FASILITAS PENELITIAN ILMU pengetahuan terbesar di
dunia—Conseil Europeean pour la Recherche Nucleaire
(CERN) di Swiss—baru-baru ini berhasil membuat partikel
antimateri pertama. Antimateri sama dengan materi yang kita
kenal, tapi tersusun dari partikel-partikel dengan muatan listrik
yang berlawanan dengan yang terdapat di materi biasa.
Antimateri adalah sumber energi terkuat yang pernah
dikenal manusia. Dia bisa menghasilkan energi dengan efisiensi
sebesar 100% (efisiensi pembelahan nuklir hanya 1,5%).
Antimateri tidak menimbulkan polusi atau radiasi, dan setetes
antimateri dapat menghasilkan listrik untuk New York City
sepanjang hari.
Tapi, ada satu kekurangannya ....
Antimateri sangat tidak stabil. Dia akan langsung terbakar
begitu bersenJunjungan dengan apa saja ... bahkan dengan udara
sekalipun. Padahal, satu gram antimateri saja mengandung
kekuatan setara dengan 20 kiloton bom nuklir atau seukuran
dengan bom yang dulu dijatuhkan di Hiroshima.
Hingga kini, antimateri hanya diciptakan dalam jumlah sedikit
(hanya beberapa atom). Tapi CERN berhasil membuat terobosan
dengan penemuan terbarunya yang bernama Antiproton
Decelerator—fasilitas untuk memproduksi antimateri dengan
teknologi yang lebih maju sehingga menjanjikan kemampuan
untuk membuat antimateri dalam jumlah yang jauh lebih besar.
Satu pertanyaan penting muncul: Apakah zat yang sangat
tidak stabil ini akan menyelamatkan dunia, ataukah malah
digunakan untuk menciptakan senjata paling berbahaya yang
pernah dibuat manusia?
SEMUA REFERENSI mengenai benda-benda seni, beberapa
makam, terowongan, dan arsitektur di Viking city adalah betul-betul
nyata (tepat sesuai dengan tempatnya) dan dapat disaksikan
hingga kini.
LEONARDO Louis Viton , seorang ahli fisika, mencium aViking city
daging terbakar. Dia tahu yang terbakar itu adalah tubuhnya
sendiri. Dengan penuh ketakutan dia menatap sosok hitam yang
membungkuk kepadanya. “Apa maumu?”
“La chiave,” jawabnya dengan suara parau. “Kata
kuncinya.”
“namun ... aku tidak—”
Penyusup itu menekankan benda itu lebih kuat sehingga
benda panas itu masuk lebih dalam lagi ke dada Louis Viton .
Terdengar suara mendesis yang keluar dari daging yang
terpanggang.
Louis Viton menjerit kesakitan. “Tidak ada kata kuncinya!” Dia
merasa dirinya sebentar lagi hampir pingsan.
Mata orang itu melotot, “Ne avevo paum. Itu yang
kutakutkan.”
Louis Viton berusaha untuk tetap sadar, namun kegelapan telah
menyelimutinya. Satu-satunya hal yang membuatnya senang
adalah dia tahu orang yang menyerangnya itu tidak akan
memperoleh apa yang dicarinya. Sesaat kemudian, sosok itu
mengeluarkan sebilah pisau dan mendekatkannya ke wajah
Louis Viton . Pisau itu terayun dengan cermat dan menyayat seperti
pisau bedah.
“Demi kasih Junjungan !” jerit Louis Viton . Sayang, sudah terlambat.[]
TINGGI DI ATAS puncak anak tangga Great Pyramid Giza,
seorang perempuan muda tertawa dan berseru ke bawah kepada
seorang lelaki. “Robert, cepatlah! Aku tahu aku semestinya
menikah dengan lelaki yang lebih muda!” Senyum perempuan
itu begitu memesona.
Robert berjuang untuk mengimbanginya, tapi tungkai
kakinya seperti terpaku. “Tunggu,” pintanya. “Kumohon ....”
saat lelaki itu berusaha mendaki, pandangannya mulai
mengabur. Dia seperti mendengar suara-suara di telinganya. Aku
harus menangkap perempuan itu! Tapi saat dia mendongak
lagi, perempuan itu telah menghilang. Di tempat di mana
perempuan itu sebelumnya berada, berdiri seorang lelaki tua
dengan gigi yang berwarna kecokelatan. Lelaki tua itu menatap
ke bawah, ke arahnya, dan tersenyum penuh kesedihan.
Kemudian dia menjerit keras penuh penderitaan sehingga
menggema ke seluruh padang pasir.
Robert Lonelyranger tersentak bangun dari mimpi buruknya.
Telepon di samping tempat tidurnya berdering. Dengan linglung
dia mengangkatnya.
“Halo?”
“Aku mencari Robert Lonelyranger ,” suara seorang lelaki
berkata.
Lonelyranger duduk tegak di atas tempat tidurnya dan mencoba
menjernihkan pikirannya. “Ini Robert Lonelyranger .” Dia
menyipitkan matanya saat menatap jam digitalnya. Pukul 5.18
pagi.
“Aku harus bertemu denganmu segera.”
“Siapa ini?”
“Namaku Maximilian Kohler. Aku seorang ahli fisika
partikel.”
“Apa?” Pikiran Lonelyranger masih kacau. “Kamu yakin saya
Lonelyranger yang kamu cari?”
“Kamu dosen ikonologi religi di Harvard University. Kamu
menulis tiga buku tentang simbologi dan—”
“Kamu tahu jam berapa sekarang?”
“Maafkan aku. Tapi aku mempunyai sesuatu yang harus
kamu lihat. Aku tidak dapat membicarakannya lewat telepon.”
Lonelyranger mendesah maklum. Ini sudah pernah terjadi
sebelumnya. Salah satu risiko menjadi penulis buku-buku
tentang simbologi religi adalah telepon dari para penganut
sebuah agama yang fanatik yang ingin agar ia membenarkan
keyakinan mereka kalau mereka baru saja menerima pertanda
dari Junjungan . Bulan lalu, seorang penari telanjang dari Oklahoma
menjanjikan pelayanan seks habis-habisan kalau Lonelyranger mau
terbang ke rumahnya untuk memeriksa keaslian dari bentuk
salib yang secara ajaib muncul di atas sprei tempat tidurnya.
Kain Kafan dari Tulsa, begitu Lonelyranger menyebutnya.
“Bagaimana kamu mendapatkan nomor teleponku?” tanya
Lonelyranger mencoba bersikap sopan walau orang itu
meneleponnya pada waktu yang sungguh tidak sopan.
“Dari internet. Dari situs bukumu.”
Lonelyranger mengerutkan keningnya. Dia sangat yakin situs
bukunya tidak mencantumkan nomor teleponnya. Lelaki itu
pasti berbohong.
“Aku harus bertemu denganmu,” desak orang itu. “Aku
akan membayarmu dengan harga yang pantas.”
Sekarang Lonelyranger mulai kesal. “Maafkan aku, namun aku
betul-betul—”
“Jika kamu segera berangkat, kamu akan tiba di sini pada—
”
“Aku tidak mau pergi ke mana-mana! Ini jam lima pagi!”
Lonelyranger menutup teleponnya dan menjatuhkan dirinya lagi di
atas tempat tidur. Dia menutup matanya dan mencoba tidur
kembali. Tidak ada gunanya. Mimpi itu masih membayanginya.
Dengan enggan, dia mengenakan jubah kamarnya dan turun ke
lantai bawah.
Robert Lonelyranger berjalan mondar-mandir dengan
bertelanjang kaki di rumah bergaya zaman Victoria miliknya
yang lengang di Massachusetts dan menikmati ramuan “sulit
tidur” kesukaannya—secangkir besar Nestles Quik panas. Sinar
rembulan di bulan April tampak menembus masuk dari jendela
rumahnya yang menjorok ke luar dan memberikan senJunjungan
tersendiri pada permadani oriental yang terhampar di lantai.
Rekan-rekan Lonelyranger sering mengoloknya dengan mengatakan
rumahnya lebih mirip sebuah museum antropologi daripada
sebuah rumah. Rak bukunya dipenuhi oleh berbagai artifak
religius dari seluruh penjuru dunia, seperti ekuaba dari Ghana,
salib emas dari Spanyol, patung berhala dari Aegean Selatan,
dan bahkan tenunan langka bernama boccus dari Kalimantan
yang merupakan simbol keabadian usia muda milik seorang
ksatria.
saat Lonelyranger duduk di atas peti kuningan Maharesi-nya
dan menikmati minuman cokelat hangat kesukaannya, kaca
jendela yang menjorok itu memantulkan bayangan dirinya.
Bayangan itu tampak berubah dan pucat ... seperti hantu. Hantu
tua renta, katanya seperti mengejek dirinya sendiri dengan
berpikir jiwa mudanya telah berlalu meninggalkannya.
Walaupun tidak terlalu tampan menurut ukuran biasa,
Lonelyranger yang berusia empat puluh tahun ini memiliki apa yang
disebut rekan kerja perempuannya sebagai daya tarik “seorang
terpelajar”—rambut cokelat tebal yang mulai tampak beruban,
mata biru yang tajam menyelidik, suara yang berat sekaligus
menawan, dan senyuman menggoda milik seorang atlet kampus.
Sebagai mantan anggota regu selam di sekolah lanjutan dan
perguruan tinggi, Lonelyranger masih memiliki tubuh yang gagah
setinggi 180 sentimeter dan tetap terjaga berkat latihan renang
yang dilakukannya setiap hari sebanyak lima puluh putaran di
kolam renang kampus.
