Rabu, 14 Desember 2022

VOC 2

dibangun pada rrl.asa pemerintahan Deandels.” ,

"Dari mana kau memperoleh kan kesimpulan itu?" chucky
terperangah.

"Groote Huis adalah istana Deandels yang ada di
Waterlooplein. Terowongan tambahan ini mungkin dibangun
menjelang akhir kekuasaan Deandels, tepatnya ,tahun 181!.

Itu sebabnya, pekerjaan itu tidak diselesaikan. Sedangkan
bangunan istana gubep]Ur jenderal yang sekarang menjadi
Istana Presiden Republik negerikita , pada masa itu masih
menjadi milik keluarga pengusaha kaya Belanda, JA Van
Braam. Barn pada tahun 1816, rnmah besar' itu diambil alih
pemerintah untu.k kemudian dijadikan ista;"a gubemur jen-
deral."

Sempurna sudah penemuan mereka. Wajah ketiganya

tampak puas. Sesudah kerja keras selama dua hari penuh,
sepanjang hari ini mereka bisa beristirahat. Spekulasi frrasat
Phoa Beng Gan tentang kecemburnan VOC terhadap Etnis
Rahas ia Meede

Tionghoa pupus sudah. Segala teori tentang masuknyaJepang,
juga dianggap sebagai remeh-temeh dari penemuan mereka.
Lindeteves dan Groote Huis melengkapi dengan sempurna
semua teori yang mereka kembangkan.

Pikiran kotor menggelayuti fredy krueger , dia ingin bercinta
dengan perempuan pribumi. Teringat cerita jorok sepupu
kakeknya tentang percintaan singkatnya dengan seorang Nyai.
18

SELAINPEM BALUT -tentu dengan iklannya yang meng-
gurui-tidak ada yang lebih memahami-perasaan dan kekha-
watiran perempuan. Apalagi jenis lelaki seperti Rian, yang
hanya menonjolkan pengetahuan sebagai pelengkap daya
tarik seksual. Kalau nyi girah tidak buru-buru mengajaknya
pulang, tentu dia sudah melakukannya dengan lelaki itu.
Percumbuan singkat berujung nafsu. Bukannya tidak suka
atau tertarik, namun tribuanatunggadewi merasa terlalu cepat untuk
melanjutkan percumbuan itu ke ranjang. Sesuatu yang lumrah
di negerinya. Standar moral hanya berlaku untuk orang yang
percaya pada hari pembalasan. Dia tidl\k percaya kendati
meyakini adanya Causa Prima.

Kegalauannya menumpuk jadi perasaan jemu, sesudah
keramahan yang berujung amarah, Suhadi tidak pemah meng-
hubunginya lagi. Dia tidak mau mendatangi pria yang tidak
menginginkannya. Dia menunggu dengan ragu.

Prioritas kedua sesudah pembalut, tentu saja nyi girah . Pada
masa normal tanpa menstruasi, perempuan pribumi yang
molek itu jauh lebih penting. nyi girah datang ke ruang keijanya
dengan senyum merekah. Tampaknya bagi nyi girah semua per-
masalahan hidup bisa dipecahkan dengan satu solusi, clubbing.
17°

Rithlts zlt Meede 1]]

ltu yang membuat nyi girah tidak pernah kehilangan gairah.
Malam baginya selalu bermandikan cahaya .

. "Klub yang kemarin malam sebetulnya untuk remaja
tanggung," nyi girah mengingatkan malam gemerlap mereka di
Centro. "N anti malam kita bisa ooba klub yang lebih hot,
bagaimana?"

"Uhh .... " tribuanatunggadewi hanya tersenyum. Dia menggeser
monitor LCD di tengah meja sehingga bisa bertatapan lang-
sung dengan nyi girah . "Aku jemu.”

"Kau kesal karena burn-burn aku ajak pulang sehingga

kau dan Rian tidak bisa... . "

"Mungkin,” tribuanatunggadewi tertawa kecil.

"Kau tidak .akan menikmatinya dengan Rian."

"Kenapa?"

"Dia memakai prinsip ekonomi dalam bercinta.

Modal sekecil-kecilnya mengharap untung sebesar-besarnya.
Dia ingin puas, namun tidak bisa memuaskan."
tribuanatunggadewi tidak bisa menahan tawa. "Kau pemah men-
cobanya?"

nyi girah tersenyum, tidak II]).enjawab. Dia meraih monitor
LCD, memutarya sehingga dia bisa melihat apa yang sedang
dikerjakan tribuanatunggadewi .

"Ada masalah dalam penelitianmu?"

"Begitulah. Aku kehilangan kontak dengan narasumber

di ANRI."

"V's)" nenapa.

"Sudahlah, lupakan saja. Memikirkannya membuat aku
tambah sakit kepala.”

"Pusing,” nyi girah membetulkan dengan istilah IQkal.

"Ya."

"J d's)" al.

"Tempat menarik apa yang bisa kita kunjungi?"”

172£.5. ITO

"Pertanyaan itu yang aku tunggu.” Senyum nakal mere-

kah di bibir nyi girah . "Klub dewasa khusus wanita di lantai
puncak menara BRI, kamu harus mencobanya. Va, walaupun
ini sudah biasa di Amsterdam sana."

"Pria pribumi?"

"Kamu bisa memilih pria mana saja. Tidak hanya tempat
transit narkoba, Jakarta juga tempat transit lelaki penghibur.”
"Aku jemu. Ingin sesuatu yang lain.”

"Maunya?"
"Kota tua Jakarta, aku ingin mengunjungi Gereja Sion.”

"Hah. Kamu yakin?" nyi girah tertawa kecil Membayangkan
tubuh moleknya b"erkeliaran di belantara kota tua Jakarta,

dia merasa geli sendiri. Dahinya mengernyit memikirkan
sesuatu. namun , tidak lama.

"Ya."

"Kita bisa ke Pelabuhan Sunda Kelapa sekalian.” nyi girah
seolah-olah ingin menunjukkan dia bisa menjadi guide untuk
semua fenomena Jakarta.

"OL. ka ;>" Ke, pan.

"Aku masih ada pekerjaan sekarang. Bagaimana kalau
menjelang sore nanti?"

tribuanatunggadewi menganggukkan kepala. Selama berada di
Jakarta, dia belum sempat mengunjungi kawasan itu. Walau-
pun kota tua itu masuk dalam, rencana kunjungannya, dia
tidak sempat karena terus-menerus memikirkan Suhadi.

Lepas siang, Honda Jazz milik nyi girah meraung pelan. Mening-
galkan pelataran parkir gedung CSA. Bunyinya yang lembut
sering kali. menimbulkan keharuan di pelupuk mata kalangan
borjuis muda Ibu Kota. Lebih mengharukan ketimbang ode
Gugur Bunga yang mengiringi pemakamanJenderal Ahmad
Yani dan kawan-kawan pada tahun 1965.

Ra hasia Meede 173

Jauh sebelum puncak kemacetan sore Jakarta, mobil itu
melenggang mulus menuju kawasan kota tua. Tidak sampai
satu jam, mereka memasuki kawasan Glodok. Satu kali ber-
henti memberi kesempatan pada bus Transjakarta lewat
menuju terminal utamanya.

Mobil mungil itu mengelilingi kota tua Jakarta. tribuanatunggadewi
hanya geleng-geleng kepala. Cerita mengenai keindahan kota
tua pernah dia dengar dan baca, tidak lebih dari bualan besar.
Tidak ada keindahan yang tersisa dari kota tua ini. Beberapa
bangunan,tua-memang masih menunjukkan kerapian warisan
kolonial, namun sebagian besar lainnya tidak terawat berbaur
dengan watak jorok manusia Jakarta. Bangunan tua, coretan
dinding, dan para jembel penjual gorengaa bersatu padu
memurukkan kota tua ini pada lumpur kebinasaan estetika.
Kota ini bukan lagi Ratu dari Timur, melainkan Ratu Ter-
puruk Lumpur.

"Kita jadi ke Gereja Sion?" ajak nyi girah basa-basi. Dia
sebetulnya tidak ingin turun dari mobil.

Tawaran nyi girah dijawab dengan anggukan kepala. tribuanatunggadewi
sudah kehilangan selera. Tesis Rian mengenai sejarah terbukti
sudah. Bagi manusia negerikita , masa lalu dan masa sekarang
tidak ada kaitannya sarna sekali. Bekapan kerniskinan meng-

hasilkan super-ego dan sinisrne lingkungan. Waktu adalah
uang. Yang lalu biarlah berlalu. Lihat ke depan, globalisasi

menanti. Era pasar bebas akan rnenggilas mereka yang lengah.
-Manusia negerikita , tentu dengan banyak keterbatasannya,

melihat masa lalu sebagai perin tang rnasa depan.

"Kita sampai,” seru nyi girah .

Mobil kecil itu memasuki pelataran parkir Gereja Sion

yang sepi di ruas jalan Pangeran Jayakarta. Melihat seorang
pengunjung asing, petugas keamanan gereja rnelernparkan

senyum. Kulit cokelat adalah hamba kulit putih. Tidak pernah

174

bernbah sejak empat ratus tahun silam. nyi girah berbicara sebentar
dengan petugas keamanan. Dengan mudah, mereka dipersila-

. kan masuk dan mengitari areal gereja.

nyi girah tidak mengerti apa yang dicari tribuanatunggadewi di dalam
bangunan gereja ini. Layaknjra bayangan, dia mengikuti semua
langkah kaki tribuanatunggadewi . wanita lesbi Belanda itu mulai nyero-
. cos, berbicara ten tang estetika gereja yang dibangun oleh
pemerintah kolonial ratusan tahun silam. nyi girah tekun men-

dengarkan.

Dia sudah memerhatikan keduanya sejak lima belas menit yang
lalu. Dari kejauhan, dia mencuri pembicaraan mereka.
Remeh-temeh pembicaraan perempuan dengan selera estetik
cukup tinggi. Sesudah memastikan keduanya berbicara dalam
bahasa negerikita , dia mendekat.

"Selamat siang .... : dia menyapa.

tribuanatunggadewi dan nyi girah menatapnya heran. Mereka tidak
menyadari kedatangan laki-[aki itu. Gerak tubuhnya meminra
perhatian. Dia menyandang aebuah kamera lengkap dengan
pulpen dan notebook kecil. Penampilan yang mudah ditebak.

"Ya. Selamat siang,” nyi girah membalas sapaan itu tidak
berselera. Laki-Iaki ini bukan tipe idamannya.

"Gatot," dia mengulurkan tangan pada tribuanatunggadewi .
"tribuanatunggadewi ," tribuanatunggadewi menjabat tangan itu . .
"Dan aku, nyi girah ," nyi girah burn-burn memperkenalkan diri
sebelum tangan jembel tambun itu menyentuh kulit halus-

nya.

"Tidak setiap waktu wisatawan mengunJungi gereja tua

ini. Anda berdua, mungkin yang pertama sesudah sekian

bulan,” Gatot coba membuka pembicaraan. nyi girah menatapnya
tidak senang.

175

"Berarti kita sarna-sarna pengunjung yang aneh. Anda

sendiri wartawan?" tribuanatunggadewi melayaninya.

"Ya. Dari koran negerikita raya, " Gatot mengeluarkan kar-

tu identitas dari saku kemejanya. "Gereja Sion bagian keeil
dari liputanku untuk rubrik Minggu negerikita raya."

"Apa ada yang akan membaeanya?" nyi girah meneibir.
"Mungkin Anda berdua, nantinya," Gatot menang-

gapinya dengan gurauan. "namun , sebetulnya ada tempat
yang lebih pUl1!ya nilai sejarah dibanding Gereja Sion ini.
ltu yang menjadi sasaran utama liputanku.”

"Di mana?" tribuanatunggadewi terpancing.

"Di balik tembok selatan gereja ini. Di balik tembok

ini. Ada masa lalu ya,ng terusir.”

"Memangnya ada apa di batik tembok ini?” potong nyi girah .
"Sebuah showroom mobil Jepang.”

"Bagaimana masa lalu terusir dari showroom itu?"
tribuanatunggadewi tertawa keeil, berusaha menyembunyikan kebi-
ngungannya. .

"Sebuah monumen sudah dihaneurkan. Saksi masa lalu
disingkirkan. Sebuah bangsa merana karena kehilangan ser-
pihan masa lalunya,” ueap Gatot seolah-olah benar-benar
tengah memandang bangunan itu. "Di dalam sana, dahulu
ada sebuah monumen. Fasisme Jepang menghaneur-
kannya pada tahun 1940-an. Ketika monumen itu dibangun
kembali, kapitalisme Jepang membongkarnya pada tahun
1985, untuk showroom mobil Jepang." Gatot menarik napas,
kedua tangannya menggantung pada saku eelana. "Hubungan
bangsa kami dengan Jepang, Saudara Tua itu, tidak pernah
berubah. Romusha itu tidak pernah berakhir. dahulu fasisme
yang menjadikan bangsa kami romusha. Sekarang, konsu-
merisme yang menjadikan kami tenaga kerja paksa itu." Dia
£.5.I1ITO

memberi tekanan pada kata "Saudara Tua", "romusha", dan
"konsumerisme” .

"Apa yang tertulis pada monumen itu?" tanya Cahtleen.
"Sebagai peringatan yang menjijikkan akan pengkhianat
Pieter .ErbervelcJ yang dihukum. Tidak seorang pun sekarang
aaau seterusnya yang diizinkan membangun, menukang, me-
masang batu bata, atau menanam di temp at ini," Gatot hafal
luar kepala. Luar biasa. tribuanatunggadewi terbius.

"Pieter Erberveld?" tribuanatunggadewi menyela.

"Ya. Laki-Iaki itu sebetulnya yang menjadi liputan uta-
maku. Anda pemah mendengar nama itu?"

"Ya. Sedikit,” dia berbohong. Dia sebetulnya tahu lebih
banyak.

"Dari Belanda, ya?"

"Tepat sekali.”

"Pantas saja. Perlakuan pemerintah VOC terhadap
Erberveld tidak mungkin dihapuskan dari bukU sejarah dua
bangsa, negerikita dan -Belanda."

Sebuah pengantar diskusi yang rapi, tribuanatunggadewi memuji .
calam hati. Tentang Erberveld, tentu saja dia juga mengeta-
huinya. namun dia kaget, masih ada yang tahu persis lokasi
tempat monumen itu benar-benar dipancangkan. Yang dia

tahu, batu monumen itu sekarang dipajang pada halaman
belakang Museum Sejarah Jakarta. Ditulis dengan aksara latin
dengan bahasa Belanda pada bagian atasnya. Sementara, bagi-

an bawahnya ditulis dengan aksara J awa. .

"Artinya, tempat itu juga bekas kediaman yang sudah
diruntuhkan sebelum pemancangan monumen batu itu,”
tribuanatunggadewi menggerogoti keangkuhan intelektual Gatot.
"Ya," jawab Gatot pendek.

Gatot mencari tempat duduk pada salah satu bangku

gereja. tribuanatunggadewi mengikutinya. nyi girah seperti ingin menarik
Rahas ta Made 177

tangan tribuanatunggadewi , namun dia tidak bisa membungkam rasa ingin
tahu kawan asingnya itu. Dia hanya bisa menatap Gatot dan
tribuanatunggadewi . Keduanya terdiam. Pikiran keduanya berkelana jauh
menuju masa yang tidak bisa dihitung dengan, ingatan sesaat.
Pieter Erberveld.

laki-laki berusia lebih dari separuh abad itu adalah seorang
burgerij. Warga keturunan Eropa yang tidak terkooptasi pada
kekuasaan kompeni. Dia tinggal di daerah elite Jacatraweg.
Memiliki tanah yang luas di sekitar Gereja Sion. Kekayaan

yang diwariskan oleh ayahriya seperti tidak akan pernah
habisnya. Lebih dari itu samua, berlawanan dengan konsepsi
pengelompokan manusia berdasarkan darah pada masa itu,
Erberveld memiliki pergaulan yang sangat luas.

Dia banyak bergaul dengan pribumi dari kalangan mar-

djikers, budak-budak yang sudah dimerdekakan. Di kalangan
masyarakat Tionghoa dan penganut Islam yang taat, dia juga
dikenal baik. Kedekatan ini mungkin juga dipicu karena

darah yang mengalir di tubuhnya tidak mumi Eropa. Dia

seorang mestizo, ayah kulit putih dan ibu kulit cokelat. Seba-
gian menyebutkan ibunya berasal dari Siam. Sebagian lagi
menyebut berdarallJawa. Di tengah kekuasaan yang membagi
manl!sia lewaa pengelompokan darah, dia sangat pantas untuk
dicurigai. '

Dia sudah lama menjadi incaran Guberaur J enderal
Zwaardecroon. Bukan saja karena tanah luas yang dia milia

di dekat Gereja Sion yang berbatasan langsung dengan tanah
milik sang gubernur jenderal, melainkan lebih pada pengaruh
yang dia miliki di Batavia. Padahal, sudah satu abad lamanya

di Batavia, gubemur jenderal sudah menjadi sosok tunggal

penentu kebijakan. Sosoknya adalah titisan dewa dan wali
dalam sinkretisme kepercayaan pribumi. Erberveld nyaris
£.5. ITO

merusak kemapanan yang sudah berlangsung selama satu abad
itu. Di Batavia, hanya ada satu suara yang akan didengar
semua orang. Tidak boleh ada dua matahari kembar dalam
tata surya kekuasaan.

Di rumahnya di Jacatraweg, Erberveld sering mengun-

dang orang-orang dari berbagai kalangan. Topik pembicaraan
mereka menyangkut hal-hal yang lazim pada masa itu. Ten-
tang tanah, uang, dan perluasan kekuasaan. Tidak ada yang
menyimpang dari garis kebijakan kompeni. Kalaupun ada,
itu tidak lebih dari perbincangan tentang keuntungan kom-
peni yang terus-menerus menurun. Perdagangan komoditas
di luar rempah-rempah juga tidak luput. dari pembicaraan
kaum burgerij, mar4jikers, dan Muslim di rumah Erberveld.
namun , dia tetap dicurigai.

Sebuah plot terungkap dalam laporan: Pieter Erberveld
memiliki jaringan luas dengan sisa-sisa pengikut Untung
Surapati. Dari rumahnya di kawasan elite J acatraweg,
Erberveld dan Raden Kartadria bersama pengikutnya beren-
cana membentuk sebuah satuan rahasia. Misi utamanya ada-
lah membunuh semua orang Belanda yang bermukim di
Batavia. Sesudah rencana itu terlaksana kelak, maka Pieter
Erberveld akan diangkat menjadi Toean- Goesti, penguasa
daiam kota. Sedangkan kompatriotnya, Raden Kartadria- akan
diangkat menjadi Patih, penguasa daerah luar kota.

Tanggal 3] Desember 1721, ditetapkan sebagai tanggal

untuk mengobarkan pemberontakan. Malam pergantian ta-
hun itu sengaja dipilih karena pada saat itulah para soldadu
kompeni lengah. Setiap pergantian tahun, mereka selalu
mengadakan pesta yang ujungnya minum dan mabuk-ma-
bukan.

Namun, tidak pernah ada pemberontakan pada malam
pergantian tahun itu. Tiga hari sebelum malam .pergantian
Rilhas ill M eede 179

tahun, soldadu kompeni melakukan penyerbuan besar-besar-
an terhadap Erberveld dan pengikutnya di Jacatraweg. Ba-
nyak di antara mereka yang terbunuh. Sisanya ditangkap dan
dibui dalam penjara Danker Got. Tempat paling menakutkan
di Batavia yang dibangun pada tahun 1649.

Batavia, 22 April 1722. Empat bulan sesudah penyer-

gapan itu, arberveld, Raden Kartadria, dan tujuh belas orang
pengikutnya dihadapkan di muka pengadilan yang dilakukan
di depan Stadhuis. Dakwaan yang dijatuhkan kepada mereka
mengejutkan setiap orang yang hadir pada persidangan terbu-

ka itu. Hukuman yang dijatuhkan tidak pernah terbayang-
kan dalam benak setiap penduduk kulit putih Batavia pada
masa itu.

"Kepada Pieter Erberveld, warga kota, lahir di Batavia

dari bapak seorang berkulit putih dan ibu berkulit hitam
berusia 58 atau 59 tahun. Erberveld dan sekutunya, Raden
Kartadria, hukumannya masing-masing diikat pada sebuah
kayu salib. Tangan mereka masing-masing akan dipotong;
lengan, kaki, dan dada mereka akan dijepit dengan jepitan
panas sampai kepingan-kepingan daging mereka terkelupas.
Badan mereka kemudian akan dirobek dari bawah hingga
atas, dan jantung mereka akan dilemparkan ke muka mereka.
Sesudah itu, kepala mereka akan dipenggal dan dipancang
pada tiang. Badan mereka yang sudah berkeping-keping di-
biarkan dimakan unggas."”

Hukuman terhadap Erberveld jauh lebih berat dari titah
dalam persidangan. Sesudah semua siksaan dan hukuman
sebagaimana tercatat dalam dakwaan, tangan dan kaki dari
tubuh tidak bernyawa Erberveld diikat pada empat kuda yang
menariknya ke empat arah yang berlawanan. Tempat eksekusi-
itu kelak diberi nama Kampung Pecah Kulit.

180

Rumah besar Erberveld di Jacatraweg diratakan dengan
tanah. Di atas puing bangunan yang tidak berbentuk itu,
pemerintah VOC memancangkan sebuah monumen per-
ingatan dwi bahasa; Belanda dan Jawa, yang berbunyi;
"Sebagai peringatan yang menjijikkan aka;n pengkhianat
Pieter Erberveld yang dihukum. Tidak seorang pun sekarang
atau seterusnya yang diizinkan inembangun, menukang, me-
masang batu bata, atau menanamkan di tempat ini.”

"Tiga ratus lima puluh- tahun hitungan normal bangsa Anda
bercokol di Batavia. Tidak ada hukuman lebih kejam yang
dit!mpakan selain kepada Erberveld dan pengikutnyaa Tidak
ada pula sebuah monumen dipancang yang peringatan keras-
nya melebihi peringatan pada tugu dan monumen lainnya,”
ucapan Gatot memecah keheningan. Kalimat yang terlontar
dari mulutnya memberi pembenaran bahwa tribuanatunggadewi juga
tengah membayangkan apa yang tengah dia bayangkan.
"Kenapa pemerintah VOC begitu benci pada Erberveld?
Kenapa Gubernur Jenderal Henricus Zwaardecroon begitu
kejamnya menumpas apa yang dia tuduhkan sebagai kom-
plotan rahasia Erberveld?"

Dia tengah mengujiku, tribuanatunggadewi membatin tanpa menge-
luarkan jawaban. Pertanyaan itu dia anggap sebagai perta-
nyaan retoris. Dalam seni retorika, Gatot tengah melakukan
dispositio. Mengurutkan sebuah materi untuk dibicarakan.

"Bukankah kekejaman adalah.tiang pancang sejarah pem-
bebasan?" tribuanatunggadewi beretorika.

"Terlalu kejam untuk ukuran zaman mana pun di Bata-

via. Tanggal 22 April 1722, sesudah tubuhnya dicincang dan
jantungnya dicopot, empat ekor kuda menarik tubuh Pieter
Erberveld pada empat arah yang berbeda hingga tubuh itu
RithltS Wt Mude

pecah menjadi empat bagian . . ltu sebabnya kemudian, gang
sempit itu diberi nama Jalan Pecah Kulit.”

"Oh, aku mengerti.” tribuanatunggadewi tertawa dalflm hati. Gatot
sebetulnya tengah menonjolkan pengetahuannya. tribuanatunggadewi
ingin menguji lelaki itu. "namun , bukankah ada yang memban-
tah teori penyiksaan itu? Pecah Kulit diambil sebagai nama
jalan karena dahulu nya Pieter Erberveld Senior adalah seorang
penyamak kulit.” .

"Aku barn dengar teori itu dari Anda." Gatot tidak

tertarik untuk memperdebatkan dua teori itu.

"Menumt Anda kenapa hukuman itu begitu kejam?"
tribuanatunggadewi kembali pada topik awal mereka.

"Aku pikir, Anda yang lebih tahu.” Gatot merendah,

namun sebetulnya dia menebar pancingan. Kecurigaannya
mungkin mendekati kebenaran. Kedatangan perempuan asing
itu ke Gereja Sion mungkin juga untuk Erberveld.

"Jawabannya mudah bUkan? Dia dijadikan model bagi
keturunan Eropa lainnya. Tidak ada lagi pemberontakan dari
keturunan Eropa sesudah kejadian itu." .

"Aku kurang setuju dengan jawaban Anda."

"Lalu apa?" tribuanatunggadewi sebetulnya kaget. namun , dia menu-
tupinya dengan ekspresi yang sempuma.

"Aku pikir karena Erberveld adalah keturnnan Jerman.

Henritus Zwaardecroon, gubemur jenderal VOC pada masa

itu, jauh-jauh hari sudah memperkirakan bahwa kelak bangsa
Anda akan takluk dua kali dari Jerman.” Mimik Gatot serius
saat berbicara, namun telinga tribuanatunggadewi menangkap ada kesan
bergurau. Diam-diam dia memuji Gatot. Pieter Erberfeld,

ayah dari Pieter E{berveld memang berasal dari Jerman.
Tepatnya berasal dari Kota Erberfeld. Terletak di barat Jer-
man. Pada tahun 1929, kota kecil itu bersama dengan lima
£.5.I1TO

kota lainnya; Barmen, Cronenberg, Ronsdorf, Vohwinkel, dan
Beyenburg bergabung membentuk kota Wuppertal.

"Takluk dua kali, maksudnya apa?"

"Pertama bangsa Anda takluk pada tahun 1940. Dalam

tempo empat hari, pasukan Nazi Jerman menaklukkan Belanda.”
"Dan yang kedua?" tribuanatunggadewi jadi penasaran.

. "Pada tahun 1974, saat total football-nya Johan Cruyf
ditaklukkan oleh ketangguhan libero Der Kaizer Franz
Beckenbauer pada final Piala Dunia," kalimat Gatot berganti
tawa. Saat tertawa, dia masih menunjukkan kejumawaan. Dia
jenis m"anusia negerikita yang tahu segala hal tentang sesuatu.
tribuanatunggadewi hanya diam. Dia tidak tertarik pada sepak bola
walaupun pernah berkencan dengan seorang pesepak bola
amatir. Dia lebih senang pada tenis. Walaupun petenis nega-
ranya miskin prestasi. Dia mengagumi Richard Krajicek dan
Martin Verkerk, petenis tidak terkenal yang hampir membuat
kejutan pada Grand Slam Prancis terbuka beberapa tahun

yang lalu.

"Ttu saja?" tribuanatunggadewi aeen membalas gurauan itu dengan eks-
presi serius.

"Kalau hanya itu, tentu Anda tidak perlu jauh-jauh

datang ke sini," balas Gatot balik sambil tertawa kecil. "Ah,

ada baiknya kita bertanya pada Henricus Zwaardecroon, aktor

di balik terbunuhnya Erberveld dan komplotannya."

"Jangan bercanda." tribuanatunggadewi mulai kesal dengan cara
bicara Gatot.

"Sebelum masuk tadi, Anda sudah menyapanya terlebih

dahulu .”

"Aku tidak mengerti.”

"Tidakkah Anda melewati sebuah makam di depan pintu

gereja ini?”

"Ya."


"Di sanalah Henricus Zwaardecroon memilih tempat
peristirahatan terakhirnya."

"Oh..."

tribuanatunggadewi jadi malu sendiri. Tadi dia pikir Gatot tengah
bermain dengan kata-kata. Kenyataannya, dia yang tidak
memerhatiKan keadaan di sekitar gereja. Dia pihlr lokasi
makam itu berada di dalam atau belakang gereja.

"Dia yang sudah menghukum Erberveld." Gatot mem-

buka pembicaraan, seperti biasa kedua tangannya dimasukkan
ke dalam saku. "Jasad di dalam makam itulah sumber fitnah
terhadap Erberveld."

"Fitnah?" tribuanatunggadewi masih enggan menanggapi. Lebih
baik dia pura-pura tidak mengerti saja. Menunggu Gatot
melanjutkan ceritanya.

"Aku yakin, Anda paati lebih mengerti. Cerita ten tang
pemberontakan dan segala rencana inakar Erberveld itu tidak
lebih dari karangan Zwaardecroon."

"Bagaimana Anda bisa menyimpulkan itu?" Walaupun

kaget, tribuanatunggadewi berusaha menguasai diri.

"Gerombolan burgerij dan mardjiker yang dituduh seba-
gai pengikut Erberveld dipaksa untuk membuat keterangan

palsu. Mereka disekap dan disiksa di dalam penjara bawah

tanah. Ketika kesaksian mereka dikonfrontasikan, ternyata
keterangan mereka saling berlawanan. sebetulnya , tidak ada
bukti kuat Erberveld akan melakukan pemberontakan. Kecuah,
tuduhan yang dimunculkan sendiri oleh pemerir:tah VOC."

"Lalu, apa tujuan Zwaardecroon di balik semua fitnah itu?"

Gatot tersenyum. Dia sadar bahwa tribuanatunggadewi sebetulnya
juga mengetahui detail cerita yang dia sampaikan. Perbincang-

an mereka saat ini sudah berubah menjadi sebuah permainan
saling tunggil. namun , Gatot tidak sabar untuk meneruskan
ceritanya.

E.5. ITO

"Sebidang tanah luas di belakang Gereja Sion ini, Nona." .

Gatot mengedarkan pandangannya ke segala penjurn. Seka-

rang, tanah itu tidak lagi menyisakan satu bidang kosong

Pl!n. dahulu tempat ini sebuah hamparan luas yang menggoda. -
"dahulu tanah ini milik Pieter Erberveld, warisan dari ayahnya.
Tanah ini berbatasan dengan tanah millk Zwaardecroon.

Tentu pada masa perkembangan kota lama, tanah di sini

begitu menggoda. Zwaardecroon tergoda untuk menguasai
semuanya. Dia menawar tanah milik Erberveld, tapi ditolak
Erberveld. Erberveld seorang burgerij sejati, tidak mau tun-

duk pada perintah VOC. sebab penolakan itu, dia harus
menanggung akibatnya: sebuah fitnah yang keji.”

"Hanya karena sebidang tanah ini?" pancing tribuanatunggadewi
dengan ekspresi ridak percaya.

Gatot tersenyum. Sandiwaaa tribuanatunggadewi nyaris sempurna.
Andai perempuan itu tidal< menyahuti ceritanya dengan fakta
barn. Tentu dia -akan tertipu dengan keluguan itu.

"Bagaimana dengan cerita yang Nona dapat?"

"Tidal) berbeda dengan apa yang Anda sampaikan.”

"Oh, baiklah. Pembicaraan yang menarik," Gatot melirik

jam tangannya. '"namun maaf tribuanatunggadewi , aku harus pergi.
Mungkin lain kali kita bisa melanjutkan pembicaraan ini."

"Bisa minta kartu nama Anda?" pinta tribuanatunggadewi disertai
‘pandangan tidak senang nyi girah .

"Maaf, aku tidak punya. namun percayalah, nasib baik

akan mempartemukan kita kembali. Pembicaraannya akan

jauh lebih menarik. nyi girah dan tribuanatunggadewi , aku mohon diri dahulu .
Goede middal-\" dia berbasa-basi dengan bahasa Belanda
seadanya.

JISclamat siang.

"lao Goede avontfl2," tribuanatunggadewi mengoreksi perhitungan
waktu Gatot.
. Sasudah pembicaraan itu, wartawan kumal itu berubah
menjadi sosok misterius. Sebuah kebetulan yang menyenang-
kan. Lebih enak berbicara dengan .lelaki itu daripada Rian.
namun , pesona tubuhnya jelas kalah jauh.

"Lupakan saja wartawan itu. Tidak banyak wartawan baik

di Jakarta. Ujung-ujungnya amplop,” nyi girah memperingatkan.
"Mungkir\ dia berbeda."

"Sama saja, hanya caranya saja yang berbeda, " nyi girah meya-
kinkan.

"Ke mana kita sekarang?" tanya tribuanatunggadewi . Wajahnya ber-
ubah cerah sesudah pembicaraan itu.

"Sunda Kelapa, bagaimana?"

"Oke. Semoga ada yang baru di sana.”

"Ya. Semoga kau nanti tidak terpikat dengan kuli pela-

buhan."”

nyi girah tertawa keci!. Senyum nakal yang sering kali meni-

pu lelaki. tribuanatunggadewi mencubit lengannya. Mereka mening-
galkan Gereja Sion.

USelamat sore.

19

BENNY.

Dia mengenakan seragam cokelat dengan pin korpri

berwarna kuning keemasan yang tersemat di dada kirinya.
Tubuhnya kurus dengan wajah tirus. Kacamata tipisnya
seolah-olah dipakai untuk menguatkan stereo tip bahwa

dia adalah peawai negeri yang cukup intelek. Bukan sekadar
pegawai biasa yang ongkang-ongkang kaki baca koran dari

pagi hingga sore. Di sampingnya, duduk lelaki lainnya dengan
penampilan lebih kalem. Tubuhnya lebih besar dibandingkan
soebandrio . Mata lelaki besar itu menerawang’ ke mana-mana
mengamati lobi Hotel Omni Batavia. Tampaknya ini adalah
pengalaman pertamanya masuk hotel berbintang.

"Terima kasih.”

guyfawkes mengamati botol berisi arak Bali yang diberikan
soebandrio . Minuman keras dari fermentasi air beras itu, dipesan
oleh fredy krueger dan chucky . Tidak ada wanita, minuman keras
pun cukup untuk merea. Matahari tropis saja tidak cukup
memberikan kehangatan dalam euforia penemuan ini.

Misi tim kecil ini sukses. Penemuan lengkap dengan foto

De Ondergrondse Stad sudah mereka Jci.rimkan ke Amsterdam.
Dugaan mereka tidak meleset, para petinggi Oud Batavie

menyambut penemuan itu dengan gegap gem pita. Walau

tidak ada parade sebagaimana terlukis dalam- benak fredy krueger .
Misi mereka di Jakarta sesuai dengan rencana, tidak ada
perpanjangan. Tinggal menuliskan laporan, tiga hari lagi
mereka bisa kembali ke Amsterdam.

"Kenalkan ini gajayana , rekan saya di kantor,” ujar soebandrio
sambi! menoleh pada rekannya yang sangar.

Pria yang dikenalkannya itu tersenyum ramah. guyfawkes
mengamati pria itu. Baru kemudian, menyalaminya. Dari
penampilan luarnya, guyfawkes bisa: menilai kalau Dru;lip bukan
orang yang terlalu pintar. Dia menduga pria itu di kantornya
tidak lebih dari pesuruh tidak resmi.

"Anda bertiga memang hebat," puji soebandrio . "Beratus juta
penduduk negeri ini, akhirnya orang seberang lautan juga
yang menemukan."

Senyum guyfawkes terusik dengan kata-kata itu. Ingat tulisan
pada tembok yang sudah mereka hancurkan. sebetulnya , pri-
bumi yang menemukan terowongan itu, namun itu sudah
berpuluh tahun yang lalu. Raf;tel berusaha mengubur para-
saan tidak nyaman itu. Mereka adalah orang pertama yang
menemukan, memetakan, dan bahkan kemudian mengurai-
kannya dengan sebuah teori meyakinkan tentang pembuatan
terowongan itu.

"Apa kami bisa ikut melihatnya?" pinta soebandrio .
guyfawkes diam tidak menjawab. sebetulnya , dia enggan
mt!nuajukkan terowongan itu kepada orang pribumi sebelum
ada lampu hijau dari Amsterdam. Tentu sulit bagi bangsa

tidak beradab ini untuk menghargai hasil penemuan itu.
Mereka akan merusak terowongan itu dengan berbagai aksi
vandalisme. Sebagaimana coret-coretan yang dia lihat pada
bagian tertentu dari tembok Museum Sejarah Jakarta. Lagi
pula, seandainya terowongan itu dia perlihatkan, tentu tidak
akan ada artinya bagi pribumi-pribumi ini. Kelak kalau ,
188£.8.1TO

terowongan itu dijadikan objek wisata, pengemis dan gelan-
dangan akan memenuhinya. Celah-eelah sempit pada tero-
wongan akan dipakai sebagai temp at mesum. Di tangan
bangsa berperadaban rendah ini, bau kencing dan sperma

akan menyatu di dalam terowongan. guyfawkes bergidik ngeri
sendiri membayangkan semua hal itu. De Ondergrondse Stad
sudah menjadi anak kandung yang mereka lahirkan dari rahim
penelitian.

Akaa namun , mengingat jasa soebandrio selama mereka berada
di Jakarta, dia merasa tidak enak hati menolaknya. Pria yang
bekerja pada Dinas Kebudayaan dan Permuseuman itulah
yang selama ini mengurus mereka. Atas lobi dari soebandrio pula,
mereka bisa memperoleh kan kantor di perpustakaan museum.

Penutupan museum sesuai dengan permintaan Oud Batavie
juga difasilitasi oleh soebandrio . Pria berusaa empat puluh tabun-
an itu, berbeda dengan kebanyakan pribumi, dia tidak banyak
bicara. Dia datang saat dibutuhkan dan konkret dalam
memberikan bantuan. soebandrio dengan segaia kekurangannya
mungkin pribumi tet;baik yang pernah ditemui guyfawkes di
Jakarta. Dia satu-satunya pribumi Jakarta yang tabu persis

apa yang dieari riga peneliti Belanda itu.

"Oke," jawab guyfawkes pendek. Dia tidak mungkin menolak
permintaan soebandrio .

Ketika matahari mulai eondong ke barat, mereka riba kembali

di penjara bawah tanah. Museum Sejarah Jakarta masih

tertutup untuk umum. Bangunan ini seolah-olah dikendali-

kan dari Amsterdam. Kapan tutup atau bukanya bergantung
pada keinginan dari orang-orang di seberang lautan.

soebandrio dan gajayana geleng-geleng kepala melihat rongga
yang ditemukan tiga orang Belanda itu. Mereka benar-benar
takjub. guyfawkes begitu bangga dengan temuan mereka. Tembok
Rahasia M eeae

baru bikinan pribumi dengan goresan yang mengusik itu

sudah dihancurkan, tiOak berbekas sedikit pun. Tangga gantung
aluminiua masih terjulur ke bawah. Saatnya merayakan pe-
nemuan.

