Rabu, 14 Desember 2022

kudeta 12

Kekurang jelian PKI menilai kebenaran informasi  yang diterimanya sekitar rencana  
coup d'etat  Dewan Jenderal  sehingga langsung mempercayainya dan bertindak  
mendahului, itulah yang menghantarkan partai ini ke liang kehancurannya.  
Argumentasi yang dikemukakan oleh Geofrey Robinson untuk mendukung  
hasil penelitian  di atas, ialah fakta  bahwa coup d'etat tampil pada saat titik kritis  
polarisasi antara Angkatan Darat di satu pihak dan apa yang disebutnya aliansi  
Sukarno PKI di pihak lain.  
Sedang faktor faktor lain yang dimanipulasi , antaranya intervensi Amerika Serikat di  
Vietnam Utara dengan memulai pemboman, dukungan Amerika Serikat kepada  
Inggris mengenai konfrontasi Malaysia, serangan terhadap Sukarno oleh  
anggota anggota Kongres dan tulisan tulisan pers Amerika yang provokatif untuk  
memancing kemarahan Sukarno dan PKI agar menyerang balik. Dalam kondisi   
demikian, tidak banyak lagi apa yang harus dilakukan oleh Amerika, sebab   
semuanya sudah dikerjakan dengan terjadinya polarisasi  kanan  dan  kiri  yang  
sudah  ditingkatkan oleh kedua belah pihak.  
Pola umum yang tampil dari studi atas periode ini, memiliki  dua dimensi yang  
saling berhubungan.  
Pertama, kegiatan agen agen Amerika yang sengaja mengembangkan sejenis politik  
tertentu terhadap negara kita  yang sedang berada dalam polarisasi politik yang sudah  
serius. Jenis politik itu ialah merupakan tekanantekanan ekonomi dan tekanan   
tekanan lainnya secara selektif dengan tujuan melemahkan yang  kiri  dan  
memperkuat yang  kanan     yang disebut sebagai sahabat kita .  
Kedua, bulan bulan terakhir menjelang kudeta, para penasehat Amerika Serikat,  
sudah sampai pada titik mem  pertimbangkan pembalasan militer langsung terhadap  
pemerintah Sukarno, sebab  cara lain dianggap sudah gagal secara essensial,  
termasuk perebutan kekuasaan oleh Tentara, sebuah rencana yang diharap harap  
dan lama direnungkan oleh Amerika; sebagai jawaban atas ancaman  kiri  yang  
menghantui.  
Ralph McGehee, seorang pensiunan CIA, dalam hubungan ini menyarankan agar    
metode yang dipakai CIA di negara kita , yang dinilai penuh kepiawaian, dapat  
dipakai  sebagai satu tipe atau denah untuk operasioperasi terselubung lainnya di  
masa yang akan datang. Secara khusus metode ini memang sudah dipraktekkan  
dalam masalah  keterlibatan CIA menggulingkan Presiden Alende dari Chili. Terbukti  
dipakainya rancangan atau denah tipe Jakarta ini, mencapai hasil yang baik. 
 The CIA and the White Paper on El Salvador , The Nation April 11,  1981, hal. 423.  
Dengan pengakuan pengakuan yang diuraikan di atas, jelas menunjukkan bahwa  
keterlibatan Amerika Serikat dengan ClA nya dalam peristiwa pergerakan  30 September  
1965, dengan sasaran pokoknya menghancurkan PKI dan menggulingkan Sukarno,  
tidak terbantah lagi.  
Bagi kita di negara kita , tentu lebih mudah memahami peristiwa itu sebab  ikut  
mengalaminya, meski pun pengalaman pengalaman itu tidak semua bisa  
dikemukakan secara terbuka.  
Sebagai pelengkap, berbagai referensi berupa bukubuku atau tulisan tulisan, sudah   
diterbitkan. contohnya , buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (Kepala  
Pusat Sejarah Militer AD), Soegiarso Soerojo (Seorang Intel), catatan  Jenderal Yoga  
Sugomo, seorang yang sangat berpengalaman di bidang Intel dan mantan kepala  
BAKIN dan  banyak buku lainnya yang umumnya menunjuk biang keladi G30S: PKI,  
sukarno  dan RRT. Tidak satu pun yang menyebutkan keterlibatan Amerika  
Serikat.  
Bahkan sudah di release film  Pengkhiatan G30S/PKI  yang setiap tanggal 30  
September ditayangkan ulang di TVRI, meski pun efeknya seperti angin ribut yang  
lekas berlalu.  
Sayangnya di negara kita  sendiri, meski pun sudah 30 tahun  kejadiannya, belum  
pernah  diselenggarakan SEMINAR yang dapat mengungkapkan peristiwa itu secara  
utuh dan objektif, bahkan terasa masih tabu.  
Sebuah analisa  yang tajam dikemukakan oleh sukarno  dalam  Pelengkap  
Nawaksara  yang disampaikannya kepada MPRS 10 Januari 1967, sebagai  
Pelengkap  Amanat Nawaksara  mengenai terjadinya G30S sebagai berikut:  
 Berdasarkan penyelidikanku yang seksama, menunjukkan bahwa peristiwa pergerakan   
30 September itu, dimuncul kan oleh pertemuannya tiga sebab, yaitu:  
1. kesewenangwenangan  pimpinan PKI  
2. Kelihaian subversi Nekolim  
3. Memang adanya oknum oknum yang tidak benar .  
Ketiga sebab yang disebutkan oleh sukarno  itu meski pun tidak diperinci, namun  dari  
hasil penelitian yang luas di hari berikutnya , membuktikan kebenarannya.kesewenangwenangan  pemimpin pemipin PKI, diakui oleh tokoh  PKI sendiri, Kelihaian subversi Nekolim, dibenarkan oleh begitu banyak pengakuan tokoh   Barat dan Amerika, dan manuscript   manuscript  resmi yang terungkap mengenai  keterlibatan Amerika Serikat dan CIA di negara kita .  Terakhir, dalam bulan Desember 1992 di Monash University Melburne, Australia, sudah   diseminarkan topik yang bertema  Indonesia Democracy 1950's and 1990's . Prof.  
George McT. Kahin dari Cornell University (AS), yaitu  salah seorang dari 300 pakar  mengenai  negara kita  yang ambil bagian dalam Seminar itu, mengemukakan terus terang  dalam manuscript nya  Impact of US Policy on Indonesia Politics  (Dampak  kebijaksanaan politik Amerika Serikat terhadap negara kita ), betapa jelas campur  
tangan pemerintah Amerika Serikat dalam soal soal politik negara kita , sebab   kekhawatiran Washington mengenai  kemungkinan negara kita  jatuh ke tangan komunis.  Dengan mengutip catatan mantan Duta Besar Amerika untuk negara kita , Hugh S.  Cumming Jr, yang tersimpan di Arsip Nasional Amerika, Prof. Kahin mengatakan  
bahwa Presiden Dwight Eisenhower meminta Cumming agar   waspada atas  fakta  sebuah negara seperti negara kita  yang katanya merupakan masalah besar  sebab  tidak memiliki  tradisi memerintah sendiri, sehingga bisa jatuh ketangan  komunis atau terpecah pecah menjadi bagian lebih kecil.  Dalam konteks perang  dingin, Eisenhower lebih suka memilih negara kita   
terpecah pecah dibandingkan  jatuh ke tangan komunis. Maka sesudah  Cumming  bekerja   di negara kita , Presiden Eisenhower memerintahkan agar   merealisasikan  keinginannya meredam kemajuan komunis dengan memperhatikan dua  
perkembangan di lapangan.  Pertama, sikap Sukarno yang dinilai lebih dekat dengan Beijing, lebih lebih sesudah   mengunjungi RRT di tahun  1956, ia mengagumi dan ingin meniru kemajuan Cina  dalam membangun ekonominya.  
Kedua, PKI dalam PEMILU 1955 meraih 20% suara di Jawa dan malah 27%  dalam pemilihan tingkat propinsi bulan Juli dan Agustus 1957.  
Perkembangan ini meningkatkan kecemasan Washington mengenai  kemungkinan Jawa  
jatuh ke tangan komunis. Malahan Kahin mengakui, masih banyak arsip Amerika  
Serikat mengenai keterlibatan CIA di negara kita  yang sampai sekarang masih  dirahasiakan, meski pun sudah melewati batas waktu kerahasiaan 30 tahun .`  Dengan premis bahwa komunis di Jawa sudah menjadi suatu mayoritas absolut,  
maka Badan Keamanan Nasional mendorong CIA membantu memperkuat pergerakan   
pemberontakan di daerah  daerah. berdasar keterangan saksi  perhitungan Washington, sekiranya  pemberontak kuat sebab  memperoleh  bantuan Amerika Serikat, maka bisa terjadi  
perang  saudara dan Amerika Serikat pasti memihak kekuatan anti komunis.  Dalam manuscript nya sepanjang 31 halaman itu, Kahin mengungkap  kan, CIA  lalu  segera beraksi dengan menghubungi tokoh  tokoh miiiter pembangkang di  daerah. Hanya dalam tempo 1 minggu, seorang agen CIA tiba di Padang untuk  
menyerahkan dana kepada Kolonel Simbolon sebagai bantuan bagi pasukannya yang  
digulingkan di Sumatera Utara.  Kolonel Simbolon dan beberapa perwira staf Letnan Kolonel Ahmad Husein,  komandan tentara di Sumatera Barat, diundang oleh CIA ke pangkalannya di  
Singapura, lalu  diikuti dengan pengiriman senjata dan dana dalam jumiah besar  ke Padang.  
Lima bulan lalu , Amerika Serikat memberikan alat komunikasi dan  persenjataan modern kepada 200 pemberontak di Sumatera. Bantuan itu diserahkan  secara sembunyi sembunyi dan pemberontak mengambilnya sendiri dari kapal selam  
yang nongkrong di lepas pantai Padang.  
CIA juga membawa bawa  beberapa  anak buah letnan kolonel Ahmad Husein untuk dilatih  
komunikasi dan penguasaan memakai  senjata  senjata modern di berbagai  fasilitas militer Amerika Serikat di Pasifik Barat.  
Amerika Serikat juga memberikan bantuan serupa kepada pemberontak  PERMESTA di Sulawesi. namun  bantuan dana dan senjata Amerika Serikat kepada  pergerakan  pemberontak di Sumatera dan Sulawesi, ternyata tidak cukup   kuat untuk  
memaksa Sukarno dan Pemerintah Jakarta memenuhi keinginan Washington. 
 Laporan wartawan  KOMPAS' Ratih Hardjono dan Rikard Bagun  yang meliput jalannya Seminar diAustralia,  KOMPAS  21 Desember 1992, Jakarta.  Uraian Prof. George McT. Kahin sangat menarik para Anggota   seminar. Campur  tangan Amerika Serikat di negara kita  tidak bisa dibantah lagi, sebab  yang  mengemukakan tokoh Amerika sendiri dan klimaksnya ialah keterlibatan negara  
Uncle Sam ini dalam perencanaan dan pencetusan pergerakan  30 September 1965  
yang berhasil menggulingkan Sukarno dan menghancurkan PKI.  Amerika Serikat yang menjadi  dirinya Polisi Dunia, fungsi yang seharusnya hanya  menjadi milik PBB, di manamana terus mencampuri urusan dalam negeri negara lain.  fakta  bahwa 20 Januari 1993, hanya beberapa jam sebelum Presiden George  
Bush melepaskan jabatannya dan menyerahkan tongkat kepresidenan kepada  penggantinya yang menang dalam Pemilihan Umum, Bill Clinton, ia masih  melancarkan aktifitasnya yang terakhir, mendesak pemerintah pemerintah di seluruh  
dunia agar   mendukung usaha yang dirintisnya yaitu menggulingkan Presiden Irak,  Saddam Hussein, membuktikan betapa tradisi Amerika Serikat campur tangan  urusan dalam negeri negara lain, makin melembaga dan tidak lagi dijalankan secara  diam diam. Pembantu Pusat Keamanan Presiden Bush, Brent Scowcraft, dengan  terang terangan mengakui bahwa Washington memang sudah  mendukung usaha coup  d'etat terhadap Saddam Hussein.
 Disiarkan oleh Kantor Berita  Reuter  dan  AFP  pada tanggal 21 Januari 1993  Apa yang dilakukan oleh Bush terhadap Saddam Hussein, itu juga  yang sudah   dilakukan Amerika Serikat terhadap Sukarno sejak 1956 dan akhirnya sukses pada tahun  1966 ,  DUNIA dikejutkan oleh siaran Radio Aljir 19 Juni 1965 yang mengumumkan bahwa  sudah  terjadi pengambil alihan kekuasaan dari tangan Presiden Ben Bella oleh kolonel Houari Boumedienne, Panglima Tentara Pembebasan Aljazair.  Dunia gempar, terutama negara negara Asia Afrika, sebab  saat  itu di Aljir, ibukota Aljazair, sedang disiapkan Konperensi Asia Afrika II, dengan gedung konperensinya yang baru dan megah dibangun atas bantuan Uni 
Sovyet.   muncul  kekhawatiran jika  jika  penyelenggaraan konperensi akan gagal.   
Oleh perkembangan di Aljazair yang mendadak itu, Jakarta pun terlibat dalam kesibukan. 
Penentuan Konperensi AA II diputuskan di negara kita  saat  Peringatan Dasawarsa 
Konperensi Asia Afrika (KAA) April 1965.   
Dari Duta Besar Rl di Aljir, Assa Bafagih, segera diterima laporan mengenai perkembangan 
politik di Aljazair. Duta Besar melaporkan bahwa perubahan pemerintahan di Aljazair, 
dinilainya tidak negatif bagi penyelenggaraan KAA II.   Tanggal 1 9 Juni 1 965 dinihari, Presiden Ben Bella yang sedang tidur nyenyak di Istananya, 
tiba tiba diserbu sepasukan tentara bersenjata lengkap dan Presiden itu diambil dari tempat 
tidurnya. pergerakan  militer ini hanya berlangsung 10 menit, tanpa ada perlawanan dari pasukan pengawal Istana.   Sejak saat itu berakhirlah kekuasaan Ben Bella dan ia digantikan oleh kolonel Houari Boumedienne, Panglima Tentara Pembebasan Aljazair yang merencakan semua pergerakan   pengambilalihan kekuasaan.   
Suasana waktu subuh dinihari yang sepi, sebentar diramaikan oleh suara brondongan senapan 
mesin dan  deru beberapa panser yang bergerak sepanjang jalan membawa bawa  prajurit prajurit yang bekerja   memutuskan semua kawat telepon yang ada hubungannya ke Istana.   Terasa aneh, sebab  tidak ada perlawanan sedikit pun, baik dari pasukan Pengawal Istana mau pun pasukan lainnya. Sesudah semua terjadi, juga tidak ada perlawanan.   Hal ini membuktikan bahwa semua pasukan tentara dikuasai oleh Kolonel Houari 
Boumedienne.   Manyadari kekhawatiran negara negara Asia Afrika akan nasib Konperensi AA II di Aljir, pemimpin coup d état Kolonel Houari Boumedienne segera mengeluarkan pengumuman bahwa penyelenggaraan konperensi dijamin bisa berjalan terus sesuai dengan jadwal.   Presiden Ben Bella digulingkan berdasar keterangan saksi  tuduhan resminya seperti yang disiarkan oleh Radio Aljir, sebab  ia selalu bertindak sewenang  wenang selama masa kekuasaannya 641 hari. Ia 
dinilai mau kuasa sendiri, seorang diktator yang meninggalkan dasar musyawarah. Menteri 
menteri yang dianggap beroposisi, akan digeser dan pertama  tama hendak disingkirkan ialah 
Menteri Luar Negeri Bouteflika.  Rencana ini  dicegah oleh Kolonel Houari Boumedienne dengan mengemukakan pertimbangan, agar   jangan mengambil tindakan yang bisa berakibat luas, mengingat waktu itu Aljir akan menjadi tuan rumah KAA II, di mana Menteri Luar Negeri sangat penting peranserta nya. Pertimbangan yang diajukan oleh Boumedienne ditolak, bahkan ia diancam akan disingkirkan juga. namun  di luar dugaan Ben Bella, kondisi  justru membalik.   
Komandan pasukan yang dimisi kan Ben Bella menangkap Kolonel Houari Boumedienne malah 
melapor kepadanya. lalu  perwira itu dimisi kan oleh Boumedienne menangkap Ben Bella. 
Tentu Ben Bella tidak pernah memperhitungkan bahwa orang yang begitu dipercayainya, dengan 
mudah bisa berbalik haluan.   Dengan berpedoman pada laporan Duta Besar Rl di Aljazair, Kabinet segera bersidang 
membicarakan perkembangan yang dilaporkan dan lalu  memutuskan: Rezim Kolonel 
Houari Boumedienne diakui.   Pengakuan ini dinilai tepat, sebab  juga didukung oleh ber  bagai informasi  lainnya yang masuk.   negara kita  yaitu  negara kedua yang mengakui rezim Kolonel Houari Boumedienne.  Yang pertama memberikan pangakuan ialah Syria dan beberapa jam sesudah pengakuan negara kita , menyusul Republik Rakyat Tiongkok sebagai negara ketiga. Laporan yang diterima dari Duta Besar Rl di Aljazair mengatakan bahwa politik yang dianut oleh Boumedienne mengenai pergerakan  Asia Afrika, pada dasarnya tidak berbeda dengan apa yang dianut oleh Ben Bella.   Bagi negara kita , soal terjadinya coup d état, tidak terlalu merisaukan, apalagi sesudah  diterima laporan bahwa tidak ada keributan yang terjadi dan juga tidak ada perlawanan. Semua tenang dan terkendali, pemerintahan berjalan normal dan demontrasi yang terjadi justru mendukung Boumedienne.   
Kontra demontrasi, sama sekali tidak ada.   
