Jumat, 16 Desember 2022

homosapien 4

peradaban-peradaban India dan Persia pun akhirnya surut. Di 

Eropa, di sisi lain, bangsa Arya mempertahankan kemurnian ras 

mereka. Itulah sebabnya bangsa Eropa berhasil menaklukkan 

dunia, dan mengapa mereka sanggup untuk menguasainya—

sepanjang mereka mengikuti kehati-hatian untuk tidak bercampur 

dengan ras-ras inferior. Teori-teori rasis semacam itu, yang 

menonjol dan dihormati selama berpuluh-puluh tahun, menjadi 

anathema di kalangan para ilmuwan dan politikus sekaligus.

Orang-orang terus melakukan perjuangan heroik melawan 

rasisme tanpa melihat bahwa ajang pertempurannya telah 

bergesar, dan bahwa tempat rasisme dalam ideologi imperium 

kini digantikan oleh “kulturalisme”. Tak ada kata semacam itu, 

memang, tetapi kinilah saatnya untuk menciptakan istilah itu. 
Di kalangan para elite masa kini, pendapat tentang keunggulan￾keunggulan kontras di antara kelompok-kelompok manusia yang 

berbeda hampir selalu ditulis dalam konteks perbedaan historis 

antarkultur ketimbang perbedaan-perbedaan biologis dan ras. 

Kita tidak lagi mengatakan, “Ini ada dalam darah mereka”. Kita 

mengatakan, “Ini ada dalam kultur mereka”.

Maka, partai-partai sayap kanan Eropa yang menentang 

imigrasi Muslim biasanya peduli untuk menghindari terminologi 

rasial. Para penulis pidato Marine le Pen mestinya langsung 

diusir kalau benar mereka menyarankan pemimpin Front 

Nasional itu berpidato di televisi untuk mendeklarasikan bahwa 

“Kami tidak ingin kaum Semit inferior itu mengotori darah 

Arya kami dan merusak peradaban Arya kami”. Namun, Front 

Nasional Prancis, Partai Kebebasan Belanda, Aliansi untuk Masa 

Depan Austria, dan sejenisnya cenderung berpendapat bahwa 

kultur Barat, sebagaimana yang berevolusi di Eropa, dicirikan 

oleh nilai-nilai demokrasi, toleransi dan kesetaraan gender, 

sedangkan kultur Muslim, yang berevolusi di Timur Tengah, 

dicirikan oleh politik hierarki, fanatisme, dan kebencian pada 

perempuan (misogini). Karena kedua budaya itu begitu berbeda, 

dan karena banyak imigran Muslim tak mau (dan mungkin tak 

mampu) mengadopsi nilai-nilai Barat, mereka seharusnya tak 

dibolehkan masuk, agar mereka tidak membangun konflik internal 

dan merusak demokrasi serta liberalisme Eropa. Argumentasi￾argumentasi kulturalis semacam itu didukung oleh studi-studi 

saintifik dalam ilmu-ilmu humaniora dan sosial yang memperjelas 

apa yang disebut sebagai benturan peradaban dan perbedaan￾perbedaan fundamental antara kultur-kultur yang berbeda. Tak 

semua sejarawan dan antropolog menerima teori-teori ini atau 

mendukung penggunaannya dalam politik. Namun, sementar para 

ahli biologi tak kesulitan menolak rasisme, dengan menjelaskan 

secara sederhana bahwa perbedaan-perbedaan biologis antara 

populasi-populasi manusia masa kini adalah kecil, lebih sulit bagi 

para sejarawan dan antropolog untuk menentang kulturalisme. 

Lagi pula, kalaupun perbedaan-perbedaan antara kultur-kultur 

manusia memang kecil, mengapa harus membayar para sejarawan 

dan antropolog untuk mempelajarinya?
Para ilmuwan telah memberikan proyek imperium dengan 

pengetahuan praktis, justifikasi ideologis, dan perangkat-perangkat 

teknologis. Tanpa kontribusi ini, sangat patut dipertanyakan 

apakah bangsa Eropa mampu menaklukkan dunia. Para penakluk 

membalas budi itu dengan memberi para ilmuwan informasi 

dan perlindungan, mendukung semua jenis proyek yang aneh 

dan menarik serta menyebarkan cara berpikir saintifik jauh ke 

sudut-sudut Bumi. Tanpa dukungan imperium, patut diragukan 

apakah sains modern bisa mencapai kemajuan sejauh ini. Sangat 

sedikit disiplin saintifik yang tidak mengawali hidupnya dari 

para pembantu untuk menumbuhkan imperium dan yang tidak 

berutang besar untuk penemuan-penemuan, koleksi-koleksi, dan 

beasiswa-beasiswa mereka pada kemurahan bantuan para perwira 

militer, para kapten kapal, dan para gubernur imperium.

Ini tentu saja bukan seluruh cerita yang lengkap. Sains 

didukung oleh institusi-institusi lain, tidak hanya oleh imperium￾imperium. Dan, imperium-imperium Eropa tumbuh dan 

berkembang juga berkat faktor-faktor lain selain sains. Di belakang 

munculnya kedua meteor, sains, dan imperium, menggeliat juga 

satu kekuatan yang sangat penting: kapitalisme. Kalaupun bukan 

karena para pengusaha yang ingin menghasilkan uang, Columbus 

tidak akan mencapai Amerika, James Cook tidak akan mencapai 

Australia, dan Neil Amstrong tidak akan pernah meninggalkan 

jejak kecil kakinya di permukaan Bulan.

Uang sudah menjadi hal penting untuk membangun imperium 

maupun memajukan sains. Namun, apakah uang menjadi tujuan 

tertinggi dari tindakan-tindakan ini, atau mungkin hanya suatu 

kebutuhan yang berbahaya?

Tidak mudah, memang, untuk mengerti peran sejati dari 

ekonomi dalam sejarah modern. Seluruh buku yang sudah ditulis 

tentang bagaimana uang mendirikan negara dan meruntuhkannya, 

membuka horizon-horizon baru dan memperbudak jutaan orang, 

menggerakkan roda-roda industri, dan mendorong ratusan spesies 

ke dalam kepunahan. Namun, untuk memahami sejarah ekonomi 

modern, Anda benar-benar perlu memahami satu kata tunggal. 

Kata itu adalah pertumbuhan. Entah yang lebih baik atau lebih 

buruk, dalam keadaan sakit atau sehat, ekonomi modern tumbuh 

seperti seorang remaja kebanyakan hormon. Ia lahap apa saja yang 

dijumpai dan tumbuh lebih cepat dari yang bisa Anda hitung.

Nyaris sepanjang sejarahnya, ekonomi tetap dalam ukuran 

yang sama. Ya, produksi global meningkat, tetapi ini terutama 

karena ekspansi demografis dan permukiman tanah-tanah baru. 

Produksi per kapita tetap statis. Namun, semua itu berubah 

dalam abad modern. Pada 1500, produksi global barang dan jasa 

sekitar $250 miliar; kini angkanya melonjak sekitar $60 triliun. 

Lebih penting lagi, pada 1500, produksi per kapita per tahun 

rata-rata $550, sementara kini setiap laki-laki, perempuan, dan 

anak-anak menghasilkan rata-rata $8.800 setahun.1

 Apa yang 

menyebabkan pertumbuhan menakjubkan ini?

Ekonomi adalah masalah yang sangat rumit. Untuk memudah￾kan pemahaman, mari kita bayangkan satu contoh sederhana.

Samuel Greedy, seorang pemodal cerdik, mendirikan sebuah 

bank di El Dorado, California.

A.A. Slyter, seorang kontraktor yang sedang naik pamor di El 

Dorado, merampungkan pekerjaan besar pertamanya, menerima 

pembayaran tunai sebesar $1 juta.

Dia tabung uang itu di bank Tuan Greedy. Bank kini punya 

modal $1 juta.

Sementara itu, Jane McDoughnut, seorang koki berpengalaman 

tetapi miskin di El Dorado, merasa melihat sebuah peluang 

bisnis—tidak ada toko roti yang benar-benar bagus di sekitar 

tempat tinggalnya di kota itu. Namun, dia tidak punya cukup 

uang untuk membeli fasilitas yang dibutuhkan lengkap dengan 

oven industri, wastafel, pisau-pisau, dan panci-pancinya. Dia 

pergi ke bank, mengajukan rencana bisnisnya ke Greedy, dan 

membujuknya bahwa ini investasi yang menguntungkan. Greedy 

mengeluarkan pinjaman $1 juta kepadanya, dengan menempatkan 

dana di rekeningnya di bank sejumlah itu.

McDoughnut kini mempekerjakan Slyter, sang kontraktor, 

untuk membangun dan merapikan toko rotinya. Harganya 

$1.000.000.

Waktu McDoughnut membayar, dengan cek yang ditarik dari 

rekeningnya, Slyter menyimpannya di rekening di bank Greedy.

Jadi, berapa banyak uang Slyter yang ada di rekning bank? 

Benar, $2 juta.

Berapa banyak uang tunai, yang sebenarnya ada di laci 

bank? Ya, $1 juta.

Tak berhenti di sana. Sebagaimana biasa dilakukan para 

kontraktor, ketika waktu pengerjaan memasuki dua bulan, Slyter 

memberi tahu McDoughnut bahwa karena masalah-masalah 

dan biaya-biaya tak terduga, tagihan untuk konstruksi toko roti 

membengkak sampai $2 juta. Nyonya McDoughnut tidak senang, 

tetapi dia tak mungkin menghentikan pekerjaan itu di tengah 

jalan. Jadi, dia mengunjungi bank lagi, meyakinkan Tuan Greedy 

agar memberi tambahan pinjaman, dan dia menempatkan lagi 

$1 juta dalam rekeningnya. McDoughnut mentransfer uang itu 

ke rekening kontraktor
Berapa banyak uang yang dimiliki Slyter dalam rekeningnya 

saat ini? Dia punya $3 juta.

Akan tetapi, berapa banyak uang yang sesungguhnya berdiam 

di bank tetap $1 juta. Malah, uang $1 juta yang sama itu selalu 

berada di bank tersebut.

Undang-undang perbankan di Amerika Serikat membolehkan 

bank mengulang langkah ini tujuh kali. Kontraktor akhirnya 

akan memiliki $10 juta dalam rekeningnya, sekalipun bank 

itu tetap hanya punya $1 juta di laci penyimpanannya. Bank 

dibolehkan meminjamkan $10 untuk setiap dolar yang benar￾benar mereka punyai, yang berarti 90 persen dari seluruh uang 

dalam rekening bank tidak tertutupi oleh koin atau uang kertas 

yang sesungguhnya.2

 Jika semua pemegang rekening di Barclay 

Bank tiba-tiba meminta uang mereka, Barclay langsung ambruk 

(kalau pemerintah tidak datang menolongnya). Hal yang sama 

bisa terjadi pada Lloyds, Deutsche Bank, Citibank, dan semua 

bank lain di dunia.

Kedengaran seperti skema Ponzi raksasa, bukan? Namun, 

kalau itu kecurangan, maka segenap ekonomi modern adalah 

kecurangan. Faktanya, itu bukan penipuan, tetapi sebuah 

penghargaan pada kemampuan mengagumkan imajinasi manusia. 

Apa yang memungkinkan bank-bank—dan segenap ekonomi—

untuk bertahan dan tumbuh adalah kepercayaan kita pada masa 

depan. Kepercayaan inilah penopang tunggal sebagian besar 

uang di dunia.

Dalam contoh toko roti, diskrepansi antara rekening tertulis 

kontraktor dan jumlah riil uang di bank adalah toko roti Nyonya 

McDoughnut. Tuan Greedy sudah menempatkan uang banknya 

ke dalam aset, memercayai bahwa suatu hari toko roti itu akan 

menguntungkan. Toko roti itu belum memanggang seloyang roti 

pun, tetapi McDoughnut dan Greedy mengantisipasi itu selama 

satu tahun sehingga ia akan bisa menjual ribuan loyang, roti 

gulung, kue, dan kue kering setiap hari, dengan keuntungan 

yang bagus. Saat itu, Nyonya McDoughnut akan mampu 

membayar utangnya, dengan bunganya. Jika di satu titik Tuan 

Slyter memutuskan untuk menarik tabungannya, Greedy akan 

mampu menghadirkan uang tunainya. Seluruh usaha itu dengan demikian bertumpu pada kepercayaan pada suatu masa depan 

imajiner—kepercayaan yang dimiliki pengusaha dan bankir pada 

toko roti yang mereka impikan, bersama kepercayaan kontraktor 

pada kesanggupan bank di masa depan.

Kita sudah melihat bahwa uang merupakan sesuatu yang 

mencengangkan karena ia bisa merepresentasi banyak benda 

yang berbeda dan mengubah segalanya menjadi hampir apa 

saja. Meskipun demikian, sebelum era modern, kemampuan 

ini terbatas. Dalam banyak kasus, uang bisa merepresentasi 

dan mengubah hanya hal-hal yang benar-benar ada saat ini. Ini 

menyebabkan keterbatasan luar biasa pada pertumbuhan karena 

sulit untuk mendanai usaha-usaha baru.

Pikirkan lagi toko roti kita. Bisakah McDoughnut membangun 

jika uang hanya bisa merepresentasi benda-benda yang terlihat? 

Tidak. Saat ini, dia punya banyak impian, tetapi tidak punya 

sumber daya yang terlihat. Satu-satunya cara yang bisa dia lakukan 

agar toko rotinya terbangun adalah mencari kontraktor yang 

bersedia bekerja hari ini dan menerima pembayaran beberapa 

tahun kemudian, hanya kalau dan ketika toko roti mulai 

menghasilkan uang. Tanpa toko roti, dia tidak bisa memanggang 

kue. Tanpa kue, dia tidak bisa menghasilkan uang. Tanpa uang, dia 

tidak bisa menyewa kontraktor. Tanpa kontraktor, dia tak punya 

toko roti. Umat manusia terperangkap dalam keadaan sulit ini 

selama ribuan tahun. Akibatnya, ekonomi tetap membeku. Jalan 

keluar dari perangkap itu baru ada pada era modern, dengan 

munculnya sebuah sistem baru yang didasarkan kepercayaan pada 

masa depan. Di dalamnya, orang-orang setuju merepresentasi 

barang-barang imajiner—benda-benda yang tidak ada saat ini—

dengan suatu jenis uang khusus yang mereka sebut “kredit”. 

Kredit memungkinkan kita membangun saat ini atas biaya masa 

depan. Ia bertumpu pada asumsi bahwa sumber daya masa 

depan kita benar-benar jauh lebih berlimpah ketimbang sumber 

daya kita saat ini. Banyak peluang baru dan luar biasa terbuka 

jika kita bisa membangun hal-hal saat ini dengan menggunakan 

pendapatan masa depan.

Jika kredit memang hal yang begitu luar biasa, mengapa 

tak seorang pun memikirkannya lebih awal? Tentu saja mereka 

melakukannya. Pengaturan-pengaturan kredit dengan berbagai 

jenisnya telah muncul dalam semua kultur manusia yang kita 

kenal, sekurang-kurangnya sejak Sumeria kuno. Problem pada 

era-era sebelumnya bukanlah tidak ada orang yang punya ide atau 

tidak tahu cara menggunakan ide itu. Masalahnya adalah orang 

jarang ingin membesarkan kredit karena mereka tidak percaya 

masa depan akan lebih baik dari saat ini. Mereka umumnya 

percaya bahwa masa lalu lebih baik dari masa mereka sendiri dan 

bahwa masa depan akan lebih buruk, atau paling ekstrem sama. 

Jika ditempatkan dalam terminologi ekonomi, mereka percaya 

bahwa jumlah total kekayaan terbatas, kalau bukan menyusut. 

Oleh karena itu, orang-orang menganggap buruk jika berasumsi 

bahwa mereka secara pribadi, atau kerajaan mereka, atau seluruh 

dunia, akan menghasilkan lebih banyak kekayaan dalam waktu 

10 tahun mendatang. Bisnis tampak seperti pertarungan habis￾habisan (zero-sum game). Tentu saja, keuntungan satu toko roti 

tertentu bisa naik, tetapi atas kerugian yang ditanggung toko 

roti sebelahnya. Venesia bisa tumbuh, tetapi hanya dengan 

memiskinkan Genoa. Raja Inggris bisa memperkaya diri, tetapi 

hanya dengan merampok raja Prancis. Anda bisa memotong pai 

dengan banyak cara yang berbeda, tetapi painya tidak pernah 

menjadi lebih besar. 
Itulah kenapa banyak kultur menyimpulkan bahwa menumpuk 

uang adalah dosa. Sebagaimana kata Yesus, “Lebih mudah bagi 

seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada orang kaya 

memasuki kerajaan Tuhan” (Matius 19:24). Jika pai statis, dan 

saya punya bagian besar darinya, maka saya pasti mengambil 

potongan milik seseorang lainnya. Yang kaya diwajibkan untuk 

melakukan penebusan dosa atas perbuatan-perbuatan jahat 

mereka dengan memberi sebagian dari kelebihan kekayaan 

mereka untuk amal.

Jika ukuran pai global tetap sama, tidak ada margin untuk 

kredit. Kredit adalah selisih antara pai hari ini dan pai besok. 

Jika pai tetap sama, mengapa memperbesar kredit? Itu akan 

menjadi risiko yang tak bisa diterima kalau Anda tidak percaya 

bahwa tukang panggang pai atau raja yang meminta uang 

Anda bisa mencuri sepotong dari kompetitor. Jadi, sulit untuk 

mendapatkan pinjaman dalam dunia pramodern, dan begitu Anda 

mendapatkannya, biasanya kecil, jangka pendek, dan dengan 

beban bunga tinggi. Para pengusaha pemula dengan demikian 

sulit membuka toko roti baru dan raja-raja besar yang ingin 

membangun istana atau melancarkan perang tak punya pilihan 

selain menggalang dana yang diperlukan melalui pajak dan tarif 

tinggi. Hal itu baik-baik saja bagi raja (sepanjang rakyat mereka 
tetap patuh), tetapi seorang buruh cuci yang punya ide hebat 

membangun toko roti dan ingin memperbaiki kesejahteraannya 

di dunia pada umumnya hanya bisa mengimpikan kekayaan 

sambil berlutut di lantai-lantai dapur kerajaan.

Yang terjadi adalah kalah-kalah. Karena kredit terbatas, orang 

kesulitan mendanai bisnis-bisnis baru. Karena sedikit pebisnis 

baru, ekonomi tidak tumbuh. Karena tidak tumbuh, orang 

berasumsi ekonomi tidak akan pernah tumbuh, dan mereka yang 

memiliki modal was-was untuk mengulurkan kredit. Ekspektasi 

kemacetan terbukti dengan sendirinya.

Pai yang Tumbuh

Lalu, datanglah Revolusi Saintifik dan ide kemajuan. Ide 

kemajuan dibangun pada pemahaman bahwa jika kita mengakui 

ketidaktahuan dan menginvestasikan sumber daya dalam riset, 

keadaan akan membaik. Ide itu kemudian diterjemahkan ke dalam 

urusan ekonomi. Siapa pun yang percaya ada kemajuan berarti 

percaya bahwa penemuan-penemuan geografis, penciptaan￾penciptaan teknologi, dan pengembangan-pengembangan 

organisasi bisa meningkatkan jumlah total produksi, perdagangan, 

dan kekayaan manusia. Rute-rute perdagangan baru di Atlantik 

bisa tumbuh tanpa menghancurkan rute-rute lama di Samudra 

Hindia. Barang-barang baru bisa diproduksi tanpa mengurangi 

produksi barang-barang lama.

Misalnya, seseorang bisa membuka satu toko roti baru 

yang spesialis membuat kue-kue cokelat dan croissant tanpa 

menyebabkan toko-toko roti yang spesialis roti bangkrut. Setiap 

orang akan dengan mudah mengembangkan rasa-rasa baru dan 

makan lebih banyak. Saya bisa kaya tanpa membuatmu miskin; 

saya bisa gemuk tanpa membuatmu mati kelaparan. Segenap 

pai global bisa tumbuh.

