Tampilkan postingan dengan label kuburan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kuburan. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 Desember 2022

kuburan



jessicaBARU saja akan mengetuk,
saat pintu terbuka. 
Sesaat, hati jessicaterkesiap,
Dihadapannya berdiri seorang
laki-laki tinggi besar, berkepala
licin bagai tempayan. Tanpa
rambut selembarpun, dan sedikit
berminyak. Di bawah alis yang
berbentuk golok, menyorot
sepasang mata yang berkilat
memandang jessica. Dingin. Dan
tajam menusuk sampai
kesumsum. Seperti disiksa oleh
penyakit sesak nafas, mulutnya
lalu terbuka melepas suara
yang terengah-engah: 
...Nyonya....jessica?" 
Agak lama, baru leher jessicayang
kaku, bisa bergerak. 
"Ya". 
'Masuk!". 
Beberapa helai rambut jessica
berkibar di tiup angin malam
yang berhembus kencang .Ia
menggigil. Tertatih-tatih
melangkah kedalam. 
Selintas terbayang dibenaknya
betapa tinggi laki-laki itu.
Rambut yang berkibar hanya
sampai dibatas lengan yangjuga
licin namun tampak sangat kukuh
itu. Pintu lalu tertutup 
dibelakang jessica. la kini berada
disebuah ruangan yang selebar
kebun di belakang rumahnya
sendiri seperangkatan perabotan
antik sejenak membuat mata
berkilat. 
"Duduk". 
Tersadar dari kekagumannya
pada isi ruangan itu. jessica
terhenyak diatas sebuah kursi
berpikir dengan jok tebal
berbusa. Betapa kelam
permukaan meja didepan
matanya. Betapa kelam lantai
tegel kelabu di telapak kaki.
Lebih kelam lagi lampu yang
bersinar redup dari balik layon
yang terbuat dari anyaman
bambu dipojok.
Langkah-langkah kaki silelaki
gundul berdetak detak waktu
memasuki sebuah pintu kecil dan
lalu lenyap meninggalkan
suasana sepi yang mencekik. 
jessicamenarik nafas. Berat dan
susah. Ada sekali dua ia lewat
dihalaman rumah besar dan
megah ini. Ia tahu betul,
ruangan dimana kini ia duduk
menunggu dengan jantung yang
berdebur, selalu tampak terang
benderang. namun mengapa kini
semua menjadi gelap gulita" O,
lampu di pojok. Hampir-hampir
tak bersinar. .Dan layon itu.
Mengingatkan jessicapada
kematian! la menggigil lagi.
Bagai pernah menderita demam.
namun ia tidak pernah
semenggigil sekarang. Ruangan
rumahkah ini" Atau...bangunan
ditengah-tengah pekuburan" 
Pintu kecil tadi terbuka kembali.
Tubuh tinggi besar bagaikan
tumpukan bukit itu, berdiri di
sana. 
"Masuk", lagi-lagi ucapan yang
sama 
jessicaberdiri, Ragu-ragu.
Ragu-ragu pula ia
melangkahkan kaki kesepanjang
ruangan menuju pintu kecil itu.
Rasanya sudah beriburibu
langkah ia lakukan, dan sudah
bermil-mil ia berjalan baru ia
sampai disebelah sana pintu
kecil. Untuk kedua kalinya pula
ia dengar perintah yang sama. 
"Duduk!" 
Perintah itu datang dari arah
sebuah ranjang besar yang
hampir memenuhi setengah dari
ruangan yang ternyata kamar
tidur, Barulah jessicaterjengah.
Firasat buruk yang menyerang
dirinya semenjak meninggalkan
rumah, kini mulai membentuk
sebuah kenyataan yang memang
belum tampak buruknya, namun
sudah terasa betapa sangat tidak
enaknya. Letih karena
goncangan perasaan. Bila
lalu mengambil tempat
duduk disebelah kursi rotan
bersandar tinggi, tak jauh dari
pintu. 
Reflex, ia menoleh. 
Laki-laki berkepala licin itu
telah menghilang. Dan pintu
tertutup rapat. Hampir-hampir
tidak bertepi, sehingga jessica
berpikir-pikir disebelah mana
letaknya pintu-pintu dari mana
ia tadi masuk. Firasat buruknya
kian menjadi. Namun ia belum
sempat untuk melakukan apalagi
memikirkan sesuatu, terdengar
bunyi derit halus dari arah
ranjang .
Sesosok tubuh kehitaman karena
piyama gunting cina yang
berwarna pekat duduk
mencangkung diatas tempat
tidur. Matanya berkilau 
tajam, lurus menelan bulat-bulat
kehadiran perempuan yang
duduk dikursi rotan. jessicajadi
terperangah. ialah kini yang
sesak nafas. Benarbenar sesak
nafas. 
"Takut?" 
Pertanyaan yang ganjil itu
justru mendatangkan jawaban
yang dikehendaki jessica. 
"Saya... pak jason." 
"Kenapa?" 
jessicamenjilat bibirnya yang
kering kerontang. 
Baru lalu: 
"Entah". 
'Tak perlu takut". laki-laki
setengah baya diatas ranjang
lalu duduk di pinggir
tempat tidur. Sepasang kaki
menjuntai, hampirhampir
menyentuh lantai. 
'Minum?" 
"Suaramu gemetar." 
"Takut, pak jason." 
"Sudah kubilang?" 
"Mengapa disini" Mengapa
tidak di kamar tamu saja?" 
Suara cekakak yang
tertahan-tahan dan sedikit
parau, hampir mencopot jantung
jessica. Ia berpegang ketangan
kursi. berusaha berdiri. namun
dengan susah payah ia sadari
kalau semua telah terlambat.
Sorot mata yang tajam dari
laki-laki di atas tempat tidur,
telah melumpuhkan' seluruh
tenaganya. Ia ingin menjerit.
Menjerit, sekeras-kerasnya.
namun yang keluar cuma
keluhankeluhan pendek, disusul
oleh 
IsaK tangis. 
Mata jessicayang bundar dan
indah, mulai berlinang 
Diantara linangan air matanya
ia lihat lakilaki itu turun dari
atas tempat tidur. Satu-satu
melangkah. Gontai, seperti
orang mabuk. Atau memang
mabuk. jessicamenjerit lagi dalam
hati. Dan telinganya semakin
perih oleh suara cekakakan yang
perlahan-lahan berubah jadi
tawa yang ganjil, laki-laki itu
kini berdiri tepat di depannya.
Memandang ke bawah, pada
perempuan yang sudah tinggal
seperti cacing yang terdampar
di laut pasir yang panas oleh
terik matahari. 
'...tidakkah kau tahu berterima
kasih. jessica?" 
Terengah-engah jessicamenyahut: 
"Maksud...maksud pak jason?" 
"Janganlah memandangku
seperti itu. Toh aku bukan
setan." ' 
"Kau memang setan! Setan.
Setaaan!" jessicamenjerit
lengking. Namun jeritan itu
cuma menghantam
paru-parunya sendiri.
Menghantam keras sehingga
paru-parunya seperti pecah dan
dada mulai rekah. Ia hampir
pingsan waktu tangan lelaki
setengah baya berpakaian pekat
itu mulai meraba pUndak,
lalu pipinya. Tanpa bisa di
elakkan sama sekali oleh jessica. 
"...kau semakin cantik saja.
jessica," menggeram laki-laki itu.
"Kau sepantasnya menerima
jamahan... tanganku..." 
"Pak jason...pak jason!" 
'Ah. Sudah. Lupakan kalau aku
ini jason. 
Pandanglah aku ini sebagai
laki-laki. Bukankah kau sudah
lama merindukan kehangatan
tubuh seorang laki-laki" Dan
ranjangku...o, sudah lama terasa
amat dinginnya. Lebih dingin
dari udara malam ini, Sebentar
lagi akan hujan. Akan
bertambah dingin..." dan
tiba-tiba saja ia telah merahup
jessica. 
Perempuan itu sesaat
tersentak. 
'Jangan !', keluhnya. Lirih. 
Sebuah ciuman mendarat di
bibirnya. 
Ganas dan buas. Rakus
menjijikan. jessicaingin muntah. 
"Sayangku. O, sambutlah
cintaku. Peluklah aku, jessica.
Peluklah aku?" suara
terengah-engah merayapi cupil
telinganya. 
"Saya sudah bersuami, pak
jason." 
'Bertahun-tahun kau
ditinggalkannya, jessica.
Bertahun-tahun aku telah
membantu hidupmu agar tidak
terlantar...o, isilah hatiku yang
sedang kosong. jessica, hangatilah
ranjangku yang dingin!" _ " 
Sebuah sentakan yang keras
merobek blouse atas jessica. 
Bunyi robekan itu seperti bunyi
petir. Menyambar-nyambar ke
jantung jessica. Ia mulai histeri.
Tangannya mencakar. Kaki
menendangnendang seluruh
tubuhnya seperti
dipatahpatahkan oleh betotan
sepasang tangan yang
melilit-lilit bagaikan ular.
Dengan putus asa. jessicaterpekik
tertahan waktu tubuhnya
terangkat lalu
dihempaskan ke atas ranjang. Ia
berusaha bangkit. namun
laki-laki itu sudah 
melompat. Kaki jessica
tercengkeram, ia tarik dengan
sekuat tenaga sambil tangannya
terus memukul-mukul. Pukulan
itu bagaikan cubit cubitan
lembut saja bagi silelaki yang
tertawatawa saja diantara desah
nafasnya yang menggebu-gebu. 
"Auuu; auuu! jessicaterpekik lagi
waktu roknya yang lalu
sobek karena sebuah sentakan
yang cepat. 
la jadi nekad karena rasa malu. 
Kakinya yang masih
tercengkeram. Melipat dengan
tiba-tiba. Di detik berikutnya
terdengar bunyi "duk' yang
keras. Laki-laki itu mengeluh,
lalu jatuh terhumbalang di
atas lantai, membentur kaki
meja. Dudukan lampu Hotel di
atasnya goncang,
perlahan-lahan jatuh persis di
atas kepala si lelaki. 
'Jadah!", ia memaki. 
Lampu itu mati. Gelap gulita
sesaat. 
jessicatak ingin berpikir panjang.
Kesempatan itu ia pergunakan
untuk meluncur dari atas
ranjang. Dengan terantuk-antuk
ia akhirnya mencapai tepi
dinding. Namun suara ribut
yang ia timbulkan memberi
petunjuk bagi si lelaki untuk
mengikuti arah perempuan yang
sedang berjuang membela
kehormatan itu. Karena sudah
terbiasa diam diruangan yang
sama, mata si lelakilah yang
lebih dulu awas mengatasi
kegelapan. 
' Dan jessicaberhasil mendorong
salah satu bagian dinding yang
ia perkirakan tempatnya
mula-mula masuk. Dinding itu
terbuka namun 
gelap sekali di dalamnya. Itu.
bukan ruangan duduk. Namun
jessicatidak perduli. la terobos
dengan nekad. la melewati
lorong yang gelap beberapa
langkah, lalu membentur
anak tangga. Hampir saja jessica
terjatuh. ia terpekik. Dan suara
tertawa halus di belakangnya
mengejar semakin dekat.
Tenang-tenang saja lelaki itu,
seakan-akan ia tahu ia tidak
akan kehilangan mangsanya. 
Ketakutan dan keputus asaanlah
yang menolong jessicamelampaui
anak tangga demi anak tangga
yang berputar-putar terus ke
atas. Suatu saat ia merasa
kepalanya membentur sesuatu.
Ia benturkan terus. Sesuatu itu
kehempas ke arah luar. Ternyata
bingkai penutup. jessicasegera
menghambur ke luar. Dan hujan
deras menyambut
kedatangannya. Sedetik, jessica
menggigil oleh kucuran air
hujan yang membasahi sisa-sisa
pakaian yang melekat
ditubuhnya. Matanya jelalatan
dalam remang-remang malam
berhujan. Ada suara
menderuderu di depan,
datangnya dari arah bawah. 
jessicatidak perduli. 
Ia berlari sepanjang lantai tak
beratap yang rupanya terras
bagian paling atas dari
bangunan rumah itu.
Dibelakangnya, seorang lelaki
berpakaian pekat tertawa
cekakakan, seolaholah ingin
mengimbangi deru hujan yang
membahana, 
"Lari kemana, manisku?", ia
menggeram, dan kembali
mengejar. jessicamencapai pinggir
terras setinggi dada. Nanap, ia
memandang ke 
bawah. bagian belakang rumah
itu berdiri di atas pundamen
yang kukuh oleh batu-batu
padas. Samar-samar ia melihat
sungai yang tengah banjir di
bawah. jessicagemelutuk.
Takuttakut, ia membalik. 
"Sini, manis. Dingin di sini.
Kembali ya kekamar?", bujuk si
lelaki. 
"Cobalah!", jessicamendesis. 
"Sini, sayangku. Sini, manisku..."
"Setaaan! Setaaan!, jessica
menjerit. Jeritan yang
bersamaan dengan meledaknya
petir di langit. Dalam kilatan
petir, si lelaki melihat
bagaimana mangsanya berusaha
naik ke pinggir terras, berdiri
sempoyongan sesaat. Disaat
berikutnya terdengar jerit jessica
yang menyayatkan hati" Tubuh
perempuan itu lenyap ditelan
kegelapan. Sesaat sebelum
lenyap, masih sempat jessica
mengutuk: 
"Aku akan datang untuk
membalasmu!" 
         
peniwise JATUH terduduk
disisi makam. 
"Aku akan tetap setia. kang.
Sampai matipun, kau akan tetap
kutunggu!" suara yang
tersendat-sendat itu seolah-olah
keluar dari timbunan tanah yang
masih kemerah-merahan itu.
Tangis jessicamembasahi kemeja
peniwise, yang tak berdaya untuk
membujuk isterinya. Tangan
peniwise terbelenggu. Betapa
ingin ia memeluk isterinya. Dan
betapa perih terasa dihati
karena keinginan itu berhalang
oleh belenggu besi yang semakin
lama semakin menjepit kedua
pergelangan tangannya. Sakit
sampai ke tulang. 
"Aku akan pulang. jessica-ku.
Selama kau masih cinta padaku,
aku akan .pulang sayangku".
itulah kata-kata terakhir yang
bisa diucapkan peniwise.
lalu, ia cuma bisa
menggigit bibir menahan tangis,
saat ia diseret oleh dua orang
petugas polisi naik ke atas Jeep
yang terbuka. Di tengah-tengah
goncangan Jeep karena jalan
yang becek dan
berlubanglubang, peniwise
melihat jessicasemakin jauh, jauh
dan jauh. Akhirnya hanya
merupakan titik kecil 
ditengah-tengah kerumunan
penduduk yang menyemut
menyaksikan salah seorang
warganya diangkut pihak
berwajib dengan cap yang
mencoreng muka : perampok. 
Manusia-manusia yang
menyemut itu tidak seorangpun
yang memperlihatkan muka
saat sejam yang lalu peniwise
kembali ke kampungnya. namun
ia yakin, dibalik tirai-tirai
jendela atau pintu-pintu yang
setengah terbuka, banyak mata
yang mengintai. Tak ada kata
yang terucap. namun peniwise
mendengar suara suara sinis
dihatinya sendiri: 
"Perampok itu telah pulang!" 
Satu-satunya orang yang
bersedia menyambut
kedatangannya, hanyalah
mertua perempuannya. Janda
tua yang telah pikun -itu _
menerima kedatangan peniwise
dipintu rumah mereka yang
hampir ambruk. 
"Mana jessica, bu?" tanya peniwise
dengan jantung berdegup, sadar
akan pandangan mata yang
menjorok, di wajah yang pikun
itu. 
"Kata mereka jessicatelah
mati.-namun peniwise tidak
percaya seujung rambutpun
juga. Sampai ia tiba dimakam
dan membaca papan nisan yang
bertuliskan nama jessica, hari lahir
dan hari matinya. Lama sekali
peniwise bersimpuh memandangi
papan nisan itu. jessicaakan
menunggu katanya. Sampai mati
jessicaakan menunggu. Sampai
mati. Dan kini jessicatelah" mati. 
"Tidak!", peniwise menjerit 
         
Ia peluk nisan papan itu. Ia
rahup dan cakar tanah yang
masih memerah di dekat
kakinya. Ia ingin membongkar
makam itu sampai kedasar
dengan seluruh kekuatannya. Ia
ingin melihat jessica. Memandangi
wajah isterinya. Apakah
tersenyum melihat kedatangan
peniwise. Ataukah menangis
terisak-isak. seperti saat ia
melepas kepergian peniwise.
peniwise menjerit-jerit seperti
orang gila memanggil-manggil
nama isterinya sambil terus
menggali dengan tangannya. 
"Hentikan, peniwise!" 
Suara yang berat dan
memerintah itu, sesaat
menyadarkan peniwise. Ia
menoleh. Seorang laki-laki tua
berkain sarung berdiri
didekatnya. peniwise
mengharapkan senyum sympathi
atau wajah yang turut berduka.
namun didepannya ia cuma
mendapatkan wajah yang dingin
serta senyum yang teramat kaku 
"Percuma kau bongkar kuburan
isterimu," kata orang itu. 
'....namun jessica....jessica...' 
"jessicasudah mati". 
"Aku tak percaya, pak fredy krueger.
Tak percaya. 
"Kami sendiri yang menemukan
mayatnya disungai. Kami sendiri
pula yang memakamkannya?" 
peniwise terhenyak. Wajahnya
sesaat ternganga.
"Di sungai?". Ia mendesis, "Ia
kalian temukan di sungai?" 
"Ya"
"Tidak. Tak mungkin jessica
membUnuh diri!". 
Laki-laki bersarung itu cuma
angkat bahu. 
"Pokoknya mayatnya kami
temukan di sungai'. 
Laki-laki itu mengajak peniwise
kepinggir sungai, beberapa
ratus meter dari pemakaman.
Disebidang tanah berawa
dengan akar-akar pepohonan
yang telah ratusan tahun
umurnya menyuntai disana sini,
mereka berhenti. 
"Akar-akar ini yang menahan
tubuh jessica", kata orang itu. 
peniwise menggigil. 
'Siapa...siapa yang
membunuhnya?" 
"Membunuh" Tak seorangpun
yang membunuhnya. Ia memang
ditemukan dalam keadaan
terluka. Pemeriksa mengatakan
jessicaterjatuh dari tempat
ketinggian dan membentur
batu-batu cadas. Jatuh kesungai.
Hanyut sampai kemari...". 
'kata Mertuaku, jessicaditemukan
dalam keadaan setengah
telanjang," peniwise menggeram 
"Tidak seorangpun yang
memperkosanya!" 
"Pak fredy krueger bisa membuktikan?"
peniwise menjadi marah. 
Laki-laki tua yang dipanggil pak
fredy krueger itu pun ikut marah.
Matanya menatap tajam pada
peniwise. 
"Kampung ini masyhur karena
kesuburan dan keramah
tamahan penduduknya peniwise
.Satu-satunya orang yang
mencemarkan nama baik
kampung ini, hanya kau.
Ingatlah itu!" 
peniwise terdiam. Namun sinar
matanya 
tidak menerima tuduhan itu.
"Kau akan lama disini?", tanya
pak fredy krueger sesudah mereka
terdiam. 
"Aku telah berjanji untuk selalu
didekat isteriku bila aku _
kembali," rungut peniwise. Lirih. 
"jessicatelah mati". 
"Aku tak akan
meninggalkannya!" 
Pak fredy krueger menelan ludah. 
"Sebagai ketua erka', katanya
hati-hati, "Aku cuma ingin
menyampaikan keinginan
penduduk. Mereka tak ingin
kampung ini kembali tercemar. 
peniwise gemetar. Kedua telapak
tangannya mengepal. 
"Aku telah berjanji pada jessica
untuk hidup secara baik-baik." 
"jessicatelah mati'. 
'Jangan ulang-ulangi kalimat itu
pak fredy krueger. Bagiku, jessicatidak
mati, Tidak pernah mati!" 
"jessicatelah mati! Tak ada yang
membutuhkanmu lagi
dikampung ini!" 
"Bapak mengusir?" 
"Terserah fredy kruegerpanmu". 
Lantas, laki-laki tua itu
nyelonong pergi. 
Lama peniwise terpaku
ditempatnya berdiri. Ia tidak
perduli pada ketua erka. Ia tidak
perduli apa kata dan keinginan
tetangganya. Dimatanya, cuma
terlukis akar-akar pohon
dirawa-rawa yang menjulur
sebagian ketengah sungai.
Diantara akar-akar pohon itu
mereka konon menemukan tubuh
jessica. Terbuka. namun
kata mereka bukan terbunuh.
Hampir telanjang, namun kata
mereka bukan karena diperkosa.
"Aku cinta padamu jessica", ia
bergumam Parau. Setengah
menangis. "Aku akan ikut
kemanapun kau pergi. namun
aku harus tahu. mengapa kau
mesti pergi begitu saja, tanpa
menungguku seperti yang telah
kau janjikan!". 
peniwise lalu kembali ke
makam isterinya. 
Tanah yang tidak karuan lagi
bentuknya karena habis ia
bongkar tadi, ia betulkan dengan
hati-hati dan penuh kasih
sayang. sesudah itu, ia mendekap
lantas mencium papan nisan
isterinya. Lalu duduk
mencangkung, menatap lurus
kekepala makam. Matanya tidak
berkedip. Tubuhnya tidak
bergerak-gerak. Ia tidak perduli
pada malam yang telah mulai
datang. Pada kesepian yang
mencekam di kuburan. Pada
angin yang enggan bertiup
seperti keengganan manusia
untuk diam ditengah-tengah
kuburan. 
         
KABUT menyelimuti bumi saat
sesosok bayangan menyelinap
memasuki pagar bambu sebuah
halaman'rumah yang besar dan
terletak didaerah tertinggi
kampung yang sepi itu.
Beberapa saat bayangan itu
termangu-mangu memandangi
rumah didepannya. Seperti
biasa, jendela kaca bentuk
modern dibagian depan tertutup
oleh tirai tipis sehingga cahaya
yang terang benderang dari
dalam membias keluar.
Seperangkatan perabotan antik
menggeletak diam-diam
dibeberapa bagian ruangan. 
Sesosok tubuh tadi hati-hati
berjalan di antara pohon jambu
dan rambutan sepanjang jalan
berbatu kerikil sampai ke pintu
besar berwarna hitam pekat.
Bunyi kerikil terinjak ditelan
oleh angin yang
mendesau-desau. Daundaun tua
berguguran kebumi, diantara
kakikaki yang terus melangkah
kepintu. Tiba disana, sesosok
tubuh itu kembali termangu
mangu. Kepalanya berputar
kesana kemari dengan mata
yang jelalatan mengintai.
Merasa aman, ia lalu
mengetuk pintu hati-hati dengan
ketukan yang berirama.
lalu diam menanti. Tak
lama, pintu terbuka. Sedikit tapi.
Sebentuk wajah yang berbentuk
segi empat dengan kepala yang
licin tanpa sehelai rambut.
Tersembul dari sela-sela daun
pintu. 
"Siapa" terdengar suaranya
yang berat. 
'peniwise" 
Daun pintu lalu
dilebarkan. 
peniwise masuk 
Mau. apa?" tanya laki-laki
berkepala licin dan bertubuh
tinggi besar itu. sesudah lebih
dulu nenutupkan pintu 
'Mana pak jason'" 
"Tidur" 
'Bangunkan 
"namun 
Bangunkan. resi purana" 
Laki-laki besar yang dipanggil
resi purana itu, sesaat ragu-ragu.
Matanya penuh selidik di bawah
alis berbentuk golok dan segera
bertemu de
ngan sepasang mata peniwise
yang tegang, dingin namun penuh
ancaman. Dalam hati resi purana
berpikir cepat. Dengan mudah
akan ia taklukkan si peniwise ini
dan lemparkan keluar. namun
peniwise kelihatannya nekad.
Bukan kekalahan yang ia
takutkan. Akan namun sesuatu
yang bersirat dibalik sinar mata
peniwise. Dan itu berarti
ancaman bagi kedudukan
majikannya. 
Enggan, resi purana berjalan kepintu
kecil. 
ia ketuk. Sekali. Dua kali. Tiga.
Empat. 
resi purana hampir mengundurkan
niatnya saat pintu itu terbuka
diiringi suara yang malas: 
"Ada apa, resi purana" Tengah malam
inikau?" 
Suara itu mendadak sontak
berhenti sesudah melihat
kehadiran laki-laki lain di
belakang resi purana. Sesaat, ia
menggeleng-gelengkan kepala
lalu mengkucek-kucek
mata. namun dilihatnya tidak
berubah. Seorang laki-laki lain
dibelakang resi purana. 
Pak jason perlahan-lahan
tersenyum 
"peniwise" Kapan pulang" 
"Tadi siang". 
Keduanya lalu berjabatan
tangan. peniwise heran, jabatan
pak jason kaku dan dingin.
Namun diam-diam ia mengerti.
Mungkin kedatangannya bisa
berakibat lain pada pak jason.
Setidak-tidaknya hanyalah
peniwiselah satu satunya sesudah
resi purana siapa ada orang lain yang'
sebetulnya ikut mencemarkan
nama baik kampung mereka
selama ini. 
'Duduk. Duduklah. Cepat juga
kau keluar 
dari penjara", kata pak jason
tersendat-sendat. seraya
menyeret peniwise untuk duduk
diruang tamu. 
Di belakang mereka, resi purana
pelan-pelan menghilang. 
'Apa maumu, peniwise"!" 
peniwise menatap langsung
kemata pak jason tajam. 
"... kukira bapak ingin berterima
kasih", katanya. 
Parau. Pak jason tertawa. Kecil 
"Jadi itu yang kau inginkan.
Terima kasih. peniwise. Kau
benar-benar seorang sahabat
yang kuat rasa setia kawannya." 
namun orang-orang kampung tak
lagi bersahabat padaku". 
"Oh"' 
"Pak fredy krueger mengusirku pergi". 
"Ooo". 
Mata peniwise menyipit Pak
jason cuma nengatakan. "Ooo"
saja. Demikian tenang. Tanpa
ekpressi. Namun lagi-lagi
peniwise hanya bisa menelan
ludah. Sebagai ketua kampung,
tentu saja laki-laki setengah
baya didepannya telah
mengetahui apa keinginan
masyarakat yang berada
dibawah perlindungannya.
namun bukankah pak jason juga
harus memandang peniwise
sebagai salah seorang anggota
masyarakat itu"
Setidak-tidaknya, seperti yang
telah ia katakan Seorang
sahabat! Yang tahu rasa setia
kawan! 
?"aku mohon pertolongan
bapak", kata peniwise tak
bersemangat. 
"O. tentu. Tentu. Sebagai
seorang sahabat, aku akan
menolongmu. Hanya, sampai
dimana kemampuanku untuk
menolong. Berapa kau perlukan
uang?" 
peniwise menggigit bibir.
Hatinya terasa amat sakit. 
"Aku akan menetap di kampung
ini", katanya. 
'O, Lantas?" 
"Aku tak butuh uang. Selama
dipenjara aku dipekerjakan di
bengkel. Kelakuanku baik. Hasil
kerjaku di bengkel tidak
seberapa namun kepala
personalia penjara lalu
memperkenalkan aku pada salah
seorang temannya di luar
penjara. Tentu saja sesudah aku
dibebaskan. Temannya itu
memberi pekerjaan ' padaku;
Hasilnya kukumpulkan, sesudah
kurasa cukup, aku minta
berhenti. lantas kembali kesini.
namun kudapati, jessicatelah
mati." 
Wajah pak jason agak pucat
tiba-tiba. 
peniwise heran. 
"Ya, ya... jessicakami temukan
tersangkut di pinggir sungai.
Perempuan yang malang.
Terimalah bela sungkawaku,
peniwise," kata pak jason
terburu-buru. 
"Jadi kau akan menetap di sini?"
peniwise mengangguk. 
"Baiklah. Besok akan
kutanyakan pendapat pak
fredy krueger". 
'Jangan tanyakan. namun
tentukan!" 
"namun mereka semua.
peniwise...' 
"Bapak jason disini. Selama
bertahun-tahun tidak
seorangpun penduduk yang
berani menghitamkan apa yang
kata bapak putih." 
Pak jason menelan ludah. 
"Baiklah," katanya hambar...
Besok akan kutemui er-ka dan
erte. sesudah itu aku akan
kerumahmu. Tunggu saja
disana. Ingat jangan
kemana-mana." 
peniwise lantas berdiri. 
namun sebelum keluar. Ia
memutar tubuh. 
"Saya juga berterima kasih,"
katanya "Kata mertuaku, selama
aku di penjara ia dan anaknya
jessica. Selalu memperoleh
bantuan keuangan dari bapak." 
Pak jason tertawa. 
"Ah. Itu belum seberapa,
peniwise. Di banding dengan
kekuatan mentalmu untuk
menutup mulut tidak membuka
rahasiaku, bantuanku itu
benar-benar tidak berarti
apa-apa..." 
"Aku menutup mulut karena aku
harus pikirkan isteri dan
_mertuaku. Bapak tidak ikut
masuk penjara, berarti jessicadan
ibunya tidak hidup sengsara!" 
Pak jason terdiam. 
Dan peniwise membuka pintu.
Keluar, lalu menutupkan pintu
dengan keras. Berdentam
bUnyinya. Pak jason pucat.
Beberapa saat ia tercenung
ditempat duduknya. Ia menyulut
sebatang cerutu. Dihisapnya
berulang-ulang. Dalam,
Asapnya lalu ia hembus.
Berkepul-kepul Naik ke
langit-langit ruangan. la agak
gemetar saat berdiri dan
masuk kembali 
ke kamar tidurnya. la mau naik
ke atas ranjangnya yang besar
dan lebar, namun tak jadi. Angin
dingin meniup dari samping. 
Laki-laki itu menoleh. 
Ternyata salah satu bagian
dinding terbuka. Gelap di
dalamnya. Pak jason terpaku
sesaat. Angin dingin merembes
keras dari bagian dinding yang
terbuka itu. Mulutnya terbuka.
Maksud memanggil resi purana. Tapi
tak jadi. Ah, mengapa hal sepele
begitu harus ia perintahkan
pada satu-satunya pelayan dan
temannya di rumah ini" 
Ia lantas berjalan ke pintu itu. 
Bermaksud menutupkannya.
Namun, lagilagi ia tertegun.
Tidak mungkin ada angin yang
masuk kedalam, kalau tidak
tingkap penutup di bagian atas,
terbuka. 
"Sialan?" ia memaki. "Mengapa
pula si resi purana tidak
menutupkannya sejak tadi-tadi?"
Seraya menggerutu, ia lalu
berjalan memasuki lorong
sempit dan pendek di balik pintu
itu. Dengan hati-hati ia
melangkah, menaiki anak tangga
demi anak tangga yang
berputar-putar sampai ke bagian
atas. Akhirnya ia tiba di terras
paling atas dari rumahnya. Di
luar tenang, namun angin betapa
dinginnya. Kabut tipis menutupi
pandangan matanya. Namun
sesudah lama memperhatikan. ia
tidak melihat sesuatu yang
mencurigakan. 
Ia kembali turun. Dan
bermaksud menutupkan kembali
tingkat di atas tangga saat
terdengar sebuah jerit yang
menyayat hati. 
         
Di BAWAH di luar rumah
peniwise juga mendengar Jeritan
itu. ia tertegun, diam
mendengarkan lalu berlari
mengikuti arah jeritan tadi
menghilang. Beberapa kali ia ter
perosok pada lumpur dan
hampir membentur
cabang-batang pepohonan,
sebelum ia mencapai pinggir
tebing di bagian belakang
rumah pak jason Sampai di
sana, ia berhenti dengan nafas
tersengal-sengal .Memandamg
dengan teliti ke arah anak
sungai. 
saat itu, sungai telah surut.
Air mengalir dengan tenangnya,
menimbulkan suara gemericik
halus menerpa batu-batu yang
menyembul di beberapa bagian
sungai. Kabut telah menipis. dan
bulan pucat di langit, menerangi
tempat itu dengan cahaya yang
samar-samar. namun peniwise
tidak melihat seseorangpun
juga,dia tidak lagi mendengar
jeritan yang menyayatkan hati
tadi. namun ia pasti. Ada
seseorang yang menjerit. Orang
itu perempuan. Berdegup
jantung hati peniwise sesudah
mengingat-ingat ia seperti. ia
seperti mengenal suara jeritan
itu. 
"...jessica', ia mendesah. 
"jessicaaaa!". lalu ia
berteriak. 
Suaranya memecah disekitar
tempat itu bergaung
kebukit-bukit di kejauhan
lalu" Kembali dengan
suara mengaung ditelinganya. 
"jessica-ku," peniwise berbisik. lirih
dan sakit. 
Seperti ditarik oleh tenaga gaib,
ia melangkah menuruni tebing.
namun karena curam dan licin
bekas hujan renyai-renyai siang
harinya, ia jatuh bergulingan ke
bawah. Untungnya. langsung
tercebur dalam genangan air
berlumpur, hanya beberapa inci
dari sebuah batu besar 
, dan runcing di
pinggir-pinggirnya. Dengan
hati. hati peniwise naik ke atas
batu itu. Tubuhnya menggigil
kedinginan, dari sana ia
lalu menatap ke hilir.
Sungai itu berbelok sekitar tiga
ratus meter di sebelah sana. Di
ujung belokan itulah ia dengar
ditemukan mayat 
isterinya tersangkut. . "0,
jessica-ku," ia berbisik lagi. "Kau
mau menuntunku bukan ?" 
Mulutnya tersenyum. Lembut
dan mesra. 
lalu ia merangkak ke tepi.
Sampai di sana,
matanya'mencari-cari. Ia sudah
terbiasa oleh kegelapan. Kata
mereka jessicameninggal
seminggu yang lalu. Amat sukar
baginya mencari jejak, namun
hatinya yakin ia akan
menemukan sesuatu petunjuk.
Entah apa. namun ia pasti
menemukannya. 
"Dengan bantuanmu, jessicaku"
gumamnya. 
Berulang kali' ia berjongkok,
berjalan. berjongkok lagi,
berjalan dengan mata mencari
cari sepanjang pinggiran
sungai, dengan tubuh ' basah
oleh keringat ia sampai ditempat
di mana ia dan pak fredy krueger tadi
sore berdiri. Sepanjang tiga '
ratus meter mencari tidak ia
temukan sesuatu apapun.
peniwise tidak kalah semangat .
ia cinta pada jessicadan penduduk
toh akan 
mengusirnya lambat atau cepat.
Hati kecilnya mengatakan tipis
sekali harapan ia dapat bantuan
dari pak jason.... 
Ha! pak jason! 
Mengapa ia tidak coba mencari
mulai dari arah sana ke hulu"
Bukankah jeritan itu ia dengar
di bagian sana" Jeritan-Jeritan
siapa" Memang wanita, jessicakah"
namun jessicasudah mati seminggu
yang lalu lantas jeritan siapakah
yang ia dengar tadi" Ataukah
hanya hallusasinasinya saja" 
"Persetan". ia memaki. "Biar
hallusinasi, kalau itu jerit arwah
isteriku, aku tak perduli!" 
Atau, siapa tahu kalau ia bisa
menolong seseorang yang saat
itu membutuhkan bala bantuan"
Dengan
kemungkinan-kemungkinan yang
simpang siur itu, ia kembali ke
tempat di mana tadi ia berdiri.
namun tepat di puncak batu
besar berujung runcing. di mana
lumpur yang memercik dari
pakaiannya yang basah terjatuh
kesana, masih membekas. Pada
saat itu, hari sudah menjelang
subuh. Kokok ayam mulai
bersahut-sahutan dari arah
kampung, dan bulan pucat
semakin pucat, namun cahaya
subuh yang remang-remang
semakin memperjelas
pandangan matanya. 
peniwise menatap jauh ke hulu. 
Tetap saja ia tidak melihat
seseorang atau sesuatu yang
mencurigakan. Agak kecewa, ia
tengadah. Betapa perih
matanya. Dan tiba-tiba ia
tertegun. Diam. 
karena tengadah. matanya telah
menangkap sesuatu yang menari
di tebing batu yang sekaligus
menjadi pundamen yang kukuh
dari bagian belakang rumah pak
jason yang bertingkat. disalah
satu ujung batu tebing,
tersangkut secarik kain yang
warnanya sudah tidak karuan
hanya bisa dilihat oleh orang
bermata tajam. 
Dalam sedetik. peniwise telah
terjun ke sungai. 
Ia berenang ke bagian yang
dalam, lalu menepi persis
dibagian bawah tebing
pundamen rumah orang
kampung yang paling terhormat
itu. Dengan susah payah ia
merangkak memanjat tebing
yang curam itu
dengan_mengandalkan
ujung-ujung batu cadas yang
tersembul dari tembok tebing. 
Ia sudah kepayahan saat tiba
dibagian mana carikan kain tadi
tersangkut. Ternyata bukan pada
ujung cadas, melainkan pada
ujung sebuah kayu bekas akar
pohon yang patah. 
sesudah memasukkan benda itu
ke balik kemejanya, ia tidak lagi
merayap turun. Melainkan,
mendoyongkan tubuh sedikit ke
depan, lalu terjun ke
bawah. Tubuhnya mencebur di
bagian yang dalam. Ia biarkan
dirinya hanyut di bawa air. dan
lalu tidak jauh dari tempat
mandi kaum wanita ia lalu
merangkak ketepi. Beberapa
menit ia duduk melepas lelah.
sesudah itu berjalan menuju ke
rumah. Disana, Benda yang ia
temukan ia dekatkan pada
lampu. Benda itu ternyata 
sebuah beha 
"Kutang. jessica!". sungutnya
dengan wajah pucat 
         
DI RUMAHNYA, pak jason
meluncur menuruni tangga
lalu bergegas memanggil
manggil pelayannya. 
"Tutupkan tingkap atas,
bangsat!', ia memaki kalang
kabut. Terheran-heran. resi purana
naik juga ke atas, menutupkan
tingkap yang terbuka dan
kembali ke bawah, disana ia
lihat majikannya meringkuk di
tempat tidur. Seluruh tubuhnya
terbenam dalam selimut yang
tebal. Namun jelas terlihat
bagaimana tubuh pak jason
gemetar hebat. dan suaranya
menggigil seperti orang di
jangkiti malaria. 
         
