Selasa, 11 Februari 2025

dan brown iblis dan malaikat 1




Fasilitas riset ilmu pengetahuan terbesar di Dunia - Conseil Européen 

pour la Recherche Nucléaire (CERN) di Swiss -  baru baru ini berhasil 

membua partikel antimateri pertama. Antimateri sama dengan 

materi yang kita kenal, tapi tersusun  dari partikel partikel dengan 

muatan listrik berlawanan dengan yang ada di materi biasa. 

Antimateri adalah sumber energi terkuat yang pernah dikenal 

orang. Dia bisa menhasilkan energi dengan effisiensi 100% 

(efesiensi pembelahan hanya 1,5 persen). Antimateri tidak 

menimbulkan polusi dan radiasi, dan setetes antimateri dapat 

menkanghasil listrik untuk New York sepanjang hari. 

Tapi  ada satu kekurangannya ... 

Antimateri sangat tidak stabil. Dia akan langsung terbakar beitu 

bersenJunjungan  dengan apa saja ... bahkan dengan udara sekalipun. 

Padahal satu gram saja mengandung kekuatan setara 20 kiloton 

bom nuklir atau seukuran dengan bom yang dulu dijatuhkan di 

Hirosima. 

Hingga kini antimateri hanya diciptakan dalam jumlah yang sedikit 

(hanya beberapa atom saja). namun  CERN berhasil membuat 

terobosan dengan penemuan terbarunya yang bernama Antiproton 

Deselerator - fasilitas untuk memproduksi antimateri dengan 

teknologi yang lebih maju sehingga menjanjikan kemampuan 

untuk membuat anti materi dalam jumlah yang jauh lebih banyak. 

Satu pertanyaan penting muncul: akankah zat yang sangat tidak 

stabil ini dapat untuk menyelamatkan dunia, ataukah malah 

digunakan untuk menciptakan senjata yang paling berbahaya yang 

pernah dibuat manusia ? 


 

Leonardo deCaprio  VETRA, seorang ahli fisika, mencium aroma 

daging terbakar. Dia tahu yang terbakar itu adalah tubuhnya 

sendiri. Dengan penuh ketakutan dia menatap sosok hitam yang 

membungkuk kepadanya. ”Apa maumu?” 

 

”La chiave,” jawabnya dengan suara parau. ”Kata kuncinya.” 

 

”namun  ... aku tidak—” 

 

Penyusup itu menekankan benda itu lebih kuat sehingga benda 

panas itu masuk lebih dalam lagi ke dada Vetra. Terdengar suara 

mendesis yang keluar dari daging yang terpanggang. 

 

Vetra menjerit kesakitan. ”Tidak ada kata kuncinya!” Dia merasa 

dirinya sebentar lagi hampir pingsan. 

 

Mata orang itu melotot, ”Ne avevo paum. Itu yang kutakutkan.” 

 

Vetra berusaha untuk tetap sadar, namun kegelapan telah 

menyelimutinya. Satu-satunya hal yang membuatnya senang adalah 

dia tahu orang yang menyerangnya itu tidak akan memperoleh apa 

yang dicarinya. Sesaat kemudian, sosok itu mengeluarkan sebilah 

pisau dan mendekatkannya ke wajah Vetra. Pisau itu terayun 

dengan cermat dan menyayat seperti pisau bedah. 

 

”Demi kasih Junjungan !” jerit Vetra. Sayang, sudah terlambat.[] 

 

  

 

TINGGI DI ATAS puncak anak tangga Great Pyramid Giza, 

seorang perempuan muda tertawa dan berseru ke bawah kepada 

seorang lelaki. ”Sir Roberto , cepatlah! Aku tahu aku semestinya 

menikah dengan lelaki yang lebih muda!” Senyum perempuan itu 

begitu memesona. 

 

Sir Roberto  berjuang untuk mengimbanginya, tapi tungkai kakinya 

seperti terpaku. ”Tunggu,” pintanya. ”Kumohon ....” 

 

saat  lelaki itu berusaha mendaki, pandangannya mulai 

mengabur. Dia seperti mendengar suara-suara di telinganya. Aku 

harus menangkap perempuan itu! Tapi saat  dia mendongak lagi, 

perempuan itu telah menghilang. Di tempat di mana perempuan 

itu sebelumnya berada, berdiri seorang lelaki tua dengan gigi yang 

berwarna kecokelatan. Lelaki tua itu menatap ke bawah, ke 

arahnya, dan tersenyum penuh kesedihan. Kemudian dia menjerit 

keras penuh penderitaan sehingga menggema ke seluruh padang 

pasir. 

 

Sir Roberto  de Niro  tersentak bangun dari mimpi buruknya. Telepon 

di samping tempat tidurnya berdering. Dengan linglung dia 

mengangkatnya. 

 

”Halo?” 

 

Aku mencari Sir Roberto  de Niro ,” suara seorang lelaki berkata. 

 

de Niro  duduk tegak di atas tempat tidurnya dan mencoba 

menjernihkan pikirannya. ”Ini Sir Roberto  de Niro .” Dia menyipitkan 

matanya saat  menatap jam digitalnya. Pukul 5.18 pagi. 

 

”Aku harus bertemu denganmu segera.” 

 

”Siapa ini?” 

”Namaku Maximilian Lord dracula . Aku seorang ahli fisika partikel.” 

 

”Apa?” Pikiran de Niro  masih kacau. ”Kamu yakin saya de Niro  

yang kamu cari?” 

 

”Kamu dosen ikonologi religi di Harvard University. Kamu 

menulis tiga buku tentang simbologi dan—” 

 

”Kamu tahu jam berapa sekarang?” 

 

”Maafkan aku. Tapi aku mempunyai sesuatu yang harus kamu 

lihat. Aku tidak dapat membicarakannya lewat telepon.” 

 

de Niro  mendesah maklum. Ini sudah pernah terjadi sebelumnya. 

Salah satu risiko menjadi penulis buku-buku tentang simbologi 

religi adalah telepon dari para penganut sebuah agama yang fanatik 

yang ingin agar ia membenarkan keyakinan mereka kalau mereka 

baru saja menerima pertanda dari Junjungan . Bulan lalu, seorang 

penari telanjang dari Oklahoma menjanjikan pelayanan seks habis-

habisan kalau de Niro  mau terbang ke rumahnya untuk 

memeriksa keaslian dari bentuk salib yang secara ajaib muncul di 

atas sprei tempat tidurnya. Kain Kafan dari Tulsa, begitu de Niro  

menyebutnya. 

 

”Bagaimana kamu mendapatkan nomor teleponku?” tanya 

de Niro  mencoba bersikap sopan walau orang itu meneleponnya 

pada waktu yang sungguh tidak sopan. 

 

”Dari internet. Dari situs bukumu.” 

 

de Niro  mengerutkan keningnya. Dia sangat yakin situs bukunya 

tidak mencantumkan nomor teleponnya. Lelaki itu pasti 

berbohong.  

 

”Aku harus bertemu denganmu,” desak orang itu. ”Aku akan 

membayarmu dengan harga yang pantas.” 

 


Sekarang de Niro  mulai kesal. ”Maafkan aku, namun  aku 

betulbetul—” 

 

”Jika kamu segera berangkat, kamu akan tiba di sini pada—” 

 

”Aku tidak mau pergi ke mana -mana! Ini jam lima pagi!” de Niro  

menutup teleponnya dan menjatuhkan dirinya lagi di atas tempat 

tidur. Dia menutup matanya dan mencoba tidur kembali. Tidak 

ada gunanya. Mimpi itu masih membayanginya. Dengan enggan, 

dia mengenakan jubah kamarnya dan turun ke lantai bawah. 

 

Sir Roberto  de Niro  berjalan mondar-mandir dengan bertelanjang kaki 

di rumah bergaya zaman Victoria miliknya yang lengang di 

Massachusetts dan menikmati ramuan ”sulit tidur” kesukaannya— 

secangkir besar Nestles Quik panas. Sinar rembulan di bulan April 

tampak menembus masuk dari jendela rumahnya yang menjorok 

ke luar dan memberikan senJunjungan  tersendiri pada permadani 

oriental yang terhampar di lantai. Rekan-rekan de Niro  sering 

mengoloknya dengan mengatakan rumahnya lebih mirip sebuah 

museum antropologi daripada sebuah rumah. Rak bukunya 

dipenuhi oleh berbagai artifak religius dari seluruh penjuru dunia, 

seperti ekuaba dari Ghana, salib emas dari Spanyol, patung berhala 

dari Aegean Selatan, dan bahkan tenunan langka bernama boccus 

dari Kalimantan yang merupakan simbol keabadian usia muda 

milik seorang ksatria. 

 

saat  de Niro  duduk di atas peti kuningan Maharesi-nya dan 

menikmati minuman cokelat hangat kesukaannya, kaca jendela 

yang menjorok itu memantulkan bayangan dirinya. Bayangan itu 

tampak berubah dan pucat ... seperti hantu. Hantu tua renta, katanya 

seperti mengejek dirinya sendiri dengan berpikir jiwa mudanya 

telah berlalu meninggalkannya. 

 

Walaupun tidak terlalu tampan menurut ukuran biasa, de Niro  

yang berusia empat puluh tahun ini memiliki apa yang disebut 

rekan kerja perempuannya sebagai daya tarik ”seorang 

terpelajar”—rambut cokelat tebal yang mulai tampak beruban, 

mata biru yang tajam menyelidik, suara yang berat sekaligus 

menawan, dan senyuman menggoda milik seorang atlet kampus. 