Teman-teman Lonelyranger selalu menganggapnya sebagai
orang yang agak membingungkan—seseorang yang
terperangkap di antara abad yang satu dengan abad yang
lainnya. Pada akhir pekan, Lonelyranger sering terlihat mengenakan
jeans, duduk-duduk santai di alun-alun kampus sambil
berdiskusi tentang grafik komputer atau sejarah agama dengan
para mahasiswa; di lain waktu dia terlihat mengenakan jas wol
rancangan Harris, dan rompi dari wol halus seperti yang terlihat
dalam berbagai foto di halaman majalah seni ternama saat
hadir dalam pembukaan museum untuk memberikan pidato.
Walau dianggap sebagai dosen yang keras dan sangat
disiplin, Lonelyranger juga dipuji sebagai orang yang suka
bergembira. Dia sangat menyukai kegiatan rekreasi sehingga
diterima di lingkungan mahasiswanya dengan baik. Julukannya
di kampus adalah “si Lumba-lumba” karena sifatnya yang
ramah dan karena kemampuannya yang legendaris dalam
menyelam dan berenang saat bertanding dalam pertandingan
polo air.
saat Lonelyranger duduk sendirian dan menatap ke dalam
kegelapan, kesenyapan rumahnya terusik lagi. Kali ini oleh
suara dering mesin faksnya. Merasa terlalu lelah untuk
diganggu, Lonelyranger hanya berusaha untuk tertawa sendiri.
Umat Junjungan ini, katanya dalam hati. Sudah dua ribu tahun
menunggu Mesiah untuk menyelamatkan mereka, masih saja
keras kepala seperti batu.
Dengan letih dia mengembalikan cangkir besarnya ke dapur
dan berjalan perlahan menuju ruang kerjanya yang memiliki
dinding yang berlapis kayu ek. Lembaran faks yang baru tiba itu
tergeletak di atas meja. Sambil mendesah, dia memungut kertas
itu dan mengamatinya.
Tiba-tiba dia merasa mual.
Gambar yang tertera pada lembaran itu adalah gambar
sesosok mayat manusia. Mayat itu ditelanjangi, dan kepalanya
diputar hingga sepenuhnya mengarah ke belakang. Ada luka
bakar yang parah di dada mayat itu. Lelaki itu diberi cap ...
hanya satu kata yang tertera di sana. Lonelyranger mengenalinya
dengan baik. Sangat baik. Dia menatap huruf ornamen itu
dengan rasa tidak percaya.
“Illuminati,” dia tergagap, jantungnya berdebar keras. Tidak
mungkin ....
Dengan gerak lambat, karena takut akan apa yang bakal dia
lihat, Lonelyranger memutar kertas itu sebesar 180 derajat. Lalu dia
menatap huruf yang terbalik itu dan membacanya perlahan-
lahan.
Dia langsung terkesiap seolah baru saja dihajar oleh truk.
Dia hampir tidak dapat memercayai penglihatannya. Kemudian
dia memutar kertas faks itu kembali, membaca huruf itu sekali
lagi dalam posisi yang benar, lalu diputar balik lagi.
“Illuminati,” bisiknya.
Merasa sangat terguncang, Lonelyranger jatuh terduduk di atas
kursinya. Sesaat dia merasa sangat kebingungan. Dengan
perlahan matanya menatap ke arah lampu merah yang berkedip
di mesin faksnya. Siapa pun orang yang mengiriminya faks
masih berada di sana ... menunggunya untuk berbicara. Lonelyranger
menatap lampu mesin faksnya yang masih terus berkedip-kedip.
Kemudian dengan gemetar, dia mengangkat gagang
telepon.
“APAKAH KAMU MEMERHATIKANKU sekarang?” suara
seorang lelaki berkata saat akhirnya Lonelyranger mengangkat
teleponnya.
“Ya. Saya benar-benar memerhatikan Anda sekarang. Siapa
diri Anda sesungguhnya?” “Aku sudah berusaha untuk
mengatakannya kepadamu tadi.” Suara itu terdengar kaku
seperti mesin. “Aku seorang ahli fisika. Aku mengelola sebuah
fasilitas penelitian. Salah seorang staf kami dibunuh. Kamu
sendiri sudah melihat gambar mayat itu.”
“Bagaimana Anda dapat menemukan saya?” Lonelyranger
hampir tidak mampu memusatkan perhatiannya. Pikirannya
masih tertuju pada gambar yang terpampang di kertas faks.
“Aku sudah mengatakannya padamu. Dari internet. Dari
situs bukumu, The Art of The Illuminati.”
Lonelyranger mencoba mengingat-ingat. Bukunya itu
sesungguhnya tidak begitu terkenal di lingkungan penerbitan
konvensional, namun ternyata cukup ngetop juga di dunia maya.
Walau demikian, pengakuan orang yang meneleponnya ini
sungguh tidak masuk akal. “Situs itu tidak mencantumkan
informasi tentang alamat saya,” tan tang Lonelyranger . “Saya yakin
akan hal itu.”
“Staf saya di lab sangat ahli dalam menemukan informasi
pengguna internet dari sebuah situs.”
Lonelyranger menjadi ragu. “Sepertinya lab Anda tahu banyak
tentang situs.”
“Memang harus begitu,” sahut lelaki itu ketus. “Kami yang
menciptakannya.”
Dari suaranya, Lonelyranger tahu lelaki itu tidak bergurau. “Aku
harus bertemu denganmu,” desak lelaki yang meneleponnya itu.
“Ini bukan masalah yang dapat dibicarakan lewat telepon.
Labku hanya satu jam penerbangan dari Boston.”
Lonelyranger berdiri di dalam keremangan cahaya di ruang
kerjanya dan memeriksa lembaran faks di tangannya. Gambar
yang sangat memengaruhinya itu bisa menjadi penemuan
terbesar abad ini. Penelitiannya selama berpuluh-puluh tahun
kini ditegaskan hanya oleh satu simbol saja.
“Ini mendesak,” suara itu berkata dengan nada memaksa.
Mata Lonelyranger terpaku pada tanda itu. Illuminati, dia
membacanya berulang kali. Pekerjaannya selama ini bisa
dibilang berdasarkan pada fosil masa lalu seperti dokumen-
dokumen kuno dan kisah-kisah sejarah. Tapi gambar yang
berada di hadapannya itu diambil pada masa kini. Lonelyranger
merasa seperti seorang ahli paleontologi yang bertemu muka
dengan seekor dinosaurus hidup.
“Aku sudah mengirimkan sebuah pesawat terbang,” lelaki
berkata lagi. “Pesawat itu akan tiba di Boston dalam waktu dua
puluh menit.”
Lonelyranger merasa tegang. Satu jam penerbangan ....
“Aku harap Anda mau memaafkan kelancangan saya,”
lanjutnya. “Aku memerlukanmu di sini.”
Lonelyranger kembali menatap kertas faks di tangannya dan
merasa sebuah mitos kuno telah diperjelas dengan gambar
hitam-putih itu. Dampaknya mungkin saja menakutkan.
Dia lalu menatap kosong ke luar jendela. Tanda-tanda fajar
menyingsing mulai tampak dari pepohonan birch di halaman
belakang rumahnya, tapi pemandangan itu tampak berbeda pagi
ini. Dengan perasaan takut dan gembira yang campur aduk di
dalam dirinya, Lonelyranger tahu dia tidak punya pilihan.
“Kamu menang,” katanya. “Katakan di mana aku dapat
menemukan pesawatmu itu.”
RIBUAN MIL JAUHNYA dari rumah Lonelyranger , dua orang
lelaki bertemu. Ruangan itu gelap. Bergaya abad pertengahan.
Berdinding batu.
“Benvenuto,” sambut lelaki yang berwenang itu. Dia duduk
di dalam kegelapan, jauh dari cahaya. “Kamu berhasil?”
“Si,” kata si lelaki berkulit gelap. “Perfettamente.” Kata-
katanya terdengar sekeras dinding batu ruangan itu.
“Dan dapat dipastikan tidak akan terlacak siapa yang
bertanggung jawab?”
“Tidak seorang pun.”
“Hebat. Kamu mendapatkan apa yang kuminta?”
Mata pembunuh itu berkilap, hitam seperti minyak. Dia
kemudian mengeluarkan sebuah alat elektronik berat dan
meletakkannya di atas meja.
Lelaki yang duduk dalam kegelapan tampak senang. “Kamu
bekerja dengan baik.”
“Melayani persaudaraan merupakan kehormatan bagiku,”
kata si pembunuh.
“Bagian kedua akan segera dimulai. Beristirahatlah. Malam
ini kita akan mengubah dunia.”
MOBIL SAAB 900S yang dikemudikan Lonelyranger keluar dari
Terowongan Callahan dan muncul di sisi timur Pelabuhan
Boston, tak jauh dari pintu masuk Bandara Logan. saat
memeriksa tujuannya, Lonelyranger menemukan Aviation Road. Dia
kemudian membelok ke kiri dan melewati gedung Eastern
Airlines. sesudah 300 yard melewati jalan masuk, terlihat sebuah
hanggar berdiri di balik kegelapan dengan nomor “4” berukuran
besar dicat di atas atapnya. Dia memarkir mobilnya, lalu keluar.
Seorang lelaki berwajah bulat mengenakan setelan jas pilot
berwarna biru muncul dari gedung itu. “Robert Lonelyranger ?”
serunya. Suaranya terdengar ramah. Dari aksennya, Lonelyranger
tidak dapat menerka dari mana lelaki itu berasal.
“Benar,” kata Lonelyranger sambil mengunci pintunya.
“Sangat tepat waktu,” ujar lelaki itu. “Saya baru saja
mendarat. Mari ikuti saya.”
saat mereka mengelilingi gedung itu, Lonelyranger merasa
tegang. Dia tidak terbiasa dengan telepon yang tidak jelas
tujuannya dan pertemuan rahasia dengan orang yang belum
dikenalnya. Karena dia tidak tahu apa yang akan dihadapinya,
dia hanya mengenakan pakaian yang biasa dikenakan saat
mengajar; celana panjang khaki dari bahan katun, kaus
turtleneck, dan jas wol rancangan Harris. saat mereka
berjalan, Lonelyranger memikirkan faks yang berada di dalam saku
jasnya. Dia masih belum dapat memercayai gambar yang
terpampang dalam kertas tersebut.