TIGA 
peniwise BERDIRI tegak
dipekarangan rumah pak jason. 
Seluruh wajah sampai
Ketelinganya merah padam. 
"Pak jason !", ia berteriak
memanggil .
Suara teriakannya yang keras
melengking sesaat
memecahkan kesepian subuh
hari itu. Beberapa orang
penduduk yang masih enggan
bangun karena udara yang
dingin, mau tak mau terloncat
dari tempat tidur lalu
berlari keluar rumah. Atau
memperhatikan dari balik pintu.
Tak sedikit pula yang mengintai
dari jendela. 
"Pak jason! Keluar kau, laki-laki
jahanam!" 
Tak terdengar sahutan.
Penduduk yang memandang,
jadi penasaran. Ada apa
pagi-pagi bekas perampok itu
memanggil-manggil jason
mereka" Sesubuh ini pula lagi.
Hari masih berkabut. Alangkah
dinginnya. Uap panas yang
membara hanya bergejolak
dalam diri satu orang. peniwise,
yang berdiri mengkangkangkan
kaki di halaman rumah pak
jason. 
Ia lalu menyambar sebuah
batu besar. 
Mata semua orang terbeliak.
Batu itu melayang di udara,
menghempas dengan keras di
jendela rumah pak jason. Bidang
kaca berwarna gelap dari luar
terang dari dalam, yang
termodern dan termegah di
kampung itu, sesaat pecah
berantakan mengiringi suara
yang gegap gempita dari batu
besar yang lalu
menggelinding di ruang tamu,
menghantam apa saja yang ada
di dalam. 
Hanya orang yang bertenaga
dalam yang tinggi yang bisa
melakukan hal itu. Namun
peniwise bukanlah seorang
jagoan. Tenaganya mendapat
dorongan dari amarah dan
kebencian yang meluap-luap. 
Suara yang hiruk pikuk itu,
selama beberapa saat berikutnya
digantikan oleh kesepian yang
menyentak. Bahkan ayam yang
tadi ribut berkokok maupun
berkotek, pada bungkam. Sedang
burungburung yang bercuit
bersahut-sahutan di pepohonan,
tidak ada lagi yang berani
bernyanyi. Semua diam. Semua
tegang. Semua menunggu.
namun tak lama. 
Seorang keluar dari pintu besar
hitam di bagian samping rumah.
Ia bukan pak jason. Melainkan
resi purana, yang melangkah tegap
mendatangi peniwise. Yang di
datangi diam tidak bergerak,
sementara mukanya yang merah
berubah semakin kelabu. 
"...mau apa kau?", geram resi purana.
peniwise meludah. 
"Aku tidak membutuhkan kau.
resi purana, aku Panggil majikanmu " 
"la tidur." 
peniwise tertawa. 
"Kalau tak salah, batu yang
kulemparkan juga mengenai
pintu kamar tidurnya Tak
beranikah ia bangun untuk
menghadapi tangan salah
Seorang penduduknya?" 
"Jangan menghina!" 
"Majikanmu memang hina.
Seorang lakilaki bi-sex,
berpelayankan seorang laki-laki
homo sex. Panggil keluar pak
jason. dan kau cari saja laki-laki
lain untuk jadi mainanmu!" 
Kepala yang gundul licin itu,
berkilau kemerah-merahan. 
"Haram jadah!", makinya dan
meninju kedepan peniwise yang
sudah tahu akan di hadapkan
pada pelayan itu mengelak
dengan cepat. Demikian cepat
dan demikian tiba-tiba. sehingga
pelayan yang sedang diamuk
amarah itu terdorong kedepan.
Tubuhnya tidak bisa ia imbangi
lagi. Terdengar suara berdebuk
yang riuh diatas tanah berkerikil
.resi purana mengaduh kesakitan.
Dengan sigap ia bangkit lagi,
namun peniwise sudah maju ke
depan. Cepat sekali. 
"Aku sudah banyak latihan
dipenjara, resi purana", bentaknya
mengiringi hantaman lutut yang
deras kedagu resi purana. Pelayan itu
terdongak, lantas terhempas
kebelakang oleh sesudah tinju
peniwise yang tubuhnya jauh
lebih kecil dari resi purana. Kekuatan
yang membahana dibalik tubuh
yang besar dan perkasa itu
ternyata tidak dibarengi dengan
kelihaian otak dan pengalaman.
Selama bertahun-tahun bekerja
dengan 
pak jason, tidak seorangpun
yang pernah menjamah tubuh
resi purana. Karena tidak punya
urusan. Kalaupun ada, karena
tidak punya keberanian! 
Sekali dua ia dapat pula
menyarangkan pukulannya
ketubuh peniwise sehingga
pembuat gaduh disubuh itu
beberapa kali sempat
terbanting-banting. namun
pengalaman sebagai seorang
perampok dan bekas narapidana
menguntungkan baginya. Ia
hanya perlu mengelak dan
mengelak sambil melayangkan
pukulanpukulan berbahaya
sehingga resi purana akhirnya
terhempas kandas kelelahan.
Tidak ada luka-luka atau biru
lembam bekas pukulan di wajah
maupun tubuhnya. Sebaliknya
dengan peniwise. Ia masih bisa
tegak memandangi lawannya
yang menggeliat di tanah.
Namun hidung peniwise
berdarah, dan sebelah matanya
membiru. 
"Sudah", maki peniwise.
Tersenggal senggal. "Sekarang
panggil! keluar majikanmu yang
berkutuk itu!" 
resi purana mengumpat-umpat. Namun
tidak kuasa berdiri. 
Terdengar tawa parau dari
mulut peniwise. Lantas ia
berjalan tertatih-tatih kearah
pintu rumah yang terbuka. Ia
baru saja menginjak lantai
terras saat beberapa orang
penduduk meloncat keluar dari
rumah dan berlari memasuki
halaman rumah pak jason. 
"Tahan, dia!" seseorang
berseru. 
peniwise tertegun. 
Waktu ia membalikkan tubuh. ia
lihat belasan orang telah
mengepungnya. Ia menyeringai
 Kesal dan marah. 
"Mau apa kalian?" 
pak fredy krueger yang berdiri paling
depan. meludah. 
"Jangan sekali-kali kau jamah
tubuh pak jason!" umpatnya. 
Mata peniwise menyipit. 
"Kenapa pula ia harus kalian
bela?" 
"Terkutuk. Sudah tahu diri bekas
perampok, masih menghina
orang-orang terhormat" 
"Terhormat?", peniwise tertawa
berkakakan. "Pak jason yang
pengecut dan tidak berani
memperlihatkan muka itu. kalian
katakan terhormat?" 
Pantas, sambil mencerca begitu
peniwise mengeluarkan kutang
perempuan yang lusuh dari balik
kemejanya yang basah oleh
keringat. 
"Kalian lihat!", ia menggeram.
Matanya berkilat memandangi
orang-orang yang pernah
menjadi tetangga-tetangga
baiknya namun kini mengepung
untuk mengeroyoknya 
"...ini kutang isteriku. Kutang
jessica' Kalian dengar" ini kutang
jessica! 
Semua orang terdiam sesaat 
Semua mata, membulet melihat
kutang lusuh ditangan peniwise. 
Pak fredy krueger batuk-batuk kecil 
"Apa hubungan kutang itu
dengan kegaduhan yang kau
buat " "tanyanya 
"Kutang ini tersangkut ditebing
belakang mmah ini!". 
"Lantas?" 
Mata peniwise merah menahan
marah dan kesal. 
"Bodoh!". gerutunya. Tak
sabar... ltu artinya, isteriku jatuh
atau dijatuhkan orang dari
terras belakang dibagian atas
rumah ini" 
"Tak mungkin.". beberapa mulut
menggumam. 
"Mengapa tidak" Apa kalian
pikir jessicamerangkak dulu dari
sungai, naik ketebing baru
menjatuhkan diri?" 
"Kau menghasut!" 
"Aku mengemukakan fakta!" 
"Kau menghasut. Karena kau
mau di usir dari kampung ini
dan pak jason tidak berdaya
menghadapi keinginan seluruh
penduduk, kau lantas
menghasutnya. Orang haram.
Perampok. Buangan. Mana kami
mau percaya pada
ucapan-ucapan kotor seseorang
yang menggerutu tak
berkeputusan. "Kau hina orang
paling terhormat dan budiman
dikampung ini. Bertahun tahun
ia jadi jason disini. Tanpa cacat
tanpa cela. 
Bertahun-tahun ia
mengeluarkan uang untuk
mendirikan sekolah.
Membangun madrasah.
Memperbesar mesjid.
Menyumbang penduduk yang
tidak mampu. Orang'sebaik itu,
kau tuduh pembunuh dan
pemerkosa?" 
Suara-suara mengumpat
berkecamuk di sekeliling
peniwise. 
"Kekayaan pak jason didapat
dari merampok!", ia berteriak
mengatasi suara berkecamuk itu.
"Ia yang membiayaiku kesana
kemari dari 
tahun ketahun. hasil usahaku
sebagian besar ia ambil untuk
dirinya sendiri. Apa yang ia
sumbangkan pada kalian, hanya
satu dua sen dari kerja sama
kami!", 
"Puih !", pak fredy krueger meludah.
Mukanya merah padam pula. 
"Ia sudah semakin menghasut.
anak-anak. Usir dia dari
kampung ini!" 
Hanya dalam beberapa menit
kekacauan itu menjadi reda.
Perlawanan peniwise yang sudah
gelap mata, toh tidak sebanding
dengan amukan belasan laki-laki
yang ganti berganti menghantam
serta menghambat langkah
tubuhnya kesana kemari.
Pakaiannya sudah robekrobek
dan disana sini berlumur darah
sementara mukanya sudah mulai
tidak berbentuk. Dalam hati ia
memangggil nama isterinya
Mengeluh: 
"Akan matikah aku sekarang.
jessica?". 
         
peniwise tidak mati. Ia hanya
hampir mati, saat terdengar
suara pak jason yang keras
namun lembut berwibawa: 
"Sudahlah, saudara-saudara!" 
Terdengar suara-suara nafas
lelah. Semua mata memandang
ke pintu. Di sana, pak jason
berdiri tenang. Bersandar ke
bendul pintu .Wajahnya pucat,
namun mulutnya tersenyum. Ia
mengenakan kain sarung dan
berpeci. 
"...aku sedang sembahyang
subuh saat 
 ribut-ribut ini terjadi," katanya
dengan tenang Tenang sekali.
"Barusan sempat kudengar apa
yang dikatakan oleh peniwise.
Percayakah kalian?" 
"Tidak. Tidak. Tak mungkin," ia
dengar suara-suara bergumam.
Aku tahu kalian tidak percaya.
Kasihan anak malang itu.
Mungkin karena dipenjara, ia
shock. Dan sesudah isterinya
mati. pikirannya jadi engga
karuan. Ia mengatakan yang
bukan-bukan. Harap kalian
maklumi hal itu,
saudara-saudara. Hentikan
kegaduhan ini. Aku tak mau
salah seorang pendudukpun
tangannya dikotori oleh darah.
Kalian tidak boleh jadi
pembunuh!" 
Semua diam. Terpekur. Bahkan
ada yang menjadi malu. 
Banyak orang telah keluar dari
rumah. 
Berkerumun di depan pagar pak
jason. Ayam-ayam sudah
bertaburan di sana sini. Burung
telah kembali bernyanyi. Seekor
kambing mengembik. Dan
beberapa ekor kerbau melenguh
di gelandang oleh seorang anak
kecil. 
"Sekarang begini," melanjutkan
pak jason. "Keinginan kalian
untuk mengusir peniwise, apa
boleh buat Terpaksa dengan
berat hati kukabulkan. namun
tidak dengan cara yang kalian
lakukan. Sayang, aku terlambat
menengahi .namun sudahlah.
Apa guna menyesal. Aku maklum
luapan kemarahan kalian..." ia
berhenti sebentar. 
Menarik nafas panjang. Lantas: 
"Kalian bawalah peniwise ke
klinik. Bila 
besok ia cukup kuat kalian antar
ke batas desa dan katakan
jangan ia coba-coba kembali ke
sini. Pergilah. Akan kuberikan
sejumlah uang untuk biaya
pengobatan anak yang malang
itu...!" 
Sambil mendorong tubuh
peniwise yang babak belur dan
pingsan ke klinik, pak fredy krueger
mengeluh: 
'Apa kubilang" pak jason tidak
akan ada tandingan dalam soal
berderma dan soal budi di
kampung ini. Mungkin juga di
kampungkampung lain. Apalagi
di kota. Hem, anak ini," ia
menggeleng-gelengkan kepala
memandangi tubuh peniwise.
"Benar tak tahu diuntung!" 
Di rumahnya, pak jason
termangu-mangu. 
resi purana berjongkok kelelahan
disebelahnya. 
"Tahukah kau apa keinginanku,
resi purana?" 
tanya pak jason. . 
resi purana memandang, lalu
menggeleng pak jason
tersenyum. Dingin. Katanya: 
"Pergilah nanti malam ke klinik.
Jangan sampai ada yang lihat.
Dan bunuh si peniwise!" 
         
EMPAT 
peniwise TERLONJAK Kaget. 
la mengerang sesaat diserang
rasa perih yang teramat sangat
sekujur tubuh terutama diwajah
yang penuh pembalut. Nanap, ia
memandang ke jendela. Ia
sempat tersadar tadi siang,
lalu pingsan lagi. Ia sadar
kembali sore harinya. Karena
ingin tahu di mana ia berada,
peniwise ingat betul jendela
kamar klinik di mana ia rawat,
tetap tertutup. Rapat. 
Kini, jendela itu terbuka.
Mengapa lebar. 
Bunyi jendela yang menghempas
ke dinding itulah yang
menyadarkan peniwise dari
serangan kantuk yang luar
biasa-dan kelelahan yang
mengesalkan. Mata peniwise
mencari-cari. Liar. Namun ia
tidak melihat kehadiran
seseorangpun. 
Baik di dalam kamar maupun di
luar jendela. Ia terengah dan
menggigil waktu angin yang
keras menampar wajahnya. 
Dengan susah payah, peniwise
turun dari dipan. 
Sakit sekali sekujur tubuhnya. 
"Terkutuk mereka semua," ia
memaki-maki sendiri, "Hampir
saja tulang-tulangku mereka
remukkan!" 
Seraya memaki ia terus
merangkak ke pinggir jendela.
Bermaksud menutupkannya Dan'
?"kang!" 
peniwise terdongak. 
"Kang peniwise!" 
Sesaat itu juga, peniwise
menghambur ke 
jendela. Berpegangan
dibendulnya. Memandang keluar
dengan mata membesar. Gelap
sekali. Mula-mula ia hanya
melihat kabut tipis yang
bergerak perlahan-lahan. Ia
juga melihat dedaunan
berguguran dari cabang-cabang
pohon yang bergerak
lambat-lambat. Lantas. dari
tengah kabut yang tipis itu,
menjelma kabut lain Yang lebih
tebal. Mata peniwise kian melotot
Dan kabut itupun kian tebal. _ 
"Kang?" 
peniwise menggeleng-gelengkan
kepala. Keras-keras. Sakit bukan
alang-kepalang namun ia tidak
perduli. 
"Mungkinkah?", ia berbisik. 
Dan kabut menebal tadi berjalan
kearah tepi jendela. Semakin
lama semakin dekat. semakin
jelas. Tidak. peniwise tidak
bermimpi. Di depan biji
matanya, ia melihat jessicamuncul
dari tengah-tengah kabut.
Isterinya yang malang itu
hampir-hampir tidak berpakaian
sama sekali. Blusenya tinggal
setengah, sedangkan salah satu
tali kutangnya lepas.
Payudaranya jessicaagak
menyembul ke luar .Sebelah
payudara itu membiru. Jelas
terlihat karena kulit jessicayang
putih gemerlap. 
"Jahanam itu menggigit dadaku
kang "
bisikan yang hilang timbul.
Hilang timbul itu seperti helaan
nafas yang menyapu telingga
peniwise." "Balaskan sakit
hatiku, kang. Balaskan sakit
hatiku!" 
Lantas bayangan jessicamenjauh.
Menjauh dan menjauh. 
Barulah peniwise tersadar. 
"jessica!", ingin ia menjerit.
Memanggilmanggil isterinya.
Namun lidah peniwise kelu.
Hanya keluhan pendek saja yang
keluar. 
'Jangan...", ia mengerang.
"Jangan kau tinggalkan aku,
jessica...!" _ 
lalu, dengan mengerahkan
sisa-sisa tenaganya ia
merangkak memanjat jendela.
Malang, kekuatan peniwise
belum pulih. 
Tiba di tepi jendela, ia jatuh
terhumbalang ke bawah.
Berguling-guling diantara
barangbatang pohon
buah-buahan di atas rerumputan
bertanah lembut yang menurun.
Beberapa kali peniwise mengeluh
dan merintih kesakitan. Salah
satu rusuknya membangkitkan
kengiluan yang amat sangat
waktu membentur sebatang
pohon. 
peniwise terhenyak. Lama. 
Ia kira ia kembali pingsan.
namun tidak. Suara
mendesau-desau dari balik
pohon memaksanya membuka
mata. peniwise merangkak
sedikit, berpegangan ke pohon
itu. 
Dan tiba-tiba ia membalik,
berguling kembali ketempat
semula. Ternyata disebelah sana
pohon, terdapat jurang yang
menganga diantara semak
belukar yang rimbun. Untunglah
ia mengenali sungai yang
mengalir di bawah sana. Kalau
tidak ia tentu akan terus
mengejar bayangan jessicayang
menghilang ke arah semak
belukar itu. 
"Ya yang maha kuasa!", ia mengucap. 
Lalu berusaha bangkit. Ia harus
kembali ke klinik, karena salah
satu luka di kakinya
mengucurkan darah.
Kepalanyapun berdenyutdenyut.
Mungkin pukulan orang-orang
kampung itu telah merekahkan
batok kepalanya. 
peniwise memaki dan memaki
lagi. Tak berkeputusan. Kaki
kanannya yang luka berat itu
membuat ia tidak bisa berdiri.
Mau tidak mau ia merangkak
kearah klinik dimana ia bisa
membangunkan salah seorang
perawat jaga di sana untuk
menolongnya dari kematian
karena kehabisan darah.
Belikatnya lagi aduh! 
"Krasak!" 
peniwise tertegun. 
Liar, matanya mencari lagi.
Suara itu datang dari arah
jendela klinik. Seperti ranting
terpijak. lalu sepi. Hanya
deru angin malam saja yang
menyambar-nyambar ribut.
Tampaknya akan badai.
jessica-kah. Dengan penuh harap,
peniwise kembali merangkak.
Hatihati. Ia tidak boleh
kehilangan jessicauntuk kedua
kalinya malam ini. 
Ia harus mencapai jendela,
melihat istrinya itu. memeluk
dan menangis diharibaannya,
menanyakan mengapa ia begitu
cepat mati dan siapa yang
menyebabkan kematiannya! 
namun niat peniwise tidak
kesampaian. 
Yang ia lihat didepan matanya,
bukan bayangan jessicayang
berpakaian tidak karuan dan
setengah telanjang. Melainkan
bayangan sesosok tubuh tinggi
besar. Mengenakan pakaian
hitam pekat. Sesosok itu
mendempet sepanjang dinding
klinik menuju jendela kamar
peniwise. Dengan kecut, peniwise
memandang ke jendela itu.
Matanya berbelalak. Aneh.
Jendela kamar peniwise telah
terbuka kembali. Mungkin
karena dihempaskan angin. 
la alihkan lagi pandangan
matanya ke arah sesosok tubuh
tadi, sambil meringkukkan tubuh
dibalik bayang-bayang semak
belukar. Orang misterius itu
telah mencapai jendela. Lantas
mengintai ke dalam. Percuma,
tentu saja. Karena kaca jendela
kabur dibasah kabut. Hatihati,
orang tadi mulai mencukil
pinggir jendela. Berderik-derik
bunyinya. Tak lama lalu
jendela terbuka. Didorong
perlahan-lahan. lalu
diam. Menunggu. 
Tidak ada reaksi. 
Sesosok tubuh tadi lantas
merangkak menaiki jendela
masuk kedalam. 
Ditempatnya bersembunyi.
peniwise terhenyak. Menunggu
dengan tegang. Apa yang akan
dilakukan orang itu" Siapa dia"
Mengapa harus ke kamar
peniwise" Sembunyi-sembunyi
pula lagi" Dan tengah malam
buta begini, selagi
petugas-petugas klinik dan
semua penduduk kampung
terlelap dalam buaian tidur yang
nyenyak diserang hawa dingin" 
tak lama ia dengar suara ribut
di dalam, disusul oleh caci maki:
"Jadah! anak jadah si peniwise
itu!" 
peniwise tersenyum. 
resi purana! gumamnya sendirian.
"Tentu di suruh pak jason!" 
resi purana cepat-cepat keluar dari
kamar peniwise dan sesaat
menyalangkan mata disekitar
halaman belakang klinik. Namun
ia tidak melihat apa-apa, kecuali
kegelapan dan kabut
menyelimut. Sambil
menghentak-hentakkan kaki ke
tanah menimbulkan suara
berdebum-debum ditelinga
peniwise yang diam tergeletak
dipersembunyiannya, resi purana
mengumpat-umpat: 
"Dimakan setanlah hendaknya si
jadah itu!" 
sesudah mengumpat kesal
demikian. resi purana lalu
menghilang disamping klinik. 
peniwise menarik nafas. 
"Kau menolongku lagi, jessica-ku
sayang' ucapnya dengan nafas
lega. 
Beberapa saat lamanya, ia
terbaring di atas rerumputan
yang basah oleh embun.
Otaknya berputar cepat. sesudah
itu, ia berusaha berdiri Susah
sekali. Udara yang beku
mungkin telah menghentikan
darah keluar dari kaki
kanannya. Terpaksa peniwise
berjalan menyeret-nyeret se
belah kaki, kadang-kadang
merangkak, istirahat sebentar,
merangkak lagi, berjalan
menyeretnyeret kaki. "Begitu
terus. Semakin lama semakin
jauh ia dari arah klinik .
         
"kemana ia tadi ?"
resi purana panik dan panik. 
Wajahnya yang basah oleh
keringat, merunduk lesu. 
"Jadi peniwise lari" celetuk
majikannya seraya menekan
puntung serutu ke asbak. Abunya
bertebaran dan asapnya
menyapu hidung resi purana. 
"Ada yang melihat kau?" 
"Tidak," sungut resi purana. 
"Hem. Jadi si peniwise lari" Ia
telah menduga ada yang akan
kita lakukan atas dirinya. Setan
benar. Coba tadi pagi kubiarkan
saja orang-orang kampung
mengeroyoknya sampai mati
seperti cacing! 
Lelaki setengah baya itu
lalu berdiri. Ia melangkah
ke arah kamar tidur. namun di
depan pintu kecil, ia tertegun.
Lantas membalik. Memandang
tajam pada pelayannya yang
bertubuh kekar itu. 
"resi purana!" 
"Ya?" 
"Sudah kau dengar bagaimana
perkembangan bayi anak Nyi
Saodah yang sakit itu?" 
"Semakin payah. Pak jason," . 
"Ada harapan hidup?" 
"Kata mantri, tak mungkin lagi
di tolong Kemungkinan besar
malam ini sudah mati!" 
Sepasang mata pak jason
berkilat. la bertepuk-tepuk.
Puas. 
"Malam apa ini, resi purana" 
"Jum'at, pak jason." 
"jum'at apa" 
"Kliwon, pak jason." 
Pak jason manggut-manggut.
Puas. Bayangan kekesalan
karena kehilangan peniwise telah
lenyap sama sekali dari
wajahnya. Ia tersenyum.
Gembira. Matanya menatap
memandangi pelayanannya yang
masih berdiri terpekur-pekur
ditempatnya semenjak tadi. Ia
pandangi tubuh resi purana dengan
mata liar, menjelajahi dari
ujung rambut ke ujung kaki,
berhenti di beberapa bagian
tubuh yang kukuh itu, lalu
menjilat ludah. 
"...resi purana?" suara pak jason
berubah parau. 
"Ya?" 
"Masuklah ke kamar tidurku." 
Sesaat. kemasgulan di Wajah
resi purana karena gagal
melaksanakan perintah
majikannya, ikut pula lenyap. Ia
memandang tubuh pak jason
yang berjalan melenggang ke
kamar tidur. Seperti yang
dilakukan majikannya itu, resi purana
pun memandangi pak jason dari
ujung rambut ke ujung kaki
menjilat bibir waktu memandang
lenggang punggung pak jason
sebelum hilang di dalam kamar. 
resi purana dengan cepat berjalan
kesebelah kanan ruangan. Dari
dalam sebuah rak ia keluarkan
sebuah botol besar. Etiketnya
menandakan botol itu berisi
bier. Dengan giginya. resi purana
melepaskan tutup botol.
Meneguk isinya dengan leher
meleguk-leguk. lsi botol itu habis
hanya dalam sekali teguk. resi purana
menutupkan rak, meletakkan
botol bier yang telah kosong
seenaknya di atas sebuah kursi
lalu ia 
memandang ke pintu kamar
tidur majikannya. Matanya
berkilat, sedikit
kemerah-merahan. 
"Malam yang dingin ya, pak
jason?" ia tersenyum. 
lalu tertawa cekakakan.
Lantas berjalan ke arah pintu
kamar tidur majikannya, seraya
melepaskan kemeja . lalu
celananya. Tiba di kamar tidur
majikannya ia lihat laki-laki
setengah kaya itu telah
berbaring di atas ranjang. Pak,
jason memakai selimut tebal,
resi purana yakin majikannya'itu tidak
mengenakan pakaian sama
sekali. Mereka berpandangan
beberapa lama. tanpa berkedip
Pak jason gemetar waktu resi purana
pelan-pelan naik ke atas tempat
tidur dan menarik selimut yang
dipakainya. 
         
LIMA 
IBU tribuanatunggadewi mendengar suara
ketukan halus dipintu disusul
suara berdebum benda berat
terjatuh. Perempuan itu terkejut,
dan dengan hati-hati ia
melangkah kepintu. Sesaat ia
mendengarkan, tak ada suara
apa-apa. 
saat pintu ia buka,
dihadapannya tergeletak sesosok
tubuh. Berpakaian
compangcamping, kotor lumpur
bercampur darah kering. Wajah
dan kepala hampir tertutup
seluruhnya oleh pembalut
sesudah berjongkok baru ia
kenali siapa orang itu. 
"peniwise!" serunya kaget. 
Mata peniwise tertutup rapat
namun mulutnya menganga. Ia
bernafas tersengal-sengal. Ibu
tribuanatunggadewi segera menyeret tubuh
peniwise masuk ke dalam rumah.
lalu ia berlari lagi
kepintu. Memandang keluar
sesaat. Lantas menutupkan pintu
cepat-cepat. Lantas berlari lagi
kearah peniwise yang tengah
berusaha untuk duduk dengan
susah payah. 
"peniwise. Apa yang terjadi"
Mengapa kau sampai begini?",
tanya ibu tribuanatunggadewi bcrtubi-tubi
seraya membantu peniwise
berdiri, membim
bingnya kekamar dan lalu
menidurkan laki-laki itu diatas
tempat tidurnya sendiri.
Lambat-lambat peniwise
mengucapkan terima kasih.
lalu jatuh tertidur. Ibu
tribuanatunggadewi memandangi tamunya
yang datang secara aneh
sesubuh begini. Masih dengan
mata tidak percaya. Waktu tadi
ia mendengar suara benda berat
jatuh didepan rumahnya ia kira
maling mula-mula. Sampai ia
dengar suara patah-patah
meminta tolong. 
"peniwise, peniwise!", gumamnya.
Lantas geleng-geleng kepala.
Cuma itu yang bisa ia perbuat. 
Waktu peniwise membuka
matanya, hari sudah siang. 
Menoleh kejendela yang
terbuka, ia lihat ibu tribuanatunggadewi
tengah membalikkan sebuah
kasur diatas jemuran yang
disusun dari dua buah kursi.
peniwise menoleh lagi. Tempat
tidur dimana ia terbaring
rupanya berkasur dua. Salah
satu kasur berada dibawah
punggungnya yang masih-masih
sakit-sakit. Yang lainnya tengah
di jemur ibu tribuanatunggadewi. Dilantai,
peniwise melihat sehelai tikar
terhampar Ibu tribuanatunggadewi dilantai
pada malam itu. 
peniwise menghela nafas. Tidak
mengerti. 
"Mengapa ibu jason tidur
dilantai?", tanyanya saat
perempuan setengah baya itu tak
lama lalu masuk seraya
membawakan segelas kopi susu
panas untuk peniwise. 
Ibu tribuanatunggadewi tersenyum. Ramah. 
'"minum, peniwise. Itu lebih baik
bagimu. dari pada mengajukan
pertanyaan yang tidak perlu". 
"Mengapa tak sama-sama
diranjang?" 
"Kau mau minum apa tidak?",
ancam ibu tribuanatunggadewi dengan mata
ancaman, namun melihat
pandangan mata perempuan itu
akhirnya ia mengalah. Ia
lalu meneguk minuman
yang disodorkan siperempuan
langsung kemulutnya. Ia hidup
dengan kenikmatan yang tidak
tiada tara, tersenyum puas
karena minuman itu serasa
menghilangkan seluruh rasa
nyeri disekujur tubuhnya. 
"Melihat keadaanmu, peniwise,
kau bukan datang dari rumah
sakit dikota. Kau tentu baru dari
klinik. Karena agak berlumpur,
bukan,-pula klinik didesa ini!" _ 
"Aku dari kampung kita tadi
malam". 
"Siapa yang memukulimu
disana?" 
'Orang kampung, siapa lagi". 
"namun mengapa?". 
".,..karena mereka tahu aku
seorang perampok". 
"Kudengar kau telah masuk
penjara. Kapan kau keluar?". 
"Baru". 
"lantas mereka pukuli kau.
Merampok lagi?". 
"Kata mereka, menghina". 
"Siapa?". 
peniwise memandangi wajah
siperempuan sejenak, lantas: 
"Pak jason". 
Namun tidak ada reaksi apa apa
diwajah perempuan itu. 
"Mengapa tak kau katakan saja
ia yang paling banyak makan
uang hasil rampokan mu?". 
peniwise tertawa. 
"Ibu tahu, mereka tak akan
percaya". 
Ibu tribuanatunggadewi tersenyum. Lirih.
lalu angkat bahu. 
"Makan ya?". 
"Kebetulan. Sejak kemaren aku
cuma makan Tinju dan
tendangan orang orang
kampung". 
Ibu tribuanatunggadewi membantu
menyodorkan nasi kemulut
peniwise tidak sampai lima menit
berikutnya. Selama itu mereka
diam. Hanya mata peniwise yang
tidak mau diam. Sepasang
matanya liar, menjelajahi
sekujur tubuh ibu tribuanatunggadewi. Usia
perempuan itu lebih tua sepuluh
tahun diatas umurnya sendiri,
namun masih tampak berisi.
Tiada kerut merut kedukaan
diwajahnya, sehingga peniwise
berpikir pikir apa yang kira kita
bisa membahagiakan
.siperempuan semenjak ia
menetap didesa ini, setengah
jam perjalanan dengan jalan
kaki dari kampung asal mereka
bersama. 
"Ku lap dengan air hangat ya?",
tanya ibu tribuanatunggadewi selesai
menyuapi peniwise. Selama pe
rempuan itu melap tubuhnya,
peniwise tidak mengeluh sama
sekali. Ia memang merasa
kesakitan, namun matanya yang
menjilati payu dara perempuan
itu dibalik kebaya yang 
kancing bagian atasnya terlepas,
benar-benar pemandangan yang
merupakan impian semata
selama ia mendekam dibalik
jeruji besi. Dada lbu tribuanatunggadewi
masih penuh dan peniwise
merasakan betapa hangatnya
dada itu. Dulu. 
saat itu peniwise masih
bujangan. 
Ia belum menikah dengan jessica.
Malah belum pernah
memikirkan seorang perempuan
secara serius. satu satunya
perempuan yang pernah jadi
pikirannya, hanyalah ibunya.
namun ibu peniwise sudah
meninggal diserang malaria
saat peniwise baru saja
menginjak usia remaja. Ayahnya
menyusul tiga tahun berikutnya.
karena kanker di dada jatuh
melarat karena harta habis di
pakai membayar biaya
perawatan sang ayah selama
menderita kanker yang ternyata
sia-sia karena toh ayahnya
akhirnya mati juga, peniwise
lalu bekerja sebagai
pelayan di rumah jason. 
Baru sebulan bekerja ia sudah
digoda. 
Bukan oleh ibu tribuanatunggadewi, isteri
jason. Akan namun oleh pak
jason sendiri. Seorang laki-laki
seperti peniwise. ia tak mengerti
mengapa suatu hari pak jason
menyuruh berjongkok diatas
tempat tidur sesudah lebih dulu
diharuskan pula membuka
celana. Baru saat pak jason
membuka celananya sendiri dan
lalu naik ketempat tidur,
peniwise mulai curiga. la berlari
keluar dan bersembunyi
didapur. 
la sembunyi sampai tengah
malam di dapur itu. sampai ibu
tribuanatunggadewi menemukannya dan
lalu menyuruh peniwise
kembali kekamar
nya sendiri. namun ibu tribuanatunggadewi
bukan sekedar menyuruh saja. Ia
juga mengantarkan peniwise.
Sampai kedalam kamar. 
Bahkan menutupkan pintu
sekalian. Lantas membuka
pakaian yang melekat
ditubuhnya seraya menciumi
wajah dan mulut peniwise
bertubi-tubi. Alangkah jauh
perbedaan pengaruh antara
tubuh pak jason dan ibu jason
yang sama-sama telanjang, atas
diri peniwise. 
Ibu tribuanatunggadewi tersentak 
Dengan wajah merah ia tepiskan
cepat-cepat tangan peniwise
yang meraba pahanya yang
tersembul dari balik kain saat
berjongkok untuk meremas air
hangat pada lap. 
'Jangan begitu, peniwise. Tak
baik' gerutunya. 
Mata peniwise yang kelopaknya
masih membiru, terbelalak
heran. 
"Kau sudah beristeri. peniwise"
menjelaskan ibu tribuanatunggadewi. 
Sesaat, peniwise menjadi pucat.
Matanya kuyu. 
"jessicasudah mati', bisiknya,
parau. 
"Aku juga dengar. Aku ikut
berduka cita, peniwise. namun
kematian isterimu tidak lantas
berarti kau boleh menjamah
tubuhku". 
"Maafkan aku bu jason..." 
Perempuan itu tersenyum.
Menghibur. 
'Jangan sebut-sebut lagi aku ibu
jason. 
Kau tahu, kami, telah bertahun
bercerai! Itupun tidak berani
sembarang lelaki boleh
menjamah tubuhku karena aku
telah menjanda?" 
Lesu, peniwise menyela: 
"Sudah ada laki-laki tertentu, bu
Las?" 
'Tak lama lagi". 
"Boleh aku tahu, siapa?" 
"Ah. malu. Nanti saja. Yang
jelas, ia bukan seorang
perampok seperti suami yang
pertama. Pula bukan seorang
laki-laki yang tidak saja
menyukai perempuan akan namun
tak kuat menahan nafsu melihat
kaum sejenisnya sendiri...",
wajah ibu tribuanatunggadewi keruh. 
"Kalau kuingat semua itu
peniwise, aku benar-benar takut
sama laki-laki. Ketakutan itulah
yang mendorongku untuk pernah
merayumu. Lantas bersetubuh
denganmu di rumah suamiku
sendiri, benar-benar
pelampiasan kebencian yang
ditimbulkan suamiku karena
memergoki dia bersetubuh.
Bukan saja dirumahku, akan
namun terutama karena lawan
bersetubuhnya justru laki-laki
seperti kau". 
Lantas ia menggeleng-gelengkan
kepala. Susah. 
"namun yah. Sudahlah", ia
tersenyum lagi. 'Semua telah
berlalu, bukan" Nah. peniwise
Gantilah pakaianmu. Dirumah
ini banyak pakaian. Punya
suamiku yang akan datang,
Mudah-mudahan ia tidak
kecewa kalau sepasang
pakaiannya kukenakan ketubuh
seorang laki-laki lain'. 
"Ia orang kampung ini juga?" 
"Bukan. namun karena sering
urusan jual beli keluar masuk
kampung dari tempat tinggal
nya dikota, ia sering mampir
diwarung nasi yang kubuka.
Mula-mula tertarik pada
masakanku, lalu pada
anak perempuanku yang masih
kecil. lama kelamaan, ia tertarik
padaku. Anak perempuanku ia
bawa kekota, ia sekolahkan
disana dan tinggal bersamanya
menanti aku benar-benar
melupakan masa laluku dan
mulai kembali menyukai seorang
laki-laki...". 
"Ibu perempuan yang
beruntung". 
Ibu tribuanatunggadewi berdiri. Katanya: 
"Luka lukamu lumayan.
Terutama itu yang dikaki kanan.
Kebetulan hari ini suamiku
biasanya singgah disini sebelum
pulang kekota. Kau ikut
dengannya ya?". 
"Untuk disekolahkan?" 
'Kerumah sakit, tolol!" 
peniwise menggeleng kepala!" 
"Kau memerlukan perawatan
kusus" rungut ibu tribuanatunggadewi. 
"jessicajuga memerlukannya". 
"Isterimu sudah mati. peniwise."
"namun arwahnya memerlukan
perhatian yang khusus. Aku
tidak bisa meninggalkannya. Ia
bahkan sempat datang tadi
malam kekamarku diklinik'. 
"Omong kosong!" 
"Sungguh, bu Las. Karena ia
datang, aku selamat dari maut
yang datang bersama si resi purana'. 
"resi purana"'. bu tribuanatunggadewi terpana. 
"resi purana?" Atas suruhan jason,
tentu saja" 
Ibu tribuanatunggadewi terdiam lama. Lantas
berkata serius: 
"Kalau begitu, kau harus kekota.
Pak jason akan terus
mengejarmu. Pasti bukan
sematamata karena kau
satu-satunya orang lain yang
tahu siapa ia sebetulnya. Entah
persoalan apa, namun kau harus
lari". 
"Tidak. Pak jason tak akan tahu
aku bersembunyi dirumah ini.'' 
"namun calon suamiku nanti...",
ibu tribuanatunggadewi kebingungan.
"Berikan alasan apa saja, bu
Las. Atau akan kuceritakan
padanya siapa pertama yang
memperkenalkan kehangatan
tubuh perempuan padaku!",
rungut peniwise. Kasar. 
         
