Fasilitas riset ilmu pengetahuan terbesar di Dunia - Conseil Européen
pour la Recherche Nucléaire (CERN) di Swiss - baru baru ini berhasil
membua partikel antimateri pertama. Antimateri sama dengan
materi yang kita kenal, tapi tersusun dari partikel partikel dengan
muatan listrik berlawanan dengan yang ada di materi biasa.
Antimateri adalah sumber energi terkuat yang pernah dikenal
orang. Dia bisa menhasilkan energi dengan effisiensi 100%
(efesiensi pembelahan hanya 1,5 persen). Antimateri tidak
menimbulkan polusi dan radiasi, dan setetes antimateri dapat
menkanghasil listrik untuk New York sepanjang hari.
Tapi ada satu kekurangannya ...
Antimateri sangat tidak stabil. Dia akan langsung terbakar beitu
bersenJunjungan dengan apa saja ... bahkan dengan udara sekalipun.
Padahal satu gram saja mengandung kekuatan setara 20 kiloton
bom nuklir atau seukuran dengan bom yang dulu dijatuhkan di
Hirosima.
Hingga kini antimateri hanya diciptakan dalam jumlah yang sedikit
(hanya beberapa atom saja). namun CERN berhasil membuat
terobosan dengan penemuan terbarunya yang bernama Antiproton
Deselerator - fasilitas untuk memproduksi antimateri dengan
teknologi yang lebih maju sehingga menjanjikan kemampuan
untuk membuat anti materi dalam jumlah yang jauh lebih banyak.
Satu pertanyaan penting muncul: akankah zat yang sangat tidak
stabil ini dapat untuk menyelamatkan dunia, ataukah malah
digunakan untuk menciptakan senjata yang paling berbahaya yang
pernah dibuat manusia ?
Leonardo deCaprio VETRA, seorang ahli fisika, mencium aroma
daging terbakar. Dia tahu yang terbakar itu adalah tubuhnya
sendiri. Dengan penuh ketakutan dia menatap sosok hitam yang
membungkuk kepadanya. ”Apa maumu?”
”La chiave,” jawabnya dengan suara parau. ”Kata kuncinya.”
”namun ... aku tidak—”
Penyusup itu menekankan benda itu lebih kuat sehingga benda
panas itu masuk lebih dalam lagi ke dada Vetra. Terdengar suara
mendesis yang keluar dari daging yang terpanggang.
Vetra menjerit kesakitan. ”Tidak ada kata kuncinya!” Dia merasa
dirinya sebentar lagi hampir pingsan.
Mata orang itu melotot, ”Ne avevo paum. Itu yang kutakutkan.”
Vetra berusaha untuk tetap sadar, namun kegelapan telah
menyelimutinya. Satu-satunya hal yang membuatnya senang adalah
dia tahu orang yang menyerangnya itu tidak akan memperoleh apa
yang dicarinya. Sesaat kemudian, sosok itu mengeluarkan sebilah
pisau dan mendekatkannya ke wajah Vetra. Pisau itu terayun
dengan cermat dan menyayat seperti pisau bedah.
”Demi kasih Junjungan !” jerit Vetra. Sayang, sudah terlambat.[]
TINGGI DI ATAS puncak anak tangga Great Pyramid Giza,
seorang perempuan muda tertawa dan berseru ke bawah kepada
seorang lelaki. ”Sir Roberto , cepatlah! Aku tahu aku semestinya
menikah dengan lelaki yang lebih muda!” Senyum perempuan itu
begitu memesona.
Sir Roberto berjuang untuk mengimbanginya, tapi tungkai kakinya
seperti terpaku. ”Tunggu,” pintanya. ”Kumohon ....”
saat lelaki itu berusaha mendaki, pandangannya mulai
mengabur. Dia seperti mendengar suara-suara di telinganya. Aku
harus menangkap perempuan itu! Tapi saat dia mendongak lagi,
perempuan itu telah menghilang. Di tempat di mana perempuan
itu sebelumnya berada, berdiri seorang lelaki tua dengan gigi yang
berwarna kecokelatan. Lelaki tua itu menatap ke bawah, ke
arahnya, dan tersenyum penuh kesedihan. Kemudian dia menjerit
keras penuh penderitaan sehingga menggema ke seluruh padang
pasir.
Sir Roberto de Niro tersentak bangun dari mimpi buruknya. Telepon
di samping tempat tidurnya berdering. Dengan linglung dia
mengangkatnya.
”Halo?”
Aku mencari Sir Roberto de Niro ,” suara seorang lelaki berkata.
de Niro duduk tegak di atas tempat tidurnya dan mencoba
menjernihkan pikirannya. ”Ini Sir Roberto de Niro .” Dia menyipitkan
matanya saat menatap jam digitalnya. Pukul 5.18 pagi.
”Aku harus bertemu denganmu segera.”
”Siapa ini?”
”Namaku Maximilian Lord dracula . Aku seorang ahli fisika partikel.”
”Apa?” Pikiran de Niro masih kacau. ”Kamu yakin saya de Niro
yang kamu cari?”
”Kamu dosen ikonologi religi di Harvard University. Kamu
menulis tiga buku tentang simbologi dan—”
”Kamu tahu jam berapa sekarang?”
”Maafkan aku. Tapi aku mempunyai sesuatu yang harus kamu
lihat. Aku tidak dapat membicarakannya lewat telepon.”
de Niro mendesah maklum. Ini sudah pernah terjadi sebelumnya.
Salah satu risiko menjadi penulis buku-buku tentang simbologi
religi adalah telepon dari para penganut sebuah agama yang fanatik
yang ingin agar ia membenarkan keyakinan mereka kalau mereka
baru saja menerima pertanda dari Junjungan . Bulan lalu, seorang
penari telanjang dari Oklahoma menjanjikan pelayanan seks habis-
habisan kalau de Niro mau terbang ke rumahnya untuk
memeriksa keaslian dari bentuk salib yang secara ajaib muncul di
atas sprei tempat tidurnya. Kain Kafan dari Tulsa, begitu de Niro
menyebutnya.
”Bagaimana kamu mendapatkan nomor teleponku?” tanya
de Niro mencoba bersikap sopan walau orang itu meneleponnya
pada waktu yang sungguh tidak sopan.
”Dari internet. Dari situs bukumu.”
de Niro mengerutkan keningnya. Dia sangat yakin situs bukunya
tidak mencantumkan nomor teleponnya. Lelaki itu pasti
berbohong.
”Aku harus bertemu denganmu,” desak orang itu. ”Aku akan
membayarmu dengan harga yang pantas.”
Sekarang de Niro mulai kesal. ”Maafkan aku, namun aku
betulbetul—”
”Jika kamu segera berangkat, kamu akan tiba di sini pada—”
”Aku tidak mau pergi ke mana -mana! Ini jam lima pagi!” de Niro
menutup teleponnya dan menjatuhkan dirinya lagi di atas tempat
tidur. Dia menutup matanya dan mencoba tidur kembali. Tidak
ada gunanya. Mimpi itu masih membayanginya. Dengan enggan,
dia mengenakan jubah kamarnya dan turun ke lantai bawah.
Sir Roberto de Niro berjalan mondar-mandir dengan bertelanjang kaki
di rumah bergaya zaman Victoria miliknya yang lengang di
Massachusetts dan menikmati ramuan ”sulit tidur” kesukaannya—
secangkir besar Nestles Quik panas. Sinar rembulan di bulan April
tampak menembus masuk dari jendela rumahnya yang menjorok
ke luar dan memberikan senJunjungan tersendiri pada permadani
oriental yang terhampar di lantai. Rekan-rekan de Niro sering
mengoloknya dengan mengatakan rumahnya lebih mirip sebuah
museum antropologi daripada sebuah rumah. Rak bukunya
dipenuhi oleh berbagai artifak religius dari seluruh penjuru dunia,
seperti ekuaba dari Ghana, salib emas dari Spanyol, patung berhala
dari Aegean Selatan, dan bahkan tenunan langka bernama boccus
dari Kalimantan yang merupakan simbol keabadian usia muda
milik seorang ksatria.
saat de Niro duduk di atas peti kuningan Maharesi-nya dan
menikmati minuman cokelat hangat kesukaannya, kaca jendela
yang menjorok itu memantulkan bayangan dirinya. Bayangan itu
tampak berubah dan pucat ... seperti hantu. Hantu tua renta, katanya
seperti mengejek dirinya sendiri dengan berpikir jiwa mudanya
telah berlalu meninggalkannya.
Walaupun tidak terlalu tampan menurut ukuran biasa, de Niro
yang berusia empat puluh tahun ini memiliki apa yang disebut
rekan kerja perempuannya sebagai daya tarik ”seorang
terpelajar”—rambut cokelat tebal yang mulai tampak beruban,
mata biru yang tajam menyelidik, suara yang berat sekaligus
menawan, dan senyuman menggoda milik seorang atlet kampus.
