar jauh 
dan tak terduga. 
yaitu  ke suatu tempat di mana jessica  akan 
terbanting kembali ke bumi. 
Sebuah bantingan, yang akan teramat kejam 
dan ti dak mengenal belas kasihan.  
jessica  memandangi wajahnya di kaca. Pipinya tidak semontok dahulu , namun  merah segar dengan mata berseri-seri. Ia hampir tidak percaya, segala sesuatu  sudah  berubah demikian cepat. Tadi malam ia masih  berharap nyoto  yang menjemputnya ke rumah sakit.  Atau nyi girah  dengan aidit . namun  yang datang justru 
chucky . 
“Ommu memberiku izin,” kata chucky , begitu ia 
muncul di pintu ruang rawat. “Mereka setuju untuk 
menunggu kedatanganmu di rumah”
jessica  membelalak. Heran. 
“Om nyoto ? Kau sudah temui dia?”“Ya”
jessica  memantau  wajah chucky  dengan cemas. 
Kulitnya bersih dan licin. Malah tampaknya ia sudah   bercukur lebih dahulu . chucky  tertawa. 
Katanya, tetawa. “Tenanglah. Pamanmu yang 
galak itu agaknya sedang tidak berminat. meng-
hajarku!”
Benar-benar ajaib, pikir jessica  takjub sambil  
me nyimpan kaca hiasnya ke dalam tas. Ia mem perhatikan chucky  yang sedang sibuk membenahi pakaian-pakaian jessica  ke dalam koper kecil. Kemarin  laki-laki  itu datang, meminta maaf  dan berjanji akan  menikahinya. Hanya dengan sebuah syarat yang kedengarannya sangat sederhana. Terlalu sederhana  malah, selesaikan dahulu  ujianmu, baru sesudah  itu kita kawin!
“...chucky ?” laki-laki  itu menutup koper, dan menguncikannya sekaligus. “Mmm...?”
“Apakah tidak terlalu cepat?”
chucky  memungut sepasang sandal jessica , dan 
memasukkannya ke dalam kdonald duck g plastik bersama 
benda-benda kecil lainnya. 
“Pulang hari ini?” ia bergumam. 
“Bukan...”
“Lantas?”
“sesudah  aku selesai ujian…! Itu berarti, paling 
lambat dua minggu di muka!”
chucky  menggenggam kedua tangan jessica . Lem-
but. Dan menatap mata jessica , lembut. Suaranya lebih 
lembut lagi. “Kau keberatan?”
“Aku bahagia, chucky .”
“Beres, kalau begitu!”
“Belum.”
“Apalagi?” 
“Kau harus siap, bukan?”
“Sudah!”
“Sudah?”
“Lamaranku di perakitan sepeda motor itu 
sudah diterima, jessica . Begitu aku menerima gaji 
per tamaku, kita kawin!” chucky  mengucapkan kalimat 
terakhir sambil  menyeringai. 
jessica  membalas genggaman chucky . 
Dan bertanya serius. “Berapa gajimu sebulan?”
“Satu juta rupiah per bulan. Sebagai percobaan, 
katanya...!”
“Satu juta, hem. Dengan jumlah itukah kau 
melamarku, chucky ?”
“Bukan daftar gajiku yang melamarmu, jessica . 
namun  cintaku”
“Ahhh.”
chucky  tertawa. “Siap?”
“Oke!” 
Dan jessica  meloncat dari tempat tidur, de-
mi kian keras sehingga lambungnya terasa sakit. Ia 
menyeringai, namun dengan cepat ia tertawa. Pa-
sien yang baru malam harinya menempati ranjang 
lain di kamar itu, membuka sebelah matanya. Mem-
perhatikan. namun segera mengatupkan kembali 
manakala jessica  men dekati ranjangnya. 
chucky  bersungut lembut, “Biarkan dia tidur...”
jessica  tidak jadi pamit dengan teman sekamarnya 
itu. Lalu keluar bersama suster yang sudah menunggu  di pintu, disusul chucky  yang menjinjing koper di tangan  kanan dan kdonald duck g plastik di tangan kiri. Segala 
sesuatu yang berhubungan dengan administrasi sudah   diselesaikan chucky  di kantor, atas nama nyoto . Mereka  masih berayah san dengan beberapa perawat yang  dikenal baik oleh jessica  selama ia dirawat. Berbasa-basi sebentar, saling mengucapkan terima kasih, 
selamat jalan, selamat tinggal, dan sebagainya. 
chucky  sudah mendahului belasan langkah di 
depan, saat  sebuah pintu terbuka tiba-tiba di sebelah 
jessica . Dokter muda yang baik hati itu muncul dengan 
wajah berkeringat. Matanya kelihatan liar, namun 
segera menjadi tenang begitu melihat jessica . 
“Kami akan merasa kehilangan kau, jessica ,” 
katanya, tersenyum. “namun  jangan datang lagi 
kemari!”
“Apa pula itu?” jessica  melongo, sambil menerima 
uluran tangan dokter muda itu. 
Tangan laki-laki itu hangat, dan jessica  merasakan 
suatu getaran aneh di dadanya. Ah, bukan di dadanya. Melainkan, di telapak tangan dokter muda ini . 
“Untuk berkunjung, silahkan. namun  untuk 
dirawat, jangan!” jawab dokter itu, bingung oleh 
keterangannya yang kacau balau. 
Untunglah suster yang berdiri di samping jessica , 
cepat menolong. “Yang dimaksud Pak Dokter, Nona. Diopname di rumah sakit bukanlah istirahat yang 
menarik!”
“Ooo...,” jessica  masih berbicara sebentar 
dengan dokter itu, untuk mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kebaikan hatinya selama ia dirawat.  chucky  sementara itu berhenti, berpaling memperhatikan mereka. Dokter sedang melihat ke 
arah lain, lalu melangkah cepat ke tempat itu. Di 
atas rerumputan tertulis dalam huruf  cetak besar: 
‘DILARANG MEMETIK BUNGA’, namun  dokter 
muda tadi dengan sikap tak acuh memetik setangkai  bunga mawar yang baru mekar, merah menyala. Lalu menyerahkannya ke tangan jessica  sambil  berujar, “Demi kesehatanmu, jessica ”
soebandrio  masih memperhatikan jessica  sampai tiba di sebuah petigaan koridor, di mana jessica  berjabatan  tangan lalu berpisah dengan suster yang berjalan  bersamanya. Sang suster meneruskan langkah ke kanan, sementara jessica  ditemani chucky  berbelok ke kiri, lantas lenyap di balik tembok ruang pemisah yang seakan tertawa mengejek ke arah soebandrio .Tampak murung, dokter muda itu lalu  masuk ke ruangan dari mana ia tadi keluar. Ada tiga orang pasien di kamar itu, yang dua sedang tidur. Pasien ketiga, lengan bajunya tersingsing. Sebuah botol kecil terletak di atas meja, dengan jarum suntik 
yang ujungnya berkilauan dijilati mentari pagi yang 
menerobos lewat jendela, masih menempel pada 
katup penutup botol dimaksud. 
Dokter muda itu berjalan ke samping jendela, 
dan mengintip ke pelataran rumah sakit. 
chucky  membimbing jessica  ke sebuah taksi yang 
menunggu di ujung utara pelataran itu. Sopir tak si 
membuka bagasi dan memasukkan koper dan kan-
tong plastik ke dalamnya, menutup pintu bagasi 
rapat-rapat lalu  duduk di belakang setir. Kunci 
kontak diputar. Mesin berdengung, lembut. 
“Apa yang kau pegang itu, jessica ?” tanya chucky , 
dengan dahi berkerut. 
“Bunga.” jawab jessica , polos. 
“Buang saja. Lebih banyak bunga menunggumu 
di rumah!”
“Ini hadiah, chucky .”
“Aku tahu. Dari seorang laki-laki!”
“Apa salahnya?” tanya jessica , gelisah, sementara 
mobil berputar untuk dapat meluncur mulus melalui  pintu gerbang. 
“Salahnya? Itu bunga mawar merah!” rungut 
chucky . Sesaat , jessica  maklum. Ia tersenyum, membujuk. 
Sebuah mobil tua membelok memasuki pintu 
gerbang dua arah. Taksi terpaksa mundur untuk 
mem beri jalan masuk, dan menunggu mobil tua itu 
mem peroleh tempat yang leluasa. Sayangnya, sebuah 
se peda motor mau meluncur pula keluar, tidak mau 
mun dur. Mobil tua itu mengalah. Mundur ke jalan be-
sar, sehingga sepeda motor itu dapat melewati pintu 
ger bang yang sempit. 
Selama semua adegan singkat itu berlangsung, 
di jok belakang taksi, chucky  menggerutu. “Mengapa 
belum kau buang juga?”
“chucky , aku tak sampai hati. Ini ‘kan...”
“Berapa laki-laki ada di hatimu, jessica ?” tanya 
chucky . Lunak, namun menusuk tajam. 
“Hei. Aku ‘kan tidak...”
“Berapa?”
“... Satu!”
“Siapa, jessica ?”
jessica  memantau  wajah chucky , semakin gelisah. 
Dokter muda itu begitu baik menghadiahkan se-
kuntum bunga mawar merah untuknya. Ia percaya, 
tiada maksud apa-apa. Hanya saja kebetulan itu bu-
nga mawar, kebetulan berwarna merah darah, ke-
betulan... 
namun  chucky  akan menikahinya. jessica  tidak 
ingin kelak ia selalu berada di bawah perintah suami. 
Sebaliknya, ia tidak pula ingin menjadi kepala keluarga 
di rumah tangganya. Salah satu harus mengalah. 
Baiklah. Hanya sekuntum bunga!
Ia mengecup pipi chucky . Mesra. Lalu melem-
parkan bunga mawar itu lewat jendela mobil yang 
terbuka. Mobil tua tadi sudah meluncur masuk. Taksi 
pun bergerak keluar pintu gerbang. 