Sebagai  man tan  anggota  regu  selam  di  sekolah  lanjutan  dan 

perguruan tinggi, de Niro  masih memiliki tubuh yang gagah 

setinggi 180 sentimeter dan tetap terjaga berkat latihan renang yang 

dilakukannya setiap hari sebanyak lima puluh putaran di kolam 

renang kampus. 

 

Teman-teman de Niro  selalu menganggapnya sebagai orang yang 

agak membingungkan—seseorang yang terperangkap di antara 

abad yang satu dengan abad yang lainnya. Pada akhir pekan, 

de Niro  sering terlihat mengenakan jeans, duduk-duduk santai di 

alun-alun kampus sambil berdiskusi tentang grafik komputer atau 

sejarah agama dengan para mahasiswa; di lain waktu dia terlihat 

mengenakan jas wol rancangan Harris, dan rompi dari wol halus 

seperti yang terlihat dalam berbagai foto di halaman majalah seni 

ternama saat  hadir dalam pembukaan museum untuk 

memberikan pidato. 

 

Walau dianggap sebagai dosen yang keras dan sangat disiplin, 

de Niro  juga dipuji sebagai orang yang suka bergembira. Dia 

sangat menyukai kegiatan rekreasi sehingga diterima di lingkungan 

mahasiswanya dengan baik. Julukannya di kampus adalah ”si 

Lumba-lumba” karena sifatnya yang ramah dan karena 

kemampuannya yang legendaris dalam menyelam dan berenang 

saat  bertanding dalam pertandingan polo air. 

 

saat  de Niro  duduk sendirian dan menatap ke dalam kegelapan, 

kesenyapan rumahnya terusik lagi. Kali ini oleh suara dering mesin 

faksnya. Merasa terlalu lelah untuk diganggu, de Niro  hanya 

berusaha untuk tertawa sendiri. 

 

Umat Junjungan  ini, katanya dalam hati. Sudah dua ribu tahun menunggu 

Mesiah untuk menyelamatkan mereka, masih saja keras kepala seperti batu. 

 

Dengan letih dia mengembalikan cangkir besarnya ke dapur dan 

berjalan perlahan menuju ruang kerjanya yang memiliki dinding 

yang berlapis kayu ek. Lembaran faks yang baru tiba itu tergeletak 

di atas meja. Sambil mendesah, dia memungut kertas itu dan 

mengamatinya. 

 


13   


Tiba-tiba dia merasa mual. 

 

Gambar yang tertera pada lembaran itu adalah gambar sesosok 

mayat manusia. Mayat itu ditelanjangi, dan kepalanya diputar 

hingga sepenuhnya mengarah ke belakang. Ada luka bakar yang 

parah di dada mayat itu. Lelaki itu diberi cap ... hanya satu kata 

yang tertera di sana. de Niro  mengenalinya dengan baik. Sangat 

baik. Dia menatap huruf ornamen itu dengan rasa tidak percaya. 

 

 

 

”Illuminati,” dia tergagap, jantungnya berdebar keras.  Tidak 

 

mungkin .... 

 

Dengan gerak lambat, karena takut akan apa yang bakal dia lihat, 

de Niro  memutar kertas itu sebesar 180 derajat. Lalu dia menatap 

huruf yang terbalik itu dan membacanya perlahan-lahan. 

 

Dia langsung terkesiap seolah baru saja dihajar oleh truk. Dia 

hampir tidak dapat memercayai penglihatannya. Kemudian dia 

memutar kertas faks itu kembali, membaca huruf itu sekali lagi 

dalam posisi yang benar, lalu diputar balik lagi. 

 

”Illuminati,” bisiknya. 

 

Merasa sangat terguncang, de Niro  jatuh terduduk di atas 

kursinya. Sesaat dia merasa sangat kebingungan. Dengan perlahan 

matanya menatap ke arah lampu merah yang berkedip di mesin 

raksnya. Siapa pun orang yang mengiriminya faks masih berada di 

sana ... menunggunya untuk berbicara. de Niro  menatap lampu di 

mesin raksnya yang masih terus berkedip-kedip. 

 

Kemudian dengan gemetar, dia mengangkat gagang telepon. 


”APAKAH KAMU MEMERHATIKANKU sekarang?” suara 

seorang lelaki berkata saat  akhirnya de Niro  mengangkat 

teleponnya. 

 

”Ya. Saya benar-benar memerhatikan Anda sekarang. Siapa diri 

Anda sesungguhnya?” 

 

”Aku sudah berusaha untuk mengatakannya kepadamu tadi.” Suara 

itu terdengar kaku seperti mesin. ”Aku seorang ahli fisika. Aku 

mengelola sebuah fasilitas penelitian. Salah seorang staf kami 

dibunuh. Kamu sendiri sudah melihat gambar mayat itu.” 

 

”Bagaimana Anda dapat menemukan saya?” de Niro  hampir tidak 

mampu memusatkan perhatiannya. Pikirannya masih tertuju pada 

gambar yang terpampang di kertas faks. 

 

”Aku sudah mengatakannya padamu. Dari internet. Dari situs 

bukumu, The Art of The Illuminati.” 

 

de Niro  mencoba mengingat-ingat. Bukunya itu sesungguhnya 

tidak begitu terkenal di lingkungan penerbitan konvensional, namun  

ternyata cukup ngetop juga di dunia maya. Walau demikian, 

pengakuan orang yang meneleponnya ini sungguh tidak masuk 

akal. ”Situs itu tidak mencantumkan informasi tentang alamat 

saya,” tan tang de Niro . ”Saya yakin akan hal itu.” 

 

”Staf saya di lab sangat ahli dalam menemukan informasi 

pengguna internet dari sebuah situs.” 

 

de Niro  menjadi ragu. ”Sepertinya lab Anda tahu banyak tentang 

situs.” 

 

”Memang harus begitu,” sahut lelaki itu ketus. ”Kami yang 

menciptakannya.” 


15   


 

Dari suaranya, de Niro  tahu lelaki itu tidak bergurau. ”Aku  harus  

bertemu  denganmu,”  desak  lelaki  yang  meneleponnya itu.  ”Ini 

bukan masalah yang dapat dibicarakan lewat telepon. Labku hanya 

satu jam penerbangan dari Boston.” 

 

 de Niro  berdiri di dalam keremangan cahaya di ruang kerjanya  

dan  memeriksa lembaran  faks  di  tangannya.   Gambar yang 

sangat memengaruhinya itu bisa menjadi penemuan terbesar abad 

ini. Penelitiannya selama berpuluh-puluh tahun kini ditegaskan 

hanya oleh satu simbol saja. 

 

”Ini mendesak,” suara itu berkata dengan nada memaksa. 

 

Mata de Niro  terpaku pada tanda itu. Illuminati, dia membacanya 

berulang kali. Pekerjaannya selama ini bisa dibilang berdasar  

pada fosil masa lalu seperti dokumen-dokumen kuno dan kisah-

kisah sejarah. Tapi gambar yang berada di hadapannya itu diambil 

pada masa kini. de Niro  merasa seperti seorang ahli paleontologi 

yang bertemu muka dengan seekor dinosaurus hidup. 

 

”Aku sudah mengirimkan sebuah pesawat terbang,” lelaki berkata 

lagi. ”Pesawat itu akan tiba di Boston dalam waktu dua puluh 

menit.” 

 

de Niro  merasa tegang. Satu jam penerbangan .... 

 

”Aku harap Anda mau memaafkan kelancangan saya,” lanjutnya. 

”Aku memerlukanmu di sini.” 

 

de Niro  kembali menatap kertas faks di tangannya dan merasa 

sebuah mitos kuno telah diperjelas dengan gambar hitam-putih itu. 

Dampaknya mungkin saja menakutkan.  

 

Dia lalu menatap kosong ke luar jendela. Tanda-tanda fajar 

menyingsing mulai tampak dari pepohonan birch di halaman 

belakang rumahnya, tapi pemandangan itu tampak berbeda pagi 

ini. Dengan perasaan takut dan gembira yang campur aduk di 

dalam dirinya, de Niro  tahu dia tidak punya pilihan. 


16   


 

”Kamu menang,” katanya. ”Katakan di mana aku dapat 

menemukan pesawatmu itu.” 

 

 

 

RIBUAN MIL JAUHNYA dari rumah de Niro , dua orang lelaki 

bertemu. Ruangan itu gelap. Bergaya abad pertengahan. 

Berdinding batu. 

 

”Benvenuto,” sambut lelaki yang berwenang itu. Dia duduk di dalam 

kegelapan, jauh dari cahaya. ”Kamu berhasil?” 

 

”Si,” kata si lelaki berkulit gelap. ”Perfettamente.” Kata-katanya 

terdengar sekeras dinding batu ruangan itu. 

 

”Dan dapat dipastikan tidak akan terlacak siapa yang bertanggung 

jawab?” 

 

”Tidak seorang pun.” 

 

”Hebat. Kamu mendapatkan apa yang kuminta?” 

 

Mata pembunuh itu berkilap, hitam seperti minyak. Dia kemudian 

mengeluarkan sebuah alat elektronik berat dan meletakkannya di 

atas meja. 

 

Lelaki yang duduk dalam kegelapan tampak senang. ”Kamu 

bekerja dengan baik.” 

 

”Melayani persaudaraan merupakan kehormatan bagiku,” kata si 

pembunuh. 

 

”Bagian kedua akan segera dimulai. Beristirahatlah. Malam ini kita 

akan mengubah dunia.” 

