Senin, 19 Desember 2022

jatuh cinta

 
jessica  duduk membeku di dalam mobil dengan 
wajah pucat mayat . Jari-jemarinya mencengkeram setir, gemetar. Tidak ada pepohonan di sekitar tempat mobilnya  dihentikan. Saat itu ia berada di tempat terbuka, dengan panas matahari yang menggigit. Garang. namun  sekujur tubuhnya menggigil oleh perasaan dingin yang luar biasa menyiksa. Berulang kali jessica   menghirup udara pegunungan sebanyak rongga  dadanya sanggup menerima. Beberapa kali pula ia  menggigit bibir, menahan teriakan-teriakan histeris 
yang meronta-ronta ingin lepas untuk mengusir jauh-jauh beban berat yang menghantui pikirannya. namun  pukulan  menyakitkan itu tetap bertahan, dan terus pula menghasut. Agar jessica  tidak 
menunggu berlama-lama. ditambah  teriakan  sorak yang membahana, “Sekarang! Lakukan sekarang! Dan semuanya akan langsung berakhir…!” 
6Ah ya, benar, Mengapa tidak? 
Toh moncong mobilnya kini sudah berjarak 
tidak sampai satu meter dari bibir tebing dengan 
jurang menganga dalam dan terlihat nyata di de-
pan mata. jessica  tinggal melepaskan rem tangan, 
maka mobil akan meluncur sendiri ke depan, jatuh 
berguling-guling ke dalam jurang yang sudah siap 
menunggu. Mobil akan terbanting-banting sebentar, tangki bensinnya meledak, dan jessica  akan langsung  terbakar. Terbakar hangus bersama mobilnya, yang sekaligus juga membakar hangus pukulan  yang tidak tertahankan itu. Dan jessica  tidak perlu lagi memikirkan sisa hari yang masih sangat panjang, dan  pasti akan semakin menyiksa! . Menggelikan sebetulnya , saat  tadi pagi ia datang menemui dokter dan ia langsung disambut sebuah pertanyaan tak terduga, “Sendirian lagi? Mana  suami Nyonya?” Saat mendengar pertanyaan itu, jessica  sempat  kaget.  Lantas teringat pada kunjungan pertama ia  sudah berjanji untuk membawa dan  laki-laki yang ia katakan suaminya. Sungguh suatu kebetulan bahwa dokter tengah mencari-cari hasil pemeriksaan laboratorium di dalam arsip, sehingga dokter itu tidak sempat melihat perubahan di wajah jessica .Cepat jessica  menguasai diri, mencoba tersenyum 
sambil menyahut terbata-bata. “Maaf, Dokter. Laki-
laki itu, eh, suami saya... Dia seorang penggugup. 
Katanya ia lebih suka menanti kabar gembira itu di 
rumah, daripada nanti ia melonjak-lonjak seperti 
orang gila di depan dokter. Ah, ya. Itu memang sudah  sifatnya sejak dia kukenal. Emosional, namun  sangat pemalu!” Dokter manggut-manggut mengerti. sesudah  melihat  berkas pemeriksaan 
di atas meja, ia lalu  bergumam tanpa memper-
hatikan jessica  yang duduk tegang di seberang mejanya, “Air seni Nyonya positif. Nyonya hamil…!”
Dari rumah, jessica  sudah merancang sebuah 
sandiwara yang menggemparkan. Begitu mendengar keterangan dokter, ia akan terbelalak sebentar, tertawa nyaring lalu , lantas memegang tangan  dokter sambil  mengucapkan terima kasih dengan suara terharu. jessica  juga akan berceramah  seperti  orang setengah sadar mengenai keinginannya agar  yang lahir anak laki-laki, dan  apa rencananya di kelak selanjutnya  dengan anak pertamanya itu. Namun faktanya , jessica  hanya terpaku diam di tempat duduknya. Gemetar, dan takut. Mulutnya  terkatup rapat, dan satu-satunya isi skenario yang sudah ia hafalkan dan berhasil ia tampilkan di depan dokter, hanyalah sepasang mata yang terbelalak membuka. Bukan oleh surprise menggembirakan yang ia dengar. Melainkan, oleh perasaan takut yang sesaat  
merayapi sekujur tubuhnya. Dokter menatap jessica  dengan heran.  Lalu, “Nyonya?”
jessica  mengerjap. Tersadar.
“Ya?”
“Saya ucapkan selamat!” dokter mengulurkan 
tangan ke depan. Dengan kegembiraan yang tulus.
Sejenak, jessica  menatap uluran tangan itu dengan 
bingung, lantas menyambutnya dengan pikiran yang kacau balau. Ia tahu, tangannya gemetar dan dingin, ia  tahu wajahnya juga pucat mayat , namun  ia sudah tidak peduli. Tidak ada lagi yang dapat ia perbuat, sesudah  hasil pemeriksaan laboratorium nyata-nyata meneriakkan  ultimatumnya, positif  hamil. jessica  tidak bisa lagi  menghindar. Ia harus menerima kenyataan itu. Dan  lalu , memikirkan apa yang akan ia lakukan  selanjutnya. 
Dan pukulan pertama itu ia terima begitu 
bangkit dari kursi untuk pamitan. Dokter me ngawasi wajah jessica  dengan sorot mata tajam. Namun, dengan bibir mengulas senyum manis, sambil  berujar  lembut, “Bayi merupakan karunia, Nona. Jangan siasiakan pemberian Tuhan!”
Nona. Bukan lagi, Nyonya! Jadi dokter itu sudah tahu sendiri, tanpa jessica   harus repot-repot menjelaskannya. Dalam perjalanan pulang jessica  memikirkan  ucapan lainnya dokter ini . Bayi merupakan karunia. Pemberian Tuhan. Jangan sia-siakan! Yang  artinya, selain sudah dapat menangkap apa yang  tersirat di balik kebungkaman jessica , dokter juga 
secara halus mengingatkan bahwa menggugurkan 
kandungan bukanlah perbuatan terhormat. 
Tak peduli apakah itu selagi kandunganmu ba ru 
ber wujud tak lebih dari segumpal darah, atau sesudah  Tuhan meniupkan roh ke janin yang sebelumnya  hanya berupa gumpalan darah itu. Yang sesudah   digugurkan, tak perlu bingung-bingung. Lemparkan  saja ke tempat pembuangan sampah. menjijikan . Menyakitkan. Dan jessica  harus menanggungnya sendirian. Usai konsultasi pada dokter spesialis bermata tajam itu, jessica  tidak langsung pulang, melainkan pergi ke lapangan olahraga , di ujung Timur batas 
kota. Lapangan yang resminya dipakai  untuk 
pacuan kuda itu tampak jelek dan mengkhawatirkan, dengan berkeliarannya sejumlah sepeda motor yang setengah terbang dengan suara menderu-deru, lalu sesekali terbanting dengan keras di atas tanah yang  licin berlumpur. Bau tahi kuda bercampur asap knalpot  membuat udara yang seharusnya segar berubah jadi kotor, kering dan membuat perut mual. Namun toh 
penonton yang berkelompok di sana-sini tetap saja 
bersorak-sorai dengan riuh rendah. Menyatakan kekaguman, memberi  dorongan semangat, memaki-maki, bahkan mengejek menertawakan Anggota   latihan motor cross yang bangkit dari lumpur sambil  me nyeret motornya agar tidak mencelakakan rekan-rekan yang terus melaju dengan garangnya. jessica  hampir tidak mengenali chucky . sesudah   melihat nomor-nomor Anggota   yang kotor berlumpur, barulah ia mengetahui chucky  ternyata salah seorang yang memperoleh  ejekan penonton. laki-laki  itu tak ubah nya hantu hitam kecokelatan oleh lumpur yang  mengotori pakaian, wajah, dan sebagian rambutnya. Ia sedang memperbaiki mesin motornya di pinggir 
sirkuit tanpa ada yang memperhatikan apalagi memberi bantuan. Suatu kesempatan buat jessica  dapat  ber bicara leluasa dengan chucky , tanpa ada yang  mendengar.. jessica  tidak langsung membicarakan maksud kedatangannya.. 
Lebih dahulu  ia menyatakan kekhawatirannya 
terhadap kekasihnya itu dengan berujar cemas, “Mengapa tidak pakai helm?”
chucky  menoleh. Tampak kegusaran masih me-
ronai wajahnya yang berselemak lumpur. 
“Hai!”  Itu saja sahutannya. Lalu sibuk lagi, membongkar busi.  jessica  menggigit bibir. “chucky ?”
“Ya?” menyahuti si laki-laki , tanpa berpaling 
dari mesin motornya. 
“Mengapa tidak pakai helm?”
“Aku menyukai sensasi, Rika!”
“Ampun, chucky . Tidak sadarkah kau, kepalamu 
dapat saja terbanting ke tanah keras, atau kayu-kayu palang?”
“Aku dapat menjaga diri.”
“namun  kau membuatku khawatir, chucky !”
“Terima kasih. Nanti saja ungkapan cintamu 
kau sampaikan. Aku sedang sibuk, tidakkah kau 
lihat?” geram chucky , gusar sebab  terganggu.
jessica  menggigit bibir lagi. 
Tidak. Ia tidak akan menanti lebih lama. chucky  
harus tahu!
“chucky ?”
“Apa lagi?”
“Aku hamil!”
“Itu urusanmu dan…,“ chucky  mendadak diam, 
tegang. Lalu cepat berpaling lantas diam melihat wajah jessica . Dengan lumpur menempel hampir di seluruh permukaan wajahnya, sungguh sukar untuk menyelami isi hati chucky  yang tergambar di balik sinar matanya. laki-laki  itu menjilati bibirnya sejenak, tanpa  menyadari bibirnya yang dikotori lumpur. lalu   meludah dengan kasar. Air ludah bercampur serpihan  lumpur dari bibir chucky , sayangnya, jatuh tepat di ujung 
depan sepatu jessica  yang sebelumnya sudah berlelah-lelah menyemir agar terlihat bersih gemerlapan. Mestinya ia tersinggung dan marah sekali. namun  jessica  sadar, ia sedang menghadapi bahaya besar, dan hanya chucky  satu-satunya orang pada siapa ia meminta 
perlindungan. Dengan sabar, ia menahan diri. 
Dengan sabar pula ia mendengar pertanyaan 
chucky  yang dipenuhi kebimbangan, “Kau... Ah, kau tidak bersungguh-sungguh bukan, jessica ?”
“Aku hamil! Dokter yang mengatakannya!” 
jessica  hampir menangis. Ia tidak menduga chucky  akan mengajukan pertanyaan serupa itu. Tadinya ia berharap  chucky  akan bersorak kesenangan, memeluknya, dan lalu  berjanji akan datang menemui orangtua jessica  untuk melamarnya sesaat . Sadar bahwa jessica  kecewa, chucky  perlahan-lahan bangkit. Ia lemparkan kunci busi ke atas rerumputan, lantas memegang tangan wanita lesbian  itu dengan lembut. Tak peduli, kulit yang halus mulus itu menjadi kotor 
sebab nya. Mulutnya kumat-kamit sebentar, rupanya bingung apa yang mau ia ucapkan, namun akhirnya ia sanggup juga mendesah.
“Berapa bulan?”
“Hampir tiga,” jawab jessica , sambil  men ceng-
keram tangan chucky  kuat-kuat, lantas tanpa kuasa mengendalikan diri ia memohon, “Kapan kau akan menemui ayah ?”
Wajah chucky  berubah kaku. 
Ia berpaling, menghindari sorot mata jessica . 
Teman-temannya masih terus melaju di atas lapangan yang buruk itu. Sekelompok penonton di sebelah utara, berjingkrak-jingkrak kesenangan menyaksikan salah satu saingan chucky  dalam beberapa balapan, meninggalkan motor-motor yang lain jauh di depan. Tampaknya ia akan menyelesaikan seluruh lap beberapa menit lebih cepat dari yang biasa ia lakukan. Dan itu berarti seseorang akan membonceng dengan  ketat di belakang chucky  dalam pertandingan yang 
sebetulnya  nanti.  “jessica ,” chucky  berpaling lagi. Wajahnya keruh. Benar-benar keruh. “Mau kau membantuku?”jessica  menahan tangisnya. 
“Apa pun yang kau inginkan, chucky !”
“besok aku harus ke Surabaya. Kesempatan 
bagus untukku, jessica , sebab  untuk pertama kali 
sejumlah Anggota   luar negeri akan ikut bertanding. Pemenangnya akan memperoleh  tiket ke Tokyo. Dan  balapan di depan pemilik pabrik sepeda motor yang kupergunakan, benar-benar suatu impian yang tidak ingin kulepaskan begitu saja.” “Jadi?”
“Tunggulah dalam beberapa hari. Oke?”
“Kau akan menemui ayah ? Berbicara dengan 
Mama?”, jessica  ingin menangis sebab  bahagia. 
“Kubilang, tunggulah dalam beberapa hari. 
Akhir bulan paling lambat. Tidak terlalu lama, 
bukan?”“Tuhanku! Kita akan menikah akhir bulan ini.  Aku akan menunggumu, chucky , akan menunggumu, sayangku. Akhir bulan. Dan aku akan menjadi istrimu. Aku…” 
“jessica …” “Ya, sayangku”
“Aku tidak berbicara tentang menemui orang-
tuamu. Apa lagi pernikahan. Aku hanya menjanjikan,  akhir bulan kita bertemu untuk membicarakan soal  kandunganmu”  “chucky !”
“Maukah kau membiarkan aku sebentar?” 
dengus chucky  sambil  kembali memantau  arena balap. 
“Lihat donald duck . Ia sudah  menyelesaikan lap terakhir sedemikian cepat. Tahukah kau apa artinya itu bagiku, jessica ? Tahukah kau?”Lantas chucky  dengan marah menendang mesin  sepeda motornya dengan kasar, berteriak memanggil 
salah seorang temannya di kejauhan, lalu  terjun 
ke lapangan dengan sepeda motor yang lain namun   masih satu merek. jessica  masih menunggu sampai chucky  menyelesaikan beberapa lap, namun jangankan berhenti. 
Menoleh ke arah jessica  pun, tidak.
Betapa menyakitkan! Pukulan menakutkan dari dokter tadi, tidaklah  seberat pukulan kedua yang diberikan  chucky . Sudut-sudut mata jessica  mulai berlinang. Samar-samar ia melihat gunung yang tampak berwarna kelabu di  kejauhan, langit biru seperti lautan yang teramat  dalam di atasnya. Jauh di bawah, air sungai mengalir  tenang di antara hamparan sawah menghijau. Air 
sungai itu tampak cokelat dan kotor, namun beberapa orang penggali pasir di sungai itu terus saja bekerja  tanpa lelah. 
Ya. jessica  hanya cukup melepaskan rem ta-
ngan.  Lalu…  Sebuah truk pengangkut pasir merangkak dari  bawah, mendaki jalan tanah berlubang-lubang dengan  suara mesin bergerung-gerung memecahkan suasana  hening di sekitar. Supir truk memperhatikan jalan  di depannya dengan mata hampir tidak berkedip.  Dan dua orang teman yang duduk di sampingnya, 
bercakap-cakap dengan suara keras untuk mengatasi deru mesin, sambil tidak henti-hentinya menatap ke atas.  “Aku mencemaskan anak itu!” ujar laki-laki yang  berbahu telanjang, hitam berpeluh. “Sudah hampir  satu jam dia di sana. Tidak keluar-keluar dari mobil.  Dan ya Tuhan, tidakkah kalian lihat! Dia memarkir  mobilnya terlalu ke depan!”
“Biarkan saja,” rengut supir. “Bukan satu dua 
anak orang kaya makan angin di bibir tebing itu. 
Daerah ini tampaknya menarik hati mereka sebagai 
selingan. Menghindari kebisingan kota.”
“Bukan itu. Firasatku mengatakan, dia seper-
tinya… mau bunuh diri!” kata laki-laki berbahu 
telanjang itu lagi. Setengah berteriak untuk mengatasi raungan mesin truk, ia mengulangi. “wanita lesbian  itu akan bunuh diri!” 
“wanita lesbian ? Kau katakan wanita lesbian ?”
“He-eh. Tadi sebelum turun ke sungai, aku 
sempat memperhatikan. Dia tampaknya masih muda.  Cantik pula lagi. namun  wajahnya pucat mayat . Dan ia terus  saja menatap ke bawah sini.”
“Mungkin dia mencari seseorang.”
“Kuulangi lagi. Lihat posisi mobilnya. Jelas dia 
cari mati!”
“Lalu apa yang akan kau lakukan?” orang ketiga, 
dengan puntung rokok menyala hampir mencapai 
bibirnya yang tebal dan kotor, nyeletuk sambil lalu. 
“Kau ingin menjadi pahlawan penyelamat? Itu cuma 
terjadi dalam dongeng, dan kau cuma seorang kuli 
melarat. Hehehe..!”
“Jangan dahulu  tertawa. Aku punya anak wanita lesbian  
sebesar dia,” bersungut laki-laki berbahu telanjang 
itu. Kesal. “Ningrum memang tidak punya keinginan  berlebihan. namun  dia sangat pendiam. Sangat perasa.  Dia pernah tidak mau makan selama beberapa hari, hanya sebab  laki-laki pilihannya tidak kusetujui.” “faktanya  toh, laki-laki itu kau ambil mantu!”“Daripada anakku mati?!”
Mati! jessica  belum ingin mati. Bukankah chucky  sudah berjanji akan menemuinya beberapa hari lagi? jessica  terlalu mencemaskan diri 
sendiri. Tidak memperhatikan kepentingan chucky . Sekali chucky  berhasil di Surabaya, maka penampilannya di Tokyo akan merupakan titik cerah untuk masa depan mereka. Dealer sepeda motor yang jenisnya selalu dipakai  chucky  dalam balapan sudah menjanjikan, kemenangan di Surabaya berarti suatu kesempatan untuk merebut perhatian umum. chucky  akan tampil dalam beberapa promosi perusahaan di media cetak, juga televisi. Dan kalau ia sukses di Tokyo, chucky  – jika berminat, akan diberi pekerjaan tetap di bagian penjualan, tentu saja di luar waktu membalap.
Kalau itu terlaksana, jessica  dapat menemui 
ibunya dengan pikiran tenang dan hati yang tenteram. Ibunya tidak lagi akan menuduh chucky  manusia gelandangan yang tidak menghormati keinginan orangtua. “Aku menyukai anak itu,” ibu jessica  pernah berkata. “namun  sesudah  kusaksikan cara ia membalap motornya di lapangan, kupikir ia lebih mementingkan karir ketimbang dirimu, bahkan dirinya sendiri. Lihat 
kegilaannya membuat sensasi, seolah-olah si chucky  itu memiliki  nyawa cadangan. Tidak! Ia bukan laki-laki yang cocok untuk kau persuami. Masih banyak laki-laki lain, yang memiliki masa depan dan sadar nyawanya cuma satu lembar!”
Akhir bulan, kata chucky . Itu berarti delapan, ah, sepuluh hari lagi. Benar, bayi adalah karunia Tuhan yang tidak boleh disia-siakan seperti kata dokter. namun  benar juga, bila chucky  sukses, ia akan mampu berdiri sendiri. Tanpa harus 
menggerogoti harta orangtuanya, bahkan seringkali juga sebagian uang jajan jessica  sendiri. Kemenangan di Surabaya, berarti suatu kesempatan untuk maju. Akhir yang menggembirakan di Tokyo, berarti pula 
suatu harapan untuk mulai berhenti mempertaruhkan nyawa, lalu  hidup tenang bersama istri dan anak-anak mereka. jessica  menarik nafas.“Pergilah berjuang, sayangku!” ia bergumam. “Aku mendoakanmu. Dan ingatlah. Aku lebih suka kau gagal, daripada suatu hari kelak seseorang datang kepadaku untuk mengabarkan kau digotong orang ke kamar mayat…!” jessica  harus tetap hidup.Berpikir sampai ke situ, jessica  lantas menyesali dan menertawakan niatnya yang memalukan saat  membelokkan mobilnya ke tebing berjurang dalam ini . Pejamkan saja mata, tancap gas, dan biarkan mobilmu menyelesaikan semua kesulitanmu!  sambil  menghela nafas panjang, dengan tangan  masih gemetar oleh niat memalukan dan sekaligus  menjijikan  itu, jessica  memutar kunci, menghidupkan  mesin mobil yang lalu  bergerak mundur ke jalan  raya di belakangnya. Mobilnya diputar ke arah semula  ia datang. Lantas ia melarikan mobilnya dengan  perasaan tenteram, turun ke kota. Tiba di rumah, ia  turun dari mobil dengan dagu tegak, sedikit santai  dengan wajah yang ia usahakan sedapat mungkin agar tampak menyenangkan dan tidak memicu  kecurigaan. 
Tante nyi girah  yang muncul untuk membuka 
pintu. “Ah, syukurlah. Pulang juga kau akhirnya. Tadi aku sudah sempat mencemaskanmu …!”
Sempat terkejut oleh kalimat terakhir tantenya, 
jessica  cepat menanggapi dengan suara diriang-
riangkan. “Terima kasih, Tante. Perasaan khawatir 
tante itu membuat aku semakin menyayangimu..!”
Pipi adik ipar ayah nya itu, ia kecup dengan 
hangat, lantas cepat-cerpat berlalu sebelum di-
berondong pertanyaan yang bisa jadi akan berbuntut jessica  terpaksa membuka rahasianya, aku hamil, dan tadi…sesudah  berganti pakaian, jessica  langsung pergi ke dapur. Ia harus mempersiapkan makan siang untuk  keluarganya. Ada pembantu di rumah, namun  jessica  
merasa pekerjaan dapur adalah bagiannya. Suatu saat ia harus menyediakan makan untuk suami dan anak-anaknya sendiri. Ia selalu membayangkan alangkah bahagia melihat suami dan anak-anak bersantap  dengan lahap menikmati hasil tangan seorang istri, seorang ibu. Diam-diam jessica  mengusap perutnya dengan  terharu. Masih rata, namun  di dalamnya, ia seakan  mendengar sebuah bisikan lembut dan manja, “Aku  mencintaimu, Mama …!” Anak laki-lakikah yang berbisik itu? Atau 
wanita lesbian ? “jessica ?”
jessica  berpaling terkejut. nyi girah  berdiri di 
ambang pintu dapur, diam memantau . 
“Ada apa, Tante?”
“Kau tidak pergi ke sekolah? Sudah hampir 
pukul satu siang.”
Sekolah? 
Buat apa. chucky  toh akan datang, menemui 
orangtuanya, lalu mereka menikah. namun  itu tidak  perlu ia utarakan kepada tantenya. Lalu memilih kata-kata yang tepat untuk menjawab seenaknya, sambil   tertawa seenaknya pula. “Lagi males, Tante.”
“E-eeee. Bukankah minggu depan kau harus 
ujian?”
“Alaaa. Itu soal gampang, Tante. Ingat Pak 
donald duck , guru matematikaku itu? Dia pernah dua kali 
datang ke rumah ini. Pura-pura menanyakan mengapa  belakangan ini aku sering bolos. namun  Tante, aku  tahu maksudnya datang. Dia ingin melihat apakah aku sehat-sehat saja, dan berharap suatu hari aku mau  diajaknya nonton!”“Lantas?”
“Sebelum tiba waktu ujian, Tante. Akan kudekati 
dia, kuterima ajakannya. sesudah  ujian selesai dan aku  dinyatakan lulus, tidak ada yang perlu dikhawatirkan  lagi bukan? Akan kudepak dia keluar rumah pada kesempatan pertama ia muncul!”
nyi girah  geleng-geleng kepala. “Kejam nian ..!” 
katanya mengomentari. 
“Salahnya sendiri! Mengapa mengincar murid 
tercantik di sekolah!” “Hah? Siapa yang kau puji, Rika?” nyi girah   pura-pura tercengang, dengan mata bersinar mencemoohkan. Namun, diam-diam dalam hati mengakui  kebenaran ucapan keponakannya. jessica  cuma tertawa, 
lantas meneruskan pekerjaannya sambil  bernyanyi-nyanyi kecil.  Baru pada waktu makan siang, jessica  merasa suatu keanehan.
nyoto , paman yang sejak  jessica  masih bo cah 
biasa dipanggilnya dengan sebutan om, sudah pulang  seperti biasa dari pekerjaannya sebagai perantara jual  beli mobil-mobil bekas. aidit , adik jessica  yang duduk  di kelas dua SMP dan baru pulang sekolah, juga sudah  siap di meja makan bersama tante dan om mereka.  Kursi yang seharusnya diduduki ayah  jessica , kosong. 
Demikian pula kursi untuk ibunya. 
“Kok ayah  belum pulang ya?” gumam jessica  
sambil lalu sebelum mereka berempat mulai makan.  Biasanya ayah nya akan meninggalkan kantor sekitar  pukul dua belas siang untuk pulang di rumah, istirahat  sebentar lalu kembali lagi ke kantor sampai pukul  empat atau lima sore. 
“Mungkin sibuk,” ujar nyoto , pamannya yang 
berwajah sama tampan dengan ayah  jessica  sendiri. Tubuhnya yang tinggi kekar memenuhi tempat duduk, dan pundaknya sampai menyentuh tepi meja  saat  ia membungkuk untuk menjangkau sepiring mangkok berisi kari kambing. “Tak usah menunggu,  jessica . Makanlah. Lihat, si aidit  sudah kelaparan!”“namun  aku juga tidak melihat mama dari tadi”  keluh jessica , tidak puas. 
nyoto  tercengang. “Bukankah mamamu per gi ke 
lu ar kota sejak pagi kemarin?” tanyanya, meng ingatkan.  “Oh ya. Aku lupa. Benar-benar lupa.”
Tentu saja, pikir jessica  sambil  mulai bersantap. Ia 
melupakan segala sesuatu dan hanya mengisi kepala dengan persoalannya sendiri, persoalan chucky , dan  anak dalam kandungannya. Berbentuk apakah anak  itu sekarang? Gumpalan daging? Gumpalan da rah? Janin yang masih encer? Seperti siapa pulakah anak itu 
nanti? chucky  tidak begitu tampan, suka membangkang pula kepada orangtuanya. namun  chucky  pemberani.  Biarlah, jiwa pemberani chucky  dimiliki anak mereka  kelak, namun  tidak sikap pembangkangnya. Jelek  sedikit tidak soal, kalau anak mereka laki-laki. namun  
bagaimana jika wanita lesbian ?
“Rika?” nyi girah  menegur. 
“Ya, Tante?” jessica  mengangkat muka, ter-
peranjat. 
“Kau makin pendiam akhir-akhir ini. Suka 
melamun. Apa sih yang kau pikirkan, Rika?”
jessica  sibuk mencari jawab. namun  tak lama. 
Katanya, “Bukankah minggu depan aku harus 
ujian?”
“Pendusta besar,” rungut nyoto . “Kau bukan 
kutu buku. Makanlah segera. Aku tak ingin ayah mu 
nanti menuduhku sudah  mendidik kau jadi seorang  pembohong yang sakit-sakitan!”
Tawa berderai di sekitar meja makan. 
Dan telepon rumah pun berdering. 
aidit  menikmati makan siangnya dengan pura-
pura menulikan telinga. nyoto  tampak terganggu, 
sementara istrinya masih mengunyah sepotong daging  paha ayam goreng. jessica  yang memang bersantap tidak sepenuh dengan hati, cepat bergumam, “Biar olehku!” Lalu ia beranjak menuju ke meja sudut di mana  telepon itu berdering untuk kesekian kalinya. jessica   membersihkan tenggorokan dengan menelan ludah  beberapa kali, mengangkat gagang telepon lantas 
menyahut, “Halo?” “Selamat siang. Kau itu, jessica ?” terdengar suara  laki-laki di seberang sana. Suara yang terdengar seperti  dikeluarkan oleh seorang penderita sesak nafas. 
“Ya. Betul. Siapa ini?”
“resi mandala .”
“Ooo. Ada apa, Mas mandala ?” jessica  bertanya 
sambil  membayangkan di benaknya, ajudan pribadi ayah nya itu sedang menderita pilek atau demam.  “Kau sakit?”
“Aku sehat-sehat saja, jessica . namun …,” sepi 
sebentar, dan jessica  dapat mendengar nafas sesak  itu lagi. “Ini mengenai Pak syam kamaruzaman , ayah mu. Beliau  baru saja meninggalkan kantor, sesudah  dijemput oleh 
dua orang tamu.”“Lho. Apa anehnya?” jessica  hampir saja tertawa. 
“Sangat aneh. Kedua orang tamu berwajah 
sangat serius itu masuk ke kantor Pak syam kamaruzaman . 
Mereka berbicara selama lima menit di balik pintu 
tertutup, lalu  pergi meninggalkan kantor tanpa 
memberitahukan apa-apa padaku. Itu bukan kebiasaan  ayah mu, jessica . Dan bukan pula kebiasaannya meninggalkan kantor dengan wajah pucat mayat  pasi dan  langkah-langkah gontai. Beliau malah hampir jatuh  saat  menuruni tangga.”
“ayah  sakit?” tanya jessica , mendadak cemas.
nyi girah  menoleh, kaget. nyoto  memandang 
jessica  dengan dahi berkerut, sedang aidit  terus saja  menikmati makan siangnya dengan penuh selera. “Aku yakin… percayalah, jessica . Aku yakin 
ayah mu sehat-sehat saja. Hanya saja, kedua tamu itu  membuatku cemas..!”
“Kenapa, Mas?”
“Mereka memang berpakaian sipil. namun , aku 
‘kan tahu betul lingkungan di mana aku bekerja. Kedua orang tamu yang kusebutkan tadi, jelas bertampang  perwira, dengan pembawaan kaku. Selain itu, aku 
sudah  mengintip pula lewat jendela kantor. Kulihat 
ayah mu masuk ke dalam sebuah mobil, setengah 
didorong oleh salah seorang tamunya. Apa yang 
tersirat di pikiranmu, jessica , kalau kukatakan, mobil  itu berplat dinas Mabes Polri?” Dug!
Jantung jessica  memukul dengan keras. Demikian 
kerasnya, sehingga wajah jessica  seakan langsung 
berhenti dialiri darah, dan  gagang telepon terjatuh 
dari tangan tanpa ia sadari, bergantung-gantung di 
permukaan lantai. ayah nya, seorang Komisaris Besar  Polisi yang periang dan bertubuh sehat, tampak pucat mayat   dan sakit saat  didatangi tamu-tamunya, lalu   pergi dengan kendaraan dinas Markas Besar Polri.
Ajun Inspektur Dua atau Aipda resi mandala  
setengah berteriak di telepon, “jessica ? Halo! Kau 
masih di situ, jessica ? Halo!”
nyi girah  mencengkeram tepi meja dengan 
bingung. Suatu gambaran ketakutan menari-nari di bola matanya sesudah  melihat jessica  terduduk lemas  dekat meja telepon. aidit , untuk pertama kali membuka  telinga dan berhenti makan. Dan nyoto  dengan wajah  tegang menghambur ke dekat jessica , memegang  tangan wanita lesbian  itu sesaat untuk meyakinkan jessica  tidak 
apa-apa, lantas menyambar gagang telepon. 
“Ini nyoto . Dengan siapa saya berbicara?” ia 
berujar. Suaranya serak dan parau.
6 JAM sudah menunjuk pukul dua, dini hari. 
jessica  menggeliat di atas sofa. Resah. Betapa 
pun ia berusaha, tidak juga otaknya dapat mencerna  isi majalah yang ia baca dari tadi. Malah perih saja yang semakin mendera. Dengan wajah lesu dan  sedikit pucat mayat , ia memandangi telepon di atas meja, di  situ juga sengaja ia simpan telepon selulernya sebagai  pilihan kontak nantinya. Dengan pikiran yang tetap tegang, dilembarinya 
lagi majalah di tangannya, untuk ke sekian belas kali  sejak  nyoto  meninggalkan rumah malam itu. 
Sambil sesekali memantau  pesawat komunikasi itu dengan mata yang nyaris tak berkedip. Seolah takut kalau-kalau dering atau nada panggil yang ia tunggu akan meledakkan kedua pesawat komunikasi ditambah   meja tempatnya tersimpan, dengan suara dan ledakan membahana yang tiba-tiba. Tanpa jessica  mampu menghindar. 
Suara mesin mobil menderu di luar rumah, 
membuat bola mata jessica  bergerak-gerak liar. 
namun  ia sudah bosan berlari-larian ke jendela ruang depan, mengintip kegelapan malam di luar untuk lalu  dikecewakan oleh halaman rumah yang 
lengang dan kosong. Mobil yang barusan terdengar, ternyata memasuki halaman depan rumah tetangga 
yang lokasinya berseberangan. Dan beberapa kali 
sesudah nya, kendaraan lain yang cuma lewat lantas menghilang entah ke mana. Dengan perasaan letih jessica  terus saja rebah di sofa. Menatap meja telepon sebentar. Lalu menatap pintu kamar tidur om dan tante-nya yang tertutup rapat. nyi girah  yang juga gelisah sepanjang hari dan sore itu, sudah masuk ke kamar sesudah  menunggu dengan sia-sia sampai lewat pukul sepuluh malam. Ia  hanya keluar satu kali, sebelum pukul sebelas untuk  menyuruh jessica  tidur saja. Dari kamar tidur aidit   yang bersebelahan dengan kamar tidur jessica  di lantai  atas tidak terdengar suara atau kegiatan apa pun sama  sekali. 
Mereka memang sudah sepakat membohongi 
anak laki-laki tanggung itu dengan mengatakan 
ayah  mereka sedang berobat ke rumah sakit dan 
akan segera pulang. Tentulah aidit  sekarang tertidur nyenyak, dengan harapan besok pagi-pagi benar ia  dapat bertemu ayah nya dan sebelum berangkat ke  sekolah, minta uang jajan seperti biasa, meski aidit   sudah  diberi jatah uang saku mingguan yang lebih dari cukup. 
aidit  memang agak boros. namun  ia seorang 
laki-laki, dan lagi pula, orangtua mereka toh tidak 
akan jatuh bangkrut hanya sebab  digerogoti oleh 
permintaan si bungsu aidit , yang jumlahnya juga tak  seberapa. Rika mencoba memejamkan matanya rapat-rapat. Dalam kegelapan pandang, ia bayangkan harta kekayaan orangtuanya. Waktu ayah nya masih  berpangkat Ajun Komisaris, mereka punya satu mobil  dinas dan satu mobil pribadi. Mobil pribadi itu lalu ditaksikan. Dalam tiga tahun, jumlah itu sudah  beranak pinak menjadi lima buah. Taksi pertama didaftarkan 
ke sebuah perusahaan resmi, sedang empat lainnya  dioperasikan sebagai taksi gelap. sesudah  ayah nya  naik pangkat menjadi Komisaris Besar, di armada 
perusahaan taksi resmi itu sudah terdaftar mobil 
mereka sebanyak delapan unit. Sementara taksi liar 
dialihkan ke perusahaan travel, sejumlah lima unit. 
Pernah jessica  bertanya mengapa tidak disatukan 
menjadi taksi atau travel sendiri. Jawaban ayah nya 
masuk akal, “Diperlukan modal yang jauh lebih besar dan pengelolaan yang jika salah urus, bisa membuat  kita langsung jadi kere. Dengan cara seperti sekarang  ini, kita ‘kan tinggal terima beres. Dan lagi, toh selain  punyamu sendiri, kau juga dapat tetap menggunakan 
salah satu yang kau sukai, kapan kau mau…!”
jessica  percaya kepada ayah nya, dan bangga atas 
perhatian sang ayah  terhadap dirinya. Ia lalu semakin  sering berdoa semoga rezeki mereka bertambah. Dan  kenyataan, mereka sudah  memiliki dua buah hunian  lain. Yang satu berlokasi di daerah elit dan disewakan 
pada sebuah perusahaan asing. Satunya lagi dijadikan  tempat peristirahatan sebab  letaknya memang di 
daerah pinggir pantai di mana mereka sekeluarga 
menghabiskan waktu libur dengan riang gembira.
Atau, sesekali berlibur juga ke perkebunan 
cengkeh yang luas di lereng gunung itu. Cengkeh 
yang juga menghasilkan sebuah tempat peristirahatan yang sengaja dibangun di tengah-tengah perkebunan,  dengan jalan masuk berliku-liku, naik turun namun  menyenangkan untuk dilalui sebab  meski berlokasi  di lereng pegunungan terpencil, jalan masuknya 
diaspal dengan baik. jessica  pernah mengajak chucky  ke rumah peristirahatan milik keluarganya itu. Mereka berdua ikut-ikutan memetik cengkeh 
bersama buruh-buruh perkebunan, menembak bu-
rung dan memancing di sebuah anak sungai yang 
yang mengaliri kaki bukit. Ikan hasil tangkapan chucky  
besar-besar, rasanya segar dan manis sesudah  di-
panggang. Suatu hari, saking kekenyangan makan 
me reka langsung tertidur di pinggir sungai. saat  
jessica  terbangun, ia terpesona oleh belaian-belaian  lembut dan bisikan-bisikan mesra di telinganya. 
chucky  berulang kali menyatakan cintanya, 
sehingga jessica  terbuai dan membalas dekapan dan   ciuman laki-laki  itu dengan penuh kasih sayang.  Suatu saat, ia sempat tersentak dan terpekik sakit  sebentar. namun  kuluman bibir dan remasan tangan  chucky  membuat jessica  seperti pemabuk yang baru saja 
menghabiskan berbotol-botol minuman keras. Ia 
merasa belum mencapai apa yang sangat ia tunggu-tunggu dengan jantung berdebar manakala chucky   menjauhi tubuhnya sesaat, sehingga membuat jessica   terpaksa memohon dengan suara memelas, “Lakukan lagi, chucky . Lakukan lagi..!” chucky  tersenyum, mendatangi tubuhnya lagi, 
mencumbu dan menggelut, sampai jessica  melihat 
dunianya terbalik. Bumi ada di atas, langit ada di 
bawah, dan awan putih berarak mengayun-ayun tubuh mereka dengan lembut. saat  jessica  mengerang 
oleh kebahagiaan tiada tara yang untuk pertama kali  ia nikmati dalam hidupnya, ia mendekap tubuh chucky   yang dibasahi peluh dengan sekuat-kuatnya, lantas 
berbisik di telinga laki-laki  itu, “Jangan tinggalkan aku, 
chucky . Jangan tinggalkan aku sedetik pun juga…!”
“Aku akan akan selalu bersamamu, jessica  
terkasih. Aku akan selalu mengingat hari yang sangat 
indah ini.”
jessica , lebih-lebih lagi, tak akan pernah 
melupakan hari di mana ia mempersembahkan jiwa raganya kepada chucky . Hari yang lalu  berlanjut  dengan penjelasan dokter bahwa jessica  positif  hamil. Dan, apa kata chucky ? Tunggulah, sampai akhir bulan! jessica  merintih. Merintih dan merintih. Di ujung rintihannya, jessica  tersentak. Mendadak. Telepon berdering! Sejenak, sekujur tubuh jessica  terdiam mematung. Tegang. Matanya membelalak memandang telepon di atas meja. Dering lagi. Memanjang. Dua kali. jessica  
ingin melarikan diri, menjauhi sesuatu yang tidak ia ketahui apa namun jelas membuatnya sangat keta kutan. Perlahan-lahan ia bangkit. Deringan berikutnya  dari telepon itu mendatangkan magnet yang kuat ke arah kaki-kaki jessica  yang langsing. Dalam sesaat , jessica  sudah  menghambur ke meja telepon dan sempat salah menyambar lalu mendekatkan ponselnya ke 
mulut, saat  bunyi dering berikutnya menyadarkan 
jessica  bahwa ia salah ambil.  Gemetar tangan jessica  ganti menyambar gagang 
telepon rumah. “Haa—hallo…?” ia cepat menyahuti. 
Tergagap-gagap. “Rika? Kau itu, Rika?” terdengar suara gugup di telinga jessica . “Ya, Om. Ini aku. Apakah...”
“Sudah kudapatkan, jessica . Sudah kudapatkan 
keterangan mengenai ayah mu. Segala sesuatu rupanya  dirahasiakan. Sangat dirahasiakan. namun  seorang teman dekat ayah mu di Mabes, akhirnya mau juga  membuka mulut. Dengan syarat….”jessica  memengang gagang telepon kuat-kuat, lalu menjerit, “Persetan dengan syarat-syaratnya, Om nyoto . Persetan dengan semua tetek bengek itu!  Cepatlah katakan. Di mana ayah  sekarang?”“Rika..”
“Di mana, Om nyoto ?!”
“Baiklah, kalau kau bersikeras juga. ayah mu 
berada di dalam tahanan Mabes Polri ..!”
“Di tahan oleh….,” mulut jessica  tiba-tiba 
mengatup. Wajahnya berubah seputih kertas. Se-
pasang bola matanya yang indah, membelalak kian 
lebar laksana melihat roh jahat tiba-tiba muncul di 
depannya. Tanpa terasa, tangannya menjadi lunglai. Gagang telepon jatuh di atas meja dengan bunyi 
berderak, bergulir ke tepi, lalu bergantung-gantung 
beberapa jengkal di permukaan lantai. 
“Om-mukah itu, Rika?” sebuah suara terdengar 
di belakang jessica . Ia tidak menyahut. Menoleh pun  tidak. Ia tetap diam. Mematung seperti batu. 
Cemas, nyi girah  yang rupanya sudah  terbangun 
oleh jeritan jessica  tadi, bergegas mengambil telepon  yang masih tegantung-gantung itu, langsung di tempelkan ke telinga. Ia mendengarkan lalu berbicara se bentar, dengan wajah yang sama pucat mayat nya dengan 
wa jah jessica  sendiri, lalu  dengan tangan ber-
gemetar menyimpan telepon, tanpa berkata sepatah pun. 
Kedua wanita lesbian  itu berpandang-pandangan 
sebentar. Dengan sinar mata sama terkejut dan 
takut. 
Lalu, jessica  mendadak berlari-lari ke arah pintu 
depan, sambil  menjerit-jerit histeris, “Aku harus 
bertemu ayah ! Aku harus bertemu ayah ! Aku...”
Di pintu, ia terjatuh. Pingsan.  jessica  masih menangis saat  menyambut datangnya 
matahari pagi.  Apa yang terjadi dan sempat ia perkirakan 
mimpi buruk ternyata merupakan kenyataan pahit 
dan mengejutkan. nyoto  pulang menjelang subuh 
untuk menyadarkan jessica  dari impian buruknya 
dengan menceritakan apa saja yang ia ketahui. ayah  
jessica  terlibat manipulasi dalam jumlah belasan 
milyar rupiah, bersama salah seorang atasannya 
yang berpangkat lebih tinggi. Mereka kini tengah 
diinterogasi sebuah tim yang khusus dipilih secara 
selektif  oleh pimpinan Polri. 
“Persoalannya belum bocor keluar,” kata nyoto  
subuh tadi, begitu jessica  siuman dan mulai tenang. 
“Teman dekat ayah mu di Mabes baru memperoleh 
informasi samar-samar. namun  dia berjanji akan menelepon jika  kasusnya sudah jelas.”
Perut jessica  terasa mual. Terhuyung-huyung ia 
turun dari tempat tidur, terus ke kamar mandi dan di sana ia muntah beberapa kali. nyi girah  memburunya dengan segelas air hangat, membimbingnya kembali  ke tempat tidur lalu menolong memijiti sekujur tubuh 
jessica  sambil ia sendiri berlinang air mata. 
nyoto  memperhatikan jessica  dengan dahi ber ke-
rut. Sesuatu tengah ia cerna di dalam otaknya, dan 
da lam tempo singkat matanya berkilat-kilat penuh 
arti. jessica  yang mendadak takut melihat pandangan 
mata pamannya, lantas memeluk nyi girah  sambil  
mengeluh. “Apa yang akan mereka perbuat terhadap ayah , Tante?”
nyi girah  mencoba tersenyum. “ayah mu akan 
segera pulang,” katanya, menghibur. “Istirahatlah. 
Biarkan Om nyoto  yang mengurus segala sesuatunya.” Dan kepada suaminya ia bergumam, kecut, “Mengapa 
tidak segera kau hubungi seorang pengacara?”
“Pengacara?” nyoto  menyeletuk seperti orang 
tolol. Ia rupanya tengah memikirkan hal lain. Bukan 
apa yang terpikirkan oleh istrinya. “Oh ya, ya, ya. 
Bang syam kamaruzaman  membutuhkan seorang pengacara.“ nyoto  lantas bergerak menuju pintu, tertegun  sebentar, menyimak wajah jessica  lantas wajah istrinya  lalu berujar gugup, “Hanya perampok saja yang  menggedor pintu rumah seorang ahli hukum di pagi buta begini!”
“Anggaplah dirimu perampok!” bentak nyi girah . 
Kesal. Tahu suaminya hanya mencari-cari alasan.
nyoto  angkat bahu, lantas tampak enggan ia 
lalu  keluar. Dan tak lama sesudah nya terdengar 
suara mobil berlalu meninggalkan rumah.
Sinar kuning kemilau mentari pagi yang mene-
robos masuk lewat jendela kamar, menjilati lantai, 
me rangkaki tempat tidur, menghangati wajah jessica   yang dingin dan gemetar. nyi girah  yang diam-diam 
mengerti jalan pikiran suaminya lalu  mengusap-
usap wajah jessica  dengan lembut.
Tampak berpikir keras sejenak, baru lalu  
sang tante membuka mulut dan berbicara hati-hati, 
dan sengaja berputar arah lebih dahulu . 
“Jaga tingkah lakumu di depan Om-mu, jessica . 
Oke..?”“Ya, Tante.”nyi girah  menghela nafas sesaat. Lalu, ”Ah. Kau tidak mengerti maksudku!”
“Ya, Tante?”“Kau sedang hamil, bukan?”
Sebuah tembakan tiba-tiba namun  langsung ke 
sasaran.
jessica  menjadi tegang sesaat . Ia memandangi 
nyi girah  dengan mata terbelalak, lalu lalu  me-
nyadari apa yang tersirat di balik sinar mata yang 
menatap penuh kasih namun  dengan tusukan yang 
tajam menghujam itu, janganlah membuang-buang 
energi dengan mendustaiku!
Dengan perasaan yang sangat terpukul, jessica  
membasahi bibirnya yang mendadak terasa kering, 
lantas setengah terlompat untuk memeluk lantas 
menangis di dada nyi girah  yang balas merangkul.
“Aku takut, Tante. Aku sangat takut,” isaknya. 
nyi girah  membelai rambut keponakannya. Sam-
bil berbisik lembut dan penuh pengertian. ”Sudah 
berapa bulan?”“Tiga.”nyi girah  menggigit bibir. “chucky ?” bisiknya lagi. “Benar, Tante.”
“Dia sudah tahu?”“Sudah...”
“Dia mau bertanggung jawab?”
jessica  gemetar lagi, menangis lagi, memeluk 
tantenya lagi, lantas menjerit, “Aduh! Mengapa aku 
kemarin tidak terjun saja ke jurang itu! Mengapa aku tidak mati saja! Aduh, Tante. Tolonglah. Tolong aku, Tante, aku... .”
Sempat terkejut bahkan pucat mayat  mendengar apa  yang terlontar dari mulut keponakannya, nyi girah   cepat menguasai diri. Lantas berujar dengan sikap  seolah-olah apa yang ia dengar tidak lebih dari bisikan angin lalu semata.
Lantas berujar tersenyum. “Pssst! Jangan berisik. 
Nanti aidit  dengar. Dia tidak boleh tahu, mengerti?”
jessica  menahan tangisnya. Lalu 
manggut-manggut dengan susah payah. “Nah. Sekarang, tenanglah. Dan jangan ber-
pikiran yang bukan-bukan. Oke?”
Manggut-manggut lagi jessica . 
“Jangan bicara soal bunuh diri lagi. Bahkan me-
mikirkannya pun, jangan. Kau membuatku ce mas!”
“Tidak lagi, Tante”
“Bagus. Sekarang, pergilah bangunkan aidit . 
Su ruh dia mandi, bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Dan , eh. Bersikaplah wajar. Jangan sampai dia curiga.”saat  jessica  dengan langkah-langkah gontai  keluar dari kamarnya, nyi girah  terduduk lemas di  pinggir tempat tidur. Ia menyuruh jessica  berlaku 
wajar, menyuruh jessica  bersikap tenang. Akan 
namun  ia sendiri pada saat itu sangat gugup. Hatinya tergoncang keras. ayah  jessica  ditahan, dan pagi ini  ia dengar sendiri pengakuan jessica  bahwa wanita lesbian  itu sudah mengandung. 
Apa yang ia kerjakan selama ini di rumah? 
Tak satu pun.  Ia terlalu menutup diri dari semua peristiwa yang berlangsung di sekeliling, dan hanya memikirkan kepentingannya sendiri saja. Mengomeli nyoto  yang 
tidak mau cari pekerjaan tetap, tidak berpikir untuk 
menetap di rumah sendiri. nyoto  akan berteriak-
teriak. Beli rumah? Ngontrak? Dari mana uangnya? 
Hasil obyekanku atau sesekali menyupir taksi atau 
mobil travel itu, hanya cukup untuk membeli rokok 
ditambah perangkat kosmetikmu yang bermerek 
mahal itu! Sedang di rumah ini? Abang syam kamaruzaman   menyediakan apa saja yang kita butuhkan. Ia tidak  akan tega melihat kita terlantar…!  Yang hanya akan menambah sakit 
kepala nyi girah  sendiri. nyoto  tidak pernah menerima pendapat nyi girah . 