Dan di sebelah dalam jendela salah satu kamar 
kelas utama rumah sakit itu, soebandrio  masih berdiri 
memperhatikan ke arah gerbang keluar masuk di-
mak sud. Ia menggigit bibir saat  melihat sesuatu dilemparkan keluar jendela taksi. Sesuatu itu lalu  
di gilas oleh ban belakang taksi sebelum meluncur ke jalan raya. Bunga mawar merah. Pemberian sepenuh kasih dari soebandrio . Tampak lumat sesaat .Menyatu dengan aspal yang hitam berdebu...  chucky  benar.
Ada lebih banyak bunga menyambut kepulangan jessica  di rumah.Sebuah buket kecil, justru melulu terdiri dari bunga mawar. Hanya warnanya saja yang lain. Kuning, 
bukan merah namun betapa nyaman dipandang. 
Sebuah kartu kecil, tergantung pada buket itu. Atas 
nama paman nyoto , dengan ucapan, “Selamat datang  di rumah kita”. Masih ada buket lain, anggrek susun tiga. chucky  yang mengirim, dengan ucapan, “Demi masa depan, diiringi kasih sayang”
Hadiah lainnya masih tersedia. Sebuah bung-
kusan kado besar dari pamannya juga, dan  hidangan  di atas meja makan yang khusus dimasak bibinya. Tidak  banyak, namun  benar-benar mengundang selera. Bistik 
lidah, goreng ikan asin, saus tomat, sambal ditambah   
lalap, lalu minuman bul sebagai penutup. Semuanya kegemaran jessica , sehingga dengan terharu wanita lesbian  itu  mengatakan  terima kasihnya kepada nyi girah  yang 
memeluknya dengan penuh kasih sayang. 
aidit  sudah mengambil tempat lebih dahulu, 
dengan mata liar memandangi hidangan di atas meja makan. Ia agak tersentak saat  jessica  mencium pipinya, dan bertanya setengah berseloro, “Mana hadiah darimu, aidit ?”
aidit  melirik sejenak ke bistik lidah, lalu menilik 
ke arah nyoto . “Ayo. Mana hafalanmu, anak cakep?” sang paman berkata mendorong. 
aidit  menelan ludah dua kali, tersenyum ka-
ku kepada kakaknya lantas berujar dengan gaya 
menghafalkan pelajaran sekolah. 
“Untukmu Kak Rika, aku berjanji tidak akan 
nakal lagi!” Dan tanpa menunggu reaksi kakaknya, aidit  
lantas menyerbu bistik lidah dengan mata kela-
paran. Ia lupa mengambil nasi, lupa membasahi ke-
rongkongannya yang kering dengan air. Dan itulah 
lalu  yang terjadi, sepotong besar bistik lidah, 
ia keluarkan lagi dari mulutnya, dengan mata merah berair!Yang lain saling berpandangan, menahan ketawa. 
aidit  bersungut kesal. “Kalian sering bilang, 
lidah ketemu lidah enak rasanya...!” Wah! 
Makan siang itu, meski tanggung waktunya, 
toh berjalan lancar dan menyenangkan. aidit  segera menghambur keluar rumah begitu seorang temannya bersuit-suit dari seberang pagar. nyi girah  menghilang  di belakang, menyibukkan diri bersama pelayan mencuci piring gelas. jessica  sadar bahwa ia juga harus menyingkir. Maka dengan hati dag-dig-dug ia bersembunyi di kamar tidurnya yang sudah diatur 
bibinya demikian rapi dan  disemprot dengan obat 
penyegar. Di ruang duduk, chucky  menggeliat di kursinya. Gelisah. 
Ia satu-satunya orang yang tidak merasakan 
kegembiraan di meja tadi. nyoto  berbicara kepada 
se tiap orang, kecuali kepadanya. nyi girah  yang tidak ingin memperoleh  hadiah omelan, berkomplot pula  dengan suaminya. Terpaksa. Sedang jessica  terlalu bahagia pulang ke rumah, sehingga tidak menyadari ada yang salah. 
Dan kini, chucky  tak ubahnya dengan seorang pe-
sakitan yang sedang menunggu palu hakim dike tuk. Ketukan itu berabad-abad rasanya baru ber-
gema dalam bentuk parau lewat mulut nyoto  yang 
menggurat tajam, “Pikirkanlah lagi, bung chucky . Ini bukan soal melamar pekerjaan …!”
chucky  membasahi bibirnya yang kering. 
Lalu, “Keputusanku sudah tetap, Om”
“Kau beri makan apa keponakanku, dengan 
satu juta rupiah sebulan?”
“Itu hanya percobaan, Om. Sesudahnya...”
“Itu dia! sesudah nya!” nyoto  bertepuk tangan. 
“Maksud Om?” chucky  tegang sesaat . 
“Kau punya tempo tiga bulan. Pada bulan 
keempat, bung chucky , kita bicarakan kembali. Siapa tahu, segala sesuatu sudah lebih baik keadaannya. Dan jangan lupa apa yang mau kukatakan berikut ini 
…!” nyoto  berhenti sejenak dan menatap lurus-lurus ke mata chucky . 
Yang ditatap tidak mengelak. 
Pertautan mata mereka jelas, saling tidak 
menyukai satu sama lain.nyoto  menyeringai.
“Aku tidak bermaksud mencabik-cabikmu,” 
katanya, dingin. “sebab  kusadari norma yang 
berlaku. wanita lesbian  yang sudah bukan perawan, akan sukar menemukan jodoh. Kalau pun mudah, akan  lebih sukar lagi menerangkan mengapa ia sudah tidak  perawan. Kecuali, bila jodohnya itu adalah laki-laki yang sudah memerawani si wanita lesbian !”chucky  terdiam. pucat mayat . 
namun , dalam umur belum mencapai dua puluh 
lima tahun, ia sudah banyak makan asam garam. 
sebab  kemanjaan yang berlebihan dari orang tua-
nya. sebab  ia tampan, dan tahu kapan ia harus ber-
mulut manis, kapan ia harus menjauh meski harus 
meninggalkan bekas-bekas yang menjijikan . Se-
hing ga wanita lesbian  nya berubah membencinya, dan orang tua mereka pasti menyesal sudah  keliru dalam cara mewujudkan kasih sayang. 
Maka, dengan wajah bersungguh-sungguh, 
chucky  pun menanggapi. Tenang. “Terima kasih. Om  sudah membuka mataku. Kalau aku harus menunggu  sepuluh tahun lagi, aku akan menunggu. Selama itu,  kukira aku dapat menabung. Bila saja jessica ...”
“Dia pasti setuju!” tukas nyoto , datar. 
“Aku juga berharap demikian...,” chucky  mencoba 
tersenyum meski kedua lututnya terasa goyah, dan 
dadanya bagai dirobek-robek oleh kemarahan. 
“Masih ada yang harus kupikirkan, selama waktu 
menunggu?” ia bertanya, setengah menyindir. 
“Oh, tentu. Tentu. Lain kali, bung chucky , aku 
tidak menghendaki kau yang bicara. Melainkan, 
orangtuamu. Jelas?”chucky  memerlukan tempo tiga menit berlalu, sebelum ia mengangguk-anggukkan kepala. Tersuruk-suruk, lalu  bangkit dengan gontai, dan berjalan dengan langkah digagah-gagahkan dan kepala tegak 
menuju pintu depan. “chucky ?”
“Ya Om?” chucky  berpaling. Mukanya tegang, 
warnanya merah dadu. nyoto  menyeringai lebar. “Kau melupakan sesuatu.”
chucky  menatap ke atas meja. Rokoknya tertinggal. Ia masuk lagi, mendekati meja lalu memungut ro-
koknya dengan tangan gemetar menahan kemarahan, memasukkan ke saku kemeja. 
“Hem. Rupanya kau tidak mengerti maksudku,” 
nyoto  bergumam dengan mata mencemoohkan, lantas  menggerakkan bahu ke pintu kamar jessica  di lantai  atas. Yang tertutup rapat. “Bersikaplah seolah tidak  terjadi apa-apa. Dan, chucky ! Hanya untuk pamitan.  Lebih dari itu, sabarlah sampai waktunya tiba. Paham?!”
chucky  menggemeratakkan gigi, dan berjalan de-
ngan langkah-langkah mengambang ke lantai atas. 
Me langkahi anak tangga demi anak tangga, se akan  bagai merangkaki lereng bukit demi lereng bukit,  Hebat, bahwa ia akhinya tiba juga di depan pintu  kamar tidur jessica , tanpa jatuh tersungkur lalu ditertawakan oleh nyoto  yang terus memantau  dari lantai bawah. 
Baru sekali ketuk, pintu sudah terbuka. Dan 
jessica  tampak berdiri di hadapannya, menatap diam  dengan air mata berlinang-linang. chucky  tertegun. Gugup. sesudah  menarik nafas panjang untuk mengisi  paru-parunya dengan gelembung-gelembung udara,  seperti orang kepayahan berlari chucky  pun mendengus.  “Aku mau pulang.”
jessica  mencoba tersenyum. Dan membuka ra-
ha sianya, “Aku mendengar. namun  Omku kukira 
benar....!’’Sial! Ingin rasanya chucky  memaki. Tadi di rumah  sakit, jessica  tampak begitu mudahnya menyerah!“Kau akan menunggu?” bisiknya. Tersedak.
“Sampai mati.” wanita lesbian  itu balas berbisik. 
Barulah chucky  dapat tersenyum. 
“Jangan!” katanya  lebih cerah. “Jangan mati, 
sebelum kita naik pelaminan...!”
Lalu mereka berpisah. 
Tanpa jabat tangan, tanpa lambaian, apalagi 
cium mesra. 
