Kamis, 15 Desember 2022

pengintai


laki-laki itu agak terhuyung saat  tubuhnya dilanda angin keras yang bertiup-tiup kencang dengan suara bersiut-siut. Untuk sesaat ia tertegun. Ia tanamkan jari jemari kakinya dalam-dalam ketanah berbatu yang sudah mulai luka. Tidak ada yang memprotes. atau marah atau mendorong-dorongkan tubuhnya. Bahkan tidak ada yang mengusik saat  ia menarik nafas panjang berulang-ulang, dengan mana ia bisa mengembalikan kekuatan tubuhnya yang sudah  semakin lemah. namun . kakinya sudah tidak begitu kuat lagi mencengkeram bumi. Tubuhnya sedikit lirnbung. Tanpa dapat ia kuasai lagi. la lalu  jatuh terjerembab. dengan wajah yang bengkak-bengkak lebih dahulu  mencium tanah. Terdengar suara bergelak yang ramai, laki-laki  itu mencemooh: "bangkit bung! Kami tak sudi menguburmu di tempat ini!" Ia menjadi sangat marah. namun , dengan kedua tangan terikat kencang di belakang tubuhnya, ia tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali menyumpah serapah lewat mulutnya yang berbuih oleh ludah bercampur darah. “Apa Apa yang kau nyanyikan barusan?” dengus suara yang tadi. “Kurang ajar!” Bunyi kalimat itu saja sudah keterlaluan. Ini, ditambah lagi dengan sebuah jambakan yang menyakitkan di rambutnya, sehingga kulit kepalanya bagaikan akan terkelupas 
sesaat . Lehernya terputar mengikuti gerakan tangan yang menjambak itu, lalu ia bisa melihat wajah yang menyeringai hanya beberapa inci di depan biji matanya. Mereka bertatapan sejenak. Mengadu kekuatan mental. namun  bagaimanapun posisi seseorang yang bebas jelas akan menang dibandingkan dengan posisi orang lainnya yang terhumbalang di tanah dengan kedua tangan terikat dan  sekujur tubuh sakit-sakit akibat pukulan-pukulan mengerikan yang sudah  ia terima beberapa saat sebelumnya. Maka, orang yang malang melintang itu hanya bisa diam saat  wajahnya yang sudah porak puranda itu disembur dengan air ludah yang menjijikkan. Kepalanya lalu  dihempaskan lagi. mencium tanah becek. ditambah  dengan suara tawa yang berderai kian ramai, seolah-olah sebuah koor yang mengiringi musik yang ditimbulkan oleh bunyi hujan dan angin topan yang tengah menyapu seluruh daerah itu. “Ayoh, bangun! Atau mau kutendang lagi?” “Ah. sudahlah..” cegah yang lain. “Simpan saja tenagamu untuk berjalan pulang ke rumah menemui binimu yang cantik!” Baik benar ucapan orang kedua itu. namun  alangkah buruk perbuatannya. la renggut tangan yang terikat itu kuat-kuat, sampai pemiliknya terasa seperti diangkat naik ke udara. Dan baru saja kakinya kembali menjejak tanah. la sudah didorong dengan kasar ditambah  hentakan, “Ayoh. Maju!” Laki-laki yang malang itu berusaha sekuat tenaga agar tak sampai terjerembab lagi seperti tadi. Bukan sebab  tidak ingin dijambak, diludahi atau ditendang. namun  sebab  keinginan yang sangat keras dalam dirinya. la ingin memperlihatkan pada orang-orang terkutuk itu bahwa ia bukan seorang yang menjadi lemah sebab  dipecundangi. la harus memperlihatkan betapa ia kuat dan tabah, dan ia harus memusatkan jiwanya untuk sebuah pembalasan dendam yang mengerikan. Sehingga, Orang-orang itu, atau siapapun yang bernasib malang menjadi keturunan orang-orang itu, akan menyesal pernah hidup di dunia yang kotor dan berbau busuk ini. 
Kakinya berdecak-decak di tanah becek. la terhuyung sebab  terantuk batu, namun  lalu  berhasil menguasai keseimbangan tubuh. Pelan-pelan ia berjalan diikuti oleh tiga orang laki-laki yang tidak mengenal belas kasihan barang sepercik pun di belakangnya. Curah air hujan sebesar  butir-butir jagung tidak saja mengayupi tubuhnya namun  juga terasa mencabik-cabik luka-luka menganga di wajahnya. la menggigit bibir menahan sakit. terlupa bahwa bibirnya juga sedang bengkak membiru. Cepat-cepat ia lepaskan hunjaman gigi pada bibirnya itu lalu mencaci maki sepelan mungkin. Cukup untuk ia dengar sendiri. sekedar pelipur lara rasa yang ia derita. “Demi setan laknat di atas langit dan di bawah bumi,” makinya “Biarkan aku hidup sesudah  mati!” la tersenyum sendiri. Yah. Lucu juga kedengaran di telinganya. Hidup sesudah  mati. Puisi mana lagi yang terlebih indah dari itu, yang pernah diucapkan oleh penyair-penyair terkemuka di seantero jagat ini? Betul! Betul! Indah sekali bunyinya. Demikian indah. sehingga berulang-ulang ia mengucapkan caci makinya yang lama kelamaan terdengar seperti sebuah lagu mars yang penuh semangat : “Demi setan laknat di atas langit dan di bawah bumi!” Lalu: “Biarkan aku hidup sesudah  mati!” “Betul sekali,” ia tersenyum lagi, lantas bergumam, “Aku akan hidup sesudah  mati. Dan orang-orang terkutuk ini...” Orang-orang terkutuk itu. serempak bak dikomando, berseru: “Berhenti, bung!” Kekompakan suara yang tidak dikompromikan lebih dahulu itu, rupanya juga sangat lucu dan indah bagi mereka, sehingga ke tiga orang itu saling pandang memandang, lalu  tertawa bergelak. namun . alangkah berkilat-kilat mata sebilah pedang panjang. sebilah sangkur pembunuh, yang dicabut perlahan-lahan dari sarungnya. Demikian pelahan, tampak jelas disengaja. Agar orang yang kelak menerima letakan sangkur pembunuh itu, dan yang sebenar benarnya tanpa sengaja, sudah  membalikkan tubuh untuk menghadang ketiga orang algojo-algojonya dapat melihat dengan jelas. namun  si empunya pedang menjadi kecewa. sebab  dari sepasang mata calon korbannya, tidak tampak rasa ketakutan, apalagi warna kengerian. Sepasang mata itu memandang dengan tabah namun  tajam dan bersinar-sinar. Sepasang mata yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Sinarnya melebihi sinar mata pedang, menembus kegelapan malam yang menghantu, menembus tabir angin topan, membalut putus derai air hujan, menghunjam langsung ke batok kepala. “lblis!” ucap orang yang memegang pedang. “Aku bisa melihat iblis di matamu!” Lalu pada kedua orang temannya ia berteriak lantang: “Kau lihatlah matanya! kalian lihatlah! Kita benar. Orang ini memang anak setan Iblis laknat dalam jiwa leluhurnya, sudah  menitis dalam dirinya. Ia pantas untuk menerima hukumannya. Dan berbanggalah bahwa kita sudah  mendapat kehormatan untuk melaksanakan hukuman itu....” Lantas pada calon korbannya, ia memerintah tanpa berani menatap pada sinar matanya: “Berbalik, bung!” Untuk sesaat, laki-laki itu masih diam. Hanya matanya yang bergerak. Sepasang mata iblis, memandangi algojonya satu persatu. Yang dipandang berusaha mengelak. Betapa pun, pada saat-saat terakhir, jantung mereka mengkerut juga. Bukan soal mudah untuk mencabut nyawa orang. Apalagi nyawa seseorang yang leluhurnya mashur dengan ilmu-ilmu magis dan  ilmu-ilmu batin yang tidak setiap orang bisa memilikinya. Puas dengan apa yang ia lihat, laki-laki itu lalu  berbalik, dengan tangan-tangannya yang terikat di belakang tubuh, ia cengkeramkan satu sama lain. Kini, ia tidak takut lagi menghadapi kematian! 
dengan mata nyalang ia berusaha menembus kegelapan malam yang menyelimuti lembah di  bawah kakinya. Tempat ini letaknya lebih dari lima kilometer dari rumahnya, dan tidak kurang dari dua kilo meter dari rumah paling ujung dari kampung mereka. Cukup jauh untuk melaksanakan eksekusi tanpa orang-orang sekampung menjadi ngeri dan ketakutan sebab nya. namun  jarak itu juga demikian jauh untuk dilalui, sehingga tubuh dan wajahnya yang sudah babak belur tidak akan mampu lagi menempuh perjalanan yang lebih jauh. Sehingga, akhir dari perjalanan ini. Meskipun dengan sebuah kematian, terasa lebih enak dari hidup yang terombang-ambing, penuh penderitaan dan kekecewaan dengan bumbu-bumbu kesakitan dari bengkak-bengkak berdarah di tubuh dan  luka-luka menganga di dalam hati. “Jongkok!” Patuh ia berjongkok. “Salah!” umpat suara tadi. “Bukan begitu!” Yang lain menyelak: “Bagaimana tak salah. Kau suruh jongkok Emangnya mau beol?” Ucapan yang lucu. namun  aneh. ketiga orang itu tidak bisa tertawa sama sekali. Lantas sipelawak itu meralat ucapan temannya: “Bersimpuh, bung!” Dengan patuh pula si terhukum memperbaiki posisi tubuhnya yang salah. Dengam kedua tangan tetap terikat ke belakang, ia hunjamkan kedua lutut ke tanah yang becek. tétapi dengan posisi yang berubah sedemikian rupa, sehingga kelak kalau leher terpancung kepalanya tidak akan segera menggelinding jatuh ke dalam kegelapan lembah nun jauh di bawah. lalu  punggung ia condongkan sedikit ke depan, dengan leher ditinggikan, dan sebaliknya kepala direndahkan. Tengkuk yang telanjang itu tidak putus sama sekali tebas. Kepala itu baru terpisah dengan tubuhnya sesudah  ketiga orang itu silih  berganti mengayunkan pedang, Tidak terdengar suara kesakitan sedikitpun bahkan tidak suara keluhan. Ketiga orang pelaksana hukuman mati itu menahan nafas dan dengan mata terbelalak memperhatikan bagaimana kepala itu jatuh ke tanah yang becek menggelinding dua kali. lalu  berhenti dengan leher rata dengan tanah. Terpacak di situ. Diam mengerikan. Sepi sejenak. Angin seolah-olah segan untuk bertiup, dan hujan tiba-tiba malas untuk tercurah. Ketiga laki-laki pembunuh itu berdiri tegak dengan tubuh kaku disiram rintik-rintik hujan yang mengiris-iris dengan dingin. Lalu. petir tiba-tiba menyambar. Ketiga orang itu terpekik, sebab  sesaat saat  petir menyambar, tiga pasang mata mereka menangkap sesuatu yang menakutkan pada kepala yang bagai terpacak di tanah itu. Apa yang membuat jantung mereka kejut sesaat , adalah sepasang mata di kepala itu. Mata itu tidak tertutup. namun  tetap terbuka seperti halnya saat terakhir tadi mereka melihatnya. Teduh. namun  tajam bersinar- sinar. Dan sinar itu seperti tidak ikut mati. Sepasang mata iblis yang mengerikan itu, seblah-olah memandang mereka sekaligus untuk mengingat-ingat. Sepasang mata yang bersinar penuh dendam! saat  gelap malam kembali melanda salah seorang di antara mereka bergumam dengan suara parau, “..... lakukan... sesuatu!” “Ap-paaa...” sahut yang lain. “Kepala itu... matanya!” Suara mereka bergalau tidak karuan, bercampur dengan angin kencang yang kembali bertiup dan hujan yang menderas dari langit. Sentakan alam itu menyentakkan pula jantung mereka yang sudah  ciut membeku. Bersamaan dengan darah yang mulai kembali mengalir dalam tubuh, mereka serempak melakukan apa yang mereka anggap paling baik. Sesudah  saling berpandangan, lalu  salah seorang maju ke depan. Tanpa memandang ke bawah, pada sasarannya orang itu lalu  menarik mundur 
salah satu kakinya, lalu  secepat kilat melayangkannya ke depan. Terdengar bunyi berdetuk yang ganjil. Petir menyambar lagi. Sekilat saja. namun  sudah cukup menerangi apa yang tengah terjadi. Kepala yang putus itu terbang di udara, lalu  jatuh melayang ke dalam lembah bagaikan kegelapan. Melayang, terus melayang, sampai… “Kang ! Kang chucky ! Bangun! Banguuuuuun !” chucky  tersentak bangun dengan wajah bersimbah peluh. la terduduk di tempat tidur. Pucat, gemetar, dan  sepasang matanya melotot lebar, menyinarkan rasa takut yang tiada terperi. “Kang chucky ?” chucky  menoleh ke samping, pada isterinya yang memandangnya dengan panik. wanita lesbian  itu mencengkeram lututnya dengan kuat, sehingga chucky  merasakan kesakitan. namun  perlahan-lahan ia bersyukur dalam hati. Justru cengkeraman kuku-kuku jari-jemari isterinya yang sudah  berhasil menyingkirkan dirinya dari lembah hitam mengerikan dan  kepala yang menggelinding jatuh itu..! “Tuhanku!” ia mendesah, lega. “Kau bermimpi buruk lagi?” “Yaa.” Isterinya tersenyum. “Hanya bunga-bunga tidur....” chucky  mengangkat dagu, menatap tajam ke mata isterinya. Suaranya memang terdengar lega, namun  matanya masih memandang dengan takut-takut. Katanya, “Bunga-bunga tidur? Demi Tuhan. jessica . Aku merasa takut. lni bukan sekedar bunga-bunga tidur...” 
“Baiklah, bukan bunga-bunga tidur. namun  itu hanya sebuah mimpi.” “Mimpi buruk. Dan... mimpi  yang sama jessica - Mimpi yang sama, selama tiga malam berturut-turut. Dengan urutan peristiwa yang sama pula. Sehingga aku amat mengenali setiap tokoh yang muncul dalam mimpiku, andaikan suatu saat aku bisa bertemu dengan mereka...” “Kang!” “Diamlah. Entah mengapa aku yakin, aku akan bertemu dengan orang-orang itu... atau, keturunannya, barangkali.” “Aih, kang, jangan berpikir yang tidak-tidak...” jessica  berusaha tersenyum, seraya mengusap keringat yang membanjir di wajah suaminya. “Kubikinkan kopi kental untukmu yah..” chucky  diam saja. jessica  meluncur turun dari tempat tidur. namun  sesudah  kedua kakinya menjejak lantai, dengan wajah kemerah-merahan dan senyum tersirat-sirat ia segera menyambar kimononya yang terhampar di ujung tempat tidur, dan tergesa-gesa mengenakannya. Sesudah  itu, ia membungkuk sedikit, mencium pipi suaminya. lantas berbisik: “Aku sangat puas malam ini, sayangku.” Masih tersenyum, puas, ia keluar dari kamar, meninggalkan chucky  yang duduk termangu-mangu ditempat tidur. Ucapan dan  ciuman mesra dari isterinya tidak ia dengar atau rasakan sama sekali. Benaknya masih dipenuhi oleh mimpi harimau. Mimpi yang hampir-hampir nyata, mimpi yang sama. Tiga malam berturut-turut. PAGI itu cerah dan segar- chucky  bergerak kejendela kamar untuk menghangatkan tubuh dengan sinar matahari. Ia hirup udam pagi dengan rasa nikmat yang sangat. seolah sepanjang 
malam paru-parunya bekerja teramat keras. Tubuh jessica  panas berapi-api sempat membuat napas chucky  tasendat-sendat. namun  apa yang paling menyiksa paru-parunya pada malam itu adalah impian mengerikan itu. Dua hari yang lalu ia memang sependapat dengan isterinya. Impian buruk itu hanyalah bunga-bunga! tidur belaka. Cubit pahamu. bangun, lalu semuanya akan kembali seperti biasa. namun  kemarin pagi, ia sudah mulai ragu. Dan hari ini, ia malah sangat yakin. Impian tadi malam, adalah sebuah pertanda. Banyak peramal yang berkata, bahwa impian tentang kematian akan mendatangkan rejeki nomplok. Selama bertahun-tahun chucky  mau mempercayainya. Sampai pada suatu malam ia bermimpi kematian salah seorang sanak saudaranya. Dan apa yang ia peroleh sebagai kenyataannya adalah: dipecatnya ia dari kantor tempatnya bekerja. Tanpa uang pesangon, apalagi pensiun. Masih untung ia tidak dipenjarakan. Itupun berkat janji yang ia buat di hadapan orang-orang tertentu termasuk kepala jawatan tempat ia bekerja, untuk menutup mulut. Lebih baik ia berperan sebagai pion yang disingkirkan dari meja catur. daripada harus hidup di belakang jeruji besi, disingkirkan dari jessica  tercinta dan kehidupan yang lepas bebas. Lalu kini. pengorbanan apa pula yang harus ia berikan? Impian kematian yang datang dua tiga malam berturut-turut itu pasti sebuah pertanda pula. Pertanda buruk seperti yang pernah ia alami- Mimpi yang ini. jauh lebih buruk dari sebelumnya. chucky  gemetar. Sinar matahari pagi yang hangat, tidak mampu mempengaruhi tubuhnya yang dingin. Peluh bersimbah di jidatnya, namun  itupun jelas peluh dingin. la menarik nafas berulang-ulang. la goyangkan kepala keras-keras, untuk membuang perasaan gundah dan ketakutan yang melanda dirinya secara aneh. Teringat pada apa yang ia alami dalam tidurnya, reflek kedua tangan chucky  terangkat ke atas, untuk memegangi lehernya masih utuh. Tidak ada yang menebas. Tidak ada kepala yang menggelinding. 
Kepalanya masih tetap melekat pada tubuhnya. la agak lega sebab nya. Namun tetap merasa cemas- Gontai, ia lalu  keluar dari kamar, di atas meja makan. Bau masakannya merangsang seperti rangsangan bau tubuh jessica  yang tiap kali menambah rasa cintanya pada wanita lesbian  itu. jessica  tersenyum manis saat  bertemu pandang dengan suaminya, lantas bergumam, “Cepat mandi dong, kang chucky . Aku sudah lapar...” Ia membalas senyuman isterinya, lalu beranjak ke kamar mandi. Setengah jam lalu . mereka sudah duduk berdampingan di dekat meja makan. Berdampingan, bukan berhadapan. Dengan demikian sambil makan mereka bisa saling menyentuhkan badan, saling mencubit. “Idiih. Lagi makan jangan gitu dong. kang?” sungut jessica  saat  salah satu tangan chucky  mendarat di pahanya. Selesai sarapan chucky  duduk membaca koran pagi yang baru datang, Tidak ada berita yang hangat hari itu. Kegiatan 'pembersihan' baik melemparkan koran begitu saja dan tidak mencicipi kopi kental yang dihidangkan oleh jessica . “Lebih baik ngurus diri sendiri," gerutunya. Lantas berjalan masuk dalam rumah. Di dapur. jessica  sedang sibuk beberes. la tidak melihat chucky  lewat, temu berjalan ke gudang Baru saat  ia menumpukkan pakaian di sebuah bakul, jessica  melihat suaminya lewat lagi. Kali ini, dengan sebuah pacul di tangan kanan, dan  sebuah sekop di tangan kiri. “Mau menggali lagi, kang?” “He-he...?” “Aku mau mencuci...” “Pergilah!” jessica  memandang suaminya dengan mata khawatir.  “Kang?” “..hengg?” sahut chucky  dengan suara di hidung. “Tutupi saja lagi sumur itu. kang.” chucky  tercengang. “Sesudah  tanahnya mulai lembab dan basah, pertanda air bakal keluar?” tanyanya, setengah merupakan pernyataan protes. “Aku... aku cemas, kang.” “Ah. Kau tentunya terpengaruh oleh ucapan pak lurah!” jessica  mengambil kotak tempat sabun. Sabun, handuk dan sebuah ember. namun  ia belum juga pergi ke tempat pencucian umum di kampung itu. la tampak bingung. dan katanya memperlihatkan rasa cemas. “Kang chucky ,” ujarnya dengan suara getir. "Sudah tidak ada lagi orang yang mau membantumu!” “Bah. Aku bisa kerjakan sendiri!” “Lantas jatuh lagi sebagai korban?” Pertanyaan isterinya membuat chucky  yang sudah bersiap untuk ke luar rumah jadi tertegun. Korban! jessica  bicara pula tentang korban, sekarang ini. namun , ah. Jelas bukan dimaksudkan jessica  tentang pengorbanan chucky  di jawatan tempatnya bekerja saat  mereka masih tinggal di kota. Tentu ada hubungannya dengan sumur, sebab  ke sanalah jessica  sudah  melarangnya, seperti juga pak lurah pernah melarang agar tidak menggali sumur dalam radius lima ratus meter sekitar rumahnya, yang juga mencakup letak empat buah rumah lain. Tetanga-tetangganya juga tidak ada yang membuat sumur sendiri. “Taruh di tempat kalian kering dan berbatu-batuan.” begitu mula-mula pak lurah menerangkan. namun  sebab  chucky  bersikeras, pak lurah mengingatkan: “Lihat. Tanaman kelapa, mati. Cengkeh, mati. Ubi, mati. Bahkan isterimu berkali-kali mengeluh, sebab  banyak dari bunga-bunga itu tumbuh kurus sebab  kekeringan air....” 
“Orang lain punya sumur sendiri. Aku? Tidak, pak lurah. Aku tidak sanggup berletih-letih seumur hidup pergi ke pemandian umum, mengangkut air ke kamar mandi di rumahku, sekedar hanya cukup untuk cuci muka dan memasak. lagi pula, aku kasihan melihat jessica . sebab  tak ingin melihatku kecapaian. ia lebih suka mandi dan mencuci di tempat umum, padahal waktu kami di kota...” “lni kampung Bukan kota.” “namun ...” “Nak,” lurah menatapnya dengan tajam. “Tahukah kau, bahwa banyak kematian yang terjadi di sekitar tempat tinggalmu?” chucky  menarik nafas panjang. Ia tegak termangu-mangu di depan dapur. Sendirian. jessica  sudah  pergi mencuci. Kecemasan isterinya memang masuk akal, sebab  sesuai pula dengan peringatan pak lurah. Seorang saudaranya, satu-satunya saudara chucky , meninggal saat  masih bayi di rumah ini. Ibunya lalu  menyusul setahun lalu . Dan beberapa bulan yang lalu, ayahnya sakit keras dan memanggilnya pulang, Orang tua itu lalu  mati dengan rasa puas sesudah  bertemu anak dengan menantunya. la mati dengan meninggalkan sebuah rumah untuk ditempati, dan beberapa petak sawah untuk digarap. Dua hal yang sangat dibutuhkan oleh chucky  dan isterinya, sesudah  mereka disingkirkan suara kejam di kota tempat tinggal mereka. “namun  kematian-kematian itu wajar adanya.” rungut chucky  sendirian, seraya berjalan di pekarangan belakang rumahnya, menuju sumur yang sudah hampir selesai digali. “Adikku sebab  demam malaria. lbu sebab  menderita ditinggal mati sibungsu kesayangannya. Dan ayah, sebab  sudah tua...!” la kini berdiri di gundukkan tanah yang seperti bukit kecil, hasil gajessica n selama hampir satu minggu. namun  kini ia sendirian. Mula-mula mereka berempat saat  sumur itu mulai digali. Pak Atma tiba-tiba jatuh sakit, lalu tidak sanggup meneruskan pekerjaan. dul latief , mendadak lumpuh kedua kakinya saat  sedang berada di dalam lubang gajessica n. dul latief  buru-buru dikeluarkan. namun  
lalu  ternyata, bukan saja kakinya yang lumpuh. Melainkan juga jantungnya. la meninggal sesudah  berada di rumah orang tuanya. Pak fredy krueger  yang di samping ikut menggali juga merangkap sebagai tukang baca doa untuk kelancaran penggajessica n itu. berkata: “Pekerjaan ini harus dihentikan.” Dan chucky  tidak bisa menahan orang tua yang baik hati itu. Selama tiga hari ia sendiri dicengkeram kebingungan. Bukan sebab  ia tidak percaya pada tahayul atau tempat-tempat yang dianggap keramat, sebab  buktinya toh orang-orang masih berani tinggal di atas tanah yang ditakuti itu. Melainkan sebab . perjuangan bathinnya. Antara keinginan meringankan pekerjaan mengangkuti air dari tempat mandi umum ke dalam bak kamar mandi, meringankan tugas sehari-hari jessica . Dengan keinginan untuk menghormati perasaaan orang-orang kampung. namun  kasihan jessica . Sudah terbiasa buka kraan, lalu cuuuuur- datang air seberapa banyak ia kehendaki. Kini, terpaksa harus antri di tempat cuci. dan menahan malu mandi bersama orang-orang lain yang belum lama dikenalnya. Belum lagi menghindari mata-mata yang usil, mengintip dari sela rimbunan bambu.... Lalu tanah gajessica n, mulai lembab dan basah. Pertanda air akan keluar. Tidak! la tidak boleh bekerja setengah-setengah. Orang yang sehat suatu saat toh akan sakit, seperti halnya orang yang hidup suatu saat  toh akan mati. Apa yang dialami pak Atma dan dul latief  adalah kehendak alam. Dan chucky  tidak mungkin menahan kehendak hati pak fredy krueger . namun  ia masih muda. kuat dan tidak ingin berputus-asa. Apalagi hanya tinggal sejengkal tanah lagi... chucky  lalu  menurunkan tangga. Ember plastik besar ia jatuhkan ke bawah, berikut sekop dan pacul. Lalu ia mulai menuruni anak-anak tangga. Perlahan-lahan, matahari yang hangat mulai pergi dari tubuhnya. Cahaya pagi yang terang bcrderang, enggan pula untuk ikut turun ke lubang yang begitu dalam. Lima meter lebih. Dan harus ditutup kembali. Sesudah  sekian kubik dan batu-batu kecil berhasil mereka keluarkan. Hem. alangkah terlalunya saran yang bodoh itu! Udara terasa lembab dan dingin di dalam lubang. namun  tidak mempengaruhi semangat chucky . la berharap hari ini air mulai keluar. Biarkan dahulu  menggenang, lalu  taburkan pasir beberapa ember. Lalu dua atau tiga hari lagi sesudahnya jessica  akan bisa menimba air di sumur sendiri, dan selamat tinggal tempat pemandian umum yang jorok dan berbau kotoran dari selokannya yang sering mampet itu! chucky  mengisi ember plastik dengan sebanyak-banyaknya tanah, lalu mulai menaiki anak tangga demi anak tangga. Tiba di atas. ia curahkan tanah itu di bagian yang belum membukit. Lalu turun lagi. menggali, menyekop, naik, curahkan tanah dari ember turun. naik turun lagi lalu naik pula untuk ke sekian kalinya..., Entah untuk yang keberapa kali ia sudah  naik. chucky  tidak ingat dan memang tidak pernah menghitungnya. Yang jelas, hampir seluruh urat-urat di tubuhnya bersembulan keluar. Rambut, wajah dan punggungnya yang telanjang kotor oleh tanah dan licin Oleh peluh. saat  itu dia sudah  mengisi ember plastik dengan tanah sampai penuh, dan ia sudah siap memanjat tangga untuk naik keatas. Pada saat itulah. ia melihat ada bayangan yang menerobos masuk ke dalam lubang. Sesaat  itu juga ia menengadah. Tiba-tiba. jantungnya menjadi ciut sebab  terkejut. Seraut wajah samar-samar tampak muncul di atas. Di bibir sumur. la pertajam matanya dengan menyeka butir-butir tanah yang menghalang. Pandangan itu kian jelas, dan tampaklah wajah seorang wanita lesbian  tua yang sudah keriput dengan leher yang bagaikan cagak kecil terpancang pada pundaknya yang kurus kering. sedang memperhatikan dirinya didalam lubang. Jarak ke atas lebih dari lima meter. namun  ia bisa menangkap sinar mata wanita lesbian  itu dengan jelas. Sinar mata yang aneh, dan sesungging senyum yang tidak menarik pada bibirnya yang tipis, sesekali tertutup oleh rambut yang sudah memutih, tertiup angin. “Nenek momo !” bisik chucky  tersendat. Mau apa wanita lesbian  tua renta dan berpikiran tidak waras itu di sana? wanita lesbian  itu terkekeh-kekeh. dengan kilat mata yang menakutkan. chucky  mulai dihinggapi rasa khawatir. Jangan-jangan inilah bukti mimpi buruknya, kaki dan tangan kurus kering namun cukup kuat untuk menggaruk-garuk dan  mendorong dorong tumpukan tanah di atas, menderu jatuh ke bawah, tak ubahnya bukit yang longsor sebab  hujan. Dan chucky  tertanam hidup-hidup dalam sumur, jessica ng lahat yang ia gali untuk dirinya sendiri. “Nek momo !” teriaknya dengan panic, “Menyingkirlah dari situ!” Bukannya menyingkir, wanita lesbian  tua renta yang konon sudah berumur lebih dai satu abad namun  secara ajaib masih mampu luntang- lantung itu, malah kian menjulurkan leher ke depan. Tampaknya bukan tanah melainkan tubuhnya yang kurus kering itulah yang bakal jatuh menimpa chucky . Maka, tanpa ia pikir panjang lagi, chucky  kembali berteriak : “Awas, nek!” Seraya berteriak, ember plastik berisi tanah ia lemparkan, lantas buru-buru menaiki anak tangga. Demikian buru-burunya, sehingga pada anak tangga kelima kakinya terpeleset pada kayu yang licin. Pegangannya terlepas, dan ia meluncur jatuh kembali ke bawah dengan suara berdebuk yang keras begitu tiba di permukaan tanah yang lembab dan becek. Dari atas terdengar suara mengekeh yang semakin keras, namun  sumbang dan aneh. 
chucky  terjatuh dengan pantat terlebih dahulu tiba di tanah. la terhenyak merasa seolah-olah tulang punggungnya terlonjak ke atas sehingga kepalanya terasa pusing dan pandangannya berkunang- kunang. Dalam keadaan setengah sadar, ia masih teringat akan bahaya yang sewaktu-waktu menimpanya. Oleh sebab  itu ia tergesa-gesa berdiri kembali, seraya menepis-nepis. pantat celananya yang lengket dan basah oleh lumpur. lamat-lamat telinganya menangkap suara lain. Suara seseorang berseru. Dengan cepat ia menengadah keatas. Wajah nenek momo  yang mengerikan itu sudah  lenyap. Hanya sayup- Sayup sampai masih terdengar suara mengekehnya, yang kian menjauh. Terengah-engah chucky  menyandarkan punggungnya ke dinding lubang, menarik napas panjang berulang-ulang. Kepala digoyang-goyangkan untuk melenyapkan perasaan pusing. “Kau tak apa-apa, kang chucky ?” tanya suara dari atas. la segera mengenal suara jessica . seraya tertengadah, ia tersenyum. “Hanya sedikit pusing,” katanya. “Naiklah. Kau akan kubantu.” jessica  menjejakan kaki di anak tangga yang paling atas. “Diam di situ. Aku bisa naik sendiri.” Sesudah  sampai di atas chucky  duduk terhenyak di samping isterinya yang berwajah pucat dan panic, “Hampir saja...” gumamnya, lirih. “Aduh, kang chucky ,” ujar isterinya setengah berseru sebab  lihat nenek pikun itu lewat. “Kusapa dia, namun  ia tidak melihatku sama sekali ia terus berjalan dan aku tidak memperdulikannya, sampai... sampai kudengar teriakanmu. Wah! jantungku bagai copot rasanya, waktu kulihat nenek momo  berjongkok di pinggir sumur...!” la lalu  menoleh, diikuti oleh chucky . Di kejauhan tampak nenek-nenek tua renta itu berjalan terbungkuk-bungkuk dengan menyeret-nyeret sebelah kakinya yang pincang. Beberapa orang  anak kecil meneriaki, mentertawai bahkan ada yang melemparinya dengan batu. Entah kena entah tidak, tak seorang pun yang tahu. Kebetulan seorang wanita lesbian  setengah baya melihat perbuatan anak- anak yang nakal itu, lantas mengusir mereka Jauh-Jauh. namun  wanita lesbian  itu tidak pula berusaha menolong bahkan memperhatikan si nenek tua yang pikun, melainkan buru-buru masuk ke dalam rumah sesudah  menutupkan pintu cepat-cepat, seperti orang ketakutan. “Ia belum tentu bermaksud mencelakakan kau, kang chucky . namun  aku demikian takut tadi.” “Orang sekampung juga takut dan menyingkir bila melihat dia. Apalagi berjongkok di pinggir lubang. seraya tertawa, terkekeh-kekeh. Bagaimana aku tidak berteriak.” jessica  tersenyum mendengar ucapan suaminya. Pandangan matanya tidak lepas dari nenek momo  yang terus berjalan di antara rumah-rumah penduduk tanpa seorangpun yang berani mendekati maupun menegurnya. “wanita lesbian  malang. Sebetulnya, di manakah tinggalnya, kang?” “Di lereng gunung.” jawab chucky . sambil menggerakkan dagu kiri-kekanan bermandi sinar matahari yang panas memanggang bumi. “la tidak punya sanak dan saudara kalau tak salah.” “Lantas, siapa yang menghidupinya?” “Tuhan, tentu,” chucky  tersenyum, nakal. lalu  melanjutkan, “.... tentu saja, seorang dua penduduk yang pemberani berbelas kasih dan dermawan mengirimkan makanan secara rutin untuknya. Aku sendiri saat  masih kecil pernah menemani ayah mengirimkan sekantong beras dan beberapa kerat ikan asin untuk nenek momo . Ayah bilang. nenek momo  itu sebetulnya  baik. Hanya sebab  hidup menyendiri, orang takut padanya. Apa lagi konon. sebab  leluhurnya dahulu  ada yang dikenal sebagai tukang tenung... namun  ah, pekerjaanku sudah terbengkalai. Mengapa tidak kau siapkan segera makan siang?” 