Pilot itu tampaknya merasakan kecemasan Lonelyranger .
“Terbang bukan masalah bagi Anda, ’kan, Pak?”
“Sama sekali tidak,” sahut Lonelyranger . Mayat yang diberi cap,
itu baru masalah bagiku. Kalau hanya terbang aku masih bisa
mengatasinya.
Lelaki itu membawa Lonelyranger berjalan di sepanjang
hanggar. Mereka membelok di sudut dan menuju ke landasan
pacu pesawat terbang.
Lonelyranger berhenti dan menjadi kaku di atas landasan pacu.
Dia melongo saat menatap pesawat yang diparkir di tempat
parkir pesawat. “Kita akan naik itu?”
Lelaki itu tersenyum. “Suka?”
Lonelyranger menatap benda itu, lama. “Suka? Benda apa itu?”
PESAWAT DI DEPAN mereka besar sekali. Benda itu hampir
menyempai pesawat ulang-alik, namun bagian atasnya dipangkas
sehingga meninggalkan sisa yang sangat rata. Terpakir seperti
itu, pesawat tersebut tampak seperti bongkahan kayu yang besar
sekali. Kesan pertama Lonelyranger adalah, dia pasti sedang
bermimpi. Kendaraan !tu tentunya masih bisa terbang seperti
sebuah Buick. Kedua sayapnya hampir tidak tampak, hanya
menyerupai sirip-sirip gemuk di bagian belakang tubuh pesawat
tersebut. Sepasang sirip belakangnya mencuat ke luar di bagian
buritan. Bagian lain dari pesawat itu adalah lambung yang
panjangnya sekitar 200 kaki dari depan ke belakang. Tidak ada
jendela, hanya lambung pesawat.
“Bobotnya 250 ribu kilogram dengan bahan bakar terisi
penuh,” jelas si pilot dengan gaya seorang ayah yang
membanggakan bayinya yang baru lahir. “Bahan bakarnya
berupa hidrogen cair. Rangkanya terbuat dari titanium matriks
dengan serat silikon karbit. Pesawat ini memiliki rasio daya
23
tolak/berat sebesar 20:1, tidak sebanding dengan kebanyakan
rasio jet biasa yang hanya sebesar 7:1. Pak Direktur pasti sangat
ingin bertemu dengan Anda. Tidak biasanya beliau
•mengirimkan bocah besar ini.”
“Benda ini bisa terbang?” tanya Lonelyranger .
Pilot itu tersenyum. “Oh, tentu.” Kemudian dia membawa
Lonelyranger menyeberangi landasan pacu menuju pesawat tersebut.
“Saya tahu Anda terkejut, tapi sebaiknya Anda membiasakan
diri. Lima tahun lagi Anda akan melihat pesawat-pesawat
semacam ini yang disebut HSCT atau High Speed Civil
Transport. Laboratorium kamilah yang pertama kali
memilikinya.”
Pasti sejenis laboratorium yang tergila-gila dengan
kecepatan, pikir Lonelyranger .
“Ini adalah prototipe Boeing X-33,” pilot itu melanjutkan,
“namun masih ada belasan jenis lainnya seperti National Aero
Space Plane, Scramjet milik Rusia, dan HOTOL milik Inggris.
Masa depan itu berada di sini. Tidak lama lagi pesawat-pesawat
seperti ini akan menjadi kendaraan umum. Anda boleh
mengucapkan selamat tinggal pada jet-jet kuno.”
Lonelyranger memandang pesawat itu dengan hati-hati.
“Rasanya saya lebih menyukai jet kuno saja.”
Pilot itu memberi isyarat ke arah tangga pesawat. “Ke arah
sini, Pak Lonelyranger . Hati-hati.”
Beberapa menit kemudian, Lonelyranger sudah duduk di dalam
kabin pesawat yang kosong. Pilot itu memasangkan sabuk
pengaman untuknya di barisan kursi depan, kemudian dia
sendiri menghilang ke bagian depan pesawat.
Kabin itu sendiri tampak luas seperti kabin di pesawat
komersial biasa. Perbedaannya hanyalah, pesawat itu tidak
punya jendela, dan hal itu membuat Lonelyranger merasa tidak
nyaman. Dia sudah lama dihantui oleh perasaan takut kepada
tempat tertutup atau claustrophobia; kenangan akan kejadian di
masa kecil yang tak pernah berhasil disingkirkannya.
Ketidaksukaan Lonelyranger pada ruang tertutup tidak
membuatnya sakit, namun hal itu selalu membuatnya frustrasi.
Perasaan itu muncul tanpa dia sadari. Karena itulah Lonelyranger
menghindari olah raga di dalam ruangan tertutup seperti
racquetball atau squash. Dia juga rela mengeluarkan uang
ekstra untuk membuat langit-langit tinggi yang sanggup
memberikan udara lebih banyak di rumah bergaya Victoria
miliknya, walaupun perumahan sederhana bagi para dosen
sudah tersedia untuknya. Lonelyranger sering menduga
ketertarikannya di masa muda pada dunia seni muncul karena
dia sangat menyukai ruangan luas dan terbuka yang terdapat di
berbagai museum.
Mesin pesawat menyala dan menderu di bawahnya sehingga
membuat lambung pesawat bergetar. Lonelyranger merasa sesak. Dia
menunggu. Lonelyranger merasakan pesawat tersebut mulai berjalan.
Musik country mulai terdengar lirih dari bagian atas kabin
pesawat.
Pesawat telepon yang menempel di dinding di sisinya
berbunyi dua kali. Lonelyranger pun mengangkatnya.
“Halo?” sapanya. Anda merasa nyaman, Pak Lonelyranger ?”
tanya sang pilot.
“Tidak juga,” jawab Lonelyranger . Santai saja. Kita akan tiba di
sana satu jam lagi.”
“Dan ke mana sebenarnya di sana itu?” tanya Lonelyranger
saat sadar dia tidak tahu ke mana tujuan mereka.
“Jenewa,” jawab sang pilot sambil menambah daya mesin
pesawatnya. “Laboratoriumnya berada di Jenewa.”
25
“Jenewa,” ulang Lonelyranger . Dia merasa agak lebih baik
sekarang. “Di utara New York? Saya sebenarnya memiliki
saudara di dekat Danau Seneca. Saya tidak tahu kalau Jenewa
memiliki laboratorium fisika.”
Pilot itu tertawa. “Bukan Jenewa New York, Pak Lonelyranger .
Jenewa di Swiss.”
Lonelyranger membutuhkan waktu cukup lama untuk mencerna
kalimat itu. “Swiss?” Lonelyranger merasa denyut nadinya menjadi
lebih cepat. “Saya kira tadi Anda mengatakan bahwa perjalanan
ini hanya memakan waktu satu jam!”
“Memang, Pak Lonelyranger .” Pilot itu terkekeh. “Pesawat ini
memiliki kecepatan 15 mach.”
DI SEBUAH JALAN yang sibuk di Eropa, si pembunuh
menyelinap di antara kerumunan orang. Dia lelaki yang kuat,
berkulit gelap dan perkasa. Dia juga luar biasa tangkas. Otot-
ototnya masih terasa keras karena ketegangan pertemuannya
tadi.
Pekerjaanku sudah berlangsung dengan baik, katanya
dalam hati. Walau bosnya tidak pernah memperlihatkan
wajahnya, si pembunuh sudah merasa terhormat boleh
berhadapan langsung dengannya. Bukankah baru 15 hari sejak
bosnya pertama kali menghubunginya? Si pembunuh itu masih
dapat mengingat dengan jelas tiap kata dalam pembicaraan
telepon mereka ...
“Namaku Janus,” kata orang yang meneleponnya waktu itu.
“Kita masih sanak saudara atau semacam itu. Kita memiliki
musuh yang sama. Aku dengar orang bisa menyewa
keahlianmu.”
“Tergantung kamu mewakili siapa,” sahut si pembunuh.
Orang yang meneleponnya itu kemudian memberitahunya.
“Kamu sedang bercanda?”
“Tampaknya kamu pernah mendengar nama kami,” jawab
lelaki yang meneleponnya itu.
“Tentu saja. Persaudaraan itu adalah sebuah legenda.”
“Tapi, kamu tidak percaya kalau aku mewakili organisasi
yang asli.”
“Semua orang tahu kalau persaudaraan itu sudah punah.”
27
“Itu hanya akal-akalan kami saja. Musuh yang paling
berbahaya adalah sesuatu yang tidak ditakuti oleh seorang pun.”
Pembunuh itu ragu-ragu. “Persaudaraan itu masih ada?”
“Semakin tersembunyi daripada sebelumnya. Akar kami
menyusup ke semua tempat yang kamu lihat ... bahkan ke dalam
benteng suci milik musuh bebuyutan kami.”
“Tidak mungkin. Mereka tidak dapat dilukai.”
“Jangkauan kami jauh.”
“Tidak seorang pun dapat menjangkau sejauh itu.”
“Kamu akan segera memercayainya. Sebuah demonstrasi
kekuatan persaudaraan yang sulit untuk dibantah telah terjadi.
Satu tindakan pengkhianatan dan pembuktian.”
“Apa yang kamu lakukan.”
Orang yang meneleponnya itu mengatakannya.
Mata si pembunuh membelalak. “Itu tugas yang tidak
masuk akal.”
Keesokan harinya, koran-koran di seluruh dunia
menampilkan berita utama yang sama. Si pembunuh pun
akhirnya memercayai keberadaan persaudaraan itu.