Lidah di dalam mulut chucky  sesaat terasa bagai 
menggeliat, gatal. Lidah jessica  lebih gatal lagi. 
aidit  jelas tidak memahami apa yang ia omelkan 
sesudah  menyemburkan potongan bistik lidah dari 
mulutnya. Kalau anak itu paham, pasti bistik itu ia gasak habis-habisan.  
jessica  lebih dahulu  menyempatkan diri menjenguk  pa panya di penjara, sebelum mengikuti ujian su sul an . 
“Doakan aku, ayah ,” ia memohon. 
Selesai membaca hasil pengumuman sepuluh 
hari sesudah nya, ia berlari-lari menemui ayah nya lagi.  “Doamu terkabul, ayah !” ayah nya menangis. 
jessica  menangis.  Ia bahagia, sekaligus malu kepada dirinya  sendiri. 
Goncangan pikiran selama minggu-minggu 
terakhir sebelum ujian, benar-benar mengganggu 
konsentrasinya. Ia hampir tidak bisa belajar sebelum maju ke meja ujian susulan itu. Maka, begitu ujian  hari terakhir selesai, ia tidak menolak undangan guru 
matematika kencan malam harinya. Hanya makan 
malam di sebuah restoran, lalu nonton di bioskop. 
Selama fi lm diputar, tidak ada hal-hal menjurus yang  mereka percakapkan, kecuali remasan-remasan tangan Pak donald duck  di tangan jessica , sesekali di paha dan satu kali usapan lembut yang seolah tak disengaja, pada payudaranya.
Guru yang tengah ngebet itu, berani melanggar 
kode etik. namun  ia tidak cukup berani untuk menyatakan isi hati sampai ia pamit di pintu rumah muridnya yang  muda belia dan cantik itu. 
Ia hanya mampu mengatakan  ini saja, “Malam 
yang menyenangkan, jessica .”
jessica  pun memberi hati. “Sangat menyenang-
kan, Pak donald duck !”
“Bukan yang pertama, kuharap,” guru bujangan 
itu sedikit lebih berani. Namun toh ditambah  dengan 
nafas sesak, seolah lehernya tercekik. 
“namun , Pak donald duck . Malam pertama selalu lebih berkesan!”
“Ah, ya. Kau benar.” dan guru matematika 
yang malang melintang itu, pulang ke rumah kosnya.  Dan jessica  yakin betul bahwa si pelanggar kode etik  itu pasti langsung rebah di tempat tidur dan sekejap 
lalu  malaikat cinta sudah membawanya terbang 
menuju langit ketujuh. 
Seminggu sesudah  pengumuman hasil ujian, 
jessica  berlari-lari memperoleh kan tantenya.
“Tante, Tante...,” bisiknya, terengah-engah. 
“Ada tamu di depan.” nyi girah  tercengang. 
“Untukku?”“Tidak...”“Kau?”“Ya”
“Lalu mengapa aku harus...”
“Katakan aku pergi, Tante. Mau, ya? Mau?” 
jessica  memohon. 
Pelan-pelan, senyuman nakal bermain di bibir 
tantenya. nyi girah  geleng-geleng kepala, seakan 
menyesalkan, namun dukungan moril tetap ia 
sumbangkan dengan sukarela kepada keponakan 
yang disayanginya itu. 
“Kau sempat dilihatnya?” ia bertanya. 
“Belum. Aku kebetulan mau membuka jendela 
kamar tidurku, saat  aku melihat sepeda motornya 
memasuki halaman...!“
“Oke. Masuklah lagi ke kamarmu. Sembunyi di 
kolong tempat tidur. Jangan lupa, sprei tarik sampai 
rata dengan lantai!”
Lalu sambil menahan ketawa yang ingin 
meledak, nyi girah  berjalan ke ruang tamu begitu bel berbunyi. Ia mencubit pahanya keras-keras, sampai  terasa sakit, agar ketawanya tidak keluar dan wajahnya  tampak serius. Baru sesudah  itu, pintu ia buka, dan  sambil  tersenyum lebar, ia menyapa. “Hai, Pak donald duck  
kiranya. Silakan... silakan...!”
Guru matematika itu ngobrol sambil minum 
teh dengan nyi girah , lebih dari setengah jam. sesudah  
ia pergi dengan janji nyi girah  “akan memarahi 
keponakanku lama benar meninggalkan rumah”, 
nyi girah  mengurut dadanya yang sesak dan lalu  
berjingkat memasuki kamar tidur jessica . 
Tempat tidur kosong. Ia memanggil, tak ada 
sahutan. saat  ia lihat tepi bawah sprei rata dengan 
lantai, pelan-pelan ia menyikapkannya. 
Ternyata jessica  rebah di kolong ranjang, rata 
dengan lantai.  Tidur. 
Mendengkur, lagi..
Pukul empat sore lebih lima menit, jessica  
terbangun. Kepalanya terantuk besi-besi penahan 
kasur. Dengan muka meringis, ia mendatangi nyi girah  
yang membantu pelayan memasak mempersiapkan 
makan malam di dapur. 
“Tante. Tante...,” ia bergumam, linglung. 
“Rumah ini berhantu!”
“Apa?” nyi girah  terperanjat. 
“Rumah ini berhantu!” ulang jessica . Serius.
“Ah, yang benar!”
“Sungguh.”
“Kau melihat hantunya?”
“Tidak...”
“Lantas?”
“Aku mengalami peristiwa aneh…”
“Oh ya? Aneh bagaimana?”
“saat  aku terbangun, aku kaget setengah 
mati!” “Hem. Kenapa?”
“Aku... aku tidur di kolong ranjang. Padahal 
sebelumnya tidak pernah. Bukankah itu pekerjaan 
hantu, Tante?”
Selama satu detik, nyi girah  melongo. 
Detik berikutnya, ia tertawa terkekeh-kekeh 
sam bil memegangi perut. Pelayan memandang bi-
ngung. jessica  lebih bingung lagi. Dan nyi girah  se ma-
kin terkekeh. Seluruh tubuhnya terguncang-guncang. 
Bahkan sampai terduduk di lantai, dengan air mata 
bercucuran saking tidak kuat menahan geli. 
Malamnya di meja makan, nyi girah  menceritakan 
peristiwa itu kepada suaminya. nyoto  bergelak-gelak, dan aidit  yang ikut nguping, ikut pula tertawa. namun   anak itu rupanya berpikir lebih dewasa dari usianya. Habis tertawa, ia memandangi kakaknya dan  langsung mengajukan protes. “Kakak tidak jujur...”“Apa?” jessica  melotot. 
“Itu durhaka namanya. Melangkahi guru!”
 Diam berpikir sejenak, jessica  cepat menangkap 
maksud pembicaraan adiknya lantas membela diri. 
“Guru matematikaku itu tidak kulangkahi, aidit .”
“Tidak? Malah Kakak mengencinginya!”
“E-eee, kapan pula kau melihat aku membuka 
celana di depan Pak donald duck ?”
aidit  merah mukanya.
Dengan marah ia berkata, “Kalau guru ma te-
matikamu itu datang lagi, kakak kulaporkan!”
jessica  terkesiap. nyi girah  berhenti tertawa, sedang 
nyoto  membungkam tiba-tiba. Diam-diam ia menyesal 
sudah  membicarakan sesuatu yang tidak patut di depan 
anak yang masih polos itu. 
Cepat nyoto  memutar otak, lantas berujar halus. 
“Siapa yang kau sukai, aidit ? chucky  atau Pak donald duck ?”
“Bang chucky , dong, Om. Dia sering membelikan 
burger atau pizza, dan berjanji kalau sudah punya 
duit segerobak, akan membelikan aku sepeda motor,  dan lalu  mengajari aku ngebut. Dia bilang, aku  akan menjadi pembalap terkenal seperti dia!”
“Begitu. Kau tahu, mengapa guru kakakmu 
datang ke sini?”
“Mau ketemu kakak. Apa lagi!” dengus aidit . 
“Artinya?”
“Hem, apa yaaa. Oh, aku tahu!” aidit  tiba-tiba 
bersemangat. “Dia mau merebut Kakak dari bang 
chucky …!”
“Akan kau relakan dia berbuat demikian, 
aidit ?”
“Uh! Tidak! Tidak sudi. Dia harus melangkahi 
mayatku dahulu . namun  dia tidak akan berhasil. sebab   aku akan membantingnya. Sampai rata dengan  tanah!” “Duh, galaknya. Membanting guru. Itu tidak  baik.”
“Jadi, harus bagaimana aku Om?” aidit  kebi-
ngungan.  “Tutup mulut. Itu saja!”
aidit  mengatupkan mulutnya. Rapat-rapat. 
jessica , nyoto  dan nyi girah , tertawa terbahak-
bahak. aidit  ingin ikut tertawa bersama mereka, namun  ia tahan keinginan itu kuat-kuat. Pendiriannya jelas, ia ingin jadi anak baik, sebab  itu ia harus tetap menutup  mulut rapat-rapat.
Satu jam lalu , aidit  pergi tidur. 
nyi girah  menekuni pekerjaannya, merajut popok 
bayi. saat  jessica  masih di rumah sakit, nyi girah  sering  diserang perasaan merasa mual tanpa sebab, muntah  beberapa kali, lalu menyempatkan diri menemui dokter. Sekarang, ia merajut popok bayi itu dengan 
mata berkilau gemerlapan. Tujuh bulan mendatang, 
nyi girah  tidak saja menjadi pengganti ibu buat jessica   dan aidit . Ia malah akan menjadi ibu dari anaknya sendiri.  “...Rika?”
jessica  sedang asyik menonton fi lm akhir pekan 
di ruang tengah. Sebuh televisi empat belas inci, 
pengganti televisi berwarna ukuran 29 inci yang bulan sebelumnya sudah  mereka jual, sesaat  menghentikan  keasyikannya.
“Ya Om?”
“Kapan persisnya dilangsungkan pesta perpi-
sahan sekolahmu?”