Oleh sebab  itu, Kabinet memutuskan, delegasi negara kita  ke KAA II, segera berangkat menuju 
Aljir, yang dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Rombongan bertolak dari Bandar Udara 
Kemayoran 23 Juni 1965 pukul 06.00 pagi dengan pesawat Garuda Convair Jet 990 A, diterbangkan oleh Kapten Pilot Sumedi.  Penerbangan dari Jakarta langsung ke Dacca, yang waktu itu  masih masuk wilayah Pakistan (Timur). Dari sana menuju Karachi. saat  rombongan sukarno  singgah di Karachi untuk mengisi bahan bakar, pejabat  pejabat tinggi Pakistan yang menyambut di airport,  segera melaporkan kepada Presiden Sukarno bahwa baru saja diterima berita dari Aljir, Gedung Konperensi diledakkan dengan bom dan belum diketahui  siapa pelakunya. Presiden Pakisatan Jenderal Ayyub Khan dan Menteri Luar Negeri Zulfikar Ali Buttho, waktu itu sedang ke London menghadiri  konperensi negara negara Persemakmuran.   Meski pun terjadi malapetaka di Aljir, Presiden Sukarno memutuskan, perjalanan diteruskan ke Kairo. Di sana sudah  menunggu Presiden Gamal Abdul Nasser dari Republik Persatuan Arab (Mesir) dan Perdana Menteri Chou Enlay dari RRT. sedang  Presiden Ayyub Khan akan dicegat di Kairo dalam perjalanannya kembali dari London, agar   ikut merundingkan dengan Presiden Sukarno, Presiden Gamal Abdul Nasser dan Perdana Menteri Chou Enlay, mengenai sikap bersama yang harus diambil menanggapi kejadian di Aljir. namun  ternyata Presiden  Ayyub Khan tidak bisa ikut dalam perundingan itu, sebab  ia sudah ditunggu oleh misi  yang tidak bisa ditunda di tanah airnya dan sebagai gantinya, menugaskan Menteri Luar Negeri Zulfikar Ali Buttho mewakilinya dalam pertemuan Kairo.   Pertemuan Kairo yang disebut „Konperensi Tingkat Tinggi Kecil , menyetujui keputusan yang sudah  diambil oleh beberapa delegasi yang sudah berada di Aljir (termasuk delegasi Aljazair), agar   penyelenggaraan KAA II ditunda. KTJ kecil di Kairo memutuskan menundanya untuk kurang lebih 6 bulan dengan memutuskan juga agar   tempatnya tetap di Aljir.   
sesudah  terjadi ledakan bom, Menteri Luar Negeri RRT, Chen  Yi, yang memimpin delegasi Cina 
dan lengkap sudah berada di Aljir, yaitu  orang  pertama yang mengusulkan agar   konperensi 
ditunda saja, sebab  katanya, mereka datang ke Aljazair bukan untuk dibunuh.   Persiapan akhir KAA II sendiri sebetulnya belum begitu tuntas. Masalah mengundang atau tidak Malaysia dan Uni Sovyet, belum ada kesepakatan bulat. negara kita  menolak mengundang Malaysia sebab  alasan „konfrontasi , sedang Cina menolak kehadiran Uni Sovyet dengan alasan bahwa meski pun Uni Sovyet memiliki  wilayah di Asia, namun  pusat pemerintahannya berada di Eropa. Jadi, Uni Sovyet tidak bisa dianggap „Asia , Mesir dan India mendukung kehadiran  Malaysia, sedang Aljazair sebagai tuan rumah, akan mengundang Uni Sovyet,  apalagi Sovyetlah yang membangun gedung konperensi atas permintaan Aljazair.   
Dalam kedudukan saya sebagai Duta Besar Rl di Moskow, mengalami Lobbying yang sulit 
mengenai undangan kepada Uni Sovyet, sebab  negara kita  berat menolak usul RRT yang tidak 
menghendaki Uni Sovyet diundang, sebagai imbalan dukungan RRT terhadap negara kita  yang rnenolak Malaysia.   jika  KAA II jadi diselenggarakan, Menteri Luar Negeri negara kita  Dr. soebandrio  , sudah siap dengan satu pengumuman yang akan disampaikan dalam konperensi itu, yaitu bahwa Amerika dan Inggris sudah memicu  satu komplot (persekongkolan) akan mengadakan serangan militer terhadap negara kita  dan mengakhiri kekuasaan  
Sukarno. Bukti bukti mengenai  persekongkolan ini, ada di tangan soebandrio  , katanya.   sebab  konperensi tidak jadi diadakan, soebandrio   hanya memberikan interview kepada wartawan harian terbesar d Kairo „Al Ahram ,  mengenai rencana Amerika lnggris ini . sesudah  adanya putusan penundaan, Menteri Luar Negeri Dr. soebandrio   dimisi kan oleh Presiden Sukarno mengunjungi berbagai negara di Timur Tengah dan Afrika yang dikenal dengan sebutan „Safari  Berdikari  untuk menjelaskan mengenai penundaan KAA II dan  berkampanye mengenai  akan diselenggarakannya „Conference of the New Emerging Forces  (CONEFO) di Jakarta, 
sesudah KAA II usai. Gedung konperensinya sedang dibangun atas bantuan RRT.   Presiden Sukarno sendiri sesudah  urusan di Kaira selesai, bersama rombongannya menuju Paris. Di sana dikumpulkannya semua Duta Besar Rl yang berada di Eropa dan Amerika Serikat, untuk 
memperoleh  Briefing mengenai  penundaan KAA II dan  persiapan penyelenggaraan CONEFO.   
Dalam delegasi negara kita  yang berunsurkan NASAKOM, ikut juga ketua PKI, D. N. Aidit. 
Selama berada di Paris, Aidit diketahui  memakai  kesempatan mengadakan kontak dengan 
pimpinan Partai Komunis peranserta cis. Juga ia berkunjung ke kantor harian „Le Humanité  (organ 
Partai Komunis peranserta cis), di tempat mana ia bertemu  dengan enam orang tokoh Partai Komunis Aljazair yang melarikan diri ke Paris, sebab  takut ditangkap Boumedienne.   
Sekembalinya dari kunjungan ini, Aidit dicegat oleh wartawan A. Karim D.P., Ketua Umum 
Persatuan Wartawan negara kita  (PWI) yang ikut  rombongan Presiden, menanyakan apa yang 
dibicarakannya dengan kameradkameradnya di Paris. Aidit menerangkan bahwa ia 
memberitahukan  kepada enam orang tokoh Partai Komunis Aljazair yang melarikan diri ke 
Paris, agar   segera kembali ke negerinya dan memobilisasi massa rakyat untuk memberikan 
dukungan kepada Boumedienne.  Tindakan yang diambil oleh Boumedienne, yaitu  benar dan progresif, Jika satu coup d etat  didukung sedikitnya 30% rakyat, maka  coup yang demikian, bisa bermutasi menjadi revolusi, kata Aidit . 
Ternyata lalu , teori Aidit ini sudah  memberikan inspirasi dan merangsang terjadinya malapetaka nasional G30S/PKI, yang disebut oleh sukarno  salah satu pemicunya  ialah sebab  sombong annya kemimpinpemimpin PKI.   
Aidit sejak di Paris, sudah memisahkan diri dari rombongan sukarno , namun  tidak 
memberitahukan  kepada saya bahwa ia akan ke Moskow.   
Pyaitu  waktu itu saya juga hadir pula  di Paris dan ia mengetahui .   
14) A. Karim DP, Safari Perdikari, Surya Prabha Jakarta, 1965.  
Sebelum itu, sudah juga diceritakannya kepada saya saat   kami bertemu di Paris, Juli 1965  
sesudah  saya tiba kembali di Moskow dari Paris, datang telegram dari Jakarta yang 
memerintahkan agar   Aidit dan Nyoto, segera disuruh kembali ke negara kita . Saya terkejut, 
sebab  tidak mengetahui  jika  Aidit dan Nyoto ada di Moskow. Kedutaan besar tidak menerima 
laporan mengenai  kedatangan  kedua tokoh PKI itu, padahal keduanya yaitu  Menteri. Nyoto 
lalu  tiba tiba saja muncul di rumah rumah  Duta Besar, namun tidak memberitahukan  
jika  Aidit juga ada di Moskow. Oleh sebab  itu saya berusaha menemukannya dan ternyata 
Aidit ada di Kremlin. Saya sampaikan kepadanya, bahwa ada telegram dari Jakarta yang 
memerintahkan agar   ia dan Nyoto segera kembali ke negara kita . Mengenai kunjungan Aidit ke 
Kremlin, saya diberitahu   oleh Duta Besar Korea di Moskow, katanya berdasar keterangan saksi  informasi  yang 
diterimanya, antara Aidit dengan orangorang Kremlin, terjadi seperti  „perang  besar . Apa 
persisnya yang terjadi, tidak jelas. Hanya diperkira  kan Aidit mengemukakan teorinya mengenai  
coup d‘état yang bisa dirubah menjadi revolusi, jika didukung 30% rakyat.   
Teori ini bisa dipastikan ditolak oleh Kremlin, sebab  berdasar keterangan saksi  keterangan, tidak ada dalam 
ajaran Marxisme, kemungkinan seperti  itu. Revolusi harus selalu bersumber dari kemauan 
rakyat dengan dukungan syaratsyarat objektif yang ada di dalam masyarakat, bukan dipaksakan 
dari atas dengan satu rekayasa coup d etat .   
namun  ada keterangan lain bahwa kedatangan Aidit ke Moskow, untuk mengurus masalah  cinta 
antara Nyoto dengan seorang gadis Rusia yang bekerja  di Kementerian Luar Negeri Uni Sovyet. 
Aidit menghendaki agar   hubungan cinta  itu diputuskan, mengingat Nyoto sudah memiliki  
isteri. Jika diteruskan,  akan merusak citra seorang komunis, apa lagi Nyoto sebagai seorang 
tokoh  komunis Internasional, harus menjunjung tinggi moralitas.   
Nyoto sendiri dinamakan tokoh Komunis  Indonesia   yang orientasi ideologinya lebih 
condong ke Sovyet dibandingkan  ke RRT. sebab  mayoritas pimpinan PKI condong ke RRT dan 
menganggap Sovyet sebagai ‚revisionist   gara gara politik ko eksistensinya dengan Amerika 
Serikat dianggap sudah terlalu jauh, maka kabarnya Nyoto sudah dipersiapkan untuk dicopot dari 
kedudukannya sebagai wakil ketua II, bahkan sudah dicopot dari jabatannya sebagai kepala 
Departemen AGITPROP (Agitasi Propaganda) dan digantikan oleh Bismark Oloan Hutapea, 
direktur Akademi llmu Sosial Ali Archam (AISA), yang tewas di Blitar Selatan dalam Operasi 
Trisula, pada tahun  1968.   
30 SEPTEMBER 1965 dipilih oleh Dipa Nusantara Aidit sebagai peristiwa t yang tepat untuk 
menguji kebenaran teorinya yang bersumber dari keberhasilan coup d état Boumedienne di 
Aljazair. Teori ini didukung oleh Syam Kamaruzzaman dan anggota anggota Biro Ketentaraan 
Departemen Organisasi PKI lainnya, yang menjadi arsitek pergerakan  30 September 1965. 
Departemen Organisasi PKI yang membawa bawa hi Biro Kententaraan, diketuai oleh Aidit. Anggota 
anggota Biro Ketentaraan ialah:  
Sudisman, Oloan Hutapea, Munir dan Syam sebagai ketuanya.  
Dalam meniru keberhasilan Boumedienne di Aljazair, rupanya Aidit lupa mempertimbangkan 
bahwa Boumedienne bukanlah seorang komunis, meski pun ia dianggap progresip. Partai 
Komunis Aljazair sendiri tidak memiliki  peranserta  menentukan dalam revolusi kemerdekaan 
Aljazair. Revolusi Kemerdekaan Aljazair dipimpin oleh satu Front Nasional.  
Biro Ketentaraan inilah yang lalu  dinamakan „Biro Khusus  yang memiliki  
jaringan luas dalam Angkatan Bersenjata di bawah koordinasi trio Syam, Pono dan Bono. 
Pembentukkannya tidak pernah diumumkan, sehingga eksistensinya pun tidak diketahui  oleh 
organorgan PKI yang lain, apalagi anggota. Berbagai bekas tokoh PKI lepasan pulau  Buru yang 
diwawancarai, mengatakan bahwa Biro ini ilegal.  
Pembentukkannya tidak pernah diputuskan dalam rapat rapat CC PKI, yaitu badan formal dalam 
PKI yang menjalankan kebijaksanaan tertinggi antara 2 kongres.  
Bahkan adanya Biro Ketentaraan, tidak pernah dilaporkan dalam sidang sidang CC PKI.  
Kedudukan Syam dalam partai sangat strategis, justru sebab  jabatannya sebagai ketua Biro 
Ketentaraan. Kata teman temannya, dialah satu satunya tokoh PKI yang jika  kehendaknya 
dilawan  , dengan mudah mengeluarkan pistol dan meletakkan di meja untuk menggertak.  
sedang  Syam Kamaruzzaman, berdasar keterangan saksi  seorang mantan anggota CC PKI yang diwawancarai, 
ayahnya yaitu  seorang Naib (penghulu pengganti) di Tuban. Waktu pendudukan Jepang, ia 
masuk Sekolah Dagang di Yogyakarta dan sejak itu ia sudah belajar politik dari Djohan 
Syahroesyah dan Wijono (kedua duanya lalu  menjadi tokoh Partai Sosialis negara kita ).  
Di awal revolusi, Syam bergabung dengan apa yang dikenal „Kelompok Pathuk . di Yogya. 
Kelompok inilah yang memilih Soeharto (sekarang Presiden) memimpin penyerbuan tangsi 
Jepang di Kota Baru (Yogya) dan berhasil melucuti serdadu serdadu Jepang dalam tangsi itu dan 
menawannya.  
saat  terjadi perpecahan dalam tubuh Partai Sosialis (1948) antara Sutan Syahrir dengan Amir 
Syarifuddin, Syam memihak Amir Syarifuddin.  
Sesudah pemberontakan PKI di Madiun ditumpas oleh TNi, Syam bersama dua orang temannya 
masuk Jakarta. Di Jakarta ia ikut memimpin Serikat Buruh Pelabuhan dan Pelayaran (SBPP) di 
Tanjung Priok.  
D. N. Aidit dan Moh. Lukman, meski pun keduanya tokoh Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang 
berontak di Madiun, tidak tertangkap. Keduanya berusaha masuk Jakarta, namun  harus diusahakan 
agar   juga bersih dari tuduhan sebagai pemberontak di Madiun.  
Rencana ini direkayasa dengan sempurna oleh Syam, di mana Aidit dan Lukman dinaikkan kapai 
dari salah satu pelabuhan dan diturunkan di Tanjung Priok.  
Keduannya mengaku datang dari Vietnam sebagai penumpang gelap sebab  tidak memiliki  paspor. 
sesudah  mendarat di Priok, keduannya ditangkap, namun  dengan kecerdikan Syam, bisa dibebaskan.  sesudah  Aidit berhasil merebut jabatar, ketua PKI dari tangan tokoh  tua seperti Alimin dan 
Tan Ling Djie, ia tidak melupakan Syam. Syam dinaikkan kedudukannya dari SBPP, dimisi kan 
memimpin di SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh negara kita ). Lalu ia dikirim ke RRT 
untuk mempelajari soal soal kemiliteran.  
Sekembalinya dari RRT tidak diketahui  persisnya kapan), ia ditempatkan oleh Aidit memimpin 
Komite Militer dalam organisasi PKI, menggantikan pimpinan lama, Soehadi, yang meninggal 
dunia. Dalam Komite Militer inilah ia berkiprah yang berakhir dengan terjadinya G30S/PKI.  
Pengalaman Syam dalam kemiliteran ialah dalam „Lasykar Tani  pada awal revolusi.  
Dengan pengalaman itu, ia berangkat ke RRT memperdalam soal soal kemiliteran.  
Untuk menggambarkan sampai di mana kekuasaan Biro Khusus, ada sebuah cerita yang 
disampaikan oleh seorang bekas anggota CC sebagai berikut:  
Pada suatu hari, seorang anggota CC PKI dari Jakarta,dimisi kan ke Padang untuk urusan partai. 
saat  datang di kantor CDB (Comite Daerah Besar) Sumatera Barat di Padang, ia heran sebab  
tidak bisa menemukan seorang pun fungsionaris partai yang berada di tempat. sesudah  diusutnya, 
ketahuan bahwa semua fungsionaris partai diperintahkan agar   mengungsi, sebab  ada berita 
bahwa kantor CDB akan diserbu oleh lawan  PKI. Dengan cekatan sekali, semua manuscript  
diamankan, bahkan mesin mesin tulis semua dibawa pergi.  
sesudah  ditelusuri lebih lanjut duduk persoalannya, ternyata yang memerintahkan pengungsian 
ialah orangorang Biro Khusus.  
sebab  lalu  terbukti tidak ada apa apa yang terjadi, maka yang mengungsi diperintahkan 
agar   kembali bekerja seperti biasa. Katanya, perintah mengungsi datang dari tugas   tugas   
keamanan partai (yang tidak lain dari Biro Khusus), ialah untuk menguji sampai di mana 
kecekatan para fungsionaris dan kader menyelamatkan partainya jika ada bahaya.  
Anggota CC dari Jakarta itu jadi bengong, sebab  tindakan ini  sama sekali tidak di 
koordinasikan dengan CC di Jakarta.  
Inilah Biro Khusus yang dibentuk oleh Aidit dengan kekuasaan yang begitu luas.  
Seluruh kegiatannya terselubung dan hanya boleh berhubungan dengan ketua Aidit.  
