Kamis, 15 Desember 2022

warisan

MALAM belum larut betul saat
badai angin yang dahsyat
muncul begitu saja, tanpa
pembenyi girah huan lebih dulu.
Penduduk Lembah Karang yang
masih ada di luar, bergegas
masuk ke rumah masing masing.
Atau lari mencari tempat
perlindungan terdekat.
Penduduk percaya. siapapun
yang lengah kemudian tersapu
badai -akan lenyap. sirna. Raib
begitu saja tanpa meninggalkan
bekas atau petunjuk pada
keluarga yang masih hidup
untuk menemukan jasadnya,
yang mungkin masih tersisa. 
Dari satu dasawarsa ke
dasawarsa berikutnya. badai
angin itu sudah  menjadi legenda
mengerikan. Pada setiap
kemunculannya, akan jatuh
korban manusia. Paling tidak
manusia-manusia yang
menghuni puri terpencil di atas
bukit. Dan ke sanalah,
sebagaimana selalu terjadi,
badai angin yang ditakuti itu
kini menuju. Berdesus dan
bersiut kejam. Tak ubahnya
suara segerombolan roh gaib
yang dilanda kemarahan karena
tidur mereka yang nyaman
tiba-tiba diusik oleh manusia
yang tak tahu diri. 
Manusia yang tidak tahu diri itu,
baru saja masuk ke istal kuda
sewaktu lidah badai menjilati
daerah sekitar puri. Terpaan
badai angin yang legendaris itu
membuat puncak bukit bergetar.
Puri 
yang berusia lebih dari satu
abad itu tetap tegak. Kokoh, tak
tergoyahkan. Namun pepohonan
pinus di sekitarnya terayun-ayun
begitu hebat, sampai
menimbulkan bunyi
berderak-derak mendebarkan. 
Sejenak, orang itu mengawasi
kegelapan malam di luar.
Bayangan pepohonan pinus
tampak seperti ratusan pasang
kaki raksasa yang terayun tanpa
daya dan setiap saat dapat
roboh lalu melesat bersamaan
ke arah puri. Wajah orang itu
sempat membayangkan
kecemasan. Namun tekadnya
sudah bulat. Tak dapat dihalangi
oleh apapun juga. Apalagi oleh
badai angin yang konon jelmaan
dari roh-roh gaib dari masa
lampau, yang menurut
pandangannya tak lebih dari
omong kosong manusia-manusia
penakut belaka. ' 
ia kemudian berpaling kembali.
Melihat ke arah satu-satunya
kuda yang ada di dalam istal.
Dan toh ia memekik juga,
terperanjat. Sesosok tubuh lain
berdiri di samping kuda. Sosok
seorang lelaki tinggi kurus dan
renta. Andai saja ia tidak
berpegang kuat pada tiang istal,
tentulah dia sudah terhumbalang
oleh hempasan angin yang
menyerbu ke dalam lewat pintu
yang menganga terbuka. Namun
meski sosoknya tampak rapuh,
sinar matanya tetap menyorot
tajam. Begitu pula suaranya,
tatkala mulut si tua menggerimit
terbuka. 
"Kunasihatkan sekali lagi ..!.",
ujarnya tajam. "Jangan kau
teruskan niatmu yang tidak patut
itu!" 
Orang yang baru masuk ke istal.
menyeringai tak senang. "Tidak
patut bagaimana. Abah"!" 
"Si ahli waris -, yang syah",
jawab orang yang lebih tua,
dengan'suara berubah. Bagai
tercekik. "Jika benar kau sudah 
tahu siapa orangnya lebih baik
kau hindari dia ----" 
"Dia yang harus menghindar
Abah. Sejauh mungkin. Jika
terpaksa untuk selamanya!" 
Wajah si orangtua sesaat
membayangkan kengerian.
"Tarik kembali ucapanmu.
Kalau tidak -----" 
Terlambat. 
Di luar, suara angin bagai
terdengar makin menggila. Si
tua menatap ketakutan ke arah
pintu yang terbuka. Tak ada
sesuatupun yang tampak kecuali
malam yang semakin
menggelap. namun  ia yakin
betul, sesuatu di luar sana kini
Sedang menunggu, dengan
perasaan tak sabar. Si tua
berpaling kembali, mengawasi
wajah lawan bicaranya. Dan
apa yang ia lihat adalah wajah
yang keras membatu, bahkan
tampak licik dan kejam. 
Si tua bergidik. Seram. "Aku
sudah memperingatkanm !",
bisiknya tersendat. Kemudian ia
bergegas ke luar istal.
Menyelinap sepanjang tembok
yang terlindung dari serbuan
angin. Langsung menuju ke puri.
Sesaatsaat menjauhi istal,
masih terdengar olehnya suara
mengakak, disertai gerutuan
kasar: 
"Orangtua bodoh dan pengecut.
Maunya tetap jadi budak!" 
Si tua renta, terus saja berlari.
Masuk ke dalam puri membawa
hatinya yang perih. Ia sudah
terlalu sering mendengar
ucapan ucapan semacam, 
bahkan yang jauh lebih kotor
atau menghina. ia sudah
terbiasa. Namun setiap kali,
hatinya senantiasa terasa perih.
Bukan karena sakit hati.
Melainkan karena kesadaran
akan ketidakberdayaannya.
Untuk mencegah, apa yang akan
-atau selama ini selalu terjadi. 
Celakanya lagi, ia selalu tidak
tahan untuk tidak melihat. 
Orangtua itu melangkah
tertatih-tatih ke ruang depan.
Tirai jendela ia singkapkan
sedikit. Cukup untuk dapat
mengintip ke arah istal. Dan
lebih jauh, ke arah pintu
gerbang. Pintu gerbang besi
dengan pilar-pilar beton yang
kokoh perkasa, saat itu tertutup
rapat. Tak seorangpun konon
pula dengan niat buruk di
kepala, dapat melewati pintu itu.
Tanpa ijin dari si penjaga puri 
Orangtua kurus dan renta itu
membuka lebar kelopak
matanya, saat ia melihat
gambaran sosok tubuh
seseorang, muncul dari dalam
istal. Orang itu duduk rapat
setengah membungkuk di atas
punggung kuda. Sejak, kuda itu
menjompak liar, namun
penunggangnya dengan
terkendali terus saja
mengarahkan kuda ke arah pintu
gerbang. 
Si orangtua di balik jendela
puri, berbisik sendirian:
"Selamat jalan, chucky  -----" 
chucky  yang duduk di punggung
kuda, tentu saja tidak
mendengar. Suara desus angin
makin membahana saja. Kuda
yang ia tunggangi sempat
melakukan pemberontakan kecil.
namun  dengan menghentakkan
tali kekang, disertai dengan
sedikit 
tendangan lunak. ke perut, kuda
yang terlatih itu kembali
menemukan keberaniannya. Lalu
berlari tersuruk suruk melawan
arus angin 'menuju pintu
gerbang. 
Baru sesudah  cukup dekat, chucky 
menyadari bahwa pintu gerbang
masih tertutup. Ia bermak sud
menghentikan kudanya lalu
turun untuk membuka pintu
gerbang saat kudanya tibatiba
mengangkat kaki-kaki depannya
dengan liar. chucky  dengan susah
payah menguasai kuda
tunggangannya, lalu
memandang ke depan. Ingin
tahu, apa yang membuat
binatang itu seperti dilanda
ketakutan yang sangat. Jelas
terasa dari getaran hebat di
sekujur punggung kuda yang ia
tunggangi. 
Dan, chucky  lantas ternganga. 
Pintu gerbang besi yang berat
dan kokoh itu, tahu-tahu terbuka
sendiri dengan suara berkeriut.
Tajam menusuk. Bersamaan
dengan terbukanya pintu
gerbang, badai angin mendadak
pergi. Menghindar jauh jauh,
meninggalkan siutnya yang kian
menyayup, sampai akhirnya
yang tersisa hanyalah kesunyian
yang mencekam. 
Lalu dari jalan yang menurun
dan gelap gulita di bawah
naungan pepohonan pinus yang
kembali tegak kaku, terdengar
suara samar-samar. Suara
desah-desah nafas yang ganjil.
Nafas yang begitu keras, serak,
tersedak-seduk bagaikan nafas
binatang buas dan pendendam
tengah sekarat di tengah luapan
kebenciannya. 
Sesuatu kemudian
menggelinding ke luar dari balik
kegelapan. Sesuatu yang
menyerupai ban 
atau roda kendaraan lapis baja.
Warnanya coklat kehitaman, dan
meluncur cepat sekali di jalan
tannyoto n, melambat lewat pintu
gerbang. Untuk kemudian
berhenti diam bagai direm
dengan kekuatan yang dahsyat.
Hanya beberapa langkah di
depan kuda tunggangan chucky . 
Satu dua detik berlalu tanpa ada
yang bereaksi. 
chucky  meluruskan duduknya di
punggung kuda. Ia amati benda
pipih bundar yang bagian
luarnya tampak berlipat lipat
dan bagaikan mengeluarkan
sinar redup namun terasa
menyakitkan mata chucky . Kuda
yang ia tunggangi, tegak diam,
seakan menunggu perintah.
Lalu, dari lingkaran teratas
benda atau mahluk ganjil itu,
ada sesuatu yang bergerak.
Hanya sedikit liuk kecil saja,
tegak lurus mengarah ke arah
rembulan di langit. Tampak
sepasang benda menyerupai
tanduk, lalu sepasang mata yang
tak lebih dari sepasang bintik
kecil cahaya merah kekuningan. 
Dan, terdengarlah jenyi girah n lirih
dan tajam. 
Datangnya dari bagian benda
asing yang meliuk ke arah
rembulan itu. Sebelum chucky 
sempat berpikir apa dan
mengapa, kuda tunggangannya
sekonyong-konyong mengangkat
kedua kaki depan tinggi tinggi,
disertai ringikan keras,
membahana dari satu sisi ke sisi
bukit lainnya. chucky  terkejut.
Tali kendali terlepas dari
pegangannya. Ia berusaha
meraihnya kembali. Gagal
karena kuda itu terus saja
mengangkat tinggi ke dua kaki
depan, gerakannya liar dan
marah. chucky  yang berubah
panik, berusaha menyelamatkan
diri dengan merangkul 
leher kuda. chucky  berhasil,
namun mendadak kuda
tunggangannya merubah posisi.
Kedua kaki depannya turun
serempak menghantam'tanah,
dan kakikaki belakangnya yang
kini terangkat.
Menendang-nendang udara
kosong, sambil terus meringkik,
melompat, meliuk,
melengkung-lengkungkan tubuh
begitu hebat. Sampai akhirnya,
chucky  terlempar dari punggung
kuda. Jatuh terhempas di tanah. 
chucky  terpekik. Masih sempat
berusaha menghindar. namun 
kuda tunggangannya tetap saja
melompat-lompat, tetap
meringkik-ringkik. Makin lama
makin liar dan makin buas. Lalu
dalam tempo sekian detik saja,
ringkikan kuda kini ditingkahi
oleh jerit pekik sengsara
seorang anak manusia.
Terdengar pula bunyi tulang
berderak patah. Disusul bunyi
berdetuk lunak, manakala kuku
kuda berladam besi mendarat
tanpa ampun di kepala chucky . 
Binatang yang kalap itu baru
berhenti meringkik dan
melompat-lompat sesudah  tak
terdengar lagi suara apa apa.
Kecuali dengus keras nafas kuda
itu sendiri, yang kini
memandang tegak ke depan
dengan sekujur tubuh
bergemetar hebat. Banda asing
bertanduk dan menyerupai roda
kendaraan lapis baja itu sudah
tak ada di tempat. namun 
bersama munculnya kembali
tiupan angin keras dari segala
penjuru, sayupsayup terdengar
lolongan lirih yang kian
menjauh. 
Sesaat, kuda itu masih tegak
dengan gelisah. Kemudian ia
menghambur lurus ke depan.
Menerobos pintu gerbang besi
yang menganga lebar, 
lalu lenyap ditelan kegelapan
pepohonan pinus di luar sana.
Meninggalkan korban
kekalapannya yang terkulai
diam di tanah. dalam "genangan
darahnya sendiri. 
Dan di salah satu jendela depan
puri, tirai yang sebelumnya
tersingkap, perlahan-lahan
diturunkan kembali. Seberkas
cahaya yang sebelumnya
menerobos ke luar jendela,
melenyap pula dengan
sendirinya. Yang tersisa kini
hanya kegelapan malam yang
semakin pekat, menghitam. 
Badai angin pun kian menggila. 
Membawa serta jerit tangis
sengsara roh roh gaib yang
terus berusaha menghindari
panasnya api neraka. 
 "AWAS!", jessica  setengah
berteriak memperingatkan,
saat terlihat mulut sebuah
jembatan tahu-tahu muncul di
tikungan yang membelok tajam
ke kanan. syam kamaruzaman  yang
memang dalam keadaan
setengah mengantuk, terperanjat
sesaat. Ia injak rem sekaligus
sehingga mobil terbanting keras
lalu berhenti melintang persis di
mulut jembatan berpilar beton
itu. 
sesudah  sama berdiam diri
saking terkejut, jessica 
melontarkan kecaman lunak
pada suaminya: "Kalau Abang
mau bunuh diri, silahkan. namun 
Mila jangan dibawa bawa!" 
Kecaman bernada sayang;
Bukan kemarahan. syam kamaruzaman 
menyeringai malu, lantas
mengeluh: "Aku tak tahu
mengapa, Mila. Mendadak saja
aku terserang kantuk yang hebat
---" 
"Abang letih. Mari kugantikan!" 
Mereka berdua bertukar tempat
sesudah  lebih dulu syam kamaruzaman 
membetulkan posisi mobil dan
menghentikan kendaraan itu di
seberang lain jembatan. Sambil
tak lupa meledek: "Syukur aku
punya supir cadangan ----" 
"Yang. sudah waktunya
menuntut kenaikan gaji", balas
jessica , diiikuti senyuman
masam. Mobil ia jalankan
dengan kecepatan sedang. 
syam kamaruzaman  menimpal kalem:
"Tuntutan ditolak!" 
"Alasannya?" 
"Namanya juga supir cadangan.
Mana, sebelum ini sudah pula
terlalu sering menuntut ...." 
Sambil terus mengawasi jalan di
depan, jessica  berkata sengit:
"Itu tidak benar! Aku tidak
pernah ----" 
syam kamaruzaman  menguap. "Apa tidak
pernah. Malah nyaris setiap
malam 
"Aku" Menuntut"!" 
"Benar, supirku sayang. Bukan
menuntut naik gaji. Melainkan
naik ke atas tubuh majikanmu!" 
jessica  akan protes, namun  kulit
mukanya keburu terasa
memerah. Ia cuma bisa
menggumam lemah: "Jorok,
ah!" 
syam kamaruzaman  tertawa kecil.
Kemudian, menguap lebar. 
"Hem. Menguap lagi!" . 
syam kamaruzaman  menggelengkan kepala.
"Jika ditahan, otot perutku sakit
---'" 
Jawaban seenaknya itu tidak
ditanggapi jessica . Perhatiannya
sedang tercurah ke
rumah-rumah di kiri kanan
jalan. Di sana sini ada lampu,
namun  semua pintu dan jendela
tertutup rapat. Tak seorang pun
manusia lalu-lalang. Bahkan
juga tidak, walau hanya seekor
anjing. Rumah-rumah itu
tampak kusam, sebagian besar
tampak menyerupai  bekas
barak. Pekarangannya luasluas,
namun gersang. 
"inikah desa Lembah Karang?",
jessica  bertanya 
ingin tahu. 
syam kamaruzaman  membuka kelopak
matanya lebar-lebar. Terasa
berat. Mengawasi sekilas kiri
kanan jalan yang mereka lalui,
ia menyahut lemah: "He-eh." 
"Kok sepi amat sih?" 
syam kamaruzaman  mengerdip-ngerdipkan
mata, mengusir kantuk. "Dari
sononya sudah begini ---" 
"Kok?" 
"Habis" Mau ramai bagaimana.
Kau lihat susunan rumah-rumah
itu. Penghuninya. terbanyak
bekerja di perkebunan.
Selebihnya, petani. Mereka
memang memiliki sawah
berhektar hektar. Namun para
petani itu tak akan pernah cukup
kaya untuk membuat desa ini
berkembang "' 
"Mengapa bisa begitu?" 
"Segala macam teknik pertanian
sudah dicoba di sini. Tak ada
perubahan. Tetap saja sawah
hanya dapat dipanen sekali
dalam setahun. Diselang seling
tanaman kentang, singkong,
sayur sayuran. Atau ikut
memburuh di perkebunan
keluargaku. Dengan resiko
dibayar murah, karena terjadi
kelebihan tenaga kerja ----" 
"Minus sangat!" 
syam kamaruzaman  menguap lagi.
Jawabnya: "Sesuai dengan
nama. Lembah Karang!" 
jessica  tak sudi mengemudi
sendirian. Mana desa sudah
terlampaui. dan jalanan kembali
sepi, lengang, dengan kegelapan
yang menghitam ke manapun
mata memandang. Dan tak
sekalipun mereka berpapasan
dengan mahluk hidup. Tahu
suaminya mengantuk lagi, ia
terus menyerbukan pertanyaan:
"Kenapa sih daerah ini dinamai
Lem
bah Karang" Dari tadi
kuperhatikan, tak juga terlihat
bukit atau hamparan tanah
berkarang -----" 
syam kamaruzaman  mati matian mengusir
kantuk yang terus menyerang.
Toh sebelum menjawab, ia
sempat menguap panjang.
"Persisnya aku tak tahu. namun 
menurut dongeng jaman baheula
Bukan sombong ", ia tersenyum
lebar. "Leluhurku keturunan
salah seorang istri Bupati. la
ditugaskan membuka lembah ini.
Sebuah lembah karang, dalam
arti kata sesungguhnya. Konon,
leluhurku lebih dulu harus
bertempur melawan jin dan
segala macam dedemit. Dengan
kesaktiannya yang luar biasa,
leluhurku berhasil
memenangkan pertempuran.
Lalu ia membuka daerah ini
untuk bisa dihuni, dan bisa
memberi makan para
pengikutnya yang setia. Jadilah
perkebunan karet, kopi,
kemudian sawah. Yang, konon di
masa itu subur luar biasa --" 
"Di daerah berbatu karang?",
tanya jessica , seraya mengawasi
sekilas pepohonan karet dengan
semak belukar tinggi di sana
sini. 
"Memang tak masuk di akal.
namun  jangan lupa, supirku
sayang ----", syam kamaruzaman  tertawa
pelan. "Yang merubah kondisi
tanah di sini, bukan hanya
leluhurku dan
pengikut-pengikutnya saja.
Bantuan terbesar, konon mereka
peroleh dari jin dan dedemit
taklukan leluhurku itu ----" 
Jin dan segala macam dedemit! 
Apakah ada di antara mereka
yang berkeliaran di antara
pepohonan yang tegak
menjulang di tengah kegelapan
malam itu. Atau, bersembunyi 
di balik rimbunan semak
belukar" Bagaimana pula
rupanya" Kepulan asapkah"
Yang makin lama makin
memberi wujut aneh aneh
kelelawar berkepala manusia
dengan taring-taring panjang,
-atau m0nyet bermata merah
saga -Hei bukan iin dan
setankah itu" Berdesau-desau,
mendengusdengus di luar mobil
.Dan bunyi apa yang bergerung
gerung itu" 
jessica  menajamkan telinga.
Waspada. 
Sinar lampu mobil menangkap
gerakan pucuk semak belukar
terayun ayun teratur kian
kemari. Astaga, hanya bunyi
tiupan angin kencang belaka.
Dan gerungan monoton yang
sangat tidak mengenakkan
telinga itu, tak lebih dari bunyi
mesin mobil yang ia pacu
dengan mempergunakan gigi
rendah, karena jalanan terus
saja menanjak. Mana diselang
seling belokan dengan tannyoto n
terjal pula. 
Sekali ia melirik ke samping.
Suaminya rebah dengan kepala
mengulai ke_sandaran tempat
duduk. namun  kelopakmata
suaminya belum mengatup
seluruhnya. jessica  menegur:
"Jangan tidur dong. Tunjuki aku
jalan -----!" 
Berat sekali jawaban yang
keluar dari mulut syam kamaruzaman :
"Kau sudah menemukannya ----"
"Apa"!" 
"Akan ada satu dua simpangan
kecil. namun  kau tinggal
mengikuti jalanan aspal ini Saja.
Tak sampai lima menit lagi
kalau tak salah, ujung jalan ini
akan berakhir di pintu gerbang
puri -----" 
"Dan -", jessica  menelan ludah.
Lalu menerus
kan dengan gumaman kecut:
"Sesosok mayat di dalamnya.
Yang menunggu kedatangan kita
dengan sabar!" 
"Persis !", sahut syam kamaruzaman  seenak
perut. Lantas kelopak matanya
dipejamkan, tak acuh. 
Obrolan tentang mayat, yang
terlontar dari mulut jessica 
sendiri, membuat jessica 
mendadak kehilangan nafsu
untuk mengobrol. la pun tak
berhasrat untuk memperhatikan
apakah suaminya masih terjaga,
atau sudah terbang ke alam
mimpi. Sudah sejak kemarin
malam suaminya tidak tidur,
sesudah  siang harinya menerima
interlokal tentang kematian
ayahnya. syam kamaruzaman  terpaksa
kerja lembur sampai dinihari. Ia
harus mengumpulkan beberapa
orang staf perusahaannya,
memberi instruksiinstruksi yang
diperlukan -, lalu menugaskan
salah seorang dari mereka untuk
mewakili dirinya selama masa
berkabung. Kemudian berangkat
dengan pesawat pertama yang
tinggal landas dari bandara
Polonia. Sementara jessica 
terlelap dalam penerbangan
menuju nyoto rta, suaminya sibuk
mempelajari sejumlah berkas. Ia
kemudian membangunkan
jessica  sesudah  pesawat turun
dan berhenti di bandara asing
buat jessica . 
"Palembang," suaminya
menjelaskan. "Ada gangguan
cuaca!" 
Baru dua jam lebih
kemudiannya, pesawat yang
mereka tumpangi diijinkan oleh
tower untuk me neruskan
perjalanan ke nyoto rta. Suaminya
makin tak dapat kesempatan
istirahat, karena jalanan yang
macet dari bandara Cengkareng
ke Halim. 
Jadwal mereka jadi kacau.
Mereka terpaksa harus
menunggu satu jam, sebelum
ada pesawat yang membawa
mereka ke Bandung. Untuk
meringankan beban pikiran
suaminya, jessica  mencari
telepon dan menginterlokal ke
Bandung. Sudah disepakati
bersama, mereka akan
berangkat serempak ke
Pameungpeuk, Garut. Ternyata
rombongan keluarga yang
menunggu mereka sudah
berangkat karena menduga ia
dan suaminya menunda
keberangkatan dari Medan.
Terpaksa setiba di Bandung,
mereka sibuk mencari mobil
sewaan tanpa sopir, dengan
jaminan kartu kredit. Suaminya
punya hobby mengemudi, dan
tak senang disupiri orang yang
belum dikenal. Bahkan pada
jessica  sendiri, baru ia berani
menyerahkan kemudi jika sudah
merasa keadaan cukup aman. 
Kilatan aneh mengejutkan
jessica . 
la mengurangi kecepatan laju
mobil, dan menyimak dengan
seksama benda apa yang tadi
menimbulkan kilatan di antara
bayang-bayang pepohonan tadi.
Ia lantas terkejut dan mencela
diri sendiri, sesudah  dihadapan
mobil terlihat sebuah pintu
gerbang besi yang berat, tinggi,
dan kokoh -, dengan pilar-pilar
beton yang angkuh di kiri
kanannya. 
Mujur ia keburu mengerem. Jika
tidak --
kita sudah sampai, Bang,"
desahnya lirih. 
Tak ada sahutan. 
jessica  tak perlu menoleh. Cukup
mendengar 
saja. Dengkuran suaminya
seolah akan memecahkan
kegelapan dan kesunyian di
sekitar mereka. Haruskah
jessica  membunyikan klakson"
Jangan dulu. Siapa tahu ada bel
atau genta. Menunggu sejenak
namun tak juga ada orang yang
datang untuk membukakan pintu
gerbang, jessica  lantas
memutuskan untuk
membangunkan sang suami. 
Lalu ia mendengarnya! 
Mendengar suara-suara ganjil.
Berdetak-detak. Samar samar.
jessica  mengawasi kegelapan
malam di luar jendela mobil.
Yangtampak hanya bayang
bayang pepohonan yang tegak
menghitam, dan semak belukar
yang bergoyang kian kemari
mengikuti arah angin. 
Tak ada orang atau makhluk
hidup --
Tidak" Oh. ada. Itu dia.
Mendekat dengan gerakan
lamban namun: teratur.
Gerakan setengah mengambang
di permukaan tanah. Lewat
celah celah besi pintu gerbang,
di sebelah dalam sana
tampaklah sesosok mahluk besar
berwarna putih atau kelabu,
mendekat ke pintu gerbang.
Seekor kuda yang gagah, dengan
penunggangnya yang duduk
tegak dan gagah pula di atas
pelana. 
jessica  tidak dapat menaksir
usia si penunggang kuda, karena
jaraknya masih cukup jauh.
Mana agak menghindari sorotan
lampu depan mobil, yang
menyala terang, benderang.
Namun cukup jelas untuk
melihat pakaian yang membalut
tubuh sosok manusia di atas
punggung kuda itu. Astaga,
pakaian kebesarankah itu"
Pakaian yang aneh pula. Belum
pernah jessica  melihat model
pakaian se
macam itu. Atau, pernah" Yakni,
saat ia masih duduk di bangku
sekolah lanjutan. Benar.
Pakaian orang itu, jika tak
salah, jelas mengikhti mode
tempo doeloe.Mode bangsawan
pribumi di jaman penjajahan
kolonial.
jessica  akan tersenyum, saat
kuda gagah itu mendadak
berhenti. 
Si penunggang, meluruskan
duduknya. Lalu memandang
lurus-lurus ke arah mobil.
Langsung ke wajah jessica .
Meski ia berada di tempat yang
agak temaram, toh jelas terlihat
sorot matanya bersinar tajam.
Samar samar mulutnya
membentuk garis, menyerupai
senyuman. jessica  tak dapat
menduga, apakah tarikan bibir
tipis itu senyuman ramah atau
senyuman tak senang. 
Yang. pasti, senyuman orang itu
sangat misterius. 
lebih misterius lagi, ia tetap saja
duduk di punggung kuda. Tanpa
ada pertanda untuk turun
membukakan pintu gerbang.
Apalagi untuk mengucapkan
katakata selamat datang! 
Tahu diri sebagai tamu, jessica 
bermaksud membuka pintu mobil
dengan niat menyapa si
penunggang kuda dan
menjelaskan siapa mereka dan
mengapa dinihari begini mereka
datang mengusik kenyamanan
tidur para penghuni puri. namun 
tangan jessica  baru saja
menyentuh hendal pintu mobil,
manakala dari arah belakang si
penunggang kuda, tampak
sesosok tubuh datang
berlari-lari mendekat. Langsung
menuju pintu gerbang. 
Pendatang kedua itu seorang
lelaki lanjut usia. Tampak renta
karena tubuhnya yang sudah
kurus, 
tinggi pula. Pakaiannya
bersahaja. Ia lewati begitu saja
kuda dan penunggangnya tadi,
seakan tak melihat
kehadirannya. Begitu pula
sebaliknya. Si penunggang kuda
tak sedikitpun melirik. Acuh tak
acuh saja sewaktu lakilaki tua
itu lewat di samping kudanya.
Mata si penunggang kuda terus
saja memandang ke arah jessica .
Sekujur tubuh jessica  terasa
dingin. 
Perasaan yang muncul tiba-tiba.
Karena pandangan orang
berpakaian aneh itukah" Atau
-oh, oh. Rupanya tanpa sadar
tangan jessica  sudah  mendorong
terbuka pintu mobil, dan angin
malam yang dingin menggigit
segera menerpa masuk ke dalam
mobil. jessica  berpaling sewaktu
terdengar suara gerutuan kasar
di sebelahnya. syam kamaruzaman  sudah 
bangun. Mengucek ucek mata.
Mulanya akan bertanya pada
jessica . namun  begitu mendengar
keriut besi beradu besi, syam kamaruzaman 
menoleh ke depan. Terlihat pintu
gerbang sudah  dibuka lebarlebar
oleh si lelaki tua renta tadi. _ 
"Ah. Itu dia. Si Abah!", rungut
syam kamaruzaman , setengah mengantuk. 
"Yang mana?", tanya jessica 
seraya menutupkan pintu mobil
kembali. Terpaan angin malam
yang dingin menusuk itu segera
digantikan kehangatan udara di
dalam mobil. jessica 
memasukkan versnelling ke gigi
satu untuk memacu mobil lewat
pintu gerbang. 
"Yang mana bagaimana ",
syam kamaruzaman  berujar sengit. "Yang
membuka pintu gerbang, dong.
Siapa laqi kalau bukan dia?" 
jessica  dongkol oleh kesengitan
suara suaminya. Ia kembali
melihat ke depan. Dan benar
saja. Yang tampak olehnya,
hanya si lelaki tua saja, yang
tegak kaku di sisi pintu gerbang
menunggu mereka lewat. jessica 
melirik ke arah lain. namun 
selain barisan pepohonan pinus
di kiri kanan jalan menuju puri,
ia tidak melihat apa apa lagi. 
Laki laki misterius itu sudah
lenyap. 
Begitu pula mahluk perkasa
berwarna putih kelabu yang
ditungganginya. Benar benar
lenyap. Tanpa meninggalkan
bekas. Walau hanya detakdetuk
kaki kuda, yang sebelumnya
terdengar samar-samar oleh
telinga jessica  sebelum jessica 
melihat kehadiran mereka tadi. 
Sementara laki-laki tua yang
tadi membukakan pintu gerbang
kini berlari'lari kecil mengikuti
mobil yang dijalankan jessica 
perlahan-lahan, penasaran
jessica  mengawasi tempat
sekitarnya. Selintas ia lihat
suaminya membukakan jendela
mobil di sampingnya. Ia juga
mendengar suaminya bertegur
sapa dengan si lelaki tua, yang
menyahuti dengan suara keras
untuk mengatasi bunyi deru
angin. namun  ke manapun mata
jessica  menjelajah, tetap saja ia
tidak melihat orang atau kuda
yang ia cari. Meski cuma
bayang-bayangnya. 
Sekujur tubuh jessica  terasa
dingin lagi. 
Bukan karena terpaan angin.
Melainkan, oleh darahnya yang
menyirap dan menyirap, saat
ia tiba-tiba teringat cenyi girah 
suaminya sebelum ini tentang
puri yang kini mereka datangi.
Bukan sekali dua suaminya
berkata begini: "Aku tak suka 
ke sana. Puri itu berhantu!" 
Lalu kemarin malam: "Kau
lihat, bukan" Ayahku pun mati di
puri itu. Mati secara
mengerikan. Seperti pendahulu
pendahulunya --" 
Kini. jessica  menghibur diri
dengan apa yang sebelum ini
selalu ia lontarkan pada
suaminya: "Omong kosong. Tak
ada hantu di dunia ini. Kecuali
dalam jiwa manusia-manusia
penakut dan lemah iman!" 
Seraya mengawasi bangunan
yang memberi gambaran sebuah
istal kuda, lalu kemudian puri
yang mulai tampak di depan
mereka -, puri yang tegak
menjulang dengan sosoknya
yang menyeramkan di bawah
siraman rembulan, jessica 
berdo'a dalam hati: "Ya Allah.
Jangan Engkau lemahkan
imanku sekarang ini -----" 
Namun, jessica  toh tetap
merasakannya. 
Perasaan takut. Yang muncul
diam-diam. Merayap lambat
namun  pasti 

SETURUN dari mobil, jessica 
memandang terpesona apa yang
sebelum ini hanya ia dengar dari
penuturan suami atau
saudara-saudara iparnya. Meski
tetap beranggapan mereka agak
melebih lebihkan, namun toh
jessica  selalu mendengarkan
dengan asyik. 
"Puri Lembah Karang. Mengapa
kau tidak berbulan madu di sana
saja"!" 
"sekali.waktu, kau harus
melihatnya!" 
"Kau akan betah. Apalagi kau
bilang, kau tak percaya adanya
hantu ---" 
"Eh, nyoto . Kok malah menakut
nakuti!" 
"Kau ingin tahu, bagaimana
dahulunya puri itu dibangun
kakek moyang kami, Mila"
Leluhur kami tidak hanya
mengerahkan kekuatan fisik.
Konon, ia dibantu oleh kekuatan
gaib dan mistis. Misalnya ----" 
Mistis! 
Itulah yang kini dirasakan oleh
jessica , saat memperhatikan
sekilas bangunan besar dan
megah, yang tegak kokoh
bahkan tampak angkuh di depan
matanya. Tiang tiangnya tampak
angker, dengan atap tinggi
menjulang ke arah langit yang
temaram. Agaknya bangunan di
depan jessica  itu jarang
mendapat sentuhan restorasi
sehingga ke
adaannya agak terbengkalai,
bahkan kusam. Namun justru
kekusamannyalah yang membuat
keberadaan bangunan itu seakan
berbau mistis. Sebuah bangunan
antik bergaya Eropa lama, dan
jelas sudah.. ini adalah salah
satu bangunan bersejarah
peninggalan jaman kolonial.
Yang seharusnya
didayagunakan. 
"Bukan sebagai milik keluarga,"
jessica  membathin. "namun 
sebagai milik bangsa -, yang
patut dilestarikan!" 
Sungguh mengherankan.
Sewaktu berpikir demikian,
jessica  merasakan adanya
perubahan dalam dirinya.
Perasaan takut tadi pelan pelan
kehilangan gigitannya. Diganti
oleh sentuhan nyaman. Yang
merayap hangat lalu kemudian
merangkul sanubari jessica ,
memberikan semacam rasa
tenteram dan terlindungi. 
Pesona itu mendadak buyar
saat dari pintu depan yang
setengah terbuka, muncul
seorang pemuda yang bergegas
mendatangi dengan kata
sambutan yang menunjukkan
kegembiraan: "Ah. Jadi kalian
datang juga akhirnya!" 
jessica  segera mengenali nyoto ,
adik iparnya yang terbungsu.
Pemuda itu mengenakan kimono
tidur yang tampak sedikit kusut
seperti juga rambutnya. 
"Apa kabar, Kak Mila?", ia
mengulurkan tangan. 
Sewaktu menyambutnya, jessica 
merasakan tangan nyoto  tidak
sehangat biasa. Mungkin karena
cuaca yang dingin membeku.
namun  mengapa begitu cepat
dilepaskan" Biasanya nyoto 
setengah 
mengusap, dan seakan enggan
melepaskan. Oh, tentu saja..! ia
harus.pula menyambut
saudaranya yang tertua, dengan
siapa nyoto  kemudian saling
bertukar rangkulan. 
"Andai saja aku bermimpi
indah," ujar nyoto  dengan tawa
lunak, "Pastilah aku tidak akan
terjaga untuk menyambut
kedatangan kalian ...." Ia
mengangguk ke arah jessica .
"Ayolah, kita ke dalam." 
jessica  tersenyum lalu mengikuti
nyoto  naik ke beranda. Iseng
bertanya: "Jadi kau terjaga
karena bermimpi buruk, ya?" 
"Buruk sekali," jawab nyoto ,
segan. "Dalam mimpiku tadi,
rasanya aku akan kehilangan
Kang Dana untuk
selama-lamanya!" 
"Memang nyaris ---" 
nyoto  tertegun. Bertanya,
terkejut: "Apa?" 
jessica  tertawa menghibur. "Di
bawah sana tadi. Abangmu
hampir saja mengadu
kemampuan mobil yang kami
kendarai, dengan pilar-pilar
beton sebuah jembatan yang
muncul tibatiba di tikungan ---" 
"Astaga ...", nyoto  ternganga. 
Karena mereka sempat terhenti,
syam kamaruzaman  yang tadi membuka
bagasi mobil dengan segera
sudah berada di samping
mereka. Diiringkan oleh si lelaki
kurus yang sudah tua dan
tampak renta itu. Ternyata ia
tidaklah setinggi yang semula
dibayangkan jessica . Bayangan
itu hanya muncul karena
kekurusan tubuhnya saja.
Terbukti saat ia berdiri di
dekat jessica , tinggi mereka
hampir serupa. 
Semua rambutnya sudah
memutih. Kulit wajahnya pun
sudah pada mengerut di sana
sini dimakan usia. Jalannya
sedikit bungkuk. Mungkin
karena koper berat yang
dijinjingnya. 
Ia terus saja lewat untuk
mengikuti syam kamaruzaman  masuk ke
ruangan dalam, yang segera
pula disusul oleh nyoto . Dua
bersaudara itu agaknya belum
puas saling melepas rindu.
Mereka terus saja masuk sambil
bertukar tanya. Sehingga jessica 
seperti terlupakan. 
jessica  bermaksud akan
menyusul mereka dengan
perasaan sedikit keki, tentu -,
tatkala si orangtua yang
berjalan paling belakang,
tahu-tahu saia menghentikan
langkah. Sekaligus pula
membalikkan tubuh. Nyaris saja
mereka bertubrukan, andai saja
jessica  langsung menyusul
masuk. 
Sesaat, mereka saling
berpandangan. 
jessica  mengurai senyuman di
bibir, sebagai tanda perkenalan
dan ingin bersahabat. Lain
halnya dengan si orangtua.
Lelaki itu menatap jessica 
dengan sepasang mata terbuka
lebar. Tubuhnya pun berubah
tegang, kaku. Gemetar pula lagi.
Terlihat dari getaran kopor di
jinjingan tangannya. Tampak
mengatur nafasnya dengan
susah payah. orangtua itu
kemudian berucap tersendat: 
"Non Lola!" 
jessica  mengernyitkan dahi.
Lantas menjawab disertai
senyuman lebar: "Mila, Pak.
Bukan Lola. Kau tentunya Pak
dul latief , bukan?" 
Orangtua itu mengangguk kaku.
Dan tetap gemetar. 
jessica  mengulurkan tangannya
ke arah koper di jinjingan
tangan lelaki itu. lba
memikirkan, selain sudah tua
renta lelaki itu tentunya capek
sendiri karena tadi berlari-lari
mengikuti mobil mereka sejak
dari pintu gerbang. Kopernya
sendiri memang besar dan berat.
"Mari. Aku tolong bawakan!" 
Kepala orangtua itu segera
ditegakkan. "Biar olehku, Non
---" 
"Mila. Kependekan dari jessica .
Jangan salah lagi ya?" 
Ada perasaan segan atau
bahkan takut" _ di wajah
dul latief  sewaktu ia mengangguk
patuh lalu menyisi dengan tubuh
sedikit dibungkukkan untuk
memberi jalan pada jessica .
Orangtua itu tidak segera
masuk. Ia masih tegak kaku di
tempatnya, mengawasi
punggung jessica . Dari uiung
rambut sampai ke ujung kaki.
Dan sekali lagi ia tampak
gemetar.... 
Akan halnya jessica  yang sempat
dibuat bingung oleh cara
orangtua itu memandangi dan
keliru pula menyebutkan
namanya, dengan segera sudah
berada di ruangan dalam.
Bergabung dengan suami dan
saudara iparnya. Dan
sama-sama tegak, walau tanpa
dikomando oleh siapapun. ke
arah sesuatu yang diletakkan
persis di tengah tengah lantai
utama puri. Tepat di bawah
gantungan lampu lampu kristal,
tampaklah Sebuah peti empat
persegi panjang, dengan
pelituran warna coklat tua,
seakan menyambut dan balas
memandangi kehadiran mereka
dengan tatapan kaku dan
kejam..Di manapun, sebuah peti
mati tetap saja menimbulkan 
kesan kaku dan kejam. 
Sunyi menghentak untuk
beberapa detik lamanya,
sebelum syam kamaruzaman  meneruskan
langkah. Langsung menuju peti
mati yang dalam keadaan
tertutup itu. jessica  tergerak
untuk menyertai dan
mendampingi suaminya. namun 
dicegah oleh bisikan tajam
menuSuk dari sampingnya:
"Kuanjurkan agar tetap di
tempatmu, kak Mila ----!" 
jessica  memandangi nyoto ,
terheran-heran. "Aku harus"." 
Tanpa berpaling, nyoto 
memotong kata kata kakak
iparnya: "Lupakan saja." 
"Mengapa?" 
"Aku sudah cukup repot sore
tadi. Oleh kak nyi girah  yang jatuh
pingsan. Dan farida  yang muntah
berat. Aku yakin Kak Mila cukup
tangguh. namun  apa yang
terbaring di dalam peti itu ------"
nyoto  tak perlu meneruskan.
Cukup dengan melihat reaksi
syam kamaruzaman  saja. Awalnya,
ketegangan yang menggigit
manakala terdengar bunyi derit
penutup peti didorong setengah
terbuka oleh suaminya.
Kemudian tangan Suaminya
mendadak berhenti mendorong.
Dan tangan itu segera ditarik
mundur kembali. syam kamaruzaman 
memaling sejenak, jelas
menghindari sesuatu yang tidak
menyenangkan untuk dilihat.
Tubuhnya tampak limbung
sesaat. Lalu ia kuatkan dirinya
untuk melihat sekali lagi ke
dalam peti mati. Baru kemudian,
dengan lengan lengan gemetar,
menarik penutup peti mati ke
tempatnya semula. Tidak persis
benar, karena jelas terlihat
adanya sedikit celah. Sepertinya
syam kamaruzaman  
 diperintahkan untuk menyisakan
celah itu, agar si penghuni peti
mati dapat mengintip ke luar.
Dan mengawasi satu persatu
mahluk mahluk hidup yang ada
di dekatnya. Dan melihat
bagaimana reaksi mereka. 
Wajah syam kamaruzaman  jelas terlihat
sangat pucat saat ia
bergabung kembali dengan isteri
dan adiknya. Lalu, tak jelas
pada siapa ditujukan, ia berujar
gemetar: "-----menyedihkan,
bukan?" 
nyoto  mengawasi abangnya.
Tersenyum samar. "Komentar
Akang lebih bijaksana
ketimbang farida  ---". Tak ada
yang bertanya. namun  nyoto  tetap
saja menjelaskan: "Tahu apa
komentar farida " Menjijikkan!" 
"Itu melampaui batas!", protes
syam kamaruzaman , tidak setuju. 
"namun  memang mendekati
kenyataan, bukan"," sahut nyoto ,
acuh tak acuh. 
"Yah -----," syam kamaruzaman  angkat
bahu. "Lagipula, siapa sangka
ayah kita mati secara -----" 
Dehem lembut menghentikan
pembicaraan mereka. dul latief 
diam-diam sudah masuk dan
dari tadi ikut terdiri di dekat
mereka, menunggu perintah. Ia
melihat betapa jessica  gelisah
mendengar percakapan suami
dan adik iparnya. Jelas terlihat
oleh dul latief  perasaan tidak
senang di wajah jessica , yang
terpaksa ia tahankan. 
"Apakah tidak lebih baik saya
antarkan dulu Non Mila ke
kamarnya"," tanya dul latief ,
sopan. 
"Batu! sekali:," nyoto  menyetujui.
"Lagipula masih ada yang harus
kubicarakan dengan Kang 
Dana." 
"Tidak bisa menunggu sampai
besok"," syam kamaruzaman  melontarkan
apa yang semula akan
dikeluhkan jessica . 
"Makin cepat makin baik,"
jawab nyoto . diplomatis. 
syam kamaruzaman  terpaksa
menganggukkan kepala pada
isterinya, yang segera mengikuti
dul latief  menuju tangga ke lantai
atas. "Sebentar, Abah!" 
dul latief  berhenti di anak tangga
terbawah.Menunggu. 
Sebelum mengatakan sesuatu
pada orangtua itu. lebih dulu
syam kamaruzaman  berpaling pada nyoto .
"Aku kira, cukup sekali saja aku
melihat jenazah ayah kita untuk
terakhir kali. Kau?" 
"Sependapat" . 
"nyi girah " farida ?" 
nyoto  menyeringai. "Aku yakin,
biar dipaksa! bagaimanapun
mereka tidak akan _sudi
melihatnya dua kali!" '' , . -_ 
syam kamaruzaman  tersenyum kecut. Baru
kemudian berujar pada dul latief :
"Sebaiknya kau pakukan saja
peti mati itu, Abah." 
"Sekarang"," orangtua itu
kebingungan. 
"Biarkan yang lain tidur dengan
pulas," jawab syam kamaruzaman , tak
senang. "Lakukanlah itu
pagi-pagi. Bunyikan palumu
agak keras. Supaya mereka
terbangun dan segera siap
mengikuti upacara
pemakaman!" . 
"Dan kau"," jessica  menyela. 
syam kamaruzaman  memaksakan senyum di
bibir. "Kau 
supir cadangan yang jempolan.
Tadi aku kau buat terlelap di
mobil, bukan ?" 
jessica  mau protes: namun 
gelengan kepala nyoto  di
samping suaminya menahan
protes jessica . Ia kemudian
bergerak mengikuti dul latief  naik
ke lantai atas, sementara di
belakangnya ia dengar anyoto n
nyoto : "Ayo, Kang Dana. Kita
ngobrol di perpustakaan saja!" 
Sementara ke dua kakak beradik
itu memutari bawah tangga
meuju perpustakaan, jessica  tiba
di lantai atas di mana dul latief 
berdiri menunggu. jessica 
segera'paham mengapa
orangtua itu tidak segera
membawanya ke kamar di
maksud. Karena yang ada di
hadapan jessica  adalah sebuah
lorong berlampu temaram, yang
di kiri kanannya tampak jejeran
pintu seperti di sebuah lorong
kamar kamar hotel. 
"Pilih yang kiri atau yang
kanan, Non?" 
jessica  memandangi pintu-pintu
itu. Bingung. "Apa
perbedaannya, Pak?" 
"Yang sebelah kiri, jendelanya
menghadap ke lereng gunung.
Kamar kamar sebelah kanan,
menghadap ke lembah...." 
"Oh. Bagaimana dengan yang
itu"," jessica  menunjuk ke pintu
tertutup yang terletak di ujung
lorong, menghadap langsung ke
arah mereka. 
"Balkon," dul latief  membenyi girah hu.
"Tempat di mana Non dapat
bermandi matahari, sambil
menikmati pemandangan di dua
tempat sekaligus. Ya ke gunung,
ya juga ke lembah ---" 
"Hem. Tempat yang adil.
Bagaimana dengan 
kamar yang ini"," jessica 
menunjuk pintu pertama di
sebelah kanan. 
"Silahkan saja, jika Non ingin
menempatinya. Toh penghuni
tetapnya tidak membutuhkannya
lagi ----," jawab dul latief , seraya
melirik kecut ke lantai bawah,
lurus ke peti mati. 
Mau tidak mau jessica  bergidik
sendiri. "Sebaiknya aku pun
harus ikut menghormati kamar
almarhum," katanya, setengah
membela diri, menyembunyikan
keterkejutan karena dua kali
salah memilih. "Lebih baik kau
yang memilihkan, Pak dul latief 
___-" 
"Kalau begitu, ayolah," si tua
tersenyum arif, namun tetap
dengan sikapnya yang kaku.
Dengan kepala setengah
dirundukkan, seperti tidak punya
keberanian menatap langsung ke
mata jessica . Ia membiarkan
jessica  berjalan di depan, sambil
menjelaskan. Bahwa pintu
pertama sebelah kiri biasanya
ditempati nyi girah . namun  karena
takut terlalu dekat dengan lantai
bawah di mana peti mati itu
berada, nyi girah  memilih kamar
yang di ujung. Bersebelahan
dengan kamar nyoto . farida 
memilih kamar ke dua sebelah
kanan. namun  malam ini farida 
harus menemani nyi girah  yang takut
tidur sendirian. 
"Teman Neng farida  terpaksalah
harus tidur sendirian," dul latief 
menambahkan sambil lalu. 
"Teman?" 
"Menurut istilahku sendiri, Non.
Karena agak asing di telingaku
mendengar istilah yang
disebutkan Neng Flita atau Den
nyoto  Pasangan kumpul 
kebo, begitulah menurut mereka.
Heran juga. Anak muda
setampan dan semenarik Den
untung  itulah nama teman Neng
farida , dijuluki kebo atau kerbau.
Dan ia tenang tenang saja
dijuluki sekasar itu ---!" 
jessica  hampir tertawa. "Kelak
kau akan mengerti, Pak
dul latief ," katanya menahan diri.
Ia memang sudah lama
mendengar bagaimana farida  dan
untung  hidup satu atap tanpa
nikah. Dan bagaimana keadaan
itu sempat menimbulkan
perselisihan, sebelum akhirnya
semua anggota keluarga
terpaksa menyerah karena
kekeras kepalaan farida  tetap
tidak bisa diganggu-gugat.
Dengan satu kesepakatan. farida 
tidak diperbolehkan hamil,
kecuali jika mereka sudah
menikah syah sebagai suami
isteri. 
Akhirnya mereka berhenti di
depan 'pintu kamar yang
berhadapan dengan kamar tidur
pilihan nyi girah . Kamar besar dan
luas dengan perabotan lengkap,
berbau kuno namun 
menyenangkan. Mana dilengkapi
pula dengan kamar mandi
tersendiri. 
sesudah  meletakkan koper di
depan sebuah lemari berukir,
dul latief  menunjuk ke sebuah
gantungan di sisi kepala tempat
tidur. "Tarik saja!," katanya.
"Genta dikamarku akan
berbunyi, pertanda Non
menghendaki sesuatu yang akan
kulayani secepat kemampuanku
----" 
"Terimakasih, Pak dul latief " 
dul latief  melangkah ke pintu.
Sebelum ke luar, ia mengawasi
jessica  sejenak, namun  tidak
langsung ke wajah. Lalu
berujar, misterius: "Selamat
malam, Juragan Kecil."!" 
jessica  membelalak. "Nah. Apa
pula itu. Tadi, Lola. Sekarang
-----," jessica  tersenyum lebar.
"Benar, aku ingin jadi Juragan.
namun  Juragan Besar. Bukan " 
jessica  sesaat menghentikan
selorohnya tatkala ia sadari
betapa wajah dul latief  tampak
berubah tegang dan pucat.
Orangtua itu memberanikan diri
melihat langsung ke wajah
jessica . Sesaat ia gemetar,
menelan ludah dengan susah
payah, kemudian cepat cepat
berlalu tanpa lupa menutupkan
pintu. Dengan tangan-tangan
kurusnya, yang bergemetar
hebat. 
jessica  ternganga. Heran
bercampur bingung. Ada apa
dengan orangtua itu" Apa pula
yang salah dalam diri atau
ucapan ucapan jessica "
Sehingga menyebabkan dul latief 
memperlihatkan keseganan yang
sangat, yang lebih tepat
dikatakan perasaan takut yang
tidak dapat disembunyikan" 
Capek jessica  berpikir, namun
tidak menemukan jawaban yang
pas. Kecuali, bahwa jessica 
termasuk orang asing di rumah
besar yang mereka sebut puri
ini. Ia orang luar. Muncul
pertama kali di sini. justru pada
saat yang memang sangat tidak
menggembirakan. namun 
mengapa orangtua itu tampak
begitu segan atau takut
padanya" Sikap itu semestinya ia
tujukan pada penghuni-penghuni
lain. Teristimewa, pada
penghuni yang kini memilih
tempat beristirahat yang pasti
sempit dan pepak: sebuah peti
mati. 
Peti mati. Dan mayat --
Kuduk jessica  merinding.
Lantas. terdorong 
naluri seorang perempuan, ia
bersijingkat ke pintu.
Menguncinya dari dalam. Ia
merasa sedikit lebih aman,
sekarang. namun  sesudah  itu,
apa" Oh. Tunggu saja sampai
suami tercinta datang. Untuk
melindungi sang isteri
tersayang! 
Dan sembari menunggu ada
baiknya ia mengernyoto n sesuatu.
jessica  pun sibuk. Memindahkan
tas suaminya dari lantai ke atas
meja. Dari sebuah kantong, ia
keluarkan setumpuk map dan
perlengkapan kerja suaminya.
Di susun rapih di meja yang
sama. Koper k0per dibuka.
Isinya dipindahkan pula ke
dalam lemari. Kemudian, tas
kosmetik --Hei, di mana tas
kosmetiknya" Mata jessica 
mencari-cari. Kemudian ia
mengeluh: "Astaga! Pasti masih
di mobil!" 
Dan mobil mereka masih ada di
luar sana. Belum sempat
dimasukkan ke garasi. Mana
kuncinya pasti sudah  disakui
syam kamaruzaman .Tak apalah. Tas
kosmetik dapat menunggu
sampai besok pagi.... 

dul latief  turun dari lantai atas
dengan langkah tersuruk-suruk.
Sekujur tubuhnya terasa lunglai.
Detak jantungnya pun semakin
keras saja. Menyentak nyentak.
Terkutuklah jantungnya yang
belum juga melakukan sentakan
akhir. Padahal betapa dul latief 
sangat mendambakannya !
Di anak tangga terbawah, ia
berdiri sejenak. Memandang
lurus ke arah peti mati. Dari
celah penutup peti yang sedikit
terbuka, jenasah chucky  
seakan mengintip. Lalu
menjeritkan sebuah tuduhan:
"Kau bertanggungjawab atas
kematianku Abah!" 
dul latief  merintih. Sakit. 
Ia padamkan lampu ruangan
sehingga gambaran peti mati
lenyap ditelan kegelapan. Ia
kemudian masuk ke kamar
pribadinya. ia duduk di atas
ranjang. Bersemedi. Pikiran ia
kosongkan. Dan ia pusatkan
hanya pada satu pertanyaan
yang sesaat membuat
sanubarinya bergetar: "Apakah
saat untukku sudah tiba.
Juragan Besar?" 