ENAM 
SEORANG PEREMPUAN tua
berjongkok didepan makam jessica.
Diam. Mematung. ' 
Tak terdengar suara apa-apa.
Kecuali berisik dedaunan dan
keresek batang-batang bambu
ditiup angin. Bulan pucat di
langit lalu menerangi
sesosok tubuh keluar dari balik
timbunan bambu. Ia
menyeret-nyeret sebelah kaki
dengan bantuan tongkat kayu. 
Lama ia tegak dibelakang
perempuan itu. Baru
membungkuk. Hatihati pundak
siperempuan ia jamah. 
Yang dijamah menoleh.
Tengadah. Tiada kejutan
diwajahnya. 
"Pulanglah, bu. Sudah larut
malam...!'. 
Perempuan itu memandang
makam lagi. Tanpa kata-kata. 
Kalau saja ia tidak pikun tentu
ia akan meratap. 
"Mengapa, nak" Mengapa kau
mendahului ibu" Padahal kau
masih muda Cantik. Punya
suamiPunya masa depan..." 
namun ia cuma menatap makam
tanpa 
berkedip. Hanya itu yang bisa ia
sadari. Datang kemakam, duduk
didekatnya: Karena ia tahu.
anak perempuannya telah
disemayamkan di sana. Tidak
pernah lagi kembali kerumah .Ia
kini tinggal sendirian didunia
ini, seperti peniwise. Bedanya,
peniwise ditinggaLkan kedua
orang tuanya. Perempuan itu
ditinggalkan anak satu-satunya.
Namun bagaimanapun mereka
sama-sama telah kehilangan
orang-orang yang mereka cintai.
Suami si perempuan. Dan istri
peniwise. 
"Pulanglah!" ulang peniwise
seraya membantu si perempuan
berdiri. 
Lalu ia tuntun perempuan itu
keluar di antara
gundukan-gundukan makam:
sesudah dekat ke rumah salah
seorang penduduk, ia baru
lepaskan perempuan itu yang
berjalan terbungkuk-bungkuk ke
rumahnya sendiri. Lama
peniwise memperhatikan
siperempuan berjalan di
tengah-tengah kesepian malam
yang mencekik. Lampu-lampu
minyak di pintu-pintu gerbang
rumah menimbulkan
bayangan-bayangan memanjang
tiap kali terlewati oleh
siperempuan. Akhirnya hilang
dibalik tembok sebuah rumah.
peniwise menghela nafas. Berat. 
Seekor kelelawar terbang
menggelepar dari balik daun
pisang saat peniwise berjalan
kembali kearah makam istrinya.
Tiba disana. bulan persis
tenggelam-dibalik awan. Gelap
sekali. peniwise membungkuk,
seperti yang di lakukan ibu
mertuanya tadi. memandangi
makam. Dan berbisik
perlahan-lahan. 
"Nyenyak tidurmu, sayang?".
Seakan-akan ia mendengar
suara jessica: "Engga". 
"Mengapa?". 
"Kau belum menciumku'. 
peniwise mencium batu nisan
dikepala makam. 
"Tidurlah ya?" 
Biasanya, jessicaakan merajuk: 
"Selimuti aku". 
Awan kian tebal juga
menyelimuti langit, 
peniwise terkejut karena seekor
tupai tibatiba terjatuh didekat
kakinya. Tupai itu tergelak
sesaat, bergerak-gerak disaat
berikutnya lantas lari
cepat-cepat kebalik
semak-semak. Bunyi
kelepak-kelepak di udara
menarik hati peniwise. Ia
tengadah. Terbiasa oleh cahaya
gelap, lalu lihat
banyak'sekali kelelawar. Lari
serabutan. Beberapa
diantaranya mengeluarkan
jeritan nyaring. Naluri peniwise
mengatakan sesuatu. 
Hati-hati, ia merangkak dari
makam kebalik serimbunan
bambu. 
Di sana, ia diam menunggu. 
Ia tidak melihat apa-apa. 
namun lalu telinganya
menangkap suara melucut-lucut
halus. Seperti ada orang
memacul tanah. Ah, siapa pula
manusia yang datang untuk
memacul tengah malam buta
begini di kuburan" Penasaran,
peniwise mendorong
batang-batang bambu di
depannya kekiri dan kanan. Dari
celah-celah yang terkoyah 
itu ia lalu mengintai. 
Sosok tubuh tinggi besar sedang
menggali sebuah kuburan. Ia
bekerja dengan buru-buru: tiap
kali awan meninggalkan bulan,
orang itu menoleh kelangit.
Menyeka keringat. Sesekali ia
menggerutu tiap kali paculnya
menyentuh batu. peniwise jelas
mendengar salah satu gerutuan. 
"Sialan! Mereka tanam bayi itu
diantara cadas!" 
Benturan besi pacul kebatu-batu
cadas berulang-ulang mengiris
telinga. Tampaknya orang yang
sibuk menggali itu tidak perduli
pada suara-suara ribut yang ia
timbulkan. Toh orang kampung
sudah pada lenyap tertidur. 
Kalaupun ada yang mendengar
suara berisik, tak akan ada yang
berani keluar. Siapa yang berani
coba-coba menyelidik suara
berbisik di tengah malam,
apabila ia tahu suara itu berasal
dari tengah-tengah kuburan"
namun peniwise di luar
perhitungan orang itu. 
Takut kakinya yang
terseret-seret terbentur
benda-benda yang bisa membuat
gaduh. peniwise berjongkok di
atas tanah, lalu merayap
diantara gundukan-gundukan
makam. 
Bila bulan pucat dilangit
muncul, ia rapatkan tubuh ke
tanah. Diam tak bergerak. Kalau
sudah gelap oleh gumpalan
awan, ia teruskan merayap.
Sampai akhirnya ia berada
hanya dua meter dari arah
orang yang tengah sibuk
Menggali makam. Penggali
kuburan itu telah terbenam
setengah dari tubuhnya dalam
lubang 
yang ia buat. peniwise
memperhatikan dengan teliti.
Lantas mengenali tanah makam
yang tengah digali. Ternyata
masih kemerahan. Sebuah
kuburan baru. Dan mayat bayi
di dalamnya! 
peniwise menahan nafas waktu
tak lama lalu orang itu
keluar dari dalam lubang seraya
mengapit benda bungkusan kain
kafan. Melihat bentuknya
tentulah mayat bayi yang
dimaksud orang tadi. sesudah
menginjakan kaki di permukaan
bumi, orang tadi menatap ke
langit. Mulutnya melepas
senyum, sementara kepalanya
yang licin berkilau oleh
kubangan kermgat. 
"Mudah-mudahan Nyi Saodah
tak semaput kalau tahu kuburan
anaknya dibongkar maling?".
orang itu berkata pada diri
sendiri. 
"Pak jason tentu akan ikut ribut
sana ribut sini..." orang itu
tertawa. Dengan kakinya ia
dorongkan pacul masuk
kelobang yang lalu ia
tutupi dengan tanah. Juga
dilakukan oleh kaki yang sama. 
"resi purana terkutuk!" peniwise
menyumpah nyumpah dalam hati
seraya mengikuti pelayan pak
jason itu keluar dari
pemakaman. Karena orang itu
merasa gembira dengan hasil
kerjanya, ia sama sekali tidak
mendengar suara berisik yang
ditimbulkan oleh kaki peniwise
yang terseret-seret dan tongkat
kayunya yang kadang-kadang
mengenal batu. Kaki kanan
peniwise berdenyut-denyut
dibagian tulang kering karena ia
terpaksa setengah berlari-lari 
mengejar dari belakang. 
resi purana tidak masuk dari halaman
depan rumah pak jason. 
Ia bergerak kesamping
belakang. Dipinggir tebing, ia
merayap turun kebawah Lebih
dulu ia letakkan bungkusan
mayat bayi diatas. lalu
baru menggapainya dari bawah.
peniwise lebih mendekat. la lihat
resi purana memindahkan beberapa
bungkalan batu dari balik
serimbunan semak belukar
didinding tebing. Riak-riak
sungai dibawah memecah di
batubatu besar menelan suara
ribut karena gerakan resi purana. 
peniwise tersenyum dibalik
persembunyian
nya. 
"Awas kau, jason bejat!"
desisnya. 
sesudah melepaskan lelah selama
lebih dari satu jam. peniwise
lalu menuruni bibir tebing
yang sama. Selama ini ia
melakukan hal itu hanya dalam
beberapa detik. namun pembalut
tulang kering kaki kanannya
mengeluarkan darah. Berulang
kali ia merintih. ia bongkar
batu-batu dibalik semak-semak
yang telah disusun kembali oleh
resi purana sebelum menghilang ke
dalam: 
Kegelapan yang meremangkan
bulu kuduk, membuat peniwise
tertegun sesaat sesudah berada
didalam. 
Baru pengap menyerang
hidungnya: Ia tahu ia berada
dalam lorong tanah yang
disfredy krueger kayu-kayu balok dikiri
kanan dan papan tebal melapisi
bagian atas Karena lorong itu
rendah. 
ia lantas merayap seperti yang
tadi Ia lakukan dikuburan. Kaki
kanannya semakin terasa sakit.
Mudah-mudahan saja perban itu
cukup tebal sehingga bisa
menyerap darah yang keluar.
Kalau tidak, darah dari kaki
peniwise akan menetes
disepanjang lorong. Sehingga
pak jason akan tahu kalau telah
ada orang lain yang mengetahui
jalan rahasia yang telah mereka
pakai selama bertahun-tahun. 
Seingat, peniwise, lorong itu
menuju ke satu rumah. Yakni
ruang gudang di tengah rumah,
dari mana orang bisa menaiki
tangga ke ruang tengah atau
langsung ke terras di tingkat
atas. namun didepan pintu yang
telah dikenal baik peniwise,
ternyata ia menemukan sebuah
lorong yang lain. Uap hangat
menerobos dari ujung lorong
kedua ini peniwise mengikutinya
dengan hati-hati. Makin lama ia
makin yakin lorong itu berakhir
disebuah ruangan lain yang
tidak begitu besar dan biasanya
dipakai menyimpan
barang-barang hasil rampokan
selama berminggu-minggu
sebelum dikeluarkan kembali
untuk dijual kepada para
penadah. 
namun kenapa dari arah
ruangan yang ia duga tempat
penyimpanan barang-barang itu
keluar uap hangat dan bau api
perdiangan. Sambil menahan
rasa sakit dibelikat dan kaki
kanannya, ia terus merayap.
Dalam keadaan demikian
rasanya jauh dan lama sekali
jarak yang ia tempuh. Sampai ia
tiba dihadapan sebuah pintu
yang masih menganga. Cahaya
lampu samar-samar membias
lewat pintu. Par
man memepetkan tubuh ke
dinding. Lantas diam. Menunggu
dengan tubuh dan dada tegang. 
"... rasanya kok bayi yang
mungil ini masih hangat " ia
dengar suara pak jason. 
"Ah. Yang benar," rungut resi purana. 
"Kau kepit kuat-kuat ya" Lihat
sampai tulang lututnya patah.
Coba kalau Nyi Saodah tahu
lutut anaknya telah patah.". 
resi purana tertawa mendengarnya. 
"Besar api, resi purana". 
peniwise dengan hati-hati
mengintai. 
Ia lihat pak jason
membelakanginya. Lakilaki itu
memangku sesuatu. Tentu mayat
bayi itu. Didekat kakinya,
bertumpuk kain kafan yang telah
dilepaskan dari tubuh mayat.
resi purana menyorongkan beberapa
batang kayu-kayu besar dan
kering kedalam sebuah tungku.
Diatas tungku, tidak terdapat
periuk atau belanga seperti
biasanya. 
Yang ada ialah batang-batang
pohon pisang yang dipotong
pendek-pendek lalu
disatu-satukan dengan kayu
seperti sebuah rakit kecil. 
Batang-batang pisang itu
menahan kobaran api agar tidak
menjilat pada sebidang bambu
yang tersusun rapih. Biasanya
diatas bidang belahan-belahan
bambu yang selebar satu meter
persegi itu, didiangkan ikan atau
ayam untuk disalei. namun yang
dilihat peniwise untuk disate
adalah bayi yang oleh pak jason
digantungkan di atas para
bambu itu, pada seutas tali 
jerami yang ujungnya membelit
pada bahu langit-langit
ruangan. Kepala bayi kebawah.
Kaki-kakinya terikat pada ujung
tali yang lain. 
saat pak jason
melepaskannya, mayat bayi itu
berputar-putar sesaat mengikuti
gerakan tali yang mendapat
beban, lalu diam.
Batang-batang pohon pisang
mulai mengerut, membubungkan
uap yang tebal kepara bambu.
Uap itu menerobos lewat
sela-sela bambu menimbulkan
garis-garis melingkar disekitar
tubuh mayat si bayi. peniwise
menutup mata. tak tahu melihat
pemandangan buruk
didepannya. Ia baru membuka
matanya ia dengar suara pak
jason: 
"Siapkan bunga-bunga rampai,
resi purana" 
Si resi purana menjadi sibuk
mencampur bau sejumlah
akar-akar dan
dedaunan-dedaunan jeruk purut
ketan hitam yang ia aduk dalam
sebuah baskom berisi air. Pak
jason memperhatikan pekerjaan
pelayannya itu seraya
bergumam lambat-lambat. 
?"semenjak peniwise dipercaya,
telah kupikirkan untuk mencari
jimat. resi purana. Tapi jarang sekali
bayi yang mati pada malam
jum'at Kliwon. Siapa nyana,
kalau bayi pertama yang akan
kita jadikan percobaan, justru
baru beberapa hari yang lalu
ikut kuhadiri selamatan puput
pusarnya...! 
sesudah resi purana selesai mengaduk
ramuan.pak jason mendesah: 
'Tutup pintU' lorong. Dan
marilah kita masuk kekamar
tidur, resi purana. Aku lelah sekali..." 
peniwise buru-buru merapatkan
tubuh ketembok lorong. Detik
berikutnya, pintu di depannya
tertutup rapat. peniwise
membuang nafas yang terasa
kering berdebu. 
         
TUJUH 
SUBUH HARI itu kembali ibu
tribuanatunggadewi menemukan tubuh
peniwise terkapar diambang
pintu rumahnya. Seraya
menyeret laki-laki ketempat
tidur. siperempuan tidak
habis-habisnya menggerutu. 
'Apa sudah kubilang. Jangan
pergi lagi kesana. Mana
malam-malam. Mana jauh.
Mana sakit. Belum lagi ada yang
lihat, kau di keroyok lagi dan..." 
"Bayi itu... bayi itu, hiii!" 
Ibu tribuanatunggadewi terhenyak.
Memandangi peniwise yang
matanya melotot terbuka, namun
kelihatan pudar 
"Bayi itu. Pak jason
memfredy kruegerngnya. Bayi itu...0,
jangan! Jangan dekatkan
"padaku! Tidak! Aku tak sudi
menyentuhnya. Tidak Tidak!
Tidaaaak!" sambil berkata
begitu peniwise memberontak di
tempat tidur seraya kedua
tangannya menggapai-gapai
seperti mendorongkan sesuatu
agar menjauh dari depannya. 
'peniwise' peniwise! sadarlah...',
sungut ibu tribuanatunggadewi. Pucat. 
Seorang laki-laki setengah umur
keluar mandi. Masih
mengenakan handuk. Tergopoh
gopoh mendekati ibu tribuanatunggadewi. 
Ada apa, Las" Siapa dia" 
'.... bekas pelayan kami dulu,
kata siperempuan tanpa berpikir
lagi. Matanya mulai berkilau
oleh linangan butir-butir air. Ia
sesenggukan, berulang-ulang
menggoyangkan kepala dan
menceracau tidak karuan. 
lstigfar, Las Istigfar, laki-laki itu
menggoyang-goyangkan
bahunya. 
lbu tribuanatunggadewi istifar. Lantas menjadi
tenang kembali. 
Kasihan, katanya memandangi
peniwise. Ia mengigaukan
sesuatu yang menggoncangkan
syarafnya..." 
Beri dia air hangat. 
Ibu tribuanatunggadewi lari kedapur dan tak
lama kembali membawa apa
yang diperintahkan silakilaki.
namun saat gelas berisi air
hangat itu didekatkan kemulut
peniwise. tangan peniwise cepat
menepiskannya. Keras sekali.
seraya memekik. 
'Jangaaan !' 
Gelas itu melayang di udara.
membentur tembok. pecah lantas
berderai diatas lantai. Suara
berisik itu justru membuat
peniwise semakin histeris. Ia mau
bangkit dan matanya menjadi
buas. 
'Apa boleh buat," ucap laki-laki
disamping ibu tribuanatunggadewi yang
terpukau tak tahu mau berbuat
apa. Lantas dengan sekali tinju
peniwise ter
baring kembali di atas ranjang.
Tidak sadarkan diri 
Kau apakan dia, kak" ibu tribuanatunggadewi
panik. 
Cuma sekedar menyadarkannya
dari histeris. 
'namun .namun... ia pingsan.
Kalau-kalau 
Diam las. Orang ini cuma
tertidur. Mandilah. Siapkan
Sarapan pagi. Aku harus
kembali kekota hari ini. Kasihan
anakmu, ia tentu kasihan
dirumah" 
Ibu tribuanatunggadewi menarik nafas.
Memandang lakilaki
disebelahnya dengan lembut. 
Kak" 
Ngh" 
Gimana Siti" 
Laki-laki itu tertawa. . 
Masih memanggil Oom padaku.
Sahutnya lalu. 
"Belum mau panggil bapak?" 
'Perlahan-lahan, Las,
perlahan-lahan. Kita harus
bersabar. Lagi pula...", ia balas
menatap mata siperempuan.
"Kau sendiri, sudahkah kau
putuskan?" 
Ibu tribuanatunggadewi teringat pada
jamahan peniwise tadi malam
pada pahanya. 
Wajah perempuan itu jadi
bersemu merah. 
Seraya merunduk ia
mengangguk 
'Alaaa, kayak perawan saja,"
kata si lakilaki tertawa. 'Sudah,
pergi mandi sana. Lantas kita
makan pagi bersama,
sebagaimana layaknya suami
isteri. Sayang, ada orang ini di
atas 
tempat tidurmu. Kalau tidak, kau
yang kutidurkan di atasnya.
Tidak perduli sudah mandi apa
belum..." 
'Idiih. si kakak!" 
Tersipu-sipu, ibu tribuanatunggadewi kabur
dari kamar 
         
PERNAH, suatu malam yang
gerah dan menyesakkan nafas,
ibu tribuanatunggadewi terbirit-birit lari dari
kamar peniwise saat sang
suami tiba-tiba muncul
diambang pintu. peniwise
menduga majikannya
laki-lakinya akan marah besar.
Ia sudah merungkut di pojok
tempat tidur, pucat dan
ketakutan. 
         
Dengan gemetar ia lihat
bagaimana pak jason masuk ke
dalam kamar. Lantas duduk di
pinggir dipan peniwise yang
barusan di tinggal isterinya .
Diluar dugaan peniwise, pak
jason berbicara dengan tenang: 
?" aku tahu tribuanatunggadewi toh akan
melakukannya." 
peniwise terdiam. Masih gemetar
karena takut memandang mata
majikannya. 
"Sudah sering. ya?" 
Enggan, peniwise mengangguk. 
"Hem. Biarlah. Mungkin
salahku. namun, peniwise,"
ditatapnya peniwise dengan
tajam. "... lain kali kuncilah
pintu kamarmu. Jangan coba
coba dekati isteriku. 
Sekali kau lfredy kruegerr, akan
kusuruh si resi purana melemparkanmu
ke sungai dari tingkat atas
rumah ini...!" 
peniwise terbungkuk-bungkuk
mengangguk. 
'namun bukan cuma itu. Kau
harus lakukan sesuatu untukku!"
Mendengar itu, peniwise pucat
kembali. Haruslah ia
menelanjangi tubuhnya di kamar
pak jason, dan melakukan apa
yang telah ia lakukan pada
laki-laki itu seperti apa yang ia
lakukan bersama isteri laki ski
itu" peniwise menggigil, dan
semakin menciut di pojok
ranjang. 
Sini kau..!" 
peniwise buru-buru mengenakan
pakaian seadanya. sesudah itu.
terbungkuk-bungkuk ia
mengikuti majikannya ke luar
dari kamar. Mereka langsung
menuju kamar tidur pak jason.
Bayangan saat pertama kali ia
disuruh telanjang oleh pak
jason, membuat peniwise mau
lari saja dari tempat itu. namun
bayangan tubuhnya
terhumbalang dari tingkat atas,
jatuh ke sungai dengan lebih
dulu membentur batu-batu cadas
pada tebing, memaksa peniwise
untuk diam saja dan patuh pada
apapun yang dikehendaki
majikan darinya. 
sesudah berada dalam kamar,
pak jason bergerak ke sebuah
peti empat persegi yang terletak
di atas lemari pakaian pak
jason. Tidak seorangpun yang
diperbolehkan menyentuh peti
itu. Biar ibu tribuanatunggadewi sendiri.
Apalagi peniwise. namun kini pak
jason menyodorkan peti 
kecil itu kehadapannya seraya
memerintah. 
"...buka!" 
peniwise memandang majikannya
dengan ragu. 
"Buka tutupnya peniwise." 
Dengan tangan gemetar dan
tubuh basah oleh keringat
dingin, peniwise membuka tutup
peti itu: la sampai gagal dua
kali. 
Pada kali yang ketiga ia berhasil
menyentakkan tutup peti sampai
menganga terbuka sebagai
seorang pelayan, ia cepat-cepat
mengalihkan wajah, agar tidak
melihat isi peti yang pasti
merupakan rahasia pribadi
majikannya. Namun pak jason
segera mendengus: 
"Pegang isinya!" 
Tanpa melihat. peniwise
merogohkan tangannya kedalam
peti. 
Hatinya berdetak saat ia
meraba sesuatu benda kira-kira
sebesar lengan kanannya
sendiri. Lembut dan hangat,
namun peniwise merasakan suatu
aliran yang dahsyat dari benda
itu ke tubuhnya. Ia sampai
gemetar, tidak kuat menjaga
keseimbangan badan. Dalam
sekejap, peniwise telah terjatuh
di lantai dengan wajah biru
kepucatan dan basah kuyup oleh
peluh. Di tangannya ia
menggenggam benda yang
berasal dari dalam peti. 
"Tatap, peniwise. Tatap !'.
dengus pak jason. 
Takut takut, peniwise menatap
benda itu. 
Ia dekatkan ke muka. Segera
hidungnya mencium bau anyir di
antara bau ramuan yang sangit.
Namun bukan bau-bauan itu
yang 
membuatnya hampir pingsan
dan perutnya mulas mau muntah
.Benda yang di pegangnya, jelas
bukan patung karena terdiri dari
daging, tulang dan tengkorak
yang berbalut kulit manusia.
Dengan mata melotot lebar.
peniwise melihat sesosok tubuh
bayi yang telah mati, diciutkan
sampai sebesar lengan! 
"...tidaaak!", peniwise terpekik,
lantas melemparkan benda itu
jauh-jauh. 
Pak jason memungutnya
tenang-tenang, memasukkan ke
peti lantas menyimpannya
kembali di tempat semula.
sesudah itu ia berdiri di hadapan
peniwise yang masih meringkuk
di lantai, antara sadar dan tidak.
Antara dengar dan tidak pula
peniwise menangkap suara berat
majikannya: 
"Kau telah memegangnya,
peniwise. Itu sudah cukup!" 
'namun...namun...benda itu..." 
"Bayi, peniwise. Mayat bayi yang
telah kuselei selama
berbulan-bulan! Keampuhannya
telah tersalur ketubuhmu begitu
kau memegang dan lalu
menatapnya. Kau akan jadi
orang kaya. peniwise. Kau dan
aku akan jadi orang terkaya
dikampung ini, lalu paling
kaya di seluruh kecamatan. Tak
perlu lagi kau susah-susah
memikirkan uang maupun
kebuyang maha kuasa sehari-hari.
Gampang sekali. peniwise.
Gampang sekali kau
memperolehnya Berkat bantuan
ajimat itu!" 
Masih ingat peniwise, bagaimana
pertama kali ia mendapat contoh
praktek memperoleh 
uang secara gampang. la
disuruh pak jason memilih salah
satu rumah penduduk untuk
dijadikan percobaan sasaran. 
peniwise memilih rumah pak
Baria. yang menolak keras anak
perempuannya bernama jessica
berkasih-kasihan dengan
peniwise. saat itu, baru saja
lepas magrib. jessicaberserta
kedua orang tuanya sedang
berseloro di kamar depan.
peniwise masuk, namun tidak
seorangpun yang melihat.
Dengan kagum. peniwise terus ke
kamar orang tua jessica,
menyambar sebuah tas besar
berisi uang hasil penjualan
panen ayah jessica. 
Ketiga orang penghuni rumah
terkejut dan pucat melihat
bagaimana tas milik mereka
melayang-layang di udara
seperti di pegang oleh seseorang
yang tidak kelihatan saking
terpukau, mereka cuma diam
memperhatikan. Baru sesudah
peniwise bersama tas hilang di
telan kegelapan malam yang
mulai turun di luar mereka
tersadar. Dari kejauhan peniwise
tertawa-tawa mendengar
bagaimana ayah kekasihnya
berteriak-teriak dengan panik. 
'Tasku! Tasku! Uangku! Dicuri
setan! Tolooooong!" ' 
Lewat kekasihnya, peniwise
sehari lalu mengembalikan
tas itu. 
"Kutemukan ditengah-tengah
kuburan," katanya memberi
alasan. 
namun ayah jessicasudah kelewat
shock oleh apa yang dilihatnya.
la terkena serangan jantung
.Mati. Seminggu jessicamenangis.
Seminggu 
berikutnya, ia juga menangis.
namun tangisnya lain dari tangis
yang pertama. Tangis jessicayang
kedua, adalah tangis
kebahagiaan karena peniwise
melamarnya untuk diperisteri,
dan ibu jessicayang selama ini
bertengkar saja soal jodoh anak
mereka dengan ayah jessica,
dengan gembira memberi restu. 
         
peniwise termenung di hadapan
ibu tribuanatunggadewi dan calon suaminya. 
Lama ia dalam keadaan
demikian, sementara kedua
orang lainnya cuma diam
memperhatikan. sesudah menarik
nafas panjang, peniwise berkata: 
?" mustahil, memang. namun
nyatanya, semenjak itu dengan
mudah aku memasuki rumah
orang-orang kaya tanpa
dicurigai. Mereka menyangka
setan yang meludeskan
barangbarang berharga yang
ada di rumah mereka." 
"Aku benar-benar tak percaya,"
gumam calon suami ibu tribuanatunggadewi. 
"lantas mengapa akhirnya kau
tertangkap?" 
"Kena tangkal." 
"Tangkal?" 
"He-eh. Suatu malam di kota,
sebelum beroperasi aku tidur di
rumah seorang pelacur. Aku tak
tahu kalau rambut pelacur itu
melekat di sela-sela kuku.
Pengaruh jimat itu hilang
apabila bersenyang maha kuasa dengan
rambut manusia di ." 
saat beroperasi. Aku ketahuan,
lari ke kampung. Karena
terbiasa leluasa, aku kurang
teliti menghilangkan jejak.
Kasihan jessica. Ia baru tahu aku
perampok. sesudah polisi datang
menangkapku ke rumah"!" 
Calon suami ibu tribuanatunggadewi angkat
bahu. Lelah. Lantas berdiri. 
"Sebentar lagi bus menuju kota
akan lewat. Nah. peniwise. 
Siap-siaplah." 
Di kota, kita akan ke rumah
sakit. Tulang kering kaki
kananmu harus segera di
operasi, kalau tidak bisa
menimbulkan kelumpuhan total
pada tubuhmu!" 
         
DELAPAN 
SORE HARI itu peniwise
terbangun karena serangan
ngilu di lutut kanan. la kira ia
telah tertidur selama
berabad-abad. Merasa lebih tua
bertahun-tahun. Lemah. Tidak
bersemangat. Dadanya dipenuhi
perasaan ganjil yang
membingungkan. Beberapa saat
ia geleng-gelengkan kepala.
Juga menggosok-gosok mata.
Namun perasaan ganjil itu kian
menghebat. 
"Lekas sembuh ya?" ia dengar
suara seseorang. 
peniwise menoleh.
Disampingnya, di atas tempat
tidur yang sama dengan tempat
tidurnya sendiri, ia lihat seorang
pasien tengah bersalaman
dengan seseorang yang lain.
Pasti tamu. Kedua orang itu
bertatapan selama tiga helaan
nafas. Baru sang tamu memutar
tubuh mengangguk halus pada
peniwise lalu berjalan
menuju kepintu. Rupanya ia
adalah tamu terakhir yang
keluar sore hari itu peniwise
lantas mengerti, ia telah
dipindahkan dari kamar operasi
kedalam sal ini. 
Rasa ngilu menyentak lagi
dilutut kanan. 
peniwise tiba-tiba gemetar. Aneh.
Ya. 
Keganjilan itu datang dari ' kaki
kanannya. Telah berhasilkah
dokter mengOperasi tulang
kering peniwise" Kata mereka,
tulang keringnya telah borok.
Infeksi telah menjalar sampai
kesum-sum. Pantas ia sampai
pingsan dalam perjalanan bus
menuju ke kota ini. Ia ingat. Ibu
tribuanatunggadewi mengantar mereka
sampai ke pintu pagar. Bus
merangkak menuju kota:
Membawa peniwise. Dan calon
suami ibu tribuanatunggadewi. la ingat lagi,
keringat sebesar-besar jagung
memercik hampir dari semua
pori-pori kulit. Lantas hentakan
yang keras ditulang kering
membuat ia terpekik bersakitan.
Ia pingsan sesaat. 
Baru kini ia terbangun. 
Kedua kalinya. Yang pertama,
setiba ia di kamar bedah. 
Waktu itu, ia menjerit-jerit
menahan rasa sakit. Sekarang
rasa sakit itu telah hilang.
Diganti perasaan ganjil. Kaki
kanannya kok seolah olah lebih
ringan. peniwise tak habis
mengerti. Perlahan-lahan,
dengan jantung dagdig-duk ia
balik selimut yang menutupi kaki
kanannya. Dan ia melihatnya.
Kaki kanan peniwise terbalut
oleh perban tebal. Sampai batas
lutut. Dari lutut ke bawah, ia
cuma melihat sprei yang putih
dan sedikit bercak-bercak darah.
"Kakiku...". peniwise mendesis.
"Kemana kakiku?" 
"Kemanapun ia cari, ia tidak
akan menemukan tulang
keringnya yang borok. Juga
betis. Juga telapak. Dan
jari-jemari. Yang bersisa 
hanya dari lutut ke atas. peniwise
terkesiap. Darah memancar dari
kepala kebagian bawah
tubuhnya sehingga wajah
peniwise sesaat jadi pucat pasi.
Keringat dingin membasahi
ketiak. Menetes. Terus. Terus.
Terus. Juga darah di pembuluh.
Menetes. Terus Terus. Terus.
peniwise terbelalak. 
Dan tiba-tiba: 
'Kakiku!" ia berteriak lantang. 
Pasien-pasien lain dalam sal
yang sama. tersentak dan semua
memperhatikan bagaimana
peniwise berusaha duduk lantas
memegangi lutut kanannya
seraya memekik-mekik dan
menangis. Tak ada yang buka
suara. Semua ikut terharu.
Bahkan lupa pada penyakit yang
diderita masing-masing .Sal
yang beberapa saat sebelumnya
tenang dan diam, meledak oleh
jerit tangis peniwise. 
Hanya dalam beberapa detik,
terdengar langkah-langkah
sepatu berlari. Seorang perawat
laki-laki buru-buru masuk
kedalam. mendekati peniwise dan
berusaha membujuknya. 
"Tidurlah. Nanti lututnya
terganggu.' 
peniwise meraung: 
"Tapi kakiku" ke mana kakiku".
Kemana?" 
"Terpaksa dipotong. bung...". 
Dipotong! Ya yang maha kuasa.
Bagaimana aku akan berjalan.
Bagaimana?" 'Kakimu yang lain
masih sempurna. bung. Kalau
yang kanan tak di potong,
mungkin yang kiri' akan
terjangkit. Bahkan sampai
kepinggang. Ah, sudahlah.
Tidur, bung. Usahakan untuk
tidur. Perjalanan darah
mu harus normal kembali. Biar
kau lekas sembuh..." 
"Sembuh!" jerit peniwise. "Tanpa
kaki!" 
"Kau bisa pakai tongkat": 
"Tongkat ?", mata peniwise
terbelalak." jessicaakan marah
kalau ia lihat aku pakai
tongkat!" 
Perawat itu... dan pasien-pasien
lainnya tidak tahu siapa jessica:
Yang ia tahu menyabarkan
peniwise. Namun ia justru
mendapat X Perlawanan.
Sehingga terjadi dorong
mendorong. Perawat itu
berusaha mendorong bahu
peniwise agar ia berbaring
kembali. Sebaliknya. peniwise
berusaha melemparkan perawat
itu agar menjauhi dirinya.
Dokter yang dipanggil oleh
seorang pasien yang agak kuat
tubuhnya segera datang dan
menyuntikkan obat penenang ke
tubuh peniwise.
Perlawanan peniwise mulai
melemah. 
lalu, sepasang matanya
yang basah. mulai redup. Ia
lalu terbaring. Lesu.
Namun masih sempat
mengerang: 
"Kakiku mereka potong: jessica.
Mereka potong"." 
Dokter dan perawat juga
pasien-pasien lain menyangka
peniwise mulai tertidur. namun
proses dari kehilangan
kesadaran itu memerlukan waktu
itu dimanfaatkan oleh ingatan
peniwise kembali pada
orang-orang yang
mengeroyoknya dihadapan
rumah pak jason. ingatannya
semakin tertuju pada jason itu.
peniwise menggeram. Dan
tiba-tiba menjerit. 
"Aku akan membalasmu, jason
keparat." 
Lalu, iapun jatuh tertidur 
         
