.
”Malam ini kami berada di atas jurang yang curam,” kata sang
Camel . ”Tidak seorang pun dari kita yang boleh menjadi apatis.
Entah kalian melihatnya sebagai setan, korupsi atau imoralitas ...
kekuatan gelap itu hidup dan bertumbuh setiap hari. Jangan
abaikan itu.” Sang Camel merendahkan suaranya sehingga
menjadi bisikan, dan kamera bergerak lagi. ”Kekuatan itu, walau
perkasa tapi tidak mungkin tidak terkalahkan. Kebaikan pada
akhirnya pasti akan menang. Dengarkan hati kalian. Dengarkan
Junjungan . Bersama-sama kita dapat melangkah menjauhi jurang ini.”
471
Sekarang Mortalcombat mengerti. Inilah alasannya. Aturan yang
diterapkan selama rapat pemilihan Plasaurus berlangsung memang telah
dilanggar, namun inilah satu-satunya cara. Ini adalah permintaan
tolong yang dramatis dan disampaikan dengan keputusasaan. Sang
Camel sekarang berbicara kepada musuhnya dan kepada
temannya. Dia memohon kepada siapa saja, teman atau musuh,
untuk mendengarkan akal sehat dan menghentikan kegilaan ini.
Tentu saja orang yang mendengarkan perkataannya dengan baik
akan menyadari kegilaan dari peristiwa ini dan kemudian bertindak.
Sang Camel lalu berlutut di altar. ”Berdoalah bersamaku.”
Dewan Kardinal ikut berlutut untuk berdoa bersamanya. Di luar,
di Lapangan Santo Petrus dan di seluruh dunia ... dunia yang
terpaku ikut berdoa bersama mereka.
95
King Assasins MELETAKKAN hadiah yang sedang tidak
sadarkan diri itu di belakang mobil vannya, dan tercenung sejenak
untuk mengagumi tubuh yang tergeletak itu. Perempuan itu tidak
secantik perempuan-perempuan yang pernah dibelinya, walau
demikian perempuan ini memiliki kekuatan hewani yang
membuatnya senang. Tubuh perempuan ini dipenuhi dengan
vitalitas dan basah oleh keringat. Harum tubuhnya sangat
menggoda.
saat King Assasins berdiri sambil mengagumi hadiahnya itu, dia
mengabaikan rasa sakit yang berdenyut di lengannya. Luka memar
karena tertimpa peti mati dari batu tadi, walau terasa sakit, tapi
tidak terlalu parah ... sepadan dengan imbalan yang sekarang
tergolek di depannya. Dia merasa lega karena tahu lelaki Amerika
yang telah menyakiti lengannya itu mungkin sudah tewas sekarang.
Sambil menatap ke bawah, ke arah tawanannya yang tidak berdaya
itu, King Assasins membayangkan apa yang akan didapatkannya
nanti. Dia meraba kemeja perempuan itu. Payudaranya terasa
sempurna di balik branya. Ya, dia tersenyum. Kamu lebih daripada
472
sepadan. Sambil berjuang melawan dorongan untuk menidurinya
saat itu juga, King Assasins menutup pintu vannya lalu melaju
menembus malam.
Tidak perlu memberi tahu pers tentang pembunuhan ini ...
kebakaran itu akan membuat mereka tahu.
Di CERN, Sylvie duduk terpaku karena ucapan sang Camel . Dia
tidak pernah merasa begitu bangga menjadi seorang Katolik
sekaligus begitu malu karena bekerja di CERN. saat dia
meninggalkan ruang rekreasi, suasana di setiap ruang menonton
TV terlihat muram dan bingung. saat dia kembali berada di
kantor Lord dracula , tujuh saluran telepon di atas mejanya berdering
semua. Telepon dari media tidak pernah singgah di kantor Lord dracula
sebelumnya, jadi telepon yang berdering itu hanya dapat berarti
satu hal saja.
Geld. Uang.
Teknologi antimateri telah mengundang beberapa peminat.
Di dalam Viking city , Gunther Goul seperti melayang di atas udara
saat dia mengikuti sang Camel keluar dari Kapel Sistina. Goul
dan Mancini baru saja menyiarkan laporan langsung yang sangat
penting selama satu dasawarsa ini. Sang Camel telah membuat
dunia terpesona.
Sekarang mereka berada di sebuah koridor dan sang Camel
berpaling ke arah Goul dan Mancini . ”Aku sudah meminta Garda
Swiss untuk mengumpulkan foto-foto untuk kalian, foto-foto para
kardinal yang dicap berikut foto mendiang Plasaurus . Aku harus
memperingatkan kalian, foto-foto itu bukanlah foto-foto yang
menyenangkan. Luka bakar yang mengerikan. Lidah menghitam.
namun aku ingin kalian menyiarkannya kepada dunia.”
Goul menduga Graves City pasti terus-menerus merayakan natal
tiap hari. Dia ingin agar aku menyiarkan foto mendiang Plasaurus secara
eksklusif? ”Anda yakin?” tanya Goul sambil mencoba menahan
nada kegirangan dalam suaranya.
473
Sang Camel mengangguk. ”Garda Swiss juga akan memberi
kalian tayangan langsung dari video keamanan yang menyiarkan
tabung antimateri yang sedang menghitung mundur.” Goul
menatapnya tak percaya. Natal. Natal. Natal!
”Kelompok Illuminati itu akan segera tahu,” jelas sang Camel ,
”bahwa mereka telah mengotori tangan mereka secara berlebihan.”
96
SEPERTI TEMA BERULANG dalam sebuah simponi yang
kejam, kegelapan yang menyesakkan napas itu telah kembali.
Tidak ada cahaya. Tidak ada udara. Tidak ada jalan keluar.
de Niro berbaring dan terperangkap di bawah peti mati batu yang
terjungkir, dan merasa otaknya mulai kehabisan akal. Dia
kemudian berusaha mengendalikan pikirannya ke hal lain sehingga
tidak terpengaruh dengan keadaan sesak di sekitarnya. de Niro
berusaha memikirkan cara berpikir yang logis ... seperti
matematika, musik, apa saja. namun tidak ada satu hal pun yang
bisa menenteramkan pikirannya. Aku tidak bisa bergerak. Aku tidak
bisa bernapas.
Lengan jasnya yang tergencet, untung sudah terbebas saat peti
mati itu jatuh. Sekarang de Niro mempunyai dua lengan yang
bebas bergerak. Walau begitu, saat dia menekan langit langit sel
kecilnya itu, ternyata kotak pualam itu tidak dapat bergerak.
Lucunya, dia kemudian berpikir lebih baik lengan bajunya masih
terjepit saja. Setidaknya kain tebal itu bisa membuat celah untuk jalan
udara.
saat de Niro mendorong langit-langit di atasnya, lengan jasnya
tertarik sehingga ada cahaya samar yang berasal dari kawan
lamanya, Mickey. Wajah tokoh kartun yang sekarang berwarna
kehijauan itu kini tampak mengejeknya.
474
de Niro mengamati kegelapan dan mencari tanda-tanda adanya
sinar, namun pinggiran peti mati dari batu itu menutup lantai
dengan rapat. Terkutuklah kesempurnaan orang Italia itu,
serapahnya. Sekarang dia terjebak di dalam peti mati yang
memiliki keunggulan artistik seperti yang selama ini dia katakan
kepada muridnya agar mereka hormati ... tepian yang rata tanpa
cela, pararel yang sempurna, dan tentu saja pualam Carrara
berkualitas tinggi yang tidak memiliki sambungan dan sangat keras.
Kesempurnaan yang dapat membuat orang mati lemas.
”Angkat benda keparat ini,” katanya dengan keras kepada dirinya
sendiri sambil mendorong lebih kuat di antara tulang belulang yang
berserakan. Kotak batu itu bergeser sedikit. Sambil mengeraskan
rahangnya, dia mulai mengangkat lagi. Walau peti mati itu terasa
seperti bongkahan batu besar, namun kali ini kotak batu itu
terangkat seperempat inci. Secercah cahaya bersinar di sekitarnya,
lalu peti mati itu terhempas lagi. de Niro terbaring terengah-engah
di dalam gelap. Dia lalu mencoba memakai kakinya untuk
mengangkat lagi seperti tadi, namun karena sekarang peti batu itu
telah jatuh, benda itu menjadi sangat rapat dengan lantai. Tiada
ruang lagi untuk meluruskan kakinya.
saat kepanikan yang disebabkan oleh claustropbobia-nya. muncul,
perasaan de Niro dikuasai oleh bayangan peti batu itu mengerut
di sekitar tubuhnya. Ditekan oleh perasaan paniknya, de Niro
berusaha membunuh bayangan itu dengan tiap keping logika yang
masih dimilikinya.