“Rabu malam, Om, ” jawab jessica , dan di dalam 
hati ia merasa bahagia. Paman nyoto  yang selama ini  kurang memperhatikannya, berlaku keras terhadap  setiap kesalahan yang ia perbuat, benar-benar sudah   berubah belakangan ini. Ia begitu peramah, begitu  memperhatikan kepentingannya dan kepentingan  aidit . 
“Hem. Rabu malam ya. chucky  sudah tahu?”
Bola mata jessica  berkilau cemerlang. 
Indahnya mata itu, rungut nyoto  dalam hati. 
Dari mata, ia mencuri pandang ke bagian yang lain 
di tubuh jessica . Dan ia bergidik, menyadari betapa 
indahnya bagian-bagian yang terpajang di depan 
mata. Rok jessica  sedikit tersingkap, dan nyoto  melirik  sekejap ke arah itu sesudah  mana berpaling dengan gigi  gemeletuk. Nyaris tak mendengar jawaban jessica .
“Belum, Om …”
“Beritahulah dia besok. Dia orang yang cocok 
untuk menemanimu, bukan?”
Dada jessica  berbunga-bunga. Omku yang 
baik, jeritnya dalam hati. Mengapa tidak kupanggil ia  sesekali dengan sebutan paman? 
Namun saat  suaranya keluar, tetap saja 
lidahnya latah menyebut panggilan yang biasa. 
“Terima kasih, Om nyoto !”
“Ah, tak perlu berterima kasih. Aku hanya ingin 
mengingatkan, pada malam perpisahan itu pilihlah 
pakaianmu yang terbaik. Oke?”
Lamunan jessica  lantas melayang pindah ke 
dalam lemari pakaiannya. 
Ia bingung. Mana yang terbaik?
“Kau tidak menyukai hadiah yang kuberikan  
saat  kau pulang dari rumah sakit, ya jessica ?”
Di sudut, nyi girah  mengangkat muka. 
namun  merundukkan kepala lagi dengan segera, 
pura-pura tidak mendengar. Jari-jemarinya gemetar.  Dan telinganya mendengar jessica  menjawab perlahan, 
“Oh. Aku sangat menyukainya, Om. Gaun malam 
yang benar-benar cantik…!”
“Kalau begitu, mengapa tidak kau pakai-pakai 
juga?” jessica  terdiam. Ia berpaling ke televisi. Wajahnya. namun  tidak matanya. Matanya melirik ke arah  tantenya yang sibuk merajut popok. 
jessica  sudah membuka bungkusan kado itu ma-
lam pertama ia pulang dari rumah sakit. Ia me nga-
guminya, dan menyadari betapa mahal harga ga un itu, dalam keadaan mereka sekarang yang be gitu morat-marit, hanya mengandalkan hasil usaha pamannya  jadi calo jual beli mobil. 
Pada waktu guru matematikanya mengajak 
kencan, jessica  sempat mematut-matut diri di depan  kaca dengan gaun malam itu. nyi girah  membantunya,  supaya dandanannya benar-benar memikat hati.  Pada saat nyi girah  membenahi rambut jessica , secara  kebetulan jessica  melihat garis kecokelat-cokelatan  melingkar di jari manis tantenya. Hari terakhir nyi girah  
menjenguknya di rumah sakit, jari manis itu masih 
dilingkari cincin berlian, hadiah perkawinan dari ibu 
jessica . Gaun malam ini  tidak jadi dipakai jessica  
saat  jessica  lalu  memenuhi ajakan nonton 
sebagai balas budi atas bantuan guru matematikanya itu menolong kelulusan  jessica  dalam ujian susulannya. Disaksikan oleh tantenya yang terheran-heran, jessica  langsung melepas lalu melipat hati-hati gaun ini .  Lalu sambil  menahan tangis, ia menyimpannya di 
dalam lemari.  Ia bayangkan buket bunga, bistik lidah,  minuman bul, dan sejumlah besar uang yang atas nama pamannya oleh chucky  dibayarkan di bagian administrasi rumah sakit. Tahulah jessica , tantenya sudah  mengorbankan cincin kawin kesayangan yang tidak pernah berpisah dengan jari manisnya. “Apakah kurang pas dengan tubuhmu, Rika?”jessica  terjengah. 
“Pas, Om. Begitu tepat Om memilih ukurannya, 
” jessica  mencoba tersenyum. 
“Jadi?”jessica  menatap sekilas ke arah tantenya, lalu  berpaling kepada sang paman. 
Lalu berkata, memutuskan. “Aku pasti akan 
tampak cantik sekali mengenakan gaun itu dalam 
pesta perpisahan sekolahku Rabu nanti. Benar bukan, Om?”Wajah nyoto  memerah, tanpa sebab. 
“Kau memang cantik,” gumamnya, tersendat. 
nyi girah  mengangkat muka sekali lagi. 
Matanya basah.    pesta perpisahan sekolah untuk murid-murid yang  sudah lulus ujian itu berlangsung dengan meriah.  Kegembiraan berbaur di aula gedung Gelanggang Remaja yang penuh sesak. Merayapi deretan-deretan kursi, menyapu wajah-wajah berkeringat, mengalir sampai ke belakang panggung, dapur yang  ditempati bagian konsumsi, sampai ke kebun di mana 
akan berlangsung acara garden party. Musik seperti tidak mau berhenti. Para pelawak muda dan berbakat mengocok-ngocok perut, penyanyi yang sebagian bertelanjang dada berjingkrak-jingkrak tanpa sadar bahwa pesta sekolah itu seharusnya berjalan sopan.  Kepala sekolah tahu diri. 
Pidatonya singkat, dengan suara tersendat-
sendat melepas kepergian sebagian murid-murid, 
memberi nasihat   kepada mereka yang tidak beruntung lulus  dalam ujian akhir. Wakil orangtua murid agak bertele tele, namun  selingan humor dan  sindiran-sindirannya  sering melahirkan tawa membahana dan juga applause  yang riuh rendah. Pemberian piagam-piagam, tanda 
kenang-kenangan bercampur baur dengan hiruk 
pikuknya ucapan-ucapan selamat dan  teriakan-
teriakan simpang siur. Melanjutkan kemana? Mau jadi  apa? Wah, bahasa Inggrismu jelek, mana kau diterima di akademi sekretaris! Apa? Mau ke luar negeri? Wah,  kau kependekan, tak bakal diterima masuk TNI!  Langsung buka bengkel? Rudin ya?
Bahkan murid-murid yang tidak lulus, ikut 
berkicau. nUntuk melampiaskan kesedihan, sebagian mereka menyelusup ke dapur dan mencampur minuman  keras di antara gelas-gelas berisi kopi atau teh yang  diedarkan tanpa henti-hentinya. Malah ada yang na kal 
menyelundupkan ekstasi atau sabu-sabu. Tak he ran, meski daftar acara tidak mencantumkan acara melantai, begitu tiba saat istirahat seorang dua hadirin  de ngan nekad meloncat ke podium dan mulai menari-nari. Beberapa guru yang masih sadar, tertegun. namun   guru-guru yang sial kebagian teh yang sudah di-campuri minuman keras dengan kadar alkohol tinggi, 
bertepuk tangan memberi semangat. Malah di antara  guru itu ada pula yang latah, ikut berteriak-teriak sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya yang tepos. 
Salah seorang di antaranya, adalah Pak donald duck   guru matematika yang terkenal galak di depan kelas,  terutama  kepada murid laki-laki . saat  mencium gelas-nya berbau alkohol, ia bukannya marah, namun  malah  isinya langsung ditenggak sekaligus dan meminta  tambah, tambah dan tambah lagi. Ia ingin mabuk.  Ia ingin melupakan pemandangan yang mendirikan  bulu roma sebelum pesta dimulai. jessica  mun cul 
dalam gaun cemerlang, digandeng laki-laki  gan teng  yang banyak dibicarakan sebab  reputasinya di arena  balap motocross. Ia dengar namanya chucky , yang saat   melihat donald duck  mendekati jessica  untuk ber salaman,  menyapa setengah menantang:“Hai, Pak Guru. Enggak punya teman kencan  ya?” Di arena lantai dansa yang semakin melebar tanpa disadari setiap orang, donald duck  tidak lagi sendirian.  Setengah memaksa ia menyeret guru wanita lesbian  yang  manis dari sisi suaminya. Si suami yang rupanya juga  kerasukan alkohol selundupan, tidak pula membuang  kesempatan. Langsung saja menggaet seorang murid  wanita lesbian  berdada montok dan di sekolah terkenal  sebab  kerlingan nakal mau pun omongan joroknya.  chucky  bahagia, meski jessica  menolak dansa.  Ia bergendang-gendang sendirian di kursinya.  Tidak sadar, jessica  sama tidak bahagianya dengan 
guru matematika itu.  jessica  sedang dihinggapi perasaan menyesal. Sangat menyesal datang menghadiri pesta perpisahan,  dengan mengenakan gaun yang membuat Tante  nya kehilangan cincin kawin. Penyesalannya 
se makin menjadi-jadi, sesudah  ia menerima jabat an  ta ngan yang dingin dari guru donald duck , guru matematikanya yang wajah maupun ucapan selamatnya tidak bisa menyembunyikan perasaan kecewanya yang  teramat sangat. “Tak kusangka budi baikku kau balas 
dengan bau kentutmu, jessica …!”
Diam-diam jessica  memperhatikan guru ma-
te matikanya itu tampak berperilaku setengah his-
teris bersama pasangannya berdansa. Sang guru perempuan, dengan siapa lalu  guru matematika 
itu sedang dilanda frustrasi itu tahu-tahu saja 
menghilang di balik panggung. Tak lama. Mungkin 
tidak lebih dari tiga menit, guru wanita lesbian  yang manis itu sudah  masuk kembali. Wajahnya merah  padam, dan rambutnya tampak kusut. Ia langsung  menyeret pergi suaminya. Agaknya mengajak pulang. Pak donald duck  tidak kelihatan. Baru pada waktu acara 
makan santai di kebun, ia lewat di samping jessica  
yang sedang memilih makanan apa yang cocok untuk  lidahnya.  Pipi kiri Pak donald duck , tampak berbarut merah. Jelas bekas cakaran kuku. 