DALAM tidurnya peniwise
melihat dirinya berjalan dengan
mempergunakan tongkat kayu.
Biasanya ia menempuh
perjalanan lima menit dari
mulut desa sampai ke depan
pintu rumah. Akan namun dengan
tongkat kayu itu ia memerlukan
waktu yang lebih lama.
Demikian lama dan melelahkan.
Sehingga tiba di depan pintu
tangannya sampai tidak bisa
terangkat untuk mengetuk. Lama
ia tersandar disana. Sampai jessica
sendiri membukakan pintu
untuknya. 
Tidak ada suara yang keluar
dari mulutnya. 
peniwise ingin menangis. Ia
peluk jessica.Isterinyapun
menangis. 
"Mereka potong kakiku,
sayang", peniwise mengadu. 
jessicamasih tak menyahut. Ia
cuma membimbing tangan
suaminya masuk kedalam kamar
lalu membaringkan
peniwise diatas tempat tidur.
sesudah itu. ia duduk diatas
sebuah kursi. Memandangi
suaminya dengan sorot mata
penuh belas kasihan: 
"Kau tak malu bersuamikan
laki-laki cacat, jessica?" 
Isterinya menggelengkan
kepala: 
"Aku tak akan bisa
kemana-mana lagi, jessica. Aku
terpaksa harus diam di rumah
saja. 
Tidak bisa lagi cari uang" 
jessicamengangguk pula. 
"mengapa kau cuma
mengangguk" bicaralah". 
jessicatidak bicara. Tubuhnya
malah mengabur. Lama-lama
berubah jadi kabut. Dari
tengah-tengah kabut itu ia
dengar suara isterinya yang
menghiba: 
"Sanggupkah kau kini
membalaskan sakit hatiku,
akang?" 
peniwise terkejut Bangun. 
"jessica..." gumamnya. "jessica. jessica.
jessicaaaaa!" 
suaranya kian keras. Pasien
disampingnya terbangun. Juga
satu dua orang pasien lainnya.
Ada yang menggerutu. Hanya
pasien di samping peniwise yang
berusaha tersenyum. Dan
sebelum membalikkan tubuh di
bawah selimut, sempat nyeletuk: 
"Tidurlah bung!" 
"Siapa kau?": tegur peniwise. 
Laki-laki dibawah selimut itu tak
bergerak. Tapi menyahut: 
"Handoko!" 
"Siapa kau?" ulang peniwise. 
"Namaku Handoko kerjaanku
pegawai toko..." 
"Siapa kau?" 
Orang itu membuka selimutnya.
Memandang peniwise. Dan
berkata jengkel 
'Tak bisakah kau diam bung." 
peniwise menelan liur. Seluruh
tubuhnya basah oleh keringat. 
"jessicaku..." ia bersungut-sungut. 
Pasien di sebelahnya tak jadi
tidur kembali Ia agak berminat
rupanya. "Dari tadi kau
menyebut-nyebut nama jessica.
Siapa jessica-mu itu?" 
" .isteriku' 
Kejengkelan di bawah pasien
sebelah peniwise mereda. 
"Aku juga punya isteri",
katanya. "Yang bertemu tadi
sore. namun ia tak lagi sayang
padaku. Dua hari yang lalu
kutemukan ia menelungkup di
atas tubuh keponakanku. Di
kamar tidur kami. Isteriku
kupukul.
Keponakanku.membelanya.
Kami berkelahi. Pinggangku
kena ditusuk. Ini..." ia
memperlihatkan bagian
pinggangnya yang berbalut
perban. "Kau tahu betapa sakit
rasanya?" 
"Kakiku sakit sekali..." peniwise
bergumam tak karuan: 
Pasien disebelahnya tak perduli.
Ia terus ngomong: 
"Bukan pinggangku: Berapalah
rasa sakit tusukan pisau Yang
lebih sakit adalah tusukan
sembilu pada hati. Aduhai, tak
ada duanya. Untung aku masih
ingat pada anak-anak.
Keponakanku tak kuadukan
polisi. Cuma kuusir. isteriku
meratap-ratap Minta maaf.
Sebagai  suami yang sudah
hidup belasan tahun denganku.
aku memaafkan dia Dengan
syarat. agar 
ia tak mengulanginya lagi.
Kubilang padanya. sangat
memalukan kalau ...
lelaki itu berhenti bicara 
Menoleh kesamping, ia lihat
peniwise telah terbaring dengan
mata setengah terbuka. Dari
mulut peniwise lepas dengkur
yang tersentaksentak. Mungkin
mengiringi irama rasa ngeri dan
ngilu dikaki. Atau mungkin juga
dihati. Orang yang menamakan
dirinya Handoko, seorang
pegawai toko yang ditusuk oleh
ponakannya sendiri serta
dihianati sang isteri itu, angkat
bahu. Lantas kembali menarik
selimut, menutupi seluruh
tubuhnya. Iapun lelah seperti
peniwise lelah jasmani. Lelah
rohani. Dan dalam sekejap,
Handoko tertidur pulas. 
namun mana bisa peniwise tidur
pulas seperti Handoko. 
Ingatan pada kaki kanannya
yang tidak lengkap lagi:
membuat tidurnya tak nyenyak.
ingatan pada jessica, membuat
perasaannya tetap tergoncang.
Dinihari. la terbangun lagi
karena mimpi buruk melihat
isterinya terapung-apung
ditengah sungai dalam keadaan
setengah telanjang dan tubuhnya
berlumur darah. peniwise
berusaha terjun kesungai. Mau
menolong. namun kakinya
terantuk akar pohon. 
Dengan suara berbisik. peniwise
terguling 
Bukan diatas akar-akar pohon
akan namun diatasjubin. 
Malangnya, justru lutut kanan
peniwise yang lebih dulu
menyentuh lantai. "Aduh '.ia
rewel"lantas merangkak
menggapai tepi tempat tidur
Sudah payah, ia berhasil
berdiri-. Namun susah sekali
naik kembali keatas kasur.
Dengan putus asa. peniwise
menyadari kalau lutut kanannya 
kembali mengucurkan darah.
Pembalutnya telah merah
karena kuyup oleh darah. Ia
menahan rasa sakit yang amat
sangat, lantas melakukan usaha
terakhir. Ia tekankan tumit
kuat-kuat kelantai lantas
melambungkan tubuh diudara.
Detik berikutnya, tubuhnya
peniwise terbaring di atas
ranjang. 
'Lututku...lututku...", Ia
mengerang. 
Teringat pada ucapan perawat
sore harinya, ia menggeram. 
'Tidak. Kaki yang lain tak boleh
di potong". 
Lantas ia gapaikan tangan
kebesi kepala tempat tidur.
Darah semakin banyak juga
mengucur. Juga keringat.
peniwise benar-benar hanya
memiliki sisa-sisa terakhir untuk
menggerakkan anggota badan,
pada tombol kecil berwarna
kuning yang bersambung pada
seutas kabel dinding. Ia tekan
kuat-kuat tombol itu, lantas
tangannya lalu menggapai
disebelahnya. Lunglai. Tak
berdaya. 
Lama ia menunggu. ' 
Matanya menatap kearah pintu
sal. Lama sekali. Lalu, pintu sal
terbuka. Muncul seorang.
Berpakaian seragam putih-putih.
Gerakan kakinya lamban.
Namun toh makin lama makin
dekat ketempat tidur peniwise:
Dari samarsamar, peniwise
lalu melihat jelas siapa
orang itu. Seorang perempuan
dengan sepasang mata bundar,
hidung berbentuk manis mulut,
mungil yang kemerahan, dagu
yang melekuk lembut, leher yang
jenjang Tak sadar mulut peniwise
melepas seruan terlepas seruan
ter
tahan. 
"jessica, kau!" 
SUSTER jaga pada malam itu
bengong sesaat. 
la sama sekali tidak mengerti
apa yang dimaksud oleh pasien
bernama peniwise itu. 
namun kebengongan suster
segera lenyap sesudah melihat
warna merah samar-samar
membasahi lantai. Sprei lebih
merah lagi oleh bercak-bercak
darah. 
Terkejut, ia bergumam: 
"Perdarahan!" 
Sesaat ia memutar tubuh.
bermaksud panggil dokter. ia
hampir terpekik saking kaget
waktu lengannya tiba-tiba
dicekal oleh pasien yang
tampaknya sedang histeris itu. 
"jessica! Jangan pergi!" 
Suster terpana. Lalu: 
"Kau perlu pertolongan, bung!" 
"Akang, begitu: Jangan main
bung-bungan segala... kata
mereka kau sudah mati?" 
"Mati", suster bergidik.
Mendengar dan melihat orang
mati sudah tidak asing baginya
sebagai seorang petugas rumah
sakit. Akan namun, orang itu
menyebut dirinya jessica. dan
mengfredy kruegerp dirinya sudah... 
'Tidak!" ujarnya tergopoh-gopoh
"Namaku anna michele". 
"Kau jessica! jessica!. Suara peniwise
tiba-tiba berubah jadi keras.
lalu agak menghiba waktu
ia melanjutkan: "Sayangku.
Jangan pergi. Jangan lagi ya"
Jangan?" dan ia berusaha 
menarik perempuan itu ke atas
tempat tidur. Suster mulai panik.
Ia berusaha melepaskan
cengkeraman tangan peniwise.
Namun tenaga laki-laki yang
dalam keadaan luka payah itu
masih kuat sekali. Suster jadi
ingin menangis. Ingin menjerit.
kalau saja ia tidak ingat sebuah
pekikan akan membangunkan
seisi rumah sakit yang sedang
tertidur nyenyak. Ia akan malu
besar. Akan ditegor oleh atasan.
Akan... 
"Lepaskan, bung", katanya
tergopoh-gopoh. "Kau perlu
pertolongan dokter". 
"Dokter" Aku memerlukanmu,
jessica. Bukan dokter". 
"Bung, lepaskan. Demi yang maha kuasa!". 
Mengapa. sayangku" Mengapa
kau panik dijamah oleh suamimu
sendiri?" 
"Bung... bung mengigau". 
"Tidak. Aku sadar seperti kau.
jessica". 
"Namaku Tea. anna michele !'. 
"Kau jessica! Dan kau masih
hidup! Ini. Lenganmu hangat.
Bisa kugenggam. Berarti kau
bukan hantunya jessica. Kata
mereka kau telah mati. Ditanam
dipekuburan kampung kita. Lalu
siapa yang mereka tanam dalam
kuburan itu, jessica" Siapa"
bukankah, kau jessica!" 
Rentetan kata-kata yang berbau
kematian itu membuat suster
semakin panik. Pikirannya
berkecamuk. Yang ia hadapi
laki-laki. Tidak pernah ia takut
terhadap laki-laki. Yang ia
takutkan laki-laki ini berbicara
tentang seseorang bernama jessica
yang telah mati. Yang telah
dikubur. Pasien ini berbicara
tentang 
orang mati. Dan.. dan hantu,
Tengah malam buta begini..
Dalam keadaan putus asa
karena tekanan bathin yang
menegangkan sebelah
tangannya yang bebas
menggapai-gapai, berusaha
mencari tombol berwarna merah
dikepala tempat tidur. Ia tekan
terus, terus dan terus sambil
terus pula berusaha melepaskan
tangan yang lain dari betotan
pasien yang sudah setengah gila
dipengaruhi
bayangan-bayangannya yang
jauh lebih gila itu. Hanya dalam
beberapa detik seorang laki-laki
bertubuh tinggi besar telah
muncul di dalam sal, berlari
kearah kedua orang yang
sedang bergumul itu dan
membantu melepaskan betotan
peniwise dilengan suster. 
"Siapa orang ini, jessica" Kenapa
kau panggil dia" Siapa dia"
peniwise tiba-tiba membentak" 
Satu dua orang pasien
disekitarnya terbangun. Lantas
menggerutu. "Kau lelah, bung?"
bersungut-sungut perawat
laki-laki yang datang
belakangan. Dan pada suster
yang berdiri kebingungan
sesudah lengannya lepas dari
cekalan peniwise, ia bergumam. 
"Obat penenang. Cepat!" 
"Tidak!" jerit peniwise saat
melihat suster berlari keluar
"Aku butuhkan dia. Dia isteriku.
Lepaskan, lepaskan aku. Biarkan
aku bertemu dengan jessica.
Biarkan!" 
"Bung, kau bermimpi!" 
"Tidak! Tidak! Tidaaaak!" 
"Siapa kau" Mengapa turut
campur urusan rumah tangga
orang?" 
"Bung ini rumah sakit!" 
"Aku tahu. Aku tahu. namun
istriku?" 
"Ia suster. Tenanglah. Kami
akan menolong bung" 
peniwise terus berteriak-teriak
sehingga seisi sal terbangun. 
Semua memperhatikan
bagaimana seorang petugas
telah memegangi peniwise.
Beberapa orang
menyumpah-nyumpah, lalu
tidur seraya menekankan bantal
guling ketelinga. Yang lain
duduk mencangkung. Ada pula
yang tetap berbaring, seraya
menghela nafas. Seorang pasien
yang sudah lama ngendon disal
itu karena tekanan darah tinggi
berteriak lantang: 
"Suruh diam dia! Suruh diam!" 
namun orang itulah yang
lalu disuruh diam seorang
petugas lain yang segera datang
bersama dengan munculnya
suster bersama anna michele. Suster
itu tidak berani dekat-dekat
ketempat tidur peniwise ia hanya
memperhatikan dari jauh kedua
orang rekannya berusaha
menekan peniwise agar terbaring
seperti biasa, lantas
menyuntikan 'obat penenang
kelengan kirinya .peniwise sesaat
masih menuding-nuding kearah
anna michele seraya
berteriak-teriak: 
"Tolonglah aku, jessica!
Tolonglah! Mereka akan
membunuhku. Kawan-kawanmu
ini anak buah pak jason. Mereka
akan membunuhku. jessica,
kasihanilah suamimu.
Kasihanilah sayangku,
kasihanilah... mereka... mereka
akan..." dan kepalanya
lalu terkulai!" Sepasang
matanya terkatup. Lesu. Tak
lama lalu nafasnya yang
kembang kempis, mulai bergerak
teratur. la sama sekali tidak
sadar bagaimana dokter yang
segera datang sesudah dipanggil,
memperbaiki gips di lututnya,
membedah beberapa bagian
kecil secara kilat ditempat itu
juga sesudah pasien-pasien lain
disuruh tidur oleh anna michele
menarik nafas. Ia tatap wajah
pasien yang pucat pasi itu. 
Ia kira, ia sendiri sama
pucatnya. Tak heran, suaranya
bergetar: 
"la bilang aku jessica. Isterinya.
Yang telah mati..." dan ia
menggigil kembali lalu
tersuruk-suruk mengikuti
rekan-rekannya yang keluar dari
dalam sal. 
         
SEMBILAN 
saat peniwise terbangun,
hari sudah siang. 
Lutut kanannya
berdenyut-denyut, namun tidak
lagi sesakit tadi malam. Tadi
malam! Rasa-rasanya tadi
malam ia mengalami sesuatu.
Seperti ia melihat jessicamasuk ke
dalam sal, akan namun bukan
untuk memeluknya dengan
penuh rasa kasih sayang
seorang isteri, melainkan malah
berusaha melarikan diri sesudah
mendatangkan beberapa orang
laki-laki. Bermimpikah ia" 
Dan pada pasien disebelahnya,
yang rupanya terus
memperhatikan peniwise
semenjak terbangun, ia
mengulangi pertanyaan yang
tersirat di benak. 
"Bermimpikah aku, saudara
Handoko?" 
Handoko, pegawai toko yang
masuk rumah sakit karena
ditusuk pakai pisau oleh
ponakan yang meniduri
isterinya, manggut-manggut.
Seraya manggut-manggut ia
menegaskan: 
"Ya. Kata mereka kau
bermimpi." 
"Oh...!" peniwise terkulai.
Betapapun mengerikan
impiannya tadi malam, ia lebih
suka kalau 
kejadian itu adalah kenyataan.
Betapa ingin ia melihat
isterinya, jessicamasih hidup,
meski jessicatelah tidak menyukai
dia lagi. Ya, siapa tahu jessica
masih hidup" Toh peniwise
sendiri belum membongkar
kuburan isterinya" Hanya
orangorang kampung yang
mengatakan isterinya telah mati.
Dan mertua perempuannya yang
sudah benar-benar pikun itu!
Kalau saja.. kalau saja jessica
masih hidup... ah, akan sudikah
jessicalagi mencintai peniwise yang
sudah tak punya masa depan
sama sekali" Dan sudah tidak
punya sebelah kaki" Lalu, lalu
apa yang harus dilakukan
peniwise, kalaupun toh ia sembuh
tanpa sebelah kaki" Untuk apa
ia hidup" 
'... kau tentunya sangat
mencintai isterimu, bukan?"
pegawai toko bernama Handoko
itu tiba-tiba bertanya. 
"Ya," sahut peniwise. 
"Diapun mencintaimu?" 
"Ya, suara peniwise ragu-ragu." 
"'Kenapa kau ragu?" 
'.. kaki kananku sudau dipotong
Mana mungkin jessicamencintaiku
lagi?" 
"Mencintaimu lagi" namun kau
katakan, isterimu sudah mati!" 
peniwise menghela nafas. Berat. 
"Yah. Kata mereka isteriku telah
mati 
Orang-orang kampung itu. Dan
jason. Yang telah mengusir
bahkan ingin melenyapkan aku
dari muka bumi ini?" 
"Melenyapkan kau"' 
peniwise manggut-manggut. 
"Mungkin juga mereka pula
yang telah melenyapkan
isteriku," gerutunya dengan
suara tersendat. Ya. Pasti
mereka, kalau jessicabenarbenar
telah mati. Bukankah peniwise
telah menemukan kutang
isterinya tersangkut dipinggir
cadas yang membatasi bagian
belakang rumah jason dengan
sungai di bawahnya" Pasti!
Pasti! Pasti jason itu yang telah
membunuh isterinya. Bahkan
tidak saja membunuh. Sebelum
jessicamati, jason telah" terkutuk.
Terkutuklah jason keparat itu.
sesudah peniwise membelanya
mati-matian sehingga tidak ikut
terpenjara demi hidup isteri dan
mertua peniwise, tak tahunya
orang bermuka manis namun
berhati bejat itu jadi pagar
makan tanaman. 
"Hem! Untuk dialah aku harus
tetap hidup," peniwise
menggeram. "Dia" Dia siapa?"
tukas Handoko. 
"jason itu." 
"Ah. Saudara peniwise," pegawai
toko Handoko itu angkat bahu.
"Tak baik membalas dendam.
Aku tahu apa yang diperbuat
jason terhadap almarhumah
isterimu. Ataupun pada kau
namun. kau lihat bukan"
Ponakanku tidak kuadukan ke
polisi. Isteriku kumaafkan. Demi
anak-anak kami. Demi masa
depan kami...." 
"Kau punya anak. Punya isteri.
Punya masa depan . Aku ?"."
sungut peniwise lalu ia
membalikkan tubuh Berusaha
mengatupkan mata memikirkan
cara apa yang ia lakukan untuk
membunuh jason sebagai
pembalas sakit 
hatinya. serta kematian isterinya
sanggupkah niat itu ia
laksanakan dengan kaki
kanannya buntung" Lalu
bagaimana dengan orang-orang
kampung" Mereka akan
bertempur untuk membela jason
yang mereka fredy kruegerp sangat
terhormat hidupnya. Dan masih
ada resi purana Lakilaki homosex yang
bertubuh besar itu, telah
dilumpuhkan peniwise sebelum ia
lari dari kampung. Akan namun,
dengan kaki buntung, masih
sanggupkah peniwise mengulangi
hal yang sama terhadap laki-laki
berkekuatan raksasa meski
tanpa mempergunakan otak
kalau berkelahi itu" 
Pikiran kacau serta
keragu-raguan akan kemampuan
dirinya hampir saja membuat
peniwise putus asa. Kalau saja
tidak ingat pada tekad saat
berjanji di depan makam
Isterinya serta pada saat-saat
dimana bayangan jessicamuncul
diantara kabut yang menyelimuti
klinik tempat peniwise di rawat
pertama kali, maulah ia
hantam-hantamkan saja lututnya
yang buntung kelantai atau
mencabut tombol bel dan
menempelkan ujung kabel
ketubuh sehingga ia mati karena
dihisap stroom listrik. 
"Tidak, jessicasayangku,"
seringkali ia bergumam tiap kali
pikiran nekad hampir
mempengaruhi rasa putus
asanya. "Kau telah menolongku
malam itu di klinik. Aku tahu
matimu penasaran. Aku akan
menolongmu menyempurnakan
kematian. Semoga kau tabah.
sayangku dan..." 
Dan terngiang-ngiang ucapan
isterinya dua 
tahun yang lalu, saat ia diseret
polisi karena terlibat
perampokan-perampokan: 
"Kau akan kutunggu sampai
mati, kang peniwise!" 
Sampai mati! Waktu itu, ucapan
jessicaia fredy kruegerp hanyalah ucapan
seorang isteri yang ingin
menunjukkan kesetiaannya yang
murni, siapapun dan apapun
juga pekerjaan suaminya. Itulah
cinta. Demi cinta peniwise
bekerja sama dengan jason
untuk mengumpulkan harta yang
bisa ia persembahkan bagi
isterinya. Demi cinta ia masuk
penjara. Demi cinta isterinya
menunggu sampai ia keluar dari
penjara. la yakin demi cinta
pulalah isterinya sampai mati
penasaran. jessicatetap akan
menunggu peniwise. Sampai
matinya. Untuk bertemu
kembali. Biarpun di alam baka.
namun tidak. Sebelum peniwise
membalaskan dendam mereka
bersama! 
Dengan tekad yang bulat itu
peniwise berusaha untuk tetap
hidup. Hari demi hari ia
berangsur sembuh. lalu ia
dituntun oleh beberapa suster
atau perawat laki-laki seraya
bergantian. Mula-mula
disepanjang gang dalam sal.
Terus ke kebun bunga. Lama
kelamaan mereka melepaskan
peniwise bergerak sendirian.
Dengan tongkat yang tercapit di
ketiak kanannya. Ibu tribuanatunggadewi.
Bekas isteri jason sekali dua
berkunjung bersama calon
suami dan anaknya. 
Mereka pulalah yang membayar
segala biaya perawatan peniwise
selama di rumah sakit. Pada
mereka, peniwise berjanji dalam
hati, 
kalau diizinkan yang maha kuasa, ingin
membalas jasa. Tidak dengan
harta, paling dengan do'a. 
         
SEPULUH 
LUBANG HIDUNG peniwise
mengembung. Udara segera
menerobos masuk lewat jendela
sal yang baru saja dibuka oleh
seorang suster. Dihirupnya
dalam-dalam. Sesaat ia
berusaha duduk tenang-tenang
di pinggir tempat tidur.
lalu ia sambar tongkat
kayu yang tersandar ke tembok.
Ia lekatkan di bawah ketiak
kanan, dengan bantuan tongkat
itu ia berjalan ketepi jendela.
Memandang ke luar.
Kepekarangan samping yang
dihiasi segelintir bunga-bunga
ros dan tulip. Ke rerumputan
hijau yang di basahi embun.
Setetes'air jatuh dari ujung
sehelai daun ceri. Jatuh di atas
jalan aSpal di luar pagar. Jalan
yang tenang. 
"0, pagi yang cerah," ia
bergumam sendirian. "Bantulah
aku keluar dari masa depanku
yang pudar ini!" 
Tersuruk-suruk ia lalu
berjalan ke arah pintu. 
Seorang petugas laki-laki
tersenyum padanya. Ramah, 
"Selamat pagi," kata orang itu. 
"Pagi." 
"Enak tidurnya semalam?" 
"Ya. Seenak enaknya tidur di
rumah sakit dengan pikiran tak
lepas dari bayangan sebelah
kaki yang hilang." 
"Sabarlah. Nanti juga terbiasa
pakai tongkat"
"Terima kasih." 
"Tidak mandi dulu?" 
"Ah. Seminggu terbaring di
tempat tidur, saya sudah
terbiasa di-lap. Nanti sajalah
lagi .." 
Lantas ia meninggalkan petugas
yang cuma bisa memandang
laki-laki yang malang itu dengan
mata bersimpati. Suara ketukan
tongkat kayu diketiak peniwise
bergema sepanjang korridor.
Seorang dua suster menoleh.
lalu mengangguk seraya
tersenyum. Seorang pasien ia
lihat sedang berlari-lari kecil
dikorridor. Nafasnya
terengah-engah. Keluar dari
mulut yang kering sesudah
melewati leher yang tipis. Wajah
pasien itu juga tipis. Setipis
tubuh yang tersembunyi dibalik
piyama tidur yang tampaknya
sudah beberapa hari tak diganti.
Sering peniwise melihat lelaki
kurus itu melakukan olah raga
kecil, pagi, sore. Kata seorang
suster, terkena rheumatik yang
akut sudah sering berlfredy kruegernan
dengan rumah sakit. Tiap
keluar, selalu tak lama lagi pasti
kembali. 
"Pantas matanya begitu layu,"
bisik peniwise dalam hati, saat
berpapasan dengan pasien itu.
Dan saat mata si pasien
terpaut pada kaki kanan peniwise
yang buntung. peniwise
mengeluh, juga dalam hati: 
"Namun ia lebih beruntung. Bisa
berjalan bisa berlari. Dengan
kedua kakinya.?" 
peniwise melangkah terus.
Tersuruk-suruk. Dengan tongkat
berdetuk-detuk. 
Dan bergumam lagi: 
"Bisakah kubalaskan dendamku
dengan kaki yang buntung
begini?" 
Pikiran peniwise melambung ke
masa silam. saat kedua orang
tuanya meninggal karena
dimakan kolera, ia tidak
berputus asa. Mungkin karena
waktu itu ia masih berumur
belasan tahun, belum mengenal
bagaimana sebetulnya susah
hidup ini. Lebih-lebih sesudah ia
diangkat sebagai pembantu di
rumah pak jason. Tidur cukup.
Makan cukup. Dimanja bagai
anak sendiri. Bahkan lalu
lebih dari itu, saat suatu
malam isteri jason ibu tribuanatunggadewi
masuk ke kamar tidur lalu
mencium bibirnya. Harihari
berikutnya, tak saja mencium.
Juga menggelut. Dan
melampiaskan peniwise ke
sebuah penghidupan lain. Yang
indah. Yang bergairah. Panas.
Membara. 
Ia juga tidak begitu berputus asa
saat pada saat lain, bukan ibu
tribuanatunggadewi saja yang dengan
setengah paksa menggelut
tubuhnya. Akan namun juga,
suami perempuan itu.
Mengerikan memang Laki-laki.
Dengan lakilaki. la cuma
terkaget. Panik. Dan takut.
Mulamula. Lama-lama terbiasa.
Lebih-lebih kebuyang maha kuasa hidupnya
semakin dipenuhi. Sampai benda
lembut yang mengerikan yang
selalu tersimpan dalam kotak
hitam di kamar pak jason, ter
genggam di tangannya. Mayat
bayi yang tidak saja di awetkan.
namun lalu juga diciutkan.
Dengan itu. peniwise leluasa
pergi kedesadesa lain. Juga ke
kota. Mengambil harta milik
orang lain dengan leluasa, tanpa
sekalipun ketahuan. 
saat kekebalan mayat bayi
yang menciut itu punah karena
selembar rambut perempuan
lacur terselip di kuku peniwise
sehingga rahasianya terbongkar,
iapun tidak merasa berputus
asa. Betapa tidak. saat
ditangkap polisi, jessicacuma
menangis tersedu, akan namun
tidak menyesali perbuatan
suaminya. Karena semua itu
demi rumah tangga mereka,
perkawinan yang tanpa modal.
"Kau akan kutunggu".
terngiang-ngiang ucapan jessica.
"Sampai mati. akan kutunggu
dengan janji setia itu. peniwise
bisa melampaui hidup yang
sengsara selama terpenjara.
Terjauh dari dunia luar, terjauh
dari cinta dan tubuh isterinya
sempat membuat peniwise
kehilangan gairah untuk hidup.
Namun tak sempat sampai
berputus asa Dengan harapan
keluar dari penjara, ia masih
memiliki sesuatu yang paling
berharga di dunia ini: jessica. 
namun kini jessicasudah tiada.
Juga sebelah kakinya. 
"Tidak!" mulutnya berdecip.
"Aku tak boleh berputus asa.
Demi jessica!" 
Detuk-detuk tongkatnya
bergema lagi sepahjang
korridor. 
Entah sudah berapa puluh meter
ia berjalan. Tubuhnya lelah.
Terutama pUndak kanan 
yang menahan tekanan tongkat.
Lengan. apalagi. namun ia tidak
mau berhenti. Ia harus terus.
Terus. Dan terus. Ia harus kuat.
Ia tidak boleh menyerah. Dokter
bilang, beberapa hari lagi
luka-luka bedah di lutut
kanannya akan mengering. Lalu
ia boleh pulang. 
"Kemana !", sesaat ia teringat.
"Ya. Ke mana?" 
"Pintu rumah kami terbuka lebar
untuk kamu, peniwise,"
terngiang-ngiang pula ucapan
bu tribuanatunggadewi tiap kali datang bezuk. 
Bibir peniwise kering. Memang.
la yakin bu tribuanatunggadewi tidak akan
menutup pintu baginya. namun
pantaskah" Bu tribuanatunggadewi akan
segera menikah, sesudah cukup
lama bertahan jadi janda. Ia tak
lagi akan sendiri di rumahnya.
Ia akan ditemani suaminya yang
kedua. Suami yang tampaknya
bertanggung jawab. Dan tidak
bisex seperti suami pertama bu
tribuanatunggadewi jason terkutuk itu. Yang
menyebabkan peniwise mengenal
hangatnya tubuh perempuan
sebelum waktunya. Bisakah
kehangatan tubuh perempuan itu
ia tekan dan buang jauh-jauh
selama ia tinggal bersama ibu
tribuanatunggadewi nanti" . 
"O, andai saja," keluhnya halus.
"Andai saja ' jessicamasih hidup?"
Dan tiba-tiba. hatinya yang
terkoyak berdenyut. Keras. 
Seorang perempuan berpakaian
seragam putih-putih, keluar dari
pintu sebuah kamar.
Detuk-detuk tongkat kayu yang
terhenti tibatiba menarik
perhatian siperempuan. Ia meno
leh. Hati peniwise semakin
berdenyut. Jantungnya, apalagi.
Ia ternganga, perempuan itu
juga ternganga. Sepasang bola
matanya yang bundar sesaat
membesar. Mulutnya tergagap.
Seperti mau berkata sesuatu.
namun tertahan di tenggorokan.
Dan peniwise mendahului: 
"... jessica," ia setengah berbisik.
Lalu, setengah berseru: 'jessica!".
Tongkatnya berdetuk detuk
kencang. la setengah berlari
perempuan itu menjadi pucat
waiahnya. Lalu bergerak
mundur. "jessica! jessica! jessica! 
Belasan pasang mata petugas
dan pasien yang sedang berada
di luar, terpusat pada peniwise
yang menyeret-nyeret sebelah
kakinya dengan tongkat kayu
yang seperti menggapai gapai.
Keheningan pagi, dipecahkan
oleh detuk-detuk tongkat dan
suara peniwise yang
memanggil-manggil. Semua
terpukau. Tak mengerti. Dan tak
tahu mau berbuat apa-apa.
Sampai disebuah lorong yang
bersudut empat, peniwise
tertegun dengan mata liar
mencaricari. lorong itu sepi.
Salah satu, berakhir di pintu
kamar mati. peniwise membasahi
bibirnya yang kering. 
lalu, tersuruk-suruk
berjalan lurus ke kamar mati. ' 
"jessica?" suaranya setengah
menangis. "Mengapa kau lari?"
Mengapa kau lari?" 
Tiba di pintu kamar mati. ia
coba membukanya. Terkunci.
Dengan sekuat suara. peniwise
berteriak: 
"jessica, bukalah pintu. Bukalah!" 
Sepi. Diam. 
"Bencikah kau padaku, jessica"
Bencikah" Karena aku cacad?" 
Sepi lagi. Diam lagi. Mencekam,
sesepi dan sediam pintu kamar
mati yang tetap tertutup.
Akhirnya, kesabaran peniwise
habis. Ia menjadi marah.
Merasa dipermainkan. Merasa
terhina. Oleh isterinya sendiri.
Yang ia cintai, dan katanya
mencintai dirinya. Yang akan
setia menunggunya. Sampai
mati, dengan kemarahan yang
bergumpal-gumpal di dada,
peniwise memukul-mukul pintu
kamar mati. lalu
menghantamnya berulang-ulang
dengan tongkat kayunya.
Berdentam-dentam. Suara
hingar bingar segera memenuhi
sekitar tempat itu. Tidak lagi
berbelas-belas. namun sudah
berpuluh-puluh bahkan mungkin
beratus-"ratus pasang mata
memperhatikan kejadian di
depan pintu kamar mati yang
terkunci rapat itu. 
'Buka! Buka! Buka! jessica, buka.
jessicaaaaa!". 
Beberapa orang petugas
laki-laki mendekat dari belakang
peniwise. sesudah saling
pandang, seseorang berkata
hati-hati. 
"Bung, tak ada apa-apa di
dalam." 
peniwise membalikkan tubuh.
Wajahnya merah padam.
Matanya kelabu, "Tak ada?" ia
bersungut-sungut. "Isteriku.
Isteriku ada di dalam". _ 
'Isterimu?" 
Petugas-petugas itu kembali
saling berpandangan. 
"lsteriku! Isteriku, dengar" Ia
lari dariku. 
dan bersembunyi di dalam.
Mana: kunci pintu" Mana?" 
Seraya menelan ludah, laki-laki
tadi berkata: . 
"Itu pintu kamar mati, bung". 
peniwise menghentak hentakkan
tongkat kayunya kelantai lorong.
Berteriak-teriak: 
"lsteriku memang sudah mati.
Sudah mati. 
Seorang diantara perawat
laki-laki itu bergidik. Yang
seorang bergerak maju.
Tersenyum dibibir, namun cemas
dihati. Dalam hati kecilnya
orang itu menggelinding
dugaan-dugaan: 'Pasien ini
sudah gila. Benar-benar gila!"
Dan kedua lengannya
terkembang kedepan. Berusaha
memegang tangan peniwise. 
Yang mau dipegang, bergerak
mundur, dan bertahan ke pintu
kamar mati. 
"Mau apa kau?". suaranya
serak. "Mana kunci?" ' 
"Kemarilah, bung, Kau harus
kembali ke tempatmu". 
"Kembali?" mata peniwise
membesar. 
'Tidak Aku tak sudi. Tanpa jessica".
"Bung', kata petugas dengan
sabar "Kau bilang, istrimu
sudah mati. Berarti ia tak ada
disini, bukan?" 
"Di dalam! Ia ada di dalam'" 
"Bung. tak ada apa-apa Kamar
mati itu kosong'. 
"Tidak. Tidak! Tidaaaak!" 
"Petugas-petugas lainjuga mulai
mendekat mengitari peniwise. 
Tongkat kayu ditangm peniwise
segera teracung ke udara. 
"Mengapa kalian mengepungku"
tanyanya dengan suara tak puas.
"Kalian mau melarang aku
bertemu dengan isteriku, eh"
kalian mau menyembunyikannya
dikamar mati'! Membiarkan ia
sepi sendiri" kalian
menyiksanya. Kalian
membunuhnya. Kalian
antek-antek jason. Kalian pasti
anak buahnya". 
Dan tongkat kayu peniwise
melayang diudara. Petugas yang
terdekat segera membungkuk,
lalu menyambar kaki kiri
peniwise yang masih utuh.
peniwise terhenyak. Tongkat
kayu ditangannya mau ia
hujamkan kebawah. Akan namun,
petugas lain segera bertindak.
Seorang menyambar ayunan
tongkat, seorang lagi
memegangi lengannya. dan yang
lain berusaha memeluk
pinggangnya, peniwise
meronta-ronta. 
"Lepaskan! Lepaskan aku!
Kubunuh kalian! Kubunuh
kalian". _ 
Ditonton banyak orang. peniwise
berhasil diringkus. Ia menangis
sesudah kedua lengannya dibetot
kebelakang punggung, dan
tubuhnya diangkat oleh
petugas-petugas itu. Ia menangis
tersedu-sedu. 
'".O. kakiku. Kakiku !'. 
lalu perlawanannya
terhenti. Ia menangis. 
"jessica, mengapa kau tega"
Mengapa, sayangku?" 
Petugas-petugas yang
membopongnya sa
ling berpandangan lalu
saling mengangguk Mengerti
Sama-sama sependapat: pasien
ini histeris. Atau bermimpi
waktu tidur. Dan sesudah
bangun, terpengaruh oleh
impian pada isterinya. namun
kekamar mati" hi! Mungkin
pasien ini sudah rusak jiwanya.
Mungkin. Lakilaki malang! 
"Kasihan..." seorang pasien
perempuan ber
ucap. 
"Ya. Kasihan" kata orang lain
didekat. 
Dengan perasaan kasihan,
kedua pasien itu masuk kembali
kekamarnya. Sesaat. Mereka
tertegun dan pucat saking kaget,
saat sesosok tuouh berpakaian
putih-putih dan berwajah pucat
pasi muncul dari-balik pintu.
Ingatan mereka lari pada pasien
aneh tadi. 
Dan.. kamar mati! Namun
sesudah mengenal perempuan
cantik yang tersenyum ramah
dihadapan mereka, kedua pasien
tadi menjadi lega. Seorang
diantaranya bergumam: 
"Ah suster Tea, Kirain" apa" 
anna michele, tetap tersenyum kaku.
lalu melangkah. Kaku. 
         