Dalam 500 tahun terakhir, ide kemajuan meyakinkan orang 

untuk menempatkan lebih banyak kepercayaan pada masa 

depan. Kepercayaan ini menciptakan kredit; kredit membawa 

pertumbuhan ekonomi riil; dan pertumbuhan memperkuat kepercayaan pada masa depan serta membuka jalan bagi lebih 

banyak kredit. Itu tidak terjadi dalam waktu semalam—ekonomi 

lebih berperilaku seperti roller coaster ketimbang balon. Namun, 

dalam jangka panjang, dengan penyetaraan-penyetaraan, arah 

umumnya jelas. Kini, begitu banyak kredit di dunia yang dengan 

mudah bisa didapatkan oleh pemerintah, korporasi bisnis, dan 

individu-individu privat dalam bentuk pinjaman besar, jangka 

panjang, dan berbunga ringan yang jauh melebihi pendapatan 

saat ini.

Keyakinan pada tumbuhnya pai global pada akhirnya 

terbukti revolusioner. Pada 1776, ekonom Skotlandia Adam 

Smith menerbitkan The Wealth of Nations, mungkin manifesto 

ekonomi paling penting sepanjang zaman. Pada bab kedelapan 

dari volume pertamanya, Smith membuat argumentasi menarik 

berikut ini: ketika seorang tuan tanah, seorang penenun, atau 

seorang pembuat sepatu memiliki keuntungan yang lebih besar 

ketimbang yang dia butuhkan untuk menghidupi keluarganya, dia 

menggunakan kelebihan itu untuk mempekerjakan lebih banyak 

asisten, untuk meningkatkan lagi keuntungannya. Semakin banyak 

keuntungan yang dia dapat, semakin banyak asisten yang bisa 

dia pekerjakan. Yang terjadi adalah kenaikan keuntungan usaha pribadi adalah basis untuk kenaikan kekayaan dan kemakmuran 

kolektif.

Ini mungkin tidak mengejutkan Anda sebagai sesuatu yang 

sangat orisinal karena kita semua hidup dalam sebuah dunia 

kapitalis yang menerima argumentasi Smith sebagai kebenaran. 

Kita mendengar variasi-variasi pada tema ini setiap hari dalam 

berita. Meskipun demikian, klaim Smith bahwa dorongan manusia 

yang egois untuk meningkatkan keuntungan pribadi menjadi basis 

bagi kekayaan kolektif adalah sebuah ide paling revolusioner yang 

pernah ada dalam sejarah manusia—revolusioner tidak hanya dari 

perspektif ekonomi, tetapi bahkan lebih dari perspektif moral 

dan politis. Apa yang dikatakan Smith sesungguhnya adalah 

keserakahan itu bagus, dan bahwa dengan menjadi lebih kaya 

saya memberi manfaat bagi setiap orang, tidak hanya diri saya 

sendiri. Egoism is altruism.

Smith mengajarkan kepada masyarakat untuk berpikir tentang 

ekonomi sebagai “situasi menang-menang”, yang di dalamnya 

keuntungan saya adalah juga keuntungan Anda. Bukan hanya kita 

bisa menikmati irisan pai yang lebih besar pada saat bersamaan, 

melainkan juga bertambahnya bagian Anda bergantung pada 

kenaikan bagian saya. Kalau saya miskin, Anda pun akan miskin 

karena saya tidak bisa membeli produk-produk atau jasa Anda. 

Jika saya kaya, Anda juga akan menjadi kaya karena Anda kini 

bisa menjual sesuatu kepada saya. Smith membantah kontradiksi 

tradisional antara kekayaan dan moralitas, dan membuka 

gerbang surga bagi orang kaya. Menjadi kaya berarti menjadi 

bermoral. Dalam cerita Smith, orang menjadi kaya bukan dengan 

mengelabui para tetangganya, melainkan dengan meningkatkan 

ukuran keseluruhan kue pai. Dan, ketika pai tumbuh, setiap 

orang beruntung. Dengan demikian, orang kaya adalah orang 

yang paling berguna dan paling penuh kebajikan dalam 

masyarakat karena mereka menggerakkan roda pertumbuhan 

untuk keuntungan setiap orang.

Akan tetapi, semua ini bergantung pada orang kaya yang 

menggunakan keuntungan mereka untuk membuka pabrik￾pabrik baru dan mempekerjakan pegawai-pegawai baru, bukan 

membuang-buangnya pada kegiatan-kegiatan yang tidak produktif. Oleh karena itu, Smith mengulang-ulang seperti mantra pepatah 

bahwa “Ketika keuntungan naik, tuan tanah atau penenun 

akan mempekerjakan lebih banyak asisten” dan bukan “Ketika 

keuntungan naik, si Kikir menimbun uangnya dalam peti dan 

mengeluarkannya hanya untuk menghitung koin-koinnya”. 

Bagian krusial dari ekonomi kapitalis modern adalah munculnya 

sebuah etik baru, yang menggariskan bahwa keuntungan harus 

diinvestasikan kembali pada produksi. Ini bisa membawa 

keuntungan lebih banyak, yang lagi-lagi diinvestasikan kembali 

dalam produksi, yang terus membawa keuntungan lebih besar, 

dan seterusnya dan seterusnya. Investasi bisa dilakukan dalam 

banyak cara: memperbesar pabrik, melakukan riset saintifik, 

mengembangkan produk-produk baru. Meski demikian, semua 

investasi ini harus menaikkan produksi dan menjelma menjadi 

keuntungan yang lebih besar. Dalam kredo kapitalis baru, ayat 

pertama dan paling sakral adalah: “Keuntungan dari produksi 

harus diinvestasikan kembali dalam meningkatkan produksi”.

Itulah kenapa kapitalisme disebut “kapitalisme”. Kapitalisme 

membedakan “modal” dari “kekayaan” semata-mata. Modal 

terdiri dari uang, barang, dan sumber daya yang diinvestasikan 

pada produksi. Kekayaan, di sisi lain, dikubur di tanah atau 

dihambur-hamburkan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak 

produktif. Seorang Fir’aun yang menggelontorkan sumber daya 

untuk piramida yang tidak produktif bukan kapitalis. Seorang 

pembajak yang menjarah armada harta Spanyol dan mengubur 

sepeti penuh koin berkilauan di pantai sebuah Pulau Karibia 

bukan kapitalis. Namun, seorang buruh pabrik pekerja keras 

yang menginvestasikan kembali bagian dari pendapatannya ke 

pasar saham adalah kapitalis. 

Ide bahwa “Keuntungan dari produksi harus diinvestasikan 

kembali untuk menaikkan produksi” terdengar seperti biasa. 

Namun, ini asing bagi sebagian besar sepanjang sejarah. Pada 

masa pramodern, orang percaya bahwa produksi kurang lebih 

konstan. Jadi, mengapa menginvestasikan kembali keuntunganmu 

jika produksi tidak akan naik banyak, terlepas dari apa pun 

yang kamu lakukan? Jadi, para bangsawan abad pertengahan 

menyokong etika kedermawanan dan konsumsi berlebihan. Mereka menghabiskan pendapatan mereka untuk turnamen, 

perjamuan, istana, dan perang, juga untuk amal serta katedral￾katedral monumental. Sedikit yang berusaha menginvestasikan 

keuntungan kembali untuk meningkatkan hasil puri mereka, 

mengembangkan jenis gandum yang lebih baik, atau mencari 

pasar-pasar baru.

Pada era modern, kebangsawanan telah diambil alih oleh 

elite baru yang anggota-anggotanya adalah penganut sejati 

kredo kapitalis. Elite kapitalis baru ini terdiri dari bukan para 

pangeran dan marquis, melainkan para ketua dewan komisaris, 

para pedagang saham, dan para industrialis. Para hartawan ini 

jauh lebih kaya dari kaum bangsawan abad pertengahan, tetapi 

mereka jauh kurang berminat pada konsumsi besar-besaran, dan 

mereka menghabiskan jauh lebih kecil bagian dari keuntungan 

mereka untuk kegiatan-kegiatan non-produktif.

Kaum bangsawan abad pertengahan mengenakan jubah￾jubah warna-warni yang terbuat dari emas dan sutra, dan 

mencurahkan banyak waktu untuk menghadiri jamuan-jamuan, 

karnaval, dan turnamen-turnamen glamor. Sedangkan para CEO 

modern lebih suka pakaian berwarna gelap yang disebut suit, 

yang membuat mereka bisa mendapatkan semua keistimewaan 

orang-orang sebangsanya, dan mereka tak punya banyak waktu 

untuk perayaan-perayaan. Yang khas dari kapitalis ventura adalah bergegas dari satu pertemuan ke pertemuan lain, berusaha 

merumuskan ke mana harus menginvestasikan modalnya dan 

mengikuti naik-turunnya saham dan obligasi yang dia miliki. 

Benar, pakaian suit-nya mungkin bermerek Versace dan dia 

mungkin bepergian dengan jet pribadi, tetapi biaya-biaya ini tak 

ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang dia investasikan 

dalam meningkatkan produksi oleh manusia.

Rakyat biasa dan badan-badan pemerintah berpikir 

mengikuti garis yang sama. Berapa banyak percakapan makan 

malam dalam perkampungan sederhana cepat atau lambat 

akan membentur perdebatan tanpa akhir tentang apakah lebih 

baik menginvestasikan tabungan seseorang di pasar saham, 

obligasi, atau properti? Pemerintah juga giat menginvestasikan 

pendapatan pajaknya dalam usaha-usaha produktif yang akan 

menaikkan pendapatan pada masa depan—misalnya, membangun 

sebuah pelabuhan baru bisa memudahkan pabrik-pabrik 

mengekspor produk-produk mereka, memungkinkan mereka 

untuk menghasilkan lebih banyak pendapatan yang bisa dipajaki 

sehingga menaikkan pendapatan pemerintah pada masa depan. 

Pemerintah lain mungkin lebih menyukai investasi di pendidikan, 

dengan dasar bahwa orang-orang terdidik akan menjadi basis 

bagi industri-industri high-tech yang menguntungkan, yang dapat 

membayar banyak pajak tanpa memerlukan fasilitas-fasilitas 

pelabuhan yang mahal.

Kapitalisme dimulai sebagai sebuah teori tentang bagaimana 

fungsi-fungsi ekonomi. Ia bersifat deskriptif sekaligus preskriptif—

menawarkan suatu penjelasan tentang bagaimana uang bekerja 

dan mendukung ide bahwa reinvestasi keuntungan dalam 

produksi membawa pertumbuhan ekonomi yang cepat. Namun, 

kapitalisme perlahan-lahan menjadi tak lebih dari sekadar sebuah 

doktrin ekonomi. Kini ia mencakup suatu etika—seperangkat 

ajaran tentang bagaimana orang harus berperilaku, mengedukasi 

anak-anak mereka, dan bahkan berpikir. Ajaran dasarnya adalah 

bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan kebaikan tertinggi, atau 

paling tidak proxy untuk kebaikan tertinggi karena keadilan, 

kebebasan, bahkan kebahagiaan semuanya bergantung pada 

pertumbuhan ekonomi. Tanyalah seorang kapitalis bagaimana membawa keadilan dan kebebasan politik ke tempat seperti 

Zimbabwe atau Afganistan, dan Anda kemungkinan akan dikuliahi 

tentang bagaimana kemakmuran ekonomi dan kemakmuran kelas 

menengah adalah penting bagi institusi-institusi demokrasi yang 

stabil dan karena itu tentang perlunya mengajarkan masyarakat 

suku Afganistan nilai-nilai kebebasan berusaha, penghematan, 

dan kemandirian.

Agama baru ini sudah memiliki pengaruh menentukan 

pada perkembangan sains modern juga. Riset saintifik biasanya 

didanai oleh pemerintah atau bisnis swasta. Ketika pemerintah￾pemerintah atau bisnis-bisnis kapitalis mempertimbangkan 

untuk berinvestasi di proyek saintifik tertentu, pertanyaan 

pertamanya biasanya adalah, “Apakah proyek ini memungkinkan 

kami meningkatkan produksi dan keuntungan? Akankah ini 

menghasilkan pertumbuhan ekonomi?” Sebuah proyek yang 

tidak bisa menjernihkan persoalan ini kecil peluangnya untuk 

mendapatkan sponsor. Tidak ada sejarah sains modern yang bisa 

meninggalkan kapitalisme di luar gambar mereka. Sebaliknya, 

sejarah kapitalisme tak bisa dimengerti tanpa mempertimbangkan 

sains. Keyakinan kapitalisme pada pertumbuhan ekonomi abadi 

bertentangan dengan hampir semua hal yang kita tahu tentang 

alam semesta. Sebuah masyarakat serigala akan benar-benar 

bodoh untuk meyakini bahwa pasokan domba akan terus tumbuh 

tak terbatas. Ekonomi manusia bagaimanapun telah berhasil 

tumbuh secara mengagumkan dalam era modern, hanya berkat 

fakta bahwa para ilmuwan menyodorkan penemuan baru atau 

gawai baru setiap beberapa tahun—seperti kontinen Amerika, 

mesin dengan pembakaran internal, atau domba-domba rekayasa 

genetika. Bank-bank dan pemerintah mencetak uang, tetapi pada 

akhirnya, ilmuwanlah yang membayar rekening.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, bank-bank dan 

pemerintah-pemerintah gila-gilaan mencetak uang. Setiap 

orang takut bahwa krisis ekonomi saat ini bisa menghentikan 

pertumbuhan ekonomi. Jadi, mereka menciptakan triliunan 

dolar, euro, dan yen dari udara tipis, memompa kredit murah 

ke dalam sistem, dan berharap agar para ilmuwan, teknisi, dan 

insinyur akan berhasil menyodorkan sesuatu yang benar-benar 
besar, sebelum balon-balon meletus. Segalanya bergantung pada 

laboratorium-laboratorium. Penemuan-penemuan baru di bidang￾bidang seperti bioteknologi dan nanoteknologi bisa menciptakan 

industri-industri yang sama sekali baru, yang keuntungannya bisa 

menopang triliunan uang pura-pura yang diciptakan bank-bank 

dan pemerintah-pemerintah sejak 2008. Jika laboratorium tidak 

bisa memenuhi ekspektasi-ekspektasi ini sebelum balon-balon 

meletus, kita sedang menuju masa yang teramat sulit.

Columbus Mencari Investor 

Kapitalisme memainkan peran menentukan tidak hanya 

dalam bangkitnya sains modern, tetapi juga pada kemunculan 

imperialisme Eropa. Dan, imperialisme Eropa lah yang 

menciptakan sistem kredit kapitalis pada kesempatan pertama. 

Tentu saja, kredit tidak diciptakan oleh Eropa modern. Ia ada 

dalam hampir seluruh masyarakat agrikultur, dan pada periode 

modern awal, kemunculan kapitalisme Eropa terkait erat dengan 

perkembangan-perkembangan ekonomi di Asia. Ingat juga bahwa 

sampai ke pemahaman bahwa bangsa Eropa memiliki modal 

yang jauh di bawah China, Muslim, dan India.

Meskipun demikian, dalam sistem sosiopolitik China, India, 

dan dunia Islam, kredit hanya memainkan peran sekunder. Para 

pedagang dan bankir di pasar-pasar Istanbul, Isfahan, Delhi, 

dan Beijing mungkin saja punya pikiran yang sejalan dengan 

kaum kapitalis, tetapi raja-raja dan para jenderal di istana-istana 

dan benteng-benteng cenderung meremehkan pemikiran para 

pedagang dan saudagar. Sebagian besar imperium non-Eropa 

pada era modern awal didirikan oleh para penakluk besar seperti 

Nurhaci dan Nader Shah, atau oleh elite birokrat dan militer 

seperti pada imperium Qing dan Ottoman. Pendanaan perang 

melalui pajak dan perampasan (tanpa membuat pembedaan 

yang jelas antara keduanya), tak banyak bergantung pada sistem 

kredit, dan mereka bahkan kurang peduli terhadap bunga para 

bankir dan investor.
Di Eropa, di sisi lain, raja-raja dan para jenderal pelan-pelan 

mengadopsi cara berpikir para saudagar, sampai para pedagang 

dan bankir menjadi elite kekuasaan. Penaklukan Eropa atas dunia 

semakin didanai melalui kredit ketimbang pajak, dan semakin 

diarahkan oleh kaum kapitalis yang ambisi utamanya adalah 

mendapatkan imbal hasil maksimum dari investasi mereka. 

Imperium-imperium yang dibangun oleh para bankir dan saudagar 

bermantel dan bertopi tinggi mengalahkan imperium-imperium 

yang dibangun oleh raja-raja dan kaum bangsawan berbaju emas 

dan persenjataan mengilap. Imperium-imperium saudagar lebih 

lihai dalam mendanai penaklukan-penaklukan. Tak ada orang yang 

ingin membayar pajak, tetapi setiap orang senang berinvestasi.

Pada 1484, Christopher Columbus mendekati Raja Portugal 

dengan proposal agar dia mendanai satu armada yang akan 

berlayar ke arah barat untuk mencari rute perdagangan baru 

menuju Asia Timur. Eksplorasi-eksplorasi semacam itu adalah 

bisnis yang sangat berisiko dan mahal. Banyak uang yang 

dibutuhkan untuk membangun kapal, membeli pasokan, dan 

membayar para pelaut serta tentara—dan tidak ada jaminan 

bahwa investasi itu akan membawa imbal hasil. Raja Portugal 

menolak.

Seperti pengusaha startup masa kini, Columbus tidak 

menyerah. Dia bawa idenya ke investor potensial di Italia, 

Prancis, Inggris, dan Portugal. Dia selalu ditolak. Dia kemudian 

mengadu keberuntungannya dengan Ferdinand dan Isabella, 

penguasa Spanyol yang baru tersatukan. Dia memanfaatkan 

sejumlah pelobi berpengalaman, dan dengan bantuan mereka 

dia berhasil meyakinkan Ratu Isabella untuk berinvestasi. Seperti 

setiap anak sekolah yang tahu, Isabella menang lotre. Penemuan￾penemuan Columbus memungkinkan orang-orang Spanyol 

menaklukkan Amerika, tempat mereka mendirikan tambang emas 

dan perak, selain perkebunan-perkebunan tebu dan tembakau 

yang memperkaya raja-raja, para bankir, dan pedagang-pedagang 

Spanyol di luar impian mereka yang paling liar sekalipun.

Seratus tahun kemudian, para pangeran dan bankir bersedia 

memperbesar kredit ke para penerus Columbus, dan mereka 

mendapatkan modal lebih besar, berkat harta benda yang diboyong dari Amerika. Sama pentingnya, para pangeran dan 

bankir memiliki kepercayaan lebih besar pada potensi eksplorasi, 

dan lebih bersedia ikut ambil bagian dengan uang mereka. Inilah 

lingkaran ajaib kapitalisme imperium: kredit mendanai penemuan￾penemuan baru; penemuan-penemuan menghasilkan koloni￾koloni; koloni-koloni menyediakan keuntungan; keuntungan 

membangun kepercayaan; dan kepercayaan menjelma menjadi 

lebih banyak kredit. Nurhaci dan Nader Shah kehabisan bahan 

bakar setelah beberapa ribu kilometer. Para pengusaha kapitalis 

hanya menaikkan momentum finansial mereka dari penaklukan 

ke penaklukan.