Bekerja sebagai perantara jual beli mobil bekas, 
dan diserahi salah satu taksi milik abangnya untuk 
ia operasikan sendiri, cukup banyak hasilnya untuk 
mereka makan berdua. Cukup untuk mencicil tanah 
di pinggir kota, lalu membangun rumah sederhana 
tahap demi tahap. namun  seringkali nyoto  pulang dengan tangan kosong. Bukan sebab  tidak memperoleh  obyek atau tidak memperoleh  penumpang. Melainkan sebab  uang yang ia peroleh siang hari, malamnya langsung ia habiskan di selangkangan kekasih-kekasih gelapnya.
nyi girah  sudah  berusaha sedapat-dapatnya memenuhi kebutuhan seks suaminya. Namun hor mon nyoto   terlalu besar dan seakan tak pernah habis. Ia terlalu 
kuat hanya untuk dilayani oleh nyi girah  seorang, 
bagaimana pun juga nyi girah  memaksakan diri. Yang  akhirnya hanya membuat nyoto  kecewa lantas marah-marah. 
Sayangnya, nyi girah  ingin menyimpan rahasia 
itu sendiri saja. Ia tidak memberitahukannya kepada  iparnya suami istri. Ia tidak ingin dicap tukang  mengadu, tukang menjelek-jelekkan suami sendiri.  Apalagi, ia lebih tidak ingin dituduh wanita lesbian  
dingin, wanita lesbian  lemah syahwat dan sebagainya. 
Jangan lupa pula, ia hanya orang luar di rumah ini, 
sedang nyoto … 
nyoto  dengan sendirinya makin menjadi-jadi, 
sebab  tidak ada yang menasihati. Terkadang, 
nyi girah  ngeri sendiri. Ia tidak dapat membayangkan, 
tubuhnya dijangkiti penyakit kotor yang dibawa nyoto   pulang sebagai oleh-oleh dari gundik-gundiknya yang menjijikkan itu!“Tante…?”
nyi girah  tersentak. 
aidit  berdiri di ambang pintu. Sudah berpakaian 
rapi, dengan tas sekolah tersandang di bahu. 
“Ada apa, aidit ?” nyi girah  mencoba tersenyum.
“Kak Rika...”
“Ya?”
“Dia menangis dari tadi. Benarkah ayah  
sakit?”
“Oh. Ya. ayah mu sakit. namun  akan segera 
sembuh,” jawab nyi girah  cepat-cepat. 
“namun  mengapa ayah  tidak memberitahu kita? 
Mengapa panggilan teleponku tak juga disahut ayah ? 
Mengapa kak Rika menangis saja dari tadi malam? 
Apakah ayah ... ayah  sudah mati?”
Pertanyaan beruntun. Dengan akhir yang terasa 
bagai tamparan.
“aidit !” nyi girah  menjerit. 
aidit  menciut. Takut. 
nyi girah  segera mendekati anak itu, memeluknya 
dengan lembut dan berujar sebagaimana seorang ibu  berbicara kepada anaknya, dan… ah, betapa ia ingin memperoleh anak sendiri dari nyoto .
“Tak baik berprasangka atau berpikir yang 
buruk-buruk mengenai orangtuamu, aidit . ayah mu  baik-baik saja, namun  dokter tidak memperbolehkan ia meninggalkan rumah sakit dalam beberapa hari.  Dan …”Dan sel-sel otak nyi girah  cepat menangkap celah. 
“Hem. Kau takut tidak dapat uang jajan ya?”
aidit  menyeringai. Malu-malu. 
“Kau tenang saja. Nanti Tante beri secukupnya. 
Oh ya. Sudah sarapan aidit ?”
“Sudah, Tante.” 
“Berapa kau butuh hari ini?”
aidit  lagi-lagi menyeringai. Polos dan kekanak-
kanakan. nyi girah  sampai menggigit bibir sendiri. 
aidit  sudah remaja tanggung, pikirnya. aidit  
seorang anak yang termasuk pintar di sekolah. Anak itu tidak pernah melewatkan siaran berita tiap malam  di televisi, dan ia merupakan pembaca pertama tiap kali surat kabar pagi tiba di rumah. Sampai kapan  mereka dapat mendustai anak yang suci bersih ini? 
Apakah tidak lebih baik berbicara saja terus terang, 
dan…
Ah! Masih ada jalan. Jauhkan ia dari televisi, 
jauhkan surat kabar dari jangkauannya. Itu akan…
Oh, oh. Sampai kapan pula? Tidakkah aidit  
bertanya-tanya? Belum lagi teman-temannya di 
sekolah. Kasus menjijikan  itu akan segera terungkap. 
Dan bocor keluar lebih cepat dari dugaan mereka. 
Teman-teman aidit  akan ribut bertanya. Lantas 
kasak-kusuk di setiap sudut sekolah mereka. Bahkan di dalam kelas.Ya Tuhan!
Ternyata media cetak mau pun juga berita-berita 
televisi hari itu tidak sehuruf  pun memberitakan 
apa-apa mengenai manipulasi besar-besaran yang 
melibatkan kalangan atas kepolisian itu. Tepatnya, 
belum. sebab  televisi dan surat-kabar tidak akan 
pernah ada, kalau wartawan-wartawannya tidak 
bermata tajam dan tidak tuli telinganya. Sumbu sudah   dinyalakan. Tinggal menunggu bom meledak. namun  percikan-percikan api berbau mesiu pasti akan segera tertiup oleh embusan angin lantas tercium oleh mereka-mereka yang rajin mengendus-enduskan hidung. Mencari bau tak sedap, namun  sangat laku dijual itu. 
nyoto  sudah  berkonsultasi dengan beberapa 
orang pengacara. Channel mereka di Mabes sudah  
pula memperoleh kan gambaran jelas. Manipulasi yang diduga kuat terkait dengan urusan pajak itu sudah  
berlangsung selama bertahun-tahun, dan pagi ini 
sudah pula diciduk beberapa orang lain. Atasan 
syam kamaruzaman  yang pangkatnya lebih tinggi, memiliki  reputasi baik sebelum dan sesudah  masa reformasi. Konon masa pensiun yang suram membuat matanya melek. Untuk itu, ia kemungkinan hanya akan dikenakan sanksi penurunan pangkat lalu ditarik ke kantor pusat, untuk menangisi meja kosong sampai 
masa pensiunnya tiba. Itu, jika ia tidak keburu stres, lantas terkena stroke, lalu  mati.
Sementara syam kamaruzaman  dan komplotannya yang  berpangkat lebih rendah, besar kemungkinan akan  dipecat tidak hormat. Ditambah bonus: bersiap-siaplah di-Nusakambang-kan!. 
“Ada sedikit kabar baik…,” ujar nyoto  dengan 
gugup pada istri dan keponakannya yang terus me nyimak dengan wajah yang sama pucat mayat nya. “Hukuman yang akan mereka terima akan lebih 
ringan,  apa bila uang yang mereka korup dikembalikan pada  negara…!”
jessica  terloncat dengan wajah berseri-seri. 
Jeritnya, “Kita punya belasan unit mobil!”
nyoto  terganggu oleh jeritan riang jessica  lantas 
bersungut-sungut kesal, “Berapalah harga semua 
mobil itu...”
“Masih ada kebun cengkeh. Juga beberapa 
buah rumah yang dapat dijual. Dan tabungan ayah  
di bank... .”
nyoto  memotong, “sesudah  itu, kau mau tinggal 
di mana jessica ? Di kolong jembatan?”
“Aku akan tinggal di rumah nenek!” jawab 
jessica , bernafsu. 
nyoto  hanya nyengir kuda mendengar jawaban 
jessica  yang terus terang namun  tanpa dipikir panjang  itu. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut nyoto . Ia  langsung mengambil sebuah botol minuman keras,  dan menenggak isinya sampai habis. Wajahnya sesaat  berubah kemerah-merahan. Peluh mem basahi jidatnya. namun  ia belum mabuk. Dan ia tidak mengambil botol lain yang dapat membuat ia benar-benar mabuk. Jalan pikirannya masih tetap lancar. 
jessica  dan aidit  dapat saja tinggal di rumah 
nenek. Dapat terus bersekolah. Dapat terus hidup. 
namun  ia dan istrinya?
nyi girah  yang cepat memahami jalan pikiran 
suaminya dan ikut dibuat ngeri, berusaha membuang 
pikirannya jauh-jauh lantas dengan setengah miris, 
cepat mengalihkan percakapan, “Berapa bayaran 
yang diminta pengacara?”
“Selangit!” nyoto  menghentakkan botol ke atas 
meja. Berderak bunyinya, namun  tidak sampai pecah. 
“Mereka tidak peduli klien mereka orang yang patut 
dikasihani atau yang dibenci masyarakat. Kau tahu, 
perkara ini terlalu empuk untuk mereka lewatkan 
begitu saja. Ahli-ahli hukum terkutuk mereka itu. 
Sudah bakal dapat popularitas, mata mereka tetap 
saja dipenuhi kuman-kuman duit. Sialan!”
“Kalau begitu,” nyi girah  mendesah. “Sela-
mat kanlah apa yang masih dapat kau selamatkan, 
sebelum...”
nyoto  menatap istrinya. 
Alangkah tololnya aku, ia berpikir. nyi girah  be-
nar. Selamatkan apa yang masih dapat diselamatkan,  sebelum semuanya disita oleh negara. Apa saja yang  terdaftar atas namanya sendiri? Atas nama jessica  dan 
aidit ? Atas nama kakak iparnya, anna michele ?
“Rosa!” ia mendadak terjengah. “Kita harus 
memberitahu dia. Ampun, kita sudah  melupakan 
ibumu, jessica !” Lantas nyoto  pun ribut menelepon. Bersama merangkaknya matahari siang. Yang terasa semakin panas, memanggang.  
tepuk tangan gegap gempita namun  sopan meng-
gema di ruang pertemuan yang luas dan megah di 
aula sebuah kantor kabupaten. 
anna michele  menutup map berisi kertas-kertas pi-
datonya, lalu berjalan turun dari podium dengan 
langkah-langkah gemulai. Ia bertubuh semampai, 
mengenakan kain kebaya yang pas dan sedikit ketat 
di bagian-bagian tertentu sehingga dadanya tampak 
menonjol dan pinggulnya padat menantang. Umurnya 
menjelang empat puluh, namun  salon kecantikan dan 
kemajuan dunia kosmetika dan  perawatan tubuh 
membuat anna michele  tampak sepuluh tahun lebih muda, 
namun  tidak mengurangi kematangannya.
Sejumlah undangan laki-laki sebetulnya  lebih 
tertarik pada raut wajah dan potongan tubuh anna michele , 
dari pada pidato berapi-api yang ia lemparkan dari 
podium. Pidato itu membakar massa wanita yang 
berkumpul di sana, dan wajah dan  tubuh anna michele  
membakar jantung laki-laki -laki-laki  yang menatap dengan 
mata tidak berkedip saat  ia berjalan kembali ke 
tempat duduknya semula. 
Bupati yang ikut hadir, menjabat tangan anna michele  dengan hangat, sambil laki-laki terhormat itu menjaga  agar matanya tidak terlalu nakal dan membuka rahasia kelaki-laki annya selama ia mengucapkan selamat dan  memuji isi pidato anna michele . wanita lesbian  yang berdiri di 
sampingnya, istri sang Bupati, mengangguk-angguk  setuju, bahkan menambahkan, “Jarang pimpinan kita yang bicara demikian blak-blakan seperti Ibu.”
“Terima kasih,” gumam anna michele , dengan suara  rendah tanpa memperlihatkan kesombongan diri.  “Ibu benar,” kata istri Bupati lagi. “Kita memang  harus mendukung suami, mendorong mereka sukses  dalam tugasnya. namun  kita jangan melupakan bahwa 
kita ini ibu rumah tangga dan punya tanggung jawab  yang tidak ringan di dalam rumah!” wanita lesbian  itu  menarik nafas sesaat, dan dengan jujur melanjutkan. “Saya sangat terkesan dengan perumpamaan Ibu tadi, janganlah hendaknya kita tampak rapi di luar, namun  rapuh di dalam!”
anna michele  menganggukkan kepala, senang, dan 
tetap tanpa kesombongan diri. Ia sudah  belajar banyak dari suaminya, bagaimana bersikap dan berbicara sebagai salah seorang pimpinan cabang organisasi 
wanita kalau tampil di depan umum, terutama di or-
ganisasi ranting daerah. Ia lalu  tekun me ngi kuti 
pembicara berikut yang kini muncul di po dium. 
Namun pikirannya melantur jauh menembus 
atap ruang pertemuan, terbang di awang-awang 
yang tinggi, berwarna pekat, dan kelabu. Apakah ia 
sendiri sudah  mengamalkan apa yang barusan tadi dan  sudah  demikian sering ia utarakan setiap kali tampil di  podium? Rumah tangganya, sebetulnya lah, tampak  sangat rapi, dan bahagia di mata orang luar. Namun  hanya ia sendiri yang tahu, betapa rumah tangganya demikian rapuh di dalam.
anna michele  baru menginjak usia sembilan tahun 
saat  suatu malam ia melihat ibu dicekik oleh ayahnya. Mata ibunya terbeliak, dan lidahnya setengah terjulur keluar. Hanya sebab  kehadiran anna michele  yang sangat mendadak menolong ibunya lolos dari cengkeraman 
maut. Orangtuanya lalu  bercerai satu tahun 
sesudah  peristiwa menjijikan  itu. Ayahnya kawin lagi,  dan ibunya tetap tinggal menjanda sampai lalu   meninggal sebab  penyakit paru-paru. 
sejak  itu anna michele  tidak lagi mau mengenal 
ayahnya, meski laki-laki itu tetap berusaha untuk 
menyayanginya sebagai putri mereka satu-satunya. Ia lebih suka laki-laki itu tidak lahir saja ke dunia. 
sebab  apa yang ia perbuat terhadap ibu anna michele ,  sudah  memicu  si kecil yang tidak berdosa apa-apa itu lalu  mengidap penyakit jantung, juga trauma. 
Bayangan menjijikan  itu tetap mengganggu 
anna michele  sampai ia menginjak remaja. Lebih dari selusin laki-laki sudah  melamar. namun  ia tetap menolak, sebab   selalu dihantui oleh bayangan nasib yang dialami 
ibunya. Iseng-iseng anna michele  lalu  menerima 
pernyataan cinta syam kamaruzaman , yang waktu itu berpangkat Letnan sekarang Inspektur Polisi. syam kamaruzaman  tampan, 
bertubuh menarik, dan menyenangkan sebagai 
pendamping untuk pergi ke mana-mana. anna michele  sebetulnya  menerima uluran kasih sayang syam kamaruzaman , 
semata-mata sebab  tergoda oleh keinginan untuk 
bersaing, yaitu ingin menyingkirkan demikian banyak wanita lesbian  yang mendekati pria itu. 
Lalu terjadilah peristiwa yang tidak terelakkan 
itu. Ia dan syam kamaruzaman  kemalaman di tengah jalan  sehabis piknik ke pantai. Mobil yang dipinjami ayah  syam kamaruzaman , putus tali kipasnya. Jangankan bengkel, 
rumah-rumah penduduk pun hampir tidak ada dalam  radius belasan kilometer dari tempat mereka terjebak.  Hutan rimba di sekeliling membuat anna michele  ketakutan. 
Kegelapan malam di luar mobil mengancamnya, dan menyuruh ia supaya terus melekatkan diri ke tubuh  syam kamaruzaman  tanpa sedetik pun mau lepas, saat   menunggu ada kendaran lewat yang bisa dimintai  pertolongan. Dini hari, udara di dalam mobil berubah dingin  membeku. 
anna michele  menggigil. syam kamaruzaman  melepas jaketnya menyelimutkan ke tubuh anna michele . Ternyata belum  cukup. syam kamaruzaman  lalu  membantu anna michele  dari 
gangguan udara dingin dengan memijit-mijit tubuh 
wanita lesbian  itu dengan lembut dan penuh rasa cinta. Pijitan  itu mula-mula hanya memicu  perasaan nyaman 
dan hangat. namun  lama kelamaan, birahi syam kamaruzaman  
bangkit, dan anna michele  ikut terangsang. Mereka 
saling menatap di dalam kegelapan. Nafas mereka 
menggebu, jantung mereka berpacu. 
syam kamaruzaman  mengulum bibir anna michele . Lembut. 
anna michele  menerimanya, dengan mata terpejam. 
Menikmatinya dengan sepenuh hati. Ia agak kaget 
dan tersentak saat  syam kamaruzaman  bertindak semakin 
jauh. Namun udara dingin yang membekukan tubuh 
menyerang menjadi-jadi. Persentuhan kulit itu se-
sung guhnyalah mendatangkan perasaan hangat 
yang luar biasa. Bara api membercik perlahan-lahan, 
membakar, lalu  menghanguskan. anna michele  tidak lagi memprotes. Ia memang mengeluh. namun  bukan keluhan menolak. Apa yang datang ia terima dengan  pasrah. Dan ternyata, betapa menakjubkan hubungan 
badani yang selama ini ia hindari jauh-jauh itu. 
Demikian menakjubkan, sehingga saat  ma -
ta hari pagi mulai bersinar menyirami mobil, me re-
ka sudah  melakukan perbuatan itu sampai tiga ka li.  Sebuah mobil penumpang lewat. Mereka ikut numpang. syam kamaruzaman  turun di bengkel pertama yang mereka temui, sementara anna michele  terus ikut dengan  mo bil penumpang itu, pindah ke sebuah bus waktu 
sam pai di terminal. Dalam perjalanan pulang ke ru-
mah, anna michele  memikirkan apa yang sudah  mereka perbuat. Ia tidak merasa menyesal sama sekali. Lebih-lebih seminggu sesudah  peristiwa mengesankan itu, 
orangtua syam kamaruzaman  datang untuk melamar anna michele  sebagai mantu mereka. 
Kebahagiaan meliputi perkawinan mereka, 
sampai tiba saatnya anak pertama mereka, jessica , 
dilahirkan. anna michele  mengalami pendarahan. Penyakit jantungnya kambuh. 
Beberapa bulan lalu , syam kamaruzaman  mengalami 
kecelakaan. Mobilnya tabrakan dengan mobil lain. 
syam kamaruzaman  selamat, namun  berita kecelakaan itu  sudah  cukup untuk menggoncang jantung anna michele . 
Tiga tahun lalu  ia masih sanggup melahirkan 
aidit . Dengan jantung yang semakin lemah, sehingga dokter tidak lagi memperkenankan perut anna michele   dihuni jabang bayi. Bertahun-tahun lalu , dokter malah memberi saran agar anna michele  berpisah tempat  tidur dengan suaminya.
menjijikan !
Dalam setahun, naluri seks-nya hanya dua kali 
dapat memenuhi nafsu syam kamaruzaman . Ia lalu  merelakan suaminya mencari pemuasan pada perem puan lain. syam kamaruzaman  mula-mula menolak. anna michele  bahagia dengan penolakan suaminya. Lalu muncullah  nyoto , dan istrinya nyi girah . Nasib menentukan, nyi girah  
sama parahnya dengan sejumlah wanita lesbian  lain, dan  akhirnya syam kamaruzaman  tidak lagi dapat mengontrol diri.  Kebencian anna michele  kadang-kadang timbul jika   mengetahui suami dan adik iparnya pergi bersamaan 
menemui wanita lesbian  yang sama pula!
Maka, ia tidak menolak waktu ditawari jabatan 
pimpinan dalam organisasi wanita yang masih ada 
hubungan dengan instasi tempat suaminya bekerja. Kegiatan itu ia manfaatkan dengan menyibukkan 
diri untuk melupakan anna michele  pada tingkah laku  suami, bahkan menolongnya dari gangguan serangan  jantung. Ia mulai rajin memberi ceramah di sana-sini, 
terutama kalau ceramah itu dilangsungkan di luar 
kota. Dengan demikian ia dapat memperoleh variasi  dari ketegangan-ketegangan yang selalu timbul bila  ia berdiam di rumah. Kegiatan amal yang sering  dikerjakan organisasi lebih menggembirakan hatinya lagi. Kegiatan itu ia anggap sebagai imbangan dari  dosa-dosa yang selama ini ia dan suaminya perbuat. 
Malang bagi jessica  dan aidit . 
Mereka jadi korban. Kurang dapat perhatian. 
Dan celakanya, nyi girah  yang diharap anna michele  sebagai  mengganti ibu anak-anak itu, gagal menjalankan 
tugasnya. Lihat saja aidit . Mesti pintar di kelas, 
namun  suka berkelahi. Hanya kedudukan ayah nya 
saja yang menolong anak itu lepas dari kesulitan dan  ancaman dikeluarkan dari sekolah. Lihat pula jessica . Hubungannya akhir-akhir ini dengan chucky , benar-benar mencemaskan anna michele . chucky  memang laki-laki  yang menarik. 
Penampilannya selalu parlente. Kdonald duck gnya 
pun padat. Ia benar-benar merupakan idola wanita lesbian   remaja seperti jessica . Sayang, chucky  tidak becus di  sekolah. Orangtuanya sampai malu, lalu  putus 
asa. Kegemaran chucky  untuk ngebut sehingga pernah  memicu  korban dua orang anak meninggal 
dunia dan beberapa orang lain masuk rumah sakit, 
meminta biaya yang tidak sedikit. chucky  diusir ayah nya 
dari rumah. Ia terpaksa menggantungkan hidupnya 
dari sanak keluarga yang lain, dan dari mengorek 
dompet pacar-pacarnya, termasuk jessica . 
“Hati-hati dengan anak itu!” sering anna michele  
memperingatkan jessica . 
namun  putri kesayangannya itu membangkang. 
“Tanpa chucky , aku tak dapat menekuni buku pelajaran!” 
kata jessica  memberi alasan. 
“Bukankah masih banyak laki-laki -laki-laki  lain 
bersaing merebut cintamu?” 
“Benar, Mama. namun  hanya ada satu chucky  di 
hatiku”
“Dia tidak punya masa depan, Nak”
“Dia mungkin tidak. namun  aku punya, bukan 
begitu Mama?”
“Kau tidak malu punya suami yang hidupnya 
luntang-lantung?”
“Mengapa harus malu, Mama. Bukankah Tante 
nyi girah  tidak malu bersuamikan Oom nyoto ?”
Adik ipar ditambah   istrinya yang menyebalkan 
itu! Mereka justru menjadi contoh!
anna michele  mengeluh. 
Jantungnya bagai diiris-iris. Ia terperanjat waktu 
istri Bupati menegur, “Kau sakit, Bu?”
 anna michele  terjengah. “Ah. Tidak. Tidak...”
“namun  wajah Ibu tampak pucat mayat . Berpeluh 
lagi.”
“Oh ya?” anna michele  menyeka wajahnya. Betapa 
dingin. Ia gemetar lagi. Bau ruangan yang pengap dan 
penuh asap rokok, membuatnya mual. Di panggung, sedang dipertunjukkan tari-tarian daerah. Alunan 
musik rakyat terdengar menyakitkan di telinga. 
anna michele  perlahan-lahan dirayapi perasaan pusing dan ingin muntah. 
“Ibu sakit!” istri Bupati meyakinkannya. 
“Marilah. Saya antarkan ibu ke hotel...’
Di hotel, sebuah pesan sudah  menunggunya. 
“Ada telepon untuk Ibu. Dari rumah.” 
kata resepsionis hotel dengan suara ramah dan 
menenangkan. Melihat wajah tamunya yang pucat mayat , 
resepsionis itu cepat menawarkan, “Apakah Ibu 
memerlukan dokter?”
anna michele  menggelengkan kepala, mengucapkan 
terima kasih atas perhatian resepsionis itu lalu  
naik ke kamarnya dibimbing oleh istri Bupati. 
Seorang ajudan ikut mengantar mereka sampai ke 
pintu kamar. 
Di dalam, anna michele  diberi minuman dan sebutir 
aspirin. Ia lalu  berbaring. Ditunggui istri bu-
pati. Ia tertidur sebentar, dan terbangun lagi sebab  
denyutan-denyutan jantung yang melecut-lecut. Istri 
bupati masih duduk menungguinya. 
“Lebih baikan sekarang?” tanya tuan rumahnya 
itu. Lunak. 
“Entahlah. Jantungku... . .”
“Saya panggilkan dokter ya?”
anna michele  menolak. 
“Akan kuminta nyoto  menyuruh dokter pribadiku 
datang kemari. . !” ia mendesah, lalu, “Eh. Apakah tadi 
resepsionis mengatakan ada telepon dari rumah?”
Istri bupati mengangguk halus. 
 Dengan perasaan dingin yang terus menyerang 
tubuhnya, anna michele  cepat membuka tasnya, mengeluarkan ponsel yang sebelum menghadiri pertemuan 
tadi ia matikan agar tidak menganggu.
nyoto  sendiri yang menyambut kontaknya di se-
be rang sana. “Kaukah ini, Rosa?”
“He-eh,” rungut anna michele . Ada nada muak dalam 
suaranya. 
nyoto , hem...!
nyoto  selalu menyebutnya dengan panggilan 
‘kau’, bukan ‘kakak’ sebagaimana mestinya. Padahal 
ia adik syam kamaruzaman , dan usia nyoto  berjarak beberapa 
tahun lebih muda dari usia anna michele  sendiri. 
Di matanya lalu  terbayang saat-saat 
nyoto  suka memperhatikan dirinya, bahkan pernah 
me masuki kamar mandi tanpa mengetuk selagi 
anna michele  berendam di bawah pancuran. Telanjang. 
anna michele  sangat marah. nyoto  meminta maaf, lantas 
mengundurkan diri. namun  masih sering kejadian 
nyoto  bersikap tidak pantas. Mengecup bibir anna michele  
saat  anna michele  berulang tahun, padahal mestinya ia 
mengecup pipi. Pura-pura tak sengaja menjamah 
dada anna michele  saat  bangkit dari meja makan, atau 
saat  membangunkan anna michele  dari tidur yang kelewat 
nyenyak, atau saat  mereka berayah san di pintu. 
Mencubit pantat anna michele  jangan dikata lagi. Dengan 
lagak, nyoto  pura-pura sayang kakak. Huh!
“Kau masih di situ, anna michele ?,” di seberang sana 
nyoto  setengah berteriak menyadarkan anna michele  dari 
lamunannya. 
“Masih, nyoto ” anna michele  menekan perasaan mual. 
Tampaknya nyoto  sedang gugup. “Ada perlu apa?”
“Pulanglah segera, Rosa!”
“Sekarang?”
“Ya.”
“namun ... sudah jauh malam. Dan perjalanan 
dengan mobil akan memakan waktu berjam-jam, 
sedang aku sangat letih!” 
“Carter saja pesawat!”
“Tak ada pesawat di daerah ini. Kalau pun ada 
paling juga pesawat kecil atau pesawat latih. Dan 
tidak mungkin ada pilot yang bersedia terbang jauh 
malam begini…!”
“Oh. Jangan bertele-tele lagi, Rosa. Kuharap, 
pulanglah segera. Malam ini juga. Demi Tuhan, 
pulanglah segera!”
anna michele  gemetar dan pucat mayat .
“Apa yang terjadi?” ia bertanya, dengan jantung 
mulai melilit. 
“Tak baik diutarakan di telepon.”
“Mengenai aidit ?”
“Bukan.”
“jessica ?”
Diam sebentar, lalu, “... juga bukan!”
“Abangmu kalau begitu ...?” anna michele  mulai 
panik. 
“Ah. Mengapa hanya bertanya? Pulanglah segera. 
Nanti kita bicarakan sesudah  kau tiba di rumah.”
“namun ...”
“Berapa orang kalian pergi ke luar kota?”
“Bertiga.”
“Panggillah dua yang lain. Kau jangan pulang 
sendirian. namun  ingat, sebelum tiba di rumah, ca-
rilah alasan agar teman-temanmu tidak ikut men-
dampingimu ke rumah”
“Kau membuatku bingung, nyoto . Apa yang 
sebetulnya  terjadi? Katakanlah. Jangan menakut-
nakuti aku dengan...”
“Ya, ampun! Mengapa masih berkicau juga?!”
Lantas, ngiiing...! Telepon diputuskan nyoto  
serentak. anna michele  sampai tersentak oleh bunyi denging 
panjang dan menyakitkan di telinganya itu, lalu  
terhempas di tempat duduk. Tubuhnya bergetar 
hebat, dan peluh kian membanjiri wajahnya. Ia harus 
tahu. Harus tahu apa yang terjadi. Ia tidak mau 
pulang dengan pikiran panik dan kacau balau. Nanti 
setibanya di rumah, ia harus sudah tahu apa yang ia 
hadapi, dan ia harus siap untuk mengatasinya. 
Selama beberapa jenak ia duduk diam-diam 
diperhatikan istri Bupati dengan pandangan mata 
khawatir. wanita lesbian  itu baru saja akan membuka 
mulut untuk menawarkan bantuan, saat  anna michele  
meluruskan punggungnya lalu kembali sibuk dengan 
telepon seluler yang masih ia pegang.
Teleponnya langsung tersambung. 
“Handoko?” anna michele  cepat membuka mulut, 
setengah mengerang. 
Di alat pendengar, bergumam suara rendah dan 
setengah mengantuk, “Siapa ini?”
“Rosa. Nyonya syam kamaruzaman . Aku…”
“Kau ada di mana, anna michele ?” suara di seberang 
sana mendadak berubah tegang. 
anna michele  menyebut alamatnya saat itu, dengan 
suara gugup, sehingga beberapa kali ia harus 
mengulangi kalimat-kalimatnya agar jelas didengar 
temannya berbicara di telepon. 
Sementara itu, istri Bupati diam-diam keluar 
dari kamar, menggamit ajudan yang masih menunggu 
dan menyuruh orang itu agar segera mempersiapkan 
mobil tamu mereka di depan hotel. lalu  ia 
kembali masuk ke dalam, dan berpikir apakah pantas 
kalau ia bereskan koper-koper tamunya tanpa permisi 
lebih dahulu. Dan, ia kebingungan sendiri. 
“Apa yang terjadi di rumah, Handoko?”
“Rosa. Dengarkan dahulu . Aku...”
“Tolonglah, Handoko. Jangan mengelak. nyoto  
merahasiakan sesuatu. Kelihatannya mengenal sua-
mi ku. Kau sahabat syam kamaruzaman , bukan? Sesuatu me-
ngenai dirinya selama ini, tiba-tiba mencemaskan 
aku. Maukah kau berterus terang? Kau punya mata 
dan telinga di sana sini, Handoko…”
“anna michele ... “
“Ya Tuhan. Jangan menyiksaku lebih lama, 
Handoko!”
“Oke. Oke. Kalau kau memaksa…,” lantas 
sahabat karib syam kamaruzaman  yang punya kedudukan penting 
di Mabes Polri itu, berbicara perlahan-lahan. Sangat 
perlahan, namun  cukup jelas untuk didengar anna michele . 
Istri Bupati yang berpura-pura memantau  
ke luar jendela sambil memutuskan begitu nanti 
pembicaraan telepon tamunya selesai ia akan pamit  lantas pulang, sesaat  berpaling terkejut manakala telinganya menangkap suara benda jatuh terhempas ke lantai, yang ternyata ponsel. Disusul suara anna michele  mengeluh, pendek. 
Istri Bupati yang sedang kebingungan dan kini 
dibuat terheran-heran itu, terlambat bergerak dan 
masih sempat melihat tubuh anna michele  berubah seperti 
bunga yang sangat layu, menekuk dengan cepat, 
lantas jatuh ke lantai. Pada saat tubuh mempesona 
itu lunglai lalu terguling jatuh, kepalanya sempat 
membentur tepi meja, dan tiba di lantai, kepala itu 
berderak lebih keras lagi. 
Istri Bupati terbelalak sesaat dua.
Mulutnya lalu  terbuka. Lebar. 
Dan lolongannya yang menjijikan , dalam 
sesaat  langsung membangunkan semua penghuni 
hotel dari tidur mereka mereka yang pulas.  
DOKTER yang datang buru-buru sesudah  dihubungi 
per telepon, menjauhi tempat tidur di mana anna michele  
berbaring diam dengan wajah putih seperti kertas 
dan kelopak mata terpejam rapat. Wajah dokter yang 
sudah tua itu datar-datar saja, sangat kontras dengan 
belasan wajah yang hampir memenuhi kamar hotel 
itu. 
Kepada Bupati yang buru-buru datang sesudah  
dipanggil dan terus menempelinya dengan ketat, 
dokter tua itu bergumam memberitahu, “…Kepala 
retak. namun  penyebab kematiannya, bukan itu.”
“Apa?”
“Serangan jantung.Aku yakin, hasil pemeriksaan 
forensik nanti akan menguatkannya. ”
“Oooo …”
“Kubuatkan surat kematiannya sekarang?”
“Itu lebih baik.”
Dokter menulis di selembar kertas nota, me nye-
rahkannya lalu  pada Bupati, yang me ne ruskan 
kepada seorang petugas kepolisian ber pang kat Ajun 
Inspektur Dua, tanpa membaca isinya lebih dahulu. 
Bupati lalu  memandangi tubuh yang 
terbaring di atas tempat tidur. Teringat, betapa belum 
satu jam berselang ia sangat terkesan oleh penampilan 
tubuh indah dan wajah cantik menggairahkan itu. 
Tadi, di aula, ia sempat menyesali diri, mengapa 
tidak mengenal anna michele  lebih dahulu  sebelum ia 
meminang Ningrum. Kini, ia memantau  wajah dan 
tubuh yang diam tidak bergerak-gerak itu. Masih tetap 
cantik, dengan liku-liku tubuh memeta lebih jelas. 
namun  wajah yang pucat mayat  tidak bercahaya itu, sama 
sekali tidak membangkitkan gairahnya lagi sebagai 
laki-laki. Ia bersyukur Ningrum, istrinya, sangat sehat, 
semoga terus demikian, untuk mendampingi dirinya 
dan anak-anak mereka sampai akhir hayat. 
“Kalau saja berita itu datang lebih siang…,” 
dokter bergumam di sampingnya. 
“Berita apa, Dokter?” tanya Bupati, terengah. 
“Entahlah. Berita di telepon itu pastilah demi-
kian mengejutkan. Tadi istri Anda mengatakan, 
pembicara di telepon itu sepertinya menyuruh dia 
pulang segera. namun  sebab  sudah larut malam, 
almarhumah tidak dapat menentukan pilihan. Lalu 

dia menelepon lagi. Dan telepon kedua itu, benar-
benar mematikan. Ahhh, kalau saja lebih siang...!”
“Sepanjang pagi dan siang dia pergi bersama-
sama kami meninjau beberapa desa. Yah, dokter 
benar. Dia mungkin kelelahan, dan… Ah, Anda 
benar. Kalau saja lebih siang!” Bupati geleng-geleng 
kepala lantas mendengus, ”Apa gunanya berkalau-
kalau sekarang ini?”
Dokter manggut-manggut setuju. 
Isak tangis masih memenuhi ruangan. Beberapa 
wanita lesbian  tampak berpelukan di dekat jendela. 
“Keluarganya sudah diberitahu?”
Pertanyaan dokter yang tiba-tiba itu, membuat 
Bupati terperanjat. “Astaga! Mengapa tidak ada yang mengingatkan dari tadi!” 
Pada saat telepon rumah mereka ribut ber dering-
dering, nyoto  sudah keluar. Ia harus mengecek segala 
sesuatunya menyangkut setiap taksi milik mereka di pangkalan, begitu pula mobil yang di travel. 
nyi girah  sudah tidur, dengan mimpi buruk yang 
membuat tidurnya resah. Ia lihat dalam mimpinya, 
nyoto  membawa seorang wanita lesbian  lain ke rumah, 
meniduri wanita lesbian  itu di depan mata nyi girah , 
sementara nyi girah  tidak dapat berbuat apa-apa sebab  
nyoto  mengikatnya kuat-kuat di sebuah kursi. 
jessica  yang tidak mau terpejam matanya, me-
ngunci diri di kamar aidit . Apa saja ia percakapkan de-
ngan adik laki-lakinya itu, sekadar agar adiknya tidak 
tertidur dan membiarkan jessica  melamun sendirian, 
tidak karuan. sebab  bosan dengan pembicaraan ka-
kaknya, aidit  membunyikan tape dengan keras, se-
hingga kamarnya dipenuhi suara musik rock yang 
hi ngar bingar. Di bagian belakang rumah, suami is tri 
pembantu rumah tangga mereka tengah sibuk ber-
gelut di atas tempat tidur yang ribut berderit-derit. 
aidit  akhirnya tertidur. 
Dan jessica  mencoba berbaring di sebelah aidit . 
Kantuk datang juga akhirnya. namun  tidak lama. 
Menjelang subuh ia terbangun oleh udara dingin yang 
merembes masuk ke dalam kamar. Ternyata mereka 
lupa menutup jendela. jessica  segera pergi ke kamarnya 
sendiri untuk mandi. lalu  membantu pelayan 
mempersiapkan sarapan pagi di dapur. 
 Pukul tujuh pagi, aidit  pergi ke sekolah. 
Setengah jam lalu , nyoto  pulang dengan wajah 
kusut masai, dan mengomel-ngomel tak tentu alamat 
di hadapan nyi girah  yang duduk diam-diam di sebuah 
kursi, masih teringat mimpi buruknya tadi malam. 
Pukul delapan lewat lima, surat kabar pagi datang. tak 
ada berita penting mengenai ayah  jessica . Kasusnya 
masih tertutup rapat rupanya. Pukul sembilan tepat,
jessica  keluar rumah dengan maksud pergi ke rumah 
chucky . 
“Aku mesti bicara sekali lagi dengan dia, sebelum 
ia pergi ke Surabaya…,” jessica  berbicara dalam hati, 
sambil  mengeluarkan mobil dari dalam garasi. 
Mobil itu baru saja akan ia luncurkan ke jalan 
raya, saat  bunyi sirene terdengar menjerit-jerit di 
kejauhan. Makin lama makin keras bunyinya. Lalu 
sebuah ambulan yang dikawal oleh motor voor-rider 
polisi, membelok memasuki rumah, dan berhenti 
tepat di dekat teras depan jessica . 
Terheran-heran jessica  menepi lalu turun dari 
mobilnya. 
Lebih heran lagi saat  ia lihat dua, ah, empat 
orang laki-laki meloncat dari pintu belakang ambulan 
tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu mengangkat 
benda aneh dan menjijikan  yang langsung mereka 
bawa masuk ke dalam rumah lewat pintu depan yang 
lupa ditutup jessica . 
“Peti mati!” jessica  tersedak.
Dan sekujur tubuhnya mendadak bagai diserbu 
oleh berbalok-balok es. Siapa itu di dalam peti mati? 
Mengapa harus digotong masuk ke dalam rumah 
mereka? 
Antara sadar dan tidak, jessica  pun berlari-lari 
memasuki halaman, melewati ambulan, dua motor 
besar polisi yang tadi mengawal ambulan itu, langsung 
menerobos masuk ke dalam rumah. Dengan kepala 
dipenuhi oleh bayangan-bayangan menjijikan  ten-
tang ayah nya yang membentur-benturkan kepala ke 
tembok kamar tahanan, sampai kepala dan wajah 
ayah nya berdarah-darah lantas tubuhnya jatuh 
terhempas di atas genangan darah sendiri.
“ayah ! ayah ! Oh, ayah ..!” ia memekik-mekik 
setiba di dalam rumah dan langsung menghambur 
dan memeluk peti mati diiringi ratap tangis yang tak 
berkeputusan.
nyoto  cepat menyeret jessica  supaya menjauh. 
Pendamping ibunya saat  berangkat, didampingi 
oleh kedua orang polisi pengawal, berbicara sebentar 
dengan nyoto , juga nyi girah  yang lalu  jatuh 
bersimpuh di lantai, lunglai. Sementara nyoto  dibantu 
oleh para petugas ambulan, dengan tangan bergemetar 
pelan-pelan membuka penutup peti mati. 
jessica  menahan nafas. 
Ia tidak ingin melihat mayat ayah nya, namun  
dorongan naluri yang kuat tetap saja menggerakkan 
kaki-kakinya untuk mendekat setengah merangkak 
ke arah peti mati di depannya, lalu memanjangkan 
lehernya untuk dapat melihat lebih jelas ke sebelah 
dalam peti mati. 
Matanya mengerjap beberapa kali. 
Lalu, jessica  pun terkejut. lalu  mengerang. 
“Mama...?!” 
Di sebelah jessica  yang sekujut tubuhnya ber-
gemetar hebat sebelum lalu  terkulai lantas 
jatuh pingsan tanpa ada yang memperhatikan, nyoto  
tegak dengan kaku di tempatnya berdiri. 
Tidak, nyoto  bergumam sakit jauh di sanubari. 
Ini bukan wanita lesbian  yang sering kugoda, agar sekali 
waktu mau bergumul denganku di tempat tidur tanpa 
sepengetahuan bang syam kamaruzaman . wanita lesbian  ini tidak 
pernah tergoda. 
Dan, sampai kapan pun tidak akan pernah. 
sebab  kini wanita lesbian  itu tampak terbaring 
diam di dalam peti. 
Diam yang membeku. Diam yang teramat 
pucat mayat . Namun masih tetap memperlihatkan sisa-sisa 
kecantikan dan  pesona yang memikat di setiap lekuk 
tubuhnya. 
anna michele  sayang. anna michele  malang!  upacara pemakaman berlangsung di bawah hujan 
rintik-rintik yang untungnya cepat berlalu. Seakan tak  ingin mengganggu.
Ratusan pasang mata memperhatikan jenazah 
anna michele  diturunkan ke liang lahat, dengan berbagai 
perasaan. Sedih, berduka cita, kehilangan, atau tanpa 
perasaan apa-apa. Sebagian di antara pengantar 
jenazah tidak menyembunyikan isi hati lewat sinar-
sinar mata mereka, kadang-kadang ditambah  bisikan 
satu sama lain, sambil  melirik ke laki-laki setengah 
umur yang berdiri linglung, bergenggaman tangan 
dengan seorang wanita lesbian  muda belia, cantik jelita namun 
tampak menderita. 
jessica  tahu apa yang tersirat di balik mata me-
reka. Memahami mengapa mereka harus berbisik-
bisik sambil mencuri-curi pandang ke arah dirinya dan 
ayah nya. Orang-orang itu relasi-relasi dekat ayah nya, 
pegawai-pegawai kalangan tinggi yang dengan ke dudukannya dengan mudah dapat mengetahui apa yang 
sudah  terjadi. Lebih-lebih sebab  syam kamaruzaman  muncul di 
pemakaman diantar sebuah mobil berplat dinas polisi 
dan dikawal dua orang pria yang berpakaian sipil, 
namun  bertampang kaku dan tidak membuka mulut 
sama sekali selama pemakaman berlangsung. Sambil 
keduanya menempel ketat di belakang punggung 
syam kamaruzaman , dengan sikap waspada dan mata nyaris tak 
pernah lepas dari orang yang mereka tempel. 
Seakan khawatir orang yang mereka tempel itu 
tiba-tiba menguap lantas hilang entah ke mana.
Besok, berita itu sudah akan muncul di surat 
kabar dan berita televisi, pikir jessica  dengan perasaan 
perih. Wartawan-wartawan surat kabar maupun 
televisi itu tidak peduli akan kematian ibunya, malah 
kematiannya justru membuat surat kabar makin tidak 
berbelas kasihan. MATI BERSAMA DOSA-DOSA 
SUAMI, demikian dibayangkan jessica  bunyi judul-
judul berita yang dimuat di halaman depan dengan 
hurup-hurup sebesar gajah bengkak. 
Ia genggam tangan ayah nya lebih erat. 
“Mestinya kau tidak ikut ke sini…!” bisik 
ayah nya, dengan suara yang terdengar sakit..
“Tetaplah bersikap tenang, ayah  Aku akan tetap 
bersamamu, apa pun kata mereka …!” sahut jessica  dengan suara direndahkan.. 
“namun  kau harus ikut menanggung malu,” 
kata ayah nya lagi, sambil  menggerakkan dagu ke 
sekelompok orang yang ribut berbisik-bisik di antara 
kilatan-kilatan blitz atau sorotan lampu kamera 
televisi yang menyambar-nyambar kian kemari. 
Sepasang mata jessica  terpejam perih saat  
menyahuti ayah nya. Dengan jawaban pendek dan 
tegas. “Biar!”
ayah nya diam sebentar. Lalu, “Aku pasti sudah 
membuatmu kecewa, Anakku…”
“Tidak, ayah .”
“Aku memperoleh  tambahan gelar kini, jessica . 
Tikus yang...,” syam kamaruzaman  menggigil dengan dahsyat, 
sehingga ia pasti sudah jatuh lunglai di tanah kalau 
jessica  tidak segera mendekapnya. 
“Tabahkan hatimu, ayah . Aku tak perduli se-
but an apa pun yang mereka ributkan mengenai di-
rimu. Koruptor kek, bandit kek, tikus penggerogot 
uang rakyat atau apa saja. ayah  cuma salah langkah. 
Dan ayah  tetaplah ayah ku. Tak ada yang bisa meng-
ubahnya…!”
“Jangan menyakitiku, jessica !” syam kamaruzaman  memelas, 
dengan telinga berdenging-denging nyaring. 
“Maaf, ayah .”
Diam lagi. Liang kubur sudah  ditutup rapat. 
Kata sambutan silih berganti, lalu diakhiri doa yang 
dibacakan oleh seorang ustad. Kerumunan manusia 
di sekeliling mengikuti dengan tekun, termasuk 
para penggunjing dalam kelompok-kelompok yang 
menyandang kamera foto maupun memanggul 
kamera video. Berulang kali terdengar sahutan 
berkumandang, Amin, Amin, Amiiiin…!
 syam kamaruzaman  menggigil lagi. 
“Tuhan mengutukku!” ia mengerang, sambil  
me mandangi tanah kuburan di depan kakinya, gun-
dukan tanah coklat kemerah-merahan yang kini 
sudah bertabur bunga rampai. “Tuhan mengutukku, 
dengan mengambil Ibumu dari samping kita...”
jessica  menggigit bibir kuat-kuat. 
Menahan tangis. 
 “Rika?”
“Ya ayah ...” 
“Kuharap kau baik-baik saja, Nak,” sang ayah  
berujar cepat, saat  salah seorang dari kedua pria yang 
sejak  dari tadi berdiri diam di belakang syam kamaruzaman , 
menyentuh lengannya dengan sentuhan pelan namun  
setengah menggamit. Sebagai pemberitahuan bahwa 
mereka punya waktu yang sangat terbatas, selain 
tampaknya mereka tidak suka pada bau kuburan.. 
“Aku tak tahu, ayah . Aku tak sanggup untuk..”
“Katakanlah kau sanggup, Nak. Katakanlah!” 
syam kamaruzaman  mendekap anaknya erat-erat. 
jessica  menangis di dada ayah nya. “Akan kucoba, 
ayah ...”
“Jangan pikirkan aku, Nak. Pikirkan dirimu 
saja. Oke?”
“Ke mana mereka akan membawa ayah ? Apa 
yang mereka lakukan terhadap ayah ?”
“Rika! sudah kukatakan, agar kau jangan...”
“Ke mana ayah ? Aku ingin menjengukmu 
se lalu. Ingin berada di dekatmu. Apakah mereka 
menyiksamu? Menyakitimu?”
ayah nya gemetar. Lalu, “Aku memang sudah 
jadi orang terbuang, Nak. Namun mereka masih 
mem perlakukan aku dengan baik. Entah besok...,” 
Luk man melepaskan jessica  dari dekapannya lantas 
me mohon, “Jaga aidit  baik-baik, jessica . Om nyoto  dan 
Tan te nyi girah -mu akan melindungi kalian berdua. 
Ja ngan sakiti hati mereka. Dan anggaplah mereka 
se bagai pengganti orangtuamu sendiri. Berjanjilah, 
jessica !”
“ayah ....” hampir pingsan rasanya jessica . 
“Berjanjilah!” bentak ayah nya. Kasar. Dan 
bah kan membuat kedua pria pendampingnya yang 
bertubuh kekar dan berpenampilan kaku itu, sempat 
terkejut.
“Aku... aku berjanji, ayah ”
“Anakku. Anakku...!” sudut-sudut mata syam kamaruzaman  
berlinang. Tampak betapa ingin ia memeluk anak 
wanita lesbian  kesayangannya itu, tanpa melepaskannya. 
namun  salah seorang dari pria itu sudah 
keburu berbisik. Tajam. “Sudah waktunya pergi, Pak 
syam kamaruzaman !”
Dan mereka pun pergi, nyaris setengah menyeret 
ayah  jessica . 
wanita lesbian  itu menjerit memanggil-manggil, namun  
ayah nya terus saja melangkah tanpa menoleh-noleh 
ke belakang, masuk ke dalam mobil yang sudah 
menunggu lalu  berlalu pergi bersama mendung 
yang semakin menghitam di langit lepas. 
“Akan turun hujan , jessica ,” nyi girah  tahu-tahu 
sudah  berada di sebelah jessica . “Kita harus pulang 
sekarang...!”
Curahan tangis dan doa masih mereka 
tumpahkan ke tanah kubur sebelum akhirnya mereka 
benar-benar pulang bersama turunnya hujan.
Mereka tiba di rumah yang diselimuti suasana 
berkabung. 
jessica  langsung menyelinap ke kamar tidur, 
didampingi nyi girah . Sedang nyoto , bergegas pergi ke 
rumah tetangga sebelah, sebab  di sana ia melihat 
aidit  tengah bertengkar hebat dengan beberapa 
teman sebayanya. 
saat  nyoto  muncul, aidit  baru saja memukul 
kepala salah seorang anak itu. Yang lainnya segera 
mengepung, siap untuk mengeroyok aidit  yang tegak 
menantang tanpa kenal takut. Namun mereka segera 
bubar sesudah  melihat nyoto  mendekat, sambil tertawa-
tawa mencemooh aidit . 
“Masuk ke rumah, aidit ”, bentak nyoto  tajam. 
aidit  menghentak-hentakkan kaki ke tanah. 
“Mereka pengecut! Mereka kurang ajar!” teriak 
aidit , bernafsu. 