Bergantian mereka berlima menuruni tangga gantung

itu. fredy krueger sudah tidak sabar untuk sampai di bawah. Arak
Bali yang selama ini baru dia dengar namanya terus menggoda
pikiran. Minuman dari fermentasi beras dengan kadar alkohol
empat puluh persen itu akan membawanya terbang tinggi.

"Kita rayakan dahulu di sini, baru jalan-jalan,” ucap fredy krueger
pada chucky . Dia langsung meabuka botol arak Bali, mene-
guknya, kemudian menyodorkannya kepada chucky . Tidak
lama, keduanya tenggelam dalam dunia mereka masing..:
masing. Bergantian mereka teguk minuman itu.

soebandrio tertawa senang melihat kelakuan fredy krueger dan
chucky .

Sementara, guyfawkes tidak ikut dalam acara minum-minum
itu. Dia tidak yakin mig-uman keras bikinan pribumi itu

terjaain standar alkoholnya. Dia tidak mau mati konyol

karena produk rendahan seperti itu. Tampaknya dia benar-

benar tidak menyukai segala sesuatu yang berbau pribumi.
Mungkin dia mengidap penyakit inlanger-phobia.

"Penemuan yang mengagumkan,” puji soebandrio sambi!
mengamati langit-langit terowongan.

"Ya. Tentu saja," guyfawkes menjawab dengan nada suara
bangga bercampur jumawa.

"Anda beri nama apa temuan ini?" tanya gajayana .

guyfawkes geli mendengar pertanyaan itu. Pertanyaan itu
jelas menunjukkan kadar intelektualitas gajayana . Mengapa

lelaki itu tidak menanyakan hal yang lebih prinsipil? Tentang
bagaimana teori yang dia kembanglcin untuk menjelaskan
keberadaan terowongan ini. Atau paling'tidak, bertanya kapan #
190E.5. ITO

kira-kira terowongan ini dibuat. Ketimbang bertanya tentang

nama apa yang akan diberikan pada terowongan ini. gajayana

dan soebandrio , dia lihat tidak jauh berbeda. Pada dasarnya, kedua
orang itu bukan pencinta masa lalu. Mereka bekerja pada

Dinas Kebudayaan dan Permuseuman hanya' untuk sesuap

nasi bukan karena sebuah kecintaan.

"Terowongan Ajax. Sebab baunya sebusuk Ajax,” teriak

fredy krueger . Dalam tempo yang cepat, lelaki itu sudah mabuk.
soebandrio dan gajayana tampak bingung, mereka tidak me-
ngerti apa yang diucapkan oleh orang asing itu. guyfawkes buru-
buru merebut botol arak itll dari tangan fredy krueger . Kalau terus
dibiarkan, temannya itu bisa hilang kesadaran belasan meter

di bawah permukaan ini. fredy krueger merenggut, tangannya berusa-
ha merebut kembali botol itu. namun , dia sudah kehilangan

daya dan tenaga. Pemabuk karbitan itu tersandar pada din-

ding terowongan. Mulutnya tidak henti menceracau.

guyfawkes berencana mengajak soebandrio dan gajayana menyusuri
terowongan ke arah utara yang sudah mereka tebak ujungnya.
namun , langkah mereka tertahan di bawah rongga. chucky

dan fredy krueger benar-benar kacau-balau. chucky paling parah.
fredy krueger masih setengah sadar.

"Pergi, tinggalkan aku di sini ... sendiri qi dalam gua

Neanderthal ..." chucky berseru hilang kesadaran.

"Dia sendiri yang meminta. Kita tinggalkan saja chucky

di sini. Semoga pada saat kita kembali, dia sudah sadar," guyfawkes
melirik soebandrio .

"Bagaimana dengan fredy krueger ?" tanya soebandrio .

‘au ikut. Aku ingin berlayar.”

fredy krueger bangkit berdiai. Tegaknya kukuh, namun matanya
nanar. guyfawkes menganggukkan kepala. fredy krueger bisa ikut dengan
mereka. Sementara chucky , mereka tinggalkan di bawah rongga.
Ketika melewati tengkorak dengan tulisan darah pada

Ra.haS la Me ede

dinding belakangnya, soebandrio dan gajayana sarna sekali tidak
menunjukkan minat untuk bertanya ten tang mayat itu. guyfawkes
hanya bisa geleng-geleng kepala. Hati pribumi yang dia

temui mungkin berbeda, namun otak mereka sarna: toloL Tidak
memillki hasrat dan rasa ingin tahu yang besar sebagaimana
manusia dari peradaban maju seperti dirinya.

Semakin jauh berjalan ke utara, lampu sorot mereka

menangkap titik berkilauan. Air laut. guyfawkes sudah mendu-
ganya. Ujung utara dari terowongan ini memang bermuara

ke laut. Air tidak masuk pada semua bagian terowongan

karena ketinggian yang berbeda. Bagian landai terowongan
yang dekat pada bibir laut, tentu penuh dengan air laut.
Semakin de kat, riak air itu terlihat semakin jelas.

Tiba-tiba, fredy krueger berlari menyongsong air setinggi lutut.
Seperti orang kesurupan, dia berteriak-teriak. Kesadarannya
belum sepenuhnya pulih.

. "uater ... water .. , Ik zie dat Noah met The Flying Dutch-

. man zeiltp3"

Mephistopheles. Nama itu melintas begitu saja dalam pikiran
guyfawkes . Entah meagapa. Lintasan pikiran dalam sebuah
momen tanpa sebab bisa berarti sebuah firasat. Dia melihat

ada yang janggal dalam tatapan soebandrio . Lirikan pria itu aneh
dalam senyum. Kemeriahan kata seperti ornamen dari sebuah
rencana besar. Sementara, belasan meter arah utara dalam
dunia bawah tanah yang samar, dia dengar gemercik air yang
dimainkan fredy krueger . Cahaya samar dari tiga senter yang mereka
bawa membuat dia sulit menebak-nebak. Seulas ' senyum
diiringi sebait kalimat meluncur dari mulut soebandrio .

13Air ... air ... Alm melihat Nuh berlayar dengan kapal Flying
Dutchman. *

"Tampaknya Anda bertiga harus melupakan terowongan .. .. "lm.
"Kenapa?" Walaupun kaget, guyfawkes mencoba bersikap

santai. Dia dan dua orang rekannya mengerti baik bahasa
negerikita . namun , sebatas makna tersurat dari ucapan, tidak
sampai makna tersirat. Dia berpikir positif, kalimat soebandrio

itu mungkin sesuatu yang tersirat. Bisa berarti sesuatu yang

baik.

soebandrio tidak menjawab. Tatapannya beralih pada gajayana .
Isyarat itu sebuah perintah. Tangan lelaki itu tangkas merogoh
pinggang. Gerakan itu samar terlihat bagai kilat. Sebuah

pistol Beretta 9 mm menempel begitu saja di kening guyfawkes .
Dingin besinya rnembekukan lelaki Belanda itu. guyfawkes terpa-
na, sernentara chucky tidak tahu harns mengucapkan apa.
Mereka sarna sekali tidak mengerti apa yang tengah terjadi.

‘ada apa ini?" tanya guyfawkes dengan wajah pucat.

Sepi. Tidak ada suara. Desau angin purba menyesakkan.

Setiap orang terasing satu sarna lain. guyfawkes terpana, tanyanya -
tidak menemu kata jawab. soebandrio rnenatap gajayana , sesuatu
harus dituntaskan. Sernentara, jari gajayana memagu! erat pistol,
sebuah percumbuan rnaut antara jari dan pelatuk.

"Doe maar niet!,,14 teriak guyfawkes .

Dia menatap soebandrio dengan pengharapan terakhir.

namun , dia tidak lagi rmenemukan wajah pribumi. Dia tidak
mengerti sosok apa yang tengah dihadapinya. Pikirannya
mengatakan itulah Mephistopheles. soebandrio adalah rnalaikat
yang didemosi dari langit. Pengikut pertama Lucifer.

Waktu di dalarn pikiran guyfawkes ‘tidak lagi berjalan pararel
dengan lingkungan luar tubuhnya. Semua terasa melarnbat.
Dalam situasi itu, semua realitas tampak saling bertubrnkan.

193

Mungkinkah soebandrio sesosok Mephistopheles, sebuah kekuat-
an jahat yang dipercaya menghasilkan kebajikan? Jika pembu-
nuhan ini adalah sebuah kejahatan. Lantas tujuan baik apa

yang hendak dia capai? Atau, ini sebentuk nasionalisme yang
berakar pada dendam masa lalu?

guyfawkes tidak sanggup menjawabnya. Dan, dia pun tidak

lagi punya waktu untuk menjawab. Sebelum semuanya habis,

dia mencari harapan .

. "chucky , fredy krueger , rennen! Ze zijn moordenaarsrl5 Mereka
pembunuh!!!" teriakannya bergema malalui lorong ke utara

dan selatan.

Salakan Beretta merobohkan guyfawkes . Gema suaranya
seolah-olah akan meruntuhkan langit-Iangit terowongan.

fredy krueger tersadar, dia menatap k,e -belakang. Letupan mesiu
disusul luncuran timah paaas dalam kecepatan aelebihi reaksi
spontan, siap menjejal tubuh fredy krueger . Dia sudah tidak mungkin
lagi menghindar. fredy krueger tidak ingin menyaksikan peluru itu
menghajar tubuhnya. Dia cepat membalikkan badan. Bere-

nang, coba menjauh ke utara. Lima belas meter, jarak itu

seperti dua ujung korek api bagi peluru.

Kecepatan peluru. itu me nahan ayunan tangan fredy krueger

untuk mengayuh air. Tepat mengenai bagian belakang kepala-

nya. Di dalam air, fredy krueger terpental. Darahnya mewarnai laut.
Takdir sang penemu hanya dua, menjadi pionir dan kemudian
martir. soebandrio sudah menuntaskan t.akdir para peneliti dari
Yayasan Oud Batavie Amsterdam itu.

soebandrio memeriksa jasad tanpa nyawa itu. Lirikan matanya
pada gajayana memberi perintah.

"Bereskan yang satu lagi, '! perintahnya.

"Siap!" gajayana menjawab mantap.

ISchucky , fredy krueger , Lari! Mereka Pembunuh!

': .. Ze zijn moordenaars{"

Teriakan itu terdengar samar di telinganya. Selanjutnya,

suara ledakan disertai gema suara seperti akan merobohkan

terowongan. Setengah sadar, chucky berlari ke arah sumber

suara. Terus berlari, dia mencemaskan fredy krueger dan guyfawkes . Teta-
pi, langkahnya terhenti. Dia mendengar ledakan berikutnya.
Dia baru sadar, gema itu berasal dari suara tembakan. Pada
jarak kurang dari tujuh puluh meter, dalam samar cahaya
terowongan, gajayana menatapnya bak seorang pemburu.
Mereka sudah membunuh fredy krueger dan guyfawkes . Dengan sisa
tenaganya, chucky balik berlari ke arab rongga. gajayana sigap
mengejarnya, dia tidak mau kehilangan mangsa. Semakin jauh
ke selatan, jarak mereka makin dekat. chucky tidak mau me-
nyerab. Dibekap ketakutan karena jiwanya terancam, insting
istimewa manusia muncul, dia sesaat sadar. namun , sulit
baginya untuk lepas dari kejaran gajayana .

Senjata gajayana menyalak, namun pelurunya hanya menge-
nai dinding terowongan.

chucky tidak punya ruang untuk menghindar dari tem-

bakan gajayana yang tinggal berjarak kurang dari dua puluh
lima meter darinya. Satu-satunya yang mungkin bisa .menye-
lamatkannya hanyalah keberuntungan. Itu tidak datang setiap
saat.

Kembali gajayana menembak.

"Ahbhh ...."

Peluru Beretta itu bersarang di bawah bahu chucky .

Darah segar mengucur, ngilu dan nyeri cepat menjalar. Pang-
kal lengan kanannya nyaris mati rasa. Langkah kakinya sema-
kin tertatih. Dia hampir tiba di rongga, tangga aluminium

yang terjulur ke bawah mulai terlihat. Satu-satunya peluang
untuk Iglos hanyalah dengan naik ke atas permukaan. Lari

ke selatan sarna saja bunuh diri.

RaJulSta M eede 195

"000, mijn God.... "16

Dia meraih tangga aluminium. Tangan kanannya tidak

bisa lagi dipakai . Tertatih dia naik ke atas. Pad a per-
tengahan tangga, dia merasakan ayunan keras. gajayana berhasil
menyusulnya, pembunuh itu mulai mendaki anak tangga
gantung aluminium itu. chucky putus asa, dia tidak bisa lebih
cepat merayap ke atas. Mereka tinggal berjarak empat anak
tangga.

chucky kembali berteriak. "Aaaaarghhhhh .... "

Tangan kanannya menyentuh lantai Donker Got. Ber-

tumpu pada satu tangan, chucky mengangkat kakinya ke atas.
namun , ayunan kakinya tertahan, gajayana berhasil meraihnya.
Tenaganya sangat kuat manarik ke bawah. chucky coba mene-
mukan benda yang bisa dijadikan pegangan pada lantai.
namun , tidak ada. Tidak akan ada parade untuk merayakan
penemuan mereka. Punah.

T ubuh itu lepas -dari tangga, melayang belasan meter ke
bawah. Jatuh berdebum menghantam tanah dan bebatuan

kecil.
'

16Qh, Tuhanku ... !

20

" sundakelapa adalah sebuah pelabuhan yang dalam,

damai, dan dikelola dengan baik.”

Dia teringat Suma Oriental, kajya masyhur yang ditulis

oleh pengelana Portugis, Tome Pires. Lela itu mengunjungi
pelabuhan ini pada tahun 1513. Pada, masa itu, Sunda Kelapa
menjadi pelabuhan utama kerajaan Hindu Sunda, Pakuan
Pajajaran, yang berpusat di Batutulis. Geliat kerajaan Islam
Demak pada masa itu, membuat Pakuan Pajajaran dipayungi
kekhawatiran. Itu sebabnya, sembilan tahun sesudah kunjung-
an pertama itu, tepatnya pada 2] Agustus 1522, Raja
Surawisesa membuat perjanjian persahabatan antara kerajaan
Sun-da itu dan Portugis. Tidak lama sesudah itu, Portugis
membangun gudang dan benteng di Sunda Kelapa.

Lima tahun kemudian, 1.452 orang serdadu demak di

bawah pimpinan Fatahillah menghancurkan Portugis dan
merebtit. Sunda Kelapa. Dia kemudian mengubah nap:ta
pelabuhan itu menjadi Jayakarta pada tanggal 22 Juni 1527.
Jayakarta artinya kemenangan. Kata itu bisa berlaku untuk
pihak mana saja dan kapan saja. Pergiliran seperti itu yang
menggerakkan sejarah.

Lewat seorang negosiator ulung, Kapten Jacques

L 'Hermite, yang diutus oleh Gubernur Jenderal VOC
pertama, Pieter Both, PangeranJayawikarta memberikan izin
pada VOC untuk membangun pangkalan niaga di Jayakarta
pada tahun 16]. Pada tanah yang terletak di pinggir timur
muara sungai Ciliwung itu, VOC membangun huis, loge, dan
factorij. Bangunan itu kemudian disebut Nassau Huis. Per-
janjian itu kemudian diperbarui lagi pada masa Gubernur
Jenderal Gerard Reynst. Terus dipertahankan hingga masa
pemerintahan singkat Gubernur Jenderal Dr. Laurens Reael.
Ketika pucuk pimpinan berpindah ke tangan Jan

Pieterswon oCoen, keadaan tidak lagi sarna. Dia menambah
bangunan bam, Mauritius Huis. Di antara Nassau Huis dan
Mauritius Huis diqangun tembok batu yang dijejali dengan
meriam. Kekuataan serdadu penjaga ditarnbah berkali ° lipat.
Tembok-teabok itu kemudian disempurnakan menjadi ben-
teng oleh Piere de Carpentier, yahg menjadi penguasa selama
JP Coen berlayar ke Maluku. Tembok yang membentuk
sebuah kota itu kemudian disebut Kasteel Jacatra. Keadaan
inl membuat hubungan antara VOC dan Pangeran Jaya-
wikarta menjadi tegang. Perimbangan kekuatan bermuara pada
ide peaguasa tunggal terhadap kota.

Keinginan itu semakin mendekati kenyataan saat
Sultan Banten mengasingkan penguasa Jayakarta yang ditu-
duh terlalu berpihak pada Inggris. Di balik Benteng J acatra,
orang-orang VOC merayakan keputusan itu. Mereka kemu-
dian menamakan benteng itu Batavia pada 12 Maret 1619.
Nama itu tampaknya diambil dari nama salah satu suku
aangsa Germania yang menghuni mulut Sungai Rhein, suku
bangsa Batavier sebagaimana ditulis oleh C.J. Cesar pad a
tahun 50 Sebelum Mascehi. Batavier dipercaya sebagai nenek
moyang bangs a Belanda. Nama yang kemudian membuat
JP Coen kecewa saat kembali ke Batavia. Sebab, dia sudah
E.S.ITO

merencanakan untuk memberi nama Niew Room pada kota
pelabuhan itu. Sesuai dengan kota asalnya.

KeJatuhan Jayakarta tinggal menghitung hari. Dengan

tujuh belas armada kapalnya dari Maluku, Coen memimpin
sendiri penyerangan terhadap Banten dan Jayakarta. Tepat
pada tanggal 30 Mei 16a9, kotaJayakarta dihancurkan. Dae-
rah yang direbut menjadi bagian dari Batavia. Pada 4 Maret
1621, secara resmi Batavia dikukuhkan sebagai nama kota.
Mimpi Coen untuk menjadikan Batavia sebagai pusat kera-
jaan dagang yang terbentang mulai dari Tanjung Harapan
hingga Jepang pun dimulai.

Sejak dahulu , Jakarta adalah kota yang kalah. Dia dibangun
dari sinergi kemunafikan manusia yang ‘menjadi penghuni-
nya. Tidak ada kegagahan dalam sejarahnya. Jakarta bukan
kota yang p.atut untuk dicintai.

Ketika nyi girah menggamitnya turun dari .mobil, tribuanatunggadewi
buru-buru mengusir masa lalu dari lamunannya. Menatap
Sunda Kelapa, dia menemukan himpunan manusia kalah.
Penghuni republik yang lelah.

Belasan kuli angkut berseliweran di bawah terik mentari.

T ubuh mereka basah bermandikan keringat. Kulit cokelat
pribami itu legam dibakar matahari sepanjang hari. Kuli-
kuli itu terus bekerja, berseliweran memikul balok-balok kayu
yang diturunkan dari kapal-kapal kayu besar yang merapat
di pelabuhan. Tiga-empat cukong tampak berdiri menenteng
telepon genggam besar model Communicator. Di Pelabuhan
Sunda Kelapa, setiap lelaki pribumi berkulit legam adalah
sapi penghela bajak.

Ketika mereka melewati kuli-kuli itu, terdengar siulan

dan teriakan nakal sahut-menyahut. Dua orang perempuan
cantik mengitari dermaga tentu sebuah pemandangan yang
luar biasa. Kemeja kerja ketat yang menempel pada tubuh
199

nyi girah memang mudah merangsang berahi. namun , para kuli
itu cukup tahu diri, suitan dan teriakan, tidak lebih dari itu.
Hidup mereka sudah dikepung imajinasi. Mereka tidak lagi
berani berharap. Sebab, harapan itu hanya akan melahirkan
kekecewaan. Sesuatu yang terus-menerus berulang.

Di Pelabuhan Sunda aelapa, hampir tidak ada kapal

besi yang merapat. Hanya kapal-kapal kayu besar yang me-
ngangkut barang antarpulau. Inilah keindahan yang menak-
jubkan dari Sunda Kelapa. Kapal-kapal kayu besar tampak
eksotis diterpa cahaya matahari. Dalam Jamunan riak laut,
terhampar siluet kepulauan Nusantara. Dalam gonjang-gan-
jing globalisasi, kapal-kapal kayu itu masih menunjukkan
keperkasaan. Mereka adalah bagi:tn tidak terpisahkan dari
negara kepulauan terbesar di d,unia ini.

Di depan sebuah kapal kayu besar, mereka berhenti.

Selusin kuli sibuk menurunkan balok-balok kayu dari atas
kapal. Pekerjaan mereka hampir tuntas. Sesudah balok kayu
terakhir diturunkan, dekat batas dermaga para kuli berkumpul
melingkar . .Di tengah-tengahnya seorang mandor membagikan
lembaran uang. Lima belas ribu rupiah untuk setiap orang.
Dipotong dua ribu lima ratus untuk upah pengawasan man-

dor. Sesudah uang di tangan, tidak tampak rona gembira di
wajah para kuli. Tentu mereka tengah berpikir keras bagai-
mana mencukupkan kebutuhan dengan upah sangat minim

itu.

nyi girah menaiki kayu kecil yang dijadikan tangga kapal.
tribuanatunggadewi melongo diam di bawah. Dia tidak mengerti apa
yang tengah dilakukan ternan banmya itu. Di atas kapal dia
lihat nyi girah berbicara dengan seorang awak kapal. Tidak lama
gadis lincah itu turun kembali dengan raut muka gembira.

Dia cepat menghampiri tribuanatunggadewi .

200

"Ayo naik,” ajaknya penuh semangat, "kita boleh melihat-

lihat isi kapal. Gratis!"

"Hebat!"

Benar saja, di atas kapal keduanya bebas bergerak. Se-
mentara, di dermaga turis-turis lain memandang penuh cem-
buru. Kapal itu cukup bersih untuk ukuranJakarta. Beberapa
potongan kayu kecil belum sempat dibersihkan. Tidak banyak
awak yang mereka jumpai di atas. Tidak lebih dari lima orang.
Mereka naik ke atas geladak kapal.

Deru mesin kapal terdengar, menimbulkan getaran hing-

ga geladak. Tiba-tiba kapal bergerak, tribuanatunggadewi dan nyi girah
terpekik. Pelan-pelan kapal itu meninggalkan dermaga.
tribuanatunggadewi panik. Sebuah suara terdengar di belakang mereka.
"Tenang Nona-Nona. Kita baru akan berangkat tiga hari

lagi. Kapal ini cuma bergerak agak ke tengah memberi jalan
untuk kapal lain masuk.”

Bor.lieo.

Nama kapal itu hampir tidak kelihatan. Ditulis pada

kayu dengan motif ukiran Dayak persis di atas kaca ruang .
nakhoda. KJ.\.1 Borneo bergerak ke tengah, kemudian melun-

cur ke mulut pelabuhan. Tepat pada batas laut bebas dan

pelabuhan, kapal itu berhenti, kemudian lego jangkar. Bebe-

rapa kapal lain juga lego jangkar di tengah laut.

"Kita mungkin agak lama di tengah laut, Nona-Nona.

Dermaga Timur tempat seharusnya kita pindah merapat

masih penuh.”

tribuanatunggadewi menoleh ke. belakallg. Masih lelaki yang tadi.
Dia pula yang tadi berbicara dengan nyi girah . T ubuhnya agak
gempal, lebih pendek dari tribuanatunggadewi . Kulitnya sedikit lebih
gelap dibandingkan nyi girah . Wajahriya tidak sekelam kebanyakan
Rahaslll. M eede 201

kuli pelabuhan. Usianya mungkin tidak terpaut jauh dengan

nyi girah dan tribuanatunggadewi .

"Tadi saya sudah berkenalan dengan Nona nyi girah ."Tekan-

an huruf vokal pada setiap kata yang diucapkannya mem-

bedakan cara bicara lelaki itu dengan cara bicara nyi girah mau-
pun Rian yang pernah didengarkan tribuanatunggadewi . Dia mengulur-
kan tangan, tribuanatunggadewi menjabatnya dengan sedikit ragu.
"Galesong, itulah nama saya!" ,

"tribuanatunggadewi ."

"Nona juga bisa bahasa negerikita ?" Galesong tampak

senang dengan tanggapan perempuan asing itu.

"Tentu,” tribuanatunggadewi terseyum kecil. "Berapa lama kita di
tengah laut?"

"Paling lama saW jam."

"Kalian tidak akan membawa kabur dua perempuan

cantik, kan?" tanya nyi girah dengan nada canda.

"Kami akan dikutuk jika membawa lari perempuan.

Tahukah Nona kisah Nabi Yunus yang lari dari kaumnya?"
"Bagaimana?" tribuanatunggadewi penasru;an. Yunus, tentu itu nama
Arab. Dia tidak tahu disebut apa nama itu dalam Injil.

"Dia membawa sial di atas kapal. Kapal yang dia tum-

pangi ,nyaris karam kalau dia tidak buru-buru lompat ke

laut.... "

,Semoga kami tidak membawa sial," nyi girah menimpali.
"Hantu pelabuhan juga cinta perempuan. Dia tidak
mungkin memberi celaka," balas Galesong sekenanya.
Galesong mengajak dua perempuan itu kembali mengi-

tari kapal. Mereka berhenti, lalu kembali ke atas buritan yang
berbentuk segitiga. Pada din ding ruang juru mudi yang

beratap datar, tertera kembali tulisan Borneo. namun , di ba-

wahnya ada tulisan tambahan.

202

Lewu tatau habaras bulau habusung hintan . hakarangan lamiang
Lewu tatau dia rumpang tulang rundung raja

dia kamalasu uhate

"Apa artinya itu?” bisik tribuanatunggadewi pada nyi girah . namun , gadis
itu hanya menggelengkan kepala. Dia juga tidak mengerti.

Mungkin tulisan iru dibuat dalam bahasa Dayak. Satu dari

ratusan bahasa etnis negerikita . tribuanatunggadewi mengalihkan tanya
pada Galesong. "Aku tidak mengerti tulisan itu, bahasa apa

itu, kamu bisa jelaskan?"

"Bahasa Dayak Ngaju, salah satu suku yang berdiam di

Kalimantan Tengah. Aku juga tidak mengerti artinya.” Raut

-wajah Galesong menunjukkan dia tidak tertarik untuk mem-

bahas tulisan itu.

"Oh, oke. Aku mengerti sekarang. Borneo, sekarang dise-

but Kalimantan bukan?" tribuanatunggadewi tidak ingin terlihat lugu.
"Betul."

"Kapal ini dari sanaa"

"Kadang kami singgah di beberapa pelabuhan di pulau

itu.”

"Oh ... jadi ini kapal tradisional khas Kalimantan?"

"Bukan,” suara Galesong agak meninggi. "Ini kapal phinisi,

Nona. Kh"as Bugis-Makasar. Nona bisa bandingkan kapal ini
dengan kapal Melayu di depan kita. Lambung kapal ini lebih

tinggi dan terlihat jauh lebih kukuh.”

"Phinisi, aku pernah mendengarnya,” nyi girah ikut-ikutan
menanggapi. tribuanatunggadewi terlihat agak malu karena sembrono
menebak.

"namun , tidak sepenuhnya persis seperti phinisi tradisio-

nal yang Nona-Nona bayangkan. Kapal ini tidak lagi digerak-
Rilhlls ill M eede 203

kan oleh angin namun mesin.” Galesong mengarahkan telunjuk-
nya pada dua tiang tempat beberapa tali .dan kawat terangkai.
"Phinisi tradisional memakai dua layar yang disebut

sombala. Layar besar terletak di depan. Semen tara, layar yang
lebih kecil di belakang. Di atas layar besar ada sebuah

layar segitiga yang diseblit tanpasere. Sementara pada bagian
halua, dilengkapi dengan tiga layar pembantu juga berben-

tuk segitiga, cocoro pantara pada bagian depan, cocoro tangnga

di tengah, dan tarengke di belakangnya."”

"Sayang kami tidak bisa melihat . kapal klasik itu," ucap
tribuanatunggadewi menyesali. namun , dia cukup puas mendengar pen-

jelasan Galesong.
"N ona berdua mau rnelihat mesin yang menggerakkan

ka al-'s]" p In!.

Tawaran itu tidak disia-siakan tribuanatunggadewi dan nyi girah . Seke-
tika mereka menganggukkan kepala. Mengekor di belakang
Galesong, mereka menuruni tangga. Ruang di bawah geladak

agak gelap, alat penerangannya hanya berupa bohlam yang

jaraknya berjauhan satu sarna lain. Ruang di antaranya gelap.

Mesin kapal itu ternyata tidak sepenuhnya mati. Semakin

dekat, derunya terdengar sernakin kasar. Tangan Galesong

meraih gagang pintu. Ruang rnesin terbuka, hawa .panasnya

terasa membara.

"Silakan masuk, Nona-Nona."

Wajah Galesong samar terlihat. tribuanatunggadewi dan nyi girah rnene-
rima tawarannya. Mereka masuk ke dalam. Panas menggele-

gak. Tidak jelas apa yang mau rnereka lihat. Beberapa saat

yang ada hanya diam. Bisu tanpa suara, hanya deru rnesin..,.

yang memekakkan telinga. Tiba-tiba terdengar pintu ditutup,

gelap total. tribuanatunggadewi panik.

"Galesong ...." panggilnya pelan, tidak terdengar jawaban.

"nyi girah ...."

204-£.8. ITO

tribuanatunggadewi memperoleh kan tangan sahabatnya itu. Mereka
berpegangan satu sarna lain. Tangan nyi girah berhasil meraih
gagang pintu, terkunci. Dia menariknya, namun pintu itu

terlalu rap at tanpa sekat.""T' TI TI"'kL.a0 ongggge ....... tena US!.

mt

"Galesoooong ' tolong ... !!!" tribuanatunggadewi ikut berteriak.
namun , tidak ada yang mendengar teriakan mereka. ae-

duanya terjebak, terkurung di atas kapal asing yang baru

mereka kenal satu jam yang lalu. Mereka terus berusaha
membuka pintu, namun tidak berhasil. Panas ruang mesin
mengisap tenaga keduanya. Lelah dalam gelap, keduanya

saling menyandarkan diri. .

Orang-orang kapal, tubuh-tubuh cokelat kasar bermandi-

kan keringat, apa yang akan mereka lakukan pada mereka
berdua?

21

DAIUDYGus TINUR. Pria Banjarmasin berusia tiga
puluh tiga tahun itu, menyandang pangkat Komisa'ris Polisi.
Sekarang, bertugas pada Bagian Reserse dim Kriminal Mabes
Polri. Sesudah tiga kali mengalami mutasi di lingkungan Polda
Metro Jaya, dia akhimya berlabuh di Trunojoyo. Peruntungan
lulusan terbaik kedua Akademi Kepolisian tahun 1996 itu
tengah bagus-bagusnya. "Aku mungkin tidak punya cukup waktu untuk mem-
b ntumu." Dia menanggapi ketus permintaan lawan bicara-

nya.
Wajahnya dibikin mengerut, berharap lawan bicaranya
tidak nyaman sehingga cepat berlalu dari hadapannra. Daudy
tidak biasa berhadapan dengan wartawan dan dia tidak suka

dengan wartawan.

"Tolonglah, Bang.” Batu Noah Gultom merajuk. Dia

coba berakrab diri dengan panggilan Abang. Sejak kemarin
mengatur janji, baru pagi ini mereka bisa bertemu.

"Tidak adakah hal lain yang bisa kaukerjakan selain kort:k
sana, korek sini, buat sensasi dan kemudian bikin’ kisruh?" "Aku hanya ingin tahu persis kejadian penyerbl,lan ber-
senjata Anarki Nusantara pada tahun 2002.

20'>

206 E.5.ITO

‘akl! tidak mengerti apa yang kaubicarakan,” Daudy

masih kukuh. "7" Ab dd’... etap! nama angaa! ....

"Di mana?" desak Daudy. Dia agak terpancing.

"Sudahlah, lupakan saja.”

Batu beringsut dari kurl>inya. Tas sandang kecilnya dia
selempangkan lagi di badan. Sesudah jabat tangan dingin, dia
langsung membelakangi Daudy. Ketika tangan kanannya
menyentuh gagang pintu, terdengar seruan dari belakang.
"Hei tunggu, berhenti kau.”

Tangan kanan Batu tak jadi menarik gagang pintu. Batu
membalikkan badannya. Di dalam hati dia tertawa senang.
jela'skan dahulu dari mana kau memperoleh kan namaku?" .
Ada kesan penasaran dari nada suara Daudy. Insting
alamiah yang dimiliki setiap petugas reserse kepolisian. Pan-
cingan sempurna. Batu tinggal menarik tali kailnya. Batu
tidak menjawabnya dengan kata-kata. Dia Iffiengeluarkan
tujuh lembar kertas, kemudian menyerahkannya kepada
Daudy.

Perwira polisi itu melihatnya sekilas. Halaman demi
halaman dibaliknya dengan cepat. Pada halaman kelima, dia
menemukan gores tulisan namanya. Dia tertawa kecil.

"Ini bukan trik murahan wartawan bukan?" Pandangan

Daudy penuh selidik.

"Ah, Bang, kalau mau melakukan trik tentu aku mencari
perwira polisi lain. Tidak mungkin berani aku melakukannya
pada penerima Bintang Kartika Adi Tanggap Akpol, terbaik
dalam bidang intelektual.”

"Hebat, kau sudah mempelajari diriku rupanya," wajah
Daudy berubah sumringah. Dia me rasa tersanjung. Umpan
itu termakan sudah.

"Yang terbaik tidak pernah luput dari ingatan, Bang."

Rahas ia Mude
"Ya. Pada saat kejadian itu, aku bertugas di Puslabfor.”
Kening Daudy mengerut, tatapannya masih penuh selidik.
"namun , dari mana kau memperoleh kannya?"

"Tidak sengaja aku menemukannya di loker . yang dahulu
pernah dipakai oleh Attar Malaka,” Batu menjawab de-

ngan lugas. .

"Ah ya, bajingan anarkis komunis itu dahulu wartawan
negerikita raya, ya? namun jangan berharap banyak, aku tidak
terlibat dalam pengungkapan kasus penyerbuan bersenjata
gerombolan anarkis itu.”

"Lalu?"

"Kautahulah tugas labfor, datang, olah TKP, kemudian
mengolah hasil temuan pada laboratorium forensik. Kalaupun
melangkah lebih jauh, kami hanya akan dihadirkan sebagai
saksi ahli dalam sidang pengadilan. Aku hanya terlibat dalam
penyelidikan kematia orang-orang bertato tidak lama sesudah
penyerbuan itu.” Beda dengan awal pertemuan, nada suara
Daudy terdengar lebih ramah.

"Orang-orang bertato itu penyerbu anarkis?"

"Hasil penyelidikan menyimpulkan seperti itu. namun ,

aku tidak ikut memberikan pendapat."

"Lalu, apa arti dari tato-tato pada tubuh ini? Jauh berbe-

da dengan tren tato yang terus berkembang. Seperti tato dari
masyarakat primiti£"

"Tato Mentawai!" Daudy tangkas menyambut tanya.

Batu terpaku diam. Dia semakin tidak mengerti. Semua-

nya jadi tambah membingungkan. Kemarin malam catatan
harian Attar Malaka dan sekaraag tato Mentawai.

"Kepulauan Mentawai di barat Sumatra?" Batu ingin
memastikan. *

"Ya."

"Bagaimana Abang bisa sampai pada kesimpulan itu?”

208

"Kau ini seperti baling-baling di atas bukit. Tadi kau-

bilang aku menerima bintang Kartika Adi Tanggap. Sekarang,
kau pertanyakan kemampuan otakku. Ah, kalau otak ini tidak
beketja dengan baik mungkin aku sudah dilempar ke bagian
lalu lintas atau korps Brimob." Ada gurauan dalam kata-

kata Daudy.

"Maaf, Bang. Maksudku bukan begitu," Batu tersenyum
tipis.

"Aku punya sumber yang bisa me nj elaskannya.

o “Hasil penyelidikannya bagaimana?"

Daudy tidak langsung omenjawabnya. Tatapan matanya
menerawang. dahulu , tato-tato ini sempat menggodanya untuk

menyelidiki lebih jauh. namun , tato bukan sidik jari atau
DNA, rajahan pada tubuh itu tidak bisa dipakai sebagai
alat identifikasi utama. Laboratorium forensik tidak punya
ruang untuk tatoo

"Kasus itu tiba-tiba dihentiiSan. Kematian para perusuh
anarkis itu dianggap sebuah kewajaran. Harga yang harus
mereka bayar. Tidak ada autopsi untuk mayat-mayat yang
ditembak secara misterius itu. Tidak ada pula yang keberatan."
"Begitu saja berhenti?" tanya Batu.

"Mau bagaimana lagi? Berbeda denganmu, aku hidup
dalam dunia hjerarki. Tidak mungkin bisa mengikuti kata
hati. Hanya perintah atasan.” ,

"Maaf, apa mungkin aku menemui sumber Abang itu?"
Pertanyaan Batu memecah kebekuan. Daudy menelan

tiga potong biskuit. Tatapan matanya berusaha menerka apa
yang sebetulnya diinginkan oleh wartawan ini.

"Sumber apa?"

"Orang yang mengerti tato Mentawai."

"laki-laki itu tinggal di Padang.”

"Alm akan mendatanginya ke sana."

"Apa sebetulnya yang kaueari?" nada suara Daudy me--
runggl. -

"Apa yang tidak mungkin bisa dilakukan dalam dunia
hierarki Abang, memenuhi rasa ingin tahu. Kejadian di tahun
2002 itu seperti lewat begitu saja.”

"sebab memang tidak ada yang ingin mengingatnya.
Dengan eara demikian, kita bisa membunuh popularitas ge-
rombolan anarkis itu.”

"namun tato ini, apa mungkin mereka yang -mati itu

bukan orang-orang sini namun orang.... "

"Mentawai, maksudmu,”" Daudy eepat memotong.

"Ya. Bagaimana menurut Abang?"

"Aku tidak punya kewenangan untuk penyelidikan sejauh
itu. Ah, kalau militer sudah melakukan perburuan, tidak ada
yang bisa meneegahnya. Apalagi polisi."

"Bukankah eerita ini akan menarik jika diungkap kem-
bali?"

"Untuk oplah surat kabarmu, ya!" Daudy menanggapinya
SInIS.

Batu terdiam mendengar kata-kata Daudy. Tatap mata-

nya penuh permohonan. Daudy tertawa keeil. Tangannya
meraba gagang telepon. Dari balik saku eelana, dia keluarkan
telepon genggam. Nomor dari buku telepon genggam, dia
salin dalam tekanan pada nomor pesawat telepon.

Batu tidak bisa menangkap pembiearaan Daudy dengan

lawan biearanya di seberang telepon. namun , dia bisa menang-
kap kesan, Daudy tengah berbieara dengan kontaknya di
‘Padang sana.