“Iya, ya !” isterinya tersadar. “Lagi aku harus segera pergi mengajar.” Seraya berkata begitu, ia bangkit berdiri dan berjalan kembali menuju rumah. chucky  memperhatikan gerak-gerik isterinya, yang berjalan lemah gemulai pinggulnya bergoyang lembut ke kiri ke kanan. Pinggangnya ramping. Sepasang betisnya yang putih indah, tampak berkilat-kilat dalam jilatan Cahaya matahari. Kalau saja jessica  berbalik, akan tampak perutnya yang rata, di atasnya sedikit menggelantung sepasang payudaranya yang tidak begitu besar namun  lembut dan menarik. Dan wajahnya, sinar mata dan  tarikan bibirnya kalau mengajak... Ingin rasanya chucky  berlari mengejar untuk memeluk, mencium dan mengajak isterinya masuk ke kamar. namun  di siang hari begini... mana tubuhnya sendiri sangat kotor, dan pekerjaan yang belum selesai... “Nanti malam saja deh. Biar sip,” gumamnya sendirian, seraya menyeringai. Senang. Bunyi pacul terhunjam ke dalam tanah sesudah  ia turun kembali, terdengar bagaikan musik seronok mengiringi lamunannya. Untunglah tanah yang ia gali lembut dan basah. Malah air sudah merembes ke luar dari beberapa tempat. Memang masih merupakan tetes-tetesan kecil, tak ubahnya air mata seorang perawan yang merasa cemas dengan malam pertamanya di atas tempat tidur. namun  kalau ia menggali sedikit lebih dalam, ia berharap sore nanti rembesan air itu sudah membesar. dan besuk pagi ia sudah bisa menimba hasil kerjanya sendiri. Dan pak lurah pasti akan terheran-heran... Crcceep! Paculnya agak tersekat, menyentuh benda aneh. Waktu ia angkat tanah, dan menjatuhkannya ke dalam ember, samar-samar dalam jilatan matahari siang yang menerobos sebagian masuk ke dalam lubang ia melihat benang-benang hitam yang kotor, banyak sekali terpotong-potong Benang? la membungkuk, dan menyentuh benda-benda tipis itu. sebab  belum puas. ia mencabutnya 
sejumput, lantas menaikkannya ke arah cahaya matahari, tepat di depan biji mata. “Rambut?” serunya, tertahan. la tertegun sebentar. Bagaimana sampai ada rambut manusia di lubang sedalam ini. Tanah di atasnya, keras dan berbatu-batu. Rambut itu tentu sudah berumur puluhan bahkan siapa tahu, ratusan tahun. Ah yang benar. Aku tidak pernah bercita-cita jadi seorang ahli purbakala, dan tidak pernah menaruh minat pada penemuan fosil-fosil leluhur manusia yang pertama-tama mendiami bumi. lagi pula, mana ada rambut berumur ratusan tahun? Tentu tempat ini dahulu  sebuah tempat rata, atau mungkin juga sebuah lubang pembuang sampah. termasuk rambut orang yang dicukur. pikir chucky . namun  saat  ia perhatikan, ke tanah bekas paculnya tadi terhunjam. dari mana tanah terangkat sebagian, ia menjadi terpana. Rambut itu terlihat lebih banyak di sana. Warnanya hitam pekat. seolah-olah tanah tempatnya tertanam tidak mampu mengotori apalagi memusnahkannya. Semacam perasaan aneh tiba-tiba menyerang dirinya. la tidak tahu, perasaan bagaimana. Namun dapat ia rasakan, betapa nalurinya berteriak dengan keras untuk memperingati dan memerintahkannya segera naik ke atas lantas menutupi sumur itu kembali rapat-rapat sebagaimana keadaannya semula sebelum digali. Namun, kakinya terpacak begitu saja di tanah, tanpa dapat ia gerakkan sama sekali. Dan tangannya gemetar! Tangannya bergerak. Bukan untuk mencapai tangga. Melainkan untuk menyentuh rambut di dekat kakinya, seolah-olah ada tarikan magnit yang luar biasa datang dari tempat tersembunyi di balik rambut itu. Jari jemarinya menyentuh tempat dingin. namun  keras. Tidak sampai di situ saja. Kekuatan ghaib itu dengan dahsyat sudah  menggerakkan jari jemarinya lebih jauh. la kini, tanpa dikehendaki oleh hati kecilnya, tanpa bisa mengendalikan diri. sudah  mulai menggali tanah di sekitar rambut itu dengan jari jemarinya. Bukan dengan pacul, 
sebab  kekuatan gaib itu seolah-olah melarangnya mempergunakan pacul. jessica  baru saja meletakkan baskom sayur di atas meja makan, saat  ia dengar suara gerakan kaki terseret-seret di belakangnya. lngatannya pada si nenek momo  menyebabkan wajahnya berubah pucat dengan ketakutan ia membalikan tubuh. Lega. “Kukira siapa...!” la meneruskan pekerjaannya, seraya memerintah: “Cepatlah bersihkan tubuhmu, selagi nasi masih terkebul.” namun  suaminya tidak bergerak-gerak dari tempatnya berdiri. Waktu jessica  menoleh, lalu  memutar tubuh untuk dapat memperhatikan suaminya lebih jelas, laki-laki itu memandangnya dengan sinar matanya yang letih, berat seperti mengantuk. Tegaknya tidak lurus, dengan kedua pundak turun, seolah-olah beban berat tengah ia tanggungkan. jessica  tersenyum. “Kau tentu sangat letih, kan. Mari, kubantu kau mandi.”  Lalu, la memegang tangan suaminya yang kotor. Di luar dugaannya, ia menyentuh tangan yang dingin. Bukan hangat seperti halnya seorang yang sudah  menggerakkan tenaga untuk bekerja di siang bolong. “Ada apa dengan kau, kang?” tanyanya, heran. “Aku... aku menemukan...” sahut suaminya, gemetar dan parau. “Air? Aku tahu, sebab  kulihat tangan dan kakimu penuh lumpur yang basah. Dan, aduh...! Lihat, kau juga sudah  mengotori lantai Ayo mari kubersihkan badanmu.” Lantas ia membimbing suaminya ke belakang, dan tiba di kamar mandi langsung ia seblok sekujur tubuh chucky  dengan seember besar air. Lumpur segera mengucur jatuh, dari ujung rambut, wajah, leher menelusuri terus ke bawah, sampai lantai kamar mandi berubah warna jadi coklat kehitam-hitaman. saat  ia siap  untuk menyiramkan isi ember yang kedua, saat  jessica  tertegun. Ia memandangi sepasang mata suaminya yang aneh. Mata itu tidak berkedip waktu ia siramkan air di kepalanya. Bahkan juga tetap terbuka saat  air lumpur mulai menggenanginya. “Kang chucky , kau....” Dengan cemas, ia ambil segayung air. Lalu menyiuk isinya dengan tangan yang langsung dibasuhkan ke sepasang mata suaminya sampai bersih. Barulah ia bisa melihat warna mata suaminya. Mata yang tetap terbuka nyalang, namun  tanpa sinar sama sekali. Mata yang kosong. mata yang hampa. Mata yang berputus asa. jessica  menarik nafas. Pikirannya segera bekerja dengan cepat. la tersenyum, lalu berkata dengan suara menghibur: “Hem. jadi, yang kau temukan adalah lubang yang hanya berisi beberapa tetes air. Sudahlah, kang. Aku juga pernah hilang, tidak usah diteruskan usaha yang sia-sia itu Aku toh masih punya kaki untuk berjalan ke tempat pemandian umum dan kini aku sudah mulai mengenal tetangga-tetanggaku lebih baik. Aku tidak akan malu-malu lagi kepada mereka....” la lalu  melepaskan kaus oblong suaminya yang masih kotor, lalu tangannya turun melepaskan kancing-kancing celana. Seraya merundukkan wajah sedikit, ia berbisik, “Lihat, aku tidak akan malu biarpun untuk....” Dan begitu celana suaminya terlepas jatuh, jessica  terpengaruh oleh rangsangan birahi. la dengan segera sudah  memeluk suaminya lantas menciumi wajah dan bibir chucky  sepuas-puas hati. namun  chucky  tidak membalasnya sama sekali, meskipun sebelah tangannya sempat terangkat untuk memeluk pinggang jessica . wanita lesbian  itu menjadi kecewa, namun segera menyadari kekeliruannya. “Ah, maafkan aku, mas. Kamar mandi ini memang sangat kotor untuk...” ia tertawa, lembut, meneruskan dengan manja. “Salahmu sih, lumpur dibawa-bawa masuk ke rumah.”  Sesudah  itu disiramkan air, tidak saja untuk suaminya, namun  juga untuknya sendiri. sebab  saat  memeluk chucky  pakaian yang ia kenakanpun sudah  dikotori sisa-sisa lumpur. Selesai mandi, ia berikan sehelai handuk untuk chucky , sementara handuk yang lain ia belitkan ke tubuhnya. “Makan siang sudah menanti,” katanya, lalu ia menarik suaminya masuk ke dalam rumah, terus ke kamar untuk memakai pakaian ganti. namun  kamar tidur tidak sesempit dan sekotor kamar mandi. Terlebih-lebih lagi, di tengah-tengah ada ranjang yang lebar, berkasur empuk. dengan sprei yang bersih berwarna merah muda, yang akan marah kalau dilewatkan begitu saja. Rangsangan yang muncul tiba-tiba selagi di kamar mandi, menyelusup lagi ke dalam diri jessica . Pandangan mata suaminya tidak kosong seperti tadi, namun  sudah mulai bersinar-sinar. Dan sinar itu, tampak sedikit jalang. Lupa untuk berpakaian mereka justru naik ke tempat tidur. SATU jam lalu  jessica  melirik jam tangan di lengan kirinya lantas berseru kaget, “Wah, aku sudah terlambat sekolah.” Ia segera membelitkan handuk kembali ke tubuhnya, lalu  bergegas turun dan berlari ke kamar mandi. saat  ia kembali, chucky  masih tergolek di tempat tidur tertutup selimut sampai ke dada. Sepasang matanya terpejam, dan dadanya bergerak teratur. saat  jessica  mendekat, suaminya tidak bergerak sama sekali. Hanya dengan nafasnya yang terdengar, lembut dan tenang, jessica  mengecup pipi chucky  dengan mesra, lalu berpakaian dan berdandan serapih mungkin. Sesudah  selesai, ia berbisik di telinga chucky . “Kau memang pantas untuk tidur nyenyak, sayangku. Aku pergi dahulu  ya? Makanlah dahulu an kalau kau bangun sebelum aku pulang.” 
Tanpa memperdulikan apakah suaminya yang sedang tidur mendengar ucapannya atau tidak, ia lalu  mengambil tasnya. mengenakan kaca mata minus satu, lalu ke luar dari rumah. Suara pintu ditutupkan jessica  sesaat , membuka sepasang mata chucky . Lebar dan nyalang. namun  betapa lebarpun matanya terbuka, tidak kelihatan sinar sama sekali. la memandangi langit-langit kamar, perabotan sampai ke setiap sudut, dengan mata hampa. la hampir tidak ingat sama sekali bagaimana ia sampai naik dan terbaring di atas tempat tidur. Setahunya ialah, begitu keluar dari dalam lubang sumur matanya tidak segera mengenali tempat dimana ia berada. Namun naluri kemanusiannya bekerja lebih kuat dari urat-urat nadanya. Naluri itu menuntunnya masuk ke rumah, bertemu jessica  yang menyapa dan menghiburnya begitu lembut dan mesra, sekaligus mengingatkan dirinya bahwa ia berada di dalam rumahnya sendiri. Lalu. mengapa matanya memandangi jessica  sedemikian rupa? Sampai teramat sakit, teramat perih. sebab  hampir tidak pernah berkedip. Meski sudah diguyur air, bahkan digenangi lumpur. Mengapa ia memandangi jessica  dengan sangat birahi, dan menyerah begitu saja saat  diseret jessica  ke tempat tidur, meskipun nalurinya melakukan penolakan? la ingat, betapa ganasnya ia beberapa saat berselang menggeluti isterinya, sehingga jessica  sendiri tampak terheran-heran. lalu , bersama perginya jessica . Lenyap pulalah birahi yang bersarang dalam dirinya. Ia mencoba duduk. Sekujur tubuhnya terasa letih dan berat untuk digerakkan. la rentangkan tangan dan  kaki untuk melenturkan otot-otot tubuhnya yang kejang. Dengan menarik nafas berulang- ulang ia berhasil membuang gelembung-gelembung udara yang kotor nyesak dari dalam paru-parunya. Sesudah  itu baru ia turun dari tempat tidur berjalan ke jendela memandang ke luar. Di halaman samping, beberapa jenis tanaman bunga isterinya tumbuh tanpa keinginan untuk hidup lebih lama. Beberapa tangkai malah kering, dengan dedaunan yang hijau kekuning-kuningan bertaburan kian kemari. Sekelompok bunga ros  bersinar layu. merah kusam dalam panggangan matahari. Seratus meter dl seberang taman yang gagal itu berdiri sebuah rumah tua. Pintu belakang terbuka. Seorang laki-laki berumur kira-kira setengah abad, berjalan ke sebuah kandang dan lalu  menghilang di antara pepohonan karet dengan dua ekor kambing mengekor di belakangnya. la coba mengingat-ingat. Dan berhasil. Orang tua itu adalah pak fredy krueger  yang pernah menasehatinya agar penggajessica n sumur dihentikan. Alangkah menyenangkan kalau nasihat orang tua yang baik hati itu ia turuti. Dan juga menyenangkan, bahwa dengan mengenali siapa orang tua itu berarti chucky  sudah  dapat mengenali dirinya sendiri. la berbalik. dan matanya mulai bersinar memandang setiap sudut kamar yang sudah tidak asing lagi baginya. Dari lemari, ia memilih pakaian yang terbaik untuk dikenakan. Merapih-rapihkan diri di depan kaca sambil bergumam, “Aku masih tetap aku yang kukenal selama ini!” Di ruang tengah. ia melihat makan siang sudah lama terhidang tanpa disentuh. Baskom nasi penuh. Ada goreng tahu, sayur terong, dadar telur dan beberapa potong daging gepuk. saat  ia menyuruh jessica  menyediakan makan siang, sungguh chucky  merasa sangat lapar. namun  kini, tidak sedikitpun seleranya terbangkit melihat makanan yang terhidang itu. la hanya meneguk teh setengah gelas. saat  itulah pandangan matanya beradu dengan jejak-jejak kaki berlumpur di permukaan lantai. Arah datangnya dari belakang rumah, menimbulkan genangan-genangan memanjang yang kini sudah mulai mengering. Hem, betapa berat waktu itu kakinya melangkah. Apakah ia berjalan dengan menyeret-nyeret kaki membawa beban di kepalanya yang sangat mengerikan?? jessica  menduga ia kecewa. sebab  sumur ternyata kering kerontang la ingat bahwa ia berkata pada jessica  ia menemukan sesuatu. la belum sempat memberitahukan apa yang ia ketemukan. jessica  sudah memotong. 
“Air?” Dan sebab  sesuatu yang janggal dalam sikap chucky , jessica  juga lalu  menyimpulkan. “Jadi yang kau temukan adalah lubang yang hanya berisi beberapa tetes air...” Apa kata jessica  selanjutnya? “Aku juga sudah bilang, jangan teruskan usaha yang sia-sia itu.” Andai saja ia menuruti perkataan jessica  jauh sebelum hari itu. di mana ia menemukan sesuatu dalam sumur. Apakata jessica  kalau ia terangkan apa sebetulnya  yang sudah  ia temukan? jessica  tentu tidak akan percaya. jessica  akan mentertawakannya. namun  kalau jessica  percaya? Atau, sebab  tidak percaya lantas pergi ke sumur untuk membuktikan kebenaran perkataan suaminya? jessica  pasti jatuh pingsan. Shock. jessica  akan terguncang jiwanya. jessica  akan terganggu syarafnya. Padahal, jessica  sudah  berkorban banyak saat  chucky  menikahinya, lalu  saat  chucky  tidak bisa lagi memberi jatah bulanan demi berasapnya terus dapur mereka sebab  chucky  dipecat dari kantor. jessica  juga terpaksa mengorbankan hidup tenang dan damai di kota dengan hidup menderita di kampung chucky  yang terpencil. Tidak. jessica  tidak boleh menderita lebih banyak. jessica  tidak boleh tahu apa yang ditemukan chucky  di dalam sumur. Ia keluar dan tertegun sesudah  berada di belakang rumah. Tidak sampai sepuluh meter dari tempatnya berdiri, tampak bukit tanah gajessica n berwarna coklat kemerah-merahan. Bercampur gundukan batu kehitaman-hitaman. Di balik tabir bukit mini itu terletak lubang sumur yang sudah  digali menetapi dalam hampir enam meter Pak fredy krueger  yang tak pernah lupa berdoa itu, selamat. namun  pak Atmo jatuh sakit, demikian parah sehingga mantera obat di kampung tak berdaya menghadapinya. Pak Atmo baru sembuh sesudah  diberi minum air yang dimanterai oleh seorang 
dukun. Dan dul latief ? Anak muda yang selanjutnya! itu, lumpuh kaki dan jantungnya, lalu  mati. Kini, hanya tinggal dirinya seorang. Orang ke empat yang ikut menggali sumur, orang terakhir yang masih terus mengerjakan penggajessica n itu dan orang yang paling berkepentingan terhadapnya. chucky . seperti pak Atmo dan pak fredy krueger . masih hidup. namun  kalau disuruh memilih. chucky  lebih suka bertukar tempat dengan dul latief ! “Dan jessica  menambah jumlah persediaan janda,” gumam chucky  sendirian. Kecut, dan pahit. “Lagi pula dul latief  sudah  mati...! Lalu. apakah tidak ada sesuatu yang lain dapat ia lakukan?” la berpikir keras. Sambil berpikir. ia mendekatkan diri ke sumur. Mula-mula kakinya berjalan dengan cepat dan tegap. namun  semakin dekat ke sumur, semakin berat kakinya melangkah. Tiba di bukit tanah ia tinggal menggerakkan kaki dan tangan sedikit saja. Gundukan tanah itu akan longsor ke bawah, dan tumpukan batu itu akan memadatkan seperti semula. Namun uap dingin yang terlempar ke luar dari dalam lubang uap yang dengan dahsyat berhasil menaklukkan cahaya matahari yang panas memanggang sudah  membekukan persendian tubuh. bahkan jalan darahnya. la berusaha sekuat tenaga melawan pengaruh ganjil itu. Otot-otot tubuhnya sampai bersembulan ke luar. dan keringat merembes dari seluruh pori-pori kulit, mengeluarkan butir-butir peluh yang besar-besar. Dalam perjuangan bathin yang luar biasa. dari mulutnya terlontar teriakan lantang: “Tidaaaak ...!” Dan teriakan itu mengendurkan otot-ototnya yang kejang. melancarkan peredaran darahnya yang membeku, mengisi paru-parunya yang kosong, melapangkan jantungnya yang menyempit. Seperti orang kesurupan. ia memutar tubuh. berlari masuk ke dalam rumah terjun kembali ke atas tempat tidur, dan lalu  menyelimuti tubuhnya rapat-rapat dengan sepasang mata yang terpejam lebih rapat lagi. Namun pada akhirnya. perjuangan bathin yang amat sangat beratnya itu mau tidak mau 
merembeskan butir-butir air bening dari sela-sela kelopak matanya yang mengatup. DENTANG lonceng di halaman sekolah memberitahukan bahwa pelajaran untuk sore itu sudah  berakhir. jessica  memandang ke seluruh kelas, lalu  bertanya dengan suara lantang: “Sudah selesai semua?” Koor segera berkumandang dalam kelas. “Sudaaaaah buuuuuu .... ..!” “Nah. Besok semua harus sudah memperlihatkan pe-er itu kepada ibu. Sekarang kamu boleh pulang...” Sorak-sorai anak-anak muridnya membuat kelas jadi ramai. Semua serabutan menuju pintu. saling dahulu mendahului. Seorang anak wanita lesbian  terpekik sebab  ada yang menginjak kakinya. Untung yang menginjak bertelanjang kaki. sedangkan kaki yang terinjak kebetulan memakai sandal jepit. Tapi tak urung kedua anak ingusan itu bertengkar, sehingga jessica  terpaksa memelototkan mata. Anak-anak itu berhenti bertengkar. lalu  merunduk ketakutan. “Ayo kau, Andi. Minta maaf pada Suci” Andi mengulurkan tangannya. Mulutnya bergumam mengucapkan maaf yang tidak terdengar jelas. Suci menerima uluran tangan itu, lantas keduanya tertawa-tawa, berlari keluar seraya terus berjabatan tangan. jessica  hanya geleng-geleng kepala. la bereskan buku-bukunya lalu memasukkan ke dalam tas. Hari masih pukul empat sore. Tadinya ia bermaksud menjenguk salah seorang muridnya yang tidak hadir sebab  sakit keras. namun  begitu keluar dari kelas, ia disambut oleh warna langit yang pekat. Padahal satu jam yang lalu. matahari masih nyalang menantang. Perubahan cuaca di kampung memang agak asing baginya. Terpaksa ia membatalkan niat untuk menjenguk 
muridnya yang sakit dan terus saja berjalan menempuh arah menuju rumahnya. la tidak ingin berhujanan, dan lebih-lebih lagi tidak ingin membiarkan chucky  sendirian di rumah. Entah mengapa perasaan jessica  tidak enak saja saat  ia tinggalkan rumah. lelah-lebih kalau mengingat sikap suaminya yang agak ganjil begitu masuk rumah sesudah  menghentikan pekerjaannya menggali sumur. Tidak pemah dilihat jessica  suaminya berputus asa serupa hari itu. Di tengah jalan seorang menyapanya, “Pulang ngajar, bu jessica  ?!” jessica  menoleh, dan mengenali orang itu. “Oh. Pak nyoto . Dari sawah?” ia balas bertanya. “Iya, bu. Padi sudah menua. Besok merupakan hari yang sibuk. Tolong beritahu pak chucky . besok padi mulai diketam.” “He-kang..” ia mau meneruskan perjalanannya, namun  segera teringat sesuatu dan berbalik lagi menghadap penggarap sawah mereka itu. "Berapa orang besok yang bekerja?” “Mungkin lima. Paling banyak delapan.” Jadi besok jessica  harus menyediakan makan siang untuk sebelas orang. Maksimum delapan pekerja, suami isteri pak nyoto  dan suaminya sendiri- pikir jessica  sambil berjalan pulang. Tambahan dirinya menjadi dua belas. Bukan jumlah yang banyak namun  sebab  ia tidak punya pembantu di rumah. Maka apa yang barusan diucapkan pak nyoto  memang benar: besok merupakan hari yang sibuk. Mudah-mudahan saja kesibukan itu akan membantu suaminya menghilangkan pikiran gundah akibat harapannya yang kandas di dalam sumur. la menemukan suaminya masih berbaring di tempat tidur. saat  ia masuk ke dalam rumah. Agak kecewa sedikit perasaan jessica  sebab  melihat chucky  masih sempat berpakaian rapih namun  tidak sempat mengepel lantai yang kotor. Namun ia sadar betapa letih suaminya beberapa hari belakangan ini. Oleh sebab  itu. sesudah  berganti pakaian. menyimpan kacamata, ia lalu  
mengepel lantai. Habis itu menghangatkan makan siang yang rupanya belum disentuh chucky . jessica  baru saja selesai mandi saat  ia temukan suaminya sudah duduk menghadapi meja makan. “Aku lapar...” gumam chucky . dengan suara berat dan lirih. jessica  cepat-cepat berpakaian, lalu  menghidangkan makan siang yang tertunda itu di atas meja. Benar saja. Suaminya makan dengan lahap sekali. jessica  senang melihatnya. namun  juga merasa sedikit gundah, sebab  selama makan, suaminya lebih banyak diam. Beberapa kali mereka bertemu pandang. namun  suaminya selalu berusaha mengelak. Namun jelas jessica  dapat melihat bahwa mata suaminya kemerah-merahan. Jadi ia tak tidur selama ditinggalkan jessica ! “Kang?” “Ngng..” sahut chucky , tanpa memandang isterinya. namun  ah, buat apa jessica  menyinggung soal sumur itu lagi? toh akan menambah sakit hati suaminya saja. lebih baik ia mencari pembicaraan lain untuk memecahkan kesepian yang tidak mengenakkan hati itu. Apa misalnya? Oh ya. ia ingat sekarang! “Pak nyoto  bilang besok padi akan diketam.” “Hem!” “Akang akan ikut mengawasi pekerjaan mereka bukan? Ikut mengontrol pembagian hasil?” la berharap suaminya menaruh minat. namun  chucky  hanya menjawab: “Percayakan saja tugas itu pada pak nyoto .” lalu kembali masuk ke kamar tidur. “Aku kira aku tidak enak badan.” “Kupijitkan ya?” “Engga usah.” 
jessica  agak tersinggung ditinggalkan begitu saja. namun  semenjak suaminya dipecat dari kantor, chucky  sudah  berubah dari seorang suami yang lemah lembut menjadi seorang laki-laki yang emosional. Dapat saja jessica  memperlihatkan sikap yang sama. namun  mana pernah sebuah pertengkaran membawa hasil yang menyenangkan, biarpun salah seorang keluar sebagai pemenang. sebab  itu, harus ada yang kalah. Dan jessica  masih tetap berpegang erat pada prinsip bahwa suami adalah kepala rumah tangga dan seorang isteri adalah ekornya. Memang bukan kedudukan yang enak. namun  selama sang kepala belum menginjak sang ekor apa boleh buat. Biarlah ia mengalah demi tetap langgengnya hubungan kepala dengan 'ekor itu demi rumah tangga mereka. Dengan Sabar, ia membereskan meja makan. Biasanya chucky  ikut membantu. Kadang-kadang ikut cuci piring. namun  suaminya tidak keluar-keluar lagi dari kamar. Barangkali suaminya benar-benar sakit. namun  sikapnya yang keterlaluan itu patut dibalas, biarkan kesakitan itu ia tangung sendiri. Bukanlah chucky  juga menolak untuk dipijiti. Oleh sebab  itu, mumpung belum hujan. jessica  keluar dari rumah dan pergi berbelanja ke warung untuk persiapan makan siang orang-orang yang bekerja di sawah, esok hari. MALAM turun bersama hujan renyai-renyai. Udara sedikit lembab oleh hawa yang keluar dari permukaan bumi yang sudah  sekian lama kering dan tiba-tiba disiram air. jessica  sesekali terbatuk-batuk waktu mempersiapkan bahan pelajaran untuk esok hari bagi murid-muridnya di sekolah. sebetulnya  ia ingin tidur saja. namun  besok ia tidak punya waktu sebab  masih harus memikirkan isi perut petani-petani yang akan mengetam padi di sawah mereka. Namun lama kelamaan ia mengantuk juga, lebih-lebih sesudah  udara lembab itu diusir oleh hawa dingin yang menusuk tulang. la memutuskan untuk tidur saja. 