SEBELAS 
MASIH DENGAN wajah pucat.
anna michele masuk keruangan
kantor di sebelah utara rumah
sakit. Seorang petugas yang
sedang membereskan sejumlah
arsip di atas meja menoleh
sekilas. lalu meneruskan
pekerjaannya. Biasa, kalau
sepagi itu sudah ada suster
muncul dengan wajah pucat.
Apalagi, suster yang baru
bertugasjuga malam. namun... 
"... he, Tea. Kau tak tugas
malam tadi bukan?" 
anna michele duduk disebuah kursi.
Tubuhnya menggigil. "Tidak",
katanya. Antara terdengar dan
tidak: 
"Kok: Wajahmu pucat. Sakit?" 
anna michele menggeleng 
"Baru lihat pasien yang mati?" 
Mendengar itu, wajah anna michele
terdongak. Makin pucat. 
Pasien mati" Apa anehnya"
lalu kepalanya terkulai
lagi. Layu, diatas leher yang
manis. Jenjang... mati,
gumamnya. Laki-laki itu bidara
soal isterinya yang mati lagi.
Kali ini... didepan kamar mati" 
Temannya yang sedang
memberes-bereskan arsip,
memandang penuh perhatian. 
"Naa, apa kubilang," katanya.
"Jangan percaya laki-laki?" 
"Engga usah meledek Nur." 
"Habis. Marah main laki
didepan kamar mati! Apaan?" 
"Siapa bilang!" 
"Lho. Tadi kau bilang..." 
"Ah. Kau. Mengada-ada saja.
Aku cuma bilang laki-laki itu
bicara soal isterinya yang sudah
mati!" . 
"Tentu saja. Susaha kau
bersedia menerima cintanya. Eh.
omong-omong. laki-laki pasien
atau... Ha. Pasti dokter Nata,
ya?" 
'Nata?" rungut anna michele. Tak
bersemangat. 
"lyalah. Dokter Nata. Ia kan
sudah duda" 
"Yang benar saja", anna michele
tersenyum. Wajahnya mulai
memerah kembali. Laki-laki tua
renta begitu" Huh" 
"Tua-tua sih, kalau sedang jatuh
cinta. Coba. Kalau kasih kuliah,
apa engga sering matanya
melirik-lirik kau?" 
"Tak pernah kuperhatikan,
sungut anna michele seraya angkat
bahu. Lagi pula, yang benar saja
kau. Dokter kan harus jaga
gengsi. Masa pacaran didepan
kamar mati. Pagi begini?" 
Gengsi ya tinggal gengsi. Tapi
kalau cinta bicara... 
SUdah, Sudah Bosan! 
Nur tertawa. Katanya: 
Kalau begitu, Parno ya" 
Parno" 
Alaa. Yang paling rajin
menyalinkan hasil kuliah kebuku
Catatanmu, tiap kali kau absen...
Jangan mengada-ada Nur!
Khawatir musti begitu. 
Musti bagaimana" Menulis
diakhir catatan: Tea. Tea-ku.
Begitu" 
Ia iseng sih. 
Apakah dokter Pandi juga iseng,
sampaisampai ia meremehkan
isterinya yang suka main kontrol
kerumah sakit. kalau ia tahu
sang suami yang anti cewek itu
sering memakai kau sebagai
partner di kamar bedah?" 
"Ia membedah pasien. Bukan
membedah tubuhku". 
"Tubuhmu sih tidak.
Pakaianmu"' 
"E e, Nur...!' 
"Engga ngaku?" 
Dengan dongkol. anna michele
mengeluh: 
"Kau kan kenal mama. Paling
benci laki-laki yang sudah
beristeri, namun masih coba
dekatin perempuan". 
"Kau?" 
"Aku?", anna michele angkat bahu,
'Kuhargai mamaku". 
"Kalau begitu. siapa lagi Tea"
Dokter Nata tidak, Parno tidak.
Dokter Andi juga tidak. Pasien
ya?" 
anna michele menghela nafas.
Sahutnya: 
"Ya". 
Nur tertawa lebar. 
"Biasa, Pasien laki-laki memang
suka be
gitu. Kita tak ambil open.
dibilang judes Serba salah". 
"Ya ini lain". 
"Lain?". 
"Ia malah sangka aku ini
isterinya". 
Nur mengernyitkan dahi. Lalu: 
"Kau maksud.... pasien bernama
peniwise yang berusaha memeluk
tubuhmu beberapa malam yang
lalu?" 
"He-eh". 
Wajah Nurjadi serius. Katanya: 
"Diapainnya pula kau tadi?" 
"Dikejar. Aku lantas
bersembunyi di balik pintu
kamar kelas tiga. la sangka aku
bersembunyi dikamar mati..." 
"Ka...mar mati?" 
"He-eh Kau takut" Aku apalagi.
Ketahananku menghadapi
orang-orang mati atau yang
sekarat menjelang mati selama
ini, punah begitu saja. Laki-laki
itu tampaknya bukan saja
mengfredy kruegerp aku sebagai
isterinya.. namun juga.. juga
sebagai hantu isterinya. Hi!. 
"Kau percaya hantu?" 
"Dan kau?", anna michele balik
bertanya. 
'.... kata orang. disekitar kamar
mati suka berisik kalau malam
hari, apalagi kalau malam
Jum'at. Malah pernah katanya
ada yang lihat. Penjual bakso. Ia
disuruh berhenti dan baksonya
dibeli seseorang. sesudah
baksonya habis orang itu pergi.
Tak bayar. Penjual bakso
nyusul. namun orang itu
menghilang dibalik pintu kamar
mati. Penjual bakso itu panik.
lari. 
 Menabrak dengannya. Tumpah.
Berantakan. Lalu seorang rekan
juga pernah lihat perempuan
cekikikan didepan kamar mati.
Mulamula disangka suster yang
lagi pacaran. namun suara
cekikikan berubah minta tolong.
Rekan itu mendatangi,
bermakSUd menolong. namun
disekitar kamar mati tak ada
apa-apa?". 
"Kau percaya semua
cerita-cerita itu, Nur?". 
"Ya, bagaimana ya. Dan kau"!" 
"Kok nanya aku lagi". 
"Kau percaya?" 
"Tidak. Sebelum melihat atau
mengalami sendiri". 
"Kau mau?". 
anna michele tertawa. Parau.
Rungutnya: 
"Engga dong!" 
Mereka tertawa. Berbarengan.
Tawa mereka baru terhenti
saat seorang laki-laki masuk
kedalam. sesudah melihat siapa
yang masuk, Nur mengerling
pada anna michele. lalu
meneruskan pekerjaannya.
Pura-pura asyik. namun cuping
telinganya mengembung.
Nguping Ia dengar: 
?" kau kucari-cari dari tadi Tea"
Ekor mata Nur melirik. Ia lihat
laki-laki tadi duduk disebelah
anna michele. Wajahnya tampak
segar dan kemerahan. Pikir Nur
dalam hati: bukan karena udara
panas. Di luar kan masih pagi.
Matahari '" belum nongol. Hem,
pasti jantung si pria
berdentang-dentang seperti jam
dinding yang baru direeparasi.
Lantang Bersemangat. Hem. *" 
'Bagaimana pasien itu?", tanya
anna michele. 
"Sudah diberi obat penenang". 
"Masih. normalkan ia?" 
"Tampaknya begitu". 
"Tadi ia kukira sudah gila". 
"Kukira juga begitu". 
"Ia menangis ya?". 
"Ya. Sedih karena kakinya
buntung. Biasa". 
anna michele menarik nafas. 
"Kasihan". dengusnya. 
Laki-laki yang duduk
disebelahnya, menoleh pada
anna michele. Memperhatikan
wajah gadis lesbi itu dengan seksama.
"Kau menaruh perhatian
padanya?". 
"Siapa?", anna michele terkejut. 
"peniwise". 
"Pasien itu". anna michele tertawa.
Tugasku. 
Sebagai suster" "Hanya sebagai
suster"'. 
"Suster. Tak lebih". 
"Syukur", laki-laki itu berkata
dengan suara lega. ' 
"Mengapa"' 
Laki-laki itu tak menoleh. Yang
menoleh justeru perempuan
dibelakang meja. Nur. Matanya
bermain. anna michele membalas
dengan pelototan yang tidak
kepalang besarnya. Nur
menaruh telapak tangan
dimulut. Menahan gelak tawa
yang mau terburai keluar. Lalu
berpura-pura asyik lagi. Dengan
pekerjaannya di meja. namun
arsip itu sama sekali tak menarik
perhatiannya. Disamping SUdah
rutin sehingga kadang-kadang
membosankan, juga 
tapi
karena tingkah laku orang yang
sedang jatuh cinta memang
selalu sangat menarik
perhatiannya. Disamping sudah
rutin sehingga kadangkadang
membosankan, juga karena
tingkah laku orang yang sedang
jatuh cinta memang selalu
sangat menarik perhatian.
Meskipun cuma dengan
mendengar doang. Sambil harap
harap cemas kalau ketahuan
nguping. Bisa diusir! 
"Mengapa, Parno?", anna michele
seolah-olah mendesak sambil
menahan senyum di mulut. 
Parno menoleh pada anna michele.
Tersipu. Menoleh kearah lain.
Terbentur pada Nur yang
sedang pura-pura tekun. Lalu:
"Ah. Tidak apaapa". 
"Syukurlah, ganti anna michele yang
mengucapkan apa yang sesaat
sebelumnya diucapkan si lelaki.
Yang mendengarkan terpana
sesaat. Memandang tak mengerti
pada anna michele. Matanya
membayang kecemasan. Meski
mulutnya berusaha tersenyum.
Betapa kaku. 
"Lututnya tak kambuh lagi,
Parno?" 
"Lutut?" Parno tersenggap.
"Lutut siapa?" 
"Pasien itu" 
"Pasien itu lagi Pasien itu lagi.
Apa salahnya kita bicara soal
lain saja, Tea" Banyak halhal
yang lebih menarik dari pada
soal soal. pasien.." 
"Pasien selalu menarik.
Terutama tentang
perkembangan kesehatannya.
Dan jiwanya. ' lumayan toh"
Menambah pengetahuan teoritis
tentang psykologi dalam kuliah
bukan?" 
"Oh ya. Ya!", Laki-laki itu
berusaha mengelak. Biar tak
puas. Dimejanya, Nur tersenyum
senyum kecil. 
"Kau tak kena tadi?" 
"Tidak" 
?"aku bisa gemetar melihat
bagaimana si peniwise itu tadi
mengamuk. Kau berani juga
Parno; berusaha menyadarkan
orang yang histeris dan ngamuk
begitu". 
"Demi tugas". 
"Nah. Hari ini kita sama-sama
punya tugas, bukan" Ah, hampir
saja aku lupa", anna michele
berdiri: "saat bentrok dengan
si peniwise itu. aku baru saja
keluar dari sebuah sal. Ada
pasien perempuan kecil yang
harus di infuse. Katanya baru
masuk subuh hari tadi, karena
kecelakaan. Oh ya, Parno. Mau
kau tolong panggilkan dokter
Dunil" Ia yang menolong
perempuan kecil itu subuh tadi. 
Parno berdiri. Di wajahnya
masih terbayang rasa tak puas. 
"He, Nur. Aku pergi?" anna michele
melambai." 
"Lihat-lihat jalannya. Tea.
Bisa-bisa nubruk pintu", balas
temannya sambil tersenyum
lebar. Wajah Parno jadi merah
padam. Buru-buru ia menyusul
anna michele ke luar dari ruangan.
sesudah berusaha menahan diri
selama jalan berdampingan,
Parno tak kuat menahan diri.
Katanya, buru-buru. 
"Sekarang Sabtu, Tea..." 
anna michele menghentikan
langkah. 
"Lantas?". 
"Nanti malam Minggu". 
"Iya dong. Sekarang kan Sabtu".
"..., Parno memegang tangan
anna michele. 
Tangannya sendiri gemetar.
Katanya setengah berbisik:
"Boleh aku mengajakmu
jalanjalan malam ini, Tea?". 
anna michele memandang tajam
kemata Parno. Menyahut
dengan suara tegas: 
"Sudah berapa kali kubilang,
Parno. Kita bersahabat. Cuma
itu" lalu ia melepaskan
tangannya dari genggaman,
tangan Parno. Memutar tubuh.
Dan sebelum menjauh, ia
melanjutkan: "Dan ingat. Lain
kali, jangan tulis lagi dibuku
catatanku kata-kata Teaku. Aku
ini masih milik mama. Milik
papa, bukan milik siapa-siapa. 
         
TIBA dirumah, anna michele gelisah
tak menentu. 
Seperti saat bertugas hari itu
dirumah sakit, apa saja yang ia
kerjakan dirumah serba salah.
Waktu menyapu lantai, kakinya
tersandung kekaki meja tinggi
sehingga vas bunga diatasnya
jatuh. Tiba dilantai pecah
berderai. Waktu masak didapur,
ia mau menggoreng telor. Bikin
mata sapi. la ketok-ketokkan
halus ketepi wajan. Telornya
pecah. Jatuh dilantai dapur.
Celakanya ia tak sadar. Malah
ia masukkan kulit telor kedalam
minyak yang sudah panas.
Berdiri sebentar, lalu
tercium bau tak sedap, baru ia
tahu telah salah masukkan. 
Habis mandi sore, ia duduk
dimeja makan bersama ayah
ibunya. anna michele tidak
berselera!" 
Makannya tertegun-tegun.
"Tea?" Terkejut, ia menoleh. Ia
lihat mata ibunya yang menatap
tajam, "Sakiti". "Oh, tidak,
mama'. 'Hidangannya tak enak"
ini masakanmu sendiri".
"Bukan'. "Lantas?" anna michele tak
menjawab. Lama. Sampai
ayahnya angkat bicara: "Soal
pekerjaan?". Baru anna michele
bernafas lega. Sahutnya: "Ya".
"Mengapa, nak" Ada kesulitan?"
"Kesulitan sih tidak. papa. Ini
tentang seorang pasien'. "Ah.
Kau sudah bercerita banyak
tentang pasien-pasienmu" 
"namun baru kali ini kau begitu
gelisah. 
Kalau tak salah, sudah beberapa
hari ini". 
"Seorang pasien bersikap aneh
padaku beberapa hari yang lalu.
Lalu tadi." "Hem aneh gimana?"
tanya ibunya. Matanya yang
awas, menatap tak berkedip.
Dan sebelum sang anak
menjawab perempuan itu
menegaskan; "Bukan SOal tetek
bengek. toh?" 
'Tetek bengek?" anna michele
sengau suaranya. "Misalnya,
soal.. cinta." 
anna michele tertawa. 'Ah, mama
ini. Seperti si Nur saja. Meng
ada ada." 
"Syukurlah nak. Ingat. Kau
masih muda. Dan kami tak
punya anak lagi. Bukan kami
takut kehilangan kau,
seandainya kau jatuh cinta,
kawin dan lalu hidup di
rumah tersendiri dengan orang
lain. namun nak, karena kau
anak kami satu-satunya maka
kami mohon agar kau jaga nama
baik keluarga. Bila sudah tiba
waktunya, kau sudah dewasa
dan benarbenar mengerti makna
hidup ini, maka kamipun tak
melarangmu berbuat apapun
yang kau kehendaki" 
"Jangan takut, mama. Aku bisa
menjaga diri." 
Ayah anna michele mendehem.
Tukasnya: 
"Mam, mam, apa apaan pula
kau" Tea dihadapkan pada
kesulitan 
Dalam pekerjaan. Bukan pada
laki-laki," lantas sambil
memperhatikan wajah anaknya,
ia bertanya dengan suara
lembut: "Boleh kami tolong,
anakku"' 
"Tolong" Bisakah papa dan
mama menolong?" rungut
anna michele. Lalu, seraya
meletakkan sendok garpu di atas
piring, ia menceritakan
bagaimana saat tugas jaga
malam sebelumnya. peniwise
bersikap aneh pada dirinya juga
menceritakan apa yang ia lihat
dan alami tertegun karena
berpikir keras Sampai akhirnya
ayah anna michele berkata dengan
suara yakin. 
"Pasienmu yang satu ini. nak,
mungkin sedang dihinggapi
nervous karena tidak saja 
telah kehilangan isteri, namun
juga kakinya." 
"namun papa," suara anna michele
menghiba. "la fredy kruegerp aku
isterinya. Bagaimana bisa jadi?"
"Waktu itu malam hari. la tak
melihat mu jelas-jelas, dan
pikirannya sedang terbayang
hanya pada isterinya itu saja." 
"Lalu tadi pagi" Di udara
secerah dan seterang itu" 
'Dan ia dalam keadaan sadar" 
"Sadar sesadar-sadarnya.
Malah sudah menjelang sembuh.
Mungkin dua tiga hari lagi
sudah boleh pulang." 
"Hem! Tea... mengapa tak kau
tanya sendiri padanya?" 
"Takut?" 
"Matanya. Mata laki-laki itu!"
anna michele menggigil. 
"Mata itu bersungguh-sungguh.
Juga sikapnya. Aku.. aku
benar-benar tidak mengerti,
papa. Kalau pikirannya sedang
terganggu oleh bayangan
isterinya, mengapa suster-suster
lain tidak ia ganggu" Mengapa
hanya aku saja?" 
"Mungkin wajahmu mirip wajah
isterinya." 
"Mirip?" bibir anna michele
mengucap. 
"Mirip?" ibunya juga mengucap.
namun yang belakangan 'ini
lalu diam. Tampaknya,
berusaha menahan sesuatu yang
tibatiba mengganjal hati. Ia
melirik sekilas pada suami dan
anaknya. namun tak ada yang
memperhatikan. Perempuan
setengah baya itu menarik nafas.
Lega. lalu: 
'Tea. Kau bilang, kau takut dan
tidak ber
usaha untuk bertanya. Mama
artikan ucapanmu itu begini:
melihat laki-laki itu, kau lantas
lari. Menjauh darinya.
"Benarkah, nak" 
anna michele mengangguk. 
Ibu tersenyum. Ramah. Namun
suaranya tajam: 
"Patutkah itu dilakukan seorang
suster, anakku" 
anna michele terpukul. Dengan
suara jatuh, ia menyahut: 
"Itulah yang kugelisahkan,
mama." 
"Nah. Kalau begitu, besok
temuilah dia." 
"Aku... aku tak sanggup, mama" 
"Harus, anakku. Kau tak bisa
melarikan diri dari pasien itu,
selama ia masih di rawat dan
kau masih bertugas di sana.
Lagi pula, anakku. Disinilah
kesempatanmu untuk mengabdi
pada kemanusiaan: Mungkin,
kehadiranmu secara nyata di
depan mata laki-laki itu, bisa
menolongnya. Katakanlah,
menolong dia meringankan
siksaan bathin pada isteri yang
selalu mengejar-ngejar matanya.
Setidak-tidaknya. menolong
laki-laki itu dari impian buruk.
Bahwa yang ia lihat adalah kau.
Nyata. Berwujud. Bukan
isterinya. Apalagi, arwah
isterinya!." 
anna michele memikirkan
kemungkinan itu. 
Ayahnya cepat-cepat
mendorong: 
"Nak. Ibumu benar. Temuilah
laki-laki itu. Kalau kau takut ia
berbuat yang tidak-tidak,
ajaklah seseorang atau
beberapa teman menemanimu.
Mereka akan membantu kalau
terjadi 
sesuatu. 
gadis lesbi itu manggut-manggut. 
"Kasihan pasien bernama
peniwise itu," gumamnya
perlahan. 
"sesudah ia mengamuk kedua
kalinya tadi pagi, ia diikat di
tempat tidurnya. Beberapa
orang petugas laki-laki yang
berotot kuat mengawasinya
selalu. Dokter mengkhawatirkan
terjadinya gejala-gejala
gangguan syaraf akibat
pembedahan yang ia alami." 
"Nah, apalagi?" kata ayahnya,
"Berarti, kau juga akan
menolong dokter itu dari
kecemasan karena ia fredy kruegerp
dirinya telah melakukan
kesalahan dalam bertugas
menolong sesama manusia." 
         
DUA BELAS 
MENOLONG SESAMA manusia.
Ayah dan mamanya benar.
anna michele harus lebih
mementingkan tugas itu, di atas
rasa takut dan pikiran yang
bukan-bukan. Ia lantas berjanji
pada dirinya sendiri. Besok ia
akan langsung menemui
peniwise, bicara
berhadap-hadapan dan jujur
terhadapnya. Kalau perlu, ia
bisa saja menanyakan masalah
kejiwaan yang dihadapi pasien
itu. Tentang isterinya. Siapa
namanya ya" jessica. Ya. jessica.
Hem. Masih bisa ia tanyakan
hal-hal lain. Tentang masa
lalunya. Tentang kebenciannya
pada seseorang yang
berkedudukan sebagai jason.
jason mana yang dimaksud
peniwise. Dan mengapa ia
demikian membencinya" ' 
Dengan pikiran dan janji dalam
hati itu, anna michele malam itu
menarik selimut menutupi
tubuhnya di atas tempat tidur.
Karena udara pada malam itu
teramat gersang dan panas, ia
membiarkan jendela kamar
tidurnya terbuka. Ia tak perlu
takut akibat yang ditimbulkan
jendela yang terbuka itu. Toh
kamarnya ia biarkan gelap,
sedangkan di luar, .terang
benderang.
Bagian luar dari jendela kamar
tidur itu terdiri dari ruangan
dalam rumah orang tuanya.
Ditanami bunga anggrek yang ia
rawat sendiri, sebuah kolam
kecil berisi ikan hias yang
malam ini pasti sudah tertidur. 
Di ujung taman sederhana itu,
terdapat ruangan dapur, gudang
dan kamar mandi. Dinding
belakang semua
ruangan-ruangan tambahan itu,
bertembok tinggi. Dan berpagar
kawat. Di luar tembok berpagar,
jalan raya selalu ramai. Tak
pernah mati, apalagi dekat
dengan pasar. Malah hanya
dalam jarak beberapa meter,
terdapat sebuah pos HANSIP
yang selalu berisik oleh gelak
tawa atau gerutuan
petugas-petugas jaga malam
atau orang-orang iseng yang
main gapleh atau domino disitu. 
namun lewat tengah malam.
anna michele terbangun. * 
Hawa dingin memenuhi ruangan
kamar tidurnya. Malas, ia
beranjak dari tempat tidur.
Melangkah ke jendela. Tiba
disana, menoleh sesaat ke luar,
dengan mata setengah
mengantuk. Langit membiru.
Beberapa potong awan putih
mengapas. Bulan terang
benderang. Bintang-bintang
gemerlapan. Waktu ia keluarkan
tangan untuk menarik daun
jendela di sebelah luar, ia
rasakan udara ternyata hangat.
Lalu mengapa udara di dalam
kamar terasa amat dingin. 
"Ah Mungkin darahku yang
hangat," gumamnya. Lalu
menutupkan daun jendela. 
Berharap, dengan itu udara
dingin tidak lagi menerobos
kedalam kamar tidurnya. sesudah
merasa puas, ia lalu
berbalik. Dan bermaksud naik ke
atas ranjang kembali. Udara
masih tetap dingin. Malah
semakin dingin. Membeku. Dan..
tiba-tiba darah sekujur tubuh
anna michele ikut membeku. la
tertegun di tempatnya sendiri.
Matanya terpentang lebar.
Lebar. Teramat lebar.
Hampir-hampir keluar. 
Di hadapannya, berdiri sesosok
tubuh! 
Sesosok tubuh dalam kegelapan
kamar. Kamar yang tertutup.
Yang pintunya ia kuncikan
sendiri dari dalam. namun ia
tidak bermimpi. Sesosok tubuh
semampai di hadapannya.
Berpakaian compang-camping.
Beberapa bagian tubuhnya luka.
Berdarah. Dan darah itu tampak
mengucur deras dari luka lebar
seperti pecah padajidat.
Sesaat, seluruh tubuh
anna michele menjadi dingin. Ia
ingin berteriak. namun lidahnya
kelu. Ia ingin berlari. namun
anggota tubuhnya lumpuh. .Ia
ingin pingsan sesaat. ' 
namun paru-paru dan
jantungnya terus berdenyut" 
'.... tolonglah, Tea. Tolonglah?"
telinga anna michele yang sudah
kejang karena ketakutan,
mendengar suara halus
semacam bisikan. 'Tolonglah
aku..." 
anna michele menggigil! 
Mulutnya kemak kemik. Lama,
baru suaranya keluar. Bergetar: 
"Ssss__ siapa... kau"' 
"Tolonglah aku, Tea." 
"siapa ku...?" 
"Kau mau, bukan" Kau mau?" 
"aku... aku?" 
"Tolonglah. Tanpa bantuanmu,
suamiku tak akan berdaya
apa-apa?" 
"Su... suamimu?" 
"Tolonglah aku. Tolonglah
suamiku!" bisikan itu mendesir
seperti bunyi angin. Mendayu
dayu, mula-mula keras.
lalu perlahan. Dan
akhirnya lenyap sama sekali
bersamaan dengan lenyapnya
bayangan tubuh perempuan
berpakaian compang-camping'
dan bertubuh hampir penuh
darah karena luka-luka itu. 
anna michele tersadar. 
Dan secepat ia tersadar, secepat
itu pula ia berteriak: 
"Mamaaaaa !' _ 
Lantas ia berlari menerjang
pintu. Memukul-mukulnya,_
memutar kunci dan sesudah pintu
terbuka, berlari tergopoh-gopoh
keluar seraya berteriak-teriak
histeris memanggil ayah dan
ibunya. Kedua orang tuanya
yang terbangun karena sangat
terkejut, berlari-larian keluar
dari kamar dan menyongsong
anak gadis lesbi mereka yang tampak
panik, pucat, berkeringat dan..
jatuh pingsan begitu berada
dalam pelukan sang ayah! 
         
SATU jam lalu anna michele
tersadar dari pingsannya. 
Seraya menangis terisak-isak ia
menceritakan'apa yang barusan
ia lihat dalam kamar
nya. Buru-buru  papanya
membawa masuk  ke dalam
kamar. lalu lalu dengan
wajah kebingungan. Seraya
memperhatikan isterinya yang
masih terus membujuk--bujuk
anna michele, ia bergumam: 
"Kau bilang pintu kau kunci dari
dalam. Jendela juga tertutup.. ' 
"Darah! dari kepalanya
mengucur darah!" suara
anna michele menggigil. Ayahnya
menggeleng. 
"Di lantai tak ada bekas tapak
apapun, anakku. Apalagi
darah!" 
"Aku melihatnya! Aku
melihatnya! tangis tea dengan
panik. "Malah aku dengar
suaranya!" 
"Suara?" ayah dan ibunya
saling pandang. 
"Ia minta tolong. la minta aku
menolongnya. Menolong
suaminya!" 
'Nak.." kata ayahnya dengan
sabar. 
"Kau tidak sedang bermimpi,
bukan?" 
anna michele menjawab dengan
tangisan yang semakin tinggi
dan parau. Karena tak mau
kembali masuk ke kamar.
mereka. Di sana anna michele
ditidurkan, dielus dan dipeluk
oleh ibunya dengan perasaan
lembut dan kasihan. Ia biarkan
anak gadis lesbinya menghabiskan
sisa-sisa tangisnya, dan berbisik
pada si suami: 
"Pa, Tea tak pernah begini," 
Sisuami geleng-geleng kepala. 
"Memang tidak," rungutnya. 
"Mungkinkah?" 
'Mam. Jangan mengada-ada!"
kata si suami 
tajam. 
"Aku.. aku cuma ingat pada
cerita Doro. trib dimeja makan.
mungkinkah pasienya di rumah
sakit itu mengfredy kruegerp anna michele
mirip dengan isterinya yang
telah meninggal?" 
Si suami menelan ludah. 
"Lantas?" Katanya dengan
suara bimbang. 
"Siapa tahu?" 
"Ah. Tak masuk akal." 
"Sudah kubilang, siapa tahu.
pa?" 
Sementara itu anna michele sudah
reda tangisnya. Tinggal
isak-isak halus, dan tubuh yang
masih gemetar. Ia merasa aman
dalam rangkulan ibunya, yang
dengan penuh kasih sayang
lalu menyelimuti tubuh
anaknya. Ia bujuk anna michele
agar tidur kembali dan
melupakan kejadian ataupun
mimpi yang barusan terjadi.
namun anna michele geleng-geleng
kepala. 
'Tak bisa kulupakan, mama.
Dan.. dan aku tidak bermimpi.
Sungguh!" 
"Kau yakin?" 
"Demi yang maha kuasa, mama!" 
"Tea. Mau kau jawab
pertanyaanku'!" 
anna michele manggut-manggut.
Susah payah. 
"Katakanlah. Sempat kau kenali
wajah bayangan perempuan
itu?" . 
Yang ditanya mengingat-ingat.
Lalu. manggut-manggut lagi. 
"Kenal !" ' ' 
"Seperti." 
"Seperti kenal?" 
"Ya. Seperti kenal." 
'Seperti apalagi?" 
"Seperti..." dan tiba-tiba
anna michele memeluk ibunya
dengan wajah ketakutan. 
"Wajahnya mirip wajahku,
mama. Mirip wajahku. Apakah.
apakah bayangan itu mau
memperlihatkan bagaimana
nasibku dikelak lalu hari"
Apakah demikian, mama?" dan
ia mencengkeram pundak ibunya
keras-keras. 
Ibunya menahan nafas. 
"Nak," katanya dengan suara
tertahan. 
"Kau mungkin bukan sedang
bermimpi. namun, percayalah.
Bayangan itu tidak menunjuk ke
masa depan. Masa depan ada di
tangan yang maha kuasa. Bayangan itu
menunjuk ke masa lalu." 
"Aku.. aku tak mengerti mama." 
"Kau ingat pasien yang kau
ceritakan?" 
anna michele menggigil. Cetusnya. 
"Ya, mama," 
"Ia bilang kau isterinya. Karena
wajah mu mirip wajah isterinya,
dan yang tadi kau lihat, mirip
wajahmu..." 
Medengar itu anna michele ikut pula
tertahan nafasnya, sementara
ayahnya tertegun dan
memperhatikan dengan penuh
minat pada isterinya. namun
yang diperhatikan terlalu lama
terdiam, tidak melanjutkan
kata-katanya karena tampak
berpikir keras. Dengan tak
sabar. ayah anna michele menyela: 
"Kau tidak sedang mereka-reka
bukan, mam?" 
"Justru!" 
"Aku takut pikiranmu sedang tak
waras." 
_ Jangan khawatir, pa.
Pikiranku waras sewaras
pikiranmu," 
'namun ini?" 
Ibu anna michele mengelus wajah
anaknya. 
"Diam disini ya Tea. Aku mau
bicara sebentar dengan
ayahmu." 
anna michele cepat-cepat
menggenggam lengan ibunya. 
"Tidak! Jangan tinggalkan aku
sendirian." 
"Ah. Kami ada diluar pintu, dan
pintu tak akan kami tutupkan." 
"Aku takut!" 
"Nak ini demi kemanusiaan yang
kita bicarakan tadi. Karena itu,
tekanlah ketakutanmu
dalam-dalam. Kalau toh kau
tidak bisa membuangnya
jauh-jauh. Jangan bikin malu
ayahmu. Ia paling tak senang
punya anak penakut, biarpun
anaknya perempuan." 
anna michele ragu-ragu, ' namun
lalu mengangguk. Lesu. 
Ibunya lalu menarik
ayahnya keluar. sesudah berada
di luar pintu, sang isteri berkata
"Pak, kupikir kita harus
mengerjakan sesuatu." 
"Malam-malam begini?" 
"Besok." 
"Oh.Apa?" 
"Aku bukan mau mengungkit
masa lalu," ujar isterinya
dengan mata mohon pengertian.
"namun tampaknya, aku terpaksa
membangkitkan masa silam
kembali, demi keselamatan dan
masa depan anak kita. " 
"Kau ini. kok jadi begitu serius
kenapa sih dengan masa lalu?"
"pa. namun kau tak akan marah
kalau kuingatkan, anna michele
tidak tahu siapa ayahnya yang
sebetulnya, bukan?" 
Wajah si suami menjadi kelabu.
Namun dimatanya ia berusaha
menahan debaran. dan berkata
dengan suara
ditenang-tenangkan: 
"Anak siapapun dia. Tea telah
kufredy kruegerp anakku sendiri.
Terlebih lebih lagi aku ini
mandul. Dariku kau tak akan
bisa memberikan anak yang
menjadi darah dagingku." 
Sang isteri tersenyum. Puas. 
'Sekarang." katanya. "l'inggal
bagaimana cara mengatakannya
pada Tea." 
"Mengatakan apa?" 
"Kau bukan ayahnya." 
'Tak perlu" 
"namun... apa yang akan kita
kerjakan justru mengharUskan
kita mengatakan hal itu," wajah
siperempuan jadi sendu.
Setengah menangis. ia
meneruskan. 'Kudengar ayah
kandungnya telah lama mati. itu
baik buat kita. namun,. aku malu.
pa. Malu menceritakan
bagaimana belasan tahun yang
lalu aku tergoda pada laki-laki
teman sekuliah, jatuh cinta
padanya, kawin dengannya. Dan
saat sedang mengandung
anaknya, aku didatangi seorang
perempuan yang menggendong
bayi dan katanya berasal dari
kampung suamiku. Tidak itu
saja. Ia juga mengatakan. _ "ini
anak dari suamiku. dan bayi itu 
anak suamiku!" 
"Ah. tak usah pula kau
ulang-ulangi lagi. Aku sendiri
telah melupakannya." 
"Aku juga sudah, pa. namun
Tea?" 
"Baiklah. Kita ceritakan hal itu
padanya." Kita ceritakan pula.
Bagaimana kau marah dan sakit
hati. Merasa dipermainkan.
Merasa telah melukai hati
sesama kaummu. Meski tanpa
kau kehendaki. Demi perempuan
dan bayinya itu, kau lepaskan
suamimu dan datang padaku
yang semenjak lama memang
telah menunggununggu saat itu. 
Sadar akan kemandulanku yang
membuatmu kawin dengan lelaki
lain itu, kau kuterima. Dengan
perutmu yang bunting Ah. Kita
telah sama-sama membuang
kebencian dan kekecewaan,
bukan" Nah. Hal yang sama
juga harus kita bukakan pada
anak kita. Misalnya, mengapa
kau membenci atau marah kalau
tahu ia berhubungan dengan
lelaki sebelum tiba masanya.
Apalagi dengan laki-laki yang
sudah beristeri. Tea sudah
dewasa, mam. Ia akan
mengerti..." 
"Ya. Ia sudah dewasa.
Mudah-mudahan ia mengerti." 
"Lalu, apa yang harus
kukerjakan besok?" 
"Tinggalkan bengkel mobilmu' 
"Berarti, uang tak masuk." 
"Sehari dua, tak apalah." 
"Eh. Sehari dua. Tampaknya kau
mau suruh aku berjalan jauhh
eh?" 
iya
"kemana?" 
"Kampung bekas suamiku." 
"Bukankah ia sudah mati?" 
"Memang sudah. namun... anak
pertamanya" lngat, pa." _ 
Ucapanmu dimeja makan
mengingatkan aku pada
anna michele. 
Wajahnya mirip sekali dengan
ayahnya. Dan seingatku wajah
bayi dipangkuan maduku
belasan tahun yang silam,
sempurna mewarisi wajah
ayahnya pula!" 
"Kau maksud.?" Sisuami mulai
mengerti. 
Isterinya menggigil dan
mendesah, kelu: 
"Ya. Siapa tahu-, perempuan
bernama jessicayang disebut-sebut
pasien Tea yang bernama
peniwise itu adalah kakak Tea.
Dan arwah perempuan bernama
jessicaitu pulalah yang barusan
berkunjung kekamar Tea... 
"Ya yang maha kuasa! ucap si suami.
Pucat. 
'Bolehjadi!' 
"Nah. Kau mau, bukan?" 
Sisuami belum menjawab, saat
dari kamar terdengar suara Tea:
"Mama, jangan berlama-lama...'
Kedua orang tua itu bergegas
masuk ke dalam. 
Sebelum masuk, siisteri
memperingatkan. 
'Tak usah ceritakan sekarang,
pa. Nanti, sesudah kau kembali
dari kampung" Si suami
manggut-manggut seperti
kerbau dicucuk hidung. Dan
pada anaknya, ia tersenyum.
Matanya berkilau. Mata seorang
ayah. Dua 
butir air bening menetes
disudut-sudut matanya, saat ia
mengelus pipi anna michele seraya
berkata: 
"Aku sayang padamu, nak. Aku
sayang padamu!" 
anna michele terheran-heran. 
namun ayahnya telah pergi.
Masuk kekamar tidur lain.
Kamar anna michele. Dan terpekur
di atas ranjang, sampai pagi
mendatang. Pagi-pagi benar ia
sudah siap dengan tas berisi
satu stel pakaian pengganti.
sesudah menyuruh pegawai
pegawai bengkel motor didepan
rumah agar terus bekerja tanpa
kehadirannya, barulah ia
dengan tenang bisa
meninggalkan anak dan
isterinya. Selama dalam
perjalanan, hanya sebuah
pertanyaan yang bergejolak
direlung hatinya yang paling
dalam: 
'Tak akan berkurangkah cinta
anakku pada diriku?" ' 
Dan dirumahnya, sang anak
duduk diamdiam di meja makan,
memandang dengan mata penuh
pertanyaan pada sang ibu.
Diperhatikan demikian, ibu
anna michele agak kelabakan.
Gugup ia berkata: 
"Makanlah, nak. Susaha kau
sehat dan bisa bekerja dengan
tenang." 
"anna michele ter-bungkam. Lama.
Lalu: 
"Tidak. Aku tak masuk kerja hari
ini." 
"Mengapa, Tea?" 
"Takut tidak konsentrasi: 
namun dimata anaknya, sang ibu
melihat jawaban lain. Dengan
bijaksana, ia berkata: 
"Kalau ada sesuatu yang kau
pikirkan; nak, ibumu akan selalu
menolong." 
"Sungguh?" 
"Sungguh!" 
"Mengapa ayah berkata
demikian subuh tadi, mama?"
tanya anna michele tiba-tiba. 
Sang ibu terkejut. Sesaat. Lalu
menjadi biasa kembali.
Menjawab: 
"Lumrah. Ia seorang ayah" 
"Aku melihat arwah seseorang.
Histeris. Pingsan. Kalian
sadarkan. lalu kalian
tinggalkan aku di kamar
sendirian. Diluar kalian
berbisik-bisik. Aku tak tahu apa
yang papa dan mama bisikan.
Dan... ah, biarlah. Tak usah
kuperdulikan, bukan?" 
Ia menatap sejenak kepada
ibunya. "namun sesudah kembali"
ucapan papa rasanya terlalu
jfredy kruegerl. 'Dan mengapa papa
pergi keluar kota dengan
tiba-tiba?" 
Dengan wajah penuh duka, sang
ibu berkata: 
"Tea, anakku. Kalau kau merasa
sayang pada ayahmu, tunggulah
sampai ia kembali dari luar
kota. Nanti. kau akan
memperoleh jawabannya. Nah.
Hari ini kau bertugas siang .Kau
dekatilah peniwise. Bicara
dengannya. 
         
