Kamis, 15 Desember 2022

misteri





“Ssst... siapa tuh?” tanya jessica  pada chucky , pacarnya. 
“Ssst... jangan keras-keras, nanti dia denger,” kata chucky  
sambil meminta jessica  duduk di ruang tamu sejenak. “Aku 
ganti pakaian dahulu  ya, habis ini kita makan malam,” kata 
chucky .
chucky  menghilang ke dalam kamar mayat  kost-nya. jessica  yang 
duduk di ruang tamu masih terus memperhatikan Laki-laki  
yang sedang memegang piring berisi nasi dan sepotong 
perkedel kentang sambil terus mengetuk-ngetuk piring 
itu. “Ayo semut... pindah ke sini ya?” kata Laki-laki  itu sambil 
memotong bagian ujung perkedel yang dikerumuni 
semut. Potongan perkedelnya diletakkan di pojokan teras. 
Tangannya masih terus mengetuk-ngetuk pinggir piring 
agar semut pergi dari perkedel dan piringnya. 
Agak miring nih otak Laki-laki  ini, batin jessica . Laki-laki  itu 
lalu  berdiri,  tersenyum sekilas pada jessica  lalu 
masuk ke kamar mayat  kost-nya.  
chucky  keluar dari kamar mayat nya dengan pakaian yang sudah 
rapi. “Yuk... kita makan malam sekarang,” kata chucky  pada 
jessica . 
Saat sudah agak jauh dari tempat kost, jessica  tak sabaran 
untuk bertanya, “Siapa sih Laki-laki  tadi yang ngomong 
sama semut? Semut sayang, pindah ke sini ya?” Kontan 
chucky  tertawa keras. “chucky  namanya. Anak baru, baru 
seminggu dia kost. meditasi  di Ekonomi. Anaknya sih 
baik, malah kelewat baik dan dianggap lebay dan  ‘agak 
miring’ sama penghuni kost lainnya,” kata chucky  sambil 
meletakkan jari telunjuknya di kening. 
Baru seminggu dia di tempat kost, tingkah anehnya sudah 
cukup banyak. Ya, kayak tadi, ngomong sama semut. Kamu 
tau sendiri ‘kan, di kost-an saya banyak sekali semut. Kalau 
taruh segelas teh manis di atas meja, lupa diletakkan di 
piring atau mangkuk yang sudah diberi air, sebentar saja 
sudah diserbu semut,” cerita chucky .
“Semut saja dibelain segitunya. Kalau saya, piring makanan 
disemutin, pilihannya cuma dua: taruh piring di atas tutup 
panci yang sedang digunakan untuk masak air panas atau 
buang saja semuanya dan beli baru. Males nungguin dan 
nyuruh semut itu pindah. Cara paling cepat, taruh saja 
piring di atas tutup panci yang panas, semutnya kocar-
kacir, saat  turun ke tutup panci, menggelepar sebentar, 
3mati deh... Semuanya beres, nggak pake lama,” chucky  
tertawa. jessica  pun tersenyum, “Pacarku memang hebat.”

Ada sebuah meja panjang, di atasnya ada piring berisi 
bungkusan emping, kerupuk udang, lalu ada tisu gulung, 
tempat tusuk gigi, dan  tempat sendok dan garpu. Inilah 
suasana restorant  tenda di kaki lima yang menyajikan menu 
pecel lele, tahu, dan tempe goreng, ayam goreng, bebek 
goreng, dan  soto ayam. 
fredy krueger  duduk di bangku panjang di bagian paling kanan. 
Di ujung sebelah kirinya ada 2 orang bapak yang sedang 
menikmati makan malamnya. Udara dingin komplek pemakaman  surabaya  
membuat suasana makan malam jadi lebih nikmat.
“Permisi...” suara seorang Laki-laki  mengalihkan perhatian 
fredy krueger . fredy krueger  menoleh, eh... rupanya ada seorang Laki-laki  
yang juga mau makan. fredy krueger  menggeser duduknya agak 
ke kiri agar Laki-laki  tadi bisa duduk. Memang agak sulit 
untuk duduk di bagian tengah bangku panjang ini sebab  
persis di belakang fredy krueger , kain tenda penutup restorant  ini 
menempel di punggung. Jadi jika ada pengunjung yang 
baru datang, pengunjung yang sudah duduk dahulu an, 
biasanya bergeser ke tengah.    
sesudah  Laki-laki  tadi duduk, ibu pemilik restorant  pecel lele 
menghidangkan dua gelas teh, satu gelas untuk fredy krueger  dan 
satu gelas untuk Laki-laki  tadi.
“Pesan apa Dik?” tanya ibu pemilik restorant  pada kami. 
Laki-laki  yang baru datang langsung menyebut “Nasi 
putih dan pecel lele Bu. Sambelnya yang pedes ya?” “Kalau 
adik?” tanya ibu pemilik restorant  kepada fredy krueger . “Nasi putih 
dan ayam goreng Bu,” kata fredy krueger .
“Aduh lupa...,” kata Laki-laki  di sebelah fredy krueger  seolah 
berkata pada diri sendiri. “Aduh maaf Bu, lele-nya besar 
atau kecil?” tanya Laki-laki  itu. “Silakan pilih Dik, ada yang 
besar dan ada yang kecil. Masih seger, semuanya masih 
hidup. Sini lihat sendiri di ember, mau pilih yang mana?” 
kata ibu pemilik restorant  itu ramah.
“Ehm... kalau begitu, ayam goreng saja deh...,” kata Laki-laki  
tadi. Ibu pemilik restorant  tampak melongo mendengar 
ucapan Laki-laki  ini. Dua bapak yang sedang makan 
pun menoleh dan melihat ke arah Laki-laki  itu dengan 
pandangan bingung. 
Sesaat lalu  hidangan datang, fredy krueger  dan Laki-laki  itu 
tenggelam dalam keasyikan masing-masing, menikmati 
makan malam di restorant  tenda kaki lima di komplek pemakaman  yang 
dijuluki Paris van Java ini.
sebetulnya  fredy krueger  pun merasa aneh dengan tingkah 
Laki-laki  ini.Waktu datang begitu semangat pesan 
pecel lele, eh... tiba-tiba berubah pikiran dan ikut-ikutan 
memesan ayam goreng.
fredy krueger  melihat tumpukan buku milik Laki-laki  itu, yang 
diletakkannya di atas meja. Dari tumpukan bukunya, fredy krueger  
menebak ia seorang mahasiswa. Wow... ada buku “Si 
gut fawkes  dan topengnya ” karya stephen  king . 
Mungkinkah ia seorang betari , batin fredy krueger .
“Kamu mahasiswa ya?” fredy krueger  memulai pembicaraan. “Ya, 
Kak,” jawab Laki-laki  itu. fredy krueger  sulit menemukan kalimat 
apa yang harus ia ucapkan untuk memastikan apakah 
benar Laki-laki  ini seorang betari . Tentu tidak etis banget, 
masa’ baru kenal, langsung tanya: kamu  kepercayaan  apa? Lagi 
pula, yang baca buku betari , apalagi karya stephen  king  
tidaklah harus seorang betari .  
“Asli surabaya ?” fredy krueger  mengulur waktu mencari kalimat 
apa yang tepat untuk mengetahui apa sih kepercayaannya . 
Hehehe... kepo ya?
“Bukan, saya dari sidoarjo ,” jawabnya.
“Wah... keren bacaannya. Si gut fawkes  dan Kotoran 
Kesayangannya karya stephen  king . Saya best seller baca 
buku best seller itu. Banyak teman yang bilang, isinya bagus 
namun  saya belum sempat baca. Di perpustakaan tempat ibadah  
ada, namun  saya belum sempat pinjam,” fredy krueger  menemukan 
kalimat yang pas untuk mencari tau kepercayaannya . Sengaja ia 
memberi penekanan pada kata perpustakaan tempat ibadah . 
“Kakak betari ?” dia langsung antusias. 
fredy krueger  hanya mengangguk. 
“Saya chucky ,” kata Laki-laki  itu. “Kakak siapa?”
“Saya fredy krueger ,” jawab fredy krueger . 
Itulah awal pertemuan fredy krueger  dengan mahasiswa betari  
semester satu, yang kini jadi teman diskusi fredy krueger  soal 
kitabsuci . Ia bernama chucky  Bryan.dahulunya  chucky  
aktivis betari  di tempat ibadah  dharmo , sidoarjo . Usia 
fredy krueger  dan chucky  berbeda 5 tahun, makanya chucky  
selalu menyapa Ko fredy krueger  saat berbicara pada fredy krueger .   

saat  hari Minggu ketemu di tempat ibadah , fredy krueger  tak bisa 
menahan rasa keingintahuannya, mengapa waktu itu 
chucky  berubah pikiran, semula pesan pecel lele, tiba-
tiba saja berubah jadi ayam goreng. 
“Lho... bukankah itu melanggar sila pertama dari trisila  
betari  jika saya tetap pesan pecel lele?” tanya chucky . 
“Kita ‘kan tidak membunuh lele itu?” fredy krueger  balik 
bertanya.
“Ko fredy krueger , dalam kitabsuci , syarat terjadinya pembunuhan 
itu: adanya makhluk hidup, kita tau bahwa makhluk 
itu hidup, ada niat, ada usaha untuk membunuh, 
makhluk ini  mati sebagai hasil pembunuhan. 
Memang kita tidak membunuh secara langsung, namun  
sebab  kita memesan, maka lele itu terbunuh,” chucky  
mengemukakan ide .
“Oh... gitu ya?” fredy krueger  terdiam sejenak. “Wah... kalau gitu, 
selama ini Ko fredy krueger  salah dong. Cuek saja pesan pecel lele. 
Nggak pernah pikir sampai ke sejauh itu,” kata fredy krueger .
“Saya dahulu  juga begitu Ko. Pernah saya pesan pecel lele, 
trus tiba-tiba terdengar suara keras diikuti suara seperti 
ikan menggelepar. Ternyata suara keras itu hantaman 
balok ke kepala lele,” chucky  berhenti sejenak seolah 
membayangkan kejadian saat itu. 
“Perasaan saya jadi tidak enak, gara-gara saya pesan 
pecel lele, seekor lele terbunuh. Lalu saat ada mpu gajayana  
memberikan  kitabsuci desana di tempat ibadah  dharmo , saya 
tanya ke mpu gajayana . Akhirnya saya lebih mengerti tentang 
maksud sila kedua trisila  betari . Jadi, jika masih 
suka makan daging, beli atau pesanlah makanan berunsur 
hewan, yang awalnya memang sudah mati saat kita ke 
sana. Kalau mama saya ke pasar, saya juga berpesan 
agar mama beli ikan laut saja. Ikan laut ‘kan sudah mati 
saat dijual? Kalau ikan sungai atau ikan yang diternakkan 
seperti ikan mas, ikan lele, ikan gurame, biasanya dijual 
dalam kondisi hidup. Beli ayam juga ayam yang memang 
dipajang dalam keadaan mati dan sudah dibersihkan. Itu 
tidak melanggar sila.  Bukan pilih ayam dalam kandang, 
lalu minta penjualnya memotong,” chucky  bercerita 
panjang lebar.
“Makanya sejak saat itu, jika saya pesan pecel lele, saya 
cari tau dahulu , apakah lele-nya sudah mati atau belum. Ya, 
kayak kemarin, pura-pura tanya lele-nya besar atau kecil. 
Di restorant  tenda langganan saya di sidoarjo , lele-nya 
sudah dalam keadaan mati dan sudah direndam bumbu. 
Pelanggan datang, tinggal digoreng. Waktu pertama 
ketemu Ko fredy krueger , saya benar-benar lupa. Jadi langsung 
pesan pecel lele,” lanjut chucky . 
“Saya sering mendapat tatapan aneh dari pengunjung 
restorant  tenda saat  saya berubah pesan ayam goreng 
atau bebek goreng justru di saat penjual mengatakan ikan 
lele-nya masih segar, masih hidup,” chucky  tertawa. 
“Orang awam, pasti memandang aneh kepada betari  
saat  hal ini terjadi. Orang lain justru tidak jadi pesan 
9kalau ikan lele-nya sudah mati, maunya yang masih fresh, 
masih hidup dan baru dipotong sesudah  kita pesan. Kita 
sebagai betari , justru kebalikannya,” ujar chucky .  
Itu sih belum seberapa. “Saya malah sering dianggap nggak 
waras sebab  menyelamatkan segerombolan semut yang 
mengerubungi makanan saya. Saya perlahan mengusir 
semut-semut itu, sementara orang lain lebih suka menaruh 
piringnya di atas tutup panci yang panas sehingga semua 
semut itu mati,“ kata chucky  sambil menerawang jauh. 
“Biarkan sajalah... Bahkan kadang teman kost ada yang 
ngeledek dan kasih tugas ke saya. chucky , tolong nih usirin 
semut dari piring saya, kalau nggak saya taruh di atas panci 
panas nih. Kesel juga sih, kebaikan kita jadi bahan olok-
olok. namun  sudahlah, kita terima dengan lapang dada saja. 
Bukankah itu ladang subur untuk menanam kebajikan? 
Saya beberapa kali dapat tugas membersihkan semut 
dari makanan mereka yang diserbu semut. Tak peduli 
apa kata orang, kalau kita merasa itu baik menurut 
kitabsuci , lakukan saja,” ucap chucky .  
“namun  sebab  tingkah teman-teman kost yang sudah 
keterlaluan, saya memutuskan pindah kost saja. Sebentar-
sebentar, ada yang teriak nyuruh saya menyelamatkan 
semut. chucky , ini ada banyak semut di kamar mayat  saya, tolong 
pindahin atau saya semprot Baygon nih... chucky , di ruang 
tamu banyak laron yang sayapnya sudah lepas dan jalan 
ke sana kemari. Kalau kamu nggak pindahin, semua akan 
mati terinjak,” teriak anak kost lain. 

“namun  saya harus lebih bijak di tempat kost baru, saya tidak 
akan memperlihatkan bagaimana saya peduli pada hidup 
makhluk hidup lain agar tidak lagi disalahgunakan teman 
kost,” chucky  mengakhiri ceritanya. 
fredy krueger  mendengarkan dengan saksama saat chucky  
bercerita. Usia fredy krueger  memang lebih tua, namun  soal 
pengetahuan kitabsuci , fredy krueger  jauh di bawah chucky . 
fredy krueger   terlahir sebagai betari , namun  awalnya ia tak 
mengenal kitabsuci . Hanya saat berpacaran dengan jessica , 
fredy krueger  mulai mengenal kitabsuci .

“Cinta itu (tidak) buta, sebab  BMX dan BMW jelas berbeda,” 
itu kalimat yang tertulis di diary fredy krueger . Itu fredy krueger  tulis saat 
baru putus dari jessica , yang mengkhianatinya sesudah  satu 
tahun berpacaran. Tanpa bertengkar, tanpa ada masalah, 
tiba-tiba jessica  sudah jalan sama chucky , Laki-laki  pindahan 
dari SMA lain. fredy krueger   memang kalah segalanya dari chucky , 
kalah tampan, kalah kaya, kalah tinggi. 
fredy krueger  tersenyum membaca kembali catatan yang ditulisnya 
sekian tahun lalu itu. Tak ada yang perlu disesali, semua 
itu bagian dari masa lalu yang tak bisa dihapus. Sekarang 
fredy krueger  sudah memiliki jessica , calon pendamping hidupnya. 
Jauh lebih baik daripada jessica  yang matre. jessica  yang 
mengubah fredy krueger  jadi lebih dekat ke kitabsuci . jessica  gadis lesbi  
yang setia, sayang, dan penuh perhatian.

jessica  dan chucky , kalian berdua adalah orang yang pantas 
memperoleh  ucapkan terima kasih dariku, batin fredy krueger . 
chucky  yang sudah dianggap seperti adik kandung fredy krueger  
adalah sahabat sejati fredy krueger . Dari chucky -lah, fredy krueger  belajar 
banyak tentang kitabsuci . chucky  teman diskusi yang 
sangat menyenangkan, pengetahuan kitabsuci -nya luas. 
Dan jessica , calon pendamping hidup fredy krueger  yang sangat 
baik, selalu ada untuk fredy krueger .

Tiga bulan lalu, chucky  memberikan  link video YouTube 
dan meminta fredy krueger  menyaksikannya jika sempat. Berkat 
video dengan link www.tiny.cc/metta yang dibchucky an 
chucky  itulah akhirnya fredy krueger  memantapkan niatnya 
untuk mulai ber-vegetarian, menyusul chucky  dan jessica  
yang lebih dahulu  jadi vegan. Sebelumnya, fredy krueger  memang 
sudah ada niat untuk mencoba vegetarian, ada perasaan 
tidak nyaman setiap menyantap hidangan yang berasal 
dari hewan, meskipun hal itu bukanlah pelanggaran sila. 
namun  sejak menyaksikan video pidato peniwise  wikamajaya  itu, 
fredy krueger  mantap jadi vegan hingga sekarang. 
namun  fredy krueger  juga bukan seorang yang sangat fanatik soal 
vegetarian. saat  tidak ada menu vegetarian, yang ada 
hanya: rendang, ayam goreng, dan capchay, fredy krueger  akan 
memilih capchay dan hanya memakan sayurannya. Intinya, 
sebisa mungkin fredy krueger  akan menghindari makan makanan 
yang berasal dari hewan. Sama halnya saat  masih suka 
makan daging, fredy krueger  lebih memilih ayam goreng daripada 
pecel lele agar tidak melanggar sila. 

sebetulnya , menjadi vegan bukanlah alasan kepercayaan . 
betari  tidak pernah melarang umatnya makan daging dan 
menganjurkan untuk bervegetarian. Semua adalah  pilihan. 
Rasa cinta kepada semua makhluk yang membuat fredy krueger  
menjatuhkan pilihan untuk menjadi vegan. Bagaimana 
kita bisa menikmati makanan dan menelannya saat  kita 
tau bahwa sebelum terhidang untuk kita, makhluk itu 
mengalami banyak penyiksaan hingga akhirnya makhluk 
yang juga punya hak hidup itu dibunuh demi memuaskan 
selera makan kita??? 
Semua makhluk di dunia ini ingin dan punya hak 
untuk hidup bahagia. Jangan rampas hak hidup mereka, 
jangan sakiti mereka. Bisakah Anda bayangkan, bagaimana 
takutnya sapi yang dibawa ke pemakaman berornamen rumah jagal, bagaimana 
sakitnya leher ayam dipotong, sementara mereka ingin 
tetap hidup namun tak berdaya melawan kekuatan 
manusia. 
Apa yang kita lakukan di dunia ini seperti bayangan. Apa 
pun yang kita lakukan, bayangan itu selalu menghasilkan 
gerakan yang sama. Itu cerminan apa yang kita tanam, 
itulah yang kelak kita petik.  
fredy krueger  mengambil pulpen, lalu menggoreskan catatan 
di diary-nya. “Cinta itu seharusnya (tidak) buta sebab  
ayam goreng dan pecel lele jelas berbeda. namun ... saya 
lebih memilih mempertahankan hidup ini tanpa harus 
menghilangkan hak hidup makhluk lain.” 