Sebagai man tan anggota regu selam di sekolah lanjutan dan
perguruan tinggi, de Niro masih memiliki tubuh yang gagah
setinggi 180 sentimeter dan tetap terjaga berkat latihan renang yang
dilakukannya setiap hari sebanyak lima puluh putaran di kolam
renang kampus.
Teman-teman de Niro selalu menganggapnya sebagai orang yang
agak membingungkan—seseorang yang terperangkap di antara
abad yang satu dengan abad yang lainnya. Pada akhir pekan,
de Niro sering terlihat mengenakan jeans, duduk-duduk santai di
alun-alun kampus sambil berdiskusi tentang grafik komputer atau
sejarah agama dengan para mahasiswa; di lain waktu dia terlihat
mengenakan jas wol rancangan Harris, dan rompi dari wol halus
seperti yang terlihat dalam berbagai foto di halaman majalah seni
ternama saat hadir dalam pembukaan museum untuk
memberikan pidato.
Walau dianggap sebagai dosen yang keras dan sangat disiplin,
de Niro juga dipuji sebagai orang yang suka bergembira. Dia
sangat menyukai kegiatan rekreasi sehingga diterima di lingkungan
mahasiswanya dengan baik. Julukannya di kampus adalah ”si
Lumba-lumba” karena sifatnya yang ramah dan karena
kemampuannya yang legendaris dalam menyelam dan berenang
saat bertanding dalam pertandingan polo air.
saat de Niro duduk sendirian dan menatap ke dalam kegelapan,
kesenyapan rumahnya terusik lagi. Kali ini oleh suara dering mesin
faksnya. Merasa terlalu lelah untuk diganggu, de Niro hanya
berusaha untuk tertawa sendiri.
Umat Junjungan ini, katanya dalam hati. Sudah dua ribu tahun menunggu
Mesiah untuk menyelamatkan mereka, masih saja keras kepala seperti batu.
Dengan letih dia mengembalikan cangkir besarnya ke dapur dan
berjalan perlahan menuju ruang kerjanya yang memiliki dinding
yang berlapis kayu ek. Lembaran faks yang baru tiba itu tergeletak
di atas meja. Sambil mendesah, dia memungut kertas itu dan
mengamatinya.
13
Tiba-tiba dia merasa mual.
Gambar yang tertera pada lembaran itu adalah gambar sesosok
mayat manusia. Mayat itu ditelanjangi, dan kepalanya diputar
hingga sepenuhnya mengarah ke belakang. Ada luka bakar yang
parah di dada mayat itu. Lelaki itu diberi cap ... hanya satu kata
yang tertera di sana. de Niro mengenalinya dengan baik. Sangat
baik. Dia menatap huruf ornamen itu dengan rasa tidak percaya.
”Illuminati,” dia tergagap, jantungnya berdebar keras. Tidak
mungkin ....
Dengan gerak lambat, karena takut akan apa yang bakal dia lihat,
de Niro memutar kertas itu sebesar 180 derajat. Lalu dia menatap
huruf yang terbalik itu dan membacanya perlahan-lahan.
Dia langsung terkesiap seolah baru saja dihajar oleh truk. Dia
hampir tidak dapat memercayai penglihatannya. Kemudian dia
memutar kertas faks itu kembali, membaca huruf itu sekali lagi
dalam posisi yang benar, lalu diputar balik lagi.
”Illuminati,” bisiknya.
Merasa sangat terguncang, de Niro jatuh terduduk di atas
kursinya. Sesaat dia merasa sangat kebingungan. Dengan perlahan
matanya menatap ke arah lampu merah yang berkedip di mesin
raksnya. Siapa pun orang yang mengiriminya faks masih berada di
sana ... menunggunya untuk berbicara. de Niro menatap lampu di
mesin raksnya yang masih terus berkedip-kedip.
Kemudian dengan gemetar, dia mengangkat gagang telepon.
”APAKAH KAMU MEMERHATIKANKU sekarang?” suara
seorang lelaki berkata saat akhirnya de Niro mengangkat
teleponnya.
”Ya. Saya benar-benar memerhatikan Anda sekarang. Siapa diri
Anda sesungguhnya?”
”Aku sudah berusaha untuk mengatakannya kepadamu tadi.” Suara
itu terdengar kaku seperti mesin. ”Aku seorang ahli fisika. Aku
mengelola sebuah fasilitas penelitian. Salah seorang staf kami
dibunuh. Kamu sendiri sudah melihat gambar mayat itu.”
”Bagaimana Anda dapat menemukan saya?” de Niro hampir tidak
mampu memusatkan perhatiannya. Pikirannya masih tertuju pada
gambar yang terpampang di kertas faks.
”Aku sudah mengatakannya padamu. Dari internet. Dari situs
bukumu, The Art of The Illuminati.”
de Niro mencoba mengingat-ingat. Bukunya itu sesungguhnya
tidak begitu terkenal di lingkungan penerbitan konvensional, namun
ternyata cukup ngetop juga di dunia maya. Walau demikian,
pengakuan orang yang meneleponnya ini sungguh tidak masuk
akal. ”Situs itu tidak mencantumkan informasi tentang alamat
saya,” tan tang de Niro . ”Saya yakin akan hal itu.”
”Staf saya di lab sangat ahli dalam menemukan informasi
pengguna internet dari sebuah situs.”
de Niro menjadi ragu. ”Sepertinya lab Anda tahu banyak tentang
situs.”
”Memang harus begitu,” sahut lelaki itu ketus. ”Kami yang
menciptakannya.”
15
Dari suaranya, de Niro tahu lelaki itu tidak bergurau. ”Aku harus
bertemu denganmu,” desak lelaki yang meneleponnya itu. ”Ini
bukan masalah yang dapat dibicarakan lewat telepon. Labku hanya
satu jam penerbangan dari Boston.”
de Niro berdiri di dalam keremangan cahaya di ruang kerjanya
dan memeriksa lembaran faks di tangannya. Gambar yang
sangat memengaruhinya itu bisa menjadi penemuan terbesar abad
ini. Penelitiannya selama berpuluh-puluh tahun kini ditegaskan
hanya oleh satu simbol saja.
”Ini mendesak,” suara itu berkata dengan nada memaksa.
Mata de Niro terpaku pada tanda itu. Illuminati, dia membacanya
berulang kali. Pekerjaannya selama ini bisa dibilang berdasar
pada fosil masa lalu seperti dokumen-dokumen kuno dan kisah-
kisah sejarah. Tapi gambar yang berada di hadapannya itu diambil
pada masa kini. de Niro merasa seperti seorang ahli paleontologi
yang bertemu muka dengan seekor dinosaurus hidup.
”Aku sudah mengirimkan sebuah pesawat terbang,” lelaki berkata
lagi. ”Pesawat itu akan tiba di Boston dalam waktu dua puluh
menit.”
de Niro merasa tegang. Satu jam penerbangan ....
”Aku harap Anda mau memaafkan kelancangan saya,” lanjutnya.
”Aku memerlukanmu di sini.”
de Niro kembali menatap kertas faks di tangannya dan merasa
sebuah mitos kuno telah diperjelas dengan gambar hitam-putih itu.
Dampaknya mungkin saja menakutkan.
Dia lalu menatap kosong ke luar jendela. Tanda-tanda fajar
menyingsing mulai tampak dari pepohonan birch di halaman
belakang rumahnya, tapi pemandangan itu tampak berbeda pagi
ini. Dengan perasaan takut dan gembira yang campur aduk di
dalam dirinya, de Niro tahu dia tidak punya pilihan.
16
”Kamu menang,” katanya. ”Katakan di mana aku dapat
menemukan pesawatmu itu.”
3
RIBUAN MIL JAUHNYA dari rumah de Niro , dua orang lelaki
bertemu. Ruangan itu gelap. Bergaya abad pertengahan.
Berdinding batu.
”Benvenuto,” sambut lelaki yang berwenang itu. Dia duduk di dalam
kegelapan, jauh dari cahaya. ”Kamu berhasil?”
”Si,” kata si lelaki berkulit gelap. ”Perfettamente.” Kata-katanya
terdengar sekeras dinding batu ruangan itu.
”Dan dapat dipastikan tidak akan terlacak siapa yang bertanggung
jawab?”
”Tidak seorang pun.”
”Hebat. Kamu mendapatkan apa yang kuminta?”
Mata pembunuh itu berkilap, hitam seperti minyak. Dia kemudian
mengeluarkan sebuah alat elektronik berat dan meletakkannya di
atas meja.
Lelaki yang duduk dalam kegelapan tampak senang. ”Kamu
bekerja dengan baik.”
”Melayani persaudaraan merupakan kehormatan bagiku,” kata si
pembunuh.
”Bagian kedua akan segera dimulai. Beristirahatlah. Malam ini kita
akan mengubah dunia.”