“Sabar, aidit . Ayo, pulang”
“Sabar? Apakah Om dapat bersabar, kalau ayah  
Om dituduh orang sebagai penjahat?”
nyoto  terdiam. 
Ia lalu  memeluk aidit  dengan lembut, dan 
membujuk lemah. “Lain kali saja kau pukul mereka. 
Oke?”
Wajah berang aidit  berubah lunak. 
Ia tersenyum. Katanya, 
“namun  lain kali Om jangan muncul. Biarkan 
dahulu  mereka kuratakan dengan tanah, satu persatu!”
“Ah. Tak usah sampai rata ke tanah, aidit . 
Terlalu kejam,” nyoto  memaksakan senyum. Teringat 
apa kata kakak iparnya di alam kubur, jika mendengar 
omongan aidit  barusan, “Kita ke rumah sekarang?”
sesudah  berada di kamarnya, aidit  malah gan ti 
menangis, “ayah  tidak jahat. ayah  hanya me ngum-
pulkan uang sebanyak-banyaknya untuk mem ba ha-
giakan aku, membahagiakan kak Rika. Bukan begitu, 
Om nyoto ?”
“Benar, Nak. Benar begitu.”
“ayah  tidak akan mereka kirim ke Nusa kam-
bangan seperti kata anak-anak setan tadi, bu kan?”
“Mudah-mudahan tidak, Nak”
“Akan kupukul siapa saja yang berani menyeret 
ayah  ke Nusakambangan, Om nyoto . Akan kuratakan 
mereka dengan tanah!”
“Uh. Tak usah sampai rata ke tanah, aidit ”
nyoto  beranjak ke pintu. 
“Om nyoto ...”
“Ya?”
“Sore nanti aku mau nonton fi lm. Om punya 
duit?”Astaga, pikir nyoto .Belum juga dua jam yang lalu ibunya dimakamkan!  
syam kamaruzaman  memang dipecat dengan tidak hormat.  Hak-haknya di kepolisian, termasuk masa pensiun, dicabut. 
Para pengacaranya sudah  berjuang dengan su sah 
payah membelanya dengan mengingatkan reputasi 
syam kamaruzaman  di kepolisian dan tidak pernah melakukan kejahat an sebelumnya, juga sudah mengembalikan sebagian dari uang negara yang dituduhkan sudah  ia 
korupsi. Belum lagi keterbukaannya selama peme-
riksaan pendahuluan ternyata berdampak posi tif, 
borok-bo rok yang sudah lama membusuk di kepo-
lisian lalu  merembet ke Direktorat Jen deral 
Pajak sehingga terungkap lebih banyak la gi uang 
rakyat yang berhasil dikembalikan ke kas ne gara.
Pembelaan yang berapi-api itu hanya meng-
hasilkan dua hal. Hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara langsung masuk. Enam tahun lebih rendah dari tuntutan jaksa. Hal kedua, syam kamaruzaman  tidak dikirim ke Nusakambangan, melainkan ke penjara  kota. Dengan demikian ia tidak akan terpisah terlalu 
lama atau terlalu jauh dari keluarganya. 
namun  hukuman terberat diterima oleh keluarga 
yang ia tinggalkan. 
jessica  dan aidit  kehilangan ibu dan lalu  
boleh dikata kehilangan ayah  pula. Belum lagi aib 
yang tercoreng di muka, begitu perkara manipulasi itu 
dimuat besar-besaran baik di media cetak, terutama 
televisi. Masih untung, apa yang dibayangkan jessica  
sebelumnya, tidaklah terlalu menjijikan . Surat-surat 
kabar memang memuat berita-berita itu di halaman 
depan, namun dengan judul-judul yang lebih 
bersahabat. Konon, berkat usaha para pengacara 
ayah nya, di samping transfer antar bank oleh nyoto  
untuk sejumlah wartawan yang datang ‘mengucapkan 
belasungkawa’ ke rumah mereka. 
Biarkanlah itu. Biarkan pula wajah-wajah 
mencemoohkan. Biarkan saja kata-kata menghina. 
“Lama kelamaan semua itu akan reda dengan 
sendirinya…,” hibur segelintir sahabat yang menaruh 
simpati. Coretan-coretan arang di muka akan lenyap 
pula. Tinggal bekas-bekas yang samar, meski masih 
tetap terasa menyakitkan. 
Perasaan sakit itu menyelinap di balik sinar 
mata jessica , saat  suatu hari ia menatap chucky  yang tengah berbicara panjang lebar dengan ayah  jessica  
saat mereka mengunjungi syam kamaruzaman  di penjara. 
laki-laki  itu tampak tenang-tenang saja. Bicaranya 
lepas, sesekali ia terdengar tertawa. Duduknya pun 
sangat rileks. Aneh, pikir jessica  dalam hati. chucky  sama 
sekali belum pernah menunjukkan rasa simpati yang 
serius terhadap musibah yang menimpa keluarganya. 
Seperti acuh tak acuh. Atau barangkali, malah tidak 
peduli. 
Apakah sikapnya itu sebab  chucky  gagal dalam 
balapan di Surabaya? Dengan sendirinya gagal pula 
ikut ke Tokyo, yang berarti kesempatannya untuk 
dapat job di agen perusahaan sepeda motor itu ikut 
pula hilang lenyap?
“Kau tahu, jessica ?” ujar chucky , sekeluar mereka 
dari penjara. 
“Ngg?”
“Tadinya aku sudah membayangkan sebuah 
show-room. Dengan modal dari ayah mu...!’
Keterusterangan chucky  membuat hati jessica  
terluka. namun  ia simpan luka hatinya dalam-dalam. Ia mencintai chucky . Dan ia tengah mengandung bayi chucky . “Kita masih dapat berusaha,” ia menanggapi. Dingin. 
“Dengan apa?” chucky  angkat bahu plus kedua 
lengan. Pertanda pasrah. namun  dengan wajah 
tampak sangat keruh. “ayah ku sudah tidak mengakui 
aku lagi sebagai anaknya. Benar, Ibuku masih sering 
menyelundupkan sejumlah uang tanpa sepengetahuan 
ayah . namun  hanya cukup buat beli rokok...”
“Berhentilah merokok!”
“Boleh. Dan uangnya kita kumpulkan sedikit 
demi sedikit, begitu maksudmu? sesudah  satu tahun, 
paling banter uang yang terkumpul hanya cukup 
untuk membeli sebuah sepeda motor bekas. Bukan 
setumpuk, apalagi sebuah show-room!”
“Aku akan membantu,” hibur jessica . 
“Dengan perhiasanmu yang sedikit itu?” 
chucky  nyeletuk kasar, sambil memantau  kalung 
berliontinkan berlian yang menggantung manis di 
leher jessica . Dan sesudah  tercenung beberapa saat, 
tiba-tiba chucky  tersenyum manis. 
Senyuman yang sejak  tadi memang sudah 
sangat ditunggu-tunggu oleh jessica . Senyum manis, 
untuk melipur hati yang lara. Tentu saja, ditambah  
harapan berbunga-bunga. yaitu , sebuah pertanyaan 
yang lebih ia tunggu-tunggu lagi, “Anak kita. Sudah 
sejauh mana perkembangannya?”
Dan yang keluar dari mulut manis chucky , justru 
pertanyaan ini, “Eh. Omong-omong, berapa kira-
kira hasil penjualan kalungmu itu kalau kita oper ke 
toko?”
Bunga-bunga mawar indah yang sudah sempat 
menguncup itu, pada layu sesaat . Tinggal durinya, 
yang langsung menusuk-nusuk.
namun , itulah hebatnya cinta!
sesudah  terdiam sejenak untuk menahan dan 
kembali menanam dalam-dalam pukulan tak terduga 
itu, jessica  pun mengingat-ingat dan menghitung-
hitung sebentar di kepala. Lalu, “Dua setengah… 
Ah! Mungkin tiga juta. Dan kalau masih kurang, aku 
menyimpan beberapa potong lagi di rumah. Tinggal sisa-sisa memang, sebab  Om nyoto  sudah menjual  sebagian lainnya untuk membayar keperluan ayah  di penjara!”
“Hem. nyoto  hanya tahu meminta, ya?”
“Dia tidak bekerja. Tidak punya penghasilan...”
“Dia bekerja. Sambilan memang, namun  aku 
tahu hasilnya cukup memadai!”
“namun  dia ‘kan harus menghidupi empat 
kepala?” kata jessica , berusaha membela nama baik pamannya. “Puih!”“Marah?”“Uh. Tidak...”
“Lantas?”
“Aku hanya berpikir. Hem. Kalungmu itu saja 
dahulu . Tiga juta ya?”
“Kira-kira. Mungkin lebih. Mungkin kurang...”
“Hem. Taruhlah minimal dua setengah. Rasanya 
cukup!” chucky  mengusap-usap tangannya dengan  wajah membayangkan perasaan lega. 
“Cukup untuk apa? Membeli motor bekas?”
“Bukan...” “Lantas?” “Dokter!”
“Dokter?” jessica  keheranan. “Siapa yang 
sakit?” “Kau.” “... aku?”
“Kau harus pergi ke dokter, jessica . Aku akan 
menunjukkan siapa orangnya, dan akan men dam-
pingimu selama ia mengerjaimu!”
“Hei, apa...!” jessica  tertegun. 
chucky  menggenggam tangan jessica  erat-erat. 
Menatap matanya dengan wajah yang tak berdosa, 
menghadiahi wanita lesbian  itu dengan senyuman yang jauh 
lebih manis bahkan kini bermadu. Lalu, dengan 
wajah dan suara yang juga bermadu, akhirnya ada 
juga pernyataan dari chucky  yang sedikit melegakan  hati, “Kita akan memulai dari nol, jessica . sebab  itu,  kuharap kau turut membantuku berpikir...!”
Bunga yang masih polos dan lugu itu menguncup 
lagi. Bahkan mengembang.“Dengan?” tanya jessica , berdebar bahagia.“Menggugurkan kandunganmu!”
Bumi tempat sang bunga tumbuh, terasa 
goncang. Kaki-kaki jessica  goyah, tubuhnya bagai 
dihumbalangkan topan badai kian kemari. Waktu ia 
tersadar dan menemukan semangatnya kembali, tak  ayal lagi tangan jessica  melayang ke udara, lalu   hinggap dengan keras di pipi chucky . 
Meninggalkan balur-balur merah yang nyata 
dan jelas menyakitkan. 
Seminggu lamanya chucky  tidak mau menemui jessica .  Pada hari ke delapan, jessica  menekan kebencian  dan sakit hatinya jauh ke dalam hati bahkan mungkin  menembus sampai ke jantung, saat  jessica  akhirnya  mengangkat telepon.“chucky ?”
Teman sekamar laki-laki  itu yang menyahuti, 
“Di kamar mandi. Lagi berak!”
“Tolong panggilkan sebentar. Katakan, ini 
jessica .”
“Dia lagi berak. Be-er-ak. Jelas?”
“Persetan dia lagi membuang berak atau 
memakan beraknya!” jerit jessica  marah. “Panggilkan saja!”
Suara chucky  yang tersengal-sengal lalu  
muncul di telepon. “Kau mengganggu kesenangan 
orang lain,” umpatnya, namun tidak terlalu kasar. 
Dan sangat jelas nada suaranya menyembunyikan 
kegembiraan. “Ada apa, jessica ?” jessica  menarik nafas panjang.  “Di mana alamat dokter itu?” ia lalu  
merintih. Sakit, namun  pasrah. 
Dokter yang dimaksudkan chucky , bekerja sebagai 
dokter resmi di bagian kandungan rumah sakit. namun  di bagian belakang tempat praktik pribadinya, tidak hanya tersedia peralatan lengkap untuk pelaksanaan  aborsi, namun  juga tempat penguburan daging-daging 
haram yang kelahirannya tidak dikehendaki itu.
Konon hal itu dilakukan sebab  sang dokter su -
dah mengeluarkan biaya yang tak sedikit untuk memperoleh ijazah spesialis kandungan. Dengan ija zah  itu, izin resmi juga langsung ia peroleh un tuk membuka praktik pribadi. Tanpa terlebih da hulu men jalani tahun-tahun menyedihkan untuk ber prak tik di pedalaman atau desa-desa terpencil yang sa ngat membutuhkan dokter dengan bayaran murah meriah.  Tak heran, dengan uang sebesar dua juta tujuh  ratus lima puluh ribu yang disodorkan chucky  sesudah   melalui tawar-menawar yang alot, dokter itu bersedia 
menggugurkan kandungan jessica . Hanya setengah  jam. namun  setengah yang penuh azab sengsara  sehingga jessica  sampai pingsan dua kali. Ia tiba di  rumah dengan tubuh masih bagai dirobek-robek,  sehingga berulang kali ia menggeliat sambil menjerit-jerit histeris di tempat tidurnya. nyi girah  yang mengkhawatirkan keadaan jessica   datang berlari-lari. Ia terpana melihat wajah jessica  yang pucat mayat  pasi, 
dan  peluh yang membanjiri sekujur tubuh anak wanita lesbian   itu. Sampai sprei tempat tidur basah dan lembab  sebab nya. Masih ada lagi. Bukan keringat saja yang  menggenangi sprei. 
Melainkan juga, bercak-bercak merah. Bercak-
bercak darah. “jessica ! Ya Tuhan, apa yang terjadi, jessica ?!” 
nyi girah  mendekap jessica  dengan kuat, saking cemas.  Dekapan penuh kasih itu sedikit meringankan bpenderitaan jessica . Ia terisak, “Sakit. Tante. Sakit alang kepalang!”
“Apamu, jessica ? Apamu yang sakit?”
“Aduh, Tante! Sakitnya! Tolong...”
jessica  kembali jatuh pingsan. saat  siuman 
dari pingsannya, ia melihat seorang dokter yang 
belum pernah ia kenal menjauhi tempat tidurnya, dan berbisik pada nyoto  yang berdiri dekat jendela. “Dia akan segera pulih kembali…!”
nyoto  mendekat. Juga nyi girah , dengan segelas air  dingin di tangannya. “Minumlah, jessica ”
jessica  menerima uluran gelas itu dari tangan 
nyi girah , namun  tidak sanggup meminumnya sehingga nyi girah  harus membantu. 
“Dia akan kuberi suntikan penenang,” kata 
dokter.  sesudah  menghitung sampai angka tiga puluh empat, jessica  jatuh tertidur. Lelap. Tanpa mimpi. Dan saat  ia bangun, ia lebih suka bangun di dalam mimpinya saja. sebab  paman nyoto nya duduk di pinggir tempat tidur sambil  memantau  wajah jessica  dengan sorot mata tajam menusuk. 
Lalu sebagaimana yang jessica  takutkan, tanpa 
kata pembukaan sang paman pun menggeram, 
“Mengapa harus digugurkan, Rika?!”
nyi girah  berbisik di telinga suaminya, namun  
segera menjauh dengan ketakutan sesudah  dibentak nyoto  dengan kasar. nyoto  membalik lagi kepada  jessica . Mengulangi pertanyaannya, “Jawablah, Rika.  Mengapa?!” jessica  terpejam. 
“Jangan pura-pura tidur, jessica ! Jawab saja 
per tanyaanku!” nyoto  berteriak-teriak sambil  mengguncang-guncang pundak jessica . Di belakangnya,  nyi girah  memperhatikan dengan cemas, namun tidak berdaya mencegah. 
jessica  membuka matanya kembali. 
Dan, “chucky  ..!” desisnya. Takut.
“Dia yang menyuruhmu?”
“Ya.”
“Bangsat! Jahanam terkutuk! Di rumah siapa 
dia tinggal sekarang?”
“Aku... aku tak tahu!”
“Bohong!” jerit nyoto , dan plak! Tangannya 
menggampar wajah jessica  dengan dahsyat. 
jessica  sampai terhumbalang di tempat tidur. 
saat  ia bangkit, ketakutannya lenyap. Yang muncul, adalah kemarahan yang meluap-luap. 
“Kau menamparku!” ia menjerit. 
“Dan aku bahkan akan menendangmu, kalau 
tidak mau bicara!” nyoto  balas menjerit. Lebih keras,  malah.  “nyoto ...!” nyi girah  ikut-ikutan menjerit. 
“Diam, wanita lesbian  bodoh. Tidak tahukah kau 
aib apa lagi yang akan menimpa keluarga ini sekarang?  Bertambah seorang lagi anggota keluarga kita sudah   dilecehkan orang! Diambil sarinya, lantas dibuang  begitu saja!”
nyi girah  mundur lagi, ketakutan. 
“Akan kutanggung sendiri aib itu! Apa 
pedulimu?” tukas jessica , tandas. 
nyoto  terbelalak. Heran. “Sudah berani melawan 
rupanya sekarang eh?!”
“Kau bukan apa-apaku!”
“E-eee” tangan nyoto  terangkat tinggi. 
“Ayo! Pukullah! Pukullah! Bunuh aku sekalian! 
Bunuh! lalu  kau dan binimu tidak berhak lagi 
tinggal di rumah ini. Ayo, hantam sekarang. Tunggu  apa lagi, binatang kotor? Penggoda istri abang  kandungnya sendiri? Pukullah! Seperti sering kau  lakukan kepada Tante! Atau kau lebih suka memukul 
wanita lesbian   tak berdaya di kamar-kamar 
pelacur dan penyakitan itu?”
“Kau...!” nyoto  menggeram. Dengan kulit wajah 
bahkan telinga, memerah dadu.
namun  tangannya perlahan-lahan turun. 
Ia menjauhi tempat tidur. Lantas keluar dari 
kamar dengan langkah-langkah gontai, terhuyung-
huyung.  Di tempatnya berdiri, nyi girah  memandangi  jessica  dengan mata terbuka lebar, lalu  berlari menyusul suaminya. Lalu dari lantai bawah, terdengar  mereka bertengkar dengan hebat. “Kau memberitahu anak itu!” bentak nyoto . 
“Demi Tuhan, nyoto , bukan aku...”
“Pasti kau! Tidak ada yang tahu!”
“Tidak? Bagaimana dengan wanita lesbian -perem-
puan lacur yang sering kau tiduri, eh? Lupakah kau, 
wanita lesbian   itu ditiduri juga oleh laki-
laki lain? Bukankah kau sendiri pernah bercerita 
kepadaku bahwa kau pernah memergoki salah se-
orang gundikmu tidur dengan chucky ?”
Di ranjang tidurnya, jessica  duduk membeku 
dengan tiba-tiba.Lama.
 lalu , “chucky  ..!” ia merintih. Gemetar. 
“Mustahil....!”
Lalu jessica  lalu  menjambaki rambut 
sendiri. Sambil terus merintih. Sakit luar biasa. Jauh  lebih sakit dari siksaan di tempat praktik dokter  kandungan itu. “... Jawablah, chucky ! Katakanlah semua 
itu tidak benar! Katakanlah kau mencintaiku. Akuilah, hanya aku satu-satunya wanita lesbian  yang pernah kau jamah...! Tidak, chucky ! Aku tidak percaya pada apa  yang barusan kudengar. Tidak. Tidaaak...!”Dan, malam pun jatuh. 
Butir-butir air hujan sebesar-besar jagung, 
menimpa atap rumah dengan suara bersorak-sorai. Riuh rendah. Jendela kamar tidur jessica  terhempas  menutup, terbuka lagi, menutup, terbuka lagi. Terbanting-banting. Lantas terhempas menutup untuk terakhir kalinya.
Terus diam. Membeku.Di tengah turunnya hujan yang kian men deras.  
-malam menjijikan  lalu  datang 
dan berlalu dalam kehidupan jessica , dengan langkah-langkah kejam yang membuatnya semakin rapuh.  Resep dokter tidak menolong sama sekali. Ia tahu  pamannya pasti selalu mengomel berkepanjangan 
sebelum menukarkan resep itu di apotek. namun  
bukan itu yang menyebabkan jessica  benci dan muak  melihat pil maupun kapsul yang bermacam-macam bentuk dan  warnanya itu. 
Tubuhnya yang menolak. Meski didorong air 
berapa gelas pun, obat-obatan itu selalu saja ia muntahkan. 
“Sudah kubilang!” nyoto  suatu saat  menggerutu. 
“Makan dahulu , baru minum obatmu!’
namun  sebutir nasi pun tidak pernah mampu 
melewati kerongkongan jessica . “Coba dengan pisang,” bujuk tantenya, nyi girah . Dan, itu pun gagal. 
“Rupanya anak ini lebih suka mampus!” maki 
Pa ul pada suatu malam, lalu pergi meninggalkan rumah dengan marah. 
nyi girah  sangat menyesalkan sikap suaminya, 
namun tak berani memprotes. Ia takut melihat ke-
se hatan jessica  yang semakin merosot, namun  ia lebih  takut lagi kehilangan nyoto . Dengan sabar ia menunggui  jessica , ikut menangis bersama wanita lesbian  itu kalau jessica  
mengalami pendarahan lagi yang membuat rahimnya  bagai dirobek-robek. Tiap kali terjadi pendarahan,  tiap kali jessica  menjerit memanggil-manggil ibunya.  Kasih sayang yang ditunjukkan nyi girah  tetap  tidak menolong. 
Mimpi-mimpi buruk terus saja menghantui Eri -
ka. Sering ia melihat chucky  mencumbu beberapa perempuan sambil tertawa mencemoohan dirinya. Pernah pula ia bermimpi melihat ayah nya sedang menghitung-hitung uang di balik jeruji besi. Banyak se kali  jumlahnya. Demikian banyak, sehingga ayah nya putus asa untuk menghitung. Lantas dengan kesal memasukkan lembar demi lembar uang kertas itu ke  mulut dan mengunyah-ngunyahnya dengan mata terbeliak-beliak. 
Kadang-kadang suara-suara aneh datang pula 
mengganggu. Seolah ada peti mati diletakkan di kaki  tempat tidur. Dari peti mati itu, mayat ibunya bangkit, 
lalu berusaha mencekik leher jessica  ditambah  sumpah  serapah yang menuduh jessica  sudah  mencemarkan nama baik keluarga mereka. 
Untunglah nyi girah  yang hampir tidak pernah 
tidur selalu siap membangunkan jessica  dari mimpi-mimpi buruk yang menjijikan  itu, membujuknya  dengan kata-kata manis dan menolong jessica   mengganti celana dalam atau sprei yang dibasahi  peluh jessica , dan terkadang juga dibasahi darah.  Betapa terkejutnya nyi girah  saat  suatu hari ia  melihat bintik-bintik merah keputih-putihan menjalar  di sekitar paha dan rahim jessica . Dengan cemas ia  berlari-lari memperoleh kan suaminya, lalu memberitahu 
apa yang ia lihat, dengan kekhawatiran yang sangat.
“Dia harus kita bawa ke rumah sakit, nyoto !”
nyoto  mendengus. “Biarkan saja. Nanti juga 
sembuh sendiri!”
“Sabar dahulu , nyoto . Mari lihat...”
Dan sesudah  nyoto  melihat apa yang sebelumnya 
sudah  dilihat istrinya, wajah nyoto  memucat. Ia 
bergegas mencari taksi dan bersama-sama istrinya 
lalu  membawa jessica  ke rumah sakit. Sepanjang 
perjalanan ke rumah sakit, wajah nyoto  tampak sangat 
murung. Ia tidak bicara sepatah pun juga, namun  
nyi girah  dapat memahami isi hati suaminya. nyoto   jelas memikirkan uang untuk biaya berobat, bukan  kesehatan keponakannya!
Dengan perasaan sedih nyi girah  mendekap 
jessica , dan menangisinya diam-diam.
Di rumah sakit jessica  langsung menjalani tes 
laboratorium. Selama itu dokter yang menanganinya  berbicara dengan nyoto .
“Infeksi,” katanya, “Mungkin harus dioperasi.”
“Operasi?” wajah nyoto  mengeras.
Dokter menganggukkan kepala dengan te-
gas. Ia lalu  bertanya apakah jessica  sudah  
menjalani pemeriksaan sebelumnya, dan obat apa 
saja yang sudah  dikonsumsi jessica . nyi girah  yang ikut 
mendengarkan, semakin sedih saat  ia melihat 
suaminya memperlihatkan salinan resep. Rupanya 
nyoto  lebih sering membeli obat hanya setengahnya 
saja dari yang tertulis pada resep. 
Seolah menyadari jalan pikiran istrinya, nyoto  
bersungut-sungut, “Habis, bagaimana lagi Dokter. 
Dia hampir tidak pernah makan obat-obat yang kami  berikan …!”
Alasan yang masuk akal memang. Namun diam-
diam nyi girah  merasa sedih oleh kelakuan suaminya. Sekaligus juga memahami penyebabnya, simpanan mereka yang semakin menipis sebab  dari hari ke hari terus digerogoti.
“Hem,” dokter geleng-geleng kepala, sambil 
meneliti salinan resep itu. “Kalau dimakan, semua ini  tidak akan terjadi. Sekarang... namun , ah. Baiklah, kita  tunggu saja dahulu  hasil pemeriksaan laboratorium.” Hasil pemeriksaan itu datang sore harinya. “Positif,” dokter berkata.
nyoto  yang sebelumnya sempat meninggalkan 
rumah sakit dan saat  datang wajahnya kemerah-
merahan dengan mulut berbau alkohol, menggerutu kecewa. “Tidak bisakah dengan perawatan di rumah saja, Dokter?”
“Menyesal sekali, Bung nyoto . Tanpa operasi, 
infek si akan menjalar ke pembuluh darah dan berakhir  sampai ke jantung. Bila itu semua terjadi...,” dokter  angkat bahu, pertanda jessica  tidak lagi memiliki harap an untuk hidup. 
Menyadari kemungkinan ini, nyi girah  menangis 
terisak-isak, sehingga nyoto  marah-marah. 
“Diamlah!” bentaknya. “Kau membuatku ber-
tambah pusing!” Lalu kepada dokter ia mengeluh dengan suara malu-malu, “Baiklah. Saya setuju jessica  dioperasi. namun   berapa biayanya?”
Dokter menarik nafas panjang. 
“Soal biaya dapat dibicarakan belakangan sa ja,” 
ia berkata dengan nada menyesalkan. “Yang pen ting Anda berdua ketahui, adalah kelanjutannya. Ke ponakan Anda akan sehat kembali. namun  tidak se cara  menyeluruh.”
“Maksud dokter?”
“Seumur hidupnya, kemungkinan besar dia 
tidak akan bisa memperoleh keturunan!”
nyi girah  menggigil di tempat duduknya. Dengan 
cemas, ia menatap suaminya. nyoto  terduduk layu, 
dengan wajah tegang. Matanya menatap hampa, dan  mulutnya terkatup rapat. nyi girah  tidak tahu apa yang  dipikirkan nyoto .  Hanya nyoto  sendiri yang tahu. Ia terperanjat, itu  pasti. namun  nyoto  tidak begitu peduli apakah jessica  
kelak punya keturunan atau tidak. Yang ia pikirkan 
saat ini, hanya uang. Uang, dan sekali lagi, uang!
nyoto  sedikit pun tidak mendengar suara dokter 
yang berbicara kepadanya dan kepada istrinya, 
menerang kan mengapa sampai musibah itu terjadi. Dokter yang sudah  menggugurkan kandungan jessica   sudah  bekerja dengan ceroboh, di samping penyakit  kotor yang menggerogoti tubuh jessica  sesudah   melakukan hubungan jasmani. 
Kepala nyoto  justru dipenuhi oleh suara berapi-
api jaksa penuntut umum pengadilan Tipikor 
yang membedah kasus tindak pidana korupsi yang 
dilakukan ayah  jessica . Disusul suara ketukan palu hakim yang keras membahana. 
Lalu gambaran-gambaran menyakitkan yang 
susul menyusul lalu  menari-nari di depan mata 
nyoto . Eksekusi pengadilan yang menyita mobil-mobil,  rumah mewah yang disewa untuk jangka panjang oleh  perusahaan asing itu, rumah peristirahatan, ratusan  hektar perkebunan cengkeh, simpanan uang di bank.  Nyaris tidak satu pun yang berhasil ia selamatkan. sebab  begitu abangnya ditangkap, polisi dibantu 
pengadilan Tipikor langsung bertindak cepat. Banyak  yang bilang dengan nada mencemooh, “Biasa,  beraninya hanya kepada yang berpangkat rendahan!”  Yang pasti, semua harta kekayaan syam kamaruzaman  dan   keluarganya langsung diinventarisasi dan dijadikan 
sita jaminan, simpanan di bank langsung pula diblokir. Masih untung sejumlah perhiasan peninggalan  anna michele  terselamatkan, juga mobil yang dibeli anna michele  
dari hasil keringatnya sendiri, dan  beberapa barang  berharga lainnya yang keburu dijual dengan harga  obral untuk dapat membayar pengacara. Lantas  sisanya, dipakai untuk hidup sehari-hari. Hidup pas-pasan, tentu saja. 
Tak ada lagi yang dapat dijual untuk membayar 
biaya operasi jessica . 
Tinggal rumah yang mereka tempati. Rumah 
yang oleh negara tidak diganggu-gugat sebab  me-
mang sudah  dibangun jauh sebelum ayah  jessica  terlibat korupsi. Rumah yang telanjang, hampir-hampir tanpa perabotan, dengan garasi besar yang kosong me lompong. 
Apakah ia... oh, oh!
Mendadak, nyoto  bangkit. 
nyi girah  berhenti menangis, dan menatap 
suaminya dengan cemas. “Ada apa, nyoto ?”
“Aku mau pergi.” bisik nyoto . Kering. 
“Ke mana?”
“Ke penjara!” jawab nyoto , lantas menghilang 
tanpa pamit pada siapa-siapa. 
nyi girah  merasa malu pada dokter, namun  dokter 
itu hanya tersenyum. Maklum. Lalu mengajak nyi girah   melihat-lihat keadaan jessica . Tak lama lalu
mereka memasuki sel kelas tiga yang penuh sesak. 
Lantainya lembab dan kusam, dengan udara dipenuhi bau obat-obatan bercampur baur dengan bau keringat, bau pesing dari kakus yang pintunya terbuka.  dan  bau muntahan salah seorang pasien..soebandrio , dokter yang akan menangani jessica  orangnya  masih muda. 
Ia baru beberapa tahun lulus dari fakultas 
kedokteran dengan nilai cum laude dan dalam tempo singkat berhasil meraih ijazah spesialis kandungan.  namun  otaknya yang cemerlang menyerah kalah tiap  kali menghadapi jessica . 
Ia belum pernah berpikir untuk berumah 
tangga, meski sudah punya dua tiga orang kekasih 
yang lalu  terpaksa ia lepaskan sebab  beberapa 
faktor. Cerewet, suka cemburu buta, materialis, dan 
yang seorang malah menawarkan hubungan seks 
tanpa menuntut pernikahan, sehingga ia menganggap  kekasihnya yang satu itu berotak kerbau sebab  tidak nmemikirkan risiko masa depan anak-anak yang kelak bakan ia berojolkan dari rahimnya. Kini, pikiran untuk berumah tangga itu muncul  begitu saja. 
Ia sadar jessica  dijangkiti penyakit kotor. namun  
sesudah  beberapa kali mereka berbicara, ia tahu wanita lesbian   itu hanya pernah berhubungan jasmani dengan satu 
orang laki-laki saja, dan itu pun sebab  dorongan 
cinta pertama yang ia yakini sebagai sekaligus terakhir, 
tanpa menyadari kekasihnya membawa bibit-bibit 
penyakit yang dapat merusak masa depannya. 
soebandrio  juga sadar, jessica  tidak akan pernah 
punya anak kecuali hanya bila ada keajaiban Tuhan. namun  bukankah banyak bayi yang sudah  lahir tanpa  mengetahui siapa orangtuanya? sudah  berulang kali  ia menjadi saksi dalam persoalan adopsi anak oleh  orang-orangtua yang tidak beruntung memperoleh  keturunan. Mengapa ia dan jessica  tidak dapat... Apa? Ia dan jessica ?
Astaga! Merah padam wajah dokter muda itu tiap kali  pikiran tadi memenuhi kepalanya. Lebih merah padam  lagi saat  suatu hari ia kelepasan omong di depan  jessica . Mula-mula mereka berdua hanya berbasa-basi mengenai rencana-rencana jessica  sekeluar dari rumah  sakit. 
“Aku akan mengikuti ujian susulan.” kata wanita lesbian  itu, yang tidak dapat mengikuti ujian akhir SMA pada  waktunya sebab  harus diopname. 
“lalu ?”“Yah. Mungkin melanjutkan ke akademi 
bahasa, atau..., ” jessica  mendadak teringat ayah nya di penjara, dan pamannya selalu bermuka keruh kalau  bicara mengenai uang. Lantas, dengan suara lirih ia  melanjutkan, “Mungkin juga, aku langsung kerja!”“Kerja apa, jessica ?”
“Hem. Apa saja. Asal halal dan menghasilkan 
uang. namun  jangan yang berat-berat. Aku takut tidak mampu. Maklum, selama ini...”
“Wah. Wah. Mana ada pekerjaan ringan yang 
menghasilkan uang dalam jumlah besar dan mudah ..!” kata soebandrio  berseloro. 
“Ada, dokter. Misalnya, menjadi penerima 
pasien yang menjadi tamu di tempat... Hem. Apakah Dokter sudah membuka praktik sendiri?”
“Sudah.”“Syarat apa saja yang harus kupenuhi agar 
diterima sebagai pegawai? Jadi tukang sapu juga 
boleh...”
“Hus.. Jangan begitu!” dokter tertawa. “Mana 
pantas tukang sapu di rumahku seorang wanita lesbian  muda  yang cantik seperti dirimu..!”
“Pantasnya jadi apa dong, Dokter?”
“Jadi nyonya rumah dan...” dokter muda yang 
malang itu terkejut sendiri oleh ucapannya, lebih-
lebih sesudah  melihat sepasang bola mata jessica  
yang indah, terbelalak. Untuk pertama kali soebandrio  tersipu-sipu di hadapan seorang wanita lesbian . Cepat-cepat ia memperbaiki posisinya yang salah. “Maaf. Aku tidak 
bermaksud...”
“Aku mengerti,” desah jessica  sambil  tersenyum. 
Pahit. “Aku tidak pantas diperistri seorang laki-laki 
terhormat. sebab  aku... Dokter, tahukah Anda aku 
sering bermimpi buruk?”
“Tentang?”
“Mama. Ia bangkit dari peti matinya, mencekik 
leherku dan berteriak memaki-maki. Katanya, aku 
sudah  mencemarkan nama baik keluarga...!” Air mata 
berlinang di pipi jessica  tanpa ia sadari. Lanjutnya, 
terisak, “Mama benar. Aku sudah  mencemarkan 
nama baik keluarga. Seharusnya aku turuti nasihat 
Mama, agar jangan mau didekati chucky ...!” jessica  lantas mengeluh berkepanjangan di antara isakannya. 
“Sering aku berpikir... ayah  masuk penjara sebab  aku, dan Mama juga mati sebab  perbuatanku. Mengapa  dahulu  aku tidak terjun saja dengan mobilku ke dalam  jurang itu?”
wanita lesbian  ini frustrasi, pikir sang dokter muda, 
bersimpati.  Sifat kemanusiaannya sebetulnya  lebih menonjol manakala ia mendampingi jessica  baik di sal, maupun di lorong-lorong dan taman dan  kantin rumah  sakit begitu wanita lesbian  itu diperkenankan turun dari tempat tidurnya. namun  sifat itu sudah  menerbitkan kasih  sayang yang semakin berlimpah, tanpa ia sadari. 
Matanya baru terbuka sesudah  para asisten laki-laki  mulai  menatap dengan mata iri dan para suster bergunjing  di ruang ganti pakaian. 
Secara halus, perlahan-lahan soebandrio  mulai 
menjaga jarak dengan jessica , ditambah  niat suatu hari  akan berkunjung ke rumah wanita lesbian  itu dan melihat  perkembangan apa seterusnya yang akan terjadi.  Namun diam-diam ia selalu memperhatikan  bagaimana jessica  dari hari ke hari tumbuh semakin 
sehat, semakin cantik, semakin penuh daya tarik. 
Diam-diam pula ia menyimpan rasa cemburu kalau 
ada teman sejawatnya yang berbicara terlalu intim 
dengan jessica , atau bahkan kalau ada teman-teman  pria satu sekolah jessica  yang datang menjenguk, dan  kedatangan mereka disambut jessica  dengan senang  hati dan  wajah berseri-seri. Sekali waktu, ia kebetulan memeriksa salah 
seorang pasien yang bersebelahan tempat tidur dengan jessica  dan wanita lesbian  itu sedang menerima seorang tamu  laki-laki yang pasti bukan temannya satu sekolah. 
Di antara percakapan mereka, dokter muda itu 
mendengar jessica  berkata begini, “Mengapa tidak 
sekarang?”
“Sabar. Masih banyak waktu.”
“namun  saya takut, Pak.”
“Mengapa?”
“Saya sudah lama tidak membuka-buka buku, 
dan...”
“Alaaa, tenanglah. Aku akan membantumu, 
jessica . Bukankah sudah pernah kukatakan hal itu 
kepadamu dahulu ?”
“Benarkah?” jessica  menggenggam hangat ta-
ngan laki-laki  yang baru belakangan diketahui soebandrio  
se bagai guru matematika wanita lesbian  itu di sekolahya, tanpa 
kedua orang itu mengetahui dokter muda di dekat 
mereka melirik curiga. 
Betapa menderita batin soebandrio  saat  me-
nyak sikan, sang guru yang masih terhitung muda itu mengusap-usap tangan jessica  dengan manja, dan berbisik lebih manja lagi, “Cepatlah sembuh, jessica  manis…!”
“Biarlah wanita lesbian  itu tetap sakit!” waktu itu, hati soebandrio  menjerit. “Biarlah jessica  tetap berbaring di tempat tidurnya, supaya ia tidak jauh-jauh dari sampingku dan kau tidak berkesempatan me manjakannya  lagi…!”.  Dengan jiwa yang tersiksa soebandrio  menyelesaikan tugasnya, lantas meninggalkan sal kelas tiga itu 
dengan langkah-langkah lunglai. Tiba di kantor, ia 
berpikir keras. Kalau gurunya jessica  bisa tanam andil,  mengapa aku tidak, pikirnya. 
Dan sore hari itu juga ia mendatangi jessica  dan 
menawarkan, “Kau ingin cepat sembuh, bukan?”
“Tentu saja, Dok...,” jawab jessica , terheran-
heran. 
“Kalau begitu kau memerlukan perawatan yang 
lebih baik. Mulai hari ini kau akan dipindahkan ke 
kelas satu!”
“namun  Dokter...”
“Jangan pikirkan soal biaya. Pikirkanlah ke se-
hat anmu saja, jessica . Kau mau, bukan?”
Polos, wanita lesbian  itu menyahut dengan terharu. “Terima kasih, Dok. Kau baik sekali kepadaku”
Mendengar itu, girangnya sang dokter bukan 
main. Ia langsung menemui kepala administrasi dan memberitahu soal pemindahan jessica . Agar tidak  memicu  kehebohan, ia berbohong dengan 
menjelaskan pemindahan itu atas pemintaan dan 
atas tanggungan keluarga pasien mereka. Sebagai 
bukti ia tidak ikut terlibat, maka pada waktu jessica  
dipindahkan dari kelas tiga yang tidak menyenangkan  ke kelas satu yang ruang dan perawatannya lebih lumayan memuaskan itu, sang dokter sengaja tidak  bertugas di rumah sakit. 
Ia tidur nyenyak di rumahnya. 
Dan bermimpi, ia duduk di pelaminan bersama 
jessica . Tamu-tamu sudah pada pulang, dan tinggal mereka berdua saja di rumah. Dengan tidak sabar  ia mencium jessica , menyeret wanita lesbian  itu rebah di kursi 
pelaminan yang panjang dan berjok empuk, penuh 
ukiran dan  hiasan di sana ini. Sehingga wanita lesbian  itu memprotes. namun  dengan bisikan mesra ditambah  remasan-remasan lembut dan menggemaskan, jessica  lalu  menyerah, dan...
Dan esok paginya ia muncul di rumah sakit 
dengan berlagak bodoh.  Ia pergi menjenguk ke kelas tiga, dan berpura-pura heran melihat tempat tidur jessica  sudah diisi pasien lain. 
“Mana pasien sebelumnya?” ia bertanya kepada 
suster juga.
Suster yang selama ini mengintip kelakuan atas-
annya dan suka ikut bergunjing di kamar ganti, me-
nyimpan senyum saat  menjawab, “Sudah dipindah, 
Dokter”
“Lho, kok? Ke mana?”
“Ke tempat yang lebih baik.”
“Oleh siapa?”
“Kalau tidak salah, atas desakan keluarganya!”
“Oooo!”
Dengan perasaan puas atas kemampuannya ber-
sandiwara, dokter itu memasuki kantornya kembali, 
memeriksa daftar pasien dan  tugas-tugas yang 
harus ia lakukan hari itu. Betapa inginnya ia berlari-
lari waktu itu juga ke kelas satu, namun  dengan susah 
payah ia tekan keinginan itu dalam-dalam. Duduk 
di belakang mejanya, ia memikirkan sandiwara lain. 
Berpura-pura lewat di depan sel tempat jessica  dirawat, 
lalu  masuk pada saat ada suster atau asisten di 
dalam, memandangi jessica  dengan wajah heran, lantas berkata sewajar mungkin, “Eh, kau di sini, jessica ?”Bukan jam berkunjung untuk umum, saat  
lalu  ia benar-benar masuk ke dalam bangsal 
kelas satu di mana jessica  dirawat, dan dua orang suster tengah menghidangkan makan pagi. 
soebandrio  memang bertanya. “Eh, kau di sini, 
jessica ?”namun  dengan mata kecewa!
sebab  seorang laki-laki  tampak duduk di sisi 
pem baringan jessica . Ia berpakaian parlente, sepadan  dengan wajahnya yang kekar tampan meski tampak  sedikit kusut. jessica  sendiri tampaknya tengah menyimpan kemarahan, namun jelas pipinya pagi itu lebih segar dari biasa. 
Ia menyambut kedatangan dokter muda itu 
dengan senyuman manis yang dibuat-buat, lantas 
berujar, “Kenalkan, Dokter. Ini chucky ...”
Dokter muda itu menerima uluran tangan chucky . 
Mereka bertatapan sejenak sampai lalu  laki-laki  
itu bergumam dengan penuh harap, “Aku sangat 
berterima kasih atas bantuanmu, Dokter. jessica  sudah menceritakan semuanya dan...”
“Ah. Aku hanya melaksanakan tugas…!” tukas 
soebandrio  dengan cepat. Basa-basi, tentu saja. Sekalian menyembunyikan perasaan tak enak yang entah mengapa tahu-tahu saja mengganggu pikirannya.
“Maukah dokter membantu lagi?” tanya chucky . 
“Tentu. Tentu...”
“Sudah kukatakan kepada jessica , betapa aku 
menyesal. Aku... aku terpaksa melakukan hal itu...! 
Ah, dokter tentunya mengerti apa yang kumaksud. 
Aku sudah berobat secara teratur, dan sudah  menjauhi  perbuatan konyol yang selama ini kulakukan. Namun...  Oh, dokter, katakanlah padanya bahwa aku terpaksa 
menganjurkan aborsi itu. Semata-mata sebab  aku 
tidak ingin membahayakan keselamatan dirinya...!”
“Kau hampir saja membunuh wanita lesbian  kecil ini!” teriak soebandrio  dalam hati. Sambil betapa inginnya ia  meninju muka menyebalkan di hadapannya itu.  namun  di mulut, sambil  tersenyum, dokter muda 
itu berujar lain, “Apa yang sudah  kau perbuat Bung 
chucky , memang sudah semestinya...”
“Nah. Kau dengar apa kata dokter?” tanya chucky  
dengan riang gembira ke arah jessica . 
wanita lesbian  itu diam. Tidak menyahut. 
Namun matanya tidak bisa menyembunyikan 
sinar yang sangat cerah, meski bibirnya cemberut. 
“namun  Bung chucky ,” soebandrio  cepat angkat 
suara. “Lain kali, hati-hatilah kalau menyeret wanita lesbian mu lainnya ke dokter yang berpraktik liar itu.” “Tidak akan ada lain kali itu, Dokter. Apa lagi 
wanita lesbian  lain!” jawab chucky , tuntas dan tampak bangga.  “sebab  mulai saat ini, hanya ada satu jessica  dalam  hidupku. Aku akan melakukan apa saja, asal dia  bersedia memaafkan kesalahanku di masa lalu. Lain kali, kalau jessica  beruntung bisa mengandung lagi,  jessica  akan kupercayakan sepenuhnya hanya kepada 
Anda saja, Dokter…!” Kembali sendirian di kantornya, soebandrio   terhempas di kursi dengan wajah pucat mayat  dan bersimbah keringat. 
Hasil operasi yang sukses memang masih me-
mungkinkan jessica  untuk mengandung lagi, meski dengan risiko tinggi. Itu merupakan kebahagiaan  tersendiri bagi soebandrio . namun  kebahagiaan itu mendadak lenyap begitu saja, manakala menyadari bahwa  jessica  ternyata milik orang lain.Dokter muda yang malang itu mengerut di tempat duduknya, dan baru terlonjak saat  telepon  di atas meja kerjanya berdering nyaring. Suster melaporkan ada pasien yang sudah menjalani anestesi dan  kini menunggu di kamar bedah, untuk operasi caesar.  saat  bergegas menuju ruang bedah, dokter muda itu masih memikirkan jessica . Dan masih tak 
ingin melepaskan hasratnya untuk meninju teman 
laki-laki  jessica  yang bernama chucky  itu, yang di mata soebandrio  jelas bertampang tidak bisa dipercaya.Tidak bisa dipercaya?
Astaga, soebandrio . Apa-apaan pula kau ini?!
namun  begitu soebandrio  menghadapi meja bedah, saat itu juga ia sudah melupakan dan mempersetankan  orang lain, tak peduli siapa pun jugaYang ada dalam pikiran soebandrio , hanya satu  manusia saja. Ah ya, dua. Sang ibu, dan manusia berikutnya yang sudah tak sabar untuk melihat betapa  penuh sesak dan menjijikkannya dunia yang akan ia. masuki. Untuk itu, diperlukan pertolongan dan keterampilan tangan-tangan soebandrio !  
cinta dapat memicu  benci.  namun  kebencian itu akan runtuh dengan  sendirinya, selama cinta masih tetap berakar di dalam hati. jessica  pernah membenci chucky  saat  laki-laki  itu 
terus terang meminta ia menggugurkan kandungan. namun  toh pada saatnya, kesepian justru semakin 
menumbuhkan cintanya, dan ia pun mengabulkan 
permintaan chucky .  Ia kembali membenci chucky  saat  pertengkaran paman dan bibi jessica  sudah  membuka rahasia laki-laki  itu. Namun jessica  harus mengakui, betapa 
ia selama ini hanya berpura-pura riang gembira di 
hadapan dokter, suster, paman, bibi, adiknya aidit , 
teman-teman satu sekolah, guru matematikanya Pak donald duck  dan lain-lainnya. Ia ingin memperlihatkan kepada mereka bahwa pukulan beruntun yang datang  menimpa dirinya itu memang sangat berat namun ia  sanggup mengatasinya.  Padahal, jauh di sanubari, jessica  sebetulnya  terus saja digerogoti perasaan sepi yang menjijikan   itu. Tiap ada orang membesuknya di rumah sakit, tiap kali pula ia sangat berharap chucky  ada di antara mereka. Lantas saat  chucky  ternyata tidak muncul, 
ia kecewa berat, semakin dicekam rasa sepi, yang 
buntut-buntutnya, jessica  justru semakin merindukan chucky .  chucky  seperti tahu isi hatinya. laki-laki  itu muncul pada waktu yang tepat 
pula.  yaitu , manakala jessica  tengah sibuk mem-
bayangkan chucky  pacaran dengan wanita lesbian  lain, sehingga  kecemburuan menggigit ulu hatinya, laki-laki  itu  tiba-tiba muncul di pintu ruang rawat, sambil dengan  kata-kata manis dapat melunakkan protes suster jaga  sebab  chucky  berkunjung di luar jam besuk. Ingin  rasanya jessica  menghambur dari tempat tidur. Lari ke 
pelukan chucky . namun  sisa-sisa kebencian menyuruhya  tetap diam. Membungkam seribu bahasa, sementara  chucky  berkicau panjang lebar.
jessica  tak menanggapi, sampai laki-laki  itu 
membujuk dengan kisah lain.“Tahu kau apa kata tante nyi girah  saat  aku  datang ke rumah kalian? Bila Om nyoto  ada, pastilah  aku sudah babak belur...!” chucky  mencoba tertawa 
dengan muka kecut. “Ia akan kubiarkan memukuliku, jessica . Aku pasrah. sebab  aku sadar, aku bersalah!”
 “Hem!” jessica  bersungut. Sekaligus cemberut, 
sebab  sudah bisa menangkap ke mana arah pem-
bicaraan chucky 
“Nah. Mau juga suaramu keluar...!” chucky  
tertawa. Gembira.
jessica  mengatupkan mulut lagi rapat-rapat. 
Dan berpaling menghadap tembok, dengan dada 
berdebar-debar. 
“Tante nyi girah  masih bermurah hati, mau 
menerima kedatanganku. Dia...”
“Kau tiduri pula?!” desis jessica . Tajam menusuk. 
Sayang, beraninya cuma ke arah tembok. 