Issue „Dewan Jenderal  sudah berbulan buian beredar sebelum meletusnya G30S/PKI. PKI 
katanya mengetahui  jika  Angkatan Darat sudah siap memukul mundur nya, dengan mengeksploitasi 
makin buruknya kesehatan sukarno . PKI sudah lama menyadari bahwa Angkatan Darat 
makin tidak suka kepadanya dan terus berusaha menghancurkannya. Oleh sebab  itu PKI makin 
giat juga bekerja di kalangan Angkatan Darat dan Aidit membanggakan bahwa pendukungnya di 
Angkatan Darat kuat, sambil menunjuk hasil Pemilihan Umum 1955, pencoblos tanda gambar 
palu arit dalam lingkungan Angkatan Darat tercatat 25 %. Di asrama CPM Guntur, Jakarta, 
banyak sekali pemilih Palu Arit, katanya.  
sebab  rencana penghancuran PKI  berdasar keterangan saksi  PKI dirumuskan oleh sekelompok jenderal AD, 
maka kelompok inilah yang didesas desuskan sebagai „Dewan Jendral .  
Kelompok Jenderal ini juga   berdasar keterangan saksi  PKI  yang selalu merumuskan sikap politik Angkatan 
Darat yang menjadi garis menteri rnenteri dari AD dan wakil wakil mereka yang duduk dalam 
berbagai Lembaga Negara. namun  jika  ditanya, bagaimana susunan organisasinya, mereka tidak 
bisa menjelaskan selain menduga duga bahwa dewan ini dipimpin oleh Jenderal A.H. Nasution 
dan Jenderal A. Yani.  
sesudah  Aidit memperkenalkan teorinya mengenai  kemungkinan coup d etat  bermutasi menjadi 
revolusi, maka sikapnya yang selama ini nampak loyal kepada Pemerintah dan sukarno , tiba 
tiba saja berubah. Sudah mulai kedengaran suara suara agar   sukarno  dikritik. Biro Khusus 
yang menjelin kolaborasi  dengan apa yang disebut „Kelompok Perwira Muda yang Maju , 
sepakat melaksanakan putusan Dewan Harian Politbiro, mendahului mengadakan pergerakan  
memukul mundur  Angkatan Darat sebelum PKI dihancurkan.  
pergerakan  ini finalnya diputuskan dalam rapat Dewan Harian Politbiro tanggal 28 September 
1965, yang berdasar keterangan saksi  keterangan seorang yang ikut hadir pula , sidang dihadiri  juga oleh eriskrearis 
CDarisg kbetulan akardi Jakarta yaitu: CDB Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan 
Kalimantan Barat.  
Adapun anggota Politbiro ialah: Aidit, Lukman, Nyoto, Sudisman, B.O. Hutapea, Ir.  
Sakirman, Nyono, Munir, Ruslan Wijayasastra dan Rewang.  Ada keterangan bahwa tidak semua 
anggota Politbiro hadir pula  dalam rapat penentuan itu.  
berdasar keterangan saksi  sebuah keterangan, dalam rapat Politbiro ini, ada beberapa Anggota   yang menyatakan 
tidak setuju dengan rencana pergerakan  yang disampaikan olen Aidit, namun  cara mereka 
menentangnya, hanya dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan mengenai keraguan mereka 
mengenai  efektifnya diadakan satu pergerakan  mendahului.  
namun  sesudah  Aidit menjawab dengan mengajukan alasan alasan yang mematahkan pertanyaan 
pertanyaan ini , perdebatan tidak berkepanjangan lagi, sebab  segala persiapan sudah 
diadakan.  
Diantara mereka yang jelas menentang ialah Sekretaris CDB Jawa Barat dan Sekretaris CDB 
Kalimantan Barat. Kedua CDB itu lalu  mengeluarkan pernyataan mengenai sikap mereka 
yang menentang pergerakan  30 September.  
berdasar keterangan saksi  pleidooi anggota Polrtbiro Rewang yang ditangkap di Blitar, di muka sidang pengadilan 
militer yang mengadilinya, 18 Desember 1971, mengatakan bahwa dalam bulan Agustus 1965, 
sudah  dilangsungkan rapat Politbiro CC PKI yang membicarakan masalah pergerakan . Dalam rapat 
itu tidak diambil putusan mengenai akan dibentuknya Dewan Revolusi sebagai pengganti 
Kabinet Dwikora.  
Sesudah rapat Politbiro, Aidit memanggil anggotaanggota CC PKI yang ada di Jakarta (tidak 
disebutkan waktunya), dalam satu pertemuan yang bersifat briefing.  
Dalam pertemuan itu, tidak ada diambil keputusan apa pun, apalagi keputusan mendahului 
mengadakan pergerakan .  
Terdakwa mengatakan bahwa ia menyetujui kebijaksanaan mendukung sikap golongan „Perwira 
Muda yang Maju  hendak menentang kudeta segolongan Jenderal.  
Sesudah itu, pimpinan partai menugaskan kepada sementara anggota CC pergi ke daerah daerah 
guna membantu CDB CDB menjelaskan situasi politik dalam negeri dan sikap politik pimpinan 
partai menghadapi situasi itu.  
 Pada tanggal 30 September tengah malam , terdakwa menerima pemberitahuan  dari pimpinan atasannya 
mengenai akan diadakannya pergerakan  oleh perwira perwira muda yang maju.  
Terdakwa menyangkal jika  pergerakan  itu diputuskan oleh Politbiro. namun  dikatakan, pada 
umum nya, pelaksanaan keputusan Politbiro dilakukan oleh Dewan Harian Politbiro atau ketua 
partai. Meski pun demikian, sampai terjadinya pergerakan  30 September 1965, Politbiro tidak lagi 
dipanggil bersidang untuk menerima laporan dari Dewan Harian dan ketua partai, mengenai 
pelaksanaan keputusan Politbiro menilai kebijaksanaan ketua, atau Dewan Harian Politbiro 
dalam melaksanakan keputusan Politbiro.  
Terdakwa mengakui bahwa ditinjau dari kejadian pergerakan  mendemisionerkan Kabinet Dwikora, 
memang dapat diartikan pengambil alihan kekuasaan mengenai pemerintahan yang ada pada 
Presiden Sukarno. namun  pergerakan  itu sendiri menyatakan tetap setia kepada Presiden Sukarno dan 
garis politiknya.  
Bahkan pada tanggal 1Oktober 1965, kata terdakwa, tokoh  pergerakan  berusaha beraudiensi 
kepada Presiden Sukarno dan mentaati segala perintahnya.  
Terdakwa mengatakan, ia setuju dengan Kritik Oto Kritik (KOK) Politbiro CC PKI yang 
mengakui bahwa pimpinan PKI sudah  menjalankan avonturisme di bidang ideologi, teori, politik 
dan organisasi, sehubungan dengan terjadinya pergerakan  30 September. pergerakan  itu tidak bisa 
dibenarkan ditinjau dari perjuangan revolusioner, secara teknis mau er, secara teknis mau pun 
prinsip.  
Terdakwa membenarkan pernyataan Presiden Sukarno dalam Pelengkap Nawaksara bahwa 
pergerakan  30 September dimuncul kan oleh 3 faktor:  
1. sombong an pemimpin pemimpin PKI  
2. Lihainya Nekolim  
3. Memang ada oknum oknum yang tidak benar  
berdasar keterangan saksi  terdakwa, penilaian sukarno  diberikan atas dasar  
pandangan seorang non komunis, sebagai landasan untuk mengambil tindakan  
sesuai dengan dasar pandang dan politiknya. 15}  
Yang banyak juga dibicarakan, ialah keterlibatan RRT dalam pergerakan . namun  pembuktiannya yang 
konkrit tidak ada, selain dari analisa politik. Salah satu bukti yang ditunjuk. Ialah bahwa Perdana 
Menteri Chou Enlay sudah mengetahui  kejadian di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1965 pagi dan 
menyampaikannya kepada wakil ketua MPRS, Ali Sastroamidjojo, yang sedang berada di 
Peking, sebelum sumber resmi di Jakarta mengetahui  duduk persoalannya secara jelas.  
sebetulnya  hal ini mudah dimengerti, sebab  di Jakarta ada ckakak  Kantor Berita Xinhua yang 
memiliki  hubungan telex langsung Jakarta Peking. Segala kejadian di Jakarta sudah disiarkan 
oleh Xinhua yang diterima secara lengkap di Peking pagi tanggal 1 Oktober itu, yang bersumber 
dari pimpinan pergerakan  30 September.  
 Pleidooi Rewang, dicuplik dan naskah aslinya(tulisan tangan),   
Sepanjang yang diketahui , RRT tidak penah mengeluarkan pernyataan mendukung pergerakan  itu. 
Apa yang dilakukan oleh RRT ialah Radio Peking menyiarkan secara lengkap KOK Politbiro CC 
PKI dan menyatakan persetujuannya dengan KOK itu.  
KOK menyalahkan pergerakan  30 September dan menyatakan sebagai avonturisme di bidang 
ideologi, politik, teori dan organisasi.  
Dari analogi ini, bisa disimpulkan bahwa RRT tidak mendukung pergerakan  30 September 1965. 
hasil penelitian  ini bisa dimengerti jika  dikaji bahwa Rl dan RRT lalu  bisa menormalisasi 
kembali hubungan diplomatiknya yang sejak terjadinya G30S, dibekukan. Sementera persoalan 
G30S sendiri di negara kita  belum ditutup.  
Bahkan selanjutnya RRT menyatakan tidak lagi mengakui eksistensi PKI yang di negara kita  
memang sudah dinyatakan sebagai partai terlarang.  
Mengapa Dewan Harian Politbiro CC PKI memutuskan mendahului mengadakan pergerakan ,   
berdasar keterangan saksi  keterangan, sebab  mereka memanfaatkan saat saat  kehadiran 2 batalyon pasukan 
yang pro „Kelompok Perwira Muda yang Maju  yang didatangkan oleh KOSTRAD dari Jawa 
Tengah dan Jawa Timur, untuk ambil bagian dalam peringatan Hari Angkatan perang  5 Oktober 
1965. saat saat  seperti  ini dianggap tidak akan berulang lagi, oleh sebab  itu kesempatan 
yang ada harus dimanfaatkan dengan sebaik baiknya.  
namun  justru yang tidak diantisipasi, kekuatan induk yang ada di Jakarta, dianggap sudah beres 
begitu saja. Padahal dalam fakta nya, kekuatan rieel yang berhasil digerakkan dari 
Tjakrabirawa, hanya 1 kompi, Brigade Infantri I dibawah kolonel A.  
Latief hanya 1 pleton, dari AURI hanya bekerja   menjaga lapangan Udara Halim Perdana 
Kusumah, sedang 1 batalyon Infantri dari Tangerang di bawah komandan mayor Sigit, dan satu 
Batery Artileri Pertahanan Udara di Jakarta di bawah komandan Kapten Wahyudi, yang semula 
sanggup ikut bergerak, sama sekali tidak muncul.  
Sukarelawan yang hanya menerima latihan kemiliteran secara kilat, meski pun jumlahnya 4 
batalyon bersenjata lengkap, namun  tidak bisa diandalkan. Betul di antara mereka ada 1 kompi yang 
sudah menerima latihan memakai  peluncur roket yang berlaras banyak, senjata yang 
memiliki  daya penghancur besar, namun  pada tanggal 2 Oktober, sesudah  acla perintah cease fire 
dari Panglima Tertinggi, semua senjata diperintahkan oleh AURI agar   dikumpull;an di 
gudang, termasuk roket. Tindakan ini untuk mentaati perintah Presiden/Panglima Tertinggi 
agar   menghindarkan pertempuran.  
Adapun cerita 1 juta massa PKI yang dijanjikan oleh Syam akan menguasai kota Jakarta begitu 
pergerakan  dimulai, ternyata hanya omong kosong.  Juga bantuan yans diperhitungkan akan datang 
dari Bandung dan Cirebon, tidak terbukti.  
Tanggal 2 Oktober pagi, di Jakarta, praktis pergerakan  30 September sudah lumpuh.  
Penanggungjawab pergerakan  di Jakarta, dipercayakan kepada 3 orang yaitu: Nyono sebagai orang 
pertama Komite Daerah Besar Jakarta Raya, Sukatno ketua Pemuda Rakyat dan Cugito anggota 
CC PKI.  
Analisa tokoh  PKI sesudah  melihat pergerakan  mereka gagal, menyimpulkan bahwa Aidit 
sebetulnya terjebak dalam perang kap yang dipasang oleh Syam, tokoh yang misterius itu, namun  
yang paling dipercayainya dalam rangka memenuhi ambisinya hendak berkuasa.  
Hal ini terungkap saat  Mayor (U) Soejono ditahan di RTM (Rumah Tahanan Militer)  
Budi Utomo (sebelum menjalani eksekusi) menceritakan kepada teman temannya sesama 
tahanan bahwa pada tanggal 30 September 1965 tengah malam , ia dimisi kan menjemput D.N. Aidit 
dari rumahnya dibawa ke Pangkalan Udara Halim, dimana G30S menempatkan Sentral 
Komandonya. Dalam perjalanan di dalam mobil, Soejono menanyakan kepada Aidit mengenai 
beberapa hal penting menyangkut „pergerakan   yang disampaikan melalui Syam untuk di teruskan 
kepadanya.  Syam memicu  ketentuan bahwa persoalan yang akan disampaikan kepada Aidit, 
tidak boleh disampaikan langsung, melainkan harus lewat dirinya. Syamlah yang akan 
menyampaikan kepada Aidit.  
Ternyata berbagai pertimbangan militer yang harus disampaikan kepada Aidit, tidak 
disampaikan oleh Syam, sehingga banyak hal yang tidak bisa dikoordinasi dengan baik. Semua 
pertimbangan, hanya Syam sendiri yang menampung dengan akibatnya, sesudah  pergerakan  dimulai, 
terjadi kesimpang siuran.  
Disinilah Syam menjalankan peranserta  sesuai dengan misinya yang misterius dan ia berhasil.  
Bagi Angkatan Darat, sikap PKI mendahului mengadakan pergerakan , malah dianggap kebetulan, 
sebab  malah dianggap kebetulan, sebab  sudah diperhitungkan, PKI tidak mungkin bisa menang 
melawan AD. Sebaliknya dengan kenekatan PKI itu, AD sudah diperhitungkan, PKI tidak 
mungkin bisa menang melawan AD.  Sebaliknya dengan kenekatan PKI itu, AD memperoleh  
alasan yang sah untuk menghancurkan PKI sampai ke akar akarnya. Demikian analisa tokoh 
tokoh PKI sesudah  mereka meringkuk dalam penjara.  
berdasar keterangan saksi  pengakuan tokoh  PKI yang pernah  ditahan atau diadili namun  
dikembalikan ke masyarakat, mereka tidak memiliki  rencana hendak membunuh para 
Jenderal. misi  pergerakan  yang dikendalikan oleh Biro Khusus, hanya bertindak sebagai polisi, 
menangkap perwira perwira tinggi yang dituduh anggota „Dewan Jenderal , sesudah itu 
menyerahkannya kepada Presiden/Panglima Tertinggi untuk menentukan tindakan apa yang 
harus diambil terhadap mereka.  
Ternyata dalam pelaksanaan terjadi penyimpangan, yang diperkirakan sebab  akibat rencana 
terselubung yang memanfaatkan pergerakan  ini. Tadinya diharapkan agar   pengambilan para 
Jenderal beraelan mulus saja. namun    didalam pelaksanaan, bukan saja para Jenderal 
dibunuh dengan kejam atas perintah Syam, dimasukkan ke dalam sumur tua, bahkan 
berkelanjutan dengan mengambil tindakan politik yang memberikan warna bahwa tindakan ini 
betul betul suatu tindakan coup d état. Dewan Revolusi dibentuk untuk menjeiaskan bahwa yang 
terjadi yaitu  sebuah revolusi dan Kabinet Dwikora di demisioner kan, dengan catatan boleh 
bekerja terus menjalankan misi  rutin yang tidak bertentangan  dengan garis yang ditetapkan oleh 
Dewan Revolusi. lalu  mengumumkan program utuk segera menyiapkan penyelenggaraan 
Pemilihan Umum dan dari hasil Pemilu, akan dibentuk Kabinet Front Nasional yang adil, di 
mana PKI tentu harus menjadi bagian yang penting didalamnya.  
Sebetulnya semua itu hanya angan angan yang dicoba untuk dimaterialisasikan, namun  
pelaksanaannya amburadul. Penyusunan Dewan Revolusi dilakukan sembarangan saja, tanpa 
konsultasi dengan orang  yang namanya dicantumkan dalam susunan Dewan. Dengan 
demikian, maka susunan Dewan hanya fiktif belaka, sekedar nama  namanya diumumkan lewat 
RRI yang waktu itu mereka kuasai, namun  tidak pernah efektif walau sejenak. Walau pun Kabinet 
sudah dinyatakan demisioner, tetap saja menjalankan kekuasaan eksekutifnya tanpa campur 
tangan Dewan Revolusi.  
Memang politik tidak sesederhana seperti apa yang sering dipikirkan orang naif.  
Untuk memperoleh  sedikit gambaran awal mengenai tanda  akan terjadinya peristiwa 
G30S, ada baiknya kita menengok ke belakang dengan memperhatikan beberapa keterangan 
berikut:  
1. Pada suatu hari di bulan Agustus 1965, Ny. Umi 
Sarjono, ketua umum GERWANI, dan anggota DPRGR, minta tolong kepada Menteri/Wakil 
ketua DPRGR Mursalin Daeng Mamanggung untuk menyampaikan kepada Menko/Ketua M P 
RS Chaerul Saleh agar   mencegah Aidit (Menko/Wakil ketua MPRS) melaksanakan satu 
rencana yang tidak disebut  kan apa bentuknya. sesudah  pesan itu disampaikan oleh Mursalin 
kepada Chaerul, reaksinya tidak serius, sehingga tidak terkesan adanya sesuatu yang penting.  
Dikira hal itu urusan pribadi saja.  
2. Dalam rangka peringatan Hari ABRI, 5 Oktober 1965, atas prakarsa Men/Pangad Letnan 
Jenderal A. Yani, Presiden Sukarno dimohon bersedia menerima satu pawai SEKBERGOLKAR 
(Sekretariat Bersama Golongan Karya). sukarno  menjawab, bersedia saja menerima, asal 
panjangnya barisan lima Km. Yani menyanggupinya. Tentu saja untuk menghimpun massa 
SEKBERGOLKAR dalam barisan yang begitu panjang, diperlukan satu pengorganisasian yang 
luas.  Mursalin terlibat dalam kegiatan ini, sebab  ia yaitu  seorang anggota pimpinan 
SEKBERGOLKAR.  