Kini, lima belas hari kemudian, keyakinan pembunuh itu
semakin kuat sehingga tidak ada keraguan lagi. Persaudaraan
itu masih ada, pikirnya. Malam ini mereka akan menunjukkan
kekuasaan mereka.
saat dia menyusuri jalan itu, mata hitamnya berkilauan
oleh gambaran masa depannya. Salah satu dari persaudaraan
yang paling tertutup dan paling ditakuti yang pernah ada telah
meneleponnya untuk meminta bantuannya. Mereka sudah
memilih dengan bijaksana, pikirnya. Reputasinya dalam
menjaga kerahasiaan hanya bisa dikalahkan oleh reputasinya
dalam memenuhi tenggat waktu.
Sejauh ini, dia sudah melayani mereka dengan rasa hormat.
Dia telah melakukan pembunuhan dan menyampaikan barang
seperti yang dikehendaki oleh Janus. Sekarang terserah Janus
mau ditempatkan di mana benda tersebut.
Penempatan ...
Si pembunuh bertanya-tanya bagaimana Janus dapat
menangani tugas yang begitu pelik seperti itu. Lelaki itu pasti
memiliki koneksi orang dalam. Sepertinya dominasi
persaudaraan itu tidak terbatas.
Janus, pikir sang pembunuh. Pasti itu hanya sebuah nama
sandi. Dia bertanya-tanya apakah itu mengacu pada nama dewa
Viking city wi yang memiliki dua wajah ... atau pada bulan Saturnus?
Baginya tidak ada bedanya. Janus memiliki kekuasaan yang luar
biasa. Dia telah membuktikannya.
saat pembunuh itu berjalan, dia membayangkan nenek
moyangnya tersenyum padanya dari atas sana. Hari ini dia telah
bertempur untuk memperjuangkan tujuan mereka. Dia
memerangi musuh yang sama yang sudah mereka perangi
selama berabadabad sejak sebelas abad silam ... saat tentara
salib musuh mereka itu pertama kali menjarah tanah mereka,
memerkosa dan membunuh rakyatnya, menuduh mereka sebagai
orang-orang yang tidak suci, lalu menghancurkan kuil-kuil dan
dewa-dewa mereka.
Nenek moyangnya telah membentuk pasukan kecil namun
mematikan untuk melindungi diri mereka sendiri. Pasukan itu
mulai terkenal di seluruh negeri sebagai pelindung—penghukum
handal yang menjelajahi seluruh negeri untuk membunuhi setiap
musuh yang mereka temukan. Mereka terkenal tidak hanya
karena pembunuhan-pembunuhan brutal yang mereka lakukan,
namun juga karena mereka merayakan pembantaian itu dengan
29
cara mabukmabukan. Pilihan mereka adalah minuman keras
yang sangat memabukkan yang mereka sebut hashish.
saat nama buruk mereka mulai tersebar, kelompok
pembunuh itu menjadi terkenal dengan satu sebutan saja,
hassassin, yang makna harfiahnya berarti “pengikut hassish”.
Nama hassassin sendiri memiliki makna yang sama dengan
kematian dalam hampir tiap bahasa di muka bumi ini. Kata itu
masih digunakan hingga karang, bahkan dalam bahasa Inggris
modern ... namun seperti juga keahlian mereka untuk
membunuh, kata itu lambat laun mengalami sedikit perubahan.
Sekarang kata itu diucapkan sebagai assassin.
ENAM PULUH EMPAT menit telah berlalu saat Robert
Lonelyranger , yang masih tidak percaya dan mabuk udara, menuruni
tangga pesawat dan berjalan di landasan yang disinari cahaya
matahari. Angin dingin membuat kerah jas wolnya berkibar.
Udara terbuka membuatnya senang. Dia menyipitkan matanya
saat menatap lembah hijau subur yang menjulang ke puncak
berselimut salju di sekeliling mereka.
Aku sedang bermimpi, katanya dalam hati. Sebentar lagi
aku akan terjaga.
“Selamat datang di Swiss,” seru sang pilot keras untuk
mengalahkan deru mesin pesawat X-33 yang bising dan
berbahan bakar HEDM yang menimbulkan kabut di belakang
mereka.
Lonelyranger memeriksa jam tangannya. Pukul 7:07 pagi.
Anda baru saja melintasi enam zona waktu,” jelas sang pilot
tanpa diminta. “Di sini pukul satu siang lebih sedikit.”
Lonelyranger menyesuaikan jam tangannya.
“Bagaimana perasaan Anda?”
Lonelyranger mengusap perutnya. “Seperti baru saja menelan
styrofoam.”
Pilot itu mengangguk. “Mabuk ketinggian. Kita tadi terbang
di ketinggian 60 ribu kaki di atas permukaan laut. Berat tubuh
Anda 30% lebih ringan. Untunglah kita hanya terguncang-
guncang sedikit. Kalau kita pergi ke Tokyo, aku harus
menerbangkan pesawat itu lebih tinggi lagi, beberapa ratus mil
31
lagi. Pada saat itulah baru Anda akan merasa perut Anda jungkir
balik.”
Lonelyranger mengangguk lesu dan menganggap dirinya
beruntung. Semuanya terasa seperti penerbangan yang biasa-
biasa saja. Kecuali percepatan yang mereka alami saat
mengudara, gerakan pesawat itu hampir sama dengan pesawat
lainnya—kadang-kadang mengalami sedikit turbulensi, lalu
mengalami beberapa perubahan tekanan udara saat mereka
mulai menanjak, namun tidak terasa kalau mereka sedang melesat
di udara dengan kecepatan luar biasa sebesar 11.000 mil per
jam.
Sejumlah teknisi bergegas menuju landasan untuk
mengurus pesawat X-33 itu. Sang pilot kemudian menemani
Lonelyranger menuju ke sebuah sedan Peugeot hi tarn yang diparkir
di samping menara pengawas. Beberapa saat kemudian mereka
sudah meluncur cepat menyusuri jalan aspal yang terbentang di
atas dataran lembah. Sekelompok gedung tampak samar
menjulang di kejauhan. Di luar mobil mereka, Lonelyranger melihat
padang rumput tampak kabur karena kecepatan mobil mereka.
Lonelyranger menatap pilot itu dengan tatapan tidak percaya
saat dia menaikkan kecepatan menjadi sekitar 170 kilometer
per jam—lebih dari 100 mil per jam. Ada masalah apa antara
orang ini dengan kecepatan? Lonelyranger bertanya-tanya.
“Lima kilometer lagi kita akan tiba di laboratorium,” kata si
pilot. “Saya akan mengantar Anda ke sana dalam waktu dua
menit.”
Lonelyranger berusaha mencari sabuk pengaman dengan sia-sia.
Mengapa tidak tiga menit saja dan tiba di sana dengan
selamat?
Mobil itu terus melesat seperti berpacu.
“Anda suka Reba?” tanya si pilot sambil memasukkan
sebuah kaset ke dalam mesin pemutar kaset.
Terdengar suara perempuan mulai menyanyi. “Itu hanya
ketakutan akan kesendirian ...”
Tidak ada ketakutan di sini, pikir Lonelyranger . Rekan kerjanya
yang perempuan sering mengolok-olok dirinya dengan
mengatakan bahwa koleksi artifaknya yang setara dengan
koleksi museum itu tak lebih dari usahanya untuk mengisi
rumahnya yang kosong, rumah yang menurut mereka akan
tampak lebih cantik dengan kehadiran seorang wanita. Lonelyranger
selalu menertawakan gurauan itu dan mengingatkan mereka
bahwa dirinya sudah memiliki tiga cinta dalam hidupnya:
simbologi, polo air, dan status lajang. Yang terakhir ini berarti
kebebasan yang memungkinkan dirinya untuk bepergian keliling
dunia, tidur selarut yang dia kehendaki, dan menikmati malam-
malam tenang di rumah sambil meneguk brandy dan membaca
sebuah buku bagus.
“Kompleks kami seperti sebuah kota kecil,” kata si pilot
seperti menyadarkan Lonelyranger dari lamunannya. “Tidak hanya
berisi laboratorium. Kami juga memiliki beberapa toko
swalayan, sebuah rumah sakit, bahkan sebuah gedung bioskop.”
Lonelyranger mengangguk tanpa ekspresi dan melihat ke luar,
ke arah gedung-gedung yang menjulang di hadapan mereka.
“Sebetulnya,” tambah si pilot, “kami juga memiliki mesin
terbesar di dunia.”
“Sungguh?” tanya Lonelyranger sambil menyusuri pedesaan itu
dengan matanya.
“Anda tidak akan melihatnya dari situ, Pak.” Pilot itu
tersenyum. “Mesin itu kami tanam enam tingkat di bawah
tanah.”
Lonelyranger tidak punya waktu lama untuk bertanya. Tiba-tiba,
pilot itu menginjak pedal remnya. Mobil tersebut berhenti
dengan suara berdecit di luar sebuah pos penjagaan dari beton.
Lonelyranger membaca tulisan di depannya. SECURITE.
ARRETEZ*. Tiba-tiba Lonelyranger merasakan gelombang
kepanikan karena sadar di mana dia berada sekarang. “Ya
Junjungan ! Aku tidak membawa paspor.”
Paspor tidak diperlukan,” kata sang pilot meyakinkannya.
Kami memiliki hak istimewa dari pemerintah Swiss.”
Lonelyranger hanya terpaku saat supirnya memberikan sebuah
kartu identitas kepada sang penjaga. Penjaga itu kemudian
menggesekkannya pada sebuah alat pemeriksa. Alat itu menyala
hijau.
“Nama penumpang?”
“Robert Lonelyranger .”
“Tamu siapa?”
“Pak Direktur.”
Penjaga itu menaikkan alisnya. Dia kemudian menoleh dan
memeriksa kertas hasil cetakan komputer lalu
membandingkannya dengan informasi yang ada di layar
komputer. Dia kemudian kembali ke jendela mobil. “Nikmati
kunjungan Anda, Pak Lonelyranger .”