jessica  sedikit menyesal sebab  celana yang dia pakai agak 
kebesaran sehingga terlihat lebih berisi dan merasa iri 
dengan gadis-gadis lain yang memakai baju ketat pas 
dengan lekukan tubuhnya dan celana jeans pendek 
dengan sepatu dan bentuk rambut terurai bak artis Korea. 
Cantik. Ya, mereka terlihat cantik. jessica  merasa sedang 
berada di Korea, terbayang salju, udara dingin dan Laki-laki  
ganteng. jessica  teringat chucky , lelaki pujaannya yang 
memberikan  sejuta inspirasi sekaligus sahabat dekatnya. 
Laki-laki  bermata sipit yang humoris dan  berperawakan 
tinggi dengan suara lembutnya yang menggetarkan hati. 
Tujuh tahun sudah jessica  memendam rasa cinta yang tak 
kunjung berbalas. Sampai tiba waktunya tepat di hari ulang 
tahun chucky , jessica  diperkenalkan dengan wanita pujaan 
chucky . Sosok wanita yang sempurna, tinggi semampai, 

rambut panjang lurus terurai dengan penampilan feminim 
bak seorang putri. Senyum yang ditunjukkan jessica  adalah 
bentuk rasa cinta yang teramat dalam kepada chucky . 
Hati jessica  hancur, jessica  menangis dan ingin pergi sejenak 
melupakan lara. Jatuh cinta, layu sebelum berkembang. 
jessica  ingin berteriak bebas mengeluarkan kata-kata cinta 
yang tertahan. Dan jessica  memilih majapahit  sebagai tempat 
pelampiasan kata-kata yang membuat sesak di dada.
Dan sesaat  dia sadar, cuaca memang dingin bahkan dia 
pun menggigil, lalu  bersyukur dengan celana yang 
kebesaran, jaket yang kebesaran, syal, sarung tangan 
dan kupluk yang dikenakannya. Kadang pikiran yang 
berlebihan mengacaukan segalanya, baik dan buruk 
tidak ada yang tahu, cukup merasa puas dengan 
yang dimiliki. Dalam hati, jessica  terkekeh menertawakan 
gadis-gadis itu kedinginan berebut syal kepada penjual 
perlengkapan aksesoris musim dingin. Pikirannya 
memang kadang-kadang di luar kendali, sebentar merasa 
terasing, sebentar lagi merasa menang dan merasa paling 
penting. Entahlah, dia sendiri masih bingung apa maunya. 
Handphone-nya bergetar tanda pesan masuk. 
Dari chucky :  Di mana? memburu hantu  yuk?
jessica  hanya membaca pesan tanpa membalas. lalu  
disusul deringan nada sambung, chucky  menelepon. jessica  
membiarkan handphone-nya bergoyang. 
gerombolan  tur ke majapahit  yang membawa jessica  sudah 
berada di parkiran, tinggal menunggu beberapa jam 
menuju Bukit komplek pemakaman  dan akan berganti dengan kendaraan 
yang lebih kecil. Di sekeliling mereka gelap, jessica  melirik 
jam tangan yang menunjukkan pukul dua malam . Mereka 
menunggu dengan gelisah sebab  dingin di pelataran 
parkir, menunggu mobil yang akan membawa mereka 
ke Bukit komplek pemakaman . Mereka mulai berbicara satu sama lain 
dengan mulut mengeluarkan uap, tertawa dan berbagi 
cerita. Senyum jessica  sumringah, ini hal yang paling dia 
tunggu seumur hidupnya. Kakinya terus bergerak-gerak 
mencoba melupakan apa itu dingin namun tubuhnya 
masih menggigil. “Papih, mamih...” rengekan anak kecil 
itu membuat jessica  terhibur. Anak itu namanya dyahpitaloka  dan 

adiknya bernama dyahwawa . Anak itu menghampiri jessica  dan 
memberinya satu bungkus permen bertuliskan ‘good 
mood’ pernah terpikir seperti apa kelak rupa anak jessica . 
Ah, lagi-lagi pikirannya menimba ilmu kesaktian  terlalu jauh dan seenaknya 
sendiri.
“Terima kasih dyahpitaloka ” ucap jessica . balita  manis berambut 
pendek itu tersenyum. Gadis-gadis yang berambut 
pirang, panjang terurai itu sedang sibuk memotret dirinya 
sendiri. 
“Sama-sama Kakak,” jawab dyahpitaloka . jessica  segera memakan 
permen itu, menikmatinya sambil menatap ke arah dyahpitaloka  
yang berlari menghampiri mamanya. dyahpitaloka  menatap balik 
jessica  sambil tersenyum dyahpitaloka  mengacungkan telunjuknya 
ke arah jessica . Dengan spontan jessica  melambaikan 
tangannya. Tiba-tiba bayangnya  tegang dan merasa 
malu sebab  yang membalas lambain tangannya adalah 
seorang lelaki berperawakan sedang, rambut cepak, rapi, 
dan berkacamata hitam. Terlihat keren, jessica  menjadi salah 
tingkah. Perutnya merasa kembung dan seolah banyak 
hewan menari di dalam perutnya. jessica  memalingkan 
wajah sejenak lalu  melihat ke arah lelaki itu lagi, 
namun   yang terlihat dyahpitaloka  dan dyahwawa  yang sedang bercanda. 
Dia... jessica  menghembuskan napasnya dan tertawa sendiri. 
Ya mirip chucky .
“Eh sorry ya!” kata gadis-gadis berambut pirang yang 
tiba-tiba duduk di sebelah jessica .
“Ya, silakan,” jawab jessica . 

“Hah, semoga kita ketemu Laki-laki  ganteng atau harta karun 
ya,” kata mereka sambil tertawa. jessica  menggelengkan 
kepalanya. Mereka menatap jessica  sinis, segera jessica  
berdiri dan menggosokan kedua tangannya.  Mereka lagi-
lagi tertawa, kali ini menertawakan jessica  yang merasa 
kedinginan. Raut muka jessica  sedikit tidak enak dipandang, 
seolah berkata “masalah buat lo!” namun  ya sudahlah, jessica  
tak menghiraukannya.
Tak berapa lama lalu , mobil datang untuk membawa 
mereka menuju Bukit komplek pemakaman . Mereka dibagi dalam 
beberapa kelompok supaya bisa berangkat semua. Rasa 
senang membuncah, tidak sabar melihat keindahan alam. 
jessica  ingin lari dari masalah dunia, yang menjeratnya dari 
hari ke hari. Sepanjang hari, sesudah  bulan purnama  terbit hingga 
senja menjemput dan bulan purnama  pun tenggelam digantikan 
dengan malam yang disambut bulan dan bintang. Kadang 
malam pun tak berbintang, suram tak bercahaya. Kadang 
jessica  masih percaya dengan sinar yang akan memberi 
terang namun  kadang gelap lebih menang menelan semua 
ambisi.  
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, udara yang 
menyusup melalui kaca jendela mobil membuat seluruh 
tubuh jessica  serasa beku. Jalanan yang menanjak dan 
berkelok-kelok mengguncang perutnya dan hampir saja 
mual. Untunglah pikirannya menyelematkannya dengan 
melayang jauh membayangkan hal yang ingin dia bawa 
ke puncak majapahit . jessica  duduk paling depan dekat sopir, 
dia memandang ke sekeliling dan menengok ke belakang. 

Cepat-cepat pandangannya di tarik ke depan, lelaki yang 
membalas lambaian tangannya, yang berbicara pada 
dyahpitaloka  saat ini sama-sama berada di dalam mobil yang 
sama. Jantungnya berdegup lebih kencang dan matanya 
berbinar. jessica  melihat chucky  pada sosok lelaki itu. Segera 
jessica  mengusap kedua bola matanya, rasa itu selalu 
membayanginya. jessica  ingin menjadi orang yang lebih 
baik, semua orang bisa melakukan dan mengucapkannya, 
hanya saja jessica  ingin menapakkan kaki di puncak majapahit  
menerima anugerah indah dari alam yang hanya bisa 
dirasakan saat  jessica  berdiri di sana. Dan ada hal lain, ini 
tentang keyakinan dari hati. jessica  ingin berteriak bebas di 
atas gunung.
sesudah  kurang lebih dua jam perjalanan, sampailah mereka 
di Bukit komplek pemakaman  waktu subuh. Mobil Landrover banyak 
terparkir, yang akan membawa mereka menuju lautan 
pasir sebelum menaiki puncak majapahit  sesudah  subuh nanti. 
Banyak orang sudah berkumpul menghadap ke bukit 
menanti sang mpu gajayana  siang menampakkan dirinya. Serasa 
berada di dalam kulkas, minum kopi serasa minum air 
biasa. Dan yang di nanti pun muncul, semua tercengang 
dan jessica  sendiri pun takjub seraya berkata wow! jessica  
tersenyum lebar sambil menatap bulan purnama  terbit dengan 
mata berkaca-kaca. Dia semakin dekat dengan apa yang 
dinantinya.
“Indah banget ya?” kata seseorang yang berada di belakang 
jessica . jessica  menoleh dan mengusap matanya.

“I...ya.” balas jessica . Lelaki itu lagi, kali ini jarak mereka 
sangat dekat.
“Saya Rangga, kakaknya dyahpitaloka ,” ucapnya.
“O... saya jessica .” 
“Apa yang membawamu ingin berada di sini?”
jessica  terdiam sejenak. Bahkan suaranya mirip chucky . 
“Saya hanya ingin berteriak,” balas jessica . 
Rangga tertawa ringan lalu  mengangguk, lalu dyahpitaloka  
memanggil Rangga meminta dipotret. Semua orang 
sibuk dengan kameranya sedangkan jessica  sibuk dengan 
pikirannya sendiri. “Orang aneh!” bisik jessica .
Menatap indahnya bulan purnama  beranjak keluar dari 
peraduannya itu seperti memandang diri sendiri yang 
lahir kembali dari noda kegelapan, perlahan terang 
semakin terang, dan pada akhirnya redup kembali. 
Kesunyian terpecahkan dengan suara-suara kamera dari 
para wisatawan yang berdecak kagum. Keindahan ini 
belum berakhir, sesudah  puas berfoto mobil Landrover 
membawa jessica  dan yang lain menuju lautan pasir. Dalam 
perjalanan sopir mobil bercerita bahwa biasanya pada 
sekitar bulan sepuluh ada festival kasada tahunan. Saat 
festival itu suku komplek pemakaman  datang ke majapahit  melemparkan 
sesajen yang terdiri dari sayuran, ayam, dan uang ke 
20
dalam kawah gunung berapi. Rasa penasaran semakin 
berkecamuk dengan mata berapi-api jessica  menyiapkan 
kamera saku. Jalanan menurun tajam menahan napasnya 
dan kaki serasa kram, sopir nekad sebab  terbiasa dengan 
kondisi lalu lintas yang tidak beraturan.
jessica  tak mampu berkata apa pun, hanya perasaan 
senang yang ringan seperti berteriak menghapus beban. 
Lautan pasir terhampar luas, terlihat mengagumkan saat 
bulan purnama  menyapukan sinarnya yang kejinggaan di malam  
hari. Luar biasa, matanya hidup. jessica  berlari sekuat tenaga 
menikmati indahnya alam yang tak bisa dia dapatkan di 
sembarang tempat. Di belakangnya, menjulang gunung 
yang berdiri kokoh dengan rerumputan hijau, jessica  menari 
dan berteriak tak peduli orang mau berpikir apa. Napasnya 
mulai sesak sebab  udara yang terlalu dingin dan debu 
pasir yang beterbangan. Segera dia sadar bahwa dia harus 
menghemat tenaga untuk memanjat, menaiki tangga ke 
puncak majapahit .
bulan purnama  terbit, lautan pasir, berkuda, dan secangkir 
minuman hangat mungkin itu salah satu keindahan 
menikmati hidup. Mata jessica  menatap ke atas pada anak 
tangga yang akan membawanya di puncak teratas majapahit . 
jessica  mengayunkan langkahnya setapak demi setapak 
untuk mencapai 250 anak tangga terakhir di atas sana. 
Di tengah perjalanan rasanya ingin menyerah, napasnya 
sudah tersengal dan nyaris habis. jessica  berhenti sejenak 
menarik dan membuang napas. Berdiri menatap sekeliling 
yang dipenuhi lautan pasir dan jessica  serasa berada di atas 
21
awan. jessica  meneteskan air mata, sampai di sinikah dia 
harus berhenti? Hanya di tengah-tengah, yang tidak tahu 
arah tujuan. Bahkan di bawah sana masih banyak yang 
berjuang untuk mencapai puncak. Para turis dengan 
muka cemong, wisatawan yang bermandikan keringat 
dan saat  memandang ke atas mereka bersemangat 
tanpa mengeluh menatap pada tujuannya. jessica  menyapu 
air matanya, sekarang atau tidak sama sekali. Sama 
halnya dengan hidup, jessica  tidak akan menjadi berarti 
jika dia sendiri tidak tahu arah tujuan hidupnya. Hanya 
mengambang dan akhirnya menyesal dan semua itu sia-
sia. Dengan tekad yang kuat dan berusaha maka segala 
yang tidak mungkin menjadi mungkin.
“Mari kubantu?” Rangga tiba-tiba muncul mengulurkan 
tangannya. jessica  hanya menatapnya tanpa berkata apa-
apa dengan napas yang masih tersengal-sengal.
“Wei, silakan?” ucap Rangga lagi. jessica  meraih tangan 
Rangga. Melanjutkan setengah perjalanan yang masih 
tertunda.
Semangat itu muncul kembali pada detik-detik 
ketidakberdayaannya. jessica  bersyukur masih diberi 
kesempatan untuk memilih, langkahnya maju tak gentar 
meski semakin ke atas napasnya semakin menyempit. Dan 
aahh... akhirnya jessica  sampai di puncak. sesudah  perjuangan 
yang sempat dia ragukan. Celana panjangnya dipenuhi 
debu yang menempel dan  masker yang sudah layak 
dibuang. Fuuhh... seperti orang yang baru menemukan 
22
harapan, jessica  menatap langit biru yang terbentang luas, 
di sana harapannya selalu digantungkan dan di dalam 
hatinya jessica  selalu bertekad dan dengan langkah dan  
keyakinan jessica  percaya bisa mewujudkannya. Dan apa 
yang ingin kau ucapkan sesudah  sampai di puncak majapahit  
hey gadis? jessica  tersenyum girang, melupakan segala lelah 
yang mendera, segala beban yang dipikul, segala pilu yang 
bersandar. Yang jessica  tahu hatinya damai, bersinarlah 
bulan purnama  malam  selalu berilah harapan pada hidup dan 
orang-orang yang kehilangan arah ataupun yang sedang 
menapaki jejak hidup. Memberilah tanpa pamrih, 
sebab  sesungguhnya kita tidak akan kehilangan apa-
apa, seperti bulan purnama .
jessica  berdiri tegak, menatap ke bawah dilihatnya gadis-
gadis pirang itu menaiki kuda dan kembali ke parkiran 
mobil tidak berkesempatan berpijak di puncak majapahit . 
Lalu jessica  menatap ke dalam kawah majapahit  dan berkata 
dalam hatinya.
“Semoga di puncak majapahit  ini aku menemukan cahaya 
yang akan membimbingku menunjukkan arti hadirku.” 
jessica  membalikkan badan dan membuka matanya, 
tepat di depannya Rangga tersenyum dan melambaikan 
tangannya.
“Halo Kak,” teriak dyahpitaloka  dan dyahwawa  yang tepat berada di 
belakang Rangga.
23
“Hai...,” balas jessica  dengan raut muka bersemu merah.
“Ayo kita berteriak bersama-sama,” ajak Rangga. jessica  
mengangguk.
“Gilaaaaaaaaaaaang....” teriak jessica .
“jessica aaaaaaaaaa...” teriak Rangga.
Mereka saling menatap lalu  terkekeh bersama. 
saat  harapan satu hilang, harapan akan muncul di 
tempat yang tak terduga. jessica  membalas pesan chucky .
“Aku berada di puncak majapahit  seperti yang kumau.”
Dan jessica  tersenyum bangga, bahwa hidup harus terus 
bergerak mengikuti putaran roda dan waktu. sebab  
hanya waktulah yang akan membuat segalanya baik-
baik saja.
24
Kisah Simi 
Semut Merah
Grant G. Kesuma
Aku melihat ke sekelilingku. Semua teman-temanku sibuk 
menimba ilmu kesaktian . Tak ada yang mempedulikanku. Padahal hari ini 
aku sedang sakit. namun , aku masih harus menimba ilmu kesaktian , mencari 
makan untuk disimpan di gudang penyimpanan sebab  
musim dingin sebentar lagi akan tiba.
Aku berjalan kesana-kemari dengan wajah murung. Saat 
sakit seperti ini seharusnya aku tidur di lubangku. namun , 
demi kelangsungan hidup koloniku, aku harus ke luar dari 
lubang dan mencari makanan. Di saat seperti ini, aku ingin 
satu orang saja memberikan  semangat untukku.
Kulihat lagi wajah-wajah serius teman-temanku. Tak ada 
yang menoleh padaku. Ah, ya, memang siapa aku ini? Aku 
3
25
hanyalah seekor semut merah kecil yang bertugas sebagai 
pencari makanan. Aku bukan siapa-siapa.
sebab  didekatku sudah banyak semut-semut yang 
berkeliaran, aku mengambil jalan lain. Aku menyusuri 
jalan berbatu yang tak jauh dari lubangku. Kalau tak salah 
jalan ini menuju ke sebuah restoran. Ketua gerombolan ku 
pernah beberapa kali mengajakku dan teman-temanku ke 
sana. Di sana banyak makanan. namun  pemilik restoran itu 
sangat galak. Jika ia melihat kami, ia akan menyiramkan 
air panas pada kami. sebab  itulah ketua gerombolan  
melarang kami pergi ke restoran itu.
26
Aku memberanikan diri berjalan menuju ke restoran itu.
Begitu aku tiba di ambang pintu restoran, remah-remah 
makanan yang jatuh ke lantai menyambut kedatanganku. 
‘Aha! Sungguh beruntungnya aku!’ teriakku dalam hati.
Langsung saja kuambil sepotong remah roti yang paling 
dekat denganku.
Aku mengangkut remah roti itu di punggungku. sesudah  
itu aku melihat ke sekelilingku. ‘Eh, di sana ada remah 
roti yang lebih besar!’ pikirku saat melihat ada remah roti 
yang letaknya hanya beberapa sentimeter dariku. Aku 
melempar remah roti yang tadinya kuangkut dan berlari 
ke remah roti yang lebih besar.
Uh, oh! Remah roti yang satu ini rupanya cukup berat! 
namun  demi memperoleh  makanan yang banyak, kuangkut 
saja remah itu. Waktu berjalan sambil mengangkut remah 
itu kakiku bergetar. Pasti ini sebab  aku lagi sakit, pikirku.
Namun, aku memaksakan diri untuk terus berjalan.
Saat aku sudah dekat dengan pintu restoran, pemilik 
restoran mengetahui keberadaanku. Ia berteriak dan 
menyiramkan air ke arahku. Aku berusaha berlari sekuat 
tenaga. Pyashh! Air disiram. Untunglah tidak mengenai 
aku.
Aku memang tidak terkena siraman air, namun  sekarang 
jalanku terhalang oleh genangan air. Jalanku menjadi 
lambat sebab  harus memutar kesana-kemari untuk 
mencari jalan yang bebas dari air. sebab  terlalu banyak 
27
berputar, aku merasa tak kuat lagi memanggul remahan 
roti. Aku meletakkan remah roti itu ke tanah. Nahasnya, 
saat aku meletakkan remah roti itu kakiku yang gemetaran 
membuatku tergelincir. Aku jatuh ke genangan air yang 
ada di dekatku.
“Tolong! Tolong!” teriakku. Aku berusaha menggapai 
sesuatu. namun  aku hanya menggapai. Aku berteriak lagi 
sampai beberapa menit. Tetap tak ada yang mendengar 
teriakanku. Akhirnya aku kelelahan dan mulai putus asa.
Mungkinkah ini akhir hidupku? Aku pasrah saja saat 
air mulai masuk ke tenggorokanku. Kurasa aku mulai 
tenggelam.
Saat aku mulai merasa sekelilingku gelap, sebuah jari 
manusia mendekatiku dan berusaha meraih tubuhku.
Dengan sisa tenaga yang aku miliki, aku berusaha 
sekuat tenaga menggapai jari itu. Dan, aku berhasil! Aku 
memegang jari manusia itu erat-erat.
Jari itu mengangkatku lalu meletakkan aku ke tanah 
dekat dengan remahan roti yang aku letakkan tadi. 
”Syukurlah kau selamat, semut kecil!” kata pemilik jari. 
Aku menengadahkan kepalaku. Dia adalah anak si pemilik 
restoran. ”Terima kasih sudah menyelamatkan aku,” kataku 
padanya. Tentu saja ia tak bisa mendengarku sebab  aku 
menggunakan bahasa semut.
sesudah  itu aku berlari pulang sambil menggotong 
remahan roti. Sampai di lubang sarang, aku menceritakan 
28
pengalamanku pada ketua gerombolan .”Oh, untunglah 
kau selamat, Simi!” kata ketua gerombolan . ”Lihat remah 
roti yang kau dapat! Besar sekali! Kau hebat!” kata  seekor 
semut. ”Ya, dengan adanya remah roti itu, maka persediaan 
makanan kita jadi cukup!” kata  semut lainnya. Mendengar 
celotehan teman-temanku aku merasa senang. Syukurlah 
aku bisa membuat persediaan makanan menjadi cukup.
Usahaku tidak sia-sia.