Lukman, wakil ketua PKI yang juga Menteri/Wakil ketua DPRGR, mendengar keterlibatan 
Mursalin dalam rencana itu, minta kepadanya agar   tidak usah ikut ikut campur tangan. namun  
Mursalin menjawab bahwa keikut dan annya, sebab  statusnya sebagai anggota pimpinan 
SEKBERGOLKAR.  
3. Ceramah Prof. Dr. Wertheim dalam satu pertemuan 23 September 1990 di Amsterdam, di 
mana diuraikannya bahwa saat  ia dan istrinya pada tahun  1957 mengajar sebagai Guru Besar 
Tamu di Bogor, ia sempat bertemu dengan Aidit dan beberapa tokoh PKI lainnya. Aidit 
memberitahukan  kepadanya mengenai  kunjungannya ke RRT.  Dari sumber lain Wertheim 
mendengar bahwa saat  Aidit di Peking dan menemui Mao Zedong, Aidit ditanya: „Kapan ia 
akan mundur ke daerah pedesaan  Majalah „Arah „ Suplemen, No, 1, 1990, Amsterdam.  
mengenai  pembicaraan Aidit dengan Mao Zedong ini, seorang bekas Mahasiswa Indonesia   yang 
pernah  belajar di Peking dan berhasil menyelesaikan studinya dalam jurusan Sinologi, 
menceritakan bahwa rumor yang tersiar dikalangan Mahasiswa Indonesia   di Peking waktu itu, 
pertama  Mao Zedong menanyakan kepada Aidit, apakah ia sudah pernah  mencopot dasinya 
dan terjun ke desa memimpin pergerakan  tani, mengingat negara kita  yaitu  negara agraris yang 80% 
rakyatnya terdiri dari petani,   
berdasar keterangan saksi  cerita ini, Aidit merasa agak dipermalukan oleh Mao Zedong, sebab  ia tidak bisa 
memberikan keterangan yang memuaskan mengenai pergerakan  tani di negara kita .  
Mungkin sebab  pengalaman buruk ini, maka pada tahun  1964, Aidit memimpin satu pergerakan  
riset besarbesaran untuk meneliti pergerakan  tani di Jawa dengan melibatkan kurang lebih 3300 
kader PKI, yaitu 3000 kader tingkat kecamatan dan desa, 250 kader tingkat propinsi dan 50 
kader tingkat pusat. Proyek ini diselesaikan dalam 4 bulan, yaitu Pebruari sampai Mei 1964. 
berdasar keterangan saksi  perkiraan waktu itu di Jawa ada 45 juta kaum tani. Yang diriset ialah desa desa di 124 
kecamatan.  Masing masing kader melakukan riset 45 hari, lalu  menyusun kesim  juga n.  
Aidit sendiri mengatakan bahwa ia melakukan perjalanan dengan mobil sepanjang 6000 Km 
selama memimpin pekerjaan riset itu.  
Laporan hasil risetnya, disampaikan dalam ceramahnya dihadapan para dosen, mahasiswa dan 
undangan Akademi llmu Politik „Bachtaruddin  (milik PKI) tanggal 28 Juli 1964 di Balai 
Prajurit „Diponegoro , Jakarta.  
Dari hasil riset ini, kata aidit, sudah  bisa dipusatkan sasaran pergerakan  tani di seluruh tanahair 
melawan apa yang disebutnya „7 setan desa : tuan tanah jahat, lintah darat, tengkulak jahat, 
tukang ijon, penguasa jahat, kapitalis birokrat di desa dan bandit desa.  
Hasil riset ini  sudah  memperkuat hasil penelitian  PKI bahwa di negara kita  ada  4 ciri sisa 
sisa feodalisme, yaitu: 1. Monopoli tuan tanah atas tanah. 2. Sewa tanah dalam wujud hasil bumi. 
3. Sewa tanah dalam bentuk kerja di tanah tuan tanah. 4.  
Utang utang yang mencekek leher kaum tani. 17)  
Maka mulailah diatur agar   Barisan Tani di negara kita  (BTI) melakukan latihan revolusioner di 
desa, yang dikenal dengan Aksi Sepihak, untuk menguji sampai dimana militansi kaum tani yang 
diorganisasi oleh BTI.  
Di daerah Klaten, Jawa Tengah, contohnya . Yang menjadi sasaran ialah kaum tani yang sawahnya 
luas, melebihi 5 ha. berdasar keterangan saksi  Aidit, Undang Undang Pokok Agraria dan Undang  Undang Pokok 
Bagi Hasil, sesuai ketentuan Menteri Pertanian dan Agraria, tahun  1963 yaitu  tahun  terakhir 
pelaksanaannya di Jawa, yaitu tanah tuan tanah dinasionalisasi dan seorang petani tidak boleh 
memiliki  tanah lebih dari 5 ha. Itulah alasannya mengapa Aksi Sepihak dilancarkan, sebab  
sampai tahun  1964, ketentuan UU ini  tidak dilaksanakan oleh Pemerintah.  
Majalah „llmu Marxis , triwulan ketiga, tahun  ke VII, No. 3 Jakarta, 1964  
namun  apa yang terjadi di Jawa Tengah, BTI melakukan Aksi Sepihak tanpa persetujuan 
Pemerintah. Kebetulan yang menjadi sasaran ialah petani petani anggota PNI. Tentu saja orang 
orang PNI melakukan perlawanan dan akibatnya jatuh korban.  
Dalam ceramah Wertheim yang disinggung di atas, ia juga mengatakan bahwa pada tahun  1964, 
menerima kunjungan wakil ketua PKI Nyoto di Amsterdam. Nyoto bersama tokoh  PKI 
lainnya, waktu itu sedang berada di Eropa, menghadiri  satu konperensi di Helsinki. saat  
bertemu dengan Nyoto, kata Wertheim, ia teringat kembali pertanyaan Mao Zedong kepada Aidit 
„ Kapan akan mengundurkan diri ke daerah pedesaan,  , sambil mengingatkan kepadanya bahwa 
situasi negara kita  sekarang, mirip dengan kondisi  di Tiongkok sebelum coup d état Generalisimo 
Chiang Kaisyek. berdasar keterangan saksi  Wertheirn, di negara kita  juga akan ada bahaya besar seperti di 
Tiongkok tahun  1927, di mana PKI akan dihancurkan. Oleh sebab  itu dianjurkannya dengan 
keras agar   golongan kiri di negara kita  mempersiap  kan diri untuk menyusun perlawanan di 
bawah tanah dan mundur ke pedesan.  
Jawaban Nyoto, menuru1 Wertheim, „ untuk menghancurkan PKI sekarang sudah terlambat, 
sebab  PKI sudah terlalu kuat dan juga mempunyei kekuatan di lingkungan ABRI . Wertheim 
mengatakan, ia tidak berhasil mempercayakan  Nyoto. 18)  
18) Ceramah Prof. Dr. W.F. Wertheim, seperti yang dimuat dalam rnayalah„Arah , Supplement, 
No. 1, 1990, Amsterdam.  
Biro Ketentaraan Departemen Organisasi PKI atau yang dikenal dengan„Biro Khusus  bersama 
sekutunya „Perwira Muda yang Maju , sebelum 30 September 1965, sudah berkali  kali 
mengadakan pertemuan, tempatnya bergantiganti, di rumah kapten Wahyudi dari ARHANUD 
(Artileri Pertahanan Udara), di rumah kolonel Latief (komandan Brigade Infantri I KODAM V 
Jaya) dan rumah Syam, untuk mengkonsolidasi kekuatan sampai pada tahap persiapan akhir.  
781 
 
Seorang komandan batalyon yang ikut dalam rapat rapat itu dan akhirnya ditahan di Rumah 
Tahanan Khusus Salemba, yang lalu  berganti nama menjadi INREHAB (Instalalasi 
Rehabilitasi) Salemba, sudah mengemukakan keraguannya mengenai kemungkinan keber  
hasilan pergerakan . Secara perhitungan militer, pergerakan  yang dipersiapkan hendak mendahului itu, 
tidak bisa menjamin kemenangan mutlak, sebab  pasukan yang hendak digerakkan, tidak 
konkrit, baru perhitungan di atas kertas. Diperkirakan, akan lebih banyak yang meng  gabung, 
jika pergerakan  sudah dimulai.  
namun  Syam berkata: „masa tidak percaya kepada kokuatan massa PKI yang sudah teruji 
militansinya, siap rnenguasai ibukota begitu pergerakan  dimulai .  
saat  pergerakan  siap dimulai dengan menjadi  desa Lubang Buaya sebagai pangkalan, perwira 
yang ragu tadi tidak muncul dan juga tidak menyiapkan pasukannya untuk bergerak, seperti yang 
diputuskan dalam rapat. Ia seorang militer profesional yang merasa bertanggung jawab penuh 
atas nasib prajurit. Ia tidak mau mengorbankan anak buah, sebab  percaya  persiapan tidak matang.  
Senada dengan apa yang diakui oleh anggota Politbiro Rewang dalam pleidooinya dimuka 
sidang pengadilan, sebelum semua persiapan kegiatan itu, ada sidang CC PKI yang dihadiri  
anggota anggota CC yang berada di Jakarta dengan menghadirkan  juga Sekretaris Sekretaris 
tingkat Propinsi di Jawa, pada bulan Agustus 1965. Dalam rapat itu Aidit menguraikan situasi 
politik dalam negeri yang dinilainya sudah semakin kritis, sebab  katanya, sudah diketahui  akan 
ada rencana coup d etat  „Dewan Jenderal  yang dini terhadap sukarno  dan sekaligus 
menghancurkan PKI.  
pergerakan  ini akan dilancar  kan oleh „Dewan Jenderal , sehubungan dengan kesehatan Bung 
Karno yang makin buruk, yang diketahui  dari laporan team dokter RRT yang merawatnya. PKI, 
kata Aidit, harus bersiap menghadapi · bahaya itu, sebab  bagaimana pun, PKI pasti terancam.  
Mengenai pergerakan , mantan ketua Mahkamah Agung Rl, Ali Said, SH., dalam ceramahnya di 
depan mahasiswa Akademi Hukum Militer/Perguruan Tinggi Hukum Militer Jakarta 23 
Nopember 1992 mengatakan bahwa berdasarkan hasii pemeriksaan tim dokter RRT yang pernah  
mengobati sukarno , menyimpulkan bahwa apabiia datang serangan lagi, akan berakibat fatal 
bagi sukarno , yaitu lumpuh atau meninggal dunia.  
Berdasarkan hasil pemeriksaan tim dokter RRT ini, Aidit menyelenggarakan pertemuan berturut 
turut dengan Politbironya untuk membahas:  
1. kondisi  Presiden/PBR (Pemimpin Besar Revolusi) yang makin memburuk.  
2. Adanya suatu Dewan Jenderal di lingkungan AD yang siap mengambil alih kekuasaan sesudah  
Presiden tidak berdaya lagi, bahkan lalu  menginformasi kan Politbironya bahwa Dewan 
Jenderal akan lebih dahulu  bertindak sebelum Presiden wafat, dan tindakan itu akan dilancarkan 
sekitar Hari Angkatan perang  5 Oktober 1965.  
3. Adanya kelompok perwira progresif di lingkungan  
Angkatan Darat yang akan mencegah serangan/ menggagalkan usaha  coup Dewan Jenderal.  
782 
 
4. Kepada rekan rekannya ditanyakan oleh Aidit, bagaimana seyogianya sikap yang harus 
diambil PKI. Membiarkan Dewan Jenderal bergerak dahulu  untuk lalu  dilawan, ataukah lebih 
tepat jika  PKI menyerang terlebih dahulu. Aidit sendiri lebih berat meletakkan pilihannya 
„Mendahului  pergerakan  Dewan Jenderal. 19)  
19) Berita Buana, 25 Nopember 1992, Jakarta.  
Ali Said, SH., tidak menjelaskan sumber keterangan butir butir yang diuraikannya, terutama 
mengenai butir 2 sampai 4. Butir 1 sudah umum diketahui .  
namun  berdasar keterangan saksi  keterangan seorang yang hadir pula  dalam pertemuan CC yang diperluas, dan lalu  
ditahan, Aidit tidak menjelaskan apa bentuk pergerakan  yang akan ditempuhnya untuk 
menyelamatkan PKI. Ia hanya minta persetujuan sidang agar   memberikan kepercayaan 
kepadanya mengambil langkah langkah yang diperlukan, permintaan mana diluluskan. 
Berdasarkan kepercayaan inilah, Dewan Harian Politbiro dalam sidangnya tanggal 24 September 
1965, menyusun rencana hendak mendahului pergerakan  apa yang mereka tuduhkan sebagai 
rencana coup d etat  yang hendak dilancarkan oleh „Dewan Jenderal .  
Dewan Harian yang dimaksud ialah para ketua Partai Kepala Sekretariat dan tentu saja ditambah 
dengan Syan Kamaruzzaman.  
Pada hari itu juga Komite Jakarta Raya mengadakan rapat yang dipimpin oleh sekretarisnya, 
Nyono, dihadiri  oleh seluruh pimpinan Seksi Komite di seluruh Daeral Jakarta Raya, untuk 
membagi misi  masing masing.  
Jakarta Raya dibagi dalam beberapa Sektor dan Komandan Sektor sudah diangkat begitu selesai 
latihan kemiliteran di Lubang Buaya. Pembagian wilayah sudah ditentukan.  
pergerakan  Wanita negara kita  (GERWANI) yang berafiliasi dengan PKI, dimisi kan menyediakan 
konsumsi dengan membuka dapur umum. Pada saat pergerakan  dimulai, nasi bungkus dengan lauk 
pauknya agar   disediakan untuk melayani prajurit yang bergerak. Beras dan uang lauk pauk 
sudah didrop.  
namun  pada saat pergerakan  dimulai, tidak satu pun dapur umum yang berfungsi.  
Akibatnya, semua prajurit dari sukarelawan yang sudah menerima latihan kemiliteran di Lubang 
Buaya dan siap disektornya masing masing, jac kelaparan. Ini membuktikan bahwa 
pengorganisasian pergerakan  itu tidak beres dan tidak cukup   dipahami olel massa bawahan.  
berdasar keterangan saksi  keterangan seorang perwira Batalyon Infantri 454/Diponegoro yang ikut bergerak pada 
1 Oktober 1 965 itu, uang Batalyon yang dibawa dari Semarang, dengan terpaksa  dikeluarkan membeli 
makanan, sebab  prajurit prajurit sudah kelaparan.  
Begitulah gambaran betapa kacaunya pengaturan pergerakan  itu.  Seorang mantan anggota CC PKI 
yang pernah  ke pulau  Buru, menceritakan bahwa 2 hari sebelum pergerakan  dipelopori , ia sudah 
mendengar akan adanya pergerakan . Maka ia pun segera menemui Nyono, orang pertama PKI 
Jakarta Raya, minta dengan sangat agar   pergerakan  dibatalkan. namun  Nyono menjawab bahwa itu 
sudah menjadi putusan yang tidak mungkin dirubah lagi.  
sebab  orang itu merasa dirinya memiliki  kedudukan yang penting dan seharusnya ikut 
menentukan dalam Partai, yeitu sebagai anggota CC, maka ia bertanya: Putusan siapa,  sebab  ia 
sebagai anggota CC PKI tidak pernah merasa ikut merundingkan apalagi menyetujuinya.  
783 
 
saat  Nyono akhirnya ditangkap dalam satu operasi pembersihan di sekitar percetakan Negara 
Jakarta, ia diadili sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (MAHMILLUB) dan dijatuhi hukuman 
mati.  
Sebelum dieksekusi, Nyono ditahan di Rumah Tahanan Militer (RTM) jalan Budi Utomo Jakarta 
dan kebetulan mantan anggota CC yang pernah  memperingatkannya agar   membatalkan 
pelaksanaan „pergerakan  30 September  itu, juga ditahan di tempat yang sama. sebab  ia 
mendengar bahwa eksekusi terhadap Nyono akan dilaksanakan besoknya, maka diperlukannya 
menemui Nyono dengan cara sembunyi sembunyi, untuk menyampaikan berita sedih itu.  
Nyono hanya menjawab bahwa ia belum lupa nasehat temannya ini, namun  sekarang nasi sudah 
menjadi bubur. Risikonya yaitu  yang terpahit:  
Menghadapi regu tembak, sesuai dengan vonnis yang dijatuhkan oleh MAHMILLUB.  
pergerakan  ini berakibat fatal bukan saja tidak memperoleh  dukungan rakyat, namun  juga 
pelaksanaannya tidak lewat perencanaan yang akurat, sehingga yang tampil ke permukaan 
hanyalah ketakaburan dengan menganggap bahwa pergerakan  pasti berhasil. Sama sekali tidak 
diperhitungkan kemungkinan gagal.  maka , pergerakan  ini secara militer sepenuhnya 
avonturisme, menyimpang dari teori revolusi seperti yang dimaksudkan oleh pencetusnya.  
Itulah sebabnya, sesudah  Letnan Jenderal Soeharto menumpas pergerakan  ini, hanya dalam tempo 5 
hari seluruh kekutan inti pergerakan , sudah  dihancurkan. PKI mundur dan hanya berusaha menolong 
situasi dengan mengeluarkan pernyataan seolah olah mereka tidak terlibat dan apa yang terjadi 
semata mata persoalan intern Angkatan Darat.  
PKI mengeluarkan seruan kepada seluruh anggota dan simpatisannya agar   memper  tahankan 
legalitas sambil waspada. Untuk mendukung prinsip ini, PKI menyerukan kepada anggota 
anggotanya agar   mendaftarkan diri di Front Nasional, satu seruan yang sebetulnya  bunuh diri. 
sebab  ternyata, semua yang datang mendaftarkan diri, tak seorang pun lagi yang bisa kembali, 
mereka langsung ditahan.  