saat  masuk ke kamar tidur, ia temui suaminya berbaring di tempat tidur dengan sepasang matanya terbuka lebar. menatap kosong ke langit-langit kamar. Jidat suaminya basah oleh peluh. Perasaan tersinggung jessica  lenyap sesaat . Digantikan oleh rasa kasih sayang seorang isteri yang mencintai suami. “Kang....” “Hmm?” chucky  menoleh. Terengah. Agak kaget oleh kehadiran jessica  yang tidak didengarnya. “Kupijit ya?” Suaminya menarik nafas panjang mencoba tersenyum. Dan kali ini tidak menolak saat  seluruh bagian tubuhnya digosok jessica  dengan minyak angin lalu  diurut dengan teratur. saat  masih sebesar anak-anak muridnya di sekolah, jessica  sering memijit ayahnya dengan upah sepuluh perak sekali pijit. Tak heran, jari-jemarinya bergerak dengan terlatih, sehingga mata chucky  beberapa kali terpejam keenakan. Kalau saja pikirannya tidak terganggu oleh apa yang sudah  di temukan dalam sumur, tentulah pijitan jessica  itu bisa merangsang birahinya. namun  sekarang. jangankan terangsang, Untuk memperlihatkan rasa terimakasihpun. ia tidak ingat sama sekali. Matanya terus saja terpejam, dengan gerak dadanya yang turun naik dengan teratur. Oleh sebab  itu jessica  menyangka suaminya sudah  tertidur dengan nyenyak. la tersenyum puas dan bangga akan hasil pekerjaannya, lalu  berbaring di samping suaminya. la menarik selimut menutup tubuh dari ujung jari kaki sampai ke batas leher, membaca doa-do'a selamat dalam hati, sampai kantuk menyerang kembali. Tidak sampai lima menit, ia sudah  jatuh tidur. Lelap sekali. Tidak ia sadari. begaimana suaminya berbaring dengan gelisah. Sebentar membalik ke kiri, sebentar ke kanan. Sebentar duduk. sebentar berbaring lagi. Sesekali ia perhatikan isterinya yang sudah nyenyak tidur. Maka, ia berusaha untuk tidak menimbulkan suara berisik waktu turun dari ranjang, lalu  mengambil rokok dan menyulutnya sebatang. Begitu bernafsu ia menyedot 
rokok itu, sehingga sekali kerongkongannya tersumbat. la terbatuk dengan keras. jessica  menggejessica t sebentar di tempat tidur. namun  tidak terusik oleh suara batuk suaminya. Takut ia batuk-batuk lagi. chucky  memutuskan untuk keluar dari kamar. la duduk di kursi sofa rotan diruang tengah, sesudah  lebih dahulu  membikin segelas kopi kental untuk dirinya sendiri. Betapa inginnya ia tidur lelap seperti isterinya, bergulung di bawah selimut. namun  bayangan mengerikan itu setiap detik muncul di kepalanya mencengkeram dengan kuat- tidak mau lepas. Sudah mulai larut. pikirnya. Sebentar lagi tengah malam. Dan ia harus melakukan sebuah tugas yang entah mengapa tidak sanggup ia tolak. Sesuatu sudah  berakar di benaknya. Sesuatu yang demikian kuat memperlibatkan kekuasaaan yang tidak terlawan atas diri chucky . Sesuatu itu merasuki dirinya saat  tadi siang ia tidak kuasa melawan kehendak tangannya mencakar jessica r ke dalam tanah di lubang sumur yang tengah ia gali. Jari jemarinya mengorek tanah seperti diperintah oleh semacam kekuatan gaib yang tersimpan di dalam tanah yang ia gali. Jelas terbayang di matanya. bagaimana tadi siang ia menemukan lebih banyak rambut, hitam, lebat, panjang dan tertanam kuat pada sebuah batok kepala manusia. Demi Tuhan. Dalam lubang yang ia temukan, terdapat sebuah batok kepala manusia yang masih utuh. hampir-hampir tidak percaya dengan apa yang ia temukan. Saking terkejut dan ngeri. ia jatuh terduduk di dalam lubang, memperhatikan batok kepala manusia itu, yang wajahnya menghadap langsung ke wajah chucky . Wajah yang juga masih utuh. Walaupun tampak kotor oleh tanah. Tidak mencium bau banyir sama sekali sebagaimana biasanya bau mayat. namun  ada sesuatu yang berubah dalam lubang itu. Udara yang menjadi sangat dingin dengan tiba-tiba. Udara yang sedingin lemari es. chucky  duduk terengah-engah tidak tahu apa yang akan ia perbuat. la malah tidak kuasa untuk berpikir. Yang ia lakukan hanyalah memandangi batok kepala itu, menatap wajah yang menghadap ke wajahnya itu. Wajah seorang laki-laki, yang 
umurnya tidak bisa ia duga. Kulitnya kehitaman-hitaman di balik kotoran tanah berwarna dekil, dahinya lebar, dengan kulit yang sudah berkerut-kerut. Demikian juga pipi kulit di bawah mata, di sekitar bibir, bahkan bibir itu sendiri, berkerut-kerut. Kelopak matanya yang terkatup juga berkerut-kerut. Pemandangan itu terlalu mengerikan untuk dilihat. namun  chucky  tidak jatuh pingsan, meskipun ia ingin mengalami hal itu. Hati kecilnya. meneriakkan perkataan 'lari' berulang-ulang. lari! Lari! Larilah cepat! Tetap ia tetap tertunduk menunggu dengan diam, seolah-olah akan ada perintah yang diberikan untuk ia kerjakan. Dan benar saja! Sesuatu tiba-tiba bergerak. Lemah. Samar-samar. Tapi gerakan itu kian lama kian jelas bersamaan dengan udara dalam sumur yang kian lama kian dingin menusuk. Dengan mata terpentang lebar. Bagaimana sepasang mata yang lain di dalam sumur itu perlahan-lahan terbuka. Rasa takut dan ngeri yang dengan luar biasa melanda diri chucky , memuncak saat  itu. Segenap daya yang mampu ia kumpulkan akhirnya dapat menggerakkan persendian kakinya. la terlonjak berdiri. Dan siap untuk menaiki tangga saat .... mata itu mulai bersinar! chucky  terpaku sesaat . Tak ubahnya sebatang tonggak yang dipatokkan dengan kejam terhunjam dalam ke bumi. Diam. Tak berdaya. Lalu sesuatu seolah menyelusup lewat batok kepalanya sendiri, menyentuh langsung ke pusat sarafnya di dalam otak. Sesuatu yang merupakan sebuah perintah, “duduklah kembali!” Suara yang menyentuh langsung ke otak itu, berat dan lirih. Sayup-sayap sampai. namun  pengaruhnya demikian dahsyat. sehingga chucky  tidak sanggup untuk menggerakkan tangan maupun kakinya untuk mendekati apalagi menaiki tangga. Ia juga sudah  berusaha untuk tetap berdiri. Berusaha melawan perintah gaib itu Seluruh otot-otot tubuhnya mengejang oleh perlawanan yang luar biasa. Namun dari bulu-bulu kuduknya yang berdiri tegak ia merasakan suatu tarikan yang sangat kuat untuk tidak berpaling dari arah datangnya suara gaib itu, Terletak di depan 
kakinya. Bibir keriput dari batok kepala itu kini ikut bergerak terbuka... memperlihatkan dua baris gigi yang tersusun rapih, yang warnanya tidak tampak putih lagi, melainkan sudah kuning kehitam-hitaman. Mulut itu menyeringai. “Duduklah!” ia dengar perintah ulang, namun  bukan berasal dari mulut yang tengah menyeringai kejam itu. Melainkan dari pancaran sinar matanya yang menyentuh langsung ke otak chucky ! “Tid....”, protes mulut chucky  yang pucat tidak berdarah terhenti begitu saja. Dan segala sesuatu di dalam hati nuraninya didalam jiwanya, di dalam phisiknya, ikut terhenti .selama beberapa saat yakni saat-saat matanya tanpa bisa ia hindari lagi. sudah  beradu langsung dengan sepasang mata  yang berkilau-kilauan dari batok kepala itu. Kilauan yang tajam. Dengan warna yang sukar untuk ia lupakan. Seperti percikan api yang hidup sempurna : merah kehiru-biruan! Suatu kepatuhan yang luar biasa. merasuk dalam jiwa chucky . la duduk perlahan-lahan. Bersila. Dengan sikap hormat dan takut! “Teruslah pandang mataku” otaknya kembali menerima perintah telepathie itu. chucky  tidak mengerdipkan kelopak matanya barang sekejappun juga, betapapun hati kecilnya berteriak-teriak histeris "Tutup matamu! Tutup matamu! Tutup....!" ‘Sejak saat ini. kau sudah  jadi budakku, siapapun kau adanya. Aku sudah pernah mengatakan pada mereka... bahwa aku... suatu saat aku akan bangkit kembali...?’ Otak chucky  berdenyut-denyut, berusaha mencerna kata demi kata yang terpancar langsung lewat sinar mata itu. Pada saat yang sama. otaknya juga berusaha untuk menangkap gerakan-gerakan lemah mulut yang kini ternganga itu. chucky  melihatnya samar-samar. Melihat sebentuk lidah yang bergerak-gerak tidak teratur. Lidah yang berwarna merah seperti darah. 
“Kau... kau dengar apa... apa yang kukatakan?” chucky  menganggukkan kepala. “Ucapkan ya!” “...ya... aku..” “Nah. Begitu," seringai yang lebih kejam bermain di depan mata chucky . “Aku tahu...” otak chucky  kembali harus mencerna kata demi kata dari alam gaib itu. “Akan tiba saatnya... seseorang akan membalas... kan aku dari siksaan kubur yang terkutuk ini. Aku..! mulut itu sekonyong-konyong bernafas megap-megap. "Aku letih...” katanya, lalu matanya terpejam. Dan saat itu pulalah, chucky  sadar akan dirinya kembali. la sudah memejamkan mata, dan sudah siap untuk lari ke atas menuruti perintah hati kecilnya, saat  sekonyong-konyung mata berwarna merah kebiru-biruan itu terpentang lebar kembali dan sisa-sisa pengaruhnya dalam diri chucky , kembali ikut bangkit. “Diam di tempatmu. budak!” betapa hinanya sebutan itu! namun  dengan sikap hormat dan takut, chucky  diam di tempatnya. Tak ubahnya sebuah patung batu dalam posisi duduk yang baru saja selesai dipahat. “Aku letih... hampir seratus tahun lamanya... aku tersiksa seperti ini. namun  sekarang,... aku bebas... bebas... dan kau, budak, kau akan menuruti segala perintahku, sejak saat ini...! Kau tidak  akan dapat memperdaya diriku, meskipun tidak terjangkau oleh sinar mataku lagi. sebab  sebab  sebahagian dari rohku yang terlunta-lunta sudah  memasuki jiwamu itu” Otak chucky  menangkap suara terkekeh-kekeh serak dan parau. Lalu: “Pergilah!” chucky  tersentak. “Ya..” “Pergilah pada isterimu. Aku... aku sudah merindukan kehangatan tubuh wanita lesbian . Pergi, cepat. pergilah!” 
ia dapat berdiri. Ia gerakkan tangan. la mampu memegang tangga. Dan ia sudah akan naik, saat .. “lngat!” memperingatkan suara lirih itu. “Tengah malam nanti kau harus kembali. Aku membutuhkan tempat yang lebih nyaman dan hangat dari tanah berlumpur yang kotor ini!” SUATU sentakan yang melenyut belakang kepala chucky . Demikian mendadak sehingga kepalanya tersentak agak ke belakang. Rokok yang sedang ia sedot, terlepas jatuh dari sela-sela bibirnya. Pangkal pahanya terasa panas menggigit. Refleks, salah satu tangannya menepiskan puntung rokok yang menimbulkan lingkaran hitam di paha celananya. Abunya berserpihan kian kemari, menimbulkan bau pernak. “Sudah waktunya. budak!” telinganya berdenging oleh sebuah perintah dari jarak jauh. Telepathie yang mengerikan itu membuat chucky  menggigil dengan wajah pucat tidak berdarah jiwanya berontak. namun  otaknya beku, tidak mau bekerja. Denyut jantungnya berpacu kencang menggebu-gebu. namun  sia-sia saja. Hanya keletihan dan kepatuhan yang pelahan-lahan terasa merasuki dirinya. Gontai. ia berdiri, dan berjalan tersuruk-suruk ke arah pintu belakang rumah. Dekat pintu, ia tertegun. Kakinya menyentuh sebuah bakul besar. Waktu ia perhatikan, ternyata berisi kain jemuran jessica , belum sempat dilipat apa lagi disetrika. Diantara tumpukan kain itu ia melihat sebuah selendang yang masih haru. Selendang itu segera disambarnya, lalu keluar dari pintu belakang. Lolong anjing dikejauhan menyambut kehadirannya. Hujan sudah mulai menderas. Angin kencang bertiup membawa sentuhan air hujan itu, menerpa dadanya yang setengah telanjang. la menggigil lagi lebih hebat, dengan pemberontakan yang perlahan-lahan mulai padam dalam jiwanya. Dengan mata hampa, ia tengadah, 
menatap langit yang hitam kelam. Lolong anjing menggema lagi di kejauhan. Sayup-sayup, lemah dan memilukan tulang, Lututnya yang semula gemetar, dikuatkan oleh pengaruh ganjil yang menerpa jiwanya. chucky  lalu  setengah berlari menerobos hujan, terbungkuk-bungkuk menuju lubang sumur di belakang rumahnya. Genangan lumpur merembes kian kemari dan gajessica n tanah yang basah tersiram hujan. la hampir tergelincir saat  menuruni tangga. “... aku tahu kau akan datang.” ia disambut oleh suara berat dan lirih yang sudah tidak asing lagi di telinganya. Dalam lubang sumur, gelap seperti dalam hutan. namun  sinar mata yang merah kebiru-biruan itu jelas tampaknya menyambut kemunculannya. “Tunggu apa lagi?” Tanpa usaha perlawanan. chucky  membungkuk. Dengan sebelah tangan, ia korek bagian yang masih menahan batok kepala itu. Sebuah benda yang berat dan dingin sesaat  berada di atas telapak tangannya. Batok kepala itu segera ia selimuti dengan selendang isterinya, lantas bagai tupai ia memanjat kembali ke atas. Dari bawah, ia dengar suara bergemuruh yang kian lama kian deras. Rupanya dari lubang tempat batok kepala itu terpacak, menyembur ke luar air yang sangat deras. Sumur itu memiliki sumber mata air yang subur! namun , begitu chucky  menjejakkan kaki di pinggir lubang tanah yang ia jejak perlahan-lahan bergerak. “Menyingkir!” sayup-sayup ia mendengar suara yang tersekat. “Aku tak sudi terkubur hidup sekali lagi!” Lincah sekali. sepasang kaki chucky  melakukan loncatan-loncatan di atas tanah yang becek tanpa terpeleset sama sekali. Tidak sampai satu menit ia sudah  masuk ke dalam rumah, dengan selendang jessica  membungkus batok kepala seorang manusia yang pasti pernah dikutuk semasa hidupnya.   
SEsudah  berada di dalam rumah, justru chucky  menjadi kebingungan. Selendang batok kepala manusia yang mengerikan itu tergantung-gantung di salah satu tangannya, sementara tangan lain menyeka air hujan yang membasahi wajah. Pakaian yang ia kenakan melekat basah ke tubuhnya. kotor oleh lumpur. namun  bukan itu yang membingungkan chucky . Melainkan pintu kamar tidur yang terpentang lebar. Bagaimana kalau jessica  terbangun dan melihat apa yang ia bawa masuk ke rumah? Celakanya, kepala yang terbungkus itu tidak berkata apa-apa. Diam membeku. Seolah-olah menyuruh chucky  mengambil keputusan sendiri. Dengan tubuh yang menggigil wajah pucat dan gigi gemeletuk kedinginan dan  ketakutan. chucky  memeras otaknya di mana tempat yang layak untuk kepala mansuia mengerikan tapi pengaruhnya tak bisa ia tolak. Akan ia simpan? Dalam lemari pakaian? ltu lemari bersama Isterinya bebas membukanya. membongkar segala isinya. Di bawah tempat tidur! jessica , maafkan aku. Peluklah aku, namun  aku tidak akan membiarkan kau tidur di atas sebuah batok kepala yang sudah  menjahanami diriku ini, keluh chucky  dalam hati. Sakit sekali. Lewat pintu belakang yang terbuka. ia melihat dapur. Tempat itu adalah tempat jessica  sehari-hari menyibukkan diri. jadi bukan tempat untuk menyimpan sebuah rahasia. Nah itu gudang. Di sebelah dapur. chucky  bergerak ke sana. namun  tatkala pintu gudang ia buka, diterangi oleh lampu teplok yang tergantung di salah satu tiang koridor belakang, ia melihat tumpukan goni-goni. Sebuah peti besar berisi beberapa perabotan rumah tangga yang tidak terpakai, lalu sebuah kompor cadangan yang sesekali dipakai jessica  untuk memasak makanan bila tiba waktunya menyiapkan santapan petani-petani menggarap sawah mereka. ltu berarti padi! Dan besok petani-petani itu akan mulai mengetam lalu  menjemur dan bagian untuk chucky  sebagai pemilik sawah, akan ditumpukkan ke dalam gudang seperti biasa. Persetan, ke mana aku akan menyimpan benda mengerikan ini? Demikian chucky  berpikir keras. Ia mundar-mandir tidak menentu, dari ruang tengah ke ruang belakang. dari 
dapur ke gudang, bahkan ke kamar mandi. Satu hal yang jelas tidak mungkin ia lakukan- hanyalah menanam saja kepala itu kembali di salah satu tempat di sekitar rumahnya. Entah mengapa, hati nuraninya tidak mengijinkan ia melakukan perbuatan itu. Hati nurani? Bukankah lebih tepat dikatakan. jiwanya? jiwa yang sudah  dititisi sebagian pemilik batok kepala yang terbungkus dalam selendang isterinya. Beberapa kali ia menarik nafas, dan suatu saat tertengadahlah sebab  putus asa. Justru saat  itu matanya beradu dengan lubang tirap ke para-para rumah. Matanya yang kosong, tiba-tiba berseri  secara aneh. Jiwanya merasakan kesenangan yang tidak ia nikmati sepenuhnya, namun  betapapun. ia sudah  menentukan sebuah jalan. Bungkus berisi kepala itu ia letakkan di atas meja. la harus naik mempergunakan tenaga. namun , ah. itu ada suara ranjang berderit. chucky  gemetar dan semakin pucat. Dengan tegang, ia berdiri menunggu jessica  ke luar dari kamar... namun  suara itu sepi lagi jessica  mungkin cuma terganggu oleh impian di kala tidur. Sebuah mimpi burukkah? Mimpi melihat suaminya sedang... Tidurlah yang nyenyak. jessica ! chucky  kembali ke belakang rumah. namun  ia tidak menemukan tangga. Sesudah  lama mencari,  baru ia teringat tangga itu tertinggal di dalam lubang sumur. Disambung dengan tangga pak dul latief , agar lebih panjang masuk ke dalam lubang. Memerlukan tempo untuk mengangkat dan melepaskan sambungannya. lagi pula ia tidak sudi lagi menempuh hujan deras dan tanah becek berlumpur. Sayup-sayup lolungan anjing mengalun lagi dari kejauhan. Lolongan kematian! chucky  terlonjak, masuk kembali ke rumah. Ia pandangi bungkusan berisi kepala manusia di atas meja. Meja! Ah, mengapa ia tidak memikirkannya dari tadi! Dengan hati-hati agar kepala itu tidak sampai jatuh menggelinding, sekaligus tidak mengusik jessica  dari tidurnya. chucky  menggeser meja makan persis ke 
tempat di mana di atasnya terdapat lubang tirap ke para-para rumah. Dengan bantuan sebuah kursi, ia berhasil naik sampai sepertengahan dada berada di dalam para yang berbau pengap dan gelap. Namun cukup aman untuk menyimpan majikannya yang menakutkan itu. Ia lalu  turun, mengambil lampu yang tergantung di tembok. Dengan tangan yang lain menjinjing bungkusan berisi batok kepala itu. chucky  kembali naik ke atas meja, terus ke kursi, lalu sebentar lalu  ia sudah  berada di para-para rumah. Para-para itu terbuat dari bambu yang dianyam, sudah  berumur belasan tahun namun  masih utuh dan rapih, kecuali oleh debu, sarang laba-laba yang mengotorinya di sana sini. chucky  berjingkat dengan tubuh membungkuk dari kaso-kaso yang satu ke kawat kase yang lain. Disebuah sudut yang agak bersih dan lapang, diantara dua buah kase-kase yang letaknya merapat satu sama lain. Begitu bungkusannya ia buka, begitu kelopak mata yang mengerut itu membuka. Warna merah kebiru-biruan menerpa matanya. Dan seulas senyum tipis. namun tidak ramah sama sekali dihadiahkan untuk chucky . “Agak bau... namun  nyaman...” terdengar suara berat dan lirih yang dialamatkan ke para-para rumah lewat telinga chucky . la diam. Terpaku. Kaku. Sesudah  memandang berkeliling Sepasang mata yang aneh itu kembali menatap ke mata chucky . “Bagaimanapun, aku harus berterima kasih padamu, anak muda.....” makhluk itu tidak menyebutkan "budak" lagi. namun  chucky  belum boleh berlega hati. sebab  makhluk itu sudah  melanjutkan kata- katanya lagi. Kata-kata berbentuk dan bernada perintah, “Aku akan memasuki jiwamu, dalam tidurmu... kau harus membalaskan sakit hatiku... dan menyempurnakan.. kematianku....!” “Kem.. kematianmu?” 
“Kematianku!” jawab makhluk itu tegas. “Sempurnakanlah kematianku... dengan membalaskan dendam kesumatku... dan dan mempersatukan anggota tubuhku...” “namun ... dimana.... di mana...” “Aku sendiri tidak tahu... tidak tahu. Aku letih... aku sangat kesakitan...,pedang itu... iiih-hhii....” sepasang mata berwarna api terpejam sesaat, lalu saat  terbuka lagi. keluar perintahnya yang terakhir untuk malam itu. “Tinggalkan aku sendirian.” chucky  mundur dengan pelahan-lahan dan hati-hati. la lalu  turun dari para-para, tanpa terlepas sedikitpun dari perhatian sepasang mata di batok kepala yang ia tinggalkan terhampar berlapiskan selendang jessica . la sempat melirik mata yang memancar mengerikan itu saat  akan turun, dan Sadar, bahwa sejak saat itu, ia bukan lagi chucky  yang pernah dikenal orang selama ini. Bukan lagi chucky  yang dicintai jessica ....   
 kesabaran jessica  kembali diuji saat  ia bangun esok paginya. chucky  tidur mendengkur di sampingnya, bergulung dalam selimut. Tidak pernah ia tidur seperti itu selama ini. Dengkurnya sangat keras tersentak-sentak seperti orang kehilangan nafas. Suara mendengkur yang agak seram itulah yang membangunkan jessica . Tadinya ia mengira suara yang ia dengar adalah laguan aneh yang beberapa hari belakangan ini selalu mengganggu tidur suaminya. Dengan ketakutan, jessica  menggoyangkan tubuh suaminya. namun  chucky  tidak terusik sama sekali. la tetap tidur, nyenyak sekali. dan mendengkur semakin keras! Perasaan kesal memenuhi kepala jessica  saat  ia turun dari tempat tidur, lewat ventilasi jendela ia tahu hari sudah pagi. la harus bangun, dan harus bekerja. Hari ini hari yang sibuk, masih 
ia ingat apa yang dikatakan wak nyoto  kemarin. Dan chucky  justeru tidur mendengkur. sedangkan ia adalah satu-satunya orang yang bisa dimintai bantuan oleh jessica . Kekesalan hati jessica  kian menjadi-jadi waktu ia berada di ruangan tengah. Meja sudah  ia bersihkan tadi malam, namun  sekarang ada terlihat tetes-tetes lumpur yang sudah mengering Bahkan saat  ia perhatikan lebih jelas, tampak perbedaan yang nyata dari sudut-sudut meja. Genangan lumpur yang lebih banyak baru saja dibersihkan dari meja itu. namun  seorang laki-laki , bahkan seorang yang apik dalam soal kebersihan rumah. Dan warna kekuning-kuningan jelas meninggalkan bekas lumpur sudah  dibersihkan dari meja Demikian juga lantai, sudah  dikepel. Padahal kemarin sudah dikepel sampai mengkilap oleh jessica . Apa-apaan kang chucky  malam tadi? Jejak-jejak kaki berlumpur sudah  lepas dari perhatian suaminya. Jejak-jejak itu memenuhi lantai korridor belakang, dapur dan gudang. Bahkan kamar mandi! Dan pakaian yang dikenakan suaminya tadi malam, tertumpuk di lantai kamar mandi, Kotor oleh lumpur. “Ya ampun.” dengus jessica . la bermaksud pergi ke kamar tidur, menarik chucky  dari ranjang dan melampiaskan kemarahan sepuas hati. Kalau suaminya membantah, ia akan mendebatnya habis-habisan, memakinya, mengumpatnya. Biarlah ekor dan kepala itu bertengkar hebat, biarlah ekor dan kepala itu berpisah satu sama .... Berpisah? “Ya Tuhan,” ucap jessica  terengah-engah. “Ampunilah niat jahatku yang terkutuk ini!” la semakin menyesal saat  matanya menandang ke belakang rumah. Bermandi cahaya pagi yang terang-terang ayam, ia melihat ke arah lubang sumur hasil gajessica n suaminya. Bukit tanah gajessica n itu sudah  lenyap. saat  jessica  meninggikan leher, ia juga melihat bahwa lubang sumur sudah  tertimbun. Lubang-lubang yang lebih lebar namun  dangkal dan  bentuknya tidak karuan, terdapat disana sini. Hujan lebat tadi malam tentulah sudah  menjadikan tanah di sekitar lubang sumur itu longsor hebat. Suaminya yang akhir-akhir ini demikian bersemangat dengan pekerjaannya. Tentulah tadi malam sudah  bangun dengan perasaan cemas lalu  melihat apa yang sudah  terjadi. Untuk meyakinkan diri chucky  pasti sudah  berlari ke arah sumur sehingga ia mandi hujan dan lumpur. Tiba di rumah, mondar-mandir dengan kecewa dan semakin putus asa. Barangkali sempat pula tengkurap di meja. “namun ... ia tidur nyenyak, mendengkur lagi” pikir jessica  selagi menyiapkan makan pagi. “Apakah tertimbunnya kembali sumur itu merupakan anti klimaks, sehingga kang chucky  gembira atau tidak, yang jelas chucky  masih meringkuk di bawah selimut saat  makan pagi sudah  terhidang di atas meja, bahkan sesudah  jessica  kembali dari tempat pemandian umum. Ia lihat seseorang duduk mencangkung dekat sumur. namun  orang itu bukan chucky , melainkan pak nyoto  yang segera bangkit menyongsong jessica . “Tampaknya longsor sudah  mengakhiri segala desas-desus,” kata petani itu. jessica  tersenyum. “Setidak-tidaknya, sudah  membuat suamiku bisa tertidur nyenyak!” sahutnya. “Oh ya? Syukurlah, namun ....” “Maaf pak nyoto , Kang chucky  mungkin tak ikut kesawah. Tapi tadi malam ia berpesan bahwa ia percayakan pak nyoto  bisa mengatasi segala kesulitan.”  “Aku senang mendengarnya,” kata orang tua itu. “Dan eh, apa perlu saya suruh anak wanita lesbian  saya membantu bu jessica  menyediakan makan siang?” “Untuk berapa orang pastinya?” “Enam. Plus aku dan isteriku. Empat yang kupilih, adalah tenaga-tenaga ahli...” “Kalau begitu, biarlah si Esih di rumah saja menemani adik-adiknya!” jessica  menolak dengan halus.   
Selesai jessica  menjemur pakaian chucky  belum bangun juga. Kesal, jessica  berceloteh sendirian, “Sialan! Apa kang chucky  tak perduli sama perut orang? Setan benar. Biar aku makan dahulu an, agar ia tahu rasa!” namun  ia belum sempat masuk ke rumah, saat  seseorang ia lihat mendekat ke bekas lubang sumur, terbungkuk-bungkuk, menyeret sebelah kakinya yang timpang. Nenek momo ! Hem, mau apa pula wanita lesbian  tua renta dan pikun itu di sana? Bagaimana ia bisa muncul begitu saja? jessica  tidak melihatnya sama sekali datang dari jurusan Utara, pada jalan yang berhadapan dengan pekarangan belakang rumah mereka. “Hai. nek.” sapanya, seraya mendekati wanita lesbian  tua itu. Nenek momo  bergerak, menoleh. Wajahnya yang keriput dan kotor kehitam-hitaman, bukan sebuah pemandangan yang enak untuk dilihat. Lebih-lebih sinar matanya yang kecil seperti mata burung elang mengintai mangsa. Mulutnya terkatup, tidak menjawab. dan sikapnya tidak bersahabat. Ciut juga hati jessica . “.... mari masuk ke rumah, nek..!” ia mengajak, meskipun hatinya tidak merasa tenteram melihat kehadiran wanita lesbian  itu. Sinar mata nenek momo  memandangi lebih lunak. Bukan jawaban yang keluar dari mulutnya.  namun  gumam lirih yang tidak berketentuan, ”Kosong lagi. Apa yang ada di tanah tertutup. namun  rasa-rasanya memang akan kutemukan disini...” “Apa yang kau cari nek?” tanya jessica  ingin tahu. Nenek tua itu memandang jessica  lurus-lurus, lalu “Emas.” Jawabnya. Pelan hampir-hampir berupa bisikan. "Emas hatiku!” ia melanjutkan. jessica  tercengang Jangan-jangan benar kata orang. bahwa nenek ini tidak waras. Ia ingin bertanya lebih lanjut. namun  wanita lesbian  tua itu sudah bergerak menjauh dan pergi, tanpa menoleh-noleh. Menyeret sebelah kakinya yang timpang.   
chucky  terengah-engah dalam tidurnya. Bayangan seseorang -- apakah orang itu dirinya sendiri? -- samar-samar bergerak dalam remang-remang senja yang temaram, Lambat dan hati-hati. Bayangan itu bahkan bagai menari-nari di antara batang-batang pohon karet yang menjulang tinggi. dengan daun-daunnya yang rimbun menambah gelap jalan yang ia lalui. Angin bertiup kencang, dingin menggigilkan tulang. Bayangan itu mengendap terus. rasanya lama dan jauh sekali. Sampai akhirnya, seolah ada sebuah tenaga gaib yang menyentakkan tubuhnya, bayangan itu sekonyong-konyong terhempas jatuh... Oh, tidak. Tidak. Bayangan orang itu tidak jatuh. melainkan berjongkok dengan tiba-tiba, bersamaan dengan terdengarnya suara percakapan yang sayup-sayup terbawa angin. Orang itu berhenti sejurus. Menahan napas. Kini suara percakapan tadi terdengan lebih jelas: “.... akang berjanji palsu!” ujar seorang wanita lesbian , dengan suara lirih dan kecewa. “Mengapa kau bilang begitu. Nengsih?” sahut suara lainnya. Laki- laki. Berat dan agak parau. “Buktinya akang belum melamarku juga....” “Tapi isteriku..” “Bukankah akang sudah berjanji akan menceraikannya!” “Aduh, Nengsih. Mana mungkin? la sedang hamil tua dan...” “Dan aku? Kang. aku.. aku juga sudah hamil. Mama sudah mulai curiga, kang... namun  belum bertanya-tanya, kalau semua orang sampai tahu, aduh. kang.. Namaku dan keluargaku akan tercemar...” suara wanita lesbian  itu kini setengah menangis. “Husy. jangan cengeng. Aku akan bertanggung jawab. Percayalah,” si laki-laki  menghibur. “Sunguh” “He-chan” 
“namun ...” “Ngg, kau tak percaya akang ya?” Tidak ada sahutan. Sepi. Sesaat. Dua. Tiga.. Lalu. terdengar berkeresak-keresek. ditambah  suara mengaduh yang halus dan manja. Mendengar suara-suara yang ganjil itu, bayangan orang yang bersembunyi di balik semak belukar bergerak lebih dekat, menguakkan semak lebat yang menghalangi pemandangan dia... Dan ia segera menarik mundur kepalanya ke belakang, duduk terhenyak. Sepasang matanya membesar dan dadanya naik turun dengan cepat. la mengaturnya, bahkan meremasnya. la merasakan sakit yang amat sangat. la ingin menjerit, ingin marah, ingin memaki-maki. ingin berbuat apa saja. namun  yang mampu ia lakukan hanyalah duduk terhenyak dengan sekujur tubuh terasa luluh. Hatinya hancur. Teramat hancur. dan sudut-sudut matanya mulai basah oleh butir-butir air hujan. Entah berapa lama ia dalam keadaan seperti itu, ia tidak tahu. la baru tersadar waktu terdengar suara wanita lesbian  itu lagi, “Sudah ah.. kang” lirih dan manja. Manja sekali. “Mh, sebentar dong...” “Kang, aduh..” Bayangan orang di balik semak belukar yang gelap' itu menggigil dengan hebat. la tak sudi melihat perbuatan orang-orang terkutuk itu lagi. la tak sudi mendengar ucapan-ucapan mereka yang kotor dan busuk. Ia harus pergi. Harus! Lalu pelahan-lahan, bayangan yang itu bergerak mundur.. mundur, terus mundur. Sesudah  agak jauh. baru ia berdiri, memutar tubuh, lalu  mulai berlari. Berlari, berlari... terus berlari, sampai kakinya terasa seperti akan lepas dari persendiaan tubuhnya, sampai jantungnya tidak kuat lagi menggebu... Namun ia terus berlari, malah kalau mungkin. ia akan 
berlari sampai malaikat-maut datang mencabut nyawanya dari raganya. Matanya perih, pandangannya menjadi gelap. Pekat. gelap, dan di antara kegempaan itu beribu-ribu warna bermain-main simpang-siur. Merah, jingga, lembayung. kuning. merah tua. hitam.. merah menyala seperti darah. Bergelombang-gelombang, seperti ombak yang menggulung dilanda topan, menerpa dengan dahsyat, menenggelamkan tubuhnya dengan kejam. Dalam keadaan yang putus asa. Ombak itu perlahan-lahan reda, warna-warni yang mengerikan itu pelahan-lahan berubah lembut. manis dan indah. la merasa seperti melayang-layang dan kakinya yang berlari terasa amat ringan. Entah berapa lama waktu sudah  berlalu saat  itu. Dan ia tidak peduli. Tidak mau tahu. Dengan perasaan nyaman, kakinya mulai berhenti berlari. dan kini berjalan santai ke arah pinggir sebuah sungai. Udara cerah, langit biru jernih, angin bertiup sepoi-sepoi basah. Suara air sungai menerpa batu terdengar seperti nyanyian merdu yang merangsang, Rangsangan itu datang dari sesosok bayangan wanita lesbian  yang sedang duduk tercenung di atas sebongkah batu besar dan pipih. Sepasang kakinya yang indah terjuntai ke bawah, dipermainkan air yang menjilat-jilat betisnya yang mulus dengan mesra. saat  ia mendekat, wanita lesbian  itu menoleh. Sepasang matanya yang bulat, tampak redup. Bertentangan sekali dengan alam di sekitarnya, bahkan dengan kesemarakan tubuh dan rambutnya yang berkibar-kibar ditiup angin. Mata yang bulat dan redup itu, basah. dan tetesan-tetesan air bening melebihi kedua belah pipinya yang halus. “Apa yang kau tangisi, Nengsih?” ia bertanya. Gadis itu menunduk, dan tangisnya meledak.  la lalu bergerak turun ke air, mendekati gadis itu, dan merangkulnya dengan lembut. Gadis itu membalasnya, menangis di dadanya. Ia belai rambutnya yang panjang bergelombang. ia usap bahunya yang 
halus dan hangat. ia angkat dagunya yang lembut dan mulus. Bibir yang merah dan basah itu, terbuka sedikit. Napasnya yang hangat menggebu-gebu keluar, menarik-narik kelaki-laki annya yang sudah terbuai. Dan saat  pelan-pelan ia cium bibir yang merekah itu, seseorang tahu-tahu, sudah berseru dari kejauhan : “Hai, apa yang kalian kerjakan di situ, eh?” la terdongak, dan di atas tanah yang ketinggian, bukan saja satu. melainkan dua. tiga, empat... ah, mengapa demikian banyak orang sudah  berada di sana? saat  ia perhatikan, tiba-tiba sekali ia bisa mengenali salah seorang di antara mereka yang menunjuk-nunjuk ke arah dirinya dan gadis itu. Orang itulah yang barusan tadi berseru, dan orang itulah yang kini bersuara lebih keras mengatasi suara orang-orang lainnya: “Zinahi Terkutuk! Biadab! Jadi, kau yang membuntingi dia. yaaaa??” Mendengar tuduhan itu. ia jadi terkesiap. Tiba-tiba ia sadar, bahwa ia sudah  terjebak. Dengan gugup, ia membantah, “Bukan aku... bukan...” “Ha?” jerit orang itu, dan yang lain-lainnya berteriak marah. “Sudah kami buktikan di depan mata. masih membangkang eh?” Lalu. orang-orang itu bergerak turun, berlari-lari mendekat. Laki-laki malang itu menjauhi si wanita lesbian  dan dalam keadaan panik ia berteriak, “Tanya si Nengsih! Tanya si Nengsih!” Orang-orang kampung yang sudah mengepungnya itu, tertegun. Lalu seorang bertanya, “Siapa yang membuntingi kau. nengsih?” Si gadis mengangkat kepalanya memandangi orang-orang itu satu persatu, dan berhenti agak lama pada wajah orang yang menggumulinya. Diantara pepohonan karet, orang yang berjanji akan menceraikan isterinya sendiri, orang berjanji akan 
mengawininya, orang yang kini memandanginya dengan sinar mata tajam, buas dan penuh ancaman. Nengsih bergidik sedikit, lalu  matanya beralih pada laki-laki yang sudah  menciumnya, dan kini berdiri gemetar diantara pengepung. Dari mulut Nengsih, terdengar bisikan, “Tar-jo. Dia yang ...” Ucapan Nengsih tenggelam di antara teriakan-teriakan marah dari enam orang laki-laki berwajah buas, dan teriakan ketakutan dari seorang laki-laki yang tidak berdaya. Badai tiba-tiba menggelegar di pinggir sungai itu. Badai pukulan, tinju, tendangan. caci maki, sumpah serapah. Badai kemarahan yang bercampur dengan badai keputus asaan... “Aduuuuuhu. ampuuuuuun!” seraya mengaduh. chucky  terlonjak dari tidurnya. Seakan menghindari datangnya hujan pukulan. Kepala ia rundukkan dan kedua tangan bergerak jessica r kian kemari berusaha melindungi diri. la berlaku demikian lama, sampai lalu  ia merasa letih tanpa menghasilkan sesuatu. Perlahan-lahan gerakannya berhenti. la menoleh ke sekeliling dan segera sadar bahwa ia berada dalam kamar tidur. Sendirian. “Ya Tuhan..” ucapnya dengan suara kering. “Syukurlah semua itu cuma impian...” namun  saat  ia melap keringat! yang membanjiri jidatnya, ia tiba-tiba teringat sesuatu. “Mimpi? Dan begitu nyata?” bisiknya, lantas tubuhnya mulai gemetar. “Seperti malam-malam yang lalu...” la coba mengingat kembali impian yang datang secara berturut-turut itu. Hujan yang deras. langkah-langkah kaki yang diseret. Suara cekakakan dan mengejek. Dan seseorang yang dipaksa berjalan dengan kedua tangan terikat ke belakang sambil sesekali mendapat tambahan tendang dan tinju. Suara orang memerintah agar berjongkok. Lalu meralatnya agar bersimpuh.. lalu lagi, kilatan pedang di udara, dan kepala yang menggelindirlg jatuh. Sebelum kepala itu melayang ke lembah, lenyap ditelan kegelapan malam. Masih sempat sepasang matanya yang terbuka lebar, menatap algojo- algojonya satu persatu, sehingga pembunuh-pembunuh itu sama bergidik ketakutan. Jelas tampak wajah laki-laki yang kepalanya sudah putus dari badannya itu. Wajah orang yang juga tampak dalam impian… chucky  sebelum tadi ia terbangun. Wajah yang sama. Dan kini ia tahu namanya, soebandrio ! DENGAN badan yang letih lesu, jessica  tiba di rumah menjelang tengah hari. Yang pertama-tama menarik perhatinnya adalah bekas sumur yang sudah menimbun sendiri itu. Lalu rumahnya yang sepi. saat  ia buka pintu dan masuk ke dalam, sarapan pagi masih lengkap di atas meja. tak disentuh. Keadaan di dapur berantakan, sebab  sehabis memasak hidangan untuk pekerja-pekerja di sawah, ia tidak keburu membereskannya. Rasa letih dan lesu. jessica  kini bertambah dengan rasa pusing, melihat keadaan yang berantakan itu. la lantas bergegas masuk ke kamar, dengan muka yang merah menahan marah. “Nyenyak tidurnya, paduka?” ia bertanya dengan suara setengah berteriak. dan jelas dengan nada menyindir. chucky  yang termangu-mangu di tempat. Wajahnya tampak pucat, bibirnya kering, dan sinar matanya kosong. Kakinya yang menjuntai di pinggir tempat tidur, gemetar. Tak sepatah katapun yang ke luar dari mulutnya. namun , keadaannya sudah cukup menjelaskan segala sesuatu pada jessica . yang sesaat  itu juga menyesali cemoohan yang terlanjur ke luar dari mulutnya. Sesudah  tertegun sejenak memperhatikan keadaan suaminya, jessica  menghambur ke tempat tidur. Memeluk laki-laki itu erat-erat, mendekapkan wajahnya yang pucat itu ke dadanya yang hangat. la kembali menyadari bahwa semenjak suaminya frustasi akibat dipecat dari kantor. chucky  membutuhkan kasih sayang seorang ibu dari pada kasih sayang seorang isteri. 