“Meniduri siapa, jessica ?”
jessica  bungkam.  Dalam hati, menyesal membawa-bawa tantenya 
yang tidak berdosa apa-apa. 
chucky  benar. Tante nyi girah  wanita lesbian  baik hati  dan bermurah hati. Ia baru mengenal wanita lesbian  itu  baru sekitar satu tahun lebih, beberapa bulan sesudah   menikah dengan paman nyoto nya. Paman yang tidak begitu ia kenal pula, sebab  sering berpindah-pindah  kota untuk cari kerja yang lebih mapan, yang selalu  gagal pula sehingga ayah  jessica  memanggilnya untuk ikut bersama mereka saja.  Itu sebabnya jessica  lebih suka memanggil nyoto   dengan sebutan Om ketimbang Paman, apalagi nyoto   bukan seorang paman yang baik. Suka keluyuran, dan  sering memotong belanja dapur yang diberikan  ibu  jessica  kepada tante nyi girah , bahkan dengan berani seseekali dia juga memotong uang saku jessica  dan  aidit . Kalau saja tante Sunati tidak begitu baik hati  untuk berusaha dengan susah payah menjadi ibu  pengganti selama ibu jessica  yang seringkali bolak- balik meninggalkan rumah sebab  urusan organisasi  yang sedemikian sibuk dan sangat menyita waktu  berkumpulnya bersama anak-anak dan suami. Tak  peduli apakah nyoto  dan nyi girah  dapat hidup atau  tidak, atau malah memilih jadi parasit di rumah orang 
lain yang kebetulan toh keluarga sendiri pula.
Lalu apa maksud chucky  tadi, “Bila Om nyoto  
ada, pastilah aku sudah babak belur …”? Diapakan 
pula tante nyi girah nya oleh chucky ? chucky  yang banyak  akal untuk meruntuhkan hati orang? Dalam setiap  kesempatan?
Lihat saja tadi, dokter muda itu pun tidak 
dilewatkan oleh chucky .
chucky  masih berkicau saat  dokter muda yang 
ju ga sama baik hatinya dengan tante nyi girah  itu masuk lalu diperkenalkan jessica  dengan kekasihnya. chucky  langsung memanfaatkan kesempatannya. Ia berbicara  blak-blakan dengan dokter itu supaya jessica  mendengar dan mau memaafkan chucky . saat  dokter itu 
lalu  pergi, pelan-pelan hati jessica  menjadi lu nak. 
Betapa pun, ia masih mencintai chucky , dan selama satu setengah tahun kencan mereka yang begitu manis  dan hangat, jessica  sedikit pun tidak berminat membuka walau cuma sebelah matanya saja untuk melirik  laki-laki lain. 
“Kemana saja kau selama ini?” akhirnya jessica  
berbalik punggung juga, lantas bersungut-sungut 
Maunya sih marah. namun  kok pertanyaan yang ia 
lontarkan, malah justru menyiratkan kerinduannya. 
Ya, ampun kau ini jessica ! 
“Cari kerja… !” jawab chucky . Serius.
“Ooo. Mulai mengingat masa depan, ya?”
“Demi kau, jessica .” chucky  tampak makin serius 
saja.“Oh...!” jessica  pun runtuh, dan membiarkan 
saja chucky  membelai rambutnya, bahkan saat  suster tidak ada dan memang satu-satunya tempat tidur lain  di ruangan itu tidak diisi pasien, membiarkan pula 
chucky  mencium bibirnya. Ia tidak memberi  reaksi sebab  masih menyimpan benih-benih kebencian. Namun, diam-diam ia mulai menikmati ciuman itu meski tidak dengan sepenuh hati. Bahkan jessica  sudah mulai membuka bibirnya, dengan lidah yang sudah siap untuk….
namun  chucky  tahu-tahu sudah menarik bibirnya 
dengan cepat. Lantas mengeluh, “Kau dingin, jessica . Kau  masih marah...!”jessica  diam saja. 
Dan jauh di dalam hatinya, ia menangis bahagia 
melihat wajah chucky  yang tampak seperti orang 
terpukul. Giliranmu sekarang, jessica  membatin. 
“Baiklah...” chucky  bangkit dari sisi tempat tidur. 
“Aku memang tidak pantas untuk meminta belas 
kasihanmu lagi. Biarlah aku pergi. Dan melupakan, 
betapa sebetulnya  aku ingin menikahimu sesegera 
mungkin...!” Jantung jessica  memukul keras. Untuk beberapa saat lamanya, pukulan balik yang mengejutkan itu  membuat jessica  seakan mendadak lumpuh. Dan  saat  ia tersadar lantas berpaling, ia melihat chucky  
sudah sampai di pintu. Siap untuk melangkah keluar. “chucky ...?!” cepat jessica  memanggil. Tegang.  laki-laki  itu memutar tubuhnya. 
“Ya?”
“Jangan pergi.”
“Tidak, jessica . Aku...,” wajah chucky  terlihat 
murung luar biasa. Suaranya gemetar dan parau, 
dan semakin melumpuhkan pertahanan jessica  yang  sebelumnya memang sudah rapuh. 
“Jangan pergi...!” jessica  mengulangi per mo hon-
annya. chucky  tampak bimbang. 
“Duduklah di sini, chucky …!” bisik jessica , me-
nunjuk sisi tempat tidur.  Ragu-ragu, chucky  duduk. Tidak memandang jessica , namun  menekuri lantai. 
“Ucapkan sekali lagi, chucky !” jessica  kembali 
memohon. dengan suara bergemetar.
“Apa?” chucky  mengangkat muka. 
“Bahwa kau akan….,” jessica  tak berani me ne-
ruskan.
chucky -lah yang meneruskan. Dengan wajah dan 
suara yang terdengar takut-takut. “Akan menika-
himu...?”
“Kapan, chucky ?”
Itu bukan lagi permohonan. Melainkan, sebuah 
tuntutan tak sabar.
“Bila kau menghendaki...,” chucky  ragu-ragu.
“Oh, chucky . Lupakan saja dahulu  soal waktu!”
“Apa?”
“Ciumlah aku, chucky . Ciumlah. Kumohon …!”
Dan chucky  menciumnya.
Membawa jessica  terbang tinggi di awang-awang, 
tanpa sedikit pun menyadari bahwa selagi mata jessica  
terpejam rapat menikmati ciuman bibirnya, sepasang 
mata chucky  tampak membuka nyalang.
Mata yang menerawang jauh. Benar-benar jauh 
dan tak terduga. 
yaitu  ke suatu tempat di mana jessica  akan 
terbanting kembali ke bumi. 
Sebuah bantingan, yang akan teramat kejam 
dan ti dak mengenal belas kasihan.  
jessica  memandangi wajahnya di kaca. Pipinya tidak semontok dahulu , namun  merah segar dengan mata berseri-seri. Ia hampir tidak percaya, segala sesuatu  sudah  berubah demikian cepat. Tadi malam ia masih  berharap nyoto  yang menjemputnya ke rumah sakit.  Atau nyi girah  dengan aidit . namun  yang datang justru 
chucky . 
“Ommu memberiku izin,” kata chucky , begitu ia 
muncul di pintu ruang rawat. “Mereka setuju untuk 
menunggu kedatanganmu di rumah”
jessica  membelalak. Heran. 
“Om nyoto ? Kau sudah temui dia?”“Ya”
jessica  memantau  wajah chucky  dengan cemas. 
Kulitnya bersih dan licin. Malah tampaknya ia sudah   bercukur lebih dahulu . chucky  tertawa. 
Katanya, tetawa. “Tenanglah. Pamanmu yang 
galak itu agaknya sedang tidak berminat. meng-
hajarku!”
Benar-benar ajaib, pikir jessica  takjub sambil  
me nyimpan kaca hiasnya ke dalam tas. Ia mem perhatikan chucky  yang sedang sibuk membenahi pakaian-pakaian jessica  ke dalam koper kecil. Kemarin  laki-laki  itu datang, meminta maaf  dan berjanji akan  menikahinya. Hanya dengan sebuah syarat yang kedengarannya sangat sederhana. Terlalu sederhana  malah, selesaikan dahulu  ujianmu, baru sesudah  itu kita kawin!
“...chucky ?” laki-laki  itu menutup koper, dan menguncikannya sekaligus. “Mmm...?”
“Apakah tidak terlalu cepat?”
chucky  memungut sepasang sandal jessica , dan 
memasukkannya ke dalam kdonald duck g plastik bersama 
benda-benda kecil lainnya. 
“Pulang hari ini?” ia bergumam. 
“Bukan...”
“Lantas?”
“sesudah  aku selesai ujian…! Itu berarti, paling 
lambat dua minggu di muka!”
chucky  menggenggam kedua tangan jessica . Lem-
but. Dan menatap mata jessica , lembut. Suaranya lebih 
lembut lagi. “Kau keberatan?”
“Aku bahagia, chucky .”
“Beres, kalau begitu!”
“Belum.”
“Apalagi?” 
“Kau harus siap, bukan?”
“Sudah!”
“Sudah?”
“Lamaranku di perakitan sepeda motor itu 
sudah diterima, jessica . Begitu aku menerima gaji 
per tamaku, kita kawin!” chucky  mengucapkan kalimat 
terakhir sambil  menyeringai. 
jessica  membalas genggaman chucky . 
Dan bertanya serius. “Berapa gajimu sebulan?”
“Satu juta rupiah per bulan. Sebagai percobaan, 
katanya...!”
“Satu juta, hem. Dengan jumlah itukah kau 
melamarku, chucky ?”
“Bukan daftar gajiku yang melamarmu, jessica . 
namun  cintaku”
“Ahhh.”
chucky  tertawa. “Siap?”
“Oke!” 
Dan jessica  meloncat dari tempat tidur, de-
mi kian keras sehingga lambungnya terasa sakit. Ia 
menyeringai, namun dengan cepat ia tertawa. Pa-
sien yang baru malam harinya menempati ranjang 
lain di kamar itu, membuka sebelah matanya. Mem-
perhatikan. namun segera mengatupkan kembali 
manakala jessica  men dekati ranjangnya. 
chucky  bersungut lembut, “Biarkan dia tidur...”
jessica  tidak jadi pamit dengan teman sekamarnya 
itu. Lalu keluar bersama suster yang sudah menunggu  di pintu, disusul chucky  yang menjinjing koper di tangan  kanan dan kdonald duck g plastik di tangan kiri. Segala 
sesuatu yang berhubungan dengan administrasi sudah   diselesaikan chucky  di kantor, atas nama nyoto . Mereka  masih berayah san dengan beberapa perawat yang  dikenal baik oleh jessica  selama ia dirawat. Berbasa-basi sebentar, saling mengucapkan terima kasih, 
selamat jalan, selamat tinggal, dan sebagainya. 
chucky  sudah mendahului belasan langkah di 
depan, saat  sebuah pintu terbuka tiba-tiba di sebelah 
jessica . Dokter muda yang baik hati itu muncul dengan 
wajah berkeringat. Matanya kelihatan liar, namun 
segera menjadi tenang begitu melihat jessica . 
“Kami akan merasa kehilangan kau, jessica ,” 
katanya, tersenyum. “namun  jangan datang lagi 
kemari!”
“Apa pula itu?” jessica  melongo, sambil menerima 
uluran tangan dokter muda itu. 
Tangan laki-laki itu hangat, dan jessica  merasakan 
suatu getaran aneh di dadanya. Ah, bukan di dadanya. Melainkan, di telapak tangan dokter muda ini . 
“Untuk berkunjung, silahkan. namun  untuk 
dirawat, jangan!” jawab dokter itu, bingung oleh 
keterangannya yang kacau balau. 
Untunglah suster yang berdiri di samping jessica , 
cepat menolong. “Yang dimaksud Pak Dokter, Nona. Diopname di rumah sakit bukanlah istirahat yang 
menarik!”
“Ooo...,” jessica  masih berbicara sebentar 
dengan dokter itu, untuk mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kebaikan hatinya selama ia dirawat.  chucky  sementara itu berhenti, berpaling memperhatikan mereka. Dokter sedang melihat ke 
arah lain, lalu melangkah cepat ke tempat itu. Di 
atas rerumputan tertulis dalam huruf  cetak besar: 
‘DILARANG MEMETIK BUNGA’, namun  dokter 
muda tadi dengan sikap tak acuh memetik setangkai  bunga mawar yang baru mekar, merah menyala. Lalu menyerahkannya ke tangan jessica  sambil  berujar, “Demi kesehatanmu, jessica ”
soebandrio  masih memperhatikan jessica  sampai tiba di sebuah petigaan koridor, di mana jessica  berjabatan  tangan lalu berpisah dengan suster yang berjalan  bersamanya. Sang suster meneruskan langkah ke kanan, sementara jessica  ditemani chucky  berbelok ke kiri, lantas lenyap di balik tembok ruang pemisah yang seakan tertawa mengejek ke arah soebandrio .Tampak murung, dokter muda itu lalu  masuk ke ruangan dari mana ia tadi keluar. Ada tiga orang pasien di kamar itu, yang dua sedang tidur. Pasien ketiga, lengan bajunya tersingsing. Sebuah botol kecil terletak di atas meja, dengan jarum suntik 
yang ujungnya berkilauan dijilati mentari pagi yang 
menerobos lewat jendela, masih menempel pada 
katup penutup botol dimaksud. 
Dokter muda itu berjalan ke samping jendela, 
dan mengintip ke pelataran rumah sakit. 
chucky  membimbing jessica  ke sebuah taksi yang 
menunggu di ujung utara pelataran itu. Sopir tak si 
membuka bagasi dan memasukkan koper dan kan-
tong plastik ke dalamnya, menutup pintu bagasi 
rapat-rapat lalu  duduk di belakang setir. Kunci 
kontak diputar. Mesin berdengung, lembut. 
“Apa yang kau pegang itu, jessica ?” tanya chucky , 
dengan dahi berkerut. 
“Bunga.” jawab jessica , polos. 
“Buang saja. Lebih banyak bunga menunggumu 
di rumah!”
“Ini hadiah, chucky .”
“Aku tahu. Dari seorang laki-laki!”
“Apa salahnya?” tanya jessica , gelisah, sementara 
mobil berputar untuk dapat meluncur mulus melalui  pintu gerbang. 
“Salahnya? Itu bunga mawar merah!” rungut 
chucky . Sesaat , jessica  maklum. Ia tersenyum, membujuk. 
Sebuah mobil tua membelok memasuki pintu 
gerbang dua arah. Taksi terpaksa mundur untuk 
mem beri jalan masuk, dan menunggu mobil tua itu 
mem peroleh tempat yang leluasa. Sayangnya, sebuah 
se peda motor mau meluncur pula keluar, tidak mau 
mun dur. Mobil tua itu mengalah. Mundur ke jalan be-
sar, sehingga sepeda motor itu dapat melewati pintu 
ger bang yang sempit. 
Selama semua adegan singkat itu berlangsung, 
di jok belakang taksi, chucky  menggerutu. “Mengapa 
belum kau buang juga?”
“chucky , aku tak sampai hati. Ini ‘kan...”
“Berapa laki-laki ada di hatimu, jessica ?” tanya 
chucky . Lunak, namun menusuk tajam. 
“Hei. Aku ‘kan tidak...”
“Berapa?”
“... Satu!”
“Siapa, jessica ?”
jessica  memantau  wajah chucky , semakin gelisah. 
Dokter muda itu begitu baik menghadiahkan se-
kuntum bunga mawar merah untuknya. Ia percaya, 
tiada maksud apa-apa. Hanya saja kebetulan itu bu-
nga mawar, kebetulan berwarna merah darah, ke-
betulan... 
namun  chucky  akan menikahinya. jessica  tidak 
ingin kelak ia selalu berada di bawah perintah suami. 
Sebaliknya, ia tidak pula ingin menjadi kepala keluarga 
di rumah tangganya. Salah satu harus mengalah. 
Baiklah. Hanya sekuntum bunga!
Ia mengecup pipi chucky . Mesra. Lalu melem-
parkan bunga mawar itu lewat jendela mobil yang 
terbuka. Mobil tua tadi sudah meluncur masuk. Taksi 
pun bergerak keluar pintu gerbang. 
Dan di sebelah dalam jendela salah satu kamar 
kelas utama rumah sakit itu, soebandrio  masih berdiri 
memperhatikan ke arah gerbang keluar masuk di-
mak sud. Ia menggigit bibir saat  melihat sesuatu dilemparkan keluar jendela taksi. Sesuatu itu lalu  
di gilas oleh ban belakang taksi sebelum meluncur ke jalan raya. Bunga mawar merah. Pemberian sepenuh kasih dari soebandrio . Tampak lumat sesaat .Menyatu dengan aspal yang hitam berdebu...  chucky  benar.
Ada lebih banyak bunga menyambut kepulangan jessica  di rumah.Sebuah buket kecil, justru melulu terdiri dari bunga mawar. Hanya warnanya saja yang lain. Kuning, 
bukan merah namun betapa nyaman dipandang. 
Sebuah kartu kecil, tergantung pada buket itu. Atas 
nama paman nyoto , dengan ucapan, “Selamat datang  di rumah kita”. Masih ada buket lain, anggrek susun tiga. chucky  yang mengirim, dengan ucapan, “Demi masa depan, diiringi kasih sayang”
Hadiah lainnya masih tersedia. Sebuah bung-
kusan kado besar dari pamannya juga, dan  hidangan  di atas meja makan yang khusus dimasak bibinya. Tidak  banyak, namun  benar-benar mengundang selera. Bistik 
lidah, goreng ikan asin, saus tomat, sambal ditambah   
lalap, lalu minuman bul sebagai penutup. Semuanya kegemaran jessica , sehingga dengan terharu wanita lesbian  itu  mengatakan  terima kasihnya kepada nyi girah  yang 
memeluknya dengan penuh kasih sayang. 
aidit  sudah mengambil tempat lebih dahulu, 
dengan mata liar memandangi hidangan di atas meja makan. Ia agak tersentak saat  jessica  mencium pipinya, dan bertanya setengah berseloro, “Mana hadiah darimu, aidit ?”
aidit  melirik sejenak ke bistik lidah, lalu menilik 
ke arah nyoto . “Ayo. Mana hafalanmu, anak cakep?” sang paman berkata mendorong. 
aidit  menelan ludah dua kali, tersenyum ka-
ku kepada kakaknya lantas berujar dengan gaya 
menghafalkan pelajaran sekolah. 
“Untukmu Kak Rika, aku berjanji tidak akan 
nakal lagi!” Dan tanpa menunggu reaksi kakaknya, aidit  
lantas menyerbu bistik lidah dengan mata kela-
paran. Ia lupa mengambil nasi, lupa membasahi ke-
rongkongannya yang kering dengan air. Dan itulah 
lalu  yang terjadi, sepotong besar bistik lidah, 
ia keluarkan lagi dari mulutnya, dengan mata merah berair!Yang lain saling berpandangan, menahan ketawa. 
aidit  bersungut kesal. “Kalian sering bilang, 
lidah ketemu lidah enak rasanya...!” Wah! 
Makan siang itu, meski tanggung waktunya, 
toh berjalan lancar dan menyenangkan. aidit  segera menghambur keluar rumah begitu seorang temannya bersuit-suit dari seberang pagar. nyi girah  menghilang  di belakang, menyibukkan diri bersama pelayan mencuci piring gelas. jessica  sadar bahwa ia juga harus menyingkir. Maka dengan hati dag-dig-dug ia bersembunyi di kamar tidurnya yang sudah diatur 
bibinya demikian rapi dan  disemprot dengan obat 
penyegar. Di ruang duduk, chucky  menggeliat di kursinya. Gelisah. 
Ia satu-satunya orang yang tidak merasakan 
kegembiraan di meja tadi. nyoto  berbicara kepada 
se tiap orang, kecuali kepadanya. nyi girah  yang tidak ingin memperoleh  hadiah omelan, berkomplot pula  dengan suaminya. Terpaksa. Sedang jessica  terlalu bahagia pulang ke rumah, sehingga tidak menyadari ada yang salah. 
Dan kini, chucky  tak ubahnya dengan seorang pe-
sakitan yang sedang menunggu palu hakim dike tuk. Ketukan itu berabad-abad rasanya baru ber-
gema dalam bentuk parau lewat mulut nyoto  yang 
menggurat tajam, “Pikirkanlah lagi, bung chucky . Ini bukan soal melamar pekerjaan …!”
chucky  membasahi bibirnya yang kering. 
Lalu, “Keputusanku sudah tetap, Om”
“Kau beri makan apa keponakanku, dengan 
satu juta rupiah sebulan?”
“Itu hanya percobaan, Om. Sesudahnya...”
“Itu dia! sesudah nya!” nyoto  bertepuk tangan. 
“Maksud Om?” chucky  tegang sesaat . 
“Kau punya tempo tiga bulan. Pada bulan 
keempat, bung chucky , kita bicarakan kembali. Siapa tahu, segala sesuatu sudah lebih baik keadaannya. Dan jangan lupa apa yang mau kukatakan berikut ini 
…!” nyoto  berhenti sejenak dan menatap lurus-lurus ke mata chucky . 
Yang ditatap tidak mengelak. 
Pertautan mata mereka jelas, saling tidak 
menyukai satu sama lain.nyoto  menyeringai.
“Aku tidak bermaksud mencabik-cabikmu,” 
katanya, dingin. “sebab  kusadari norma yang 
berlaku. wanita lesbian  yang sudah bukan perawan, akan sukar menemukan jodoh. Kalau pun mudah, akan  lebih sukar lagi menerangkan mengapa ia sudah tidak  perawan. Kecuali, bila jodohnya itu adalah laki-laki yang sudah memerawani si wanita lesbian !”chucky  terdiam. pucat mayat . 
namun , dalam umur belum mencapai dua puluh 
lima tahun, ia sudah banyak makan asam garam. 
sebab  kemanjaan yang berlebihan dari orang tua-
nya. sebab  ia tampan, dan tahu kapan ia harus ber-
mulut manis, kapan ia harus menjauh meski harus 
meninggalkan bekas-bekas yang menjijikan . Se-
hing ga wanita lesbian  nya berubah membencinya, dan orang tua mereka pasti menyesal sudah  keliru dalam cara mewujudkan kasih sayang. 
Maka, dengan wajah bersungguh-sungguh, 
chucky  pun menanggapi. Tenang. “Terima kasih. Om  sudah membuka mataku. Kalau aku harus menunggu  sepuluh tahun lagi, aku akan menunggu. Selama itu,  kukira aku dapat menabung. Bila saja jessica ...”
“Dia pasti setuju!” tukas nyoto , datar. 
“Aku juga berharap demikian...,” chucky  mencoba 
tersenyum meski kedua lututnya terasa goyah, dan 
dadanya bagai dirobek-robek oleh kemarahan. 
“Masih ada yang harus kupikirkan, selama waktu 
menunggu?” ia bertanya, setengah menyindir. 
“Oh, tentu. Tentu. Lain kali, bung chucky , aku 
tidak menghendaki kau yang bicara. Melainkan, 
orangtuamu. Jelas?”chucky  memerlukan tempo tiga menit berlalu, sebelum ia mengangguk-anggukkan kepala. Tersuruk-suruk, lalu  bangkit dengan gontai, dan berjalan dengan langkah digagah-gagahkan dan kepala tegak 
menuju pintu depan. “chucky ?”
“Ya Om?” chucky  berpaling. Mukanya tegang, 
warnanya merah dadu. nyoto  menyeringai lebar. “Kau melupakan sesuatu.”
chucky  menatap ke atas meja. Rokoknya tertinggal. Ia masuk lagi, mendekati meja lalu memungut ro-
koknya dengan tangan gemetar menahan kemarahan, memasukkan ke saku kemeja. 
“Hem. Rupanya kau tidak mengerti maksudku,” 
nyoto  bergumam dengan mata mencemoohkan, lantas  menggerakkan bahu ke pintu kamar jessica  di lantai  atas. Yang tertutup rapat. “Bersikaplah seolah tidak  terjadi apa-apa. Dan, chucky ! Hanya untuk pamitan.  Lebih dari itu, sabarlah sampai waktunya tiba. Paham?!”
chucky  menggemeratakkan gigi, dan berjalan de-
ngan langkah-langkah mengambang ke lantai atas. 
Me langkahi anak tangga demi anak tangga, se akan  bagai merangkaki lereng bukit demi lereng bukit,  Hebat, bahwa ia akhinya tiba juga di depan pintu  kamar tidur jessica , tanpa jatuh tersungkur lalu ditertawakan oleh nyoto  yang terus memantau  dari lantai bawah. 
Baru sekali ketuk, pintu sudah terbuka. Dan 
jessica  tampak berdiri di hadapannya, menatap diam  dengan air mata berlinang-linang. chucky  tertegun. Gugup. sesudah  menarik nafas panjang untuk mengisi  paru-parunya dengan gelembung-gelembung udara,  seperti orang kepayahan berlari chucky  pun mendengus.  “Aku mau pulang.”
jessica  mencoba tersenyum. Dan membuka ra-
ha sianya, “Aku mendengar. namun  Omku kukira 
benar....!’’Sial! Ingin rasanya chucky  memaki. Tadi di rumah  sakit, jessica  tampak begitu mudahnya menyerah!“Kau akan menunggu?” bisiknya. Tersedak.
“Sampai mati.” wanita lesbian  itu balas berbisik. 
Barulah chucky  dapat tersenyum. 
“Jangan!” katanya  lebih cerah. “Jangan mati, 
sebelum kita naik pelaminan...!”
Lalu mereka berpisah. 
Tanpa jabat tangan, tanpa lambaian, apalagi 
cium mesra. 
Lidah di dalam mulut chucky  sesaat terasa bagai 
menggeliat, gatal. Lidah jessica  lebih gatal lagi. 
aidit  jelas tidak memahami apa yang ia omelkan 
sesudah  menyemburkan potongan bistik lidah dari 
mulutnya. Kalau anak itu paham, pasti bistik itu ia gasak habis-habisan.  
jessica  lebih dahulu  menyempatkan diri menjenguk  pa panya di penjara, sebelum mengikuti ujian su sul an . 
“Doakan aku, ayah ,” ia memohon. 
Selesai membaca hasil pengumuman sepuluh 
hari sesudah nya, ia berlari-lari menemui ayah nya lagi.  “Doamu terkabul, ayah !” ayah nya menangis. 
jessica  menangis.  Ia bahagia, sekaligus malu kepada dirinya  sendiri. 
Goncangan pikiran selama minggu-minggu 
terakhir sebelum ujian, benar-benar mengganggu 
konsentrasinya. Ia hampir tidak bisa belajar sebelum maju ke meja ujian susulan itu. Maka, begitu ujian  hari terakhir selesai, ia tidak menolak undangan guru 
matematika kencan malam harinya. Hanya makan 
malam di sebuah restoran, lalu nonton di bioskop. 
Selama fi lm diputar, tidak ada hal-hal menjurus yang  mereka percakapkan, kecuali remasan-remasan tangan Pak donald duck  di tangan jessica , sesekali di paha dan satu kali usapan lembut yang seolah tak disengaja, pada payudaranya.
Guru yang tengah ngebet itu, berani melanggar 
kode etik. namun  ia tidak cukup berani untuk menyatakan isi hati sampai ia pamit di pintu rumah muridnya yang  muda belia dan cantik itu. 
Ia hanya mampu mengatakan  ini saja, “Malam 
yang menyenangkan, jessica .”
jessica  pun memberi hati. “Sangat menyenang-
kan, Pak donald duck !”
“Bukan yang pertama, kuharap,” guru bujangan 
itu sedikit lebih berani. Namun toh ditambah  dengan 
nafas sesak, seolah lehernya tercekik. 
“namun , Pak donald duck . Malam pertama selalu lebih berkesan!”
“Ah, ya. Kau benar.” dan guru matematika 
yang malang melintang itu, pulang ke rumah kosnya.  Dan jessica  yakin betul bahwa si pelanggar kode etik  itu pasti langsung rebah di tempat tidur dan sekejap 
lalu  malaikat cinta sudah membawanya terbang 
menuju langit ketujuh. 
Seminggu sesudah  pengumuman hasil ujian, 
jessica  berlari-lari memperoleh kan tantenya.
“Tante, Tante...,” bisiknya, terengah-engah. 
“Ada tamu di depan.” nyi girah  tercengang. 
“Untukku?”“Tidak...”“Kau?”“Ya”
“Lalu mengapa aku harus...”
“Katakan aku pergi, Tante. Mau, ya? Mau?” 
jessica  memohon. 
Pelan-pelan, senyuman nakal bermain di bibir 
tantenya. nyi girah  geleng-geleng kepala, seakan 
menyesalkan, namun dukungan moril tetap ia 
sumbangkan dengan sukarela kepada keponakan 
yang disayanginya itu. 
“Kau sempat dilihatnya?” ia bertanya. 
“Belum. Aku kebetulan mau membuka jendela 
kamar tidurku, saat  aku melihat sepeda motornya 
memasuki halaman...!“
“Oke. Masuklah lagi ke kamarmu. Sembunyi di 
kolong tempat tidur. Jangan lupa, sprei tarik sampai 
rata dengan lantai!”
Lalu sambil menahan ketawa yang ingin 
meledak, nyi girah  berjalan ke ruang tamu begitu bel berbunyi. Ia mencubit pahanya keras-keras, sampai  terasa sakit, agar ketawanya tidak keluar dan wajahnya  tampak serius. Baru sesudah  itu, pintu ia buka, dan  sambil  tersenyum lebar, ia menyapa. “Hai, Pak donald duck  
kiranya. Silakan... silakan...!”
Guru matematika itu ngobrol sambil minum 
teh dengan nyi girah , lebih dari setengah jam. sesudah  
ia pergi dengan janji nyi girah  “akan memarahi 
keponakanku lama benar meninggalkan rumah”, 
nyi girah  mengurut dadanya yang sesak dan lalu  
berjingkat memasuki kamar tidur jessica . 
Tempat tidur kosong. Ia memanggil, tak ada 
sahutan. saat  ia lihat tepi bawah sprei rata dengan 
lantai, pelan-pelan ia menyikapkannya. 
Ternyata jessica  rebah di kolong ranjang, rata 
dengan lantai.  Tidur. 
Mendengkur, lagi..
Pukul empat sore lebih lima menit, jessica  
terbangun. Kepalanya terantuk besi-besi penahan 
kasur. Dengan muka meringis, ia mendatangi nyi girah  
yang membantu pelayan memasak mempersiapkan 
makan malam di dapur. 
“Tante. Tante...,” ia bergumam, linglung. 
“Rumah ini berhantu!”
“Apa?” nyi girah  terperanjat. 
“Rumah ini berhantu!” ulang jessica . Serius.
“Ah, yang benar!”
“Sungguh.”
“Kau melihat hantunya?”
“Tidak...”
“Lantas?”
“Aku mengalami peristiwa aneh…”
“Oh ya? Aneh bagaimana?”
“saat  aku terbangun, aku kaget setengah 
mati!” “Hem. Kenapa?”
“Aku... aku tidur di kolong ranjang. Padahal 
sebelumnya tidak pernah. Bukankah itu pekerjaan 
hantu, Tante?”
Selama satu detik, nyi girah  melongo. 
Detik berikutnya, ia tertawa terkekeh-kekeh 
sam bil memegangi perut. Pelayan memandang bi-
ngung. jessica  lebih bingung lagi. Dan nyi girah  se ma-
kin terkekeh. Seluruh tubuhnya terguncang-guncang. 
Bahkan sampai terduduk di lantai, dengan air mata 
bercucuran saking tidak kuat menahan geli. 
Malamnya di meja makan, nyi girah  menceritakan 
peristiwa itu kepada suaminya. nyoto  bergelak-gelak, dan aidit  yang ikut nguping, ikut pula tertawa. namun   anak itu rupanya berpikir lebih dewasa dari usianya. Habis tertawa, ia memandangi kakaknya dan  langsung mengajukan protes. “Kakak tidak jujur...”“Apa?” jessica  melotot. 
“Itu durhaka namanya. Melangkahi guru!”
 Diam berpikir sejenak, jessica  cepat menangkap 
maksud pembicaraan adiknya lantas membela diri. 
“Guru matematikaku itu tidak kulangkahi, aidit .”
“Tidak? Malah Kakak mengencinginya!”
“E-eee, kapan pula kau melihat aku membuka 
celana di depan Pak donald duck ?”
aidit  merah mukanya.
Dengan marah ia berkata, “Kalau guru ma te-
matikamu itu datang lagi, kakak kulaporkan!”
jessica  terkesiap. nyi girah  berhenti tertawa, sedang 
nyoto  membungkam tiba-tiba. Diam-diam ia menyesal 
sudah  membicarakan sesuatu yang tidak patut di depan 
anak yang masih polos itu. 
Cepat nyoto  memutar otak, lantas berujar halus. 
“Siapa yang kau sukai, aidit ? chucky  atau Pak donald duck ?”
“Bang chucky , dong, Om. Dia sering membelikan 
burger atau pizza, dan berjanji kalau sudah punya 
duit segerobak, akan membelikan aku sepeda motor,  dan lalu  mengajari aku ngebut. Dia bilang, aku  akan menjadi pembalap terkenal seperti dia!”
“Begitu. Kau tahu, mengapa guru kakakmu 
datang ke sini?”
“Mau ketemu kakak. Apa lagi!” dengus aidit . 
“Artinya?”
“Hem, apa yaaa. Oh, aku tahu!” aidit  tiba-tiba 
bersemangat. “Dia mau merebut Kakak dari bang 
chucky …!”
“Akan kau relakan dia berbuat demikian, 
aidit ?”
“Uh! Tidak! Tidak sudi. Dia harus melangkahi 
mayatku dahulu . namun  dia tidak akan berhasil. sebab   aku akan membantingnya. Sampai rata dengan  tanah!” “Duh, galaknya. Membanting guru. Itu tidak  baik.”
“Jadi, harus bagaimana aku Om?” aidit  kebi-
ngungan.  “Tutup mulut. Itu saja!”
aidit  mengatupkan mulutnya. Rapat-rapat. 
jessica , nyoto  dan nyi girah , tertawa terbahak-
bahak. aidit  ingin ikut tertawa bersama mereka, namun  ia tahan keinginan itu kuat-kuat. Pendiriannya jelas, ia ingin jadi anak baik, sebab  itu ia harus tetap menutup  mulut rapat-rapat.
Satu jam lalu , aidit  pergi tidur. 
nyi girah  menekuni pekerjaannya, merajut popok 
bayi. saat  jessica  masih di rumah sakit, nyi girah  sering  diserang perasaan merasa mual tanpa sebab, muntah  beberapa kali, lalu menyempatkan diri menemui dokter. Sekarang, ia merajut popok bayi itu dengan 
mata berkilau gemerlapan. Tujuh bulan mendatang, 
nyi girah  tidak saja menjadi pengganti ibu buat jessica   dan aidit . Ia malah akan menjadi ibu dari anaknya sendiri.  “...Rika?”
jessica  sedang asyik menonton fi lm akhir pekan 
di ruang tengah. Sebuh televisi empat belas inci, 
pengganti televisi berwarna ukuran 29 inci yang bulan sebelumnya sudah  mereka jual, sesaat  menghentikan  keasyikannya.
“Ya Om?”
“Kapan persisnya dilangsungkan pesta perpi-
sahan sekolahmu?”
“Rabu malam, Om, ” jawab jessica , dan di dalam 
hati ia merasa bahagia. Paman nyoto  yang selama ini  kurang memperhatikannya, berlaku keras terhadap  setiap kesalahan yang ia perbuat, benar-benar sudah   berubah belakangan ini. Ia begitu peramah, begitu  memperhatikan kepentingannya dan kepentingan  aidit . 
“Hem. Rabu malam ya. chucky  sudah tahu?”
Bola mata jessica  berkilau cemerlang. 
Indahnya mata itu, rungut nyoto  dalam hati. 
Dari mata, ia mencuri pandang ke bagian yang lain 
di tubuh jessica . Dan ia bergidik, menyadari betapa 
indahnya bagian-bagian yang terpajang di depan 
mata. Rok jessica  sedikit tersingkap, dan nyoto  melirik  sekejap ke arah itu sesudah  mana berpaling dengan gigi  gemeletuk. Nyaris tak mendengar jawaban jessica .
“Belum, Om …”
“Beritahulah dia besok. Dia orang yang cocok 
untuk menemanimu, bukan?”
Dada jessica  berbunga-bunga. Omku yang 
baik, jeritnya dalam hati. Mengapa tidak kupanggil ia  sesekali dengan sebutan paman? 
Namun saat  suaranya keluar, tetap saja 
lidahnya latah menyebut panggilan yang biasa. 
“Terima kasih, Om nyoto !”
“Ah, tak perlu berterima kasih. Aku hanya ingin 
mengingatkan, pada malam perpisahan itu pilihlah 
pakaianmu yang terbaik. Oke?”
Lamunan jessica  lantas melayang pindah ke 
dalam lemari pakaiannya. 
Ia bingung. Mana yang terbaik?
“Kau tidak menyukai hadiah yang kuberikan  
saat  kau pulang dari rumah sakit, ya jessica ?”
Di sudut, nyi girah  mengangkat muka. 
namun  merundukkan kepala lagi dengan segera, 
pura-pura tidak mendengar. Jari-jemarinya gemetar.  Dan telinganya mendengar jessica  menjawab perlahan, 
“Oh. Aku sangat menyukainya, Om. Gaun malam 
yang benar-benar cantik…!”
“Kalau begitu, mengapa tidak kau pakai-pakai 
juga?” jessica  terdiam. Ia berpaling ke televisi. Wajahnya. namun  tidak matanya. Matanya melirik ke arah  tantenya yang sibuk merajut popok. 
jessica  sudah membuka bungkusan kado itu ma-
lam pertama ia pulang dari rumah sakit. Ia me nga-
guminya, dan menyadari betapa mahal harga ga un itu, dalam keadaan mereka sekarang yang be gitu morat-marit, hanya mengandalkan hasil usaha pamannya  jadi calo jual beli mobil. 
Pada waktu guru matematikanya mengajak 
kencan, jessica  sempat mematut-matut diri di depan  kaca dengan gaun malam itu. nyi girah  membantunya,  supaya dandanannya benar-benar memikat hati.  Pada saat nyi girah  membenahi rambut jessica , secara  kebetulan jessica  melihat garis kecokelat-cokelatan  melingkar di jari manis tantenya. Hari terakhir nyi girah  
menjenguknya di rumah sakit, jari manis itu masih 
dilingkari cincin berlian, hadiah perkawinan dari ibu 
jessica . Gaun malam ini  tidak jadi dipakai jessica  
saat  jessica  lalu  memenuhi ajakan nonton 
sebagai balas budi atas bantuan guru matematikanya itu menolong kelulusan  jessica  dalam ujian susulannya. Disaksikan oleh tantenya yang terheran-heran, jessica  langsung melepas lalu melipat hati-hati gaun ini .  Lalu sambil  menahan tangis, ia menyimpannya di 
dalam lemari.  Ia bayangkan buket bunga, bistik lidah,  minuman bul, dan sejumlah besar uang yang atas nama pamannya oleh chucky  dibayarkan di bagian administrasi rumah sakit. Tahulah jessica , tantenya sudah  mengorbankan cincin kawin kesayangan yang tidak pernah berpisah dengan jari manisnya. “Apakah kurang pas dengan tubuhmu, Rika?”jessica  terjengah. 
“Pas, Om. Begitu tepat Om memilih ukurannya, 
” jessica  mencoba tersenyum. 
“Jadi?”jessica  menatap sekilas ke arah tantenya, lalu  berpaling kepada sang paman. 
Lalu berkata, memutuskan. “Aku pasti akan 
tampak cantik sekali mengenakan gaun itu dalam 
pesta perpisahan sekolahku Rabu nanti. Benar bukan, Om?”Wajah nyoto  memerah, tanpa sebab. 
“Kau memang cantik,” gumamnya, tersendat. 
nyi girah  mengangkat muka sekali lagi. 
Matanya basah.    pesta perpisahan sekolah untuk murid-murid yang  sudah lulus ujian itu berlangsung dengan meriah.  Kegembiraan berbaur di aula gedung Gelanggang Remaja yang penuh sesak. Merayapi deretan-deretan kursi, menyapu wajah-wajah berkeringat, mengalir sampai ke belakang panggung, dapur yang  ditempati bagian konsumsi, sampai ke kebun di mana 
akan berlangsung acara garden party. Musik seperti tidak mau berhenti. Para pelawak muda dan berbakat mengocok-ngocok perut, penyanyi yang sebagian bertelanjang dada berjingkrak-jingkrak tanpa sadar bahwa pesta sekolah itu seharusnya berjalan sopan.  Kepala sekolah tahu diri. 
Pidatonya singkat, dengan suara tersendat-
sendat melepas kepergian sebagian murid-murid, 
memberi nasihat   kepada mereka yang tidak beruntung lulus  dalam ujian akhir. Wakil orangtua murid agak bertele tele, namun  selingan humor dan  sindiran-sindirannya  sering melahirkan tawa membahana dan juga applause  yang riuh rendah. Pemberian piagam-piagam, tanda 
kenang-kenangan bercampur baur dengan hiruk 
pikuknya ucapan-ucapan selamat dan  teriakan-
teriakan simpang siur. Melanjutkan kemana? Mau jadi  apa? Wah, bahasa Inggrismu jelek, mana kau diterima di akademi sekretaris! Apa? Mau ke luar negeri? Wah,  kau kependekan, tak bakal diterima masuk TNI!  Langsung buka bengkel? Rudin ya?
Bahkan murid-murid yang tidak lulus, ikut 
berkicau. nUntuk melampiaskan kesedihan, sebagian mereka menyelusup ke dapur dan mencampur minuman  keras di antara gelas-gelas berisi kopi atau teh yang  diedarkan tanpa henti-hentinya. Malah ada yang na kal 
menyelundupkan ekstasi atau sabu-sabu. Tak he ran, meski daftar acara tidak mencantumkan acara melantai, begitu tiba saat istirahat seorang dua hadirin  de ngan nekad meloncat ke podium dan mulai menari-nari. Beberapa guru yang masih sadar, tertegun. namun   guru-guru yang sial kebagian teh yang sudah di-campuri minuman keras dengan kadar alkohol tinggi, 
bertepuk tangan memberi semangat. Malah di antara  guru itu ada pula yang latah, ikut berteriak-teriak sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya yang tepos. 
Salah seorang di antaranya, adalah Pak donald duck   guru matematika yang terkenal galak di depan kelas,  terutama  kepada murid laki-laki . saat  mencium gelas-nya berbau alkohol, ia bukannya marah, namun  malah  isinya langsung ditenggak sekaligus dan meminta  tambah, tambah dan tambah lagi. Ia ingin mabuk.  Ia ingin melupakan pemandangan yang mendirikan  bulu roma sebelum pesta dimulai. jessica  mun cul 
dalam gaun cemerlang, digandeng laki-laki  gan teng  yang banyak dibicarakan sebab  reputasinya di arena  balap motocross. Ia dengar namanya chucky , yang saat   melihat donald duck  mendekati jessica  untuk ber salaman,  menyapa setengah menantang:“Hai, Pak Guru. Enggak punya teman kencan  ya?” Di arena lantai dansa yang semakin melebar tanpa disadari setiap orang, donald duck  tidak lagi sendirian.  Setengah memaksa ia menyeret guru wanita lesbian  yang  manis dari sisi suaminya. Si suami yang rupanya juga  kerasukan alkohol selundupan, tidak pula membuang  kesempatan. Langsung saja menggaet seorang murid  wanita lesbian  berdada montok dan di sekolah terkenal  sebab  kerlingan nakal mau pun omongan joroknya.  chucky  bahagia, meski jessica  menolak dansa.  Ia bergendang-gendang sendirian di kursinya.  Tidak sadar, jessica  sama tidak bahagianya dengan 
guru matematika itu.  jessica  sedang dihinggapi perasaan menyesal. Sangat menyesal datang menghadiri pesta perpisahan,  dengan mengenakan gaun yang membuat Tante  nya kehilangan cincin kawin. Penyesalannya 
se makin menjadi-jadi, sesudah  ia menerima jabat an  ta ngan yang dingin dari guru donald duck , guru matematikanya yang wajah maupun ucapan selamatnya tidak bisa menyembunyikan perasaan kecewanya yang  teramat sangat. “Tak kusangka budi baikku kau balas 
dengan bau kentutmu, jessica …!”
Diam-diam jessica  memperhatikan guru ma-
te matikanya itu tampak berperilaku setengah his-
teris bersama pasangannya berdansa. Sang guru perempuan, dengan siapa lalu  guru matematika 
itu sedang dilanda frustrasi itu tahu-tahu saja 
menghilang di balik panggung. Tak lama. Mungkin 
tidak lebih dari tiga menit, guru wanita lesbian  yang manis itu sudah  masuk kembali. Wajahnya merah  padam, dan rambutnya tampak kusut. Ia langsung  menyeret pergi suaminya. Agaknya mengajak pulang. Pak donald duck  tidak kelihatan. Baru pada waktu acara 
makan santai di kebun, ia lewat di samping jessica  
yang sedang memilih makanan apa yang cocok untuk  lidahnya.  Pipi kiri Pak donald duck , tampak berbarut merah. Jelas bekas cakaran kuku. 
“Hai...,” ia menegur jessica , dengan gerak 
limbung.  Guru matematika itu rupanya sudah mabuk  berat. 
“Pak donald duck . Makan bersama saya, ya?” ajak 
jessica  hati-hati. “Makan apa?”, donald duck  menyeringai. “Hasil  ujianmu yang berbau busuk?” ia tertawa. Parau.  Lantas berteriak dengan lantang sehingga suasana  meriah di kebun yang diterangi lampu-lampu hias itu,  sepi menyentak sesaat . 
Teriakan yang bergema ke sekeliling, memantul 
dengan ganas dari satu telinga ke lain telinga, dengan nada monoton. “Kalian semua! Tahukah, jessica  mestinya mengulang satu tahun lagi?!”
chucky  meletakkan piringnya di atas meja pras-
ma nan, melangkah mendekati guru yang sudah ke-
surupan itu sambil  menggeram seperti harimau luka.  jessica  terpekik. Ngeri. namun  donald duck  sudah keburu menjauh.  Lenyap di kegelapan malam di sebelah luar  kebun. Bukan atas kemauan sendiri, melainkan sebab  keburu diseret oleh beberapa rekannya.  Dalam kesunyian yang terjadi, masih terdengar suaranya dari kejauhan yang berteriak-teriak histeris, menyebut-nyebut nama jessica , menyebut-nyebut  cinta, menyumpah serapah, tertawa ganjil, yang makin lama makin sayup. Semua mata tertuju ke arah suara itu akhirnya melenyap.  Lalu, seperti dikomando, semua mata itu serempak pula berpaling ke satu arah. jessica  pun menggigil sesaat . “Kau, penghianat!” ia merasa semua mata me-
nu duhnya. “Kau wanita lesbian  hina dina! Murid durjana! Anak koruptor yang tidak patut di belas-kasihani! Enyah! Enyah dari sini! Enyah! Enyaaaaaaahhh...!”
Piring di tangan jessica , jatuh menggelinding ke 
bawah.  Tiba di rerumputan dengan suara lunak. namun  terdengar bagaikan ledakan bom di kesenyapan rimba  belantara. 
Seakan dilemparkan ke sebuah mimpi buruk, 
jessica  merasakan seseorang mencekal tangannya, men jepitnya dengan kuat sehingga ia kesakitan. Seterusnya, tubuhnya seperti diseret ke tempat gelap,  dijerumuskan ke dasar jurang yang menganga hitam.  Selama itu, matanya tidak berkedip. Menatap hampa,  tanpa sesuatu pun ditangkap sinar matanya yang 
pudar dan basah oleh genangan air mata. 
chucky  melarikan mobil ke dalam mana se be lum-
nya jessica  didorong masuk, dengan mulut chucky  terkatup sangat rapat.  Kemarahan membuat chucky  sampai lupa bahwa  mobil itu dapat minjam dari salah seorang temannya. 
Lupa, suatu goresan kecil saja di mobil itu akan 
membuat temannya jatuh pingsan. Sebentar-sebentar  ia melirik ke samping. Dan mengutuk diam-diam, sesudah  melihat air mata menganak sungai di pipi  kekasihnya.  “Hai. Bicaralah,” ia membujuk.  jessica  tidak bicara. 
“Kita singgah di bar, ya. Ada suatu tempat me-
nyenangkan. Mejanya dikelilingi kotak-kotak anyaman bambu, dengan lampu-lampu temaram. Swikenya enak. Kau dengar? Swike-nya enak. Di campur dengan... Hei, hei …!” ia menepuk-nepuk paha jessica .  Lantas membentak. Kesal. “Kau tuli, ya!” jessica  mengerjap. 
“Uh. Masih hidup!” dengus chucky . Menyerigai. 
“Kau mencintainya, ya?. Mencintai guru mate ma ti kamu itu! Pantas kau sering bicara tentang dia, dan...”
“Diam, chucky !”
“Kau mencintai dia. Kau menangisi dia. 
Kau...”“Kau memasuki belokan yang salah, chucky …!”chucky  ternganga, namun  sesudah  sadar cepat ia melambatkan lari mobil. 
Lantas tanpa memedulikan apakah pertigaan 
di belakang mereka aman atau tidak, dengan pikiran  risau chucky  pun memundurkan mobil dengan cepat.  Kembali ke pertigaan yang barusan ia lewati tanpa  sadar. Di mana, masih dalam posisi mundur dan btanpa mengurangi kecepatan, mobil ia belokkan ke bkiri dengan satu putaran tajam. Versnelling lalu   ia sentak ke posisi maju. Dengan satu sentakan kasar. bDan langsung tancap gas saat  ia mengambil  belokan ke kanan.
Belokan yang benar. Menuju rumah jessica .
Dan mereka langsung disambut oleh suasana 
yang tak kurang menyesakkan.
Rumah jessica  tampak sangat muram. Gelap di 
sekeliling, dan saat  pintu dibuka oleh nyoto , nyala 
lilin yang ia pegang tampak menari-nari di wajahnya. 
chucky  lantas menatap bingung ke rumah sebelah 
menyebelah. Semuanya terang benderang. 