KERTAS KERTAS itu sudah tua.
Terlihat dari warna dan
bahannya yang kasar namun  kuat
dan lunak jika dipegang. Di rak
maupun di lemari, bahkan ada
yang sebagian tertumpuk begitu
saja di lantai, mudah saja
syam kamaruzaman  menemukan lebih
banyak kertas-kertas sejenis.
Bahkan yang di'produksi pada
jaman yang lebih tua. Dalam
bentuk buku-buku kuno dan
bersejarah, yang akan membuat
para kolektor meneteskan air
liur. Sewaktu masih mahasiswa,
syam kamaruzaman  pernah iseng
menawarkan dua tiga buku pada
kalangan tertentu. Salah satu
buku itu ia lepaskan juga. Dan
uang penjualannya lebih dari
cukup untuk membeli sebuah
sepeda motor rakitan terbaru! 
Namun toh perbuatan syam kamaruzaman 
itu ketahuan jUga. Ayahnya
marah besar. "Apapun boleh
kalian ambil dari puri. namun 
tidak isi perpustakaan. Apa yang
ada di dalamnya, termasuk puri
itu sendiri, harus tetap dibiarkan
utuh sebagai kebanggaan
keluarga!" 
Ternyata ayah mereka keliru. 
Kertas kertas yang terhampar di
meja baca itu, buktinya. Apa
yang tercantum dalam setiap
lemhar kertas itu, jelas tidak
patut dibanggakan. Malah kini,
sudah  menimbulkan situasi rumit
dan 
 gawat Karena nafas kehidupan
keluarga mereka kini sangat
tergantung pada apa yang
tercantum di kertas-kertas
berupa surat surat tua itu"! 
" aku merasa pasti," ia dengar
nyoto  berdesah lirih di
sebelahnya. "manuscript  inilah
yang menyebabkan kematian
Ayah!" 
"Bagaimana mungkin, nyoto ?" 
"Mungkin saja. sesudah 
menemukan manuscript  ini, ayah
langsung shock. Lalu bertindak
kurang hati-hati. Ia memaksa
pulang ke Bandung untuk
membenyi girah hu kita tentang
penemuannya. Mobilnya ngadat.
Lalu ia nekad naik kuda. Tak
perduli badai sedang menggila
---" 
"Apakah benar kuda itu yang
membunuh Ayah?" , 
"Menurut polisi desa, ya. Kuda
itu ditemukan mati terjerumus di
sebuah jurang. Di antara kuku
kuda, mereka temukan sesuatu
masih melekat. Kau tahu apa
kiranya, Kang Dana?" 
syam kamaruzaman  tidak berani menduga
duga. Maka nyoto  menjawabkan
untuknya: "Bercak-bercak darah
kering. Dan -secabik kulit kepala
manusia. Lengkap dengan
rambut, yang ---," sekilas nyoto 
memandangi rambut syam kamaruzaman 
yang diterangi lampu meja. "
-seperti rambut Akang. Ikal
kemerah merahan!" 
syam kamaruzaman  merintih: "Tuhanku!" 
"Apa yang akan kau lakukan,
Kang Dana?" 
"Aku belum tahu. Atau kau
punya usul untuk kita pikirkan
bersama?" 
"Aku pun masih bingung, Kang
Dana...." 
"nyi girah " Dan farida ?" 
"Mereka belum mengetahui
apa-apa. Hanya aku seorang
yang hadir saat Ayah bertemu
dan berbicara panjang lebar
dengan tamunya. Ayah hanya
berpesan agar aku segera
menginterlokalmu ke Medan.
Menyuruhmu segera pulang.
Sendirian!" 
syam kamaruzaman  menyeringai. Kecut.
"Jangan kau salahkan aku, nyoto ,
kalau pada akhirnya isteriku
terpaksa ikut ----" ' 
"Memang bukan salahmu.
Keadaan yang menghendaki.
Harus menginterlokalmu lagi
pada hari yang sama. Untuk
mengabarkan kematian Ayah.
Wajar-wajar saja Kak Mila
memaksa ikut. Bagai manapun,
yang mati itu mertuanya juga...,"
nyoto  mundar-mandir hilang
akal. Satu satunya lampu yang
menyala di dalam perpustakaan,
hanya lampu baca di meja.
Biasnya yang lemah menerpa
tubuh nyoto  yang
mundar-mandir, dan
menimbulkan bayang-bayang
misterius di lantai dan di
dinding tembok. 
"Aku sebenarnya menyukai
Kak.Mila," katanya, seraya tiba
tiba menghentikan langkah
begitu saja. Lalu memandang ke
wajah saudaranya, yang duduk
gelisah dekat meja. 
syam kamaruzaman  mendorong. "Katakan
saja. Tak perlu
sungkan-sungkan!" 
nyoto  menelan ludah, baru
meneruskan hati-hati: "Aku pun
Suka juga pada Latief, anaknya
------" 
"Anak kami," syam kamaruzaman 
membetulkan. Namun dengan
suara kering. 
"Anaknya, Kang Dana. Dari
suaminya yang 
pertama, sebelum ia bertemu
dan kemudian menikah dengan
Akang." nyoto  berujar ketus.
"Biarpun Akang sudah  bersusah
payah menganggap dan
memperlakukan Latief sebagai
anak sendiri -, ia tetap saja
darah daging orang lain. Bukan
darah daging Akang!" 
"namun  ibunya Latief adalah
isteriku ----" 
nyoto  mengangguk.setuju.
Dengan wajah suram. Sesuram
kata katanya yang bernada
menusuk' "Memang. Selama ia
masih mencintai Akang.
sesudah nya?" 
"Dia ___
syam kamaruzaman  tidak melanjutkan
ucapannya. Ia terduduk lemas di
kursinya. Menangkupkan wajah
di kedua telapak tangan.
Pundaknya bergetar hebat.
Menahan tangis. nyoto  mendekat,
menyentuh pundak syam kamaruzaman 
dengan lembut. Suaranya pun
berubah lembut: "Maaf, Kang
Dana. Bukan aku bermaksud ---"
"Tak perlu minta maaf, nyoto .?"
syam kamaruzaman  menyahut lunak.
Tangannya pelan-pelan terkulai
di haribaannya. "Dalam situasi
yang kita hadapi sekarang ini
-memang ada baiknya kau
mengingatkan bahwa aku
seorang lelaki mandul!" 
"Dan, Kak Mila sudah tahu...." 
"Sudah. Bahkan semenjak kami
belum memutuskan untuk
menikah. Lalu kami pikir -kami
sudah Cukup berbahagia dengan
apa yang dibawa jessica  dalam
perkawinan kami. Malah sering
kuanggap dan kusyukuri
kehadiran anak tiriku itu
merupakan sebuah karunia?" 
"Aku mengerti" 
syam kamaruzaman  menarik nafas panjang.
"Kau teruskanlah tidurmu yang
tadi terganggu, nyoto .?" 
"Dan Akang pun memerlukan
istirahat," kata nyoto , setengah
mengajak, setengah menghibur. 
"Aku tidak punya waktu lagi
untuk beristirahat, bukan","
syam kamaruzaman  tersenyum, pahit. la
memandangi surat-surat tua di
meja. "Kukira aku lebih baik
mempelajari lagi semua ini. Dan
memikirkan
kemungkinan-kemungkinannya
------" 
nyoto  mengangguk sependapat,
dan pergi ke pintu. 
"nyoto ?" 
nyoto  menghentikan langkah.
Menatap lurus ke wajah
saudaranya, dengan perasaan
iba yang tulus"Ya?" 
Sekali lagi syam kamaruzaman  menarik
nafas panjang. Lalu berujar,
mantap. "Aku memang mandul,
nyoto . namun  kau, tidak. Begitu
pula nyi girah  dan farida . Suatu saat
kelak, kalian bertiga akan punya
anak-anak yang kalian cintai
dan harus kalian tunjang ke
hidupannya di masa
mendatang.?" 
la berhenti seienak. Tampak
berpikir keras untuk mengambil
sebuah keputusan. nyoto 
menunggu dengan Sabar dan
jantung berdebar. syam kamaruzaman 
melempar seulas senyum ke
arah' dirinya. nyoto  pun ikut
tersenyum. Meski tidak tahu
untuk apa ia harus tersenyum. 
"Aku kira Ayah benar," syam kamaruzaman 
mendengus datar. "Kita harus
menyelamatkan apa yang masih
dapat kita selamatkan. Pertama,
saham milik keluarga, yang
sampai saat ini masih atas nama
Ayah sebagai pewaris terakhir
sebelum kita. Saham-saham itu
sebaiknya kita lempar ke
pasaran bebas. Itu memerlukan
tempo. namun  mudahmudahan
tidak terlalu lama...." 
syam kamaruzaman  berhenti lagi. Lalu
memandang enggan ke setiap
sudut perpustakaan. Suaranya
bernada sangat berat saat ia
meneruskan: "Kedua, puri ini.
Tidak ada masalah. Investor
yang menjadi partner kerja Ayah
selama belasan tahun, pernah
menawar. Harga penawarannya
cukup pantas. namun  Ayah tidak
tertarik. Bulan kemarin, partner
Ayah bersama dua stafnya,
datang ke Medan dalam rangka
negosiasi dengan PT. Indo
Rayon. la sempatkan
mengundang aku makan siang.
Dan sambil lalu membenyi girah hu
bahwa penawarannya Masih
berlaku. Dengan harga yang
lebih baik!" 
Mendengar itu, nyoto  menelan
ludah. Namun tidak segera
memberi komentar, Sehingga
saudaranya berpaling
mengawasi. "Apakah gagasanku
tadi tidak menarik hatimu,
nyoto ?" 
"Oh!," nyoto  terengah. "Cukup
menarik, Kang Dana. namun  kak
Mila ---" 
syam kamaruzaman  memaksakan senyum di
bibir. Jelas ia tidak menyukai
apa yang kemudian
ia.lontarkan: "Biarlah aku
sendiri yang mengatur. Dia
isteriku, bukan"!" 
"namun , surat-surat tua itu ---" 
"Sederhana saia, nyoto .
Musnahkan segera, sebelum di
kelak kemudian. hari berbalik
menghantam punggung kita.
Jangan lupa membangunkan nyi girah  
dan farida  setelan 'upacara
penguburan besok pagi...." 
"Ada penjelasan tambahan yang
harus kukatakan pada mereka
berdua, Kang Dana"," tanya
nyoto , seakan sambil lalu. 
"Aku mengerti maksud
pertanyaanmu !," syam kamaruzaman 
menyeringai pada adiknya.
"Baiklah. Berapapun yang nanti
kita peroleh, mereka berdua
akan mendapatkan bagian yang
sama. Sebesar bagianmu. Dan
bagianku sendiri. Cukup adil,
bukan?" 
.nyoto  mengangguk puas. "Aku
gembira mendengar Akang
menempatkan farida  dalam posisi
yang sederajat dengan kita!,"
katanya. 
"Mengapa pula tidak. Biar farida 
dilahirkan oleh lain ibu,.toh
tidak dapat dibantah bahwa
darah yang mengalir di tubuh
farida  adalah darah Ayah
kita-juga -." syam kamaruzaman  menatap
tajam ke mata adiknya,
kemudian menambahkan dengan
nada suara misterius: "Aku pun
tahu. kau teramat mencintai dia
------" 
Sekali lagi, nyoto  terengah.
Kikuk. 
Kemudian. sesudah  mengucapkan
selamat malam, nyoto 
meninggalkan perpustakaan.
Tak lupa ia tutupkan dulu pintu
di belakangnya sebelum berjalan
menuju tangga. la sempa
terkejut oleh kegelapan tiba-tiba
yang ia hadapi begitu tiba di
lantai utama. Entah siapa yang
sudah  memadamkan lampu. Ia
tak melihat siapa siapa di lantai
ruang utama itu. namun  ia tahu,
di situ ada sebuah peti mati. Dan
jenasah ayah mereka yang
berbaring di dalamnya. Jenasah
yang keadaan pisiknya begitu
sengsara. Memandang ke arah
kegelapan, nyoto  ber
pikir tentulah roh ayahnya ikut
mendengar apa yang
dibicarakan di ruang
perpustakaan. Dan roh ayahnya
tidak akan lagi bergentayangan
sengsara. 
Ia kemUdian naik ke lantai atas. 
Masuk ke kamar. Mencoba tidur.
Dan di tempat yang ia
tinggalkan, syam kamaruzaman  baru saja
mendekatkan lampu pada
kertas-kertas yang ia papar
teratur di meja. Ia sempat
tertegun saat merasakan
adanya hembusan angin yang
samar. samar menerpa
wajahnya. Disusul bunyi
berdesir yang aneh, dan nafas
berat tertahan. syam kamaruzaman 
mengangkat muka. Mengawasi
sekitar. Pada rak rak besar dan
tinggi. Lemari-lemari yang berat
dan kokoh. Seperangkat baju
besi di sudut. Pedang dan
berbagai jenis senapan tua di
tembok. Tak ada yang lainnya
lagi. Walau hanya
bayang-bayang. Ia lantas
mencemoohkan diri sendiri.
Udara dingin yang sejuk itu
tentulah berasal dari pintu
saat nyoto  tadi menutupkannya.
Bunyi desir dari kertas yang ia
Paparkan. Dan nafas berat itu
adalah nafasnya sendiri. Tak
ada siapapun di dekatnya. Atau
di luar pintu. Tidak seorangpun
yang ingin lalu lalang saat ini. 
Siapa pula yang berani. 
Dengan adanya peti berisi
mayat di lantai utama! 
syam kamaruzaman  lantas meneliti kembali
kertaskertas di atas meja.
Memilih yang penting-penting,
dan memusatkan perhatian pada
kalimat-kalimat tertentu dalam
surat surat tua dan kuno itu. Di
benaknya ia mencatat dengan
teliti: 1886" tak mungkin pulang
ke Jawa Kapal terseret arus
perang ter
dampar di daratan Aceh __
1890. ia seorang putera Aceh
yang fanatik, namun pantas iadi
panutan bangsanya. Kuharap,
Ayah kelak akan menyukainya
akan menjadi menantu
kebanggaan ayah --
1896. Tak ada yang tertinggal,
kecuali semangat Teuku Umar.
Segala sesuatunya mendadak
musnah... Teuku Umar masih
terus berjuang. namun  menantu
Ayah di kuburannya, aku sering
tertidur sesudah  lelah
mencucurkan air mata.... 
1905. Cucumu, Abdurachman
-masih terus menggempur
pasukan van Daalen. Tak kenal
menyerah seperti almarhum
ayahnya. Calon isterinya
bertekad mendampingi, sebagai
anggota Palang Merah -Padahal
mereka masih terlalu muda belia
untuk ---
1910. Nesia pulang. Bersama
Abdurachman kecil.... Anak
yatim yang malang....
Punggungku makin sakit saja
-Mengapa tak sekalipun ayah
membalas surat suratku .Apakah
ayah sudah sedemikian murka --
1925. Samalanga. Di sini aku
berharap dapat lebih sehat
--Selamat tinggal Tanah Gayo
terCinta --
1943. Jepang makin membabi
buta. namun  mengapa harus
takut" Buyutku lebih
membutuhkan perhatian. Buyut.
Astaga, Ayah. Bagaimana ia
harus memanggilmu" -ia kuberi
nama depan Suryadi. Karena
sebelum ia lahir, aku
memimpikan ayah. Namun
belakangnya Samalanga, untuk
mengingat tempat kelahirannya
.aku semakin 
payah, Ayah aku juga semakin
putus asa untuk dapat bertemu
lagi denganmu _ untuk
mengetahui, apakah kau masih
mengakui keberadaanku --Aku
bahkan sudah jadi nenek-nenek
tua dan jompo _. ---
syam kamaruzaman  meluruskan duduknya.
Menarik nafas panjang
berulang-ulang. Entah mengapa
surat-surat yang ia baca
mendatangkan perasaan
terenyuh dan duka yang sangat
dalam di kalbunya. Haruskah ia
memusnahkannya sekarang"
Dengan apa"
Merobek-robeknya" 
Bunyi gemertak
menyadarkannya. 
Bara di tungku perapian. ltulah
pemusnah yang paling pas, dan
tak akan ada lagi yang tersisa.
sesudah  itu ia harus membongkar
seluruh isi perpustakaan. Dan
mengorek lebih banyak
keterangan dari dul latief , si
Abah yang misterius itu. Untuk
apa si Abah menyimpan semua
surat-surat tua ini" Dan
mengapa orangtua itu tak
pernah memberitahukan  adanya
manuscript  itu pada mereka"
namun  benar juga alasan
orangtua itu. nyoto  sudah 
menanyakan, dan menurut Abah,
baru ayah nyoto  seorang yang
menanyakan tentang surat surat
itu. sesudah  sekian puluh, bahkan
ada yang lebih dari satu abad
berselang! 
Suara bergemeratak itu
terdengar lagi. Makin jelas. 
Seperti ada yang menggerayangi
tungku perapian yang memanasi
ruangan perpustakaan. 
Terheran-heran, syam kamaruzaman 
berbalik di tempat duduknya.
Melihat ke arah tungku
pemanas. Masih banyak bara
menyala. Dan salah satu nyala
bara itu tampak terangkat lalu
melayang dalam kegelapan.
Sedetik dua, syam kamaruzaman  masih
sempat melihat sesosok bayang
bayang bergerak ke arahnya. Ia
juga sempat menyadari mengapa
ada bara terangkat dan bisa
melayang sendiri. Itu adalah
ujung besi pencungkil bara.
Ujung yang menyala merah,
bahkan tampak sedikit
menyilaukan. 
"Apa ___" 
Hanya satu ucapan pendek itu
saja yang sempat dilontarkan
syam kamaruzaman . Wajahnya
memperlihatkan keheranan yang
bertambah-tambah saja,
manakala ia mendengar bunyi
berdesir seperti puntung rokok
menyala dibenamkan ke dalam
air. Semacam perasaan panas
yang memerihkan kemudian
menyengat lambung kiri
-ataukah igenya" 
Ujung besi penCungkil yang
merah membara itu. Astaga! 
syam kamaruzaman  tersadar. Dan terbetik
dalam hatinya keinginan
menjerit minta tolong. namun 
ujung besi pencungkil itu sudah'
lebih dahulu terbenam semakin
dalam. Menoreh lalu menembus
jantungnya. syam kamaruzaman  mengeluh
pendek dan lemah. 
Kemudian pandangannya
menggelap. 
Semuanya berubah hitam. Pekat.
Dan gelap gulita!  
SENTAKAN tiba tiba di relung
dadanya, membuyarkan
konsentrasi dul latief . 
"Tidak lagi. Jangan sekarang!,"
ia membathin, dan berjuang
keras untuk mengosongkan
kembali alam pikirannya. namun 
sungguh sulit untuk
mengabaikan sentakan tadi
begitu saja. Sentakan sekilas,
samar saja -namun, memberi
pengaruh yang meluruhkan jiwa
dul latief . Ia tahu sesuatu sudah 
ter jadi. Dan ia takberdaya
mencegah. Tak pernah! 
Air mata dul latief  menetes tanpa
terasa. 
la lenturkan otot-otot sekujur
tubuhnya. Jiwa yang luruh dari
ketidak berdayaan ia tekan
dalam dalam. la tarik dan buang
nafasnya secara tetap dan
teratur, sampai ia tak lagi
mendengar atau merasakan
sesuatu apapun juga. Dan saat
tetes air mata di pipi tuanya
sudah  mengering sendiri.
konsentrasi dul latief  sudah
kembali. 
Kemudian ia mengutarakan
permohonannya. Bukan melalui
bibir, yang mengatup rapat
membentuk garis tipis dengan
gurat ketuaannya yang
menyedihkan. la memohon lewat
jenyi girah n sanubari. Yang
menggelepar dalam
keputusasaan: "sudah lebih dari
seratus tahun aku menunggu,
Juragan Besar. Dan kau -terus
saja membisu. Sudilah memberi
petunjuk kepadaku, Juragan
Besar. Walau hanya untuk satu
kali ini SaJa -----!" 
Tak sesuatu pun ia peroleh. 
Kecuali keheningan yang
menggigit. Dan dada kurusnya,
yang terasa semakin kering dan
gersang. 
namun  dul latief  belum juga
menyerah. 
Yang menyerah, adalah jessica .
Sia-sia saja ia menunggu, namun 
suaminya tak juga masuk ke
kamar. sesudah 
menimbang-nimbang, akhirnya
ia putuskan turun ke lantai
bawah dan pergi ke
perpustakaan. Sepenting apapun
pembicaraan mereka, nyoto 
harus melepaskan syam kamaruzaman  dan
membiarkan saudaranya itu
istirahat barang sejenak. Besok
pagi akan ada penguburan.
Adalah tidak pantas jika ada
orang yang terkantuk-kantuk di
sebuah upacara pemakaman.
Konon pula yang dimakamkan
itu ayah kandung sendiri! 
Sekeluar dari kamar, jessica 
segera berhadapan dengan
lorong yang sunyi dan temaram.
Pintupintu kamar sepanjang
lorong, tak satu pun yang
terbuka. Ia dengar bunyi
dengkuran seseorang dari balik
pintu'kamar yang berseberangan
dengan kamar tidur jessica 
sendiri. nyi girah kah itu" Atau farida "
Siapapun di antara mereka, ada
yang salah pada
tenggorokannya. Itu harus
diobati. Karena sangat
memalukan jika seorang
perempuan mendengkur begitu
keras dalam tidurnya. 
jessica  tiba di ujung lorong, dan
tersentak sendiri melihat
kegelapan di lantai bawah. Ia
juga tiba-tiba teringat, tidak
tahu di mana letaknya
perpustakaan. Memang dapat
dicari. Lalu di mana pula
letaknya sakelar lampu" Di atas
sinikah" Atau 
di bawah sana" Ah. Daripada
bingung memikirkan sakelar,
sudah saja turun kebawah.
jessica  menyentuhkan kakinya ke
anak tangga paling atas. Siap
untuk turun, saat pikiran itu ia
tunda sendiri. Ia memang punya
jawaban yang masuk akal jika
seseorang tiba'tiba terbangun
dan menemukan jessica 
bergentayangan di tengah
kegelapan. 
namun  bagaimana kalau ia
tersasar, dan langkahnya justru
mengarah ke peti mati" 
Peti mati, astaga. Dan mayat di
dalamnya. Mayat yang pasti
keadaannya mengerikan,
mengingat reaksi suaminya
saat tadi membuka penutup
peti. Bahkan menjijikkan,
menurut istilah farida  atau
mungkin juga nyoto . Mayat,
memang tetaplah mayat. Sudah
membeku mati. Omong kosong
saja itu zombie atau mayat yang
bangkit kembali dari
kuburannya. 
jessica  menahan nafas. 
Benar ia tidak percaya akan
tahayul. namun  tiap kali
menonton film jenis drakula,
jantungnya senantiasa merasa
miris bila sudah melihat
gambaran tutup peti mati
terbuka perlahan lahan, disusul
menjulurnya tangan kurus dan
pucat ----
jessica  membuka kelopak
matanya lebar-lebar. 
Apakah ia melihat sesuatu di
bawah sana. Bayang-bayang
samar dalam kegelapan. Dan
suara apa itu -yang seperti
terseret-seret -di sekitar tempat
di mana seingatnya terletak peti
mati itu" Lalu tiba-tiba ia
dengar bunyi yang lain. Desah
nafas berat. Dan bunyi sesuatu
bergeser dari tempatnya. Peti
mati itu. Penutupnya sedang
terbuka, 
dan ----
jessica  mundur dan mundur
ketakutan. 
Lalu kemudian berbalik dan
menghambur secepat ia mampu.
Langsung ke kamar. Mengunci
pintu tergopoh-gopoh, lalu
melambat ke tempat tidur.
Selimut ditarik sampe ke hidung.
Dan dengan matanya yang
bebas terpentang, ia mengawasi
daun pintu. 
Menunggu. 
Dengan jantung berdebar-debar.
Saking takutnya, ia lupa berdo'a.

Penungguan dan ketabahan
dul latief  ternyata sia-sia. ' . 
Alam pikiran dapat saja ia
kosongkan. namun  ia tidak
sanggup lagi menguasai pisik,
yang kemampuannya tentu saja
terbatas. Sekujur tubuh nya
terasa begitu lunglai. Lalu
melorot jatuh di tempat tidur.
Dengan benak yang kembali
diberati begitu banyak beban
dan begitu banyak dosa. 
ia sedang mencoba tidur saat
ia dengar suara berisik dari luar
kamar tidurnya yang
bersebelahan dengan dapur. Ya,
dari sanalah datangnya suara
berisik itu. Ingin sekali ia
mengabaikannya. Lalu
membenamkan diri dalam tidur
yang kalau boleh,
untuk.selamanya. . 
namun  karena sudah rutin dan
terbiasa, dan itu sudah
berlangsung lebih dari satu
abad -, dul latief  bangkit juga
dari tempat tidur. Kakinya
menggapai 
mencari sandal. sesudah 
menemukannya, ia kemudian ke
luar dari kamar. Benar saja.
Pintu dapur terbuka. Ada
cahaya menerobos ke luar, dan
seseorang tengah
bersungut-sungut di sebelah
dalam sambil menggerayangi
perabotan. 
dul latief  melangkah ke ambang
pintu dapur. 
Mengawasi sesaat, kemudian
bertanya: "Perlu kubantu, Den
untung ?" 
Pertanyaan yang diucapkan
pelan saja. Nyaris menyerupai
gumaman. namun  gelas yang
dipegang untung , toh lepas dari
tangannya dan jatuh berderai di
lantai. Wajah pemuda tampan
bertubuh atletis itu tampak kusut
dan pucat. ' 
Cepat sekali, pemuda itu sudah
mampu menguasai diri. 
"Ya ampun. Abah. Kau sungguh
mengejutkan aku. Dan lihatlah
apa yang terjadi sebagai
akibatnya -," ia menggerakkan
jemari tangannya mengarah ke
pecahan gelas yang bertebaran
di lantai. 
"Lapar"." desah dul latief  lunak,
seraya maSUk ke dapur. 
"Hanya ingin kopi, Abah" 
dul latief  menemukan sendok
sampah dan dengan sapu ia
kumpulkan pecahan beling dan
kemudian dimasukkan ke tong
sampah. 
"Begitu banyak botol dan kaleng
-," untung  ber kata getir, seperti
menyesali ketidak berdayaan
nya. "Namun toh aku belum tahu
mana yang isinya bubuk kopi...."
dul latief  membantu
mengambilkan kaleng dimaksud.
dan menawarkan diri untuk
menyedu 
kopi buat untung . ' 
"Terimakasih, Abah. Tak
usahlah repot-repot. Dapat
teman ngobrol pun,. aku sudah
bersyukur ---" ' 
dul latief  mendorongkan termos
air panas ke depan untung , ialu
mulai menyalakan kompor gas.
untung  memperhatikan bagaimana
orangtua itu dengan tangkas dan
tak terganggu oleh tubuh kurus
dan usia tuanya, mengernyoto n
segala Sesuatu untuk keperluan
minum dan sarapan pagi semua
penghuni. 
"Ini bukan pekerjaan lelaki.
Apalagi yang sudah serenta
Abah," desahnya, bersimpathi. 
dul latief  tersenyum. "Aku sudah
melakukan ini semenjak masih
ingusan ----" 
"Sudah berapa lamakah itu,
Abah?" 
"Lama, Den untung . Lama sekali" 
"Ada yang bilang, umurmu
Sudah mendekati satu abad. Ada
pula yang bilang, malah sudah
lebih. Mana yang benar, Abah?"
dul latief  berjalan ke jendela.
Membukanya dengan gerakan
enteng saja. Padahal daun
jendela itu tebal dan lebar,
engsel-engselnya tampak jarang
diminyaki. Nyata dari bunyi
deritnya yang menyakitkan
telinga. Disusul gumaman
dul latief  yang lirih, tak
bergairah: "Ah -kiranya sudah
pagi !" 
Ia lalu keluar dari dapur,
menuju ruangan di sebelahnya. 
Dengan gelas kopi di tangan,
untung  mengikuti. "Apakah
pertanyaanku tadi tidak pantas,
Abah?" 
"Pantas pantas saja. kok" 
"Lantas?" 
"Kalaupun kujawab, apa
gunanya untukmu Den untung ","
sahut dul latief  acuh tak acuh
seraya masuk ke ruangan yang
pintunya sudah  ia buka. Dari apa
yang bertumpuk hampir tak
karuan di dalamnya, untung 
memastikan itu adalah ruangan
gudang. 
"Apa aku tidak salah lihat, Abah
"," tanya untung  heran. "Ruangan
ini lebih cocok untuk sebuah
kamar tidur, karena letaknya
yang cukup dekat dengan lantai
ruang utama...." 
"Dahulunya memang kamar
tidur," jawab dul latief  seraya
membungkuk dan mencari-cari
sesuatu dari peti perkakas. 
"Kamar tidur siapa, Abah?" 
Gerakan tangan dul latief  di
dalam peti, tertegun sejenak.
Tubuh tuanya yang membungkuk
saat itu, jelas terlihat bergetar.
Namun hanya sepersekian detik
saja. Kemudian tangannya
kembali mencari-cari dan
menemukan juga sebuah palu
dan beberapa buah paku. 
Sejenak ia mengawasi untung  yang
tampak salah tingkah, karena
sadar sudah  menanyakan sesuatu
yang tidak ada sangkut paut
dengan kepentingannya. Pemuda
itu dengan susah payah
melontarkan seringai
penyesalan. dul latief  menggeleng
kasihan. Katanya: "Heran. pagi
ini kau mendadak banyak
bertanya. namun  seperti kau
bilang tadi, sungguh
menyenangkan dapat teman
mengobrol dalam suasana
sekarang ini...," ia
meninggalkan gudang diikuti
untung , langsung menuju lantai
utama. "Gudang yang lama,"
katanya menjelaskan. "Ter
benam ditimbun longsor besar
belasan tahun berselang. Lantas,
tamu atau anggota keluarga
yang berkunjung lebih suka
memilih kamar kamar di lantai
atas selama masa istirahat
mereka di sini. Jadi, ketimbang
tidak digunakan, kamar tidur
tadi kumanfaatkan saja sebagai
gudang pengganti. Toh
satu'satunya orang yang pernah
menghuninya tak akan pernah
kembali ---" 
"mati?" 
"Ya. Seperti juga mereka yang
lain," sahut dul latief  seraya
tersenyum misterius. la menekan
sakelar lampu sampai lantai
utama terang benderang
sesaat. . 
Nyala menyilaukan itu
membutakan mata untung 
beberapa kejap. Dan saat mata
untung  sudah terbiasa.dengan
cahaya yang terang benderang
dari lampu-lampu kristal itu,
barulah ia sadari dul latief  sudah
beberapa langkah di depannya.
Langsung ke arah peti mati. 
untung  sesaat terperanjat. 
Wajahnya berubah pucat,
namun tentu saja dul latief  tidak
melihatnya. untung  mengatur alur
nafasnya yang sempat sesak,
lalu bergegas menyuSul
orangtua itu. " Mau Abah
apakan peti mati ini?" 
"Sesuai perintah. Langsung
dipaku rapat ," sahut dul latief 
santai. Santai pula ia
membungkuk dan tampak akan
menggeser terbuka penutup peti,
untuk meyakinkan jenasah di
dalamnya aman aman saja.
namun  ia dicegah oleh untung ,
yang dengan cepat menutupkan
peti itu kembali sebelum dul latief 
sempat meninjau ke sebelah
dalam. 
"Lho," dul latief  memandang
bengong. 
"Aku takut, Abah --," bisik untung ,
dengan suara gemetar. 
"Dapat kulihat itu di wajahmu
yang begitu pucat." tambah
dul latief , seraya tertawa lunak.
"Baiklah. Seperti juga
anak-anaknya di atas sana --" ia
melirik ke lantai atas. "Aku juga
berpendapat memang tak ada
manfaatnya melihat dua kali
jenasah yang berbaring di
dalam peti ini!" 
dul latief  kemudian membungkuk.
Paku dipasang pada tempatnya.
Kemudian di palu. 
Semakin banyak paku yang
terbenam pada penutup peti,
semakin wajah untung  berubah
lebih tenang. Gambaran
ketakutan di wajahnya itu pun
akhirnya menghilang.
Telinganya menangkap bunyi
palu dipukulkan makin keras
saja oleh dul latief . 
"Kau akan membangunkan
setiap orang, Abah," ia menegur
hati-hati. 
"Memang itulah maksudku,"
jawab dul latief , kalem. 
Lantas.ia pukulkan palu pada
paku terakhir. 
Sekuat kuatnya. Seakan dul latief 
ingin betul, agar jenasah yang
saat itu terbaring sengSara di
dalam peti mati, ikut terbangun
karenanya. 
Orang pertama yang keluar
tergopohgopoh dari kamar tidur,
adalah jessica . Meski
sebelumnya ia ketakutan
setengah mati, toh ia sempat
terlelap sebentar. ia baru
terjaga sesudah  mendengar bunyi
sesuatu. Seperti beling jatuh dan
pecah di lantai. Disusul suara
percakapan samar-samar, lalu 
bunyi berisik dari lantai ruang
utama di bawah. Menjelang tiba
di tangga, jessica  melihat salah
satu pintu kamar terbuka dan
nyoto  bergegas ke luar dengan
wajah kusut masai. 
Tak ada yang bertanya. 
Mereka berdua langsung saja
melihat ke bawah. Lalu nyoto 
tertawa kering. 
"Sungguh pelayan yang patuh, si
Abah itu," katanya. 
jessica  melihat dul latief  sudah 
selesai memaku penutup peti. la
berpaling, melihat ke atas,
melempar seulas senyum letih ke
arah mereka. Begitu pula
laki-laki muda di sebelahnya.
Tentulah dia itu untung 
pasangan.kumpul kebo farida ,
pikir jessica  seraya membalas
anggukan si pemuda. 
jessica  memutar langkah.
Bermaksud kembali ke kamar.
Saat itulah baru ia sadari betul
kehadiran nyoto  di sebelahnya.
jessica  pun bertanya tak sabar:
"Apakah suamiku tidur di
kamarmu, nyoto ?" 
"Tidak!," jawab nyoto , tandas.
Kemudian balik bertanya.
Heran. "Ia tidak menyusul
Kakak ke kamar?" 
jessica  menggeleng. 
"Mungkin tertidur di
perpustakaan," nyoto  berkata
setengah menyesalkan. "Ayo,
kita bangunkan -----" 
namun  baru beberapa anak
tangga, nyoto  tibatiba teringat
pada pembicaraannya dengan
syam kamaruzaman , dan surat-surat tua
yang ditemukan ayah mereka
-dan mungkin saja belum sempat
dimusnahkan 
nyoto  Dengan bijaksana ia
meralat anyoto nnya. Tentunya,
didahului senyuman lebar.
"Kakak kembali sajalah ke
kamar. Biar aku seorang saja
yang memarahi Kang Dana!" 
Semula jessica  mau menolak,
namun sorot mata nyoto  jelas
memperlihatkan tidak suka
dibantah. jessica  menyerah dan
kembali masuk ke kamarnya
sambil bertanya-tanya dalam
hati mengenai sikap nyoto  yang
tampaknya makin tak
bersahabat. namun  ia segera
melupakan sikap nyoto  itu sesudah 
menyimak arloji yang sebelum
tidur sudah  ia letakkan di meja.
Astaga, hampir saja ia
ketinggalan waktu untuk
menunaikan sholat shubuh.
jessica  bergegas masuk ke
kamar mandi. Dan bersyukur di
situ ada kran pengatur air panas
dan air dingin. Tampaknya
fasilitas untuk orang kota cukup
tersedia di puri yang jauh
terpencil ini.... 
Tak. sampai lima menit,
pintunya diketuk dari luar. nyoto 
masuk dengan wajah yang
tampak semakin kusut saia.
Laporannya pendek saja: "Nihil
---" 
"Yang benar!" 
"Mengapa pula aku_harus
membohongimu," dengus nyoto .
Mendadak gusar. 
jessica  tersentak tapi mampu
menguasai diri. Ia menetralisir
suasana tak menggembirakan itu
dengan berkata lembut: "Jangan
sewot, dong. Dan coba cari di
kamar lain ---" 
"Sudah kuperiksa sebelum ke
sini," jawab nyoto  dengan suara
lebih lunak. Tiba-tiba sadar,
bahwa sikapnya dapat
menimbulkan permusuhan yang 
terlalu pagi. 
jessica  mulai cemas. "Aneh --" 
"Aku juga berpikir begitu," nyoto 
menyatakan persetujuannya itu
dengan tidak melepaskan
tatapan matanya dari wajah
sang kakak ipar. Seperti
menduga-duga.namun  agaknya
ia tidak menemukan apa yang ia
cari di wajah jessica . Ia lantas
menarik nafas paniang.
Katanya: "Aku lupa masih ada
satu kamar yang terlewatkan ---.
Dengan nada suara tak yakin itu
ia kemudian berlalu dari kamar
jessica . Langsung menuju pintu
kamar di seberangnya. la
mengetuk beberapa kali sampai
ada sahutan malas, entah farida 
entah nyi girah , yangmenyatakan
pintu tidak dikunci. jessica 
melihat nyoto  membuka pintu di
seberang. Lalu mendengar
sambutan setengah enggan dari
salah se orang penghuni di
dalamnya: "Ah. Kau, nyoto .
Apakah waktu penguburan
sudah tiba"!" 

farida  menekuri sarapan pagi
yang terhidang di piringnya.
Lantas nyeletuk, murung:
"Setiap kali akan berangkat ke
puri ini -, yang pertama
kucipta-ciptakan, adalah hotdog
buatan Abah!" 
"Jadi, mengapa belum kau sikat
habis"," tegur nyoto , lembut.
"Kau belum menelan apa-apa
sejak kemarin sore"." 
farida  menjawab lesu: "Perutku
masih mual. Belum sanggup
melupakan pemandangan
menjijikkan di dalam peti mati
itu!" 
"Kau mengulanginya lagi -.-,"
nyi girah  menyela, seraya meletakkan
garpu yang ia pegang ke piring
di depannya. Jelas, setengah
dijatuhkan. Dengan sengaja.
"Menjijikkan! Hem
Berbahagialah Ayah hendaknya,
dipuji sedemikian rupa. Justru
oleh puteri kecintaannya!" 
"Aku tidak bermaksud menghina
Ayah!," farida  membela diri. "Aku
hanya berbicara tentang jasad
---" 
"Jasad Ayah !," dengus nyi girah ,
pendek, disertai senyuman
kering. "Yang sebaiknya
dikubur. sedalam-dalamnya, dan
sesegera mungkin. Agar tidak
lagi mengganggu, sementara
kita membagibagi harta
peninggalannya. Bukankah
begitu farida  manisku"!" . 
Perkataan terakhir yang Sengaja
diberi tekanan oleh nyi girah ,
sesaat mendongakkan kepala
farida  yang menekur semenjak
tadi. Rona murung lenyap sudah
dari wajahnya. Mendelik marah
pada nyi girah , ia berkata sengit:
"Berhentilah mencemburui
sebutan Ayah padaku, nyi girah !" 
"Kak farida ," nyi girah  menyeringai.
"Atau tidak lagi, karena Ayah
sudah mati, eh?" 