“Hai...,” ia menegur jessica , dengan gerak 
limbung.  Guru matematika itu rupanya sudah mabuk  berat. 
“Pak donald duck . Makan bersama saya, ya?” ajak 
jessica  hati-hati. “Makan apa?”, donald duck  menyeringai. “Hasil  ujianmu yang berbau busuk?” ia tertawa. Parau.  Lantas berteriak dengan lantang sehingga suasana  meriah di kebun yang diterangi lampu-lampu hias itu,  sepi menyentak sesaat . 
Teriakan yang bergema ke sekeliling, memantul 
dengan ganas dari satu telinga ke lain telinga, dengan nada monoton. “Kalian semua! Tahukah, jessica  mestinya mengulang satu tahun lagi?!”
chucky  meletakkan piringnya di atas meja pras-
ma nan, melangkah mendekati guru yang sudah ke-
surupan itu sambil  menggeram seperti harimau luka.  jessica  terpekik. Ngeri. namun  donald duck  sudah keburu menjauh.  Lenyap di kegelapan malam di sebelah luar  kebun. Bukan atas kemauan sendiri, melainkan sebab  keburu diseret oleh beberapa rekannya.  Dalam kesunyian yang terjadi, masih terdengar suaranya dari kejauhan yang berteriak-teriak histeris, menyebut-nyebut nama jessica , menyebut-nyebut  cinta, menyumpah serapah, tertawa ganjil, yang makin lama makin sayup. Semua mata tertuju ke arah suara itu akhirnya melenyap.  Lalu, seperti dikomando, semua mata itu serempak pula berpaling ke satu arah. jessica  pun menggigil sesaat . “Kau, penghianat!” ia merasa semua mata me-
nu duhnya. “Kau wanita lesbian  hina dina! Murid durjana! Anak koruptor yang tidak patut di belas-kasihani! Enyah! Enyah dari sini! Enyah! Enyaaaaaaahhh...!”
Piring di tangan jessica , jatuh menggelinding ke 
bawah.  Tiba di rerumputan dengan suara lunak. namun  terdengar bagaikan ledakan bom di kesenyapan rimba  belantara. 
Seakan dilemparkan ke sebuah mimpi buruk, 
jessica  merasakan seseorang mencekal tangannya, men jepitnya dengan kuat sehingga ia kesakitan. Seterusnya, tubuhnya seperti diseret ke tempat gelap,  dijerumuskan ke dasar jurang yang menganga hitam.  Selama itu, matanya tidak berkedip. Menatap hampa,  tanpa sesuatu pun ditangkap sinar matanya yang 
pudar dan basah oleh genangan air mata. 
chucky  melarikan mobil ke dalam mana se be lum-
nya jessica  didorong masuk, dengan mulut chucky  terkatup sangat rapat.  Kemarahan membuat chucky  sampai lupa bahwa  mobil itu dapat minjam dari salah seorang temannya. 
Lupa, suatu goresan kecil saja di mobil itu akan 
membuat temannya jatuh pingsan. Sebentar-sebentar  ia melirik ke samping. Dan mengutuk diam-diam, sesudah  melihat air mata menganak sungai di pipi  kekasihnya.  “Hai. Bicaralah,” ia membujuk.  jessica  tidak bicara. 
“Kita singgah di bar, ya. Ada suatu tempat me-
nyenangkan. Mejanya dikelilingi kotak-kotak anyaman bambu, dengan lampu-lampu temaram. Swikenya enak. Kau dengar? Swike-nya enak. Di campur dengan... Hei, hei …!” ia menepuk-nepuk paha jessica .  Lantas membentak. Kesal. “Kau tuli, ya!” jessica  mengerjap. 
“Uh. Masih hidup!” dengus chucky . Menyerigai. 
“Kau mencintainya, ya?. Mencintai guru mate ma ti kamu itu! Pantas kau sering bicara tentang dia, dan...”
“Diam, chucky !”
“Kau mencintai dia. Kau menangisi dia. 
Kau...”“Kau memasuki belokan yang salah, chucky …!”chucky  ternganga, namun  sesudah  sadar cepat ia melambatkan lari mobil. 
Lantas tanpa memedulikan apakah pertigaan 
di belakang mereka aman atau tidak, dengan pikiran  risau chucky  pun memundurkan mobil dengan cepat.  Kembali ke pertigaan yang barusan ia lewati tanpa  sadar. Di mana, masih dalam posisi mundur dan btanpa mengurangi kecepatan, mobil ia belokkan ke bkiri dengan satu putaran tajam. Versnelling lalu   ia sentak ke posisi maju. Dengan satu sentakan kasar. bDan langsung tancap gas saat  ia mengambil  belokan ke kanan.
Belokan yang benar. Menuju rumah jessica .
Dan mereka langsung disambut oleh suasana 
yang tak kurang menyesakkan.
Rumah jessica  tampak sangat muram. Gelap di 
sekeliling, dan saat  pintu dibuka oleh nyoto , nyala 
lilin yang ia pegang tampak menari-nari di wajahnya. 
chucky  lantas menatap bingung ke rumah sebelah 
menyebelah. Semuanya terang benderang. 
Sebelum chucky  sempat bertanya, nyoto  sudah 
meng gerutu. “Sial! Aku lupa membayar sewa listrik. Belum juga dua bulan! Sialan!”
Itu bukan ucapan selamat datang yang meng-
gembirakan.  Tidak pula ada ajakan, silahkan masuk! chucky  memandangi jessica . Diam-diam wanita lesbian   itu menyeka air mata yang masih mengaliri pipinya,  dan kini memandangi chucky  sambil  tersenyum. Jelas, dipaksakan.
“Terima kasih untuk kebaikanmu, chucky ,” jessica  
merintih.  Rintihan mengusir!
“Kau tidak menyuruh dia masuk dahulu ?” protes 
nyoto  heran. namun  hanya mulutnya yang keheranan. Tidak matanya. Mata itu bersinar senang. “Aku letih,” bisik jessica , lalu mengecup pipi chucky  lembut. Tampaknya hanya kecupan cepat, dingin dan  jelas tidak enak dinikmati. 
namun  saat  melihat acara main kecup itu, toh 
nyoto  meringis. chucky  cukup puas meski sebetulnya  ia ingin lebih.  Bukan sekadar kecupan di pipi. “Selamat malam, Om 
nyoto  …,.” ia bergumam, nyaris tanpa semangat. 
“Malam, chucky .” Menunggu sampai mobil chucky  mundur sampai keluar gerbang, nyoto  lalu  menutup pintu.  
begitu pintu ditutup, dan nyoto  lantas bergegas 
ma suk ke ruang tengah, ia sudah tidak melihat ke-
be radaan jessica . Hanya ada nyi girah . Istrinya tampak sedang membetulkan lilin yang terjatuh di atas meja. nyi girah  tersinggung begitu melihat jessica  menerobos  masuk dan langsung terbang ke lantai atas. Masuk  dengan cepat ke kamar yang pintunya langsung pula  dihempas menutup. 
nyi girah  sebetulnya  sangat ingin untuk naik ke 
atas dan bertanya apa yang terjadi dengan jessica . 
namun  yang keluar dari mulutnya, sama sekali 
tidak terencana. “Apakah listrik dicabut, nyoto ?”
“Mungkin.”“Itu berarti, kita harus membayar pemasangan baru.”
“Lalu kau kira apa? Membangun gardu sendiri, 
ya?!”nyi girah  mundur ketakutan. 
Ia tahu suaminya sudah  berkorban demikian 
besar. Dapat bersabar dengan hebat, dapat berwajah  manis dengan luar biasa, dapat berbaik hati secara  mengherankan. nyoto  sudah merencanakan, malam binilah ia akan bicara dengan jessica . Selagi jessica  masih 
dalam kebahagiaan, diperkenankan pergi dengan 
chucky .  Huh! nyoto  selalu menunggu berita di surat bkabar. Dan nyi girah  tahu, yang ditunggu-tunggu oleh  suaminya adalah berita kematian. Tentang seorang jagoan motocross, yang mati sebab  tabrakan  mengjessica n di jalan raya. nyoto  meletakkan lilin di atas bufet. “Mana jessica ?” ia mendesah. Serak. “nyoto . Jangan sekarang...”
“Aku tanya kau, mana jessica ?!” nyoto  membelalak, dengan urat-urat wajah bersembulan. 
nyi girah  langsung menciut.  Sahutnya, “Tidur.”
“Apa? Tidur? sesudah  aku menunggu sekian 
lama?”Ia lalu  bergegas naik menuju kamar jessica . Langkah kakinya berdebam-debam di sepanjang anak  tangga. Tangan nyi girah  sempat terulur ke depan. Ingin  menahan. namun  lalu  turun kembali. Lunglai. Kamar tidur yang lalu  dimasuki nyoto  tam pak gelap. “jessica ?” nyoto  memanggil lembut. Kesabarannya  sudah  diperoleh kembali. Tentunya melalui perjuangan  batin yang cukup berat. “Kau di situ, jessica ?”Lama, baru terdengar sahutan. Lirih, tak bersemangat. “... Ya, Om?”“Kuambilkan lilin, ya?”
“Tak usah, Om.” “Gelap di sini.”“Biar...”
“Ayo, kumpul-kumpul dengan kami di bawah. 
Tantemu akan menghidangkan minuman. Kau mau 
apa? Susu? Air jeruk? Teh? Sebut saja!”
Sepi sesaat.  Lalu suara terisak-isak. Halus. 