Sebelum chucky  sempat bertanya, nyoto  sudah 
meng gerutu. “Sial! Aku lupa membayar sewa listrik. Belum juga dua bulan! Sialan!”
Itu bukan ucapan selamat datang yang meng-
gembirakan.  Tidak pula ada ajakan, silahkan masuk! chucky  memandangi jessica . Diam-diam wanita lesbian   itu menyeka air mata yang masih mengaliri pipinya,  dan kini memandangi chucky  sambil  tersenyum. Jelas, dipaksakan.
“Terima kasih untuk kebaikanmu, chucky ,” jessica  
merintih.  Rintihan mengusir!
“Kau tidak menyuruh dia masuk dahulu ?” protes 
nyoto  heran. namun  hanya mulutnya yang keheranan. Tidak matanya. Mata itu bersinar senang. “Aku letih,” bisik jessica , lalu mengecup pipi chucky  lembut. Tampaknya hanya kecupan cepat, dingin dan  jelas tidak enak dinikmati. 
namun  saat  melihat acara main kecup itu, toh 
nyoto  meringis. chucky  cukup puas meski sebetulnya  ia ingin lebih.  Bukan sekadar kecupan di pipi. “Selamat malam, Om 
nyoto  …,.” ia bergumam, nyaris tanpa semangat. 
“Malam, chucky .” Menunggu sampai mobil chucky  mundur sampai keluar gerbang, nyoto  lalu  menutup pintu.  
begitu pintu ditutup, dan nyoto  lantas bergegas 
ma suk ke ruang tengah, ia sudah tidak melihat ke-
be radaan jessica . Hanya ada nyi girah . Istrinya tampak sedang membetulkan lilin yang terjatuh di atas meja. nyi girah  tersinggung begitu melihat jessica  menerobos  masuk dan langsung terbang ke lantai atas. Masuk  dengan cepat ke kamar yang pintunya langsung pula  dihempas menutup. 
nyi girah  sebetulnya  sangat ingin untuk naik ke 
atas dan bertanya apa yang terjadi dengan jessica . 
namun  yang keluar dari mulutnya, sama sekali 
tidak terencana. “Apakah listrik dicabut, nyoto ?”
“Mungkin.”“Itu berarti, kita harus membayar pemasangan baru.”
“Lalu kau kira apa? Membangun gardu sendiri, 
ya?!”nyi girah  mundur ketakutan. 
Ia tahu suaminya sudah  berkorban demikian 
besar. Dapat bersabar dengan hebat, dapat berwajah  manis dengan luar biasa, dapat berbaik hati secara  mengherankan. nyoto  sudah merencanakan, malam binilah ia akan bicara dengan jessica . Selagi jessica  masih 
dalam kebahagiaan, diperkenankan pergi dengan 
chucky .  Huh! nyoto  selalu menunggu berita di surat bkabar. Dan nyi girah  tahu, yang ditunggu-tunggu oleh  suaminya adalah berita kematian. Tentang seorang jagoan motocross, yang mati sebab  tabrakan  mengjessica n di jalan raya. nyoto  meletakkan lilin di atas bufet. “Mana jessica ?” ia mendesah. Serak. “nyoto . Jangan sekarang...”
“Aku tanya kau, mana jessica ?!” nyoto  membelalak, dengan urat-urat wajah bersembulan. 
nyi girah  langsung menciut.  Sahutnya, “Tidur.”
“Apa? Tidur? sesudah  aku menunggu sekian 
lama?”Ia lalu  bergegas naik menuju kamar jessica . Langkah kakinya berdebam-debam di sepanjang anak  tangga. Tangan nyi girah  sempat terulur ke depan. Ingin  menahan. namun  lalu  turun kembali. Lunglai. Kamar tidur yang lalu  dimasuki nyoto  tam pak gelap. “jessica ?” nyoto  memanggil lembut. Kesabarannya  sudah  diperoleh kembali. Tentunya melalui perjuangan  batin yang cukup berat. “Kau di situ, jessica ?”Lama, baru terdengar sahutan. Lirih, tak bersemangat. “... Ya, Om?”“Kuambilkan lilin, ya?”
“Tak usah, Om.” “Gelap di sini.”“Biar...”
“Ayo, kumpul-kumpul dengan kami di bawah. 
Tantemu akan menghidangkan minuman. Kau mau 
apa? Susu? Air jeruk? Teh? Sebut saja!”
Sepi sesaat.  Lalu suara terisak-isak. Halus. 
“Eh. Kok menangis?” tanya nyoto  heran sambil 
melangkah masuk.  Isak jessica  makin keras. 
nyoto  meraba dalam gelap, dibantu cahaya suram 
lilin dari ruang tengah yang menerobos lamat-lamat ke dalam, sampai akhirnya nyoto  berhenti sekitar satu  meter dari tempat tidur jessica . Dan terlihatlah samar-samar oleh nyoto , wanita lesbian  itu rebah di tempat tidur. Menelungkup. Andai saja cahaya lilin masuk lebih  banyak, nyoto  pasti akan melihat betapa pundak wanita lesbian  
itu terguncang-guncang.  nyoto  memberanikan diri duduk di pinggir ranjang. 
“jessica ...,” bisiknya. Gugup dengan tiba-tiba. Bau 
harum dari rambut jessica , menyerang hidungnya. Juga, bau tubuh jessica , yang seakan melumpuhkan nyoto . “chucky  ya?” ia bertanya. Lembut. Samar-samar, kepala jessica  menggeleng. “Siapa kalau begitu?”
jessica  diam.  Bagai mengambang, seperti layang-layang putus talinya, telapak tangan nyoto  bergerak ke depan.  Berhenti sebentar di udara hampa, lalu turun dengan  ragu-ragu ke punggung jessica . 
“Siapa, jessica ?” suara nyoto  mulai serak. 
Diam lagi. Lalu isak tersendat-sendat. 
“Oh,” nyoto  menebak. “Pak donald duck  ya?”
jessica  manggut-manggut.
“Diapakannya kau?” nyoto  mulai membelai. 
Kepala jessica  bergerak ke kiri ke kanan. 
“Tidak diapa-apakan? Lalu, mengapa kau 
menangis?”
“Aku berdosa, Om. Aku berdosa …!”
Telapak tangan nyoto , tertegun sebentar di 
punggung jessica . lalu , sesudah  menarik nafas panjang, ia kembali membelai. Turun ke pinggang, terus ke pinggul. Ah, betapa lunak, padat dan hangat.  Pinggul nyi girah  lebih tipis, dan agak keras. Sebelum mereka kawin, nyi girah  menjadi sekretaris di  sebuah perusahaan swasta selama dua tahun. Pulang ke rumah, meneruskan kesenangannya menyulam,  membordir, menjahit apa saja. Ia kebanyakan duduk.  Lalu hilanglah kesegaran pinggulnya.  Hem, bisik nyoto  di hati. Pinggul ini, persis  pinggul anna michele . Ingat anna michele , nyoto  teringat kepada 
peti mati. Di sana terbujur...  Oh ya. Sudah berapa lama ia tidak mencubit  pinggul anna michele ? Sudah berapa lama ia tidak pernah  lagi pura-pura terpeleset dan sambil lalu menjamah lembutnya gumpalan payudara anna michele ? Ia bergidik. Tak sadar, telapak tangannya sudah  naik lebih ke  atas, turun sedikit ke samping, dan menyentuh sisi  payudara jessica  yang yang terasa kenyal namun  lunak. “jessica ?”
“Aduh, Om. Dosa apa yang sudah  kuperbuat?” 
Bagai terserang arus listrik, jessica  tiba-tiba terlonjak  dari rebahnya. Membuat sentuhan jari nyoto  di  payudaranya dengan cepat sudah menghilang. nyoto   yang tangannya keburu ditarik mundur, diam-diam  menghela nafas. Kecewa. Hanya sedetik. sebab  tahu-tahu saja, jessica  sudah  membenamkan wajah di dada nyoto , dan mem biarkan payudaranya yang tadinya  sudah sangat ingin diraba nyoto , kini justru menempel rapat di perut nyoto . 
Sambil nyoto  menggagap kaget. “Ngomong 
apa... kau tadi, Rika?”“Dosa, Om nyoto . Dosa yang sangat me malukan...!” tangis jessica . 
“Dosa apa? Bilang dong. Supaya aku tahu!” 
bujuk nyoto . Gemetar oleh kelembutan dan kehangatan  payudara anna michele  ah, jessica . Di perutnya. Membuat bibir nyoto  mengering tiba-tiba.  Ia menjilatinya.  Lalu menunggu. Dengan sabar.
“Dia... dia kuberi hati, Om. Lalu dia... ku cam-
pakkan begitu saja. Aduh, Om nyoto . saat  tadi dia 
melihatku bersama chucky ... Aduh! Dia bertingkah laku  seperti orang gila …! Aku takut dia… Dia pasti dipecat  dari pekerjaannya. Dia...” Lantas, jessica  sesenggukan.  Dan terus sesenggukan di dada nyoto . “Tenang, Rika.. Hentikanlah tangismu ...”
“Apa yang harus kulakukan, Om? Apa?” jessica  
menengadah. Dengan pipi yang basah. Wajah mereka  demikian rapat satu sama lain. Dengan nafas jessica ,  terasa menyapu pipi nyoto . Panas, menggigit. Dan  langsung membangkitkan kejantanan nyoto . nyoto  mencoba tersenyum. Kaku. Teramat  kaku. 
“Barangkali...,” ia berujar dengan pikiran kacau-
balau. “Kita datangi saja dia besok. Lalu... yah, yah...
meminta maaf. Uh. Cukup jujur, bukan?” dan nyoto  
akhirnya dapat tersenyum.  Sambil diam-diam menganalisa, ijazah jessica  toh  sudah di tangan. Meminta maaf, apa ruginya? Katakan 
saja, jessica  sudah dilamar chucky . Kalau guru itu tidak  puas juga, terus terang saja. Jelaskan, jessica  masuk  rumah sakit beberapa waktu silam, bukan sebab  tipus  atau lain sebagainya. namun  sebab  meng gugurkan  kandungan. Memalukan, memang. namun  .. Sel-sel otak nyoto  terus berseliweran semakin  kacau. Dan celakanya, kini mengarah ke pikiran lain.  Ah, ya. jessica  sudah menggugurkan. jessica  pernah bunting. Lebih ke sana lagi, jessica  sudah pernah  merasakan nikmatnya berhubungan badan dengan laki-laki . Bukan mustahil jessica  menginginkannya lagi. 
Lagi, dan lagi. Dengan dia, mungkin. Dengan nyoto , yang pasti mampu memberi  apa yang sudah 
diberikan  chucky  pada jessica . Malah bisa jadi, lebih hebat. Lebih dahsyat. Dan…
Dan, isak tangis jessica  mendadak reda.
Yang lebih mengecewakan lagi, jessica  sekaligus 
pula menjauhkan tubuhnya, menjauhkan wajahnya, 
menjauhkan payudaranya. Lantas diam sejenak, memantau  wajah nyoto . Tampak serius, sebelum akhirnya 
bibir ranum namun  tampak masih pucat mayat  itu akhirnya 
menggerimit terbuka.. 
170
“Oom benar,” kata jessica , tersendat. namun  
terkesan gembira.. “Aku akan menemuinya. Meminta 
maaf  atas perbuatanku yang sudah melukai hatinya!”
Yah, apa lagi yang bisa diperbuat oleh nyoto . 
Kecuali menanggapi sambil berlagak sama seriusnya 
dengan jessica . “Bagus. Itu keputusan yang bagus!”
“namun  Om temani aku menemui dia ya?”
“Temani kau?”
“Tanpa Oom, aku tak berani!”
“Oh, ya. Ya. Aku akan mendampingimu. 
Akan terus mendampingimu, kapan pun kau ingin. 
Nah, hapuslah air matamu sekarang. Jangan sampai 
Tantemu melihatnya. Oke?”
jessica  mangggut-manggut. Tanpa kata dan 
masih sambil memantau  wajah pamannya dengan 
pandangan sukacita.
Akibatnya, parah.
Dengan sepenuh sadar, nyoto  menurunkan 
wajahnya, lalu dengan kelopak mata terpejam, ia 
sentuhkan bibirnya ke bibir jessica . 
jessica  sempat terengah, tegang. Dan sebelum 
wanita lesbian  itu berbuat sesuatu yang dapat membahayakan 
posisi nyoto  di mata semua orang, nyoto  dengan cepat 
sudah menarik mundur wajahnya. 
Lantas tertawa.
Sumbang, memang. namun  cukuplah untuk 
sebuah sandiwara murahan dengan akhir cerita yang 
171
bisa diterima semua orang, terutama jessica , cium 
sayang seorang Paman. Tak lebih! 
“Nah, Rika. Sudah merasa lebih tenang se-
ka rang?” ujar nyoto , gembira. Sambil tak lupa me-
nambahkan, “ Sesaat tadi, kau sempat membuatku 
khawatir…!”. 
jessica  mengerjap-ngerjap. Sesaat.
Lalu, “Maaf, Om nyoto . Dan terima kasih untuk 
saranmu yang cemerlang itu. Aku merasa lebih tenang 
sekarang…!”
“Betul?”
“Betul, Om.”
Dan untuk menegaskan dirinya memang sudah 
merasa lebih enak, jessica  lantas merentang-rentangkan 
kedua lengan, menggeliat, lalu tertawa. Tawa yang 
sumbang, tawa yang membuat telinga Pasul digelitik 
perasaan bersalah.
jessica  menggeliat sekali lagi. 
Baru sesudahnya, “Minum apa Om bilang tadi? 
Air jeruk?”
nyoto  tersenyum. Kaku. “Kalau mau brendi, aku 
punya sedikit persediaan,” jawabnya. 
“Oke. namun  satu sloki kecil saja. Dan kita akan 
minum bersama Tante nyai !”
“Tentu. Tentu. Ia pasti akan gembira...”
sesudah  itu, boleh dibilang nyoto  setengah me-
lompat keluar kamar, bernafas sesak, yang mem buat 
172
langkahnya lalu  berubah lunglai dengan kepala 
merunduk dalam, dibebani perasaan bersalah yang 
kian menjadi-jadi. 
Lantas mendadak diam tertegun di undakan 
atas tangga, manakala matanya menangkap tidak ha -
nya kelap-kelip cahaya lilin yang menyeruak dari lan-
tai bawah.
namun  juga, sesosok tubuh, yang dari tempat 
nyoto  berdiri, tampak begitu kecil dan jauh lebih kurus  dari sebelumnya.  
nyi girah  meringkuk di sudut ruang tengah. 
Mencoba menekuni sebuah majalah, yang dengan 
susah payah ia dekatkan ke cahaya lilin. 
Begitu mendengar suaminya mendekat, ia 
meng angkat muka. Dalam sinar temaram, wajahnya tampak datar. Tanpa ekspresi. Diam-diam, ia sempat  menguping apa yang dibicarakan suaminya dengan jessica , walau tak begitu jelas dan tak pula semuanya. 
Ia sedih, jessica  tidak dalam keadaan sehat lahir dan 
ba tin, namun  sekaligus senang saat  melihat wajah 
sua minya yang bernyala-nyala sebab  kegembiraan. 
nyi girah  tidak akan sesenang itu, kalau ia tahu, di antara suara-suara pembicaraan tadi, ada suara kecupan bibir yang terlalu sangat lemah untuk dapat mencapai  telinga nyi girah .  Mereka minum-minum dengan kegembiraan  semu.  Dari kamarnya, aidit  menjeritkan sesuatu. Lalu  diam.  “Bermimpi,” nyoto  angkat bahu, mengomentari  jeritan sekilas aidit . “Sudah kau taruh lilin di kamar  tidurnya, nyai ?” “Sudah.”
Anak itu masih nakal. Itu pembicaraan mereka 
mula-mula. Pada dasarnya, aidit  anak baik. Biarkan saja  ia sesekali sibuk dengan kesukaannya bertengkar dan  berkelahi. Tandanya ia bakal jadi laki-laki pemberani. Asal dicegah diarahkan pada waktu yang tepat.  Lalu, oh ya. Bulan depan aidit  akan menempuh  ujian kenaikan kelas ya? Dan kau, jessica ? Apa 
rencanamu, selama chucky  sibuk menabung? Ooo, 
mau kursus modiste? Itu bagus. Supaya kau ada 
kesibukan. Dan siapa tahu, keterampilanmu kelak 
dapat bermanfaat. Bukankah kita sekarang sudah 
mulai berdiri sendiri? Dari nol, lagi!
“... aku sudah bosan jadi calo terus-terusan! ” 
gerutu nyoto , pada waktu yang tepat. 
“Maunya Oom?” tanya jessica , tanpa curiga.
“Entahlah. Barangkali, kalau punya mobil sen-
diri, mau kutaksikan saja, dan aku sendiri yang me-
nyupiri. Hem, sayang, tidak satu pun mobil ayah  mu yang sempat kita selamatkan saat ... Aaah, sudahlah  itu. Yang lalu sudah  lalu!”
jessica  tercenung. lalu , nyala di otaknya tiba-tiba bersinar lebih terang dari nyala lilin. Ia menghabiskan sloki 
ketiga dari brendi yang disodorkan nyoto , sehingga 
wajahnya semakin merah dan mulai berkeringat. 
“Aku tahu,” katanya. Tampak bersemangat. 
”Kita dapat membeli mobil sendiri!”
“Dengan apa?” nyoto  memandangi sekeliling 
ruangan di sekitar mereka, yang lebar dan megah 
namun  miskin perabotan. “Tak ada apa-apa lagi yang 
dapat dijual…!”
“Ada!” seru jessica . Lalu diam, ingin memberi 
surprise. 
“Apa?” nyoto  mengerutkan dahi. Pura-pura 
mencemooh. 
“Rumah. Rumah ini, kalau dijual bisa laku 
sekitar satu setengah em. Atau kalau mau cepat, kita 
bisa mengdonald duck gi satu seperempat, atau satu em!” 
jessica  bertepuk tangan. 
“Uang sebanyak itu tidak gampang sekarang 
ini,” nyoto  menjadi tegang, dan nyi girah  berpaling ke arah lain. “Akan makan tempo lama, biar pun ada yang berminat”
“Jual di bawah harga saja, Om. Sembilan, atau 
kalau terpaksa, delapan ratus lima puluh juta...”
“Hem. Boleh jadi. namun  kalau tak salah, ada 
yang pernah menawar sekitar enam ratus. Aku menertawakan orang itu. Kubilang, rumah ini akan kita pertahankan sampai kita benar-benar kelaparan. Dia  sangat kecewa. Padahal, dia sedia membayar tunai, kapan saja kita mau…!”
“Negokan saja lagi, Oom!” jessica  mendorongkan 
slokinya ke depan. nyoto  mengangkat botol, namun  
nyi girah  merenggutkannya dengan cepat. 
“Ini tak cocok untukmu,” katanya pada jessica , 
lalu gelas wanita lesbian  itu ia isi dengan air putih, dingin dan 
segar. “Ini. Minumlah!”
Seperti orang kesetanan, jessica  meminumnya 
sampai habis. 
nyoto  menggemeratakkan gigi. namun  nyi girah  
tidak takut. Matanya bersinar tajam. Jelas dengan 
maksud mengingatkan suaminya, bicaralah dengan 
ponakanmu dalam keadaan ia sadar sepenuhnya. 
Kalau mabuk, ia akan berubah pikiran nanti. 
nyoto  mengeluh, dalam, dan tidak lagi memelototi 
nyi girah . 
Salah sebuah lilin padam. 
nyi girah  pergi mengambil lilin baru. jessica  
terhempas di kursinya, terpejam rapat. nyoto  mulai 
khawatir, kalau-kalau wanita lesbian  itu jatuh tertidur. namun  
saat  nyi girah  berseru menanyakan di mana gerangan 
aidit  tadi menyimpan lilin yang dapat beli di warung, 
jessica  perlahan-lahan membuka matanya kembali. 
Ia tampak sedikit pusing saat  ia lalu  
bertanya, bingung, “Mengapa listrik padam?”
“Dicabut, Rika ..!” jawab nyoto , lirih dan pahit. 
“Siapa yang mencabut?”
“Ya, PLN. Siapa lagi. Padahal baru terlambat 
satu bulan lebih. Biarlah. Besok aku ada objekan. 
Barangkali saja berhasil, dan listrik kita nyala lagi!”
jessica  terpekur sejenak. nyoto  diam menunggu. 
Dengan pandangan tak sabar. Yang terlihat oleh 
nyi girah , dan membuat wajah nyi girah  berubah 
murung. 
jessica  membuka mulut juga akhinya, “Tanpa 
listrik, harga rumah ini pasti jatuh!”
Mata nyoto  berkilat. Senang. 
Ia setengah berseru, waktu mengomentari, 
“Kau benar!”
“Berapa Om tadi katakan orang itu bersedia 
membayar?”
“Enam ratus!” jawab nyoto  bernafsu. “Biar 
tanpa listrik yang biaya pemasangan kembalinya toh 
tidak seberapa, aku yakin betul dia bersedia membeli 
sampai enam ratus lima puluh. Barangkali saja aku 
dapat merayunya agar mau membayar lebih tinggi. 
Katakanlah tujuh ratus. Pantaskah kiramu harga itu, 
jessica ?”
jessica  diam.
Matanya menatap jauh. Tak bertepi. 
Tujuh ratus juta rupiah. Mereka dapat membeli 
mobil bekas yang kondisinya masih baik, sekitar 
empat atau lima puluh juta. Biarlah pamannya 
memiliki pekerjaan tetap. Ia begitu baik belakangan 
ini. Lantas yang selebihnya? Membeli rumah yang 
lebih kecil. Sedikit di pinggir kota. Berapa ya harganya? 
Tiga ratus? Atau, empat. Lantas sisanya untuk beli 
perabotan tambahan, juga televisi pengganti dengan 
ukuran layar yang lebih lebar. 
namun , awas. Sebelumnya, sisihkan dahulu  untuk 
membuka warung kecil-kecilan. Kalau perlu, 
konfeksi. Bukankah ia akan kursus modiste? Dan 
tante nyi girah nya sudah  lama mengenal mesin jahit. 
Bagaimana memulainya? Oh ya, menjahitkan pakaian 
salah seorang keluarga, atau teman dekat, atau 
tetangga sebelah-menyebelah. 
sesudah  itu...
Benar! Ada lagi!
Tetangga-tetangga baru mereka, tidak akan 
tahu masa lalu mereka yang suram dan penuh nista!
jessica  menjadi segar bugar sesaat .
“Akan kutanyai ayah !” bisiknya. Mantap. 
“Sudah,” tukas nyoto , sedikit merendahkan su a-
ranya. Sementara nyi girah  membawakan lilin baru yang 
rupanya sudah  ia temukan. Ia sulut, letakkan di de kat 
lilin yang sudah hampir habis. Genangan lilin me-
ngering di permukaan meja. nyi girah  mengorek-ngo-
rek dengan kuku, sambil  memperhatikan wajah jessica . 
Dan nyi girah  sesaat  merasa lega. 
jessica  jelas dalam keadaan sadar. Tidak sedang di 
bawah pengaruh alkohol. Yang sebelum-sebelumnya, 
memang sesekali ada juga diminum Erka. namun  dalam 
batas-batas yang diperbolehkan anna michele  yang kini 
sudah almarhumah. Dan nyi girah  akan meneruskan 
pembatasan-pembatasan yang pernah diterapkan oleh 
anna michele , sepanjang jessica  atau aidit  dapat menerima.
“Sudah Om tanyakan?” terdengar suara jessica  
menggumamkan tanya, setengah heran. “Kapan?”
“Waktu kau masih di rumah sakit.”
“Ooo!” mulut jessica  membentuk bundaran, dan 
bundaran di kepalanya membentuk bundaran lain. 
Bundaran ganjil itu berisi pertanyaan yang aneh. nyoto  
sudah merencanakan ini jauh sebelumnya? Selagi ia di 
rumah sakit? Kapankah itu?
“Bang syam kamaruzaman  bilang, terserah kau!” nyoto  bicara 
cepat, rupanya menyadari ada sesuatu yang salah. 
“Apa?”
“Dia bilang, terserah kau.”
“Mengapa aku?”
“Katanya, ibumu sudah meninggal. Rumah ini 
atas nama almarhumah. Dan ibumu pernah berpesan, 
bila dia mendahului kita semua, rumah ini jatuh atas 
namamu dan aidit . Di bawah pengawasan ayah mu, tentu. Di penjara, ayah mu bicara banyak. dia bilang, dia tidak pantas menjadi seorang pengawas, katanya. 
Oleh sebab  itu...,” nyoto  menelan ludah. nyi girah  
menahan nafas. Dan nyoto  pun menutup penjelasannya 
dengan kalimat tegas yang sekan digaris bawahi. “Aku 
dia tunjuk menggantikan dirinya. Jadi pengawas!”
“Aku... aku tak mengerti!” jessica  mulai pusing 
lagi. 
“Kau...”
nyoto  belum sempat melanjutkan omongannya, 
sebab  sudah keburu dipotong nyi girah . 
Nekad, wanita lesbian  itu melangkahi hak 
suaminya dengan suara lunak dan penuh kasih pada 
jessica , “Kau letih, Rika. Tidurlah. Besok-besok saja 
kau temui ayah mu. Lalu kau nanti akan mengerti. 
Ah, jessica . Kau tampak pucat mayat . Sakit?”
“Cuma pusing sedikit,” jessica  mencoba terse-
n yum. 
“Kubantu kau ke kamar. Kugosokkan dengan 
minyak angin. Mau ya?”
Tak berapa lama lalu , baru beberapa 
gosokan saja, jessica  sudah tertidur. 
Dan di kamar mereka, nyoto  bertengkar hebat 
dengan istrinya.
“Goblok! Padahal dia sudah terdesak!”
nyi girah  menantang, “Dia keponakanmu, nyoto ! 
Masih terhitung darah dagingmu. Kau sampai hati!”
“Justru sebab  dia keponakanku. Kau siapa? 
Kau hanya orang luar. Kau tak berhak ikut campur 
dan...”
nyi girah  meringis. 
Lalu tubuhnya meliuk. 
“Hei, apa...” nyoto  tersentak. 
“Perutku, nyoto . Anak kita...!”
nyoto  membantu istrinya rebah di ranjang dengan 
posisi rileks. 
“Tarik nafas panjang. Ya, ya. Begitu... Ulangi 
lagi. Lebih panjang. Sekarang... nah, lepaskan, ya, ya... 
bagaimana?”
nyi girah  terpejam. Wajahnya pucat mayat  pasi. 
“Aku harus periksa ke dokter,” keluhnya. 
“Oke. Oke. Anak kita toh tidak...”
nyi girah  memegang pergelangan tangan sua mi-
nya, tersenyum dengan tabah, lantas berkata meng-
hibur. “Dia baik-baik saja. Hanya, ah... mengapa tadi 
aku mau ikut-ikutan minum brendi!”
Di kamar tidurnya, jessica  menggeliat resah. 
Ia bermimpi buruk. nyoto  mengangkanginya. 
Lalu memperkosanya, di depan biji mata 
nyi girah .  
mimpi buruk itu mengagetkan jessica . 
Ia menggeliat sebentar, lalu serempak matanya 
terbuka lebar. Ia tidak dapat melihat apa pun kecuali 
kegelapan yang hitam legam mengurung dirinya se-
perti hantu mempermainkan mangsa. Endusan-en-
dus an nafas panas menyapu wajahnya, ditambah  te-
kanan-tekanan sesosok tubuh yang menyesakkan 
per nafasannya. 
Mendadak ia sadar. Benar-benar sadar. 
Ia bukan bermimpi. Namun kenyataan yang ia 
hadapi, justru sama buruk dan menjijikan  dengan 
mimpi itu sendiri. 
“Ya Tuhan!” ia mendesis, ketakutan. “Siapa... 
apa...”
“Diamlah, Rika. Kau pasti akan menyukainya,” 
ter dengar suara bisikan terengah-engah di telinga-
nya. 
“Om nyoto !”
“He-eh. sebab  itu diamlah...”
Sebuah ciuman kasar mendarat dengan kejam 
di bibir jessica . Dalam ketakutan, jessica  menjadi nekat. 
Ia gigit mulut yang menciumnya. nyoto  memekik 
tertahan, menjauhkan wajahnya dari wajah jessica . 
wanita lesbian  itu membaui uap alkohol di sekelilingnya 
untuk sesaat. Pada saat berikutnya, tamparan keras 
mendarat di pipinya, ditambah  cacian brutal.
“Anak sialan!”
jessica  membalas. Dalam kegelapan ia menjamah 
pinggang laki-laki itu, lalu mencakarnya dengan 
sekuat tenaga. nyoto  menjerit lagi, menampar lagi, 
bertubi-tubi. jessica  menangis. Bukan kesakitan akibat 
tamparan-tamparan yang mengucurkan air matanya, 
melainkan hatinya yang terluka. 
“Om nyoto . Tak kusangka kau tega...!” ia me nge-
rang. 
“Diam!” nyoto  mencengkeram kedua pundak 
jessica , menekan tubuh wanita lesbian  itu sampai terbenam 
da lam kasur. “Jangan bertingkah! Kau akan me nyu-
kainya, dengar? Kau akan menyukainya... namun  se-
kali lagi kau mencakarku, kau akan ku...”
“Om nyoto . Kau... kau mabuk!”
“Siapa bilang? Yang mabuk itu, kau!” nyoto  
berusaha menciumnya lagi. 
“Hentikan! Ya Tuhan, ingatlah. Aku ini ke-
ponakanmu sendiri, Oom nyoto . Kau mabuk. Kau...” jessica  terbungkam saat  mulut nyoto  berhasil dengan 
kasar memagut lalu mengulum bibirnya lebih kasar 
lagi. 
Panik, jessica  mencakar, memukul dan menen-
dang. Ia mencari sasaran apa saja yang dapat ia pegang 
dan ia tendang. Perlawanan itu justru membuat 
nyoto  semakin lupa diri. Laki-laki itu baru saja akan 
mencabik-cabik sisa pakaian yang masih melekat di 
tubuh jessica , saat  sebuah tendangan keras mengenai 
selangkangannya. 
Seperti orang tercekik, nyoto  terlempar dari 
tempat tidur. 
Tanpa ampun tubuh besar nyoto  pun mendarat 
di lantai. Lalu dengan susdah payah, bangkit 
berlutut lantas meringkuk dengan hebat sambil  
memegangi selangkangannya, sambil mengaduh tak 
berkeputusan. 
jessica  masih tidak dapat melihat dalam ke ge-
lapan kamarnya. Oleh sebab  itu, tahu dirinya terlepas 
dari laki-laki itu, ia segera menghambur turun. Waktu 
akan berlari ke arah pintu yang letaknya ia sudah hafal 
benar, lututnya menerpa sesuatu yang keras. Dan nyoto  
pun terjengkang lagi. sebab  tanpa disadari jessica , ia sudah  menghantam dagu pamannya yang sesaat  
terhempas ke belakang.dengan keras. 
Bagai dikejar hantu, jessica  menghambur ke luar 
pintu. 
Tiba di lantai bawah ia mencoba berteriak minta 
tolong, namun dari kerongkongannya hanya mampu 
keluar keluhan-keluhan lirih. Panik ia berlari menuju 
sebuah pintu lainnya. Kakinya menyepak sebuah 
kursi saat  berlari. Kursi itu terbalik, menghantam 
kaki meja sampai meja itu miring, dan tempat lilin 
terguling di lantai. 
Salah satu lilin itu padam sesaat , namun  satunya 
lagi malah mengerlip sesaat untuk lalu  menyala 
lebih besar. 
Tanpa melihat, jessica  mendorong pintu di 
depannya sampai menganga, dan cahaya lilin di kamar 
yang ia masuki menerangi sosok tubuh nyi girah  yang 
duduk seperti orang linglung di pinggir ranjangnya. 
Rupanya suara-suara ribut di luar sudah  membangunkan 
wanita lesbian  itu dari tidurnya yang nyenyak. Ia masih 
setengah sadar waktu jessica  menghambur masuk dan 
lari dalam pelukannya. 
“T...ante, Tanteeee. Toloooong!” wanita lesbian  itu 
merintih, dengan sekujur tubuh menggelepar-
gelepar. 
“Ada apa, jessica ?” nyi girah  menggosok-gosok 
kelopak mata, lalu menyimak wajah keponakannya 
yang pucat mayat  dan  pakaian jessica  yang acak-acakan. 
wanita lesbian  itu boleh dikatakan nyaris telanjang, dan apa 
yang dilihat dan langsung menyentuh nalurinya 
dengan sesaat  menjernihkan pikiran nyi girah . 
“nyoto ?” ia berbisik dengan suara tertekan di 
tenggorokan. 
“Ya, Tante. Dia bagaikan binatang buas. Dia...”
Sebuah pukulan keras seolah-olah menghantam 
belakang telinga nyi girah . 
Ia terbadai di tempat tidurnya. Tidak menge-
tahui, pelukan jessica  merenggang, lalu  lepas 
sama sekali. wanita lesbian  itu terkulai dengan tubuh setengah 
bersimpuh di lantai, dan kepala terhenyak dalam di 
atas kasur. 
Pingsan. 
nyi girah  baru tersadar dari kejutan yang me-
malu godam itu manakala di luar kamar ia dengar 
suara langkah-langkah kaki dan gerutu nyoto  yasng 
berkepanjangan. 
Gontai, ia berdiri. 
Mengurut dadanya yang sesak berulang-ulang., 
seperti orang kesurupan nyi girah  lalu  me ng ang-
kat tubuh jessica  naik ke tempat tidur, mem ba ringkan 
wanita lesbian  itu perlahan-lahan, lalu me nye limutinya dengan 
hati-hati. 
saat  nyi girah  berdiri kembali, pipinya yang 
pucat mayat  sudah dilelehi butir-butir air bening yang 
menganak sungai. 
“Sudah kuduga...”, ia bergumam sendirian. 
“Jahanam itu...!”
Ia melihat  jessica  yang masih pingsan, 
lalu  dengan langkah-langkah panjang namun  
pasti ia berjalan keluar dari kamarnya dan melihat 
nyoto  sedang menenggak minuman keras dari sebuah 
botol besar. Tubuhnya yang besar dan kekar terhenyak 
dalam di atas sebuah kursi rotan. Tak jauh dari kaki 
laki-laki itu, lilin yang terjatuh terus menyala, begitu 
dekat dengan taplak meja yang terbuat dari plastik. 
nyoto  rupanya tidak menyadari hal itu. 
nyi girah , apa lagi. 
wanita lesbian  itu sangat bernafsu untuk melabrak 
suaminya. Demikian bernafsu, sehingga keinginan 
itu justru membuat otot-otot tubuhnya kejang dan 
ia hanya tertegak di depan nyoto . Dan sang suami, 
bukannya malu atau menyesal, malah menyeringai 
dalam mabuknya. 
“Kau... kau apakan si Rika?” desis nyi girah . 
Megap-megap. 
“Belum kuapa-apakan,” jawab nyoto . Kalem. 
“Apa kau ingin menggantikan tempatnya?” lanjutnya 
pula. sambil  menyeringai semakin lebar.
“nyoto !” nyi girah  menjerit. “Berhentilah minum, 
lalu dengarkan aku baik-baik!”
“Aku akan terus minum. namun  aku juga akan 
terus mendengar. Ayo. Mulailah berkicau, batang 
pisangku yang dingin!”
“Ya Allah, nyoto . Kau...”
“Eh, kok malah terus berkotek. Bukannya 
segera menanggalkan kimonomu?”
Kesabaran nyi girah  habislah sudah. 
Ia menerjang ke depan, menjambak nyoto  dengan 
membabi buta. nyoto  berteriak marah. Berusaha 
memukul dengan botol yang masih setengah berisi 
di tangannya. sebab  menyerang tanpa perhitungan, 
nyi girah  terpeleset. Hal itu menguntungkan dirinya. Ia 
selamat dari maut. Botol di tangan nyoto  memicu  
angin deras di samping kepalanya lalu  
menghantam permukaan meja dengan suara riuh 
rendah. Botol itu pecah berhamburan. Isinya tumpah 
menggenangi lantai, dan sebagian membasahi taplak 
meja yang paling dekat dengan lilin. 
“Lepaskan aku, wanita lesbian  sialan!” nyoto  me-
maki. 
Ujung pecahan botol yang masih tergenggam di 
tangannya, ia hujamkan kian kemari dalam usahanya 
melepaskan diri dari jambakan dan cakaran istrinya 
yang kembali menyerang dengan kalap. 
Tak ada suara jeritan. Juga tak ada suara ke luh-
an. 
nyi girah  hanya terbelalak sesaat, dengan mulut 
ternganga tidak mempercayai apa yang ia rasakan. 
Tangannya yang menjambak rambut nyoto  perlahan-
lahan merenggang, lalu lepas sama sekali. Tubuhnya 
mulai doyong. Dan begitu cengkeramannya yang 
merobek kerah kemeja nyoto  juga terlepas, tubuh 
wanita lesbian  itu lantas terhempas ke lantai. 
nyoto  tertegun. 
“Apa... apa itu?” ia memelototi warna merah 
yang meronai kimono tidur istrinya di beberapa 
tempat. Warna merah itu meleleh, menggenangi 
lantai di sekitar tubuh nyi girah  yang menggeliat-geliat 
kejang. 
“Itu bukan brendi!” gumam nyoto  mabuk. Ia 
gosok matanya kuat-kuat. “Ah, memang brendi. 
Tentunya itu brendi...!” lanjutnya, lantas tertawa. 
namun  saat  ia melihat bagian mulut botol terhujam 
di lambung istrinya, cengkeraman mabuk di kepala 
nyoto  menjauh perlahan-lahan. 
Dengan mata mulai mengabur, ia mendelik. 
Supaya dapat melihat lebih jelas. 
“Tidak...,” ia menggerutu. “Tidak. Itu bukan 
darah. Itu hanya brendi dan... dan... nyai ?!” 
Terhuyung-huyung, nyoto  lalu  berjongkok, 
lalu menggoyang-goyang tubuh istrinya yang su dah 
berhenti menggeliat dan kini tampak diam mem-
beku. 
“Bangun nyi girah . Bangun. Jangan tidur di lantai.
Nanti kau masuk angin …! Ayo, burung daraku. 
Bangunlah …!”
Ia guncang-guncang terus tubuh nyi girah . 
Ia tepuk-tepuk kedua belah pipinya. 
lalu , bagai disengat kalajengking, nyoto  
terloncat berdiri. 
“Mati ..?!” bisiknya, tersendat. 
Lama ia terpana menatap sosok tubuh istrinya 
yang terkapar di lantai, sambil  mulutnya bersungut-
sungut tak berketentuan. Teror melanda matanya 
yang bersinar-sinar pucat mayat . Lalu tiba-tiba ia melangkah 
mundur, melabrak meja yang sudah miring, lantas 
lalu  berlari ketakutan ke pintu depan. Sambil 
mencerca seperti orang gila ia menghambur keluar, 
menembus malam yang pekat dan berteriak-teriak 
menyebut-nyebut kematian dan  keinginannya untuk 
minum dan minum lebih banyak. 
Seorang pejalan kaki yang pulang kemalaman, 
memperhatikan dengan heran sampai nyoto  menghilang 
di kegelapan malam. 
“Orang mabuk!” pikir pejalan kaki itu sambil  
meneruskan langkahnya. 
Ia tidak berpikir sama sekali untuk berpaling ke 
sebuah rumah yang pintu depannya terbuka saat  ia 
lewat. Kalau pun ia berpaling, ia tidak akan melihat 
salah satu sudut bagian ruang tengah rumah itu mulai 
berubah jadi terang benderang. 
saat  nyoto  melabrak meja, taplaknya terjatuh 
semakin mendekati lidah api lilin. Minuman keras 
yang mengandung alkohol yang tertumpah sampai 
membasahi taplak itu tak ubahnya bensin yang 
perlahan-lahan menunjukkan kekuatan daya tariknya 
kepada api. Taplak meja itu sesaat  berubah menjadi 
kobaran api yang menggila, menyambar kursi dan 
meja, lalu tepian rak berisi buku-buku, majalah, 
beberapa barang-barang hias termasuk sisa-sisa 
minuman keras yang disimpan nyoto . 
Dari pintu yang terbuka menganga, angin 
malam menerobos masuk ke dalam. 
Seolah api mengundangnya. Dan undangan itu 
diterima sang angin dengan riang gembira. 
Asap hitam tebal yang lalu  menyelinap 
masuk ke dalam kamar tidur nyi girah , menyelamatkan 
nyawa jessica . 
Asap itu menggelitik lubang-lubang hidungnya, 
merembes ke saluran pernafasan, membuat paru-
parunya kering. Dalam pingsannya, jessica  pun 
terbatuk-batuk lalu perlahan-lahan menggeliat dan 
kembali lagi terbatuk-batuk. Kali ini lebih keras. 
Sesaat, kelopak matanya membuka. Serangan 
perih menyentakkan kelopak mata yang kembali 
menutup. Namun hanya sejenak. Asap tebal yang 
mengepul semakin banyak ke dalam kamar membuat 
batuknya kian menghebat. 
Lalu, panca indera keenam jessica  menyentak 
hidup. 
Ia lantas duduk tertegak dengan kaget. 
“Di-di mana aku... Apa yang... Hei, kok ada 
asap ...!” ia bergumam-gumam bingung. 
Dan saat  matanya yang perih menangkap sinar 
kuning kemerah-merahan di ruang tengah, jessica  pun 
bergumam lebih keras, “Api!”
Tanpa berpikir lebih panjang lagi jessica  meng-
hambur turun dari ranjang. Secara naluriah ia berlari 
menyelamatkan diri keluar dari kamar tidur sambil 
berseru-seru memanggil-manggil nyoto , memanggil-
manggil nyi girah , memanggil-manggil Lu ki. 
Nama yang terakhir dipanggilnya muncul 
dengan mata terkantuk-kantuk. Dan nyaris terguling 
jatuh ke bawah, saat  bocah tanggung itu menyadari 
apa yang sedang terjadi lantas cepat turun dengan 
berlari-lari, melompati dua bahkan tiga anak tangga 
sekaligus. Dan setiba di bawah, ia harus terlompat 
mundur pula. Terjengkang ke belakang waktu lidah api 
yang menghanguskan tirai pintu hampir menyambar 
wajahnya. 
“Kebakaran!” teriak aidit , sambil bangkit ter-
peranjat, lalu ia pun mejerit-jerit dengan suara 
lantang dan liar, “Kebakaran. Tolong... Tolooong... 
Kebakaran...!”
Anak itu berlari-larian keluar rumah sambil terus 
juga menjerit minta tolong. lalu  ia mendadak 
sadar, kakaknya tidak mengikuti perbuatannya. aidit  
berlari lagi masuk ke dalam rumah, dan melihat 
jessica  masih tegak di tempatnya semula dengan mata 
memandang lurus ke lantai ruang tengah, di mana 
nyala api kian menghebat. 
“Tante...!” desis jessica , ngeri. “Dia… dia ter-
bakar...!”
“Biarkan dia!” jerit aidit , sambil  menyeret tangan 
kakaknya. “Ayo. Lari! Lari!”
Tidak seorang pun dari mereka terpikir untuk 
menyelamatkan apa yang dapat diselamatkan. Dan 
waktu beberapa orang tetangga berdatangan mem-
bantu, api sudah  menjalar mendekati atap. Beberapa 
tetangga malah sibuk menyelamatkan barang-barang 
berharga dari rumah mereka sendiri, meski rumah itu 
jaraknya cukup jauh dari kobaran api. Baru lalu  
seseorang teringat untuk menelepon dinas pemadam 
kebakaran. 
Di antara suara kerumunan manusia yang 
berlari-larian dan berteriak-teriak riuh rendah, aidit  
memeluk tubuh kakaknya dengan perasaan yang 
bercampur baur. Takut, ngeri, dan sedih. 
jessica  menggigil dengan hebat. sebab  perasaan 
yang sama ngeri, sekaligus sebab  udara dingin yang 
merembes menjilati kulit tubuhnya yang setengah 
telanjang, meski nyala api berkobar tidak jauh dari 
tempat mereka berdiri saling berpelukan. 
Seorang wanita lesbian  berseru setengah marah 
kepada suaminya, ”Jangan memelototi dia saja. 
Ambilkan dia pakaian! Cepat !”
Yang dimarahi, tersadar dari pesona kelaki-laki an-
nya melihat tubuh jessica  yang sungguh mengundang 
mata mau pun selera itu. Nyala api membuat bayangan 
tubuh setengah telanjang itu justru tampak semakin 
indah. Semakin mempesona. 
“E-eee. Dasar mata keranjang!” jerit sang istri. 
“Kurojok matamu nanti kalau kau tak segera pergi 
mengambilkan pakaian!”
“Ah-ah...?” si laki-laki  mengeluh panjang pendek, 
lalu berlari menuju rumah terdekat. 
Tak lama lalu , jessica  terkejut saat  ada 
yang menyodorkan selembar gaun ke tangannya. 
Bah kan seseorang ia rasakan memasangkan sehelai 
ja ket ke pundaknya yang telanjang. Barulah saat itu 
jessica  sadar kalau tubuhnya tidak mengenakan apa-
apa, kecuali sisa robekan gaun yang setengah terlepas 
lantas menggantung pada pinggang, dan secarik kain 
kecil di bawah perutnya. 
“Ya Tuhan!” jessica  bergegas mengenakan gaun 
yang ia terima tanpa melihat siapa yang memberi , 
dengan wajah semakin pucat mayat  pasi. Malu. Ingatannya 
sesaat  melayang pada nyoto . 
Ke mana perginya si jahanam itu? Dan tante 
nyi girah nya…
jessica  mengangkat muka, manakala terdengar 
raungan sirene mendatangi dari kejauhan.
 Sekitar satu kilometer dari tempat kejadian itu, nyoto  
menerobos masuk ke dalam sebuah bar yang dibuka 
siang malam. Ia langsung menemui pramusaji, 
berteriak minta brendi, atau wisky, atau bir, atau apa 
saja yang dapat membasahi kerongkongannya. 
Suara ribut nyoto  yang kasar membuat pramusaji 
bar tersinggung. namun  lalu  ia berpikir, orang 
ini tentunya mabuk. Ia juga tetap menganggap nyoto  
mabuk waktu laki-laki itu menceracau mengatakan 
ia sudah  membunuh istrinya, lantas menangis terisak-
isak. 
Baru saat  si pramusaji mendorongkan sebotol 
bir ke depan nyoto , ia melihat bercak-bercak darah di 
kemeja nyoto  yang awut-awutan. 
Pramusaji bar itu terbelalak. 
lalu , diam-diam berjalan menuju meja 
telepon. Dengan ketakutan ia memutar beberapa 
nomor, berpaling ke arah nyoto  yang masih terisak-
isak tanpa mengacuhkan botol bir di depannya. 
Begitu dapat sambungan, pramusaji bar itu 
berbisik takut-takut ke corong telepon. ”Halo. 
Polisi..?!”  
syam kamaruzaman  menggenggam tangan anaknya kuat-kuat. 
Matanya yang cekung tampak menggelap di 
atas tulang pipinya yang menonjol nyata. Tadi pagi 
temannya satu sel setengah berseloro, mengatakan 
hari ini syam kamaruzaman  tak ubahnya mayat berjalan. “Ini di 
penjara, Bung. Bukan di restoran...,” ujar temannya 
itu mengingatkan. “sebab  itu, biar pun nasimu 
berbulu, kau telan sajalah. Aku tak mau besok aku 
bangun dengan sesosok mayat beneran berbaring di 
sebelahku!”
Tetap saja syam kamaruzaman  tidak dapat menelan sa ra-
pan paginya. Bukan sebab  ia tidak berselera, lagi pula 
mana ada hidangan penjara yang menarik selera, me-
lainkan sebab  sudah tiga hari ini perasaan syam kamaruzaman  
tidak tenteram sama sekali. Dalam tidur pun, matanya 
tidak mau terpicing. 
Sekarang ia tahu mengapa. 
jessica  sudah  bercerita panjang lebar. Meski jessica  
berusaha menyembunyikan bagian-bagian tertentu, namun syam kamaruzaman  yang sudah banyak makan asam 
garam tidak dapat dibohongi. 
“nyoto , bukan?”
jessica  terpaksa mengaku. 
“Ia mengganggumu?”
jessica  mengangguk, lalu menangis terisak-isak. 
“Kurang ajar! Orang kurang ajar itu!” syam kamaruzaman  
memaki-maki. 
chucky  yang duduk tak jauh dari mereka menoleh 
kaget. sesudah  paham makian itu tidak dialamatkan 
kepadanya, chucky  kembali duduk diam-diam. Wajahnya 
murung, dan beberapa kali ia mengepal-ngepalkan 
tangan dengan gelisah. Suara cekikikan narapidana 
wanita dari meja paling pojok menarik perhatiannya 
sekilas. Narapidana itu cantik juga, pikirnya. Apa 
kesalahan wanita lesbian  itu sampai masuk penjara? 
Dengan kecantikannya itu, wanita lesbian  mestinya 
dapat...
“wanita lesbian  cantik!” chucky  bersungut-sungut 
halus, sambil  mengepalkan tangan lagi. Kakinya 
bermain-main dengan gelisah di permukaan lan-
tai yang kasar dan kotor berdebu. “Aku sudah  men-
da patkannya. namun  si nyoto  terkutuk itu...,” chucky  
me nangkupkan wajah di kedua telapak tangan. Ia 
berkeringat. Dingin. 
“Di mana kau bilang dia sekarang?”
syam kamaruzaman  yang bertanya itu. Dengan suara 
geram.
“Siapa, ayah ?” sahut jessica . 
“nyoto .”