 

 


17   


 

 

MOBIL SAAB 900S yang dikemudikan de Niro  keluar dari 

Terowongan Callahan dan muncul di sisi timur Pelabuhan Boston, 

tak jauh dari pintu masuk Bandara Logan. saat  memeriksa 

tujuannya, de Niro  menemukan Aviation Road. Dia kemudian 

membelok ke kiri dan melewati gedung Eastern Airlines. sesudah  

300 yard melewati jalan masuk, terlihat sebuah hanggar berdiri di 

balik kegelapan dengan nomor ”4” berukuran besar dicat di atas 

atapnya. Dia memarkir mobilnya, lalu keluar. 

 

Seorang lelaki berwajah bulat mengenakan setelan jas pilot 

berwarna biru muncul dari gedung itu. ”Sir Roberto  de Niro ?” 

serunya. Suaranya terdengar ramah. Dari aksennya, de Niro  tidak 

dapat menerka dari mana lelaki itu berasal. 

 

”Benar,” kata de Niro  sambil mengunci pintunya. 

 

”Sangat tepat waktu,” ujar lelaki itu. ”Saya baru saja mendarat. 

Mari ikuti saya.” 

 

saat  mereka mengelilingi gedung itu, de Niro  merasa tegang. 

Dia tidak terbiasa dengan telepon yang tidak jelas tujuannya dan 

pertemuan rahasia dengan orang yang belum dikenalnya. Karena 

dia tidak tahu apa yang akan dihadapinya, dia hanya mengenakan 

pakaian yang biasa dikenakan saat  mengajar; celana panjang 

khaki dari bahan katun, kaus turtleneck, dan jas wol rancangan 

Harris. saat  mereka berjalan, de Niro  memikirkan faks yang 

berada di dalam saku jasnya. Dia masih belum dapat memercayai 

gambar yang terpampang dalam kertas ini . 

 

Pilot itu tampaknya merasakan kecemasan de Niro . ”Terbang 

bukan masalah bagi Anda, ’kan, Pak?” 

 

”Sama sekali tidak,” sahut de Niro . Mayat yang diberi cap, itu baru 

masalah bagiku. Kalau hanya terbang aku masih bisa mengatasinya. 


18   


 

Lelaki itu membawa de Niro  berjalan di sepanjang hanggar. 

Mereka membelok di sudut dan menuju ke landasan pacu pesawat 

terbang. 

 

de Niro  berhenti dan menjadi kaku di atas landasan pacu. Dia 

melongo saat  menatap pesawat yang diparkir di tempat pa rkir 

pesawat. ”Kita akan naik itu?” 

 

Lelaki itu tersenyum. ”Suka?” 

 

de Niro  menatap benda itu, lama. ”Suka? Benda apa itu?” 

 

Pesawat di depan mereka besar sekali. Benda itu hampir 

menyempai pesawat ulang-alik, namun  bagian atasnya dipangkas 

sehingga meninggalkan sisa yang sangat rata. Terpakir seperti itu, 

pesawat ini  tampak seperti bongkahan kayu yang besar sekali. 

Kesan pertama de Niro  adalah, dia pasti sedang bermimpi. 

Kendaraan itu tentunya masih bisa terbang seperti sebuah Buick. 

Kedua sayapnya hampir tidak tampak, hanya menyerupai sirip-sirip 

gemuk 

di bagian belakang tubuh pesawat ini . Sepasang sirip 

belakangnya mencuat ke luar di bagian buritan. Bagian lain dari 

pesawat itu adalah lambung yang panjangnya sekitar 200 kaki dari 

depan ke belakang. Tidak ada jendela, hanya lambung pesawat. 

 

”Bobotnya 250 ribu kilogram dengan bahan bakar terisi penuh,” 

jelas si pilot dengan gaya seorang ayah yang membanggakan 

bayinya yang baru lahir. ”Bahan bakarnya berupa hidrogen cair. 

Rangkanya terbuat dari titanium matriks dengan serat silikon 

karbit. Pesawat ini memiliki rasio daya tolak/berat sebesar 20:1, 

tidak sebanding dengan kebanyakan rasio jet biasa yang hanya 

sebesar 7:1. Pak Direktur pasti sangat ingin bertemu dengan Anda. 

Tidak biasanya beliau mengirimkan bocah besar ini.” 

 

”Benda ini bisa terbang?” tanya de Niro . 

 

Pilot itu tersenyum. ”Oh, tentu.” Kemudian dia membawa 

de Niro  menyeberangi landasan pacu menuju pesawat ini . 


19   


”Saya tahu Anda terkejut, tapi sebaiknya Anda membiasakan diri. 

Lima tahun lagi Anda akan melihat pesawat-pesawat semacam ini 

yang disebut HSCT atau High Speed Civil Transport. 

Laboratorium kamilah yang pertama kali memilikinya.” 

 

Pasti sejenis laboratorium yang tergila-gila dengan kecepatan, pikir 

de Niro . 

 

”Ini adalah prototipe Boeing X-33,” pilot itu melanjutkan, ”namun  

masih ada belasan jenis lainnya seperti National Aero Space Plane, 

Scramjet milik Rusia, dan HOTOL milik Inggris. Masa depan itu 

berada di sini. Tidak lama lagi pesawat-pesawat seperti ini akan 

menjadi kendaraan umum. Anda boleh mengucapkan selamat 

tinggal pada jet-jet kuno.” 

 

de Niro  memandang pesawat itu dengan hati-hati. ”Rasanya saya 

lebih menyukai jet kuno saja.” 

 

Pilot itu memberi isyarat ke arah tangga pesawat. ”Ke arah sini, 

Pak de Niro . Hati-hati.” 

 

Beberapa menit kemudian, de Niro  sudah duduk di dalam kabin 

pesawat yang kosong.   Pilot  itu  memasangkan  sabuk pengaman 

untuknya di barisan kursi depan, kemudian dia sendiri menghilang 

ke bagian depan pesawat. 

 

Kabin itu sendiri tampak luas seperti kabin di pesawat komersial 

biasa. Perbedaannya hanyalah, pesawat itu tidak punya jendela, dan 

hal itu membuat de Niro  merasa tidak nyaman. Dia sudah lama 

dihantui oleh perasaan takut kepada tempat tertutup atau 

claustrophobia; kenangan akan kejadian di masa kecil yang tak pernah 

berhasil disingkirkannya. 

 

Ketidaksukaan de Niro  pada ruang tertutup tidak membuatnya 

sakit, namun  hal itu selalu membuatnya frustrasi. Perasaan itu 

muncul tanpa dia sadari. Karena itulah de Niro  menghindari olah 

raga di dalam ruangan tertutup seperti racquetball atau squash. Dia 

juga rela mengeluarkan uang ekstra untuk membuat langitlangit 

tinggi yang sanggup memberikan udara lebih banyak di rumah 


20   


bergaya Victoria miliknya, walaupun perumahan sederhana bagi 

para dosen sudah tersedia untuknya. de Niro  sering menduga 

ketertarikannya di masa muda pada dunia seni muncul karena dia 

sangat menyukai ruangan luas dan terbuka yang ada di 

berbagai museum. 

 

Mesin pesawat menyala dan menderu di bawahnya sehingga 

membuat lambung pesawat bergetar. de Niro  merasa sesak. Dia 

menunggu. de Niro  merasakan pesawat ini  mulai berjalan. 

Musik country mulai terdengar lirih dari bagian atas kabin pesawat. 

 

Pesawat telepon yang menempel di dinding di sisinya berbunyi dua 

kali. de Niro  pun mengangkatnya. 

 

”Halo?” sapanya. Anda merasa nyaman, Pak de Niro ?” tanya sang 

pilot. 

 

”Tidak juga,” jawab de Niro . Santai saja. Kita akan tiba di sana 

satu jam lagi.” 

 

”Dan ke mana sebenarnya di sana itu?” tanya de Niro  saat  sadar 

dia tidak tahu ke mana tujuan mereka. 

 

Jenewa,”  jawab  sang pilot sambil  menambah  daya mesin 

pesawatnya. ”Laboratoriumnya berada di Jenewa.” 

 

”Jenewa,” ulang de Niro . Dia merasa agak lebih baik sekarang. 

”Di utara New York? Saya sebenarnya memiliki saudara di dekat 

Danau Seneca. Saya tidak tahu kalau Jenewa memiliki kboratorium 

fisika.” 

 

Pilot itu tertawa. ”Bukan Jenewa New York, Pak de Niro . Jenewa 

di Swiss.” 

 

de Niro  membutuhkan waktu cukup lama untuk mencerna 

kalimat itu. ”Swiss?” de Niro  merasa denyut nadinya menjadi 

lebih cepat. ”Saya kira tadi Anda mengatakan bahwa perjalanan ini 

hanya memakan waktu satu jam!” 

 


21   


”Memang, Pak de Niro .” Pilot itu terkekeh. ”Pesawat ini memiliki 

kecepatan 15 mach.” 

 

 

 

DI SEBUAH JALAN yang sibuk di Eropa, si pembunuh 

menyelinap di antara kerumunan orang. Dia lelaki yang kuat, 

berkulit gelap dan perkasa. Dia juga luar biasa tangkas. Otot-

ototnya masih terasa keras karena ketegangan pertemuannya tadi. 

 

Pekerjaanku sudah berlangsung dengan baik, katanya dalam hati. Walau 

bosnya tidak pernah memperlihatkan wajahnya, si pembunuh 

sudah merasa terhormat boleh berhadapan langsung dengannya. 