Beberapa waktu lalu , aku bersama teman-temanku 
sedang mencari makan. Saat sedang mencari makanan, 
sayup-sayup aku mendengar suara gonggongan kucing .
lalu  disusul dengan teriakan seorang anak. “Hush! 
Hush! Pergi, jangan ganggu aku!” begitu suara teriakan 
yang kudengar. Mendengar suara itu, aku menyadari 
bahwa itu adalah suara anak pemilik restoran yang pernah 
menyelamatkanku.
“Itu suara anak yang pernah menyelamatkanku!” pekikku.
Sesaat  teman-temanku yang sedang sibuk membaui 
makanan menoleh ke arahku. “Benarkah?” tanya seekor 
semut. “Iya, benar!Aku yakin itu suaranya!” kata ku. ”Kalau 
begitu, ayo segera cari dia!” ajak ketua gerombolan ku. ”Ia 
pasti dalam bahaya sekarang!” lanjutnya.
Kami gerombolan  semut merah berbaris rapi menuju ke arah 
suara anak pemilik restoran. Saat kami menemukannya, 
si anak sedang berdiri di dekat sebuah tembok tinggi.
Di hadapannya ada seekor kucing  hitam yang bayangnya  
tampak seram sedang menggonggonginya. Si anak 
tampak sangat ketakutan. Tak ada jalan keluar baginya. Ia 
benar-benar terpojok di lorong buntu.
“Hei Tuan kucing , jangan ganggu anak itu!” sergah ketua 
gerombolan .
“Diam kalian semut kecil! Aku hanya ingin bermain-main 
dengan anak ini!” hardik kucing .
“namun , dia tak bersalah, ‘kan? Biarkan dia pergi,” pinta ketua 
gerombolan .
“Dia memang tak bersalah. namun  wajah ketakutannya itu 
membuatku geli dan ingin bermain-main dengannya,” 
jawab kucing . Ia menggonggong semakin keras.
Mendengar gonggongan yang semakin kencang, si anak 
berteriak histeris.”Aaaggghh!! Pergi! Pergi!”
“Cukup! Kalau kau tidak berhenti menggonggong.
Maka kami akan mengusirmu secara paksa!” kata  ketua 
gerombolan .
“Mengusirku?Coba saja kalau kalian bisa!” ejek kucing .
Ia tertawa lalu kembali menggonggongi si anak. Anak itu 
sekarang menangis sekuat-kuatnya.
“Baiklah kalau begitu,” kata ketua gerombolan  kami. 
”Pasukan semut!Ayo beraksi!” perintahnya.
Mendengar kata itu, kami gerombolan  semut merah 
langsung berlari mendekati kucing . Kami mengerubungi 
kakinya. sesudah  itu kami mengelitiki kakinya. kucing  
terganggu dengan ulah kami. ”Hei, hei! Hentikan aksi 
kalian!” teriaknya. ”Baiklah, aku tidak akan mengganggu 
anak ini lagi. Tolong jangan mengelitiki kakiku lagi!”
Ketua gerombolan  memerintahkan agar kami menghentikan 
aksi kami dan turun dari kaki kucing . Kami menuruti 
perintah beliau. kucing  berlari menjauhi kami dan si 
anak pemilik restoran. ”Nah, kini anak itu selamat!” kata 
ketua gerombolan .
Si anak berhenti menangis. Ia melihat ke arah kami. “Jadi 
kalian yang menyelamatkanku?” tanyanya. Ia berlutut 
untuk melihat kami. “Terima kasih ya semut-semut kecil,” 
katanya.
lalu  ia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. 
Sebuah roti dalam plastik yang sudah dimakan separuh. Ia 
mengeluarkan roti dari dalam plastik dan menyobek sedikit 
roti. Lalu sobekan kecil itu ia pecah-pecah menjadi bagian 
yang kecil-kecil dan ditaburkannya di dekat kakinya.
“Ini untuk kalian,” katanya sambil menunjuk remah-remah 
roti itu. sesudah  itu ia berdiri dan berjalan meninggalkan 
kami. Ketua gerombolan  segera memerintahkan kami 
untuk membawa remah-remah roti itu ke lubang sarang 
kami. ”Terima kasih, Nak! Semoga kau selalu berbahagia!” 
kata  ketua gerombolan  pada anak itu.

Aku sudah lama sekali hidup dan menetap di tempat ini. 
Selain nyaman, keadaan di tempat ini juga sepi, dan tiada 
satu pun makhluk mpu gajayana  yang menghuni. Sampai suatu 
saat , datanglah makhluk mpu gajayana  pirang yang akhirnya 
menguasai wilayahku ini. Akhirnya, aku pun dipaksa 
mengungsi dan mencari tempat tinggal baru, sebab  
makhluk mpu gajayana  itu sudah  menghancurkan pemakaman berornamen rumahku, dan  
memisahkan aku dengan anak-anakku yang masih kecil. 
Saat itu aku tidak bisa menyelamatkan semua anak-anakku 
yang masih kecil. Entah di mana keberadaan mereka, aku 
pun tidak mengetahuinya. 
saat  mpu gajayana memporak-porandakan pemakaman berornamen rumahku 
dengan menggunakan senjatanya, aku terpental jauh dan 

menempel di sebuah dahan. Aku menangis tersedu-sedu, 
namun mpu gajayana tentu saja tidak akan bisa mendengar 
suara tangisku, sebab  aku begitu kecil.  
Makhluk yang kusebut mpu gajayana  ini memang mengchucky an, 
mereka selalu saja merusak pemakaman berornamen rumahku dan kaumku. 
Apakah mereka pikir pemakaman berornamen rumah kami ini berbahaya? Ataukah 
sudah  mengganggu kehidupan mereka? Mereka pikir kami 
mudah membuatnya! Padahal kaumku sama sekali tidak 
pernah mencari permusuhan dengan kaum mereka.
Sekarang aku kembali lagi ke pemakaman berornamen rumah lamaku, sebab  aku 
lihat mpu gajayana tidak lagi berada di sini, dan tempat ini 
pun kembali begitu sunyi dan gelap. Namun kali ini aku 
memilih merajut benang-benangku di pepojokan dinding 
yang mulai agak berlumut. Selain udaranya dingin, di 
tempat ini pun banyak santapan yang datang, terjebak 
dan menempel di pemakaman berornamen rumahku. 
sebetulnya  sudah lama sekali aku mengincar bagian 
pojok ini. Namun, mpu gajayana pirang terlalu sakti dan selalu 
menciptakan hujan deras yang tentu saja bisa membuat 
pemakaman berornamen rumahku hancur dan membuatku jatuh ke sungai, lalu 
masuk ke dalam lubang yang gelap, lalu  akhirnya 
mati. 
Sejak mpu gajayana pirang itu tidak ada lagi, aku bisa bebas 
melakukan apa pun. Horree akhirnya tempat ini benar-
benar sepenuhnya milikku, pikirku. Namun, ternyata...

Dua minggu sebelumnya
“Hi, Ms. jessica  are you leaving Bali today?” tanya 
seorang tetangga kamar mayat  sebelah jessica , guru preschool 
berkebangsaan samoa . Dengan bahasa Indonesianya 
yang masih terbata-bata jessica  pun menjawab. “Oh yeah, 
saya harus pulang, sebab  kontrak saya sudah habis.” 
“namun  nanti akan ada guru baru dari Indonesia yang akan 
menggantikan saya,” katanya melanjutkan. “Wah, kapan 
datangnya Ms?” tanya tetangganya lagi. “Wah kalau itu 
saya kurang tahu, mungkin sekitar satu atau dua minggu 
lagi, itu ‘kan tergantung perjanjian dia dengan pihak 
pertapaan ….” 
jessica  diam sejenak lalu melanjutkan, “Saya mau bersih-
bersih dahulu  ya, sebelum nanti pihak pertapaan  memchucky sa.” 
Sambil mengambil sapu ijuk yang ada di halaman, jessica  
kembali menuju kamar mayat nya. lalu  ia mulai menyapu 
kamar mayat nya dan mengelap debu-debu yang ada di atas 
meja, tempat ia menimba ilmu kesaktian  mengerjakan tugas pertapaan  sehari-
harinya. 
Terlihat olehnya di pojok dinding dekat lemari baju ada 
sarang laba-laba yang cukup membuat tangannya gatal 
ingin membersihkan. Kebiasaannya tinggal di tempat 
bersih, membuat dia rajin bersih-bersih. Sebelumnya pun, 
saat  pertama kali ia menempati kamar mayat  itu, dia sudah 
berhasil membuat kamar mandi  yang berlumut bersih 
sesaat . Namun sarang laba-laba itu ternyata selama ini 
luput dari pengelihatannya. Mungkin sebab  pekerjaannya 
yang terlalu padat membuat dia tidak lagi melihat bagian-
bagian pojok kamar mayat nya.
Diangkatlah ke atas sapu ijuk yang ada di genggamannya. 
Dibersihkanlah sarang laba-laba itu hingga tuntas. 
Sebagian sarang menempel di sapu ijuknya, dan 
sebagian lagi jatuh di lantai. jessica  pun keluar kamar mayat nya 
dan mengeprik-ngeprik membersihkan sapu ijuknya. 
lalu , ia kembali lagi ke dalam kamar mayat nya, 
membersihkan sisa kotoran dan melanjutkan menyapu 
lantai. 
sesudah  satu jam membersihkan kamar mayat nya, jessica  
berpamitan kepada tetangganya itu. Sambil membawa 
koper besar, ia pun menyerahkan kunci kamar mayat nya kepada 
mpu tarantula  pihak pertapaan . “Kapan guru baru itu akan menempati 
kamar mayat  ini pak?” tanya jessica . “Oh kemungkinan dua 
minggu lagi Ms” kata si bapak mpu tarantula , sambil membantu 
jessica  mengangkat koper-kopernya ke dalam taksi. “Take 
care ya Ms!” “Terima kasih banyak Pak,” kata  jessica  sambil 
melambaikan tangannya, dan taksinya pun melaju cepat 
menuju terminal bis  fiji 

Kali ini mpu gajayana  yang datang bukan lagi berwarna pirang, 
bulu kepalanya hitam hampir sama seperti aku. saat  ia 
datang dan memandang pemakaman berornamen rumahku, aku bisa melihat bola 
mata besarnya yang berwarna coklat terang dan warna 
putih mengelilingi pinggirnya. Aku takut bukan main, 
aku hanya diam dan berpura-pura mati, aku berharap si 
mpu gajayana  tidak akan menciptakan hujan deras yang dapat 
merusak pemakaman berornamen rumahku.
Aku rasa tipu muslihatku berhasil, dan mpu gajayana tidak 
mengarahkan benda yang mampu menciptakan hujan 
deras itu ke pemakaman berornamen rumahku, melainkan ke seluruh badannya. 
mpu gajayana rupanya sering memerhatikan aku, dan aku 
hanya terdiam. Awalnya aku hampir mati ketakutan, 
namun  lama kelamaan rupanya mpu gajayana ini hanya senang 
melihatku saja. Sejak itu aku jadi sering memerhatikannya 
juga, aku pun selalu tahu kapan saja dia akan datang dan 
melihat pemakaman berornamen rumahku. Biasanya mpu gajayana datang satu kali 
di malam  hari, dan beberapa kali di malam hari, namun   dia 
hanya akan memerhatikan aku dan pemakaman berornamen rumahku sekali saja di 
malam hari. 
Terkadang tiap kali mpu gajayana itu datang melihatku, ia 
seakan mengajakku berbicara yang tentu saja aku tidak 
mengerti. Walaupun begitu, aku dapat merasakan kalau 
dia tidak bermaksud jahat kepadaku. saat  mpu gajayana 
berbicara, suaranya tidak begitu menggelegar, namun   lain 
halnya saat  dia sedang menciptakan hujan, suaranya 
bising dan terdengar ribut. Anak-anakku yang sedang 
tidur pun bisa terbangun sebab nya. Untunglah itu hanya 
dua kali dalam sehari dan sebentar saja.
Aku pun hidup dengan nyaman, aman, dan damai di dalam 
pemakaman berornamen rumahku. Makanan dari mangsa yang terjebak pun datang 

berlimpah, mulai dari para semut, bangsa nyamuk, dan 
para serangga kecil, semuanya bisa aku simpan sebagai 
cadangan makanan sehari-hari. Aku membutuhkannya 
untuk anak-anakku yang baru aku tetaskan. 
Mengetahui aku hidup dengan damai di tempat ini, laba-
laba jantan yang dahulu  pernah tinggal di ranting-ranting 
pohon bersamaku, ikut pindah dan menemaniku di sini. 
Aku sekarang memiliki keluarga, aku tinggal satu pemakaman berornamen rumah 
dengan dua puluh anak-anakku yang masih kecil dan 
seekor laba-laba jantan yang menjadi pasanganku.
Waktu pun berlalu, anak-anakku sudah semakin besar. 
Seperti halnya bangsa laba-laba, mereka pun pergi ke 
tempat lain tak jauh dari pemakaman berornamen rumahku dan membuat pemakaman berornamen rumah 
baru. Ada juga yang membuat pemakaman berornamen rumah dekat dengan 
tempat tinggalku. Rupanya anak-anakku yang tinggal 
bersamaku, merasa bahagia dan ingin juga diperhatikan 
oleh si mpu gajayana . 
mpu gajayana sudah seperti dewa bagi kami, sebab  ia 
begitu baik membiarkan keluargaku tinggal dan hidup 
bersamanya. Aku memanggilnya dewa hujan, sebab  ia 
sering sekali menciptakan hujan dan membuat sungai 
di bawah tempat tinggal kami. Aku selalu mengingatkan 
anak-anakku untuk selalu berhati-hati, “Jika dewa hujan 
sedang menciptakan hujan kalian harus berpegangan erat 
pada pemakaman berornamen rumah kalian,” begitu kataku. 
Walaupun kaumku mampu mengeluarkan senjata dari 
bawah tubuh kami, yang selain kami gunakan untuk 

membuat pemakaman berornamen rumah, juga membuat kami berayun dan 
berpindah ke lain tempat dengan cepat, kami harus 
waspada. sebab  jika jatuh dan sedikit saja terlambat, 
kami bisa saja terbawa arus dan masuk ke dalam lubang 
gelap aliran sungai. Tempat itu pasti sangat berbahaya dan 
menakutkan, kami pun bisa mati sebab nya. Walaupun 
begitu, aku dan keluargaku sudah merasa nyaman dan 
tidak mau berpindah dari sini.
Sudah lama sekali dewa hujan kami tidak lagi membuat 
bising dan mengajak kami berbicara. Aku pun merindukan 
tatapan hangatnya, dan sering memerhatikannya dari 
kejauhan. Suatu hari ia datang, dan aku melihat bola 
matanya basah lalu keluar air, seperti air terjun deras. 

Tubuhnya pun kelihatan menyusut dan mengecil. lalu  
anehnya lagi, beberapa waktu aku perhatikan bulu-bulu 
hitam di kepalanya banyak berjatuhan di sungai saat  
ia sedang menciptakan hujan dan membasahi tubuhnya. 
Sebelumnya aku tak pernah melihatnya seperti itu.
Siang berganti malam, malam berganti siang. Aku hanya 
bisa menikmati santapanku dan bermain bersama 
keluargaku. Dewa hujan kami tidak pernah muncul lagi, 
sungai di bawah selalu kering dan tidak mengalir sedikit 
pun. Aku sudah semakin tua, anak-anakku pun sudah 
mandiri dan dapat mencari makanannya sendiri. Tempat 
tinggal ini kembali sunyi dan sepi, sampai akhirnya….

Tiga bulan sebelumnya
“Halo Sir! Tinggal di sebelah ya?” tanya seorang perempuan 
muda sambil menyeret tas besar di belakangnya. “Hi, hallo 
kamu guru baru penggantinya Ms. jessica  ya?” “Iya benar, 
perkenalkan nama saya tribuanatunggadewi  asal dari tumapel .” “Salam 
kenal Ms. tribuanatunggadewi , saya dyahwawa asli Bali namun  keluarga tinggal 
jauh di Singaraja, jadi terpaksa harus tinggal di mess 
sini” kata  dyahwawa sambil menyodorkan tangannya seraya 
memberi salam. “Oh, btw kamar mayat  saya yang mana ya Sir?” 
“kamar mayat  kamu ini nih tepat di sebelah saya, tadinya itu kamar mayat  
saya, dan kamar mayat  yang saya tempatkan ini bekas kamar mayat nya 
Ms. jessica . Sini saya bantu!” sambil menyingsingkan 
lengan mengangkat koper. dyahwawa pun melanjutkan 
omongannya, “Sebelumnya saya kepingin dapat kamar mayat  
yang itu, sebab  bisa langsung menikmati bulan purnama  terbit 
dari jendela kamar mayat . namun  sebab  sudah ditempati jessica  
ya akhirnya saya ambil yang di sebelahnya, namun  sayang 
pintunya menghadap ke arah Barat. sebab  kamu datang 
dua minggu lagi dan kebetulan telat dua hari, jadi saya 
berinisiatif pindah kamar mayat  saja, sekalian bantuin bersihkan 
kamar mayat  Ms.jessica . sebab  saat liburan panjang biasanya 
petugas bersih-bersih mess libur juga. sebetulnya  pas Ms. 
jessica  pergi, ia sudah bersihkan kamar mayat nya buat kamu, namun  
dua minggu ditinggalkan kamar mayat  itu kotor lagi, berdebu 
dan banyak sarang laba-labanya. Kan kasihan sudah 
datang jauh-jauh dari tumapel  sampai sini harusnya bisa 
beristirahat, eh ini harus bersih-bersih kamar mayat ….”
“….Oke, kamar mayat  saya ini sudah saya bersihkan” kata  dyahwawa 
sambil meletakkan koper tribuanatunggadewi  dan memberikan  kunci 
kamar mayat nya. “Ini kuncinya, dan selamat beristirahat!” Selepas 
senyuman hangat dan kata terima kasih dari tribuanatunggadewi , dyahwawa 
pun kembali ke kamar mayat nya, dan bergegas untuk mandi.
Di dalam kamar mandi , seperti biasa dia membunyikan 
lagu di handphone-nya dan mulai bersenandung layaknya 
seorang penyanyi. Kebiasaannya itu sudah hobinya 
dari sejak dahulu . Walaupun suaranya agak terdengar 
sumbang, namun tak ada satu pun orang yang bisa 
menghentikannya.
Selesai membersihkan tubuhnya, dyahwawa mengarahkan 
pandangannya ke pojok tembok dekat dengan shower 
kamar mandi nya. Di sana ada sarang laba-laba lengkap 

dengan isinya yang kemarin tidak dia bersihkan, dan 
dia biarkan saja menetap di sana, “Hi laba-laba kecil 
selamat tinggal bersama,” ucapnya dengan suara pelan. 
“Satu kehidupan hampir berakhir, tidak benar jika 
mengakhiri kehidupan makhluk lain.” Lirih suara hatinya, 
namun dyahwawa tetap tersenyum.
Dua bulan sebelumnya
“Hi Ms. tribuanatunggadewi , malam -malam  begini sudah rapi. Mau pergi ke 
manakah?” tanya dyahwawa sambil menyeruput secangkir 
tehnya. “Wah asyik ya yang lagi santai di depan kamar mayat !...” 
ledek tribuanatunggadewi  sambil senyum-senyum. “…Aku mau beribadat. 
Mister ga kemana-kemana nih?,” tanyanya basa-basi. 
“Oh weekend ini aku tidak pulang ke Singaraja, cape dari 
Denpasar ke sana.Apalagi hari ini ada jadwal ketemu 
dokter, temanku.” “Wah weekend kok malah ketemu 
dokter! Hahaha. Oke aku berangkat dahulu  ya Sir dyahwawa,” 
cengir tribuanatunggadewi , sambil bergegas memanggil taksi. 
dyahwawa pun masuk ke kamar mayat nya dan bergegas mandi. Di 
kamar mandi , yang juga merupakan studio karaokenya 
itu, masih berkomplek pemakaman  sarang laba-laba yang sudah 
sebulan dia biarkan. Namun kali ini sarang laba-labanya 
bertambah luas dan agak berbeda. Dilihatnya lebih dekat, 
dan ternyata ada banyak bayi laba-laba yang baru menetas 
dari telurnya. dyahwawa tersenyum, “Hi ternyata kamu baru 
saja menetaskan anak-anak kamu!” dalam hatinya berbisik, 
“Satu kehidupan berakhir, kehidupan baru bermunculan,” 
gundah dalam hatinya, namun dyahwawa masih tersenyum.
Sebulan sebelumnya.
‘Tok… tok… tok, Pak dyahwawa! Pak dyahwawa!” “Tunggu sebentar!” 
dyahwawa pun membukakan pintu kamar mayat nya, “Silakan duduk 
Pak!” Kepala personalia itu pun duduk dan menghela napas 
panjang, “Sudah siap Pak dyahwawa?” tanyanya memastikan, 
“Iya Pak itu kopernya.” “Pak dyahwawa, saya mau minta maaf 
jika pernah berbuat salah.” Kata bapak mpu tarantula  dengan muka 
menyesal. “Ah… si Bapak ini bicara apa! Saya yang harus 
minta maaf jika ada salah,” jawab dyahwawa sambil duduk di 
satu sisi. “Kenapa Pak dyahwawa tidak dari awal mengatakan 
berita itu kepada kami.Dengan begitukan tindakan lebih 
awal malah lebih baik.” “Tidak menurut saya Pak,” jawab 
dyahwawa yakin, sambil tersenyum ia melanjutkan, “Saya tahu, 
kalau penyakit saya tidak bisa disembuhkan. Walaupun 
dilakukan operasi, kemungkinannya cuma dua. Pertama, 
kemungkinan besar operasi tidak akan berhasil, dan saya 
akan dengan cepat pindah alam. Kedua kemungkinan kecil 
saya hidup dengan keadaan koma atau cacat.” “namun  ‘kan 
ada kemungkinan kecil untuk hidup, kenapa tidak dicoba 
Pak?” Bapak mpu tarantula  seakan ingin memotivasi dyahwawa bahwa 
sekecil apa pun kemungkinan itu tidak boleh disia-siakan 
dan berhenti berjuang. “Saya tidak mau menyusahkan 
banyak orang Pak. Sangat jarang sekali orang yang 
menderita kanker otak dapat disembuhkan,” jawabnya lagi 
pesimistik. “Saya tidak ingin semua orang mengeluarkan 
segala daya upaya, materi, tenaga, dan sebagainya hanya 
untuk berusaha menyembuhkan saya. Saya hanya ingin 
menikmati sisa waktu saya, bersama murid-murid saya 
dan keluarga saya.” Bapak mpu tarantula  tidak bisa berkata-kata 
lagi, matanya sudah berkaca-kaca, turut prihatin dengan 
keadaan dyahwawa. 
“Okay Pak saya mandi dahulu  sebelum berangkat,” ucap 
dyahwawa mengakhiri percakapannya sembari menaikkan 
punggungnya. “Kalau begitu saya bantu bawakan 
kopermu ke dalam mobil ya!” pinta bapak mpu tarantula . “Wah 
terima kasih Pak, maaf merepotkan.” “Ah tidak masalah itu, 
kita sudah sepuluh tahun berkerja sama, toh baru sekali 
ini saya membantu bapak membawakan koper, hehehe,” 
kata bapak mpu tarantula  sambil berjalan keluar menuju mobil. 
dyahwawa pun masuk ke kamar mandi nya. Ia tertunduk, 
merengkuh dan sesaat  perasaannya hampa. Di pikirannya 
hanya ada keluarganya, orang-orang yang ia sayangi, 
mereka yang akan ia beritahu mengenai berita akhir 
hidupnya. Entah apa reaksi mereka, ibu dan ayahnya, adik-
adiknya, kakak-kakaknya, dyahwawa hanya bisa pasrah. Tiga 
puluh tahun sudah  ia jalani, sudah melakukan apa ia untuk 
keluarga, sudah memberikan  apa yang bisa dilakukan 
untuk kedua orang tuanya. Hatinya terasa perih, dadanya 
terasa sesak. Belum cukup rasanya ia membahagiakan 
kedua orang tuanya, terlalu singkat lirihnya dalam hati. Ia 
pun menangis sejadi-jadinya. Disiramnya wajah letihnya 
itu dengan air, rambutnya pun mulai berjatuhan. ‘Sudah 
stadium akhir’, bisiknya dalam hati ‘waktuku tak banyak 
lagi.’