Tetap saja, ekspedisi-ekspedisi ini adalah untung-untungan 

sehingga pasar kredit bagaimanapun tetap berhati-hati. Banyak 

ekspedisi yang kembali ke Eropa dengan tangan hampa, tidak 

menemukan apa pun yang bernilai. Inggris, misalnya, membuang￾buang banyak modal dalam upaya sia-sia untuk menemukan jalur 

barat laut ke Asia melalui Arktik. Banyak ekspedisi lain malah 

tidak kembali sama sekali. Kapal-kapal menabrak gunung es, 

karam dalam badai tropis, atau menjadi korban pembajak. Dalam 

rangka meningkatkan jumlah investor potensial dan mengurangi 

risiko yang harus ditanggung, orang-orang Eropa berpaling ke 

perusahaan-perusahaan saham bersama liabilitas terbatas. Bukan 

dengan satu investor tunggal yang mempertaruhkan seluruh 

uangnya untuk sebuah kapal reot, perusahaan saham bersama 

mengumpulkan uang dari banyak investor, masing-masing hanya 

menanggung porsi kecil risiko modal. Dengan demikian, risiko￾risiko itu dikurangi, tetapi tidak ada pajak pada penghasilan. 

Bahkan, satu investasi kecil di kapal yang tepat bisa membuat 

Anda menjadi seorang miliuner. 

Dekade demi dekade, Eropa Barat menyaksikan perkembangan 

sistem finansial yang canggih yang bisa menggalang kredit dalam 

jumlah besar dengan pemberitahuan singkat dan menempatkannya 

di tangan pengusaha-pengusaha privat dan pemerintah. Sistem ini 

bisa mendanai eksplorasi-eksplorasi serta penaklukan-penaklukan 

jauh lebih efisien ketimbang kerajaan atau imperium mana pun. 

Kekuatan kredit yang baru ditemukan itu bisa dilihat dalam 

pertarungan sengit antara Spanyol dan Belanda. Pada abad ke￾16, Spanyol adalah negara paling kuat di Eropa, menguasai satu 

imperium global yang sangat luas. Ia menguasai banyak bagian 

Eropa, bagian-bagian besar Amerika Utara dan Selatan, Kepulauan 

Filipina, dan segaris basis sepanjang pesisir Afrika dan Asia. 

Setiap tahun, armada-armada yang penuh muatan harta Amerika 

dan Asia kembali ke pelabuhan-pelabuhan Seville dan Cadiz. 

Belanda, waktu itu, adalah sebuah rawa kecil berangin, tanpa 

sumber daya alam, sebuah sudut dari dominion raja Spanyol.

Pada 1568 Belanda, yang kebanyakan Protestan, memberontak 

melawan penguasa Katolik Spanyol. Pada mulanya para 

pemberontak tampak memainkan peran Don Quixote, yang 

dengan berani memerangi musuh imajiner. Namun, dalam 80 

tahun, Belanda tidak semata-mata mengamankan kemerdekaan 

dari Spanyol, tetapi juga berhasil menggantikan orang-orang 

Spanyol dan sekutunya, Portugis, sebagai penguasa lautan, untuk 

membangun imperium global Belanda, dan menjadi negara 

terkaya di Eropa. 

Rahasia sukses Belanda adalah kredit. Para penduduk kota 

Belanda, yang kurang berpengalaman dalam urusan perang di 

darat, menyewa tentara bayaran untuk memerangi Spanyol. 

Orang-orang Belanda sendiri, sementara itu, turun ke laut 

dalam armada-armada yang lebih besar. Tentara bayaran dan 

armada-armada bermoncong meriam memang sangat mahal, 

tetapi Belanda sanggup mendanai ekspedisi-ekspedisi militer 

mereka lebih mudah daripada si raksasa Imperium Spanyol 

karena mereka mendapatkan kepercayaan dari sistem finansial 

Eropa yang sudah tumbuh pada saat raja Spanyol secara ceroboh 

justru meruntuhkan kepercayaan sistem itu kepadanya. Para 

pemodal menyalurkan kredit cukup besar kepada Belanda 

untuk membentuk angkatan perang dan armada, dan kedua 

hal itu memberi Belanda kontrol atas jalur-jalur perdagangan 

dunia, yang pada gilirannya menghasilkan keuntungan besar. 

Keuntungan-keuntungan itu memungkinkan Belanda membayar 

kembali utang-utangnya, yang semakin memperkuat kepercayaan 

para pemodal. Amsterdam dengan cepat menjadi bukan hanya 

salah satu pelabuhan paling penting di Eropa, melainkan juga 

Mekkah, finansialnya benua itu.
Bagaimana sesungguhnya Belanda bisa meraih kepercayaan 

dari sistem finansial? Pertama-tama, mereka ngotot untuk bisa 

membayar utang pada waktunya dan lunas sehingga memperbesar 

kredit menjadi kurang berisiko di mata para pemberi pinjaman. 

Kedua, sistem yudisial mereka menikmati independensi dan 

melindungi hak-hak privat—secara khusus hak-hak properti 

privat. Rembesan-rembesan modal menjauh dari negara-negara 

diktator yang gagal membela individu-individu privat dan properti 

mereka. Jadi, modal mengalir ke negara-negara yang menjunjung 

tinggi tertib hukum dan properti privat.

Bayangkan Anda seorang putra dari keluarga pemodal 

Jerman yang solid. Ayah Anda melihat sebuah peluang untuk 

mengekspansi bisnis dengan membuka cabang-cabang di kota-kota 

besar Eropa. Dia mengirim Anda ke Amsterdam dan adik laki￾laki Anda ke Madrid, memberi masing-masing 10.00 koin emas 

untuk diinvestasikan. Adik Anda meminjamkan modal startup￾nya dengan bunga kepada raja Spanyol, yang membutuhkannya 

untuk membesarkan angkatan perang demi memerangi raja 

Prancis. Anda memutuskan untuk meminjamkan modal ke seorang 

pedagang Belanda, yang ingin berinvestasi di semak belukar di 

ujung selatan sebuah pulau terpencil bernama Manhattan, yakin 

bahwa nilai properti itu akan meroket seperti Sungai Hudson 

berubah menjadi arteri perdagangan besar. Kedua pinjaman itu 

harus dibayar kembali dalam setahun.

Setahun berlalu. Pedagang Belanda menjual pulau yang dia 

beli dengan keuntungan besar dan membayar uang Anda dengan 

bunganya yang dia janjikan. Ayah Anda senang. Namun, adik 

Anda di Madrid cemas. Perang dengan Prancis berakhir baik 

untuk raja Spanyol, tetapi dia kini menyibukkan diri dalam konflik 

dengan orang-orang Turki. Dia membutuhkan setiap sen untuk 

mendanai perang baru itu, dan berpikir ini jauh lebih penting 

ketimbang membayar utang-utangnya. Adik Anda mengirim 

surat ke istana dan meminta teman yang punya koneksi dengan 

istana untuk turun tangan, tetapi tidak berhasil. Bukan hanya 

tidak mendapatkan bunga yang dijanjikan, adik Anda bahkan 

kehilangan modalnya. Ayah Anda tidak senangKini, urusannya semakin kacau karena raja mengirim 

pejabat keuangan ke adik Anda untuk memberitahunya, tanpa 

kesepakatan yang jelas, bahwa dia berharap menerima pinjaman 

lagi dengan jumlah yang sama, segera. Adik Anda tak punya 

uang lagi. Dia menulis ke Ayah Anda, berusaha membujuknya, 

bahwa kali ini raja akan beres. Ayah iba pada si bungsu, dan 

setuju dengan berat hati. Tambahan 10.000 koin emas lenyap 

ke pundi Spanyol, dan tidak pernah kembali lagi. Sementara 

itu di Amsterdam, keadaan semakin cerah. Anda memberi 

pinjaman semakin banyak dan semakin banyak kepada para 

pedagang Belanda, yang membayar utang cepat dan lunas. 

Namun, keberuntungan Anda tidak bertahan terus tanpa batas. 

Salah satu klien Anda punya firasat bahwa terompah kayu akan 

menjadi demam fashion di Paris, dan meminta Anda pinjaman 

untuk mendirikan toko besar alas kaki di ibu kota Prancis. Anda 

memberinya pinjaman uang, tetapi sayang, terompah tidak cocok 

untuk para perempuan Prancis, dan pedagang yang kecewa 

itu tak mau melunasi utang. Ayah Anda marah, dan memberi 

tahu kalian berdua kinilah saatnya mengirim pengacara. Adik 

Anda melayangkan gugatan di Madrid melawan raja Spanyol, 

sementara Anda melayangkan gugatan di Amsterdam melawan si 

tukang sepatu kayu. Di Spanyol, pengadilan tunduk pada raja—

para hakim melayani kesenangannya dan takut dihukum kalau 

mereka tidak menuruti kemauannya. Di Belanda, pengadilan 

adalah cabang pemerintahan yang terpisah, tidak bergantung 

pada para warga kota dan pangeran negara itu. Pengadilan di 

Madrid menepis gugatan adik Anda, sedangkan pengadilan di 

Amsterdam mendukung Anda dan memerintahkan pegadaian 

aset-aset pedagang terompah untuk memaksanya membayar 

utang. Ayah Anda mendapat pelajaran. Lebih baik melakukan 

bisnis dengan para pedagang ketimbang dengan raja, dan lebih 

baik melakukannya di Belanda ketimbang di Madrid.

Dan, penderitaan adik Anda belum selesai. Raja Spanyol 

kepayahan butuh uang tambahan untuk membayar angkatan 

perangnya. Dia yakin ayah Anda masih punya uang. Maka, dia 

ciptakan tuduhan pengkhianatan terhadap adik Anda. Jadi, kalau 

tidak bisa membawa segera 20.000 koin emas, dia dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah dan membusuk di sana sampai mati.

Ayah Anda punya uang cukup. Dia bayar tebusan untuk 

putra kesayangannya, tetapi bersumpah tidak akan pernah 

lagi berbisnis dengan Spanyol. Dia tutup cabang Madrid dan 

merelokasi adik Anda ke Rotterdam. Dua cabang di Belanda 

kini tampak benar-benar ide yang bagus. Dia mendengar bahwa 

bahkan para kapitalis Spanyol menyelundupkan hasil usahanya 

ke luar negeri. Mereka juga menyadari bahwa jika ingin uang 

mereka tetap di tangan dan menggunakannya untuk mendapatkan 

lebih banyak kekayaan, mereka lebih baik menginvestasikannya 

di tempat yang menjaga tertib hukum dan tempat properti privat 

dihormati—di Belanda, misalnya.

Dengan cara seperti itulah raja Spanyol mengikis kepercayaan 

para investor pada saat yang sama ketika para pedagang 

Belanda mendapatkan kepercayaan mereka. Dan, para pedagang 

Belanda-lah—bukan negara Belanda—yang membangun 

Imperium Belanda. Raja Spanyol tetap berusaha mendanai dan 

mempertahankan penaklukan-penaklukan dengan menggalang 

pajak tak populer dari penduduk yang sudah jengkel. Para 

pedagang Belanda mendanai penaklukan-penaklukan dengan 

mendapatkan pinjaman, dan semakin sering juga dengan menjual 

saham-saham di perusahaan-perusahaan mereka, yang memberi 

hak para pemegangnya untuk menerima porsi keuntungan 

perusahaan. Para investor yang hati-hati, yang tidak sudi lagi 

memberikan uangnya ke raja Spanyol, dan yang akan berpikir dua 

kali untuk menaruk kredit ke pemerintah Belanda, dengan senang 

hati menginvestasikan hartanya di perusahaan-perusahaan saham 

bersama Belanda, yang menjadi penopang utama imperium baru.

Jika Anda berpikir sebuah perusahaan akan menghasilkan 

keuntungan besar tetapi sudah menjual semua sahamnya, Anda 

bisa membeli sebagian dari orang-orang yang memilikinya, 

mungkin dengan harga lebih tinggi dari harga asalnya. Jika 

Anda membeli saham dan pada kemudian hari mendapati bahwa 

perusahaan itu sedang mengalami masa sulit, Anda bisa coba 

mengurangi saham Anda dengan harga lebih rendah. Perdagangan 

yang dihasilkan dari saham-saham perusahaan inilah yang kelak 

menjelma menjadi bursa-bursa saham di kota-kota besar Eropa, tempat saham-saham perusahaan diperdagangkan.

Perusahaan saham bersama Belanda yang paling terkenal, 

Vereenigde Oostindische Compagnie, atau disingkat VOC, 

didirikan pada 1602, tepat saat Belanda menggulingkan kekuasaan 

Spanyol dan dentuman artileri Spanyol masih bisa didengar tak 

jauh dari benteng Amsterdam. VOC menggunakan uang yang 

digalangnya dari penjualan saham untuk membangun kapal-kapal, 

mengirimnya ke Asia, dan membawa pulang barang-barang dari 

China, India, dan Indonesia. Perusahaan itu juga mendanai aksi￾aksi militer yang diambil oleh kapal-kapal perusahaan melawan 

kompetitor dan pembajak. Akhirnya, uang VOC mendanai 

penaklukan Indonesia.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Beribu￾ribu pulaunya diperintah pada awal abad ke-17 oleh ratusan 

kerajaan, kepangeranan, kesultanan, dan suku-suku. Ketika para 

pedagang VOC pertama tiba di Indonesia pada 1603, tujuan 

mereka semata-mata komersial. Namun, untuk mengamankan 

kepentingan komersial mereka dan memaksimalkan keuntungan 

para pemegang saham, para pedagang VOC mulai memerangi 

penguasa-penguasa lokal yang mengenakan tarif tinggi, di samping 

memerangi kompetitor-kompetitor Eropa. VOC mempersenjatai 

kapal-kapal dagangnya dengan meriam; merekrut tentara bayaran 

dari Eropa, Jepang, Italia, dan Indonesia; dan membangun 

benteng-benteng serta melakukan pertempuran dan pengepungan 

besar-besaran. Usaha ini mungkin kedengaran agak aneh bagi 

kita, tetapi pada era modern awal, lazim perusahaan-perusahaan 

menyewa tidak hanya tentara, tetapi juga para jenderal dan 

laksamana, meriam serta kapal, dan bahkan satu angkatan 

perang utuh. Masyarakat internasional menerima hal itu sebagai 

kelaziman dan tidak terusik ketika sebuah perusahaan swasta 

mendirikan sebuah imperium.

Pulau demi pulau jatuh ke tentara bayaran VOC dan satu 

bagian besar Indonesia menjadi koloni VOC. VOC menguasai 

Indonesia selama hampir 200 tahun. Baru pada 1800 negara 

Belanda menjalankan kontrol atas Indonesia, menjadikannya satu 

koloni nasional Belanda selama 150 tahun kemudianKini sebagian orang mengingatkan bahwa korporasi abad ke-

21 mengakumulasi kekuatan yang terlalu besar. Sejarah modern 

awal menunjukkan betapa jauh akibatnya jika bisnis dibiarkan 

memburu kepentingan mereka tanpa pengawasan.

Ketika VOC beroperasi di Samudra Hindia, perusahaan 

Belanda West Indies Company, atau WIC, menjelajahi Atlantik. 

Dalam rangka menguasai perdagangan di Sungai Hudson yang 

penting itu, WIC membangun sebuah permukiman yang diberi 

nama New Amsterdam di sebuah pulau di mulut sungai. Koloni 

itu diancam oleh orang-orang Indian dan berkali-kali diserang 

oleh Inggris, yang akhirnya dapat merebut koloni itu pada 1664. 

Inggris mengubah namanya menjadi New York. Sisa-sisa tembok 

yang dibangun WIC untuk mempertahankan koloni dari serangan 

Indian dan Inggris kini diratakan menjadi jalan paling terkenal 

di dunia—Wall Street.

Menjelang berakhirnya abad ke-17, rasa puas dan perang￾perang kontinental yang menguras dana menyebabkan Belanda 

kehilangan tidak hanya New York, tetapi juga posisi mereka 

sebagai mesin finansial dan imperium Eropa. Kekosongan itu 

diperebutkan dengan sengit oleh Prancis dan Inggris. Mula￾mula Prancis tampak jauh lebih kuat. Ia lebih besar daripada 

Inggris, lebih kaya, lebih banyak penduduknya, dan memiliki 

angkatan perang yang lebih besar serta lebih berpengalaman. 

Namun, Inggris berhasil meraih kepercayaan dari sistem finansial 

sedangkan Prancis justru menunjukkan dirinya tidak berguna. 

Perilaku bangsawan Prancis sangat jahat pada masa yang dikenal 

sebagai Mississippi Bubble, krisis finansial terbesar abad ke-18 

Eropa. Kisah itu juga dimulai dengan sebuah perusahaan saham 

bersama yang membangun imperium.

Pada 1717 Mississippi Company, yang didirikan di Prancis, 

bertolak untuk mengolonisasi lembah hilir Mississippi, mendirikan 

kota New Orleans dalam proses itu. Untuk mendanai rencana 

ambisius itu, perusahaan tersebut, yang memiliki koneksi bagus 

di istana Raja Louis XV, menjual saham-sahamnya di bursa 

saham Paris. John Law, direktur perusahaan, juga gubernur 

bank sentral Prancis. Lebih dari itu, raja sudah menunjuknya 

sebagai pengawas umum keuangan, sebuah jabatan yang kurang 
lebih setara dengan apa yang dalam era modern disebut menteri 

keuangan. Pada 1717 lembah hilir Mississippi menawarkan 

beberapa daya tarik di samping rawa dan aligator, tetapi 

Mississippi Company menyebarkan cerita-cerita tentang kekayaan 

menakjubkan dan peluang-peluang tak terbatas. Kaum aristokrat 

Prancis, para pengusaha dan masyarakat urban borjuis terhanyut 

oleh fantasi-fantasi ini, dan harga saham Mississippi meroket. 

Mula-mula, saham ditawarkan pada harga 500 livre selembar. 

Pada 1 Agustus 1719, saham diperdagangkan pada harga 2.750 

livre. Pada tanggal 30 Agustus, harganya bernilai 4.100 livre, 

dan pada 4 September, harganya mencapai 5.000 livre. Pada 

tanggal 2 Desember harga saham Mississippi menembus ambang 

10.000 livre. Euforia melanda jalan-jalan Paris. Orang-orang 

menjual semua harta bendanya dan mengambil pinjaman besar 

dalam rangka membeli saham Mississippi. Setiap orang percaya 

mereka bakal menemukan cara mudah untuk kaya.

Beberapa hari kemudian, kepanikan dimulai. Sebagian 

spekulan menyadari bahwa harga-harga saham itu benar-benar 

tidak realistis dan tidak akan langgeng. Mereka memperkirakan 

bahwa sebaiknya segera menjual pada saat harga mencapai 

puncak. Saat pasokan saham yang dijual naik, harganya pun 

turun. Ketika para investor lain melihat harga turun, mereka 

pun ingin keluar dengan cepat. Harga saham anjlok lebih dalam 

sehingga terjadilah ‘salju longsor’. Dalam rangka menstabilkan 

harga, bank sentral Prancis—atas arahan gubernurnya, John 

Law—membeli saham-saham Mississippi, tetapi hal itu tak bisa 

dilakukan terus-menerus. Akhirnya bank sentral pun kehabisan 

uang. Ketika itu terjadi, sang pengawas umum keuangan, ya si 

John Law tadi, mengotorisasi pencetakan banyak uang untuk 

membeli lagi saham-saham Mississippi. Ini menempatkan seluruh 

sistem keuangan Prancis dalam balon. Dan, bahkan sihir finansial 

pun tak mampu menyelamatkannya. Harga saham Mississippi 

anjlok dari 10.000 livre kembali ke harga 1.000 livre, dan 

kemudian tumpas sama sekali; dan saham kehilangan seluruh 

nilainya. Kali ini, bank sentral dan keuangan kerajaan memiliki 

saham dalam jumlah besar tetapi tak bernilai dan tak punya 

uang. Para spekulan besar bangkit tanpa cedera—mereka sudah menjualnya pada saat yang tepat. Para investor kecil kehilangan 

segala-galanya, dan banyak yang melakukan bunuh diri.