"Kau serius mau menemuinya?"

Daudy meletakkan gagang telepon. Ada sinyal positif

210

dari Padang sana. Ada kepentingan yang dia pendam dari
semangat ingin tahu Batu yang menggebu-gebu. "V B " la, ang.
"Kalau begitu, kita berdua mesti bikin perjanjian," Daudy
tersenyum kecil membayangkan sesuatu.

"Perjanjian apa, Bang?aJ

"Apa pun .yang kautemukan terkait tato Mentawai ini,
pertama kali harus kaulaporkan padaku. Jangan dimuat dahulu .
Siapa tahu aku bisa membuka lagi kasus ini." Bayangan itu
semakin jelas. Angan promosi pangkat dan jabatan. Kesan

itu mudah ditahgkap Batu.

"Tidak masalah.»

"Oke. Kau sedang beruntung. Tadi aku mengontak

Anwar Rosady. Dia peneliti Mentawai di Universitas Negeri
Padang. Dia tengah berada di Sikabaluan, Siberut Utara
sekarang. Tampaknya dia tertarik dengan keingintahuanmu.
Dia menunggumu esok pagi di Sikabaluan." Daudy menu-
runkan tempo suara, "Artinya, hari ini kau harus berangkat

ke Padang. Lalu lepas magrib nanti, dari Pelabuhan Muara
Padang, kau berangkat menuju Siberut. Bagaimana?"

"Tidak masalah," jawab Batu penua percaya diri.

22

"KAU DIKUTU K untuk mengarungi samudra selamanya
bersama hantu awakmu yang sudah mati. Kau akan membawa
kematian bagi tiap mata yang memandang kapalmu. Kau

tidak akan pernah berlabuh dalam kedamaian. Empedu akan
menjadi minumanmu dan besi panas membara sebagai
dagingnya.'] .

Seperti ketakutan masa kecil, sumpah serapah itu terus
memukul gendang telinga tribuanatunggadewi . Cerita tentang The Flying
Dutchman menemani masa kecilnya selain dongerig-dongeng
Hans Christian Andersen.

Ta muncul di tengah badai pad a pertemuan Lautan

Hindia dengan Lautan Atlantik di ujung selatan Mrika,

T anjung Harapan. Pada saat mata badai diterangi oleh kilat,
sosok gagah kapal layar terbang di atas angkasa. Lengkap
dengan awaknya. Di ujung geladak, sang nakhoda mengeluar-
kan umpatan dan kutukan. Dialah orangnya, Kapten Kapal
The Flying Dutchman. Hantu yang paling ditakuti setiap
pelaut yang melalui Tanjung Harapan. Siapa saja yang me-
natap kapal itu terlalu lama, akan segera menemui ajalnya.

Tanjung itu memang menakutkan. Pada saat pertama
kali mengitarinya pada tahun 1488, Bartolomeus Diaz mem-
beri nama Cabo Tormentoso atau Tanjung Badai. Tctapi,

211

212

karena kemudian tanjung itu menjadi begitu penting dalam
tute perdagangan Eropa menuju Lautan Hindia, maka atas
perintah Joao II, raja Portugis yang mengirim Bartolomeus
Diaz, tanjung itu diubah namanya menjadi Cabo da Boa
Esperanca atau Cape of Good Hope.

Kapan awal mulanya legenda itu menjadi perdebatan

tidak kunjung selesai. Sebagian mengatakan, legenda itu sudah
ada sejak tahun 1641. Sebagian lainnya menyebutkan angka
1680 atau 1729. Nama sang hantu nakhoda pun beragam,

Van Demien, Van Straaten, atau Van der Decken. Legenda
senantiasa menjadi sasaran empuk dari orang yang bisa me-
numpahkan kisahnya lewat tinta. Captain Marryat mengisah-
kannya lewat sebuah navel beaudul The Phantom Ship pada
tahun 1839. Empat tahun kemudian, Richard Wagner, kom-
ponis terkemuka dari Jertnan mementaskannya lewat sebuah
opera, Der Fliegende Hollander.

Apakah ini sebuah kutukan? Dia teaebaJ<. di atas kapal

asing dengan awak-awak pribumi yang menakutkan. Apakah
dia akan berlayar selamanya dengan kapal ini? Banyak cerita
penculikan yang pemah dia baca dan tanton, namun dia tidak
pemah membayangkan penculikan seperti yang dialaminya
sekarang.

Pagi sudah datang, aangit cerah, ombak tenang. Lebih

dari dua belas jam, dia tertawan di atas kapal ini. Dia dan

nyi girah tidak lagi disekap di ruang mesin. Sesudah kapal ini
bergerak jauh sehingga batas daratan tidak lagi kelihatan,
mereka dipindahkan pada dek yang biasa dipakai nakhoda.
Di tengah laut bebas, kebebasan mereka sudah dirampas . .
Hanya Galesong yang -mengunjungi mereka. Satu kali
mengantarkan makan malam tanpa bicara. Tidur penuh
waswas, keduanya melewati malam dengan selamat. Tangan-
tangan kekar anak buah kapal setiap saat bisa saja menjamah .
Rahas ia Made 213

tubuh mulus mereka. tribuanatunggadewi tidak tahu motif di balik
penculikan ini. namun , yang paling mungkin adalah uang
tebusan. Mungkin sekarang di Jakarta, kawanan ini sudah
bergerak jauh. Menghubungi pihak mana saja yang kehi-
langan mereka. Sementara, nyi girah terus-menerus mengkha-
watirkan HondaJazz-nya. Mobil itu baru dua-bulan diambil-
nya dari dealer.

Adakah penculikan ini sebuah spontanitas atau sudah diren-

canakan sebelumnya?
Kalau hanya spontanitas, bukankah ini kebetulan yang

sangat luar biasa? Ketika kapal hendak berangkat, kebetulan

dua orang pelancong ingin naik. Mereka memperoleh kan sasaran.
Atau ini sebuah desain, dan nyi girah terlibat di dalamnya? namun
nyi girah juga disekap, tidak mungkin ada orang yang tahu renca-
na mereka mengunjungi Pelabuhan Sunda Kelapa. Rencana
mereka juga spontanitas. Dia teringat Gatot, wartawan Indo-
nesiaraya. Mungkinkah, namun. ....

Dia membayangkan Rian, lelaki itu tentu rriengkhawatir-

kannya. Dua belas jam tanpa kabar berita. tribuanatunggadewi pusing
memikirkanny.1. Dia tidak berani membayangkan apa yang

akan menimpa mereka berdua.

Pintu dek berderit, kemudian terbuka lebar. Galesong muncul
dengan dua nampan makanan.

"Sarapan seadanya, Nona-Nona," ucapnya tanpa dosa.

"Apa yang kalian inginkan?" nyi girah mengibaskan tangan.
Nampan itu nyaris tumpah.

"Tenang, Nona-Nona. Kami tidak pernah menyakiti

perempuan.”

"Hah, kaubilang tidak pernah? Penyekapan ini jauh lebih

sakit dari apa pun juga," nyi girah membalas sengit. Dia tampak
seperti akan menerkam Galesong. tribuanatunggadewi burn-burn mena-
£.s. ITO

han lengannya. Gadis itu tidak ingin keadaan jadi ‘lebih

buruk.

"Nikmati saja pelayaran ini,” suara Galesong terdengar

ketus. Dia meletakkan nampan itu di hadapan kedua perem-

puan itu.

"Sampai kapan? Selamanya?" tribuanatunggadewi akhimya bersuara.
Bayangan The Flying Dutchman kembali menghantuinya.

"Selalu ada tempat untuk berlabuh. Nikmati saja perja-

lanan ini. Tidak akan sampai seminggu."”

"Satu minggu?" Wajah tribuanatunggadewi berubah pucat. Dia
tidak bisa membayangkannya. "Berapa jumlah uang yang

kalian inginkan?"

, "Uang?" Galesong tergelak. "Di atas kapal, benda itu tak
bernilai.”

"Lalu apa?"

namun , pertanyaan tribuanatunggadewi tidak meadapat jawaban.
Galesong segera berlalu, di depan pintu dia bersuara.

"Kita: sekarang berada di Laut Jawa. Pintu dek tidak

dikunci, Nona bisa menikmati pemandangannya.”

Galesong berlalu. Menikmati? Kata itu telah hilang dari

benak manusia yang kebebasannya tertawan.

23
SEPANjJAN GPENG ETAHUAN Batu, tidakpernah sekali
pun Parada Gultom menyerahkan ruangannya kepada orang
lain. Lagi pula, sebetulnya tidak ada yang berminat untuk
bekerja di dalam ruangan sempit ini. Udaranya pengap.
Bertahun-tahun lamanya asap rokok Gultom terjebak di
dalamnya. Jendela kecil yang ada di samping kanan meja
kerja, engselnya sudah karatan, sulit dibuka. Sirkulasi udara
amat bergantung pada ventilasi yang ada di kiri ruangan.
Parada Gultom menolak ruangannya dipasangi pendingin.
Cullom sialan!

Hampir setengah jam lamanya, Batu menunggu lelaki
barwajah persegi itu. Dia diminta langsung masuk ruang kerja
Parada. Tampaknya sang redaktur tidak ingin laporan Batu
diketahui oleh redaktur lainnya. Dia ingin mendengar sendiri
berita besar dari Trunojoyo itu. Pukul setengah satu siang,
panas memuaikan debu. Kesabaran Batu juga mencapai titik
didihnya.

Raungan vespa Gultom terdengar di bawah. Satu-satunya
kedisiplinan yang masih tersisa pada lelaki Batak itu adalah
dua kali raungan gas sesudah persneling netral vespanya. Tidak
pernah lewat dari dua raungan, sesudah itu mati. Dia bisa
datang kapan saja, tentu sesudah dia pergi ke mana saJa.

215

J

Datang untuk memastikan perbaikan dan penempatan berita
dalam dua puluh dua halaman negerikita raya.

"Sudah lama kau?" sapanya tanpa berdosa.

"Nyaris aku jadi bujang lapuk menunggu Abang.” Batu
mengungkapkan kekesalannya dengan canda.

"Ah, kau ini ...." Parada Gultom merapikan tumpukan
kertas dan dokumen yang berserakan di mejanya. "Jadi apa
yang kaudapatkan, Cok?"

"Sesuatu yang Abang tunggu-tunggu.”

"Jangan kau berputar-putar. Danau Toba tak cukup

dikitari dalam tempo sehari."

"Duga;:tn Abang tampaknya kali ini benar.”

"Apa yang kaumaksud?"

"Pembunuhan berantai dengan pelaku tunggal, itu yang
mungkin terjadi."

"Orang-orang penting itu?"

"Ya."

"Horas!"

Kerak jalanan Jakarta yang memoles wajahnya seolah-

olah memuai, menyatu dengan debu ventilasi. Wajah Parada

Gultom jadi berbinar.
"Jadi, kesamaan huruf awal B -pada lokasi penemuan
mayat bukan sebuah kebetulan?"

"Mungkin bukan, Bang."

"Bah, munglqn? Kaubilang lm positif pembunuhan
berantai. Macam mana pula kau, Cok?"

"Sabar, Bang. Mendaki Gunung Sinabung mesti lewat
Brastagi, kalau tak ingin buntung mesti berhati-hati.”
"Ceritalah kau, Cok."

Batu Noah Gultom mengikuti petunjuk Parada. Sesudah
kembali dari Boven Digoel, -dia memaku diri di Trunojoyo,
217

Markas Besar Kepolisian Republik negerikita . Sabar me-
nunggu, tembok bisu akhirnya bersuara. Gunjingan yang tidak
akan pernah didapatkan oleh wartawan lain. Setidaknya
hingga bisikan itu disuarakan oleh negerikita raya.
"Bocoran dari kawan dekat kita di Trunojoyo. Benar, polisi
sudah memperoleh kan petunjuk, namun tidak mau terburu-buru
mengungkapkannya kepada publik. Ini akan menjadi horor
nantinya. Kematian rgengintai elite Jakarta."

"Mereka memperoleh kan motifnya?" Parada memotong
tidak sabar.

"Belum, namun petunjuk Bang. lm _akan menjadi cerita
luar biasa sebab pembunuhnya meninggalkan pesan. Lain
dengan modus pembunuhan orang. penting yang pernah
terjadi di negerikita . Biasanya dilakukan dengan tertuap,

. memakai racun dan sekondannya. Paling berani dengan
mendesain kecelakaan maut. namun , ini sungguh beram."
"Jangan kau berbelit-belit. Aku tidak terpukau dengan
cerita yang didramatisir.”

"Kita lupakan dahulu masalah huruf B, Bang,” Batu men-
dekatlgtn kursinya ke meja, seolah-olah dinding ruangan ini
akan memantulkan suaranya ke luar ruangan. "Empat pembu-
nuhan, empat keluarga menerima sebuah pesan pendek lewat
surat yang diposkan."

"Sebelum kematian orang-orang itu?"

"Entahlah. Aku belum menyelidiki sejauh itu.”

"namun kautahu isi pesannya, kan?" Parada takut kecewa,
jangan sampai ini cuma botoran biasa yang bisa didapatkan
kapan saja.

"Ya."

"Puji Tuhan. Buruan Cok, kauceritakan!"

"Keluarga Haji Saleh Sukira menerima pesan 'Periba-

datan Tanpa Pengorbanan’. Keluarga Nursinta Tegarwati
218

menerirna pesan ‘Politik Tanpa Etika’. Sedangkan keluarga

Santoso Wanadjaja menerima pesan ‘perniagaan tanpa rnora-
. litas’ ...."
"Dan keluarga JP Surono?"
Kekayaan Tanpa Kerja Keras'!"

"Ttu saja?"

"Ya. Hanya itu. Sebuah pesan pendek, tidak ada penje-

lasan lain. Tulisan itu dibuat dengan mesin tik."

Parada Gultorn terpaku diam. Dalam hati perasaannya
membuncah-buncah. Sebuah berita akan rnencorongkan
negerikita raya, hariaa investigatif nomor wahid di negerikita .
"Adakah masing-masing pesan itu terkait satu sarna lain?"
tanya Parada.

"Ya."

"Kau yakin?" "'T' B " .Lentu, ang.

‘jadi, apa yang mengaitkannya satu sarna lain?"

"Young India, 22 Oktober 1925."

Dingin, rnemukau. Kecerdasan Batu Noah Gultom akan
membuat setiap wanita pencinta ilrnu jatuh hati. Wajah blas-
teran Portugis-Bataknya tenang menyarnpaikan. Parada
Gultorn menahan diri untuk tidak kesurupan. Anak pungut-
nya ini benar-benar cerdas . * a tidak mengerti, coba kaujelaskan tuntas, Cok."
"Young India adalah dwimingguan yang terbit setiap hari
Rabu dan Sabtu. Pesan-pesan itu dirnuat di Young India pada
tanggal 22 Oktober 1925."

"Siapa yang menuliskanaya?"

"Mohandas Karamchand Gandhi. Sang Mahatma, jiwa
agung, Gandhi. Mahatma Gandhi!"

"Nah apa pula ini? Tulisan Gandhi di tahun 1925 jadi

pesan }.<ematian di Jakarta puluhan tahun keaudian?"
Rahaaita Me ede

"sebetulnya masih ada tiga pesan lagi, Bang, yaitu 'pe-
ngetahuan tanpa karakter', :sains tanpa humanitas’, dan 'kese-
nangan tanpa nurani’. Gandhi menyebutnya dengan istilah
Tujuh Dosa Sosial,"” jelas Batu, yang lagi-lagi datar, dingin,
dan memukau.

"Alamak! Artinya, masih ada tiga orang penting lagi yang
akan terbunuh?"

"Atau tela4 dibunuh, Bang."

"Maksud kau apa?"

"Kepolisian Maluku baru saja mengangkat sesosok jasad
dari sumur tua keramat di Banda Besar, parigi tua lontor!
Subuh hari tadi!"

"Mayat siapa?"

"Doktor Nano Didaktika, seorang paneliti partikelir. Kita
semua mengenalnya.”

"Sains tanpa humanitas?" Parada langsung menebak ke-

mungkinan pesan yang akan diterima keluarganya.
Batu tidak bereaksi. Lama dia menatap Parada. Ada

hasrat kuat untuk mengetahui apa yang tersembunyi dalam
jiwa sang redaktur. Parada membalas tatapannya, namun kemu-
dian dia alihkan pada coretan yang dia buat.

"Bukittinggi, Brussel, Bangka, Boven Digoel, dan seka-
rang Banda Besar. Tidakkah awalan B mengandung sebuah
makna?" .

"Huruf B mungkin hanya sebagai bayang fonetik, Bang.
Tempat-tempat ini menceritakan jalan hidup -seseorang.”
Kejutan lain dari Batu.

Parada Gultom ternganga. Walaupun kesimpulan itu

belum diuji dan terungkap lewat kata-kata, dia yakin ada
temuan lain dari bocah genius ini. Ketukan ptntu memecah
perhatian keduanya. Dari balik pintu, sosok kepala Gatot
muacul. Dia salah satu wartawan yang juga bekerja untuk
220E.S .[tO

Parada. Belum sampai kakinya melangkah ke dalam, Parada
Gultom sudah mendampratnya.

"Nanti kau masuk sesudah aku panggil."

"namun Bang, ini perlu...."

"Keluar!!!!" teriak Parada Gultom. Perintahnya yang keras
membuang nyali lelaki berperawakan besar itu.

"Bung Hatta!"

Parada Gultom terce kat diam. Pita suaranya tiarap, tidak
berkomentar. Mahatma Gandhi dan Mohamad Hatta, dua
nama suci terlibat dalam sebuah seting pembunuhan berant3.1..
""Bagaimana bisa?” Suaranya lemah dirampok kejutan
Batu.

"Ini baru hipotesisku, Bang. Kawan-kawan kita di

Trunojoyo belum sampai pada penyelidikan ini.”

"Tentu. Mereka tidak punya orang secerdas kau."
"Tempat-tempat itu terkait dengan peristiwa penting

dalam perjalanan hidup Bung Hatta. Bukittingi adalah kota
kelahirannya. Bangka adalah tempat Wakil Presiden Hatta
dan beberapa tokoh republik ditawan sesudah agresi" militer
Belanda kedua. Boven Digoel, tempat di mana Bung Hatta
dan Bung Syahrir diinternir oleh Gubernur Jenderal De Jonge
pada Januari 1935. Sebelas bulan kemudian, mereka di-
pindahkan ke Banda ...."

"Bagaimana dengan Brussel?" Parada yakin, tempat itu
menjadi batu sandungan hipotesis Batu. Tempat itu terlalu
jauh dari empat tempat lain yang berada di negerikita .
"Tempat itu mungkin yang paling penting bagi Bung

Hatta. Pada bulan Februari tahun 1927, Bung Hatta menjadi
utusan Perhimpunan negerikita dalam kongres menentang
imperialisme dan penindasan kolonial di Brussel, Belgia. Padll
kongres itulah, sebuah nama bangsa yang belum terbentuk
Rahasia Meede 221

diperkenalkan, negerikita . Gagasan nasionalisme negerikita
digemakan pada dunia internasional!"

"Kau ini ... benar-benar cerdas!"

Mengagumkan. Jika ada kata lain yang bisa lebih me-
ninggikan Batu dalam derajat intdektual, Parada akan me-
ngucapkannya. Pikirannya mdayang, teringat pada laporan
penemuan mayat Santoso Wanadjaja yang dikirimkan oleh
kepolisian Brussel.

Sebuah lubang bundar menembus bagian atas bibir di

bawah hidung. Persis di tengahnya. Sehingga, peluru tembus
hingga otak belakang. Sasaran ampuh 'seorang sniper, penem-
bak runduk. Tubuh itu tiba-tiba roboh di tengah keramaian
senja di depan patung Manneken Pis. Patung anak kecil yang
tengah pipis itu dibangun oleh Jerome Dtiquesnoy. empat
abad silam. Terletak di sekitar La Grand Palace. Kawasan
wisata yang tidak pernah sepi di Brussel.

"Lalu, apa kaitannya Gandhi dan Hatta?"

"Abang mungkin Iebih jelas mengetahuinya,” ucapan itu
seperti basa-basi Batu untuk menghargai pemimpinnya. Dari
tadi Parada .Gultom terus-menerus ternganga. Mendahulukan
yang tua selangkah, adat timur itu masih melekat dalam

keseharian Batu.

"Va. Aku mengerti. Bukankah saat berkunjung ke

Jepang pada tahun 1933, Bung Hatta disebut media setempat
sebagai Gandhi Of Java. Tentu.” .

"Walaupun tidak sepenuhnya mirip, Bang,” pancing

: Batu.

"Memang betul. Bung Hatta tidak sepenuhnya setuju

dengan gagasan Gandhi. namun Iebih banyak miripnya. Ahimsa
Gandhi adalah perjuangan politik tanpa kekerasan bagt Hatta.
Satyagraha Gandhi dijalankan Hatta dengan politik non-
kooperasi .... Sedangkan swadeshi Gandhi, bagi Hatta adalah
222°.

penguatan kemandirian ekonomi lewat koperasi. Dan, Bartal,
pemogokan. Cukup kuatlah bukti dengan penolakan Hatta
terhadap tawaran Kapten Van Langen di Boven Digoel untuk
menerima uang saku 40 sen dan tambahan ransum dengan
syarat dia masuk golongan werkwillig, golongan yang mau
beketja sarna dengan pemerintah kolonial. Hatta memilih
masuk golongan naturalis, memperoleh kan ransum seadanya."

"Gagasan Gandhi mana yang tidak disetujui oleh Hatta?"
Mata kail Batu menyangkut sasaran. Dia sudah lama tahu,
Parada Gultom adalah seorang pengagum Hatta.

"Gandhi ingin kembali kepada tradisi-tradisi nasional.

Di atas segalanya untuk memboikot apa saja buatan Inggris,
dia mengajak rakyat India untuk mempergunakan alat-alat
produai primitif yang kuno seperti alat tenun kpno. Dia
menentang bekerjanya hukum-hukum ekonomi, dan karena
itu maka sistemnya mengalami kebangkrutan, kegagalan."
Parada Gultom mengucapkannya penuh jumawa. Lupalah
dia pada kecerdasan Batu.

"Bung Hatta yang mengatakan itu?”

"Tentu!""

"Kapan?"

"Dalam pidato pembelaannya, negerikita Merdeka, di
muka pengadilan Den Haag tahun 1928. Kau belum pemah
baca, ya?"

"Belum, Bang.”

"Dasar generasi haram jadah, tidak mau belajar dari
sejarah!"

Batu tersenyum kecil. Parada Gultom bersungut-sungut.
Jika melihat generasi rusak yang dijajah oleh sinetron kartel
India, amarahnya selalu meledak. Dia mengharama sinetron
di rumahnya. Baginya, lebih baik anak-anaknya ikut sekolah
mmegegu.

Rahasia Meade 223

"Ada lagi, Bang?"

"Bung Hatta jauh lebih berhasil dibanding Gandhi. Sang
Mahatma gagal mencegah perpetahan India dan Pakistan.
Sementara, Bung Hatta berhasil menjaga keutuhan republik
lewat lobi Piagam Jakarta. Nah, cukuplah sampai di situ kau
tanya tentang Bung Hatta. Tak cukup waktu setahun buat
kau jatuh cinta padanya.” Parada mengembalikan perbin-
cangan pada pokok persaalan. "Bagaimana dengan pengirim
pesan itu, alamatnya diketahui?"

"Alamat fikti£"

"Nama?":

"Empat nama yang berbeda. S\lrat pertama dengan nama
Kasturba, surat kedua Ayub Rais, surat ketiga Sushila, dan
keempat Nazir Pamuntjak. Dua surat diposkan dari Kantor
Pos Besar Lapangan Banteng. Dua surat lainnya diposkan
dari Kantor Pos Jakarta Kota."

"Nama-nama itu?”

"Kasturba, istri Mahatma’ Gandhi, Ayub Rais jelas pa-

man Bung Hatta yang membawanya ke Jepang. Doktor
Sushila" Nayar, salah seorang murid perempuan Gandhi yang

setia ...."
"Dan, Nazir Pamuntjak, tokoh pergerakan nasional.

Orang yang mengenalkan Hatta pada Perhimpunan Indo-
nesia," potong Parada, mukanya dinaikkan. "Dasar Bodat!
Licik kau, Cok. Cerita ini kauungkap di belakang sehingga
dari tadi aku pikir kau mengembangkan hipotesis sendiri
tanpa petunjuk. Ah, Cok, berkuranglah nilai kece);dasan kau
di mataku. Nama-nama pada surat itulah yang menuntun

kau pada penelusuran modus pembunuhan!"

Mereka tertawa berbarengan. Tawa pertama mungkin di
ruangan Parada Gultom. Ruangan yang dianggap angker oleh

wartawan lain.

"Ah ya, besok kau berangkat ke Banda, ya?"

Seteta:h tawa keduanya reda, Parada memberi instruksi
seenaknya. Sehebat-hebataya Batu, dia tetap hams tunduk
pada perintah Parada.

"Bukankah Abang sudah dari sana?"

Batu menarik lembaran .tiket pesawat: Jakarta-Ambon
yang terselip di bawah map berwama biru. Parada terdiam,
wajahnya membeku. Ada rona keteaangan terpampang jelas
di wajahnya. Lama dia menatap Batu. namun , buru-buru dia
mengatasinya.

"Aku pulang dari Ambon, bukari Banda. Ada janji de-

ngan kawan lama di sana.”

"Umm ... baiklah. namun , mayatnya sudah dikirim ke
Jakarta," Batu berusaha menutupi rasa ingin tahunya. Dia
ingin menunda penyelidikan.

"Ya, sudah: Besok kaudatangi kamar mayat RSCM. Cari
petunjuk lain di sana."

"Baik, Bang.”

"ata akan turunkan berita dengan judul Pembunuhan
Gandhi!" Parada membayangkan berita itu akan menggem-
parkan negerikita . namun , raut wajahnya tidak berbinar seperti
tadi.

"Kawan kita di kepolisian ingin kita menahan berita itu,
Bang. Mereka tidak ingin itu mengganggu penyelidikan.”
"Kau ini. Sejak kapan kita tunduk pada keinginan polisi?
Kita ini negerikita raya bukan Divisi Humas Polri!"
"Tunda barang sehari-dua hari tidak masalah kan, Bang?
Kalau tak sabar, kita bisa kehilangap kontak di Trunojoyo.”
"Terserah kaulah. namun kawan kita itu bisa jamin ya, kalau
berita ini tidak bocor pada wartawan lain?"

"Tentu.”

Selesai. namun , percakapan itu meninggalkan misteri
Rahasia M eeae 225
untuk keduanya. Tiket perjalanan Jakarta-Ambon yang terse-
lip di bawah map biru mengganggu euforia kegembiraan
Parada Namora Gultom dan Batu Noah Gultom. Rekahan
yang membelah asa.

Sebelum keadaan berubah jadi lebih buruk, dia buru-

buru meninggalkan ruangan Parada. namun . tubuhnya me-
nubruk tubuh lain saat membuka pintu. Dia dapati Gatot
berdiri di depan pintu. Batu memelototinya penuh curiga.
"Hei. apa yang kaulakukan?" Dia yakin. Gatot mengu-

ping pembicaraannya dengan Parada.

"Dari tadi aku menunggu masuk," suaranya dikeraskan

agar didengar Parada.

"Bodat! Besok saja kau kemari!" teriak Parada dari dalam.
Dia masih kesal pada Gatot. "IT" * B " J.etapl. ang ....

"Pergi kau!"

Batu tidak mengacuhkannya lagi. Dia akan mengarungi
sebuah petualangan yang aneh. Tidak ada waktu untuk
memberi tahu Parada. Dia putuskan untuk langsung berang-
kat. Tidak sulit menemukan calo tiket di Bandara Sukarno-
Hatta.¢ .,

24

BON EKABE R WA] A Hcemberut menghiasi pagi Jakarta.
Dari bak kaca sedan mewah, mereka tampak seperti budak
yang dikirim menuju perkebunan koka. Setiap pagi datang,
perbudakan baru dimulai. Seharusnya, itu tidak terjadi jika
saja mereka tidak patuh pada hasrat yang ditawarkan televisi.
Perbudakan yang menawarkan kesenangan semu. Cambuk
Baron berganti nama jadi profesional. Ketja di kebun koka
Ibu Kota adalah candu yang memenjara.

Laju kereta menuju kebun koka tersendat oleh ke.macetan
pagi jalan Sudirman ke arm Bunderan Hotel negerikita .
Bising pagi memecundangi hari. Para pengemudi menahan
napas. Dalam antrean panjang kendaraan, beberapa minibus
terus mencari celah. Klakson tiada henti. Mereka tahu mobil
tidak mungkin bergerak, namun kepongahan sebagai yang
berpunya tetap harus ditunjukkan .

. Di dalam sedan mewahnya, Rian menunjukkan kegu-

saran. Tangannya tiada henti mcnyentuh keypad telepon
genggam. namun , handsfree yang terpasang di telinganya tidak
kunjung menerima kabar. Sejak tadi malam, dia terus coba
menghubungi tribuanatunggadewi . namun , telepon genggam gadis Be-
landa itu tidak akti£ Dia menelepon ke Hotel Hyatt, tempat
Ra hasia Meede 227

tribuanatunggadewi sementara menginap, jawaban dari petugas hotel
sarna saja. Kamar yang ditempatinya kosong tak berpenghuni.

Satu hari tidak muncul, awalnya dia menduga tribuanatunggadewi
dan nyi girah melanjutkan pesta kemarin malam. Menyambangi
klub malam sebagaimana kegemaran nyi girah . Mungkin mereka
lebih nyaman pergi berdua tanpa dirinya. Dia menghubungi
telepon genggam nyi girah , namun sarna saja, tidak akti£ Dia
telepon ke apartemennya, jawabannya sara dengan pelayan
hotel di Grand Hyatt. Dia sabar menunggu pagi, mungkin

salah satu dari mereka akan menghubanginya.

namun , dugaannya keliru, ini sudah dua hari. Hing-

ga dia terjebak di tengah kemacetan ini, tidak satu pun dari
mereka yang menghubunginya. Keadaannya tetap sarna de-
ngan semalam. Tidak satu nomor pun bisa dihubungi. Tele-

pon genggam, hotel, dan apartemen, sarna saja. Dia kehilangan
akal, tidak tahu lagi harus menghubungi siapa. Tidak ada

yang tahu ke mana tujuan keduanya sesudah lepas siang mere-
ka meninggalkan CSA. Hari yang sarna Rian tidak berada di
kantor, dia menghadiri pidato pengukuhan Guru Besar di

FEUI.

Jika ini sebuah lelucon, pada saat terbongkar nanti dia

tidak akan ikut tertawa. namun , lelucon mungkin lebih baik
daripada kenyataan tanpa kepastian. Lepas dari Centro, dia

pikir semua masalah tribuanatunggadewi sudah terpecahkan. namun

sekarang, gadis itu menghilang. Beberapa kali dia hubungi \'
telepon CSA, jawabannya sarna saja. Kedua gadis itu juga
belum masuk kerja.

Rian semakin gusar. Satu hari saja tidak masuk kantor,

gadis Belanda itu menghilang. Dia tidak ingin memperoleh
celaka. Riari memainkan gas BMW-nya, dia ingin secepatnya
tiba di CSA. Kalau pikiran buruknya menjadi" kenyataan,

ini akan jadi masalah besar.

228 £.5.1TO

"Jangan terburu-buru. Bam juga dua hari!"

Tanggapan tunggul tidak membuat keadaan jadi membaik.
Berbeda dengan Rian,. dia tidak terlalu menunjukkan kekha-
watiran. Tidak ada kabar selama dua puluh empat jam, bagi
tunggul bukan sesuatu yang perlu dipikirkan. Alat komunikasi
sudah menjadi hantu barn. Gampang membuat waswas. Pada-
hal dahulu , berbulan orang tanpa kabar berita tidak pemah
jadi masalah. Semakin maju peradaban, semakin manusia
dihantui ketakutan.

"namun mereka tidak bisa dihubungi?" Kegusaran Rian
makin menjadi.

"Sudahlah, kayak ibu-ihu saja ...."

"Lalu, apa yang harus kita lakukan?"

"Kita tunggu sampai nanti sore.”

"Oh tidak ...."" Rian tidak setuju.
"Lalu, hams bagaimana lagi?"

"Mungkin kita bisa mulai mencarinya.”

tunggul menggelengkan kepala. Hari ini dia tidak punya
agenda untuk mencemaskan dua orang perempuan itu.
Mungkin nanti sesudah agendanya yang menumpuk tersele-
saikan, dia bisa sempatkan waktu memikirkan keduanya.
Paling jauh, dia menyiapkan. teguran untuk nyi girah . Tidak
masuk satu hari sesudah izin setengah hari bukan tindakan
biasa yang bisa dilewatkan begitu saja. Sekretaris muda itu
perlu diberi peringatan. Apalagi dia membawa perempuan
asing kelayapan.

"Abang sarna sekali tidak khawatir?" Rian masih belurri
beranjak dari tempat duduknya.

‘aAl{U tidak mau diperbudak oleh henpon. Sinyalnya lebih
sering mengirimkan kecemasan dibanding ketenangan.”

- "Jadi kita menunggu saja?"

"Berikanlah ruing untuk prasangka baikmu,” tunggul tidak
Rahasi a Meede

mau melayani kecemasan Rian. "[Gra-kira, sudah sejauh mana
penelitian tribuanatunggadewi ?"

"Tampaknya dia sedikit ada masalah di ANRI."

"Dia cerita padamu?"

Rian menggelengkan kepala. Cadis itu tidak bercerita
banyak. Tenaga yang belum terpakai menembus tembok
kukuh ANRI, dia lepaskan dalam pesta semalam suntuk di
Centro. Mungkin ini salahnya juga. Mengapa pula malam
itu dia menyeret gadis itu dalam topik pembicaraan aidak
perlu. Tentang '98 dan Suharto.

"Tidak sarna sekali," dia menegaskan jawaban.

"Mungkin nanti sesudah dia masuk kantor.”

"Tya, kalau mereka kembali,” Rian bertambah kesal.

"Sejauh batas yang bisa dia capai, kita akan menunggunya
di tapal. Sekarang, mari kita bicarakan hal yang lebih penting.”
Kejumawaan yang tidak terobati. Rian tidak ingin me-
ngomentarinya. Jika tunggul sudah bicara seperti itu, dia sudah
menutup satu topik.

25

SAMUDRAIN DON ESIA membeFikan goyangan terakhir
sebelum.kapal kayu itu merapat di Pelabuhan Pokai, Sikaba-
luan, Pulau Siaerot. Delapan puluh lima kilometer jaraknra,
apabila ditarik garis lurus antara Padang dan Siberut.
Sembilan jam perjalanan waktu tempuh kapal kayu ini.
Kapal merapat pada de"rmaga sederhana. Kesibukan lang-
sung tampak di seantero kapal. Puluhan penumpang dari
Padang mengemasi barang mereka. Berbagai macam barang

bawaan dari Kota Padang yang memadati kapal. Beberapa
di antaranya karton-karton berisi televisi. Alat kemajuan yang
lebih sering menjadi media penghancur tatanan budaya lama.
Pukul enam pagi, kapal itu merapat di dermaga Sikabaluan.
laki-laki bertopi biro itu tidak terjebak dalam kesibukan
kerumunan penjemput di ujung dermaga. Dia mengambil
jarak dari orang-orang itu. Perawakannya sedang, kurang lebih
sarna .dengan perawakan orang Minangkabau lainnya. Setiap
sebentar, pandangannya jauh menatap batas dermaga dengan
tangga kapal yang baru dijulurkan. Satu per satu penumpang
menuruni tangga. Kuli-kuli loka! berwajah pedalaman lang-
sung menawarkan jasa mereka. Barisan penumpang yang
turun dari kapal semakin menyusut. laki-laki bertopi biro itu
mulai gelisah. Orang yang dia tunggu belum juga turon.

Dia mengeluarkan telepoa ganggam. Tidak ada nada panggil
23°,

2}1

tidak terjawab atau pesan masuk. Dia sangsi telepon genggam
orang yang dia tunggu diaktifkan.

"Bang Anwar Rosady?" sapa sebuah suara.

laki-laki itu menegakkan kepalanya. Di hadapannya berdiri
seorang lelaki muda menenteng ransel ukuran sedang.

"Iya. Panggil Ady saja, biar enak,” lelaki bertopi biru itu
tersenyum. Rasa kesal menunggu sudah ditelan angin laut.
"Tentu aku tengah berhadapan dengan Bung Batu dari koran
negerikita raya itu, bukan?"

"Tepat sekali.”

"Mari. Kita pindah kapal sekarang.”

"Pindah kapal?”

Ajakan Ady membuat Batu bingung. Dia pikir perja-

lanan jauh dari lepas pantai Padang ini sudah mengantar-
kannya di tujuan: Ternyata tidak.

. "Iya. Tiga jam perjalanan laut. Dilanjutkan sepuluh jam
perjalanan menyusuri sungai hingga hulu. Malam nanti kita
baru sampai di tujuan.”

. "Bukannya eli sini?"

"Tidak, Bung. Kalau semua yang diceritakan Daudy itu
benar, maka aku perlu membawa Bung ke Simatalu. Dari
sanalah tato-tato itu berasal.”

Jawaban-Ady membuat Batu penasaran. namun , dia tidak

ada waktu untuk berpikir lebih jauh. Ady langsung meraih

ranselnya. Kemudian, berjalan menuju dermaga yang lebih
kecil tempat kapal-;kapal kayu kecil merapat. Dua orang lelaki
loka! menyambut mereka. Ady tampaknya sudah kenal baik
dengan kedua lelaki itu.

"Anai leu’ ital7," sapa Ady dalam bahasli loka!. Keduanya
menyambut dengan senyum.

17Senang bertemu denganmu.

232

"Kambak mue bajak?18," tanya lelaki yang mengemudikan
kapal.

"Indak aku meken ka Paipajef9," jawab Ady.

Mesin tempel kapal dinyalakan. Laju kapal kecil itu
membelah ombak. Ba.tu duduk dekat. kemudi kapal. laki-laki
yang mengemudikan kapal mengenalkan dirinya, Anpaenung.
Sementara yang lebih muda, bernarna Darius Tasirilaulau.
Lama sekali Batu memandang kaki Anpaenung. Corak tato
pada kakinya mirip dengan salah satu sketsa yang dia bawa
dari Jakarta.