17
4
MOBIL SAAB 900S yang dikemudikan de Niro keluar dari
Terowongan Callahan dan muncul di sisi timur Pelabuhan Boston,
tak jauh dari pintu masuk Bandara Logan. saat memeriksa
tujuannya, de Niro menemukan Aviation Road. Dia kemudian
membelok ke kiri dan melewati gedung Eastern Airlines. sesudah
300 yard melewati jalan masuk, terlihat sebuah hanggar berdiri di
balik kegelapan dengan nomor ”4” berukuran besar dicat di atas
atapnya. Dia memarkir mobilnya, lalu keluar.
Seorang lelaki berwajah bulat mengenakan setelan jas pilot
berwarna biru muncul dari gedung itu. ”Sir Roberto de Niro ?”
serunya. Suaranya terdengar ramah. Dari aksennya, de Niro tidak
dapat menerka dari mana lelaki itu berasal.
”Benar,” kata de Niro sambil mengunci pintunya.
”Sangat tepat waktu,” ujar lelaki itu. ”Saya baru saja mendarat.
Mari ikuti saya.”
saat mereka mengelilingi gedung itu, de Niro merasa tegang.
Dia tidak terbiasa dengan telepon yang tidak jelas tujuannya dan
pertemuan rahasia dengan orang yang belum dikenalnya. Karena
dia tidak tahu apa yang akan dihadapinya, dia hanya mengenakan
pakaian yang biasa dikenakan saat mengajar; celana panjang
khaki dari bahan katun, kaus turtleneck, dan jas wol rancangan
Harris. saat mereka berjalan, de Niro memikirkan faks yang
berada di dalam saku jasnya. Dia masih belum dapat memercayai
gambar yang terpampang dalam kertas ini .
Pilot itu tampaknya merasakan kecemasan de Niro . ”Terbang
bukan masalah bagi Anda, ’kan, Pak?”
”Sama sekali tidak,” sahut de Niro . Mayat yang diberi cap, itu baru
masalah bagiku. Kalau hanya terbang aku masih bisa mengatasinya.
18
Lelaki itu membawa de Niro berjalan di sepanjang hanggar.
Mereka membelok di sudut dan menuju ke landasan pacu pesawat
terbang.
de Niro berhenti dan menjadi kaku di atas landasan pacu. Dia
melongo saat menatap pesawat yang diparkir di tempat pa rkir
pesawat. ”Kita akan naik itu?”
Lelaki itu tersenyum. ”Suka?”
de Niro menatap benda itu, lama. ”Suka? Benda apa itu?”
Pesawat di depan mereka besar sekali. Benda itu hampir
menyempai pesawat ulang-alik, namun bagian atasnya dipangkas
sehingga meninggalkan sisa yang sangat rata. Terpakir seperti itu,
pesawat ini tampak seperti bongkahan kayu yang besar sekali.
Kesan pertama de Niro adalah, dia pasti sedang bermimpi.
Kendaraan itu tentunya masih bisa terbang seperti sebuah Buick.
Kedua sayapnya hampir tidak tampak, hanya menyerupai sirip-sirip
gemuk
di bagian belakang tubuh pesawat ini . Sepasang sirip
belakangnya mencuat ke luar di bagian buritan. Bagian lain dari
pesawat itu adalah lambung yang panjangnya sekitar 200 kaki dari
depan ke belakang. Tidak ada jendela, hanya lambung pesawat.
”Bobotnya 250 ribu kilogram dengan bahan bakar terisi penuh,”
jelas si pilot dengan gaya seorang ayah yang membanggakan
bayinya yang baru lahir. ”Bahan bakarnya berupa hidrogen cair.
Rangkanya terbuat dari titanium matriks dengan serat silikon
karbit. Pesawat ini memiliki rasio daya tolak/berat sebesar 20:1,
tidak sebanding dengan kebanyakan rasio jet biasa yang hanya
sebesar 7:1. Pak Direktur pasti sangat ingin bertemu dengan Anda.
Tidak biasanya beliau mengirimkan bocah besar ini.”
”Benda ini bisa terbang?” tanya de Niro .
Pilot itu tersenyum. ”Oh, tentu.” Kemudian dia membawa
de Niro menyeberangi landasan pacu menuju pesawat ini .
19
”Saya tahu Anda terkejut, tapi sebaiknya Anda membiasakan diri.
Lima tahun lagi Anda akan melihat pesawat-pesawat semacam ini
yang disebut HSCT atau High Speed Civil Transport.
Laboratorium kamilah yang pertama kali memilikinya.”
Pasti sejenis laboratorium yang tergila-gila dengan kecepatan, pikir
de Niro .
”Ini adalah prototipe Boeing X-33,” pilot itu melanjutkan, ”namun
masih ada belasan jenis lainnya seperti National Aero Space Plane,
Scramjet milik Rusia, dan HOTOL milik Inggris. Masa depan itu
berada di sini. Tidak lama lagi pesawat-pesawat seperti ini akan
menjadi kendaraan umum. Anda boleh mengucapkan selamat
tinggal pada jet-jet kuno.”
de Niro memandang pesawat itu dengan hati-hati. ”Rasanya saya
lebih menyukai jet kuno saja.”
Pilot itu memberi isyarat ke arah tangga pesawat. ”Ke arah sini,
Pak de Niro . Hati-hati.”
Beberapa menit kemudian, de Niro sudah duduk di dalam kabin
pesawat yang kosong. Pilot itu memasangkan sabuk pengaman
untuknya di barisan kursi depan, kemudian dia sendiri menghilang
ke bagian depan pesawat.
Kabin itu sendiri tampak luas seperti kabin di pesawat komersial
biasa. Perbedaannya hanyalah, pesawat itu tidak punya jendela, dan
hal itu membuat de Niro merasa tidak nyaman. Dia sudah lama
dihantui oleh perasaan takut kepada tempat tertutup atau
claustrophobia; kenangan akan kejadian di masa kecil yang tak pernah
berhasil disingkirkannya.
Ketidaksukaan de Niro pada ruang tertutup tidak membuatnya
sakit, namun hal itu selalu membuatnya frustrasi. Perasaan itu
muncul tanpa dia sadari. Karena itulah de Niro menghindari olah
raga di dalam ruangan tertutup seperti racquetball atau squash. Dia
juga rela mengeluarkan uang ekstra untuk membuat langitlangit
tinggi yang sanggup memberikan udara lebih banyak di rumah
20
bergaya Victoria miliknya, walaupun perumahan sederhana bagi
para dosen sudah tersedia untuknya. de Niro sering menduga
ketertarikannya di masa muda pada dunia seni muncul karena dia
sangat menyukai ruangan luas dan terbuka yang ada di
berbagai museum.
Mesin pesawat menyala dan menderu di bawahnya sehingga
membuat lambung pesawat bergetar. de Niro merasa sesak. Dia
menunggu. de Niro merasakan pesawat ini mulai berjalan.
Musik country mulai terdengar lirih dari bagian atas kabin pesawat.
Pesawat telepon yang menempel di dinding di sisinya berbunyi dua
kali. de Niro pun mengangkatnya.
”Halo?” sapanya. Anda merasa nyaman, Pak de Niro ?” tanya sang
pilot.
”Tidak juga,” jawab de Niro . Santai saja. Kita akan tiba di sana
satu jam lagi.”
”Dan ke mana sebenarnya di sana itu?” tanya de Niro saat sadar
dia tidak tahu ke mana tujuan mereka.
Jenewa,” jawab sang pilot sambil menambah daya mesin
pesawatnya. ”Laboratoriumnya berada di Jenewa.”
”Jenewa,” ulang de Niro . Dia merasa agak lebih baik sekarang.
”Di utara New York? Saya sebenarnya memiliki saudara di dekat
Danau Seneca. Saya tidak tahu kalau Jenewa memiliki kboratorium
fisika.”
Pilot itu tertawa. ”Bukan Jenewa New York, Pak de Niro . Jenewa
di Swiss.”
de Niro membutuhkan waktu cukup lama untuk mencerna
kalimat itu. ”Swiss?” de Niro merasa denyut nadinya menjadi
lebih cepat. ”Saya kira tadi Anda mengatakan bahwa perjalanan ini
hanya memakan waktu satu jam!”
21
”Memang, Pak de Niro .” Pilot itu terkekeh. ”Pesawat ini memiliki
kecepatan 15 mach.”
5
DI SEBUAH JALAN yang sibuk di Eropa, si pembunuh
menyelinap di antara kerumunan orang. Dia lelaki yang kuat,
berkulit gelap dan perkasa. Dia juga luar biasa tangkas. Otot-
ototnya masih terasa keras karena ketegangan pertemuannya tadi.
Pekerjaanku sudah berlangsung dengan baik, katanya dalam hati. Walau
bosnya tidak pernah memperlihatkan wajahnya, si pembunuh
sudah merasa terhormat boleh berhadapan langsung dengannya.