Maafkan aku, sayangku.” jessica  berbisik lembut. “Aku tak tahu, kalau kau sedang sakit...” Di dadanya. terasa kepala chucky  bergerak-gerak menggeleng. “Mimpi buruk lagi. yang?” Kepala itu mengangguk, lambat-lambat. jessica  berusaha tertawa. Lembut menghibur. “Ah, jangan dipikirkan lagi. Ayoh, bangkitlah. Aku akan menemanimu mandi, lalu  makan, perutku sudah lapar.” Bagaimanapun, kehadiran jessica  di sisinya sedikit banyak sudah  membantu hadirnya semangat chucky  kembali. Tak ubahnya seorang anak kecil yang ketakutan dan kini mendapat perlindungan dari ibunya yang penuh kasih. chucky  lalu  menurut saat  diajak oleh jessica  ke luar dari kamar. namun  ia hanya menemani suaminya sebentar di kamar mandi. “Kau mandilah ya? Aku akan menghangatkan makanan, dan menyiapkan pakaian gantimu...” Lalu ia keluar dan pergi ke dapur. namun  sebelum mengerjakan sesuatu, pikirannya terpecah pada keadaan suaminya. Impian buruk apa lagi yang mengganggu chucky , sesudah  pemenggalan kepala yang mengerikan itu? jessica  bergidik, lantas bergumam.. “Aku harus tabah. Jangan menambah lemah mental kang chucky . Dan aku sebentar lagi harus pergi ke sekolah...” Dan, iapun mulai bekerja. Terburu-buru. la begitu lelah sepanjang hari. Begitu banyak pekerjaan yang harus ia lakukan. Pagi-pagi membersihkan seisi rumah. Mencuci. Lalu memasak hidangan makan siang untuk setengah lusin orang. Mengantarkannya ke sawah. Ikut mengawal petani-petani mengetam, dan sempat pula melihat pembagian hasi. Pulang ke rumah, masih harus membereskan segala sesuatunya yang berantakan. Lalu kini harus mengajar. Di depan kelas, matanya terasa sangat berat. sehingga bunyi lonceng tanda pelajaran terakhir, benar-benar merupakan hadiah paling menarik untuknya pada hari itu. 
Tanpa menunggu. ia lantas bergegas pulang, jessica  hanya sempat omong-omong sebentar dengan suaminya. Begitu malam mulai jatuh ia sudah  naik ketempat tidur. Begitu kepalanya menyentuh bantal, ia segera menguap. Sekali. Dua. Tiga. Banyak sekali. la tidak sempat menghitungnya. sebab  ia sudah jatuh tidur selagi mulutnya masih menguap... Demikian lelap jessica  tertidur, sehingga ia tidak mendengar suara berisik dari meja dan kursi yang bergeser di ruang tengah. Lalu ada suara langkah-langkah kaki di atas para. Karpus yang melapisi langit-langit lepas dari beberapa tempat. Sebagian jatuh di atas selimut yang menutup tubuh jessica . sebagian lagi ke tempat di sampingnya yang kosong. Tempat yang seharusnya ditiduri oleh suaminya, chucky . Ranjang berderit saat  jessica  menggejessica t sedikit. Sepi dan diam menyentak sesaat  di atas para. Lalu suara langkah-langkah kaki lagi dan serpihan-serpihan kapur berupa remeh-remeh putih kekuning-kuningan bertambah banyak jatuh. Kembali suara meja dan kursi digezerkan di ruang tengah. langkah-langkah kaki lagi-lalu  suara pintu dibuka lantas ditutupkan kembali dengan hati-hati. Anehnya, dalam tidurnya. jessica  masih pula menguap! Sampai perih mata chucky  sebab  berkali-kali ia pejamkan tanpa hasil. Selalu matanya terbuka lagi, terbuka lagi. Lebar dan nyalang. Dan tiap kali kelopak matanya terbuka, tiap kali pula terasa ada suatu tarikan magnit yang seakan berusaha untuk mencabutnya sampai-sampai air matanya merembes ke luar. la berbaring lemah di samping jessica  yang sudah tidur. Akhirnya suatu kekuatan gaib seolah memaksanya turun dari tempat tidur. Entah mengapa ia langsung pergi ke ruang tengah, menggeser meja ke bawah lubang para dan menempatkannya sebuah kursi di 
bawahnya lalu naik. la tidak mengerti, mengapa harus itu yang ia lakukan. Pikirannya tidak bisa bekerja sama sekali otaknya beku. Syarafnya hanya bergerak menurutkan sebuah perintah yang datangnya tidak lewat selaput telinga namun  langsung menyentuh otak. Seakan-akan, apapun yang harus ia lakukan, sudah tertulis nyata di otaknya itu, tanpa ia harus memikirkannya lagi. Namun hati kecilnya masih mampu bekerja. namun  demikian lemah. demikian tidak berdaya. Sehingga hati kecilnya rasanya bisa berteriak-teriak dengan putus asa. “Kau sudah diperbudak!” Kau sudah diperbudak? Sebagai seorang budak yang patuh ia berjongkok di depan batok kepala yang kotor dan berkeriput itu. la menunggu dengan patuh menunggu dengan perasaan cemas dan takut. Bulu kuduknya meremang Jantungnya menggebu dengan cepat sama cepat dengan teriakan lelah disanubarinya. “Lari. Cepat lari. Tinggalkan mahluk terkutuk itu!” Kakinya lebih terkutuk lagi. Kaki yang bergerak menurutkan perintah otaknya untuk naik ke atas para, dan sesudah  berhadap-hadapan dengan batok kepala manusia bernama soebandrio  itu, justeru menjadi lumpuh tanpa daya. Kelopak mata yang berkerut-kerut itu perlahan-lahan bergerak. Dan warna merah kehiru-biruan bagai sinar lazer yang tiba-tiba ditembakkan, membentuk sepasang garis lurus langsung ke mata chucky  yang tidak berkedip walau sepicingpun, meskipun hati kecilnya berteriak-teriak dengan marah: “Tutup! Tutup matamu, jahanam!” Terlambat sudah. sebab  lewat sinar mata itu otaknya sudah menangkap sebuah kalimat pertanyaan : “Sudah kau lihat dalam mimpimu apa yang sudah  terjadi?” chucky  menelan ludah. la ingin membuka suara, namun hanya mampu menggerak kepala. la mengangguk-angguk. 
“Nengsih adalah cinta pertamaku. Aku begitu tergila-gila padanya. Aku tahu, ia lebih menggilai pengawas onderneming yang kaya raya namun  sudah punya bini dan anak selusin itu.. Aku terpaksa menikahinya... namun  haram aku menjamah tubuhnya. Bangsat pengkhianat itu.. dengan anak haram jadah dalam perutnya... Apa yang lebih baik kau lakukan? Menceraikannya, bukan?” Lagi. chucky  manggut-manggut, tanpa sempat berpikir apakah memang itulah jalan yang terbaik. Menikahi si wanita lesbian  busuk, lalu  menceraikannya begitu saja. Barangkali memang itulah satu-satunya jalan terbaik. Toh si wanita lesbian  hanya membutuhkan seorang laki-laki untuk dicap sebagai ayah dari anak haramnya. Sesudah  itu, gampang baginya mencari laki-laki lain. la masih muda. Cantik. dan bertubuh montok sesudah  beranak satu... “Sekarang adalah bagianku!” suara gaib itu menyentuh otak chucky  lagi. “Bawa aku ke sana!” chucky  semula akan membungkus batok kepala itu dengan selendang jessica , namun  batok kepala itu seakan berteriak marah: “Biarkan aku menghirup udara yang lebih segar!” Ia hanya kebingungan sebentar. Dengan cepat ia sudah  bisa mengambil keputusan. Rambut di batok kepala itu panjang tergerai. la menjambaknya dengan tangan gemetar. rnenggumpalkannya di dalam telapak tangannya, lalu  mengangkat lunak kepala itu dengan hati-hati. Tak ubahnya mengangkat dinamit yang masih aktif, yang salah sentuh saja sedikit, bisa meledak... sia-sia chucky  mengingat di mana letak tempat yang ia lihat dalam impiannya tadi pagi. la dilahirkan di desa ini, dan sebelum dibawa merantau ke kota oleh pamannya, ia sempat menjelajah ke desa-desa di sekitarnya bersama anak-anak yang sebarya dengan dia. namun  saat-saat manis itu sudah  lama berselang. la mungkin sudah lupa keadaan desa-desa yang pernah ia kunjungi. Lebih-lebih lagi, desa yang lihat dalam mimpinya, suasananya adalah suasana kira-kira seratus tahun yang sudah  
lampau. Dan meskipun barangkali sempat dikunjungi chucky , tentulah keadaannya sudah jauh berubah. Apalagi sekarang! Namun, ajaib. Otaknya seperti mendapatkan petunjuk. Kedua kakinya melangkah dengan tetap, dengan tujuan yang pasti. Melangkah demikian enak dan ringan. Bahkan sesekali ia berlari, tanpa merasakan letih. Setiap otot di tubuhnya seakan tiba-tiba sudah  menyerap tambahan tenaga, entah darimana datangnya. Dalam gelap pekat, apalagi sebab  ia harus menjauhi jalan umum dan menerobos semak belukar dan hutan rimba. Bulan yang pucat bersinar lemah, namun  hal itu tidak menghalangi chucky . la terus berlari seolah harus berpacu dengan waktu. Balok kepala yang ia jinjing, berayun-ayun kian kemari. Angin malam bersiut-siut. Dingin, menusuk. kartosuwiryo  berjalan hilir mudik di kamar tidurnya. Entah sudah berapa batang rokok yang sudah ia habiskan. ia tidak ingat lagi. Sudah pula ia berulang kali menuangkan kopi yang ia reguk panas-panas, namun kegelisahannya tidak juga mereda. Sesekali ia berhenti kalau mendengar isterinya, Saerah mengerang-erang kesakitan. “Aduhh, kanh... Tolonglah, akang...?” Bergegas kartosuwiryo  mendekati isterinya, dan bertanya dengan gugup: “Sudah mau keluar? Sudah mau keluar?” Saerah mengelus perutnya yang membukit menjawab dengan suara setengah menangis: “Iya, kang. Rasanya....” “Tahan dahulu ! Jangan dahulu ! Sebentar lagi paraji datang!” Isterinya menggigit bibir, berusaha mengangguk. kartosuwiryo  melap keringat yang membasahi wajah isterinya. Memijit-mijit 
tubuh wanita lesbian  itu di bagian-bagian tertentu, seraya mengucapkan kata-kata menghibur. saat  ia sendiri sudah sangat berkeringat dan sangat butuh dihibur, isterinya bergumam: “Gerakannya sudah berhenti, kang...!” “Bagaimana rasanya?” “Sudah lebih enak…” Sekarang. Saerah sudah tertidur. namun  sewaktu-waktu bayi dalam kandungannya pasti bergerak lagi, dan Saerah akan mengerang-ngerang kesakitan. Bahkan menjerit-jerit minta tolong. kartosuwiryo  bisa membayangkan penderitaan Saerah. Itu adalah kandungannya yang pertama, namun sudah  berumur hampir sepuluh bulan. Belum juga brojol ke luar.... Malam ini kandungan isterinya demikian jessica r gerakannya. kartosuwiryo  bahkan melihat sendiri bagaimana bagian-bagian tertentu dari perut isterinya seperti ditendang- tendang dari dalam. Adiknya Damiadi, sudah satu jam pergi untuk memanggil paraji namun  belum pulang-pulang juga. Mungkin paraji sedang mengurus wanita lesbian  lain yang mau melahirkan. Memang ia dengar-dengar, ada sekitar lima orang yang sedang menunggu datangnya bayi di kampung mereka... kartosuwiryo  berjalan ke dapur, seraya menghirup kopi dengan pikiran melantur kian kemari. “Aku tak percaya segala macam omong kosong itu!" gerutunya sendirian. "Kandungan Saerah mungkin saja hanya sebab  kelainan phisik semata...” Sepuluh tahun sudah ia menikahi wanita lesbian  itu. namun  belum juga memperoleh keturunan. Mantri Kesehatan di kampung mereka mengatakan mungkin salah seorang antara suami isteri itu mandul adanya. Ingat benar kartosuwiryo  bagaimana ia marah mendengar tuduhan itu. Hampir saja Mantri kesehatan ia pukul, kalau tak disabar-sabarkan oleh Saerah. Dengan mengorbankan gajinya sebulan sebagai juru tulis desa, kartosuwiryo  memboyong 
isterinya ke kota. la terpaksa pulang lagi ke kampung untuk menggadaikan dua kotak sawah, sebab  dokter spesialis kandungan di kota meminta biaya besar untuk mengubah susunan kandungan isterinya yang kata dokter itu, menyimpang. namun  sesudah  isterinya pulang dari opname di Rumah Sakit itu lewat lima tahun, belum juga isterinya mengandung sehingga sesekali sempat kartosuwiryo  mendoakan hal bukan-bukan yang ia tujukan kepada si dokter. “Semoga uangku yang ia makan membuat perutnya busuk dan bernanah....l” kartosuwiryo  mengisap sebatang rokok lagi. “Hem!” gumamnya. “Barangkali doaku yang tak pantas itu yang menyebabkan semua ini terjadi.” namun  apakah memang demikian? sudah  berapa orang dukun dan ahli-ahli kebatinan yang mereka datangi. Hampir semua memberikan jawaban yang sama: “Ini mungkin pembawaan kutuk turunan...” Hampir gila rasanya kartosuwiryo  kalau ingat semua itu. la mempersetankan ucapan mereka, dan hanya memohon agar mereka membantu. Itu saja. Lalu seorang dukun yang tersohor memberikan ramu-ramuan untuk diminum dan sebagian dipakai menyiram tubuh kalau isterinya mandi. Kandung telur Darman bahkan sempat diurut-urut oleh dukun itu, sesudah  mana ia berkata dengan suara puas: “Kau akan segera dapat keturunan. Tiduri isterimu malam ini dengan membiarkan jendela terbuka sampai pagi...” dukun itu malah sempat berseloroh: “Makin dingin makin enak bukan?” Dan dua bulan lalu . Saerah berhenti haid. “Dan kini sudah hampir sepuluh bulan, namun  anak yang kurindukan itu belum mau juga melihat  bapaknya, sungut kartosuwiryo  lagi. Apakah ada yang salah dalam ramuan dukun itu? 
Atau sesuatu yang salah dari pekerjaan dokter di kota? Atau dukun-dukun dan  ahli kebathinan itu memang mengatakan hal yang sebetulnya ? Ingin rasanya kartosuwiryo  mempersetankan semua itu. namun  sambil menunggu paraji datang, apa salahnya menganalisa hal itu. Lalu otaknya mulai bekerja keras menyusun silsilah keturunan mereka berdua. Keturunannya sendiri. dan garis keturunan Saerah... Nenek kartosuwiryo  sempat menginjak usia delapan puluh tujuh tahun. Sebelum bejessica u meninggal dunia dengan tenang. la pernah bersuami hanya satu dan anaknya hampir selusin. Ia dahulu  pernah kawin lagi. namun  konon menurut desas-desus, buyut kartosuwiryo  sempat main gila dengan seorang anak kuli penderes karet. Namun entah bagaimana, desas desus itu lenyap begitu saja sesudah  anak gadis penderes karet itu kawin dengan orang lain. Kalau tak salah, begitu menurut cerita nenek kartosuwiryo , gadis penderes itu diceraikan suaminya sesudah  anak mereka lahir. la lalu  kawin lagi dengan laki-laki lain, dan beroleh beberapa orang keturunan. Akan halnya anak wanita lesbian  yang ia bawa dari perkawinan yang pertama, lama sekali baru mendapat jodoh. sebab  tersiar kabar bahwa wanita lesbian  itu dilahirkan haram. Baru sesudah  menginjak usia tiga puluh tahun, si anak wanita lesbian  yang bernama Parmomo  dan sempat menjadi teman bermain nenek kartosuwiryo , dilamar seorang laki-laki pendatang dari desa lain. Lima tahun sesudah nya mereka memperoleh keturunan juga seorang anak wanita lesbian . Anak itu cantik. pembawaannya menyenangkan. Namun entah bagaimana, gagal saja setiap usaha orang tuanya untuk menikahkannya. Sesudah  berumur dua puluh enam tahun, barulah anak wanita lesbian  yang bernama Sumirna itu mendapat jodoh. Malang baginya, seperti juga ibu dan neneknya, ia baru memperoleh keturunan sesudah  usia perkawinannya melewati masa 7 tahun. la meninggal saat  melahirkan anaknya, disusul oleh nenek anak itu, sehingga si bayi merupakan keturunan terakhir dari generasi si penderes karet. 
Dari hasil hubungan haramnya dengan buyut kartosuwiryo . Juga anak itu wanita lesbian , dan diberi nama Saerah oleh kepala desa yang merasa kasihan akan nasibnya yang yatim piatu. sebab  kartosuwiryo  bekerja sebagai juru tulis desa. ia jadi sering bertemu dengan Saerah. Mereka lalu  saling jatuh cinta. Semua orang menyetujui dan merestui hubungan mereka berdua, termasuk nenek kartosuwiryo . Malah neneknya yang paling berbahagia dari semua orang. “Kalau kau nikahi si Erah,” demikian sering neneknya berkata sebelum meninggal. “Berarti kau kembalikan nama baik leluhurmu. Darah turunan kita bersatu kembali. Semoga kalian berbahagia..!” Rukun tenteram, hanya satu saja kekurangannya. Kalau nenek Saerah baru menikah sesudah  berumur tiga puluh lima dan ibunya dua puluh enam, namun  Saerah menikah saat  mekar-mekamya remaja: tujuh belas. namun  sebaliknya kalau nenek Saerah baru dapat anak sesudah  lima tahun kawin dan ibunya sesudah  tujuh, kini ia sudah menikahi Saerah selama sepuluh tahun, barulah harapan mereka untuk mendapat keturunan, bisa terpenuhi. “Mudah-mudahan doa nenek terkabul!” bisik hatinya. “Siapa tahu dengan bersatunya kembali darah turunan, kebahagiaan yang tidak sempat dicicipi leluhur Saerah, mulai sekarang malah ia nikmati sepuas-puasanya...” lantas dengan hati yang agak terhibur, kartosuwiryo  meninggalkan dapur. saat  melewati kamar, ia tidak mendengar apa-apa. Tentulah Saerah belum diganggu lagi jabang bayinya. Darmamto bergerak ke ruang depan. la membuka pintu. dan memandang ke kegelapan di luar rumah. Lama benar si Darmadi pergi. Apakah paraji sedang menunggu yang akan lahir di rumah lain, dan Darmadi dengan sabar ikut pula menungguinya? Sepi sekali di luar rumah. Gelap pula lagi. Sayup sayup, ia mendengar suara lolongan anjing. Lirih, seperti nneratapi rembulan yang pucat. kartosuwiryo  segera menutup pintu kembali. la hirup lagi kopinya dan berjalan ke kamar tidur untuk menemani 
Saerah. namun  baru saja ia duduk di pinggir tempat tidur tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar. Ah, tentulah itu Darmadi membawa paraji. Damianto meletakkan cangkir kopinya di atas meja, lalu berjalan menuju pintu depan. Senyum ramah seorang tuan rumah bermain di bibirnya saat  membuka pintu. Dan... Dan. Sebuah kepala manusia tanpa badan tergantung-gantung di udara tepat didepan biji matanya! UNTUK selama beberapa detik. kartosuwiryo  berdiri terpana dengan jantung yang berdebur. Namun kesadarannya tidak segera lenyap secepat lenyapnya warna darah dari wajahnya yang sudah  berubah pucat pasi. Matanya yang terbelalak lebar sempat memperhatikan bahwa rambut di batok kepala itu mengeras lurus ke atas dan samar-samar ia melihat sebuah lengan dengan jari-jemari mencengkeram bagian atas rambut itu. Lengan yang hanya tampak sebahagian itu gemetar hebat, sehingga batok kepala manusia itu terayun-ayun lemah di udara, tampak sangat kotor dan berkerut-kerut di sana sini. kartosuwiryo  tidak mau berpikir panjang. Tangannya yang masih memegang daun pintu mengencang. Ia sudah siap membantingkan pintu itu sampai tertutup, saat  sekonyong-konyong kelopak mata yang berkerut-kerut di depan biji matanya sendiri, mulai bergerak terbuka. Bersamaan dengan itu pula, bibir keriput dari kepala itu ikut bergerak memperlihatkan seringai yang melemahkan persendian tubuh kartosuwiryo . Bau busuk menyerang hidungnya, udara di sekelilingnya menjadi lembab dan dingin membeku. la gemetar. dan tetap berusaha dengan susah payah untuk menutupkan pintu. namun  sepasang mata yang ganjil itu mulai bersinar. Sinar api yang sempurna: merah kebiru-biruan. namun  itu bukan api. Tidak terasa uap panas, melainkan kedinginan yang teramat sangat. Tidak ada kelap-kelip, melainkan cahaya yang lurus menembus ke bola mata kartosuwiryo  sendiri, menembus batok kepalanya, 
menyentuh sampai ke otak yang syaraf-syarafnya sesaat  bagai diputuskan dengan kejamnya. Lalu. otaknya yang seperti mau pecah itu, menangkap sebuah perintah tanpa suara: “Mundur!” kartosuwiryo  berusaha mengatupkam kelopak matanya. namun  gagal. Tangannya bergerak menutupkan daun pintu. Juga gagal. Kakinya goyah, berusaha untuk lari. Juga gagal. Lalu sebuah kepatuhan yang tidak terbatas menyelusupi seluruh jiwanya. Tanpa mengucapkan sepatah katapun juga, ia lantas bergerak mundur menjauhi pintu. la terus mundur, mundur, sampai pinggangnya membentur tembok di belakangnya. Ia tersadar di sana dengan punggung yang dingin, dan jantung yang bekerja teramat cepat dan keras. Demikan cepat dan demikian keras, sehingga berada di luar kemampuannya. Dan saat  seseorang muncul di ambang pintu, dengan kepala manusia tanpa badan itu terjinjing di tangannya, jantung kartosuwiryo  tak mampu lagi untuk bekerja secara nonnal. Tubuhnya menggelosor jatuh, berdebuk menimpa lantai ubin. Diam tidak bergerak-gerak lagi. chucky  melangkah maju dan sesudah  berada di dalam segera menutupkan pintu. Selama beberapa saat, ia memperhatikan laki-laki yang tergeletak di lantai itu. la ingin tahu, apakah laki-laki itu sudah  mati, atau hanya pingsan. namun  pikirannya tidak mau bekerja. Bahkan kecemasanpun sama sekali tidak terasa dalam hatinya. “.... kang?” dari kamar tidur terdengar suara wanita lesbian . chucky  tertegun. “Apakah mereka sudah datang, kang Manto?” chucky  bimbang sesaat. namun  otaknya sudah  mendapat perintah yang tidak bisa dibantah: “Bawa aku padanya!” Seperti seorang budak yang penurut, chucky  berjalan dengan langkah-langkah gemetar ke arah sebuah kamar dari mana terdengar suara si wanita lesbian . Pintunya terbuka. Dengan jelas 
chucky  melihat bayangan sesosok tubuh wanita lesbian  yang sedang hamil tua, berbaring di atas tempat tidur. saat  ia melangkah masuk, dengan kepala mahluk terkutuk itu terjinjing di tangan, wanita lesbian  itu segera melihatnya. Tidak ada jerit sama sekali. Sepasang mata wanita lesbian  itu hanya terbuka lebar-lebar seperti mau terlempar ke luar. wanita lesbian  itu bahkan berusaha untuk bangkit, mungkin didorong oleh naluri atau mungkin hanya didorong oleh sentakan kaget semata. namun  secepat bangkit, secepat itu pula matanya tertutup, lalu tubuhnya terhempas jatuh kembali di atas kasur. Pingsan. chucky  diam. Menunggu. Lalu. “Letakkan aku di sana. Cepat!” chucky  bergerak ke tempat tidur. Lalu meletakkan kepala manusia terkutuk itu di samping si wanita lesbian  yang terkapar diam di atas tempat tidur. “Buka kainnya!” chucky  membuka kain wanita lesbian  itu. “Angkat ke atas!” chucky  menarik kain wanita lesbian  itu ke atas. “Lebih ke atas lagi. Lagi...!” Kini bagian bawah tubuh wanita lesbian  itu tidak tertutupi sehelai benangpun juga. Otak chucky  menyentuh syarat-syarat di sekujur tubuhnya. la lalu bergerak tanpa perintah lagi. Kepala itu di angkat, lalu ia telakkan di antara selangkangan si wanita lesbian . Sesudah  yakin kepala itu menghadap langsung ke rahim wanita lesbian  malang itu, kain yang ia pegang lalu  ia lepaskan. lalu  ia mundur. Bergerak menjauh, namun  
terkutuk benar, ia tidak kuasa untuk mengalihkan matanya dari pemandangan mengerikan yang akan berlangsung. Kain yang menutupi bagian bawah wanita lesbian  ia bergerak-gerak. Mula-mula lambat, lalu  jessica r dan semakin jessica r, sesekali tcrlonjak-lonjak. Telinga chucky  seperti mendengar suara menghisap - ataukah itu suara mulut menghirup? - lalu si wanita lesbian  tiba-tiba membuka lebar kedua matanya. Bersamaan dengan itu. tubuhnya terlonjak dengan hebat. Sebuah pekik kesakitan yang menyayat tulang, lepas dari mulutnya yang kering dan pucat. Pekik kesakitan itu hanya terdengar sejenak, untuk lalu  lenyap meninggalkan kesepian yang sunyi menyentak. wanita lesbian  itu terhempas jatuh di tempat tidurnya. Entah pingsan. Entah mati. Sesuatu terlonjak-lonjak lagi di bawah kain. Lalu diam. “Keluarkan aku sekarang!” Dengan lutut gemetar dan mata berlinangkan butir-butir air. chucky  bergerak maju. la singkapkan kain yang menutupi bagian bawah tubuh wanita lesbian  itu. Semula ia menduga akan melihat darah yang bersimbah. Tapi tidak. Tidak ada darah sama sekali. Yang ada hanyalah kepala mahluk terkutuk itu yang matanya menyorot langsung ke mata chucky . yang bibirnya menyeringai lebar. Bibir yang kini sudah kemerah-merahan. Ada darah menetes membasahi dagunya... Tidak. Masih ada sebentuk benda lain. Yakni, segumpal benda lembut tak lebih besar dari kepalan tangan. Terdiri dari kulit membalut daging sepasang tangan yang kecil-mungil, sepasang kaki, dan sebuah kepala dengan rambut yang gomplok subur namun  dengan kelopak mata terkatup dan bibir yang membentuk garis tajam, seolah ditarik darh dalam oleh sebuah kekuatan gaib. Bayi itu tidak berwarna merah seperti lazimnya bayi yang baru lahir. Melainkan pucat, dengan kulit yang kering. Tidak ada suara 
tangis sama sekali. Tangis orok yang beruntung masih mendapat tempat di pojok dunia yang sudah sempit dan berbau busuk ini. Pintu depan masih terbuka saat  Darmadi tiba bersama seorang paraji wanita lesbian . Mula-mula kedua mereka tidak memperlihatkan hal itu. Mereka barulah merasa heran saat  melihat kartosuwiryo  duduk mencangkung di lantai. dengan punggung bersandar ke tembok. la tidak bangkit untuk menyongsong adik dan paraji itu. la malah tidak bergerak sama sekali. la hanya memandang kedatangan mereka dengan tatapan mata kosong tidak bersinar sama sekali. “Apa kerjamu ini, kang?” tanya Darmadi, heran. kartosuwiryo  tidak menyahut. Perasaan tidak enak menyelusup dalam diri Darmadi. Ia segera berlari ke kamar tidur, diikut oleh ibu Paraji. Di ambang pintu yang menganga lebar, mereka sama tertegun. Kakak ipar Darmadi berbaring ditempat semula Darmadi terakhir melihatnya. namun  sebuah perubahan besar sudah  terjadi atas diri Saerah. Wajah Saerah pucat tidak berdarah. Tubuhnya diam, tidak memperlihatkan tanda-tanda hidup sama sekali. Lebih aneh lagi, perutnya yang menggunung tampak sudah kempes. Lama mereka berdua terpana di ambang pintu, sampai lalu  ibu Paraji yang mula-mula sadar lalu bergerak mendekati tempat tidur. Kain yang menutupi bagian bawah tubuh Saerah, ia angkat dengan tangan gemetar. saat  kain itu terlepas dari tangannya, ibu Paraji menjerit, lalu lari pontang-panting ke luar dari rumah yang menakutkannya itu. Darmadi merasakan sekujur tubuhnya dingin. Sesaat saat  ibu Paraji tadi menyingkapkan kain kakak iparnya, matanya sempat menangkap benda aneh di sana. la tidak melihat adanya darah... 