Batu sudah mempelajari berkas-berkas mengenai Anwar
Rosady. Master seni rupa dari Institut Teknologi Bandung

ini adalah seorang peneliti dan ahli yang langka. Dia mendala-
mi tate Mentawai. Kalau bisa memilih, Batu ingin bertemu
dengan Ady di Padang saja. Tentu dengan cepat lelaki itu
bisa menjelaskan makna dari sketsa gaabar yang dia dapatkan
dari Daudy. namun , dia tidak punya pilihan.

"Tato Mentawai, bidang yang Bung dalami tentunya?"

tanya Batu penuh basa-basi.

"Orang Mentawai menyebutnya dengan istilah Titi. Sa-

lah satu tradisi merajah tubuh, mungkin yang tertua di muka
bumi ini. sebetulnya , tradisi itu juga ada pada beberapa
suku lain di negerikita , seperti Dayak, Sumba, dan bahkan
tate tidak permanen pada suku-suku di Papua.” *

"namun , Mentawai paling tua?"

"Tampaknya seperti itu. Mungkin yang tertua di dunia,

lebih dahulu dibandiag tradisi yang sarna pada bangsa-bangsa
di Kepulauan Paifik. Untuk tahu itu, Bung hams menda-
18Bapak mau ke mana?

19Saya mau ke Paipajet.

233

lal!i peta antropologis dan penyebaran peradaban lebih da-
hulu.”

. "Seperti inikah coraknya, Bung?" Batu mengeluarkan

tujuh lembar kertas berisi corak tatoo

"Bung memperoleh kannya dari Daudy?" tanya Ady tanpa

menanggapi kertas-kertas itu.

"Va."

"Aku sudah memperoleh kan kiriman gambar itu beberapa
tahun silam dari Daudy. namun tidak berselang seminggu,
tiba-tiba Daudy telepon. Dia bilang kasus tato ini sudah
ditutup. Apa pangkatnya sekarang, masih Inspektur Satu?"
"Baru sebulan menyandang Komisaris."

"Hah? Cepat juga.”

"Jadi, Bung sudah mempelajari makna dari coiak gambar

tato ini?" Pertanyaan Batu langsung menusuk pada ttijuan
utama kedatangannya.

"Dari dahulu . Bahkan, aku tidak butuh waktu sehari untuk
memecahkannya.” Ady menunjukkan kejumawaannya sebagai
master dengan keahlian langka. "Ketika Daudy pertama tele-
pon, aku pikir ada penembakan misterius seperti zaman
Suharto yag menimpa orang-orang bertato. namun , saat

dia bilang kasus ini ditutup, dia hanya beri penjelasan singkat,
kematian orang-orang bertato itu terkait sebuah kelompok
anarkis-komunis. Polisi tidak perlu campur tangan menyeli-
diki kematian itu.”

"Pendapat Bung sendiri?” .

"Aku hanya dimintai pendapat terkait keahlianku.”

jadi, Bung tidak pernah pikirkan lagi kiriman corak

gambar dari Daudy itu?" Ada nada curiga dalam pertanyaan *
Batu.

"K.ala{. polisi sendiri sinis terhadap jejak penyelidikan,
234E.5.ITO

kenapa aku harus peduli?" Kesan menyembunyikan sesuatu
bisa ditangkap oleh Batu. «

"namun , Bung tetap berhubungan dengan Daudy?"

"Tidak bisa dibilang begitu juga: Paing-paling sekali

setahun, tiap lebaran saling kirim ucapan. Kita tidak pernah
lagi membicarakan kasus lama itu." Sebatang rokok menempel
di bibir Ady.

"Rokok, Bung.” Ady menyodorkan sebungkus Dji Sam

Soe pada Batu.

Batu sebetulnya bukan perokok. Dia sungkan menolak
tawaran Ady. Dia ikut membakar -sebatang Dji Sam Soe.
Tatap mata dan gerak bibir Ady menyembunyikan rahasia.
"Yang lama -sudah hilang digantikan oleh yang baru. Aku
heran, kenapa yang lama selalu disalahkan dan mesti dihilang-
paksakan. Mentawai tengah menuju kepunahan." Ady mulai
berkeluh kesah. Batu diam saja. "Di Jakarta sana, orang-orang
renis berteriak ten tang pentingnya pembauran. namun di
pelosok, Jakarta.melakukan penindasan budaya. Bala serdadu -
nya adalah televisi dan barang konsumsi. Apa jadinya Indone-
sia ini puluhan tahun mendatang, jika generasi sekarang tidak
pernah mengenal keragamannya sendiri, masa silam puaknya?
Isu pembaur-an etnis dan ras akhirnya tidak lebih dari isu
ekonomi. Hanya menyangkut mereka yang memegang sektor
ekonomi penting.”

"Di mana-mana keadaan sarna, Bung," tanggap Batu
singkat.

"Ya; pertarungan antara kebudayaan dan mesin kesera-

kahan. Tidak akan ada pemahaman keragaman budaya dalam
_ globalisasi. Yang terjadi aneksasi. Lantas siapa yang menang?
Primata-primata tanpa budaya. Tuan-tuan pemilik modal.”
Ady seolah-olah menunjukkan diri sebagai salah seorang aktor
Rahasia A (ede 235

seni. Tidak ada yang salah dari ucapannya. namun , ucapan
seperti itu sudah sering dikeluhkan, hanya sebatas utopia

" perlawanan.

Tar dan nikotin menjebak Batu dalam lamunan. Isapan \
rokoknya panjang. Tidak terlihat seperti orang yang jarang
merokok. Apa yang tengah dibicarakan oleh Ady dengan
berapi-api lewat begitu saja dari lamunannya. Dia tidak sedang
berada di kapal ini, namun di tengah-tengah perkebunan
cengkeh Minahasa dan ladang tembakau Deli.

"Kalau misteri corak gambar "tato itu sudah Bung pecah-
kan, buat apa aku ikut Bung menelusuri Mentawai?" Entah
karena pengaruh kretek yang diisapnya atau bosan mendengar
penuturan Ady; Batu memo tong seenaknya.

"Kareaa tato yamg ada pada tubuh-tubuh t npa

" nyawa itu tidak ada artinya. Terlalu mudah diterjemahkan."
"Lalu?"

"Ada masalah lebih besar dari sekadar corak tato.”

"Apa?"

"Toga Simatatak," Ady menceracau sendiri, namun cepat

dia sadar diri. "Untuk apa Bung mengungkap misteri tato

itu? Untuk ftature atau investigatif?:’

"Investigatif,” Batu menanggapi dengan cepat.

"Itu sebabnya aku mengajak Bung ke Mentawai.”

"namun aku belum mengerti.”

"Bung takut berlayar?" "

Tatapan Ady menertawakan Batu. Dia membayangkan,

ini adalah pelayaran pertama wartawan mud a itu. Paling
tidak, pertama kali dengan kapal kayu. Cibiran itu memancing
Batu. Tiba-tiba, dia merindukan puaknya.

"Kita semua anak pulau, Bung!"

E.S.ITO

It

Jaw ban Batu cukup untuk membungkam godaan Ady.

Batu memutuskan untuk istirahat. Melanjutkan pembicaraan
tidak akan ada artinya sebab Ady tidak akan buka mulut
hingga mereka sampai di pedalaman. ,

26

DIASIUMAN. Terbangun dalam ruang pengap dan gelap.
chucky berosaha bangkit dari ranjang kasar. Entah sudah berapa
lama dia tidak sadarkan diri. Kakinya menjejak lantai kayu.
namun , dia merasa terombang-ambing. Tangannya meng-
gapai-gapai berusaha mencari pegangan. Sesudah merasa
pijakannya kukuh, chucky kembali berusaha menjelajahi
roangan itu. T angan kirinya meraba dinding. Bidang yang
terbuat dari kayu. Tebal dan kasar. Terus bergerak ke kanan.
Sentuhan berbeda dia rasakan. Logam yang menjadi engsel
pintu. Dia menggapai-gapai mencari gagangnya. Tangan
kanannya nyaris memperoleh kan, namun kemudian dia terempas.
Seseorang membuka pintu dari luar.

Cahaya masuk menyergap. Sesosok tubuh lelaki me-
ngangkanginya. Melewati tubuh terjengkang itu, dia mem-
buka jendela. Cakrawala siang membuka mata. Perlahan dia
bangkit berdiri. Dia menatap keluar. Yang tampak adalah
biro laut berbataa pantai pasir putih. Mungkin dia sudah
berada di surga. namun , nyeri dan ngilu pada punggung atas
dan lengan kanan masih dia rasakan. Bagian tubuh itu seka-
rang terbalut kain putih. Surga masih jauh dalam angan.
"Siapa kamu?" tanya chucky dalam bahasa negerikita yang
canggung.

237

"chucky Stephanus Daucet .... Anda bisa panggil saya
Gatot." Dia mengulurkan tangan, kemudian membimbing
Robart duduk kembali di atas ranjang.

Jantung chucky berdegup kencang. laki-laki asing ini tahu
persis siapa dirinya. Ini tentu sangat menakutkan. Bahkan,
dia tidak yakin fredy krueger tahu nama lengkapnya.
"Berapa lama?" tanya chucky tidak lengkap. namun , Gatot
mengerti.

"Hampir tiga hari Anda tidak sadarkan diri. Butuh wak-

tu lama untuk mengeluarkan peluru dan menghentikan pen-
darahan. Anda sudah melalui yang terburuk.”

"guyfawkes dan fredy krueger ?" chucky masih membari ruang pada
asa di hati.

"Anda mungkin sudah melihatnya sendiri.”

"Het is onmogelijk!20 Aku pikir mimpi.”

"Kenyataannya itulah yang terjadi dan sekarang Anda
berada di sini.”

"Bagaimana akU ada di sini?” Satu-satunya yang dia ingat
adalah saat sebuah tangan mengangkat tubuh tidak
badayanya yang bergelayut pada tangga.

Gatot tidak menjawab pertanyaan itu. Gerak matanya
membimbing chucky untuk menengok ke arah pintu. Satu

sosok bertubuh kekar memberi senyum padanya. chucky
memandangnya tidak percayaa Sebab, lelaki itu adalah sopir
pribumi yang menemani mereka selama penelitian di Oud
Batavie.

Sopir itu tengah berada di parkiran saat mobil yang
dikemudikan soebandrio meninggalkan Hotel Omni Batavia. Dari
10'fidak mungkin

239

kejauhan, dia mengikuti mobil itu. Tidak sampai lima belas
menit, mobil ya,ng dia buntuti memasuki pelataran parki r di
belakang Museum S ejarah Jakarta. Dia menunggu beberapa
saat, memastikan orang- orang itu masuk ke dalam.

Hubungan baiknya dengan pettigas jaga museum mem-

buat dia leluasa masuk ke dalam areal musel,lm. S opir pribadi,
abdi kuli t putih, tidak patut dicurigai. Diam- diam dia teros
menguntit, hingga lima orang itu turon ke bawah. U ntuk

seki an waktu, dia menuriggu di Donker G ot yang gelap. Ada
sesuatu yang tidak beres di batik rencana p erayaan temuan
di bawah tanah.

S etengah jam kemudian, kecurigaannya terbukti. S ayup
terdengar suara tembakan di bawah sana. Tembakan kedua
hanya be rselang detik sesudah teriakan guyfawkes . Dia bingung
dan ragu mesti berbuat apa. Kejadian itu berlangsung dengan
cepat. Dia mendengar tembakan ketiga lima meni t kemudi an,
disusul tern bakan keempat. Dia sudah bersiap untuk turon

ke bawah; namun , saat dia sudah a enjulurkan kaki ke
bawah, ta ngga aluminium itu bergoyang. Dia mengintip
dalam gelap. S atu pipa besi dia pungut dari sudut Danke r

G ot. Dia bersiap menunggu sosok yang akan muncul di atas
permukaan.

Tan gan itu menggapai lantai, meraba- rabll mencari pe-
gangan. Tidak lama, sebuah kekuatan menariknya ke bawah.
Tubuh itu nyaris ter] erem!J ap. Sa pir itu cepat bereaksi. Pipa
besi itu dia masukkan ke dalam ro ngg a, kemudian diayun
kuat. Dar lip langsung terjengkang. Dia cepat meraih tubuh
chucky .

Tubuh Belanda yang angkuh itu tidak sadarkan diri.

Sa pir itu bisa mencari jalan tikus untuk melari kan chucky
tanpa diketahui penjaga museum.

E.5. ITO

"Nah, Anda tentU tidak kenal dengan lelaki ini. Namanya
bukan sesuatu yang pantas untuk diketahui. Dia hanyalah
sosok pribumi malas." Nada bicara Gatot menghakiminya.
"Maaf namun , mungkin belum terlambat untuk .... ”

chucky tertunduk malu. 'Sopir itu pasti bisa menangkap kesan
merendahkan yang selama ini mereka tunjukkan kepadanya.
"Sudahlah, lupakan saja. Sesudah 350 tahun bercokol di
sini, kami tahu benar tabiat bangsa Anda. Angkuh, sombong,
picik, dan mudah meren'dahkan orang lain.”

"Oke, aku sudah minta maaf .... "

Serangan dengan latar historis itu sebetulnya tidak tepat
sasaran. Sebab, nenek rilOyangnya tidak pernah berhubungan
dengan bangsa ini. Bangsa Wallon bahkan tidak kenal dengan
Kepulauan Nusantara. Dia kembali menengok ke arah pintu.

namun , sopir itu sudah_berlalu.

"Bagaimana cara aku berterima kasih?" Dia berusaha
menyentuh hati Gatot.

"Aku sudah katakan tidak perlu. Kami menyalamatkan
Anda karena sebuah urusan, bukan atas dasar kerrlanusiaan.
Ini hanyalah rangkaian awal dari bisnis kecil yang mesti kita
selesaikan. "

"Aku mohon. Tolong antar aku ke Kedutaan Besar

Belanda. Aku akan sangat berterima kasih .... " dia memba-
yangkan ama'n damai wilayah diplomatik.

"Apakah Anda berpura-pura? Atau memang sarna sekali
tidak mengerti apa yang sebetulnya terjadi?"

‘aku tidak mengerti. Demi T uhan.”

"Ada catatan fiktif di Kedubes Belanda yang menyatakan
bahwa Anda bertiga sudah berangkat libur ke Bali dua hari
yang Wu. Datang ke sana hanya akan jadi petaka, jejak Anda
akan tercium mudah.”

"Dari mana kalian tahu?"

"Ttu bukan urusan Anda. namun , kekuatan yang membu-

ru Anda sangat besar. Mereka bisa melakukan apa saja."

"Aku semakin tidak mengerti."

"Tidak perlu. Ini murni bisnis. Aku sebetulnya lebih

suka melihat Anda mampus semua. Sayangnya, kita aaa bis-. " nlS.
"Mampus?" chucky tidak tahu artinya, namun pasti se-

suatu yang buruk. laki-laki ini tidak inenyukainya. Malangnya,
nasibnya sekarang bergantung pada mereka. Dia mesti meren-
dah. "Tetap saja aku berterima kasih. Semoga aku bisa kembali
ke Belanda.”

"Itu tergantung bagaimana bisnis kita berjalan," Gatot

SInlS menanggapmya.

"Jadi, kalian ingin Ilpa?"

"Ada beberapa hal. Kita mulai dari yang mudah saja. '

Apa yang Anda cari di perut bumi Jakarta?"

laki-laki ini jelas sudah mengetahui setiap celah kegiatannya
selama di Jakarta. Tentu dia memperoleh kannya dari sang sopir.
"PeJ?elitian, itu saja.”

"Anda yakin?" tatapan Gatot tajam penuh selidik.
"Va. Menemukan De Ondergrondse Stad, kota bawah
tanah."

"Anda menemukannya?" a "Hanya terowongan tua."

"Apa yang Anda dapatkan di dalamnya?"

"Tidak ada, cuma pengap.”

"Hantu laut tidak senang dengan kebohongan Anda. Dia
bisa memanggil badai untuk melempar Anda. Tenggelam
untuk kemudian terapung berhari-hari aemudian," Gatot
mengancam dengan halus. Dia mengalihkan pembicaraan,
"soebandrio itu siapa?"

"Petugas Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta."
E.5. ITO

"Lainnya?"

"Hanya itu. Bukan aku yang berhubungan dengannya
namun guyfawkes . Pemimpin tim kecil kami."

. "Kami ingin Anda membuat sketsa ulang terowongan

tua. ll.\l mungkin bisa Anda kerjakan sesudah benar-benar
pulih."

"T api semua dokumen aku tinggalkan di Omni Batavia.
soebandrio pasti sudah mencurinya.”

"Tentu. namun daya ingat lebih kuat daripada catatan.
Lakukanlah untuk kehidupan Anda. Kami tunggu jawaban-
nya pada saat Anda benar-benar pulih."

chucky masih ingin mendebat. namun , gerak bibirnya
terhenti. Sapir itu masuk membawa nampan berisi makan
siang, tanpa mengucap satu patah kata pun. Layaknya hari-

, hari bisu yang dia Wui bersama tia peneliti Belanda itu.

27

TAIKABAG AT-KOAT sedang gelisah. Pada saat mentari
berusaha memanjat cakrawala, sang dewa laat itu menumpah-
kan amarahnya pada Samudra negerikita . Gelombang tinggi
menghantam karang-karang besar yang menjaqi gerbang
Pantai Paipajet. Ayunan ombak membuat kapal kecil kesulitan
melewati gerbang karang. Beberapa kali kapal itu coba merapat
ke pantai, namun ombak mengempaskannya kembali ke
tengah. Ini bukan peristiwa luar biasa di lepas Pantai
Paipajet. Laut senantiasa gelisah di barat Simatalu.

Dengan harapan yang tersisa, Anpaenung terus berusaha

me nahan laju ombak. Jika keadaan terus begini, solar tidak
akan cukup untuk menggapai tepian pantai. Mereka akan
terdampar, dihanyutkan Samudra negerikita . Jika mereka
cukup betuntung, mayat mereka mungkin akan ditemukan
di lepas pantai barat Mrika sana. Anpaenung mematikan
mesin kapal, semen tara Darius meneropong keadaan. Dia
tengah mencari celah di tengah ganasnya laut. Gerimis turun

tanpa diundang. Mentari yang tadi gagah menanjak sekarang
mulai dibekap awan. Badai di siang bolong.

Batu tampak tenang menghadapi kegelisahan laut. 0-
mongannya sebagai anak pulau terbukti sudah. Ady tidak
perlu rnernberi banyak harapan pada anak rnuda itu. Dia
E.S ."ITO

tegar menghadapi ketidakpastian laut. Keseharian yang dile-
wati oleh bangsa bahari ini.

"Ke sana,” pekik Darius.

Telunjuknya mengarah ke arah barat daya. Gulungan

ombak tidak begitu tinggi, mungkin ada celah untuk didaki.
Anpaenung segera menyalakan mesin kapal. Mungkin ini
usaha terakhir. Dia menyalakan sebatang rokok. Kapal kecil
itu laju membelah ombak. Bagian depannya terangkat nraris
menjungkirbalikkan kapal. namun , Anpaenung terus melajukan
kapal mendaki ombak. Kapal kecil itu terempas. Jika saja ada
karang di bawah sana, kapal itu sudah pecah berkeping-keping.
Peruntungan mereka cukup baik. Kapal kecil itu berhasil
melewati gulungan ombak. Lajunya tidak tertahankan lagi
melewati riak yang agak bersahabat. Mereka mendekati Pantai
Paipajet. Menemukan sepi dengan latar belakang hutan be-
lantara.

Anpaenung membawa kapal itu menyusuri pantai. Me-

reka menuju muara sungai. Kapal kecil itu memasuki mulut
sungru, bergerak ke hulu. Anpaenung tidak bis:}. membawa
mereka lebih jauh. Semakin ke hulu, sungai itu terlalu dang-
kal untuk ditempuh dengan kapal bermesin.

Di tengah belantara hutan, kapal kecil itu merapat pada

satu bangunan rumah yang menjorok ke tepian sungai itu.
"Kita sudah sampai,” bisik Ady pada Batu.

"Simatalu?" Batu ingin memperoleh kepastian .*

"Ya. Daerah Paipajet ini merupakan bagian dari kampung
Simatalu. namun , bukan ini tujuan kita.”

"Lantas ill mana?"

"Ulubaga. Kita masih butuh waktu setengah hari lagi

untuk mencapai tempat itu dengan sampan.”

"Hah?" -Batu menatap Ady nyaris tidak percaya. Dia

masih ingin bertanya, namun Ady sudah menjejakkan kakinya
Rahas ia M etae 24-5

ke daratan. Dia hanya melambaikan tangan, memberi- isyarat
pada Batu untuk mengikutinya. Sementara, Anpaenung dan
Darius mitsih terus mengepulkan asap rokok. Keduanya tidak
bisa lepas dari tar dan nikotin.

""Rusuk,” bisik Ady pada Batu, “itu sebutan untuk ba-
ngunan ini. Rumah yang dipakai sebagai tempat tinggal

oleh orang muda. Kita istirahat satu-dua jam di sini.”
"Dh, baiklah,” Batu menanggapinya dengan gumaman
pendek.

Rusuk itu sepi tak berpenghuni. Bangunan rumah pang-
gung tanpa kamar dengan bentuk memanjang. aada salah
satu ujung ruangan, Ady menggelar dua lapis. tikar dari daun
pandan hutan.

"Gunakan waktu istirahat dengan baik, Bung,” Ady
mengingatkan.

. Dia langsung merebahkan tubuh. Tidak butuh waktu

lama, alam "Mentawai membawa Anwar Rosady ke alam
mimpi. Sementara, Batu sulit sekali memejamkan mata. Ri-
buan tanya memenuhi benaknya.

Cahaya mentari menembas sela atap rumbia dan dinding
rusuk dari kulit kayu. Batu membuka mata. Dia lihat jam
tangan, pukul setengah dua belas siang. Di sampingnya, dia
tidak lagi menemukan Ady. namun , ransel ukuran sedang yang
dibawa Ady masih tergeletak di atas tikar. Cepat bangkit,

dia bergerak keluar rusuk. Di pinggir sungai, dia tidak lagi
memperoleh i perahu motor. namun , Ady dan Anpaenung masih
ada di sana. Batu bergegas menuruni rusuk.

"Kita berangkat sekarang, Bung,” ajak Ady. Sudut mata-

nya melirik sampan yang tertambat di pinggir sungai.
"Baiklah."

"

Batu melemparkan ranselnya ke atas sampan. Anpaenung

ikut dengan mereka. namun tadi dia tidak sempat istirahat.
Dia malah kelayapan masuk kampung di pedalaman .

. "Anpaenung orang Ulubaga. Dia sekalian pulang kam-

pung sesudah tiga bulan di Sikabaluan,” bisik Ady pada Batu.
Wartawan negerikita r.aya itu hanya menganggukkan kepala.
Dia tidak mau membuang tenaga dengan menanggapinya.
Selama perjalanan tadi, Anpaenung tidak pemah berbica-

ra kepada Batu. namun , lelaki asli Siberut itu bisa berbahasa
negerikita . Sesekali dia berbicara dengan Ady. Tentang peng-
hidupan yang payah, ombak, gelombang, dan tembakau.
Sampan itu merayap pelan menyisiri sungai menuju hulu.

Tai Ka-Manua, sang dewa langit berbaik hati. Dia mengusir
badai dari langit. Lewat pucuk-pucuk pohon, terik mentari
menyinari sungai yang semakin ke hulu semakin bening. Dari
kejauhan terdengar panggilan alamo Bunyi beragam- hewan
bersahutan.

Anpaenung terampil mengendalikan perahu. - Dia menga-
yuh dan mengendalikannya dengan dudunung, pengayuh
sampan dari bambu. Batu tidak berucap sepatah kata pun.
Ady membiarkannya. Pikirannya jauh menerawang. ‘Ini seperti
mimpi yang membuat ruang punah. Kemarin dia masih
berada di belantara beton Ibu Kota, sekarang dia berada di
tengah-tengah belantara yang jauh dari pikiran masyarakat
konsumtif Jakarta. '

"sebetulnya untuk apa Bung membawaku sejauh ini?”

tanya Batu memecah keheningan. Pandangannya tajam menu-
suk. . .

"Mereka menunggu .. Bung," jawaban Ady membingung-
kan.

"Mereka itu siapa?"”

"Orang-orang Ulubaga.” .

‘Jangan bergurau, Bung. Itu tidak masuk aka!. Aku

Rahasia Meede 247

bahkan baru kali ini masuk pedalaman Mentawai. Bagaimana
bisa?"

ceDi pedalaman sini tidak semua hal bisa dimengerti,

Bung. Kebenaran tidak bisa selamanya diterjemahkan sebagai
sesuatu yang logis. Merelq!. tahu Bung akan datang. Dia sudah
meramalkannya. Seseorang dari Jakarta akan mencari."

"Dia itu siapa?"

"Arnan Sinene. Sikerei dari Ulubaga."

"Dukun?"

"Dalam dunia urban Bung, bisa disebut seperti itu.”

"Ada-ada saja.”

Batu menaaggapinya sinis. Dia tidak mau memberi

ruang untuk hal-hal yang tidak logis. Dia tidak mau mundur
ke belakang. Praktik-praktik seperti itu tdah mengisolasi
sebuah masyarakat.

‘apa dia juga meramalkan bahwa aku mulai bosan di-
belantara ini?" Batu mengungkapkan k.egusarannya.

"Kalau Bung memang tidak percaya, tidak usah bicara

seperti itu,” Ady terlihat kurang senang.

"Tidakkah Bung sadar bahwa kepercayaan itu yang

membuat mereka terisolasi dari dunia modern? Terpenjara
dalam kehidupan yang bahkan tidak mengenal zaman logam.”
jadi, apa yang Bung sebut dengan modernisme?" Ady

cepat memotong.

"Ya. Jika mereka bisa beradaptasi dengan peradaban ...."
"Aku mengerti. Mari kusederhanakan jawaban Bung.
Modernisme dalam angan kita yang mengaku beradab ini
adalah jika manusia memiliki jiwa Timur Tengah dan tubuh
Barat. Mereka diwajibkan untuk memeluk !,alah satu agama
langit, Islam, Kristen, atau Katolik. Kita sebut itu sebagai
penyelamatan. Lantas mereka dikenalkan dengan uang dan

membangun hubungan sebagaimana pragmatisme yang kita
E.5. ITO

dapatkan dat:i sifat dagang. Jika mereka mengenakan Levi's,
Armam, atau menyemprot tubuh dengan Hl!go Boss dengan
gelang akar berubah jadi Rolex, kita akan menyebut mereka
sudah keluar dari ketertinggalan. Menjadi manusia modem
sesungguhnya. Bukankah begitu, Bung?"

Ady tidak melepaskan Batu dm tatapannya. Wartawan

itu gelagapan, tidak tahu harus menjawab apa. namun , di luar
pemyataan hiperbolisnya, kata-kata Ady mewakili jalan pi-
kirannya.

jika sebuah pohon tumbuh tanpa biji yang kita semai,

apakah logika modern Bung tetap akan menolak itu?" Ady
masih belum ingin berhenti, sementara Anpaenung terus
mengayuh sampan. "Mereka sudah berabad':'abad hidup de-
ngan alam sejak masa yang tepermenai oleh waktu. Keajaiban
yang tidak bisa diterima oleh logika kita bagi mereka adalah
kesaharian hidup. Alam menjadi begitu ajaib karena mereka
tidak memiliki satu dosa yang menjadi penyakit kita, kesera-
kahan. Aku sudah katakan, jika kita tidak bisa lepas dari
hukum penawaran dan permintaan, selamanya keserakahan
akan bersarang di hati. Kenapa Bung harus gusar melihat
mereka masih percaya pada hukum kebutuhan dan keter-
sediaan. Kenapa Bung mesti berpikir keras untuk membawa
mereka pada apa yang Bung sebut sebagai dunia modern,
jika sesuatu yang tampak berbeda ini adalah surga bagi mere-
ka? Penyatuan dunia tidak seharusnya berarti penyeragaman,

seharusnya kita bisa hidup dalam harmoni.”

Ady membuang ludah. Dahak mirip putih telur itu

untuk beberapa saat mengapung di atas air sungai yang
bening. Dia menampilkan sosok sebagai orang seni sejati.
Alat-alat kemajuan modern baginya tidak lebih dari perangkat
yang pastinya akan muncul. Bukan sebuah keajaiban yang
Rahasia Metae 24-9

menjadi kunci kebahagiaan seluruh umat manusia yang bera-
gam puaknya.

"namun , sampai kapan mereka akan bisa bertahan?"” Batu
akhimya buka suara. 'Jauh di seberang sana, manusia-manusia
moaern sudah mematok harga untuk tiap jengkal tanah dan
isi pulau ini. Pada akhimya, mereka semakin kehilangan ruang
hidup. Mereka tidak mungkin bisa mengelak dari satu pilihan
yang disodorkan. Cepat atau lambat, lembflran uang akan
menggantikan lembar daun kepercayaan mereka."

"Ya. Arat Sabulungan tengah menuju kepunahan. Keper-
cayaan dengan medium dedaunan itu sudah kehilangan nilai

di sebagian besar daerah Mentawai. Modemisme artinya
menenggelarnkan identitas lokal dengan satu logika tunggal
budaya yang diserukan televisi,"” Ady kembali mengeluh.
"Walaupun aku tidak sepenuhnya setuju dengan pikiran
Bung, memang demikianlah kenyataannya. Globalisasi mung-
kin tidak lebih dari kelanjutan episode kolonialisme. Sebagai-
mana jalan sejarah, mere.ka memulai dengan cara yang sarna,
bukan lewat ekspansi negara namun serikat dagang. Entah
bagaimana akhimya.” Sulit bagi Bam untuk tidak berpihak
pada jalan pikiran Ady. Ahli tato Mentawai itu sudah melebar-
kan ruang diskusi.

"Ya," Ady menjawab lemah.

Sampan terus merangsek ke pedalarnan. Kayuhan dudu-

nung Anpaenung seirarna dengan jalan pikiran Batu. Semakin
jauh menempuh sungai, semakin dalam menjelajahi kemur-
nian alamo

28

"BODAT."

Dia mengumpat dalam bahasa Batak penuh logat. Di

ruang rapat redaksi yang hanya eukup untuk lima orang itu,
tidak ada yang berani menyela Parada Gultom. Setelah rapat,
dia terus menggerutu. Pintu ruang kerja dia banting. Tidak
lama berselang dia keluar lagi, lengkap mengenakan jaket
kulitnya yang kuma!. Jelang tengah malam, seperti biasa,
adalah waktu pulangnya. Dia tidak bemiat lagi menunggu
Batu. Terlalu banyak toleransi untuk anak itu akan membuat-
nya eepat besar kepala.

Deru vespa tuanya memberi napas lega bagi setiap karya-
wan yang masih bertahan di kantor. Gultom pergi, mereka
‘jadi leluasa mempergunjingkan Batu.

Gultom melewati jalan yang sarna seperti malam-malam
sebelumnya: Menasuri jalan keeil yang biasa dilewati angkut-
an kota mikrolet nomor tiga puluh dua. Keluar di Jalan
Pahlawan Revolusi. Belok ke kiri menuju Pul0 Gadung tem-
pat dia bersama istri dan tiga .anaknya mengontrak sebuah
rumah petak sederhana. Pemimpin redaksi negerikita raya ada-
lah orang yang sederhana dalam artian simbolik dan harfiah.
Parada Gultom begitu bangga dengan kehidupan yang dia
250

251

jalani. Kekurangan tidak lagi membuat dia berang. Dia sudah
terbiasa menerima ketidaksempurnaan kota ini.

Menit menjelang pergantian hari ini, jalanan mulai tam-

pak sepi. Gultom leluasa mengambil belokan ke kiri pada
pertigaan Jalan Pahlawan Revolusi. Mulutnya kering, perut

keroncongan. Beberapa warung tenda yang menjual nasi
goreng lengkap dengan jeruk hangat kesukaannya menggoda
Gultom. namun , saat godaan itu nyaris membuat dia meng-
hentikan laju vespimya, dia teringat pada sang istri. Tidak
satu malam pun dilewatkan oleh perempuan itu, tanpa me-
nunggu kedatangan suaminya. Nyonya Gultom sudah menye-
suaikan jadwal rumah tangganya dengan jadwal kerja sang
suami. Untuk makan malam, dia memasak dua kali. Pertama
untuk tiga orang anaknya. Kedua untuk sang suami. Nasi
goreng polos tanpa telur setiap tengah malam. Tiga tahun
sudah menu itu bertahan.

Lampu merah pada perempatan sebelum J alan Bekasi

Raya menahan laju vespa Gultom. Dia jenis manusia be-
rangasan yang aneh untuk ukuran pengendara . motor di
Jakarta. Lampu merah pada saat tengah malam saat ken-
daraan boleli dikatakan tinggal satu dua, di Jakarta tidak ada
yang akan mengacuhkannya. Terobos terus, keselamatan tidak
lebih dari masalah nasib. Gultom lain, dia begitu taat pada
aturan lalu lintas.

Kendaraan yang berhenti di perempatan itu nyaris ko-

song. Kalaupun ada kendaraan yang satu jurusan, mereka
memilih untuk menerobos la kosong. Sebuah mobil jenis
jeep Cherokee dengan cat putih berhenti persis di belakang
motor Gultom. Lewat spion dia bisa membaca nomor polisi-
nya, B 395 BM. Dia tersenyum sendiri, memang dia lebih
sering senyum sendiri, Cherokee di belakangnya itu pastilah

milik perwira TN!. BM, Bantuan Militer, entah mengapa

mobil yang disebut bantuan itu haruslah berwujud sebuah
kendaraan mewah yang mahal. Jauh di atas rata-rata daya
beli masyarakat negerikita yang sudah membiayai ten tara
dengan pajak.

Lampu hijau menyala, vespa itu bergerak pelan. Asap

yang keluar dari knalpotnya melebihi volume gas buang yang
dikeluarkan oleh motor normal. Cherokee itu juga berjalan
perlahan persis di belakaag Gultom. Dari balik spionnya,
Gultom bisa membaca keadaan itu. namun , dia tidak bisa
menabak, mengapa kendaraan itu melambat. Tidak secepat
saat tadi mendekatinya di perempatan jalan. namun , pe-
rasaan curiga' cepat-cepat dia tepis. Paling-paling Cherokee
itu dikendarai

anak seorang jenderal. Mungkin dia tengah

mabuk, minum pil, atau malah main perempuan di dalam
mobil yang betjalan pelan itu.

Pertigaan terakhir, vespa itu melintasi jalan yang kosong

belok kanan menuju jalan kecil dua arah. Gultom mengintip
lewat spion, Cherokee itu ikut belok. Dia memacu laju vespa-
nya. Perasaan khawatir mulai menghinggapi pikirannya. Sebe-
-lum dia sampai di mulut jalan kecil itu, Gultom terenyak.

Di hadapannya, Cherokee berwama putih lainnya sudah me-
nunggu, nomor polisinya tidak jauh berbeda, B 390 BM.
Lampu sorotnya tepat menembak mata Gultom. Dia berhen-
ti, bingung harus bagaimana. Dua buah Cherokee berwama
putih dengan pelat bantuan militer, jelas mengincar dirinya.
Ketika Gultom masih terbengong-bengong, kedua mobil

itu sudah mengepung rapat dirinya. Dari dalam kedua mobil
itu, lima orang lelaki dengan tubuh besar dan rambut cepak
keluar. Mereka menciduk Gultom tanpa perlawanan.

Nyonya Gultom, dia terus menunggu seseorang yang

tidak akan kembali.

Rahasla Mude 253

Sekarang, Tuhan mencabut waktu dari pranata semesta. ,
Gelap; yang teras a hanya pengap dan bau tidak sedap.
Guitom tersandar pada sudut sempit ruangan yang berukur-
an tidak lebih dari 2 x | aeter. Selain tidak bisa melihat,
telinganya juga tidak mendengar suara apa pun. Tempat itu
seperti sebuah sudut terpencil di muka bumi di mana bandul
jam tidak lagi bergerak. Sudah berapa lama di sini, dia tidak
tahu. Kemampuannya menderetkan angka, kemudian melaku-
kan penambahan dan pengurangan sontak- hilang. Yang dia
ingat, saat dia dipaksa masuk ke dalam Cherokee yang
mengadang vespanya pada jalan sempit menuju rumahnya

di Pulo Gadung, waktu menunjukkan pukul dua belas malam .
Tebih sedikit. Di dalam ruangan tanpa cahaya dan suara ini,
rentang waktu terasa begitu lama.

Dia mendengar sebuah suara. Langkah kaki bersahutan.

Dua orang tengah mendekati ruang sempit ini. Guitom siap
menerima kejutan berikutnya. Derit suara besi berdecit saat
pintu dibuka. Cahaya kecil dari senter menari-nari mencari
sudut dudukan Gultom. Dia coba berdiri mengadang orang-
orang itu. Bam saja mencoba jongkok, Gultom terempas.
Pergelangan kakinya temyata terikat longgar pada sebuah
rantai besi.

"Apa mau kalian?" hardik Gultom pada dua orang yang
mendekat itu.

Tidak ada suara jawaban. Borgol kakinya dilepas. Mata-

nya ditutup dengan kain hitam. Sekarang, giliran tangannya
yang diborgol. Cengkeraman borgol itu mencekik kulit tangan
Guitom. Perih, namun dia tidak mau teriak. Dia dipaksa
berdiri .. Kemudian, digiring keluar ruangan itu.

"Parada Namora Gultom."”

Dia didudukkan pada sebuah kursi besi. Walaupun
matanya tertutup kain hitam, Parada bisa merasakan cahaya

dari sebuah bohlam. Mungkin dayanya tidak lebih dari 40
watt. Panggilan itu adalah. suara pertama yang dia de*jgarkan
sesudah sekian lama. Dia diam, menunggu kalimat berikutnya.
Sunyi cukup lama.

ca

"Parada Namora Gultom,"" ucap suara itu lagi. "Negara

ini menginginkan Attar Malaka, di mana dia sekarang?"

"Dia sudah mati.”

"Jangan bohong!"

"Tidakkah kalian pemah baca berita? Dia tewas dalam
kecelakaan bus di jurang Palupuah,- Sumatra Barat. Dia te-
ngah dalam perjalanan ke Aceh.”

"N garang kau. Di mana dia sekarang?"

"Kalian cari saja di ujurig langit. Mungkin dia tengah
bercengkerama dengan bidadari atau bergurau dengan malai-
kat," Gultom menguji-uji.