“Eh. Kok menangis?” tanya nyoto  heran sambil 
melangkah masuk.  Isak jessica  makin keras. 
nyoto  meraba dalam gelap, dibantu cahaya suram 
lilin dari ruang tengah yang menerobos lamat-lamat ke dalam, sampai akhirnya nyoto  berhenti sekitar satu  meter dari tempat tidur jessica . Dan terlihatlah samar-samar oleh nyoto , wanita lesbian  itu rebah di tempat tidur. Menelungkup. Andai saja cahaya lilin masuk lebih  banyak, nyoto  pasti akan melihat betapa pundak wanita lesbian  
itu terguncang-guncang.  nyoto  memberanikan diri duduk di pinggir ranjang. 
“jessica ...,” bisiknya. Gugup dengan tiba-tiba. Bau 
harum dari rambut jessica , menyerang hidungnya. Juga, bau tubuh jessica , yang seakan melumpuhkan nyoto . “chucky  ya?” ia bertanya. Lembut. Samar-samar, kepala jessica  menggeleng. “Siapa kalau begitu?”
jessica  diam.  Bagai mengambang, seperti layang-layang putus talinya, telapak tangan nyoto  bergerak ke depan.  Berhenti sebentar di udara hampa, lalu turun dengan  ragu-ragu ke punggung jessica . 
“Siapa, jessica ?” suara nyoto  mulai serak. 
Diam lagi. Lalu isak tersendat-sendat. 
“Oh,” nyoto  menebak. “Pak donald duck  ya?”
jessica  manggut-manggut.
“Diapakannya kau?” nyoto  mulai membelai. 
Kepala jessica  bergerak ke kiri ke kanan. 
“Tidak diapa-apakan? Lalu, mengapa kau 
menangis?”
“Aku berdosa, Om. Aku berdosa …!”
Telapak tangan nyoto , tertegun sebentar di 
punggung jessica . lalu , sesudah  menarik nafas panjang, ia kembali membelai. Turun ke pinggang, terus ke pinggul. Ah, betapa lunak, padat dan hangat.  Pinggul nyi girah  lebih tipis, dan agak keras. Sebelum mereka kawin, nyi girah  menjadi sekretaris di  sebuah perusahaan swasta selama dua tahun. Pulang ke rumah, meneruskan kesenangannya menyulam,  membordir, menjahit apa saja. Ia kebanyakan duduk.  Lalu hilanglah kesegaran pinggulnya.  Hem, bisik nyoto  di hati. Pinggul ini, persis  pinggul anna michele . Ingat anna michele , nyoto  teringat kepada 
peti mati. Di sana terbujur...  Oh ya. Sudah berapa lama ia tidak mencubit  pinggul anna michele ? Sudah berapa lama ia tidak pernah  lagi pura-pura terpeleset dan sambil lalu menjamah lembutnya gumpalan payudara anna michele ? Ia bergidik. Tak sadar, telapak tangannya sudah  naik lebih ke  atas, turun sedikit ke samping, dan menyentuh sisi  payudara jessica  yang yang terasa kenyal namun  lunak. “jessica ?”
“Aduh, Om. Dosa apa yang sudah  kuperbuat?” 
Bagai terserang arus listrik, jessica  tiba-tiba terlonjak  dari rebahnya. Membuat sentuhan jari nyoto  di  payudaranya dengan cepat sudah menghilang. nyoto   yang tangannya keburu ditarik mundur, diam-diam  menghela nafas. Kecewa. Hanya sedetik. sebab  tahu-tahu saja, jessica  sudah  membenamkan wajah di dada nyoto , dan mem biarkan payudaranya yang tadinya  sudah sangat ingin diraba nyoto , kini justru menempel rapat di perut nyoto . 
Sambil nyoto  menggagap kaget. “Ngomong 
apa... kau tadi, Rika?”“Dosa, Om nyoto . Dosa yang sangat me malukan...!” tangis jessica . 
“Dosa apa? Bilang dong. Supaya aku tahu!” 
bujuk nyoto . Gemetar oleh kelembutan dan kehangatan  payudara anna michele  ah, jessica . Di perutnya. Membuat bibir nyoto  mengering tiba-tiba.  Ia menjilatinya.  Lalu menunggu. Dengan sabar.
“Dia... dia kuberi hati, Om. Lalu dia... ku cam-
pakkan begitu saja. Aduh, Om nyoto . saat  tadi dia 
melihatku bersama chucky ... Aduh! Dia bertingkah laku  seperti orang gila …! Aku takut dia… Dia pasti dipecat  dari pekerjaannya. Dia...” Lantas, jessica  sesenggukan.  Dan terus sesenggukan di dada nyoto . “Tenang, Rika.. Hentikanlah tangismu ...”
“Apa yang harus kulakukan, Om? Apa?” jessica  
menengadah. Dengan pipi yang basah. Wajah mereka  demikian rapat satu sama lain. Dengan nafas jessica ,  terasa menyapu pipi nyoto . Panas, menggigit. Dan  langsung membangkitkan kejantanan nyoto . nyoto  mencoba tersenyum. Kaku. Teramat  kaku. 
“Barangkali...,” ia berujar dengan pikiran kacau-
balau. “Kita datangi saja dia besok. Lalu... yah, yah...
meminta maaf. Uh. Cukup jujur, bukan?” dan nyoto  
akhirnya dapat tersenyum.  Sambil diam-diam menganalisa, ijazah jessica  toh  sudah di tangan. Meminta maaf, apa ruginya? Katakan 
saja, jessica  sudah dilamar chucky . Kalau guru itu tidak  puas juga, terus terang saja. Jelaskan, jessica  masuk  rumah sakit beberapa waktu silam, bukan sebab  tipus  atau lain sebagainya. namun  sebab  meng gugurkan  kandungan. Memalukan, memang. namun  .. Sel-sel otak nyoto  terus berseliweran semakin  kacau. Dan celakanya, kini mengarah ke pikiran lain.  Ah, ya. jessica  sudah menggugurkan. jessica  pernah bunting. Lebih ke sana lagi, jessica  sudah pernah  merasakan nikmatnya berhubungan badan dengan laki-laki . Bukan mustahil jessica  menginginkannya lagi. 
Lagi, dan lagi. Dengan dia, mungkin. Dengan nyoto , yang pasti mampu memberi  apa yang sudah 
diberikan  chucky  pada jessica . Malah bisa jadi, lebih hebat. Lebih dahsyat. Dan…
Dan, isak tangis jessica  mendadak reda.
Yang lebih mengecewakan lagi, jessica  sekaligus 
pula menjauhkan tubuhnya, menjauhkan wajahnya, 
menjauhkan payudaranya. Lantas diam sejenak, memantau  wajah nyoto . Tampak serius, sebelum akhirnya 
bibir ranum namun  tampak masih pucat mayat  itu akhirnya 
menggerimit terbuka.. 
170
“Oom benar,” kata jessica , tersendat. namun  
terkesan gembira.. “Aku akan menemuinya. Meminta 
maaf  atas perbuatanku yang sudah melukai hatinya!”
Yah, apa lagi yang bisa diperbuat oleh nyoto . 
Kecuali menanggapi sambil berlagak sama seriusnya 
dengan jessica . “Bagus. Itu keputusan yang bagus!”
“namun  Om temani aku menemui dia ya?”
“Temani kau?”
“Tanpa Oom, aku tak berani!”
“Oh, ya. Ya. Aku akan mendampingimu. 
Akan terus mendampingimu, kapan pun kau ingin. 
Nah, hapuslah air matamu sekarang. Jangan sampai 
Tantemu melihatnya. Oke?”
jessica  mangggut-manggut. Tanpa kata dan 
masih sambil memantau  wajah pamannya dengan 
pandangan sukacita.
Akibatnya, parah.
Dengan sepenuh sadar, nyoto  menurunkan 
wajahnya, lalu dengan kelopak mata terpejam, ia 
sentuhkan bibirnya ke bibir jessica . 
jessica  sempat terengah, tegang. Dan sebelum 
wanita lesbian  itu berbuat sesuatu yang dapat membahayakan 
posisi nyoto  di mata semua orang, nyoto  dengan cepat 
sudah menarik mundur wajahnya. 
Lantas tertawa.
Sumbang, memang. namun  cukuplah untuk 
sebuah sandiwara murahan dengan akhir cerita yang 
171
bisa diterima semua orang, terutama jessica , cium 
sayang seorang Paman. Tak lebih! 
“Nah, Rika. Sudah merasa lebih tenang se-
ka rang?” ujar nyoto , gembira. Sambil tak lupa me-
nambahkan, “ Sesaat tadi, kau sempat membuatku 
khawatir…!”. 
jessica  mengerjap-ngerjap. Sesaat.
Lalu, “Maaf, Om nyoto . Dan terima kasih untuk 
saranmu yang cemerlang itu. Aku merasa lebih tenang 
sekarang…!”
“Betul?”
“Betul, Om.”
Dan untuk menegaskan dirinya memang sudah 
merasa lebih enak, jessica  lantas merentang-rentangkan 
kedua lengan, menggeliat, lalu tertawa. Tawa yang 
sumbang, tawa yang membuat telinga Pasul digelitik 
perasaan bersalah.
jessica  menggeliat sekali lagi. 
Baru sesudahnya, “Minum apa Om bilang tadi? 
Air jeruk?”
nyoto  tersenyum. Kaku. “Kalau mau brendi, aku 
punya sedikit persediaan,” jawabnya. 
“Oke. namun  satu sloki kecil saja. Dan kita akan 
minum bersama Tante nyai !”
“Tentu. Tentu. Ia pasti akan gembira...”
sesudah  itu, boleh dibilang nyoto  setengah me-
lompat keluar kamar, bernafas sesak, yang mem buat 
172
langkahnya lalu  berubah lunglai dengan kepala 
merunduk dalam, dibebani perasaan bersalah yang 
kian menjadi-jadi. 
Lantas mendadak diam tertegun di undakan 
atas tangga, manakala matanya menangkap tidak ha -
nya kelap-kelip cahaya lilin yang menyeruak dari lan-
tai bawah.
namun  juga, sesosok tubuh, yang dari tempat 
nyoto  berdiri, tampak begitu kecil dan jauh lebih kurus  dari sebelumnya.  
nyi girah  meringkuk di sudut ruang tengah. 