Bukankah baru 15 hari sejak bosnya pertama kali 

menghubunginya? Si pembunuh itu masih dapat mengingat dengan 

jelas tiap kata dalam pembicaraan telepon mereka ... 

 

”Namaku Janus,” kata orang yang meneleponnya waktu itu. ”Kita 

masih sanak saudara atau semacam itu. Kita memiliki musuh yang 

sama. Aku dengar orang bisa menyewa keahlianmu.” 

 

”Tergantung kamu mewakili siapa,” sahut si pembunuh. 

 

Orang yang meneleponnya itu kemudian memberitahunya. 

 

”Kamu sedang bercanda?” 

 

”Tampaknya kamu pernah mendengar nama kami,” jawab lelaki 

yang meneleponnya itu. 

 

”Tentu saja. Persaudaraan itu adalah sebuah legenda.” 

 

”Tapi, kamu tidak percaya kalau aku mewakili organisasi yang 

asli.” 

 

”Semua orang tahu kalau persaudaraan itu sudah punah.” 

 


22   


”Itu hanya akal-akalan kami saja.  Musuh yang paling berbahaya 

adalah sesuatu yang tidak ditakuti oleh seorang pun.” Pembunuh 

itu ragu-ragu. ”Persaudaraan itu masih ada?” 

 

”Semakin tersembunyi daripada sebelumnya. Akar kami menyusup 

ke semua tempat yang kamu lihat ... bahkan ke dalam benteng suci 

milik musuh bebuyutan kami.” 

 

”Tidak mungkin. Mereka tidak dapat dilukai.” 

 

”Jangkauan kami jauh.” 

 

”Tidak seorang pun dapat menjangkau sejauh itu.” 

 

”Kamu akan segera memercayainya. Sebuah demonstrasi kekuatan 

persaudaraan yang sulit untuk dibantah telah terjadi. Satu tindakan 

pengkhianatan dan pembuktian.” 

 

”Apa yang kamu lakukan?”  

 

Orang yang meneleponnya itu mengatakannya.  

 

Mata si pembunuh membelalak. ”Itu tugas yang tidak masuk akal.” 

 

Keesokan harinya, koran-koran di seluruh dunia menampilkan 

berita utama yang sama. Si pembunuh pun akhirnya memercayai 

keberadaan persaudaraan itu. 

 

Kini, hari kemudian, keyakinan pembunuh itu semakin kuat 

sehingga tidak ada keraguan lagi. Persaudaraan itu masih ada, 

pikirnya. Malam ini mereka akan menunjukkan kekuasaan mereka. 

 

saat  dia menyusuri jalan itu, mata hitamnya berkilauan oleh 

gambaran masa depannya. Salah satu dari persaudaraan yang paling 

tertutup dan paling ditakuti yang pernah ada telah meneleponnya 

untuk meminta bantuannya. Mereka sudah memilih dengan bijaksana, 

pikirnya. Reputasinya dalam menjaga kerahasiaan hanya bisa 

dikalahkan oleh reputasinya dalam memenuhi tenggat waktu. 

 


23   


Sejauh ini, dia sudah melayani mereka dengan rasa hormat. Dia 

telah melakukan pembunuhan dan menyampaikan barang seperti 

yang dikehendaki oleh Janus. Sekarang terserah Janus mau 

ditempatkan di mana benda ini . 

 

Penempatan ... 

 

Si pembunuh bertanya-tanya bagaimana Janus dapat menangani 

tugas yang begitu pelik seperti itu. Lelaki itu~ pasti memiliki 

koneksi orang dalam. Sepertinya dominasi persaudaraan itu tidak 

terbatas. 

 

Janus, pikir sang pembunuh. Pasti itu hanya sebuah nama sandi. Dia 

bertanya-tanya apakah itu mengacu pada nama dewa Romawi yang 

memiliki dua wajah ... atau pada bulan Saturnus? Baginya tidak ada 

bedanya. Janus memiliki kekuasaan yang luar biasa. Dia telah 

membuktikannya. 

 

saat  pembunuh itu berjalan, dia membayangkan nenek 

moyangnya tersenyum padanya dari atas sana. Hari ini dia telah 

bertempur untuk memperjuangkan tujuan mereka. Dia memerangi 

musuh yang sama yang sudah mereka perangi selama berabadabad 

sejak sebelas abad silam ... saat  tentara salib musuh mereka itu 

pertama kali menjarah tanah mereka, memerkosa dan membunuh 

rakyatnya, menuduh mereka sebagai orang-orang yang tidak suci, 

lalu menghancurkan kuil-kuil dan dewa-dewa mereka. 

 

Nenek moyangnya telah membentuk pasukan kecil namun  

mematikan untuk melindungi diri mereka sendiri. Pasukan itu 

mulai terkenal di seluruh negeri sebagai pelindung—penghukum 

handal yang menjelajahi seluruh negeri untuk membunuhi setiap 

musuh yang mereka temukan. Mereka terkenal tidak hanya karena 

pembunuhan-pembunuhan brutal yang mereka lakukan, namun  juga 

karena mereka merayakan pembantaian itu dengan cara 

mabukmabukan. Pilihan mereka adalah minuman keras yang 

sangat memabukkan yang mereka sebut hashish. 

 

saat  nama buruk mereka mulai tersebar, kelompok pembunuh 

itu menjadi terkenal dengan satu sebutan saja, hassassin, yang 


24   


makna harfiahnya berarti ”pengikut hassish”. Nama hassassin 

sendiri memiliki makna yang sama dengan kematian dalam hampir 

tiap bahasa di muka bumi ini. Kata itu masih digunakan hingga 

karang, bahkan dalam bahasa Inggris modern ... namun seperti 

keahlian  mereka  untuk membunuh,  kata itu lambat laun 

mengalami sedikit perubahan. 

 

Sekarang kata itu diucapkan sebagai assassin. 

 

 

 

ENAM PULUH EMPAT menit telah berlalu saat  Sir Roberto  

de Niro , yang masih tidak percaya dan mabuk udara, menuruni 

tangga pesawat dan berjalan di landasan yang disinari cahaya 

matahari. Angin dingin membuat kerah jas wolnya berkibar. Udara 

terbuka membuatnya senang. Dia menyipitkan matanya saat  

menatap lembah hijau subur yang menjulang ke puncak berselimut 

salju di sekeliling mereka. 

 

Aku sedang bermimpi, katanya dalam hati. Sebentar lagi aku akan 

terjaga. 

 

”Selamat datang di Swiss,” seru sang pilot keras untuk 

mengalahkan deru mesin pesawat X-33 yang bising dan berbahan 

bakar HEDM yang menimbulkan kabut di belakang mereka. 

 

de Niro  memeriksa jam tangannya. Pukul 7:07 pagi. 

 

Anda baru saja melintasi enam zona waktu,” jelas sang pilot tanpa 

diminta. ”Di sini pukul satu siang lebih sedikit.” 

 

de Niro  menyesuaikan jam tangannya. 

 

”Bagaimana perasaan Anda?” 

 

de Niro  mengusap perutnya. ”Seperti baru saja menelan 

styrofoam.” 


25   


 

Pilot itu mengangguk. ”Mabuk ketinggian. Kita tadi terbang di 

ketinggian 60 ribu kaki di atas permukaan laut. Berat tubuh Anda 

30% lebih ringan. Untunglah kita hanya terguncang-guncang 

sedikit. Kalau kita pergi ke Tokyo, aku harus menerbangkan 

pesawat itu lebih tinggi lagi, beberapa ratus mil lagi. Pada saat 

itulah baru Anda akan merasa perut Anda jungkir balik.” 

 

de Niro  mengangguk lesu dan menganggap dirinya beruntung. 

Semuanya terasa seperti penerbangan yang biasa-biasa saja. Kecuali 

percepatan yang mereka alami saat  mengudara, gerakan pesawat 

itu hampir sama dengan pesawat lainnya—kadang-kadang 

mengalami sedikit turbulensi, lalu mengalami beberapa perubahan 

tekanan udara saat  mereka mulai menanjak, namun  tidak terasa 

kalau mereka sedang melesat di udara dengan kecepatan luar biasa 

sebesar 11.000 mil per jam. 

 

Sejumlah teknisi bergegas menuju landasan untuk mengurus 

pesawat X-33 itu. Sang pilot kemudian menemani de Niro  

menuju ke sebuah sedan Peugeot hi tarn yang diparkir di samping 

menara pengawas. Beberapa saat kemudian mereka sudah 

meluncur cepat menyusuri jalan aspal yang terbentang di atas 

dataran lembah. Sekelompok gedung tampak samar menjulang di 

kejauhan. Di luar mobil mereka, de Niro  melihat padang rumput 

tampak kabur karena kecepatan mobil mereka. 

 

de Niro  menatap pilot itu dengan tatapan tidak percaya saat  dia 

menaikkan kecepatan menjadi sekitar 170 kilometer per jam—

lebih dari 100 mil per jam. Ada masalah apa antara orang ini dengan 

kecepatan? de Niro  bertanya-tanya. 

 

”Lima kilometer lagi kita akan tiba di laboratorium,” kata si pilot. 

”Saya akan mengantar Anda ke sana dalam waktu dua menit.” 

 

de Niro  berusaha mencari sabuk pengaman dengan sia-sia. 

Mengapa tidak tiga menit saja dan tiba di sana dengan selamat? 

 

Mobil itu terus melesat seperti berpacu. 