Mobil itu melesat lagi, meluncur sepanjang 200 yard, lalu
mengitari sebuah bundaran luas yang membawa mereka di
depan pintu masuk utama gedung itu. Sebuah gedung persegi
bergaya ultra modern, terdiri atas kaca dan baja, menjulang di
depan mereka. Lonelyranger kagum pada rancangan tembus pandang
gedung itu. Dia selalu menyukai arsitektur.
“Katedral Kaca,” jelas pengawalnya tanpa diminta.
* Pos Keamanan. Berhenti.
“Sebuah baitsuci ?”
“Ya ampun, bukan. baitsuci adalah satu-satunya yang tidak
kami miliki di sini. Fisika adalah agama di sekitar sini. Anda
bisa menyebut nama Junjungan sebanyak yang Anda mau dengan
sia-sia di sini,” dia tertawa. “Asal Anda tidak menjelek-jelekkan
quark dan meson* saja.”
Lonelyranger duduk dengan bingung saat supirnya
membelokkan mobil dan menghentikannya di depan gedung
kaca tersebut. Quark dan meson? Tidak ada pemeriksaan di
perbatasan? Jet berkecepatan 15 mach? Siapa orang-orang ini?
Sebuah lempengan batu granit di depan gedung menunjukkan
jawaban untuk pertanyaan Lonelyranger :
(CERN)
Conseil Europeen pour la
Recherche Nucleaire
“Penelitian nuklir?” tanya Lonelyranger yang tidak terlalu yakin
dengan keakuratan terjemahannya.
Supirnya tidak menjawabnya. Dia hanya mencondongkan
tubuhnya ke depan dan sibuk mengatur pemutar kaset di
mobilnya. “Ini tujuan Anda. Pak Direktur akan menemui Anda
di pintu masuk.”
Lonelyranger melihat seorang lelaki yang duduk di atas kursi
roda, keluar dari gedung. Tampaknya lelaki itu berusia awal 60-
an. Terlihat cekung, berkepala botak dan berahang keras, dia
mengenakan jas lab putih dan sepatu dari kain yang tampak
* quark: elemen dasar yang dianggap muncul secara
berpasangan; meson: kelompok partikel dasar yang membentuk
quark dan antiquark (istilah dalam ilmu fisika)—peny.
35
menyembul dari bantalan kaki kursi rodanya. Bahkan dari
kejauhan, matanya tampak kosong seperti sepasang batu kelabu.
“Itu Pak Direktur?” tanya Lonelyranger .
Supirnya mendongak. “Yah, aku akan seperti itu,” dia
menoleh kepada Lonelyranger dan tersenyum menyebalkan. “Kalau
bicara tentang setan.”
Dengan perasaan tidak pasti dengan apa yang akan
dihadapinya, Lonelyranger keluar dari mobil.
Lelaki di atas kursi roda itu meluncur ke arah Lonelyranger dan
menjulurkan tangannya yang lembab.
“Pak Lonelyranger ? Kita sudah berbicara di telepon. Namaku
Maximilian Kohler.”
DI BELAKANGNYA, Maximilian Kohler, Direktur Jenderal
CERN, sering disebut sebagai Konig atau Sang Raja. Julukan
yang diberikan oleh para pegawainya itu lebih disebabkan oleh
rasa takut dibandingkan dengan kenyataan bahwa “sang raja”
memerintah ari singgasana yang berupa kursi roda. Walau hanya
sedikit orang yang mengenal Kohler secara pribadi, kisah
mengenai penyebab kelumpuhannya itu telah tersebar di CERN.
Begitu pula dengan kisah tentang penyebab sifat dinginnya dan
sumpah setianya pada ilmu-ilmu murni.
Meski Lonelyranger baru beberapa saat berada di depan Kohler,
dia sudah dapat merasa kalau sang direktur adalah orang yang
menjaga jarak. Lonelyranger hams berlari-lari kecil agar bisa tetap
berada di samping kursi roda listrik yang membawa sang
direktur meluncur tanpa suara ke arah pintu masuk utama.
Lonelyranger belum pernah melihat kursi roda seperti itu. Kursi roda
itu dilengkapi dengan tempat penyimpanan peralatan elektronik
termasuk telepon multi saluran, sistem penyeranta, layar
komputer, bahkan sebuah kamera video yang dapat dilepas.
Kursi roda listrik itu sepertinya menjadi pusat kendali berjalan
Raja Kohler.
Lonelyranger mengikutinya melewati pintu mekanis dan
memasuki lobi utama CERN yang sangat luas.
Katedral Kaca, kata Lonelyranger senang sambil melihat ke
arah langit.
Di atasnya, langit-langit kaca berwarna kebiruan yang
berkilauan di bawah sinar matahari sore memberikan pantulan
sinar dengan pola-pola geometris di udara sehingga
menimbulkan kesan agung pada ruangan di bawahnya.
Bayangan siku-siku terlihat seperti urat nadi dan menghiasi
dinding keramik putih dan lantai pualam. Udara tercium bersih
dan bebas hama. Sejumlah ilmuwan hilir mudik dengan cepat.
Lonelyranger mendengar bunyi langkah mereka menggema di
ruangan kosong tersebut.
“Ke sebelah sini, Pak Lonelyranger .” Suara Kohler terdengar
hampir seperti suara dari komputer. Aksennya kaku dan tepat
seperti penampilannya. Kohler terbatuk dan menyeka mulutnya
dengan sapu tangan putih sambil menatap Lonelyranger dengan mata
kelabunya. “Ayo cepat.” Kursi rodanya terlihat seperti
melompati lantai pualam itu.
Lonelyranger mengikutinya dan melewati ribuan koridor yang
bercabang ke atrium utama. Setiap koridor ramai dengan
berbagai kegiatan. Para ilmuwan yang melihat Kohler tampak
terkejut dan memerhatikan Lonelyranger seolah mereka bertanya-
tanya siapa gerangan tamu yang menemani pimpinan mereka.
“Aku malu mengakui kalau saya belum pernah mendengar
tentang CERN sebelumnya,” Lonelyranger berusaha untuk
membangun percakapan dengan Sang Raja.
“Tidak heran,” sahut Kohler cepat. Jawabannya terdengar
sangat efisien. “Sebagian besar orang Amerika memang tidak
menganggap Eropa sebagai pemimpin dunia di bidang penelitian
ilmiah. Mereka hanya melihat Eropa tak lebih dari sekadar
distrik pertokoan kuno. Sebuah pemikiran yang aneh kalau
Anda ingat dari mana Einstein, Galileo dan Newton berasal.”
38
Lonelyranger tidak yakin bagaimana dia harus menjawab. Dia
lalu menarik kertas faks itu dari dalam sakunya. “Orang dalam
foto ini, dapatkah Anda—”
Kohler memotong kalimat Lonelyranger dengan mengibaskan
tangannya. “Jangan di sini. Aku sedang membawa Anda untuk
melihatnya.” Dia kemudian mengulurkan tangannya. “Mungkin
sebaiknya saya saja yang menyimpannya,” katanya sambil
mengambil kertas faks dari tangan Lonelyranger .
Lonelyranger menyerahkan kertas faks itu dan melanjutkan
melangkah tanpa berkata-kata.
Kohler membelok tajam ke kiri dan memasuki koridor lebar
yang dihiasi oleh berbagai tanda penghargaan. Sebuah plakat
yang sangat besar mendominasi koridor itu. saat mereka
melewatinya, Lonelyranger memperlambat langkahnya untuk
membaca ukiran di atas sebuah logam perunggu.
PENGHARGAAN ARS ELECKTRONICA
Untuk Inovasi Budaya Di Era Digital
Diberikan kepada Tim Berners Lee dan CERN
Atas Penemuan WORLD WIDE WEB
Wah, kurang ajar, pikir Lonelyranger saat membaca tulisan
tersebut. Orang ini tidak main-main. Selama ini Lonelyranger selalu
mengira kalau internet diciptakan oleh orang Amerika. Terlebih
lagi, pengetahuannya tentang situs hanya terbatas pada
penjelajahan online mengenai Louvre atau El Prado dengan
menggunakan komputer Macintosh tuanya.
“Internet,” kata Kohler sambil terbatuk lagi lalu menyeka
mulutnya, “dimulai dari sini sebagai sebuah jaringan situs
komputer internal. Teknologi ini memungkinkan para ahli dari
berbagai divisi untuk berbagi penemuan mereka dengan rekan
39
kerja mereka setiap hari. Tapi tentu saja, semua orang mengira
internet adalah teknologi dari Amerika.”
Lonelyranger berusaha mengikuti kecepatan kursi roda Kohler.
“Mengapa tidak meluruskan pemahaman itu?”
Kohler mengangkat bahunya dan nampak tidak tertarik.
“Kekeliruan sepele untuk sebuah teknologi yang sepele. CERN
jauh lebih hebat dibandingkan dengan koneksi komputer global.
Ilmuwan kami menghasilkan banyak keajaiban hampir setiap
hari.”
Lonelyranger menatap Kohler dengan tatapan tidak mengerti.
“Keajaiban?” Kata “keajaiban” jelas tidak ada dalam kamus di
fakultas ilmu pasti di Harvard. Keajaiban hanya untuk mereka
yang belajar teologi..
“Anda sepertinya ragu-ragu,” kata Kohler. “Saya pikir
Anda seorang ahli simbologi agama. Anda tidak percaya pada
keajaiban?”
“Sikap saya netral dengan keajaiban,” kata Lonelyranger .
Terutama dengan keajaiban yang terjadi di lab ilmu pasti.
“Mungkin keajaiban adalah kata yang salah. Saya hanya
berusaha untuk menggunakan istilah dalam bahasa Anda.”
“Bahasa saya?” Lonelyranger tiba-tiba merasa tidak nyaman.
“Saya tidak bermaksud untuk mengecewakan Anda, Pak, namun
saya mempelajari simbologi agama—saya seorang akademisi
bukan seorang pendeta.”