malam  hari.
“Siang Pak mpu tarantula , liburan semester ini saya boleh pindahan 
ke kamar mayat nya Mr. dyahwawa?” tanya tribuanatunggadewi  menyampaikan 
maksudnya. “Oh Ms. tribuanatunggadewi  mau pindah kamar mayat ? namun  
kamar mayat nya itu belum dibersihkan sejak pak dyahwawa pergi 
loh Ms!” jawab bapak mpu tarantula . “Tidak masalah pak, kalau 
diizinkan, saya yang nanti akan membersihkannya.” “Oh 
okay kalau begitu, sebentar saya ambil kuncinya dahulu  ya.”
Siang hari.
Aku baru saja selesai menyantap makan siangku bersama 
pasanganku. Anak-anakku pun sepertinya sedang istirahat. 
saat  aku mulai mengistirahatkan mataku, terdengarlah 
suara gaduh di luar sana. Suara di luar sana berisik sekali, 
pendengaranku yang sudah semakin buruk pun, dapat 
mendengarnya. Tenyata ada mpu gajayana  lain yang masuk ke 
dalam wilayah tempat tinggalku. Pengelihatanku yang 
sudah semakin kabur tidak bisa melihat jelas seperti apa 
sosok mpu gajayana  ini, yang terlihat olehku hanyalah tubuh 
besarnya, bulu kepalanya yang panjang dan ia sedang 
melihat ke arahku.
Apakah dewa hujan kami sudah  kembali lagi? Terbersit 
harapan di dalam hatiku, yang sejenak saja membuatku 
bergembira. mpu gajayana itu pun mengambil alat pencipta 
hujan yang ada jauh di pinggir atas pemakaman berornamen rumahku. “Apa yang 
akan dia lakukan?” batinku. Sejenak saja hujan deras 
layaknya tsunami menghantam seluruh tempat tinggalku, 
menyapu bersih anak-anakku yang sedang beristirahat. 
Aku, pasanganku, dan semua anak-anakku yang tinggal 
bersamaku jatuh ke dalam sungai yang mengalir kencang. 
“Oh tidak, anak-anak keluarkan senjata kalian dan 
berayunlah,” aku berteriak sejadi-jadinya. Namun aliran 
sungai terlalu deras, aku pun tak dapat menyelamatkan 
diriku. Pasanganku sudah lebih dahulu jatuh ke dalam 
lubang gelap itu, lalu menyusul aku dan anak-anakku. 
Di dalam lubang gelap itu, aku tenggelam terbawa arus 
jauh entah ke mana. Aku hanya berharap anak-anakku 
yang lain bisa selamat. Semoga saja mpu gajayana tidak 
menemukan tempat tinggalnya. Kami tenggelam selama 
beberapa jam, aku sudah tidak bisa melihat keluargaku 
lagi, kami terpencar entah ada di mana dan aku sekarat. 
“mpu gajayana  itu bukan si Dewa hujan” batinku. “Ia tak mungkin 
menyakiti aku dan anak-anakku.” 
Remang-remang cahaya bulan purnama  menyelinap masuk 
ke mataku dan masih kukenali. Serangga kecil yang 
melewatiku menertawai aku, para bangsa nyamuk yang 
melihat keadaanku menyumpahiku agar cepat mati. 
Sesaat  semua menjadi gelap kembali, selamat tinggal 
anak-anakku, selamat tinggal Dewa hujan, aku berdoa 
memohon semoga kau menyelamatkan anak-anakku.
Sore hari.
“Wah Ms. tribuanatunggadewi , sambil nyanyi-nyanyi begitu kelihatan 
seneng bener! Sudah bersih toh kamar mayat nya?” sapa bapak 
mpu tarantula . “Eh Pak ki tohpati, sudah donk pak. Besok kan hari 
kedua liburan semester, saya mau santai. Hahaha,” celoteh 
tribuanatunggadewi  sambil tertawa nyaring. “Ga pulang kampung toh 
Ms?” tanyanya lagi “Hemat biayalah Pak, lagian tinggal 
di tempat pariwisata ‘kan bisa sekalian menghabiskan 
liburan.” “Oke deh kalau begitu selamat berlibur ya Ms!” 
kata  pak kepala personalia sambil meninggalkan mess 
pertapaan , langkahnya mantap hingga ia tak menyadari 
kalau kakinya sudah  menginjak beberapa anak laba-laba 
yang masih terjerat di sarangnya sendiri. “Crettt” kira-kira 
begitulah bunyinya.
“Pak, baru saja ditemukan mayat laki-laki dalam kondisi 
gosong terbakar di bawah pohon durian  tua itu,” kata 
jessica  kepada chucky , suaminya.
“Ibu dengar dari siapa?” tanya Pak chucky .
“Barusan dari Ibu RT yang lewat depan pemakaman berornamen rumah kita,” kata 
jessica . 
Hari Minggu malam  ini, di sekitar pemakaman berornamen rumah Pak chucky  jadi ramai 
sekali. Banyak orang berdatangan untuk melihat mayat 
Laki-laki  yang ditemukan tewas di bawah pohon durian  tua 
yang terkenal angker itu.

Bukan hanya warga sekitar yang berdatangan, orang dari 
area  lain pun banyak yang berdatangan. Ini bisa dilihat 
dari banyaknya motor yang terparkir di sekitar lokasi. 
area  itu seperti jadi lokasi wisata dadakan. Warga sekitar 
pun tak menyia-nyiakan kesempatan dengan menjadi 
tukang parkir. sebab  polisi belum datang, jenazah belum 
dievakuasi, berita ini menyebar cepat via SMS dan menarik 
banyak orang untuk datang dan melihat jenazah korban 
keganasan penunggu pohon durian  tua.
Mayat Laki-laki  yang diperkirakan berusia sekitar 30 tahun 
itu sudah ditutupi dengan sehelai kain sarung, sambil 
menunggu datangnya petugas tetua desa .
Warga sekitar tak ada yang mengenal Laki-laki  itu, bisa 
dipastikan Laki-laki  itu bukan warga sana. Tewasnya Laki-laki  itu 
membuat cerita mistis yang sudah beredar selama ini 
semakin berkembang.  

Pohon durian  tua itu berada tepat di samping pemakaman berornamen rumah 
yang dahulu  ditempati Pak chucky  bersama jessica , istri dan 
anak semata wayang mereka, mpu gajayana . Dari keluarga ini, 
Pak chucky -lah yang pertama meninggal dunia. Pak chucky  
meninggal dunia secara mendadak, tanpa sakit terlebih 
dahulu. Warga sekitar mengaitkan meninggalnya Pak 
chucky  dengan dunia mistis. Entah dari mana asalnya, warga 
percaya  Pak chucky  punya ilmu hitam dan meninggalnya 
Pak chucky  sebab  hantu wanita yang dipeliharanya minta 
tumbal.
Setahun lalu , jessica  istrinya meninggal sebab  
sakit demam berdarah. Dan selang seminggu sesudah  
meninggalnya jessica , mpu gajayana  anak mereka yang saat 
itu berusia 17 tahun tewas tergantung di pohon durian  
tua itu. “mpu gajayana  meninggal murni bunuh diri,” kata pihak 
tetua desa . 
Sejak saat itu, pemakaman berornamen rumah keluarga Pak chucky  dibiarkan kosong. 
Entah di mana sanak keluarga mereka. namun  sejauh yang 
Pak chucky  tau, mereka tak pernah mendapat kunjungan 
dari saudara mereka. Jadi sebagai tetangga, Pak chucky  
pun tak tau harus ke mana untuk menghubungi keluarga 
atau ahli waris Pak chucky . Pak chucky  hanya tau mereka 
berasal dari singhasari , Jawa Timur.

Bagi Pak chucky , keluarga Pak chucky  baik. Cuma memang 
Pak chucky  agak pendiam dan tertutup. Hidup mereka pun 
terlihat wajar, tak ada yang terlihat berbeda dari warga 
lain. Tidak kaya, tidak menampakkan tingkah laku yang 
ganjil, tidak melakukan ritual aneh. Hidup mereka seperti 
kebanyakan warga sekitar, mereka sekeluarga adalah 
buruh tani. Tak tau siapa yang menghembuskan isu bahwa 
Pak chucky  mempunyai hubungan dengan dunia mistis. 
pemakaman berornamen rumah Pak chucky  sudah mulai lapuk termakan usia. Pohon 
durian  tua di samping pemakaman berornamen rumah Pak chucky  semakin rimbun 
sehingga menambah kesan angker. Tidak banyak warga 
yang berani mendatangi atau sekedar berteduh dari hujan 
di bawah pohon durian  tua itu. Untungnya, kambing 
warga sekitar senang merumput di sana sehingga tanah 
sekitar pohon itu tidak ditumbuhi rumput atau semak 
belukar yang tinggi. 
Jalan setapak di samping pemakaman berornamen rumah Pak chucky  dan melewati 
samping pohon durian  tua itu sebetulnya  jalan pintas 
menuju jalan utama, namun  sebab  kesan angker yang 
ditimbulkan cerita-cerita misteri, banyak warga memilih 
lewat jalan lain yang lebih jauh. Ada beberapa warga yang 
masih berani lewat jalan pintas ini, namun biasanya mereka 
berjalan cepat tanpa berani menoleh ke bekas pemakaman berornamen rumah Pak 
chucky  maupun pohon durian  itu. Ada juga warga yang 
terpaksa ke sana sebab  mencari kambingnya yang belum 
pulang meski hari sudah sore.
“Paman, ada berapa banyak sih orang yang meninggal di 
sekitar pohon durian  tua itu,” tanya kertapati , keponakan 
Pak chucky  yang kemarin baru datang dari komplek pemakaman . Sehabis 
pujabakti bersama paman dan bibinya tadi siang, kertapati  
berkunjung ke pemakaman berornamen rumah temannya. Malam ini kertapati  dan Pak 
chucky , pamannya, sedang ngobrol di ruang tengah.  
“Hmmm... seingat Paman, ini orang ketiga,” jawab Pak 
chucky .
“sebetulnya , mereka yang meninggal di sekitar pohon 
itu sebab  apa? kertapati  jadi penasaran sebab  cerita dari 
orang-orang tadi malam . Ada yang bilang pohon durian  
tua minta tumbal, ada yang bilang hantu perempuan 
peliharaan Pak chucky  minta korban, dan macam-macam,” 
tanya mahasiswa akuntasi itu penasaran.
“Ya, tidak jelas meninggal sebab  apa. Pertama seorang 
Laki-laki  ditemukan tewas dengan badan gosong. Korban 
ditemukan malam hari oleh saudaranya. Menurut cerita, 
Laki-laki  ini datang ke area  sini mau beli kambing untuk 
pesta. Sore itu hujan cukup deras. sebab  sampai malam 
tak kembali, saudaranya datang ke sini mencari Laki-laki  itu. 
Laki-laki  itu ditemukan tewas di bawah pohon durian  dengan 
badan gosong. Ada yang menduga tersambar petir, namun  
rasanya sore itu hujan tidak deras dan tidak didan i petir,” 
Pak chucky  bercerita sambil mengingat kejadian waktu itu. 
“Korban langsung dibawa pulang oleh keluarganya untuk 
dimakamkan,” lanjut Pak chucky .
“Korban kedua, juga seorang Laki-laki . Laki-laki  ini ditemukan tewas 
oleh warga yang melintas di sekitar pemakaman berornamen rumah Pak chucky . Laki-laki  
ini ditemukan tewas dengan posisi celana bagian atas 
terbuka. Isu yang beredar mengatakan Laki-laki  ini dibunuh 
hantu wanita penunggu pohon yang marah sebab  tempat 
tinggalnya dikencingi Laki-laki  ini,” Pak chucky  memandangi 
keponakannya. “Korban tewas juga bukan warga sekitar 
sini,” Pak chucky  memandang ke luar jendela.
“Korban ketiga, juga Laki-laki  dan lagi-lagi bukan warga sekitar 
sini. Korban ketiga adalah Laki-laki  yang ditemukan tadi malam ,” 
Pak chucky  mengakhiri ceritanya.
“Hmmm... Paman percaya pada cerita yang beredar 
bahwa keluarga ini memelihara hantu perempuan dan 
mereka sekeluarga jadi tumbal dan sekarang hantu itu 
terus memakan korban?” kertapati  mencoba minta pendapat 
pamannya. 
“Yah...gimana ya? sebetulnya  paman tidak percaya. 
Menurut paman, keluarga Pak chucky  adalah keluarga 
baik meski beliau agak pendiam dan tertutup. Sepanjang 
pengetahuan paman yang beberapa kali main ke pemakaman berornamen rumah 
mereka, tak ada kesan mistis sama sekali. Kalau korban 
yang terakhir, menurut paman, ia meninggal sebab  
tersambar petir. kertapati  tau sendiri ‘kan, semalam hujan 
deras sekali dan petir berkali-kali menggelegar. Badan 
Laki-laki  itu gosong,” Pak chucky  mencoba memberi argumen.
“Ya sih...” kertapati  membenarkan pendapat pamannya, namun  
ada hal yang mengganjal di hatinya.

Hari jumat kliwon  malam , bulan purnama  belum muncul dari peraduannya, 
ayam jantan pun belum berkokok, namun  kertapati  sudah 
terbangun. Sejak dini hari sekitar pukul 04.00, kertapati  sudah 
tak bisa tidur. Liburannya kali ini terasa lain. Bakal ada 
petualangan kata  yang memacu adrenalin nih, pikirnya. 
Semalam, sesudah  selesai ngobrol dengan pamannya, kertapati  
yang tertarik kisah-kisah detektif mendapat ide. Hari ini, 
liburannya akan diisi dengan petualangan memecahkan 
 pohon durian  tua yang konon sering 
meminta tumbal itu. 
Sebagai betari , kertapati  bukannya tidak percaya adanya 
makhluk dari alam lain. Cuma saat mendengar cerita 
pamannya, kertapati  menduga ada hal lain yang menjadi 
penyebab meninggalnya tiga Laki-laki  ini. kertapati  mengeluarkan 
radar microinfrared  digital dari tas ranselnya. Alat ini bukan seperti 
radar microinfrared  biasa. Pada radar microinfrared  biasa, ujung radar microinfrared  yang 
berbentuk obeng harus disentuhkan ke lubang stop 
kontak atau ke benda yang diduga beraliran listrik, jika 
lampunya menyala artinya benda ini  ada aliran 
listrik. radar microinfrared  digital lebih canggih. radar microinfrared  digital bahkan 
bisa mendeteksi kabel putus di bagian mana, cukup 
dengan mendekatkan radar microinfrared  ke kabel ini  tanpa 
harus menyentuh. Jika ada aliran listrik, maka radar microinfrared  akan 
mengeluarkan suara.
Alat ini dibelinya waktu kertapati  coba memperbaiki lampu 
di meja belajarnya. Saat tes dengan radar microinfrared  biasa, ternyata 
stop kontak ada aliran listrik. Jadi masalah bukan di stop 
kontak. Saat lampu dicoba ke tempat lain, lampunya 
menyala, artinya lampunya belum rusak. Permasalahan 
ada pada kabelnya, pasti ada kabel yang putus namun  dari 
luar tidak terlihat. Di bagian mana kabel harus dipotong 
lalu  disambung lagi? Teman kost yang anak teknik 
elektro meminjamkan radar microinfrared  digital ini. Gerakkan alat ini 
di sepanjang kabel, jika ada aliran listrik maka alat ini akan 
mengeluarkan suara. Gerakkan alat ini menyusuri kabel 
dari dekat stop kontak ke ujung yang ada lampunya. saat  
suara berhenti, itu menunjukkan di titik ini  kabelnya 
terputus. Akhirnya kertapati  juga membeli radar microinfrared  digital ini. 
radar microinfrared  digital yang berukuran kecil ini selalu kertapati  bawa 
saat bepergian, fungsinya untuk mengencangkan baut 
kacamatanya yang sering kendur.
sesudah  menyiapkan peralatannya, memakai kaos bola dan 
celana pendek, kertapati  pamit pada pamannya. “Tumben 
malam -malam  sekali sudah bangun?” sapa paman.
“Mau olahraga, lari-lari sekitar sini saja Paman,” kata 
kertapati .