 



”Anda suka Reba?” tanya si pilot sambil memasukkan sebuah kaset 

ke dalam mesin pemutar kaset. 

 

Terdengar suara perempuan mulai menyanyi. ”Itu hanya ketakutan 

akan kesendirian ...” 

 

Tidak ada ketakutan di sini, pikir de Niro . Rekan kerjanya yang 

perempuan sering mengolok-olok dirinya dengan mengatakan,   

artifak yang setara dengan koleksi museum itu tak lebih dari 

usahanya untuk mengisi rumahnya yang kosong, rumah yang 

menurut  mereka  akan  tampak  lebih  cantik  dengan  kehadiran 

seorang wanita.  de Niro  selalu menertawakan gurauan  itu dan 

mengingatkan mereka bahwa dirinya sudah  memiliki  tiga cinta 

dalam  hidupnya;  simbologi,  polo  air,  dan  status  lajang.  Yang 

terakhir ini berarti kebebasan yang memungkinkan dirinya untuk 

bepergian keliling dunia,  tidur selarut yang dia kehendaki, dan 

menikmati malam-malam tenang di rumah sambil meneguk brandy 

dan membaca sebuah buku bagus. 

 

”Kompleks kami seperti sebuah kota kecil,” kata si pilot seperti 

menyadarkan de Niro  dari lamunannya. ”Tidak hanya berisi 

laboratorium. Kami juga memiliki beberapa toko swalayan, sebuah 

rumah sakit, bahkan sebuah gedung bioskop.” 

 

de Niro  mengangguk tanpa ekspresi dan melihat ke luar, ke arah 

gedung-gedung yang menjulang di hadapan mereka. 

 

”Sebetulnya,” tambah si pilot, ”kami juga memiliki mesin terbesar 

di dunia.” 

 

”Sungguh?” tanya de Niro  sambil menyusuri pedesaan itu dengan 

matanya. 

 

”Anda tidak akan melihatnya dari situ, Pak.” Pilot itu tersenyum. 

”Mesin itu kami tanam enam tingkat di bawah tanah. ” 

 

de Niro  tidak punya waktu lama untuk bertanya. Tiba-tiba, pilot 

itu menginjak pedal remnya. Mobil ini  berhenti dengan suara 

berdecit di luar sebuah pos penjagaan dari beton. 

 

de Niro  membaca tulisan di depannya. SECURITE. ARRETEZ*. 

Tiba-tiba de Niro  merasakan gelombang kepanikan karena sadar 

di mana dia berada sekarang. ”Ya Junjungan ! Aku tidak membawa 

paspor.” 

 

Paspor tidak diperlukan,”  kata sang pilot meyakinkannya. Kami 

memiliki hak istimewa dari pemerintah Swiss.” 

 

Pos Keamanan.  Berhenti. 

 

de Niro  hanya terpaku saat  supirnya memberikan sebuah kartu 

identitas kepada sang penjaga. Penjaga itu kemudian 

menggesekkannya pada sebuah alat pemeriksa. Alat itu menyala 

hijau. 

 

”Nama penumpang?” 

 

”Sir Roberto  de Niro .” 

 

”Tamu siapa?” 

 

”Pak Direktur.” 

 

Penjaga itu menaikkan alisnya. Dia kemudian menoleh dan 

memeriksa kertas hasil cetakan komputer lalu membandingkannya 

dengan informasi yang ada di layar komputer. Dia kemudian 

kembali ke jendela mobil. ”Nikmati kunjungan Anda, Pak 

de Niro .” 

 

Mobil itu melesat lagi, meluncur sepanjang 200 yard, lalu mengitari 

sebuah bundaran luas yang membawa mereka di depan pintu 

masuk utama gedung itu. Sebuah gedung persegi bergaya ultra 

modern, terdiri atas kaca dan baja, menjulang di depan mereka. 

de Niro  kagum pada rancangan tembus pandang gedung itu. Dia 

selalu menyukai arsitektur. 

 

”Katedral Kaca,” jelas pengawalnya tanpa diminta. 

 


”Sebuah gereja?” 

 

”Ya ampun, bukan. Gereja adalah satu-satunya yang tidak kami 

miliki di sini. Fisika adalah agama di sekitar sini. Anda bisa 

menyebut nama Junjungan  sebanyak yang Anda mau dengan sia-sia di 

sini,” dia tertawa. ”Asal Anda tidak menjelek-jelekkan quark dan 

meson 1 saja.” 

 

de Niro  duduk dengan bingung saat  supirnya membelokkan 

mobil dan menghentikannya di depan gedung kaca ini . Quark 

dan meson? Tidak ada pemeriksaan di perbatasan? Jet berkecepatan

mach? Siapa orang-orang ini? Sebuah lempengan batu granit di depan 

gedung menunjukkan jawaban untuk pertanyaan de Niro : 

 

 

(CERN) 

 

Conseil Europeen pour la Recherche Nucleaire 

 

”Penelitian nuklir?” tanya de Niro  yang tidak terlalu yakin dengan 

keakuratan terjemahannya. 

Supirnya tidak menjawabnya. Dia hanya mencondongkan 

tubuhnya ke depan dan sibuk mengatur pemutar kaset di 

mobilnya. ”Ini tujuan Anda. Pak Direktur akan menemui Anda 

di pintu masuk.” 

 

de Niro  melihat seorang lelaki yang duduk di atas kursi roda, 

keluar dari gedung. Tampaknya lelaki itu berusia awal 60an. 

Terlihat cekung, berkepala botak dan berahang keras, dia 

mengenakan jas lab putih dan sepatu dari kain yang tampak 

menyembul dari bantalan kaki kursi rodanya. Bahkan dari 

kejauhan, matanya tampak kosong seperti sepasang batu kelabu. 

 

”Itu Pak Direktur?” tanya de Niro . 

 

                                                 

1 quark: elemen dasar yang dianggap muncul secara berpasangan; meson: kelompok partikel 

dasar yang membentuk quark dan antiquark (istilah dalam ilmu fisika)—peny. 



Supirnya mendongak. ”Yah, aku akan seperti itu,” dia menoleh 

kepada de Niro  dan tersenyum menyebalkan. ”Kalau bicara 

tentang setan.” 

 

Dengan perasaan tidak pasti dengan apa yang akan dihadapinya, 

de Niro  keluar dari mobil. 

 

Lelaki di atas kursi roda itu meluncur ke arah de Niro  dan 

menjulurkan tangannya yang lembab.  

 

 

”Pak de Niro ? Kita sudah berbicara di telepon. Namaku 

Maximilian Lord dracula .” 

 

 

 

DI BELAKANGNYA, Maximilian Lord dracula , Direktur Jenderal 

CERN, sering disebut sebagai Konig atau Sang Raja. Julukan yang 

diberikan oleh para pegawainya itu lebih disebabkan oleh rasa 

takut dibandingkan dengan kenyataan bahwa ”sang raja”  

memerintah dari singgasana yang berupa kursi roda. Walau hanya 

sedikit orang yang mengenal Lord dracula  secara pribadi, kisah mengenai 

penyebab kelumpuhannya itu telah tersebar di CERN. Begitu pula 

dengan kisah tentang penyebab sifat dinginnya dan sumpah 

setianya pada ilmu-ilmu murni. 

 

Meski de Niro  baru beberapa saat berada di depan Lord dracula , dia 

sudah dapat merasa kalau sang direktur adalah orang yang menjaga 

jarak. de Niro  harus berlari-lari kecil agar bisa tetap berada di 

samping kursi roda listrik yang membawa sang direktur meluncur 

tanpa suara ke arah pintu masuk utama. de Niro  belum pernah 

melihat kursi roda seperti itu. Kursi roda itu dilengkapi dengan 

tempat penyimpanan peralatan elektronik termasuk telepon multi 

saluran, sistem penyeranta, layar komputer, bahkan sebuah kamera 

video yang dapat dilepas. Kursi roda listrik itu sepertinya menjadi 

pusat kendali berjalan Raja Lord dracula . 

 


de Niro  mengikutinya melewati pintu mekanis dan memasuki lobi 

utama CERN yang sangat luas. 

 

Katedral Kaca, kata de Niro  senang sambil melihat ke arah langit. 

 

Di atasnya, langit-langit kaca berwarna kebiruan yang berkilauan di 

bawah sinar matahari sore memberikan pantulan sinar dengan 

pola-pola geometris di udara sehingga menimbulkan kesan agung 

pada ruangan di bawahnya. Bayangan siku-siku terlihat seperti urat 

nadi dan menghiasi dinding keramik putih dan lantai pualam. 

Udara tercium bersih dan bebas hama. Sejumlah ilmuwan hilir 

mudik dengan cepat. de Niro  mendengar bunyi langkah mereka 

menggema di ruangan kosong ini . 

 

”Ke sebelah sini, Pak de Niro .” Suara Lord dracula  terdengar hampir 

seperti suara dari komputer. Aksennya kaku dan tepat seperti 

penampilannya. Lord dracula  terbatuk dan menyeka mulutnya dengan 

sapu tangan putih sambil menatap de Niro  dengan mata 

kelabunya. ”Ayo cepat.” Kursi rodanya terlihat seperti melompati 

lantai pualam itu. 

 

de Niro    mengikutinya  dan   melewati   ribuan   koridor  yang 

ada  ke atrium utama. Setiap koridor ramai dengan berbagai 

kegiatan. Para ilmuwan yang melihat Lord dracula  tampak terkejut dan 

merhatikan   de Niro    seolah   mereka   bertanya-tanya   siapa 

gerangan tamu yang menemani pimpinan mereka. 