Dalam waktu yang relatif singkat, beribu ribu pengikut PKI sudah berada dalam tahanan dan 
pergerakan  perlawanan yang berarti, sudah tidak ada lagi. Di Yogyakarta dan Solo ada sedikit 
perlawanan sebab  D.N. Aidit berada di sana sesudah  diterbangkan oleh pesawat AURI dari 
Halim atas perintah Menteri/Panglima Angkatan Udara, Omar Dhani.  
28 SEPTEMBER1965, Consentrasi pergerakan  Mahasiswa Indonesia   (CGMI), melangsungkan 
resepsi penutupan kongresnya di Istana Olahraga (ISTORA) Senayan, dengan mengundang 
sukarno  dan beberapa Menteri untuk memberikan amanat.  
Gedung yang bisa menampung 10.000 audience itu, penuh sesak oleh mahasiwa anggota CGMI 
dan anggotaanggota pemuda seazas. Yel yel yang mereka teriakkan:  
„Bubarkan HMI (Himpunan Mahasiwa Islam) yang dinamakan organisasi mahasiswa yang 
mendukung MASYUMI, partai Islam yang sudah dibubarkan sebab  dituduh terlibat 
pemberontakkan PRRI di Sumatera Barat (1958). Itulah sebabnya CGMI menuntut juga  agar   
HMI dibubarkan. Seolah  olah kongres ini diselenggarakan, terutama untuk menuntut 
pembubaran HMI.  
Biasa, jika  sukarno  diminta memberikan amanat, selalu didahului dengan sambutan 
seorang atau dua orang menteri. Sebagai gongnya, barulah sukarno  tampil.  
pertama  tampil Menteri Penerangan Ahmadi. namun  ternyata suaranya tenggelam dalam 
gemuruhnya yel yel yang menuntut pembubaran HMI.  Audience tidak sabar dan minta Ahmadi 
cepat  cepat saja menyatakan mendukung pembubaran HMI.  
sebab  pidatonya terus diganggu oleh gemuruh yang berlebih lebihan, akhirnya ia hentikan 
sesudah  diam 10 menit menantikan redanya suara yang gemuruh, namun  tidak juga berhenti.  
Suasana terasa sekali sangat menekan.  
Sesuai dengan acara, tampillah pembicara berikutnya, Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena, 
berbicara berdasar keterangan saksi  gayanya yang tidak agitatif. Ia dengan tenang dan jelas menyampaikan sikap 
Pemerintah berkenaan dengan tuntutan pembubaran HMI.  
Inilah kata kata Dr. Leimena:  
„Pemerintah tidak memiliki  niat untuk membubarkan HMI.  HMI yaitu  organisasi yang 
nasionalistis, patriotik dan loyal kepada Pemerintah.  Pemerintah banyak memperoleh  dukungan  
dari HMI dalam perjuangan melawan NEKOLIM „ .  
Mendengar pernyataan Dr. Leimena yang sangat jelas itu, meski pun diucapkan dalam gaya 
seorang pendeta, namun  cukup   mengejutkan.  Suasana di seluruh tenahair waktu itu yang diciptakan 
oleh PKI dan para pendukungnya, sepertinya memastikan bahwa HMI tengah malam  itu dibubarkan.  
Tibalah giliran sukarno  menyampaikan amanatnya. Massa CGMI   mengharapkan Bung 
Karno berbicara lain. sukarno  memulai pidatonya dengan mengatakan:  
„Sebelum memulai pidato saya, saya ingin menyampaikan hal berikut ini.  
Saudara saudara baru saja mendengar mengenai  kebijaksanaan Pemerintah yang disampaikan oleh 
Pak Leimena sebagai wakil Perdana Menteri II, mengenai kedudukan HMI. HMI tidak akan 
dibubarkan. sebab  saudara saudara sudah mendengar kebijaksanaan Pemerintah, mungkin 
saudara saudara ingin juga  merigemengetahui i sikap ketua Partai Komunis  Indonesia  , saudara Aidit. Dia 
hadir pula  sekarang di sini. Walau pun ia tidak tercantum dalam daftar yang akan berpidato tengah malam  
ini, ada baiknya jika  kita mendengar bagaimana sikapnya, sebelum saya melanjutkan dengan 
pidato saya. Setuju ,    
Tentu saja di jawab „setuju .  
Maka Aidit pun berdiri mendampingi sukarno . Suaranya menggemuruh melalui pengeras 
suara. Katanya: „jika  Pemerintah tidak akan membubarkan HMI, maka janganlah kalian 
berteriak teriak menuntut pembubaran HMI.  Lebih baik kalian bubarkan sendiri saja. Dan jika  
kalian tidak mampu melakukan itu, lebih baik kalian jangan pakai celana, namun  tukar saja dengan 
sarung .  
Aidit meneruskan pidatonya dengan berkobar kobar dan akhirnya berkata kepada mahasiswa 
mahasiswa komunis itu mengenai  adanya pemimpin pemimpin palsu yang merampok uang rakyat 
dan me  melihara isteri empat sampai lima. 20)  
20) Cuplikan pidato Wakil Perdana Menteri 11 Dr Leimena, pidato sukarno  dan pidato 
Aidit, dikutip dari rekaman Ganis Harsono yang dimuat dalam bukunya Cakrawala Politik Era 
Sukarno, hal.202  
Pidato Aidit ini betul betul satu tantangan dan juga satu komando yang menentang kebijaksanaan 
Pemerintah. Pada waktu itu, PKI sudah memutuskan siap bertindak, namun  rencana itu tidak segera 
bisa diantisipasi oleh aparat keamanan Negara.  
Dua hari lalu , terjadilah apa yang harus terjadi, seperti yang memang sudah direncanakan 
oleh PKI. Peristiwa 28 September 1965 tengah malam  di ISTORA, yaitu  klimaks dari akumulasi 
ketegangan politik yang sejak berbulan bulan sudah dirasakan dan akhirnya meletus lewat cara 
antagonis dengan „pergerakan  30 September 1 965 .  
Alasan mencetuskan G30S difokuskan pada melawan apa yang disebut „rencana Dewan Jenderal 
hendak melakukan coup d etat  terhadap Presiden Sukarno . Bukan mustahil bahwa 
kebijaksanaan untuk tidak membubarkan HMI seperti yang dituntut oleh CGMI, juga dianggap 
sebagai satu rangkaian dari rencana keberhasilan „Dewan Jenderal , padahal sikap itu sangat 
jelas yaitu  sikap sukarno  dan Kabinet  
Memang PKI sudah dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang G30S, makin 
agresif dalam sikap dan tindakannya. Meski pun tidak langsung menyerang sukarno , namun  
serangan yang sangat kasar contohnya  terhadap apa yang disebut „kapitalis birokrat  terutama 
yang bercokol di perusahaan perusahaan negara, pelaksanaan UU Pokok Agraria yang tidak 
menepati waktunya sehingga melahirkan „Aksi Sepihak  dan istilah ;, „7 setan desa , dan  
serangan serangan terhadap pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang dianggap hanya bertitik 
berat kepada „kepemimpinan  nya dan mengabaikan „demokrasi  nya, yaitu  pertanda 
meningkatnya rasa superioritas PKI, sesuai dengan pernyataan nya yang menganggap bahwa 
secara politik, PKI merasa sudah  berdominasi.  Dilupakannya bahwa seumpama benar dibidang 
politik partai ini sudah berdominasi, namun  dalam fakta  sama sekali tidak berhegemoni, 
sehingga anggapan berdominasi, tidak lebih dari satu ilusi.  
sedang  pergerakan  30 September 1965, secara politik dikendalikan oleh sebuah Dewan Militer 
yang diketuai oleh D.N. Aidit dengan wakilnya Kamaruzzaman (Syam), bermarkas di rumah 
sersan (U) Suyatno di komplek perumahan AURI, di Pangkalan Udara Halim. Sedang operasi 
militer dipimpin oleh kolonel A.  Latief sebagai komandan SENKO (Sentral Komando) yang 
bermarkas di Pangkalan Udara Halim dengan kegiatan operasi dikendalikan dari gedung PENAS 
(Pemetaan Nasional), yang juga instansi AURI dan dari Tugu MONAS (Monumen Nasional). 
Sedang pimpinan pergerakan , yaitu  letkol. Untung Samsuri.  
berdasar keterangan saksi  keterangan, sejak dipelopori nya pergerakan  itu, Dewan Militer PKI mengambil alih semua 
wewenang Politbiro, sehingga instruksi politik yang dianggap sah, hanyalah yang bersumber dari 
Dewan Militer. namun  sesudah  nampak bahwa pergerakan  akan mengalami kegagalan, sebab  
mekanisme pengorganisasiannya tidak berjalan sesuai dengan rencana, maka dewan ini tidak 
berfungsi lagi.  Apa yang dikerjakan ialah bagaimana mencari jalan menyelamatkan diri masing 
masing. Aidit dengan bantuan AURI, terbang ke Yogyakarta, sedang Syam segera menghilang 
dan tak bisa ditemui oleh teman temannya yang memerlukan instruksi mengenai pergerakan  
selanjutnya. Kolonel A. Latief yang juga gagal menemukannya, dengan terpaksa  mencari jalan 
penyelamatan sendiri.  
Wishnu Djajeng Minardo, komandan pangkalan Halim saat  meletusnya G30S dalam 
percakapan dengan saya mengatakan, saat  Bung Kamo pada tanggal 1 Oktober 1965 berada di 
Halim, ia melihat Suparjo duduk di ubin sambil termenung. Wishnu memang mengenalnya. 
Supardjo mengatakan kepadanya: „Kita sudah kalah . Ucapan Supardjo membuktikan dengan 
jelas bagaimana perintah ceace fire dari sukarno , tidak bisa berarti lain kecuali bahwa G30S 
memang tidak diketahui  oleh Bung Kamo sebelum terjadi, oleh sebab  itu ia menolak 
memberikan dukungan, saat  diminta oleh Supardjo.  
pergerakan  dimulai dengan sebuah apel lewat tengah tengah malam , sudah masuk tanggal 1 Oktober 1965, 
sebab  jarum jam menunjukkan pukul 02.00 pagi dengan berpangkalan di desa Lubang Buaya, di 
luar Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah. Apel diikuti oleh semua pasukan yang sudah 
disiapkan akan bergerak pagi buta itu menuju sasaran. misi  pokoknya menangkap para Jenderal 
yang dituduh tidak loyal kepada Presiden/ Panglima Tertinggi. Ternyata satu regu tidak hadir pula , 
yaitu yang ditentukan untuk sasaran Jenderal A. H. Nasution, kabarnya dari AURI.  
namun  ketidak hadir pula an regu itu, bukan sesuatu yang tidak bisa diatasi, sebab  kemungkinan yang 
demikian dalam pergerakan  militer, selalu diperhitungkan. Regu cadangan selalu siap untuk setiap 
saat mengambil alih misi  pihak yang berhalangan. Regu cadangan yang dipimpin oleh letnan 
Jahurup dari „Tjakrabirawa  memiliki  kelemahan, yang berhalangan. Regu cadangan yang 
dipimpin oleh letnan Jahurup dari „Tjakrabirawa  memiliki  kelemahan, yaitu belum pernah   
melakukan survey medan yang akan menjadi sasaran. Untuk sasaran lain, sudah disurvey oleh 
masing masing regu yang bersangkutan.  
Ternyata ketidak hadir pula an regu untuk sasaran Jenderal A.H.  Nasution dan digantikan regu 
cadangan yang tidak menguasai medan, berakibat fatal.  
Sebelum regu regu sasaran bergerak dengan bantuan pasukan pendukungnya masing masing, 
komandan memberikan pengarahan dan instruksi mengenai misi  yang harus dilaksanakan, dan  
menjelaskan alasan alasannya.  
„misi  ini yaitu  misi  mulia , kata komandan, sebagaimana ditirukan oleh seorang prajurit 
yang ikut dalam apel itu. Perintahnya, agar   para Jenderal yang sudah ditentukan dan fotonya 
dibagikan kepada para komandan regu, harus dibawa untuk dihadapkan kepada 
Presiden/Panglima Tertinggi, dalam kondisi  hidup atau mati.  
sebab  ternyata 3 Jenderal dibawa dalam kondisi  tidak bernyawa, maka diberikanlah alasan: 
Mereka melakukan perlawanan!  
Kolonel A. Latief di muka sidang MAHMILTI (Mahkamah Militer Tinggi) II Jawa Bagian Barat 
yang mengadilinya, memberikan keterangan bahwa Letnan Kolonel Untung memberitahukan  
kepadanya, para Jenderal diambil untuk lalu  diserahkan kepada Presiden/Panglima 
tertinggi. namun  sesudah  tiba dalam pelaksanaan, tidaklah seperti rencana semula, sebab  tiga 
Jenderal lainnya yang dibawa dalam kondisi  hidup, lalu  juga dibunuh. saat  Latief minta 
penjelasan mengenai hal ini kepada Untung, dijawab bahwa itu semua menjadi tanggung 
jawabnya.  

Kolonel Latief juga mengatakan bahwa Syam mengakui di muka sidang MAHMILTI yang 
mengadilinya, bahwa dialah yang memerintahkan membunuh semua Jenderal yang dibawa 
masih dalam kondisi  hidup di Lobang Buaya.    
Dikutip dari pembelaan kolonel A. Latief, hal. 94.  
Pelaksanaan operasi seperti yang diuraikan di atas, sesuai dengan perintah komandan, semua 
dilaksanakan tanpa ragu ragu. berdasar keterangan saksi  ketentuan, Perintah Militer, baik tertulis mau pun lisan, nilainya sama. Jika ada yang belum jelas, harus ditanyakan pada saat perintah itu diberikan. 
Sesudah itu, semua dianggap sudah jelas dan dipahami untuk langsung dilaksanakan. Jika ada 
sesuatu keberatan, perintah harus dilaksanakan dahulu , baru alasan keberatannya diajukan kepada 
komandan atasannya. Menyimpang dari prosedur ini, berarti pem  bangkangan yang bersanksi 
Hukuman Militer.  Oleh sebab  itu dilalu  hari muncul  masalah hukum, yaitu sesudah  masalah  G30S/PKI dinyatakan sebagai tindak makar yang diajukan ke sidang Pengadilan Militer, muncul  pertanyaan:  Apakah prajurit yang bertindak menjalankan perintah komandan atasan yang tidak bisa dibantah, harus ikut bertanggungjawab atas akibat tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan perintah komandan atasan itu,  Bukankah jika perintah ini diingkari, berarti pelanggaran Sumpah Prajurit, yang juga akan memperoleh  hukuman berat,  Bukankah dalam hal ini, seharusnya yang 
bertanggungjawab hanyalah komandan yang memerintahkan tindakan itu,   Ada juga  pendapat lain yaitu bahwa sesudah kejadian, semua prajurit yang terlibat, langsung dipecat dari dinas tentara, sebab  dinyatakan sebagai pemberontak melawan kekuasaan yang sah. Oleh sebab  itu, semua anggota yang terlibat, tidak terbatas pada komandan yang memerintahkan saja, semua anak buah harus dianggap sebagai hoofddader (pelaku utama). Argumentasi ini  disangkal lagi dengan mengatakan bahwa perbuatan itu dilakukan masih dalam status mereka sebagai tentara resmi dan sebab nya semua dilakukan atas dasar misi .  Mereka bergerak berdasarkan Perintah Militer, bagaimana mereka bisa disebut hoofddader,   
Akhirnya, semua prajurit anggota regu sasaran divonnis, umumnya hukuman mati.  
Waktu menyerbu rumah Jenderal A. H. Nasution, komandan regu (cadangan), tidak mengetahui  
di mana persisnya letak rumah itu. Oleh sebab nya, rumah yang diserbu justru yang tidak ada 
hubungan apa apa dengan misi  yang harus dilaksanakan, yaitu rumah Wakil Perdana Menteri II 
Dr. J. Leimena, yang kebetulan diselingi rumah lain dari rumah Jenderal A. H. Nasution.  
sesudah  menyadari terjadi kekeliruan, mereka segera menuju ke rumah Jenderal Nasution. 
sebab  sesudah  pintu diketuk tidak dibuka, maka kunci pintu ditembak sehingga terbuka. 
Sebelum pintu terbuka, ibu Nasution sudah menyuruh suaminya meninggalkan rumah, lewat 
lubang angin terjun ke pekarangan Kedutaan Besar Irak yang berdampingan dengan rumahnya.  
Meski pun kakinya terkilir saat  melompat ke tanah, ia masih dapat berjalan dan 
menyelamatkan diri mencari perlindungan. Suara tembakan masih terdengar dan sebuah peluru 
nyasar mengenai putrinya, Ade Irma, yang sedang digendong ibunya.  
lalu  Ade Irma meninggal akibat tembakan itu.  
enjelang Maghrib, Jenderal A. H. Nasution berhasil mencapai Markas KOSTRAD di jalan 
Merdeka Timur dan bergabung dengan Pariglima KOSTRAD, Jenderal Soeharto, yang 
sementara itu sudah mengambil langkah penumpasan terhadap pergerakan  30 September.  
Adapun pergerakan  30 September yang dipimpin oleh Letkol Untung Samsuri, komandan batalyon 
I Resimen Tjakrabirawa, sesudah  berhasil mengambil para Jenderal, kecuali Jenderal A.H. 