“Oh. Di rumah sakit, ayah ”
“Parah benarkah lukanya?”
“Entahlah, ayah ”
“Kau belum menjenguknya di rumah sakit, 
Nak?”
“Belum,” jessica  menggigil. “Aku benci padanya, 
ayah . Ia...”
“Ah. Ya. Ya. ayah  maklum. Jadi chucky  yang 
menceritakan kepadamu bahwa si nyoto  sudah  
masuk rumah sakit. Hem.. Membunuh nyi girah , 
eh? Membiarkan rumah kita terbakar habis? Lalu 
melawan polisi saat  ditangkap... Hem, mestinya 
terkutuk itu ditembak saja sampai mampus. Biar dia 
tahu rasa! Ah – ah... Betapa aku terlalu memanjakan 
dia. Memberinya terlalu banyak kepercayaan. Padahal 
nyi girah  sudah berulang kali menegurku. Belum lagi 
Ibumu... Ya Tuhan, si nyai  itu lebih kuanggap adik 
kandungku, ketimbang si nyoto ! Dan kini dia sudah... 
Kalau tak mau kau bawakan koran yang memuat berita 
itu, Nak, aku tak akan percaya kalau tantemu sudah 
meninggal. Terbakar hangus pula. menjijikan !”
syam kamaruzaman  menggigil. 
“ayah ?”
“Ya Nak?” laki-laki tua yang semakin menderita 
luar dalam itu, tersentak. 
“Aku ingin minta izinmu, ayah ”
“Oh. Apa?”
“Tanah itu...”
“Yang mana?”
“Tempat di mana rumah kita tinggal puing-
puing, ayah ”
“Oh …!” syam kamaruzaman  menggigil lagi. 
“Aku sudah  menjualnya, ayah . Dengan harga 
murah...”
“Oh? Baik begitu. Uangnya dapat kau dan aidit  
pergunakan untuk...”
“Tak ada sisa, ayah ”
“Apa? Tak ada sisa?”
“Ya ayah . Ada tiga buah rumah lain yang ikut 
terbakar. Memang hanya satu yang rusak berat. namun  
mereka meminta ganti rugi yang tidak kepalang 
tanggung...!”
“Tetangga kita? Sampai hati? Siapa saja mereka 
itu, jessica ?”
jessica  menyebut beberapa nama. Dan ayah nya 
sesaat  mengutuk nama-nama itu, mengatakan 
mereka tidak bijaksana, tidak mau merasakan 
penderitaan orang lain, kejam, tidak berperasaan dan 
macam-macam lagi. 
Ia baru terdiam waktu jessica  mengeluh. “Ter-
lambat untuk mengutuk orang lain, ayah ”
syam kamaruzaman  menggigit bibir. 
katanya , “Kau benar. Terlambat untuk mengu-
tuk orang lain. namun  tak pernah ada kata terlambat 
untuk mengutuk diriku sendiri... kau tahu apa saja kata 
ibumu, Nak? Aku terlalu royal bermain wanita lesbian . 
Dan aku terlalu kemaruk mengumpulkan uang. 
namun  aku lupa diri, Nak. Begitu banyak kesempatan 
terbuka di depan mata. Rugi rasanya kubiarkan lewat 
begitu saja. Dan wanita lesbian   hina itu, 
dengan tertawa mendorongku masuk... Kaulah kini 
jadi korban. Dan aidit !”
“Semua sudah terjadi, ayah ”
“Dan apa yang dapat kuberikan  kepada 
kalian berdua? Selembar baju pun kau dan aidit  tak 
punya...”
“Kami dapat menjaga diri, ayah . Kami akan 
mencoba bangkit kembali. Dengan bantuan chucky ...,” 
wajah jessica  bersemu merah sesaat . “Dia...”
Kalimatnya terputus oleh bunyi bel yang nyaring 
dan panjang. 
Kunjungan harus diakhiri. 
“ayah ?” jessica  mencium tangan ayah nya. 
204
“Ya Nak...”
“Kumohon doa restumu.”
syam kamaruzaman  tertawa pahit mendengar permintaan 
anaknya. 
Katanya, “Kau menyindirku. namun  yaa.., sekali 
lagi kau benar. Hanya doa restu yang dapat kuberikan . 
Hanya doa restu...!” 
Lantas laki-laki tua dan malang itu, mengucurkan 
air mata tanpa dapat ditahan-tahan lagi. 
saat  jessica  dan chucky  pamit, syam kamaruzaman  menatap 
kepergian mereka dengan mata berkaca-kaca. Jari-
jarinya sampai memutih sebab  mencengkeram jeruji 
kawat yang memisahkannya dengan anak wanita lesbian nya. 
Sekali, jessica  berpaling. Tersenyum, memberi 
kekuatan. 
syam kamaruzaman  ingin memanggil anaknya kembali. 
Dan saat  jessica  dan chucky  lenyap di sebelah 
lain gardu jaga, syam kamaruzaman  mendaratkan seluruh bobot 
tubuhnya ke jeruji kawat yang rapat itu, menangis 
tersedu-sedu. Sipir penjara yang lalu  datang 
menghibur dan memapahnya kembali ke dalam sel 
bertanya heran mengapa ia menangisi kepergian 
anaknya, padahal sebelum itu ia tidak pernah 
demikian. 
“A... aku tak sempat mengucapkan selamat 
berpisah dengan anakku, Pak..!” jawab syam kamaruzaman , 
lirih. 
205
“Hanya itu? Alaaa, anakmu besok-besok ‘kan 
bakal berkunjung kembali.”.
“Dia tak akan datang lagi.”
“Anakmu mengatakan demikian?”
“Tidak.”
“Dia akan pergi jauh?”
“Tidak.”
“Aku tak mengerti...”
“Tidak. Bapak tak akan pernah mengerti”
Tiba di sel, syam kamaruzaman  langsung menghempaskan 
pantatnya yang kurus kering ke atas dipan kayu berlapis 
kasur yang demikian tipis sehingga hampir rata 
dengan ayah n dipan itu sendiri. Dipan itu berderak 
keras, sehingga temannya satu sel berpaling kaget. 
“Hai,” tegurnya. “Bunyi tulang-tulangmukah, 
itu?”
syam kamaruzaman  tidak menyahut. 
Temannya tertawa. Dan terus menggoda, “Tak 
apalah. Paling tidak, aku tahu kau masih bernafas!”

Tengah malam, orang itu terbangun oleh suara-
suara berisik di dalam sel. 
namun  sebab  kantuknya demikian berat, ia 
segera tertidur lagi, sambil memaki. “Tikus sialan!”
Pagi-pagi benar, orang itu terbangun, dan 
menyambut datangnya matahari dengan sebuah 
makian pula, “Mayat sialan!”
206
Lalu ia berteriak memanggil penjaga yang segera 
datang berlari-lari. 
Sebelum membuka pintu sel, penjaga itu 
tertegun kaget. Dengan wajah pucat mayat  ia mendelik 
menatap sosok tubuh yang terkapar di lantai sel, 
meringkuk kaku. Darah kering meronai kepala dan 
bahunya, dan bercak-bercak darah kering itu tampak 
juga mengotori tembok batu di sebelah dipan. 
Penjaga baru tersadar waktu penghuni yang 
masih hidup di dalam sel itu bersungut-sungut tak 
senang. 
“Aku minta dipindahkan, Bung!”  
207
18
BULIR-BULIR padi merunduk dalam di bawah 
ciuman mesra matahari senja yang merangkak enggan, 
saat turun ke pembaringannya di ufuk sebelah barat. 
Langit yang berwarna kemerah-merahan menambah 
molek sepasang betis langsing yang berjalan hati-hati 
di atas tegalan kering. Pemilik kaki itu pernah dua 
kali terpeleset di tegalan yang sama. Oleh sebab nya 
tiap langkah lalu  benar-benar ia perhitungkan, 
apalagi saat  menuruni jalan setapak yang curam. 
Namun seekor unggas mendadak terbang dari 
semak belukar di sebelah kanan jalan setapak. Pemilik 
kaki langsing itu terperanjat, keliru menepatkan 
tumitnya di pinggir tegalan. Maka, tak pelak lagi 
sosok tubuhnya yang indah meliuk jatuh ditambah  suara 
pekik halus dari mulut yang mungil kemerahan. Suara 
tubuh berdebuk jatuh di tanah menyebabkan seekor 
tikus meloncat kaget lantas menyelinap ketakutan di 
antara rimbunan batang-batang padi. 
208
“Astaga...,” wanita lesbian  itu mengeluh. “Rokku kotor 
lagi!”
Lalu seperti lazimnya orang yang terkena 
musibah, wanita lesbian  itu menambahkan dengan perasaan 
lega. “Untung kakiku enggak sampai terkilir”
Sejenak lalu  ia tiba di pancuran tempat 
mandi kaum wanita lesbian . Ada seorang wanita lesbian  lain yang 
sudah lebih dahulu  tiba di sana, dan tampaknya sudah 
bersia-siap mau pulang. 
“Hai, Rika...,” ia menyapa. Gembira
“Hai,” jessica  tersenyum. Manis. 
“Kau tambah cantik saja!”
“Oh ya?” pipi jessica  bersemu merah. Pipi 
yang segar, penuh dan lunak dengan kulit yang licin 
berkilauan. 
Tiga bulan menetap bersama neneknya di 
kampung banyak menolong jessica  menemukan 
kembali gairah hidupnya yang pernah terpukul 
habis-habisan. Mula-mula memang terasa seperti 
disingkirkan sehingga kesepian kian menambah luka 
di hatinya. namun  lama-kelamaan, keramahan 
desa membuka matanya, dan udara pegunungan 
menyembuhkan luka-luka hatinya. 
“Kudengar kau akan pergi besok, ya?”
jessica  memandang wanita lesbian  temannya. “Dari mana 
kau tahu, tiny ?”
209
“chucky .”
“chucky ? kapan kau bertemu dia?” tanya jessica  
dengan cemas, sambil  memantau  wajah tiny . 
Seorang wanita lesbian  yang jatuh cinta kepada seorang laki-
laki senantiasa menaruh curiga kepada wanita lesbian  lain yang 
membicarakan tentang laki-laki yang sama. Apalagi, 
wanita lesbian  lain itu, tidak kalah cantik dengan dirinya 
sendiri. 
Dan kecantikan tiny  adalah kecantikan 
murni yang dipersembahkan oleh alam dan hawa 
pegunungan yang sangat bersahabat. 
Dengan polos tiny  menjawab, “Tadi dari 
terminal, aku satu delman dengan tunanganmu”
“Tunang...,” jessica  cepat-cepat mengatupkan 
bibirnya. 
Ia belum pernah betunangan secara resmi 
dengan chucky . namun  kalau chucky  menceritakan kepada 
wanita lesbian  lain bahwa mereka berdua sudah  bertunangan, 
tentu saja jessica  tidak akan memprotes. Alangkah 
senangnya, kalau chucky  membumbui dengan perkataan, 
tak lama lagi kami akan menikah!
sambil  menahan senyumnya, jessica  bertanya 
penasaran, “Apa lagi yang dikatakan chucky ?”
“Banyak.”
“Oh ya?”
210
“Terutama tentang hubungan kalian. Kau wanita lesbian  
yang beruntung, Rika. Kapan kalian akan menikah?”
Pertanyaan itu tiba juga. 
jessica  belum tahu, namun  ia tidak mau membuang 
kesempatan. Dengan tandas ia menyahuti. “Segera!”
“Kuucapkan selamat!” suara wanita lesbian  itu ter de -
ngar agak sumbang, namun  jessica  tidak mem per-
hatikannya. 
Ia tengah melamun, apakah kiranya kedatangan 
chucky  ini menemuinya di kampung, untuk melamar 
jessica  kepada neneknya? Selama ia di kampung, ia 
hanya dikunjungi chucky  dua kali. Ketiga kali dengan 
hari ini. namun  chucky  meneleponnya dua atau tiga 
hari sekali. Malu kalau terlalu sering dan hampir tiap 
kali nenekmu yang menerima teleponku, katanya 
sekali waktu, sambil menambahkan, ”Begitu aku 
nanti punya uang, kau akan kubelikan ponsel untuk 
mengganti punyamu yang kau jual untuk ongkos 
pulang kampung ..!”
Biarlah, pikir jessica . Bukan janji chucky  itu yang 
terus memenuhi pikiran jessica  selama tinggal bersama 
neneknya di kampung kelahirannya ini. namun , 
ucapan-ucapan chucky  di telepon. Yang menyatakan 
sepi hatinya ditinggalkan jessica , mengeluhkan 
kerinduannya yang terpendam, dan sekali men ce-
ri takan usahanya untuk kembali mendekati orang-
211
tuanya yang masih tidak melupakan betapa chucky  te-
lah menghambur-hamburkan uang mereka, bahkan 
berkali-kali mendatangkan kesulitan sehingga chucky  
ter paksa harus menyingkir dari rumah. 
“Mungkin kalau kuberi tahu aku segera akan 
menikah, ayah  dan Mama mau menerimaku kembali,” 
begitu chucky  berkata dalam pembicaraan telepon 
mereka yang terakhir. 
“Rika...”
“Ya?” jessica  terjengah. Lamunannya buyar 
sesaat ,
tiny  tampak berpikir sebentar, sebelum ia 
lalu  menyebutkan sebuah alamat di kota, disusul 
pertanyaan yang tampak sambil lalu. “Benarkah itu 
alamat tempat kost chucky ?”
Jantung jessica  berdebur kencang.
“Dia memberi  alamatnya kepadamu?”
“Ya. Salah?”
“Oh tidak. Hanya...,” betapa kurang ajarnya si 
chucky , pikir jessica , namun di mulut ia bergumam lain, 
“Itu memang alamatnya.”
“Hem.. Dia juga menawarkan pekerjaan kalau 
sekali waktu aku bermaksud pindah ke kota.”
“Begitu?” jantung jessica  hampir copot. “Kau 
mau?” lanjutnya, semakin cemas. 
212
“Entahlah, ya. Kalau saja anak Pak Lurah belum 
melamarku.”
“Mengapa tidak kawin dengan dia?” tukas jessica  
cepat-cepat, seolah ia takut barang kesayangannya 
yang paling berharga keburu dirampas orang. 
“Kudengar, Pak Lurah itu orang paling kaya di desa 
ini. Anaknya mana cakep, mana pernah menduduki 
bangku perguruan tinggi. Ada yang bilang, dia bakal 
menerima warisan sawah berhektar-hektar. Belum 
lagi kebun karet dan…”
“namun  dia juga diwarisi dua orang anak dari 
istri pertamanya,” keluh tiny , lirih. 
“Oh. Jadi, calonmu itu sudah duda?”
“He-eh.”
“Ditinggal mati istrinya?”
“Bukan. Istrinya kabur dengan laki-laki lain.”
“Masa...!”
“Habis, Rika. Calon suamiku itu orangnya 
ringan tangan, ringan kaki...”
“Maksudmu, rajin?”
“Benar. namun  rajinnya, rajin main pukul dan 
tendang, apalagi kalau lagi marah.”
“Oooo!”
tiny  menarik nafas panjang. 
lalu  berdiri. “Sudah ya. Aku pulang 
dahulu .
213
“Tunggu sebentar. Kita pulang sama-sama!”
jessica  cepat-cepat menyelesaikan mandinya, 
lalu  berjalan beriring-iringan dengan tiny  
pulang ke rumah. Mereka tidak banyak berkata-kata 
sampai mereka berpisah di pengkolan tak jauh dari 
rumah nenek jessica . 
Selagi melangkah sendirian, lamunan jessica  
melayang kepada calon suami tiny  yang sudah 
duda, punya dua anak, dan suka main kasar sama 
istri. 
Sebaliknya di arah jalan yang menuju ke rumah 
orangtuanya, lamunan tiny  melayang kepada 
chucky  yang bertemu dia kemarin di terminal sepulang 
tiny  dari sekolah. Ia sudah pernah diperkenalkan 
jessica  sebelumnya dengan laki-laki  itu, sehingga 
pertemuan mereka tidak begitu kaku lagi. 
tiny  dan chucky  dengan sendirinya menjadi 
intim seturun dari angkot, mereka naik delman 
berdua saja menuju desa. tiny  sendiri tidak begitu 
akrab dengan jessica , namun semua orang di kampung 
itu sangat menghormati nenek jessica  sebagai salah 
seorang turunan cikal bakal desa mereka. Otomatis 
ia harus pula menghormati cucu sang nenek. Maka 
ia hanya menyimpan dalam hati sebagian terbesar 
percakapannya dengan chucky , saat  tadi ia berbincang-
bincang dengan jessica . 
214
Terbayang wajah chucky  yang tampan. Lalu 
ceritanya yang mengasyikkan tentang dunia balap 
motor dan  cerita yang tak kalah mengasyikkannya 
tentang kehidupan di kota. 
Kau tak akan pernah bosan dan kesepian, 
demikian chucky  berkata. Apa saja yang kau ingini, 
mudah kau peroleh, tanpa kerja keras. Cukup kalau 
kau punya kemauan, ditambah sedikit keberanian. 
saat  chucky  memberi  alamatnya di kota kepada 
tiny , ia juga menambahkan, berkunjunglah 
sesekali. Untuk apa, tanya tiny  tak acuh, padahal 
dalam hati ia mulai tertarik. Untuk ini, jawab chucky  
sambil  mendesakkan selembar uang seratus ribuan ke 
telapak tangan tiny . 
Ambillah untukmu, kata chucky  lagi. Dan hanya 
sebab  uang sebesar itu jarang sekali dipegang 
tiny  sebelumnya, ia lantas ketakutan. Tak tahu di 
mana ia akan menyimpan uang itu, dan tidak tahu apa 
yang akan ia jawab kalau orang lain curiga ia punya 
uang banyak. Maka dengan berat hati hadiah yang 
menakjubkan itu ia kembalikan kepada chucky . 
Tiba di rumahnya sepulang dari pancuran, 
tiny  mengurut dada. 
Diam-diam ia menyesali, mengapa tadi siang 
uang itu ia tolak. 
215
“Dengan uang sebanyak itu aku dapat pergi 
ke kota...!” pikir tiny  dengan gundah. “Akan 
kutemui chucky , dan menagih janjinya menawari aku 
pekerjaan yang menghasilkan uang lebih banyak dari 
yang tadi ia berikan ...!”
Wajah laki-laki  itu terbayang lagi. 
Matanya yang bersinar tajam, menusuk sampai 
ke sumsum. Senyumnya yang menggetarkan, mem-
be lai sampai ke jantung. 
“Sayang, Neng Rika ketemu dia lebih dahulu ,” 
gumamnya sendirian. 
tiny  sama sekali tidak teringat untuk ber-
pikir, andaikata jessica  tidak ketemu lebih dahulu  dengan 
chucky , maka chucky  tidak akan ke kampung mereka, dan 
ia tidak akan pernah pula ketemu chucky . 
“Sedang melamuni apa, Nak?” ibunya yang 
mendadak sudah  berada di kamar tiny , bertanya 
lembut. 
“Ah. Engga Bu...”
“Dadang, ya?”
“Siapa?”
“Dadang. Anak Pak Lurah. Jangan pura-pura 
kepada ibumu ini, Nak,” wanita lesbian  tua berwajah 
lembut itu tersenyum manis. “Sudah tak sabar 
menunggu hari pernikahan kalian, ya?”
tiny  menggeleng. 
216
“Lantas?” ibunya keheranan. 
“Aku pikir, Bu. Aku keberatan mengurus kedua 
anak-anak Kang Dadang...”
“Lho. namun  beberapa waktu yang lalu...”
tiny  tidak memberi ibunya kesempatan me-
neruskan ucapannya. wanita lesbian  itu lantas saja memotong 
dengan suara gundah.“Aku juga takut, suatu kali 
aku akan disiksa seperti pernah dia perbuat kepada 
istrinya terdahulu!”
“Hai. Apa-apaan ini. Mengapa kau mendadak 
berpikir yang bukan-bukan? Jangan-jangan...” De-
ngan khawatir wanita lesbian  itu memantau  wajah anak 
wanita lesbian nya, dan berujar lebih khawatir lagi, “aku toh 
tidak bermaksud ingin membatalkan janji yang sudah  
kita berikan  kepada Pak Lurah?”
“Itulah yang lagi kupikirkan, Bu!”
Heboh sesaat  terjadi di tengah keluarga 
Neng sih.

Beberapa rumah dari tempat itu, saat  malam baru 
jatuh, chucky  pulang bersama aidit . Mereka membawa 
beberapa ikan besar dan segar-segar, hasil pancingan 
mereka di sungai sepanjang sore hari itu. 
Tanpa memperlihatkan kegembiraan menerima 
oleh-oleh sebagai tambahan lauk makan malam 
itu, nenek jessica  terang-terangan memarahi aidit  di 
217
depan chucky . “Apa-apan ini, aidit ? Pulang ke rumah 
lewat Isya!”
aidit  menyeringai. 
“Keasyikan, Nek!” jawabnya, manja. 
“Sampai lupa sholat?”
“Aduh! Iya-ya...!” 
Lantas aidit  berlari-larian pergi ke dapur 
dan mengambil air dari gentong untuk lalu  
dipakai berwudhu. Neneknya menyusul ke dapur, 
menyerahkan ikan hasil pancingan itu kepada jessica  
yang hampir saja mematikan api di tungku. 
“Goreng kalau kau mau!” sungut sang nenek 
pada cucu wanita lesbian nya, dan menunggu sampai aidit  sele-
sai wudhu. Baru sesudah nya, berkata sambil  tersenyum 
manis kepada cucu laki-lakinya yuang masih bocah 
tanggung itu. “Kalau mau tinggal dengan nenek, 
aidit , jangan lupa sholat lima waktu...”
“Tidak lagi, Nek.”
“Janji?”
“Berani potong kuping, Nek!”
“Ah. Simpan saja kupingmu. Nih, kainmu. Pergi 
sana. Jangan sampai kau terlambat hadir di meja 
makan!”
sesudah  aidit  pergi, jessica  bertanya kepada 
neneknya, “aidit  tetap nenek tahan di sini?”
218
Yang ditanya, terkejut. Sebentar cuma. Lalu, 
“aku tak mau melepaskan dia ke sarang harimau, 
Rika. Bahkan sekali lagi kau kuingatkan. Kau sendiri 
pun sebetulnya  tidak ingin kulepaskan...!”
jessica  menelan ludah. 
“Nenek tetap tak menyukai chucky , ya?”
“Tepat!”
“Mengapa, Nek?”
“Apakah tantemu nyi girah  tak pernah men ce-
ritakan kepadamu? Atau ibumu? Selagi mereka masih 
hidup?”
Sesaat, jessica  gemetar. 
“Mama memang tidak,” sahutnya. “Tante nyai  
sudah!” Lantas sambil  memandang neneknya dengan 
mata memelas, ia bergumam lirih, “namun  aku percaya 
chucky  sudah  berubah!”
“Aku tidak, Rika. Lihat saja. Orang tak pernah 
sholat seperti dirinya, lemah imannya. Tak usah 
jauh-jauh. Lihat saja ayah  dan pamanmu. Yang satu 
korupsi sampai masuk penjara. Yang lain suka judi dan 
mabuk-mabukan, mana keranjingan main wanita lesbian  
pula. Hasilnya, kini masuk rumah sakit. Dan penjara 
sudah menunggu pula, sesudah  membunuh istrinya 
sendiri. Aduh, Cucuku. Dengarkanlah nenekmu yang 
sudah renta ini…!”
219
wanita lesbian  tua itu memeluk jessica  dengan 
tubuh menggigil. 
Setengah terisak, ia lalu  berkata me mo-
hon, “Jangan kembali ke kota, cucuku. Kota akan 
membuat kau lalai dan lupa diri, seperti ayah  dan 
pamanmu. Ya Allah, cucuku. Kalau tidak terlarang 
mengata-ngatai orang yang sudah mati, maulah 
rasanya aku mengutuk mereka berdua. Kalau tidak 
sebab  perubuatan mereka, maka Anakku satu-
satunya, yaitu ibumu, tentulah masih hidup...!”
jessica  ingin menangis. 
namun  ia sudah beberapa kali terpukul sampai ia 
merasa benar-benar hancur. Barangkali ia sudah  mulai 
kebal. Kematian ayah nya, yang lalu  mereka 
kuburkan berdampingan dengan makam ibunya, 
mungkin adalah suatu anti klimaks dari semua 
penderitaan yang ia alami berturut-turut hanya dalam 
tempo yang teramat singkat.
“Yang lalu biarlah berlalu, Nek!” Ia berkata 
menghibur. Kata-kata, yang lebih ia tujukan kepada 
dirinya sendiri. 
Neneknya mengangguk-angguk sependapat. 
namun dengan wajah tetap mempelihatkan perasaan 
kha watir. lalu  hidung tuanya mengendus-
endus kian kemari. 
220
Lalu, saat  matanya memandang ke arah 
tungku perapian, ia mengerutkan dahi. 
“Kau apakan ikan-ikan itu, jessica ?”
“Dipanggang, Nek...”
“Itu?” sang nenek menunjuk ke tungku. 
Waktu menoleh, jessica  juga mencium bau tak 
enak. 
Lantas ia berseru, kaget. “Wah, jadi arang!”  
221
19
SEBELUM pergi tidur, sang nenek minta bicara 
empat mata dengan chucky . laki-laki  yang masih ciut 
hatinya sesudah  tadi disindir secara tidak langsung 
bahwa dialah yang sudah  menyebabkan aidit  melalaikan 
sholat maghrib. 
chucky  duduk dengan dada seakan berkerut 
di depan wanita lesbian  tua yang wajahnya pasti 
menyenangkan untuk dipandang. Itu, kalau sepasang 
matanya tidak bersinar-sinar tajam, setajam mata 
elang yang siap untuk menyambar mangsa. Dan 
mangsanya, adalah chucky .
Sang elang pun tidak pula main basa-basi.
Ia langsung menyerbu ke sasaran, “Tetap akan 
memboyong jessica  ke kota?”
chucky  membasahi bibirnya yang kering. Ia ingin 
mengucapkan kata “iya, nek”, namun  lidahnya kelu, 
dan ia hanya dapat menganggukkan kepala. Itu pun, 
kaku dan samar-samar, sehingga lehernya terasa 
kejang. 
222
“Kalian belum sah menjadi suami istri!” tuduh 
nenek jessica . 
Dada chucky  makin berkerut. Sampai sesak 
nafasnya. 
“Kami harus mengumpulkan uang dahulu , Nek,” 
sahutnya, takut-takut. 
“Uang? Hanya sebab  uang?”
“Masih ada lagi, Nek. Orangtua saya...”
“Oh ya. Kudengar mereka pernah mengusirmu. 
Sudah berbaik-baikan?”
“Belum lagi, Nek.”
“Belum? Dan kau berani membawa cucuku 
pulang ke kota?”
chucky  memberanikan diri.
“Itulah, Nek. Saya ingin membawa jessica  
menemui ayah  dan Mama. Mereka pernah bertemu 
namun  belum kenal intim. Dengan janji kami akan 
menikah bila waktunya tiba, ayah  dan Mama akan 
mau menerima saya lagi.”
“Bagaimana kau tahu?”
“Om saya yang membisikkan.”
“Kalau begitu, beritahu saja mereka lebih dahulu . 
Baru sesudah nya, jessica  kau bawa...!”
“Wah, Nek. ayah  dan Mama tak akan percaya 
kalau tidak mendengar sendiri dari mulut jessica , 
bahwa dia sudah setuju saya peristri. Lagi pula, besar 
223
harapan saya, begitu persetujuan kami terima, ayah  
dan Mama langsung akan menghadapkan kami 
berdua ke penghulu...”
“Heeem...,” nenek jessica  tercenung. Lama. chucky  
gelisah, berkeringat. Seolah ia duduk di atas tungku 
perapian yang menyala. “Ingat janjimu saat  kau 
terakhir kali berkunjung ke sini, chucky ?”
“Apa, Nek?” chucky  tersentak oleh pertanyaan 
itu. 
“Astaga. Jadi kau sudah lupa!”
“Bukan lupa, Nek. namun ...,” chucky  mencoba 
membela diri, namun di dalam hati ia kebingungan 
setengah mati. Ia benar-benar lupa apa yang sudah  ia 
janjikan, malah lupa bahwa ia pernah menjanjikan 
sesuatu kepada wanita lesbian  di hadapannya. 
Seakan ada mukjizat dari langit, dari dalam 
kamar terdengar suara aidit  mengomeli jessica , 
“Sajadahku kau injak, Kak...!”
Terang benderang sesaat  otak chucky . 
Sambil tersenyum-senyum malu, ia berujar 
kepada nenek jessica , “Saya terus belajar dari hari ke 
hari, Nek.”
“namun  sore tadi kau dan aidit  melalaikan sholat 
Maghrib!”
“Bukan salah aidit , Nek,” chucky  tanam andil 
dengan bangga. “Soalnya, saya kira dia juga sedang 
224
musafi r seperti saya...!” Dan di hati kecilnya, chucky  
berteriak dengan senang hati, “Kalah telak kau, nenek 
peot!”
Seperti tahu isi hati chucky , si nenek bergumam 
dingin. “Berhati-hatilah di hadapan Tuhan, chucky ...” 
Ia menarik nafas panjang berulang-ulang, baru 
melanjutkan. “Dan berhati-hatilah menjaga cucuku. 
Aku tak akan pernah rela, manakala kelak kudengar 
jessica  sudah  salah menentukan pilihan”
“Akan kuingat-ingat itu, Nek.”
“Hem!”
Sepi lagi. 
Leher chucky  tercekik rasanya. Mengapa orang tua 
renta ini tak juga pergi tidur? Tidakkah ia tahu malam 
sudah  semakin larut, dan jessica  pasti sudah mengantuk 
lalu tertidur pulas. Padahal chucky  belum mencium 
wanita lesbian  itu, sejak  kedatangannya ke rumah ini!
Nenek jessica  masih ngobrol sedikit. 
Kali ini basa basi, sebagai penutup pembicaraan 
empat mata itu, lantas lalu  benar-benar pergi 
ke kamarnya. 
Begitu si nenek menutup pintu, begitu jessica  
menyelinap keluar menemui chucky  di ruang depan. 
wanita lesbian  itu cekikikan menyaksikan chucky  menyeka 
keringat dingin dari dahinya. chucky  mencubitnya 
dengan marah. Hampir saja jessica  terpekik, kalau 
225
tidak ingat pekikannya dapat menggemparkan seluruh 
kampung, terutama menggemparkan hati neneknya. 
“Nakal kau!” bisik jessica  sambil  duduk di sebelah 
chucky . “Sengaja mencubitku di dekat itu... .!”
“Kuingin mencubit itu-mu malah!” rungut 
chucky , dongkol. 
“Jangan coba-coba ya!”
“Kalau kucoba?”
“Aku berteriak!”
Tanpa berpikir panjang lagi, chucky  mencubit 
bagian tubuh jessica  yang mereka maksud. wanita lesbian  
itu ternyata tidak menjerit. Bukan saja sebab  chucky  
mencubit tidak terlalu keras. Boleh dibilang, meremas 
malah. namun  juga, kerinduan yang membabi buta 
tiap kali ia berdampingan dengan chucky , membuat 
jessica  pasrah. Dicubit seribu kali pun ia rela. Dan ia 
benar-benar pasrah waktu chucky  memeluk lalu  
mencium bibirnya dengan bernafsu.
“chucky ku. chucky ku sayang!” jessica  merintih. 
Tangan chucky  menggapai liar. 
Tersentak jessica  sesaat . 
“Jangan!”
chucky  memaksa.
Dan jessica  menamparnya. 
Kaget, chucky  melepaskan tubuh jessica . Wajahnya 
pucat mayat . 
226
“Mengapa...”
“Maafkan aku, chucky ,” kembali jessica  memeluk-
nya dengan perasaan menyesal sesudah  melihat bekas 
tangannya di pipi chucky . “Aku tidak bermaksud kasar. 
Hanya... ini di kampung, sayangku. Bukan di kota, di 
mana kita dapat berbuat sekehendak hati.”
“Ah…”
“Kau senang-senang ya, selama kutinggalkan di 
kota?” jessica  mengalihkan pembicaraan. 
“Senang nenekmu!...”
“E-eee. Koq membawa-bawa nenekku sega-
la...”
“Aku kesepian, jessica . Aku hampir gila sebab  
jauh darimu.”
“Bohong!”
“Demi Tuhan, jessica !”
“Alaaa, berlagak. Sepertinya kau sudah melalap 
buku pelajaran agama yang pernah diberikan  nenek 
kepadamu. Hem-hem... Kau kira aku percaya kalau 
kau bersumpah dengan nama Tuhan?”
“Hai, jessica . Apa-apaan...”
“Habis! Di kampung ini saja, kau sudah berani. 
Apalagi di kota!”
“Berani apa?”
“Main wanita lesbian ...”
227
“Hei! Gila benar. Kau tentunya tidak ber sung-
guh-sungguh jessica !”
“Lalu mengapa sampai kau memberi  alamat-
mu kepada tiny ?”
“Ooo, dia...,” chucky  kepepet sebentar. Namun 
pengalaman yang matang menunjukkan jalan yang 
lapang di depan matanya. Segera saja ia menyambung, 
dengan pura-pura mencemooh. “wanita lesbian  kampungan 
itu? Dia kelewat banyak bertanya. Mendesak segala, 
sehingga terpaksalah kuberikan  alamatku. Tak ada 
salahnya, bukan? Nanti di kota, dia hanya menemukan 
alamatku yang lama...”
“Maksudmu?”
“Aku sudah mengontrak sebuah pavilyun 
di tempat lain, jessica . Untuk kita tempati berdua, 
sepulang dari sini.”
jessica  hampir memeluk chucky  sebab  gembira. 
Bukan pikiran akan menempati sebuah pavilyun 
bersama chucky  yang menggembirakan hatinya, me-
lainkan bayangan tiny  tentunya akan tertipu 
kalau coba-coba menggunting dalam lipatan. Namun 
pertemuannya sore itu dengan tiny  masih terasa 
membekas. Di antara kegembiraan hatinya, ia masih 
merasa cemas. 
Dengan gaya merajuk, ia menuduh, “Kudengar, 
kau juga mengajaknya pindah ke kota. Malah 
menjanjikan pekerjaan...”
228
“Siapa yang bilang?”
“tiny .”
“Uh. Dia jelas membual, wanita lesbian  tak tahu diri 
itu!” dan untuk meyakinkan jessica , ia menambahkan 
dengan suara mengeras marah. “Aku lupa yang mana 
rumahnya. Mau kau tunjukkan, jessica . Dia akan 
kudatangi sekarang juga, supaya lain kali dia tidak 
berani mengusikmu...!”
“Jangan, chucky . Sudah malam.”
“Kalau begitu, besok pagi!” chucky  mendengus-
dengus. Memperlihatkan ketidaksabarannya. 
“Jangan!”
“Ia harus diberi pelajaran!”
“Aduh, chucky . Kumohon, lupakanlah. Tahan 
dirimu. Kau mau membuat malu nenekku, ya?”
Dengan gaya menyesal, chucky  mengurut dada. 
Katanya, “Kalau tidak mengingat nenekmu...”
“Hanya nenek?”
“Dan mengingat kau...”
“Cium lagi aku, chucky .”
chucky  merunduk. Bibir mereka baru saja ber -
sentuhan, saat  dari kamar tidur nenek jessica , 
wanita lesbian  tua itu terdengar batuk-batuk ber-
kepanjangan, lalu disusul suara teriak lirih. “Rika?”
“Ya Nek?” jessica  terlonjak dari duduknya. 
“Tolong ambilkan nenek air dingin!”
229
“Baik, Nek...”
Baru saja jessica  berjalan beberapa langkah 
menuju dapur, pintu kamar neneknya sudah terbuka. 
wanita lesbian  itu tampak mengelus-ngelus dada seperti 
orang kesakitan, sehingga jessica  menjadi khawatir. 
namun  neneknya segera memperlihatkan seu-
las senyum, sambil  bergumam, “Aku hanya batuk 
sedikit. Biarlah kuambil sendiri minuman untukku, 
cucuku...”
namun  jessica  bersikeras pergi ke dapur.
“Sudahlah. Pergilah tidur...!” kata si nenek 
kepada cucunya, sementara kepada chucky  ia berpaling 
dan bertanya heran, “Belum mengantuk, chucky ? 
Istirahatlah. Bukankah kalian akan berangkat pagi-
pagi benar?”
chucky  kena batunya. 
Dengan tersenyum-senyum kecut ia melangkah 
masuk ke kamar di mana ia tidur bersama aidit , 
menutup pintunya sekaligus. 
Di dapur, jessica  mendengar semuanya, 
menggigit bibir dengan perasaan malu yang amat 
sangat. Ia tidak berani memandang wajah neneknya 
saat  ia memberi  gelas berisi air dingin untuk 
wanita lesbian  tua itu. Diam-diam ia berjalan dengan 
kepala merunduk menuju kamar tidurnya sendiri, lalu 
tertegun waktu namanya dipanggil sang nenek. 
230
jessica  pun cepat berpaling menghadapi pe-
rem puan tua yang sangat ia hormati itu. Lalu diam 
menunggu. Dengan tatapan cemas. 
Neneknya berujar, lembut, “Kalau kalian 
pulang besok pergi, cucuku. Ingatlah. Nenek akan 
selalu merindukanmu…!”
Terpesona, jessica  berlari memeluk neneknya, 
dan menangis di dada yang kerempeng itu. Tak lama 
lalu  ia menghilang ke kamar, di bawah tatapan 
mata sang nenek yang bersinar pudar.
Diam beberapa saat lamanya, wanita lesbian  
tua itu lalu  berbisik masygul kepada dirinya 
sendiri. “Apakah aku sudah sedemikian tua. Sehingga 
pikiranku jadi berlebihan. Dan, menganggap cucuku 
sedang memasuki sarang harimau...?!”  
231
20
chucky  menyeringai lebar saat  melihat reaksi jessica  
begitu memasuki rumah yang akan mereka tempati. 
Sebuah rumah kecil yang terletak di bagian kota atas 
yang sepi dan tenang. Meski kecil, desainnya jelas 
hasil karya seorang ahli dengan selera seni yang tinggi. 
Halaman depan tidak begitu luas namun  nyaman 
dipandang sebab  taman mininya yang artistik. 
jessica  sampai tertegun sendiri saat  melangkah 
naik ke beranda. Sambil bergumam kagum atas 
pilihan kekasihnya, “Kukira kita akan menempati 
rumah kontrakan di bagian kota yang kumuh, padat, 
lagi jorok!”
“Dengan kamar sempit dan pepak di atas 
bengkel motor yang selalu hingar bingar dan berbau 
oli?” sahut chucky , setengah mengejek tempat ia 
berkubang bersama seorang teman sejak  terusir 
dari rumah orangtuanya. “Tidak, jessica . Itu bukan 
tempat yang cocok untuk seorang putri rupawan yang 
232
pernah bergelimang kemewahan. Dan jangan pula 
kau lupakan...,” chucky  cepat menyeringai waktu jessica  
agak cemberut. “Kedudukanku sudah naik. Bukan 
lagi montir yang selalu bergelimang oli, melainkan 
sub-dealer yang bergelimang uang…”
“Baru calon, chucky . Calon sub-dealer!” jessica  
menyindir. 
“namun  hasilnya sudah boleh kita nikmati, 
bukan?” balas chucky  tidak mau kalah. “Masuklah ke 
dalam, kalau tidak percaya.”
Tercengang jessica  sesudah  mereka memeriksa 
seisi rumah. Perabotannya lengkap, dan jelas bukan 
dari kelas murahan. Baik kamar tamu, ruang tengah, 
ruang tidur, dapur sampai ke kamar mandi. Belum 
lagi langit-langit akustik dan  aidit san-aidit san dinding, 
televisi berwarna 29 inchi yang dilengkapi seperangkat 
audio, lemari pendingin, rak minuman, dan sebuah 
rak besar di mana terdapat banyak sekali buku-buku 
bacaan, majalah dan  perabotan hias. Plus tempat 
tidur besar, toilet antik dan lemari pakaian berpintu 
empat di kamar tidur dengan pemandangan taman 
mini di luar jendela samping.
jessica  terhenyak di sebuah sofa. 
Matanya menatap chucky  seperti mata orang yang 
sedang bermimpi. 
“Mustahil...” ia mendesah, tak percaya. 
233
“Apanya yang mustahil, Sayangku?” chucky  
menyodorkan segelas minuman ringan kepada jessica , 
yang menerimanya dengan tangan gemetar. 
“Aku tak pernah berpikir, selama aku minggat 
ke kampung, kau sudah  mengumpulkan harta karun 
sedemikian banyak…!” jessica  berbisik terengah-
engah. 
“Astaga. Kuharap aku tidak bakal mengecewakan 
calon istriku,” gumam chucky  dengan wajah berubah 
gundah. 
“Ada apa, chucky ?”
“Baik rumah maupun segala isinya, bukan milik 
kita jessica ...”
“Ah!”
“Ada seorang tua kaya raya, jessica . Punya empat 
istri, sekian orang anak, dan seorang cucu paling 
disayang. Rumah dan segala isinya ini dia persembah-
kan untuk cucunya yang ingin hidup menyendiri. 
Suatu kebetulan yang ajaib saja, bahwa cucu tersayang 
si kakek hartawan itu, teman bermainku di masa 
kecil. Dia sering mengajakku tinggal bersamanya di 
rumah ini. namun  selalu kutolak. Biar dia tidak pernah 
mengatakan nya, namun aku tetap beranggapan ada 
pamrih di balik ajakan itu…”
“Maksudmu?”
“Dia seorang waria.”
234
“Oh!” jessica  bergidik, seram. “Jadi itu sebabnya 
salah satu kamar tidur berbau wanita lesbian . Toilet 
yang kosmetiknya begitu lengkap, gaun-gaun indah 
di lemari, rak dengan sepatu-sepatu bertumit tinggi. 
Dan tempat tidur...”
“Jangan khawatir, Kekasih” chucky  memegang 
tangan jessica  dengan usapan lembut. “Dia sudah  
setuju menyediakan semua yang serba baru dan cocok 
dengan ukuranmu. Sepatu, gaun, bahkan sprei dan 
sarung-sarung bantal. Malah gambar-gambar laki-laki  
yang erotik dan selalu menempel di dinding kamar 
itu, sudah  ia singkirkan jauh-jauh. Kamar untukmu 
bersih, jessica ...”
“Dia mau?” jessica  terbelalak. “Bukankah 
seorang waria benci kepada wanita lesbian ?”
“Benci sih tidak, cuma tak suka saja!”
“Lantas?”
“sebab  aku yang meminta, ketidaksukaan itu 
dia simpan untuk dirinya sendiri. Beberapa kali dia 
kubantu mengumpat cerca orang lain, dan pernah 
kutolong dari keroyokan beberapa orang laki-laki  
berandalan yang sedang mabuk. Jadi persetujuan yang 
dia berikan , katakanlah semacam balas budi...”
“Sehingga dia sendiri rela menyingkir dari 
rumah ini,” jessica  geleng-geleng kepala, tak habis 
pikir. “Untuk seorang wanita lesbian , lagi!”
235
“Dia tidak sengaja menyingkir, jessica . Seorang 
teman kencannya yang paling akrab, pergi studi ke 
luar negeri. Sang kakek, tentu saja gembira mendengar 
cucunya tersayang bermaksud memperdalam ilmunya 
di luar negeri pula. Maka, kita dapat menempati 
rumah ini dua tahun, mungkin sampai empat tahun. 
Tanpa harus membayar. Itulah yang kukatakan, suatu 
kebetulan yang ajaib. Apakah kau kecewa, jessica ?”
jessica  menatap chucky  dengan penuh kasih. 
Ia rebahkan wajahnya di dada laki-laki  itu, 
sambil  berbisik mesra, “Aku bahagia, chucky ”
chucky  mengangkat dagu jessica . Membelai 
pipinya yang putih bersinar-sinar, mengecup matanya 
yang indah, lalu  mengulum bibir ranum yang 
merah segar itu dengan pagutan yang kuat. Sentuhan-
sentuhan birahi itu sempat merangsang jessica . 
Namun jessica  dengan cepat melepaskan diri 
dari pelukan chucky , manakala laki-laki  itu mengajak 
dengan suara bergetar, “Kita ke kamar, ya?”
“Jangan!” bisik jessica  ketakutan, sambil  menjauhi 
chucky . “Jangan!”
“Kenapa, jessica ?” tanya chucky , kecewa. 
“Aku sudah berjanji kepada diriku sendiri, tidak 
mau terjerumus sampai dua kali!”
“jessica ...”
236
“Maaf, chucky ,” jessica  bangkit dari sofa. “Aku 
bukannya menolak. namun  aku baru mau melakukan 
perbuatan itu, kalau kita sudah sah jadi suami istri...”
“Lagakmu seperti perawan saja!” dengus chucky , 
tersinggung. 
“Memang!” jessica  sama tersinggung. “Dan 
jangan pernah lupa, kaulah yang merenggut 
keperawananku…!”
“Hem.”
“Kau ingin aku pulang saja ke rumah nenek di 
kampung?” jessica  mengancam, dengan sudut-sudut 
mata mulai digenangi butir-butir air bening. 
“Astagaaa!” chucky  mendadak sadar. “Mengapa 
kita bertengkar jadinya?” ia bergerak ke ruang depan, 
dan kembali dengan koper kecil milik jessica  yang 
segera ia masukkan ke kamar tidur yang tersedia 
untuk wanita lesbian  itu. Agak lama ia di dalam kamar. saat  
kembali ke ruang tengah, ia lihat jessica  masih tegak di 
tempat semula, dengan wajah pucat mayat  dan pipi basah.
“Maafkan kekonyolanku, jessica ,” chucky  mencoba 
tersenyum sambil  menggenggam sebuah kunci ke 
telapak tangan wanita lesbian  itu. “Kalau kau bermaksud 
pergi tidur, kuncilah kamarmu dari dalam. Demikian 
pula pintu penghubung. Lalu biarkan setiap anak 
kunci tetap pada lubangnya, agar aku tidak dapat 
memasukkan kunci duplikat untuk menyatronimu 
tengah malam buta...”
237
Selesai menjelaskan panjang lebar begitu, chucky  
mengecup pipi jessica , lalu beranjak ke pintu depan. 
jessica  terperangah. 
“Mau ke mana, chucky ?”
“Pergi.”
“Kau biarkan aku sendirian di sini?”
“Aku tak lama, jessica . Dan hari masih sore, 
bukan?”
“Kau marah!”
“Tidak,” chucky  tersenyum. “Seorang putri 
rupawan, tidak patut dimarahi. Apalagi, sang putri 
sedang jatuh cinta!”
jessica  mendekati laki-laki  itu. 
Memegang tangannya. 
“Kau mencintaiku, chucky ?”
“Lebih dari aku mencintai diriku sendiri, 
jessica .”
“Kalau begitu, jawablah. Siapa yang akan kau 
temui? Jangan marah. Kita akan menikah, bukan? 
Seorang istri boleh saja ingin tahu apa yang dikerjakan 
suaminya di luar rumah …”
chucky  menyeringai senang. 
“Pertama,” katanya, “Aku akan menemui cukong 
yang akan memberiku kesempatan memperbaiki 
hidupku yang sudah  berantakan. Kedua, jessica , 
menemui orangtuaku. Kau tahu apa yang kumaksud, 
bukan?”
238
jessica  tidak menyahut. 
Ia hanya mengecup kedua belah pipi chucky , lalu 
berbisik di telinga laki-laki  tampan yang ia puja-puja 
itu, “Pergilah, Sayangku. Dan cepatlah kembali …!”
Mereka berciuman sejenak.
Lembut dan hangat.
Lalu berpisah.  
239
21
SATU minggu berlalu sudah. 
Jawaban dari kedua orangtua chucky  belum 
terdengar juga. 
namun  laki-laki  itu tidak berputus asa. “Aku sudah  
menghubungi beberapa kerabat dekat ayah  agar mau 
melunakkan hati mereka,” begitu chucky  berkata pada 
suatu malam kepada jessica , saat  ia pulang dengan 
wajah letih lesu. 
jessica  berusaha menahan tangis dan kecewa 
ha tinya, dengan menyediakan makan malam yang 
enak untuk mereka nikmati berdua, sementara chucky  
ke mudian dengan gembira menceritakan bahwa 
usahanya untuk dapat membuka cabang perusahaan 
sepeda motor berjalan lancar. Namanya yang populer 
di arena balap motor dan  usaha yang pernah ia 
jalankan membuka bengkel, merupakan jaminan. 
“Mereka bilang, paling kurang aku bakal 
diterima jadi kepala teknisi,” ia berkata riang selesai 
240
mereka makan malam. “Apakah kau kesepian selama 
kutinggalkan sendirian di rumah ini, jessica ?”
“Aku merindukan saat-saat kau pulang ke rumah, 
chucky . namun  aku tidak pernah kesepian. Aku dapat 
membaca buku, belum lagi sibuk mengurusi rumah. 
Dan kau lihat, dua orang temanku sekolah dahulu , 
sesekali datang berkunjung untuk menemani...!”
“Syukurlah...”
“namun  mereka itu, chucky ...”
“Mereka siapa?”
“Anak-anak begajul yang suka berkumpul-
kumpul di simpang jalan itu. Mereka suka mondar-
mandir di depan rumah. Kadang-kadang sambil 
berteriak-teriak tidak karuan. Entah mengapa, aku 
merasa, teriakan mereka itu sebagian ditujukan 
kepada kita.”
“Ah. Kau mungkin salah terima, jessica .”
“Tidak. Aku yakin. Tadi sore, waktu aku 
menyiram bunga di taman, mereka lewat. Lima orang, 
chucky . Tampang-tampang mereka membuatku takut. 
Kau tahu apa yang mereka perbuat?”