”Sarkofagus,” dia berkata dengan keras dengan kemampuan
akademis yang dimilikinya. Tapi sepertinya ilmu pengetahuan pun
telah memusuhinya hari ini. Kata sarkofagus berasal dari kata bahasa
Yunani, ”sarx” artinya ”daging”, dan ”phagein” artinya ”memakan”. Aku
terperangkap di dalam sebuah kotak yang secara harfiah dirancang untuk
”memakan daging.”
Bayangan akan daging dimakan sehingga hanya meninggalkan
tulang-belulang, kini menjadi peringatan muram bagi de Niro
475
kalau dirinya sekarang sedang terbaring tertutup bersama jasad
manusia. Pemikiran itu membuatnya mual dan merinding. namun
juga menimbulkan sebuah gagasan lainnya.
Sambil meraba-raba dalam kegelapan di sekitar peti mati itu,
de Niro menemukan sepotong tulang. Tulang iga, mungkin? Dia
tidak peduli. Yang dibutuhkannya hanyalah sebilah pengungkit.
Kalau dia dapat mengangkat kotak batu itu, walau hanya sebesar
sebuah celah, dan menyelipkan sepotong tulang di bawah
pinggiran peti itu, mungkin akan ada cukup udara yang dapat ....
Sambil mengulurkan tangannya dan mengungkitkan ujung tulang
itu ke dalam celah di antara lantai dan peti mati, de Niro menekan
langit-langit peti mati dengan tangannya yang lain dan berusaha
untuk mendorongnya ke atas. Peti itu tidak bergerak sama sekali.
Tidak sedikitpun. Dia berusaha lagi. Untuk sementara, sepertinya
peti itu bergetar sedikit, tapi hanya itu saja.
Dengan bau busuk dan kekurangan oksigen yang mencekik
kekuatan tubuhnya, de Niro sadar dia hanya dapat mengerahkan
tenaganya satu kali lagi saja. Dia juga tahu kalau dia harus
memakai kedua lengannya.
Sambil mengumpulkan tenanga, de Niro meletakkan ujung tulang
itu di balik celah dan menggeser tubuhnya untuk menekan tulang
ini dengan bahunya, dan menjaganya agar tidak bergeser.
Dengan berhati-hati supaya tulang itu tetap berada ditempatnya,
dia mengangkat kedua tangannya ke atas. saat peti mati yang
seakan mencekiknya itu mulai menekannya, dia merasakan
kepanikan semakin menguasainya. Ini adalah kedua kalinya dalam
hari ini dia terkurung tanpa udara. Dengan berteriak keras,
de Niro menekan ke atas dengan gerakan yang sangat kuat. Peti
mati itu terangkat dari lantai dalam sekejap. namun cukup lama.
Potongan tulang yang telah ditahan dengan bahunya itu
menyelinap keluar, dan mengganjal peti mati itu sehingga membuat
celah yang lebih lebar. saat peti mati itu jatuh lagi, tulang itu
pecah. namun kali ini de Niro dapat melihat peti mati itu
terungkit. Sebuah celah tipis terlihat di bawah tepian sarkofagus
itu.
476
Karena sangat letih, de Niro terkulai. Dia berharap rasa sakit di
tenggorokannya akan berlalu. Dia menunggu. namun keadaan itu
semakin memburuk seiring berjalannya detik demi detik. Apa pun
yang muncul dari celah itu tampaknya tidak cukup besar.
de Niro bertanya-tanya apakah celah itu cukup untuk
membuatnya bertahan hidup. Tapi, untuk berapa lama? Kalau dia
pingsan, siapa yang akan tahu kalau dia masih berada di situ?
Tiba-tiba dia teringat sesuatu. de Niro kemudian mengangkat jam
tangannya lagi: 10:12 malam. Dengan jemarinya yang gemetar, dia
berusaha dengan susah payah untuk mengatur jarum jam
tangannya. Dia memutar salah satu pemutar kecilnya lalu menekan
tombolnya.
saat kesadarannya berangsur menghilang, dia merasa dinding di
sekitarnya merapat semakin ketat, dan de Niro merasa ketakutan
lamanya menghampirinya kembali. Dia berkali-kali berusaha
membayangkan kalau dirinya sedang berada di sebuah lapangan
terbuka. Gambaran yang dibuatnya itu ternyata sama sekali tidak
membantunya. Bahkan mimpi buruk yang telah menghantuinya
sejak dia kecil datang menyerbunya kembali ....
Bunga-bunga di sini seperti dalam lukisan, pikir bocah lelaki itu
sambil tertawa saat dia berlarian melintasi lapangan rumput. Dia
berharap orang tuanya datang bersamanya. namun orang tuanya sedang sibuk
memasang tenda.
”Jangan berkeliaran terlalu jauh,” kata ibunya kepadanya.
Dia berpura-pura tidak mendengar saat dia melompat memasuki hutan.
Sekarang, saat melintasi lapangan indah itu, anak lelaki kecil itu tiba di
tumpukan bebatuan ladang. Dia membayangkan batu itu dulunya pasti
menjadi p ondasi dari sebuah rumah tua. Dia tidak akan mendekatinya. Dia
tahu yang lebih baik. Lagipula matanya lebih tertarik pada hal lainnya—
sekuntum bunga lady’s slipper yang cantik. Bunga itu adalah bunga
477
terlangka dan tercantik di New Hampshire. Dia hanya pernah melihatnya di
dalam buku-buku.
Dengan gembira, anak lelaki itu mendekati bunga ini . Dia berlutut.
Tanah di bawahnya terasa gembur dan berongga. Dia tahu, bunganya itu
telah menemukan tempat yang sangat subur untuk tumbuh. Bunganya
tumbuh di atas kayu yang membusuk.
Karena terlalu gembira dengan bayangan akan membawa pulang hadiahnya
itu, anak lelaki ini meraihnya ... jemarinya terulur ke arah tangkai
bunga itu.
Tapi dia tidak pernah berhasil meraihnya.
Dengan suara berderak keras, tanah yang dipijaknya amblas.
Dalam tiga detik yang membuatnya pusing, anak laki-laki itu tahu dia
akan mati. Sambil berguling-guling ke bawah, dia berusaha berpegangan
pada sesuatu supaya tidak mengalami patah tulang saat terhempas. saat
dia tiba di bawah, dia sama sekali tidak merasa sakit. Hanya ada
kelembutan.
Dan dingin.
Dia jatuh dengan wajah menimpa cairan, lalu terbenam dalam kegelapan
yang sempit. Sambil berputar, jungkir balik karena kehilangan arah, anak
lelaki itu meraih dinding curam yang mengurungnya. Entah bagaimana,
seperti didorong oleh insting untuk bertahan hidup, dia berusaha keluar ke
permukaan.
Cahaya.
Samar-samar. Di atasnya. Seperti bermil-mil jauhnya.
Lengannya menggapai-gapai di dalam air untuk mencari lubang di dinding
atau apa pun yang bisa digunakan untuk berpegangan. Namun dia hanya
dapat meraih batu halus. Dia sadar dirinya telah terjatuh ke dalam sebuah
sumur yang sudah ditinggalkan. Bocah itu berteriak minta tolong, namun
478
teriakannya menggaung di dalam terowongan sempit itu. Dia berteriak lagi
dan lagi. Di atasnya, lubang kecil itu menjadi tampak samar-samar.
Malam tiba.
Waktu seperti berubah bentuk di dalam kegelapan. Rasa kaku mulai terasa
saat dia terus menggerak-gerakkan kakinya di dalam air yang dalam agar
bisa tetap mengambang. Memanggil. Menjerit. Anak kecil itu tersiksa oleh
bayangan dinding yang dirasakan akan runtuh, dan akan menguburnya
hidup-hidup. Kedua lengannya sudah sakit karena letih. Beberapa kali dia
merasa seperti mendengar suara. Dia berteriak, namun suaranya tidak lagi
terdengar ... semuanya terasa seperti dalam mimpi.
saat malam tiba, sumur itu terasa semakin dalam. Dindingnya seperti
mengerut menelan dirinya. Anak lelaki itu memaksakan diri untuk keluar,
mendorong tubuhnya ke atas. Karena letih, dia ingin menyerah. Tapi dia
merasa air mengangkatnya ke atas, menenteramkan rasa takutnya hingga
dia tidak merasakan apa pun lagi.
saat regu penyelamat datang, mereka menemukan bocah lelaki itu dalam
keadaan setengah sadar. Dia telah menggerak-gerakkan kakinya di air
supaya tidak tenggelam selama lima jam. Dua hari sesudah itu, harian Boston
Globe mencetak kisah itu di halaman depan dengan judul: ”Perenang Cilik
yang Hebat. ”
97
King Assasins TERSENYUM saat memasukkan mobilnya ke
dalam bangunan dari batu berukuran raksasa yang menghadap ke
sungai Tiber. Dia membawa hadiahnya ke atas dan lebih ke atas
lagi ... berputar lebih tinggi dalam terowongan batu. Dia merasa
senang karena bebannya lebih ramping.