Nasution yang lolos, maka Brigadir Jenderal Suparjo dengan ditemani oleh Letnan Kolonel (U) 
Heroe Atmodjo (deputy direktur bagian operasi khusus AURI), keduanya termasuk anggota 
Presidium G30SlPKI, pada tanggal 1 Oktober pagi itu pergi ke Istama Merdeka, hendak 
melaporkan kepada Presiden/Panglima Tertinggi apa yang sudah  terjadi. Ternyata Presiden tidak 
ada di Istana, dan keduanya pergi ke Halim, sesudah  mengetahui  Presiden ada di sana.  
berdasar keterangan saksi  keterangan kolonel Maulwi Saelan, Wakil Komandan Resimen Tjakrabirawa, pada tanggal 30 September 1965 pukul 19.00, Presiden menghadiri  resepsi penutupan Musyawarah Nasional Kaum Teknisi negara kita  di ISTORA Senayan sampai pukul 21.00.  Saelan ma!am itu memegang tanggungjawab seluruh pengamanan Presiden, sebab  komandan  Tjakrabirawa Brigjen Sabur pergi ke Bandung dan tidak diketahui lagi   apa urusannya.  Yang dipekerjakan  oleh Saelan mengamankan sekitar ISTORA ialah batalyon I Resimen  Tjakrabirawa yang dipimpin langsung oleh komandannya, letkol Untung Samsuri. Saelan 
mengatakan bahwa tengah malam  itu ia sempat memarahi Untung sebab  salah satu pintu ISTORA yang seharusnya ditutup, tidak diperintahkannya agar   ditutup.  Saelan memastikan bahwa pada tengah malam  itu, ia selalu berada di dekat sukarno , sehingga tidak ada gerakgerik Presiden yang lepas dari pengamatannya.   berdasar keterangan saksi  ajudan Presiden Sukarno, kolonel (KKO) Bambang S. Widjarnako yang memberikan kesaksian didepan tugas   pemeriksa, pada tanggal 30 September 1965 tengah malam  pukul 22.00,  Presiden menerima surat dari letkol Untung diserahkan oleh Sogol atau Nitri (anggota 
Detasemen Kawal Pribadi) lewat kolonel Bambang yang langsung diserahkannya kepada Bung 
Karno. sesudah  menerima surat itu, sukarno  berdiri dan pergi ke toilet yang diiringi oleh 
Saelan, AKBP Mangil (Komandan Detasemen Kawal Pribadi) dan Bambang Widjarnako.  
Diberanda muka, sukarno  membaca surat itu, lalu  memasukan ke dalam sakunya.   Memori Jenderal Yoga, PT Bina Rena Pariwara, Jakarta 1990, hal. 173  Keterangan Bambang Widjarnako ini dibantah keras oleh kolonel Maulwi Saelan. Ia 
memastikan, pada tengah malam  itu sama sekali tidak ada adegan seperti yang diceriterakan oleh 
Bambang Widjarnako, sebab  Saelan sendiri sebagai penanggungjawab keamanan Presiden 
tengah malam  itu, tidak pernah jauh dari Presiden selama berada di Senayan sampai kembali ke Istana.  Kesaksian Bambang Widjanarko dianggapnya sangat aneh dan direkayasa.  
Keterangan yang direkayasa ini memperoleh  imbalan, Bambang Widjarnako tidak ditahan dan 
Saelan yang di depan pemeriksa membantah dengan tegas keterangan Bambang Widjarnako, 
ditahan. Kolonel Maulwi Saelan menceritakan bahwa sesudah  selesai acara di Senayan, Presiden 
kembali ke Istana Merdeka. sebab  tak ada lagi sesuatu yang perlu memperoleh  perhatian dan 
Presiden sendiri tidak memerintahkan agar   Saelan tetap berada di Istana, maka pukul 24.00 ia 
pamit kembali ke rumahnya di jalan Birah II, Kebayoran Baru. Pukul 01.00 ia tidur.  
Pukul 05.15 Subuh, ia dibangunkan oleh deringan telepon dari Komisaris Besar Polisi Sumirat, 
salah seorang ajudan Presiden, yang me  nyampikan bahwa barusan diterima berita dari 
Kornisaris Besar Polisi Anwas:  
Tanumiharja dari KOMDAK Jaya, mengenai  terjadinya penembakan di rumah Wakil Perdana 
Menteri II Dr. J. Leimena dan di rumah Jenderal A.H. Nasution, duaduanya di jalan Teuku 
Umar.  Saelan menjawab, berita itu segera akan diceknya.  16 menit lalu , ia terima telepon lagi dari Sumirat yang memberitahukan  bahwa disekitar Istana kelihatan banyak tentara yang tidak diketahui  kesatuannya, disamping 
menyampaikan bahwa penembakan juga terjadi di rumah Brigadir Jenderal Panjaitan.  Menerima laporan yang bertubi tubi ini, Saelan mengatakan kepada Sumirat bahwa ia segera  berangkat ke Istana. Sumirat minta agar   mampir di rumahnya, agar bersama sama kesana.  Selagi Saelan bersiap siap berangkat, tiba tiba datang Kapten Suwarno, komandan Kompi I Batalyon I Tjakrabirawa; yang saat itu kompinya sedang giliran misi  menjaga Istana. Kapten Suwarno langsung menanyakan:  
Presiden ada di mana,   
Dilaporkan  nya bahwa di sekitar Istana, banyak kesatuan tentara yang tidak dikenalnya. Saelan 
sendiri menjawab bahwa ia tidak mengetahui  persis dimana Presiden bertengah malam , sebab  setengah malam  saat  ia meninggalkan Istana, sukarno  ada di Istana.  Oleh sebab  itu ia perintahkan Kapten Suwarno agar   mengikutinya bersama sama mencari dimana sukarno  berada.  
berdasar keterangan saksi  Saelan, kebiasaan sukarno , jika  tidak berada di Istana pada tengah malam  hari, berarti ia bertengah malam  di rumah salah seorang isterinya, di Grogol atau di Slipi.  
Atas dasar keterangan inilah, maka Saelan ber  sama Kapten Suwarno dan asisten asistennya 
menuju Grogol, ke rumah Haryati. Ternyata sukarno  tengah malam  itu, tidak bertengah malam  di situ.  Lalu rombongan ini akan pergi ke Slipi, ke rumah isteri sukarno , Ratnasari Dewi, namun  baru 
sampai di jalan besar menuju Slipi (sekarang: jalan S.  Parman), rombongan bertemu dengan jeep 
Detasemen Kawal Pribadi yang dilengkapi dengan radio transmitter & receiver „Lorenz . Saelan 
segera menanyakan, di mana posisi Presiden sekarang,   Dijawab: Presiden ditambah    pengawal sedang menuju Istana dari Slipi.  Segera Kolonel Saelan mengadakan kontak dengan Mangil, Komandan Detasemen Kawal Pribadi melalui pembicaraan radio „Lorenz , yang menanyakan posisinya sekarang berada di mana. Dijawab, sudah membelok ke jalan Budi Kemuliaan, tidak jauh lagi dari Istana.  Saelan memerintahkan agar   jangan masuk Istana, sebab  di sekitar Istana ada pasukan tentara yang tidak dikenal, agar iring  iringan memutar di air mancur, lalu  dibavva ke Grogol dahulu , di mana Saelan mengatakan, ia tetap menunggu ditempat itu.  
Pukul 07.00 Presiden sampai di Grogol dan Saelan langsung melaporkan semua berita yang 
diterima dari Komisaris Besar Sumirat. sukarno  lalu bertanya dalam bahasa Belanda: „wat 
wil je met me doen,   saya mau dikemanakan,  Dijawab oleh Saelan:„Sementara kita tunggu di 
sini saja dahulu , Pak! Kami segera mencari keterangan ke luar, mengenai berita berita ini  dan 
menanyakan mengenai  situasi .  Pertanyaan sukarno : „wat wil je met me doen,  , menunjukkan bahwa sukarno  sama sekali belum mengetahui  apa yang sudah  terjadi.  lalu  Presiden berkata: „Kita tidak boleh lama berada di sini  Jawab Saelan:  „Memang betul, kami segera akan mencari tempat lain yang lebih aman .  sesudah  merundingkan dengan AKBP Mangil dan letnan kolonel Suparto (seorang staf ajudan Presiden), bagaimana sebaiknya menyelamatkan Presiden dalam situasi yang belum jelas ini, maka diputuskanlah tempat penyelamatan sementara, di rumah seorang kenalan Mangil di jalan Wijaya, Kebayoran Baru.  Saelan langsung memerintahkan kepada Mangil agar   segera mengirimkan beberapa anggota Detasemen Kawal Pribadi ke tempat ini , mengadakan  persiapan. Di samping itu kolonel Saelan memerintahkan juga kepada letnan kolonel Suparto untuk mencari hubungan ke luar, dengan menghubungi PanglimaPanglima Angkatan bersenjata.   Semua hubungan ini harus dikerjakan langsung, tidak bisa melalui telepon, sebab  hubungan telepon dari Grogol putus.  
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Brigadir Jenderal Sunaryo dan Komisaris Besar Polisi 
Sumirat (ajudan), datang juga ke Grogol, diantar oleh Inspektur polisi Djoko Suwarno.  
Presiden Soeharto dalam Otobiografinya mengatakan bahwa pukul 06.00 pagi (1 Oktober 
1965),  letkol Sadjiiman atas perintah Panglima Kodam V Jaya, Umar Wirahadikusumah, 
melaporkan bahwa di sekitar MONAS dan Istana, banyak pasukan yang tidak dikenalnya. „Saya 
percepat merapihkan pakaian yang sudah kenakan, loreng lengkap, namun  belum mengenakan 
pistol, pet dan sepatu. Kepada letkol Sadjiman saya berkata bahwa saya sudah mendengar 
mengenai  adanya penculikan terhadap Pak Nasution dan Jenderal A. Yani dan  PATI (Perwira 
Tinggi)  Angkatan Darat lainnya. Segera kembali saja dan laporkan kepada Pak Umar, saya akan cepat  datang ke KOSTRAD dan untuk sementara mengambil pimpinan Komando Angkatan Darat. 
Dengan segala yang sudah siap pada diri saya, saya siap menghadapi kondisi  . Demikian tulis 
Pak Harto. saat  Pak Harto masuk Markas KOSTRAD, segera medapat laporan dari Piket bahwa orang  terpenting, sukarno , tidak jadi ke Istana, namun   langsung ke Halim Perdana Kusumah.  Disebutkan, sukarno  memakai  kendaraan kombi putih, berputar di Prapatan Pacoran, di  depan Markas Besar AURI.  Piket menerima laporan telepon dari Intel yang sedang bertuga  Jadi, Panglima KOSTRAD yang mengambil sendiri untuk sementara pimpinan Angkatan Darat, 
sudah mengetahui  apa yang terjadi sejak pukul 06.00 pagi, namun  tidak disebutkan bahwa ia 
berusaha menghubungi Presiden.   Laporan yang disampaikan kepada Pak Harto mengenai perjalanan Presiden, berbeda dengan 
keterangan Kolonel Siaelan yang mengikuti terus perjalanan itu sampai di Halim.  Pukul 08.30 Letkol Suparto datang melaporkan bahwa ia hanya memperoleh  kontak dengan Men/Pangau Omar Dhanidi Pangkalan Halim Perdana Kusumah. Panglima yang lain tidak  berhasil ditemui. sebab  dipertimbangkan bahwa di Halim ada  pesawat Kepresidenan „Jet Star  yang selalu standby dan setiap saat siap membawa bawa  Presiden untuk penyelamatan jika 
dianggap perlu, maka diputuskan sebaiknya Presiden dibawa ke Halim saja. Hal ini sesuai 
dengan „Operating Standing Procedure  (OSP) Resimen Tjakrabirawa yang menyebutkan bahwa 
salah satu cara untuk menyelamatkan Kepala Negara bila situasi memerlukan, yaitu  dengan 
pesawat „Jet Star  yang ada di Halim, disamping bisa juga dengan kapal laut Kepresidenan „R.l. 
Varuna  (Admiral Sloep) yang ada di Tanjung Priok atau jika  darat dinaikkan pantser berlapis 
baja anti peluru.  
Kemungkinan kemungkinan itu dilaporkan oleh Saelan kepada Presiden dan Presiden 
memutuskan: Pergi ke Halim saja. Saelan langsung memerintahkan kepada letkol Suparto agar   
mengadakan persiapan di Halim.  
Pukul 09.00 Presiden meninggalkan Grogol menuju Halim dan sampai disana pukul 09.30, di 
sambut oleh Omar Dhani dan Leo Wattimena yang langsung membawa bawa nya ke ruangan Komando 
Operasi. Kurang lebih pukul 10.00, datang Brigadir Jenderal Suparjo yang tadinya berusaha 
menemui Preside n di Istana Merdeka. Ia memberikan laporan kepada Presiden, namun  Saelan tidak 
bisa mendengarkan dengan jelas pembicaraan antara Presiden dengan Brigjen Supardjo. Yang 
kedengaran, hanya menyebut nyebut „Dewan Jenderal  dan terjadinya korban saat  menangkap 
beberapa Jenderal.  
Presiden lalu  memerintahkan kepada ajudan, Komisaris Besar Sumirat, untuk memanggil 
MEN/PANGAK (Menteri Panglima Angkatan Kepolisian), MEN/PANGAL (Menteri Penglima 
Angkatan Laut) dan Panglima KODAM V Jaya, Umar Wirahadikusumah. Sekitar pukul 11.30 
komandan Resimen Tjakbirawa brigadir Jenderal Sabur, baru muncul di Halim dari Bandung. Ia 
minta laporan kepada kolonel Saelan, apa yang sudah  terjadi dan disampaikan seperti apa yang 
diuraikan di atas.  Presiden juga memerintahkan memanggil Wakil Perdana Menteri II Dr J. Leimena ditambah    Jaksa Agung Brigadir Jenderal Sutardio. Wakil Perdana Menteri I Dr.  soebandrio   sedang tourney ke Sumatera, dan Wakil Perdana Menteri III Dr. Chaerul Saleh selaku ketua MPRS belum kembali dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT), memimpin delegasi MPRS ke negara itu.  
Apa yang dibicarakan oleh Presiden dengan semua pembesar yang dipanggil itu, tidak bisa 
didengar oleh Saelan, sebab  ia tidak boleh berada di ruangan pertemuan.  Presiden lalu  beristirahat di rumah Komodor Udara Susanto (pilot Jet Star) dan kolonel  Saelan ikut ke rumah itu. Tidak lama lalu , datanglah Wakl Perdana Menteri II Dr. J. 
Leimena dan Jaksa Agung Sutardio, yang lalu  mengadakan pembicaraan dengan Presiden. 
Apa yang dibicarakan, tidak bisa didengar oleh Saelan.  Pukul 12.00 siang, Saelan mendengarkan siaran RRI dari radio transistor yang dipinjamkan oleh Komodor Udara Susanto, di mana diumumkan pengumuman letkol Untung selaku ketua pergerakan  30 September, mengenai  pembentukan Dewan Revolusi dan pendemisioneran Kabinet. Pengumuman lewat RRI ini segera dilaporkan oleh ajudan senior dan komandan Resimen Tjakrabirawa Brigadir Jenderal Moh. Sabur kepada Presiden.  
Tidak lama lalu , Sabur memberitahukan  kepada Saelan bahwa Presiden/Panglima 
Tertinggi ABRI mengangkat Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra sebagai Care Taker 
MEN/PANGAD (Menteri Panglima Angakatan Darat). Ajudan Presiden, Kolonel (KKO) 
Bambang Widjarnako, saat itu juga diperintahkan oleh Presiden memanggil Pranoto menghadap 
ke Halim. namun  sampai pukul 17.00, Pranoto belum juga muncul, sebab  tidak diizinkan oleh 
Panglima KOSTRAD Mayor Jenderal Soeharto yang sudah  mengambil alih pimpinan Komando 
Angkatan Darat.  
Berdasarkan laporan laporan yang makin banyak masuk mengenai situasi, dan sesudah  percaya  
bahwa justru Presiden berada di sarang pergerakan  30 September, maka diusulkan agar   Presiden 
segera meninggalkan Halim menuju Istana Bogor.  
namun  Presiden ingin menunggu sampai kolonel   (KKO) Bambang Widjarnako yang 
diperintahkan mernanggi Pranoto datang dan menyampaikan juga hasil pembicaraannya dengan 
Panglima KOSTRAD Mayor Jenderal Soeharto, yang atas kehendaknya sendiri sudah lebih dahulu  
mengambil alih pimpinan Komando Angkatan Darat.  sesudah  Bambang Widjarnako datang, ia melaporkan bahwa Mayor Jenderal Soeharto sudah  memberikan ultimatum kepada pasukan pusukan yang berada di sekitar Istana dan MONAS 
untuk menyerahkan diri dan masuk KOSTRAD sebelum puku119.00.  
sesudah  menerima laporan itu, Presiden didesak agar   segera saja berangkat ke Istana Bogor. 
Sebelum itu puteriputeri Presiden yang masih berada di Istana Merdeka, dijemput dengan mobil 
dibawa ke Halim. Mereka tiba pukul 17.30 dan segera diterbangkan oleh kolonel Udara 
Kardjono dengan helikopter ke Bogor.  
Pukul 22.30, Presiden keluar dari Halim menuju Istana Bogor, namun  tidak lewat jalan raya biasa 
Jakarta   Bogor, me!ainkan melalui jalan tikus, yaitu lewat sela sela pohon karet. Mobil Presiden 
Rl 1 dengan pengawalan seperti biasa keluar dari Halim melalui jalan raya, sehingga umum 
mengira sukarno  berada dalam mobil itu menuju ke salah satu tempat. Yang mengetahui  
jika  sukarno  dengan kendaraan lain mengambil jalan belakang pergi ke Bogor, hanyalah 
para pengawal yang dipekerjakan  khusus untuk keperluan itu.  
Sementara itu kolonel Saelan memerintahkan seorang anggota Detasemen Kawal Pribadi 
melaporkan kepada Mayor Jenderal Soeharto bahwa Presiden sudah menuju Bogor.  
Pukul 23.45 iring iringan Presiden tiba di Istana Bogor dengan selamat.   
Pukul 24.00 Kolonel Saelan menerima telepon dari Mayor Jenderal Soeharto yang menanyakan 
perjalanan Presiden dan segera saja dilaporkan bahwa Presiden sekarang sudah  berada di Istana 
Bogor dalam kondisi  selamat. Sesudah itu kolonel Saelan menghubungi Mayor Jenderal Ibrahim 
Adjie, Panglima KODAM Vl/Siliwangi dengan telepon, melaporkan bahwa Presiden sekarang 
berada di Istana Bogor, yang masuk wilayah kekuasaan KODAM Vl/Sillwangi.  