Terdengar suara kursi digeser
keras. jessica  bangkit. Berjalan
membawa gelas kopinya menuju
teras ruang makan. untung  pun
ikut bangkit dari kursi. 
"Ada yang ingin minuman lebih
hangat"," ia bertanya simpathik.
Tentu saja hanya basa-basi
belaka. Karena iapun, tanpa
menunggu jawaban,
langsung'saja berjalan ke luar.
Tiga orang bersaudara 
yang saat itu masih duduk
mengitari meja makan. tanpa
dikomando, memperhatikan
bersama-sama bagaimana untung 
menyimak deretan botol
minuman keras di salah satu
rak, memilih sebotol di
antaranya kemudian berjalan
santai ke arah teras. Tanpa
sekalipun menoleh ke belakang. 
Beberapa detik berlalu, sebelum
tiga bersaudara yang
ditinggalkan untung  dan jessica .
tanpa di sengaja beradu
pandang pada waktu
bersamaan. nyoto  yang
pertama-tama membuka mulut.
Melontarkan sebuah keluhan
pendek: "Memalukan sekali!" 
"Kakakmu yang memulai," farida 
mengelak. 
nyi girah  tertawa. "Kau dengar itu,
nyoto . Kakakmu. Bukan lagi
kakaknya ---" 
"Ya, ampun -!," nyoto 
menggoyangkan kepala. Lalu
menambahkan dengan susah
payah: "Andai saja Kang Dana
melihat kalian berdua saling
cakar !" 
Tersadar tiba-tiba, nyi girah  menarik
nafas panjang. la lirik jam antik
di dinding tembok yang
berseberangan dengan meja
makan. Lantas bergumam
kuatir: "Aku tahu, jogging setiap
pagi sudah rutin ia lakukan
semenjak kami masih bocah
ingusan. Katakanlah ia
meninggalkan puri sekitar pukul
lima. Berarti sudah hampir tiga
jam -------" 
Sementara itu, di teras depan,
jessica  merapatkan
mantel-hangatnya untuk
menahan serbuan angin sejuk
menggigit, yang sempat
membuat tubuhnya mengigil. Ia
mendengar langkah langkah
kaki mendekatinya. Disusul
suara lembut meng
hibur: "Pilihanmu benar sekali.
Hawa di luar sini ternyata lebih
enak ketimbang di dalam
sana...." 
"Sayang," jessica  menyela.
"Matahari agaknya enggan
menemani!" 
untung  mengangkat muka. Melihat
warna hijau kebiruan di puncak
dan lereng gunung, yang se
belumnya sempat ia nikmati dari
jendela dapur, kini sudah
berubah hitam. Hitam yang
kelam. Misterius. Matahari pagi
hanya meninggalkan biasbias
samar. Sesamar kabut tebal
yang menggelantung ke penjuru
manapun mata memandang.
Dan mendung pekat di langit
tampak bergulung gulung. Bagai
mengancam. untung  menoleh
sewaktu mendengar keluhan
lirih di sebelahnya: 
"dan suamiku belum tampak
juga batang hidungnya," jessica 
memandangi kabut. Dengan
wajah muram. "Kunci mobil
dibawanya pula Sampai
berbedak pun, aku belum!" 
"Hei. Kau berbicara apa","
tanya untung , hampir tertawa. 
jessica  mengeluh: "Maaf, Ed.
Aku sedang bingung --" 
"Karena dia tidak pamit lebih
dulu"," untung  tersenyum. "Jika
aku berada dalam posisinya,
Mila. Maka akupun akan
melakukan hal yang serupa.
Menyelinap diam-diam,
sehingga tidak mengusik tidur
isteriku yang begitu pulas ------" 
"Itu dia, untung . Justru aku
sebenarnya hampir tak bisa
tidur ------!" 
"Suamimu tidak tahu itu. Karena
pintu kamar tidurmu tertutup,
bukan?" 
"Yah -----," jessica  mengeluh tak
puas. 
"Sudahlah. Abah sudah pergi
mencarinya, bukan" la satu
satunya orang yang paling tepat
untuk memenuhi permintaanmu,
dan lihat saja nanti. Akan ia
buktikan bahwa kekuatiranmu
tidak beralasan ---" 
jessica  mencicipi kopinya.
Hanya sedikit, karena ternyata
suhu udara di luar sudah
membuat kopi itu dengan cepat
berubah dingin. Matanya
mengawasi lembah di luar
tembok tinggi kokoh yang
membentengi sekeliling puri.
Yang tampak hanya kabut dan
kabut. Dan pucuk pepohonan
pinus menyembul samar-samar
di sana sini. Seperti mengintip,
ingin tahu mengapa puri
sedikitpun tidak disentuh oleh
kabut. 
"Yang ini akan lebih baik
untukmu," untung  berujar seraya
menyodorkan gelas sloki kosong
di satu tangan, dan tangan yang
lain siap menuangkan isi botol
yang ia pegang. 
jessica  menggeleng:
"Terimakasih, untung . Kopi ini
sudah cukup" 
"Ayolah ----" 
"Bukan tak menghargai
tawaranmu yang menyenangkan,
untung . Namun aku tetap
menganggap isi botol yang kau
pegang. haram untuk diminum
----" 
"Kata siapa?" 
"Tuhanku. Dan Tuhanmu juga,
bukan"," jessica  memandang
tersenyum. 
"Astaga. Aku ketinggalan
selangkah darimu, Mila," untung 
tertawa seraya mengamat-amati
botol 
di tangannya. "Barangkali ini
sebaiknya kubuang saja ---" 
sesudah  berkata demikian, untung 
menenggak langsung minuman
keras dari mulut botol di
tangannya. Hanya sedikit,
memang. Cukup untuk
menghangatkan perut, lalu botol
yang masih terisi hampir penuh
itu ia lemparkan jauh-jauh.
Jatuh di rerumputan di bawah
mereka. Lalu menggelinding
hilang di balik dataran yang
lebih rendah. 
Gaya untung  yang berbau munafik
itu, mau tidak mau membuat
jessica  tertawa iuga. "farida 
bilang --," katanya. "Kau
sesungguhnya seorang teman
yang menyenangkan -----" 
"Mestinya, suami. Bukan teman
," untung  menyerangai. 
"Lantas mengapa kau tidak
segera menikahi farida ?" ' 
"Menurut farida , perlu tempo ---" 
."la meragukan cintamu,
mungkin?" 
"Justru sebaliknya, Mila" 
"Oh ya"," Jumila membelalak,
tak percaya. 
"Ada sesuatu yang salah dalam
keluarga ini, Mila -," untung 
bergumam. namun  tidak segera
meneruskan. Lalu diiringi
senyuman lebar, ia memandangi
jessica . Katanya, santai:
"Tuhanmu -
dan Tuhanku juga melarang kita
bergunjing. Bukankah begitu?" 
"Ah. Kau membuatku ikut lebih
santai!," jessica  tertawa renyai. 
"Bagus. Jadi bulan madumu
tidak terbuang percuma... ." 
"Hei. Aku dan suamiku tidak
bermaksud ----" 
"Aku tahu. Peti' mati di dalam
sana. Untuk orang yang
berbaring di dalamnya itulah,
suamimu baru tergerak untuk
melupakan sejenak bisnisnya
yang begitu sibuk...." untung 
manggut-manggut setuju.
"namun  kuanjurkan, segera
sesudah  mertuamu dikuburkan
---" 
"Mertuaku," jessica  memotong
dengan keluhan getir.
"Jangankan melihatnya semasa
hidup. Bahkan sesudah  mati pun,
aku belum tahu seperti apa atau
bagaimana orangnya!" 
"Ada bagusnya kau tak ikut
melihat isi peti mati itu, Mila.
Sungguh merupakan sebuah
mimpi buruk -----," untung 
menarik nafas panjang, lebih
diperuntukkan melonggarkan
dadanya sendiri, yang mendadak
sesak. "Bayangkan saja ia
sebagaimana ia masih hidup...." 
"Tanpa pernah mengetahui
seperti 'apa orangnya?" 
"Aku percaya, Mila. Kau bukan
menyesali mengapa
perkawinanmu tidak dihadiri
oleh ayah suamimu ---" 
' 'Mendadak sakit, kata mereka
------" 
"Itu memang sesungguhnya,"
untung  menegaskan. "Ia yang
memintaku mengantarkan ke
rumah sakit begitu penyakit
livernya mendadak kambuh.
Lalu ia memarahi anak anaknya
yang bersikeras tinggal. Dia
bilang, jika mereka tidak segera
berangkat ke Medan untuk hadir
pada saat upacara pernikahan -,
itu akan merupakan penghinaan
terhadapmu" 
"Orangtua yang bijaksana -,"
gumam jessica . terenyuh. ' ' 
"Seperti anak sulungnya," untung 
menambahkan. Ia berpaling ke
arah kabut, dengan pandangan
menerawang. "Dalam beberapa
kesempatan, aku dapat
mengetahui sifat syam kamaruzaman ,
suamimu. Mengutamakan
kepentingan keluarga, bahkan di
atas kepentingan dirinya
sendiri;..." 
Diam sejenak, untung  _kembali
berpaling memandangi jessica .
Meski ia mengulas senyum di
bibir, tatap matanya tampak
misterius bahkan agak sedikit
tegang, menurut penglihatan
jessica . Kemudian: "Jika kau
ingin mengetahui atau mengenal
mertuamu, Mila. Gampang
sekali. Kau tinggal menyimak
suamimu. Dari ujung rambut
sampai ke ujung kaki. Tinggal
melengkapinya sedikit, dengan
gurat-gurat ketuaan. Sesuai
perbedaan usia mereka ------" 
Ada suara bersiut-siut di
kejauhan. 
jessica  tak mendengar, namun 
untung  mendengar. la
memperhatikan kabut yang
tampak bergerak terayun-ayun
ke berbagai arah, jauh di
lembah. Awan pun sudah
memadati langit. Tanpa mereka
sadari, teras depan itu sudah
menggelap. 
"Akan datang badai angin,"
desah untung , lembut. "Sebaiknya
kita bergabung saja dengan
mereka yang ada di dalam
sana...." 
ia lalu mengulurkan lengannya
dengan gaya khas seorang
bangsawan terhormat jessica 
sejenak bimbang, namun  seraya
tersenyum geli ia merangkulkan
tangannya ke lengan untung . Lalu
mereka 
masuk bergandengan ke ruang
makan. Namun dengan jarak
tubuh tetap terjaga. Agar tidak
menimbulkan kecurigaan
saudara-saudara ipar jessica . 
Lampu di ruang makan sudah
dinyalakan. Hidangan sarapan
pagi masih terletak di atas meja.
Banyak yang masih tersisa,
bahkan yang ada di atas piring
farida  dan jessica , juga masih
tetap utuh. namun  tak
seorangpun yang masih duduk di
tempatnya semula. ' 
jessica  baru saja akan membuka
mulut untuk bertanya, manakala
ia dengar suara percakapan
samar datang dari arah ruang
utama di ujang lorong, lewat
pintu ruang makan yang
menganga lebar. jessica 
melepaskan rangkulannya dari
lengan untung  lantas berjalan
bergegas menuju ruang utama,
diikuti untung  di belakangnya. 
Tiga orang bersaudara itu
tengah mendengarkan
pembicaraan seseorang yang
tidak dikenal oleh jessica . Ia
juga melihat dul latief , yang
segera berpaling saat '
mendengar langkah-langkah
kaki mendekat.. Sebelum jessica 
sempat bertanya, dul latief  sudah
menggelengkan kepala. Sebagai
penanda bahwa ia belum
menemukan syam kamaruzaman . Lalu
dengan cepat ia sudah  mengikuti
pembicaraan antara nyoto 
dengan orang tak dikenal itu.
Lewat pintu depan, jessica  juga
melihat sejumlah orang. orang
asing berkerumun menunggu. 
jessica  tertegun. 
"Apakah suamiku -----" 
untung  yang ikut berhenti di
sebelahnya, menjelaskan.
"Tenanglah. Yang mereka
perbincang
kan pasti tentang peti mati itu
-----," untung  menggerakkan dagu
ke benda yang ia sebutkan. Peti
mati yang membeku diam.
Yang'seperti menunggu dengan
tak sabar. 
nyoto  kemudian memutar
tubuhnya. Memandangi nyi girah 
kemudian farida . Katanya: "Aku
kira Pak Lurah benar. Sebaiknya
kita tidak terus terusan menunda
pemakaman."!" 
nyi girah  mengeluh: "namun ,
syam kamaruzaman ?" 
_ "Apa boleh buat," jawab nyoto ,
mengangkat pundak. "Di
manapun ia sekarang ini, aku
berharap ia tidak keberatan
sesekali kuwakili.
Bagaimanapun, kita harus
menghargai orang-orang yang
menunggu di luar sana -----" 
"Jika begitu, tunggu apa lagi","
nyi girah  menyatakan
persetujuannya. nyoto 
memandang farida . farida  hanya
mengangguk, tanpa gairah;
kemudian pergi duduk di sebuah
kursi. Ia kemudian melihat
kehadiran jessica  dan untung .
Dengan anggukan pelan, ia
mengajak ke dua orang itu untuk
ikut duduk dengannya. 
"Kau bergabunglah dengan
farida  dan nyi girah ," untung  berkata
pada jessica . '.'Aku akan berolah
raga sedikit. Ikut mengusung
peti mati!" 
Lalu ia menyusul nyoto 
mendekati peti mati. Atas
perintah orang yang disebut
nyoto  sebagai lurah, beberapa
orang di luar segera masuk ke
dalam. Lalu bersama-sama nyoto 
dan untung , menggotong peti mati
di lantai. Lalu dengan tertib
mengusungnya ke luar puri. nyi girah 
tampak berubah pikir, dan
kemudian mengikuti rombongan
pem
bawa jenasah untuk ikut
menghadiri upacara penguburan
ayahnya. 
jessica  duduk gelisah di sebelah
farida . 
Pikirannya tak lepas dari belum
pulangnya syam kamaruzaman  ke puri. Ia
tidak memperhatikan,
bagaimana farida  mengawasi
dengan sorot mata tajam ke arah
nyi girah , yang berjalan cukup dekat
di sebelah untung  yang ikut
mengusung peti jenasah. ' 
Senyum menggerimit di bibir
farida . Senyuman sinis. 
Kemudian menyandar di kursi.
Dengan kelopak mata
dipejamkan. Rapat-rapat.
Kelopak matanya baru membuka
sesudah  ia mendengar jessica 
bertanya, dengan suara penuh
kekuatiran: "Apakah tak seorang
pun dari mereka yang sudah 
melihat abangmu, farida ?" 
Kelopak mata farida  membuka,
terperanjat. Barulah ia sadari
jessica  ada di dekatnya. "Kau
bertanya apa barusan, Kak
Mila?" 
"syam kamaruzaman . Apakah Pak dul latief 
----" 
farida  mempelajari wajah jessica 
sejenak, kemudian tersenyum.
Menghibur. "Kakak lihat sendiri,
bukan" Hanya satu jenasah yang
mereka antar ke liang kubur
-----" 
"Astagfirullah, farida ! Ngomong
apa pula kau ini"!" ' 
"Oh. Hanya bercanda. Agar
tidak ketularan berpikir yang
bukan..bukan mengenai Kang
Dana. Tentu saja Abah tidak
menemukan apa-apa. Hanya
untuk menyenangkan hati Kak
Mila saja, kaki tua nya yang
renta ia paksakan naik turun ke
setiap 
sudut jurang berbahaya yang
mungkin dilalui Kang Dana .?" 
"Namun aku tetap merasa tidak
enak, farida ." 
"Lumrah seorang istri
mencemaskan suaminya." farida 
tersenyum, bersimpati. namun 
seperti sudah dikatakan nyoto ,
suamimu kemungkinan besar
pergi ke balik gunung. Untuk
mendata tanah milik kita yang
letaknya berpencaran. Konon
sudah lama pula ditelantarkan
penduduk setempat yang
dipercayakan mengelolanya. 
"Dengan berjalan kaki?", Mila
tak percaya. 
"Kalau naik mobil, justru lebih
memakan tempo. Selain harus
berputar-putar sangat jauh, juga
jalannya buruk dan berbahaya.
Jadi aku sependapat dengan
nyoto , suamimu memang jogging
pagi tadi. namun  hanya sampai
ke barak pekerja di sebelah
Utara puri. Dari situ, ia
tentunya meminjam sepeda
motor salah seorang buruh, dan
----" 
"Dan," jessica  mendengus tak
senang. "Menempatkan harta
waris di atas kewajiban
menghadiri upacara
pemakaman!" 
"Persis Ayah", farida  berkata
dengan suara getir. "Dahulukan
hal-hal yang lebih penting.
Sisanya, biarkan diurus orang
lain ----" 
jessica  memandangi wajah farida ,
karena terkejut. "Aku
menangkap nada pahit dalam
kata-ketemu, farida ." 
" Lebih dari pahit" 
"Boleh aku tahu?" 
farida  mengangkat mukanya,
sampai mereka beradu pandang.
Lantas balik bertanya: "Menurut
yang kudengar, kedua orangtua
Kak Mila meninggal dalam
kecelakaan lalu lintas, bukan?" 
Pertanyaan yang menyimpang
itu lebih mengejutkan jessica .
Namun ia anggukan juga
kepalanya. farida  meneruskan:
"Berapa tahun usia Kakak saat
musibah menyedihkan itu
terjadi?" 
"Lima tahun. itu, kalau aku tak
salah ingat ------" 
"Memang begitulah yang
kudengar. Dan seusia itu
pulalah aku, saat aku ditinggal
pergi oleh Ibuku 
"Ditinggal mati, bukan?" 
farida  tersenyum, kecut. "Aku
sudah menduga, pasti seperti
itulah yang dicenyi girah kan Kang
Dana padamu. Untuk bersikap
bijaksana, seseorang terkadang
memang harus jadi pendusta.
Sebaliknya, orang yang
sedikitpun tidak memiiiki sifat
bijaksana, tidak pernah segan
mengutarakan kebenaran; tanpa
perduli, orang lain akan sangat
mendenyi girah  karenanya!" 
"kau berteka teki." 
"Kontradiksi, Kak Mila. Bukan
teka-teki _", jawab farida , datar.
"Kontras yang begitu nyata.
Antara apa yang dikatakan
Kang Dana padamu. Dan apa
yang dikatakan, atau tepatnya,
selalu diingatkan nyi girah  padaku
---" 
" Lalu, apa yang dikatakan nyi girah ,
farida ?", tanya jessica , tertarik. 
"Bahwa Ibuku pergi sambil
tertawa ngakak, dengan
menggondol sekantong besar
uang dan perhiasan pemberian
Ibunya nyi girah !" 
"Maksudmu ----" ' 
"ltulah kenyataannya, Kak Mila.
Ibuku masih hidup. Entah di
mana dan dengan siapa, aku tak
pernah dibenyi girah hu. Tak pernah
pula ia berusaha
menghubungiku. Mungkin benar
nyi girah  berlebihan mengatakan
Ibuku tertawa ngakak. namun 
kebenaran lainnya tidak dapat
kupungkiri. nyi girah  pernah
memperlihatkannya padaku.
Sebuah surat cerai. Dilengkapi
akte perjaniian di dalam mana
disebutkan pengasuhan diriku
untuk seterusnya diserahkan
pada Ayah kandung dan Ibu
tiriku. Sebagai imbalannya -, di
dalam akte disebutkan sebagai
tanda kekeluargaan; Ibuku
menerima biaya hidup
secukupnya sampai tiba
waktunya ia membina
rumahtangga dengan orang lain
...." 
jessica  menggeleng takjub.
Sekaligus juga muak. "Tega nian
nyi girah  berlaku seperti itu
padamu!" 
"Itu kenyataan lainnya yang
juga tak dapat kupungkiri, Kak
Mila. Seperti kukatakan tadi,
Ayah punya prinsip: dahulukan
yang lebih penting dan biarkan
sisanya diurus orang lain. Maka
Ayah menyerah pada tekanan
istri pertama dan anakanaknya.
Pernah suatu saat ia berkata
padaku, bahwa penyerahan yang
ia lakukan seringkali membuat
dirinya merasa berdosa.
Terhadapku. Aku pun lantas
mengerti, mengapa ia teramat
kasih padaku. Melebihi kasihnya
pada nyi girah ." 
"Lalu nyi girah  cemburu." 
"Benar. Dan aku dapat
menerima sikapnya. Yang tidak
dapat kuterima, apa yang
kemudian selalu ia tuduhkan
tentang kematian Ibunya, atau
ibu tiriku. Semenjak ia.tahu ia
sudah  dikhianati 
ayah, ibu tiriku tak pernah
sembuh sembuh. Kata mereka,
ibu tiriku mati karena digerogoti
tekanan batin. Dan akulah biang
keroknya, menurut nyi girah  
"Sungguh terlalu", jessica 
terjangkit perasaan marah. 
farida  tersenyum, sabar. "Setidak
tidaknya aku memang terlibat.
bukan?" 
"namun  apa perlunya ia selalu
mengingatkan semua itu
padamu" Hanya karena ayah
kalian menyebutmu, farida 
manisku?" 
"Itu hanya bibit saja, Kak Mila.
Pupuknya, untung ." 
"untung ?" 
"Apakah Kak Mila tadi tak
memperhatikan untung  yang
mengusung jenasah ayah, dikutit
rapat oleh nyi girah ?" 
jessica .menggeleng. 
"Itulah yang selalu dilakukan
nyi girah  setiap kali ada kesempatan.
Mendekati untung  !" 
jessica  tercengang. "Bukankah
untung  itu kekasihmu eh,
maksudku ---" 
"Tak perlu repot repot meralat
ucapanmu, Kak Mila," desah
farida , seraya tertawa pahit. "Kau
betul. untung  memang kekasihku.
Bukan suami, meski kami hidup
dibawah satu atap. namun  di
situlah letak persoalannya.
Seorang kekasih, belum tentu
menjadi milik kita secara
mutlak. nyi girah  tahu betul mengenai
itu. Dan ia juga tahu bagaimana
memanfaatkan pengetahuannya,
kapan saja ada kesempatan ...." 
"Astaga ----", jessica  lagi-lagi
tercengang. "Dan ia nekad
melakukannya terangterangan di
depan mata semua orang?" 
"Sebelumnya, nyi girah  selalu
sembunyi-sembunyi. Baru hari
ini ia berani melakukannya
terang terangan. sesudah  ayah
diusung dalam peti mati!" 
"Itu hanya prasangkamu saia,
barangkali ---" 
"nyi girah  seorang janda, Kak Mila!"
"Betul. Dan menurut abangmu
padaku, justru karena ia janda
maka ia sangat berhati-hati jika
didekati lelaki." 
"nyi girah  sudah berlaku hatihati
semenjak ia belum
berumahtangga, Kak Mila. Itu
karena trauma. Ia takut
mengalami nasib serupa dengan
ibunya. ia baru menentukan
pilihan, hanya sesudah  ia sadar
bahwa ia sudah  berangkat jadi
perawan tua. Sayangnya, pilihan
nyi girah  jatuh pada laki-laki yang
egoisnya tak kalah dengan nyi girah .
Akibatnya, pernikahan mereka
hanya bertahan beberapa bulan.
Semenjak perceraiannya, boleh
dikata nyi girah  mengharamkan
laki-laki dalam kehidupan
pribadinya ..." 
farida  diam sejenak. Tercenung,
murung. saat ia mengangkat
mukanya lagi, jessica  tidak tahu
apakah sinar mata farida 
mengandung rasa iba -, karena
bagaimanapun nyi girah  adalah
saudaranya; ataukah kebencian
yang terpendam. Kata-katanya
seakan tak bermakna apa-apa:
"Lalu muncullah untung  dalam
kehidupanku. Dan nyi girah  tiba-tiba
berubah pendirian -------" 
"Sedrastis itu?" 
"Mengapa tidak" Persoalan
utamanya toh bukan 
memiliki untung  atau tidak. namun 
bagaimana supaya luka yang
pernah ia goreskan di dadaku,
tetap menganga. Lebih sakit,
lebih bagus" 
"Naudzubillah -----", desah
jessica , merinding. Ia pun
tiba-tiba merasa resah.'"Aku
kira _ pembicaraan kita sudah 
-------" 
"Menyimpang, begitu?", potong
farida , hambar." Jika ingin
mempersalahkan dirimu, Kak
Mila, silahkan. namun  aku, tidak.
Mungkin aku sudah  berbicara
terlalu banyak. Namun toh kelak
suatu saat, kau akan
mengetahui juga keluarga mana
yang kau masuki. Menurutku,
adalah lebih baik kau
mendengarnya sejak awal. Dan
langsung dari mulut orang
dalam sendiri ---" 
Ada benarnya juga, pikir jessica ,
seraya duduk terhenyak di
kursinya. Merasa tidak enak, ia
menghindari tatapan farida 
dengan memaling ke jendela. Di
luar, tampak cuaca sudah
semakin memburuk. Bahkan
kabut pun sudah hampir lenyap
ditelan kegelapan. Tadi, ada
satu dua kali ia mendengar
bunyi guntur. Namun baru
sesudah kini guntur itu
memperdengarkan kehadirannya
lagi, jessica  terkejut oleh bunyi
gelegarnya yang mengejutkan. 
jessica  lantas teringat pada
upacara penguburan di luar
tembok puri. Jika tiba-tiba hujan
menderas turun ---
"alangkah baiknya jika ditunda",
jessica  bergumam, tak sadar. 
farida  yang sudah sempat
menyandar dengan mata
terpejam, pelan-pelan membuka
matanya. "Apa. Kak Mila?" Ia
kemudian mengikuti arah 
pandang jessica . Lalu
memahami maksud gumaman
yang barusan ia dengar. "Oh.
Penguburan ayah, maksudmu?" 
"Ya. Cuacanya tak cocok." 
"Bukan hanya cuaca. namun 
juga rombongan pengantar ---" 
"Karena ketidakhadiran Kang
Dana?" 
"itu satu kejanggalan. Sesaat
barusan, mendadak aku teringat
pada kejanggalan lainnya ...." 
"Apa, Kak Mila?" 
"Di antara rombongan itu, tidak
kulihat adanya kaum kerabat.
Atau relasi dekat. Ataukah
mereka sudah  datang melayat
sebelum aku dan abangmu
tiba?" ' 
"Tak seorangpun!" 
jessica  berpaling kaget. "Yang
benar, farida ----" 
"Aku bersungguh sungguh, Kak
Mila. Kenyataannya, memang
tidak seorangpun yang sempat
dibenyi girah hu ------" 
"Aneh!" 
"Aku juga berpikir begitu, saat
dibenyi girah hu nyoto  bahwa untuk
sementara, hanya anggota
keluarga dekat saja yang tahu
dan boleh hadir. Ditambah
beberapa penduduk setempat.
Itupun, hanya orang orang
kepercayaan saja ----" 
"Mengapa, farida ?" 
"Entahlah. nyoto  bilang, ia baru
akan menjelaskannya sesudah  ia
berbicara lebih dulu dengan
suamimu." 
jessica  terdiam sesaat.
Teringat saat mereka tiba tadi
malam, suaminya langsung saja
diseret 
nyoto  ke perpustakaan. Tanpa
diberi kesempatan beristirahat.
Ada misteri apa gerangan di
balik kematian mertuanya" Di
luar sana, guntur kembali
menggelegar. Demikian
kerasnya, sehingga lantai ruang
utama puri, terasa bergetar di
bawah kaki jessica . ' Bahkan
farida . sempat terpekik.
Ketakutan. 

CUACA belum buruk benar,
saat peti mati diturunkan ke
liang lahat. Gundukan tanah,
kemudian ditimbunkan.
Beramai-ramai. Seolah mereka
khawatir terlambat, dan peti
mati itu mendahului terbuka.
Lalu mayat yang terbaring di
dalamnya, keburu menerkam
lantas menyeret salah seorang
dari mereka; karena tak sudi
dikuburkan sendirian. ' 
Agaknya, ketakutan warga desa
yang mengernyoto n penimbunan
itu, menjalar pula ke dalam diri
nyi girah . Karena tiba-tiba ia
bergerak mundur beberapa
langkah. Tanpa sadar ia masih
menggandeng lengan untung .
Dengan sendirinya untung  terbawa
mundur. 
"Ada apa, nyi girah ?", bisik untung ,
heran. 
"Entahlah -". sahut nyi girah , lirih.
"Sewaktu peti mati itu
diturunkan ke liang lahat,
mendadak dadaku terasa sesak
---" 
"Itu karena yang berbaring di
dalamnya, adalah ayahmu." 
"Mungkin. namun  aku tidak suka
semua ini. Aku -----" 
Pada saat itulah guntur
menggelegar pertama kali.
Keras dan tanpa pembenyi girah huan
lebih dulu. nyi girah  sampai menjerit
karenanya. Orang-orang di
sekitar mereka, pada
memandang terperanjat. Ke
mudian, para pekerja
mempercepat pekerjaannya,
Sambil sesekali mendongak ke
mendung tebal yang
bergulung-gulung mengancam
di atas mereka. 
nyoto  menatap tak senang pada
nyi girah . Lantas memberi isyarat
pada untung , dengan gerakan
kepala. 
"Tuh, lihat ", kata untung  di dekat
telinga nyi girah . "Adikmu sampai
meminta menyingkirkanmu jauh
jauh...." ' 
"Memang itulah yang ingin
kulakukan", dengus nyi girah 
gembira. "Ayolah!" 
nyi girah  setengah menyeret untung 
meninggalkan komplek
pemakaman keluarga itu,
menempuh jalan pulang ke puri.
Begitu mereka sudah melewati
tannyoto n dan gerbang puri
sudah terlihat, sekali lagi guntur
menggelegar. Panjang. Disusul
sambaran petir yang
menyilaukan mata. nyi girah  makin
mempercepat langkah. Makin
erat pula menggandeng lengan
untung . Tubuh mereka menjadi
sedemikian rapat. Sehingga untung 
dapat merasakan kekenyalan
payudara nyi girah  pada lengannya.
Memberi sedikit kehangatan, di
tengah serbuan angin yang
dingin menUSuk tulang. 
Di tempat yang mereka
tinggalkan, kayu-kayu nisan
dipancangkan buru buru. nyoto ,
mewakili keluarganya,
menyampaikan pidato singkat,
ucapan terima KaSih, dan
berjanji tidak akan melupakan
jasa baik Lurah serta warga
desa yang sudah  membantu
pelaksanaan upacara
pemakaman. "yang, karena satu
dan lain hal, terpaksa
dilangsungkan secara darurat,"
katanya. . 
Lurah pun dapat kesempatan
untuk menyambut 
pidato keluarga
almarhum,_disusul pembacaan
do'a oleh salah seorang
warganya. Upacara penutupan
yang resmi-resmian itu
sedikitpun tidak terasa khidmat.
Semua warga desa yang hadir di
situ, tampak sangat gelisah dan
saling memandang satu sama
lain, dengan sorot mata tak
sabar. Belum juga pembacaan
do'a berakhir, satu per satu
mereka sudah menyelinap
diam-diam ke arah sebuah truk.
Truk itu diparkir di luar komplek
makam. Bahkan supirnya, sudah
menghidupkan mesin. 
Tak lama kemudian, semua
warga desa sudah naik di kabin
belakang. Lurah pun sudah
duduk di belakang supir. Sesaat
ia memperhatikan ke arah
kuburan baru di sana, kemudian
mengangguk pada supir truk.
Supir sesaat memasukkan gigi
mesin mobil ke gigi satu, dengan
suara bergemeratak. Lalu gas
ditancap. Truk tua itu pun
merayap menaiki tannyoto n. Dan
sesudah  menemukan jalan
menurun menuju desa, truk pun
melaju dengan kecepatan
hampir tak terkendali. 
_ "Kita pun sudah waktunya
masuk ke ruang, Den nyoto ,"
dul latief  memperingatkan
pemuda yang berdiri di
sebelahnya. . 
nyoto  mengawasi kuburan baru
di depan kakinya, kemudian
menganggukkan kepala. Begitu
mengetahui truk sudah lenyap
entah ke mana, ia geleng kepala.
Berkata gundah: "Sedemikian
takutnyakah mereka, Abah?" 
"Badai, Den Jake. Siapa yang
tidak takut?" 
"Semua itu tahayul!" 
"namun  kenyataan berbicara
lain, Den nyoto ," 
jawab dul latief , dengan suara
dan wajah tanpa emosi. ' 
nyoto  terdiam. 
Lalu hujan pun.
sekonyong-konyong jatuh dari
langit. Bagai ditumpahkan
tangan-tangan gaib yang
bersembunyi di balik kegelapan
dan kepekatan mendung serta
angin yang bertiup keras,
dengan suara berdesau desau. 
nyoto  berlari menuju pintu
gerbang. 
Pada saat bersamaan, nyi girah 
merasakan terpaan hujan di
wajahnya. Ia melihat ke kiri
kanan, dan sesudah  menemukan
apa yang ia cari, nyi girah  kemudian
menyeret untung  berlari ke arah
istal. "Kita berteduh di dalam
sana -", katanya. 
"Apa salahnya kita terus saja ke
rumah?" 
"Aku tak sudi basah kuyup
sekarang ini!", iawab nyi girah 
dengan suara keras mengatasi
suara angin dan hujan, lantas
membuka pintu istal. Menyeret
untung  masuk ke dalam, kemudian
menutupkan pintu rapat-rapat.
Masih terasa dingin di dalam.
Namun tetap lebih baik
ketimbang berlari-lari sekian
ratus meter lagi menuju puri, di
bawah siraman hujan lebat. 
Bau pepak lantai istal segera
menyerang hidung mereka. 
nyi girah  menarik untung  menuju
tangga kayu. Mereka bergiliran
naik ke atas. Dan nyi girah 
beroeloteh riang: "Di sini lebih
nyaman. bukan?" 

FAKTOR usia tidak selamanya
menentukan kemampuan
seseorang. 
dul latief  buktinya. la tiba lebih
dahulu di puri. Dan tanpa
menoleh kiri kanan, langsung
menyelinap menuju ke kamar
pribadinya. farida  yang sedang
duduk melamun sendirian di
kursi, terkejut melihat kehadiran
orang tua itu -; yang dalam
tempo sekejap sudah lenyap dari
pandangan mata. Tak ubahnya
angin lewat belaka. 
farida  segera beranjak dari
duduknya. Pergi ke pintu yang
masih menganga terbuka. Di
antara curah hujan ia
menampak seseorang berlarilari
mendatangi. Tahu-tahu orang
itu sudah berdiri di hadapan
farida , dengan nafas
kembangkempis. 
"Kau basah kuyup, nyoto ,"
sambut farida , mesra. 
nyoto  yang sempat malu hati
karena tertinggal cukup jauh
oleh dul latief , menggumam
tanpa alamat: "Benar kata
orang -," ia mengatur nafasnya
sebentar. "Puing-puing yang
masih hidup dari
generasi-generasi sebelum kita,
memiliki banyak hal yang
adakalanya membuat kita
tercengang tak percaya ---" 
.. Apa ____.. 
nyoto  tersenyum pada farida .
"Dalam situasi apa. pun, kau
tampak tetap cantik," katanya,
lembut. "Kang Dana sudah
kembali?" 
"Belum," jawab farida , dengan
kulit muka merona merah.
"Naiklah ke atas, sebelum kau
terserang pneumonia -----" 
Sewaktu berjalan menuju
tangga, ia melirik ke kursi kursi
di mana tadi farida  dan jessica 
mereka 
tinggalkan duduk berdua. "Kak
Mila ke mana?" 
"Barusan masuk ke
perpustakaan. Katanya cari
buku bacaan. ia juga
mengatakan tentang kunci mobil
yang mungkin ada di -'--" 
Mendadak sontak nyoto 
menghentikan langkah. Lalu
berkata tegang: "Kau teruslah
ke atas. Ambil kan baju gantiku
di kamar. Aku akan
menunggumu di perpustakaan!" 
"Hei ---" 
"Kau tak mau aku kena
pneumonia, bukan"!" nyoto 
mendengus tajam. 
farida  memandang
terheran-heran, kemudian naik
ke lantai atas untuk memenuhi
permintaan saudaranya. 
Tanpa membuang tempo, nyoto 
langsung pula pergi ke
perpustakaan. Pintunya terbuka.
Di dalam, lampu besar sudah
dinyalakan. jessica  tampak
memunggungi pintu. Kakinya
bersijingkat untuk dapat meraih
sebuah buku besar dan tebal di
lapis rak yang letaknya agak
tinggi. Sampul sisi buku itu ber
tuliskan tinta emas dengan huruf
huruf antik dan menarik hati
siapapun orangnya yang
menganggap sebuah buku
adalah gambaran salah satu sisi
kehidupan manusia. 
"Mencari sesuatu, Kak Mila"!" 
Pelan saja nyoto  berkata. Namun
cukup untuk mengejutkan
jessica . Sehingga buku yang
sudah setengah teraih dari lapis
rak atas, terlepas dari
tangannya dan jatuh berdebuk
ke lantai. Cepat jessica 
membalikkan tubuh. Wajahnya
pucat. sesudah  mengenali nyoto ,
lepaslah protes kecil dari 
mulutnya: "Agaknya kau gemar
mencopot jantung orang, nyoto  !"
nyoto  mengawasi jessica  dengan
Sorot mata menusuk. "Apa yang
kau cari di sini?" 
Sarkastis. ltulah nada yang
tertangkap telinga jessica . Ia
mencoba tersenyum. Dan
berpikir, sikap nyoto  semenjak
mereka bertemu, tidak lain
disebab kan oleh kematian
ayahnya. Begitulah jessica 
menghibur diri sendiri, untuk
dapat memaafkan perilaku nyoto 
yang seperti ingin menciptakan
jarak di antara mereka. Namun
toh ia tetap merasa tidak
tenteram karenanya. Maka
sambil memungut buku di lantai,
jessica  pun berkata menyindir:
"Jika ada harta karun
keluargamu tersimpan di
ruangan ini, nyoto  ----Silahkan
menggeledah tubuhku sebelum
aku ke luar -----" 
Sepasang mata nyoto  menyipit
mendengar kalimat yang
diucapkan jessica . Ia pelajari
sekujur tubuh perempuan itu,
seakan sambil lalu, kemudian ia
putarkan mata menyimak setiap
sudut. Tampaknya tidak ada
sesuatu yang berubah, semenjak
terakhir kali ia tinggalkan
perpustakaan itu. Ia kembali
memandang jessica , yang tidak
berusaha mengelak. "Maaf.
Suasana di luar sana membuat
aku sedikit tegang ---", katanya,
dengan suara lebih lunak. 
"Oh ya?", jessica  mencibir
sambil mendekat ke pintu.
"Siapa pula yang tidak tegang.
sesudah  syam kamaruzaman  minggat tanpa
kabar benyi girah !" 
nyoto  menyisi untuk memberi
jessica  jalan. 
jessica  terus saja melewatinya,
tanpa menoleh. 
Langsung menuju tangga. Naik
ke atas dengan dagu
ditengadahkan dan langkah
digagah-gagahkan. nyoto 
memperhatikan dari belakang.
Lalu menyadari satu hal.
Bahwa, meski sikap dan langkah
kaki jessica  jelas munafik, toh
tetap saja ayunan pinggulnya
tampak mengasyikkan. 
farida  yang sedang menuruni
tangga, takjub karena jessica  tak
menoleh apalagi menyapanya.
farida  memutari bagian bawah
tangga lalu melihat nyoto  masih
berdiri di ambang pintu
perpustakaan, mengawasi
kepergian jessica . farida 
bergegas mendekati, lalu
menarik nyoto  ke dalam
perpustakaan. "Kau ingin aku
tetap di sini selagi kau bersalin
pakaian, nyoto ?" 
nyoto  menarik nafas panjang.
Dan berjalan menuju kamar
mandi di salah satu sudut
ruangan itu. Dalam tempo
singkat, ia sudah tampil lebih
baik di hadapan farida . Hanya
rambutnya saja yang masih
acak-acakan. Namun tidaklah
mengurangi ketampanan raut
wajahnya. 
farida  mengamat'amati nyoto 
memeriksa sela sela buku yang
ada di atas meja, tanpa berkata
sepatah pun. nyoto  kemudian
juga memeriksa laci, mencari
cari dengan tangannya. sesudah 
itu memperhatikan rak buku di
mana tadi ia lihat jessica 
berdiri. Kembali mencari-cari,
dengan matanya..la kemudian
tercenung, berpikir. Lantas
beranjak menuju tungku
pemanas ruangan. Sekali lagi ia
mencari-cari. Terus bertanya
heran: "Ke mana pencungkil
bara yang ada di sini?" 
"Mana aku tahu," jawab farida .
mengangkat 
bahu. 
nyoto  bergegas ke luar,
meninggalkan farida  yang tak
habis heran. saat nyoto 
kembali lagi ke perpustakaan, ia
sudah dibekali pencungkil bara
yang diambilnya dari tungku
pemanas lantai utama. Dengan
hati-hati ia mengorek tumpukan
_abu dan sisa bara di tungku.
Seraya bergumam tak jelas.
farida  menanya ia
menggumamkan apa. Jawab
nyoto : "Apapun yang dikernyoto n
Kang Dana di perpustakaan ini
tadi malam, bukanlah
kebiasaannya berlaku
serampangan ---" 
"Maksudmu?" 
"ia sudah  merokok di kamar
kecil. Lalu membuang puntung
tidak pada tempatnya!" 
"Oh. Kukira apa ---" 
"Pasti karena pikiranmu masih
curiga aku mengapa apakan
jessica !"
nyoto  tidak memperhatikan
perubahan di wajah saudara
perempuannya satu ayah itu. Ia
meluruskan tegaknya di depan
tungku, dengan dahi mengerut.
Katanya, tak menentu: "Unsur
kimiawi, membuat kertas tidak
musnah berupa abu, jika dibakar
----" 
farida  sesaat tertarik. "Kertas?"
"Surat surat, tepatnya," jawab
nyoto . "Setumpuk surat surat
lama, yang sebelumnya dikoleksi
oleh si tua bangka itu ...." 
"Abah, maksudmu ---" 
nyoto  manggut-manggut, seraya
berpikir keras. 
"Ada apa sebenarnya, nyoto  ?" 
"Aku kira tak ada salahnya
menjelaskan padamu 
sekarang, farida . namun  tutuplah
dulu pintu itu. Jangan lupa
memastikan, ada orang lain ikut
menguping pembicaraan kita!" 
Jantung farida , sesaat berdebar.

Jantung kakaknya, nyi girah , lebih
berdebar lagi. Rebah di
tumpukan jerami yang terdapat
di loteng istal, kelopak matanya
meredup tatkala untung 
menjauhkan mulutnya dari bibir
nyi girah . 
"Ciumannya tak sehangat dulu
dulu, untung ," ia mengeluh, manja.
untung  menyeringai di atasnya.
"Terakhir kali kita bertemu,
hem. Kapankah itu ya?" 
nyi girah  melebarkan kelopak
matanya. "Tiga bulan. Selama
itulah aku kau abaikan ---" 
"Bukan mengabaikan, nyi girah . Kau
tahu, aku begitu sibuk membantu
adikmu membuka cabang
boutique nya di Kebayoran.
Belum lagi mempersiapkan
pagelaran busana yang sungguh
sangat melelahkan itu ------" 
"Entah mengapa, kini aku
sangat ingin merampas kau dari
si tolol itu, untung !" 
"Yang benar. Sebagaimana
kukatakan tadi. Terakhir kali
kita bertemu, kau bilang aku
terlalu dingin untuk
menghangatkan tubuhmu.
Padahal saat itulah
pertamakalinya, aku
menginginkanmu. Luar dalam
--" 
"Waktu itu kau sedang mabuk,"
nyi girah  menyeringai. 
"Sekarang, kau yang mabuk. Tak
ada hujan tak ada angin, kau
tiba-tiba memaksaku berteduh di
sini. Laluterang-terangan
berkata, yang dulu tertunda,
dapat kita lakukan sekarang ..." 
Kelopak mata nyi girah  kembali
meredup. 
"Lantas ----Tunggu apa lagi,
untung ?" 
untung  menurunkan wajahnya.
Sampai bibirnya bersentuhan
dengan bibir nyi girah . nyi girah 
menyambut dengan gigitan
lembut. Sehingga begitu bibir
mereka menjauh sesaat, untung 
lantas menggeram di telinga
nyi girah : "Sungguh tak penyabar
kau ini ---" 
Jemari-jemarinya kemudian
merayap ke payudara terus
turun ke pinggang nyi girah . Begitu
ujung blouse nyi girah  terpegang, dia
pun menariknya ke atas.
Perlahan lahan, maksudnya.
namun  mendadak, di luar istal,
guntur menggelegar lagi di
langit. untung  sempat terkejut.
Dan gerakan terkejut itu
menyebabkan tangannya secara
otomatis menyentak cepat
sehingga dalam tempo sekejap
mata saja, bagian atas tubuh
nyi girah  di bawah tubuhnya, sudah
tidak lagi dilapisi sehelai walau
hanya selembar benang. 
nyi girah  merintih: "Siapa
sebenarnya yang tidak sabar,
untung ?" ' 
namun  untung  sudah  menciumi bibir
lagi. 
Dan tak lama kemudian, hujan
badai dan gelegar guntur di luar
sana, tidak lagi punya arti.
Menerkam dan mencabik-cabik
kian kemari. Liar. Dan, buas --

farida  terhenyak, pucat. "jadi
gelandangan. Aku tak percaya'" 
"Pada mulanya, farida , aku pun
tak percaya," nyoto  menyetujui,
dengan suara mengandung
keputusasaan. "Baru sesudah 
situasinya kupelajari lebih rinci,
aku terkejut. Kepercayaanku pun
goyah sesaat." 
"namun  jadi gelandangan!" 
"Mengapa pula tidak, farida "
Buka matamu lebarIebar, dan
lihatlah kenyataannya. Semua
investasi yang kita miliki,
sumbernya berasal dari tanah.
tanah perkebunan di sekitar puri
ini; usaha yang dijalankan ayah
di Bandung, nyi girah  di Bekasi,
bahkan butikmu yang di nyoto rta.
Aku pun tak kurang sial.
Memang aku belum menjalankan
usaha sendiri. namun  saham atas
namaku di perkebunan,
terancam hilang. Dan
kemungkinan besar aku terpaksa
harus mengurungkan niat
melanjutkan studi ke Kanada _ 
nyoto  mendorongkan balok kayu
bakar lebih dalam ke tungku
perapian. Bias nyala dari tungku
membuat wajah nyoto  bagai
membara. Dan matanya
mengeras saat ia melanjutkan
kata katanya: "Yang paling
menggemparkan aku. adalah
kesimpulan akhir. farida .
Perjuangan kerasmu, nyi girah , ter
utama ayah. Ayah sempat
jungkir balik untuk membangun
kembali puing-puing kehancuran
yang diakibatkan oleh para
pendahulunya. Semua itu, pada
akhirnya jUStru hanya
menguntungkan orang lain saja.
Dan sekali kita terdepak ke luar
----" 
"Aku tak sudi didepak begitu
saja!", desis farida , marah. "Aku
akan berjuang mati-matian
untuk mempertahankan apa
yang ku miliki!" 
"Dengan apa, farida .", nyoto 
bertanya murung. Sambil
matanya terus mengawasi ke
nyala api di tungku. Wajah nyoto 
tampak semakin membara.
Dengan tarikan kaku, keras.
Dan sinar mata tegang,
saat'dalam pikirannya terlintas
kemungkinan kemungkinan itu,
teramat sangat mengejutkan
dirinya sendiri. 
Dari belakang punggungnya,
terdengar suara farida  dalam
nafsu amarah: "Akan kusewa
sejumlah pengacara terkemuka.
Tak perduli berapapun biaya
yang harus kukeluarkan untuk
itu!" 
nyoto  membalikkan tubuh.
Memandangi adik
perempuannya, ingin tahu. Lalu
bertanya, tenang: "sesudah  itu
apa, farida ?" 
farida  membalas tatapan mata
nyoto . Lalu berujar tajam:
"Suaramu seperti tidak
mendukung, nyoto !" 
"Bukan tidak mendukung,"
jawab nyoto , sambil
berpikir-pikir. "Aku hanya
teringat apa-apa yang
diucapkan ayah. mata nyoto 
menereWang. Jauh. Terbayang
wajah ayahnya yang gempar
sebelum berangkat ke puri ini.
Begitu pula pesannya, yang
jelas-jelas membuktikan
kegemparan hatinya. "Kita
harus menyelamatkan apa yang
masih dapat di
selamatkan. Dan
berhati-hatilah, nyoto . Jauhkan
siapapun juga dari puri, sebelum
kita dapat memastikan bahwa
segala sesuatunya sudah beres
dan aman!" 
Lalu ayahnya mati,
sebagaimana dikabarkan orang
suruhan Abah yang
menginterlokal ke Bandung
dengan meminjam telepon di
kantor kecamatan. nyoto  pun
sibuk menginterlokal ke Medan.
Lalu ke nyoto rta dan ke Bekasi.
Menyuruh farida  dan nyi girah  segera
pulang ke Bandung begitu
pembicaraan di telepon selesai.
Baru sesudah  kedua orang
saudara perempuannya itu
muncul di rumah, nyoto 
menjelaskan musibah yang
menimpa keluarga mereka.
Nama baik keluarga ia
pertaruhkan dengan tidak
membenyi girah hu orang lainnya lagi,
di luar saudara-saudara
kandungnya. 
"pesan ayah itu," ia berkata
antara sadar dan tidak. "harus
tetap kita pegang. Melibatkan
pengacara, sama saja dengan
bunuh diri!" 
"Langkah apa yang akan kau
ambil, nyoto ?" 
"Aku belum tahu," nyoto 
mengeluh. "Lebih dulu, kita
harus menemukan surat surat
tua itu. Aku heran, Kang Dana
belum memusnahkannya. Tak
kutemukan bekasnya di tungku.
Atau di tong sampah, jika ia
sudah  merobek robeknya. Aku
khawatir, Kang Dana tiba-tiba
berubah pikir entah dengan
maksud apa ---" 
farida  mendengus sinis:
"Maksudnya jelas, nyoto !" 
"Oh ya?" 
"Mudah saja. Ia menjalin
persekongkolan dengan
istrinya!" 
"Tak masuk diakal. Itu bukan
sifat Kang Dana -----" 
"Nah. Kau pun ragu ragu,
bukan" Karena, ada kalanya
manusia dapat berubah. jessica 
yang sudah  merubah Kang
Dana!" ' 
"Bagaimana kau sampai
berpikir sejauh itu, farida ?" 
"Sederhana sekali, nyoto . Habis
menghendaki, ia dipertemukan
dengan Kang Dana. Atau jessica 
memang sengaja mengatur
pertemuan itu "." 
"Untuk?" 
"Hanya dengan jalan itu, ia
dapat diterima dengan tangan
terbuka di puri ini. Lalu dengan
leluasa ia mengumpulkan setiap
bukti yang ada. Tentu saja, ia
pun punya bukti sendiri, paling
tidak identitas. namun  apa yang
ia miliki, terlalu rapuh ---" . 
"-atau, saksi hidup!", sela nyoto ,
murung. 
"Tamu ayah maksudmu, nyoto "
Tidak usah khawatir. Orang itu
---" 
"Kau melupakan orang lainnya,
farida ." 
"Siapa?" 
"Abah!" 

dul latief , atau si Abah, kaget
begitu menyadari sesosok tubuh
tahu-tahu sudah berdiri di
sampingnya. "Nona Lola", ia
berdesah, pusat. 
"Si Juragan Kecil!", sambut
jessica  diiringi senyuman manis.
Padahal, saat ia tinggalkan
kamarnya di lantai atas, ia
masih tegang dan juga gelisah.
Kini ia sedikit terhibur oleh
tingkah dul latief  yang masih
juga serba salah dan salah lagi.
"Sudah kubilang, aku ----" 
Menyadari wajah dul latief  yang
tampak resah, jessica  tidak
meneruskan kata-katanya.
Teringat. orangtua itu pernah
ngacir ketakutan dari kamarnya
saat jessica  mengatakan
dirinya ingin jadi Juragan
Besar, bukan Juragan Kecil. Ia
lihat pula bagaimana tangan
kurus dan renta itu gemetar
saat memindahkan pakaian
pakaian basah dari mesin cuci
ke mesin pengering. jessica 
yakin, itu bukanlah dikarenakan
usia tua belaka. Melainkan
dikarenakan kehadirannya. 
"Kau sendiri yang mengernyoto n
segala sesuatu di puri ini,
Abah?", ia mencoba menetralisir
suasana. 
Tetap merunduk ke mesin
pengering, dul latief  menyahut
sumbang: "Non sampai
repot-repot turun ke bawah.
Padahal Non tinggal menarik
bel!" 
"Yang muda, lebih baik
mendatangi yang lebih tua.
Bukankah begitu, Pak dul latief ?"
dul latief  tertegun. Kemudian
menarik nafas panjang.
Katanya: "Sayang sekali.
Kebanyakan orang sudah 
melupakan hal itu, Non .?" 
"Hem. Dan siapakah
orang-orang itu, Pak?" 
dul latief  menggeleng muram.
Lalu berkata lebih ramah lagi:
"Sebaiknya Non tanyakan hal
lain saja ---" ' 
jessica  yang kini salah tingkah.
Mengapa semua orang di puri
ini seolah berkomplot
menjauhinya "
Bahkan juga dul latief , yang baru
kemarin malam saling kenal.
Jika pun jessica  melakukan
kesalahan, paling hanya sebuah
teguran. Dan itu pun berpangkal
dari kesalahan dul latief  sendiri,
dalam menyebut nama dan
kedudukan jessica . 
"tak ada sesuatu pun yang bisa
kuperbuat di kamar, Pak
dul latief ." ia terus berusaha
memperlihatkan sikap ingin
bersahabat. "Tadi aku salah
mengambil buku dari
perpustakaan. Ternyata
berbahasa Belanda ----" 
"Kelak akan kubantu
menerjemahkannya," desah
dul latief , tak sabar. 
"Terimakasih. Apa yang ingin
kutanyakan adalah, benarkah
Bapak tidak menemukan
petunjuk tentang suamiku di luar
sana?" 
Pundak orangtua.itu tergetar
sesaat. "tidak, Non"!",
jawabnya, setengah berisik.
Parau. 
"Dan ia belum pulang juga.
Apakah itu tidak
membingungkan?" 
"Betul," ' 
" Lalu ---" 
"Non lapar, barangkali.
Mungkin juga yang lain!",
dul latief  memotong cepat.
Dengan gerakan kasar ia tekan
mati tombol mesin pengering.
"Maaf. Aku akan ke dapur untuk
menyiapkan makan siang kalian
---" 
ia pun berlalu ke dapur. 
Bergegas. Dengan langkahnya
yang tersuruk. suruk. 
Hilang akal sebentar, jessica 
akhirnya tersinggung. Lantas
memaki sendirian: "Persetan!" 
Dan kemarahannya pun kian
menjadi-jadi, sesudah  ia kembali
ke kamar dan melihat kehadiran
orang lain di sana. farida , yang
duduk tenang tenang di pinggir
tempat tidur. Sambil menyulut
sebatang rokok yang terselip di
bibirnya. Ia berpaling ke pintu,
tersenyum dipaksakan, lantas
menyambut diriang riangkan:
"Hai, Kak Mila!" 
Jamiia tidak segera menyahut. 
Karena, sudah  terjadi beberapa
perubahan di dalam kamar.
Map-map berisi berkas-berkas
pekerjaan syam kamaruzaman  yang akan
dilemburkan suaminya selama di
puri ini, susunannya Sudah tidak
rapih. Laci meja sebelah atas
setengah terbuka, begitu pula
yang di bawahnya. Pintu lemari
memang tertutup rapat. namun 
apa bedanya" Pintu lemari itu
toh tidak terkunci. 
Tak pelak lagi, jessica 
menghardik: "Mau apa kau di
kamarku, farida "!" 