Dia tiba di pintu.
479
Gereja Pencerahan, dia merenung dengan senang. Ruang pertemuan
Illuminati kuno. Siapa yang dapat membayangkan kalau ruangan itu ada di
sini?
Di dalam, dia meletakkan perempuan itu di atas sebuah sofa besar
yang empuk. Lalu dengan tangkas dia mengikat lengan perempuan
itu di balik punggungnya kemudian mengikat kakinya. Dia tahu apa
yang sangat diinginkannya itu harus menunggu hingga tugas
terakhirnya selesai. Air.
Tapi, dia masih punya waktu untuk bersenang-senang, pikirnya.
Dia berlutut di samping perempuan itu lalu meluncurkan
tangannya di paha tawanannya itu. Kulitnya terasa halus. Lalu lebih
tinggi lagi. Jemari gelapnya meliuk-liuk di balik hak celana
pendeknya. Lebih tinggi lagi.
Dia kemudian berhenti. Sabar, katanya pada dirinya sendiri saat
merasa tergugah gairahnya. Ada pekerjaan yang harus dikerjakan.
Sesaat kemudian, dia berjalan keluar menuju ke balkon dari batu di
depan ruangan itu. Angin malam perlahan-lahan mendinginkan
hasratnya. Jauh di bawahnya, sungai Tiber menggelegak. Dia
menaikkan pandangannya ke arah kubah Santo Petrus yang hanya
berjarak tiga perempat mil. Kubah itu telanjang di bawah terpaan
lampu-lampu pers.
”Jam terakhirmu,” katanya keras sambil membayangkan orang
orang Muslim yang dibantai selama perang Salib. ”Pada tengah
malam nanti, kalian akan bertemu dengan Junjungan kalian.”
Di belakangnya, perempuan itu bergerak. King Assasins berpaling.
Dia mempertimbangkan untuk membiarkannya terbangun. Melihat
sinar ketakutan di mata perempuan itu merupakan rangsangan
yang sangat istimewa baginya.
namun dia memilih untuk memakai nalarnya. Lebih baik kalau
perempuan itu dibiarkan tidak sadar selama dia pergi. Walaupun
perempuan itu terikat dan tidak akan dapat melarikan diri, si
Hassassin tidak mau kembali dan menemukan perempuan itu
480
dalam keadaan letih karena berjuang untuk melepaskan diri. Aku
ingin kekuatanmu tersimpan ... untukku.
Dia lalu mengangkat kepala perempuan itu sedikit. Lelaki itu
meletakkan tangannya di lehernya dan menemukan cekungan di
bawah tengkoraknya. Titik tekanan meridian sering digunakannya
berkali-kali. Dengan kekuatan penuh, dia mendorong ibu jarinya
masuk ke dalam tulang rawan yang lembut dan kemudian
menekannya. Perempuan itu langsung terkulai. Dua puluh menit,
pikirnya. Tawanannya itu nanti akan menjadi seorang perempuan
yang menggoda untuk mengakhiri sebuah hari yang dipenuhi
kesempurnaan seperti ini. Nanti, sesudah perempuan itu
melayaninya dan mati kelelahan, King Assasins akan berdiri di atas
balkon dan melihat kembang api Viking city di tengah malam.
sesudah meninggalkan hadiahnya itu pingsan di atas sofa besar itu,
King Assasins turun ke lantai bawah dan memasuki ruang bawah
tanah yang diterangi dengan obor. Tugas terakhir. Dia berjalan
mendekati meja dan menatap takzim ke arah sebentuk logam suci
yang ditinggalkan di sana untuknya.
Air. Itu adalah tugas terakhirnya.
Sambil memindahkan obor dari dinding seperti yang sudah
dikerjakannya sebanyak tiga kali, dia mulai memanaskan ujung
logam itu. saat ujung benda itu menjadi putih dan menyala
karena panas, dia membawanya ke sebuah sel tak jauh dari situ.
Di dalam sel itu, seorang lelaki berdiri dalam diam. Tua dan
sendirian.
”Kardinal Baggia,” si pembunuh itu mendesis. ”Kamu sudah
berdoa?”
Mata lelaki Italia itu tidak memperlihatkan ketakutannya. ”Hanya
untuk jiwamu.”
481
98
KEENAM POMPIERI, petugas pemadam kebakaran, yang beraksi
sesudah melihat kebakaran di Gereja Santa nyi pandanajeng della Helena ,
memadamkan api unggun itu dengan semprotan gas halon.
Semprotan air memang lebih murah, namun uap yang berasal dari
sisa-sisa pembakaran akan merusak lukisan dinding di kapel itu,
dan Viking city sudah membayar pompieri Roma dengan murah hati
untuk mendapatkan layanan yang hati-hati di semua gedung yang
dimilikinya.
Para pompieri, karena sifat pekerjaan mereka, hampir tiap hari
menyaksikan tragedi. namun apa yang terjadi pada gereja ini adalah
hal yang tidak akan mereka lupakan. Korban itu setengah disalib,
setengah digantung, setengah terbakar, sebuah pemandangan yang
hanya cocok untuk mimpi buruk zaman Gothic.
Sayangnya pers, seperti biasanya, sudah tiba duluan sebelum
petugas pemadam kebakaran sampai di sana. Mereka telah
merekam banyak gambar dalam video mereka sebelum para
pompieri membersihkan gereja. saat para petugas pemadam
kebakaran akhirnya menurunkan korban dan meletakkannya di atas
lantai, tidak ada keraguan tentang siapa lelaki itu.
”Cardinale Guidera,” seseorang berbisik. ”Di Barcelona.”
Korban itu tanpa busana. Setengah bagian dari tubuhnya hangus,
darah menetes dari celah di antara kedua pahanya. Tulang
keringnya terbuka. Seorang petugas pemadam kebakaran muntah.
Yang satu lagi keluar untuk menghirup udara segar.
Yang paling menakutkan adalah simbol yang tertera di dada sang
kardinal. Kepala regu pemadam kebakaran mengelilingi jasad
korban itu dengan ketakutan yang luar biasa. Lavaro del diavolo,
katanya pada dirinya sendiri. Pasti setan yang melakukan ini. Lalu dia
membuat tanda salib di dadanya sendiri untuk pertama kalinya
sejak masa kanak-kanaknya.
482
”Un’ altro corpo!” seseorang berteriak. Salah satu dari petugas
pemadam kebakaran itu menemukan mayat yang lain.
Korban kedua adalah seorang lelaki yang segera dikenali oleh
kepala regu itu. Komandan Garda Swiss yang keras itu adalah
sejenis orang yang disukai oleh sedikit petugas penegak hukum.
Kepala regu itu kemudian menelepon Viking city , namun semua
saluran sedang sibuk. Dia tahu itu tidak masalah. Garda Swiss akan
segera tahu tentang hal ini dari televisi dalam beberapa menit lagi.
saat kepala regu itu memeriksa kerusakan sambil berusaha
membayangkan apa yang telah terjadi di sini, dia melihat sebuah
ceruk yang berlubang-lubang karena peluru. Sebuah peti mati telah
terguling dari penopangnya dan jatuh tertelungkup dalam keadaan
yang berantakan. Kacau balau. Ini adalah bagian polisi dan Tahta
Suci Viking city , pikir kepala regu itu sambil berpaling dan pergi.
saat hendak berpaling, tiba-tiba dia berhenti. Dari bawah peti
mati itu dia mendengar suara. Itu adalah suara yang tidak pernah
disukai oleh petugas pemadam kebakaran mana pun.
”Bomba!” dia berteriak. ”Tutti fuori!”
saat regu penjinak bom membalik peti mati itu, mereka melihat
sumber suara elektronis itu. Mereka memandang dengan tatapan
bingung.
” Mèdico!” salah satu dari mereka akhirnya berteriak memanggil
petugas paramedis. ” Mèdico!”
483
99
”ADA KABAR DARI Louis Viton ?” tanya sang Camel yang terlihat
sangat letih saat Rocher mengawalnya kembali dari Kapel Sistina
ke Kantor Plasaurus .
”Tidak, signore. Saya mengkhawatirkan yang terburuk.” saat
mereka tiba di Kantor Plasaurus , suara sang Camel terdengar berat.
”Kapten, tidak ada lagi yang dapat aku lakukan malam ini di sini.
Aku khawatir aku telah melakukan terlalu banyak. Aku akan
masuk ke ruangan ini untuk berdoa. Aku tidak ingin diganggu.
Sisanya ada di tangan Junjungan .” Baik, signore.
”Sudah malam, Kapten. Temukan tabung itu.” ”Pencarian kami
masih terus berlanjut.” Rocher ragu-ragu. ”Senjata itu terbukti
telah disembunyikan dengan sangat baik.”