Sementara itu Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra yang diangkat oleh Presiden menjadi 
Care Tàker MEN/PANGAD, tidak berhasil memenuhi panggilan Presiden agar   datang ke 
Halim, sebab  ada yang mencegah. kemudian ia mengeluarkan pernyataan tertulis dan 
ditandatanganinya, sekitar peristiwa yang dialaminya, mau pun yang diketahui nya, mengenai 
pergerakan  30 September 1965 yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965.  
Urut urutannya sebagai berikut:  
1. Pada tanggal 1 Oktober 1965, kurang lebih pada pukul 06.00, pada saat Pranoto sedang mandi, 
datanglah Brigadir Jenderal dr.Amino (Kepala Departemen Psychiatri Rumah Sakit Gatot 
Soebroto) yang memberitahukan  diculiknya Letnan Jenderal A. Yani ditambah    beberapa Jenderal 
lainnya, oleh sepasukan bersenjata yang belum , dikenal, sedang nasib para Jenderal itu belum 
diketahui . Sesudah mandi, Pranoto segera berangkat ke MBAD (Markas Besar Angkatan Darat) 
dengan mengenakan pakaian dinas lapangan.  
2. Setibanya di MBAD dan sesudah  menampung berita dari beberapa sumber, maka oleh sebab  
saat itu hanya dia dari antara perwira perwira tinggi lainnya (yang ada di MBAD) yang 
berpangkat senior, maka ia segera mempelopori  mengadakan rapat darurat dengan para Asisten 
MEN/PANGAD atau wakilnya yang pada saat itu hadir pula  di MBAD, yaitu para pejabat teras Staf 
Umum Angkatan Darat, mulai dari Asisten I MEN/PANGAD sampai Asisten Vll termasuk Irjen 
P.U. dan pejabat Sekretariat. sesudah  menampung beberapa laporan dan keterangan dari sumber 
sumber yang dapat dipercaya, maka rapat menyimpulkan:  
Secara positif Letnan Jenderal A. Yani ditambah    5 Jenderal lainnya, sudah  diculik oleh sepasukan 
penculik yang pada saat itu belum dapat dikenal secara nyata. Oleh sebab  itu rapat memutuskan 
menunjuk Mayor Jenderal Soeharto, Panglima KOSTRAD, agar bersedia mengisi pimpinan 
Angkatan Darat yang vacuum. Melalui kurir khusus, keputusan rapat disampaikan; kepada 
Mayor Jenderal Soeharto di MAKOSTRAD pagi Itu juga.  
3. lalu  Pranoto menerima laporan dari seorang perwira Menengah MBAD (namanya lupa) 
yang mengatakan bahwa berdasar keterangan saksi  siaran RRI, 25) dirinya ditunjuk oleh Presiden/ PANGTI untuk 
menjabat sebagai Care Taker MEN/PANGAD. Oleh sebab  hal itu baru merupakann berita, 
maka Pranoto tetap tinggal di Pos Komando MBAD untuk menunggu perintah lebih lanjut.  
25) berdasar keterangan saksi  keterangan lain, bukan RRI yang menyiarkan berita itu, namun  Radio AURI  
4. Sesudah Pranoto menerima berita mengenai  penunjukannya menjabat Care Taker 
MEN/PANGAD, maka berturur turut datang utusan dari Presiden/PANGTI yang memanggilnya 
agar   datang menghadap ke Halim, yaitu:  
Pertama: Letnan Kolonel Infantri Ali Ebram, Kepala Seksi I Staf Resimen Tjakrabirawa.  
Kedua: Brigadir Jenderal Sutardio, Jaksa Agung, bersama Brigadir Jenderal Soenarjo, Kepala 
Reserse Pusat Kejaksaan Agung.  
Ketiga: Kolonel (KKO) Bambang Widjarnako, Ajudan Presiden/ PANGTI.  
Semuanya menyampaikan perintah Presiden/PANGTI agar   menghadap ke Halim.  
Oleh sebab  Pranoto merasa sudah terlanjur masuk dalam hubungan Komando Taktis di bawah 
Mayor Jenderal Soeharto, maka ia tidak bisa secara langsung menghadap Presidenl PANGTI 
tanpa izin Mayor Jenderal Soeharto sebagai pengganti pimpinan Angkatan Darat saat itu.  
Atas dasar panggilan dari utusan utusan Presiden/PANGTI, Pranoto pun berusaha memperoleh  
izin dari Mayor Jenderal Soeharto. namun    Mayor Jenderal Soeharto melarangnya 
menghadap, dengan alasan bahwa Mayor Jenderal Soeharto tidak berani meriskir kemungkinan tambahnya korban Jenderal lagi, jika dalan kondisi  sekalut itu pergi menghadap 
Presiden/PANGTI Pranoto mentaati perintah itu dan tetap tinggal di MBAD.  
5. Pada tengah malam  harinya sekira pukul 19.00 Pranotc dipanggil oleh Jenderal A.H. Nasution, 
Kepala Staf Angkatan Bersenjata, agar   datang ke Markas KOSTRAD untuk menghadiri  rapat.  
Selain Jenderal A. H. Nasution hadir pula  juga Mayor Jenderal Soeharto, Mayor Jenderal Mursyid, Mayor Jenderal Satari dan Brigadir Jenderal Umar Wirahadikusumah, Panglima KODAM 
V/Jaya.  Jenderal A.H. Nasution secara resmi menjelaskan bahwa mulai hari ini (1 Oktober 1965) Mayor Jendera Pranoto Reksosamodra ditunjuk oleh Presiden/PANGT sebagai Care Taker 
MEN/PANGAD dan menanyakar bagaimana pendapat Pranoto secara pribadi.  Pranoto menjawab bahwa ia belum menerima pengangkatannya secara resmi, hitam di atas putih. Oleh sebab  itu berpendapat, sebelum ada pengangkatan resmi yang tertulis entah nantinya siapa di antara kita yang akar diangkat, lebih baik kita menaruh perhatian dalam usaha menertibkan 
kembali kondisi  darurat waktu itu, yang ditangani langsung oleh Panglima KOSTRAD, Mayor 
Jenderal Soeharto, yang juga kita percayakan untul sementara menggantikan Pimpinan Angkatan 
Darat.  
namun    mengingat saat itu ada suara dan kesan dari media massa yang memuat berita berita 
adanya usaha menentang keputusan Presiden/PANGTI mengenai  penunjukkan Pranoto sebagai 
Care Taker MEN/PANGAD, maka oleh Jenderal A.H. Nasution ia diminta agar pada tanggal 2 
Oktober 1965 pagi, mengadakan wawancara pers, yang direncanakan tempatnya di Senayan. 
Pranoto bersedia.  
6. Tanggal 2 Oktober 1965, menjelang waktu Pranoto akan mengadakan wawancara pers, tiba 
tiba Mayor Jenderal Soeharto dan Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra memperoleh  penggilan 
dari Presiden/PANGTI yang saat itu sudah meninggalkan Pangkalan Udara Halim dan 
menempati Istana Bogor.  
Oleh sebab  itu, wawancara pers dengan terpaksa  ditunda. Mayor Jenderal Soeharto bersama Mayor 
Jenderal Pranoto Reksosamodra ditemani Brigadir Jenderal Soedirgo (Direktur Polisi Militer) 
segera berangkat ke Bogor menghadap Presiden/PANGTI.  
Di Istana Bogor diadakan rapat, di mana hadir pula  juga wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena, 
MEN/KASAL Martadinata, MEN/PANGAU Omar Dhani, MEN/PANGAK Soetjipto 
Yudodihardjo, Mayor Jenderal Mursyid, Menteri M. Yusuf dan beberapa Menteri lagi.  
Hasil rapat, Presiden/PANGTI memutuskan bahwa pimpinan Angkatan Darat langsung dipegang 
oleh PANGTI, sedang  Mayor Jenderal Soeharto diperintahkan untuk menjalankan misi  
operasi militer dan Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra dipekerjakan  sebagai Care Taker 
MEN/PANGAD dalam urusan sehari hari (dayly duty).  
7. Tanggal 14 Oktober, sesudah  melalui beragam  proses kejadian, maka Mayor Jenderal 
Soeharto diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat dengan membentuk susunan stafnya 
yang baru.  Pranoto menjadi Perwira Tinggi yang diperbantukan pada KSAD.  
8. Tanggal 16 Februari 1966, atas perintah KSAD Mayor Jenderal Soeharto, Pranoto ditahan di 
Blok F Kabayoran Baru, dengan tuduhan terlibat dalam G30S/PKI Penahanan itu berdasarkan 
Surat Perintah Penangkapan, Penahanan No. 37/2/1966, tanggal 16 Pebruari 1966.  
9. lalu  terjadi perubahan status penahanan dari Ketua Team Pemeriksa Pusat, dalam Surat 
Perintahnya No. Print.  018/TP/3/1966, ia memperoleh  penahanar rumah mulai tanggal 7 Maret 1966.  
10. Dengan Surat Perintah Penangkapan/Penahanan No.Print.  
212/TP/I/1969, Pranoto ditahan di INREHAB Nirbaya, tetap dalam tuduhan yang sama.  
11. Dengan Surat Keputusan Menteri HANKAM Panglima ABRI yang termuat dalam keputusan 
No Kep./E/645/ll/1970 tertanggal 20 Nopember 1970 yang ditandatangani oleh Jenderal 
M.Panggabean,  
Pranoto mulai dikenakan schorsing dalam statusnya sebaga anggota Angkatan Darat yang diikuti 
pada bulan Januar 1975, tidak lagi menerima gaji schorsing dan penerimaar lainnya. Sedang 
Surat Pemberhentian atau pun Pemecatan secara resmi dari keanggotaan Angkatan Darat, tidak 
pernah  diterimanya.  
sesudah  mengalami semua perlakuan di atas, akhirnya berdasarkan Surat Keputusan Panglima 
Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (KOPKAMTIB) No. SKEP 
/04/KOPKAM/I/1981, dalam pelaksanaannya oleh Kepala TEPERPU dengan Surat Perintah No. 
SPRIN/481 atau II/1981 atau TEPERPU, Pranoto Reksosamodra dibebaskan dari tahanan terhitung mulai 
tanggal 16 Pebruari 1981. Jadi masa penahanannya berlangsung selama 15 tahun , yaitu dari 16 
Pebruari 1966 sampai 16 Pebruari 1981.  
Selama dalam masa penahanan, Pranoto mengatakan tidak pernah mengalami pemeriksaan 
melalui proses dan pembuatan Berita Acara yang resmi. Ia hanya mengalami interogasi secara 
lisan yang dilakukan oleh Team Pemeriksa dari TEPERPU pada tahun  1970 dan sesudah itu 
tidak pernah diinterogasi lagi, sampai akhirnya dibebaskan.  
saat  saya menemui dia di rumahnya yang sangat sederhana di daerah Kramatjati, dengan 
mantap ia mengatakan: „Ya, saya harus berani menelan pil yang sepahit ini dan harus juga  berani 
membaca fakta  dalam hidup yang sudah menjadi suratan Takdir .  
la tidak direhabilitasi dan tidak juga menerima pensiun sampai wafatnya.  
sedang  pimpinan pergerakan  30 September sesudah  mengetahui  tidak ada dukungan massanya 
sendiri seperti yang dijanjikan oleh Syam dalam rapat dengan kelompok „Perwira Maju  
terhadap pergerakan  mereka, menjadi panik dan kocar kacir.  
Desas desus bahwa PKI akan mengerahkan 1 juta massanya menguasai jalan  jalan di Jakarta, 
sesudah  pergerakan  dimulai, sama sekali tidak terbukti.  Massa PKI malah ketakutan sesudah  melihat 
reaksi ABRI dan massa rakyat lainnya, yang sangat cepat mengutuk pergerakan  ini  dan mulai 
dengan pembakaran gedung gedung PKI dan organisasi  organisasi yang berafiliasi dengan PKI.  
Usaha G30S untuk memperoleh  dukungan dari Presiden Sukarno lewat Brigadir Jenderal Supardjo 
yang menghadap ke Halim, tidak berhasil.  Presiden malah memerintahkan kepada Supardjo 
agar   menghentikan semua operasi militer dan mencegah terjadinya pertempuran.  
Ultimatum Panglima KOSTRAD kepada pasukan yang mengepung Istana dan yang berada di 
sekitar Taman MONAS agar   menyerah sebelum pukul 19.00, ditaati.  
Mereka segera masuk komplek KOSTRAD sebelum batas waktunya berakhir, kecuali sebagian 
anggota batalyon 454/Diponegoro dengan membawa bawa  senjata berat, terlanjur menuju Pangkalan 
Udara Halim, sebab  ada permintaan dari SENKO untuk membantu AURI menahan 
kemungkinan serangan RPKAD.  namun  juga mereka mentaati perintah 
PANGKOSTRAD agar   menyerah.  
Pasukan pasukan yang menyerah itu terdiri dari Batalyon 530/Brawijaya dan Batalyon 
454/Diponegoro, Kedua Batalyon didatangkan ke Jakarta masing masing berdasarkan perintah 
dengan radiogram tanggal 19 September 1965 No.T.220/9 dan 21 September 1 965 No.T.239 
oleh PANGKOSTRAD yang memerintahkarn pemberangkatan dengan seluruhnya membawa bawa , perlengkapan tempur garis I dan sudah harus berada di Jakarta pada tanggal 28 September 1965.  sesudah  Untung mengumumkan lewat RRI tujuan pergerakan nya, dan  mengumumkan juga  susunan 
Dewan Revolusi dan men  demisionerkan Kabinet Dwikora, namun  mengetahui  juga 
bahwa pengangkatan Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra sebagai Care Taker 
MEN/PANGAD tidak bisa direalisasi, padahal dialah satusatunya harapan sesudah  sukarno  
menolak mem berikan dukungan kepada G30S/PKI, maka ia pun menghilang dan tidak 
memperdulikan lagi anak buahnya yang sudah berantakan dalam kondisi  tanpa pimpinan.  
dengan terpaksa  mereka melakukan„longmarch  ke Jawa Tengah di bawah pimpinan letnan Dul Arip. 
namun  Dul Arip sendiri dengan beberapa pengawalnya, memisahkan diri dari pasukan, namun 
kabarnya disergap oleh ABRI di daerah Cilacap dan tewas dalam penyergapan itu.  
sedang  anggota anggota „Tjakrabirawa  lainnya, berusaha melanjutkan perjalanan ke 
Semarang untuk bergabung dengan teman teman mereka di sana, namun  baru sampai di daerah 
Brebes, sudah dihadang oleh pasukan yang setia kepada Pak Harto dan digiring kembali ke 
Jakarta untuk dimasukkan tahanan di Rumah Tahanan Khusus Salemba.  Akhirnya pergerakan  30 September 1965 hanya bisa dinilai tidak lebih dari suatu avonturisme militer yang menculik 6 Jenderal lalu membunuhnya.  Sedang pendukung politik di belakangnya, PKI, tidak lebih dari pelaku petualangan politik yang berakibat runtuhnya struktur kenegaraan yang ada dan sekaligus kepemimpinan sukarno .  Letkol. Untung sendiri berdasar keterangan saksi  laporan pers, berusaha menyelamatkan diri ke Jawa Tengah, dengan berpakaian preman naik bus dari Jatinegara, untuk bergabung dengan teman temannya di sana. G30S Jawa Tengah, terutama Yogyakarta dan Solo, masih sempat berkuasa beberapa hari, 
bahkan di Yogyakarta berhasil menculik kolonel Katamso, komandan KOREM di sana dan 
membunuhnya.  namun  sial, dalam perjalanan dengan bus itu, ia melihat dalam bus ada beberapa anggota tentara yang berdasar keterangan saksi  perasaannya, selalu memperhatikan dia dan dikiranya hendak menangkapnya. Maka sebelum terjadi apa apa, ia pun meloncat dari bus yang sedang melaju ke jurusan Tegal, 
dan sekali lagi sial menimpanya, ia menghantam tiang telepon sehingga kesakitan.  Rakyat yang melihat kejadian ini, mengira ada copet meloncat dari bus, oleh sebab  itu mereka  
ramai ramai hendak mengeroyok  nya. dengan terpaksa lah Untung berterus terang bahwa ia bukan pencopet melainkan Letnan Kolonel Untung dari „Tjakrabirawa . Rakyat curiga, lalu 
menyerahkannya kepada tugas   keamanan untuk mengurusnya lebih lanjut. Ia segera 
diserahkan kepada CPM setempat dan sesudah  mengusut seperlunya, langsung membawa bawa nya ke Jakarta dengan panser yang akhirnya dimasukkan blok isolasi di Rumah Tahanan Khusus Salemba (Blok N), dalam kondisi  tangannya diborgol dan kakinya dirantai.  
Presiden Soeharto dalam Otobiografinya mengatakan bahwa pergerakan  30 September 1965 yang dipimpin oleh Letkol. Untung Samsuri, bukan sekedar pergerakan  yang menghadapi Angkatan Darat dengan alasan untuk menyelamatkan Presiden Sukarno, namun  memiliki  tujuan yang lebih jauh, yaitu ingin menguasai Negara secara paksa atau gerakan gerakan .  Pasukan RPKAD segera disiapkan untuk menguasai kembali RRI yang dipakai  oleh G30S 
menyiarkan pengumumannya dan Pusat Telkom (Kantor Telepon) yang juga mereka kuasai.  