Bukankah baru 15 hari sejak bosnya pertama kali
menghubunginya? Si pembunuh itu masih dapat mengingat dengan
jelas tiap kata dalam pembicaraan telepon mereka ...
”Namaku Janus,” kata orang yang meneleponnya waktu itu. ”Kita
masih sanak saudara atau semacam itu. Kita memiliki musuh yang
sama. Aku dengar orang bisa menyewa keahlianmu.”
”Tergantung kamu mewakili siapa,” sahut si pembunuh.
Orang yang meneleponnya itu kemudian memberitahunya.
”Kamu sedang bercanda?”
”Tampaknya kamu pernah mendengar nama kami,” jawab lelaki
yang meneleponnya itu.
”Tentu saja. Persaudaraan itu adalah sebuah legenda.”
”Tapi, kamu tidak percaya kalau aku mewakili organisasi yang
asli.”
”Semua orang tahu kalau persaudaraan itu sudah punah.”
22
”Itu hanya akal-akalan kami saja. Musuh yang paling berbahaya
adalah sesuatu yang tidak ditakuti oleh seorang pun.” Pembunuh
itu ragu-ragu. ”Persaudaraan itu masih ada?”
”Semakin tersembunyi daripada sebelumnya. Akar kami menyusup
ke semua tempat yang kamu lihat ... bahkan ke dalam benteng suci
milik musuh bebuyutan kami.”
”Tidak mungkin. Mereka tidak dapat dilukai.”
”Jangkauan kami jauh.”
”Tidak seorang pun dapat menjangkau sejauh itu.”
”Kamu akan segera memercayainya. Sebuah demonstrasi kekuatan
persaudaraan yang sulit untuk dibantah telah terjadi. Satu tindakan
pengkhianatan dan pembuktian.”
”Apa yang kamu lakukan?”
Orang yang meneleponnya itu mengatakannya.
Mata si pembunuh membelalak. ”Itu tugas yang tidak masuk akal.”
Keesokan harinya, koran-koran di seluruh dunia menampilkan
berita utama yang sama. Si pembunuh pun akhirnya memercayai
keberadaan persaudaraan itu.
Kini, hari kemudian, keyakinan pembunuh itu semakin kuat
sehingga tidak ada keraguan lagi. Persaudaraan itu masih ada,
pikirnya. Malam ini mereka akan menunjukkan kekuasaan mereka.
saat dia menyusuri jalan itu, mata hitamnya berkilauan oleh
gambaran masa depannya. Salah satu dari persaudaraan yang paling
tertutup dan paling ditakuti yang pernah ada telah meneleponnya
untuk meminta bantuannya. Mereka sudah memilih dengan bijaksana,
pikirnya. Reputasinya dalam menjaga kerahasiaan hanya bisa
dikalahkan oleh reputasinya dalam memenuhi tenggat waktu.
23
Sejauh ini, dia sudah melayani mereka dengan rasa hormat. Dia
telah melakukan pembunuhan dan menyampaikan barang seperti
yang dikehendaki oleh Janus. Sekarang terserah Janus mau
ditempatkan di mana benda ini .
Penempatan ...
Si pembunuh bertanya-tanya bagaimana Janus dapat menangani
tugas yang begitu pelik seperti itu. Lelaki itu~ pasti memiliki
koneksi orang dalam. Sepertinya dominasi persaudaraan itu tidak
terbatas.
Janus, pikir sang pembunuh. Pasti itu hanya sebuah nama sandi. Dia
bertanya-tanya apakah itu mengacu pada nama dewa Romawi yang
memiliki dua wajah ... atau pada bulan Saturnus? Baginya tidak ada
bedanya. Janus memiliki kekuasaan yang luar biasa. Dia telah
membuktikannya.
saat pembunuh itu berjalan, dia membayangkan nenek
moyangnya tersenyum padanya dari atas sana. Hari ini dia telah
bertempur untuk memperjuangkan tujuan mereka. Dia memerangi
musuh yang sama yang sudah mereka perangi selama berabadabad
sejak sebelas abad silam ... saat tentara salib musuh mereka itu
pertama kali menjarah tanah mereka, memerkosa dan membunuh
rakyatnya, menuduh mereka sebagai orang-orang yang tidak suci,
lalu menghancurkan kuil-kuil dan dewa-dewa mereka.
Nenek moyangnya telah membentuk pasukan kecil namun
mematikan untuk melindungi diri mereka sendiri. Pasukan itu
mulai terkenal di seluruh negeri sebagai pelindung—penghukum
handal yang menjelajahi seluruh negeri untuk membunuhi setiap
musuh yang mereka temukan. Mereka terkenal tidak hanya karena
pembunuhan-pembunuhan brutal yang mereka lakukan, namun juga
karena mereka merayakan pembantaian itu dengan cara
mabukmabukan. Pilihan mereka adalah minuman keras yang
sangat memabukkan yang mereka sebut hashish.
saat nama buruk mereka mulai tersebar, kelompok pembunuh
itu menjadi terkenal dengan satu sebutan saja, hassassin, yang
24
makna harfiahnya berarti ”pengikut hassish”. Nama hassassin
sendiri memiliki makna yang sama dengan kematian dalam hampir
tiap bahasa di muka bumi ini. Kata itu masih digunakan hingga
karang, bahkan dalam bahasa Inggris modern ... namun seperti
keahlian mereka untuk membunuh, kata itu lambat laun
mengalami sedikit perubahan.
Sekarang kata itu diucapkan sebagai assassin.
6
ENAM PULUH EMPAT menit telah berlalu saat Sir Roberto
de Niro , yang masih tidak percaya dan mabuk udara, menuruni
tangga pesawat dan berjalan di landasan yang disinari cahaya
matahari. Angin dingin membuat kerah jas wolnya berkibar. Udara
terbuka membuatnya senang. Dia menyipitkan matanya saat
menatap lembah hijau subur yang menjulang ke puncak berselimut
salju di sekeliling mereka.
Aku sedang bermimpi, katanya dalam hati. Sebentar lagi aku akan
terjaga.
”Selamat datang di Swiss,” seru sang pilot keras untuk
mengalahkan deru mesin pesawat X-33 yang bising dan berbahan
bakar HEDM yang menimbulkan kabut di belakang mereka.
de Niro memeriksa jam tangannya. Pukul 7:07 pagi.
Anda baru saja melintasi enam zona waktu,” jelas sang pilot tanpa
diminta. ”Di sini pukul satu siang lebih sedikit.”
de Niro menyesuaikan jam tangannya.
”Bagaimana perasaan Anda?”
de Niro mengusap perutnya. ”Seperti baru saja menelan
styrofoam.”
25
Pilot itu mengangguk. ”Mabuk ketinggian. Kita tadi terbang di
ketinggian 60 ribu kaki di atas permukaan laut. Berat tubuh Anda
30% lebih ringan. Untunglah kita hanya terguncang-guncang
sedikit. Kalau kita pergi ke Tokyo, aku harus menerbangkan
pesawat itu lebih tinggi lagi, beberapa ratus mil lagi. Pada saat
itulah baru Anda akan merasa perut Anda jungkir balik.”
de Niro mengangguk lesu dan menganggap dirinya beruntung.
Semuanya terasa seperti penerbangan yang biasa-biasa saja. Kecuali
percepatan yang mereka alami saat mengudara, gerakan pesawat
itu hampir sama dengan pesawat lainnya—kadang-kadang
mengalami sedikit turbulensi, lalu mengalami beberapa perubahan
tekanan udara saat mereka mulai menanjak, namun tidak terasa
kalau mereka sedang melesat di udara dengan kecepatan luar biasa
sebesar 11.000 mil per jam.
Sejumlah teknisi bergegas menuju landasan untuk mengurus
pesawat X-33 itu. Sang pilot kemudian menemani de Niro
menuju ke sebuah sedan Peugeot hi tarn yang diparkir di samping
menara pengawas. Beberapa saat kemudian mereka sudah
meluncur cepat menyusuri jalan aspal yang terbentang di atas
dataran lembah. Sekelompok gedung tampak samar menjulang di
kejauhan. Di luar mobil mereka, de Niro melihat padang rumput
tampak kabur karena kecepatan mobil mereka.
de Niro menatap pilot itu dengan tatapan tidak percaya saat dia
menaikkan kecepatan menjadi sekitar 170 kilometer per jam—
lebih dari 100 mil per jam. Ada masalah apa antara orang ini dengan
kecepatan? de Niro bertanya-tanya.
”Lima kilometer lagi kita akan tiba di laboratorium,” kata si pilot.
”Saya akan mengantar Anda ke sana dalam waktu dua menit.”
de Niro berusaha mencari sabuk pengaman dengan sia-sia.
Mengapa tidak tiga menit saja dan tiba di sana dengan selamat?