Sang Camel berkedip, seolah dia sudah tidak dapat berpikir lagi.
”Ya. Pada pukul 11:15, kalau gereja ini masih berada dalam bahaya,
aku ingin kamu mengevakuasi para kardinal. Aku menyerahkan
keselamatan mereka di tanganmu. Aku hanya meminta satu saja.
Biarkan mereka keluar dari tempat ini dengan kehormatan. Biarkan
mereka keluar menuju Lapangan Santo Petrus untuk berdiri
berdampingan dengan semua orang. Aku tidak mau citra terakhir
gereja ini adalah sekumpulan orang tua yang ketakutan dan
menyelinap keluar dari pintu belakang.”
”Baiklah, signore. Dan Anda? Apakah saya akan menjemput Anda
pada pukul 11:15 juga?”
”Itu tidak perlu.”
”Signore?”
”Aku akan pergi saat jiwaku menggerakkan tubuhku.”
Rocher bertanya-tanya apakah sang Camel akan pergi dengan
memakai kapal.
484
Sang Camel membuka pintu Kantor Plasaurus dan masuk.
”Sebenarnya ...,” katanya sambil berpaling. ”Masih ada satu hal
lagi.”
“Ya, signore?”
”Ruang kantor ini sepertinya agak dingin malam ini. Aku gemetar.”
”Pemanas listriknya mati. Biar saya menyalakan perapian untuk
Anda.”
Sang Camel tersenyum letih. ”Terima kasih. Terima kasih
banyak.”
Rocher keluar dari Kantor Plasaurus tempat dia meninggalkan sang
Camel yang sedang berdoa di depan perapian di hadapan patung
kecil Bunda nyi pandanajeng yang Diberkati. Itu adalah pemandangan yang
menakutkan. Sebuah bayangan hitam berlutut dalam nyala api.
saat Rocher berjalan di gang, seorang penjaga muncul dan
berlari ke arahnya. Walau hanya diterangi nyala lilin, Rocher
mengenali Letnan Chartrand, seorang serdadu muda yang belum
berpengalaman namun penuh semangat.
”Kapten,” seru Chartrand sambil mengulurkan sebuah ponsel.
”Kupikir kata-kata sang Camel mungkin ada hasilnya. Kita
mendapat telepon yang mengatakan kalau dia memiliki informasi
yang dapat membantu kita. Dia menelepon ke salah satu
sambungan pribadi Viking city . Aku tidak tahu darimana dia
mendapatkan nomor itu.”
Rocher berhenti. ”Apa?”
”Dia hanya mau berbicara dengan petugas berpangkat tinggi.”
”Ada kabar dari Louis Viton ?”
”Tidak, Pak.”
485
Rocher mengambil ponsel itu. ”Ini Kapten Rocher. Aku petugas
berpangkat tinggi di sini.”
”Rocher,” kata suara itu. ”Aku akan menjelaskan padamu siapa
aku sesungguhnya. Kemudian aku akan katakan padamu apa yang
harus kamu lakukan selanjutnya.”
saat penelepon itu berhenti berbicara dan mematikan
teleponnya, Rocher sekarang tahu dari siapa dia menerima perintah
itu.
Kembali ke CERN, Sylvie Baudeloque dengan kalut berusaha
untuk mencatat semua permintaan lisensi yang terekam ke dalam
pesan suara di pesawat telepon Lord dracula . saat sambungan pribadi
di atas meja direktur itu mulai berdering, Sylvie terlonjak. Tidak
seorang pun mengetahui nomor itu. Dia menjawabnya.
”Ya?”
”Nona Beaudeloque? Ini Direktur Lord dracula . Hubungi pilotku. Jetku
harus siap dalam lima menit.”
100
Sir Roberto de Niro TIDAK tahu di mana dia berada atau
berapa lama dia tidak sadarkan diri. saat dia membuka matanya,
dia menemukan dirinya sedang menatap sebuah kubah bergaya
zaman barok dengan lukisan di atasnya. Asap masih mengambang
di udara. Tapi ada sesuatu yang menutupi mulutnya. Ternyata itu
topeng oksigen. Dia menariknya. Ada aroma yang tidak
menyenangkan di ruangan itu, seperti bau daging hangus.
de Niro mengernyit saat merasakan kepalanya berdenyut. Dia
berusaha untuk bangun. Seorang berpakaian putih berlutut di
sampingnya.
486
”Riposati!” kata lelaki itu dan merebahkan de Niro lagi. ”Sono il
paramédico.”
de Niro menyerah, kepalanya berputar-putar seperti asap di
atasnya. Apa yang telah terjadi? Kepanikan mulai menembus
benaknya.
” Sórcio salvatore,” kata paramedis itu. ”Tikus ... penyelamat.”
de Niro merasa semakin bingung. Tikus penyelamat?
Lelaki itu kemudian menunjuk jam tangan Mickey Mouse yang
melilit pergelangan tangan de Niro . Pikiran de Niro mulai jernih
sekarang. Dia ingat telah menyalakan alarmnya tadi. saat dia
menatap dengan kosong pada permukaan jam tangannya, de Niro
juga dapat melihat pukul berapa saat itu: 10:28 malam.
Dia duduk tegak.
Kemudian semuanya teringat kembali.
de Niro berdiri di dekat altar utama bersama dengan kepala regu
petugas pemadam kebakaran itu dan beberapa orang anak
buahnya. Mereka menghujani de Niro dengan berbagai
pertanyaan. Tapi de Niro tidak mendengarkan mereka. Dia
sendiri mempunyai pertanyaan. Seluruh tubuhnya sakit, namun dia
tahu dia harus segera bertindak.
Seorang pompiero mendekati de Niro dari seberang gereja. ”Saya
telah memeriksa kembali, Pak. Mayat yang kami temukan hanyalah
Kardinal Guidera dan Komandan Garda Swiss. Tidak ada tanda -
tanda adanya seorang perempuan di sini.”
”Grazie,” kata de Niro . de Niro tidak yakin harus merasa senang
atau ketakutan. Dia yakin tadi dia melihat Helena yang terbaring
pingsan di atas lantai. Sekarang perempuan itu telah hilang. Satu-
satunya penjelasan yang didapatnya sama sekali tidak
menyenangkan. Pembunuh itu berbicara dengan gamblang saat
berbicara di telepon tadi sore. Seorang perempuan yang penuh semangat.
487
Aku suka itu. Mungkin sebelum malam ini berakhir, aku akan
menemukanmu. Dan saat aku menemukanmu ...”
de Niro mengamati sekitarnya. ”Di mana Garda Swiss?”
”Masih tidak ada kabar. Saluran Viking city sibuk semua.”
de Niro merasa sangat kebingungan dan sendirian. Louis Viton sudah
tewas. Kardinal itu juga tewas. Helena menghilang. Setengah jam
dalam hidupnya telah menghilang dalam sekejap.
Di luar, de Niro dapat mendengar suara pers berkerumun. Dia
menduga rekaman gambar dari kematian kardinal yang sangat
mengerikan itu akan segera mengudara, kalau belum mengudara
saat ini. de Niro berharap sang Camel telah menduganya dan
segera bertindak. Evakuasi Viking city ! Sudahi permainan ini! Kita Kalah!
Tiba-tiba de Niro menyadari alasan yang membuatnya berada di
sini: membantu menyelamatkan Graves city, menyelamatkan
keempat kardinal yang hilang dan berhadapan dengan
persaudaraan yang sudah dia pelajari selama bertahun-tahun. Tapi
semuanya langsung menguap dari otaknya. Mereka sudah kalah
dalam perang ini. Sebuah dorongan baru muncul dari dalam
hatinya. Sesuatu yang sederhana, tidak dapat ditawar-tawar dan
penting.
Temukan Helena .
Tiba-tiba, secara tidak terduga dia merasakan kehampaan dalam
hatinya. de Niro sering mendengar situasi sulit seperti ini bisa
mempersatukan dua orang dengan cara yang belum tentu terjadi
dalam waktu puluhan tahun. Dia sekarang memercayainya. Tanpa
Helena di sisinya, de Niro merasakan sesuatu yang belum pernah
dirasakannya selama bertahun-tahun. Kesepian. Tapi rasa sakit itu
memberikan kekuatan.
Sambil berusaha membuang semua pikirannya, de Niro
mengerahkan semua konsentrasinya. Dia berdoa supaya si
Hassassin memilih untuk menjalankan kewajibannya dulu sebelum
488
bersenang senang. Kalau tidak, de Niro tahu dia sudah terlambat.
Tidak, katanya pada dirinya sendiri, kau masih punya waktu. Penculik
Helena masih harus melakukan sesuatu. Dia masih harus muncul
ke permukaan satu kali lagi untuk terakhir kalinya sebelum
menghilang untuk selamanya.