Balon Mississippi adalah salah satu prahara finansial paling 

spektakuler dalam sejarah. Sistem finansial Kerajaan Prancis tidak 

pernah pulih seperti sediakala akibat pukulan itu. Cara Mississippi 

Company menggunakan kekuatan politiknya untuk memanipulasi 

harga saham dan mendorong kegilaan pembelian menyebabkan 

publik kehilangan kepercayaan pada sistem perbankan Prancis 

dan pada kebijaksanaan finansial raja Prancis. Louis XV semakin 

kesulitan untuk menggalang kredit. Ini menjadi salah satu 

penyebab utama Imperium Prancis di luar negeri jatuh ke tangan 

Inggris. Sementara Inggris dengan mudah bisa meminjam dan 

dengan bunga rendah, Prancis justru kesulitan mencari pinjaman, 

dan harus membayar bunga tinggi untuk pinjaman itu. Dalam 
rangka mendanai utang-utangnya yang tumbuh, raja Prancis 

meminjam lebih banyak uang dengan bunga tinggi. Akhirnya, 

pada 1780-an, Louis XVI, yang naik takhta setelah kematian 

ayahnya, menyadari bahwa separuh dari anggaran tahunannya 

terikat untuk mengatasi bunga pinjamannya, dan bahwa dia 

menuju kebangkrutan. Dengan enggan, pada 1789, Louis XVI 

membuka sidang Estates General, parlemen Prancis yang belum 

pernah bersidang selama 1,5 abad, dalam rangka mencari solusi 

atas krisis tersebut. Maka, dimulailah Revolusi Prancis.

Sementara imperium Prancis di luar sedang runtuh, Imperium 

Inggris justru berkembang pesat. Seperti Imperium Belanda yang 

mendahuluinya, Imperium Inggris didirikan dan digerakkan 

terutama oleh perusahaan-perushaan saham bersama yang berbasis 

di bursa saham London. Permukiman pertama Inggris di Amerika 

Utara didirikan pada awal abad ke-17 oleh perusahaan-perusahaan 

saham bersama seperti London Company, Plymouth Company, 

Dorchester Company, dan Massachusetts Company.

Anak benua India juga ditaklukkan bukan oleh negara 

Inggris, melainkan oleh tentara bayaran British East India 

Company. Perusahaan ini bahkan mengungguli VOC. Dari markas 

besarnya di Leadenhall Street, London, ia menguasai imperium 

raksasa India selama sekitar satu abad, menempatkan kekuatan 

militer besar sampai 350.000 tentara, yang jelas di atas jumlah 

angkatan perang kerajaan Inggris. Baru pada 1858 Kerajaan 

Inggris menasionalisasi India bersamaan dengan angkatan perang 

perusahaan swasta itu. Napoleon meledek Inggris, menyebutnya 

sebuah negara pemilik toko. Namun, para pemilik toko ini 

mengalahkan Napoleon, dan imperium mereka menjadi yang 

terbesar yang pernah ada di dunia.

Atas Nama Modal

Nasionalisasi Indonesia oleh Kerajaan Belanda (1800) dan 

India oleh Kerajaan Inggris (1858) hampir mustahil mengakhiri 

penyatuan kapitalisme dan imperium. Sebaliknya, hubungan 

malah semakin kuat pada abad ke-19. Perusahaan-perusahaan saham bersama tidak lagi perlu mendirikan dan mengelola koloni￾koloni privat—para manajer dan pemegang saham besarnya 

kini menggenggam kekuasaan di London, Amsterdam, dan 

Paris, dan mereka bisa mengikutkan negara demi kepentingan 

mereka sendiri. Seperti yang digerutukan para pengritik Marxis 

dan Sosialis lainnya, pemerintahan-pemerintahan Barat menjadi 

sebuah persatuan perdagangan kapitalis. 

Contoh paling nyata kejahatan pemerintah dalam percaturan 

uang besar adalah Perang Opium Pertama antara Inggris dan 

China (1840–1842). Pada separuh pertama abad ke-19, British 

East India Company dan beragam kalangan bisnis Inggris 

mengadu nasib dengan ekspor obat bius, terutama opium, ke 

China. Jutaan orang China kecanduan sehingga melemahkan 

China secara ekonomi maupun sosial. Pada akhir 1830-an 

pemerintah China mengeluarkan larangan penyelundupan obat 

bius, tetapi para pedagang obat bius Inggris mengabaikan begitu 

saja undang-undang itu. Pemerintah China mulai menyita dan 

menghancurkan kargo-kargo obat bius. Kartel-kartel obat bius 

memiliki koneksi dekat di Westminster dan Downing Street—

banyak anggota parlemen dan menteri kabinet bahkan memiliki 

saham di perusahaan-perusahaan obat bius—jadi mereka menekan 

pemerintah untuk mengambil tindakan.

Pada 1840 Inggris pun mendeklarasikan perang terhadap 

China atas nama “perdagangan bebas”. Inggris mencapai 

kemenangan mudah. China yang terlalu percaya diri bukanlah 

tandingan bagi persenjataan baru Inggris yang hebat—kapal uap, 

artileri berat, roket, dan senapan tembak-rapat. Berdasarkan 

perjanjian damai yang dicapai sesudahnya, China setuju untuk 

tidak menghalangi aktivitas para pedagang obat bius Inggris dan 

membayar kompensasi atas kerusakan yang ditimbulkan oleh 

polisi China. Lebih dari itu, Inggris meminta dan diberi kontrol 

atas Hong Kong, yang kemudian digunakan sebagai pangkalan 

untuk penyelundupan obat bius (Hong Kong tetap di tangan 

Inggris sampai 1997). Pada akhir abad ke-19, sekitar 40 juta 

orang China, sepersepuluh dari populasi negara itu, kecanduan 

opium.3

Mesir juga belajar untuk menghormati tangan kapitalisme Inggris. Pada abad ke-19, para investor Prancis dan Inggris 

meminjamkan uang dalam jumlah besar ke para penguasa Mesir, 

pertama-tama dalam rangka mendanai proyek Terusan Suez, 

kemudian untuk mendanai usaha-usaha yang kurang berhasil. 

Utang Mesir membengkak, dan para kreditur Eropa semakin 

merasuk ke dalam urusan Mesir. Pada 1881 kalangan nasionalis 

Mesir tak tahan lagi dan memberontak. Mereka mendeklarasikan 

abrogasi sepihak seluruh utang asing. Ratu Victoria tidak senang. 

Setahun kemudian dia mengirim angkatan darat bersana angkatan 

laut ke Nil, dan Mesir tetap menjadi protektorat Inggris sampai 

setelah Perang Dunia Kedua.

Bukan hanya itu saja perang-perang yang berkecamuk demi 

kepentingan para investor. Malah, perang itu sendiri bisa menjadi 

sebuah komoditas, seperti opium. Pada 1821 Yunani memberontak 

melawan Imperium Ottoman. Pergolakan membangkitkan simpati 

besar di kalangan liberal dan romantik di Inggris—Lord Briton, 

sang penyair, bahkan pergi ke Yunani untuk ikut berperang 

bersama para pemberontak. Namun, para cukong London melihat 

sebuah peluang juga. Mereka mengajukan kepada para pemimpin 

pemberontak penerbitan Obligasi Pemberontakan Yunani di 

bursa saham Inggris. Orang Yunani berjanji membayar obligasi 

itu, plus bunganya, jika dan kalau mereka meraih kemerdekaan.

Para investor membeli obligasi-obligasi untuk mendapat 

keuntungan, atau dari simpati untuk perjuangan Yunani, atau 

keduanya. Nilai Obligasi Pemberontakan Yunani naik-turun di 

bursa saham London sesuai dengan sukses atau gagalnya militer 

di arena pertempuran Hellas. Orang-orang Turki pelan-pelan 

meraih keunggulan. Dengan mendekatnya kekalahan pihak 

pemberontak, para pemegang obligasi menghadapi prospek 

kerugian investasi. Kepentingan para pemegang obligasi menjadi 

kepentingan nasional sehingga Inggris mengorganisasi sebuah 

armada internasional yang, pada 1827, menenggelamkan armada 

utama Ottoman di Pertempuran Navarino. Setelah berabad-abad 

menjadi jajahan, Yunani akhirnya merdeka. Namun, kemerdekaan 

datang bersama utang besar yang harus ditanggung oleh negara 

baru itu. Ekonomi Yunani digadaikan untuk para kreditur Inggris 

selama puluhan tahun kemudian.
Pelukan ala beruang antara modal dan politik membawa 

implikasi yang sangat jauh bagi pasar kredit. Jumlah kredit dalam 

sebuah ekonomi (negara) ditentukan tidak hanya oleh faktor￾faktor yang murni ekonomi, seperti penemuan ladang minyak 

baru atau penemuan sebuah mesin baru, tetapi juga oleh peristiwa￾peristiwa politik, seperti pergantian rezim atau kebijakan￾kebijakan politik yang lebih ambisius. Setelah Pertempuran 

Navarino, kaum kapitalis Inggris lebih sudi menginvestasikan 

uang mereka dalam transaksi-transaksi berisiko di luar negeri. 

Mereka sudah melihat bahwa jika seorang pengutang asing 

menolak untuk membayar pinjamannya, angkatan perang Yang 

Mulia Tuan Putri akan mengambilkan kembali uang itu.

Inilah mengapa peringkat kredit sebuah negara saat ini jauh 

lebih penting bagi kebaikan ekonomi ketimbang sumber daya 

alamnya. Peringkat kredit mengindikasikan probabilitas bahwa 

sebuah negara akan membayar kembali utang-utangnya. Selain 

data-data yang murni ekonomi, mereka mempertimbangkan 

faktor-faktor politik, sosial, dan bahkan kultural. Sebuah negara 

kaya minyak yang dikutuk dengan sebuah pemerintahan lalim, 

peperangan endemik, dan sistem yudisial korup biasanya akan 

mendapat peringkat kredit rendah. Akibatnya, sangat mungkin 
negara itu akan tetap miskin karena tidak akan mampu 

menggalang modal yang diperlukan untuk memperoleh manfaat 

terbesar dari karunia minyaknya. Sebuah negara tanpa sumber 

daya alam, tetapi menikmati kedamaian, sistem yudisial yang 

adil dan pemerintahan yang bebas berkemungkinan mendapat 

peringkat kredit tinggi. Yang seperti itu bisa menggalang modal 

cukup murah untuk menopang sistem pendidikan yang bagus 

dan memperkuat industri berteknologi tinggi yang subur.

Kultus Pasar Bebas

Modal dan politik saling memengaruhi pada tingkat hingga 

hubungan mereka diperdebatkan sangat panas oleh para 

ekonom, politisi, dan publik umum sekaligus. Kaum kapitalis 

yang gandrung cenderung berpandangan bahwa modal harus 

bebas memengaruhi politik, tetapi politik tidak boleh dibiarkan 

untuk memengaruhi modal. Mereka berpandangan bahwa ketika 

pemerintah mengintervensi pasar, kepentingan-kepentingan 

politik menyebabkan mereka melakukan investasi-investasi yang 

tidak bijak, yang menghasilkan pertumbuhan rendah. Misalnya, 

sebuah pemerintah mungkin memberlakukan pajak berat pada 

kalangan industrialis dan menggunakan uang itu untuk memberi 

manfaat mewah bagi pengangguran, yang populer di mata 

pemilih. Dalam pandangan banyak orang bisnis, akan jauh lebih 

bagus jika pemerintah menyerahkan uang kepada mereka. Mereka 

akan menggunakannya, demikian klaimnya, untuk membuka 

pabrik-pabrik baru dan mempekerjakan para pengangguran.

Dalam pandangan ini kebijakan ekonomi yang paling 

bijak adalah menjauhkan politik dari ekonomi, mengurangi 

pajak dan regulasi pemerintah pada tingkat minimum, dan 

membiarkan kekuatan pasar leluasa menempuh jalan mereka. 

Investor-investor privat, yang tak terbebani oleh pertimbangan￾pertimbangan politik, akan menginvestasikan uang mereka ke 

tempat yang memungkinkan mereka mendapatkan keuntungan 

terbesar, maka cara untuk memastikan pertumbuhan ekonomi 

paling tinggi—yang akan memberi manfaat bagi setiap orang, para industrialis dan para buruh—adalah pemerintah melakukan 

sesedikit mungkin hal.

Doktrin pasar bebas ini kini menjadi varian paling umum dan 

paling berpengauh dari kredo kapitalis. Para pendukung paling 

antusias pasar bebas mengkritisi petualangan-petualangan militer 

di luar negeri, mendorong sebanyak mungkin program-program 

kesejahteraan di dalam negeri. Mereka menasihati pemerintah 

dengan nasihat para guru Zen: pokoknya jangan lakukan apa pun.

Akan tetapi, dalam bentuknya yang ekstrem, keyakinan pada 

pasar bebas sama naifnya dengan keyakinan pada Sinterklas. 

Tidak ada sama sekali yang namanya pasar bebas dari bias politik. 

Sumber daya ekonomi yang paling penting adalah kepercayaan 

pada masa depan, dan sumber daya ini terus terancam oleh para 

pencuri dan penipu. Pasar sendiri menawarkan proteksi terhadap 

kecurangan, pencurian, dan kekerasan. Tugas sistem politiklah 

untuk memastikan kepercayaan dengan legislasi sanksi terhadap 

kecurangan dan menegakkan dan mendukung kekuatan polisi, 

pengadilan, dan penjara yang memperkuat hukum. Ketika raja 

tidak mau melakukan tugasnya dan meregulasi pasar dengan 

benar, maka yang terjadi adalah kehilangan kepercayaan, susutnya 

kredit, dan depresi ekonomi. Itulah pelajaran yang diajarkan oleh 

Balon Mississippi pada 1719, dan siapa pun yang melupakannya 

akan diingatkan oleh balon perumahan Amerika Serikat pada 

2007, dan kepastian situasi genting bagi kredit dan resesi.

Neraka Kapitalis

Ada alasan yang lebih fundamental mengapa berbahaya 

memberi pasar jalan yang bebas total. Adam Smith mengajarkan 

bahwa pembuat sepatu harus menggunakan surplusnya untuk 

mempekerjakan asisten lagi. Ini berimplikasi bahwa keserakahan 

egoistis bermanfaat bagi semua karena keuntungan dimanfaatkan 

untuk memperbesar produksi dan mempekerjakan lebih banyak 

pegawai.

Akan tetapi, apa yang terjadi jika pembuat sepatu yang 

rakus menaikkan keuntungannya dengan membayar buruh lebih rendah dan menaikkan jam kerja mereka? Jawaban standarnya 

adalah bahwa pasar bebas akan melindungi para pegawainya. 

Jika pembuat sepatu kita membayar terlalu kecil dan menuntut 

terlalu banyak, para pegawai terbaik secara alamiah akan 

meninggalkannya dan pergi untuk bekerja ke kompetitornya. 

Pembuat sepatu tiran itu akan ditinggal bersama para buruh 

terburuk, atau tanpa buruh sama sekali. Dia akan terpaksa 

memperbaiki jalannya atau keluar dari bisnis. Keserakahan akan 

memaksanya memperlakukan para buruhnya dengan baik.

Secara teori ini kedengaran antipeluru, tetapi dalam 

praktiknya peluru bisa menembus dengan mudah. Dalam sebuah 

pasar yang benar-benar bebas, para raja dan pendeta tanpa 

supervisi, kaum kapitalis tamak bisa menciptakan monopoli atau 

berkolusi melawan para buruh mereka. Jika ada satu korporasi 

tunggal yang menguasai semua pabrik sepatu di sebuah negara, 

atau jika semua pemilik pabrik berkonspirasi untuk menurunkan 

upah secara serempak, maka buruh tidak lagi mampu melindungi 

diri dengan pindah kerja.

Bahkan lebih buruk, bos-bos yang tamak bisa membatasi 

kebebasan bergerak buruh melalui sistem kerja sewa atau 

perbudakan. Pada akhir Abad Pertengahan, perbudakan 

hampir tak dikenal di Eropa Kristen. Pada periode modern 

awal, kapitalisme Eropa muncul bergandengan tangan dengan 

munculnya perdagangan budak Atlantik. Kekuatan pasar tanpa 

hambatan, bukan raja-raja tiran atau ideolog-ideolog rasis, 

bertanggung jawab atas bencana ini.

Ketika bangsa Eropa menaklukkan Amerika, mereka membuka 

tambang-tambang emas dan perak dan mendirikan perkebunan 

tebu, tembakau, dan kapas. Tambang dan perkebunan menjadi 

tulang punggung produksi dan ekspor Amerika. Perkebunan 

tebu terutama yang paling penting. Pada Abad Pertengahan, 

gula adalah kemewahan yang langka di Eropa. Gula diimpor 

dari Timur Tengah dengan harga selangit dan digunakan secara 

hemat sebagai bahan rahasia dalam makanan lezat dan digunakan 

oleh tukang obat jalanan. Setelah perkebunan-perkebunan besar 

tebu diadakan di Amerika, maka semakin banyak gula sampai 

ke Eropa. Harga gula turun dan kegandrungan Eropa pada gula pun berkembang. Para pengusaha memenuhi kebutuhan ini 

dengan memproduksi banyak sekali makanan manis: kue, kue 

kering, cokelat, permen, dan minuman bergula seperti kakao, 

kopi, dan teh. Konsumsi gula rata-rata orang Inggris naik dari 

hampir nol pada awal abad ke-17 menjadi 8 kilogram pada 

awal abad ke-19.

Akan tetapi, menanam tebu dan mengekstraksi gula adalah 

bisnis padat karya. Tak banyak orang yang mau bekerja berjam￾jam di ladang-ladang tebu yang dipenuhi malaria di bawah 

terik Matahari tropis. Buruh-buruh kontrak terlalu mahal untuk 

mendorong konsumsi massal. Sensitif pada kekuatan pasar, dan 

rakus untuk meraih keuntungan dan pertumbuhan ekonomi, para 

pemilik perkebunan Eropa pun beralih ke perbudakan.

Dari abad ke-16 sampai ke-19, sekitar 10 juta budak Afrika 

diimpor ke Amerika. Sekitar 70 persen dari mereka bekerja di 

perkebunan tebu. Kondisi para buruh paksa itu mengerikan. 

Sebagian besar budak hidup singkat dan menderita, dan jutaan 

lainnya mati dalam perang yang dilancarkan untuk menangkapi 

budak-budak atau saat perjalanan panjang dari pedalaman Afrika 

ke pesisir-pesisir Amerika. Dengan semua inilah bangsa Eropa 

bisa menikmati teh manis dan permen—dan para baron tebu 

bisa menikmati keuntungan besar.

Perdagangan budak tidak dikontrol oleh negara atau 

pemerintahan mana pun. Itu semua murni usaha ekonomi, 

yang diorganisasi dan didanai oleh pasar bebas menurut hukum 

persediaan dan permintaan. Perusahaan-perusahaan perdagangan 

budak menjual saham di bursa saham Amsterdam, London, 

dan Paris. Kelas menengah Eropa yang mencari investasi bagus 

membeli saham-saham ini. Mengandalkan uang ini, perusahaan￾perusahaan membeli kapal-kapal, menyewa pelaut dan tentara, 

membeli budak-budak di Afrika, dan mengangkut mereka ke 

Amerika. Di sana mereka menjual budak-budak itu kepada 

para pemilik perkebunan, yang menggunakan hasilnya untuk 

membeli produk-produk perkebunan seperti tebu, kakao, kopi, 

tembakau, kapas, dan arak. Mereka kembali ke Eropa, menjual 

gula dan kapas dengan harga tinggi, kemudian berlayar ke 

Afrika untuk memulai babak baru. Para pemegang saham sangat 
senang dengan pengaturan ini. Dalam abad ke-18, imbal hasil 

dari investasi perdagangan budak sekitar 6 persen setahun—luar 

biasa menguntungkan, demikian konsultan modern mana pun 

pasti akan cepat mengakuinya.