Mobil itu terus melesat seperti berpacu.
”Anda suka Reba?” tanya si pilot sambil memasukkan sebuah kaset
ke dalam mesin pemutar kaset.
Terdengar suara perempuan mulai menyanyi. ”Itu hanya ketakutan
akan kesendirian ...”
Tidak ada ketakutan di sini, pikir de Niro . Rekan kerjanya yang
perempuan sering mengolok-olok dirinya dengan mengatakan,
artifak yang setara dengan koleksi museum itu tak lebih dari
usahanya untuk mengisi rumahnya yang kosong, rumah yang
menurut mereka akan tampak lebih cantik dengan kehadiran
seorang wanita. de Niro selalu menertawakan gurauan itu dan
mengingatkan mereka bahwa dirinya sudah memiliki tiga cinta
dalam hidupnya; simbologi, polo air, dan status lajang. Yang
terakhir ini berarti kebebasan yang memungkinkan dirinya untuk
bepergian keliling dunia, tidur selarut yang dia kehendaki, dan
menikmati malam-malam tenang di rumah sambil meneguk brandy
dan membaca sebuah buku bagus.
”Kompleks kami seperti sebuah kota kecil,” kata si pilot seperti
menyadarkan de Niro dari lamunannya. ”Tidak hanya berisi
laboratorium. Kami juga memiliki beberapa toko swalayan, sebuah
rumah sakit, bahkan sebuah gedung bioskop.”
de Niro mengangguk tanpa ekspresi dan melihat ke luar, ke arah
gedung-gedung yang menjulang di hadapan mereka.
”Sebetulnya,” tambah si pilot, ”kami juga memiliki mesin terbesar
di dunia.”
”Sungguh?” tanya de Niro sambil menyusuri pedesaan itu dengan
matanya.
”Anda tidak akan melihatnya dari situ, Pak.” Pilot itu tersenyum.
”Mesin itu kami tanam enam tingkat di bawah tanah. ”
de Niro tidak punya waktu lama untuk bertanya. Tiba-tiba, pilot
itu menginjak pedal remnya. Mobil ini berhenti dengan suara
berdecit di luar sebuah pos penjagaan dari beton.
de Niro membaca tulisan di depannya. SECURITE. ARRETEZ*.
Tiba-tiba de Niro merasakan gelombang kepanikan karena sadar
di mana dia berada sekarang. ”Ya Junjungan ! Aku tidak membawa
paspor.”
Paspor tidak diperlukan,” kata sang pilot meyakinkannya. Kami
memiliki hak istimewa dari pemerintah Swiss.”
Pos Keamanan. Berhenti.
de Niro hanya terpaku saat supirnya memberikan sebuah kartu
identitas kepada sang penjaga. Penjaga itu kemudian
menggesekkannya pada sebuah alat pemeriksa. Alat itu menyala
hijau.
”Nama penumpang?”
”Sir Roberto de Niro .”
”Tamu siapa?”
”Pak Direktur.”
Penjaga itu menaikkan alisnya. Dia kemudian menoleh dan
memeriksa kertas hasil cetakan komputer lalu membandingkannya
dengan informasi yang ada di layar komputer. Dia kemudian
kembali ke jendela mobil. ”Nikmati kunjungan Anda, Pak
de Niro .”
Mobil itu melesat lagi, meluncur sepanjang 200 yard, lalu mengitari
sebuah bundaran luas yang membawa mereka di depan pintu
masuk utama gedung itu. Sebuah gedung persegi bergaya ultra
modern, terdiri atas kaca dan baja, menjulang di depan mereka.
de Niro kagum pada rancangan tembus pandang gedung itu. Dia
selalu menyukai arsitektur.
”Katedral Kaca,” jelas pengawalnya tanpa diminta.
”Sebuah gereja?”
”Ya ampun, bukan. Gereja adalah satu-satunya yang tidak kami
miliki di sini. Fisika adalah agama di sekitar sini. Anda bisa
menyebut nama Junjungan sebanyak yang Anda mau dengan sia-sia di
sini,” dia tertawa. ”Asal Anda tidak menjelek-jelekkan quark dan
meson 1 saja.”
de Niro duduk dengan bingung saat supirnya membelokkan
mobil dan menghentikannya di depan gedung kaca ini . Quark
dan meson? Tidak ada pemeriksaan di perbatasan? Jet berkecepatan
mach? Siapa orang-orang ini? Sebuah lempengan batu granit di depan
gedung menunjukkan jawaban untuk pertanyaan de Niro :
(CERN)
Conseil Europeen pour la Recherche Nucleaire
”Penelitian nuklir?” tanya de Niro yang tidak terlalu yakin dengan
keakuratan terjemahannya.
Supirnya tidak menjawabnya. Dia hanya mencondongkan
tubuhnya ke depan dan sibuk mengatur pemutar kaset di
mobilnya. ”Ini tujuan Anda. Pak Direktur akan menemui Anda
di pintu masuk.”
de Niro melihat seorang lelaki yang duduk di atas kursi roda,
keluar dari gedung. Tampaknya lelaki itu berusia awal 60an.
Terlihat cekung, berkepala botak dan berahang keras, dia
mengenakan jas lab putih dan sepatu dari kain yang tampak
menyembul dari bantalan kaki kursi rodanya. Bahkan dari
kejauhan, matanya tampak kosong seperti sepasang batu kelabu.
”Itu Pak Direktur?” tanya de Niro .
1 quark: elemen dasar yang dianggap muncul secara berpasangan; meson: kelompok partikel
dasar yang membentuk quark dan antiquark (istilah dalam ilmu fisika)—peny.
Supirnya mendongak. ”Yah, aku akan seperti itu,” dia menoleh
kepada de Niro dan tersenyum menyebalkan. ”Kalau bicara
tentang setan.”
Dengan perasaan tidak pasti dengan apa yang akan dihadapinya,
de Niro keluar dari mobil.
Lelaki di atas kursi roda itu meluncur ke arah de Niro dan
menjulurkan tangannya yang lembab.
”Pak de Niro ? Kita sudah berbicara di telepon. Namaku
Maximilian Lord dracula .”
7
DI BELAKANGNYA, Maximilian Lord dracula , Direktur Jenderal
CERN, sering disebut sebagai Konig atau Sang Raja. Julukan yang
diberikan oleh para pegawainya itu lebih disebabkan oleh rasa
takut dibandingkan dengan kenyataan bahwa ”sang raja”
memerintah dari singgasana yang berupa kursi roda. Walau hanya
sedikit orang yang mengenal Lord dracula secara pribadi, kisah mengenai
penyebab kelumpuhannya itu telah tersebar di CERN. Begitu pula
dengan kisah tentang penyebab sifat dinginnya dan sumpah
setianya pada ilmu-ilmu murni.
Meski de Niro baru beberapa saat berada di depan Lord dracula , dia
sudah dapat merasa kalau sang direktur adalah orang yang menjaga
jarak. de Niro harus berlari-lari kecil agar bisa tetap berada di
samping kursi roda listrik yang membawa sang direktur meluncur
tanpa suara ke arah pintu masuk utama. de Niro belum pernah
melihat kursi roda seperti itu. Kursi roda itu dilengkapi dengan
tempat penyimpanan peralatan elektronik termasuk telepon multi
saluran, sistem penyeranta, layar komputer, bahkan sebuah kamera
video yang dapat dilepas. Kursi roda listrik itu sepertinya menjadi
pusat kendali berjalan Raja Lord dracula .
de Niro mengikutinya melewati pintu mekanis dan memasuki lobi
utama CERN yang sangat luas.
Katedral Kaca, kata de Niro senang sambil melihat ke arah langit.
Di atasnya, langit-langit kaca berwarna kebiruan yang berkilauan di
bawah sinar matahari sore memberikan pantulan sinar dengan
pola-pola geometris di udara sehingga menimbulkan kesan agung
pada ruangan di bawahnya. Bayangan siku-siku terlihat seperti urat
nadi dan menghiasi dinding keramik putih dan lantai pualam.
Udara tercium bersih dan bebas hama. Sejumlah ilmuwan hilir
mudik dengan cepat. de Niro mendengar bunyi langkah mereka
menggema di ruangan kosong ini .
”Ke sebelah sini, Pak de Niro .” Suara Lord dracula terdengar hampir
seperti suara dari komputer. Aksennya kaku dan tepat seperti
penampilannya. Lord dracula terbatuk dan menyeka mulutnya dengan
sapu tangan putih sambil menatap de Niro dengan mata
kelabunya. ”Ayo cepat.” Kursi rodanya terlihat seperti melompati
lantai pualam itu.
de Niro mengikutinya dan melewati ribuan koridor yang
ada ke atrium utama. Setiap koridor ramai dengan berbagai
kegiatan. Para ilmuwan yang melihat Lord dracula tampak terkejut dan
merhatikan de Niro seolah mereka bertanya-tanya siapa
gerangan tamu yang menemani pimpinan mereka.