Mencoba menekuni sebuah majalah, yang dengan 
susah payah ia dekatkan ke cahaya lilin. 
Begitu mendengar suaminya mendekat, ia 
meng angkat muka. Dalam sinar temaram, wajahnya tampak datar. Tanpa ekspresi. Diam-diam, ia sempat  menguping apa yang dibicarakan suaminya dengan jessica , walau tak begitu jelas dan tak pula semuanya. 
Ia sedih, jessica  tidak dalam keadaan sehat lahir dan 
ba tin, namun  sekaligus senang saat  melihat wajah 
sua minya yang bernyala-nyala sebab  kegembiraan. 
nyi girah  tidak akan sesenang itu, kalau ia tahu, di antara suara-suara pembicaraan tadi, ada suara kecupan bibir yang terlalu sangat lemah untuk dapat mencapai  telinga nyi girah .  Mereka minum-minum dengan kegembiraan  semu.  Dari kamarnya, aidit  menjeritkan sesuatu. Lalu  diam.  “Bermimpi,” nyoto  angkat bahu, mengomentari  jeritan sekilas aidit . “Sudah kau taruh lilin di kamar  tidurnya, nyai ?” “Sudah.”
Anak itu masih nakal. Itu pembicaraan mereka 
mula-mula. Pada dasarnya, aidit  anak baik. Biarkan saja  ia sesekali sibuk dengan kesukaannya bertengkar dan  berkelahi. Tandanya ia bakal jadi laki-laki pemberani. Asal dicegah diarahkan pada waktu yang tepat.  Lalu, oh ya. Bulan depan aidit  akan menempuh  ujian kenaikan kelas ya? Dan kau, jessica ? Apa 
rencanamu, selama chucky  sibuk menabung? Ooo, 
mau kursus modiste? Itu bagus. Supaya kau ada 
kesibukan. Dan siapa tahu, keterampilanmu kelak 
dapat bermanfaat. Bukankah kita sekarang sudah 
mulai berdiri sendiri? Dari nol, lagi!
“... aku sudah bosan jadi calo terus-terusan! ” 
gerutu nyoto , pada waktu yang tepat. 
“Maunya Oom?” tanya jessica , tanpa curiga.
“Entahlah. Barangkali, kalau punya mobil sen-
diri, mau kutaksikan saja, dan aku sendiri yang me-
nyupiri. Hem, sayang, tidak satu pun mobil ayah  mu yang sempat kita selamatkan saat ... Aaah, sudahlah  itu. Yang lalu sudah  lalu!”
jessica  tercenung. lalu , nyala di otaknya tiba-tiba bersinar lebih terang dari nyala lilin. Ia menghabiskan sloki 
ketiga dari brendi yang disodorkan nyoto , sehingga 
wajahnya semakin merah dan mulai berkeringat. 
“Aku tahu,” katanya. Tampak bersemangat. 
”Kita dapat membeli mobil sendiri!”
“Dengan apa?” nyoto  memandangi sekeliling 
ruangan di sekitar mereka, yang lebar dan megah 
namun  miskin perabotan. “Tak ada apa-apa lagi yang 
dapat dijual…!”
“Ada!” seru jessica . Lalu diam, ingin memberi 
surprise. 
“Apa?” nyoto  mengerutkan dahi. Pura-pura 
mencemooh. 
“Rumah. Rumah ini, kalau dijual bisa laku 
sekitar satu setengah em. Atau kalau mau cepat, kita 
bisa mengdonald duck gi satu seperempat, atau satu em!” 
jessica  bertepuk tangan. 
“Uang sebanyak itu tidak gampang sekarang 
ini,” nyoto  menjadi tegang, dan nyi girah  berpaling ke arah lain. “Akan makan tempo lama, biar pun ada yang berminat”
“Jual di bawah harga saja, Om. Sembilan, atau 
kalau terpaksa, delapan ratus lima puluh juta...”
“Hem. Boleh jadi. namun  kalau tak salah, ada 
yang pernah menawar sekitar enam ratus. Aku menertawakan orang itu. Kubilang, rumah ini akan kita pertahankan sampai kita benar-benar kelaparan. Dia  sangat kecewa. Padahal, dia sedia membayar tunai, kapan saja kita mau…!”
“Negokan saja lagi, Oom!” jessica  mendorongkan 
slokinya ke depan. nyoto  mengangkat botol, namun  
nyi girah  merenggutkannya dengan cepat. 
“Ini tak cocok untukmu,” katanya pada jessica , 
lalu gelas wanita lesbian  itu ia isi dengan air putih, dingin dan 
segar. “Ini. Minumlah!”
Seperti orang kesetanan, jessica  meminumnya 
sampai habis. 
nyoto  menggemeratakkan gigi. namun  nyi girah  
tidak takut. Matanya bersinar tajam. Jelas dengan 
maksud mengingatkan suaminya, bicaralah dengan 
ponakanmu dalam keadaan ia sadar sepenuhnya. 
Kalau mabuk, ia akan berubah pikiran nanti. 
nyoto  mengeluh, dalam, dan tidak lagi memelototi 
nyi girah . 
Salah sebuah lilin padam. 
nyi girah  pergi mengambil lilin baru. jessica  
terhempas di kursinya, terpejam rapat. nyoto  mulai 
khawatir, kalau-kalau wanita lesbian  itu jatuh tertidur. namun  
saat  nyi girah  berseru menanyakan di mana gerangan 
aidit  tadi menyimpan lilin yang dapat beli di warung, 
jessica  perlahan-lahan membuka matanya kembali. 
Ia tampak sedikit pusing saat  ia lalu  
bertanya, bingung, “Mengapa listrik padam?”
“Dicabut, Rika ..!” jawab nyoto , lirih dan pahit. 
“Siapa yang mencabut?”
“Ya, PLN. Siapa lagi. Padahal baru terlambat 
satu bulan lebih. Biarlah. Besok aku ada objekan. 
Barangkali saja berhasil, dan listrik kita nyala lagi!”
jessica  terpekur sejenak. nyoto  diam menunggu. 
Dengan pandangan tak sabar. Yang terlihat oleh 
nyi girah , dan membuat wajah nyi girah  berubah 
murung. 
jessica  membuka mulut juga akhinya, “Tanpa 
listrik, harga rumah ini pasti jatuh!”
Mata nyoto  berkilat. Senang. 
Ia setengah berseru, waktu mengomentari, 
“Kau benar!”
“Berapa Om tadi katakan orang itu bersedia 
membayar?”
“Enam ratus!” jawab nyoto  bernafsu. “Biar 
tanpa listrik yang biaya pemasangan kembalinya toh 
tidak seberapa, aku yakin betul dia bersedia membeli 
sampai enam ratus lima puluh. Barangkali saja aku 
dapat merayunya agar mau membayar lebih tinggi. 
Katakanlah tujuh ratus. Pantaskah kiramu harga itu, 
jessica ?”
jessica  diam.
Matanya menatap jauh. Tak bertepi. 
Tujuh ratus juta rupiah. Mereka dapat membeli 
mobil bekas yang kondisinya masih baik, sekitar 
empat atau lima puluh juta. Biarlah pamannya 
memiliki pekerjaan tetap. Ia begitu baik belakangan 
ini. Lantas yang selebihnya? Membeli rumah yang 
lebih kecil. Sedikit di pinggir kota. Berapa ya harganya? 
Tiga ratus? Atau, empat. Lantas sisanya untuk beli 
perabotan tambahan, juga televisi pengganti dengan 
ukuran layar yang lebih lebar. 
namun , awas. Sebelumnya, sisihkan dahulu  untuk 
membuka warung kecil-kecilan. Kalau perlu, 
konfeksi. Bukankah ia akan kursus modiste? Dan 
tante nyi girah nya sudah  lama mengenal mesin jahit. 
Bagaimana memulainya? Oh ya, menjahitkan pakaian 
salah seorang keluarga, atau teman dekat, atau 
tetangga sebelah-menyebelah. 
sesudah  itu...
Benar! Ada lagi!
Tetangga-tetangga baru mereka, tidak akan 
tahu masa lalu mereka yang suram dan penuh nista!
jessica  menjadi segar bugar sesaat .
“Akan kutanyai ayah !” bisiknya. Mantap. 
“Sudah,” tukas nyoto , sedikit merendahkan su a-
ranya. Sementara nyi girah  membawakan lilin baru yang 
rupanya sudah  ia temukan. Ia sulut, letakkan di de kat 
lilin yang sudah hampir habis. Genangan lilin me-
ngering di permukaan meja. nyi girah  mengorek-ngo-
rek dengan kuku, sambil  memperhatikan wajah jessica . 
Dan nyi girah  sesaat  merasa lega. 
jessica  jelas dalam keadaan sadar. Tidak sedang di 
bawah pengaruh alkohol. Yang sebelum-sebelumnya, 
memang sesekali ada juga diminum Erka. namun  dalam 
batas-batas yang diperbolehkan anna michele  yang kini 
sudah almarhumah. Dan nyi girah  akan meneruskan 
pembatasan-pembatasan yang pernah diterapkan oleh 
anna michele , sepanjang jessica  atau aidit  dapat menerima.
“Sudah Om tanyakan?” terdengar suara jessica  
menggumamkan tanya, setengah heran. “Kapan?”
“Waktu kau masih di rumah sakit.”
“Ooo!” mulut jessica  membentuk bundaran, dan 
bundaran di kepalanya membentuk bundaran lain. 
Bundaran ganjil itu berisi pertanyaan yang aneh. nyoto  
sudah merencanakan ini jauh sebelumnya? Selagi ia di 
rumah sakit? Kapankah itu?
“Bang syam kamaruzaman  bilang, terserah kau!” nyoto  bicara 
cepat, rupanya menyadari ada sesuatu yang salah. 