“Apa?” desak chucky , cemas. 
“Mereka berhenti di depan pintu pagar kita...”
“Lalu?” wajah chucky  memerah padam. Dengan 
gusar ia menambahkan dengan dengusan marah, 
“Dia pakan saja kau oleh anak-anak sialan itu?”
241
“Tidak diapa-apakan, chucky ...,” jessica  berusaha 
tersenyum, menghibur kekasihnya. “Aku dapat 
menjaga diri. Lagi pula mereka hanya bertanya-tanya 
saja. Cuma ya, itu. Caranya saja yang kurang ajar …”
“Apa yang mereka tanya, jessica ?”
“Sambil mengedipkan mata, salah seorang 
bertanya begini, kapan pacuan kuda dibuka kembali? 
Teman-temannya melotot, menunggu apa jawabanku. 
sebab  aku diam saja, yang seorang lagi berteriak, aku 
mau jadi joki. Asal gratis!” jessica  mengatakan  semua 
itu dengan wajah bingung. “Mereka lantas tertawa 
terbahak-bahak, lalu  pergi begitu saja...”
“Hem. Mereka tentu bertanya ke alamat yang 
salah,” chucky  menarik nafas. “Tenangkan saja hatimu, 
jessica . Aku akan mengurus anak-anak itu besok pagi-
pagi benar.”
“Kau... kau akan mengapakan mereka?” jessica  
yang kini khawatir. 
“Oh. Tak usah cemas. Aku akan mengurus 
mereka melalui tangan orang lain. Yang penting, 
mereka tutup mulut dan tidak mengusikmu lagi!”
“namun  aku tetap tidak mengerti. Mengapa 
mereka bertanya tentang pacuan kuda? Lalu 
menawarkan jadi joki? Pake gratis segala!”
“Sudah kubilang jessica , mereka salah alamat. 
Barangkali itu hanya sebab  mereka pernah melihat 
242
aku sesekali berkunjung ke rumah ini saat  
pemiliknya masih di sini. Lantas mereka menduga 
aku juga seorang homo, dan yaaa... Setahu mereka 
kita ini suami istri, lantas mereka berprasangka buruk. 
Mereka mungkin berpikir, aku tidak memberi mu 
apa yang semestinya diberikan  seorang laki-laki 
kepada wanita lesbian  yang menjadi istrinya.”
“Ya Allah!” jessica  terkejut. 
“Ah. Sudahlah. Lupakan saja. Aku akan 
mengurus mereka besok pagi. Sekarang, mari 
bereskan bekas kita makan. Lalu, kau bersoleklah!”
“Bersolek?”
“He-eh. Kita akan terima tamu sekitar pukul 
sembilan nanti.”
“Orangtuamu?” jessica  menahan nafas. 
“Sayangnya, bukan. namun  kedatangannya sama 
penting. Orang ini cukong yang akan memberi  
pekerjaan. Tadi siang dia sedang rapat. Lalau 
sekretarisnya memberitahu, dia akan menemuiku di 
rumah kita sendiri. Katanya ada hal penting yang 
akan dia bicarakan empat mata, dan sekalian dia ingin 
berkenalan dengan istriku...”
“Istri!” jessica  hampir tertawa. Sekaligus terharu, 
sebab  chucky  mengaku pada setiap orang, bahwa 
mereka berdua seudah menjadi suami istri. Diam-
diam, perasaan cintanya semakin dalam kepada 
laki-laki  itu. 
243
“Jangan melongo saja. Cepatlah berdandan. 
Sudah pukul delapan lebih dua puluh menit sekarang 
ini!”
jessica  membutuhkan tempo tiga puluh lima 
menit untuk berhias di kamar. 
Ia memilih gaun yang paling menarik di lemari, 
dan mengenakan make-up yang sedikit mencolok 
namun  serasi. Memandangi wajahnya yang cantik 
rupawan di cermin, ia teringat pada ibunya yang 
senantiasa berusaha muncul di depan tamu-tamu 
ayah nya dengan penampilan yang menarik dan  
menyenangkan. 
“Hal itu akan banyak membantu sesuatu yang 
ingin dicapai suamimu bila kelak kau sudah  berumah 
tangga dan menghadapi urusan yang sama,” demikian 
ibunya sering menasihati jessica . 
Air matanya tanpa terasa menitik. 
Ingat kepada ibunya yang suatu hari pulang dari 
luar kota dengan penampilan tetap menarik, namun  
terbaring diam di dalam peti mati. Teringat pula ia 
kepada ayah nya yang selalu bangga akan reputasi 
yang sudah  ia capai, namun lalu  diketemukan 
sudah  menjadi mayat di lantai sel penjara yang kotor 
dan berbau busuk. 
“Hai. Lama benar bersoleknya!”
244
Seruan lembut itu menyadarkan jessica . Le wat 
cermin ia lihat chucky  berdiri di pintu kamar, mem-
perhatikan. Cepat-cepat jessica  menyeka pipinya lalu 
memperbaiki riasan wajah yang sempat dirusak oleh 
lelehan air mata. 
Sambil melemparkan seulas senyum manis 
kepada chucky , ia bergumam dengan suara tersendat-
sendat, “Apakah aku… kelihatan cantik?”
“Aku malah ingin kau kelihatan jelek!” jawab 
chucky . 
“Lho, mengapa?”
“Dengan penampilanmu yang seperti ini, jessica . 
Aku takut, dia akan melamarmu, lalu  kalian 
berdua mendepakku keluar rumah!”
jessica  tertawa begelak. 
sambil  dalam dada, menyimpan perasaan bang-
ga oleh pujian kekasihnya tercinta.

Dan tepat seperti yang dijanjikan, tamu mereka 
muncul. 
Pukul sembilan malam persis, sebuah mobil 
mulus memasuki pekarangan rumah. Sementara jessica  
membereskan apa-apa yang ia perkirakan kurang 
pantas di ruang tamu dan dalam hati dengan gemetar 
berdoa agar urusan chucky  malam ini membawa karu-
nia, maka chucky  sendiri pergi menjemput si pendatang 
di beranda. 
245
jessica  segera menyongsong ke pintu, dengan 
senyuman manis yang pernah dihadiahkan ibunya 
kepada tamu ayah nya, melekat di bibirnya yang 
merah basah, manakala chucky  muncul dengan seorang 
laki-laki lain di belakangnya. 
Laki-laki itu sedikit lebih tinggi dari chucky , 
dengan tubuh yang padat berisi namun tidak 
terlalu berlemak, berpakaian sangat mahal sebagai 
lambang kehidupannya yang sukses. chucky  sudah 
pernah memberi sedikit gambaran mengenai relasi 
pentingnya ini. Maka jessica  tidak perlu heran, sesudah  
mengetahui tamu terhormat mereka itu bermata sipit 
dan berkulit kuning dengan dahi yang licin. Parfum 
yang ia pakai, seolah beradu harum dengan parfum 
jessica  sendiri. Demikian pula senyuman dan tatapan 
matanya yang berseri-seri.
chucky  memperkenalkan mereka berdua. 
“Kau tak pernah mengatakan kalau kau 
menyimpan bidadari secantik ini di rumahmu, chucky  
…!” ujar tamu itu, berseloro. 
jessica  tersipu, sedang chucky  tertawa bergelak. 
“Jangan coba-coba menjamah dia, Om Tanu!” 
katanya, berlagak mengancam. 
“Oh!” dul latief , sang tamu dengan nama 
yang pasti orang keturunan itui, pura-pura terkejut. 
“Apakah istrimu ini galak?’
246
“Dia sih penurut, percayalah. namun  anjing 
penjaganya, selalu siap melindungi dengan waspada. 
Seperti ini...,“ chucky  lalu  mengubah mimik 
wajahnya menjadi sedemikian seram, dengan kedua 
telapak tangan teracung ke depan dan  jari-jemari 
seakan mau mencabik-cabik apa saja yang tidak 
ia sukai. Ruang tamu yang kecil namun  nyaman itu 
segera menjadi penuh kegembiraan. jessica  yang 
tadinya merasa tegang, perlahan-lahan menjadi rileks 
dan dapat berbasa-basi dengan tamu mereka tanpa 
perasaan segan sedikitpun juga. Dengan cepat mereka 
menjadi intim. 
“Mengobrollah kalian sebentar. Akan kubuatkan 
minum,” ujar chucky  suatu saat. 
jessica  bangkit dengan malu. 
“Biar olehku, chucky ”
“Tenang-tenang sajalah, Sayangku,” chucky  
tersenyum. “Om Tanu bosan melihat wajahku terus-
terusan. Sedang wajahmu, siapa yang akan pernah 
bosan?” ia mengerling nakal, lalu  berlalu. 
“Kau beruntung punya suami seperti chucky ,” 
desah dul latief , sesudah  mereka hanya tinggal 
berdua saja. “Sudah lama kalian menikah?”
jessica  terperanjat. 
“Kami belum... Eh, maksud saya, belum begitu 
lama, Om.”
247
“Masih hangat-hangatnya, tentu!” kata Tanu-
direja menggoda, dan tatap matanya yang menjilati 
wajah dan sekujur liku-liku tubuh jessica  di balik 
gaun malam merah darah yang membungkus ketat 
tubuhnya yang memesona, lebih menggoda lagi. 
“Ah, Om ini, bisa saja!” jessica  pura-pura cem-
berut. Perasaannya mendadak tidak enak. 
Untuk mengelakkan pembicaraan yang jelas 
sudah  melantur itu, ia berkata sekenanya saja, “Oh ya. 
Tentunya Oom Tanu yang punya perusahaan sepeda 
motor yang merknya selama ini dipakai  chucky  
untuk balapan ya?”
“Hem. Aku ini cuma distributor, jessica ,” sahut 
laki-laki itu tersenyum. Ia tidak mempergunakan 
sebutan nyonya, namun  jessica  tidak berprasangka 
apa-apa. Toh memang ia belum menikah dengan 
chucky , dan lagipula ia hanya “istri” seorang bawahan 
orang itu. “Perusahaan perakitannya ada di Jakarta, 
dan dimiliki oleh orang lain yang sayang sekali, tidak 
ada hubungan keluarga denganku. Hanya hubungan 
bisnis saja. Tak lebih.”
“Dan chucky ?”
“Suamimu beruntung. Namanya yang populer 
jelas sangat banyak membantu promosi hasil per-
usahaan. Bahkan aku sudah mengajukan usul tentang 
pembukaan sub-agen baru ke kantor pusat. namun  
248
tadi siang aku memperoleh info, suamimu mungkin 
tidak langsung jadi sub-agen. Besar harapan, ia 
akan ditugaskan untuk permulaan, bagian dari sales 
manajer. Menjajaki pemasaran baru di beberapa 
tempat yang selama ini promosinya belum begitu 
meluas...”
Mereka lantas berbincang-bincang mengenai 
apa saja yang akan dikerjakan chucky . Calon suaminya 
itu akan memperoleh gaji yang lumayan besar, 
ditambah bonus kalau dapat memperluas pemasaran. 
namun  untuk itu, chucky  mungkin harus sering pergi ke 
luar kota, atau ke luar daerah. 
jessica  senang sekali mendengar penjelasan 
tamunya bahwa akan diberikan  kebijaksanaan khusus, agar jessica  diperkenankan ikut kemana pun chucky   pergi. 
“Ikut dan nya seorang wanita lesbian  muda dan 
cantik, senantiasa memberi pengaruh positif  untuk 
seorang petugas pemasaran,” kata dul latief  memberi  nasihat . “Tentu saja kami terpaksa mengeluarkan 
biaya ekstra. namun  untuk mencapai tangga sukses, 
orang harus berkorban, bukan?’
jessica  mengangguk setuju. 
Dapat ia bayangkan, demi sukses karier 
suaminya, maka ia tidak hanya menyertai chucky  pergi 
ke berbagai kota. Itu bukan pengorbanan, sebab  
249
mengikuti chucky  dan senantiasa berada di dekat 
laki-laki  itu, benar-benar suatu karunia yang ingin 
selalu ia raih. Namun apa yang ia korbankan, tentu 
saja harus ada pula. Bersolek terus menerus agar tetap 
cantik dan menarik, sedikit tersenyum menggoda, 
kalau terpaksa bersedia dijamah relasi, asal tidak 
melampaui batas. 
Untuk itulah tentunya dul latief  katanya 
bersedia mengeluarkan biaya ekstra. 
“Hem, saya rupanya akan diperalat, ya?” gumam 
jessica  menyindir. Sebuah sindiran manis, tentu.
dul latief  terpojok. 
Untunglah chucky  segera muncul dengan baki 
berisi tiga sloki minuman yang warna dan baunya 
menggugah selera. Lebih dahulu  ia meletakkan sloki 
yang isinya lebih sedikit di depan jessica , baru 
lalu  menyerahkan sloki lain untuk tamu mereka, 
dan satunya lagi ia ambil untuk dirinya sendiri. Agak 
tidak sopan, pikir jessica , namun maklum bahwa chucky  
adalah seorang laki-laki dan mungkin sedikit gugup, 
sehingga tidak meletakkan minuman yang pertama di 
depan tamu, sebagaimana layaknya. 
Mereka masih ngobrol ngalor-ngidul sebelum 
tiba pada pembicaraan pokok. chucky  mengerling pada 
jessica . Yang dikerling, merasa kehadirannya tidak 
dibutuhkan untuk beberapa lama, sampai nanti tamu 
250
mereka pulang dan ia harus ikut mengantar sampai 
ke pintu. 
jessica  tidak tersinggung. 
Ia justru gembira, dapat menyingkir dari 
percakapan yang mulai melelahkan itu. 
Belakang kepalanya berdenyut saat  ia berdiri 
dan pamit untuk masuk ke dalam. Ah, betapa 
lelahnya ia bekerja seharian mengurus rumah, belum 
lagi memikirkan perbuatan iseng laki-laki  berandalan 
tadi sore. Sekarang baru terasa betapa ia letih, malah 
sedikit pusing, agak limbung saat  ia melangkah ke 
kamar tidurnya. 
jessica  tidak mengunci pintu. Toh ia nanti akan 
keluar lagi. 
Lima menit lalu , jessica  terbaring letih di 
atas ranjang yang besar, empuk, dan hangat. Udara 
malam yang dingin menerobos masuk lewat celah-
celah ventilasi jendela. Betapa pun jessica  berusaha 
melawan, toh kantuknya terus saja menyerang dengan 
hebat. Tanpa berpikir panjang lagi, ia memadamkan 
lampu kamar dan berharap tamu mereka tidak kecewa 
sebab  tidak diantar pulang oleh nyonya rumah. 
Makin lama jessica  berbaring, bukan saja kantuk 
yang datang. 
Diam-diam, sesuatu yang aneh merayapi diri-
nya. 
251
Ia ingin tidur, namun  sebaliknya ia juga ingin 
tetap terjaga. Ia berharap pembicaraan yang sayup-
sayup sampai dari ruang depan segera berakhir, dan 
chucky  muncul di kamar, memeluknya, menciumnya, 
dan membujuknya agar segera bermimpi indah. 
Anehnya, jessica  saat ini tidak peduli, apakah chucky  
tidak hanya sekadar memeluk dan menciumnya. 
Biar pun jessica  sudah berjanji pada dirinya 
sendiri, malam ini ia dengan rela akan menerima 
kehadiran chucky  di tempat tidurnya. Ia tidak akan 
memperkenankan chucky  mengunci diri di kamar tidur 
yang lain sebagaimana mereka perbuat sejak  
tinggal di rumah ini. 
Oh, oh. Apakah ia tadi menutup pintu? 
Menguncinya pula? Rasanya tidak. Dan ah, pintu 
terusan jelas masih terbuka. Oh, chucky . hentikan 
semua omong kosong itu. 
Persetan dengan masa depan. Aku membu-
tuhkanmu sekarang!
Sekarang, chucky !
Sekarang juga, perlakukanlah aku sebagai istri-
mu. Soal pernikahan dapat kita bicarakan lain kali!
Langkah-langkah kaki yang samar, terdengar 
memasuki kamarnya. 
jessica  menatap dalam kegelapan. 
“chucky ?”
252
“Ya, sayang,” ia dengar sahutan setengah 
berbisik, sepertinya sangat jauh. 
“Mendekatlah, chucky …”
Sosok tubuh itu mendekat dalam kegelapan, 
lalu  merangkak naik ke tempat tidur. Demikian 
lambat dan ragu-ragu, sehingga dengan tidak sabar 
jessica  merenggutnya, sehingga tubuh mereka terasa 
bersatu padu, hangat berapi-api. 
“Oh, chucky , chucky ! Jangan biarkan aku tersiksa 
sebab  menunggu. Jangan biarkan, Sayangku. Oh, 
chucky , aku mencintaimu...”
lalu  ia terhempas-hempas dalam kegila-
an. 
Paginya jessica  terbangun dan menemukan chucky  
berbaring di bawah selimut, telanjang seperti dirinya 
sendiri. saat  ia belai rambut laki-laki  itu, chucky  
membuka matanya, dan tersenyum mesra. 
“... Aku malu sekali, chucky ,” bisik jessica . 
“Mengapa?”
“Janjiku sudah  kulanggar”
“namun  kau menyukainya, bukan?”
jessica  mengangguk, malu. 
“Kau masih ingin?”
“Ya, chucky ...”
Dan chucky  menggelutinya. 
Tidak segarang dan sekasar tadi malam. 
253
Alangkah jauh perbedaannya. chucky  pagi ini, 
begitu lembut, begitu mesra, begitu penuh kasih 
sayang. Sampai saat  itu berakhir, jessica  sempat 
menitikkan air mata. 
Ia membuat perjanjian baru. 
Akan mengikuti chucky , kemana pun laki-laki  itu 
pergi. Dan melakukan apa saja, selama laki-laki  itu 
menghendaki. 
Dan, ya. 
Soal pernikahan, dapat mereka bicarakan kapan 
saja. 

Kapan saja! 
jessica  begitu berbahagia, sehinga ia tidak ambil 
peduli waktu sekelompok laki-laki  lewat siang harinya 
di depan rumah. Mereka berkerumun di bawah 
sebatang pohon, sambil saling mencemoohkan satu 
sama lain dengan teriakan-teriakan lantang. 
“Apa kubilang? Jokinya Cina! Kau sih, sudah 
budek, item, punya duit pun cuma recehan melulu. 
Sudah deh, cari saja ayam murahan. Biar kudisan, 
dagingnya toh tetap enak dikerjain!” 
Yang diejek membalas marah, “E, menghina 
ya. Belum tahu ya, bagaimana buta item kalau lagi 
ngamuk? Ini, awas...!” ia memungut sebuah batu, yang 
254
lantas dilemparkan. Terlalu tinggi untuk mengenai 
temannya, dan tak pula teman-teman lain mencegah. 
Batu itu terus melayang, melewati pekarangan 
rumah yang ditempati jessica , dan menghantam kaca 
jendela dengan keras. 
Sesaat , jendela kaca pecah berantakan. 
Bagai kena sambaran petir di siang bolong, jessica  
yang tengah menikmati mie bakso di beranda depan, 
terlonjak kaget. Mangkok mie terlepas dari tangannya. 
Jatuh ke lantai, pecah berderai pula. Sebagian kuah 
mie mengenai betisnya. Panas menggigit. Saking 
terperanjat, ia hanya berdiri bengong. 
Penjual mie bakso diam saja. Tidak berani 
menegur para laki-laki  berandalan itu, yang kini 
beramai-ramai mendekati pintu pagar. 
Salah seorang berkata dengan nada menyesal, 
“Maaf, Neng. Engga sengaja!”
Lantas sambil  tertawa cekakakan, mereka kemu-
dian berlalu begitu saja. 
jessica  jatuh terduduk di kursi beranda. Masih 
terperanjat, ia dengar penjual mie bakso bergumam 
lirih.
“Biasa, Non. Mereka selalu begitu, kalau lagi 
butuh uang …!”
Penjual mie bakso itu lalu  mengumpulkan 
pecahan mangkok di lantai beranda, lalu  berdiri 
diam. Menunggu. 
255
jessica  cepat-cepat masuk ke rumah, lalu 
lalu  kembali untuk membayar mie bakso yang 
baru ia cicipi kuahnya saja, saat  batu menghantam 
jendela. Ia juga sekalian membayar mangkok yang 
pecah, meski penjual bakso pura-pura memprotes. 
Sambil berjalan pergi, penjual mie bakso itu 
menasihati, “Uang, Non. Dengan dua atau tiga puluh 
ribu perak, anak-anak itu akan tutup mulut!”
Apa? jessica  harus membayar?
Mereka yang harus membayar ganti rugi. 
jessica  akan mengadukan laki-laki -laki-laki  be-
gajul itu kepada ketua RW setempat. namun  siapa, 
dan yang mana rumah ketua RW? Ah, kalau saja chucky  
belum pergi... Ataukah sebaiknya jessica  lapor saja 
ke polisi? Astaga. Ia, seorang anak Komisaris Besar 
Polisi, sudah  dihina orang sedemikian rupa!
Terhuyung-huyung jessica  masuk kembali ke 
dalam rumah. 
Ia terhenyak di sebuah kursi berjok tebal, 
dan dengan mata nanar menatap meja ruang tamu 
di depannya. Meja itu tampak menganga, buruk. 
Permukaan kacanya sudah  hilang sebagian. Tinggal 
keping-keping yang tercerai berai di sekitar tempat 
ia duduk. Dan di dekat kakinya, tergelimpang batu 
besar, hitam dan kotor berdebu itu. 
256
Tergelimpang diam, dengan pandangan meng-
hina. 
“Ya Allah,” bisik jessica , gemetar. “Ada apa 
sebetulnya  dengan rumah ini?”
Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang keliru. 
Tidak tahu apa, namun  mendadak ia merasa 
takut.  
257
22
jessica  ingin jadi istri yang baik seperti ibunya. 
Setiap orang di rumah harus dapat mengurus diri 
sendiri, dan persoalan-persoalan kecil harus sudah 
selesai begitu ayah  pulang. Dengan demikian ayah  
dapat rileks sesudah  lelah bekerja seharian di kantor, 
atau dapat meneruskan pekerjaan yang terbengkalai 
tanpa terganggu. 
namun  jessica  belum menjadi istri chucky . Dan ia 
sangat terhina!
Oleh sebab  itu ia biarkan saja jendela depan 
melongo. Begitu pula pecahan kaca ia biarkan 
berhamburan di lantai. Batunya pun tidak ia usik. 
Ia teruskan pekerjaan sehari-hari. Membersihkan 
rumah, mempersiapkan makan malam, mandi, lalu 
duduk di depan televisi sambil membuka-buka 
majalah menunggu chucky  pulang. 
Namun tak satu pun acara televisi yang menarik 
hatinya. Sudah lima majalah ia buka-buka, dan te-
258
tap sia-sia. Bahkan saat  chucky  pulang menjelang 
pukul delapan malam, pipi jessica  yang pucat mayat  masih 
bersimbah air mata. Ia membuka pintu untuk chucky , 
dan membiarkan laki-laki  itu terheran-heran melihat 
jendela dan meja tamu yang pecah berantakan. saat  
ia melihat batu yang bergelimpang dekat kaki kursi, 
keheranan chucky  segera lenyap. 
“Mereka...?” ia berbisik, parau.
jessica  mengangguk sambil menahan tangis. 
Lalu menuntut. “Katamu kau akan mengurus 
mereka?”
“Aku lupa,” chucky  mengeluh, sambil  terenyak di 
sebuah kursi. “Aku benar-benar lupa...”
“Kita harus lapor ke polisi, chucky !”
“Alaaa. Soal sepele begini. Tak usahlah dibesar-
besarkan. Nanti bikin heboh saja,” chucky  mencoba 
tertawa. “Lagi pula...”
“Temui mas Tom!”, potong jessica , tajam. 
“Siapa?”
“Ajun komisaris resi mandala . Mantan ajudan ayah . 
Dia akan...”
“jessica , sayang!” chucky  bangkit lalu memeluk 
jessica  dengan lembut. 
Terasa betapa wanita lesbian  itu gemetar dalam peluk-
annya, sehingga chucky  sendiri diam-diam merasa ge-
lisah.
259
 “Dengarlah. Aku akan mengurus anak-anak 
sialan itu saat ini juga. Tak perlu kita gembar gembor 
ke sana-sini. Dan ah... lagi pula kau sendiri bilang, 
resi mandala  itu mantan, bukan lagi ajudan ayah mu. Tak 
pantas kita berharap pertolongan dari seseorang yang 
tidak kita tahu isi hatinya. Siapa tahu...”
“Dia orang baik. Dia akan membantu!”
“Oke. Oke. namun  itu nanti saja. Kalau aku 
gagal menangani anak-anak itu malam ini. Sekarang, 
bersihkanlah lantai, ya? Aku akan mencari sesuatu 
untuk menutupi jendela. Kau tak ingin maling 
menyelinap diam-diam lewat jendela itu, dan tahu-
tahu sudah berdiri di samping tempat tidurmu, 
bukan?”
jessica  akhirnya mengalah. 
Meski tidak puas dengan jawaban chucky , ia 
bersihkan juga pecahan kaca yang berhamburan, 
dengan hati-hati agar tidak sekeping kecil pun pecahan 
yang terlewatkan. lalu  ia membuangnya ke tong 
sampah bersama batu yang menjijikkan hatinya itu, 
lantas membantu chucky  memasukkan sebilah ayah n 
kecil yang ditemukan laki-laki  itu di gudang. Jendela 
tidak tertutup semuanya. namun  dengan menutupkan 
tirai gorden angin tidak lagi merembes masuk, dan 
cukup aman dari gangguan maling. Yang tahu-tahu 
berdiri di samping tempat tidur, hiiii!
260
Mereka berdua makan malam tanpa banyak 
bicara. 
jessica  masih syok dan terhina, sedang chucky  
tampaknya sedang memikirkan hal-hal lain yang 
rupanya mengganggu pikirannya. 
Agak ragu-ragu, chucky  lalu  berujar hati-
hati, “jessica . Malam ini aku ada acara di hotel...”
“Oh ya?” sahut jessica , tak bernafsu. 
“Kau mau ikut? Atau mau tinggal sendirian 
di rumah?” tanya chucky , sambil  menekankan kata 
’sendirian’ itu, sehingga jessica  bergidik. ayah n itu 
jelas lebih kuat dari kaca, namun toh perasaan tidak 
aman terus menggoda hati jessica , lebih-lebih saat  
ia teringat lagi tingkah laku laki-laki -laki-laki  begajul 
yang sering mengganggunya. 
“Aku ikut!” ia cepat-cepat memutuskan. 
Sepasang mata chucky  bersinar-sinar terang. 
Namun, suaranya rupanya ia tahan supaya terdengar 
biasa-biasa saja saat  ia menjelaskan, “Mungkin kita 
terpaksa bermalam”
“Oke!”
chucky  bangkit, lalu berjalan ke pintu. “Kau 
dandanlah. Bawa perlengkapanmu seperlunya saja, 
asal yang rapi dan menambah kecantikanmu,” katanya 
sambil melempar senyuman mesra yang senantiasa 
membuat jantung jessica  dag-dig-dug. “Aku akan 
menemui anak-anak itu sebentar.”
261
Barulah jessica  tersentak.
“Jangan sekarang!” ia mendengus, khawatir.
“Mengapa?”
“Aku takut. Dan kau hanya sendirian…”
“Aku mampu menjaga diri sendiri, jessica . 
Kau tahu itu, bukan?” chucky  secara tidak langsung 
mengingatkan jessica  bahwa sebagai seorang pemba-
lap. chucky  cukup terampil agar tidak cidera, antara lain 
dengan tekun mengikuti latihan bela diri. 
Namun toh jessica  merasa cemas juga sesudah  
chucky  pergi dan baru merasa lega saat  tak lama 
lalu  chucky  pulang dengan wajah cerah. 
“Beres!” ia berkata dengan puas. “Dan kau?”
jessica  tidak perlu menjawab dengan kata-kata. 
Pakaian dan dandanan yang ia kenakan, demikian 
memesona, sehingga chucky  hampir tidak percaya 
bahwa jessica  sedemikain cantik jelitanya. laki-laki  itu 
termangu-mangu sebentar, lalu  maju ke depan, 
memeluk dan mencium jessica  dengan campuran 
birahi dan sayang. 
“Kalau aku tak ada janji, maulah aku menyeretmu 
sekarang juga ke tempat tidur, jessica ,” ia berbisik 
dengan suara gemetar. 
“Kau dapat melakukannya, Sayang. Nanti, di 
hotel.” kata jessica  tersenyum, manis sekali. “Ba gai-
mana kau membereskan anak-anak itu? Memukul 
mereka?”
262
“Hanya menggertak. Dan ah, sorry jessica , 
terpaksa kucatut juga nama dan pangkat mantan 
ajudan ayah mu itu…,” chucky  tersenyum malu-malu. 
“Mereka sampai menyembah-nyembah jessica , bah-
kan berjanji akan memperbaiki jendela maupun meja 
yang rusak itu.”
“Wah. Apa kubilang. Nama mas Tom keramat 
juga, bukan?” jessica  tertawa senang. “Kita berangkat 
sekarang?”
Mereka meninggalkan rumah dengan mem-
pergunakan sebuah taksi yang rupanya sudah  dipesan 
pula diam-diam oleh chucky . Membayangkan akan 
bersenang-senang di hotel sesudah  sekian lama 
jessica  tertekan oleh siksaan batin yang seolah tak 
habis-habisnya, menyebabkan wanita lesbian  itu setengah 
terlena di jok belakang mobil. Ia memeluk chucky , dan 
merebahkan wajahnya di dada laki-laki  itu dengan 
mata terus terpejam. 
chucky  balas memeluk, namun wajahnya tanpa 
setahu jessica , tampak gundah. 
Tiga orang laki-laki  yang baru saja keluar dari 
sebuah bar dekat persimpangan jalan, melihat taksi 
itu lewat. 
“Itu mereka pergi,” kata yang seorang.
“Cari joki lagi!” rungut yang lain. 
Orang ketiga tertawa mengejek. 
263
Katanya, “Pokoknya, kita tetap dapat uang, 
bukan? wanita lesbian  itu bukan makanan kita. Kita 
dapat mencari yang lebih murahan di Gang Lontar. 
Oh ya, berapa tadi chucky  membjessica u uang, Item?”
“Lima puluh ribu!” jawab yang ditanya, berpikir-
pikir sebentar lantas sambil  tertawa menyeringai, ia 
mengusulkan, “Bagaimana kalau di Gang Longtar 
nanti kita borongan saja? Aku tahu yang namanya 
si Marice. Dia mungkin akan protes sedikit, namun  
biasanya hanya pura-pura. Percayalah, dia paling suka 
beramai-ramai di ranjang. Dia sangat kuat, tahu?”
Acuh tak acuh, temannya mendengus, “Kau 
bohong. Kudengar tadi, jumlah yang kau terima 
seratus lima puluh ribu …!”
“He-eh. namun  yang seratus, untuk mengganti 
kaca jendela yang pecah...”
“Wah. Banyak amat!” temannya geleng-geleng 
kepala. “Bagaimana kalau kita beli saja kaca murahan. 
Uang lebihannya, dapat kita pergunakan untuk beli 
minuman. Kita bikin Marice mabuk semabuk-
mabuknya, baru dia kita kerjai!”
Dua yang lain menggumamkan persetujuan 
dengan senang.  
265
23
chucky  mendaftarkan mereka sebagai suami istri di 
buku tamu hotel. Orang yang melayani mereka mula-
mula agak rewel menanyakan soal identitas, namun 
tak banyak omong lagi sesudah  chucky  menyebut sebuah 
nama yang ia katakan om-nya dan pasti sudah tidak 
sabar menunggu kedatangan mereka berdua.
saat  berada dalam lift yang membawa mereka 
ke lantai empat, jessica  menggumamkan tanya, “Siapa 
tadi nama yang kau sebut-sebut?”
“Tobar. Tobar Maninang”
“Nama yang aneh...”
“Dia orang Pare-Pare. Ada sedikit turunan 
Philipina.”
“Kau bilang dia Om-mu”
“Hanya panggilan,” chucky  tertawa kecil, dan 
membimbing jessica  keluar saat  lift berhenti dan 
pintu terbuka. “Hanya untuk mengertak orang itu 
tadi.”
266
“Nama keramat juga eh?” desah jessica  sambil  
mengagumi lantai karpet beludru warna merah hati 
di lorong lantai empat yang adem-ayem dan  sejuk 
nyama oleh sapuan mesi pendingin.
“Dia seorang pejabat tinggi di kota ini, jessica .”
“Oooo.”
Mereka memasuki kamar bernomor 437 untuk 
dua orang. 
Kamar kelas satu yang lebih adem dan nyaman 
lagi. Tempat tidurnya besar-besar, mewah, ada televisi, 
lemari pendingin, aidit san cat minyak di dinding, dan  
lampu-lampu antik yang bersinar lembut dekat setelan 
meja tamu. chucky  memasukkan tas pakaian yang tadi 
ia tolak untuk dibawakan seorang portir, langsung ke 
dalam lemari, cuci muka sebentar di wastafel lantas 
menyeringai masam saat  ia lihat jessica  langsung 
tergeletak di tempat tidur. 
“Kukira pertemuan itu sudah berakhir,” ia 
bergumam. “Om Tobar dan Om Tanu mestinya 
sedang menunggu kita...”
jessica  membuka matanya. 
Malas, ia bertanya, “Apakah aku harus hadir?”
“Kita tidak menginap gratis di sini, jessica .”
“Oh!”
sesudah  merapikan dandanannya sejenak, jessica  
lalu  mengikuti chucky  pergi ke kamar lain yang 
267
letaknya ternyata bersebelahan. Sebuah suite-room 
yang lebih mewah lagi, dan benar saja kedua orang 
yang disebut-sebut chucky  sudah  menunggu mereka. 
jessica  sudah mengenal dul latief , cukong chucky  dari 
agen perakitan motor itu. 
Mereka bertegur sapa dengan ramah, lalu 
diperkenalkan kepada orang yang konon berdarah 
Philipina itu. Ia sama sekali berwajah pribumi asli, 
dengan kulit coklat kehitaman, pipi tertonjol kuat, 
dagu keras, dan sepasang mata yang hampir terbenam 
di bawah alis yang tebal dan nyaris bersatu di pangkal 
hidung. 
“Senang berkenalan dnegan Anda, jessica . 
Silahkan duduk,” ujar orang itu sambil memperhatikan 
jessica  dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, 
dengan sorot mata yang membuat jessica  tidak enak. 
Ia lebih tidak enak lagi harus ikut mengobrol dengan 
mereka yang tidak ada sama sekali hubungan dengan 
kepentingannya hadir di situ. 
Dari pembicaraan mereka, samar-samar jessica  
dapat menduga dul latief  bermaksud memasukkan 
kredit sepeda motor besar-besaran di sebuah instansi 
dan Tobar Maninang akan membuka jalan melalui 
pengaruhnya di instansi dimaksud. 
Oleh sebab  itu ia maklum mengapa lalu  
chucky  berbisik di telinganya, “Bermanis-manislah. 
Jangan bermuka masam begitu.”
268
Lalu sesekali jessica  memberi  senyuman 
manisnya tiap kali Tobar Maninang melirik ke arah 
dirinya, yang seolah lirikan tidak disengaja. Namun, 
lirikan itu terlalu tajam dan menusuk sehingga 
timbul pikiran dalam hati jessica  untuk suatu saat  
memprotes chucky . 
Rasanya ia tak ubah dengan boneka mainan 
yang harus tertawa atau bermain mata dengan gerak 
monoton tanpa dorongan gairah sama sekali, sekadar 
untuk menyenangkan hati sang bocah yang sedang 
berulang-tahun. 
Sadar jessica  gelisah saja, dul latief  memberi 
usul, “Mengapa tidak kau putar saja DVD player 
itu, chucky ? Biar jessica  rileks selama kita teruskan 
pembicaran bisnis kita…”
Atas persetujuan Tobar Maninang, chucky  
lalu  menyetel DVD yang ada di kamar itu, 
lalu  kembali nimbrung dengan laki-laki -laki-laki  
yang lain sesudah  ia yakin jessica  merasa senang dapat 
duduk menyendiri. 
faktanya , beberapa kali jessica  bermuka merah 
padam, terkadang menarik nafas, terkadang gemetar 
dengan gelisah. Betapa tidak, fi lm yang diputar pada 
DVD player, adalah sebuah fi lm remaja produksi 
Thailand, yang mesti ceritanya bagus namun adegan-
adegannya ada yang kelewat jorok dan memalukan. 
269
Ia senang sekali saat  fi lm itu akhirnya tamat, 
dan pembicaraan bisnis seolah ikut tamat pula. 
dul latief  berdiri untuk pamit pulang. chucky  
demikian pula, dan jessica  mau tidak mau harus 
menerima uluran tangan penghuni kamar yang orang 
penting itu, sebelum pergi. 
Orang ini  melempar seulas senyuman 
manis yang dibumbui kalimat yang lebih manis lagi. “Jarang aku lihat wanita lesbian  secantik Nona …!”
“Terima kasih,” jawab jessica  tersipu-sipu. 
Di depan pintu kamar 437, mereka bertiga 
berhenti. 
dul latief  penyebabnya. 
“Ah, hampir saja aku lupa!” ia berkata, membuka 
tasnya lalu menyodorkan sebuah kotak kecil ke tangan 
jessica . “Untukmu...”
jessica  bingung. 
namun  chucky  menggamitnya, sebagai tanda 
setuju. 
Sesudah mereka ada di kamar mereka sendiri, 
chucky  bersungut-sungut senang. “Bukalah kotak itu. 
Pastilah kau takjub.”
“Oh ya?” jessica  meletakkan kotak itu begitu 
saja di atas meja. “Perhiasan, kuduga. Cincin? Kalung emas? Atau...”“Buka sajalah!”
Dan jessica  lalu  takjub sesudah  melihat 
dalam kotak itu tersimpan manis sebuah liontin 
bermata satu dengan warna hijau tua yang sangat 
mencolok. “Zamrud!” ia berseru, tak percaya. 
“Dan pasti mahal sekali!” chucky  menimpali. 
“Kehadiranmu malam ini banyak menolong bis-
nis dul latief . Jadi, anggaplah sebagai komisi,” 
chucky  tersenyum lebar. “Mau dikenakan sekarang?  Bukankah kau selalu membawa kalung emas yang kubelikan sepulang dari kampung?”
Belakang kepala jessica  berdenyut-denyut.
“Besok sajalah,” bisiknya. 
“Lho...”
“Aku agak pusing, chucky . Kukira tadi aku terlalu 
banyak minum. Dan fi lm itu...”
“Oke. Kau bawa obat tidurmu?”
“He-eh”
“Minumlah sebutir. Lalu bersantailah”
sesudah  menelan sebutir pil tidur, jessica  lalu  
rebah di ranjang. chucky  masuk ke kamar mandi, dan waktu keluar lagi langsung mengikuti jessica . 
Wajahnya kelihatan sedikit pucat mayat , saat  ia 
berbisik dengan suara gemetar,
“Aku menginginkanmu, jessica .”
jessica  belum mengantuk benar. Dan rangsangan 
film tadi sedikit banyak ikut mempengaruhi naluri-
nya. “Oke,” ia mendesah lirih. “Matikan dahulu  
lampu.”
chucky  memadamkan lampu kamar tidur. Kemu-
dian membuka pakaiannya. 
Baru dua kancing kemeja yang ia lepas. chucky  
mendadak bersungut gusar, “Astaga. Catatan penting 
itu tertinggal di kamar Om Tobar! Sialan benar! Tak 
apa kutinggalkan sebentar?”
“Terserah,” keluh jessica , mulai mengantuk. 
chucky  pergi. Rasanya lama sekali ia baru kem-
bali. 
Tahu-tahu saja dalam kegelapan sesosok tubuh 
yang yang tampak kehitaman sudah  naik ke tempat 
tidur, dan rebah di sebelah jessica  dengan nafas 
tersengal-sengal, seolah baru berlari jauh. 
jessica  yang sudah setengah tertidur, bersungut 
malas, “chucky ?”
“Mmm...”
“Rasanya.. aku mengantuk sekali …!”
namun  sebagai balasan, yang ia rasakan justru 
gerakan yang semakin liar pada tubuhnya. Ia ingin 
menolak kehadiran tubuh yang menghimpitnya, 
namun seluruh tenaganya seolah-olah dikuras habis  oleh keinginan untuk segera pulas. 
Akhirnya jessica  hanya mampu mengeluh, ”Oh, 
chucky , Sayangku …!”
Dan esok harinya, jessica  bangun agak siang dan 
juga mengeluh, “Rasanya kau kok tadi malam berat 
sekali, chucky . Seolah yang meniduriku bukan kau, 
namun  si Tobar yang gemuk itu!”
chucky  tertawa renyah. 
Jawabnya. “Makanya. Kalau mau begituan, bu-
a ng dahulu  obat tidurmu!”
“Apakah aku melayanimu dengan manis tadi 
malam, chucky ?”
“Manis sekali. Sangat manis!”
“Aku tak menikmatinya, chucky .”
“Kukira aku kelewat cepat,” chucky  menyesali diri 
sendiri. “namun  kalau kau mau...”
“Oh. Nanti saja. Sekarang, aku ingin berenang 
dahulu !”
sesudah  mengantarkan jessica  ke kolam renang 
yang terletak di bagian tengah gedung perhotelan 
megah itu, chucky  meninggalkan jessica  sendirian. Katanya ia akan menemui beberapa orang relasi yang  ikut dalam pertemuan malam tadi dan menginap di  lantai enam. 
jessica  mandi selama seperempat jam, berjemur 
lima menit lalu kembali ke kamar mereka.  
saat  ia akan melangkah masuk ke lift, dari 
salah satu ujung lorong ia melihat lewat tiga orang 
wanita lesbian  muda dan cantik-cantik bersama seorang laki-laki  yang baru saja turun lewat tangga lantai lobby. Sekilas jessica  terkejut. 
“Bukankah dia chucky ?” rungut jessica  sendirian. 
“Katanya relasi...”Ia bermaksud keluar lagi, namun  lift sudah  naik. Di lantai berikutnya ia bermaksud turun, namun  ada dua orang tamu yang sudah tua masuk ke dalam lift yang berhenti dan sedang menuju ke atas pula. Terpaksa jessica  mengurungkan niatnya, dan 
lalu  berjalan ke kamar begitu lift berhenti di 
lantai empat. Dari jendela kamar ia meninjau keluar. Ketiga wanita lesbian  itu tampak baru saja masuk ke dalam sebuah taksi. Laki-laki yang menemani mereka tidak kelihatan batang hidungnya. 
Baru saja jessica  mau melongokkan kepala lebih 
keluar, telepon di kamar berdering.
Buru-buru jessica  menyambarnya.
“Halo?”“Kaukah itu, jessica ?”
“Oh, chucky . Dari mana kau tadi?” jessica  bertanya curiga. “Pertanyaan apa itu?” chucky  protes. “Aku di sini saja dari tadi. Dengan relasi-relasi yang kumaksud. Tak  kau dengar suara mereka?” dan lewat alat pendengar, 
jessica  menangkap suara gelak tawa, lalu percakapan  dalam bahasa yang tidak ia mengerti. 
jessica  hanya dapat mengira-ngira, tentulah 
mereka menggunakan bahasa Jepang. 
“Di kamar berapa kau, chucky ?”
“612. Mengapa?”
“Ah. Tidak. Hanya, aku sangat lapar…”
“Pesanlah makan pagi untuk dua orang. Sebentar 
lagi aku datang.”
Sebelum memesan makan pagi, jessica  tanpa 
berpikir panjang segera memutar telepon kamar 612.  sesudah  dua kali deringan, telepon diangkat. Lalu ia  dengar laki-laki beraksen kasar menyahuti teleponnya, 
“Halo?”
“Dengan siapa ini?” tanya jessica  dalam bahasa 
Inggris. 
“Akira takasimurakurosawah. Ada perlu apa, Nona?” suara 
itu berubah lembut, sesudah  mendengar suara jessica  
yang merdu. “Siapa Anda, kalau boleh saya tahu?”
“Oh. Nama saya tidak penting, Mr. takasimurakurosawah. 
Saya hanya ingin bicara sebentar dengan chucky !”
“Hem. Tunggu sebentar …”
Dan chucky  muncul di telepon dengan suara 
gusar, “Kau menyelidiki aku, ya?”
“Pertanyaan apa itu?” jessica  mengulangi ucapan 
chucky  tadi, sambil  tertawa lega. “Aku hanya mau dengar, 
apa yang kau ingini untuk makan pagi kita?”
chucky  menyebut menu yang ia kehendaki. 
Dan buat jessica , yang penting bukan soal menu, 
melainkan kepastian bahwa yang tadi ia lihat bersama  ketiga wanita lesbian  muda itu bukan chucky  adanya.  Maka, begitu chucky  muncul di kamar, ia langsung  menyambut kedatangan laki-laki  itu dengan ciuman  mesra di bibir, lalu mengajak chucky  bersantap pagi yang 
sudah terhidang. Sambil makan, chucky  menceritakan  betapa bingung menghadapi tamu-tamu orang Jepang  itu. Kalau tak ada penerjemah – Mr takasimurakurosawah, pastilah 
chucky  lebih suka mengurung diri bersama jessica. “Mereka cuma tiga orang!” keluh chucky , men-
cemooh. “namun  kalau lagi ngomong serempak, 
seolah-olah kita tengah berada di tengah-tengah 
pasar!”
“Orang-orang penting eh, chucky ?”
“Dari Kobe. Utusan perusahaan yang mem-
produksi sepeda motor yang selama ini ikut aku 
promosikan di arena balap.”
“Oh …!”“Tiga orang, uh. namun  rewelnya, minta am-
pun!” chucky  geleng-geleng kepala. 
Dan tiga orang wanita lesbian , terlintas pikiran itu di benak jessica . Namun segera lenyap, begitu chucky  mengatakan   berbicara, “Siang ini aku harus ke luar kota. Bisnis, 
tentu saja. Melihat urusannya, aku pasti akan sibuk. 
Kalau kau ingin...”“Biarlah aku tinggal, chucky , kalau kau ingin aku tinggal”
chucky  membelai pipi jessica . Lembut. “Aku harap 
kau tidak kesepian, jessica ”
Dan mereka mengurung diri hampir satu 
jam lamanya di tempat tidur, sebelum lalu  
meninggalkan hotel dan pulang ke rumah mereka 
yang kecil mungil itu.  Baru juga mereka masuk ke dalam rumah, dua dari laki-laki  begajul yang menakutkan itu sudah   muncul dengan membawa dua lembar kaca dan  peralatannya. Saking tidak senang dengan kehadiran  mereka, jessica  sembunyi saja di kamar membantu 
membereskan pakaian-pakaian dan keperluan chucky  ke dalam koper. 
Andai saja ia lebih berkepala dingin sedikit, 
tentunya ia dapat ngobrol dengan laki-laki -laki-laki  
urakan itu sebagai tetangga baik. Paling tidak, 
mengapa begitu datang mereka sudah membawa kaca yang ukurannya sangat pas baik di jendela maupun 
untuk meja tamu, seolah mereka sudah tahu dan 
hapal benar apa yang dibutuhkan. 
laki-laki -laki-laki  itu sudah menghilang saat  
chucky  sudah siap berangkat. 
Kaca jendela sudah terpasang. Demikian pula 
kaca lapis meja. 
jessica  senang melihat semuanya sudah beres 
seperti semula, dan sambil merangkul leher chucky , ia  berbisik,“Cepatlah pulang, kekasih”
“Demi kau, sayangku” balas chucky .  Mereka lalu  berciuman. Lama.  
lewat tiga hari, chucky  belum juga pulang. 
Hari kelima, jessica  dengan dua orang teman wanita lesbian   bekas satu sekolah pergi nonton fi lm. Dari bioskop,  mereka lebih dahulu  ke butik untuk mengambilkan pakaian yang dipesan jessica  minggu sebelumnya.  Butik itu letaknya tidak jauh dari sebuah motel, hanya 
dipisahkan oleh dua buah rumah saja, sejajar pula. 
Dalam mobil, jessica  dan teman-temannya se-
dang asyik menggunjingkan pak donald duck , guru yang pernah patah hati akibat perlakuan jessica , dan kini  konon sudah kawin, namun suka uring-uringan di ruang kelas. 
saat  mereka membelok memasuki halaman 
butik, teman jessica  bernama anna michele  mendadak berseru, “Hai. Bukankah itu chucky -mu?”
jessica  kaget.  Mula-mula ia melihat ke butik, berharap chucky  tahu ia datang dan menunggu di situ. namun  temannya  menuding ke halaman parkir motel, tak sampai dua  ratus meter dari tempat mereka. jessica  tidak melihat 
apa-apa, kecuali mobil-mobil yang diparkir, dan dua  orang pembersih rumput sedang bekerja di taman  samping motel. 
“Ia sudah ke dalam!” kata anna michele , meyakinkan. 
“chucky ? Pasti kau salah lihat,” farida , teman 
lainnya, menyalahkan, sebab  setahu farida , chucky  sedang ke luar kota, sebagaimana yang diberitahukan  jessica .
“Salah lihat? Aku juga pengagum chucky , apakah 
kau lupa? Bahkan aku yang memperkenalkan kamu 
dengan chucky . Itu pasti dia!”
“namun ...,” jessica  mulai ragu-ragu. 
“Mari kita buktikan!” anna michele  memberi usul. 
Mereka mundurkan mobil yang disetir oleh 
farida , lalu  melaju memasuki halaman parkir 
motel. Kedua orang pembersih kebun menghentikan pekerjaan mereka, dan memperhatikan saat  wanita lesbian -wanita lesbian  muda dan manis-manis itu masuk ke motel  dengan pandangan curiga.  Mereka berdua lalu  berbisik-bisik satu  sama lain.