”Aku malu mengakui kalau saya belum pernah mendengar tentang
CERN sebelumnya,” de Niro berusaha untuk membangun
percakapan dengan Sang Raja.
”Tidak heran,” sahut Lord dracula cepat. Jawabannya terdengar sangat
efisien. ”Sebagian besar orang Amerika memang tidak
menganggap Eropa sebagai pemimpin dunia di bidang penelitian
ilmiah. Mereka hanya melihat Eropa tak lebih dari sekadar distrik
pertokoan kuno. Sebuah pemikiran yang aneh kalau Anda ingat
dari mana Einstein, Galileo dan Newton berasal.”
31
de Niro tidak yakin bagaimana dia harus menjawab. Dia lalu
menarik kertas faks itu dari dalam sakunya. ”Orang dalam foto ini,
dapatkah Anda—”
Lord dracula memotong kalimat de Niro dengan mengibaskan
tangannya. ”Jangan di sini. Aku sedang membawa Anda untuk
melihatnya.” Dia kemudian mengulurkan tangannya. ”Mungkin
sebaiknya saya saja yang menyimpannya,” katanya sambil
mengambil kertas faks dari tangan de Niro .
de Niro menyerahkan kertas faks itu dan melanjutkan melangkah
tanpa berkata-kata.
Lord dracula membelok tajam ke kiri dan memasuki koridor lebar yang
dihiasi oleh berbagai tanda penghargaan. Sebuah plakat yang
sangat besar mendominasi koridor itu. saat mereka melewatinya,
de Niro memperlambat langkahnya untuk membaca ukiran di atas
sebuah logam perunggu.
PENGHARGAAN ARS ELECKTRONICA
Untuk Inovasi Budaya Di Era Digital
Diberikan kepada Tim Berners Lee dan CERN
Atas Penemuan WORLD WIDE WEB
Wah, kurang ajar, pikir de Niro saat membaca tulisan ini .
Orang ini tidak main-main. Selama ini de Niro selalu mengira kalau
internet diciptakan oleh orang Amerika. Terlebih lagi,
pengetahuannya tentang situs hanya terbatas pada penjelajahan
online mengenai Louvre atau El Prado dengan memakai
komputer Macintosh tuanya.
”Internet,” kata Lord dracula sambil terbatuk lagi lalu menyeka
mulutnya, ”dimulai dari sini sebagai sebuah jaringan situs
komputer internal. Teknologi ini memungkinkan para ahli dari
berbagai divisi untuk berbagi penemuan mereka dengan rekan
32
kerja mereka setiap hari. Tapi tentu saja, semua orang mengira
internet adalah teknologi dari Amerika.”
de Niro berusaha mengikuti kecepatan kursi roda Lord dracula .
”Mengapa tidak meluruskan pemahaman itu?”
Lord dracula mengangkat bahunya dan nampak tidak tertarik.
”Kekeliruan sepele untuk sebuah teknologi yang sepele. CERN
jauh lebih hebat dibandingkan dengan koneksi komputer global.
Ilmuwan kami menghasilkan banyak keajaiban hampir setiap hari.”
de Niro menatap Lord dracula dengan tatapan tidak mengerti.
”Keajaiban?” Kata ”keajaiban” jelas tidak ada dalam kamus di
fakultas ilmu pasti di Harvard. Keajaiban hanya untuk mereka yang
belajar teologi..
”Anda sepertinya ragu-ragu,” kata Lord dracula . ”Saya pikir Anda
seorang ahli simbologi agama. Anda tidak percaya pada keajaiban?”
”Sikap saya netral dengan keajaiban,” kata de Niro . Terutama
dengan keajaiban yang terjadi di lab ilmu pasti.
”Mungkin keajaiban adalah kata yang salah. Saya hanya berusaha
untuk memakai istilah dalam bahasa Anda.”
”Bahasa saya?” de Niro tiba-tiba merasa tidak nyaman. ”Saya
tidak bermaksud untuk mengecewakan Anda, Pak, namun saya
mempelajari simbologi agama—saya seorang akademisi bukan
seorang pendeta.”
Tiba-tiba Lord dracula memperlambat lajunya dan menoleh ke arah
de Niro . Tatapannya agak melunak. ”Tentu saja. Betapa
bodohnya.Orang tidak perlu mengidap kanker untuk memahami
gejala yang dimiliki oleh penyakit itu.”
de Niro belum pernah mendengar ada orang memberikan
garnbaran seperti yang dikatakan oleh Lord dracula .
33
saat mereka berjalan di sepanjang koridor itu, Lord dracula
mengangguk. ”Saya kira Anda dan saya bisa saling memahami
dengan sangat baik, Pak de Niro .”
Entah bagaimana, de Niro meragukannya.
saat mereka berjalan dengan terburu-buru, de Niro merasakan
adanya getaran kuat yang berasal dari atas. Suara bising itu menjadi
semakin keras setiap kali dia melangkah, dan getaran ini
seperti bergema di dinding. Sepertinya suara itu berasal dari ujung
koridor di hadapan mereka.
”Apa itu?” akhirnya de Niro bertanya dengan suara keras. Dia
merasa seakan sedang mendekati sebuah gunung api yang sedang
aktif.
”Tabung Terjun Bebas,” jawab Lord dracula . Suaranya yang tanpa
ekspresi dapat menembus kebisingan itu dengan mudah. sesudah
itu dia tidak menjelaskan lebih lanjut.
de Niro juga tidak bertanya lagi. Dia letih. Selain itu Maximilian
Lord dracula juga sepertinya tidak tertarik untuk memenangkan
penghargaan sebagai tuan rumah yang ramah. de Niro
mengingatkan dirinya sendiri untuk apa dia berada di sini. Demi
Illuminati. Dia menduga di fasilitas yang sangat besar ini ada
sesosok mayat ... mayat yang dicap dengan sebuah simbol yang
membuatnya terbang sejauh 3000 mil agar dapat melihatnya.
saat mereka mendekati ujung koridor ini , kebisingan itu
menjadi hampir memekakkan dan menggetarkan telapak kaki
de Niro . Mereka berbelok, dan menemukan ruangan di sisi kanan
mereka. Empat pintu berlapis kaca tebal ada di dinding yang
melengkung sehingga terlihat seperti jendela di kapal selam.
de Niro berhenti dan melongok ke dalam salah satu lubang itu.
Profesor Sir Roberto de Niro pernah melihat beberapa haJ aneh
dalam hidupnya, tapi ini adalah yang paling aneh. Dia mengejapkan
matanya beberapa kali sambil bertanya-tanya apakah dia sedang
berhalusinasi. Dia mengintip ke dalam sebuah ruangan bundar
34
yang berukuran luar biasa besar. Di dalam ruangan itu dia melihat
beberapa orang mengambang seolah tidak berbobot. Semuanya
ada tiga orang. Salah satu dari mereka melambaikan tangannya dan
berjungkir balik di udara.
Ya, Junjungan , seru de Niro . Aku berada di negeri para peril Di lantai
ruangan itu ada jalinan yang saling bertautan seperti Iembaran
kawat ayam yang besar sekali. Di bawah jalinan itu samar-samar
terlihat sebuah baling-baling besar dari metal.
”Tabung Terbang Bebas,” kata Lord dracula sambil berhenti menunggu
de Niro . ”Skydiving di dalam ruangan. Bagus untuk
menghilangkan stres. Ini adalah terowongan angin vertikal.”
de Niro memandang dengan kagum. Salah satu dari orangorang
yang melayang-layang itu adalah seorang perempuan yang sangat
gemuk dan dia sekarang bergerak mendekati jendela. Perempuan
itu melayang dengan ditopang hanya oleh putaran arus udara. Dia
tersenyum dan memberi isyarat kepada de Niro dengan
mengangkat ibu jarinya. de Niro tersenyum samar dan membalas
isyarat itu sambil bertanya-tanya dalam hatinya, apakah perempuan
itu tahu bahwa dia baru saja memberi simbol phalus, simbol
kejantanan pria, padanya.
de Niro melihat kalau perempuan gemuk itu adalah satusatunya
orang yang mengenakan parasut kecil. Secarik bahan yang
menggelembung di atas perempuan itu tampak seperti mainan.
”Parasut kecil itu untuk apa?” tanya de Niro kepada Lord dracula .
”Saya yakin diameternya tidak lebih dari satu yard.”
”Friksi,” jawab Lord dracula . ”Mengurangi aerodinamika tubuhnya
sehingga baling-baling di bawah itu dapat mengangkatnya.” Lalu
dia mulai berjalan lagi. ”Satu yard persegi parasut dapat
memperlambat jatuhnya tubuh sebesar hampir dua puluh persen.”
de Niro mengangguk walau masih agak bingung.