TIGA BELAS 
peniwise MEMBUKA matanya.
Menoleh ke arah pintu masuk
sal. Dokter Pandi masuk seraya
tersenyum ramah pada
pasien-pasien yang mengangguk
padanya, lalu duduk pada
sebuah kursi di samping tempat
tidur peniwise. 
'Bagaimana perasaan bung
peniwise?" tanya dokter Pandi
seraya memeriksa mata peniwise
serta denyut nadinya: 
"Jelek!" 
Dokter Pandi tertegun. 
'Jelek bagaimana?" 
'Jelek! Dan memalukan! Dua
hari terus menerus diikat pada
tempat tidur. Baru dibuka kalau
mau ke kamar kecil.
Pasien-pasien lain pada lihat.
Apalagi orang-orang luar yang
bezuk.. Dok". ."kapan ikatanku
dilepasKun sama sekali" Dan
aku diperbolehkan bergerak
leluasa tanpa pengawasan
seorang perawat yang otot-otot
lengannya bergumpal-gumpal?" 
Dokter Pandi tersenyum. 
"Tergantung bung sendiri." 
'Lho. jelas aku ingin bebas.' 
"Untuk mengamuk  lagi?" _ . 
Kepala peniwise yang terangkat
dan tadi terkulai di atas bantal
lalu berucap
'. aku tidak mengamuk. Aku
melihat istriku dan ingin
bertemu dengannya. namun
isteriku lari. dan orang-orang
berusaha menghalang-halangi." 
'Bung peniwise. Katanya isterimu
telah meninggal." 
peniwise memandang penuh
perhatian pada dokter Pandi.
Katanya: 
'Jadi dokter sependapat kalau
kukatakan yang kulihat adalah
hantu isteriku"' 
'Hantu" Tak ada hantu di dunia
ini. bung. Apalagi yang muncul
di siang bolong seperti kemaren.
waktu kau kejar-kejar suster
Doroth "' 
'Suster itu jugakah yang masuk
ke kamar ini beberapa malam
yang lalu?" 
'Ya.' 
'la bukan jessica" Dan bukan pula
hantunya' 
'Maaf. namun anna michele memang
bukan jessica!" 
peniwise terhenyak. 
'bukan jessica" jessica!' gumamnya.
Jatuh Dokter bersympathi. 
'Begini. bung" katanya dengan
tekanan suara menyakinkan. 
'Perempuan yang kau lihat
semenjak dulu memakai nama
anna michele. Setahuku. ia tidak 
pernah memakai nama jessica.
Omong-omong kapan terakhir
kau lihat isterimu?" 
"Dua tahun yang lalu." 
"Nah Tea sudah tiga tahun lebih
bekerja disini. Dan belum
pernah punya suami. Jelas?" 
"namun,. ia mirip sekali dengan
jessica, dokter." 
"Mirip tidak berarti sama. Perlu
kita buktikan?" 
Tanpa menunggu jawaban
peniwise, dokter memijit tombol
dikepala tempat tidur. Perawat
laki-laki yang otot lengannya
bergumpal gumpal masuk ke
dalam sal dan mengangguk pada
dokter. 
"Suster Tea ada di kantorku.
Katakan, ia sudah boleh
menemui peniwise." 
Perawat itu pergi, dan_ peniwise
terheran heran. 
"Suster Tea ingin menemuiku?" 
"Begitulah 
"Mengapa" Bukankah sudah dua
kali ia berusaha menghindar?" 
'Ia menyesal. Dan ingin
memperbaiki kesalahannya itu". 
Mata peniwise terpejam.
Keyakinannya semakin goyah.
Biarpun cuma impian, ia lebih
suka karena yang ia lihat adalah
jessica. Masih lebih baik dari pada
ia kembali harus menelan
kenyataan yang teramat' buruk.
Uluhatinya sudah jenuh oleh
endapan-endapan kenyataan
yang rasanya kian berkarat,
enggan mencari dan sama sekali
tidak bersedia membantu Par
man keluar dari kesulitan yang
tengah ia hadapi. Dan kini,
harus ia hadapi pula kenyataan
itu. Yang ia lihat belakangan ini
bukan isterinya. namun seorang
perempuan lain:.Namun toh ia
harus bersyukur. Kalau semua
itu memang impian, alangkah
mengerikan membayangkan
isteri yang teramat didambakan,
berusaha menghindar dari
samping suaminya. 
Hembusan nafas tertahan seperti
kuda yang tiba-tiba ditarik tali
kekangnya, menyapu wajah
peniwise! Ia membuka matanya.
Menoleh kesamping Dokter telah
berdiri Seorang perempuan
menggantikan tempatnya semula
dikursi: Seulas senyum dari
sepasang gondewa bibir yang
mekar memerah tanpa pulasan,
bergulung-gulung memasuki
mata peniwise dan menimbulkan
perasaan nyaman didalam hati.
Ingin rasanya ia memeluk dan
menciumi perempuan yang
tersenyum mempesona itu.
namun ia bukan jessica. Dan
peniwise" sendiri terikat pada
tempat tidur. 
"Dokter?" 
"Ya?" 
"Tolonglah lepaskan ikatan
saya" 
Sesaat sepasang mata
anna michele membesar. 
'Tidak", peniwise tersenyum
kaku. "Saya tidak akan ngamuk
lagi': 
Dengan dibantu perawat yang
senantiasa siap mengawasi
peniwise, dokter Pandi
melepaskan ikatan-ikatan tali
pada kaki-kaki tempat 
tidur. Beberapa orang pasien
yang tadinya sedang
melamunkan kehidupan yang
sempurna diluar rumah sakit
atau tengah asyik membaca
buku maupun majalah sebagai
pelepas rasa jemu, memusatkan
perhatian kearah tempat tidur
rekan mereka yang tidak saja
berkaki buntung akan namun
sering berlaku aneh itu.
Pasienpasien yang memiliki
keganjilan-keganjilan tertentu
memang selalu menjadi tontonan
yang menarik bagi pasien-pasien
lain dimanapun juga. 
Begitu ikatannya lepas, peniwise
berusaha duduk. Ia rentang
rentangkan kedua lengannya.
Dan tersenyum pada perawat
laki-laki disebelah dokter, yang
matanya jadi tegang. Senyuman
peniwise mengendurkan
ketegangan diwajah perawat itu,
dan mendatangkan sedikit rasa
aman dalam dada anna michele
yang berkecamuk tak menentu.
Antara keinginan untuk
cepat-cepat menghindar, dan
hasrat tetap bertahan untuk
menolong sesama. Bahkan lebih
dari itu. Kalau anna michele tinggal
ditempat berarti ia telah
menolong dirinya sendiri.
Alangkah menakutkan
membayangkan wujud seorang
perempuan yang mirip dengan
dirinya sendiri, muncul tengah
malam dalam kamar berpakaian
compang-camping dan sekujur
tubuh penuh luka-luka berdarah!
"Wah. Otot-ototku masih agak
kaku-kaku rasanya. Pegal." ia
menoleh pada suster anna michele.
"Nona mau memaafkan bukan"
Dua hari terus menerus aku
diperlakukan seperti 
orang gila. Salah sendiri.
Mengapa bertingkah laku seperti
orang gila. namun percayalah
nona. Aku ini waras
sewaras-warasnya." 
anna michele menelan ludah. Lalu" 
"Saya... saya minta maaf",
katanya dengan suara
terputus-putus "Kalau saja saya
bisa menahan diri, tentu saudara
tak diperlakukan demikian". 
"Nah. Satu-satu bukan" Kalau
begitu janganlah
bersaudara-saudara padaku.
Sebut saja namaku. peniwise" 
"Saya Tea. anna michele". 
Dengan hati bergetar peniwise
menatap perempuan yang duduk
disamping tempat tidurnya itu.
Sepi mencengkam selama
pandang memandang itu
berlangsung. Dada anna michele
bergelombang hebat.Dada
peniwise berombak ombak bagai
tersapu angin ribut yang
menyadarkannya dari impian
buruk selama ini: Dokter Pandi
mendehem-dehem kecil. Lalu
bertanya: 
'Bagaimana..."' 
peniwise mengeluh: 
'... rambut jessicalebih panjang...' 
"Saya pakai wig", jawab
anna michele tersenyum. anna michele
melepas mahkota kesusterannya
yang terbuat dari kain putih,
lalu juga melepas wignya.
Rambut yang panjang
bergelombang, segera terurai
disisi kedua pundak dan
menjuntai pada punggung:
Banyak orang yang menghela
nafas saat itu. peniwise. Dokter
Pandi. Budi. Dan satu dua orang
pasien 
lelaki di dekat mereka. Dalam
hati. dokter Pandi nyeletuk. 
"Kalau saja ada bidadari, maka
anna michele adalah orangnya!" 
Dan dimulutnya ia berucap: 
"Tentu isteri bung peniwise
secantik anna michele, bukan" 
peniwise tersenyum; Pahit. 
"Aku bukan membfredy kruegerkan diri.
Isteriku cantik, itu salah satu
sebab mengapa aku teramat
mendambakannya'. 
"Bung laki-laki yang
beruntung", dari dalam hati
kembali dokter Pandi
menyeletuk: 
"Laki-laki yang bila
mendampingi anna michele,
benar-benar laki-laki yang
beruntung. Mungkinkah itu pula
salah satu sebab, mengapa
cintaku pada isteri dirumah, dari
hari ke hari kian meredup" Tiap
kali kupandang anna michele, tiap
kali semakin aku percaya
kata-kata orang. Sekali kau
peristeri seorang perempuan,
kau pasti menyesal. Karena
dimatamu, perempuan
perempuan lain akan tampak
semakin cantik, jauh melebihi
kecantikan istrimu sendiri yang
tadinya teramat kau
bfredy krueger-bfredy kruegerkan". 
Lamunan dokter terputus saat
peniwise memohon: 
"Maukah kau memegangku.
suster Tea?" 
anna michele ragu-ragu. namun
dokter mengangguk halus. 
Tanpa mengulangi anna michele
segera memegang pergelangan
tangan peniwise. 
"jessicaselalu memegangjari
jemariku'. keluh 
peniwise lirih. 
"Kau bukan jessica. Jadi jemarimu
lebih lentik. suster. Lebih halus.
Jari-jari jessicaagak besar-besar.
Dan kasar. Maklum kerjanya di
sawah. Itupun punya orang?" 
         
Untuk sesaat peniwise ingin
menangis. Ia tengah meloncati
tegalan sebuah sawah beberapa
tahun yang lalu saat ia dengar
ucapan marah yang lengking : 
"Longsor. Biar longsor tegalan
itu, Man!" 
peniwise buru-buru berpindah
ketengah yang lebih kering 
"Kayak punya sendiri", ia
bersungut-sungut. 
"Biarpun bukan, tapi kan aku
yang kerjain?" 
"Ia deh Iya deh!" peniwise segera
membetulkan longsoran tegalan
bekas injakannya "Biar kau
puas". 
"Nah, begitu. Awas ya, lain
kali?" 
'Lain kali yang kupegang bukan
lumpur" brengsek ini. jessicanamun
tubuhmu!" 
"Eh..!" dan gadis lesbi yang tadinya
tengah menyiangi rerumputan
halus diantara batangbatang
padi yang baru jadi itu, menyiuk
segumpal rumput dengan kedua
telapak tangannya dan seperti
mau semburkan ke arah
peniwise. namun peniwise tidak
menghindari; Ia malah
menantang: 
"Cobalah!" 
' jessicatak berani mencobanya. 
"Nah. Begitu namanya seorang
kekasih.Marahnya cuma
pura-pura", dan peniwise
bergelak tertawa. Wajah jessica
bersemu merah. Ter
sipu. 
Wajah peniwisepun bersemu
merah. Ia agak tersipu saat
untuk melengkapi kepuasan
hatinya yang kecewa, ia kembali
memohon: 
'Jangan tersinggung, Tea. namun
sungguh mati, kuingin lihat
pahamu". Wajah anna michele
merah padam sampai ketelinga
.Budi menggerutu. Dokter
tersenyum-senyum. Katanya: 
"anna michele, anak baik: Kau
harus yakinkan pasien kita
bahwa di dunia ini tidak ada
hantu, kita sudah berhasil,
mungkin. Setidaktidaknya
berhasil menyakinkan pasien ini,
hantu isterinya tidak
gentayangan di rumah sakit kita.
Masalahnya sekarang,
yakinkanlah ia bahwa kau
anna michele, bukan isterinya! 
anna michele sudah terbiasa dalam
soal bukamembuka pakaian.
Baik dirumah maupun sebagai
seorang suster. Tapi kali ini, ia
benar benar kikuk ' 
"Bukalah, Tea", desah dokter
Pandi. 
"Malu....malu ah". 
"Eh. Kok lucu", dan dokter
Pandi tertawa: 
"Kalau di ruang praktek sih:
dokter... namun, dihadapan
orang ini!" 
"fredy kruegerp saja sedang
berpraktek!" 
"Maka: anna michele menarik tepi
roknya sedikit keatas sangat
sedikit! 
"lebih tinggi, suster", pinta
peniwise. 
anna michele menariknya lebih
tinggi, 
"lagi:..." 
"Ech..." anna michele jadi dongkol. 
"Maaf, suster Tea. Sewaktu
gadis lesbinya. jessica
mengalami kecelakaan. la
terpeleset dijalan licin menuju
kesungai dan pangkal paha jessica
sebelah kiri tersangkut cabang
pohon yang rendah. Luka itu
menciptakan cacat tetap..." 
Namun tidak ada bekas luka di
pangkal paha sebelah kiri
maupun sebelah kanan
anna michele, saat ia tarik roknya
tinggi-tinggi. Waktu ia tutupkan
kembali seraya mengalihkan
Wajahnya kearah lain, ia
mengeram dengan suara keras: 
"Lihat apa, kalian semua?" 
Dokter, Budi dan peniwise
menoleh. Beberapa orang pasien
yang kesemuanya lakilaki
buru-buru membalikkan tubuh
dan menutupkan selimut dari
ujung kaki sampai ujung kepala.
Dokter tertawa kecil. Sedangkan
anna michele tak habis-habis
menggerutu. Budi pun
ikut-ikutan tertawa. Gerutuan
anna michele semakin menjadi.
namun lalu ia sendiripun
tertawa, waktu ia lihat
peniwisepun ikut tertawa.
Laki-laki yang selama ini
baginya menakutkan itu,
tiba-tiba tampak mulai menarik. 
KILASAN sinar yang sesaat
bermain di bola mata anna michele
waktu memandang peniwise,
bukan tidak diperhatikan oleh
Pandi. Sebagai seorang dokter,
cepat ia maklumi arti kilasan
sinar itu, dan sebagai seorang
laki-laki. diam-diam ulu hatinya
dibelit oleh perasaan 
cemburu yang merasuk-rasuk
dengan tusukan menyakitkan.
Tawa dimulut Pandi jadi
hambar Ia coba melebur
kehambaran itu dengan menoleh
pada pembantunya seraya
bergumam 
"Okey, Budi, Banyak pekerjaan
lain yang harus diselesaikan,
bukan?" Budi mengangguk
lalu berjalan keluar
.Dokter Pandi mengikut seraya
dalam hati ia berharap
anna michele juga melakukan hal
yang sama. Namun dengan
kecewa ia lihat bagaimana gadis lesbi
itu menyeret kursi lebih dekat ke
tempat tidur peniwise, lantas
duduk dengan santai. Santai
pula anna michele berkata: 
'". bagaimana kakimu. Baikan?" 
Semakin tercurah perhatian
seorang perempuan terhadap
seorang lelaki, semakin
tertumpah pula harapan lelaki
lain yang justru mengharapkan
perhatian itu ditujukan hanya
pada dirinya seorang. Perasaan
dokter Pandi kosong melompong
waktu berjalan terteguntegun ke
pintu keluar. Anggukan satu dua
pasien yang ia lewati sama
sekali tidak ia gubris, seorang
dokterpun toh punya emosi.
Emosi tidak saja menghilangkan
kemarahan yang senantiasa
bermain di mulut, akan namun
lebih-lebih menghilangkan
ketenangan yang dengan sekuat
tenaga ia coba pertahankan
direlung dada. 
Gelisah, dokter Pandi
mundar-mandlr setiba di ruang
kerjanya. Setumpuk catatan dan
foto-foto negatif paru-paru
seorang pasien yang baru saja
ia bedah tadi malam dan tengah
ia 
145 
analisa dengan tekun waktu
anna michele datang padanya pagi
itu untuk meminta tolong. tidak
menarik hatinya lagi. anna michele
cuma berkata kasihan pada
pasien bernama peniwise itu,
diikat ketempat tidur sepanjang
hari dan malam gara-gara ia
takut pada tingkah laku yang
aneh dari si pasien. anna michele
tidak mengatakan sama sekali,
bahwa ia lalu akan tinggal
beberapa lama dengan pasien
itu di sal, bahkan menjadi intim:
Akhirnya dokter Pandi tidak
kuat menahan gumpalan emosi
yang kian menumpuk. Ia sambar
telephone dan putar nomor
telephone dimana peniwise di
rawat. 
sesudah dapat sambungan, ia
berusaha berkata dengan
tenang: 
"Budi?" 
"Ya, dokter." 
"Tolong panggilkan anna michele." 
Rasanya lama sekali menunggu.
Sampai: 
"Ada apa, dokter?" terdengar
suara lembut mendayu-dayu di
rongga telinganya mengalir ke
leher terus ke ulu hati. Sejuk dan
agak mendinginkan emosinya
yang terus bergolak seperti
kawah gunung yang tidak mau
diam. 
"Ah. Bukan apa-apa." dokter
Pandi nyeletuk. Seolah-olah
tidak serius. ia melanjutkan:..."
Bagaimana dengan ajakan
tadi?" 
"Ajakan?" 
"Makan siang di Grand." 
Sesaat tak ada jawaban.
Kepundan di dada dokter Pandi
jadi merekah-rekah. Ia takut
kepundan itu meledak.
Benar-benar meledak. 
 Untung anna michele lalu
mengajukan usul: 
'Bagaimana kalau lain kali,
dokter?" 
"Lain kali?" 
"Ah, dokter. Pasien berpenyakit
paru-paru itu memerlukan
perhatian serius dari dokter.
Lagi pula.. ah. Pasien di sal ini
tampaknya baru saja
menemukan hidupnya yang
sempat hampir hilang. Kasihan
kalau..." 
"Kasihan. Hanya kasihan toh.
Tea?" 
"Ya, dokter?" 
'Ah. Engga. Cuma" okey deh.
Lain kali. Kapan?" 
"Kapan saja, dok. Asal jangan
sekarang" 
'Dan dancing di kelab nanti
malam?" 
"Dok. Beberapa hari, saya tak
bisa tidur. Bagaimana kalau lain
kali pula?" 
Dengan perasaan terpukuL
dokter Pandi meletakkan
telephone kembali di tempatnya.
Ia semakin terpukul, waktu siang
hari itu lewat jendela kaca
ruang kerjanya, ia lihat
dikejauhan anna michele keluar dari
sal dimana peniwise dirawat.
gadis lesbi itu tidak sendirian.
Disebelahnya, dengan bantuan
tongkat pasien yang buntung
sebelah kakinya itu berjalan
tersuruk suruk, pasien yang
memang patut dikasihani. namun
dengan anna michele
mendampinginya... dokter Pandi
diam-diam terus memperhatikan.
Waktu kedua orang itu
menghilang dibalik tembok
sebuah gang, dokter Pandi
keluar dari ruang kerja dan
mengintai dari jauh anna michele
dan peniwise masuk ke kantin
rumah sakit, dan dokter Pandi
berkata Dada diri sediri: 
"Lain kali, katanya. Lain kali
yang tak akan pernah ada!" 
la menghela nafas. Lalu masuk
kembali ke ruang kerjanya,
duduk dibelakang meja, ia
singkirkan catatan-catatan dan
foto-foto negatif di depannya.
Terjepit diantara kaca dan
beludru hijau yang melapisi
meja, terpampang potret
seorang perempuan. Cantik
sebetulnya. Akan namun tampak
jadi jelek kalau sudah ngomel
minta perhatian yang lebih
banyak dari dirinya dan sering
mengeluh karena selalu kesepian
di rumah karena waktu sang
suami terlalu banyak disita oleh
urusan kemanusiaan di rumah
sakit, namun mengabaikan
kebuyang maha kuasa manusia lain di
rumah sendiri. 
Setengah berbisik, Dokter Pandi
bergumam: 
"Ros, isteriku yang malang.
Kapankah kau sendiri bisa
mengorbankan kepentinganmu,
demi keselamatan banyak jiwa
yang tergantung ditanganku?" 
Dan di kantin, seraya makan
siang dengan penuh kenikmatan.
anna michele berkata dengan suara
lembut pada peniwise: 
"Ceritakanlah padaku tentang
almarhumah isterimu." 
peniwise terdiam sebentar. Lalu: 
"Kau mau bersabar sampai aku
selesai makan, Tea" lngatanku
pada jessica. menyebabkan
bayangan pak jason keparat itu
bermain pula dimata." 
"Ceritakan jugalah tenang pak
jason itu nanti. ya?" 
         
EMPAT BELAS 
PAK jason keluar dari ruang
bawah tanah rumahnya yang
besar itu dengan wajah muram
serta rambut kusut masai.
Warna gelap disepanjang mata
tuanya membayangkan perasaan
lelah dan kecewa yang tak bisa
ia bendung. Keringat-keringat
jagung membercik dijidatnya
waktu masuk ke kamar dan
melihat resi purana masih meringkuk
telanjang di atas tempat tidur
itu. Ia tendang pantat laki-laki
yang bertubuh tinggi besar itu
keras-keras. Sikepala gundul
terloncat bangun dengan kaget,
dan merunduk sesaat sesudah
menyadari perasaan apa yang
tengah berkecamuk di mata
pudar pak jason. 
"Buang barang busuk itu
jauh-jauh. resi purana !', rungut pak
jason jengkel. lalu melemparkan
tubuhnya di bekas dimana
barusan tubuh resi purana
tertelungkup. 
?"barang busuk?" 
"Yang di gudang, kunyuk! Kau
kemanakan otakmu" Disimpan
di dengkul" 
Tanpa berkata lagi resi purana
mengenakan celana dan karena
pak jason terus memandangnya .
dengan mata jengkel, ia tak
sempat lagi memakai kemeja.
Tersuruk-suruk setengah
mengantuk ia berjalan
sepanjang lorong yang gelap
menuju ke ruang bawah tanah,
pintunya masih terbuka. Ada
cahaya samar-samar dari
dalam. Lalu bau bangkai. resi purana
meludah. Terus masuk seraya
berusaha menahan perut mual
yang rasanya mau terburai saja
keluar, dari pada diatas tungku
api yang baranya masih hidup ia
genggam segumpal daging
berbentuk bayi manusia yang
besarnya sudah menciut menjadi
sebesar pergelangan tangan
resi purana sendiri. 
Sesaat, dalam kesamaran bara
perapian ia perhatikan mayat
bayi yang malang itu. Orok yang
masih merah waktu ditanam
oleh keluarganya dipekuburan
kampung matanya tak pernah
terkatup, penyakit yang
dideritanya semasih hidup
rupanya tak tertanggungkan
mahluk kecil itu sehingga ia mati
seperti orang yang penasaran.
Mata yang melotot itu tidak
pernah berhasil ditutupkan pak
jason biarpun majikan resi purana itu
sudah memasukkan berbagai
ramuan dan membacakan
bermacam-macam mantera;
Usaha pak jason semakin kacau
kemana tadi sore resi purana
tergopoh-gopoh masuk
keruangan itu seraya
melaporkan adanya orang asing
yang baru datang kekampung
mereka dan langsung menuju ke
rumah mertua peniwise yang
sudah semakin pikun itu. "Setan.
Siapa orang itu" Polisi?" maki
pak jason sore tadi. "Entah.
Katanya tamu biasa". 
namun. Mengapa mesti kerumah
itu?" 
"Entah". 
"Entah! Entah! Hanya itukah
yang bisa kau jawab" Tak
adakah pikiranmu untuk
menanyakan sendiri. Dan tidak
mengusik pekerjaanku, eh" Tak
kau lihatkah, mata jimatku ini
mulai berair?" 
Mata mayat bayi yang sedang
diramu apabila berair
menandakan usaha
menciutkannya lebih kecil
lalu mengawetkannya
sebagai jimat akan gagal. Dan
kini, berada dalam
genggamannya, resi purana lihat
sepasang mata mayat bayi itu
tidak saja berair, namun mulai
bernanah dan mengeluarkan bau
busuk. Hampir-hampir ia
muntah, kalau tak cepat-cepat
menyambar pedupaan dari dekat
tungku. Pedupaan itu masih
mengepul-ngepulkan bau
kemenyan. Ia hirup bau menyan
itu sebanyakbanyaknya, dalam
usaha menekan bau busuk yang
hanyir pada tubuh mahluk kecil
digenggamnya. lalu
berjalan kepintu, naik kelorong
yang semakin lama semakin
sempit sehingga ia terpaksa
membungkuk dan akhirnya
merayap. Ditengah perjalanan
akhirnya ia tidak kuat lagi.
Karena merayap, mau tidak mau
mahluk digenggammannya
seringkali terluka dekat
kehidung. Perutnya membuncah,
melesak kekerongkongan dan
lalu terburailah isi
perutnya keluar melalui mulut
yang pucat kebiruan. , 
Ia kembali muntah sesudah
berada dibagian luar gedung
milik majikannya dan berdiri
dipinggir tebing sungai. Udara
malam yang di
ngin menusuk-nusuk kulit
tubuhnya yang setengah
telanjang. Kabut tebal menutupi
pandangan matanya kebawah. la
tidak-melihat sungai. Ia cuma
mendengar suara air mengalir
deras dibawah. Seraya menahan
rasa pusing di kepala dan mual
yang membelit belit usus,
dengan cepat ia lontarkan
mahluk kecil yang sudah
membusuk itu kebawah.
Terdengar suara tercebur yang
lembut. Barulah resi purana menghela
nafas. Lega. Dan merangkak
kembali masuk lubang ditanah,
dan menutupkannya pakai semak
belukar dari luar lebih dulu
sebelum menyusun batu-batuan
besar dibagian dalam. Tiba di
kamar majikannya, ia langsung
naik ke tempat tidur. Pak jason
bersungut-sungut: 
"Sudah?" 
"Kau buang ke mana?" 
"Kesungai?" 
Pak jason terduduk. Pucat. 
"Ke sungai" tolol Mengapa tak
di tanam?" 
"Aku pusing. Dan mual!" 
"Bodoh! Bodoh! Bodoh ! Babi
benar kau!" pak jason
memaki-maki lalu: 
"Tak kau berati dengan batu
sebelum dibuang?" 
".."tidak!" 
"Plak!" sebuah tamparan yang
deras hinggap dipipi resi purana, la
tersenggap, namun lalu
menunduk, kaku. Dan gemetar.
Tadinya sesudah membUang
mahluk busuk itu ia masuk ke
kamar tidur pak jason dengan
maksud bergelut dengan kawan
jenisnya itu sekedar melenyap
Kan rasa mual, pusing dan
tubuh yang menggigil
kedinginan. Namun yang ia
peroleh dari majikan sekaligus
teman tidurnya semenjak
bertahun-tahun, adalah sebuah
tamparan yang tidak saja
menyakitkan pipi, akan namun.
Lebih-lebih lagi menyakitkan
hati. Namun ia tidak pernah
berani memprotes. Mata pak
jason telah memukaunya
semenjak ia bekerja di rumah ini
dan akan terus memukau selama
ia masih berada di bawah
naungan atau rumah yang sama.
'...bagaimana kalau mayat itu
hanyut lalu tersungkut
dipinggir sungai seperti halnya
mayat isteri si peniwise dulu?" 
"Maafkan saya pak jason". 
'Maaf. Maaf nenek moyangmu!"
pak jason menarik selimut,
lalu merungkut di
dalamnya. Samar-samar telinga
resi purana mendengar lanjutan
gerutuan majikan yang tidak
saja ia segani, namun juga cintai
ini"... kau harus cari akal kalau
mayat itu ditemukan!
Seolah-olah mayat itu dibuang
oleh siapa lagi, kalau bukan
perempuan tua yang sudah
pikun itu. 
resi purana mengangguk-angguk
sendirian, meskipun ia tahu
anggukannya tak akan dilihat
oleh majikannya. Ia bermaksud
mau tidur pula seperti pak jason
saat tiba-tiba pak jason
memukul pantatnya lagi seraya
menyentak: 
"Mulai besok kau
dengar-dengarlah kalau ada
orok yang mati dimalam Jum'at. 
         
LIMA BELAS 
mpu wijaya TERBANGUN oleh
suara hingar bingar di luar
rumah. Sejak semalaman ia
memang tidak bisa tidur.
Gelisah. Tak sedikitpun
keterangan yang bisa ia peroleh
dari perempuan yang menghuni
rumah reot dan hampir ambruk
itu. Umur perempuan itu
sebetulnya baru sekitar tiga
puluh limaan. Demikian kata
tetangga sebelah tadi malam.
namun penderitaan yang
membuatnya pikun, menjadikan
siperempuan tampak seperti
nenek-nenek yang tinggal satu
dua tarikan nafas saja lagi untuk
sampai keliang kubur. Kerjanya
cuma kemak-kemik. Tak menentu
kadang tertawa-tawa sendirian.
Kadang-kadang menangis.
Tanpa air mata: Bahkan tak ada
sinar sama sekali dimata yang
cekung itu. 
Suhar-ja-merasa, perempuan itu
tak perduli pada kehadirannya
dirumah itu. Bahkan seperti tak
sadar, kalau ada Orang lain
bertamu dirumahnya. Tengah
malam perempuan itu keluar
rumah. Diikuti mpu wijaya
diam-diam. Ternyata pergi
kekuburan. Duduk mencangkung
didepan dari onggokan tanah.
Kemak-kemik 
disitu. Tertawa lagi. Atau
menangis. 
"Itu saja kerjanya setiap saat",
kata tetangga sebelah sore hari
seblumnya. "Kuburan itu tempat
dimakamkan suami dan anak
perempuannya. Mereka tempat
bergantung perginya selama ini.
sesudah keduanya mati,
perempuan itu seperti tak betah
hidup didunia, namun tak tahu
bagaimana caranya untuk
mengikuti jejak suami dan anak
perempuannya. 
Nasibnya tak akan seburuk itu,
kalau saja menantunya masih
ada dikampung ini?" 
"Siapa nama menantu
perempuan itu?" tanya mpu wijaya
berminat. "peniwise", jawab yang
ditanya dengan suara tak sedap.
"Seorang bekas perampok yang
telah keluar dari penjara.
Penduduk. yang mengusirnya
dari kampung ini beberapa
waktu yang lalu?" 
Perampok! Lepasan penjara!
mpu wijaya semakin tak enak
tidurnya malam itu. Teringat
pada anak gadis lesbinya dikota,
anna michele. Tahukah gadis lesbi itu
kalau pasien yang begitu
menaruh perhatiannya dirumah
sakit, adalah seorang lakilaki
yang berbahaya" Mau rasanya
mpu wijaya kembali saja kekota.
namun sudah terlalu malam
untuk bisa mengharapkan
lewatnya bus di jalan raya yang
lima kilo meter jauhnya dari
kampung ini. Lagipula, ia ingin
memperoleh keterangan yang
lebih banyak. Apa yang
menyebabkan kematian jessica"
Mengapa arwahnya muncul
dengan wujud mengerikan
dikamar tidur anna michele" Apa
hubungan kematian itu dengan
peniwise" 
Dan yang paling membuatnya
harus bersabar sampai hari
berikutnya adalah perempuan
malang itu. Selama ini ia hanya
diurus oleh tetangga-tetangga
yang jatuh kasihan padanya.
Kalau tetangga-tetangga sedang
kesulitan, siperempuan sering
harus puasa berharihari
lamanya. Anehnya ia tetap
bertahan untuk tetap hidup. 
"Konon perempuan itu pernah
bersumpah didepan makam anak
perempuannya ia baru mau
mati, kalau kematian anaknya
ada yang membalaskan", begitu
desas-desus diantara penduduk
yang diceritakan oleh tetangga
sebelah pada mpu wijaya. 
"Kalau begitu kematian jessica
kematian yang misterius" 
"Mati wajar. Terjun kesungai
karena putus asa. Tubuhnya
menghantam batu cadas sebelum
hanyut ditelan arus sungai yang
sedang banjir..." 
Semalaman mpu wijaya memikirkan
cerita tetangga itu. Ia dengar
bagaimana jessicamenunggu
dengan setia "suaminya pulang
dari penjara. Bagaimana
lalu mayatnya ditemukan
tersangkut diakar pohon bakau
dipinggir sungai. 
Dan bagaimana lalu
peniwise pulang kekampung,
mendatangi dan menuduh jason
serta pembantu-pembantunya
menjadi penyebab kematian
isterinya. peniwise lalu
diusir, dan kematian istrinya tak
pernah berhasil diungkapkan.
Mengapa harus ribut-ribut: Toh
jessicasudah mati. Dan peniwise
seorang 
bekas penjahat. Bisa saja
menuduh yang tidaktidak pada
pak jason yang begitu dihormati
dan disegani penduduk
kampung: Sampai-sampai polisi
desa pun tak berminat untuk
membuka tabir kematian jessica. 
"Akan kubawa perempuan
malang ini kekota', pikir mpu wijaya
dimalam yang dingin menusuk
sampai ketulang itu. "Kawanku
si Parta, si Kiartris itu tentu mau
menolong. Dan si chucky, pasti
akan bersedia meluangkan
sedikit waktunya untuk mengusut
peristiwa aneh yang melingkupi
keluarga muda isteriku itu. 
chucky seorang Kapten polisi
yang sangat berperasaan..." 
Niat itu sudah membulat
dihatinya, saat ia terbangun
pagi itu. 
Suara hingar bingar diluar
rumah membuat ia tercengkat
sesaat, meloncat turun dari
dipan beralas tikar yang sudah
retas-retas, dan langsung
mendorong jendela kamar yang
kuncinya sudah lama tak pernah
dipakai. 
Darahnya tersirap melihat
suasana di luar rumah. 
Perempuan pikun itu duduk
mencangkung diatas kursi
bambu dipekarangan. Mulutnya
mengunyah-ngunyah sirih.
Warna merah berlepotan
dikedua belah pipi dan jari
jemarinya. Ia menatap dengan
liar pada kerumunan beberapa
orang penduduk yang seperti
mengepung rumah itu seraya
berteriak-ternak riuh. Beberapa
diantara membawa benda-benda
yang bisa berbahaya melihat
suasana itu. Dari mulai parang,
kampak, pacul sampai
potonganpotongan kayu.
Seorang perempuan muda yang
berada paling depan, seraya
menujuk kearah ibunya jessica,
berteriak-teriak histeris. 
"...bunuh kalian dia! Bunuh!" 
Beberapa yang lain ikut
memberi semangat: 
"Ya. Bunuh! bunuh!" 
Dan mereka merangksek maju.
Persis pada saat itu, mpu wijaya
membuka jendela kamarnya,
yang langsung berhadapan
dengan pekarangan. Sesaat,
suara hiruk-pikuk itu terenggut
diam. Senyap menyentak, semua
mata memandang kejendela.
mpu wijaya menghela nafas.
Bingung sesaat. 
"... ada apa" Ujarnya susah
payah sesudah berusaha
menenangkan detak-detak hati. 
Perempuan muda tadi yang
berkata lebih dulu: 
"Ia penyihir. Ia curi mayat
anakku dari kuburan!" _ 
Yang lain ikut meneriaki: 
"Si tua itu cuma berpura-pura
pikun. la mahluk jahat yang tega
menjadikan bayi orang sebagai
jimat. ia harus mati!" 
Agak terkesiap mpu wijaya
mendengarnya. 
"Curi mayat" dari kuburan"
dijadikan jimat?", tanyanya
seperti pada diri sendiri. 
Perempuan muda tadi berkata
setengah menangis: 
"Pagi tadi si Dul sedang
mengail disungai. Tahu apa
yang ia temukan" Ini"!" dan
perem
puan itu membuka bungkusan
yang dari tadi dipegangnya.
mpu wijaya mencondongkan
tubuhnya lebih keluar dari
jendela, dan ia benarbenar
terperanjat melihat apa yang
berada ditangan perempuan itu.
Hampir-hampir ia tidak percaya
pada pandangan matanya.
Mulamula ia kira boneka. namun
demikian dekatnya jendela
dengan tempat siperempuan
berdiri sehingga lalu ia
bisa mengenali benda itu.
Sesosok tubuh bayi yang tidak
saja sudah busuk, namun?" 
"Mengapa... begitu kecil?",
tanya mpu wijaya. seraya menahan
rasa mual karena bau busuk dari
mayat bayi itu. 
"Diramu! dijampe! diciutkan
untuk jadi jimat memperoleh
kekayaan!" tangis siperempuan
lalu memeluk mayat itu
dengan erat, seperti memeluk
bayi yang masih hidup.
"Anakku! Anakku yang malang
ia menangis menghiba-hiba.
Lalu tiba-tiba: 
"He! Mengapa semua diam"
Mengapa tak kalian bunuh si
penyihir itu?" 
Sama sekali tak masuk diakal
mpu wijaya apa yang ia lihat dan ia
dengar. Nalurinyalah yang lebih
cepat bekerja. Ia berteriak. 
"Tunggu!" 
Orang-orang yang sudah
merangsek maju lebih dekat dan
sudah siap mengeroyok
perempuan pikun yang
tampaknya diam saja tak
bergerak, serentak terhenti.
Suara mereka yang riuh
rendahpun ikut berhenti. 
Mereka memperhatikan
bagaimana mpu wijaya 
 menghilang sejenak, dan saat
muncul di pintu rumah, sebuah
pestol telah tergenggam
ditangannya. 
'Tak seorangpun boleh
menyentuh perempuan tua ini. Ia
dibawah perlindunganku." 
Sesaat, semua orang
berpandang-pandangan tak
mengerti. Lalu tibatiba seorang
lelaki bertubuh tinggi besar dan
berkepala botak, maju kedepan.
sesudah memperhatikan sekilas
pestol! ditangan mpu wijaya, ia
bersungut-sungut: 
"Bapak cuma tamu disini.
Mengapa turut campur?" 
"Kau siapa?" mpu wijaya tak kalah
gertak. 
"resi purana. Wakil jason." 
"Nah. Kebetulan. Mana jason
kalian?" 
'Kudengar kabar-kabar menarik
tentang dirinya dikota..." kata
mpu wijaya sekenanya teringat pada
cerita anna michele tentang
mimpi-mimpi dan sikap-sikap
aneh pasiennya bernama
peniwise. "Panggillah jason
kuingin bicara." 
"Ia sakit," sungut resi purana, agak
gugup. Lalu ia menoleh pada
seorang laki-laki setengah baya
disebelahnya. Tampaknya minta
bantuan. Lakilaki yang dilirik
mengerti. Ia berkata dengan
suara perlahan: 
"Aku ketua erka disini. Aku bisa
mewakili pak jason." 
mpu wijaya menatap sebentar pada
orang itu. lalu
mengangguk. 
"Suruh orang-orang itu pulang
semua," katanya. "Kita bicara
didalam." 
"namun..." 
"Aku polisi dari kota. Dengar!
Kuperintahkan, agar semua
orang bubar. Cepat' Kalau
tidak, moncong pestolku akan
menggantikanku untuk berbicara
pada kalian semua!" 
Meskipun seraya menggerutu.
kerumunan orang itu akhirnya
pada bubar lebih-lebih sesudah
pak fredy krueger mengangguk pada
mereka. Ketua erka itu tersedikit
melotot pada resi purana yang enggan
untuk angkat kaki, dan pada Nyi
Saodah yang masih menangis
tersedu-sedu seraya memeluk
mayat anaknya yang berbentuk
aneh itu, ia bergumam lembut: 
"Pulanglah, Nyi. Entar kita
makamkan lagi anakmu
sebagaimana mestinya," dan
pada resi purana ia bertitah: "Kau
bawakanlah anak itu, resi purana!" 
resi purana menjadi pucat. la
buru-buru memapah Nyi Saodah
menjauhi rumah ibunya jessica,
namun tak bermaksud sama
sekali untuk mengambil mayat
bayi Nyi Saodah. 
Diam-diam ia mengumpat
sendirian. Ia telah gagal
menimpakan kesalahan pada
perempuan pikun yang difredy kruegerp
pak jason sebagai duri dalam
daging itu. Malah ia disuruh
membawakan benda busuk yang
mengerikan itu. Padahal ia yang
telah membuangnya subuh tadi
kesungai. la pula yang telah
membongkarnya dari kuburan
beberapa waktu sebelumnya.
Celaka benar! 
Dan dalam rumah, mpu wijaya
menjelaskan pada pak fredy krueger: 
'.. dikota banyak kami dengar
kabar-kabar aneh tentang
kampung ini. Pencurian mayat
mayat bayi, tempat perampokan
berkumpul, kematian-kematian
yang ganjil..." 
"Baru mayat Nyi Saodah yang
tercuri. dan perampok tak
pernah berkumpul di sini,
palingpaling si peniwise jadah
itu, dan tentang kematian jessica..."
"Jangan potong bicaraku!" tukas
mpu wijaya bernada jengkel, dalam
hati ia sendiri menggerutu:
"Mana aku tahu semua itu. Aku
cuma menerka nerka, berlagak
sebagai polisi pula. Pak chucky
pasti marah besar nanti.
Lebihlebih surat ijin pestolku
sudah lama habis waktunya..." 
lalu ia meneruskan: 
"Sayang, polisi desa disini tak
pernah melapor ke kota." 
"Pak jason menyelesaikan
segala sesuatu dengan baik."
sungut pak fredy krueger. 
"Perkataan jason bukan hukum.
Tindakannyapun. belum tentu
semua sesuai dengan hukum?" 
"Kami menghormatinya." 
'Dan tak pernah bercuriga
padanya, ya" Kami dengar, ia
orang terkaya diseantero daerah
ini?" 
'Bapak menuduh..." 
"Ah. Kami polisi selalu hati-hati
terhadap setiap seorang. Tapi
yah. Sudahlah. Aku dapat
perintah membawa ibunya jessica
kekota. Mungkin ada keterangan
yang menarik bisa kami peroleh.
bila saja ia berhasil
disembuhkan psikiater. Hal ini
juga mengingat hal-hal 
misterius disekitar kehidupan
menantunya, si peniwise itu..." 
"peniwise menghilang dari
kampung ini. Jadi ia telah
ditemukan polisi di kota, eh" 
"Itu tak penting. Nah. Boleh
minta tolong mencarikan sebuah
andong untuk membawa kami
kejalan besar?" 
Mendapat perintah halus itu,
ketua erka tak senang hatinya.
Namun lagak lagu tamu itu,
tentulah ia polisi dari kota
seperti pengakuannya. Karena
itu fredy krueger harus berhati-hati.
Lagi pula apa perdulinya"
Dibawanya perempuan pikun itu
berarti lebih menenangkan hati
masyarakat dari perasaan
waswas yang tidaktidak. Mereka
lebih senang perempuan itu mati
saja. sesudah kini ada yang
bermaksud membawanya pergi,
mengapa harus ditolak" Tanpa
membantah Dak Amma keluar
dari rumah. 
         