ATAP istal nyaris terkena
sambaran petir. 
Di loteng perlengkapan, nyi girah 
mengeluh saat tubuhnya
ditinggalkan tubuh untung  begitu
saja. "Mengapa berhenti, Ed?" 
Tangan untung  merayap di
keremangan loteng, mencari
celananya. "Kita Sudah terlalu
lama di sini!" 
"Sebentar lagi, Ed. Aku hampir
---" 
"Lain kali sajalah !", jawab untung 
seenaknya. Ia sudah ,menemukan
pakaiannya dan cepat sekali ia 
sudah selesai mengenakannya.
Kini matanya ganti mencari-cari
di mana letaknya tangga turun
ke bawah. ' 
-nyi girah  pun memprotes: "Ada apa
dengan kau, untung ?" 
"Jelas bukan" Kita harus segera
kembali ke puri, sebelum ada
yang curiga atau bahkan
memergoki apa yang barusan
kita perbuat ...." 
Sesaat, nyi girah  merentak duduk.
"Kau sengaja!" 
"Sudah kubilang -----" 
"Kau sengaja berhenti setengah
jalan ", nyi girah  mendengus marah. 
Akhirnya untung  menemukan apa
yang ia cari. Hati hati ia pun
mendekati tangga, bermaksud
turun ke bawah tanpa menunggu
nyi girah . Santai saja protes nyi girah  ia
jawab pendek: "Memang." 
"mengapa, untung ?", tanya nyi girah ,
terkejut, 
"Karena kau tidak
sungguh-sungguh menginginkan
tubuhku!" 
"Hei -----" 
Dalam kegelapan istal, untung 
menyeringai. "Apa yang kau
inginkan, nyi girah , hanyalah melukai
jiwa adikmu yang memang
sudah rapuh itu. iya toh?" 
"untung !" 
"Kau tak mau basah kuyup,
bukan" Aku akan pergi
mengambilkan payung atau
mantel. sesudah  itu -----" 
"Tunggu sebentar, untung !" 
untung  tak jadi turun. "Apa lagi?" 
nyi girah  mengurut dadanya yang
terasa sesak. Sekujur tubuhnya
bergemetar hebat. Menahan
ama
rah. "Kau kira aku tidak tahu
apa yang ada dalam pikiranmu,
ya" farida  memang lebih muda
dari aku. Lebih seksi. namun 
hanya itu!" 
"Katakan saja, nyi girah ." 
"Akan. Dan camkan baik-baik,
Edi. Siasia jika kau berharap
terlalu banyak dari farida , yang
sok manja itu. Kehadirannya di
tengah keluarga kami diakui
hanya secara de'-facto saja!
Dan kini, ayah sudah mati.
Sebelumnya, ibuku pun sudah 
mati ---" 
"Langsung saja, nyi girah ," dengus
untung  tak sabar. 
"Apakah kau belum melihat
juga?", kata nyi girah , setengah
menjerit. "Ataukah tak
seorangpun yang pernah
mencenyi girah kan padamu?" 
"Mencenyi girah kan apa?" 
"Bahwa sebelum ibuku
meninggal, ayah sudah  berjanji.
Di depan semua anak anaknya.
Terkecuali farida , tentu. Ayah
berjanji pada ibu. bahwa farida 
memang harus diasuh dan
diperlakukan sebagaimana
layaknya anak-anak yang lain.
Terkecuali lagi; bahwa, nama
farida  tidak dicantumkan sebagai
ahli waris. Di luar
persetujuanku dan
saudara-saudaraku. Dan
persetujuan itu belum pernah
sekali pun dibicarakan.
Mengertikah kau kini, untung ?" 
"Tidak." 
Mendengar jawaban sambil lalu
dan tanpa perhatian sedikitpun
itu, nyi girah  pun menjerit saking
marahnya: "Tidak ada lagi yang
membela farida mu, sesudah  ayah
mati, Selain si nyoto  tolol itu!
farida  akan kubuat mengemis,
merangkak rangkak. Baru
kutendang ! Dan kau, untung  boleh
mengikutinya_ 
ke manapun kekasih tercintamu
itu pergi. Jangan lupa ---
cucurkan sekalian air matamu!"
"Oh, oh, oh. Kau pun sebaiknya
mencamkan apa yang akan
kukatakan ini, nyi girah . Tidak
siapapun dari kalian berdua
yang akan kuikuti. Tidak kau.
Tidak juga farida ...."
"Apa"!"
"Akan kuambilkan payung
paling cantik untukmu ---" sahut
untung  seraya bergegas turun ke
bawah. Dan dari sana, berteriak
ke atas: "Atau kau ingin
menyusulku dari belakang"
Berhujan-hujan, sambil berbugil
ria"!"
Histeris, nyi girah  menggapai apa
saja yang dapat ia pergunakan
untuk melempar untung  yang
sudah pergi membuka pintu
istal. nyi girah  hanya menemukan
jerami. Oh, juga tumpukan
pakaiannya sendiri. Tumpukan
itu ia gumpalkan, lalu diangkat
tinggi-tinggi
"Akan kubunuh kau untuk apa
yang kau lakukan terhadapku,
untung !'', ia melengking nyaring,
lalu melemparkan benda di
tangannya. Pada saat
bersamaan, pintu istal sudah 
menganga lebar. untung  pun
berlari menerobos hujan lebat.
Sementara di belakangnya, lidah
badai menyerbu ke dalam lewat
pintu istal yang terbuka. Angin
keras bercampur butir-butir
hujan pun mendorong pulang
tumpukan pakaian yang tadi
dilemparkan nyi girah . Melayang
berkibar-kibar. Lalu hinggap
dengan deras, seperti
menampar, langsung di wajah
pemiliknya sendiri ---
Tiba di puri, untung  benar-benar
basah kuyup. Cepat-cepat ia
tutup pintu di belakangnya. Lalu
berdiri sempoyongan. Seraya
menggigil kedinginan ia
mengawasi lantai bawah, lantai
atas, dan lorong- lorong. Tak
tampak seorang pun. Aman,
pikirnya. Ia dapat menyelinap ke
gudang untuk mencari payung,
kalau perlu menanyakannya
pada dul latief . Karena yang
tergantung pada kapstok dekat
pintu masuk, hanya sebuah
jaket. Coba kalau mantel ....
Menggigil lagi kedinginan, ia
pun bergegas menuju tangga.
"Yang pertama, ganti baju
dulu!", ia bergumam sendirian.
Pikirannya pun terus berjalan
sementara ia melompati anak
tangga demi anak tangga.
Apakah ia sendiri yang pergi
menjemput nyi girah " Itu bunuh diri
namanya. Lebih bijaksana si tua
itu saja yang pergi menjemput.
namun  bagaimana jika setiba
Abah di istal, dan nyi girah  masih
telanjang"
untung  tiba di pintu kamarnya
sendiri.
la sudah mau masuk, sewaktu
terlihat olehnya bias nyala
lampu menerobos ke luar dari
sebuah pintu lain. Dan bukan
hanya bias lampu. Melainkan
juga suara dua orang
perempuan ribut bertengkar.
Terheran-heran, untung 
bersijingkat ke sana. Dan begitu
ia tegak di ambang pintu, dan
kedua perempuan di dalam
melihat penampilannya, baik
jessica  maupun farida  serempak
terpekik kaget dan ketakutan.
Dalam tempo sekejap sudah 
terdengar langkah kaki berlari
mendatangi. Mula-mula,
dul latief  yang menghambur naik
dari tangga di sebelah balkon.
Orang berikutnya berlari-lari
mendatangi dari arah tangga
yang tadi dinaiki untung . nyoto ,
tentu saja.
nyoto  mengawasi untung , kemudian
melirik ke daIam kamar. "Apa
yang kalian ributkan, farida ?" 
farida  akan membuka mulut.
namun  didahului jessica : "Oh.
Kami hanya terkejut melihat
penampilan untung !" Ia
memaksakan senyum di bibir.
Lantas menambahkan:
"Selebihnya, beres beres saja "'
_" 
"Apa" Beres"!", farida  memotong,
emosionil. Lalu menoleh pada
nyoto . Sinar matanya jelas
mengharap dukungan penuh
dari saudara kesayangannya itu.
Lalu dengan marah ia
menggeram: "Dia menuduhku
pencuri, nyoto  !" 
jessica  tersentak. "Aku tidak
mengatakan --" 
"Apa bedanya"
Ucapan-ucapanmu mengandung
kecurigaan. Caramu
memandangiku, apalagi. Sangat
menyakitkan hati!" 
Diam-diam untung  merasa lega.
Pemunculannya yang konyol
sudah  terabaikan. Diam-diam
pula Abah mengundurkan diri.
Dengan cepat ia sudah
menghilang ke bawah tangga
dari mana tadi ia datang. untung 
pun bermaksud mengikuti,
namun segera membatalkannya
saat ia melihat reaksi nyoto .
Pemuda itu tengah
memperhatikan dengan mata
menyipit pada jessica  yang
berjalan menuju meja.
Mendorong tertutup laci laci
yang tadi terbuka. Cara nyoto 
memperhatikan gerak-gerik
jessica  itulah yang menarik
perhatian untung . Ditambah nada
tak senang dibalik pertanyaan
nyoto  yang ditujukan pada
jessica : "Apaan kau, Kak Mila.
Kok sembarangan menuduh
begitu?" 
jessica h bangkit lagi marahnya.
Katanya, sewot: 
"Itu salah adikmu sendiri.
Masuk kamar orang tak bilang
bilang!" 
farida  tak mau kalah. "Aku sudah
bilang! Aku "kehabisan rokok.
Kebetulan pula pintu kamarmu
terbuka. Lalu kau datang. Dan
berlagak sedang memergoki
penCuri ! Apa kau kira aku ----" 
Saatnya tampil sebagai
pahlawan yang dipuja, pikir
untung  gembira. Maka ia
pun.-Mendehem keras untuk
memotong kata-kata farida . Baru
sesudah  ia jadi pusat perhatian,
untung  berujar tenang: "Aku kira,
sudah  terjadi kesalahpahaman!" 
Tiga orang lainnya sama
terdiam. 
untung  tersenyum manis. Lalu
berujar lebih manis lagi.
"Orang-orang bijaksana bilang,
tak perlu meributkan jarum yang
patah. Luruskanlah dulu benang
yang kusut "'.' 
"Apa pula maksudmu, Ed?",
tanya nyoto , berpikir-pikir. 
untung  menggerakkan pundak
dengan santai. "Waktu di
pemakaman tadi, nyoto  ",
katanya, seraya memandang ke
arah nyoto  -, meski sebenarnya ia
sangat ingin memandang ke
arah jessica . "Aku sempat
menimbang nimbang.
Seandainya aku terus pulang ke
puri, apa kerjaku di sini?" 
untung  berhenti sebentar. Untuk
memberi kesempatan pada salah
seorang dari tiga orang lainnya
di dekatnya, untuk mencerna
lanjutan kata-kata yang ia
lontarkan berikut ini: "Maka aku
berpikir. Ketimbang
menganggur ongkang ongkang
kaki, Mengapa tidak kukernyoto n
saja hal hal yang lebih
bermanfaat. -
"Heh. Lantas?", nyoto 
mendengus tak sabar. "Lantas.
Karena nyi girah  tak keberatan
pulang sendirian ke puri, aku
pun mengambil jalan yang
menuju ke barak di sebelah
Utara. Untuk memastikan,
apakah syam kamaruzaman  memang
singgah di sana sebelum
meneruskan perjalanan ke' balik
gunung ...." 
jessica  menahan nafas. 
farida  acuh tak acuh. 
nyoto  memandang tak percaya.
"Padahal cuaca sedang
buruk-buruknya?", ia bertanya,
lebih tak percaya lagi. 
"Kenyataannya memang begitu,"
jawab untung , masih tetap
tersenyum manis. Aku sangka
aku hanya akan melawan angin
badai saja. Tak dinyana, hujan
mendadak tercurah dari langit.
Sungguh sial. Hasrat untuk
melacak saudara kita itu, jadi
tertunda karenanya 
Kalimat terakhir untung , membuat
nyoto  malu hati. Dialah yang
semestinya melakukan apa yang
diterangkan untung . Untuk
menutupi perasaan malunya,
.nyoto  mengangguk pada farida .
"untung  benar," katanya "Aku
sependapat, antara kau dan Kak
Mila terjadi salah paham yang
sebenarnya tak perlu diributkan
...." 
la kemudian meninggalkan
kamar itu, diikuti oleh farida .
Sebelum berlalu, farida  sempat
mendeliki teman kumpul
kebonya itu. Sekedar
membenyi girah hu, bahwa kekasihnya
sudah  mengambil pilihan yang
keliru. 
untung  hanya tersenyum. Dan
memperhatikan bagaimana farida 
masuk ke kamar mereka. untung 
ikut 
masuk. Lalu pintu kamar
ditutupkan. untung  sampai tegang.
'namun  apa perdulinya" Biarkan
saia nyoto  dan farida  berpikir
bahwa mereka berdualah Raja
dan Ratu. Lalu esok lusa,
mereka akan lihat. Bahwa
mereka tak lebih dari kere --.
"-kau basah kuyup." 
untung  berpaling, terkejut. Ia
melihat senyuman di bibir
ranum jessica . Juga kilatan
basah, di sepasang mata yang
bening itu. Jantung untung  sampai
berdenyut denyut karenanya.  . 
Berdenyut betapa hangat! , ' 
Maka untung  pun menjawab,
hangat: "Alaa. Sebentar juga
kering ini!" 
'.'Aku begitu khawatir -------".
jessica  mendesah. 
"Kau" Mengkhawatirkan aku?",
untung  pura pura membelalak,
meski ia tahu tujuan sebenarnva
dari kalimat yang diucapkan
jessica  barusan. .jessica  agak
tersentak, namun  akhirnya
tertawa dengan matanya yang
masih basah. ' ' 
"Yang kumaksud suamiku, Ed,"
.ujar jessica  menjelaskan,
dengan nada suara ingin
dimaafkan. "Bahkan mereka
seperti sudah melupakan
syam kamaruzaman , bukan?" 
untung  berlagak netral:
"Situasinya memang
membingungkan, jessica ." 
"Yaah _", jessica  mengeluh.
Dalam. "Bahkan aku sampai
ribut dengan farida  Mana dibela
pula oleh nyoto . Andai saja kau
tak keburu menengahi, Ed ----" 
"Ah. sudahlah!" untung 
memperlihatkan wajah
tersipu-sipu. "Aku kira ada
baiknya aku mencari 
pakaian kering. Permisi,
jessica ." 
untung  pun berlalu. Acuh tak acuh.
"Ed ---?" 
untung  menghentikan langkah.
"Ya?" 
jessica  berbisik lembut:
"Terimakasih, untung ." 
"Lupakan saja!" 
sesudah  menjawab seakan sambil
lalu itu, untung  pun berjalan
menuju kamarnya. Dengan
langkah ditenang-tenangkan.
Padahal betapa ingin ia berlari.
Seraya bersorak riang gembira.
Dan berteriak lebih gembira
lagi: "Selamat untukmu,
pahlawanku !" 
Sewaktu masih aktif
menjalankan profesinya, entah
sudah berapa ribu kali untung 
memberi nasihat. Bahkan sering
pula disertai bentakan kasar, tak
perduli yang ia bentak itu
bintang film kenamaan yang
sedang jadi rebutan produser.
"Lupakan situasi di mana kau
berada saat ini! Hayati
perananmu saja!" Atau: 'Hei,
anak tolol! Tahan sedikit
emosimu ! Camkan! Di depan
kamera, kau adalah orang lain.
Bukan dirimu sendiri. Sialan!" 
untung  takjadi masuk ke kamar. 
Karena keburu ditahan oleh
suara bisik bisik di dalam:
"_habis, bagaimana lagi?" Itu
adalah suara farida . Yang nyaris
putus asa: "Aku merasa pasti,
dia sudah  menemukan lalu
menyembunyikan manuscript  itu!" 
Terdengar celaan nyoto :
"Sayangnya, kau sembrono.
Coba saat ia tibatiba
memergoki, kau lebih tenang.
Dan berlaku sedikit manis!" 
"Aku sudah ---" 
untung  bersijingkat menjauh.
Mulutnya melepas 
seringai lebar. Membatin penuh
cemoohan: "Hidup ini memang
panggung sandiwara ---!" 
Hei. Kalau tidak salah, ada
sebuah lagu ----_untung  pun lantas
bersenandung kecil saat ia
meneruskan langkah. Turun
lewat tangga yang menuju ke
lantai utama. Kemudian
berjalan memutar menuju lorong
yang langsung ke ruang
belakang. Barangkali saja, ada
pakaian untung  yang bersih dan
sudah disetrika oleh Abah. 
-Hem, si Abah! 
"Dari apa yang kuketahui
akhir-akhir ini," untung  bergumam
sendirian. "Si tua renta itu pun
ternyata seorang aktor
jempolan! nyoto  dan farida  masih
amatir. Adapun nyi girah  ---" 
Barulah untung  teringat pada nyi girah 
yang tadi ia tinggalkan berbugil
ria di loteng istal. Tampaknya
nyi girah  masih di sana. Entah apa
yang dipikirkan dan kemudian
akan dilakukan perempuan itu.
namun  sesudah  mengenalnya
bertahun tahun, untung  tahu betul.
nyi girah  terlalu tinggi hati, untuk
bercenyi girah  blak blakan tentang
apa yang sudah  ia dan untung 
lakukan di istal. nyi girah  tidak akan
menjatuhkan reputasi. yang
selama ini ia jaga dengan sangat
hati-hati. Seorang manipulator,
tak akan sudi kecolongan! 
Betapa mengagumkan, untung 
memuji diri sendiri, saat tadi
ia memanfaatkan
pengetahuannya yang hanya
sempat melintas selewat saja.
"nyi girah  tak keberatan pulang
sendirian .?" 
Dan nyi girah  akan memainkan
sandiwaranya pula: "Aku paling
benci flu. Maka begitu hujan
turun, dan kebetulan aku melihat
ke istal ----!" 
Yang pasti, nyi girah  tidak berpikir
seujung rambut pun untuk
menjadi seorang aktris, saat
perlahan lahan menghentikan
tangisnya. Sebelum ia sudah 
meraung raung histeris karena
dipermalukan oleh untung  -, yang
di mata nyi girah , tak ada
apa-apanya itu! 
Raungan histeris nyi girah  tentu saja
tenggelam ditelan riuh
rendahnya badai yang semakin
menggila di luar istal. Sungguh
raungan tangis yang sia-sia. Te
tapi paling tidak, toh mampu
mengurangi sedikit kekecewaan
yang sudah  melukai jiwa dan
kehormatan nyi girah  sebagai
seorang perempuan. Akhirnya
nyi girah  lelah sendiri. Mana ia
kedinginan pula oleh serbuan
angin dari pintu. Serpih-serpih
hujan pun sudah  mencapai loteng
istal di mana nyi girah  bergulung
sendirian. 
Di antara isak tangisnya, nyi girah 
pun sibuk mengenakan
pakaiannya kembali. Dan ia
masih sempat meraung sedikit
lagi saat memikirkan apa yang
akan ia perbuat untuk membalas
hinaan untung . Sampai tiba-tiba,
ia menyadari sudah  terjadi
perubahan suara. Sejak tadi,
pintu istal terus terhempas
hempas digempur angin badai.
Lalu mengapa sekonyong
konyong pintu itu membungkam
seribu bahasa" Pasti ada yang
menahannya. namun , siapa" 
nyi girah  tidak tahu, pertanyaannya
salah. 
Mestinya, bukan "siapa." 
namun  -apa"! 
Karena saat ia condongkan
tubuhnya ke depan untuk
mengintai lewat.bibir loteng,
yang ia lihat bukan untung 
sebagaimana sempat ia
harapkan. Melainkan sesuatu.
Yang bukan tegak, namun  me
lata. Sosoknya panjang.
Sebagian masih ada di luar
pintu. Selebihnya sudah masuk
dan melata makin ke dalam. nyi girah 
dapat melihatnya dengan jelas.
Karena punggungnya berlipat
lipat aneh dengan warna coklat
kehitaman itu, mengeluarkan
sinar yang lebih aneh lagi. Sinar
redup, namun menusuk pandang.
Sampai perih sepasang mata
nyi girah  karenanya. 
nyi girah  memejam. 
"Apakah aku hanya berkhayal?",
ia membatin. 
Ia buka lagi kelopak matanya.
Terasa perih lagi. namun  nyi girah 
bertahan. ia paksakan untuk
tetap melihat lebih jelas. SOSOK
panjang dengan punggung
berlipat-lipat itu masih di sana.
Masih tetap mengeluarkan sinar
redupnya yang menusuk. Hanya
perbedaannya, tidak ada lagi
bagian yang tertinggal di luar
pintu istal. Ekornya saja, yang
masih menahan daun pintu. Ekor
yang sama lebar dengan bagian
tubuh lainnya. Mendekati
lebarnya daun pintu istal! 
nyi girah  pun merinding. 
Dan ia baru saia menarik
mundur tubuhnya, manakala
terdengar desah nafas berat
tersedak, bagai nafas orang
tercekik. Disusul bunyi
mendesing. Dan tahu-tahu saja,
terlihat olehnya liukan sinar
menjurus ke atas. Lalu ia
melihat sosok tebal. lebar, dan
kenyal, bergerak-gerak di
depannya. Itu pasti bagian perut
mahluk melata itu. Warnanya
menyerupai darah. Dan dari
sepanjang perut itu tampaklah
sepasang atau empat, seratus
seribu, barangkali" Kaki atau
tangankah itu" 
Sepasang titik mata kuning
kemerahan, menatap lurus ke
mata nyi girah . Membuatnya
terkesima. 

"Wouw! Sungguh beruntung aku
hari Ini!", ujar untung  sukacita,
sembari menerima kotak rokok
yang disodorkan dul latief .
"Kebetulan sekali. Sudah sejak
di pemakaman tadi, aku ingin
merokok!" 
Dari kotak rokok kretek filter
sepuluh batangan itu, untung 
mengeluarkan sebatang. Dan
memang hanya sebatang itu
yang masih tersisa. ia mencari
cari korek api, lantas menyulut
rokok yang terselip di bibirnya.
Baru sesudah  dua tiga hisapan
nikmat, pakaian basah yang
melekat di tubuhnya, ia
tanggalkan. Begitu saja! Tanpa
perduli ia melakukannya di
tempat terbuka dan ada orang
lain di dekatnya. 
"Benar-benar urakan", pikir
dul latief  seraya memalingkan
muka. Menghindari
ketelanjangan untung . Terlihat
olehnya kotak rokok habis
diremasremas, terbuang begitu
saja di sudut. dul latief  lantas
menjemput lalu memasukkannya
ke tong sampah yang tak berapa
jauh letaknya. 
untung  melihat akibat
kesembronoannya, dan
bergumam tulus: "Maaf ---" 
Senyum di bibir dul latief  sama
tulusnya. "Coba ya," katanya.
"Jika yang terlupakan di saku
bajumu, bukan kotak rokok.
Tapi, uang ----" 
untung  tertawa seraya mengawasi
dul latief  menyu
sun kembali tumpukan pakaian
yang sudah  ia setrika kemarin
sore namun  belum sempat ia
kirimkan ke kamar masing
masing pemiliknya. Lalu
mengomentari guyonan
orangtua itu: "Uang, Abah"
Boro-boro lupa. Jika saja aku
punya uang, sudah kuhabiskan
sejak kemarin-kemarin!" 
dul latief  kembali ke dapur. "Kau
tak akan pernah kaya, kalau
begitu!" 
untung  lantas teringat mengapa ia
mendekati farida . Kemudian juga
-astaga, bukankah ia sudah 
menjanjikan akan mengantarkan
payung atau mantel untuk nyi girah "
Lantas, bagaimana
mengatakannya pada dul latief "
Sedang tadi di atas, ia sudah ber
dusta tentang nyi girah . Konyol sekali
jika ia meminta bantuan dul latief 
demi nyi girah . Bukankah dusta untung 
tadi berarti untung  tidak tahu
bahwa nyi girah  ada di istal" 
"Kok termenung!", tegur
dul latief  seraya meneruskan
pekerjaannya. "Sedang berpikir
bagaimana memulai jadi orang
kaya, eh?" 
untung  diam diam tersentak. Ia
pelajari wajah orangtua itu, lalu
menyadari bahwa ucapannya
barusan tak lebih dari
kelanjutan canda. Bukan
sindiran. untung  juga melihat
bagaimana orangtua itu
terbungkuk-bungkuk sesekali,
seraya mengurut pinggangnya,
lalu dengan sabar dan telaten
kembali meneruskan pekerjaan. 
untung  pun lantas tergoda untuk
mengetahui lebih dalam tentang
hidup dan kehidupan si renta
yang begitu penuh pengabdian
pada tugasnya itu. "Ada,
peribahasa lama, Abah ---" 
"Apa itu, Den untung ?" 
"Begini. Jika orangtua kaya,
anak pun jadi raja. Sebaliknya
jika anak yang kaya, orangtua
justru jadi pembantu!" 
dul latief  tertegun. Gurat-gurat
ketuaan di wajahnya, mengeras.
Tanpa menoleh pada untung , ia
bertanya tajam: "Jika kau punya
maksud, katakan saja. Tak perlu
berputar-putar ---!" 
Maka untung  pun menembak:
"Mengapa kau membiarkan
mereka, Abah?" , 
"Mereka siapa?" 
"Yang berleha-leha di atas
sana!" 
"Mereka tidak tahu. Karena
pendahulu-pendahulu mereka
sudah  -", wajah orangtua itu
tiba-tiba memucat. Ia berpaling
cepat ke arah untung  yang tegak
menyandar di ambang pintu
dapur. Sadar sudah  terlanjur
berbicara, ia sesaat marah.
"Aku tidak tahu omong kosong
apa yang sudah  kau dengar
tentang masa lampauku, anak
muda! namun  satu hal ingin
kunasihatkan padamu. Anggap
saja untuk memperkaya
perbendaharaan peribahasamu
yang tak habis habis itu ...." 
dul latief  mengatur sebentar
nafasnya yang sesak. Lalu:
"Sebelum memeriksa gigi
harimau, berpikir dulu masak
masak. Apakah ada manfaatnya
bagimu, ataukah lebih baik
lupakan saja niatmu!" 
untung  tibatiba menyesal. 
Satu lagi persahabatan, sudah  ia
porak-porandakan. 
Namun. jessica  justru
berpendapat lain. 
Dalam keadaan dirinya tanpa
daya, membersit jua setitik
harapan. jessica  tak perlu
mencemaskan benar bagaimana
ia bersikap jika nanti Suaminya
kembali ke puri. Padahal ia
sudah sempat dicekam
kekhawatiran, sesudah  tadi ia
berselisih paham dengan nyoto ,
kemudian farida . 
jessica  yakin syam kamaruzaman 
mencintainya. Namun
bagaimanapun, nyoto  dan farida 
tetaplah saudara kandungnya,
yang patut dibela. Konon lagi,
pernikahan jessica  dengan
suaminya barulah seumur
jagung. Ditambah embel-embel,
jessica  itu janda. Okelah itu,
karena sejak semula syam kamaruzaman 
tidak keberatan. Okelah juga,
bahwa jessica  tidak akan pernah
mampu memberi keturunan pada
suaminya. Karena apa yang
kurang bukan terletak pada diri
jessica , melainkan pada diri
syam kamaruzaman . namun  berapa
banyakkah rumahtangga yang
dapat bertahan, jika tidak
dilengkapi keturunan bersama
sebagai pengikat" 
Dan cinta, tinggallah sapuan
bibir semata. 
Persaudaraan dapat merusak
cinta. Namun masih ada
kemungkinan muncul cinta cinta
yang lain. Namun jika cinta
merusak persaudaraan, lupakan
lah untuk berharap munculnya
saudara-saudara yang lain.
Kalaupun ada,.itu bukanlah
murni saudara-saudaramu!
jessica  sudah lama mengenal
syam kamaruzaman , sebelum mereka
memutuskan untuk menikah.
Dan ia sudah tahu pilihan mana
yang akan diambil syam kamaruzaman  jika
keadaan akhirnya memaksa. 
Syukurlah, masih ada untung . 
untung  memang urakan. Gaya
hidupnya pun konon, tak patut
jadi panutan. untung  pun, memang
kekasih -bahkan boleh dibilang
sudah menjadi suami farida .
namun  barusan tadi, untung  sudah 
membuktikan. Bahwa dalam
situasi kritis, untung  dapat tampil
sebagai penengah. 
jessica  merasa tenteram. 
ia tidak lagi memikirkan sikap
permusuhan yang
terang-terangan diperlihatkan
nyoto  dan farida . untung  kembali
akan tampil sebagai juru
selamat. Semuanya akan
kembali normal. Dan jessica 
bersama suaminya boleh pulang
ke Medan dengan perasaan
nyaman, karena mereka
meninggalkan segala sesuatunya
dalam keadaan baik dan beres. 
Sembari rebahan di ranjang
dengan mata mengawasi butir
butir hujan menerpa kaca
jendela, jessica  terus
menerawang. Nanti setiba di
Medan, jessica  akan mengirim
surat pada untung . Ia akan
mengucapkan terimakasih untuk
budi baik untung  selama jessica 
dan suaminya ada di puri.
Dalam suratnya nanti, antara
lain jessica  akan menulis begini:
"aku harap, persahabatan kita
akan tetap langgeng
selamanya." 
untung  pasti menyeringai jika
membacanya. 
Terbayang oleh jessica  saat ia
dan untung  sempat ngobrol di luar
ruang makan. Ketiak itu, untung 
ada satu dua kali menyeringai.
saat mengingatnya kembali,
kini barulah jessica  sadar. untung 
sebenarnya tidak begitu tampan.
namun  untung  sungguh punya daya
tarik yang kuat. Yang justru
terletak dalam seringainya! 

Pantaslah nyi girah  nekad mendekat. 
Lalu farida  cemburu setengah
mati. 
Andaikata jessica  belum punya
suami, barang kali ia pun --

Geledek menyambar di luar
puri. Membuat seluruh
bangunan terasa bergetar.
Sedetik dua cuma. namun 
cahayanya yang menyilaukan di
kaca jendela, sudah  merenggut
jessica , bangkit terduduk.
Dengan wajah pucat pasi.
Mengapa geledek menyambar"
Mengapa bumi bergetar" 
jessica  bergidik. Barusan ia
berbuat dosa. 
Memikirkan yang bukan-bukan
tentang untung . Gemetar, jessica 
mengucapkan istighfar. Lalu
kembali rebah di tempat
tidurnya. Habis, apalagi yang
mau ia kernyoto n" syam kamaruzaman  belum
kembali iuga. Dan mereka tak
dapat segera pulang ke Medan.
Tak dapat segera bertemu
dengan 
"Latief, anakku !", jessica 
merintih. "Maafkan Mama,
anakku. Mama sempat
melupakan dirimu ---" 
Puri bergetar lagi. 
namun  hanya samarsamar. 

Dan pada getaran pertama,
yang_lebih keras, nyoto  pun
terlontar dari duduknya. Ia
mendengarkan suara hujan dan
angin badai di luar, lantas ber
sungut-sungut khawatir: "nyi girah .
Aku tiba tiba memikirkannya ---"
farida  mengeluh. "Ia dapat
menjaga diri sendiri, nyoto ." 
"namun  aku belum melihat dia
semenjak aku kembali dari
pemakaman ayah!", jawab nyoto ,
gelisah. "Aku akan memeriksa
kamarnya, untuk memastikan
apakah nyi girah  baik-baik saja." 
"Aaah. Paling juga ia tengah
sibuk memikirkan untung ", kata
farida  seraya mengikuti
saudaranya berjalan menuju
pintu. "Tak usahlah kau
berpurapura menutup mata,
nyoto ." 
nyoto  tertegun. "Apakah kau
mencemburui kakakmu sendiri?"
farida  mendekat kemudian
merangkulkan kedua lengan di
pundak nyoto . Berdesah lembut:
"Kau tahu betul, nyoto . Silahkan
saja untung  mengejar perempuan
mana pun yang disukainya. Aku
tak akan pernah cemburu ----" 
"farida " 
Wajah farida  lebih mendekat lagi
ke wajah nyoto . "Sudah berapa
tahun kita tidak pernah
melakukannya lagi, nyoto ?" 
Wajah nyoto  bersemu merah. Tak
menjawab. 
farida  pun mendorong: "Ciumlah
aku, Sayangku ' 
nyoto  ragu-ragu. Tidak demikian
halnya dengan farida . Tanpa
menunggu, ia sudah
mencecahkan bibir ke mulut
nyoto , lalu mengulumnya dengan
kuat. nyoto  masih sempat
mengimbangi ciuman itu dengan
hangat, sebelum nyoto  meronta
lepas, dan kemudian berujar
terengah-engah. "Tidak lagi,
farida . Tidak akan!" 
Kelopak mata farida  meredup:
"Mengapa, nyoto ?" 
"Yang dulu itu kita perbuat
tanpa sadar, farida !" 
"Jika demikian, mengapa
sekarang kita tidak 
lakukan dengan ---" 
"Maafkan aku, farida ," kata nyoto 
tergesa-gesa. Tergesa-gesa pula
ia membuka pintu. Lantas
berlari-lari kecil menuju tangga.
Lupa niatnya memastikan
keadaan nyi girah . Ia akan
mengurung diri di perpustakaan.
Lalu membaca buku apa saja,
untuk melupakan semuanya.
Sambil berharap syam kamaruzaman  cepat
pulang, semuanya dibicarakan,
diselesaikan, kemudian
masingmasing mereka dapat
pergi mengikuti langkahnya
sendiri-sendiri. 
nyoto  hampir saja bertubrukan
dengan untung  yang justru sedang
naik ke atas. Sejenak mereka
saling pandang. Sejenak,
sama-sama terperanjat. Dan
wajah masing-masing masih
memperlihatkan perasaan
menyesal. Menyesali
kekeliruan-kekeliruan yang sudah 
sama mereka perbuat. Meski
dalam situasi dan porsi yang
berbeda. 
Lantas, untung  menggumam: "Kau
melamun ya?" 
nyoto  membalas: "Kau pun tak
lihat-lihat jalan!" 
Mereka pun saling bertukar
pandang lagi. 
Kemudian tertawa.
Berpura-pura geli. Padahal, di
dalam hati masing masing,
mereka berdua sedang
menghibur diri sendiri. 
Belum habis mereka tertawa.
sesosok tubuh tinggi kurus lewat
di bawah tangga, dari arah
lorong ke dapur. Sepertinya,
akan bergegas ke pintu depan,
dengan wajah kaku dan
misterius. 
untung  tak berani menyapa. Sadar
barusan tadi ia sudah  melukai
hati orangtua itu. nyoto  yang
tidak berprasangka apa apa,
lantas berseru: "Mau ke mana.
Abah?" 
dul latief  menoleh. "Tidakkah
kalian mendengarnya?" 
"Mendengar apa, Abah?" 
"Ada yang menjerit ---" 
"Apa"!," untung  kini yang terkejut.
Mendadak saja ia teringat
bahwa nyi girah  sendirian di istal.
Apakah hujan badai dan getaran
keras tadi ataukah geledek sudah 
menyambar --
dul latief  sudah sampai di pintu
depan. 
Di sana, ia tertegun. Terbungkuk
bungkuk mengurut dadanya,
sambil menggumamkan sesuatu.
Kemudian, ia kuatkan dirinya,
merenggut pintu depan sampai
menganga lebar. Lantas
menghambur pergi menerobos
derasnya hujan. Agaknya tak
sadar, ia tak pakai pelindung. _ 
nyoto  dan untung  untuk kesekian
kali bertukar pandang. 
"Di mana kalian menyimpan
mantel. Atau payung"," untung 
menggerimit. 
sesudah  nyoto  pergi
mengambilkannya, mereka
berdua segera menyusul dul latief 
yang sudah lenyap entah ke
mana. Sejenak nyoto 
kebingungan. namun  kemudian
ia merasakan tarikan untung  pada
lengannya. nyoto  pun berlari-lari
mengikuti untung  sambil
merapatkan mantel masing
masing. Lambat laun nyoto 
menyadari, bahwa mereka
sedang berlari menuju ke istal. 
dul latief  tampak berdiri di
bawah hujan. 
Membelakangi pintu. 
Di bawah siraman hujan deras,
wajahnya tak memperlihatkan
ekspressi. Hanya mata tuanya 
saja, yang tampak layu. 
"Sebaiknya kalian tidak masuk
ke dalam!," katanya, datar. 
Dada nyoto  berdebar. "nyi girah ?" 
dul latief  mengangguk. 
"Aku akan menemuinya" 
"Nanti saja, Den nyoto " 
"Hei ----," nyoto  gusar. "nyi girah  kan
tidak apa-apa. Mengapa harus
---" 
Katakata nyoto  tergantung begitu
saja. Rasanya ia sudah  melihat
sesuatu di balik ke suraman
wajah dul latief  yang basah
kuyup. Dan apa yang dilihat
nya, membuat nyoto  terperanjat.
"Tidak. Kau salah.
Pandanganmu sudah lamur .nyi girah 
masih hidup. Dia ---" 
Kemudian, nyoto  mendorong
dul latief  dengan keras sehingga
orangtua itu terhuyung lalu
jatuh di tanah berlumpur.
Dengan bebas kemudian nyoto 
pun 'menghambur ke pintu istal.
untung  ikut berlari di belakangnya.
untung  menahan daun pintu yang
dihempas-hempas angin, sejenak
silau.oleh cahaya terang
benderang di dalam. Bukankah
saat tadi ia maSuk bersama
nyi girah , lalu saat juga
meninggalkan nyi girah  sendirian di
sana, lampu di dalam sudah 
menyala" Ah, pasti pak dul latief 
yang sudah  menyalakannya. Dan
--
Dan, sesudah  mata untung  terbiasa
dengan cahaya di ruangan
dalam, untung  pun terbelalak
dengan wajah gempar. Bukan
karena melihat nyi girah  masih
berbugil ria ---
Ruang dalam istal tampak
berantakan. Loteng 
roboh. Porak-poranda. Di
lantai, bahkan juga di tembok,
terlihat percikan dan genangan
darah. Lalu cabikan-cabikan
blouse dan rok, robekan robekan
daging segar, tulang-tulang
yang masih ditempeli serpihan
serpihan daging dan darah.
Terpisah agak jauh di sudut,
tampaklah sepotong betis serta
betis betis telanjang terputus se
batas lutut". 
untung  menopangkan tubuhnya
pada bingkai pintu. Dengan
perut mual. 
nyoto  lebih tidak tahan lagi.
Tanpa mengucapkan sepatah
kata, nyoto  menghambur ke luar.
Di bawah siraman hujan deras,
tubuh nyoto  terbungkukbungkuk.
Lantas tanpa ampun lagi,
sesuatu yang bergerak dan
mendorong kuat dari dalam
lambung nya, ia muntahkan ke
luar. 
sesudah  itu, nyoto  terkulai. Jatuh
berlutut di tanah berlumpur." 

dul latief  lebih mampu
menguasai diri. 
Ia bergerak mendekati untung .
Berujar tanpa emosi: "Kau
antarkanlah nyoto  ke puri!" , 
Dengan lutut masih gemetar,
untung  mengangguk susah payah
lalu mendatangi nyoto  yang
masih berlutut di tanah
berlumpur. la sentuhkan
tangannya ke pundak nyoto .
Mulutnya dibuka untuk
mengucapkan kalimat
membujuk. Namun lidahnya
terlalu kelu. Maka ia cengkeram
saja lengan nyoto  lalu
merenggutnya bangkit dengan
kasar. 
Di belakang mereka, terdengar
dul latief  berseru di antara riuh
pikuknya hujan dan badai angin:
"Kembalilah lagi kemari, Den
untung . Ambilkan aku minyak
tanah di dapur. Jangan lupa
korek apinya sekalian!" 
untung  hanya mengangguk tak
paham. 
Lain halnya dengan nyoto .
Sesaat ia renggut lepas
lengannya dari cengkeraman
tangan untung . Dengan cepat ia
sudah berdiri di hadapan
dul latief . Lalu dengan gusar,
kerah baju orangtua itu ia
renggut. "Kau mau apa, Abah?" 
"Apa boleh buat, Den nyoto  ---" 
"namun  membakarnya," nyoto 
berteriak marah. "Membakar
nyi girah !" 
"Sisa sisa Neng nyi girah ." tambah
dul latief , tetap 
tenang. "Atau kau lebih suka
membersihkan sendiri yang di
dalam sana, eh" Dan kemudian,
memperlihatkannya sebagai
tontonan pada adik dan kakak
iparmu"!" 
Sebelah tangan nyoto  sudah
terangkat. Akan memukul. untung 
pun sudah akan bergerak,
mencegah. namun  nyoto  sudah
menurunkan tangannya kembali.
Terkulai di sisi tubuhnya. Kerah
baju dul latief  ia lepaskan,
kemudian ia berdiri mematung.
Seperti linglung. untung  terpaksa
harus mendatanginya lagi,
mencengkeram lengannya lagi.
namun  kali ini untung  mampu juga
membuka mulut: "Ayolah ---" 
"Oh ya, Den untung  ---" 
Saking gempar, untung  pun
ikut-ikutan marah: "Mau apa
lagi kau, tukang kremasi"!" 
"Saluran listrik. Yang ke istal ini
---," dul latief  menyahut acuh tak
acuh. "Letaknya terpisah dekat
pintu dapur. Jangan lupa
mencabutnya!" 
Mau tidak mau, untung  terdiam
malu. 
Si tua bangka ini, pikirnya,
hampir tak memerlukan tempo
berpikir sebelum bertindak demi
kebaikan dan keselamatan
siapapun yang ada di puri.
Seperti tadi pagi, saat semua
orang meributkan lenyapnya
syam kamaruzaman . sesudah  tirikan sekilas
ke wajah jessica , orangtua
bangka itu lantas memutuskan:
"Akan kucarikan dia untukmu,
Non." 
untung  menarik nafas panjang,
kemudian membimbing nyoto 
menuju puri. nyoto  menurut
seperti kerbau dicucuk hidung
saja. Tanpa semangat hidup. Ia
sempat terhuyung hampir jatuh.
Ter
paksalah untung  melingkarkan ke
pundaknya, lengan kiri nyoto .
Jadi ia dapat menuntun nyoto 
tanpa kuatir pemuda itu ambruk
di tengah jalan. 
Tubuh, memang tidak. Lain
halnya dengan jiwa. 
Menjelang tiba di puri, nyoto 
pelan-pelan mengerang,
kemudian menangis
sesenggukan.... 
farida juga menangis. Di atas
tempat tidurnya. 
Masih terngiang di telinga farida 
apa yang tadi diucapkan nyoto 
dengan tegas: "Tidak lagi, farida 
-tidak akan! Yang dulu itu kita
perbuat tanpa sadar ---" 
nyoto  benar. 
namun  mengapa kebenaran itu
selain menyakitkan, iuga
teramat sangat mengiris-iris
sanubari farida " Padahal baik
farida  maupun nyoto  sama sama
tidak pernah menghendaki
mereka dilahirkan, pada hari
dan bulan yang sama, oleh ayah
yang sama. Tidak pula mereka
pernah berharap di pertemukan.
Namun toh, di luar kemauan
mereka berdua, semua itu terjadi
juga. 
saat farida  muncul di tengah
keluarga mereka, usia nyoto  lebih
muda 9 tahun dari nyi girah  dan 12
ta hun dari syam kamaruzaman . Tak heran
jika ia lebih diperlakukan
sebagai boneka kesayangan.
Bukan sebagai si bungsu kecil
yang akan tumbuh menjadi sama
besar dengan mereka yang
mencintainya. Juga tidak
mengherankan, saat boneka
lainnya datang, nyoto  menjadi
sangat bergirang hati. Dia
bukan lagi sekedar yang
'dimainkan', namun  sudah dapat
'memainkan' apa yang ia
inginkan untuk dirinya sendiri.
Lambat laun peranan nyoto 
sudah 
lebih menyerupai pelindung buat
farida , yang jelas jelas
diperlakukan sebagai boneka
rusak. 
"namun tetap harus dipajang
dalam rumah kita. Karena tak
ada lagi tempat untuk
membuangnya" 
Entah siapa yang mengucapkan
kata-kata itu. farida  tak ingat
benar lagi. Yang tetap
diingatnya adalah bagaimana
nyoto  sampai memekik-mekik
marah, lalu si boneka cantik pun
membujuk si boneka rusak yang
menangis: "Cup, cup, sayang.
Aku ada di sini. Untuk
melindungimu " 
Begitulah mereka berdua
tumbuh dari waktu ke waktu.
Menangis bersama. Tertawa
bersama. Begitu pula makan,
mandi, tidur. Bahkan saat
yang satu sakit maka yang lain
pasti akan sakit pula, tak
seorangpun yang terpikir untuk
menganalisa penyebabnya.
saat pada akhirnya mereka
berpikir, segala sesuatunya
sudah terlalu lambat untuk
dicegah. Karena nyoto  dan farida 
sudah melewati usia remaja,
tanpa satu pun dari mereka
pernah mempunyai pacar tetap.
nyoto  akan mencak mencak tanpa
sebab sebab yang jelas,
manakala farida  akrab dengan
teman lelakinya. Begitu pula
sebaliknya, farida  akan
mengurung diri di kamar, tak
mau ditemui atau berbicara
dengan siapapun. 
Lalu terjadilah musibah itu. 
Suatu malam, paCar terakhir
farida  baru saja berlalu. Tinggal
farida  sendirian di rumah, saat
nyoto  tiba tiba menerobos masuk.
Saat itu farida  ada di kamar dan
farida  baru saja melepas pakaian
untuk diganti dengan gaun tidur.
Tanpa memperdulikan 
farida  masih bugil, nyoto  langsung
membentak dengan wajah
memerah saga: "Si Johan
merangkul dan menciummu di
balik pintu!" 
"Dia memaksa ---," jawab farida ,
setengah membela diri. 
"namun  kau mau!" 
"Aku aku tak mampu
menghindar" 
"Karena kau menginginkan dia!
Bahkan kau sudah  memberikan
yang itu kepadanya.
Mengakulah " 
Pun basah, karena tuduhan yang
sangat tidak benar itu. "Kau
tahu betul, pada siapa yang itu
ingin kupersembahkan. namun 
sayang, dia terlalu pengecut
untuk melakukannya!" 
"Aku" Pengecut"!," nyoto 
menghambur ke depan, lantas
menempeleng wajah farida .
"Jangan sekalikali kau menyebut
aku ----" 
Mata farida  semakin basah. 
nyoto  tak tahan melihat, lantas
merangkul. Entah siapa yang
memulai, tahu-tahu bibir mereka
pun bertemu. Entah bagaimana
pula terjadinya, tahu tahu sudah
terdengar suara mobil memasuki
pekarangan rumah, dan mereka
berdua masih bergulung di
bawah selimut -; hampir pulas,
dengan tubuh nyoto  dalam
keadaan yang sama seperti
farida , saat. nyoto  menerobos
masuk ke kamar itu. 
Tak seorangpun melihat apa
yang sudah  mereka perbuat.
Namun kecurigaan lambat laun
mulai menjalar. nyoto  kemudian
dikirim ke Medan, dengan
alasan ada yang mendampingi
syam kamaruzaman , yang baru saja
membuka usaha di sana. farida 
tak kuat me
nanggung siksaan bathin. Lantas
lari dari satu ke lain lelaki,
sampai ia putuskan untuk
memegang seorang pendamping
tetap. Baru sesudah  farida  hidup
serumah dengan untung , nyoto 
diperbolehkan pulang ke
Bandung. Dan memilih hidup
sebagai bujangan yang demikian
mengabdi pada buku buku
kuliahnya. 
"Aku baru akan menikah, jika
aku sudah ingin," katanya,
tegas. 
Mereka tahu benar apa
sebabnya. namun  mereka tak
berdaya mengatasinya. Kecuali
melampiaskan kemarahan pada
farida . Yang berusaha untuk tetap
bertahan, sebagai imbangan
kasih sayang sang ayah, yang
tidak bosan-bosan
menyebarkan: "farida , manisku.
Semua itu akan berlalu ---!" 
Semuanya, tidak juga berlalu.
Kalaupun ada, itu baru terjadi
dinihari kemarin. Tidak akan
ada lagi yang menyebut dirinya
si 'farida , manisku'. Dan barusan
tadi, sesuatu yang lain jelas
sudah akan ikut berlalu. Seperti
apa yang tadi dikatakan oleh
nyoto : "Tidak lagi, farida , Tidak
akan!" 
farida  kembali terisak. 
Letih. Dan semakin letih __