Inilah titik lemah dari olesan kapitalisme pasar bebas. Ia 

tidak bisa menjamin keuntungan didapat dengan cara yang adil, 

atau terdistribusi dengan cara yang adil. Sebaliknya, nafsu untuk 

menaikkan keuntungan dan produksi membutakan orang pada 

apa pun yang menghalanginya. Ketika pertumbuhan menjadi 

kebaikan tertinggi, tak dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan 

etik apa pun, ia bisa dengan mudah menuju bencana. Sebagian 

agama, seperti Kristen dan Nazisme, telah membunuh jutaan 

orang akibat kebencian yang membara. Kapitalisme telah 

membunuh jutaan orang akibat kejamnya ketimpangan yang 

bersatu dengan keserakahan. Perdagangan budak Atlantik berakar 

dari kebencian rasis terhadap orang Afrika. Individu-individu 

yang membeli saham, para pialang yang menjualnya, dan para 

manajer perusahaan perdagangan budak jarang berpikir tentang 

Afrika. Demikian pula para pemilik perkebunan tebu. Banyak 

pemilik yang hidup jauh dari perkebunan mereka, dan satu￾satunya informasi yang mereka minta hanyalah pembukuan rapi 

keuntungan dan kerugian.

Penting untuk diingat bahwa perdagangan budak Atlantik 

bukanlah satu-satunya penyimpangan yang tercatat. Kelaparan 

Besar Bengal, yang dibahas pada bab terdahulu, disebabkan oleh 

dinamika serupa—British East India Company lebih peduli pada 

keuntungannya ketimbang pada hidup 10 juta rakyat Bengal. 

Kampanye militer VOC d Indonesia didanai oleh warga kota 

Belanda yang mencintai anak-anak mereka, memberi sedekah 

ke lembaga amal, dan menikmati musik yang bagus dan seni 

indah, tetapi tak punya kepedulian pada penderitaan para 

penduduk Jawa, Sumatra, dan Malaka. Tak terhitung kejahatan 

dan perbuatan pidana yang menyertai pertumbuhan ekonomi 

modern di bagian-bagian lain Bumi.

Abad ke-19 tidak membawa perbaikan apa pun dalam hal etika 

kapitalisme. Revolusi Industri yang melanda Eropa memperkaya 

para bankir dan pemilik modal, tetapi menjerumuskan jutaan 
buruh ke dalam kesengsaraan hidup. Di koloni-koloni Eropa 

keadaan bahkan lebih buruk. Pada 1876, Raja Leopold II 

dari Belgia mendirikan sebuah organisasi kemanusiaan non￾pemerintah dengan tujuan yang dinyatakan untuk mengeksplorasi 

Afrika Tengah dan memerangi perdagangan budak di sepanjang 

Sungai Kongo. Organisasi itu juga ditugasi memperbaiki kondisi 

penduduk wilayah tersebut dengan membangun jalan-jalan, 

sekolah-sekolah, dan rumah sakit-rumah sakit. Pada 1885, 

kekuatan-kekuatan Eropa setuju memberi organisasi ini kontrol 

atas wilayah 2,3 juta kilometer di daerah lembah Kongo. Teritori 

ini, 70 kali ukuran Belgia, kemudian dikenal sebagai Negara 

Bebas Kongo. Tak ada yang meminta opini dari 20 sampai 30 

juta penduduk teritori itu.

Dalam waktu singkat organisasi kemanusiaan itu menjadi 

usaha bisnis yang tujuan riilnya adalah pertumbuhan dan 

keuntungan. Sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakit 

dilupakan, dan lembah Kongo diisi dengan pertambangan dan 

perkebunan, dijalankan sebagian besar oleh para pejabat Belgia 

yang dengan sembrono mengeksploitasi penduduk setempat. 

Industri karet sangat jahat. Karet dengan cepat menjadi pokok 

industri, dan ekspor karet menjadi sumber pendapatan paling 

penting Kongo. Desa-desa Afrika yang mengumpulkan karet 

diwajibkan menyediakan kuota yang lebih tinggi dan lebih 

tinggi. Yang tidak mau menyerahkan kuotanya dihukum secara 

brutal karena “kemalasan” mereka. Tangan mereka dipenggal 

dan terkadang penduduk satu desa dibantai. Menurut perkiraan 

yang paling moderat, antara 1885 sampai 1908, pengejaran 

pertumbuhan dan keuntungan menewaskan 6 juta orang 

(sekurang-kurangnya 20 persen dari populasi Kongo). Sebagian 

estimasi menyebut angka 10 juta kematian.4

Setelah tahun 1908, dan terutama setelah 1945, keserakahan 

kapitalis surut, sebagian akibat ketakutan pada Komunisme. 

Namun, ketimpangan masih tetap merajalela. Pai ekonomi tahun 

2013 jauh lebih besar ketimbang tahun 1500, tetapi painya kini 

terdistribusi begitu timpang sehingga banyak petani Afrika dan 

buruh-buruh Indonesia pulang ke rumah setelah seharian bekerja 

dengan lebih kekurangan makanan dibandingkan dengan para 
leluhur mereka 500 tahun sebelumnya. Sangat mirip dengan 

Revousi Agrikultur, demikian pula pertumbuhan ekonomi modern 

bisa berubah menjadi kecurangan kolosal. Spesies manusia dan 

ekonomi global mungkin akan tetap tumbuh, tetapi lebih banyak 

individu yang hidup dalam kelaparan dan kemelaratan.

Kapitalisme punya dua jawaban untuk kritik ini. Pertama, 

kapitalisme telah menciptakan sebuah dunia yang tak seorang 

pun kecuali seorang kapitalis mampu menjalankannya. Satu￾satunya upaya serius untuk mengelola dunia secara berbeda—

Komunisme—malah jauh lebih buruk dalam hampir setiap hal 

yang bisa dilihat sehingga tak seorang pun punya nyali untuk 

mencobanya lagi. Pada tahun 8500 SM orang bisa menangis lebih 

pedih karena Revolusi Agrikultur, tetapi sudah terlalu terlambat 

untuk meninggalkan agrikultur. Demikian pula, kita mungkin 

tidak menyukai kapitalisme, tetapi kita tidak bisa hidup tanpanya.

Jawaban kedua adalah bahwa kita hanya butuh lebih sabar—

surga, demikian kaum kapitalis berjanji, sudah sangat dekat. 

Benar, kesalahan-kesalahan telah dibuat, seperti perdagangan 

budak Atlantik dan eksploitasi kelas pekerja Eropa. Namun, 

kita sudah mendapatkan pelajaran, dan jika kita mau menunggu 

sedikit lebih lama lagi dan membiarkan kue tumbuh sedikit 

lebih besar, setiap orang akan mendapatkan bagian yang lebih 

besar. Pembagian kue tidak akan pernah bisa disetarakan, tetapi 

akan cukup untuk memuaskan setiap laki-laki, perempuan, dan 

anak-anak—bahkan di Kongo.

Memang, ada tanda-tanda positif. Paling tidak ketika kita 

menggunakan kriteria-kriteria yang murni material—seperti 

angka harapan hidup, mortalitas anak, dan asupan kalori—

standar kehidupan rata-rata manusia pada 2013 secara signifikan 

lebih tinggi ketimbang pada 1913, terlepas dari pertumbuhan 

eksponensial pada jumlah manusia.

Meskipun demikian, bisakah pai ekonomi tumbuh tak 

terbatas? Setiap pai membutuhkan bahan baku dan energi. Para 

nabi kiamat memperingatkan bahwa cepat atau lambat Homo 

sapiens akan kehabisan bahan baku dan energi planet Bumi. 

Dan, apa yang akan terjadi saat itu?