"Di mana dia? Gultom!" Suara itu meninggi.

Gultom bungkaf!] tidak bersuara. Interogasi ini mulai
mengarah pada sesuatu yang sangat serius. Yang bisa dia
lakukan hanya nienunggu. Menjadi korban penculikan artinya
mati kehendak dan inisiati£ Dia menduga, ada tiga orang
yang berada di dalam ruangan itu. Dari tadi hanya satu orang
yang terus-menerus menanyainya. Tutup matanya dibuka.
Pandangannya menerawang tiga orang interogator, dua orang
di antaranya berperawakan ten tara. Lalu, dia menatap sebuah
rak besi di depannya. Seutas kabel menghubungkannya pada
stop aontak listrik.

La Parrilla, rak besi. Cerita tentang kekejaman Augusto
Pinochet di Chili adalah favoritnya selain cerita tentang
Suharto. La Parrilla, rak besi itu mengalirkan arus listik. Pada
rangka besi itu, orang-orang yang dianggap berseberangan
dengan Pinochet disetrum dari kepala hingga ujung kakinya.
Pengakuan, itu yang menjadi tujuan sebuah penyiksaan.

255

namun dalam kondisi seperti ini, inating istimewa manusia
muncul. Tubuh mereka mungkin bisa dihancurkan, namun
jiwa dan semangatnya tidak mungkin dikalahkan. "Insting itu
pula yang menaungi Gultom. Dalam kondisi seperti ini, dia
masih sempat membayangkan Pinochet.

Tubuhnya ditarik, kemudian diikatkan pada rak besi itu.
Tidak lama terdengar jeritan pilu. Sebuah pesan dari neraka
yang diciptakan manusia. Neraka yang sangat dalam, jauh
dari logika dan nalar kemanusiaan.

29

DEN TAN GS UA RA Kateuba membungkam jangkrik pada
malam hari. Gendang yang terbuat dari batang aren yang
dilubangi dengan salah satu bagian ditutup dengan kulit ular
phyton itu memanggil manusia dalam hening malam. Sesekali
terdengar gemerisik suara no-nonong. Kentungan kecil itu
melekat pada tangan sikerei yang terus menari di pinggiran
sungai. Belasan orang mengerumuninya dalam tanya. namun ,
semuanya membisu. Membiarkan sang dukun tell;ls maturuk,
menari dan menyampaikan pesan dari langit. Walaupun
gerirnis turun perlahan, orang-orang tidak hendak beranjak
dari tempat mereka berkerumun. Di kejauhan terdengar suara
joja, simakobu, dan bokkoi. Kawanan monyet itu tengah
merayakan hujan.

Tarian sikerei semakin cepat dan tidak terkendali. Sabu-
lungan di tangannya terus dikibas-kibaskan. Dedaunan yang
dimasukkan ke dalam lingkaran pucuk rumbia itu adalah
tempat ruh-ruh menyampaikan pesan. Dia mulai kesurupan.
Tai Kabagat-Koat sudah mengantrukan orang yang ditunggu .
hingga muara sungai. Tai Ka-Manua melindunginya dari
tetjangan badai, hujan, dan angin kencang. Tai Ka-Leleu
membimbingnya masuk menuju pedalaman. Dia sudah da-
tang. Sikerei terus menyuarakannya. Laki-laki dan perem-

Ra hasza M eede 257

puan yang mengerumuninya salingoberpegangan tangan. Ini
bukan kabar biasa dari alam gaib. Mereka sudah menunggu
begitu lama. Lebih dari empat puluh purnama.

Sampan itu menyusuri sungai dalam gelap. Anpaenung

hanya menyiapkan satu senter untuk menuntun sampan. Rute
ini bukan sesuatu yang asing baginya. Malam terus merayap,
Batu merasa perjalanan ini tidak memiliki akhir. Lepas petang
tadi, seharusnya mereka sudah sampai di Ulubaga. namun ,
air dari hulu cukup deras. Sampan itu harus merayap melawan
arus. Ady sudah menghabiskan dua bungkus rokok. Anpae-
nung tidak terhitung lagi. Muluinya tidak pemah lepas dari
tembakau.

Pijar cahaya dari kejauhan nyaris menyilaukan mata.

Samar terdengar suara gendang dan teriakan suarao dalam
irama yang tidak beraturan. Batu menegakkan kepalanya. Ini
bukan pengalaman yang menyenangkan. Dia tidak tahu
makhluk apa yang menunggu mereka di ujung sana. Semakin
dekat, semakin jelas terlihat sumber cahaya. Beberapa obor
menerangi kerumunan orang yang berdiri melingkar. Seorang
di antara mereka menabuh gendang. Satu orang lrunnya yang
hanya mengenakan cawat dari kulit kayu terus meliuk-liuk.
"Mereka sudah mengetahui kedatangan kita,” bisik Ady

pada Batu.

"Tidak mungkin!" wajah Batu sesaat pucat.
"Ttulah kenyataannya, Bung. Dunia mereka terlalu sem-
puma sehingga pesan langit langsung bisa diterima. Alat
komunikasi hanya untuk menutupi kelemahan manusia.”
"namun ...."

Batu masih tidak bisa memercayainya. Ady menepuk

bahu wartawan negerikita raja itu, memberi pesan ketenangan
untuk menghapus ketegangan.

°

"Bung, kita sudah sampai di Ulubaga,” seru Ady pada

Batu.

Batu hanya melongo diam saat belasan orang itu
mengerumuninya .. Sebagian dari mereka sudah mengenakan
pakaian layaknya "manusia modem". Sisanya berpakaian se-
adanra. Laki-Iaki hanya mengenakan kabit, cawat dari kulit
kayu. Lengan, kaki, dan beberapa bagian tubuh mereka dira-
jah dengan tato. Sedangkan, dua orang perempuan hanya
mengenakan lepet, himpunan dedaunan yang menjadi rok.
Semen tara, payudara mereka menantang bulan sabit.

Sikerei itu sudah berhenti menari. Dia tidak ikut dalam
kerumunan orang. Sesudah melepaskan ogok, dedauaan yang
menjadi perhiasan di atas kepala, dia beranjak pergi. Sebagai-
mam. kedatangannya, kepergiannya pun meninggalkan tanda
tanya. namun , tidak ada yaQ.g berani melemparkan tanya
kepada lelaki tua itu. Tugasnya mengantarkan pesan dari
langit malam ini tunai sudah. Dia sudah datang. Orang dari
tepi. Batu terus menatap hingga dia hilang ditelan gelap.

Tato dengan motif bintang pada pundak Sikerei menarik
perhatianriya. *

"Atak kulek kuiak ekeu sinek?21," lelaki lokal yang menge-
nakan celana dan kemeja lengan pendek itu menyapa Ady
bersahabat. Dia melemparkan tanya sambil tersenyum.

. "Indak aku mo bebeiger?2," jawab Ady membalas senyuman.
laki-laki lokal itu langsung tertawa keras. Belasan orang

yang mengerumuni mereka juga tidak kuasa menahan tawa.
Ady tampaknya tidak sekali dua kali mengunjungi mereka.
Dia sudah menyatu dengan masyarakat Ulubaga ini. Sementara,
21 Ke mana sajaa tidak pernah kelihatan? 22 Aku sibuk mencari rotan.
Rahas ia MUae 259

Batu hanya melongo diam. Laki-Iaki itu beralih mendekati-
nya.

"Selamat datang di kampung kami yang sederhana ini.

Kami telah begitu lama menunggu kedatangan Saudara," dia
berbicara dalam bahasa negerikita . Batu memandangnya ham-
pir tidak percaya.
"Anpajanang, beliau seorang Rimata. Pemimpin adat di
Ulubaga ini. dahulu pernah merantau ke tepi, tepatnya di
Padang. Itu sebutan mereka untuk daerah luar Siberut. Ja-
ngan heran,” bisik Ady paClIa Batu.

"Terima kasih, Pak," Batu hanya berucap pendek.
"Sebaiknya Saudara-Saudara beristirahat sekarang. Esok
hari mungkin akan jadi hari yang panjang. Kami sudah tidak
sabar."

Kalimat bahasa negerikita Anpajanang jelas dan bersih.
namun , Batu tidak memahami makna kata-katanya. Dia lihat
ke samping, Anpaenung sudah lenyap. Dia mungkin sudah
pulang ke rumah.

"Di mana "kami bisa menumpang malam ini?" tanya Ady.
-"Anteraklasau telah menyiapkan segalanya untuk Sau-
dara."

Pandangan Ady langsung beralih pada lelaki dan perem-
puan yang dari tadi terus menatap Batu. Mereka hanya
memberi isyarat dalam tatapan sendu. Pasangan itu memen-
dam kesedihan yang tidak mungkin terungkapkan lewat kata-
kata. Batu memerhatikannya dari tadi. Yang dia tidak me-
ngerti adalah: apa hubungan semua itu dengan dirinya.
Mereka menyebutnya uma. Rumah panjang itu memiliki
serambi terbuka. Dalam lingkungan patrilineal, biasanya uma
menampung lebih dari satu keluarga di mana istri ikut dalam

keluarga suami: Di atas pintu masuk rumah pangguag itu,

tergantung beberapa tengkorakjoja yang berhiaskan dedaun-
an. Pada bagian dalamnya, selain ruang keluarga tanpa sekat,
juga ada puturukat. Ruang yang dipakai oleh sikerei

untuk maturuk atau menari.

Uma yang didiami oleh Anteraklasau hanya dihuni oJeh
satu keluarga. Dia, istri, dan satu orang anak perempuannya
yang berumur awal dua puluh tahun. Suarni istri itu tidak
banyak bicara. Anteraklasau juga bisa berbahasa negerikita
walaupun tida selancar Anpajanang. Dia hanya berucap
pendek saat memperkenalkan istri dan anaknya.

"Inan, istriku. Jeire, anak gadisku."

Batu ingin mengajukan pertanyaan lebih jauh. namun ,

Ady memberi isyarat agar dia memilih diam. Batu kembali
melorigo, hanya bisa menatap Jeire. Berbeda dengan ibunya
yang hanya mengenakan lepet, gadis itu mengenakan kaus
dipadu dengan lepet. Perawakannya sedang dengan wajah
mirip orang-orang Indocina. Jeire memancarkan kecantikan
yang terasing. Isolasi selama ribuan tahun dengan ketiadaan
kawin campuran memelihara kemurnian garis keturunan

Proto Melayu ini. Penampilan mereka tidak jauh berbeda
dengan nenek moyang bangsa Melayu yang datang dari
Hindia Belakang dua ribu tahun silam.

Pada ujung selatan rumah, Jeire menggelar tikar. Isyarat
matanya mempersilakan Batu dan Ady untuk merebahkan
tubuh. Tiada sekat di dalam uma. Keluarga itu memilih tidur
di ujung utara. Batu sudah tidak sabar untuk melelapkan
tubuh. Penat tel3h menotok setiap aliran datah dan energi.
Menyisakan tubuh yang tidak berdaya.

Tikar itu teras a hangat. Terbuat dari anyaman heihejet,
rotan seukuran jbu jari yang dibelah dua. Di ujung lain] dia
lihat Ady masih berbincang dengan Anteraklasau. Dia tidak

mengerti apa yang tengah mereka bicarakan. Sarna dengan

ketidakmengertiannya mendengar dengusan babi di bawah
rumah yang dijadikan kandang. Dia berusaha memicingkan
mata. Tidak butuh waktu lama, kesadaran Batu mulai tereng-
gut dari jasadnya.

"Ama/eian i113!"

Teriakan histeris itu seketib membuat Batu terjaga. Dia
bangkit dari tidur. J auh di ujung utara, dia lihat loan me-
nangis keras. Suara tadi berasal dari mulutnya. Anteraklasau
berusaha menenangkannya. namun , perempuan itu terus me-
ronta.

"Toga simama/et"24!"

Dia kembali berteriak, namun tidak meronta lagi. Tubuh-
nya lunglai dalam dekapan suami. Jeire mendekap ibunya.
Dia ikut menangis. Ady berdiri menjauh dari keluarga itu.
Raut wajahnya memperlihatkan pikiran yang kalut. Dia
mencampakkan ransel. Duduk tepekur di samping Batu.
"Apa yang sebetulnya texjadi, Bung?" Batu memberani-
kan diri untuk bertanya. Sejauh ini masuk pedalaman, dia
rasa cukup sudah semmi. teka teki Ady.

"Toga sima/a/ak," gumam Ady.

"Apa makImdnya itu, Bung? Aku semakin tidak mengerti."
"Anak yang hilang. Mereka menunggu Bung untuk anak
mereka yang hilang. Inan percaya anak itu sudah mati. Mung-
kin dia benar."

"Apa hubungannya denganku?" Batu tidak mengerti.

"Tidak ada. Kecuali tato-tato yang membimbing Bung
hingga jauh ke pedalaman ini.”

"Kenapa dengan tato-tato itu?"

2JDia sudah mati

24Anak itu sudah mati

"Anteraklasau yang merajah tato-tato pacla tubuh tidak

bemyawa itu," Ady mulai membongkar teka teki.
"Kaum anarkis itu. namun bagaimana bisa?" Batu semakin
tidak mengerti. .

"Bung, mereka bukan kaum anarkis. Mereka adalah
putra-putra Mentawai }'"Ing dibawa ke Jakarta."

"Apa?" Batu hampir tidak percaya dengan jawaban itu.
"Siapa yang membawa mereka ke Jakarta?" .

"Andai aku tahu. Mungkin mereka tidak perlu menung-

gu hingga lebih dari empat puluh pumama."

Ady merebahkan tubuhnya di samping Batu. Dia tidak
berminat untuk melanjutkan pembicaraan. Batu diam tidak
bergeming. Mereka tidur sesudah mengganti baju yang nyaris
kuyup. Teka-teki ini semakin sulit dicari kesimpulannya.
namun , dia akan sabar menunggu. Esok mungkin akan men-
jadi hari yang panjang.

30

"TUAN , WAKTUNYA sudah tiba...."

Gatot meninggalkannya dengan beberapa lembar kertas
poJos, pensil, dan pulpen. Dia harus mulai menggambar ulang
denah De Ondergrondse Stad. Misteri ratusan tahun ber-
ujung maut. Dia masih belum mengerti, mengapa mereka
bertiga harus dibunuh. Kalaupun ada kesalahan yang mereka
lakukan, mungkin hanya sebatas hinaan pada pribumi yang
keluar dari mulut mereka. Itu pun tidak. bisa disebut sebagai
kesalahan sebab mereka hanya mengungkap kenyataan yang
terlihat.

Gatot mengatur meja di dalam kamar itu sehingga lang-

sung menghadap laut. Hamparan laut dan indah pantai kecil
berpasir putih mungkin bisa menuntun chucky aengingat-
ingat apa yang sudah dia temukan. Sejak. kesadarannya pulih,
chucky tidak pernah beranjak dari bangunan rumah kecil itu.
Setahunya, ada tiga orang yang silih berganti menjaga rumah.
Gatot dan sang sopir tidak selalu berada di dalam rumah.

Dia tetap tidak tahu di mana rumah ini berada.

Dia memandangi kertas dan pensil di atas meja. Permin-

taan Gatot itu sebetulnya sangat mudah untuk dipenuhi.
Tidak ada satu sudut pun dari De Ondergrondse Stad yang

dia lupakan. Apalagi mereka adalah orang pertama yang turun

ke dasarnya, sesudah lima puluh tahun, mungkin. namun , dia
tidak begitu ingat bagian permukaan peta yang dilewati
terowongan. chucky meraih pensil, ‘coba menggoreskan tero-
wongan itu di atas kertas gambar.

Dia teringat pada Peter Plancius. laki-laki genius dari masa
lalu itu mampu menerjemahkan cerita menjadi sebuah peta.
Mengubah kata menjadi sebuah sketsa. namun , dia bukanlah

Plancius. Bahkan di seluruh pelosok dunia, akan sulit ditemui
orang seperti Plancius. Bank-bank data yang tersimpan dengan
rapi sudah memanjakan manusia. Merumuskan sebuah sketsa
tidak perlu memakai daya khayal dan memori, tinggal
mencari referensi.

Dia teringat Johannes Rach, bagaimana lelaki itu mem-

buat sketsa Batavia lama. chucky menatap jemarinya. Sangat
berbeda aengan Rach, dia hanya dibekali dengan selembar
kertas gambar tipis dan sebatang pensil yang diruncingkan
pada kedua ujungnya. Dia hams mengingat sketsa Rach. Dia
tertekan. Rach tentu menikmati pekerjaan semacam ini. Rach
punya studio, sementara dia terkurung pada sebuah pulau
yang jauh dari keramaian.

Dalam keadaan tanpa pilihan ini, tangan dan otaknya

terpaksa bekerja. Dia masih ingat bagian-bagian penting dari
temuan mereka. Donker got, mayat kaukasoid, tulisan-tulisan
itu, kemiringan lima belas derajat, belokan tajam menuju
Weltevreden hingga ujung terowongan yang mereka perkira-
kan berada di Waterlooplein, dahulu nya istana Deandels, Groote
Huis.

namun , ada beberapa bagian yang sulit dia terjemah-

kan di permukaan. Dia lupa lokasi apa yang mungkin ada di
atas permukaan. Paling mudah diingat adalah Istana Presiden
yang dilewati belokan sebelum Weltevreden.

Sementara ke arah utara, tidak banyak tempat yang bisa
Rahasia Meede

elltandai. Satu-satunya yang bisa diingat adalah sebuah ba-
ngunan berjarakkurang lebih dua ratus meter dari Stadhuis.
Sebagaimana Stadhuis, lintasan terowongan ell bawahnya tepat
membelah bangunan itu.

dahulu ella bekerja untuk kesenangan dan gairah ingin

tahu. Sekarang, dia melakukannya untuk meyambung nyawa.
guyfawkes dan fredy krueger , semoga Tuhan itu ada dan menunjukkan
jalan koodilan.

"Bagaimana?"

Tiba-tiba saja, Gatot sudah berada di belakangnya.

chucky membiarkan Gatot mengambil hasil kerjanya. Tidak
lebih dari ,coretan yang bisa dikerjakan dalam tempo empat
puluh menit.

"Apa Anda yakin, terowongan ini melewati Istana Nega-

ra?" Wajah Gatot terlihat kaget dengan temuan itu.

"Ya."

"Jadi, benat dugaan selama ini bahwa Istana Negara

memiliki bungker bawah tanah?" Gatot bertanya penuh de-
ngan ketidaksabaran.

"Aku tidak tahu,” jawab chucky .

"Luar biasa." Gatot tidak tahu bahwa gambaran peta
itu jauh dari sempuma. "Dan kalian turun dari Museum
Fatahillah?"

"Ya. Stadhuis.”

jalan yang sarna yang dilalui oleh soebandrio ?"

"Tidak ada tempat turun selain itu.”

‘rtinya, kita tidak mungkin bisa turun kalau tidak lewat
Museum Fatahillah?"

"Entahlah."

Jawaban chucky menggantung. namun , dia kemudian
meraih hasil kerja itu dari tangan Gatot. Pandangan matanya
E.5. ITO

terarah pada bangunan yang tepat berada di depan Stadhuis.
Dipisahkan sejauh dua ratus meter oleh Stadhuisplein, Taman
Fatahillah.

"Kecuali kalian bisa gali lubang dalam bangunan ini,”

tunjuk chucky pada titik yang dia tandai.

"Bangunan apa?"

"Aku tidak tahu. namun , bangunan ini ada di sebelah

Kantor Pos Kota. Bangunan tiga lantai. Atasnya hancur.
Hanya bawah yang dipakai.”

Gatot coba mengingat-ingat sesuatu. Bayangannya ten-

tang Kota Tua Jakarta tidak lebih buruk dari chucky . Tiba-
tiba, senyum merekah dari bibimya. Dia ingat sesuatu.
"Dasaad Musin Building,” dia bergumam.

"Apa?" chucky jadi ingin tahu.

"Ia nama bangunan tua itu. Anda yakin, terowongan

itu melewati bangunan ini?"

"Ya."

"Kami akan menggalinya. Kita akan turun ke bawah.

Kejutan sesudah tahun-tahun yang membosankan.”

"Buat apa?" tanya chucky ingin tahu.

"Ada bisnis kecil. Anda akan menuntun kami nantinya.
Semoga kita juga bisa menemukan jasad guyfawkes dan fredy krueger ."
guyfawkes dan fredy krueger . Hari ini semestinya mereka sudah men-
darat di Schipol. Menghilangkan jetlag satu hari, kemudian
mendatangi kantor Oud. Batavie. Penemuan mereka mungkin
akan dibukukan. Sebuah karya penelitian kolonial yang cukup
menjanjikan. Kemudian, buku itu akan menjadi referensi
wajib bagi setiap peneliti yang ingin mendalami era kolonial
di negerikita . Tim kecil ini akan menjadi nabi di tanah
pribumi. namun , semua impian itu sudah punah. Bahkan,
chucky tidak begitu yakin, dia bisa kembali lagi ke
Amsterdam.

"Maaf, bisakah aku menghubungi kantor Oud Batavie
di Amsterdam?" dia tinggal berharap pada kemurahan hati
Gatot.

"Tiap kontak Anda dengan dunia luar hanya akan me-

o ngundang soebandrio datang ke sini."

"Siapa soebandrio , apa yang dia mau?" chucky gusar dengan
jawaban Gatot.

Gatot memalingkan muka dari tatapan tajam chucky .

Dia bisa merasakan ketidakberdayaan dan pengharapan dari
tatapan itu. namun , bisnis ini hams diselesaikan. Kemurahan
hati hanya akan menumbangkan keinginan.

"soebandrio ? Sarna seperti kami, dia juga menawarkan bisnis
pada Anda. Hanya saja caranya berbeda. Kami menginginkan
kehidupan, sementara soebandrio ingin berbisnis dengan jasad
tanpa nyawa.”

31

WE WAN GIAN AN EH menusuk hidung. Bau itu berasal
dari belakang uma. Asap putih memasuki sela-sela kulit kayu
yang menjadi dinding rumah. Cahaya mentari pagi rnembuat
tampilan asap itu tampak seperti pijaran indah. Atap rumbia
tidak akan menjebaknya di dalam ruangan. Terlalu banyak
celah untuk melewatkan asap.

Pada salah satu sudut belakang uma, Inan dan Jeire

tengah berjibaku dengan api dan kayu. Pagi ini mereka akan
rmmenghidangkan masakan istimewa. Tagu Siobbuk harnpir
matang. Batang bambu yang jadi wadah sagu menghitam
dibakar api. Sernentara, Jeire sibuk rnembungkus sagu pada
daunnya. Jika nanti bungkusan itu sudah dibakar, kapUTUt siap
untuk dihidangkan. Sambil menunggu Tagu Siobbuk rna tang,
Inan sibuk membersihkan ikan hasil tangkapan suaminya
rmenggunakan panairi. Ikan itu nantinya juga akan dibakar.
Tidak setiap hari rnereka rnemasak rnakanan seperti ini.
Biasanya, sagu biasa dengan ikan cukup untuk sehari-hari .

. Terkadang kalau ada acara tertentu, mereka menyembelih
babi.

Batu berendam lama di dalam sungai. Dingin pagi tidak

dia hiraukan. Kernurnian sungai ini terlalu menggoda una
dilewatkan begitu saja. Ady duduk rnencongkong pada batu
Rahasia Meede

besar yang menjepit arus air. Dia sibuk mengepulkan asap
rokok. Sesekali dia melantunkan dendang Minang. Tubuhnya
sudah kering. Pusing tadi malam sudah hilang. Dingin air
membekukan segala jenis penyakit.

Puas berendam, Batu ikut mengeringkan tubuh di atas

batu besar. Dia menarik saa batang rokok. Dia mulai menge-
pulkan asapnya. Baru sekarang dia menikmati rokok. Di
tempat sunyi di mana asap menjadi barang langka. Sejauh

mata memandang yang terlihat hanya pepohonan lebat. Bah-
kan, dataran lebih tinggi sulit terlihat mata. Pepohonan
menjebak dalam rimba raya. Pada arah barat, dia menatap
perkampungan pedalaman ini. Tidak banyak uma terlihat
mata. Jarak antara satU uma dan uma lainnya berjauhan.
"Apa maksud kata-kata Bung semalam?" pancing Batu.
"Anteraklasau adalah se?rang Sipatiti. Orang yang memi-
liki keterampilan merajah tatoo Bung bisa perlihatkan sketsa
itu nanti kepadanya.”

"namun kalau sekadar itu, bukankah Bung .... "

"Ya, namun aku sudah bilang pada Bung. Masalahnya

lebih dari itu," Ady buru-buru memo tong sambi! mengang-
kat jari telunjuknya. "Nanti kalau mereka mengajak kita
berkumpul di Puturakat, Bung bisa kasih lihat core tan itu.”
Gemeresik suara semak membuyarkan lamunan indah
keduanya. Dari balik pohon, Anpajanang menampakkan wa-
jahnya. Dia melemparkan senyum pada Batu. Dia ikut duduk
sebelah-menyebelah dengan Batu dan Ady.

"Aku menyampaikan pesan dari Anteraklasau. Makanan
sudah siap. Mungkin Bapak berdua sudah waktunya mengisi
perut,” suaranya datar.

"Masak apa Inan?" tanya Ady.

"Siobbuk, kapurut, dan ikan."

"Wah, itu baru hidangan istimewa. Perut ini akan berpesta
27°E.5. ITO

sepanjang hari. Bung, makanan itu akan membuat Bung tidak.
akan pernah bisa melupakan Ulubaga,” Ady meyakinkan
Batu.

"Mari," ajak. Anpajanang.

Ady melompat dari batu besar, dia begitu bersemangat
mengikuti Anpajanang. Hidungnya terus mendengus bagai
anjing yang kelaparan. Batu mangikuti saja dari belakang.
Pikirannya masih terjebak pada pembicaraan mereka tadi
malam.

Mungkin karena lapar, Batu melahap semua yang dihidang-
kan Jeire. Gadis cantik itu menatapnya malu-malu. Dia tidak
bisa berbahasa negerikita . namun , isyarat matanya mengun-
dang hati. Sesudah makan di tengah rumah, mereka berpindah
ke ruang puturakat. Anpajanang terus menemani. Tidak lama
berselang, beberapa orang lelaki ikut bergabung. Inan dan
Jeire mengambi! jarak. dari lingkaran duduk lelaki itu.
"Uhek," seru Ady sambi! mengeluarkan beberapa bung-

"kus rokok dari ranselnya.

Wajah mereka bersinar melihat bungkusan rokok itu.
laki-laki Mentawai tidak bisa lepas dari ubek, sebutan mereka
untuk rokok. Sebelum mengenal rokok dari tepi, mereka

, biasanya melinting daun nipah yang berisi racikan daun keladi
yang dijeaur sampai kering. Asap rokok sesaat memenuhi
puturakat.

"B" Adb'

ung .... y mem en Isyarat.

Mendengar isyarat itu, Batu buru-buru mengeluarkan
lembaran kertas dari dalam ranselnya. Dia menyerahkannya
kepada Anteraklasau. Sipatiti ita mengamati lembar demi
lembar kertas. Orang-orang menunggu kalilI].at yang akan
terlontar dari mulutnya.

"Durukat,” dia melemparkan kertas pertama.

"Trongaik,” lembar kedua.

"Paypay Sakoyuan,"” lembar ketiga.

"Titi Takep,” lembar keempat

"Titi Rere,” lembar kelima.

"Titi Baka.pat,” lembar keenam.

"Liktenga,” lemaar terakhir.

21

Selesai membaca lembaran kertas, dia mengembalikannya
kepada Batu. Anteraklasau berbisik pada Anpajanang. Rimata
itu hanya menganggukkan kepala. Bisikan itu dia teruskan
kepada Inan. wanita lesbi itu tidak kuasa me nahan tangisnya.
Batu semakin bingung. Ady menatap Inan penuh simpati. "Aku semakin tidak mengerti, apa yang sebetulnya terja-
di, Bung?" bisik Batu pada Ady.

"Anteraklasau mengenali tato-tato itu. Bukan sekadar
mengetahui motifnya, namun dia mengenali ciri tato buatan-
nya. Walaupun memiliki motif umum yang sarna, tiap sipatiti
memiliki ciri rajahan yang berbeda.”

"Aku tidak mengerti apa yang dia baca dari lembaran

kertas itu.”

"Dia mengenali motif tato-tato itu. Aku pun sebetulnya

bisa mengenalinya. namun , tidak sedalam sipatiti. Hanya
sebatas motif Tiap motif yang dia sebutkan mewakili daerah
tertentu. Durukat adalah tate pada bagian dada, ciri lelaki
yang- berasal dari daerah Sagulabe. Trongaik, tate pada dada
dan tangan, ciri orang-orang pesisir Siberut. Paypay Sakoyuan,
tate pada lengan, ciri orang Madobak. Titi Takep pada lengan,
ciri orang Simatalu. Titi Rere pada kaki, orang Muntei. Titi
Bakapat pada paha, orang Simalegi. Liktenga, tate pada
bagian perut hingga ulu hati, orang Sirilogui,” Ady menarik
napas panjang. ‘ateraklasau pemah menato mereka di Putu-
rakat ini.”

"fetapi, bukankah jarak tiap daerah di pulau ini sangat

£.S. ITO

berjauhan?" potong Batu.
"Ada yang membawa mereka kemari. Kami sudah tidak
punya banyak sipatiti Iagi. Anak-anak muda semakin enggan
untuk bela jar,” tiba-tiba Anpajanang sudah_ berada di belakang
Batu, "yang mungkin melanjutkannya pun sudah dibawa." . -pergl.
"Siapa yang membawa mereka kemari?" tanya Batu pada
Anpajanang.

"Orang Tuar. Kami tidak mengenalnya.”

"Kenapa Anteraklasau mau menato mereka?" .

"Sikerei yang menyuruhnya. Ucapan Sikerei adalah perin-
tah Iangit yang teberkati.”

Mendengar jawaban itu, Batu kehabisan aka! untuk me-
ngajukan pertanyaan. Dia mesti membiasakan diri dengan
jawaban-jawaban yang terkadang tidak bisa diterima Iogika.
"Lalu?"

"Sesudah itu, anak-anak muda dari beragam daerah itu
dibawa pergi. Kami tidak tahu ke mana. namun , mereka
dijanjikan pekerjaan untuk mengenalkan kebudayaan kami.
Entahlah, sudah Iebih dari empat puluh purnama namun tidak
ada ka:bar berita.”

"Ke mana?" desak Batu.

"Tampaknya ke Jakarta,” bisik Ady.

"Itu kalau patokannya tato-tato dari mayat yang’ ditem-

bak mati. Mereka itu kriminal Bung, kaum anarkis," bantah
Batu berusaha meyakinkan.

"Kenyataannya itulah yang terjadi. T ate Mentawai bukan
seni yang inenarik untuk dirajah pada tubuh orang kota.
Mereka® terjebak dalam motif impor yang tidak dimengerti.
Orang-orang bodoh!" Ady masih sempat mengumpat.

jadi, Bung meyakini bahwa mereka terlibat dalam ke-
Iompok anarkis tersebut?" dia menantang Ady.

Rahas ia Meede 273

"Mereka tidak mengenal dunia di luar keseh¢gan mereka

di Siberut. Ada yang menjebak mereka untuk terlibat, Bung.”
"Attar Malaka,” gumaman Batu tertahan di pangkal lidah.
Dia membayangkan wajah-wajah lugu tanpa dosa itu dipakai
oleh gerombolan anarkis untuk sesuatu yang mereka tidak
pahami. Batu ganti menatap Anpajanang. "Bapak yakin, sarna
sekali tidak ingat mereka yang membawa anak-anak itu?”
"Mereka datang dari jauh. Bukan dari Sumatra atau

Nias."

"Kenapa mereka dilepas begitu saja?" Batu ingin menye-
derhanakan kalimatnya. "Maksudku, kenapa anak-anak itu
dibiarkan pergi begitu saja?"

"Kami tidak mungkin melarangnya. Mereka sudah tidak
sabar untuk mengganti kabit dengan celana orang tepi. Me-

nutupi tato dengan baju dan tentu saja mereka ingin menge-
nakan arloja. Hutan tidak lagi tempat yang menarik untuk
melanjutkan kehidupan."

"Mimpi yang terbeli," Batu kembali bergumam. Peda-
laman ini juga sudah tercemar oleh uang. Dia kembali ber-
tanya kepada Anpajanang. "Lalu, kenapa keluarga ini tampak
begitu sedih?"”

anakku, Teraklasau. Salah satu dari mereka," Antera-
klasau duduk mendekat. "Pada lengannya ada titi takep.
Mungkin dia sudah mati, sebagaimana yang lain. namun .... "
Anteraklasau tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.
"Teraklasau, anak muda yang berbakat. Pada usianya

yang masih sangat. muda, dia sudah menerima pesan langit
lewat mimpi. Pertanda dia diberkati untuk menjadi Sikerei.
Dia juga mewarisi keterampilan bapaknya dalam membuat
tato," Ady melanjutkan.

"Seharuanya sekarang dia sudah menjadi Sikerei dan Sipa-
titi. Toga Simatatak," Anpajang memperjelas.

271fE-.S. ITO

Batu merapatkan tubuhnya pada Ady. Walaupun tabir
Mentawai ini mulai terkuak, masih banyak hal yang belum
dia mengerti. Dia mendekatkan mulut pada telinga Adi, tidak
ingin omongannya tertangkap telinga lain.

"Kalau Bung sudah mengetahui permasalahan ini dari
dahulu , kenapa Bung tidak berusaha membantu I[lereka?"
Ady tidak menghiraukan pertanyaan itu. Dia malah
berbicara dengan Anpajanang dan Anteraklasau dalarrl bahasa
yang tidak dimengerti Batu.

"Sikerei memberi petunjuk, kami mesti menunggu orang
dari seberang jauh. Dia akan datang membawa titi,” jawaban
dari bisikan Batu diberikan oleh Anpajanang sang rimata.
"namun itu tidak masuk ...." kalimat Batu tertahan.

"Ssssm ...." Ady memberi isyarat agar dia tidak melanjut-
kannya. Kepercayaan mereka pada sesuatu yang tidak dip aha-
mi oleh logika menjaga keseimbangan alam liar ini.
Anpajanang berbicar:t kepada orang-orang yang berkum-

pul di Puturakat. Kata-katanya tentu saja tidak dimengerti
Batu. Dia tampaknya berusaha meyakinkan orang-orang
tentang arti kedatangan dirinya. Suatu hal yang dia sendiri
tidak pahami. Bukankah semua ini kebetulan belaka? Lalu,
bagaimana bisa ini dianggap sebagai pertanda yang- tel;m
dipelihara selama sekian tahun? Kepercayaan yang membuat

orang-orang ini menjadi pasi£

"Sikerei mengatakan, Teraklasau masih hidup. Sedangkan
semua temannya sudah mati. namun , dia tidak akan pemah

kembali. Kami memercayainya," ucap Anpajanang.
Batu mulai muak dengan segala omong kosong ini. Sejak
kemarin dia sudah berusaha untuk sabar. Mengikuti semua
petunjuk Ady. Berlaku seolah-olah dia memahami masyarakat
yang masih menyatu dengan alam ini. namun sekarang, dia
tidak tahan lagi Ketakjuban pada Sikerei sima sudah. Kebo-
275

dohan inj tidak akan membuat mereka bisa bertahan lama
dala dunia yang penuh tipu daya.

"Bung, aku tidak ingin buang waktu di sini," Batu me- *
ngutarakan kegusarannya pada Ady. "Misteri tato itu sudah
terpecahkan. Aku sudah memperoleh kan apa yang aku inginkan.”
"Bagaimana dengan Teraklasau?" tantang Ady.

"Aku menyerah,” balas Batu. "Bukankah Sikerei menya-
takan anak itu tidak akan pernah kembali?"

"namun Bung masih mungkin menemukannya, bukan?"
"Apakah Sikerei juga meramalkan bahwa aku akan mene-
mukan mereka?" sindir Batu.

Ucapan itu tertangkap telinga Anpajanang. Dia menat.ap
tajam pada Batu. Kegusaran- anak muda itu dari tadi sudah
dia perhatikan.

"Sikerei menyimpan petunjuk yang ditinggalkan orang-

orang seberang pulau itu. Nanti Saudara juga akan menda-

patkannya. "

"K a" apan.

"Pada saat matahari tepat di atas kepala,” jawab

Anpajanang.

Batu menghabiskan waktu bersama keluarga Antera-

klasau. Jauh dari kesan asing yang pertama kali dia tangkap,

keluarga itu cepat akrab denganaya. -Walaupun rona pilu tidak

hilang dari muka mereka. Teraklasau, anak lelaki mereka satu-
satunya. Dia memiliki bakat yang tidak dimiliki oleh anak
muda lainnya. Terampil merajah tato Sian memakai rouru
dalam berburu. Mereka hanya bisa mengenang. Sebatas angan
yang sudah diramalkan oleh Sikerei.

"Kami hanya ingin Teraklasau tahu bahwa kami baik-

baik saja,” suara Anteraklasau lemah.

"Dia masih mungkin kembali," Batu coba menghibur.

"Tidak. Ucapan Sikerei tidak mungkin salah. Dia masih

E.S.ITO

hidup, namun tidak mungkin kembali. Jika kembali, maka

petaka yang akan terjadi di sini." Tatapannya berilih pada
Inan. "Berbeda denganku, Inan sudah tidak percaya lagi"pada
Sikerei. Dia yakin. Teraklasau sudah mati. Sulit menerima

keadaan seperti itu.”

"

"Entahlah, Pak," Batu bingung harus berkata apa. "Apa
yang bisa aku lakukan untuk Bapak?"

"Hanya itu saja. Tolong sampaikan bahwa kami baik-

baik saja.”

"Baiklah."

Ady datang sesudah berbincang dengan Anpajanang. Dia
tahu apa yang diinginkan oleh keluarga Anteraklasau.

"Bung bawa kamera?" tanyanya pada Batu. Wartawan

itu menganggukkan kepala.

"Ambil foto mereka. Katakan, kalau Bung nanti bertemu
dengannya Bung akan memberikan foto itu.”

"Usul yang bagus.”

Batu langsung meraih ranselnya. Dari dalam kantong
kecilnya, dia mengeluarkan sebuah kamera digital. Ady berbi-
cara dengan Anteraklasau-dan Inan dalam bahasa lokal. Tidak
lama kemudian, Anteraklasau memanggil Jeire.