sesudah  untung  mengulangi
ketukannya, lebih keras, barulah
terdengar bunyi anak kunci
berketak di lubangnya. Begitu
pintu dibuka dari dalam, untung 
langsung menyerobot:
"Mengapa kau mengurung diri?"
farida  diam saja. Lampu kamar
tidak dinyalakan. untung  jadi tidak
melihat kelopak mata farida  yang
sembab basah. Lagi pula
perasaan untung  masih terguncang
memikirkan apa yang ia
temukan di istal. untung  pun tidak
terlalu memperhatikan. Padahal
justru saat itu, farida  diam diam
merindukan perhatian lebih dari
seseorang, agar farida  tertolong
dari keruntuhan yang
menyedihkan. sesudah  ia tidak
lagi dapat mengharapkan nyoto ,
kinilah saatnya ia
mengharapkan untung  secara
utuh. 
namun  sikap farida  yang diam,
ditafsirkan untung  sebagai sikap
dingin. Yang sudah terbiasa ia
telan selama hidup dengan farida .
Maka untung  pun bertanya tak
sabar: "Mana pil tidurmu?" 
Tanpa komentar, farida  pergi ke
meja kecil dekat kepala tempat
tidur. la ambil satu dari sekian
ples kecil yang ada di situ
dengan tepat, bukan karena
sudah hapal ples dan tempatnya,
namun  lebih banyak karena
dorongan naluriah semata. untung 
menerima ples obat yang
disodorkan farida , sambil
menggerutu tanpa sadar:
"Tadinya aku mau minta sebutir
saja. namun  karena kau tak
keberatan memberi satu ples
penuh, oke-oke.saja. Toh yang
meminumnya bukan aku. Tapi
nyoto !" 
untung  kemudian berlalu. 
Tanpa menoleh-noleh ke
belakang. Satu dua saat farida 
masih bengong. Saat berikutnya,
baru pikiran warasnya kembali.
nyoto " Membutuhkan pil tidur"
Itu tidak pernah terjadi! Pasti
ada sesuatu yang tidak beres --
Cinta itu belum mati. 
Ia kini hidup kembali, dalam
langkah-langkah panjang farida 
saat keluar dari kamarnya
untuk menyusul untung . Ia lihat
untung  sedang menuangkan air
dari teko stainless ke sebuah
gelas. ke dalam mana
dicemplungkan untung  satu ples _
oh, ternyata hanya sebutir pil
penenang tadi. nyoto  duduk di
pinggir tempat tidur, dengan
wajah pucat dan layu. Ia
menekuri lantai dengan sorot
mata hampa. 
farida  tersedak sendiri. Teringat
saat belum lama tadi ia sudah 
mencium nyoto  di balik pintu
kamarnya. Pasti itulah yang
sudah  menggoncangkan jiwa
nyoto . Pasti nyoto  tadi berlalu
dengan pikiran diberati dosa.
Pasti ia tersuruk di suatu
tempat. Pasti ia sudah 
menceracau. Pasti ia, pasti ---
nyoto  menolak apa yang
diulurkan untung . 
Akal sehat untung  hilang pula
entah ke mana. Ia pun
menghardik. "Tolol! Kau minum
sendiri ini, atau kucekokkan ke
mulutmu!" 
Dan nyoto  memang mendongak
seperti orang tolol. Ia pun
tampak takut melihat wajah
untung . Lantas dengan tangan
bergemetaran, botol berisi air
putih yang sudah dicampur pil
penenang itu, ia sambar dan
diteguk habis isinya. Hanya
dalam sekali tenggak.
farida  hampir menangis
melihatnya. 
Ia merasa sangat bersalah. Dan
tak tahu apa yang harus
dilakukannya. Ia baru tersadar
saat Ia dengar untung 
membentak: "Jangan
menghalangi jalanku, farida !" 
farida  menyisi. Matanya
mengawasi nyoto  yang rebah
tanpa gairah hidup. Lantas
merintih: "Kau 
mengasari nya -----!" 
untung  membalikkan tubuh.
Kemudian menyeringai. "Dan
hatimu sangat terluka. Bukankah
begitu, farida ?" 
Air mata farida  menetes. 
Akibatnya, untung  pun makin
menjadi. "Aku punya obat
mujarab untuk hatimu, farida .
Melompat dan menarilah.
Bunyikan musik yang keras. Lalu
teriakkan ucapan selamat jalan
untuk nyi girah !" 
"nyi girah  ---," farida  makin bingung. 
"Benar. nyi girah . Ia tidak akan
pernah mengusik pestamu lagi!" 
sesudah  berujar demikian, untung 
kemudian bergegas menuju
tangga di dekat balkon. Salah
satu pintu yang ia lewati dibuka
dari dalam. namun  pikiran untung 
terlalu kacau balau untuk
memperhatikannya. jessica  ke
luar dari pintu terbuka itu,
dengan wajah heran melihat
kepergian untung  dengan wajah
dan langkah-langkahnya yang
bagai kesurupan itu. 
jessica h berpaling ke arah lain. 
Di depan pintu kamar nyoto , ia
lihat farida  tegak mematung.
Dengan wajah seperti orang
terkejut, dan anehnya, pipi yang
basah pula. jessica  mau
bertanya. namun  farida  sudah
keburu masuk ke kamar nyoto .
Nah. Ada yang tak beres di
antara mereka bertiga, pikir
jessica . Lalu ia masuk lagi ke
kamarnya. Menutupkan pintu,
acuh tak acuh. Bukan
urusannya. Lalu jessica 
membuka-buka buku tua
berbahasa Belanda yang tidak
dimengertinya itu. namun 
gambar gambarnya bagus dan
me
narik. Dan ia sudah  bersikap
bijaksana, dengan menutupkan
pintu tadi. 
Demikianlah jessica  berpikir,
seraya tersenyum. 
la pasti tidak akan mampu
tersenyum, andaikata jessica 
tahu apa yang terjadi
sebenarnya. Juga apa yang
kemudian diketahui farida , dari
mulut nyoto . Sebelum nyoto 
benar-benar tertidur, ia sempat
menceracau. Setengah
mengigau. "Darah -itu bukan
namun  betis yang Ayah -mengapa
jaWablah, nyi girah . itu bukan kau
tidak tidak ---" 
Ayah. 
Dan kini, nyi girah . 
Terbuka kini pikiran farida . Oh,
tidak tidak mungkin!" 
"-mati. nyi girah  mati ---," nyoto 
menggumam lagi. Menggeliat
sedikit. Kemudian jatuh tertidur.
farida  terduduk lemas. 
Padahal betapa ingin ia
menjerit. Meraung. Bagaimana
pun. nyi girah  tetaplah saudaranya.
Mereka sudah  hidup bersama
cukup lama kadang-kadang nyi girah 
baik juga .Misalnya ia pernah
---
farida  mengerang. 
Bayangan kacau bermain di
pelupuk matanya. Lebih kacau
lagi. Di antara bayang bayang
itu, tampak berkelabat sekilas
wajah. Dia adalah jessica . Dan
jessica  sedang tersenyum. Cepat
sekali, wajah dan senyum jessica 
berkelebat hilang. namun  ia
meninggalkan tawa.
Meringkik-ringkik --.
_ farida  pun merentak bangkit. 
Dengan marah tangannya
menyentak terbuka 
laci meja di dekatnya. sesudah 
menemukannya ia 
kemudian berjalan tegak dan
pasti ke pintu. Dengan pisau
lipat -milik untung , di tangannya.
Pisau lipat itu dalam keadaan
terhunus. Berkilat-kilat. Tajam.  
untung  harus berjuang keras
melawan arus badai sebelum
akhirnya ia sampai ke istal.
Dengan nafas tersengal-sengal
ia memperhatikan apa yang
sudah  dikerjakan dul latief 
sementara ia tadi pergi. dul latief 
sudah  menempatkan
tumpukan-tumpukan jerami
kering sedemikian rupa sehingga
nanti apinya mudah menjalar.
Ke tumpukan-tumpukan itu.
dul latief  juga menambahkan
barang barang bekas yang
mudah terbakar. 
Satu hal yang sedikit
menggembirakan untung  adalah,
dul latief  rupanya tidak akan
membakar hantam kromo.
Karena apa yang masih tersisa
dari tubuh nyi girah  dan
keberadaannya masih layak
dihormati, sudah tidak tampak
lagi di lantai. dul latief  sudah 
memindahkannya ke tempat lain.
Hanya tempat penyimpanan
sisa-sisa tubuh nyi girah  itu, yang
sedikit mengiris perasaan untung .
Yakni sebuah ember besar yang
terbuat dari kayu. Yang
sebelumnya, jelas dipergunakan
sebagai tempat makanan kuda! 
dul latief  mengangkat ember itu
ke luar pintu. Dan berseru
sambil lalu: "Akan kusingkirkan
dulu ini ke tempat yang aman.
Kau mulailah siramkan minyak
tanah itu!" 
untung  berpaling menghindari
pemandangan tak 
sedap di dalam ember, kemudian
masuk ke ruang dalam istal.
Serampangan saja, ia
tumpahkan dan siram-siramkan
minyak tanah dari jeriken plastik
yang tadi ia bawa dari dapur. 
saat hampir selesai, barulah
ia melihat sesuatu di balik pintu
istal. Sebuah garpu besi, dan
sekop. Suatu pemikiran
cemerlang melintas di
kepalanya. untung  lantas
membuang jeriken plastik ke
Sudut paling jauh. Ia kemudian
pergi ke luar. Entah ke mana
gerangan dul latief  membawa
ember tempat makanan kuda itu.
Yang pasti, batang hidungnya
tak kelihatan. Cepat cepat untung 
menyelinap lagi ke dalam.
Garpu dan sekop ia ambil dari
balik pintu. Secepat maSuknya,
secepat itu pula ia sudah keluar
lagi. Melirik kembali ke kiri
kanan. Tampaknya aman-aman
saja. Ia pun berlari menuju
rimbunan pepohonan mawar tak
jauh dari jalan masuk ke puri.
Garpu besi dan sekop ia
sembunyikan di sana, lantas
bergegas kembali ke tempat
semula. 
untung  berdiri menunggu di luar
pintu istal. Dengan nafas
semakin tersengal-sengal.
Hampir saja ia berteriak saking
kaget saat tahu-tahu saja
dul latief  sudah ada di
sebelahnya. Seraya mengomel:
"Tunggu apa lagi, he?" 
Karena gugup, untung  tidak tahu
apa maksud omelan dul latief .
Terpaksalah dul latief 
mengingatkan: "Korek apinya.
Lupa kau bawa, apa"!" 
"Ooh --" 
Lalu untung  merogoh saku celana
di balik mantel hujannya. ia
melirik bimbang ke sebelah
dalam 
pintu istal. dul latief  mengerti,
lantas mengambil alih pemantik
api di tangan si anak muda.
Orangtua itu kemudian masuk ke
dalam, menyalakan pemantik api
dan kemudian melemparkannya
ke tumpukan jerami terdekat.
Terdengar bunyi bersiut lemah
di antara bunyi riuhnya badai.
Api sudah  mulai menjilat. 
Tanpa menunggu kobaran api
membesar, dul latief  menutupkan
pintu iStal. Kemudian memutar
langkah menuju puri. Tanpa
kata, bahkan tanpa
memperhatikan kehadiran untung 
di dekatnya. untung  menggeleng.
kemudian ia pun mengayun
langkahnya. Berlari lari kecil
menyusul si Abah. 
Gelisah memikirkan sang suami
yang belum juga kembali,
membuat gambar gambar
menarik dalam buku tua yang
dibuka buka jessica , menjadi
tampak menjemukan. jessica 
bangkit dengan resah.
Menyimpan buku itu di meja.
Tanpa maksud apaapa, ia
melihat ke luar jendela. Di
antara curah hujan,
samar-samar ia melihat adanya
nyala sesuatu di kejauhan.
jessica  membuka lebar lebar
kelopak matanya. 
Hei. Bukankah yang menyala
itu, api" 
Rupanya ada yang terbakar.
Apa" Terbakar" Oh. Oh. Itu
adalah kebakaran. lstal kuda.
Dilanda koberan api! 
jessica  sudah akan bergerak
untuk membenyi girah hu seisi
penghuni puri, saat matanya
menangkap 
dua sosok tubuh lari
berhujan-hujan mendekati puri.
Lho. Kok aneh. Mereka
bukannya berlari ke arah istal,
untuk menyelamatkan apa yang
masih dapat diselamatkan. Ini
malah --
Nanti dulu. Siapa pula mereka
itu" 
jessica  menempelkan wajah ke
jendela, supaya dapat melihat
lebih jelas. Yang tinggi kurus,
pasti lah dul latief . namun  sosok
satunya lagi, siapa gerangan"
Jangan-jangan orang itu adalah
---
"syam kamaruzaman ," jessica  mencetuskan
nama suaminya, penuh harap. ; 
Lantas ia pun memutar tubuh.
Bergegas ke pintu. Dan
sekaligus merenggutnya terbuka.
jessica  pun terperanjat saat
melihat sesosok tubuh lain
berdiri tegak di luar pintu
kamarnya. 
farida , tak kurang terperanjat. Ia
baru saja akan menyentuh
pegangan pintu, saat pintu itu
terbuka sendiri dari dalam. Dan
tahu tahu jessica  sudah" tegak di
depan mata. Saking terperanjat,
farida  tak keburu
menyembunyikan pisau terhunus
di tangan kanannya. 
jessica  pun melihatnya.
Membelalak. Heran. "farida 
Astaga. Dan untuk apa pisau ---"
jessica  tidak perlu melanjutkan
pertanyaannya. Cukup dengan
melihat sinar mata farida , ia
sudah tahu. jessica  melangkah
mundur didorong panca indera
keenamnya. Pada saat gerakan
mundurnya terhenti, lidah petir
pun menyambar tibatiba di luar
jendela. Sinarnya yang tajam
menerpa ke dalam. jessica  tidak
terpengaruh, karena saat itu ia
tengah membelakangi jendela. 
Berbeda halnya dengan farida . 
farida  masih belum lepas dari
kegugupannya. Kini, ditambah
pula oleh sengatan tajam sinar
petir, yang menyilaukan ke dua
matanya. farida 
mengerjap-ngerjap,
menghindari sengatan
menyilaukan itu. Lalu saat
sengatan itu lenyap, tampak oleh
farida  bayangan samar-samar
bergerak cepat menuju ke arah
tubuhnya. 
jessica  sudah menyerbu ke
depan. Memanfaat kan
kelengahan farida . Pergelangan
tangan kanan farida  berhasil
dicengkeram tangan jessica .
namun  tubrukannya yang
membabi buta, sudah  mendorong
farida  sampai terjatuh ke lantai
lorong. farida  pun terpekik,
marah. 
Malang bagi jessica . Ia terbawa
jatuh. namun  sebelum tubuhnya
mendarat di atas tubuh farida ,
kepala jessica  terlebih dahulu
nyasar membentur tembok di
seberang kamarnya. 
jessica  pening alang kepalang.
Pandangan mata nya pun
berkunang-kunang. namun  naluri
ingin menyelamatkan jiwa tetap
mengalir lewat tangannya, yang
mencengkeram pergelangan
tangan kanan farida . Dalam
keadaan pening akal sehat
jessica  masih bekerja normal.
Pegang terus pergelangan
tangan itu. Jangan lepaskan.
Berusaha sedapat dapatnya
menjauhkannya dari tubuhmu! 
farida  pun kalap dibuatnya.
Seraya menyumpah serapah,
tangannya yang bebas ia
pergunakan sebagai senjata
untuk memukul, mencakar,
menjambak. la tambah pula
dengan gerakan kaki
menendang-nendang. namun 
tubuhnya tak lepas juga 
dari rangkulan tangan jessica 
yang lain. farida  pun menyerang
membabi buta. jessica 
menghindar sedapat-dapatnya.
namun  pukulan dan tendangan
farida  membuatnya semakin
lemah, kepalanya pun semakin
pening pula. Sebaliknya, farida 
makin kuat saja memberontak,
seraya terus berusaha
mendekatkan pisau di tangannya
ke leher jessica . 
Diam-diam, menyelinap
perasaan takut dalam diri
jessica . Apakah ia akan mati
sebentar lagi" namun , mengapa"
jessica  semakin takut juga. Lalu
dibalik ketakutannya, ia pun
berdo'a: "Ya Allah. Aku tak
tahan lagi. Hentikanlah dia ----" 
jessica  tiba-tiba merasakan
sesuatu di pundaknva. 
Tusukan ujung pisaukah itu" Oh,
rasanya bukan. Itu adalah
tarikan kuat pada tubuhnya,
yang kemudian naik menjauhi
tubuh farida . Pukulan maupun
tendangan farida  menghilang.
Namun sumpah serapahnya
masih terdengar jelas. Dalam
pikiran jessica , gadis itu sudah 
berhasil meloloskan diri dari
rangkulannya yang hanya
dengan sebelah tangan. Dan
gadis itu kini bersiap siap
melancarkan serangan
mematikan. jessica  memejamkan
mata, ngeri. 
jessica  tidak sudi menyerah.
Biarkan ia memukulimu lagi,
jessica . namun  jangan sekali-kali
lepaskan cengkeramanmu di
pergelangan tangan nya. Cekal
kuat kuat. Lebih kuat lagi, lagi,
dan lagi ---
Lalu terdengar suara lembut di
telinganya: "Lepaskanlah
tangan farida , jessica . Kau aman
sekarang!" 
syam kamaruzaman kah itu" 
jessica  membuka matanya. Dan
samar-samar melihat sebuah
seringai. Seringai khas untung .
Apa kah semua ini mimpi
belaka" namun  yang manakah
mimpi, yang mana pula
kenyataan. Serangan farida , atau
munculnya untung  sebagai juru
selamat" 
jessica  melepaskan
cengkeramannya, bukan karena
ia sudah dapat memastikan
mana yang benar di antara
pertanyaan-pertanyaan yang
mem bingungkan itu.
Cengkeramannya lepas, karena
ia sudah kehabisan tenaga. ia
merasakan tubuhnya mengulai.
Lalu jatuh ke pelukan seseorang.
Iajuga mendengar ada yang
menangis tersedesedu. Kalau tak
salah, yang menangis itu adalah
farida .... 
Pelan pelan jessica  membuka
matanya. 
Memang farida  yang menangis
itu. Dalam pelukan dul latief 
yang berusaha membujuk
dengan kata kata yang tak jelas
tertangkap telinga jessica .
jessica  pun segera sadar ia
berada dalam pelukan lelaki
yang salah. Reflek ia
menjauhkan diri. 
untung  tak keberatan. Seraya
melipat lalu memasukkan pisau
yang tadi ia rampas dari tangan
farida . diamankan ke saku celana,
untung  berkata terengah engah:
"Nanti saja kita bicarakan.
Lebih baik masuk sajalah ke
kamarmu, jessica . Kau perlu
istirahat ----" 
jessica  menggeleng. Masih
shock. 
untung  terpaksa membimbingnya
ke dalam kamar. "Ayolah.
Semuanya akan beres kembali!,"
ujarnva. tersenyum menghibur.
"Oh ya. Jangan lupa 
mengunci ini, oke"." Seraya
untung  menunjuk ke pintu, yang
kemudian ia tutupkan sendiri
dengan hati-hati. 
untung  masih harus menunggu,
sebelum terdengar bunyi
terkletak pada lubang kunci.
Baru sesudah  itu ia memutar
tubuh. Dan memandang gusar ke
arah farida , yang masih
sesenggukan di dada dul latief .
Nyaris untung  memaki maki, jika
tak keburu sadar bahwa makian
hanya akan memperburuk
suasana saja. untung  melihat ke
arah dul latief , lantas berujar
ketus: "Semua ini harus segera
di. hentikan!" 
dul latief  menjawab tanpa
semangat: "Dengan apa, Den
untung ?" 
"Begitu badai terkutuk ini mulai
reda, kita semua harus
meninggalkan puri. namun 
sebelum itu, aku lebih dulu akan
menjemput syam kamaruzaman . Kita harap
saja ia menunda niatnya Pergi
Ke balik gunung, dan saat ini ia
masih berleha-leha di barak ---."
untung  berkata begitu lancarnya,
sehingga ia sendiri merasa
heran akan kemampuan
berpikirnya yang begitu
cemerlang. "Akan ku jemput dia
dengan mobil ---_ Oh ya, farida .
Kau dengar aku, farida "!" ' 
Terisak di dada dul latief , farida 
manggut manggut tak bernafsu. 
"Di mana kau menyimpan kunci
mobilmu?" 
farida  menjawab terbata-bata:
"Di kamar. Dalam laci -."
Lantas kembali sesenggukan. 
untung  menahan diri untuk tidak
tertawa melihat tingkah farida . Ia
cepat cepat memutar tubuh. Te. 
tapi menghentikannya begitu ia
dengar suara dul latief  mengeluh:
"Apakah masih ada gunanya
___?" 
untung  memutar tubuh dengan
sikap waspada. 
Ia amat amati wajah orangtua
renta di depannya.
Menaksir-naksir. Karena tak
satu apapun yang dapat ia taksir
di balik wajah tanpa emosi itu,
untung  nekad mengeluarkan
pertanyaan menantang: "Jika
ingin mengutarakan sesuatu,
orangtua. Berterus terang
sajalah!" 
dul latief  tampaknya akan
menjawabkan sesuatu. Bimbang,
sejenak. Akhirnya: "Ah. Kau
benar. Aku memang Sudah tua.
Sudah terlalu tua -----," lalu ia
mengalihkan kata katanya pada
farida : "Ayo, Neng. Akan
kuambilkan minuman hangat
untukmu dari bar di sana...." 
untung  mengawasi orangtua itu
berlalu dengan farida  ke tangga
yang menuju ruang duduk di
bawah. Wajahnya terasa tegang.
Dengan perasaan masih tegang,
ia meneruskan langkah menuju
kamar yang ia tempati bersama
farida . Apa yang tadi ia tanya kan
pada farida , hanyalah sekedar
basa basi. Tanpa bertanya pun
ia sudah tahu, dan dengan
mudah menemukan kunci mobil
mereka. Sebelum berjalan
menuju tangga ke lantai utama,
ia berhenti sejenak di depan
pintu kamar nyoto . Tak terdengar
suara apa-apa. Pasti nyoto  sudah
tertidur pulas. Tanpa
mengetahui, sebuah nyawa lain
hampir saja melayang sia sia! 
Tiba di garasi, untung  lebih dulu
membuka kap mesin mobil milik
farida . Pisau lipat di sakunya ia 
keluarkan. Diterangi lampu
garasi, dengan mudah ia
temukan tali kipas mesin.
Pisaunya beraksi. Dan putuslah
tali kipas itu. Kap mesin ia
tutupkan lagi dengan hati hati,
seperti saat membukanya tadi.
Suara terbuka dan tertutupnya,
dibuat serendah mungkin. 
namun  kemudian ia terawa.
Mencemooh diri sendiri.
Bukankah suara badai yang
bergulunggulung di luar sana,
sanggup menelan suara apa saja
yang terdengar di permukaan
bumi" 
untung  pun kemudian memutuskan,
tak perlu membuang tenaga
sia-sia masuk ke dalam mobil,
dan menghidupkan'mesinnya
yang toh akan percuma saja,
sesudah  tali kipas hilang fungsi.
untung  juga tidak merasa perlu
memeriksa mesin mobil satunya
lagi. Mobil ayah farida . Kemarin
sore, setiba di puri ini,
iseng-iseng ia memeriksa
mengapa mobil itu ngadat
sehingga pemiliknya pindah ke
punggung seekor kuda yang
kemudian merenggut nyawanya.
Ternyata hanya gangguan
karburator saja. Ditambah
persediaan bensin di tangki,
yang agaknya lupa diisi oleh
pemiliknya dalam per jalanan
menuju puri. Suatu petunjuk,
betapa sudah panik dan
gemparnya ayah farida  saat itu.
Dengan memikirkan semua itu,
untung  Sudah meninggalkan
garasi dan pergi ke ruang
duduk. farida  tampak sudah lebih
tenang. Di tangannya ada sloki
kosong. Dan sebotol whiski di
meja. Ia dengar farida  berkata
terisak: "aku hilang akal, Abah.
Mula-mula Ayah. Kemudian nyi girah 
.Mana nyoto  terbaring dalam
keadaan seperti sekarat pula
-----" 
"Sudah, Neng. Sudah ---" 
dul latief  melihat untung  masuk
dengan wajah kusut. Sebelum
dul latief  sempat bertanya, untung 
sudah menjelaskan: "Tali
kipasnya tak jalan. Ada yang
tahu di mana kunci mobii jessica 
tersimpan?" 
farida  menoleh, tak senang.
"Apakah saat merangkul dia
tadi, kau lupa menanyakannya?"
Acuh tak acuh, untung  berjalan ke
bar. Ia ambil sebotol minuman
keras untuk dirinya sendiri.
sesudah  tutupnya dibuka, dan
isinya ditenggak sebagian dari
botol langsung, ia kemudian
berjalan menuju tangga. "Kalau
begitu, dia akan kurangkul
sekali lagi!," katanya, mengejek.
Tanpa menunggu reaksi farida  ia
naik dengan cepat ke lantai atas.
Pintu kamar tidur jessica  di
ketuk. Dua tiga kali, belum
dibuka juga. untung  membenyi girah hu:
"ini aku, jessica  ----" 
Barulah kemudian pintu dibuka. 
jessica  tampak masih letih dan
sakit. namun  ia tersenyum juga
untuk membalas seringai untung ,
walau setengah dipaksakan.
"Aku dengar kau akan
menjemput suamiku ---" 
"Itulah yang terbaik kita lakukan
sekarang, bukan"," jawab untung ,
santai. "Sayang, tali kipas mobil
farida  tak jalan. Mobil mertuamu,
mesinnya ngadat pula -----" 
jessica  tampak kecewa. 
untung  pun tertawa. Katanya:
"Mobilmu. Tak apa kuutak-atik
pintunya" Soal menghidupkan
mesin, tak usah kuatirkan.
Tinggal menyambung
nyambungkan kabel ----" 
Harapan pun muncul lagi di
wajah mila. "Kau bisa?" 
"Aku pernah belajar dari
seorang sahabat. Tinggal
membengkokkan sepotong kawat
----" 
"Kau begitu baik, Ed," tukas
jessica , setengah berbisik. 
Ucapan tulus. Menyejukkan hati.
Namun juga, sebagai isyarat
bahwa makin cepat untung  pergi
makin baik. jessica  sudah tidak
sabar untuk dapat bertemu
dengan suaminya. untung 
terenyuh. namun  tak ada yang
perlu disesali lagi. Semuanya
sudah terjadi. Dan semuanya
pun akan berlalu. 
untung  bergegas turun. 
Ia kenakan lagi mantel
hujannya, lalu pergi ke luar. Di
bawah siraman hujan dan bunyi
gelegar guntur yang menciutkan
jantung, untung  membungkuk ke
pintu depan mobil yang diparkir
di sana. Ia sadar, satu dari tiga
orang di dalam sana mungkin
saja memperhatikan. Maka ia
pun purapura sibuk sebentar.
Mengutak atik. Sambil
diam-diam mengeluarkan
sesuatu dari dalam saku
celananya. Yakni, kunci mobil
itu sendiri, yang sewaktu di
garasi, diambil untung  dari tempat
ia sembunyikan. Di mana lagi,
kalau bukan di bawah kap mesin
mobil farida . 
Ia kemudian tegak, sesudah  pintu
mobil dibukanya dengan kunci
yang semestinya. Pura-pura
menggoyangkan kepala. Lega.
Lalu tanpa melihat ke salah satu
pun jendela puri di belakangnya
maupun di atas sana, ia masuk
ke dalam mobil.
Membungkuk-bungkuk lagi
sambil tangannya me
masukkan kunci yang sama ke
stop kontak. Satu dua menit ia
biarkan berlalu. Baru kemudian
stop kontak dihidupkan. _ 
Ia harus memutar kunci stop
kontak dua tiga kali, karena
mesin rupanya sudah terlalu
dingin. Saluran bensin dichuk.
Barulah mesin hidup. sesudah 
digerung-gerung supaya mesin
panas, mobil itu pun ia gerakkan
menuruni jalan ke arah pintu
gerbang di bawah sana. Istal
masih terbakar. namun  curah
hujan sudah mulai meredakan
koberan api. 
untung  menghentikan mobilnya
didekat rimbunan mawar.
Tenang tenang saja ia
menyelinap ke luar. Cuaca
mendung, derasnya hujan, dan
terhalang oleh pepohonan pinus
pula, akan membuat mereka
yang ada di puri sana tidak akan
melihat ia berhenti. Kalaupun
ada yang melihat juga, pasti
menduga ia tertarik pada
kobaran api di istal. 
Diambilnya garpu besi dan
sekop yang tadi ia sembunyikan.
Dimasukkan ke jok belakang,
lalu kembali menjalankan
kendaraan _itu menuju pintu
gerbang. Sambil bersiul siul
gembira. Sesungguhnya, untuk
menghibur diri. nyi girah  memang
tidak akan berbicara sesuatu
apapun lagi. namun  Caranya
mengakhiri nyawa dan apa
gerangan yang dapat berlaku
kejam dan buas sedemikian
rupa" Daging di cabik-cabik
anggota tubuh terpotong-potong,
Bahkan ada yang cuma tinggal
tulang --
Baru detik inilah untung 
memikirkannya! 
, Dan pikiran itu membuat ia
terkejut sendiri. Itu bukanlah
perbuatan manusia. Binatang
buas, 
mungkin. namun  binatang sebuas
apa dan sebesar apa yang
menerkam begitu cepat,
memakan mangsanya lebih cepat
lagi, lalu menghilang tanpa
meninggalkan bekas kecuali sisa
sisa tubuh mangsanya" 
Entah mengapa, untung  tanpa
sadar melambatkan laju mobil. 
Pikirannya melayang pada apa
yang pernah ia dengar, dan ia
anggap tahayul semata. Bahwa
puri di belakang sana, berhantu.
Bahwa roh dan mahluk mahluk
gaib yang jahat, berkeliaran di
sekitar lembah dan di setiap
jurang. Namun belum ada
seorangpun yang melihatnya.
Kecuali, melihat korban atau
kehancuran yang
ditinggalkannya. Seperti halnya
sisa-sisa tubuh nyi girah .... 
untung  tak lagi bersiul. 
Ia mulai gelisah. Dan mendekati
pintu gerbang, dengan
kegelapan di luar sana, serta
bayangan pepohonan yang
bergoyang-goyang misterius,
membuat dirinya merasa
tertekan. Lalu
sekonyongkonyong saja, kakinya
menginjak rem. 
_ Mobil pun berhenti mendadak.
Mesin masih hidup. Lampu
depan masih menyala. Terang
dan jelas, karena ia juga sudah 
menghidupkan lampu kabut dan
lampu variasi bervoltase tinggi.
Cahaya lampu itu menerangi
sesuatu yang tergeletak persis di
ambang pintu gerbang. 
untung  mencondongkan wajahnya
ke kaca depan. 
Menyimak. " 
Lantas terkesima. 
Terkilas sesaat sebuah adegan
film pembunuhan 
yang pernah ia buat. Ada
sepotong kepala manusia, dari
boneka karet. untung  ikut
menyaksikan saat kru
special-effect' bekerja dengan
mempergunakan bahan bahan
khusus untuk ---
namun  film tetaplah sebuah film. 
Dan apa yang tergeletak di
ambang pintu gerbang,
bukanlah sebuah boneka karet
semata. Bulu kuduk untung  mulai
meremang, saat matanya ia
kerjap kerjapkan lalu dibuka
lagi lebih lebar. Dan tampaklah
makin jelas di atas genangan air
lumpur, sesosok kepala.
Rambutnya panjang, tebal,
namun  acak acakan, dan basah
kuyup tak karuan. Kepala itu
tanpa tubuh. Dan dari leher
yang terputus, jelas masih
tampak tetes-tetes darah ---
Lalu, wajah. 
Jelas sekali, karena wajah itu
menghadap lurus ke arah sinar
lampu mObll. Itu adalah wajah
---
" nyi girah '," bisik untung , tercekat.
Kelu. 
Dan nyi girah  tengah menatap ke
arahnya. 
Dengan pandangan marah. 
Dan. buas.  
REFLEKSI untung  bereaksi
sesaat. 
Terdengar bunyi derit berisik
dan kasar, sewaktu telapak
tangan kiri untung  menghentakkan
tongkat persnelling.
Dipindahkan ke gigi mundur.
Hampir bersamaan waktu,
kakinya didorong keras.
Menginjak gas. Mobil yang
dikendarai untung  sesaat itu juga
terlompatlantas mundur dengan
kecepatan nyaris tidak
terkendali. 
Sesungguhnya, reaksi untung  itu
berlebihan. 
Andai saja ia tetap
memakai  akal sehat dan
mau menyimak sedikit lebih
lama, pastilah akan ia lihat
bahwa kepala tanpa tubuh yang
tergeletak di pintu gerbang itu,
sudah kaku. Mati. Jika pun
sepasang mata nyi girah  terpentang
lebar, itupun di karenakan
kengerian yang sangat di saat
menjelang tibanya ajal. Dan
sinar mata itu pun sudah mati. 
Namun untung  terlanjur ketakutan.
Sudah takut, jiwanya ditampar
perasaan bersalah pula.
Bersalah pada nyi girah , untuk apa
yang sudah  diperbuat untung 
sebelum meninggalkan janda
yang sial itu di loteng istal.
Maka, kombinasi perasaan takut
dan bersalahnya, menyebabkan
untung  berpikir yang bukanbukan.
Bahwa nyi girah , yang walau hanya
tinggal kepala tanpa tubuh, sudah 
hidup kembali. Dan sengaja
menunggu untung  di pintu
gerbang. Dengan 
pandangan buas, penuh dendam
kesumat. 
Jadilah untung  memacu mundur
mobilnya, saking panik.
Perhatiannya pun terpecah dua
pula. Pada jalan di belakang,
untuk melarikan diri. Dan ke
arah pintu gerbang dan jalan di
depan mobil siapa tahu, kepala
nyi girah  Sudah terbang
mengikutinya. Menguntit dan
mengintip dari kegelapan di
sekitar, tak sudi membiarkan
untung  lari begitu saja
meninggalkannya; sebagaimana
halnya saat untung  dengan
penghinaan yang begitu
menyakitkan, meninggalkan nyi girah 
di loteng istal. 
Istal itu sendiri maSih terbakar. 
namun  nyala api sudah semakin
diredam oleh curah hujan. 
-Di depan istal, jalan menuju
puri sedikit menikung ke kanan.
Tikungannya panjang. Jalan pun
cukup lebar untuk dilalui dengan
aman, walaupun mobil dalam
posisi mundur. Namun panik
sudah menguasai pikiran dan
seluruh panca indera untung . Ia
mengambil tikungan terlalu
tajam, sehingga ban belakang
mobil meluncur ke luar dari
garis pinggir jalan. Gerak
mundurnya yang cepat,
membantu ban untuk melompati
parit yang ada di Situ. Mobil
terasa oleng. untung  otomatis
melepaskan pedal gas dari
injakan  kaki kanannya.
Berpindah ke pedal rem. 
Ia sedikit terlambat. 
Mobil terhentak berhenti,
menyusul terdengarnya bunyi
benturan keras saat bagian
belakang mobil itu menghantam
batang pohon terdekat. untung 
sedikitpun tidak memperhatikan
apalagi 
menyesali kecerobohannya. Di
kepalanya hanya ada keinginan
dan pikiran untuk melarikan
diri. Sejauh mungkin dari kepala
nyi girah  yang mengerikan itu.
Tongkat persnelling ia hentak
pindah ke gigi satu, sembari
memutar setir sedapat dapatnya,
untuk masuk kembali di jalan
yang benar, dan sekaligus
melaju ke depan, menuju puri
yang tinggal beberapa ratus
meter lagi. 
Reaksi yang lagi-lagi
berlebihan. Saking panik. 
Ban yang dipaksa berubah arah
dan dengan putaran tinggi pula,
sesaat melejit di rerumputan
yang basah berlumpur. Untuk
sepersekian detik gerak laju ban
maSih normal, lalu pada
persekian detik berikutnya selip.
Dan akhirnya terperosok ke
dalam parit yang sisi sisinya
bertembok bebatuan. Ban
belakang yang terperosok itu
pun lantas tergantung tanpa
daya. Putarannya yang masih
tinggi memuncratkan aliran air
berlumpur di bawahnya.
Suaranya begitu riuh rendah,
ditingkahi pula oleh sorak sorai
badai yang terus saja
membahana. 
Akal sehat untung  lenyaplah
sudah. 
Ia tak mampu lagi menguasai
kombinaSi tongkat persnelling,
gas, dan kopling. Lalu dengan
suatu sentakan teramat kasar.
getaran mobil berhenti.
Mesinpun bungkam mendadak.
Yang tinggal hanya uap panas
mesin yang masuk ke kabin
dalam. Membawa serta
sengitnya bau ban yang aus.
sesudah  itu, disusul oleh
kesunyian yang menekan. 
untung  terengah. Ia pentang
matanya lebar lebar. Melihat ke
arah pintu gerbang. Kemudian
pada kegelapan di sekitarnya.
Dan serpihan serpihan 
hujan yang menampar nampar
kaca, seakan berusaha
memecahkannya, untuk memberi
jalan masuk pada kepala nyi girah ....
untung  tak tahan menunggu. 
Siksaan mental melecut
nalurinya untuk menghambur ke
luar dari dalam mobil. sesudah 
mana ia langsung ambil langkah
seribu menuju puri. Sambil
menjerit-jerit histeris. Jenyi girah n
yang hanya sampai di
kerongkongan, akibat lidah yang
membeku, kelu. 
untung  berlari, belum pernah
secepat itu. 
Seraya membayangkan, kepala
nyi girah  mengejar di belakangnya.
Siap untuk menerkam pundak --

dul latief  meluruskan
punggungnya di kursi. 
Kepalanya tegak. Sedikit
ditelengkan ke arah jendela.
Seraya berdesah samar. "Suara
suara tadi di.luar sana!" 
"Hanya badai, Abah. 
"Rasanya bukan ---" 
farida  setengah menghentakkan
pantat botol di meja. la tenggak
whisky dari gelas di tangannya.
Itu adalah seloki yang ketiga.
Perut farida  sudah lebih hangat.
Pikiran pun sudah lebih normal.
namun  rona merah di wajahnya,
bukan karena kembalinya
semangat hidup yang sempat
menghilang belasan menit
sebelumnya. Rona merah di pipi
farida , begitu pula di cuping
telinganya, muncul dikarenakan
menahan amarah. 
"Abah hanya cari cari alasan
untuk tidak menjawab
pertanyaanku tadi," ia
memprotes, tak puas. 
Suara-suara aneh yang tadi di
dengar dul latief  di luar sana,
sudah menghilang kini. dul latief 
kembali melihat ke arah gadis
yang sedang gusar di depannva.
Dengan sabar ia berusaha
menjelaskan. "Neng farida . Aku
sudah bilang bahwa Non Mila
----" 
"Nah. Kau mengulanginya lagi,
bukan?" farida  mencibir.
Tangannya pun digerak
gerakkan, seirama dengan bunyi
kalimat berikut: "Non Mila. Non.
Non. Dan terus Non! Mengapa
aku, Neng" Mengapa nyi girah , juga
Neng?" 
"Aduh ---" 
"Berhentilah mengaduh aduh.
Berterus terang sajalah. Bahwa
Abah bukan hanya menaruh
segan dan hormat yang lebih
pada jessica . Yang aku maupun
nyi girah  belum pernah
mendapatkannya darimu Kau,
Abah. Bahkan berusaha mati
matian melindungi nama baik
jessica " 
Akhirnya dul latief  menyerah.
Disertai senyuman getir.
Bisiknya, lirih: "Kalau kau
sudah tahu apa perlunya
diperpanjang lagi ----" 
farida  terjengah. "namun 
mengapa, Abah"!" 
dul latief  kembali meluruskan
duduknya. 
Mendengarkan dengan seksama.
Muncul lagi suara suara. Yang
ini berbeda. Dan terdengar
cukup dekat dengan mereka. 
itu adalah suara langkah
berlarilari untung  yang melompat
naik ke beranda. Namun tidak
untuk berhenti. Kecuali untuk
membanting pintu menutup
keras di belakangnya. sesudah 
itu, kembali ia lari langkah
seribu. Menuju ke ruang duduk.
Dengan nafas terputus putus,
dan wajah masih
membayangkan panik campur
ngeri. 
Di lantai atas, jessica 
menggeliat di tempat tidurnya.
Siapa yang membuka lalu
membantingkan pintu begitu
kasar" 
Matanya dipejamkan lagi.
Pinggangnya pun masih terasa
sakit, sehabis menerima
terjangan lutut farida  yang
membabi buta. Mulutnya
merintih: "Kang Dana. Bawa
aku pergi dari sini ---" 
Di kamar satunya lagi, yang
letaknya berseberangan dan
dibatasi dua pintu lain, nyoto pun
menggeliat dalam tidurnya. Ia
masih tertidur. Karena shock,
dan karena baru pertama kali
dalam hidupnya meminum pil
penenang. Dalam tidurnya ia
mengigau: "tidak, farida . Kau tak
boleh menikah dengan Eh, nyi girah 
Mengapa -tubuhmu hancur
begitu -"!" 
Dan di kamar duduk, dul latief 
dan farida  berpaling serempak ke
arah pintu masuk. Di ambang
pintu, tampak berdiri sesosok
tubuh yang penampilannya tidak
karuan. Ekspressi di wajahnya,
lebih tidak karuan lagi. Sekujur
sosok tubuh itu bergemetar
hebat. Suaranya hampir-hampir
tak jelas, karena saling dahulu
mendahului dengan bunyi
nafasnya yang terputus-putus. 
untung  mengerang. "Dia ada di
sana ---" 
dul latief  bangkit. Mendatangi.
"Dia siapa, Den untung ?" 
"nyi girah . Dia ---." untung  melihat
botol minuman 
di meja dekat farida . "Berikan itu
padaku. Tolonglah ---" 
farida  hanya duduk mematung.
Jangankan untuk bergerak.
Mengatur nafas saja pun ia
hampir tak mampu. Jantungnya
sudah terlanjur serasa hampir
copot, karena penampilan untung 
yang begitu mengejutkan. Belum
lagi, wajah kekasihnya itu bak
habis dikejar hantu. Seakan
semua itu belum cukup. untung 
meneror pula dengan
pembenyi girah huannya. "dia ada di
sana. nyi girah !" 
Bukankah mereka bilang, nyi girah 
sudah mati" 
Ataukah --
farida  melihat bayangan
seseorang lewat di dekat
mejanya. Ternyata dul latief .
Yang mengambilkan botol
whisky, yang kemudian ia
sodorkan ke tangan untung . 
mari kutolong melepas
mantelmu," kata dul latief ,
tenang, sesudah  botol berpindah
ke tangan untung  yang
bergemetaran. "Kau sudah 
membuat farida  ketakutan. Kau
hanya salah lihat, bukan?" 
untung  tampaknya ingin menjerit.
Namun yang terlontar dari
mulutnya hanya keluhan
tersedak: "Dia menungguku. Di
pintu gerbang Dia bahkan ---." 
untung  bergidik seram, kemudian
melangkah terhuyung huyung ke
dekat tungku pemanas. Lutut
sudah tak kuat lagi menahan
bobot tubuhnya. Di depan
tungku itu, untung  pun jatuh
bersimpuh. Bahkan hampir
tersuruk ke api tungku yang
menyala, jika tangan dul latief 
tak keburu menahan. untung 
memegangi botol dengan ke dua
telapak 
tangannya, berusaha
mendekatkan ke mulutnya.
namun  ia gagal. 
dul latief  agaknya yakin untung 
bukan mengadaada. 
"Aku akan pergi memeriksanya,"
ia berkata, lalu dengan cepat ia
sudah menghilang dari ruangan
itu. Lenyapnya orangtua itu
menyebabkan farida  pun
tersentak gelisah. Sesaat
kemudian, ia dengar suara
orang mengisak. farida  berpaling.
Dan melihat pundak untung 
terguncang guncang. 
Apa yang terjadi sebenarnya" 
Mengapa untung  menangis" Ada
apa, dibalik semua keanehan
ini" 
Lantas tibatiba farida  menyadari,
bahwa ia baru dalam taraf
mendengar saja. Benar farida 
tidak lagi melihat nyi girah  semenjak
nyi girah  pergi mengantar jenasah
ayah mereka ke pemakaman.
namun  itu belum membuktikan
bahwa nyi girah  sudah mati. farida 
harus melihatnya dengan mata
kepala sendiri. Selain itu, ia juga
terdorong ingin tahu. Jika
memang benar nyi girah  sudah mati,
apa pula penyebab
kematiannya" 
Berpikir sampai di situ, farida 
pun bangkit dari duduknya. 
"Bodoh benar aku ini!,"
terlontar gumam tak sadar dari
mulutnya. "Belum apa apa,
sudah ketakutan!" 
untung  mendengar farida . Ia
berpaling cepat. "Jangan pergi
ke sana, farida  ---" ujarnya,
cemas. 
farida  terus saia menuju pintu.
"Apa perdulimu"!" 
"Kau harus tetap di sini. Aku
__," untung  melirik 
ke sekitar ruangan. Berhenti
agak lama, mengawasi jendela,
mendengarkan bunyi bunyi
berdesah dan bersiutnya hujan
badai. "Siapa tahu ----" 
namun  saat ia berpaling lagi,
farida  sudah tak tampak di
dekatnya. 
Terdorong panik dan takut, untung 
menghambur ke pintu.
Menutupnya dengan bantingan
keras. Lalu menjerit ke arah
menghilangnya farida :
"Terkutuklah kau, farida ! Semoga
saja bukan aku -namun  kaulah
yang diterkamnya! Kau dengar
itu, farida "!" 
farida  mendengarnya. 
Dan bukannya ketakutan. ia
malah terhina karenanya. Yang
justru menambah keberanian
farida . Dari melangkah, ia
kemudian berlari-lari kecil.
Menuju pintu depan yang
tampak baru saja di tutupkan
dari luar oleh seseorang. farida 
lebih bersemangat lagi sesudah 
yakin bahwa dul latief  belum
terlalu jauh meninggalkannya.
Cepat cepat farida  menyambar
sebuah mantel yang tergantung
pada kapstok dekat pintu.
Mantel itu basah. Jelas bekas
dipergunakan sebelumnya, dan
itu bukanlah mantel yang tadi
dipakai untung . Oh. Itu tentu bekas
dipakai nyoto , saat ----
farida  mengerang, sedih. 
Lalu pintu ditariknya terbuka. 
saat itulah, telinga farida 
menangkap adanya suara. 
Di belakangnya.  
SUNGGUH, obat yang mujarab!
Pening di kepala, perih di tulang
pipi, ngilu di pinggang. Semua
seakan menghilang begitu
jessica  melihat untung  sudah 
memacu mobil meninggalkan
puri; untuk menjemput syam kamaruzaman !
Dari jendela kamarnya, jessica 
terus mengawasi dengan penuh
harap mobil itu berlalu
menerobos hujan badai dengan
lampu-lampu terpasang. Di
belokan dekat istal, lampu lampu
itu tampak menghilang beberapa
saat di balik rimbunan mawar
dan pepohonan sekitarnya. Pasti
untung  berhenti sejenak,
mengawaSi istal yang masih
terbakar. Lalu kelihatan muncul
lagi, mendekati pintu gerbang. 
jessica  baru saja akan
mendoakan semoga untung 
selamat dan sukses hendaknya,
saat jessica  melihat beberapa
keganjilan. Di kejauhan, ia lihat
lampu lampu "mobil seakan
berhenti maju. Apakah untung 
turun dulu, untuk membuka pintu
gerbang.
jessica  lebih merapatkan wajah
ke jendela. Berusaha melihat
lebih jelas di antara cuaca buruk
yang nyaris menggelapkan
pandang. Lalu tampak olehnya
lampu mobil berpendar pendar
tidak menentu. Sepertinya
bergerak mundur, untuk
kemudian menghilang lagi setiba
di belokan tadi. Samar samar
jessica  mendengar bunyi mesin
mobil 
bergerung gerung sayup,
kemudian suara itu pun lenyap
secara aneh. 
jessica  mengurut dada. Kuatir. 
Lalu ia lihat sosok tubuh berlari
lari di bawah hujan, menuju
pintu depan puri. Ia merasa
pasti itu adalah untung . Dan
larinya cepat sekali. Mengapa ia
kembali" Barangkali ada
sesuatu yang terlupakan
olehnya" namun  untuk itu untung 
mestinya tak perlu meninggalkan
mobil. Ban selip, itulah
jawabannya. Terperosok di
selokan, dan untung  agaknya
membutuhkan bantuan
seseorang untuk mengembalikan
mobil ke tempat yang
semestinya. 
Perasaan kuatir jessica , mau
tidak mau mempengaruhi apa
yang sebelumnya sempat
menghilang. Peningnya datang.
Luka baret bekas cakaran farida 
di tulang pipinya, berdenyut.
Pinggangnya pun bagai enggan
dipaksa bergerak, sewaktu
jessica  berjalan menuju pintu. Ia
harus tahu apa yang terjadi.
Dan untuk itu ia harus bertemu
dengan untung . 
namun  sesudah  pintu kamar
dibuka dan jessica  menunggu
sejenak, ternyata untung  tidak naik
ke lantai atas. Oh, oh. Tentu
saja. ia membutuhkan bantuan
seorang laki laki, bukan
perempuan. Dan dul latief lah
orang yang tepat. jessica  pun
lantas beranjak menuju tangga
di samping balkon. Ia baru saja
akan turun ke bawah sewaktu ia
dengar suara percakapan yang
tak jelas. jessica  pun lantas
teringat, farida  ada di bawah
sana. farida , yang beberapa Saat
berselang, berniat mencelakakan
jessica .
Tidak. jessica  tidak boleh turun
ke bawah. 
Sudah cukup banyak kekeliruan
yang ia buat sepagi ini. Dengan
akibat yang tidak saja
mengejutkan, namun  lebih-Iebih
lagi, mengherankan. Men jauhi
farida  untuk beberapa waktu,
adalah tindakan paling
bijaksana. 
Maka jessica  pun memutar
langkah menuju tangga satunya
lagi, yang turun ke lantai utama.
Di sanalah lebih baik ia
menunggu. Semoga saja untung 
muncul sendirian, atau mungkin
juga didampingi dul latief . namun 
bagaimana jika farida  memaksa
ikut dengan mereka" Bila
kemungkinan itulah yang
terlihat, jessica  sebaiknya
menghindar saja. 
jessica  sudah tiba di lantai
bawah, saat ia dengar langkah
langkah mendatangi dari arah
lorong tengah. Sebelum dapat
memastikan siapa yang akan dia
hadapi, sewajarnya jessica  tidak
langsung menampakkan diri.
namun  untuk naik kembali ke
atas, sudah terlambat. Tanpa
membuang tempo, jessica  pun
menyelinap ke samping bawah
tangga. Bersembunyi di balik
bayangan sebuah guci kuno
besar dan tingginya sebatas
bahu orang dewasa berdiri. 
jessica  menggigil karena
serbuan angin keras dari pintu
depan, yang agaknya lupa
ditutupkan kembali oleh untung .
Langkah langkah itu kini
memutari bawah tangga di
seberang tempat persembunyian
jessica . Ternyata yang muncul
itu dul latief .Herannya, ia hanya
sendirian. Langkahnya terburu
buru. Dengan wajah tegang
pula. 
Ke mana untung " Apa yang terjadi
sebenarnya"
jessica  masih bingung, saat
dul latief  sudah berada di luar
pintu. Orangtua itu pun sudah
akan menutupkan pintu dan luar.
jessica  belum habis mengerti
sewaktu ia dengar lagi langkah
kaki yang lain. Yang ini,
setengah berlari lari. Lalu dari
lorong yang sama, muncullah
-farida ' 
jessica  semakin mepet ke
tembok. Tidak menyadari, di
atas kepalanya ada gelang
rantai mainan dari sebuah
hiasan dinding yang dipakukan
ke tembok. untung  tidak juga
menampakkan batang hidung.
Dan farida , sepertinya akan
menyusul dul latief . farida  bahkan
sudah menyambar mantel di
kapstok. Pas saat farida 
menarik pintu terbuka, nasib sial
pun menimpa jessica . Ngilu di
pinggang kambuh sekonyong
konyong. Otomatis ia
meluruskan punggung, untuk
mengurangi perasaan sakit. 
Dan, bergemerencinglah gelang
rantai itu. 
Mengejutkan. 
farida  sesaat membalikan
tubuh, terperanjat. Dan jessica 
pun tak dapat lagi mengelakkan
pandangan mata farida  yang
membelalak. Pandangan marah.
Dan mengandung kecurigaan! 
Wajah pucat farida , segera
memerah kembali. 
farida  mengguratkan senyuman
tipis. Diiringi ucapan sinis:
"Guci yang bagus dan tampak
mahal sekali harganya, bukan"!"
Pencuri. Itulah maknanya.
jessica  sakit hati.
"namun , sebelum kau berpikir
untuk memiliki lantas
menjualnya," farida  sudah
meneruskan. "Baiklah
kubenyi girah hu. itu bukan asli. Guci
yang. 
asli, pernah diangkut diam diam
oleh pamanku, atas bujukan
seorang kolektor. Paman yang
malang! Belum jauh
meninggalkan puri ini, mobilnya
diseret angin topan ke dalam
jurang. Jurang yang sangat
dalam. Penuh batu karang pula
di bawahnya. Nah. Dapat
membayangkan apa yang
terjadi, eh?" 
Itu bukan pertanyaan. 
Itu lebih tepat disebut sebuah
pernyataan. Bernada
peringatan! 
farida  menyeringai, misterius.
Lanjutnya, seperti ia berbicara
hanya untuk diri sendiri; "_
hampir tak ada yang tersisa
untuk diangkat ke atas. Tidak
mobil. Tidak pula guci. Dan
tubuh si paman yang malang
----" 
farida  menggeleng gelengkan
kepala. 
Sepertinya, membuang
gambaran buruk dan
mengerikan dari benaknya. Ia
kemudian menatap lurus dan
tajam ke arah jessica , yang
masuh tak bergerak di
tempatnya. "Ada pun guci di
depanmu itu, Kakak Iparku
Tercinta -" ia tersenyum
mencemooh. "Adalah tiruan dari
yang sudah hancur.dan, sudah
lama terkubur di luar sana.
Tahu siapa yang membuat tiruan
yang begitu sempurna, Kakak
Iparku Tercinta?" 
jessica  diam saja. Tentu saja, ia
sudah dapat menduga. 
namun  apa perlunya ia jawab"
Biar saja farida  yang menjawab.
Hanya, jawaban farida  terdengar
ganjil di telinga jessica . farida 
menjawab pertanyaannya
sendiri, dengan suara kering:
"Dia ada di luar 
sana, sekarang ini. Entah hidup.
Atau sudah mati'" 
jessica  tersentak. 
nyi girah  Entah hidup, atau sudah --
farida  terus saja menceracau.
Jelas sudah ia kehilangan
kontrol diri. "Hebat sekali,
bukan" Mereka bilang, nyi girah 
sudah mati. Suamimu, entah
bagaimana pula naSibnya
sekarang ini. Dan -, barangkali
kau tadi mendengarnya juga.
farida  sudah ditendang pula.
farida , SI haram jadah ----" 
jessica  merinding sendiri. Tak
kuasa membuka mulut. 
farida  pun makin menjadi-jadi.
"untung  bebas lepas, bukan" Tak
seorangpun lagi yang akan
menghalanginya untuk
mendekatimu. Atau sebenarnya,
kaulah yang sudah  mendekatinya,
eh" Karena kau sudah keburu
terpincut oleh seringainya yang
--, memuakkan itu"!" 
"Oh tidak!," akhirnya lepas juga
keluhan ngeri dari mulut jessica .
Ngeri bukan karena tuduhan
farida  yang menyakitkan hati itu.
Melainkan oleh apa yang
sebelumnya sudah  meneror
pikiran jessica : "nyi girah  sudah
mati!" 
Keluhan jessica 
disalah-tafsirkan farida . "Oh. Oh.
Oh. Kiranya, kaupun pemain
sandiwara juga, seperti halnya
untung . Sungguh pasangan yang
serasi, bukan"!" 
Habis menumpahkan
penghinaannya, farida  pun
berlalu ke luar pintu. Tawa sinis
lepas dari mulutnya. Disambut
oleh sorak sorai angin badai.
Yang, seakan kompak
menerobos ke dalam ruangan. 
menerjang, menggigit,
menendang, menampar,
mencemoohkan jessica ! 
KERIUT pintu kayu yang berat
dan tinggi itu, menyadarkan
jessica  dari kejutan mental.
Guntur menggemuruh sayup
sayup. Tiupan angin ke dalam
ruangan, seperti ikut pula
menjauh. Namun lewat pintu
yang terbuka, tampak hujan di
luar masuh terus membadai. 
jessica  tidak patut berpangku
tangan saja. 
Boleh saja ia marah besar.
Boleh saja ia terhina bukan
main dina. namun  ia tetap harus
melakukan sesuatu. Paling
kurang, menunjukkan simpati.
Maka jessica  pun bergerak
meninggalkan tempat
persembunyiannya yang,
akhirnya malah rnencelakakan
itu. Cepat ia pergi ke pintu. Tak
ada mantel atau payung. Untuk
mencarinya, ia tak tahu di mana
terSimpan. Dan belum tentu ada
yang masih tersisa untuk
dipakai. Bertanya pada untung "
Oh, nanti dulu. Mendatangi untung 
sekarang Ini, sama dengan
membenarkan tuduhan tuduhan
farida . 
Sudah, Terobos sajalah !
Kepalang basah, Dan kepalang
terhina' 
Maka jessica  pun nekad
berhujan-hujan. Dan sempat
merasa heran. Suhu air hujan
yang menerpa sekujur tubuhnya,
ternyata tidak semembekukan
yang ia perkirakan. Ia kuyup
dan dingin, itu sudah jelas.
namun  curah hujan yang terus
tumpah dari langit kelam itu,
tidak terlalu dikuatirkan benar
lagi oleh jessica . 
jessica  pun berlari. 
Tanpa merasa pasti, ke arah
mana ia harus ber 
lari. Telusuri.saja jalan yang
basah itu Dan berharap, ia akan
melihat orang orang yang
disusulnya, ia temukan di suatu
tempat. Mudah mudahan saja,
sebelum pintu gerbang
.Kesananya, jessica  tak yakin
akan terus atau tidak. 
farida  lebih dulu tiba dari jessica .
Ia lihat Abah memungut sesuatu
dari ambang pintu gerbang yang
memang terbuka. Orangtua itu
sepertinya tidak tahu kehadiran
farida . Dan memang farida  pun
tiba tiba bimbang, apakah ia
terus saja atau lebih baik
menunggu. Siapa tahu, nyi girah 
memang sudah mati. Dari cara
kematiannya. farida  teringat pada
gambaran sosok almarhum
ayahnya di dalam peti mati.
Membuat farida  merinding
sendiri. 
Ia melirik ke mobil yang
tersuruk ban belakangnya ke
selokan. Lampu lampu depannya
menyala terang benderang.
Agaknya untung  lupa
memadamkan. Diterangi sinar
lampu mobil, farida  melihat
dul latief bergerak beberapa belas
meter di depannya. Dari pintu
gerbang menuju ke samping
istal. Ada sebuah benda di sana.
Sepertinya sebuah ember kayu,
bekas tempat makanan kuda.
Setahu farida , kuda terakhir yang
makan dari ember itu, adalah
kuda satu satunya yang maSih
dipelihara di istal. Kuda
tunggangan dul latief , Si Abah,
yang tak pernah betah duduk
dalam mobil. Sebaliknya dengan
mereka yang lain. Kuda memang
menyenangkan sebagai variasi.
Terutama jika sedang berlibur di
puri. namun  akhir akhir ini
jarang sekali mereka
mengunjungi puri. Selain karena
disibuk 
kan urusan hidup masmg
masing, juga dikarenakan segan.
Segan, mengingat begitu banyak
orang yang sudah  mati di dalam
maupun di luar puri. Dari kurun
waktu yang satu ke kurun waktu
berikut. Mati yang selalu
menimbulkan tanda tanya pula.
Seperti ayah mereka, yang
diterjang kuda si Abah secara
kalap membabi buta. 
Lalu kini, nyi girah . 
namun , apa pula yang sudah 
membunuh nyi girah " Persisnya,
benarkah nyi girah  sudah mati" 
Entah apa yang dipungut Abah
dari pintu gerbang lalu di bawa
ke arah istal. farida  pun sudah
mencari cari dengan matanya.
Tak juga ia melihat adanya
kehadiran nyi girah . Abah pun
bergerak kian ke mari seperti
tanpa perasaan, tanpa
gambaran dukacita. 
farida  tiba tiba membuka
matanya lebar lebar. 
Itu terjadi, saat orangtua itu
lewat di atas rerumputan yang
kebetulan tertangkap sinar
lampu mobil. Dan tentu saja,
semuanya tampak menjadi lebih
|e|as. Yang terjinjing di
genggaman tangan Abah, jelas
rambut. Rambut tebal panjang.
Yang melekat pada sebuah
kepala. Kepala tanpa tubuh. 
Sesaat, sekujur tubuh farida 
tegang membeku. 
Pas saat dul latief  memasukkan
apa yang ia jinjing ke ember
kayu itu, sang kepala sedikit
berputar arah. Sekejap cuma.
Namun dalam waktu yang
sekejap itu, farida  sudah dapat
melihatnya .Melihat wajah
sepasang mata terpentang,
pudar dan mati. Dan mulut
ternganga, bagai orang
keheranan. Wajah yang seputih
kertas itu, mata yang 
terpentang itu, mulut ternganga
itu, semuanya adalah milik nyi girah ' 
farida  memekik tertahan. 
Kemudian jatuh terkulai di aspal
jalan yang basah oleh genangan
air. 
itu .
jessica  sudah  melihat
lampu-lampu mobil. 
Kemudian, mobil itu sendiri. 
Paling kemudian lagi, ia melihat
adanya gerakan seseorang
tengah membungkuk di aspal.
Ada seseorang tergeletak di situ.
Yang membungkuk, jelas
dul latief . namun  yang tergeletak
itu, farida  kah, 
atau nyi girah " nyi girah  yang tertabrak
mobil untung , barangkali" 
jessica  mempercepat
langkahnya. 
dul latief  mendengar. Lantas
melihat. Disusul 
keluhan lirih. "tak kusangka,
farida  akan  menyusul _" 
jessica  bertanya kembali "Apa
yang terjadi Pak dul latief " 
"Ia hanya pingsan ---" "Oh'" 
dul latief , seperti tak terganggu
oleh kekurusan tubuh dan usia
tuanya, dengan enteng sudah
mengangkat tubuh farida , yang
kemudian ia panggul dan
dibiarkan terkulai di pundak.
"Ayolah, Non. Kita kembali lagi
ke puri . . ." 
dul latief  kemudian melihat
jessica  yang basah kuyup. 
"Ya, ampun, Non. Mengapa ----"
Seakan farida  tidak ada harganya
dibanding jessica , si orangtua
cepat sekali sudah membungkuk
lagi. Tubuh farida  kembali
berpindah ke aspal. Cepat sekali
dul latief  sudah melepaskan
mantelnya sendiri, ditangkupkan
ke belakang jessica . "Ini, Non.
Jangan sampai kau masuk angin
nanti!" 
Dan dul latief  justru memilih
dirinya kelak yang terserang flu.
Ia kembali mengangkat tubuh
farida  ke pundak, sementara
jessica  sempat bimbang, namun 
akhirnya mengenakan iuga
mantel ke tubuhnya secara
benar. Masih tetap kuyup dan
dingin pada tubuh karena
gaunnya yang basah , namun
mantel itu sedikit memberi
kehangatan juga. Terbetik niat
untuk menanyakan tentang nyi girah .
namun  dul latief  sudah berlalu
dari sampingnya. 
jessica  pun memutar tubuh.
Menyusul. 
saat mereka jalan beriringan
dan lewat di samping mobil yang
memang bannya tersuruk maSuk
selokan, jessica  berhenti. 
"Mau apa, Non?", dul latief  ikut
berhenti. 
"Kupadamkan dulu
lampu-lampu. Bisa habis nanti
baterainya ", jawab jessica ,
seraya membungkuk ke dalam
mobil. Ia padamkan lampu
lampu luar. Lampu dalam tetap
menyala, karena pintu pintu
masih terbuka. Dan lampu
otomatis yang tetap menyala itu,
sudah  memperlihatkan keanehan
keanehan yang lebih
mengherankan jessica . 
Kunci kontak menempel di
tempatnya! 
Itu, belum apa-apa. Teringat tas
kosmetiknya pasti ada di jok
belakang mobil dan mungkin
sudah terguling ke lantai, jessica 
pun menyurukkan tubuh
melewati sandaran jok depan.
Tas kosmetiknya memang sudah
terguling. Dan isinya pun
berserakan tidak karuan di
lantai mobil. lajuga melihat hei,
apa pula ini" 
Bingung, jessica h ke luar dari
mobil. 
Lantas bertanya pada dul latief :
"Apakah Bapak yang
menyimpannya ke dalam
mobilku?" 
"Menyimpan apa, Non?" 
"Garpu besi. Dan sebuah
sekop'" 
"Lho?" 
Dengan farida  tetap terpanggul di
pundaknya, dul latief  mendekati
pintu belakang mobil. jessica 
mundur memberi jalan. Ia lihat
orangtua itu cukup membungkuk
sedikit saja, sudah tahu
apa.yang dimaksud oleh jessica .
Terdengar ia berguman, sama
herannya: "Ini 'kan mestinya
ada di istal" Mengapa pula
sudah ada di dalam mobil ini?" 
jessica , yang saat itu berdiri
cukup dekat dengan kap bagasi,
dijalari perasaan tidak enak.
Terpikir sesaat: lantas, siapa
yang memasukkannya ke dalam
mobil, jika bukan dul latief "
Apakah sebelum pingsan, farida 
sudah  ---
Saat itulah, petir menyambar di
langit. 
Cahaya menyilaukan menerpa
sekitarnya. .jessica  setengah
merunduk, menghindari silau
secara refleks: saja. Tanpa
sengaja terlihat olehnya bum per
belakang mobil pecah dan
penyok tidak karuan. Pintu
bagasi sampai setengah
terangkat ke atas. 
Pasti copot dari kuncinya, akibat
suatu benturan keras. 
Perasaan tak enak pun, lantas
menjalar semakin hebat. 
Bukan karena mobil yang
ringsek. namun  karena, matanya
sempat menangkap sesuatu di
antara celah-celah pintu bagasi.
Sesuatu yang bentuknya ganjil,
namun memberi wujud samar
samar yang seperti dikenali
jessica . 
"Apa itu di bagasi ", ia berucap,
tersedak. 
"Mari kulihat, Non" 
Lebih dulu dul latief 
membaringkan farida  di jok
mobil. Gadis itu hanya mengeluh
sedikit, namun  belum juga
sadarkan diri. dul latief 
menggeleng prihatin, terus
bergerak menuju bagasi. Secara
naluriah, jessica  diam diam
mundur menjauh. De ngan
jantung berdebur keras. 
Lain halnya dul latief . 
Gerakannya tetap enteng. Hanya
dengan sedikit mendorong ke
atas, kap penutup bagasi sudah
menganga dengan leluasa.
Curah hujan segera menyerbu
ke bagasi yang terbuka. Pada
sesosok tubuh yang meringkuk di
dalamnya. Meringkuk dengan
pOSiSi terlipat -
Kaku. 
Dan. mati. 