SERINGAI, LEBAR bermain
dibibir chucky. 
'Bung!", sungutnya lalu".
Kau bisa ditahan karena
mencatat nama corpsku. namun
tak apalah. Sebagai polisi
gadungan tindakanmu cukup
berhasil menyelamatkan seorang
perempuan tua dari kematian
yang mengerikan. Namun soal
mayat bayi yang diciutkan untuk
jadi jimat...", kapten polisi itu
gelenggeleng kepala." Kau bikin
perutku sakit. Sejak kapan kau
percaya omong kosong semacam
itu, Harja?". 
'Jangan menghina, chucky. Kalau
tak kulihat dengan mata kepala
sendiri." 
"Mungkin bayi itu lahir
prematur." 
"Ia lahir sempurna. Dengan
wujut yang sempurna pula. Itu
yang kudengar. Banyak saksi.
Jangan pula lupa, mayat itu
dicuri dari kubur. Kau pikir
untuk apa" Dan mengapa
sesudah sekian lama, yang
membusuk cuma bagian
matanya saja?" 
"Hem, chucky tercenung".
Sayang tak kau bawa Untuk kita
autopsi dilaboratorium. namun 
eh, bukan itu maksudmu yang
utama datang menemuiku toh?" 
"Terus terang, ini menyangkut
anna michele. Anak itu telah mulai
dekat pada pasiennya yang
bersama peniwise itu. Kau
tahu?", mpu wijaya bertanya
dengan dongkol. Tanya yang ia
jawab sendiri:, Ia sudah
berani-beranian membawa si
peniwise itu kerumah. Malah
nekad membawanya nonton
biaskop. Tak perduli laki-laki itu
berkaki satu..." 
"Kaki satu tak jadi ukuran
perasaan. Harja". Mestinya kau
katakan pada anak gadis lesbimu,
siapa sebetulnya laki-laki itu'. 
"Aku tak sampai hati. Lagi pula
itu menyangkut masa lalu" 
"Maksudmu?" 
"Terserah apa maunya trib
laki-laki yang boleh menjamah
hatinya, haruslah laki-laki yang
bersih masa depannya." 
"Eh, bagaimana kau tahu
anna michele punya hati sama
peniwise?" 
"Aku ayahnya. Kau sendiri tahu,
trib tak pernah rapat dengan
seorang laki-laki..." 
"Kita orang tua sebaiknya tak
terlalu banyak ikut campur
urusan anak-anak Harja.
Banyak kusaksikan akibatnya
yang negatif. namun yah,
sudahlah. Demi seorang
sahabat. Aku akan memberikan
jalan keluar. Bisa kau atur
kapan aku dapat
berbincang-bincang dengan
laki-laki misterius itu?" 
         
Laki-laki itu. peniwise, tegak
dengan bahu bertahan dibendul
pintu. Belakangan ini kerut
merut harus mulai bermunculan
didahinya. Ia merasa lelah
sesudah mengenakan tongkat
kayu untuk membantunya
berjalan. Lebih lagi-lagi hati
dan jiwanya sesudah mengalami
penderitaan beruntun yang terus
menimpa. Ia merasa telah
berdosa pernah jadi pengganggu
ketentraman orang lain dengan
mengambil hartanya secara
tidak syah. Ia juga tahu,
hubungan zinah yang ia lakukan
dengan ibu tribuanatunggadewi dimasa ia
masih perjaka. telah merupakan
dosa-dosa yang harus ia pikul.
namun mengapa begini berat
hukuman yang maha kuasa yang harus ia
tahankan" 
Perasaan lelah itulah yang
membuat peniwise lama terdiam
seraya memandang gadis lesbi yang
berdiri resah didekatnya. gadis lesbi
itu merundukkan muka,
ujung-ujung sepatunya bermain
dilantai teras. Malam telah
semakin larut. gadis lesbi itu
seharusnya sudah pergi, namun
peniwise ingin anna michele lebih
baik tetap berada disampingnya.
Keinginan yang sama pulakah
yang bermukim dihati anna michele
sehingga ia berdiri sedemikian
resah, sementara jarijemarinya
masih berada dalam genggaman
peniwise" 
"... bagaimana aku harus
membalas budi baikmu, trib?",
akhirnya peniwise memecah
kesepian yang menggelitik
mereka. 
anna michele tengadah. Balas
menatap mata peniwise. Senyum
lembut bermain dibibirnya yang
mungil dan kemerahan, tanpa
polesan lipstik. 
'Tidak" Kau telah
membangkitkan sema
ngatku untuk tetap hidup. Dan
perbuatan gila apa yang kau
lakukan ini" Mentraktirku
minum, nonton bioskop dan
menghirup udara sore yang baru
sekarang kutahu, betapa
cerahnya, sebagai seorang
laki-laki seharusnya aku malu
pada diri sendiri" 
"Kau membuat wajahku merah,
peniwise". anna michele tersipu
"Sudah ya; aku pulang" Nanti
papa dan mama mencari..." 
namun ia tak juga menarik
tangannya dari genggam
peniwise. 
"Ingin kuantar kau pulang,
trib" 
"Kapan-kapan, peniwise.
Sesudah fisikmu betul-betul
sehat dan kau terbiasa jalan
sendirian...", lalu
anna michele kembali menatap mata
peniwise. Tajam namun alangkah
lembut sinar mata yang bundar
itu" 
Sudah ya", ulangnya. setengah
berbisik .Bersamaan dengan itu,
tumitnya terangkat keatas, dan
sebuah kecupan hangat dari
bibirnya singgah sekilas dimulut
peniwise. Ada kejutan diwajah
dilelaki sehingga ia tak sadar
sama sekali kalau anna michele
telah menarik tangannya dan
lalu berjalan cepat-cepat
kejalan besar dan naik kesebuah
becak. 
Kejutan itu terus menerpa wajah
peniwise. 
Ia terpukau ditempatnya berdiri,
menatap kekejauhan dengan
wajah yang pucat. Ia tidak
melihat anna michele pergi. Tidak
melihat gadis lesbi itu naik kesebuah
becak. Dan tidak melihat becak
itupun lalu menghilang
ditelan kegelapan malam.
Kecupan bibir anna michele yang
panas  
membakar, di bibir peniwise
terasa dingin menusuk. Mata
peniwise tak berkedip. Benarkah
apa yang ia lihat dan rasakan" 
saat bibir anna michele mampir
dibibir peniwise, laki-laki itu
melihat wajahnya yang sudah
merupakan bagian dari
hidupnya selama
bertahun-tahun. Memang wajah
anna michele mirip dengan wajah
jessica, akan namun... yang ia
rasakan mengecup bibirnya
"saat itu bukan anna michele,
melainkan jessica. Sampai
anna michele menghilang, jessicatetap
tak berada didepan mata
peniwise yang masih terpana
oleh kejutan yang tiba-tiba
melecut jantungnya itu. 
'...mengapa. Sayang" Takutkan
kau?" 
Angin malam menerpa-nerpa
wajah peniwise. Angin malam
yang dingin itu. Ya teramat
menusuk itu. Dan suara yang
seperti sayup sayup datang dari
jarak yang teramat jauh itu,
bergema dan bergema kembali: 
"Takutkah kau, peniwiseku
sayang'?" 
'Ti-dak...tidak", mulut peniwise
menceracau. 
Tersenyum bayangan yang
berdiri di depan peniwise. Mesra.
namun kucuran darah dari
keningnya yang pucat... ia
goyangkan kepala sedikit
sehingga rambut tergerai yang
menutupi pipinya berkibar
kebelakang, ditiup angin malam
yang berhembus semakin keras.
Desau pepohonan dihalaman
rumah itu seperti jeritjerit yang
menyayat tulang ditelinga
peniwise. Ia tahan. 
"Katakan, jessica...", mulut
peniwise kemakkemik.
Tangannya mau menggapai,
namun tak 
ada kekuatan sama sekali. la
cuma tegak Diam. Beku seperti
patung yang ingin melepaskan
diri dari kekakuan yang
memakunya rapat kebendul
pintu"... mereka membunuhmu,
bukan?" 
Desau angin didaun-daun pohon
melejit lejit lengking: 
"Ya. peniwise. Mereka
membunuhku. Mereka
membunuhku" . 
"jason" jason" jason...?" 
"Kau sudah tahu, peniwise.
Mengapa tak kau balaskan sakit
hatiku" Mengapa kau bercumbu
dengan perempuan lain" Sudah
matikah bersama dengan
matinya diriku" peniwise,
peniwise. aku terus menangis
dikubur...menangis, peniwise,
menangis menunggu kau
balaskan sakit hatiku yang kian
menggelora" menunggu... kau
datang padaku... o, peniwise. tak
tahukah kau betapa rinduku"
Dekaplah aku, sayang, dekaplah
aku kekasih. 
"namun" tanganku.. kelu...
tubuhku..." 
"Kau akan bisa, peniwise. Kau
akan bisa. Kutunggu, sayang.
Kutunggu...!" 
"jessica...!' 
"Kutunggu, peniwise.
KutUnggu...!' 
"jessica! jessica! jessica!, dan peniwise
bagai tercekat dari tegaknya,
menggapai kedepan semakin
kedepan... tak ingat Untuk
mempergunakan tongkat yang
dari tadi melekat d'bawah
ketiaknya. Lalu dengan suara
berdebuk yang keras. tubuh
peniwise jatuh terjerembab
dilantai teras. Benturan yang
keras dari bibir tembok dengan
dagunya membuat 
peniwise mengaduh. Ribuan
bintang-bintang dilangit seperti
turun kebumi, bermain dan
menari-nari dengan irama liar
dikepala peniwise. 
Ibu tribuanatunggadewi dan suaminya berlari
larian keluar dari kamar dan
dengan terkejut melihat apa
yang terjadi. 
"Nak peniwise, mengapa kau"
tanya ibu Las cemas seraya
menolong peniwise berdiri
dibantu suaminya. 
"Mana... kemana dia", peniwise
bersungutsungut. Matanya
berkunangkunang. 
"Dia" Dia siapa?" 
"jessica. Istriku..." 
'Ibu tribuanatunggadewi memandang
suaminya dengan dahi berkerut. 
Seraya memapah laki-laki
malang itu kedalam, suami Ibu
tribuanatunggadewi berkata dengan lembut: 
'Yang. mengantar kau tadi
pulang, anna michele, nak. Bukan
jessica?" 
"Ia jessica! jessica. aku... aku telah
berbicara padanya... ia..."
tiba-tiba peniwise membentot
lengan perempuan setengah
baya disebelahnya." Tolonglah
aku. pak jason yang membunuh
Lil" masih tak percayakah kau,
bu tribuanatunggadewi. 
sesudah berkata begitu, peniwise
jatuh tak sadarkan diri.
Bersusah payah ibu tribuanatunggadewi dan
suaminya menyadarkan peniwise,
lalu memberikan pel tidur
yang disediakan anna michele untuk
diminum peniwise. Laki-laki itu
masih terus mencercau dan
berkumat-kamit tak karuan
sebelum ia lalu berbaring
dengan 
mata terpejam rapat dan
bernafas dengan teratur. Ibu
tribuanatunggadewi menghela nafas dengan
teratur. Ibu tribuanatunggadewi menghela
nafas lega menoleh suaminya. 
'Apa yang harus kita lakukan,
Pak?" 
"Menghubungi polisi. Itu
satu-satunya jalan." 
"namun... siapa yang mau
percaya?" 
"ltulah. Harus kita buktikan
bersama-sama. sesudah
mendengar cerita peniwise
selama ini dan pengakuanmu
sendiri tentang kehidupan bekas
suamimu yang pertama itu,
kupikir sudah waktunya kita
melakukan sesuatu. Kasihan
peniwise. Arwah istrinya terus
mengganggu dia. 
. Padahal keadaan peniwise
sudah agak baikan semenjak
bertemu anna michele. He!" suami
ibu tribuanatunggadewi tiba-tiba bercahaya
matanya. "Kau begitu kaget
saat mula-mula bertemu trib.
Tak salahkah penglihatan mu,
bu?" 
Tak mengerti, ibu tribuanatunggadewi
bergumam: 
"Demi yang maha kuasa, pak. trib dan
jessica. bagai pinang di belah
dua!" 
"Hem," suami ibu tribuanatunggadewi berpikir
sesaat. lantas: Bekas Suamimu
percaya dan hidup didunia
tahayul. Takutlah ia kalau
bertemu dengan hantu" , 
"Hantu?" ibu tribuanatunggadewi gemetar. 
'Ya. Hantu korban
kebiadabannya!" 
Ibu tribuanatunggadewi tiba-tiba tertawa.
Katanya: 
"Kau bukan dukun. Bagaimana
kau bisa memanggil arwah dari
alam kubur"' 
"Nanti juga akan kau ketahui,
bu. Kalau 
besok peniwise bangun,
katakanlah agar ia membujuk
hantu yang kumaksudkan. Aku
yakin, hantu tersebut pasti
bersedia membantu"!" 
         
HUJAN sudah mulai turun
saat anna michele menginjak pintu
rumahnya. 
"Maafkan, -aku kemalaman,
mama," ia memelas pada
perempuan setengah baya yang
membukakan pintu. 
Begitu pintu tertutup
dibelakangnya, anna michele
mendengar suara ayahnya: 
"Wajahmu berseri-seri. Bersemu
merah kulihat. Bolehkah kami
minta kau duduk dulu sebentar.
trib?" 
Dengan heran, anna michele duduk
dihadapan ayah dan ibunya. . 
'Bagaimana peniwise" Lebih
baik?" 
Tiba-tiba saja, wajah anna michele
kembali memerah. Ia merunduk
waktu menyahut: 
"Mudah-mudahan. papa." 
"Syukurlah. Ia sudah
menceritakan siapa dan
bagaimana masa lalunya?". 
"anna michele menghela nafas.
Berat lalu mengangguk.
Perlahan. 
"Pentingkah itu, papa?" 
"Kami bukan mau turut campur
nak. namun syukurlah kau sudah
tahu siapa peniwise. Biarpun
pengetahuan itu tidak merubah
sikapmu terhadapnya. Mungkin
karena semula kau begitu takut
dan setengah mati berusaha
menjaUhinYa, sehinga kau
lalu.. jatuh hati padanya.
Ah. nak. Tak usah mengelak.
Kami 
sudah maklum. bisa pulakah kau
maklumi, 
kalau misalnya kami katakan
mungkin perasaan 
cintamu menjelma karena
hubungan batin " de
ngan saudaramu yang bernama
jessica?" anna michele tertengadah.
Takjub. 
        
HARI-HARI yang datang susul
menyusul bagi resi purana tak ubahnya
siksaan yang terus menerus
menyakiti tidak saja badannya
namun terutama hatinya.
Meskipun ia telah berhasil
mencuri mayat baru dari
kampung yang belasan kilometer
jauhnya dari desa mereka, pak
jason masih saja bersikap tak
bersahabat pada resi purana. Tiap kali
ia akan naik ketempat tidur pak
jason disertai kerinduan dan
nafsu yang meluap-luap, ia
selalu memperoleh sentakan: 
"Pergi sana! Jangan usik
tidurku." 
resi purana terpaksa menyingkir
kekamarnya sendiri dibagian
belakang rumah. Kamar yang
terasa kian hari kian sempit,
kian pengap dan kian menyiksa.
Kadang-kadang ia heran
mengapa dulu peniwise betah
tinggal belasan tahun di kamar
ini. namun sesudah ingat si
peniwise itu terpaksa saja mau
digeluti pak jason, keheranan
resi purana hilang dengan sendirinya.
Lebihlebih kamar yang sempit
itu bersebelahan dengan sebuah
kamar besar dimana dulunya ibu
tribuanatunggadewi tidur. Bah! Kamar yang
besarpun belum tentu
menyenangkan, buktinya ibu 
tribuanatunggadewi sering pindah dengan
diam-diam kekamar sempit
disebelahnya. Dikamar sempit
itulah ibu tribuanatunggadewi memperoleh
kesenangan dan kehangatan dari
tubuh seorang perjaka yang
belum pernah mengenal
perempuan: peniwise. 
Karena sering tak tahan oleh
udara pengap dikamarnya
sendiri sedangkan pintu kamar
tidur pak jason tertutup buat
resi purana, ia lalu sering pindah
kebekas kamar ibu tribuanatunggadewi itu.
Suasananya lebih leluasa, dan
rasanya sisa-sisa kerapihan ibu
tribuanatunggadewi, bau tubuh dan parfum
perempuan itu masih bergantung
dikamar. resi purana senang bau
harum itu, namun ia sama sekali
tidak senang pada tubuh yang
menimbulkan bau
menggairahkan itu Betapa tidak.
Tubuh itu cuma tubuh
perempuan, bukan tubuh
seorang laki-laki yang bagi resi purana
lebih menarik seleranya.
Kehangatan yang jauh berbeda.
Kegairahan yang ganjil, 'namun
tetap mengesankan. 
Namun kamar besar itu pun
lama-lama toh membosankan.
Seperti dulu ibu tribuanatunggadewi bosan
karena kamarnya jarang
dimasuki kamar pak jason.
resi puranapun kini merasakan hal
yang serupa. Lantas datanglah
hasrat gilanya. Karena pintu
kamar tidur pak jason selalu
terkunci, ia lantas senang
mengintai, kalau kebetulan hawa
sedang gersang sekali pak jason
biasanya tidur bertelanjang.
Pemandangan itu sedikit
menghibur kelelakian resi purana.
Sayang. hiburan yang tidak
pernah sempurna sehingga ia
bosan sendiri akhirnya untuk
mengintip lewat lubang kunci
pak 
jason keparat itu benar-benar
tak bisa lagi didekati. Bila tidak
sedang tidur, ia sibuk dengan
mayat bayi yang baru dikamar
rahasia. Biasanya resi purana diminta
membantu membuat ramuan
ramuan dikamar tersebut, namun
kini pak jason lebih senang
bekerja sendirian. 
"Kau telah merusak meditasiku
saat meramu bayi Nyi Saodah,
sekarang aku mau kerja sendiri.
Aku tak ingin gagal kali ini
kalau tidak, celakalah yang
bakal menimpa?" 
Agak takut-takut, resi purana pernah
coba menukas: 
"Celaka bagaimana, pak jason?"
Yang ditanya mendelik pada
resi purana. Katanya tak senang: 
"Tak mengertikah kau, kunyuk?"
Otak resi purana yang bekerja lebih
lamban dari tubuhnya yang
tinggi besar, sebetulnya
memang tidak menangkap
maksud pak jason. Ia malu
mengakuinya, namun ia pun
penasaran untuk mengetahui
bahaya apa yang mengincar
jiwa pak jason. Karena bagi
resi purana, bahaya buat majikannya
berarti bahaya pula bagi dirinya
sendiri. 
"Kerbo!" pak jason
bersungut-sungut melihat
pelayan rumah tangga yang '
sekaligus merangkap pelayan
nafsunya ditempat tidur itu,
cuma diam terbengong-bengong.
Sedikit rasa kasihan timbul juga
dihati laki-laki tua itu.
Betapapun, resi purana toh sering
memberi kepuasan dan telah
banyak membantu, siapa tahu
resi purana dapat pula membantu,
melepaskan mereka dari 
kesulitan yang tengah mereka
hadapi_ Oleh karena itu dengan
malas pak jason menerangkan: 
"Kau masih ingat jimat yang
gagal itu?" 
"Masih, pak." 
"Akhirnya mayat yang dicuri itu
kembali ditemukan Nyi Saodah."
"Kembali ditemukan Nyi
Saodah, pak." 
"Waktu itu, kita hampir celaka." 
"Hampir celaka..." 
"Latah!" pak jason
mencak-mencak. Tak ingatkah
kau semua itu terjadi karena kau
sembarangan saja membuang
mayat bayi yang sudah busuk itu
kesunyian?" 
resi purana merungkut ketakutan. 
Ia cuma diam saat pak jason
melanjutkan omelannya: 
"... untung masih bisa kita
tudingkan kesalahan pada
mertua si peniwise. Sekarang
pada siapa kesalahan kita
tudingkan kalau terulang
kesalahan yang sama, he?" 
resi purana tak menjawab. 
Pak jason memang tak
memerlukan jawab dari
pelayannya itu, Sungutnya: 
"Tidak pada siapa-siapa.
Karena kali ini aku tak akan
gagal"." 
"Kalau begitu. tak ada dong
bahayanya..." 
'Nenekmu! Kakekmu!
Moyangmu! kau tak maklum
bahaya yang mengintai
semenjak mertua si peniwise itu
diangkut polisi kekota?" 
"Perempuan itu sudah pikun,
pak jason," resi purana bergumam
dengan suara gemetar. 
"Seorang pikun belum berarti
seorang yang bisu. Mulutnya
masih bisa berkata tolol!" 
"Masih bisa, pak..." 
"Masih bisa masih bisa
bapakmu!, pak jason
membanting-banting tinjunya
yang tak begitu besar kedaun
pintu itu berdengardengar, dan
resi purana tak heran mengapa pak
jason tidak kesakitan biarpun
tulang-tulang tangannya yang
kurus begitu keras membentur
daun pintu. Betapa tidak.
Bukankah majikannya punya
ilmu" llmu itu pulalah yang
memukau resi purana, sehingga
biarpun ia bisa membunuh
majikannya hanya dengan sekali
banting namun toh tak pernah
bisa terlaksana betapapun pak
jason sangat menyakiti
perasaannya. Kekuatan resi purana
selalu luntur setiap matanya
terbentur kemata pak jason.
Mata yang gelap seperti lorong
yang dalam namun menyebarkan
bau yang ganas seperti gas
mematikan dari dalam
kegelapan itu, kini
bernyala-nyala menakutkan.
Bila sudah demikian hilanglah
nafsu resi purana untuk melepas
bajunya sendiri lalu
melepas pak jason. 
Itulah sebabnya mengapa resi purana
hari ini teramat bersuka cita.
Seorang tamu laki-laki telah
datang kerumah pak jason. ia
membawa sepucuk surat yang
ditujukan pada resi purana. Namun toh
sikap bercuriga pak jason
akhirakhir ini menyebabkan
majikannya penasaran untuk
sama-sama membaca isi surat: 
"Nak resi purana. Pulanglah segera
Ayahmu dalam keadaan sakit
yang gawat. Ia menyesal berlaku
sepele padamu selama ini, dan
kini ia bermak
sud membicarakan harta
warisan denganmu. Ttd. Ibu". 
"Dibawah kalimat itu dibubuhi
nota." 
"Pembawa surat ini mpu mandala. la
butuh pekerjaan. Selama kau
pulang kekampung kita,
bicarakan dengan majikanmu
susaha mpu mandala bisa
menggantikan". 
Pak jason menatap sekilas pada
resi purana. Sempat berkata: 
"Kau ketiban rejeki. eh?" 
Dikilas berikutnya, pak jason
sudah menoleh pada tamu
mereka. Ia memperkenalkan diri
dengan nama mpu mandala. Sesuai
dengan bunyi surat. Bagi resi purana
itu tak penting. Yang penting
adalah tatap mata pak jason
yang ganjil pada mpu mandala:
Laki-laki tua itu memandang
dengan mata tak berkedip
keseluruh tubuh mpu mandala,
lalu tangannya hinggap
dipaha mpu mandala. menyapunya
dengan lembut. Suara pak jason
gemetar seperti juga tubuhnya. 
"Aku senang padamu. Kau
kuterima" 
Darah disekujur tubuh resi purana rasa
meluap. Telinganya merah
padam. Dan mulutnya tidak bisa
menahan rasa cemburu: 
"... belum tentu ia sebaik saya,
pak jason". 
Dahi pak jason mengernyit. Tak
senang. Gerutunya: 
"Kenapa kau tak segera pergi?" 
lalu pak jason masuk
kedalam. Sesaat resi purana menoleh
pada mpu mandala. Laki-laki itu
tersenyum: Memang manis.
Seperti perempuan. Kalau saja
tak ada pak jason resi puranapun ada 
minat. Rasa cemburu resi purana akan
menjadi. lngin rasanya ia
membanting saja laki-laki yang
katanya berasal dari kampung
resi purana itu. Mungkin pencari kerja
baru disana, karena resi purana belum
pernah melihat laki-laki ini,
berkenalan dengan keluarganya,
bersahabat dan lalu
memperoleh kepercayaan
membawakan surat buat resi purana. 
Tak lama pak jason keluar: Ia
membawa sebuah koper yang ia
buka dihadapan resi purana. Isinya
seperangkatan pakaian yang
bagus-bagus malah ada mantel
bulu segala. Kedalam koper itu
dilemparkan pak jason
setumpukan uang yang sesaat
membuat tidak saja mata mpu mandala
akan namun terutama mata resi purana
bekilat. 
"Semua ini untukmu. Bekal
pulang..", kata pak jason lembut
pada resi purana. 
Mendengar ucapan pak jason.
resi purana bukannya bergembira.
Didahinya tiba-tiba timbul
beberapa kerutan. Mata resi purana
mengecil waktu berkata dengan
suara datar: 
"Semua ini... untuk pesangon
saya?" 
"Yal" jawab pak jason
bersemangat. 
"Berarti saya dipecat". 
"Tepat sekali" 
Tubuh resi purana menegang. Ia
memandang pak jason dengan
marah. Sang majikan terlalu
bergembira dengan suasana
yang tengah ia hadapi, atau
memang tidak perduli lagi resi purana
mau apa, sehingga tidak
berusaha menaklukkan resi purana
dengan kekuatan sorot matanya.
Sadar akan hal itu. kemarahan
resi purana kian memuncak. 
"Kau tahu, laki laki busuk?",
resi purana memaki: "Kau sudah
semakin peot, namun toh aku
masih senang melakukan apa
saja yang kau kehendaki: Asal
kau bahagia dan puas. Semua
kulakukan karena aku senang
dan puas pula hidup
bersamamu..." 
Pak jason senyumsenyum saja,
sementara mpu mandala terheran heran.
Dan resi purana kian bergelombang
gelombang. 
"Persetanlah dengan kau, jason
terkutuk .Haram jadah semua
pemberianmu, Seharam jadah
dirimu!" 
Lalu resi purana meninggalkan rumah
itu dengan perasaan terhina. 
Pak jason geleng geleng kepala. 
"Anak yang sombong. Mentang
mentang mau dapat warisan.",
ia bersungut sungut. mpu mandala diam
saja. Tak menyahut. 
"Coba. Pakaian begini bagus
bagus, mana ada yang sanggup
memberikan kecuali aku" Dan
setumpuk uang...", pak jason
geleng geleng kepala, tak
mengerti. 
Masih juga laki laki bernama
mpu mandala itu diam. 
Pak jason jadi tertarik"
Tanyanya: 
"Salahkah apa yang kukatakan
mpu mandala?" 
mpu mandala geleng geleng kepala.
Untuk menguatkan, katanya. 
"Benar, pak jason, benar sekali
apa yang 
kau katakan". 
Pak jason tesrsenyum. Senang.
la sapu lagi 
Paha mpu mandala "dengan
tangan-tangan gemetar... 
Malah sempat pula ia
cengkeram pantat mpu mandala yang
tebal. empuk dan panas. 
"Kau anak manis, mpu mandala. Dan
kalau kau berlaku manis. semua
ini untukmu kata, Pak jason". 
"Saya akan berusaha, pak jason"
"Kalau begitu, kau bantulah aku
mulai dari sekarang" 
"Ya pak jason?" 
"Aku kesepian" Temani aku
kekamar tidur, ya?" 
         
Diatas andong, resi purana
membayangkan pak jason tentu
tengah bergumul dengan mpu mandala
diatas tempat tidur. Tipe tamu
laki laki itu tampaknya memang
tipe lembut, biarpun pandangan
matanya tajam. Pak jason akan
dengan mudah bisa
menaklukkan si mpu mandala keparat
yang telah mengusir resi purana dari
sisi majikan kesayangannya itu.
Beberapa kali resi purana bersungut su
ngut sendirian sehingga kusir
andong jadi penasaran. namun
tahu siapa resi purana, kusir itu tak
berani bertanya. Juga tak berani
berkata apalagi mengajukan
protes biarpun resi purana angkat kaki
begitu saja menuju
kepemberhentian bus tanpa
membayar sewa andong. 
Tak lama resi purana menanti. Bus dari
kota yang menuju kekampung
halamannya, segera tiba. Ia lalu
naik mencari tempat duduk.
Dapat dipinggirjendela. 
saat bus akan berangkat,
tanpa sengaja resi purana melihat
keluar jendela. Kedalam sebuah
warung. "Terkejut ia sesaat
seSeorang dida
lam warung juga tengah
memandanginya. Seseorang
yang sebelah kakinya buntung. '
"peniwise!" resi purana berbisik parau.
Dan bus kian melaju.
         