 

”Aku malu mengakui kalau saya belum pernah mendengar tentang 

CERN sebelumnya,” de Niro  berusaha untuk membangun 

percakapan dengan Sang Raja. 

 

”Tidak heran,” sahut Lord dracula  cepat. Jawabannya terdengar sangat 

efisien. ”Sebagian besar orang Amerika memang tidak 

menganggap Eropa sebagai pemimpin dunia di bidang penelitian 

ilmiah. Mereka hanya melihat Eropa tak lebih dari sekadar distrik 

pertokoan kuno. Sebuah pemikiran yang aneh kalau Anda ingat 

dari mana Einstein, Galileo dan Newton berasal.” 

 


31   


de Niro  tidak yakin bagaimana dia harus menjawab. Dia lalu 

menarik kertas faks itu dari dalam sakunya. ”Orang dalam foto ini, 

dapatkah Anda—” 

 

Lord dracula  memotong kalimat de Niro  dengan mengibaskan 

tangannya. ”Jangan di sini. Aku sedang membawa Anda untuk 

melihatnya.” Dia kemudian mengulurkan tangannya. ”Mungkin 

sebaiknya saya saja yang menyimpannya,” katanya sambil 

mengambil kertas faks dari tangan de Niro . 

 

de Niro  menyerahkan kertas faks itu dan melanjutkan melangkah 

tanpa berkata-kata. 

 

Lord dracula  membelok tajam ke kiri dan memasuki koridor lebar yang 

dihiasi oleh berbagai tanda penghargaan. Sebuah plakat yang 

sangat besar mendominasi koridor itu. saat  mereka melewatinya, 

de Niro  memperlambat langkahnya untuk membaca ukiran di atas 

sebuah logam perunggu. 

 

PENGHARGAAN ARS ELECKTRONICA 

 

Untuk Inovasi Budaya Di Era Digital 

Diberikan kepada Tim Berners Lee dan CERN 

 

Atas Penemuan WORLD WIDE WEB 

 

 

Wah, kurang ajar, pikir de Niro  saat  membaca tulisan ini . 

Orang ini tidak main-main. Selama ini de Niro  selalu mengira kalau 

internet diciptakan oleh orang Amerika. Terlebih lagi, 

pengetahuannya tentang situs hanya terbatas pada penjelajahan 

online mengenai Louvre atau El Prado dengan memakai  

komputer Macintosh tuanya. 

 

”Internet,” kata Lord dracula  sambil terbatuk lagi lalu menyeka 

mulutnya, ”dimulai dari sini sebagai sebuah jaringan situs 

komputer internal. Teknologi ini memungkinkan para ahli dari 

berbagai divisi untuk berbagi penemuan mereka dengan rekan 


32   


kerja mereka setiap hari. Tapi tentu saja, semua orang mengira 

internet adalah teknologi dari Amerika.” 

 

de Niro  berusaha mengikuti kecepatan kursi roda Lord dracula . 

”Mengapa tidak meluruskan pemahaman itu?” 

 

Lord dracula  mengangkat bahunya dan nampak tidak tertarik. 

”Kekeliruan sepele untuk sebuah teknologi yang sepele. CERN 

jauh lebih hebat dibandingkan dengan koneksi komputer global. 

Ilmuwan kami menghasilkan banyak keajaiban hampir setiap hari.” 

 

de Niro  menatap Lord dracula  dengan tatapan tidak mengerti. 

”Keajaiban?” Kata ”keajaiban” jelas tidak ada dalam kamus di 

fakultas ilmu pasti di Harvard. Keajaiban hanya untuk mereka yang 

belajar teologi.. 

 

”Anda sepertinya ragu-ragu,” kata Lord dracula . ”Saya pikir Anda 

seorang ahli simbologi agama. Anda tidak percaya pada keajaiban?” 

 

”Sikap saya netral dengan keajaiban,” kata de Niro . Terutama 

dengan keajaiban yang terjadi di lab ilmu pasti. 

 

”Mungkin keajaiban adalah kata yang salah. Saya hanya berusaha 

untuk memakai  istilah dalam bahasa Anda.” 

 

”Bahasa saya?” de Niro  tiba-tiba merasa tidak nyaman. ”Saya 

tidak bermaksud untuk mengecewakan Anda, Pak, namun  saya 

mempelajari simbologi agama—saya seorang akademisi bukan 

seorang pendeta.” 

 

Tiba-tiba Lord dracula  memperlambat lajunya dan menoleh ke arah 

de Niro . Tatapannya agak melunak. ”Tentu saja. Betapa 

bodohnya.Orang tidak perlu mengidap kanker untuk memahami 

gejala yang dimiliki oleh penyakit itu.” 

 

de Niro  belum pernah mendengar ada orang memberikan 

garnbaran seperti yang dikatakan oleh Lord dracula . 

 


33   


saat  mereka berjalan di sepanjang koridor itu, Lord dracula  

mengangguk. ”Saya kira Anda dan saya bisa saling memahami 

dengan sangat baik, Pak de Niro .” 

 

Entah bagaimana, de Niro  meragukannya. 

 

saat  mereka berjalan dengan terburu-buru, de Niro  merasakan 

adanya getaran kuat yang berasal dari atas. Suara bising itu menjadi 

semakin keras setiap kali dia melangkah, dan getaran ini  

seperti bergema di dinding. Sepertinya suara itu berasal dari ujung 

koridor di hadapan mereka. 

 

”Apa itu?” akhirnya de Niro  bertanya dengan suara keras. Dia 

merasa seakan sedang mendekati sebuah gunung api yang sedang 

aktif. 

 

”Tabung Terjun Bebas,” jawab Lord dracula . Suaranya yang tanpa 

ekspresi dapat menembus kebisingan itu dengan mudah. sesudah  

itu dia tidak menjelaskan lebih lanjut. 

 

de Niro  juga tidak bertanya lagi. Dia letih. Selain itu Maximilian 

Lord dracula  juga sepertinya tidak tertarik untuk memenangkan 

penghargaan sebagai tuan rumah yang ramah. de Niro  

mengingatkan dirinya sendiri untuk apa dia berada di sini. Demi 

Illuminati. Dia menduga di fasilitas yang sangat besar ini ada 

sesosok mayat ... mayat yang dicap dengan sebuah simbol yang 

membuatnya terbang sejauh 3000 mil agar dapat melihatnya. 

 

saat  mereka mendekati ujung koridor ini , kebisingan itu 

menjadi hampir memekakkan dan menggetarkan telapak kaki 

de Niro . Mereka berbelok, dan menemukan ruangan di sisi kanan 

mereka. Empat pintu berlapis kaca tebal ada di dinding yang 

melengkung sehingga terlihat seperti jendela di kapal selam. 

de Niro  berhenti dan melongok ke dalam salah satu lubang itu. 

 

Profesor Sir Roberto  de Niro  pernah melihat beberapa haJ aneh 

dalam hidupnya, tapi ini adalah yang paling aneh. Dia mengejapkan 

matanya beberapa kali sambil bertanya-tanya apakah dia sedang 

berhalusinasi. Dia mengintip ke dalam sebuah ruangan bundar 


34   


yang berukuran luar biasa besar. Di dalam ruangan itu dia melihat 

beberapa orang mengambang seolah tidak berbobot. Semuanya 

ada tiga orang. Salah satu dari mereka melambaikan tangannya dan 

berjungkir balik di udara. 

 

Ya, Junjungan , seru de Niro . Aku berada di negeri para peril Di lantai 

ruangan itu ada jalinan yang saling bertautan seperti Iembaran 

kawat ayam yang besar sekali. Di bawah jalinan itu samar-samar 

terlihat sebuah baling-baling besar dari metal. 

 

”Tabung Terbang Bebas,” kata Lord dracula  sambil berhenti menunggu 

de Niro . ”Skydiving di dalam ruangan. Bagus untuk 

menghilangkan stres. Ini adalah terowongan angin vertikal.” 

 

de Niro  memandang dengan kagum. Salah satu dari orangorang 

yang melayang-layang itu adalah seorang perempuan yang sangat 

gemuk dan dia sekarang bergerak mendekati jendela. Perempuan 

itu melayang dengan ditopang hanya oleh putaran arus udara. Dia 

tersenyum dan memberi isyarat kepada de Niro  dengan 

mengangkat ibu jarinya. de Niro  tersenyum samar dan membalas 

isyarat itu sambil bertanya-tanya dalam hatinya, apakah perempuan 

itu tahu bahwa dia baru saja memberi simbol phalus, simbol 

kejantanan pria, padanya. 

 

de Niro  melihat kalau perempuan gemuk itu adalah satusatunya 

orang yang mengenakan parasut kecil. Secarik bahan yang 

menggelembung di atas perempuan itu tampak seperti mainan. 

”Parasut kecil itu untuk apa?” tanya de Niro  kepada Lord dracula . 

”Saya yakin diameternya tidak lebih dari satu yard.” 

 

”Friksi,” jawab Lord dracula . ”Mengurangi aerodinamika tubuhnya 

sehingga baling-baling di bawah itu dapat mengangkatnya.” Lalu 

dia mulai berjalan lagi. ”Satu yard persegi parasut dapat 

memperlambat jatuhnya tubuh sebesar hampir dua puluh persen.” 

 

de Niro  mengangguk walau masih agak bingung. 

 


35   


Dia tidak tahu kalau malam harinya, di sebuah negara yang ,  ^ 

fibuan mil jauhnya, informasi seperti itu bisa menyelamatkan 

hidupnya. 