13 
untung  menenggak isi botol
kedua yang barusan diambilnya
dari bar. 
Whisky sudah  membantu
meredakan ketakutan, bahkan
juga perasaan bersalahnya.
Sekujur tubuh untung  kini terasa
lebih nyaman, luar dalam.
Pikiran jernih pun pelan-pelan
mulai kembali. 
Sebelah tangannya menggapai
pencungkil bara. Tumpukan abu
ia korek korek, supaya nyala di
ujung balok balok kayu bakar,
kembali mengorak. Lidah api
menjilat semakin besar. Dengan
perasaan puas, untung  menyimpan
kembali benda di tangannya. 
Pencungkil bara! 
Misalkan, suatu hari kelak ia
membuat lagi sebuah skenario
cenyi girah  pembunuhan untuk
diangkat ke layar putih (dan,
seperti biasa akan ia sutradarai
sendiri pula!); ia akan
memasukkan pencungkil bara
sebagai salah satu alat untuk
membunuh. Dengan ujung
merah menyala. Yang
ditusukkan ke arah yang 'tepat
dan mematikan! 
"Pemeran utama filmku itu nanti
", untung  nyeletuk sendirian.
"Haruslah tokoh bertenaga luar
biasa. Seperti Stallone Ah, tidak.
Tidak. Yang menonjol dari Sly
adalah wajah angkernya saja.
Sosoknya memang kokoh. namun 
tokoh 
pilihanku nanti, haruslah dari
tipe Arnold Szarzenegger.
Dibanding Arnold, Sly itu bukan
apa-apa. Apalagi jika
dibandingkan dengan ---" 
untung  menenggak minumannya
lagi. Lantas tertawa gembira.
"-namun  aku pun punya
kelebihan. Ide cemerlang!" 
Eh, nanti dulu! 
Yang punya ide memang untung .
Namun berkat orang lain juga.
untung  harus mengakuinya terus
terang. Dan tentu saja,
pengakuan itu hanya akan
diberikan untung  pada diri sendiri!
Lagi pula, orang itu tak ada niat
sedkitpun melontarkan gagasan
untuk memancing inspirasi untung 
, yang menurut para kritisi,
termasuk jenius dan pantas
diperhitungkan keberadaannya (
namun  sayang, kebanyakan
produser film kita belum terbuka
juga matanya, tulis salah
seorang kritisi). 
Mata untung  meredup mengawasi
nyala api di tungku. 
Terbayang samar samar sosok
orang yang secara tidak sengaja
sudah  menggugah untung  untuk
menciptakan suatu ide
cemerlang. Yang akan
mengangkat untung  kembali ke
permukaan. Tidak lagi hanya
sekedar jadi kapstok farida , atau
sebagai tempat penyaluran
kebencian nyi girah  pada saudara
nya seayah dari lain ibu itu. 
Dan justru dari farida , semuanya
bermula. 
farida  yang menganjurkan hari
itu : "Nggak apa 'kan. Tolong
antar beliau ke Halim. Aku
sudah terlambat nih membuka
butik kita --" 
Maka untung  pun dengan senang
hati mengantar tamu mereka
yang hanya singgah tak sampai
satu jam di rumah yang ia
tempati bersama farida . Itupun
sekedar mengantar oleh oleh
bawaannya dari Medan, untuk
farida . TUjuan utama tamu
mereka adalah Bandung,
mendampingi putera bungsunya
yang akan di wisuda sebagai
sarjana orbitan terbaru ITB. 
"segera sesudah  itu. aku harus
kembali lagi ke Medan", sang
tamu menjelaskan selagi mereka
berdua bermobil ke bandara."
namun  tentu saja. akan
kusempatkan singgah semenit
dua di rumah mertuamu.
Mertuamu itu pun mendapat
titipan oleh-oleh dari anak
menantunya di Medan". ' 
Waktu itu, untung  sempat tertawa
kecil. 
Mertuanya! 
Belum pernah ada yang
mengakui, bahkan tidak
mengatakan itu! Dan pun untung 
tertawa kecil, karena menghibur
diri sendiri. Lantas, sekedar
basa basi, ia melontarkan basa
baSi pula' "Coba Oom lebih
lama di Bandung. Keluarga
kami di Bandung pasti akan
mengajak Oom beristirahat di
Puri Lembah Karang ---" 
Di situlah sumber idenya
tercetus. 
Orangtua yang duduk di
sebelahnya, mengingat ingat
sebentar. Kemudian : "Puri
Lembah Karang! Aku ingat
sekarang!" 
Lantas meluncurlah cenyi girah  yang
tak jelas mana awal, mana
tengah, mana akhir, dari mulut
sang tamu. Agaknya, ia
bercenyi girah  lebih banyak
dikarenakan kesal oleh jalanan
macet di mana mana, belum lagi
ternyata pesawat Merpati yang
akan membawanya dari Halim
ke Bandung, ditunda pula
keberangkatannya karena cuaca
buruk. 
namun  untung  sudah terbiasa
diserahi bahan-bahan cenyi girah 
baku, yang sering harus ia
bongkar habis sebelum
dipindahkan ke skenario jadi.
Hari itu pun, mudah saja ia
menarik garis besar cenyi girah  sang
tamu yang susunannya
amburadul itu. Bahwa, sewaktu
masih jadi anak tanggung, si
tamu tinggal bersama neneknya,
yang bersahabat dengan
seorang perempuan yang sama
jomponya. Dua nenek jompo itu
sering bertukar cenyi girah . Dan si
anak tanggung, kemudian tahu
bahwa sahabat karib neneknya
memang sudah seperti orang
Aceh saja. Namun tak pernah
melupakan kampung asalnya. 
"Di sebuah puri. Namanya Puri
Lembah Karang ---" 
Yang aneh dari sahabat
neneknya itu, adalah bahwa
rahasia itu tidak pernah ia
cenyi girah kan pada anak cucunya.
"Agar tidak membuka luka
lama", begitulah selalu ia
memberi alasan. "Lagipula,
semua keturunanku sama
beranggapan, darah mereka
murni darah Tanah Rencong.
Jadi kau pun, cucu", katanya
pada anak tanggung yang suka
nimbrung ngobrol dengan ke
dua nenek jompo itu.
"Hendaknya menyimpan rahasia
ini untuk dirimu sendiri saja. . ." 
Dan, memang tak ada perlunya. 
Si anak tanggung yang
kemudian merambat tua, ingin
memegang amanat orang yang
sudah meninggal, namun  terjaga
baik. "Apalagi sesudah  
ayah ibu jessica  meninggal, aku
ini sudah dianggap sebagai
orangtua pengganti ---",
katanya, terharu. 
"Eh, apakah aku tadi tidak salah
dengar?", untung  waktu itu sempat
berujar untuk meyakinkan.
"Benarkah sahabat nenek Anda
itu menyebut dirinya sebagai
pewaris tunggal Puri Lembah
Karang?" 
"Bukan hanya puri. Juga tanah
tanah di sekitarnya ", sang tamu
tiba tiba seperti tersadar.
Wajahnya berubah cemas.
Setengah merasa bersalah.
"Agaknya kau tahu banyak
tentang puri itu. Apakah, milik
keluargamu?" 
Sadar bahwa orangtua itu sudah 
lepas rahasia, untung  berkata
menghibur: "Bukan. Bukaaan",
katanya meyakinkan. "Hanya ya
kami sering menyewa puri itu
sebagai tempat berlibur!" 
"Oh ya. Pasti tempatnya
menyenangkan!" 
"Sangat, malah. Apalagi buat
mereka yang keranjingan
cenyi girah -cenyi girah  menyeramkan ----" 
"Aku orangnya", sang tamu
berkata gembira. "Cenyi girah  cenyi girah 
nenekku dulu tak kalah seram
dan Eh, sebentar. Apa saja
cenyi girah  orang tentang Puri
Lembah Karang?" 
Petugas bandara keburu
membenyi girah hu, agar penumpang
siap memasuki pesawat. 
untung  pun membenyi girah hu sambil
lalu: "Dia -eh, maksudku,
mertuaku lebih banyak tahu.
Karena dia paling sering
berlibur di sana. Saking sering,
dia terkadang sampai
menganggap puri itu sudah
seperti miliknya sendiri!" 
"Oh. ya" 
Benar. Oh, ya Dan 'oh, ya' itu
terbawa oleh sang tamu ke
Bandung, dan sekali lagi ia
melanggar amanat orang yang
sudah meninggal, dan kata nya
ingin dijaganya baik baik itu.
Sematamata. karena sifat
manusua. Yang serba
penasaran. Apa lagi menyangkut
sesuatu yang mengandung
rahaSia besar. Ditutup dengan
kalimat klise Seperti kalimat
yang diucapkan sang tamu pada
untung , dan pasti iuga kemudian,
pada "mertua" untung  : "Awas ya.
Jangan bilang bilang jessica !" 
lalu dinihari berikutnya, nyoto 
pun menelepon dari Bandung:
"Bilangi farida , agar pulang ke
Bandung pagi ini juga" 
Pesan pendek, tak jelas, namun 
bernada gempar. 
Dan agar farida  tidak Cidera
dalam perjalanan ke Bandung
akibat terbawa gempar, untung 
pun ikut mendampingi. Dan satu
lagi, amanat orang meninggal
sudah  dilanggar. Oleh orang
lainnya pula. nyoto . "Jauhkan
siapapun dari puri ----!". Tentu
maksudnya, hanya anggota
keluarga dekat, semata. namun 
Siapa pula yang ingat, bahwa
untung  mestinya masuk dalam
daftar terlarang itu" untung  bukan
seperti orang lain. untung  toh
sudah hidup satu atap dengan
farida .
untung  mendongakkan kepala 
Apakah barusan ia mendengar
sesuatu di luar sana" 
Api bergemeretak di tungku. 
Nyalanya, kian membara. 
Membuat wajah untung , kian
memerah saga. Karena cahaya
api. Dan karena whisky yang
semakin 
banyak mengisi lambungnya. 
Yang didengar untung  karena
terbawa angin yang meniup ke
arah puri, mungkin adalah jerit
tertahan yang lepas tak
terkendali dan mulut jessica .
Jerit hitseris, berulang ulang
pula. Sampai sampai dul latief 
merasa perlu memeganginya,
membujuknya, kemudian
menampar wajahnya! 
"Lihat! Lihat dengan jelas!",
orangtua itu berkata setengah
memerintah. Seraya menunjuk
ke sosok tubuh terlipat. Sosok
yang sudah mati, yang sudah 
dikeluarkan dul latief  dari bagasi
mobil. Dan yang begitu diseret
dul latief  ke cahaya terang lampu
lampu (dul latief  menyalakannya
sendiri, agar yakin), jessica 
langsung mengenali apa yang
melekat di tubuh terlipat kaku
dan mati itu. jessica  mengenali
kemeja, mengenali celana
panjang, bahkan sampai ke
sepatu. 
"Mayat yang kau lihat itu,
memang mengenakan pakaian
suamimu!", dul latief  berkata
lagi, dengan nafas
tersengalsengal. la agaknya
sedang marah pada sesuatu.
Atau seseorang, barangkali. 
Takut-takut, berbaur harap
harap cemas jessica  lebih
melebarkan kelopak matanya.
Tentu saja ia terpekik sekali lagi
Karena wajah mati di depan
matanya, sudah terlalu rusak
untuk ia kenali. Hanya berkat
naluri seorang isteri saja, ia
percaya, yang ia lihat bukanlah
wajah suaminya. 
"Lantas ini -siapa?", ia
bertanya, gugup. 
"chucky !" 
"chucky . chucky  siapa?", jessica 
masih gugup saja. 
"Astaga. Kau boleh saja belum
bertemu muka dengannya.
namun , yang benar dong ! Masa
iya kau tidak tahu nama
mertuamu sendiri!" 
Di lain waktu dan lain situasi,
jessica  pasti mem bahak. 
namun  saat itu dul latief  sedang
serius. Bukan sedang bercanda.
Dan di dekat mereka ada
sesosok mayat. Memakai baju
orang lain' 
"Lalu -ke mana suamiku?" 
dul latief  pun mendengus:
"Memangnya aku yang
menyimpan, Non?" 
"Aduh. Tolonglah -", jessica 
memohon dengan rintihan. 
dul latief  pun sesaat ingat diri."
Maaf, Non _ ", desahnya,
menyesal. "Aku tadi lepas
kontrol. Lantas marah marah
tidak karuan". 
"Jika aku salah, Pak dul latief ,
aku --" 
"Terkutuklah aku, bila aku
sampai berani memarahimu,
Non'", tukas dul latief  cepat dan
penuh perasaan, yang membuat
jessica  tersenyum. "Tidak, Non.
Aku bukan memarahimu. Aku
memarahi kebodohanku
sendiri!" 
"Oh!" 
"Sepagi tadi aku mengitari puri,
menjelajahi jurangjurang dalam.
Padahal, sebelum berangkat aku
sudah berfirasat. Bahwa
usahaku itu akan siasia belaka.
Aku tidak akan menemukan Den
syam kamaruzaman  di sana ---" 
"Karena suamiku sudah pergi ke
balik gunung. 
Atau masih di barak", cetus
jessica . Harapannya timbul
kembali. namun  tenggelam lagi
sesaat, sesudah  ia lihat dul latief 
menggeleng geleng sedih.
"Tolonglah, Pak dul latief !
Jangan menambah kacau
pikiranku! Jika Bapak punya
dugaan lain tentang suamiku,
katakan saja terus terang!" 
"Dugaan, memang sudah ada
---" 
"Dan", desak jessica . Tak sabar.
"Untuk menjawab pertanyaan
Non, lebih dulu mayat ini kita
seret ke dalam puri'". 
jessica  merinding lagi. Mayat
diseret seret -
namun  ucapan dul latief  nyatanya
hanya ungkapan simbolik
belaka. Karena dengan gerakan
enteng, seperti biasanya, tubuh
kaku dan terlipat itu sudah
diangkat dengan kedua lengan
tuanya. DibOpong pulang ke
puri. Tanpa sekalipun menoleh
lagi ke belakang. 
Agaknya dul latief  sudah
sedemikian marahnya Sehingga
terlupakan olehnya, bahwa ada
yang tertinggal di jok belakang
mobil. Demikian pula halnya
dengan jessica . la masih shock
dengan penemuan mengejutkan
di bagasi kendaraannya.
Ditambah pikiran mengenai
kehilangan sang suami, yang
semakin misterius saja. Sebelum
tiba di puri, jessica  memang
sempat teringat bahwa ada yang
terlupakan olehnya. Lagi lagi,
tertinggal di mobil tas
kosmetiknya.
Di jok belakang mobil, tidak
berapa lama ke mudian, sesosok
tubuh menggeliat bangun
Berkeluh kesah sebentar,
kemudian memandang
sekeliling. 
farida  terkejut saat tahu dirinya
tenggelam dalam kesendirian. la
mengintai ke luar lewat
bayang-bayang kaca, yang
ternyata jendela sebuah mobil.
Astaga, mengapa ia sudah ada
di sini" Siapa yang
memindahkan dirinya mengapa
ia ditinggalkan begitu saja" 
farida .menggeliat lagi. 
Ia kemudian beringsut ke pintu,
yang menganga terbuka. farida 
pun langsung bersiram hujan
dan bermain badai. Pintu mobil
ia tutupkan,.hanya sebagai
refleksi saja. Ingatannya
pelanpelan kembali bekeria;
Apakah tadi itu memang nyi girah "
Mengapa hanya kepala sebatas
leher ---
Kuduk farida  membeku sedingin
es. 
Sepasang matanya membelalak
terbuka. Bunyi apa yang ia
dengar barusan" Suara badai,
jelas bukan. Suara itu seperti
nafas keras, berat, tersedak.
Suara yang Suatu saat, diselang
bunyi mendesing . . . . 

14 
WHISKY, memang, dapat
menjernihkan pikiran. Juga
meredam perasaan takut. 
namun  sekali kau mencicipi
enaknya whisky, maka akan sulit
bagimu menghindari tegukan
berikutnya. Pada tegukan
kesekian, makin muncul
keberanianmu. Demikian pula
kepercayaan diri. Lain halnya
dengan pikiran jernih. Perlahan
namun  pasti, pikiran jernih akan
larut bersama whisky. Untuk
kemudian terbenam di lambung.
Bersama akal sehatmu. 
Sama halnya dengan untung . 
Suara perempuan menjerit yang
sayup sayup sampai ke
telinganya, membuat untung 
bangkit menggerutu. "Sialan
kau, farida ! Mengapa pula harus
menjerit jerit sehisteris itu" Kau
mengganggu konsentrasi orang
saja . . .!" 
untung  pergi ke jendela. Mengintip
ke luar. 
Yang tampak hanya tabir hujan
yang tebal dan bayang-bayang
pepohonan tegak dengan
pasrah. "Hem. farida  pasti sudah
melihatnya juga. Melihat kepala
nyi girah  gerutunya lagi sambil
menjauhi jendela. Kemudian
tertawa geli. "He bukankah aku
pun sempat panik karenanya"
Padahal hanya halusinasi
belaka. Mana mungkin kepala
yang sudah mati, hidup kembali
-lantas mengejarku 
pula!" 
Ia duduk lagi di depan tungku
pemanas. 
Isi botol di tangan, pindah pula
beberapa teguk ke dalam
perutnya. Terus bergumam
gumam sendiri. "apa tadi yang
terpikir ya" Oh, itu Tokoh filmku
mendatang. Ia harus kokoh
seperti Arnold, namun  sekaligus
iuga beringas seperti Sly. Dan
uh. Guntur Sialan!" 
Memang guntur bergemuruh di
langit. Panjang dan monoton.
Bunyinya, "seperti puluhan tong
aspal jatuh menggelinding dari
atas truk", cetus untung , tertawa.
"Di pikir-pikir hebat juga
adegan yang kubuat dulu itu.
Berpuluh puluh tong aspal
menggelinding ke mobil di
belakangnya, lantas Hey, apa
yang barusan melintas di
pikiranku" Mobil terjungkir"
Atau terprosok" Astaga,
benturan itu. Bagasinya dan
mayat di dalamnya --" 
untung  menoleh. 
Suara apa pula lagi barusan
yang ia dengar" Bunyi
mengetuk..Ah. Bukan. Bukan!
Coba kudengar sekali lagi,
pikirnya seraya di telengkan
kepalanya. Searah pintu ruang
duduk. Benar, bunyi itu
terdengar lagi. Bunyi
menggaruk garuk. Dan nafas
tersengalsengal. Apakah nyi girah  ---
"Tolol'", ia memaki diri sendiri.
"Mengapa tidak kubuktikan saja.
Jika nyi girah  nekad menyusulku ke
sini, akan kuremas remas dia
----" 
untung  pun berjalan ke pintu. 
Bunyi menggaruk itu berhenti.
Sejenak untung  bimbang.
Halusinasi jugakah" Di luar
pintu, terdengar nafas ditahan.
untung  pun marah sekali. 
Pintu direnggut terbuka. Dan
benar, ada sesuatu di situ.
Sesuatu yang seperti terlipat.
Lalu sesudah  terayun-ayun
sebentar, sesuatu itu
terjerembab jatuh ke arah kaki
untung . Tak pelak lagi, untung 
melompat mundur. Melihat ke
sesuatu yang kini tergeletak di
lantai dekat pintu. Rebah,
namun tetap dalam keadaan
terlipat. Kaku. Dan mati. 
untung  sesaat mengenalinya. 
Wajahnya pun memerah padam.
Karena pengaruh whisky.
Karena marah. Dan, terkejut.
"Hei", mulutnya nyeletuk.
"Mengapa kau ada di sini .Aku
'kan tidak menyuruhmu ke luar
dari dalam bagasi mobil itu
----"!" 
"Barangkali ia tidak kuat
menahan pengap, untung !" 
untung  mengangkat muka. Melihat
ke luar pintu. dul latief  masuk
dengan sikap tenang, wajah
tanpa emosi seperti biasa.
Mantel hujannya ia lempar
sembarangan ke sebuah kursi.
jessica  menguntit ketat di
belakangnya. Sambil sedapat
mungkin matanya menghindari
apa yang tersuruk di lantai dekat
pintu. Tiba di dalam ruangan,
jessica  lantas menjauhi pintu.
Lalu memusatkan perhatiannya
pada yang lebih menyenangkan
untuk dilihat. untung . 
untung  balas menatap. 
Lalu ia menangkap sesuatu di
balik sinar mata jessica .
Pandangan perempuan itu,
dingin. Mem 
buat jantung untung  berdetak.
untung  mulai merasakan adanya
tanda-tanda, bahwa ide
cemerlangnya sudah tiba pada
titik kulminasi. Dan titik
kulminasi itu, agaknya
berantakan sudah. 
"Kau apakan suamiku, Ed?",
jessica  berbisik. Sama dingin
dengan sorot matanya. 
Sesaat untung  gugup. namun  cepat
ia kuasai diri nya. Menunjuk
dengan botol whisky.ke lantai
dekat pintu, ia mencoba tertawa.
Seraya berkata dengan bujukan
: "Ayo dong, jessica . Itu 'kan
mertuamu. Bukan ---" 
"Mayatnya, benar. Pakaiannya,
tidak!" 
untung  melihat ke arah apa yang
mereka percakapkan. Pura-pura
meneliti. Ia sudah melupakan isi
botol di tangannya. Yang ada
dalam pikiran untung  hanyalah,
bagaimana menyelamatkan
nama baiknya, dan bagaimana
pula ia harus menampilkan diri
di depan jessica  seperti posisi
sebelumnya. Namun otaknya
tidak mau diajak bekerjasama.
Apa yang dapat ia perbuat,
hanyalah bersungutsungut tak
menentu. "Iya ya. Benar juga.
Kok lucu. Mayat mertuamu
memakai baju suamimu ___.. 
Muak lah jessica  dibuatnya. la
ulangi pertanyaannya: "Kau
apakan suamiku"!" 
dul latief  yang sudah menangkap
gelagat untung  akan terus
menghindar, menjawabkan
untuk jessica  : "Sederhana saja,
Non. Sudah semenjak tadi aku
memikirkannya. Sederhana.
Sangat sederhana ---" 
jessica  pun bertanya dengan
bernafsu : "Jadi di mana
sekarang suamiku, Pak
dul latief ?" 
Tanpa berani melihat ke wajah
jessica , dul latief  berujar kering :
"Dalam peti mati, Non. Yang 
dikuburkan tadi pagi ---" 
jessica  tersentak. Pucat. "Ya
Allah, Tuhanku! Tidak mungkin
.Aku tidak percaya ---" 
"Itulah kenyataannya, Non" 
Beberapa saat lamanya, jessica 
hilang pegangan. Tubuhnya
mulai limbung. Cepat cepat
dul latief  memegang tangan
jessica  dan menuntunnya ke
sebuah kursi. Di situ jessica 
duduk terhenyak, sedetik dua.
Detik berikutnya, kepalanya
kembali tegak. Ia memandang
ngeri ke arah dul latief  : "dan
kalian mengubur suamiku hidup
hidup ___" 
dul latief  menggeleng. 
Ujarnya, lirih : "Firasatku
sudah merasakan itu, tak begitu
lama sesudah  kalian tiba di puri
ini tengah malam tadi. Maafkan
saya, Non. Saya tak tahu
bagaimana terjadinya saya
hanya merasakan. Saya pun
sudah berusaha mencari
barangkali ada yang masih
tersisa seperti biasa ---" 
jessica  mengerang. Merintih.
Telinganya tidak menangkap
bunyi kalimat terakhir yang
diucapkan dul latief . Lain halnya
untung . untung  menangkapnya
dengan jelas. Dan untung  pun
teringat saat ia melihat dari
pintu istal, ke dalam ke
genangan dan percikan darah
betis putus sebatas lutut
serpihan serpihan daging segar
--
untung  tambah gugup. 
Kini ia teringat pada botol di
tangannya. Dan tanpa
membuang tempo sia sia, botol
diangkat cepat. Isinya di
tenggak. Tanpa berhenti.
Geleguk! Geleguk! Geleguk ---! 
dul latief  pun berpaling. 
Dan ternyata, wajah itu juga
dapat memperlihatkan emosi.
Mata tuanya membara. Mulut
mengatup, garang. Sementara
jessica  mulai mengisak di kursi,
dul latief  pun meninggalkannya.
Ia melangkah panjang dan pasti.
Mendekati untung , yang sesaat
menarik mulut botol dari mulut
sendiri. ' 
dul latief  pun menggeram. "Kau,
manusia tak tahu diuntung ---!" 
untung  pun mundur. namun 
dul latief  terus maju. 
"Mau apa kau, tua bangka"!",
dengus untung , tak senang. 
"Kau harus menebus
perbuatanmu, terkutuk", seru
dul latief  sembari menyerbu ke
depan. untung  terdorong ke
belakang. Punggungnya
membentur tembok. Dan
tahu-tahu ia sudah merasa
lehernya bagai tercekik. Jari
jemari orangtua itu, ternyata
mampu juga menjepit sekuat
besi ---
Refleksi menggerakkan tangan
untung  yang memegang botol.
Benda itu ia hentakkan ke sudut
bufet terdekat. Suara pecahnya
berderai mengejutkan. jessica 
mengangkat muka, dan melihat
botol di tangan untung  tinggal
sepotong. Ujung ujung
potongannya runcing
berkilat-kilat. jessica  terpekik.
dul latief  masih terus
membenamkan telapak tangan di
leher untung . Akan halnya untung ,
dengan sisa sisa tenaga akibat
tercekik, dibantu pengaruh
minuman keras, akhirnya
memperoleh kekuatan yang
cukup untuk membenamkan
ujung pecahan botol ke arah
lambung dul latief . 
jessica  memejamkan kedua
kelopak matanya. Ngeri. 
ia tidak tahu bahwa dul latief 
sedikitpun tidak terpengaruh
oleh serangan gelap untung . Justru
si pemudalah yang tampak
terpengaruh. Matanya
membelalak heran. ia memang
mendengar bunyi tembus
meretas mantel hujan lalu baju
di sebalik mantel itu. Namun
hanya sampai di situ. Ia sudah 
berusaha mendorong botol yang
tergenggam di telapak tangan,
sekuat kuatnya. Tetap saja tanpa
hasil. 
Kemudian, perlahan lahan
kelopak mata untung  meredup
tertutup. 
Dari mulutnya, keluar suara
tercekik : "begini cepatkah
datangnya kematian ---" 
Agaknya, dalam keadaan
sedemikian kritis, imajinasi untung 
tetap bekerja dengan baik. Dan
itu berakibat lain pada dul latief 
.dul latief  mendadak sontak
mundur tersentak. "tidak!",
bisiknya, getir. "Aku tidak boleh
melakukannya lagi!" 
la biarkan tubuh untung  melorot. 
Jatuh tersungkur ke lantai. ' 
dul latief  memandangi dengan
ngeri bagaimana tubuh yang
tersungkur itu, terkulai diam.
Apakah dia sudah mati" dul latief 
tegak kaku, takut sendiri. namun 
lambat laun ia mendengar bunyi
bernafas. dul latief  dapat
membeda-bedakan. Mana bunyi
nafasnya sendiri. Yang mana
bunyi nafas ditahan jessica . Lalu
nafas untung , yang terdengar
begitu pelan, tersendat sendat.
namun  paling tidak, pemuda
yang tersungkur di lantai itu,
masuh ber
nafas' 
Duuung menghembuskan nafas
lega. 
Ia kemudian berjalan mendekati
jessica , yang maSih duduk di
kursi tanpa bergerak gerak,
tanpa berani membuka matanya.
Ia dengar suara tubuh jatuh ke
lantai. Makin tak berani jessica 
menyaksikan. Lalu ia dengar
langkah langkah mendekat.
Terhuyung huyung. Terbayang
untung  lah yang melangkah itu.
Dengan senjata pecahan botol
terhunus di tangannya. Menuju
dirinya. 
jessica  membuka kelopak
matanya, serempak. 
Serempak pula ia menjerit :
"untung , jangan!" 
Lalu ia pun bangkit untuk
melarikan diri. namun  sepasang
lengan menahannya. jessica 
merontaronta melepaskan diri
sambil terus memohon mohon,
sampai akhirnya ia mendengar
bujukan samar samar, namun 
lembut menyejukkan. Kata kata
bujukan itu tidak tertangkap
jelas, kecuali satu : " Non!" 
Hanya satu orang di dunia ini
yang menyebut jessica , Non. 
Dia membalikkan tubuh,
berhenti merontaronta,
kemudian menghempaskan
tubuhnya ke dalam rangkulan
orangtua itu. Lalu di dada yang
kering dan renta itu, tumpahlah
sesaat air mata jessica . 
"Mari, Non. Kuantar kau ke
kamarmu ---" 
jessica  hanya menurut. 
Antara sadar dan tidak -
Tidur, mungkin yang terbaik
buat jessica  saat itu. 
namun  tidak untuk nyoto . Mimpi
mimpi buruk serta gambaran
gambaran menakutkan,
mendorong alam bawah sadar
nyoto  untuk terjaga. 
"Bangun, nyoto . Bangunlah
segera!", seakan ia melihat
ayahnya berteriak teriak panik.
"Ayo, Nak. Selamatkan dia
selamatkan dia ----"' 
nyoto  akan bertanya, namun 
bayangan ayahnya sudah lenyap
entah ke mana. Tahu tahu ia
melihat sebuah peti mati.
Melompat lompat ribut, seakan
penghuni di dalamnya memaksa
ingin ke luar. Tiba-tiba peti mati
itu pecah berantakan.
Serpihannya berserakan ke
mana mana. namun  bukan
serpihan kayu. Melainkan
serpihan serpihan daging segar.
Darah tampak menggenang di
mana-mana. Kalau tak salah, di
lantai kandang kuda dan ada
sepotong betis telanjang lalu
seraut wajah. 
Dan, itu adalah wajah farida ! 
nyoto  mengerang dalam tidurnya
: mengapa farida ?" 
Terdengar suara jawaban, tanpa
orangnya ke lihatan. Itu suara
ayahnya, pasti. Sayup-sayup
sampai. namun  jelas panik :
"Cepat bangun, nyoto ! Jika kau
memang mencintai dia ---'" 
nyoto  menggeliat. 
Kelopak matanya sempat
terbuka. Bahkan tubuhnya pun
sudah terangkat sedikit dari
kasur. "Aku harus
menyelamatkan -farida ku !", ia
mengigau. Lalu kelopak
matanya memaksa tertutup.
Tubuhnya bagai ditarik kuat ke
dasar bumi. 
nyoto  seakan dipaksa rebah
kembali. 
Lantas tertidur. 
Pulas. 
Jika pun ia mampu untuk
bangun, kondisinya yang
sedemikian payah toh tidak akan
sanggup menolong farida . farida 
sendiri pun saat itu, tidak
terpikir untuk mencari
pertolongan. Ia memang
ketakutan waktu ia dengar lagi
nafas berat yang mendesing itu.
Namun timbul suatu dorongan
gaib untuk melihat dan
mengetahui apa gerangan yang
mengeluarkan bunyi aneh itu. 
sesudah  melirik ke kiri kanan,
farida  pun melihatnya. 
Melihat cahaya berpendar
pendar di permukaan
rerumputan basah. Cahaya itu
Sinarnya redup dan lemah.
Namun seperti menusuk mata.
Menimbulkan perasaan perih.
Apakah farida  pernah melihat
cahaya semacam itu.
sebelumnya" Oh, tidak. Tidak. 
Ia hanya pernah mendengar.
Dari omongan penduduk atau
buruh setempat. Bahwa mobil
yang dikendarai pamannya
saat membawa kabur guci
antik dari puri, bukanlah
dilempar ke jurang oleh angin
topan. Melainkan oleh sesuatu
yang mengeluarkan Sinar redup
tapi menusuk mata. Dongeng
yang sama juga menebar sekitar
kematian kakek farida  yang
berpenyakit jiwa itu. 
Kakeknya percaya, penyakit
yang ia denyi girah  disebabkan oleh
roh roh jahat penghuni
jurang-jurang di sekitar puri.
Lalu suatu hari ia nekad
mendinamit salah satu dinding
jurang. Ayah farida  kemudian 
bercenyi girah  : "dasar orang sakit
jiwa. sesudah  sumbu dinamit
menyala, bukannya
dilemparkan. Malah dia asyik
sendiri. Dan, bum ! Hancurlah
tubuh kakekmu. Berkeping
keping'" 
namun  Abah dul latief  pernah
mendongeng. Kakek farida  akan
mendinamit dinding jurang
sebelah Timur. ltu dapat
berakibat fatal. Seluruh
permukaan bukit di atasnya
akan runtuh, termasuk puri dan
seisinya. Abah maSih sempat
mengejar. namun  ia terlambat.
Dikejauhan ia lihat kakek farida 
sudah menyalakan sumbu
dinamit. Pas mau di lemparkan,
kakek farida  tampak seperti
diserang lalu dikurung oleh
semacam cahaya redup tapi
menusuk mata. Terdengar bunyi
ledakan dinamit, namun  bunyi
yang teredam. Dinding jurang
tetap utuh. Sinar ganjil itu
lenyap. Dan di bekas kakek farida 
berdiri, berserakan kepingan
kepingan tulang dan serpihan
daging manusia . . 
farida  menelan ludah. 
Itukah dia, yang mendekam di
rerumputan basah, sinar
legendaris yang selama ini
dianggapnya sebagai cenyi girah 
tahayul belaka, untuk menakut
nakuti farida  yang membandel
setiap kali disuruh naik ke
tempat tidur" Dan apa
gerangan, yang mengeluarkan
Sinar itu "
farida  pun bersijingkat maju
Untuk dapat melihat lebih jelas. 
Baru dua tiga langkah, farida 
sudah berhenti tertegun. 
Pendaran sinar itu bergerak.
Bukan, bukan sinarnya sendiri.
Melainkan sosok sesuatu yang 
menebarkan pendaran sinar.
Sosok lebar, panjang, dengan
gerakan meliuk maju ke arah
farida . Di atas kaki yang luar
biasa banyak jumlahnya. 
Tak ayal lagi, farida  terloncat
mundur. 
Barulah teringat untuk menjerit
minta tolong. namun  jangankan
lidah. Lututnya pun terasa
bagaikan lumpuh. farida  lantas
merasa beruntung, sewaktu ia
rasakan punggungnya tertahan
sesuatu, dan sesuatu itu adalah
mobil. Mobil dari mana farida 
barusan turun. 
farida  pun merayap sesaat. 
Masuk ke dalam mobil. Pintu
pintu ditutupkan. Dikunci
sekalian. Ingat lampu depan
masih menyala, farida  pun
buru-buru memadamkannya.
Sesaat ia berada dalam
kegelapan total. Meringkuk di
jok belakang mobil. Tanpa
berani mengeluarkan nafas.
Meski, sekujur tubuhnya
bergemetar hebat, dan keringat
dingin dengan cepat sudah
menguyupi kulit tubuhnya yang
terasa membeku. 
Pendaran sinar itu, sesaat
mengabur, menghilang. 
Sudah pergikah dia" 
farida  baru saja akan
mengangkat muka, saat bukan
hanya sinar, namun  juga banyak
sekali kaki kaki yang tak karuan
bentuknya, tahu tahu sudah
merayapi kaca jendela pintu di
depannya. Merayap tanpa suara,
naik terus ke bagian atas mobil,
namun yang masih tersisa di
belakangnya seakan tak habis
habis. farida  menggerakkan leher
untuk melihat ke jendela kaca
yang berseberangan. Kakikaki
yang.naik paling dahulu, kini
sudah turun merayap di sebelah
sana. 
Lantas, tiba-tiba sekali, gerakan
kaki-kaki itu berhenti. 
Terdengar bunyi nafas lagi.
Berat. Tersendat sendat.
Didahului suatu desingan
panjang yang sesaat
menulikan telinga farida , kaki
kaki yang luar biasa banyak
serta menutupi samping kiri
maupun samping kanan mobil,
tahu tahu bergerak seperti
menekan. Jendela jendela kaca
retak, kemudian pecah
berantakan. 
Barulah farida  terpekik,
kemudian menjerit, kemudian
lagi meronta-ronta histeris.
namun  suaranya habis ditelan
oleh bunyi baja berkeriut lalu
pecah di beberapa tempat,
begitu hingar bingar.
Peristiwanya berlangsung hanya
dalam beberapa helaan nafas
saja. Dan saat bunyi pecahan
kaca maupun baja.menghilang,
sinar redup tapi menusuk itu pun
ikut menghilang entah ke mana. 
Apa yang tertinggal, hanyalah
mobil, ah, sisa sebuah mobil. 
Teronggok gepeng dalam bentuk
menyedihkan. 
Curah hujan membasahi
onggokan mobil itu. Dan dari
celah-celah pecahan baja, darah
merembes ke luar. Terus
mengalir, memerahi air hujan,
lalu menggenang di aspal yang
menghitam kelam. 
Di kamar tidurnya, nyoto 
menggeliat resah. 
Kelopak matanya masih
terpejam. Namun dari sudut
sudutnya menetes ke luar,
butir-butir air 
bening. 


syam kamaruzaman  mandul. nyi girah  tak
keburu punya anak saat ia dari
suaminya -farida , apalagi. farida 
tak mengharapkan anak dari
untung . Dan nyoto  ----" 
jessica  menyentuh tangan lelaki
tua dan renta itu. Tanpa
mengucapkan sepatah mata.
Kecuali memandang dengan
sinar mata tersimpathi. dul latief 
mengangkat mukanya. Balas
menatap. Dan untuk.pertama
kali semenjak mereka bertemu,
dul latief  tampak punya
keberanian untuk menatap
berlama-lama. Seakan ia kuatir
jessica  tibatiba menghilang
tanpa sepengetahuannya. Sinar
mata tulus dan senyuman lembut
di bibir jessica , menyejukkan
hati dul latief . Ia sedikit terhibur.
Lantas ikut ikutan memaksakan
senyuman di bibir tuanya.
"Apakah kau sudah mengantuk,
Non?" 
Terkulailah tangan jessica  yang
tadi mengelus. Seperti juga
kepalanya. Terkulai di bantal.
Lemas "Mengantuk", ia
bergumam, lirih. "Dan suamiku
terkubur di luar sana! "Belum
lagi mertuaku. Dan nyi girah  -----" 
Juga farida , dul latief  membathin,
dan lebih banyak lagi orang
orang lain sebelum mereka!
Namun di bibir, dul latief  berujar
lain: "Setidak tidaknya, Non
masih hidup ----" 
"Benar-", jessica  mengangguk,
patah. Kelopak matanya
dipejamkan. "Benar. Aku masih
hidup. Untuk -jadi janda dua
kali!" 
"Non . . 
Kelopak mata jessica  tetap
terpejam. Rapat. "Aku tidak
percaya Suamiku sudah mati. Ia
hanya pergi jogging. Ke barak.
Dan aku hanya -sedang
bermimpi. Aku akan segera
bangun Dibangunkan oleh
suamiku. Dengan kecupan mesra
di bibirku. Dan ---" 
"Non mencintainya?", dul latief 
berujar, dengan suara agak
dikeraskan. 
jessica  membuka matanya.
Terkejut. "Apa?" 
"Barusan aku tanya. Apakah kau
mencintai suamimu" 
"Cinta?". mata jessica  terbuka,
memang. namun  mata itu
menerawang. Jauh. Berusaha
melihat dan mengingat ingat.
Kapan pertamakali ia bertemu
syam kamaruzaman . Apa saja yang mereka
bicarakan. Dan bagaimana
kiranya, tahun-tahun yang
mereka lalui bersama 
"Cinta !", desah jessica , sendu."
kami tidak pernah
membicarakannya! Suamiku
sudah terlalu tua untuk
mengatakan omong kosong
semacam itu. Mana duda pula.
Ketemu janda", jessica 
tersenyum sendiri. Senyuman
mengambang. "kami bertemu,
merasa cocok satu sama lain.
Lalu suatu malam, ada
serombongan orang tak kukenal
menerobos masuk ke kamarku.
Sibuk sekali mereka Dan saat
mereka sudah pergi, kamarku
sudah penuh sesak dengan
buket-buket bunga. Tidak ada
kartu nama si pengirim. Kecuali
sepotong kertas warna merah
jambu. Di buket bunga anggrek
putih beledru. Di situ tertulis :
Bersediakah kau jadi isteriku?" 
Wajah jessica  yang pucat, sesaat
tampak memerah. Senyuman di
bibirnya sempat tampak
bahagia. Seperti juga suaranya:
"Duda yang tolol! 
Masih juga ia bertanya" 
"Indah sekali, Non" 
"Sangat indah. Sampai saat
itu, aku ---" 
jessica  segera tersadar. Indah
sekali' Dan suara itu dekat di
telinganya. Suara dul latief . Lalu
ia dengar suara-suara lain.
Hujan badai dan topan angin.
Terus mengepung dari segala
penjuru. Menerjang.
Menghimpit. 
jessica  berpaling. 
Dari kursinya, dul latief 
tersenyum misterius. "Indah
sekali . . .", dul latief  mengulangi
kata katanya. "Dan pasti akan
selamanya indah, jika semuanya
didasari hati yang tulus. Bukan
dikarenakan nafsu birahi
semata. Atau dikarenakan sifat
tamak ---" 
Terkejutlah jessica . "Pak
dul latief ! Aku tidak ---" 
dul latief  menundukkan kepala.
Dengan sopan. "Maaf. Aku tidak
membicarakan tentang Non.
namun  beberapa orang orang
lainnya ----" 