Ekonomi modern tumbuh berkat kepercayaan kita pada masa 
depan dan kesediaan kaum kapitalis menginvestasikan kembali 
keuntungan mereka pada produksi. Namun, itu tidak cukup. 
Pertumbuhan ekonomi juga membutuhkan energi dan bahan 
baku, dan semua ini terbatas. Jika dan kalau habis, seluruh 
sistem akan runtuh.
Akan tetapi, bukti yang diberikan oleh masa lalu adalah 
bahwa keterbatasan bahan baku dan energi itu hanya ada dalam 
teori. Secara berlawanan dengan intuisi, sementara pemakaian 
energi dan bahan baku oleh manusia merebak dalam beberapa 
abad terakhir ini, jumlah yang tersedia untuk eksploitasi 
sesungguhnya meningkat. Setiap kali kelangkaan satu di antara 
dua itu mengancam akan memperlambat pertumbuhan ekonomi, 
investasi mengalir ke riset saintifik dan teknologi. Secara beragam 
ini menghasilkan tidak hanya cara-cara yang lebih efisien dalam 
mengeksploitasi sumber daya yang ada, tetapi juga jenis energi 
dan bahan baku yang sama sekali baru.
Perhatikanlah industri kendaraan. Dalam 300 tahun terakhir 
ini, manusia sudah membuat miliaran kendaraan—dari pedati 
dan gerobak, sampai kereta api, mobil, jet supersonik sampai 
pesawat ulang-alik. Orang mungkin berekspektasi bahwa upaya 
luar biasa semacam itu akan menguras habis sumber energi 
dan bahan baku yang tersedia untuk produksi kendaraan, dan 
bahwa kini kita akan mengais dasar barel. Namun, yang terjadi 
justru sebaliknya. Kalau pada tahun 1700 industri kendaraan 
global bergantung terutama pada kayu dan besi, kini tersedia 
melimpah bahan-bahan yang baru ditemukan seperti plastik, 
karet, aluminium, dan titanium, yang tak satu pun dikenal oleh para leluhur kita. Kalau pada 1700 pedati-pedati dibuat 
terutama dengan kekuatan otot tukang kayu dan pandai besi, 
kini mesin-mesin di pabrikan Toyota dan Boeing digerakkan 
dengan mesin pengapian bahan bakar minyak dan pembangkit 
listrik tenaga nuklir. Revolusi serupa juga melanda hampir semua 
bidang industri. Kita sebut ini Revolusi Industri.
Selama milenium sebelum Revolusi Industri, manusia sudah 
tahu bagaimana memanfaatkan banyak ragam sumber energi. 
Mereka membakar kayu untuk melebur besi, memanaskan rumah, 
dan memanggang kue. Kapal-kapal layar memanfaatkan kekuatan 
angin untuk bergerak ke sana ke mari, dan kincir air menangkap 
aliran sungai untuk menggiling biji-bijian. Meskipun demikian, 
semua ini memiliki batas-batas dan persoalan-persoalan yang 
jelas. Pepohonan tidak tersedia di setiap tempat, dan angin tidak 
selalu berembus ketika Anda membutuhkannya, dan kekuatan 
air hanya berguna kalau Anda tinggal dekat sungai.
Masalah yang lebih besar adalah bahwa orang tidak tahu cara 
mengubah satu jenis energi menjadi jenis energi lain. Mereka bisa 
memanfaatkan gerakan angin dan air untuk kapal-kapal layar 
dan mendorong batu giling, tetapi tidak untuk memanaskan air 
dan melebur besi. Sebaliknya, mereka tidak bisa menggunakan 
energi panas yang dihasilkan dengan membakar kayu untuk 
menggerakkan batu giling. Manusia hanya punya satu mesin 
yang bisa melakukan trik-trik pengubahan energi semacam itu: 
tubuh. Dalam proses metabolisme alamiah, tubuh manusia dan 
binatang lain membakar energi organik yang dikenal sebagai 
makanan dan mengubah energi yang dilepas itu menjadi gerak 
otot-otot. Laki-laki, perempuan, dan binatang bisa mengonsumsi 
biji-bijian dan daging, membakar karbohidrat dan lemak mereka, 
dan menggunakan energi untuk mengayun gergaji atau menarik 
bajak.
Karena tubuh manusia dan hewan adalah satu-satunya alat 
konversi energi yang tersedia, kekuatan otot merupakan kunci bagi 
hampir semua aktivitas manusia. Otot-otot manusia membangun 
pedati dan rumah, otot-otot sapi membajak ladang, dan otot￾otot kuda mengangkut barang. Energi yang menggerakkan 
mesin-mesin otot organik ini pada dasarnya berasal dari satu sumber tunggal—tumbuhan. Tumbuhan sendiri mendapatkan 
energinya dari Matahari. Melalui proses fotosintesis, tumbuhan 
menangkap energi Matahari dan mengemasnya menjadi zat-zat 
organik. Hampir semua hal yang dilakukan orang dalam sejarah 
digerakkan oleh energi Matahari yang ditangkap oleh tumbuhan 
dan dikonversi menjadi kekuatan otot.
Sebagai akibatnya, sejarah manusia didominasi oleh dua 
siklus: siklus pertumbuhan tumbuhan dan perubahan siklus 
energi Matahari (siang dan malam, musim panas dan musim 
dingin). Ketika sinar Matahari jarang dan ketika ladang-ladang 
gandum masih hijau, manusia memiliki hanya sedikit energi. 
Lumbung-lumbung kosong, para pengumpul pajak menganggur, 
tentara kesulitan bergerak dan bertempur, dan raja-raja cenderung 
menjaga kedamaian. Ketika Matahari bersinar terang dan gandum 
matang, para petani memanen tanaman dan mengisi lumbung￾lumbung. Para pengumpul pajak bergegas mengambil bagian 
mereka. Para tentara melenturkan otot-otot dan menajamkan 
pedang-pedang mereka. Para raja mengumpulkan anggota 
dewan dan merencanakan kampanye berikutnya. Setiap orang 
digerakkan oleh energi Matahari—yang ditangkap dan dikemas 
dalam gandum, beras, dan kentang.
Rahasia di Dalam Dapur
Dalam milenium yang panjang ini, hari demi hari berlalu, orang￾orang berdiri berhadap-hadapan dengan penemuan paling penting 
dalam sejarah produksi energi—dan gagal memperhatikannya. 
Energi itu menatap mereka langsung setiap kali seorang istri 
atau memantu menaruh cerek untuk merebus air untuk teh atau 
menaruh panci penuh kentang di atas tungku. Saat air mendidih, 
tutup cerek atau panci melompat. Panas dikonversi menjadi gerak. 
Namun, tutup panci yang melompat adalah sebuah gangguan, 
terutama jika Anda melupakan panci di atas tungku dan air 
mendidih sampai habis. Tak seorang pun melihat potensi riilnya.
Satu terobosan parsial dalam mengonversi panas menjadi gerak 
hadir setelah penemuan bubuk mesiu pada abad ke-9 di China. 
Mula-mula, ide menggunakan bubuk mesiu untuk mendorong proyektil begitu kurang menarik sehingga selama berabad-abad 
bubuk mesiu digunakan terutama untuk menghasilkan bom api. 
Namun, akhirnya—mungkin setelah sebagian ahli bom menaruh 
bubuk mesiu dalam sebuah mortir dan mendapati alu terlontar 
dengan kekuatan—hadirlah senjata. Sekitar 600 tahun berlalu 
antara penemuan bubuk mesiu dan pengembangan artileri yang 
efektif.
Bahkan saat itu, ide mengonversi panas menjadi gerak tetap 
sangat jauh dan asing bagi intuisi sehingga dibutuhkan tiga 
abad lagi sebelum orang menemukan mesin berikutnya yang 
menggunakan panas untuk menggerakkan benda. Teknologi 
baru itu lahir di pertambangan batubara Inggris. Saat populasi 
Inggris membengkak, hutan-hutan ditebangi untuk menggerakkan 
ekonomi yang tumbuh dan membuka jalan bagi hadirnya rumah￾rumah dan ladang-ladang. Inggris pun semakin kekurangan kayu 
bakar. Batubara mulai dibakar sebagai penggantinya. Banyak 
lapisan batubara berada di area berawa, dan banjir menghalangi 
para penambang menuju tingkatan tambang yang lebih rendah. 
Itu problem yang butuh solusi. Sekitar tahun 1700, sebuah suara 
asing mulai bergema di lubang-lubang tambang Inggris. Suara 
itu—sang perintis Revolusi Industri—mula-mula subtil, tetapi 
menjadi semakin keras dan semakin keras setiap dekade berlalu 
hingga membungkus seluruh dunia dalam suatu hiruk pikuk yang 
memekakkan telinga. Bunyi itu keluar dari mesin uap.
Ada banyak jenis mesin uap, tetapi semuanya memiliki 
kesamaan prinsip. Anda membakar suatu jenis bahan bakar, 
seperti batubara, dan menggunakan panas yang dihasilkan untuk 
merebus air, menghasilkan uap. Saat uap membesar, ia mendorong 
piston. Piston bergerak, dan segala sesuatu yang terhubung 
dengan piston itu bergerak bersamanya. Anda mengonversi 
panas menjadi gerak! Di pertambangan batubara Inggris abad 
ke-18, piston terhubung dengan sebuah pompa yang menarik 
air dari dasar sumur tambang. Mesin-mesin paling awal sangat 
tidak efisien. Anda perlu membakar batubara dalam jumlah 
besar walaupun hanya untuk memompa keluar sangat sedikit 
air. Namun, dalam pertambangan, batubara sangat banyak dan 
mudah didapat sehingga tak ada orang yang peduli.
Dalam beberapa dekade sesudahnya, para pengusaha Inggris 
memperbaiki efisiensi mesin uap, membawanya keluar dari 
sumur-sumur tambang, dan menghubungkannya dengan alat 
pemintal kapas. Ini merevolusi produksi tekstil, memungkinkan 
untuk menghasilkan kuantitas yang lebih besar tekstil murah. 
Dalam sekejap mata, Inggris menjadi bengkel dunia. Namun, 
yang lebih penting lagi, membawa keluar mesin uap dari 
pertambangan memecahkan sebuah hambatan psikologis yang 
penting. Jika Anda bisa membakar batubara untuk menggerakkan 
alat pemintal, mengapa tidak menggunakan metode yang sama 
untuk menggerakkan benda-benda lain, seperti kendaraan?
Pada 1825, seorang insinyur Inggris menghubungkan satu 
mesin uap ke satu rangkaian gerbong kereta penuh batubara. 
Mesin itu menarik gerbong-gerbong di sepanjang rel besi sekitar 
20 kilometer dari pertambangan ke pelabuhan terdekat. Inilah 
lokomotof bertenaga uap pertama dalam sejarah. Jelas, jika uap 
bisa digunakan untuk mengangkut batubara, mengapa tidak 
barang-barang lain? Dan, mengapa bukan orang sekalian? Pada 
15 September 1830, jalur kereta api komersial pertama dibuka, 
menghubungkan Liverpool dengan Manchester. Kereta-kereta 
itu bergerak dengan kekuatan uap yang sama yang sebelumnya 
memompa air dan menggerakkan pemintal tekstil. Hanya dalam 
kurun waktu 20 tahun kemudian, Inggris memiliki ribuan 
kilometer jalur kereta api.1
Oleh karena itu, orang-orang menjadi terobsesi dengan ide 
bahwa alat dan mesin bisa digunakan untuk mengonversi satu 
jenis energi menjadi energi lain. Setiap jenis energi, di mana 
pun di dunia, bisa dimanfaatkan untuk apa pun kebutuhan 
yang kita punya, jika kita bisa menemukan peralatan yang tepat. 
Misalnya, ketika para ahli fisika menyadari bahwa jumlah besar 
energi tersimpan dalam atom, mereka segera mulai berpikir 
tentang bagaimana energi ini bisa dikeluarkan dan digunakan 
untuk menghasilkan listrik, menggerakkan kapal selam, dan 
melenyapkan kota-kota. Enam ratus tahun berlalu antara saat 
para ahli kimia China menemukan bubuk mesiu dan saat 
meriam Turki meluluhlantakkan dinding-dinding Konstantinopel. 
Hanya 40 tahun berlalu antara saat Einstein memastikan bahwa setiap jenis massa bisa dikonversi menjadi energi—itulah yang 
dimaksud dengan rumus E = mc2—dan saat bom atom meratakan 
Hiroshima dan Nagasaki dan stasiun-stasiun pembangkit listrik 
merebak di seluruh dunia.
Penemuan penting lainnya adalah mesin dengan pembakaran 
internal, yang butuh waktu lebih dari satu generasi untuk 
merevolusi transportasi manusia dan mengubah minyak menjadi 
kekuatan politik likuid. Minyak sudah dikenal selama ribuan 
tahun, dan digunakan untuk membuat lapisan atap anti air dan 
melumasi as. Namun, sampai seabad lalu tak seorang pun berpikir 
ia berguna untuk lebih banyak hal dari itu. Ide menumpahkan 
darah demi minyak tampak menggelikan. Anda bisa berperang 
demi tanah, emas, lada, atau budak, tetapi tidak untuk minyak. 
Karier listrik lebih mengejutkan lagi. Dua abad lalu listrik 
tak punya peran sama sekali dalam ekonomi, dan digunakan 
paling banter untuk eksperimen saintifik rahasia dan trik-trik 
sulap murahan. Serangkaian penemuan mengubahnya menjadi 
jin universal kita dalam sebuah lampu. Kita jentikkan jari dan 
ia bisa mencetak buku, menjahit pakaian, menjaga sayur-sayuran 
kita segar, dan es krim tetap membeku, memasak makan malam 
kita, dan mengeksekusi penjahat, menyimpan isi pikiran dan 
senyum kita, menyemarakkan malam dan menghibur kita dengan 
acara-acara televisi yang tak terhitung jumlahnya. Sedikit dari kita 
yang memahami betapa listrik melakukan semua hal ini, tetapi 
bahkan lebih sedikit yang bisa membayangkan hidup tanpanya.
Sebuah Samudra Energi
Pada intinya, Revolusi Industri adalah sebuah revolusi konversi 
energi. Ia menunjukkan lagi dan lagi bahwa tidak ada batas 
jumlah energi yang kita miliki. Atau, lebih tepat lagi, bahwa 
satu-satunya batas ditentukan oleh ketidaktahuan kita. Setiap 
beberapa dekade kita menemukan satu sumber energi baru 
sehingga jumlah total energi yang ada pada kita terus bertambah.
Mengapa begitu banyak orang takut kita akan kehabisan 
energi? Mengapa mereka memperingatkan bencana jika kita 
kehabisan semua minyak fosil yang tersedia? Jelas dunia tidak 
kekurangan energi. Yang kurang hanyalah pengetahuan yang 
dibutuhkan untuk memanfaatkan dan mengubahnya sesuai dengan 
kebutuhan kita. Jumlah energi yang tersimpan dalam semua 
minyak fosil di Bumi tak berarti apa-apa dibandingkan jumlah 
yang ditebarkan Matahari setiap hari, gratis. Hanya proporsi 
mungil dari energi Matahari yang mencapai kita, tetapi jumlahnya 
3.766.800 exajoule energi setiap tahun (1 joule adalah satu 
satuan energi dalam sistem metrik, sekitar jumlah yang Anda 
butuhkan untuk mengangkat sebuah apel setinggi 1 meter; satu 
exajoule adalah 1 miliar joule—betapa banyak apel yang bisa 
diangkat).2
 Seluruh tumbuhan di dunia menangkap hanya sekitar 
3.000 dari seluruh exajoule tadi melalui proses fotosintesis.3
Seluruh aktivitas manusia dan industri digabung mengonsumsi 
sekitar 500 exajoule setiap tahun, setara dengan jumlah energi 
yang diterima Bumi dari Matahari hanya dalam 90 menit.4
 Dan, 
itu baru energi Matahari. Selain itu, kita dikelilingi oleh sumber 
energi besar, seperti energi nuklir dan energi gravitasi, yang 
disebut belakangan ini paling nyata dalam kekuatan gelombang 
laut yang disebabkan oleh gravitasi Bulan pada Bumi.
Menjelang Revolusi Industri, pasar energi manusia hampir 
seluruhnya bergantung pada tumbuhan. Orang hidup bersama 
cadangan energi hijau yang membawa 3.000 exajoule setahun, dan 
berusaha memompa sebanyak mungkin energinya. Dalam Revolusi 
Industri, kita akhirnya menyadari bahwa kita sesungguhnya hidup 
bersama satu samudra besar energi, samudra yang membawa 
miliaran miliar exajoules energi potensial. Yang kita butuhkan 
hanyalah menemukan pompa-pompa yang lebih baik.
Belajar bagaimana memanfaatkan dan mengonversi energi 
secara efektif memecahkan masalah lain yang melambatkan 
pertumbuhan ekonomi—kelangkaan bahan baku. Ketika manusia 
berusaha mencari cara memanfaatkan energi murah dalam 
jumlah besar, mereka bisa mulai mengeksploitasi cadangan￾cadangan bahan baku yang sebelumnya tak bisa diakses (misalnya, 
penambangan besi di tanah kosong Siberia), atau mengangkut 
bahan baku dari lokasi yang lebih jauh (misalnya, memasok 
mesin pemintal tekstil Inggris dengan wol Australia). Secara simultan, terobosan-terobosan saintifik memungkinkan manusia 
menciptakan bahan baku yang sama sekali baru, seperti plastik, 
dan penemuan bahan alami yang sebelumnya tak dikenal, seperti 
silikon dan aluminium.
Para ahli kimia baru menemukan aluminium pada 1820-
an, tetapi pemisahan logam dari bijihnya benar-benar sulit dan 
mahal. Selama beberapa dekade, aluminium jauh lebih mahal 
dari emas. Pada 1860-an, Kaisar Napoleon III dari Prancis 
memerintahkan peralatan makan aluminium disediakan untuk 
para tamu yang paling istimewa. Sedangkan tamu-tamu yang 
kurang penting harus makan dengan pisau-pisau dan garpu￾garpu emas.5
 Namun, pada akhir abad ke-19, para ahli kimia 
menemukan cara untuk mengekstrak aluminium murah dalam 
jumlah besar, dan produksi global saat ini berada pada angka 30 
juta ton per tahun. Napoleon tentu akan terkejut kalau mendengar 
para keturunan rakyatnya menggunakan aluminium foil murah 
sekali pakai untuk membungkus roti isi dan membuangnya di 
tempat-tempat sampah.
Dua ribu tahun lalu, ketika orang-orang di dataran 
Mediterania menderita kulit kering, mereka mengoleskan minyak 
zaitun pada tangan mereka. Kini, mereka membuka tube krim 
tangan. Di bawah ini adalah daftar kandungan sebuah krim 
tangan modern sederhana yang saya beli di toko lokal:
air deionisasi, asam stearat, gliserin, kaprilat/kaprat trigliserida, 
propilen glikol, isopropil miristat, ekstrak akar ginseng paax, aroma, 
setil alkohol, trietanolamin, dimeticone, ekstrak daun arctostaphylos 
uva-ursi, magnesium ascorbyl fosfat, imidazolidinyl urea, metil 
paraben, kamper, propil paraben, hidroksisohexil 3-sikloheksena 
carboxaldehyde, hidroxicitronellal, linalol butifenil metiproponal, 
citronenellol, limonene, geraniol.
Hampir semua kandungan ini diciptakan atau ditemukan dalam 
dua abad terakhir.
Pada Perang Dunia Pertama, Jerman mengalami blokade dan 
menderita kekurangan bahan baku parah, terutama potasium 
nitrat, unsur yang penting dalam bubuk mesiu dan bahan-bahan 
peledak lain.
Sebagian besar cadangan potasium nitrat ada di Chile dan 
India; di Jerman tidak ada sama sekali. Benar, potasium nitrat bisa 
digantikan dengan amonia, tetapi itu mahal juga untuk diproduksi. 
Untungnya bagi Jerman, salah satu warganya, seorang ahli kimia 
Yahudi bernama Fritz Haber, telah menemukan pada 1908 proses 
untuk memproduksi amonia yang secara harfiah berarti keluar 
udara tipis. Ketika perang pecah, orang Jerman menggunakan 
temuan Haber untuk mulai memproduksi bahan peledak dengan 
menggunakan udara sebagai bahan baku. Sebagian ahli meyakini 
bahwa kalau bukan karena hasil penemuan Haber, Jerman akan 
terpaksa menyerah jauh sebelum November 1918.6
 Penemuan itu 
membuat Haber (yang dalam perang itu memelopori penggunaan 
gas beracun dalam perang) meraih Hadiah Nobel pada 1918 di 
bidang kimia, bukan perdamaian.
Kehidupan pada Sabuk Pengukur
Revolusi Industri menghasilkan satu kombinasi yang belum 
pernah ada sebelumnya, energi murah berlimpah dan bahan 
baku murah berlimpah. Hasilnya adalah ledakan produktivitas 
manusia. Ledakan itu terasa mula-mula dan paling utama di 
pertanian. Biasanya, ketika kita berpikir tentang Revolusi Industri, 
kita berpikir tentang sebuah lanskap urban dengan cerobong￾cerobong asap, atau penderitaan para penambang batubara yang 
dieksploitasi, berkeringat di dalam usus-usus Bumi. Namun, yang 
paling tepat, Revolusi sejatinya adalah Revolusi Agrikultur Kedua. 
Dalam 200 tahun terakhir, metode-metode produksi industri 
menjadi penopang utama pertanian. Mesin-mesin seperti traktor 
mulai menjalankan tugas yang sebelumnya dilakukan oleh 
kekuatan otot atau tidak dilakukan sama sekali. Ladang-ladang 
dan binatang-binatang menjadi jauh lebih produktif berkat 
pupuk-pupuk buatan, insektisida industri, dan segenap persediaan 
hormon dan medikasi. Kulkas, kapal, dan pesawat terbang 
memungkinkan untuk menyimpan produk selama berbulan-bulan, 
dan mengangkutnya dengan cepat dan murah ke sisi lain dunia. 
Bangsa Eropa mulai makan daging sapi segar dari Argentina 
dan sushi Jepang.
Bahkan, tumbuhan dan binatang dimekanisasi. Sekitar masa 
ketika Homo sapiens terangkat ke status ilahiah oleh agama￾agama humanis, binatang-binatang kebun tidak lagi dipandang 
sebagai makhluk hidup yang bisa merasakan sakit dan tertekan, 
dan diperlakukan sebagai mesin-mesin. Kini binatang-binatang 
tersebut sering diproduksi secara massal dalam fasilitas-fasilitas 
seperti pabrik, tubuh mereka dibentuk menurut kebutuhan￾kebutuhan industri. Mereka menjalani seluruh kehidupannya 
sebagai roda-roda dalam satu mesin produksi raksasa, dan lama 
serta kualitas eksistensi mereka ditentukan oleh keuntungan dan 
kerugian korporasi bisnis. Sekalipun ketika industri peduli untuk 
menjaga mereka tetap hidup, sehat, dan diberi makan secara 
layak, ia tak punya kepentingan intrinsik pada kebutuhan sosial 
dan psikologis binatang (kecuali ketika ini semua punya dampak 
langsung pada produksi).
Ayam petelur, misalnya, memiliki alam perilaku kebutuhan 
dan dorongan yang rumit. Mereka punya hasrat kuat untuk 
mengelilingi lingkungannya, berkeliaran dan mematuk-matuk ke 
mana-mana, menentukan hierarki sosial, membangun sarang, dan 
kawin sendiri. Namun, industri telur sering mengunci ayam-ayam 
itu dalam kandang-kandang mini, dan tidak jarang empat ayam 
berdesak-desakan dalam satu kandang, masing-masing diberi 
satu ruang lantai sekitar dua puluh lima kali dua puluh lima 
sentimeter. Ayam-ayam itu menerima makanan yang cukup, tetapi 
mereka tidak mampu mengklaim teritori, membangun sarang, 
atau terlibat dalam aktivitas-aktivitas alamiah. Malah, kandang 
terlalu kecil sehingga ayam-ayam itu sering bahkan tidak bisa 
mengepakkan sayap mereka atau berdiri tegak.
Babi adalah termasuk mamalia paling pintar dan paling ingin 
tahu, mungkin kedua di bawah kera besar. Namun, peternakan 
babi yang sudah diindustrialisasi secara rutin mengurung babi￾babi betina yang sedang menyusui dalam kerangkeng-kerangkeng 
kecil sehingga mereka secara harfiah tidak bisa berbalik (apalagi 
berjalan atau berkeliaran). Babi-babi betina itu dikerangkeng 
siang-malam selama empat pekan setelah melahirkan. Keturunan 
mereka kemudian dijauhkan untuk digemukkan dan babi-babi betina itu dibuat bunting lagi dengan rombongan babi-babi 
jantan muda berikutnya.
Banyak sapi perah menjalani seluruh tahun hidup yang sudah 
dijatah untuk mereka dalam kurungan kecil; berdiri, duduk, 
dan tidur bersama air kencing dan kotoran mereka sendiri. 
Mereka menerima asupan makanan, hormon, dan obat-obatan 
dari seperangkat mesin. Sapi di tengah diperlakukan tak lebih 
dari satu mulut penerima bahan baku dan sebuah kantung 
yang memproduksi komoditas. Memperlakukan makhluk hidup 
yang memiliki alam emosional kompleks seakan-akan mesin 
kemungkinan menyebabkan mereka tidak nyaman bukan hanya 
secara fisik, melainkan juga secara sosial dan psikologis menjadi 
stres dan frustrasi.Sebagaimana perdagangan budak Atlantik tidak muncul dari 
kebencian terhadap bangsa Afrika, begitu pula industri binatang 
modern tidak dimotivasi oleh permusuhan. Lagi-lagi, ini didorong 
oleh ketidaksetaraan. Sebagian besar orang yang menghasilkan 
dan mengonsumsi telur, susu, dan daging jarang berhenti sejenak 
untuk memikirkan nasib ayam, sapi, atau babi yang daging dan 
emisinya mereka makan. Mereka yang memikirkannya pun sering 
berpendapat bahwa binatang-binatang seperti itu benar-benar 
tak jauh beda dengan mesin, tak punya sensasi dan emosi, tak 
mampu menderita. Ironisnya, disiplin-disiplin saintifik yang 
sama yang membentuk mesin-mesin susu, mesin petelur, sudah 
menunjukkan keraguan di luar nalar bahwa mamalia dan unggas 
memiliki susunan sensori dan emosional yang kompleks. Mereka 
tidak hanya merasakan sakit secara fisik, tetapi juga menderita 
dari tekanan emosional.
Psikologi evolusi menjelaskan bahwa kebutuhan emosional 
dan sosial binatang ternak berevolusi di alam liar, ketika mereka 
menjadi penting untuk survival dan reproduksi. Misalnya, seekor 
sapi liar harus tahu cara menjalin hubungan dekat dengan sapi￾sapi betina lain dan sapi-sapi jantan, atau kalau tidak, mereka 
tidak akan bertahan dan bisa bereproduksi. Dalam rangka 
mempelajari keterampilan-keterampilan yang diperlukan itu, 
evolusi menanamkan pada anak-anak sapi—sebagaimana pada 
binatang muda dari seluruh mamalia sosial lainnya—hasrat kuat 
untuk bermain (bermain adalah cara belajar perilaku sosial bagi 
mamalia). Dan, hasrat bermain itu ditanamkan pada mereka dan 
bahkan dorongan lebih kuat untuk lengket bersama induknya, 
yang susu dan perawatannya penting bagi kehidupan mereka.
Apa yang terjadi jika para peternak mengambil anak sapi, 
memisahkan dari induknya, menempatkannya di kandang tertutup, 
memberinya makanan, air dan obat untuk mencegah penyakit, 
dan kemudian, ketika ia sudah cukup tua, menginseminasinya 
dengan sperma sapi jantan? Dari perspektif objektif, anak sapi 
itu tidak lagi membutuhkan kedekatan material atau teman main 
dalam rangka bertahan hidup dan bereproduksi. Namun, dari 
perspektif subjektif, anak sapi tetap merasakan dorongan sangat 
kuat untuk dekat dengan induknya dan bermain dengan anak-anak sapi lainnya. “Jika dorongan-dorongan itu tak dipenuhi, anak 
sapi itu sangat menderita. Inilah pelajaran dasar dari psikologi 
evolusi; sebuah kebutuhan yang dibentuk di alam liar terus 
dirasakan secara subjektif sekalipun ia tidak lagi benar-benar 
perlu untuk survival dan reproduksi. Tragedi agrikultur industrial 
adalah ia menaruh kepedulian besar pada kebutuhan-kebutuhan 
objektif binatang, tetapi mengabaikan kebutuhan-kebutuhan 
objektif mereka.
Kebenaran teori ini sudah diketahui paling tidak sejak 
1950-an, ketika psikolog Amerika Harry Harlow mempelajari 
perkembangan kera. Harlow memisahkan kera-kera bayi dari 
induknya beberapa jam setelah kelahiran. Kera-kera itu diisolasi 
dalam kerangkeng-kerangkeng, kemudian dibesarkan oleh induk￾induk buatan. Satu induk buatan dibuat dari kawat-kawat logam, 
dan dipasangi botol susu, yang dari sana kera bayi bisa menetek. 
Induk buatan lain dibuat dari kayu yang dilapisi pakaian, yang 
menyerupai induk kera sesungguhnya, tetapi tak disediakan 
bahan asupan apa pun. Diasumsikan bahwa bayi-bayi itu akan 
bergelayut di induk logam, bukan induk kayu yang berpakaian.
Harlow terkejut, bayi-bayi kera menunjukkan secara jelas 
pilihannya pada induk berpakaian, menghabiskan sebagian 
besar waktu bersamanya. Ketika kedua induk ditempatkan 
berdekatan, bayi-bayi kera berpegangan pada induk berpakaian 
bahkan saat mereka menjangkau untuk menetek susu dari 
induk logam. Harlow mencurigai bahwa mungkin bayi-bayi 
itu berbuat demikian karena mereka kedinginan. Maka, dia 
memasang gelombang elektrik di dalam induk logam, yang kini 
mengeluarkan panas. Sebagian besar kera, kecuali yang paling 
muda, terus memilih induk berpakaian.
Riset lanjutan menunjukkan bahwa kera-kera yatim Harlow 
tumbuh menjadi kera yang rapuh secara emosional walaupun 
sudah mendapatkan seluruh asupan yang dibutuhkan. Mereka 
tidak pernah cocok dalam masyarakat kera, menghadapi kesulitan 
berkomunikasi dengan kera-kera lain, dan menderita kecemasan 
dan agresi tingkat tinggi. Kesimpulan itu tak terelakkan: kera-kera 
itu pasti memiliki kebutuhan-kebutuhan dan hasrat psikologis 
yang melampaui kebutuhan-kebutuhan material mereka, dan jika semua ini tak dipenuhi, mereka akan sangat menderita. Beberapa 
dekade kemudian, sejumlah studi menunjukkan kesimpulan itu 
tidak hanya berlaku pada kera, tetapi juga pada mamalia dan 
unggas. Saat ini, jutaan binatang peternakan mengalami kondisi 
yang sama sebagaimana kera-kera Harlow karena para peternak 
secara rutin memisahkan anak-anak sapi, anak-anak binatang 
lain dari induknya, untuk dibesarkan dalam isolasiSecara keseluruhan, miliaran binatang ternak hidup saat 
ini sebagai bagian dari mesin mekanisasi, dan sekitar 10 miliar 
dari mereka dibantai setiap tahun. Metode-metode peternakan 
industrial ini menyebabkan kenaikan tajam produksi agrikultur 
dan cadangan makanan manusia. Berdamai dengan mekanisasi 
penanaman tumbuhan, industrial peternakan hewan menjadi 
basis bagi seluruh tatanan sosio-ekonomi modern. Sebelum 
industrialisasi pertanian, sebagian besar makanan yang diproduksi 
di ladang-ladang dan peternakan “dihabiskan”, memberi makan 
para petani dan binatang-binatang peternakan. Hanya sebagian 
kecil saja yang tersedia untuk dimakan para seniman, guru, 
pendeta, dan birokrat. Akibatnya, pada hampir semua masyarakat, 
petani merupakan 90 persen populasi. Setelah industrialisasi 
pertanian, petani yang jumlahnya menyusut cukup untuk 
memberi makan pegawai dan tenaga pabrik yang jumlahnya 
terus tumbuh. Kini di Amerika Serikat, hanya dua persen 
populasi menggantungkan hidup dari pertanian, tetapi yang dua 
persen ini menghasilkan cukup makanan bukan hanya untuk 
seluruh populasi Amerika Serikat, melainkan juga mengekspor 
surplusnya ke seluruh dunia.9
 Tanpa industrialisasi pertanian, 
Revolusi Industri urban tidak akan pernah bisa terjadi—tidak 
akan ada tenaga dan otak yang cukup untuk mengawaki pabrik 
dan kantor-kantor.
Saat pabrik-pabrik dan kantor-kantor itu menyerap 
miliaran tenaga dan otak yang dilepas dari ladang, mereka 
mulai mengalirkan limpahan produk yang tak pernah terjadi 
sebelumnya. Manusia kini memproduksi lebih banyak baja, 
membuat lebih banyak pakaian, dan membangun lebih banyak 
bangunan ketimbang sebelumnya. Selain itu, mereka menghasilkan 
banyak sekali barang-barang yang sebelumnya tak terbayangkan, 
seperti bola lampu, ponsel, kamera, dan mesin cuci piring. Untuk 
kali pertama dalam sejarah manusia, pasokan mulai melebihi 
permintaan. Dan, sebuah problem yang sama sekali baru pun 
muncul: siapa yang akan membeli semua barang ini? 
Ekonomi kapitalis modern harus secara konstan meningkatkan 
produksi jika ingin bertahan hidup, seperti seekor hiu yang 
harus berenang atau mati lemas. Namun, berproduksi saja tidak 
cukup. Seseorang harus juga membeli produk-produk, kalau tidak 
para industrialis dan investor akan bangkrut. Untuk mencegah 
bencana ini dan untuk memastikan bahwa orang-orang akan 
selalu membeli apa pun barang baru yang dihasilkan industri, 
sebuah jenis baru etika muncul: konsumerisme. 
Sebagian besar orang sepanjang sejarah hidup di bawah 
kondisi kelangkaan. Dengan demikian, penghematan menjadi 
semboyan mereka. Etika kesederhanaan dari bangsa Puritan 
dan Spartan adalah dua contoh yang terkenal. Orang yang 
baik menghindari kemewahan, tidak pernah membuang-buang 
makanan, dan mengenakan celana robek, ketimbang membeli 
yang baru. Hanya raja dan bangsawan yang dibolehkan mengabai￾kan nilai-nilai semacam itu secara terbuka dan secara mencolok 
memamerkan kekayaan mereka.
Konsumerisme memandang konsumsi lebih banyak produk 
dan jasa adalah hal yang positif. Orang didorong untuk 
memperlakukan diri, memanjakan diri, dan bahkan membunuh 
diri pelan-pelan dengan konsumsi berlebihan. Kesederhanaan 
adalah penyakit yang harus diobati. Anda tidak perlu mencari 
terlalu jauh untuk melihat etika konsumeris beraksi—cukup baca 
saja sisi belakang kotak sereal. Di sini ada kutipan dari sebuah 
kardus salah satu sereal sarapan favorit saya, yang diproduksi 
oleh sebuah firma Israel, Telma:
Sesekali Anda butuh dilayani. Sesekali Anda butuh sedikit energi 
ekstra. Ada waktunya untuk memperhatikan berat badan Anda dan 
waktu ketika Anda hanya harus mendapatkan sesuatu ... sekarang 
juga! Telma menawarkan beragam sereal lezat hanya untuk Anda—
manjakan diri tanpa penyesalan.
Paket yang sama memampang iklan untuk merek sereal lain 
yang dinamakan Health Treats:Health Treats menawarkan banyak biji-bijian, buah-buahan, dan 
kacang-kacangan untuk sebuah pengalaman yang menggabungkan 
citarasa, kenikmatan, dan kesehatan. Untuk kudapan yang nikmat 
pada tengah hari, cocok untuk gaya hidup sehat. Kudapan riil dengan 
citarasa luar biasa dari ....[penekanan dalam tulisan asli].
Hampir sepanjang sejarah, orang lebih mungkin menyingkir 
ketimbang terpikat pada teks semacam itu. Mereka akan bekerja 
sangat keras, dengan bantuan psikologi popular (“Just do it!”) 
untuk meyakinkan orang bahwa kesibukan bagus untuk Anda, 
sedangkan kesederhanaan adalah penindasan diri.
Iklan tersebut berhasil. Kita semua adalah konsumen yang 
bagus. Kita membeli tak terhitung produk yang tidak bener-benar 
kita butuhkan, dan bahwa sampai kemarin kita belum tahu itu 
ada. Pabrikan dengan sengaja mendesain barang-barang jangka 
pendek dan menciptakan model-model baru dan tak perlu dari 
produk-produk yang memuaskan secara sempurna, yang harus 
kita beli agar tetap “kekinian”. Belanja sudah menjadi favorit 
masa lalu, dan barang-barang konsumsi sudah menjadi mediator 
esensial dalam hubungan antara anggota-anggota keluarga, 
pasangan-pasangan, dan sahabat-sahabat. Hari raya keagamaan 
seperti Natal sudah menjadi perayaan belanja. Di Amerika 
Serikat, bahkan Hari Berkabung—yang semula hari sendu untuk 
mengenang para tentara yang gugur—kini menjadi kesempatan 
untuk obral-obral spesial. Sebagian besar orang menandai hari 
ini dengan pergi berbelanja, mungkin untuk membuktikan bahwa 
para pembela kemerdekaan itu tidak mati sia-sia.
Merebaknya etika konsumerisme termanifestasi paling jelas 
di pasar makanan. Masyarakat agrikultur tradisional hidup 
dalam bayangan kelaparan yang mengerikan. Dalam dunia 
yang berkelimpahan saat ini salah satu problem kesehatan yang 
menonjol adalah obesitas, yang menyerang orang miskin (yang 
menumpuk dalam tubuh mereka hamburger dan piza) bahkan 
lebih parah ketimbang orang kaya (yang makan salad-salad 
organik dan sari buah-buahan). Setiap tahun populasi Amerika 
Serikat menghabiskan lebih banyak uang untuk produk diet 
ketimbang yang dibutuhkan untuk memberi makan seluruh orang 
lapar di belahan dunia lainnya. Obesitas adalah kemenangan 
ganda bagi konsumerisme. Bukan sedikit makan yang bisa 
menyebabkan kontraksi ekonomi, orang makan terlalu banyak 
dan kemudian membeli produk-produk diet—melipatgandakan 
kotribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Bagaimana kita bisa memadukan etika konsumeristik 
dengan etika kapitalistik orang bisnis, yang menurut mereka 
keuntungan tidak boleh disia-siakan, dan harus direinvestasi ke 
produksi? Sederhana. Sebagaimana pada era-era sebelumnya, 
kini ada pembagian tenaga antara elite dan massa. Dalam 
Eropa abad pertengahan, kaum aristokrat menghabiskan uang 
mereka secara sembrono pada kemewahan-kemewahan luar 
biasa, sedangkan kaum petani menghabiskan uang mereka 
secara hemat, menghitung setiap sen uangnya. Kini, tabelnya 
berbalik. Orang kaya sangat peduli dalam mengelola aset-aset 
dan investasi-investasi mereka, sedangkan yang tidak kaya terseret 
utang untuk membeli mobil dan televisi yang sesungguhnya tidak 
mereka butuhkan.
Etika kapitalis dan konsumeristis adalah dua sisi mata uang, 
sebuah penggabungan dari dua firman. Firman tertinggi orang 
kaya adalah “Investasikan!” Firman tertinggi golongan yang lain 
adalah “Beli!”
Etika kapitalis-konsumeristik adalah revolusioner dalam 
pengertian lain. Sebagian besar sistem etik sebelumnya me￾nyodorkan ketentuan yang berat bagi masyarakat. Mereka 
menjanjikan surga, tetapi hanya jika mereka menanam semangat 
dan toleransi, mengatasi nafsu dan amarah, dan menahan diri 
dari keinginan-keinginan egois. Ini terlalu berat bagi kebanyakan 
orang. Sejarah etika adalah kisah sedih dari cita-cita luar biasa 
yang tak seorang pun mampu menanggungnya. Sebagian besar 
orang Kristen tidak meniru Kristus, sebagian besar orang Buddha 
gagal mengikuti ajaran Buddha, dan sebagian orang Konfusian 
pasti menyebabkan sang Konghucu naik pitam.
Sebaliknya, sebagian besar orang masa kini berhasil 
hidup dengan cita-cita kapitalis-konsumeristik. Etika baru ini 
menjanjikan surga pada kondisi yang orang kaya tetap rakus 
dan menghabiskan waktu mereka untuk menghasilkan uang, dan massa memberi jalan bebas bagi nafsu dan hasrat mereka—dan 
membeli lagi dan lagi. Inilah agama pertama dalam sejarah yang 
para pengikutnya sesungguhnya melakukan apa yang diminta. 
Namun, bagaimana kita bisa tahu bahwa kita benar-benar 
mendapatkan surga sebagai imbalannya? Kita sudah melihatnya 
di televisi.
Revolusi Industri membuka cara-cara baru untuk mengonversi 
energi dan menghasilkan barang, terutama dalam membebaskan 
manusia dari ketergantungannya pada ekosistem di sekitarnya. 
Manusia menebangi hutan, mengeringkan rawa-rawa, membendung 
sungai-sungai, membanjiri dataran, menghamparkan puluhan 
ribu kilometer jalur kereta api, dan membangun metropolitan 
pencakar langit. Saat dunia dicetak agar sesuai dengan kebutuhan 
Homo sapiens, habitat-habitat dirusak dan spesies-spesies pun 
punah. Planet kita yang dulu hijau dan biru berubah menjadi 
pusat perbelanjaan berisi beton dan plastik. 
Kini kontinen-kontinen Bumi dihuni hampir 7 miliar Sapiens. 
Jika Anda mengambil semua orang ini dan menempatkannya pada 
seperangkat timbangan besar, maka berat gabungan mereka akan 
menjadi sekitar 300 juta ton. Jika Anda kemudian mengambil 
semua binatang ternak domestikasi—sapi, babi, domba, dan 
ayam—dan menempatkan semuanya pada timbangan yang lebih 
besar lagi, berat mereka akan menjadi 700 juta ton. Sebaliknya, 
berat seluruh binatang liar yang masih hidup—dari landak dan 
penguin sampai gajah dan paus—kurang dari 100 juta ton. 
Buku-buku anak-anak kita, ikonografi dan layar-layar televisi kita 
masih penuh dengan jerapah, rubah, dan simpanse, tetapi di alam 
riilnya tinggal tersisa sangat sedikit. Ada sekitar 80.000 jerapah 
di dunia, bandingkan dengan 1,5 miliar sapi; hanya 200.000 
rubah abu-abu, bandingkan dengan 400 juta anjing domestikasi; 
hanya 250.00 simpanse—bandingkan dengan miliaran manusia. 
Manusia benar-benar telah menguasai dunia.1
Degradasi ekologis tidak sama dengan kelangkaan sumber 
daya. Seperti yang kita lihat pada bab sebelumnya, sumber daya yang tersedia bagi manusia secara konstan bertambah, dan 