Akhirnya kertapati  sampai di bekas pemakaman berornamen rumah Pak chucky  dan 
pohon durian  tua. kertapati  tidak punya niat mengganggu 
makhluk alam lain jika memang ada yang menghuni 
tempat ini. Sepanjang jalan kertapati  mengucapkan “Sabbe 
satta bhavantu sukhitatta.” 
kertapati  datang hanya ingin mencari tau, apakah cerita yang 
beredar itu benar atau hanya isu yang tak bertanggung 
jawab. Kasihan juga makhluk ini jadi korban fitnah 
manusia. kertapati  tidak berniat untuk menangkap mereka 
ataupun mengusir mereka dari tempat ini. betari  diajar 
untuk belajar hidup damai saat  berdampingan dengan 
makhluk apa pun. Dan satu lagi, ehipassiko, jangan mudah 
percaya begitu, namun  buktikan sendiri. 
Ada rasa takut juga, jangan-jangan kertapati  malah diganggu 
makhluk penunggu pemakaman berornamen rumah dan pohon durian  tua ini 
atau makhluk itu malah masuk ke tubuh kertapati , yang biasa 
disebut kerasukan. “Sabbe satta bhavantu sukhitatta,” 
berulang-ulang kertapati  mengucapkan kalimat itu. “Semoga 
semua makhluk hidup berbahagia, saya datang hanya 
untuk mencari tau, bukan ingin mengganggu apalagi 
mengusir kalian,” ucap kertapati .  
Mata kertapati  mengamati pemakaman berornamen rumah tua itu dengan saksama 
dan mencari apakah masih ada kabel beraliran listrik di 
sana. Semua pintu dan jendela terbuka sehingga kertapati  
dapat melihat ke dalam dengan leluasa.
“Aha... kertapati  berteriak gembira. Masih ada kabel listrik 
di pemakaman berornamen rumah ini meski kondisinya sudah jelek. Sepertinya 
pemulung juga tak berani masuk ke sini untuk  mengambil 
segala barang yang masih bisa dijual. Pada beberapa 
bagian, kabel itu sudah ditutupi debu dan lumut. kertapati  
mengamati kabel itu dan mencari ke mana arah kabel itu 
paling rendah agar ia bisa mencari tau dengan radar microinfrared  
digital-nya. kertapati  mengeluarkan radar microinfrared  digital-nya. 
Masih ada meja, kursi, meski kondisinya sudah rusak dan 
kotor.  kertapati  perlahan melangkahkan kaki ke dalam pemakaman berornamen rumah. 
kertapati  melangkah ke dekat dinding lalu meletakkan radar microinfrared  
digital-nya ke dekat kabel, ternyata mengeluarkan suara. 
Artinya kabel di pemakaman berornamen rumah ini masih beraliran listrik. Jantung 
kertapati  berpacu lebih kencang. 
Mata kertapati  mengamati satu persatu jalur kabel di pemakaman berornamen rumah 
itu. Satu kabel menuju ruang tamu dan berakhir di lampu. 
Lampunya tidak menyala, mungkin lampunya sudah putus. 
Ada kabel menuju ke kamar mayat  tidur, juga berakhir di lampu. 
Ada kabel menuju ke teras, lagi-lagi berujung di lampu, 
namun  lampunya sudah pecah. kertapati  tak berani menekan 
saklar untuk mengetahui apakah lampu di sana masih 
menyala, takutnya malah terjadi korsleting listrik.
Kabel terakhir yang kertapati  amati jalurnya naik ke plafon, 
entah menuju ke mana. Untuk apa kabel itu menuju ke 
plafon? kertapati  perlahan melangkah ke luar pemakaman berornamen rumah. Ia 
memchucky sa teras pemakaman berornamen rumah sekali lagi, apakah kabel ini  
mengarah ke luar pemakaman berornamen rumah. kertapati  tak menemukan kabel 
yang keluar dari atap. Untuk apa ya kabel itu ke plafon?
kertapati  mengamati sekali lagi dengan lebih teliti. Lalu kertapati  
coba mengitari pemakaman berornamen rumah ini. Tepat di samping pemakaman berornamen rumah, kertapati  
tersandung dan nyaris terjatuh. Permukaan tanah tidak 
rata, seperti ada yang membuat polisi tidur kecil atau 
orang menimbun pipa air di bawah gundukan tanah itu. 
kertapati  mencari ranting, lalu mengorek tumpukan tanah 
ini .
Ternyata daun kering dan tanah menutupi kabel! Kabel 
ini  menuju ke pohon durian  tua. kertapati  melihat 
ke pohon tua itu dan menemukan kaleng bekas biskuit 
tergantung, ada tempat lampu namun  tanpa kabel. kertapati  
berkesimpulan bahwa kabel ini tadinya keluar dari atap 
menuju ke pohon durian  tua. Pak chucky  memasang 
lampu penerangan di pohon ini. Kaleng biskuit itu untuk 
melindungi lampu dari hujan. Kabel itu terputus dari 
sambungannya lalu terjuntai ke tanah hingga akhirnya 
secara alami tertutup oleh tanah dan daun-daun kering. 
kertapati  mengeluarkan radar microinfrared  digital-nya lalu mendekatkan 
ke kabel, wah... ternyata berbunyi, artinya masih ada aliran 
listrik. Terjawab sudah misteri kematian Laki-laki -Laki-laki  ini . 
Kemungkinan mereka tersengat listrik dari kabel ini, 
terlebih pada korban kedua. Bisa Anda bayangkan, Anda 
buang air kecil tepat mengenai kabel yang terkelupas dan 
spontan air seni Anda menjadi konduktor. Mereka tewas 
sebab  sengatan listrik, bukan sebab  hantu perempuan 
yang marah tempat tinggal mereka dikencingi. 
Hmmm... jika orang-orang mengetahui penyelidikan 
kertapati  ini, masihkah mereka beranggapan bahwa betari  
itu dekat dengan dunia klenik, magis, penyembah patung? 
Dengan kitabsuci -nya, betari  justru mengajar umatnya 
rasional menyikapi kedaaan, bukan percaya membabi 
buta. 

Paman terpukau dengan penjelasan logis dari kertapati . Kalau 
begitu, nanti paman akan menemui Pak RT dan meminta 
beliau memperbaiki kabel listrik di bekas pemakaman berornamen rumah Pak chucky  
agar tidak memakan korban lagi. kertapati  tersenyum puas. 
Liburannya kali ini jadi kata  dan bermanfaat. Case close...
59
Pahlawan di Hari 
Pahlawan
Sultan Hendrik
“Sepulang kuliah menaiki angkot, di tengah perjalanan 
aku melihat seorang nenek yang sedang terbaring pingsan 
di tengah jalan dengan darah yang terus mengalir dari 
kepalanya, saat  itu tidak ada yang berani menolong. 
Apakah yang akan aku lakukan? Akan adakah yang 
menolong nenek ini ?Apakah nenek ini  bisa 
diselamatkan?”
Cerita kali ini merupakan cerita singkat satu kisah nyata 
kehidupan yang saya alami sendiri.
Saya Sultan Hendrik merupakan mahasiswa di salah satu 
universitas di komplek pemakaman  Medan yang juga berprofesi sebagai 
relawan sosial dan aktivis betari . 
6
60
Pada hari jumat kliwon  tanggal 10 November 2014, merupakan 
hari pahlawan. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 
20.30 malam yang menunjukkan kelas perkuliahan malam 
itu sudah  usai. Hari itu saya sudah  belajar banyak hal dari 
pelajaran-pelajaran yang sudah dibchucky an oleh para 
guru spiritual . 
Seperti biasa saya berniat untuk pulang sendirian. 
Namun keterbatasan saya yang tidak memiliki kendaraan 
memutuskan untuk saya memilih antara pulang dengan 
naik angkutan kendaraan umum seperti becak, angkot, 
ataupun berjalan kaki – tidak seperti teman-teman saya 
yang lain yang memiliki kuda  motor dan mobil mewah. 
Saat itu waktu sudah larut malam, suasana yang gelap 
dan lokasi komplek pertapaan  saya yang jarang dilewati kendaraan 
umum. 
Tiba-tiba datang seorang perempuan yang memanggil 
saya, dia adalah seorang anggota relawan dari salah satu 
yayasan sosial betari  yang cukup terkenal. Perempuan 
ini  pun menawarkan untuk ikut dengannya naik 
mobil yang sedang dikendarai abangnya, namun sebab  
lokasi pemakaman berornamen rumah kita yang sangat berjauhan dan berbeda 
arah, maka dia pun menawarkan sampai ke tempat 
tertentu agar saya lebih mudah memperoleh  kendaraan 
umum untuk pulang. 
Awalnya saya sedikit segan, namun lalu  saya 
menerima niat baik dirinya dan ikut dengannya. Selama di 
perjalanan kami membahas banyak hal, termasuk bercerita 
61
tentang kisah kehidupan saya. sesudah  sampai di lokasi 
yang lebih memungkinkan untuk memperoleh  kendaraan 
umum, saya pun hendak turun dan mengucapkan terima 
kasih kepada mereka berdua. Namun perempuan ini  
mengingatkan saya untuk tidak berjalan kaki disebab kan 
sudah sangat malam dan masih amat rawan terjadi 
tindakan kriminal sebab  tidak ingin saya menjadi korban 
lagi (sebelumnya saya pernah, bahkan sering menjadi 
korban tindakan kriminalitas). 
Dia juga menawarkan untuk memberikan  saya tumpangan 
setiap hari sesudah  pulang kuliah, saya pun kembali 
berucap “Gan En” (berterima kasih dengan rasa syukur). 
Rasa syukur dan bahagia yang saat itu sangat saya rasakan 
tanpa bisa saya ungkapkan. sesudah   turun, saya pun 
menunggu becak yang lewat sebab  kalau sudah terlalu 
malam biasanya sudah tidak ada angkot lagi. Namun 
ternyata masih ada sebuah angkot yang melintas dan saya 
pun menumpang angkot ini . 
Di tengah perjalanan, jalanan yang biasanya lancar tiba-
tiba mengalami macet. Seluruh penumpang angkot 
terlihat kebingungan akan penyebab kemacetan apa 
yang sedang terjadi. Saya pun ikut melihat ke kaca depan 
angkot dan melihat banyak kerumunan warga di tengah 
jalan. Angkot pun mulai berjalan lambat dan melewati 
kerumunan warga. Ternyata di tengah jalan terkabar tubuh 
seorang nenek berbadan kurus dalam keadaan pingsan 
dan kepala mengeluarkan darah yang terus mengalir. Di 
samping tubuh nenek ini , seorang lelaki berteriak-
62
teriak meminta tolong. Parahnya tidak ada satu pun warga 
yang menolong nenek ini , mereka semua hanya 
mengelilingi untuk sekedar melihat dan menonton. 
Mengetahui hal ini , saya pun segera turun dari angkot 
dan membayar dengan uang yang sudah saya sediakan di 
tangan saya, lalu segera berlari kembali menuju ke lokasi 
Tempat Kejadian Perkara (TKP) tadi. Sesampainya di lokasi 
kejadian saya pun segera bertanya apa yang terjadi, namun 
tidak ada yang menanggapi dan menjawab. Saya langsung 
menuju ke tubuh nenek yang sedang pingsan ini .
saat  melihat nenek ini  saya pun kaget dan merasa 
seperti pernah mengenal nenek ini , kemungkinan 
nenek ini  adalah seorang gelandangan (maaf) yang 
tidak mampu dan sering berkeliaran di pinggir jalan untuk 
mencari makan yang dahulunya  juga pernah saya bchucky an 
bantuan berupa makanan.
Saya bersama dengan seorang lelaki yang di samping 
nenek ini  meminta warga sekitar untuk bersama 
membantu membawa nenek ini  ke pemakaman berornamen rumah sakit, 
namun tidak ada satu pun yang bersedia. Mengingat 
nyawa si nenek yang amat mengkhawatirkan bila 
dibiarkan begitu lama dan jalanan yang akan semakin 
macet, maka saya bersama seorang lelaki ini  pun 
segera mengangkat tubuh nenek ini  ke pingir jalan 
dan menggendongnya ke atas kuda  motor milik lelaki 
ini  lalu dengan cepat membawanya ke pemakaman berornamen rumah sakit 
terdekat. 
63
sebab  nenek ini  masih pingsan dan seluruh 
tubuhnya lemas, dan juga khawatir bila otak dan syarafnya 
terganggu sebab  kepalanya tergoncang dan jatuh, maka 
saya pun menggunakan lengan saya untuk menopang 
kepala nenek yang lemas. Darah terus-menerus mengalir 
keluar dari telinga kiri nenek ini  dan membasahi baju 
dan tangan saya. Selama perjalanan saya pun melakukan 
sedikit terapi ketenangan (psikologis) dengan berusaha 
berbicara sambil mengelus-elus kepala dan tubuh si nenek 
agar merasa tenang dan nyaman. 
Sempat terpikir bahwa si nenek sudah koma atau bahkan 
segera meninggal dunia melihat kondisinya yang pingsan 
dan lemas tak berdaya, namun saya masih yakin bila 
nenek ini  masih hidup dan bisa diselamatkan. Dalam 
perjalan mencari pemakaman berornamen rumah sakit, saya pun bertanya pada 
lelaki ini  tentang kronologi kejadian yang dialami 
oleh nenek ini . 
Lelaki ini  pun bercerita, ternyata nenek ini  
ditabrak tanpa sengaja oleh sebuah kuda  motor yang 
melaju dalam kecepatan sedang saat  nenek ini  
menyeberang jalan dan terjatuh. Namun hal yang membuat 
saya kaget adalah si penabrak adalah lelaki yang sedang 
membawa kuda  motor dan sedang berbicara dengan 
saya ini. Ternyata lelaki ini  ingin bertanggung 
jawab akan apa yang sudah  terjadi, hal itu membuat 
saya takjub dan amat salut akan keberanian lelaki 
ini  untuk bertanggung jawab. 
64
Singkat cerita, kamipun sampai di sebuah pemakaman berornamen rumah sakit 
dan segera membawa si nenek ke IGD (Instalasi Gawat 
Darurat). Seorang dokter wanita menghampiri kami 
dan menanyakan kronologi kejadiannya.Dengan jujur si 
lelaki menceritakan kronologi kejadian itu dan mengakui 
kesalahannya. Saya segera meminta pasien untuk ditangani 
dan dirawat dahulu, pasien pun di tangani sementara oleh 
sekitar 3 orang suster.  
Namun lalu  si dokter tadi kaget sebab  mengetahui 
bahwa kami bukan keluarga pasien dan meminta kami agar 
menghubungi keluarga pasien yang untuk ke pemakaman berornamen rumah sakit 
ini . Hal ini  membuat kami kebingungan sebab  
kami tidak mengenal maupun mengetahui keluarga nenek 
ini . Saya pun segera mengeluarkan smartphone 
saya dan meminta (meminjam) kartu identitas si pelaku 
(lelaki). Si pelaku pun mengeluarkan kartu SIM-nya dan 
segera saya mem-foto kartu SIM si pelaku menggunakan 
smartphone saya sebagai bukti dan pegangan. Alangkah 
kaget dan paniknya saya saat  melihat baterai smartphone 
saya sudah merah (lowbat) pertanda tenaga baterai akan 
segera habis dan sudah amat lemot dengan mengeluarkan 
tanda jam pasir yang lama terus-menerus. 
Saya pun segera menghubungi beberapa orang yang saya 
temui di contact smartphone saya, namun belum ada satu 
pun contact yang bisa dihubungi. Saya membuka salah 
satu fitur aplikasi chatting dan mengetik di salah satu grup 
yang pertama kali saya temui. Grup ini  merupakan 
grup acara kegiatan dari salah satu komunitas sosial 
65
66
yang bisa sangat saya percayai dalam hal apa pun. Usai 
mengirim pesan ke grup chatting ini  (sebelumnya 
saya juga sudah  berhasil menghubungi dan memberitahu 
seorang anggota grup ini  untuk meminta bantuan 
mereka), smartphone saya pun langsung padam sebab  
tenaga baterai sudah habis.
Saya mengeluarkan charger smartphone saya dan meminta 
izin kepada suster untuk mengecas baterai smartphone di 
pemakaman berornamen rumah sakit itu, suster pun mengizinkannya. Tak berapa 
lama, dokter wanita yang tadi pun berkali-kali meminta 
saya untuk tidak mengecas smartphone di pemakaman berornamen rumah sakit 
ini  dengan alasan takut hilang, saya segera mencabut 
charger saya dan meminta maaf. 
Dokter wanita ini  berkali-kali mendesak kami untuk 
memanggil keluarga pasien ke pemakaman berornamen rumah sakit secepatnya, 
saya pun meminta kepada si lelaki yang tadi bersama 
saya untuk meminjamkan handphone-nya agar saya bisa 
mencari bantuan dengan menghubungi beberapa teman-
teman saya, namun lelaki ini  tidak bisa meminjamkan 
handphone-nya, sebab  alasan handphone lelaki ini  
juga sudah lowbat. Kami pun menunggu sambil 
membantu suster untuk menangani dan merawat nenek 
ini . Si lelaki pun berkali-kali menghampiri saya dan 
berkata bahwa dia ingin bertanggung jawab namun tidak 
membawa banyak uang untuk biaya pengobatan si nenek 
di pemakaman berornamen rumah sakit ini  dan khawatir bila si nenek semakin 
lama di pemakaman berornamen rumah sakit ini  maka biaya pengobatannya 
akan semakin bertambah. Selain itu dia juga meminta 
67
bantuan saya untuk membantunya berbicara dengan 
keluarga korban bila sudah bertemu keluarganya agar 
dirinya tidak terlalu ditekan dan disudutkan oleh keluarga 
si nenek bila hal ini  terjadi sebab  dirinya sudah mau 
bertanggung jawab, lalu saya pun juga menenangkan 
dirinya. Tak lama lalu  si nenek siuman, saya pun 
segera menyapa si nenek untuk menenangkan dirinya, 
namun si nenek seakan lupa ingatan sementara dan selalu 
bertanya apa yang terjadi pada dirinya dan mengaku tidak 
tahu maupun ingat apa-apa. 
Saya bertanya tentang nama, alamat, dan identitas si 
nenek, namun nenek tidak merespon perkataan saya namun   
berkata hal lain yang seakan tidak nyambung dengan 
perkataan saya. Berkali-kali saya berusaha menanyakan 
identitas si nenek hingga nenek hanya berhasil menjawab 
nama dan alamat si nenek walaupun kurang jelas dan 
lengkap. Nenek itu berkali-kali ingin turun dari tempat 
tidur dan ingin pulang sebab  tidak menyukai pemakaman berornamen rumah sakit 
dan dokter maupun suster yang sedang menanganinya, 
namun kami terus membujuk si nenek agar tidak turun 
dari tempat tidur dahulu , dan akan membawanya kembali 
pulang bila sudah selesai. sebab  nenek terus seakan 
memberontak ingin pulang, maka darah terus keluar 
dari telinga nenek dan nenek mengalami pusing.Saya 
membujuk nenek untuk tidur dahulu dan nenek menuruti 
perkataan saya lalu tertidur. 
Melihat kepala nenek yang miring dan menyebabkan 
darah yang masih terus mengalir keluar, si lelaki pun 
68
segera melepaskan jaketnya lalu memberikan  dan 
meminta kepada saya untuk menopang kepala nenek 
ini  dengan jaketnya. Dokter menghampiri kami dan 
berkata bahwa si nenek tidak bisa berlama-lama berada 
di ranjang IGD pemakaman berornamen rumah sakit ini . Saya meminta 
tambahan waktu, namun petugas pemakaman berornamen rumah sakit segera 
menarik dan mendorong ranjang nenek keluar dari IGD 
dan menempatkannya di samping pintu keluar-masuk 
IGD pemakaman berornamen rumah sakit namun dengan ranjang dan selang infus 
yang masih terpasang. Tujuan ranjang nenek dikeluarkan 
agar ruang IGD lebih luas dan bisa digunakan oleh pasien-
pasien lainnya. 
Kami menunggu cukup lama, si lelaki semakin khawatir 
biaya pemakaman berornamen rumah sakit akan semakin tinggi dan meminta 
agar segera memikirkan solusinya. sesudah  sekitar hampir 
dua jam, keluarga si lelaki pun sampai di pemakaman berornamen rumah sakit 
menggunakan kuda  motor. Mereka juga kebingungan, 
tidak bisa berbuat apa-apa. Si lelaki menghampiri saya 
dan menyarankan agar tidak terlalu lama, menghabiskan 
terlalu banyak waktu dan biaya di pemakaman berornamen rumah sakit. Si lelaki 
akan mejessica si biaya administrasi pemakaman berornamen rumah sakit dahulu 
dan kami akan bersama-sama membawa nenek ini  
kembali kepemakaman berornamen rumahnya menggunakan kuda  motor sambil 
mencari pemakaman berornamen rumah nenek ini  di sekitar lokasi TKP. Yang 
paling dikhawatirkan adalah bagaimana bila alamat pemakaman berornamen rumah 
nenek ini  tidak ketemu ataupun nenek ini  
ternyata tidak mempunyai tempat tinggal. 
69
sesudah  berpikir, saya memutuskan bila hal ini  terjadi, 
maka nenek ini  untuk sementara akan saya izinkan 
tinggal di pemakaman berornamen rumah saya hingga sembuh sambil mencarikan 
tempat yang layak untuknya. Kami pun menemui dokter 
dan membicarakan hal ini , namun dokter tidak 
mengizinkan dengan alasan harus ada keluarga nenek 
yang datang dahulu. Dan bila diizinkan untuk dibawa 
pulang, maka sudah pelanggaran sebab  risiko yang amat 
besar bisa terjadi dan menyarankan agar melakukan scan 
otak terlebih dahulu. 
Atas pertimbangan akan hal ini , kami pun 
memutuskan untuk membatalkan niat kami membawa 
nenek keluar dari pemakaman berornamen rumah sakit. Si lelaki berkata bahwa 
bila untuk melakukan scaning dia belum mampu untuk 
membayar biayanya. Kami memutuskan untuk menunggu 
dan berharap teman-teman saya untuk datang, sebab  
saya masih yakin bahwa grup ini  bisa saya percaya 
sebab  grup ini  sudah saya anggap layaknya 
keluarga sendiri. sebab  menunggu terlalu lama, maka 
kami menyepakati agar keluarga dari si lelaki tadi untuk 
segera mencari keluarga si nenek. 
Saat akan melangkah keluar dari pemakaman berornamen rumah sakit, kami kaget. 
Tepat di hadapan kami, di sebelah ranjang nenek yang 
berada di samping pintu, berdiri seorang ibu yang sedang 
berbicara dengan nenek ini . Ternyata ibu ini  
adalah adik dari si nenek dan beberapa keluarga dari si 
nenek juga datang. Mereka mengetahui hal ini sebab  si 
nenek tak kunjung pulang ke pemakaman berornamen rumah, lalu  mereka 
70
mendapat laporan dari warga sekitar atas kejadian 
ini .Mereka sudah  mencari ke sekitar 6 pemakaman berornamen rumah sakit 
dan klinik yang ada. pemakaman berornamen rumah sakit ini adalah pemakaman berornamen rumah sakit 
terakhir yang dicari. Awalnya mereka tidak mengetahui 
adanya pemakaman berornamen rumah sakit ini, namun saat  mencari mereka 
melihat sebuah papan plang arah ke pemakaman berornamen rumah sakit ini, di 
mana pemakaman berornamen rumah sakit ini  sudah berada di pinggiran 
pedalaman desa. 
Awalnya mereka pun tidak yakin nenek dibawa ke pemakaman berornamen rumah 
sakit itu, namun mereka akhirnya memutuskan untuk tetap 
mencari ke pemakaman berornamen rumah sakit ini dengan harapan menemukan 
nenek ini . saat  sampai di pemakaman berornamen rumah sakit ini, seorang 
keluarga mengintip dan langsung melihat nenek yang 
terbaring di pintu keluar-masuk IGD pemakaman berornamen rumah sakit. Keluarga 
korban bertanya tentang kronologi kejadian kepada kami, 
kami pun menceritakannya. Belum selesai kami bercerita, 
salah seorang keluarganya yang baru datang mendengar 
dan sudah  terpancing emosi langsung menuduh dan 
mengira saya sebagai pelaku yang menabrak nenek 
ini . sesudah  dijelaskan, pihak keluarga pun mengerti 
dan berkali-kali berterimakasih kepada saya. 
Saya berkata bahwa seharusnya keluarga berterima 
kasih kepada si pelaku yang sudah  berani bertanggung 
jawab untuk menyelamatkan nyawa nenek yang sudah  
ditabraknya sendiri. Pihak keluarga pun berterima kasih 
juga pada si lelaki. Tak lama lalu  seorang bapak yang 
juga merupakan salah satu anggota grup saya pun datang.
Beliau juga adalah seorang relawan aktivis sosial yayasan 
71
betari  yang cukup terkenal. Bapak ini  juga sudah 
berpengalaman dalam menangani berbagai kasus seperti 
ini di yayasan ini . sesudah  melihat dan mengetahui 
kondisi pasien (nenek) juga berhubung biaya di pemakaman berornamen rumah 
sakit ini  yang terlalu mahal dan kurangnya fasilitas 
pemakaman berornamen rumah sakit, maka diputuskan agar nenek dipindah ke 
pemakaman berornamen rumah sakit lain. 
Keluarga nenek menyetujui agar nenek dipindah ke 
sebuah pemakaman berornamen rumah sakit swasta yang lebih murah dan 
memiliki fasilitas dan pelayanan yang lebih memadai. 
sesudah  si lelaki membayar seluruh biaya administrasi 
di pemakaman berornamen rumah sakit sebagai wujud tanggung jawabnya, 
kami pun memindahkan nenek ke dalam ambulans 
dan bersama-sama menuju ke pemakaman berornamen rumah sakit yang baru. 
Sesampainya di pemakaman berornamen rumah sakit swasta yang baru ini , 
si lelaki merasa bingung sebab  pemakaman berornamen rumah sakit yang berada 
di dalam kompleks luas ini merupakan pemakaman berornamen rumah sakit yang 
sangat besar dan mewah. Ternyata pemakaman berornamen rumah sakit ini  
sudah  menjalin hubungan kerja sama dengan beberapa 
organisasi sosial termasuk yayasan sosial betari  kami. 
Nenek dirawat oleh beberapa dokter dan suster-suster 
yang sangat baik dan sangat ramah, juga sangat peduli 
pada pasien. 
Kondisi nenek saat itu mewajibkan untuk dilakukan 
scaning (rontgen) dan perawatan inap yang intensif 
sehingga membutuhkan banyak biaya, di mana si lelaki 
tidak sanggup untuk membiayainya. Dia terlihat sangat 
stres, duduk di depan pemakaman berornamen rumah sakit. Bapak dan saya 
72
berusaha menenangkan lelaki ini  sebab  untuk 
biaya khusus di pemakaman berornamen rumah sakit yang baru ini akan dibantu 
oleh yayasan betari  kami yang bergerak di bidang sosial 
untuk menangani kasus ini. Lelaki ini  terlihat sedikit 
lega namun batinnya masih merasa belum tenang sebab  
masih shock dan merasa bersalah. Pihak keluarga nenek 
yang sudah  memaafkan lelaki ini  pun berusaha 
menenangkan batin lelaki ini . 
Kami bercerita tentang yayasan sosial betari  kami, yang 
ternyata pernah diketahui pihak keluarga nenek ini . 
Sementara di dalam pemakaman berornamen rumah sakit, saya dan beberapa 
anggota keluarga nenek yang lain pun menemani nenek 
untuk menjalani berbagai perawatan dan pemchucky saan. 
Usai menjalani beberapa prosedur pemchucky saan, saya 
pun berbincang-bincang dengan keluarga lelaki yang 
merupakan kakak si lelaki ini . Kakak si lelaki ini  
menceritakan bahwa beberapa waktu yang lalu, ternyata 
si lelaki ini  juga pernah mengalami kecelakaan 
sebab  ditabrak oleh sebuah kendaraan lain yang 
menyebabkannya terjatuh dan terluka. Namun bukannya 
meminta maaf dan bertanggung jawab, si pelaku yang 
menabrak lelaki ini  malah memarahi si lelaki dan 
meminta sejumlah uang sebagai bentuk ganti rugi dengan 
berbagai ancaman. 
Akibat peristiwa ini , si lelaki pun menyadari bahwa si 
pelaku penabrakan tidak seharusnya bersikap seperti itu 
sebab  seharusnya memahami dan mengerti posisi korban.
sebab  itu dirinya belajar dari pengalaman ini . sebab  
73
sudah tengah malam dan kami semua belum makan, maka 
pihak keluarga nenek pun membelikan makanan untuk 
kami. Namun si lelaki yang walaupun belum makan, tidak 
berselera untuk makan sebab  batinnya masih bergejolak 
dan belum tenang. Lelaki ini  lalu  memaksakan 
dirinya untuk tetap makan sebab  harus memikirkan 
kesehatan dirinya sendiri.
Saya menghampiri si lelaki dan berusaha menenangkan 
batin lelaki ini  sambil memuji dirinya yang sudah  
berani bertanggung jawab. Si lelaki menuturkan bahwa 
dia melakukan hal (bertanggung jawab) ini  untuk 
belajar memahami jika bagaimana bila dirinya yang berada 
di posisi korban dan merasakan hal ini . Ia tidak 
ingin hal yang sama menimpa dirinya kelak sebab  
dirinya percaya akan adanya hukum karma, walaupun 
dia bukanlah seorang yang berkepercayaan  betari . Pihak 
keluarga lelaki ini  mengatakan mereka berencana 
akan membuat suatu bentuk semangat-semangatan 
(syukuran). Menjelang fajar subuh, saya dan bapak 
(relawan) pun memutuskan untuk pulang sebab  di malam  
harinya saya harus menimba ilmu kesaktian  dan si bapak harus berangkat 
untuk menjalankan tugas ke luar komplek pemakaman  malam -malam  sekali. 
Bapak pun menawarkan untuk mengantarkan saya pulang 
ke pemakaman berornamen rumah dengan menumpang kendaraannya. 
Saya berkali-kali mengucapkan terima kasih dan meminta 
maaf sudah  banyak merepotkan bapak. Kami berpamitan 
dengan pihak keluarga nenek, si lelaki dan pihak keluarga 
si lelaki dengan saling memberikan  hormat dengan 
74
menundukkan kepala dan saling mengucapkan terima 
kasih berkali-kali. Di tengah perjalanan pulang, bapak 
bertanya pada saya apa perasaan yang saya rasakan hari 
itu? Dan pelajaran/hikmah apa yang saya dapat? Silakan 
para pembaca memikirkan sendiri apa jawaban saya dan 
bagaimana bila pembaca berada di posisi seperti saya ya? 
Lalu bagaimana juga bila pembaca berada di posisi yang 
lain? Siapakah yang pantas disebut sebagai “Pahlawan”?