Pukul 15.00 sore 1 Oktober 1965, di ruangan KOSTRAD dibuatkan rekaman pidato Pak Harto 
untuk siaran di RRI, jika pemancar itu sudah dikuasai kembali. Rekaman memakai  tape 
recorder besar. Brigadir Jenderal Ibnu Subroto, Kepala Pusat Penerangan Angkatan Darat dan 
Brigadir Jenderal Sucipto, SH., dari KOTI melihat nya.  Menjelang senja, kira kira pukul setengah enam, muncullah Jenderal A.H. Nasution di 
KOSTRAD, sesudah  ia lolos dari penculikan pasukan G30S. Ia dalam kondisi  pincang dan 
memakai tongkat.   Sejurus lewat Magrib, satuan RPKAD berangkat menyerang RRI dan Telkom, masing masing  dipimpin kapten Heru dan kapten Urip. Kolonel Sarwo Edhie, Komandan RPKAD menunggu di  halaman KOSTRAD.  Setengah jam lalu  diterima laporan jika  kedua sasaran itu sudah 
dikuasai kembali sepenuhnya tanpa perlawanan dan tak sebutir peluru pun dilepaskan. Anak 
buah Untung sudah  melarikan diri. (berdasar keterangan saksi  keterangan lain, mereka sebelumnya memang sudah 
menarik pasukannya dari RRI).  
Lalu Brigjen Ibnu Subroto dengan beberapa pengawal menuju RRI membawa bawa  rekaman pidato 
Pak Harto. Sebelum berangkat, Ibnu Subroto mengucapkan „Bismillah  dengan agak keras. 
Maka pukul 19.0 tepat (tengah malam ), siaran pidato Pak Harto dikumandangkan lewat RRI. Bunyinya 
sebagai berikut:  
„Para pendengar sekalian di seluruh tanahair, dari Skakak  sampai Merauke.  
Sebagaimana sudah  diumumkan, maka pada tanggal 1 Oktober 1965 yang baru lalu, sudah  terjadi 
di Jakarta suatu peristiwa yang dilakukan oleh suatu pergerakan  kontra revolusioner, yang 
menamakan dirinya „pergerakan  30 September . Pada tanggal 1 Oktober 1965, mereka sudah  
menculik beberapa Perwira Tinggi Angkatan Darat, ialah :   Letnan Jenderal A. Yani,  . Mayor Jenderal Soeprapto,  . Mayor Jenderal S Parman,  
. Mayor Jenderal Haryono M.T.,  . Brigadir Jenderal D.l. Panjaitan,  . Brigadir Jenderal Soetojo Siswomihardjo.   Mereka sudah  dapat memaksa dan memakai  studio RRI Jakarta untuk keperluan penteroran  mereka. Dalam pada itu perlu kami umumkan kepada seluruh rakyat negara kita , baik di dalam 
mau pun di luar negeri bahwa P.Y.M. Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata 
R.l./Pemimpin Besar Revolusi sukarno  dan Yang Mulia MENKO HANKAM/KASAB, 
dalam kondisi  aman dan sehat wal afiat.  
Para pendengar sekalian.  
Kini situasi sudah  dapat kita kuasai, baik di pusat mau pun di daerah  daerah. Dan seluruh 
slagorde Angkatan Darat ada dalam kondisi  kompak bersatu.  
Untuk sementara pimpinan Angkatan Darat kandii pegang.  
Antara Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Kepolisian Rl, sudah  ada  saling 
pengertian, bekolaborasi  dan kebulatan tekad penuh, untuk menumpas perbuatan kontra 
revolusioner yang dilakukan oleh apa yang menamakan dirinya „pergerakan  30 September .  
Para pendengar sebangsa dan setanahair yang budiman, Apa yang menamakan dirinya „pergerakan  
30 September  sudah  membentuk apa yang mereka sebut „ Dewan Revolusi Indonesia   . Mereka 
sudah  mengambil alih kekuasaan Negara atau umum nya disebut coup dari tangan Paduka Yang 
Mulia Presiden/ Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi sukarno  dan 
melemparkan Kabinet Dwikora ke kedudukan demisioner, di samping mereka sudah  menculik 
beberapa Perwira Tinggi Angkatan Darat.  
Para pendengar sekalian,  
maka  jelaslah bahwa tindakan tindakan mereka itu kontra revolusioner yang harus 
diberantas sampai ke akar akarnya. Kami percaya , dengan bantuan penuh dari massa rakyat yang 
progresif  revolusioner, pergerakan  kontra revolusioner 30 September, pasti dapat kita 
hancurleburkan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia   yang berdasarkan Pancasila, pasti tetap 
jaya dibawah pimpinan PYM Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/ Pemimpin Besar Revolusi kita 
yang tercinta sukarno .  
Diharap masyarakat tetap tenang dan tetap waspada, siap siaga dan  terus memanjatkan do´a kehadirat  Tuhan Yang Maha Esa, semoga PYM Presiden/ Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin 
Besar Revolusi sukarno  terus ada dalam lindunganNya.  Kita pasti menang sebab  kita tetap berjuang atas dasar Pancasila dan diridoi Tuhan Yang Maha Esa. 
Demikian Pak Harto yang mengemukakan juga dalam Otobiografinya bahwa tengah tengah malam  1  Oktober 1965, ia perintahkan RPKAD dengan kekuatan 5 kompi kurang lebih 600 personil, 
bergerak menuju Halim Perdanakusumah lewat Klender, dan menguasai lapangan terbang itu 
dengan sedikit pertempuran.  Dari RPKAD seorang yang gugur dan AURI 2 orang.  Sebetulnya secara rasional tidak ada  kondisi yang memaksa PKI melakukan coup d etat , sebab  partai ini sendiri sudah duduk dalam Pemerintahan, mulai dari Kabinet sampai ke tingkat daerah. Malahan M.H. Lukman,   seorang wakil ketua PKI, dalam sebuah bukunya menulis bahwa PKI secara politik sudah 
berdominasi. Mudah   dipahami mengapa sukarno  mengatakan bahwa PKI dengan tingkahnya ini, benar benar  sombong . Bahkan berbagai pengamat luar negeri yang tidak bisa memahami mengapa PKI  bersikap sebodoh itu, menganggap  
bahwa bukan mustahil pimpinan partai ini kesusupan agen agen provocateurs yang berhasil 
menciptakan sesuatu yang „ready made  dan bekerja dengan kecerdikan yang prima Prof. Dr. 
W.F. Wertheim dalam interviunya dengan mingguan Belanda „De Nieuwe Linie  8 April 1976 
mencatat beberapa kecurigaan termasuk kecurigaannya terhadap peranserta  Letkol Untung dan  Brigjen Supardjo, dua tokoh penting dalam peristiwa coup d etat  ini .   PKI duduk dalam Kabinet dengan 4 Menterinya, yaitu Aidit, Lukman, Nyoto dan Ir. Setiadi.   jika  memang akan ada usaha coup d etat  dari „Dewan Jenderal  seperti yang dituduhkan oleh  G30S/PKI, dapat dipastikan bahwa kewibawaan sukarno  dan kekuasaan Pemerintah, di tambah dengan bantuan massa PKI yang militan dan massa PNI yang setia kepada sukarno , akan mampu mengatasinya. Apalagi sudah dapat dipastikan bahwa dalam usaha coup seperti  yang terjadi pada 17 Oktober 1952, pihak ABRI tidak akan kompak. Pengalaman sepanjang 
sejarah kemerdekaan kita, mulai dari peristiwa 3 Juli 1946 (Persatuan Perjuangan) sampai 
peristiwa PRRI/PERMESTA, siapa saja yang mendahului mengadakan pergerakan  seperti  itu, 
pasti dapat di tumpas.  Sebelum G30S, memang PKI sudah memperlihatkan sikap sikap yang ekstra agresip, namun  sikap politiknya secara umum tetap menunjukkan komitmen yang kuat mendukung Pemerintah  dan politik sukarno  sebagai pemimpin bangsa.   Sejak 1954 PKI memperlihatkan sikap yang positip dengan menurunkan semua gerombolan 
bersenjatanya yang selama ini beroperasi dari gunung gunung dan hutanhutan, seperti MMC 
(Merapa Merbabu Complex) di Jawa Tengah, BSA (Barisan Sakit Ati) dan Pasukan Siluman di 
Jawa Barat dan di beberapa daerah lainnya lagi di luar Jawa. maka , PKI sebetulnya 
sudah menempuh langkah untuk melucuti dirinya sendiri.  
Penurunan gerombolan bersenjata ini, didahului dengan satu per nyataan dari D.N. Aidit bahwa 
tidak mungkin mengkombinasikan perjuangan bersenjeta di satu pihak dengan perjuangan legal  
parlementer di pihak lain. PKI sudah menentukan sikap, hanya menempuh perjuangan secara 
legal parlementer.  
Juga Aidit sudah minta kepada SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh negara kita ) yang 
berafiliasi dengan PKI, agar   sedapat mungkin mencegah terjadinya pemogokan kaum buruh, 
senjata yang biasanya dipakai  oleh PKI sebagai alat politik untuk menekan Pemerinah.  
maka , PKI sudah  diarahkan menempuh perjuangan legal parlementer seperti partai 
partai komunis di India dan Eropa Barat.  
Ini semua yaitu  keberhasilan taktik yang diterapkan oleh sukarno  dalam usaha nya 
menjinakkan PKI untuk menggalang persatuan dan menciptakan stabilitas nasional, meski pun 
cara yang ditempuh oleh sukarno  itu tidak bisa diterima oleh pihak lain yang a priori anti 
komunis. namun  PKI terus berkembang.  
sedang  cepat berkembangnya PKI tidak semata mata seperti apa yang dikemukakan oleh 
Jenderal Yoga Sugomo dalam memorinya, yaitu sebab  militansi pendukungnya dan tidak 
sempatnya dituntaskan peberontakkan PKI di Madiun, sebab  3 bulan lalu  (19 Desember 
1948), kita sudah harus meng  hadapi agresi militer Belanda ll, sehingga situasi kacau itu di  
manfaatkan oleh PKI dengan cepat sekali melakukan konsolidasi. 27) Secara objektif perlu 
dicatat, Amerika dan sekutu Baratnya, juga turut memhesarkan PKI, sebab  sikap mereka yang 
memihak Belanda dalam sengketa Irian Barat dengan negara kita . Amerika dan negara negara 
Barat menolak menjual senjata kepada negara kita  untuk membebaskan Irian Barat, memicu   
sukarno  tidak memiliki  pilihan lain kecuali berpaling kepada Uni Sovyet yang komunis.  
27) Memori Jenderal Yoga, hal. 74.  
Kompensasinya, sangat masuk akal bahwa sukarno  menolak tuntutan Konperensi 
Palembang 4 September 1957 yang diseleng garakan oleh Dewan Gajah dari Sumatera Utara, 
Dewan Banteng dari Sumatera Barat, Dewan Lambung Mangkurat dari Kalimantan Selatan, 
PERMESTA dari Sulawesi, Front Pemuda Sunda dari Jawa Barat dan  beberapa Panglima, yang 
menghendaki agar   PKI dilarang dengan undang undang. H. Ahmad Muhsin, perang  Tipu Daya antara Bung Kamo denga, tokoh  komunis. 
Golden Troyan Press, Jakarta 1969, hal. 28.  
Mana mungkin negara negara sosialis yang dipimpin oleh Uni Sovyet mau memberikan bantuan senjata, jika PKI dilarang.  
namun  dalam Pelengkap Nawaksara yang disampaikan oleh Presiden Sukarno di muka sidang MPRS 10 Januari 1967, dikatakan bahwa salah satu sebab terjadinya G30S, ialah sebab  
sombong an pemimpin  pemimpin PKI. Presiden tidak merinci bentuk sombong an PKI itu, namun  
lalu  jelas dari beberapa hasil penelitian bahwa sebetulnya  D.N. Aidit terperang kap dalam 
strategi „Biro Ketentaraan  yang dibentuk oleh Politbiro PKI yang dipimpinnya sendiri, namun  
sehari hari oleh Kamaruzzaman alias Syam, tokoh yang berperanserta  mata mata kembar  29) yang 
memiliki  jaringan luas.  Mingguan „TEMPO  yang terbit di Jakarta contohnya , mengutip studi yang dilakukan oleh pakar negara kita  di Cornell University, seperti Benedict R. Anderson dan Ruth McVey yang dikenal dengan nama Cornell Paper (1966) mengatakan bahwa pergerakan  30 September itu, tadinya yaitu  
persoalan dalam tubuh Angkatan Darat, namun  pada saat  saat terakhir ada usaha  memancing 
agar   PKI ikut terseret. Berbagai tulisan lain yang dikutip, contohnya  dari Prof. Dr. W.F. 
Wertheim yang berjudul „Soeharto and Untung Coup   The Missing Link  (1970) dan Prof. Dale 
Scott dari California University (1984), menunjuk peranserta  CIA dalam pergerakan  ini. Sebaliknya Dr.   Anthonie C.A. Dake dalam bukunya In The Spirit of The Red Banteng, justru; menuduh Bung 
Karno sebagai dalang pergerakan  3Q September, berdasarkan pengakuan dalam Berita Acara 
Pemeriksaan (BAP) KOPKAMTIB terhadap ajudan Presiden Sukarno, kolonel (KKO) Bambang 
S. Widjarnako. Juga John Hughes dalam bukunya The End of Sukarno (1967) menyimpulkan 
demikian.Yang mengejutkan, justru ada seorang pengacara di. Jakarta Sunardi, SH., tanggal 10 desember 1981 mengirimkan surat kepada 500 alamat pejabat tinggi termasuk Presiden Soeharto, menuduh Presiden Soeharto terlibat G30S/PKI, satu tuduhan yang dinilai tidak logis, sebab  Pak Hartolah orang pertama yang bertindak dalam kedudukannya sebagai Panglima KOSTRAD mengambil alih untuk sementara pimpinan Angkatan Darat, menumpas pergerakan  30 September.  Oleh sebab  itu tuduhan Sunardi, SH. dinyatakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang mengadilinya dalam sidang 7 Oktober 1982, sebagai penghinaan terhadap Presiden dan ia dituntut hukuman 4 tahun  6 bulan penjara potong masa tahanan.  Harian „Sinar Harapan  Jakarta, 13Maret 1967. Menuut Prof Dr. Wertheim, istilah ini hanya dipakai  sekali dan sesudah itu tidak pemah lagi diulangi.  Mingguan „Tempo  Jakarta, 8 Oktober 1980.   Harian „Pos Kota  Jakarta, 8 Oktober 1982.   Dalam pembelaannya, Sunardi mengatakan bahwa coup d etat  pergerakan  30 September 1965 yang dikatakan gagal, justru berhasil dengan baik sesuai dengan rencana yang lebih dahulu  sudah  diatur dan diperhitungkan dengan cermat, yaitu menjatuhkan kekuasaan Presiden Sukarno sebagai pemegang Pemerintahan yang sah.  berdasar keterangan saksi  Sunardi yang mengutip pembelaan Kolonel A. Latief, Komandan Brigade Infantri I KODAM V Jaya, 2 hari sebelum kejadian, ia sudah datang kepada Pak Harto melaporkan akan adanya pergerakan . namun  laporan itu dianggap tidak serius. Tanggal 30 September 1965 sekitar pukul 10 tengah malam  kolonel A. Latief datang lagi menemui Pak Harto di Rumah Sakit Pusat  Angkatan Darat„Gatot Subroto  yang sedang menunggui putranya, Tommy yang dirawat disana sebab  tersiram sup panas dan melaporkan mengenai  akan dipelopori nya pergerakan  pada tengah malam  itu 
juga. sebab  Pak Harto diam saja, Latief menganggap sebagai menyetujuinya.  
namun  keterangan Latief ini dibantah oleh Pak Harto dalam Otobiografinya dan mengatakan 
bahwa kedatangan Latief ke Rumah Sakit „Gatot Subroto , ialah untuk mencek apakah Pak 
Harto benar berada di sana tengah malam  itu.  
Kolonel Latief saja yang sangat naif menarik hasil penelitian  bahwa Pak Harto tidak akan 
mengadakan kontra aksi atas pergerakan  yang hendak dilakukannya.  Dilalu  hari masih muncul lagi orang lain yang menuduh Pak Harto seperti apa yang dituduhkan oleh Sunardi, SH., yaitu dari Drs. Wimanjaya K. Liotohe, pada awal September 1993 di umumkannya di Amsterdam saat  ia berkunjung ke Nederland.  Menanggapi tuduhan ini, direktur BAKIN, Letnan Jenderal TNI Sudibyo, dalam dengar pendapat dengan Komisi I DPR 7 Pebruari 1994 mengatakan:  
„Hanya orang gila yang menuduh Pak Harto yang mendalangi G30S/PKl.   
Sebuah pertanyaan muncul: „Mengapa PKI begitu dungu menentukan jalan perjuangannya 
dengan menempuh jalur coup d etat  yang berakibat kehancurannya,   
PKI tidak mampu menilai dengan tepat kondisi masyarakat negara kita  .  
Sambil mengintrospeksi diri dengan pernyataan „Kritik; dan Otokritik  yang disusun segera 
sesudah  kekalahan PKI, tokoh  bekas PKI yang masih hidup, dan bisa saya temui, 
mengatakan bahwa pergerakan  mereka kesusupan unsur provokasi, sebagai akibat masih lemahnya 
organisasi. PKI sebetulnya  hanya terbuai oleh puas diri dengan anggapan sudah berdominasi 
secara politik. Padahal anggapan itu tidak mengandung kebenaran, sebab  kualitas dan status 
masyarakat negara kita , tidak pernah berubah sesuai dengan keinginan PKI. Syaratsyarat yang 
dapat mendukung berdominasinya PKI di bidang politik, ternyata tidak konkrit.  
 seorang Peneliti mengenai  negara kita , Gabriel Kolko, mengungkapkan dalam  
laporannya dengan mengutip manuscript  manuscript  State Department (Kementerian  
Luar Negeri A.S.) dan CIA (Central Intelligence Agency) mengenai debat mengenai   
peranserta  Amerika Serikat dalam masalah  pergerakan  30 September 1965 di negara kita ,  
mengemukakan keterlibatan A.S. yang isinya sangat mengejutkan dan berbeda  
sekali dengan apa yang kita ketahui  melalui sumber resmi. manuscript  yang  
dipakai nya antara lain mengutip arsip dari perpustakaan mantan Presiden A.S.,  
Lindon B. Johnson yang sudah diumumkan Tuduhan letnan kolonel Untung mengenai   
keterlibatan CIA di negara kita , dibenarkan oleh manuscript manuscript  yang terungkap di  
A.S.