Altar ilmu pengetahuan terakhir, pikir de Niro . Pembunuh itu
mempunyai tugas terakhir. Tanah, Udara, Api, Air.
Dia melihat jam tangannya. Tiga puluh menit lagi. de Niro
bergerak melewati petugas-petugas pemadam kebakaran yang
berlalu lalang dan berjalan ke arah pa tung karya Bernini, Ectasy of
St. Teresa. Kali ini, saat dia menatap petunjuk yang ditinggalkan
Bernini itu, de Niro tidak ragu akan apa yang dicarinya.
Biarkan para malaikat membimbingmu dalam pencarian sucimu.
Malaikat karya Bernini itu berdiri di atas orang suci yang berbaring
terlentang itu dan bersandar pada api yang menyala. Tangan
malaikat itu menggenggam sebuah tombak berujung api. Mata
de Niro mengikuti arah tangkai tombak yang mengarah ke
sebelah kanan gereja itu. Matanya bertemu dengan dinding. Dia
terus mengamati titik yang ditunjuk oleh tombak itu. Tidak ada
apa-apa di sana. de Niro tahu, tentu saja tombak itu menunjuk ke
tempat yang lebih jauh daripada tembok itu, menembus malam, di
suatu tempat di Roma.
”Arah ke mana itu?” tanya de Niro sambil berpaling dan bertanya
pada kepala regu petugas pemadam kebakaran mengenai arah yang
baru saja ditemukannya itu.
”Arah?” Kepala regu itu menatap ke arah yang ditunjuk de Niro .
Dia tampak bingung. ”Saya tidak tahu ... barat, saya pikir.”
”Gereja apa yang berada di arah itu?”
Kebingungan sang kepala regu tampak lebih dalam. ”Ada belasan.
Mengapa?”
489
de Niro mengerutkan keningnya. Tentu saja ada belasan. ”Aku
memerlukan peta kota ini. Segera.”
Kepala regu itu memerintahkan seseorang untuk berlari ke truk
pemadam kebakaran untuk mengambil peta. de Niro kembali
memandang patung itu. Tanah ... Udara ... Api ...Helena .
Petunjuk terakhir adalah Air, katanya pada dirinya sendiri. Patung Air
karya Bernini. Patung itu pasti berada di dalam sebuah gereja di
suatu tempat entah di mana. Seperti mencari sebatang jarum di
dalam tumpukan jerami. Dia memutar pikirannya untuk mengingat
seluruh karya Bernini yang dapat diingatnya. Aku memerlukan tanda
penghormatan pada Air!
de Niro teringat pada patung karya Bernini, Triton atau dewa
Yunani yang menguasai laut. Kemudian dia sadar patung itu
terletak di lapangan yang berada di luar gereja ini dengan arah yang
sama sekali tidak tepat. Bentuk apa yang dipahat Bernini sebagai
pemujaan kepada air? Neptune dan Appolo? Sayangnya, patung itu kini
berada di Museum Victoria & Albert di London.
”Signore?” kata seorang petugas sambil berlari memberikan peta itu
kepadanya.
de Niro berterima kasih kepadanya dan membuka peta itu di atas
altar. Dia segera tahu dia telah bertanya kepada orang yang tepat;
peta Roma milik lembaga pemadam kebakaran itu sangat rinci. Dia
belum pernah melihat yang seperti itu sebelumnya. ”Di mana kita
sekarang?”
Lelaki itu menunjuk. ”Di dekat Piazza Barberini.”
de Niro melihat tombak malaikat itu lagi untuk mengingat ingat.
Perhitungan kepala regu itu ternyata sangat tepat. Menurut peta,
tombak itu menunjuk ke arah barat. de Niro menyusuri garis dari
tempatnya sekarang ke barat dan melintasi peta itu. Dengan segera
harapannya mulai tenggelam. Tampaknya setiap kali jarinya
bergerak, dia melewati begitu banyak gedung dengan tanda silang
kecil berwarna hitam. Gereja-gereja. Kota ini dipenuhi oleh gereja.
490
Akhirnya, jari de Niro tidak menemukan gereja lagi dan dia terus
menyusuri peta hingga ke pinggiran kota Roma. Dia menghela
nafas dan mundur dari peta itu. Sialan.
Sambil mengamati seluruh Roma di peta itu, mata de Niro
menumbuk tiga gereja tempat di mana ketiga kardinal sebelumnya
dibunuh. Kapel Chigi ... Basilika Santo Petrus ... lalu di sini ....
sesudah melihat semua yang terbentang di depannya saat itu,
de Niro mencatat keanehan tentang letak gereja-gereja itu. Dia
tadi membayangkan gereja-gereja itu tersebar secara acak di
seluruh Roma. namun ternyata tidak. Sepertinya ketiga gereja itu
tersebar secara sistematis, dalam bentuk segi tiga besar seluas kota.
de Niro memeriksanya kembali. Dia tidak dapat
membayangkannya. ”Penna,” katanya tiba -tiba tanpa mendongak.
Seseorang memberikan sebuah pena.
de Niro melingkari ketiga gereja itu. Denyut nadinya bertambah
cepat. Dia memeriksa tanda -tanda itu untuk ketiga kalinya . Sebuah
segi tiga simetris!
Pikiran, de Niro yang pertama adalah the Great Seal yang tertera
di lembaran satu dolar Amerika Serikat—segitiga berisi mata yang
melihat semuanya. namun itu tidak masuk akal. Dia baru menandai
tiga titik. Seharusnya semuanya ada empat titik.
Jadi, di mana penghormatan terhadap Air? de Niro tahu di mana pun
dia meletakkan titik keempat, hal itu akan membuat segi tiga
ini tidak simetris lagi. Satu-satunya pilihan untuk menjaga
kesimetrisan segi tiga itu adalah menempatkan titik keempat itu di
dalam segi tiga itu, tepat di tengah-tengahnya. Dia memeriksa
kemungkinan itu pada peta. Tapi tidak ada gereja di sana. Walau
demikian, gagasan itu tetap mengganggunya. Empat elemen ilmu
pengetahuan dianggap setara. Air tidak istimewa; Air tidak akan
berada di tengah-tengah yang lainnya.
Walau begitu, nalurinya mengatakan pengaturan yang simetris itu
bisa saja hanya kebetulan. Aku masih belum dapat memahaminya.
491
Hanya ada satu pilihan lain. Keempat titik itu tidak membentuk
segi tiga, tapi membentuk bentuk lain.
de Niro kembali memeriksa peta di hadapannya itu. Sebuah persegi
empat, mungkin? Walau segi empat tidak membuat simbol apa pun,
paling tidak segi empat itu simetris. de Niro meletakkan jarinya di
atas peta di satu titik yang bisa membuat segi tiga itu menjadi segi
empat. Dia langsung menyadari segi empat yang sempurna tidak
mungkin terbentuk. Sudut pada segitiga tadi miring dan hanya akan
membentuk segi empat yang tidak beraturan.
saat dia mempelajari kemungkinan lain di sekitar segi tiga itu,
sesuatu yang tidak terduga terjadi. Dia memerhatikan garis yang
sebelumnya dia tarik untuk menunjukkan arah tombak malaikat,
membentuk satu kemungkinan lain. Dengan terheran heran,
de Niro melingkari titik itu. Dia kini melihat empat titik di atas
peta dan membentuk sesuatu yang aneh; berlian atau layang-layang
yang janggal.
Dia mengerutkan keningnya. Berlian bukan juga merupakan
simbol Illuminati. Dia berhenti sejenak. Tapi ....
de Niro segera ingat pada Berlian Illuminati. Gagasan itu tentu
saja menggelikan. Dia segera menyingkirkannya. Lagipula, berlian
ini berbentuk bujur dan lebih terlihat seperti layang-layang dan
bukan contoh bentuk simetris yang sempurna seperti berlian
Illuminati itu.
saat dia mencondongkan tubuhnya untuk memeriksa tempat dia
meletakkan petunjuk terakhir, de Niro heran karena melihat titik
keempat itu terletak tepat di tengah Piazza Navona yang terkenal
itu. Dia tahu piazza itu berisi sebuah gereja besar, namun jarinya
sudah menyusuri piazza itu dan mempertimbangkan gereja yang
ada di sana. Setahunya, di sana tidak ada karya Bernini. Gereja itu
bernama Saint Agnes in Agony untuk mengenang Santa Agnes,
seorang perawan cantik yang diasingkan seumur hidupnya untuk
menjadi budak seks karena menolak untuk meninggalkan
keyakinannya.
492
Pasti ada sesuatu di dalam gereja itu! de Niro memeras otaknya dan
membayangkan bagian dalam gereja itu. Dia tahu di gereja itu sama
sekali tidak ada karya Bernini, apalagi yang berhubungan dengan
air. Tapi pengaturan letak titik-titik pada peta itu juga mengganggu
pikirannya. Sebutir berlian. Terlalu akurat untuk disebut kebetulan,
namun tidak cukup akurat untuk masuk akal. Sebuah layang-layang!
de Niro bertanya-tanya apakah dia telah salah memilih letak titik.