35
Dia tidak tahu kalau malam harinya, di sebuah negara yang , ^
fibuan mil jauhnya, informasi seperti itu bisa menyelamatkan
hidupnya.
8
saat Lord dracula dan de Niro keluar dari bagian belakang
kompleks utama CERN dan menyambut sinar matahari Swiss,
de Niro merasa seperti dipulangkan ke rumah. Pemandangan
yang baru saja dilihatnya ini seperti yang ada di sebuah
kampus bergengsi di Amerika.
de Niro melihat lereng yang menurun ke arah dataran luas di
mana sekelompok pohon sugar maples tumbuh di lapangan persegi
yang dibatasi oleh gedung asrama dari batu bata dan jalan kecil
untuk pejalan kaki. Beberapa orang dengan penampilan serius dan
membawa tumpukan buku, bergegas keluar masuk dari gedung itu.
Seperti ingin mempertajam kesan bahwa ini adalah lingkungan
orang yang terpelajar, dua orang hippies sedang main lempar-
lemparan Friesbee sambil menikmati Simfoni Keempat karya
Mahler yang suaranya terdengar keras dari salah satu jendela
asrama.
”Ini asrama tempat tinggal kami,” jelas Lord dracula sambil
mempercepat laju kursi rodanya di atas jalan kecil yang membawa
mereka ke arah gedung-gedung ini . ”Kami mempunyai lebih
dari tiga ribu ahli fisika di sini. CERN sendiri mempekerjakan
hampir separuh dari ahli fisika partikel di seluruh dunia. Mereka
orangorang terpandai di dunia. Mereka berasal dari Jerman,
Jepang, Italia, Belanda, dan Iain-lain. Ahli-ahli fisika kami berasal
dari lima ratus universitas dan enam puluh bangsa.”
de Niro kagum. ”Bagaimana caranya mereka berkomunikasi?”
”Dalam bahasa Inggris tentu saja. Bahasa ilmu pengetahuan
universal.”
36
Selama ini de Niro selalu mendengar bahwa matematikalah yang
merupakan bahasa ilmu pengetahuan universal, tapi dia sudah
terlalu letih untuk berdebat. Dengan patuh dia mengikuti Lord dracula
menuruni jalan kecil itu.
Di tengah perjalanan menuruni lereng, seorang pemuda berlari-lari
kecil melewati mereka. Kausnya bertuliskan pesan: NO GUT, NO
GLORY!2
de Niro menatap punggung pemuda itu dengan bingung. ”Gut?”
”General Unified Theory,” jelas Lord dracula .
”Oh begitu,” sahut de Niro tanpa memandang lawan bicaranya.
Setahunya kata gut hanya berarti keberanian. ”Anda tahu fisika
partikel, Pak de Niro ?” de Niro mengangkat bahunya. ”Saya
hanya tahu tentang fisika umum, seperti benda-benda yang jatuh
karena gravitasi atau semacam itulah.” Pengalaman de Niro
dalam kegiatan loncat indah selama bertahun-tahun telah
membuatnya terpesona dengan kekuatan percepatan gravitasi yang
mengagumkan. ”Fisika partikel adalah kajian tentang atom,
bukan?”
Lord dracula menggelengkan kepalanya. ”Atom terlihat seperti sebuah
planet kalau dibandingkan dengan apa yang kami tangani ini. Minat
kami adalah pada inti atom yang berukuran 1/10.000 dari ukuran
atom secara keseluruhan.” Lord dracula batuk lagi dan suaranya
terdengar seperti sakit. ”Para ilmuwan di CERN berusaha mencari
jawaban dari berbagai pertanyaan yang sudah ditanyakan oleh
manusia sejak awal peradaban. Dari mana kita berasal? Dari
elemen apa kita dibuat?”
”Dan jawaban-jawaban itu ada di dalam lab fisika?”
”Anda sepertinya terkejut.”
”Memang. Pertanyaan itu sepertinya lebih bersifat spritual.”
2 Tiada kemasyhuran tanpa keberanian—peny.
37
”Pak de Niro , semua pertanyaan tadi memang spiritual pada
awalnya. Sejak awal peradaban, spiritualitas dan agama digunakan
untuk mengisi celah-celah yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu
tahuan. Terbit dan tenggelamnya matahari dulu pernah
dihubungkan dengan dewa Helios dan kereta kuda berapi. Gempa
bumi dan gelombang pasang dianggap sebagai kemarahan dewa
Poseidon. Ilmu pengetahuan kini membuktikan bahwa dewa-dewa
itu adalah sembahan palsu. Tidak lama lagi Junjungan juga akan
terbukti sebagai sembahan palsu. Kini ilmu pengetahuan telah
menemukan jawaban untuk hampir semua pertanyaan yang bisa
ditanyakan oleh manusia. Hanya ada beberapa pertanyaan yang
masih belum terjawab, dan itu semua merupakan pertanyaan-
pertanyaan yang luar biasa sulit. Dari mana kita berasal? Apa yang
kita lakukan di sini? Apa arti kehidupan dan alam semesta?”
de Niro kagum. ”Dan CERN berusaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu?”
”Ralat. Itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang kita semua berusaha
untuk menjawabnya.”
de Niro terdiam saat mereka terus berjalan ke arah kompleks
asrama. Saat itulah sebuah Frisbee melayang ke arah mereka dan
mendarat tepat di depan mereka. Lord dracula tidak memedulikannya
dan terus berjalan.
Terdengar suara berseru dari sisi lain lapangan, ”S’il vous plait!”
dalam bahasa Perancis. ”Tolong ambilkan!”
de Niro mencari sumber suara itu. Seorang lelaki yang sudah tidak
muda lagi, berambut putih, dan mengenakan sweatshirt bertuliskan
COLLEGE PARIS melambai ke arahnya. de Niro kemudian
memungut Frisbee itu lalu dengan terampil melemparkannya
kembali ke sana. Lelaki tua itu mengangkapnya dengan satu jari
dan melambung-lambungkannya beberapa kali sebelum dia
melemparkannya kembali kepada teman bermainnya. ”Merci!”
serunya kepada de Niro . ”Terima kasih!”
38
Selamat,” kata Lord dracula saat de Niro kembali berjalan di lsinya
lagi. ”Anda baru saja main lempar-lemparan dengan seorang
pemenang Nobel, Georges Charpak, sang penemu multiwire
proportional chamber.”
de Niro mengangguk. Mungkin ini hari keberuntunganku.
sesudah tiga menit berjalan, de Niro dan Lord dracula akhirnya sampai
ke sebuah ruang duduk asrama yang terawat dengan baik di balik
rerimbunan pohon aspen. Dibandingkan dengan asramaasrama
lainnya, gedung ini tampak mewah. Di plakat dari batu tertulis:
GEDUNG C. . Nama yang imajinatif, ejek de Niro .
Walau nama itu terdengar dingin, arsitektur Gedung C yang
konservadf dan kokoh itu menarik perhatian de Niro . Gedung
ini memiliki bagian depan yang terbuat dari bata merah,
kusen dengan hiasan yang menarik, dan dikelilingi oleh pagar
berukir yang simetris. saat kedua lelaki itu menaiki tangga batu
menuju ke pintu, mereka melewati gerbang yang terbentuk dari
dua pilar pualam. Sepertinya seseorang memasang stiker di salah
satu tiang. Di sana tertulis:
PILAR INI IONIS
Grafiti yang dibuat oleh ahli ilmu fisika? kata de Niro lucu sambil
melihat pilar ini dan tertawa sendiri. ”Ternyata seorang ahli
fisika yang sangat pandai sekalipun bisa membuat kesalahan.”
Lord dracula melihatnya. ”Apa maksud Anda?”
”Siapa pun yang menuliskan catatan itu pasti tidak tahu kalau
tulisannya salah. Pilar itu bukan pilar gaya Ionia. Pilar-pilar Ionia
selalu sama lebarnya. Yang ini ujungnya meruncing. Itu pilar gaya
Doria. Salah kaprah seperti memang ini sering terjadi.”
Lord dracula tidak tersenyum. ”Penulisnya tidak bermaksud untuk
bergurau, Pak de Niro . Ionis artinya mengandung ion atau
partikel-partikel yang dialiri listrik. Sebagian besar benda berisi
ion.
39
de Niro menatap pilar itu lagi dan melongo.
de Niro masih merasa bodoh saat dia melangkahkan kakinya
dari lift yang membawa mereka ke lantai teratas Gedung. Dia
mengikuti Lord dracula berjalan ke koridor yang mewah. Dekornya luar
biasa: bergaya kolonial Perancis. Dia- bisa melihat sebuah sofa dari
kayu cherry, jambangan bunga dari keramik, dan ukiran kayu
bermotif melingkar-lingkar.
”Kami suka membuat para ilmuwan kami merasa nyaman,”
jelas Lord dracula .