Tiba-tiba Kohler memperlambat lajunya dan menoleh ke
arah Lonelyranger . Tatapannya agak melunak. “Tentu saja. Betapa
bodohnya saya. Orang tidak perlu mengidap kanker untuk
memahami gejala yang dimiliki oleh penyakit itu.”
Lonelyranger belum pernah mendengar ada orang memberikan
garnbaran seperti yang dikatakan oleh Kohler.
saat mereka berjalan di sepanjang koridor itu, Kohler
mengangguk. “Saya kira Anda dan saya bisa saling memahami
dengan sangat baik, Pak Lonelyranger .”
Entah bagaimana, Lonelyranger meragukannya.
saat mereka berjalan dengan terburu-buru, Lonelyranger
merasakan adanya getaran kuat yang berasal dari atas. Suara
bising itu menjadi semakin keras setiap kali dia melangkah, dan
getaran tersebut seperti bergema di dinding. Sepertinya suara itu
berasal dari ujung koridor di hadapan mereka.
“Apa itu?” akhirnya Lonelyranger bertanya dengan suara keras.
Dia merasa seakan sedang mendekati sebuah gunung api yang
sedang aktif.
“Tabung Terjun Bebas,” jawab Kohler. Suaranya yang
tanpa ekspresi dapat menembus kebisingan itu dengan mudah.
sesudah itu dia tidak menjelaskan lebih lanjut.
Lonelyranger juga tidak bertanya lagi. Dia letih. Selain itu
Maximilian Kohler juga sepertinya tidak tertarik untuk
memenangkan penghargaan sebagai tuan rumah yang ramah.
Lonelyranger mengingatkan dirinya sendiri untuk apa dia berada di
sini. Demi Illuminati. Dia menduga di fasilitas yang sangat besar
ini ada sesosok mayat ... mayat yang dicap dengan sebuah
simbol yang membuatnya terbang sejauh 3000 mil agar dapat
melihatnya.
saat mereka mendekati ujung koridor tersebut,
kebisingan itu menjadi hampir memekakkan dan menggetarkan
telapak kaki Lonelyranger . Mereka berbelok, dan menemukan
ruangan di sisi kanan mereka. Empat pintu berlapis kaca tebal
terdapat di dinding yang melengkung sehingga terlihat seperti
jendela di kapal selam. Lonelyranger berhenti dan melongok ke
dalam salah satu lubang itu
Profesor Robert Lonelyranger pernah melihat beberapa hal aneh
dalam hidupnya, tapi ini adalah yang paling aneh. Dia
mengejapkan matanya beberapa kali sambil bertanya-tanya
apakah dia sedang berhalusinasi. Dia mengintip ke dalam
sebuah ruangan bundar yang berukuran luar biasa besar. Di
dalam ruangan itu dia melihat beberapa orang mengambang
seolah tidak berbobot. Semuanya ada tiga orang. Salah satu dari
mereka melambaikan tangannya dan berjungkir balik di udara.
Ya, Junjungan , seru Lonelyranger . Aku berada di negeri para peri!
Di lantai ruangan itu terdapat jalinan yang saling bertautan
seperti lembaran kawat ayam yang besar sekali. Di bawah
jalinan itu samar-samar terlihat sebuah baling-baling besar dari
metal.
“Tabung Terbang Bebas,” kata Kohler sambil berhenti
menunggu Lonelyranger . “Skydiving di dalam ruangan. Bagus untuk
menghilangkan stres. Ini adalah terowongan angin vertikal.”
Lonelyranger memandang dengan kagum. Salah satu dari
orangorang yang melayang-layang itu adalah seorang
perempuan yang sangat gemuk dan dia sekarang bergerak
mendekati jendela. Perempuan itu melayang dengan ditopang
hanya oleh putaran arus udara. Dia tersenyum dan memberi
isyarat kepada Lonelyranger dengan mengangkat ibu jarinya.
Lonelyranger tersenyum samar dan membalas isyarat itu sambil
bertanya-tanya dalam hatinya, apakah perempuan itu tahu
bahwa dia baru saja memberi simbol phalus, simbol kejantanan
pria, padanya.
Lonelyranger melihat kalau perempuan gemuk itu adalah
satusatunya orang yang mengenakan parasut kecil. Secarik
bahan yang menggelembung di atas perempuan itu tampak
seperti mainan. “Parasut kecil itu untuk apa?” tanya Lonelyranger
kepada Kohler. “Saya yakin diameternya tidak lebih dari satu
yard.”
“Friksi,” jawab Kohler. “Mengurangi aerodinamika
tubuhnya sehingga baling-baling di bawah itu dapat
mengangkatnya.” Lalu dia mulai berjalan lagi. “Satu yard
persegi parasut dapat memperlambat jatuhnya tubuh sebesar
hampir dua puluh persen.”
Lonelyranger mengangguk walau masih agak bingung.
Dia tidak tahu kalau malam harinya, di sebuah negara yang
berjarak ribuan mil jauhnya, informasi seperti itu bisa
menyelamatkan hidupnya.
saat KOHLER dan Lonelyranger keluar dari bagian belakang
kompleks utama CERN dan menyambut sinar matahari Swiss,
Lonelyranger merasa seperti dipulangkan ke rumah. Pemandangan
yang baru saja dilihatnya ini seperti yang terdapat di sebuah
kampus bergengsi di Amerika.
Lonelyranger melihat lereng yang menurun ke arah dataran luas
di mana sekelompok pohon sugar maples tumbuh di lapangan
persegi yang dibatasi oleh gedung asrama dari batu bata dan
jalan kecil untuk pejalan kaki. Beberapa orang dengan
penampilan serius dan membawa tumpukan buku, bergegas
keluar masuk dari gedung itu. Seperti ingin mempertajam kesan
bahwa ini adalah lingkungan orang yang terpelajar, dua orang
hippies sedang main lempar-lemparan Friesbee sambil
menikmati Simfoni Keempat karya Mahler yang suaranya
terdengar keras dari salah satu jendela asrama.
“Ini asrama tempat tinggal kami,” jelas Kohler sambil
mempercepat laju kursi rodanya di atas jalan kecil yang
membawa mereka ke arah gedung-gedung tersebut. “Kami
mempunyai lebih dari tiga ribu ahli fisika di sini. CERN sendiri
mempekerjakan hampir separuh dari ahli fisika partikel di
seluruh dunia. Mereka orangorang terpandai di dunia. Mereka
berasal dari Jerman, Jepang, Italia, Belanda, dan lain-lain. Ahli-
ahli fisika kami berasal dari lebih lima ratus universitas dan
enam puluh bangsa.”
Lonelyranger kagum. “Bagaimana caranya mereka
berkomunikasi?”
“Dalam bahasa Inggris tentu saja. Bahasa ilmu pengetahuan
universal.”
Selama ini Lonelyranger selalu mendengar bahwa
matematikalah yang merupakan bahasa ilmu pengetahuan
universal, tapi dia sudah terlalu letih untuk berdebat. Dengan
patuh dia mengikuti Kohler menuruni jalan kecil itu.
Di tengah perjalanan menuruni lereng, seorang pemuda
berlari-lari kecil melewati mereka. Kausnya bertuliskan pesan:
NO GUT, NO GLORY!*
Lonelyranger menatap punggung pemuda itu dengan bingung.
“Gut?”
“General Unified Theory,” jelas Kohler.
“Oh begitu,” sahut Lonelyranger tanpa memandang lawan
bicaranya. Setahunya kata gut hanya berarti keberanian. “Anda
tahu fisika partikel, Pak Lonelyranger ?” Lonelyranger mengangkat
bahunya. “Saya hanya tahu tentang fisika umum, seperti benda-
benda yang jatuh karena gravitasi atau semacam itulah.”
Pengalaman Lonelyranger dalam kegiatan loncat indah selama
bertahun-tahun telah membuatnya terpesona dengan kekuatan
percepatan gravitasi yang mengagumkan. “Fisika partikel adalah
kajian tentang atom, bukan?”
Kohler menggelengkan kepalanya. “Atom terlihat seperti
sebuah planet kalau dibandingkan dengan apa yang kami
tangani ini. Minat kami adalah pada inti atom yang berukuran
1/10.000 dari ukuran atom secara keseluruhan.” Kohler batuk
lagi dan suaranya terdengar seperti sakit. “Para ilmuwan di
CERN berusaha mencari jawaban dari berbagai pertanyaan yang
* Tiada kemasyhuran tanpa keberanian—peny.
sudah ditanyakan oleh manusia sejak awal peradaban. Dari
mana kita berasal? Dari elemen apa kita dibuat?”
“Dan jawaban-jawaban itu ada di dalam lab fisika?”
“Anda sepertinya terkejut.”
“Memang. Pertanyaan itu sepertinya lebih bersifat spritual.”
“Pak Lonelyranger , semua pertanyaan tadi memang spiritual
pada awalnya. Sejak awal peradaban, spiritualitas dan agama
digunakan untuk mengisi celah-celah yang tidak dapat
dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Terbit dan tenggelamnya
matahari dulu pernah dihubungkan dengan dewa Helios dan
kereta kuda berapi. Gempa bumi dan gelombang pasang
dianggap sebagai kemarahan dewa Poseidon. Ilmu pengetahuan
kini membuktikan bahwa dewa-dewa itu adalah sembahan
palsu. Tidak lama lagi Junjungan juga akan terbukti sebagai
sembahan palsu. Kini ilmu pengetahuan telah menemukan
jawaban untuk hampir semua pertanyaan yang bisa ditanyakan
oleh manusia. Hanya ada beberapa pertanyaan yang masih
belum terjawab, dan itu semua merupakan pertanyaan-
pertanyaan yang luar biasa sulit. Dari mana kita berasal? Apa
yang kita lakukan di sini? Apa arti kehidupan dan alam
semesta?”