"Mau mendengar dongeng,
Non?" 
"Apa?" 
"Yaah. Katakan saja, sambil kita
menunggu badai reda.
Mudah-mudahan Non pun
akhirnya tertidur pulas. . ." 
"Umurku sudah 28, Pak
dul latief !" 
"Apakah umur membatasi
seseorang untuk boleh tidaknya
mengetahui hidup dan
kehidupan manusia lain, di luar
dirinya sendiri Non?" 
"Oh, tentu saja tidak ---" 
"Non suka mendengar
dongeng!" 
"Terkadang, ya. namun  ----" 
"Nah. Akan kucenyi girah kan sebuah
dongeng menarik untuk Non
seorang", tukas dul latief  tanpa
memberi kesempatan pada
jessica  untuk menahan
maksudnya. Dan, wajah dul latief 
memperlihatkan, ia memang
tidak mau dicegah! Matanya pun
Sudah menerawang. "Dari mana
aku harus memulai dengan apa
Atau, konon menurut sahibul
hikayat ----" 
LEMBAH KARANG, dahulunya
tidak dihuni manusia. Karena
sejauh mana pun mata
memandang, yang tampak
hanyalah batu dan batu karang
semata. Menghampiri lembah,
bukit bukit, sampai ke lereng
lereng gunung. Sungguh tidak
menarik untuk dijadikan tempat
berkeliaran, konon pula untuk
menetap. Namun demikian, ada
juga yang nekad menginjakkan
kaki di sana. Umumnya
bermaksud menjalankan
tapabrata; memperdalam ilmu
gaib. Ada pula yang sekedar
untuk gagah gagahan saja;
dengan taruhan beberapa keping
emas sebagai bukti
keberaniannya. 
Banyak di antara mereka tiada
kabar benyi girah nya lagi. Lenyap
begitu saja. Tanpa
meninggalkan jejak. Yang
berhasil lolos dari Lembah
Karang, tidak pula dapat
dikatakan bernasub mujur.
Karena ia muncul kembali
dalam keadaan sudah hilang
ingatan, bahkan gila. Yang
mentalnya lebih kuat, Pun
kembalinya dalam keadaan
sekarat; tersiksa 
oleh luka luka mengerikan di
sekujur tubuh. 
Kemudian, muncullah kabar
yang semakin santer dan
menggemparkan. Roh roh gaib
yang haus darah itu, akan
merambah wilayah-wilayah
sekitar. Lembah Karang sudah
kehabisan mahluk hidup untuk
dimangsa! 
Bupati tidak tinggal diam.
Soeryadi Ajilaksana, putera
salah seorang selir kesayangan
diperintahkan untuk
menggempur Lembah Karang.
Dan jika mungkin, menjadikan
Lembah Karang sebagai lahan
yang bisa dihuni dan ditanami.
Tantangan Soeryadi Ajilaksana
beserta pengikut pengikut
setianya, disambut oleh
penghuni Lembah Karang
dengan gegap gempita. Mereka
balas menggempur dengan
memakai  hujan badai dan
angin topan sebagai kendaraan
perang; sekaligus sebagai
senjata pemusnah musuh
musuhnya. 
Ternyata Soeryadi Ajilaksana
terlalu sakti untuk dimusuhi.
Sebagian terbesar pasukan roh
roh gaib musnah. Sisanya lari
menyingkir ke tempat tempat
jauh. Pemimpin mereka,
ditawan; dan baru akan
dilepaskan sesudah  dengan
kekuatan gaibnya ia ikut
membantu merubah Lembah
Karang dalam kondisi siap
pakai. Sang Pemimpin taklukan
itu memperlihatkan
pengabdiannya secara
sungguh-sungguh sebagai
hamba yang dapat dipercaya. Ia
buka lahan lahan yang dengan
cepat sudah menjadi subur. la
ikut pula membantu membangun
puri untuk kediaman Soeryadi
Ajilaksana beserta keluarga.
namun  sesudah  tugasnya selesai,
ia pun datang menghadap
penakluknya. 
"Sisasisa rakyatku sudah
terpecah pecah. Terpisah pisah
pula di tempat yang sangat
berjauhan satu sama lain.
Dengan pemimpin-pemimpin
mereka yang baru ----" 
"Lantas, apa rencanamu?",
tanya sang.penakluk. 
"Aku akan terus mengabdi di
sini. Selain sudah terlanjur
betah, juga untuk mencegah jika
ada di antara rakyatku yang
coba mengkhianati Paduka.
Terserah, apapun tugas yang
Paduka embankan di atas
pundakku, akan kuterima
dengan senang hati . . ." 
Soeryadi dapat memahami
alasan itu. Dan si bekas
pemimpin pun diserahi tugas
menjaga lahan dan puri,
termasuk kaum pengikut yang
sudah  berjasa membuka dan
bersedia menetap di Lembah
Karang. "Siapapun yang
merajah tanpa hak, harus kau
singkirkan. Jika perlu,
musnahkan". 
"Paduka dapat memegang janji
saya'", sahut bekas penguasa
roh gaib yang wujudnya masih
tetap gaib itu. Wujud berupa
cahaya cemerlang berwarna
warni pula. Wujud
kebanggaannya, dan
kebanggaan rakyatnya. Yang
pasti akan dikagumi siapapun,
jika tidak mengingat perbuatan
perbuatan jahat mereka
sebelumnya. 
"_ kau pernah melihat pelangi,
Non?" 
jessica  tersentak oleh potongan
kisah dul latief . "Ya. Mengapa?" 
"Seperti itulah wujud mereka.
Sampai detik ini 
pun aku masih tetap percaya,
bahwa pelangi yang sering kita
lihat muncul di banyak tempat,
adalah jelmaan roh roh itu.
Mereka sesekali menampakkan
diri, untuk melihat Sisa sisa
kejayaan mereka di masa lalu.
Dan, melihat kemungkinan,
apakah mereka dapat merebut
kekuasaannya kembali ke tangan
mereka!" ' 
"Ah. Yang benar!" 
"namun  itulah yang dikatakan
oleh si pemimpin taklukan
Soeryadi Ajilaksana" 
"Astaga. Kepada si penakluk
sendiri?" 
"Oh. Tentu saja ia tidak berani.
Ia mengatakannya pada orang
lain!" 
Dia seorang pemuda yang sudah
tumbuh dewasa dan ingin
membuktikan keberadaannya di
hadapan orang lain. Ia masih
bocah tanggung, saat ia dan
seorang bocah perempuan
sebayanya, dibawa serta ke
Lembah Karang sewaktu
Soeryadi memboyong istri dan
anaknya ke sana. Anak
satu-satunya Seorang putri
rupawan bernama Sekar
Soesilawati. Karena usianya
juga hampir sebaya, jadilah si
anak lakilaki menjadi pelayan
pribadi sekaligus penjaganya
selama berada di puri. Dan si
anak perempuan, sebagai
dayang. Putri Sekar tidak
memperlakukan mereka sebagai
hamba sahaya. Lebih banyak
sebagai sahabat, bahkan
terkadang seperti saudara
kandung sendiri. Apalagi sesudah 
ibundanya meninggal sebagai
korban pemberontakan
sekelompok kecil pengikut
Soeryadi Ajilaksana, tanpa
diketahui 
jelas sebabsebab mereka
mencoba melakukan makar.
Karena begitu pemberontakan
mereka dipadamkan, mereka
semua pun lenyap sirna. Tentu
saja si pemimpin taklukan
dipanggil. Dan ia memberi
penjelasan yang memang masuk
akal dan mau tidak mau harus
diterima oleh sang penakluk.
"Bukankah Paduka sendiri yang
bertitah. Siapapun yang merajah
tanpa hak ----" 
Baru di belakang hari, diketahui
ada apa di balik semua itu. 
Oleh si pelayan pribadi Putri
Sekar, yang kedudukannya
sudah naik menjadi pelayan
kepala di puri. 
Bermula, saat dayang sang
putri sesudah  tumbuh dewasa,
diamdiam menarik perhatian
Soeryadi Ajilaksana yang sudah
lama hidup menduda. Lalu tahu
tahu saja. suatu hari ia sudah 
mengeluarkan keputusan. Si
dayang, akan dijadikan selir.
Bukan sebagai istri, karena ia
hanya mengenal satu orang istri,
yakni ibunya Putri Sekar, yang
teramat sangat dicmtainya.
Sebagaimana ia juga teramat
sangat mencintai sang putri,
yang keturunan satu satunya itu.
"Aku mengambilmu, semata
mata karena aku tertarik secara
seksuil belaka'", ia berkata terus
terang, pada dayang kesayangan
putrinya. 
Bencana pun dimulai: dayang
itu tidak keberatan.
Yang teramat sangat keberatan,
adalah pelayan kepala. Dengan
siapa ia diam diam menjalin
hubungan cinta, yang hanya
diketahui Putri Sekar 
Seorang. Mereka mengadakan
janji temu rahasia, di mana si
perempuan menegaskan:
"Apakah aku mampu melanggar
titah beliau" Dan kau,
beranikah?" 
"Siapa yang berani," rungut si
pencinta yang malang, marah.
"Dia terlalu sakti untuk
dilawan!" 
"Jadi, apa boleh buat bukan"
Berharap saja ia cepat mati.
Sehingga kita bisa berkumpul
lagi. Dan sementara itu, aku
akan membujuknya. Agar
mengangkat dirimu sebagai
anak laki-lakinya!" 
Si pemuda tergiur
mendengarnya. Dia akhirnya
merelakan sang kekasih
dijadikan selir majikan mereka.
Agaknya mereka berdua,
memang pasangan yang serasi.
Yang satu tamak, yang satu gila
martabat. namun  cinta, tidak
akan padam karenanya. Malah
semakin berkobar, dan akhirnya
sulit dikendalikan. "Si tua itu
masih perkasa di tempat tidur.
namun  mana aku bisa
dipuaskannya. Karena yang
kuinginkan bukan dia, namun  kau
Tantangan sang kekasih tentu
saja dilayani dengan baik oleh si
pemuda. Di tempat tempat
pertemuan rahasia, mereka
lampiaskan kerinduan yang
terpendam. Berpuas-puas, lupa
diri. Sampai suatu saat,
perempuan itu pun hamil. Dan
Soeryadi Ajilaksana, tahu-tahu
marah besar. Berteriak murka
pada selirnya: "Katakan terus
terang, siapa yang
membuntingimu. Akan kubunuh
dia!" 
Selirnya menjawab ketakutan:
"Bukankah Paduka sendiri, yang
---" 
"Dasar perempuan kotor dan
hina! Ketamakan membutakan
mata dan pikiranmu. Kau lupa,
kenapa kau kujadikan selir.
Berlagak tak tahu, bahwa aku
tidak pernah bermimpi
memperoleh keturunan darimu!
Tidak ingatkah kau, setiap kali
sebelum aku naik ke atas
tubuhmu, _ aku bertapa semedi
lebih dulu. Untuk membunuh
benih benihku yang kemudian
mengalir ke dalam rahimmu,
perempuan tolol" 
Selir sial itu pun habis dipukuli.
Mujur, ia keburu pingsan. Dan
saat siuman lagi, Soeryadi
sudah tidak ada di kamar. Sang
kekasih diberi isyarat. Mereka
pun bertemulah di tempat
rahasia vang biasa. "Dia akan
membunuhmu. Cepat cepatlah
lari!" 
"Lari" Ke mana?" 
Sekali lagi mereka beruntung.
Soeryadi Ajilak sana dipanggil
mendadak untuk menghadap
Bupati. ia harus segera
berangkat bersama utusan yang
menjemputnya. Tak boleh
membuang buang tempo. Dan
Soeryadi memang tidak
membuang tempo, walau hanya
satu helaan nafas saja. Karena
kabar yang ia terima dari utusan
itu, sangat mengejutkan: Putri
Sekar menghilang! 
Cukup lama juga Soeryadi
meninggalkan Lembah Karang.
Dan cukup lama dua kekaSih
gelap itu kalang kabut mencari
jalan selamat .Mereka sadar,
kemanapun mereka pergi,
mereka tidak akan lolos dari
kejaran dan pembalasan dendam
Soeryadi yang sakti
mandraguna. Tiba tiba,
muncullah dewa penolong. 
Kebetulan, si anak muda
menangis berkeluh kesah
sewaktu roh qaib taklukan itu,
lewat di dekat 
nya. 'Terjadi tanya jawab,
sedang Si pemuda berusaha
mengelak karena tahu apa
akibatnya pada dirinya jika roh
gaib itu dengan setia
mengemban tugas dan
memberlakukan pula atas diri
anak muda itu. 
"Aku sudah tahu Aku sudah
tahu," si taklukan berkata
menenangkan. "namun  mengapa
harus putus asa begitu" Sungguh
memalukan" 
"namun  ---" 
"Sudahlah! Kita ini sahabat,
bukan" Kita punya majikan yang
sama. Yang pernah berusaha
ingin membunuh kita!" 
Dan menyerahlah si anak muda.
Ia mencenyi girah kan semuanya,
pasrah. 
"Seperti kubilang tadi," kata roh
gaib yang bertugas sebagai
penjaga gaib itu. "Aku sudah
tahu. Hanya ingin saja agar kau
mau berterus terang dan mau
mempercayaiku sebagai
sahabat. Yang siap untuk
menolong sahabatnya pula." 
"Dengan.apa?" 
"Memanfaatkan kelemahan
musuh kita bersama'" 
Tahulah si anak muda, apa yang
tersembunyi di balik pengabdian
roh gaib taklukan itu, dan apa
pula yang terjadi di balik
pemberontakan sebelumnya,
disusul musnah tanpa bekas
para pemberontak itu. namun 
apa bedanya, sekarang ini" 
"Apa yang kau ketahui?", ia pun
bertanya. penuh harap. 
"Majikan kita punya titik lemah.
Di ubun ubunnya", jawab roh
gaib yang bercahaya itu,
semakin 
mencemerlangkan
penampilannya. Warnawarninya
pun dibentuk berbunga-bunga,
membuat si anak muda yang
melihat menjadi terkagum
kagum. Lalu kemudian
mengeluh: "Sayang sekali!" 
"Lho. Ada apa?" pemuda itu
tersentak, cemas 
Roh gaib itu tertawa. Dan
mencemooh dengan manis:
"Sahabatku yang butek pikiran!
Kau lihat sendiri bukan" Aku
kini tak lebih dari hamba sahaya
belaka. Karena kekuatan gaibku
tidak mampu menembus ubun
ubun musuhku. Apakah jelas?" 
"sangat jelas!", si anak muda
mulai lagi menangis. Putus asa. 

"Duh. Duh Air matamu tak
habis-habis. Tanpa kau tahu,
betapa teramat besar manfaat
air matamu itu buat
menyelamatkan diri!" 
"Air matamu, sahabatku. Air
mata mahluk hidup. Bukan air
mata mahluk gaib. Hanya air
mata mahluk hidup yang dapat
melumpuhkan penangkal gaib
dan kemudian melumpuhkan
kesaktian majikanmu" 
"Air mataku" Bisa?", si pemuda
terlonjak gembira. Lalu,
terduduk lagi. Ketakutan "namun 
membunuh junjunganku ----" 
"Ia bukan junjunganmu lagi
sekarang. la calon pembunuhmu
sudah!" 
"Memang. Jadi -----" 
"Coba kita analisa sebentar.
Kekasihmu dirampas. Sudah
dirampas, hanya dijadikan selir.
Kaupun memang diangkat anak.
namun  dengan pembatasan
pembatasan menyedihkan. Benar
toh?" 
Anak muda itu membenarkan.
Terlalu, dia! Memang aku
diangkat anak olehnya. namun 
dengan syarat menyakitkan. Aku
belum akan memperoleh
apapun, sampai kelak mendapat
persetujuan dari ahli warisnya
yang syah. Padahal, Juragan
Kecil Ini ___" 
"_ Juragan Kecil!", jessica 
membuka matanya lebar-lebar.
"Hei, Pak dul latief . Kau pernah
memanggilku dengan sebutan
itu. Salah nama pula. Non Lola" 
"Juragan Kecil, panggilan akrab
saja, Non ___", sahut dul latief ,
terjengah. "Adapun Non Lola,
itu nama lain dari Putri Sekar.
Nama pemberian Asisten
Residen Belanda, sahabat baik
Raden Soeryadi Ajilaksana. Si
bule itu sayang banget pada
Putri Sekar. Sering ia bawa
_berlibur ke tempat tempat jauh,
dengan kapalnya. Seperti hari
itu. Putri Sekar diboyong ke
kapal. Untuk dijauhkan dari
ayahnya ---" 
"Kok?" 
"Ya jelas, dong. Pada hari itu,
ayahnya kawin lagi. Putri Sekar
marah besar. Benar ia
menyayangi dayang pribadinya.
namun  bukan untuk dijadikan
istri ayahnya. Agar tidak terjadi
keributan di puri, maka ia pun
diajak Asisten Residen pergi
berlibur. namun  rupanya ia tak
juga gembira. Ia kemudian
minta diantar pulang. Bukan ke
Lembah Karang. namun  ke
rumah neneknya di Kabupaten.
Dari 
sanalah, ia kemudian minggat.
Ke mana, tak ada yang tahu.
sesudah  lewat bertahun tahun
yang membingungkan dan tanpa
harapan, barulah kabar
benyi girah nya muncul. namun  sudah
terlambat!" 
"Terlambat bagaimana?" 
"Ayahnya sudah meninggal. Dan
di puri, sudah ada penguasa
baru!" 
"Oh. Oh. Bagaimana itu
terjadinya?", tanya jessica 
penasaran, sambil merungkut di
tempat tidur, begitu di luar
terdengar bunyi gelegar guntur
dan petir yang menyambar
nyambar galak, seakan mau
menerobos jendela kamar
tidurnya. 
Terjadinya, terutama bukan
karena dorongan sakit hati.
namun  ketakutan akan
pembalasan dendam. Roh gaib,
mantan penguasa alam gaib di
Lembah Karang itu sudah 
menjelaskan segala sesuatunya.
Dan diakhiri dengan sebuah
peringatan keras "Ingat. Jangan
tinggalkan senjatamu dari ubun
ubunnya. Cabut sesaat itu
juga. Jika kau biarkan
tertinggal, akan celakalah kita.
Dan aku, tentu saja, tak akan
membiarkanmu begitu saja.
Sekali kau melakukan kesalahan
dan aku ikut terkena getahnya;
maka aku tidak akan
membiarkan kau maupun
keturunanmu hidup bahagia.
Kematianmu maupun
keturunanmu, pun akan kubuat
sesengsara sengsaranya!" 
Lawan bicaranya, tentu saja
ketakutan setengah mati. Sampai
ia terkencing di celana Betapa
tidak. 
Gagal membunuh majikannya,
celaka besar akan menimpa diri.
Jika tidak dilaksanakan,
celakanya tak berkurang pula.
Tiada jalan lain. Ia harus
melakukannya. Karena ia
didukung oleh bekas penguasa
alam gaib itu. Dan juga
didukung oleh gagasan, sebagai
anak angkat ia akan menjadi
penguasa sementara di puri.
Sebelum ada ketentuan dari si
ahli waris yang syah. namun 
bukankah si ahli waris yang
syah itu sudah hilang rimba"
Tak tentu apa kah akan kembali
atau tidak" Dan jangan lupa:
sang kekaSih menunggu. Di
tempat tidur yang hangat. Bukan
lagi secara sembunyi sembunyi.
namun  sebagai istrinya yang
syah. Tentu saja, sesudah 
nantinya anak itu lahir --
Sebagaimana dijelaskan oleh si
roh gaib: "Jauhi dulu
kekaSihmu. Biarkan
kandungannya tumbuh dan
kemudian lahir. Agar semua
orang yakin, bahwa itu memang
keturunan majikan kita. Bukan
keturunanmu ---" 
"namun  ada beberapa orang
yang tahu tentang kemandulan
musuhku itu _---" 
"Ah. Jangan pikirkan mereka.
Nanti kita atur belakangan!" 
Dan jadilah si calon algojo
hanya memusatkan perhatian
dan pikirannya pada satu
sasaran saja. Mengoleskan titik
titik air mata ke keris milik
Soeryadi Ajilaksana sendiri.
Keris yang terlupa dibawa
pemiliknya, saking panik
memikirkan hilangnya sang
putri. sesudah  selesai dan diberi
jampi-iampi gaib oleh si roh
gaib sendiri, keris kembali
disimpan di tempatnya semula. 
"Kau harus berhasil," katanya.
"Karena, jika kau berhasil
bukan saja kau akan selamat.
Kau juga akan memperoleh
kekuatan baru. Yang akan
mengalir ke tubuhmu, dari
ubun-ubun musuh besar kita,
begitu kau hunjamkan keris ini
di ubun ubunnya!" 
"Kek uatan apa itu?" 
"Hidup panjang. Dan kebal
senjata tajam" 
Dan, pulanglah Soeryadi
Ajilaksana, tak berapa lama
kemudian. Dengan tubuh letih
lesu, dan jiwa yang patah. Ia
sudah melupakan selirnya.
Bahkan tak perduli pada siapa
ia berbicara. Pendeknya apa
yang ia perbuat hanya menangis
dan berkeluh kesah. Putrinya,
yang sangat dicinta, hilang dan
minggatnya karena kelakuan
Soeryadinata sendiri. 
"Pasti ia terseret arus perang",
katanya pada suatu hari pada si
pelayan kepala. "Habis" Yang
diikutinya, menurut saksi saksi
mata, adalah paman sepupunya
yang selama ini diam-diam
berjuang melawan pemerintahan
bangsanya Asisten Residen kita
---!" 
"Sebaiknya Paduka tidur saja.
Semoga saat bangun, sudah
ada kabar benyi girah  tentangnya
sampai pada kita ----", bujuk si
pelayan, lembut. Padahal di
dalam hati, takut tiada terperi. 
"Ah. Tidur. Kau benar. Itulah
yang terbaik dilakukan sekarang
ini. Sementara Asisten Residen
yang merasa ikut bertanggung
jawab, mengerahkan banyak
pasukannya untuk mencari
putriku. Aku memang perlu
istirahat. Dan jika belum juga
ada kabar, aku akan ikut
mencari sampai putriku
kutemukan, dan mau memaafkan
kesalahan ayahnya 
yang dungu ini --" 
Dan tertidurlah Soeryadi
Ajilaksana. 
Kelelahan. 
Dan hanya dengan bantuan gaib
dari si penguasa gaib, si pelayan
berani iuga mengambil keris,
menghunusnya, bersijingkat ke
tempat tidur. namun  pas saat
ujung pisau akan menembus
ubun-ubunnya, Soeryadi
Ajilaksana menggelit bangun
dengan resah. Dan bangunnya
itu, justru menyongsong
datangnya keris. Tak pelak lagi,
keris itu terhunjam dalam di
batok kepalanya. sulit untuk
dikeluarkan. 
Panik, pelayan kepala itu pun
melompat mundur. 
la ketakutan setengah mati,
melihat majikannya tidak segera
mati. Soeryadi Ajilaksana
memang tangguh. Ia melihat ke
arah pelayannya. Bertanya
heran: "Mengapa kau lakukan
ini?" 
Si pelayan jatuh berlutut di
lantai. Menangis putus asa,
mengemis ampunan dari
majikannya. Seraya berusaha
cuci tangan: "Duh, Gusti. Duh,
Paduka semua ini bukan karena
kemauan saya. Saya termakan
bujukan jahatnya ---" 
Soeryadi Aiilaksana tidak dapat
dibodohi. "Entah apa alasannya,
kau pasti menaruh dendam
padaku. Lalu kau berkomplot
dengan si penjaga. Benar?" 
"Tolonglah saya, Paduka. Saya
tidak bermakSud ---" 
Kelopak mata Soeryadi
pelan-pelan menutup. namun 
tiba-tiba ia buka lagi. Dan
terlontarlah kutukannya: ' Budak
hina. Sekali budak, tetaplah kau 
jadi budak sepanjang sisa
hidupmu! Sampai darahku
mengampuni dan mengakhiri
pendenyi girah anmu! 
Nafas Soeryadi Ajilaksana mulai
tersentak sentak, menjelang
putus. Ia masih sempat
menambahkan: "adapun
temanmu berkomplot itu jadilah
dia mahluk yang rakyatnya
sendiri pun akan jijik dan
ketakutan!" 
Soeryadi Ajilaksana kemudian
terkulai. Jatuh di bantalnya.
Mati. Sejenak, si pelayan masih
bimbang. Baru agak lama
kemudian ia beranikan diri
mendekati tempat tidur. Yakin
majikannya sudah mati, tangan
si pelayan menggapai untuk
mencabut keris dari ubun-ubun
si mati. 
Dan, pelayan itu pun
membelalak sendiri. 
Sebelum sempat ia sentuh,
gagang keris bergerak sendiri.
Turun, membenamkan diri di
kepala pemiliknya. Tanpa
meninggalkan bekas luka
segores pun juga. TUbuh
Soeryadi Ajilaksana, aneh
sekali, sudah berubah dingin
sesaat itu pula Langsung
membeku! 

JAMlLA TERSENGAL. SESAK
NAFAS. 
Tersentak dul latief  dibuatnya.
"Ada apa, Non?" 
jessica  menggeleng pelan.
"Dongengmu, Pak dul latief .
Memang agak menghibur namun 
dengan akhir yang begitu
mengerikan'" 
"Faktanya memang begitu,
Non." 
"Fakta. Hem Tadi pun diam
diam aku mencocok cocokkan.
Kesimpulanku, tak bisa lain.
Kau, 
Pak dul latief , bukan
mendongeng. namun 
mengungkapkan riwayat
hidupmu sendiri" 
dul latief  tetap tenang. Tidak
memperlihatkan emosi apaapa
di wajahnya. "Bagus. Non sudah
mulai paham!" 
jessica  pun lantas bingung
sendiri. "Memahami apa, Pak
dul latief " Dongeng masa
lalumu" Baiklah. Mungkin ada
beberapa yang benar.
Selebihnya, fantastis. Roh roh
gaib mengendarai hujan badai
dan angin topan! Tetes air mata
dioleskan ke keris yang
terbenam menghilang di kepala
seseorang. Bukan main!" 
"Kenyataannya memang
demikian, Non!", dul latief 
berupaya hati-hati. "Aku tak
lebih dari seorang pembunuh.
Dan orang yang kubunuh adalah
-----" 
"Pak dul latief ," jessica  berkata
sabar. "Lupakan sajalah. Semua
itu sudah lama berlalu. Mungkin
lima puluh, tuiuh puluh tahun
---" 
"Lebih dari seratus tahun,
Non!", dul latief  membetulkan. 
"Oh, oh. Lebih dari seratus
tahun!", jessica  tertawa parau.
"Apa lagi. Sudah tidak ada
manfaatnya diungkit ungkit.
Dan, maaf. Bukan bermaksud
mengecilkan arti kehidupanmu
di masa lampau. namun , yah.
Aku tidak melihat apa perlunya
semua itu kau cenyi girah kan
padaku!" 
"Ada, Non. Dan Non terkait di
dalamnya," sela dul latief , dingin.
"-apa" Aku"!" 
"Kau, Non. Serta kematian
beruntun yang menyertai
kehadiranmu di puri ini.
Sesuatu, ,yang belum pernah
terjadi sebelumnya!" 
"Astaga ---" 
"Sebelum kujelaskan lebih jauh,
Non, aku akan mengajukan satu
pertanyaan.'Hanya satu, dan
yang selebihnya Non kelak akan
memahami sepenuhnya .dul latief 
menatap tajam ke mata jessica .
"Kau ingat siapa nama
leluhurmu, Non?" 
"Apa hubungannya -----" 
"Siapa?" 
Pertanyaan yang semakin
ditegaskan itu membuat jessica 
tidak berdaya. Ia pun lantas
membenyi girah hu: "Yang kuingat,
hanya sebatas almarhum
kakekku saja. Beliau lebih
dikenal nama belakangnya,
Samalanga. Adapun nama
lengkap kakekku itu ...." 
jessica  pun mendadak tertegun.
Jelas ia terperanjat sendiri.
"Mustahil. Pasti tak ada
hubungannya!" 
"Nanti akan Non lihat
hubungannya. Siapa nama
lengkap kakekmu, Non?",
dul latief  mendorong. 
"Soeryadi Samalanga. Soeryadi
----", jessica  berujar dengan
suara takjub. 
Wajah dul latief  mengeras.
"Kakekmu itu, Non. Adalah
buyut dari Juragan Kecilku.
Buyut Putri Sekar Soesilawati" 
"Dan, aku adalah ---", semula
jessica  ingin menanamkan. 
Namun, lidah dan mulutnya
tahu-tahu serasa terkunci. 
Mimpikah dia" 
Badai hujan di luar sana. terus
menggedor dan 
menggedor. Garang. Semakin
garang. Terasa seperti ada yang
menunggu di balik jendela. Dan,
sudah mulai hilang
kesabarannya! 

16 
dul latief  bangkit dengan
wajah gelisah. la Derjalan ke
jendela. Mengintai ke luar,
sesudah  lebih dahulu mengusap
embun yang menempeli kaca. Di
kejauhan, samar samar ia dapat
melihat bangunan istal yang
sedang menuju kehancurannya.
Salah satu sudut istal malah
sudah roboh berantakan. Dan
justru di situ dul latief 
menyimpan ember kayu, bekas
tempat makanan kuda. Dengan
kepala dan sisa tubuh nyi girah  di
dalamnya. Ember itu pasti sudah
tertimpa reruntuhan. 
"nyi girah  yang malang", dul latief 
membatin. farida  pun tidak
kurang malang dan mendenyi girah .
Seperti juga chucky , ayah mereka.
Lalu, syam kamaruzaman . dul latief  belum
tahu bagaimana caranya
syam kamaruzaman  menemui ajal. namun 
apa bedanya" Mereka semua
sudah  pergi. Kini hanya tinggal
dirinya, dan nyoto . Sungguh
ironis. Mengingat yang satu
adalah generasi awal, yang
satunya lagi generasi akhir. Dan
nyoto  bukan mustahil adalah
yang paling akhir. Tidak akan
ada lagi penerus sesudah  dia. 
Kecuali, jika dul latief  dapat
melakukan sesuatu. 
Dengan darah. Darah Raden
Soeryadi Ajilaksana. Lebih dari
seratus tahun dul latief  kalang
kabut memikirkan teka-teki
majikannya yang misterius itu.
namun  ia tidak pernah
menemukan jawab 
nya. Yang ternyata, alangkah
sederhana. Soeryadi Ajilaksana
memang sudah mati. Namun
darahnya masih tetap segar.
Masih tetap hidup. Mengalir di
dalam tubuh lain. Tubuh
perempuan yang saat ini
berbaring patah semangat di
atas tempat tidur. jessica ! 
namun  kini muncul teka teki
baru. 
Sampai detik ini jessica  masih
belum menyadari apa yang
mereka hadapi. Namun pada
akhirnya, jessica  akan
menangkapnya juga.
Pertanyaannya sekarang,
adalah: bersediakah jessica 
melakukannya"! 
Di lain pihak, jessica  ternyata
belum siap menerima kenyataan.
Beberapa saat berlalu, dia
masih tetap berdiam diri. Dalam
kebingungan, yang seakan tak
ada akhir semenjak ia
menginjakkan kaki di puri
keluarga suaminya ini. Batinnya
memperingatkan. Tenang,
jessica , tenanglah. Jernihkan
pikiranmu. Dan jangan sekali
kali tinggalkan akal sehat! 
jessica  menggeliat bangun.
Dada diusap, nafas ditarik
sedalam dalamnya. Kemudian
dibuang, lepas-lepas. saat ia
berpaling melihat ke arah
dul latief  yang saat itu
memunggunginya, jessica  tidak
tahu bagaimana kiranya
perasaannya pada orangtua itu.
Seorang pembunuh. Sungguh
aneh mendengarnya. Lebih aneh
lagi, dia bilang yang ia bunuh
leluhur jessica  pula. Padahal
selama ini jessica  selalu tak
dapat menahan kerinduan pada
tanah kelahirannya; tiap kali
ada yang menegur: "Hai, Putri
Aceh!" 
Pasti sudah  terjadi kekeliruan
identitas, pikir jessica . Dan
kekeliruan itu pasti bukan pula
pada pihaknya! 
Berpikir sampai di situ, jessica 
pun tidak dapat menahan diri
untuk membenarkan
pendiriannya. Maka ia pun
berkata. "Agaknya sudah  terjadi
ke salahpahaman, Pak dul latief .
Hanya karena nama yang
kebetulan bersamaan ---" 
dul latief  membalikkan tubuh.
Bertanya: "Apakah suatu
kebetulan pula, Non. wajahmu
dan wajah Putri Sekar, bagai
pinang dibelah dua?" 
"Oh. Jadi itu sebabnya Bapak
terkadang salah menyebut
panggilanku. Non Lola, Si
Juragan Kecil!", jessica 
tersenyum mengerti. "Namun,
kemiripan wajah belum
membuktikan apa apa" 
"Masih ada beberapa bukti
lainnya, Non," jawab dul latief ,
datar. "Ayah pengganti, jika tak
salah dengar. Ia membawa
titipan kalian dari Medan. Untuk
mertuamu. Dari mertuamulah
aku mendengar tentang dia ..." 
jessica  terperanjat mendengar
keterangan itu. "Dia heran. Tak
pernah sekalipun ia
mencenyi girah kannya padaku!" 
"Barangkali ada alasannya,
Non. Kelak, kau toh dapat
menanyakan. Yang pasti, dia
salah seorang sakSi hidup yang
dapat menjelaskan bahwa apa 
yang kau dengar dari aku, bukan
sekedar kebetulan atau isapan
jempol belaka. Dan masih ada
bukti bukti lainnya. Koleksi
pribadiku setumpuk suratsurat.
Yang kemudian diminta
mertuamu, lalu oleh nyoto  yang
katanya akan diperlihatkan pula
pada suamimu; begitu kalian
tiba tadi malam! 
Tadi malam, astaga. 
Rasanya sudah bertahun-tahun
waktu berlalu. Serasa masih
terngiang di telinga ucapan
berseloroh syam kamaruzaman : "Supirku
sayang tuntutanmu ditolak!"
Lalu nyoto  menarik suaminya ke
perpustakaan. Jadi itulah yang
mereka bicarakan. Koleksi surat
surat lama. Bukan mustahil, di
situ pula letak masalah mengapa
nyoto  sudah seperti saudara
kandung sendiri sewaktu
menetap di Medan, mendadak
mengambil iarak. Disusul oleh
farida , yang semula akrab namun 
tibatiba memperlihatkan sikap
memusuhi. 
jessica  jadi penasaran.
"Bolehkah aku ikut melihat
koleksimu itu, Pak dul latief ?" 
dul latief  menggeleng. "Sudah
lenyap, Non. Bersama lenyapnya
suamimu dinihari itu" 
"Oh ----", jessica  merasa lemas
lagi. Lemas, mendengar kalimat
terakhir yang diucapkan
dul latief . 
"Surat surat itu, Non," dul latief 
membenyi girah hu. "Dikirimkan oleh
Putri Sekar untuk ayahnya. Yang
paling akhir kuterima melalui
pos. Sebelumnya, melalui kurir.
Kurirnya tentu saja
berganti-ganti, mengingat kurun
waktu yang terus berlalu. Dan
selama kurun waktu itu, mereka
tidak pernah tahu bahwa surat
yang mereka antarkan, selalu
diterima oleh tangan yang salah
----" 
"Mengapa?" 
"Raden Soeryadi sudah
meninggal, bukan?", dul latief 
menyeringai, kecut. "Mereka
tidak pernah tahu itu. Siapapun
yang mereka temui di puri ini,
Sudah diperingatkan untuk tidak
membocorkan 
rahasia. Kebetulan aku sendiri
yang menerima kedatangan
kurir pertama. Aku tentu saja
terkejut sesudah  mengetahui
siapa orang yang menyuruhnya.
ia kusuruh menunggu sebentar.
Aku pergi ke kamarku sendiri,
membaca surat dari Putri Sekar,
menenangkan diri, lalu kembali
menemui si kurir. Seraya
bergegasgegas dan berwajah
panik. Kukatakan padanya,
Raden Soeryadi marah besar.
Surat kirimannya dirobekrobek.
Dan ia harus segera menyingkir,
jika ingin menyelamatkan
nyawanya!" dul latief  duduk
terhenyak di kursinya semula.
Dengan wajah kaku. "Sangat
memalukan, bukan?" Bahkan
menjijikkan, desah jessica  dalam
hati. 
Ia diam saja, tidak memberi
komentar. 
dul latief  pun meneruskan
sendiri: "Rupanya Putri Sekar
tidak sudi menyerah begitu saja.
Pada waktu waktu tertentu, ia
tetap nekad mengirim kurir. Satu
dua dialamatkan untukku
sendiri. Putri Sekar meminta
bantuanku mendinginkan hati
ayahnya. Lalu suratnya
kujawab. Tahu kau apa yang
kutulis, Non?" 
jessica  angkat bahu. namun 
betapa ia ingin tahu. 
"Aku tulis dalam suratku, Non
---", kata dul latief , getir dan
malu. "Bahwa aku sudah 
mencoba berkali-kali. Kubilangi
dia, usahaku sia-sua. Ayahnya
sudah keburu terluka hati, akibat
ditinggal minggat oleh Putri
Sekar, hanya dikarenakan
persoalan sepele. Khawatir
Putri Sekar suatu saat nekad
datang sendiri ke puri ini, maka
kutambah tambah isi suratku
dengan hal-hal yang
menakutkan. Antara lain kutulis,
ayahnya tidak akan pernah
memaafkan Putri Sekar. Apalagi
sesudah  sang putri menikah
tanpa senijinnya, dengan orang
lain daerah yang tidak
dikenalnya, pemberontak pula.
Kelakuan Putri Sekar yang tidak
pantas itu, membuat kedudukan
ayahnya terjepit di depan mata
Pemerintah Kolonial. Bahkan
Asusten Residen sendiri, yang
dulunya menyayangi Putri Sekar
sebagai "Lola cantik" nya,
konon mendapat malu besar!" 
dul latief  tersengal sengal
menahan perasaan yang
bergolak di kalbunya sendiri.
"Pendeknya apa saja kutulis.
Selama itu dapat menahan Putri
Sekar tetap terjauh dari Puri.
Kusebarkan pula kabar burung
yang menyatakan ia Sudah mati
dalam suatu peperangan laut.
Sehingga aku, sebagai anak
angkat Raden Soeryadi, dengan
leluasa dapat mengangkangi apa
yang sesungguhnya menjadi hak
Putri Sekar. Terlebih lagi, anak
yang dikandung selir Raden
Soeryadi sebelum kuperistri,
meninggal pula sewaktu
dilahirkan .." 
dul latief  terpejam. Sakit, dan
tampak sangat mendenyi girah . 
Namun entah mengapa, jessica 
tidak menjadi iba melihatnya.
Darah jessica  seakan pada naik
ke kePala. Panas. "Tahukah kau,
Pak dul latief ?" 
"Apa?", dul latief  membuka
matanya. 
"Bukan karena aku kini percaya
bahwa aku masih keturunan
Raden Soeryadi, yang kau bunuh
secara kejam pula itu. Bukan
pula karena Putri Sekar itu
masih nenek buyutku. Apa yang
akan kukatakan, adalah karena
diam diam aku merasakan apa
yang dirasakan oleh Putri Sekar,
dalam 
menjalani sisa hidupnya. Yang
pasti teramat sangat
menyedihkan!" 
dul latief  merundukkan muka. 
Menyerah pasrah. 
Lalu jessica  pun berujar dingin,
menghunjam: "Maaf, Pak
dul latief . namun  aku tibatiba
sangat membenci dan muak
melihat dirimu!" 
Perlahanlahan, dul latief 
mengangkat muka. 
Dan di luar dugaan jessica ,
tampak sinar puas di balik sorot
mata tuanya yang layu itu.
Ucapannya, pun tak kurang
mengejutkan: "Aku senang
mendengarnya, Non. Memang
itulah yang kuharapkan!" 
"apa"!" 
dul latief  bangkit tenangtenang
dari kursinya. Berjalan ke pintu.
"Akan kuambilkan sebilah
pedang yang paling tajam
untukmu, Non. Makin cepat kita
selesaikan, makin baik buat kita
semua!" 
Sebelum jessica  sempat berkata
sesuatu. dul latief  pun lantas
berlalu. 

untung  membuka kelopak
matanya. 
Pandangan untung  mulamula
nanar. Lantai seperti naik
bergelombang, namun  sesudah 
untung  menggoyangkan kepala
keras-keras, lambat laun lantai
di ujung kakinya yang terkulai,
kembali ke bentuk semestinya. Ia
pun mengusap lehernya yang
terasa masih perih. Sentuhan
jari jemari pada bekas cekikan,
membuat untung  mengernyit keras.
Menahan sakit. 
Ia menarik nafas berulang
ulang, untuk mengisi paru
parunya yang terasa gersang.
Kemudian mengintai kian
kemari. dul latief  sudah tak ada
di ruang duduk itu. Demikian
pula jessica . Yang masih tetap
tinggal, adalah orang satunya
lagi. Tergeletak di lantai. Dalam
keadaan kaku terlipat. Semula
untung  akan menggumamkan
nama syam kamaruzaman , lantas
menyeringai sendiri. Bukankah
itu mayat sialan orang yang
dengan keras kepala tetap belum
mau mengakui untung  sebagai
menantu" 
untung  bangkit. Sempoyongan. 
Ia coba-coba mengingat apa
saja yang terjadi sebelum ia
semaput akibat jepitan tangan
besi si Abah yang luar biasa itu.
Oh ya. Idenya yang cemerlang,
Sudah berantakan begitu Saja
dalam tempo sekejap mata.
Bahkan ia baru dalam tahap
pendekatan, jessica  tiba tiba
sudah terbang. Menjauh
ketakutan, dan bukan mustahil
dengan kebenCian yang tidak
akan pernah terpadamkan lagi
oleh untung . 
namun , untung  masih memiliki
kesempatan. 
Meski kondisi dan situasinya
sudah berbeda, tetap saja itu
kesempatan namanya. Dan untung 
akan memanfaatkan apa yang
mati" mungkin dimanfaatkan.
Seperti kata si mati yang
teronggok di lantai dekat pintu
itu: "Selamatkan apa yang masih
dapat diselamatkan'" 
Terlebih dahulu, untung  harus
mencari jalan bagaimana
caranya ia menyingkirkan si tua
renta misterius itu. Oh, oh,
dul latief  agaknya kebal senjata
tajam. Bukan main. dul latief  pun
maSih memiliki 
banyak ilmu-ilmu hebat lainnya,
yang ingin dipelajari untung ,
sebenarnya. Sebagai contoh,
mayat yang terOnggok di lantai
dekat pintu ruang duduk. Mayat
itu masih tidak membusuk.
Bahkan tidak me engeluarkan
bau sebagaimana mestinya.
Entah ramu-ramuan apa yang
dibuat dul latief  untuk
mengawetkan mayat, sebelum
semua anggota keluarga hadir
untuk melayat dan kemudian
dikuburkan pada hari yang
sudah ditetapkan. 
Lalu ah, nanti saja semua itu
dipikirkan. 
Yang penting dan pertama tama
harus dilakukan untung  sekarang,
adalah: minum. Ia begitu haus.
Dan begitu banyak botol-botol
minuman di rak bar. untung 
tersenyum lebar. Ia ambil salah
satu botol yang terisi penuh. Ia
sudah akan membuka tutup botol
dengan memakai  gigi,
sewaktu terdengar
langkah-langkah kaki menuruni
tangga yang menuju ke ruang
makan dan ruang duduk di mana
untung  berada. 
Imajinasi untung  mendadak
bekerjasama lagi. 
la mengenali langkah-langkah
itu. dul latief , siapa lagi! 
untung  pun menyeringai: "Apa
salahnya kucoba sekali lagi?" 
Sewaktu menuruni tangga, yang
ada dalam benak orangtua itu
hanyalah bayangan Raden
Soerjadi Ajilaksana, serta
kutukannya sebelum
menghembuskan nafas: "Sampai
darahku -mengampuni dan
mengakhiri pendenyi girah anmu!"
Dan akhir yang ditunggu tunggu
dul latief , kini sudah terba yang
di depan mata. Adapun
mengenai mahluk 
terkutuk diluar sana, silahkan
saja menunggu. Dan si terkutuk
itu, pasti akan kecewa! 
saat melangkah ke ambang
pintu ruang duduk, dul latief  pun
bahkan tidak sempat berpikir ia
meninggalkan dua hal di
dalamnya. untung  yang hampir
saja ia bunuh. Dan chucky . yang
sudah lebih dulu .terbunuh.
Pikiran dan perhatian dul latief 
langsung saja tertuju serta
terpusat ke tembok di atas
tungku pemanas ruangan. Ada
sepasang pedang tua di sana.
Pedang milik dul latief  sendiri.
Hadiah dari Raden Soeryadi
Ajilaksana. Disertai amanat:
"Jaga Putri Sekar baik baik!" 
Pada kenyataannya kemudian --
dul latief  menarik nafas panjang.
Ia sudah  melihat pedang itu. Lalu
melangkah masuk, menuju ke
tungku pemanas. Baru satu dua
langkah, ia sudah mendengar
ada suara sesuatu di
belakangnya. dul latief  baru akan
berpaling, kepalanya sudah
berdetuk. Disusul pecah
berderainya beling, dan
tumpahnya cairan membasahi
lantai karpet di mana kemudian
tubuh dul latief  jatuh
terjerembab. Tidak sadarkan
diri. 

untung  memandangi sisa mulut
botol di telapak tangannya.
Seakan memarahi apa yang ia
pegang, untung  bersungut-sungut:
"Kenapa tidak sejak taditadi, eh"
Ingin tahu, untung  membungkuk.
Meraba belakang kepala
dul latief , searah otak besar.
Dibalik rambut Orangtua itu,
untung  tidak merasakan adanya
beniolan. Apalagi luka akibat
hantaman pantat botol, yang
selain terisi penuh, juga
dipukulkan sekuat tenaga oleh
untung . 
"Bukan main!", untung  berdecak
kagum. "Fisik luar si tua ini
memang tangguh. namun  yang di
dalam. toh masih dapat
dilumpuhkan!" 
untung  tidak tahu apakah dul latief 
sudah mati. 
Ia pun tak perduli. Ia pergi lagi
ke bar, mengambil botol yang
lain, membuka tutupnya, lalu
menenggak isinya sebanyak
nafasnya masih sanggup
bertahan. 
Baru sesudah  itu untung 
meninggalkan ruang duduk. 
Menaiki tangga ke lantai atas.
Dengan langkah setengah
melayang layang. 
Di kamar tidur jessica , pikiran
perempuan itu pun melayang tak
menentu. Lalu tiba-tiba ia
meluncur turun dari tempat
tidur. Koper ditarik ke luar dari
kolong. Kemudian ia berjalan ke
arah lemari. Apa yang terjadi
dan ia dengar, masih tak dapat
diterima jessica . Dan ia tidak
mau tenggelam dalam
kebingungan dan kegelisahan,
serta kejutan kejutan yang terus
melecut jantung. Ia harus segera
meninggalkan puri ini. Hujan
badai dan angin topan bukan
halangan. Dengan mobil, ia
akan tiba di kota terdekat.
Paling tidak di desa terdekat"
Mencari kantor polisi, berbicara
dengan mereka, lalu
menegaskan bahwa yang
pertama-tama harus dilakukan
adalah membongkar kuburan
baru di luar benteng puri.
Urusan lain harus mereka tunda
dulu. Sampai jessica  melihat
dengan mata kepala sendiri,
bahwa di dalam peti mati itu,
terbaring jenasah ----
jessica  setengah melepas
kancing gaun untuk 
diganti dengan yang lebih
pantas, sesudah  pintu lemari
terbuka. Pada saat itulah ia
mendengar langkah kaki
memasuki kamar tidurnya. Ia
membalikkan tubuh, siap untuk
menolak apapun yang
dikehendaki dul latief  untuk ia
lakukan, lalu --
"Hai", untung  menyeringai
padanya. 
Dengan pipi merah. Telinga
merah. Mata yang tak kurang
merahnya. Mata yang
menunjukkan untung  sudah
dilanda mabuk berat. Seorang
pemabuk, dapat berbuat apa
saja meski sangat tidak
diharapkan orang lain. Dan
jessica  sudah  melihatnya di mata
untung . Karena saat itu mata untung 
tengah memperhatikan sesuatu
di bawah dagu jessica . Tentu
saja. Leher gaun jessica  yang
sudah setengah terbuka.
Payudaranya. 
Tersentak kaget, jessica 
merapatkan penutup dadanya. 
Jelas sudah apa yang kini
tengah mengancamnya. Nafsu
birahi. Lonnyoto n seksual dari
orang, yang sebelumnya sudah 
membunuh suami jessica !
Perbuatan lebih busuk, tak perlu
diragukan lagi, pasti akan
dilakukan untung . 
jessica  mencoba menguasai diri.
namun  keburu dikejutkan oleh
hentakan guntur menggelegar.
Membuat lantai di bawah
kakinya kembali bergetar. Dan
saat lidah petir menjilat ke
dalam lewat kaca jendela,
jessica  pun tak kuasa menahan
pekik ngeri. 
untung  hanya tertawa. 
Ngakak. 