Tidak diragukan lagi, sahut de Niro dalam hati. ”Jadi, orang yang
fotonya Anda kirimkan lewat faks ke saya pernah tinggal di sini?
Dia salah satu dari pegawai eselon tinggi?”
”Tenang,” kata Lord dracula . ”Lelaki itu tidak hadir dalam rapat
denganku pagi ini dan tidak menjawab penyerantanya. Aku datang
ke sini dan menemukannya meninggal di ruang tamunya.”
de Niro tiba-tiba merinding saat dia sadar kalau sebentar lagi
dia akan melihat mayat. Perutnya tidak cukup kuat untuk
menghadapinya. Ini adalah kelemahan yang baru diketahuinya saat
dia menjadi mahasiswa jurusan seni saat dosennya berkata bahwa
Leonardo deCaprio Da Vinci mendapatkan keahliannya dalam memahami
bentuk tubuh manusia dengan cara menggali kembali mayat dari
kuburan dan mengiris tubuh mayat ini .
Lord dracula mengajak de Niro ke ujung koridor. Ada sebuah pintu
saja di sana. ”Griya tawang, seperti istilah Anda,” ujar Lord dracula
sambil menyeka keringat yang muncul di dahinya.
de Niro melihat pintu kayu ek di depan mereka. Plakat nama yang
ada di sana bertuliskan:
Leonardo deCaprio Vetra
40
”Leonardo deCaprio Vetra,” kata Lord dracula , ”akan genap berusia 58 tahun
minggu depan. Dia adalah salah satu ilmuwan terpandai pada masa
kini. Kematiannya merupakan kehilangan besar bagi dunia ilmu
pengetahuan.”
Saat itu de Niro melihat luapan perasaan Lord dracula dari wajahnya
yang mengeras. Namun secepat itu terlihat, secepat itu juga
perasaan itu menghilang. Lord dracula merogoh sakunya dan mulai
memilah-milah seikat besar kunci.
Tiba-tiba de Niro merasa aneh. Gedung ini tampak sangat
lengang. ”Ke mana orang-orang yang lain?” tanyanya. Dia tidak
melihat adanya kegiatan apa pun, padahal mereka akan memasuki
tempat kejadian pembunuhan.
”Penghuni lainnya sedang bekerja di lab,” jawab Lord dracula .
Tangannya sudah berhasil menemukan kunci pintu ini .
”Maksud saya polisi,” jelas de Niro . ”Apakah mereka sudah
pergi?”
Lord dracula berhenti. Sesaat, kuncinya berhenti di udara. ”Polisi?”
Mata de Niro bertemu dengan mata sang direktur. ”Polisi. Anda
mengirimi saya selembar faks berisi sebuah gambar pembunuhan.
Anda pasti sudah menelepon polisi.”
”Aku belum memanggil mereka.”
Apa?
Mata kelabu Lord dracula menajam. ”Situasinya rumit, Pak de Niro .”
de Niro mulai dilanda rasa cemas. ”namun ... tentunya ada orang
lain yang tahu ten tang hal ini!”
”Ya. Putri angkat Leonardo deCaprio . Dia juga ahli fisika di CERN. Mereka
berdua bekerja di lab yang sama. Mereka adalah rekan kerja. Nona
Vetra sudah pergi selama satu minggu untuk melakukan penelitian
41
lapangan. Saya sudah memberitahukan kematian ayahnya, dan dia
sedang menuju ke sini saat kita sedang berbicara sekarang.”
”namun orang ini telah dibun—”
”Sebuah investigasi resmi,” sela Lord dracula dengan tegas, ”akan
dilakukan. Walau bagaimana, penyelidikan itu akan membuat
digeledahnya lab Vetra, sebuah ruangan yang sangat pribadi bagi
mereka berdua. Karenanya, kami harus menunggu sampai Nona
Vetra kembali. Aku merasa harus berusaha untuk sedikit
merahasiakannya. Demi Nona Vetra.”
Lord dracula akhirnya memutar kunci itu.
saat pintu terbuka, hembusan udara sedingin es mendesis dari
ruangan dan menerpa wajah de Niro . Dia merasa sangat bineung.
de Niro memandang ke dalam ruangan yang terasa sangat asing
baginya. Ruangan di depannya seperti terbenam dalam kabut putih
tebal. Kabut tidak tembus pandang itu berputarputar di antara
perabotan ruangan ini .
”Apa ini ...?” seru de Niro .
”Sistem pendingin freon,” jawab Lord dracula . ”Saya membekukan flat
ini untuk mengawetkan mayat itu.”
de Niro mengancingkan jasnya untuk menahan dingin. Aku benar-
benar berada di negeri para peri, katanya lucu. Dan aku lupa membawa
serta sandal ajaibku.
9
MAYAT YANG TERGELETAK di hadapan de Niro tampak
mengerikan. Mendiang Leonardo deCaprio Vetra terbaring terlentang,
ditelanjangi, dan kulitnya berwarna kelabu kebiruan. Tulang
lehernya mencuat ke luar di tempat yang patah, dan kepalanya di
putar ke belakang dengan sempurna, dan mengarah ke arah yang
42
salah. Wajahnya tidak terlihat karena terpelintir mencium lantai.
Lelaki itu terbaring di atas genangan urin bekunya, rambut di
sekitar kemaluannya yang membeku berserabut karena bunga es.
Untuk melawan perasaan mualnya, de Niro mengalihkan
tatapannya ke arah dada korban. Walau de Niro telah melihat luka
simetris itu lusinan kali di kertas faks yang diterimanya, luka bakar
itu tampak sangat meyakinkan saat melihatnya dengan mata
kepalanya sendiri. Daging yang terkelupas dan terpanggang itu
betul-betul menggambarkan ... simbol yang terbentuk dengan
sempurna.
de Niro bertanya-tanya apakah rasa dingin yang menggigit ini
hanya berasal dari pengatur udara atau karena keheranannya yang
luar biasa pada apa yang dilihatnya sekarang.
Jantungnya berdebar saat dia berjalan mengitari mayat itu sambil
membaca tulisan yang tertera di dadanya dari arah atas untuk
menegaskan kejeniusan simetris yang dilihatnya. Sekarang, simbol
itu terlihat luar biasa saat dia melihatnya secara langsung.
”Pak de Niro ?”
de Niro tidak mendengarnya. Dia sedang berada di dunia lain ...
dunianya, bagiannya. Ini adalah dunia tempat sejarah, mitos dan
fakta saling bertabrakan, dan membanjiri benaknya.
”Pak de Niro ?” Mata Lord dracula menyelidik penuh harap.
de Niro tidak mengalihkan pandangannya dari mayat itu.
Perhatiannya sekarang semakin dalam dan sangat terfokus. ”Apa
saja yang Anda ketahui dari kata ini?” tanyanya kemudian.
43
”Hanya yang sudah kubaca dari situs Anda. Kata Illuminati berarti
’mereka yang tercerahkan’. Itu adalah nama sebuah persaudaraan
kuno.”
de Niro mengangguk. ”Anda pernah mendengar nama itu
sebelumnya?”
”Tidak sampai aku melihatnya tercap pada tubuh Pak Vetra.”
”Jadi Anda membuka internet untuk mencari keterangan tentang
itu?”
”Ya.”
”Dan kata itu menghasilkan ratusan petunjuk tentunya.”
”Ribuan,” kata Lord dracula . ”Namun situs Anda berisi informasi dari
Harvard, Oxford, sebuah penerbit yang mempunyai reputasi unik
dan sebuah daftar dari penerbit lain yang berhubungan. Sebagai
seorang ilmuwan, saya tahu mutu informasi yang baik berasal dari
sumber yang baik. Informasi Anda tampak meyakinkan.”
Mata de Niro masih terpaku pada mayat itu.
Lord dracula tidak berkata apa -apa lagi. Dia hanya menatap dan
menunggu de Niro untuk memberikan keterangan mengenai apa
yang dilihatnya sekarang.
de Niro mendongak, dan melihat ke sekeliling ruangan yang
membeku itu. ”Mungkin kita dapat membicarakannya di tempat
yang lebih hangat?”
”Kamar ini baik-baik saja.” Tampaknya Lord dracula terbiasa dengan
suhu rendah. ”Kita berbicara di sini saja.”
de Niro mengerutkan keningnya. Sejarah Illuminati tidak bisa
dibilang sederhana. Aku akan mati beku saat mencoba menjelaskannya.
44
de Niro lalu menatap cap itu sekali lagi, dan merasa bertambah
kagum.
Walaupun kisah tentang lambang Illuminati merupakan legenda
dalam simbologi modern, belum ada ilmuwan yang betulbetul
melihatnya. Berbagai dokumen kuno menjelaskan simbol itu
sebagai sebuah ambigram—ambi berarti ”bisa dua-duanya” dan itu
maksudnya bisa dilihat dari dua sisi. Dan w