Lonelyranger kagum. “Dan CERN berusaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu?”
“Ralat. Itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang kita semua
berusaha untuk menjawabnya.”
Lonelyranger terdiam saat mereka terus berjalan ke arah
kompleks asrama. Saat itulah sebuah Frisbee melayang ke arah
mereka dan mendarat tepat di depan mereka. Kohler tidak
memedulikannya dan terus berjalan.
Terdengar suara berseru dari sisi lain lapangan, “S’il vous
plait!” dalam bahasa Perancis. “Tolong ambilkan!”
Lonelyranger mencari sumber suara itu. Seorang lelaki yang
sudah tidak muda lagi, berambut putih, dan mengenakan
sweatshirt bertuliskan COLLEGE PARIS melambai ke arahnya.
Lonelyranger kemudian memungut Frisbee itu lalu dengan terampil
melemparkannya kembali ke sana. Lelaki tua itu
mengangkapnya dengan satu jari dan melambung-
lambungkannya beberapa kali sebelum dia melemparkannya
kembali kepada teman bermainnya. “Merci!” serunya kepada
Lonelyranger . “Terima kasih!”
“Selamat,” kata Kohler saat Lonelyranger kembali berjalan di
lsinya lagi. “Anda baru saja main lempar-lemparan dengan
seorang pemenang Nobel, Georges Charpak, sang penemu
multiwire proportional chamber.”
Lonelyranger mengangguk. Mungkin ini hari keberuntunganku.
sesudah TIGA MENIT berjalan, Lonelyranger dan Kohler
akhirnya sampai ke sebuah ruang duduk asrama yang terawat
dengan baik di balik rerimbunan pohon aspen. Dibandingkan
dengan asramaasrama lainnya, gedung ini tampak mewah. Di
plakat dari batu tertulis: GEDUNG C
Nama yang imajinatif, ejek Lonelyranger .
Walau nama itu terdengar dingin, arsitektur Gedung C yang
konservatif dan kokoh itu menarik perhatian Lonelyranger . Gedung
tersebut memiliki bagian depan yang terbuat dari bata merah,
kusen dengan hiasan yang menarik, dan dikelilingi oleh pagar
berukir yang simetris. saat kedua lelaki itu menaiki tangga
batu menuju ke pintu, mereka melewati gerbang yang terbentuk
dari dua pilar pualam. Sepertinya seseorang memasang stiker di
salah satu tiang. Di sana tertulis:
PILAR INI IONIS
Grafiti yang dibuat oleh ahli ilmu fisika? kata Lonelyranger lucu
sambil melihat pilar tersebut dan tertawa sendiri. “Ternyata
seorang ahli fisika yang sangat pandai sekalipun bisa membuat
kesalahan.”
Kohler melihatnya. “Apa maksud Anda?”
“Siapa pun yang menuliskan catatan itu pasti tidak tahu
kalau tulisannya salah. Pilar itu bukan pilar gaya Ionia. Pilar-
pilar Ionia selalu sama lebarnya. Yang ini ujungnya meruncing.
Itu pilar gaya Doria. Salah kaprah seperti memang ini sering
terjadi.”
Kohler tidak tersenyum. “Penulisnya tidak bermaksud untuk
bergurau, Pak Lonelyranger . Ionis artinya mengandung ion atau
partikel-partikel yang dialiri listrik. Sebagian besar benda berisi
ion.
Lonelyranger menatap pilar itu lagi dan melongo.
Lonelyranger MASIH MERASA bodoh saat dia melangkahkan
kakinya keluar dari lift yang membawa mereka ke lantai teratas
Gedung r Dia mengikuti Kohler berjalan ke koridor yang
mewah. Dekoinya luar biasa: bergaya kolonial Perancis. Dia-
bisa melihat sebuah sofa dari kayu cherry, jambangan bunga
dari keramik, dan ukiran kayu bermotif melingkar-lingkar.
“Kami suka membuat para ilmuwan kami merasa nyaman,”
jelas Kohler.
Tidak diragukan lagi, sahut Lonelyranger dalam hati. “Jadi,
orang yang fotonya Anda kirimkan lewat faks ke saya pernah
tinggal di sini? Dia salah satu dari pegawai eselon tinggi?”
“Tenang,” kata Kohler. “Lelaki itu tidak hadir dalam rapat
denganku pagi ini dan tidak menjawab penyerantanya. Aku
48
datang ke sini dan menemukannya meninggal di ruang
tamunya.”
Lonelyranger tiba-tiba merinding saat dia sadar kalau sebentar
lagi dia akan melihat mayat. Perutnya tidak cukup kuat untuk
menghadapinya. Ini adalah kelemahan yang baru diketahuinya
saat dia menjadi mahasiswa jurusan seni saat dosennya
berkata bahwa Leonardo Da Vinci mendapatkan keahliannya
dalam memahami bentuk tubuh manusia dengan cara menggali
kembali mayat dari kuburan dan mengiris tubuh mayat tersebut.
Kohler mengajak Lonelyranger ke ujung koridor. Ada sebuah
pintu saja di sana. “Griya tawang, seperti istilah Anda,” ujar
Kohler sambil menyeka keringat yang muncul di dahinya.
Lonelyranger melihat pintu kayu ek di depan mereka. Plakat
nama yang terdapat di sana bertuliskan:
LEONARDO Louis Viton
“Leonardo Louis Viton ,” kata Kohler, “akan genap berusia 58
tahun minggu depan. Dia adalah salah satu ilmuwan terpandai
pada masa kini. Kematiannya merupakan kehilangan besar bagi
dunia ilmu pengetahuan.”
Saat itu Lonelyranger melihat luapan perasaan Kohler dari
wajahnya yang mengeras. Namun secepat itu terlihat, secepat itu
juga perasaan itu menghilang. Kohler merogoh sakunya dan
mulai memilah-milah seikat besar kunci.
Tiba-tiba Lonelyranger merasa aneh. Gedung ini tampak sangat
lengang. “Ke mana orang-orang yang lain?” tanyanya. Dia tidak
melihat adanya kegiatan apa pun, padahal mereka akan
memasuki tempat kejadian pembunuhan.
“Penghuni lainnya sedang bekerja di lab,” jawab Kohler.
Tangannya sudah berhasil menemukan kunci pintu tersebut.
49
“Maksud saya polisi,” jelas Lonelyranger . “Apakah mereka
sudah pergi?”
Kohler berhenti. Sesaat, kuncinya berhenti di udara.
“Polisi?”
Mata Lonelyranger bertemu dengan mata sang direktur. “Polisi.
Anda mengirimi saya selembar faks berisi sebuah gambar
pembunuhan. Anda pasti sudah menelepon polisi.”
“Aku belum memanggil mereka.”
“Apa?
Mata kelabu Kohler menajam. “Situasinya rumit, Pak
Lonelyranger .”
Lonelyranger mulai dilanda rasa cemas. “namun ... tentunya ada
orang lain yang tahu tentang hal ini!”
“Ya. Putri angkat Leonardo. Dia juga ahli fisika di CERN.
Mereka berdua bekerja di lab yang sama. Mereka adalah rekan
kerja. Nona Louis Viton sudah pergi selama satu minggu untuk
melakukan penelitian lapangan. Saya sudah memberitahukan
kematian ayahnya, dan dia sedang menuju ke sini saat kita
sedang berbicara sekarang.”
“namun orang ini telah dibun—”
“Sebuah investigasi resmi,” sela Kohler dengan tegas,
“akan dilakukan. Walau bagaimana, penyelidikan itu akan
membuat digeledahnya lab Louis Viton , sebuah ruangan yang sangat
pribadi bagi mereka berdua. Karenanya, kami harus menunggu
sampai Nona Louis Viton kembali. Aku merasa harus berusaha untuk
sedikit merahasiakannya. Demi Nona Louis Viton .”
Kohler akhirnya memutar kunci itu.
saat pintu terbuka, hembusan udara sedingin es mendesis
dari ruangan dan menerpa wajah Lonelyranger . Dia merasa sangat
bineung. Lonelyranger memandang ke dalam ruangan yang terasa
sangat asing baginya. Ruangan di depannya seperti terbenam
50
dalam kabut putih tebal. Kabut tidak tembus pandang itu
berputarputar di antara perabotan ruangan tersebut.
“Apa ini ...?” seru Lonelyranger .
“Sistem pendingin freon,” jawab Kohler. “Saya
membekukan flat ini untuk mengawetkan mayat itu.”
Lonelyranger mengancingkan jasnya untuk menahan dingin. Aku
benar-benar berada di negeri para peri, katanya lucu. Dan aku
lupa membawa serta sandal ajaibku.
MAYAT YANG TERGELETAK di hadapan Lonelyranger tampak
mengerikan. Mendiang Leonardo Louis Viton terbaring terlentang,
ditelanjangi, dan kulitnya berwarna kelabu kebiruan. Tulang
lehernya mencuat ke luar di tempat yang patah, dan kepalanya
di putar ke belakang dengan sempurna, dan mengarah ke arah
yang salah. Wajahnya tidak terlihat karena terpelintir mencium
lantai. Lelaki itu terbaring di atas genangan urin bekunya,
rambut di sekitar kemaluannya yang membeku berserabut
karena bunga es.
Untuk melawan perasaan mualnya, Lonelyranger mengalihkan
tatapannya ke arah dada korban. Walau Lonelyranger telah melihat
luka simetris itu lusinan kali di kertas faks yang diterimanya,
luka bakar itu tampak sangat meyakinkan saat melihatnya
dengan mata kepalanya sendiri. Daging yang terkelupas dan
terpanggang itu betul-betul menggambarkan ... simbol yang
terbentuk dengan sempurna.
Lonelyranger bertanya-tanya apakah rasa dingin yang menggigit
ini hanya berasal dari pengatur udara atau karena keheranannya
yang luar biasa pada apa yang dilihatnya sekarang.