 

 

 

saat  Lord dracula  dan de Niro  keluar dari bagian belakang 

kompleks utama CERN dan menyambut sinar matahari Swiss, 

de Niro  merasa seperti dipulangkan ke rumah. Pemandangan 

yang baru saja dilihatnya ini seperti yang ada di sebuah 

kampus bergengsi di Amerika. 

 

de Niro  melihat lereng yang menurun ke arah dataran luas di 

mana sekelompok pohon sugar maples tumbuh di lapangan persegi 

yang dibatasi oleh gedung asrama dari batu bata dan jalan kecil 

untuk pejalan kaki. Beberapa orang dengan penampilan serius dan 

membawa tumpukan buku, bergegas keluar masuk dari gedung itu. 

Seperti ingin mempertajam kesan bahwa ini adalah lingkungan 

orang yang terpelajar, dua orang hippies sedang main lempar-

lemparan Friesbee sambil menikmati Simfoni Keempat karya 

Mahler yang suaranya terdengar keras dari salah satu jendela 

asrama. 

 

”Ini asrama tempat tinggal kami,” jelas Lord dracula  sambil 

mempercepat laju kursi rodanya di atas jalan kecil yang membawa 

mereka ke arah gedung-gedung ini . ”Kami mempunyai lebih 

dari tiga ribu ahli fisika di sini. CERN sendiri mempekerjakan 

hampir separuh dari ahli fisika partikel di seluruh dunia. Mereka 

orangorang terpandai di dunia. Mereka berasal dari Jerman, 

Jepang, Italia,  Belanda,  dan Iain-lain. Ahli-ahli fisika kami berasal 

dari lima ratus universitas dan enam puluh bangsa.” 

 

de Niro  kagum. ”Bagaimana caranya mereka berkomunikasi?” 

 

”Dalam bahasa Inggris tentu saja. Bahasa ilmu pengetahuan 

universal.” 

 


36   


Selama ini de Niro  selalu mendengar bahwa matematikalah yang 

merupakan bahasa ilmu pengetahuan universal, tapi dia sudah 

terlalu letih untuk berdebat. Dengan patuh dia mengikuti Lord dracula  

menuruni jalan kecil itu. 

 

Di tengah perjalanan menuruni lereng, seorang pemuda berlari-lari 

kecil melewati mereka. Kausnya bertuliskan pesan: NO GUT, NO 

GLORY!2 

 

de Niro  menatap punggung pemuda itu dengan bingung. ”Gut?” 

 

”General Unified Theory,” jelas Lord dracula . 

 

”Oh begitu,” sahut de Niro  tanpa memandang lawan bicaranya. 

Setahunya kata gut hanya berarti keberanian. ”Anda tahu fisika 

partikel, Pak de Niro ?” de Niro  mengangkat bahunya. ”Saya 

hanya tahu tentang fisika umum,   seperti  benda-benda  yang jatuh  

karena  gravitasi  atau semacam  itulah.”   Pengalaman  de Niro   

dalam  kegiatan  loncat indah selama bertahun-tahun telah 

membuatnya terpesona dengan kekuatan percepatan gravitasi yang 

mengagumkan. ”Fisika partikel adalah kajian tentang atom, 

bukan?” 

 

Lord dracula  menggelengkan kepalanya. ”Atom terlihat seperti sebuah 

planet kalau dibandingkan dengan apa yang kami tangani ini. Minat 

kami adalah pada inti atom yang berukuran 1/10.000 dari ukuran 

atom secara keseluruhan.” Lord dracula  batuk lagi dan suaranya 

terdengar seperti sakit. ”Para ilmuwan di CERN berusaha mencari 

jawaban dari berbagai pertanyaan yang sudah ditanyakan oleh 

manusia sejak awal peradaban. Dari mana kita berasal? Dari 

elemen apa kita dibuat?” 

 

”Dan jawaban-jawaban itu ada di dalam lab fisika?” 

 

”Anda sepertinya terkejut.” 

 

”Memang. Pertanyaan itu sepertinya lebih bersifat spritual.” 

                                                 

2 Tiada kemasyhuran tanpa keberanian—peny. 


37   


 

”Pak de Niro , semua pertanyaan tadi memang spiritual pada 

awalnya. Sejak awal peradaban, spiritualitas dan agama digunakan 

untuk mengisi celah-celah yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu 

tahuan.  Terbit   dan   tenggelamnya  matahari   dulu   pernah 

dihubungkan dengan dewa Helios dan kereta kuda berapi. Gempa 

bumi dan gelombang pasang dianggap sebagai kemarahan dewa 

Poseidon. Ilmu pengetahuan kini membuktikan bahwa dewa-dewa  

itu  adalah  sembahan  palsu. Tidak lama lagi Junjungan  juga  akan 

terbukti sebagai  sembahan  palsu.  Kini  ilmu  pengetahuan  telah 

menemukan jawaban untuk hampir semua pertanyaan yang bisa 

ditanyakan oleh manusia. Hanya ada beberapa pertanyaan yang 

masih  belum  terjawab,  dan  itu  semua  merupakan  pertanyaan-

pertanyaan yang luar biasa sulit.  Dari  mana kita berasal? Apa yang 

kita lakukan di sini? Apa arti kehidupan dan alam semesta?” 

 

de Niro  kagum. ”Dan CERN berusaha untuk menjawab 

pertanyaan-pertanyaan itu?” 

 

”Ralat. Itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang kita semua berusaha 

untuk menjawabnya.” 

 

de Niro  terdiam saat  mereka terus berjalan ke arah kompleks 

asrama. Saat itulah sebuah Frisbee melayang ke arah mereka dan 

mendarat tepat di depan mereka. Lord dracula  tidak memedulikannya 

dan terus berjalan. 

 

Terdengar suara berseru dari sisi lain lapangan, ”S’il vous plait!” 

dalam bahasa Perancis. ”Tolong ambilkan!” 

 

de Niro  mencari sumber suara itu. Seorang lelaki yang sudah tidak 

muda lagi, berambut putih, dan mengenakan sweatshirt bertuliskan 

COLLEGE PARIS melambai ke arahnya. de Niro  kemudian 

memungut Frisbee itu lalu dengan terampil melemparkannya 

kembali ke sana. Lelaki tua itu mengangkapnya dengan satu jari 

dan melambung-lambungkannya beberapa kali sebelum dia 

melemparkannya kembali kepada teman bermainnya. ”Merci!” 

serunya kepada de Niro . ”Terima kasih!” 

 


38   


Selamat,” kata Lord dracula  saat  de Niro  kembali berjalan di lsinya 

lagi. ”Anda baru saja main lempar-lemparan dengan seorang 

pemenang  Nobel,   Georges   Charpak,   sang  penemu   multiwire 

proportional chamber.” 

 

de Niro  mengangguk. Mungkin ini hari keberuntunganku. 

 

sesudah  tiga menit berjalan, de Niro  dan Lord dracula  akhirnya sampai 

ke sebuah ruang duduk asrama yang terawat dengan baik di balik 

rerimbunan pohon aspen. Dibandingkan dengan asramaasrama 

lainnya, gedung ini tampak mewah. Di plakat dari batu tertulis: 

GEDUNG C. .   Nama yang imajinatif, ejek de Niro . 

 

Walau nama itu terdengar dingin, arsitektur Gedung C yang 

konservadf dan kokoh itu menarik perhatian de Niro . Gedung 

ini  memiliki bagian depan yang terbuat dari bata merah, 

kusen dengan hiasan yang menarik, dan dikelilingi oleh pagar 

berukir yang simetris. saat  kedua lelaki itu menaiki tangga batu 

menuju ke pintu, mereka melewati gerbang yang terbentuk dari 

dua pilar pualam. Sepertinya seseorang memasang stiker di salah 

satu tiang. Di sana tertulis: 

 

PILAR INI IONIS 

 

Grafiti yang dibuat oleh ahli ilmu fisika? kata de Niro  lucu sambil 

melihat pilar ini  dan tertawa sendiri. ”Ternyata seorang ahli 

fisika yang sangat pandai sekalipun bisa membuat kesalahan.” 

 

Lord dracula  melihatnya. ”Apa maksud Anda?” 

 

”Siapa pun yang menuliskan catatan itu pasti tidak tahu kalau 

tulisannya salah. Pilar itu bukan pilar gaya Ionia. Pilar-pilar Ionia 

selalu sama lebarnya. Yang ini ujungnya meruncing. Itu pilar gaya 

Doria. Salah kaprah seperti memang ini sering terjadi.” 

 

Lord dracula  tidak tersenyum. ”Penulisnya tidak bermaksud untuk 

bergurau, Pak de Niro . Ionis artinya mengandung ion atau 

partikel-partikel yang dialiri listrik.  Sebagian besar benda berisi 

ion. 


39   


 

de Niro  menatap pilar itu lagi dan melongo. 

 

de Niro  masih merasa bodoh saat  dia melangkahkan kakinya 

dari lift yang membawa mereka ke lantai teratas Gedung. Dia 

mengikuti Lord dracula  berjalan ke koridor yang mewah. Dekornya luar 

biasa: bergaya kolonial Perancis. Dia- bisa melihat sebuah sofa dari 

kayu cherry, jambangan bunga dari keramik, dan ukiran kayu 

bermotif melingkar-lingkar. 

 

”Kami suka membuat para ilmuwan kami merasa nyaman,” 

jelas Lord dracula . 