Apa yang tidak aku pahami?
de Niro memerlukan tiga puluh detik untuk mengetahui
jawabannya. namun saat dia tahu, dia merasa begitu gembira
sekaligus sadar kalau dirinya belum pernah merasa segembira ini
sepanjang karir akademisnya.
Kelompok Illuminati itu jenius. Tampaknya akan selalu begitu.
Bentuk yang sedang dilihatnya sama sekali tidak dimaksudkan
untuk berbentuk berlian. Keempat titik itu hanya membentuk
sebutir berlian karena de Niro menghubungkan titik-titik yang
berdekatan. Kelompok Illuminati percaya pada hal yang berlawanan!
saat dia menghubungkan titik-titik yang berlawanan dengan
penanya, jemari de Niro gemetar. Di depan matanya, di atas peta
itu, tergambar sebuah salib besar. Ini sebuah salib. Empat elemen
ilmu pengetahuan terhampar di depan matanya ... sebuah salib
besar terbentang di kota Roma.
saat dia sedang berusaha memahami semua ini, sebaris puisi
bergema di dalam otaknya ... seperti sahabat lama yang memiliki
wajah baru ....
’Cross Rome the mystic elements unfold ... (Seberangi Roma untuk membuka
elemen-elemen mistis)
’Cross Rome ....
Kabut yang menutupi pikirannya kini mulai menghilang. de Niro
menemukan jawaban yang sejak tadi sudah berada di depan
matanya itu dengan pemahaman yang berbeda. Puisi Illuminati
493
sudah memberitahunya bagaimana letak keempat altar ilmu
pengetahuan itu. Mereka membentuk sebuah salib!
’Cross Rome the mystic elements unfold.
Itu adalah permainan kata yang cerdik. de Niro sebelumnya
menganggap kata ’Cross sebagai singkatan dari kata Across sehingga
berarti menyeberangi. Dia menduga hal itu disebabkan oleh
kebebasan puitis untuk menjaga irama puisi ini . namun
ternyata lebih dari sekadar itu! Ternyata itu adalah petunjuk
tersembunyi lainnya.
de Niro menyadari tanda salib di peta itu adalah dualisme
Illuminati yang paling pokok. Ini adalah simbol agama yang
dibentuk oleh elemen ilmu pengetahuan. Jalan Pencerahan karya
Galileo adalah penghormatan kepada ilmu pengetahuan dan
Junjungan !
Dengan segera sisa dari teka-teki ini muncul .
Piazza Navona.
Tepat di tengah-tengah Piazza Navona, di luar gereja St. Agnes in
Agony, Bernini membuat salah satu dari patung-patung karyanya
yang paling terkenal. Setiap orang yang datang ke Roma pasti
mengunjunginya.
Air Mancur dari Empat Sungai!
Sebagai bentuk penghormatan yang sempurna terhadap air,
Fountain of the Four Rivers karya Bernini itu memuji empat sungai
besar dari Dunia Lama: Sungai Nil, Gangga, Danube dan Rio
Plata.
Air, pikir de Niro .
Petunjuk terakhir. Sempurna.
494
de Niro baru ingat, bahkan lebih sempurna lagi, di atas air mancur
Bernini itu berdiri sebuah obelisk yang menjulang tinggi.
Tanpa bermaksud membuat para petugas pemadam kebakaran
bingung, de Niro berlari melintasi gereja menuju tubuh Louis Viton
yang sudah tidak bernyawa.
10:31 malam, pikirnya. Masih banyak waktu. Ini adalah kali pertama
dalam satu hari ini de Niro merasa memenangkan permainan itu.
Sambil berlutut di sisi jasad Louis Viton yang tertutup oleh beberapa
bangku gereja, diam-diam de Niro mengambil pistol semi
otomatis dan walkie-talkie sang komandan. de Niro tahu, dia
seharusnya menelepon untuk minta tolong, namun ini bukan tempat
yang tepat untuk melakukannya. Untuk saat ini, altar ilmu
pengetahuan yang terakhir harus menjadi rahasia. Mobil media dan
pemadam kebakaran yang berpacu sambil menyalakan sirene
mereka ke arah Piazza Navona bukanlah hal yang membantu.
Tanpa mengeluarkan kata-kata, de Niro menyelinap keluar pintu
dan melewati para wartawan yang sekarang mulai memasuki gereja
secara bergerombol. de Niro kemudian menyeberangi Piazza
Bernini. Dalam kegelapan dia menyalakan walkie-talkie itu. Dia
mencoba menghubungi Graves City, namun tidak mendengar apa -
apa kecuali nada statis. Entah dia berada di luar jangkauan atau
walkie-talkie itu membutuhkan kode otorisasi tertentu. de Niro
memencet-mencet sekumpulan tombol angka dan tombol lainnya,
tapi tidak ada hasilnya. Tiba-tiba dia sadar keinginannya untuk
meminta tolong tidak akan terpenuhi. Dia berputar untuk mencari
telepon umum. Tidak ada. Lagipula, saluran di Graves City
diblokir.
Dia sendirian.
de Niro merasa kepercayaan dirinya mulai menghilang. Lelaki itu
berdiri sejenak dan mengingat-ingat berbagai kejadian
menyedihkan yang menimpanya hari ini: tertimbun dalam debu
bersama tulang-belulang, tangannya terluka, merasa luar biasa lelah
dan kelaparan.
495
de Niro melihat gereja itu kembali. Asap berputar di atas kubah
yang diterangi oleh lampu-lampu pers dan truk-truk pemadam
kebakaran. Dia bertanya-tanya apakah dia harus kembali dan minta
bantuan. Namun nalurinya mengingatkan bantuan tambahan,
terutama dari seseorang yang tidak terlatih, hanya akan
menyusahkannya saja. Kalau King Assasins melihat kami datang ...
de Niro ingat pada Helena dan tahu ini akan menjadi kesempatan
terakhir untuk bertemu dengan penculik putri Leonardo deCaprio Vetra itu.
Piazza Navona, pikirnya. Dia tahu dia dapat pergi ke sana dengan
cepat dan mengintainya. de Niro mengamati ke sekelilingnya
untuk mencari taksi, namun jalan itu sangat sunyi. Bahkan
pengemudi taksi pun sepertinya telah meninggalkan segalanya
untuk menonton televisi. Piazza Navona hanya berjarak satu mil,
namun de Niro tidak berniat untuk memboroskan tenaganya yang
sangat berarti untuk berjalan kaki. Dia menatap gereja itu kembali
sambil bertanya-tanya apakah dia dapat meminjam kendaraan dari
seseorang.
Truk pemadam kebakaran? Van milik pers? Yang benar saja.
Dia merasa tidak punya pilihan dan waktu terus berjalan. de Niro
lalu membuat keputusan. Dia menarik pistol Louis Viton dari sakunya
dan melakukan tindakan di luar sifat aslinya sehingga dia sendiri
menduga kalau jiwanya sudah kerasukan setan. Dia lalu berlari
menuju sebuah sedan Citroen yang sedang berhenti sendirian di
depan lampu lalu lintas. de Niro kemudian menodongkan
senjatanya ke arah jendela di sisi pengemudi yang terbuka. ”Fuori!”
teriak de Niro dan menyuruh lelaki itu keluar.
Orang itu pun keluar dengan tubuh gemetar.
de Niro segera meloncat ke depan kemudi dan memacu
kendaraan itu.
496
101
GUNTHER Goul DUDUK di sebuah bangku di sebuah ruang
tahanan yang ada di kantor Garda Swiss. Dia berdoa kepada
semua Junjungan yang dapat dia ingat. Kumohon, semoga ini
BUKANLAH mimpi. Ini adalah berita utama dalam hidupnya.
Berita utama bagi setiap manusia. Semua wartawan di bumi ini
pasti berandai-andai kalau dirinya adalah Goul sekarang. Kamu
sedang terjaga, katanya pada dirinya sendiri. Dan kamu adalah seorang
bintang. Dan Rather sedang menangis karena cemburu sekarang.
Mancini duduk di sebelahnya dan tampak agak terpaku. Goul tidak
menyalahkannya. Sebagai tambahan dari siaran langsung eksklusif
yang berisi tentang pernyataan sang Camel , Mancini dan Goul
melengkapi berita mereka dengan foto-foto menyeramkan dari
para kardinal yang tewas, mendiang Plasaurus dengan lidah
menghitam, dan tayangan langsung dari siaran video yang
menyorot tabung antimateri yang sedang menghitung mundur.
Luar biasa!