Dengan menguat-nguatkan hati. Darmadi kembali ke ruang depan… Abangnya masih duduk mencangkung di tempatnya semula. la melihat ke arah kartosuwiryo . Dan tampaknya ia mendengarkan dengan serius pertanyaan adiknya: “Apa yang terjadi, kang manto?” Sesaat, tidak ada jawaban. Lalu, pelan pelan bibir kartosuwiryo  yang kering membuka. Terdengar suaranya yang parau: “Siapa kau?” Tengah malam buta itu, seluruh kampung menjadi gempar. HAMPIR tigapuluh kilo meter dari kampung yang tengah dilanda kegemparan itu. jessica  menghirup udara pagi yang cerah saat  ia membuka jendela kamar tidurnya. Betapa nyaman dan tenangnya suasana di sekeliling, sehingga ia untuk beberapa saat termangu-mangu dengan kagum. Alangkah jauh berbeda dengan suasana di kota yang hiruk pikuk, dan  setiap jam yang berlalu manusia ditempa untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Di kampung ini, ia hanya membutuhkan tak lebih dari tiga jam satu hari untuk mengajar namun gajinya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga mereka. Belum lagi dari hasil panenan padi dua kali setahun dan tambahan penghasilan suaminya sebagai pembantu tata usaha dikantor kecamatan yang letaknya di desa mereka. Tanah dipekarangan samping, saat itu kelihatan basah berembun. Warnanya lebih merah, tidak lagi kehitam hitaman seperti biasanya. Tanaman kembang di samping rumah, tumbuh mekar, dan rumput mulai merambat di sana-sini. Aneh, pikir jessica . Semenjak suaminya berhenti menggali sumur yang lalu  longsor itu. udara di sekitar rumah mereka terasa lebih sejuk dan tanah lebih lembab dan berudara basah. Barangkali, kalau 
suaminya tidak berhenti. mungkin ada saja mata air nun jauh di bawah tanah. Ataukah mata air itu sudah  keluar, justru saat  sumur gajessica n suaminya sebaliknya tertimbun rapat? “Ada atau tidak mata air di bawah sana, lebih baik suamiku tidak lagi mulai menggali tanah...” pikir jessica  dengan perasaan senang. Keputusan itu tentu saja mewajibkan jessica  untuk bersusah payah setiap hari ke pemandian umum. Kini pun, lewat jendela yang terbuka ia lihat suaminya sedang berjalan ke arah pemandian itu, dengan dua ember plastik yang besar terjinjing di kedua tangannya. Suaminya tampak kekar dan sehat. ltu jauh lebih menyenangkan. daripada melihat chucky  dengan putus asa menggali semakin jauh ke dalam tanah, untuk lalu  jatuh meringkuk ditempat tidur. Sakit-sakitan. Sesudah  menghirup udara segar lagi berulang-ulang. jessica  mulai membereskan tempat tidur. saat  sprei ia kembangkan, serpihan kapur kering bertaburan kian kemari. Reflek, jessica  tengadah. memandang langit-langit, Oh pantaslah, kapur lapisan langit-langit sudah  berlepasan di sana-sini. Mungkin ada tikus besar yang berkejar-kejaran tadi malam diatas para... saat  ia menyapu lantai rumah, ia melihat lebih banyak lagi serpihan-serpihan kapur dan lebih banyak tempat di langit-langit yang lapisnya berlepasan. Bukan itu saja. Ada semacam bau tidak enak, menyentuh hidungnya. la sudah  mengembang-kempiskan lubang hidung, sudah  mengendus kian kemari. Mula dari kolong tempat tidur, kolong lemari, toilet, sampai sudut-sudut dapur. namun  ia tidak menemukan sumber bau yang ganjil itu. Waktu mereka sarapan pagi bersama, jessica  mengutarakan hal itu pada suaminya: “Rasanya bau busuk di rumah ini, kang, siapa tahu ada bangkai tikus di atas para. Tidaklah lebih baik akang periksa?” Wajah chucky  berubah. Melihat perubahan di wajah chucky . 
Hai, mengapa pula? Ah, barangkali, sebab  tidak pantas mengutarakan soal bangkai tikus, justru selagi mereka sedang menyantap hidangan pagi. jessica  merasa menyesal dan sudah akan minta maaf saat  suaminya bergumam: “Nantilah kuperiksa.” Sementara jessica  membersihkan perabotan makan di kamar mandi, chucky  naik ke para-para. Hanya sebentar ia di atas. saat  jessica  melihatnya, chucky  tengah melap meja sampai bersih. “Memang bangkai tikus, Sudah kubuang jauh-jauh, jessica !” saat  mengucapkan kalimat itu, wajah chucky  kecut dan pucat. namun  jessica  tidak begitu memperhatikannya. sebab  saat  itu perhatiannya sedang tertuju ke suatu tempat di belakang rumah. chucky  ikut menoleh. Dan ia melihat seorang wanita lesbian  tua renta, berdiri memandang rumah mereka dari kejauhan. “Aneh,” bisik jessica . “Rasanya makin sering nenek momo  muncul di desa...!” chucky  angkat bahu. Sesudah  merapihkan pakaiannya, ia mengambil map dan keluar dari rumah sesudah  pamit pada isterinya. Sudah berapa hari aku tak masuk kerja, banyak pembukuan yang harus kukerjakan hari ini, katanya. Lalu ia pergi. Diantar oleh pandangan sayang isterinya. Ah, juga diiringi pandangan mata wanita lesbian  tua itu. Nenek itu mengusap wajahnya berulang-ulang, mulutnya seperti menggumamkan sesuatu. jessica  tidak mendengar apa yang digumamkan wanita lesbian  tua renta itu. la bermaksud memanggilnya untuk singgah. namun  nenek momo  sudah pergi. seraya menyeret-nyeret kakinya yang berat.   
wajah chucky  masih kecut setiba ia di kantor kecamatan. Masih untung kalau jessica  mengira bau busuk di para-para disebab kan bangkai tikus, pikimya. saat  mula pertama menemukan anggota tubuh mahluk yang mengerikan itu di dalam sumur, chucky  sendiri memang sudah mencium bau busuk yang aneh. namun  tidak setajam yang tercium oleh hidungnya pagi ini, saat  ia naik ke para memenuhi permintaan isterinya. saat  itu, hati kecilnya berharap batok kepala itu sudah membusuk. Sudah membangkai. Dengan demikian ia akan terbebas dari pengaruhnya . Dan makhluk itu memancarkan api amarah dari sela-sela kelopak matanya, menembus keremangan di sekitar para, membunuh langsung harapan chucky  yang sia-sia. “Budak celaka.” otaknya disentuh oleh sumpah serapah yang menyakitkan hati. “Jangan harap kau bisa lepas dari cengkeramanku!” Pemberontakan dalam hati kecil chucky  mati sesaat . Pikirannya beku. Selama beberapa saat ia hanya tennangu-mangu seperti orang tidak sadar. Baru saat  ia mendengar suara jessica  di bawah menanyakan apakah ada bangkai tikus, ia tersadar dan segera membungkus batok kepala itu rapat-rapat dengan selendang milik isterinya. Bau busuk itu tidak sekeras tadi lagi. namun  sesuatu yang lain segera menarik perhatian chucky . Dasar selendang di mana bagian leher kepala itu terletak, tampak lembab dan sedikit basah. Warnanya kemerah-merahan, darah! chucky  menggigil. la tidak membalas tegur sapa pesuruh kantor yang sedang mendorong sepedanya saat  mereka berpapasan di pintu pagar. Ucapan selamat bu Nani, sekretaris Pertiwi dan satu-satunya pegawai wanita lesbian  di kantor kecamatam itu, meski ditambah  senyum manis di bibirnya yang merekah, pun tidak berhasil menggugah lamunan chucky . la langsung menuju mejanya, meletakkan map lalu menghenyakkan pantatnya di kursi, duduk termangu-mangu. 
Tiba-tiba ia sadar bahwa ia merasa asing di tempat itu. la tidak tahu mengapa ia harus berada di kantor kecamatan. Mengapa harus duduk di tempatnya sekarang. Dan apa yang harus ia kerjakan. Sesaat . ia tampak lebih bingung dari juru tulis tua pelupa yang duduk disebelah mejanya. Juru tulis itu sedang sibuk membongkar kertas- kertas dari satu laci ke laci yang lain. Lalu seperti orang Iinglung, ia menoleh pada chucky  dan bertanya dengan penuh harap. “Den chucky . Kau melihat kertas-kertas surat dari Bupati?” chucky  terkejut. “Ya pak?” “Surat Bupati. Baru sejam yang lalu kuletakkan di meja ini....” chucky  menyeringai. Kecut. “Aku belum lima menit duduk di sini pak.” “Oh,” dan orang tua itu kalang kabut membongkar laci-laci mejanya lagi. Untuk menghilangkan pikirannya yang kacau, chucky  bermaksud membantu orang tua itu mencari surat yang ia maksud. namun  dari ruangan sebelah keburu muncul kepala tata usaha dengan setumpuk map di kedua tangannya. la langsung menuju meja chucky . mengucapkan selamat pagi dan sedikit rewel dengan pertanyaan mengapa chucky  tidak masuk beberapa hari. Lalu meletakkan tumpukan map di tangannya di depan mata chucky . “Laporan tahunan BUUD dan Sekda sekecamatan,” katanya tanpa penjelasan pendahuluan . “Semrawut. Coba susun kembali.” Lalu seraya geleng-geleng kepala melihat kebingungan juru tulis, ia kembali menghilang ke ruangan sebelah. chucky  memandangi tumpukan map di mejanya. Jadi, itulah yang harus ia kerjakan hari ini.   
Lewat tengah hari, chucky  berhasil menyusun laporan itu sehingga rapi. tidak semrawut saat  ia terima. Pekerjaan yang menyita pikiran itu sedikit banyak sudah  melepaskannya dari kungkungan perasaan aneh yang ia bawa semenjak meninggalkan rumah. la pun sudah mulai bisa tersenyum saat  mengetahui juru tulis sudah  menemukan surat yang ia cari setengah mati, yang ternyata sudah agak lusuh terlipat-lipat di saku belakang celananya. Dengan perasaan lebih enak chucky  menyerahkan hasil pekerjaannya kepada kepala tata usaha. Pak Camat yang dahulu nya adalah bekas kepala sekolah chucky  saat  masih di sekolah dasar, tersenyum ke alamat chucky . ltu berarti ada tugas ekstra untuknya! “Coba bantu pak Joko membereskan berkas-berkas lama, bung chucky . kalian susun serapih mungkin di rak masing-masing. Dilap yang bersih. Jangan ketinggalan debu walau setitikpun...!” chucky  mengangguk lalu berjalan ke ruangan yang lain. Telinganya masih sempat menangkap pembicaraan antara pak Camat dengan kepala bagian tata usaha mengenai kesibukan yang segera mereka hadapi. Kepala tata usaha harus mengeluarkan biaya yang banyak untuk menyambut kedatangan Bupati minggu depan. Seekor sapi dan beberapa ekor kambing harus dikorbankan. Penduduk dikerahkan untuk membersihkan halaman rumah masing-masing memasang pagar, mengapur dan... Dan chucky  terbatuk-batuk oleh debu yang beterbangan menyambutnya saat  memasuki ruang yang mirip gudang itu. Pak Joko menoleh, dan tampak mulutnya yang tertutup di balik saputangan, mengguratkan tawa tak bersuara. la lalu  meneruskan pekerjaannya membongkar isi rak demi rak, laci demi laci. Membersihkannya satu per satu. Dan di antara debu yang tak ubahnya kepulan debu jalanan dilanggar kendaraan-kendaraan yang saling berpacu, seraya terbatuk-batuk chucky  mengikuti apa yang dilakukan oleh kepala bagian arsip itu. Banyak sekali map, kotak-kotak penuh surat, buku-buku berbagai jenis, album-album yang tampaknya sudah jarang dijamah orang. Sebagian sudah hampir habis dimakan ngengat, sebagian lain 
warna kertas atau pembungkus albumnya sudah kuning tua penanda usianya yang sudah tua. Sambil sesekali menggerutu dari balik sapu-tangan yang menutup mukanya, pak Joko menerangkan bahwa kebanyakan berkas-berkas, buku dan abum itu dapat dikumpulkan dari rumah-rumah penduduk lama dan pertama-sama didirikan di daerah mereka. Sambil menggapai-gapaikan sebuah buku, ia berkata: “Ini buku antik. isinya silsilah raja-raja yang pernah berkuasa di pulau ini. Buku ini semestinya dikirimkan saja ke museum pusat di ibu kota....” chucky  mengangguk setuju. la sendiri, iseng-iseng ikut membolak-balik isi map dan album-album tua yang dibersihkan. Saat itu ia jongkok di dekat jendela, sebab  rak tempat album-album itu letaknya paling bawah, rata dengan lantai. Salah sebuah dari album itu sudah lepas bagian-bagiannya, sehingga berantakan. Hati-hati ia menyusunnya satu persatu tanpa memperdulikan apakah lembaran-lembaran album berisi potret-potret lama itu sesuai urutannya. Sesekali matanya menangkap coretan tanggal, hari dan catatan-catatan kenangan di bawah beberapa buah photo yang sudah berwarna kuning kecoklat-coklatan. Entah mengapa. tahu-tahu saja perhatiannya tertarik pada salah sebuah lembaran album tua itu. Di lembaran itu direkatkan -hanya sebuah potret ukuran kabinet. Kertasnya mengkilat, sayang warnanya sudah tidak karuan. Potret itu kabur sekali. Selain sebab  ditumpuk tak karuan juga kabur sebab  dimakan jaman. Di situ terpampang sebuah keadaan masa silam. Seorang pe rempuan muda berpakaian adat, cantik, bersangggul, pundak putih telanjang, duduk di sebuah kursi berbentuk tahta kerajaan, memangku seorang gadis kecil peranakan. wanita lesbian  itu pasti orang pribumi. Di sebelahnya, berdiri seorang laki-laki tinggi besar, berkumis panjang. berpakaian serdadu Belanda. Dan dari tampang dan bentuk tubuhnya ia tentulah orang Belanda tulen. Masih ada beberapa orang lain di latar belakang namun  di 
samping wanita lesbian  muda yang cantik itu, perhatian chucky  juga tertarik pada seorang laki-laki berselempang, mirip pakaian pendekar jaman dahulu . Wajah-wajah itu. samar memang. namun , apakah ia pernah melihatnya? chucky  merasa jantungnya berdebar. Kencang, berpacu, sehingga nafasnya agak sesak. Dengan jari jemari gemetar, ia angkat potret itu lebih tinggi, lebih dekat ke matanya, dan lebih dekat pada sinar matahari yang menyorot lewat jendela. Di kaki kunci antik itu, disandarkan sebuah papan kecil bertuliskan hari. tanggal, bulan dan tahun. Dari penanggalan itu, chucky  bisa menghitung bahwa potret itu sudah berumur hampir sembilan puluh tahun! Tidak. Tidak mungkin ia kenal wajah-wajah itu. namun ... “Ada yang menarik perhatianmu?” Teguran pak Joko itu mengejutkan chucky . “He-eh,” cuma itu jawabnya. Pak Joko ikut memperhatikan. Mulutnya mendecip-decip. “Begitu majunya orang-orang kita dahulu . Atau ya, potrét yang bagus ini tentulah hasil kerjaan orang-orang Belanda itu. Bisa kubayangkan. Sipernotret bersembunyi di balik kamera, diselubungi kain hitam. Pijit sebuah tombol Tuuuppmmp...! Terdengar letupan kecil. Asap berkebul ke udara. Dan potret itupun jadi,” pak Joko mcnggeleng-gelengkan kepala. “Atau mungkin dengan tehnik yang lebih maju, atau lebih kuno lagi? namun , bagaimanapun itu sebuah potret yang bagus, bukan?” chucky  terdiam. Tidak menyahut. la mempertajam matanya, memperhatikan wajah-wajah itu lebih jelas. “Siapa mereka-mereka ini?” tanyanya, dengan suara bergetar. Pak Joko mengernyitkan dahi. “Eh, kenapa kau? Sakit?” 
“Siapa mereka ini?” ulang chucky  lagi. “Hem. coba kuingat-ingat.” Pak Joko garuk-garuk kepala. “Kakekku dahulu  pernah jadi pegawai residen. la sering bawa album ke rumah yang ia pinjam dari kantor. Salah satu tidak ia kembalikan lagi. ltulah abum yang sedang kau susun. Menurut kakek yang suka mendongeng kalau tengah menidurkan aku dan adik-adikku, potret itu adalah potret seorang serdadu Belanda berpangkat opsir...” Pak Joko tertawa kecil. “Lucu ya, waktu itu aku cuma tahu bahwa opsir adalah pangkat ketentaraan. Tidak ada jenderal, tidak ada Kolonel, atau perajurit. Semua opsir. Asal serdadu Belanda. opsir, sampai-sampai kalau tentara pribumi juga kami sebut...” “wanita lesbian  cantik ini isterinya?” potong chucky  tak sabar. “Hem. ya. Dan itu anak mereka satu-satunya, sampai opsir itu meninggal. Tepatnya, dia tanpa luka, tanpa menderita sakit-sakit. Mati begitu saja!” “Mati muda?” cetus chucky , lirih seraya berpikir-pikir. “He-eh. Konon diteluh seorang dukun yang menginginkan isterinya, bagaimana ciri matinya. Yang kuingat. sebelum mati, opsir itu lebih dahulu  menembak si dukun. namun  pelurunya mental, Dukun itu kami...” “Lalu... apakah dukun itu memperoleh apa yang diinginkannya?” “Tidak. Yang mendapatkan janda muda dan cantik itu. adalah ajudan sang opsir...” “Yang mana?” Pak Joko menunjuk ke orang berpakaian pendekar di potret itu, yang menarik perhatian chucky . Bukan tertarik saja. saat  mendengar janda itu justru dikawini si pendekar, timbul perasaan asing di hati chucky . Perasaan kecewa, muak, benci, dendam dan marah. Pak Joko yang tidak memperlihatkan perubahan di wajah chucky  meneruskan ceritanya. 
“Pendekar itu seorang bangsawan, konon adalah orang pertama yang membangun daerah ini. Semua sawah, sungai dan gunung di sekitar ini adalah miliknya... tepatnya. milik janda muda itu, yang diwariskan oleh almarhum suami pertamanya... Sayang. perkawinan mereka konon tak berbahagia. Terutama janda itu. la sangat sedih ditinggal suami, juga anaknya... itu tuh, anak kecil yang ia pangku. Mati beberapa hari sesudah  kematian ayahnya.” “Mengapa?” “Hem... entahlah. Kakek tak bercerita sampai di situ. Atau barangkali ia pernah juga menceritakannya, hanya aku yang lupa... Hai! Apa yang kau lakukan nak chucky ?” orang tua itu bertanya dengan suara terkejut. namun  terlambat sudah. Dengan ujung balpointnya, chucky  sudah  mencoret habis sampai menembus kertas potret di tangannya, tepat di bagian wajah sang ajudan yang tidak saja kebagian warisan tanah berlimpah ruah, namun  juga seorang isteri cantik yang mempesona... Tidak sampai di situ saja. chucky  lalu  juga merobek bagian itu, sampai wajah dan tubuh si pendekar yang beruntung itu. Tidak berbentuk lagi! “Mati kau. jahanam!” suara menggeram keluar dari mulut chucky . Suara menggeram yang berat, lirih dan menakutkan. Pak Joko tersentak mundur. “Nak chucky ..?” gumamnya terkejut. chucky  berdiri. Tegak. Nafasnya menderu-deru. Dan ia memandang orang tua di depannya dengan bola mata yang kemerah-merahan, dan dagu gemetar menahan gejolak perasaan. “Kau pasti sakit. Pasti. Lebih baik kau pulang, nak chucky . Istirahat. Nanti akan kuceritakan…” Kalimatnya terputus sampai di situ, sebab  chucky  sudah bergerak meninggalkan gudang. la melewati ruangan di mana pak camat masih sibuk berbincang-bawang dengan kepala tata usaha dan kini juga dengan dua tiga 
orang lain. Seperti saat  ia datang. saat  chucky  meninggalkan kantor kecamatan pun, ia tidak membalas tegur sapa orang-orang yang dilewatinya. Juru tulis tua itu, memandangi chucky  yang berjalan pulang kerumahnya, sampai lenyap dari pandangan. la geleng-geleng kepala, lantas bersungut. “Jangan-jangan si chucky  itu juga kena kutuk penghuni sumur yang ia gali...?” jessica  sedang menyetrika di meja ruang tengah saat  suaminya muncul di rumah. saat  mereka berhadapan, ia tidak melihat sesuatu yang janggal pada wajah suaminya. la hanya menemukan sinar mata yang aneh, yang membuat ia bertanya Tanya. “Aku letih. Ingin tidur!” “Wah. Siang-siang begini?” chucky  tidak menyahut, melainkan terus melangkah langsung masuk tak mau bercakap-cakap sedikitpun. Padahal jessica  ingin menceritakan, bahwa dia tidak mengerti kemana hilangnya salah satu selendang yang ia punya. la ingat, ia sudah  mencarinya kemaren, atau kemaren dahulu . la juga ingat sudah  mengangkatnya dari jemuran. Dan baru sekarang. waktu mau disetrika, ia baru sadar, selendang itu sudah  tidak ada di mana-mana. Tidak di keranjang, tidak juga di lemari, tidak kelihatan sama sekali. Padahal itu adalah selendang kesayangannya. Selendang itu salah satu dari hadiah perkawinan dari orangtuanya. TANPA melepaskan sepatu, chucky  naik langsung ke tempat tidur. Tubuhnya yang letih ia hempaskan di atas kasur, dan matanya terpejam erat menahan sentakan-sentakan aneh dalam 
otaknya. Sentakan-sentakan itu timbul saat  ia mula pertama melihat potret tua di kantor kecamatan. Potret wanita lesbian  muda yang cantik jelita. Potret seorang pendekar bangsawan yang tidak disukainya.... la sudah mengenal mereka. Seolah pernah berjumpa dengan mereka. namun  di mana? Dan bagaimana mungkin? la bahkan ibunya yang sudah  melahirkannya, belum lahir ke dunia ini saat  potret itu dibuat. Berbagai macam perasaan. berkecamuk dalam dadanya. Perasaan cinta. Amarah. Kecewa. Cemburu. Dengki. Kebahagiaan yang direnggut samar-samar ia dengar suara langkah-langkah kaki memasuki kamar tidur, mendekatinya, terdengar asing di telinganya. ditambah  suara yang sangat lembut. “Kang chucky . Kau berkeringat. Apamu yang sakit?” la tidak menyahut. Tidak ingin... Apa urusan orang ini dengan dirinya? “Kang chucky ? Kukerok ya?” Diam sebentar. “Atau kupijit?” Jari jemari yang lembut menyentuh kulit kepala. Pundak, lehernya lalu  jidatnya. la  merasa kancing-kancing kemejanya dilepas, lalu  tali pinggangnya, lalu  sepatu dan kaos kakinya. Apa yang dikerjakan wanita lesbian  itu atas dirinya? Mau apa dia? namun  wanita lesbian  asing itu yang tidak lain adalah jessica . Isterinya sendiri. Untunglah tidak menelanjanginya, sebab  ia sedang marah, sedang tidak enak perasaan, tidak bernafsu untuk bercumbu. wanita lesbian  itu hanya mengelus bagian-bagian tubuhnya. Mengoleskan obat gosok, lalu  memijitnya. Eh, enak juga pijitan tangan yang halus dan lembut itu. la merasa agak terhibur. Bahkan mengantuk. Rasanya ia ingin tidur. Malah, hidungnya seperti melepaskan suara orang tertidur. Suara mendengkur. Apakah ia tidur? Tidak. sebab  ia merasakan pijitan 
itu terus berjalan Makin lama makin lemah. lalu  berhenti sama sekali. la mendengar suara langkah kaki menjauh. lalu  pintu yang ditutupkan. Tidak. la tidak tidur. Pasti- Pasti ia tidak tidur. Coba, ia buka saja matanya sekarang! namun , mengapa begitu berat? Kelopak matanya seperti bertaut. Seperti dijalankan, matanya tidak mau terbuka. Semuanya tampak gelap. Pekat. senyap. Menakutkan. namun  ah... suara apa itu? Suara langkah-langkah kaki di tanah becek. Suara hujan menderas turun. Suara nafas-nafas memburu. Suara-suara memaki. Bentakan. Suara letakan pedang! Lehernya kini terasa ringan. la dapat menggerakkan, berputar. Dan ia melihat tidak saja kilatan pedang yang baru saja menabas lehernya. Adu dua wajah yang lain. namun  wajah orang-orang yang memegang pedang. Wajah seorang bangsawan. Seorang bangsawan yang berpakaian pendekar. Seorang pendekar bangsawan yang buas. “Wajah di potret itu?” teriak hati nurani chucky . Teriakan yang lemah. Tak bertenaga. Teriakan seorang yang putus asa, di tengae tengah topan badai yang melanda padang pasir. Badai? Bukan. ltu suara angin. Bersiut-siut. Suara pepohonan tumbang Suara teriakan yang riuh rendah. Ah, hanya gesekan dahan atau batang-batang bambu. Suara binatang-binatang hutan. namun  mana semua benda-berada itu? Mana semua mahluk-mahluk itu? Tidak ada. Yang ada hanya kepekatan. Kepekatan yang mengerikan. Rasa letih dan lapar yang menyiksa. namun  sesuatu yang lain lebih menggoda. Hasrat. Hasrat untuk memperoleh kekuatan. Untuk menjadikan tubuh kebal. Kebal? Mengapa? Bagaimana? Untuk apa? Ah, warna pekat itu. lembayung kini. Ada pelangi. namun  mengapa begitu lemah dan tidak melingkar? Ah, hanya warna-warna yang menari oleh tiupan angin, oleh hantaman badai. Di mana ia sekarang berada? Begitu dingin. Begitu menggigilkan. Heran, ia telanjang bulat. Dan mengapa ia begini kurus kering...? Tubuhnya hanya tinggal kulit pembalut tulang namun  itu ada dedaunan. Ada 
akar-akaran. Ada buah-buahan. Mengapa ia tidak memakannya saja? Dan mata air di dekatnya begitu jernih. Hem. segarrrrrrrr.... nyaman. Perasaannya kini lebih nyaman. Tubuhnya kini lebih kuat. Tapabrata selama empat puluh hari empat puluh malam memang bukan pekerjaan yang ringan. “Kang..?” Suara halus yang menyapa ..itu mengejutkannya. la menoleh. Dan melihat seorang gadis yang dadanya baru saja tumbuh mekar melangkah mendekatinya di sepanjang tepi mata air, menyeret-nyeret sebelah kakinya yang timpang. Timpang sejak lahir. Wajahnya yang tidak begitu cantik namun tampak redup dan merawankan hati itu, kelihatan gembira. “Aku tahu kau akan tetap hidup, kang soebandrio .” soebandrio ? Mengapa soebandrio ? Mengapa bukan chucky ? la berusaha tersenyum. “namun  aku letih. Dan lapar. ljah…” momo , gadis itu, menurunkan bakul dari gendongannya. “Ini, kubawakan untukmu. Dalam beberapa hari, kau akan sehat dan kuat kembali, seperti sediakala...” Selagi makan. ia teringat seseorang. “Mana syam kamaruzaman ?” tanyanya, seraya memandang ke sebuah batu besar yang ditumbuhi lumut. Bersebelahan dengan batu berbentuk sama, namun  licin dan bersih, batu yang ia duduki selama sekian puluh hari sekian puluh malam. “Rupanya gagal kang soebandrio . la sudah lama pulang. dan kini mengabdikan diri pada opsir Belanda itu... Malah ia sudah diangkat jadi centeng kepercayaan. untuk mengawal isteri dan anak serdadu itu..” “Hem...!” “Kau cemburu, kang?” 