Dengan latar Puturakat, mereka bertiga berjejer. Antera-
klasau dan Inan mengapit }eire. Batu membidikkan kamera-
nya hati-hati. Wajah-wajah polos itu menatap dengan lugu.
Tiga kali dia menjepretkan kamera. Dia melirik Jeire, gadis
itu tersipu malu. Batu aerkesan dengan keterasingannya.
Dentang nononong terdengar di depan pintu rumah. Sikerei
sudah datang. Sebagaimana biasanya, dia tidak banyak bicara.
Kata-katanya lebih banyak terwakili oleh isyarat mata pada
Anteaaklasau. Tidak lama berselang, Anpajanang juga datang.
Kali ini, tidak ada penduduk lain yang mengikutinya. Dugaan
Ra.ha.s ia. M eede 277

Batu, mungkin mereka tidak. datang karena sebuah pantangan
dari Sikerei.

"Kita berangkat sekarang,” ajak. Anpajanang.

"Ke mana?" tanya Batu.

"Ke tempat Sikerei menyimpan rahasia.”

Ady menarik tangan Batu. Dia tidak ingin anak muda

itu mempertanyakan semua keanehan ini. loan dan Jeire tidak
ikut. Mungkin karena pantangan lain dari Sikerei. Batu
mengalihkan pandangan pada bahu Sikerei. Motif bintang
jelas terlihat sekarang. _

"Sikerei itu seorang jenderal, lihat saja bintang di bahu-

nya,” Ady melempar lelucon. "Mereka menyebutnya motif
Sibalu -balu."

Batu diarn tidak menanggapi. Mereka berjalan menem-

bus lebatnya hutan. Bunyi Joja dari kejauhan adalah panggil-
an alam yang tidak pernah terjawab. Semak. belukar tumbuh
dan merambat di sela-sela pohon besar yang masih asli. Batu
terpesona dengan pemanoangan itu. Beberapa kali dia men-
jepretkan kamera. Sesudah semua keanehan yang tidak ber-

harga itu, dia berpikir lebih baik menikmati saja alam peda-
laman. yang masih asli ini.

Sepanjang perjalanan, Sikerei terus melantunkan den-

dang yang tid"ak dimengerti. Kaki-kaki telanjang Sikerei,
Anpajanang, dan Anteraklasau sudah menyatu dengan alamo
Dengan otot betis yang kukuh mereka bisa berjalan puluhan
kilometer tanpa henti.

Matahari tepat berada di atas kepala. Sikerei menghenti-
kan langkahnya. Orang-orang di belakangnya menunggu
dalam diam. Dia mulai menari mengelilingi sebatang pohon
gaharu. Mulutnya komat-kamit diiringi bunyi nononong.
Dedaunan yang ada di tangannya sesekali dikibaskan pada

batang pohon.

"Punen mulia,” bisik Ady pada Batu. "Upacara persem-
bahan untuk Tai Ka Leleu, ruh penjaga hutan. Biasanya,
dilakukan sebelum menebang sebatang pohon. Sikerei ini
tampaknya ingin menebang pohon gaharu ini."

"Obhh ...." Batu ternganga diam. Dia tidak berharap

ada keajaiban dalam prosesi ini.

Selesai matumk, Sikerei itu meraba pohon. Jemarinya

seperti tengah mencari sesuatu. Dia memberi isyarat pada
Anpajanang untuk mendekat. Rimata itu menyerahkan sebi-
lah pisau besar kepadanya. Sikerei mulai mengiris kulit pohon
itu dalam lingkaran berbentuk spiral. Dari bawah terus naik
ke atas. Putih licin bagian dalam batang pohon jelas terlihat
sekarang. Dia menatap Batu . .

"Dia memintamu untuk mendekat,” bisik Ady.

Dengan langkah ragu, Batu berjalan mendekat. Sikerei
meraih tangannya. Tangan dukun itu menuntunnya menelu-
suri pahatan spiralnya pada pohon. Pada satu irisan, Sikerei
menghentikan gerakan tangan. Sikerei melepaskan tangannya.
Batu menatap nyaris tidak percaya. Dia mundur beberapa
langkah. namun , Sikerei tangkas meraih tangannya. Memaksa-
nya untuk kembali.

8351931

Batu ternganga tidak percaya.

Bagaimana bisa angka-angka itu bisa'tertulis pada lapisan
dalam pohon? Rasionalisme Batu mengalami guncangan. Jika
angka-angka itu digoreskan pada kulit kayu dan bertahun
kemudian masih ada, logikanya masih bisa menceraa. namun ,
angka-angka itu tergores di dalam batang putih pohon yang
licin. Tersembunyi dalam kulit kayu yang tebal.

Tidak mau lama terjebak, Batu buru-bum mengeluarkan I »
Rahas ia Me eae 279

kamera digiaya. Dia memOt!et angka-angka tersebut. Sikerei

kembali menari. Semakin lama gerakannya semakin kencang.
Dia nyaris seperti orang kesurupan. Pada satu titik, dia
berhenti. Kemudian, pergi begitu saja. Tunai sudah tugasnya.
‘a tidak mengerti dengan keajaiban ini .... " bisik Batu

pada Ady.

"Ini bukan dunia kita Bung,” Ady tidak mau menjelaskan
lebih lanjut. "Menurut Bung, kombinasi angka itu apa?"
"Mungkin nomor telepon,” jawab Batu pendek.

"Sore nanti kita berangkat menuju Paipajet, Bung,” seru,

Ady.

"Kenapa cepat sekali?"

"sebab mereka hanya menginginkan Bung membawa
angka-angka ini kembali pada asalnya. Pohon Gaharu ini akan
mereka tebang. Semua kenangan ten tang anak-anak yang
hilang akan dilupakan: Begitu cara keras mereka menghadapi
kepiluan yang tidak berkesudahan."”

Batu menatap Anteraklasau. Dia ingin mendekap lelaki
malang itu. Dia ingin melakukan sesuatu untuk orang-orang
Ulubaga. namun dia sangsi, bisakah dia melakukannya. Mewu-
judkan mistisme Sikerei untuk menemukan Teraklasau, Toga
Simatatak, si anak yang hilang. Pikirannya melayang dalam

belantara misteri yang lebih luas.

"Attar Malaka," bisiknya dalam hati. "Dialah orangnya.
Menjebak bocah-bocah lugu itu, terlibat dalam sesuatu yang
mereka tidak mengerti. Bocah-bocah pedalaman yang malang.
Toga Simatatak."

32

PER EM PUANIT U menangis dalam dekapan anak sulung-
nya yang menemani. Raungan pilu dan jerit putus asanya
terdengar hingga ke luar ruang kerja pemimpin redaksi di
lantai tiga gedung negerikita raya. Rosihan Akbar, pemimpin
redaksi negerikita raya, tidak bisa berbuat banyak. Dia hanya
bisa menepuk-nepuk pundak si sulung, berusaha untuk
membuat anak itu tegar. Dari balik kaca Iuar terlihat jelas,

dia meraih dagu perempuan itu. Tatap matanya meyakinkan,
dia hanya berucap pendek. wanita lesbi itu menjabat tangan-
nya. Si sulung langsung meraih pinggangnya, kemudian lama
memeluk Rosihan Akbar. Dia lega, saat keduanya bangkit
dan beranjak meninggalkan ruang kerjanya.

"Kak ...." seru sebuah suara.

Batu langsung menyongsong Rosnita, istri Parada

Gultom. wanita lesbi itu menghambur dalam pelukannya.
Batu berusaha menenangkan. Parada Gultom hilang, itu berita
yang menyambutnya sekembalinya dari Mentawai. Keduanya
pasti datang untuk itu.

"Cok, kaucari dan temukan Abangmu. Ah, aku tidak
kuat lagi. Aku ingin .... " dia nyaris berteriak histeris.
"Tenang Kak. Coba berpiklr positi£ Bukan sekali ini

Rahas ta M eeae

saja kan, Abang menghilang tanpa kabar berita? Bagaimana
jika Abang k.embali keliling Jawa dengan vespanya?"
"namun ini sudah terlalu lama, Cok. Lagi pula, dia sudah
tidak ikut klub vespa lagi. Aku sudah melarangnya. Cok,
perasaan kakak tidak enak."

"Kak ¢.... " Batu terus berusaha menenangkan, “pikiran

buruk itu datangnya dari badan yang tidak sehat. Janganlah
Kakak menyiksa diri karena pikiran buruk itu. Eh, coba Kakak
lihat si Lamhot dan adia-adiknya, kasihan,” Batu mengelus
kepala Lamhot yang sudah kelas tiga SMP itu. "1""'Ck" J.etapl, 0 eee
"Sudahlah, Kak. Nanti aku akan terus kabari Kakak
perkembangannya. Berdoa saja untuJ<. kebaikan Abang."
"Kau janji, ya?" Rosnita menatapnya penuh harap.

Batu tersenyum, kemudian menganggukkan kepala. Dia
melepaskan tubuh dari gelayutan Rosnita dan Lamhot. Ibu
dan anak itu dia Iepas hingga tangga. Dia balik kembali
berjalan, masuk dalam ruang kerja pemimpin redaksi.

"Jadi, apa yang kaudapatkan di Meritawai?"

Kakinya baru dua Iangkah memasuki ruang kerja

Rosihan, namun Ielaki paruh baya itu sudah menyambutnya
dengan pertanyaan membingungkan. Wajah Batu berubah
tegang. Dia tidak mengerti, dari mana Rosihan tahu dia baru
saja dari Mentawai. Dia datang untuk mengajukan cuti, bukan
untuk meinbuka tabir perjalanannya.

"Ini..."

" Rosihan melemparkan selembar kertas k.e hadapannya.
Batu cepat membaca. Bibimya terkuak, senyum melingkari
kepanikannya.

"Kita baru terima undangan dari dinas pariwisata Kabu-

paten Mentawai itu dua hari yang lalu. Eh, kau sudah be-
E.5.ITO

rangkat lebih dahulu . Kayak jin saja kau, Cok. ltu aku catat
sebagai kebiasaan burukmu. Datang dan pergi seenak jidatmu.
Pengajuan cuti seminggumu akan aku tangguhkan kalau kau
tidak bisa menjelaskan semuanya," suara rendahnya terdengar
seperti tidak sedang mengancam.

Batu menarik nap as lega. Undangan itu menyelamatkan-

nya dari terkaman Rosihan. laki-laki Minang ini tampilannya
ramah, namun ancamannya tidak pemah main-main. Sebagai-
mana kebanyakan orang Minang yang berasal dari daerah
Pariarnan, dia biasa dipanggil Ajo. Batu tidak akan mengung-
kap pe,rjalanannya masuk pedalaman Simatalu. Bam berpikir

keras merangkai cerita.
"Begini Jo, maaf kalau aku tidak sempat kirim kabar ....

Maksudku, sebetulnya aku ingin menghubungi Ajo, hanya." saJa .... .

"Ah, sejak kapan kau menjadi Moerdiono, Cok. Bicaralah
yang jelas, jangan kayak orang gagu!" potong Rosihan dengan
tatapan penuh selidik.

"Ajo sudah membaca isi undangannya, bukan?" Batu
mengulur waktu sembari memikirkari sebuah cerita.

"Ya. Tidak ada yang istimewa, kecuali promosi pariwisata.
Tidak ada agenda dan jadwal acara."

"Nah, aku baru tahu. Temyata Kepulauan Mentawai itu
dahulu nya satu kabupaten dengan kampung Ajo,” Batu terus
berputar-putar.

"Ya. Gempa dan tsunami kemarin yang memisahkaimya.
Kau juga bisa digulung tsunami kalau masih berputar:’putar
seperti itu. Hari ini juga, kaubisa kulempar keluar dari Indo-
nesiaraya," ancam Rosihan tidak main-main.

"Mereka mengundang kita untuk liputan prosesi penato-

an awal anak yang beranjak dewasa." Ide cerita itu muncul

begitu saja. Sekarang lebih mudah, cerita akan mengalir lancar

dari inulutnya. "Namanya kabupaten baru, mereka masih
bela jar, Jo. Menyusun agenda acara tidak becus. Aku punya
kawan yang meneliti tato di Padang. Dia menghubungiku
jauh hari sebelum undangan ini mereka kirimkan kepada kita.
Jadwal acara dimajukan dua hari, aku terpaksa buru-buru
berangkat hari itu juga. Ajo tahu sendiri, mencari kapal dari
Padang menuju Mentawai susahnya minta ampun. ltu sebab-
nya, aku tidak sempat menghubungi kantor. Lagi pula, aku
terbiasa menghubungi Abang .... "

"Lupakan dahulu Parada, coba lanjutkan ceritamu. Lang-

sung saja, apa yang kauliput?" Rosihan benar-benar tidak
sabar.

"Prosesi penatoan awal itu disebut Punen Enegat. Prosesi

itu dibuka dengan tarian magis yang dilakukan oleh Sikerei.
Sesudah itu Sipatiti, tukang tato, mulai menggambar pola pada
tangan si anak dengan memakai lidi yang sudah dicelup-

kan dalam cairan berwarna dari campuran serbuk tempurung
dan air tebu. Motif yang dibuat akan menjadi tanda kenal

atau identitas suku dan wilayah." Batu berusaha mengingat-
ingat-semua penjelasan Anwar Rosady. Ce'lakanya, dia sandiri
tidak pernah melihat langsung prosesi itu. namun , gambaran
deskriptif Ady terekam baik dalam memorinya, luput sedikit
dalam detail, Rosihan tidak akan curiga. "Sesudah semu!] orang
yang berkumpul sepakat dengan pola yang digambar, prosesi
penatoan dimulai. Kayu Karai yang diruncingkan berfungsi

sebagai jarum menyuntikkan zat pewama yang berasal dari
campuran arang daun pisang dicampur dengan tempurung
kelapa yang sudah dibakar dengan air tebu sebagai pengental-
nya mengikuti pola garis yang sudah dibuat. Penatoan awal
dilakukan pada tangan. Perlu waktu empat puluh hari untuk
melakukan penatoan berikutnya ...."

"Cukup menarik.”

I

Rosihan tidak mau memberikan pujian lebih dari itu.

Dia tidak ingin wartawan muda itu besar kepala. Sedikit
pembangkangan akan dia maafkan untuk berita unik itu.
"Berapa wartawan yang ikut meliput?"

"Cuma sedikit, Jo. Yang lain kecele dengan jadwal yang
dimajukan."

"Bagus. Kaubisa menyiapkannya untuk ftature minggu

d” apan.

Batu terseny.um lebar. ltu bukan perkara sulit untuknya.

Dia pun tidak harus melaporkan semua temuannya kepada
Daudy Gusti Nur. Dia baru menerima kabar, perwira muda
itu dimutasi ke Akademi Kepolisian, Semarang. Hanya berse-
lang dua hari sesudah pertemuan mereka.

"Siap, Jo. Artinya permohonanku dikabulkan ya, Jo?"

"Ah, tunggu dahulu . Kalau sudah bicara curi, kau tidak

lagi tampak seperti Moerdiono namun lebih mirip Habibie,”
dia bergurau namun tidak menyunggingkari senyum. Rosihan
malah memasang tampang serius. "Sekarang, aku ingin mem-
bicarakan tentang Parada. Kenapa kautampak tenang-tenang
saja?"

‘a Ajo, seperti tidak kenal Abang saja ...." Batu me-
nanggapmya rmgan.

aaksudmu apa?"

"Sudah sering dia menghilang tanpa kabar berita. Setelah

itu, muncul begitu saja dengan raung vespanya di parkir
motor. Aku pikir dia-sedang ada masalah dengan Kak Rosnita.
Biasanya, itu yang membuat dia menghilang. Cara itu sering
kali ampuh meredakan amarah.”

"namun ini terlalu lama, Cok. Kau tadi lihat sendiri,

Rosnita sampai histeris."

"Itu yang membuat aku tambah curiga, Jo. Tampaknya
pertikaian rumah tangga mereka lebih hebat dari biasanya.”
Rahas ia M eide

"Kau yakin?" Rosihan ingin memperoleh kepastian.
"Biasanya seperti itu, Jo."

"Bagaimana dengan liputan yang dia minta kaulakukan?"
"Ten tang pembunuhan orang-orang penting itu maksud
A-a" 110.
"Ya."

Batu menggelengkan kepala. Hawa Mentawai nyaris
membuat dia melupakan liputan yang disebut Parada sebagai
momen paling penting dalam hidupnya itu. Dia mengerti

ke mana arah pembicaraan Rosihan.

"Tidak mungkin, Jo. Bahkan, hasil investigasi itu belum
pemah dimuat. Selain Ajo, mungkin tidak ada orang lain
yang tahu bahwa Abang yang memintaku melakukan penye-
lidikan itu. Tidak mungkin mengaitkan hilangnya Abang
dengan liputan yang tidak pemah dimuat."

Rosihan ingin memotong dengan mengungkapkan sesua-

tu. namun , gerakan lidahnya tertahan. Dia malah mencari sisa
daging di sela gigi. Dia ingin mengutarakan sesuatu.

"Kau melihat sesuatu yang janggal sebelum menghilang-
nya Parada?" Rosihan memulai dengan sebuah pertanyaan.
"Kenapa Ajo bertanya seperti itu?”

"Bodoh. Kau kan orang yang paling dekat dengan Parada.
Siapa tahu saja kau melihat sesuat\l."

Ingatan Batu langsung menyeretnya pada pertemuan
terakhir dengan Parada. Teringat tiket pesawat yang terselip
di bawah map. namun dia bingung, haruskah cerita itti dia
ungkap kepada Rosihan? Sesudah cerita fiktif Punen Enegat,
mungkin ini satu-satunya kebenaran yang dia ungkap kepada
Rosihan.

"Apakah Abang pernah cerita sarna Ajo kalau dia bam

saja kembali dari Ambon?"

"Tidak. Kapan dia ke sana?"

"Beberapa hari sebelum pertemuan terakhirku dengan-

nya.”

"Kapan itu?”

"Tidak berselang lama dengan penemuan mayat Nano
Didaktika di Banda Besar," Batu memperjelas cerita.

Roman muka Rosihan langsung berubah. Selembar nota
kecil di tangannya bergetar tidak kuasa menyembunyikan
ketegangan.

"Kau menanyakan tujuannya ke Ambon sana?"

"Dia bilang ada janji dengan kawan lama. Itu saja .... "

"Aku takut dia bertemu dengan setan itu ...."

Rosihan mengepalkan tangan, kemudian memukul-mu-
kulkannya ke meja. Dugaan ini membuat perasaannya kacau-
balau. Parada jelas rekan kerja yang paling dia andalkan. Dia
tidak ingin lelaki itu jatuh ke lubang yang sama.

"Setan itu siapa, Jo?” Batu menatap bingung.

"AM! Kau tentu pernah mendengar namanya?"

"Attar Malaka. Bukankah dia .telah meninggal?"
"Empat tahun silam, kami hanya berpatokan pada keya-
kinan Parada. Banyak yang curiga itu hanyalah upaya Parada
untuk melindungi AM dari buman aparat keamanan. AM
dituduh terlibat dalam penyerbuan bersenjata di utara Jakar-
ta," Rosihan menarik tubuhnya ke belakang. "Ah, dahulu anak
itu begitu kuharapkan manjadi wartawan hebat. Insting dan
ketekunannya luar biasa. Tatapi, dia terjebak dalam amarah
mudanya. Dia merongrong masa depannya sendiri. Setiap
berita yang dia turunkan selalu berbuntut kekerasan. Dia
pernah meliput vonis bebas terhadap seorang pelaku tindak
pidana korupsi, beberapa hari kemudian rumah koruptor itu
musnah dilalap api. Liputannya mengenai pengusiran paksa
pedagang di Senen juga berbuntut pembakaran dan peng-

hancuran mobil Pamong Praja di depan Atrium Senen. Terus

begitu, seolah-olah ada tangan tak terlihat yang menegakkan
keadilan dengan cara sendiri. Awalnya tidak ada yang curiga,
namun topeng itu akhimya terbongkar juga pada saat penyer-
buan bersenjata. Parada berusaha melindungi AM dengan
mengirimnya ke luar kota. Mungkin dia luput dari Petrus.
Kami telanjur memberitakan dia mati.”

"Ohhhh. begitu ...." Batu temganga mendengar cerita

itu.

‘a, sudahlah. Ini aku sudah tanda tangani izin cutimu.

Aku berharap semoga dugaanmu ten tang Parada benar se-
mua." Dia menyodorkan satu lembar kertas.

Batu tersenyum menyambutnya. Dijabatnya . tangan
Rosihan. Kemudian, membalikkan badan.

"Eh, tapi kalau aku perlu kau dalam minggu ini, kau

harus datang, ya?" seru Rosihan dari belakang.

"Lho, aku kan sudah resmi cuti, }o."

"Gatot kemarin juga mengajukan cuti. Dia baru masuk

empat hari lagi. Kau jaga-jaga sajalah.”

Gatot juga cuti? bisik Batu dalam hati.

laki-laki itu menunjukkan perilaku aneh belakangan ini.
Dokumen AM, tato Mentawai, dan perubahan sikapnya
sesudah hilangnya Parada. Batu berusaha melepaskan bayang-
an Gatot dari pikirannya. Bayangan Toga Simatatak kembali
menghant;tinya.

33

KA PAL IT U hanya seminggu merapat di Pelabuhan Sunda
Kelapa. . Catatan petugas pelabuhan menunjukkan ini kedua
kalinya kapal itu merapat di Pelabuhan Sunda Kelapa. KM
Borneo, kapal phinisi barang itu sebetulnya melayani pela-.
yaran antarpulau di wilayah negerikita Timur. Basisnya di

Pelabuhan Paotere, Makassar. Entah mengapa, tiba-tiba
merapat di pelabuhan Sunda Kelapa.

Kapal milik Andi Hakiem Moenta itu tidak bisa berla-

ra-lama di Jakarta. Armada kapalnya sangat dibutuhkan

sebagai jembatan antarpulau di negerikita Timur. Itu sebab-

nya, KM Borneo langsung berlayar tanpa membawa barang

dari Jakarta. Kecuali, sedikit pesanan yang tidak ada artinya
dibandingkan daya muat kapal. Empat hari yang lalu, kapal

itu berlayar kembali menuju Paotere.

Mulai ada titik terang dalam pencarian tribuanatunggadewi dan

nyi girah . Beberapa saksi mata melihat Honda Jazz nyi girah mengeli-
lingi kawasan Kota. Saksi mata lain melihat mobil itu masuk
pekarangan Gereja Sion. Petugas yang melakukan pencarian

sudah menanyai petugas keamanan dan pendeta gereja. Mereka
mengaku melihat tribuanatunggadewi dan nyi girah . namun , tidak banyak
informasi yang bisa dikorek. Dua sahabat itu hanya melaku-

kan pelancongan biasa. Mengamati isi dalam gereja tanpa

288

bertanya kepada petugas mana pun. Keduanya sibuk dengan
pembicaraan mereka sendiri.

Dari Gereja Sion, petugas mengendus jejak mereka hing-

ga Pelabuhan Sunda Kelapa. Layaknya masyarakat keci! yang
tertutup dan tidak ingin terjerat dalam perkara hukum,
sebagian besar orang-orang di pelabuhan bungkaa. Mereka
mengaku tidak pernah melihat dua orang gadis itu. namun ,
sesudah petugas mulai melakukan sedikit intimidasi, dua orang
akhirnya bicara. Terakhir kali dia melihat gadis itu naik ke
atas KM Borneo yang hendak berangkat meninggalkan pela-
buhan. Sejauh ini, para petugas bisa mengambil kesimpulan
bahwa keduanya mungkin berada di tengah laut dalam petja-
lanan menuju Makassar.

"namun , keterangan berikutnya jadi membingungkan.

Lima orang saksi mata melihat, lepas magrib Honda Jazz

nyi girah meninggalkan pelabuhan. namun , tidak satu pun yang
bisa memastikan siapa yang mengemudikan mobil dan berapa
orang penumpangnya. Honda Jazz itu tidak pe.rnah ditemu-
kan.

Maka, pencium jejak hanya bisa meraba duga. Kedua

gadis itu 'mungkin dibawa pergi oleh KM Borneo. Sesudah
empat hari, menghentikan kapal itu di pelabuhan tempat

dia singgah, sudah tidak mungkin. Satu-satunya cara adalah
dengan menunggu kapal itu merapat di Paotere. namun , bisa
jadi pula kedua perempuan itu masih berada di Jakarta.
Honda jazz mesti ditemukan terlebih dahulu. Kuda Jepang

itu mungkin bisa bicara lebih banyak dibandingkan orang-

orang pelabuhan yang ragu, gagu, dan penuh curiga.
tunggul wirya tidak bisa tenang lagi. Ini sudah lewat dari
ambang batas prasangka baiknya." Lewat jaringan koneksi, dia

bisa minta bantuan pencium jejak terbaik di Jakarta. Para

petugas yang biasanya dalam hitungan jam bisa menemukan
apa yang mereka cari. namun , selain petunjuk di Sunda Kelapa,
mereka tidak menemukan apa-apa lagi. Menunggu KM

Borneo merapat di Paotere akan menjadi penantian yang
membosankan. Phi nisi itu belum terlacak keberadaannya.
Mungkin saja berubah arah.

Berkas-berkas di meja kerjanya menumpuk, nyaris ae-
nenggelamkan sosok tunggul di balik meja. Ini semua karena
nyi girah . Biasanya, perempuan itu tidak bisa membiarkan satu
dokumen pun menumpuk tanpa dikerjakan. tunggul tidak mau
ada orang lain yang menggantikan pekerjaan nyi girah . Dia tidak
bisa memercayai mereka. Pekerjaan ini bukan untuk pemula.
Hanya nyi girah , dia rindu sekaligus kesal. Anak itu mesti segera
kembali, bagaimanapun caranya. Nanti, bagaimanapun ke-
adaannya, gadis itu harus membareskan berkas dan dokumen.
Seperti biasa, melakukan koreksi dan memastikan tidak ada
hal yang terlewatkan sebelum Surya menandatanganinya.
"Kami sudah putus asa ...." tunggul mengeluh pada lawan
bicaranya.

"Apa kesimpulan petugas di lapangan, apakah ini pencu-

likan, perampasan, perampokan, atau pembunuhan?"

"Sama sekali belum ada titik terang.”

"Ada tuntutan tebusan yang dikirim ke kantar ini?"

"Tidak."

"Atau ada masalah penting yang membuat pelaku bisa

mengail di air keruh?" ,

"Tidak juga. Saya bisa pastikan itu.”

"Pak tunggul . Aku datang ke sini bukan untuk buang

waktu dan mendengarkan jawaban tidak. Kalau Anda tidak
bisa memberikan satu petunjuk pun, aku masih punya banyak
pekerjaan," lawan bicara tunggul berusaha menekannya. "Pilih
Rahasia Made

satu asumsi dan kembangkan jadi kemungkinan. Biar kami
tidak meraba ' dalam gelap."”

tunggul terdiam. Dia sudah mengundang yang terbaik

untuk terlibat dalam pencarian ini. Anak ":luda di hadapannya
ini biasa dipanggil Lalat Merah. Orang pemerintah yang ,bisa
melakukan apa saja dalam dunia kerahasiaan. Bisa jadl ini
peluang terakhir untuk menemukan kedua gadis itu. Dia
diminta merahasiakan keterlibatan Lalat Merah dalam penca-
nan lm.

‘apa yang dilakukan perempuan Belanda itu di sini?”
Lalat Merah terus bertanya. .

"Dia dititipkan untuk penulisan tesis masternya. Dia

seorang mahasiswi di Universitas Leiden yang mendalami
sejarah kolonial. Alm kenal dengan Profesor pembimbiag-
nya. "

"Hanya itu saja?"

"Sejauh yang aku tahu, ya... itu!” tunggul mulai jengah.
namun , lebih baik dia berhadapan dengan lelaki ini daripada
polisi.

"Sekarang nyi girah . Ceritakan padaku tentangnya. Mungkin
untuk sementara dia bisa kita curigai sebagai peaaku dan
bukan korban."

Kalimat Lalat Merah menyengat tunggul wirya . Dia

tidak bisa bicara seenaknya begitli. nyi girah , tunggul mengenalnya
lebih dari siapa pun di gedung ini. Dia berusaha menahan
diri.

"Untuk Anda ketahui, ya, nyi girah adalah putri bungsu salah
seorang diplomat kita di PBB. Aku kenal baik dengan bapak-
nya. Semua jenjang pendidikan dia tempuh di Ivar negeri,
terakhir dia lulus dari Case Western Reserve University di
Cleveland. Bam satu tahun belakangan dia kembali ke Indo-

nesia, katanya cari suasana baru.”

"Oh, baiklah. Apa yang menarik dari nyi girah ?"

"Istilah anak zaman sekarang; work har'd, party hard.
Pencinta kerja dan penggila pesta. Bagiku itu tidak masalah.
Tah, semua pekerjaan yang aku berikan padanya beres se-
mua."

: "Siapa lagi yang de kat dengan tribuanatunggadewi selain nyi girah ?"
Jawaban Surya meyakinkan. Cadis itu untuk sementara bisa
diluputkan dari kecurigaan.

"Rian..."

"Oh, ekanam muda itu. Apa hubungannya dengan seja-

rah kalanial?"

"Sejarah Ekanami Kalanial. ltu tapik utama penelitian

tesis tribuanatunggadewi ," Surya menaikkan nada suara. Dia tidak biasa
ditanya seperti ini.

"Oh, begitu.” ,

Dia tidak melanjutkan kata-kata. Hanya mengetukkan

jari ke meja. Lalat Merah tampak tidak berselera.

"Aku tidak mungkin melakukan pekerjaan ini,” ujarnya.
"Kenapa?" Surya menatap kaget.

"Pak Surya, dengan infarmasi yang sangat sedikit ini

aku tidak mungkin bisa menemukan mereka. Aku tidak per-
nah gagal, dan aku tidak ingin ini menjadi yang pertama.”

"namun . kau diperintahkan .... "
"Bagaimana jika aku menalak? Bisakah kejadian kecil
menyingkirkan yang terbaik?"

Surya tidak bisa berkata-kata. Lalat Merah tidak mung-

kin bisa ditawar. Dia tidak beranjak pergi. Tatap matanya
meneinbus relung tersembunyi. Surya mengerti, dia tidak

bisa menutup-nutupi lagi.

"Dua hari yang lalu, aku menghubungi Profesar

mpu nala yang menitipkan tribuanatunggadewi di sini. Dan, ini aku
baru mendengar darinya. Dia bilang, selain melakukan peneli-
293

tian untuk tesis, tribuanatunggadewi juga meneliti dokumen terkait
keberadaan harta peninggalan VOC di negerikita ." tunggul
melihat Lalat Merah tidak bereaksi. "Ini mungkin terdengar
seperti lelucon. namun , mereka berdua merahasiakan pencarian
itu. Aku juga bam mengetahuinya. Tidak tabu sejauh mana
pencarian tribuanatunggadewi . to

"Oke. Nanti malam aku terbang ke Makassar. Esok

mungkin sudah ada kabar."

Dia melempar senyum. Tidak ada tanggapan untuk

keterbukaan tunggul . Mengorek informasi dengan cara begini
sudab bias a bagi Lalat Meraa.

34

SELGEL A P dan lembap itu adalah neraka. Sudut terpencil
yang jauh dari imajinasi paling menakutkan sekalipun.
Ketidakpastian adalah cemeti yang terus-menerus dicam-
bukkan. Dalam ruang tanpa nama ini, hanya berlaku hukum
setan. Aturan saat semua kebaibn dinegasikan. Inilah kondisi
saat manusia lebih menginginkan kematian daripada ke-
hidupan. Bukan karena dia tidak berani menghadapi hidup,
melainkan karena dia tidak lagi menemukan Tuhan dalam
dunia fana ini: Mengejar Tuhan lewat kematian. Lari dari
hukum setan yang membelenggu.

Parada Gultom sudah sampai pada kondisi itu. Dia nyaris
tidak sanggup lagi menahan derita penyekapan ini. namun ,
dia masih bungkam. Ada banyak cara yang dia pikirkan untuk
mengakhiri hidup. Teaapi pada ujung kesimpulan pilihan,

dia rnelihat potret.bocah yatim: anak-anaknya. Parada mengu-
rungkan niatnya. Dia menunggu. Menanti sebuah kepastian.
namun dalam dunia bawah tanah ini, tidak ada moral dan
simpati. Dua jargon itu hanya akan melemahkan proses
interogasi. Manusia hams melepaskan sifat insaninya untuk
menjadi seorang interogator yang ulung. ltu tidak sulit. Sebab
pada dasarnya, manusia adalah hewan.

Sudah cukup lama dia tidak dikunjungi orang-orang itu.
Rahasi a Meede 295

Namun, Parada tidak bisa menghitungnya dengan satuan
waktu. Sel bawah tanah ini adalah dimensi empat yang tidak
terungkap. Dimensi lain di mana ruang tak terukur dan vyaka
tak terhitung. Dimensi saat substansi materi tak bermakna
dan dentangan lonceng jam tak berguna. Dan, cahaya pun
enggan berpacu. Inilah penjara yang memerangkap manusia
yang berasal dari dimensi tiga.

Dalam kunjungan terakhir sesudah interogasi yang gagal,
orang-orang itu menyuntikkan sesuatu pada pahanya. Parada
tidak tahu untuk apa. namun dia mendengar orang-orang itu
mengucap kata insulin. Untuk apa? Dia tidak mengidap' satu
jenis pun dari beragam jenis penyakit diabetes. Bahkan gejala-
nya pun tidak pernah menghinggapi dirinya. Lebih dari tiga
kali, dia disuntik dengarl. dosis tinggi# Parada mulai merasakan
pena;aruh insulin itu pada tubuhnya. Suntikan itu menimbU1-
kan kejutan klinis. Dia merasakan tubuhnya mulai mem-
bengkak.

Sesudah itu, dia tidak merasakan apa-apa lagi. Dia berada

di dalam dimensi empat. Dunia hening yang tidak mungkin
ditembus sembarang orang. Dia hilang kesadaran. Dia tidak
pernah menyadari bahwa orang-orang atu terus-menerus
mengunjunginyi. Mereka sudah memaksanya untuk menelan
haloperidol.

Obat itu biasanya digilnakan sebagai penenang untuk
penderita Tourette Syndrome. Sebuah sindrom yang menim-
bulkan kekacauan pada sistem sara£ Penderitanya !ikan menga-
lami gangguan dalam gerakan dan omongan. Sistem saraf
hilang kendali dari tubuh. Belum ada obat yang ditemukan
untuk mengobati sindrom yang menyerang sistem saraf itu . »
Haloperidol dipakai untuk menghentikan kekacauan se-
mentara.

Obat itulah yang menjadi kendaraan Parada menuju

E.5. ITO

dunia dimensi empat. Tempat paling sepi yang ti:dak pemah
dikunjungi siapa pun. Di dalam tubuh normalnya, obat itu
menjadi serdadu yang mematikan .. Merusak sistem sara£

. Menghilangkan kendaai otak atas tubuh. Parada mengigau.
Terkadang, dia melakukan gerakan-gerakan aneh. Dia terjebak
dalam dunia dimensi empat, Haloperidol kendaraannya.
Sebuah pengakuan, itu yang dibutuhkan interogator dari
mulut Parada Gultom. Dia sudah bosan memakai_ teknik
kekerasan. Setrum, mulai tidak dia sukai. Membaringkan
tersangka di atas balok es dengan tubuh telanjang juga tidak
menarik minatnya. Padaha beberapa tahun silam, teknik ini

pemah menuai sukses. Untuk lelaki Batak yang keras kepala
ini, semua siksaan fisik tidak ada artinya. Dia memang kehi-
langan kendali atas ragaa namun tidak atas jiwa.

Maka, orang-orang itu mengubah teknik interogasi. Me-

reka membiarkan Gultom terperangkap di dalam sei. Dia
menginjeksinya dengan insulin. Kemudian, memaksa Gultom
menelan Haloperidol dengan dosis tinggi. Sekarang, lelaki
itu benar-benar sudah kehilangan kendali ata raga dan jiwa-
nya. Yang terdengar dari sudut sel itu hanya erangan, cera-
cauan bemada kekacauan.

Dia sudah sampai pada tujuan - akhir tahap penyiksaan

ini; Parada Gultom sudah dilemahkan. Sekarang, lelaki itu
akan dipaksa untuk membuat pengakuan di luar kesadaran-
nya. Dia membutuhkan Iegitimasi dari mulut pria Batak itu.
Seorang penculik membuka pintu sel Parada. Dengan

cahaya sentar yang redup, mereka menemukan tubuh tidak
berdaya itu tergolek di atas [antai dingin yang lembap. Salah
* seorang di antaranya menyiramkan satu ember air dingin ke
tubuh Parada. Lama tubuh itu tidak bereaksi. Kemudian,
mereka mengguncangnya. Sesudah itu, diguyur Iagi dengan
air dingin. Terakhir, mereka menginjeksikan sesuatu Iewat paha
Rahas ia Meede 297 .

Parada. Tubuh tidak berdaya itu kejang, terdangar erang
kesakitan. Parada sadar. Dia dijemput dari dunia dimensi
empat.

Scopolamine.

Serum itu diekstraksi dari akar tumbuhan Atropa Bel/a-
dona. sebab kandungan racun dan unsur psikotropikanya
yang tinggi, di Barat tumbuhan itu dikenal dengan sebutan
Deadly Nightshade. dahulu sebelum manusia mengenal racun-
nya, ekstrak tumbuhan itu dipakai sebagai bahan kosmetik
perempuan. ltu sebabnya, dia diberi nama Belladona yang
berarti perempuan cantik. namun kemudian, manusia mene-
mukan unsur racun dalam tumbuhan itu. Mereka memberi
kandungan racun itu dengan nama menakutkan, atropine.
Nama itu dicatut dari satu di antara tiga Moirae, dewi penen-
tu takdir dalam mitologi Yunani, Atropos. Atropos diberi
julukan Dia yang Tidak Bisa Ditawar-tawar. Atropos mem-
bawa gunting besar yang menakutkan untut<. memutus rantai
kehidupan.