sangat mungkin terus bertambah. Itulah sebabnya nubuat kiamat 

kelangkaan sumber daya mungkin salah alamat. Sebaliknya, 

kekhawatiran akan degradasi ekologi memiliki dasar yang sangat 

kuat. Pada masa depan Sapiens mungkin akan menguasai banyak 

sekali bahan-bahan baku dan sumber-sumber energi baru, sambil 

merusak secara serempak apa yang tersisa dari habitat alam dan 

memusnahkan sebagian besar spesies lain.

Sungguh, kehancuran ekologis mungkin membahayakan 

Homo sapiens sendiri, yang masih bertahan. Pemanasan global, 

naiknya permukaan laut, dan polusi yang menyebar luas bisa 

membuat Bumi semakin tak bisa dihuni oleh jenis kita, dan pada 

masa depan, sebagai akibatnya, akan terjadi adu cepat antara 

kekuatan manusia dan bencana-bencana yang diakibatkan oleh 

ulah manusia. Saat manusia menggunakan kekuatan mereka 

untuk menghadapi kekuatan alam dan menundukkan ekosistem 

untuk kebutuhan dan keinginan mereka, maka mereka mungkin 

akan menimbulkan semakin banyak efek samping berbahaya 

yang tak terantisipasi. Ini semua hanya bisa dikendalikan dengan 

manipulasi ekosistem yang lebih drastis, yang akan menghasilkan 

kekacauan lebih buruk.

Banyak orang menyebut ini proses “penghancuran alam”. 

Namun, ini sesungguhnya bukan penghancuran, ini perubahan. 

Alam tidak bisa dihancurkan. Enam puluh lima juta tahun lalu, 

sebuah asteroid menyapu dinosaurus, tetapi dengan itu terbuka 

jalan bagi munculnya mamalia. Kini, manusia mendorong banyak 

spesies menuju kepunahan dan mungkin akan memusnahkan 

dirinya. Namun, organisme-organisme lain akan tetap baik-baik 

saja. Tikus dan kecoak, misalnya, sedang berada dalam masa 

kejayaan mereka. Makhluk-makhluk yang ulet ini mungkin akan 

menyeruak dari balik reruntuhan berasap Armageddon nuklir, 

siap dan mampu menyebarkan DNA mereka. Mungkin 65 juta 

tahun dari sekarang, tikus-tikus pintar akan melihat ke belakang 

berterima kasih pada penempaan oleh manusia, seperti kini kita 

berterima kasih pada asteroid pembasmi dinosaurus.

Tetap saja, rumor-rumor tentang kepunahan kita adalah 

prematur. Sejak Revolusi Industri, populasi manusia dunia sudah mengalami pembengkakan yang tak pernah terjadi sebelumnya. 

Pada 1700, dunia dihuni sekitar 700 juta manusia. Pada 1800, 

jumlah kita 950 juta. Pada 1900 jumlah kita hampir dua kali 

lipat menjadi 1,6 miliar. Dan, pada 2000, jumlah itu berlipat 

empat kali menjadi 6 miliar. Kini, ada hampir 7 miliar Sapiens.

Masa Modern

Meskipun seluruh Sapiens ini semakin tahan pada kehendak alam, 

mereka justru semakin tunduk pada kemauan-kemauan industri 

dan pemerintahan modern. Revolusi Industri membuka jalan 

bagi satu garis panjang eksperimen-eksperimen dalam rekayasa 

sosial dan bahkan rangkaian yang lebih panjang perubahan￾perubahan tak terencana dalam kehidupan sehari-hari dan 

mentalitas manusia. Satu di antara banyak contohnya adalah 

penggantian ritme pertanian tradisional dengan seragam dan 

jadwal tepat industri.

Pertanian tradisional bergantung pada siklus waktu alam dan 

pertumbuhan organik. Sebagian besar masyarakat tidak mampu 

melakukan pengukuran waktu secara persis, juga tidak tertarik 

sama sekali untuk melakukannya. Dunia berjalan tanpa jam dan 

tanpa jadwal, hanya bergantung pada gerakan Matahari dan siklus 

pertumbuhan tanaman. Tidak ada keseragaman dalam hal waktu 

bekerja, dan seluruh kegiatan rutin berubah secara drastis dari 

musim ke musim. Orang-orang tahu di mana Matahari berada, 

dan memperhatikan dengan cemas pertanda-pertanda datang 

musim hujan dan masa panen, tetapi mereka tidak tahu jam dan 

hampir tidak peduli tentang tahun. Jika seorang pengembara lintas 

zaman tersesat di sebuah desa abad pertengahan dan bertanya 

kepada seseorang yang berpapasan, “Tahun berapa ini?” maka 

orang desa itu akan terheran-heran dengan pertanyaan itu, juga 

dengan pakaian orang asing yang aneh.

Berlawanan dengan para petani dan pembuat sepatu abad 

pertengahan, industri modern kurang peduli pada Matahari 

atau musim. Ia mendewa-dewakan ketepatan dan keseragaman. 

Misalnya, dalam sebuah bengkel abad pertengahan setiap pembuat 
sepatu membuat satu sepatu utuh, dari lapisan sol sampai ke 

pengaitnya. Jika seorang pembuat sepatu terlambat kerja, dia tidak 

menghentikan yang lain. Namun, dalam deret pengerjaan sepatu 

di pabrik sepatu modern, setiap pekerja mengawaki satu mesin 

yang menghasilkan hanya satu bagian kecil dari sebuah sepatu, 

yang kemudian diserahkan ke mesin berikutnya. Jika pekerja 

yang mengoperasikan mesin nomor 5 tertidur, ia menghentikan 

seluruh mesin lainnya. Untuk mencegah kekacuan seperti itu, 

setiap orang harus patuh pada jadwal yang tepat. Setiap pekerja 

datang di tempat kerja tepat pada waktu yang sama. Setiap orang 

makan siang bersama, entah mereka lapar atau tidak. Setiap 

orang pulang ketika diteriakkan pengumuman saat berakhirnya 

sif—bukan ketika mereka menyelesaikan proyek.

Revolusi Industri mengubah jadwal itu dan deret pengerjaan 

menjadi sebuah setelan untuk hampir semua aktivitas manusia. 

Tak lama setelah pabrik-pabrik menerapkan kerangka waktu pada 

perilaku manusia, sekolah-sekolah juga mengadopsi penjadwalan 
yang sama, diikuti oleh rumah sakit, kantor-kantor pemerintah, 

dan toko-toko grosir. Bahkan, di tempat-tempat yang deret-deret 

mesin pengerjaan pabrik, jadwal adalah raja. Jika sif di pabrik 

berakhir pukul 05.00 petang, pub lokal sebaiknya sudah mulai 

membuka bisnis pukul 05.02. 

Penghubung krusial dalam penyebaran sistem jadwal adalah 

transportasi publik. Jika para buruh harus memulai sif pada pukul 

08.00, kereta atau bus harus sampai di gerbang pabrik pada pukul 

07.55. Kelambatan beberapa menit akan menurunkan produksi 

dan mungkin bahkan menyebabkan pemutusan hubungan kerja 

bagi para buruh yang terlambat datang itu. Pada 1784, sebuah 

layanan angkutan dengan jadwal yang sudah ditetapkan mulai 

beroperasi di Inggris. Jadwalnya hanya untuk jam keberangkatan 

saja, bukan kedatangan. Saat itu, setiap kota besar dan kecil di 

Inggris punya waktu lokalnya masing-masing, yang berbeda dari 

waktu London hingga setengah jam. Ketika jam menunjukkan 

pukul 12.00 di London, mungkin di Liverpool jam menunjukkan 

pukul 12.20 dan 11.50 di Canterbury. Karena tidak ada telepon, 

radio, atau televisi, maka tidak ada kereta cepat—siapa yang 

tahu, dan siapa peduli?2

Layanan kereta api komersial pertama mulai beroperasi antara 

Liverpool dan Manchester pada 1830. Sepuluh tahun kemudian, 

jadwal kereta kali pertama dikeluarkan. Kereta-kereta itu jauh 

lebih cepat ketimbang kereta-kereta lama, jadi perbedaan aneh 

jam-jam lokal pun menjadi kekacauan yang parah. Pada 1847, 

perusahaan-perusahaan kereta Inggris berunding dan setuju 

bahwa semua jadwal kereta api harus dikalibrasi menurut waktu 

Observatorium Greenwich, bukan menurut waktu lokal Liverpool, 

Manchester, atau Glasgow. Lalu, bertambah terus institusi yang 

mengikuti cara perusahaan-perusahaan kereta. Akhirnya, pada 

1880, pemerintah Inggris mengambil langkah pertama melegislasi 

bahwa semua jadwal di Inggris harus mengikuti Greenwich. 

Untuk kali pertama dalam sejarah, sebuah negara mengadopsi 

satu waktu nasional dan mewajibkan seluruh populasinya hidup 

menurut jam artifisial, bukan jam lokal atau menurut siklus 

terbit-terbenamnya Matahari. Permulaan yang sederhana ini melahirkan jaringan global 

jadwal, yang diselaraskan sampai ke bagian terkecil, detik. 