“Cemburu?” Ia terkejut oleh tuduhan momo , adiknya. “Tidak. Tidak...” “wanita lesbian  itu punya suami, kang. Dan punya anak.” momo  benar. tuan tanah kedawung , bunga desa yang cantik mempesonakan itu memang sudah bersuami dan sudah punya anak. namun  apa artinya suami berkulit bule yang gagah, harta yang berlimpah ruah, anak yang mungil menyenangkan, kalau ranjang dingin saja dari satu malam ke malam yang lain? Suaminya yang opsir Belanda itu memang lalu  berhenti dari ketentaraan dan berusaha lebih memperhatikan keluarga dan harta miliknya. namun  semua itu sia-sia. Kelewang yang sudah  membabat selangkangannya dalam salah satu pertempuran, sudah  menjadikan dirinya sebagai seorang laki-laki yang tidak pantas lagi memangku jabatan seorang jantan. Dan pada diri soebandrio , anak penderes getah, perkebunan karet milik suaminya yang opsir Belanda itu, sudah  mulai menambal hati sang istri yang kesepian. Sayang, si cantik lebih banyak dikurung dalam istananya yang indah, sedangkan si kasep, hatinya bisa melamun di gubuk orangtuanya nun jauh di lembah, seraya sesekali memandang ke istana di atas bukit. Bak pungguk memandang rembulan yang minta dicumhu. Pandang yang sesekali beradu. Banyak nian artinya, namun  alangkah lebih banyak lagi halangannya. Lalu kini, syam kamaruzaman  sudah  mencoba menembus halangan itu! Sahabat yang dipercayainya yang menjadi tempat penampungan duka deritanya sudah  mencoba menggunting dalam lipatan. la harus segera kembali ke desa. la harus segera melihat apakah ia harus segera mundur teratur, atau masih diberi kesempatan membuat celah-Celah di tembok istana. Untuk itu, ia harus sehat, harus kuat seperti sedia kala. Ditambah ilmu kebal, dan sebuah jalan untuk meloloskan diri ke dalam tembok. Yakni. ilmu bathin yang diturunkan leluhurnya, dan kini sudah  sempurna dimilikinya.   
chucky  tersenyum dalam tidurnya. jessica  memandang heran, lalu  dengan perasaan yang lebih tenang membaringkan tubuh di samping suaminya. Selimut ia tarik sampai menutupi leher. Dan matanya nyalang memandang langit-langit kamar. Sepi benar malam itu. Tidak terdengar suara apapun juga kecuali suara burung-burung malam di luar dan sesekali domba-domba pak fredy krueger  mengembik di kejauhan. la mencengkeram selimut kuat-kuat, berusaha mengatasi udara malam yang dingin. Coba ia bisa memeluk dan mencumbu suaminya, tentulah malam yang dingin itu akan hangat. namun  suaminya demikian nyenyak tidurnya. Belum bangkit-bangkit semenjak siang. Kemaren juga begitu. namun  ada perbedaannya. Kemaren mengerang dalam tidurnya. Kini tersenyum. Mimpi apa gerangan kang chucky , pikir jessica  dengan sedikit perasaan cemburu menggurat di hati. Akhirnya apa yang ia harapkan terkabul juga. Suatu hari. opsir Belanda itu mengirim pesuruhnya menjemput satu- satunya orang yang diharapkan bisa menyembuhkan penyakit isterinya. “sudah  banyak obat yang diberi den soebandrio .” kata pesuruh itu seraya mereka berjalan menuju ke istana kecil mungil tempat berkurang rembulan yang ingin dicumbu itu. “sudah  dua tiga orang dukun pula yang berusaha menyembuhkan. namun  tak ada yang berhasil!” “Mengapa baru sekarang aku dipanggil?” tanya soebandrio , ingin tahu. “sebab  baru sekarang den syam kamaruzaman  mengatakan, bahwa Aden bisa menolong,” “'Hem..” syam kamaruzaman . sahabat sepermainan semenjak kecil itu, berdiri diam di tangga masuk rumah opsir Belanda itu, saat  soebandrio  dan 
pengiringnya masuk. Mereka berpandangan sesaat tidak tegur sapa. Yang ada hanya penukaran pandang mata. soebandrio  berkata lewat sinar matanya: “Tega nian hatimu.” Sebaliknya. syam kamaruzaman  mengancam: “Jangan coba-coba menghalangiku merebut wanita lesbian  itu!” Dengan perasaan marah. soebandrio  memasuki kamar tidur di mana sang rembulan sudah lama menanti didampingi suami yang cemas tiada terperi. Suasana ruangan yang mewah dan indah itu tidaklah menarik perhatian soebandrio  barang sekerdip pun juga. sebab  sesuatu yang lebih indah kini memandangnya. Sepasang bola mata yang bulat bersinar-sinar. yang dengan penyerahan kekuatan bathinnya soebandrio  bisa menangkap artinya: “Sering aku ke perkebunan. namun  aku tidak melihatmu semenjak lama...” Tarje ingin menggoda:  “Ah. baru juga beberapa puluh hari.” namun  pandangan mata opsir Belanda yang sudah dipensiunkan sebelum waktunya itu, membunuh keinginan dalam hati soebandrio . la lalu  mempersiapkan peralatannya. Sebuah dupa. Setumpuk menyan. Beberapa potong akar-akaran. Sejemput beras putih, sejempul beras merah, sebaskom air, segenggam bunga beraneka macam. Lalu bibir yang kumat-kamit membaca jampi-jampi, tubuh yang gemetar bergoyang ke kiri kekanan dengan dahsyat. Padahal. ia sendiri yakin, semua itu tidak perlu. Semua itu pura-pura belaka. sebab  dengan bertemu muka saja, sang rembulan yang terbaring lemah, sudah  memperoleh kekuatan phisik dan jiwanya kembali. Alangkah halus dan hangatnya wajah tuan tanah kedawung , saat  ia usap dengan telapak tangannya, seraya berkata dengan lirih. “Nyahlah, setan-setan yang menghuni tubuh ini!” tuan tanah kedawung  memejamkan mata, menikmati sentuhan tangan yang pertama itu lalu  tersenyum. Dan saat  soebandrio  pergi. 
wanita lesbian  itu segera jatuh tidur dengan pulas. Sang opsir merasa kagum, senang dan terharu. Hadiah-hadiah yang dikirimkan ke alamat dukun muda bernama soebandrio  itu, kembali ke alamat si pengirim dengan tambahan pesan: “Saya lakukan semua itu dengan ketulusan hati semata.” Sayang, yang jelas hatipun tak kurang adanya. syam kamaruzaman  sudah  melancarkan pukulannya yang mematikan. soebandrio  menyadari hal itu, sebab  di suatu remang petang. opsir yang gagah namun  tidak lagi jantan, itu muncul dengan wajah merah padam di depan rumah soebandrio . Sepucuk pestol berlaras panjang tergenggam di tangannya. Sesudah  memaki-maki dalam bahasa leluhurnya, ia lalu  berkata dengan suara yang patah-patah. “Kamu kau guna-gunai... aku punya nyonya!” soebandrio , dibantu oleh adiknya ljah berusaha menenangkan hati sang opsir. Sesudah  membantah, ia berusaha menyidik persoalan. Dan ia segera memperoleh jawabannya. Dalam tidurnya, tuan tanah kedawung  sering menyebut-nyebut nama soebandrio  dengan nada mesra. syam kamaruzaman  yang mendengar hal itu dari mulut majikannya, segera melihat kesempatan terbuka baginya untuk memanfaatkan situasi. “Pasti nyonya diguna-gunai oleh si soebandrio .” katanya dengan bernafsu. “Aku tahu siapa soebandrio  itu. sebab  akupun pernah bertapa bersama dia. namun  tapanya tidak benar. Ia berusaha mencapai ilmu hitam yang mengerikan.” Akibatnya... “Duar !” letusan menggema memecahkan kesepian daerah pegunungan yang tenang itu. Sang opsir terbelalak. Peluru yang ia tembakan, mental dari sasaran di dada soebandrio , dan membalik ke arah dirinya. Jarak tembak yang demikian dekat, dan pukulan balik oleh dorongan bathin yang dahsyat menyebabkan peluru makan tuan. Langsung menembus jantung. Opsir Belanda itu mati sesaat . 
Bukan pandangan orang-orang yang dicemaskan oleh soebandrio . Melainkan sebuah pertanyaan yang lirih dari mulut tuan tanah kedawung : “Mengapa? Mengapa kau harus membunuh dia?” Lalu wanita lesbian  itu mulai menjauh, malah semakin mengurung diri di istananya. syam kamaruzaman  yang tahu gelagat, semakin melancarkan fitnah. Desas-desuspun timbul, bahwa kematian suami tuan tanah kedawung  bukan oleh peluru mental. namun  oleh teluh. Terbukti lalu , anak tuan tanah kedawung  dari suaminya itu, juga mati secara mengerikan. la diketemukan membusuk di tempat tidurnya. tanpa menderita sakit sesudah  masih sehat dan tertawa-tawa satu hari sebelumnya. soebandrio  tidak pernah mengingat apalagi menjamah anak yang malang itu. namun  hatinnya mengetahui apa yang terjadi. Dengan melalui seorang dukun, syam kamaruzaman  sudah  membunuh anak itu, sebagai jalan untuk memiliki mutlak seluruh apa yang ia inginkan, tuan tanah kedawung , dan hartanya yang melimpah. Dan soebandrio lah yang lalu  menjadi kambing hitam satu satunya. saat  Ningsih bunting di luar nikah, penduduk banyak yang menunaikan tangan dan mengayunkan kaki. namun  kini, tidak seorangpun yang berani menjamah tubuh soebandrio . Semua orang takut diteluh. Satu-satunya jalan yang bisa mereka lakukan, hanyalah berusaha menjauhi rumah kakak beradik itu, dan sedapat mungkin tidak punya urusan dengan mereka... soebandrio  tidak bangga atau gembira sebab nya. Dengan hati yang hancur, ia saksikan bagaimana tuan tanah kedawung  mengulurkan tangan ke arah syam kamaruzaman . la berusaha semadhi, mencari kekuatan. namun  yang ia peroleh hanyalah sakit hati, dan kekecewaan. Kepalanya mulai sering berdenyut. Makin lama, denyutan itu makin menyakitkan, makin mengerikan. Kini, denyutan itu menyentak dengan kuat! Demikian kuatnya, sampai chucky  terlonjak dari tidurnya, dan memandangi di sekitarnya dengan mata yang jessica r. Tidak ada syam kamaruzaman . Tidak ada tuan tanah kedawung . Tidak ada momo  yang berusaha menyabarkannya. Yang ada hanyalah jessica , yang terbaring di sebelahnya, dan 
menggejessica t sedikit waktu chucky  terlonjak duduk di atas ranjang mereka. chucky  memejamkan mata. Menggigit bibir kuat-kuat, sampai terasa sakit. namun  denyutan yang dahsyat di otaknya itu, jauh lebih menyakitkan. la cengkeram belakang kepalanya, ia jambah rambutnya namun  rasa sakit itu tidak mau berhenti. Akhirnya, ia meluncur turun dari tempat tidur, dan begitu tegak, seperti orang mimpi berjalan, ia melangkah pelan namun  pasti keluar dari kamar. Kedua tangan tergantung lunglai di sisi tubuhnya. Matanya kosong, tak bersinar sama sekali. Tiba di ruang lengah, otaknya bekerja keras. Syaraf-syarafnya menurut. Lengan kanannya, ia menarik meja ke bawah lubang para, menempatkan sebuah kursi di atasnya. lalu  naik dan lenyap di dalam para... Ia tidak merasa perlu membawa lampu minyak. sebab  kekuatan gaib itu sudah  menuntun otaknya, menuntun jiwanya. menuntun phisiknya langsung ke sebuah bungkusan di salah satu sudut para, diantara kaso-kaso penahan bilik yang kukuh. Pelan namun  pasti, bungkusan itu ia buka. Sebuah batok kepala, seraut wajah keriput berlipat-lipat, seulas seringai kejam namun  berpengaruh, dan selarik sinar api yang ganjil segera terpancar dari sepasang mata di batok kepala itu. Dan otaknya segera menangkap suara sayup-sayup: “Kau sudah tahu... apa yang terjadi... kini kau... harus tahu apa yang kau... lakukan!” dengan sinar mata yang kosong, chucky  segera menjambak rambut ikal dan panjang yang terurai di sekitar batok kepala itu. la mencengkeramnya, lalu  menariknya seraya bangkit dari duduknya yang tadi bersimpuh. Rasanya hanya sekejap saja ia sudah  berada di luar rumah. Seperti malam sebelumnya, udara malam yang dingin menyambutnya. Dan seperti malam sebelumnya pula sebuah kepala manusia terayun-ayun di udara, menurutkan gerakan tangan chucky  yang berjalan, tepatnya berlari...   
jessica  tidur dengan gelisah. Sesekali ia mengeluh, dan dilain kali nafasnya tampak memburu. la merasa sesak. ingin teriak dan lalu  terbangun. Perasaan tidak enak menghantui dadanya. la coba nyalakan kedua belah matanya ke seputar kamar yang diterangi samar-samar oleh lampu redup di pojok. Tidak ada sesuatu yang berubah. Kecuali pintu terbuka. Padahal sebelum masuk tidur sudah  ia tutupkan terlebih dahulu. Dan kasur di sampingnya kosong dan dingin. jessica  mendekatkan lengan kiri ke wajahnya berusaha melihat jam. namun  pandangan matanya kabur. Resah. Ia bangkit, dan duduk menjuntai di pinggir tempat tidur. Barangkali chucky  sedang di kamar mandi. Kencing malam. Atau barangkali haus. lalu membikin kopi di dapur namun  kok sepi bener? Dari luar rumah tidak terdengar suara apa-apa, selain deru angin yang sayup-sayup diselang-seling oleh suara burung malam yang menyayat, dan jengkerik yang menjerit-jerit. Aneh. Kesepian malam itu terasa aneh bagi jessica . Dengan tangan gemetar ia menyambar kaca mata minusnya di atas toilet, mengenakannya hati-hati, lalu kembali melirik arloji tangan di lengannya. “Sudah larut malam.” gumamnya sendirian. “Kemana ya kang chucky ? Kok belum muncul-muncul!” Penasaran, ia keluar dari kamar. Siapa tahu, suaminya sebab  terus saja tidur dan tidak makan lebih dahulu, kini kelaparan dan memerlukan bantuan untuk menghangatkan nasi atau sayur. namun  baru juga satu langkah jessica  ke luar dari kamar tidur ia tertegun. Sesuatu sudah  berubah di ruang tengah. Dengan takjub ia memandang meja yang digeser ke salah satu sudut. Di atas meja itu terletak sebuah kursi dan di atas kursi lubang masuk ke para. Eh, ngapain pula chucky  larut malam begini naik ke para? namun , mengapa gelap betul di atas sana? Dan tidak terdengar suara sama sekali? “Kang?” jessica  berseru tertahan. 
Tak ada sahutan. “Kang chucky ?” suaranya diperkeras. Sepi menyentak Burung malam di luar terdiam tiba-tiba. Tinggal suara angin bersiut-siut. sebab  merasa dingin teramat sangat yang tiba-tiba, jessica  kembali masuk kamar. la mengambil mantel dan kapstok dekat lemari lalu mengenakannya, agak hagat kini. namun  sesuatu masih terasa menggigil dalam tubuhnya. Naluri selama yang beberapa hari ini menyentuh uluhatinya, sering membuatnya takut tanpa sebab. “Kang chucky ? Dimana kau?” sekali lagi ia memanggil untuk menyakinkan suaminya tidak mendengar, sebab  sesuatu hal. namun  tidak ada sahutan. Dengan pikiran gelisah ia ambil lampu dinding dari gantungannya. membesarkan nyalanya lalu  bingung dengan tiba-tiba. Apa yang pertama-tama harus ia lakukan? Naik ke para? Atau ke dapur? Ke kamar mandi untuk melihat kalau... namun  matanya menangkap anak kunci berada di lubangnya. saat  ia bergerak ke sana, ternyata pintu ke arah dapur terkunci. Jadi suaminya ada di para. namun , mau apa larut malam begini? Dan mengapa ia tidak menyahuti panggilannya. Khawatir sesuatu terjadi atas diri suaminya, jessica  memutuskan untuk melihat ke atas. Dengan nekat ia naik ke atas meja, terus ke kursi. Sesudah  lebih dahulu menyimpan lampu di bagian atas para, ia berusaha naik ke atas. sebab  letaknya sedikit tinggi, terpaksa ia mengandalkan kekuatan kedua lengan di bibir para dan dorongan kedua kaki dari bawah. Dalam beberapa saat, ia sudah  berada di para. Antara jongkok dan berdiri. Yang mengherankannya adalah: para itu kosong. Tidak ada suara tikus berlari menghindar, apalagi gerakan dan pemujutan suaminya. namun  hidungnya yang tajam membaui sesuatu. Bau busuk yang samar-samar. Bau yang pernah ia cium 
tadi pagi, bau yang ia sangka berasal dari bau bangkai. Apakah chucky  tidak jadi membuangnya? Atau ada bangkai itu yang tersisa di para? Dengan menutup hidung dengan jari-jemari tangan kiri, tangan kanan menggerakkan lampu ke arah datangnya bau yang aneh itu. Lalu ia melihat sesuatu yang lebih mengherankan lagi. Selembar kain di pojok sebelah timur para. la kenal betul kain itu. Selendang kesayangan hadiah perkawinan dari ibunya! “Terlalu kang chucky .” ia sempat bersungut. “Membungkus bangkai pakai selendang sebagus itu.” la berjalan hati-hati, sesudah  membungkuk, dari satu kaso ke kaso lainnya. saat  sampai disudut, ia gerakkan sebelah kaki untuk melebarkan kaki yang tertumpuk itu. namun  tidak ada bangkai tikus. Tidak ada...eh. tunggu dahulu . Apa pula ini? Sebagian dari kain itu lembab dan basah. sebab  selendang dari batik warna krem dengan lukisan burung kasuari berwarna biru kombinasi hijau, dan bagian yang lembab justeru di bagian yang polos, maka dengan sesaat  jessica  bisa menangkap warna merah. Warna darah dan... sesungguhnya lah. bau darah. Darah yang sudah  membusuk! jessica  hampir muntah. Tanpa ingat lagi betapa penting arti selendang itu bagi perkawinannya, ia segera bergerak mundur. Turun dari para. meloncati kursi meloncati meja, berlari ke kamar mandi dan... juuuuaaaaakkkkk! la benar-benar muntah.. Sesudah  kumur-kumur lalu  minum setengah gelas air hangat, perasaannya lebih enak. Ia lalu  keluar dari kamar mandi. Di sana ia tertegun sebentar. Di bawah siraman bulan empat belas, ia melihat samar-samar bekas sumur yang tertimbun longsor itu. namun  chucky  tidak ada di sana sebagaimana yang ia harapkan. Di sebelah sana lagi, tampak bagian depan rumah pak fredy krueger . Gelap, dan sepi. jadi suaminya juga tidak tengah bertamu. Lalu, kemana gerangan chucky  pergi, tengah malam buta begini? 
Bingung dan gelisah. jessica  kembali masuk ke dalam rumah. Keingin tahuan yang sangat menarik, kakinya terus ke ruang depan, dan ia memeriksa pintu. Ternyata tidak terkunci. Ia membukanya. Dan angin deras menerpa dari luar, memadamkan lampu di tangan. jessica  agak terkesiap. namun  hanya sebentar. Matanya lalu  terbiasa dengan kegelapan malam di luar, yang samar-samar diterangi oleh rembulan. Sepi. Sepi. Sepi sekali. Kemana gerangan chucky  larut malam begini? Sambil memikirkan hal itu, ia nnenutupkan pintu kembali, dan membiarkannya tidak terkunci. Ia lalu  menyalakan lampu yang sudah  padam, meletakkannya di atas meja tamu yang rendah, dan duduk di sebuah kursi rotan berkaki pendek. Diam. Menunggu. nyi girah tidak dapat memicingkan mata sekejappun. Mungkin sebab  pengaruh kopi kental yang ia minum saat  tadi ia membaca sebuah novel pop yang ia bawa dari kota, di ruang baca di wawali. Padahal pak dul latief  sudah memperingatkan: “Sebaiknya juragan tidur saja. malam sudah larut. Biar saya sendiri yang akan menunggu sampai Tuan pulang.” namun  novel itu terlalu asyik untuk dilewatkan. Suaminya memang tahu selera Rosela. Ia selalu  membelikan novel-novel pilihan untuk pengisi waktu sang isteri yang teramat sering ia tingggal sendirian di rumah. Memang nyi girah sering mengikuti suaminya yang antropoloog itu berkeliling keberbagai daerah. ke luar masuk tempat-tempat peninggalan kuno, melihat bangunan-bangunan masa silam, benda-benda peninggalan bersejarah. Sekedar untuk dapat menyesuaikan diri dengan tugas, tepatnya jalan hidup sang suami yang sangat tertarik terhadap ilmu purbakala itu. 
Namun tidak selamanya apa yang menarik hati suaminya, juga menarik hati Rosela. Sebagai misal saja: suaminya lebih suka menekuni buku-buku lama, sedangkan nyi girah menghabiskan waktu senggang dengan membaca novel-novel pop. Sebagai seorang ilmuwan yang pengabdi, gaji suaminya sebagai seorang dosen di berbagai fakultas tidaklah seberapa. Namun dari hasil perjalanan yang mereka sering lakukan. nyi girah berusaha memisahkan beberapa buah barang antik yang dikumpulkan suaminya. Barang-barang itu ia jual dengan harga yang lumayan. Sayang suaminya tidak menyukai perbuatan nyi girah itu. “Kalau kau butuh, Ella. kau tinggal minta.” suaminya sering membujuk. Dan suaminya memang mengatakan yang sebetulnya . Baginya, uang tidak menjadi persoalan. Ia merupakan seorang pewaris tunggal sejumlah harta kekayaan berupa sawah dan perkebunan di kampung asal kelahirannya oleh sebab  itu nyi girah pun tahu diri. “Jangan terlalu sering menjual harta warisan itu, sayang. Biarkanlah semua itu utuh sebagai bekal kita di hari tua bekal untuk anak-anak kita. Sebagaimana leluhurmu meninggalkannya untuk bekal keturunan mereka...” Anak-anak! Wahai, impian kosong belaka, pikir nyi girah dengan pikiran gundah seraya menatap langit-langit kamar yang sudah lapuk dimakan usia. Enam tahun sudah mereka berumah tangga. Dan entah berapa tahun lagi. keinginan yang tidak terbendung itu akan dikabulkan Tuhan. Keponakan nyi girah memang banyak dan sering menginap di rumah mereka, di kota. namun , anak-anak yang manis dan lucu-lucu itu, pada waktunya toh akan kembali ke orang tuanya masing-masing, Dan selalu nyi girah kembali merasa kesepian. Ia memejamkan mata yang perih. Apa sebetulnya  yang mereka cari dalam hidup ini? Kebahagiaan? Untuk nyi girah memang jawabannya jelas: ya. namun  suaminya? Hendra lebih menyukai pengabdian. Bukan pada keluarga. namun  pada ilmu. Sampai 
kadang-kadang nyi girah takut sendiri menghadapi suaminya yang sering tampak asing di matanya. Terutama sesudah  suaminya berusaha memperdalami ilmu kebatinan, yang katanya akan lebih mendekatkan dirinya pada usaha untuk mempelajari lebih banyak kehidupan nenek moyang mereka di jaman dahulu kala. Tak jarang Hendra berkata; “Konon di antara leluhur, ada yang ahli kebathinan. Mengapa aku tidak bisa?” Untunglah tugasnya sebagai seorang dosen, membuat Hendra tidak punya banyak waktu mendalami ilmu kehathinan itu, dengan ambil beberapa misalnya, atau- astaga !- memuja kuburan keramat! namun  masa libur panjang yang mereka jalani sekarang, tampaknya membuat kesempatan lebih banyak buat Hendra. la mengajak nyi girah berlibur ke daerah kelahirannya. Hiruk pikuk kota besar yang membisingkan, namun  mencekik di rumah sendiri. ada kalanya terasa membosankan. Oleh sebab  itu nyi girah dengan senang hati memenuhi permintaan suaminya, dengan harapan udara pegunungan yang segar bisa menambah romantis hubungan mereka yang belakangan ini terasa agak dingin. Kenyataannya? nyi girah lebih banyak ditinggal sendirian di rumah. Hendra, dengan meninggalkan mobil di garasi sering pergi berkeliling dengan menunggang kuda. Katanya untuk mengujungi beberapa orang yang terhitung kaum kerabat, namun  nyi girah menduga, pasti mencari ahli kebathinan. nyi girah dapat merasakan hal itu, saat  kemaren petang ia diajak berziarah ke kompleks pemakaman leluhur suaminya di puncak bukit. Tempat itu sangat menyenangkan, dengan panorama yang indah kemanapun mata memandang, andai saja tidak ada kuburan-kuburan di dekat mereka. Dan beberapa di antara makam itu, termasuk makam yang sudah berumur seratus tahun, yang oleh Hendra dikatakan termasuk makam keramat. “Aku bermaksud menjajaki jalan hidup yang ditempuh leluhurku,” kata Hendra petang itu seraya memandang batu nisan makam satu persatu. Banyak tertulis nama-nama. tanggal-tanggal bahkan jabatan almarhum. nyi girah masih ingat beberapa nama: Puradinata, sudah seratus sebelas tahun. Hayati, seratus dua 
tahun. Kusumawanti, dalam kurung tuan tanah kedawung , delapan puluh tahun usia makamnya. Beberapa tahun pula umur mereka semasih hidup? tuan tanah kedawung  itu misalnya, dan umur syam kamaruzaman , yang konon menjadi leluhur langsung dari Hendra, dan konon punya sejarah tersendiri semasa hidupnya. Sejarah bagaimana, nyi girah tidak begitu tertarik untuk mendengarnya, sama tidak tertariknya ia pada buku-buku tua suaminya. Dan Hendra sendiri tidak suka menceritakan, mungkin belum, atau lebih tepat mungkin pikirannya lebih tercurah pada hubungan bathinnya dengan leluhumya itu... Rumah tua ini juga punya sejarah sendiri, kata Hendra. Tentu saja, sering nyi girah berpikir. sebab  rumah ini termasuk rumah peninggalan jaman dahulu . Usianya pasti sudah lebih dari satu abad, dibangun menurut konstruksi bangunan Belanda. Ruangan bawah untuk ruang tamu yang luas, ruang makan yang sama luasnya. Kamar-kamar untuk pembantu, dan kamar-kamar tidur dan  ruang perpustakaan di tingkat atas. Perabotannya kebanyakan antik, nyi girah kadangkala berhitung-hitung di kepala. Berapa juta rupiah uang yang bakal masuk ke kantong kalau saja ia dan suaminya tidak sayang untuk melepaskannya. Bangunan itu sendiri, sebagian sudah miring mau runtuh. Hendra punya rencana untuk suatu saat  memugarnya. namun  dipugar atau tidak. dengan kondisinya yang sekarang, bangunan tua itu masih mampu menampung setengah lusin keluarga suami isteri, plus dua atau tiga anak tiap keluarga. Dan malam ini, hanya ada keluarga pak dul latief  di bawah. Dan ia sendirian.. di kamar utama di tingkat atas. Tiada televisi. Tiada aliran listrik. Tiada suara orang mondar-mandir. Sepi. Sunyi menyentak Kalau saja nyi girah tidak sering mengikuti suaminya mengunjungi tempat-tempat keramat, terutama kalau saja ia baru pertama kali berdiam di rumah ini, pastilah nyi girah tidak akan mau berpisah sejengkalpun dari sisi suaminya. Sekarang ia sudah merasa terbiasa, dan terutama sebab  sore tadi, Hendra berkata bahwa ia diundang makan oleh salah 
seorang penduduk lama di balik bukit. Letaknya hampir lima belas kilo, dan tidak bisa ditempuh dengan mengendarai mobil. “Punggung kuda akan merontokkan pinggulmu yang indah,” kata suaminya seraya tersenyum. “namun  kalau kau bersikeras...” “Tidak. Aku tinggal saja di rumah,” potong Rosela. “Asal perginya tidak lama.” Hendra berjanji akan pulang sebelum jam sembilan. namun  jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam lewat beberapa menit saat  nyi girah naik ke kamar tidur, Hendra belum pulang-pulang juga. Apakah tuan rumah yang mengundangnya memaksa menginap? Atau Hendra mengalami kecelakaan di jalan? Kuda yang ia tunggangi sudah terbiasa jalan malam. Bulan pun selama beberapa malam terang benderang la juga membawa senter, sepucuk senjata berburu. Kalau perlu. Hendra katanya akan meminta seorang anak tuan rumah yang mengundangnya untuk mengantar pulang ke puncak bukit. Suaminya tidak akan menemukan rintangan dalam perjalanan pulang. namun ... mengapa ia belum muncul juga? Apakah… Ya, barangkali ada anak petani di rumah yang ia kunjungi, pikir nyi girah dengan gundah dan perasaan cemburu yang pelan-pelan merayapi hatinya. namun  ah, mustahil. Selama mereka pacaran dan sampai sekian tahun mereka berumah tangga, ada satu yang menjadi pendorong nyi girah untuk tidak minta cerai dari suaminya. Kesetiaan. Ya. Hendra seorang kekasih dan suami yang berpendirian teguh, bahwa isterinya lebih cantik dan lebih munpesonakan dari wanita lesbian  manapun juga... Nah, itu buktinya! nyi girah mendengar suara ketukan-ketukan halus pada daun pintu masuk di bawahnya. Sepasang mata nyi girah terbuka nyalang. Dengan wajah berseri. nyi girah menyambar lampu minyak di atas toilet, dan bergegas keluar dari kamar. Koridor panjang dan lurus segera menyambutnya.   
Lengang benar rumah itu. Hanya ketukan-ketukan halus itu saja yang terdengar. Langkah-langkah kaki nyi girah sepanjang koridor berdetak-detak lembut. Sempat ia memandang kepintu kamar yang ditempati keluarga pak dul latief  di ruangan bawah. Tertutup rapat. Mereka tentu sedang tertidur nyenyak sesudah  ikut membantu pekerjaan penyawah-penyawah yang sedang mengetam padi di sawah milik Hendra. sepanjang hari. Namun saat  menuruni tangga. nyi girah sempat tertegun. Mengapa mengetuk? ..biasanya memukul lonceng di samping pintu. Lebih keras. Lebih nyata. Ah, barangkali sebab  merasa bersalah pulang kelewat larut. Hendra enggan mempergunakan lonceng besi yang berisik itu. Sengaja ia mengetuk agar isterinya ia sangka sudah tertidur, tidak terbangun dan pak dul latief  yang membukakan pintu. Hem. pikir Rosela, aku akan memperlihatkan muka cemberut pertanda tidak senang dengan kelakuannya! Lalu ia cemberutkan bibir, meskipun hatinya senang. Palang pintu iu lepaskan. lalu  putar.  Daun pintu ia buka, lampu minyak ia naikkan lebih tinggi sedikit ke depan, sehingga menerangi wajahnya sendiri. dan memandang orang yang berada di luar pintu. Tidak! itu bukan orang! bergantungan... kepala seseorang kepala tanpa badan. tergantung-gantung di udara, dengan mulut keriput menyeringai memperlihatkan gigi kuning kecoklat-coklatan, lidah kemerahan seperti darah dan, sinar mata yang berkilauan di wajah yang mengerikan itu. Sinar mata yang aneh Sinar mata yang mendatangkan pengaruh ganjil pada diri Rosela. la tidak sampai jatuh pingsan. la hanya dipaksa oleh semacam kekuatan untuk tetap tegak di tempatnya berdiri dengan mata terbuka lebar, hati terpukau, dan otak yang terasa kaku dengan tiba-tiba. 
Otak yang entah bagaimana sudah  menangkap suara sayup-sayup, suara yang dingin. Suara yang tajam berpengaruh. Suara yang tidak bisa di bantahi. Pak Kartijo berusia tiga perempat abad, ia mempunyai tiga orang anak wanita lesbian  dan dua anak laki-laki. namun  semua sudah menikah dan memilih hidup sendiri sendiri. merantau ke berbagai daerah. ia beruntung mempunyai serombongan cucu dan sebagian mereka sudah memberikan cicit. Diantara cicitnya ada lima orang perawan. dua diantaranya sudah siap dijamah laki laki. mereka sering menengok moyangnya namun tak seorangpun mau tinggal bersama pak Kartijo. Jadi sepi keadaan dirumah itu saat  Hendra datang bertamu. Selain isterinya yang sudah tua. Pak Kartijo mengundang juga beberapa orang jiran untuk menghadiri jamuan makan malam itu yang ia adakan setiap Hendra pulang kampong, istri pak kartijo adalah bekas inang pengasuh moyang Hendra, yakni tuan tanah kedawung  Kusumawati. la dan suaminya sebetulnya  lebih suka mendatangi bangunan tua di atas bukit. namun  Hendra selalu melarang: “kalian sudah tua. Tidak sanggup berjalan jauh. Biarlah aku saja yang datang menjenguk kajessica n!” Dan malam itu, jamuan makan malam yang dihidangkan. dinikmati sepenuhnya oleh Hendra. Terutama yang paling ia nikmati adalah dongeng seusai makan. Dongeng yang sudah sangat sering diceritakan suami isteri tua itu, namun senantiasa Hendra keranjingan untuk mendengarkan. Kehidupan nenek moyangnya sering menjadi impian Hendra. Sampai ia hafal setiap peristiwa yang diceritakan pak Kartijo suami isteri. Bahkan merasa begitu dekat dengan masa peristiwa lampau itu masih berlangsung. Oleh sebab  itulah ia sangat kecewa, saat  pak Kartijo mengingatkannya pada waktu: “Sudah pukul sepuluh, nak. 