Tentu saja semuanya itu karena permintaan sang Camel , jadi
tidak ada alasan bagi mereka untuk dikurung di dalam ruang
tahanan Garda Swiss. Keberadaan mereka di ruang tahanan itu
disebabkan oleh berita tambahan dalam liputan mereka yang
membuat para Garda Swiss tidak senang. Goul tahu percakapan
yang dilaporkannya itu seharusnya tidak boleh didengarnya. namun
informasi itu adalah kesempatan bagus bagi Goul . Berita utama
Goul lagi!
”The 11th Hour Samaritan?” tanya Mancini sinis yang kini duduk
di bangku sebelah Goul . Dia jelas tidak terkesan. Goul tersenyum.
”Cemerlang, bukan?” ”Kebodohan yang cemerlang.”
Dia hanya cemburu, kata Goul dalam hati. Tidak lama sesudah
pernyataan sang Camel , Goul sekali lagi mendapat kesempatan
emas karena berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat
pula. Dia mendengar Rocher memberikan perintah baru kepada
497
anak buahnya. Sepertinya Rocher baru saja menerima panggilan
telepon dari seseorang misterius yang menurut Rocher memiliki
informasi penting berkaitan dengan krisis yang mereka hadapi.
Rocher berbicara seperti orang ini dapat membantu mereka dan
menyuruh anak buahnya untuk mempersiapkan kedatangan sang
tamu.
Walau informasi itu jelas-jelas merupakan informasi pribadi, Goul
bertindak seperti setiap wartawan berdedikasi lainnya—tanpa rasa
hormat. Saat itu Goul menemukan sudut gelap, lalu
memerintahkan Mancini untuk menyalakan kamera jarak jauhnya,
dan dia melaporkan berita itu.
”Ada perkembangan baru yang mengejutkan di kota Junjungan ,
katanya melaporkan sambil menyipitkan matanya untuk
menambah kesan ketegangan. Kemudian dia melanjutkan bahwa
seorang tamu misterius akan segera datang untuk menyelamatkan
Graves City.
The 11th Hour Samaritan, begitulah Goul menyebut tamu itu. Nama
sempurna untuk seorang misterius yang datang pada saat saat
terakhir untuk melakukan perbuatan baik. Stasiun TV lainnya
langsung mengutip judul yang menarik itu, dan sekali lagi , Goul
tidak dapat dihentikan.
Aku cemerlang, katanya senang. Peter Jennings baru saja meloncat dari
jembatan karena cemburu.
Tentu saja Goul tidak berhenti di situ saja. saat dia mendapat
sorotan dari seluruh dunia, dia memberikan sedikit teori
konspirasinya sendiri sebagai tambahan laporannya ini .
Cemerlang. Sangat cemerlang.
”Kamu mencelakakan kita,” kata Mancini . ”Kamu betul-betul telah
menghancurkan laporan kita.”
”Apa maksudmu? Aku hebat!”
498
Mancini menatapnya dengan tidak percaya. ”Mantan Presiden
George Bush? Seorang anggota Illuminati?”
Goul tersenyum. Kurang jelas bagaimana? George Bush berada di
urutan ke-33 dalam daftar kelompok Mason dan dia juga pernah
menjabat sebagai Kepala CIA saat badan itu menghentikan
penyelidikan tentang Illuminati karena kekurangan bukti. Dan
semua pidato yang disampaikannya tentang ”ribuan titik cahaya”
dan ”Tata Dunia Baru” ... menunjukkan kalau Bush adalah anggota
Illuminati.
”Dan tentang CERN itu?” Mancini mencaci. ”Kamu akan menerima
daftar panjang berisi nama-nama pengacara di luar pintu rumahmu
besok.”
”CERN? Ayolah! Itu jelas sekali! Pikirkanlah! Kelompok Illuminati
menghilang dari muka bumi pada tahun 1950-an, hampir
bersamaan dengan saat CERN didirikan. CERN adalah surga bagi
orang paling tercerahkan di dunia. Dana pribadi dalam jumlah
besar. Mereka menciptakan senjata yang dapat menghancurkan
gereja, dan waduh ... mereka sekarang kehilangan benda itu!”
”Jadi kamu mengatakan bahwa CERN merupakan markas
Illuminati yang baru?”
”Jelas! Persaudaraan seperti itu tidak akan menghilang begitu saja.
Kelompok Illuminati itu pasti pergi ke suatu tempat. CERN adalah
tempat yang sempurna bagi mereka untuk besembunyi. Aku tidak
mengatakan bahwa semua orang di CERN adalah anggota
Illuminati. CERN mungkin seperti rumah kayu besar milik
kelompok Mason di mana kebanyakan orang di sana tidak berdosa,
namun eselon tingkat atasnya—”
”Pernah mendengar tentang fitnah, Goul ? Dan tanggung jawab?”
”Pernah mendengar tentang jurnalisme yang sesungguhnya?”
”Jurnalisme? Kamu menyiarkan kebohongan ke seluruh dunia!
Seharusnya aku mematikan saja kameraku! Dan omong kosong apa
499
lagi tentang logo institusi CERN? Simbologi setan? Apa kamu
sudah gila?”
Goul tersenyum. Kecemburuan Mancini tampak jelas. Isu tentang
logo CERN adalah spekulasi yang paling cemerlang. Sejak
pernyataan sang Camel , semua stasiun TV membicarakan
tentang CERN dan antimaterinya. Beberapa jaringan
memperlihatkan logo perusahaan CERN sebagai latar belakang.
Logo itu tampaknya biasa-biasa saja: dua lingkaran yang saling
berpotongan yang menggambarkan dua akselerator partikel, dan
lima garis singgung yang menggambarkan tabung injeksi partikel.
Seluruh dunia mengamati logo ini , namun Goul -lah, yang sok-
sokan menjadi ahli simbologi, yang melihat simbol Illuminati yang
tersembunyi di baliknya.
”Kamu bukan ahli simboligi,” serapah Mancini , ”kamu hanya
seorang wartawan yang beruntung. Seharusnya kamu berikan saja
urusan simbologi itu kepada lelaki dari Harvard itu.”
”Lelaki Harvard itu tidak melihatnya,” kata Goul .
Gambaran Illuminati dalam logo itu sangat jelas!
Goul merasa sangat bahagia. Walaupun CERN memiliki banyak
akselerator, dalam logo mereka hanya terlihat dua saja.
Dua adalah angka Illuminati untuk dualitas. Walau pada umumnya
akselerator hanya memiliki satu tabung injeksi, logo itu
menunjukkan lima tabung. Lima adalah angka pentagram
Illuminati. Kemudian muncullah spekulasi itu dan menjadi hal
yang paling cemerlang dari semuanya. Goul menunjukkan bahwa
logo itu berisi nomor ”6” yang besar dan tampak jelas tergambar
dari gabungan garis dan lingkaran. Dan saat logo itu diputar,
angka enam itu muncul lagi ... dan juga angka enam lainnya. Logo
itu mengandung tiga angka enam! 666! Angka setan! Pertanda
kebuasan!
Goul jenius.
500
Mancini tampak siap untuk memukulnya.
Goul tahu kecemburuan itu akan berlalu dan otaknya sekarang
melayang ke tempat lain. Kalau CERN adalah markas Illuminati,
apakah lembaga itu menjadi tempat Illuminati untuk menyimpan
berlian Illuminati yang dipenuhi skandal itu? Goul pernah
membacanya di internet—”Sebutir berlian tanpa cela, berasal dari elemen
kuno dengan kesempurnaan yang tiada duanya sehingga semua orang yang
melihatnya hanya bisa terpana.”
Goul bertanya-tanya apakah rahasia keberadaan berlian Illuminati
itu akan menjadi misteri yang dapat diungkap olehnya malam ini
juga.
102
PIAZZA NAVONA, Fontain of Four Rivers.
Malam di Roma,
seperti halnya di
gurun pasir, bisa
begitu sejuk, bah-
kan sesudah melalui
satu hari yang pa-
nas. de Niro ber-
henti di pinggir
Piazza Navona, la-
lu merapatkan jas-
nya pada tubuhnya.
Dari kejauhan ter-
dengar suara hiruk-
pikuk lalu lintas
bersamaan dengan
suara laporan berita yang bergema ke seluruh kota. de Niro
melihat jam tangannya. Lima belas menit lagi. Dia merasa
senang karena dapat beristirahat selama beberapa menit.
Piazza Navona
501
Piazza itu sunyi. Air mancur adikarya Bernini yang berdesis di
depannya seakan memiliki kekuatan sihir yang menakutkan. Kolam
air mancur yang beriak itu menimbulkan kabut ajaib yang bergerak
ke atas, bersinar karena diterangi oleh lampu di bawah air.
de Niro merasakan kesejukan yang mengalir di udara.
Yang paling menarik dari air mancur ini adalah ketinggiannya.