Dalam dunia pengobatan modem, manusia mengambil
manfaatnya. Scopolamine bisa dipakai untuk menekan

pusat sistem saraf yang mengendalikan tubuh. Serum itu
mampu menghilangkan rasa sakit dan meambulkan efek bius
sehingga bisa dipakai untuk mencegah mabuk dan kejang
otot.

namun , dalam dunia bawah tanah dan lorong kera-
hasiaan tempat setiap kebaikan sains diubah menjadi sarana
pranata setan, Scopolamine jauh lebih berguna. Efeknya .
terhadap pusat sistem saraf dipakai untuk menguasai

manusia. Dalam dunia interogasi, Scopolamine lebih dikenal

. sebagai serum pangakuan .. Suntikannya bisa memaksa korban

mengeluarkan pengakuan sesuai dengan keinginan sang inte-

rogator. Suntikan itu menimbulkan kerusakan luar biasa pada
pusat sistem samE

Serum itu diinjeksi secara paksa pada tubuh tidak berda-

ya Parada Gultom. Efeknya langsung terjadi. Tubuhnya
terasa ringan. Sakit dan lelah hilang sesaat . Dia memiliki
energi berlebih, namun tidak punya daya untuk menggerakkan
tubuh. Perasaannya kosong melompong. Tidak ada beban
untuk mempertahankan sesuatu. Dia didudukkan pada se-
btlah kursi yang nyaman dengan busa tebal. Interogator
duduk di depannya. Dia menunggu beberapa saat. Serum

itu tengah bekerja. Dia hanya butuh pengakuan. Sebuah
fecorder sudah disiapkan untuk merekam semua jawaban
Parada.

"Parada Gultom, to interogator menguji kesadaran lelaki
itu. Dia memegang pergelangan tangan Parada.

"Ya." Suara itu lemah di luar kesadaran.

"Anda mangenal Attar Malaka?"

"Sangat mengenalnya. Lebih dari apa pun di dunia ini.”
"Attar Malaka yang dahulu bekerja di negerikita raya.”
"Ya, tentu.”

"Benar dia sudah mati?" Interogator menguji keampuhan
Scopolamine.

"Siapa bilang? Dia masih hidup. Segar bugar, sehat

selalu.” Serum itu hekerja dengan baik. Interogator melempar
senyum pada dua anak buahnya. .

"Lantas, kenapa dia diberitakan mati?"

"Untuk menghindarkan kematian itu sendiri. Dia diburu,
sebuah kekuatan besar menginginkan kematiannya.”
"Kekuatan besar."”

Interogator tersenyum puas mendengar jawaban itu. Jika
dia tahu keampuhan Scopolamine dari dahulu , tentu sarana

penyiksaan lain sudah dia singkirkan.

‘Jadi, dia sekarang bersembunyi?"

"laki-laki sejati tidak pemah se!Ibunyi. Dia akan datang
menagih janji.”

‘Jadi, di mana dia sekarang?"

"Poseidon, pengtlasa lautan. Ah, bukan, dia putra Nyi
Loro Kidul. Bukan ... bukan, dia tidak di Laut Selatan. Laut
. I" mana, ya .

. Interogator mengguncang-guncang tubuh Parada Gultom.
Jawabannya mulai ngawur. Kalau keadaan tetap seperti ini,
dia akan menginjeksikan lagi Scopolamine.

"Laut mana?" Interogator berpiklr sejenak, dia mengubah
pertanyaan. "Di mana dia biasa berlabuh?"

"Banda."

Pertanyaan yang jitu dan cerdas. Dia memperoleh kannya.
Interogator bersorak dalam hati. Esok, dia bisa membinasakan
pulau itu beserta isinya. Betapa mudahnya menyulut keru-
suhan di negeri para raja itu.

"Kau tentu sering menemuinya?"

"Sepanjartg dia mengingiannya. Oh, Banda." Eksotisme
pulau tersebll:t menerbangkan Parada Gultom.

"Baik, sekarang kita akan membicarakan masalah yang

jauh lebih serius,” ucap Interogator penuh percaya diri. "Anar-
ki Nusantara. Kau tentu pemah mendengamya?"

"Tya. Betul."

"Attar Malaka yang mengerrdalikan kelompok itu?"

"Primus Inter Pares, Kata Maruhun Sansai yang punya
rumah makan padang di depan negerikita raya, itu artinya,
orang yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting.”
Parada Gultom mulai tertawa. "Maruhun Sansai, topi miring-
nya dia sebut kopiah teleng.”

aarada Gultom benar-benar sudah kehilangan kendall atas
E.5. ITO

pikiran dan jiwanya. Dia tidak membayangkan apa-apa saat
memberikan jawaban. Yang penting, jawaban itu membuat
dia nyaman dan ringan. a

. "Mereka pelalru pembunuhan Gandhi.”

"Siapa?" Naluri untuk bertanya tidak ilrut hilang dalam
kesadaran Parada Guhom

"Anarki Nusantara."

"Bukan.”

Jawaban Gultom mengagetkan Interogator. -laki-laki ' ini
masih sadar. Tidak bisa dituntun untuk memberikan semua
jawaban yang diinginkan. Interogator coba untuk bersabar.
Ketika anak buahnya hendak menginjeksikan lagi Scopola-
mine, dia mencegahnya.

"Lal. a" u slapa.

"Naturam Godse, seorang ekstremis Hindu. Dia membu-
nuh Gandhi dengan sepucuk pistol sesudah memberi salam

. pada sang guru."

Interogator tertawa dalam hati. Dia lega. Jawaban itu

keluar karena dia membenkan pertanyaan yang bias. Dia
mengulanginya.

"Maksud kami, rententan pembunuhan orang penting
dengan mengungkap dosa sosial Gandhi di Jakarta tahun ini.
Bukankah Anarki Nusantara pelakunya?"

"Ya, Anarki." .

"Anarki Nusantara?"

"Ya ... ya... Gandhi yang malang.”

Interogator memberikan isyarat kepada anak buahnya

untuk menyuntikkan lagi Scopolamine. Untuk beberapa lama,
mereka diam. Parada Gultom tampak semakin tidak berdaya.
Dia tiaJ<. bisa memusatkan perhatian pada apa pun. Kelopak
matanya membengkak, bola matanya tidak lagi bersinar.
Interogator mengembangkan skenario interogasi. Dia

3°1

butuh lebih dari sebuah pengakuan. Dia mengembangkan
pertanyaan. Menjebak Parada Gultom pada jawaban positi£
Sebuah pengakuan buatan yang akan menjadi legitimasi
perbuatannya. Jebakan dan rekayasa, alat utama intelijen.
"Anarki Nusantaia merencanakan untuk membunuh le-

bih banyak lagi tokoh-tokoh penting di Jakarta. Bukankah
begitu?"

J"Ya."

"Attar Malaka yang mengendalikan semuanya?"

"Ya."

"Kalian semua ingin menghancurkan NKRI dan meng-

gantinya dengan anarki?"

"Iya,"
"Untuk apa?"
"Tya ... Ya... ya... ya... ya..." Parada terus bergumam.

Interogator menahan pertanyaannya. Dia sudah menda-
patkan pengakuan yang diinginkan. Celotehan tidak sadar
dari mulut Parada Gultom akan menjadi legitirriasi.
"Sekarang, siapa sebetulnya Attar Malaka itu?”

"mpu tirta , penguasa lautan Nusantara.”

"mpu tirta ?"

"Ya."

Interogator memperoleh kan sebuah nama. namun , dia belum
puas bel'tanya.

"Kami inginkan masa lalunya, siapa sebetulnya Attar
Malaka?"

Pertanyaan ulangan itu seperti biduk yang menjemput
Gultom menuju laut khayalan.

"Mohamad Attar. Bung Hatta, dialah orangnya."

"N " gavvua *

"Wass mich nich umbringt, macht mich starker.”

Parada Gultom menceracau dalam bahasa Jerman Dia
302E.5. ITO

membayangkaq Attar, yang tampak wajah Bung Hatta yang
menggumamkan kata-kata: Apa yang tidak menumbangkan
diriku, akan memperkuat diriku. Dia mengutipnya dari
Nietzsche.

"Siapa Attar Malaka sebetulnya ?” [aterogator mengulang .
pertanyaan.

"Tbrahim Tan Malaka. Sebab, dia juga pacar merah Indo-. " neSla.
Jawaban itu terdengar semakin ngawur. Tidak mungan
Gultom bermain-main. Pengarng Scopolamine sangat kuat.
Interogator menunggu jawaban yang diinginkannya.

"Di dalam kubur, suaraku akan terdengar lebih nyaring!" *
Interogator kaget. Parada Gultom berada di ambang

frustrasi. laki-laki itu sangat ingin mati. Dia tidak sadar kalau
Parada Gultom menyitir kata-kata yang pemah diucapkan
Tan Malaka.

"Siapa Attar Malaka? Ceritakan tentang keluarganya!"
Didesak terns dengan satu topik pertanyaan mungkin bisa
menggiring Gultom pada sebuah kebenaran paksaan.

"Siapa lagi?" Dalam keadaan normal, jawaban Gultom

akan terdengar seperti celotehan orang mabuk. "Tentu saja
Che Guevara. fatria 0 muerte. Tanah air atau mati!"
Interogator menatap wajahnya. Parada Gultom tidak lagi
berlayar di lautan. Dengan biduk yang sarna, dia terbang di
angkasa. Jauh di bawahnya dia lihat jurang Yuro tempat Che
tertangkap. Tidak jauh dari tempat itu ada kota kecil

La Higuera, tempat militer Bolivia mengeksekusi mati Che.
"Ceritakan pada kami tentang kcluarganya?" Interogator
bertekad ini terakhir kalinya dia bertanya. Le;laki itu sudah
kacau. Sarafnya beriar-benar terganggu. Dia tidak mungkin
lagi sembuh.

Siapa lagi? Bida Scopolaminenya tidak sekadar mem-
Rahasia Meede

belah angkasa, namun juga menembus waktu. Parada melihat
Athena. Socrates dalam tahanan. Dia menyaksikan Socrates
dipaksa meminum racun untuk keyakinannya yang tak ter-
bantahkan. Coniine, ekstraksi biji cemara, itulah racun yang ,
ditenggak oleh Plato.

"Dia putra Socrates," Parada menjawab dengan suara

parau. "Dia adalah Socrates. Oh tidak, cemara, aku merindukan
cemara.”

Natal masih lama. namun , Parada melihat hiasan pohon
cemara yang indah. Parada merindukan Natal. Dia ingin
menebak.kado di bawah pohon. Dia menangis, namun tidak

keluar air inata. Dia benar-benar tidak berdaya. Dia sudah
mati rasa dan jiwa. Cuma denyut jantung yang menjadi-
kannya hidup.

"Dia sudah tidak berguna lagi. Sudah gila. Butuh berta-
hun-tahun untuk menyembuhkannya."”

Cukup sudah. Interogator menghentikan interogasi. Dia
sudah memperoleh kan apa yang diinginkannya. Tubuh lemah
Parada Gultom disingkirkan dari ruangannya. laki-laki Batak
itu tidak berguna lagi.

35

KAM PUN G CAM BAY Y A tidak jauh dari Pelabuhan Paotere.
Kampung yang juga dekat dengan galangan kapal dap
pangkalan Angkatan Laut Makassar itu, sebagian besar
penghuninya adalah nelayan dan pelaut. Pukul satu dini hari,
kampung itu sepi mencekam .. Para suarni berlayar mencari
sesuap nasi, para istri tidur menunggu pagi. Berdoa, semoga
suami mereka selamat pada saat kembali. Penerangan jalan
seadanya membuat kendaraan sulit menghindar dari jebakan
jalan. Aspal tidak rata, di sana-sini ada lubang yang mulai
ditumbuhi rumput liar. Dari kejauhan di arah selatan, tampak
nyala lampu pada tiang-tiang phinisi yang merapat di
Paotere.

Belukar jalan berganti panorama keindahan di utara
perkampungan. Sebuah rumah panggung besar tegak berdiri
di ujung jalan. Bukan ukuran besamya saja yang membeda-
kan dengan rumah lain, melainkan juga keindahan arsitektur
yang mengingatkan orang pada tradisi kebangsawanan Bugis.
Daihatsu Xenia itu berhenti persis di depan rumah panggung.
Dua orang turun dari mobil, sementara sopir menunggu di
dalam.

Lampu pada taman dan teras rumah menyala redup.

Sementara, di dalamnya haRya samar satu cahaya tertangkap

mata. Dua orang itu -menaiki tangga rflenuju teras rumah
panggung. Mereka bukan tamu yang diinginkan tengah ma-
lam begini. Pasti datang untuk sesuatu yang darurat. Dan,
kata darurat sering kali menyesatkan. laki-laki yang mengenakan
jaket biru laut mengetuk pintu. -Pada ketukan, kedua, ter-
dengar sahutan dari dalam. Setengah menit "kemudian,” pintu
rumah panggung itu terbuka lebar. .

"Bapak Andi Hakiem Moenta?" Sang tamu memastikan.
Tuan rumah itu seorang lelaki berumur sekitar tujuh

puluh tahunan. T ubuh. kecilnya mengenakan sarung dengan
kaus putih di atasnya. Walaupun terbiasa tinggal di pinggir
pantai, gerah malam tetap tidak dapat diu sir. laki-laki itu

melempar senyum. Dia menekan rasa kesal.
"Ya. Saudara berdua tentu orang pemerintah yang tadi
menggeledah kapal saya?"

"Bukan menggeledah, Pak. Hanya melakukan pemerik-

saan rutin,” jawab lelaki yang tadi menyapa.

Dia sudah terbiasa menghadapi orang pemerintah. Biasa-

nya, pemeriksaan rutin erat kaitannya dengan pungutan terse-
lubung. Bahasa-bahasa orang pemerintah beragam dengan
tujuan yang sarna; pungutan. laki-laki ini mengl:1Ubunginya
setengah jam lalu, dia minta bertemu:

"Mari masuk ke dalam." Tangannya terbuka menunjuk
hamparan tikar di ruang tengah rumah yang luas.

Tamu itu menerima tawaran itu. Tidak enak membica-

rakan masalah ini di tempat terbuka. Walaupun sunyi sepi

di luar.

"Temannya kenapa tidak diajak masuk?" Tuan rumah

melirik ke belakang. Dia lihat hanya satu orang yang meng-
ikuti.

uBial.' di luar saja, Pak. Gerah di dalam," seru suara dari
teras. .

E.8.ITO

laki-laki itu menutup pintu dari luar. Dia kernudian mem-
bakar seba"tang rokok. Kantuk mesti diusir dengan cara meru-
sak paro-paru. Dia bellar-benar lelah. Penerbangan dua jam

. dari Jakarta menghabiskan tenaga. Sesudah itu, mereka lang-
sung menyongsong KM Borneo yang merapat di Paotere
lepas magrib. Mereka menggeledah seisi kapal. Semua awak
ditanyai. namun , tidak ada tanda yang menunjuan keberada-
an orang yang mereka cari atau paling tidak pernah berada

di atas kapal itu. Keterangan awak kapal meyakinkan. Jumlah,
nama, dan beberapa barang yang mereka angkut sesuai dengan
manifes yang dikeluarkan syahbandar di Pelabuhan Sunda
Kelapa. Jalan lain yang masih terbuka adalah dengan mena-
nyai pemilik kapal.

"Tinggal sendiri, Pak Andi?"

Dia lihat Andi Hakiem Moenta menyingkap tungkup

. meja, kemudian menggelar piring-piring berisi makanan di
depan tamu. Rumah itu sepi senyap. Tidak terdengar keruh
dari jasad yang tidu.r. -

‘aSama istri, namun sudah tidur."

"Anak?"

"Ada satu, namun dia ikut suami tinggal di Panakkukang,”
Andi meletan satu cembung nasi di depan tamu. "Ayo

makan dahulu . Ternan Saudara rugi menunggu di luar. Walau-
pun tidak ada coto dan sop konro, ikan bakar cukup mengun-
dang selera."

"Terima kasih, Pak."
Dia tidak mungkin menolaknya. Perutnya terlalu kosong,
tidak ada ruang untuk basa-basi:Tamu itu lahap menghabis-
kan nasi dan ikan. Andi Hakiam Moenta hanya mengambil
segenggam nasi. Makannya lebih lamb at dati sang- tamu.
"Saudara sendiri daa mana?" Dia balum sempat me-

Rahas la Made

nanyakan persis sang tamu bekerja eli instansi mana. Dugaan-
nya kalau tidak serdadu , ya polisi.

"Saya, Agus Jauhari. Ajun Komisaris Polisi. Bertugas di
Mabes Polri," Agus menyodorkan kartu anggotanya. Dugaan
tuan rumah tidak meleset.

"Jauh datang kernari hanya untuk mengejar phinisi saya?”
"Mungkin aroma ibn b

akar ini yang mengundang. Bu-

kan KM Borneo,” Agus berkelakar.

Sang tuan rumah tersenyum mendengarnya. Dia sudah
terbiasa menghadapi polisi dan serdadu . Memiliki tiga phinisi
besar dan tujuh kapal nelayan tidak bisa mengelak dari
beragam pungutan. dahulu dan sekarang sarna saja, hanya
penagihnya yang berbeda.

"Pak Andi tidak keberatan kalau tengah malam begini

saya bertanya-tanya kepada Bapak?" Basa-basi itu terdengar
basi.

"Tidak masalah. Saya hanya bermasalah dengan cara
Saudara memanggil saya. Andi, panggilan itu melekat pada
banyak orang. Dari orang istana hingga calo pelabuhan. Orang
istana memuakkan,” calo pelabuhan memalukan.”

Agus tertawa. ‘ladi, tepatnya saya panggil apa?”

"Hakiem atau Moenta saja." Baginya, ceritlj. tentang

Andi itu bukan lelucon. ‘ladi, apa yang saya bisa bantu?"
"Jadi Pak Hakiem, kami dapat laporan dari Pelabuhan

Sunda Kelapa, ada ' yang tidak beres dengan KM Borneo,”
Agus memulainya pelan.

"Apa yang tidak beres? Kapal-kapal saya tidak pernah
berniaga untuk sesuatu yang terlarang. Yang halal-halal saja
sudah cukup memberi masalah apalagi yang terlarang.”

" "Ini bukan bararg, Pak Hakiem. namun orang."

"Apa maksudnya?" Mata Aneli Hakiem mendelik.

"Dua orang perempuan hilang sejak lima hari yang lalu a
308.E.5. ITO

di Jakarta. Satu di antaranya orang asing berkebangsaan Be-
landa. aeberapa saksi mata menjelaskan, terakhir kali mereka
mehhat kedua perempuan itu naik ke atas KM Borneo. Kami

hanya ingin memperoleh kepastian.” .
"Saudara menemukannya di atas kapal saya?"

"Tidak, maksud saya belum.”

"Ada pengakuan dari awak kapal bahwa mereka mem-

bawa dua perempuan itu?” .

"Tidak juga."

"Kalau begitu, pendapat saya adalah suara dari awak kapal.
Selesai."

Hakiem menunggu reaksi dari perwira polisi itu. Dia

tidak pernah gusar dengan awaknya. Orang-orang itu sudah
dia hidupi semenjak mereka jadi kuli di pelabuhan. Agus
tidak cepat menanggapinya. Dia hanya mencari sebuah per-
untungan tidak terduga dari pertemuan ini. Jawaban Hakiem
sudah dia duga sebelumnya.

"Kalau saya tidak salah Pak Hakiem, ini bam kali kedua
Borneo merapat di" Sunda Kelapa?"

"Ya. Informasi Saudara lengkap sekali,” pujinya hambar.
"Kenapa tiba-tiba Borneo berlayar ke Jawa?"

"Seharusnya Maros, namun phinisi itu dalam perbaikan.
Sementara, pada saat yang sarna phinisi satu lagi, KM Enrek-
kang tengah dalam perjalanan menuju Pelabuhan Mopah di
Merauke. Kapal itu membawa semen ke ujung pulau." Dia
lalu membuang muka, namun cepat balik menatap Agus . .
"Saudara memendam curiga kepada saya?"

"Ah, sarna sekali tidak. Pak Hakiem jangan salah mengerti."
"Jda" al.

"Mungkin kami yang memperoleh kan informasi yang salah,"
Agus menetralisasi keadaan.

"Tentu saja. Membawa barang biasa saja sudah mengun-
Rahasla Made

dang masalah. Apalagi menculik perempuan, bukankah itu
tindaan 'memalukan? Saya masih terikat pada siri, pace, dan
sare.”

Agus men"ahan napas. Dia tidak akan memperoleh kan apa-
apa dari lelaki Bugis ini. Jika dia terns mendesak, orang tua
ini bisa hilang kesabaran. Badik yang menjadi hiasan di
dinding bisa'saja memburai ususnya. Dia ragu, apakah sudah
saatnya meninggalkan rumah ini. Mungkin satu-satunya yang
bisa dike nang adalah lezat ikan babe melebiha yang ditawar-
kan Muara Angke. Pandangan matanya terhenti pada kamar
tenKah yang separuh pintunya terbuka. Cahaya lampu di
dalamnya berasal dati lampu belajar di atas meja.

"Bapak sedang mengexjakan sesuatu di dalam sana? Atau
Pak Hakiem jenis pemilik kapal yang senang menulis roman?"
tanyanya. menggoda.

‘a tidak, Saudara lagi-Iagi salah mengerti. Saya hanya

senang membaca. Tidak cukup punya keberanian menulis."
"Senang baca buku apa, Pak Hakiem?" Agus sudah men-
dapatkan kembali kepercayaan Hakiem.

"Semua yang memberi pengetahuan baru sembari. meng-
ingat yang lalu."

"Boleh saya melihat ke dalam, Pak?" ,

"Tentu saja.”

Hakiem mengajak tamunya masuk ke dalam kamar yang
dijadikan ruang baca. Kamar itu terlihat sempit oleh tiga rak
penuh oleh buku. Koleksinya memang beragam, buku-buku,
tradisional yang judulnya tidak dimengerti, buku agama
hingga roman lama dan buku pelayaran. Mata sang tamu
menjelajahi seisi rak. namun kemudian, edaran mata itu ter-

henti pada satu deret penuh buku terkait satu nama.

"Mohamad Hatta... ." Agus berbisik dalam hati. Dia
tetap memelihara ekspresi normal . .
310E.5. ITD

Dia tidak menyentuh satu pun dari bttku-buku itu. Ada
beberapa bagian yang bisa dibaca, Daulat Ra'jat, Demokrasi
Kita, Memoir Hatta, dan lembaran tulisan tua dalam bahasa
Belanda yang ditulis oleh Hatta. Pada ujung rak terpisah

satu buku, Indonesie VriJ. Mata liarnya terus menjelajah. Pada
bagian dinding yang samar menangkap cahaya, dia menemu-
kan dua bingkai foto Hatta.

"Bagaimana?" tanya Hakiem mangganggu penelusuran

mata liar.

"Luar biasa, Pak Hakiem,” Agus menjawab pendek.

Otaknya berpikir keras menganalisis. namun , dia tidak mau

menyinggung Hatta. .

Koleksi Hatta di ujung selatan Sulawesi. Jia dia sekadar
mengendus jejak gadis Belanda dan ternan pribuminya, ini
tentu tidak perlu dipikirkan. namun , ‘dia punya bUl;,uan yang
lebih penting. Koinsiden ini bisa jadi tidak saling lepas dan . .
bebas. Jika ini benar saling berhubungan, ini seperti sekali
merengkuh dayung, dua tiga pulau di timur negerikita ter-
lewati. Dia tertawa di dalam hati. Orang tua ini terlalu percaya
diri menerima Lalat Merah pada malam hari. Dia mohon
pamit -pada Hakiem .

. "Jadi, bagaimana dengan kapal saya?"

"Kami mohon maaf, Pak Hakiem. Petugas yang mem-

berikan informasi di Sunda Kelapa patut diburai dengan
badik. Mungkin maaf saja tidak cukup atas gangguan tidak a perlu ini.” .
"Lupakan saja. Saya senang menerima tamu dari Jakarta.”
Dalam s((nyum, orang tua itu menyimpan dusta.

"Bagaimana 130s?"

Lalat Merah menatap anak buahnya yang dari tadi me-
Rahasla M eede 311

nunggu di Ivar. Raut wajahnya menunjukkan kegembiraan.
Dia hanya memberikan jawaban pendek..

"Orang tua itu punya agenda sendiri. Perburuan ini

semakin menarik.."

"Kenapa kita tidak rtlenahannya?"

"Buat apa? Tanpa dia buka suara, aku sudah tahu tujuan

kita selanjutnya. Kauikut sajalah permainan ini. Ini hanyalah
petak umpet menunggu senja.”

Lalat Merah memang jumawa.

36

KAMPONGLON THO R dalam semarak pesta. Gadis-
gadis ayu campuran Melayu, Eropa, Arab, dan Melanesia
berkeliaran dalam pakaian adat. Riasan sederhana memberi
kesan .magis di tengah lantunan lagu-Iagu adat masyarakat
Pulau Banda Besar. Jalanan kampong berubah ramai, orang-
orang seantero pulau berdatangan. Wisatawan asing tidak
ketinggalan. Tidak ada yang ingin melewatkan peristiwa besar
ini. Prosesi Cuci Parigi 'tengah dilakukan oleh masyarakat
‘Kampong Lonthor. Prosesi magis mengeringkan dan kemu-

. dian membersihkan sumur kembar tua di kampong itu.

Di ujung jilan terdengar teriakan. laki-laki dan perempuan
mengambil tempat masing-masing. Berdiri sejajar dari satu
titik terus lurns hingga mulut sumur Parigi Tila Lonthor.
Prosesi Cuci Parigi sudah dimulai. Sehelai ka,in tanpa sam-
bungan sepanjang lebih dari empat depa dan lebar satu meter
. dilewatkan dari satu tangan menuju tangan lain mengarah
ke Parigi Tua Lonthor. Kain dengan ujung mirip kepala dan
ujung lainnya mirip- ekor naga itu disebut Kain Gajah. Di
tepian sumur, kain itu rriulai diturnnkan ke dalam. Tumpuk-
annya menutup pancaran mata air pada kedua sumur kembar
itu. Tiga orang laki-laki mengeringkan air sumur yang tinggaJ
312

Rahas ia Meede

semata kaki. Sesudah itu, bergantian orang-orang membersih--a
kan mata air dari sumur kembar yang unik itu.

Parigi Tua Lonthor terletak 300 meter di atas permukaan
laut. Kedalamannya tidak lebih dari lima meter. Kedua dasar
sumur itu terhubung oleh satu lubang besar. namun anehnya,
air yang dihasilkan masing-masing sumur berbeda. Sumur
yang satu menghasilkan air bening yang jemih dan bersih.
Sementara, sumur lainnya menghasilkan air payau. Sehari-
sehari Parigi Tua Lonthor dipakai oleh penduduk Kam-
pong Lonthor sebagai sumber air minum dan tempat mencu-

ci pakaian.
N amun, di tengah keramaian pendatang dan turis yang
memadati ' kampong, tidak ada yang menyadari keganjilan
prosesi hari ini. Sesuai dengan kebiasaan adat, biasanya ke-
giatan ini diadakan lima tahun sekali. namun , ini barn lewat
dua tahun sesudah Cuci Parigi terakhir. Keputusan untuk
melakukan ritual ini 'dilakukan dengan tergesa -gesa oleh tetua
dan pemimpin kampong. Di dalam sebuah Baileu, diliputi
.wajah tegang dan rasa cemas yang menghantui, mereka akhir-
nya mengambil keputusan untuk mengadakan prosesi ini
secepatnya. Agama langit tidak mampu menghalau ketakutan
orang-orang tua terhadap murka alamo

Tidak sampai berselang minggu sebalurlnya, pada pagi

buta seorang perempuan yang hendak mencuci pakaian me-
nemukan sesosok mayat di dalam sumur. Kegemparan melan-
da kampong. Ini kali pertama sumur tua itu memberi horor.
Bukan lagi sumber kehidupan, namun mempertontonkan ke-
matian. Mayat seorang pendfltang dari Jakarta, Dr. Nano
Didaktika. Sainais dan enviromentalis yang tengah mengha-
biskan waktu senggangnya di Kepulauan Banda. Hasil visum
polisi menunjukkan tidak ada bekas luka dan kekerasan

lainnya. Dia diduga sedang mabuk atau tidak sadarkan diri,

-kemudian terjun ke dalam sumur. namun , hanya sedlkit orang
, yang percaya dengan keterangan polisi tersebut. Kematian

di Parigi Tua Lonthor menebar teror. Sebuah ritual perlu
diadakan, Cuci Parigi.

Di "antara kerumunan ratusan orang, wajah-wajah asing turis
kulit putih menjadi pemandangan yang biasa. Para pelancong
asing itu mengernyitkan dahi, sesekali mereka memotret
prosesi yang tengah berlangslIng. Seolah-olah peristiwa ini
adalah momen yang perlu mereka kaji sekembalinya nanti

ke tanah asal mereka. Padahal, tidak semua dari mereka
menikmati prosesi dengan lantunan lagu-lagu adat itU. namun
bahkan dalam ekspresi wajah, Eropa perlu menunjukkan
kejumawaannya. Otak kosong mereka ditutupi dengan ekspre-
si berpikir.

Dia berada di tengah-tengah keramaian pelancong asing.

Di kanan dan kirinya dua orang kapal rrtengapit. Satu orang
lainnya berkeliaran di antara tumpukan manusia yang meme-
nuhi Kampong Lonthor. Di kejauhan dia tetap mengamati
posisi ketiga orang itu. tribuanatunggadewi Zwinckel ditawan di tengah
keramaian. Gadis itu tak lagi melihat nyi girah . Otaknya berpikir
keras. Untuk apa orang-orang ini mc,:mbawanya ke sini? Dia
bahkan tidak tahu aengah berada di mana. Tebakannya hanya
satu, dia berada di timur negerikita . Mungkin salah satu dari

puluhan gugus kepulauan rempah-rempah.
Satu-dua polisi loka! melewati mereka. Di kejauhan juga

tampak serdadu beikeliaran tanpa senjata. Mereka petugas dari
Komando Rayon Militer setempat. Ada godaan yang mendo-

rong tribuanatunggadewi untuk kabur dari kedua orang itu. Kemudian,
mengejar polisi atau serdadu , mencari perlindungan. namun ,

dia sangsi itu ada gunanya. Jika orang-orang ini dengan

mudah bisa membawanya kemari, tentu dia tidak akan bisa

kabur semudah itu. Mereka sudah menyiapkan segala sesuatu-

nya. Penculikan ini nyaris sell).pura. Dia tidak mungkin
menghadapinya dengan pikiran pendek. tribuanatunggadewi menahan
diri. Dalam ketakutan, dia memikirkan keindahan rltual ini.

Dua orang kapal ini memberi isyarat kepada tribuanatunggadewi
untuk bergerak ke arah timur. Bergeser menuju arah jam satu

dekat dengan tepian sumur. Di tempat itu, keramaian orang

lebih padat. Bocah-bocah kecil Kampong Lonthor menyelip-

kan tubuh mungil mereka. tribuanatunggadewi menangkap suara ke-
riangan. Para lelaki kampong masih bekerja keras member-

sihkan sumur.

Dua sosok tangan mengapit tribuanatunggadewi . Dia melihat ke
samping kanan dan kiri. Dua orang yang berbeda. tribuanatunggadewi
kaget, dia tidak menyadarinya. Dua orang kapal itu sudah

berlalu pergi. Sekarang, dia diapit oleh dua orang lelaki yang

berbeda. Tampaknya penduduk lokal setempat. Satu orang

di antaranya tersenyum tipis. tribuanatunggadewi ingin berteriak. namun ,
bagaimana jika semua orang di tempat asing ini tidak berpi-

hak kepadanya? Bagaimana pula jika kedua lelaki ini pembu-

nuh yang gugup? Ketika pania mereka akan menikam dirinya.
tribuanatunggadewi semakin kebingungan. Puncak;-puncak ketakutan
telah dia lewati. namun , punaak lain senantiasa tegar menung-

guo

Laki-Iaki kampong keluar dari Parigi Tua Lonthor. Ujung

gulungan Kain Gajah ditarik ke atas. Perlahan, pancaran air

mulai keluar menggenangi dasar sumur yang bersih. Deretan
gadis-gadis kampong sudah siap menunggu di atas. Mereka
menerima Kain Gajah. Kemudian, jalan bersama menggotong

Kain Gajah menuju pantai. Lantunan lagu daerah layaknya

bauran ode dan hymne mengiringi jejak langkah gadis-gadis

cantik itu.

E.5.ITO

Kerumunan massa mengikuti di belakang. Beberapa

orang turis asing berlarian. Kemudian, mengambil foto dari

samping dan depan. Peristiwa langka, mereka perlu memper-

lihatkan cita rasa seni khas Barat sana. Kerumunan orang itu
menyem "ut menuju pantai. J araknya cukup jauh, ditempuh

dengan berjalan kaki.
Dua orang lelaki lokal itu memberi isyarat kepada
tribuanatunggadewi untuk mengikuti kerumunan massa. Mereka terus
berjalan. Pada sebuah persimpangan jalan, dua orang itu
menahan langkah tribuanatunggadewi . Mereka berbelok ke kiri. Tidak
ada yang memerhatikan. Setiap orang tenggelam dalam prosesi
magis itu. Sebuah mobil Datsun bak terbuka terparkir di
..uJung perslmpangan.

"Mari, Nona.»

laki-laki yang satu membuka pintu mobil, lainnya memer-
hatikan keadaan sekeliling. Tepat di garis belakang massa,
pengamat dari kapal memberi isyarat. Misi mereka sudah
sukses.

Mesin Datsun tua itu menyala dengan terbatuk-batuk.
tribuanatunggadewi duduk terapit di tengah. Dia paSrah. Tidak tahu
harus berbuat apa. Jika orang-orang ini begitu susah payah
membawanya kemari, tentu mereka tidak akan begitu saja
melenyapkannya. Mereka menginginkan sesuatu. namun ,
Cataeen tadak tahu apa.

Datsun tua itu memasuki Kampong Walang. Keramaian
kampong diisap oleh keramaian Cuci Parigi di Kampong
Lonthor. Melewati jalan sepi kampong, Datsun itu :r:nulai
memasuki tanjakan halus tanpa turunan. Pendakiary yang
dilakukan perlahan dengan satu dua belokan ringan. Di
kanan-kiri jalan" pohon pala dan kenari julang-menjulang.
tribuanatunggadewi seperti tengah pelesiran, matanya terbuka lebar dan
RaJiasia Meene

anehnya, tangannya tidak diikat. namun , dia tetaplah seorang
tawanan. Dua orang l€!laki itu tidak mengeluarkan sepatah

kata pun. Membawa korban penculikan siang hari begini,
sungguh pekerjaan penuh risiko. namun sebetulnya , siapa yang
peduli dengan seorang gadis asing yang diapit dua laki-laki

aa

Jauh di atas perkampungan, pada satu dataran tinggi,

Datsun itu berbelok. Rimbunnya pepohonan dan akar tropis
membuat meaka seperti masuk ke jalan babi. Kubangan-
kubangan kering membuat raungan Datsun terdengar seperti
napas penghabisan. Jalan babi itu cukup panjang, hingga
kemudian di depan mereka terhampar satu dataran yang
dipenuhi oleh pohon pala yang julang-menjulang, sesekali
diselingi oleh pohon kenari.

Perkenier, mereka memasuki perkebunan pala yang cukup

luas. Perek, ramah tinggal para pekerja peninggalan Belanda
masih terawat dan dipakai hingga saat ini. Bertebaran di

antara rimbunnya pepohonan. Beberapa peaarja tampak se-

dang memanjat, kemudian memetik buah pala. Mereka tidak
mengacuhkan raungan Datsun tua. Pada batas pepohonan,
Datsun itu berhenti. tribuanatunggadewi terpana. Dia tidak mampu
menggambarkan panoramanya. Perkebuhan ini adalah puncak
landai dengan tebing langsung berbatasan dengan laut. Mem-
bentuk sebuah teluk kecil yang sepi. Nun jauh di utara, dia
bisa melihat pulau besar berdampingan dengan sebuah gu-
nung terapung.

Bangunan di ujung perkebunan pala tidak bisa disebut
dengan perek, s,ebab bangunan itu' jauh lebih besar, mirip
balai pertemuan. Bangunan itu mirip sebuah baileu, tempat
yang dipakai oleh orang-orang Maluku untuk mengadakan
rapat atau menyambut tamu penting. namun di perkebonan

ini, bangunan itu disebut perek besar.

"Silakan turun, Nona." .

laki-laki di samping kiri membukakan pintu, dengan sopan
mempersilakan tribuanatunggadewi turun. Gadis Belanda itu hanya
terpana diam. Turun dari mobil, pandangannya menelanjangi

setiap panorama yang tertangkap matl!. Indah. Dia tidak

pernah menemukan keindahan melebihi tempat ini. namun ,

dia seorang tawanan. Alam bawah .sadarnya mengaaakan dia

tengah berada di pedalaman Kolombia. Di tengah-tengah
pegunungan yang dijadikan perkebunan koka lang terlarang.

namun , ini masih negerikita dan dia Il).engenal aroma tempat

ini. Aroma dari sebutir buah.

Sopir Datsun membawanya masuk. Kemudian, mening-

galkannya sendiri di tengah lapangnya ruang tengah bangun-

an. tribuanatunggadewi terpaku diam. Pandangannya menerawang bagi-
an dalam bapgunan itu. Tidak ada yang luar biasa, kecuali

tanda tanya.

"Nona tribuanatunggadewi Zwinckel"

Terdengar suara dari satu sudut yang terlewatkan oleh

pandangan mata tribuanatunggadewi . Dia menoleh ke sumber suara.
Tidak butuh waktu lama mencarinya, dia memperoleh i seorang .
lelaki mengenakan sarung dan kaus berwarna hitam duduk

di atas kursi rotan. Dia mandekati lelaki itu. Mungkin lelaki

ini dalang di balik tragedi yang - menimpanya ini .

. "Apa yang kalian inginkan?" seru tribuanatunggadewi menelan ta-
nya..

. "Duduk dahulu , Nona.” laki-laki itu menghadapinya dengan
tenang.

"Aku tidak mengerti. Kenapa? Ada apa?"

laki-laki itu bangkit dari tempat duduknya. Perawakannya

khas lelaki negerikita . Tidak lebih tinggi dad tribuanatunggadewi , de-
ngaR rambut bergelombang sampai bahu. tribuanatunggadewi bersiap

untuk kemungkinan terburuk. Di tempat ini, kekerasan ter-
Rahasia Made

hadap perempuan, tidak akan didengar oleh siapa pun. Dia

mendekati tribuanatunggadewi . Ketika dia sudah bersiap dengan semua
ke mungkin an, lelaki itu menarik kursi rotan di depan
tribuanatunggadewi .