“Apa?”
“Dia bilang, terserah kau.”
“Mengapa aku?”
“Katanya, ibumu sudah meninggal. Rumah ini 
atas nama almarhumah. Dan ibumu pernah berpesan, 
bila dia mendahului kita semua, rumah ini jatuh atas 
namamu dan aidit . Di bawah pengawasan ayah mu, tentu. Di penjara, ayah mu bicara banyak. dia bilang, dia tidak pantas menjadi seorang pengawas, katanya. 
Oleh sebab  itu...,” nyoto  menelan ludah. nyi girah  
menahan nafas. Dan nyoto  pun menutup penjelasannya 
dengan kalimat tegas yang sekan digaris bawahi. “Aku 
dia tunjuk menggantikan dirinya. Jadi pengawas!”
“Aku... aku tak mengerti!” jessica  mulai pusing 
lagi. 
“Kau...”
nyoto  belum sempat melanjutkan omongannya, 
sebab  sudah keburu dipotong nyi girah . 
Nekad, wanita lesbian  itu melangkahi hak 
suaminya dengan suara lunak dan penuh kasih pada 
jessica , “Kau letih, Rika. Tidurlah. Besok-besok saja 
kau temui ayah mu. Lalu kau nanti akan mengerti. 
Ah, jessica . Kau tampak pucat mayat . Sakit?”
“Cuma pusing sedikit,” jessica  mencoba terse-
n yum. 
“Kubantu kau ke kamar. Kugosokkan dengan 
minyak angin. Mau ya?”
Tak berapa lama lalu , baru beberapa 
gosokan saja, jessica  sudah tertidur. 
Dan di kamar mereka, nyoto  bertengkar hebat 
dengan istrinya.
“Goblok! Padahal dia sudah terdesak!”
nyi girah  menantang, “Dia keponakanmu, nyoto ! 
Masih terhitung darah dagingmu. Kau sampai hati!”
“Justru sebab  dia keponakanku. Kau siapa? 
Kau hanya orang luar. Kau tak berhak ikut campur 
dan...”
nyi girah  meringis. 
Lalu tubuhnya meliuk. 
“Hei, apa...” nyoto  tersentak. 
“Perutku, nyoto . Anak kita...!”
nyoto  membantu istrinya rebah di ranjang dengan 
posisi rileks. 
“Tarik nafas panjang. Ya, ya. Begitu... Ulangi 
lagi. Lebih panjang. Sekarang... nah, lepaskan, ya, ya... 
bagaimana?”
nyi girah  terpejam. Wajahnya pucat mayat  pasi. 
“Aku harus periksa ke dokter,” keluhnya. 
“Oke. Oke. Anak kita toh tidak...”
nyi girah  memegang pergelangan tangan sua mi-
nya, tersenyum dengan tabah, lantas berkata meng-
hibur. “Dia baik-baik saja. Hanya, ah... mengapa tadi 
aku mau ikut-ikutan minum brendi!”
Di kamar tidurnya, jessica  menggeliat resah. 
Ia bermimpi buruk. nyoto  mengangkanginya. 
Lalu memperkosanya, di depan biji mata 
nyi girah .  
mimpi buruk itu mengagetkan jessica . 
Ia menggeliat sebentar, lalu serempak matanya 
terbuka lebar. Ia tidak dapat melihat apa pun kecuali 
kegelapan yang hitam legam mengurung dirinya se-
perti hantu mempermainkan mangsa. Endusan-en-
dus an nafas panas menyapu wajahnya, ditambah  te-
kanan-tekanan sesosok tubuh yang menyesakkan 
per nafasannya. 
Mendadak ia sadar. Benar-benar sadar. 
Ia bukan bermimpi. Namun kenyataan yang ia 
hadapi, justru sama buruk dan menjijikan  dengan 
mimpi itu sendiri. 
“Ya Tuhan!” ia mendesis, ketakutan. “Siapa... 
apa...”
“Diamlah, Rika. Kau pasti akan menyukainya,” 
ter dengar suara bisikan terengah-engah di telinga-
nya. 
“Om nyoto !”
“He-eh. sebab  itu diamlah...”
Sebuah ciuman kasar mendarat dengan kejam 
di bibir jessica . Dalam ketakutan, jessica  menjadi nekat. 
Ia gigit mulut yang menciumnya. nyoto  memekik 
tertahan, menjauhkan wajahnya dari wajah jessica . 
wanita lesbian  itu membaui uap alkohol di sekelilingnya 
untuk sesaat. Pada saat berikutnya, tamparan keras 
mendarat di pipinya, ditambah  cacian brutal.
“Anak sialan!”
jessica  membalas. Dalam kegelapan ia menjamah 
pinggang laki-laki itu, lalu mencakarnya dengan 
sekuat tenaga. nyoto  menjerit lagi, menampar lagi, 
bertubi-tubi. jessica  menangis. Bukan kesakitan akibat 
tamparan-tamparan yang mengucurkan air matanya, 
melainkan hatinya yang terluka. 
“Om nyoto . Tak kusangka kau tega...!” ia me nge-
rang. 
“Diam!” nyoto  mencengkeram kedua pundak 
jessica , menekan tubuh wanita lesbian  itu sampai terbenam 
da lam kasur. “Jangan bertingkah! Kau akan me nyu-
kainya, dengar? Kau akan menyukainya... namun  se-
kali lagi kau mencakarku, kau akan ku...”
“Om nyoto . Kau... kau mabuk!”
“Siapa bilang? Yang mabuk itu, kau!” nyoto  
berusaha menciumnya lagi. 
“Hentikan! Ya Tuhan, ingatlah. Aku ini ke-
ponakanmu sendiri, Oom nyoto . Kau mabuk. Kau...” jessica  terbungkam saat  mulut nyoto  berhasil dengan 
kasar memagut lalu mengulum bibirnya lebih kasar 
lagi. 
Panik, jessica  mencakar, memukul dan menen-
dang. Ia mencari sasaran apa saja yang dapat ia pegang 
dan ia tendang. Perlawanan itu justru membuat 
nyoto  semakin lupa diri. Laki-laki itu baru saja akan 
mencabik-cabik sisa pakaian yang masih melekat di 
tubuh jessica , saat  sebuah tendangan keras mengenai 
selangkangannya. 
Seperti orang tercekik, nyoto  terlempar dari 
tempat tidur. 
Tanpa ampun tubuh besar nyoto  pun mendarat 
di lantai. Lalu dengan susdah payah, bangkit 
berlutut lantas meringkuk dengan hebat sambil  
memegangi selangkangannya, sambil mengaduh tak 
berkeputusan. 
jessica  masih tidak dapat melihat dalam ke ge-
lapan kamarnya. Oleh sebab  itu, tahu dirinya terlepas 
dari laki-laki itu, ia segera menghambur turun. Waktu 
akan berlari ke arah pintu yang letaknya ia sudah hafal 
benar, lututnya menerpa sesuatu yang keras. Dan nyoto  
pun terjengkang lagi. sebab  tanpa disadari jessica , ia sudah  menghantam dagu pamannya yang sesaat  
terhempas ke belakang.dengan keras. 
Bagai dikejar hantu, jessica  menghambur ke luar 
pintu. 
Tiba di lantai bawah ia mencoba berteriak minta 
tolong, namun dari kerongkongannya hanya mampu 
keluar keluhan-keluhan lirih. Panik ia berlari menuju 
sebuah pintu lainnya. Kakinya menyepak sebuah 
kursi saat  berlari. Kursi itu terbalik, menghantam 
kaki meja sampai meja itu miring, dan tempat lilin 
terguling di lantai. 
Salah satu lilin itu padam sesaat , namun  satunya 
lagi malah mengerlip sesaat untuk lalu  menyala 
lebih besar. 
Tanpa melihat, jessica  mendorong pintu di 
depannya sampai menganga, dan cahaya lilin di kamar 
yang ia masuki menerangi sosok tubuh nyi girah  yang 
duduk seperti orang linglung di pinggir ranjangnya. 
Rupanya suara-suara ribut di luar sudah  membangunkan 
wanita lesbian  itu dari tidurnya yang nyenyak. Ia masih 
setengah sadar waktu jessica  menghambur masuk dan 
lari dalam pelukannya. 
“T...ante, Tanteeee. Toloooong!” wanita lesbian  itu 
merintih, dengan sekujur tubuh menggelepar-
gelepar. 
“Ada apa, jessica ?” nyi girah  menggosok-gosok 
kelopak mata, lalu menyimak wajah keponakannya 
yang pucat mayat  dan  pakaian jessica  yang acak-acakan. 
wanita lesbian  itu boleh dikatakan nyaris telanjang, dan apa 
yang dilihat dan langsung menyentuh nalurinya 
dengan sesaat  menjernihkan pikiran nyi girah . 
“nyoto ?” ia berbisik dengan suara tertekan di 
tenggorokan. 
“Ya, Tante. Dia bagaikan binatang buas. Dia...”
Sebuah pukulan keras seolah-olah menghantam 
belakang telinga nyi girah . 
Ia terbadai di tempat tidurnya. Tidak menge-
tahui, pelukan jessica  merenggang, lalu  lepas 
sama sekali. wanita lesbian  itu terkulai dengan tubuh setengah 
bersimpuh di lantai, dan kepala terhenyak dalam di 
atas kasur. 
Pingsan. 
nyi girah  baru tersadar dari kejutan yang me-
malu godam itu manakala di luar kamar ia dengar 
suara langkah-langkah kaki dan gerutu nyoto  yasng 
berkepanjangan. 
Gontai, ia berdiri. 
Mengurut dadanya yang sesak berulang-ulang., 
seperti orang kesurupan nyi girah  lalu  me ng ang-
kat tubuh jessica  naik ke tempat tidur, mem ba ringkan 
wanita lesbian  itu perlahan-lahan, lalu me nye limutinya dengan 
hati-hati.