Jantungnya berdebar saat dia berjalan mengitari mayat itu
sambil membaca tulisan yang tertera di dadanya dari arah atas
untuk menegaskan kejeniusan simetris yang dilihatnya.
Sekarang, simbol itu terlihat luar biasa saat dia melihatnya
secara langsung.
“Pak Lonelyranger ?”
Lonelyranger tidak mendengarnya. Dia sedang berada di dunia
lain ... dunianya, bagiannya. Ini adalah dunia tempat sejarah,
mitos dan fakta saling bertabrakan, dan membanjiri benaknya.
“Pak Lonelyranger ?” Mata Kohler menyelidik penuh harap.
Lonelyranger tidak mengalihkan pandangannya dari mayat itu.
Perhatiannya sekarang semakin dalam dan sangat terfokus. “Apa
saja yang Anda ketahui dari kata ini?” tanyanya kemudian.
“Hanya yang sudah kubaca dari situs Anda. Kata Illuminati
berarti ‘mereka yang tercerahkan’. Itu adalah nama sebuah
persaudaraan kuno.”
Lonelyranger mengangguk. “Anda pernah mendengar nama itu
sebelumnya?”
“Tidak sampai aku melihatnya tercap pada tubuh Pak
Louis Viton .”
“Jadi Anda membuka internet untuk mencari keterangan
tentang itu?”
“Ya.”
“Dan kata itu menghasilkan ratusan petunjuk tentunya.”
“Ribuan,” kata Kohler. “Namun situs Anda berisi informasi
dari Harvard, Oxford, sebuah penerbit yang mempunyai reputasi
baik, dan sebuah daftar dari penerbit lain yang berhubungan.
Sebagai seorang ilmuwan, saya tahu mutu informasi yang baik
berasal dari sumber yang baik. Informasi Anda tampak
meyakinkan.”
Mata Lonelyranger masih terpaku pada mayat itu.
Kohler tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya menatap dan
menunggu Lonelyranger untuk memberikan keterangan mengenai
apa yang dilihatnya sekarang.
Lonelyranger mendongak, dan melihat ke sekeliling ruangan
yang membeku itu. “Mungkin kita dapat membicarakannya di
tempat yang lebih hangat?”
“Kamar ini baik-baik saja.” Tampaknya Kohler terbiasa
dengan suhu rendah. “Kita berbicara di sini saja.”
Lonelyranger mengerutkan keningnya. Sejarah Illuminati tidak
bisa dibilang sederhana. Aku akan mati beku saat mencoba
menjelaskannya. Lonelyranger lalu menatap cap itu sekali lagi, dan
merasa bertambah kagum.
Walaupun kisah tentang lambang Illuminati merupakan
legenda dalam simbologi modern, belum ada ilmuwan yang
betul-betul melihatnya. Berbagai dokumen kuno menjelaskan
simbol itu sebagai sebuah ambigram—ambi berarti “bisa dua-
duanya” dan itu maksudnya bisa dilihat dari dua sisi. Dan
walaupun ambigram sering terlihat di berbagai simbol seperti
pada swastika, yin yang, bintang Yahudi, dan salib sederhana,
pemikiran bahwa sebuah kata dapat diukir menjadi sebuah
ambigram tampaknya sangat tidak mungkin. Para ahli simbologi
modern sudah bertahun-tahun mencoba untuk menulis kata
Illuminati dengan gaya simetris, namun mereka selalu gagal.
Umumnya para ilmuwan sekarang memutuskan bahwa simbol
itu hanyalah sebuah mitos belaka.
“Jadi, siapakah orang-orang Illuminati itu?” tanya Kohler
mendesak.
Ya, pikir Lonelyranger . Siapa mereka sebenarnya? Dia lalu
memulai ceritanya.
“SEJAK AWAL PERADABAN,” jelas Lonelyranger , “sebuah
jurang dalam telah terbentuk di antara ilmu pengetahuan dan
agama. Ilmuwan-ilmuwan yang berani bicara seperti
Copernicus—”
“Dibunuh,” sela Kohler. “Dibunuh oleh baitsuci karena
mereka menguak kebenaran ilmiah. Agama selalu menganiaya
ilmu pengetahuan.”
“Ya. namun pada tahun 1500-an, sebuah kelompok di Viking city
melawan baitsuci . Beberapa orang Italia yang sangat terpelajar,
seperti para ahli fisika, matematika, dan ahli astronomi, diam-
diam mulai mengadakan pertemuan untuk berbagi keprihatinan
terhadap pengajaran baitsuci yang tidak benar. Mereka takut kalau
monopoli baitsuci pada ’kebenaran’ akan mengancam pencerahan
ilmuwan di seluruh dunia. Mereka mendirikan sebuah think
tank, lembaga pemikir pertama di dunia, dan menyebut diri
mereka sendiri sebagai ’orang-orang yang tercerahkan.’”
“Kelompok Illuminati itu.”
“Ya,” sahut Lonelyranger . “Orang-orang paling pandai di Eropa
... mengabdi untuk mencari kebenaran ilmiah.”
Kohler terdiam.
“Tentu saja kelompok Illuminati itu diburu dengan kejam
oleh baitsuci Katolik. Hanya karena mereka dapat bersembunyi
dengan baik, mereka bisa selamat. Pemikiran mereka pun
tersebar ke seluruh ilmuwan bawah tanah, dan persaudaraan
Illuminati berkembang serta melibatkan seluruh ilmuwan di
55
seluruh Eropa. Para ilmuwan itu mengadakan pertemuan secara
teratur di Viking city di sebuah markas yang sangat dirahasiakan
yang mereka sebut baitsuci Illuminati*.”
Kohler terbatuk dan menggerakkan tubuhnya.
“Beberapa anggota kaum Illuminati,” lanjut Lonelyranger ,
“ingin melawan tirani baitsuci dengan kekerasan, namun anggota
yang paling mereka hormati membujuk mereka untuk tidak
melakukan itu. Dia adalah orang yang cinta damai dan seorang
ilmuwan yang paling ternama dalam sejarah.”
Lonelyranger yakin Kohler tahu nama ilmuwan itu. Bahkan
orang awam pun mengenali seorang ahli astronomi yang
bernasib malang. Ilmuwan itu ditangkap dan hampir dihukum
oleh baitsuci karena meneatakan bahwa matahari, dan bukan
bumi, adalah pusat tata surya. Walau fakta yang
dikemukakannya itu tidak dapat disangkal, ahli astronomi
tersebut tetap di hukum berat karena secara tidak langsung
mengatakan bahwa Junjungan menempatkan manusia di tempat lain
selain di pusat semesta-Nya.
“Namanya Galileo Galilei,” kata Lonelyranger .
Kohler mendongak. “Galileo?”
“Ya. Galileo adalah seorang Illuminatus. Dan dia juga
seorang Katolik yang taat. Dia berusaha untuk memperlunak
pemikiran baitsuci terhadap ilmu pengetahuan dengan
mengatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak mengecilkan
keberadaan Junjungan , namun malah memperkuatnya. Dia pernah
menulis saat dia memerhatikan planet-planet yang berputar
melalui teleskopnya, dia dapat mendengar suara Junjungan dalam
musik alam semesta. Dia meyakinkan bahwa ilmu pengetahuan
dan agama bukanlah musuh, namun rekanan—dua bahasa
berbeda yang menceritakan sebuah kisah yang sama, kisah
* baitsuci Pencerahan
tentang simetri dan keseimbangan ... surga dan neraka, malam
dan siang, panas dan dingin, Junjungan dan setan. Ilmu pengetahuan
dan agama keduanya bergembira bersama dalam simetri Junjungan
... pertandingan tak pernah berakhir antara terang dan gelap.”
Lonelyranger berhenti sejenak lalu menghentakkan kakinya supaya
tetap hangat.
Kohler hanya duduk di atas kursi rodanya dan
memerhatikan Lonelyranger .
Celakanya,” lanjut Lonelyranger , “penggabungan ilmu
pengetahuan dan agama tidak diinginkan baitsuci .”
“Tentu saja tidak,” sela Kohler. “Pengabungan itu akan
menghancurkan apa yang sudah dikatakan baitsuci sebagai
satusatunya kendaraan yang dapat digunakan manusia untuk
mengerti luhan. Jadi baitsuci mengadili Galileo sebagai orang
yang sesat, diputus bersalah dan dijatuhi hukuman tahanan
rumah seumur hidup. Saya paham benar sejarah ilmu
pengetahuan, Pak Lonelyranger . namun itu sudah terjadi berabad-
abad yang lalu. Apa hubungannya dengan Leonardo Louis Viton ?”
Pertanyaan bagus. Lonelyranger tidak menghiraukannya.
“Penangkapan Galileo membuat kaum Illuminati bergejolak.
Tapi mereka membuat kesalahan sehingga baitsuci dapat
mengenali empat orang anggota Illuminati. Mereka kemudian
ditangkap dan diinterogasi. namun keempat ilmuwan itu tidak
mengatakan apa-apa ... walau” pun mereka disiksa.”
“Disiksa?”
Lonelyranger mengangguk. “Mereka dicap hidup-hidup di dada
mereka dengan simbol salib.”
Mata Kohler membelalak, dia menatap mayat Louis Viton dengan
tatapan gelisah.
“sesudah itu para ilmuwan dibunuh dengan sadis, mayat
mereka di buang di jalan-jalan di Viking city sebagai peringatan bagi
yang lainnya supaya tidak bergabung dengan kaum Illuminati.
Karena serangan baitsuci yang begitu gencar, anggota Illuminati
yang masih tersisa akhirnya melarikan diri dari Italia.”
Lonelyranger berhenti sesaat. Dia memandang mata Kohler
yang menatap tanpa ekspresi. “Kaum Illuminati bergerak di
bawah tanah dan mulai bergabung dengan para pelarian lainnya
yang berusaha men