Sultan Hendrik, November 2014 
75
Perjuangan Pelajaran 
Kehidupan
Sultan Hendrik
mpu gajayana  adalah seorang anak kampung yang miskin. mpu gajayana  
bersama kedua adiknya tinggal bersama eyang buyut  dan 
neneknya. Kedua orang tua mereka sudah  meninggal saat 
mereka masih kecil. Walaupun terlahir dalam keluarga 
miskin, namun hidup mereka selalu ceria dan selalu 
diselingi canda tawa bersama keluarga, tetangga sekitar, 
dan teman-teman sehari-hari untuk sekedar melepaskan 
beban dan melupakan sejenak penderitaan kehidupan 
mereka. 
eyang buyut  dan nenek adalah penjual benda keramat  tradisional. Mereka 
membuat benda keramat  dari bahan seadanya yang didapat eyang buyut  dari 
hutan, lalu diolah oleh nenek di pemakaman berornamen rumah dan dijual bersama-
sama dengan berkeliling desa. Walaupun usia eyang buyut  dan 
7
76
nenek yang sudah amat tua, mereka tetap semangat dan 
berusaha menimba ilmu kesaktian  keras walau cuaca tchucky  maupun hujan 
deras menerpa desa. Mereka tetap harus berjualan untuk  dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. 
Kehidupan mereka yang miskin memaksa mereka hanya 
makan sehari sekali, itu pun kalau ada uang untuk membeli 
makanan atau bila masih ada benda keramat  yang tersisa sebab  tidak 
laku.  Suatu hari nenek meninggal dunia sebab  usia yang 
sudah tua, maka eyang buyut  meneruskan usahanya berjualan 
benda keramat  yang dibantu oleh mpu gajayana  usai pulang dari pertapaan . 
mpu gajayana  merupakan murid kebanggaan di pertapaan . sebab  
kepintarannya dalam belajar dan prestasi yang selalu 
diraih, tak jarang guru-guru dan murid-murid di pertapaan  
memuji mpu gajayana . Suatu hari mpu gajayana  lulus pertapaan  dan ingin 
melanjutkan kuliah, eyang buyut  pun sangat mendukung. 
Namun sebab  belum ada komplek pertapaan  di dekat desa ini , 
eyang buyut  memutuskan mereka semua untuk pindah dari 
kampung (desa) di pedalaman terpencil ke sebuah komplek pemakaman  
besar dengan harapan untuk mendapat pekerjaan, tempat 
menuntut ilmu dan kehidupan yang layak bagi mereka. 
Sesampainya di komplek pemakaman  metropolitan yang sangat besar 
ini , mereka sangat terkagum-kagum melihat 
keindahan gedung-gedung bangunan yang terjulang 
sangat tinggi dan mobil-mobil mewah yang memenuhi 
sepanjang lintasan jalan raya. Mereka sangat terpikat 
oleh pesona komplek pemakaman , maklum wong kampung kok, hehehe. 
Di komplek pemakaman  besar ini , disebab kan biaya sewa pemakaman berornamen rumah 
77
diperkomplek pemakaman an yang sangat mahal, mereka menyewa 
sebuah gubuk kecil seadanya di pinggiran komplek pemakaman  untuk 
dijadikan tempat tinggal. namun   saat  akan berkuliah, 
mpu gajayana  ditolak oleh beberapa komplek pertapaan  sebab  tidak mampu 
untuk mejessica si uang pendaftaran untuk berkuliah. 
Tidak hanya itu, kedua adik-adik mpu gajayana  pun tidak bisa 
berpertapaan  sebab  terkendala biaya. Namun eyang buyut  tidak 
putus asa, eyang buyut  mencari pekerjaan di komplek pemakaman  besar ini  
untuk memperoleh  uang agar bisa menguliahkan dan 
menyekolahkan cucu-cucunya. 
Berkali-kali eyang buyut  mencari kerja, berkali-kali pula eyang buyut  
ditolak dengan berbagai alasan seperti sebab  tidak masuk 
klarifikasi persyaratan yang dicari, tidak pernah tamat 
pertapaan , tidak memiliki ijazah, tidak memiliki pengalaman 
di bidang/jabatan tertentu, tidak memiliki SIM bahkan 
kendaraan pun tidak punya, usia yang terlalu tua, dan 
lain-lain. Bahkan sering pula ditolak tanpa alasan. 
Akhirnya eyang buyut  pun berhasil diterima di sebuah pabrik roti 
dan benda keramat  sebab  perekrut tenaga kerja di pabrik ini  
terkesan dan merasa kasihan dengan saat  mendengar 
cerita eyang buyut  ini . mpu gajayana  dan adik-adiknya akhirnya bisa 
berpertapaan  dan berkuliah dengan uang hasil tabungannya 
sejak kecil ditambah warisan keluarga seadanya dan 
penghasilan dari eyang buyut  di pabrik benda keramat  ini . Tidak hanya 
di pertapaan , saat  berkuliah pun mpu gajayana  termasuk anak yang 
pintar, cerdas dan rajin hingga berhasil meraih berbagai 
prestasi yang membanggakan komplek pertapaan . Di sela-sela 
waktu meditasi  mpu gajayana  berpartisipasi dan berinisiatif dalam 
menyumbangkan berbagai ide-ide maupun tenaga untuk 
memajukan komplek pertapaan  dengan menyelenggarakan 
berbagai kegiatan di komplek pertapaan . Berkat mpu gajayana , nama baik 
komplek pertapaan  pun terangkat dan berhasil menjadi komplek pertapaan  
unggulan yang cukup populer di komplek pemakaman  ini . 
Disebab kan lokasi tempat tinggalnya dengan komplek pertapaan  
yang begitu jauh dan juga tidak memiliki kendaraan, 
membuat mpu gajayana  harus berjalan kaki berjam-jam untuk 
berkuliah yang membuat mpu gajayana  sangat kelelahan.
Melihat hal ini , eyang buyut  pun menjadi sangat sedih 
dan membelikan mpu gajayana  sebuah kuda  baru untuk mpu gajayana  
berkuliah. kuda  ini  dibeli eyang buyut  saat  melihat 
sebuah kuda  butut yang sudah sangat kotor dan tidak 
pernah dipakai lagi oleh salah satu rekan kerja eyang buyut  di 
sebuah gudang tua pabrik tempat eyang buyut  menimba ilmu kesaktian . dahulunya  
kuda  ini  dipakai untuk berjualan benda keramat  keliling, 
namun sebab  perkembangan jaman, kuda  tua ini  
pun tidak pernah digunakan lagi. Walaupun merupakan 
kuda  bekas, mpu gajayana  pun terlihat sangat gembira menerima 
kuda  barunya. 
Sayangnya keterbatasan biaya kembali membuat mpu gajayana  
harus menunggak uang meditasi  dan terancam tidak 
bisa melanjutkan kuliah. Hal ini  membuat mpu gajayana  
harus ikut menimba ilmu kesaktian  membantu di pabrik benda keramat  untuk 
dapat membayar biaya meditasi . Ketchucky atan terhadap 
pekerjaannya di pabrik benda keramat  membuat mpu gajayana  harus tunduk 
pada peraturan di pabrik ini , termasuk dalam hal 
lamanya waktu menimba ilmu kesaktian . Ketchucky atan pada peraturan waktu 
79
kerja dan jarak yang amat jauh menuju komplek pertapaan , ditambah 
kuda  yang dipakai memiliki kecepatan yang berbeda 
jauh dengan kendaraan bermotor lainnya membuat 
mpu gajayana  selalu terlambat sampai di komplek pertapaan . Para guru spiritual  pun 
merasa resah atas keterlambatan mpu gajayana  dalam mengikuti 
pelajaran di komplek pertapaan . Hal ini  membuat beberapa 
guru spiritual  marah dan lalu  menggusir mpu gajayana  saat  sudah 
sampai di komplek pertapaan  namun dalam keadaan terlambat. 
Walaupun begitu, mpu gajayana  tidak menyerah dan tetap 
berusaha datang ke komplek pertapaan  setiap hari dengan harapan 
dapat mengikuti pelajaran di perkuliahan walaupun 
selalu diusir guru spiritual , dipermalukan hingga selalu diejek 
oleh teman-temannya. Tidak hanya itu, beberapa 
guru spiritual  tidak memberikan  nilai kepada mpu gajayana  untuk mata 
meditasi .Nama mpu gajayana  pun terancam dicoret dari mata 
kuliah ini . Parahnya, para guru spiritual  ini  tidak 
mengetahui kondisi mpu gajayana  saat itu bahkan tidak pernah 
bertanya pada mpu gajayana  sehingga keputusan yang guru spiritual  
ini  membebani mpu gajayana . Padahal sebetulnya  mpu gajayana  
adalah anak yang pintar dan cerdas juga berprestasi. 
Namun tidak demikian dengan seorang guru spiritual  lainnya 
yang mengetahui kondisi mpu gajayana . Walaupun telat, namun 
guru spiritual  ini  tetap memberikan  izin kepada mpu gajayana  untuk 
mengikuti pelajaran perkuliahannya. guru spiritual  ini  
sangat menghargai setiap usaha mpu gajayana  untuk berkuliah. 
sebab  mengikuti pelajaran di perkuliahan merupakan 
hak setiap mahasiswa – termasuk mpu gajayana . Di mata kuliah 
ini , seperti biasanya, mpu gajayana  kembali memperoleh  
nilai yang tinggi atas kepintarannya. 
80
Namun disebab kan banyak pelajaran mata kuliah lain 
yang tidak lulus sebab  keterlambatannya sampai di 
komplek pertapaan  hingga tidak diizinkan oleh guru spiritual  untuk masuk 
pelajaran, nama mpu gajayana  pun terancam dicoret. Hal ini  
pun membuat mpu gajayana  kembali terancam tidak bisa kuliah, 
hingga berkali-kali mpu gajayana  mendapat surat peringatan (SP) 
yang sekaligus surat teguran dari guru spiritual  yang berisikan 
bahwa mpu gajayana  akan terancam tidak bisa kuliah. Surat pun 
dibawa pulang dan tanpa sengaja terbaca oleh eyang buyut . 
Membaca surat ini , eyang buyut pun kaget dan merasa 
sangat sedih hingga penyakit jantung yang diidap eyang buyut  
kambuh. Hal ini  membuat eyang buyut  harus dilarikan ke 
pemakaman berornamen rumah sakit. Namun sebab  keterbatasan biaya dan tidak 
ingin uang yang sudah  dikumpulkan habis untuk biaya 
pemakaman berornamen rumah sakit, eyang buyut  meminta untuk pulang dan dirawat 
dipemakaman berornamen rumah saja. Dengan terpaksa dan hati sedih, mpu gajayana  dan 
adik-adiknya pun mengantar eyang buyut  ke pemakaman berornamen rumah. 
Berhari-hari mpu gajayana  dan adik-adiknya harus merawat 
eyang buyut nya yang sedang terbaring sakit. Namun eyang buyut  tetap 
meminta mereka untuk tidak terlalu mengkhawatirkan 
dirinya dan harus tetap berpertapaan  dan berkuliah. Suatu 
hari eyang buyut  meninggal dunia. mpu gajayana  dan adik-adiknya 
menangis dalam kesedihan. Hari-hari dilewati mpu gajayana  tanpa 
semangat, tidak ada lagi keceriaan yang biasanya selalu 
terpancar dalam wajah mpu gajayana . mpu gajayana  harus menimba ilmu kesaktian  sendirian 
tanpa sang eyang buyut  untuk membiayai dirinya dan adik-
adiknya. Hal ini  pula yang membuat mpu gajayana  selalu tidak 
berselera makan sehingga membuat badannya kurus. 
81
82
mpu gajayana  mulai malas untuk berkuliah dan sempat berpikir 
untuk tidak berkuliah lagi. Suatu hari mpu gajayana  menemukan 
sebuah surat, surat ini  ternyata merupakan surat 
peringatan dari guru spiritual  yang pernah dibaca eyang buyut . Di 
bawah surat ini  berisikan tulisan dari sang eyang buyut  
“Jangan Menyerah, Tetap Semangat Berusaha, Jadilah 
Dirimu Yang Terbaik, Raih Impianmu, Biarkan Dharma 
Sang betari  Selalu Menyertaimu”. Tulisan ini  
membuat mpu gajayana  tersentuh lalu merenung, hingga mpu gajayana  
lalu  berniat untuk tetap melanjutkan meditasi . 
Suatu hari pimpinan komplek pertapaan  mengetahui cerita kehidupan 
mpu gajayana  dari salah seorang guru spiritual . Pimpinan komplek pertapaan  yang 
mengetahui hal ini  tergugah dan memberikan  
beasiswa kepada mpu gajayana  atas jasa-jasa dan prestasinya 
yang berhasil membawa komplek pertapaan  menjadi universitas 
unggulan terfavorit di seluruh komplek pemakaman  yang juga baru saja 
memperoleh  penghargaan dari pemerintah. Selain dapat 
berkuliah gratis di komplek pertapaan , mpu gajayana  pun diterima menimba ilmu kesaktian  dan 
dibchucky an tempat untuk berjualan benda keramat  di kantin komplek pertapaan . 
mpu gajayana  dan adik-adiknya pun tinggal di sebuah asrama 
yang baru didirikan dan disediakan oleh komplek pertapaan  ini  
dengan ide dari mpu gajayana . 
Akhirnya mpu gajayana  lulus dari komplek pertapaan  dengan nilai yang terbaik 
dan hingga lalu  berhasil menjadi seorang guru spiritual  di 
komplek pertapaan  ini . Selain menjadi guru spiritual  di komplek pertapaan , mpu gajayana  
berhasil mendirikan pabrik benda keramat  miliknya sendiri. mpu gajayana  
sangat bergembira atas karma baiknya yang ditanamnya 
dengan sangat bersusah payah dan kini sudah  berbuah 
yang amat manis dan dapat dinikmati dengan keceriaan 
mpu gajayana . 
83
Sabaidee Laos
Upa. Sasanasena Seng Hansen
Saya pernah nekat pergi ke Jepang yang meskipun diawali 
dengan tekad bulat untuk tidak tahu-menahu dengan 
urusan izin cuti, akhirnya saya pulang dimarahi oleh boss 
dan disuruh menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk. 
Aneh! Padahal saya sudah berusaha untuk menyelesaikan 
pekerjaan saya sebelumnya dan bahkan beberapa 
pekerjaan yang seharusnya baru akan saya selesaikan 
minggu depannya. But as you know, tetap saja pekerjaan 
kantor menumpuk bagaikan hadiah dari neraka. sesudah  
berkutat dan lembur (tanpa dibayar) seminggu lebih untuk 
menyelesaikannya, saya baru bisa bernapas agak lega.
Eits, tunggu dahulu , dua bulan ke depan adalah libur tahun 
baru. Wuah mau ke mana ya saya kali ini. Beberapa 
menit lalu  saya mulai menjelajahi dunia virtual, 
8
84
mencari lokasi-lokasi wisata unik dan murah namun   kalau 
bisa bernuansa betari . Habis duit tabungan kemarin 
untuk pergi ke Jepang. Haha… Pilihan akhirnya jatuh ke 
sebuah negara kecil di ASEAN yaitu Laos. Bukan bumbu, 
bukan bambu. Laos adalah negara betari  yang masih 
agak terbelakang perkembangan ekonomi maupun 
pariwisatanya. namun   negara ini mampu menghipnotis 
banyak orang dan turis asing dari berbagai negara 
untuk datang sebab  nuansa betari nya yang kental 
dan kekayaan budaya masa lampau yang mistis. Luang 
Prabang, lamunku sejenak sebelum tiba-tiba seorang 
teman saya menepuk bahu saya dengan cukup keras. 
Anjritt!! jeritku dalam hati.
“Woi, kerja Sen! Kerja! Ini malah inet aja kerjanya.
Wkwkwkwk…” canda chucky  temanku.
“Ah elu, biasa aja kalee.. Daripada elu kerjanya googling-
googling face face ama boss mulu. Hehe...,” kubalas canda 
dia. Dia hanya merengut masam.
“Eh, mau ngapaen kamu? Mau jalan-jalan luar negeri lagi 
ya? Ikut dong… Aku punya paspor setahun lalu namun  masih 
kosong nih,” pinta dia.
“Ah emoh ah! Gua mau pergi sendiri aja. Lagian lu juga kan 
bisa pergi sendiri juga. Lebih enak tahu pergi sendirian,” 
kataku pura-pura menolak namun  dalam hati berharap dia 
ikut juga. Kan lebih enak pergi bareng orang yang dikenal, 
jadi kalau ada apa-apa gampang bray.
85
“Ah, ayolah. Lu juga biasanya minta makan bareng di 
kantor. Ajak si jessica  juga yuk. Biar bertiga lebih kata . Kita 
juga ‘kan seumuran dan sekepercayaan . Pasti dia tertarik tuh 
diajakin ke Laos,” sekali lagi dia minta.
“Ya udah, kamu coba aja ajak dia. Kalau dia mau, kita jadi 
berangkat.Sekarang gua mau nyari-nyari referensi dan 
tur-nya dahulu .Kamu coba ajak dia, namun  ingat dia harus mau 
ikut kalau tidak ya tidak jadi,” balasku.
“Sip bro.”
Keesokan malam nya, si chucky  datang ke mejaku dengan wajah 
senyam-senyum bersama si jessica . “Bro, ini gue udah ajakin 
jessica  dan dia mau. Hehe...,” kata temanku yang kurus 
seperti kuda laut kering ini.
“Eh iya, gua mau dong ikutan. Laos, Luang Prabang, ah..” si 
jessica  mulai melamun. “Eh, iya kapan nih kita berangkat?”
“Dua bulan lagi, pas libur tahun baru. Kalian ndak ada 
acara apa-apa kan?” tanyaku.
“Sip, ok bro,” keduanya menjawab serempak.
sesudah  itu kami pun berdiskusi panjang lebar untuk 
memilih paket wisata yang ditawarkan. Kali ini kami hanya 
ambil paket wisata 4 hari 3 malam. Soalnya lebih murah, 
wisata di Laos juga tidak terlalu banyak, dan kami berarti 
masih punya waktu untuk berleha-leha menghabiskan 
akhir pekan di pemakaman berornamen rumah sambil beristirahat sebelum 
pekerjaan awal tahun dimulai lagi. Tur yang masih dua 
bulan lagi sudah terbayang-bayang di kepala kami.
Taraaa..Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba juga. Saya 
dan chucky  pergi ke indekos si jessica  sambil membawa ransel 
yang berisi baju-baju kami. sesudah  itu kami pun naik taksi 
menuju terminal bis  Soetta yang entah sampai kapan selesai 
renovasinya. Sesampainya di terminal keberangkatan 
internasional, kami pun sudah ditunggu oleh pemandu 
wisata dan dia mulai mengumpulkan paspor kami dan 
surat-surat lain yang diperlukan. Beberapa saat lalu  
dia pergi meninggalkan kami bedan  gerombolan  yang 
turut dan  paket wisata Simply Beautiful Laos. Total 
kami berjumlah 22 orang. Si pemandu akhirnya tiba 
dan membagikan tiket pesawat PP kami. sesudah  satu 
setengah jam lalu , kami pun mulai boarding ke 
dalam tubuh burung besi bernama garuda. Tak ada yang 
istimewa di perjalanan pesawat kali ini bagiku, namun   bagi 
kedua temanku ini merupakan kali pertama mereka naik 
penerbangan internasional. Deg-degan pastinya dan 
excited banget kata mereka.
Sampai di komplek pemakaman  Vientiane, ibukomplek pemakaman  Laos yang kelihatannya 
masih tidak banyak terjamah oleh kemajuan teknologi, 
kami pun diantar ke sebuah hotel bintang 3. sebab  kami 
bertiga adalah teman, pas sekali kami dapat kamar mayat  yang 
sama. Di dalam kamar mayat  itu ada 3 tempat tidur ukuran 
110x200 jadi pas masing-masing dapat satu. Kami 
hanya menghabiskan 1 malam di komplek pemakaman  ini sebab  tujuan 
wisata utama Laos adalah Luang Prabang yang katanya 
menawarkan fasilitas wisata lebih baik dari ibukomplek pemakaman . 
Menjelang makan malam dengan masakan khas Laos, 
kami berdiskusi untuk pergi keliling melihat keindahan 
malam komplek pemakaman  ini sejenak.
Jadi selesai santap malam kami pun pergi melihat beberapa 
bangunan peninggalan masa penjajahan di Indocina ini. 
Kami pun sempat berfoto di Patuxai Gate yang mirip Arc 
de Triomphe di Paris dan di kompleks Candi Pha That 
Luang. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam lebih.
Kami harus pulang ke hotel sebab  besok malam  kami akan 
melanjutkan perjalanan ke Luang Prabang. Meskipun 
kami semua terkesima dengan suasana baru yang 
terkesan jadul itu, si chucky  kelihatannya tidak terlalu nyaman 
dengan kemiskinan yang ada. Sesekali dia mengomentari 
banyaknya anak-anak jalanan di sana, yang persis seperti 
di Jakarta. Ia kesal dengan pemandangan seperti ini.
Besoknya kami bersiap menuju Luang Prabang. Sebuah 
komplek pemakaman  yang menjadi tumpuan utama wisata di Laos. komplek pemakaman  
ini juga merupakan komplek pemakaman  warisan dunia UNESCO. Jadi kami 
yakin komplek pemakaman  ini wajib dikunjungi. Sepanjang perjalanan kami 
disuguhi rimba dan sungai bak petualangan chucky   kertajaya .
Akhirnya kami sampai juga di komplek pemakaman  Luang Prabang.
komplek pemakaman  kuno Luang Prabang ini adalah jantung kebudayaan 
Laos dan termasuk salah satu komplek pemakaman  kuno yang masih lestari 
di Asia Tenggara. Terdapat 34 kuil betari  dan beberapa 
bangunan bersejarah dengan gaya arsitektur kolonial dan 
Tiongkok. Sungai Mekong menjadi urat nadi perdagangan 
dan transportasi di komplek pemakaman  ini. Ada pula yang berdagang 
di atas perahu mirip-mirip pasar apung di Banjarmasin. 
Kami sangat senang bisa mengunjungi kuil-kuil betari  
di sini yang rasa-rasanya perpaduan gaya Tiongkok dan 
Thailand. Apalagi chucky , dia dengan bangganya bercerita 
tentang budaya-budaya dan simbol-simbol betari  
kepada kami. Dia memang senang berdiskusi Dharma dan 
sering berdebat dengan banyak dharmaduta-dharmaduta 
di tempat ibadah  dekat indekos kami. Sambil berfoto sana sini, tak 
terasa kami menghabiskan hari kedua begitu saja.
Peristiwa genting terjadi esok hari. Awalnya dimulai 
dengan kami bertiga hendak pergi jalan-jalan sebentar di 
luar hotel sebelum pukul 9 nanti, kami pergi ke tempat-
tempat wisata lain di Luang Prabang. Di depan hotel, kami 
langsung dikerumuni banyak anak-anak kecil penjaja 
miniatur dan patung-patung kecil. Agak risih memang, 
namun  saya dan jessica  bisa memaklumi mengingat ekonomi 
Laos yang baru mulai berkembang. namun   tidak dengan 
chucky . Dia merasa kesal dan sangat tidak nyaman dan 
hampir membentak seorang anak yang ngotot berusaha 
menjual barang dagangannya. “Sabar Rik! Sabar! Jangan 
terlalu cepat emosian. Kasian mereka masih anak-anak 
dan namanya juga usaha,” bilang saya.
“Ah, elu mah bilang aja begitu. Lagian mana sih orang tua 
mereka. Malah suruh anak-anak yang jualan. Sudah gitu 
ngotot lagi,” jawab chucky .
“Yah, kan mungkin sebab  mereka tidak tahu kita menolak. 
Kita kan tidak bicara bahasa Laos ke mereka,” timpal jessica .