"Silakan duduk, Nona," uaapnya pelan, kemudian kem-

bali ke tempat semula. Dengan ragu, tribuanatunggadewi mengikuti
permintaan lelaki itu. Di depannya tersaji segelas teh hangat

dan tumpukan roti di dalam piring. Rasa lapar menyerimg

perot tribuanatunggadewi . Dia ingin menelannya sesaat . Sejak sema-
lam, dia belum makan apa-apa.

"Silakan dicicipi. Kenyangkan perut Nona. Perut yaag

kenyang akan membuat pikiran jadi tenang,"” lanjut lelaki

itu.

tribuanatunggadewi ragu-ragu dengan tawaran itu. namun , dorongan
dari perut lebih besar dari perasaan waswasnya. Tangannya
menjangkau makanan.. Tiga roti dia lahap sesaat . Kemudian,
didorong masuk kerongkongan dengan teh manis beraroma

melati. laki-laki itu memandangnya sambil tersenyum kecil.

T angannya menyilang di depan dagu.

"Mohon dimaafkan atas ketidaknyamanan yang Nona

alami selama perjalanan ke tempat ini," ucap lelaki itu.
"Ketidaknyamanan?" tribuanatunggadewi terpancing. "Kalian sebut
semua ini dengan ketidaknyamanan? Ini sebuah penculikan.

Kalian menculik seorang warga asing. Oh, Tuhan. Aku bahkan

tidak tahu di mana aku berada saat ini!"

"Nona, selamat datang di kepulauan rempah-rempah.”

"Maluku? Oh, Tuhan?" Walaupun hampir seminggu

dalam pelayaran dan melihat sosok-sosok dengan wajah khas
negerikita Timur, dia tetap tidak percaya dirinya berada di

Maluku.

"Tidakkah Nona mencium aroma dari masa lalu?"

"A a" pa.

320E.5.ITO

"Aroma yang mengundang nenek moyang Nona berlom-

ba-Iomba mencari jalan ke sini.”

. "Pala?"

"Ya. Hidung Nona ternyata cepat menyesuaikan diri

* dengan aroma. Nona tribuanatunggadewi Zwinckel, selamat datang di
Kepulauan Banda. Tempat yang Nona tidak boleh lupa. Di

sinilah segala sesuatunya dimulai. Dari sinilah abad keemasan

bangsa Nona berawal. Babak aw.al pula bagi gugus kepulauan
Nusantara, untuk sebuah derita akibat keserakahan. Anggap * saja perjalanan Nona ini sebagai sebuah ziarah.”
. "Siapa kamu, siapa kalian s.emuanya?" tribuanatunggadewi setengah
teriak.

laki-laki itu tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya
yang cokelat, khas negerikita . namun , tribuanatunggadewi tidak menyam-
but uluran tangan itu. laki-laki itu menarik kembali tangannya.
"Nona bisa memanggilku mpu tirta ."

"mpu tirta ?"

"Ya. Tidak sulit bukan?"

(apa yang kalian inginkan?"

"Hadya aengajak Nona pelesiran. Dan, hmm '" mung-

kin ziarah bersama mengingat hubungan bangsa kita. Belanda

dan negerikita ."

(au tidak mengerti apa yang kaukatakan." tribuanatunggadewi
merasa dipermainkan. "Apa yang kalian inginkan dariku?

Kenapa aku diculik sejauh ini?"

"Nona menganggapnya penculikan? Tidakkah Nona di-

perlakukan dengan baik selama dalam perjalanan?"

"Oh, ya? Sejak bpan pengambilan paksa tidak disebut

dengan penculikan? Apakah bahasa kalian memiliki kosakata

lain?" tribuanatunggadewi membalas dengan sengit. Dia tidak ma.u
bermain-main. Perut yang terisi memberi energi lebih pada-

nya. Ketakutannya ditelan amarah.

Rahasi a Meeae 321

"Coba hirup aroma pala, maka Nona akan merasakan

ketenangan, terbuai dalam lamiman Banda. Pulau ini tidak

lagi memberi tempat untuk amarah, Nona tribuanatunggadewi .” :mpu tirta
menarik napas "dahulu ketenangannya dihancurkan oleh ama-

rah nenek moyang Nona. Coen membantai tiga perempat

penduduk Banda, membawa sisanya sebagai budak ke Batavia
sebagai reaksi atas tewasnya Laksamana Pieterszoon Verhoeven.
Sesudah menguasai pulau ini secara penuh, dia membunuh

44 orang terkaya Banda. Semuanya punah dan pupus. Di

Eropa sana dengan enteng disebut dengan istilah monopoli.
Tidakkah Nona bisa menahan diri? Di pulau ini, kami tidak

terbiasa dengan amarah.”

"Lalu, harus disebut apa penculikan ini? Sebuah joke

ringan dari orang-orang negerikita ?" tribuanatunggadewi tersenyum
mencibir.

"Anggap saja begitu. Oraag-orang Melayu senat:g de-

ngan senda gurau.”

"Aku bisa gila. Apa yang kalian inginkan dariku?" tribuanatunggadewi
nyaris berteriak histeris. Kebingungan ini jauh lebih menya-

kitkan daripada sebuah interogasi paksa.

"Ah, Nona. Bukankah ketenangan dan kebersihan Ams-

terdam seharusnya memberi kesabaran pada diri Nona? Tam-
paknya Nona butuh istirahat. }(ami sudah menyediakan kamar
sederhana yang nyaman untuk Nona.”

mpu tirta bangkit dari tempat duduknya. Tangannya terarah

pada sebuah kamar pada ujung kanan ruang tengahl mpu tirta
meraih tongkatnya. Ujung besinya mencacah lantai. tribuanatunggadewi
bapgkit menahan langkah mpu tirta .

"Tolong jelaskan, kenapa aku dibawa ke sini?" Gadis

Belanda itu sekarang memohon.

"Nona, aku hanya butuh sejumput cerita dari mulut

Nona."

32

"Cerita apa?"

"Monsterverbond. Itu saja," jawab mpu tirta ringan.

laki-laki itu berjalan menuju pintu keluar. Dia tidak lagi

mengacuhkan kebingungan tribuanatunggadewi . wanita lesbi Belanda itu
terpaku diam. Jantungnya berdegup kencang.

Monsterverbond.

Dia bingung. Penculikan ini bisa membuatnya gila seke-

tika. mpu tirta memberikan keleluasaan lebih. namun , dia tidak
mungkin melarikan diri. Kondisi ini memang sudah didesain

oleh orang-orang itu. tribuanatunggadewi melangkah gontai menuju

kamar.

"N ONA "

37

Sapuan lembut itu menyentuh lengan tribuanatunggadewi . Dia

spontan terbangun. Pandangannya masih kabur. Masih belum

-bisa melihat jelas sosok yang telah membangunkannya.
tribuanatunggadewi leel,] mengejapkan mata, kantuknya masih belum hilang.
Ingin rasanya dia mengempaskan tubuh kembali. namun , dia

hams bangun. Dia harns secepatnya menginsafi keadaan yang

tengah "clia alami. Sosok di depan mata semakin jelas terlihat.

Seorang perempuan lokal bernmur sekitar pertengahan lima

puluh. Dia tersenyum lembut. Tangannya memegang lengaQ.
tribuanatunggadewi . Gadis asal Belanda itu bangkit. Dia bingung hams
bertanya bagaimana. tribuanatunggadewi memberi - isyarat dengan me-
mukulkan telunjuk pada pergelangan tangan. Dia ingin tahu

pukul berapa sekarang .

. "Pukul setengah lima sore, Nona." Peaempuan Itu cepat

mengerti.

"Dan, Anda siapa?"

"Panggil saja Ina. Demikian orang-orang di sini memang-

gil saya.”

Ina meletakkan satu sete] pakaian di ujung ranjang.

Celana longgar dan baju dari bahan katun ringan berwarna

putih. Di dekatnya diletakkan topi lebar berwarna putih. Jika

kondisinya normal, tribuanatunggadewi akan tertawa lebar. Pakaian itu

nyaris membawanya ke masa silam. Pakaian Noni Belanda
di daerah tropis.

"Nona mungkin mau mandi dahulu. Mari saya tunjuk-

kan tempat untuk membersihkan diri."

Ina memegang jemari tribuanatunggadewi , kemudian membawa
gadis asing itu melewati pintu belakang kamar. Pada tempat
lapang yang menghadap tebing pantai itu, ada kamar

mandi sederhana. Tertutup papan-papan kasar dengan pan-

curan dari buluh barnbu kecil.

wanita lesbi Belanda itu menghabiskan waktu setengah

jam di kamar mandi. Tanpa riasan kosmetik apa pun, dia

tampak anggun mengenakan pakaian yang dibawakan Ina.

Ina menatap tribuanatunggadewi takjub. wanita lesbi Belanda itu benar-
benar cantik.

"Nona keberatan. kalau saya ajak jalaa-jalan?"

tribuanatunggadewi menggelengkan kepala. Dia tidak tahu lagi apa
yang harus !;lia lakukan di tempat asing ini. .

Ina membawanya keluar dari pekarangan rurnah besar.

¥elewati deretan pohon pala dan kenari. Para pekerja sudah

tak tampak lagi. Mereka telah kembali ke perek masing-

masing. tribuanatunggadewi memungut satu-dua buah masak yang
jatuh dari pohon. Dia mencium aromanya. Satu-dua dia

simpan dalam saku celana.

"Kita sekarang berada di mana Ina?" tanya tribuanatunggadewi
memendam ketegangannya.

"Kampong Walang, Nona.”

"Di mana itu?” .

"Pulau Banda Besar."

"Ina tahu -kenapa saya dibawa kemari?"

"mpu tirta biiang, Nona adalah tamu dari seberang samudra

yang mesti kami layani dengan baik"

"Selain itu?"

"Oh Nona, saya tidak suka banyak bertanya. Sungguh

senang rasanya kedatangan seorang tamu dari jauh.»
tribuanatunggadewi tidak lagi bertanya. Dia tidak enak hati menje-
laskan semuanya kepada perempuan ini. Ina jelas tidak tahu
apa-apa. mpu tirta sudah memanipulasi semuanya.

Mereka menyisiri dataran di atas tebing laut. Pada suatu

tempat terbuka, Ina menghentikan langkah. Pulau besar dan
gunung terapung lebih terlihat jelas dari tempat ini.

"Tidakkah Nona merasakan keindahan pemandangan

ini? Kami selalu menikmati sore di sini. Pedalaman ' yang
melarang kami untuk bermimpi tentang keindahan lain,”

ucapan" Ina seperti bait puisi yang dilantunkan alamo

"Ya, indah sekali.” tribuanatunggadewi memaksa diri untuk terlihat

tenang. "Pulau dan gunung apa itu, Ina?”
"Pulau Neira. Kota kecamatan Kepulauan Banda. Jika

Nona pemah membaca sejarah bangsa kami, pulau itu adalah
tempat pembuangan tokoh pendiri bangsa- negerikita . Bung
Hatta, Syahrir. dan Dokter ljipto. Di sebelah baratnya, Pulau
Gunung Api. Saya dahulu sempat menyaksikan gunung itu
melettis pada tahun 1988."

"Indah sekali,” amam tribuanatunggadewi . Jujur saja, peman-
dangan ini tidak akan dia temui pada belahan dunia mana

pun..

"Orang-orang sini bilang, tanah vulkanis, hawa laut, dan

tempat yang teduh membuat kualitas buah pala kami tidak
tertandingi oleh perkebunan pala mana pun di seluruh du-. " mao
"Yang terbaik tentu dari tempat asalnya, Ina," tribuanatunggadewi
menambahkan.

"Mari, Nona."

Puas memperlihatkan pemandangan indah, Ina mengajak
E.S.ITO

tribuanatunggadewi beranjak dari tempat itu. Tujuannya adalah sebuah
perek yang tertutup riffibun pepohonan tidak jauh dari tem-

pat mereka berdiri. Perek itu mirtp mmah panggung seder-

hana dengan teras kecil di mana saty set kursi rotan diletak-

kan. Ina menarik tangan tribuanatunggadewi , naik ke atas teras. Ina
mendorong pintu, keml'dian mengintip. Hanya sekejap, dia
memundurkan kepala.

. "Nona tunggu saja di siQi. Dia tengah shalat asar."

Ina tidak menjelaskan lebih jauh. Dia memberikan se-

nyum menenangkan. Menumni tangga pendek teras, diting-
galkannya tribuanatunggadewi sendiri.

Shalat?

tribuanatunggadewi tergoda untuk mengintip ke dalam. Dia lihat
lelaki itu berdiri kemudian membungkuk, bersujud, dan

tecikhir duduk. Saat mpu tirta menoleh ke kanan, pandangan
mata mereka bertemu. tribuanatunggadewi bum-bum menarik kepala-
nya. Dia mengenyakkan tubuh di atas kursi rotan. Tidak
berselang lama, mpu tirta keluar dari dalam perek. Wangi kopi
hangat tersaji di depan mata. Di . tengah-tengahnya tersaji
hidangan roti yang ditaburi bubuk pala sebagai penyedap

rasa. *

"Nona seorang Nasrani?" tanya mpu tirta penuh basa-basi.

"A 31" pa.

"Christian?" mpu tirta memperjelas pertanyaan.

"Oh, bukan, aku agnostik." tribuanatunggadewi meraba-raba arah
pembicaraan. "Dan, kamu sendiri seorang Muslim?"

"Ya."

"Masih melakukan ritual ibadah?"

"Masih. Bentangan alam yang indah dengan lekuk yang
memadamkan sepi menghamparkan garis penciptaan. Sulit

untuk memercayai bahwa semua ini tidak lebih dari kebetulan

alamo Sedikit pegangan dalam hidup perlu juga. Paling tidak
jalan terakhir untuk eskapisme.”

"Alm tidak mengerti dengan kalian."

Mulai terkuak sedikit gambaran dari penculikan dirinya

ini. mpu tirta .seorang Muslim. Dan ya, bukankah tidak sulit
untuk menyimpulkan jika seorang Muslim menculik manusia
Eropa. Teroris Muslim radikal, itu jawaban sementara untuk
mpu tirta dan gerombolannya. Mungkin mereka terkait dengan
Jamaah Islamiyah atau Kelompok Moro di Filipina.

"Teroris Muslim, mungkin itu yang ada dalam benak

Nona," mpu tirta menebak tepat pikiran tribuanatunggadewi . "Ritual shalat
tidak lebih dari materi pelatihan born bunuh diri. Berdiri
memasang born, rukuk untuk memasang detonator, dan sujud
untuk menyalakan detonator. Dan, bum! Dunia Barat Nona
memberikan gambaran buruk tentang orang yang aersem-
bahyang. Kenapa dunia Nona selalu iri jika kami mengambil
jalan yang berbeda dari earn Barat menatap dunia?" jawab

mpu tirta . Jawaban yang tidak menjelaskan apa-apa.

‘j adi, benar kalian kelompok Muslir;n radikal?” tribuanatunggadewi
mempertegas pertanyaan.

"Shalat dan puasa, hanya itu ibadah Islam yang aku laku-

kan. Sisanya aku sudah lupa. Yah, kalau itu dibilang radikal,
mau bagaimana lagi? namun "sopir yang mengantarkan Nona
tadi seorang Kristen dari Saparua."

"Kau bisa membayarnya."”

"Nona iri dengan kami.”

"Tri?" tribuanatunggadewi tersenyum mencemooh. "Peradaban
kami te::lah mencapai semua hal yang masih menjadi mimpi
disini.... "

"Kecuali keyakinan," potong mpu tirta .
"Kami menghormati perbedaan, terbuka .untuk semua

"

keyakinan ... .

"Sejauh sesuai dengan selera Eropa," mpu tirta menam-
bahkan lagi.

. "Sudahlah. Hentikan perdebatan ini!" tribuanatunggadewi me- .
ngangkat kedua tangannya di depan dada.

"Baiklah, silakan diminum kopinya."

mpu tirta seena.knya saja melupakan pembicaraan mereka.

Dia meneguk kopi hangatnya dengan nikmat. tribuanatunggadewi hanya
mencicipi rori. Tanpa keju, bubuk pala menawarkan kelezatan

tersendiri.
"Bagaimana kalau kita masuk pada pembicaraan yang

lebih berarti?" mpu tirta menawarkan.

"Monsterverbond! Nona, bertahun-tahun lamanya aku me-

ngarungi laut untuk mencari arti dari kata itu. namun , aku

tidak barhasil menemukannya. Aku yakin, jawabannya akan

keluar dari mulut, Nona."

tribuanatunggadewi membiarkan pertanyaan itu mengambang. Dia
tidak menjawabnya. Mulutnya lahap mengunyah roti.

"Siapa kalian sebetulnya ?" tribuanatunggadewi tidak mengacuhkan

pertanyaan itu.

"Anggap saja kami bajak laut pencari hat;ta karun.”

"Harta karun apa?"

"Sarma seperti yang Nona cari di Jakarta. Milik VOC."

Raut wajah tribuanatunggadewi berubah tegang. laki-laki ini tidak
sedang main-main. Tidak mungkin kata-kata itu tebakan

belaka. Dia sudah mengetahui semuanya. Lebih dari siapa pl,In
diJakarta, termasuk Rian. tribuanatunggadewi bum-buru mengatasi rasa
kaget. Berusaha bersikap seolah-olaJ, ini sebuah dialog terbu-

ka.

"Lalu, untuk apa aku berbagi cerita dengan kalian?”

"Biar kita lebih mudah menemukannya, Nona.” .

Rahasia Meede

"Bagaimana kalau aku tidak mau?" tantang tribuanatunggadewi .
"Aku tidak bisa memaksa Nona. Hanya bisa sabar me-
nunggujawaban'itu keluar dari mulut Nona. Mungkin berta-
hun-tahun Nona akan tinggal di tempat sunyi ini. Tidak

ada yang akan tahu, tidak ada yang merasa kehilangan. Kami
membawa Nona ciariJakarta dengan rapi. Naluri orang-orang
Jakarta tidak akan mencium aroma pala.”

Otot-otot tribuanatunggadewi nyaris kaku. mpu tirta mengucapkan kata
demi kata dengan nada datar, nyaris tanpa intonasi. namun ,

itu jelas sebuah ancaman yang sangat menakutkan. Terjebak

di tempat sunyi ini bertahun-tahun, tribuanatunggadewi tidak sanggup
membayangkannya. Orang-orang seantero pulau ini tentu

berada di belakang mpu tirta . Dia tidak punya celah untuk lari.
tribuanatunggadewi mencoba mencari kata sepakat eli dalam hati.
Monsterverhond.

Kata itu ' tentu saja merupakan kunci harta terpendam

VOC. Dia sudah mempelajarinya. Arsip-arsip milik Kerajaan
Belanda cukup lengkap untuk menjelaskan kata itu. mpu nala
beberapa kali menekankan kepadanya arti penting dari Mons-
terverbond. sebab kata itulah yang"menjadi akar dari misteri

yang sudah berumur empat abad.

Sekarang, mpu tirta menodongnya dengan pertanyaan itu.

tribuanatunggadewi harus menjawabnya. Kalau mau nekat; dia bisa
burigkam dan menunggu lagi reaksi dari mpu tirta. namun sesudah
dipikir lebih jauh,” rahasia Monsterverbond ini tidak akan

banyak artinya apabila mpu tirta tidak mengetahui lokasi harta
terpendam itu. Rahasia itu tentu masih rapi tersimpan pada

bagian yang hilang dari dokumen KMB. Dan sejak. tadi, KaJ.ek
belum menyinggung masalah KMa. Pengungkapan misteri
Monsterverbond hanya berguna untuk membuktikan kebe-

naran 'bahwa fakta ten tang harta karun VOC itu memang

benar adanya. Tidak lebih dari itu.

330£.s. ITO

"Apa yang sudah kau ketahui ten tang kata itu?” tribuanatunggadewi
balik bertanya.

"Ehm ...." mpu tirta sedikit bimbang untukmenjawab. "Per-
sekutuaa antara unsur-unsur yang menakutkan. Bukankah

itu arti harfiah dari kata itu dalam bahasa negerikita ?"

"Betui. Lalu?" tribuanatunggadewi masih menguji.

"Sebatas yang aku tahu, persekutuan itu terkait dengan

misteri harta VOC. Atau mungkin justru mereka yang me-
nguburnya di dasar bumi. Selebihnya, rantai cerita yang aku
ketahui terputus.”

"Persekutuan itulah yang mengendalikan VOC untuk

jangka waktu yang cukup lama. Merekalah tokoh di balik

kebijakan penaklukan VOC,” sahut tribuanatunggadewi . Perlahan dia
membuka tabir misteri sebagaimana yang diinginkan mpu tirta .
"Monsterverbond itu?"

"Ya."

"Tidak masuk akal.” Di luar dugaan, mpu tirta membantah

teori tribuanatunggadewi . "Catatan sejarah menunjukkan, VOC diken-
dalikan oleh Hereen Zeventeen. Kepada Tujuh Belas Tuan-

Tuan yang mewakili enam Kamers itulah Gubernur Jenderal

VOC bertanggung jawab."

Sanggahan mpu tirta terdengar konyol di telinga tribuanatunggadewi .
laki-laki itu berusaha menunjukkan bahwa dia bukan jenis
penculik bodoh. Dia punya otak dan memori yang kuat

tentang masa lalu. .

Hereen Zeventeen, Tujuh Belas TuanaTuan adalah suatu

badan yang terdiri dari tujuh belas orang terhormat yang

mewakili enam Kamers, yaitu Amsterdam, Middleburg, Delf,
Rotterdam, Hoorn, dan Enkhuizen; sebagai hasil dari penya-

tuan berbagai bendera pelayaran dan perdagangan yang ber-
beda-beda. Dari tujuh belas anggotanya, Amsterdam aendo-

minasi dengan menempatkan delapan orangnya. Kepada

Rahasia Made

Hereen Zeventeen yang berpusat di Amsterdam itulah, sesuai
dengan Octroi kerajaan, Gubernur Jenderal VOC bertang-

gung jawab. Hereen Zeventeen adalah pengendali VOC.
namun , bukan itu yang dimaksud oleh tribuanatunggadewi .
"Tentu saja aukan," tukas . tribuanatunggadewi . Dia merasa, ada
sedikit hiburan dalam ketegangan ini.

"Hah, bagaimana bisa?" mpu tirta merasa tribuanatunggadewi tengah
* mempermainkan fakta sejarah. "Hereen Zeventeenlah satu-
satunya badan hukuq!. yang mengendalikan VOC."

Kalau situasinya normal, tentu tribuanatunggadewi akan tergelak
mendengar bantahan mpu tirta. namun sekarang, dia terpaksa
menahan geli. Membicarakan sejarah Nusantara dengari pri-
bumi negerikita bagai menjelaskan bentuk punggung pada
pemilik tubuh. Wajah dingin mpu tirta sekarang menunjukkan
kekonyolannya. Derajat intelektualitas, bagaimanapun, akan
membongkar pribadi seseorang .

. "Secara de jure, Hereen Zeventeen memiliki kekuasaan

penuh dalam mengendalikan VOC. namun de factonya, per-
serikatan dagang ini dikuasai oleh Monsterverbond."”

‘atinya, Monsterverbond adalah kelompok rahasia yang
mengendalikan VOC? Semacam klendestin pada abad perte-
ngahan?"

"¥a. Begitulah.”

"Ta,pi bagaimana bisa?"

Bagai membuka satu balok dam yang membendung
berkubik-kubik air, pertanyaan mpu tirta mengalir deras. Raut
wajahnya menunjukkan kepuasan. Dia percaya dengan jawab-

an tribuanatunggadewi .

"namun , bagaimana mungkin Hereen Zevanteen tidak bisa
mengendalikan kelompok ini?" mpu tirta masih penasaran.
"Kontrol mereka sangat lemah dan tidak mampu men-
jangkau bentangan kekuasaan VOC yang sangat luas. Tan-
}}2E.5.1ITO

. jung Harapan hingga lepas pantai Deshima, sungguh luas,"
jawab tribuanatunggadewi lugas.

"Lantas siapa tokoh yang berada di balik Monsterver-

bond itu?"

"Salah seorang Gubemur Jenderal VOC," tribuanatunggadewi kem-
bali menjawab dengan singbt. Terkesan dii ingin mendrama-
tisasi pengungkapan misteri ini.

"Hah? Siapa?"

,Comelis Janszoon Speelman."

"Maksud Nona, Speelman yang juga menaklukkan Ma-
kassar?"

"Tepat.”

"Lalu, siapa lagi pejabat VOC yang terlibat dengan
persekutuan rahasia ini?"

tribuanatunggadewi menggelengkan kepala. Pertanyaan itu tidak
langsung dia jawab. . "Pada awalnya tidak ada pejabat VOC yang terlibat,"
ungkap tribuanatunggadewi .

"Speelman sendirian? Bagaimana mungkin Monsterver- .
bond bisa disebut sebagai sebuah komplotan?" Panarnpilan
dingin mpu tirta rusak oleh rasa ingin tahunya yang menbuncah-
buncah.

"Monsterverbond adalah komplotan kulit putih dan
pribumi; itu sebabnya Speelman menyebut komplotannya

ini sebagai persekutuan antara unsur yang menakutkan. Arung
Palakka dan Kapitan Jonker adalah dua sekutu Speelman yang
menyebabkan komplotan itu menjadi begitu menakutkan."

"Aku tidak percaya persekutuan seperti ini bisa terjadi.”

T atapan mpu tirta menantang tribuanatunggadewi untuk memberi bukti.
"Kenapa tidak?" jawab tribuanatunggadewi dengan suara yang agak
meninggi. Dia tampaknya mulai lupa pada statusnya di pulau

ini. "Bukan etnis, suku bangs a, agama, atau senjata yang

333

inempersatukan manusia, namun uang dan kekuasaan. Tidak
ada kekuatan yang melebihi daya tarik keduanya. Bangsa
kalian bukannya tidak cukup kuat dibanding penjajah kolo-

nial. Seandainya kolonialisme hanya sebuah penaklukan poli-

tik dan militer, maka sudah dari dahulu kalian merdeka. Ke-
kuatan kolonial tidak akan sanggup menghadapi."

"Till retorika lama, Nona," mpu tirta memancing. Dia berha-

* rap dengan cibiran ia, tribuanatunggadewi akan semakin berseaangat
menjelaskan fakta keberadaan Monsterverbond.
Dan, tribuanatunggadewi memang terpancing. Dia sudah mem-
bunuh ketakutan dengan gairah pengetahuan.

"Persekutuan itu terbentuk pada akhir tahun 1666. Keti-
ka itu Gubemur Jenderal Joan Maetsueyker memberikan
perintah pada Comelis Speelman untuk menggempur
Hasanuddin di Makassar. Dalam penyerangan itu, dia dibantu
oleh dua orang pribumi yang sudah membuktikan kesetiaannya
pada VOC, Arung Palakka dan Kapitan Jonker. Beberapa
bulan'menjelang misi ini, keduanya terlibat dalam ekspedisi
Verspreet menaklukkan pesisir barat Sumatra. Tiga orang
inilah kelak yang akan menjadi pemiinpin terkemuka dari
Monsterverbond. Ketiganya mengakhiri misi di Makassar
dengan aukses sesudah memaksa Hasanuddin menandatangani
Perjanjian !3ongaya pade. 28 November 1667."

"Apa uang dan kekuasaan saja cukup. untuk mempersatu-
kan tiga orang itu?" mpu tirta memotong.

"Secara psikologis mereka berangkat dari latar belakang
yang sarna, perasaan ter:alienasi. Dan, itu berperan penting
dalam menyatukan mereka.”

"l'olong jelaskan tentang hal itu sekarang juga,” pinta
mpu tirta .

"Speelman adalah seorang petinggi VOC yang jauh dari
pergaulan elite VOe. Dia tersisih dari pergaulan kart:aa ter-
334-

bukti terlibat dalam sebuah perdagangan gelap saat dia

masih menjabat sebagai Gubernur VOC di Coromandel

tahun 1665. Arung Palakka adalah putra mahkota Bugis dari
Kerajaan Bone yang harus hidup terjajah dan berada dalam
tawanan Kerajaan Makassar. Dia kemudian memberontak dan
pada 1660 bersama pengikutnya melarikan diri ke Batavia.
VOC menyambutnya dengan baik, bahkan memberikan dae-
rah di pinggiran Kali Angke, hingga kemudian serdadu- »
serdadu Bugis’ ini disebut Toangke atau orang Angke. Sedang-
kan Kapitan Jonker adalah seorang panglima yang berasal

dari Pulau Manipa, Ambon. Dia memilild begitu banyak
pengikut setia, namun tidak pernah menguasai satu daerah di
mana orang mengakuinya sebagai daulat. Akhirnya, dia berga-
bung dengan VOC di Batavia. Rumah dan tanah yang luas

pi daerah Marunda dekat Cilincing diberikan - oleh VOC
kepadanya." tribuanatunggadewi mulai. merasakan hawa -angin laut.
"Ketiganya berangkat dari satu latar- belakang yaag sarna;
keterasingan!” .

"Baik. Penjelasan Nona cukup meyakinkan.”

sebetulnya , penjelasan tribuanatunggadewi melebiai fakta yang
diinginkan oleh mpu tirta . Jaki-laki muda itu tidak lagi memiliki
keinginan unak mendebat tribuanatunggadewi . Dia adalah ' seorang
murid sekarang, dan perempuan asin,g yang tertawan di pulau
ini adalah gururiya.

"Sekarang, kita masuk paqa substansi cerita. Apa hubung-

an Monsterverbond dengan rahasia harta terpendam itu?"

mpu tirta berdebar-bedar, khawatir pengetahuan gadis Belanda
itu tidak sejauh yang dia bayangkan. namun kemudian, dia
menarik napas lega.

"Harta terpendam itu adalah bayaran mahal yang mereka
terima dari VOC."

"Untuk apa?"

335

"Speelman harus dibayar mahal untuk penaklukan

Hasanuddin. Arung Palakka dibayar mahal untuk keberhasil-
annya menghapus pengaruh Aceh di Pesisir Barat Sumatra.
Dan, Kapitan Jonker harus dibayar mahal untuk keberha-
silannya menangkap Trunojoyo dan aemudian menyerah-
kannya pada pegawai VOC keturunan Skotlandia, Jacob
Couper. Mereka bertiga sudah menaklukkan Nusantara di
Barat, Tengah, dan Timur. Mereka memiliki andil yang besar

untuk mengantarkan VOC mencapai puncak kejayaannya
pada masa Gubemur Jenderal Joan Maetsuyker."

Semua argumen yang menguatkan narasi tribuanatunggadewi , bisa
diterima oleh logika mpu tirta . Tetapa, dia kesulitaa membayanga
kan bayaran mahal yang kelak berubah menjadi harta karun

itu. Bayaran untuk tiga orang itu tampaknya dinilai terlalu

tinggi pada aasa sekarang. Bahkan, dikaitkan dengin sebu:m
perjanjian paling bersejarah bagi dua buah negara, KMB dan
penyerahan kedaulatan.

. "Artinya, ekspektasi banyak orang ballwa harta karun

VOC itu jumlahnya sangat besar keliru,” mpu tirta menyimpul-
kan sendiri pembicaraan mereka.

"Justru orang yang menyimpulkan bahwa ekspektasi itu

s;J.ah yang keliru,” tribuanatunggadewi menyindir mpu tirta yang terlalu
cepat mengambil kesimpulan. "Kalau jumlahnya sedikit, ba-
gaimana mungkip Monsterverbond bisa mengendalikan

voc?"

"namun , aku sarna sel} ali tidak bisa membayangkan besar-

nya jumlah yang mereka terima." mpu tirta masih belum percaya.
"Bayaran itu bukan dalam bentuk barang, namun hak

monopoli."

. "Monopoli apa?"

"Emas!"

"Hah, bagaimana bisa?"

E. 8S. ITO

"Kau hams ingat, tujuan kedatangan bangsa kami ke sini

adalah " karena rempah -rempah. Emas pada awalnya, sarna
sekali tidak masuk dalam hitungan dan rencana. Itu sebabnya,
Maetsueyker dengan ringan begitu saja memberikan mono-

poli pada tiga orang itu. Sekaligus memberikan modal awal

yang sangat besar bag! mereka untuk mulai berdagang emas."
Mungkin kalek orang pertama yang mendengarkan teori ini.
"Biaya untuk modal monopoli aereka itulah pada awal-

nya yang mengeruk kekayaan voe aecara ilegal. Menjelang

akhir masa kekuasaan Maetsueyker, VOC nyaris tidak bisa
membayar dividen tahunannya. namun , pengiriman rempah-
rempah bernilai mahal ke Eropa masih mampu menunjukkan
tingkat keuntungan rata-rata yang tinggi," Ian jut tribuanatunggadewi .
"Kenapa komitmen Maetsueyker begitu tinggi kepada

mereka?"-

"Baik Speelman, Arung Palakka maupun Kapitan Jonker
masing-masing memiliki pengikut yang banyak dan sangat
setia. Tulang punggung kekuatan bersenjata voe pada masa
itu ada pada mereka. Maetsueyker tidak mungkin berani

menolak permintaan ketiganya. Selain kekuatan dari tiga
orang tokoh itu, Maetsueyker hanya bisa mengandalkan para
s"erdadu bayaran multibangsa dengan tingkat loyalitas yang
sangat rendah."

"Dan, sesudah mereka menguasai monopoli emas, kekuatan
Monsterverbond semakia menjadi-jadi. ltu pula tentu yang
mendudukkan Speelman pada kursi Gubernur Jenderal voe

pada tahun 1681." Kali ini mpu tirta sangat yakin dengan kesim-
pulannya.

tribuanatunggadewi menganggukkan kepala. Kali ini kesimpulan
mpu tirta tepat. laki-laki itu tidak memerlukan waktu lama untuk
memahami ja,linan cerita tribuanatunggadewi .

Rahas ia Mude 337

"Kau tentu mengerti kekuatan dari emas?" tanya
tribuanatunggadewi .

"Mereka memang pintar. Nilai emas tidak akan banyak

berubah malah cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
Sementara nilai rempah-rempah, dengan semakin meluasnyct -
koloni Barat, terus menurun. Emas yang mereka miliki tentu
dijadikan semacam cadangan devisa pada masa .sekarang.
Dengan itu, mereka mengendalikan kekuatan keuangan

VOC," sahut mpu tirta . Pembicaraan mereka .mulai berimbang
sekarang.

"Sejak masa pemerintahan Speelman, para pengikut
Monsterverbond menjadi golongan elite Batavia. Pengikut

kulit putih memiliki ramah-rumah besar di kawasan elite
Jacatraweg. Sementara yang pribumi, mendirikan kampung
mereka sendiri.”

"Lalu, di mana kira-kira mereka meninggalkan tumpukan

harta terpendam itu?"

"Aku juga tidak tahu,” jawab tribuanatunggadewi , menyiratkan
kejujuran.

tribuanatunggadewi menarik napas lega. Seperti dugaannya, cerita
mengenai Monsterverbond tidak akan banyak gunanya. mpu tirta
juga tidak mengetahui lokasi harta terpendam itu. Terlalu
gegabah rasanya jika membayangkan pengetahuan mpu tirta
tentang hal ini lebih dari apa yang dia ketahui.

"Menurutmu, kira-kira di mana?" tribuanatunggadewi membalik-
kan pertanyaan.

"Di dasar laut bersama dengan ratusan bangkai kapal

dagang yang tidak pemah ditemukan hingga saat ini. Ada

kurang lebih 105 buah kapal VOC yang tenggelam sepan-

jang tahun 1602 sampai dengan 1795. Salah satu atau bebe-

rapa dari kapal yang tenggelam itu mungkin memuat' emas

yang Nona mmud." mpu tirta mengeluarkan rokok dari kantong
E.S. ITO'

jaketnya. namun kemudian, dia urung membakarnya. "Dugaan *
Nona sendiri bagaimana?" .

"Entahlah. Penelitianku tidak sejauh itu." Entah me-

ngapa, tribuanatunggadewi tidak mernsa tertawan lagi sekarang. Yang
dia lihat dari mpu tirta , tidak lebih dari sosok lelaki pribumi
Yang haus akan pengetahuan bam.

mpu tirta terdiam lama. Mulutnya" mengulum senyum. Ada
kepuasan® yang dia rasakan dari sejumput cerita dari mulut
tribuanatunggadewi .

Sore sudah berembang petang. Bunyi jangkrik mulai
bersahutan. Sementara di kejauhan, terdengar kicau Walor
memanggil malam.

"Makan malam sudah disiapkan Ina untuk Nona. Mari

saya antar ke perek besar," ucap mpu tirta menutup pembicaraan.
"Tunggu! Aku sudah menjelaskan apa yang kau ingin-

kan. Bukankah janji harus ditepati?"

‘lanji apa?"

"Melepaskanku. "

‘au tid"ak pernah berjanji." mpu tirta tetap bangkit dari
duduknya. "Begini saja, Nona. Besok pagi, Idta akan berpele-
siran di laut. Nona nikma.ti saja keindahan Banda. Aku sendiri
sebetulnya tidak ingin berbma-Iama dengan Nona. Percaya-
lah, jika kami tidak pernah menyakiti Nona, maka akan
selamany.t begitu. Mari Nona."

tribuanatunggadewi tidak tahu harus berkata apa. Dlam-diam dia
menikmati keindahan pulau ini. namun , dia mencemaskan
orang-orang di Jakarta. Rian dan CSA tentu sedang kalang
kabut mencarinya. Sudah lebih satll minggu.

38

nIHOTEL MAULA.NA, dia dikeaal sebagai pedagang
Mutiara dari Surabaya. Hotel milik Des Alwi itu terletak di
pinggir Pelabuhan Banda Neira. Di depannya terhampar
pemandangan laut lepas. Roni Damhuri menempati suite di
lantai paling atas. Ruang yang membuat dia memiliki privasi
lebih. Dia cepat menyerap pengetahuan tentang mutiara,
Penampilannya meyakinkan saat berbicara tentang prodilk
itu. Dan, layaknya pedagang dari Jawa, dia mudah mendekati
banyak orang.

Dia memburu Pinctada Maxima. Dia jauh-jauh datang

ke gugus Kepulauan Banda ini, mencari tiram karang yang
disebut Mutiara Bibir Emas. Jenis ketang itu menghasilkan
mutiara jauh lebih besar dibandingkan dengan yang dihasil-
kan oleh jenis karang lainnya. Tiram Bibir Emas atau Pinc-
tada Maxima banyak dibudidayakan