Apakah tidak lebih baik pulang saja sekarang? isterimu pasti gelisah menunggu.” Ah, Andai saja nyi girah ada di sini. Tidak ia tinggalkan di rumah tua itu! Dengan bantuan sinar rembulan Hendra berpacu menuju pulang. la sudah sangat mengenal jalan yang harus ia lalui. meskipun hari sudah  larut malam. Kudanya, lebih-Iebih lagi. tak heran, kuda dan penunggangnya dengan mudah selalu dapat menghindari jalan-jalan terjal dan berbatu-batuan, atau pinggir jurang yang menganga. Begitupun toh mereka terpaksa juga bergerak sangat lambat agar tidak sampai tertimpa celaka atau cidera yang keduanya tidak menghendaki. Dan setiap melihat jalan sedikit terbuka, ia memacu kudanya dengan cepat. Heran. Ada semacam perasaan ganjil dalam dirinya. Yang seolah-olah mengatakan, isterinya mengalami sesuatu di rumah. Sesuatu apa, ia tidak tahu, namun  bathinnya mengatakan hal itu dengan jelas. Tanpa terasa. ia mengokang senjata berburunya, dan membiarkannya tidak terkunci begitu ia hampir tiba di rumah. Yang pertama-tama menarik perhatiannya, adalah jendela kamar tidur di tingkat atas. Jendela itu gelap. Apakah nyi girah sedang tidur? Dari celah-celah pintu depan di bawah Hendra melihat sinar lampu membersit ke luar. Pintu tertutup, dan tidak ada suara apa- apa kedengaran dari luar. Sepi. Sepi sekali. Kalau ada apa-apa, tentulah suasana lebih berisik atau ada tanda-tanda keributan. Bukankah pak dul latief , isterinya, dan dua orang anak mereka sudah berumur belasan tahun ikut menemani nyi girah di rumah? Lagi pula, sepanjang pengetahuannya. daerah ini aman dari tangan-tangan jahil atau orang-orang yang berniat busuk. Terutama akibat pengaruh leluhurnya yang mashur ke seputar daerah itu. Tidak, tidak 
terjadi sesuatu yang memcemaskan di rumah, pikirnya dengan perasaan lebih tenang. la lalu  menyimpan kudanya di istal. Dua ekor kuda yang lain. menyambut kehadiran Hendra dengan mata terbuka lebar dan suara mendengus yang lirih. Salah seekor dari kuda itu, yang biasa ditunggangi Rosela, terlalu sering menghentakkan kaki. Namun tidak begitu diperhatikan oleh Hendra. Dengan senter di tangan kiri dan senjata berlaras di tangan kanan, ia berjalan memasuki pekarangan dan tanpa ragu-ragu langsung menuju pintu. Dan ia terkesiap sesaat  waktu akan memukul lonceng, pintu itu sudah  dibuka dari dalam. Sinar lampu minyak yang terang segera menerobos ke luar. Untuk sesaat. Hendra merasa sedikit silau, dan refleks tangannya memegang senjata lebih erat. namun  tidak ada yang mengejutkan terjadi, kecuali suara isterinya yang menyambut dengan suara lemah lembut: “Masuklah Hendraku tersayang....” Ah, terlalu mesra sambutan itu. Menyindirkah Rosela? la coba menyelidiki wajah isterinya. namun  sinar lampu yang menerangi wajah mereka menyebabkan Hendra tidak bisa melihat wajah nyi girah yang sedikit pucat dan  sinar matanya yang menatap kosong. dan bahkan lalu  juga gerak-geriknya yang agak kaku! Hendra masuk. menutupkan pintu sekaligus Ia dan memalangnya, menyandarkan senjata berburunya ke tembok yang kapurnya sudah tak karuan warnanya. Seraya melepaskan jaket kulit yang menyesakkan dada, ia berusaha bertanya dengan lunak: “Seharusnya kau tidak menunggu. Mengapa bukan pak dul latief  saja?” Tiada sahutan sama sekali. Yang ada ialah gerakan kaki isterinya yang berjalan melewati tubuhnya, langsung menaiki tangga ke tingkat atas, tanpa 
menoleh barang sekalipun. Lampu di tangan ia angkat sama tinggi dengan dadanya, meninggalkan bayang-bayang tubuhnya yang meliuk dari anak tangga yang satu ke anak tangga yang lain. Wah ini gelagat tak baik. la tentu marah, pikir Hendra dengan sedikit perasaan bersalah dalam dirinya. la lalu  mengikuti istrinya naik ke tingkat atas. saat  melompati anak tangga demi anak tangga, hidungnya mencium bau yang aneh yang tidak pernah ia cium sebelumnya. Udara pengap dan sangat dingin menusuk, yang juga belum pernah ia rasakan. Sesaat. ia tertegun. Hidungnya kembang kempis untuk lebih menciumi bau itu, dan matanya dengan nanar memandang ke sekitar. Namun baru juga beberapa detik ia melakukan hal itu. dari atas, isterinya sudah menegur: “Naiklah sayangku. Aku sudah tak sabar menunggumu. Malam ini teramat dingin, bukan?” Pikiran Hendra yang bijak, segera menangkap arti lain dari kalimat itu: Hangatkanlah tubuhku, kekasih! la berusaha melupakan bau dan udara yang asing itu dan segera naik ke atas. Sesudah  kakinya menginjak lantai atas, nalurinya seolah menyuruh untuk berhenti sesaat. Lalu ia memandang ke ruang bawah. la memperhatikan meja bundar, kursi-kursi bersandaran tinggi, vas bunga di atasnya, teko dan cangkir-cangkir antik di dekatnya, lalu dua buah rak di pojok, sebuah patung perunggu kecil di dekat pintu masuk, lalu pintu-pintu kamar untuk para pembantu. yang tertutup rapat. lalu , tangga yang terlindung dari cahaya sehingga kelihatan gelap dan pekat. Hidungnym masih mencium bau yang asing itu. Kulit tubuhnya masih merasakan udara yang dingin yang menusuk itu. Apakah... “Hendra!” 
Suara lirih yang sayup-sayup itu menyadarkan Hendra. la untuk kedua kalinya, berusaha melupakan keadaan yang aneh dan mencurigakan itu, lalu berjalan tertegun-tegun ke kamar tidur. Dari pintu yang ternganga lebar, ia melihat lampu minyak yang sudah dikecilkan. namun  cahaya remang-remang dalam kamar masih cukup terang untuk memperlihatkan tubuh isterinya yang berbaring menelentang di atas tempat tidur, dengan gaun di dadanya terbuka lebar dan sebelah lututnya terangkat tinggi, sehingga... Betapapun. Hendra adalah laki-laki ! Dan udara begitu dinginnya, suasana begitu sepinya. Dengan mata yang bersinar-sinar ia melepas pakaian yang melekat di tubuhnya. Tanpa lebih dahulu  menggantinya dengan kimono yang tersimpan di lemari. Hendra langsung naik ke tempat tidur dan mulai mencium bibir Rosela. Lembut, hangat dan memabukkan. Tubuh nyi girah sedikit dingin, namun  Hendra sudah tidak memperdulikannya.... Satu jam lalu . nyi girah bangkit dari tempat tidur. Sejenak, ia memandangi suaminya yang dengan cepat sudah  lelap sebab  letih oleh perjalanan jauh, ditambah tugas ekstra sebagai seorang suami. begitu sampai di rumah. Mulut Hendra memperlihatkan senyum manis dan puas, namun pemandangan itu tidaklah mengubah sinar kaku dan kosong di mata dan  wajah Rosela. la besarkan nyala lampu, lalu  membawanya ke luar. la melewati empat pintu yang tertutup sepanjang korridor lurus membelok ke kanan melewati ruang perpustakaan, lalu di sebelah ruangan itu memasuki pintu yang berderit bunyinya saat  dibuka. Cahaya lampu segera menerangi kamar. Mata nyi girah berusaha menangkap setiap benda yang ada di ruangan itu. Dari mulai lampu gantung antik di langit-langit, lukisan besar berbingkai keemas-emasan di keempat tembok, seperangkat kursi duduk 
yang mungil beberapa buah senjata tua dan... akhirnya berhenti pada sebilah pedang panjang yang masih berada di sarungnya, tergantung dalam posisi empat puluh lima derajat pada sebuah paku besar di dekat lemari. Senjata kuno itu terasa berat saat  ia lepaskan dari sangkutannya. namun  sesudah  sangkurnya yang terbuat dari gading gajah ia tanggalkan dan letakkan begitu saja di atas meja, pedang yang tajam berkilat-kilat itu kini terasa lebih ringan. la membawanya ke luar dari kamar, menutupkan pintu hati-hati. lalu berjalan kembali ke kamar tidur, langkah-langkah kakinya terdengar teratur. Satu demi satu, agak lambat-lambat, namun  mantap. memecahkan kesepian di dalam rumah itu, meski kakinya tanpa alas kaki. Dari kamar yang ditempati keluarga pak dul latief , terdengar suara berisik sedikit. nyi girah tertegun. namun  segera melanjutkan langkahnya, sesudah  suara berisik itu kembali menyepi. Tiba di kamar tidur, tanpa mengecilkan nyala lampu minyak yang ia letakkan hati-hati di tempatnya semula. nyi girah berjalan mendekati ranjang besi berkasur empuk, di atas mana suaminya tertidur lelap di bawah selimut. Lama ia memandangi wajah Hendra, dengan dada yang turun naik tidak teratur, dan nafas kencang menderu-deru ke luar dari lubang hidung Tatapan matanya yang kosong tidak menyinarkan perasaan. namun  jauh di dalam dadanya, terjadi perjuangan bathin yang tidak terperikan dahsyatnya. namun , otaknya tiba-tiba disentak oleh sebuah perintah gaib: “Sekarang! Sekarang, budakku yang hina. Sekarang!” Gemetar. nyi girah mengangkat pedang di tangannya tinggi-tinggi. Sementara pedang itu terangkat naik ke udara, mulut nyi girah melontarkan panggilan yang lirih. “syam kamaruzaman .... syam kamaruzaman .... syam kamaruzaman  !” Hendra resah dengan tiba-tiba dalam tidurnya. 
"syam kamaruzaman , lihatlah padaku!” suara nyi girah yang berat dan lirih kini terdengar lebih nyata. Hendra pelan-pelan mendengar suara itu. Pelan-pelan pula ia membuka kedua belah kelopak matanya. Berat sekali. Namun sesuatu yang aneh memaksanya untuk berusaha melihat. Dan tampaknya sangat jauh, demikian jauh... sebuah bayangan berkilat dari sebilah pedang panjang yang tajam mengerikan. Kejutan yang luar biasa, memukul jantung Hendra. la masih berada di antara sadar dan tidur. dan berusaha menjeritkan sesuatu. namun  lidahnya kelu, kelu sekali. Tenggorokan jua kering, kering sekali. Barulah saat  itu. ia bisa melihat wajah isterinya yang buas, dan tatapan matanya yang kosong Barulah bathinnya berhasil memperingatkan adanya bahaya yang semenjak semula sudah  ia curigai. namun  kesadaran itu datang terlambat. Sangat terlambat. sebab  dengan didahului bisikan kejam dari mulut Rosela: “Rasakan pembalasanku. jahanam!” Mata, pedang itupun melayang jatuh. Cepat, hampir tidak kelihatan gerakannya. Terdengar suara benda tajam menembus daging yang lunak, lalu  memutus batang leher yang keras namun tidak berdaya oleh tajamnya pedang yang sudah terbiasa mencabut nyawa manusia itu. Darah segera. menyembur kian kemari... Tiada suara keluhan, tiada arang kesakitan, bahkan tiada gerakan tubuh yang menggelepar. Yang ada hanya sentakan-sentakan lembut. Sentakan tubuh yang tengah meregang nyawa. lalu . Tak ubahnya orang mimpi berjalan, nyi girah lalu  ke luar dari kamar tidur. Langkah-langkah kakinya seperti tadi, lambat-lambat namun  mantap. Tiba di korridor ia terhenti, pada saat pahanya menyentuh pagar pemisah ke ruangan kosong di bawah. Pedang yang berlumur darah tergantung lemah di tangan kanannya. Mulutnya bergerak, melepas suara lirih: “sudah ... sudah  kulakukan...!” 
Dari balik kegelapan di bawah tangga muncul seorang laki-laki. Bertubuh kekar, tingginya sedang, dengan wajah yang kusut masai, pakaian acak-acakan, bertelanjang kaki yang lecet berdarah dan kotor oleh debu. namun  perhatian nyi girah sama sekali tidak tertarik pada laki-laki  yang juga bermata kosong tanpa sinar seperti matanya sendiri itu. Perhatiannya ia pusatkan pada sesuatu yang diangkat tinggi-tinggi oleh laki-laki  itu. Sebentuk kepala manusia yang penuh keriput dan kotor dengan rambutnya yang lebat panjang membentuk garis menguncup sampai ke telapak tangan si laki-laki  yang mencengkeram. Seringai menggurat di bibir keriput kepala tanpa badan itu. Sinar mata merah kebiru-biruan menembus dari kejauhan di bawah sana, langsung ke batok kepala Rosela, dan mencengkeram otaknya dengan remasan yang menyakitkan. Pengaruh sinar mata itu dalam sebentar sudah  menimbulkan reaksi pada diri Rosela. la mengangkat pedang berdarah di tangannya, menempatkannya di depan dada dengan ujungnya yang tajam menekan pada lambungnya, tepat di bagian mana jantung nyi girah berada. Bau busuk itu menerjang dengan hebat. Udara dingin yang pengap mengerikan itu, bertaburan dengan dahsyat. Lalu jresss. Pedang itu lalu  masuk sampai ke gagangnya. menembus jantung Rosela. Terdengar suara mengerang sebentar. lalu  tubuh wanita lesbian  yang malang itu limbung ke depan, sesudah  terangkat dari lantai korridor. Terbang melewati bibir pagar. Terjun langsung ke lantai ruangan bawah dengan suara yang ribut. Pak dul latief  yang beberapa saat lalu  terjaga oleh suara-suara aneh , berlari ke muka kamar. Ia menemukan tubuh majikannya yang wanita lesbian  tergeletak di Lantai ruang tengah dengan sebilah pedang menembus tubuhnya dan darah merah yang mengalir kian kemari. Mulut pak dul latief  ternganga sangat 
lebar, seolah ingin mencari pintu keluar rumah yang juga menganga lebar. KOKOK ayam yang bersahut-sahutan dari rumah-rumah tetangga menyadarkan jessica  yang sedang melamun dengan pikiran kosong. Letih sudah ia memikirkan perginya sang suami secara misterius, bau aneh selendang bekas berdarah di para rumah. la mengangkat kepala, menajamkan telinga. Hanya kokok ayam yang terdengar. namun ... suara apa itu? Oh lolong anjing dikejauhan. Lirih. Menyayat tulang. jessica  memperbaiki letak kainnya, lalu memperhatikan keluar. “Hampir subuh...” gumamnya, lesu. “Kenapa kang chucky  belum pulang-pulangnya?” la berdiri. bermaksud pergi ke dapur untuk membuat secangkir kopi kental sebab  kepalanya sudah mulai terasa pusing. Atau. barangkali ia lebih membutuhkan sebutir tablet untuk mengurangi denyut-denyut di belakang kepalanya. la mengurut jidat kuat-kuat, dan bermaksud mau masuk ke kamar mengambil tablet dari rak tempat obat-obatan saat  telinganya mendngkap suara-suara lain. Suara langkah-langkah aneh di luar rumah, langkah-langkah yang setengah berlari, dan semakin dekat, lari itu diperlambat, lalu  tidak terdengar suara apa-apa lagi. Sepi, mendadak di luar sana. Tak ada suara kaki. Tidak ada kokok ayam. Tidak juga lolong anjing. jessica  tertegun sebentar. Lalu: “Kang? Kang chucky ? Kaukah itu?” Tidak ada sahutan dari luar. namun  jessica  yakin tadi ia mendengar suara langkah kaki berlari yang mula-mula cepat lalu  lambat lalu hilang sama sekali. 
begitu berada di dekat pintu. Perasaan khawatir tiba-tiba menjalari kepala jessica . Kekhawatiran! itu melenyapkan rasa sakit di benaknya. Dan kekesalan mulai menunggu sekian lama membuat ia tidak berpikir panjang lagi. chucky  atau bukan, ia harus melihatnya! Disambarnya lampu dari atas meja. Nyalanya dibesarkan, sampai cahayanya cukup terang. lalu  ia berjalan ke pintu. Mula-mula ragu, lalu kepenasaran mendorong kakinya untuk melangkah lebih cepat dan mantap. Entah mengapa jantungnya berdebar kencang begitu saja. Mungkin kekhawatiran yang ganjil itu yang memicunya . Semakin dekat ke pintu, semakin kencang deburan jantungnya sebab ... di luar pintu telinganya menangkap suara desah napas memburu yang berusaha ditahan-tahan. Kang chucky . pasti! jessica  menyimpulkan. Mau apa ia mempermainkan aku? Sebelum membuka pintu, ia angkat lampu minyak di tangannya tinggi-tinggi. la khawatir, matanya yang tidak begitu jelas melihat dalam kegelapan. Meskipun memakai kaca mata, tidak akan bekerja dengan baik tanpa sinar lampu yang berpencar kian kemari menerangi apa yang ingin dilihatnya dengan sangat bernafsu! Tanpa memperdulikan datangnya bahaya yang tidak terduga-duga, sebab  pikirannya hanya tertuju pada perbuatan suami yang dianggapnya sudah melampaui batas. jessica  menyentakkan daun pintu sekaligus terbuka. Lampu di tangan, ia angkat sampai melewati bahu. Gerakan yang serba tergesa itu terasa agak mengilukan tulang-tulang di tubuhnya. Kegelapan di luar rumah menyambut jessica . namun  hanya sebentar, sebab  cahaya lampu sudah  mengusir kegelapan itu. Namun ia tetap tidak melihat apa-apa di luar pintu. sebab  tidak yakin. jessica  melangkah lebih ke depan. Lampu minyak di tangan, ia tempatkan sejauh panjang lengannya di 
depan, sehingga kini bisa melihat lebih nyata dalam remang-remang di luar daya jangkau cahaya lampu. Lalu, jantungnya berdegup lagi saat  pelan-pelan ia mendengar suara langkah-langkah kaki. Datangnya dari samping rumah. la segera berpaling ke arah datangnya suara itu, dan segera melihat suaminya yang berwajah kusut masai dan berpakaian cumpang-camping melangkah keluar dari kegelapan. Tampaknya ia menjinjing sesuatu di tangannya jessica  mau bertanya. namun  suaminya sudah sedemikian dekat, dan sebelum jessica  sempat membuka mulut… tangan suaminya pelan-pelan diangkat ke udara. Dan kini, jessica  melihat sesuatu yang tadi sempat ia perhatikan sekilas. Mula-mula ia melihat rambut panjang yang tergenggam di cengkeraman telapak tangan chucky . Turun lebih ke bawah. ia melihat dahi manusia yang kotor dan berlipat- lipat, alis yang tebal, kelopak mata yang seperti membengkak, hidung yang besar dan keras. tapi yang berkerut-kerut, bibir yang terkatup rapat. dagu yang menggantung lemah, leher... bukan, melainkan sebagian dari leher... dan tidak ada lagi bagian lain di bawah potongan leher itu! la tersentak mundur sesaat . Dengan mata terbelalak di balik kaca matanya, ia melihat kelopak mata yang mengemban itu terbuka perlahan-lahan. lalu  tampak dua buah bola mata  yang bundar menyinarkan sinar api merah kebiru-biruan. Sorot mata yang menakjubkan  itu hanya bersinar sebentar, sebab  sekonyong-konyong kelopak mata itu sudah  mengatup kembali dengan cepat. Lalu tahu-tahu keriput itu bergerak- gerak seperti menahan sakit. jessica  gemetar dengan hebat. Demikian hebatnya, sehinga lampu minyak di tangannya terlepas. dan jatuh dengan suara ribut ke lantai rumah. Bersamaan dengan itu, tubuh jessica  limbung lalu ia terjerembab jatuh seperti lampu tadi. Pingsan sesaat  itu juga. Di dekat kakinya, lampu yang pecah itu membersitkan nyala yang lebih besar dengan suara bersiut saat  menjilat minyak yang tertumpah. Namun rupanya 
jessica  terlupa untuk mengisi lampu itu selama menunggu dengan sabar sampai suaminya pulang. Kobaran api sudah hampir mencapai kainnya yang tersingkap, waktu nyala api itu tiba-tiba surut, lalu  mengecil dan semakin kecil... keletihan dan rasa sakit-sakit akibat berlari menempuh perjalanan jauh dan berat dengan kaki telanjang sesaat  lenyap dari perasaan chucky  waktu lewat ventilasi jendela dan pintu rumah bagian depan ia melihat cahaya lampu menerobos ke luar. la segera memperlambat larinya, lalu  berjalan tersuruk-suruk mendekat. Otaknya bekerja dengan keras memikirkan kejadian yang tidak diduganya itu. Meskipun benaknya beku oleh kehampaan di luar kemampuannya, namun ia masih mampu untuk menyimpulkan bahwa jessica  sudah  terbangun dari kini sedang menunggunya. Benar saja, lamat-lamat telinganya mendengar suara jessica  memanggil namanya. Langkahnya terhenti sesaat , lalu nalurinya menyentuh menyingkir ke samping rumah. la mendengar suara pintu dibuka, lalu melihat sinar terang dari lampu yang dipegang isterinya. Panik mencekam diri chucky . Sebentar cuma. sebab  otaknya tiba-tiba berdenyut. dan sentuhan suara gaib itu mendengung dengan dahsyat: “Bodohl Apa yang kau takutkan? Datangi dia!” Bagai kerbau dicocok hidung, chucky  menurut. la keluar dari kegelapan ditambah  hati nurani yang menjerit-jerit memperingatkan agar isterinya segera masuk ke rumah dan menutupkan pintu. namun  tiada suara yang keluar dari mulutnya dan sebaliknya. justru jessica  melangkah lebih ke depan. Perintah yang berbau amarah sesaat  menggerakkan tangan chucky  
yang  lunglai. la angkat batok kepala yang terjinjing di tangannya, sebagaimana yang biasa ia lakukan. Lalu, terjadilah peristiwa menakjubkan  itu. jessica  terbelalak di balik kaca matanya. Dan otak chucky  berdenyut mendengar suara lirih dan kesakitan yang sayup-sayup, lalu  perintah yang sama sekali diluar dugaannya: “Terkutuk ! Mata... wanita lesbian  itu... berkilau... mata apa itu... aduh, sakit... sakit kepalaku. Jauhkan aku dari sini. Jauhkan aku dari wanita lesbian  ajaib ini, jauhkan...” Selama beberapa detik. pikiran chucky  yang terasa sedikit ringan sebab  pengaruh kesakitan yang dialami batok kepala di tangannya, dapat bekerja dengan baik. la sadar, sinar mata mahluk itu berusaha menghipnotis jessica , seperti ia menghipnotis korhan-korbannya yang lain, termasuk chucky  sendiri. namun  letak sinar lampu yang mengantarai tiga pasang mata yang saling beradu pandang itu, sudah  menimbulkan pantulan cahaya dipermukaan gelas kaca mata jessica , dan sekaligus sudah  memantulkan kembali secarik merah kebiru-biru yang mengerikan itu! chucky  terjengah saat  melihat jessica  jatuh pingsan, dan nyala api dari lampu yang pecah tiba-tiba berkobar. Bathinnya berperang, untuk menuruti kata hati menolong isteri, dan menuruti perintah gaib dari ‘majikan’nya yang tidak mau dibantah itu. saat  melihat ke arah isterinya, mengetahui nyala api di dekat kaki jessica  tahu-tahu saja sudah  mengecil dengan sendirinya. Dan sebelum padam sama sekali, kemurkaan mahluk mengerikan yang terjinjing di tangannya itu segera menerpa otaknya: “Kau, budak hina! Dengar apa yang kubilang? Pergi dari sini... pergi...!” Tanpa berpikir panjang lagi. chucky  segera memutar tubuh lalu berlari menjauh, menghilang dalam kegelapan. la berlari. Terus berlari tanpa tujuan. Otaknya tidak pula mendapat tuntutan. Rupanya mahluk di tangannya masih kesakitan oleh sinar pantul yang membalik itu. la terus saja berlari tanpa rasa letih dan sakit 
oleh kesadaran bahwa isterinya selamat. Namun diam-diam ia merasa cemas. jessica  kini sudah tahu apa yang terjadi pada chucky . Dan chucky  sendiri, tidak sanggup untuk melepaskan diri dari mahluk itu. Sekarang pun, sempat terniat di benaknya untuk membuang bahkan menghempaskan kepala itu sampai berantakan ke tanah berbatu-batu, selama kepala itu merasa sakit alang kepalang. Namun, baru juga niat itu muncul, otaknya seperti rekah. “Jahanam! Kurengkah kepalamu, kalau kau berani berbuat yang tidak-tidak...!” Dan tahu-tahu saja berlari itu, tangannya terangkat oleh kekuatan gaib ke atas, dan wajah menakutkan itu sudah  berada di depan wajahnya. Sinar mata yang merah kebiru-biruan itu berpencaran ke luar menerpa dengan cepat dan dahsyat. Sehingga otak chucky  menjadi beku sesaat  ia tidak teringat lagi pada niat yang sempat ia pikirkan. Tidak teringat jessica , bahkan sama sekali tidak ingat siapa dirinya. Apa yang ia lakukan, bahkan mahluk jenis apa dirinya yang sebetulnya ...! la tidak merasakan kakinya yang bergerak berlari, menjauh dari kampung halamannya. jessica  sadar dari pingsannya dalam keadaan masih pening di lantai. namun  kini ia tidak sendirian. Seseorang sedang bersimpuh di dekatnya, berusaha menciumkan rempah-rempah berbau tajam ke hidung jessica  untuk menyadarkannya. Samar-samar jessica  memperhatikan siapa orang itu, sesudah  ia berhasil memusatkan perhatian pada keadaan yang sudah  menimpa dirinya. Cuaca pagi di luar yang sudah terang-terang ayam membantu pandangan matanya. Lalu kini, dengan terkejut. Ia menyadari siapa yang asing baginya itu: nenek momo ! 
wanita lesbian  tua renta itu menggerakkan bibirnya yang keriput. “Bangun, cucuku... Mari kubantu kau naik ketempat tidurmu...” jessica  berusaha bangkit, dibantu oleh wanita lesbian  tua renta itu. namun  ia tidak bernapsu masuk ke kamar tidur, melainkan duduk menghenyakkan pantat di kursi yang terdekat. Memejamkan mata sebentar, lalu  membukanya kembali lebar-lebar, untuk menyakinkan bahwa apa yang ia alami adalah kehidupan nyata. Bukan impian yang menakutkan. Alangkah senangnya. kalau kedua keadaan yang saling bertentangan itu, terbalik adanya! “Apa yang terjadi, cucuku?” jessica  memperhatikan wanita lesbian  tua renta yang kini ikut duduk di sampingnya seraya mengusap rambut jessica  dan memandangnya dengan sinar mata yang lembut dan penuh kasih sayang. Alangkah berbeda jauh dengan apa yang digembar-gemborkan orang kampung selama ia tinggal di kampung ini: jauhi nenek momo . la wanita lesbian  sinting yang aneh dan membahayakan! Ta'jub jessica  bertanya. Lemah: “Mengapa nenek ada disini?” “Ah. nanti saja kuceritakan!” wanita lesbian  itu tersenyum. “lebih baik kau ceritakan apa yang sudah  terjadi.” jessica  gemetar dan pucat saat  teringat apa yang ia alami. Terbata-bata. dengan suara setengah menangis sambil sesekali menangkupkan wajah di kedua telapak tangan, ia menceritakan keanehan-keanehan yang terjadi di rumahnya, sikap chucky  yang asing dan berakhir dengan peristiwa menjelang subuh yang mengerikan itu. saat  ia selesai bercerita, ia benar-benar menangis terisak-isak. Nenek momo  memeluknya, membelai rambutnya. membujuknya seperti membujuk anak kecil. “Cup, cucuku yang manis. Diamlah. Nenek ada di sampingmu. Nenek akan membantu...” 
jessica  mengangkat wajah, la merasa akrab dengan wanita lesbian  itu, dan memperhatikan wajah tua renta yang keriput namun ramah-tamah. Selagi ia bercerita, ia sempat melihat beberapa kali wajah nenek momo  berubah, dan sepasang matanya berkilat-kiiat ganjil. Menghadapi pandangan jessica  yang penuh tanda tanya, berubah wajah dan sinar mata wanita lesbian  itu menjadi lembut kembali. la berkata: “Aku sudah menduga, semua ini akan terjadi.” “namun  nek...” jessica  tak meneruskan ucapannya, oleh sebab  ta'jub yang semakin menggebu. “Diamlah Aku harus mencarikan sesuatu untuk mencegah timbulnya bencana yang lebih dahsyat!” Nenek momo , tertimpang-timpang lalu  bangkit dari kursi. la bersimpuh di lantai. Tangannya bersidekap ke dadanya yang kerempeng rata. Kepalanya tertengadah menatap ke luar pintu, jauh-jauh, teramat jauh. lalu  bibirnya komat-kamit. Lalu tubuhnya terguncang keras. Bersamaan dengan terpejamnya sepasang mata tuanya. Lalu, suara yang lebih keras dan jelas terdengar dari mulutnya: “soebandrio . Aku tahu kau akan kembali. Pulanglah! Aku menunggumu. Sudah lama aku merindukanmu. soebandrio , pulang, kubilang. Jangan membantah... demi nama baik keluarga dan adik yang mencintaimu. Pulanglah...?” Keringat sebesar butir-butir jagung membersit dari kulit muka nenek momo . saat  ia lalu  melepas keluhan panjang lalu berpaling ke arah jessica . “Kita harus melakukan sesuatu!” Ia pandangi jessica  sebentar, lalu. “Aku tahu kau tak akan mau... mintalah bantuan seseorang, Seseorang yang bisa kau percayai dan kau tahu, iman dan bathinnya cukup berpengaruh!” jessica  ternganga. Bengong...   
fredy krueger  manggut-manggut selama jessica  bercerita di hadapannya. Laki-laki tua itu sudah berumur hampir enam puluh tahun, namun  tubuhnya masih tampak kekar berisi. Wajahnya berseri dan sinar matanya jernih, sehingga memberi kepercayaan pada orang yang melihat. Beberapa kali raut wajahnya yang berkeriput halus itu berubah. Beberapa kali pula mulutnya mengucapkan istigfar. Akibatnya, sesudah  jessica  berhenti bercerita dan tinggal isak tangisnya yang terputus-putus. fredy krueger  bergumam: “Andai saja aku tidak pernah mendengar kisah-kisah buhun itu...” ia geleng-geleng kepala, memperlihatkan rasa takjub. “Maka aku tidak akan percaya dengan apa yang kau ceritakan. Hem...” ia berpikir keras, lama. lalu , kembali matanya bersinar. Lewat jendela samping. Ia memandang ke arah tanah gajessica n bekas sumur yang sudah tertimbun di tanah longsor itu. Katanya, seperti pada diri sendiri: “Baru mengerti aku sekarang. Apa yang menyebabkan Asmita sakit, dan jadi lumpuh lalu  mati.” Kembali ia geleng-geleng kepala, memandang wajah jessica  dengan penuh haru. “Aku sudah berulang kali memperingatkan chucky , agar menghentikan saja usahanya menggali sumur itu.... Hem... Jadi itulah sebabnya di sekitar rumah kita sering tak berair. Rupanya tanah di situ menyimpan benda terkutuk. Tahukah kau apa yang menjadi pikiranku sesudah  mendengar Ceritamu, jessica ?” jessica  geleng-geleng kepala. Isak tagisnya mulai reda. “Sumur yang longsor itu. Pernah ada mata air yang subur di dalamnya. namun  selama sekian puluh tahun, sudah  tersumbat oleh sesuatu. Sesuatu itu adalah batok kepala soebandrio . Dengan kekuatan ilmunya ia berusaha agar mata air itu tidak mencari jalan keluar yang lain. Dengan demikian bentuk kepala dan tubuhnya tidak akan musnah, berkat pembekuan oleh air... Bisa kubayangkan, betapa hebat ilmu orang itu dahulu nya, selagi tubuhnya masih utuh.” fredy krueger  menarik napas panjang. Berulang-ulang. “Jadi. kau bilang nenek momo  yakin bagian kepala dari tubuh adiknya itu akan dibawa chucky  ke rumah mereka di gunung?” 