Ketika media siaran—pertama radio, kemudian televisi—mulai 

bercokol, mereka memasuki sebuah dunia jadwal dan menjadi 

pendorong utama dan juru dakwahnya. Di antara hal-hal pertama 

yang disiarkan stasiun radio adalah sinyal, yaitu bunyi yang 

memungkinkan permukiman-permukiman nun terpencil jauh 

dan kapal-kapal di laut bisa menyetel jam. Belakangan, stasiun￾stasiun radio mengadopsi kebiasaan penyiaran berita setiap jam. 

Kini, item pertama setiap siaran berita—bahkan lebih penting 

ketimbang meletusnya perang—adalah waktu. Saat Perang Dunia 

Kedua, BBC News disiarkan ke Eropa yang diduduki Nazi. 

Setiap acara berita dimulai dengan siaran langsung Big Ben yang 

mendentangkan jam—suara ajaib kebebasan.

Para ahli fisika mumpuni Jerman menemukan satu cara untuk 

memastikan kondisi cuaca di London berdasarkan perbedaan kecil 

dalam nada siaran ding-dong. Informasi ini menyumbangkan 

bantuan tak ternilai bagi Luftwaffe. Ketika Dinas Rahasia Inggris 

mengetahui ini, mereka mengganti siaran langsung dengan 

seperangkat rekaman dari jam terkenal itu.

Dalam rangka menjalankan jaringan jadwal, jam-jam portabel 

murah tetapi tepat tersedia di mana-mana. Di kota-kota Assyria, 

Sassanid, atau Inca mungkin sudah ada jam Matahari. Di kota￾kota Eropa abad pertengahan, biasanya ada satu jam tunggal—

mesin raksasa yang bercokol di puncak sebuah menara di alun￾alun kota. Jam-jam menara ini sangat tidak akurat, tetapi karena 

tidak ada jam lain di kota itu yang bertentangan dengannya, jadi 

tidak ada bedanya. Kini, satu keluarga tunggal yang makmur 

biasanya punya lebih banyak jam di rumah ketimbang satu negara 

pada era abad pertengahan. Anda bisa menyebutkan jam dengan 

melihat jam tangan, melirik Android Anda, menatap jam alarm 

di samping tempat tidur, melihat jam dinding dapur, melihat 

microwave, dari pesawat TV atau DVD, atau melihat sudut layar 

monitor komputer. Malah, Anda mungkin perlu bersusah payah 

untuk tidak mau tahu pukul berapa sekarang.

Biasanya orang melihat jam beberapa kali sehari karena 

hampir semua hal yang kita lakukan harus dilakukan tepat 

waktu. Sebuah jam alarm membangunkan kita pukul 07.00 

pagi, kita memanaskan bagel beku tepat 50 detik di microwave, 

menyikat gigi selama 3 menit sampai terdengar sikat gigi elektrik 

berbunyi, mencegat kereta pukul 07.40 menuju tempat kerja, 

berlari di treadmill di klub fitnes sampai alat memberi tahu waktu 

0,5 jam sudah selesai, duduk di depan TV pukul 07.00 sore 

menonton acara favorit, yang terputus oleh tayangan iklan yang 

sudah dirancang dengan harga $1.000 per detik, dan akhirnya 

menumpahkan semua unek-unek kepada seorang terapis yang 

membatasi ocehan kita dengan standar layanan terapi 50 menit.

Revolusi Industri membawa puluhan kehebohan besar 

dalam masyarakat manusia. Beradaptasi dengan waktu industrial 

hanyalah salah satu di antaranya. Contoh-contoh lain yang 

terkenal adalah urbanisasi, hilangnya kaum tani, bangkitnya 

proletariat industri, pemberdayaan orang biasa, demokratisasi, 

budaya anak muda, dan disintegrasi patriarki.

Akan tetapi, semua kehebohan ini tak ada apa-apanya 

dibandingkan dengan revolusi sosial paling menumental yang 

pernah menimpa manusia: runtuhnya keluarga dan komunitas 

lokal yang digantikan oleh negara dan pasar. Sepanjang yang bisa 

kita ketahui, dari masa-masa paling awal, lebih dari 1 juta tahun 

lalu, manusia hidup dalam komunitas-komunitas kecil yang intim, 

sebagian besar anggotanya berkerabat. Revolusi Kognitif dan 

Revolusi Agrikultur tidak mengubah itu. Keduanya mengeratkan 

keluarga dan masyarakat untuk menciptakan suku-suku, kota￾kota, kerajaan-kerajaan, dan imperium-imperium, tetapi keluarga 

dan komunitas tetap menjadi bata bangunan semua masyarakat 

manusia. Revolusi Industri, di sisi lain, berhasil dalam waktu 

hanya sekitar dua abad untuk meruntuhkan bata-bata bangunan 

ini menjadi atom-atom. Sebagian besar fungsi-fungsi tradisional 

keluarga dan masyarakat diserahkan pada negara dan pasar.
Runtuhnya Keluarga dan Masyarakat

Menjelang Revolusi Industri, kehidupan sehari-hari sebagian besar 

manusia berlangsung dalam tiga kerangka kuno: keluarga nuklir, 

keluarga besar, dan komunitas intim lokal*

. Sebagian besar orang 

bekerja dalam bisnis keluarga—pertanian keluarga atau bengkel 

keluarga, misalnya—atau mereka bekerja dalam bisnis keluarga 

tetangga mereka. Keluarga juga menjadi sistem kesejahteraan, 

sistem kesehatan, sistem pendidikan, industri konstruksi, serikat 

buruh, dana pensiun, perusahaan asuransi, radio, televisi, surat 

kabar, bank, dan bahkan kepolisian.

Ketika seseorang sakit, keluarga merawat mereka. Ketika 

seseorang menua, keluarga mendukungnya, dan anak-anak mereka 

adalah dana pensiun mereka. Ketika seseorang meninggal dunia, 

keluarga mengurus para yatim. Jika seseorang ingin membangun 

sebuah gubuk, keluarga mengulurkan tangan. Jika seseorang ingin 

membuka bisnis, keluarga mengumpulkan uang yang diperlukan. 

Jika seseorang ingin menikah, keluarga memilihkan, atau paling 

tidak meneliti calon pasangannya. Jika konflik muncul dengan 

tetangga, keluarga turut membantu. Jika sakitnya seseorang 

terlalu parah untuk diurus keluarga atau sebuah bisnis baru 

menuntut investasi terlalu besar, atau pertengkaran tetangga 

memanas sampai ke titik kekerasan, komunitas lokal datang 

untuk menyelamatkan.

Komunitas menawarkan bantuan atas dasar tradisi lokal dan 

ekonomi kemanfaatan, yang sering berbeda sangat jauh dari 

hukum persediaan dan permintaan dalam pasar bebas. Dalam 

suatu komunitas gaya lama abad pertengahan, ketika tetangga 

saya membutuhkan bantuan, saya membantu membangun 

gubuknya dan menjaga domba-dombanya, tanpa mengharapkan 

pembayaran sebagai imbalan. Ketika saya yang butuh bantuan, 

tetangga saya bergantian memberi bantuan. Pada saat yang sama, 

penguasa lokal mungkin sudah menyiagakan kami semua sebagai 

penduduk untuk membangun istananya tanpa bayaran sepeser pun. Sebagai imbalannya, kami bergantung kepadanya untuk 

membela kami melawan kawanan perampok atau gerombolan 

barbar. Ada pasar, tentu saja, tetapi perannya sangat terbatas. 

Anda bisa membeli bumbu, pakaian, dan peralatan yang langka, 

dan menyewa jasa pengacara dan dokter. Namun, kurang dari 

10 persen produk-produk dan jasa yang umum digunakan dibeli 

di pasar. Sebagian besar kebutuhan manusia ditangani oleh 

keluarga dan komunitas.

Ada juga kerajaan-kerajaan dan imperium-imperium yang 

menjalankan tugas-tugas penting seperti melancarkan perang, 

membangun jalan-jalan, dan membangun istana-istana. Untuk 

keperluan-keperluan ini, para raja mengumpulkan pajak dan 

kadang-kadang memerintahkan para tentara dan buruh. Namun, 

dengan beberapa pengecualian, mereka cenderung berada di 

luar urusan keseharian keluarga dan komunitas. Sekalipun 

jika mereka ingin mengintervensi, sebagian besar raja hanya 

bisa melakukannya dengan susah payah. Ekonomi-ekonomi 

agrikultur tradisional tak banyak punya surplus, yang dengan 

itulah kalangan pejabat pemerintah, polisi, pekerja sosial, guru, 

dan dokter mendapat makan. Akibatnya, sebagian besar penguasa 

tidak mengembangkan secara massal sistem kesejahteraan, sistem 

kesehatan, atau sistem pendidikan. Mereka menyerahkan urusan￾urusan semacam itu kepada keluarga dan komunitas. Bahkan, 

dalam kasus-kasus yang sangat langka ketika penguasa berusaha 

mengintervensi lebih jauh urusan kehidupan sehari-hari petani 

(seperti yang terjadi, misalnya, dalam Imperium Qin di China), 

mereka melakukannya dengan menjadikan para pemimpin 

keluarga dan sesepuh komunitas menjadi agen-agen pemerintah.

Cukup sering, kesulitan-kesulitan transportasi dan komunikasi 

begitu menyulitkan untuk mengintervensi urusan komunitas￾komunitas terpencil sehingga kerajaan lebih suka menyerahkan 

saja, bahkan untuk hak-hak prerogatif kerajaan yang paling 

dasar—seperti pajak dan kekerasan—kepada komunitas. Imperium 

Ottoman, misalnya, membiarkan dendam-dendam keluarga 

dibalaskan ketimbang mendukung suatu kekuatan polisi kerajaan 

yang besar. Jika sepupu saya membunuh seseorang, saudara 

korban mungkin membunuh saya sebagai pembalasan yang 
disepakati. Sultan di Istanbul atau bahkan pasha provinsi tidak 

mengintervensi dalam bentrokan seperti itu, sepanjang kekerasan 

dalam batas-batas yang bisa diterima.

Dalam Imperium Ming China (1368–1644), penduduk 

diorganisasi dalam sistem baojia. Sepuluh keluarga dikelompokkan 

untuk membentuk satu jia, dan sepuluh jia menjadi satu bao. 

Ketika seorang anggota satu bao melakukan kejahatan, anggota 

bao lainnya bisa dihukum karena itu, terutama pada tetua bao. 

Pajak juga dibebankan pada bao, dan menjadi tanggung jawab 

para tetua bao, bukan pejabat negara, untuk menilai situasi setiap 

keluarga dan menentukan jumlah pajak yang harus dibayar. Dari 

perspektif imperium, sistem ini memberi keuntungan besar. Bukan 

dengan mengerahkan ribuan pejabat pengumpul pendapatan 

pengumpul pajak, yang memonitor pendapatan dan biaya setiap 

keluarga, tugas-tugas ini diserahkan kepada para tetua komunitas. 

Para tetua tahu berapa nilai setiap penduduk dan mereka biasanya 

bisa menerapkan pembayaran pajak tanpa melibatkan pasukan 

kerajaan. Banyak kerajaan dan imperium yang sesungguhnya 

tak ubahnya raket-raket proteksi besar. Raja adalah capo di 

tutti capi yang mengumpulkan uang perlindungan, dan sebagai 

imbalannya memastikan sindikat kejahatan dan preman-preman 

kecil di sekelilingnya tidak mengganggu mereka yang ada dalam 

perlindungannya. Tak banyak lainnya yang dilakukan raja.

Kehidupan di jantung keluarga dan komunitas jauh dari 

ideal. Keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas bisa menindas 

para anggotanya tak kalah brutal dari negara-negara dan pasar 

modern, dan dinamika internal mereka sering penuh ketegangan 

dan kekerasan—namun orang-orang tak punya banyak pilihan. 

Seseorang yang kehilangan keluarga dan komunitas sekitar 

tahun 1750 sama nasibnya dengan orang mati. Dia tak punya 

pekerjaan, tak punya pendidikan, dan tak punya dukungan 

pada saat sakit dan tertekan. Tak seorang pun mau meminjami 

uang atau membela jika dia sedang kesulitan. Tak ada polisi, 

tak ada pekerja sosial, dan tak ada pendidikan wajib. Agar bisa 

bertahan, orang seperti itu harus cepat menemukan alternatif 

keluarga atau komunitas. Anak laki-laki dan perempuan yang 

lari dari rumah, paling banter, bisa berharap menjadi pembantu di keluarga baru. Yang paling buruk, ada angkatan perang atau 

rumah bordil.

Semua ini berubah secara dramatis dalam dua abad terakhir. 

Revolusi Industri memberi pasar kekuatan baru yang sangat 

besar, yang diberikan oleh negara dengan sarana komunikasi dan 

transportasi baru, dan kepada pemerintahan diserahkan suatu 

pasukan pekerja, guru, polisi, dan pekerja sosial. Pada mulanya 

pasar dan negara mendapati jalur mereka diadang oleh keluarga￾keluarga dan komunitas-komunitas tradisional yang kurang 

begitu suka dengan intervensi dari luar. Para orangtua dan tetua 

komunitas enggan membiarkan generasi muda diindoktrinasi 

oleh sistem pendidikan nasionalis, untuk diwajib-militerkan atau 

dijadikan kaum proletar urban yang tak punya akar.

 Seiring waktu berlalu, negara dan pasar menggunakan 

kekuatan mereka yang tumbuh untuk memperlemah ikatan￾ikatan tradisional keluarga dan komunitas. Negara mengirim 

polisinya untuk menghentikan dendam-dendam keluarga dan 

menggantinya dengan keputusan-keputusan pengadilan. Pasar 

mengirim para penjajanya untuk menyapu tradisi-tradisi lokal 

yang sudah berlangsung lama dan menggantinya dengan gaya￾gaya komersial yang berubah-ubah. Namun, itu tidak cukup. 

Agar benar-benar meruntuhkan kekuatan keluarga dan komunitas, 

negara dan pasar membutuhkan bantuan pilar kelima. 

Negara dan pasar mendekati orang-orang dengan tawaran 

yang tak bisa ditolak. “Menjadi individu-individu,” kata mereka. 

“Nikahi siapa pun yang kau inginkan, tanpa minta izin dari kedua 

orangtuamu. Ambil pekerjaan apa pun yang cocok denganmu, 

sekalipun para tetua komunitas merengut. Hidup dengan 

cara apa pun yang kamu inginkan, sekalipun kamu tidak bisa 

makan malam bersama keluarga setiap pekan. Kamu tidak lagi 

bergantung pada keluargamu atau komunitasmu. Kamilah, negara 

dan pasar, yang akan mengurus kamu. Kami akan menyediakan 

makanan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, 

dan pekerjaan. Kami akan menyediakan pensiun, asuransi, dan 

perlindungan.”

Sastra romantik sering mengetengahkan individu sebagai 

seseorang yang terjebak dalam perjuangan melawan negara dan pasar. Tak ada yang lebih jauh dari kebenaran. Negara dan pasar 

adalah ibu dan ayah bagi individu, dan individu bisa bertahan 

hidup hanya berkat keduanya. Pasar memberi kita pekerjaan, 

asuransi, dan pensiun. Jika kita ingin mempelajari sebuah profesi, 

sekolah-sekolah pemerintah siap mengajarimu. Jika kita ingin 

membuka bisnis, bank meminjami kita uang. Jika kita ingin 

membangun rumah, perusahaan konstruksi membangunnya 

dan bank memberi kita surat utang, yang dalam kasus-kasus 

tertentu disubsidi atau diasuransi oleh negara. Jika kekerasan 

melanda, polisi melindungi kita. Jika kita sakit selama beberapa 

hari, jaminan sosial datang membantu. Jika kita membutuhkan 

bantuan detik demi detik, kita bisa pergi ke pasar dan menyewa 

seorang perawat—biasanya orang asing dari belahan dunia lain 

yang mengurusi kita dengan bentuk pengabdian yang tak bisa 

kita harapkan dari anak-anak kita. Jika kia punya sarananya, kita 

bisa menghabiskan tahun-tahun emas di rumah warga usia lanjut. 

Otoritas pajak memperlakukan kita sebagai individu-individu, 

dan tidak berharap kita membayar pajak tetangga. Pengadilan 

juga melihat kita sebagai individu, dan tidak pernah menghukum 

kita atas kejahatan yang dilakukan oleh sepupu kita.

Tidak hanya laki-laki dewasa, tetapi juga perempuan dan 

anak-anak, diakui sebagai individu. Hampir sepanjang sejarah, 

perempuan sering dipandang sebagai properti keluarga atau 

komunitas. Negara-negara modern, di sisi lain, memandang 

perempuan sebagai individu, menikmati hak-hak ekonomi dan 

hukum yang independen dari keluarga maupun komunitas 

mereka. Mereka bisa memiliki rekening bank, memutuskan 

dengan siapa menikah, dan bahkan memilih untuk cerai atau 

hidup dengan kemampuan sendiri.

Akan tetapi, pembebasan individu tentu ada harganya. 

Banyak di antara kita kini meratapi hilangnya keluarga-keluarga 

dan komunitas-komunitas yang kuat dan merasa teralienasi 

serta terancam oleh kekuasaan negara yang impersonal, dan 

pasar mengendalikan hidup kita. Negara dan pasar yang berisi 

individu-individu teralienasi bisa mengintervensi kehidupan para 

anggotanya jauh lebih mudah ketimbang negara dan pasar yang 

berisi keluarga-keluarga serta komunitas-komunitas yang kuat. 
Ketika para tetangga dalam sebuah bangunan apartemen tinggi 

menjulang tidak bisa menyepakati bahkan soal berapa yang harus 

dibayar untuk pesuruh mereka, bagaimana bisa kita berharap 

mereka melawan negara?

Kesepakatan antara negara, pasar, dan individu adalah 

kesepakatan yang tidak menyenangkan. Negara dan pasar tidak 

sepakat tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban alamiah mereka, 

dan individu-individu mengeluh bahwa keduanya menuntut 

terlalu banyak tetapi memberi terlalu sedikit. Dalam banyak 

kasus individu-individu dieksploitasi oleh pasar, dan negara 

mempekerjakan tentaranya, pasukan polisinya dan birokrasinya 

untuk menuntut individu-individu, bukan membelanya. Namun, 

luar biasa bahwa kesepakatan ini bekerja—betapa pun tidak 

sempura. Sebab, hal ini telah menerobos pengaturan-pengaturan 

sosial manusia yang sudah berjalan dalam generasi-generasi yang 

tak terhitung jumlahnya. Jutaan tahun evolusi telah mendesain 

kita untuk hidup dan berpikir sebagai anggota-anggota komunitas. 

Hanya dalam waktu dua abad kita sudah menjadi individu￾individu teralienasi. Tak ada yang memberi kesaksian lebih baik 

tentang hebatnya kekuatan kultur.

Keluarga nuklir memang tidak lenyap sama sekali dari 

lanskap modern. Ketika negara dan pasar mengambil sebagian 

besar peran ekonomi dan politik keluarga, sebagian fungsi￾fungsi emosionalnya yang penting tetap dipertahankan. Keluarga 

modern masih diharuskan menyediakan kebutuhan-kebutuhan 

intim, yang negara dan pasar (sejauh ini) tidak mampu berikan. 

Namun, bahkan dalam hal ini keluarga semakin menjadi sasaran 

intervensi. Pasar membentuk pada skala yang lebih besar cara 

orang melakukan kehidupan romantik dan seksual mereka. 

Secara tradisional keluarga adalah penentu jodoh utama, kini 

pasar yang membentuk pilihan-pilihan romantik dan seksual 

kita, kemudian mengulurkan tangan dengan imbalan—ongkos 

yang sangat mahal. Dulu kedua calon pengantin bertemu dalam 

ruang tamu keluarga, dan uang berpindah tangan dari seorang 

ayah ke ayah yang lain. Kini pelaminan berada di bar dan kafe, 

dan uang berpindah dari tangan pengantin ke para pembantu. 

Bahkan, semakin banyak uang yang ditransfer ke rekening bank