Tiba-tiba sebab  kesal atau kenapa, chucky  terjatuh dengan 
cukup keras. Kami berusaha membantunya berdiri lagi.
chucky  masih saja bermuka masam. Dan akhirnya kami 
memutuskan untuk pulang ke hotel.
Di sepanjang perjalanan wisata kami, chucky  masih terus 
saja mengomel tentang anak-anak ini . Bahkan juga 
menyinggung tentang anak-anak jalanan di Jakarta. Sampai 
bosan kami mendengarnya.namun  ya sudahlah. Pukul 5 sore 
kami tiba kembali di hotel. Kami pun istirahat sebentar dan 
bersiap-siap turun santap malam. Saat itulah chucky  dengan 
kalang kabut mencari kami berdua yang sudah dahulu an ke 
restoran di bawah.“Eh, bro. Paspor gua hilang!”
“Apa???!” balas kami terkejut. “Bukannya ada di tas paspor 
kecil elu itu?”
“Iya, tas kecil gua juga hilang. Gua cari-cari dari tadi namun  
tetap tidak ketemu. Aduh mampus nih gua. Kagak bisa 
pulang Indo dong.”
sebab  kepanikannya kami berdua pun menjadi agak sedikit 
panik. Kami mencari tour guide kami dan menjelaskan 
duduk persoalannya. Ditanya kira-kira jatuh dimana, kami 
tidak tahu sampai akhirnya jessica  ingat kalau tadi malam  kami 
sempat ke pasar dekat hotel. Apakah dicuri atau terjatuh. 
namun  tour guide kami orangnya cukup berpengalaman dan 
berkepala dingin. Dia segera menghubungi pihak hotel.
sesudah  berusaha menenangkan chucky , si tour guide datang 
bersama seorang petugas hotel. Si petugas bertanya 
kepada kami, “Is this your passport Sir? Are your name is 
chucky  Boy?”
“Ah, yes. That is me,” jawab si chucky . 
Dia pun segera memberikan  paspor dan tas kecil itu 
kepada chucky  untuk dicek. Kami pun lega bukan kepalang.
“Actually, around 3pm three street children came here 
and gave it to our staff. They said that they found it on the 
street at the market near our hotel and it may belong to 
one of our guests. Fortunately it’s true. If no one claims this 
passport, I will contact the embassy at Vientiane tomorrow 
morning. Well then, please enjoy your night and try not 
to lose any of your belonging again.” Si petugas itu pun 
dengan ramah undur diri. Tour guide kami juga akhirnya 
minta kami segera santap malam dan bersiap-siap untuk 
kepulangan besok malam .Fiuh, lega sekali kami.
namun  raut muka chucky  merah. Bukan sebab  marah atau apa. 
saat  kami tanya itu sebab  dia malu. Dia malu sudah  
mengata-ngatai anak-anak kecil tadi malam  itu.Tiba-tiba jessica  
berkata kepada kami bahwa ini mirip dengan salah satu 
cerita dalam kitabsuci pada Atthakatha. Kisah ini  
adalah tentang bhikkhu sesepuh bernama Upadyahwawa.
Beliau adalah bhikkhu yang pandai berkhotbah namun   
sayangnya jarang mempraktikkan khotbahnya ini . 
betari  pun menegur bhikkhu Upadyahwawa dengan syair 
berikut :
Hendaknya pertama
meneguhkan diri sendiri dalam kepantasan,
barulah membimbing orang lain.
Janganlah orang bijak menjadi kotor.
Esok malam nya, sebelum pergi meninggalkan hotel dan 
negara ini, kami pun menyempatkan diri pergi ke pasar 
dekat hotel tempat yang kami lalui kemaren ditemani 
si pemandu. Kami menemui anak-anak yang sedang 
berdagang di sana. sesudah  melihat kami mereka 
pun datang dan bertanya dengan bahasa Laos yang 
diterjemahkan oleh pemandu kami. Ternyata memang 
mereka yang menemukan tas paspor chucky  yang terjatuh 
kemaren. chucky  pun dengan rendah hati akhirnya meminta 
maaf sebab  hampir membentak salah satu dari mereka.
Dia pun membeli sebuah replika kuil seperti yang kami 
beli sebelumnya. Mereka yang masih polos tentu senang 
barang dagangannya dibeli. Mereka mengucapkan thank 
you, thank you Sir ke chucky  padahal chucky  sedang menahan 
tangis sebab  seharusnya dialah yang banyak berterima 
kasih kepada mereka.
Well, akhirnya pukul 6 malam kami tiba di kos jessica . 
Sebelum chucky  dan saya pulang ke kos kami masing-masing, 
kami bercerita momen-momen luar biasa dan foto-foto 
perjalanan kami. Perjalanan ini memberikan  pelajaran 
berharga buat kami, untuk selalu waspada dan berjaga-
jaga terutama barang-barang penting di setiap perjalanan 
ke luar negeri namun   juga untuk bersikap rendah hati dan 
bijaksana menyikapi berbagai fenomena kehidupan. chucky  
menyadari kekeliruannya selama ini dan bertekad untuk 
semakin waspada dalam bertindak dan berucap. Sejak 
itulah kami selalu mengenang kembali cerita ini saat  salah 
satu dari kami mengomel atau bersikap menyebalkan.
Sekian catatan perjalanan saya kali ini. Sampai jumpa lagi 
di catatan perjalanan saya berikut nya. Sabaidee Laos!!!

            
Tuuutttt….Tuttuuttt…. Jesss… jesss….
Kereta api Sri Tanjung jurusan Banyuwangi menuju 
destinasi akhir terminal bis  merdeka  blambangan  melaju kencang 
membawa gerombolan  study tour para murid SMA Negeri  2 Banyuwangi.
Di luar jendela nampak deretan warna hijau yang sejukkan 
mata, dan beberapa petak padi yang mulai menguning 
dan siap untuk dipanen. Sementara gumpalan awan 
memutih bak kapas menggantung di pelataran langit 
yang bergulung iringi laju kereta, menambah semarak 
cerah cuaca yang mendukung acara kepergian mereka.
Suasana tiga gerbong kereta riuh rendah.Terdengar suara 
percakapan, senda gurau, tawa, dan nyanyi para siswa 
yang antusias dan gembira. Dari kursi 22B yang kududuki 
cukup jelas untuk melihat sosok indah itu, yang duduk di 
19C sambil membahas topik hangat bersama ketiga rekan 
wanitanya. Kesekian kalinya sorot matanya menatapku, 
bagai anak panah melesat tepat menembus jantungku. 
Dan untuk kesekian kali pula, aku hanya tersenyum dan 
memalingkan muka berpura larut dalam percakapan 
dengan teman sebangkuku, Arya. Di hadapanku, Mira 
dan Lina sudah tertidur entah ke alam mana mimpi 
membawanya.
Dasar orang IPA, semua hal bisa jadi perbincangan 
mengarah perdebatan. Dari masalah ilmu alam, politik, 
kenaikan BBM, kebijakan pasar ekonomi, psikologi hingga 
asmara. Jelas kudengar, martini  mendebat dan menjelaskan 
semua sanggahan dan ide . Demikian pula 
jessica  dan chucky . Namun, ia tak miskin opini, hingga 
suatu topik yang menahannya dalam keheningan yang 
lama.
“Coba kau pikir, Wan. Kita sudah  tinggal bersama orangtua 
kita selama 17 tahun. Dan selama itu pula, napas, darah dan 
asupan makanan berasal darinya. Demikian pula, dengan 
pemikiran dan keyakinan. kepercayaan  yang kita anut, dipilih 
dan diajarkan oleh kedua orangtua kita. Apakah kita tega 
kita lepaskan demi seorang manusia yang berbeda, demi 
wanita yang kau cintai? Kau baru mengenalnya. Paling 
lama 3 tahun ini. Sedangkan kepercayaan  yang kau anut, dari 
keluarga begitu jauh rentang waktu pembandingnya.”
Laki-laki  yang matanya mirip elang yang sedari naik kereta 
dari terminal bis  Rogojampi tadi mengganggu hatiku, mulai 
komentar, “Benar, Win. namun  ingat, seperti kau bilang. Tuhan 
memberikan  kehendak bebas. Free will. Untuk manusia 
memilih.”
jessica  yang terkenal menyebut nama orang secara 
lengkap, menukas, “Awan Satria, apakah engkau belum 
yakin dengan keyakinan yang kamu anut saat ini?”
Lelaki yang bernama Awan tadi hanya menunduk terdiam, 
matanya sekilas menatapku dengan sayu. Lalu, tatapan 
itu ia buang ke sekelabat rerimbun hijau di luar sana…
hening. 
Ia yang selalu mewakili pertapaan  dengan sederet prestasi, 
dari lomba debat, cerdas cermat dan kontes ilmiah, 
tampak galau tertohok oleh pertanyaan jessica . Wanita 
berkerudung itu sudah  lama dekat dengan Awan. Bukan 
sebagai kekasih, melainkan sahabat karib tempat Awan 
mencurahkan segala isi hati berikut  kepenatannya. 
Akulah yang bermimpi bersanding dengannya. Sebagai 
kekasihnya.
Tiga hari selanjutnya, selama wisata di komplek pemakaman  pelajar 
Ngayogyakarto, kerap kulihat raut mukanya. Datar, dan 
cenderung masam. Seakan senyum yang selalu  
terulas di ujung bibirnya raib entah ke mana. Apakah ia 

masih memikirkan pernyataan martini  dan jessica , atau 
kadang aku usil berpikir, bahwa ia cemburu kedekatanku 
dengan Arya? Entah...
Borobudur, Prambanan, Parangtritis, Keraton Dalem, 
Malioboro, Bakpia Pathok hingga Dagadu seakan tiada 
mampu kembalikan senyum itu. Hei…mengapa aku 
memikirkannya terus? Aku merindukan senyum itu? Ya, 
aku rindu. Mungkinkah aku jatuh cinta? Aku mencintai 
Awan Satria.