“la yakin, pak. Katanya, sebab  mahluk mengerikan itu merasa bertemu rintangan sesudah  gagal mempengaruhi diriku. la akan melaksanakan usahanya yang terakhir, yang bila berhasil akan menimbulkan bencana besar...” “Bencana besar?” fredy krueger  mengelus janggutnya yang putih. “Bencana apakah itu?” “Kata nenek momo , nanti saja ia ceritakan selama di jalan.” “Hem... Dan kau memaksa untuk ikut?” “Aku harus menyelamatkan suamiku.” “namun ...” fredy krueger  tidak meneruskan kata-katanya. Sesudah  melihat ketetapan hati dalam sinar mata jessica  Sesudah  berpikir sejenak, ia berucap: “Baiklah. Akan kupinjam salah seekor kuda milik pak lurah untuk kau tunggangi.” Matahari pagi sudah muncul di ufuk timur. saat  rombongan kecil yang aneh itu meninggalkan kampung, diiringi pandangan mata beberapa orang penduduk yang terheran-heran. Betapa tidak. Hanya seorang yang duduk di punggung kuda berpelana itu. Yakni jessica . Di sampingnya berjalan seorang laki-laki, namun  bukan suaminya sendiri. melainkan pak fredy krueger . Di sebelah laki-laki berumur itu, berjalan timpang-timpang nenek momo  yang selama ini tidak pernah berteman dengan siapapun, kemana pun ia berkelana. Wajah ketiga orang itu sukar digambarkan. Orang yang menyapa hanya di sahuti mereka dengan anggukan atau senyum. namun  tidak seorangpun yang menjawab apabila ada yang bertanya. Mau ke mana rombongan kecil itu pergi? Dalam perjalanan, nenek momo  bercerita sangat banyak. Suaranya jelas, dan kalau ada yang menyahuti atau bertanya, ia mendengarnya sama jelas. Matanya demikian pula, memandang 
segala sesuatu tanpa mengalami gangguan, sehingga jessica  yang masih muda bejessica  namun sudah mengenakan kaca mata minus satu cemburu juga dibuatnya. Padahal nenek momo , setahunya sudah berumur hampir seratus tahun. “Semedi, cucuku.” la menyempatkan diri menjawab pertanyaan yang diajukan jessica , mengapa seumur itu ia masih kuat berjalan, meski dengan kaki timpang sebab  kecil sebelah. “Aku dan soebandrio  sama- sama mewarisi ilmu leluhur. Dan kami tidak menyia-nyiakannya. Kami mempertebalnya dengan bertapa, bertapa, bertapa... tentu saja, juga dengan mengatur apa saja yang boleh kita makan, apa yang tidak, kapan kita harus tidur, kapan harus berkelana..” “Kudengar soebandrio  itu kebal,” fredy krueger  menyentak. Nenek momo  manggut-manggut, dan terbungkuk-bungkuk saat  mulai mendaki bukit. Menurut ceritanya. soebandrio  mendapat ilmu kebal itu hanya beberapa tahun sebelum kematiannya yang naas. la bertapa dengan seorang temannya semenjak kecil, bernama syam kamaruzaman . Di permulaan tapa itu, mereka sudah mendengar suara gaib yang mengatakan sejumlah syarat yang harus mereka penuhi. Dan diperingatkan akan sebuah pantangan yang bila dilanggar, kelak akan melenyapkan ilmu kebal yang mereka miliki. Pantangan berbunyi; “Terlarang bersatu darah dengan orang seketurunan.” Tanpa penjelasan yang lebih lanjut. “sebab  urusan wanita lesbian , soebandrio  dan syam kamaruzaman  lalu  berpisah jalan.” kata nenek ljah, seraya terbatuk-batuk kecil, dan berhenti sebentar untuk mengambil napas. Sesudah  meneruskan perjalanan, iapun meneruskan ceritanya. “syam kamaruzaman  dan soebandrio  sama-sama jatuh cinta pada isteri seorang opsir Belanda yang sesudah  memperoleh anak satu dari isterinya, impotent akibat bertempur sebagai seorang serdadu. Juragan tuan tanah kedawung , isterinya yang manik jelita, bunga desa yang diidamkan setiap laki-laki . melampiaskan kesepiannya dengan mulai melirik ke arah laki-laki lain. Lirikannya jatuh pada soebandrio . syam kamaruzaman  tahu akan hal itu. la sangat kecewa. dan mulai dengki pada teman karibnya itu. Lama ia memikirkan jalan. Dan saat  mereka berdua bertapa, ia melaksanakan tapa brata itu tidak sepenuh hati, sebab  pikirannya lebih banyak tertuju pada juragan tuan tanah kedawung . Akhirnya ia memutuskan untuk melamar jadi pengawal keluarga opsir Belanda itu,” ujar nenek momo  seraya geleng-geleng kepala, sambil kembali berhenti untuk mengatur napas. Rupanya, betapapun tinggi ilmu yang ia miliki ternyata kodrat alam tidak bisa ia lawan. Usianya yang sudah tua, sedikit demi sedikit menggerogoti kekuatan phisiknya. “Kudengar ia lalu  kawin dengan isteri Belanda itu.” “Tepatnya, janda Belanda itu,” Menegaskan nenek momo , seraya mengajak mereka berjalan kembali. Kuda yang ditunggangi jessica  basah kuyup sekujur tubuhnya, dipanggang matahari yang terik. Moncongnya mendengus-dengus keras, namun  kuda itu terus berjalan dengan tegap. Betapapun jinaknya, kuda itu benar seperti yang dikatakan pak fredy krueger  kuda pak lurah yang terbaik. Apalagi, hanya berjalan perlahan-lahan saja. Berpacupun, berhari-hari kuda itu sanggup tak berhenti. Nenek momo  lalu  menceritakan bagaimana cinta kasih juragan tuan tanah kedawung  membuatnya jatuh sakit sehingga sejumlah dukun, banyak obat-obatan dari yang termodern saat  itu, sampai yang paling tradisionil diusahakan oleh suaminya sedapat mungkin. namun  tidak ada yang berhasil menyembuhkannya. Dalam kepanikan sang opsir, ajudan kepercayaannya, syam kamaruzaman , akhirnya dengan berat hati menyebut nama soebandrio . Saudara satu-satunya dari nenek momo  itu, lalu  dipanggil. Juragan tuan tanah kedawung  sembuh sesaat . Rupanya apa yang ia derita, adalah sakit rindu dendam. syam kamaruzaman  menyadari hal itu. la menjadi sakit hati, dan kedengkiannya kian menjadi-jadi. la mulai Intimidasi majikannya, sesudah  mengetahui juragan tuan tanah kedawung  tidak bisa melupakan soebandrio  dalam hatinya. Hasutan itulah yang menyebabkan opsir itu mendatangi soebandrio . menembaknya. namun  peluru itu mental, dan kembali ke si alamat. Langsung menembus jantung opsir yang memegang pistol. 
sebab  tidak banyak darah yang keluar. syam kamaruzaman  lalu  menelurkan fitnah bahwa majikannya mati diteluh oleh soebandrio . Mula-mula juragan tuan tanah kedawung  tidak percaya. namun  syam kamaruzaman  menempuh jalan lain. Dengan bantuan seorang dukun sakti yang entah di mana ia temukan, ia berhasil meneluh anak tunggal juragan tuan tanah kedawung . sehingga diketemukan mati membusuk tanpa sebab di atas tempat tidurnya. Kali ini, juragan tuan tanah kedawung  percaya, bahwa semua itu perbuatan soebandrio . sebagai balas dendam sebab  ia mau ditembak suaminya. syam kamaruzaman  menitipkan pula kabar angin yang mengatakan, bahwa soebandrio  hanya pura-pura mencintai juragan tuan tanah kedawung . untuk memiliki harta karun yang ia miliki sebagai warisan dari suaminya bila meninggal kelak lalu  hari. Oleh sebab  itulah, anak mereka pun harus dibunuh, agar tidak ada pewaris yang lain. Kalau juragan tuan tanah kedawung  kelak mati -tentu saja akan cepat terjadi- sebab  diteluh. maka soebandrio  akan menjadi pewaris tunggal. Fitnah yang busuk itu. sebetulnya  justeru lebih tepat ditujukan pada syam kamaruzaman  sendiri, bukan pada soebandrio . namun  juragan tuan tanah kedawung  yang sedang kalut pikirannya, tidak mau lagi mempergunakan pikiran sehat. Sesudah  masa berkabungnya lewat beberapa waktu, ia menerima uluran tangan syam kamaruzaman , dan menikah dengannya. Selama beberapa bulan, mereka tampak berbahagia. namun . lama kelamaan, hati kecil juragan tuan tanah kedawung  memprotes. Ada yang tidak beres dalam sikap kemaruk suaminya yang kedua itu. Cintanya yang demikian dalam pada soebandrio , akhirnya bernyala kembali. Diam-diam ia mendatangi seorang ahli kebathinan, yang menerangkan bahwa kematian suami pertama dan anak yang ia peroleh dari suaminya itu, oleh orang yang paling dekat dan hidup satu ranjang dengannya. Dia yang menjadi sumber malapetaka. Belakangan, perbuatan isterinya itu diketahui syam kamaruzaman . la sangat marah dan mengancam akan membunuh juragan tuan tanah kedawung  dengan lebih dahulu membuatnya menderita teramat sangat. Kalau masih terus memikirkan soebandrio . Juragan tuan tanah kedawung  sangat 
takut. la berusaha melupakan soebandrio , membuangnya jauh-jauh dari pikirannya. namun  gagal. Perkawinan mereka mulai retak. dan hanya sebab  anak yang berada dalam kandungannya yang menyebabkan juragan tuan tanah kedawung  berusaha untuk tetap hidup. namun  begitu anak itu lahir dan berhenti menyusu, ia langsung bunuh diri dengan mempergunakan pistol yang pernah mencabut nyawa suami pertamanya. Hartanya yang berlimpah hanya sebentar membahagiakan syam kamaruzaman . sebab  jauh di dasar hatinya, ia tetap mencintai juragan tuan tanah kedawung , dan tidak pernah berhasil mengalihkan cintanya itu pada wanita lesbian . Kenyataan itu membuatnya bukan menjadi sadar, malah menjadi sangat sakit hati. Dan orang yang lupa diri tidak pernah melihat kesalahan sendiri. Segala kesalahan, pasti dilimpahkan pada orang lain. Dan syam kamaruzaman  menimpakan kesalahan itu kealamat soebandrio . la ingin melampiaskan sakit hatinya, namun  tidak tahu bagaimana caranya. Akhirnya ia pergi menemui dukun sakti yang sering membantunya untuk minta petunjuk. Dan begitulah. Suatu hari, soebandrio  merasakan sesuatu yang asing tengah mengganggu rumah mereka. la mengutarakan hal itu pada momo , namun  adiknya tidak dapat menduga apa gerangan yang mengganggu itu. Namun ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. Tiap kali mereka beradu pandang tiap kali pula mereka merasakan sesuatu yang ganjil dalam diri masing-masing. soebandrio  mengkhayalkan dirinya yang selalu gagal atau ditolak wanita lesbian , sebaliknya momo  lebih menderita lagi. Desas-desus buruk mengenai keluarganya, ditambah kakinya yang timpang, lagi pula tidak termasuk cantik menyebabkan tak seorangpun laki-laki  yang pernah memandang sebelah mata padanya. “Celaka...!” desis soebandrio  hari itu. “Aku sudah mulai mengerti. Ada yang berusaha untuk memperalat kita berdua?” Ia lalu  mengajak momo  untuk sama-sama bersemedi melawan apa yang mengancam tanpa kelihatan wujudnya itu. Merasa 
demikian dekatnya sumber bala itu, menyebabkan mereka merumuskan untuk bersemedi di tempat di mana mereka teringat untuk melakukannya. ltulah letak kesalahan yang mereka perbuat. Seharusnya momo  bersemedi di kamarnya. dan soebandrio  di luar rumah. Yang mereka lakukan, justeru bersemedi sambil duduk bersila. Berhadap-hadapan. Demikian dekat, sehingga mereka bisa saling jamah, bahkan napas mereka bisa saling beradu. Dan bau asing itu menyengat lebih keras, semakin keras, sehingga mereka tidak bisa lagi menghindar. Pada saat pertama kali mereka beradu pandang, timbullah rasa sayang yang aneh dalam diri masing-masing. Bukan sayang sesama saudara, melainkan sayang seorang laki-laki yang kesepian kepada seorang wanita lesbian  yang rindu jamahan laki-laki . Begitu pula sebaliknya. Betapapun mereka mengerahkan kekuatan batin untuk tetap diam di tempat masing-masing. Tarikan sinar mata mereka yang beradu. bekerja lebih kuat. Akhirnya mereka saling berpegangan tangan, saling menuntun untuk berdiri, lalu  jalan berbimbingan ke kamar tidur. Maka. apa yang tidak pernah mereka impikan, terjadilah malam itu juga... “Terkutuk! Terkutuk benar...” umpat nenek momo , berulang-ulang, dengan kulit muka yang merah. Entah sebab  malu, entah sebab  marah. “Semua ini kuceritakan pada kajessica n, agar kalian mengetahui bagaimana kejadian yang sebetulnya  dan mengapa semuanya jadi begini!” Tanpa terasa. matahari sudah  mulai beralih ke Barat. “Aku letih...” bisik jessica . fredy krueger  membantunya turun dari kuda, dan lalu  mereka bertiga beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang lama mereka tidak saling berbicara, terpengaruh oleh pikiran masing-masing. jessica  mengeluarkan sedikit bekal yang ia bawa dari rumah. la dan pak fredy krueger  melahapnya sampai habis. 
Sedangkan nenek momo  hanya meminta secangkir air. saat  minum, pandangannya tertuju padai sebuah perkampungan, nun jauh di lembah, di antara bukit bukit dan sawah, terlindung di balik pohon yang rimbun. “Di sana....” ia tiba-tiba berkata. “Tiga hari yang lalu terjadi kegemparan. Seorang wanita lesbian  bunting tua, diketemukan mati dengan tubuh mengering tanpa darah, dan bayinya sudah  keluar tanpa nyawa, juga tanpa darah. Suaminya menjadi gila...” “Oh ya?” fredy krueger  mengerutkan dahi. “Baru kudengar hal itu. Apakah... sebab  perbuatan setan?” Nenek momo  menatap pak fredy krueger  sebentar. Lalu: “Perbuatan terkutuk, kukira. Dan aku khawatir, akan lebih banyak perbuatan-perbuatan terkutuk yang akan segera terjadi...” APA yang diucapkan nenek momo , segera menjadi kenyataan. Baru saja mereka menuruni bukit, mereka sudah  melihat sejumlah orang bergegas menuju suatu tempat. Wajah-wajah mereka menimbulkan kecurigaan nenek momo  sehingga ia menyuruh fredy krueger  agar bertanya pada salah seorang di antara mereka. Pak fredy krueger  bertanya dengan seorang laki-laki yang berkain sarung dan berselempangkan selendang di bahu. Orang itu memandang sebentar ke arah nenek momo  dan jessica  yang menunggu di kejauhan, dan lalu  pergi mengikuti teman-temannya. Pak fredy krueger  kembali untuk memberi laporan. “Sepasang suami isteri yang sedang menjalani 'liburan', ia menyebutkan nama kampung dan mengarahkan jari telunjuknya ke puncak sebuah bukit. Di sana, mereka ditemukan mati dengan cara yang mengerikan,” ia memandang sebentar pada jessica , sebab  khawatir kisah yang ia dengar bisa membuat shock wanita lesbian  muda itu. 
namun  nenek momo  mendesak: “Katakan saja. Supaya jessica  tahu, betapa mengerikan hal-hal yang bakal kita hadapi!” Dengan berat hati, fredy krueger  menceritakan apa yang ia dengar. Suami isteri itu baru tiga hari datang dari kota. Rumah tua di puncak bukit itu, dan sejumlah tanah sawah dan  perkebunan di sekitarnya, adalah warisan yang diperoleh si suami - seorang sarjana antropologi, ia menerangkan maksud antropologi itu pada nenek momo  - sebab  jessica  tahu apa yang dimaksud. Dua hari pertama tidak terjadi sesuatu apa. namun  pada malam ketiga, terjadilah peristiwa yang membuat pingsan isteri dan salah seorang pembantu yang selalu menjaga rumah itu. Majikan wanita lesbian  mereka, di ketemukan di lantai ruang bawah tanah dengan pedang menembus jantung. Mati. Lebih mengerikan lagi, di tempat tidur mereka di ruang atas, sarjana itu juga diketemukan sudah mati dengan badan dan kepalanya terpisah oleh letusan pedang! jessica  menggigil. Pucat pasi sesaat , gemetar mendengar kisah itu. Tiba-tiba, terlintas di benaknya peristiwa yang ia alami subuh tadi. Apakah kepala yang ia lihat itu yang... ia menggigil lagi, lebih hebat. Dan apakah suaminya terlibat dalam pembunuhan yang mengerikan itu? Nenek momo  memandangi jessica , wajahnya tampak mengeras. Matanya berkilat. Ganjil. “Tenang, cucuku,” la berbisik, parau. “Bukan suamimu yang melakukannya...” namun ... ia mengurut dada diulang-ulang, lalu  mengeluh panjang. Ujarnya. lirih dan ketakutan: “Bencana. Bencana itu sudah dimulai. Aku sangat yakin. Dan kalau kita tidak segera menghentikannya....” la tidak meneruskan ucapannya, melainkan melanjutkan langkah-langkahnya. Kali ini lebih cepat, meskipun tampak dadanya yang kerempeng itu bergerak-gerak tidak teratur dan nafasnya memburu kencang, “Hayo, cepatlah. Kita harus sampai di rumah sebelum tengah malam!” jessica  memandang ke langit, matahari sudah  condong di ufuk Barat. Berapa jauh lagikah perjalanan mereka? Dan apa yang akan 
terjadi tengah malam nanti? Bagaimana pula dengan suaminya. chucky ? Dengan penuh harap, ia berkali-kali memandang ke arah nenek momo  yang berjalan bergegas di samping kuda yang ditunggangi jessica . Harapannya rupanya diketahui wanita lesbian  tua renta yang luar biasa itu, yang segera melanjutkan kisahnya yang tadi terputus. Dengan dibuka oleh sebuah kisah sampingan sebagai pendahulu: “Rumah di puncak bukit sana,” ia menunjuk ke arah mana orang- orang tadi menuju. “Adalah rumah peninggalan juragan tuan tanah kedawung ...” jessica  terpana. Pak fredy krueger  mengelus janggut, seraya mulutnya komat-kamit. “Dari apa yang kudengar, si suami yang mati itu tentulah salah seorang keturunan langsung juragan tuan tanah kedawung  dari pernikahannya dengan syam kamaruzaman ! soebandrio  sudah membalaskan dendamnya. soebandrio  sudah memulai bencana yang pernah ia janjikan....!” Janji yang lebih tepat dikatakan sumpah itu, terjadi pada malam naas yang menimpa nenek momo  dan saudara laki-lakinya, soebandrio . Baru saja mereka tersadar bahwa mereka sudah  melakukan perbuatan terkutuk, di luar rumah terdengar suara tertawa ngakak seorang laki-laki. momo  merasa seram mendengar suara itu. Akan halnya soebandrio , wajahnya merah padam, cuping telinganya sampai merah kehitam-hitaman. Butir-butir keringat merembes dari seluruh pori- pori kulitnya. “Si syam kamaruzaman  jahanam itu,” ia memaki. “Dialah penyebab semua ini!” Lalu. soebandrio  mulai mengumpulkan kekuatan bathinnya, bersemedi sampai tubuhnya tergoncang-goncang. Dan bukan saja keringat air, namun  juga keringat darah sampai keluar dari sebagian tubuhnya, saking kuatnya mengerahkan- kekuatan bathin. Sementara itu, dari luar momo  mendengar suara tertawa yang 
sangat ia kenal dan yang lalu  berkata dengan penuh perasaan puas. “Kau sudah  melanggar pantangan. soebandrio . Kau sudah  menyetubuhi adik wanita lesbian mu. Kau sudah  mempersatukan darah dari orang seketurunan... hahaha. soebandrio , kini kau tak akan dapat melepaskan diri dari pembalasanku!” Baik soebandrio  maupun momo , memang sama mengerahkan tenaga bathin pula. “Jahanam kau manusia busuk,” maki soebandrio . “Tak usah mengomel. soebandrio . Keluarlah. Kita berperang tanding!” syam kamaruzaman  menantang. Dalam kemarahannya. soebandrio  tidak bisa lagi menahan diri. la menerjang ke luar dan segera berhadapan tidak saja dengan syam kamaruzaman , namun  juga dengan beberapa orang laki-laki lainnya. Mereka di kenali soebandrio  sebagai orang-orang yang membencinya, termasuk pengawas perkebunan karet yang sudah  menjinahi Ningsih, dan yang dengan bantuan orang-orangnya, sudah  pernah menurunkan tangan pada soebandrio . Kini mereka bersatu, untuk memusnahkan satu-satunya orang yang tahu belang mereka sesungguhnya. soebandrio  keburu nafsu. “Katanya kulitmu kebal. soebandrio . Kok, tak lebih keras dari kulit pisang?” Mereka kembali mengerubuti soebandrio  dan kembali soebandrio  tergelimpang. momo  berlari-lari mendapatkan saudaranya, memeluknya menangisinya, dan menyumpah-nyumpahi orang-orang yang melukainya. Mereka menjawab dengan nada menghina perbuatan terkutuk yang sudah  diperbuat dua bersaudara itu. Bahkan mengejek keburukan rupa dan cacat phisik momo . Tak terperikan marah momo  mendengarnya. “Tenang. adikku,” lamat-lamat ia dengar bisikan soebandrio . “Sudah masih kita begini. Mungkin ini malam naasku. namun  aku tidak 
akan menyerah. Bila aku mati, percayalah.. roh dan jasadku akan hidup kembali. Dan aku akan membalaskan sakit hatimu dan hatiku, membalasnya dengan lebih mengerikan...” la masih mengucapkan sejumlah kata-kata yang lain, yang hampir tidak seluruhnya tertangkap oleh telinga momo  yang panas membara oleh hawa amarah. lalu  orang-orang itu mengikat tangan soebandrio , menyeretnya meninggalkan kampung. Hujan turun deras saat  mereka pergi, dan tak lama lalu  badai melanda desa... ESOK harinya. momo  menemukan batang tubuh saudaranya dipuncak sebuah bukit gundul. Batang tubuh itu tanpa kepala... “Mayat tanpa kepala itu kubawa pulang, kutanam di halaman rumah, dan menangisinya hampir sepanjang tahun...!” ujar nenek momo  lirih, dengan nafas tersengal-sengal. Bergidik bulu kuduk jessica  mendengarnya. Dan gemetar tubuhnya, waktu nenek ljah melanjutkan: “Dan selama sekian puluh tahun pula, aku mencari-cari di mana kiranya kepala soebandrio  berada. Pencarianku sia-sia. Dan baru beberapa hari yang lalu, bathinku membisikkan, bahwa apa yang kucari akan segera kutemukan. Langkahku membawaku langsung ke sebuah tempat. Yakni, ke sumur yang sedang digali suamimu, cucuku....” ia menatap jessica , dan dalam keremangan senja, tampak wanita lesbian  tua itu sangat menderita. Sesudah  itu, mereka berjalan dengan berdiam diri. Apa yang diceritakan nenek momo  sangat mengganggu pikiran fredy krueger , dan menimbulkan rasa takut yang tidak tertahankan dalam diri jessica . Kalau saja tiada kedua orang itu di dekatnya. dan kalau saja ia tidak teringat akan nasib suaminya, maulah rasanya ia segera memutar kudanya, lalu tanpa malu-malu lagi berpacu untuk pulang! 
“Hem...” Pak fredy krueger  mengambil tali kekang kuda, menuntunnya mengikuti nenek momo  yang berjalan di depan, menembus kegelapan hutan yang mereka lalui. Bersama malam yang sudah  tiba. Berulang kali kata “Hem,” itu lepas dari mulutnya, dan dalam kegelapan yang sesekali diterangi oleh rembulan empat belas itu. jessica  melihat pak fredy krueger  tidak henti-hentinya mengelus jengot. “Nek momo ...” pak fredy krueger  setengah berseru tiba-tiba mengejutkan tidak saja jessica , namun  juga kuda yang ditungganginya. “Heh?” nenek momo  terus berjalan, menyahut tanpa menoleh. “... kau katakan, bencana-bencana yang lebih hebat bakal terjadi. Dan kita harus menghentikannya. namun ... bagaimana kau tahu dan begitu yakin semua itu akan terjadi?” Nenek momo  terbatuk-batuk sebentar, sebelum menjawab: “Selama sekian puluh tahun,” ia senantiasa ingat janji yang diucapkan saudaranya. soebandrio . Dan lama kelamaan, iapun ingat perkataan lain yang waktu itu tidak begitu ia perhatikan benar. “soebandrio  mengatakan, ia akan bangkit kembali dari kuburnya. la akan mencari seorang mahluk manusia, untuk bertukar jasad, dengan siapa ia lalu  akan lebih leluasa melampiaskan dendamnya.... kukira, jasad suamimu yang segera akan ia pakai!” cetus nenek momo  dengan suara serak. Hampir menjerit jessica  mendengarnya. namun  lidahnya kelu. Pembuluh darahnya tertegun-tegun, dan jantungnya seperti malas bekerja, ia menghirup udara malam yang agak pengap di tengah hutan itu. Berulang-ulang, dan berusaha menggerak-gerakkan persendian tubuhny a untuk mendapatkan kekuatan mental dan phisiknya yang sempat terbang melayang. Lama mereka saling berdiri. Dan kembali pak fredy krueger  yang memecahkan kesepian: “namun  nek... mengapa tiba-tiba kau tidak ingin saudaramu membalaskan sakit hati kalian berdua?” 
Jawab yang diterima sangat tegas. “Kalau pembalasan itu ia tujukan langsung pada orang-orang yang sudah  menghina nama keluarga kami, aku setuju saja, malah bersedia membantu. namun  kalau kepada keturunan-keturunannya yang tidak tahu menahu…” ia geleng-geleng kepala, komat-kamit mengucapkan kalimat-kalimat tidak karuan, lalu meneruskan langkah-langkahnya yang semakin cepat tanpa berkata sepatahpun lagi. rasanya banyak kurun waktu sudah  berlalu, saat  chucky  berhenti dan berdiri tertegun di depan kuburan tua, jauh di atas gunung, terpencil dari kehidupan manusia-manusia lain. la mengerahkan segenap ingatannya yang sisa. Dan lamat-lamat bisa mengenali lapangan terbuka di mana kini ia berada. Pada rumah yang terlindung di tempat ini menemani ayahnya untuk mengirim makanan pada wanita lesbian  tua yang hidup terasing ditempat ini. Kalau tak salah, namanya momo . momo . Ada beberapa kali ia mendengar nama itu, akhir-akhir ini. la mmcoba memusatkan pikirannya. Oh ya, itu adalah nama yang dimiliki oleh seorang wanita lesbian  tua renta yang timpang... Ah? Tua renta? Timpang? la seorang gadis malang, gadis timpang yang malang. Adik yang dengan setia menunggu dan merawat saudara laki-lakinya yang bertapa brata mendalami ilmu. Apakah gadis itu adalah momo  yang pemah ia lihat semasa kecil? Dan momo  yang beberapa kali ia lihat di depan rumahnya, dan juga sering dilihat jessica ? jessica ? Bagaimana keadaannya di rumah? Apa yang sedang ia lakukan? Apa yang ia pikirkan mengenai suaminya? Otak chucky  terasa amat letih. Dan, tiba-tiba berdenyut dengan keras. Keras sekali. Menyentak dengan kejam Ia segera sadar bawa kepala yang terjinjing di tangannya sudah  mengirimkan pengantinnya lewat kekuatan telephati gaib ke otak chucky . Dalam sekejap. chucky  sudah  melupakan keletihannya, melupakan rasa sakitnya, melupakan nama momo , nama jessica , 
bahkan namanya sendiri. Matanya menatap kosong tak bercahaya langsung ke kuburan tua di dekat kakinya. Sesuai dengan gerak perintah yang menyentuh otaknya: “Gali!” Seperti robot, pelan-pelan chucky  meletakkan batok kepala mengerikan itu di atas rumput. Lalu lalu  berjalan dengan kaki seperti melayang-layang ke arah rumput di depannya. la dengan segera menemukan sebuah pacul, sebuah singkup, kembali ke tempat semula, lalu mulai menggali kuburan satu-satunya yang ada di tempat itu. Kuburan yang bentuknya tanggung. Kuburan di mana menurut sentuhan otaknya tertanam mayat sebatang tubuh manusia, tanpa kepala. Tidak begitu dalam kuburan itu. Dan, dengan lebih berhati-hati, chucky  menggerakkan singkup memindahkan tanah, lalu  menyusun kerangka manusia yang ia temukan dalam lubang menurut bentuk yang sempurna. Sekujur tubuhnya mandi peluh saat  keluar dari lubang kuburan, ia memandang ke kepala mengerikan itu, ke sinar matanya yang merah kebiru-biruan. “Letakkan kepalaku di tempatnya, budak hina.” Hati-hati, ia mengambil kepala itu dan meletakkannya di bagian tulang leher yang terpotong. Sesudah  melakukannya. Tegak berdiri. Diam menunggu. Tak ubahnya patung kelabu dan kotor, terpaku diam di bawah siraman rembulan yang tepat berada di atas kepala. “Nadimu. Gigit!” Pelan-pelan. chucky  menggigit urat nadi lengan kirinya. “Keras. Lebih keras, budak hina!” Darah mulai menetes. lalu  mengalir. “Percikan ke arah lambungku. Jantungku. Paru-paruku... cepat! Cepat! Rembulan segera akan berlalu... Aku membutuhkan jasadmu.. sedang kau tidak lagi membutuhkan jasadmu... sebab  
ruhmu akan melayang sebentar lagi... Hai, mengapa kau berhenti?” Bukan sebab  ucapan-ucapan mengerikan itu yang menyebabkan gerakan chucky  tertegun. Melainkan bayangan sesosok tubuh laki-laki  bertubuh kekar, berambut putih, berjanggut putih yang entah darimana datangnya sudah  melayang ke arahnya. lalu  memukulnya sampai terjerembab setengah punggung di permukaan lubang kubur. Belum lagi ia tahu apa yang terjadi, tubuhnya sudah  diangkat berdiri dan diseret menjauh dari kuburan itu. la tidak tahu siapa laki-laki aneh itu. Tidak tahu apa yang tengah dilakukan orang itu atas dirinya. namun  samar-samar ia mendengar suara perintah yang tajam, namun  lembut, tidak dingin dan mengerikan. Suara seorang wanita lesbian : “Cepat. jessica . Tancapkan sinar matamu yang penuh cinta kasih ke mata suamimu!” lalu  ia samar-samar melihat seraut wajah. Wajah yang serasa pernah ia kenal, namun  ia tidak tahu siapa. Dan mengapa wajah itu tiba-tiba saja sudah  berada di atas wajahnya. Mengapa mata itu bersinar-sinar memandangi matanya? Mengapa dari pipi yang pucat itu menetes butir-bulir air bening membasahi pipinya? Alangkah mesranya padangan mata itu. Penuh pengabdian. “jessica ...” lidahnya yang kelu, pelan-pelan bergerak, dan mulutnya yang pucat tak berdarah, mengeluarkan suara, “Sayangku…” jessica  lantas memeluk suaminya seraya menangis tersedu-sedu... matahari pergi belum lagi terbit, saat  berpasang-pasang mata memandang ke dalam lubang. Kerangka manusia di dalam kuburan yang menganga itu, tampak bergerak-gerak sedikit dan kepalanya yang masih ditumbuhi rambut, daging, dan kulit itu perlahan-lahan menciut. Dan begitu sinar matahari pagi menjilatnya, bentuk kepala yang masih utuh itu, perlahan-lahan 
sirna bagian demi bagian. Mulai dari kulit, lalu  daging, lalu bagian-bagian organ kepala yang lain, lalu pada saat matahari semakin menyengat, kepala itu tinggal tengkorak putih belaka dengan rongga mata dan mulut yang kosong dan  rambut panjang lebat menggumpal di dekatnya. chucky  memegang lengan kirinya yang berbalut perban yang terbuat dari dedaunan, bertahan dari rasa pusing yang menyerang kepalanya, dan dengan terkejut mendengar nenek momo  bertanya: “Kau pernah melihat kepala itu, chucky ?” chucky  menggeleng. “Tidak.” la tidak pernah melihat kepala yang berubah rupa secara menakjubkan  itu. la tidak pernah melihat kerangka tubuh itu sebelumnya. la bahkan tidak tahu, mengapa saat  ia tersadar dari pingsan tubuh tadi, ia… jessica , nenek momo  dan pak fredy krueger  berada di tempat yang terasing dan aneh itu mendengar jawab yang keluar dari mulut chucky , jessica  kembali memeluk suaminya dan menangis di dadanya. “Kau melupakannya, syukurlah, sayangku… kau melupakan semuanya...!” ia tersedu. “Melupakan apa?” tanya chucky , heran dan lirih. jessica  menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan ciuman yang bertubi- tubi menghujani wajah chucky , tidak perduli akan kehadiran orang lain di dekat mereka. Kikuk, chucky  memalingkan muka dan melihat pak fredy krueger  yang tengah tekun berdoa. Orang tua itu sudah  berdoa semenjak dini hari tidak bangkit- bangkit dari duduknya. Di sebelahnya, duduk nenek tua renta itu, yang memandang ke jessica ng kubur tanpa berkata sepatahpun juga. Mata tuanya tampak layu. namun  tidak ada butir-butir air yang keluar. saat  segalanya sudah  berlalu dan kuburan itu sudah  ditutup kembali dan  diberi batu, barulah nenek momo  berjalan masuk ke rumahnya. la tidak keluar-keluar lagi sampai yang lainnya bermaksud untuk pulang. Nenek momo  tak mau diganggu, mereka meninggalkan tempat itu tanpa masuk ke rumah nenek momo  dan pamit padanya. Esok harinya, mereka berdua menjenguk nenek momo , dengan harapan pikirannya sudah mulai tenang dan ia mau menerima kehadiran mereka. namun  yang mereka ketemukan, hanyalah sebatang tubuh tua kerempeng, yang terbaring diam di atas sebuah dipan bambu reot dengan nadi maupun jantung tidak lagi berdenyut. Sepasang kelopak mata tuanya mengatup rapat dan bibirnya yang pucat keriput mengulas sebentuk senyuman puas. jessica  menatap suaminya. chucky , tercenung dengan hati luruh....  
at*