namun mpu mandala ternyata bukan
laki-laki yang mudah didekati. 
Waktu pak jason coba
memeluknya begitu 
pintu kamar tidur ditutup, mpu mandala
tiba-tiba . berusaha melepaskan
diri seraya berkata kecut: 
"Koper. Dan uang itu. Masih
diluar!" 
mpu mandala lalu membuka pintu.
Pak jason dengan kesal berseru
dari dalam kamar. 
'Biarin saja. Tak kan ada yang
beraniberanian masuk
kerumahku' 
mpu mandala tak perduli. Ia terus saja
keluar menyimpan tas dengan
isinya keruangan dalam. Lama
pak jason' menanti. namun mpu mandala
tak masuk-masuk lagi. Sampai
hari jatuh senja ia terus sibuk
melakukan apa saja yang bisa ia
kerjakan dirumah sesuai dengan
tugas utamanya melamar
pekerjaan ditempat itu.
Memompa air dari sumur.
Menyapu. Didalam. Dan diluar
rumah mengumpulkan pakaian
pakaian kotor yang pada jam
tertentu diambil oleh seorang
perempuan yang bisa mencuci
dan menyetrikakan
pakaian-pakaian
tetangga-tetangga dengan upah
yang memadai. Mengambil 184 
makanan dari yang pada
waktunya sudah mempersiapkan
masakan kesukaan pak jason. 
Karena jengkel pak jason
lalu keluar rumah. Ia pergi
kerumah pak fredy krueger
Berbincung-bincang tentang
suasana desa mereka. Pergi
kemadrasah. Melihat anak-anak
bersekolah dan bersenda gurau
dengan guru-guru mereka,
waktu magrib masuk ke masjid
ikut bersembahyang dengan
penduduk. Namun pikirannya
tidak tertuju pada yang maha kuasa.
Melainkan pada pelayan
barunya dirumah. mpu mandala itu
tidak setinggi dan sebesar resi purana.
namun wajahnya kelimat. Halus.
Dandanannya senantiasa rapih.
Gerak geriknya lembut malah
agak gemulai. mpu mandala
benar-benar "laki-laki yang lain'
dan sesuai dengan seleranya.
tribuanatunggadewi memang cantik. Dan
masih banyak perempuan
perempuan cantik didesa. 
namun mereka benar-benar tidak
semenarik peniwise dulu, resi purana
lalu kini mpu mandala. 
Tanpa ikut berdoa dengan
penduduk lainnya, jason
lalu buruburu pulang. 
Ia benar-benar sudah tidak
sabar. Akhirakhir ini awan
mendung selalu memberati
langit. Hujan turun sesekali.
Dinginnya. Ampun. gerimis
jatuh membintangi bumi
saat pak jason tiba
dirumah. mpu mandala
membukakan pintu
untuknya. 
"sudah kau sediakan makan,
mpu mandala?" tanya pak jason seraya
matanya menatap mpu mandala
dalam-dalam. 
"Sudah. pak jason". 
"Kau makan bersamaku ya?" 
"Terima kasih pak jason.
Belakangan saja". 
'Tidak. Kita makan
bersama-sama." 
Selama makan pak jason
bertanya asal usul mpu mandala.
Pelayan itu menceritakan ia
sudah tidak punya orang tua.
Juga tidak sanak saudara.
Kerjanya berkelana. Ia katanya
ingin mengenal dunia ini lebih
banyak. Bukan cuma selembar
tanah pertanian digunung
tempat kelahirannya. Di mana ia
tiba, ia bekerja apa saja untuk
dapat mengisi perut. Ia belum
kawin. Bahkan belum pernah
memikirkan perempuan. 
Rumah tak punya; tanah tak
punya. 
Apa-apa tak punya. Mana saya
berani berumah tangga?" 
"Pernah punya kekasih?", tanya
pak jason hati-hati. ' 
"Ah. Saya bukan orang yang
mudah di dekati perempuan." 
"Mengapa?". 
"Mungkin karena saya tak
berani jatuh cinta. Mungkin
juga...". mpu mandala menatap mata
pak jason. Tajam. "Mungkin
juga karena saya memang tidak
pernah merasa tertarik pada
perempuan, bagaimana cantik
dan montoknya!" 
Pak jason tersenyum. Puas. Lalu
tertawa Puas. 
"Kau tak pernah kesepian,
mpu mandala?" 
_ "Tidak. Saya sudah terbiasa
hidup sentrian." 
'Tak pernah... kedinginan?" 
"Kedinginan "'. 
"Maksudku... ditempat tidur" 
"Saya senang pakai selimut yang
tebal pak jason. Kalau perlu,
berlapis-lapis...". 
'Tak pernah ingin selimut yang
lain?" 
"Selimut lain?", mpu mandala
memandang tak mengerti.
Dimata pak jason, mpu mandala cuma
purapura tidak mengerti. 
Karena itu dengan bersemangat
pak jason berdesah: 
"Malam ini pasti hujan turun.
Dingin sekali disini dan sepi.
Sepi sekali. Aku tak senang
udara yang dingin. Benci rasa
sepi. Di rumah ini banyak
kamar-kamar. Kau boleh pilih
yang mana saja untuk kau pakai
tidur. Kecuali kamar tersendiri
disebelah gudang. Kau. bisa
pakai bekas kamar resi purana. Atau
kamar bekas tribuanatunggadewi...". 
'tribuanatunggadewi?" 
"la bekas isteriku..." pak jason
tiba-tiba meludah. "Ah,
perempuan. Mereka tahunya
dipuasi sendiri. Tak perduli
pada kepuasan laki-laki..." ia
melirik dengan ekor matanya
kearah mpu mandala. Berkata setengah
mengajak: 
"Kalau kau merasa kedinginan
dan kesepian seperti aku,
datanglah ke kamarku. mpu mandala.
tidur bersama lebih enak" 
mpu mandala cuma tersenyum. Ia
bersihkan meja makan. Angkat
perabotan kekamar cuci.
Membersihkannya disana.
Menyimpannya hati-hati di rak
dapur. Ia lalu
menjerangkan air. Pak jason
yang tercenung diruang makan,
agak terkejut saat mpu mandala
muncul dari dapur seraya 
bertanya. 
"Bapak senang kopi atau
dicampur susu?" 
"Kopi saja jangan pakai gula.
Gula membuat gigi rontok dan
ulu semakin cepat tua". 
Dan kopi tanpa gula bisa
menahan kantuk datang lebih
lama! 
Pak jason gelisah dikamarnya.
Tak bisa tidur. Kepalanya jadi
pusing menjelang tengah malam.
Persetan benar, ia memaki diri
sendiri. Lalu keluar dari kamar.
Dari pada mati-matian
menyuruh mata terpejam, lebih
baik ia masuk kekamar kerja
pribadinya. Mayat bayi yang
telah dicuri resi purana beberapa hari
yang lalu dari kampung lain
sudah berubah warnanya
kemaren malam. Dari pucat
kewarna merah kembali. Seperti
bayi segar. Mati tidak, hidupun
tidak. Tak akan ia ciutkan mayat
bayi itu: Karena ia sekarang
tidak butuh jimat. Hartanya
masih banyak. Sawah
berhektar-hektar: Uang
bertumpuk dilemari besi. Dari
sejumlah rumah yang disewakan
pada penduduk. Sewa yang
sangat murah sehingga
sipenyewa mengfredy kruegerp memilih
rumah dermawan. Padahal
kalau dikumpul-kumpul sewa
semua rumah, dalam setahun
bisa membangun sebuah rumah
baru. Untuk disewakan lagi.
Begitu terus. 
Kalau saja ia hidup dijaman
nenek moyangnya, ia sudah bisa
merajakan diri. Namun dengan
kedudukannya yang sekarang. la
telah merasa puas. Apalagi yang
ia cari. Harta sudah bertumpuk
.lsteri" buat apa. Ia cuma
sesekali berhasrat menggauli!
perempuan. Ia bisa pergi 
kedesa yang berjauhan. Atau
kekota. Melacur. namun
perempuan-perempuan selalu
rewel. Dan sentimentil.
Kadang-kadang suka menutup
sebelah mata kalau melihat
laki-laki yang menggaulinya
sudah tua renta, biarpun
ketuaan itu belum berarti lebih
lemah kejantanannya dari
laki-laki yang lebih muda. Ah,
kalau saja si mpu mandala ini mudah
dikuasai seperti si peniwise dulu.
Atau si resi purana. Ah. Mungkin masih
jinakjinak merpati. Apa kata si
mpu mandala" Ia tak begitu senang
perempuan... tak ada arti yang
lain lagi dari kalimat itu
kecuali" 
Pak jason tertegun di depan
pintu kamar mpu mandala. 
Pintu itu tidak terkunci. Malah
sedikit menganga, 
"Apakah mpu mandala mau bercumbu
dikamar ini saja?" bisik pak
jason dengan jantung berdebur
kencang. 
Ia dorongkan daun pintu
hati-hati. Meninjau kedalam. 
Gelap. Gelap sekali. 
"mpu mandala?" pak jason berbisik. 
Tak ada sahutan. 
"mpu mandala?" ia memanggil lebih
keras. 
namun sepi, mencekik. 
Pak jason mulai curiga. Ia
masuk kedalam. Cahaya lampu
yang samar-samar dari luar
memberi penerangan yang
suram didalam. Tempat tidur
kosong. Diraba oleh pak jason.
Dingin. Jadi mpu mandala belum
menidurinya. Kemana dia" Pak
jason cepat-cepat keluar. Ia
masuk 
kekamar sebelah. bekas kamar
tribuanatunggadewi lampu didalam masih
menyala. Dan tempat tidur jelas
kosong melompong. Kecurigaan
pak jason meningkat jadi
perasaan cemas. 
Bergegas ia menuju anak tangga
kamar rahasia. 
Dan ia terkejut sendiri, saat di
persimpangan tangan menuju
keteras bagian atas rumah.
terdengar langkah kaki yang
halus. Pak jason merapat ke
tembok. Matanya berhatihati.
Langkah-langkah itu kian jelas,
semakin dekat. Dan ia mulai
melihatnya. Kaki yang berkuku
lebar, berdaging tebal.
lalu celana panjang yang
ujungnya berlipat. Pak jason
menghela nafas. Lega: Menyeka
keringat yang sempat membercik
dijidat. _ 
"Dari mana kau?" ia
bersungut-sungut begitu
siempunya kaki sudah berdiri
dihadapannya. 
"Menutup pintu tingkap, pak
jason. Diluar hujan deras. Ada
angin merebes kedalam. Lalu
aku naik. Pintu tingkap ternyata
terbuka." 
"Oh?" pak jason menggerutu
dan mengurut 
dada. 
'Saya senang kegelapan, pak
jason. Saya berdiri diteras.
Dibawah atap. Kutekuri alam
yang tampaknya seram.
Menakutkan. Aneh. Saya
merasakan sesuatu yang ganjil
dan asing begitu mendengar
suara sungai mengalir di
bawah?" 
"Sudah. Nanti kau juga terbiasa.
Dan mulai besok, mpu mandala. Pintu
tingkap itu dipaku saja 
biarin tertutup selamanya" 
"Mengapa pak jason?" 
'Jangan banyak tanya, turut saja
perintahku!" 
"namun memandang waktu Siang
disana, pasti menarik sekali, pak
jason. ." 
"Kau bisa keluar rumah kapan
kau suka. Disana banyak tempat
kau bisa menikmati panorama
yang indah. Sekarang pergilah
tidur. Dan begitu kau bangun
besok, paku tingkap itu!" 
mpu mandala memandang lama ke
wajah pak jason. Yang
dipandang tak senang .Bertanya
penasaran: 
"Mengapa kau pandangi aku
begitu?" 
mpu mandala bergumam. Habis: 
"Mata pak jason membayangkan
ketakutan" 
Pak jason gemetar: Tiba-tiba ia
menjadi marah. 
"Kau tahu apa ha?" 
"Maaf, pak jason. namun. diatas
sana tadi, saya juga tiba-tiba
didatangi rasa takut yang aneh" 
"Kubilang tidur! Tidur! Tidur!" 
Lantas tanpa menunggu mpu mandala
melakukan perintahnya, pak
jason berlari-lari kecil kekamar
tidumya sendiri. Ia menutup
pintu rapatrapat. Menguncinya.
la periksa dinding samping yang
langsung menuju keteras. Juga
terkunci. Rapat. Malah sudah
diberi engsel penguat oleh resi purana
beberapa hari yang lalu. 
Sambil berbaring. pak jason
bersungut-sungut sendiri: 
"Ramuan bayi itu harus segera
disempurnakan. Aku sudah tak
tahan. Bayi itu akan menambah
kekuatan jasmani dan jiwaku: O
mengapa aku ini" Belum pernah
aku begini sebelum peristiwa itu
terjadi..." 
         
Ia benar. Semalam ia bermaksud
memperkosa jessicasehingga
perempuan itu terjun dari teras
diatas langsung keanak sungai
dibawah tebing yang curam
dibelakang rumah .pak jason
tidak pernah mengenal rasa
takut sepanjang hidupnya,
kakeknya, ayahnya. pamannya,
semua dukun dukun terkemuka
semasa hidupnya. Hidup di
dunia magis. Terbiasa dengan
misteri-misteri magis. 
namun, oh.. teriakan jessicayang
menyayatkan hati itu. Sebelum
jessicalenyap ditelan hujan lebat
dan kegelapan malam yang
menyentak: 
"Aku akan membalasmu! Akan
membalasmu!" 
Berhari-hari sesudah peristiwa
itu, teriakan histeris itu sering
bergema dari arah jatuhnya jessica
sebelum mati. Dan ia fredy kruegerp
semua itu illusi. Sisa gaung
suara. namun saat peniwise
melarikan diri dari klinik
sebelum sempat dibunuh oleh
resi purana. tidak saja suara jessicayang
ia dengar. namun perempuan itu
muncul dikamarnya. Mengulangi
ancamannya. lalu
menghilang. Pak jason
hampir-hampir mengfredy kruegerpnya
sebagai sebuah impian. Mimpi
yang buruk. 
Teramat buruk. la menggigil
lagi. Lagi. Lagi dan lagi... 
         
"Hem!" rungut resi purana sendirian.
"Heran juga Mengapa bapak
tiba-tiba jadi berbaik hati
padaku!" 
Mengapa" Pertanyaan itu selalu
mengaung ditelinga resi purana selama
berpegal pegal tulang diatas bus
dalam perjalanan yang
memakan waktu belasan jam itu.
Kini pertanyaan itu Semakin
meminta jawaban sesudah ia
semakin dekat pula ke kampung
halamannya. Semakin dekat
pada orang tua yang semenjak
ia kenal, selalu membenci dan
tak henti-hentinya menyiksa.
Padahal resi purana anak kandung
mereka sendiri. Malah anak
laki-laki satu-satunya. Mendapat
cacimaki, sepak terjang dan
cubitan yang menyakitkan
disekujur tubuh semasa kecil,
oleh resi purana cuma ditanggapi:
bapak dan ibu kejam. Lalu
semakin ia dewasa, semakin ia
mengerti arti tatap mata orang
tua padanya mengapa begitu
benci mereka berdua
terhadapku" 
Neneknya yang menceritakan
pada resi purana. Kampung mereka
pernah diserang perampok.
Sambil merampok bajingan itu
juga memperkosa. Seorang
gadis lesbi di kampungjadi korban.
Padahal gadis lesbi itu sudah mau di
nikahkan beberapa hari
lalunya. Untung calon
suaminya sabar dan pasrah.
gadis lesbi itu diterima terus sebagai
isterinya. sesudah mereka kawin,
anak yang terlahir akibat
perbuatan perampok yang
memperkosa si isteri. mereka
beri nama resi purana. Bayangan
siperampok selalu tampak di
mata suami isteri itu. Bayangan
penuh keben
cian dan dendam kesumat yang
tidak kesampaian. Anak itulah
yang jadi korban. Begitu benci
dan mendendamnya suami isteri
itu, sehingga anak-anak mereka
yang lahir dari perkawinan itu
turut membenci, resi purana. Anakanak
lain itu ada tiga orang. Semua
perempuan. 
sesudah neneknya mati resi purana tak
tahan tinggal di kampung. la
mengembara. Masuk kampung
keluar kampung. Sampai
akhirnya ia diterima bekerja
oleh pak jason yang bertindak
tanduk aneh itu. Dukun yang
tidak saja senang mencuri mayat
bayi untuk dijadikan jimat
pengumpul harta. namun juga
senang pada laki-laki sejenis
disamping senang pada
perempuan. resi purana yang telah
lama membenci perempuan
karena perbuatan ibu dan
saudara-saudaranya, merasakan
gelora nafsu pak jason sebagai
gairah yang sangat
menyenangkan dan
mengesankan. namun kini ia
diusir. sesudah kemaren laki-laki
yang lebih muda dan gemulai
dari resi purana muncul. mpu mandala siharam
jadah itu! 
'Aem!" rungut resi purana. Untung aku
kini sudah kaya raya!" 
namun bayangan kekayaan itu
lenyap sesaat, sesudah resi purana
menginjak pintu rumah orang
tuanya. Bukan orang sakit apa
lagi yang hampir mati yang ia
temui melainkan orang yang
masih sehat walafiat, kuat dan
kekar. Mata orang-orang itu
menatap tanpa bersahabat pada
resi purana, disusul oleh suara
menghardik: 
"Kupikir kau sudah mati!" 
         lbu resi purana yang datang
lalu, pucat pasi. resi purana
berharap ia akan dipeluk dan di
rangkul penuh kerinduan.
Betapapun, toh perempuan itu
adalah manusia yang
melahirkannya kedunia ini. 
"Pergilah dari hadapanku.
Pergi. Aku benci melihat
mukamu! 
resi purana menelan ludah. la
mengerti. Wajahnya konon
menurut neneknya, sama dengan
wajah perampok yang
memperkosa ibunya. resi purana
teringat lagi caci maki, sepak
terjang dan cubitan yang
menyakitkan yang ia terima
selama belasan tahun berselang.
Bila adik-adik perempuannya
muncul disaat ini, maka
cemoohan akan ditujukan pada
diri resi purana: anak jadah. Anak
perampok. Anak terkutuk! 
Semua itu terbayang dan
mengaung di telinga resi purana. 
Ia tak tahan. 
Lalu berteriak: 
"Dimakan setanlah kalian
semuanya!" 
lalu ia berlari. Jauh. Ia
tinggalkan kampung itu. Ia
berlari seraya menagis. Ia tak
perduli ia laki-laki atau bukan.
Ia memang lakilaki. namun apa
yang ia perbuat dengan pak
jason, bisa pula berarti ia
perempuan. Dan kini ia
menangis. resi purana sudah jadi
seorang perempuan!" 
"Setan! Haram jadah! Setan!"
isaknya di pinggir jalan. saat
ia sudah naik kesebuah bus yang
akan membawanya ketempat ia
mulamula datang. barulah
pikiran sehat resi purana bekerja.
 la lupa menanyakan. kalau
mereka tak menghendaki
kehadirannya, mengapa ia
terima surat dari... Ha! Ibunya
buta huruf. Baru sekarang
diingat resi purana! ibunya buta huruf!
Juga saudara-saudaranya yang
lebih senang bersolek itu!" Tak
seorangpun yang bersekolah,
karena kata ibunya biar saja.
Toh mereka kaya Tanpa
bersekolah mereka juga banyak
yang akan mau mengawini.
Lagipula perempuan akan
kedapur pula jatuhnya. Lalu
siapa yang menulis itu"
Ayahnya" resi purana tahu betul tulisan
tangan ayah yang tak pernah
mengakuinya sebagai anak itu. 
Jadi" 
Tiba-tiba dimata resi purana terbayang
wajah seorang laki-laki
menatapnya dari dalam sebuah
warung. Wajah yang
menampakkan kekerasan hati.
Orang yang tak pernah kenal
menyerah, biarpun kini kakinya
telah buntung sebelah. peniwise.
Si peniwisekah yang menulis
surat itu" Atau orang lain yang
punya sangkut paut dengan
peniwise" Pasti. Pasti si peniwise.
Atau orangorang si peniwise.
Kalau tidak, untuk apa ia
memperlihatkan batang hidung
disekitar desa mereka" Toh ia
dibenci. la pernah di usir.
Disiksa. Bahkan kalau tak
keburu minggat dari klinik yang
merawatnya. ia sudah mati
ditangan resi purana. Tak mungkin
kehadiran peniwise kembali
tanpa sesuatu sebab. namun, apa
tujuan peniwise memancing resi purana
keluar. Tiba-tiba ia ingat pada
mpu mandala. . 
Laki-laki itu tak pernah
dikenalnya. Lalu dari mana
peniwise atau mpu mandala tahu alamat
kampung resi purana" Di desa itu cuma
tiga orang yang tahu tempat asal
resi purana. Ia tidak pernah
menceritakan pada siapa-siapa.
Malu kalau ada yang tahu ia
dibenci oleh orang tua dan
saudara-saudaranya sendiri. Aib
pasti tercoreng dimuka resi purana
kalau di daerah yang jauh dari
kampung kelahirannya, orang
tahu terlahir ke dunia ini akibat
perbuatan durjana dari seorang
perampok. Hanya kepada pak
jason semua itu ia ceritakan
karena toh pak jason dengan
jimatnya itu bekerja juga
sebagai perampok. Biarpun
perampokan yang ia lakukan
melalui tangan orang lain. Si
peniwise. 
Pak jason tak mungkin pula
menceritakan tentang asal usul
resi purana pada si peniwise. Ia tahu
betul, karena pak jason telah
berjanji merahasiakan riwayat
hidup resi purana pada orang lain.
Kecuali pada isterinya waktu itu.
Ibu tribuanatunggadewi. ltupun karena
terpaksa. Suatu saat lbu tribuanatunggadewi
memergoki resi purana bersetubuh
dengan suami ibu tribuanatunggadewi.
Perempuan itu pingsan. Lalu
minta cerai. Pak jason memelas:
'... jangan kasihani aku. namun
kasihanilah si resi purana. Ia muak di
dekati perempuan. namun ia
butuh penyaluran. Apa salahnya
ia kutolong" 
Namun saat ibu tribuanatunggadewi tahu
juga kalau peniwise dijadikan
sasaran pemuasaan nafsu aneh
dari suaminya, ia lalu
minta cerai juga akhirnya. Ia
bisa mengerti masa lalu resi purana,
dan mau mengerti arti
pertolongan suaminya. Ia cuma
_tak mau mengerti mengapa
peniwise juga harus dijadikan
sasaran, sampai pak jason ikut
juga mengerti peniwise sudah
dijadikan gendak oleh ibu
tribuanatunggadewi. Perceraian itupun
terjadi. 
Ibu tribuanatunggadewi pergi sudah. peniwise
lalu menyusul, walau yang
terakhir ini perginya ke penjara.
Nah, ibu tribuanatunggadewi tak punya
kepentingan dengan resi purana. namun
resi purana tahu betul. Ibu tribuanatunggadewi
punya, setidak-tidaknya pernah
punya kepentingan dengan
peniwise. 
"Celaka!" ia mulai mengerti.
Suaranya demikian keras,
sehingga penumpang bus yang
lain pada menoleh. resi purana agak
kemerah-merahan mukanya.
Namun teriakan kaget itu ia
teruskan juga, meskipun dalam
hati: "Pak jason dalam bahaya.
Aku harus segera
menolongnya!" 
PERTOLONGAN itu tak pernah
bisa diberikan oleh resi purana. 
Begitu masuk ke desa pak jason,
beberapa orang laki-laki telah
menghadangnya. 
'Jangan melawan. Kami polisi!" 
Saking terkejutnya, resi purana tak
sempat lari. Keinginan itu baru
timbul sesudah kedua tangannya
terbelenggu. Percuma saja.
Dalam kegelapan malam dan di
bawah hujan yang turun
renyai-renyai ia lalu
digiring kesebuah rumah. Ia
tahu betul itu rumah pak fredy krueger.
resi purana tersenyum. Pak fredy krueger pasti
akan menolongnya, bila pak
fredy krueger tahu resi purana ditangkap,
bukankah pak fredy krueger teramat
mengabdi pada majikan resi purana" 
Namun harapan resi purana buyar
berantakan, begitu di rumah pak
fredy krueger ia lihat orang yang sudah
tak asing lagi baginya: lbu
tribuanatunggadewi, bekas isteri pak jason.
sesudah orang-orang yang
menangkap resi purana melapor pada
seorang lakilaki setengah baya
bertampang keren dan lalu
dikenal resi purana sebagai petugas
kepolisian berpangkat Kapten,
resi purana lalu 
dibawa pergi. Orang-orang
yang menangkapnya
membawanya kembali kemulut
desa dibawah hujan yang
semakin deras turun, berjalan
dikegelapan malam yang dingin
menusuk tulang. Agak jauh
diluar desa, ia di bawa
kepinggir jalan. Dibalik
rimbunan bambu, terdapat
sebuah jeep polisi. Moncong
sebuah stengun diarahkan
keperut resi purana begitu ia
diperintahkan naik. Dan terus
terarah ketempat yang sama,
selama ia duduk dalam jeep
dengan tubuh gemetar dan
perasaan takut yang hampir
membuatnya gila. 
Di rumah pak fredy krueger, ibu tribuanatunggadewi
mendesah: 
"... aku malu menceritakan
semua ini. namun apa boleh
buat, belang bekas suamiku
harus diketahui oleh orang
kampung ini juga akhirnya." 
chucky melirik pada arloji
tangannya. Lalu berkata: . 
"Persis tengah malam. Beberapa
menit lagi mobil yang membawa
anna michele dan ayahnya akan
segera tiba. Marilah pak fredy krueger.
Giliran kita untuk masuk,
kasihan si mpu mandala. la tentu
menghadapi situasi gawat bila
kita terlambat masuk..." 
Dibawah hujan deras yang
menimbulkan suara ribut seperti
topan, kedua orang laki-laki itu
menerobos keluar dari rumah
dengan diamdiam. Tak seorang
penduduk pun tahu operasi yang
akan dilancarkan terhadap jason
mereka. Dengan tubuh basah
kuyup dan tubuh menggigil
kedinginan, akhirnya mereka
tiba 
dihalaman rumah pak jason. Pak
fredy krueger mengajak Kapten polisi
chucky masuk dari halaman
samping. 
"Kerikil dari depan bisa
menimbulkan suara," ia
menjelaskan. Mereka
mengendap endap ke pintu
masuk. Gelap di dalam. 
Dengan dada berdebar, chucky
mendorong pintu masuk.
Terbuka. la tersenyum. mpu mandala
telah bekerja sesuai dengan
rencana. sesudah berada di
dalam pintu dibiarkan tetap
terbuka, lalu mereka
berpencar mencari tempat
persembunyian. Di
persembunyiannya, chucky
memikirkan nasib peniwise,
Laki-laki bertongkat kayu itu tak
mungkin masuk dari pintu
depan. Ia sendiri yang
mengusulkan untuk masuk dari
jalan rahasia dibagian tebing
sungai 
"Mudahan-mudahan rencana
peniwise berjalan sesuai dengan
rencana maupun ceritanya yang
hampir-hampir tak masuk akal
itu," doa chucky dalam hati:
"Kalau semua ini tak benar,
kedudukanku di kantor
benar-benar berada di ujung
tanduk..." 
Di kamar tidurnya, pak jason
juga menyadari adanya bahaya
yang mengancam, bahaya apa ia
tidak tahu sama sekali. Namun
ia merasa sangat ketakutan. la
meringkuk dalam selimut.
Menggigil kedinginan biarpun
selimut itu tebal dan kamarnya
terang dan hangat. Suara topan
badai menerpa lewat jendela
kaca. Sesekali petir menyambar,
menimbulkan kilatan-kilatan
mengejutkan di luar rumah. Pak 
jason menggerutu. Ia lupa
menutupkan bagian depan
jendela. namun untuk turun dari
tempat tidur, ia sama sekali tak
berani. Satu jam yang lalu, ia
dengar mpu mandala berlari-lari turun
dari tangga atas seraya
berteriak-teriak ketakutan: 
"Tingkap terbuka. Pakunya
lepas! namun tak ada orang...!" 
Sedang meringkuk ketakutan
pulakah si mpu mandala di kamarnya"
Sialan! Ia seharusnya
menemaniku, pikir pak jason.
Lalu ia beraniberanikan dirinya
turun dari tempat tidur. Lututnya
gemetar. Ia paksakan berjalan.
Gontai. 

ANGIN DlNGlN berbau hujan
menerpa wajah Pak jason saat
pintu kamar tidur ia buka. 
Untuk sesaat, ia tertegun. 
Lalu: 
"... mpu mandala." suaranya lepas. 
Gemetar. 
Angin dingin menerpa lagi. Bau
hujan kian keras. Ada suara
rintikrintik air di lantai ruangan
depan. Pak jason segera sadar,
kalau pintu depan ternganga.
Diantara rasa takutnya, segera
timbul rasa marah. la berteriak: 
"mpu mandala keparat! kupecat kau!
mpu mandala! mpu mandala! dimana kau?" 
Petir menyambar diluar dengan
tiba-tiba, seolah menjawab
teriakan pak jason. Cahaya yang
sekilas menyambar ke dalam
memberikan suasana yang kelam
dan pengap. Topan mengguruh
di luar. Tak pernah hujan
sederas ini, pasti sungai di
belakang rumah banjir kembali.
Sawah-sawah akan tergenang
air Termasuk sawah... ah ia tak
perduli apakah sawahnya yang
padinya sudah mulai menguning
akan dilanda air sungai. Yang ia
inginkan 
sekarang ialah menutup pintu
depan yang menyebabkan air
hujan masuk ke dalam rumah.
sesudah itu ia akan memutar
tombol lampu ruangan itu.
Sialan benar, mengapa tombol
itu berada di dekat pintu masuk,
bukan di dekat pintu kamar
tidurnya! 
Pak jason berjingkat-jingkat
dengan hati hati.
Angin dingin kian menerpa.
Malah air hujanpun mulai
menamparnampar tubuhnya. 
Ia menggigil, dan menggigil
terus. 
Dan tiba-tiba pak jason terpaku
ditempatnya berdiri. Dengan
mata terbeliak, ia menatap
kearah pintu masuk. Petir yang
menyambar sekilas
memperlihatkan bayangan
sesosok tubuh diambang pintu.
Mata pak jason yang tajam
segera mengenali bayangan
tubuh itu. Bukan mpu mandala. Sebab
lekak-lekuk tubuh yang sekilas
diterangi kilat itu
memperlihatkan bentuk tubuh
perempuan. 
"Sia" siapa.. kau?" pak jason
bertanya Serak. 
Sebagai jawaban, petir
menyambar lagi. 
Pak jason menutup mulut
menahan teriakan kaget yang
mau keluar. Bayangan itu,
biarpun membelakangi cahaya
kilat yang menyambar cuma
beberapa detik, namun ia bisa
melihat pakaiannya yang
compang-camping. Setengah
telanjang. Rambutnya tergerai
ditiup angin, berkilau-kilauan
karena basah oleh air hujan, di
matanya pak jason
membayangkan tidak saja
perempuan itu bertubuh
setengah 
telanjang serta berpukaian
compang camping kehujanan.
namun" luka memar disana sini.
Ada darah. Ya darah. Pak jason
mencium bau darah! 
Tiba-tiba ia ingin lari. Ingin
menjerit minta tolong. _ 
namun seluruh tubuhnya lumpuh.
Lidahnya 
kelu. 
Bayangan itu mulai melangkah.
Masuk. 
Pak jason mengumpulkan semua
tenangnya. Apa daya, cuma
suara gemetar yang ia peroleh
dan lalu lepas dari
bibirnya: 
'" kau itu" jessica" 
Disalah satu sudut ruangan itu,
seorang laki-laki yang lain juga
merasakan getar yang amat
_sangat disekujur tubuhnya,
sehingga ia sendiri hampir
berteriak ketakutan. 
Ia adalah pak fredy krueger. Yang
segera bisa menguasai diri.
Benar, ia pernah melihat tubuh
seperti itu telah menjadi mayat,
yang rusak mengerikan. Tubuh
jessica. 
"Ah!" Pak fredy krueger
bersungut-sungut sendirian.
Dalam hati, menekan rasa takut.
'Bodoh bener aku ini. Bukankah
itu tubuh perempuan lain" siapa
namanya kata mereka" jessicaRia"
Tea. Oh. Ya. Aku ingat sekarang.
anna michele! Seorang juru rawat
rumah sakit. Dikota. Saudara
perempuan jessicadari ibu yang
lain. 0, alangkah miripnya jessica
dan anna michele. Jadi ia telah
datang tepat pada waktunya,
sesuai dengan yang dijanjikan.
namun mana si mpu wijaya yang
pernah mengaku sebagai polisi
itu" Oh. 
 
Ya tentu berdiri diluar. Siap
siaga menjaga halhal yang bisa
merusak rencana. Hem pak
jason. Tak kusangka kau
sebetulnya seorang bajingan
tengik, manusia berjiwa iblis!" 
Dengan dada berdebar, ia
menanti apa yang selanjutnya
akan terjadi. Bayangan tubuh itu
bergerak terus ke depan, mulai
membuka mulut. 
'Mengapa, pak jason" Takut
padaku?" 
"namun:... namun..." 
Terdengar suara mengikik.
Halus Lalu: 
"Aku sudah mati" Ya. Aku
memang sudah mati.. kau ingat,
pak jason" Kau ingin" Kau yang
telah membunuhnya!" 
Pak jason ingin pingsan
rasanya. namun tak bisa: la
memprotes dengan keras: 
"Tidak. Tidak benar!" 
"Kau.. kau yang membunuhku!' 
"jessica, aku.. aku tidak bermaksud
membunuhmu. Aku... aku.. "
"Kau Memperkosaku. eh" Mau
minta balas jasa atas kebaikan
kebaikanmu selama suamiku di
penjara eh"' 
"Itu.... salahnya. Mengapa ia
melfredy kruegerr pantangan jimat,
Sehingga ia tertangkap!"
Bayangan itu terkikik lagi.
Lengking dan keras, Badai
diluar menyambutnya. Petir.
Guntur. Derai hujan. 
"Kau selalu menuduhkan
kesalahan pada orang bukan,
pak jason" Padahal hasil
rampokan peniwise, kau yang
memakannya. Ia berada
dibaWah perintahmu: DibaWah
pengaruh sinar matamu yang
busuk dan berbau iblis 
itu. Sudah kau biarkan ia
menderita dibalik jeruji besi.
mau kau diperkosaiku pula aku.
Isterinya. Manusia apa kau ini,
pak jason'!" Tak puaskah kau
dengan mencuri mayat-mayat
bayi untuk kau jadikan jimat
pengumpul harta dan.. eh, pak
jason. Katanya jimat itu bisa
menangkal bahaya. Kini..
kenapa kau takut" Sudah tak
berhasilkah kekuatan jimat dan
pengaruh matamu menolong
dirimu sendiri" Ayo pak jason.
Tangkaplah aku. Perkosalah aku
seperti dulu kau pernah
mencobanya..."' 
"Tidak.. tidak. Jangan dekati
aku..jangan!" 
'Kok malu-malu. Bukankah kau
yang seratus malam yang lalu
ingin mencicipi kehangatan
tubuhku" Masih ingatkah kau,
pak jason" Ini malam yang
keseratus. Aku akan membalas
dendam. Sudah kubilang, aku
akan membalaskan sakit hati..." 
'Jangan. Jangan kau ganggu
aku. 0, jessicaJangan! Ampunilah
dosaku. Aku.. aku toh tak jadi
memperkosa kau. Kau lari
keatas. Kau lari. jessica. Kau
lari..." 
"namun kau terus mengejarku!"
ancam Suara bayangan itu
ketus. Lantas ia mengikik" Kau
kejar, bukan" Kau kejar?" 
"Aku bermaksud baik. jessica. Agar
kau... o, salahmu. Mengapa kau
tak mau menuruti kehendakku,
padahal aku ingin
membahagiakanmu. Salahmu
mengapa kau terjun kebawah
sehingga tubuhmu hancur oleh
batu cadas dan kau hanyut
dibawah sungai yang banjir...' 
"Lagi-lagi kau menyalahkan
orang seenak 
perutmu. Kini, terimalah
pembalasanku, pak jason..." 
Lalu, bersamaan dengan
ancaman itu, bayangan tadi
bergerak lebih dekat Pak jason
jatuh. Berlutut. Menyembah ; 
"Maafkan aku. Ampuni
dosa-dosaku, jessicaMaafkan
aku!" 
Dan tiba-tiba pak jason
berteriak dengan kaget. la
menengadah muka lampu
ruangan itu menyala tiba-tiba.
Terang benderang. Namun
bayangan tubuh yang
mengerikan itu tetap berada
dihadapannya. Setengah
telanjang Rambut basah kuyup
seperti tubuhnya, dari dahi dan
mulutnya mengucur darah
memerah. Perempuan itu
menyeringai... Pak jason
menggigil, dan kembali
memohon ampun seraya
menyembah. 
"Jangan bunuh aku. jessicaJangan
bunuh aku..." 
'Tak ada yang akan
membunuhmu, pak jason. Kau
ditangkap!" 
Suara yang sangat asing itu
mengejutkan laki-laki tua renta
yang masih bersimpuh di lantai.
Ia menatap liar kesekelilingnya.
Lalu ia lihat dari balik daun
pintu muncul seorang lakilaki
berseragam kepolisian dengan
pangkat Kapten. Dari balik rak
hias muncul pak fredy krueger dan dari
ruangan dalam ia lihat mpu mandala
melangkah seraya
tersenyum-senyum. sesudah dekat
dengan petugas berseragam itu,
mpu mandala menggerutu: 
"Bajingan ini hampir-hampir
saja mem
perkosaku. Hiiiii, bisa menjerit
isteriku dirumah bila
kuceritakan..." 
Suara mereka terputus saat
mendengar detak-detak tongkat
kayu. Mereka menoleh kearah
ruangan dalam: peniwise
melangkah terseok seok dengan
kaki sebelah dibantu tongkat
kayu. Mendekati perempuan
yang perlahan lahan tanpa
mereka sadari telah menjauh.
saat mereka yang ada
diruangan itu menoleh, mereka
lihat perempuan yang
sebetulnya bertubuh montok
dan berwajah cantik namun kini
tampak mengerikan itu, telah
berdiri diundakan anak tangga
menuju ketingkat atas. 
"... kemarilah, kekasih.
Kemarilah" terdengar suara
berbisik dari mulutnya: Parau,
namun mesra: 
peniwise bergerak ke arah
perempuan itu. Menaiki undakan
anak tangga. 
Semua yang ada diruangan itu
merasa heran. Peristiwa yang
mereka lihat, berada diluar
rencana. namun siperempuan
tidak bermain main. Ia terus
naik, diikuti oleh peniwise. 
"Sudah kubilang" aku tetap
menunggumu bukan, peniwise
sayang'. 
"Ya, sayangku: Kau isteriku
yang setia. Aku datang padamu,
kasih. Datang dengan segenap
cintaku?" 
chuckylah yang mula-mula
tersadar. 
Sementara mpu mandala membelenggu
tangan-tangan pak jason,
chucky berseru memanggil: 
'trib.. apa.. Ha. peniwise.
Kesinilah kalian!" 
namun baik bayangan tubuh itu
maupun 
peniwise telah menghilang. Yang
terdengar hanya detak-detak
tongkat kayu peniwise, menaiki
anak tangga demi anak tangga
dengan susah payah. Semua
yang melihat tak mengerti, dan
tiba-tiba menjadi sangat terkejut
waktu mendengar suara orang
berlari-lari dari luar. Mereka
semua menoleh. Pak chucky
berseru ta'jub: 
"anna michele!" 
gadis lesbi itu berlarian masuk.
Bertanya heran: 
"... apa yang terjadi" Mengapa
suasana yang kutemui tidak
sesuai dengan rencana?" 
chucky mengerdip-ngerdipkan
mata. Juga mpu mandala. Juga pak
fredy krueger. Bahkan jason. 
"Bukankah kau..." chucky
bersungut-sungut tak mengerti. 
"Maafkan, pak chucky. Pakaian
yang compang-camping dan
make up untuk darah tertinggal,
sehingga kami kembali kekota
dulu untuk mengambilnya. Tak
kusangka kalau keterlambatan
kami akan..." 
"Sudahlah". Sahut chucky."
Semua berhasil sesuai dengan
rencana. namun siapa
perempuan yang tadi muncul di
sini?" 
"Perempuan?" anna michele
mengernyitkan dahi. 
"Ia... jessica?" pak jason
bersungut-sungut tiba-tiba.
Wajahnya yang pucat kini
membiru. Biru legam. 
Pucat pulalah wajah anna michele. 
Tanpa berpikir panjang lagi, ia
menguakkan mereka dan
berlari-lari menyongsong
kearah 
anak tangga hingga yang
menuju keteras atas seraya 
berteriak memunggu-manggil: 
"peniwise! peniwise! Ini aku,
trib! peniwise! peniwise!" 
Suara hujan diluar sahut
bersahut dengan suara
anna michele. Ia baru saja
menginjak anak tangga
terbawah, saat dari atas
terdengar suara teriakan yang
menyayatkan hati. Suara
peniwise. chucky, pak fredy krueger
dan anna michele segera
menghambur menaiki tangga
terus keatas. Hujan menyambut
mereka setiba diteras yang
terbuka. Mereka langsung
berlari kepinggir teras, dan
mencondongkan tubuh
ketembok, memandang ke bawah
dari arah mana teriakan kedua
menggema. Petir menyambar
sedetik. Namun cukup bagi
mereka melihat bayangan tubuh
peniwise menghantam batu
cadas, lalu hanyut
dibawah arus sungai yang deras.
Sesaat, anna michele menjerit lalu
jatuh pingsan. 
Dan semua penduduk desa itu
memuja kebesaran yang maha kuasa, saat
keesokan harinya mayat peniwise
ditemukan tersangkut di atas
pohon dimana dulu tubuh jessica,
isterinya, juga ditemukan sudah
menjadi mayat. Mereka
menguburkan peniwise disebelah
isterinya. 
Semua orang berdo'a, semogap
suami isteri itu berbahagia disisi
yang maha kuasa"."