17 
DI ujung tawanya, untung 
melontarkan ucapan menghibur:
"Itu hanya petir, jessica . Tidak
perlu gempar" 
jessica  menguasai dirinya
kembali. Ia seorang putri Aceh.
Dan seorang putri Aceh pantang
memperlihatkan perasaan takut
di hadapan orang lain. Konon
pula, orang yang sudah 
membunuh suaminya. "Mau apa
kau, untung ?", tanya jessica ,
suaranya diusahakan setenang
mungkin. 
untung  menyeringai. "Masa iya.
kau tidak tahu ----" . 
farida  benar, pikir jessica , saat
melihat untung  menyeringai. Daya
tarik khas untung  memang terletak
pada seringainya. namun  seperti
kata jessica , pada waktu waktu
tertentu, seringai untung  justru
terasa memuakkan. Dan itulah
yang kini dirasakan jessica . Ia
muak, dengan sangat! 
Sadar api pantang disiram
bensin, jessica  memaksakan diri
tersenyum. la berujar lembut,
mem bujuk: "Kau mabuk, Ed.
Kau tak tahu apa yang kau
lakukan. Pergilah ---" 
Seperti orang tolol, untung 
memandangi botol di
genggaman tangannya. "Ah.
Masih ada beberapa teguk lagi,
ini. Mengapa pula aku harus
bersusahsusah pergi mengambil
sebotol lainnya?" 
Dalam hati, jessica  mengeluh.
Haram jadah. Masih tetap
urakan, dia! 
jessica  juga bertanya-tanya
dalam hati. Mengapa dul latief 
belum muncul juga" la
mengawasi untung , yang tetap
bercokol diambang pintu.
Mustahil jessica  dibiarkan lewat
seenaknya saja. Hanya ada satu
jalan untuk menyelamatkan diri.
Seorang pemabuk, suka
ngomong berkepanjangan.
Manfaatkanlah itu, sambil
berharap semoga dul latief 
kembali secepatnya. 
"Ed?" 
"Ya, Sayangku?", untung 
menyeringai lebar. 
"Untuk apa semua ini kau
lakukan?" 
"Hei. Aku tak melakukan apa
apa, kok!", untung  menggerakkan
pundak, memperlihatkan wajah
tak berdosa apa-apa. 
"namun  suamiku ---" 
"Oh. Itu hanya kecelakaan,
jessica . Percayalah ---", ujar
untung , dengan suara terbata bata,
dan setengah minta dibelas
kasuhani. Ia menyandar di
bingkai pintu, seakan tak
berdaya. "nyi girah  memaksa farida 
menemaninya. Aku kesepian di
perpustakaan banyak yang bisa
kubaca sebagai perintang waktu
--Heran ya. Mereka semua di
lantai atas itu, kok ya bisa tidur
pulas. Padahal di dekat mereka,
ada mayat dalam peti mati ---" 
untung  menggeleng. Kemudian
tertawa mencemooh: "namun 
benar juga. Mereka memang
sudah lama tak akrab lagi
dengan ayah mereka. Tahukah
kau, jessica ?" 
"Apa?", tanya jessica , lembut,
sembari matanya 
mencari-cari. Barangkali ada
sesuatu yang dapat diambilnya
diam diam. Untuk dijadikan
senjata mempertahankan diri,
seandainya dul latief  tak muncul
muncul. 
"Itu tuh --Aduh apa ya, kok
mendadak lupa ----", untung 
tertawa sendiri. Botolnya
disodorkan ke arah jessica .
"Mau?" 
jessica  menggeleng. Tak ada
apa-apa di kamar ini, pikirnya.
Ataukah ia harus melompat ke
luar lewat jendela" 
"_ kita membicarakan apa tadi
ya?", untung  menceracau lagi. 
"Peti mati -----", jessica 
melayani, gelisah. Dan patah
semangat, memikirkan resiko
kabur lewat jendela. Kalau tidak
kaki, bisa-bisa batang lehernya
yang patah. Orangtua itu, aduh,
kenapa belum tampak jua
batang hidungnya"! 
untung  terbatuk. "Peti mati Oh ya.
Peti mati. Tempat yang aman
untuk menyimpan orang yang
sudah bosan hidup. Hehe ---",
untung  terkekeh. "Juga surat-surat
berharga. Tak usah khawatir,
jessica . Segera sesudah  kita nanti
menikah, surat-surat itu akan
kuambilkan untukmu --Mungkin
juga sekalian besi pencungkil
bara. Yang tersangkut di rusuk
suamimu. Sebagai
kenang-kenangan -Hei, jessica .
Wajahmu kok pucat begitu. Petir
tak akan menyambarmu,
percayalah ! Dan -oh, makin
lebar matamu terbuka, justru
tampak makin indah ---" 
Betapa ingin jessica  menjeritkan
kemarahannya. Seraya
menerjang untung . Mencakar
tampangnya 
yang menjijikkan itu. Mencekik
batang lehernya! namun  jessica 
tetap diam, tak bergerak di
tempatnya. Bukan ia tak mau.
Hanya, serasa lumpuh sekuJur
persendian tubuhnya sesudah 
mendengar pengakuan untung .
Dan mulai jelas terbuka
gambaran bagaimana suaminya
menemui ajal. 
"mengapa, Ed?", akhirnya, lepas
juga suara jessica . Sesak. 
"Ya, itu ternyata aku tak sehebat
yang kubayangkan semula",
jawab untung , ngaco. "Makanya
aku berpikir untuk memakai
Arnold ---" Dengan besi -.?",
untung  menggoyang-goyangkan
kepala. "Sial bukan, jessica  ---"
Dengan besi pencungkil bara itu
tetap nyangkut di tubuhnya
mana mungkin kuteruskan
rencana semula. Padahal itu
sebuah rencana yang bagus.
Buang tubuhnya di jurang
paling dalam paling sulit
dituruni ---Tubuhnya lantas
sudah membusuk saat
ditemukan --Lalu orang bilang,
oh, dia tergelincir. Pasti jatuh
terbanting banting di batu
karang ---Dan, mereka pun tidak
teringat lagi untuk menyelidiki
ah. Kalaupun teringat, sudah
sangat terlambat bukan?" 
jessica  merinding. Menjerit jauh
di sanubari. "Kau, pembunuh
keiam. Biadab ---" Saking tak
tahan, air mata jessica  menetes
tanpa ia sadari. 
namun  untung  tak memperhatikan.
untung  sedang asyik sendiri. "Apa
boleh buat -", katanya. "Ayo,
untung , kau harus rubah
renCanamu -, aku berkata pada
diriku sendiri. Imajinasiku selalu
cemerlang, Ed. Pergunakanlah
sekarang! Dan ah, ternyata 
begitu sederhana. Bantu saja
anak beranak itu bertukar
tempat. Juga bertukar pakaian,
hehehe --Si anak, dan
surat-surat itu, pasti
berterimakasih padaku karena ia
kutempatkan di tempat yang
lebih nyaman. Peti mati.
Ayahnya" Ah, biarlah. Sudah tua
bangkotan ini! Biarlah ia
bertapa sementara di bagasi
mobil .barangkali juga sambil
tersenyum senyum memikirkan
baju barunya. Tak tahu itu
adalah baju anaknya hehehe.
Lalu pada waktunya nanti,
sesudah  aku menemukan tempat
yang cocok untuk membuang
tubuhnya ---" 
untung  meneguk lagi minumannya.
Lantas berujar kesal. "Sialan Si
nyi girah . Ia mati sehingga aku tak
keburu menCari cari lokasi yang
baik untuk tempat istirahat
ayahnya --Eh, nanti dulu. Aku
lihat ada garpu besi. Ada sekop
-kulihat lagi sisa tubuh nyi girah 
yang tercabik cabik. Ah,
mengapa tidak" Itu sebuah ide
yang bagus diterapkan pada si
malang di bagasi mobil secara
fisik, dia akan semakin sulit
dikenali. Kecuali robekan
pakaian atau sepatunya, tentu
---Lantas saat ia ditemukan,
semua orang akan bilang;
kasihan syam kamaruzaman ! Tanpa mereka
ketahui mereka mengasihani
orang yang salah!" 
untung  tertawa pelan. Dengan
mata menerawang. 
Jelas, ia samasekali tak sadar ia
sedang berbicara dengan
seseorang. Dan lawan
bicaranya, adalah istri dari
lelaki yang sudah  dibunuhnya. Ia
pun tidak melihat jessica 
bergerak mundur, lalu
membiarkan dirinya tertahan
oleh meja. Dengan demikian,
jessica  tidak sampai jatuh
terjerembab. Meski, 
pingsan bahkan mati sekali pun,
adalah jalan yang paling baik
saat itu untuk melenyapkan
kengerian dan keterkejutan,
belum lagi kemarahan yang
menggila namun tak berdaya ia
lampiaskan. 
"lantas, jandanya kunikahi.
Seorang pewaris kaya raya --Eh,
bukankah engkaulah si pewaris
itu, jessica ?", untung  berkata puas,
kemudian disusul keheranan.
"Aku akan memberimu selusin
anak tidak seperti suamimu yang
mandul itu --Lho, kok malah
menitikkan air mata. Apakah
selusin anak, kelewat
merepotkanmu nanti?" 
Jawabannya, adalah sebuah.
pekik histeris 
jessica  sudah tak tahan lagi.
Jerit histeris itulah sebagai
letupannya. Disusul tangannya
yang menyambar apa saja yang
ada di meja. Tas kerja suaminya.
Melayang ke tembok di seberang
ruangan, karena untung  keburu
menghindar. Menyusul pot
bunga. Hanya menghantam
Ujung pintu. Lalu poci, gelas,
bahkan baki. Semua dapat
dielakkan untung . Termasuk
senjata jessica  yang paling
akhir. Asbak. 
Asbak itu memang hampir
mengenai wajah untung , yang saat
itu sudah menyerbu maju seraya
menggeram marah karena tahu
dirinya sedang diserang. untung 
cepat merunduk, dan reflek
tangannya melindungi kepala.
Dan botol di tangannya itulah
yang terkena sasaran asbak.
Dengan akibat yang diluar
dugaan. 
Botol minuman karas itu pecah
berhamburan. 
Yang tertinggal di genggaman
untung  hanyalah 
leher botol. namun  dengan Sisa
tambahan, bagian perut botol
yang sedikit panjang, runcing
berkilauan. untung  meluruskan
tegaknya, memandangi ujung
pecahan botol itu dengan mata
liar. jessica  yang sudah berniat
menyerbu, pun melihatnya. Dan
jessica  tersentak sendiri. Dalam
kemarahannya, ia mengerang:
"Ayo. Bunuh sajalah aku
sekarang! Bunuhlah!" 
untung  menyeringai. Beringas.
Buas. "Memang akan," katanya.
"namun  sebelum itu ---" 
"Kau, haram jadah terkutuk",
jerit jessica , marah tiada terperi.
"Majulah, jika kau berani!" 
untung  pun maju. Dengan sangat
berani.

Kelopak mata nyoto  terbuka
sedikit. Mulutnya melepas
igauan: "farida kah itu?", lalu
matanya terpejam lagi. 
namun  alam bawah sadar nyoto 
menolak. Apalagi sesudah 
kembali telinganya menangkap
jerit pekik sayup-sayup sampai.
Jerit pekik seorang wanita
mengutuk seorang laki laki.
Bahkan ia dengar nama laki-laki
itu disebut jelas: untung . 
nyoto  berjuang keras melawan
kantuknya. 
Pelan pelan ia mampu duduk,
seraya mengeluh: "Mau
diapakan farida  oleh si untung 
sialan itu?" 
Ia turun dari tempat tidur. 
Pandangan nyoto  nanar, namun  ia
mampu juga sampai ke pintu.
sesudah  dibuka, lewat ambang
pintu itu ia dengar lagi suara
suara yang semakin jelas. 
"manusia biadab. Kejam'
Jangan kira aku akan
membiarkanmu menodai
kesucianku'" 
"Kau, perempuan tolol! Kau
mencakar mukaku!" 
nyoto  terus bergerak
meninggalkan kamarnya
Mula-mula ia mempergunakan
dinding dinding yang ia lalui
untuk penahan tubuh yang
terasa limbung. namun  bayangan
farida  sedang dikangkangi untung ,
padahal farida  sudah tidak sudi,
memberi nyoto  kekuatan baru. Ia
menggeram, melepaskan
tangannya dari dinding lalu
sekuat tenaga ia berlari ke arah
datangnya suara ribut ribut itu.
Ia tiba di sebuah pintu yang
terbuka. Di dalam. ia memang
melihat untung . untung  tengah
mengangkangi seorang
perempuan di lantai. Pakaian
perempuan itu sudah robek di
sana sini. namun  ia terus
berontak melepaskan diri dari
jepitan lutut lutut untung , dengan
kedua telapak tangan
mencengkeram pergelangan
tangan untung . Di tangan untung ,
terlihatlah ujung sesuatu yang
tajam dan runcing. Dan tangan
untung  yang lain, seperti
kesurupan, tampak gagal dan
gagal lagi melepaskan ikat
pinggang celananya. 
nyoto  menggoyangkan kepalanya
yang pening. 
Pandangannya maSih nanar.
namun  ia sudah dapat mengenali
perempuan yang dalam keadaan
setengah telanjang itu. Ia bukan
farida , pikir nyoto , namun  apa
bedanya" 
"Terkutuk ", nyoto  menggeram.
"Lepaskan kakak iparku!" 
Sambil berteriak demikian, nyoto 
menerjang ke depan. Kakinya
menerpa sisi kepala untung  yang
tidak menduga serangan
mendadak itu. Ia terjungkal
namun masih tetap di atas tubuh
jessica . jessica  yang boleh
dikata sudah kehabisan tenaga,
melepaskan diri dari himpitan
tubuh untung . Begitu lolos, ia
langsung berdiri sempoyongan.
"nyoto  -tolong ---" 
"Menyingkirlah, Kak Mila!",
nyoto  berkata gagah. "Biar
kutangani manusia kotor ini!" 
jessica  beringsut menjauh.
Dengan nafas hampir putus. 
Belum terlalu jauh ia
menyingkir, tampak olehnya
untung  sudah melompat bangkit.
Gerakannya tangkas. Leher
botol berujung runcing itu sudah
jatuh entah di mana. namun 
dengan tangan kosong, untung 
menghadapi nyoto  tanpa terlihat
lelah, malah makin bernafsu.
Masih dalam pengaruh minuman
keras, ia tersenyum mengejek,
lantas bersungutsungut: "Ah
matamu masih mengantuk begitu
mana bisa menjatuhkan aku" 
jessica  terkejut. Ia
memperhatikan nyoto . 
Benar saja. Meskipun nyoto 
sudah berusaha sekuat tenaga,
namun  pengaruh pil tidur itu
belum lenyap samasekali. la
bergerak lebih banyak karena
dorongan nalurinya saja.
Tegaknya tidak tetap. matanya
pun tampak layu. Dan tentu saja
serangannya kurang
perhitungan saat ia
melancarkan sebuah tinju ke
arah untung . untung  memang mabuk.
namun , untung  yang juga lagi
kerasukan nafsu membunuh! 
Mestinya untung  terbanting
melayang oleh tinju nyoto  yang
menerpa dadanya. Nyatanya,
untung  hanya terdorong mundur
sedikit, kemudian ia merangkul
tubuh nyoto , menjepit pemuda
yang tubuhnya lebih kecil itu
dengan mempergunakan otot
otot lengannya yang menyembul
kokoh. 
nyoto  mengerang. 
Sekejap cuma. Karena untung 
sudah menyusulkan hentakan
kepala sendiri ke kepala nyoto .
Tak pelak lagi, begitu untung 
melepaskan lengan lengannya,
tubuh nyoto  pun melorot jatuh ke
lantai. Tanpa membuang tempo,
untung  berpaling ke arah jessica . 
"Hanya pahlawan pemenang
yang berhak menikmati sang
putri, bukan?", bisiknya liar. 
jessica  habis harap sudah. 
la beringsut ke pintu, diawasi
untung . Dan saat jessica  mulai
lari, barulah untung  melompat
mengejar seraya tertawa
mengejek. "Jangan berlagak ti
dak mau, jessica  --Kau tahu, aku
akan memuaskan dirimu ---" 
Secara naluriah jessica  berlari
ke tangga terdekat. Karena
tangga itulah yang juga terdekat
menuju dul latief , yang entah
mengapa belum muncul sesudah 
keributan itu terjadi. Namun
belum juga menuruni tangga,
jessica  sudah melihat orangtua
itu. Agaknya. bantuan dul latief 
tak bisa diharapkan lagi. jessica 
melihat dul latief  tergeletak di
lantai ruang duduk. Hanya
sayang, jessica  sudah keburu
panik. Ia ternyata tidak melihat,
salah satu kaki dul latief  sedang
mulai bergerak. 
Dalam paniknya, jessica  nekad
melarikan diri ke pintu balkon.
Ia renggut terbuka, lantas
menyelinap ke sana. Langsung
disambut oleh tiupan angin
keras yang bersiut siut tak
kurang buas dengan
pengejarnya. Hujan pun
menerpa. Dan lantai yang
basah. terlalu licin untuk
diiadikan tempat berlari.
jessica  tergelincir. 
Dan jatuh setengah terjungkir,
setengah terseret di lantai
balkon terbuka itu. untung  sudah
muncul pula. Dan melihat
jessica  tidak akan lari jauh jauh
darinya, sekarang. untung  tertawa
ngakak. Sementara jessica 
beringsut dan merayap mundur
ke arah pilar, untung  melangkah
tenang tenang saja. Sambil
membuka tali pinggang
celananya. 
"Mau lihat punyaku lebih dulu,
ya?", untung  berteriak mengatasi
suara riuhnya hujan dan angin
yang menyerbu balkon. "Oke.
namun  jangan bertingkah seperti
tadi lagi ---" 
Dan tahu tahu saja, untung  sudah
tegak mengangkangi tubuh
jessica . Dan jessica  sudah
tertahan gerak mundurnya oleh
dinding pilar yang memisahkan
bidang balkon dengan halaman
yang terletak beberapa meter di
bawah. 
"Kau ternyata juga punya
imajinasi cemerlang," untung 
menyeringai. "Bercumbu di
tengah hujan badai! Boleh
juga", dengus untung , gembira.
Celananya sudah dilepas. la
sudah pula akan menurunkan
tubuh ke tubuh jessica  di
bawahnya saat mana, gerakan
untung  tertahan begitu saja.
Terheran-heran, untung  melihat
apa yang menahan tubuhnya.
Ada sepasang benda, semacam
kaki entah tangan,
mencengkeram pundak untung .
Lalu mengangkat tubuhnya ke
atas. Sehingga untung  dapat
melihat lebih banyak lagi benda
benda serupa. Banyak, teramat
banyak. Semua
menggapai-gapai ke arahnya.
Muncul dari sesuatu berwarna
merah darah, dan tampak 
berdenyut denyut, hidup.
Perutkah itu, Kok begitu lebar
panjang pula. Dan Sinar apa
yang begitu redup, namun  sangat
menusuk mata" 
untung  tiba tiba mengeluh. 
Rasanya ada tulangnya yang
patah. Atau remuk! 
Dan tak sampai dua meter di
bawahnya, untung  sempat melihat
gerakan seseorang. Itu adalah
jessica , yang beringsut menjauhi
pilar. jessica  pun melihat untung .
Dan melihat apa yang sudah 
mengangkat untung . Dengan mata
membelalak Seram, jessica 
menggeliat bangkit, dan mundur
sempoyongan menuju pintu
balkon yang terhempas-hempas
membuka menutup oleh serbuan
angin. 
Suatu saat, petir menyambar. 
"jessica  melihat liukan aneh
pada sosok mahluk yang mas h
terus mencengkeram tubuh untung .
Ada sepasang titik cahaya
kuning kemerahan. Sepertinya
mata. Lalu celah di bawahnya.
Celah selebar bahu untung , di
mana tampak dua baris gigi
yang mirip mata gergaji. 
Petir lenyap. 
Tinggal sosok hitam
samar-samar, dengan cahaya
redupnya yang tajam. Di antara
riuh rendahnya bunyi hujan dan
angin, jessica  menangkap jenyi girah n
untung . Jenyi girah n sengsara. 
Lalu terpekik ngeri, manakala di
hadapannya sudah tegak sesosok
tubuh lain. Dengan tangan
menggapai ke depan,
menangkap tubuh jessica  lalu
menyeretnya masuk ke lorong di
sebelah dalam pintu balkon.
Pintu ditendang tertutup,
sehingga suara lolongan
sengsara di luar sana, tinggal 
sayup sayup sampai. Digantikan
oleh suara lembut membujuk:
"Ayo, Non. Kita harus
melakukan sesuatu sebelum
terlambat!" 
jessica  tak perduli apa yang
akan mereka lakukan. 
jessica  langsung merangkul,
kemudian menangis di dada tua
dan kerempeng itu. dul latief 
menarik jessica  menjauhi pintu
balkon. Setengah berlarilari
memasuki lorong menuju ke
arah tangga lainnya yang turun
ke lantai utama puri. 
"Apa itu tadi Pak dul latief ?",
tanya jessica  di antara isak
tangisnya. 
"Si penjaga puri," jawab
dul latief  dengan suara tertekan.
"Ayo. Kita bangunkan nyoto  lebih
dulu ---" 
"Ia ada di kamarku." 
"Apa?" 
Tiba di depan pintu kamar
dimaksud, dul latief  langsung
masuk. Tanpa memperdulikan
pecahan beling yang terinjak
kakinya, dan toh memang tidak
melukai dul latief , orangtua itu
langsung memanggul tubuh nyoto 
yang agaknya sudah tertidur
pulas lagi. Baru saat itulah,
jessica  melihat dul latief 
memegang sesuatu di
tangannya. Sebilah pedang
terhunus. 
jessica  tidak lagi terkejut. 
Apa yang barusan ia lihat di
luar sana. sudah lebih dari
mengejutkan! Terdengar lagi
lolong sayup-sayup. jessica 
memutar tubuh sesaat. Berlari
lari kecil menyusul dul latief ,
menjauhi suara lolonqan
kesengsaraan itu. Tiba di lantai
bawah, 
dul latief  berhenti. Tepat di
bawah lampu-lampu kristal. Di
lantai mana, malam sebelumnya
terletak sebuah pati mati. 
dul latief  menurunkan tubuh
nyoto . Membiarkan pemuda itu
meneruskan tidurnya di lantai.
Dengan cepat ia membalikkan
tubuh, melihat ke arah jessica ,
dengan wajah keras dan mata
tua yang tampak tegang. Pedang
di tangannya, kemudian
diacungkan. . 
"Sekaranglah waktunya. Non -",
ia berujar, dingin. 

18 
TERTEGUN jessica 
mendengarnya. Perasaan takut
yang dibawanya semenjak dari
balkon tadi, bahkan terlecut
hilang. la amati mata pedang
yang teracung di tangan
dul latief . BerbiSik, cemas:
"Waktu untuk apa, Pak
dul latief ?" 
"Aku. Terutama, dia!", jawab
dul latief  seraya melihat ke arah
lorong di lantai atas. jessica 
tidak berani melihat ke arah
yang sama. Bulu kuduknya
meremang. Jangan jangan -
"lebih dari seratus tahun ia
menghilang, Non. Karena malu
!", dul latief  melanjutkan dengan
cepat, seakan dia diburu waktu.
"Sinar pelanginya lenyap
terkena kutukan Raden Soeryadi.
Wujudnya pun ikut berubah.
Seperti yah. Seperti Sudah kau
lihat sendiri tadi. Sungguh tidak
pantas dipertontonkan, bukan?"
dul latief  kembali menatap
jessica . Pertanda mahluk yang
ditakuti jessica  itu tidak muncul
dari lorong lantai atas di
belakang punggung jessica .
Suara dul latief  pun kini lebih
tenang dan teratur.
"Sewaktu-waktu, Non. Dia
datang dan selalu datang lagi.
Tanpa kuketahui kapan. Dan
sebelum aku sempat menyadari
kedatangannya, dia sudah
lenyap menghilang. Anak cucuku
pun hilang, atau mati
mengerikan. Diambil olehnya,
Non. Satu persatu  namun  belum
pernah beruntun seperti
sekarang ini -----" ' 
Menyertai kehadiranmu di puri
ini, pikir jessica  kecut sekaligus
bingung. Mengapa" namun  ia
tidak berani bertanya ia hanya
diam, menunggu. 
dul latief  pun menjelaskan: "_
tidak dapat diragukan lagi, Non.
Si penjaga gaib taklukan
leluhurmu itu, kali ini datang
bukan sekedar akan
menuntaskan kutukannya atas
kecerobohanku dulu. Jelas, dia
punya maksud lain. Sebuah
tujuan akhir'" 
Terbuka juga mulut jessica .
Gagap. "apakah -itu?" 
"Menyudahi dendam, Non.
Sekaligus mengembalikan pamor
dan sinar pelanginya. Hanya
dengan itu ia berani pulang ke
tengah rakyatnya, dengan
kepala tegak. Membawa darah
musuh besarnya Musuh besar
rakyatnya ..." 
"Raden Soeryadi mu itu sudah
lama mati, bukan?", desah
jessica , tidak mengerti. 
"Betul, Non. namun  darahnya
masih hidup. Mengalir segar
bugar dalam tubuhmu!" 
"Oh, tidak. Itu tidak benar'",
jessica  sampai tersentak
mundur. Dengan mata tak lepas
dan pedang di tangan dul latief .
"Kau tidak akan ---" 
Sadar arti pandangan mata
jessica , dul latief  menurunkan
pedang. "Maaf," katanya, sopan.
"Memang salah seorang dari
kita harus mati, Non. namun 
yang mati itu bukan Non.
Melainkan, aku!" 
Susah payah jessica  berusaha
menguasai diri. "Mengapa?" 
"Lantas siapa lagi" Lihatlah
nyoto  ----", ujar 
dul latief  hambar, menuding
pemuda yang tergeletak di
lantai. Entah pingsan, entah
pulas tertidur. "nyoto  sungguh
tak dapat diandalkan. Lain
dengan kau, Non. Kau sangat
berbeda dari banyak wanita lain
yang pernah kukenal ----Kau
lebih berani. Lebih tangguh!" 
"Aku seorang Putri ---", jessica 
tak meneruskan kata-katanya.
Bukan saat yang tepat untuk
membanggakan dirinya sebagai
seorang putri Aceh. Namun toh,
ucapan jessica  memberi
pengaruh lain dalam diri
dul latief . Orangtua itu menekuk
dagu, pertanda hormat. 
"Aku tahu, Juragan Kecilku,"
dul latief  berkata, lunak dan
bersahabat. "Justru karena kau
adalah putri Raden Soeryadi
Ajilaksana, aku berani
mengandalkan dirimu. Hanya
engkau yang dapat melawan lalu
memusnahkan roh jahat yang
mengerikan itu!" 
Tidak. Tidak ada lagi waktu
untuk bersenda gurau, pikir
jessica . Ia harus pergi sekarang
juga. Apapun yang diutarakan
dul latief , itu adalah urusannya.
Berharap saja yang tadi ia lihat
di balkon, cuma sebuah ilusi
akibat diteror oleh untung , di
tengah hujan badai dan angin
topan yang menggila pula.
jessica  ingat mobilnya
ditinggalkan untung  di luar sana.
ia akan aman di dalam mobil,
asal tidak ngebut saja, Lalu ---
Seakan menyadari jalan pikiran
perempuan di depannya,
dul latief  batuk kecil. Katanya;
"Boleh percaya boleh tidak,
Non. Mobilmu kini tinggal
onggokan besi tua. Dengan
tubuh farida  yang ikut 
lumat di dalamnya!" 
jessica  terkejut. "farida  ---" 
"Sumpah mati, Non. Itulah yang
kutemukan di luar sana, sesudah 
kita mendengar suara-suara
aneh tadi dan aku pergi sebentar
untuk melihat apa gerangan
yang terjadi.," dul latief 
menghela nafas panjang.
Pedang di tangan ia gerakkan
sedemikian rupa. Ujungnya yang
runcing dipegang, gagang
pedang disodorkan ke tangan
jessica . "Ambillah ini, Non." 
"Aku tak membutuhkannya ----",
bisik jessica  dengan sekujur
tubuh terasa lemas. farida  sudah
mati. Mobilnya tinggal besi tua
_ dan untung , bukankah tadi ia
sudah  melihat sendiri" Berarti
semua ini bukan ilusi. Mahluk
itu, ada! 
"Cepatlah, Non," dul latief 
mendesak. tak sabar. "Ia bisa
muncul sesewaktu. Firasatku
mengatakan, bahkan kini ia
tengah menuju ke arah kita.
Entah dari arah mana
datangnya ----Jangan berpikir
untuk lari, Non. Kita tak
mungkin lari darinya
----Satu-satunya harapan yang
tersisa, adalah melawannya!" 
"dengan apa?", jessica  kini tidak
dapat lagi menyembunyikan
ketakutannya. Oh. Jangan
sampai tubuhku ambruk secara
memalukan, jiwa tanah
kelahirannya menjerit jauh di
sanubari. 
"Pedang ini, Non ----" 
"Melawan mahluk sebesar itu?" 
"Tidak, Non." 
"Aduh ---" 
"Berhentilah membingungkan
dirimu sendiri, perempuan'",
tahu tahu dul latief  meledak
dalam 
kemarahan. jessica  sampai
tercengang. la lihat wajah
dul latief  mengerut saking gusar,
mata tuanya berkilat tajam.
"Waktu kita banyak,
mengertikah kau"!" 
Dalam pesona, jessica  bertanya
tergagap. "Apa 
yang harus kulakukan, Pak
dul latief ?" 
"Kau gugup!" 
"tidak." 
"Bohong" 
"Aduh. Jangan membentakku
seperti itu. Atau aku pergi",
jessica  berkata hanya sekedar
berkata, karena panik dan
bingung tidak menentu. Lalu
tibatiba ia tertegak diam,
mendengarkan. Begitu pula
dul latief . 
Aneh sekali. Suara suara hujan
badai serta angin topan, seakan
menjauh hilang. Tinggal
kesunyian yang terdengar di
luar sana. Kesunyian yang
merayap sampai ke ruangan di
mana mereka berada. Sunyi
sekali. Yang terdengar hanyalah
bunyi nafas mereka berdua. 
Nafas ditahan. 
jessica , karena tegang. 
dul latief , karena waspada. 
"apakah dia sudah pergi?",
akhirnya jessica  mendesah,
pelan namun terdengar
mengejutkan. 
"Terus terang, aku pun tak
tahu," jawab dul latief , sama
pelannya. 
Lalu sunyi kembali. 
Menyentak. 
dul latief  berpikir keras.
Kemudian "Aku tidak yakin dia
pergi begitu saja, Non.
Menurutku, dia 
hanya mempermainkan kita
sebentar. Dia ingin berpuas
puas diri sebelum melakukan
gempuran terakhir. Yang
menentukan hidup kita. Bahkan
-hidup mati dirinya sendiri." 
"Maksud Pak dul latief  ---" 
"Benar. Dia masih ragu. Seperti
juga aku sendiri. Apakah pada
darah yang mengalir di
tubuhmu, kau mewarisi
kesaktian yang pernah dimiliki
Raden Soeryadi Ajilaksana. Satu
satunya orang, yang dalam
pertempuran mereka dahulu,
paling sulit didekati. Karena
dari balik tubuh Raden Soeryadi,
konon memancar uap panas
membakar .Jika tahu dirinya
terancam bahaya"." 
"Uap panas itukah yang
menghancurkan roh roh gaib
penghuni Lembah Karang
dahulu?", jessica  bertanya ingin
tahu. Juga karena tidak tahan
oleh munculnya kesunyian yang
tiba tiba itu. Membuat dirinya
tertekan tanpa tahu apakah dia
harus pergi saat itu juga. Atau
tetap tinggal sampai yakin
bahwa dia aman untuk berlaku. 
dul latief  menggeleng. "Roh roh
gaib itu hanya jeri mendekat.
namun  masih banyak musuh
musuh lain yang bisa
dihancurkan, bukan" Jadi
mereka, menurut yang kudengar
dari orang orang yang pernah
ikut bertempur --, menggempur
dan menggempur lagi. Roh-roh
gaib itu sudah berada di ambang
kemenangan, sewaktu Raden
Soeryadi menyadari perilaku
aneh musuh musuhnya ---" 
dul latief  mengawasi jendela
demi jendela .Meyakinkan pintu
masuk tertutup rapat. Melihat ke
lorong di lantai atas. ke lorong
di lantai bawah. bahkan ke
tungku pemanas di belakang
mereka. Jelas ia berwaspada ke
setiap celah yang mungkin
mengancam. Matanya awas dan
berkilat tajam. Kecuali sewaktu
melihat ke tubuh nyoto  di lantai.
Mata itu tampak luruh. "Tinggal
dia seorang yang masih tersisa
-", biSiknya, samar samar. 
Orangtua itu sejenak tenggelam
dalam keluruhan jiwanya. Dan
saat melihat kembali wajah
jessica , kekerasan hati dul latief 
muncul perlahan-lahan. Di
matanya terpancar sinar
dendam tersembunyi. jessica  tak
dapat memastikan, pada siapa
dendam itu ditujukan. Atau
mungkin, pada diri jessica 
sendiri" 
"Kita harap saja dia sudah pergi
-", ujar dul latief  lagi. "Meski aku
lebih suka ia muncul di depan
kita ----" 
jessica  tersentak. "Oh?" 
"Pertempuran di jaman lampau
itu, Non," dul latief  berujar tak
perduli. "Itulah yang memenuhi
pikiranku sesudah  nyi girah , kemudian
farida , kutemukan mati dalam
keadaan menyedihkan. Aku tahu,
dia akan mengambil nyoto  pula.
Dan terakhir, akulah yang akan
diambilnya. Yang dia tidak tahu,
adalah, dia boleh saja
mengambilku. namun  tidak satu
satunya keturunanku, selagi aku
masih dapat menyelamatkannya.
Karena kedatangan si terkutuk
itu kali ini, sudah terang
terangan. Jadi aku pun bisa
bersiap diri ---" 
"Bagaimana kau dapat
menyelamatkan nyoto , Pak
dul latief ?" 
"Dengan menyimak kembali
hasil akhir pertempuran itu.
sesudah  Raden Soeryadi
diam-diam 
memperhatikan, roh-roh gaib itu
senantiasa menghindari medan
tempur; di mana tampak
tergeletak mayat atau bagian
dari mayat korban mereka.
Hanya mayat-mayat segar.
Raden Soeryadi mencenyi girah kan
sendiri padaku, bagaimana
saat ia dan sisa pasukannya
sudah terpojok. Tinggal ditiup
saja, mereka pasti sudah hancur
berantakan. "namun  sinar
pelangi yang mengurung
mereka, tetap bersikap
menunggu. Saking marahnya,
tanpa sadar Raden Soeryadi
memungut sepotong tangan yang
masih meneteskan darah.
Tangan anggota pasukannya itu
ia lemparkan ke arah roh gaib
terdekat. Terdengar bunyi
ledakan. Sinar pelangi itu pecah,
hancur, kemudian menghilang.
Yang lain-lainnya. muncul
terkejut, 
Sesaat itu juga Raden Soeryadi
sadar apa yang harus diperbuat.
Ia memerintahkan sisa
pasukannya untuk memungut
apa saja dari sisa-Sisa tubun
rekan mereka yang baru
terbunuh. Lalu dilemparkan
beramai ramai ke sinar pelangi
yang mengurung mereka. Mayat
mayat yang masih utuh,
dijadikan tameng. 
Keadaan pun sesaat berubah. 
Roh roh gaib yang tadinya
mengepung, mendadak saia
berpencar kucar kacir. Terkena
lemparan senjata-senjata baru
musuh-musuh mereka. Potongan
tangan, kaki, jari-jemari yang
putus, serpihan serpihan daging,
sampai percikanpercikan darah.
Kemana pun mereka lari,
benda-benda itu tetap mereka
temui karena dibawa serta oleh
badai hujan dan angin topan
yang justru mereka kendarai. 
Sinar pelangi yang paling besar
dan paling cemerlang kemudian
meluncur lantas bersujud di
depan kaki Raden Soeryadi
Ajilaksana. la menyerah dengan
syarat, sisa Sisa rakyatnya
dibiarkan berlalu. Untuk
kemudian menyingkir ke tempat
tempatjauh. 
sesudah  itu --" 
Kesunyian di sekitar mereka,
terganggu oleh sesuatu. 
Desah nafas. Nafas berat,
tersedak-sedak. jessica  dan
dul latief  bertukar pandang.
Meyakinkan, bukan satu dari
mereka yang mengeluarkan
nafas sedemikian ganjil. Desah
desah nafas, yang terdengar
mendekat, semakin mendekat.
Datangnya tak jelas. Seolah,
malah dari semua penjuru. 
"dia sudah datang!", bisik
dul latief , kelu. 
jessica  pucat pasi sesaat. 
Tanpa sadar ia mendekat ke
dul latief , mencari perlindungan.
dul latief  malah menahannya
dengan gagang pedang. "Cepat.
Pegang ini!" 
Tanpa tahu bagaimana harus
memakai nya, jessica 
menerima gagang pedang.
Ujungnya tetap dipegang
dul latief . Bahkan kemudian,
diarahkan ke lambung kirinya. 
"Tusukkan dengan kuat, Non.
Cepatlah" 
"Apa ---", jessica  membelalak
ngeri. 
"Aku akan mati begitu jantungku
tertembus. sesudah  tu rapatkan
punggungmu ke tubuhku. Seolah
olah kau melindungku aku" 
"Aku tak mengerti ----" 
Desah desah nafas itu makin
jelas. 
Kini, malah mendesing
tajam. 
"Jangan berbantah lagi, Non.
Tusukkan ke jantungku.
Lindungi aku dari
pandangannya -sementara aku
merangkulmu dari belakang
agar tidak sampai terjatuh.
Semoga saja saat ia menyerbu,
aku sudah mati. Dan segeralah
kau jatuhkan dirimu ke lantai.
Sehingga hanya mayatku yang
tertangkap olehnya. Mayatku
yang masih segar, Non!" 
"Tidak. Aku tak dapat ---",
jessica  menarik mundur
tangannya. 
"Lakukanlah sekarang juga,
Nonl", dul latief  mulai gusar
kembali. "Ingat. Aku yang
membunuh nenek moyangmu.
Kuhunjamkan keris ke ubun'
ubunnya. Kau dengar itu"
Balaskan dendam leluhurmu
sekarang juga! Karena hanya
keturunannya saja yang mampu
melukai tubuhku ---" 
Saking takut, panik. dan
bingung, jessica  akhirnya
terbawa gusar. "Itu hanya
dongeng belaka", ia mendesis.
"Jika pun semuanya benar,
semua itu sudah lama berlalu.
Biarlah kau kuampuni, dan 
Dan, sesaat itu pula dul latief 
melepaskan pegangannya di
ujung pedang. Tangannya
tahu-tahu saja sudah
mencengkeram punggung
telapak tangan jessica  yang
masih menggenggam gagang
pedang. jessica  tersentak.
Tangannya yang memegang
pedang, Ikut tersentak. 
namun  tubuh Jamtla sudah
terseret ke depan. 
Mengikuti tarikan kuat dul latief 
pada punggung telapak tangan
jessica  yang gagal melepaskan
gagang pedang. Terdengar
bunyi sesuatu tembus di 
ujung pedang, disusul
muncratnya darah dari lambung
dul latief . Di mana, pedang
menembus sampai ke
gagangnya! 
jessica  terpekik ngeri. 
Tangannya terkulai, seperti juga
tubuhnya. Jatuh terjerembab di
atas tubuh nyoto  yang masih
terlelap. Pandangan mata
jessica  nanar berkunang
kunang, kemudian yang terlihat
hanyalah kegelapan yang
menghitam. Dirinyakah yang
tertusuk pedang" Pertanyaan itu
masih sempat bermain di benak
jessica , sebelum ia jatuh
pingsan. 
dul latief , tertegak bingung. 
"Celaka", ia bergumam parau.
"Hanya menyerempet sedikit
-----". 
Dan itulah memang yang terjadi.
Sentakan kaget pada tangan
jessica , menyebabkan arah
pedang sedikit bergeser, dan
gagal menembus iantung
dul latief . 
dul latief  tetap hidup! 
Dan, jessica , lebih sial lagi,
malah terkapar pingsan. 
Sementara desah desah nafas
berat tersedak itu mendesing
semakin keras. Disertai
suara-suara lain yang bergerak
serempak. Seperti ratusan atau
ribuan kaki kaki berbaris teratur
membawa beban berat di
atasnya. 
dul latief  melihat ke arah
datangnya suara riuh rendah itu.
' ' 
Dan dari mulut lorong di lantai
atas, muncullah pancaran sinar
redup yang menusuk mata,
disusul sepasang titik cahaya
kuning kemerahan, lalu tanduk
atau sungut yang meliuk-liuk. 
dul latief  pun mengerang. putus
asa. 
Ia yakin masih dapat menggeser,
bahkan mengorekkan pedang di
dalam lambungnya, sampai
menembus jantung. Lalu ia pun
mati. namun  apa gunanya"
Mahluk di atas tangga sana
akan diam menunggu sampai
mayat dul latief  membeku dingin,
mungkin juga sampai
membusuk. sesudah  itu, habislah
nyoto . Habislah keturunannya.
Lebih mengerikan lagi, Juragan
Kecilnya pun gagal ia
selamatkan sebagai tebusan
dosanya di masa lalu. 
Roh jahat itu mulai menuruni
tangga. 
Merayap di atas entah tangan
entah kakinya yang banyak itu.
Menyeret perutnya yang merah,
berdenyut denyut, menampakkan
punggungnya yang berlipat
lipat, coklat kehitaman.
Punggung yang juga
berdenyut-denyut hidup.
Sementara dari celah mulutnya
yang bergigi bagai mata gergaji
itu, terdengar bunyi mendesing
yang makin keras saja. 
dul latief  melangkah maju
menyongsong datangnya roh
jahat yang panjangnya
bermeter-meter, dan lebar
tubuhnya hampir mengisi semua
sisi tangga itu. dul latief  nekad
mencabut pedang dari lambung.
Akibatnya, darah muncrat
semakin banyak. Dan dul latief 
tak kuat lagi menahan lututnya
yang goyah. Ia pun ambruk,
berlutut tanpa daya. 
Gerakan roh jahat itu pun
terhenti. 
Matanya mengawasi sosok kecil
dan kerdil di depan kepala sang
mahluk yang jauh lebih besar.
Sepasang mata kuning
kemerahan itu, berkilauan
gembira. Mengintip lewat
pundak dul latief , ke arah 
tubuh jessica . 
Nafasnya pun sesaat menderu.
Hoss, bosss, hoss tak ubahnya
desas desus lokomotif kereta api.
Pelan namun  pasti, bagian depan
tubuh roh itu meliuk terangkat
bagai liukan ulat atau lintah
maha raksasa, melewati tubuh
dul latief  yang gagal
mengayunkan pedang. Sesaat,
moncong roh itu mengendus
endus tubuh jessica . Agaknya,
tidak terpancar uap panas
membakar -
Roh itu pun mengangakan mulut 
Siap merajah tubuh jessica . 
Lalu sekonyong konyong, bagian
tubuh yang meliuk.naik lalu
menyulur ke arah tubuh jessica 
itu, tahu tahu saja melesat
mundur ke tempat semula.
dul latief  kembali terlihat, maSih
berlutut di lantai. Sepasang
matanya maSih terpentang,
masih bersinar hidup. Tubuh
dul latief  pun maSih bergetar,
bahkan kini terdengar orangtua
itu mulai menangis sesenggukan.
Jelas, bukan dul latief lah
penyebabnya. 
namun  bunyi berderit samar
samar. Derit pintu kayu yang
tinggi, berat dan kokoh,
menganga terbuka sendiri. Angn
dingin menusuk, berhembus
pelan ke dalam ruangan. Roh
memalingkan kepala ke arah
datangnya angin sepoi sep0i itu.
Demikian pula dul latief ,
menggerakkan kepala karena
merasa ada tarikan gaib pada
lehernya. 
Pintu berhenti berderit. 
Tinggal nganga pintu yang
lebar. Dan kesunyian yang
menekan. Serta gumpalan kabut
di luar sana, yang tampak
bergerak monoton semakin
mendekati ambang pintu. Lalu
dari balik kabut itu.
terdengarlah bunyi domprak
kakikaki kuda. Disusul
munculnya sosok kuda itu
sendiri. Seekor kuda putih
kelabu, bermata hitam namun 
cemerlang. 
Di punggung kuda, duduklah
seorang lelaki setengah baya.
Bersosok kokoh, di balik pakaian
megah seorang bangsawan dari
masa pemerintahan kolonial
Belanda. 
Bangsawan itu menghentikan
kudanya diambang pintu. 
la mengawasi sekitar ruangan,
dan pandangannya berhenti
cukup lama di tubuh jessica 
yang terkulai pingsan. Sepasang
mata lelaki parlente itu tampak
berkilat marah sesaat, saat
sasaran pandangnya beralih ke
sosok roh gaib yang tidak
mampu lagi menyembunyikan
wujudnya itu. Sang roh, sesaat
merintih, kemudian melolong
panjang mengerikan. Lalu
berusaha menggulung dirinya
cepat sekali, sudah berubah
bundar pipih. Lalu secepat itu
pula wujud bundar pipih
menyerupai roda mobil lapis
baja itu melesat dengan
gelindingan cepat ke arah
tangga yang menuju ke lantai
atas. Disertai suara nafas
memburu dari mendesing hiruk
pikuk. 
Terdengar ringkikan marah. 
Dan kuda di ambang pintu,
beserta penunggang nya tahu
tahu menjompak keras lalu
menghilang dari pandangan
mata dul latief . saat ringkik
keras kuda itu terdengar lagi,
dul latief  berpaling ke arah lain.
Ternyata kuda itu sudah
berpindah tempat. tegak kokoh
dengan keempat kakinya di
mulut lorong masuk lantai atas
puri. 
Sang roh, menyadari gerak
lajunya dihambat. 
Roh itu pun berhenti
menggelinding. Persis di anak
tangga paling atas. Tubuhnya
tampak goyah karena pinyoto n
yang kurang pas dengan besar
dan bobotnya dirinya sendiri.
-_namun  mahluk itu nekad
bertahan. Kepala atau
moncongnya yang bertanduk
diangkat, siap untuk menerjang
ke depan. Entah mengapa sinar
redup tubuhnya, tidak lagi
memerihkan mata dul latief .
Sehingga dul latief  dapat melihat
jelas, bagaimana sang
bangsawan di atas punggung
kuda bertindak pada waktu yang
tepat. 
Cepat sekali gerakan si
bangsawan. 
Tangan kanan diangkat ke atas
kepala, sejajar ubun ubunnya.
Tangan itu kemudian seperti
menarik sesuatu keluar dari
ubun ubun kepalanya sendiri.
Tahu-tahu sebilah keris sudah
tergenggam di tangannya. Dan
persis saat moncong sang roh
menyerbu ke depan, keris di
tangan si bangsawan pun
melesat, menyambut. 
Sehelaan nafas, tak terjadi apa
apa. 
Pada helaan nafas dul latief 
berikutnya, barulah terdengar
bunyi yang diharapkannya.
Bunyi ledakan membahana,
sehingga seluruh puri sesaat
terguncang. Pancaran sinar
redup dari tubuh sang roh,
pecah berhamburan. Seperti
bermaksud menerangi seluruh
ruangan lantai utama puri,
namun  dengan sia sia. 
Kemudian, 'pecahan sinar
berhamburan itu pun, lenyap. 
Yang tertinggal di lantai atas,
adalah si bangsawan dengan
kudanya. Tak ada keris di
tangannya. Keris itu, entah
lenyap ke mana pula. Dengan
tenang, kaki si bangsawan
menekan sedikit perut kudanya.
Kuda putih kelabu itu
mendengus samar, kemudian
menggerakkan keempat kakinya
secara teratur. Menuruni anak
tangga demi anak tangga. 
Lalu berhenti di depan tubuh
dul latief , yang sesaat
bersimpuh mencium lantai,
seraya merintihkan kata: "Raden
Soeryadi Ajilaksana, Paduka" 
... 
Bangsawan parlente itu
mengurangi senyum di bibirnya
yang tipis. saat ia berkata,
suaranya terdengar lembut
menyejukkan hati. "Yang tadi
itu, dul latief . Sesungguhnyalah,
tak perlu kau lakukan. Bukankah
dia sudah  berkata, bahwa dia
mengampunimu?" 
dul latief  menganggukkan
kepalanya di lantai. "Hamba
tahu, Paduka. Hamba tahu
-----", dul latief  mengisak pelan.
Lalu: "namun , roh jahat taklukan
Paduka, membuat hamba sangat
khawatlr ---" 
"Kau pikir, aku akan
membiarkannya, eh?" 
"Ampunilah hambamu yang
bodoh ini, Paduka --", dul latief 
memohon. 
Tak ada sahutan. Yang ada
hanya kesunyian belaka. 
namun  dul latief  tidak juga
mengangkat mukanya. Meski ia
sudah tahu, bahwa kuda serta
penunggangnya sudah
menghilang dari dekatnya.
Terdengar 
lagi bunyi pintu kayu berderit
menutup. Kemudian, sepi.
Teramat sepi --

"STARTER LAGI!", nyoto 
berteriak dari bawah kap depan
mobil.
Di belakang kemudi, jessica 
memutar kunci kontak. Mesin
pun bergerung, garang. nyoto 
mengeluarkan kepala dari
bawah kap, lalu menutupkan kap
itu dengan hempasan keras.
Secepat itu pula ia sudah berlari
masuk, lalu menyelinap di
sebelah jok yang ditempati
jessica . "Sekarang ---", katanya,
bergetar.
Mobil pun meluncur keluar dari
dalam garasi.
Disambut oleh kabut tebal yang
bergulung-gulung di seantero
permukaan halaman puri.
jessica  menyalakan lampu
depan, kemudian lampu kabut.
Mobil ia putar hati-hati,
kemudian diluncurkan perlahan
menuju pintu gerbang jauh di
bawah sana.
Mulut mereka sama terkunci,
kini.
jessica  mengawasi jalan yang
ditelan kabut. nyoto , dengan
muka tegang mengawasi ke kiri
kanan, melihat samar sama
bayang-bayang pepohonan
mengintip dari balik kabut. Tak
ada suara apa-apa di luar
mobil. Terlalu sunyi. Terlalu
sepi menekan.
"Awas!", nyoto  memperingatkan
tiba tiba.
jessica  terkejut. Namun kemudi
dapat ia kendalikan. Ia berhasil
menghindari tubrukan ke
seonggok
benda di tepi jalan, tak jauh dari
istal yang tinggal reruntuhan
menyedihkan. Onggokan itu,
pikir jessica , bergidik.
Onggokan besi tua Mantan
mobil jessica  Dengan ah,
tahukah nyoto , farida  ada di
dalam onggokan besi tua itu" 
jessica  terus meluncurkan mobil
mendekati pintu gerbang .Ia
sendiri tidak melihat, namun 
yakin bahwa di dalam onggokan
itu pasti terdapat lumatan tubuh
farida . jessica  yakin. karena
dul latief  yang mengatakan
begitu. 
Orangtua yang malang. 
saat tadi jessica  siuman, ia
melihat dul latief  tak jauh
darinya. Tengah berlutut
mencium lantai. Tanpa bergerak
gerak. Sewaktu jessica 
mendekatinya, orangtua yang
sudah renta itu masih juga tak
memperlihatkan reaksi. Sesaat
jessica  tertegun, sadar bahwa
tubuh itu sudah kaku. Mati. 
jessica  menggoyangkan kepala. 
Membuang bayangan buruk dan
menyedihkan dari akhir hidup si
tua renta yang berasal dari
masa silam itu. Tanpa sengaja,
ekor mata jessica  menangkap
sesuatu saat mobil yang
dikemudikannya meluncur ke
pintu gerbang yang tinggal dua
tiga meter di depan. 
Ada sosok samar samar berdiri
di sebelah dalam ambang pintu
gerbang. Sosok yang diam tak
bergerak gerak di tepi jalan
yang tertutup kabut. Terlihat
samar-samar saja. namun 
karena jessica  merasa pernah
melihat sosok yang sama, maka
dengan cepat ia mengenali apa
gerangan yang berdiri di tepi
jalan itu. Menghadap ke arah
datangnya mobil.
Itu adalah seekor kuda putih -,
atau kelabu" 
Ada seseorang duduk di atasnya.
Berpakaian aneh. Pakaian
bangsawan model pemerintahan
kolonial. Duduknya gagah,
tampangnya parlente. saat di
antara kabut, mata mereka sama
bertemu, jessica  melihat si
bangsawan tersenyum ke
arahnya. 
Lalu terdengar suara
memperingatkan: "Kak Mila !
Awas pintu ---'" 
Sesaat jessica  mengerem. 
Mobil terhentak diam, namun 
mesin masih tetap bergerung
teratur. nyoto  benar. Moncong
mobil hanya beberapa senti
jaraknya dari ujung pintu besi
gerbang yang menganga terbuka
itu. 
jessica  berbisik pelan: "apakah
kau melihatnya, nyoto ?" 
"Jelas dong. Pintu besi sebesar
dan setinggi itu ----" 
"Maksudku ----", jessica  tidak
melanjutkan kata katanya. 
Karena saat ia melirik lagi ke
samping kanan, kuda beserta
penunggangnya sudah lenyap.
Tinggal kabut yang tebal,
semakin tebal. jessica  menghela
nafas panjang. Mobil ia
mundurkan sedikit, kemudian
meluncur lagi ke depan,
melewati pintu gerbang. 
Di sebelahnya, nyoto  bertanya
tegang: "Apakah yang kakak
maksud, kakak melihat hantu si
penjaga puri?" 
Si penjaga puri" 
jessica  mengeluh, bingung
sendiri. 
Yang manakah sesungguhnya, Si
penjaga puri! Di depan sana,
semakin banyak pepohonan.
Semakin kabut menipis. Jalan
aspal tampak jelas dan nyata.
jessica  menekan pedal gas.