“Semuda itu!”“Cantik-cantik lagi.”“Sayang...!”
Sementara di bagian penerima tamu, anna michele  de-
ngan bernafsu menemui resepsionis motel, dan 
bertanya nekat, “Kami ingin bertemu chucky . Kamar berapa?”
“chucky ?” resepsionis itu wanita lesbian , dan me-
nyelidiki tamu-tamunya dengan pandangan tidak 
senang. “Saya belum pernah dengar...”
“Dia baru saja masuk. Dengan seorang pe-
rempuan berblus merah darah, dan celana slack biru  ketat.”“O, itu. Sebentar …”
Resepsionis itu mengangkat telepon, berbicara 
sebentar lalu teringat untuk menyuruh tamu-tamunya  duduk menunggu. 
Lima menit lalu , wanita lesbian  yang ber-
blus merah darah dan berslack biru ketat, muncul. 
Ia menanyakan ada keperluan apa mereka dengan 
dirinya. Tanpa basa basi, anna michele  langsung menembak, “Bukan denganmu. namun  chucky !”
“chucky ?” wanita lesbian  itu menatap bingung. 
“Yaah. Teman laki-laki yang menyertaimu 
tadi.”“Ooo. Tunggu sebentar?”
wanita lesbian  itu pergi pula, dan muncul tak lama 
lalu  muncul lagi ditambah  seorang laki-laki  yang 
lebih tua usianya beberapa tahun. Tinggi tubuhnya 
lebih kurang serupa dengan chucky , hanya ia gemuk. “Perkenalkan,” ia mengulurkan tangan. “Aku, syam kamaruzaman . Anda?”
Berputar arah ke butik yang mereka tuju 
sesudah  insiden kecil di motel itu diselesaikan dengan “pemintaan maaf ” dan “salah lihat orang”, anna michele   bergumam resah. “Aneh. Rasanya aku cukup kenal chucky . Yang kulihat tadi pasti bukan si gemuk yang  menyebalkan itu!”
farida  tertawa. 
“Sudah kubilang sejak dari rumah, pakai 
kacamatamu kalau mau bepergian. Namun, hem. 
Dari sebelah mana tadi kau lihat dia?”
“Belakang, memang. namun  sempat...”
“Celananya warna apa?”
“Tak begitu kuperhatikan. namun  dia me-
ngenakan jaket, yang warnanya sama dengan jaket 
yang dipakai si gemuk tadi.” anna michele  geleng-geleng 
kepala lagi, ingin diterima pendapatnya. “Jaket balap, tidak semua orang bisa memilikinya, bukankah  demikian?”“Si gemuk juga pembalap, siapa tahu?” kata   farida . Masih bernada menyalahkan.jessica  diam saja.  Ia baru merasa lega dan tidak was-was lagi saat   mereka pulang ke rumah. Seorang laki-laki  menanti 
mereka di beranda. Yang, kalau tak salah, dipanggil 
Item.  Seringainya membuat ketiga wanita lesbian  itu muak ,  namun kabar yang ia bawa dengan segera men jernihkan semua perdebatan. 
“Maaf, saya mengganggu,” Item berkata dengan 
suara serak, sambil matanya larak-lirik menilai wanita lesbian -wanita lesbian  itu, seperti seorang koki menilai ayam mana  yang harus ia masak. Menjilati bibirnya yang memang 
hitam kerontang benar, ia lalu  menjelaskan, 
“Aku baru menerima telepon dari Al -- eh, Om chucky .  Interlokal.” Sesaat , jessica  menyukai laki-laki  yang semula  sempat membuatnya jijik itu. “Apa katanya?” ia bertanya dengan bernafsu. 
“Dia.. eh, sakit!.” “Haa, apa?”
“Tak begitu parah, katanya. Rupanya dia harus 
mengikuti balapan, untuk demonstrasi. namun  sebab  di Surabaya sedang hujan badai, dia terserang flu dan  harus beristirahat beberapa hari. Katanya dia sudah  baikan, dan tolong disampaikan bahwa dia akan  pulang sore ini juga”
“Syukurlah.” 
Dengan senang hati jessica  membuka dompetnya. 
Ia baru saja menarik ritsleting dompet, saat  Item 
dengan lagak sok suci berkata memelas, “Tak usah. Saya pantang menerima tip untuk sesuatu yang saya  kerjakan demi orang lain.” 
laki-laki  itu menyeringai lagi, memperlihatkan 
gigi yang tidak lengkap, dan sebagian kuning 
kecokelatan sebab  terlalu banyak merokok, lalu 
pamit. Dan begitu ia lenyap, kembali perasaan tidak 
suka pada laki-laki  begajul itu menyelinap dalam hati  jessica . 
“Lagaknya, hem. Bukan main!” ia mencibir. 
farida  tertawa menyeringai. anna michele  angkat bahu, rupanya kecewa tebakannya 
sudah keliru. anna michele  lantas berjanji pada dirinya sendiri, 
untuk selalu mengenakan kaca mata tiap kali ia akan 
keluar rumah. Lantas, mendadak seperti teringat 
sesuatu ia memantau  wajah jessica  sejenak. Lalu 
bertanya heran. “Mengapa harus lewat orang lain?”
“Lewat orang lain apanya?” jessica  balas bertanya. 
Tak kurang heran.
“Ponselmu…”
“Ponselku?”
anna michele  manggut-manggut. Lantas memperjelas 
pertanyaannya yang misterius tadi. “Katanya, sakit. 
Jika ya, siapa yang lebih dahulu  harus dia telepon?”
285
Sempat bingung sejenak, jessica  lalu  
menangkap maksud anna michele , lantas menyahuti murung. 
”Kau sepertinya lupa, sesudah  kebakaran itu dan aku 
pulang ke rumah nenekku di kampung, aku cuma 
membawa pakaian yang melekat di badanku saja. 
Jangan kata lagi, ponsel. Yang malah sudah terjual 
jauh-jauh hari sebelumnya...!”
Sementara farida  tampak terharu, anna michele  yang 
memang dikenal tak suka diam itu, terus saja berkotek. 
“Kau bilang, chucky -mu punya duit. Lantas, kok.”
”Untuk enam atau tujuh setel busanaku 
yang ada sekarang ini pun, belum lagi sepatu lalu 
kosmetik, sebagian diperoleh dari hasil chucky  nge-bon 
di kantornya. Haruskah aku menuntut lebih banyak, 
anna michele ?”
anna michele  masih tak puas dan sudah akan membuka 
mulutnya lagi saat  farida  menguap lebar lalu 
berujar bosan, “Rasanya aku mendadak rindu ranjang 
tidurku yang belum dua hari dibelikan Mama itu..!”
Dan saat  mereka berdua berlalu lantas masuk 
ke dalam mobil farida  sesudah  lebih dahulu  pamit 
pada jessica  yang berdiri memantau  dari beranda, 
farida  tampak berbisik-bisik tak senang pada anna michele . 
Yang juga balas berbisik dengan gerak tangan seperti 
membela diri. farida  sampai membantingkan pintu 
mobil saat  sudah duduk di belakang kemudi, dan 
membuat anna michele  tampak menunduk terdiam.
”Kasihan anna michele ,” jessica  membatin smbil masuk 
ke dalam rumah.”Padahal dia bermaksud baik…!”
Dan jessica  malu sendiri saat  lalu  
secara tak sengaja melihat telepon rumah di sudut 
ruang tengah. Andaikata farida  apa lagi anna michele  tahu 
bahwa telepon itu pun sudah diblokir, sebab  uang 
yang dikumpulkan chucky  untuk membayar tagihannya 
bulan ini keburu pula terpakai. 
Tak ada hujan tak ada angin, nenek jessica  
menelepon dari kampung untuk memberitahu ba-
yaran dan keperluan sekolah aidit  sudah ditutup 
olehnya. Lalu nenek jessica  menambahkan, “aidit  
ngadat. Minta dibelikan sepatu kikir, kuker atau apa 
gitu. Dan tak ada yang menjualnya di pasar desa..!”
Nah. Ditambah uang belanja dapur yang terpak-
sa harus dikurangi, maka uang untuk pembayaran 
tagihan telepon pun dibelikanlah sepatu merek Kicker 
lalu dipaketkan Akex dengan segera. Supaya aidit  
berhenti ngadat. “Dan nenekmu akan mendongeng 
pada tetangga sekitar bahwa dia bakal punya cucu 
mantu yang sangat perhatian pada orangtua…!” 
tambah chucky , tertawa.
“Hem,” pikir jessica , sambil memasukkan 
pakaian-pakaian kotor ke mesin cuci (Ah, yang 
ini juga punya orang lain dan aku harus hati-hati 
memakai nya!).”Apakah sudah waktunya aku 
menagih janji chucky  saat  aku masih di kampung. 
Untuk membelikan ponsel? Blackberry, mungkin?”.
Atau, jual saja liontin zamrud itu. Hadiah dari 
Om dul latief .  namun  …
Menjelang tengah malam, chucky  tiba di rumah. 
jessica  sengaja mengenakan gaun malam yang 
seronok untuk menyambut kedatangan chucky . Mereka 
berangkulan, dan saling berciuman di balik pintu 
yang tertutup, bertukar sapa mengenai hal-hal sepele. 
chucky  setuju untuk memanfaatkan air hangat yang 
sudah  disediakan jessica , menolak untuk makan malam 
sebab  katanya masih letih dan kenyang. 
Namun di tempat tidur, ia kembali menjadi 
chucky  yang patut dipuja-puja. jessica  tak henti-hentinya 
berdesah-desah, sampai akhirnya ia jatuh tertidur dan 
besoknya bangun kesiangan. 
“Kita kedatangan tamu nanti malam,” ujar chucky  
sebelum ia pergi meninggalkan rumah. 
“Siapa?”
“Relasi. Punya arti penting untuk pemasaran 
di Surabaya. Dia tidak akan menginap, oleh sebab  
itu daripada di hotel dia kuminta datang ke rumah 
288
ini saja. Ada surat-surat penting yang akan dia bawa 
dan harus kuberikan  pada Om Tanu. sebetulnya  dia 
dapat melakukannya sendiri, namun  lebih dahulu  aku 
ingin melihat surat-surat itu. Aku berkepentingan, 
bukan?”
“Asal tidak melanggar kode etik, chucky -ku.”
“Bisnis tidak kenal kode etik, jessica !”
Dan malam itu chucky  pulang bersama seorang 
laki-laki kecil kurus, namun berpakaian parlente, 
mengenakan jam tangan bersepuh emas, pakai kalung 
aneh pula, dan sempat jessica  melihat tanpa sengaja 
dalam tasnya demikian banyak uang. 
chucky  yang menghidangkan minuman, seperti 
biasa. 
Dan jessica  bertugas untuk menemani tamu 
mereka berbincang-bincang, untuk memperintim 
hubungan bisnis yang dijalin. Pembicaraan ternyata 
sampai larut malam, sehingga jessica  tak tahan dan 
pamit untuk masuk ke dalam kamar sebab  kepalanya 
terasa berat sekali. 
Heran, akhir-akhir ini ia seringkali merasa pu-
sing-pusing, limbung dan tiap kali sesudah berbaring, 
hampir tidak mengenal suasana dalam kamar ti-
durnya sendiri. Semuanya seolah-olah menari-nari 
liar, mengajak, mengundang, menghina, sekaligus 
merangsang.  Dalam keadaan terkantuk-kantuk, ia sadari  seseorang naik ke tempat tidurnya. 
“chucky ?” ia berbisik setengah mengantuk. 
Tak ada sahutan.  Yang ada cuma gelutan, liar dan menggebu-gebu. 
Betapa ringan dan mudah menguasai chucky , 
malam itu. jessica  seakan menggeluti anak kecil, namun   memiliki nafsu kelewat besar. 
jessica  menyukai keadaan itu, dan tertawa-tawa 
saja waktu esoknya chucky  memberengut marah. “Patah tulang-tulangku kau buat!”  
DAN, tibalah hari yang kelabu itu. 
Dokter memantau  wajah jessica  dengan seksama, 
lantas sambil  bersandar di tempat duduknya, ia 
bertanya lembut, “Apakah Nyonya seorang frigid?”
“Apa, Dok?”
“Dingin di tempat tidur.”
jessica  tertawa renyai. Dengan nakal ia menggoda 
dokter spesialis penyakit dalam yang berpostur gagah  dan tampan itu: 
“Sayang, Dokter bukan suami saya,” ia geleng 
kepala, seolah benar-benar menyesalkan hal itu. 
“Kalau ya, Dokter akan terbakar setiap malam. Saya 
lebih panas dari bara api, kalau mau tahu!”
“Aneh,” sang dokter menganggap sepi per-
nyataan jessica . Ia sudah biasa digoda oleh pasien-pasien wanita lesbian , dan ia cukup kebal. Apalagi  godaan dari pasiennya ini, jelas bukan godaan sungguh-sungguh. “Apakah Nyonya menyukainya?”
“Menyukai apa, Dok?”
“Hubungan badan.”
“Menikmatinya, kalau itu yang Dokter 
maksud!” Pernyataan terus terang itu mau tidak mau  membuat wajah sang dokter bersemu merah. Ia menahan senyum di bibir, lalu  menyimak 
kembali laporan dari laboratorium yang tadi dibawa 
jessica  atas permintaannya pada pemeriksaan minggu sebelumnya.  Dengan mengetuk-ngetukkan kepala pulpen  pada kertas diagnosa itu, ia bersungut-sungut halus, 
“Apa yang pernah minggu kemarin saya utarakan 
kepada Nyonya, sekarang tak dapat dibantah lagi.”
“Penggunaan obat tidur yang berlebihan?” 
celetuk jessica , sabar. 
“Dan obat perangsang!” dokter menatap mata 
jessica  dengan serius. “Perangsang seks atau birahi, yang dapat membahayakan tidak saja kandungan Nyonya, namun  juga kesehatan Nyonya sendiri. Masih sering pening dan lesu?”
“Masih, Dok.”
“Bagaimana dengan obat yang saya berikan ?”
“Agak menolong. namun  cuma satu-dua jam...,” 
lalu sambil  menarik nafas panjang, jessica  lalu  
mengaku: “lalu  saya membuangnya!”
“Membuangnya!” dokter meluruskan duduk-
nya. “Mengapa?”“Suami saya marah-marah.”
“sebab ?”
“Katanya, dia lebih suka kalau kami ber hu -
bungan badan manakala saya bukan dalam keadaan  setengah tertidur namun sebaliknya, justru setengah  gila mengharapkan cumburayu. Kadang-kadang kami bertengkar, dan dia sering merajuk lantas pergi  meninggalkan rumah. namun  saya tahu, dia cinta pada  saya. Dia akan kembali pada waktunya, dengan sikap  yang lebih manis. Jadi saya imbangi sikap manisnya 
itu dengan mengalah. Dalam hal-hal tertentu...”
“Hem. Betapa ingin saya konsultasi dengan 
suami Nyonya”
“Sayang, Dok. Dia akan menolak. Pernah saya 
bujuk. namun  suami saya seorang yang sangat sibuk  sehingga tidak punya kesempatan untuk mengurus soal-soal sepele. Apalagi yang menyangkut hubungan  seks”
“Masih sering meninggalkan rumah?”
“Ya. Kadang-kadang, sampai sepuluh hari. 
namun  dokter,” jessica  tersenyum menggoda lagi. 
“Tiap kali dia pulang, tiap kali cintanya makin 
menggebu-gebu. Sering saya kewalahan sendiri. Itu  juga saya rasakan, jika  kami bepergian bersama.  Baik waktu menginap satu-dua malam di hotel dalam  kota, maupun waktu kami di luar kota…” jessica  diam sebentar. lalu , ia mengemukakan pendapatnya  sendiri, “Jadi, saya yakin benar. Dia bukan saja  seorang suami yang menyenangkan, namun  juga sehat 
dan kuat. Sangat kuat, dokter...!”Dokter menyeringai mendengar ucapan jessica  
yang terakhir.  “Tentunya Nyonya puas. Dan bahagia” “Persis.”
“Bagaimana dengan pernyataan Nyonya sebe-
lum ini?”
“Tentang?”
“Pengalaman-pengalaman aneh di tempat tidur, 
sebagaimana yang sudah diceritakan sebelum ini. 
Kadang bobot suamimu terasa jauh lebih berat dari 
biasa. namun  lain kali, malah berubah ringan seperti  kapas. Beberapa kali berbuat kasar, menyakitkan, dan  pada waktu berbeda, lembut, memesona. Adakalanya  cepat sekali dia selesai namun  pada malam-malam lain, 
dia begitu ketagihan sehingga meski Nyonya sudah 
letih, malah kata Nyonya pernah sampai sakit, dia 
tetap ingin mengulanginya...?”
“Oh, dia memang suami yang hebat,” jessica  
tertawa lunak, sedikit malu-malu. “Tahu berbagai 
macam variasi.”
“Variasi?”
“Ah, masa iya Dokter tidak tahu?” jessica  ter-
senyum. “Atau Dokter suka bermain kura-kura dalam  perahu?”
Diam berpikir sesaat, spesialis penyakit dalam 
itu lalu  balas tersenyum. “Nyonya sungguh 
beruntung...,” Ia diam lagi sebentar, berpikir. Lalu, 
“Bagaimana bau nafasnya?” “Biasa-biasa saja, Dok”
“Bau keringat?” “Berubah-ubah. namun  itu lumrah, bukan? 
Tergantung, dia minum atau makan apa sebelumnya. 
Mungkin pula sebab  lingkungan di mana dia me-
nyibukkan diri. Saya tidak merasa adanya keanehan 
dari soal sepele semacam itu, Dok. Jadi...”
“Ingin sekali saya bicara dengan dia. Ingin 
sekali,” dokter bergumam, seolah pada diri sendiri, 
mengulangi apa yang sebelumnya ia ucapkan. lalu  dengan menekan kekecewaan, ia menambahkan, 
“Sayang, ia menolak. Cobalah bujuk lagi dia!”
“Akan saya usahakan, Dok.”
“Dan kalau dia menolak,” sang dokter berubah 
serius. “Katakan kepadanya, kebiasaan kalian di tempat tidur harus segera diubah. Saya tidak ingin melukai  hati Nyonya, namun  saya terpaksa. Penggunaan obat bbius secara terus menerus, ditambah pula dengan perangsang seks yang over dosis, bisa berdampak  pada kelumpuhan otak. Saya malah khawatir anak nNyonya nantinya… Ah, bagaimana ya?”“... lahir cacat, Dokter?”
“Apa lagi?” “Oh!”
sambil  membayangkan anaknya bakal terlahir 
cacat, jessica  meninggalkan tempat praktik dokter 
dengan gelisah. Yakin resep yang diberikan  dokter 
ikut menentukan kelanjutan hidup dan masa depan 
anaknya di kelak selanjutnya , ia masukkan hati-
hati resep itu ke dalam tas tangan, lalu menggenggam  tas itu kuat-kuat, seolah-olah takut ada yang mau  me rampas bukan hanya tas, namun  juga resep di dalamnya..  Ia langsung pergi ke apotek.  Lalu duduk menunggu giliran obatnya selesai  dibuat, sambil memantau  poster-poster yang ada di  dalam apotek. Ada poster mengenai perkembangan 
anak sesudah  lahir, ada pertumbuhan saat  masih 
dalam kandungan. Syukurlah, tidak ada poster yang 
menakutkan mengenai anak-anak yang terlahir ke 
dunia dengan kondiasi cacat yang menjijikan . 
Dari apotek ia terus ke pasar. 
Sudah tiga hari chucky  di sidoarjo , dan katanya 
akan pulang sore ini juga. Ia tentunya sangat lelah, dan  merindukan jessica  dan  jabang bayi mereka. Maka di  pasar, jessica  membeli barang keperluan dapur untuk menghidangkan makanan terlezat kesukaan chucky ,  masuk toko untuk membeli sebuah setelan bagus 
buat chucky , dan  bahan-bahan keperluan bayi. 
Lalu. ia akan duduk menunggu chucky  sambil 
menyulam. Selesai berbelanja, jessica  mencari taksi yang  kosong. nnamun  pelataran parkir sepi dari taksi, kecuali bmobil-mobil pribadi. Yang lewat di jalan pun, pada  terisi semua. Sambil menunggu taksi kosong, jessica  berteduh di ujung pelataran parkir, dalam bayangan 
atap bangunan sebuah toko. Dan diam-diam bersyukur 
chucky  sudah menjanjikan sepulang dari sidoarjo  
akan mengreditkan sebuah mobil untuk jessica . 
Meski mobil kecil dan bekas pakai, jessica  tetap akan  menerimanya dengan lapang dada, dan menganggap 
itu sebagai hadiah pengganti pernikahan mereka yang  tak kunjung terlaksana juga. 
Orangtua chucky  tetap tidak mengakui laki-laki  
itu sebagai anak apalagi pewaris. jessica  pun sudah berulang kali meminta chucky  jangan mengemis kasih  sayang dari orangtuanya lagi. Mereka dapat menikah  kapan saja. Tak usah dengan pesta besar-besaran 
seperti yang diharapkan chucky . Uang yang sudah 
mereka kumpulkan, dan  perhiasan-perhiasan yang 
mereka beli, ataupun terima sebagai hadiah, tidak 
akan jessica  hambur-hamburkan untuk pesta pora. chucky  katanya letih jadi sales terus-menerus, dan tetap  ingin membuka usaha sendiri. 
Hem, berapa lama dan berapa banyak lagi 
uang yang harus mereka kumpulkan, sehingga dapat  dipakai sebagai jaminan ke perusahaan agar chucky   dikukuhkan sebagai sub-agen?
Sebuah taksi berhenti tak jauh dari tempat jessica  
berdiri. Ia bergegas mendekatinya, takut kedahuluan  orang lain. Dengan sabar ia menunggu penumpangnya  turun. Dan ia sudah demikian tidak sabar untuk segera  menerobos masuk ke dalam taksi, saat  penumpang 
yang baru turun itu menatapnya dengan mata lebar.
Lantas berseru setengah kaget, “jessica , kau!”
jessica  balas menatap. Tertegun, lantas berseru 
pula dengan riang gembira. “Astaga, tiny . Apa 
kabar?” wanita lesbian  itu kelihatan ragu-ragu saat  mereka 
bersalaman, dan berusaha menghindari pandangan 
mata jessica  tiap kali mata mereka bertemu. Ke li hatannya ia menyesali pertemuan tak terhindarkan itu. namun  jessica  yang sangat gembira ketemu teman satu kampung, tidak memperhatikan hal itu. 
Sambil memeluk tiny  dengan mesra, jessica  
berkata, “Kau kelihatan jauh berubah!”
“Oh ya?”
“Tidak lagi seperti saat  masih di kampung. 
Oh, kau tinggal di kota ini juga?”
“He-eh”
“Dengan suamimu?”
Agak lama, baru tiny  menganggukkan ke-
pala. “Kapan kalian tiba dari kampung?”
“Oh. Aku berangkat sendiri dari kampung. 
Ketemu suamiku di kota ini, lalu... yah, menikah!” 
tiny  tersenyum kecut. “Aku tinggalkan kampung 
kita, hanya satu hari sesudah  kau pergi dengan chucky .  Oh ya, taksimu menunggu. Aku pun mau berbelanja dahulu . Bagaimana kalau kita ...”
jessica  cepat menyela. Dengan bersemangat. 
“Kita harus merayakan pertemuan ini, tiny . Ayo, 
kita minum di sana!” 
Dan jessica  pun dengan cepat sudah menarik 
tangan tiny  yang lalu  setengah diseret 
masuk ke sebuah restoran. Sambil wajah yang diajak  tampak jelas mengikuti dengan perasaan terpaksa. 
Mereka lalu  duduk, memesan minuman 
dan makanan sesuai selera masing-masing, sambil 
mengobrol kian kemari. jessica  bertanya banyak sekali 
mengenai kabar di kampung, terutama mengenai 
neneknya, dan adiknya aidit . Tentu saja tiny  
tidak tahu. Toh ia meninggalkan kampung beda satu  hari dengan jessica , dan belum pernah pulang lagi.  “Mungkin tidak akan pulang-pulang,” ia mengakhiri, gundah. 
“Hai. Mengapa?”
“Ya ampun, apa yang sudah  kuucapkan?” Neng-
sih tampak terkejut sendiri oleh jawabannya, yang 
lalu  cepat ia koreksi. Sambil tampak gugup.. 
“Eh, maksudku, tidak dalam waktu dekat ini …! Ya, 
ya. Itulah yang aku maksud. Dan ….”
jessica  sesaat  menangkap gelagat, lan tas me-
nyela. Lembut, namun  menekan. ”Kau menyem bunyikan sesuatu  ..!” “Aku, eh. Aku tidak …!” 
Dari gugup, tiny  mulai berubah ketakutan.
Cepat jessica  menggapai lantas menggenggam 
erat tangan tiny  yang bergemetar dengan tangan 
kirinya, sementara tangan kanan jessica  ia tepuk-
tepukkan dengan lembut ke punggung tangan 
tiny  yang ia genggam. 
Lalu ditambah  senyuman mendorong, jessica  pun 
berujar tenang. “ Tak ada yang perlu kau takutkan, 
tiny . Aku ada di sini, bersamamu…!”
Dan tiny  mendadak terisak-isak.  
jessica  bukan duduk. Melainkan, terduduk. 
Begitu tiba di rumah pukul dua siang, ia duduk 
terenyak di kursi depan. Tas belanjaannya ia biarkan  terguling di lantai. Sebagian isinya berhamburan. Juga  ia biarkan. Air mata melelehi pipinya yang pucat mayat  seperti  kertas. Jatuh membasahi blus-nya, menggenang, 
lembab. Biarkan, biarkan! Ia duduk, dan duduk terus,  tanpa bergerak-gerak, malah dengan mata yang tak bpernah berkedip.  chucky  tidak di sidoarjo . Ia ada di kota ini, sejak  ia pergi tiga hari yang  lalu. Bahkan lebih menjijikan  lagi, chucky  tetap ada  di kota ini, setiap kali ia mengatakan pergi bertugas  keluar daerah, tanpa jessica  ikut mendampingi.  Kalaupun chucky  memang di luar kota, tanpa jessica ,  tentulah ia selalu dengan tiny , atau dengan wanita lesbian -wanita lesbian  lainnya yang seperti tiny .Seperti tiny ? 
Mengapa bukan seperti jessica  sendiri?!
Betapa menjijikan  apa yang dikisahkan oleh 
tiny , si wanita lesbian  desa yang lembut, perasa dan  terutama sebagaimana wanita lesbian   desa lainnya, juga lugu. Si wanita lesbian  desa bermimpi tentang indahnya kota.  chucky  datang, dan tiny  pun terjebak. Terjebak oleh 
bujuk rayu chucky  saat  chucky  pulang menjemput jessica  di kampung dan bertemu tiny . Bukan hanya  satu kali seperti yang dikatakan chucky . namun  sudah  beberapa kali. tiny  malah menunjukkan sepucuk  surat yang sudah kumal dan lusuh sebab  selalu ia  simpan sebagai kenang-kenangan, dan dibawa ke mana saja ia pergi. 
Dalam surat itu, chucky  tidak saja berjanji akan 
memberi tiny  pekerjaan yang menghasilkan uang 
banyak, namun  juga bersedia menikahi tiny . Dan 
begitu entengnya chucky  menyelinapkan dusta besar dalam suratnya, “Aku jemput jessica  sebab  terpaksa.  Kami sudah lama tidak cocok satu sama lain. Kami 
akan mencoba lagi. namun  dapat kuyakinkan kau, 
tiny . Kami pasti akan gagal dan gagal lagi…!”
tiny  benar-benar menyusul chucky . 
Kalau pun nanti ia gagal menikah dengan 
laki-laki  yang ia kagumi itu, paling tidak tiny  akan 
memperoleh pekerjaan di kota, dapat menghidupi 
dirinya bahkan keluarganya yang ayah . Sehingga 
ia tidak lagi harus menyerah pada paksaan untuk 
menikah dengan seorang duda dengan dua anak, 
pencemburu dan suka main pukul. 
chucky  memang menunggu.  Di kamar yang terletak di bagian atas bengkel  sepeda motor yang hingar bingar dan menyesakkan  nafas itu. chucky  tidak menyinggung soal pernikahan, 
tantu saja. Baru permulaan, bukan? chucky  hanya 
menjanjikan perkerjaan menarik, dengan gaji besar 
yang akan menyelimuti tiny  dengan kemewahan 
yang bahkan dalam mimpi indahnya tentang kota, 
tidak pernah ia bayangkan. tiny  begitu yakin, 
apa lagi sesudah  chucky  membawanya tinggal di sebuah rumah kecil mungil, bagus potongannya, dan lengkap perabotannya.
“Untukmu, tiny ,” kata chucky . “Aku tahu kau 
akan datang!”Beberapa hari tidak terjadi apa-apa. Tidak lamaran pernikahan, tidak pula surat lamaran pe kerjaan untuk ditandatangani. Lalu suatu malam, mereka 
minum-minum berdua, sambil mendengar kan mu-
sik, dan lalu  suatu kepasrahan yang aneh men-
dorong tiny  untuk menyetujui saja ajakan chucky  
ke tempat tidur. ditambah ya dengan jessica , perut tiny  sering mual kalau terus dicekoki minuman keras, tidak suka  menelan obat tidur sebab  merasa tidak ada gunanya. nKalau terpaksa, ia akan membuangnya diam-diam. Ia ingin menanti chucky  di tempat tidur, dalam 
keadaan sadar yang seutuh-utuhnya, ingin menikmati  kebahagiaan mereka seutuhnya pula. 
“Itulah sebabnya aku tahu, mengapa yang 
naik ke tempat tidurku bukan chucky , melainkan 
orang lain…!” terngiang-ngiang ucapan tiny  
di telinga jessica . Ucapan yang ditambah  sedu sedan,  yang membuat mereka berdua jadi perhatian para  pengunjung restoran. “Yang lebih menjijikan  lagi,  lalu  aku tahu pula dari pengakuan chucky  sendiri. 
Malam di mana keperawananku hilang, bukan dia 
yang merenggut. Melainkan majikan chucky  yang 
bernama dul latief  itu...!”Lalu tiny  pun mengalami hal-hal aneh yang dialami jessica . chucky  yang selalu datang ke tempat tidur, kemu-
dian pergi untuk suatu keperluan. Katanya sebentar. Entah ke kamar mandi, entah untuk menutupkan 
jendela. Lalu dalam kegelapan, ternyata yang muncul laki-laki lain.  Kata tiny  tadi di restoran, “Laki-laki, yang naluri seksnya ganjil. keranjingan menyetubuhi wanita lesbian  yang ia percaya sebagai istri orang lain!” tiny  menyeka air matanya, “Maka lalu ,  meski pun aku sudah tahu nasib yang kujalani, oleh  chucky  aku tetap dipaksa untuk berbuat seolah-olah  aku istrinya, seolah-olah aku tidak sadar bukan dia  yang naik ke atas tubuhku.”
Seorang pengunjung restoran mendekati mere-
ka. Orang tua yang baik hati, dan berujar simpatik, 
“Kalian butuh bantuan?”
Mereka memang bicara dengan suara rendah 
agar tidak didengar orang lain. Hanya saja tiny  
tidak dapat menahan tangis, yang membuat mereka  jadi sasaran perhatian. 
jessica  yang sangat terpukul, masih mampu 
menolak uluran tangan orang tua yang baik hati itu. 
“Terima kasih. Kami baik-baik saja”
Dan mereka meneruskan mengobrol sesudah  
jessica  mengantar tiny  ke rumah yang ditempati 
wanita lesbian  satu kampungnya itu. sesudah  mana lalu   baru jessica  pulang ke rumah yang ‘disediakan’ chucky   untuk jessica -nya seorang. Rumah modelnya hampir  sama, dengan suasana yang juga hampir sama, dan   bualan tentang penghuni sebelumnya yang jelas-jelas 
sama, si waria kaya raya dan sedang berkeliling ke luar negeri. Padahal, menurut pengakuan chucky  kepada tiny , rumah-rumah itu memang sudah  disediakan  oleh majikan chucky  demi memuaskan kebutuhan  seks mereka yang tidaknormal , sekalian berguna untuk 
kelancaran urusan bisnis.  tiny  katanya malu pulang ke kampung.  Dan akan bertahan di kota. Kota yang sebelumnya 
ia jadikan mimpi-mimpi indahnya, namun  kini 
akan menjadi nerakanya. Neraka yang tak akan 
membiarkannya bebas, ke mana pun pergi 
jessica  bukan saja malu. Ia terluka. Belum pernah 
ia terluka seperti hari itu. Demikian besar luka yang 
menganga di jantungnya, sehingga ia masih duduk 
diam di kursinya, sampai malam jatuh, dan chucky  pulang menjelang pukul sembilan. 
chucky , yang menurut tiny , hari itu tengah 
mengantarkan seorang wanita lesbian  lain menemui relasi  mereka.  Itulah rupanya arti sesuatu yang dirasakan jessica  Rasa takutnya, terhadap rumah yang ia tempati. 
Agaknya sudah mengetahui apa yang terjadi, begitu  masuk ke dalam rumah, chucky  tidak bertanya mengapa  jessica  tampak seperti orang yang sakit parah.  chucky  memang gelisah, namun berusaha duduk  dengan tenang di hadapan jessica , dan bertanya, 
“Baiklah. Apa yang ingin kau tanyakan, jessica ?”
sesudah  sekian jam hanya terdiam dalam duduk 
yang mematung dan kebekuan yang menyiksa, jessica   ternyata masih bisa membuka mulut, agar telepas  dari jahitannya.
Dan suara yang keluar dari celah bibir-bibir 
yang pucat mayat  kebiruan itu terdengar lebih mirip   bisikan yang keluar dari liang kubur. 
Dingin, menusuk.“Anak siapa bayi yang kukandung, chucky ?”chucky  tidak menjawab. 
Tentu saja, pikir jessica , hampir gila. Dan tidak 
sampai berperilaku histeris hanya disebab kan tu-
buhnya seolah sudah  menyatu dengan kursi yang ia  terus duduki tanpa beranjak seinci pun sejak  tadi  siang.  Tentu saja, chucky  juga tak tahu, anak siapa yang  dikandung jessica ! Pertanyaan kedua, lebih tegas. “Kau ingin aku  menggugurkannya seperti dahulu , bukan?” Juga tak ada jawaban. 
Dan jessica  pun memberitahu chucky  dengan khidmat, “Akan kugugurkan sekarang juga, chucky . Dan semoga kematiannya ikut mengutuk dirimu sampai kau  mati, sampai kau membusuk di neraka!” Dan sebelum chucky  menyadari apa yang dimaksud jessica , wanita lesbian  itu sudah  menyambar jambangan  bunga dari atas meja tamu, menghantamnya ke tangan  kursi yang ia duduki. 
Lalu dengan kecepatan yang hampir tidak dapat 
ditangkap mata, ujung pecahan jambangan campuran  kristal dan kaca yang tersisa di tangannya, ia hujamkan  dengan cepat dan kuat.
Langsung ke lambung sendiri.
chucky  sesaat  terlompat. Ngeri.  
TEMBOK putih, langit-langit putih, tirai jendela 
putih, sprei putih, benar-benar warna menjemukan. 
Dan seolah-olah ingin mengubah kejemuan itu 
menjadi ketenangan yang syahdu, tersimpanlah 
dengan megah di atas meja dekat kepala ranjang 
rawat, sebuket kembang ros merah jambu dengan 
dedaunannya yang hijau segar. 
Sambil memeriksa denyut nadi jessica , suster 
berwajah oval dengan seragam yang juga putih-putih,  bergumam lembut, setengah iri. “Tidak terhitung  berapa banyak wanita lesbian  yang ingin dikirimi kembang oleh ndokter soebandrio . Mereka semua sia-sia berharap...!”  suster itu tersenyum, manis, lalu menambahkan, sama  manisnya, “Hanya kau seorang yang beruntung, Dik 
Rika!” Tanpa sedikit pun merasa bangga, jessica  menyela 
lirih. “Dokter soebandrio ... Pernahkah aku mendengar nama itu, Suster?”
“Pernah?” suster membelalak, heran. “Bukankah 
dia yang merawatmu dahulu , saat  pertama kali kau  diopname di rumah sakit ini?”
“Ooo,” jessica  jadi malu hati. “Jangan bilang ke 
dia, aku lupa ya, Suster?”
“Boleh. Dengan syarat” “Apa?”
“Jangan kau remas-remas lagi pembalut luka di 
perutmu, Dik. Dalam dua hari ini tiga kali sudah kau 
melakukannya, sehingga kami semua kalang kabut...!”“Maafkan, Suster.”
“Tak apa. Lagi pula kau lakukan itu dalam 
keadaan tidak sadar. Pingsan dua hari terus menerus 
cukup mencemaskan bukan? Jadi kami semua 
bersyukur pagi ini keadaanmu jauh lebih baik!” 
Suster yang peramah dan perhatian itu me nye -
lesaikan tugasnya, dan bertanya sebelum pergi, “Apa-kah kau membutuhkan sesuatu?”
“Hanya ingin minum, Suster.”
“Siap. Pesanan akan diantarkan segera …!” kata 
suster tersenyum, lalu  berlalu.
Yang lalu  muncul dengan minuman, 
bukan suster tadi, melainkan dokter muda yang sudah dikenal baik oleh jessica . Kecuali, tentu bahwa dahulu  ia  sudah  lupa menanyakan siapa nama orang ini. Mereka 
bertukar sapa dengan senang hati disusul protes 
berbau munafi k dari mulut dokter soebandrio .
“Kau melanggar perintahku, jessica !”
“Oh ya? Apakah itu?”“Kau boleh datang, namun  bukan sebagai pasien!”
“Astaga, betapa pelupanya aku ini!” jessica  ikut-
ikutan munafi k. “Apakah aku akan dihukum?”
“Kalau kau minum dengan rakus, ya. namun  
kalau kau rela kuberi setetes demi setetes, paling juga  kami tidak jadi melemparkanmu ke kamar mayat…!”
Tetes demi tetes air putih yang rasanya sangat 
tidak nyaman, mana berbau obat pula lagi, lalu  
menyelinap masuk di antara celah-celah bibir jessica  yang pucat mayat  namun  kata soebandrio  sudah mulai kemerah merahan itu.
Sempat berlalu kebisuan yang menggigit, se te-
lah nya. Sampai lalu  jessica  membuka mulut dan 
bertanya murung. “Mengapa kalian menyelamatkan 
aku, Dokter?” soebandrio  tersenyum. 
Jawabnya, “Menuruti dinas, sebab  kewajiban. 
Menuruti kata hati, sebab  takut. Kalau mau jawaban  yang lebih jelas, sebab  banyak orang yang mestinya  masih hidup, terpaksa harus mati!”
“Kalau begitu, kalian dokter-dokter ternyata 
bersifat kejam dan jahat!” “Lho, apa pula itu?”
“Banyak orang yang mestinya harus mati, 
terpaksa masih hidup. Kalian sudah  memaksa aku, 
dokter soebandrio ...” sudut-sudut mata jessica  berkaca-kaca. “Kalian semestinya membiarkan aku mati saja!”soebandrio  menggapai telapak tangan pasiennya. Ia  genggam dengan lunak, dan tanpa ia sadari, telapak  tangannya sendiri bergetar dengan tiba-tiba. katanya , 
“Jangan sia-siakan karunia Tuhan, jessica .”
“Karunia, Dokter? Apakah perasaan terhina 
seumur hidup, merupakan karunia? Kau tahu siapa 
aku sebetulnya , Dokter? Tahu apa kerjaku selama 
ini?”“Aku tahu,” jawab soebandrio . Tenang.
“sebab  aku mengigau?”
“sebab  kau mengigau. Dan sebab  aku senang 
membaca berita-berita menarik di surat-surat kabar maupun televisi…!”. 
“Berita!” jessica  terjengah. “Apa yang mereka 
ceritakan tentang si wanita lesbian  berlumur dosa ini,  Dokter?” soebandrio  menggeleng-geleng, prihatin. “Tidak 
satu pun dari mereka menyebut kata dosa, jessica . 
namun , hikmah!”
jessica  mengerutkan dahi. Terbingung-bingung, 
“Hikmah?” Dokter muda itu mengangguk. “Mereka semua  bilang, berkat dirimu …!”
“Nah. Apa lagi, ini?!”
“Biar kujelaskan, jessica . namun  garis besarnya 
saja, ya?” 
soebandrio  menarik nafas panjang sebentar, tak 
ubahnya seorang guru yang sabar mempersiapkan 
diri untuk menyusun sebuah persoalan yang mudah 
untuk dicerna oleh murid-muridnya yang bodoh. 
Lalu, dokter muda itu pun memulai.
“... chucky  menduga kau sudah mati. Sesaat  
ia panik. lalu  berpikir untuk menghilangkan 
jejak. Ia pinjam mobil dari seseorang, dibawa pulang  ke rumah yang kalian tempati, dengan maksud  membuang mayatmu di sebuah tempat. Hem, sudah  kuduga, kau akan terperanjat. Tenanglah, jessica ,  dan dengarkan saja lanjutan ceritaku...!” soebandrio   menepuk-nepuk punggung tangan jessica  dengan 
penuh kasih sayang.  Dengan singkat ia menceritakan, bagaimana  chucky  sebab  panik dan tergesa-gesa, sudah  membiarkan 
mesin mobil tetap hidup dan kedua lampu depan 
menyala terang benderang. Sekelompok laki-laki  
melihatnya, curiga, lalu mendatangi. 
Mereka memergoki chucky  sedang menyeret 
tubuh jessica  di beranda. sesudah  sama-sama kaget  sejenak, laki-laki -laki-laki  pengangguran itu lantas  memeras chucky  habis-habisan. Rupanya permintaan  mereka terlalu tinggi, juga ingin pembayaran sesaat   sebab  kata mereka, chucky  sering tidak menepati janji. Terjadi pertengkaran.
Seorang tetangga yang sudah lama tidak 
menyukai gerombolan laki-laki  itu, menelepon polisi.  Pihak berwajib datang dengan cepat, tepat saat   chucky  dan para laki-laki  itu mencapai kompromi  dan setuju bekerja sama. Terjadi keributan sebentar  sebab  gerombolan laki-laki  itu bermaksud melarikan  diri. chucky  yang masih marah dan panik, menurut saja 
waktu tangannya diborgol. Ia baru bertingkah, saat  
ia dituduh sudah  mencoba membunuh jessica  dan bermaksud membuang korban kejahatannya untuk  menghilangkan jejak. 
“Menarik!” jessica  mendadak berseru. 
soebandrio  yang tengah mengingat-ingat apa saja 
yang sudah  ia baca di surat kabar, sampai kaget. 
jessica  tersenyum, lebar. katanya , “Menarik. Tuduhan yang sangat  menarik!”
“Maksudmu?”
“chucky  mencoba membunuhku!” jawab jessica . 
Dengan nafas yang mendadak terasa sesak oleh 
pemikiran yang tahu-tahu sudah menari-nari di 
kepalanya.. “Itu dia. Sebuah imbalan untuk apa yang  sudah  chucky  lakukan selama ini terhadapku... Oh,  dokter!” 
Antara sadar dan tidak jessica  menggenggam 
tangan soebandrio  kuat-kuat, kedua bola matanya 
bercahaya-cahaya. “Aku gembira dan merasa amat 
sehat hari ini, Dokter!” “Syukurlah. Dengan begitu, kau dapat lekas  sembuh. Dan pulang!”
jessica  terenyak lagi. Muram. 
“Nah. Apa lagi, ini?!” entah sadar entah tidak, 
sang dokter mengutip kata-kata yang tadi diucapkan  oleh jessica . Sambil wajahnya terlihat kuatir.  “Pulang, ” gumam jessica , tidak kepada siapa- siapa. “Pulang ke mana, Dokter?”
“Kudengar, kau masih punya keluarga. Seorang 
nenek yang baik budi, dan seorang adik yang selalu 
ingin membelamu mati-matian. Mereka akan...”
jessica  menangis terisak-isak. “Mestinya kalian 
biarkan aku mati saja, Dokter!” soebandrio  membelai rambut dan pipi jessica . Ingin 
sekali, rasanya. namun  ia tahan sebisanya. Dan dengan  wajah gembira dan tampak puas, ia kembali angkat  suara.
“Tenangkan hati, jessica . Kami sudah meng-
hubungi nenek dan adikmu. Bahkan mereka sudah 
datang kemarin siang, dan sore nanti akan berkunjung  kembali. Mereka sudah tahu semuanya, jessica . Mereka  sedih, tentu saja, namun  mereka tetap mencintai dan  ingin membelamu mati-matian. Kau tahu, jessica ?  Tim dokter yang membedahmu, sempat geger. Habis, 
nenekmu main ancam segala. Akan mengadukan 
mereka kalau kau sampai meninggal. Dan adikmu si  aidit , lebih hebat lagi...”
“aidit ,” jessica  menangis dalam haru yang 
teramat sangat. Ia sudah tahu apa yang diucapkan 
aidit  namun  tetap ia ingin mendengar. 
Lantas bertanya, “Apa ancaman aidit , Dok-
ter?” “Dia akan memukul kami semua. Katanya, 
sampai rata dengan tanah!” dokter soebandrio  geleng-geleng kepala. “Dia itu adik yang hebat…!”
Barulah jessica  dapat tersenyum. 
soebandrio  bangkit. 
“Aku harus menemui pasien lain. Kuatkan hati 
dan lekaslah sembuh, jessica .”
“Terima kasih, dokter.” saat  soebandrio  mencapai pintu, jessica  me manggil, “Dokter?”
“Ya, jessica ?” Gunardi yang tadi melangkah 
keluar dengan wajah sendu, membalikkan tubuh 
dengan wajah bersinar-sinar penuh harap. 
“Terima kasih juga untuk kembang-kembang 
yang cantik itu!” jessica  menggerakkan dagu ke buket  mawar merah jambu di atas meja. 
“Ah, lupakanlah …!” soebandrio  bersungut datar, 
namun dalam hati, betapa ia bersorak bahagia. 
“Dapat memetik di taman seperti dahulu , 
Dokter?” “Mmmm, yaaa...!”
“Hai. Bukankah di situ tertulis, dilarang memetik 
kembang?” jessica  menuduh.
Mau tidak mau, soebandrio  menyeringai. 
Lalu membela diri. 
“Dilarang, kalau disia-siakan, jessica . Tidak, kalau 
demi menyelamatkan nyawa seseorang. Terutama 
pasienmu…!” dokter soebandrio  yang muda dan tampan  itu, menganggukkan kepala dengan hormat, lantas  berjalan keluar dengan bahu terangkat.  Ia siap menerima surat pemecatan, jika   tindakannya merusak taman bunga rumah sakit 
dianggap melanggar peraturan. 
namun  kepala rumah sakit mengagumi kekerasan 
hati soebandrio , dan menyukai cara kerjanya selama ini. Kalau soebandrio  sampai keluar, mereka semua akan  dapat kehilangan tenaga pilihan yang tekun dan bersemangat. 
Oleh sebab  itu tidak ada teguran sedikit pun 
saat  suatu hari, soebandrio  memetik lagi bunga-bunga mawar dari taman, dan menyusun sendiri bunga-bunga ini  di sebuah buket kecil dan manis, lalu  menyodorkannya ke tangan jessica  yang sudah bersiap-siap untuk meninggalkan rumah sakit. Didampingi  nenek dan adiknya, aidit . 
“Bersama doa restuku, jessica ,” bisik soebandrio , 
gemetar. “...dengan larangan yang sama seperti 
dahulu !”“Tidak datang sebagai pasien,” jessica  ter senyum. 
“Baik-baiklah menjaga diri!”
“Dengan doamu, Dokter. Dan dengan bantuan 
harumnya bunga mawar pemberianmu,” jessica  mencium bunga-bunga mawar merah jambu yang segar  bugar itu berlama-lama, dan terkejut manakala duri  yang tersembunyi, menusuk kulit pipinya.  “Hai. Pipimu berdarah,” soebandrio  ikut terkejut.  jessica  tertawa. 
“Tugasmu untuk mengobatinya, Dokter!”
Mereka lalu  saling mengulurkan tangan. 
soebandrio  berkata memelas, “Mungkin suatu 
waktu aku akan berkunjung ke rumahmu, jessica .”
“Aku akan menanti dengan tangan terbuka, 
Dokter. Asal kau penuhi dua permintaanku.”
“Sebutkan saja.”“Pertama, kata kata ‘mungkin’ itu lebih enak  kalau diubah jadi kata ‘pasti’. Kedua, bukan sebab  terpaksa!”
“Bunga-bungaku tampak semakin indah, jessica !”
“Sayang berduri, Dokter!”
“Apakah menyakitkan?”
“Menyenangkan, Dokter. Sangat menyenang-
kan. Tusukannya, begitu lembut, begitu bergetar...”
“namun  jangan campakkan lagi, jessica !” soebandrio  
mengingatkan peristiwa lama yang sangat melukai 
hatinya itu. 
jessica  terjengah. 
Malu-malu, ia menjawab, “Kalau tercampak, 
biarlah ke dalam hati...!”
aidit  yang dari tadi diam saja, tiba-tiba menengahi, “Oh, panasnya hari ini...,” lantas kepada neneknya yang tersenyum-senyum senang, aidit  menggerutu, “Tidakkah Nenek berkeringat?!”
dan tibalah suatu hari. 
Udara tidak panas, tidak pula dingin, tidak 
lembab. Namun toh soebandrio  berkeringat juga, saat  ia bertanya kepada jessica ,. “Maukah kau kuperistri, jessica ?”Sebagai jawaban, jessica  terkulai. lalu  menangis bahagia. soebandrio  jangan dikata lagi. Langit, matahari, dan bumi, sampai merengut masam, sebab  iri hati.