Pusatnya saja setinggi dua puluh kaki yang terbuat dari pualam
travertine kasar yang menjulang tinggi dan dilengkapi dengan gua
gua dan terowongan buatan tempat di mana air mengalir. Seluruh
bagian dari air mancur itu dihiasi dengan figur-figur Pagan. Di
atasnya berdiri sebuah obelisk yang menjulang setinggi empat
puluh kaki. de Niro menyusuri obelisk yang menjulang tinggi itu.
Di ujung obelisk terlihat sebuah bayangan samar seperti
menggores langit; seekor burung dara bertengger sendirian.
Sebuah salib, pikir
de Niro sambil
masih merasa ka-
gum pada penga-
turan petunjuk-pe-
tunjuk di seluruh
Roma itu. Fountain
of Four Rivers karya
Bernini adalah altar
ilmu pengetahuan
yang terakhir. Ha-
nya beberapa jam
yang lalu de Niro
berdiri di depan
Pantheon dan me-
rasa yakin bahwa
Jalan Pencerahan
telah rusak dan dia tidak akan sampai sejauh ini. Itu adalah
kesalahan besar yang bodoh. Kenyataannya, keseluruhan jalan itu
masih utuh. Tanah, Udara, Api, Air. Dan de Niro telah
mengikutinya ... dari awal hingga akhir.
Air Mancur di Piazza Navona
502
Belum betul-betul sampai akhir, dia mengingatkan dirinya sendiri. Jalan
itu memiliki lima pemberhentian, bukan empat. Petunjuk keempat
yang berupa air mancur ini menunjukkan ke tujuan akhir—tempat
suci kelompok itu: markas Illuminati. de Niro bertanya-tanya
apakah markas itu masih berdiri utuh. Dia bertanya-tanya ke
tempat itukah King Assasins membawa Helena .
Mata de Niro memeriksa berbagai figur di air mancur itu sambil
mencari petunjuk apa saja yang dapat membawanya ke markas
kelompok Illuminati. Biarkan para malaikat membimbingmu dalam
pencarian muliamu. Tiba-tiba dia menjadi waspada. Air mancur itu
sama sekali tidak memiliki patung malaikat. Jelas sekali tidak ada
sesosok malaikat pun dan de Niro dapat melihatnya dengan pasti
dari tempatnya berdiri ... dan dia juga dari dulu tidak pernah
melihatnya. The Fountain of the Four Rivers adalah karya Pagan.
Seluruh ukirannya terdiri atas bentuk bentuk duniawi seperti
manusia, hewan, bahkan seekor armadilo yang terlihat aneh. Kalau
di sini ada malaikat, dia akan tampak menonjol.
Apakah ini tempat yang salah? Dia memperhitungkan bentuk salib
dari keempat obelisk yang membentuk Jalan Pencerahan.
Dia mengepalkan tinjunya. Air mancur ini sempurna.
Saat itu baru pukul 10:46 malam, saat sebuah van hitam muncul
dari sebuah gang di ujung piazza itu. de Niro tidak akan
memerhatikannya kalau van itu tidak berjalan tanpa menyalakan
lampu. Seperti seekor hiu berpatroli di teluk yang disinari
rembulan, kendaraan itu mengelilingi pinggiran piazza.
de Niro merunduk lebih dalam, meringkuk di dalam kegelapan di
samping tangga besar yang menuju ke arah Gereja St. Agnes in
Agony. Dia melihat ke arah piazza, dan denyut nadinya bertambah
cepat.
sesudah berkeliling dua kali, van ini membelok masuk ke arah
air mancur karya Bernini itu. Van itu menepi dan bergerak di
tepian air mancur dengan rapat sehingga sisi mobil itu basah oleh
air dari air mancur. Kemudian van diparkir dengan pintu dorong
503
yang berada di sisi mobil hanya berjarak beberapa inci dari
semburan air.
Kabut mengombak.
de Niro merasakan pertanda yang meresahkan. Apakah si
Hassassin datang lebih awal? Apakah dia berada di dalam van
itu? de Niro membayangkan pembunuh itu mengawal korban
terakhirnya menyeberangi piazza dengan berjalan kaki seperti yang
dilakukannya saat di Lapangan Santo Petrus sehingga memberi
kesempatan pada de Niro untuk menembaknya dengan mudah.
namun kalau King Assasins datang dengan memakai van,
aturannya harus berubah.
Tiba-tiba pintu samping itu bergeser terbuka.
Di lantai van itu, terlihat seorang lelaki yang tergolek tanpa busana
dan meringkuk dengan sengsara. Lelaki itu terbungkus oleh rantai
berat yang panjangnya beryard-yard. Dia terikat rapat dengan
rantai besi itu. Lelaki itu meronta-ronta, namun rantai itu terlalu
berat. Salah satu mata rantainya dimasukkan ke dalam mulut lelaki
itu seperti kekang kuda sehingga menyumbat teriakan minta
tolongnya. saat itu de Niro juga melihat sosok kedua bergerak
di belakang tawanan itu dari balik kegelapan, seolah sedang
membuat persiapan terakhir.
de Niro tahu, dia hanya mempunyai waktu beberapa detik untuk
bertindak.
Dia mengambil pistolnya, melepas jasnya dan menjatuhkannya di
tanah. Dia tidak mau ada tambahan beban berupa jas wolnya yang
tebal. Selain itu, dia juga tidak mau membawa Diagramma Galileo
ke dekat air. Dokumen itu harus tetap di sini, di tempat yang aman
dan kering.
de Niro bergerak ke sebelah kanannya. Sambil mengelilingi tepian
air mancur itu, de Niro menempatkan dirinya tepat di seberang
van ini . Patung yang ada di tengah-tengah air mancur
yang besar itu menghalangi pandangannya ke seberang kolam. Dia
504
berharap suara air yang mengelegar dapat menelan suara
langkahnya. saat dia sampai di dekat air mancur, de Niro
melompati pinggirannya dan menceburkan dirinya ke dalam air
yang berbuih itu.
Kedalaman kolam itu hanya sampai di pinggangnya tapi airnya
sedingin es. de Niro mengeraskan rahangnya untuk melawan rasa
dingin dan berjalan di dalam air. Dasar kolam itu licin dan menjadi
dua kali lipat berbahaya karena tumpukan uang logam yang
dilemparkan para wisatawan yang mengharapkan nasib mujur.
saat kabut itu naik di sekitar de Niro , dia bertanya tanya apakah
udara dingin atau rasa takutnya yang membuat senjata di tangannya
bergetar.
Dia tiba di bagian dalam air mancur itu dan berputar balik ke arah
kiri. Dia berusaha berjalan walau terasa sulit dan berpegangan pada
pahatan-pahatan pualam. Sambil bersembunyi di balik patung kuda
berukuran besar, de Niro menatap tajam. Van itu hanya berjarak
lima belas kaki. King Assasins sedang berjongkok di lantai mobilnya,
tangannya menempel di tubuh kardinal yang terbungkus rantai besi
dan bersiap untuk menggulingkan tubuh kardinal itu keluar melalui
pintu yang terbuka agar tercebur ke air mancur.
Sambil terendam sedalam pinggang, Sir Roberto de Niro mengangkat
pistolnya dan melangkah keluar dari balik kabut sambil merasa
seperti koboi yang sedang melakukan aksi terakhirnya. ”Jangan
bergerak.” Suaranya lebih teguh daripada genggaman di pistolnya.
King Assasins mendongak. Sesaat dia tampak bingung seolah dia
sedang melihat hantu. Kemudian bibirnya melengkung
membentuk sebuah senyuman bengis. Dia mengangkat kedua
lengannya sebagai tanda menyerah. ”Ternyata begini jadinya.”
”Keluar dari van.”
”Kamu tampak basah kuyup.”
”Kamu datang lebih awal.”
505
”Aku ingin segera kembali mengambil hadiahku.”
de Niro mengarahkan pistolnya. ”Aku tidak ragu untuk
menembakmu.”
”Kamu sudah ragu-ragu.”
de Niro merasa jarinya menegang di pelatuk pistol. Kardinal itu
terbaring tidak bergerak sekarang. Dia tampak letih dan sedang
sekarat. ”Lepaskan ikatannya.”
”Lupakan dia. Kamu datang untuk mengambil perempuan itu.
Jangan berpura-pura kepadaku.”
de Niro menahan diri untuk tidak segera mengakhirinya saat itu
juga. ”Di mana dia?”
”Di suatu tempat. Aman. Menungguku kembali.”
Helena masih hidup. de Niro merasakan ada harapan. ”Di Gereja
Pencerahan?”
Pembunuh itu tersenyum. ”Kamu tidak akan dapat menemukan
tempat itu.”
de Niro merasa tidak percaya. Markas Illuminati masih berdiri. Dia
mengarahkan senjatanya. ”Di mana?”
”Tempat itu a