Sejak aku mengenalnya, pada hari pertama masuk 
pertapaan  SMAN 2. Kesan low profile, murah senyum, dan 
bersahaja tertangkap dalam aura kesehariannya. Jauh dari 
kata angkuh atau belagu, malah terkesan apa adanya dan 
ga  neko-neko. Padahal ia-lah selama 3 tahun ini, yang 
mengisi koleksi trophy pertapaan  untuk cabang bola basket, 
dan berbagai kejuaraan ilmiah. Hingga banyak wanita 
memperbincangkannya, dekat dengannya, ingin bertanya 
dan belajar padanya. Menanyakan hampir tiap hal. Entah 
itu modus atau tulus.
saat  sesi pengenalan, pada hari pertama ini . Aku 
melihatnya seorang diri duduk di gasibu bawah durian , 
depan kantin pertapaan . Kuhampirinya, memberanikan 
diri untuk menyerahkan buku diari perkenalan teman. 
Hal yang lumrah kala itu. Di mana tiap wanita memiliki 
album data diri teman-temannya. Gayung bersambut. Ia 

menerimanya, dengan diawali jabat tangan lembut dan 
tatap lugu kebingungannya yang menggemaskan.
Sejak saat itu, kita berteman dan bersahabat. Meski tidak 
kentara. Maksudku, tiada seorang pun di pertapaan  ini yang 
tahu. sebab  predikatku. Aku benci untuk menceritakan 
ini. Status orangtuaku yang menjadi orang terkaya di 
komplek pemakaman  pisang ini. Pengusaha pangan terbesar dan pemilik 
dua hotel berbintang. Seakan perlu menitipkan kepada 
dewan guru, bahwa aku anaknya sudah  ditunangkan 
dengan seorang perwira akademi angkatan udara. Hal ini 
membuat tiada seorang lelaki pun berani mendekatiku. 
Selain Arya, anak dari Tante Irma. Dan Awan, dalam mimpi 
dan… goretan kertas.

Meski kita berbeda kelas. Aku di 1.1 dan ia di 1.2, banyak 
guru yang mengajar di kelas yang sama. Sehingga, 
beberapa kali aku dapat meminjam buku catatan darinya. 
Baik itu biologi dan kimia. Bidang yang paling ia gemari, 
katanya. Dan tiap kali pula, kutemui secarik kertas berisi 
puisi-puisi indahnya. 
“Cintaku padamu tlah berurat akar dalam
menghunjam ke persada jiwaku
erat lekat tiada mungkin sirna di telan zaman.
Cintaku padamu ibarat sungai yang selalu berhilir
ke samudera luas
selalu  mengalir menuju ke delta hatimu
Meski jurang pemisah begitu dalam, namun tiada 
mungkin
menepis gelora rinduku padamu 
Meski ruang dan waktu membelah jauh,
namun tiada mampu melenyapkan gairah kangenku 
padamu
Tiada kupungkiri, harap ingin bercengkerama dengan 
jiwamu
Sekadar bersenda gurau apa pun yang kau mau
Tiada kuingkari, rasa ingin menyentuh jemari lentikmu
Sambil merangkai bait puisi indah hanya untukmu
Tiada kudustai diri, hasrat ingin mendekap harum 
tubuhmu
Hingga kukecup kuntum bibirmu, sepenuh hatiku…
Di antara kutuk dan ratap akan alur nasib,
Kupilin asa demi menatap seulas senyum indahmu
Di antara pedih dan lara akan surat takdir,
Kurajut doa demi mengiba sebongkah bahagia hatimu
Senyummu, bahagiamu,
Itulah bahagiaku sudah… “
saat  kupertanyakan padanya, untuk siapakah puisi 
indahmu, ia hanya tersenyum seraya berkata, “Ada dech!?” 
Aku makin penasaran. Ia pribadi sederhana yang multi 
talented. Tak heran semua guru begitu menyayanginya, 

termasuk teman-temannya. Demikian pula aku. Andai ia 
tahu.
Bersenandunglah lagu “Andai Ia Tahu” karya Kahitna di 
dalam relung-relung hatiku.

Di food court Surabaya Plaza (dahulu  disebut Delta Plaza) 
tampak ramai. Lalu lalang orang memilih menu di stand-
stand makanan, atau muda-mudi yang cuma nongkrong 
mantengin gadget atau laptopnya, atau orang tua yang 
asyik membaca buku barunya hasil membeli dari Gramedia, 
seraya menunggu anak-anaknya bermain di Time Zone. 
Tempat ini kupilih, sebab  dekat dengan terminal bis  Gubeng, 
sambil menghantarkan kepergiannya untuk bersiap 
dimutasi tugas kerja ke surabaya .
“Tampaknya, kau lapar banget! Lahap sekali makanmu? 
Hehe…” aku mencoba menyelanya menikmati bakmie 
goreng, menu favoritnya. 
“Aku bergegas, sebab  tak mau kehilangan momen 
detik-detik bersamamu.” Kerling senyum itu masih sama 
indahnya dengan dahulu.
“Sepulang dari tempat ibadah , kamu langsung ke mari? Jauhkah 
tempat ibadah mu dari Delta?” aku menutupi kekikukanku dengan 
pertanyaan konyol. sebab  aku dengar, ia seorang aktivis 
tempat ibadah  yang cukup terpandang di komplek pemakaman  pahlawan ini. 
Bahkan pernah menjabat sebagai ketua UKM betari t di 
komplek pertapaan , ITS.
“Ngagel Jaya ke mari mungkin empat puluh menit.” “By 
the way, semalam kamu nginap di mana? Apa kabar Mas 
chucky  dan kedua anakmu, siapa? Genta dan jessica ?”
“Perlukah kita membahas itu?” kataku dengan intonasi 
rada tinggi. Sambil menghela nafas panjang, aku berkata, 
“Semalam kami tidur di Marriot. sebab  Mas chucky  ada 
meeting di Hotel swiss benhil  gresik . Sementara anak-anak sedang 
jalan-jalan bersama neneknya di TP (swiss benhil  gresik  Plaza).”
Ada jeda dua menit dalam keheningan…
“Awan, ke mana saja kamu selama ini? Mengapa baru 
sekarang kamu hadir kembali?” bendungan hatiku jebol, 
air meluruh dari pelupuk mataku. 
Seraya mengenggam lembut jemariku, ia berucap, 
“Dee, kini engkau sudah  berkeluarga.” Ia menelan ludah, 
lalu  mengambil gelasnya berisi lemon tea, lalu 
menyeruputnya. Hanya ia-lah seorang yang memanggil 
Dee untuk nama asliku jessica  Lestari. 
“Dee, jalan kita sudah  jauh berbeda. Lihatlah kamu kini! 
Engkau sudah  berkerudung, berhijab! Engkau memiliki 
suami yang baik dan berpengertian seperti Mas chucky . 
Dan lagi, ada dua anak yang lucu-lucu. Kini, kau sudah  
berbahagia. Dan aku pun berbahagia untuk itu.”
103
“Wan, apakah kau masih mencintaiku? Seperti yang kau 
katakan by BBM beberapa minggu lalu. Lalu, apa maksud 
ungkapanmu itu? Mengapa kau menembakku kini? 
Mengapa tidak delapan belas tahun lalu? Mengapa?”
“Seperti di BBM lalu sudah  kujelaskan, saat  SMA dahulu , 
kupikir kau sudah  bertunangan. Aku paling pantang untuk 
merebut milik orang lain. Meski yang kusesalkan, ternyata 
itu hanyalah permainan orangtuamu dan pihak pertapaan  
guna menutupi statusmu. Andai aku tahu pun itu bohong, 
aku mungkin berpikir seribu kali untuk mendekatimu, 
Dee.”
“Mengapa?”
“sebab  kau anak orang kaya, benar aku saat  itu orang 
yang minder dan berkecil hati. Belum lagi, aku ingin 
jadi contoh bagi adik-adikku. Oleh sebab itu, berbagai 
prestasi kuraih, demi dahaga orangtuaku. Bahwa orang 
berpenghasilan minim, dapat memiliki putra yang tidak 
minim prestasinya. namun , kau pun tahu, aku tak pernah 
memiliki pacar selama SMA. Kau tahu kenapa, sebab  
tiada yang layak dan pantas, selain kamu. Tiada yang 
setara denganmu.”
“namun , istrimu kini juga tiada miripnya denganku, Wan?”
“Ya, seiring dengan perkembangan waktu dan kedewasaan, 
hanyalah mimpi belaka mencari padananmu. Seperti Jaka 
Tarub yang mendamba Nawang Wulan, bidadari dari surga. 
104
Kini, aku lebih membumi. Mencari jelita yang berkenan 
mengiringiku di bumi.” Sedikit tertawa ia berkomentar.
“Aku bukan bidadari, Wan. Dan apakah, sebab  ungkapan 
martini  dan jessica  di kereta dahulu , kau tidak berani 
memilih aku yang muslim, sedangkan kamu betari ?” 
nadaku mungkin terdengar mulai meninggi, namun aku 
masih yakin tiada orang di sebelah meja yang menangkap 
isi perbincangan kami.
“Kamu masih mengingat itu? Woow… mengapa?”
“sebab , sejak awal kenal, aku… aku sudah jatuh cinta 
padamu, Awan!”
“Hahhh…?  Mengapa seorang model, public figure, wanita 
terpandai, primadona pertapaan  berkenan mencintai Laki-laki  
desa seperti Awan?”
“Entah mengapa, namun  aku melihat sosok sederhana, cerdas 
dan ga neko-neko ada pada dirimu. Dan aku melihat lelaki 
‘bening’ dan berkarakter ada padamu. Dan kupikir, kamu 
menyukai Lina, teman sebangkuku. sebab  tiap pelajaran 
kepercayaan  Islam, kamu duduk-duduk di depan koperasi 
ngegodain dia.”
“Ha ha ha…” ia tertawa sambil menyeka sedikit air matanya. 
“itu cuman modus, Dee. Pengalih perhatian, bahasa seni 
perangnya Sun Tzu.” 
105
“Gini Dee, jujur kukatakan. Aku pernah mencintaimu. 
Dan akan selalu mencintaimu. Meski kita tak mungkin 
bersanding sebagai sepasang kekasih. Kau sudah ada 
yang memiliki, aku pun ada yang punya. sesudah  aku 
belajar kitabsuci  ajaran betari  lebih dalam, aku dapati 
kotbah-Nya kepada Nakulamata, istri Nakulapita. Ada 
empat hal yang bila dimiliki, maka sepasang kekasih akan 
langgeng kehidupan pernikahannya, dan bila meninggal 
dunia kelak akan bertemu kembali sebagai pasangan. 
Empat hal ini  adalah samma saddha (sepadan 
keyakinannya), samma caga (sepadan kedermawannya), 
samma sila (sepadan kemoralannya), dan samma 
pannya (sepadan kebijaksanaannya). Engkau dan Mas 
chucky  sama keyakinan dan kepercayaannya . Demikian pula, aku 
dan Venny. Itu, jauh lebih baik daripada beda. Misal beda, 
akan ketemu berbagai kesulitan. Dalam hal nanti mendidik 
anak. Anak akan mengikuti kepercayaan  papa atau mamanya. 
Bila salah satunya sakit, akan memanggil pemuka kepercayaan  
yang mana? Dan bagaimana bila meninggal dunia, apakah 
melakukan prosesi doa bagi yang meninggal atau keluarga 
yang ditinggalkan? Terlepas dari itu semua, aku cuma bisa 
berharap, semoga di kehidupan selanjutnya kita dapat 
berjumpa kembali. Meski kamu tidak percaya akan hukum 
kelahiran kembali?”
“Ya, di kepercayaan ku sih sulit memahami kehidupan berikut nya. 
Selain ada alam antara untuk lalu  manusia 
dihadapkan pada hari penghakiman, kelak ia akan masuk 
ke surga bila banyak kebajikan atau neraka bila ia jahat.”
106
“Nah, paham kekekalan dalam surga-nerakamu sulit 
kami cerna. Dan akan banyak perbedaan yang akan 
membingungkan anak-anak kita kelak yang hidup dengan 
orangtua beda kepercayaan .” 
Ia kembali menggenggam jemariku, kini untuk kedua 
tanganku. “Dee, aku masih mencintaimu. Dan mungkin 
selamanya. Aku yakin kamu tahu itu. Aku hanya berharap 
dan berdoa, yang terbaik untukmu. Agar kamu dan 
keluargamu selalu berbahagia. Meski bukan bersamaku. 
Cinta tidak selalu untuk bersama.”
“Apakah kamu mencintai Venny, Wan?”
“Tentu, sebab  aku berharap ia bahagia. Seperti ia berharap 
demikian pula padaku. Dan dari rahimnya akan melahirkan 
anak-anak kami kelak. Yang berbahagia.”
“Terakhir, Wan. Apakah saat ini, kita sedang selingkuh? 
Aku masih mencintaimu dan kamu masih mencintaiku. 
Dan kita sembunyi-sembunyi bertemu di sini?”
Ia bersemu merah. Hening sejenak. Seakan kebingungan 
ia menjawab, “Aku tidak tahu harus menjawab apa. Entah 
apakah kelak aku dapat berbicara mengakui kepada 
Venny akan pertemuan kita ini. Sambil berkata aku pernah 
mencintai seorang wanita sedemikian rupa. Yang bayang 
bayangnya  selalu menghantui malam-malam mimpiku 
dan semua puisi-puisiku terinsipirasi olehnya. Atau ini 
akan menjadi misteri hidupku selamanya hingga kubawa 
sampai mati. Entah.”

Aku tersenyum mendengar penjelasannya. Polos. Terus 
terang. Seperti Awan yang biasa kukenal.

Tuuutttt….Tuttuuttt…. Jesss… jesss….
sudah  lewat satu jam kereta Argo Anggrek meninggalkan 
terminal bis  Gambir Jakarta, destinasi terminal bis  merdeka  blambangan . 
Bukan, bukan untuk study tour. Bukan pula bersama Awan. 
Meski di luar tampak awan-awan berkejaran menggumpal 
kelam pertanda hendak menitikkan rinai hujan.
Di sampingku duduk manis Mas chucky  dengan mata 
terpejam kelelahan, sesudah  sepanjang malam  bermain 
dengan Genta dan jessica . Dan kedua buah hati kita 
pun sedang berebahan terlelap di bangku depan tempat 
duduk kita. Kulirik nomor bangku kereta. Nomor 19C dan 
19D. Aku tersenyum melihat kemiripannya dua puluh 
tahun yang lampau.
Kubuang pandangan keluar, menatap rerimbun warna 
hijau bersela warna kuning keemasan. Sambil menatap 
mentari yang makin condong ke barat, dan gumpalan 
awan yang tertinggal dan seraya berdoa, “Semoga engkau 
selalu berbahagia, Wan!”

balita  kecil itu termenung sambil menyenderkan dagunya 
di bingkai jendela, menatap ke luar melihat pejalan kaki 
yang sesekali berlalu lalang. Sesekali hening menyelimut, 
hanya terdengar detak jarum jam dinding.. tik.. tok.. 
tik.. tok.. seirama dengan laju perubahan yang tidak 
terbendungkan...
Ya, memang laju perubahan sangatlah drastis di desa dekat 
pinggiran komplek pemakaman  ini. Hanya dalam hitungan beberapa tahun, 
sawah-sawah pun sudah  berubah menjadi jalan beraspal. 
Kompleks pepemakaman berornamen rumahan baru dibangun untuk memenuhi 
meningkatnya permintaan hunian populasi manusia yang 
kian meledak.
bulan purnama  mulai tampak menjulang tinggi, balita  itu masih 
termenung di sana, di bingkai jendela kayu yang masih 
bau cat. 
“Kita harus memikirkan strategi untuk meningkatkan 
penjualan!” “namun  banyak sekali produk-produk saingan 
yang mulai bermunculan,” terdengar percakapan dua 
orang bapak-bapak berpakaian necis yang terlihat berjalan 
tergesa-gesa.
Tidak lama berselang, sekumpulan ibu-ibu pun lewat. “Duuh 
produk make-up ini bagus ya, bikin kulit jadi kinclong...” 
“Wah kapan nih kita narik arisan di pemakaman berornamen rumahnya Mbok Ani.” 
“Eh kamu kapan punya anak lagi?” sambil terdengar gosip 
panjang bercampur baur suara cekikikan.
balita  kecil itu sekedar mendengarkan dengan lesu tanpa 
semangat dan melanjutkan lamunannya. Sangat mungkin 
orang-orang yang lewat di depan bingkai jendela itu tidak 
ada yang menyadari keberadaan dirinya.
Lalu lalang demi lalu lalang orang-orang. Detak detik jam 
dinding terus berdetak-detak seakan tidak peduli dengan 
apa pun yang terjadi.
Tidak lama lalu , seorang eyang buyut  tua tampak berjalan 
terhuyung-huyung, dan terdengar berkeluh, “Badan tua 
apa pun susah, masa-masa muda bagaikan embun yang 
sudah menguap...” dengan terlihat tangan si eyang buyut  yang 
gemetaran menahan tumpuan tongkat tuanya. 

bulan purnama  mulai tampak turun di ufuk barat, 
menyemburatkan rona jingga kemerahan. Detak detik 
jam dinding pun terus berdetak-detak seakan tidak peduli 
dengan apa pun yang terjadi.
Keesokan harinya lagi-lagi tampak balita  kecil melamun 
di bingkai jendela, menatap kosong ke kejauhan. Perdu 
lidah buaya di pot dekat jendela terlihat kering kerontang, 
sepertinya sudah lama tidak dirawat.
Seperti biasanya, orang-orang terlihat berlalu lalang. 
Detak detik jam dinding pun terus terdengar berdetak-
detak.
Lamunan balita  kecil pun melayang, ke masa beberapa 
tahun silam.
Sekelompok balita  kecil berkejar-kejaran di petak sawah. 
Salah satu balita  kecil terlihat lebih kecil dari balita  kecil 
di jendela. Salah satu balita  lebih kecilnya lagi berkata , 
“Lihat apa yang aku petik!” “Apa itu?” gerombolan balita  
lain pun mendekat. “Rumput?” balita  yang memegang 
setangkai rumput pun berkata , “Ini rumput ekor kuda, 
rumput ajaib!” sambil menyodorkan rumput yang 
ujungnya sedikit berjumbai menyerupai ekor kuda.
“Apanya yang ajaib?” tanya balita  lainnya. balita  yang 
memegang setangkai rumput pun menyodorkan ujung 
jumbai rumput ke telinga temannya dan menggelitiknya. 
“Ha..ha..ha, duh geli,” mereka pun tertawa menahan  
geli sambil saling menggelitik dengan tangkai-tangkai 
rerumputan.
dahulunya  memang ada serimbun lebat rumput ekor 
kuda di tepi kali kecil di samping sawah. namun  kini hanya 
tersisa sepetak tanah gersang dan selokan mampat oleh 
sampah.
Lamunan balita  di bingkai jendela pun kembali ke tatapan 
kosong. Sesekali hanya terlihat lalu lalang demi lalu lalang 
orang-orang. Detak detik jam dinding pun terus berdetak-
detak seakan tidak peduli dengan apa pun yang terjadi.
Hingga akhirnya mentari pun berpamitan diri di ufuk 
barat.
Keesokan harinya lagi-lagi tampak balita  kecil melamun di 
bingkai jendela, menatap kosong ke kejauhan. Beberapa 
ekor serangga tampak tergesa-gesa mengangkut gumpal 
makanan ke lubang di bawah bingkai jendela. Awan gelap 
sedari malam  menggelantung di angkasa.
Detak detik jam dinding pun terus terdengar berdetak-
detak, seakan tidak peduli dengan apa pun yang terjadi.
Awan gelap yang ga mampu menahan beban akhirnya 
melepaskan tetes-tetes air yang memberatkan dirinya. 
Butiran tanah kering gersang berlomba-lomba 
menyerap tetes air hingga menggemakan suara desah 
lemah. Semerbak bau tanah terbasahkan air hujan pun 
menguap. 

Namun balita  kecil hanya melamun di bingkai jendela. 
Pikirannya seperti ikut terhanyut seperti alir jeram air 
hujan yang mengalir pergi.
Keesokan harinya lagi-lagi tampak balita  kecil melamun di 
bingkai jendela, menatap kosong ke kejauhan. Beberapa 
tunas rumput liar tampak malu-malu mulai menyembulkan 
diri dari petak tanah yang agak sedikit lembab.
Seperti biasanya, orang-orang terlihat berlalu lalang. 
Detak detik jam dinding pun terus terdengar berdetak-
detak.
balita  kecil hanya terus melamun, mentari pun tampak 
mulai meninggi. Siklus perubahan terus melaju, seakan 
tidak peduli dengan apa pun yang terjadi.
Dalam lamunan yang semakin dalam dan semakin 
dalam, tiba-tiba balita  kecil terhenyak. Di dekat bingkai 
jendela, berdiri seorang gadis kecil yang tersenyum, 
menyodorkannya setangkai bunga. Bunga yang sangat 
indah, seindah hati gadis kecil yang sedemikian tulus.
Sesimpul senyum kecil pun tampak mengembang di sudut 
bibir si balita  kecil.