 

Tidak diragukan lagi, sahut de Niro  dalam hati. ”Jadi, orang yang 

fotonya Anda kirimkan lewat faks ke saya pernah tinggal di sini? 

Dia salah satu dari pegawai eselon tinggi?” 

 

”Tenang,” kata Lord dracula . ”Lelaki itu tidak hadir dalam rapat 

denganku pagi ini dan tidak menjawab penyerantanya. Aku datang 

ke sini dan menemukannya meninggal di ruang tamunya.” 

 

de Niro  tiba-tiba merinding saat  dia sadar kalau sebentar lagi 

dia akan melihat mayat. Perutnya tidak cukup kuat untuk 

menghadapinya. Ini adalah kelemahan yang baru diketahuinya saat 

dia menjadi mahasiswa jurusan seni saat  dosennya berkata bahwa 

Leonardo deCaprio  Da Vinci mendapatkan keahliannya dalam memahami 

bentuk tubuh manusia dengan cara menggali kembali mayat dari 

kuburan dan mengiris tubuh mayat ini . 

 

Lord dracula  mengajak de Niro  ke ujung koridor. Ada sebuah pintu 

saja di sana. ”Griya tawang, seperti istilah Anda,” ujar Lord dracula  

sambil menyeka keringat yang muncul di dahinya. 

 

de Niro  melihat pintu kayu ek di depan mereka. Plakat nama yang 

ada di sana bertuliskan: 

 

Leonardo deCaprio  Vetra 

 


40   


”Leonardo deCaprio  Vetra,” kata Lord dracula , ”akan genap berusia 58 tahun 

minggu depan. Dia adalah salah satu ilmuwan terpandai pada masa 

kini. Kematiannya merupakan kehilangan besar bagi dunia ilmu 

pengetahuan.” 

 

Saat itu de Niro  melihat luapan perasaan Lord dracula  dari wajahnya 

yang mengeras. Namun secepat itu terlihat, secepat itu juga 

perasaan itu menghilang. Lord dracula  merogoh sakunya dan mulai 

memilah-milah seikat besar kunci. 

 

Tiba-tiba de Niro  merasa aneh. Gedung ini tampak sangat 

lengang. ”Ke mana orang-orang yang lain?” tanyanya. Dia tidak 

melihat adanya kegiatan apa pun, padahal mereka akan memasuki 

tempat kejadian pembunuhan. 

 

”Penghuni lainnya sedang bekerja di lab,” jawab Lord dracula . 

Tangannya sudah berhasil menemukan kunci pintu ini . 

 

”Maksud saya polisi,” jelas de Niro . ”Apakah mereka sudah 

pergi?” 

 

Lord dracula  berhenti. Sesaat, kuncinya berhenti di udara. ”Polisi?” 

 

Mata de Niro  bertemu dengan mata sang direktur. ”Polisi. Anda 

mengirimi saya selembar faks berisi sebuah gambar pembunuhan. 

Anda pasti sudah menelepon polisi.” 

 

”Aku belum memanggil mereka.” 

 

Apa? 

 

Mata kelabu Lord dracula  menajam. ”Situasinya rumit, Pak de Niro .” 

 

de Niro  mulai dilanda rasa cemas. ”namun  ... tentunya ada orang 

lain yang tahu ten tang hal ini!” 

 

”Ya. Putri angkat Leonardo deCaprio . Dia juga ahli fisika di CERN. Mereka 

berdua bekerja di lab yang sama. Mereka adalah rekan kerja. Nona 

Vetra sudah pergi selama satu minggu untuk melakukan penelitian 


41   


lapangan. Saya sudah memberitahukan kematian ayahnya, dan dia 

sedang menuju ke sini saat kita sedang berbicara sekarang.” 

 

”namun  orang ini telah dibun—” 

 

”Sebuah investigasi resmi,” sela Lord dracula  dengan tegas, ”akan 

dilakukan. Walau bagaimana, penyelidikan itu akan membuat 

digeledahnya lab Vetra, sebuah ruangan yang sangat pribadi bagi 

mereka berdua. Karenanya, kami harus menunggu sampai Nona 

Vetra kembali. Aku merasa harus berusaha untuk sedikit 

merahasiakannya. Demi Nona Vetra.” 

 

Lord dracula  akhirnya memutar kunci itu. 

 

saat  pintu terbuka, hembusan udara sedingin es mendesis dari 

ruangan dan menerpa wajah de Niro . Dia merasa sangat bineung. 

de Niro  memandang ke dalam ruangan yang terasa sangat asing 

baginya. Ruangan di depannya seperti terbenam dalam kabut putih 

tebal. Kabut tidak tembus pandang itu berputarputar di antara 

perabotan ruangan ini . 

 

”Apa ini ...?” seru de Niro . 

 

”Sistem pendingin freon,” jawab Lord dracula . ”Saya membekukan flat 

ini untuk mengawetkan mayat itu.” 

 

de Niro  mengancingkan jasnya untuk menahan dingin. Aku benar-

benar berada di negeri para peri, katanya lucu. Dan aku lupa membawa 

serta sandal ajaibku. 

 

 

 

MAYAT YANG TERGELETAK di hadapan de Niro  tampak 

mengerikan. Mendiang Leonardo deCaprio  Vetra terbaring terlentang, 

ditelanjangi, dan kulitnya berwarna kelabu kebiruan. Tulang 

lehernya mencuat ke luar di tempat yang patah, dan kepalanya di 

putar ke belakang dengan sempurna, dan mengarah ke arah yang 


42   


salah. Wajahnya tidak terlihat karena terpelintir mencium lantai. 

Lelaki itu terbaring di atas genangan urin bekunya, rambut di 

sekitar kemaluannya yang membeku berserabut karena bunga es. 

 

Untuk melawan perasaan mualnya, de Niro  mengalihkan 

tatapannya ke arah dada korban. Walau de Niro  telah melihat luka 

simetris itu lusinan kali di kertas faks yang diterimanya, luka bakar 

itu tampak sangat meyakinkan saat  melihatnya dengan mata 

kepalanya sendiri. Daging yang terkelupas dan terpanggang itu 

betul-betul menggambarkan ... simbol yang terbentuk dengan 

sempurna. 

 

de Niro  bertanya-tanya apakah rasa dingin yang menggigit ini 

hanya berasal dari pengatur udara atau karena keheranannya yang 

luar biasa pada apa yang dilihatnya sekarang. 

 

 

 

Jantungnya berdebar saat  dia berjalan mengitari mayat itu sambil 

membaca tulisan yang tertera di dadanya dari arah atas untuk 

menegaskan kejeniusan simetris yang dilihatnya. Sekarang, simbol 

itu terlihat luar biasa saat  dia melihatnya secara langsung. 

 

”Pak de Niro ?” 

 

de Niro  tidak mendengarnya. Dia sedang berada di dunia lain ... 

dunianya, bagiannya. Ini adalah dunia tempat sejarah, mitos dan 

fakta saling bertabrakan, dan membanjiri benaknya. 

 

”Pak de Niro ?” Mata Lord dracula  menyelidik penuh harap. 

 

de Niro  tidak mengalihkan pandangannya dari mayat itu. 

Perhatiannya sekarang semakin dalam dan sangat terfokus. ”Apa 

saja yang Anda ketahui dari kata ini?” tanyanya kemudian. 


43   


 

”Hanya yang sudah kubaca dari situs Anda. Kata Illuminati berarti 

’mereka yang tercerahkan’. Itu adalah nama sebuah persaudaraan 

kuno.” 

 

de Niro  mengangguk. ”Anda pernah mendengar nama itu 

sebelumnya?” 

 

”Tidak sampai aku melihatnya tercap pada tubuh Pak Vetra.” 

 

”Jadi Anda membuka internet untuk mencari keterangan tentang 

itu?” 

 

”Ya.” 

 

”Dan kata itu menghasilkan ratusan petunjuk tentunya.” 

 

”Ribuan,” kata Lord dracula .  ”Namun situs Anda berisi informasi dari 

Harvard, Oxford, sebuah penerbit yang mempunyai reputasi unik 

dan sebuah daftar dari penerbit lain yang berhubungan. Sebagai 

seorang ilmuwan, saya tahu mutu informasi yang baik berasal dari 

sumber yang baik. Informasi Anda tampak meyakinkan.” 

 

Mata de Niro  masih terpaku pada mayat itu. 

 

Lord dracula  tidak berkata apa -apa lagi. Dia hanya menatap dan 

menunggu de Niro  untuk memberikan keterangan mengenai apa 

yang dilihatnya sekarang. 

 

de Niro  mendongak, dan melihat ke sekeliling ruangan yang 

membeku itu. ”Mungkin kita dapat membicarakannya di tempat 

yang lebih hangat?” 

 

”Kamar ini baik-baik saja.” Tampaknya Lord dracula  terbiasa dengan 

suhu rendah. ”Kita berbicara di sini saja.” 

 

de Niro  mengerutkan keningnya. Sejarah Illuminati tidak bisa 

dibilang sederhana. Aku akan mati beku saat mencoba menjelaskannya. 


44   


de Niro  lalu menatap cap itu sekali lagi, dan merasa bertambah 

kagum. 

 

Walaupun kisah tentang lambang Illuminati merupakan legenda 

dalam simbologi modern, belum ada ilmuwan yang betulbetul 

melihatnya. Berbagai dokumen kuno menjelaskan simbol itu 

sebagai sebuah ambigram—ambi berarti ”bisa dua-duanya” dan itu 

maksudnya bisa dilihat dari dua sisi. Dan w